Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 1
KAJIAN KETENTUAN KEGIATAN INDUSTRI KECIL-MIKRO RUMAH
TANGGA DAN USAHA RUMAH TANGGA PADA KAWASAN
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI SURABAYA
1. Latar Belakang
Kawasan perumahan/permukiman di Kota Surabaya mempunyai karakteristik historis yang
sangat kuat terkait dengan kesejarahannya sebagai pembentuk identitas perkampungan
yang berbasis pada kegiatan industri kecil dan rumah tangga. Selain terdapat situs industri
rakyat pada jaman kolonial yang tidak lagi ada aktivitasnya tetapi wujud fisik tempatnya
telah menjadi bangunan cagar budaya, juga terdapat wujud industri kecil dan industri
rumah tangga yang memberikan kecirian yang kuat bagi eksistensi kampung yang
bersangkutan. Kedua jenis kegiatan industri tersebut bersifat komunal potensial dan perlu
diarahkan pemanfaatan ruangnya.
Yang berupa situs industri rakyat dapat ditingkatkan pemanfaatan kualitas ruangnya sebagai
bagian dari industri pariwisata sejarah. Sedangkan kawasan industri kecil dan rumah tangga
diarahkan pemanfaatan ruangnya sehingga ruang rumah tinggal dan ruang usaha menjadi
mempunyai kualitas habitat yang semakin baik, sehat, bersih dan ramah lingkungan.
Lain daripada kedua jenis kawasan industri kecil dan rumah tangga dan situs industri rakyat
diatas, terdapat jenis lokasi-lokasi industri yang bersifat heterogen jenis usahanya yang
dapat berlokasi pada satu kawasan perumahan atau perkampungan, dimana kegiatannya
dilakukan sejak sebelum adanya peraturan yang mengatur kegiatan industri di dalam
perumahan/permukiman, dan kegiatan yang dilakukan setelahnya. Jenis-jenis kegiatan
industri yang heterogen di dalam suatu kawasan ini sergkali mendatangkan berbagai
permasalahan terhadap tetangganya dan lingkungan sekitar terdekat.
Pelarangan bagi warga untuk melakukan kegiatan usaha industri kecil dan/atau rumah
tangga tidak dapat serta merta dilakukan, meskipun melalui perda yang telah dimiliki saat
ini. Pelarangan ini menjadi menyulitkan bagi seorang warga yang akan memulai kegiatan
usaha barunya sebagai pemula yang belum mampu menyewa unit rumah toko. Secara fisik
spesifikasi pengaturan persil bangunan untuk kegiatan industri kecil dan rumah tangga di
dalam lingkungan perumahan/permukiman berdasarkan spesifikasi jenis dan kelas
usahanya belum ada penjelasan peraturannya di Kota Surabaya. Peraturan Daerah di Kota
Surabaya yang terkait dengan hal ini adalah tentang izin gangguan, penyelenggaraan usaha
di bidang perdagangan dan industri, ketentuan pencegahan penanggulangan bahaya
kebakaran, dan tentang bangunan.
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 2
Menyadari penting dan mendesaknya kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan kepastian
hukum perizinan untuk menyelenggarakan kegiatan usahanya pada kawasan/lingkungan
perumahan/permukiman maka diperlukan kajian teknis yang dapat mencakup persyaratan
jenis dan klasifikasi kegiatan industri kecil dan rumah tangga; fisik bangunan; jarak, luasan
dan lokasi usaha di dalam persil terhadap tetangga yang dapat diizinkan; serta
mempertimbangkan tata cara menghindari gangguan lingkungan dengan memenuhi
persyaratan teknis lingkungan hidup.
2. Lingkup Kajian
Lingkup lokasi Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha
Rumah Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Kota Surabaya adalah pada
kawasan perumahan dan permukiman di Kota Surabaya; bukan yang dimaksud oleh
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, dimana
telah disyaratkan pada Pasal 13 ayat (a).
Sedangkan lingkup materi kajian ini dibatasi pada lingkup teknis terkait dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada Pasal 7 (b)
sarana dan prasarana dan (f) kesempatan usaha yang meliputi: jenis kegiatan usaha, luasan
kegiatan usaha, intensitas bangunan rumah dan tempat usaha, jarak antara rumah usaha
dengan tetangga di sekitarnya, fasilitas/prasarana yang wajib disediakan, dan syarat akses
prasarana lingkungan pada kawasan perumahan dan permukiman. Kajian ini TIDAK
membahas tentang pendanaan usaha, informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha,
promosi dagang dan dukungan kelembagaan yang telah tertuang di dalam peraturan
lainnya.
3. Permasalahan pada Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha
Rumah Tangga di Kawasan Perumahan dan Permukiman
Berbagai masalah terkait dengan gangguan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan usaha
industri kecil atau industri rumah tangga sering menjadi pemicu protes tetangga di
sekitarnya. Sebagai contoh adalah gangguan bau dari kegiatan peternakan, pengolahan
bahan kimia; gangguan asap dari kegiatan mengolah, memasak; gangguan suara yang
ditimbulkan oleh mesin pemroses; pencemaran air pada drainase yang diakibatkan oleh
buangan hasil olahan suatu kegiatan; meningkatnya suhu udara akibat kegiatan tertentu;
terjadinya kebakaran; gangguan penggunaan ruang umum/publik untuk kegiatan usaha
individu; dan seterusnya.
Selain itu masyarakat yang akan mendirikan kegiatan usaha mempunyai beberapa latar
belakang penyebab terjadinya masalah, seperti: keterbatasan modal untuk
mengembangkan usaha sehingga tidak mampu menjalankan usaha pada tempat yang telah
sesuai peruntukannya; belum memahami risiko yang lebih besar terhadap tetangga di
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 3
sekitarnya; dengan sengaja menjalankan usaha tanpa izin tetangga; belum sadar hukum;
dan seterusnya.
4. Landasan Hukum Kegiatan Industri dan Usaha di Kawasan Perumahan dan
Permukiman di Kota Surabaya
Sebagai dasar acuan ketentuan yang mengatur tentang batasan kegiatan usaha dan industri
kecil dan industri rumah tangga pada kawasan perumahan dan permukiman yaitu:
a) Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian;
b) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;
c) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;
d) Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
e) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan
Izin Gangguan di Daerah;
f) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis
Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan;
g) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri;
h) Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 19/M/SK/I/1986 tentang Sistem
Klasifikasi Industri serta Pemberian Nomor Kodenya yang Berada di bawah Pembinaan
Masing-Masing Direktorat Jenderal dalam Lingkungan Departemen Perindustrian;
i) Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 8 Tahun 2010 tentang Retribusi Izin Gangguan;
j) Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2010 tentang Izin Gangguan;
k) Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Usaha
di Bidang Perdagangan dan Perindustrian;
l) Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara;
m) Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2007 tentang RTRW Kota Surabaya
2015;
n) Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air;
o) Peraturan Walikota Surabaya Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman dan Standar
Teknis untuk Pelayanan Pemanfaatan Ruang;
p) Peraturan Walikota Surabaya Nomor 74 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Peraturan
Daerah Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2010 tentang Izin Gangguan;
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 4
5. Sejarah Tempat Usaha di Perumahan dan Perkampungan Kota Surabaya
Surabaya adalah kota yang istimewa bagi sebagian masyarakat yang hidup pada awal abad
ke-20. Keistimewaannya bukan terletak pada kota itu sendiri, namun lebih pada citra
tentang kota Surabaya sebagai “...salah satoe kota dagang jang paling djempol di
Indonesia...” Selain terkenal sebagai kota dagang, sudah sejak lama kota Surabaya dikenal
sebagai kota industri. Howard Dick bahkan dengan tegas mengemukakan bahwa industri
modern di Indonesia lahir pertama kali di kota Surabaya. Pada awal abad ke-20,
industrialisasi di kota Surabaya setara dengan Kalkuta, Bombay (Mumbay, saat ini), dan
Osaka, Singapura, Bangkok, Hongkong, Shanghai, dan Tokyo, yang merupakan pusat-pusat
industri terkemuka di Asia. Namun, jauh sebelum kota Surabaya berkembang menjadi pusat
industri modern, di kota ini sebenarnya telah lahir industri rakyat yang berkembang cukup
luas dan mencakup banyak kawasan di kota ini.
