Era baru dalam Upaya Penanggulangan Permasalahan
Makro “Kemiskinan” di Indonesia
Paper ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ekonomi Makro
Disusun Oleh:
Nama : RIRIS WIDYOWATI
NIM : HO810102
Kelas : AGRIBISNIS D
Dosen Pengampu : Prof.Dr.Ir. Darsono, M.Si
PRODI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET
2011
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kemiskinan sesungguhnya telah menjadi masalah dunia sejak
berabad-abad lalu. Namun, realitasnya hingga kini kemiskinan masih
menjadi bagian dari persoalan terberat dan paling krusial di dunia ini.
Teknologi boleh semakin maju, negara-negara merdeka semakin banyak,
dan negara-negara kaya kian bertambah. Tetapi, jumlah orang miskin di
dunia tak kunjung berkurang. Kemiskinan bahkan telah bertransformasi
menjadi wajah teror yang menghantui dunia.
Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk
mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu
ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu wilayah lazim digunakan
untuk mengukur tingkat kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan
demikian, kemiskinan menjadi salah satu tema utama pembangunan.
Keberhasilan dan kegagalan pembangunan acapkali diukur berdasarkan
perubahan pada tingkat kemiskinan (Suryahadi dan Sumarto, 2001).
Kemiskinan terjadi karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi
tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta
dalam proses pembangunan atau menikmati hasil-hasil pembangunan
(Soegijoko, 1997:137). Kemiskinan merupakan masalah pembangunan
yang ditandai dengan pengangguran, keterbelakangan, dan keterpurukan.
Masyarakat miskin lemah dalam kemampuan berusaha dan mempunyai
akses yang terbatas kepada kegiatan sosial ekonomi (Undang Undang
Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Propenas). Begitu pula yang dirasakan di
Negara Indonesia persoalan kemiskinan terus menjadi kendala utama
yang dihadapi oleh Indonesia dalam setiap agenda pembangunan. Sejak
kemerdekaan sampai saat ini, persoalan kemiskinan tidak kunjung usai,
malahan telah menjadi multidimensi. Dimana kemiskinan bukan hanya
persoalan pendapatan atau kesejahteraan tapi telah meluas pada aspek
2
lain seperti kebudayaan, pendidikan, kesehatan, teknologi dan
sebagainya. Kompleksitas persoalaan kemiskinan terus berkembang dan
menjadi persoalan nasional.
Kemiskinan terus menjadi masalah fenomena sepanjang sejarah
Indonesia. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa
mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan,
kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke
pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan
sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi
ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat
memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas.
Kemiskinan, menyebabkan masyarakat desa rela berkorban apa saja
demi keselamatan hidup, safety life, mempertaruhkan tenaga fisik untuk
memproduksi keuntungan bagi tengkulak lokal dan menerima upah yang
tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Pada buruh tani
desa sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sedikit
(Sahdan, 2004).
Kemiskinan telah membatasi hak rakyat untuk memperoleh
pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, hak rakyat untuk memperolah
rasa aman, hak rakyat untuk memperoleh perlindungan hukum, hak rakyat
unutk memperoleh akses kebutuhan hidup (sandang, papan, dan pangan)
yang terjangkau, hak rakyat untuk memperoleh akses kebutuhan
pendidikan, hak rakyat untuk memperoleh akses kebutuhan kesehatan,
hak rakyat untuk memperoleh keadilan, hak rakyat utnuk berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan publik dan pemerintahan, hak rakyat
unutuk berinovasi, hak rakyat untuk menjalankan hubungan spiritualnya
dengan Tuhan dan hak rakyat untuk berpartisipasi dalam menata dan
mengelola pemerintahan dengan baik (Sahdan, 2004).
Bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi
dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak
mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
3
mengembangkan kehidupan yang bermatabat. Hak-hak dasar masyarakat
desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, perumhana, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan
lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak
kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik,
baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak-hak dasar
masyarakat miskin ini, Bappenas menggunakan pendekatan utama antara
lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan
pendapatan (income approach), pendekatan pendapatan (income
approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach)
dan pendekatan objective dan subjective.
Dari perkembangan kemiskinan di Indonesia memperlihatkan sejak
tahun 1980 angka kemiskinan sebesar 28,20% dan terus mengalami
penurunan dengan adanya perbaikan perekonomian Indonesia sehingga
pada tahun 1996 turun menjadi 11,30%, Tapi akibat krisis ekonomi yang
melanda Indonesia terjadi lonjakan kemiskinan dan pada tahun 2006
mencapai 17,75%. Artinya pembangunan di Indonesia belum memberikan
sebuah pondasi yang kuat dalam rangka mengurangi kemiskinan. Ini
akibat lemahnya sistem ekonomi Indonesia sehingga ketika terjadi sedikit
saja gejolak ekonomi mengakibatkan peningkatan angka kemiskinan.
Jumlah penduduk yang meningkat tersebut terutama disebabkan oleh
besarnya jumlah penduduk yang berada sedikit di atas garis kemiskinan.
Dalam kondisi krisis, kenaikan harga-harga yang tidak diikuti oleh
kenaikan pendapatan nominal menyebabkan garis kemiskinan bergeser
ke atas sehingga penduduk yang semula tidak termasuk miskin menjadi
miskin (UU No. 25 Tahun 2000 tentang Propenas).
Kemiskinan merupakan persoalan yang maha kompleks dan kronis,
maka cara penanggulangan kemiskinan pun membutuhkan analisis yang
tepat, melibatkan semua komponen permasalahan, dan diperlukan
strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak bersifat
temporer. Kemiskinan penduduk dapat dianalisis melalui tingkat angkatan
4
kerja, tingkat penduduk yang bekerja dan tingkat penduduk yang
menganggur. Masalah kemiskinan yang dihadapi di setiap negara
akan selalu dibarengi dengan masalah laju pertumbuhan penduduk yang
kemudian menghasilkan pengangguran, ketimpangan dalam distribusi
pendapatan nasional maupun pembangunan, dan pendidikan yang
menjadi modal utama untuk dapat bersaing di dunia kerja dewasa ini.
Sejumlah variabel dapat dipakai untuk melacak persoalan kemiskinan dan
dari variabel ini dihasilkan serangkaian strategi dan kebijakan
penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran dan berkesinambungan.
Dari dimensi pendidikan misalnya, pendidikan yang rendah dipandang
sebagai penyebab kemiskinan. Dari dimensi kesehatan, rendahnya mutu
kesehatan masyarakat menyebabkan terjadinya kemiskinan. Dari dimensi
ekonomi, kepemilikan alat-alat produktif yang terbatas, penguasaan
teknologi dan kurangnya keterampilan, dilihat sebagai alasan mendasar
mengapa terjadi kemiskinan. Faktor kultur dan struktural juga kerap kali
dilihat sebagai elemen penting yang menetukan tingkat kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat. Tidak ada yang salah dan keliru dengan
pendekatan tersebut, tetapi dibutuhkan keterpaduan antara berbagai
faktor penyebab kemiskinan yang sangat banyak dengan indikator-
indikator yang jelas, sehingga kebijakan penanggulangan kemiskinan
tidak bersifat temporer, tetapi permanen dan berkelanjutan
(Sahdan, 2004).
Indonesia sedang berada di ambang era yang baru. Sesudah
mengalami krisis multi-dimensi (ekonomi, sosial, dan politik) pada akhir
tahun 1990-an, Indonesia sudah kembali bangkit. Secara garis besar,
negeri ini telah pulih dari krisis ekonomi yang menjuruskan kembali jutaan
warganya ke dalam kemiskinan pada tahun 1998 dan telah menurunkan
posisi Indonesia menjadi salah satu negara berpenghasilan rendah.
