1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia mempunyai tujuan seperti tertuang dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea IV yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
Sehubungan dengan adanya kondisi ketentraman dan ketertiban, maka
perlu diadakan pembinaan terhadap ketentraman dan ketertiban di daerah
secara terencana dan terpadu. Kondisi ketentraman dan ketertiban yang
mantap dalam masyarakat akan mendorong terciptanya stabilitas Nasional dan
akan menjamin kelancaran penyelenggaraan Pemerintahan di daerah maupun
pelaksanaan pembangunan daerah.
Terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah merupakan salah satu wujud reformasi birokrasi dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah,
memberdayakan daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam
rangka mengantisipasi perkembangan dan dinamika kegiatan masyarakat
seirama dengan tuntutan era globalisasi dan otonomi daerah, maka kondisi
ketentraman masyarakat dan ketertiban umum daerah yang kondusif
2
merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi seluruh masyarakat untuk
meningkatkan mutu kehidupannya. Untuk mewujudkan ketentraman dan
ketertiban umum daerah yang kondusif tersebut, disamping Lembaga atau
Instansi Pemerintah yang telah ada, Pemerintah Daerah membentuk Satuan
Polisi Pamong Praja. (Pasal 148 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004).
Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja dalam Pemerintah Daerah
mempunyai arti khusus yang cukup strategis karena Satuan Polisi Pamong
Praja mempunyai tugas membantu Kepala Daerah untuk menciptakan suatu
kondisi daerah yang tentram, tertib dan teratur, sehingga penyelenggaraan
roda Pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat
melakukan kegiatannya dengan aman. Oleh karena itu disamping menegakkan
Peraturan Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja juga dituntut untuk
menegakkan kebijakan Pemerintah Daerah lainnya, yaitu Peraturan Kepala
Daerah (Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota). Dalam
melaksanakan tugasnya, tidak jarang Satuan Polisi Pamong Praja
berkoordinasi dan bekerja sama dengan Instansi Pemerintah seperti:
Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), Tentara Nasional Indonesia (TNI),
Dinas Pasar, Dinas Perhubungan, dan Instansi lainnya, tergantung tugas yang
dilaksanakan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi
Pamong Praja (PP No.6 Tahun 2010) untuk mengoptimalkan kinerja Satuan
Polisi Pamong Praja perlu dibangun kelembagaan Satuan Polisi Pamong Praja
3
yang mampu mendukung terwujudnya kondisi daerah yang tentram, tertib,
dan teratur. Penataan kelembagaan Satuan Polisi Pamong Praja tidak hanya
mempertimbangkan kriteria kepadatan jumlah penduduk di suatu daerah,
tetapi juga beban tugas dan tanggung jawab yang diemban, sosial budaya,
serta resiko keselamatan anggota Satuan Polisi Pamong Praja.
Memperhatikan tugas Satuan Polisi Pamong Praja sebagai perangkat
Kepala Daerah dalam penegakkan Peraturan Daerah dan menyelenggarakan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, maka Satuan Polisi Pamong
Praja dalam melaksanakan tugasnya sering berbenturan langsung dengan
kepentingan masyarakat dan tidak jarang menimbulkan dampak negatif
bahkan terjadi konflik sehingga pandangan atau persepsi yang kurang baik
terhadap keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja sering terdengar di tengah
masyarakat.
Untuk mengubah pandangan atau persepsi yang kurang tepat terhadap
keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja, perlu dilakukan suatu pembinaan
yang meliputi tindakan dan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan,
penyusunan, pembangunan, pengarahan serta pengendalian segala sesuatu
yang berkaitan dengan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat secara
berdayaguna dan berhasilguna sehingga aparatur Satuan Polisi Pamong Praja
mempunyai wawasan pengetahuan yang luas, profesional dan sikap disiplin
serta ketahanan mental yang tinggi. Disamping itu aparatur Satuan Polisi
Pamong Praja dituntut untuk memperbaiki berbagai sektor yang masih lemah
dengan mempertahankan dan meningkatkan yang sudah mantap melalui suatu
4
pola pembinaan yang tepat dan lebih konkret, sehingga peranan Satuan Polisi
Pamong Praja dapat lebih dirasakan manfaatnya di semua bidang termasuk
pembangunan pemerintahan dan kemasyarakatan.
Kota Palangka Raya merupakan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Tengah,
selain sebagai pusat Pemerintahan, Kota Palangka Raya dikenal juga sebagai
pusat perdagangan dan pusat pendidikan. Akhir-akhir yang lalu sering
dibicarakan wacana pemindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia ke Kota
Palangka Raya, hal ini sejalan dengan pembangunan Kota Palangka Raya
yang sangat pesat, yang dilihat dari maraknya pembangunan infrastruktur,
sarana dan prasarana umum, pusat-pusat perniagaan, Hote-hotel berbintang,
sehingga tidak mengherankan jika banyak orang yang datang dari berbagai
penjuru Provinsi Kalimantan Tengah bahkan yang berasal dari luar Provinsi
untuk berjuang merubah nasib dan berharap mendapatkan pekerjaan atau
sekedar melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.
Selain hal-hal positif yang diperoleh, dampak dari lajunya pembangunan
Kota Palangka Raya tersebut juga berpengaruh terhadap kehidupan
masyarakat khususnya di bidang ketenteraman dan ketertiban umum dengan
tingkat permasalahan yang cenderung semakin meningkat pula. Diantaranya
banyak pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di tempat-tempat yang
peruntukannya bukan untuk berjualan, misalkan di bahu-bahu jalan, trotoar,
persimpangan jalan, jalur hijau, taman kota, dan tempat lainnya, seperti yang
telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Palangka Raya Nomor 13 tahun
5
2009 tentang Pengaturan, Penertiban dan Pengawasan Pedagang Kaki Lima
(PKL).
Menyikapi situasi dan kondisi seperti itu, sangatlah diperlukan adanya
peran Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya yang mempunyai pola
pikir yang cepat, produktif, proaktif, disiplin yang tinggi dan berwibawa untuk
mengatur, menertibkan dan mengawasi keberadaan pedagang kaki lima (PKL)
supaya aktifitas ekonomi yang dijalankan oleh pedagang kaki lima atau
masyarakat tidak mengganggu kenyamanan, keindahan dan ketertiban umum
dimasyarakat kota Palangka Raya dan dapat berjalan dengan selaras.
Terkait dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010, serta latar belakang masalah di atas,
peneliti tertarik untuk mendeskripsikan keberadaan Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Palangka Raya yaitu peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam
pengaturan, penertiban, dan pengawasan pedagang kaki lima, sesuai dengan
cita-cita dan amanat Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2009.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah batasan masalah, yang bersumber dari
pengalaman penelitian atau melalui pengetahuan yang bersumber dari
pengalaman peneliti, melalui pengetahuan yang diperolehnya, melalui
kepustakaan ilmiah atau kepustakaan. (Moleong, 2004:115).
Penentuan fokus penelitian memiliki dua tujuan yaitu: pertama, penentuan
fokus membatasi studi, yang berarti bahwa dengan adanya fokus penentuan
6
tempat menjadi layak. Kedua, penentuan fokus secara efektif menetapkan
kriteria inklusi-inklusi untuk menyaring informasi yang masuk, mungkin data
cukup menarik, tetapi jika dipandang tidak relevan maka data itu tidak dipakai
(Moleong, 2004:94).
Karena keterbatasan, baik tenaga, dana maupun waktu, supaya hasil
penelitian lebih terfokus, untuk menjadikan topik ini lebih jelas dan mudah
dipahami, peneliti memfokuskan penelitian ini hanya pada pengaturan,
penertiban, dan pengawasan yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Palangka Raya terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL). (Peraturan Daerah
Nomor 13 Tahun 2009).
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian di atas, maka
dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Peran
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya Dalam Pengaturan,
Penertiban dan Pengawasan Pedagang Kaki Lima ?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan sasaran hasil yang ingin dicapai, digunakan
sebagai acuan dalam pengumpulan data dan sebagai pembatasan dalam
penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan
Peran Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya Dalam Pengaturan,
Penertiban dan Pengawasan Pedagang Kaki Lima.
7
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah Khasanah Ilmu
Pengetahuan dan informasi bagi dunia akademis dibidang ilmu sosial,
serta sebagai bahan kajian bagi peneliti selanjutnya untuk lebih
memperdalam lagi hasil penelitian ini.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukkan bagi pihak-pihak
yang berkepentingan dengan masalah penelitian ini yaitu:
a. Pemerintah Kota Palangka Raya khususnya Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Palangka Raya
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukkan bagi
peningkatan kinerja aparatur dari Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Palangka Raya dalam melayani masyarakat, yaitu pelayanan di bidang
ketentraman dan ketertiban umum bekerja sama dengan Instansi
Pemerintah lainnya.
b. Masyarakat
Memberikan pengarahan dan pencerahan pada masyarakat agar
lebih memahami peran dan fungsi Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Palangka Raya, sehingga terjalin kerjasama untuk mewujudkan
ketentraman dan ketertiban masyarakat di Kota Palangka Raya.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Satuan Polisi Pamong Praja
1. Pengertian Satuan Polisi Pamong Praja
Satuan Polisi Pamong Praja adalah perangkat daerah yang bertugas
membantu Kepala Daerah dalam rangka menegakkan Peraturan Daerah
dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
(Pasal 148 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004). Dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri juga disebutkan Satuan Polisi Pamong
Praja adalah perangkat Pemerintah Daerah dalam memelihara dan
menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan
Peraturan Daerah. (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun
2005).
Dan didalam Pasal 1 ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2010 disebutkan juga bahwa Satuan Polisi Pamong Praja, yang selanjutnya
disingkat Satpol PP, adalah bagian Perangkat Daerah dalam penegakkan
Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat.
Ketertiban umum dan ketentraman masyarakat adalah suatu keadaan
dinamis yang memungkinkan Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tentram,
tertib, dan teratur (pasal 1 ayat (10) Peraturan Pemerintah Nomor 6
9
Tahun 2010. Hal senada dinyatakan dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 26 Tahun 2005 tentang Pedoman Prosedur Tetap
Operasional Satuan Polisi Pamong Praja (Permendagri Nomor 26 Tahun
2005), dinyatakan ketentraman dan ketertiban yaitu suatu keadaan
dimana Pemerintah dan rakyat dapat melakukan kegiatan secara aman,
tertib dan teratur.
Pembinaan ketentraman dan ketertiban daerah adalah segala usaha,
tindakan dan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan,
penyusunan,, pengembangan, pengarahan, pemeliharaan serta
pengendalian segala masalah ketenteraman dan ketertiban secara
berdayaguna dan berhasilguna meliputi kegiatan pelaksanaan atau
penyelenggaraan dan peraturan agar segala sesuatunya dapat dilakukan
dengan baik, tertib dan seksama sesuai ketentuan petunjuk, sistem dan
metode yang berlaku untuk menjamin pencapaian tujuan yang hendak
dicapai secara maksimal. (Pasal 150 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004).
Untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya ketertiban umum dan ketentraman masyarakat maka dalam
melaksanakan tugasnya Satuan Polisi Pamong Praja melakukan
berbagai cara seperti memberikan penyuluhan, kegiatan patroli dan
penertiban terhadap pelanggaran Peraturan Daerah, keputusan Kepala
Daerah yang didahului dengan langkah-langkah peringatan baik
lisan maupun tertulis, setelah itu baru dilakukan penindakan.
10
(Peraturan Mentri dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2005).
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa, Satuan Polisi
Pamong Praja sebagai salah satu alat yang digunakan oleh Pemerintah
Daerah untuk menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat dengan melakukan pengawasan dan penegakan pelaksanaan
Peraturan Daerah dan atau keputusan Kepala Daerah yang bekerja
sama dengan Instansi-instansi terkait.
2. Peran, Tugas, dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja
Peran Satuan Polisi Pamong Praja secara umum adalah memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat di bidang ketentraman
dan ketertiban umum. Sedangkan tugas pokok Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Palangka Raya adalah melaksanakan penyelenggaraan urusan
Pemerintahan Kota di bidang ketentraman dan ketertiban umum,
diantaranya pengaturan, penertiban dan pengawasan pedagang kaki lima,
keputusan dan atau Peraturan Walikota secara terpadu bersama-sama
Instansi terkait lainnya sesuai dengan ketentuan dan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku seperti tertuang dalam pasal (4) Peraturan Daerah
Kota Palangka Raya Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pembentukan
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Palangka Raya. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya mempunyai fungsi:
a. Merumuskan kebijakan dan pelaksanaan pembinaan ketentraman dan
ketertiban.
