download versi indonesia
TRANSCRIPT
AKUNTABILITAS
Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Ekonomi
Susunan Personalia:
Penasehat dan Penanggung Jawab
Dekan Fakultas Ekonomi (UIB Blitar)
Pembantu Dekan Fakultas Ekonomi (UIB Blitar)
Tim Penyunting Ahli
Drs. Hadi Siswanto, MM (UIB Blitar)
Prof.Dr.Teguh Budiarso,M.Pd. ( Univ.Mulawarman )
Prof. H. Armanu Thoyib, SE.,M.Sc.,Ph.D (UB Malang)
Prof.Dr.Hj. Nurhayati, SE.,MM (Unisma Malang)
Whedy Prasetyo, SE.,MSA.CPMA.Ak (Unej Jember)
Ketua Dewan Redaksi
Suprianto, SE.,MM
Wakil Dewan Redaksi
Nurul Farida, SE
Sekretaris Dewan Redaksi
Evina Kusumawati, SE., MM
Bendahara Redaksi
Hidayatur Rahman, SE.,MM
Alamat Redaksi
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar Blitar
Jl. Majapahit No. 04 Tlp/Fax. 0342 – 813145
http:/www.uib.ac.id
Jurnal “AKUNTABILITAS” terbit 1 (satu) kali setahun pada bulan Agustus
dimaksudkan sebagai sarana publikasi karya ilmiah bagi para pakar, peneliti dan
pengamat ahli dalam bidang yang terkait dengan masalah ilmu-ilmu ekonomi. Redaksi
berhak mengubah naskah mengurangi isi dan maksud tulisan.
PEDOMAN PENULISAN NASKAH
1. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Ekonomi Akuntabilitas Universitas Islam Balitar (UIB) Blitar
ini terbit satu kali setahun, yaitu pada setiap bulan Agustus. 2. Naskah yang diusulkan untuk diterbitkan dalam Jurnal Akuntabilitas Universitas Islam
Balitar (UIB) Blitar adalah naskah yang belum pernah diterbitkan dan atau tidak sedang dipertimbangkan penerbitannya di jurnal lain;
3. Naskah ilmiah yang diterbitkan berupa hasil penelitian, artikel dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan oleh penulisnya;
4. Naskah ilmiah ditulis dalam Bahasa Indonesia, atau dalam Bahasa Inggris; 5. Secara garis besar, naskah disusun dengan sistematika sebagai berikut ini:
a. Judul: harus singkat dan jelas sehingga menggambarkan isi tulisan serta dilengkapi dengan nama penulis (tanpa gelar akademik) dan nama institusi tempat kerja penulis;
b. Abstrak: dalam Bahasa Inggris untuk artikel dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Indonesia untuk artikel berbahasa Inggris, maksimal 200 kata yang secara singkat menggambarkan aspek-aspek isi naskah secara keseluruhan; serta Kata-kata kunci (keywords);
c. Pendahuluan: tanpa sub bab memuat latar belakang, permasalahan, tujuan, dan hasil yang diharapkan;
d. Tinjauan pustaka, yang berisi hasil penelitian sebelumnya, kerangka teori dan hipotesis yang diajukan;
e. Metode: berisi langkah penelitian yang dilakukan sesuai dengan permasalahan yang disampaikan;
f. Hasil dan pembahasan: memuat analisis hasil temuan dalam bentuk diskriptif kuantitatif maupun kualitatif yang dapat disertai gambar, tabel, grafik disertai dengan uraian tentang interpretasi, generalisasi, dan implikasi dari hasil yang diperoleh, serta relevansinya dengan hasil penelitian lain yang menjadi rujukan;
g. Kesimpulan dan rekomendasi; h. Daftar pustaka disajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut, disusun
secara alfabetis dan kronologis; Contoh:
Harahap, Sofyan Syafri. 2001. Peranan Akuntansi Islam Dalam Mendorong
Implementasi Ekonomi Syariah. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi Volume 3 No. 2
Agustus 2001, 403-418. Jakarta: STIE Trisakti.
Luth, Thohir. 2001. Antara Perut dan Etos Kerja Dalam Perspektif Islam.
Penerbit Gema Insani Press. Jakarta Wheelen,T.L.,and J.D.Hunger.2004. Strategic Management and Business Policy,Ninth Edition Education,Inc.
6. Naskah dikirim dalam bentuk print out pada kertas ukuran Letter (kwarto), dengan spasi tunggal (satu spasi), menggunakan pengolah kata minimal Microsoft Word versi 6.0 dengan jumlah halaman maksimal 25 lembar, sebanyak 3 eksemplar, dan dalam disk ukuran 3 ½”. Naskah diketik mengikuti kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
7. Naskah dikirim paling lambat 2 (dua) bulan sebelum penerbitan ke alamat:
8. Naskah akan disunting, dengan kriteria penilaian meliputi: orisinalitas, memenuhi kualitas keilmuan, kebenaran isi, kejelasan uraian, dan manfaat bagi masyarakat akademik;
9. Dewan penyunting berhak mengirim kembali naskah ke penulis untuk direvisi sesuai dengan saran penilai atau menolak suatu naskah;
10. Naskah yang sudah dikirim dan diputuskan untuk tidak dimuat akan dikembalikan kepada penulis dengan disertai alasan penolakan, jika disertai dengan perangko balasan.
PREDIKSI TINGKAT KESEHATAN BANK PERSERO
DAN BANK UMUM SWASTA NASIONAL DENGAN
ANALISIS DISKRIMINAN
Hadi Siswanto
Abstract
The aim of the research is to know is The CAMEL variable can
significantly discriminate healthy and unhealthy bank. This research use
discriminant analysis with stepwise method. The result show that ROE
and NPM are variables that statistically can discriminate healthy and
unhealthy bank. The variables can minimize wilk’s lambda dan also can
maximize F ratio and mahalanobis distance.
Key Words : Bank Health , CAMEL, Discriminant Analysis
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pembangunan di segala bidang memerlukan dana dan investasi yang besar, hal
ini membuat lembaga keuangan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis
agar pembiayaan pembangunan bisa ditingkatkan. Keadaan bank merupakan hal yang
sangat penting dalam usaha. Keterkaitan antara dunia usaha dan lembaga keuangan
bank memang tidak bisa dilepaskan. Deregulasi 1 Juni 1983 yang dapat dikatakan
sebagai awal dari liberalisasi dibidang keuangan dan perbankan yang kemudian disusul
dengan Paket Kebijaksanaan 27 Oktober 1988 (Pakto 27, 1988) dan Paket
Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (Pakdes 20, 1988) serta kebijaksanaan-kebijaksanaan
lanjutannya merubah total pola strategi pengelolaan lembaga-lembaga keuangan di
Indonesia.
Penelitian yang berkaitan tentang penggunaan rasio keuangan untuk
memprediksi kondisi keuangan bank dan penggunaan analisis diskriminan telah banyak
dilakukan. Penelitian ini antara lain dilakukan oleh Altman (1968), Nurdianto (2004),
Haryati (2005), Anis ( 2007).
Altman (1968) memprediksi kebangkrutan dengan analisis model multivariat.
Periode penelitian adalah 1946-1966 dengan sampel 33 perusahaan manufaktur di USA
yang pailit berdasarkan Chapter X of National Bankruptcy Act dan 33 perusahanan tidak
pailit. Melalui Multiple discriminant Analysis dari 22 rasio hanya 5 rasio keuangan yang
paling signifikan mengukur profitabilitas, likuiditas, dan solvabilitas. Altman dapat
menentukan satu angka indeks diskriminan yang dapat membedakan antara perusahaan
yang pailit dan yang tidak.
Penilaian kondisi bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam
menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang. Ketatnya penilaian oleh Bank
Indonesia (BI) dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) diharapkan dapat
diketahui segera bank mana yang memerlukan penanganan khusus, sehingga bank-bank
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar
tersebut semakin sehat dan kuat terhadap goncangan ekonomi. Selain itu dengan
banyaknya bank-bank yang sehat akan bisa menambah daya saing perbankan nasional
sendiri.
Banyak pihak yang berkepentingan dengan penilaian kinerja pada sebuah
perusahaan perbankan diantara lain bagi para manajer, investor atau calon investor,
pemerintah, masyarakat bisnis maupun lembaga-lembaga lainnya. Manajemen sangat
memerlukan hasil penilaian terhadap kinerja unit bisnisnya, yaitu untuk memastikan
tingkat ukuran keberhasilan para manajer dan sekaligus sebagai evaluasi penyusunan
strategi maupun operasional dimasa yang akan datang. Adanya kinerja perbankan yang
positif akan menarik investor sebesar-besarnya ke pada sektor perbankan. Karena
investor melihat semakin sehat suatu bank maka manajemen bank tersebut bagus, serta
diharapkan bisa memberikan return yang di harapkan. Hal ini penting bagi investor
sebelum melakukan investasi, karena bagaimana pun juga investor akan berusaha untuk
mencari return yang tinggi (Dedy, 2003:3).
Rasio keuangan dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara
menyeluruh telah diperkenalkan sejak tahun 1902 oleh Coleman, Piere, dan Alfred I Du
Pont (Wren, 1994 dalam Hariyanti, 2005). Rasio keuangan dihitung berdasarkan
laporan keuangan, melalui kinerja keuangan saat ini perusahaan dapat memprediksi,
mengantisipasi dan merencanakan langkah strategis untuk mencapai kondisi dimasa
yang akan datang (Bringham, 2005:444). Upaya yang dilakukan untuk meminimalkan
biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan bank, para regulator bank dan para manajer
bank berupaya untuk bertindak cepat mencegah kebangkrutan bank atau menurunkan
biaya kegagalan tersebut. Teknik statistik yang sering dipergunakan untuk menganalisis
kebangkrutan bank adalah analisis diskriminan yang digunakan untuk tujuan estimasi
yang konsisten dan lebih efisien.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas serta hasil penelitian
sebelumnya, maka penelitian ini ingin memprediksi tentang tingkat kesehatan dengan
analisis diskriminan pada Bank Persero dan Bank Umum Swasta Nasional. Maka yang
menjadi pokok permasalahan adalah apakah rasio CAMEL mampu membedakan
tingkat kesehatan Bank Persero dan Bank Umum Swasta Nasional ke dalam kategori
bank sehat dan tidak sehat.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk :Untuk mengidentifikasi dan menganalisis rasio CAMEL
yang mampu membedakan tingkat kesehatan bank persero dan bank umum swasta
nasional dalam kategori bank sehat dan tidak sehat.
2. Tinjauan Teoritis
Nurhidayah (2003) meneliti analisis Z-Score dan CAMEL dalam mengavaluasi
tingkat kesehatan Bank yang Go Public di Bursa Efek Jakarta, menghasilkan bahwa uji
analisis Diskriminan Z-Score, diketahui kemapuan Z-Score dalam menjelaskan hasil
klarifikasi bank sehat dan tidak sehat sebesar 16,6% dengan tingkat ketepatan
pengklasifikasikan bank sebesar 84,1 % (terdapat kesalahan klasifikasi sebanyak 11
bank selama 3 tahun dengan Pemerintah atau Bank Indonesia) serta hasil
pengklasifikasian bank dengan model Z-score dinyatakan akurat (Hit Ratio > Cpro dan
Cmax atau Chance Model). Sementara itu, kemampuan model CAMEL dalam
menjelaskan hasil klasrifikasian bank sebesar 63,77 % (terdapat kesalahan klasifikasi
sebanyak 25 Bank selama 3 tahun dengan Pemerintah atau Bank Indonesia) dinyatakan
dengan model CAMEL dinyatakan tidak akurat (Hit Ratio < Cpro dan Cmax atau
change Model).
Nurdianto (2004) meneliti tingkat kesehatan bank campuran periode tahun 1999-
2000 menggunakan Multiple Diskriminan Analysis. Variabel rasio yang digunakan X1=
CAR, X2= Aktiva Produktif yang kualifikasikan (APYD) terhadap aktiva produktif, X3
= Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Yang Dibentuk (PPAPYD) Terhadap
PPAP Yang Wajib Dibentuk (PPAPYWD), X4= ROA, X5= BOPO, X6= Kewajiban
Bersih antara bank terhadap modal inti, X7= LDR. Hasil penelitian menunjukkan pada
tahun 1999 terpilih X1 dan X2 serta tahun 2000 terpilih X1, X2, dan X3 sebagai variabel
memberikan konstribusi Dominan.
Haryati (2005) menganalisis tingkat kesehaan bank umum Swasta Nasional di
Indonesia periode tahun 1999-2004 menggunakan Multiple Diskriminan Analysis. Hasil
penelitian menunjukkan terdapat 16 dari 27 variabel rasio yang signifikan yang berasal
dari rasio Permodalan, Kualitas Aktiva, Dan Rasio Profitabilitas. Sedangkan Rasio
Likuiditas, Sensitivitas Terhadap Resiko Pasar dan Size merupakan variabel pembeda
yang tidak signifikan. Dari 16 Variabel tersebut dihasilkan 12 Variabel yang
membentuk model diskriminan.
Anis (2007) mengkaji potensi kebangkrutan keuangan Bank Umum Swasta
Nasional Indonesia menggunakan analisis diskriminan pada tahun 1997-1999 dengan
rasio CAR, RORA, NPM, ROA, LDR, dan BMPK. Diketahui bahwa rasio yang
signifikan membedakan tingkat potensi kebangkrutan pada tahun 1997 adalah rasio
NPM, sedangkan pada tahun 1998 dan 1999 rasio yang signifikan sebagai diskriminator
adalah rasio CAR.
3. Metode Penelitian
3.1. Populasi Penelitian
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan
diduga. Populasi yang akan diamati dalam penelitian ini adalah bank umum yang
beroperasi di Indonesia, yang meliputi Bank Persero (Pemerintah) dan Bank Umum
Swasta Nasional (BUSN). Dengan demikian, teknik yang digunakan adalah sensus
karena tidak dilakukan pengambilan sampel dari populasi.
3.2. Jenis dan Sumber data
Data pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan
keuangan publikasi Bank Persero (Pemerintah) dan Bank Umum Swasta Nasional
(BUSN) di Indonesia yang terdapat dalam Direktori Perbankan Indonesia tahun 2007.
3.3. Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini variabel dependen menggunakan notasi Z, sedangkan variabel
independen menggunakan notasi X. Variabel-variabel dalam penelitian ini didefinisikan
sebagai berikut :
a. Variabel Terikat (Variabel Dependen) = Z
Variabel Terikat (dependent variable) adalah variabel tidak bebas atau tergantung.
Variabel dependen dalam analisis diskriminan memiliki skala kategorikal, dalam
penelitian ini variabel dependen yang digunakan terdiri dari dua kelompok. Jika
dinyatakan Z = 1 maka bank yang diteliti adalah bank yang sehat, sedangkan jika Z
= 0 maka bank yang diteliti adalah bank yang tidak sehat.
Tabel 1. Nilai Kredit dan Predikat Kesehatan Bank
Nilai Kredit Predikat
64,8 – 80 Sehat
52,8 - < 64,8 Cukup Sehat
40,8 - < 52,8 Kurang Sehat
0 - < 40,8 Tidak Sehat
Sumber : Hasibuan (2005:184)
b. Variabel Bebas (Variabel Independen) = X
Variabel independen adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi
variabel lain. Variabel independen dilambangkan dengan notasi X. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah rasio CAMEL dan memiliki ukuran skala
rasio.
1). Capital (Permodalan)
X1 = CAR (Capital Adequancy Ratio)
Penilaian aspek permodalan lebih dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana atau
berapa modal bank tersebut telah memadai untuk menunjang usahanya. Merupakan
perbandingan antara modal dengan aktiva tertimbang menurut resiko yang
berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang kewajiban penyediaan modal
minimum yang berlaku. CAR merupakan suatu rasio permodalan yang menjaga
keamanan dana pihak ketiga. Rasio ini menjaga ketidaklancaran proses transaksi
dan lalu lintas keuangan.
2). Asset Quality (Kualitas Aset)
X2 = Return On Risked Asset
Merupakan perbandingan pendapatan sebelum pajak dengan total kredit yang
diberikan bank dan surat-surat berharga yang dimiliki bank tersebut. Komponen ini
salah satu untuk menghitung asset yang dimiliki oleh bank.
X3 = Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva Produktif
Rasio ini merupakan perbandingan penghapusan aktiva produktif dengan aktiva
produktif. Rasio ini berfungsi untuk memproksikan kualitas aktiva produktif dan
mempunyai bobot 25 %.
X4 = NPL (Non Performance Loan)
Merupakan perbandingan antara kredit bermasalah dikurangi PPAP dengan total
kredit. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan,
dan macet kredit dihitung secara net (dikurangi PPAP). PPAP adalah PPAP khusus
untuk kredit dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Total kredit
merupakan kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada
bank lain).
3). Management (Manajemen)
X5 = (Net Profit Margin)
Aspek manajemen diproyeksikan dengan net profit margin. Rasio ini dihitung dari
pendapatan bersih dengan pendapatan operasional. Penggunaan rasio ini
dikarenakan karena semua kegiatan manajemen pada akhirnya akan bermuara pada
perolehan laba.
4). Earnings (Rentabilitas)
X6 = ROA (Return On Asset)
Merupakan perbandingan laba sebelum pajak dengan rata-rata total aset. ROA
adalah rasio yang berusaha memproksikan kondisi efektifitas aset yang
diberdayakan menjadi suatu alat yang produktif sehingga menghasilkan return yang
lebih dari hanya sekedar menutup biaya dan kewajiban yang ditimbulkan
keberadaan pengelolaan aset tersebut.
X7 = ROE (Return On equity)
Merupakan perbandingan antara laba setelah pajak dengan rata-rata modal inti. ROE
adalah rasio rentabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan modal dalam
menghasikan laba dan mengambarkan tongkat kesejahteraan investor yang
menanamkan saham pada bank.
X8 = NIM ( Net Income Margin)
Merupakan perbandingan antara pendapatan bunga bersih dengan rata-rata aktiva
produktif. Pendapatan bunga bersih adalah adalah pendapatan bunga dikurangi
beban bunga. NIM adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank
dalam mengendalikan atau mengontrol besarnya beban bunga dari pendapatan
bunga yang diterima dari bank.
X9 = BOPO (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional)
Merupakan perbandingan antara total baban operasional dengan total pendapatan
operasional. Rasio ini mencerminkan keseimbangan antara biaya dan pendapatan
artinya semakin kecil rasio ini maka semakin baik kondisi laba atau rentabilitasnya.
5). Liquidity (Likuiditas)
X10 = LDR (Loan Deposits Ratio)
Merupakan perbandingan antara kredit dengan dana pihak ketiga. Kredit merupakan
kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada bank lain).
Dana pihak ketiga mencakup giro, tabungan, deposito (tidak temasuk giro dan
deposito antar bank).
3.4. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis melalui dua tahap yaitu dengan
menghitung rasio CAMEL dan Analisis Diskriminan.
3.5. Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan dilakukan dengan membangun fungsi diskriminan, serta
membuat tabel akurasi atau Classification Accuracy dan menentukan Z cut off.
a. Fungsi Diskriminan
Untuk menentukan fungsi diskriminan dibutuhkan Stepwise Discriminant
Analysis, karena metode ini bisa menyeleksi variabel-variabel mana saja yang
discriminating power-nya memang tinggi. Analisis Stepwise ini menggunakan nilai
Wilk’s Lambda dan F Parsial (Partial F Value) sebagai dasar untuk memilih variabel-
variabel independen dalam fungsi diskriminan.
Metode kriteria yang digunakan dalam meminimalkan nilai Wilk’s Lamda
dihitung dengan F test yaitu pada tingkat sig > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan
antara group dan sig ≤ 0,05 yang berarti ada perbedaan antar kedua group (sehat dan
tidak sehat). Jadi variabel yang tingkat signifikasinya kurang dari 0,05 akan dipilih
sebagai variabel diskriminator dalam analisis diskriminan. Hasil signifikansi
berdasarkan uji Wilk’s Lambda ditampilkan dalam Tabel berikut.
Tabel 2. Wilk’s lambda
Test of Function (s)
Wilks'
Lambda Chi-square df Sig.
1 .324 77.709 2 .000
Sumber : data diolah
Tabel analisis pada nilai Wilk’s Lambda sebesar 0,324. nilai Chi-Square 77,709
dengan derajat kebebasan (degree of freedom)/(df) sebesar 2, dan tingkat signifikasi
sebesar 0,000 atau dibawah 0,05 (0,00 < 0,05). Hal ini bisa diartikan bahwa variabel
diskriminan memiliki hubungan yang erat atau perbedaan yang signifikan atau nyata
antara kedua group (sehat dan tidak sehat).
Proses Stepwise Discriminant Analysis dalam penelitian ini ditampilkan dalam
lampiran yang dibantu dengan program komputer SPSS 13.0 sub Program
Discriminant Analysis. Hasil dari variabel Stepwise dapat disajikan pada Tabel berikut.
Tabel 3.Variabel Terpilih dalam Analisis Diskriminan
Step Variabel Tolerance
Sig. of F to
Remove
Min. D
Squared Between Groups
1 ROE 1.000 .000
2 ROE .374 84.634 5.793
Tidak Sehat dan
Sehat
NPM .374 11.010 24.968 Tidak Sehat dan
Sehat
Sumber :Data diolah
Prosedur stepwise dimulai dengan memaksimumkan Mahalonobis Distance (D2)
antar kelompok. Dalam hal ini minimum significant value adalah 0,05 digunakan
sebagai syarat entry variabel dan Mahalonobis (D2) digunakan untuk memilih variabel.
Pada tabel di atas nilai maksimum Mahalonobis Distance (D2) ternyata jatuh pada
variabel X7 yaitu ROE (return on equity) karena mempunyai nilai tolerance 1,000. Step
kedua adalah variabel X7 yaitu ROE (return on equity) dan X5 yaitu NPM (Net Profit
Margin). Dari hasil stepwise dapat diketahui variabel yang signifikan ada 2 variabel,
yaitu X5 (NPM) dan X7 (ROE). Variabel ini mampu membedakan status kesehatan bank
karena mampu meminimumkan nilai wilks’ lambda dan memaksimumkan nilai
Mahalonobis Distance (D2)
Setelah diperoleh variabel-variabel independen terpilih dalam fungsi
diskriminan melalui metode Wilk’s Lambda maka langkah selanjutnya adalah
menentukan persamaan fungsi diskriminan. Sebagaimana disebutkan dalam bab
sebelumnya formulasi diskriminan dinyatakan sebagai berikut :
Z = W1X1+W2X2+…WnXn
Proses perhitungan koefisien diskriminan (Z) dapat dilihat pada lampiran hasil
output SPSS 13,0 For Windows sub program Discriminant Analysis, pada Tabel 4
disajikan koefisien fungsi diskriminan.
Tabel 4. Koefisien Fungsi Diskriminan
Variabel Fungsi
1
NPM -.021
ROE .105
(Constant) -.477
Sumber : Data diolah
Berdasarkan hasil perhitungan koefisien diskriminan pada tabel 4. tersebut,
maka fungsi diskriminan adalah
Z = - 0,477 – 0,021X5 + 0,105 X7
Persamaan diatas bisa diartikan bahwa fungsi diskriminan untuk tingkat
kesehatan bank pada tahun 2007 adalah Z = -0.477- 0.021(NPM) + 0.105 (ROE). Nilai
konstanta diperoleh sebesar -0,477. Hal ini berarti apabila kedua variabel pembentuk
fungsi diskriman bernilai nol, maka besarnya tingkat kesehatan akan memiliki nilai
dibawah nol atau masuk kategori bank tidak sehat.
Nilai koefisien NPM sebesar -0,021. Hal ini bisa diartikan bahwa jika rasio
NPM naik satu satuan dengan asumsi kedelapan variabel lainnya tetap, maka justru
akan diikuti oleh penurunan bobot tingkat kesehatan perbankan sebesar 0,021%. Karena
NPM menghasilkan koefesien negatif.
Nilai koefisien ROE sebesar 0,105. Hal ini dapat diartikan apabila rasio ROE
naik sebesar satu satuan dengan asumsi kedelapan variabel lainnya tetap, maka akan
diikuti oleh kenaikan bobot tingkat kesehatan perbankan sebesar 0,105%.
b. Tabel Akurasi
Tabel akurasi atau classification accuracy adalah pengujian terhadap kualitas
fungsi diskriminan. Pengujian ini dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat ketepatan
klasifikasi kelompok bank. Matarik klasifikasi yang ada pada kolom vertikal merupakan
aktual dari objek yang diteliti dan dalam kolompok horisontal merupakan prediksi
kelompok. Kemudian dari matrik tersebut dapat diketahui kesalahan klasifikasi atau
tingkat akurasi untuk dua group tersebut.
Tabel 5. Hasil Klasifikasi Akurasi Analisis Diskriminan
STATUS
Predicted Group
Membership
Total
TIDAK
SEHAT SEHAT
Original Count TIDAK
SEHAT 4 1 5
SEHAT 0 67 67
% TIDAK
SEHAT 80.0 20.0 100.0
SEHAT .0 100.0 100.0
a. 98.6% of original grouped cases correctly classified.
Sumber :Data diolah
Tabel 5. merupakan tabel hasil klasifikasi akurasi untuk validitas analisis
diskriminan pada tahun 2007 yang menunjukkan bahwa tingkat kesalahan klasifikasi
pada kelompok bank dengan status tidak sehat sebanyak 1 bank dengan persentase 20%
dan tingkat ketepatannya sebanyak 4 bank dengan persentase 80%. Sedangkan pada
kelompok bank dengan status sehat tingkat kesalahan klasifikasi sebanyak 0 dengan
presentase 0% (tidak ada tingkat kesalahan klasifikasi) dan tingkat ketepatannya
sebanyak 67 bank dengan persentase 100%. Secara keseluruhan dari populasi penelitian
pada tahun 2007, keseluruhan tingkat kesalahan klasifikasi adalah 1,4% dengan tingkat
ketepatan klasifikasi sebesar 98,6%.
c. Menentukan Z Cut Off
Langkah selanjutnya adalah melakukan pembuktian untuk menentukan valid
tidaknya ketepatan klasifikasi tersebut valid tidaknya ketepatan klasifikasi ketepatan
klasifikasi dengan cara membandingkan hasil perhitungan ZCut Off dengan ZBank. Kriteria
keputusan sebagai berikut:
(a). Jika ZBank lebih Besar dari Z Cut Off, maka bank tersebut tergolong kelompok bank
Sehat
(b). Jika ZBank lebih kecil dari Z Cut Off, maka bank tersebut tergolong kelompok bank
Tidak Sehat
Rumus untuk menghitung nilai Z Cut Off sebagai berikut :
10
0110
NN
ZNZNZ
CutOff
Keterangan :
Z Cut Off = Cutting score untuk membedakan kesehatan bank
No = Jumlah klasifikasi bank yang Tidak Sehat
N1 = Jumlah klasifikasi bank yang Sehat
Zo = Centroid (rata-rata score) kelompok bank yang tidak sehat
Z1 = Centroid (rata-rata score) kelompok bank Sehat
Tabel 6. Nilai Rata-rata Score
STATUS
Rata-Rata Score
1
TIDAK SEHAT -5.210
SEHAT .389
Sumber : Data diolah
Pada Tabel 6. diketahui score rata-rata untuk bank dengan status tidak sehat
adalah -5,210 dan skor rata-rata untuk bank yang berstatus sehat adalah 0,389. Maka
dapat dihitung Z Cut Off (Cutting Score) pada periode 2007 adalah:
Z Cut Off =
675
)210,5(67)389,0(5 xx - 2.90319
Jadi pada tahun 2007 jika Z bank lebih besar dari -2,90319 maka bank tergolong
ke dalam bank status sehat, sedangkan bank dengan Z bank kurang dari -2,90319 maka
bank tersebut tergolong ke dalam bank status tidak sehat. Berdasarkan tabel 6. bank
dengan status sehat sebanyak 0 bank tidak diklasifikasikan oleh persamaan dan 67
bank dapat diklasifikasikan dengan tepat oleh persamaan yang dihasilkan. Dengan
demikian bisa diartikan tidak ada kesalahan dalam mengklasifikasi tingkat kesehatan
bank yang berstatus sehat.
Sedangkan bank dengan status tidak sehat sebanyak 1 bank tidak
diklasifikasikan oleh persamaan dan 4 bank dapat diklasifikasikan dengan tepat oleh
persamaan. Dengan demikian bisa diartikan hanya terdapat 1 kesalahan dalam
mengklasifikasi tingkat kesehatan bank yang berstatus tidak sehat.
3.6. Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat bahwa variabel yang signifikan adalah
X5 yaitu NPM (net profit margin) dan X7 yaitu ROE (return on equity) karena mampu
meminimumkan nilai wilk’s lambda, memaksimumkan nilai F rasio dan
memaksimumkan Mahalonobis Distance (D2) dengan nilai tolerance maksimum 1.000
dan 0.374. Sedangkan RORA, ROA dan BOPO tidak signifikan meskipun berada
dibawah 0,05 karena tidak mampu meminimumkan nilai wilks lambda,
memaksimumkan nilai F rasio dan minimumkan Mahalanobis Distance. Karena
significance value of F to remove dibawah 0,05. Maka Ho5 dan H07 ditolak serta Ha5
dan Ha7 diterima. Sedangkan H01, H02, H03, H04, H06, H08, H09 dan H010 diterima,
maka Ha1,Ha2,Ha3,Ha4,Ha6, Ha8,Ha9,Ha10 ditolak atau tidak terbukti.
Tabel 7. Tabel Hasil Pengujian Hipotesis
Variabel Wilk’s
Lambda F Ratio Sig Hasil Uji Keputusan
X1 : CAR .999 .059 .809 Ho Diterima Tidak Signifikan
X2 : RORA .668 34.824 .000 Ho Diterima Tidak Signifikan
X3 : PPAP .917 6.335 .014 Ho Diterima Tidak Signifikan
X4 : NPL Net .875 10.025 .002 Ho Diterima Tidak Signifikan
X5 : NPM .722 26.854 .000 Ho Ditolak Signifikan
X6 : ROA .654 37.014 .000 Ho Diterima Tidak Signifikan
X7 : ROE .376 116.170 .000 Ho Ditolak Signifikan
X8 : NIM .901 7.689 .007 Ho Diterima Tidak Signifikan
X9 : BOPO .474 77.680 .000 Ho Diterima Tidak Signifikan
X10: LDR .998 .160 .690 Ho Diterima Tidak Signifikan
Sumber : Data diolah
4. Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis rasio keuangan CAMEL, analisis diskriminan dan untuk
menjawab rumusan masalah serta tujuan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa
penelitian tentang prediksi tingkat kesehatan Bank Persero dan Bank Umum Swasta
Nasional adalah sebagai berikut:
Rasio CAMEL yang terpilih sebagai variabel diskriminator dominan untuk
membedakan bank ke dalam kategori sehat dan tidak sehat adalah rasio NPM (Net
Profit Margin) dan ROE (Return On Equity). Sedangkan kedelapan rasio lainnya (CAR,
RORA, PAP, NPL ROA, NIM, BOPO, LDR) tidak signifikan sebagai diskriminator
dominan karena tidak mampu meminumkan wilk’s lambda, memaksimumkan
mahalanobis dan memaksimumkan nilai F rasio.
4.2 Saran
Berdasarkan manfaat dari penelitian maka dapat diajukan saran sebagai berikut :
a. Bagi Perbankan
Bagi pihak manajemen bank untuk selalu menjaga kesehatan keuangan banknya
dengan memperhatikan kondisi yang ada, sehingga kesulitan dapat diatasi sedini
mungkin agar dapat menentukan arah kebijaksaaan yang lebih baik.
b. Bagi Investor
Bagi investor diharapkan dalam proses pengambilan keputusan untuk menamkan
modal atau menyimpan dana, terlebih dahulu memperhatikan nilai rasio-rasio
keuangan agar diketahui kinerja perbankan tersebut dan menghindari kerugian
c. Bagi Peneliti selanjutnya
Bisa digunakan sebagai referensi untuk penelitian yang menggunakan analisis
diskriminan dengan perbedaan proksi dan variabel agar diperoleh hasil yang lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Altman, Edward I.1968. “Financial Ratios, Discriminat Analysis and The Prediction of
Corporate Bankcruptcy”. The Journal Of Finance Vol.XXIII. No. 4
Amin, Wijaya Tunggal. 1999. Kamus MBA. Bumi Aksara. Jakarta
Anis, 2007, Kajian Teori Kebangkrutan Keuangan Bank Umum Swasta Nasional di
Indonesia, Skripsi, Tidak dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Jember
Brigham Eugene F., Micheal C. Enrhard, 2005, Financial Management Thoey And
Practice, Internasional Student Edition, South-Western Thomson
Siamat, Dahlan. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Fakultas Ekonomi. Universitas
Indonesia. Jakarta
Handoko, Dedy, 2003, Metode CAMEl untuk Menyevaluasi Kinerja Bank Hasil Merger
(Studi Kasus Pada Bank Mandiri Dan Bank Central Asia), Jurnal Program Studi
Manajemen, Fakultas Ekonomi Pascasarjana, Universitas Airlangga, Surabaya
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Edisi 3.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Hair Jr. Joseph F.Ar all, 1992, Multivariat Data Analysis, Macmillan Publishing
Company, New York
Hasibuan, H Malayu. 2005. Dasar-Dasar Perbankan. Bumi Aksara. Jakarta
Haryati, Sri. 2005. Studi Tentang Model Prediksi Tingkat Kesehatan Bank Umum Swata
Nasional Indonesia. Disertasi Universitas Brawijaya Malang
Jeni, Susyanti, 2002. Indikasi Potensi Economic Value Added dan Analisis Rasio
CAMEL Dalam Memprediksi Kesehatan Bank Yang Listing di Bursa Efek
Jakarta. Jurnal Ekonomi Pasca Sarjana Universitas Brawijaya. Malang
Kasmir. 2002. Manajemen Perbankan. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta
Malik, Abdul dkk. 2004. Sistem dan Manajemen Bank Umum. Fakultas Ekonomi
Universitas Merdeka
Maholtra, K.Naresh. 2004. Marketing Research An Applied Orientation. Edisi Keempat.
Pearson Education Internasional. Prentice Hall.
Martono, 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Penerbit Ekonisa. Yogyakarta.
Nurdianto, Arif, 2004, Analisis Tingkat Kesehatan Bank Campuran Dengan
Pendekatan Analisis Diskriminan Periode 1999-2000, Skripsi, tidak
dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Jember.
Nurhidayah, 2003, Analisis Z-score dan CAMEL Dalam Mengevaluasi Tingkat
Kesehatan Bank Yang Go Publik Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Ekonomi. Pasca
Sarjana Universitas Brawijaya. Malang.
Prastowo, Dwi, Akuntansi Analisis Laporan Keuangan Konsep Dan Aplikasi. UPP
AMP YKPN. Yogyakarta.
S.Munawir, 2002. Analisis Laporan Keuangan. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Santoso, Singgih. 2004. SPSS Parametik. Elex Media. Jakarta.
Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana Telah Diubah
Dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998.
J, Supranto, 2004, Analisis Multivariate Arti Dan Interpestasi, PT. Rineka Cipta,
Jakarta
PERANAN KIAI KAMPUNG DI DALAM UPAYA PENERAPAN
AKUNTANSI ZAKAT UNTUK MENCAPAI KEMANDIRIAN KERJA
DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
(Studi Analisis Kiai Kampung yang Berada Di Kecamatan Dau Kabupaten Malang)
Oleh:
Whedy Prasetyo
Abstract
Kiai kampung role for zakat accounting implementation can be
manage financial perform need to proper presentation, responsible,
and is not statisfed statement at all activities, transaction, and
results event different influence as stability, risk, and predict
achieve for autonomy job and society empowerment. Kiai kampung
role in disclosure working elements about to society support at
environment for achieve results realize, and appraise results about
efforts to future.
Accounting zakat attention achieve for autonomy job and society
empowerment needs increasing and change include materially,
reality and function from all component revenue and expense, is
based with to zakat characteristics, adapt characteristics with
important zakat accounting standard formulation, and focus for
manage zakat fund is can not for close a productive asset loss
elimination with realization standard recognize total increase at
years relation what the transaction finish or not.
Keywords: Kiai kampung, zakat accounting, autonomy job, and
society empowerment.
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Peranan kiai kampung di desa-desa sebagai kreator perubahan pola pikir dan
paradigma yang bertujuan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan memerangi
kebodohon masyarakat di kampung halamannya di mana kiai kampung tersebut berada.
Kiai di kampung pada akhirnya sangat layak disebut sebagai entitas yang paling sering
melayani kebutuhan rakyat, mengingat intensitas persinggungannya yang jauh lebih
kelihatan.
Oleh karena itu, keberadaan kiai kampung di tengah struktur sosial merupakan
entitas yang tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Kiai kampung adalah bagian dari
sebuah keanekaragaman. Kiai kampung merupakan ujung tombak dakwah nilai-nilai
Inspirasi Penulis di dalam mengaplikasikan atas hasil pemikirannya tentang Akuntansi Zakat Dosen Jurusan Akuntansi FE UNEJ
Islam, yang peranannya akan terlampau sulit terlaksana dengan baik jika langsung
diambil alih kiai-kiai sepuh yang wilayah pengaruhnya jauh lebih luas dibandingkan
wilayah pengaruh kiai kampung. Maka yang menjadikan penelitian saat ini, bagaimana
menunjukkan sinergi kiai kampung dan kiai sepuh yang mutlak diperlukan dalam
rangka memaksimalkan fungsi dan tanggung jawab mereka dalam mengembangkan
keilmuan yang dimiliki di dalam menjelaskan peranan zakat sebagai salah satu rukun
Islam. Sesuai dengan Al Qur'an surat At Taubah ayat 60:
Dan disebutkan juga bahwa zakat juga mempunyai unsur spiritual, dalam surat
At Taubah ayat 103 dijelaskan bahwa:
Selanjutnya juga dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 110:
…
Mendasarkan pada ketiga ayat tersebut, pengelolaan zakat secara benar dan
diberikan kepada mereka yang berhak maka kesejahteraan masyarakat akan terwujud
(baldatun tayyibatun wa robbun ghafur) atau salah satu cara untuk mempersempit
kesenjangan sosial antara yang mampu dan tidak (Ali, 1998:30).
Faktor yang sangat penting dalam pengelolaan zakat adalah bagaimana dapat
melakukan pembukuan tentang pengelolaan zakat yang telah dipercayakan kepadanya.
Peranan kiai kampung yang dapat secara langsung bersosialisasi dengan warga di
kampungnya, secara bersama-sama pula mereka merencanakan berbagai hal untuk
mengembangkan media pembelajaran masyarakat desa agar kampungnya terbebas dari
kebodohon dan kemiskinan atau persoalan-persoalan sosial lain yang dihadapi
masyarakat atas kemandirian dan pemberdayaan di dalam meningkatkan kehidupan dan
peran serta di dalam kehidupan bermasyarakat. Fenomena tersebut tentu saja sedikit
berbeda, meskipun tidak semuanya, jika dikomparasikan dengan manajemen pesantren-
pesantren besar yang cenderung bersifat monolitik karena hanya dikendalikan “sang
pemilik” yayasan yang cenderung bertindak sebagai pemilik tunggal (directeur
eigenaar). Pemilik tunggal yang memberikan keleluasaan secara penuh di dalam
mengelola persoalan-persoalan yang ada tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor
kebersamaan atas pengaruh keputusan dari pihak lain.