Belum lama ini Indonesia telah berhasil kembali menjadi salah satu
negara berkembang berpenghasilan menengah. Angka kemiskinan yang
meningkat lebih dari sepertiga kali selama masa krisis telah kembali pada
5
kondisi sebelum krisis. Seperti data yang telah didapat yang menyebutkan
bahwa angka kemiskinan pada tahun 2011 ini sebesar 12,49% yang
menurun dibandingkan tahun lalu yaitu sebesar 13,33%. Sementara itu,
Indonesia telah mengalami transformasi besar di bidang sosial dan politik,
berkembang dengan demokrasi yang penuh semangat dengan adanya
desentralisasi pemerintahan, serta keterbukaan yang jauh lebih luas
dibandingkan dengan masa lalu (Steer, 2006). Penanganan kemiskinan
tentunya harus dilakukan secara menyeluruh dan kontekstual mencakup
faktor lingkungan si miskin. Beberapa diantaranya yang menjadi bagian
dari penanggulangan kemiskinan tersebut yang perlu tetap ditindaklanjuti
dan disempurnakan implementasinya adalah perluasan akses kredit pada
masyarakat miskin, peningkatan pendidikan masyarakat, perluasan
lapangan kerja dan pembudayaan entrepeneurship (Hureirah, 2005).
Agar kemiskinan di Indonesia dapat menurun diperlukan dukungan
dan kerja sama dari pihak masyarakat dan keseriusan pemerintah dalam
menangani masalah ini. Tingginya angka penduduk miskin menunutut
dilakukannya langkah-langkah konkrit dan mendasar untuk menekan
angka kemiskinan yang masih tinggi tersebut. Dengan perkataan lain,
diperlukan kebijakan yang spesifik untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui program kebijakan yang berpihak pada si miskin.
Kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan secara makro masih
belum tepat sasaran, masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi
makro dan memposisikan masyarakat sebagai obyek sehingga
masyarakat tidak terlibat dalam keseluruhan proses penanggulangan
kemiskinan. Melihat kondisi negara Indonesia yang masih memiliki angka
kemiskinan tinggi, penulis tertarik untuk mengangkat masalah kemiskinan
di Indonesia dan penanggulangannya. Penulis berharap dengan karya
tulis ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka
mengentaskan kemiskinan dari Negara tercinta ini.
6
BAB IIKERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat
berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan
oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan
masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif
dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral
dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah
yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman
utamanya mencakup: gambaran kekurangan materi, yang biasanya
mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan
pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai
situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar; gambaran
tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam
masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan
sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang
ekonomi; Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan
yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda
melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang
lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara 7
berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-
negara yang "miskin". Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua
kategori. yaitu k emiskinan absolut dan k emiskinan relatif . Kemiskinan
absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak
terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Konsep tentang
kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan,
kurangnya kesempatan berusaha, hingga perhatian yang lebih luas
yang memasukkan aspek sosial dan moral. Kemiskinan dipelajari oleh
banyak ilmu, seperti ilmu sosial, ekonomi, dan budaya.
Dalam ekonomi, dua jenis kemiskinan dipertimbangkan: kemiskinan
absolut dan relatif.
Dalam politik, perlawanan terhadap kemiskinan biasanya dianggap
sebagai tujuan sosial dan banyak pemerintahan telah berupaya
mendirikan institusi atau departemen. Pekerjaan yang dilakukan
oleh badan-badan ini kebanyakan terbatas hanya dalam sensus
dan pengidentifikasian tingkat pendapatan di bawah di mana warga
negara dianggap miskin. Penanggulangan aktif termasuk rencana
perumahan, pensiun sosial, kesempatan kerja khusus, dll.
Beberapa ideologi seperti Marxisme menyatakan bahwa para
ekonomis dan politisi bekerja aktif untuk menciptakan kemiskinan.
Teori lainnya menganggap kemiskinan sebagai tanda sistem
ekonomi yang gagal dan salah satu penyebab utama kejahatan.
Dalam hukum, telah ada gerakan yang mencari pendirian "hak
manusia" universal yang bertujuan untuk menghilangkan
kemiskinan.
Dalam pendidikan, kemiskinan memengaruhi kemampuan murid
untuk belajar secara efektif dalam sebuah lingkungan belajar.
Terutama murid yang lebih kecil yang berasal dari keluarga miskin,
kebutuhan dasar mereka seperti yang dijelaskan oleh Abraham
Maslow dalam hirarki kebutuhan Maslow; kebutuhan akan
8
keamanan dan rumah yang stabil, pakaian, dan kurangnya
kandungan gizi makan mereka membayangi kemampuan murid-
murid ini untuk belajar. Lebih jauh lagi, dalam lingkungan
pendidikan ada istilah untuk menggambarkan fenomen "yang kaya
akan tambah kaya dan yang miskin bertambah miskin" (karena
berhubungan dengan pendidikan, tetapi beralih ke kemiskinan pada
umumnya) yaitu efek Matthew.
Kemiskinan telah menjadi masalah yang kronis di berbagai
negara. Penyebab kemiskinan di Indonesia terdapat beberapa alasan
yaitu:
1. Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan
sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si
miskin;
2. Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan
pendidikan keluarga;
3. Penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan
kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan
dalam lingkungan sekitar;
4. Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi
orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
5. Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan
merupakan hasil dari struktur sosial.
Masalah yang sedemikian peliknya memerlukan penanganan
yang sifatnya segera dengan kerjasama pemerintah dan
masyarakatnya.
B . Tinjauan PustakaKemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal
yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat
berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan
kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses
terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah 9
kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga
negara (Anonim, 2010).
Miskin didefinisikan sebagai tidak kemampuan berpartisipasi
dalam bermasyarakat secara ekonomi, sosial, budaya, dan politik.
Oleh karena itu bentuk kemiskinan tidak hanya unidimensi tetapi
mencakup juga kemiskinan insani dan kemiskinan martabat
(Lubis, 2006).
Kemiskinan adalah profil kehidupan masyarakat yang
menggambarkan ketidakmampuannya untuk hidup layak dan
berpartisipasi dalam pembangunan yang sedang dan terus berjalan.
Kemiskinan tersebut akan menghambat perkembangan dirinya,
mempersulit masyarakat luas, dan dengan sendirinya menghambat
pembangunan (Pasandaran, 1994).
Konsep tentang kemiskinan sangat beragam mulai dari
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan
memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga
pengertian yang lebih luas yang lebih memasukkan aspek sosial dan
moral. Misalnya ada pendapat yang menyatakan bahwa kemiskinan
terkait dengan sikap, budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu
masyarakat atau mengatakan bahwa kemiskinan merupakan
ketakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang
diterapkan oleh suatu pemerintahan sehingga mereka berada pada
posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi (kemiskinan struktural).
Tetapi pada umumnya ketika orang berbicara masalah kemiskinan,
yang dimaksud adalah kemiskinan material. Dengan pengertian ini
maka seseorang masuk dalam kategori miskin apabila tidak mampu
memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup
secara layak. Ini yang sering disebut kemiskinan konsumsi. Memang
definisi ini sangat bermanfaat untukmempermudah membuat indikator
orang miskin, tetapi definisi ini sangat kurang memadai karena; (1)
tidak cukup untuk memahami realitas kemiskinan; (2) dapat
10
menjerumuskan kesimpulan ang salah bahwa mnanggulangi
kemiskinan cukup hanya dengan menyediakan bahan makanan yang
memadai; (3) tidak bermanfaat bagi pengambil keputusan ketika harus
merumuskan kebijakan lintas sektor, bahkan bisa kontraproduktif
(Sahdan, 2004).
Pheni Chalid (2006) menjelaskan bahwa kemiskinan yang
terjadi di Indonesia secara konseptual terbagi dalam tiga kategori
yakni, pertama, kemiskinan alamiah, yaitu kemiskinan yang timbul
sebagai akibat sumberdaya yang langka jumlahnya, atau karena
tingkat perkembangan teknologi yang rendah, termasuk di dalamnya
adalah kemiskinan akibat jumlah penduduk yang melaju dengan pesat
di tengah-tengah sumberdaya yang langka jumlahnya, kedua
kemiskinan struktural, yaitu kemiskian yang diderita oleh suatu
golongan masyarakat karena struktur sosial sehingga mereka tidak
dapat menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya
tersedia bagi mereka. Ketiga kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan
yang muncul karena tuntutan tradisi / adat yang membebani ekonomi
masyarakat, seperti upacara perkawinan, kematian atau pesta-pesta
adat lainnya termasuk juga dalam hal ini sikap mentalitas penduduk
yang lamban, malas dan konsumtif seta orientasi kedepan.