A. Situs Industri Rakyat
Akselerasi modernisasi industri di kota Surabaya terjadi ketika kekuatan asing mulai
merambah ke kota ini dan menjadi kekuatan yang memerintah (the ruling class). Masuknya
kekuatan asing di kota Surabaya, dalam hal ini adalah penjajah Belanda, telah melahirkan
dua model industri. Pertama, industri rakyat berskala kecil yang dikerjakan secara manual
(handycraft). Industri ini sudah lahir jauh sebelum kota Surabaya dikuasai oleh orang-orang
Eropa. Jenisnya amat beragam, menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Kedua, industri modern yang dikerjakan secara massal dan pengerjaannya dibantu oleh
mesin-mesin modern (manufacture). Dua jenis industri tersebut melahirkan dampak yang
berbeda. Jenis industri yang pertama kurang melahirkan citra Surabaya sebagai kota
industri, sedangkan jenis yang kedua memiliki kekuatan yang besar untuk melahirkan citra
Surabaya sebagai kota industri.
Jauh sebelum orang-orang Eropa menduduki kota Surabaya, dinamika ekonomi kota ini
telah digerakkan oleh sektor industri rumah tangga yang diselenggarakan secara mandiri
oleh rakyat. Beberapa nama kampung yang unik di kota Surabaya sebagian terkait erat
dengan profesi masyarakat setempat, yang salah satunya berkaitan dengan aktivitas
industri rumah tangga. Lahirnya nama-nama kampung tersebut berhubungan dengan
kebiasaan orang Jawa yang dengan gampang menamai suatu tempat dengan menggunakan
nama orang, nama pohon, nama kejadian, atau nama aktivitas yang melekat dengan
kampung yang dimaksud. Von Faber mencatat profesi rakyat, sebagian besar terkait erat
dengan industri rumah tangga, yang identik dengan kampung-kampung di kota Surabaya
sebagai berikut:
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 5
Zona Industri/Profesi Rakyat di Kota Surabaya sampai Akhir Abad ke-19
Jenis Pekerjaan (Beroep) Kampung
Horlogemakers (tukang jam) Cantian
Meubelmakers (pembuat mebel) Pesapen
Kopergieters (tukang cor tembaga) Kawatan
Geelgieters (tukang cor kuningan) Pabean
Draaiers (tukang bubut) Bubutan
Ivoor en hoornbew
(pembuatan kerajinan gading dan tanduk)
Bubutan
Tambanganmakers (tukang tali tambang) Bandaran
Batikkers (pembuat batik Kampung Baru
Schoenmakers (pembuat sepatu) Kampung Baru
Kleermakers (tukang jahit) Ampel
Zadelmakers (pembuat sadel) Kramatgantung
Rijtuigmakers (pembuat kereta kuda) Donorejo
Goudsmeden (tukang emas) Pekalongan
Bultzakmakers (tukang kasur) Ampel dan Koblen
Rottanbewerkers (pengrajin rotan) Ampel
Kalkbranders (pembakaran kapur) Pengampon
Steen en potten (pembuat batu bata dan tembikar) Keputran
Waschlieden (tukang cuci) Krembangan
Huidenbereiders (tukang kulit) Songojudan
Slachters rundvee (penyembelihan sapi/jagal) Jagalan
Slachters schapen (penyembelihan domba) Sasak
Slachters varkens (penyembelihan babi) Gili
Sumber: Von Faber, Oud Soerabaia, (Surabaya: Gemeente Soerabaia, 1931), hal. 185
Nama-nama kampung yang identik dengan profesi rakyat misalnya, Kampung Kawatan,
karena di tempat tersebut terdapat tempat pembuatan kawat yang berbahan dasar
tembaga. Kampung Bubutan, tempat tukang bubut serta kerajinan gading dan tanduk yang
pengerjaannya juga dibubut. Kampung Pengampon, terdapat tempat pembakaran
kapur(ampo). Kampung Jagalan, di tempat tersebut terdapat penjagalan/penyembelihan
sapi.
Tidak ada data yang pasti berapa tenaga kerja yang terserap dalam berbagai aktivitas
industri dan perdagangan yang dikelola oleh rakyat itu. J. Hageman yang pernah bertugas di
kota Surabaya pada pertengahan abad ke-19, memiliki catatan terbatas mengenai jenis
pekerjaan penduduk kota Surabaya beserta jumlah pekerjanya untuk tahun 1859,
sebagaimana tabel di bawah ini:
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 6
Jenis Pekerjaan dan Jumlah Pekerja di Kota Surabaya Tahun 1859
Jenis Pekerjaan Jumlah Pekerja
Pembuatan Sepatu 60
Kerajinan Batik 210
Jahit Baju 165
Pembuatan Batu Bata dan Tembikar 425
Pertukangan Kayu 630
Kerajinan Emas dan Perak 170
Sumber: J. Hageman, “Aanteekeningen nopens de industrie, handel en nijverheid van Soerabaja”
dalam Tijdschrift voor Nijverheid en Landbouw in Nederlandsch Indie 5, 1859, hlm. 137-152
Menurut Hageman, pada tahun yang sama, penduduk kota Surabaya yang bekerja di sektor
pertanian dan perikanan sekitar 59 persen dari seluruh penduduk kota, sedangkan yang
bekerja pada sektor jasa seperti sebagai pembantu rumah tangga, buruh, dan pelaut
sebanyak 31,5 persen, dan sisanya yang 9,5 persen di sektor industri rakyat. Angka-angka
tersebut menunjukkan bahwa pada pertengahan abad ke-19, kota Surabaya sedang
beranjak menjadi kota industri dan perdagangan, yang ditandai dengan besarnya orang-
orang yang bekerja pada sektor jasa. Periode itu juga menandakan bahwa secara perlahan-
lahan penduduk sudah mulai meninggalkan sektor agraris.
Memasuki abad ke-20, pengelompokan industri rakyat sebagaimana daftar di atas
mengalami penyurutan. Sebagian besar industri rakyat mengalami kebangkrutan yang
disebabkan masuknya modal asing yang besar. Investasi besar-besaran di sektor industri
telah menciptakan industri berskala besar dengan peralatan yang serba modern, yang
mampu menghasilkan barang-barang dalam jumlah masal. Sebagai contoh misalnya, pada
tahun 1930-an di daerah selatan kota Surabaya tepatnya di Kampung Wonocolo didirikan
pabrik kulit, yang terkenal dengan nama Pabrik Kulit Wonocolo. Pabrik kulit tersebut
mampu mengolah kulit-kulit mentah menjadi kulit jadi dalam skala besar dan dalam waktu
yang lebih cepat. Keberadaan pabrik kulit tersebut tentu saja mempengaruhi produksi kulit
rakyat yang terdapat di Kampung Songoyudan.
Perubahan lingkungan yang terjadi di perkampungan juga mempengaruhi eksistensi industri
rakyat. Sebagai contoh misalnya, ketika kawasan Kampung Pengampon semakin dipenuhi
oleh pemukiman penduduk maka aktivitas pembakaran kapur dianggap mengganggu
penduduk yang tinggal di kampung tersebut, karena kegiatan tersebut menciptakan polusi
udara. Asap dari cerobong pembakaran biasanya sangat pekat dan menyebar ke mana-
mana, di samping itu debu dari kapur yang dibakar juga mengganggu pernafasan. Industri
pembuatan batu bata dan tembikar yang dilakukan oleh penduduk Kampung Keputran
nasibnya sama dengan industri pembakaran kapur, yang harus menyingkir karena
mengganggu kenyamanan penduduk. Pada awal abad ke-20, baik di Pengampon maupun di
Keputran sudah tidak ada lagi aktivitas pembakaran kapur serta pembuatan batu bata dan
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 7
tembikar. Kegiatan tersebut bergeser ke Sepanjang yang berada di barat daya kota
Surabaya.