11
b. Menyusun rencana dan program kegiatan pembinaan ketentraman dan
ketertiban.
c. Melaksanakan pedoman dan petunjuk operasional penertiban
Penegakkan Peraturan Daerah, Keputusan dan atau Peraturan
Walikota.
d. Melaksanakan Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah,
Keputusan dan atau Peraturan Walikota dan Peraturan Perundang-
undangan lainnya.
e. Melaksanakan penertiban masyarakat dan pengamanan,
perizinan, pemeriksaan penindakan serta pengawalan dan
kesamaptaan.
f. Melaksanakan pengembangan kapasitas yang meliputi
pembinaan personil, ketatalaksanaan, sarana dan prasarana kerja
Satuan Polisi Pamong Praja.
g. Melaksanakan ketentraman masyarakat dan ketertiban umum sesuai
dengan program, pedoman dan petunjuk teknis.
h. Melaksanakan urusan ketatalaksanaan, kerumahtanggaan,
perlengkapan, kepegawaian dan keuangan.
i . Melaksanakan koordinasi pemeliharaan dan
penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum serta
penegakkan Peraturan Daerah, Keputusan dan atau Peraturan
Walikota dengan aparat Kepolisian Negara, Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS) dan atau aparatur lainnya.
12
j. Pengawasan terhadap masyarakat agar mematuhi dan mentaati
Peraturan Daerah, Peraturan dan atau Keputusan Walikota. (Pasal 5
Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2007).
Hal yang sama juga ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2010 yang menyatakan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai
fungsi :
a. Penyusunan Program dan pelaksanaan penegakan Peraturan Daerah,
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta
perlindungan masyarakat;
b. Pelaksanaan kebijakan penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala
Daerah;
c. Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat didaerah;
d. Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;
e. Pelaksanaan koordinasi penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala
Daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri
Sipil daerah, dan/atau aparatur lainnya;
f. Pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar
mematuhi dan menaati Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah;
dan
g. Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh Kepala Daerah.
13
3. Wewenang, Hak dan Kewajiban Satuan Polisi Pamong Praja
Untuk melaksanakan fungsi yang telah disebutkan di atas, Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya mempunyai kewenangan-
kewenangan yang telah diatur dan ditetapkan yaitu :
a. Menertibkan dan menindak warga masyarakat atau badan hukum yang
mengganggu ketentraman dan ketertiban umum.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap warga masyarakat atau badan hukum
yang melakukan pelanggaran atas Peraturan Daerah, Keputusan dan
atau Peraturan Walikota.
c. Melakukan tindakan represif non Yudisial terhadap warga masyarakat
atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Peraturan
Daerah, Keputusan dan atau Peraturan Walikota. (Pasal 6 Peraturan
Daerah Nomor 11 Tahun 2007).
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 (PP No.6 Tahun
2010 pasal 6) tentang Satuan Polisi Pamong Praja disebutkan juga bahwa
wewenang Satuan Polisi Pamong Praja yaitu :
a. Melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga
masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran
atas Peraturan Daerah dan/atau Kepala Daerah;
b. Menindak warga masyarakat, aparatur atau badan hukum yang
mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
c. Fasilitasi dan pemberdayan kapasitas penyelenggaraan perlindungan
masyarakat;
14
d. Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas
Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Kepala Daerah;dan
e. Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas
Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Kepala Daerah.
Didalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya sebagai
perangkat daerah Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai hak sarana dan
prasarana serta fasilitas lain sesuai dengan tugas dan fungsinya
berdasarkan ketentuan Perundang-undangan. Polisi Pamong Praja dapat
diberikan tunjangan khusus sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
(pasal 7 ayat (1-2) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010)
Agar pelaksanaan tugas dapat berjalan sesuai dengan Perundang-
undangan maka dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari Polisi Pamong
Praja wajib :
a. Menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia,
dan norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang dimasyarakat;
b. Menaati disiplin Pegawai Negeri Sipil dan kode etik Polisi Pamong
Praja;
c. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. Melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas
ditemukannya atau patut diduga adanya tindak pidana; dan
15
e. Menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah atas
ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran terhadap
Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Kepala Daerah.
B. Pedagang Kaki Lima (PKL)
1. Pengertian Pedagang Kaki Lima
Menurut Husaini, (2003:187) Pedagang Kaki Lima adalah mereka
yang melakukan kegiatan usaha dagang perorangan atau kelompok yang
dalam menjalankan usahanya menggunakan tempat-tempat, seperti
trotoar, pingir-pingir jalan umum, dan lain sebagainya, menggunakan
sarana atau perlengkapan yang mudah dipindahkan, dibongkar pasang dan
mempergunakan lahan fasilitas umum sebagai tempat usaha.
Pedagang kaki lima adalah pedagang yang melakukan usaha
perdagangan non formal dengan menggunakan lahan terbuka atau tertutup,
sebagian fasilitas umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sebagai
tempat kegiatan usahanya baik dengan menggunakan peralatan bergerak
atau peralatan bongkar pasang sesuai waktu yang telah ditentukan (Pasal 1
ayat (4) Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2009)
Sedangkan menurut Nurfansyah (dalam Tangkilisan, 2002:202)
mengatakan ‘pedagang kaki lima diartikan sebagai pedagang yang
melakukan usaha atau kegiatannya, yaitu berjualan di kaki lima atau
trotoar yang dahulu berukuran lebar kurang dari lima kaki, dan biasanya
mengambil tempat atau lokasi di daerah-daerah keramaian umum seperti
16
di depan pertokoan, pasar, sekolahan, gedung bioskop dan lain-lain.
Pedagang Kaki Lima adalah pedagang yang melakukan dagangannya
di pinggir-pinggir jalan dengan menggunakan peralatan bongkar pasang
yang disaat waktu mau dipakai peralatan ini dipasang pada saat akan
menggelar dagangannya peralatan itu juga dibongkar kembali dan ada juga
benda yang bergerak, sarana yang digunakan berupa tenda, kios, meja,
gerobak dorong, sepeda, dan kendaraan roda empat (pick up).
Menurut Malik dan Indrawati et.Al, dalam Budiman Lumban Gaol,
(2010 : 8). Pedagang Kaki Lima di klasifikasikan menjadi :
a. Pedagang Kaki Lima yang benar-benar terpaksa menjadi pedagang
karena kesulitan hidup. Mereka berdagang warung beroda (dorong)
ataupun bangunan semi permanen di trotoar.
b. Pedagang Kaki Lima yang berdagang karena masalah ekonomi juga
namun mereka telah memiliki tempat tinggal dan simbol hidup modern
seperti telah mempunyai televisi dan radio.
c. Pedagang Kaki Lima yang berdagang karena melihat potensi
keuntungan jauh lebih besar daripada membuka toko, warung
dibanding menyewanya.
17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Alasan Menggunakan Metode Kualitatif
Metode pada hakekatnya memberi pedoman tentang cara-cara, seorang
ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan yang dihadapi.
(Soekanto, 1986:6). Lebih jauh menjelaskan metode penelitian pada dasarnya
“merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu”. (Sugiyono, 2012:158).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian
kualitatif. Menurut Bog dan Taylor (dalam Moleong, 2004:4), yang
dimaksud penelitian kualitatif adalah sebagai ‘prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang diamati dan diteliti’.
Menurut Sugiyono (2007:1) metode penelitian kualitatif adalah “metode
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah,
(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci”.
Alasan peneliti memilih metode kualitatif dikarenakan
penyelesaian masalah akan lebih mudah bila berhadapan dengan kenyataan
dan secara langsung bisa berhubungan dengan responden. Menurut
(Moleong, 1990), metode kualitatif digunakan dengan pertimbangan :
18
Pertama, penyelesaian masalah akan lebih mudah apabila berhadapan
dengan kenyataan ganda.
Kedua, metode ini menggunakan secara langsung hakekat hubungan antara
peneliti dan responden.
Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan
banyak pengaruh perubahan prazaman terhadap pola-pola yang dihadapi yang
mungkin terjadi pada saat penelitian.
Sedangkan penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang bermaksud
untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai
fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. (Sumadi Suryabrata,
2010:75)
Metode ini digunakan dengan tujuan untuk mengungkapkan permasalahan
yang ada serta mendapatkan gambaran yang mendalam terhadap permasalahan
yang sedang diteliti dengan melakukan pengkajian objek yang alamiah dan apa
adanya tanpa melakukan manipulasi terhadap permasalahan maupun keadaan.
B. Tempat Penelitian
Penelitian ini mengambil tempat di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja
Kota Palangka Raya dan di sebagian wilayah Kota Palangka Raya, yaitu di
jalan Diponegoro dan di jalan Yos Sudarso, yang menjadi tempat dimana para
Pedagang Kaki Lima melakukan aktifitas berjualannya seperti ditrotoar dan
bahu jalan pada jalan-jalan protokol yang menjadi larangan berjualan bagi
para pedagang kaki lima pada waktu dan jam yang telah ditentukan oleh
19
Pemerintah Kota Palangka Raya.
C. Sumber Data
Data merupakan kumpulan fakta atau angka atau segala sesuatu yang
dapat dipercaya kebenarannya sehingga dapat digunakan sebagai
dasar penarikan kesimpulan. Sumber data adalah tempat dari mana data
diperoleh, diambil dan dikumpulkan. Sumber data utama penelitian kualitatif
adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan lain-lain. Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2004:157).
Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah:
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah kata-kata dan tindakan orang yang diamati
atau diwawancarai. (Moleong, 2002). Sumber data primer diperoleh
peneliti melalui pengamatan atau observasi secara langsung yang
didukung oleh wawancara terhadap informan atau pihak-pihak yang
bersangkutan. Pencatatan sumber data utama melalui pengamatan
atau obervasi dan wawancara merupakan hasil usaha gabungan dari
kegiatan melihat, mendengar dan bertanya yang dilakukan secara sadar,
terarah dan senantiasa bertujuan memperoleh informasi yang
diperlukan. Data primer dalam penelitian ini yaitu bersumber dari:
a. Aparatur Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya yaitu:
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya,
Sekretaris, Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum, Kepala
20
Seksi Ketertiban Umum, Kepala Seksi Operasional dan Pembinaan
Personil, Anggota Satuan Polisi Pamong Praja lainnya dan akan
berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi saat penelitian.
b. Pedagang Kaki Lima (PKL)
Pedagang Kaki Lima adalah bagian dalam latar penelitian ini, yang
dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan
kondisi latar penelitian. Pihak-pihak tersebut dipilih karena
berkompeten dengan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka
Raya guna memenuhi kevalidan data.
2. Sumber Data Sekunder
Selain kata-kata dan tindakan sebagai sumber data utama
diperlukan juga data-data tambahan seperti dokumen dan lain-lain sebagai
sumber data sekunder. (Moleong, 2002). Data sekunder yang
berfungsi sebagai pelengkap atau pendukung data primer,
bersumber dari literatur yaitu Peraturan Perundang-undangan,
dokumen-dokumen resmi yang berhubungan dengan Pemerintah
khususnya Satuan Polisi Pamong Praja serta yang ada hubungannya
dengan Pedagang Kaki Lima.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah kegiatan mengumpulkan dan pengolahan data.
Penelitian ini menggunakan instrumen yang tergolong notes diantaranya
menggunakan angket, wawancara, observasi, atau studi dokumentasi. (Subana
21
dan Sudrajat (2005:127). Dalam hal ini yang menjadi instrumen utama yaitu
peneliti itu sendiri.
E. Teknik Pengumpulan Data
Suatu penelitian selain menggunakan metode yang tepat, juga perlu
memilih teknik dan alat pengumpulan data yang relevan. Adapun teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan, pemilihan, pengelolaan dan
penyimpanan informasi dibidang pengetahuan, pemberian atau
pengumpulan bukti dan keterangan (seperti gambar, kutipan,
guntingan koran, dan bahan referensi lain). (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2007:272). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
berasal dari Peraturan Perundang-undangan, Arsip-arsip atau
dokumentasi, uraian tugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka
Raya dan pernyataan-pernyataan yang ada hubungannya dengan
Pengaturan, Penertiban, dan Pengawasan Pedagang Kaki Lima.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2004:186). Dapat
disimpulkan bahwa wawancara adalah suatu cara untuk mengumpulkan
22
data dengan mengadakan tanya jawab secara langsung antara
peneliti dengan nara sumber data, bertujuan untuk mengumpulkan
data tentang Peran Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya Dalam
Pengaturan, Penertiban, dan Pengawasan Pedagang Kaki Lima.
