Download - 1. Pulpotomi Kaping Pulpa Direct
MAKALAH KONSERVASI II
PULPOTOMI DAN KAPING PULPA DIRECT
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1 KELAS GENAP
Agung Triasmo 10/299637/KG/08720
Aulida Arum M 11/311440/KG/08788
Fadhil Muhammad 11/311447/KG/08790
Sari Ambarwati 11/311450/KG/08792
Nisaul Afifah 11/311474/KG/08794
Mira Hidayanti 11/311482/KG/08796
Fitria Avriliyanti 11/311497/KG/08798
Premia Utianty 11/311536/KG/08800
Astriana Wahyu C 11/311611/KG/08804
Atfirani Tri Sukma 11/311644/KG/08806
Henny Anggraeni 11/311669/KG/08808
Gusti Fathoni F 11/311684/KG/8810
Gilang Jati Pamungkas 11/311746/KG/8812
Syelvi Agustin 11/311789/KG/08814
Kristika Maharani 11/311844/KG/8816
Mika Cendy 11/311871/KG/08818
Ela Novitasari K 11/311938/KG/08820
Nurul Imanda Syafjon 11/311942/KG/08822
Pipit Rezita Aprilliani 11/311985/KG/08824
Athistya Diska Pr11/312001/KG/08826
Rita Kumaladewi D 11/312026/KG/08828
Khalifa Unsa M 11/312057/KG/08830
Priske Pramadima P 11/312057/KG/08832
Brian Arista Marzuq 11/312214/KG/08834
Norma Dias L 11/312225/KG/08836
Drita Maya Hapsari 11/312234/KG/08838
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
PEMBAHASAN
PULPOTOMI
I.1 PENGERTIAN PULPOTOMI
Pulpotomi merupakan perawatan yang hanya mengambil jaringan pulpa terinfeksi
pada kamar pulpa, dan mempertahankan jaringan pulpa vital dalam saluran akar. Pada gigi
yang immature, perkembangan akar akan terus berlanjut apabila pulpa dalam saluran akar
dipertahankan tetap sehat. Pulpotomi dapat dilakukan pada gigi dengan pulpa terbuka tidak
lebih dari 72 jam. Berdasarkan penelitian, membuktikan bahwa ukuran pulpa yang terbuka
serta waktu antara terjadinya trauma dengan perawatan dan sempurnanya pembentukan akar
merupakan salah satu hal yang tidak terlalu penting untuk dapat mencapai perawatan
pulpotomi yang optimal..
I.2 INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI
A. Indikasi Pulpotomi
Pulpotomi harus dilakukan hanya pada gigi yang sehat, pulpa hiperemik atau
terinflamasi ringan, seperti gigi permanen anterior pada anak dengan apeks terbuka lebar,
yang mengalami fraktur waktu olahraga atau kecelakaan mobil, atau gigi posterior anak
dengan apeks terbuka lebar, yang mempunyai pembukaan karies kecil yang asimtomatik.
Pada gigi permanen anak-anak yang melibatkan pulpa dengan apeks akarnya belum terbentuk
sempurna (Grossman, 1995).
Alasan utama mengapa terapi pulpa vital yang harus dilakukan pada gigi fraktur
dengan pulpa terbuka adalah untuk mempertahankan kevitalan jaringan pulpa. Ini terutama
penting pada gigi yang belum tumbuh sempurna yang jika pembentukan akarnya dapat terus
berlangsung akan menghasilkan gigi yang lebih kuat dan lebih tahan terhadap fraktur
daripada gigi dengan dinding akar yang menjadi tipis (Walton, 2008).
Indikasi pulpotomi menurut Tarigan (2004) adalah sebagai berikut:
1. Pulpa vital, bebas dari pernanahan atau tanda nekrosis lainnya.
2. Pulpa terbuka karena faktor mekanis selama preparasi kavitas yang kurang hati-hati
atau tidak sengaja.
3. Pulpa terbuka karena trauma dan sudah lebih dari dua jam, tetapi belum melebihi 24
jam, tanpa terlihat adanya infeksi pada bagian periapeks.
4. Gigi masih dapat diperbaiki dan minimal didukung lebih dari dua pertiga panjang
akar.
5. Tidak ada kehilangan tulang pada bagian interradikal.
6. Pada gigi posterior yang eksterpasi pulpa sulit dilakukan.
7. Apeks akar belum tertutup sempurna.
8. Usia tidak lebih dari 20 tahun.
Menurut Bergenholtz (2010) indikasi pulpotomi diterangkan
berdasarkan gambar disamping. Pada gambar a menunjukan
gambaran pulpotomi parsial yang diindikasikan pada eksposur
traumatik atau terbukanya pulpa akibat karies dan tidak ada tanda
patologi baik secara klinik maupun radiografi.
Sedangkan pada gambar b menunjukan gambaran indikasi pulpotomi
yang diindikasikan pada adanya simptom yang terlihat baik secara
klinik dan atau radiografi yang menunjukan inflamasi pada pulpa
koronal.