B. Perubahan Pengelolaan Industri Rakyat
Seiring dengan penerapan otonomi kota, dengan pemberian status gemeente kepada kota
Surabaya, banyak aktivitas perekonomian rakyat yang kemudian diambil alih oleh Gemeente
Surabaya. Pasar-pasar yang semula dikelola oleh kampung, kemudian diambil alih
pengelolaannya oleh gemeente dengan membentuk Pasarbedrijf (Dinas Pasar). Aktivitas
jagal hewan yang semula ditangani oleh penduduk kampung juga diambil alih oleh
gemeente dengan membangun slachthuis (Rumah Pemotongan Hewan). Salah satu alasan
pembentukan slachthuis dalah agar kebersihan tempat pemotongan hewan bisa terjaga
dan dagingnya bisa dikontrol dengan baik. Di balik alasan pengambilalihan kegiatan
perekonomian dan industri rakyat oleh gemeente sejatinya adalah alasan ekonomi, karena
aktivitas tersebut bisa mendatangkan pemasukan uang yang besar bagi gemeente yang
sedang dituntut untuk mengelola keuangannya sendiri secara mandiri. Ketika pasar dan
penjagalan hewan dikelola oleh gemeente, kedua lembaga tersebut mampu memberikan
kontribusi finansial yang demikian besar kepada Gemeente Surabaya. Pada tahun 1930
semua pasar yang ada di kota Surabaya yang berjumlah 19 buah serta warung-warung di
tepi jalan memberikan pemasukan keuangan sebesar ƒ 830.026,44. Sedangkan slachthuisper
1 Januari 1931 memberikan penghasilan bagi gemeente sebesar ƒ 354.227,43.
Pengambilalihan penjagalan hewan dengan sendirinya telah mematikan aktivitas
pemotongan hewan yang dilakukan oleh penduduk, walaupun kematian aktivitas tersebut
tidak dengan sendirinya menghilangkan nama Kampung Jagalan. Sampai saat ini nama
Kampung Jagalan, namun kemungkinan besar masyarakat kota Surabaya sudah tidak tahu
lagi bahwa nama kampung tersebut terkait dengan aktivitas rakyat kota ini pada masa lalu.
Hal yang sama kemungkinan besar juga terjadi pada nama-nama kampung yang lain.
6. Kajian dan Analisis Kegiatan Usaha Industri Kecil Rumah Tangga pada
Kawasan Perumahan dan Permukiman di Kota Surabaya
A. Definisi Industri Kecil dan Usaha Mikro Rumah Tangga
1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
mendefinisikan tentang:
a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 8
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha
Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini.
c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini.
2) Pengklasifikasian industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian
Nomor 19/SK/M/I/1986 tentang Sistem Klasifikasi Industri serta Pemberian Nomor
Kodenya yang Berada di bawah Pembinaan Masing-Masing Direktorat Jenderal
dalam Lingkungan Departemen Perindustrian menyebutkan:
a. Industri kecil adalah industri yang bergerak dengan jumlah pekerja sedikit, dan
teknologi sederhana. Biasanya dinamakan industri rumah tangga, misalnya:
industri kerajinan, industri alat-alat rumah tangga, dan perabotan dari tanah
(gerabah).
b. Berdasarkan Peraturan Menteri Peridustrian RI Nomor 41/M-IND/PER/6/2008
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan
dan Tanda Daftar Industri menyebutkan bahwa jenis industri kecil yang
tercantum dalam Lampiran Huruf D Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
07/M-IND/PER/2005 dan atau perubahannya dengan nilai investasi perusahaan
seluruhnya sampai dengan Rp. 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha.
3) Menurut Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI
Nomor 23/PER/M.KUKM/XI/2005 tentang Pedoman Penumbuhan dan
Pengembangan Sentra Usaha Kecil dan Menengah, klasifikasi usaha kecil (bukan
sentra usaha kecil) adalah:
a. Usaha Kecil (UK) adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dengan kekayaan
bersih maksimal Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan, penjualan tahunan maksimal Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar
rupiah) dan milik Warga Negara Indonesia serta berdiri sendiri bukan merupakan
anak perusahaan sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
Berdasarkan jumlah tenaga kerjanya definisi industri kecil dan usaha mikro kecil
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja kurang
dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga
kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri biasanya
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 9
kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya: industri
anyaman, industri kerajinan, industri tempe/ tahu, dan industri makanan ringan
(BPS, 2002).
b. Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5 sampai 19
orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relative kecil, tenaga
kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada hubungan saudara.
Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan industri pengolahan rotan.
B. Batasan tentang Ketentuan Pengaturan Kegiatan Usaha
Ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang kegiatan usaha industri kecil dan industri
rumah tangga pada kawasan perumahan dan permukiman meliputi:
1) Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, pada Pasal 49 ayat (1) menyatakan suatu rumah diperbolehkan untuk
dipergunakan sebagai kegiatan usaha selama tidak membahayakan dan mengganggu
fungsi hunian. Yang dimaksud dengan kegiatan yang tidak mengganggu fungsi
hunian adalah kegiatan yang tidak menimbulkan penurunan kenyamanan hunian
dari penciuman, suara, suhu/asap, sampah yang ditimbulkan dan sosial.
2) Undang-Undang Nomor 03 Tahun 2014 tentang Perindustrian pada Pasal 75
menyebutkan bahwa untuk mewujudkan industri kecil dan menengah yang berdaya
saing, berperan dalam pengentasan kemiskinan melalui perluasan kesempatan kerja,
das seterusnya maka Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan fasilitas
berupa penyediaan Kawasan Industri untuk Industri Kecil dan Industri Menengah
yang berpotensi mencemari lingkungan, dan seterusnya.
Di dalam Undang-Undang ini pada Pasal 13 menyebutkan Pemerintah dan
Pemerintah Daerah menumbuhkan iklim usaha dengan menetapkan peraturan
perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek sarana dan prasarana,
kesempatan berusaha dan seterusnya untuk:
a. mengadakan prasarana umum yang dapat mendorong dan mengembangkan
pertumbuhan Usaha Mikro dan Kecil, dan seterusnya;
b. menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar,
ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi
pertambangan rakyat, lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima, serta lokasi
lainnya, dan seterusnya.
3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penetapan Izin Gangguan di Daerah menyebutkan dalam Pasal 3 yang dimaksud
dengan ‘gangguan’ meliputi:
a. Gangguan lingkungan yang meliputi: gangguan terhadap fungsi tanah, air tanah,
sungai, laut, udara dan gangguan yang bersumber dari getaran dan/atau
kebisingan;
b. Gangguan terhadap sosial kemasyarakatan yang meliputi: terjadinya ancaman
kemerosotan moral dan/atau ketertiban umum;
c. Gangguan terhadap ekonomi meliputi ancaman terhadap:
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 10
i. penurunan produksi usaha masyarakat sekitar; dan/atau
ii. penurunan nilai ekonomi benda tetap dan benda bergerak yang berada di
sekitar lokasi usaha.
Kegiatan atau usaha yang ‘Tidak Wajib Izin’ menurut Undang-Undang ini meliputi:
a. kegiatan yang berlokasi di dalam Kawasan Industri, Kawasan Berikat, dan
Kawasan Ekonomi Khusus;
b. kegiatan yang berada di dalam bangunan atau lingkungan yang telah memiliki
izin gangguan; dan
c. usaha mikro dan kecil yang kegiatan usahanya di dalam bangunan atau persil
yang dampak kegiatan usahanya tidak keluar dari bangunan atau persil.
Jadi selain kegiatan atau usaha industri yang tidak termasuk klasifikasi diatas
diwajibkan untuk mendapatkan izin dari Pemerintah Daerah setempat.