3. Observasi
Kegiatan observasi meliputi kegiatan pencatatan secara sistematik
kejadian-kejadian, perilaku, objek-objek yang dilihat dan hal-hal lain yang
diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan. Pada
tahapan awal, observasi dilakukan secara umum, peneliti mengumpulkan
data atau informasi sebanyak mungkin. Tahap selanjutnya peneliti harus
melakukan observasi yang terfokus, yaitu mulai menyempitkan data atau
informasi yang diperlukan sehingga peneliti dapat menemukan pola-pola
perilaku dan hubungan yang terus menerus terjadi. Jika hal itu sudah
diketemukan, maka peneliti dapat menemukan tema-tema yang akan
diteliti.
Salah satu peranan pokok dalam melakukan observasi ialah untuk
menemukan interaksi yang kompeks dengan latar belakang sosial yang
alami. (Jonathan Sarwono, 2006:224).
Observasi ini dilakukan untuk mengecek data yang diperoleh dari
hasil wawancara dengan sumber data baik dari Satuan Polisi Pamong Praja
maupun Pedagang Kaki Lima/masyarakat sehingga diperoleh kesimpulan.
23
F. Pengujian Keabsahan Data
Dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi untuk melakukan
pengujian keabsahan data. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. (Moleong,
2004:178). Lebih jauh Patton (dalam Moleong, 2004:178)
mengemukakan triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dengan metode kualitatif.
Teknik triangulasi sumber data dapat dilakukan dengan cara:
1. Membandingkan data hasil wawancara dengan data hasil pengamatan
Data dari hasil wawancara kita bandingkan dengan pengamatan,
apakah yang dikatakan sumber data sesuai dengan kenyataan.
GAMBAR 3.1
Triangulasi sumber data hasil wawancara dengan pengamatan.
2. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
Data dari hasil wawancara kita bandingkan juga dengan isi suatu
dokumen, supaya didapat kevalidan data.
Sumber Data
Pengamatan
Wawancara
24
GAMBAR 3.2
Triangulasi sumber data hasil wawancara dengan isi dokumen.
G. Teknik Analisis Data
M e n u r u t P a t t o n ( d a l a m B a s ro w i d a n S u w a n d i ,
2 0 0 8 : 9 1 ) A n a l i s i s d a t a a d a l a h ‘p r o s e s m e n g a t u r u ru t a n
d a t a , mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian
dasar. Lebih jauh Bogdan dan Taylor (dalam Basrowi dan Suwandi, 2008:91)
mendefinisikan analisis data ‘sebagai proses yang merinci usaha secara formal
untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang
disarankan oleh data, dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema
dan hipotesis itu. Dapat disimpulkan bahwa analisis data merupakan proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis seperti
yang disarankan oleh data.
Teknik analisis data dalam penelitian sangat diperlukan agar data-
data yang sudah terkumpul dapat dianalisis sehingga dapat menghasilkan
jawaban guna memecahkan masalah yang sedang diteliti.
Sumber Data
Wawancara
Dokumen
25
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
kualitatif, yaitu ‘upaya yang dilakukan dengan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain’. Bogdan dan Biklen (dalam Moleong,
2004:248). Komponen reduksi data dan penyajian data dilakukan secara
bersama dengan mengumpulkan data, kemudian setelah data terkumpul,
maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasa
kurang maka perlu ada verifikasi dan penelitian kembali dengan
mengumpulkan data di lapangan.
Ketiga komponen tersebut adalah:
1. Reduksi data
Reduksi data diartikan sebagai proses seleksi,
pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data, yaitu memilih hal–hal
pokok yang sesuai dengan fokus penelitian, data yang tidak penting
dapat dibuang atau diabaikan. Data-data yang telah direduksi
memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan
dan mempermudah peneliti untuk mencarinya kembali sewaktu-
waktu diperlukan.
2. Sajian data
Sajian data merupakan rakitan organisasi informasi, deskriptif dalam
bentuk narasi atau cerita yang memungkinkan kesimpulan dari penelitian
26
dapat dilakukan. Sajian ini merupakan rakitan kalimat yang disusun secara
logis dan sistematis, sehingga mudah dipahami. Sajian diantaranya dapat
meliputi berbagai jenis matriks, gambar/skema, jaringan kerja, dan tabel.
3. Verifikasi
Verifikasi atau penarikan kesimpulan adalah langkah terakhir
dari analisis data, penarikan kesimpulan harus berdasarkan pada
reduksi data dan Sajian data. Dengan demikian komponen saling
mempengaruhi, jika terdapat kekurangan data dalam pemeriksaan
kesimpulan maka peneliti dapat mengamati catatan lapangan, jika
masih tidak ditemukan maka kembali melakukan pengumpulan data.
(Miles dan Huberman 1992:16-20).
GAMBAR 3.3
Komponen-Komponen Analisis Data : Model Analisis Interaksi (Miles
dan Huberman, 1992:20).
Telah dikemukakan tiga hal utama yaitu : reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai sesuatu yang jalin-menjalin
Pengumpulan Data
Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
Reduksi Data Penyajian Data
27
pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk
yang sejajar, untuk membangun wawasan yang disebut “analisis”.
Dalam pandangan ini tiga jenis kegiatan analisis dan kegiatan
pengumpulan data itu sendiri merupakan proses siklus dan interaktif.
Peneliti harus siap bergerak diantara empat “sumbu” kumparan itu selama
pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak-balik diantara kegiatan
reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan/verifikasi selama sisa waktu
penelitiannya. Pengkodean data, misalnya (reduksi data), menjurus kearah
gagasan-gagasan baru guna dimasukkan kedalam suatu matriks (penyajian
data). Pencatatan data mempersyaratkan reduksi data selanjutnya. Begitu
matriks terisi, kesimpulan awal dapat ditarik, tetapi hal itu menggiring
pada pengambilan keputusan (misalnya) untuk menambah kolom lagi pada
matriks itu untuk dapat menguji kesimpulan tersebut.
Dalam pengertian ini, analisis data kualitatif merupakan upaya yang
berlanjut, berulang dan terus-menerus. Masalah reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi menjadi gambaran keberhasilan
secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling susul-
menyusul. Namun dua hal lainnya itu senantiasa merupakan bagian dari
lapangan.
H. Jadwal Penelitian
Penelitian ini direncanakan selama enam bulan dari bulan Agustus
2012 sampai dengan bulan Januari 2013. Di bawah ini adalah tabel jadwal
28
penelitian yang akan dilakukan:
TABEL 3.1
Jadwal Penelitian
FASE KEGIATAN 2012 2013
8 9 10 11 12 1
1. Persiapan
a. Penyusunan Proposal
Skripsi
b. Konsultasi draf Proposal
Skripsi
c. Seminar Proposal Skripsi
2. Pengumpulan
dan pengolahan
data
a. Memasuki lapangan
b. Menentukan fokus
penelitian
c. Tahap seleksi, analisis
komponen
d. Menentukan tema,
analisis tema
e. Uji keabsahan data
3. Penulisan
laporan
penelitian dan
bimbingan
a. Membuat draf Skripsi
b. Konsultasi draf Skripsi
c. Penyempurnaan Skripsi
4. Ujian Skripsi a. Ujian Skripsi
b. Perbaikan Skripsi
5. Penyerahan
Skripsi
a. Penggandaan Skripsi
b. Penyerahan Skripsi
29
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Sejarah Singkat Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya
Kota Palangka Raya merupakan kota satu-satunya diantara 13 (tiga
belas) Kabupaten yang menjadi Ibu Kota Provinsi Kalimantan Tengah.
Kota Palangka Raya secara geografis merupakan wilayah yang cukup
strategis karena berada di tengah-tengah Pulau Kalimantan. Kota Palangka
Raya memiliki luas wilayah 2.678,51 Km2 (267.851 Ha), terletak pada
koordinat: 6040’-7020’ Bujur Timur dan 1030’-2030’ Lintang Selatan,
dengan ketinggian 25 meter sampai 35 meter diatas permukaan laut (dpl).
Batas wilayah administratif Kota Palangka Raya adalah sebagai berikut :
a) Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Gunung Mas
b) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pulang Pisau
c) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pulang Pisau
d) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Katingan
Letak Kota Palangka Raya berada tepat di tengah-tengah Kabupaten
hasil pemekaran sangat potensial untuk tumbuh dan berkembang pesat
didukung dengan semakin lancarnya transportasi darat yang melintasi
poros selatan dan poros tengah Jalan Lintas Kalimantan yang
menghubungkan antar Provinsi dan antar Kabupaten di sekitarnya.
30
Jumlah penduduk Kota Palangka Raya sampai dengan tahun 2010
berjumlah 207.315 jiwa yang terbagi dalam lima daerah administratif, dan
terbagi dalam lima wilayah kecamatan dan 30 kelurahan yakni :
a) Kecamatan Pahandut, dengan jumlah penduduk 80.829 jiwa, yang
terdiri dari 6 kelurahan yaitu Pahandut, Panarung, Langkai,Pahandut
Seberang, Tumbang Rungan, dan Tanjung Pinang;
b) Kecamatan Jekan Raya, dengan jumlah penduduk 100.461 jiwa, yang
terdiri dari 4 kelurahan yaitu Palangka, Menteng, Bukit Tunggal, dan
Petuk Ketimpun;
c) Kecamatan Sebangau, dengan jumlah penduduk 12.428 jiwa, yang
terdiri dari 6 kelurahan yaitu Kalampangan, Bereng Bengkel, Kameloh
Baru, Kereng Bangkirai, Sabaru, dan Danau Tundai;
d) Kecamatan Bukit Batu, dengan jumlah penduduk 10.888 jiwa, yang
terdiri dari 7 kelurahan yaitu Tangkiling, Sei Gohong, Marang,
Tumbang Tahai, Banturung, Habaring Hurung, dan Kanarakan; dan
e) Kecamatan Rakumpit, dengan jumlah penduduk 2.709 jiwa, yang
terdiri dari 7 kelurahan yaitu Mungku Baru, Petuk Barunai, Panjehang,
Petuk Bukit, Pager, Gaung Baru, dan Bukit Sua.
Jadi dengan potensi jumlah penduduk yang cukup besar tersebut akan
memunculkan masalah dibidang ketentraman dan ketertiban umum,
diantaranya banyaknya pedagang kaki lima yang berjualan di bahu jalan
dan di trotoar pada jalan-jalan protokol ataupun pada jalan-jalan yang
dilarang oleh Pemerintah Kota Palangka Raya. Dimana rata-rata dari
31
mereka berasal dari luar Kota Palangka Raya maupun dari luar Provinsi
Kalimantan Tengah.
Untuk mengatasi masalah gangguan ketentraman dan ketertiban umum
Pemerintah Kota Palangka Raya yang pada masa itu masih berbentuk
Kotamadya (Kodya) Daerah Tingkat II Palangka Raya, melalui Peraturan
Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Nomor 3 Tahun 1992 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretaris Wilayah Daerah (Sekwilda)
Kotamadya Daerah Tingkat II Palangka Raya, keberadaan Satuan Polisi
Pamong Praja tergabung kedalam Sub Bagian Ketertiban Umum (Tibum)
Bagian Tata Pemerintahan (Tapem) Sekretaris Wilayah Daerah
Kotamadya Daerah Tingkat II Palangka Raya. Dalam pasal 12 ayat (4)
dinyatakan : “Sub Bagian Ketertiban Umum mempunyai Tugas
mengumpulkan bahan penyusunan pedoman dan petunjuk teknis
pembinaan ketertiban umum, pembinaan Polisi Pamong Praja dan
menyiapkan bahan pertimbangan legalitas dan perizinan”. (Bagian Hukum
Sekretariat Daerah Kota Palangka Raya).
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah Kota Palangka Raya Nomor
07 Tahun 2000 tanggal 26 September 2000 tentang Pembentukkan,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekertariat Daerah Kota Palangka
Raya, dalam pasal 7 ayat (1) b Satuan Polisi Pamong Praja telah menjadi
Sub Bagian dari Tata Pemerintahan.
Setelah pencanangan Otonomi Daerah pada tahun 2001, melalui
Peraturan Daerah Kota Palangka Raya Nomor 25 Tahun 2001 tanggal 20
32
Desember 2001 tentang Pembentukkan, Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya, maka Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya telah berdiri sendiri dan menjadi
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang baru. Pembentukkan ini
dengan menelaah pada kebutuhan dan perkembangan Kota Palangka Raya
terhadap peningkatan jumlah penduduk yang berimbas pula pada
perkembangan penanganan permasalahan kebersihan dan penataan pasar
dan penertiban lokasi pedagang. (Profil Kelembagaan Pemerintah Kota
Palangka Raya, 2008).
Sejak pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003
tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, terdapat penyesuaian
nama nomenklatur SKPD, lalu diterbitkan Peraturan Daerah Kota
Palangka Raya Nomor 12 Tahun 2004 tanggal 9 Juni 2004 tentang
Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Polisi Pamong
Praja Kota Palangka Raya.
