Download - 02 susi proposall revisi 20120303
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 1/45
I. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan
potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan
diakui oleh masyarakat. Bahkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) disebutkan bahwa setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan, dan pada ayat (3) ditegaskan bahwa Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Untuk itu,
seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang
merupakan salah satu tujuan negara Indonesia.
Dunia pendidikan yang disorot sebagai sektor yang belum berhasil
mengemban misi mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan fenomena yang selama
ini menjadi tudingan berbagai pihak. Perilaku masyarakat yang menyimpang menjadi
bukti bahwa pendidikan belum mampu menjadi solusi pengembangan misi itu
sendiri. Hal ini tentu berkaitan erat dengan bagaimana proses belajar yang dialami
oleh setiap individu dalam setiap jenjang pendidikan yang dilalui. Tudingan tersebut
amat bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional itu sendiri sebagaimana
pada penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional :
“Pembaharuan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk
memperbaharui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan
nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang
menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah”.
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 2/45
Jelaslah dalam hal ini bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab (http.ri.go.id/uu/sisdiknas , diakses 12 Desember 2011). Namun kenyataannya
fenomena yang terjadi pada dunia pendidikan pada kenyataannya masih terjadi kasus-
kasus ketidakjujuran, dikalangan siswa sering muncul menyertai aktivitas belajar
mengajar tetapi jarang menjadi pembahasan dalam wacana pendidikan Indonesia. Seperti
misalnya dalam sebuah studi disebutkan bahwa lebih dari 50 persen dan terkadang
hingga 80 persen - para siswa dilaporkan pernah menyontek (Kompas, Senin, 18 Agustus
2008). Kurangnya pembahasan mengenai masalah ini, umumnya masyarakat
menganggap kasus ini merupakan hal yang remeh dan wajar, serta tidak berbahaya
karena tidak mengandung unsur kekerasan (violence).
Aktivitas ketidakjujuran dalam pendidikan sebenarnya merupakan masalah
serius. Ketidakjujuran dalam pendidikan bertentangan dengan tujuan pendidikan
nasional. Tujuan pendidikan nasional bukan sekedar membentuk peserta didik yang
pintar dengan memperoleh nilai tinggi di setiap mata pelajaran. Namun, seperti dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab II Pasal 3 bahwa, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 3/45
demokratis serta bertanggung jawab (h ttp.ri.go.id/peraturan perundangan/uu/2003/uu
sisdiknas sisdiknas, diakses 12 Desember 2011).
Perilaku mencontek (cheating) merupakan salah satu fenomena pendidikan yang
sering dan bahkan selalu muncul menyertai aktivitas proses pembelajaran. Perilaku
mencontek (cheating) adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang secara ilegal atau
tidak sah atau curang untuk tujuan yang sah atau terhormat, yang bertujuan memperoleh
suatu keberhasilan atau menghindari kegagalan dalam menyelesaikan tugas akademik
terutama yang berkaitan dengan evaluasi atau ujian hasil belajar.
Salah satu indikasi bahwa siswa cenderung mencontek adalah karena tuntutan
orang tua yang menghendaki anaknya menjadi anak super. Siswa yang terbiasa
menyontek akan senang menggantungkan pencapaian hasil belajarnya pada orang lain
atau sarana tertentu dan bukan pada kemampuan dirinya sendiri. Keyakinan tentang
kemampuan dirinya ini, dalam istilah Psikologi dikenal sebagai Self-Efficacy.
Menurut Bandura (dalam Sunawan, 2005), Individu yang memiliki Self-Efficacy
yang rendah merasa tidak memiliki keyakinan bahwa mereka dapat menyelesaikan tugas,
maka dia berusaha untuk menghindari tugas tersebut. Self-Efficacy yang rendah tidak
hanya dialami oleh individu yang tidak memiliki kemampuan untuk belajar, tetapi
memungkinkan dialami juga oleh individu berbakat.
Ketika anak merasa tidak memiliki kemampuan atau dengan kata lain Self-
Efficacy-nya kembali rendah mungkin akan melakukan dua hal. Pertama perilaku positif
yaitu berusaha menutupi kekurangannya dengan belajar supaya ia lebih mampu atau
menguasai suatu hal. Kedua, perilaku negatif, yaitu ia berusaha mengambil jalan pintas
yaitu mencontek.
Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan belajar seorang siswa adalah
persepsinya terhadap tuntutan orang tuanya.
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 4/45
Persepsi pada umumnya terjadi karena dua faktor, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri individu, misalnya sikap,
kebiasaan, dan motivasi. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang
berasal dari luar individu yang meliputi stimulus itu sendiri, baik sosial maupun
fisik.
Berbeda dengan persepsi terhadap benda mati seperti meja, mesin atau
gedung, persepsi terhadap individu adalah kesimpulan yang berdasarkan tindakan
orang tersebut. Objek yang tidak hidup dikenai hukum-hukum alam tetapi tidak
mempunyai keyakinan, motif atau maksud seperti yang ada pada masing-masing
individu. Akibatnya individu akan berusaha mengembangkan penjelasan-penjelasan
mengapa berperilaku dengan cara-cara tertentu. Oleh karena itu, persepsi dan
penilaian individu terhadap seseorang akan cukup banyak dipengaruhi oleh
pengandaian-pengandaian yang diambil mengenai keadaan internal orang itu
(Robbins, 2003). Demikian pula persepsi anak terhadap orang tuanya, terutama
persepsi terhadap tuntutan orang tuanya.
Orang tua sebagai pendidik memilih pola asuh yang sesuai dalam
mempengaruhi perkembangan anak, serta membimbingnya kepada kehidupan yang
layak dan bermartabat. Proses pengasuhan selalu bersifat dinamis dalam mencari
bentuk atau pola asuh yang lebih efektif dan baik. Bentuk-bentuk pola asuh yang
yang diterapkan orang tua akan menghadirkan berbagai persepsi terhadap sikap-
sikap orang tua. Orang tua yang demokratis lebih dipersepsi anak tidak terlalu
menuntut akan prestasi anak, tetapi pada pola asuh otoriter anak cenderung
mempersepsi orangtuanya lebih menuntut prestasi anaknya. Sehingga dapat
dijelaskan bahwa persepsianak terhadap tuntutan orang tua pada prestasi belajar
mereka sebenarnya sangat terkait dengan pola pengasuhan yang diterima anak
dalam keluarganya.
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 5/45
Ketika orang tua mengutamakan bahwa anak-anaknya harus mendapat
rangking di sekolah, harus berprestasi atau unggul dalam pelajaran tertentu atau
mendapat nilai tinggi di sekolah, sementara anak sadar atau merasa kemampuannya
kurang memadai, maka sering anak merasa terbebani oleh tuntutan orangtuanya.
Akibatnya mereka mempersiapkan negatif pada tuntutan orangtuanya dan memilih
jalan pintas dengan mencontek.
Self-Efficacy, persepsi terhadap tuntutan orang tua menjadi faktor internal yang
diduga paling kuat dalam mengantisipasi kecenderungan mencontek pada siswa.
Termasuk yang terjadi di SMP Negeri I Gresik seperti diamati oleh peneliti. Di SMP
Negeri I Gresik masih ada beberapa siswa yang melakukan kegiatan mencontek
ketika dalam ulangan. Meskipun banyak kegiatan antisipatif telah dilakukan oleh
pihak sekolah agar kecenderungan mencontek pada siswa di SMP Negeri I Gresik
dapat diminimalisir, ternyata masih belum tampak hasilnya.
A.Perumusan Masalah
Pencapaian hasil belajar siswa yang diiginkan sebaiknya perlu mengetahui
beberapa hal yang mempengaruhi. Secara garis besar faktor-faktor yang
mempengaruhi kesuksesan belajar, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa
dan faktor yang berasal dari luar diri siswa.
Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa meliputi faktor psikis
seperti, Self-efficacy, Persepsi, motivasi belajar, sikap, minat, locus of control , dan
kebiasaan belajar. Sedangkan faktor yang berasal dari luar diri siswa, yaitu faktor
lingkungan alam, faktor sosio-ekonomi, guru, metode mengajar, kurikulum, mata
pelajaran, sarana dan prasarana.
Belajar dituntut tidak hanya untuk mempunyai keterampilan teknis tetapi
juga mempunyai Self-efficacy yang baik dan motivasi yang kuat untuk mampu
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 6/45
mencapai prestasi belajar yang diinginkan. Namun, realita pendidikan di negeri ini
bahwa dalam proses pembelajaran nampaknya perlu merekonstruksi internal
peserta didik.
Perilaku menyontek (cheating) merupakan salah satu fenomena pendidikan
yang sering dan bahkan selalu muncul menyertai aktivitas proses pembelajaran.
Perilaku menyontek (cheating) adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
secara ilegal atau tidak sah atau curang untuk tujuan yang sah atau terhormat, yang
bertujuan memperoleh suatu keberhasilan atau menghindari kegagalan dalam
menyelesaikan tugas akademik terutama yang berkaitan dengan evaluasi atau ujian
hasil belajar. Inilah salah satu indikasi bahwa siswa cenderung mencontek karena
tuntutan orang tua yang menghendaki anaknya menjadi anak super. Siswa yang
terbiasa menyontek akan senang menggantungkan pencapaian hasil belajarnya
pada orang lain atau sarana tertentu dan bukan pada kemampuan dirinya sendiri.