Selain itu, juga ada indikasi pulpotomi pada gigi decidui yaitu sebagai berikut:
1. Gigi yang bisa dikembalikan (restorable),
2. Tidak ada riwayat nyeri yang spontan,
3. Tidak ada abses atau sinus dalam hubungan gigi tersebut,
4. Tidak ada resorpsi internal,
5. Tidak ada bukti radiografi dari kehilangan tulang pada bagian interradikular.
B. Kontra Indikasi Pulpotomi
Kontraindikasi pulpotomi menurut Tarigan (2004) adalah sebagai berikut:
1. Sakit jika diperkusi atau dipalpasi.
2. Ada radiolusen pada daerah periapeks atau interadikular.
3. Mobilitas patologik.
4. Terdapat nanah pada pulpa yang terbuka
5. Pada pasien yang kesehatannya kurang baik.
6. Pada pasien berusia diatas 20 tahun.
Selain kontraindikasi yang disebutkan diatas, Grossman (1995) menambahkan beberapa
kontraindikasi lain dari pulpotomi yaitu,
1. Tindakan yang membutuhkan ekstirpasi pulpa dan obsturasi dikontraindikasikan
karena akar belum matang/imatur, dan foramen masih terbuka lebar, dan ekstraksi
tidak dibenarkan karena mempengaruhi erupsi gigi disebelahnya dan perkembangan
lengkung gigi.
2. Foramen yang terbuka merupakan kontraindikasi untuk terapi saluran akar dan harus
ditangguhkan sampai foramen menjadi matang/dewasa.
3. Pasien yang menderita pulpitis ireversibel.
4. Terdapat daerah radiolusen pada area periapeks atau interradikular yang dapat
disebabkan karena perluasan penyakit pulpa ke dalam jaringan periapikal, dan
penyempitan kamar pulpa atau saluran akar (kalsifikasi).
Selain itu, juga terdapat kontraindikasi pulpotomi pada gigi decidui yang sebagian besar
merupakan kebalikan dari indikasinya yaitu sebagai berikut:
1. Gigi yang sudah tidak bisa dikembalikan (unrestorable),
2. Terdapat rasa nyeri yang spontan,
3. Terdapat abses atau sinus,
4. Terdapat bukti radiografi dari kehilangan tulang pada bagian interradikular dan
resorpsi internal,
5. Sudah dekat waktu erupsi gigi permanan, dan
6. Adanya perdarahan pulpa yang tidak berhenti.
I.3 JENIS-JENIS PULPOTOMI
Pulpotomi terbagi atas pulpotomi parsial dan pulpotomi servikal. Pulpotomi parsial
biasanya dilakukan jika pulpa terbuka disebabkan preparasi kavitas. Disini pulpa dalam
kamar pulpa tidak diganggu, masih dalam keadaan utuh, sedangkan pada pulpotomi servikal,
keseluruhan pulpa pada kavum pulpa sampai orifisium dibuang, kemudian diletakkan
Ca(OH)2 di lantai pulpa, menutupi seluruh orifisium. Biasanya pulpotomi servikal ini
dilakukan terutama bila foramen apikal masih belum sempurna pertumbuhannya (Tarigan,
2004).
1. Pulpotomi Parsial
Menurut American Association of Endodontists Glossary pulpotomi sebagian
didefinisikan sebagai penghilangan sebagian kecil pulpa koronal vital yang berarti
mempertahankan (preserving) jaringan pulpa koronal dan radikular yang tersisa
untuk melanjutkan perkembangan fisiologis dan pembentukan root end. Pulpotomi
sebagian disebut juga dengan Cvek pulpotomy (Berg, 2013).
Pengambilan daerah tersebut sangat minimal karena jaringan pulpa
mempunyai vaskularisasi yang baik, dan dapat memberikan reaksi pertahanan
terhadap kontaminasi bakteri (Fauziah, 2008). Pulpotomi parsial adalah perawatan
dengan teknik amputasi jaringan pulpa dan dentin 1-2 mm apikal dari lokasi pulpa
terbuka. Perawatan pulpotomi parsial berguna untuk mempertahankan vitalitas
pulpa pada kasus trauma dimana gigi mengalami pulpa terbuka (Cahyono, 2007).
Pulpotomi sebagian diindikasikan untuk traumatic pulp exposure atau pulpa
yang terpapar karena lesi karies yang dalam (Bergenholtz, 2010). Selain itu,
diindikasikan pada pulpa masih vital, jika dilihat gambaran radiografi nya normal,
perdarahan terkontrol dan pada perawatan restorasi kecil sampai moderate (Berg,
2013). Teknik pulpotomi parsial memerlukan pertimbangan dalam pemilihan
kasusnya, kondisi yang perlu dipertimbangkan adalah apakah tingkat penyembuhan
pulpa masih baik atau tidak (Cahyono, 2007).
Kontraindikasi pulpotomi parsial adalah gigi yang pernah mengalami rasa
sakit yang spontan, rasa sakit yang terus menerus, terdapat eksudat dari pulpa
terbuka, dan gambaran radiografis yang menunjukkan adanya kelainan pulpa
(Cahyono, 2007).
