LAPORAN KASUS
OD Primary Angle Closed Glaucoma
OS Glaukoma Absolut+Keratopati Bullosa
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.S
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku : Makassar
Agama : Islam
Alamat : Komp.Unhas,Antang,Jl.Budidaya 5, Makassar
No. register : 446340
Pekerjaan : Wiraswasta
RS : Wahidin Sudirohusodo
Tanggal pemeriksaan : 1 November 2010
Dokter : dr.H
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Penurunan penglihatan pada kedua mata
Anamnesis terpimpin :
Dialami sejak ± 1 tahun yang lalu, secara perlahan-lahan, dimulai dari mata
kiri kemudian yang kanan.Saat ini pasien mengeluhkan mata kiri tidak dapat melihat
sama sekali. Nyeri (-), mata merah (+),mata kiri lebih dulu merah lalu mata kanan
selang waktu 3 bulan, mata silau (-), air mata berlebihan (+), kotoran mata berlebihan
(-), Rasa berpasir (-). Halo pada kedua mata. Riwayat memakai kacamata(-). Riwayat
trauma pada mata (-). Riwayat DM dan riwayat HT disangkal. Riwayat keluhan yang
1
sama dalam keluarga (-). Riwayat pemakaian obat tetes mata yang tidak diketahui
jenisnya sebanyak 3 macam (+) sebelum konsultasi ke dokter
III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
A. INSPEKSI
PEMERIKSAAN OD OS1. Palpebra Edema (-) Edema (-)
2. Aparatus Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)3. Silia Kesan Normal Kesan Normal4. Konjungtiva Hiperemis (+), Hiperemis (+),
Inj.Perikornea (+)
5. Mekanisme Muskular - ODS - OD - OS
6. Kornea Keruh Keruh
7. BMD Normal Sulit Dinilai8. Iris Coklat,kripte (+) Sulit Dinilai9. Pupil Bulat, sentral,RC(+) Sulit Dinilai10. Lensa jernih Sulit Dinilai
2
Foto pasien
B. PALPASI
PALPASI OD OS
1. Tensi Okuler Tn+2 Tn+2
2. Nyeri tekan (-) (-)
3. Massa tumor (-) (-)
4. Glandula preaurikuler Tidak ada Pembesaran Tidak ada Pembesaran
C. VISUS
VOD : 20/100
VOS : 0
D. TONOMETER APPLANASI GOLDMAN
TOD : 14,6 mmHg
3
TOS: 51 mmHg
E. CAMPUS VISUAL
Tidak dilakukan pemeriksaan
F. COLOR SENSE
Tidak dilakukan pemeriksaan
G. LIGHT SENSE
Tidak dilakukan pemeriksaan
H.PENYINARAN OBLIK
Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Kornea Jernih Keruh
Bilik Mata Depan Kesan Normal Kesan Normal
Iris Coklat Sulit dinilai
Pupil Bulat, sentral Sulit dinilai
Lensa Jernih Sulit dinilai
I.DIAFANOSKOPI
Tidak dilakukan pemeriksaan
J. FUNDUSKOPI
4
FOD : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, cupping glaumatous (+)
warna sedikit pucat,nasalisasi (+), bayonet sign (+) CDR 0,9, A:V=2:3,
makula refleks fovea suram, retina perifer kesan normal.
FOS : Refleks fundus (-).
K. SLIT LAMP
SLOD : Konjungtiva hiperemis (+), kornea jernih, BMD kesan normal,
iris coklat, kripte (+), pupil middilatasi, refleks cahaya (+),
lensa jernih
SLOS : Konjungtiva hiperemis (+) inj.konjungtiva, inj.perikorneal (+)
minimal, kornea keruh,permukaan smooth, tidak tampak
adanya ulcus. flouresens (-), detail lain sulit dinilai.