Penyebab kemiskinan dapat terjadi karena kondisi alamiah dan
ekonomi timbul akibat keterbatasan sumber daya alam, manusia, dan
sumber daya lain sehingga peluang produksi relatif kecil dan tidak
dapat berperan dalam pembangunan. Kemiskinan struktural dan
sosial disebabkan hasil pembangunan yang belum merata, tatanan
kelembagaaan dan kebijakan dalam pembangunan. Sedangkan
kemiskinan kultural (budaya) disebabkan sikap atau kebiasaan hidup
yang merasa kecukupan sehingga menjebak seseorang dalam
kemiskinan (Nugroho dan Dahuri, 2004: 167-168; Soegijoko 1997:
137; daan Nasution, 1996: 48-50).
11
Sahdan (2005) mengemukakan penyebab kemiskinan di desa
yang hingga saat ini tetap menjadi kantong utama kemiskinan dimana
60% penduduk miskin di Indonesia tinggal di daerah perdesaan.
Penyebab utama kemiskinan desaadalah: (1) pendidikan yang
rendah; (2) ketimpangan kepemilikan modal dan lahan pertanian; (3)
ketidakmerataan investasi di sektor pertanian; (4) alokasianggaran
kredit yang terbatas; (5) terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan
dasar; (6) pengelolaan ekonomi secara tradisional; (7) rendahnya
produktivitas dan pembentukan modal; (8) budaya menabung yang
belum berkembang; (9) tidak adanya jaminan sosial bagi masyarakat
desa; dan (10) rendahnya jaminan kesehatan.
Pembagian jenis kemiskinan dapat dibagi berdasarkan pola
waktu. Menurut Ginandjar Kartasasmita dalam Ridlo (2001:11),
menurut pola waktubtersebut kemiskinan dapat dibagi menjadi: (1)
Persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun
temurun yang diantaranya merupakan daerah kritis sumber daya alam
atau terisolasi. (2) Cyclical poverty yaitu kemiskinan yang mengikuti
pola siklus ekonomi secara keseluruhan. (3) Seasonal poverty, yaitu
kemiskinan musiman seperti sering dijumpai kasus-kasus nelayan dan
petani tanaman pangan. (4) Accidental poverty, yaitu kemiskinan
karena bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan. Berdasarkan
jenisnya kemiskinan secara umum dapat dibagi menjadi kemiskinan
absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut terjadi apabila
tingkat pendapatan seseorang di bawah garis kemiskinan absolut
yang telah ditetapkan, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
hidup minimum yang antara lain terdiri dari kebutuhan sandang,
pangan, kesehatan, perumahan dan pendidikan. Sedangkan
kemiskinan relatif merupakan perbandingan antara kelompok
pendapatan dalam masyarakat tersebut. Meskipun
seseorang/masyarakat telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara layak (tidak miskin), tetapi masih rendah kualitasnya
12
dibandingkan masyarakat sekitarnya yang relatif lebih kaya
(Soegijoko, 1997:138; dan Esmara (1986) dalam Ridlo (2001:10)).
13
BAB IIIDATA DAN PEMBAHASAN
A. Definisi KemiskinanPemikiran mengenai kemiskinan berubah sejalan dengan
berlalunya waktu, tetapi pada dasarnya berkaitan dengan
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (Mikelsen,
2003:194). Kemiskinan menunjukkan situasi serba kekurangan yang
terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena
tidak bisa dihindari dengan kekuatan yang dimilikinya (Soegijoko,
1997:137). Menurut Sar A. Levitan dalam Ala (1981:3) menyatakan
kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-
pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang
layak. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik dan Departemen
Sosial (2002:3-4) kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam
memenuhi kebutuhan dasar minimum untuk hidup layak. Kemiskinan
terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang, baik lakil-laki dan
perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan
dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Definisi ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang
mengakui bahwa masyarakat miskin mempunyai hak-hak dasar yang
sama dengan anggota masyarakat lainnya. Ketidaksamaan
kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuatan sosial yang
meliputi: aset, sumber-sumber keuangan, organisasi dan jaringan
sosial, pengetahuan dan informasi untuk memperoleh pekerjaan
menjadikan seseorang menjadi miskin (John Friedman (1979) dalam
Ridlo (2001:8)). Definisi kemiskinan dapat ditinjau dari tinjauan
ekonomi, sosial dan politik. Secara ekonomi kemiskinan adalah
kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan. Secara sosial kemiskinan diartikan kekurangan
jaringan sosial dan struktur untuk mendapatkan kesempatan
14
meningkatkan produktivitas. Sedangkan secara politik kemiskinan
diartikan kekurangan akses terhadap kekuasaan. Dari aspek ekonomi,
kemiskinan merupakan kesenjangan antara lemahnya daya
pembelian (positif) dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasar
(normatif). Dari aspek sosial, kemiskinan mengindikasikan potensi
perkembangan masyarakat yang rendah. Sedangkan dari aspek
politik, kemiskinan berhubungan dengan rendahnya kemandirian
masyarakat. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
memberikan definisi kemiskinan dengan basis keluarga. Keluarga
yang termasuk kategori miskin adalah keluarga pra sejahtera dan
keluarga sejahtera I alasan ekonomi. Keluarga Pra Sejahtera, yaitu
keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara
minimal, seperti kebutuhan pengajaran agama, pangan, sandang,
papan dan kesehatan. Sedangkan Keluarga Sejahtera I, yaitu
keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal
tetapi belum memenuhi seluruh kebutuhan sosio psikologinya seperti
kebutuhan pendidikan, interaksi dalam keluarga dan lingkungan dan
transportasi. Menurut Rusli dkk (1995:51-52) harus dibedakan antara
kemiskinan, ketidakmerataan, keterisolasian dan keterbelakangan.
Kemiskinan adalah suatu kondisi dimana orang atau sekelompok
orang tidak dapat memenuhi standar kebutuhahan minimum tertentu.
Ketidakmerataan lebih menekankan pada standar hidup relatif
diantara anggota masyarakat. Keterisolasian menyangkut
ketidakmampuan sekelompok orang untuk berhubungan secara
teratur dan mudah dengan masyarakat lainnya, sedangkan
keterbelakangan menyangkut kurangnya kesadaran dan pengetahuan
mengenai kebutuhan serta kondisi kehidupan yang lebih baik.
B. Masalah KemiskinanKemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang
ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan, yang kemudian
meningkat menjadi ketimpangan. Masyarakat miskin pada umumnya 15
lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada
kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya
yang mempunyai potensi lebih tinggi (Kartasasmita, 1997: 234).
Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang
bersifat multidimensi. Kemiskinan ditandai oleh keterbelakangan dan
pengangguran yang selanjutnya meningkat menjadi pemicu
ketimpangan pendapatan antar golongan penduduk. Penduduk miskin
adalah yang paling rendah kemampuannya. Pada saat akibat krisis
multi-dimensi yang masih harus dihadapi sampai sekarang, dari
sejumlah studi menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin dan
termiskin di pedesaan masih cukup banyak. Mereka menjadi bagian
dari komunitas dengan struktur dan kultur pedesaan. Kira-kira separuh
dari jumlah itu benar-benar dalam kategori sangat miskin (the absolut
poor). Kondisi mereka sungguh memprihatinkan. Antara lain ditandai
oleh malnutrition, tingkat pendidikan yang rendah, bahkan sebagian
besar buta huruf, dan rentan terhadap penyakit. Jumlah penghasilan
dari kelompok ini hanya cukup untuk makan. Karena itu tidak
mengherankan apabila perkembangan fisik dan mental mereka
(termasuk anak-anak) juga berjalan sangat lambat. Kelambanan itu
terasa sekali ketika dalam kehidupan mereka diintrodusir teknologi
baru yang berbeda dari yang sudah ada. Tidak sedikit dari mereka
yang memberi respon negatif atau menolak.
Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia: banyak
rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan nasional, yang
setara dengan USS1, 55-per hari, sehingga banyak penduduk
meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan;
ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak
menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang
yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan dapat
dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap
pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan
16
manusia; mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia
perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan
Indonesia.
Berikut adalah kondisi kemiskinan di Indonesia:
Berdasarkan data tersebut di atas jumlah penduduk miskin di
Indonesia pada Maret 2011 sebesar 30,02 juta orang (12,49%).
17
Dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2010 yang
berjumlah 31,02 juta orang (13,33%), jumlah penduduk miskin
berkurang 1,00 juta orang.
Angka kemiskinan nasional menyembunyikan sejumlah besar
penduduk yang hidup sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional.
Hampir 42% dari seluruh rakyat Indonesia hidup di antara garis
kemiskinan. Analisis menunjukkan bahwa perbedaan antara orang
miskin dan yang hampir miskin sangat kecil, menunjukkan bahwa
strategi pengentasan kemiskinan hendaknya dipusatkan pada
perbaikan kesejahteraan mereka yang masuk dalam dua kelompok
kuintil berpenghasilan rendah. Hal ini juga berarti bahwa kerentanan
untuk miskin sangat tinggi di Indonesia walaupun dari hasil penelitian
pada tahun 2011 ini jumlah penduduk miskin relatif menunjukkan
penurunan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
C. Bentuk- Bentuk KemiskinanDi mata sebagian ahli terutama para ekonom kemiskinan
acapkali didefinisikan semata sebagai fenomena ekonomi, dalam arti
rendahnya penghasilan atau tidak dimilikinya mata pencaharian
yangcukup untuk tempat bergantung hidup. Pendapat seperti ini
untuksebagian mungkin benar, tetapi diakui atau tidak kurang
mencerminkankondisi riil yang sebenarnya dihadapi keluarga miskin.
Kemiskinan sesungguhnya bukan semata-mata kurangnya
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok atau standar
hidup yang layak, namun lebih dari itu esensi kemiskinan adalah
menyangkut kemungkinan orang atau keluarga miskin untuk
melangsungkan dan mengembangkan kegiatan perekonomian dalam
upaya meningkatkan taraf kehidupannya (Soetrisno, 2001:78).
Keluarga miskin pada umumnya selalu lemah dalam kemampuan
berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga
seringkali makin tertinggal jauh dari masyarakat lain yang memiliki
potensi lebih tinggi. Mereka umumnya tidak banyak berdaya, ruang 18
geraknya terbatas, dan cenderung kesulitan untuk terserap dalam
sektor-sektor yang memungkinkan mereka dapat mengembangkan
usahanya. Hal ini dapat terwujud apabila mereka ditopang oleh
jaringan dan pranata sosial di lingkungannya. Secara teoritis
kemiskinan dapat dipahami melalui akar penyebabnya yang
dibedakan menjadi dua kategori :
1. Kemiskinan Natural atau alamiah
Yakni, kemiskinan yang timbul sebagai akibat terbatasnya
jumlah sumber daya dan/atau karena tingkat perkembangan
teknologi yang sangat rendah. Artinya faktor-faktor yang
menyebabkan suatu masyarakat menjadi miskin adalah secara
alami memang ada, dan bukan bahwa akan ada kelompok atau
individu di dalam masyarakat tersebut yang lebih miskin dari yang
lain. Mungkin saja dalam keadaan kemiskinan alamiah tersebut
akan terdapat perbedaan-perbedaan kekayaan, tetapi dampak
perbedaan tersebut akan diperlunak atau dieliminasi oleh adanya
pranata-pranata tradisional, seperti pola hubungan patron-client,
jiwa gotong royong dan sejenisnya yang fungsional untuk meredam
kemungkinan timbulnya kecemburuan sosial.
2. Kemiskinan struktural
Yakni, kemiskinan yang terjadi karena struktur sosial yang ada
membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai
sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata. Dengan
demikian sebagian anggota masyarakat tetap miskin walaupun
sebenarnya jumlah total produksi yang dihasilkan oleh masyarakat
tersebut bila dibagi rata dapat membebaskan semua anggota
masyarakat dari kemiskinan. Kemiskinan struktural ini dapat
diartikan sebagai suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu
masyarakat yang penyebab utamanya bersumber,dan oleh karena
itu dapat dicari pada strukur sosial yang berlaku dalam masyarakat
itu sendiri.
19
Oleh karena struktur sosial yang berlaku adalah sedemikian
rupa keadaannya sehingga mereka yang termasuk ke dalam
golongan miskin tampak tidak berdaya untuk mengubah nasibnya
dan tidak mampu memperbaiki hidupnya. Struktur sosial yang
berlaku telah mengurung mereka kedalam suasana kemiskinan
secara turun temurun selama bertahun-tahun. Sejalan dengan itu,
mereka hanya mungkin keluar dari penjara kemelaratan melalui
suatu proses perubahan struktur yang mendasar. Kemiskinan
struktural, biasanya terjadi di dalam suatu masyarakat di mana
terdapat perbedaan yang tajam antara mereka yang hidup melarat
dengan mereka yang hidup dalam kemewahan dan kaya raya.
Mereka itu, walaupun merupakan mayoritas terbesar dari
masyarakat, dalam realita tidak mempunyai kekuatan apa-apa
untuk mampu memperbaiki nasib hidupnya.
Sedangkan minoritas kecil mayarakat yang kaya raya biasnya
berhasil memonopoli dan mengontrol berbagai kehidupan, terutama
segi ekonomi dan politik. Selama golongan kecil yang kaya raya itu
masih menguasai berbagai kehidupan masyarakat, selama itu pula
diperkirakan struktur sosial yang berlaku akan bertahan. Akibatnya
terjadilah apa yang disebut dengan kemiskinan struktural.
Golongan yang menderita kemiskinan struktural itu misalnya terdiri
dari para petani yang tidak memiliki tanah sendiri, atau para petani
yang tanah miliknya kecil sehingga hasilnya tidak mencukupi untuk
memberi makan kepada dirinya sendiri dan keluarganya. Termasuk
golongan miskin lain adalah kaum buruh yang tidak terpelajar dan
terlatih, atau apa yang dengan kata asing disebut unskilled labors.
Golongan miskin ini meliputi juga para pengusaha tanpa
modal dan tanpa fasilitas dari pemerintah - yang sekarang dapat
dinamakan golongan ekonomi sangat lemah. Ciri utama dari
kemiskinan struktural ialah tidak terjadinya - kalaupun terjadi
sifatnya lamban sekali - apa yang disebut sebagai mobilitas sosial
20
vertikal. Struktur sosisl yang berlaku telah melahirkan berbagai
corak rintangan yang menghalangi mereka untuk maju. Ciri lain dari
kemiskinan struktural adalah timbulnya ketergantungan yang kuat
antara pihak si miskin terhadap kelas sosial-ekonomi di atasnya.
Menurut Mas’oed adanya ketergantungan inilah yang selama ini
berperan besar dalam memerosotkan kemampuan si miskin untuk
bargaining dalam dunia hubungan sosial yang sudah timpang
antara pemilki tanah dan penggarap, antara majikan dan buruh.
Buruh tidak mempunyai kemampuan untuk menetapkan upah,
petani tidak bisa mendapatkan harga hasil taninya (Soetrisno,
2001:38). Dengan kata lain pihak yang miskin relatif tidak dapat
berbuat banyak atas eksploitasi dan proses marginalisasi yang
dialaminya karena mereka tidak memiliki alternatif pilihan untuk
menentukan nasib ke arah yang lebih baik.