Pulpotomi sebagian lebih dipilih dalam perawatan kaping pulpa karena lebih
banyak kemungkinan untuk mengontrol permukaan yang terluka, mencegah
pembekuan darah ekstrapulpa, untuk mendapatkan retensi yang cukup pentupan
luka dan tight seal dan juga mencegah infeksi bakteri. (Koch, 2009)
Gigi dengan pulpa terbuka yang kecil dan suplai darah yang baik memiliki
tingkat kesembuhan jaringan pulpa yang tinggi. Pada perawatan pulpotomi parsial
lama waktu pulpa terbuka bukan merupakan faktor utama dalam menentukan
kondisi pulpa, karena vaskularisasi pulpa yang baik memiliki mekanisme
pertahanan terhadap kontaminasi bakteri. Mekanisme pertahanan yang dimaksud,
adalah reaksi inflamasi (Cahyono, 2007).
2. Complete pulpotomy/ Servikal Pulpotomi
Complete pulpotomy (juga dikenal sebagai servikal pulpotomi) merupakan
suatu pembuangan jaringan pulpa di koronal dan penempatan wound dressing di
saluran orifice. Prosedur ini akan menyebabkan terjadinya pembentukan dentin pada
gigi permanen yang imatur dan obliterasi saluran akar. Pada perawatan ini, sebaiknya
juga diikuti terapi endodontik yang komplit saat perkembangan akar sudah sempurna
(Fong, 2002). Pulpotomi servikal diindikasikan ketika pulpa diperkirakan mengalami
inflamasi pada pulpa koronal yang dalam. Karena bahan dressing akan diletakkan di
pulpa yang terinflamasi, pulpotomi servikal merupakan kontraindikasi pada gigi
mature (Hargreaves, 2011).
I.4 KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
Beberapa keuntungan prosedur perawatan pulpotomi adalah :
Hanya mengambil jaringan pulpa yang terinfeksi saja pada kamar pulpa dan dapat
mempertahankan pulpa vital yang berada di saluran akar.
Bahan yang digunakan untuk pulpotomi adalah kalsium hidroksida. Kalsium
hidroksida mempunyai peranan dalam merangsang odontoblas, sehingga
membentuk dentin reparative untuk membentuk jembatan yang menutup dan
melindungi dentin.
Pulpotomi dengan bahan kalsium hidroksida juga dapat membentuk selapis tipis
jaringan koagulasi nekrosis karena bahan ini mempunyai derajat iritasi yang
rendah pada pulpa dan dapat merangsang formasi pertahanan jaringan keras.
Bila perawatan pulpotomi gagal dapat dilakukan perawatan pulpektomi.
Memiliki prognosis yang lebih baik daripada pulpa kaping.
Sedangkan kerugian dari perawatan pulpotomi adalah :
Beresiko menyebabkan resorbsi internal pada pulpa setelah perawatan pulpotomi.
Apabila pengaplikasiannya salah maka dapat menyebabkan micro leakage atau
kebocoran mikro, sehingga dapat mengiritasi jaringan pulpa yang masih sehat
dibawahnya.
Tidak dapat digunakan pada pasien yang mengalami pulpitis irreversible.
I.5 ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan selama perawatan pulpootomi yaitu:
1. Isolasi gigi rubber dam
2. Buang atap pulpa round bur low speed
3. Buang pulpa bagian korona ekskavator atau round bur low speed
4. Kaping dengan kalsium hidroksida atau MTA
5. Base semen ionomer kaca
Bahan yang digunakan untuk perawatan pulpotomi yaitu:
1. Pasta Formocresol
Indikasi
Pulpotomi formokresol diindikasikan untuk perawatan gigi sulung yang pulpanya
terlibat,dengan manifestasi klinis perubahan inflamatori yang terbatas pada pulpa mahkota
atau pembukaan mekanis pada waktu prosedur operatif. Dikontraindikasikan pada gigi sulung
yang luar biasa sensitif terhadap panas dan dingin (sakit spontan terutama pada malam hari);
sensitif terhadap perkusi atau palpasi karena suatu penyakit pulpa; secara klinis atauradiografi
menunjukkan tanda-tanda infeksi apikal atau resorpsi akar; serta perdarahan yang berlebihan
dari radicular stumps setelah amputasi.
Isi bahan Formocresol:
Formaldehyde soln (37%)
In 60/20 glycerine and water 60%
Cresol 40%
- Keuntungan dari formocresol:
Terjadi devitalisasi dari jaringan yang rusak dan mikroorganisme yang menyerang, tidak
toksik dan kurang iritasi dibandingkan obat-obatan yang digunakan dalam teknik
sebelumnya.
- Kekurangan:
Kekurangan teknik formocresol yaitu terjadi suatu peradangan kronis di bagian yang lebih
dalam dari saluran akar.
2. Ca(OH)2
Kalsium hidroksida digunakan karena kemampuannya membentuk jembatan dan memelihara
vitalitas sisa pulpa. Kalsium hidroksida, yang diperkenalkan oleh Herman pada tahun 1930,
tersedia dalam powder kering, suatu pasta yang dicampur dengan air, atau suatu pasta yang
dikemas secara komersial. Serbuk kalsium hidroksida dapat digunakan sendiri atau dengan
suatu bahan radiopak, seperti barium sulfat, agar campuran lebih dapat dilihat pada radiograf.