4) Perda Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2007 tentang RTRW Kota Surabaya 2015
mengarahkan lokasi-lokasi industri terpisah (individual) yang masih berada di luar
kawasan industri dan terindikasi atau berpotensi menyebabkan pencemaran
lingkungan akan direlokasi secara bertahap ke kawasan-kawasan yang direncanakan
sebagai kawasan industri. Sedangkan lokasi industri kecil dan rumah tangga dapat
berada di kawasan perumahan sejauh tidak mengganggu fungsi lingkungan hunian.
Pembangunan dan pelaksanaan kegiatan industri harus disertai dengan upaya-upaya
terpadu dalam mencegah dan mengatasi terjadinya pencemaran lingkungan mulai
dari penyusunan AMDAL atau UKL/UPL, penyediaan IPAL dan disertai dengan
pengawasan oleh Pemda secara intensif terhadap kegiatan industri yang
dilaksanakan.
5) Di dalam bagian Lampiran daripada Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 01
Tahun 2004 tentang Izin Gangguan, untuk tempat usaha yang dimungkinkan berada
di daerah perumahan adalah jenis tempat usaha yang Wajib memiliki Izin Gangguan
dengan kategori gangguan ringan adalah sebagai berikut:
a. usaha yang tidak mengerjakan, menyimpan atau memproduksi bahan berbahaya
dan beracun ( B3 );
b. usaha yang tidak menggunakan peralatan produksi yang dijalankan dengan
memakai tenaga elektro motor maupun motor lain lebih dari 3 KW (4 PK);
c. usaha yang tidak menggunakan atau memakai asap, gas-gas atau uap-uap
dengan tekanan berat;
d. bangunan tempat usaha tidak bertingkat.
Tempat-tempat usaha lainnya yang dapat menimbulkan bahaya, yang menurut UURI
Nomor 01 Tahun 2011 yang dilarang di perumahan dan kawasan permukiman, dan
Wajib memiliki izin gangguan (mungkin masih dijumpai di dalam
perumahan/kawasan permukiman), meliputi:
a. usaha di bidang pariwisata (kecuali usaha bidang pariwisata yang memperoleh
izin usaha pariwisata bersyarat/khusus), meliputi:
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 11
i. usaha rekreasi dan hiburan umum yaitu taman rekreasi, gelanggang renang,
pemandian alam, padang golf, kolam memancing, gelanggang permainan
ketangkasan, gelanggang bowling dan bilyard, klub malam, diskotik, panti
pijat, panti mandi uap, bioskop, pusat pasar seni, dunia fantasi, theatre atau
panggung terbuka dan tertutup, taman satwa, pentas pertunjukan satwa,
usaha fasilitas wisata tirta, usaha sarana fasilitas olah raga, balai pertemuan,
barber shop, salon kecantikan, pusat kesehatan atau health centre, pusat
kesegaran jasmani atau fitnes centre;
ii. rumah makan, restaurant, bar, depot dan cafe;
iii. tempat penginapan (hotel, penginapan remaja, losmen, motel, home stay
dan guest house) ;
iv. tempat penyelenggaraan musik hidup, tempat penyelenggaraan kesenian
tradisional dan sejenisnnya.
b. usaha di bidang perindustrian dan perdagangan, meliputi:
i. ruang/gedung/tempat penyimpanan penimbunan barang–barang dagangan;
ii. perusahaan konveksi dengan menggunakan 5 (lima) mesin atau lebih;
iii. perusahaan percetakan;
iv. pengelolaan gedung-gedung perkantoran/pertokoan;
v. perusahaan studio rekaman;
vi. setasiun bahan bakar umum, penjualan minyak pelumas eceran termasuk
servis ganti minyak pelumas;
vii. tempat penyimpanan dan penjualan bahan - bahan kimia;
viii. tempat penyimpanan dan penjualan eceran minyak tanah, minyak solar,
residu, spiritus, alkohol, gas elpiji dan karbit;
ix. tempat penyepuhan, pencelupan, chroom, elektronik pating dan sejenisnya;
x. bengkel perbaikan sepeda, sepeda motor, mobil, aki dan dinamo;
xi. tempat penampungan dan penjualan kertas bekas, besi bekas, kayu bekas,
plastik bekas, dan barang-barang bekas lainnya;
xii. pengepakan barang-barang dagangan, sortasi, perusahaan ekspedisi;
xiii. ruang pamer;
xiv. toko elektronik yang menimbulkan kebisingan;
xv. tempat menyimpan/mengolah/mengerjakan barang-barang hasil laut, hasil
bumi, hasil hutan;
xvi. tempat pembuatan makanan dan minuman;
c. usaha di bidang kesehatan, meliputi:
i. apotek, toko obat;
ii. klinik spesialis/rumah sakit bersalin/rumah bersalin/rumah sakit, labora-
torium, balai pengobatan, industri farmasi, klinik kecantikan;
iii. peredaran produk makanan, minuman dan rokok.
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 12
d. usaha di bidang perhubungan :
i. stasiun radio dan televisi;
ii. tempat penyimpanan/pool container;
iii. tempat penyimpanan/garasi/pool kendaraan angkutan barang maupun
orang.
e. usaha di bidang jasa:
i. tempat pencucian kendaraan bermotor (sepeda motor, mobil dan lain-lain );
ii. travel, perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia.
f. usaha di bidang pertanian: tempat peternakan unggas, sapi, sapi perah dan
sejenisnya;
g. jenis tempat usaha atau kegiatan lain yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Daerah.
Sedangkan kegiatan-kegiatan yang menurut UURI Nomor 01 Tahun 2011 yang
dilarang di perumahan dan kawasan permukiman yaitu Jenis tempat usaha yang
Wajib memiliki izin gangguan dengan kategori gangguan berat berdasarkan
(Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 yang telah diubah dengan Staatsblad Tahun
1940 Nomor 14 dan Nomor 450) adalah:
a. usaha yang dijalankan dengan alat kerja tenaga uap air dan gas, termasuk pula
dengan elektro motor dan tempat usaha lainnya yang mempergunakan tenaga
uap, air dan gas atau uap bertekanan tinggi;
b. tempat yang dipergunakan untuk membuat, mengerjakan dan menyimpan mesin
dan bahan peledak lainnya termasuk pabrik dan tempat penyimpanan petasan;
c. tempat yang dipergunakan untuk membuat ramuan kimia, termasuk pabrik
korek api;
d. tempat yang dipergunakan untuk memperoleh, mengerjakan dan menyimpan
bahan-bahan atsiri (vluchting) atau yang mudah menguap;
e. tempat yang dipergunakan untuk penyulingan kering dari bahan-bahan tumbuh-
tumbuhan dan hewani serta mengerjakan hasil yang diperoleh daripadanya,
termasuk pabrik gas;
f. tempat yang dipergunakan untuk mengerjakan lemak-lemak dan damar;
g. tempat yang dipergunakan untuk menyimpan dan mengerjakan sampah;
h. tempat pengeringan gandum/kecambah (mouterij), pabrik bir, tempat
pembuatan minuman keras dengan cara pemanasan (branderij), perusahaan
penyulingan, pabrik spiritus, pabrik cuka, perusahaan pemurnian, pabrik tepung
dan perusahaan roti serta pabrik setrup buah-buahan;
i. tempat pembantaian, tempat pengulitan (vinderij), perusahaan pencucian
jerohan (penserij), tempat penjemuran , tempat pengasapan bahan – bahan
hewani, termasuk tempat penyamakan kulit;
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 13
j. pabrik porselin dan pecah belah (aaderwark), tempat pembuatan batu merah,
genteng, ubin dan tegel, tempat pembuatan barang dari gelas, tempat
pembakaran gamping, gipsa dan pembasahan (pembuatan) kapur;
k. tempat pencairan logam, tempat pengecoran logam, tempat pertukangan besi,
tempat penempatan logam, tempat pemipihan logam, tempat pertukangan
kuningan, kaleng dan tempat pembuatan ketel;
l. tempat penggilingan tras, penggergajian kayu dan pabrik minyak;
m. galangan kapal kayu, tempat pembuatan barang dari batu dan penggergajian
batu, tempat pembuatan gilingan dan kereta, tempat pembuatan tong dan
tempat pertukangan kayu;
n. tempat persewaan kendaraan;
o. tempat penembakan;
p. gudang penggantungan tembakau;
q. pabrik tapioka;
r. pabrik untuk mengerjakan karet, getah (gummi), getah perca atau bahanbahan
yang mengandung zat karet;
s. gudang kapuk, perusahaan batik;
t. warung dalam bangunan tetap, begitu juga tempat usaha lainnya yang dapat
menimbulkan bahaya, kerugian atau gangguan.