3. Kemiskinan kultural
Mengacu pada sikap hidup seseorang atau kelompok
masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup
dan budaya di mana mereka merasa hidup berkecukupan dan tidak
merasa kekurangan. Kelompok masyarakat seperti ini tidak mudah
untuk diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mau
berusaha untuk memperbaiki dan merubah tingkat kehidupannya.
Akibatnya tingkat pendapatan mereka rendah menurut ukuran yang
dipakai secara umum.
Secara sosioekonomis, terdapat dua bentuk kemiskinan, yaitu:
1. Kemiskinan absolut
adalah suatu kemiskinan di mana orang-orang miskin
memiliki tingkat pendapatan dibawah garis kemiskinan, atau jumlah
pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimum, kebutuhan hidup minimum antara lain diukur dengan
kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan
21
pendidikan, kalori, GNP per kapita, pengeluaran konsumsi dan lain-
lain.
2. Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang dilihat berdasarkan perbandingan
antara suatu tingkat pendapatan dengan tingkat pendapatan
lainnya. Contohnya, seseorang yang tergolong kaya (mampu) pada
masyarakat desa tertentu bisa jadi yang termiskin pada masyarakat
desa yang lain.
B. Dampak KemiskinanKemiskinan merupakan suatu momok namun masalah tersebut
seakan telah mendarah daging di negara kita, kemiskinan
mengakibatkan kerugian dalam berbagai bidang:
1. Bidang Kesehatan
Dapat kita lihat bersama dampak kemiskinan terhadap
bidang kesehatan sangatlah tinggi. Kemiskinan meningkatkan
angka penderita penyakit tertentu karena keterbatasan biaya dalam
pengobatan. Semakin lama harga obat semakin tinggi yang
menyebabkan biaya rumah sakit juga tinggi, hal ini menyebabkan
masyarakat yang mempunyai masalah dengan biaya enggan untuk
berobat. Penyakit yang diderita akan semakin parah bahkan tak
jarang yang sampai ke level akhir yaitu kematian. Jika kita cermati
bersama masalah bidang kesehatan seperti busung lapar,
ketidaknormalan kondisi fisik bayi yang lahir (cacat),penyakit kulit
banyak menyerang masyarakat dengan minimnya pendapatan, hal
ini dikarenakan mereka tidak memperhatikan asupan gizi yang
masuk ke dalam tubuhnya,hanya sekedar mengisi perut. Maka dari
hal tersebut memang benar kemiskinan dapat dikatakan suatu hal
yang mempertinggi angka kematian di negara kita.
22
2. Bidang Pendidikan
Kemiskinan juga erat kaitannya dengan bidang pendidikan.
Tingginya kemiskinan menyebabkan tinggi pula tingkat anak yang
putus sekolah. Walaupun di Indonesia telah ada kebijakan untuk
menggratiskan sekolah namun dalam prakteknya tidak semua
biaya ditanggung oleh pemerintah, misalnya seperti buku, seragam
sekolah masih dibebankan pada siswa, hal ini seringkali menjadi
penyebab ketidakmauan orangtua untuk menyekolahkan anaknya,
dengan alasan lebih baik anaknya diajak mereka mencari uang
yang lebih berguna daripada hanya duduk mendengarkan guru
mengajar yang sering kali tidak mereka perhatikan, lagipula sekolah
belum tentu menjamin keberhasilan mereka di masa yang akan
datang. Hal tersebut di atas menyebabkan banyaknya anak yang
buta huruf, berpengetahuan rendah, tidak bisa menjaga
kesopanannya sehingga menjadikan Indonesia menjadi salah satu
negara yang kurang maju di bidang pendidikan dan masih
rendahnya kualitas SDM (Sumer Daya Maanusia) di Indonesia.
3. Bidang Sosial
Kemiskinan menjadi faktor yang urgen dalam bidang sosial.
Kemiskinan menjadi penyebab masalah-masalah sosial. Misalnya
saja masalah pengangguran, pengangguran banyak disebabkan
karena kemiskinan. Pengangguran menjadi masalah yang sangat
pelik di negara kita tercinta ini, karena pengangguran dapat
dikatakan sebagai salah satu penyebab tingginya angka
kriminalitas seperti pencurian, perampokan, penjambretan, bahkan
pembunuhan. Hal ini terjadi dikarenakan manusia mempunyai
suatu kebutuhan yaitu makan, dan untuk mendapatkan makanan
tersebut uang adalah syaratnya sehingga dikarenakan syarat
tersebut tidak dimiliki manusia rela menghalalkan segala cara agar
dapat memenuhi kebutuhan pangannya tersebut.
23
Selain pengangguran, dapat kita lihat kondisi diperkotaan
yang sangat memprihatinkan, banyaknya peminta-minta,
pengamen, para pedagang kaki lima yang sering kali mengganggu
ketertiban lalu lintas. Selain itu terdapat pula rumah-rumah yang
dibangun di tempat yang salah misalnya di pinggir sungai yang
dapat merugikan dirinya sendiri dan merusak keindahan. Kios-kios
perdagangan yang dibangun tanpa izin dari pemerintah dan
seringkali menimbulkan konflik masyarakat, hal ini juga tak lepas
karena masalah kemiskinan tersebut.
24
C. Penyebab KemiskinanPada umumnya di negara Indonesia penyebab-penyebab
kemiskinan adalah sebagai berikut:
1. Laju Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat setiap 10
tahun menurut hasil sensus penduduk.
Berikut merupakan data tentang jumlah penduduk di Indonesia:
25
Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 1990 Indonesia
memiliki 179 juta lebih penduduk. Kemudian di sensus penduduk
tahun 2000 penduduk meningkat sebesar 27 juta penduduk atau
menjadi 206 juta jiwa dapa diringkas pertambahan penduduk
Indonesia persatuan waktu adalah sebesar setiap tahun bertambah
2,04 juta orang per tahunatau 170 ribu orang perbulan atau 5577
orang perhari atau 232 orang perjam atau 4 orang per menit.
Banyaknya jumlah penduduk ini membawa Indonesia menjadi
negara ke 4 terbanyak penduduknya setelah China, India dan
Amerika. Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesia
semakin terpuruk dalam keadaan ekonomi yang belum mapan.
Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah
beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk
hidup di bawah garis kemiskinan.
Hal ini sependapat dengan pendapat (Cox, 2004 dalam
Yulianto: 2005) yang menjelaskan salah satu faktor penyebab
kemiskinan berupa: (1)Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi
berupa dominasi negara-negara maju terhadap negara-negara
berkembang; (2) Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan
berupa rendahnya partisipasi dalam pembangunan dan
peminggiran proses pembangunan; (3) Kemiskinan sosial yang
yang dialami oleh perempuan, anak-anak dan kelompok minoritas
karena ketidakberdayaan mereka; dan (4)Kemiskinan karena
faktor-faktor eksternal seperti konflik, bencana alam, kerusakan
lingkungan dan tingginya jumlah penduduk.
2. Angkatan Kerja, Penduduk yang bekerja, dan Pengangguran
Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi
dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Dimana yang
tergolong sebagai tenaga kerja ialah penduduk yang berumur
didalam atas usia kerja. Batasan usia kerja yang dianut oleh
Indonesia ialah minimum umur 10 tahun tanpa batas umur 26
maksimum. Jadi setiap orang atau semua penduduk berusia 10
tahun tergolong sebagai tenaga kerja. Sisanya merupakan bukan
tenaga kerja yang selanjutnya dapat dimasukkan dalam kategori
beban ketergantungan. Tingkat pegangguran di Indonesia masih
tergolong tinggi. Berikut adalah data mengenai pengangguran
terbuka di Negara Indonesia:
27
Dari data tersebut di atas dapat diidentifikasi bahwa tingkat
pengangguran di Negara Indinesia masih tergolong tinggi dengan
jumlah penduduk yang relatif besar. Sebenarnya terdapat kaitan
yang sangat erat antara kemiskinan dan pengangguran.