Menurut Dhoifer (1978) dalam Abbas (2007) menjelaskan bahwa Kiai
kampung mempunyai peran sebagai kelompok yang paling cepat beradaptasi sambil
mendistribusikan kesempatan-kesempatan kerja yang muncul di pedesaan bagi seluruh
masyarakatnya. Fenomena ini mendorong peran dan pengaruh kiai kampung sebagai
motivator perubahan-perubahan yang lebih baik di dalam menyuarakan aspirasi
kehidupan bermasyarakat. Kemampuan ini yang akan menumbuhkan motivasi untuk
berusaha yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh masyarakat
yang ada di kampungnya. Upaya yang akan menumbuhkan kesadaran yang mendalam
akan pentingnya seorang motivator di dalam mendorong upaya bekerja untuk mencapai
keberhasilan dengan perhitungan resiko yang selalu diperhatikan.
Keberhasilan atas perhitungan resiko memerlukan pencatatan, menurut islam
telah menerapkan sistem pencatatan yang penekanannya pada kebenaran, kejujuran dan
keadilan antara kedua belah pihak sejak Rasullullah SAW (Zulkiffli & Sulastiningsih,
1998:16), sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 282 bahwa:
Berdasarkan ayat di atas dapat diketahui bahwa sejak zaman Nabi Muhammad
SAW telah ada perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanannya adalah
untuk menjaga kebenaran, keadilan, kejujuran diantara dua pihak yang mempunyai
hubungan muamallah (Adnan, 2000:3).
Pada umumnya laporan keuangan yang dibuat oleh media keagamaan dan
pendidikan masyarakat (masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama
(TPA)) yang dikendalikannya agar terbebas dari kebodohon dan kemiskinan hanya
dalam bentuk laporan penerimaan dan pengeluaran kas. Laporan penerimaan dan
pengeluaran kas tersebut pada dasarnya sama dengan perhitungan laba atau rugi secara
sederhana sama dengan usaha bisnis kecil dan atau menengah. Oleh karena itu sistem
akuntansi untuk pengelolaan media keagamaan dan pendidikan masyarakat (masjid atau
mushala, dan ataupun TPA) didasarkan pada prinsip-prinsip syari‟ah tetapi juga sesuai
dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.
Tekanan Islam dalam kewajiban melakukan pencatatan adalah: (Harahap,
1997:121)
1. Menjadi bukti dilakukannya transaksi (muamalah) yang menjadi dasar nantinya
dalam menyelesaikan persoalan selanjutnya.
2. Menjaga agar tidak terjadi manipulasi, atau penipuan baik dalam transaksi itu (laba).
Dalam akuntansi tujuan pencatatan adalah: pertanggungjawaban atau sebagai bukti
transaksi, penentuan pendapatan dan informasi yang digunakan dalam proses
pengambilan keputusan, dan sebagai alat penyaksian yang akan dipergunakan
dikemudian hari, dan lain-lain.
Konsep Islam dan hakekat akuntansi mempunyai persamaan yang searah untuk
mendesain dan mengoperasikan suatu organisasi yang secara eksplisit berdasarkan zakat
yang mempunyai nuansa atau nilai humanis, emansipatoris dan transedental serta
teleologikal. Dan dengan akuntansi zakat tersebut akan muncul suatu realitas sosial
yang dikonstruk mangandung nilai Tauhid dan ketundukan pada jaringan-jaringan kuasa
Ilahi, yang semuanya dilakukan dengan meta-perspektif, yaitu perspektif khalifatullah
fil ardh, suatu cara pandang yang sadar akan hakekat manusia dan tanggung jawab
kelak dikemudian hari di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.
….
Peranan kiai kampung yang dapat secara langsung bersosialisasi dengan warga
di kampungnya, secara bersama-sama pula mereka merencanakan berbagai hal untuk
mengembangkan media pembelajaran masyarakat desa agar kampungnya terbebas dari
kebodohon dan kemiskinan atau persoalan-persoalan sosial lain yang dihadapi
masyarakat atas kemandirian dan pemberdayaan di dalam meningkatkan keberhasilan
bekerja bagi kehidupan dan peran serta kehidupan bermasyarakat. Lebih lanjut menurut
Mursi (2001:116) bahwa tumbuhnya motivasi kerja yang didasarkan pada pendekatan
Al-Qur‟an yang disampaikan oleh kiai yang telah dipercayai masyarakat akan
menumbuhkan pandangan kerja sebagai upaya kemandirian untuk berada di depan
langkah kehidupan untuk mendapatkan kesuksesan dan keberkahan hidup, sebagaimana
telah ditegaskan Rasulullah shallallahu‟alaihi wa sallam bahwa seorang muslim yang
kuat lebih baik daripada seorang muslim yang lemah. Perihal ini juga diterangkan dalam
Al Qur‟an dalam Surat At-Taubah ayat 105 bahwa:
Dalam skala mikro, realitas sosial dapat diidentikkan dengan realitas
organisasi, yaitu realitas yang diciptakan dalam organisasi (dalam hal ini) masjid atau
mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) sehingga terbentuk suatu
kondisi seperti yang diciptakan dalam ontologi tauhid tersebut. Bila realitas organisasi
masjid atau mushala, dan ataupun TPA yang sedemikian tercipta, maka adalah sangat
mungkin bahwa realitas organisasi ini akan menebarkan rahmat tidak saja bagi mereka
yang secara aktif terlibat dalam masjid atau mushala, dan ataupun TPA, tetapi juga
masyarakat dan lingkungan alam sekitarnya.
Proses pencapaian kemandirian suatu masyarakat memberikan kemampuan
untuk mengelola kesempatan-kesempatan pekerjaan di dalam kaidah berpikir yang
difungsikan sebagai asas atau landasan pola pikir dalam beraktivitas sebagai rangkaian
proses aktivitas perhitungan akuntansi secara Islami (Yusanto dan Widjajakusuma,
2003: 8). Pengelolaan kesempatan pekerjaan dengan berdasarkan pada perhitungan
Islami tersebut, Menurut Abbas (2007) bahwa kesempatan kerja dalam perspektif
manajemen Islami memerlukan sosialisasi Islami para pemuka agama yakni para kiai
yang berada di daerah dimana masyarakat tersebut berada sehingga pendistribusi
kesempatan kerja akan dapat lebih mudah diterima, hal ini disebabkan karena para kiai
kampung sebagai entitas pelayanan keinginan dan kebutuhan rakyat. Secara kolektif-
kolegial, kiai kampung dapat langsung merencanakan dan mensosialisasikan
kemandiran melalui kesempatan atau persoalan-persoalan kerja yang dialami
masyarakatnya secara tepat atas dasar potensi dan kelemahan yang ada di wilayahnya
(kampung) berada secara Islami. Peranan ulama atau kiai yang telah dipercaya oleh
masyarakat akan menumbuhkan semangat kemandirian akan kebenaran dan upaya
untuk terus bekerja mencapai hasil karya di dalam kehidupan.
Cita-cita dan keinginan yang cukup ideal ini bisa direalisasikan bila organisasi
masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) dalam proses
pencatatan sampai tersusunnya laporan keuangan melalui akuntansi zakat akan dapat
menghasilkan informasi yang dapat digunakan oleh pihak umum. Atau bagaimana
realitas organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA yang bertauhid dapat
direfleksikan oleh akuntansi tanpa ada distorsi. Bila nilai-nilai yang digunakan untuk
membangun akuntansi tadi sama dengan nilai yang digunakan untuk mengkonstruk
organisasi, maka realitas organisasi akan direfleksikan tanpa ada distorsi. Keadaan
semacam ini akan semakin memperkuat terciptanya realitas pencapaian kerja untuk
organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA dengan jaringan kuasa Ilahi.
Proses pencapaian kerja untuk mewujudkan kemandirian di dalam kehidupan,
menurut Notowidagdo (1997: 47) adanya kenyakinan mendalam atas peran manajemen
Islam dalam kehidupan melalui Kiai atau Ulama di dalam mensosialisasikan peranan
islam di dalam mendorong pekerjaan untuk mencapai kemandirian kehidupan, lebih
lanjut Al Qur‟an dalam Surat Ar-Ra‟ad ayat 11 bahwa:
Jadi berdasarkan ayat di atas untuk mengubah nasib sesuatu kaum atau kelompok
masyarakat jalan yang paling pintas melalui bekerja. Orang harus berusaha dan bekerja
untuk mengubah nasibnya sendiri, tanpa ketergantungan dengan pihak lain. Bekerja
merupakan landasan dasar serta kebutuhan hidup dan kesejahteraan umat mencapai
kemadirian kerja.
Kemandirian kerja atas hasil motivasi kerja akan memberikan tuntunan
kesenangan dan kebahagiaan dalam perolehan kondisi yang dihadapi dan dalam
mengatasi situasi yang sulit (Tasmara, 2002). Selanjutnya Al Halwani (2003)
menjelaskan bahwa kemandirian kerja yang didapatkan atas rizki yang halal hanya
dapat diraih dengan cara-cara yang halal pula. Pada hakikatnya kemandirian kerja orang
yang senantiasa menjalankan perintah agama akan selalu mendapatkan kesempurnaan
rizki, yang harus diraih bersamaan dengan tumbuhnya kemandirian atas kerja untuk
mendatangkan kebahagiaan, kesejahteraan dan kemuliaan hidup, Rasulullah
shallallahu‟alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah sangat mencintai hamba-Nya yang bekerja. Barang siapa
bersusah payah (bekerja) untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, maka dia
bagaikan seseorang yang berjuang d jalan Allah Yang Maha Mulia dan Maha
Besar” (HR. Ahmad).
Menurut Abbas (2007) bahwa proses kemandirian kerja masyarakat atas
kesempatan-kesempatan kerja memerlukan peran-peran sosial para pemuka agama,
yakni kiai kampung yang ada di masyarakat tersebut, menjadikan hubungan mereka
dengan masyarakat demikian dekat sehingga mereka begitu dihormati dan kadang
menjadi sandaran dalam mengambil sebuah keputusan.
Upaya pemberdayaan kiai kampung atas masyarakatnya sebenarnya harus
dimaknai sebagai suatu program kebudayaan, yang kemudian mempunyai implikasi
pemanfaatan potensi yang ada. Menurut Ismail dalam Kumpulan Tulisan Kedeputian
Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK)-Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) (2000: 198) bahwa potensi masyarakat yang didapatkan dari
sekelompok orang yang dipercaya oleh masyarakat tersebut akan memberikan hasil
yang akurat atas pemberdayaan masyarakat tersebut atas usaha-usaha pendorong
kegiatan ekonomi.
Menurut Mubyarto (2000: 263-264) bahwa pemberdayaan adalah upaya untuk
membangun daya (masyarakat) dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
Keberdayaan masyarakat adalah unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat
bertahan, dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai
…
kemajuan. Keberdayaan masyarakat menjadi sumber dari apa yang dikenal sebagai
Ketahanan Nasional. Memberdayakan masyarakat berarti upaya untuk meningkatkan
harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu melepaskan
diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan
adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Upaya pemberdayaan masyarakat
akan mudah direalisasikan pada masyarakat tersebut, apabila telah mempunyai tatanan
sosial atas pemahaman pengertiannya dan apa implikasinya dalam sikap dan tindakan
nyata dalam pembangunan masyarakat.
Pembangunan pemberdayaan masyarakat menurut Firdausy dalam Kumpulan
Tulisan Kedeputian Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK)-Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) (2000: 7) bahwa faktor dasar keberhasilannya diperlukan
peranan aktif masyarakat melalui kelompok-kelompok masyarakat yang berpengaruh
untuk mampu menerima perubahan-perubahan yang mendorong untuk merubah pola
pikir dan paradigma yang telah ada. Perubahan pola pikir dan paradigma pemberdayaan
masyarakat menurut Azra (2004: 15) memerlukan kesabaran perilaku yang dapat
mencerminkan keimanan, pengendalian diri, ataupun solidaritas terhadap sesama umat.
Sebab, ada hadist yang mengatakan bahwa; “Kesabaran adalah separuh dari iman”.
Upaya ini yang menumbuhkan semangat untuk memberdayakan peranan
kiai kampung sebagai kelompok masyarakat yang telah mempunyai pengakuan
keberadaan untuk mengembangkan pengaruhnya agar kampung atau wilayahnya
terbebas dari kemiskinan dan memerangi kebodohan atau persoalan-persoalan sosial
lain yang dihadapi masyarakat melalui penerapan kajian ilmiah atas dasar-dasar teori
dan pelaksanaan akuntansi zakat melalui untuk pencapaian kemandirian kerja dan
pemberdayaan masyarakat diwilayahnya. Dengan pelaksanaan akuntansi zakat dapat
menjaga out put yang dihasilkan tetap dalam sifat kebenaran, keadilan dan kejujuran
(objectivitas) yang akan membentuk suatu realitas organisasi yang dimetaforkan dengan
zakat (a zakat metaphorised organisational reality), artinya berorientasi pada zakat
(zakat oriented). Dengan orientasi zakat ini, organisasi (dalam hal ini organisasi
koperasi) berusaha untuk mencapai angka pembayaran zakat yang tinggi (Prasetyo,
2009).
Berdasarkan kajian teori dan keadaan yang mendukung tersebut di atas, maka
penelitian ini mencoba membahas tentang bagaimana Peranan Kiai Kampung di dalam
Upaya Penerapan Akuntansi Zakat Pada Organisasi Masjid atau Mushala, dan ataupun
Tempat Pendidikan Agama (TPA) Untuk Mencapai Kemandirian Kerja dan
Pemberdayaan Masyarakat dengan sampel yang digunakan yaitu kiai kampung yang
berada di Kecamatan Dau Kabupaten Malang.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pendahuluan mengenai latar belakang permasalahan, maka jelas
langkah yang harus dilakukan yaitu dengan menganalisis peranan para kiai kampung
yang berada pada wilayah Kecamatan Dau Kabupaten Malang di dalam penerapan
akuntansi zakat sebagai upaya menumbuhkan kemandirian kerja dan pemberdayaan
masyarakatnya. Perhatian utama pada penelitian ini, diletakkan pada pencapaian usaha
para kiai kampung sebagai kreator yang mampu melakukan perubahan pola pikir dan
paradigma masyarakat yang bertujuan di dalam menumbuhkan masyarakat di
lingkungannya atas kemampuan pencapaian kemandirian kerja dan pemberdayaannya
melalui pelaksanaan akuntansi zakat untuk organisasi masjid atau mushala, dan ataupun
Tempat Pendidikan Agama (TPA).
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka penulis merumuskan
permasalahan dalam penelitian ini dengan membatasi pada; bagaimana cara penyusunan
dan penyajian laporan keuangan akuntansi zakat melalui peranan kiai kampung sebagai
pertanggungjawaban pengelola organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA yang
dapat mendukung terwujudnya kemandirian kerja dan pemberdayaan masyarakat yang
berorientasi pada zakat di Kecamatan Dau Kabupaten Malang?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai upaya dukungan
atas penelitian untuk melakukan penyusunan dan penyajian laporan keuangan akuntansi
zakat, namun di dalam penelitian ini mendasarkan pada peranan kiai kampung di dalam
mengelola organisasi masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama
(TPA), dan untuk mengetahui penerapan akuntansi zakat dalam mewujudkan
kemandirian kerja dan pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Dau Kabupaten
Malang.
2. Landasan Teori
2.1. Pengertian dan Keberadaan Kiai Kampung
Pengertian kiai menurut Al Halwani (2003: 6) bahwa kemampuan yang
diperoleh dari Allah SWT terhadap seseorang makhluknya untuk dapat memberikan
bekal pengetahuan keagamaan terhadap para umatnya untuk dapat menegakkan
kebaikan dan menjauhkan kesalahan berdasarkan pada Al-Qur‟an dan As-Sunnah.
Keberadaan kiai atau ulama memberikan panutan (teladan) bagi semua masyarakatnya
dengan berdakwah untuk mengembangkan akhlak mulia, membina dan mempersatukan
umat, serta menyelamatkan mereka dari kesengsaraan dunia dan akhirat. Dalam Al-
Qur‟an Surat Ali „Imran ayat: 104 Allah telah menegaskan:
Merupakan kewajiban bagi sebagian manusia untuk melaksanakan dakwah
mengajak kepada jalan yang ma‟ruf dan mencegah segala bentuk kemungkaran. Lebih
lanjut Al Halwani (2003: 7) menyatakan bahwa ketika kiai atau ulama selaku pewaris
para nabi tampil sebagai orang yang paling tepat mengemban misi dakwah, berarti
mereka dititahkan ke bumi agar dapat berperan sebagai kunci kebahagiaan bagi
umatnya, penerang jalan bagi kehidupan masyarakatnya dan berbangsanya, dan
meluruskan perbuatan seorang serta membangun beradaban yang rusak dan kemudian
memberdayakan kehidupan ditengah umatnya tersebut. Ibarat tubuh, kiai atau ulama
adalah kepala bagi umatnya. Mereka diciptakan sebagai panutan yang baik dalam
menegakkan agama dan akhlak mulia atas persoalan-persoalan dan penyelesaiannya di
tengah umatnya.
Kemampuan yang dimiliki kiai tersebut dapat memberikan pengaruh baik
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat yang telah mempercayainya,
kemampuan adaptasi yang dapat memberikan penyelesaian apa dan tindakan yang harus
dilakukan di dalam mencapai manfaat baik dan sesuai bagi masyarakatnya (Azra, 2004:
10). Menurut Allam, dkk (2005: 17) bahwa seorang kiai akan cepat beradaptasi untuk
memberikan pengaruh atas sesuatu pengetahuan untuk menjelaskan ketidaktahuan
terhadap persoalan-persoalan masyarakat (umatnya) atas fungsi, manfaat, dan beberapa
bagian yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya, sehingga masyarakat
akan mudah menerimanya. Lebih lanjut menurut Badi dan Tajdin (2007: 35) bahwa kiai
akan memberikan pendorong dengan menekankan arti penting dan signifikansi prakarsa
dengan memberi contoh kepada orang lain agar berbuat serupa atas permasalahan dan
penyelesaiannya. Amal baik ini tidak terbatas pada masalah keagamaan, tetapi juga
masalah duniawi karena Nabi Muhammad SAW, menyebutkan bahwa;”Barang siapa
memperkenalkan amal yang baik dalam Islam, dia akan mendapatkan pahalanya dan
pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka”.
Pengaruh seorang kiai inilah yang dapat memberikan pencerahan di dalam
mengelola persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakatnya dan penyelesaiannya yang
sesuai, karena kemampuan di dalam beradaptasi di dalam kehidupan masyarakat yang
berada di wilayahnya sehari-hari. Lebih lanjut menurut hasil penelitian Dhofier (1978)
di Jombang-Jawa Timur dalam Abbas (2007) bahwa kelompok yang paling cepat
beradaptasi sambil mendistribusikan kesempatan-kesempatan kerja yang muncul di
pedesaan justru para pemuka agama, yakni kiai kampung di desa-desa. Merekalah
kreator perubahan pola pikir dan paradigma yang bertujuan mengetaskan masyarakat
dari kemiskinan dan memerangi kebodohan masyarakat di kampung halamannya. Kiai
di kampung pada akhirnya sangat layak disebut sebagai entitas yang paling sering
melayani kebutuhan rakyat, mengingat intensitas persinggungannya yang jauh lebih
kelihatan.
Menurut Abbas (2007) bahwa keberadaan kiai kampung di tengah struktur
sosial merupakan entitas yang tidak dapat dinegasikan begitu saja. Kiai kampung adalah
bagian dari buah keanekaragaman dan peranan kiai kampung memang sangat menarik
untuk dikaji lebih lanjut mengenai keberadaannya di tengah-tengah masyarakat.
Berbeda dengan kiai sepuh yang menjadi pengasuh pesantren-pesantren besar di tingkat
kabupaten atau provinsi, kiai kampung pada dasarnya mempunyi manajemen lebih baik
dalam mengelola media keagamaan dan pendidikan (masjid atau mushala, dan ataupun
TPA) yang dikendalikannya. Secara kolektif-kolegial, kiai kampung dapat langsung
bersosialisasi dengan warga di kampungnya. Secara bersama-sama pula mereka
merencanakan berbagai hal untuk mengembangkan media tersebut agar kampungnya
terbebas dari kebodohan dan kemiskinan atau persoalan-persoalan lain yang dihadapi
rakyat. Fenomena tersebut tentu saja sedikit berbeda, meskipun tidak semuanya, jika
dikomparasikan dengan manajemen pesantren-pesantren besar yang cenderung bersifat
monolitik karena hanya dikendalikan “sang pemilik” yayasan yang cenderung bertindak
sebagai pemilik tunggal (directeur eigenaar).
Kelompok atau lembaga di dalam bentuk pesantren yang bertindak dengan
keputusan tunggal, menurut A‟la (2006) akan mulai bermain mata dengan kekuasaan,
masuk kedalam kepentingan negara. Akibatnya, lambat laun kelompok ini mulai
meninggalkan kemandirian dan misi pemberdayaan masyarakat. Gerakannya tidak
mengarah lagi pada penguatan dan pemberdayaan masyarakat. Untuk itulah peranan
kiai yang berada di daerah-daerah wilayah kecil misalnya desa akan mampu memiliki
kesempatan yang besar untuk melakukan transformasi nilai-nilai luhur keilmuan yang
dikembangkan ke dalam sikap dan perilaku masyarakat dan kehidupan konkret.
Pengembangan sikap dan perilaku masyarakat desa merupakan tantangan yang
harus dimasukkan di dalam pemikiran peranan sosial pengambilan keputusan para
pimpinan desa atau seseorang yang telah dipercaya (ulama, kiai) untuk bertanggung
jawab diselesaikan (Khomsan, 2007). Menurut Abbas (2007) bahwa peran-peran sosial
para kiai di desa-desa atau kampung maupun kiai sepuh menjadikan hubungan mereka
dengan masyarakat demikian dekat sehingga mereka begitu di hormati dan kadang
menjadi sandaran dalam mengambil sebuah keputusan. Sampai di sini keberadaan kiai
kampung perlu mendapat perhatian tersendiri, terlebih setelah bertahun-tahun mereka
tidak pernah tersentuh kebijakan negara (Orde Baru), yang secara tidak langsung telah
membuat mereka teralienasi dalam dunianya sendiri untuk melayani kebutuhan rakyat
atas persoalan-persoalan kemiskinan dan memerangi kebodohan melalui pengembangan
keilmuan yang dimiliki di dalam upaya mendistribusikan kesempatan kerja dan
pemberdayaan.
2.2. Akuntansi Zakat
Akuntansi zakat merupakan salah satu realisasi akuntansi syariah dalam skala
mikro. Yaitu realitas yang diciptakan dalam suatu usaha, yang sangat mungkin akan
mewujudkan suatu realitas usaha yang akan menebarkan rahmat tidak saja bagi mereka
yang secara aktif terlibat dalam kegiatan usaha tersebut, tetapi juga masyarakat dan
lingkungan sekitarnya (Triyuwono, 1997: 27).
Sesuai dengan Al Qur‟an surat At Taubah ayat 60 disebutkan bahwa:
Dan selanjutnya disebutkan juga dalam surat At Taubah ayat 103 bahwa:
Serta dalam surat Al Baqarah ayat 110 dinyatakan pula bahwa:
…
Sehingga pengelolaan zakat secara benar dan diberikan kepada mereka yang
berhak maka kesejahteraan masyarakat akan terwujud (baldatun tayyibatun wa robbun
ghafur) atau salah satu cara untuk mempersempit kesenjangan sosial antara yang
mampu dan tidak” (Ali, 1998: 30). Lebih lanjut menurut Mulawarman (2009: 131)
bahwa zakat sebuah pemaknaan laba atas titik temu dari hakikat kemanusiaan dan nilai-
nilai keadilan. Hakikat kemanusiaan sebagai manusia yang memiliki kebebasan dan
memancarkan nilai-nilai fitri Ketuhanan, akan memunculkan value added (VA). Nilai-
nilai keadilan merepresentasikan substansi dari distribusi yang lebih konkret. Dua hal
tersebut, value added dan distribusi, terwujud dalam zakat. Seperti terungkap dalam
Surat At-Taubah ayat 103. Menurut Mursyidi (2006: 77) bahwa zakat mempunyai
fungsi pokok; membersihkan jiwa dan harta muzakki, fungsi sosial ekonomi, dan fungsi
ibadah.
Lebih lanjut menurut Setiabudi dan Triyuwono (2002:152) bahwa substansi
zakat bukan sekedar kewajiban individu terhadap masyarakat, tetapi lebih dari itu, ia
merupakan hak masyarakat atas individu secara langsung. Ketika seseorang
memperoleh sejumlah kekayaan akumulasi kekayaan tertentu, maka bersamaan dengan
itu muncullah hak masyarakat lainnya. Faktor yang sangat penting dalam pengelolaan
zakat adalah bagaimana dapat melakukan pembukuan tentang pengelolaan zakat yang
telah dipercayakan kepadanya. Islam telah menerapkan sistem pencatatan yang
penekanannya pada kebenaran, kejujuran dan keadilan antara kedua belah pihak sejak
Rasullullah SAW (Zulkiffli & Sulastiningsih, 1998: 16), sebagaimana firman Allah
SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 282, bahwa:
Dengan mendasarkan pada Surat Al Baqarah ayat 282 dapat diketahui bahwa
sejak zaman Nabi Muhammad SAW telah ada perintah untuk melakukan sistem
pencatatan yang tekanannya adalah untuk menjaga kebenaran, keadilan, kejujuran
diantara dua pihak yang mempunyai hubungan muamallah (Adnan, 2000: 3). Pada
umumnya laporan keuangan yang dibuat oleh organisasi pengelola zakat hanya dalam
bentuk pencatatan atas laporan penerimaan dan pengeluaran transaksi kegiatan sebagai
wujud laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan transaksi (Prasetyo, 2009).
Laporan penerimaan dan pengeluaran transaksi tersebut pada dasarnya sama dengan
perhitungan pencatatan pada organisasi Masjid atau Mushala, dan ataupun Tempat
Pendidikan Agama (TPA). Oleh karena itu pencatatan transaksi akuntansi untuk
pengelolaan organisasi Masjid atau Mushala, dan ataupun TPA didasarkan pada prinsip-
prinsip syari‟ah, tetapi juga sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di
Indonesia.
Konsep Islam dan hakekat akuntansi mempunyai persamaan yang searah dan
telah terbukti bahwa akuntansi ada dalam Islam dan bahkan memberikan andilnya
dalam perkembangannya. Hal ini dapat didasarkan pada:
1. Yang dicatat akuntansi adalah transaksi (muamalah). Transaksi adalah: "the
occurance of an exchange or an economic event that must be recorded by an entity",
(Niswonger, Fess & Warren, 1995: 14) atau segala sesuatu yang mengakibatkan
perubahan dalam aktiva dan pasiva suatu bentuk usaha. Transaksi muamalah ini
merupakan bagian dari kehidupan ekonomi umat yang juga merupakan bagian yang
harus memperhatikan nilai-nilai Islam.
2. Dasar pencatatan transaksi adalah bukti (evidence) seperti faktur, cek, kuitansi dan
lain-lain. Yang dianggap bukti dalam Islam adalah bukti yang didukung oleh sifat-
sifat kebenaran tanpa ada penipuan. Dalam akuntansi yang menandakan kuat
tidaknya suatu bukti adalah: real evidence (bukti fisik), testimonial evidence (bukti
yang berasal dari pihak luar) dan indirect evidence (bukti yang diperoleh secara
tidak langsung).
3. Bukti yang menjadi dasar pencatatan akan diklasifikasikan secara teratur dengan
menggunakan aturan umum yang disebut Standar Akuntansi Keuangan (dalam hal
ini PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah). Standar tersebut
disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), melalui tahap pengujian, sampai
menjadi prinsip yang diterima umum. Sehingga proses tersebut didasari oleh
keadilan dan obyektivitas, yang juga termaktub dalam ajaran Islam. Proses
pencatatan tersebut di dalam akuntansi sampai kepada diterbitkannya laporan
keuangan yang merupakan output dari manajemen.
4. Untuk mencapai tingkat kepercayaan yang lebih tinggi, laporan keuangan tersebut
harus diperiksa oleh pihak yang independen, di Indonesia diperiksa oleh Akuntan
Publik.
….
Dilihat dari hal tersebut, maka dalam pengelolaannya zakat memerlukan
sistem akuntansi yang tepat untuk memberikan dasar atas zakat yang harus dibayar oleh
organisasi syariah. Berkaitan dengan pencatatan akuntansi zakat, maka hal-hal yang
perlu diperhatikan: (Basalamah, 1998: 30):
1. Sistem akuntansi
Klasifikasi perkiraan:
Laporan Keuangan dan Kegiatan
Buku besar
Buku harian
Formulir-formulir
2. Sistem penerimaan kas
Piutang dagang
Penerimaan kas dan pengendalian kredit
3. Sistem pembelian dan pembayaran
Order pembelian dan Laporan penerimaan
Pembelian dan distribusi biaya
Hutang dagang
Prosedur-prosedur pembayaran kas
4. Sistem pencatatan dan penggajian pegawai
Pencatatan waktu kerja pegawai
Penggajian
5. Sistem pengendalian persediaan
Pengendalian persediaan
Dalam klasifikasi perkiraan, buku besar, buku harian dan formulir-formulir
yang digunakan, dapat digunakan sebagaimana klasifikasi dan pencatatan akuntansi
pada umumnya, yang nama-nama rekeningnya dapat disesuaikan dengan istilah-istilah
zakat dan penggunaan pengeluarannya. Klasifikasi tersebut adalah:
AKTIVA LANCAR
Kas dan bank
Persediaan barang
Biaya dibayar dimuka
Perlengkapan kantor
AKTIVA TETAP
Tanah
Bangunan
Aktiva tetap lainnya
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN
Utang dagang
Biaya-biaya yang belum dibayar
Utang jangka panjang yang jatuh tempo
Utang jangka pendek lainnya
Utang jangka panjang
SALDO DANA ZAKAT
Infaq
Zakat untuk pihak-pihak tertentu
Zakat lainnya
PENERIMAAN
Infaq untuk pihak-pihak tertentu
Zakat untuk pihak-pihak tertentu
Zakat lainnya
Transfer dana infaq untuk umum
PENGELUARAN
Fakir miskin
Gaji dan upah
Muallaf
Yatim piatu
Biaya Administrasi
Perlengkapan dan peralatan kantor
Tujuan khusus lainnya
Dengan pelaksanaan akuntansi zakat mampu untuk menjaga out put yang
dihasilkan tetap dalam sifat kebenaran, keadilan dan kejujuran (objectivitas) yang akan
membentuk suatu realitas organisasi yang dimetaforkan dengan zakat (a zakat
metaphorised organisational reality) artinya berorientasi pada zakat (zakat oriented).
Dengan orientasi zakat ini, organisasi (dalam hal ini organisasi koperasi) berusaha untuk
mencapai angka pembayaran zakat yang tinggi (Prasetyo, 2009).
2.3. Kemandirian Kerja dan Pemberdayaan Masyarakat
2.3.1 Kemandirian Kerja
Motivasi kerja dimiliki oleh setiap manusia, tetapi ada sebagian orang yang
lebih giat bekerja daripada lainnya. Kebanyakan orang mau bekerja lebih keras jika
tidak ada menemui hambatan dalam merealisasikan apa yang diharapkan. Selama
dorongan kerja itu kuat, semakin besar peluang individu untuk lebih konsisten pada
tujuan kerja. Ada juga yang lebih menyukai dorongan kerja tanpa mengharapkan
imbalan, sebab ia menemukan kesenangan dan kebahagian dalam perolehan kondisi
yang dihadapi dan dalam mengatasi situasi yang sulit (Tasmara, 2002). Selanjutnya Al
Halwani (2003: 72) menjelaskan bahwa rizki yang halal hanya dapat diraih dengan cara-
cara yang halal pula. Pada hakikatnya orang yang senantiasa menjalankan perintah
agama akan selalu mendapatkan kesempurnaan rizki, yang harus diraih bersamaan
dengan tumbuhnya motivasi kerja untuk mendatangkan kebahagian, kesejahteraan dan
kemuliaan hidup, Rasulullah shallallahu‟alaihi wa sallam bersabda;“Sesungguhnya
Allah sangat mencintai hamba-Nya yang bekerja. Barangsiapa bersusah payah (bekerja)
untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, maka dia bagaikan seseorang yang berjuang
di jalan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar” (HR. Ahmad).
Motivasi kerja sebagai bagian dari akhlak karimah yang harus dimiliki oleh
setiap muslim, sebab hanya dengan mempunyai motivasi kerja keberhasilan akan
senantiasa berpihak kepada kita, dan rizki yang halal senantiasa akan berada di depan
langkah kehidupan. Motivasi kerja ini yang mendorong seseorang mencapai
keberhasilan kerja untuk berusaha sendiri, namun untuk mencapai keberhasilan tersebut
perlu mendapatkan dukungan dari seseorang yang dapat dipercaya mengarahkan
motivasi kerja misalnya pimpinan, ulama ataupun kiai-kiai yang telah dijadikan sebagai
teladan kebenarannya, sebagaimana telah ditegaskan oleh Rasulullah bahwa seorang
muslim yang kuat lebih baik daripada seorang muslim yang lemah. Menurut Mursi
(1997: 167-168) bahwa pekerja dituntut agar senantiasa mengikuti dinamika dunia
kerja. Pekerja dituntut untuk mencapai profesionalisme dan kreativitas dalam bekerja,
sehingga pekerja memerlukan pendamping yang dipercaya salah satunya para ulama
ataupun kiai yang telah memahami secara mendalam strategi-strategi mutakhir dalam
bekerja sesuai dengan kemampuan dan kelemahan dengan didasarkan pada ilmu
pengetahuan. Rasulullah SAW bersabda:“Sedikit kerja dengan ilmu berarti banyak, dan
banyak kerja dengan kebodohon berarti sedikit” (HR. as-Suyuthi). Kemampuan para
pendamping ini yang dipercaya oleh para setiap manusia pekerja akan menumbuhkan
kemandirian kerja berdasarkan syariat Islam atas kaidah-kaidah pokok tentang hak dan
kewajiban pekerja atas kemampuan dan kelemahan yang dimiliki pekerja untuk
menghindari ketidaksesuaian pekerjaan yang akan menciptakan ketidakberhasilan,
penindasan bahkan akan menimbulkan pemaksaan perasaan yang mendalam yang
berakibat pekerjaan tidak dapat dicapai optimal. Sehingga jelas dukungan ulama
ataupun kiai sebagai penyiar agama Islam akan dapat menumbuhkan kondisi atau
suasana kerja yang sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan masyarakat sekitarnnya.
Maha benar Allah SWT yang berfirman dalam Surat Ali „Imran ayat 19 bahwa;
Kemandirian kerja yang ditumbuhkan berdasarkan Islam mengharapkan setiap
umatnya untuk bersegera bekerja yaitu sebagai bagian dari akhlak karimah yang diberi
penghargaan tinggi oleh Islam. Karena itu, Rasulullah shallallahu‟alaihi wasallam
memerintahkan kepada kaum muslimin agar bersegera dalam mencari rizki dan
kebutuhan hidup, hingga mereka mendapatkan kesuksesan dan keberkahan hidup.
Karena itu, setiap umat manusia harus mampu menumbuhkan motivasi kerja untuk
mendapatkan sesuatu yang halal walaupun sedikit hasilnya dibandingkan dengan
meminta-minta (Al Halwani, 2003: 81). Lebih lanjut menurut Mursi (1997) bahwa
kemandirian kerja merupakan permasalahan yang harus diselesaikan dengan
memberikan motivasi atas persoalan-persoalan yang dapat diatasi dengan kemampua
yang dimiliki oleh setiap manusia, motivasi ini dijelaskan dalam hadist Nabi
Muhammad SAW: “Sesungguhnya Allah senang jika salah seorang di antara kamu
mengerjakan suatu pekerjaan yang dilakukan secara profesional” (HR. Baihaqi).
2.3.2. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan (empowerment) merupakan upaya untuk membangun daya
(masyarakat) dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan
potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Keberdayaan
masyarakat sebagai suatu unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan,
dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan.
Keberdayaan masyarakat menjadi sumber dari apa yang dikenal dengan Ketahanan
Nasional. Memberdayakan masyarakat berarti upaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu melepaaskan diri dari
perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan dalam
memampukan dan memandirikan masyarakat (Mubyarto, 2000: 263-264).
Pencapaian kemandirian masyarakat melalui pemberdayaan merupakan upaya
yang kongkret dalam mengatasi kemiskinan dan ketidaksejahteraan melalui peluang
untuk terus menumbuhkan pendidikan dan pelatihan yang terus menerus dapat diterima
masyarakat, keberhasilan yang diharapkan mendapatakan kesejahteraan. Proses
pendidikan dan pelatihan yang dapat diberikan melalui upaya untuk terus
menumbuhkan kemampuan dan keingginan rakyat untuk dapat melek huruf, cerdas,
kreatif, dan mampu bersaing dengan tenaga kerja lainnya. Pendidikan dan pelatihan
tersebut dapat berasal dari pendidikan formal (SD sampai dengan Perguruan Tinggi)
dan dapat berasal dari tokoh masyarakat yang telah dipercaya kebenarannya atas
pengetahuan yang dimilik (ulama atau kiai) (Khomsan, 2007).
Menurut Abbas (2007) bahwa upaya pemberdayaan masyarakat melalui para
kiai sebagai kelompok wilayah tertentu yang paling sering melayani kebutuhan rakyat,
sehingga akan menumbuhkan fungsi dan tanggung jawab di dalam mengembangkan
keilmuan yang dimiliki untuk melakukan pengelolaan perubahan pola pikir dan
paradigma masyarakat di dalam mendistribusikan perubahan-perubahan yang dapat
diterima untuk mencapai kemajuan. Upaya pemberdayaan masyarakat melalui kiai yang
ada di suatu wilayah (kampung) sebenarnya harus dimaknai sebagai suatu program
kebudayaan kemanusiaan. Penjelasan pasal 33 UUD 1945 dan ketentuan Pasal 27 ayat 2
yang mengatakan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, memberikan pemahaman bahwa Indonesia
adalah Negara dengan sistem ekonomi kerakyatan. Artinya kekuatan modal dan pemilik
modal tidak dianggap paling berkuasa. Rakyatlah yang paling tinggi kekuasaannya yang
diwadahi dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR).