Indikasi
Diindikasikan pada gigi permanen anak-anak yang melibatkan pulpa dengan apeks akarnya
belum terbentuk sempurna. Foramen yang terbuka merupakan kontraindikasi untuk terapi
saluran akar dan harus ditangguhkan sampai foramen menjadi matang/dewasa. Prosedur
pulpotomi memungkinkan apeksogenesis, maturasi fisiologik akar.
Pulpotomi teknik kalsium hidroksida lebih dianjurkan pada gigi permanen daripada gigi
desidui.
Isi bahan
Kalsium hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air. Senyawa
ini juga dapat dihasilkan dalam bentuk endapan melalui pencampuran larutan kalsium
klorida(CaCl2) dengan larutan natrium hidroksida (NaOH).
Keuntungan
Pada calcium hydroxide diperlukan teknik yang steril dari pertama kali pengerjaan untuk
itutingkat keberhasilan akan meningkat drastis apabila teknik yang steril dilakukan dengan
baik.
3. Feric Sulfate
Indikasi
Ferric Sulfate mempromosikan hemostasis pulpa melalui reaksi kimia dengan darah. Ferric
sulfate telah diusulkan sebagai agen pulpotomi didasari dari kelebihannya dalam mengontrol
perdarahan pulpa dan membentuk “pelindung” gumpalan metal-proteindiatas pulpa vital
radikuler. Sebuah zinc oksida eugenol base kemudian biasanya diaplikasikan di atas jaringan
radikular pulpa.
Isi bahan
Astringedent® 15.5% Ferric Sulfate
1.6 PROSEDUR PERAWATAN PULPOTOMI
Pulpotomi harus dilakukan pada gigi yang masih sehat, pulpa hiperemik atau
terinflamasi ringan, seperti pada gigi anterior anak-anak dengan apeks terbuka lebar yang
mengalami fraktur, atau gigi posterior anak-anak dengan apeks terbuka lebar, yang memiliki
pembukaan karies kecil yang asimptomatik.
Suatu radiograf diagnostik harus diperiksa untuk menentukan kedekatan ke kamar
pulpa, untuk mengevaluasi bentuk dan ukuran saluran akar, dan untuk memastikan keadaan
jaringan periradikular, gigi harus dicatat vitalitasnya. Gigi diberikan anestesi lokal dengan
metode infiltrasi atau konduksi. Isolator karet dipasang , medan operasi didisinfeksi dengan
antiseptik yang cocok. Pada pengambilan struktur gigi yang karies pembukaan menuju kamar
pulpa dilakukan sepanjang garis lurus menggunakan daerah yang terbuka sebagai titik
permulaan dan mengambil seluruh atap pulpa dengn bur steril. Pendarahan dapat
dikendalikan dengan gulungan kapas steril basah. Bagian koronal pulpa diambil dengan
ekskavator sendok yang besar, tajam, steril atau kuret periodontal
Pada gigi anterior, dimana kamar pulpanya kecil dan tidak jelas dari saluran akar,
perlu digunakan suatu bur untuk mengambil jaringan pulpa pada bagian mahkota. Pada gigi
posterior, pada bagian membulat (seperti bulbus) pulpa yang terkandung dalam kamar pulpa
dibawah orifice saluran akar harus diambil. Pada gigi anterior bagian membulat sampai tetapi
tidak mencapai sepertiga servikal saluran akar harus diambil. Sebanyak mungkin jaringan
harus ditinggalkan di dalam pulpa.
Kamar pulpa selanjutnya diirigasi dengan air steril atau dengan larutan anesstetik
dengan kandungan epinefrin yang dapat mengontrol pendarahan dan enak dipakai. Lalu
kamar pulpa dikeringkan dengan kapas steril. Pendarahan dikontrol dengan gulungan besar
kapas steril dan ditinggalkan selama 2-3 menit.
Kalsium hidroksida dalam bentuk pasta yang dibuat dengan air atau suatu pasta
komersial yang terdiri dari kalsium hidroksida dan methyl cellulose (pulpdent). Kemudian
diaplikasikan pada kamar pulpa yang telah diamputasi. Sejumlah kecil pasta dengan
menggunakan alat semprit (shyring) dibiarkan berkontak dengan pulpa yang sudah di
amputasi lalu di tekan/ dipadatkan pada pulpa dengan gulungan dengan kapas steril.
Kamar pulpa harus terisi kalsium hidroksida paling tidak 1-2mm dan di atasnya
diaplikasikan suatu bahan dasar (base) semen. Dapat seng oksida eugenol atau seng fosfat.
Suatu bahan perantara tidak diperlukan karena keasaaman semen seng fosfat dapat
dinetralkan dengan kalsium hidroksida. Suatu restorasi permanen diletakkan di atas bahan
dasar. Isolator karet kemudian diambil, dan oklusi diperiksa. Kemudian suatu radiograf harus
diperiksa untuk catatan operasi dan untuk mengetahui penutupan apikal, pembentukan
jembatan, resorbsi dalam, degenerasi kalsifik, atau perkembangan penyakit apikal diwaktu
mendatang.