Setelah lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah, terjadi peningkatan status Satuan Polisi
Pamong Praja dari eselon III.a menjadi II.b sehingga terbit Peraturan
Daerah Kota Palangka Raya Nomor 11 tahun 2007 tangggal 10 September
2007 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya, dengan pertimbangan pada
faktor : posisi Kota Palangka Raya sebagai Ibukota Provinsi, luasnya
wilayah tugas yang ditangani dan semakin kompleksnya permasalahan
33
bidang ketentraman dan ketertiban umum seiring dengan perkembangan
pesat Kota Palangka Raya. (Profil Kelembagaan Pemerintah Kota
Palangka Raya,2008).
Adapun Visi dan Misi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka
Raya yaitu :
Visi :
Terwujudnya Masyarakat Kota Palangka Raya yang tertib, tentram dan
aman dalam “Huma Betang”.
Misi
a. Meningkatkan kapasitas hubungan sosial, budaya dan kemasyarakatan
dalam membangun kemitraan;
b. Meningkatkan kualitas pelayanan ketentraman dan ketertiban serta
perlindungan kemasyarakat;
c. Meningkatkan pengawasan dan penegakkan Peraturan Daerah serta
kebijakan Pemerintah Kota Palangka Raya;
d. Meningkatkan kualitas dan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM)
Satuan Polisi Pamong Praja.
2. Struktur Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya
Dalam pasal 9 Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2007, tentang
Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Palangka Raya. Susunan Organisasi Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Palangka Raya terdiri dari :
34
a. Kepala Satuan
b. Kelompok Jabatan Fungsional
c. Sekretariat, terdiri dari :
Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
Sub Bagian Perencanaan dan Keuangan
d. Bidang Bimbingan Masyarakat terdiri dari :
Seksi Penyuluhan
Seksi Pelayanan Pengaduan Masyarakat dan Penanggulangan
Bencana
e. Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum terdiri dari :
Seksi Ketertiban Umum
Seksi Operasional dan Pembinaan Personil
f. Bidang Penegakkan Peraturan Daerah dan Penindakan terdiri dari :
Seksi Penyelidikan dan Penyimpanan Barang Bukti
Seksi Penertiban Perizinan.
Sementara Kelompok Jabatan Fungsional hingga kini belum terisi dan
belum berfungsi sebagaimana mestinya, karena belum ada pejabat dan
pegawai yang ditempatkan disana. Sekretariat mengurus masalah
kepegawaian dan keuangan. Bidang Bimbingan Masyarakat mengadakan
penyuluhan dan pelayanan pengaduan masyarakat. Bidang Ketentraman
dan Ketertiban Umum menangani masalah ketentraman dan ketertiban
umum di wilayah Kota Palangka Raya. Sedangkan Bidang Penegakan
35
Peraturan Daerah dan Penindakan mengurusi masalah penyidikan, barang
bukti dan penertiban perizinan.
36
37
Gambar 4.2
BAGAN STRUKTUR BIDANG KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN
Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum
HIDAYAT UDIANSYAH, BBA Pembina (IV/a)
NIP. 19580517 198603 1 011
Pelaksana
Kepala Seksi Ketertiban Umum
Drs. EMPAS LUDANG Penata Tingkat I (III/d)
NIP. 19600508 198503 1 014
Kepala Seksi Operasional dan Pembinaan Personil
WIDARNO, SH Penata Muda Tingkat I (III/b) NIP. 19641123 198803 1 009
Pelaksana
Pelaksana
Pelaksana
38
39
Jumlah Personil Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya
berdasarkan data dari Sub Bagian Umum dan Kepegawaian dari
keseluruhan pegawai per 21 Januari 2013 adalah 185 orang, yang dapat
dilihat pada tabel 4.1 sampai tabel 4.3 berikut ini :
Tabel 4.1
Jumlah Pegawai Berdasarkan Jabatan atau Bidang Tugas
No. Jabatan / Bidang Tugas Jumlah (orang) 1. Kepala Satuan 1
2.
Sekretariat a. Sekretaris b. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian c. Sub Bagian Perencanaan dan Keuangan
1 12 11
3.
Bidang Bimbingan Masyarakat a. Kepala Bidang b. Seksi Penyuluhan c. Seksi Pelayanan Pengaduan Masyarakat dan
Penanggulangan Bencana
1 19 20
4.
Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum a. Kepala Bidang b. Seksi Ketertiban Umum c. Seksi Operasional dan Pembinaann Personil
1 49 47
5.
Bidang Penegakan Peraturan Daerah dan Penindakan a. Kepala Bidang b. Seksi Penyidikan dan Penyimpanan Barang Bukti c. Seksi Penertiban Perizinan
1 12 10
Jumlah 185
Tabel 4.2
Jumlah Pegawai Berdasarkan Kepangkatan dan Status
No. Pangkat / Status Golongan/Ruang Jumlah (orang) 1. Pembina Tingkat I IV/b 2 2. Pembina IV/a 3 3. Penata Tingkat I III/d 4 4. Penata III/c 3 5. Penata Muda Tingkat I III/b 4 6. Penata Muda III/a 15 7. Pengatur Tingkat I II/d 1 8. Pengatur II/c 2 9. Pengatur Muda Tingkat I II/b 45 10. Pengatur Muda II/a 6 11. Juru Tingkat I I/d 1 12. Tenaga Kontrak - 99
Jumlah 185
40
TABEL 4.3
Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) 1. Pasca Sarjana/S-2 3 2. Sarjana/S-1 21 3. Diploma-III 2 4. Diploma-II - 5. Diploma-I - 6. SLTA 152 7. SLTP 7
Jumlah 185
Sarana dan prasarana yang dimiliki Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka
Raya sebagai penunjang tugas dan operasional berdasarkan data yang diperoleh
dari Pengurus Barang Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya adalah :
TABEL 4.4
Sarana Penunjang Operasional Yang Dimiliki
No. Nama Barang Jumlah 1. Mobil Dinas 2 2. Mobil Truck 2 3. Mobil Patroli 2 4. Mobil Patroli Pengawal 1 5. Sepeda Motor Dinas 2 6. Sepeda Motor Patroli Pengawal 1 7. Komputer 8 8. Mesin Tik 2 9. Pentungan 150 10. Linggis 3 11. Palu/ Godam 5 12. Gergaji 3 13. Pengait Spanduk 2
41
3. Uraian Tugas Pejabat Struktural Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Palangka Raya
Uraian Tugas Jabatan Struktural Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Palangka Raya telah ditetapkan dan diatur dalam Peraturan Walikota
Palangka Raya Nomor 22 Tahun 2012. Adapun uraian tugas yang
dimaksud yaitu:
a. Uraian Tugas Kepala Satuan
1. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas pokok
merumuskan kebijakan operasional Satuan, mengendalikan,
membina dan memberikan pelayanan teknis dibidang Ketentraman
dan Ketertiban Umum, serta Penegakan Peraturan Daerah,
Peraturan Walikota dan atau Keputusan Walikota secara terpadu
bersama-sama Instansi terkait sesuai dengan ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. Uraian Tugas yang dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut :
a. Merencanakan dan menyusun kebijakan Satuan berdasarkan
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku;
b. Mengendalikan pelaksanaan kegiatan di Bidang Ketentraman
dan Ketertiban Umum berdasarkan Pedoman dan ketentuan
yang berlaku;
c. Menyelenggarakan kegiatan di Bidang Ketentraman dan
Ketertiban Umum, Bimbingan Masyarakat dan Penegakan
42
Peraturan Daerah dan Penindakan sesuai ketentuan dan
peraturan yang berlaku;
d. Mengkoordinir kegiatan Sekretaris dan para Kepala Bidang di
Lingkungan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya
sesuai petunjuk dan ketentuan yang berlaku, sehingga diperoleh
sinkronisasi dalam pelaksanaan tugas;
e. Mengarahkan dan mengatur Sekretaris dan para Kepala Bidang
dalam melaksanakan tugasnya agar sesuai dengan petunjuk dan
ketentuan yang berlaku;
f. Membina kegiatan administrasi, Organisasi dan Tatalaksana
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya sesuai
petunjuk dan ketentuan yang berlaku agar tercapai hasil yang
optimal;
g. Mengevaluasi perkembangan penyelenggaraan kegiatan dan
program di Bidang Bimbingan Masyarakat, Ketentraman dan
Ketertiban, Penegakan Peraturan Daerah dan Penindakan pada
Satuan Polisi Pamong Praja untuk menentukan skala prioritas
dalam penyelenggaraannya dan program tahun berikutnya;
h. Melakukan koordinasi dengan Instansi terkait untuk kelancaran
pelaksanaan tugas;
i. Melakukan pengawasan, penugasan pembinaan dan bimbingan
kepada para pemegang jabatan fungsional di Lingkungan
Satuan Polisi Pamong Praja yang ada dibawahnya;
43
j. Meneliti surat-surat masuk dan keluar, nota dinas dan nota
pertimbangan serta arah disposisi baik kepada pimpinan tingkat
atas maupun pimpinan terbawah sesuai petunjuk dan ketentuan
yang berlaku agar tidak terjadi kesalahan dan kekeliruan;
k. Menilai prestasi kerja bawahan berdasarkan hasil kerja yang
dicapai sebagai bahan penilaian untuk pengajuan Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3);
l. Melaporkan pelaksanaan kegiatan di Lingkungan Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Palangka Raya berdasarkan pelaksanaan
kegiatan bawahan sebagai bahan masukan bagi pimpinan;
m. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan pimpinan
sesuai bidang tugas.
b. Uraian Tugas Sekretaris
1. Sekretaris mempunyai tugas pokok memberikan pelayanan
administrasi kepada semua unsur di Satuan Polisi Pamong Praja
Kota Palangka Raya meliputi administrasi umum, kepegawaian,
keuangan, urusan perencanaan, evaluasi dan mengkoordinir
penyusunan Rencana Kerja (RENJA), Rencana Strategis
(RENSTRA), Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP), Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ),
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD),
Penetapan Kinerja, Standar Operasional Prosedur (SOP), Surat
Perintah Pembayaran (SPM), Rencana Kerja dan Anggaran (RKA),
44
dan Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Palangka Raya;
2. Uraian Tugas dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut :
a. Membuat Rencana Kerja dan langkah-langkah kegiatan
Sekretariat Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya
sebagai acuan pelaksanaan tugas;
b. Mengkoordinir dan mendistribusikan tugas kepada kepala Sub
Bagian di Lingkungan Sekretariat sesuai dengan bidang tugas
masing-masing agar tugas-tugas dapat dilaksanakan dengan
baik;
c. Memberi petunjuk kepada para Kepala Sub Bagian di
Lingkungan Sekretariat baik tertulis maupun lisan agar tugas
dapat dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku;
d. Memeriksa dan mengoreksi hasil kerja para Kepala Sub Bagian
di Lingkungan Sekretariat sesuai dengan petunjuk agar tidak
terjadi kesalahan atau kekeliruan;
e. Menyelenggarakan administrasi kepegawaian, meliputi proses
usulan kenaikan pangkat, menyusun Daftar Urutan
Kepegawaian (DUK), Daftar Nominatif dan Formasi Pegawai
Negeri Sipil (PNS), Pendidikan dan Latihan (Diklat) PNS,
Surat Ijin, Cuti, Sakit, serta menyiapkan dan merekapitulasi
daftar hadir PNS;
45
f. Menyelenggarakan administrasi keuangan, perencanaan
anggaran dan penyiapan dana serta pertanggungjawaban
keuangan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku;
g. Menyelenggarakan administrasi perlengkapan meliputi
inventarisasi aset Satuan pemeliharaan barang, membuat
usulan/mengadakan Alat Tulis Kantor (ATK) dan perlengkapan
Rumah Tangga Kantor serta menyusun Rencana Tahunan
Barang Unit (RTBU) sesuai ketentuan yang berlaku;
h. Mengkoordinir penyusunan Rencana Kerja (RENJA), Rencana
Strategis (RENSTRA), Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP), Laporan Keterangan Pertanggung
Jawaban (LKPJ), Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (LPPD), Penetapan Kinerja, Standar Operasional
Prosedur (SOP), Surat Perintah Pembayaran (SPM), Rencana
Kerja dan Anggaran (RKA), dan Daftar Pelaksanaan Anggaran
(DPA) Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya;
i. Memproses usulan pengangkatan/pemberhentian Bendahara
Pengeluaran, Panitia Pengadaan Barang dan Jasa (P2BJ),
Pemeriksaan Barang, Pengurus Barang di Lingkungan Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya;
j. Menyelenggarakan urusan surat menyurat, rumah tangga, dan
urusan lainnya yang belum diuraikan pada bidang lain;
46
k. Mengoordinir penyusunan laporan berkala Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Palangka Raya dan para Kepala Bidang;
l. Menilai prestasi kerja bawahan berdasarkan hasil kerja yang
dicapai sebagai bahan penilaian untuk pengajuan Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3);
m. Melaporkan pelaksanaan kegiatan di Lingkungan Sekretariat
berdasarkan pelaksanaan kegiatan bawahan sebagai bahan
masukan bagi pimpinan;
n. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan pimpinan
sesuai bidang tugas.