Orang tua sebagai pendidik memilih pola asuh yang sesuai dalam mempengaruhi
perkembangan belajar anak, serta membimbingnya kepada kehidupan yang layak
dan bermartabat. Proses pengasuhan selalu bersifat dinamis dalam mencari bentuk
atau pola asuh yang lebih efektif dan baik. Banyak para ahli mengemukakan
definisi dan bentuk-bentuk pola asuh yang tepat.
Steinburg (2005) mendefinisikan; bahwa Pengasuhan yang baik adalah
pengasuhan yang sesuai dengan kondisi psikologis dengan unsur-unsur seperti
kejujuran, empati, mengendalikan diri sendiri, kebaikan hati, kerja sama,
pengendalian diri, dan kebahagiaan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pengasuhan
yang baik adalah pengasuhan yang membantu anak berhasil di sekolah,
mendukung perkembangan keingintahuan intelektual, motivasi belajar, dan
keinginan untuk mencapai sesuatu. Pengasuhan yang baik juga merupakan upaya
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 7/45
adalah yang menjauhkan anak dari prilaku anti sosial, melakukan pelanggaran
hukum ringan, serta pemakaian narkoba dan alkohol. Selanjutnya ditekankan
bahwa pengasuhan yang baik adalah pengasuhan yang membantu melindungi anak
dari berkembangnya keresahan, depresi, gangguan makan dan berbagai masalah
psikologi lain. Pola-pola pengasuhan orang tua inilah yang dipersepsi anak sebagai
adanya tuntutan terhadap diri mereka.
Gilmer (dalam Hapsari, 2007) menyatakan bahwa persepsi dipengaruhi
oleh berbagai faktor, antara lain faktor belajar, motivasi, dan pemerhati perseptor
atau pemersepsi ketika proses persepsi terjadi. Dan karena ada beberapa faktor
yang bersifat yang bersifat subyektif yang mempengaruhi, maka kesan yang
diperoleh masing-masing individu akan berbeda satu sama lain.
Persepsi timbul dari serangkaian pemikiran-pemikiran yang mengkristal.
Pemikiran ini timbul dari beragam pengalaman yang mengesankan. Semua
pengalaman kita di masa kecil akan menjadi pijakan dasar. Dari sinilah kita
kemudian mengembangkan pemikiran yang lebih kompleks.
Selain tuntutan orang tua terhadap prestasi anak yang cenderung akan
dipersepsi positif dan negatif sehingga akan mendorong mereka untuk mencontek
atau tidak, ada faktor internal pada diri anak yang juga berpengaruh dan dapat
mendorong mereka mencontek, yaitu self efficacy.
Individu yang memiliki Self-efficacy yang rendah merasa tidak memiliki
keyakinan bahwa mereka dapat menyelesaikan tugas, maka dia berusaha untuk
menghindari tugas tersebut. Self-efficacy yang rendah tidak hanya dialami oleh
individu yang tidak memiliki kemampuan untuk belajar, tetapi memungkinkan
dialami juga oleh individu berbakat (Bandura dalam Sunawan, 2005).
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 8/45
Self-efficacy, persepsi dan tuntutan orang tua menjadi faktor internal yang
diduga paling kuat dalam mengantisipasi kecenderungan mencontek pada siswa.
Termasuk seperti yang terjadi di SMP Negeri I Gresik, beberapa siswa masih ada
yang melakukan kegiatan mencontek ketika dalam ulangan. Meskipun banyak
kegiatan antisipatif telah dilakukan oleh pihak sekolah agar kecenderungan
mencontek pada siswa di SMP Negeri I Gresik dapat diminimalisir, ternyata masih
belum tampak hasilnya.
B. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang kecenderungan mencontek, self efficacy dan persepsi
terhadap tuntutan orang tua sudah banyak dilaukan sebelumnya, antara lain oleh :
Nasta (2007) tentang Pengaruh Karir Keyakinan self-efficacy terhadap Eksplorasi
Perilaku Berkarir, penelitian ini menjelaskan varians lebih dan di atas karir self-
efficacy dan analisis menggunakan regresi linier berganda dilakukan. Variabel
prediktor penelitian adalah lima sumber karir efektivitas diri dan karir self-efficacy,
dan variabel kriteria adalah eksplorasi karir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
hanya dua prediktor yang signifikan, karir efektivitas diri dan verbal persuasi.
Kemudian penelitian oleh Naqiyah (2009) tentang Hubungan antara Rasa
Keberhasilan Bidang Akademik ( Academic Self-Efficacy) dengan Prestasi Belajar
Mahasiswa di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
Universitas Negeri Surabaya (UNESA). Penelitian ini menerangkan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara rasa keberhasilan akademik dengan prestasi
belajar di fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas
Negeri Surabaya.
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 9/45
Juga penelitian yang dilakukan Dewi (2009) tentang Pengaruh Self-
Efficacy dan Motivasi Kerja TerhadapPrestasi Kerja Karyawan Pada PT. Bank
Tabungan Negara (BTN) Cabang Jember.Peubah yang digunakan dalam
penelitian ini adalah peubah self-efficacy dan motivasikerja sebagai peubah
bebas (independent variable) dan prestasi kerja sebagai peubahterikat (dependent
variable). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh self-
efficacydan motivasi kerja mempengaruhi prestasi kerja karyawan dan untuk
mengetahuimotivasi kerja lebih berpengaruh dominan daripada self-efficacy
terhadap prestasikerja pada karyawan PT. Bank Tabungan Negara (BTN) cabang
Jember. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner
kepada 28karyawan PT. Bank Tabungan Negara (BTN) cabang Jember.
Penelitian inimerupakan penelitian populasi (sensus) karena menggunakan
seluruh karyawan PT.Bank Tabungan Negara (BTN) cabang Jember sebagai
objek penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah uji hipotesis (uji F
dan uji t), danuji asumsi klasik.Skala pengukuran yang digunakan dalam
penelitian ini adalahdengan menggunakan bantuan skala Likert dengan nilai 1
sampai dengan 4 yangdimulai dengan pernyataan sangat tidak setuju sampai
dengan sangat setuju. Hasil hasil penelitian yang dilakukan terhadap responden
dikemukakansimpulan pertama, hasil analisis untuk hipotesis I, dapat dibuktikan
dengan besarnyaF hitung = 47,026 adalah lebih besar dari F tabel = 3,39 yang
menghasilkankeputusan terhadap Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian
hipotesis I yangdiajukan dapat dibuktikan. Kedua, hasil analisis untuk hipotesis
II, dapat dibuktikandengan nilai koefisien korelasi parsial dan koefisien regresi
peubah self-efficacy (X1) adalah paling besar, yaitu berturut-turut sebesar 0,687
dan 0,588 bila dibandingkandengan peubah motivasi kerja. Dengan demikian
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 10/45
dapat disimpulkan bahwa peubahself-efficacy (X1) merupakan peubah yang
lebih besar pengaruhnya daripada motivasikerja terhadap prestasi kerja,
sehingga hipotesis II dapat dapat diterima dan tidakterbukti.Kata kunci : Self-
Efficacy, Motivasi Kerja, Prestasi Kerja, Analisis Regresi Linier Berganda.
Selain itu penelitian Maryati (2008) tentang Hubungan antara
Kecerdasan Emosi Dan Keyakinan Diri (Self-Efficacy) Dengan Kreativitas pada
Siswa Akselerasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam dunia
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien korelasi R = 0,349, F
regresi = 2,152; p = 0,066 (p > 0,05). Hasil ini berarti tidak ada hubungan antara
kecerdasan emosi dan keyakinan diri dengan kreativitas. Hasil analisis korelasi :
r x1y = 0,143; p = 0,288 (p < 0,05), berarti tidak ada hubungan antara
kecerdasan emosi dengan kreativitas. Hasil analisis korelasi r x2y = 0,059; p =
0,370 (p < 0,05) berarti tidak ada hubungan antara keyakinan diri dengan
kreativitas. Peranan atau sumbangan efektif kecerdasan emosi terhadap
kreativitas sebesar 2,046% dan sumbangan efektif keyakinan diri terhadap
kreativitas sebesar 10,148%. Total sumbangan efektif sebesar 12,194%,
Berdasarkan hasil analisis diketahui rerata empirik kecerdasan emosi pada
subjek penelitian tergolong tinggi ditunjukkan oleh rerata empirik (RE) =
226,912 dan rerata hipotetik (RH) = 180. kondisi tinggi ini berarti subjek
penelitian memiliki perilaku berlandaskan pada aspek-aspek yang ada pada
variabel kecerdasan emosi. Keyakinan diri pada subjek penelitian tergolong
tinggi ditunjukkan oleh rerata empirik (RE) = 88,260 dan rerata hipotetik (RH) =
186. Artinya aspek-aspek yang ada dalam keyakinan diri mampu menjadi bagian
dari karakter perilaku subjek. Berdasarkan hasil analisis data penelitian dapat
disimpulkan tidak ada hubungan antara kecerdasan emosi dan keyakinan diri
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 11/45
dengan kreativitas, serta tidak ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan
kreativitas, dan tidak ada hubungan antara keyakinan diri dengan kreativitas.