Perawatan yang tepat untuk kondisi gigi tertentu menurut (Kumar,2012)
I.7 KONTROL KEBERHASILAN PERAWATAN
Kriteria bagi keberhasilan pulpotomi dangkal:
1. Gigi berfungsi baik dan tidak bergejala
2. Tidak ada bukti periodontitis periradikuler secara radiografis
3. Tidak ada indikasi resorbsi akar
4. Gigi memberikan respon terhadap pengetesan pulpa ( jika mungkin dilakukan)
5. Berlanjutnya perkembangan akar dan pembentukan akar jelas secara radiografi, jika
akar masih belum terbentuk sempurna ketika perawatan dilakukan. Jika pulpa menjadi
nekrosis dan pembentukan terhenti, maka apeksifikasi merupakan tindakan yang
diperlukan.
Kontrol kebersihan dari pulpotomi dilakukan dengan cara menggunakan rubber dam,
menghilangkan seluruh jaringan yang karies sebelum memotong jaringan pulpa, dan
melakukan pembersihan serpihan dentin hingga bersih sebelum melakukan dressing. Serta
irigasi menggunakan saline atau air, lalu dikeringkan dengan perlahan menggunakan cotton
pellet yang steril.
Keberhasilan perawatan pulpotomi dengan kalsium hidroksid tergantung dari
pemilihan kasus yang tepat dan prosedur perawatan yang benar. Berdasarkan hasil penelitian,
diketahui bahwa hasil reaksi jaringan dentin terhadap kalsium hidroksid terjadi pada hari
pertama hingga minggu kesembilan. Ellis dan Davey mennganjurkan untuk mengamati
pembentukan dentin sekunder setelah waktu 6-8 minggu perawatan. Sedangkan pada
penelitian yang dilakukan oleh Lucia Blanco dan Stephen Cohen , formasi awal pembentukan
dari dentin sekunder terbentuk 7 hari setelah perawatan pulpotomi dengan kalsium hidroksid.
KAPING PULPA DIRECT
Pulpa kaping direk berarti menutup pulpa sehat yang terbuka dengan suatu bahan
medikamen, utamanya ialah seperti bahan kalsium hidroksida. Kaping pulpa direk saat ini
mulai jarang diaplikasikan semenjak pulpotomi sebagian mulai diperkenalkan dan
menunjukkan perawatan yang lebih banyak dipilih baik oleh dokter gigi maupun pasien.
(Goran dkk, 2009)
Perawatan Kaping pulpa direk biasanya dilakukan untuk perforasi pulpa yang terjadi
pada waktu dilakukan preparasi kavitas.
Tujuan pulpa kaping direk adalah memelihara vitalitas pulpa gigi dengan
menempatkan suatu bahan medikamen di atas area cavitas yang terbuka pulpanya dan juga
membentuk lingkungan untuk penyembuhan pulpa gigi yang terbuka. (Jitendar, 2008)
Indikasi Kaping Pulpa direk adalah :
1. Pulpa vital
2. Pulpa terbuka karena faktor mekanis dan dalam keadaan steril. (Tarigan, 2004)
Sedangkan menurut (Kumar, 2012) indikasi pulpa kaping direk adalah :
1. Pulpa yang terbuka kurang dari 1 mm.
2. Perdarahan ringan pada area yang terbuka yang dapat dikontrol dengan cotton pellet.
Kontraindikasi pulpa kaping direk menurut (Ingle&Backland, 1994) :
1. Sakit gigi yang spontan dan sering kambuh di malam hari.
2. Mobilitas gigi yang berlebihan
3. Penebalan jaringan periodontal
4. Terdapat bukti adanya degenerasi pada area jaringan periradikular.
5. Perdarahan yang tidak terkontrol saat pulpa terbuka.
6. Adanya eksudat purulen atau serosa dari pulpa yang terbuka.
Sedangkan kontraindikasi pulpa kaping direk menurut (Jitendar, 2008) adalah :
1. Pulpa yang terbuka areanya sangat luas.
2. Bukti radiografis menunjukkan adanya kondisi patologis pada pulpa.
3. Memiliki riwayat ggi yang sering ngilu secara spontan.
4. Ada perdarahan tak terkontrol dari area yang pulpanya terbuka.
Alat dan Bahan yang digunakan untuk Kaping pulpa direct yaitu :
I. Alat
a) Exploring Instrument
Kaca Mulut, dapat digunakan untuk pengelihatan tidak langsung.
Explorer, digunakan untuk membantu mendiagnostik pada bagian yang
susah, misalnya pada pit dan fissure.
Ekscavator, untuk mebuang dan membersihkan jaringan karies.
Pinset, digunakan untuk mengambil cotton rol atau benda kecil lainnya.
b) Restoration Instrument
Spatula, digunakan untuk sementasi. Spatula terdapat 2 macam yaitu spatula
besar yang digunakan untuk mencampurkan semen, sedangkan spatula kecil
untuk mencampur liner.
Plat gelas, untuk mencampur bermacam-macam semen.
Ball aplicatore, untuk menempatkan semen.