L. BIOMETRI
Tidak dilakukan pemeriksaan
M. LABORATORIUM
Tidak dilakukan pemeriksaan
N. GONIOSKOPI
OD : tidak kooperatif Tm tidak kooperatif OS : tidak bisa
Tm+PAS
O. PERIOMETRI
Tubular visus : < 30°
5
IV. RESUME
Seorang lelaki berusia 21 tahun datang ke Poliklinik RS Wahidin
Sudirohusodo dengan keluhan penurunan penglihatan pada kedua mata yang
dialami sejak 1 tahun yang lalu, secara perlahan-lahan.Dan sejak ±2 bulan
yang lalu mata kiri pasien tidak dapat melihat sama sekali. Nyeri tidak ada,
mata hiperemis ada,awalnya pada mata kiri kemudian mata kanan dengan
selang waktu 3 bulan, fotofobia tidak ada, lakrimasi ada, secret tidak ada,
gatal tidak ada. Halo pada kedua mata. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat
memakai kaca mata tidak ada. Riwayat penyakit sistemik tidak ada.. Pada
pemeriksaan oftalmologi didapatkan VOD 20/100, VOS 0. TOD : 14,6
mmHg,TOS: 51 mmHg. SLOD: Konjungtiva hiperemis, kornea jernih, BMD
kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil middilatasi, refleks cahaya (+),lensa
jernih,SLOS: Konjungtiva hiperemis (+) inj.konjungtiva, inj.perikorneal (+)
minimal, kornea keruh,permukaan smooth, tidak tampak adanya ulcus.
flouresens (-), detail lain sulit dinilai.FOD : Refleks fundus (+), papil N.II
batas tegas, cupping glaumatous (+) warna sedikit pucat,nasalisasi (+),
bayonet sign (+) CDR 0,9, A:V=2:3, makula refleks fovea suram, retina
perifer kesan normal, FOS: reflex fundus (-). Gonioskopi,OD :
PAS ,periometri : tubular visus < 30°.
V. DIAGNOSIS
OD Suspek Glaukoma primer sudut tertutup
OS Glaukoma absolut + keratopati bullosa
VI. TERAPI
6
C.Polygran 4x1 tts
C.Reepitel 4x1 tts
C.Timol 0,5% 2x1 tts
Glaucan 2x250 mg
KSR tab 1x1
VII. DISKUSI
Dari hasil anamnesis pada pasien ini, ditemukan adanya keluhan utama
penurunan penglihatan pada kedua mata, terjadi secara perlahan-lahan. Hingga
akhirnya mata kiri tidak dapat melihat sama sekali. Sementara itu, dari hasil
pemeriksaan fisis, pada pemeriksaan slit lamp didapatkan mata kanan konjungtiva
hiperemis, pupil middilatasi, sedangkan pada mata kiri didapatkan konjungtiva
hiperemis,inj.konjungtiva,inj.perikorneal (+) minimal, kornea keruh,permukaan
smooth, tidak tampak adanya ulcus. flouresens (-), detail lain sulit dinilai. Pada
pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus pada mata kanan 20/100 dan pada mata
kiri 0.Pada pemeriksaan juga didapatkan adanya halo pada kedua mata yang biasanya
diakibatkan oleh glaukoma. Diperoleh juga tensi okuler yang meningkat pada mata
kanan 6/5,5 = 14,6 mmHg, dan pada mata kiri: 51 mmHg . Hal ini menunjukkan
bahwa pada pasien terjadi penurunan penglihatan yang dapat berujung pada kebutaan
seperti yang telah terjadi pada mata kiri pasien. Berdasarkan anamnesis dan hasil
pemeriksaan oftalmologi, dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien menderita OD
suspek glaukoma primer sudut tertutup dan OS glaukoma absolut dan keratopati
bullosa.
Glaukoma sudut tertutup primer , terdapat peningkatan mendadak tekanan
intraokuler dan mata terasa sangat nyeri serta fotofobia. Mata berair dan terjadi
kehilangan penglihatan. Glaukoma sudut tertutup terjadi pada mata yang sudah
mengalami penyempitan anatomik sudut kamera anterior. Pada glaukoma sudut
7
tertutup, pupil berdilatasi sedang, disertai sumbatan pupil. Hal ini biasanya terjadi
pada malam hari saat tingkat pencahayaan berkurang. Glaukoma absolut merupakan
stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akiat
tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.