Penelitian Priastuti (2011), tentang Self-efficacy ayah yang berperan
sebagai orangtua tunggal dalam mengasuh anak. Hasilnya adalah bahwa
Kemampuan orangtua tunggal dipengaruhi oleh self-efficacy yang dimiliki oleh
individu. Peneliti menggunakan desain penelitian kualitatif, dan menyimpulkan
bahwa fenomena self-efficacy ayah yang berperan sebagai orangtua tunggal
dalam mengasuh anak (data atau hasil wawancara) dengan menerapkan teori-
teori self-efficacy, pada bab empat. Hasil dari kedua kasus tersebut yaitu YT dan
AR, dengan menjalankan peran sebagai ayah serta memiliki kegiatan yang padat.
Namun hubungan interaksi antara ayah dan anak berjalan dengan harmonis.
Penelitian yang dilakukan oleh Martiningrum (2009) tentang Perilaku
menyontek pada siswa SMA Negeri 1 Wirosari. Hasilnya menunjukkan bahwa
Informasi dikumpulkan melalui wawancara panjang dengan informan yang
berjumlah 5 orang siswa SMA N 1 Wirosari yang pernah menyontek saat ujian.
Para informan dikumpulkan dengan cara “snow-ball” yaitu melalui referensi dari
seorang teman atau responden ke responden lainya. Analisis data menggunakan
metode Stevick-Colaizzi-Keen. Hasil penelitian dapat diambil kesimpulannya,
yaitu semua informan pernah melakukan bentuk-bentuk menyontek, di
antaranya, yaitu: membawa catatan pada saat ujian dan minta jawaban teman.
Siswa menyontek dipengaruhi oleh faktor ingin mendapat nilai bagus supaya
tidak dimarahi orang tua dan malu dengan teman, kurangnya kepercayaan diri,
malas belajar, dan sikap guru.
Juga penelitian yang dilakukan Kushartanti (2009) tentang Perilaku
menyontek ditinjau dari kepercayaan diri tentang Perilaku menyontek.
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 12/45
Berdasarkan perhitungan diperoleh hasil analisis data menunjukkan ada
koefisien korelasi (r) sebesar -0,425 dengan p = 0,000 (p<0,01), yang artinya
terdapat hubungan negatif yang sangat sigifikan antara kepercayaan diri dengan
perilaku menyontek. Hasil perbandingan skor empirik menunjukkan bahwa
kepercayaan diri tergolong tinggi dengan rerata empirik (RE) = 105,28 dan
rerata hipotetik (RH) = 90, perilaku menyontek tergolong rendah dengan rerata
empirik (RE) =36,15 dan rerata hipotetik (RH) = 52,5. Hasil analisis data
stepwise (per aspek) diketahui aspek variabel dari kepercayaan diri yang paling
dominan terhadap perilaku menyontek adalah aspek optimis yang menunjukkan
koefisien korelasi (r) sebesar -0,277 dengan p > 0,05, yang artinya terdapat
hubungan negatif yang sigifikan antara aspek optimis dengan perilaku
menyontek. Kesimpulan dari hasil penelitian adalah ada hubungan negatif yang
sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan perilaku menyontek. Hal ini
berarti variabel kepercayaan diri dengan segala aspek di dalamnya dapat
digunakan sebagai prediktor untuk mengukur perilaku menyontek, artinya
semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin rendah perilaku menyontek.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Rahardiani, Indrawati, Sawitri
(2009), tentang hubungan antara kecerdasan adversity dan intensi mencontek
pelajaran matematika pada siswa SMP Negeri 2 dan SMP PGRI 23 Kota Kendal
(THE RELATION BETWEEN ADVERSITY INTELLIGENCE AND INTENTION OF
CHEATING IN MATHEMATICS LESSONS AT STUDENT OF SMP NEGERI 2 AND
SMP PGRI 13 IN KENDAL REGENCY). Hasilnya tidak ada perbedaan intensi
mencontek pelajaran matematika pada siswa SMP Negeri 2 dan SMP PGRI 23 Kota
Kendal.
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 13/45
Penelitian yang dilakukan Setyani (2007) tentang hubungan konsep diri
dengan intensi menyontek pada siswa SMA Negeri 2 Semarang. Hasilnya Terdapat
hubungan negatif yang signifikan antara konsep diri dengan intensi
menyontek pada siswa SMA Negeri 2 Semarang.
Uni Setyani (2007), Hasil analisis tersebut menunjukkan adanya hubungan
negatif dan sangat signifikan antara konsep diri dengan intensi menyontek yang
ditunjukkan oleh angka korelasi r xy = - 0,464 dengan p = 0,000 (p<0,05), sehingga
hipotesis yang menyatakan ada hubungan negatif antara konsep diri dengan intensi
menyontek pada siswa SMA Negeri 2 Semarang dapat diterima. Berdasarkan
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat
signifikan antara konsep diri dengan intensi menyontek pada siswa SMA Negeri 2
Semarang. Hubungan antara kedua variabel tersebut berarti bahwa semakin positif
konsep diri maka semakin rendah intensi menyontek, sebaliknya semakin negatif
konsep diri akan semakin tinggi intensi menyontek. Hasil tersebut memberi informasi
bagi siswa untuk meningkatkan konsep diri, sehingga dapat mengurangi intensi
menyontek. Dari penelitian ini didapatkan sumbangan efektif konsep diri terhadap
intensi menyontek sebesar 21,5 %.
Nunung Faizul Muna, S.Psi; Dra. Sri Hartati, M.S; Imam Setyawan, S.Psi,
HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN MOTIF BERKOMPETISI
PADA SISWA KELAS VII RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL
(2010), Ada hubungan positif antara kemandirian dengan motif berkompetisi siswa
kelas tujuh Rintisan Sekolah Berbasis Internasional SMP Negeri 1 Kudus. Adanya
hubungan positif tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan ada
hubungan positif antara kemandirian dengan motif berkompetisi pada siswa kelas VII
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional diterima.
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 14/45
Banyak penelitian yang membahas self-efficacy, persepsi, tuntutan orang
tua, kecenderungan mencontek, akan tetapi tidak secara bersamaan. Oleh karena itu
penelitian yang berjudul : Hubungan antara self-efficacy dan persepsi terhadap
tuntutan orang tua dengan kecenderungan mencontek pada siswa di SMP Negeri I
Gresik yang penulis lakukan ini, masih memiliki nilai originalitas.
C. Manfaat Penelitian
Harapan dari penelitian ini agar memberikan manfaat bagi dunia pendidikan,
terutama bagi guru bimbingan dan konseling pada khususnya dan kalangan akademis
pada umumnya, sehingga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
yang nantinya dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan bimbingan karakter untuk
meningkatkan percaya diri pada siswa dalam menghadapi ulangan. Sementara bagi
subjek penelitian siswa SMP Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai bahaya mencontek dalam bentuk apapun karena akan merugikan
dirinya sendiri dikemudian hari.
Bagi para peneliti bidang Psikologi, penelitian ini diharapkan memberikan hasil
yang empiris mengenai self-efficacy pada siswa-siswi SMP sehingga dapat dijadikan
wacana dan pemikiran dalam pengembangan penelitian yang sejenis, utamanya
memberi tambahan wacana pada bidang dunia pendidikan.
II. Tujuan Penelitian
Berdasarkan inti masalah yang akan dikaji atau dipecahkan, maka
tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan self-efficacy dan
siswa di SMP Negeri I Gresik dengan variabel yang akan diteliti terdiri atas
variabel bebas (independen), yaitu self-efficacy (X1) dan Persepsi terhadap
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 15/45
tuntutan orang tua (X2). Sedangkan variabel terikatnya adalah kecenderungan
mencontek (Y) self efficacy adalah suatu kemampuan yang dimiliki individu
untuk membentuk perilaku yang relevan pada tugas atau situasi khusus. Persepsi
terhadap tuntutan orang tua adalah sebuah proses saat individu mengatur dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi
lingkungan mereka yakni atas tuntutan prnag tua kecenderungan mencontek
adalah kecenderungan perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah
untuk tujuan yang sah/terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau
menghindari kegagalan akademis.
III. Tinjauan Pustaka
A. Mencontek
1. Pengertian Mencontek
Pengertian menyontek atau menjiplak atau ngrepek menurut
Purwadarminta sebagai suatu kegiatan mencontoh atau meniru atau mengutip
tulisan, pekerjaan orang lain sebagaimana aslinya. mencontoh atau meniru
(tulisan, pekerjaan orang lain); 2 menggambar atau menulis mengikuti garis-
garis gambaran atau tulisan yg telah tersedia (dng menempelkan pd gambar
atau tulisan yg akan ditiru); 3 mencuri karangan orang lain; mengutip
karangan orang lain tanpa menyebutkan sumbernya atau mengaku sbg
karangannya sendiri (Sugono, 2008).
Cheating (menyontek) menurut Wikipedia Encyclopedia, sebagai
suatu tindakan tidak jujur yang dilakukan secara sadar untuk menciptakan
keuntungan yang mengabaikan prinsip keadilan. Ini mengindikasikan bahwa
telah terjadi pelanggaran aturan main yang ada.
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 16/45
(http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Istimewa
%3APencarian&profile=default&search=mencontek&fulltext=Search ,
diakses tanggal 12 Desember 2011)
Menurut Sujana dan Wulan (1994) menyontek merupakan tindakan
kecurangan dalam tes melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari luar
secara tidak sah. Oleh karena itu menurut Indarto dan Masrun (2004),
menyontek juga dapat didefinisikan sebagai perbuatan curang, tidak jujur,
dan tidak legal dalam mendapatkan jawaban pada saat tes.