c. Uraian Tugas Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban
1. Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum mempunyai
tugas pokok melakukan tugas operasional dan pembinaan personil
serta melaksanakan ketentraman masyarakat dan ketertiban umum;
2. Uraian Tugas yang dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut :
a. Menyusun program kerja/kegiatan Bidang Ketentraman dan
Ketertiban Umum sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas;
b. Mempelajari ketentuan, peraturan, kebijakan dan pedoman
yang berhubungan dengan bidang tugas;
c. Menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketentraman dan ketertiban umum;
d. Melakukan pengawasan terhadap masyarakat agar mematuhi
dan mentaati Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota;
47
e. Melakukan tindakan represif non yustisial terhadap warga
masyarakat atau Badan Hukum yang melakukan pelanggaran
atas Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota;
f. Menjaga dan mengamankan aset-aset Pemerintah Kota
Palangka Raya dan fasilitas umum lainnya;
g. Melakukan koordinasi pemeliharaan dan penyelenggaraan
ketentraman dan ketertiban umum, penegakan Peraturan
Daerah, Peraturan Walikota dan Aparat Kepolisian Negara,
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan aparat lainnya;
h. Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait di Bidang
Ketentraman dan Ketertiban Umum untuk kelancaran
pelaksanaan tugas;
i. Mengerjakan tugas pengawasan dan pembinaan teknis
operasional kepada bawahan/anggota;
j. Memeriksa dan mengoreksi hasil kerja bawahan sebelum
disampaikan kepada atasan;
k. Menilai prestasi kerja bawahan di Bidang Ketentraman dan
Ketertiban Umum berdasarkan hasil kerja yang dicapai sebagai
bahan pengajuan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-
3);
l. Melaporkan pelaksanaan kegiatan Bidang Ketentraman dan
Ketertiban Umum berdasarkan pelaksanaan kegiatan bawahan
sebagai bahan masukkan bagi pimpinan;
48
m. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan pimpinan
sesuai bidang tugas.
d. Uraian Tugas Kepala Seksi Ketertiban Umum
1. Kepala Seksi Ketertiban Umum mempunyai tugas pokok
melaksanakan ketertiban umum dalam menyelenggarakan
Pemerintahan di Wilayah Kota Palangka Raya;
2. Uraian Tugas dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
a. Menyusun program kerja/kegiatan Seksi Ketertiban Umum
sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas;
b. Mempelajari ketentuan, peraturan, kebijakan, dan pedoman
yang berhubungan dengan bidang tugas;
c. Melaksanakan kebijakan pemerintah daerah yang mengacu
pada kebijakan nasional di bidang penegakan peraturan daerah,
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat,
Kepolisipamongprajaan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) serta perlindungan masyarakat;
d. Menyelesaikan perselisihan warga serta menegakkan
perlindungan masyarakat dalam rangka penegakkan Hak Azasi
Manusia (HAM);
e. Menjaga dan mengamankan aset-aset Pemerintah Kota
Palangka Raya dan fasilitas umum lainnya;
f. Mengatur, menertibkan dan pengawasan terhadap Pedagang
Kaki Lima (PKL);
49
g. Menertibkan warga masyarakat atau Badan Hukum yang
melanggar ketentraman dan ketertiban umum, Peraturan
Daerah, Peraturan Walikota dan Keputusan Walikota Palangka
Raya;
h. Melaksanakan pengawasan dan pembinaan teknis operasional
kepada anggota Polisi Pamong Praja yang sedang bertugas;
i. Membuat jadwal kegiatan penertiban umum;
j. Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait di Bidang
Umum untuk kelancaran pelaksanaan tugas;
k. Dalam melaksanakan tugas selalu menjaga sopan santun dan
tata krama yang berlaku;
l. Memeriksa dan mengoreksi hasil kerja bawahan sebelum
disampaikan kepada atasan;
m. Menilai prestasi kerja bawahan di Lingkungan Seksi Ketertiban
Umum berdasarkan hasil kerja yang dicapai sebagai bahan
pengajuan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3);
n. Melaporkan pelaksanaan kegiatan di Lingkungan Seksi
Ketertiban Umum berdasarkan pelaksanaan kegiatan bawahan
sebagai bahan masukkan bagi pimpinan;
o. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan pimpinan
sesuai bidang tugas.
50
e. Uraian Tugas Kepala Seksi Operasional dan Pembinaan Personil
1. Kepala Seksi Operasional dan Pembinaan Personil mempunyai
tugas pokok melaksanakan opersional dan pembinaan personil
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya;
2. Uraian Tugas dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut :
a. Menyusun program kerja/kegiatan Seksi Operasional dan
Pembinaan Personil sebagai pedoman dalam pelaksanaan
tugas;
b. Mempelajari ketentuan, peraturan, kebijakan dan pedoman
yang berhubungan dengan bidang tugas;
c. Melaksanakan tugas operasional dilapangan yang dapat
mengganggu kinerja Pemerintah Kota Palangka Raya;
d. Melaksanakan pembinaan personil untuk peningkatan kinerja
pada Satuan Polisi Pamong Praja;
e. Dalam melaksanakan tugas selalu menjaga sopan santun dan
tata krama yang berlaku;
f. Membuat jadwal Operasional Anggota Polisi Pamong Praja
Kota Palangka Raya dan pengawalan maupun piket Anggota
Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya;
g. Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait tugas
operasional untuk kelancaran pelaksanaan tugas;
h. Memeriksa dan mengoreksi hasil kerja bawahan sebelum
disampaikan kepada atasan;
51
i. Menilai prestasi kerja bawahan di Lingkungan Seksi
Operasional dan Pembinaan Personil berdasarkan hasil kerja
yang dicapai sebagai bahan pengajuan Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3);
j. Melaporkan pelaksanaan kegiatan di Lingkungan Seksi
Operasional dan Pembinaan Personil berdasarkan pelaksanaan
kegiatan bawahan sebagai bahan masukkan bagi pimpinan;
k. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan pimpinan
sesuai bidang tugas.
Untuk para pelaksana di Lingkungan Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Palangka Raya dalam melaksanakan tugasnya selalu memperhatikan
ketentuan dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku serta
bimbingan/petunjuk atasan langsung/pimpinan. (Peraturan Walikota
Palangka Raya Nomor 22 Tahun 2012).
4. Peran Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Pengaturan, Penertiban,
Dan Pengawasan Pedagang Kaki Lima.
a. Peran Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Pengaturan Pedagang Kaki
Lima
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya memiliki peran
yang strategis untuk mengatur dan menata pedagang kaki lima yang
melakukan aktifitas berjualan di tempat yang menjadi larangan bagi
pedagang kaki lima seperti dibahu jalan, trotoar, maupun tempat yang
menjadi fasilitas umum. Hal ini sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) a
52
Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2009 bahwa “Setiap kegiatan usaha
Pedagang Kaki Lima tidak diperbolehkan : melakukan kegiatan
usahanya dijalan, trotoar, jalur hijau dan atau fasilitas umum kecuali di
kawasan dan waktu tertentu yang ditetapkan lebih lanjut oleh Walikota
Palangka Raya”. Hal ini juga senada seperti yang dikatakan Kepala
Bidang Ketentraman dan Ketertiban Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Palangka Raya Hidayat Udiansyah, BBA berikut ini :
“Untuk pengaturannya tidak melanggar berjualan di atas bahu jalan itu (tempat yang menjadi larangan berjualan), dan kalau bisa dimundurkan sebelum parit, supaya tidak melanggar Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2009”. (Wawancara, 17 Januari 2013).
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Kepala Seksi Ketertiban Umum
Drs. Empas Ludang ketika ditanya tentang bagaimana pengaturan yang
dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja kepada pedagang kaki lima,
beliau mengatakan :
“Peran Satpol PP untuk menegakkan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2009 dalam pengaturannya kami selalu memberi tahu dan mengarahkan kepada pedagang kaki lima agar tidak melakukan usahanya di pinggir jalan, di trotoar dan di atas parit (saluran air) supaya semua pedagang kaki lima di Kota Palangka Raya bisa tertib dan patuh mentaati semua aturan yang berlaku serta tidak mengganggu arus lalu lintas kendaraan yang lewat”. (Wawancara, 17 Januari 2013).
Pendapat serupa juga dikatakan oleh Kepala Seksi Operasional dan
Pembinaan Personil Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya
Widarno, SH yang mengatakan : “Apabila pedagang kaki lima
melanggar aturan menempati di atas drainase (saluran air/parit) atau di
53
bahu jalan, maka akan dilakukan penertiban oleh Satuan Polisi
Pamong Praja”. (Wawancara, 17 Januari 2013).
Penertiban dimaksudkan agar padagang kaki lima tidak melakukan
aktifitas berjualannya ditempat yang menjadi larangan pada kawasan
dan waktu yang telah ditentukan Pemerintah Kota Palangka Raya.
Sedangkan Zulkifli salah seorang petugas Seksi Ketertiban Umum
dalam wawancara tanggal 17 Januari 2013 mengatakan bahwa “Satuan
Polisi Pamong Praja sangat berperan dalam mengatur para PKL
(pedagang kaki lima) agar mematuhi Peraturan Daerah Nomor 13
Tahun 2009”
Disisi lain seorang pedagang buah di jalan Diponegoro yang
bernama Ibu Tin ketika ditanya bagaimana petugas Satuan Polisi
Pamong Pamong Praja dalam melakukan pengaturan pedagang kaki
lima, beliau mengatakan : “Pertamanya dibilang dulu baik-baik,
dikasih batas (waktu) berapa lama gitu maksudnya (Satuan Polisi
Pamong Praja) biar gak boleh jualan disini (tempat yang menjadi
larangan berjualan)”. (Wawancara,18 Januari 2013).
Jawaban serupa juga dikatakan oleh Suwandi seorang pedagang
buah yang mengatakan : “Biasanya mereka (Satuan Polisi Pamong
Praja) bilangi dulu pak kalau kami (pedagang kaki lima) mau jualan
setelah sore hari gitu”. (Wawancara, 18 Januari 2013).
Disamping melakukan pengaturan kepada para pedagang kaki lima
yang berjualan di trotoar dan bahu jalan dan di atas drainase (saluran
54
air), Satuan Polisi Pamong Praja juga melakukan sosialisasi agar
pedagang kaki lima yang berjualan pada trotoar dan bahu jalan
memiliki kesadaran untuk berlaku tertib mematuhi aturan yang
ditetapkan Pemerintah Kota Palangka Raya seperti yang dikatakan
Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Palangka Raya Hidayat Udiansyah, BBA :
“Jadi kita (Satuan Polisi Pamong Praja) selalu mensosialisasikan dengan lisan dulu, setelah lisan baru kita inikan (sosialisasikan) tertulis dan dikasih waktu bagi yang melanggar itu (pedagang kaki lima) paling lambat satu minggu supaya segera pindah atau memposisikan lokasi yang tidak melanggar aturan, supaya tidak terkena Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2009” (Wawancara, 17 Januari 2013). Serupa dengan pendapat tersebut, ketika ditanya tentang bagaimana
Satuan Polisi Pamong Praja melakukan sosialisasi kepada pedagang
kaki lima, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya
Drs. Fransiscus Welafubun, MM dalam wawancara tertulis tanggal 22
Januari 2013 mengatakan : “Siaran keliling, surat edaran, dan papan
larangan di lokasi (tempat dimana sering terjadinya pelanggaran oleh
(pedagang kaki lima).
b. Peran Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Penertiban Pedagang Kaki
Lima
Demi keindahan, kebersihan, keamanan, ketentraman dan
ketertiban Kota Palangka Raya, hendaknya setiap pedagang kaki lima
yang berjualan ditempat-tempat yang menjadi larangan berjualan pada
kawasan dan waktu yang telah ditentukan Pemerintah Kota Palangka
Raya mematuhi segala aturan yang telah ditentukan Pemerintah Kota
55
Palangka Raya. Bila ada pedagang yang melanggar aturan tersebut
maka wajib ditertibkan Walikota Palangka Raya atau Pejabat yang
ditunjuk dalam hal ini Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka
Raya. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Daerah
Nomor 13 Tahun 2009 bahwa “Untuk keindahan, kebersihan, dan
keamanan, maka setiap orang yang berjualan pada jalur hijau, trotoar
dan bahu jalan di Wilayah Kota Palangka Raya wajib ditertibkan oleh
Walikota Palangka Raya atau Pejabat yang ditunjuk”.