Sedangkan di dalam Perda Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2010 tentang Izin
Gangguan, di dalam Lampirannya jenis tempat usaha/kegiatan yang wajib memiliki
izin gangguan tidak lagi diklasifikasikan menurut tingkatan bahayanya, seperti yang
ditetapkan di dalam UURI Nomor 01 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman. Jenis-jenis kegiatan usaha yang berkembang pada saat ini setelah
Perda Kota Surabaya Nomor 01 Tahun 2004 tentang Izin Gangguan dan pada saat
diberlakukannya erda Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2010 tentang Izin Gangguan,
yang termasuk ke dalam klasifikasi gangguan ringan meliputi: rumah kost, sekolah
KB/TK, tempat penitipan anak, tempat praktek dokter/pengobatan alternatif, bidan,
konsultan, teknisi elektronik, biro travel/tiket, biro jasa dan internet marketer;
pembuatan snack dan penganan, bisnis barang kerajinan/membuat souvenir,
percetakan kecil, bisnis kue, counter pulsa, video shooting, merangkai bunga, usaha
menjahit/konveksi, persewaan buku, toko kelontong, dan usaha lain sejenis; gudang,
bengkel kerja atau workshop, dan kantor, toko ATK, laundry, warnet, catering, toko
pakaian adat/pakaian muslim, usaha pijat kesehatan, butik, pengolahan air minum
isi ulang, salon, toko obat/apotek, toko roti, warung makan dan usaha makanan
sejenis lainnya (pinggir jalan utama perumahan).
6) Berdasarkan Lampiran IV Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor 64/M-
IND/7/2011 jenis-jenis industri yang termasuk di dalam kategori industri kecil dan
menengah adalah:
a. Industri penggaraman/pengeringan ikan;
b. Industri pemindangan ikan;
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 14
c. Industri penggaraman/pengeringan biota air lainnya;
d. Industri pemindangan biota air lainnya;
e. Industri pengasinan/pemanisan buah-buahan dan sayuran;
f. Industri tempe kedelai;
g. Industri tahu kedelai;
h. Industri pengupasan dan pembersihan dan kacang-kacangan;
i. Industri pengupasan dan pembersihan umbi-umbian (termasuk rizoma);
j. Industri gula merah;
k. Industri kain tenun ikat;
l. Industri pencetakan kain (motif batik dan tradisional);
m. Industri batik (tulis);
n. Industri kain rajutan (renda);
o. Industri kain sulaman/border;
p. Industri pakaian jadi (konveksi) dari tekstil;
q. Industri pengawetan rotan, bamboo dan sejenisnya
r. Industri barang anyaman dari tanaman bukan rotan dan bambu;
s. Industri kerajinan ukiran dari kayu bukan mebeler;
t. Industri alat dapur dari kayu, rotan, dan bambu;
u. Industribarang dari kayu, rotan, gabus lainnya yang tidak diklasifikasikan di
tempat lain;
v. Industri perlengkapan rumah tangga dari tanah liat/keramik;
w. Industri perkakas tangan untuk pertanian;
x. Industri perkakas tangan pertukangan;
y. Industri perkakas tangan yang digunakan dalam rumah tangga;
z. Industri peralatan umum;
aa. Industri alat music tradisional;
bb. IndustriJasa reparasi produk logam pabrikasi lainnya;
cc. Reparasi dan perawatan sepeda motor;
dd. Jasa reparasi peralatan rumah tangga dan peralatan rumah dan kebun;
ee. Jasa reparasi alas kaki dan barang dari kulit;
ff. Jasa reparasi furniture dan perlengkapan rumah;
gg. Jasa reparasi barang rumah tangga dan pribadi lainnya.
C. Persyaratan Teknis yang Wajib Dipenuhi untuk Kegiatan Usaha pada Perumahan/
Kawasan Permukiman
Selain dikenakannya Perda tentang Izin Gangguan, para pengelola/pemilik usaha juga
wajib memenuhi persyaratan-persyaratan teknis untuk kegiatan usaha yang berada di
perumahan dan kawasan permukiman, meliputi:
1) Ketentuan akses, dimensi jalan dan fasilitas parkir;
2) Ketentuan intensitas bangunan;
3) Ketentuan keselamatan kebakaran;
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 15
4) Ketentuan kualitas udara ambien dan kebisingan untuk perumahan;
5) Standar pemenuhan cahaya dan ventilasi udara untuk rumah sehat;
6) Ketentuan kualitas air baku;
7) Ketentuan pengelolaan lingkungan untuk sanitasi, air limbah dan persampahan;
8) Ketentuan gangguan getaran/keretakan/rusak bangunan tetangga.
1) Ketentuan Akses, Dimensi Jalan dan Fasilitas Parkir;
Kendaraan yang memasuki perumahan dan kawasan permukiman mempunyai
batasan dimensi sesuai dengan kelas jalan yang ada pada kawasan yang
bersangkutan. Oleh karena itu dimensi dan berat/kelas kendaraan yang keluar-
masuk pada kawasan yang bersangkutan harus menyesuaikan dengan kelas jalan
yang disediakan. Adapun klasifikasi jalan pada perumahan dan kawasan permukiman
adalah sebagai berikut:
Hirarki dan
Kelas Jalan
Lebar Badan
Jalan
Kecepatan
Kendaraan
Jumlah
Kendaraan
Jarak antar
Simpang
Lokal Sekunder I
(III-C)
Minimum 5,00 m
(Dawasja min.4 m)
Min. 10 km/jam,
maks 40 km/jam
800-2000
kendaraan/hari
> 200 m
Lokal Sekunder II
(III-C)
Minimum 5,00 m
(Dawasja min.4 m)
Min. 10 km/jam,
maks 40 km/jam
200-1000
kendaraan/hari
100-200 m
Lokal Sekunder III
(III-C)
Minimum 5,00 m
(Dawasja min.4 m)
Min. 10 km/jam,
maks 40 km/jam
Kurang dari 350
kendaraan/hari
50-100 m
Lebar minimum bagian-bagian jalan untuk masing-masing hirarki jalan perumahan/
kawasan permukiman diatas adalah sebagai berikut:
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 16
Sumber: SNI03-6967-2003 Persyaratan Umum Sistem Jaringan&Geometrik Jalan Perumahan.
Fasilitas pendukung, perlengkapan jalan dan angkutan umum dengan klasifikasi
jalan, dapat dilihat pada table dibawah ini.
Sumber: SNI03-6967-2003 Persyaratan Umum Sistem Jaringan&Geometrik Jalan Perumahan
Lahan parkir untuk perumahan dan kawasan permukiman pada skala unit RT (250
jiwa), unit RW (2500 jiwa) disediakan lahan parkir umum yang sekaligus dapat
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 17
digunakan untuk tempat mangkal sementara bagi kendaraan umum. Pada malam
hari lahan parkir ini dapat dipergunakan sebagai tempat pool kendaraan penghuni.
Lokasi dan besaran luas yang disyaratkan untuk lahan parkir adalah:
Rumus luasan parkir untuk area perumahan:
Sumber: SNI 03-1733-2004 Tata cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan
Untuk pusat-pusat kegiatan yang dilayani baik berkelompok maupun menyebar
maka standar besaran parkir yang umumnya dipakai adalah:
• Setiap luas 60 m2 luas area usaha untuk 1 lot parkir mobil.