Sedangkan keratopati bullosa adalah peradangan pada kornea yang ditandai
adanya vesikel dan bulla yang disertai rasa nyeri yang hebat.Dan menurunkan
ketajaman penglihatan.
Pengobatan yang dianjurkan pada pasien glaukoma primer sudut tertutup ini
adalah beta adrenergik antagonis untuk menurunkan tekanan intra okuler dengan cara
menekan produksi humor aquosnya langsung. Sediaannya adalah timolol, karteolol,
levobunolol, metipranolol, dan selektif betaksolol.Digolongkan 7 kelompok untuk
pengobatan glaukoma : Prostaglandin analogs, β Adrenergik antagonist,
Pharasimpathomimetic agents, Carbonic anhydrase inhibito, adrenergic agonists,
combination medications, hyperosmotic agents . Dan bisa juga dilakukan tindakan
bedah yaitu iridektomi, trabelkuloplsati, dan bedah drainase.Untuk pengobatan
glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar untuk
menekan fungsi badan siliar, alkohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan bola
mata karena bola mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
Pengobatan pada keratopati bullosa terdiri atas pembuangan epitel kornea
melalui kuret dengan anastesi lokal, diikuti dengan irigasi kornea dengan larutan
ethlene diamine tetraacetic acid (EDTA) 0,01 molar steril atau pemberian EDTA
dengan aplikator kapas.
VIII. PROGNOSIS
Dubia
8
Glaukoma Primer Sudut Tertutup,
Glaukoma Absolut dan Keratopati Bullosa
I. PENDAHULUAN
Mata membutuhkan sejumlah tekanan tertentu agar dapat berfungsi baik. Pada
beberapa orang, tekanan bola mata ini dapat meninggi sehingga akan menyebabkan
kerusakan saraf optik. Dapat pula terjadi bahwa tekanan bola mata masih normal akan
tetapi tetap terjadi kerusakan syaraf optik yang disebabkan karena syaraf optiknya
sendiri yang sudah lemah. (1)
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaucoma. Kelainan mata
glaucoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optic,
dan berkurangnya lapangan pandang. (1)
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraocular ini disebabkan
oleh bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan berkurangnya
pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil. Pada
glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat lapangan
pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi serta degenerasi papil saraf optik,
yang dapat berakhir dengan kebutaan. (1)
Hampir 80.000 penduduk Amerika Serikat buta akibat glaukoma, sehingga
penyakit ini menjadi penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah di Amerika
Serikat. Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 2 juta pengidap glaukoma.
Glaukoma sudut terbuka primer, bentuk tersering, menyebabkan pengecilan lapangan
pandang bilateral progresif asimtomatik yang timbul perlahan dan sering tidak
terdeteksi sampai terjadi pengecilan lapangan pandang yang ekstensif. Bentuk-bentuk
9
glaukoma lain merupakan penyebab morbiditas visual yang parah pada semua usia.
Glaukoma akut (sudut tertutup) merupakan 10-15% kasus pada orang Kaukasus.
Presentase ini lebih tinggi pada orang Asia, terutama di antara orang Burma dan
Vietnam di Asia Tenggara.(2)
Glaukoma adalah penyebab kebutaan nomor 2 di Indonesia setelah katarak,
biasanya terjadi pada usia lanjut. Dibeberapa negara 2% penduduk usia diatas 40
tahun menderita Glaukoma, dan di Indonesia Glaukoma sebagai penyebab kebutaan
yang tidak dapat dipulihkan. (2)
Edema kornea terjadi karena berbagai alasan, tetapi sering merupakan sequela
operasi intraokular. Edema kornea hasil dari ekstraksi katarak yang disebut keratopati
bulosa pseudophakic (PBK) atau keratopati bulosa aphakic (ABK). keratopati bulosa
adalah paling umum pada orang tua. Pembengkakan mengarah pada pembentukan
bulla yang berisi cairan pada permukaan kornea. Bulla bisa pecah, menyebabkan rasa
sakit, seringkali dengan sensasi benda asing pada mata, dan dapat mengganggu
penglihatan. Keratopati bullosa bisa juga disebabkan oleh glaukoma.(3)
II. ANATOMI
Humor aquos
Struktur dasar mata yang berhubungan dengan humor aquos adalah korpus
siliaris, sudut kamera okuli anterior, dan sistem aliran humor aquos.(4)
A. Korpus siliaris
10
(Gambar 1 : Korpus siliaris)(5)
Berfungsi sebagai pembentuk humor aquos, memiliki panjang 6 mm, membentuk segitiga pada potongan melintang, membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris. Terdiri dari dua bagian yaitu : anterior: pars plicata ( 2mm), posterior: pars plana (4 mm).(4)
Tersusun dari 2 lapisan sel epitel siliaris:
a. Non pigmented ciliary epithelium (NPE)
b. Pigmented ciliary epithelium (PE)
Humor aquos disekresikan secara aktif oleh epitel yang tidak berpigmen.