Lebih lanjut menurut Mubyarto (2000: 266) bahwa pemberdayaan masyarakat
merupakan sebuah upaya yang berupa kebijaksanaan dan program yang dikembangkan
dalam bentuk membantu ekonomi masyarakat sebagai kegiatan produksi bukan kegiatan
konsumsi. Tujuannya jelas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mampu
memberikan motivasi di dalam kegiatan perekonomian secara ringan, adil dan terarah.
Untuk dapat mencapai tujuan keberhasilan pemberdayaan masyarakat haruslah
mempunyai misi yang harus dicapai oleh sebuah pelaksanaan pemberdayaan
masyarakat bagi dijalankan oleh pemerintah maupun kelompok tertentu yang
berpengaruh memberikan perbaikan (ulama atau kiai, LSM, LMD, kelompok usaha,
karang taruna). Menurut Mubyarto (2000: 293-295) ada lima misi utama program
pemberdayaan masyarakat untuk dapat menjamin tercapainya hasil yang baik, kelima
misi tersebut yaitu; penyadaran, pengorganisasian, kaderisasi pendamping, dukungan
teknis, dan pengelolaan sistem
Pelaksanaan kelima misi tersebut akan bisa berjalan efektif apabila ada
dukungan dari dalam masyarakat itu sendiri melalui kelompok masyarakat yang
mengetahui keadaan lingkungannya, sehingga perlu untuk menambah misi tersebut
dengan misi berupa keterbukaan dan kesesuaian sebagai misi yang pertama, artinya
sebagai langkah awal yang memberikan komitmen secara bersama kepada seluruh
masyarakat akan pelaksanaan dan manfaat pembangunan masyarakat melalui
pemberdayaan di masa akan datang setelah pelaksanaannya. Upaya yang memberikan
tuntutan untuk lebih mengetahui dan mengerti bahwa program yang akan dijalankan
memberikan manfaat dan dukungan masyarakat.
3. Metode Penelitian Metode penelitian mempunyai peranan yang penting dalam menentukan arah
kegiatan penelitian sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Menurut Sekaran (2003:
93-94) bahwa research methods help to researchers involves a series how bring about
research. Sehingga metode penelitian pada dasarnya adalah cara seorang peneliti (dari
pengumpulan data sampai pada analisis data) dalam upaya memberikan jawaban atas
permasalahan teoritis atau praktis yang sedang dihadapinya. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati, didukung dengan studi
literatur atau studi kepustakaan berdasarkan pendalaman kajian pustaka data dan angka,
sehingga realitas dapat dipahami dengan baik (Moleong, 199:6). Sedangkan Muhadjir
(1996:12) mengungkapkan bahwa metode penelitian kualitatif dilandasi oleh filsafat
phenomenologi yang tidak memisahkan antara obyek yang diteliti dengan subyek
penelitinya. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan rasionalistik, dan
pengumpulan datanya bersifat kualitatif.
Metodologi penelitian kualitatif yang bersifat phenomenologi mempunyai
hubungan erat dengan pendekatan rasionalistik. Hal ini dapat dilihat dari tiga aspek
yaitu ontologik, epistimologik dan aksiologik (Muhadjir, 1996:13). Ontologi metode
penelitian kualitatif berlandaskan positivisme. Metodologi penelitian kualitatif
berlandaskan phenomenologi menurut pendekatan objeknya dalam satu konteks yang
natural. Epistomologik metodologi penelitian kualitatif berlandaskan phenomenologi
dalam melihat kejadian dan tata pikir yang digunakan sejalan dengan pendekatan
rasionalisme, yaitu melihat objek dalam konteksnya dan menggunakan tata pikir logik
lebih dari sekedar linier kasual, tetapi tujuan penelitiannya berbeda, phenomenologik
membangun ilmu idiographik, sedangkan rasionalisme membangun ilmu nomothetik.
Sedangkan secara aksiologik ada kesamaan antara phenomenologik dengan
rasionalistik, yaitu keduanya mengakui kebenaran etik. Kebenaran empirik yang
digunakan merupakan gabungan antara rasionalisme dan phenomenologi, yaitu
kebenaran empirik sensual, kebenaran empirik logik, kebenaran empirik etis dan
kebenaran empirik transedental.
Untuk mencapai kebenaran empirik tersebut, Penulis menggabungkan
eksistensi wahyu Ilahi (Al Qu‟ran), hadist dan akal. Eksistensi akal sebagai pasangan
wahyu sangat menekankan pada metode penalaran yang bersifat transedental dan
bahkan kadang-kadang sulit diterima dengan kelima indera manusia (Triyuwono,
2000:11). Berkaitan dengan hal itu, bahwa justifikasi wahyu dapat ditemukan dalam
realitas empirik dunia, sehingga keterkaitan antara wahyu dan realita akan dapat
dipertemukan yang pada gilirannya akan menambah keyakinan atau keimanan akan
keberadaan Tuhan (Triyuwono, 2000:12).
Titik tolak metodologi penelitian kualitatif berdasarkan rasionalistik adalah
dari grand concepts, yang mungkin sudah merupakan grand theory, tetapi juga tidak
ditolak kemungkinannya belum menampilkan teori besar, tetapi masih merupakan
konsep besar sedangkan konstruksi teori dibangun dari konseptualisasi teoritik, sebagai
hasil pemaknaan empirik dalam arti sensual, logik atau etik. Semua itu dibangun dari
berbagai ragam konsep proporsi atau pendapat dikonstruksikan dari sejumlah konsep,
dan konsep mendeskripsikan esensi dari sejumlah sesuatu.
Grand concepts yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari ayat-ayat Al
Qur‟an dan Hadist yang akan menjadi acuan pembahasan permasalahan nantinya. Al
Qur‟an adalah konstitusi dan perundang-undangan Islam yang utama, sehingga
mengandung asas-asas dan prinsip-prinsip umum tentang suatu masalah, tidak
menegaskan secara mendetail dan terperinci, terkecuali apabila terdapat hal-hal yang
menimbulkan kekawatiran dan keragu-raguan. Dalam hal ini sunnah (hadist) merupakan
interpretasi lisan dan pelaksanaan konkrit atas apa yang dinyatakan dalam Al Qur‟an.
Dalam penelitian ini, metodologi penelitian kualitatif yang didasarkan
pendekatan rasionalistik dibangun dengan tata pikir relevansi. Tata pikir relevansi
merupakan keterhubungan sesuatu dengan sesuatu lain yang lebih bersifat fragmentorik,
di mana keterhubungannya belum lagi memerankan hubungan menuju integrasi
(Muhadjir, 1996:71).
Mendasarkan pada penjelasan di atas, bahwa penelitian ini mengikuti
paradigma penelitian posmodernisme. Winata (1994:23) seperti yang dikutip oleh
Triyuwono (2000:7) menyatakan bahwa posmodernisme merupakan suatu cara pandang
yang mencoba “meletakkan dirinya di luar” paradigma modern dalam arti bahwa ia
menilai modernisme bukan dari kriteria modernitas, tetapi melihatnya dari cara
kontemplasi dan dekonstruksi. Di mana karakter utama posmodernisme terletak pada
usaha dikonstruksi yang dilakukan terhadap semua bentuk “logo sentrisme”.
Modernisme menghasilkan produk pemikiran dengan ciri “penunggalan” berpijak pada
hal-hal yang bersifat universal dan mensubordinasikan “sang lain” yang berada di “luar”
dirinya. Posmodernisme melihat bahwa manusia makhluk yang sangat bebas, dinamis,
dan berpikir kolistik. Sedangkan kriteria penelitian dengan posmodernisme meliputi:
perspektif peneliti, experience dan skill peneliti, psychology peneliti, sifat dari masalah
riset dan adience for the study (Sukoharsono, 2000:11).
Studi penelitian kualitatif yang digunakan di dalam penelitian ini berupa
peranan kiai kampung di dalam upaya penerapan akuntansi zakat melalui organisasi
masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) untuk mencapai
kemandirian kerja dan pemberdayaan masyarakat dengan sampel yang digunakan yaitu
kiai kampung sebanyak 6 (enam) kiai yang berada di Kecamatan Dau Kabupaten
Malang.
4. Hasil Penelitian
Entitas pada organisasi masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan
Agama (TPA) sebagai upaya penerapan akuntansi zakat untuk mencapai kemandirian
kerja dan pemberdayaan masyarakat melalui peranan kiai kampung sebanyak 6 (enam)
kiai yang berada di Kecamatan Dau Kabupaten Malang menyajikan pencatatan sumber
dan penggunaan dana zakat atas akuntansi zakat sebagai komponen utama pencatatan
laporan keuangan, yang menunjukkan:
1. Dana zakat berasal dari wajib zakat (Muzakki), yaitu zakat dari dalam entitas
syari‟ah, dan zakat dari pihak luar entitas syari‟ah,
2. Penggunaan dana zakat untuk fakir miskin, riqab, orang yang terlilit hutang
(gharim), muallaf, fisabilillah, orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil) dan amil,
3. Kenaikan atau penurunan dana zakat,
4. Saldo awal dana zakat, dan
5. Saldo akhir dana zakat.
Unsur dasar pencatat laporan sumber dan penggunaan dana zakat pada
organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA meliputi sumber dana, penggunaan
dana selama suatu jangka waktu, serta saldo dana zakat yang menunjukkan dana zakat
yang belum disalurkan pada tanggal tertentu. Konsep yang memberikan tanggung jawab
dan peranan kiai kampung di dalam organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA
atas penerapan akuntansi zakat untuk mempertimbangkan apakah asumsi
pertanggungjawaban masih layak digunakan dalam menyiapkan laporan keuangan.
Dalam mempertimbangkan apakah dasar asumsi pertanggungjawaban dapat digunakan,
organisasi masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) harus
memperhatikan semua informasi yang relevan untuk jangka waktu 12 (dua belas) bulan
dari tanggal pencatatan laporan pertanggungjawaban berupa neraca.
Pencatatan pada neraca (balance sheet) menyajikan aset lancar terpisah dari
aset tidak lancar dan kewajiban jangka pendek terpisah dari kewajiban jangka panjang,
kecuali untuk pelaksanaan tertentu yang diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan
khususnya Standar Akuntansi Keuangan Per 1 Juli 2009 PSAK No. 101 Tentang
Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Aset lancar disajikan menurut ukuran likuiditas
sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh temponya. Entitas syari‟ah harus
mengungkapkan informasi mengenai jumlah setiap aset yang akan diterima dan
kewajiban yang akan dibayarkan sebelum dan sesudah 12 (dua belas) bulan dari tanggal
neraca.
Apabila entitas syari‟ah menyediakan dana zakat yang dilaporkan pada
pencatatan akuntansi zakat, maka dilaporkan sebagai klasifikasi aset lancar dan tidak
lancar serta kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca memberikan
informasi yang bermanfaat dengan membedakan aset bersih sebagai dana milik
pengembangan pada organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA dengan aset
yang digunakan untuk operasi jangka panjang. Pengklasifikasian tersebut juga
menonjolkan aset yang diharapkan akan direalisasikan dalam siklus operasi berjalan dan
kewajiban yang akan jatuh tempo pada periode yang sama.
Siklus pelaksanaan atas operasi sebagai pertanggungjawaban kepemilikan
pada oganisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA pada akuntansi zakat merupakan
rata-rata jangka waktu antara perolehan aset memasuki proses dan realisasinya menjadi
kas atau instrumen yang siap disajikan sebagai kas. Aset lancar termasuk persediaan dan
piutang dagang yang dijual, dikonsumsi dan direalisasi sebagai bagian dari siklus
normal operasi pertanggungjawaban kepemilikan syari‟ah pada organisasi masjid atau
mushala, dan ataupun TPA walaupun aset tersebut tidak diharapkan akan direalisasikan
dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal merupakan rata-rata jangka waktu
antara perolehan aset memasuki proses dan realisasinya menjadi kas atau instrumen
yang siap disajikan sebagai kas. Aset lancar termasuk persediaan dan piutang yang
dijual, dikonsumsi dan direalisasi sebagai bagian dari siklus normal operasi
pertanggungjawaban kepemilikan syari‟ah pada organisasi masjid atau mushala, dan
ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) walaupun aset tersebut tidak diharapkan
akan direalisasikan dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.
Aset dan kewajiban pada organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA
yang berbeda dalam sifat dan fungsi kadang-kadang di dalam pelaksanaan akuntansi
zakat diukur dengan dasar pengukuran yang berbeda. Misalnya aset tertentu dicatat atas
dasar biaya perolehan atau penilaian kembali, maka penggunaan dasar pengukuran yang
berbeda untuk setiap aset mengindikasikan bahwa sifat dan fungsi aset tersebut juga
berbeda, sehingga aset tersebut harus disajikan secara terpisah.
Pemisahan pada pertanggungjawaban kepemilikan syari‟ah pada organisasi
masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) atas pelaksanaan
akuntansi zakat harus mengungkapkan secara lengkap, dalam neraca atau di catatan atas
laporan keuangan, subklasifikasi pos-pos yang disajikan, diklasifikasikan dengan cara
yang tepat sesuai dengan operasi pertanggungjawaban kepemilikan pada organisasi
masjid atau mushala, dan ataupun TPA. Setiap pos pencatatan secara jelas harus
disubklasifikasikan, jika memungkinkan, sesuai dengan sifatnya, dan jumlah terutang
atau piutang pada kepemilikan syari‟ah yang ada di dalam pengelola organisasi masjid
atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA), pelaksanaannya, dan
pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa (donatur) lainnya diungkapkan tidak
secara terpisah.
Kondisi yang menuntut peranan kiai kampung atas pelaksanaan akuntansi
zakat untuk mencapai berbagai unsur kemandirian kerja dan pemberdayaan masyarakat
di Kecamatan Dau Kabupaten Malang untuk dapat bersama-sama mengelola kinerja
keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar, tanggung jawab dan tidak ada
pernyataan yang tidak puas atas berbagai kegiatan, transaksi, dan peristiwa akan
menghasilkan pengaruh perbedaan terhadap stabilitas, risiko, dan prediksi. Peranan kiai
kampung di dalam pengungkapan unsur-unsur kinerja akan membantu masyarakat di
lingkungannya untuk memahami hasil yang dicapai, dan dalam menilai hasil yang akan
diupayakan pada masa akan datang. Perhatian akuntansi zakat untuk faktor-faktor yang
memerlukan penambahan dan perubahan meliputi materialitas, hakikat dan fungsi dari
berbagai komponen pendapatan dan beban. Pos-pos yang menyajikan rincian atas unsur
dasar laporan pencatatan sumber dan penggunaan dana zakat yang menunjukkan dana
zakat tersebut pada akuntansi zakat pada tanggal tertentu atas:
1. Sistem akuntansi
Klasifikasi perkiraan:
Laporan Keuangan dan Kegiatan
Buku besar
Buku harian
Formulir-formulir
2. Sistem penerimaan kas
Piutang kepemilikan operasional
Penerimaan kas dan pengendalian piutang
3. Sistem pembelian dan pembayaran
Order pembelian dan Laporan penerimaan
Pembelian dan distribusi pembiayaan
Tagihan atas operasional
Prosedur-prosedur pembayaran kas
4. Sistem pencatatan dan infaq majelis ta‟lim
Pencatatan infaq
Kegiatan amal dan pengajian
5. Sistem pengendalian persediaan
Pengendalian kepemilikan aset atas masjid atau mushala, dan ataupun Tempat
Pendidikan Agama (TPA).
Dalam klasifikasi perkiraan, buku besar, buku harian dan formulir-formulir
yang digunakan, dapat digunakan sebagaimana klasifikasi dan pencatatan akuntansi
pada umumnya, yang nama-nama rekeningnya dapat disesuaikan dengan istilah-istilah
zakat dan penggunaan pengeluarannya. Klasifikasi tersebut adalah:
AKTIVA LANCAR
Kas dan simpanan (bank)
Persediaan barang
Kos dibayar dimuka
Perlengkapan peralatan masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama
(TPA)
AKTIVA TETAP
Tanah
Bangunan
Aktiva tetap lainnya
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN
Hutang yang belum dilunasi
Kos-kos yang belum dibayar
Hutang jangka panjang yang jatuh tempo
Hutang jangka pendek lainnya
Hutang jangka panjang
SALDO DANA ZAKAT
Infaq
Zakat untuk pihak-pihak tertentu
Zakat lainnya
PENERIMAAN
Infaq untuk pihak-pihak tertentu
Zakat untuk pihak-pihak tertentu
Zakat lainnya
Transfer dana infaq untuk umum
PENGELUARAN
Fakir miskin
Gaji dan upah
Muallaf
Yatim piatu
Kos administrasi
Perlengkapan dan peralatan mushala, surau, langgar, ataupun TPA
Tujuan khusus lainnya
Oleh karena itu, proses pencatatan sampai tersusunnya laporan
pertanggungjawaban pencatatan keuangan dalam akuntansi zakat, menerangkan bahwa
zakat yaitu sebagian dari harta yang wajib dikeluarkan oleh wajib zakat (muzakki) untuk
diserahkan kepada penerima zakat (mustahiq). Pembayaran zakat dilakukan apabila
nisab dan haulnya terpenuhi dari harta yang memenuhi kriteria wajib zakat. Entitas
pencatatan syari‟ah pada organisasi masjid atau mushala, dan ataupun Tempat
Pendidikan Agama (TPA) melalui akuntansi zakat menuntut pengungkapan laporan
keuangan dengan mengungkapkan pula atas catatan laporan sumber dan penggunaan
dana zakat yang tidak terbatas pada:
1. Sumber dana zakat yang berasal dari internal entitas organisasi masjid atau mushala,
dan ataupun TPA,
2. Sumber dana zakat yang berasal dari eksternal entitas pada organisasi masjid atau
mushala, dan ataupun TPA,
3. Kebijakan penyaluran zakat terhadap masing-masing asnaf, dan
4. Proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing penerima zakat diklasifikasikan
atas pihak terkait, sesuai dengan yang diatur dalam PSAK NO. 7 tentang
Pengungkapan Pihak-Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan Pihak
ketiga.
Unsur yang harus dimasukkan di dalam pelaksanaan pencatatan laporan
keuangan akuntansi zakat melalui peranan kiai kampung sebagai upaya menumbuhkan
kemadirian kerja dan pemberdayaan masyarakat melalui organisasi masjid atau
mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) di Kecamatan Dau Kabupaten
Malang selama suatu jangka waktu pada tanggal tertentu, yaitu dengan mendasarkan
pada sifat-sifat zakat, sifat-sifat yang disesuaikan dengan penentuan standar akuntansi
zakat yang penting. Standar akuntansi zakat di dalam proses pencatatan pelaksanaan
akuntansi zakat menuntut adanya penilaian “current exchange value” (nilai tukar
sekarang) atau harga pasar. Kebanyakan para ahli fikih mendukung bahwa harta yang
ada pada perbankan syari‟ah pada saat menghitung zakat harus dinilai berdasarkan
harga pasar. Aturan satu tahun untuk mengukur nilai aset, kalender bulan harus dipakai,
dan pelaksanaan mengenai independensi yang berkaitan dengan zakat yang dihitung
tergantung pada kekayaan akhir tahun. Piutang yang terkadang terjadi bukan merupakan
pendapatan tahun ini dan pendapatan yang dipindahkan ke depan tidak termasuk.
Entitas organisasi syari‟ah pada pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun
Tempat Pendidikan Agama (TPA) yang menekankan pada pelaksanaan pencatatan
berdasarkan akuntansi zakat, yaitu dengan memfokuskan untuk pengelolaan dana zakat
yang tidak diperkenankan untuk menutup penyisihan kerugian aset produktif dengan
standar realisasi pada kenaikan jumlah diakui pada tahun yang bersangkutan apakah
transaksi selesai atau belum. Di sini piutang (transaksi kecil) harus dimasukkan dalam
perhitungan zakat, selanjutnya di dalam perhitungan yang dikenakan zakat berdasarkan
nisab (batas jumlah) harus dihitung menurut hadis dimana tidak ditagih zakat dari orang
yang tidak cukup kekayaannya senisab, dan net total (gross) memerlukan net income,
setelah satu tahun penuh, kos, hutang dan penggunaan keluarga harus dikurangkan dari
penghasilan (income) yang akan dikenakan zakat, serta yang terakhir kekayaan dari
aset, jika pemiliknya adalah Islam maka harus dimasukkan dalam perhitungan
kekayaannya yang akan dikenakan zakat dan dihitung nisab.
5 . Kesimpulan
Dengan berdasarkan pada pencatatan akuntansi zakat ini, peranan kiai
kampung yang di dalam penelitian ini sebanyak 6 (enam) kiai, yaitu di dalam upaya
untuk menumbuhkan kemadirian kerja dan pemberdayaan masyarakat di Kecamatan
Dau Kabupaten Malang pada pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun Tempat
Pendidikan Agama (TPA) dengan berusaha untuk mencapai angka pembayaran zakat
yang tinggi. Dengan demikian, pencatatan keuangan di dalam pengelolaan masjid atau
mushala, dan ataupun TPA akan dapat menunjukkan peningkatan ukuran kinerja
(performance) pada pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun TPA, tanpa ada
perasaan yang tidak sesuai dengan masyarakat.
Akuntansi zakat pada pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun TPA
melalui peranan kiai kampung akan dapat menciptakan realitas kemadirian kerja dan
pemberdayaan masyarakat berdasarkan pada pengelolaan zakat secara bersih dan tepat.
Implikasi dari hal ini adalah bahwa semua perangkat organisasi pada pengelolaan
masjid atau mushala, dan ataupun TPA akan disusun sedemikian rupa sehingga benar-
benar merefleksikan zakat sebagai pelaksanaannya. Penggunaan akuntansi zakat dapat
menciptakan suatu realita pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun TPA yang
mempunyai beberapa makna. Pertama, ada transportasi dan transparansi dari pencapaian
kemandirian kerja dan pemberdayaan masyarakat secara islami (yang maksimal)
melalui pencatatan pada zakat. Kedua, karena yang menjadi tujuan adalah zakat, maka
segala bentuk kegiatan pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun Tempat
Pendidikan Agama (TPA) harus tunduk pada aturan yang ditetapkan dalam akuntansi
zakat. Ketiga, zakat mengandung perpaduan karakter kemanusiaan yang seimbang
antara karakter egoistik dan altruistic atau sosial mementingkan lebih dulu kepentingan
orang lain dari pada kepentingan pribadi. Keempat, zakat mengandung nilai
emansipatoris, artinya lambang pembabasan manusia dari ketertindasan ekonomi,
sosial, dan intelektual, serta pembebasan dari penindasan dan eksploitasi manusia.
Kelima, zakat adalah jembatan penghubung antara aktivitas manusia yang profan
(duniawi) dan suci (ukhrawi). Zakat sebagai jembatan, memberikan kesadaran ontologis
bagi diri manusia bahwa segala bentuk kegiatan profan selalu berkait erat dengan
kedudukan manusia dihadapan Tuhan kelak diakhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Khoiruddin. 2007. Mengakui Keberadaan Kiai Kampung. Harian Kompas
Tanggal 15 Juni 2007.
Adnan, M.Akhyar. 2000. Akuntansi Syari'ah : Dulu, Kini dan Esok. Fakultas Ekonomi
Universitas Brawijaya Malang: Seminar Nasional Akuntansi Syari'ah.
A‟la, Abd. 2006. Civil Islam dan Kekuasaan. Harian Jawa Pos Tanggal 2 Januari
2007.
Allam, Ahmad Khalid dkk. 2005. Al-Qur‟an Watsunaiyyaatu Al-Kauni Wal Hayati.
Penerbit Nahdetmisr. Abd. Rohim Mukti (penterjemah). 2005. Al-Qur’an
Dalam Keseimbangan Alam Dan kehidupan. Cetakan Pertama. Penerbit Gema
Insani. Jakarta.
Al Halwani, Aba Firdaus. 2003. Membangun Akhlaq Mulia Dalam Bingkai Al-Qur’an
Dan As-Sunnah. Penerbit Al-Manar. Yogyakarta.
Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf. Cetakan
Pertama. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Al-Quraan dan Terjemahanya, Departemen Agama Republik Indonesia. 1986.
Departemen Agama.
Azra, Azyumardi. 2004. Menuju Masyarakat Madani Gagasan, Fakta, dan Tantangan.
Cetakan Ketiga. Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
Badi, Jamal dan M. Tajdin. 2007. Creative Thinking: An Islamic Perspective. 2004.
Research Center. International Islamic University. Munir Mun‟im
(penterjemah). 2007. Islamic Creative Thinking: Berpikir Kreatif Berdasarkan
Metode Qurani. Cetakan I. Penerbit Mizania. Bandung.
Basalamah, Anies S.M. 1995. Akuntansi Zakat, Infaq dan Sodaqoh Pembukuan Dan
Pelaporannya. Cetakan Pertama. Penerbit Usaha Kami. Jakarta.
Chapra, Umer. 1992. Islam and The Economic Challenge. The Islamic Foundation.
London.
Firdausy, Carunia Mulya. 2000. Tantangan dan Peluang Globalisasi bagi Perekonomian
Nasional. Indonesia Menapak Abad 21 Kajian Ekonomi Politik. Kumpulan
Tulisan Kedeputian Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK)-
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Juni: 1-26.
Harahap, Sofyan Syafri. 2001. Peranan Akuntansi Islam Dalam Mendorong
Implementasi Ekonomi Syariah. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi Volume 3 No. 2
Agustus 2001, 403-418. Jakarta: STIE Trisakti.
Harahap, Sofyan Syafri. 2001. Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam. Penerbit
Quanium. Jakarta.
Harahap, Sofyan Syafri. 1997. Akuntansi Islam. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
Hartono, Jogiyanto. 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Ketiga.
Penerbit BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan Per 1 Juli 2009 PSAK
No. 101 Tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Penerbit Salemba
Empat. Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan Per 1 Juli 2009 PSAK
No. 7 Tentang Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Mempunyai Hubungan
Istimewa (Reformat 2007). Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Indriantoro, Nur dan B. Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi
dan Manajemen. Edisi Pertama. Penerbit BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.
Ismail, Zarmawis. 2000. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Wilayah Pesisir: Telaah
Ekonomi Nelayan dan Petani Tambak. Indonesia Menapak Abad 21 Kajian
Ekonomi Politik. Kumpulan Tulisan Kedeputian Ilmu Pengetahuan Sosial dan
Kemanusiaan (IPSK)-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Juni: 196-
230.
Khomsan, Ali. 2007. Kemiskinan, Kesejahteraan, dan Kebahagiaan. Harian Kompas
Tanggal 16 Juni 2007.
Luth, Thohir. 2001. Antara Perut dan Etos Kerja Dalam Perspektif Islam. Penerbit
Gema Insani Press. Jakarta.
Meidawati, Neni. 1998. Akuntansi Zakat dan Pengelolaannya di Perusahaan. Jurnal
Akuntansi dan Auditing Indonesia Volume 2. Yogyakarta: Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
Moleong, Lexyj. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Penerbit PT. Remaja Rosda Karya.
Bandung.
Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi. Edisi Pertema. Cetakan Pertama.
Penerbit BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.
Muhadjir, Noeng. 1996. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Penerbit Rake Sarasin.
Yogyakarta.
Mulawarman, Aji Dedi. 2009. Akuntansi Syariah Teori, Konsep dan Laporan
Keuangan.Cetakan Pertama. Penerbit E Publishing Company. Jakarta.
Mursi, Abdul Hamid. 2001. SDM Yang Produktif Pendekatan Al-Qur’an Dan Sains.
Penerbit Gema Insani Press. Jakarta.
Mursyidi. 2006. Akuntansi Zakat Kontemporer. Cetakan Ketiga. Penerbit PT Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Notowidagdo, Rohiman. 1997. Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Quran Dan Hadits.
Penerbit PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Prasetyo, Whedy. 2009. Aplikasi akuntansi Zakat Dalam Rangka Mewujudkan A Zakat
Metaphorised Organizational Reality Pada Badan Usaha Koperasi (Studi
Kualitatif Terhadap Konsep Akuntansi Zakat Sebagai Upaya Perwujudan
Organisasi Yang Di Metaforakan Zakat Dalam Badan Usaha Koperasi).
Jurnal Akuntansi Universitas Jember. Volume 7 No.1. Juni: 8-22. Jember:
Laboratorium Pusat Pengembangan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Jember.
Sekaran, Uma. 2003. Research Methods For Business A Skill-Building Approach.
Fourth Edition. John Wiley & Sons, Inc. New York.
Setiabudi, Hedry Y, dan Iwan Triyuwono. 2002. Akuntansi Ekuitas: Dalam Narasi
Kapitalisme, Sosialisme dan Islam. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Sukoharsono, Eko Ganis. 2000. Metodologi Penelitian Paradigma Posmodernisme.
CBIES FE UNIBRAW dan IAI-KAPD. Malang.
Sutrisna, Kana. -. Agama Dan Etos Kerja. ESQ Nebula Edisi PerdanaNomor 01: 54-
55.
Tamara, Toto. 2002. Membudayakan Etos Kerja Islami. Penerbit Gema Insani Press.
Jakarta.
Triyuwono, Iwan. 1997. "Akuntansi Syari'ah" dan Koperasi Mencari Bentuk Dalam
Metafora Amanah. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia Volume 1.
Yogyakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
Triyuwono, Iwan. 2000. Akuntansi Syari'ah: Implementasi Nilai Keadilan dalam
Format Metafora Amanah. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang:
Seminar Nasional Akuntansi Syari'ah.
Triyuwono, Iwan. 2000. Organisasi Dan Akuntansi Syari'ah. Cetakan Pertama. Penerbit
LkiS. Yogyakarta.
Triyuwono, Iwan. 2000. Shariate Accounting: An Ethical Construction Of Accounting
Discipline. Gadjah Mada International Journal Of Business Volume 2.
Yogyakarta: Master Of Management Program, Gadjah Mada University
(MMGMU).
Triyuwono, Iwan dan Moh. As‟udi. 2001. Akuntansi Syari’ah: Memformulasikan
Konsep Laba Dalam Konteks Metafora Zakat. Edisi Pertama. Penerbit Salemba
Empat. Jakarta.
Tugiman, Hiro. 2000. Akuntansi Untuk Badan Usaha Koperasi. Cetakan Kelima.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Yusanto, Muhammad Ismail dan M.K. Widjajakusuma. 2003. Manajemen Strategis
Perspektif Syariah. Cetakan Pertama. Penerbit Khairul Bayaan. Jakarta.
Zulkiffli dan Sulastiningsih. 1998. Rerangka Konseptual Pelaporan Keuangan dalam
Perspektif Islam. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia Volume 2.
Yogyakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
PENGARUH EKUITAS MEREK
TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN
(Studi Kasus Pada Konsumen Televisi Merek Samsung di Kabupaten Tulungagung)
Oleh :
Suprianto
Abstract
PT. Samsung Elektronict is Indonesia constitutes big Television firm at The
World and has extensive market compartment at Indonesia, nearly all
Society circle know samsung's brand in various its product variation
kususnya Television. To win business emulation on technological changed
era this meteoric one, product quality is not again as trade goods which
can at boast because each business agent can make qualified product. One
and only attribute which is hard to be imitated is merk that strong. Firm or
Product that have strong brand tending easier meets the need and wish
correspond to .Dengan's customer perception such,decision making for buy
a product becomes really subyektif and at regards by factor that gets
intangible's character as ekuitas brand.
Keywords : Ekuitas brand, sale decision, and samsung televison brand.
1. Latar Belakang
Perkembangan industri elektronik di Indonesia berlangsung sangat pesat, hal ini
ditandai dengan semakin banyaknmya perusahaan elektronik yang ada. Perkembangan
industri elektronik disertai dengan peningkatan produksi elektronik yang disebabkan
oleh pertumbuhan jumlah penduduk indonesia yang tinggi , dimana pertumbuhan ini di
ikuti dengan peningkatan atas produk elektronok. Produk – produk elektronik tersebut
diantaranya adalah Televisi, Radio, Tape, VCD, LCD proyektor, Monitor Komputer,
Pesawat Seluler dan lain sebagainya.
Televisi sebagai salah satu produk elektronik yang berfungsi sebagai media
informasi bagi masyarakat.Banyaknya produk Televisi baru dari berbagai merek yang
ditawarkan di pasar diantaranya adalah SONY., Samsung, LG,
Polytron,Panasonik,Merek-merek China dan sebagainya membuat perusahaan berlomba
– lomba untuk dapat bertahan atau bahkan memenangkan persaingan guna
kelangsungan hidup perusahaan.
Samsung sebagai salah satu merk Televisi yang menyediakan berbagai macam
fasilitas seperti teknologi, Organic Light Emiting (OLED), games, dan lain – lain.
Televisi merek Samsung . diproduksi oleh Korea yang merupakan industri besar di
pasar global dalam semi konduktor, telekomunikasi, Teknologi Digital Media, dan
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar
Digital Convergence dengan hasil penjualan induk perussahaan tahun 2008 sebesar
US$56.4 miliar dan pemasukan bersih Sebesar US$ 7.O miliar. Memiliki lebih dari
98.000 karyawan di 97 kantor di 46 negara. Samsung Electroics bergerak dalam enam
bisnis unit utama: operasional TEGNOLOGI Perusahaan dengan merek-merek global
yang berkembang tercepat.Samsung Electrolics, adalah produsen terbesar di dunia
untuk layanan untuk layar monitor berwarna, TV berwarna, memori chip, dan TFT-
LCD (Pramono, 2005).
Pada tahun 2003 produk-produk Samsung yang meraih market share (pangsa
pasar) nomor satu di indonesia adlah Layar Monitor Berwarna, CD-ROM, Mesin cuci,
DVD, dan TFT LCD, sedangkan untnk market share nomor dua di indonesia adalah
telfon seluler, Printer, dan TV berwarna, Tahun 2003 SEIN (Samsung Electronics
Indonesia) menerima penghargaan primaniyarta dari perintah indonesia atas ekspor
barang yang mencapai nilai USD 800 juta selama tahun 2002.
Dengan semakin anyaknya merek Televisi dipasar , Mengindikasikan Persaingan
yang tajam untuk memenangkan persaingan tersebut. Perusahaan Televisi dituntut untuk
meng – implementasika strategi yang tepat dalam pemasarannya. Menurut Rangkuti
(2004:3) “Kecenderungan perkembangan perang antar merek yaitu suatu persaingan
untuk memperoleh dominasi merek. Merek akan menjadi aset perusahaan yang bernilai
karena merek yang prestise tidak hanya di inginkan tetapi juga dibutuhkan konsumen”.
Untuk itu keberadaan merek perlu dikelola , dikembangkan , diperkuat dan ditingkatkan
kualitasnya sehingga dapat memberikan keuntungan kompetetif yang berkelanjutan.
Kotler (dalam Simamora, 2003:3) menyebutkan bahwa “merek adalah nama ,
tanda, simbol atau desain, atau kombinasi hal – hal tersebut , yang bertujuan untuk
mengidentifikasi (membedakan) barang atau layanan suatu penjual dari barang – barang
layanan penjual lain. Jadi keberadaan merek bagi perusahaan sangat penting karena
merek bisa menjadi identitas yang membedakan diri dari kompetitor sejenis”.
Bangkitnya kesadaran atas pentingnya peran merek sangat menggembirakan.
Harus diakui salah satu kunci sukses suatu produk adalah kekuatan mereknya. Berbagai
merek yang terkenal telah mampu menguasai pasaran dunia , melintasi batas – batas
negara dan budaya. Alasan penting untuk mengelola merek karena merek lebih
bermakna dari pada sekedar produk. Produk hanya menjelaskan atribut fisik berikut
dimensinya. Sedangkan merek dapat menjelaskan emosi serta hubungan secara specifik
dengan pelanggannya. Hal ini dapat terjadi karena merek mengandung nilai – nilai
yang jauh lebih bermakna daripada hanya atribut fisik. Merek mengandung nilai – nilai
intangible, emosional, keyakinan , harapan serta presepsi pelanggan. Disamping itu,
merek menjadi sangat penting karena atribut – atribut lain seperti atribut produk
biasanya lebih mudah ditiru. Untuk itu agar suatu perusahaan mampu memenangkan
persaingan , maka intangible asset-nya seperti ekuitas merek perlu dikelola dengan baik
dan terus menerus.
Aaker (dalam Simamora,2003:47) menyatakan bahwa”Brand equity” adalah
seperangkat aset atau kewajiban , yang dimiliki nama merek atau simbol yang dapat
menambah atau mengurangi nilai produk atau layanan”.
Pengolahan ekuitas merek (brand equity) yang kuat merupakan bagian yang
sangat penting bagi perusahaan. Salah satu perwujudan memperoleh kesuksesan dalam
bisnis adalah dapat mengelola secara profesional ekuitas merek yang dapat menjadi
atribut keunggulan bersaing. Oleh karena itu perusahaan yang memiliki merek yang
kuat dapat lebih mudah merebut peluang bisnis yang ada dibandingkan perusahaan yang
tidak memiliki merek yan kuat.
Suatu merek yang mapan memiliki daya pemasaran yang kuat serta nilai ekuitas
merek tinggi. Ekuitas merek ini timbul karena adanya sikap mereka yang positif dan
kuat yang didasarkan pada arti dan keyakinan positif yang jelas mengenai merek dan
memory konsumen. Hana dan Wosniak (dalam simamora,2003:49) mengatakan bahwa
“brand equity merupakan nilai positif dimana brand equity merupakan nilai tambah
produk, kalau tidak memberikan nilai tambah, apalagi justru mengurangi berarti tidak
ada brand equity”. Dari sini dapat disimpulkan bahwa hanya merek yang kuat yang
dapat memberikan nilai tambah pada produk yang dapat memiliki ekuitas merek (brand
equity).
Dalam ekuitas merek terdapat lima variable yang pertama kesadaran merek
(brand awarenes), merupakan kesangupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau
mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk
tertentu.Kedua asosiasi merek (brand asosiation), merupakan segala hal yang berkaitan
dengan ingatan mengenai merek. Ketiga persepsi kualitas (perceived quality), yaitu
persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau
jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkannya. Keempat loyalitas merek (brand
loyali), merupakan ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Kelima
adalah aset – aset yang lain meliputi hak paten, merek daang, dan atribut – atribut yang
dapat membantu ketika konsumen menyaring sekumpulan pilihan yang ada
diperusahaan.
Kabupaten Tulungagung merupakan salah satu kabupaten yang ada di Jawa
Timur, Dengan segala aktifitas yang dimiliki tentu saja penduduk Kabupaten
Tulungagung tidak ingin ketinggalan informasi yang ada baik dari dalam negeri maupun
luar negeri. Sehingga dengan teknologi cangih memilih Televisi sebagai media
informasi yang cepat dan dari sini peneliti tertarik untuk memilih lokasi penelitian di
Kabupaten Tulungagung.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan diantaranya sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh ekuitas merek (kesadaran merek (brand awarenes) , asosiasi
merek (brand asosiation), kesan kualitas (perceived quality), dan loyalitas merek
(brand loyalty) secara parsial terhadap keputusan konsumen dalam membeli
Televisi Merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung?