Dari keterangan diatas petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Palangka Raya secara yuridis mempunyai dasar yang kuat untuk
melaksanakan Penertiban kepada Pedagang kaki Lima yang melanggar
aturan yang telah ditentukan Pemerintah Kota Palangka Raya.
Penertiban yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka
Raya di lakukan dengan pendekatan persuasif seperti yang dikatakan
oleh Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Palangka Raya Hidayat Udiansyah, BBA berikut ini :
“Untuk penertibannya (pedagang kaki lima) kita panggil, kita ingatkan jangan berbuat lagi dengan membuat pernyataan di atas materai dan foto copy KTP (Kartu Tanda Penduduk)”. (Wawancara, tangal 17 Januari 2013).
Hal senada juga diungkapkan oleh Cerio Jaya seorang petugas
Seksi Operasional dan Pembinaan Personil Satuan Polisi Pamong Praja
Kota Palangka Raya yang mengatakan bahwa :
56
“Tiap kali ada penertiban kami (Satuan Polisi Pamong Praja) tidak
akan langsung bertindak, paling tidak kami memberikan
penyuluhan dulu kepada PKL, artinya kami menertibkan PKL
harus sesuai aturan yang ada”. (Wawancara, tanggal 18 Januari
2013).
Di tempat yang sama Zulkifli petugas Seksi ketertiban Umum juga
mengatakan bahwa “Peran kita (Satuan Polisi Pamong Praja) dalam
menertibkan PKL (pedagang kaki lima) adalah dengan cara kita
memberikan surat teguran dengan waktu yang sudah kita tetapkan,
apabila sudah jatuh tempo (batas waktu) tidak diindahkan (tidak
dilaksanakan) maka akan kita ambil tindakan sesuai dengan peraturan
yang ada, atau yang berlaku”. (Wawancara, tanggal 17 Januari 2013).
Hal tersebut juga dikuatkan oleh pernyataan Ibu Samdanah seorang
pedagang buah yang berjualan diatas trotoar di jalan Diponegoro yang
mengatakan : “Biasanya menegur (petugas Satuan Polisi Pamong
Praja) kalau anu (berjualan diatas trotoar) kada (tidak) boleh buka
(berjualan)”. (Wawancara, tanggal 18 Januari 2013).
Jawaban tersebut di amini oleh Yanto, pedagang kaset CD
(Compac Disk) yang berjualan di bahu jalan Yos Sudarso ketika
ditanya pendapatnya tentang Satuan Polisi Pamong Praja yang
mengatakan :
“Lumayan bagus juga sih orangnya Satpol PP tu ya kalau bertindak
tu ya sabar juga sih, ibaratnya kalau razia tu ga langsung di bawa
57
mereka tu, pasti ada peringatan, ibaratnya harus gini,gini,gini
pedagang harus gini, harus mentaati peraturan ini-ini”.
(Wawancara, tanggal 18 Januari 2013).
Di sisi lain Kepala Seksi Operasional dan Pembinaan Personil
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya Widarno, SH saat
ditanya peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam penertiban pedagang
kaki lima mengatakan :
“Polisi Pamong Praja bekerja sama dengan Dinas Pasar sesuai dengan permintaan dari dinas/instansi yang terkait dalam hal ini adalah Dinas Pasar atau berdasarkan laporan daripada warga masyarakat yang mengeluh tentang keadaan (keberadaan) PKL-PKL, sehingga Polisi Pamong Praja melakukan penertiban setelah diberikan instruksi dari Kepala Satuan Polisi Pamong Praja, lalu diterbitkan surat tugasnya, lalu berangkat kelokasi (tempat dimana terjadi pelanggaran oleh PKL) sesuai dengan mekanisme (aturan) yang ada dalam Satuan Polisi Pamong Praja”. (Wawancara, tanggal 17 Januari 2013).
Penertiban yang rutin dilakukan oleh satuan Polisi Pamong Praja
menunjukkan ketidaktahuan pedagang kaki lima tentang Peraturan
Daerah Nomor 13 Tahun 2009, sehingga banyak dari para pedagang
kaki lima yang melanggar aturan yang sudah ditetapkan. Seperti yang
dikatakan Tarmiko salah seorang pedagang mainan anak-anak yang
berjualan dijalan Diponegoro yang mengatakan : “ Kalau Peraturannya
sih saya belum begitu tau, belum juga tahu Peraturannya”.
(Wawancara, 18 Januari 2013).
Pernyataan itu didukung oleh Ibu Samdanah seorang pedagang
buah dijalan Diponegoro, ketika ditanya tentang Peraturan Daerah
58
Nomor 13 Tahun 2009 yang mengatakan : “Kada tau (tidak tahu), apa
yo!!??”. (Wawancara, tanggal 18 Januari 2013).
Ditempat lain, Yanto seorang pedagang kaki lima juga mengatakan :
“Kurang tau sih Pak”. (Wawancara, tanggal 18 Januari 2013).
Ketika ditanya tentang Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2009.
Di lokasi yang sama pendapat berbeda dikatakan oleh ibu Yogi
seorang pedagang bensin eceran dan rokok yang mengatakan : “Tau ja,
ya tahunya dari penyuluhan keliling yang dilakukan Satpol PP”.
(Wawancara, tanggal 18 Januari 2013).
Banyaknya pedagang kaki lima yang tidak mengetahui tentang
Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2009, menandakan belum
maksimalnya penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan oleh Satuan
Polisi Pamong Praja kepada pedagang kaki lima dalam menyampaikan
informasi yang jelas tentang aturan-aturan yang ditetapkan Pemerintah
Kota Palangka Raya.
Adanya oknum yang melakukan pungutan liar kepada pedagang
kaki lima juga merupakan masalah yang ditemui dalam penertiban
pedagang kaki lima yang mengatasnamakan Satuan Polisi Pamong
Praja ataupun instansi lainnya seperti yang dikatakan Tarmiko
pedagang mainan anak-anak :
“Kalau waktu itu jujur saja, waktu baru-baru saya berdagang didepan, saya per-per aja, saya mau dimasukan (ditertibkan) kena per-per aja saya yang salah, waktu baru datang kesitu (berjualan) ada yang mengaku, kada tau jua, ada yang pakaian dinas satu (orang), ada yang pakaian preman satu, minta uang sama saya, saya gak kasih, oleh karna apa saya jualan ja sepi, jualan susah, minta uang rokok dia bilang,
59
kalau rokok ya saya kasih rokok aja, ambil rokok, hisap. Kalau minta uang rokok maaf, maaf saja, bukan saya gak mau ngasih, saya ja susah, sakit bejualan ja ku bilang, ya itu aja. Cuma beberapa minggu lalu langsung ja penggusuran, ga tau apa sebabnya”. (Wawancara, tanggal 18 Januari 2013).
Masih menurut Tarmiko pedagang yang setiap harinya berjualan di
bahu jalan di depan SMPN-2 ini, ketika ditanya tentang mengapa
masih berjualan di tempat ini, dia mengatakan :
“Ya, intinya sih mana bisa berjualan ke lokasi lain lagi selain ini, ya menurut saya sih ga terlalu mengganggu, anak-anak sudah pulang sekolah, ibaratnya berjualan sore, mau ga mau, mau ga mau ya harus bertahan tetap disini. Mau ga mau itu oleh karna terdesak kebutuhan hidup. Ya, ibaratnya perut harus dikasih makan, anak perlu biaya, jajan, mau kada mau ga perduli peraturan-peraturan gimana. Asli!! (Wawancara, tanggal 18 Januari 2013).
Katanya ketika ditanya.
Selain karena terdesak oleh kebutuhan hidup, alasan pedagang kaki
lima yang masih tetap berjualan dilokasi yang menjadi larangan untuk
melakukan aktifitas dagangnya, karena alasan lokasi yang strategis
seperti yang dikatakan Yanto pedagang kaset CD (Compac Disk) : “Ya
memang karena disini yang potensi Pak ya, kalau ditempat lain kan
mungkin kurang pendapatan, kalau dagang ni kan ga cuma sembarang
tempat, cari yang strategis juga Pak ya”. (Wawancara, tanggal 18
Januari 2013).
Alasan serupa juga dikatakan oleh Ibu Tin, pedagang buah di jalan
Diponegoro yang mengatakan : “Ya karena gimana, pas tempatnya
untuk bisa usaha, maksudnya apa gitu, dekat dengan teman-teman
60
sama-sama jualan buah, jadi rame gitu lah”. (Wawancara, tanggal 18
Januari 2013).
Ditempat yang berbeda seorang pedagang buah yang bernama
Nanang juga mengatakan hal yang serupa : “Habis mau kayak apa
(bagaimana) lagi pak disini ja yang ramai banyak yang menukar
(membeli), banyak orang lalu lalang (lewat) disini, kalo (kalau)
ditempat lain kan agak sepi”. (Wawancara, tanggal 18 Januari 2013).
c. Peran Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Pengawasan Pedagang Kaki
Lima
Demi tercapainya maksud dan tujuan dari cita-cita Peraturan
Daerah Nomor 13 Tahun 2009, yaitu agar keberadan para pedagang
kaki lima di Kota Palangka Raya tidak merubah Tata Kota Cantik
Palangka Raya. Hal itu sesuai dengan Pasal 2 ayat (1 dan 2) Peraturan
Daerah Nomor 13 Tahun 2009 yang menyatakan “Maksud, mengatur
pedagang kaki lima di Kota Palangka Raya sesuai dengan Motto Kota
Cantik Palangka Raya. Tujuan, membina pedagang kaki lima sesuai
yang telah ditetapkan Walikota Palangka Raya”.
Untuk melaksanakan maksud dan tujuan dari Peraturan Daerah
Nomor 13 Tahun 2009, Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka
Raya melakukan pengawasan terhadap pedagang kaki lima.
Pengawasan yang dilakukan adalah dengan melaksanakan kegiatan
Patroli secara rutin yang sudah menjadi agenda bulanan di Satuan
61
Polisi Pamong Praja. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Bidang
Ketentraman dan Ketertiban Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Palangka Raya Hidayat Udiansyah, BBA yang mengatakan :
“Untuk pengawasannya (pedagang kaki lima) kita cukup satu bulan
(sebanyak) empat belas kali (patroli rutin), minimal dua hari
sekali”. (Wawancara, tanggal 17 Januari 2013).
Senada dengan itu Zulkifli, petugas Seksi Ketertiban Umum
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya mengatakan :
“Dalam pengawasan PKL (pedagang kaki lima), terkadang setiap satu
bulan ada tiga sampai empat kali patroli keliling dan melihat situasi
dan kondisi dilapangan (keberadaan) para PKL”. (Wawancara, tanggal
17 Januari 2013).
Pendapat yang serupa juga dikatakan oleh Karto pedagang buah
yang berjualan di jalan Diponegoro yang mengatakan : “Biasanya sih
pak kalau pagi, kadang sampai tengah hari juga mereka (Satuan Polisi
Pamong Praja) sering keliling gitu, patroli banyak gitu orangnya
(petugasnya). Bilangi kami gak (tidak) boleh jualan maksudnya kalau
pagi hari sampai kira-kira jam 2 (dua) siang, baru kami boleh jualan”.
(Wawancara, tanggal 18 Januari 2013).
Pendapat yang hampir sama juga dikatakan oleh Rahman pedagang
buah yang sehari-harinya menggunakan pick-up sebagai tempat
menaruh dagangannya yang mengatakan : “Kalau mereka sering
patroli kami kada (tidak) berani jua (juga) berjualan disini, kecuali
62
kalau waktu yang sudah ditentukan untuk berjualan kami wani ja
(berani saja) atau pas mereka jarang patroli wani ja (berani saja) kami
berjualan pagi hari”. (Wawancara, tanggal 18 Januari 2013).
Perlunya kerja sama dan koordinasi antar instansi terkait
merupakan hal yang selalu dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja.
Koordinasi dimaksudkan agar dalam setiap bertugas dilapangan dapat
berjalan dengan lancar seperti yang dikatakan Kepala Bidang
Ketentraman dan Ketertiban Hidayat Udiansyah, BBA yang
mengatakan :
“Ya memang didalam melaksanakan tugas Satuan Polisi Pamong Praja berkoordinasi dengan Dinas Pasar, Tata Kota, dan Dinas Perhubungan, karena itu kan Dinas Perhubungan masalah lalu lintasnya, Dinas Pasar masalah aturannya berdagang di wilayah lokasi tertentu, Tata Kota kan penataannya kan kita inikan (Peraturannya) sesuai apa tidak”. (Wawancara, tanggal 17 Januari 2013).