Pengangguran dan kemiskinan mempunyai hubungan yang
fungsional atau saling mempengaruhi. Pengangguran
menyebabkan kemiskinan sedangkan kemiskinan menyebabkan
seseorang tak bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dan
pada akhirnya bernasib tragis yaitu menjadi pengangguran.
Pengaguran sebagai penyebab terjadinya kemiskinan telah
diterangkan pula oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000
tentang Propenas menyebutkan berdasarkan penyebabnya
kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan kronis
(chronic poverty) yang disebabkan: (1) sikap dan kebiasaan hidup
masyarakat yang tidak produktif; (2) keterbatasan sumber daya dan
keterisolasian; dan (3) rendahnya taraf pendidikan dan derajat
kesehatan, terbatasnya lapangan kerja, dan ketidakberdayaan
masyarakat, dan kemiskinan sementara (transient poverty) yang
disebabkan (1) perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal
menjadi krisis ekonomi; (2) perubahan yang bersifat musiman
seperti kasus kemiskinan nelayan dan pertanian tanaman pangan;
dan (3) bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan.
Dalam hal ini Kuncoro (2004:157) juga mencoba
mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi.
Pertama, ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang
menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Kedua,
perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia yang berkaitan
dengan produktivitas dan upah yang rendah. Ketiga, kemiskinan
muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Penyebab
kemiskinan menurut masyarakat miskin sendiri adalah kurangnya
28
modal, pendidikan, keterampilan, dan kesempatan kerja; dan
rendahnya pendapatan.
3. Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan
Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau
timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di
kalangan penduduknya. Kriteria ketidakmerataan versi Bank Dunia
didasarkan atas porsi pendapatan nasional yangdinikmati oleh tiga
lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan
rendah(penduduk miskin); 40% penduduk berpendapatan
menengah; serta 20% penduduk berpendapatan tertinggi
(penduduk terkaya). Ketimpangan dan ketdakmerataan
distribusi dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendapatan
rendah menikmati kurang dari 12 persen pendapatan nasional.
Ketidakmerataan dianggap sedang atau moderat ila 40%
penduduk berpendapatan rendah menikmati 12 hingga 17%
pendapatan nasional. Sedangkan jika 40% penduuduk miskin
menikmati lebih dari 17%pendapatan nasional makan ketimpangan
atau kesenjangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional
dikatakan cukup merata.
Pendapatan penduduk yang didapatkan dari hasil pekerjaan
yang mereka lakukan relatif tidak dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari sedangkan ada sebagian penduduk Indonesia
mempunyai pendapatan yang berlebih. Ini disebut dengan
ketimpangan. Ketimpangan pendapatan yang ekstrem dapat
menyebabkaninefisiensi ekonomi. Penyebabnya sebagian adalah
pada tingkat pendapatan rata – rata bearapa pun, ketimpangan
yang semakin tinggi akan menyebabkan semakinkecilnya
bagian populasi yang memenuhi syarat untuk mendapatkan
pinjaman atausumber kredit. Selain itu ketimpangan dapat
menyebabkan alokasi aset yang tidak efisien. Ketimpangan yang
tinggi menyebabkan penekanan yang terlalu tinggi pada pendidikan 29
tinggi dengan mengorbankan kualitas universal pendidikan dasar,
dankemudian menyebabkan kesenjangan pendapatan yang
semakin melebar. Ketimpangan pembangunan di Indonesia selama
ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk dan aspek
atau dimensi. Bukan saja berupa ketimpangan hasil-hasilnya,
misalnya dalam hal pendapatan per kapita tetapi juga ketimpangan
kegiatan atau proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula
semata-mata berupaketimpangan spasial atau antar daerah
tetapi ketimpangan sektoral dan ketimpangan regional.
Ketimpangan sektoral dan regional dapat ditengarai antara lain
dengan menelaah perbedaan yang mencolok dalam aspek-aspek
seperti penyerapan tenaga kerja, alokasi dana perbankan, imvetasi
dan pertumbuhan.
Sepanjang era PJP (lima pelita) yang lalu, sektor pertanian
rat-rata hanya tumbuh 3,54% per tahun. Sedangkan sektor industri
pengolahan tumbuh dengan rata-rata 12,22% per tahun. Di
Repelita I sektor pertanian saat itu ditargetkan tumbuh dengan rata-
rata 3,4% per tahun, sementara pertumbuhan rata-rata tahunan
sektor industri pengolahan ditargetkan 9,4 persen per tahun. Tidak
seperti masa era PJP I, dimana dalam pelita-pelita tertentu terdapat
sektor lain yang tingkat pertumbuhannya lebih tinggi dari tingkat
pertumbuhan sektor industri pengolahaan,selama Repelita VI
tingkat pertumbuhan sektor ini dicanangkan yang
tertinggidibandingkan sektor–sektor lainnya. Sektor industry
pengolahan diharapka dapatmenjadi pemimpin sepanjang sektor
Repelita VI. Ketimpangan pertumbuhan antarsektor,
khususnya antara sektor pertanian dansektor industry
pengolahan harus disikapi secara arif. Ketimpangan
pertumbuhansektoral ini bukanlah ‘kecelakaan’ atau ekses
pembangunan. Ketimpangan ini lebihk epada suatu hal yang
terencana dan memang disengaja terkait dengan tujuan
30
menjadikan Indonesia sebagai negara industri. Pemerintah perlu
memikirkan kembali perihal ketepatan keputusan menggunakan
industrialisasi sebagai jalur pembangunan karena akan sangat
berdampak bagi pendapatan dan selanjutnya kemiskinan.
4. Tingkat Pendidikan yang Rendah
Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan satu
penyebab kemiskinan di suatu negara.hal ini disebabkan karena
rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga
kerja. Seperti di Indonesia, pada tahun 2011 ini menunjukkan
peringkat di bidang pendidikan dengan kondisi memprihatinkan.
Jika tahun lalu Indonesia berada pada peringkat 65 tahun ini
merosot ke peringkat ke 69. Saat ini Indonesia masih tertinggal
dari Brunei Darussalam yang berada di peringkat ke-34. Brunai
Darussalam masuk kelompok pencapaian tinggi bersama Jepang,
yang mencapai posisi nomor satu dunia. Adapun Malaysia berada
di peringkat ke-65 atau masih dalam kategori kelompok pencapaian
medium seperti halnya Indonesia. Prestasi yang menurun ini salah
satunya disebabkan karena tingkat partisipasi masyarakat untuk
sekolah relatif rendah. Berikut merupakan tabel angka partisipasi
sekolah di negaa Indonesia:
31
Hal tersebut di atas menjadi pekerjaan rumah Negara
Indonesia karena pendidikan sangatlah penting. Untuk adanya
32
perkembangan ekonomi terutama industri, jelas sekali dibutuhkan
tenaga kerja yang mempunyai skill atau paling tidak dapat
membaca dan menulis. Pemerintah yang kurang peka terhadap laju
pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi salah satu faktor
kemiskinan. Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang
mampu mengendalikan tingkat kemiskinan di negaranya.
D. Upaya Penanggulangan KemiskinanSecara konseptual, penuntasan masalah kemiskinan ini harus
dilakukan melalui kebijakan yang sistematis dan terprogram sebagai
sufficient condition dari pembangunan ekonomi. Akan tetapi, secara
faktual program pengentasan kemiskinan yang dijalankan selama ini
selalu terkooptasi oleh sistem yang terlalu pro pada pertumbuhan.
Sebagai contoh, ketika pemerintah ingin mengurangi kemiskinan
masyarakat desa dengan memberi subsidi di sektor pertanian seperti
kredit bersubsidi, pupuk bersubsidi dan sebagainya semua ini
terbentur oleh regulasi dan kebijakan lain yang menuntut
pengurangan subsidi atau terbentur oleh sistem ekonomi yang anti
subsidi. Dampak yang terjadi akhir-akhir ini adalah program- program
penanggulangan kemiskinan cenderung berfokus pada upaya
penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin sebagai program
kompensasi atas pencabutan subsidi. Program-program tersebut
antara lain berupa penyaluran beras untuk rakyat miskin, program
jaring pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin, bantuan langsung
tunai (BLT) dan sebagainya. Upaya seperti ini akan sulit
menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan
tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan
ketergantungan.
Kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang
mendesak dan memerlukan langkah-langkah penanganan dan
pendekatan yang sistemik, terpadu dan menyeluruh. Dalam rangka
33
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar warga negara, diperlukan
langkah-langkah strategis dan komprehensif.
Penanggulangan kemiskinan yang komprehensif memerlukan
keterlibatan berbagai pemangku kepentingan. Pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dunia usaha (sektor swata) dan masyarakat
merupakan pihak-pihak yang memiliki tanggungjawab sama terhadap
penanggulangan kemiskinan. Pemerintah telah melaksanakan
penanggulangan kemiskinan melalui berbagai program dalam upaya
pemenuhan kebutuhan dasar warga negara secara layak,
meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat miskin,
penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat serta
melaksanakan percepatan pembangunan daerah tertinggal dalam
upaya mencapai masyarakat Indonesia yang sejahtera, demokratis
dan berkeadilan.
Namun keseluruhan upaya tersebut belum maksimal jika
tanpa dukungan dari para pemangku kepentingan lainnya. Untuk
menunjang penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan
mewujudkan percepatan penanggulangan kemiskinan dirumuskan
empat startegi:
1. Memperbaiki Program Perlindungan Sosial
Sistem perlindungan sosial dimaksudkan untuk membantu
individu dan masyarakat menghadapi goncangan-goncangan
(shocks) dalam hidup, seperti jatuh sakit, kematian anggota
keluarga, kehilangan pekerjaan, ditimpa bencana atau bencana
alam, dan sebagainya. Sistem perlindungan sosial yang efektif
akan mengantisipasi agar seseorang atau masyarakat yang
mengalami goncangan tidak sampai jatuh miskin.
Penerapan strategi ini antara lain didasari satu fakta
besarnya jumlah masyarakat yang rentan jatuh dalam kemiskinan
di Indonesia. Di samping menghadapi masalah tingginya potensi
kerawanan sosial, Indonesia juga dihadapkan pada fenomena
34
terjadinya populasi penduduk tua (population ageing) pada struktur
demografinya. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan beban
ekonomi terhadap generasi muda untuk menanggung mereka atau
tingginya rasio ketergantungan.
Tingginya tingkat kerentanan juga menyebabkan tingginya
kemungkinan untuk masuk atau keluar dari kemiskinan. Oleh
karena itu, untuk menanggulangi semakin besarnya kemungkinan
orang jatuh miskin, perlu dilaksanakan suatu program bantuan
sosial untuk melindungi mereka yang tidak miskin agar tidak
menjadi miskin dan mereka yang sudah miskin agar tidak menjadi
lebih miskin.
2. Meningkatkan Akses Terhadap Pelayanan Dasar
Akses terhadap pelayanan pendidikan, kesehatan, air
bersih dan sanitasi, serta pangan dan gizi akan membantu
mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh kelompok
masyarakat miskin. Disisi lain peningkatan akses terhadap
pelayanan dasar mendorong peningkatan investasi modal manusia
(human capital).
Salah satu bentuk peningkatan akses pelayanan dasar
penduduk miskin terpenting adalah peningkatan akses pendidikan.
Pendidikan harus diutamakan mengingat dalam jangka panjang ia
merupakan cara yang efektif bagi penduduk miskin untuk keluar
dari kemiskinan. Sebaliknya, kesenjangan pelayanan pendidikan
antara penduduk miskin dan tidak miskin akan melestarikan
kemiskinan melalui pewarisan kemiskinan dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Anak-anak dari keluarga miskin yang tidak
dapat mencapai tingkat pendidikan yang mencukupi sangat besar
kemungkinannya untuk tetap miskin sepanjang hidupnya.
Selain pendidikan, perbaikan akses yang juga harus
diperhatikan adalah akses terhadap pelayanan kesehatan. Status
kesehatan yang lebih baik, akan dapat meningkatkan produktivitas
35
dalam bekerja dan berusaha bagi penduduk miskin. Hal ini akan
memungkinkan mereka untuk menghasilkan pendapatan yang lebih
tinggi dan keluar dari kemiskinan. Selain itu, peningkatan akses
terhadap air bersih dan sanitasi yang layak menjadi poin utama
untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Konsumsi air
minum yang tidak layak dan buruknya sanitasi perumahan
meningkatkan kerentanan individu dan kelompok masyarakat
terhadap penyakit.
3. Pemberdayaan Kelompok Masyarakat Miskin
Dalam upaya penanggulangan kemiskinan sangat penting
untuk tidak memperlakukan penduduk miskin semata-mata sebagai
obyek pembangunan. Upaya untuk memberdayakan penduduk
miskin perlu dilakukan agar penduduk miskin dapat berupaya
keluar dari kemiskinan dan tidak jatuh kembali ke dalam
kemiskinan.
Pentingnya pelaksana strategi dengan prinsip ini
menimbang kemiskinan juga disebabkan oleh ketidakadilan dan
struktur ekonomi yang tidak berpihak kepada kaum miskin. Hal ini
menyebabkan output pertumbuhan tidak terdistribusi secara merata
pada semua kelompok masyarakat. Kelompok masyarakat miskin,
yang secara politik, sosial, dan ekonomi tidak berdaya, tidsk dapat
menikmati hasil pembangunan tersebut secara proporsional.
Proses pembangunan justru membuat mereka mengalami
marjinalisasi, baik secara fisik maupun sosial.
Konsep pembangunan yang ditujukan untuk
menanggulangi kemiskinan umumnya melalui mekanisme atas-
bawah (top-down). Kelemahan dari mekanisme ini adalah tanpa
penyertaan partisipasi masyarakat. Semua inisiatif program
penanggulangan kemiskinan berasal dari pemerintah (pusat),
demikian pula dengan penanganannya. Petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis implementasi program selalu dibuat seragam tanpa
36
memperhatikan karakteristik kelompok masyarakat miskin di
masing-masing daerah. Akibatnya, program yang diberikan sering
tidak mempunyai korelasi dengan prioritas dan kebutuhan
masyarakat miskin setempat. Dengan pertimbangan-pertimbangan
tersebut, upaya secara menyeluruh disertai dengan pemberdayaan
masyarakat miskin menjadi salah satu prinsip utama dalam strategi
penanggulangan kemiskinan.
4. Pembangunan Inklusif
Pembangunan yang inklusif yang diartikan sebagai
pembangunan yang mengikutsertakan dan sekaligus memberi
manfaat kepada seluruh masyarakat. Partisipasi menjadi kata kunci
dari seluruh pelaksanaan pembangunan. Fakta di berbagai negara
menunjukkan bahwa kemiskinan hanya dapat berkurang dalam
suatu perekonomian yang tumbuh secara dinamis. Sebaliknya,
pertumbuhan ekonomi yang stagnan hampir bisa dipastikan
berujung pada peningkatan angka kemiskinan. Pertumbuhan harus
mampu menciptakan lapangan kerja produktif dalam jumlah besar.
Selanjutnya, diharapkan terdapat multiplier effect pada peningkatan
pendapatan mayoritas penduduk, peningkatan taraf hidup, dan
pengurangan angka kemiskinan.
Untuk mencapai kondisi sebagaimana dikemukakan diatas,
perlu diciptakan iklim usaha yang kondusif di dalam negeri.
Stabilitas ekonomi makro merupakan prasyarat penting untuk dapat
mengembangkan dunia usaha. Selain itu juga diperlukan kejelasan
dan kepastian berbagai kebijakan dan peraturan. Begitu juga, ia
membutuhkan kemudahan berbagai hal seperti ijin berusaha,
perpajakan dan perlindungan kepemilikan. Selanjutnya, usaha
mikro, kecil, dan menengah harus didorong untuk terus
menciptakan nilai tambah, termasuk melalui pasar ekspor.