2. Bagaimana pengaruh ekuitas merek (kesadaran merek (brand awarenes), asosiasi
merek (brand asosiastion), kesan kualitas (perceved quality), dan loyalitas merek
(brand loyalty) secara simultan terhadap keputusan konsumen dalam membeli
Televisi merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung?
3. Nilai ekuitas merek (brand equity) manaakah yang dominan mempengaruhi
keputusan konsumen dalam membeli Televisi merek Samsung di Kabupaten
Tulung Agung?
3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui :
1. Pengaruh ekuitas merek (kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek
(brand asosiation), kesan kualitas (perceved quality), dan loyalitas merek (brand
loyalty) secara persial terhadap keputusan konsumen dalam membeli Televisi
merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung.
2. Pengaruh ekuitas merek (kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek
(brand asosiation), kesan kualitas (perceved quality), dan loyalitas merek (brand
loyalty) secara simultan terhadap keputusan konsumen dalam membeli Televisi
merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung.
3. Nilai ekuitas merek (brand equity) manakah yang dominan yang mempengaruhi
keputusan konsumen dalam membeli Televisi merek Samsung di Kabupaten tulung
Agung.
4. Landasan Teori
4.1 Merek
a. Pengertian Merek
Persaingan dalam era globalisasi, menciptakan peluang dan tantangan yang
mengarahkan sistem perekonomian ke mekanisme pasar yang menuntut pemasar untuk
selalu mengembangkan dan merebut pangsa pasar. Perang pemasaran telah menjadi
perang antar merek yaitu persaingan demi dominasi merek. Pada masa lalu, banyak
produk yang tidak memiliki merek. Ketika memasuki abad pertengahan, tanda merek
diberlakukan untuk para produk pengrajin dengan tujuan untuk melindungi diri mereka
sendiri dan konsumen dari produk kualitas rendah. Di massa kini, para pelaku bisnis
makin menyadari bahwa merek adalah aset yang tidak ternilai karena dengan memberi
merek akan memperoleh sejumlah keuntungan seperti : memudahkan proses pesanan
dan penelusuran masalah, membuka kesempatan untuk menarik pelanggan yang setia,
dan memungkinkan untuk melakukan segmentasi pasar, selain itu juga membantu dalam
membangun citra atau image perusahaan, serta memudahkan perusahaan untuk
meluncurkan merek – merek yang mudah diterima oleh masyarakat.
Menurut American Marketing Association (dalam Rangkuti, 2004:1) men-
definisikan bahwa “Merek adalah nama, istilah, tanda ,simbol atau rancangan untuk
komunikasi dan hal – hal tersebut. Tujuan merek adalah untuk mengidentifikasi produk
atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh
pesaing”.
Stanton (dalam rangkuti, 2004:36) Mendefinisikan bahwa “merek adalah nama,
istilah, simbol, desain khusus atau beberapa kombinasi unsur – unsur ini yang dirancang
untuk mengidentifikasi barang atau jasa yang dikeluarkan oleh penjual”.
Merek juga dapat dibagi dalam pengertian lainnya, seperti yang diungkapkan
oleh Rangkuti (2004:2) tentang merek yaitu :
a. Merek sebagai brand name (nama merek) yang merupakan bagian dari pada yang
diucapkan misalnya : Pepsodent, BMW, Toyota.
b. Merek sebagai brand mark (tanda merek) yang merupakan sebagian dan merek
yang tidak dapat diucapkan seperti lambang, desain huruf atau warna - warna
khusus, simbol Toyota, Tiga berlian Mitsubhisi.
c. Merek sebagai trade mark (tanda merek dagang), yang merupakan merek ataupun
sebagian dan merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk
menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi penjual dengan
hak istimewanya untuk menggunakan nama istimewanya untuk menggunakan nama
merek (tanda merek).
d. Copy right (Hak Cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh undang
– undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, musik
maupun yang berhubungn dengan seni.
Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan
secara feature, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek yang terbaik biasanya
memberikan jaminan kualitas, merek juga lebih dari hanya sekedar simbol saja, merek
juga mempunyai emam tingkat pengertian (Rangkuti, 2004:36) yaitu:
a. Atribut, yaitu merek mengingatkan pada atribut – atrubut tertentu.
b. Manfaat, yaitu merek lebih dari pada serangkaian atribut, konsumen tidak membeli
atribut melainkan membeli manfaat. Atribut diperlukan untuk diterjemahkan
menjadi manfaat yang fungsional dan atau emosional.
c. Nilai, yaitu merek juga mengatakan sesuatu tentang nilai produsen.
d. Budaya, yaitu merek juga mewakili budaya tertentu.
e. Kepribadian yaitu merek menunjukan jenis konsumen yang membeli atau
menggunakan produk tersebut.
Dari rangkaian pengertian merek diatas, pada dasarnya merek adalah sesuatu
yang dapat mengidentifikasi produk atau jasa yang ditawarkan oleh penjual, untuk
membedakan dengan produk atau jasa pesaing, dan lebih dari itu merek juga
merupakan sebuah janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan gambaran,
semangat dan pelayanan pada konsumen.
b. Manfaat Merek
Merek menjadi aset yang strategis baik bagi perusahaan, distributor , maupun
konsumen dikarenakan adanya manfaat yang diberikannya. Menurut Rangkuti (2004 :
139) merek merupakan manfaat yaitu sebagai berikut:
1) Bagi Perusahaan
Memudahkan penjual untuk mengelola pesanan dan memperkecil timbulnya
permasalahan.
Melindungi penjualan dri pemalsuan ciri – ciri produk
Memberikan peluang bagi penjual untuk mempertahankan kesetiaan konsumen
terhadap produknya.
Memantu penjual dalam mengelompokan pasar kedalam segmen – segmen.
Citra perusahaan dapat di bina dengan adanya nama yang baik.
2) Bagi Distributor
Memudahkan penanganan produk.
Mengidentifikasi pendistribusian produk.
Meminta produksi agar berada pada standart mutu tertentu.
Meningkatkan pilihan para pembeli.
3) Bagi Konsumen
Memudahkan untuk mengenali mutu.
Dapat berjalan dengan mudah dan efisien, terutama jika membeli produk yang
sama.
Dengan adanya merek tertentu konsumen dapat mengaitkan status dan prestisenya.
4.2. Ekuitas Merek
a. Pengertian Ekuitas Merek
Merek memegang peranan yang sangat penting dan merupakan aset prestisius
bagi perusahaan. Merek dapat menjembatani harapan konsumen akan janji perusahaan
pada suatu produk. Dengan kepuasan konsumen akan suatu produk maka akan tercipta
ikatan emosional antara konsumen dengan perusahaan. Melalui merek, pesaing bisa saja
menawarkan produk yang mirip., tetapi mereka tidak mungkin menawarkan janji
emosional yang sama. Dengan merek inilah nantinya perusahaan dapat memberikan
kepuasan kepada konsumen melalui produk, yang secara berkelanjutan akan tercipta
loyalitas pelanggan.
Aaker ( dalam Rangkuti, 2004:39 ) mendefinisikan bahwa “Brand equity is a
set of assets “(and liabilities) linked tu brand’s name and simbol that adds to (or
subtracts from) the value provided by a products or service to a firm and a or that
firm’s customers”. Yang artinya, ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas
merek yang terkait dengan suatu merek, nama, dan simbol yang mampu menambah
atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa yang baik dari
perusahaan maupun dari pelanggan.
Hana dan Wosniak (dalam simamora, 2003:46) mengatakan bahwa “ekuitas
merek adalah nilai tambah yang diberikan merek pada produk”. Sepanjang nilai tambah
tersebut ada, maka merek memiliki ekuitas.
Ekuitas merek memberikan nilai kepada perusahaan dan konsumen. Dari
perspektif perusahaan ekuitas merek memberikan keuntungan aliran kas dan pangsa
pasar yang lebih tinggi. Sedangkan dari perspektif konsumen, ekuitas merek terkait
dengan sikap merek positif dan kuat yang didasarkan pada arti keyakinan positif da jelas
tentang merek dalam memori Peter dan Olson ( dalam simamora, 2003:49).
Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek
merupakan nilai tambah yang diberikan merek pada produk. Merek yang memiliki
ekuitas berarti disikapi secara positif oleh konsumen.
b. Unsur – Unsur Ekuitas Merek
Merek yang memiliki ekuitas merek yang kuat yang akan tetap mampu bersaing,
merebut, dan menguasai pasar. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk., semakin kuat
pula daya tariknya dimata konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut yang
selanjutnya dapat menggiring konsumen untuk melakukan pembelian serta
meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Aaker (dalam Rangkuti 2004:39) mengelompokan Ekuitas merek (Brand Equity)
ke dalam lima ketegori yaitu : (1) kesadaran merek (Brand Awarennes), (2) asosiasi
merek (Brand Asociation”), (3) kesan kualitas (Preceived Quality), (4) Loyalitasmerek
(Brand Loyalty), dan (5) Aset yang lain seperti hak paten, cap, saluran distribusi, dan
lain – lain (brand assets). Lima kategori aset yang mendasari ekuitas merek ini
ditunjukan sebagai dasar aktivitas merek. Konsep ekuitas merek dapat dilihat pada
gambar berikut:
Gambar 1. Konsep Ekuitas Merek
(Sumber: Aaker, 1997 : 25)
Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa ekuitas merek mampu menciptakan nilai
baik kepada pelanggan maupun bagi perusahaan. Bagi pelanggan aset ini dapat
memberikan informasi bagi mereka untuk dapat menginteprestasikan produk dan
merek.Bagi perusahaan loyalitas merek memungkinkan harga optimum tanpa
ketergantunggan promosi, saluran distribusi, dan yang paling utama adalah membeikan
rintangan yang nyata bagi para kompetitor.
Dari gambar tersebut juga dapat diketahui unsur – unsur yang ada pada ekuitas
merek yaitu :
a. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Menurut. Aaker (1997:90) “Kesadarn merek adalah kesanggupan calon pembeli
untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari
kategori produk tertentu”. Kesadaran merek memberikan suatu keyakinan bahwa suatu
merek produk tertentu akan ada di benak konsumen melalui tingkat kesadaran tertentu.
Tingkat kesadaran merek secara berurutan dapat digambarkan sebagai suatu piramida
seperti dibawah ini:
Kesan Kualitas
Kesadaran Merek
Aset hak milik
brand yang lain
Loyalitas Pelanggan
Assosiasi Brand
Ekuitas Merek
(Nama, Simbol)
Pemberian nilai kepada pelanggan
dengan memperkuat :
Memberikan nilai kepada
perusahaan dengan menguatkan :
Interprestasi atau
informasi
Rasa percaya diri dalam
keputusan pembelian
Pencapaian kepuasan
pelannggan
Efisiensi dan efektifitas
program
Loyalitas merek
Harga/ laba
Perluasan merek
Peningkatan
perdagangan
Keuntungan kompetetif
Gambar 2. Piramida Kesadaran Merek
(Sumber : Aaker, 1997:92)
Penjelasan mengenai piramida kesadaran merek tingkat terendah sampai tingkat
tertinggi adalah :
1) Tidak Menyadari Merek
Merupakan tingkat yang paling rendah dimana konsumen tidak menyadari akan
suatu merek.
2) Pengenalan Terhadap merek
Merupakan tingkat minimal dan kesadaran suatu merek, dimana pembeli
memerlukan bantuan untuk mengingat merek suatu produk.
3) Pengingatan Kembali Terhadap Merek
Merupakan tingkat dimana pembeli tidak dibantu untuk mengingat produk
4) Puncak Pikiran
Merupakan tingkat dimana pembeli menyebut pertama kali merek tanpa bantuan.
Tingkat kesadaran tertinggi pada piramida kesadaran merek, merek produk berada
pada puncak pikiran konsumen terbanyak.
b. Assosiasi Merek (Brand Association)
Assosiasi merek adalah segala hal atau kesan yang berkaitan dengan ingatan
mengenai ingatan mengenai merek. Kesan – kesan ini akan meningkat dengan semakin
banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek. Suatu merek
yang mapan mempunyai posisi yang menonjol dalam persaingan jika didukung oleh
berbagai asosiasi yangn kuat.
Umumnya assosiasi merek yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga
membentuk citra mengenai merek atau brand image didalam benak konsumen.
Konsumen yang telah terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki
konsistensi terhadap brand image atau brand personality (kepribadian merek) terhadap
suatu produk, dan selanjutnya konsumen dapat mengenal perbedaan merek tertentu
dengan merek pesaing.
Assosiasi dapat menciptakan nilai bagi perusahaan dan pelanggan yang dapat
membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dengan
merek yang lain.
Gambar 3. Nilai Assosiasi Merek
(Sumber: Aaker, 1997 : 162)
1) Dapat membantu proses penyusunan
Assosiasi - assosiasi yang terdapat pada suatu merek dapat membantu meng –
identifikasi sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dikenal oleh konsumen.
2) Diferensiasi posisi
Suatu asosiasi yang dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pem –
bedaan suatu merek satu dengan merek yang lain.
3) Alasan untuk membeli
Umumnya asosiasi digunakan pembeli untuk melakukan keputusan pembelian.
4) Menciptakan sikap perasaan positif
Asosiasi merek dapat merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya dapat
berdampak positif pada produk yang bersangkutan.
5) Garis perluasan
Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan merek yaitu
dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dengan produk baru.
Asosiasi Merek ini umumnya dihubungkan oleh berbagai hal yang berkaitan dengan
merek tersebut:
Atribut Produk
Assosiasi
Merek
Basis perluasan
Menciptakan sikap atau
perasaan positif
Alasan untuk membeli
Diferiansi posisi
Membantu penyusunan proses
informasi
Mengasosiasikan merek kedalam atribut – atribut yang ada pada produk yang
menjadi suatu karateristik dan produk tersebut.
Atribut – atribut tak terwujud
Asosiasi yang ada pada suatu faktor tak berwujud misalnya persepsi kualitas
kemajuan teknologi atau kesan yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang
obyektif.
Manfaat Bagi Pelanggan
Asosiasi pada merek yang diawali dengan penentuan posisi satu atau dua tingkatan
harga. Contoh BMW sangat nyaman dikendarai (karateristik produk) memberikan
kepuasan mengemudi bagi pelanggan (manfaat pelanggan).
Harga Relatif
Asosiasi pada merek yang diawali dengan pencantuman posisi merek dan satu atau
dua tingkatan harga.
Penggunanan atau Aplikasi
Asosiasi merek yang dilakukan dengan pendekatan penggunaan atau aplikasi.
Penggunaan atau Pelanggan
Asosiasi pada merek yang dilakukan dengan menggunakan type penggunaan atau
pelanggan dan produk tersebut.
Orang Tersohor atau Khalayak
Asosiasi sebuah merek yang dikaitkan dengan seseorang yang terkenal, seperti
aktor atau akrtis, pelawak penyanyi dan sebagainya.
Gaya Hidup atau Kepribadian
Asosiasi merek berkaitan dengan suatu gaya hidup atau kepribadian pelanggan.
Kelas Produk
Asosiasi merek yang berkaitan dengan kelas tertentu misalnya: Mercedes yang
lekat kaitannya dengan prestise.
Para Kompetitor
Mengetahui pesaing dan berusaha mengungguli atau menyamai pesaing.
Negara atau Wilayah
Asosiasi merek yanhg lekat dengan suatu negara misalnya : Prancis diasosiasikan
dengan merek pakaian dan parfum.
c. Kesan Kualitas (Perceived Quality)
Aaker (dalam Rangkuti, 2004:41) menjelaskan bahwa “kesan kualitas
adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk
atau jasa layanan yang berkenan dengan maksud yang diharapkan“. Kesan kualitas
memberikan nilai dalam beberapa bentuk seperti dalam gambar berikut ini:
Alasan untuk membeli
Diferesiensi/posisi
Harga Optimum
Minat saluran Distribusi
Perluasan merek
Kesan Kualitas
Gambar 4. Nilai Kesan Kualitas (Sumber: Aaker, 1997:1265)
Gambar diatas menunjukan bahwa kesan kualitas memiliki lima keuntungan ,
yaitu: (1) alasan membeli, hal ini mengambil merek mana yang harus diambil ; (2)
diferensiasi dimana suatu karateristik penting dan merek adalah posisinya dalam
dimensi kesan kualitas; (3) harga optimum yaitu dapat memberikan pilihan dalam
menentukan harga optimum; (4) meningkatkan minat saluran distribusi; dan (5)
perluasan merek, kesan kualitas dapat digunakan untuk perluasan merek dengan
menggunakan merek tertentu untuk masuk dalam kategori merek baru.
d. Loyalitas Merek (brand Loyalty)
Loyalitas merek merupakan ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu
merek yang memberikan gambaran tentang seberapa jauh kesetiaan konsumen terhadap
suatu merek produk Biasanya loyalitas merek tumbuh karena faktor pengalaman dan
dipengaruhi oleh salah satu indikator. Inti, pelanggan yang loyal pada umumnya akan
tetap setia pada suatu merek tertentu walapun harus dihadapkan pada banyak aternatif
merek produk lain yang menjanjikan.
Berikut merupakan gambaran Piramida loyalitas :
Pembeli
komit
Menganggap merek
Sebagai sahabat
Pembeli yang puas
dengan biaya peralihan
Pembeli yang puas/ bersifat kebiasaan,
Tidak ada masalah untuk beralih
Berpindah – pindah/ peka terhadap perubahan
Harga, tidak ada loyalitas merek. Gambar 4. Piramida Loyalitas
(Sumber: Aaker, 1997:57)
Berdasarkan piramida diatas maka dapat dijelaskan bahwa:
1) Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau pembeli sama
sekali tidak tertarik dengan merek yang ditawarkan. Dengan demikian merek
mempunyai peranan yang sangat kecil didalam keputusan pembelian, umumnya
jenis konsumen ini adalah tergolong tipe switcher atau price buyer (lebih
memperhatikan harga didalam melakukan pembelian).
2) Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang digunakan
atau minimal tidak mengalami kekecawaan dan telah terbiasa membeli produk
tersebut. Umumnya jenis konsumen ini biasa disebut dengan pembeli tipe
kebiasaan (habitual bayer).
3) Tingkat ketiga adalah pembeli yang puas namun mereka memikul biaya peralihan
(switching cost), baik dalam waktu, uang atau resiko yang berhubungan dengan
upaya untuk melakukan pengambilan ke merek yang lain. Kelompok ini biasa
disebut dengan tipe konsumen satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya
peralihan).
4) Tingkat keempat adalah kelompok pembeli yang benar – benar menyukai merek
tersebut. Pada tingkatan ini timbul perasaan emosional yang terkait dengan merek,
umumnya pilihan mereka dilandasi pada asosiasi yang terkait dengan simbol, atau
rangkaian pengalaman, dan kesan kualitas yang tinggi. Para pembeli pada tingkatan
ini disebut sahabat merek karena terdapat perasaan emosional dalam menyukai
merek.
5) Tingkat kelima adalah kelompok pembeli yang setia. Mereka mempunyai suatu
kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna suatu merek. Merek
tyersebut sangat penting bagi mereka baik segi fungsinya maupun sebagai ekspresi
mengenai siapa mereka sebanarnya (uncommited buyer).
Loyalitas merek para pelanggan yang ada mewakili suatu aset strategis dan jika
dikelola dan dieksploitasi dengan benar akan mempunyai potensi untuk memberikan
nilai atau keuntungan secara berkelanjutan bagi perusahaan.
4.3 Keputusan Pembelian Konsumen
a. Pengertian Keputusan Pembelian Konsumen
Engel, dkk(1994:182) menyebutnya bahwa “perilaku pembelian merupakan
proses keputusan dan tindakan orang –orang yang terlibat dalam pembelian dan
peng – gunaan produk”. Sedangkan peter, dkk “(1999;102) menefinisikan “
pengambilan keputusan konsumen (customer decision merkewting) adalah proses
pengintregrasian yang meng – kombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua
atau lebih perilaku alternatif dan memilih satu diantaranya”. Dari kedua definisi di
atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan proses keputusan pembelian,
konsumen harus bisa menginterprestasikan informasi yang ada untuk dapat ditelaah
dan diproses dalam pengetahuan personalnya agar dapat meng – integrasikan segala
informasi tersebut kedalam tindakan yang telah terevaluatif dalam menetapkan
keputusan pembeklian akan suatu produk.
b. Model Pengambilan Keputusan Konsumen
Peter, dkk (1990;47) menyebutkan bahwa “proses interprestasi (interpretation
process”) mensyaratkan eksposure pada informasi dan melibatkan dua proses
kognitif terkait dengan perhatian dan pemahaman”. Pengetahuan, arti, dan
kepercayaan dapat disimpan dalam ingatan yang kemudian dapat dipanggil lagi
dalam ingatan dan di-gunakan dalam proses integrasi. Proses integrasi menyangkut
bagaimana konsumen dapat mengkombinasikan pengetahuannya untuk membentuk
suatu evaluasi produk seperti keputusan pembelian. Konsumen akan
mengkombinasikan pengetahuan dan perasaan efektif terhadap suatu produk untuk
membentuk suatu evaluasi menyeluruh, pada saat konsumen akan memilih diantara
beberapa perilaku pembelian mereka akan mem-bentuk suatu keinginan atau
rencana keputusan pembelian.
c. Proses Keputusan Pembelian Konsumen
Engel, dkk (1994:148) mengemukakan bahwa konsumen dalam melakuikan
keputusan pembelian melalui beberapa tahapan yaitu:
1) Pengenalan Kebutuhan
2) Pencarian Informasi
3) Evaluasi Alternatif
4) Pembelian
5) Hasil
d. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian
Kotler (2000:183) menyebutkan bahwa faktor – faktor yang dapat mempengaruhi
perilaku pembelian konsumen adalah:
1) Faktor Budaya
Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling membesar.
Sub budaya terdiri dari kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis.
Kelas sosial semua masyarakat memiliki strata sosial. Stratifikasi tersebut
kadang – kadang berbentuk sistem kasta dimana anggota kasta yang berbeda
dibesarkan dengan peran tertentu dan tidak dapat mengubah keanggotaan kasta
mereka.
2) Faktor Sosial
Kelompok acuan, terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh
langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku
seseorang.
Keluarga, organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam
masyarakat dan telah menjadi obyek penelitian yang luas.
Peran dan status. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh
seseorang. Masing – masing peran menimbulkan status.
3) Faktor Pribadi
Usia dan siklus hidup, orang membeli barang atau jasa yang berbeda sepanjang
masa hidupnya. Mereka makan makanan selama tahun – tahun awal hidupnya,
banyak ragam makanan selama tahun pertumbuhan dan kedewasaan serta diet
khusus pada tahun –tahun berikutnya.
Pekerjaan dan lingkungan ekonomi , pekerjaan seseorang mempengaruhi pola
konsumsi. Lingkungan ekonomi terdiri dari penghasilan yang dapat
dibelanjakan., tabungan dan aktiva , utang kemampuan ntuk meminjam, dan
sikap terhadap belanja atau menabung.
Gaya hidup, merupakan pola hidup seseorang didunia yang diekspresikan dalam
aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri
seseorang yang berinteraksi dengan lingkungan.
Kepribadian dan konsep diri, Kepribadian merupakan karateristik psikologis
seseorang yang berbeda dengan oranng lain yang nmenyebabkan tanggapan
yang relatif konsisiten dan bertahan lama dalam lingkungannya.
4) Faktor Psikologis
Motivasi, suatu kebutuhan akan menjadi motif jika ia didorong hingga mencapai
tingkat intensitas yang memadai.
Persepsi, proses yang digunakan oleh seseorang individu untuk memilih,
mengorganisasi, dan menginterprestasikan masukan - masukan informasi guna
menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti.
Pembelajaran , meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari
pengalaman.
Keyakinan dan sikap.
Keyakinan (belief), gambaran pemikiran yang dianut seseorang tentang suatu
hal. Sikap (attitude) , evalusi, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan
yang menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap suatu obyek
atau gagasan.
e. Jenis Pembelian Konsumen
Jika konsumen telah memutuskan alternatif yang akan dipilih dan mungkin
penggantinya jika diperlukan, maka ia akan melakukan pembelian. Pembelian meliputi
keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah memeli atau tidak, kapan
membeli, dimana membeli, dan bagaimana cara membayarnya.
Menurut Sumarwan (2003:310), Pembelian produk atau jasa yang akan duilakukan
oleh konsumen bisa digolongkan dalam tiga macam, yaitu sebagai berikut:
1) Pembelian yang terencana sepenuhnya
Pembelian yang terencana sepenuhnya biasanya adalah hasil dari proses keputusan
yang diperluas atau keterlibattan yang tinggi dankonsumen telah menentukan
pilihan produk dan merek jauh sebelum pembelian dilakukan.Produk – produk ini
terkait dengan kebutuhan pribadi dan sosial pembeli serta menunjukan citra diri
mereka. Frekuensi pembelian produk tertentu, memungkinkan konsumen menilai
merek mana yang terbaik untuk selanjutnya membeli merek tersebut dengan sedikit
pertimbangan diantara alternatif yang ada. Beberapa produk yang dibeli seperti
parfum , bedak , dan sampo.
2) Pembelian yang separuh terencana
Konsumen sudah mengetahui produk yag akan mereka beli tetapi tidak tahu merek
yangt akan dibelinya dan mencoba untuk mencari informasi yang lebih jelas
mengenai produk yang akan dibelinya. Karena produk tersebut tidak terlalu penting
bagi konsumen.
3) Pembelian yang tidak terencana
Dimana konsumen membeli suatu produk tanpa direncanakan terlebih dahulu dan
keinginan untuk membeli suatu produk seringkali muncul pada saat ia akan
melakukan pembelian.
4.4.Hubungan Ekuitas Merek dengan Keputusan Pembelian Konsumen
Dalam mengambil keputusan pembelian tentunya ada banyak faktor yang dapat
mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi mereka dalam proses mengambil keputusan membeli adalah merek.
Merek memudahkan konsumen dalam mengenal dan membedakan produk perusahaan
satu dengan produk perusahaan yang lainnya.
Merek memudahkan proses pengambilan keputusan konsumen. Dengan adanya
merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya
dengan produk yang lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan, ataupun
atribut lain yang melekat pada merek tersebut. Melalui mereka konsumen dapat
mengumpulkan informasi sebanyak mungkin untuk dapat dievaluasi sehingga keputusan
pembelian diambil. Durianto (2004:2) mengemukakan bahwa “merek yang prestisius
memiliki ekuitas merek yang tinggi”. Merek memegang peranan yang penting bagi
perusahaan karena ekuitas merek dapat memberikan keuntungan.
Ekuitas suatu merek akan ada jika merek dapat memberikan nilai tambah pada
produk, jika tidak maka merek pada produk itu tidak dapat dikatakan tidak memiliki
ekuitas merek. Hanya merek yang kuat dapat dikatakan memiliki ekuitas merek dan
merek yang kuat menarik konsumen untuk menggunakan faktor merek dalam
pengambilan keputusan pembelian (Simamora, 2003:51).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa peranan ekuitas merek suatu
produk dapat dijadikan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumen dalam
mengambil keputusan pembelian. Pengolahan ekuitas merek oleh perusahaan dengan
tepat akan dapat memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan profit dan loyalitas
konsumen.
5.Kerangka Pikir
Gambar 5. Kerangka Pikir
Keterangan :
= Pengaruh Variabel X (X1,X2,X3,X4) secara Simultan
terhadap Variabel Y
= Pengaruh Variabel X (X1,X2,X3,X4) secara parsial terhadap
Variabel Y
Variabel Bebas
X1= kesadaran merek
X2 = asosiasi merek
X3 = kesan loyalitas
X4 = loyalitas merek
Variabel Terikat
Y = keputusan konsumen dalam membeli Televisi merek Samsung
6. Metodologi Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk dalam jenis penelitian survey yaitu suatu jenis
penelitian yang melakukan pengamatan yang didasarkan pada suatu perubahan dan
gejala yang terjadi pada suatu tempat dalam spektrum yang luas (Singgih, 2001:109).
Data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan metode statistik.
Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah.
X
X1
X2
X3
X4
Y
6.1. Analisis Statistik Deskriptif
Menurut Sugiyono (2004:144) “statistic deskriptif adalah statistic yang digunakan
untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum
atau generalisasi”. Kategori tiap – tiap variable adalah berbeda yang ditentukan dengan
penjang interval dengan rumus sebagai berikut:
Panjang Kelas Interval = Skor Tertinggi – Skor Terendah
Banyaknya Kelas Interval
Selanjutnya total tiap item dimasukan kedalam tiap kelas interval sehingga
didapatkan frekuensi tiap kategori dan di prosentasikan dengan rumus:
P = F x 100 %
N
Dimana:
P = Persentase
F = Frekuensi (jumlah responden yang menjawab )
N = Jumlah Total Responden
6.2. Analisis Statistik Inferensial
Tujuan analisis statistikinferensial adalah untuk mengetahui pengaruh atau
hubungan antara variabel bebas dengan varuabel terikat baik secara parsial maupun
simultan.
Analisis data penelitian ini menggunakan analisa Regresi Linier Berganda yang
fungsinya adalah untuk mengetahui pengaruh secara simultan maupun secara parsial
antara Variiabel bebas ( X ) dengan variabel terikat ( Y ). Agar data yang diperoleh
akurat, maka peneliti menggunakan bantuan computer program SPSS seri 12 For
Windows. Adapun rumus persamaan Regresi Linier Berganda adalah sebagai berikut:
(Rangkuti, 2002:162)
Y=a + b1X1 +b2 X2 + b3X3+ b4X4 + e
Dimana :
Y = Kriterium atau variabel terikat (keputusan pembelian konsumen Televisi merek
Samsung)
a =Bilalang Konstanta
X1 = Variabel bebas 1 [kesadaran merak]
X2 = Variabel bebas 2 [asosiasi merek]
X3 = Variabel bebas 3 [kekas kualitas]
X4 = Variabel bebas 4 [loyalitas merek]
b1,b2,b3,b4 = Koefisien regresi
e = Error atau sisa [residual]
Langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotensis dengan uji stalistik
ini:
a.Uji t
Uji t pada dasarnya menunjukan seberapa jauh variabel bebas secara parsial
antara variabel bebas [X] dengan variabel terikat [Y].Uji t dapat dilakukan dengan
rumus sebagai berikut ;[Rangkuti,2002;166]
t = b
Sb
Dimana;
b =Parameter Estimasi
Sb =Stantar error
ditolak atuau diterima Setelah dilakukan anlisis data dan diketahui hasil
perhitungan maka lankah selanjutnya adalah membandingkan nilai t hitung dengan t
tabel atu bisa juga dengan memperhatitikan signifinikasi t 0,05 atau signifikasi t
0,05.Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan apakah hipotensis nol [Ho] atau
hipotensis alternatif [Ha]tersebut
Kriteria untuk penerimaan dan penolakan suatu hipotensis adalah:
1. Nilai t hitung > t tabel maka hipotensis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha)
diterima.
2. Nilai t hitung > t tabel maka hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha)
ditolak.
Atau dengan melihat signifikasi t, yaitu :
1) Signifikansi t < 0,05 maka hipotesis nol (Ho) akan ditolak dan hipotesis alternatif
(Ha”) diterima.
2) Signifikansi t > 0,05 maka hipotesis nol (ho) akan diterima dan hipotesis alternatif
(Ha0 ditolak.
b. Uji F
Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara semua
variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y). Uji F dilakukan dengan rumus :
(Rangkuti, 2002:165)
F = R² / K
( I - R²) (n – k – I )
Dengan menggunakan df = n – k – I
Dimana :
F = Pendekatan distribusi probabilitas linier
R = Koefisien linier berganda
n = Banyaknya Sampel
k = Jumlah Variabel Independent
Setelah dilakukan analisis data dan diketahui hasil perhitungan maka selanjutnya
adalah membandingkan nilai F hitung dengan F tabel atau bisa juga dengan
memperhatikan signifikansi F < 0,05 atau F > 0,05. Dari keterangan tersebut apakah
hipotesis nol (Ho) atau hipotesis alternatif (Ha) tersebut ditolak atau diterima.
Kriteria untuk penerimaan dan penolakan suatu hipotesis adalah :
1) Nilai F hitung > F tabel maka hipotesis nol (Ho) diterima atau hipotesis alternatif (“Ha)
diterima.
2) Nilai F hitung > F tabel maka hipotesis nol (Ho) diterima atau hipotesis alternatif (“Ha)
ditolak.
Atau dengan melihat signifikansi F, yaitu:
1) Signifikansi F < 0,05 maka hipotesis nol (Ho) akan ditolak dan hipotesis alternatif
(Ha) diterima.
2) Signifikansi F > 0,05 maka hipotesis nol (Ho) akan diterima dan hipotesis alternatif
(Ha) ditolak.
6.3 Uji Asumsi Klasik
Uji asusmsi klasik berkelanjutan untuk mengetahui apakah model regresi layak
dipakai atau tidak dalam variabel – variabel penelitian.
Untuk memperoleh pengukuran yang tidak bisa dari persamaan regresi linier
berganda, maka perlu diadakan uji asumsi klasik yang meliputi. :
a. Uji Normalitas
Uji normalitas memiliki tujuan untuk menguji apakah sebuah model regresi, variabel
independent, variabel dependent, atau keduannya memiliki distribusi normal. Model
regresi yang baik adalah distribusi normal atau mendekati normal.
b. Uji Multikoolinieritas
Gujarati (1978 : 157) mengemukakan “ Multikolinieritas berarti adanya hubungan
linier yang sempurna atau pasti, diantara beberapa sebuah variabel yang menjelaskan
dari model regresi”. Jadi uji multikolinieritas dimaksudkan untuk menguji apakah
terdapat hubungan variabel diantara beberapa hubungan variabel diantara beberapa
atau semua variabel dalam model regresi. Untuk mengetahui ada tidaknya
multikolinieritas khususnya dalam model regresi linier yang mencangkup lebih dari
dua variabel bebas dapat dilihat dengan uji VIF (Variance Inflator Factor) dan TOL
(Tolerance) dengan rumus :
VIF = 1 dan TOL = 1 - R²X1
1 - R² X1
Dimana :
R²X1 = nilai R² darei hasil etimasi regresi parsial variabel penjelas.
Jika VIF lebih dari 5, maka variabel tersebut mempunyai persoalan
multikolinieritas dengan variabel bebas yang lainya dan TOL =0. Gujarati (1978:166)
mengemukakan bahwa “kolonieritas seringkali diduga ketika R² tinggi (misalnya antara
0,7 dan 1) dan ketika korelasi derajat nol tinggi tetapi tidak satupun atau sangat sedikit
koefisien regresi parsial yang secara individu penting secara statistik atas dasar
pengujian t yang konvensional”. Model regresi yang baik tentunya tidak ada
multikolinieritas atau tidak ada korelasi diantara variabel bebas.
c. Uji Heteroskedasstisitas
Heteroskedasstisitas adalahy variabel pendahulu mempunyai varian yang
berbeda dari satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya. Uji Heteroskedasstisitas
dimaksudkan untuk menguji apakah varian dari kesalahan pengganggu konstan untuk
semua nilai variabel independent. Untuk mengetahui ada tidak heteroskedasstisitas
dalam dilihat dalam gambar Scaterplott. Model regresi yang layak tentunya tidak terjadi
Heteroskedasstisitas. Tidak terjadinya heteroskedasstisitas berpencar sekitar angka 0
“(0 pada sumbu Y ) dan tidak membentuk suatu pola atau garis tertentu.
d. Uji Autokorelasi
Menurut Gujarati (1978 : 201) “autokorelasi dapat didefinisikan sebagai
korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu “(seperti
dalam data deretan waktu atau ruang (seperti dalam data cross – sectional “. Untuk
mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat digunakan uji d Durbin – Wwatson.
Statistik d Durbin Watson (Gujarati, 1978 ; 215) adalah sebagai berikut:
t=n
∑ ( e1 - e1-1 )²
d = t=2
t=n
∑ e1² t=1
Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai D – W statistik dengan D-
W tabel dengan pedoman :
Jika hipotesis Ho = mtidak ada serial auto korelasi baik positif maupun negative,
maka jika :
d < d1 = Menolak Ho
d > du = tidak menolak Ho
d1 < d < du = pengujiian tidak meyakinkan
4 – du < d < 4 – d1 = Pengujian tidak meyakinkan
Adapun gambar statistic d Durbin – Watson adalah sebagai beriktu :
f (d)
Menolak Ho Daerah Daerah Menolak Ho*
Bukti Kera- Kera- Bukti
Autokorelasi guan guan Autokorelasi
Positif negative
Menerima Ho
Atau Ho* atau
Kedua -duanya
A B C D E
d
0 d1 du 2 4-du 4-d1 4
Keterangan :
Ho = tidak ada autokorelasi positif
Ho* = tidak ada autokorelasi negative
Gambar 6. Statistik d- Durbin – Watson Sumber (Gujarati, 1978 : 216)
7. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisis data, terdapat lima buah hasil penelitian
sebagai berikut :
1. Pengaruh Kesadaran Merek (X1) terhadap Keputusan Pembelian Konsumen
Televisi Merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung (Y).
Dapat diperoleh nilai sig t = 0,000< nilai signifikan (α = 0,05), maka Ho yang
berbunyi tidak ada pengaruh antara kesadaran merek (X1) terhadap keputusan
pembelian (Y), ditolak. Hal ini berarti pada peluang kesalahan 5% veriabel
kesadaran merek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan
pembelian. Nilai koefisien regresi parsial (β) Variabel kesaran merek sebesar 0,741
mengatakan bahwa setiap peningkatan dimensi kesadaran merek sebesar satu
satuan akan meningkatkan keputusan pembelian konsumen Televisi merek
Samsung sebesar 0,741. Sedangkan sumbanan efektif untuk kesadaran merek
terhadap keputusan pembelian konsumen Televisi merek Samsung adalah 13,47%.
2. Pengaruh Asosiasi Merek (X2) terhadap Keputusan Pembelian Konsumen
Televisi Meerek Samsung di Kabupaeten Tulung Agung (Y).
Dapat diperoleh nilai sig t = 0,0002< nilai signifikan (α = 0,05), maka Ho yang
berbunyi tidak ada pengaruh antara asosiasi merek (X2) terhadap keputusan
pembelian (Y), ditolak. Hal ini berarti pada peluang kesalahan 5% variabel asosiasi
merek mepunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian.Nilai
koefisien regresi parsial (β) variabel asosiasi merek sebesar 0,663 mengatakan
bahwa setiap peningkatan dimensi merek sebesar satu satuan aka meningkatkan
keputusan pembelian konsumen Televsi merek Samsung sebesar 0,663. Sedangkan
sumbangan efektif untuk asosiasi merek terhadap keputusan pembelian konsumen
Televisi merek Samsung adalah 10,30%.
3. Pengaruh Kesan Kualitas (X3) terhadap Keputusan Pembelian Konsumen
Televisi Merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung (Y).