Sebagai hasil proses metabolik yang tergantung pada beberapa sistem enzim,
terutama pompa Na+/K+ - ATP ase, yang mensekresikan ion Na+ ke ruang posterior.(4)
B. Sudut kamera okuli anterior
11
Memegang peranan penting dalam proses aliran humor aquos. Dibentuk oleh
akar iris, bagian paling anterior korpus siliaris, sklera spur, trabecular meshwork dan
garis schwalbe (bagian akhir dari membran descemet kornea).(4)
C. Sistem Aliran humor aquos
( Gambar 2: Sistem aliran humor aquos yang normal)(4)
Melibatkan trabecular meshwork, kanalis schlemm, saluran kolektor, vena
aqueous, dan vena episklera.(4)
I. Trabecular meshwork
Suatu struktur yang mirip saringan yang dilewati humor aquos, 90 %
humor aquos melewati bagian ini.(4)
Terdiri dari 3 bagian:
1. Uvea meshwork
2. Corneoscleral meshwork
3. Juxtacanalicular meshwork(4)
12
(Gambar 3: Trabecular meshwork)(4)
II. Kanalis schlemm
Merupakan saluran pada perilimbal sklera, dihubungkan oleh septa. Dinding
bagian dalam kanalis schlemm dibatasi oleh sel endotel yang ireguler yang memiliki
vakuola yang besar. Dinding terluar dari kanal dibatasi oleh sel gepeng yang halus
dan mencakup pembukaan saluran pengumpul yang meninggalkan kanalis schlemm
pada sudut miring dan berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan vena
episklera.(4)
III. Saluran kolektor
Disebut juga pembuluh aquos intrasklera, berjumlah 25-35, meninggalkan
kanalis schlemm pada sudut lingkaran ke arah tepi ke dalam vena sklera.(4)
Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,
13
terdiri atas lima lapisan, yaitu (4)
1. Epitel
2. Membran bowman
3. Stroma
4. Membran descenment
5. Endotel(1)
(Gambar 4:Anatmi kornea)(6)
14
IV. PATOFISIOLOGI
Korpus siliaris yang terletak dibelakang iris bertugas memproduksi cairan
yang disebut humour aquous. Cairan ini akan mengalir menuju lubang pupil dan akan
meninggalkan bola mata melalui saluran kecil menuju pembuluh darah. Normalnya
antara produksi humour aquous dan aliran keluarnya adalah seimbang.(4)
Jika aliran keluarnya terhambat atau produksinya berlebihan, maka tekanan
bola mata akan meninggi. Cairan mata yang berada di belakang iris tidak dapat
mengalir melalui pupil sehingga mendorong iris ke depan, mencegah keluarnya
cairan mata melalui sudut bilik mata (mekanisme blokede pupil). (4)
Tekanan bola mata ini gunanya untuk membentuk bola mata. Kalau
tekanannya normal, berarti bola mata itu terbentuk dengan baik. Kalau tekanannya
terlalu tinggi, berarti bola mata itu menjadi keras seperti kelereng. Akibatnya, akan
menekan saraf mata ke belakang dan menekan saraf papil N II dan serabut-serabut
saraf N II. Saraf-saraf yang tertekan itu dan yang menekan saraf papil II ini terjadi
penggaungan. (4)
Glaukoma terjadi ketika produksi dari cairan bola mata meningkat atau cairan
bola mata tidak mengalir dengan sempurna sehingga tekanan bola mata tinggi,
serabut-serabut saraf di dalam saraf mata menjadi terjepit dan mengalami kematian.