Pertumbuhan yang berkualitas juga mengharuskan adanya prioritas
lebih pada sektor perdesaan dan pertanian. Daerah perdesaan dan
37
sektor pertanian juga merupakan tempat di mana penduduk miskin
terkonsentrasi. Dengan demikian, pengembangan perekonomian
perdesaan dan sektor pertanian memiliki potensi besar untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi yang menghasilkan penyerapan
tenaga kerja dalam jumlah besar dan pengurangan kemiskinan
secara signifikan.
Pembangunan yang inklusif juga penting dipahami dalam
konteks kewilayahan. Setiap daerah di Indonesia dapat berfungsi
sebagai pusat pertumbuhan dengan sumber daya dan komoditi
unggulan yang berbeda. Perekonomian daerah ini yang kemudian
akan membentuk karakteristik perekonomian nasional.
Pengembangan ekonomi lokal menjadi penting untuk memperkuat
ekonomi domestik.
5. Penanggulangan Kemiskinan Daerah
Strategi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang
memuat 4 pokok strategi diatas selanjutnya ditindaklanjuti dengan
penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD).
Pada dasarnya, penyusunan SPKD tetap mengacu pada strategi
diatas dengan melakukan penyesuaian dengan kondisi daerah.
Ditingkat Provinsi, pengoordinasian penyusunan SPKD
Provinsi sebagai dasar penyusunan Provinsi di bidang
penanggulangan kemiskinan. Demikian pula di tingkat Kabupaten
dan Kota, pengoordinasian penyusunan SPKD Kabupaten dan Kota
sebagai dasar penyusunan RPJMD Kabupaten dan Kota di bidang
penanggulangan kemiskinan.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD)
adalah dokumen strategi penanggulangan kemiskinan daerah yang
selanjutnya digunakan sebagai rancangan kebijakan pembangunan
daerah di bidang penanggulangan kemiskinan dalam proses
penyusunan RPJMD. Dalam perencanaan dan implementasinya,
SPKD terintegrasi dalam RPJMD sehingga dalam mekanisme
38
penentuan besaran target angka kemiskinan SPKD dan RPJMD
memiliki besaran target yang sama. Analisis kondisi kemiskinan
berikut dimensi-dimensinya perlu dilakukan untuk menunjang
perumusan SPKD di masing-masing daerah. Langkah tersebut
diperlukan untuk menunjang berbagai hal menyangkut kemiskinan
yang belum tercakup dalam RPJMD masing-masing daerah.
Analisis tersebut juga perlu dilakukan untuk menunajng fungsi
Daerah dalam mendorong proses perencanaan dan penganggaran
sehingga menghasilkan anggaran yang efektif untuk
penanggulangan kemiskinan.
Prinsip Penyusunan SPKDBeberapa hal yang perlu dirumuskan dan di integrasikan dalam
SPKD masing-masing daerah diantaranya:
1. Empat strategi percepatan penanggulangan kemiskinan;
2. Target-target peningkatan kesejahteraan yang dirumuskan
dalam RPJMD masing-masing daerah;
3. Analisis kondisi dimensi-dimensi kemiskinan. Analisis ini
digunakan untuk menentukan prioritas perencanaan program
penanggulangan kemiskinan di tingkat daerah;
4. Analisis penganggaran program penanggulangan kemiskinan.
Analisis ini diperlukan untuk mendukung rencanaan prioritas
penanggulangan kemiskinan dan menghasilkan anggaran yang
efektif untuk penanggulangan kemiskinan.
5. Analisis dan mekanisme pengendalian program penanggulangan
kemiskinan. Analisis dan mekanisme ini diperlukan untuk
merumuskan langkah-langkah strategis dalam mendukung
pencapaian penanggulangan kemiskinan sesuai dengan target
yang ditentukan.
Dalam upaya pelaksanaan percepatan penanggulangan
kemiskinan pemerintah menganggap perlu dilakukan penguatan
kelembagaan di tingkat nasional yang menangani penanggulangan
39
kemiskinan, untuk melakukan langkah-langkah koordinasi secara terpadu
lintas pelaku dalam penyiapan perumusan dan penyelenggaraan
kebijakan penanggulangan kemiskinan.
Kemiskinan yang menjadi persoalan di negara kita hendaknya
segera di minimalisir dengan strategi-strategi yang jitu, dengan cara
tersebut diharapkan kemiskinan segera enyah dari kehidupan kita
sehingga tercipta kehidupan yang sejahtera tanpa kesenjangan sosial.
40
DAFTAR PUSTAKA
Ala, Andre bayu. 1981. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan.
Yogyakarta: Penerbit Liberty
Anonim. 2010. Kemiskinan. http://id.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 2
Oktober 2011
Bappenas, 2004. Rencana Strategi Penanggulangan Kemiskinan di
Indonesia. Jakarta
BPS. 2002. Monitoring dan Kajian terhadap Program Kemiskinan di
Indonesia. Jakarta
Chalid, P. 2006. Teori Isu Pemangunan. Jakarta : Penerbit Universitas
Terbuka
Friedman, John. 1987. Planning in The Pulic Domain:From Knowledge to
Action.Oxford, UK: Princeton University
Hureirah, A. 2005. Strategi Penanggulangan Kemiskinan.Ilmu
Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNPAS-
LSM Mata Air (Masyarakat Cinta Tanah Air), Bandung.
Kartasasmita, Ginanjar. 1997. Administrasi Pembangunan:
Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia. Jakarta:
LP3ES
Kuncoro, Mudrajat. 200. Otonomi Daerah- Reformasi, Perencaan, Strategi
dan Peluang. Jakarta: Penerbit Erlangga
Luis, Z. 2006. Penanggulangan Kemiskinan. Waspada Online, Medan
Mikekelsen, britha. 2003. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-
Upaya Pemberdayaan. Terjemah: Matheos Nalle Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia
41
Nasution, Lutfi I (ed). 1996. Memahami dan Menanggulangi Kemiskinan di
Indonesia – 70 tahun Prof Sajogyo. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana.
Pasandaran, E. 2004. Hasil Penelitian Upaya Penanggulangan
Kemiskinan di Nusa Tenggara Timur Kabupaten Ende dan Timor
Tengah Utara. Jakarta: Puslitangnak
Ridlo, Mohammad Agung. 2001. Kemiskinan di Perkotaan. Semarang:
Penerbit Unissula Press
Rusli, Said (ed). 1995. Metodologi Identifikasi Golongan dan Daerah
Miskin: Suatu Tinjauan dan Alternatif. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Utama dan Institut Pertanian bogor
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional
Sahdan, G.2004. Kemiskinan Desa, Menanggulangi Kemiskinan Desa,
Jurusan Ilmu Pemerintahan STMD “APMD”, Yogyakarta
.2005. Kemiskinan Desa, Menanggulangi Kemiskinan Desa,
Jurusan Ilmu Pemerintahan STMD “APMD”, Yogyakarta
Soegijoko, Budi Tjahjati S. Dan bS Kusbiantoro (ed). 1997. Bunga Rampai
Perencaan Pembangunan di Indonesia. Bandung : Yayasan
Soegijanto Soegijoko
Soetrisno, Loekman. 1997. Kemiskinan, Perempuan dan Pemberdayaan.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Steer, AD. 2006. Era baru dalam Pengantasan Kemiskinan di Indonesia,
Ikhtisar.Perwakilan ank Dunia di Indonesia, Kawasan Asia Timur
dan Pasifik, Penerbit: Gradasi Aksara, Jakarta.
Suryahadi Asep dan Soemarto. 2001.” Memahami Kemiskinan Kronis dan
Kemiskinan Sementara di Indonesia” Smeru Newsletter. No 03,
Mei- Juni 2011
42
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan
Nasional.
Yulianto, Trimo. 2005. Tesis “Fenomena Program- Program Pengentasan
Kemiskinan di Kabupaten Klaten”.
43