Dapat diperoleh nilai sig t = 0,000 < nilai signifikan (α = 0,05), maka Ho yang
berbunyi tidak ada pengaruh antara kesan kualitas merek (X3) terhadap keputusan
pembelian (Y) ditolak. Hal ini berarti pada peluang kesalahan 5% veriabel kesan
kualitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian. Nilai
koefisien regresi parsial (β) veriabel kesan kualitas sebasar 0,585 mengatakan
bahwa setiap peningkatan dimensi kesan kualitas sebesar satu - satuan akan
meningkatkan keputusan pembelian konsumen Televisi Merek Samsung sebasar
0,585.
4. Pengaruh Loyalitas Merek (X4) terhadap Keputusan Pembelian Konsumen
Televisi Merek Samsung di Kabupatan Tulung Agung (Y).
Dapat diperoleh nilai sig t = 0,000 < nilai signifikan (α = 0,05), maka Ho yang
berbunyi tidak ada pengaruh antara loyalitas merek (X4) terhadap keputusan
pembelian (Y), ditolak. Hal ini berarti pada peluang kesalahan 5% variabel loyalitas
merek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian.Nilai
koefisien regresi parsial (β) variabel loyalitas merek sebesar 0,959 mengatakan
bahwa setiap peningkata dimensi loyalitas merek sebesar satu satuan akan
meningkatkan keputusan pembelian konsumen Televisi merek Samsung sebasar
0,959.Sedangkan sumbangain efektif untuk loyalitas merek terhadap keputusan
pembelian konsumen Televisi merek Samsung adalah 21,3 4%.
5. Pengaruh Kesadaran Merek (X1), Asosiasi Merek (X2), Kesan Kualitas (X3),
dan Loyalitas Merek (X4) secara Simultan terhadap Keputusan Pembelian
Konsumen Televisi Merek Samsung di Akbupaten Tulung Agung (Y).
Pengaruh Kesadaran Merek (X1), Asosiasi Merek (X2), Kesan Kualitas (X3),
dan Loyalitas Merek (X4) secara simultan terhadapkeputusan pembelian konsumen
Televisi Merek Samsung Kabupaten Tulung Agung (Y) dapat dilihat dalam Tabel
4.15 berikut:
Tabel 1. Pengaruh Kesadaran Merek (X1), Asosiasi Merek (X2), Kesan
Kualitas (X3), dan Loyalitas Merek (X4) secara Simultan
terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Televisi Merek
Samsung di Kabupaten Tulung Agung (Y).
Variabel Bebas Variabel Terikat F Hitung Sig Hipotesis
Kesadaran Merek (X1)
Asosiasi Merek (X2)
Kesan Kualitas (X3)
Loyalitas Merek (X4)
Keputusan Pembelian
Konsumen Televisi
Merek Samsung
23,596 0,000 Ho ditolak,
Ha diterima
Konstanta = 12,210 R= 0,715 Adjusted R Square = 0,490 α = 0,05 (Sumber : Data diolah peneliti, 2009)
Dari hasil uji Anova atau F test didapat F hitung sebesar 23,596 dengan tingkat
signifikan 0,000 jauh lebih kecil dari nilai α = 0,05. Dari data tersebut membuktikan
bahwa pada peluang kesalahan 5% secara simultan ada pengaruh yang signifikan antara
kesaran merek, asosiasi merek , kesan kualitas , dan loyalitas merek terhadap keputusan
pembelian konsumen televisi merek Samsung. Dengan demikian Ho yang berbunyi
tidak ada pengaruh antar kesadarn merek, asosiasi merek, kesan kualitas, dan loyalitas
merek terhadap keputusan pembelian Televisi Merek Samsung , di tolak.
6. Nilai Ekuitas Merek yang Dominan Mempengaruhi Keputusan Pembelia
Konsumen Televisi Merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung.
Dari data yang diolah dapat diketahui bahwa variabel bebas yang dominan
mempengaruhi keputusan pembelian konsumen adalah loyalitas erek (X4). Hal ini
ditunjukan dengan nilai t terbesar adalah t4 yaitu sebesar 4,947. Nilai tersebut
menunjukan bahwa unsur loyalitas merek kuat pengaruhnya dibandingkan unsur
kesadaran merek , asosiasi merek, dan kesan kualitas. Selain itu nilai dominan
dapat ditunjukan dengan nilai SE (Sumbangan Efektif) tertinggi adalah SE, sebesar
21,34%.
Hasil perhitungan Sumbangan Efektif masing – masing variabel adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.16 Sumbangan Efektif
Variabel r r² SE
Kesadaran Merek (X1)
Asosiasi Merek (X2)
Kesan Kualitas (X3)
Loyalitas Merek (X4)
0,367
0,321
0,397
0,462
0,134689
0,103041
0,157609
0,213444
13,47%
10,30%
15,76%
21,34%
Total 60,87% (Sumber : Data diolah peneliti,2009)
Berdasarkan nilai Adjusted R- Square 0,490 memiliki arti bahwa 59% keputusa
pembelian konsumen Televisi merek Samsung (Y) bisa dijelaskan secara simultan
oleh variabel kesadaran merek (X1), asosiaasi merek (X2), kesan kualitas (X3), dan
loyalitas merek (X4),. Sedangkan sisanya sebesar 51% dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak dideskripsikan dalam penelitian ini, seperti cap dagang, promosi
penjualan, selera, lokasi, dan sebagainya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komponen dalam ekuitas merek yang
dominan terhadap keputusan pembelian konsumen Televisi merek Samsung di
Kabupaten Tulung Agung adalah loyalitas merek (X4).
Model akhir hipotesis teruji dapat dilihat pada gambar 7 dibawah ini :
Gambar 8. Pengaruh Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat
Keterangan :
: Pengaruh Variabel X (X1,X2,X3 dan X4) secara parsial
terhadap variabel Y
: Pengaruh Variabel X (X1,X2,X3 dan X4) secara simultan
terhadap variabel Y
8. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab IV dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Kesadaran merek, asosiasi merek, kesan kualitas , dan loyalitas merek memiliki
pengaruh positif yang signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen Televisi
merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung. Pengaruh positif ini terbukti dari nilai
koefisien regresi parsial (β) yaitu β1 = 0,741, β2 = 0,663, β3 = 0,585, dan β4 =
0,959. Sedangkan pengaruh signifikan dibuktikan dari nilai sig t yaitu t1 = 0,000, t2
= 0,002, t3 = 0,000 dan t4 = 0,000.
X
Y
P = 0,000 SE = 13,47%
P = 0,002 SE = 10,30%
P = 0,000 SE = 15,76
P = 0,000 SE = 21,343%
P = 0,000 Adj R² = 49%
X 1
X 2
X 3
X 4
2. Kesadaran merek, asosiasi merek, kesan kualitas, dan loyalitas merek secara simultan
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen
Televisi merek Samsung di Kabupaten Tulung. Ini terbukti dari nilai Fhitung sebesar
23,596 dengan tingkat signifikan 0,000 jauh lebih kecil dari nilai α = 0,05.
3. Unsur ekuitas merek yang dominan mempengaruhi keputusan pembelian konsumen
Televisi merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung adalah faktor loyalitas merek.
Ini terbukti dari nilai SE4 = 21,34%.
4. Peranan ekitas merek suatu produk dapat dijadikan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi konsuen dalam mengambil keputusan pembelian. Pengolahan ekuitas
merek oleh perusahaan dengan tepat akan meningkatkan profit dan loyalitas
konsumen.
5. Pembelian Televisi merek Samsung dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, usia yang
masih produktif bekerja, dan penghasilan tiap bulan. Ini terbukti bahwa untuk
tingkat pendidikan didominasi oleh (1) Diploma, (2) Sarjana. Untuk usia responden
didominasi oleh usia (1) 26 – 31 tahun, (2) 32 – 37 tahun, dimana untuk sia dibawah
26 tahun banyak yang kuliah baik dengan biaya sendiri maupun orang tua, sedangkan
ntuk usia yang di atas 37 tahun mereka lebih memilih menyimpan uangnya. Dan
penghasilan tiap bulan responden di dominasi oleh (1) Rp. 1.000.000,0; (2) Rp
500.000,00 – Rp 1.000.000,00.
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, David 1997. Manajemen Ekuitas Merek : Memanfaatkan Nilai dari Suatu
Merek. Terjemahan oleh Aris Ananda, Cetakan Pertama. Jakarta: Mitra Utama.
Arikunto, Suharsimi.2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi V.
Jakarta : Rineka Cipta.
Durianto, Darmadi, Sugiarto, dan Lie Joko Budiman. 2004. Brand Equty Ten Strategi
Memimpin pasar. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Engel, F, James, Roger D., and Paul, W. Minard. 1995. Perilaku Konsumen.Jilid II.
Edisi Keenam. Jakarta : Binapura Aksara.
Gujarati, Damodar. 1978. Ekonometrika Dasar. Terjemahan Oleh Sumarno Zain. Tanpa
Tahun. Jakarta: Erlangga.
Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Terjemahan Oleh Hendra Teguh,
Rony A. Rusli dan Benyamin Molan. 2002. Jakarta : Prehanlindo.
Peter, J.Paul, Olson, C. Jerry. 1999. Consumen Behavior. Perilaku Konsumen dan
Strategi Pemasaran. Jilid 1. Edisi Keempat, Jakarta : Erlangga.
Pramono, Nita.2002. Samsung Menciptakan Gebrakan Teknologi Audio Visual yang
Spektakuler, (online), ([email protected]),25 Februari 2006. 2005.
Pramono, Nita 2002. Samsung Elektronics Meluncurkan Produk – Produk Baru
Mutakhir di Cebit 2005, (Online), ([email protected]),di akses 4 Desember
2005
Pramono, Nita.2005. Samsung Indonesia Targetkan Pendapatan 1,5 Miliar Dolar AS,
(Online), ([email protected]), diakses 25 Februari 2006.
Rangkuti, Freddy. 2002.Riset Pemasaran.Cetakan Kelima. Jakarta : PT. Garamedia
Pustaka Utama.
Rangkuti, Freddy. 2004. The Power of Brands. Teknik Mengelola Brand Equity dan
Strategi Pengembangan Merek Plus Analisis Kasus dengan SPSS. Cetakan
Kedua. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Santoso, Singgihl. 2005. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 12. Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo.
Simamora, Bilson. 2003. Aura Merek: Tujuh Langkah Membangun Merek yang Kuat.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sugioyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. Cetakan ketujuh. Bandung: Alfabeta.
Sumarwan, ujang. 2003. Perilaku Konsumen. Cetakan pertana. Jakarta: Ghalia Bandung
Binapura Aksara Rosda Karya.
Umar, Husein. 2002. Metode riset Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka utama.
Universitas Negri Malang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis,
Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan penelitian. Edisi ke Empat. Malang: Biro
Administrasi Akademis, Perencanaan Dan Sistem Informasi Bekerjasama
dengan Penerbit Universitas Negeri Malang.
PENGARUH KEPUTUSAN PEMBERIAN MODAL TERHADAP
RETURN ON EQUITY (ROE) PADA PERUSAHAAN JASA
KONSTRUKSI CV. ANUGRAH BERLIAN BLITAR
Oleh:
Evina Kusumawati
Role of monetary Management in the world of business from time to time
experience of fast growth so. Speed of corporate activity affect at decision of
consumer of needed to fund is company operational. The fund can come
from within company and also from outside company. Therefore role of
company management of vital importance to specify requirement of
company capital.
Target of research is to (1) description influence of ratio debt and of equity
asset to of ratio to equity on return at company. (2) to know that among free
variabel (ratio debt and of equity asset to of ratio) which of its influence
larger ones to equity to return at company
In this research pursuant to target of research is including into research of
clarification (research explanatory) that is focused research relation of
causal between variabel one with other variabel . Sample wearied in this
research is counted 5 reckoned from sample is balance report during 5 the
last year. Technique which is used in determination of sample is method of
purposive sampling.
Result of research show : (1) free variabel (ratio debt and of equity asset to
of ratio) by simultant have influence to variabel tied (equity on return) =
76,2% while the rest equal to 32,8% influence by other variabel outside
research. (2). Result of analysis test f by simultant obtained by f count =
2,045 with storey of significance equal to its 0,328 meaning by together free
variabel don't have influence manifestly. (3) result of analysis test t (asset
to equity of ratio don't have influence manifestly to equity on return because
of level oft count ( ETAR) equal to - 0,306 bigly coefficient of regression
(ETAR) equal to - 1,377 with the meaning much more small from is big oft
count.
Keywords: Services company capital, and return on equity
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Peranan menejemen keuangan dalam dunia bisnis dari waktu kewaktu mengalami
perkembangan seiring dengan perkembangan IPTEK. Kecepatan aktifitas berdampak
pada keputusan, yaitu keputusan untuk menggunakan dana, tetapi juga berhubungan
dengan keputusan pendanaan, yaitu suatu keputusan untuk memperoleh dana yang
diperlukan untuk operasi usaha.
Dana tersebut dapat berasal dari dalam perusahaan atau badan usaha maupun dana
dariluar badan usaha, dana yang berasal bisa berupa modal pemilik perusahaan
(investor), sedangkan dari luar berasal dari pinjaman. Dalam hal ini diperlukan peran
seorang menejer keuangan untuk menetapkan kebutuhan modal usaha, apakah dibiayai
sendiri dari modal sendiri atau didanai oleh modal diluar perusahaan seperti pinjaman
dana, tentu saja untuk memperoleh dana pinjaman harus dipertimbangkan biaya
modalnya dan kemampuan untuk mengembalikan hutang beserta bunganya.
Suatu retunn on equity yang baik(tinggi), semakain tinggi rasio antara total aktiva
dengan total modal sendiri (equity to assets ratio), berarti modal yang dipunyai
perusahaan banyak dialokasiksn pada aktiva, dan ini akan mempengaruhi return on
equity yang akan diperoleh kelak.
Berawal dari hal tersebut, maka penelitian ini memfokuskan pada pengaruh
keputusan pendanaan terhadap return on equity atau profitabilitas dengan harapan dapat
memberikan alternatif pada perusahaan ini dalam hal pemenuhan dana, sehingga tujuan
perusahaan untuk meningkatkan laba perusahaan dapat terpenuhi dengan meningkatkan
return on equity.
1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian diatas, maka perumusan masalah yang penulis buat adalah:
1. Apakah ada pengaruhnya variabel debt ratio dan equity to assets ratio secara
simultan terhadap return on equity yang dilihat dari analisis keuangan dari
perusahaan yang bersangkutan?
2. Di antara kedua variabel bebas debs ratio danequity to assets ratio, manakah yang
lebih besar pengaruhnya terhadap return on equity pada perusahaan tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan penelitian
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendiskripsikan serta pengaruh debt ratio dan equity to assets ratio terhadap
return on equity pada perusahaan.
2. Untuk mengetahui bahwa diantara variabel bebas : debs ratio dan equity to assets
ratio, mana yang lebih besar pengaruhnya terhadap return on equity pada suatu
perusahaan.
2. Metode Penelitian
2.1 Waktu dan lokasi penelitian
Penelitian dimulai bulan Mei sampai September 2009. Pada perusahaan CV.
Anugrah Berlian Blitar. Adapun lokasinya berada di Jalan Raya Garum Blitar No 45.
2.2 Jenis Penelitian
Berdasarkan pada tujuan maka jenis penelitian yaitu menjelaskan pengaruh debt
ratio dan equity to assets ratio secara simultan terhadap return on equity yang intinya
memfokuskan pada hubungan kausal antara variabel – variabel satu dengan yang
lainnya.
2.3 Populasi dan Sampel
Menurut Emory dan Cooper (1996: 214), menyatakan :
“Populasi adalah seluruh kumpulan elemen yang dapat digunakan untuk membuat
beberapa kesimpulan”.
Populasi adalah perusahaan jasa kontruksi CV. Anugrah Berlian Blitar dan
besarnya sampel menggunakan metode purposive sampling yaitu laporan keuangan
tahun 2004 sampai dengan tahun 2008
2.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam melaksanakan penelitian, penulis mendapatkan hasil yang diharapkan
dengan menggunakan metode - metode sebagai berikut:
a. Observasi adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan
menggunakan seluruh alat indra (surve atau pengamatan langsung).
b. Interview adalah seluruh dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk
memperoleh infprmasi dari terwawancara.
c. Dokumentasi adalah penelitian menyelidiki benda - benda tertulis seperti buku -
buku, dokumen, peraturan - peraturan, catatan harian dan sebagainya.
2.5 Metode Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel
terikat (Y) dengan variabel bebas (X) adalah model regresi berganda. Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut:
ROE= a + b1DR + b2ETAR + E
Dimana:
ROE = rentabilitas modal sendiri (Return On Equity)
a = Konstanta
bl dan b2 = Koefisiensi regresi
DR = Debt Ratio
ETAR = Equity To Assets Ratio
E = Variabel Pengganggu
Analisis kuantitatif dilakukan dengan mengklasifikasikan, membandingkan serta
menghitung data angka dengan menggunakan rumus - rumus yang relevan.
2.6 Pengujian Hipotesis
Sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya maka pengujian
hipotesis dalam penelitian ini adalah dilakukan dengan cara :
1. Untuk menguji hipotesis pertama, digunakan uji-F (pengujian koefisien regresi
secara simultan) yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah
semua variabel bebas (X) bersama - sama
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
3.1 Penyajian Data
Gambaran Umum Perusahaan
CV.Anugrah Berlian berdiri pada 8 September 1986. Dan mulai berkembang pesat
pada tahun 1991 dan diikutkan pada prakualifikasi DPU Bina Marga di tingkat nasional.
Adapun proyek – proyek yang dikerjakan umumnya didapat dari instansi pemerintah di
lingkungan DPU antara lain : drainase dan jaringan pengairan, jalan, jembatan, landasan
dan lokasi pengeboran darat, gedung dan pabrik, bangunan pengelolahan air bersih dan
air limbah,perumahan dan pemukiman, reklamasi dan pengerukan, dan bendungan.
Perusahaan jasa kontruksi ini terdiri dari para ahli diberbagai bidang, tetutama
bidang sipil, arsitektur, mekanikal dan elektrikal. Karena jasa yang diberikan lebih
banyak dalam bentuk fisik di lapangan maka dibutuhkan para ahli yang berpengalaman
sesuai dengan bidangnya. Para ahli ini adalah putera Indonesia yang ingin turut serta
menyumbangkan baktinya pada negara dengan jalan bekerja dengan penuh dengan
tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi memanfaatkan keahlian yang dimiliki.
3.2 Tujuan Perusahaan
Tujuan yang berperan sebagai landasan (pedoman) bagi perusahaan, terdiri
dari tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Demikian halnya perusahaan ini
dalam melakukan usahanya mempunyai tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
1. Tujuan Jangka Pendek
Tujuan ini merupakan, tujuan yang hendak dicapai perusahaan dalam waktu yang
relatif singkat yang pada umumnya berkisar antara satu tahun serta merupakan juga
3.3 Analisis Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini laporan keuangan yang digunakan adalah 5 tahun terahkir,
yaitu 2004 sampai dengan 2008, yang diuraikan dalam debt ratio, equity to assets rasio
dan return on equity.
Variabel terikat dipersentasikan dengan menjumlahkan variabel bebas pada
periode tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 pada laporan keuangan yang memiliki
ROE dengan rata – rata (mean) sebesar 23.0260 dengan tingkat standart devisiasi
sebesar 10.72316,DR dengan rata – rata (mean) sebesar20.6560 dengan standart
deviation 14.95573 dan ETAR dengan rata – rata (mean) 79.8720 tingkat standart
deviation15.65371 dari jumlah variabel (N) sebanyak 5.
Tabel. 4.1
Hasil Analisa Variabel Terikat: return on equity (ROE) yang dipengaruhi oleh variabel
bebas -.debt ratio (DR) dan Equity to assets ratio (ETAR) print out regresi berganda
(Diskriptive Statistics)
Mean
Std.
Deviation N
ROE 23.0260 10.72316 5
DR 20.6560 14.95573 5
ETAR 79.8720 15.65371 5
Sumber data: lampiran
3.4 Analisis Regresi Linier Berganda
Selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas,
yaitu : Debt ratio (X1) dan Equity to assets ratio (X2), terhadap variabel terikat, yaitu :
Return on equity (Y) dari laporan keuangan selama 5 periode, dari tahun 2004 sampai
dengan tahun 2008.
Dalam analisis ini menggunakan model Analisis Regresi Linier berganda yang
berguna untuk mengetahui terdapat atau tidaknya pengaruh antara variabel bebas
terhadap variabel terikat, hasil tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.2.
Hasil Print out Regresi Linier Berganda Dengan Meggunakan Program SPSS versi 11.5.
Model Sum of
Squares R
R
Square
Mean
Square
Unstandardized
Coefficients
Standardiz
ed
Coefficien
ts
B Std. Error Beta
1 Regression 308.904 ,820 ,672 154.452
Residual 151.041
Total 459.945
A (Constant) DR 150.774
-.858
456.083
4.705
-1.197
ETAR -1.377 4.495 -2.011
F(Hitung)2.045
F (Signifikan) .328
t (hilung)
0.331(Signifikarf)
.772
alpha (a) = 0,05 /
5%
Sumber data: lampiran 3
Dari hasil pegujian Regresi Linier Berganda tersebut diatas, diperoleh persamaan
sebagai berikut, Y= 150,774 + (-0,858)DR + (-1,377) ETAR
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan melalui penjelasan. sebagai
berikut:
• Konstanta (B0) = 150,774
Ini menunjukkan konstanta sebesar 150,774 menyatakan, bahwa jika tidak ada
penambahan (%) sama dengan nol atau konstan dalam debt ratio atau equity to
assets ratio, maka diprediksi ada kenaikan return on equity sebesar 150,774.
• b1 = Koefisien regresi untuk DR = -0,858
Ini menunjukkan, bahwa setiap penambahan 1 % variabel debt ratio, maka
diprediksi ada pengurangan terhadap return on equity sebesar 0,858. Dengan asumsi
koefisien regresi 82 dan Konstanta (Bo) sama dengan 0 atau konstan.
• B2 - Koefisien regresi untuk ETAR = -1,377
Ini menunjukkan, bahwa setiap penambahan 1 % variabel equity to assts ratio,
maka diprediksi ada pengurangan terhadap return on equity sebesar 1,377. Dengan
asumsi koefisien regresi b1 dan Konstanta (Bo) sama dengan 0 atau konstan.
Yang dapat diartikan lain bahwa persamaan regresi berganda terhadap perhitungan
program SPSS, mampu menjelaskan pengaruh variabel independen yaitu debt ratio
dan equity to assets ratio terhadap variabel dependen yaitu return on equity, dengan
ditemukannya nilai R2 (R square) sebesar 0,672 yang berarti bahwa persamaan
regresi tersebut menjelaskan equity to assets ratio dan debt ratio sama - sama
mempunyai pengaruh yang besar sebesar 67.2 % dan sisanya sebesar 32.8 %
dijelaskan oleh variabel lain. Sesuai dengan poin I rumusan masalah dapat
dijelaskan bahwa variabel bebas, yaitu debt ratio dan equity to assets ratio secara
simultan mempunyai pengaruh terhadap ROE yang sebesar 67.2 % dalam artian
pengarunya lemah. Sedangkan dalam rumusan masalah poin 2 dapat dijelaskan
bahwa diantara kedua variabel bebas : debt ratio dan equity to assets ratio yang
mempunyai lebih besar pengaruhnya terhadap ROE adalah equity to assets ratio
(ETAR). Hal tersebut dapat dibuktikan, besarnya 82 (Koefisien regresi untuk ETAR
= -1,377) lebih besar pengaruhnya terhadap besarnya B1 (Koefisien regresi untuk
DR = -0,858) dan didukung dalam uji t yang dapat menunjukkan bahwa ETAR (82)
sebesar 1,377 sedangkan DR (81) sebesar 0,858 yang akhirnya dapat diambil
kesimpulan, sebagai berikut:
• Bahwa setiap penambahan sebesar 1 % terhadap DR dan ETAR yang dapat
mengakibatkan penurunan terhadap ROE.
• Jika tidak adanya penambahan (%) atau sama dengan nol (konstan) dalam debt ratio
dan equity to assets ratio, maka diprediksi akan adanya kenaikan terhadap ROE.
3.5 Uji Hipotesis F
Selanjutnya dilakukan pengujian secara serempak (simultan) dengan
menggunakan uji F untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas, yaitu : debt ratio
(X1), dan equity to assets ratio (X2) terhadap variabel terikat, yaitu : return on equity
(Y).
Tabel. 4.3.
Hasil Program SPSS Versi 11.5 Untuk Uji F
ANOVA b
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression Residual
Total
308.904
151.041
459.945
2 2 4 154.452
75.520
2.045 .328a
a. Predictors: (Constant), ETAR, DR
b. Dependent Variabel : ROE
Sumber data: lampiran 3
Berdasarkan perhitungan secara simultan dalam label diatas yang menunjukkan
F(hitung) = 2.045 sedangkan df = 2, rata - rata (mean Square) sebesar 154.452 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0.328, yang dapat diartikan bahwa uji hipotesis dalam uji F
ditolak artinya tidak ada pengaruh yang signifikan (secara nyata) antara variabel X
terhadap variabel Y.
3.6 Uji Hipotesis t
Selanjutnya untuk mengetahui secara parsial antara equity to assets ratio (X2),
terhadap return on equity (Y) digunakan uji t. Yang diduga equity to assets ratio
(ETAR) yang paling berpengaruh terhadap return on equity (ROE).
Tabel. 4.4 Basil Program SPSS versi 11.5 Untuk Uji t.
Coefficient a
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) DR
ETAR
150.774 -
.858 -
1.377
456.083
4.705
4.495
-1.197 -2.011
.331 -.182
-.306
.772 .872
.788
a Dependent Variabel : ROE Sumber data : lampiran 3
Berdasarkan perhitungan secara parsial diperoleh t (hitung) = -0,306 yang
mempunyai B0 (constant) = 150.774, b1 (X1) = -.858, B2 (X2) = -1.377 dengan tingkat
signifikan sebesar 0,788. yang dapat diartikan bahwa uji hipotesis dalam uji t ditolak
artinya secara parsial equity to assets ratio (X2) tidak berpengaruh secara nyata terhadap
return on equity (Y) sebagai variabel terikat.
3.7 Pengujian Hipotesis 1
Dalam uji hipotesis 1 yang menyatakan diduga variabel deb; ratio dan equity to
assets ratio secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return on
equity. Hasil uji F yang disajikan dalam tabel diatas yang pengujiannya dilakukan
dengan menggunakan analisis regresi berganda menunjukkan bahwa F(hitung) sebesar
2.045 yang mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0.328, yang dapat diartikan bahwa
uji hipotesis dalam uji F ditolak artinya tidak ada pengaruh yang signifikan (secara
nyata) antara variabel X (DR dan ETAR) terhadap variabel Y (ROE).
4. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan hipotesis yang telah diuraikan diatas, maka dapat
disimpulakn sebagai berikut:
1. Dari hasil pembahasan bahwa variabel bebas : debt ratio dan equity to assets ratio
secara simultan mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat : return on equity
sebesar 76.2 % dan sisanya sebesar 32.8 % dijelaskan oleh variabel lain.
2. Dari hasil analisis dengan uji F secara simultan diperoleh Fhitung = 2.045 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0.328 yang artinya bahwa variabel debt ratio dan equity
to assets ratio tidak mempunyai pengaruh secara nyata terhadap return on equity.
3. Dari hasil analisis dengan uji t, equity to assets ratio tidak mempunyai pengaruh
secara nyata terhadap return on equity dikarenakan besarnya t-(hitung) (ETAR)
sebesar -.306 dengan besarnya 82 (Koefisien regresi untuk ETAR sebesar -1,377)
yang jauh lebih kecil dari pada besarnya t.(hitung) (constant) sebesar 0.331 dengan
B0 (Konstanta) sebesar 150,774.
2. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan, maka saran - saran yang dapat di
kemukakan adalah :
1. Diharapkan dalam penelitian selanjutnya menggunakan lebih dari 2 variabel
independen, sehingga penelitihannya bisa lebih akurat dan dapat menghasilkan hasil
yang lebih signifikan.
2. Perlunya penambahan bukti tentang penelitihan terdahulu yang menyatakan bahwa
variabel independen: debt ratio (X1) dan equity to assets ratio (X2) tidak adanya
pengaruh terhadap variabel dependen (Y).
3. Agar menghasilkan penelitian yang jauh lebih baik dari penelitian ini, maka
perlunya penambahan jumlah sampel (N) yang diambil lebih dari 5 tahun atau 5
periode.
4. Karena kurang tajammya variabel indepanden: equity to assets ratio (X2), maka
sebaiknya dalam penelitian selanjutnya variabel tersebut diganti dengan variabel
yang lebih tajam.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, Mahnun. (2004), Efektivitas Penggunaan Modal Kerja dalam Rangka
Meningkatkan Rentabilitas Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Jasa Kontruksi CV.
Anugrah Berlian Blitar), Skripsi Sarjana (Tidak Dipublikasikan), malang: Fakultas
Ilmu Administrasi UNIBRAW.
Emory, C william. Cooper, R Dhonald. (1996). Metode Penelitian Bisnis (Edisi Kelima),
Jakarta: Erlangga.
Hadi, Nurul. (2004), Pemilihan Alternatif Antara Hutang Jangka Panjang Dan Leasing
Dalam Rangka Pemenuhan Aktiva Tetap Guna Meningkatkan Rentabilitas, Skripsi
Sarjana (Tidak Dipublikasikan), Blitar: fakultas Ekonomi UNISBA.
Halim, Abdul Sarwoko (1995). Manajemen Keuangan Dasar - dasar Pembelanjaan
Perusahaan (Edisi Pertama), Yogja karta : AMP YKPN
Mamduh (2003). Manajemen Keuangan Internasional, Edisi 2003 / 2004, Cetakan Pertama,
Penerbit: BPEE. Yogjakarta.
Keown, Artur J. Scoot, David F. Martin John D, Petty jay W (1999). Dasar -dasar
Manajemen Keuangan, Terjemaan oleh Chaerul D Djakman, Jakarta : Salemba
Empat.
Riyanto, Bambang (1998). Dasar - dasar Pembelanjaan Perusahaan, Cetakan Ketiga, Yogja
Karta : BPFE.
Sutrisno (2003). Manajemen Keuangan, Konsep dan Aplikasi, Edisi pertama, Cetakan
Kedua, Yogja Karta: Ekonisia, FEUI.
Weston, J fred. Copeland, E thomas (1996). Manajemen Keuangan, Terjemahan : Yohanes
lamarto, Cetakan Keenam, Jakarta: Erlangga.
PENGARUH DIMENSI KUALITAS PELAYANAN
TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DI MINIMARKET KOTA BLITAR
Oleh:
Denok Wahyudi Setyo Rahayu
Abstract
The purpose research is to examine the influence the service quality of
dimension to customer satisfaction. The study employs customer at “
minimarket” at the second week of June 2010 in Blitar City. By using
regression with F-test and t-test it has been found that the underlined
hypothesis are proved significant. The result is service quality of dimension
influence to customer satisfaction at simultaneous and partial. With dominant
factor is responsiveness, reliability, empathy, assurance, and next tangibles.
Keywords: service quality of dimension, customer satisfaction
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Kegiatan berbelanja merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi sebagian besar
orang. Kegiatan ini biasanya melonjak pada awal bulan yaitu pada saat setelah penerimaan
gaji bagi mereka yang berpenghasilan dari pegawai suatu instansi. Beragam jenis barang
dibeli untuk dikonsumsi terutama barang-barang yang berkenaan dengan kebutuhan sehari-
hari seperti sembako, perlengkapan mandi, kosmetik, dan lain-lain.
Minimarket merupakan tempat berbelanja praktis yang menyediakan berbagai
macam kebutuhan konsumen. Dipajang, disediakan banyak pilihan, kompetisi harga,
kebersihan dan kenyamanan ruangan, keramahan petugas minimarket merupakan hal-hal
yang tidak terpisahkan dari minimarket.
Di kota Blitar terdapat beberapa minimarket yang berdiri dengan memberikan dan
menyediakan kebutuhan para calon konsumen. Dari beberapa minimarket yang ada di kota
Blitar terdapat kesamaan yaitu berusaha memberikan yang terbaik bagi konsumen baik dari
segi harga yang murah, kenyamaan suasana, keramahan petugas yang tidak terabaikan yang
berkaitan dengan kualitas pelayanan yang pada akhirnya dapat memberikan kepuasan bagi
para pelanggan (konsumen).
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar
Menurut Sianipar (1999:32) kualitas pelayanan difokuskan kepada cara penyerahan
dan pada saat penggunaan sejauhmana dapat memenuhi ketentuan-ketentuan dasar desain
atau kesepakatan serta waktu pemeliharaan dan perbaikan. Kualitas jasa atau pelayanan
berpusat pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketetapan
pengabdiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Parasuraman et. al (1988)
mengartikan kualitas sebagai suatu bentuk sikap, berhubungan namun tidak sama dengan
kepuasan, yang merupakan hasil dari perbandingan antara harapan dengan kinerja aktual.
Hope dan Muhlemann (Nurcaya, 2007:4), kualitas pelayanan adalah salah satu unsur
penting dalam organisasi jasa. Sehingga dapat disimpulkan kualitas pelayanan merupakan
upaya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan dalam rangka pemenuhan
harapan pelanggan tersebut. Para pelanggan akan mencari produk berupa barang atau jasa
dari perusahaan yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepadanya (Assauri, 2003:
25).
Dalam kualitas pelayanan terdapat 5 dimensi kualitas jasa/pelayanan (Parasuraman
et al., 1988 : 12), yaitu : tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan empathy.
Menurut Parasuraman et al. (Tjiptono, 1997:26) didalam mengevaluasi jasa yang bersifat
intangibles, pelanggan umumnya menggunakan beberapa atribut sebagai berikut : bukti
langsung (tangibles), meliputi fisik, fasilitas, perlengkapan, pegawai; keandalan
(reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat dan
akurat; daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan dari para staf dan karyawan untuk
membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap, seperti kemudahan
layanan; jaminan (assurance), mencakup pengetahuan kemampuan kesopanan dan sifat
dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan,
seperti pemenuhan hak pelanggan; serta empati (empathy), meliputi kemudahan dalam
melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan
pelanggan, seperti kepedulian dan kedekatan dengan pelanggan.
Kepuasan pelanggan merupakan tujuan dari kualitas pelayanan. Kepuasan pelanggan
dapat dinilai dari bagaimana pelanggan melakukan pembelian ulang, hal ini dapat terlihat
dari pelayanan jasa seperti pelayanan di minimarket. Semakin sering membeli maka harapan
pelanggan telah terpenuhi. Sunarto (2004:17) berpendapat bahwa kepuasan pelanggan
merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan
antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya. The
customer satisfaction approach defines (Kärnä, 2004, 71), quality as the extent to which a
product or service meets and/or exceeds a customer’s expectations. Sehingga dapat
disimpulkan kepuasan pelanggan sebagai perasaan senang atau kecewa seorang pelanggan
tehadap pemenuhan harapan-harapan.
Pada umumnya faktor-faktor yang menentukan harapan pelanggan meliputi
kebutuhan pribadi, pengalaman masa lalu, rekomendasi, dan iklan yang kesemuanya teracu
pada kepuasan pelanggan. Zeithmal et al. (Tjiptono,1997:28-29) mengungkapkan bahwa
harapan pelanggan terbentuk oleh beberapa faktor, yaitu: sensivitas pelanggan terhadap jasa,
kebutuhan dasar, faktor individual yang bersifat sementara, persepsi pelanggan, keterlibatan
pelanggan, situasi, pernyataan personal maupun non personal, kesesuaian dengan janji,
word of mouth, dan pengalaman pelanggan.
Harapan pelanggan tersebut muncul dengan sendirinya, misal harapan
pelanggan/konsumen minimarket jika mereka kesulitan dalam menemukan barang yang
ingin dibeli, maka seyogyanya pelayan minimarket bisa segera membantu untuk
menemukan barang yang dimaksud. Disini kepekaan pelayan dibutuhkan.
Pada penelitian terdahulu yang ditulis Wiyono dan Wahyuddin (2005), dalam jurnal
“Studi Tentang Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Konsumen di Rumah Sakit Islam
Manisrenggo Klaten”, dengan variabel kepuasan konsumen dan kualitas layanan
(keandalan, daya tangkap, kepastian, empati, dan bukti fisik), dihasilkan bahwa semua
variabel kualitas layanan memiliki pengaruh sigfikan terhadap kepuasan konsumen Rumah
Sakit Islam Manisrenggo Klaten. Variabel kualitas layanan paramedis memiliki pengaruh
terbesar kemudian kualitas kenyamanan penunjang medis, dan terkecil kualitas layanan
medis. Selanjutnya, Yuliarmi dan Riyasa (2007) dalam jurnal Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Terhadap Pelayanan PDAM Kota Denpasar
menunjukkan hasil faktor keandalan (reliability), faktor ketanggapan (responsiveness),
faktor keyakinan (assurance), faktor empati (emphaty), dan faktor berwujud (tangible)
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan PDAM Kota Denpasar; serta secara
parsial faktor ketanggapan (responsiveness), faktor keyakinan (assurance), faktor empati
(emphaty), dan faktor berwujud (tangible) berpengaruh nyata dan positif terhadap kepuasan
pelanggan PDAM Kota Denpasar, sedangkan faktor keandalan (reliability) dalam model ini
tidak berpengaruh nyata dan positif terhadap kepuasan pelanggan PDAM Kota Denpasar.
1.2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pengaruh dimensi kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan di
minimarket kota Blitar ?
b. Bagaimana pengaruh dimensi kualitas pelayanan secara parsial terhadap kepuasan
pelanggan dan faktor apakah yang dominan mempengaruhi kepuasan pelanggan di
minimarket kota Blitar ?
1.3. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pengaruh dimensi kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan di
minimarket kota Blitar.
b. Untuk mengetahui pengaruh dimensi kualitas pelayanan secara parsial terhadap
kepuasan pelanggan dan faktor yang dominan mempengaruhi kepuasan pelanggan di
minimarket kota Blitar.
2. Kerangka Konseptual dan Hipotesis
2.1 Kerangka Konseptual
Dalam penelitian ini menggunakan 1 variabel bebas yaitu kepuasan pelanggan (Y)
dan variabel terikat yaitu dimensi kualitas pelayanan (X) dengan atribut bukti langsung,
keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati (Parasuraman et al., 1988 : 12).
Gambar 1
Pengaruh Dimensi Kualita Pelayanan Terhadap
Kepuasan Pelanggan
2.2 Hipotesis
a. Dimensi kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan.
Dimensi Kualitas
Pelayanan (X) Kepuasan
Pelanggan (Y)
b. Faktor bukti langsung, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati secara parsial
berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan.