Dengan perannya sebagai Pengaturan, Penertiban serta
Pengawasan kepada para pedagang kaki lima pelanggaran yang
dilakukan pedagang kaki lima tentunya akan menurun, namun ketika
pada saat musim buah akan banyak pelanggaran yang dilakukan oleh
pedagang kaki lima yang berjualan buah musiman. Seperti yang
dikatakan oleh Sekretaris Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka
Raya Charles Kadarismanto, SH yang mengatakan :
“Kalau menurun atau meningkat elastis saja, karena ketika pada musim buah itu meningkat, tapi ketika tidak musim buah maka menurun, jadi itu musiman saja, jadi tidak bisa dikategorikan oow tahun ini menurun oow tidak kalau kecuali tahun itu tidak musim buah. Jadi PKL inikan kebanyakan yang meresahkan itu adalah pedagang buah, ketika musim durian dia (PKL) itu meningkat, tapi ketika durian
63
sudah tidak ada itu menurun. Jadi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi itu tergantung musim, jadi kadang-kadang naik, kadang-kadang turun. Jadi perannya terus mengawasi keberadaan pedagang kaki lima, dan dari informasi masyarakat”. (Wawancara, tanggal 21 Januari 2013)
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai kewajiban menjaga ketertiban
umum, sesuai dengan Pasal 148 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa “Untuk
membantu Kepala Daerah dalam menegakan Peraturan Daerah dan
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk
Satuan Polisi Pamong Praja”. Hal tersebut sesuai juga dengan Pasal 6 (a)
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa : “Polisi
Pamong Praja berwenang melakukan tindakan penertiban nonyustisial
terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan
pelanggaran atas Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Kepala Daerah”.
Mengacu pada Peraturan Perundang-undangan tersebut, Satuan Polisi
Pamong Praja hendaknya selalu melakukan tugasnya secara profesional dalam
menjaga ketentraman dan ketertiban umum di Kota Palangka Raya. Terkait
tentang keberadan padagang kaki lima, Satuan Polisi Pamong Praja di dalam
melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan aturan yang berlaku dan
mengikuti Prosedur yang telah ditetapkan.
1. Peran Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Pengaturan Pedagang Kaki Lima
Pengaturan pedagang kaki lima oleh Satuan Polisi Pamong Praja
dilakukan untuk menata dan membina pedagang kaki lima di Kota
64
Palangka Raya agar keberadaan pedagang kaki lima yang melakukan
aktifitas di trotoar, bahu jalan, jalur hijau, serta fasilitas umum lainnya
tidak merusak tata Kota Cantik Palangka Raya. Pengaturan pedagang kaki
lima dilakukan dengan tujuan agar keberadaan mereka tidak meresahkan,
merusak dan mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
serta fasilitas umum lainnya.
Ketertiban umum dan ketentraman masyarakat adalah suatu keadaan
dinamis yang memungkinkan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
Masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tentram, tertib dan
teratur.
Fasilitas umum adalah lahan, bangunan/peralatan atau perlengkapan
yang disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk dipergunakan oleh
masyarakat luas. Fasilitas umum yang dimaksud adalah :
a. Trotoar, yaitu bahu jalan yang dipertinggi dengan konstruksi yang
diperuntukkan bagi pejalan kaki. Karena bahu jalan tersebut
merupakan bagian dari jalan yang letaknya berada di luar jalur lalu
lintas.
b. Jalur hijau, yaitu fasilitas umum lainnya yang merupakan jalur tanah
terbuka yang meliputi taman, lapangan olah raga, taman monumen,
yang pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Berdasarkan keterangan diatas, segala aktifitas pedagang kaki lima
yang melakukan usahanya pada tempat-tempat tersebut akan dilakukan
65
pengaturan dan penataan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka
Raya. Pengaturan dan penataan pedagang kaki lima dimaksudkan agar :
a. Pedagang kaki lima tidak melakukan kegiatan usahanya di jalan,
trotoar, jalur hijau, dan fasilitas umum;
b. Pedagang kaki lima tidak mendirikan tempat usaha yang bersifat semi
permanen atau permanen;
c. Pedagang kaki lima tidak melakukan kegiatan usahanya yang
menimbulkan kerugian dalam hal kebersihan, keindahan, ketertiban
dan keamanan;
d. Pedagang kaki lima tidak melaksanakan kegiatan yang dapat
menghambat kelancaran lalu lintas umum, seperti kendaraan bermotor
serta pejalan kaki;
e. Pedagang kaki lima tidak menggunakan bahan atau material sebagai
tempat usaha yang melebihi ketentuan yang telah di izinkan oleh
Walikota Palangka Raya;
f. Pedagang kaki lima tidak berpindah tempat dan memindah tangankan
izin tanpa sepengetahuan dan seizin Walikota Palangka Raya;
g. Pedagang kaki lima tidak menelantarkan dan atau membiarkan kosong
tanpa kegiatan secara terus-menerus selama 1 (satu) bulan;
h. Pedagang kaki lima tidak menjadikan tempat usaha sebagai tempat
penyimpanan, penimbunan barang dan atau tempat tinggal; dan
66
i. Pedagang kaki lima tidak memperdagangkan barang-barang yang
dilarang oleh Pemerintah berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan
yang berlaku.
Didalam menetapkan suatu kawasan yang hendak dijadikan sebagai
tempat berkumpulnya pedagang kaki lima melakukan aktifitas usahanya,
Walikota Palangka Raya harus mempertimbangkan kepentingan umum,
sosial, pendidikan, ekonomi, kebersihan, ketertiban, keamanan
dilingkungan sekitarnya.
Kepentingan-kepentingan yang dimaksud tersebut yaitu seperti Jalan
Raya, lingkungan di sekitar Rumah Sakit, Sekolah dan lain sebagainya.
Untuk mewujudkan hal tersebut Pemerintah Kota Palangka Raya harus
mengatur dan menata dengan baik lokasi yang ingin dijadikan tempat
berjualan, lokasi yang ingin ditetapkan sebagai tempat usaha pedagang
kaki lima, jenis jualan, serta jenis tenda yang digunakan, agar keberadaan
mereka bisa menjadi daya tarik Pariwisata bagi Daerah, dan dapat
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta kesejahteraan
masyarakat dan tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban umum.
Pengaturan yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka
Raya dilakukan dengan pendekatan persuasif kepada pedagang kaki lima,
yaitu dengan cara memberikan teguran, peringatan kepada pedagang kaki
lima agar tidak melakukan aktifitas usahanya di trotoar, di atas drainase,
maupun di tempat yang menjadi fasilitas umum lainnya.
67
Apabila teguran yang disampaikan oleh petugas Satuan Polisi Pamong
Praja tidak di laksanakan maka petugas Satuan Polisi Pamong Praja
memberikan teguran secara tertulis, yaitu berupa surat edaran yang
diberikan kepada pedagang kaki lima agar segera pindah atau
memposisikan usahanya ke lokasi lain yang tidak melanggar aturan seperti
meletakkan barang dagangannya sebelum drainase (saluran air).
Jika teguran yang diberikan berupa teguran lisan dan surat edaran tidak
dilaksanakan, maka akan dilakukan pemanggilan kepada pedagang kaki
lima kekantor Satuan Polisi Pamong Praja yang melakukan pelanggaran
tersebut. Pemanggilan kepada pedagang kaki lima dilakukan untuk
membuat surat pernyataan diatas materai enam ribu, atas pelanggaran yang
dilakukan pedagang kaki lima agar tidak mengulangi perbuatannya
tersebut.
Mengacu pada uraian diatas, peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam
pengaturan pedagang kaki lima di Kota Palangka Raya merupakan amanat
yang diberikan oleh Pemerintah Kota Palangka Raya dalam melaksanakan
penyelenggaraan urusan Pemerintah Kota dibidang ketentraman dan
ketertiban umum, Peraturan Daerah dan Keputusan dan atau Peraturan
Walikota yang dibebankan kepada Satuan Polisi Pamong Praja untuk
mengatur, menata keberadaan pedagang kaki lima di Kota Palangka Raya,
melaksanakan ketentraman dan ketertiban umum sesuai dengan program,
dan melakukan hubungan yang baik dengan pedagang kaki lima maupun
masyarakat agar segala aturan yang sudah dirumuskan dan disusun dapat
68
tercipta suatu kondisi masyarakat yang tertib dan teratur ditengah
masyarakat Kota Palangka Raya.
2. Peran Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima
Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas menegakkan Peraturan
Daerah dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat serta memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Memperhatikan tugas Satuan Polisi Pamong Praja sebagai penyelenggara
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, Satuan Polisi Pamong
Praja mempunyai peran yang strategis dalam :
a. Melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga
masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran
atas Peraturan Daerah dan atau Peraturan Kepala Daerah.
b. Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang
mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
c. Fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan
masyarakat.
d. Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas
Peraturan Daerah dan atau Peraturan Kepala Daerah.
e. Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas
Peraturan Daerah dan atau Peraturan Kepala Daerah.
69
Terkait dengan pedagang kaki lima yang keberadaannya berada di
lokasi-lokasi yang menjadi fasilitas umum, sebagai tempat aktifitas
masyarakat luas, maka Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai kewajiban
untuk menertibkan pedagang kaki lima yang melakukan pelanggaran dari
aktifitas usaha yang dilakukan pedagang kaki lima di trotoar, jalur hijau
dan fasilitas umum lainnya agar tercipta kondisi masyarakat yang aman,
tentram, tertib dan teratur. Penertiban yang dilakukan Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Palangka Raya dilakukan dengan mentaati prosedur
yang sudah ditetapkan yaitu dengan cara :
a. Pemberitahuan, yaitu berupa penyuluhan dan teguran. Penyuluhan
adalah sosialisasi mengenai peraturan-peraturan yang ditetapkan
Pemerintah Kota Palangka Raya, tentang larangan melakukan kegiatan
usaha diatas trotoar, jalur hijau, drainase maupun fasilitas umum
lainnya. Sedangkan teguran, yaitu berupa himbauan atau pernyataan
lisan yang disampaikan petugas Satuan Polisi Pamong Praja kepada
pedagang kaki lima secara langsung agar tidak melakukan aktifitas
usahanya pada lokasi atau tempat yang dilarang Pemerintah Kota
Palangka Raya.
b. Surat peringatan, yaitu berupa perintah yang disampaikan secara
tertulis dari pejabat yang berwenang, oleh petugas Satuan Polisi
Pamong Praja kepada pedagang kaki lima agar segera memindahkan
segala aktifitas usahanya di lokasi atau tempat yang di larang
Pemerintah Kota Palangka Raya.
70
Pemberian surat peringatan melalui tiga tahap yaitu, surat peringatan
kesatu, kedua, dan surat peringatan ketiga. Dan masing-masing
tahapan memiliki batas waktu paling lambat satu minggu sejak surat
peringatan tersebut dibuat
c. Penertiban, yaitu sikap yang diambil Satuan Polisi Pamong Praja untuk
menyita segala perlengkapan usaha yang digunakan pedagang kaki
lima dalam menjalankan aktifitas usahanya. Penertiban yang dilakukan
Satuan Polisi Pamong Praja di sertai dengan tindakan, yaitu sikap
Satuan Polisi Pamong Praja dalam memberikan sanksi kepada
pedagang kaki lima yang melanggar aturan berupa pernyataan tertulis
di atas materai untuk tidak mengulangi perbuatannya dan mematuhi
segala aturan yang dibuat dan ditetapkan Pemerintah Kota Palangka
Raya.
Perilaku oknum yang mengatasnamakan Satuan Polisi Pamong Praja
maupun Instansi lainnya merupakan masalah yang menjadi kendala dalam
penertiban pedagang kaki lima. Hal itu dikarenakan oknum yang meminta
sesuatu berupa imbalan kepada pedagang kaki lima sebagai jaminan
kepada pedagang kaki lima agar leluasa melakukan kegiatan usahanya di
tempat-tempat atau lokasi yang menjadi larangan usaha bagi pedagang
kaki lima.
Tidak tegasnya sikap Satuan Polisi Pamong Praja, baik kepada
pedagang kaki lima yang melakukan pelanggaran Peraturan Daerah,
maupun kepada oknum yang mengatasnamakan Satuan Polisi Pamong
71
Praja maupun Instansi lainnya, menjadikan aktifitas usaha yang dilakukan
pedagang kaki lima menjadi sulit untuk ditertibkan.
Rendahnya kedisiplinan yang dimiliki pedagang kaki lima dalam
mentaati peraturan yang di buat Pemerintah Kota Palangka Raya
menunjukkan rendahnya jiwa seorang wirausaha yang dimiliki pedagang
kaki lima.