2. Aspek-aspek Kecenderungan Menyontek
Belum ada teori yang membahas mengenai kecenderungan menyontek,
sehingga aspek-aspek kecenderungan menyontek diperoleh dari bentuk-bentuk
perilaku menyontek menurut Klausmeier, yang disertai dengan aspek-aspek
intensi menurut Fishbein dan Ajzen. (1991) Intensi sebagai niat untuk melakukan
suatu perilaku demi mencapai tujuan tertentu memiliki beberapa aspek. Menurut
Fishbein dan Ajzen (1975) intensi memiliki empat aspek, yaitu:
a. Perilaku (behavior), yaitu perilaku spesifik yang nantinya akan
diwujudkan. Pada konteks menyontek, perilaku spesifik yang akan
diwujudkan merupakan bentuk-bentuk perilaku menyontek yang diungkapkan
oleh Klausmeier (1985), yaitu menggunakan catatan jawaban sewaktu
ujian/ulangan, mencontoh jawaban siswa lain, memberikan jawaban yang
telah selesai pada teman, dan mengelak dari aturan-aturan.
b. Sasaran (target), yaitu objek yang menjadi sasaran perilaku. Objek yang
menjadi sasaran dari perilaku spesifik dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu
orang tertentu/objek tertentu ( particular object ), sekelompok
orang/sekelompok objek (a class of object ), dan orang atau objek pada
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 17/45
umumnya (any object ). Pada konteks menyontek, objek yang menjadi sasaran
perilaku dapat berupa catatan jawaban, buku, telepon genggam, kalkulator,
maupun teman.
c. Situasi ( situation), yaitu situasi yang mendukung untuk dilakukannya
suatu perilaku (bagaimana dan dimana perilaku itu akan diwujudkan). Situasi
dapat pula diartikan sebagai lokasi terjadinya perilaku. Pada konteks
menyontek, menurut Sujana dan Wulan (1994) perilaku tersebut dapat muncul
jika siswa merasa berada dalam kondisi terdesak, misalnya diadakan
pelaksanaan ujian secara mendadak, materi ujian terlalu banyak, atau adanya
beberapa ujian yang diselenggarakan pada hari yang sama sehingga siswa
merasa kurang memiliki waktu untuk belajar. Situasi lain yang mendorong
siswa untuk menyontek menurut Klausmeier (1985) adalah jika siswa merasa
perilakunya tidak akan ketahuan. Meskipun ketahuan, hukuman yang
diterimatidak akan terlalu berat.
d. Waktu (time), yaitu waktu terjadinya perilaku yang meliputi waktu
tertentu, dalam satu periode atau tidak terbatas dalam satu periode, misalnya
waktu yang spesifik (hari tertentu, tanggal tertentu, jam tertentu), periode
tertentu (bulan tertentu), dan waktu yang tidak terbatas (waktu yang akan
datang).
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Mencontek
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek menurut Schab
(dalam Klausmeier, 1985) adalah:
a. Malas belajar.
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 18/45
Siswa malas berusaha karena merasa usaha apa pun yang dilakukan tidak
akan banyak berperan dalam pencapaian hasil yang diharapkan (Sujana dan
Wulan, 1994).
b. Ketakutan mengalami kegagalan dalam meraih prestasi.
Perasaan tidak kompeten atau bahkan bodoh pada siswa yang memiliki
konsep diri negatif akan membuatnya merasa bahwa dirinya akan gagal
(Susana, 2006).
c. Tuntutan dari orang tua untuk memperoleh nilai baik.
Pandangan orang tua tentang penampilan, kemampuan, dan prestasi anak
akan mempengaruhi cara pandang anak terhadap dirinya, atau dengan kata
lain akan mempengaruhi konsep dirinya (Hurlock, 1997). Harapan orang tua
yang terlalu tinggi membuat anak cenderung gagal. Kegagalan yang dialami
dapat mempengaruhi konsep diri anak dan menjadi dasar dari perasaan
rendah diri dan tidak mampu.
B. Self-efficacy
1. Pengertian Self-Efficacy
Premis dasar dari teori self-efficacy adalah kepercayaan seseorang dalam
kemampuannya untuk mencapai hasil yang diinginkan dari tindakan yang
dilakukan, hal tersebut merupakan penentu perilaku bagi seseorang ketika
memilih apakah seseorang tersebut akan terlibat dan gigih dalam menghadapi
rintangan dan tantangan atau sebaliknya (Maddux, 2000).
Untuk lebih memahami pengertian self-efficacy, Bandura (1997)
mendefinisikan bahwa self-efficacy adalah “ refers to beliefs in one’s capabilities
to organize and execute the courses of action required to produce given
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 19/45
attainment ” yang artinya self-efficacy mengacu pada keyakinan seseorang
terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk mengorganisasikan dan
melaksanakan serangkaian tindakan yang harus dilakukan untuk menghasilkan
tujuan yang telah ditetapkan. Selaras dengan definisi Bandura, Wagner III dan
Hollenbeck (1992) mendefinisikan self-efficacy “refer to judgements that people
make about their ability to execute courses of action required to deal with
prospective situations” yang artinya self-efficacy mengacu pada penilaian
seseorang bahwa mereka mampu untuk melakukan tindakan yang diperlukan
untuk menghadapi situasi yang akan terjadi.
Lebih tegas lagi Maddux (2000) menjelaskan bahwa self-efficacy bukan
merupakan keterampilan melainkan lebih kepada kepercayaan seseorang akan
keahlian yang dapat dilakukannya dalam situasi tertentu. Self-efficacy tidak hanya
sebagai prediksi tentang perilaku seperti ungkapan “saya akan” tetapi lebih
kepada ungkapan “saya dapat melakukan.” Self-efficacy didefinisikan dan diukur
bukan sebagai sifat melainkan sebagai keyakinan tentang kemampuan untuk
mengkoordinasikan keterampilan dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan dalam domain dan keadaan tertentu.
Dari ketiga definisi ahli di atas, maka jelas yang dimaksud dengan self-
efficacy merupakan keyakinan yang dimiliki oleh seseorang akan suatu
kemampuan yang dimilikinya dalam mengorganisasikan serangkaian tindakan
yang akan digunakan dalam mencapai tujuannya.
2. Sumber-sumber Self-Efficacy
Bandura mengingatkan bahwa sumber-sumber self-efficacy tidak secara
otomatis membentuk self-efficacy, sumber-sumber tersebut harus diproses melalui
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 20/45
pemikiran kognitif dan pemikiran reflektif (Setiadi, 2010). Berikut ini adalah
sumber-sumber atau informasi yang membentuk self-efficacy seseorang
a. Enactive mastery experience
Hal yang paling penting yang terkait dengan sifat manusia adalah
bahwa seseorang dapat belajar dari diri mereka sendiri. Fenomena ini disebut
oleh Bandura adalah enactive mastery experience yang memungkinkan
seseorang belajar dari diri mereka sendiri dalam hal kemampuan yang
dimiliki oleh mereka. Manusia memainkan peran yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Dalam memainkan peranannya, manusia menghadapi
dua peristiwa yang kontradiktif yaitu keberhasilan dan kegagalan (Setiadi,
2010). Keberhasilan terkait dengan aspek-aspek positif atau tujuan yang
tercapai dengan lancar, sedangkan kegagalan terkait dengan aspek-aspek
negatif yang mengecewakan dan bahkan menyebabkan frustrasi. Dalam teori
self-efficacy, Bandura (1997) menyebutkan peristiwa kegagalan dan
keberhasilan tersebut disebut dengan mastery experience, Bandura
memandang enactive mastery experience sebagai penentu keberhasilan
seseorang karena hal itu dianggap sebagai salah satu sumber informasi yang
sangat berpengaruh dan mendukung perkembangan self-efficacy. Meskipun
demikian, mastery experience bukan merupakan input yang secara otomatis
meningkatkan keyakinan keberhasilan seseorang, akan tetapi harus diproses
dan dibangun kembali. Bandura (1997) menegaskan bahwa untuk
membangun personal efficacy adalah dengan melalui mastery experience yang
penguasaannya melibatkan kognitif, perilaku dan self-regulatory untuk
membuat dan melaksanakan tindakan yang efektif.
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 21/45
Menurut Bandura (Setiadi, 2010) dalam hubungan antara
pengalaman (mastery experience) dengan tindakan, seseorang akan membuat
perubahan dalam self-efficacy beliefs yang dimilikinya. Hal tersebut sangat
tergantung pada faktor-faktor berikut: (1) anggapan seseorang pada
kemampuan, (2) tingkatan tugas yang dirasakan sulit, (3) upaya yang
dilakukan untuk mencapai kemampuan, (4) jumlah bantuan yang diterima
oleh seseorang, (5) keadaan dan kondisi seseorang dalam melakukan
tindakan-tindakan mereka, (6) waktu ketika seseorang berhasil dan gagal, (7)
metode seseorang dalam memanipulasi dan mengatur enactive mastery
experience melalui proses kognitif. Hal ini dapat diasumsikan bahwa jika
seseorang dapat mengambil banyak informasi tentang kemampuan mereka,
maka mereka akan mampu mempertahankan bahkan meningkatkan self-
efficacy mereka.
b.Vicarious experience
Vicarious experience merupakan sumber informasi dimana seseorang
belajar menerima dari luar dirinya atau orang lain yang memungkinkan
mereka untuk mengamati dan meniru perilaku serta mengadopsi ke dalam
pola perilaku mereka sendiri. Dalam vicarious experience, pemodelan
menjadi bagian paling penting dalam perkembangan self-efficacy.