Semprotan udara, untuk menghembus sisa-sisa kotoran yang tertinggal
dalam kavitas.
c) Rotary Cutting instrument
Instrumen ini merupakan instrumen yang berotasi pada axis yang berfungsi untuk
memotong permukaan gigi. Instrumen ini terdiri dari :
Handpiece, terdapat 2 macam handpiece yaitu :
1. Contra angle handpiece, digunakan untuk preparasi gigi
posterior dan gigi poserior sebelah palatinal/lingual.
2. Straight handpiece, digunakan untuk preparasi kavitas gigi
anterior sebelah labial dan permukaan bukal gigi premolar satu
dan dua.
Bur dental, bur yang digunakan untuk kapping pulpa direct yaitu :
1. Round Bur (bur bulat), digunakan untuk menghilangkan
jaringan karies dan memperluas preparasi kavitas.
2. Fissure Bur, digunakan untuk meratakan dan menghilangkan
dinding kavitas setelah dibuka dengan bur bulat.
II. Bahan yang diguanakn untuk Kaping pulpa direct :
1. Kalsium Hidroksida Ca(OH)2
Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus Ca(OH)2. Kalsium
Hidroksida dapat berupa kristal tidak berwarna atau bubur putih. Kalsium hidroksida dapat
dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida dengan air.
Kalsium hidroksida merupakan bahan yang umum digunakan pada perawatan
kaping pulpa, memiliki biokompatibilitas yang baik, pH tinggi, bersifat antibakteri dan
merangsang pembentukan jembatan dentin. Kekurangan kalsium hidroksida adalah tidak
dapat beradhesi baik dengan dentin dan mengalami degradasi sehingga pembentukan
jembatan dentin menjadi celah terjadinya kebocoran dan invasi bakteri ke jaringan pulpa.
2. MTA ( Mineral Trioxide Agregate)
Mineral Trioxide Agregate (MTA) adalah bubuk yang mengandung trisilikat, bismuth
oxide, dikalsium silikat, trikalsium aluminat, tetracalcium aluminate dan dicalsium sulfat
dihidrat. Mta sibuat dengan dehidrasi menjadi koloid dengan PH 12,5, mirip dengan kalsium
hidroxide. Setting timenya 3-4 jam.
Mineral Trioxide Aggregate (MTA) menjadi bahan pilihan untuk keberhasilan
perawatan kaping pulpa. Pada beberapa penelitian menyatakan MTA merupakan bahan yang
biokompatibel, memiliki kemampuan sealing yang baik, menginduksi pembentukan jaringan
keras, tidak larut pada jaringan mulut, dan mengeras pad a keadaan lingkungan yang lembab.
Berbagai penelitian klinis yang meggunakan MTA sebagai bahan kaping pulpa menunjukan
pembentukan jembatan dentin lebih tebal dan cepat dan tingkat peradangan yang lebih
rendah, bila dibandingkan dengan perawatan menggunakan kalsiumhidroksida.
Hasil studi pustaka menunjukan bahwa MTA dapat menjadi bahan pilihan pada
perawatan kaping pulpa. Perawatan MTA menunjukan sedikit peradangan pulpa dan
pembentukan jembatan dentin yang lebih baik. Namun waktu pengerasan MTA yang lama
menjadi bahan pertimbangan.
3. Semen Seng oxide Eugenol
Semen seng oxide eugenol merupakan semen tipe sedatif yang lembut. Biasanya
disediakan dalam bentuk bubuk dan cairan, berfungsi sebagai basis insulatif (penghambat).
Semen ini sering dipakai karena bersifat paling sedikit mengiritasi dan memiliki pH
mendekati 7. Eugenol ini memiliki efek paliatif terhadap pulpa dan menimimalkan kebocoran
mikro serta memberikan perlindungan terhadap pulpa.
Prosedur Pulpa Kaping Direct
1) Rontgen foto untuk mengetahui kedalaman karies.
(Tarigan, 2004)
2) Asepsis
Berbagai bahan kimia dan teknik telah digunakan untuk membuang dan
mengahancurkan kontaminan bakteri dari dari permukaan gigi, cengkeram, dan karet
sekelilingnya. Bahan kimia yang dipakai antara lain alkohol, senyawa ammonium kuaterner,
natrium hipoklorit, ioium organic, garam-garam merkuri, dan hydrogen peroksida. Teknik
yang efektif adalah sebagai berikut:
- Plak dibuang dengan karet dan pumis
- Pemasangan isolator karet
3) Pembersihan jaringan karies
Jaringan karies dan debris dihilangkan dengan hati-hati menggunakan ekskavator,
pada fraktur atau perforasi kavitas segera dibersihkan dengan kapas yg dibasahi air steril, air
hangat lebih dianjurkan karena dapat mengurangi kemungkinan timbul rasa nyeri.
Jika ada karies dentin yang besar, eksavasi tidak menghilangkan karies yang terletak
di dekat pulpa. Lesi ini dapat dibersihkan dengan menggunakan bur bulat atau eksavator
genggam. Bila digunakan dengan bur, sebaiknya bur kecepatan rendah untuk mencegah
pembuangan yang berlebihan. Ukuran mata burnya harus besar dan disesuaikan dengan besar
gigi dan besar karies dentin yang tertinggal.