• Setiap luas 100 m2 luas area kantor untuk 1 lot parkir mobil.
2) Ketentuan Intensitas Bangunan
Ketentuan untuk intensitas lahan dan bangunan di Kota Surabaya mengikuti
ketentuan Perwali Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman Standar Teknis
Pelayanan Pemanfaatan Ruang, yang dituangkan ke dalam Surat Keterangan
Rencana Kota (SKRK) untuk setiap persil pemanfaatan lahan dan bangunan. SKRK
pada suatu persil/lahan berisikan:
a. peruntukan lahan dan penggunaan bangunan;
b. syarat-syarat zoning yang berisi KDB maksimum, KLB maksimum, KDH minimum,
KTB maksimum, jumlah lantai/ ketinggian maksimum bangunan, jumlah lantai
bangunan dibawah permukaan tanah, serta ketentuan-ketentuan khusus yang
berlaku pada lokasi yang bersangkutan;
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 18
c. lampiran gambar yang memuat tentang GSP, GSB, serta prasarana dan sarana
jaringan utilitas apabila dibutuhkan.
GSP dan GSB ditentukan dengan mempertimbangkan rencana tata ruang yang ada
sebagai penjabaran detail teknis dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya
yang berlaku. Pada lokasi yang belum ada perencanaannya, GSP dapat ditentukan
berdasarkan konsep Rencana Tata Ruang yang ada dan/atau mempertimbangkan
perizinan pemanfaatan ruang yang pernah diterbitkan. Pada lokasi yang belum ada
konsep Rencana Tata Ruang dan pelayanan perizinan pemanfaatan ruang yang
pernah diterbitkan, secara umum GSP pada jalan lingkungan paling sedikit 3 m (tiga
meter). Pada lokasi yang belum ada perencanaan, apabila terdapat saluran yang
direncanakan lebih dari sama dengan 8 (delapan) meter (termasuk penampang
basah dan kering), maka perlu ditentukan GSP yang berfungsi sebagai sempadan
sungai maupun jalan inspeksi paling sedikit 3 m (tiga meter) satu sisi atau
mempertimbangkan rencana tata ruang dan kondisi sekitarnya.
Pada lokasi yang belum ada perencanaan GSBnya dapat ditentukan berdasarkan
konsep Rencana Tata Ruang yang ada dan/atau mempertimbangkan pelayanan
perizinan pemanfaatan ruang yang pernah diterbitkan. Untuk tempat usaha pada
jalan lingkungan yang lebih dari 6 (enam meter), maka GSB ditentukan dengan
mempertimbangkan ukuran kavling dan peruntukan lahan.
Pada lokasi yang belum ada perencanaan, apabila terdapat saluran yang
direncanakan kurang dari 8 m (delapan meter) termasuk penampang basah dan
kering, maka perlu ditentukan GSB yang berfungsi sebagai sempadan sungai paling
sedikit 2 m (dua meter).
Pada bangunan yang pemanfaatannya untuk industri atau pergudangan sistem
tunggal, GSB Samping dan Belakang ditentukan paling sedikit 4 m (empat meter)
atau dengan memperhitungkan KDB paling banyak 50% (lima puluh persen).
Pada bangunan yang pemanfaatannya untuk perdagangan dan jasa komersial atau
fasilitas umum dengan panjang lahan setelah terpotong GSP paling sedikit adalah 20
m (dua puluh meter) atau dengan lebar lahan paling sedikit 20 m (dua puluh meter)
dan/atau bangunan maksimum 3 (tiga) lantai, GSB Belakang paling sedikit 3 m (tiga
meter).
Standar-standar teknis yang digunakan dalam pemberian pelayanan pemanfaatan
ruang antara lain standar parkir, standar luasan diatur di dalam Lampiran IV dari
Perwali ini.
3) Ketentuan Luasan Maksimum Bangunan
Luasan maksimum tempat usaha dan industri kecil dan mikro rumah tangga berikut
beserta bangunan tempat tinggalnya dapat dihitung berdasarkan definisi yang telah
diuraikan diatas dan standar perencanaan/perancangan arsitektur. Untuk industri
rumah tangga, tenaga kerja maksimum sebanyak 4 orang (termasuk anggota
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 19
keluarganya), dan untuk industri kecil tenaga kerjanya berjumlah maksimum 19
orang.
Luasan tempat bekerja pada rumah usaha ataupun bangunan industri kecil yang
menjadi satu dengan tempat tinggal menurut buku standar The Architect’s
Handbook (Pickard, Q., 2002) hal. 206-216 adalah sebagai berikut:
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 20
Untuk industri kecil (seperti sepatu dan lainnya) dengan karyawan yang diijinkan di
lokasi perumahan maksimum sebanyak 19 orang, luasan tempat kerja maksimum
lebih kurang 200 m2, dengan pendekatan luasan tempat kerja 10 m
2 per orang.
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 21
Adapun pendekatan standar luasan sesuai standar arsitektural untuk luasan tempat
kerja adalah sebagai berikut:
NO KEGIATAN
JUMLAH
PEKERJA
MAKS.
(Org)
SATUAN
LUASAN
(m2/Org)
LUASAN
MAKSIMUM
TEMPAT KERJA
(m2)
A TEMPAT USAHA RUMAH TANGGA
1 Toko peracangan/ barang kelontong/sembako 5 20 100
2 Salon kecantikan/Rias pengantin/Spa/Sauna 10 20 200
3 Kos-kosan (Penyewa, bukan pekerja) 19 9 171
4 Katering 19 10 190
5 Kantin/Warung Kopi 10 10 100
6 Foto copy 10 10 100
7 Wartel/Warnet/Pengetikan 10 10 100
8 Laundry 10 20 200
9 Cabang biro perjalanan 19 10 190
10 Panti pijat/refleksologi 19 10 190
11 Klinik kecantikan/Klinik dokter bersama 10 20 200
12 Praktek dokter perorangan 10 20 200
13 Apotek 10 20 200
14 Laboratorium optik 10 10 100
15 Toko pulsa/mobilephone 10 10 100
16 Butik pakaian 10 10 100
17 Kelompok belajar/playgroup/tempat kursus
ketrampilan
19 10 190
18 Usaha MLM kesehatan, kecantikan 10 20 200
B INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI PERUMAHAN
1 Kerajinan dan reparasi kulit, sepatu, topeng, kaca/
kayu/ pigura
19 10 190
2 Jasa boga/Pembuatan kue/es krim 10 20 200
3 Konveksi/pembuatan pakaian, gorden, bed cover
(dengan memakai tenaga listrik maksimum total 3
KWh (4 PK).
19 10 190
4 Percetakan kertas, kotak makanan 4 30 120
5 Kerajinan/Reparasi alat musik, furniture/ukir kayu 4 85 340
6 Reparasi elektronik 4 25 100
7 Air isi ulang 10 10 100
8 Pembuatan tempe/tahu/bahan makanan 10 20 200
9 Pemindangan/penggaraman/pengeringan/
pengasapan ikan di perkampungan nelayan
8 25 200
10 Pembuatan batik, kain tenun/rajut 8 25 200
11 Peralatan rumah tangga dari kayu 8 25 200
13 Kerajinan dari plastik bekas, tumbuhan kering/ 10 10 190
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 22
NO KEGIATAN
JUMLAH
PEKERJA
MAKS.