3. Metode Penelitian
3.1 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah pelanggan atau konsumen minimarket, sedangkan sampel
penelitian adalah pelanggan yang melakuakan pembelian atau berbelanja di minimarket di
kota Blitar pada minggu kedua bulan Juni 2010. Penentuan sampel menggunakan
nonprobability sampling, yaitu dengan cara aksidental sampling, artinya penentuan sampel
berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan ditemui yang sedang
berbelanja di minimarket di kota Blitar.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer, yaitu data yang diperoleh
langsung dari pelanggan selaku responden penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan
cara menyebar kuesioner yang berisi pernyataan mengenai dimensi kualitas pelayanan dan
kepuasan pelanggan dengan menggunakan skala likert yaitu, sangat setuju, setuju, cukup
setuju, kurang setuju, dan tidak setuju.
4. Variabel Penelitian
4.1 Klasifikasi Varabel Penelitian
a. Variabel bebas : kepuasan pelanggan (Y)
b. Variabel terikat : dimensi kualitas pelayanan (X)
4.2 Definisi Konseptual
a. Kepuasan pelanggan merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul
setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja suatu produk
dan harapan-harapannya (Sunarto, 2004:17).
b. Dimensi kualitas pelayanan merupakan suatu bentuk sikap,berhubungan namun tidak
sama dengan kepuasan, yang merupakan hasil dari perbandingan antara harapan dengan
kinerja aktual (Parasuraman et. al , 1988).
4.3 Definisi Operasional
a. Kepuasan pelanggan merupakan perasaan senang atau kecewa seorang pelanggan
tehadap pemenuhan harapan-harapan, dengan atribut kepuasan pelanggan.
b. Dimensi kualitas pelayanan merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan pelanggan dalam rangka pemenuhan harapan pelanggan tersebut, dengan
atribut bukti langsung, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati (Parasuraman et
al., 1988 : 12).
5. Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah uji validitas dan uji
reliabilitas kuesioner. Selanjutnya, data kuesioner dianalisis menggunakan regresi liner
berganda melalui uji statistik deskriptif, uji F dan uji-t. Susunan model empiriknya adalah:
Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5
Keterangan :
Y : Kepuasan pelanggan X4 : Jaminan
X1 : Bukti langsung X5 : Empati
X2 : Keandalan a : Konstanta
X3 : Daya tanggap b1,2,3,4,5 : Koefisien regresi
6. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Penelitian yang dilaksanakan pada minggu kedua bulan Juni 2010 mendapatkan data
sebanyak 100 orang responden. Responden yang digunakan dalam penelitian adalah orang
yang sedang melakukan kegiatan berbelanja di minimarket kota Blitar pada minggu kedua
bulan Juni 2010 dan mengisi angket/kuisioner yang dibagikan peneliti.
a. Uji Validitas
Hasil uji validitas berdasarkan kuisioner variabel dmensi kualitas pelayanan (X)
yang terdiri dari bukti langsung (X1), keandalan (X2), daya tanggap(X3), jaminan (X4), dan
empati(X5), serta kepuasan pelanggan (Y) menunjukkan semua variabel memiliki r-hitung
lebih besar dari r-tabel sehingga dinyatakan valid.
b. Uji Reliabilitas
Hasil uji relibilitas berdasarkan kuisiner variabel dimensi kualitas pelayanan (X)
yang terdiri dari bukti langsung (X1), keandalan (X2), daya tanggap(X3), jaminan (X4), dan
empati(X5)serta kepuasan pelanggan (Y) menunjukkan semua variabel memiliki r-aplha
lebih besar dari r-tabel sehingga kuisioner yang disusun dinyatakan reliabel.
c. Hasil Analisis Data
Hasil analisis deskriftif menunjukan bahwa pada X1 responden menyatakan sangat
setuju (39%), setuju (62%), dan cukup setuju (3%); X2 responden menyatakan sangat setuju
(51%), setuju (48%), dan cukup setuju (1%); X3 responden menyatakan sangat setuju (55%),
setuju (43%), dan cukup setuju (2%); X4 responden menyatakan sangat setuju (40%), setuju
(57%), dan cukup setuju (3%); X5 responden menyatakan sangat setuju (48%), setuju (51%),
dan cukup setuju (1%); dan Y responden menyatakan sangat setuju (60%) dan setuju (40%).
Hasil pengolahan data untuk pengaruh dimensi kualitas pelayanan secara simultan
dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan adalah sbb :
Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5
= 0,888 – 0,324 + 0,183 + 0,413 + 0,411 + 0,216
Keterangan :
Y : Kepuasan pelanggan X4 : Jaminan
X1 : Bukti langsung X5 : Empati
X2 : Keandalan a : Konstanta
X3 : Daya tanggap b1,2,3,4,5 : Koefisien regresi
Artinya konstanta sebesar 0,888 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan nilai
dari variable X (dimensi kualitas pelayanan) maka nilai Y (kepuasan pelanggan) adalah
0,888. Koefisien regresi sebesar (-0,324); (0,183) ; (0,413); (0,411); dan (0,216)
menyatakan bahwa setiap penambahan atau pengurangan (tanda (+) dan tanda (-)) satu skor
atau nilai vaiabel dimensi kualitas pelayananan maka akan terjadi kenaikan dan
pengurangan skor sebesar (-0,324) ; (0,183) ; (0,413); (0,411); dan (0,216).
Untuk nilai signifikansi, jika 0,05< sig, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya
tidak signifikan, dan sebaliknya jika 0,05> sig, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya
signifikan. Berdasarkan hasil tabel ANOVA, nilai sig. 0,000 yaitu 0,05 > 0,000, maka Ho
ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan. Jadi dimensi kualitas layanan secara simultan
berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Besarnya koefisien determinasi Rsquare = 0,633 =
63,3 %, dan besarnya pengaruh variabel lain yaitu = 1- 0,633 = 0,367 = 36,7%.
Sedangkan secara parsial atau individu, untuk nilai signifikansi, jika 0,05< sig, maka
Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan, dan sebaliknya jika 0,05> sig, maka Ho
ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan. Berdasarkan hasil uji t diperoleh hasil bahwa
pada atribut bukti langsung, nilai sig. 0,002 yaitu 0,05 > 0,002 , maka Ho ditolak dan Ha
diterima, artinya signifikan, sehingga bukti langsung secara individu berpengaruh terhadap
kepuasan pelanggan; atribut keandalan nilai sig. 0,017 yaitu 0,05 > 0,017 , maka Ho ditolak
dan Ha diterima, artinya signifikan, sehingga keandalan secara individu berpengaruh
terhadap kepuasan pelanggan; atribut daya tanggap nilai sig. 0,000 yaitu 0,05 > 0,000 ,
maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan, sehingga daya tanggap secara individu
berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan; atribut assurance, nilai sig. 0,001 yaitu 0,05 >
0,001 , maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan, sehingga assurance secara
individu berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan; dan atribut empati, nilai sig. 0,028
yaitu 0,05 > 0,028 , maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan, sehingga empati
secara individu berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa daya tanggap dominan pada kualitas
pelayanan dilanjutkan keandalan, empati, jaminan kemudian yang terakhir bukti langsung.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa dimensi kualitas layanan secara simultan dan
parsial berpengaruh secara positif terhadap kepuasan pelanggan. Pelayanan yang baik
diperlukan dalam pemasaran produk jasa, dengan pelayanan yang positif akan memberikan
pengaruh yang positif pula dalam kepuasan pelanggan. Sehingga penelitian ini sependapat
dengan penelitian Wiyono dan Wahyuddin (2005) bahwa kualitas pelayanan berpengaruh
terhadap kepuasan pelangggan, serta menolak penelitian dari Yuliarmi dan Riyasa bahwa
kualitas pelayanan pada faktor keandalan secara parsial tidak berpengaruh terhadap
kepuasan pelanggan.
7. Kesimpulan dan Saran
Dimensi kalitas pelayanan yang terdiri dari atribut bukti langsung, keandalan, daya
tanggap, jaminan, dan empati secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap kepuasan
pelanggan dengan faktor daya tanggap dominan pada kualitas pelayanan dilanjutkan
keandalan, empati, jaminan kemudian yang terakhir bukti langsung. Dengan demikian,
diharapkan minimarket lebih memperhatikan faktor bukti langsung seperti keterersediaan
barang-barang di minimarket karena faktor bukti langsung kurang berkenan di hati
pelanggan. Sedangkan untuk peneliti selanjutnya, sebaiknya mengembangkan atribut lain
seperti harga, perilaku konsumen, serta budaya untuk melihat seberapa besar pengaruhnya
terhadap kepuasan pelanggan mengenai produk jasa (pembelian di minimarket).
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, Sofjan, 2003. Customer Service yang Baik Landasan Pencapaian Customer
Satisfaction. Usahawan, No. 01, Tahun XXXII, Januari, hlm.25-30.
Kärnä, Sami, 2004. Analysing customer satisfaction and quality in construction – the case of
public and private customers. Nordic Journal of Surveying and Real Estate
Research : Special Series Vol. 2 . P 67-79.
Nurcaya, I Nyoman, 2007. Analisis Kualitas Pelayanan Rumah Sakit di Provinsi Bali .
Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Hlm 1-22 .
Parasuraman, A., Zeithaml, V., dan Berry, L, 1988. SERVQUAL: A Multiple Item Scale
For Measuring Consumer Perceptions of Service Quality. Journal of Retailing :
64(1). P 12–40.
Sianipar, 1999, Manajemen Jasa, Andi, Yogyakarta.
Sunarto, 2004. Manajemen Pemasaran. Edisi Kedua. Yogyakarta:AMUS.
Tjiptono, Fandy, 1997. Strategi Pemasaran. Yogyakarta : Andi.
Wiyono, Azis Slamet dan M. Wahyudin, 2005. Studi Tentang Kualitas Pelayanan Dan
Kepuasan Konsumen Di Rumah Sakit Islam Manisrenggo Klaten. Jurnal
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hlm 1-12.
Yuliarmi, Ni Nyoman dan Riyasa, 2007. Analisis Factor-Faktor yang Mempengaruhi
Kepuasan Pelangan Terhadap Pelayanan PDAM Kota Denpasar. Buletin Studi
Ekonomi Volume 12 Nomor 1 Universitas Udayanan Denpasar. P. 9-28.
ANALISIS USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENDAPATAN USAHATANI SEMANGKA NON BIJI Citrullus vulgaris, Schard) DI
DESA MARON KECAMATAN SRENGAT KABUPATEN BLITAR
Oleh:
Tri Kurniastuti
Abstract
The objection of the research were (a) to know and studying of the non kernel
watermelon farming effort efficiency level in Desa Maron, Kecamatan Srengat
Kabupaten Blitar; (b) to studying of the factors which influence of water melon
non kernel farmer incomes in Desa Maron, Kecamatan Srengat Kabupaten
Blitar.
The result of the research were (a) the farming effort has been done in a efficien
for non kernel watermelon or with kernel watermelon. It could evidence with the
largest of RC ratio value was > 1. The RC ratio value non kernel watermelon
was 1.98.
The factors which influence of non kernel watermelon farming effort was seed,
fertilizer (urea, SP-36, NPK and ZA), input MPHP, farming land and employee
and (b) the factors which influence of with kernel watermelon farming effort
was fertilizer (urea, SP-36, NPK, ZA and Bokasi), input PPC, farming land and
employee.
Keyword: Farming effort, and farmer incomes
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Letak geografis Jawa yang berada di pertengahan wilayah Nusantara dan di antara
benua Asia dan Australia membuat Pulau Jawa memiliki keunggulan wilayah sebagai pusat
pertumbuhan ekonomi maupun pemerintahan. Sebagai pusat kegiatan ekonomi,
pemerintahan dan fasilitas sosial yang lebih baik maka Pulau Jawa merupakan tempat
pemukiman yang paling disenangi pula. Akumulasi perkembangan penduduk, industri dan
infrastruktur tentu telah meningkatkan tekanan permintaan lahan. Lahan pertanian semakin
berkurang luasnya dan mahal harganya.
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Balitar
Produksi buah-buahan di Indonesia sebagian besar masih dihasilkan di Pulau Jawa
dan pengusahaannya masih bersifat tradisional. Namun ada beberapa jenis buah seperti
mangga, rambutan, jeruk dan pisang sudah banyak petani yang mengusahakannya dalam
bentuk kebun yang dipelihara secara khusus (Basir, 1995).
Upaya pengembangan tanaman buah-buahan terdapat beberapa langkah yang
diupayakan. Pengkajian ulang terhadap potensi kecocokan agroklimat, sarana/prasarana
yang harus dipenuhi, dan tersedianya pasar akan sangat mempengaruhi keberhasilan
kegiatan penumbuhan sentra produksi buah-buahan. Pembuatan kebun sentra buah-buahan
ditujukan untuk memasok kebutuhan bahan industri pengolahan dan memenuhi kebutuhan
pasar baik dalam maupun luar negeri dengan kualitas yang kompetitif. Rehabiliasi sentra
produksi juga dapat dilakukan dalam upaya untuk mencapai tujuan pengembangan
tanaman buah-buahan khususnya dan komoditi pertanian pada umumnya.
Buah yang tumbuh di Indonesia sangat beragam, dari yang berukuran kecil sampai
yang berukuran besar, dari yang terasa masam sampai yang manis dan menyegarkan. Bagi
masyarakat Indonesia, mengkonsumsi buah merupakan hal yang tidak istimewa. Bahkan
tidak jarang dikumpai di pedesaan buah yang dipanen dibagi-bagikan kepada tetangga,
bahkan bila bertepatan dengan panen raya harganya akan turun (Sunarjono, 1983).
Semangka (Citrullus vulgaris, Schard) termasuk salah satu jenis tanaman buah-
buahan semusim yang mempunyai arti penting bagi perkembangan sosial ekonomi rumah
tangga maupun negara. Pengembangan budidaya komoditas ini mempunyai prospek cerah
karena dapat mendukung upaya peningkatan pendapatan petani, pengentasan kemiskinan,
perbaikan gizi masyarakat, perluasan kesempatan kerja, pengurangan impor dan
peningkatan ekspor non-migas (Rukmana, 1994).
Tanaman semangka merupakan komoditi yang sudah lama diusahakan oleh petani
di Desa Maron yaitu sejak 1987. Dengan semakin berkembangnya ilmu ilmu pengetahuan
dan teknologi yang ada sekarang ini khususnya dalam bidang pembangunan pertanian,
pada tahun 1999 dengan mendatangkan tenaga kerja atau tenaga ahli dari Banyuwangi
dengan dibantu oleh Dinas Pertanian setempat, para petani di Desa Maron mulai banyak
belajar tentang budidaya semangka non biji hingga sekarang ini komoditi semangka terus
meningkat. Dari segi pemasaran semangka hampir tidak menemui hambatan bahkan
petani semangka di Desa Maron sudah mulai mendatangkan pedagang langsung dari luar
seperti Surabaya dan Blitar serta daerah lainnya di Jawa Timur.
Tanaman semangka adalah merupakan komoditi yang sudah lama diusahakan
oleh petani di Desa Maron yaitu sejak tahun 1987. Dengan semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang ada sekarang ini khususnya dalam bidang pembangunan
pertanian, pada tahun 1999 dengan mendatangkan tenaga kerja/tenaga ahli dari
Banyuwangi dengan dibantu oleh Dinas Pertanian dan PPL setempat, para petani di Desa
Maron mulai belajar tentang budidaya semangka. Sampai saat ini komoditi ini terus
berkembang. Ditinjau dari sisi pemasaran semangka tidak menemui hambatan bahkan
pemasaran semangka di Desa Maron sudah mulai mencakup wilayah Surabaya dan Blitar.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan mempelajari besarnya tingkat efisiensi usahatani semangka
non biji di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar.
2. Untuk mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani semangka
non biji di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar.
2. Metode Penelitian
2.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara sengaja yang berdasarkan potensi yang
ditetapkan di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar. Hal ini didasari atas
pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan sentra penghasil komoditas buah-buahan
termasuk semangka. Menurut Singarimbun dan Efendi (1989) pertimbangan dalam
penentuan daerah penelitian harus sesuai dengan tujuan penelitian. Kegiatan penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan bulan Maret 2010.
2.2 Metode Penentuan Petani Sampel
Surakhmad (1990) menyatakan bahwa bila populasi kurang dari 100, digunakan
contoh sebanyak 50 persen, bila populasi antara 100 - 1000 maka digunakan contoh
sebanyak 15-50 persen dan bila populasi diatas 1000 maka digunakan contoh sebanyak
15 persen.
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara random sampling. Populasi
diambil sampel secara acak yaitu 15 responden petani semangka non biji. Adapun jumlah
populasi petani semangka di daerah penelitian adalah 75 petani .
2.3 Metode Pengumpulan dan Pengamatan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer diambil dari hasil wawancara berstruktur dengan menggunakan daftar
pertanyaan dengan petani sampel. Data primer yang dikumpulkan meliputi luas lahan,
jumlah produksi, harga jual tingkat produsen. Sedangkan data sekunder diambil dari
berbagai instansi yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
2.4 Metode Penentuan Sampel
Surakhmad (1990) menyatakan bahwa bila populasi kurang dari 100, digunakan
contoh sebanyak 50 persen, bila populasi antara 100 - 1000 maka digunakan contoh
sebanyak 15-50 persen dan bila populasi diatas 1000 maka digunakan contoh sebanyak
15 persen.
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara random sampling. Populasi
diambil sampel secara acak yaitu 15 responden petani semangka non biji. Adapun jumlah
populasi petani semangka di daerah penelitian adalah 75 petani .
2.5 Metode Pengumpulan dan Pengamatan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer diambil dari hasil wawancara berstruktur dengan menggunakan daftar
pertanyaan dengan petani sampel. Data primer yang dikumpulkan meliputi luas lahan,
jumlah produksi, harga jual tingkat produsen. Sedangkan data sekunder diambil dari
berbagai instansi yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
2.6 Metode Analisa
a. Untuk mengetahui faktor-faktor produksi yang mempengaruhi pendapatan usahatani
semangka digunakan fungsi produksi Cobb-Douglass yang diformulasikan sebagai
berikut:
Y = a X1b1
X2b2
X3b3
X4b4
e
Selanjutnya ditransformasikan ke dalam bentuk linier sebagai berikut:
Log y = log a + b1 log x1 + b2 log x2 + b3 log x3 + b4 log x4 + b5 log x5 + b6 log x6+ b7 log x7 + b8 log
x8+ b9 log x9+ b10 log x10+ b11 log x11+ b12 log x12 + e
Dimana:
y = Pendapatan (Rp)
a = Konstanta
b1-b12 = Koefisien regresi
x1 = Benin (Rp)
x2 = Urea (Rp)
x3 = SP-36 (Rp)
x4 = KC1 (Rp)
x5 = ZA (Rp)
x6 = NPK (Rp)
x7 = Bokasi (Rp)
x8 = PPC (Rp)
x9 = Pestisida (Rp)
x10 = MPHP (Rp)
x11 = Lahan (Rp)
x12 = Tenaga kerja (Rp)
Analisis biaya dan pendapatan usahatani dihitung dengan formulasi sebagai berikut:
π = Pendapatan (Rp)
TR = Total penerimaan usahatani semangka (Q . Pq)
Q = Jumlah semangka yang dihasilkan
Pq = Harga semangka per kg
TC = Total biaya yang dikeluarkan untuk usaliatani semangka
Untuk melihat layak tidaknya usahatani semangka digunakan analisis efisiensi dengan rumus
sebagai berikut:
π = TR - TC
dimana :
π = Pendapatan
TR = Total penerimaan usahatani semangka (Q . Pq)
Q = Jumlah semangka yang dihasilkan
Pq = Harga semangka per kg
TC = Total biaya yang dikeluarkan untuk usahatani semangka
Untuk melihat layak tidaknya usahatani semangka digunakan analisis efisiensi
dengan rumus sebagai berikut:
R/C = TR/TC
= Q x Pq / TC
Untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani semangka digunakan analisa R/C.
Adapun kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
1. Apabila R/C > 1, berarti usahatani efisien dan menguntungkan.
2. Apabila R/C < 1, berarti usahatani tersebut tidak efisien.
3. Apabila R/C = 1, berarti tidak untung dan tidak rugi (impas).
b. Uji analisis regresi
Analisis regresi menjelaskan pengaruh input terhadap pendapatan untuk usahatani
semangka non biji di daerah penelitian. Alat Bantu yang digunakan adalah fungsi produksi
Cobb-Douglas dalam bentuk logaritma. Fungsi produksi ini digunakan untuk menjelaskan
hubungan antara Y (variabel terikat) dan X (variabel bebas). Kemudian dianalisis dengan uji t.
3. Hasil dan Pembahasan
Lokasi penelitian dilaksanakan pada petani yang ada di desa Maron Kecamatan
Srengat Kabupaten Blitar.
Menurut data Monografi tahun 2009, Desa Maron mempunyai luas wilayah 286.6
hektar dengan topografi dataran rendah dengan ketinggian tempat dari permukaan laut 131
m di atas permukaan laut. Batas Wilayah Desa Maron adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Kandangan dan Desa Wonorejo
Sebelah Selatan : Desa Selokajang dan Desa Purwokerto
Sebelah Barat : Desa Wonorejo dan Desa Purwokerto
Sebelah Timur : Desa Selokajang dan Desa kandangan
Penggunaan lahan di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar relativ
sudah cukup baik dimana penggunaan lahan sawah seluas 66 hektar, lahan kering seluas 220
hektar dan tanah tegalan seluas 0.6 hektar.
Jika dilihat dari seluruh luas lahan tersebut maka luas lahan kering menempati luas
lahan yang paling luas kemudian dikuti oleh lahan sawah dan tegalan. Lahan kering di Desa
Maron sepanjang tahun sebagian kecil sudah ditanami sayuran terutama pada menjelang
musim penghujan. Lahan kering tersebut masih potensial untuk dikembangkan dan
dimanfaatkan untuk ditanami tanaman sayuran karena paling luas. Jika hal ini dilakukan
maka dapat meningkatkan pendapatan serta memenuhi kebutuhan pangan penduduk
setempat dan sekitarnya.
Hal inididukung oleh jumlah penduduk yang cukup yaitu 4.014 jiwa dan sebagian
besar bermatapencaharian sebagai petani. Namun kendalanya adalah lahan tersebut belum
digarap secara optimal karena belum ada saluran irirgasi/drainase. Sedangkan lahan sawah
sudah optimal penggarapannya karena sebagian besar lahan sawah sistem pengairannya
menggunakan sistem irigasi teknis dan sebagian kecil menggunakan sistem irigasi semi
teknis.
Umumnya pola tanam lahan sawah di Desa Maron Kecamatan Srengat kabupaten
Blitar sebagian besar adalah padi pada musim penghujan, kemudian sayuran pada musim
kemarau satu dan sayuran pada musim kemarau dua. Sebagian kecil dari luas lahan di Desa
Maron yang pola tanamnya padi kemudian padi dan palawijo. Hal ini karena menurut
perhitungan uasahatani mereka pada pola tanam padi, sayuran kemudian sayuran lebih
menguntungkan dibandingkan dengan padi, padi dan palawija.
a. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan Penduduk di Desa Maron berjumlah 4.014 jiwa, terdiri dari 2.059 jiwa laki-
laki dan 1955 perempuan. Data yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian
besa rpenduduk termasuk usia kerja yang produktif, yaitu berusia 16 – 25 tahun mencapai
687 jiwa atau 17.12 % dan yang berumur 26 – 59 tahun mencapai 1.483 jiwa atau 36 %.
Mata pencaharian penduduk Desa Maron bervariasi, tetapi yang bekerja di bidang
pertanian dalam arti luas, yakni pertanian tanaman pangan, perternakan, masih menempati
urutan pertama. Ditinjau dari ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan tenaga kerja
melimpah serta dominasi mata pencaharian penduduk di bidang pertanian, maka peluang
pengembangan usahatani kea rah agribisnis di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten
Blitar sangat besar.
b. Potensi Pertanian
Komoditi pertanian tanaman pangan yang banyak diusahakan oleh petani di Desa
Maron adalah padi, sayuran dan palawija. Sayuran yang diusahatanikan adalah cabai
merah, cabai kecil, tomat, terong, buncis, ketimun, kobis , kacang panjang dan lain-lain.
Luas lahan untuk tanaman sayuran pada musim kemarau pertama untuk dengan
produktivitas produksi tomat menempati urutan ke tiga yaitu seluas 22 hektar. Umumnya
petani menanam tomat di lahan sawah pada musim kemarau pertama dan sebagian kecil
menanam pada musim kemarau ke dua.
Ditinjau dari letak geografis Desa Maron berada di tempat yang strategis berada di
wilayah Kabupaten Blitar dengan jalan beraspal, dan jalur menuju Kapupaten Tulung
Agung dan Kabupaten Kediri. Selain itu sifat dan karakteristik tanah , iklim yang
mendukung , jumlah tenaga kerja yang memadai serta mudah memperoleh sarana produksi
karena di Desa Maron banyak dijumpai took pertanian serta kios-kios pertanian. Sehingga
pengembangan tanaman sayuran khususnya tanaman tomat di Desa Maron masih potensial
untuk di kembangkan namun demikian selama ini masih belum mendapatkan perhatian
yang optimal.
Produksi semangka di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar setiap
tahun terus meningkat, jika diiringi dengan iklim yang mendukung, saran produksi yang
memadai serta pengelolaan yang professional.
Suatu usahatani dapat diartikan sebagai suatu kesatuan organisasi antara kerja,
modal, tanah dan pengelola yang ditujukan untuk memperoleh produksi di lapangan
(Hermanto, 1999). Tanah adalah salah satu factor produksi yang sangat penting bila
dibandingkan dengan faktor produksi yang lainnya (Mubyarto,2004).
Disamping itu tanah sebagai tempat perpaduan antara factor produksi, modal dan
tenaga kerja. Tanpa tanah segala usahatani tidak bias berjalan. Dengan lahan usahatani
yang sempit, untuk untuk membatasi petani berbuat pada rencana yang lebih panjang.
Tanah yang sempit dengan kualitas tanah yang kurang baik akan merupakan beban bagi
petani pengelola usahatani. Dikaitkan dengan tenaga kerja, maka sempitnya tanah usahatani
hanya mengundang pengangguran tak kentara.
Selain tanah modal sangat berperan dalam meninjang kegiatan usahatani baik
tanaman pangan maupun sayuran. Keterbatasan modal akan mempengaruhi ketersediaan
fasilitas kerja berupa alat-alat usahatani, akibatnya penggunaan tenaga kerja semakin
menurun ( Hermanto,1999). Modal petani berupa hasil panen yang belum terjual dan
tanaman yang masih ada di lapangan (Mubyarto,2004). Dalam proses produksi modal dapat
dibedakan menjadi dua yaitu modal bergerak atau modal tidak tetap dan modal tidak
bergerak atau modal tetap. Modal tetap yaitu modal yang tidak habis terpakai dalam satu
kali proses produksi, sedangkan modal tidak tetap yaitu modal yang habis terpakai dalam
satu proses produksi.
3.1 Analisa Usahatani Semangka
3.1.1 Biaya Produksi Semangka
Yang dimaksud dengan biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dinyatakan
dengan uang dalam satuan rupiah yang digunakan untuk menghasilkan suatu produksi.
Biaya produksi usahatani semangka diklasifikasikan menjadi biaya tidak tetap (biaya
variabel), biaya tetap dan biaya lain-lain.
1. Biaya Tidak Tetap (Biaya Variabel)
Yang dimaksud biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah-ubah sesuai
dengan kuantitas produksi yang dihasilkan. Besarnya biaya variabel ditentukan oleh
tingkat produksi yang dihasilkan. Dalam usahatani Semangka biaya tidak tetap atau biaya
variabel meliputi biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja.
a. Biaya Sarana Produksi
Biaya sarana produksi dapat dikatakan sebagai biaya untuk pembelian atau
pengadaan sarana produksi yang habis dipakai dalam sekali proses produksi. Dalam
usahatani Semangka, biaya sarana produksi meliputi biaya pembelian bibit, pembelian
pupuk Urea, pembelian pupuk SP-36, pengadaan pupuk KCl. pengadaan pupuk ZA,
pembelian pupuk NPK, pembelian pupuk bokasi, pembelian PPC/ZPT, pembelian
pestisida dan pembelian plastik mulsa.
Penggunaan sarana produksi yang berupa bibit Semangka non biji sebanyak
373,33 gram senilai Rp. 2.799.975, pembelian pupuk urea sebanyak 127,11 kg senilai Rp.
152.532, pembelian pupuk SP-36 sebanyak 422,22 kg senilai Rp. 675.552, pembelian pupuk
KCl sebanyak 343,11 kg senilai Rp. 697.200, pembelian Pupuk ZA sebanyak 697,33 kg
senilai Rp. 893.280, pembelian pupuk NPK sebanyak 245,78 kg senilai Rp. 786.988,
pembelian pupuk bokasi sebanyak 1.643,56 kg senilai Rp. 903.958, pembelian PPC/ZPT
sebanyak 4,18 liter senilai Rp. 229.900, pembelian pestisida sebanynk 10,62 liter senilai Rp.
607.337 dan pembelian mulsa plastik hitam Perak (MPHP) sebanyak 5,51 rol senilai Rp.
1.377.500. Sehingga total biaya sarana produksi semangka non biji di Desa Maron untuk
rata-rata luas 1 hektar adalah Rp. 9.124.220.
b. Biaya Tenaga Kerja
Biaya variabel dalam produksi Semangka selain biaya sarana produksi adalah
biaya untuk penggunaan tenaga kerja. Biaya tenaga kerja usahatani Semangka meliputi
biaya tenaga kerja untuk pengolahan tanah (rnembuat guludan), penanaman,
pemupukan, pengendalian hama/penyakit, pengairan, pengocoran, pemangkasan,
penyerbukan, pemanenan dan pengangkutan. label berikut menyajikan biaya penggunaan
tenaga kerja untuk usahatani Semangka non biji di Desa Maron Kecamatan Srengat
Kabupaten Blitar tahun 2009 untuk per hektarnya.
Biaya untuk tenaga kerja pengolahan tanah (membuat guludan) sebesar Rp.
2.028.444, biaya untuk tenaga kerja penanaman sebesar Rp. 164.444, biaya tenaga kerja
untuk pemupukan sebesar Rp. 131.333 dan biaya untuk pengendalian hama sebesar Rp.
430.222 biaya tenaga kerja untuk pengairan sebesar Rp. 335.111, biaya tenaga kerja
untuk pengocoran sebesar Rp. 397.777, biaya tenaga kerja untuk pemangkasan sebesar
Rp. 202.666, biaya tenaga kerja untuk penyerbukan sebesar Rp. 425.111, biaya tenaga
kerja untuk pemanenan sebesar Rp. 122.666, dan biaya tenaga kerja untuk pengangkutan
sebesar Rp. 423.555. Total biaya untuk tenaga kerja usahatani semangka non biji di desa
Maron adalah sebesar Rp. 4.661.329.
Jadi total biaya tidak tetap (biaya variabel) yang harus dikeluarkan petani untuk
sekali proses produksi Semangka non biji adalah biaya sarana produksi ditambah dengan
biaya tenaga kerja yaitu Rp 9.124.220 + Rp. 4.661.329. = Rp. 13.785.549.
2. Biaya Tetap
Yang dimaksud dengan biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak tergantung
pada besar kecilnya jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya tetap terdiri atas sewa lahan
dan bunga modal.
Besarnya biaya sewa lahan tidak ada perbedaan antara lahan milik sendiri dengan
lahan bukan milik sendiri, karena lahan milik sendiri dengan lahan bukan milik sendiri
mempunyai kesempatan yang sama untuk disewakan sesuai harga yang berlaku di daerah
penelitian. Dalam usahatani semangka non biji di Desa Maron rata-rata biaya sewa lahan
yang berlaku per hektarnya adalah Rp. 4.000.000.
Yang dimaksud dengan bunga modal adalah bunga sesuai dengan uang yang
digunakan dalam mengelola usahatani Semangka selama proses produksi sampai panen.
Besarnya bunga modal rata-rata yang harus menjadi beban petani semangka non biji adalah
sebesar Rp. 642.551
Total biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh petani semangka non biji di Desa
Maron tahun 2009 adalah Rp. 4.642.551.
Besarnya biaya sewa lahan tidak ada perbedaan antara lahan milik sendiri dengan
lahan bukan milik sendiri, karena lahan milik sendiri dengan lahan bukan milik sendiri.
3. Biaya Lain-lain
Biaya Iain-lain yang menjadi tanggungan petani dalam usahatani Semangka
baik semangka non biji maupun semangka berbiji di Desa Maron adalah biaya penyusutan
alat. Rata-rata biaya penyusutan alat dalam usahatani semangka non biji adalah sebesar
Rp. 140.956.
4. Total Biaya Produksi
Total biaya produksi meliputi biaya tidak tetap (biaya variabel) yang terdiri atas
biaya sarana produksi, tenaga kerja, biaya tetap, dan biaya lain-lain. Pengeluaran terbesar
untuk produksi Semangka di Desa Trapang tahun 2001 adalah untuk biaya tidak tetap
(biaya variabel).
Total biaya produksi semangka non biji adalah Rp. 9.124.220 + Rp. 4.661.329+
Rp. 4.642.551 + Rp.140.956 = Rp. 18.569.056.
3.2 Penerimaan Usahatani Semangka
Penerimaan adalah hasil perkalian cari total produksi dengan harga satuan produksi fisik
yang berlaku saat itu. Penerimaan usahatani Semangka non biji di desa Maron tahun 2009
adalah sebesar Rp. 34.014.933 untuk sekali proses produksi.
3.2.1 Pendapatan (Keuntungan) Usahatani Semangka
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan total biaya
produksi. Total pendapatan usahatani Semangka non biji untuk sekali produksi tahun 2009
adalah sebesar Rp. 15.445.877.
3.3 Efisiensi Usahatani Semangka
Untuk mengetahui efisiensi usahatani dapat diukur dengan RCR (Revenue Cost Ratio)
yaitu perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya produksi. Nilai R/C usahatani
Semangka non biji di Desa Trapang adalah sebagai berikut:
RC = produksibiayaTotal
penerimaanTotal
= 34.0144.933/18.569.056
= 1,98
Berdasarkan hasil analisis diatas menunjukkan bahwa usahatani Semangka non biji di
Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar tergolong efisien atau layak untuk
diusahakan dimana nilai R/C > 1 yaitu sebesar 1.98 artinya pendapatan yang diperoleh
petani Semangka non biji mendekati dua kali lipat daripada biaya yang dikeluarkan sehingga
layak untuk diusahakan dimana penerimaan total Rp. 34.014.933 dikurangi biaya produksi
Rp. 18.569.056 sehingga diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp. 15.445 877.
3.4 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Semangka Non Biji
Analisis berikut menjelaskan pengaruh input terhadap pendapatan untuk usahatani
semangka non biji di daerah penelitian. Alat Bantu yang digunakan adalah fungsi produksi
Cobb-Douglas dalam bentuk logaritma. Fungsi produksi ini digunakan untuk menjelaskan
hubungan antara Y (variabel terikat) dan X (variabel bebas).
Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Usahatani Semangka non biji
Koefisien t
Signifikan
t Regresi Std. Error
(Constant)
Benih (X1)
Urea (X2)
SP_36 (X3)
KCL (X4)
ZA(X5)
NPK (X6)
BOKASI (X7)
PPC (X8)
PESTI (X9)
MPHP (X10)
Lahan (X11)
Tenaga Kerja
(X12)
5.281
.090
.071
.207
-.208
.407
.342
-.107
.034
-.008
-.042
-.487
-.411
2,645
,021
,024
,086
,085
,154
,134
,176
,049
,089
,020
,158
,347
1,997
4,215
2,962
2,407
-2,442
2,635
2,548
-,610
,695
-,087
-2,080
-3,075
-2,183
sig
sig
sig
sig
sig
sig
sig
sig
sig
sig
sig
sig
sig
Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi pendapatan usahatani semangka non
biji adalah benih, pupuk (dibagi berdasarkan jenisnya), MPHP, mulsa, lahan dan tenaga
kerja. Semua variabel diatas merupakan variabel bebas (X) dan pendapatan adalah
variabel terikatnya (Y).
Dari hasil analisis regresi dengan bantuan analisis logaritma, dengan n sebanyak 15,
ternyata model fungsi produksi Cobb-Douglass untuk usahatani semangka non biji dapat
ditulis sebagai berikut:
Log Y = 5,28 + 0,09 XI + 0,71 X2 + 0,21 X3 - 0,20 X4 + 0,40 X5 - 0,34 X6 -
0,10 X7 + 0,03 X8 - 0,01 X9 - 0,04 X10 - 0,48 X 11 - 0,41 X12
Untuk mempermudah pembahasan yang akan dilakukan, model fungsi produksi
Cobb-Douglas tersebut diringkas dan disajikan dalam Tabel 3 di atas.
Sebelum membahas secara detail seluruh fenomena yang nampak dari persamaan
diatas, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah kelayakan model dan kemampuan
model menjelaskan kondisi rill yang ada.
Nilai koefisien determinasinya adalah sebesar 0,957. Hal ini berarti bahwa secara
bersama-sama variabel bebas (XI s/d X12) berpengaruh terhadap pendapatan (Y)
sebesar 95% sedangkan sisanya 5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti iklim dan
cuaca, kondisi agroekologi dan lain-lain. Secara umum dapat disimpulkan bahwa variabel-
variabel yang dimasukkan kedalam model diatas adalah faktor-faktor yang sangat
berpengaruh terhadap variabilitas pendapatan.
Disamping itu kelayakan model diatas juga cukup baik dilihat dari nilai F sebesar
247 dan signifikan. Hal ini berarti bahwa secara statistik dapat dibuktikan bahwa variabel
bebas mulai dari benih (X1) sampai dengan tenaga kerja (XI2) adalah variabel yang besar
pengaruhnya terhadap pendapatan.
1. Benih
Nilai koefisien regresi benih dalam usahatani semangka non biji di daerah penelitian
adalah 0,09 dan berpengaruh nyata (t hitung 4,215). Signifikannya koefisien regresi benih
disebabkan oleh pemakain benih pada usahatani di daerah penelitian masih jauh dari
rekomendasi dan masih sangat memungkinkan untuk ditambah agar dapat meningkatkan
hasil.
2. Pupuk Urea
Penggunaan pupuk urea dalam analisis ini juga belum efisien, hal ini bisa dilihat dari
nilai koefisien regresi sebesar 0,071, artinya apabila pupuk urea ditambah 100% akan
mengakibatkan bertambahnya pendapatan sebesar 7,1%. Variabel ini signifikan terhadap
pendapatan semangka non biji dengan nilai t hitung sebesar 2,962.
3. Pupuk SP-36
Pengaruh pupuk SP-36 terhadap pendapatan sangat besar. Hal ini bisa dilihat dari
nilai koefisien regresi 0,207. Apabila alokasi input ini ditingkatkan maka akan direspon
oleh kenaikan pendapatan meskipun biaya input juga harus meningkat. Sama dengan pupuk
urea pengaruh pupuk SP-36 juga berpengaruh nyata.