4) Membersihkan permukaan preparasi
Setelah preparasi kavitas, permukaan email dan dentin biasanya ditutupi oleh sisa
selapis tipis debris yang melekat erat. Penyingkiran lapisan tipis ini dapat mengganggu
kemampuan adaptasi terhadap dinding kavitas. Kavitas yang sudah bersih dari jaringan karies
dan debris, disterilkan dengan kapas yang dibasahi akuades steril. Jika masih terdapat
perdarahan, dihentikan dengan menekan dasar kavitas yg perforasi menggunakan kapas yang
dibasahi akuades steril.
5) Menempatkan sub-base
Sebelum penempatan bahan,
instrumen harus benar-benar bersih
karena sebagian pelapik bahan ini harus
ditempatkan dengan sangat tepat untuk
menghindari noda-noda yang berserakan
di semua tempat. (Baum, 1997)
Kemudian letakkan bahan kaping pulpa
direk (Ca(OH)2 )pada dasar kavitas yang
terbuka (daerah perforasi) menggunakan
ball applicator, karena merupakan
instrumen yang paling efektif. Ujung yang
bulat dicelupkan setengah ke dalam campuran yang diinginkan saat menempatkan pasta di
gigi atas (atau permukaan “atas”). Jika lebih dari setengah alat ini dicelupkan, bahan tersebut
tidak akan tinggal pada ujung alat tadi tetapi akan terus mengalir ke tangkai instrumen.
Bahan pelapik mengeras dengan sangat cepat setelah dicampur, sehingga harus
ditempatkan langsung setelah pencampuran. Temperatur mulut mempercepat reksi
pengerasan ini. Kelembaban yang meningkat juga akan mengurangi waktu pengerasan,
keadaan ini disebabkan karena tidak memakai isolator karet. (Baum, 1997)
6) Melapisi sub-base dengan base
Basis yang digunakan adalah bahan base semen seng fosfat, diletakan diatas Ca(OH)2
dengan ketebalan sekitar 1-2 mm.
Semen seng fosfat terdiri atas bahan bubuk-cair, bubuknya biasanya adalah oksida
seng dan cairannya adalah asam ortho phosporik, garam-garam logam dan air. Semen posphat
yang baru diaduk sangat mengiritasi pulpa dan tanpa perlindungan varnish atau jenis bahan
basis lainnya dapat menyebabkan kerusakan pulpa yang irreversible.
7) Penumpatan sementara
Diatasnya ditumpat dengan tumpatan
sementara yaitu, Cavit Dentorit. Cara
meletakkan ke kavitas adalah sebagian demi
sebagian pada dinding kavitas dengan
instrument plastis (system incremental),
kelebihan bahan dibuang dan permukaan tumpatan dihaluskan dengan kapas basah. Setelah
penumpatan sebaiknya gigi tidak dipakai untuk mengunyah paling tidak selama 1 jam.
8) Evaluasi hasil
a. Dilakukan setelah 4-8 minggu.
b. Dilakukan pemeriksaan subjektif dan ditanyakan apakah selama perawatan ada
rasa sakit atau tidak. Bila timbul rasa sakit, perawatan kaping pulpa dianggap
gagal, selanjutnya dilakukan perawatan PSA (perawatan saluran akar). Bila tidak
ada keluhan subjektif diteruskan ke pemeriksaan objektif: perkusi, palpasi dan tes
vitalitas.
c. Setelah melakukan perkusi, palpasi dan tes vitalitas lalu tanyakan keluhan
penderita, apabila tidak ada keluhan maka subbase dan base dibuang dan diganti
yang baru setelah itu baru dilakukan penumpatan tetap.
d. Tumpatan sementara dikeluarkan dan dilanjutkan denan restorasi permanen:
amalgam, resin komposit, inlay, onlay
(Tarigan, 2004)
Tanda keberhasilan pulpa kaping direk menurut (Ingle&Backland, 1994) :
1. Vitalitas pulpa gigi dapat dipertahankan
2. Tidak ditemukan sensitivitas atau rasa sakit pada gigi
3. Respon inflamasi pada pulpa sedikit
4. Tidak ditemukan bukti perubahan distrofik pada gambar radiografi.
5. Hanya sedikit perdarahan yg terjadi. Kontrol perdarahan dilakukan dengan menekan
cotton pellet yg telah dibasahi dengan salin atau air steril. Jangan menggunakan
cotton pellet kering, karena perdarahan dapat terjadi lagi pada waktu cotton pellet
diambil. Bila kontrol perdarahan tidak sempurna bisa menjadi penyebab utama
terjadinya inflamasi pulpa (kegagalan perawatan)
6. Umur pasien, makin muda prognosisnya makin baik
Sedangkan menurut (Roberson, et al, 2002) kontrol keberhasilan Kaping Pulpa Direk adalah:
1. Gigi telah asimtomatik (nyeri tidak spontan, respon normal terhadap pengujian termal,
dan vital) sebelum prosedur operasi.
2. Eksposur yang kecil, diameter kurang dari 0,5 mm.
3. Perdarahan dari daerah eksposur mudah dikontrol.
4. Eksposur terjadi di tempat yang bersih dan tidak terkontaminasi (misalnya dengan
penggunaan rubber dam).