(Org)
SATUAN
LUASAN
(m2/Org)
LUASAN
MAKSIMUM
TEMPAT KERJA
(m2)
merangkai bunga
14 Pembuatan minuman tidak beralkohol, jamu
tradisional
10 10 100
15 Fotografi 4 20 80
16 Percetakan/sablon baju/spanduk 6 20 120
17 Pembuatan emping/kerupuk tanpa dibakar 10 20 200
18 Kerajinan besi tempa/elektro pada kelompok
industri
10 20 200
Sumber: The Architect’s Handbook, 2002
4) Ketentuan Keselamatan Kebakaran
Pengaturan lebar jalan, jarak antar bangunan dan fasilitas yang harus disediakan
untuk menjamin tempat usaha memenuhi ketentuan keselamatan kebakaran untuk
perumahan dan kawasan permukiman mengikuti ketentuan dari Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem
Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
Bangunan tempat usaha pada perumahan dan kawasan permukiman ini menurut
klasifikasinya pada peraturan menteri ini adalah Kelas 3 dan Kelas 4 Bangunan
Gedung Hunian Campuran.
Berdasarkan peraturan ini, untuk melakukan proteksi kebakaran dan memudahkan
operasi pemadaman, maka di dalam lingkungan bangunan gedung harus tersedia
jalan lingkungan dengan perkerasan agar dapat dilalui oleh kendaraan pemadam
kebakaran. Untuk akses mobil pemadam kebakaran ini maka ditentukan jarak
minimum antar bangunan gedung adalah sebagai berikut:
Sumber: Permen PU Nomor 26/PRT/M/2008.
Jalan akses pemadam kebakaran meliputi jalan kendaraan, jalan untuk pemadam
kebakaran, jalan ke tempat parkir, atau kombinasi jalan-jalan tersebut.
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 23
Gambar – Posisi perkerasan pada bangunan rumah usaha.
Gambar – Perkerasan untuk ke luar masuknya mobil pemadam kebakaran.
5) Ketentuan Kualitas Udara Ambien dan Kebisingan untuk Perumahan
Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996
tentang Baku Tingkat Kebisingan ambang nilai kebisingan yang diizinkan untuk
perumahan adalah sebagai berikut:
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 24
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 718 Tahun 1987, terdapat
pembagian wilayah kesehatan menjadi 4 (empat) zona, yaitu:
i) Zona A adalah zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan
kesehatan atau sosial. Tingkat kebisingan yang diijinkan berkisar 35-45 dB.
ii) Zona B untuk perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi. Tingkat kebisingan
yang diijinkan antara 45-55 dB.
iii) Zona C Antara lain untuk perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar. Tingkat
kebisingan yang diijinkan antara 50-60 dB.
iv) Zona D untuk lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api, da terminal bus.
Tingkat kebisingan yang diijinkan Antara 60-70 dB.
Menurut Leslie (1993) tingkat kebisingan ruang luar bangunan yang dapat diterima
di dalam bangunan rumah tinggal untuk kota dekat dengan lalu lintas padat pada
ruang tidur adalah 35 dB, sedangkan pada ruang keluarga adalah 40 dB,
sebagaimana ditunjukkan pada table berikut ini:
Sebagai pembanding, penelitian gangguan kebisingan lalu lintas sebagai referensi
yang lakukan oleh Arifin Efendi dan tim (2003) pada lokasi perumahan di Kota
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 25
Yogyakarta menunjukkan tingkat kebisingan lalu lintas di lingkungan perumahan tipe
tertutup adalah Antara 60,7 – 68,5 dB dan pada perumahan tipe terbuka mencapai
70,8 – 74,5 dB. Kedua hasil pengukuran pada tipe yang berbeda menunjukkan
bahwa kebisingan yang terjadi telah melampaui baku mutu kebisingan yang
disyaratkan.
Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas
beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berikut:
i) Gas H2S mempunyai konsentrasi maksimum 1 mg/m3
ii) Amonia (NH3) mempunyai konsentrasi maksimum 17 mg/m3
dan 25 ppm;
iii) Karbon Monooksida (CO) mempunyai konsentrasi maksimum 29 mg/m3
dan 25
ppm;
iv) Nitrogen Dioksida (NO2) mempunyai konsentrasi maksimum 5,6 mg/m3
dan 3,0
ppm;
v) Debu dengan diameter kurang dari 10 µg maksimum 150 µg/m3 ;
vi) Gas SO2 mempunyai konsentrasi maksimum 5,2 dan 2 ppm;
vii) Debu maksimum 350 mm3 /m2 per hari.
viii) Kebisingan dan getaran
ix) Kebisingan dianjurkan 45 dB.A, maksimum 55 dB.A;
x) Untuk ruang kerja tingkat kebisingan maksimum yang diijinkan 85 dB.A.
xi) Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik.
Sedangkan baku mutu udara ambien untuk perumahan disyaratkan memenuhi
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2010 tentang
Pedoman Teknis Penetapan Baku Mutu Udara Ambien Daerah sebagai berikut:
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 26
Sumber: Permen LH 12/2010
6) Standar Pemenuhan Cahaya dan Ventilasi Udara untuk Rumah Sehat;
Kualitas udara yang disyaratkan untuk perumahan dan kawasan permukiman Antara
lain mempunyai benchmark sebagai berikut:
i) Suhu udara nyaman antara 18 – 28 °C;
ii) Kelembaban udara 40 – 60 %;
iii) Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam;
iv) Pertukaran udara 5 kaki 3 /menit/penghuni;
v) Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam;
vi) Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3;
vii) Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.
viii) Intensitas cahaya di ruang kerja minimum 100 Lux.
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 27
7) Ketentuan Kualitas Air Baku
Untuk memenuhi ketentuan kegiatan usaha maka sekurang-kurangnya perlu
disediakan air bersih dengan kebutuhan sebagai berikut:
i) Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/
orang/hari untuk kegiatan usaha dan 120 liter/orang/hari untuk penghuni
rumah;
ii) Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air
minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002.
8) Ketentuan Pengelolaan Lingkungan untuk Sanitasi, Air Limbah dan Persampahan
Kegiatan usaha pada perumahan dan kawasan permukiman juga wajib memenuhi
ketentuan pengelolaan sanitasi, air limbah dan persampahan. Untuk pengolahan
limbah cair (air limbah) dan limbah padat (sampah) secara umum kriterianya adalah:
i) Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor
penyakit;
ii) Limbah cair yang berasal rumah tangga/tempat usaha tidak mencemari sumber
air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah;
iii) Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi
persyaratan kesehatan;
iv) Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak
mencemari permukaan tanah dan air tanah;
v) Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat
kesehatan;
vi) Kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg;
vii) Kandungan Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg;
viii) Kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg;
ix) Kandungan Benzopyrene maksimum 1 mg/kg.
9) Ketentuan gangguan getaran/keretakan/rusak bangunan tetangga.
Untuk mengatasi terjadinya gangguan akibat getaran/rusaknya bangunan tetangga,
maka pada saat kegiatan konstruksi bangunan, pemilik bangunan disyaratkan
mengikuti ketentuan metoda pelaksanaan konstruksi yang aman terhadap getaran.
Sedangkan pada saat dilakukannya kegiatan usaha, getaran yang ditimbulkan
sebagai akibat operasionalisasi mesin produksi harus diantisipasi atau diredam
sedemikian sehingga tidak menimbulkan getaran terhadap bangunan yang ada
disekelilingnya. Ketentuan untuk getaran maksimum untuk kenyamanan dan
kesehatan pekerja maka tingkat getaran maksimumnya yaitu:
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 28
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 29
7. Kesimpulan dan Rekomendasi
7.1. Kesimpulan
Kegiatan usaha industri kecil dan rumah tangga di perumahan dan kawasan permukiman
Kota Surabaya tidak terlepas dari kesejarahannya sejak jaman colonial Belanda, jaman
penjajahan Jepang, datangnya industri modern hingga perkembangan yang terjadi saat ini.
Nilai kesejarahan ini menjadi salah satu asset wisata bagi Kota Surabaya dengan adanya
situs industri rakyat yang menjadi cagar budaya kegiatan ekonomi dan industri kecil.
Berlatar belakang industri kecil dan rumah tangga yang berakar kuat inilah tidak mudah
menata keberadaan kegiatan usaha industri kecil dan rumah tangga di perumahan dan
kawasan permukiman.