4. Pupuk KC1
Berbeda dengan variabel yang sudah dijelaskan diatas pengaruh pupuk KC1 dalam
kegiatan usahatani semangka non biji justru negatif. Hal ini berarti jika penggunaan ppuk KCI
ditambah justru akan menurunkan pendapatan. Alasan logisnya adalah pemanfaatan pupuk KCI
di daerah penelitian sudah sampai pada taraf inefisien sehingga tanah akan merespon negatif jika
pupuk KCl ditambah.
5. Pupuk ZA
Koefisien regresi pupuk ZA adalah sebesar 0,407, hal ini berarti bahwa dengan
penambahan pupuk ZA sebesar 100% akan menyebabkan kenaikan pendapatan sebesar
40,7%. Suatu kenaikan yang cukup tinggi sehingga petani sangat direkomendasikan untuk
menambah penggunaan pupuk ZA.
6. Pupuk NPK
Demikian juga dengan pupuk NPK, walaupun tidak sebesar pupuk ZA dengan nilai
koefisien regresi sebesar 0,342 pengaruh input ini juga cukup besar dalam upaya untuk
mendorong kenaikan psndapatan petani semangka non biji. Dengan nilai t hitung sebesar 2,548,
input pupuk NPK adalah salah satu variabel yang signifikan pengaruhnya.
7. Bhokasi
Diduga penggunaan Bhokasi dalam usahatani semangka non biji di desa Maron,
penelitian kurang efisien atau terlalu banyak pemborosan yang tidak berguna. Nilai
koefisien regresi input bhokasi adalah -0,721. Sehingga pengaruh input bhokasi terhadap
pendapatan adalah berkebalikan. Jika bhokasi ditambah maka pendapatan akan menurun
dan sebaliknya jika bhokasi dikurangi maka pendapatan akan meningkat.
8. PPC
Kontribusi PPC terhadap pendapatan usahatani semangka non biji sangat besar.
Nilai koefisien regresi sebesar 0,034 menunjukkan bahwa masih ada peluang
penambahan PPC untuk mendapatkan kenaikan pendapatan. Namun yang perlu diperhatikan
adalah bahwa penambahan input harus juga memperhitungkan dampak lingkungan yang
diakibatkannya.
9. Pestisida
Kontribusi Pestisida terhadap pendapatan usahatani semangka non biji sangat
besar. Nilai koefisien regresi sebesar -0,08 menunjukkan bahwa jika ada penambahan
Pestisida akan menurunkan pendapatan. Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa
penambahan input harus juga memperhitungkan dampak lingkungan yang diakibatkannya.
10. MPHP
Diduga penggunaan MPHP dalam usahatani semangka non biji di desa penelitian kurang
efisien atau terlalu banyak pemborosan yang tidak berguna. Nilai koefisien regresi input
MPHP adalah -0,042. Sehingga pengaruh input MPHP terhadap pendapatan adalah
berkebalikan. Jika MPHP ditambah maka pendapatan akan menurun dan sebaliknya jika MPHP
dikurangi maka pendapatan akan meningkat.
11. Lahan
Sebagai salah satu unsur usahatani pokok, peranan lahan sangat besar baik dari sisi
kualitas (kesuburan) dan kuantitas (luas lahan). Dalam penelitian ini diduga penggunaan tanah
masih kurang tepat sehingga opumalisasi kinerja tidak bisa dicapai. Nilai koefisien regresi
Iahan adalah negatif. Hal ini diduga disebabkan oleh kurang baikknya penanganan tanah dan
petani yang dipekerjakan kurang memahami teknik pengolahan tanah yang baik.
12. Tenaga kerja
Berkaitan dengan koefisien regresi lahan yang negatif maka nilai koefisien regresi tenaga
kerja juga negatif. Dengan demikian argumentasi bahwa usahatani semangka non biji di desa
penelitian belum dilaksanakan sesuai dengan pola rekomendasi dapat diterima. Nilai koefisien
regresi tenaga kerja adalah -0,411. Apabila curahan tenaga kerja ditambah 100% maka
pendapatan akan menurun 41,1%.
Dari uraian diatas dapat ditarik benang merah bahwa kesembilan variabel yang
diuraikan diatas adalah variabel yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani
semangka non biji.
Sebelum membahas secara detail seluruh fenomena yang nampak dari persamaan
diatas, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah kelayakan model dan kemampuan
model menjelaskan kondisi riil yang ada.
Nilai koefisien determinasinya adalah sebesar 0,98. Hal ini berarti bahwa secara
bersama-sama variabel bebas (X1 s/d XI2) berpengaruh terhadap pendapatan (Y)
sebesar 98% sedangkan sisanya 2% dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti iklim dan
cuaca, kondisi agroekologi dan lain-lain. Sehingga variabel-variabel tersebut memang
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perubahan pendapatan usahatani semangka
non biji.
4. Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis diatas menunjukkan bahwa usahatani Semangka non biji di Desa
Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar tergolong efisien atau layak untuk diusahakan
dimana nilai R/C > 1 yaitu sebesar 1.98 artinya pendapatan yang diperoleh petani Semangka
non biji mendekati dua kali lipat daripada biaya yang dikeluarkan sehingga layak untuk
diusahakan dimana penerimaan total Rp. 34.014.933 dikurangi biaya produksi Rp.
18.569.056 sehingga diperoleh pendapatan bersih atau keuntungan sebesar Rp. 15.445 877.
2. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi pendapatan usahatani semangka non biji
adalah benih, pupuk (dibagi berdasarkan jenisnya), MPHP, mulsa, lahan dan tenaga kerja.
Semua variabel diatas merupakan variabel bebas (X) dan pendapatan adalah variabel
terikatnya (Y). Dari hasil analisis regresi dengan bantuan analisis logaritma, dengan n
sebanyak 15, ternyata model fungsi produksi Cobb-Douglass untuk usahatani semangka non
biji dapat ditulis sebagai berikut:
Log Y = 5,28 + 0,09 XI + 0,71 X2 + 0,21 X3 - 0,20 X4 + 0,40 X5 - 0,34 X6 -
0,10 X7 + 0,03 X8 - 0,01 X9 - 0,04 X10 - 0,48 X 11 - 0,41 X12
4.2 Saran
Untuk meningkatkan pendapatan, keuntungan dan efisiensi usahatani semangka non
biji di Desa maron Kecamatan Srengat Kabupaten Kediri maka perlu dilakukan upaya
penekanan terhadap penggunaan tenaga kerja dan membentuk kelompok tani sebagai wadah
untuk memperoleh informasi dan menggalang kerjasama dalam berusahatani.
DAFTAR PUSTAKA
Basir. 1995. Prospek Investasi Agribisnis di Jawa Timur. Badan Agribisnis RI, Jakarta
Hernanto, F. 1995. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kalie, B. 1992. Bertanam Semangka. PS Penebar Swadaya, jakarta.
Kasryno, F. 1996. Arah Pengembangan Agribisnis pada Abad ke XXI. CIDES. Jakarta
Mosher, A.T. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV Yasaguna. Jakarta
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta
Nurbanah. 1986. Bertanam Semangka Taiwan. BIP Jawa Timur. Surabaya.
Onghokham. 1985. Elite dan Monopoli dalam Prespektif Sejarah. Majalah Prisma tahun
XIV. LP3ES. Jakarta.
Rukmana, R. 1993. Peluang Pasar Ekspor Olahan Buah-Buahan. Dalam Depthnews
Indonesia tahun XX. Jakarta
Rukmana, R. 1994. Budidaya Semangka Hibrida. Kanisius. Yogyakarta.
Singarimbun, M dan Efendy. 1989. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta.
Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani. Universitas Indonesia. Jakarta.
Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok bahasan Fungsi Produksi
Cobb-Douglass. PT. Raja Grafindo. Jakarta.
Soekartawi. 1995. Analisis Investasi Usahatani Skala Kecil Berwawasan Lingkungan
Badan Agribisnis. Jakarta.
Sunarjono. 1983. Pengantar Pengetahuan dasar Hortikultura. Sinar baru. Bandung.
Surakhmad, W. 1990. Pengantar penelitian-Penelitian Ilmiah dasar Metode Teknik.
Tarsito. Bandung.
PENGARUH KEMAMPUAN PEMAKAI AKHIR DAN PENERIMAAN SYSTEM
INFORMASI YANG BERBASIS KOMPUTER TERHADAP KEPUASAN PEMAKAI
AKHIR
( STUDI PADA PELAKSANA ADMNISTRASI YANG MENGGUNAKAN SYSTEM
INFORMASI YANG BERBASIS KOMPUTER DI PERGURUAN TINGGI DI
BLITAR)
Oleh:
Indria Guntarayana
Abstract
The study conducted for the reality that more intstitutions of both state and
private in Malang have been using based-computer IT service. It means to help
the process in anything related to management og the institution such as the
management cas of student administration, the teacher administration and
employe hang financial administration. But ini IT operasional not working
optimally and giving the level compesated for the user, this case is because of
the level of complicated system , which used and currently computer
technology and the system always grow in the time periods
The study pupose is to know the description of End user competency and
Acceptance of Information System in Various Institution in Blitar. It is to know
description of Beneficial System and The compensated of Computer End User
ino various institutions in Blitar. To know significantly affekct from the
benefical System for the compensatcd of end user. To know sifnificantly affect
of the End User Competence for the compensated of end user Compentence for
the compensated of end user and to know the significantly affect form
Acceptance system for the compensated of End User.
This study is using a quantitative approach with the kind of research of
explanatory research. The study was done in 5 Institution in Blitar that is
Univesity of Negeri Malang II (UM), University Islamic of Balitar (UIB),
Kesuma Negara of Economic Colege (STIKEN), Academic Tax and
Management of Indonesia (AMPINDO)and Helthy of Patria Colege (STIKES).
The sampling method in this research is a purposive random sampling,
because in this research, the sample wa chosen according to particular
puposes. The consideration getting from the research is the chosen sample
specifically an administration official directly (direct user) using based
computer information System. So, ini this case the object studied in an
employee in working unit which using database system into program package
of based computer information system. The research is using various kind of
technical collecting dat including, questioner, convertation and observation
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar
The study result is to show a significantly form the variable of End-user
competency and Accepance of Information System for Beneficial System
silmutanenously. There was a significantly affect form the variable End User
Competency and Acceptance of Information System Partially to Beneficial
System and Significantly affect from the Benencial System for the compensated
of End user, sigficantly affect form the variable of End User Compentence for
the compensated of End user There is no sifnificantly affect form the variable
of Acceptance of Information System for the compensated of End user
Key word : Information System and End User
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Peranan Tekonologi Informasi (Information Technology/IT) dalam industri
perdagangan serta dunia pendidikan secara cepat meningkat selama setengah abad terakhir
ini. saat ini IT mewakili kira kira setengah dari keseluruhan investasi modal secara global
sementera itu kebanyakan tenaga kerja di Negara berkembang bergantung apda system
informasi dantelekomunikasi yagn berbasis komputer (Yoginato, 1995). Kehadiran IT telah
memungkinkan terjadinya efisiensi yang sangat signifikan dalam berbagai bidang kehiduan
seperti efisiensi biaay dan siklus waktu. Hal ini memungkinkan diperolehnya suatu output
produk organisasi yang lebih berkualitas
Yogiyanto (1995) dalam bukunya yang berjudu “Analisa dan Desain system
Informasi” menyatakan IT yang dalamhl ini memfokuskan pada penggunaan komputer tidak
hanya digunakan dalam system Informasi Manajemen (SIM) , tetapi realitanya SIM
yangkompleks justru melibatkan elemen non komputer. Pengaruh pengguna komputer serta
komputer itu sendiri sangat besar dalam pengaturan suatu organisasi sehingga pada akhirnya
SIM selalu berhubungan dengan pengelolahan informasi yang berabasis komputer.
Alasan yang menjelaskan bahwa komputer meruapkaan alat yangpenting dalam SIM
yang meodern. Pertama, kemampuan komputer yang bisa mengolah data. Komputer lebi
unggul dalam menyerap atau mencatat data jika dibandingkan dengan daya ingat manusia,
meskipun pengambilan keputusan tetap dilakukan oleh manusia. Kedua, pemakaian
komputer penting dikarenakan teknologi ini sudah tersedia dimana mana dan dapat
diperoleh dengan mudah dan relative murah, sehingga bila kemampuan financial dan
kemampuan organisasi sudah memungkinkan untuk mengadakan system informasi
manajemen berbasis komputer hendaknya organisasi tersebut bisa menyesuaikan diri.
Disisi lain, meskipun komputer mampu melakukan hal hal yang fantastik mengolah
data, namun penggunaan SIM tetap tergantung kepada manusia. Kegagalan SIM antara lain
dikarenakan adanya anggapan bahwa komputer dapat memecahkan setaip persoalan dalam
organisasi, sehingga perlu diingat bahwa bagaimanapun juga komputer hanyalah sebuah alat
, keberhasilan penggunaannya tergantung pada factor manusianya.
Pemanfaatan TI harus mengaah pada wujud perubahan organisasi mempengaruhi
struktur, proses dan perubahan tak berwujud, mempengarhui kekuatan, kultur perusahaan
dan komunikasi antar personal. System informasi berbasis komputer memiliki potensi dan
keterbatasan – keterbatasan yag bisa ditolak untuk memperbaiki kinerja bisnis.
Pertimbangan pokok persoalan social dan organsisasional sehubungan dengan aplikasi IT
meruapakan hal yang serius.
Dalam penerapan SIM ada bebarapa factor yang dipandang cukup berpengaruh
terhadap keberhasilannya. Faktor Faktor terseebut seperti kemampuan pemakaiannya dan
daya penerimaan system informasi sebagaimana dikemukakakn oleh Sang M Lee (1995)
bahwa factor “End User Ability” dan “Information System Acceptance” sangat berpengaruh
terhadap pemanfaat system yang pada akhirnya sangat berpengaruh teradap tingkat
kepuasan si pemakai. Selanjutnya menurut Bowen dalam Fred Davis (1989) dalam
penelitiannya yang berjudul “Perceived Usefulness, Percived Easy to Use, and User
Accptance of Information Technology” meyatakan teknologi informasi secara substansial
mamapu meningkatkankerja, sementara pemanfaatan teknologi informasi sangat
dipengaruhi oleh kemauan pengguna untuk menerima dan menggunakan ketersediaan
system. Aspek perilaku dalam system informsi muncul karena mausai merupakan bagian
yang sangat penting dalam system secara total (Martin Christoper dan Philip Powell,1992)
Lebih lanjut Martin christoper dan Philip Powell (1992) dalam bukunya yang
berjudul “Information System A Managament Perspective” menaytakan secara ideal
keberadaan dari sebuah system informasi berbasis komputer dengan suatu organisasi dpat
diterima dnegan penuh antusias oleh para penggunanya , sebaga investasi yang sudah
dikeluar untuk mendesain sampai denagn mengimplementasi suatu system tentu relative
mahal. Salah satu factor yang menyebabkan dalam memanfaatkan system informasi adalah
factor manusianya.
Menurut David O sear (1988) dalam penelitiannya yang berjudul “A cognitive
Teory; management Information System Concpet” menyatakan perilaku seseorang angara
lain ditentukan oleh caranya mengamati situasi social, inilah yan disebut dengan factor
kognitif. Orang secara spontan akan mengoganisasi persepsi, pikiran dan keyakinan tentang
situasi social ke dalam bentuk sederhana dan bermakna, seperti yang mereka lakukan
terhadap obyek. Oleh karena itu pemahaman terhadap factor factor kognitif mempunyai
peranan yang penting untuk mengentahui dan memprediksi derajat penerimaan pengguna
pada system informasi manajemen sebagai suatu objek atau produk teknologi informasi.
Penerimaan system informasi (Information System Acceplance ) merupakan tingkat
kemauan dari seorang individu untuk memanfaatan system. Aspek kemauan pengguna
untuk memanfaatan sistem secara optimal meruapakan faktor yang sangat penting untuk
dikaji secara mendalam karena penolakan tehradap suatu sistem akan berdampak pada
kegagalan dalam mengimplementasikan sebuah proyek sistem informasi (Sang M. Lee ata
al 1995)
Dari keterangan keterangan di atas tampak jelas bahwa penerapan IT melalui SIM
maka faktor manusia memegang peranan yang sangat penting terutama menyangkut
kemampuan pemakai akhir dan penerimaan sistem informasi yang pada gilirannya sangat
berpengaruh terhadap pemanfaatan sistem dan kepuasan pengguna sistem
Sat ini banyak perguruan tinggi baik negeri dan swasta di kota Blitar telah
menggunakan jasa IT yang berbasis komputer dalam membantu memproses segala
persoalan yang menyangkut masalah pengelolaan perguruan tinggi yang bersangutan seperti
pengelolaan maslah administrasi kemahasiswaan, administrasi tenaga pengajar,dan pegawai
serta admnistrasi keuangan Perguruan Tinggi tersebut seperti Universitas Negeri Malang II,
Universitas Islam Balitar, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, Akademi Manajemen dan
Perpajakan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Patria dll. Akan tetapi dalam operasional IT ini
ternyata belum dapat berfungsi secara optimal apalagi dapat memberikan suatu tingkat
kepuasan bagi penggunanya, hal ini disebabkan oleh tingkat kerumitan sistem yang
digunakan dan makin muhtahirnya teknologi komputer dan sistem yang terlalu berkembang
dari waktu ke waktu. Berdsarkan alasan alasan inilah mendorong kami untuk mengadakan
penelitian dnegan mengambil topik seperti yang tercantum di muka. Adapun alasan lain
adalah berdsarkan hasi observasi awal kami teryata kemampuan para operator dan
pengembang sistem pada beberapa perguruan tinggi di Blitar ,masih jauh dari harapan , disis
lain ada perguruan tinggi tertentu penerapan IT- nya sudah berjalan cukup baik. Oleh karena
itu perlu diadakan penelitian untuk mengungkapkan mengapa beberapa perguruan tinggi di
Blitar pemakaian IT yang berbasis komputer belum berjalan secara optimal
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas , maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah deskripsi tentang kemampuan Pemakaiian Akhir dan Penerimaan Sistem
pada Perguruan Tinggi di Blitar?
2. Bagaimanakah deskripsi tentang pemanfaatan sistem dan Kepuasan Pemakai Akhir
Komputer pada Perguruan Tinggi di Malang?
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifian antara Kemampuan Pemakai Akhir dan
Penerimaan sistem informasi secara simultan terhadap Pemanfaatan Sistem
4. Apakah terdaapt pengaruh yang signifikan secara prasial antara Kemampuan Pemakai
Akhir dan Penerimaan sistem informasi terhadap Pemanfaatan Sistem
5. Apakah terdapat pengaruh signifikan dari Pemanfaatan Sistem terhadap Kepuasan
Pemakai Akhir?
6. Apakah Terdapat pengaruh signifikan dari Kemampuan Pemakai Akhir terhadap
Kepuasan Pemakai Akhir
7. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari peneriman sistem terhdap terhadap
Kepuasan Pemakai Akhir
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka Tujuan yang henda dicapai dalam
penelitian ini adalah;
1) Untuk mengetahui deskripsi tentang Kemampuan Pemakai Akhir dan Penerimaan
Sistem Informasi pada Perguruan Tinggi di Blitar
2) Untuk Mengetahui deskripsi tentang Pemanfaatan Sistem dan Kepuasan pemakai
Akhir komputer pada Perguruan Tinggi di Blitar
3) Untuk Mengetahui pengaruh yang signifian antara Kemampuan Pemakai Akhir dan
Penerimaan sistem informasi secara simultan terhadap Pemanfaatan Sistem
4) Untuk Mengetahui
5) pengaruh yang signifikan secara prasial antara Kemampuan Pemakai Akhir dan
Penerimaan sistem informasi terhadap Pemanfaatan Sistem
6) Untuk Mengetahui pengaruh signifikan dari Kemampuan Pemakai Akhir terhadap
Kepuasan Pemakai Akhir
7) Untuk Mengetahui pengaruh yang signifikan dari peneriman sistem terhdap terhadap
Kepuasan Pemakai Akhir
1.4 Manfaat penelitian
Dalam hasil penelitian ini diharapkan :
1. Hasil Penelitian ini memberikaninformasi kepada Pengelola Perguruan Tinggi di
Blitar tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemanfaatan sistem
yaitu terdiri dari Kemampuan Pemakai Akhir dan Penerimaan Sistem Informasi dan
dampaknya terhadap Kepuasan Pemakai Akhir
2. sumbangan Teoritik hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi
pengembangan ilmu Sistem Informasi Manajemen, untuk memperkaya
Pengembagan Teori teori baru.
2. Metode Penelitian
2.1 Jenis Penelitian
Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif denga jenis penelitia explanatory reserach yaitu penelitian yang
berusaha menjelaskan hubungan variabel satu dengan variabel lainnya, dimana pengambilan
sampel dilakukan dengan cara menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data utama.
2.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di 5 Perguruan Tinggi di Blitar , yaitu Universitas Negeri
Malang II (UM), Universitas Islam Balitar (UIB), Sekolah Tinggi Ekonomi Kesuma
Negara, Akademi Manajemen dan Perpajakan dan Sekolah Tinggi kesehatan Patria yang
telah menggunaan sistem komputer dan telah memenuhi syarat untuk dijadikan obyek
penelitian ini.
2.3 Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu Yaitu Pelaksanaan Administrasi
yag mengoperasian tingkat bawah atau sering disebut ”Pemakai akhir tingkat menu”
komputer di lokasi penelitian. Pemakai akhir tingkat menu merupakan pemakai akhir yang
biasanya tidak mampu menciptakan perangkat lunak mereka sendiri, tetapi capt
berkomunikasi dengan perangkat luna jadi dnegan menggunakan menu menu seperti yang
ditampilkan leh Lotus, dBase dan Word Perfect (McLeod 1996).
2.4 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini aldah semua tenaga administrasi yag mengoperasikan
komputer di Universitas Negeri Malang II (UM), Universitas Islam Balitar (UIB), Sekolah
Tinggi Ekonomi Kesuma Negara, Akademi Manajemen dan Perpajakan dan Sekolah
Tinggi kesehatan Patria. Data ya glebih lengkap tentang jumlah populasi dapat dilihat apda
tabel 2. adapun perhitungan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin dalam Uma (1997).
Rumus slovin adalah sebagai berikut:
N
n =
1 + Ne²
Dimana n = Besarnya Sampel
N= Besarnya Populasi
e = % Kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan pengambilan sampel yang
masih bisa ditoler
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive random
sampling, karena dalam penelitian ini sampel yang dipilih berdsarkan tujuan tertentu saja
(Sugiyono, 1998). Pertimbangan yang diambil dari penelian ini adalah sampel yang dipilih
khusus tenaga pelaksanaan administrasi yang secara langsung (direct user) menggunakan
sistem informasi berbasis komputer. Jadi dalam hal ini yang diteliti adalah petugas di unit
kerja yang sudah memiliki sistem berabasis komputer program sistem informasi berbasis
komputer
2.5 Jenis dan Sumber data
Penelitian ini menggunakan 2 Jenis data yaitu
a. Data Primer
Yaitu jenis data yang didapat langsung dari tangan pertama. Dalam penelitian ini
berasal dari Pelaksana Administrasi yang mengoperasikan (end user) komputer di
Universitas Negeri Malang II (UM), Universitas Islam Balitar (UIB), Sekolah Tinggi
Ekonomi Kesuma Negara, Akademi Manajemen dan Perpajakan dan Sekolah
Tinggi kesehatan Patria. Data tersebut menyangkut kemampuan pemakai akhir ,
penerimaan sistem informasi dan pemanfaatan sistem
b. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari pihak pengelola dari setiap lingkungan terhdaptnya.
Sistem informasi Manajemen berada
2.6 Teknik Pengumpulan Data
Dalam Penelitian ini menggunakan Beberapa Jenis teknik pengumpulan data yaitu
meliputi :
a. Teknik Kuesioner. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data yang berhubungan
dengan variabel variabel bebas, variabel antara, dan variabel terikat
b. Teknik Wawancara. Sebagai upaya untuk mengadakan konfirmasi dan untuk
melengkapi data yang terdahulu yang diperolehmelalui teknik kuesioner maka
digunakan teknik wawancara
No Nama Perguruan Tinggi Jumlah
Populasi
Jumlah
Sampel
1 Universitas Negeri Malang (UM)II 86 15
2 Universitas Islam Balitar (UIB) 114 22
3 Sekolah Tinggi Ekonomi Kesuma Negara (STIKEN) 80 14
4 Akademi Perpajakan dan Manajemen Indonesia 75 12
5 Sekolah Tinggi Kesehatan Patria Blitar. 108 19
Jumlah 473 82
Sumber : Data Primer yang diolah (2010)
}}{{2222
yyNyxN
yxxyNRxy
c. Teknik Observasi. Teknik ini digunakan untuk melihat dari dekat kondisi firisk
obyek penelitian yaitu kondisi fisik subyek penelitian
2.7 Variabel Penelitian
Berdasarkan model hipotesis yang telah dipaparkan maka secara operasional ada 4
variabel penelitian yang ditetapkan, yaitu :
1. Variabel Bebas Penelitian terdiri dari : Kemampuan pemakai akhir (X1) dan
Penerima sistem Informasi (X2)
2. Variabel Antara : Pemanfaatan Sistem Informasi (X3)
3. Variabel Terikat : Kepuasan Pemakai Akhir (Y)
2.8 Pengukuran Instrumen
Pada variabel Kemampuan Pemakai Akhir,daftar peranyaan yang digunakan, telah
disediakan skala likert lima titik (5 point likert scale) mulaid dari 1=sangat rendah;2=
Rendah; 3=Cukup; 4= Tinggi;5= Sangat Tinggi sedangkan variabel penerimaan Sistem
Informasi (X2), pengukurannya dilakukan dengan menerapkan skala likert lima titik (5
point likert scale) mulaid dari 1=sangat Setuju;2= Setuju; 3=Cukup Setuju; 4= Kurang
Setuju; 5= Sangat Tidak Setuju
Variabel Pemanfaatan sistem, seperti 3 fungsi pada tabel 1 di halaman 17 digunakan
sebagai dasar penyusunan daftara pertanyaan yang penerapannya akan menggunakan skala
likert lima titik (5 point likert scale) mulai dari 1=sangat sedikit sekali ;2= Sedikit ;
3=CukupBanyak ; 4= Banyak ;5= Sangat Banyak
2.9 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen
a. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat akurasi dari alat ukur ang digunakan.
Suatu instrumen pengkuran dikatakan valid jika instrumen tersebut mengukur apa yang
seharusnya diukur( Gujarati:1997). Uji validitas ini dimaksudkan untuk menguji instrumen
penelitian yang mencerminkan pengkuruan konstruk seperti yang ada dalam kerangka
teoritis. Jadi Validitas memberi gambaran keterpaduan butir butir insrtrumen (variabel
terukur) antara satu dengan yang lainnya. Setelah diisi dan dikembalikan oleh responden,
selanjutnya dihitung dandilihat validitasnya untuk masing masing item dengan cara melihat
korelasi product moment dengan rumus
Sumber : Gujarati (1997)
Keterangan
r = Nilai Korelasi
n = Banyaknya Sampel
x = Nilai Skor item X
y = Nilai Skor item Y
1. Setelah dihitun Rxy. Dilihat Validitasnya dengan menggunakan Kriteria
0.8000 < Rxy ≤ 1.000 = Validitas Sangat Tinggi
0.6000 < Rxy ≤ 0.8000 = Validitas Tinggi
0.4000 < Rxy ≤ 0.6000 = Validitas Cukup Tinggi
2
211 1
1 t
b
K
Kr
jStdLoading
StdLoadingExtractedVariance
2
2
0.2000 < Rxy ≤ 0.4000 = Validitas Rendah
0.0000 < Rxy ≤ 0.2000 = Validitas Sangat Rendah
2. Dengan hasil Uji Coba validitas ini maka kuisioner tersebut dapat dilanjutkan ke
penelitian untuk diuji reliabilitasnya . bila probabilitasnya hasil korelasi lebih kecil (<)
dari 0,05% maka dinyatakan valid dan sebaliknya dinyatakan tidak valid
b. Uji Reliabiitas
Uji Reliablitias dalam penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan untukmengetahui
konsistensi data yang diperoleh. Pengkuran rehabilitasi mengunakan indeks numeric yang
disebut koefisisn. Uji reliabilitas ditetapkan untuk mengetahui apakah responden telah
menjawab pertanyaaan secara konsisten atau tidak sehingga
kesungguhan jawaban dapat dipercaya. Dalam hal ini apabila nilai koefisien ≥0.05,
maka dapat dikatakan bahwa instrumen yang digunakan tersebut reliable (Arikunto 1993).
Adapun teknik uji Reliabilitas adalah reliabilitas internal,menggunakan rumus Alpha
Cronbach (Arikunto.1993) dengan formula rumus Koefisien reliabilitas sebagai berikut:
Sumber : Arikunto.1999
Dimana :
R11 = Reliabilitas Instrumen
K = Banyaknya butir pertanyaan
b ² = Jumlah Varians butir
= Varian Total
Pendapat lain menjelaskan bahwa reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi
internal indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing
masing indikator tersebut mengindikasikan sebuah konstruk atau faktor faktor laten yang
umum. Adapun nilai besar variance extracted dapat dihitung mengunakan rumus sebagai
berikut :
Nilai Variance ekstracted yang tinggi menunjukkan bahwa indikator – indikator
tersebut telah mewakili secara baik kontruk laten yang dikembangkan. Nilai variance
extracted ini direkomendasikan pada tingkat paling sedikit 0.05(Augusty.2000)
2.10 Analisa data
Untuk analisa data digunakan dua jenis Analisa Yaitu
a. Analisa Deskriptif yaitu untuk menejlaskan gambaran tentang variabel bebas,
variabel antara dan variabel terikat bebas, variabel antara dan variabel terikat
b. Analisa Regresi Berganda untuk mengetahui pengaruh variabel variabel bebas
dengan variabel bergantung dan analisis variabel tergantung dengn dengan
variabel terikat digunakan analisis regresi linier sederhana.
2.11 Teknik Analisis Data
Analisa data dalam penelitian digunakan dua teknik yaitu teknik analisa data yang
menggunakan analisa deskriptif inferensial. Teknik desktriptif digunakan untuk
mendeskripsikan masing masing variabel penelitain melalui analisis disribusi frekuensi,
sedangkan untukmengetahui pengaruh ”kemampuan pemakai akhir” dan Penerimaan
sistem informasi terhadap Pemanfaatan sistem”, pengaruh ”Pemanfaatan Sistem terhadap
”Kepuasan Pemakai Akhir,” pengaruh kemampuan pemakai akhir dan penerimaan sistem
terhadap kepuasaan pemakai kahir digunakan analisis jalur atau Path Analysis dengan
menggunakan Regresi (Singgih Santoso 2000). Semua analisis ini menggunakan Program
SPSS for windows versi 16.00
2.12 Pengujian Asumsi Klasik
Untuk memperoleh nilai pemerkira yang tidak bias dan efisien dari satu persamaan
regresi linear berganda dengan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square),
maka dalam pelaksanaan analisis data harus memenuhi asumsi klasik sebagai berikut:
a. Uji Kolinieritas Ganda (Multicoliniarity) Kolinieritas merupakan keadaan di mana terdapat korelasi yang sangat tinggi antar
variabel bebas dalam persamaan regresi. Menurut Gujarati (1991:172) dikatakan bahwa
“Mulikolinieritas memiliki arti adanya korelasi linier yang tinggi (mendekati sempurna) di
antara dua atau lebih variabel bebas” berarti, jika antara variabel bebas yang digunakan
sama sekali tidak berkorelasi satu dengan yang lain atau berkorelasi tetapi tidak lebih dari r
kritis (mempunyai signifikasi p>0,05), maka bisa dikatakan tidak terjadi multikolinieritas.
Uji Multi Kolinieritas dilakukan dengan mengunakan Variance Inlanting Factor (VIF) bila
VIF < 5% maka tidak terjadi multikolinieritas (Santoso ;1999)
b. Uji Homoskedastistas dan Heterokedastistitas Heteroskedostisitas duji dengan menggunakan uji koesfisien korelasi rank spearmen
yaitu mengkorelasikan antara absolute residual hasil regresi dengan semua variable bebas.
Heteroskedostisitas adalah suatu keadaan yang masing-masing kesalahan penggangu
memounyai varian yang berlainan. Bila signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka persamaan
regresi tersebut mengandung heteroskedostisitas
Uji heterokedastisitas menggunakan metode Park terlihat bahwa pengaruh dari
setiap variabel bebas yang telah di in kan terlebih dahulu terhadap kuadrat residual yang
telah dihilangkan pula (Gujarati,1991). Variabel-variabel bebas tersebut tidak signifikasi,
berarti terbebas dari heteroskedastisitas. Dengan demikian data untuk peramalan tersebut
adalah termasuk kategori homokedastisitas.
c. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mendeteksi apakah distribusi data variabel bebas
dan terikatnya adalah normal. Model regresi yang baik adalah mempunyai distribusi data
normal atau mendwkati normal. Untuk menguji normalitas ini diketahui dari tampilan
normal probability plot. Dengan ditunjukan jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan
mengikuti arah garis diagonal maka model regresi. Yang memenuhi asumsi normalitas. Jika
data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka
model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
Sebagai kelengkapan dalam pemenuhan asumsi klasik dilakukan pula uni
normalitas, dalam uni ini distribusi pengamatan yang dicapai dengan rata-rata sama
dengan 0, dan standar deviasi sama dengan I, sebagaimana dalam distribusi normal
standar dengan trasnformasi nilai-nilai pengamatan ke dalam skala Z (normal standar).
Pengujian dilakukan dengan menggunakan SNIRNOV pada paket program SPPS for
Window versi 10.0, hasilnya menunjukkan bahwa distribusinya adalah normal dengan
demikian penggunaan regresi linear berganda dapat diterima.
2.13 Pengujian Korelasi dan Regresi
a. Analisa Korelasi Berganda Untuk mengetahui arah dan kuatnya hubungan antar peubah-peubah dalam konsep
Kualitas Pelayanan secara bersama-sama terhadap peubah Kepuasan Pasien (Y). Formula
yang digunakan dalam korelasi adalah:
2)()2211( yyxbyxbyan
)(2 yyn
Sumber : (Gujarati : 1992)
Keterangan :
r = Koefisien korelasi
n = banyaknya sampel
x = peubah yang mempengaruhi (bebas)
y = peubah yang dipengaruhi
Selain itu, interpretasi kuat lemahnya hubungan variabel yang terlihat juga ditentukan oleh
persoalan yang dihadapi. Menurut sugiarto berikut merupakan pedoman penilaian
terhadap kriteria hubungan (Korelasi) variabel beba dengan variabel terikat.
Nilai ( r ) Kriteria Hubungan
0 Tidak ada korelasi
0 – 0.5 Korelasi lemah
0.5 – 0.8 Korelasi sedang
0.8 – 1 Korelasi kuat
1 Korelasi sempurna
Sumber : Sugiarto (2002)
b. Analisa Uji F
Sedangkan untuk menentukan apakah signifikan/tidak dalam pengujian koefisien
korelasi berganda menggunakan uji F dengan rumus/Formula
R2 / k
Fhit =
(1 - R2)/(n – k - 1) (Sudjana, 1986;377)
di mana :
F = Test hipotesis/pendekatan distribusi probalitas fischer
R2 = Koefisien Korelasi
n = Jumlah sampel
k = Jumlah peubah bebas
k-1 dan k-n menunjukkan derajat kebebasan, di mana persamaan di atas menunjukkan
persamaan di atas menunjukkan hubungan antara F dan R2 dan nilai F tergantung pada R
2.
r2
21
2
r
nt
Dalam pengujian F hitung uji hipotesis dapat dikatakan signifikan apabila F hitung > F
tabel dan sebaliknya apabila F hitung < dari F tabel berarti tidak signifikan, R (Koefisien
Korelasi) akan mempunyai nilai antara 0 dan 1, Bila R=0 berarti tidak ada hubungan
yang mutlak. R=1 itu berarti menunjukkan hubungan yang muttlak antara peubah yang
diteliti. Jadi semakin besar atau mendekati angka 1, nilai koefisien determinasinya semakin
erat hubungannya dengan peubah yang diteliti.
Ho = RyX1Y2,…………., Xk = o, yang berarti tidak ada hubungan antara peubah-
peubah X1, X2……..,Xn dengan peubah Y
Ha = RyX1Y2,…………., Xk > o, yang berarti ada hubungan antara peubah-peubah
X1, X2……..,Xn dengan peubah Y
c. Analisa Regresi Analisa ini digunakan untuk mengamati dan mengetahui sejauh mana pengaruh
yang ada dalam masing-masing peubah bebas terhadap peubah terikat dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3x3 + b4X4 ……….. + bkxk
Di mana :
Y = Peubah yang dipengaruhi
X = Peubah yang mempengaruhi
a = Konstanta regresi
b = Konstanta regresi Linier
Untuk mendapatkan Nilai b0, b1, b2 dan bk dapat digunakan persamaan normal
sebagai berikut (Kerlinger, 1987 : 77)
Y = n.b0+b1X1+b2X2+b3X3+……..+bkXk
YX1 = b0X1+b1 2
1X +biX1X2+b3X1X3+……..+bkX1X3 2
kx
YX2 = boX2+b1X2X1+bi 2
2x +b3X2X3+……..+bkX2Xk
Yxk = boXk+b1XkX1+bi+b3XkX3+…...+bkX2(Kerlinger,1987)
Apabila untuk menguji hipotesis empiris dapat digunakan hipotesis statistik sebagai
berikut :
Ho : xi xij (Xi mempunyai pengaruh paling kuat atau sama dengan Xij)
Ho : xij (Xi mempunyai pengaruh paling kuat dibanding dengan Xij xi )
d. Analisa Uji T
Adapun untuk menguji koefisien tersebut digunakan untuk menguji t dengan
menggunakan formula sebagai berikut :
Sumber : Kerlinger,1987
Di mana
t = Pendekatan distribusi Probabilitas
r = Koefisien korelasi
n = banyaknya sampel
Kriteria yang digunakan adalah :
a). Menetapkan semua peubah yang bermakna dengan jalan melihat T hitung dan t DF.