Besarnya kerusakan tergantung pada besarnya dan lamanya tekanan, maupun
buruknya aliran darah disaraf optik. (4)
Tekanan yang sangat tinggi akan menyebabkan kerusakan yang cepat,
sedangkan tekanan yang tidak tinggi akan menyebabkan kerusakan yang perlahan-
lahan dan akan menyebabkan kebutaan perlahan-lahan dan akan menyebabkan
kebutaan perlahan-lahan pula apabila tidak segera ditangani. (4)
15
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka) dimana
sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi
lanjut. Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi
dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Sering
mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga
menimbulkan penyulit berupa neovaskulerisasi pada iris, keadaan ini memberikan
rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.(1)
Keratopati bullosa berhubungan erat dengan kesehatan kornea.
Sel endotelial adalah sel-sel yang terletak di kornea bagian belakang dan berfungsi
memompa cairan dari kornea sehingga kornea relatif tetap kering dan bersih.
Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadi pengikisan sel-sel endotel yang terjadi
secara bertahap. Kecepatan hilangnya sel endotel ini berbeda pada setiap orang.
Setiap pembedahan mata (termasuk operasi katarak dengan atau tanpa pencangkokan
lensa buatan), bisa menyebabkan berkurangnya jumlah sel endotel. Jika cukup
banyak sel endotel yang hilang, maka kornea bisa membengkak.(3)
Peradangan intraokuler (uveitis) dan trauma pada mata juga bisa
menyebabkan hilangnya sel endotel sehingga meningkatkan resiko terjadinya
keratopati bulosa.(3)
16
V. ETIOLOGI
Faktor resiko pada glaukoma yaitu :
1. Tekanan intarokuler yang tinggi: Tekanan intraokulera/bola mata di atas 21
mmHg berisiko tinggi terkena glaukoma. Meskipun untuk sebagian individu,
tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik.
2. Umur : Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terda-
pat 2% dari populasi 40 tahun yang terkena glaukoma.
3. Riwayat glaukoma dalam keluarga: Glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga
penderita galukoma mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk terkena
glaukoma. Risiko terbesar adalah kakak-beradik kemudian hubungan orang
tua dan anak-anak.
4. Obat-obatan: Pemakaian steroid secara rutin, misalnya pemakaian tetes mata
yang mengandung steroid yang tidak terkontrol dapat menginduksi terjdinya
glaukoma.
5. Riwayat trauma pada mata
6. Penyakit lain :Riwayat penyakit diabetes, hipertensi(1,6)
Keratopati bullosa
1. Usia lanjut
2. Pembedahan
3. Uveitis
4. Glaukoma
5. Trauma(6)
17
VI. KLASIFIKASI
Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi:
1. Glaukoma primer:
a. Glaukoma sudut terbuka :
- Glaukoma sudut terbuka kronik, glaukoma sederhana
kronik.
- Glaukoma tekanan normal : glaukoma tekanan
rendah.