Bandura berpendapat bahwa pemodelan merupakan sarana efektif
untuk meningkatkan self-efficacy beliefs seseorang diperlukan untuk menilai
kinerja seseorang itu sendiri atau membandingkan dengan kinerja yang lain
(Setiadi, 2010). Pemodelan ini menjadi prasyarat bagi seseorang untuk
melakukan kinerja yang baik, karena seseorang tersebut tidak hidup dalam
isolasi sosial tetapi hidup dalam interaksi sosial.
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 22/45
c. Verbal persuation
Manusia mengharapkan dan mencari pengakuan sosial ketika bekerja
keras dan mencapaian sesuatu. Verbal persuation biasanya diberikan untuk
perilaku tertentu, hal ini merupakan pengakuan sosial, biasanya seseorang
menerima hal itu ketika mereka telah melakukan kompetensi. Bandura
mengungkapkan bahwa verbal persuation akan mendorong seseorang untuk
melakukan upaya lebih banyak dan mempertahankan itu dalam rangka
mencapai keberhasilan (Setiadi, 2010).
Dalam pengembangan self-efficacy, Bandura berpendapat bahwa
verbal persuation sering dijadikan sebagai umpan balik evaluasi terhadap
kinerja yang dilakukan (Setiadi, 2010). Evaluasi di sini tidak selalu
bermanfaat karena umpan balik seperti ini akan dapat mendorong atau
menghambat pengembangan self-effcacy. Umpan balik positif akan
meningkatkan keyakinan seseorang, namun kebanyakan orang menginginkan
umpan balik yang realistis yang berarti harus ada kekonsistenan antara kinerja
seseorang dan umpan balik yang diberikan. Seperti pendapat Bandura bahwa
verbal persuation akan diterima apabila dalam kadar yang cukup (Setiadi,
2010).
d. Physiological and affective states
Keadaan fisik dan psikis merupakan sumber informasi penting yang
membawa perubahan terhadap self-efficacy beliefs seseorang. Seseorang
membutuhkan energi yang banyak untuk melakukan kegiatan mekanik dan
menimbulkan kelelahan fisik. Umumnya seseorang dapat mengalami lelah
dan stres setelah melakukan kegiatan fisik atau emosional yang berat.
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 23/45
Meskipun keadaaan fisiologi berpengaruh terhadap perkembangan self-
efficacy seseorang, namun hal ini tidak menimbulkan efek secara langsung.
Tidak seperti fenomena fisik, kondisi afektif atau emosional sulit
untuk diamati dan ditafsirkan. Satu kesatuan afektif atau emosional yang
memberikan kontribusi penting bagi self-efficacy adalah suasana hati (Setiadi,
2010). Dapat digambarkan bahwa ketika seseorang berada dalam suasana hati
yang baik maka mereka akan tampil dengan baik. Sebaliknya, ketika mereka
berada dalam suasana hati lemah, mereka akan menghadapi kesulitan dalam
melakukan tugas-tugas tertentu.
Keempat sumber self-efficacy di atas dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya self-efficacy yang dimiliki oleh seseorang
dalam meraih tujuan yang dikehendakinya. Self-efficacy dapat diperoleh,
diubah, ditingkatkan atau di turunkan melalui salah satu atau kombinasi dari
empat sumber tersebut.
3. Dimensi Self-Efficacy
Bandura (1997) menjelaskan bahwa self-efficacy bervariasi pada
beberapa dimensi yang memiliki pengaruh penting. Self-efficacy ini berbeda
dalam level, generality dan strength.
a. Level atau magnitude
Level atau magnitude berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang
dirasakan seseorang. Self-efficacy seseorang dapat berbeda tergantung pada
tuntutan tugas yang memiliki derajat kesulitan.
b. Generality
Seseorang dapat menilai dirinya sendiri apakah kemampuannya berada
di berbagai bidang atau hanya dalam fungsi bidang tertentu.
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 24/45
c. Strength
Self-efficacy yang lemah mudah hilang disebabkan oleh pengalaman
yang tidak ditegaskan, sedangkan orang yang memiliki keyakinan kuat akan
kemampuannya mereka akan tetap berusaha meskipun mereka dihadapkan
pada hambatan dan kesulitan.
4. Proses dan Pengaruh Self-Efficacy terhadap Tingkah Laku
Proses self-efficacy dimulai sebelum individu memilih pilihan mereka
dan memulai usaha mereka (Luthans, 2002). Terlebih dahulu mereka menimbang,
mengevaluasi dan mengintegrasikan informasi tentang kemampuan mereka. Pada
intinya dalam hal ini berhubungan dengan bagaimana mereka melihat atau
percaya bahwa mereka dapat menggunakan kemampuan dan sumber daya untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan.
Bandura (1997:3) mengungkapkan bahwa keyakinan seseorang akan
kemampuan yang dimilikinya menimbulkan dampak yang beragam. Keyakinan
tersebut akan mempengaruhi tindakan yang akan dilakukan, besarnya usaha,
ketahanan dalam menghadapi rintangan dan kegagalan, pola pikir, stres dan
depresi yang dialami.
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-efficacy
Pembentukan self-efficacy pada anak tidak terlepas dari pengaruh yang
menyertainya. Pengaruh tersebut diantaranya adalah pengaruh dari keluarga,
teman sebaya dan lingkungan sekolah.
a. Keluarga
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 25/45
Dalam hal ini orang tua dan anggota keluarga memiliki peranan penting
dalam pembentukan self-efficacy anak. Pola asuh orang tua dan interaksi yang
baik dengan anggota keluarga merupakan faktor pendukung untuk
membentuk self-efficacy yang positif pada anak.
b. Teman sebaya
Self-efficacy seorang anak berkembang melalui keikutsertaan mereka
dalam komunitas yang luas (Bandura, 1997). Dalam komunitas tersebut,
seorang anak akan mulai memaknai arti dari teman sebaya. Teman sebaya
memegang peranan penting terhadap perkembangan self-effiaccy anak.
c. Sekolah sebagai sarana meningkatkan self-efficacy
Selama periode perkembangan kehidupan anak, sekolah berfungsi
sebagai pengatur utama dalam mengembangkan dan menerapkan kemampuan
kognitif (Bandura, 1997). Sekolah merupakan tempat anak mengembangkan
kompetensi kognitif dan memperoleh pengetahuan serta keterampilan
pemecahan masalah untuk berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat.
6. Cara Meningkatkan Self-Efficacy
Santrock (1999) mejelaskan bahwa terdapat empat langkah dalam
meningkatkan self-efficacy.
a. Memilih suatu tujuan yang di harapkan untuk berhasil.
b. Memisahkan pengalaman masa lalu dengan rencana yang sedang
dijalani saat ini.
c. Tetap mempertahankan prestasi yang telah dicapai saat ini dan
sebelumnya.
d. Membuat daftar atau urutan kegiatan dari yang paling mudah hingga
kegiatan yang paling sulit.
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 26/45
C. Persepsi
1. Definisi Persepsi
Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi
lingkungan mereka. (Robbins, 2007) Perilaku individu seringkali didasarkan pada
persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. ( Kelley,
1972 ). Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih,
mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal.
Dengan kata lain persepsi adalah cara kita mengubah energi – energi fisik
lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna.
Dalam Kamus Lengkap Psikologi persepsi diartikan “sebagai proses
mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera,
yang merupakan kesadaran dari proses organis dan dipengaruhi oleh pengalaman
masa lalu” (Chaplin, 1999).
Menurut Walgito (2002) persepsi adalah “proses pengorganisasian,
penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh individu sehingga
merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam
diri individu”. Dengan persepsi, individu dapat menyadari tentang keadaan
lingkungan yang ada disekitarnya dan juga tentang keadaan diri individu yang
bersangkutan.
Irwanto (1998) juga mendefinisikan persepsi sebagai proses diterimanya
rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun diterima) sampai
rangsang itu disadari dan dimengerti. Dan Rakhmat (2004) mendefinisikan
persepsi sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan
yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan makna
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 27/45
informasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa Persepsi merupakan proses kognitif
dimana sesorang memberikan arti kepada suatu lingkungan melalui proses
penginderaan. Stimulus ditangkap oleh alat indera kemudian stimulus itu
diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga kemudian individu memberi arti
pada stimulus yang direspon tersebut. Hasil dari persepsi pada setiap individu akan
berbeda, tergantung dari pengalaman dan pengetahuan individu tentang objek. Jadi
dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah hasil dari suatu proses pengorganisasian,
penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima indera sehingga stimulus
tersebut dimengerti dan mempengaruhi tingkah laku selanjutnya.
2. Macam-macam Persepsi
a. Penginderaan (sensasi), melalui alat – alat indra kita (indra perasa, indra
peraba, indra pencium, indra pengecap, dan indra pendengar). Makna pesan
yang dikirimkan ke otak harus dipelajari. Semua indra itu mempunyai andil
bagi berlangsungnya komunikasi manusia.
b. Atensi atau perhatian adalah, pemrosesan secara sadar sejumlah kecil
informasi dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi didapatkan
dari penginderaan, ingatan dan, proses kognitif lainnya.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Atensi, diakses tanggal 12 Desember 2011)
3. Faktor-faktor yang Mepengaruhi Persepsi
Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi bisa terletak dalam diri pembentuk
persepsi, dalam diri objek atau target yang diartikan, atau dalam konteks situasi di
mana persepsi tersebut dibuat (Murphy1992).