Selain faktor nilai kesejarahan kegiatan usaha industri kecil dan rumah tangga, kegiatan ini
dalam perkembangannya mengalami perubahan-perubahan yang signifikan. Perubahan
skala kegiatan dengan penambahan besaran ruang bangunan pada lahan yang kian terbatas
mendatangkan risiko gangguan terhadap lingkungannya. Dengan berbagai keluhan yang
dirasakan oleh para tetangganya ini maka kegiatan usaha industri kecil dan rumah tangga di
dalam perumahan dan kawasan permukiman wajib dikendalikan, sesuai dengan ketentuan
UURI Nomor 01 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Mengikuti
pembaruan undang-undang ini dan adanya UURI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, maka ketentuan Peraturan Daerah Kota Surabaya tentang Izin Gangguan juga
menyesuaikan dari Perda yang lama ke Perda yang baru yaitu Peraturan Daerah Kota
Surabaya Nomor 8 Tahun 2010 tentang Retribusi Izin Gangguan dan Peraturan Daerah Kota
Surabaya Nomor 4 Tahun 2010 tentang Izin Gangguan.
Ketentuan terakhir dari Pemerintah Kota Surabaya yang mengatur intensitas lahan dan
bangunan pada kegiatan usaha industri kecil dan rumah tangga di perumahan dan kawasan
permukiman yaitu adanya ketentuan pelaksanaan daripada Perda-perda diatas melalui
Peraturan Walikota Surabaya Nomor 39 Tahun 2012 tentang Pedoman dan Standar Teknis
untuk Pelayanan Pemanfaatan Ruang dan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 74 Tahun
2011 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2010 tentang
Izin Gangguan.
Sebagai pegangan pelengkap bagi aparat instansi teknis terkait dalam menerapkan
instrumen perizinan untuk menerbitkan SKRK, diperlukan arahan pemanfaatan dan
pengendalian pemanfaatan ruang yang telah akan tertuang di dalam RDTRK dan RTBL
masing-masing Sub-blok di dalam blok peruntukan dan di dalam unit lingkungan dan unit
pengembangan perkotaan Kota Surabaya yang berwujud ‘zoning map’ dan ‘zoning text’,
serta matriks ITBX.
Bagi para pemohon izin usaha yang bersangkutan, selain wajib memenuhi persyaratan-
persyaratan administratif yang telah ditetapkan di dalam Perda dan Perwali tentang Izin
Gangguan dan SKRK, maka wajib pula memperhatikan syarat-syarat teknis yang meliputi:
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 30
1) Ketentuan akses, dimensi jalan dan fasilitas parkir;
2) Ketentuan intensitas bangunan dan luasan maksimum ruang usaha/industri;
3) Ketentuan keselamatan kebakaran;
4) Ketentuan kualitas udara ambien dan kebisingan untuk perumahan;
5) Standar pemenuhan cahaya dan ventilasi udara untuk rumah sehat;
6) Ketentuan kualitas air baku;
7) Ketentuan pengelolaan lingkungan untuk sanitasi, air limbah dan persampahan;
8) Ketentuan gangguan getaran/keretakan/rusak bangunan tetangga;
sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian diatas.
7.2. Rekomendasi
Sebagai rekomendasi berikut ini diuraikan arahan pemanfaatan dan intensitas bangunan
yang dirangkum pada tabel dibawah ini.
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 31
NO KEGIATAN
JUMLAH
PEKERJA
MAKS.
(Org)
LUASAN
MAKSIMUM
TEMPAT KERJA
(m2)
KDB/KLB
PARKIR
(tamu+
pemilik)
(srp)
KETERANGAN
A TEMPAT USAHA RUMAH TANGGA
Mengikuti
ketentuan
RDTR
setempat
• Jumlah
ruang
parkir di
dalam
persil
antara
tamu dan
pemilik
fleksibel
• Lebar jalan lingkungan
minimal 6 m
• Instalasi dan Utilitas pada
ruang Dawasja
(sempadan bangunan)
1 Toko peracangan/ barang kelontong/sembako 5 100 1 + 1
2 Salon kecantikan/Rias pengantin/Spa/Sauna 10 200 5 + 1
3 Kos-kosan (pengguna) 5 (19) 45 (171) 10 motor
(standar)
6 (mewah)
+ 1
• Maksimum jumlah srp
• Jumlah pekerja
maksimum 5 org
melayani 19 org
4 Katering 19 190 3 + 3 Parkir: 60 m2/srp
5 Kantin/Warung Kopi 10 100 2 + 1 Parkir: 60 m2/srp
6 Foto copy 10 100 2 + 1
7 Wartel/Warnet/Pengetikan 10 100 2 + 1
8 Laundry 10 200 4 + 2
9 Cabang biro perjalanan 19 190 4 + 2
10 Panti pijat/refleksologi 19 190 5 + 1
11 Klinik kecantikan/Klinik dokter bersama 10 200 5 + 1
12 Praktek dokter perorangan 10 200 5 + 1
13 Apotek 10 200 5 + 1
14 Laboratorium optik 10 100 2 + 1
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 32
NO KEGIATAN
JUMLAH
PEKERJA
MAKS.
(Org)
LUASAN
MAKSIMUM
TEMPAT KERJA
(m2)
KDB/KLB
PARKIR
(tamu+
pemilik)
(srp)
KETERANGAN
15 Toko pulsa/mobilephone 10 100 2 + 1
16 Butik pakaian 10 100 2 + 1
17 Kelompok belajar/playgroup/tempat kursus
ketrampilan
19 190 5 + 1
18 Usaha MLM kesehatan, kecantikan 10 200 5 + 1
B INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI PERUMAHAN • Jumlah
ruang
parkir di
dalam
persil
antara
tamu dan
pemilik
fleksibel
• Lebar jalan lingkungan
minimal 6 m
• Instalasi dan Utilitas pada
ruang Dawasja
(sempadan bangunan)
1 Kerajinan dan reparasi kulit, sepatu, topeng, kaca/
kayu/ pigura
19 190
Mengikuti
ketentuan
RDTR
setempat
5 + 1
2 Jasa boga/Pembuatan kue/es krim 10 200 5 + 1
3 Konveksi/pembuatan pakaian, gorden, bed cover
(dengan memakai tenaga listrik maksimum total 3
KWh (4 PK).
19 190 5 + 1
4 Percetakan kertas, kotak makanan 4 120 2 + 2
5 Kerajinan/Reparasi alat musik, furniture/ukir kayu 4 340 5 + 2
6 Reparasi elektronik 4 100 2 + 2
7 Air isi ulang 10 100 2 + 2
8 Pembuatan tempe/tahu/bahan makanan 10 200 4 + 2
9 Pemindangan/penggaraman/pengeringan/ 8 200 3 + 3
Kajian Ketentuan Kegiatan Industri Kecil-Mikro Rumah Tangga dan Usaha Rumah
Tangga pada Kawasan Perumahan dan Permukiman di Surabaya ����
Ir. Mudji Irmawan, MS.
Ir. Andon Setyo Wibowo, MT. Page 33
NO KEGIATAN
JUMLAH
PEKERJA
MAKS.
(Org)
LUASAN
MAKSIMUM
TEMPAT KERJA
(m2)
KDB/KLB
PARKIR
(tamu+
pemilik)
(srp)
KETERANGAN
pengasapan ikan di perkampungan nelayan
10 Pembuatan batik, kain tenun/rajut 8 200 3 + 3
11 Peralatan rumah tangga dari kayu 8 200 4 + 2
13 Kerajinan dari plastik bekas, tumbuhan kering/
merangkai bunga
10 190 3 + 3
14 Pembuatan minuman tidak beralkohol, jamu
tradisional
10 100 2 + 2
15 Fotografi 4 80 3 + 1
16 Percetakan/sablon baju/spanduk 6 120 2 + 2
17 Pembuatan emping/kerupuk tanpa dibakar 10 200 3 + 3
18 Kerajinan besi tempa/elektro pada kelompok
industri
10 200 3 + 3