b. Glaukoma sudut tertutup : Akut, Subakut,Kronik, Iris
Plateau. (2)
2. Glaukoma kongenital :
a.Glaukoma kongenital primar
b.Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain :
a. Sindrom pembelahan kamera anterior : Sindrom Axenfeld,Sindrom Rieger, Anomali Peter
b. Aniridia
c. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokular :
a. Sindrom Sturge – Weber
b. Sindrom Marfan
c. Neurofibromatosis(2)
d. Sindrom Lowe
e. Rubela kongenital
3. Glaukoma Sekunder :
a. Glaukoma pigmentasi
18
b. Sindrom eksfoliasi
c. Akibat kelainan lensa ( fakogenik ) :
- Dislokasi
- Intumesensi
- Fakolitik
d. Akibat kelainan traktus uvea :
- Uveitis
- Sinekia posterior ( seklusio pupilae )
- Tumor
e. Sindrom iridokorneo endotel ( ICE )
f. Trauma :
- Hifema
- Kontusio / resesi sudut
- Sinekia anterior perifer
g. Pascaoperasi :
- Glaukoma sumbatan siliaris ( glaukoma maligna )
- Sinekia anterior perifer
- Pertumbuhan epitel ke bawah
- Pascabedah tandur kornea
- Pascabedah pelepasan retina
h. Glaukoma neovaskular :
- Diabetes melitus
- Sumbatan vena retina sentralis
19
- Tumor intraokular
i. Peningkatan tekanan vena episklera :
- Fistula karotis – kavernosa
- Sindrom Sturge – Weber
j. Akibat steroid
4. Glaukoma absolut (2)
Kalsifikasi keratopati bullosa :
Keratopati Bulosa Afakik : jika lensa alami telah diangkat dan tidak diganti
dengan lensa buatan
Keratopati Bulos Pseudofakik: jika lensa alami telah diganti oleh lensa
buatan(7)
VII. VI. DIAGNOSIS BANDING Diagnosa banding pada glaukoma adalah Sindrom posner Schlossman
1. Glaukoma sudut terbuka meradang
2. Perdarahan retrobulbar
3. Glaucoma hemolitik(1)
VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada Glaukoma :
Non Bedah
Pengobatan non bedah menggunakan obat-obatan yang berfungsi menurunkan pro-
duksi maupun eksresi dari humor akuos.
20
A.supresi pembentukan humor akuos (4)
-penghambat adrenergic beta adalah obat yang paling luas digunakan untuk
terapi glaukoma. Obat ini dapat digunakan tersendiri atau dikombinasikan
dengan obat lain. Preparat yang tersedia sekarang yaitu timolol maleat
0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan
0,5%, dan metipranolol 0,3%.
-Apraklonidin adalah suatu agonis adrenergik α2 baru yang menurunkan pem-
bentukan humor akuos tanpa efek pada aliran keluar.
-Inhibitor karbonat anhidrase sistemik- asetazolamid adalah yang paling
banyak digunakan, tetapi terdapat alternatif lain yaitu diklorfenamid dan
metazolamid. Digunakan untuk glaukoma kronik apabila terapi topikal
tidak memberi hasil memuaskan dan glaukoma akut dimana tekanan in-
traokuler yang sangat tinggi yang perlu segera di kontrol. Obat ini mampu
menekan pembentukan humor akuos sebesar 40-60%.
-Brimonidine adalah agonis alpha adrenergik yang terutama menurunkan
produksi humor akuos dan yang kedua untuk meningkatkan aliran keluar
humor akuos.
B.Fasilitasi Aliran keluar humor akuos.
-obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor akuos dengan
bekerja pada jalinan trabekular meshwork melalui kontraksi otot siliaris.
Obat pilihan adalah pilokaprin, larutan0,5-6% yang diteteskan beberapa
kali sehari, atau gel 4% yang diteteskan sebelum tidur.
-Analog prostaglandin meningkatkan sekresi uveoskleral.
21
C.Penurunan volume korpus vitreum.
Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga air
tertarik keluar dari korpus vitreum. Selain itu terjaid penurunan produksi humor
akuos. Obat yang paling sering digunakan adalah Gliserin (gliserol) oral.
D.Miotik, midriatik dan sikloplegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut
tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting
dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris bombe karena sinemia posterior.
Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior, sikloplegik
(siklopentolat dan atropin) dapat digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga
mengencangkan aparatus zonularis dalam usaha untuk menarik lensa kebelakang.
Terapi Bedah dan Laser
Terapi bedah dan laser yang dilakukan adalah :(1,4,6)
A. Iridektomi dan iridotomi perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung
antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan diantara keduanya
menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neonidium : YAG atau aragon
(iridotomi perifer) atau dengan tindakan bedah iridektomi perifer. Iridotomi laser
YAG adalah terapi pencegahan yang digunakan pada sudut sempit sebelum terjadi
serangan penutupan sudut.(1,4,6)
B. Trabekuloplasti laser
22
Penggunaan laser untuk menimbulkan lika bakar melalui suatu goniolensa kejalinan
trabekular dapat mempermudah aliran keluar humor akuos karena efek luka bakar
tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya prosese-proses
selular yang meningkatkan fungsi jalinan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan
untuk bermacam-macam bentuk glaukoma sudut terbuka, dan hasilnya bervariasi
bergantung pada penyebabyang mendasari. Penurunan tekanan biasanya
memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah glaukoma.