D. Tuntutan Orang Tua
1. Pengertian Orang Tua Dan Tanggung Jawabnya Terhadap Anak
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 28/45
Pada umumnya perkembangan merupakan hasil proses kematangan
atau kedewasaan (Hurlock, 1998 : 28). Demikian pula, kematangan sosial
sebagai hasil proses belajar anak yang diperolehnya melalui sosialisasi.
Sosialisasi merupakan proses dari penyerapan sikap-sikap, nilai-nilai,
kebiasaan-kebiasaan masyarakat sehingga individu terampil dalam menguasai
kebiasaan-kebiasaan kelompoknya dan berprilaku sesuai dengan tuntutan
sosialnya dan dengan demikian individu akan menjadi orang yang mampu
bermasyarakat dan diterima di lingkungan sosialnya, sebagai cermin adanya
kematangan sosial sesorang anak maka haruslah melalui tahapan sosialisasi.
Orang tua merupakan suatu individu yang sangat diperlukan oleh
seseorang, agar ia menjadi manusia dewasa dan berbudi luhur. Adapun sifat
yang menonjol pada anak adalah sifat ketergantungan, selalu membutuhkan
pertolongan orang lain, walaupun pada segi-segi yang lain terdapat sifat yang
sama dengan orang dewasa, seperti perasaan individu, perasaan sosial dan
juga kesediaannya menerima nilai-nilai dansifat kepribadian orang lain.
Dalam melaksanakan pendidikan orang tua harus berusaha dapat
menyayangi, melindungi, membri kebebasan, menghargai dan memberi
dorongan untuk lebih maju, namun dalam menerapkan suatu pendidikan
orang tua harus benar-benar memberikan contoh-contoh perilaku yang baik,
sebab pada hakekatnya orang tua hanya sekedar memberikan bantuan atau
pertolongan serta membibing anak-anaknya demi kebaikan masa depannya.
Orang tua juga harus memperhatikan dan memahami perkembangan jiwa anak
atau tingkat daya fikir anak demi pencapaian keberhasilan dengan baik.
2. Faktor Tingkat Pendidikan Orang Tua yang mempengaruhi
tuntutan orang tua terhadap anak
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 29/45
Pendidikan orang tua mempengaruhi bagaimana anak bersikap dengan
lingkungannya. Ketidaktahuan orang tua akan kebutuhan anak untuk berinteraksi
dengan lingkungan sosialnya tentu membatasi anak untuk dapat lebih leluasa
melakukan eksplorasi sosial diluar lingkungan rumahnya. Pendidikan orang tua
yang tinggi, atau pengetahuan yang luas maka orang tua memahami bagaimana
harus memposisikan diri dalam tahapan perkembangan anak. Orang tua yang
memiliki pengetahuan dan pendidikan yang baik maka akan mendukung anaknya
agar bisa berinteraksi sosial dengan baik.
Orangtua pun perlu untuk mengetahui apa saja faktor yang dapat
mempengaruhi proses belajar pada anak mereka, sehingga orangtua dapat
mengenali penyebab dan pendukung anak dalam berprestasi. Berikut adalah
faktor-faktor yang perlu diperhatikan menurut Djaali, H. dalam sebuah
bukunya berjudul Psikologi Pendidikan pada tahun 2007, yaitu:
a) Faktor dari dalam diri
(1)Kesehatan
Apabila kesehatan anak terganggu dengan sering sakit kepala, pilek,
deman dan lain-lain, maka hal ini dapat membuat anak tidak bergairah
untuk mau belajar. Secara psikologi, gangguan pikiran dan perasaan
kecewa karena konflik juga dapat mempengaruhi proses belajar.
(2)Intelegensi
Faktor intelegensi dan bakat besar sekali pengaruhnya terhadap
kemampuan belajar anak. Menurut Gardner dalam teori Multiple
Intellegence, intelegensi memiliki tujuh dimensi yang semiotonom,
yaitu linguistik, musik, matematik logis, visual spesial, kinestetik fisik,
sosial interpersonal dan intrapersonal.
(3) Minat dan motivasi
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 30/45
Minat yang besar terhadap sesuatu terutama dalam belajar akan
mengakibatkan proses belajar lebih mudah dilakukan. Motivasi
merupakan dorongan agar anak mau melakukan sesuatu. Motivasi bisa
berasal dari dalam diri anak ataupun dari luar lingkungan
(4) Cara belajar
Perlu untuk diperhatikan bagaimana teknik belajar, bagaimana bentuk
catatan buku, pengaturan waktu belajar, tempat serta fasilitas belajar.
b) Faktor dari lingkungan
(1)Keluarga
Situasi keluarga sangat berpengaruh pada keberhasilan anak.
Pendidikan orangtua, status ekonomi, rumah, hubungan dengan
orangtua dan saudara, bimbingan orangtua, dukungan orangtua, sangat
mempengaruhi prestasi belajar anak.
(2) Sekolah
Tempat, gedung sekolah, kualitas guru, perangkat kelas, relasi teman
sekolah, rasio jumlah murid per kelas, juga mempengaruhi anak dalam
proses belajar.
(3)Masyarakat
Apabila masyarakat sekitar adalah masyarakat yang berpendidikan dan
moral yang baik, terutama anak-anak mereka. Hal ini dapat sebagai
pemicu anak untuk lebih giat belajar.
(4)Lingkungan sekitar
Bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas dan iklim juga
dapat mempengaruhi pencapaian tujuan belajar.
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 31/45
Dari sekian banyak faktor yang harus diperhatikan, tentu tidak ada
situasi 100% yang dapat dilakukan secara keseluruhan dan sempurna.
Tetapi berusaha untuk memenuhinya sesempurna mungkin bukanlah
faktor yang mustahil untuk dilakukan.
IV. Kerangka Berpikir
Self-efficacy didasarkan pada kerangka teori besar yaitu teori social cognitive.
Teori social cognitive ini berfokus pada cara-cara dimana seseorang belajar dari hasil
pengamatan. Perspektif ini mencerminkan perpaduan antara konsep behavior dan
kognitif. Dengan demikian, seseorang akan berusaha dengan keras untuk mencapai
keberhasilan tersebut. Seseorang akan merancang berbagai tindakan untuk mewujudkan
harapannya setelah mengalami rangkaian evaluasi. Sedangkan seseorang yang memiliki
self-efficacy yang rendah, meskipun seseorang tersebut telah melakukan evaluasi
terhadap dirinya dan tanpa disertai dengan keyakinan akan berhasil, seseorang tersebut
tidak akan berusaha keras untuk mewujudkan harapannya dan memilih untuk berhenti
sehingga tidak akan melakukan tindakan apapun untuk memperjuangkan harapannya
tersebut.
Mencontek dan menjiplak bukan dominasi murid sekolah. Banyak ditemukan,
skripsi dan tesis mahasiswa pascasarjana yang hanya copy-paste (proses mencetak ulang-
menempel di komputer) dari karya orang lain. Bahkan juga guru-guru yang mengikuti
seminar dan diklat bohong-bohongan hanya demi selembar sertifikat. berbagai trik dan
cara dilakukan siswa untuk mencontek dengan cara sangat sempurna. Dari menyalin
pelajaran di kertas-kertas kecil kemudian diselipkan di tempat tertentu hingga menulis
materi pelajaran di meja. Bahkan mereka yang melek teknologi informasi dapat
memanfaatkan telepon genggam sebagai sarana mencontek. Hal ini menjadi fakta yang
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 32/45
cukup menjelaskan bahwa ketidakyakinan pada kemampuan dirinya akan mengarahkan
orang untuk melakukan tindakan apapun agar harapannya berhasil meski anpa keyakinan
akan kemampuannya.
Mereka yang orangtuanya kelebihan uang dapat membeli bocoran soal dan
kunci jawabannya sekaligus. Yang paling licik, mereka selalu mengawasi guru, yang
seharusnya mengawasi murid-murid itu. Bekerja dengan usaha sendiri dan perilaku jujur
sudah menjadi barang langka. Akan tetapi terkadang kita jumpai orang tua yang
memaksakan kehendaknya agar anak dapat memenuhi keinginan orang tuanya itu. Hal ini
akan menimbulkan rasa keterpaksaan pada diri anak baik dalam bidang prestasi, tugas
maupun kewajibannya. Rasa keterpaksaan itu akan mengakibatkan timbulnya rasa malas
dan mematikan rasa kesadaran diri dalam berbuat.
Pandangan orang tua tentang penampilan, kemampuan, dan prestasi anak akan
mempengaruhi cara pandang anak terhadap dirinya, atau dengan kata lain akan
mempengaruhi konsep dirinya (Hurlock, 1997, h. 132). Harapan orang tua yang terlalu
tinggi membuat anak cenderung gagal. Kegagalan yang dialami dapat mempengaruhi
konsep diri anak dan menjadi dasar dari perasaan rendah diri dan tidak mampu. Misalnya
jika orang tua menganggap nilai akademis sama dengan kemampuan, orang tua akan
mengharapkan anaknya mendapat nilai yang bagus tanpa berpikir sejauhmana pelajaran
yang telah diserap oleh sang anak. Tuntutan orang tua semacam itu dapat menimbulkan
keinginan pada anak untuk menyontek.