5. Eksposur yang relatif atraumatic dan sedikit pengeringan gigi terjadi, dengan tidak ada
bukti aspirasi darah ke dalam dentin (dentin memerah).
(Roberson, et al, 2002)
Tingkat kesuksesan jangka panjang dari kaping pulpa direk dalah 80%. Derajat
perdarahannya menentukan prognosisnya. Ada anjuran untuk mengaplikasikan NaOCl 10%
untuk “pembedahan kimiawi” pada jaringan pulpa yang terbuka (Walton&Mahmoud, 2001).
Kegagalan yang dapat terjadi setelah perawatan Pulpa Kaping direk disebabkan oleh :
1. Pulpa mengalami inflamasi secara kronis. Tidak ada efek penyembuhan pada pulpa
yang terinflamasi dan dalam situasi ini pulpektomi penuh lebih diindikasikan.
2. Terdapat Jendalan darah pada area pulpal. Jendalan yang berada di antara jaringan
pulpa sehat dan semen akan mengganggu proses penyembuhan luka.
3. Kegagalan restorasi. Jika restorasi gagal mengunci bakteri yang akan masuk.
(Jitendar, 2010)
Keuntungan
menstimulasi dentin reparative (Roberson, et al, 2002)
Kerugian
Dapat dengan cepat tergantikan dengan teknik lain saat terapi saluran akar tidak
berhasil (Roberson, et al, 2002).
Perbedaan pulpa kaping indirek dan direk menurut (Kumar, 2012)
DAFTAR PUSTAKA
Abyono, R. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta: EGC.
Baum, L. 1997. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi. Jakarta. EGC.
Berg, J. H. 2013. Pediatric Dentistry, An Issue of Dental Clinics. USA: Elsevier.
Bergenholt, G., Horsted-Bindselv, P., & Relt, C. 2010. Textbook Of Endodontology, second
edition. UK: Wilet-Blackwell.
Cahyono, Eddy. 2007. Pembentukan Dentin Bridge pada Perawatan Pulpotomi Parsial Gigi
Permanen Insisivus Pasca Trauma Anak Usia 10 Tahun dengan Campuran Kalsium
Hidroksida dan Propylene Glycol. Laporan Kasus Karya Tulis Ilmiah PPDGS-I FKG
UGM.
Cameron, A. C., Widmer, R. P. 2003. Handbook of Pediatric Dentistry. Philadelpia: Mosby.
Craig, R.G. 1985. Restorative Dental Material, ed 7, Mosby Co, St Louis, Toronto, Priceton,.
Ellis, R.G and Davey,K.W. 1970. The Clasification and Treatment of Injuries To The Teeth
of Children, ed.5. Chicago: Year Book med.Pub p.14-7, 91-5.
Fauziah & Hendrarlin. 2008. Perawatan Fraktur Kelas Tiga Ellis Pada Gigi Tetap Insisif
Sentral Atas. Jakarta : Indonesian Journal of Dentistry. 15 (2):169-174.
Fong, Cheng D dan Martin J. Davis. 2002. Partial pulpotomy for immature permanent teeth,
its present and future. Pediatric Dentistry. 24 (1) : 29 -32.
Garg, Nisha dan Amit Garg. 2010. Textbook of Endodontics Ed 2. India: Jaypee Brothers
Medical Publisher (P) Ltd.
Grossman, L. I. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek, Edisi 11. Jakarta : EGC
Hargreaves, K. M. dan Cohen, S. 2011. Cohen`s Pathway of the Pulp. Elsevier. St. Louis,
Missouri.
Jitendar, P. 2008. Review of Endodontic and Operative Dentistry. New Delhi. Jaypee
Brothers Medical Publishing.
Jitendar, P. 2010. Essential of Operative Dentistry. New Delhi. Jaypee Brothers Medical
Publishing.
Koch, G. Dan Poulsen, S. 2009. Pediatric Dentistry: A Clinical Approach. USA: Willwy-
Blackwell.
Kumar, S. 2012. Dental Pulse. Hyderabad. Swapna Medical Publishers.
Maidiyana Hazrina. 2008. Perawatan Fraktur Klas III Ellys Dan Davey Pada Anak Dengan
Pulp Capping Direct. USU e-Repository.
Mellisa, et al. 2011. Trioxide Aggregate (MTA). Yogyakarta. Majalah Ilmu Kedokteran gigi.
Messing & Stock. 1988. A Colour Atlas of Endodontics. Singapore : Wolfe Medical
Publication.
Roberson, T.M., et al. 2002. Sturdevant’s: Art and Science of Operative Dentistry, 4th ed. St
Louis.Mousby.
Srivastava, V. K. 2011. Modern Pediatric Dentistry, 1st edition. New Delhi: Jaypee.
Tarigan, R. 2004. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti), Ed. 2. Jakarta: EGC.
Walton, R.E., Torabinejad, M. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. 3. Jakarta:
EGC.
Welbury & Duggal. 2005. Paediatric Dentistry 3rd Edition. New York : Oxford University
Press Inc.