(Gambar 5: trabekuloplasti laser)(8)
C. Bedah drainase glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal,
sehingga terbentuk akses langsung humor akuos dari kamera anterior ke jaringan
subkonjungtiva atau orbita, dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang
drainase. Penyulit utama trabekulotomi adalah kegagalan bleb akibat fibrosis jaringan
episklera. Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat untuk mengobati
glaukoma kongenital primer, yang tampaknya terjadi sumbatan drainase humor akuos
dibagian dalam jalinan trabekular.
23
D. Tindakan siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk
mempertimbangkan tindakan destruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah untuk
mengontrol tekanan intraokuler. Krioterapi, diatermi, ultrasonografi frekuensi tinggi,
dan yang paling mutakhir terapi laser neodinium : YAG thermal mode, dapat
diaplikasikan kepermukaan matadisebelah posterior limbus untuk menimbulkan
kerusakan korpus siliaris dibawahnya. Semua teknik siklodestruktif tersebut dapat
menyebabkan ftisis dan harus dicadangkan sebagai terapi untuk glaukoma yang sulit
diatasi.(2)
Gambar 6 : Tindakan siklodestruktif(2)
Pengobatan keratopati bullosa :
1. Untuk menurunkan tekanan intraokular: obat topikal
antiglaucomatous
2. Agen hipertonik topikal seperti natrium klorida (5%) salep.
3. Lensa kontak Hidrofilik
4. Steroid topikal
24
5. Bedah: enukleasi, injeksi retrobulbar alkohol, flap konjungtiva,
kauterisasi dari lapisan Bowman, stroma micropuncture
anterior, excimer keratectomy laser phototherapeutic (PTK),
keratotomi annular, menembus keratoplasty, dan Descemet
stripping keratoplasty endotel otomatis (DSAEK)
6. Flap konjungtiva : Suatu prosedur bedah untuk mengurangi
nyeri pada mata.
7. Hipertonik agents(3)
X. KOMPLIKASI
Glaukoma Keratopati Bullosa
Penurunan penglihatan
Terbentuknya lingkaran
halo
Nyeri pada mata dan
kepala
Keratopati bullosa(1,3)
Ulkus kornea
Kebutaan(3,5)
XI. PROGNOSIS
25
Perawatan dan diagnosa yang cepat dari suatu glaukoma dan keratopati
bullosa adalah kunci untuk mempertahankan penglihatan.(3,9)
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidarta I. Glaukoma. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2007.p.4-5;167-72;212;239-40;216-7
2. Asbury T,Vaugham D. Bab 11 Glaukoma. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta :
Widya Medika;2000.p.220-39
3. Aquavella J, Hindman H. Keratopathy, Pseudophakic bullous. April 27, 2010
[cited 2010 Nov 11].Available: http://www.emedicine.com/oph/TOPIC49.HTM
4. Dunitz, M. Anatomy, Physiology, and Patophysiology : Handbook of Glaucoma.
Second Edition. Taylor and Francis: London; 2003.p.3-10
26
5. Abdillah A.Anatomy. About eye. Mei, 2010 [citied 2010 Nov
13].Available:http://www.abouteye.blogger.com
6. Gregory L. Chapter 5 Cornea. American Academy of Ophthalmology. Singapore :
LEO;2008.p96
7. Anonimus. Keratopati Bullosa [online] 2010 [Accessed Nov. 12,2010]; Available
from URL: http:// kesehatanmiliksemua /home
8. Khaw PT,Elkington AR,Shaw PT.Glaucoma.ABC Of Eye.Fourth Edition.London
:2004.p58
9. Gregory L. Chapter 10 Glaucoma. American Academy of Ophthalmology.
Singapore : LEO;2008.p114-5
27