V. Hipotesis
Berdasarkan dari uraian di atas, maka ditemukan hipotesis berdasarkan kerangka teori
adalah sebagai berikut :
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 33/45
1. Ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy terhadap tuntutan orang tua
dengan kecenderungan mencontek pada siswa di SMP Negeri I Gresik
2. Ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap tuntutan orang tua dengan
kecenderungan mencontek pada siswa di SMP Negeri I Gresik
3. Ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy dan persepsi terhadap tuntutan
orang tua dengan kecenderungan mencontek pada siswa di SMP Negeri I Gresik.
VI. Metode Penelitian
A. Subyek Penelitian
1. Populasi
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri I Gresik, sedangkan yang
menjadi populasinya adalah Siswa kelas VIII SMP Negeri I Gresik yang
berjumlah 270 siswa.
2.Sampel Penelitian
Sampel merupakan bagian dari populasi yang dijadikan subjek penelitian.(hadi.
2000). Teknik sampling merupakan cara yang digunakan untuk mengambil
sampel (Hadi, 2000). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
menggunakan teknik Random Sampling dengan pertimbangan karakteristik
populasi terdiri dari kelompok-kelompok yang setara atau sejajar. Sejumlah 50 %
dari keseluruhan populasi yang ada berjumlah ±150 siswa (5 kelas)
B. Variabel Penelitian dan Pengukurannya
1. Variabel Y : Kecenderungan Mencontek
a. Definisi Operasional
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 34/45
Definisi Operasional variabel Mencontek adalah perbuatan yang
menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang sah atau
terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau menghindari
kegagalan akademis. menyontek telah menjadi budaya akademik
sehingga tidak ada rasa malu (shame), rasa bersalah (guilty feeling) dan
memudarnya rasa bangga (pride) karena tidak menyontek.
Dari indikator diatas, penulis jabarkan aitem-aiten dengan tujuan
untuk mengetahui seberapa besar Mencontek pada siswa di SMP Negeri I
Gresik. Dalam membuat pertanyaan pada aitem-aitem sebagaimana indikator
diatas, penulis menggunakan model skala yang menjadikan lima alternatif
jawaban yang terdiri dari kontinuitas: Sangat Tepat (ST), Tepat (T), Kadang-
kadang (KD), Tidak Tepat (TT), dan Sangat Tidak Tepat (STT). Nilai
bergerak dari 5 sampai 1 untuk aitem yang favorable dan 1 sampai 5 untuk
aitem yang unfavorable.
Adapun Blue print variabel Mencontek sebagaimana tabel matrik dibawah
ini :
Tabel 1. Blue Print Skala Mencontek
No Indikator
Butir
FavourableJumlah
Butir
Butir
UnfavourableJumlah
Butir Nomor Butir Nomor Butir
1tidak ada rasa
malu (shame)7 7
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 35/45
2
Tida ada rasa
bersalah
(guilty
feeling)
7 7
3
danmemudarnya
rasa bangga
(pride) karena
tidak
menyontek
7 7
Jumlah20 20
b. Index Diskriminasi Item dan Estimasi Reliabilitas
Data dalam penelitian merupakan penggambaran variabel yang
diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Oleh karena itu,
benar atau tidaknya data sangat menentukan bermutu atau tidaknya hasil
penelitian yang juga sangat tergantung oleh baik tidaknya instrumen sebagai
alat pengumpul data. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan
penting yaitu valid dan reliabel.
Rumus yang digunakan untuk mengukur validitas instrumen dalam
penelitian ini adalah rumus korelasi product moment sebagai berikut :
Keterangan :
rxy : Koefisien Korelasi.
N : Jumlah responden / Subyek.
X : Skor butir
Y : Skor total
2. Variabel X1 : Self Efficacy
a. Definisi Operasional, Self Efficacy adalah penilaian seseorang terhadap
kemampuan diri yang disesuaikan dengan hasil yang dicapai. Definisi ini
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 36/45
disimpulkan berdasarkan pendapat bandura (1997), selanjutnya definisi
tersebut dioperasionalkan dalam indikator-indikator yang dipakai sebagai
patokan item-item skala Self Efficacy, yaitu terdiri dari :
1. Enactive mastery experience
Hal yang paling penting yang terkait dengan sifat manusia adalah bahwa
seseorang dapat belajar dari diri mereka sendiri.
2. Vicarious experience
Merupakan sumber informasi dimana seseorang belajar menerima dari
luar dirinya atau orang lain yang memungkinkan mereka untuk
mengamati dan meniru perilaku serta mengadopsi ke dalam pola perilaku
mereka sendiri.
3. Verbal persuation
Manusia mengharapkan dan mencari pengakuan sosial ketika
bekerja keras dan mencapaian sesuatu.
Dari indikator diatas, penulis jabarkan aitem-aiten dengan tujuan untuk
mengetahui seberapa besar Persepsi Tuntutan Orang Tua pada siswa di SMP
Negeri I Gresik. Dalam membuat pertanyaan pada aitem-aitem sebagaimana
indikator diatas, penulis menggunakan model skala yang menjadikan lima
alternatif jawaban yang terdiri dari kontinuitas: Sangat Tepat (ST), Tepat (T),
Kadang-kadang (KD), Tidak Tepat (TT), dan Sangat Tidak Tepat (STT). Nilai
bergerak dari 5 sampai 1 untuk aitem yang favorable dan 1 sampai 5 untuk
aitem yang unfavorable.
Blue print variabel Self-Efficacy sebagaimana tabel matrik dibawah ini :
Tabel 2. Blue Print Skala Self Efficacy
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 37/45
No Indikator
Butir
FavourableJumlah
Butir
Butir
UnfavourableJumlah
Butir Nomor Butir Nomor Butir
1 Enactive masteryexperience
7 7
2 Vivarious experience 7 7
3 Verbal persuation7 7
Jumlah20 20
b. Index Diskriminasi Item dan Estimasi Reliabilitas
Data dalam penelitian merupakan penggambaran variabel yang
diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Oleh karena itu,
benar atau tidaknya data sangat menentukan bermutu atau tidaknya hasil
penelitian yang juga sangat tergantung oleh baik tidaknya instrumen sebagai
alat pengumpul data. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan
penting yaitu valid dan reliabel.
Rumus yang digunakan untuk mengukur validitas instrumen dalam
penelitian ini adalah rumus korelasi product moment sebagai berikut :
Keterangan :
rxy : Koefisien Korelasi.
N : Jumlah responden / Subyek.
X : Skor butir
Y : Skor total
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 38/45
Untuk menentukan validitas, alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan validitas logis dan validitas
empiris.
Reliabilitas instrumen menunjukkan pengertian bahwa suatu instrumen
cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena
instrumen tersebut sudah baik. Rumus yang digunakan adalah alpha dengan
rentang skor 1 – 4 sebagai berikut :
Keterangan :
r : Reliabilitas instrumen
K : Banyaknya butir pertanyaan
Σσ b2 : Jumlah varians butir
σ2t : Varians total
3. Variabel X2 : Persepsi terhadap Tuntutan Orang Tua
a. Definisi Operasional, variabel Persepsi Tuntutan Orang Tua adalah :Orang tua
merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan. Namun umumnya
di masyarakat pengertian orang tua itu adalah orang yang telah melahirkan
kita yaitu Ibu dan Bapak. Ibu dan bapak selain telah melahirkan kita ke dunia
ini. Kebiasaan cara/gaya orang tua ketika mereka berinteraksi dengan anak-
anaknya merupakan dimensi pola asuh yang penting. Perkembangan
mentalitas anak memiliki proses pencarian yang panjang bagi orang tua untuk
meningkatkan kemampuan perkembangan sosio-emosional.
b. Aspek-Aspek variabel persepsi terhadap Tuntutan Orang Tua siswa di SMP
Negeri I Gresik adalah : Disiplin terhadap waktu, Efektifitas dan Efisiensi
belajar, prosedur belajar, Performance dan Self discipline.
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 39/45
Indikator-Indikator variabel Tuntutan Orang Tua siswa di SMP Negeri I
Gresik adalah : tingkat absensi, hilangnya waktu belajar, Ketepatan penyelesaian
pekerjaan, Ketepatan pemberian hak-hak belajar, efektifitas belajar, penggunaan
peralatan dalam belajar, penggunaan barang habis pakai, sikap hati-hati dalam
melaksanakan tugas, Efisiensi penggunaan waktu, ketaatan pada tata tertib,
menguasai cara belajar, Kesediaan membantu siswa lain, Keahlian, Cara
berpakaian, Ketelitian, ketegasan, Kesadaran, Ketaatan terhadap peraturan, dan
Inisiatif.
Dari indikator diatas, penulis jabarkan aitem-aiten dengan tujuan untuk
mengetahui seberapa besar Persepsi Tuntutan Orang Tua pada siswa di SMP
Negeri I Gresik. Dalam membuat pertanyaan pada aitem-aitem sebagaimana
indikator diatas, penulis menggunakan model skala yang menjadikan lima
alternatif jawaban yang terdiri dari kontinuitas: Sangat Tepat (ST), Tepat (T),
Kadang-kadang (KD), Tidak Tepat (TT), dan Sangat Tidak Tepat (STT). Nilai
bergerak dari 5 sampai 1 untuk aitem yang favorable dan 1 sampai 5 untuk
aitem yang unfavorable.