Hal itu ditunjukkan dengan keberadaan pedagang kaki lima di tempat-
tempat atau lokasi yang seharusnya menjadi tempat fasilitas umum, yang
menjadikan lokasi tersebut sebagai tempat usaha dan sebagai tempat
mencari keuntungan semata. Dengan alasan yang beragam pedagang kaki
lima berdalih, seperti karena lokasi usahanya berada ditempat yang
strategis, tidak ada tempat lain yang cocok untuk melakukan aktifitas
usahanya serta beragam alasan lainnya yang menyebabkan pedagang kaki
lima tidak tahu dan tidak mau tahu tentang Peraturan yang dibuat oleh
Pemerintah Kota Palangka Raya.
Seorang wirausaha yang sejati seharusnya mentaati segala peraturan
yang dibuat oleh Pemerintah untuk kepentingan bersama, dengan mencari
lokasi usaha yang tidak mengganggu aktifitas masyarakat demi tercipta
ketentraman dan ketertiban umum.
Keindahan, kebersihan, dan keamanan menjadi tanggung jawab
bersama, baik Pemerintah Kota, Pedagang Kaki Lima maupun Masyarakat
agar dapat melakukan kegiatannya dengan tentram, tertib dan teratur.
72
3. Peran Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Pengawasan Pedagang Kaki
Lima
Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari
adanya kemungkinan pelanggaran atau penyimpangan atas tujuan yang
akan di capai. Melalui pengawasan diharapkan dapat membantu
melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan
yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan melalui
pengawasan tercipta suatu aktifitas yang berkaitan erat dengan penentuan
atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah di
laksanakan.
Terkait dengan keberadaan pedagang kaki lima, pengawasan Satuan
Polisi Pamong Praja terhadap pedagang kaki lima dilakukan dengan
melaksanakan kegiatan patroli yang sudah dilakukan secara rutin oleh
Satuan Polisi Pamong Praja.
Patroli adalah kegiatan yang dilakukan oleh petugas Satuan Polisi
Pamong Praja dilakukan secara berkelompok terdiri dari sepuluh (10)
orang atau lebih, menggunakan kendaraan roda empat (pick-up). Patroli
dilakukan dengan tujuan :
a. Untuk mengetahui sejauhmana pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan pedagang kaki lima
b. Untuk mengetahui kondisi dilapangan pedagang kaki lima
Patroli yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja dengan cara
memantau keberadaan pedagang kaki lima yang melakukan aktifitas pada
73
tempat-tempat atau lokasi yang menjadi larangan untuk aktifitas usaha
pedagang kaki lima pada waktu yang telah ditentukan oleh Pemerintah
Kota Palangka Raya.
Pengawasan dengan cara melakukan patroli diharapkan dengan
maksud semua pedagang kaki lima tunduk pada Peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku. Di dalam melaksanakan tugasnya mengawasi
pedagang kaki lima, Satuan Polisi Pamong Praja selalu melakukan
kooordinasi dengan Instansi terkait sesuai dengan tugas yang dijalankan
dan diembankan.
Koordinasi yang dijalankan haruslah terpusat, sehingga ada unsur-
unsur pengendalian guna menghindari tiap-tiap bagian bergerak sendiri-
sendiri. Koordinasi harus terpadu, keterpaduan pekerjaan menunjukkan
keadaan yang saling mengisi dan memberi. Koordinasi harus
berkesinambungan yaitu rangkaian kegiatan yang saling menyambung,
selalu terjadi, selalu diusahakan dan selalu ditegaskan adanya keterkaitan
dengan kegiatan sebelumnya. Koordinasi harus menggunakan pendekatan
multi intansional, dengan ujud saling memberikan informasi yang relevan
untuk menghindarkan saling tumpang tindih tugas yang satu dengan tugas
yang lain.
Koordinasi yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja dilakukan pada
saat akan mengadakan kegiatan patroli. Koordinasi yang dilakukan
tergantung jenis tugas yang diberikan, jika tugas yang diberikan
berhubungan dengan pedagang kaki lima, maka Satuan Polisi Pamong
74
Praja melakukan koordinasi dengan Dinas Pasar dan Kebersihan yang
memiliki aturan tentang usaha yang dijalankan pedagang kaki lima.
Selain melakukan pengawasan yang berkoordinasi dengan Instansi
terkait, Satuan Polisi Pamong Praja juga melakukan sosialisasi kepada
pedagang kaki lima, yaitu berupa penyuluhan-penyuluhan peraturan
tentang pedagang kaki lima. Sosialisasi dimaksudkan untuk memberikan
pengetahuan dan kesadaran kepada pedagang kaki lima agar mematuhi
aturan yang dibuat untuk ketentraman dan ketertiban masyarakat.
Sosialisasi merupakan cara yang dipakai untuk memperkenalkan apa yang
ingin disampaikan dan ingin diterapkan di suatu lingkungan masyarakat.
Sosialisasi yang disampaikan yaitu berupa Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun
2009 tentang pedagang kaki lima. Sosialisasi berisikan tentang himbauan,
peringatan, dan larangan kepada pedagang kaki lima untuk tidak melakukan
aktifitas usahanya ditempat yang menjadi fasilitas umum.
Keterbatasan sarana yang disediakan oleh Pemerintah Kota Palangka Raya
sebagai tempat atau lokasi berjualan merupakan salah satu pemicu banyaknya
pedagang kaki lima yang melakukan pelanggaran pada aturan yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Kota Palangka Raya. Di samping hal tersebut,
banyaknya ketidaktahuan pedagang kaki lima tentang Peraturan Daerah
Nomor 13 Tahun 2009, hendaknya Pemerintah Kota Palangka Raya terus-
menerus melakukan sosialisasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2009
tentang pedagang kaki lima. Penertiban yang sering dilakukan dan sanksi yang
sering diberikan Pemerintah Kota Palangka Raya bukan menjadi cara yang
75
terbaik tanpa di iringi dengan pemberian solusi yang tepat kepada pedagang
kaki lima, yaitu salah satunya dengan menyediakan tempat yang layak, aman,
serta nyaman bagi pedagang kaki lima agar keberadan mereka menjadikan
daya tarik wisata bagi Kota Palangka Raya.
Koordinasi antar Instansi yang terkait dan Masyarakat serta Pedagang kaki
Lima sangat diharapkan untuk terus ditingkatkan dan dijaga, sehingga apa
yang diharapkan Pemerintah dan masyarakat Kota Palangka Raya, yaitu
tercipta suasana Kota Palangka Raya yang bersih, rapi, aman, tentram, tertib
dan teratur sesuai Motto-nya sebagai Kota Cantik.
76
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti
diatas, diperoleh kesimpulan :
1. Peran yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya
dalam pengaturan pedagang kaki lima sudah cukup baik dan terarah
karena mengikuti prosedur serta aturan-aturan yang ada di Satuan Polisi
Pamong Praja, dan hal tersebut mampu menciptakan ketentraman dan
ketertiban umum ditengah masyarakat Kota Palangka Raya. Pengaturan
yang telah dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya
antara lain :
a. Pedagang kaki lima di larang melakukan aktifitas usahanya di trotoar,
bahu jalan dan diatas drainase pada kawasan dan waktu yang telah
ditetapkan pemerintah Kota Palangka Raya.
b. Pengaturan pedagang kaki lima di lakukan dengan cara humanis, yaitu
pendekatan persuasif kepada para pedagang kaki lima dengan cara
teguran secara lisan, teguran tertulis, dan surat pemanggilan kepada
pedagang kaki lima.
c. Sosialisasi merupakan bagian terpenting dalam melakukan pengaturan
pedagang kaki lima yang dilakukan dengan cara peringatan berupa
siaran keliling, penyebaran surat edaran kepada pedagang kaki lima,
77
dan pemasangan papan larangan di kawasan atau lokasi yang menjadi
larangan berjualan.
2. Peran yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya
dalam penertiban pedagang kaki lima masih belum maksimal dan kurang
tegasnya tindakan yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja dalam
memberikan sanksi yang tegas kepada pedagang kaki lima. Adapun
penertiban yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja antara lain :
a. Melakukan penyuluhan kepada para pedagang kaki lima
b. Melakukan pemanggilan secara personal dengan membuat surat
pernyataan di atas materai
c. Berdasarkan laporan dari masyarakat tentang keberadaan pedagang
kaki lima yang meresahkan
3. Peran yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya
dalam pengawasan pedagang kaki lima belum baik dan belum maksimal,
karena patroli rutin yang sering dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja
belum mampu mengurangi jumlah pedagang yang sering melanggar
ketentuan yang telah ditetapkan, yaitu jam buka untuk diperbolehkannya
berjualan pada lokasi-lokasi yang telah ditetapkan Pemerintah Kota
Palangka Raya. Pengawasan yang dilakukan tersebut adalah kegiatan
patroli rutin pada lokasi yang menjadi tempat-tempat yang dilarang untuk
melakukan aktifitas berjualan pada waktu yang telah ditentukan, yang
dilakukan secara intensif disetiap bulannya, dilakukan sebanyak minimal
dua kali dalam satu minggunya.
78
B. Saran
Dari hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan diatas saran yang
disampaikan peneliti antara lain :
1. Untuk Pemerintah Kota Palangka Raya Dan Satuan Polisi Pamong Praja
Kota Palangka Raya
a. Agar lebih intensif melakukan sosialisasi dan pengawasan kepada
pedagang kaki lima pada kawasan yang menjadi larangan aktifitas
pedagang kaki lima.
b. Peraturan yang dibuat hendaknya bisa lebih tegas dalam memberikan
sanksi kepada pedagang kaki lima yang melanggar aturan.
c. Menindak tegas perilaku petugas Satuan Polisi Pamong Praja yang
menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan.
d. Memberikan tempat relokasi yang layak, aman dan nyaman bagi
pedagang kaki lima.
e. Menata dengan baik pedagang kaki lima sesuai dengan jenis dan
bentuk usahanya agar mampu menjadi daya tarik wisata bagi daerah
dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
2. Untuk Pedagang Kaki Lima Di Kota Palangka Raya
a. Agar lebih mengetahui dan memahami serta mematuhi segala aturan
yang dibuat dan ditetapkan Pemerintah Kota Palangka Raya
b. Untuk tidak memberikan sesuatu berupa apapun kepada oknum yang
mengatasnamakan Satuan Polisi Pamong Praja maupun instansi
lainnya
79
c. Jangan melakukan tindakan berlindung kepada oknum yang
mengatasnamakan Satuan Polisi Pamong Praja maupun instansi
lainnya dengan memberikan imbalan dan sesuatu berupa apapun
80
DAFTAR PUSTAKA
Basrowi dan Suwandi, 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta :
PT.Rineka Cipta
Budiman Lumban Gaol, 2010. Analisis Upaya Penanganan Ketertiban Pedagang
Kaki Lima di Kabupaten Katingan. (Studi Kasus di Kecamatan Katingan
Hilir). Tidak diterbitkan.
Departemen Pendidikan Nasional, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai
Pustaka : Jakarta
Moleong Lexy J, 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Miles B. Matthew dan Huberman A. Michael, 1992. Analisis Data Kualitatif.
Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Prees)
Pemerintah Kota Palangka Raya, 2010. Kota Palangka Raya Dalam Angka.
Palangka Raya : Badan Pusat Statistik
Pemerintah Kota Palangka Raya, 2008. Profil Kelembagaan Pemerintah Kota
Palangka Raya. Palangka Raya : Bag ORTAL. Setda
Peraturan Daerah Kota Palangka Raya Nomor 13 Tahun 2009 tentang
Pengaturan, Penertiban, dan Pengawasan Pedagang Kaki lima.
Peraturan Daerah Kota Palangka Raya Nomor 11 Tahun 2007 tentang
Pembentukan Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Palangka Raya.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja.
81
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2005 tentang Pedoman
Prosedur Tetap Operasional Satuan Polisi Pamong Praja.
Peraturan Daerah Kota Palangka Raya Nomor 22 Tahun 2012 tentang Uraian
Tugas Jabatan Struktural Di Lingkungan Satuan Polisi Pamong Praja
Kota Palangka Raya.
Satuan Polisi Pamong Praja, 2012. Profil Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Palangka Raya. Palangka Raya : Satpol PP Kota Palangka Raya
Sugiyono, 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV Alfabeta
Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung : CV
Alfabeta
Suryabrata Sumadi, 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rajawali Pers
Sarwono Jonathan, 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Tangkilisan Hessel S Nogi, 2002. Kebijakan Dan Manajemen Otonomi Daerah.
Yogyakarta : Lukman Offset
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.