Adapun Blue print variabel Persepsi terhadap Tuntutan Orang Tua sebagaimana
tabel matrik dibawah ini :
Tabel 3. Blue Print Skala Persepsi terhadap Tuntutan Orang Tua
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 40/45
NoAspek -
aspekIndikator-Indikator
Nomor Item
Terseleksi
JmlFavo-
rable
Un-
favo-
rable
a. Disiplin
terhadap
waktu
tingkat absensi √ - 1
hilangnya waktu belajar - √ 1
Ketepatan penyelesaian pekerjaan √ - 1
Ketepatan pemberian hak-hak belajar √ - 1
Efektifitas
dan
Efisiensi
belajar
efektifitas belajar √ - 1
penggunaan peralatan dalam belajar √ - 1
penggunaan barang habis pakai √ - 1
sikap hati-hati dalam melaksanakan
tugas- √ 1
Efisiensi penggunaan waktu √ - 1
prosedur
belajar
ketaatan pada tata tertib √ - 1
menguasai cara belajar √ - 1
Menguasai teknologi infomasi √ - 1
Kesediaan membantu siswa lain - √ 1
Performan
ce
Keahlian√ - 1
Cara berpakaian √ - 1
Ketelitian √ - 1
ketegasan √ - 1
Self
dicipline
Kesadaran√ - 1
Ketaatan terhadap peraturan √ - 1
Inisiatif √ - 1
Jumlah
c. Index Diskriminasi Item dan Estimasi Reliabilitas
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 41/45
Data dalam penelitian merupakan penggambaran variabel yang
diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Oleh karena itu,
benar atau tidaknya data sangat menentukan bermutu atau tidaknya hasil
penelitian yang juga sangat tergantung oleh baik tidaknya instrumen sebagai
alat pengumpul data. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan
penting yaitu valid dan reliabel.
Rumus yang digunakan untuk mengukur validitas instrumen dalam
penelitian ini adalah rumus korelasi product moment sebagai berikut :
Keterangan :rxy : Koefisien Korelasi.
N : Jumlah responden / Subyek.
X : Skor butir
Y : Skor total
Untuk menentukan validitas, alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan validitas logis dan validitas
empiris.
Reliabilitas instrumen menunjukkan pengertian bahwa suatu
instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul
data karena instrumen tersebut sudah baik. Rumus yang digunakan adalah
alpha dengan rentang skor 1 – 4 sebagai berikut :
Keterangan :
r : Reliabilitas instrumen
K : Banyaknya butir pertanyaan
Σσ b2 : Jumlah varians butir
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 42/45
σ2t : Varians total
C. Analisis Data
1. Uji Asumsi / Uji Prasyarat
Uji Prasyarat dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti
berdistribusi normal atau tidak, untuk itu penulis dalam menguji normalitas
terhadap data hasil penelitian menggunakan uji Linieritas.
2. Teknik Analisis
Analisis data diawali dengan pengujian persyaratan analisis, Kemudian
dilanjutkan dengan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan dengan
menggunakan statistik uji analisis regresi.
D. Jadwal Penelitian
Jadwal dalam penelitian ini sebagaimana matrik dibawah ini :
Matrik Jadwal Penelitian
No Kegiatan Jan
2012
Peb
2012
Mar
2012
Apr
2012
1. Bimbingan Proposal
2. Seminar Proposal
3. Penyusunan Alat
4. Uji Coba Alat
5. Pengambilan dan Analisis Data
Progress report
6. Penyusunan Tesis
7. Finalisasi
DAFTAR PUSTAKA
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 43/45
Ajzen I. and Fishbein, M. F. Understanding Attitudes and Predicting. Social Behavior.
Englewood Clifts. New York: Prentice-Hall, 1980.
Ajzen, I. Attitude, Personality, and Behavior. Buchingham: Open University Press. 1991.
Al Ghozali, Ihya’ Ulumudin, terjemahan Prof. Tk. H. Ismail Yakkub MA. SH. Jilid II, t.th.
Alhadza, A. 1998. Masalah Menyontek (Cheating) di Dunia Pendidikan.
http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/38/MASALAH_MENYONTEK_DI_DUNIA_
%20PENDIDIKAN.htm
Alim, M.N.; Hapsari, T.; dan Purwanti, L., Pengaruh Kompetensi dan Independensi
terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi,
Simposium Nasional Akuntansi X, Unhas Makassar, 26-28 Juli 2007
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek ,: PT. Rineka Cipta,
Jakarta, 1998
Bandura, Albert. Self-efficacy; The Exercise of Control . New York: W.H.. Freeman and
Company, 1997
Baron, R. A., dan Byrne, D. 2003. Psikologi Sosial Jilid 2. Edisi 10. Penerjemah: Ratna
Juwita. Jakarta: Penerbit Erlanggga.
Baron, Robert A, & Byrne, Donn, Social psychology-ninth edition. Boston; Allyn and
Bacon. 2000
Bornstein, M. H. (Ed.). (2002). Handbook of Parenting: Practical Issues in Parenting (2nd
ed., Vol. 5). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Chaplin, James. P Kamus Lengkap Psikologi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999.
Giin R Semin & Klaus Fiedler, Applied Sosial Psychology, Sage-London- Thousand
Oask- New Derlhi, 1996
Hall, C & Lindzey,G Behavior Modification, What It is and How to Do It. New Jersey :
Prentince Hall inc, 1993.
Harian Kompas, lebih dari 50 persen para siwa pernah menyontek, Kompas, Senin, 18
Agustus 2008
http://tentang-teori-komunikasi.blogspot.com/2009/02/ persepsi.html
http://transparansipendidikan.blogspot.com/2008/06/mengapa-siswa-mencontek.html
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Istimewa
%3APencarian&profile=default&search=mencontek&fulltext=Search , diakses
tanggal 12 Desember 2011
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 44/45
Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Alih bahasa: Istiwidayati & Soedjarwo. Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga
Indarto, Y., dan Masrun. Hubungan Antara Orientasi Penguasaan dan Orientasi
Performansi dengan Intensi Menyontek . Sosiosains, 17, 3, Juli, 2004
Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004
John A. Wagner III dan John R. Hollenbeck, Management of Organizational Behavior
(New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1992)
Kelley, H., "Attribution in Social Interaction," Attribution, Morristown, NJ: General
Learning Press, 1972
Klausmeier, H.J. 1985. Educational Psychology. New York: Harper and Row Publisher.
Fifth Edition.
Laurence Steinberg, 10 Basic principles of good parenting. 10 prinsip dasar pengasuhan
yang primaagar anda tidak menjadi orang tua yang gagal, Penerjemah, Lovly,
(Bandung: Kaifa, 2005), h.24
Maddox, Lynda M. The Role and Effect of Web Adresses in Advertising. Paper, 1996.
Mulyana.2002.Nyontek:Budaya…?www.magazineswara1nyontek1/artikel2/laporan
survey (19-12-2002).
Murphy, K. R. (en) Juni 1992, " Is Halo a Property of a Rater, the Ratees, or the Specific
Behaviors Observed?" Journal of Applied Psychology, , hal. 494-500.
Musfirah., Rahmahana, R.S. & Kumolohadi, R. “Hubungan antara Computer Self-
Efficacy dan Kecemasan Menggunakan Komputer”. Psikologika. 2003.
Rahmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2004.
Robbins, S.P.. Perilaku Organisasi. Jilid I. Jakarta: PT INDEKS Kelompok Garmedia.
2003
Robbins, Stephen P.. Perilaku Organisasi. Alih Bahasa Hadyanan Pujaatmaka. PT
Prenhallindo. Jakarta: ,1982
Santrock, J.W. Life Span Development. (terjemahan) . Boston: Mac Graw-Hill. 1999.
Sarwono, S.W. 1997. Psikologi Sosial. Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta:
Balai Pustaka
Sekretariat Negara RI, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistim Pendidikan Nasional, WWW.Indonesia.go.id . Diakses tanggal 12
Desember 2011
Setiadi. Anatomi dan Fisiologi Manusia.Yogyakarta: Graha Ilmu. 2010.
5/14/2018 02 susi proposall revisi 20120303 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/02-susi-proposall-revisi-20120303 45/45
Shofyan Ahmad, Pembina dan Pengembangan Sistem pendidikan Islam, PT. Al Ma’arif,
Banddung, 1982
Sudjana, Metode Statistika .: Tarsito. Bandung, 1996.
Sugono dkk,, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Pusat Bahasa DepartemenPendidikan Nasional, 2008)
Sujana, Y.E., dan Wulan, R. Hubungan Antara Kecenderungan Pusat Kendali dengan
Intensi Menyontek . Jurnal Psikologi, XXI, 2, Desember, 1-7, 1994.
Sunawan. Beberapa Bentuk Prilaku Underachievement dari Perspektif Teori Self
Regulated Learning. Jurnal Ilmu Pendidikan. Jilid 12 No.2: 2005. hal. 128-142.
Susana, T. 2006. Konsep Diri: Apakah Itu?. Konsep Diri Positif, Menentukan Prestasi
Anak. Hal 17-23. Yogyakarta: Kanisius.
Syansu Yusuf LN, Psikologi perkembangan anak dan remaja, (Bandung: Remaja Rosda
karya, 2005), h.25
Walgito, Bimo. . Psikologi Sosial (Suatu Pengantar).: Andi Offset, Yogyakarta, 2002