Apabila t hitung> t DF maka bermakna dari yang bermakna tersebut ditetapkan
koefisien yang paling besar kemudian dibandingkan dengan peubah yang lain.
b). Menerima H0 apabila :xi > xij
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
3.1 Analisa Deskriptif Tentang Variabel Penelitian
Berikut ini akan dipaparkan deskripsi variabel variabel penelitian denga analisis
distribusi frekuensi. Variabel variabel penelitian tersebut terdiri 2 buah variabel bebas yaitu
kemampuan Pemakai akhir dan Variabel Penerimaan Sistem Informasi (X2), 1 buah
Variabel antara yaitu Pemanfaatan System(X3) dan 1 buah variabel terikat yaitu Kepuasan
Pemakai Akhir (Y)
a. Variabel Kemampuan Akhir (X1)
Kondisi sesungguhnya dari kemampuan para responden tergambar dari jawaban yang
mereka sampaikan atas daftar pertanyan ang diajuakan dengan tujuan untuk mengukur
variabel kemampuan pemakai. Rata rata tanggapan reponden berada pada taraf cukup mahir
hal inidibuktikan oleh rata rata mena jawaban responden sebesar 3,68
b. Variabel Penerimaan Sistem Informasi(X2)
Secara umum responden cukup dapat menerima sistem yang diterapkan di perguruan tinggi
yang bersangkutan hal ini dibuktikan oleh rata rata mean jawaban responden adalah 3.5
c. Variabel Pemanfaatan Sistem(X3)
Secara umum responden menyatakan cukup banyak memanfaatkn sistem yang diterapkan di
perguruan tinggi mereka. Hal ini dibuktikan oleh rata rata mean dari respon responden
adalah 3,54
d. Variabel Kepuasan Pemakai Akhir (Y)
Secara umum Responden cukup Puas akan sistem yang diterapkan diperguruan Tinggi
mereka. Hal ini dibuktikan dari nilai rata rata mean jawaban responden adalah 3,52
3.2 Validitas dan Realibilitas
Hasil uji validitas dan realivilitas instrumen penelitian sebagai berikut: dalam penelitian
ini ada 82 kasus dengan derajat kebebasan(df) 82-2=80. taraf signifikan 5%. Nili r tabel
=0.220. nilai r Tabel ini digunakandasar untuk menilai r hitung tiap item instrumen. Jika r
hitung lebih besar dari r tabel maka instrumen tersebut dikatakan valid. Sedangkan untuk
menilai tingkat reabilitas item variabel maka didasarkan perhitungan alpha. Suatu instrumen
dikatan realiabel jika alphanya lebih besar dari 0,5(Ali Saukah.2000)
Dari hasil Analisis diketahui alpah dari instrumen variabel ini adalah 0,792. dengan
demikian dapat disimpulkan instrumen penelitian dapat disimpulkan instrumen penelitian
untuk variabel X1 dikatakan valid dan reliabel.
Alpha instrumen ini sebesar 0,83 dari tabel dan keterangan diatas maka dapat
disimpulkan instrumen penelitian untuk variabel X2 dikatakan valid dan reliabel.
Alpha instrumen ini sebesar 0,754 dari tabel dan keterangan diatas maka dapat
disimpulkan instrumen penelitian untuk variabel X3 dikatakan valid dan reliabel.
Alpha instrumen ini sebesar 0,21 dari tabel dan keterangan diatas maka dapat
disimpulkan instrumen penelitian untuk variabel Y dikatakan valid dan reliabel.
3.3 Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalaqh adanya hubungan linier yang sempurna atau pasti antara
variabel bebas. Untuk melihat atau pasti antara variabel multikolinieritas dapt diidentifikasi
dengan melihat nilai VIF(Variance Inflanting Factor) variabel bebas, apabila nilai VIF >5
maka terdapat gejala multikol antara variabel bebas jika sebaliknya makat idak terjadi
multikolinieritas (Santoso,2000)
Dengan melihat nili VIF, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolnieritas
karena nilai VIF semua variabel bebas lebih keci dari 5
b. Uji Heterokedastis
Hasil uji heterokedastis dapat dilihat melalui sebaran data pada scaterplot. Bilamana tidak
ada pola tertentu atau teratur pada scatterplot maak dat telah memenuhi persyaratan uji
regresi. Disamping itu untuk menguji heterokedsitisitas dapat juga dilakkukan melalui
metode Spearmen rank correlation yaitu memandingkan nilai Sig(2-tailed) masing msing
variabel bebas dnegan nilai sginifikan alpha sebesar 5%. Jika nilai signifikannya lebih besar
dari 0.05 maka tidak terjadi gejala heterokedastisitias, jika sebaliknya maka terjadi gejala
hetero kedastisitas.
3.4 Analisa Data dan Intepretasi
Dalam analisis regresi dilakukan uji simultan atau uji F dan uji parsial atau uji t. Adapun
hasil perhitungan komputer yang dilakukan dengan program SPSS versi 16 dapat dilihat
sebagai berikut:
Variabel Koefisien
Regresi(B) T hitung Probabilitas Beta R R ² Var
bebas
Var
terikat
X1 Z
0,287 3,143 0,0024 0,0003 0,333 0,110
X2 0,279 3,791 0,0003 0,480 0,392 0,153
Rsquare 0,728 F.Hitung 105,523
R² 0,720 probabilitas 0.000
Multiple R 0,8534 α 0,05
Konstanta -0,123 N 82
3.5 Pengujian Hipotesis Kerja Satu (H1)
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai F Hitung adalah 105,523 dengan angka
probabilitas 0,000 (p<0,05),maka Hipotesis kerja (H!) diterima, yaitu terdapaqt pengaruh
yang signifikan antara variabel Kemampuan Pemakai Akhir dan Penerimaan Sistem (X1
dan X2) terhadap Pemanfaatan sistem (X3) secara bersama sama (Simultan) dapat diterima.
R Square 0,728 dalam Penelitian ini yang digunakan adalah R Square yang
disesuaikan (karena variabel bebas lebih dari satu) sebesar 0,720 ini mengandung makna
bahwa terdapat pengaruh yangkuat antara variabel. Variabel variabel bebas X1 dan X2
terhadap variabel X3 sebesar 0,720 atau 72% dan selebihnya 0,280 atau 28% dipengaruhi
oleh variabel lain yang diluar penelitian ini
3.6 Pengujian Hipotesis kerja Kedua (H2)
Berdasarkan hasil analissi diperoleh informasi tentang uji parsial dari pengaruh tiap
variabel bebas terhadap variabel tgerika adalah sebagai berikut:
Pada tabel menujukkan nilai p(0,0024) < α0,05. hal ini berarti secara parsial terdapat
pengaruh hang signifikan dari variabel kemampuan pemakai akhir terhadap pemanfaatan
sistem taraf 95% Nilai koefisien determinan parsial(r²) 0,110 yang berarti variasi
peruabahan permanfaatan sistem (X3) yang dapat dijelaskan oeh variabel kemampuan akhir
(X1) sebesar 0,110. Nilai Koefisien B yang diperoleh adalaqh positip yaitu sebesar 0,287
dapat diartikan juka nilai kemampuan akhir dianikan sebesar satu satuan , maka nilai
pemanfaatan sistem akan mingkat sebesar 0,287 dengan asumsi variabel bebas lainnya
konstan.
Dari tabel nilai p(0,0003)< α0,05. hal ini berarti secara parsial ada pengaruh
signifikan antara variabel Penerimaan sitem Informasi (X2) terhadap Pemanfaatan
sistem(X3), taraf signifikan 95%. Nilai koefisien determenasi (r²) yang diperoleh adalah
0,1533 yang berarti variasi perubahan permanfaatan sistem (X3) yang dapat dijelaskan
variabel penerimaan sistem sebesar 0,1533. Nilai Koefesien regresi (B) yang diperoleh
adlaah positip yaitu 0,279 dapat diartikan bahwa jika nilai Penerimaan sistem Informasi
dinaikan sebesar satu satuan , maka nilai Pemanfaatan sistem akan meningkat sebesar 0,278
dengan asumsi variabel lain konstanta.
Berdasarkan hasil analisis Regresi linier berganda yang ditampilkan dalam tabel
maka dapat dihasilkan persamaan regresi sebagai berikut :
X3 = -0,123 +0287X1+0,279X2
Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesis Kerja
(H2) kedua yaitu ada pengaruh yang signifikan secara parsial antara variabel variabel bebas
yaitu Kemampuan (X1),dan Penerimaaan sistem Informasi (X2) dapat diterima
3.7 Pengujian Hipotesis Kerja Ketiga (H3)
Pengujian ini dilakukan untuk menjawab hipotesis kerja yang ke 3 untuk itu berikkut
ini disajikan hasil analisis regresi sederhana untuk menguji hipotesis kerja diatas.
Variabel Koefisien
Regresi(B)
T
hitung Probabilitas Beta Var
bebas
Var
terikat
X1 Z
0,953 12,431 0,0000 0,9668
X2 0,0410 0,501 0, 6181 0,0389
Rsquare 0,871 F.Hitung 268,561
R² 0,868 Probabilitas 0.000
Multiple R 0,9333 α 0,05
Konstanta 3,387 N 82
Dengan melihat tabel diatas diketahui signifikan p=0,000 lebih kecil 0,05 berarti
hipotesa (H3) dapat diterima artinya pengaruh yang signifikan ari variabel pemanfaatan
Sistem (X3) terhadap Kepuasan Pemakai Akhri (Y). R Square = 0,871 yang berarti
teradapat pengaruh yang signifikan sebesar 87% terhadap kepuasan pemakai akhir dan
sisanya 23% dipengaruh oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
4. Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yanag telah disajikan di depan maka disimpulkan:
1. Terdapat pengaruh yang signifika dari Variabel Kemampuan Pemakai Akhir dan
Penerimaaan Sistem Informasi terhadap Pemanfaatan Sistem secara simultan hal ini
dibuktikan Nilai bahwa nilai F Hitung adalah 105,523 dengan angka probabilitas 0,000
(p<0,05),maka Hipotesis kerja (H!) diterima, yaitu terdapaqt pengaruh yang signifikan
antara variabel Kemampuan Pemakai Akhir dan Penerimaan Sistem (X1 dan X2)
terhadap Pemanfaatan sistem (X3) secara bersama sama (Simultan) dapat diterima. R
Square 0,728 dalam Penelitian ini yang digunakan adalah R Square yang disesuaikan
(karena variabel bebas lebih dari satu) sebesar 0,720 ini mengandung makna bahwa
terdapat pengaruh yangkuat antara variabel. Variabel variabel bebas X1 dan X2
terhadap variabel X3 sebesar 0,720 atau 72% dan selebihnya 0,280 atau 28%
dipengaruhi oleh variabel lain yang diluar penelitian ini
2. Menujukkan nilai p(0,0024) < α0,05. hal ini berarti secara parsial terdapat pengaruh
hang signifikan dari variabel kemampuan pemakai akhir terhadap pemanfaatan sistem
taraf 95% Nilai koefisien determinan parsial(r²) 0,110 yang berarti variasi peruabahan
permanfaatan sistem (X3) yang dapat dijelaskan oeh variabel kemampuan akhir (X1)
sebesar 0,110. Nilai Koefisien B yang diperoleh adalaqh positip yaitu sebesar 0,287
dapat diartikan juka nilai kemampuan akhir dianikan sebesar satu satuan , maka nilai
pemanfaatan sistem akan mingkat sebesar 0,287 dengan asumsi variabel bebas lainnya
konstan. Dari tabel nilai p(0,0003)< α0,05. hal ini berarti secara parsial ada pengaru
signifikan antara variabel Penerimaan sitem Informasi (X2) terhadap Pebamanfaatan
sistem(X3), taraf signifikan 95%. Nilai koefisien determenasi (r²) yang diperoleh adalah
0,1533 yang berarti variasi perubahan permanfaatan sistem (X3) yang dapat dijelaskan
variabel penerimaan sistem sebesar 0,1533. Nilai Koefesien regresi (B) yang diperoleh
adlaah positip yaitu 0,279 dapat diartikan bahwa jika nilai Penerimaan sistem Informasi
dinaikan sebesar satu satuan , maka nilai Pemanfaatan sistem akan meningkat sebesar
0,278 dengan asumsi variabel lain konstanta. Berdasarkan hasil analisis Regresi linier
berganda yang ditampilkan dalam tabel maka dapat dihasilkan persamaan regresi
sebagai berikut :
X3 = -0,123 +0287X1+0,279X2
Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesis Kerja (H2)
kedua yaitu ada pengaruh yang signifikan secara parsial antara variabel variabel bebas
yaitu Kemampuan (X1),dan Penerimaaan sistem Informasi (X2) dapat diterima
4.2 Saran
1. Oleh karena melalui hasil penelitian dketahui pengaruh yang signifikan dari variabel
kemampuan pemakai akhir dan penerimaan sistem informasi terhadap kepuasan
pelanggan maka kepada lembaga perguruan tinggi jika ingin mengembangkan sistem
informasi manajemen yhang diaplikasikan di Perguruan Tinggi yang bersangkutan
maka sebaiknya , sistem tersebut haru familiar artinya mudah dipahami dan dimengerti
untuk diaplikasikan oleh tenaga tenaga operasional (End User)
2. Dari hasil penelitian menyangkut pengaruh kepuasan pemakai akhir, nampaknya
terdapat hanya 52,7% yang mampu menjelaskan kepuasan pemakai akhir. Oleh karena
itu disarankan bagi peneliti lebih lanjut variabel variabel lain manakah yang cukup
berpengaruh terhadap kepuasan Pemakai Akhir.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 1991. Prosedur Penelitian suatu pendekatan Praktis , Rineka Cipta.
Jakarta
___________, 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Rineka Cipta, Jakarta.
Assael H, 1987. Consumer Behavior and Marketing Action. Third Edition, Kent Publishing,
Company Boston
Atha Sopoulos, Antreas, 2000. Cunstomer Satification cues to Support Market
Segmentation and Explain Behavior
Azwar Azrul, 1996. Pengantar Administrasi . Cetakan Pertama, Edisi Ketiga, Binarupa
Aksara, Jakarta
Azwar, Saifuding. 1986. Reliablitas dan Validitas suatu intepratasi dan Komputasi, Liberty
Yogyakarta
Barry, Leonard anda Parrassuraman, 1997. Listening to The Constumer the Consept of
Seervice Quality Information system, Sloan Management Review Spring, pp 65-76
Christoper, Martin and Powell, Philip 1992. Information System A Management
Perspective. Mc Graw Hil Book Company Europe
Compaeu, Deborah R dan Higgins Cristoper A.1995. Computer Self Efficacy Development
of Measure and Initial Test. MIS Quarterly, Juni, 189-211
Gujarati, Damodar, 1997. Ekonometrika Dasar, Alih Bahasa Sumarno Zein. Erlangga.
Surabaya
Igbaria Magid. Parasuraman, Saroj dan Baraoudi Jack. J 1996 Journal of Management
Information System 13 page 127-143
Mc Leod Jr Raymond 1996. Sistem Informasi Manajemen Jilid 1 Diterjemahkan oleh
Teguh Jakarta PT Prehallindo.
Sujana, 1996. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi bagi para Peneliti, Tarsito. Bandung
Yogiyanto. HM.1995. Analisa dan desain Sistem Informasi . Yogyakarta Andi Offset
PENTINGNYA PENGAWASAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU BAGI
PROSES PRODUKSI Oleh :
Bina Andari
Abstract
Material inventory controlling just need for big or small company in efforts for
care production process stabilitation. Without good control is barrier production
process. Unstabil production process will influences main finance.
If more inventory can company loss because the capital is ceased too long in
saving, but unless if less inventory to causes to stop production process because
material inventory lately. If to be continued will marketing department in reach
production results to consumen. So needed material inventory controlling for
production process stabilitation good cares.
Keywords: Material inventory controlling, and production process stabilitation
1. Pendahuluan
Dalam sebuah perusahaan yang memproduksi barang untuk mencapai keuntungan
yang diinginkan, perlu diadakan suatu penyelenggaraan tatalaksana bahan baku yang baik
karena bahan baku merupakan salah satu factor yang penting dan perlu diperhatikan dalam
suatu proses produksi.
Dengan mengadakan tatalaksana persediaan bahan baku ini dibutuhkan sejumlah
dana atau modal yang tertanam dalam perusahaan tersebut, oleh sebab itu setiap perusahaan
haruslah dapat mempertahankan jumlah persediaan yang optimal yaitu yang dapat
menjamin keutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah yang cukup, mutu
dan waktu yang tepat serta dengan biaya yang serendah- rendahnya.
Persediaan yang terlalu berlebihan akan merugikan perusahaan karena terlalu
banyaknya modal kerja yang tertanam dan biaya biaya yang timbul dengan adanya
persediaan tersebut. Sebaliknya persediaan yang terlalu sedikit akan merugikan perusahaan
karena kelancaran proses produksinya dan distribusi perusahaan akan terganggu. Rangkaian
daripada kegiatan produksi dan distribusi ini dimulai dari pengadaan bahan baku, terus
melalui proses produksi sampai menjadi barang jadi dan disimpan di gudang lalu
didistribusikan sampai pada konsumen akhir.
Untuk dapat mengatur tesedianya suatu tingkap persediaan yang optimal agar dapat
memenuhi kebutuhan bahan baku dan dalam jumlah yang cukup, mutu dan pada waktu yang
tepat serta dengan jumlah biaya yang serendah- rendahnya, maka diperlukan suatu
pengawasan terhadap pengadaan bahan baku yang betul- betul dapat melakukan tugasnya.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Islam Balitar
Pengawasan adalah kegiatan pemeriksaan dan pengendalian atas kegiatan yang telah
dan sedang dilakukan, agar kegiatan- kegiatan tersebut dapat sesuai dengan apa yang
diharapkan atau yang direncankan. Setiap pengawasan selalu harus didahului dengan
penetapan mengenai suatu keadaan atau kondisi yang diinginkan. Dengan demikian
pengawasan merupakan suatu usaha, kegiatan atau proses pelaksanaan tindakan disesuaikan
dengan apa yang diharapkan. Pengawasan persediaan merupakan suatu kegiatan untuk
menentukan tingkat dan komposisi dari persediaan bahan baku dan bahan hasil / produk,
sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan-
kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien
2. Pengertian Persediaan
Persediaan dalam perusahaan adalah untuk menjamin kelancaran proses produksi
dan menjaga kontinuitas perusahaan, kelancaran jalannya proses produksi terjamin karena
bahan- bahan yang diperlukan telah tersedia dan telah tersimpan dalam gudang.
Dengan pengawasan persediaan berarti diadakan pencatatan dan pengawasan isi
gudang beserta pengaturan tentang keluar masuknya bahan baku dalam gudang sehingga
setiap saat dapat diketahui jumlah persediaan yang ada di gudang.
Assauri (2004 ; 169) menyatakan persediaan adalah “Sebagai suatu aktivita yang
meliputi barang- barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode
usaha yang normal, atau persediaan barang- barang yang masih dalam pengerjaan atau
proses produksi, ataupun persediaan barang baku yang menunggu penggunaannya dalam
suatu proses Produksi”
Menurut Riyanto(2001 : 69 ), pengertian persediaan barang adalah : “inventory atau
persediaan barang sebagai elemen utama dari modal kerja merupakan aktiva yang selalu
dalam keadaan berputar, dimana secara terus menerus mengalami perubahan”
Secara umum istilah persediaan barang dipakai untuk menunjukkan barang-barang
yang dimiliki untuk dijual kembali atau digunakan memproduksi barang-barang yang akan
dijual. Dalam perusahaan dagang, barang-barang yang dengan tujuan dijual kemali diberi
judul persediaan barang. Inventory ini merupakan persediaan yang selalu dalam keadaan
berputar, yang mengalami proses lebih lanjut dan mengakibatkan perubahan bentuk dari
barang tersebut. Persediaan adalah kekayaan lancar yang terdapat dalam perusahaan dalam
bentuk persediaan bahan mentah ( bahan baku/ raw material), barang setengah jadi (work in
process) dan barang jadi ( finished goods). Persediaan bahan baku, barang setengah jadi,
dan barang jadi adalah merupakan bagian kekayaan lancer perusahaan. Tujuannya
menunjang kelancaran operasi perusahaan yang meliputi proses produksi maupun
memenuhi ketentuan pasar atau permintaan konsumen.
Jadi persediaan merupakan sejumlah bahan- bahan, parts yang disediakan dan
bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi barang-
barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari komponen atau
langganan setiap waktu.
Dalam hal persediaan bahan baku merupakan salah satu factor yang penting dan perlu
diperhatikan dalam suatu proses produksi, sehingga perlu diadakan suatu penyelenggaraan
tatalaksana bahan baku yang lebih baik untuk mencapai keuntungan yang diinginkan.
Dengan menggunakan tatalaksana persediaan bahan baku ini dibutuhkan sejumlah
dana atau modal yang tertanam dalam perusahaan tersebut, oleh sebab itu setiap perusahaan
haruslah dapat mempertahankan jumlah jumlah persediaan yang optimal yaitu yang dapat
menjamin keutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dlam jumlah yang cukup, mutu
dan waktu yang tepat serta dengan biaya yang serendah- rendahnya.
Persediaan yang terlalu berlebihan akan merugikan perusahaan karena terlalu
banyaknya modal kerja yang tertanam dan biaya- biaya yang timbul dengan adanya
persediaan tersebut. Sebaliknya persediaan yang terlalu kecil akan merugikan perusahaan
karena kelancaran proses produksinya dan distribusi perusahaan akan terganggu. Rangkaian
daripada kegiatan produksi dan distriusi ini dimulai dari pengadaan bahan baku, terus
melalui proses produksi sampai menjadi barang jadi dan disimpan di gudang lalu
didistribusikan sampai pada konsumen akhir.
Untuk dapat mengatur tersedianya suatu tingkat persediaan yang optimal agar dapat
memenuhi kebutuhan bahan baku dan dalam jumlah yang cukup, mutu dan pada waktu yang
tepat serta dengan jumlah biaya yang serendah-rendahnya, maka diperlukan suatu
pengawasan terhadap pengadaan bahan baku yang betul-betul dapat melakukan tugasnya.
Proses produksi yang lancer merupakan tujuan perusahan sehingga dapat
menghindari kemacetan proses produksi. Oleh sebab itu penting bagi semua jenis
perusahaan untuk mengadakan suatu pengawasan yag dalam hal ini adalah pada pengadaan
bahan baku, sebab kegiatan ini dapat membantu tercapainya tingkat efisiensi penggunaan
dan atau modal dalam persediaan bahan baku.
Pengawasan adalah kegiatan pemeriksaan dan pengendalian atas kegiatan yang telah dan
sedang dilakukan, agar kegiatan-kegiatan tersebut dapat sesuai dengan apa yang diharapkan
atau yang direncanakan.
Setiap pengawasan selalu harus didahului dengan penetapan mengenai suatu
keadaan atau kondisi yang diinginkan. Dengan demikian pengawasan merupakan suatu
usaha, kegiatan atau proses pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan apa yang diharapkan.
Assauri (2004 : 176) menerangkan bahwa : “Pengawasan persediaan adalah suatu
kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari persediaan parts, bahan baku dan
bahan hasil / produk, sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan
penjualan serta kebutuhan-kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien”.
Sedang menurut Cahyono (2004 : 243) “Pengawasan persediaan merupakan salah satu
kegiatan dari urutan kegiatan-kegiatan yang bertautan erat satu sama lain dalam sebuah
operasi produksi perusahaan tersebut sesuai dengan apa yang telah direncanakan lebih
dahulu baik waktu, jumlah, kwalitas maupun biayanya”.
Lebih lanjut Assauri (2004 : 176), menyatakan bahwa : “Setiap peusahaan perlu
mengadakan persediaan untuk dapat menjamin kelangsungan hidup usahanya. Untuk
mengadakan persediaan dibutuhkan sejumlah uang yang diinvestasikan dalam persediaan
tersebut. Oleh sebab itu setiap perusahaan haruslah dapat mempertahankan suatu jumlah
persediaan yang optimum dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran kegiatan-kegiatan
perusahaan dalam jumlah dan mutu yang tepat serta biaya yang serendah-rendahnya”.
Untuk mencapai hal itu maka diperlukan suatu system pengawasan persediaan yang harus
memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a. Terdapatnya gudang yang cukup luas teratur dengan pengaturan tempat bahan / barang
yang tepat dan identifikasi bahan / barang tertentu.
b. Sentralisasi kekuasaan dan tanggung jawab pada satu orang dapat dipercaya, terutama
penjaga gudang.
c. Suatu system pencatat dan pemeriksaan atas penerimaan bahan/ barang.
d. Pengawasan mutlak atas pengeluaran bahan / barang.
e. Pencatatan yang cukup teliti yang menunjukkan jumlah yang dipesan, yang dibagikan /
dikeluarkan dan yang tersedia dalam gudang.
f. Pemeriksaan fisik bahan / barang yang ada dalam persediaan secara langsung.
g. Perencanaan untuk menggantikan barang- barang yang telah dikeluarkan, barang-barang
yang telah lama disimpan dalam gudang, dan barang-barang yang sudah using dan
ketinggalan zaman.
h. Pengecekan untuk menjamin dapat efektifnya kegiatan rutin.
Jadi untuk menjamin bahan-bahan / barang-barang yang terdapat dalam persediaan
dipergunakan secara efisien, maka perlu pencatatan-pencatatan yang tertib dan teratur atas
bahan-bahan / barang-barang tersebut.
Dengan adanya pencatatan yang dilakukan secara teratur dan terus menerus maka
perusahaan akan dapat mengikuti perkembangan persediaan barang-barang dengan baik.
Adapun menurut Handoko (2003 : 373), pengawasan yang efektif harus memenuhi
karakteristik-karakteristik pengawasan sebagai berikut
1. Akurat
Informasi tentang pelaksanaan kegiatan harus akurat. Data yang tidak akurat dari
system pengawasan dapat menyebabkan organisasi mengambil tindakan koreksi yang
keliru atau bahkan menciptakankan masalah yang sebenarnya tidak ada.
2. Tepat waktu
Iformasi harus dikumpulkan, disampaikan dan dievaluasi secepatnya bila kegiatan
perbaikan dilakukan segera.
3. Obyektif dan menyeluruh
Informasi harus mudah dipahami dan bersifat obyektif serta lengkap.
4. Terpusat pada titik-titik pengawasan strategi
Sistem pengawasan harus memusatkan perhatian pada bidang-bidang dimana
penyimpangan-penyimpangan dari standar paling sering terjadi atau yang
akan mengakibatkan kerusakan paling fatal.
5. Realistik secara ekonomi
Biaya pelaksanaan system pengawasan harus lebih rendah, atau paling tidak sama,
dengan kegunaan yang diperoleh dari system tersebut.
6. Realistik secara organisasional
Sistem pengawasan harus cocok atau harmonis dengan kenyataan-kenyataan organisasi.
7. Terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi
Informasi pengawasan harus terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi karena
“Setiap tahap dari proses pekerjaan dapat mempengaruhi sukses atau kegagalan
keseluruh operasi”. Informasi pengawasan harus sampai pada seluruh personalia yang
memerlukannya.
8. Fleksibel
Pengawasan harus mempunyai fleksibilitas untuk memberikan tanggapan atau reaksi
terhadap ancaman ataupun kesempatan dari lingkungan.
9. Bersifat sebagai petunjuk dan operasional
Sistem pengawasan efektif harus menunjukkan baik deteksi atau deviasi dari standart,
tindakan koreksi apa yang seharusnya diambil.
10. Diterima para anggota organisasi
Sistem pengawasan harus mampu mengarahkan pelaksanaan kerja para anggota
organisasi dengan mendorong perasaan otonomi, tanggung jawab dan berprestasi.
Jadi pengawasan persediaan yang efektif dapat memperbaiki penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi untuk diarakhan pada rencana yang telah ditetapkan, sehingga
dapat memperlancar proses produksi.
3. Tujuan dan fungsi Pengawasan Persediaan
Pada dasarnya setiap aktivitas mempunyai tujuan, karena dengan tujuan yang jelas
maka aktivitas-aktivitas akan mudah dikerjakan. Akan halnya dengan pengawasan
persediaan juga mempunyai beberapa tujuan antara lain :
1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat
mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.
2. Menjaga agar persediaan yang ada tidak terlalu besar atau berlebihan.
3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari yang berakibat biaya
pemesanan menjadi besar.
Lebih lanjut tujuan dari pengawasan persediaan dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Dengan adanya pengawasan persediaan yang baik maka kehabisan atau kekurangan
persediaan dapat dicegah sehingga kelancaran proses produksi dapat berjalan lancar, hal
ini berarti menjamin kontinuitas perusahaan.
2. Dengan pengawasan persediaan yang baik tidak akan terjadi kelebihan atau kekurangan
bahan baku.
3. Dengan pengawasan persediaan yang baik maka pengawasan proses produksi menjadi
lebih terarah dan keuangan / modal dapat dipergunakan dengan efektif.
Adapun fungsi utama dari suatu pengawasan persediaan yang efektif adalah :
a. Memperoleh bahan-bahan
Yaitu menetapkan prosedur untuk memperoleh suatu supply yang cukup dari bahan-
bahan yang dibutuhkan baik kuantitas maupun kualitas.
b. Menyimpan dan memelihara bahan-bahan dalam persediaan
Yaitu mengadakan suatu system penyimpanan untuk memelihara dan melindungi bahan-
bahan yang telah dimasukkan ke dalam persediaan.
c. Pengeluaran bahan-bahan
Yaitu menetapkan suatu pengaturan atas pengeluaran dan penyampaian bahan-bahan
dengan tepat pada saat serta tempat dimana dibutuhkan.
d. Meminimalisasi investasi dalam bentuk bahan atau barang
Yaitu mempertahankan persediaan dalam jumlah yang optimum setiap waktu.
Jadi fungsi pengawasan persediaan adalah menjaga persediaan yang cukup agar kegiatan
operasi produksinya dapat lancer dan efisien. Masalah pengawasan persediaan adalah
masalah yang penting bagi perusahaan karena jumlah persediaan masing-masing bahan akan
menentukan atau mempengaruhi kelancaran proses produksi.
4. Pelaksanaan Pengawasan Persediaan
Dalam melaksanakan pengawasan persediaan bahan perlu diperhatikan mengenai :
1. Tipe dalam melaksanakan pengawasan.
Ada tiga tipe dasar pengawasan menurut Handoko (2003 : 361) yaitu :
Pengawasan pendahuluan.
Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan (concurrent
control).
Pengawasan umpan balik.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tipe-tipe pengawasan perlu selalu
diawali dengan perencanaan, penetapan tujuan, standar atau sasaran pelaksanaan suatu
kegiatan.
2. Tahap-tahap dalam proses pengawasan
Proses pengawasan menurut Handoko (2003 : 363) yaitu :
Penetapan standar pelaksanaan (perencanaan).
Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan.
Pengukuran pelaksanaan kegiatan.
Pembandingan pelaksanaan dengan standar dan analisa penyimpangan.
Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan.
Menurut Terry dalam Sarwoto (1998 : 100) proses pengawasan terdiri dari beberapa
tindakan (langkah pokok ) yaitu :
a. Penentuan ukuran atau pedoman baku ( standar)
b. Penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah dikerjakan.
c. Perbandingan antara pelaksanaan pekerjaan dengan ukuran atau pedoman baku yang
telah ditetapkan untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
d. Perbaikan terhadap penyimpangan–penyimpangan yang terjadi, sehingga pekerjaan
tadi sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pengawasan persediaan
diperlukan suatu proses pengawasan yang baik agar penyimpangan-penyimpangan dapat
dievaluasi sedini mungkin.
3. Tehnik pelaksanaan Pengawasan Persediaan
Dalam pengawasan persediaan bahan baku dibutuhkan suatu teknik yang tepat
dalam pelaksanaannya. Cara pengawasan persediaan dengan system inventory control
menurut Subagyo (2000 : 144) adalah sebagai berikut :
Sistem inventory adalah suatu cara untuk menentukan bagaimana dan kapan suatu
pembelian dilakukan untuk mengisi suatu bahan baku, yang terdiri dari :
1. Sistem Reorder Point.
2. Sistem Periodik.
3. Sistem persediaan maksimum dan system persediaan minimum.
4. Sistem persediaan dasar.
5. Sistem visual.
Berdasarkan pendapat di atas, maka system yang fleksibel adalah dengan
menggunakan system persediaan maksimum dan minimum. Didalam menentukan besarnya
jumlah pesanan yang ekonomis hendaknya memperhatikan atau memperhitungkan
komponen biaya yang ada didalamnya. Menurut Prawirosentono (2000 : 73) “biaya-biaya
yang dimaksud adalah : biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (carrying
costs)”. Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa :
1. Biaya pemesanan atau disebut ordering cost adalah biaya yang dikeluarkan tiap kali
pesan. Misalnya biaya telepon, biaya pencatatan dlam kartu gudang, biaya penerimaan
bahan yang dipesan.
2. Biaya penyimpanan (carrying cost) adalah biaya yang dikeluarkan akibat perusahaan
menyimpan bahan di gudang, misalnya : biaya pemeliharan, biaya sewa gedung, biaya
asuransi, biaya pajak persediaan bahan yang ada dalam gudang.
Dalam penentuan jumlah pemesanan yang ekonomis, maka harus diusahakan
memperkecil biaya-biaya yang dibutuhkan. Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan
mempunyai sifat yang berbeda. Apabila menginginkan biaya pemesanan kecil maka jumlah
pemesanan harus besar, tetapi di pihak lain biaya penyimpanan akan membengkak.
Dengan demikian jumlah yang ekonomis (Economic Order Quantity / EOQ) adalah
besarnya pesanan yang dimiliki, jumlah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan paling
minimal.
Besarnya EOQ dapat ditentukan dengan berbagai cara dan antara lain banyak
digunakan ialah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Menurut Riyanto (2001 : 79), bahwa :
EOQ =
Dimana :
R = Jumlah (dalam unit) yang dibutuhkan selama satu periode tertentu,
misalnya1tahun.
S = Biaya pesanan setiap kali pesan.
P = Harga pembelian per unit yang dibayar
I = Biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang dinyatakan dalam
prosentase dari nilai rata-rata dalam rupiah dari persediaan.
5. Titik pemesanan kembali (reorder point)
Di dalam penyediaan bahan baku perusahaan harus mengetahui besarnya kegiatan
proses produksi, kemudian dihubungkan dengan persediaan yang ada sehingga dapat
diketahi kemampuan persediaan bahan baku dalam melayani proses produksi. Dalam
kegiatan penentuan pemesanan kembali, perlu diketahui bahwa persediaan bahan baku
semakin lama semakin habis, dan untuk menghindari jangan sampai perusahaan kebahisan
persediaan maka perlu ditetapkan batas dari jumlah pemesanan terhadap haban baku harus
diadakan kembali agar tidak mengalami atau terjadi kekurangan selama lead time, atau
disebut penentuan reorder point.
Subagyo (2000 : 144)menyatakan reorder point sama dengan jumlah barang yang
dibutuhkan selama jangka pemesanan barang (lead time) sampai barang dating.
Sedangkan Assauri (2004 : 196) menyebutkan reorder point adalah suatu titik atau batas
dari jumlah persediaan yang ada pada saat dimana pemesanan harus diadakan kembali.
Dalam penentuan titik reorder point, perusahaan harus memperhatikan dua factor
yaitu :
1. Faktor waktu (waktu tunggu/ lead time )
Adalah jarak atau lama waktu antara kegiatan pemesanan bahan sampai bahan yang
dipesan tersebut dating dan diterima di gudang persediaan bahan baku.
2. Faktor tingkat penggunaan rata-rata bahan baku dalam periode tertentu.
a. Penentuan persediaan minimum
Assauri (2004 : 195) menyatakan bahwa : “Persediaan minimum adalah merupakan
batas jumlah persediaan barang paling rendah yang harus ada untuk suatu jenis
bahan”. Sedang Riyanto (2001 : 74 ) menyebutkan : “Persediaan minimal bahan
mentah yang harus diperthankan untuk menjamin kontinuitas usahanya, dan
persediaan tersebut ialah apa yang disebut persediaan besi/ persediaan inti/ persediaan
minimal bahan mentah (safety stock)”. Dari kedua pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa persediaan minimal adalah jumlah persediaan minimum yang
harus ada guna menghindari kemungkinan kehabisan bahan. Hal ini dimaksudkan
untuk menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan yang disebabkan
keterlambatan dalam penerimaan bahan baku, sehingga tidak dapat menjamin
keselamatan produksi (operasi produksi) apabila terjadi kekurangan bahan (stock out).
Besarnya persediaan minimum dalam suatu perusahaan hendaknya sama dengan
besarnya persediaan penyelamat. Persediaan minimum sering juga disebut persediaan
penyelamat (safety stock). Sedangkan yang menjadi factor-faktor yang mempengaruhi
dalam persediaan minimum adalah factor tunggu dan penggunaan rata-rata.
b. Penentuan persediaan maksimum menurut Assauri (2004 : 196) merupakan batas
jumlah persediaan bahan baku yang paling besar yang sebaiknya diadakan oleh
perusahaan.
Jadi persediaan maksimum ini harus dapat mencerminkan efisiensi dan efektivitas
persediaan dalam melayani kebutuhan, dimana dengan perhitungan terlebih dahulu rencana
pemakaian bahan baku dalam satu periode, biaya-biaya pemesanan (ordering cost) dan
biaya-biaya penyimpanan (carrying cost) serta harga per unitny. Untuk memperoleh
persediaan maksimum adalah jumlah pemesanan yang paling ekonomis ditambah dengan
persediaan minimum ( safety stock).
Pengawasan persediaan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar
kegiatan produksi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Apabila
terjadi penyimpangan maka penyimpangan tersebut dapat dikoreksi sehingga apa yang
diharapkan dapat tercapai.
Menurut Prawirosentono (2000 : 60 ) berpendapat bahwa : “Persediaan yang
terdapat di dalam perusahaan merupakan bagian dari asset (kekayaan perusahaan). Oleh
karena asset merupakan bagian dari kekayaan maka pimpinan perusahaan sangat
berkepentingan untuk memantaunya. Pemantauan ini bertujuan untuk menjaganya dari
kehilangan dan menjaga agar selalu tersedia sesuai dengan kebutuhan perusahaan,
mencegah timbulnya kehilangan persediaan dan menjaga tersedianya persediaan bahan
untuk menjamin kelancaran proses produksi.”
Menurut Gitosudarmo (2000 : 143) berpendapat bahwa : “Pengadaan persediaan
bahan dasar perlu dilaksanakan karena ketidakteraturan penggunaan bahan tersebut akan
menimbulkan gangguan terhadap kelancaran proses produksi yaitu terhentinya proses
produksi karena habisnya persediaan bahan dasar sebagai akibat dari melonjaknya
penggunaan bahan pada saat tertentu itu.”
6. Pengertian Proses Produksi
Assauri ( 2004 : 75) mengemukakan bahwa : “Proses produksi dapat diartikan
sebagai cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang
atau jasa dengan menggunakan sumber- sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana
) yang ada”.
Menurut Yamit (2004 : 123) “Proses produksi pada hakekatnya adalah proses
pengubahan (transformasi) dari bahan atau komponen (input) menjadi produk lain yang
mempunyai nilai lebih tinggi atau dalam proses terjadi penambahan nilai”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa proses produksi merupakan bagian kegiatan
untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau dengan menggunakn
sumber-sumber yang ada.
7. Jenis-jenis Proses Produksi
Terdapat berbagai macam pembagian dari jenis proses produksi yang ada dalam
perusahaan. Untuk dapat memisahkan jenis proses produksi didalam perusahaan dengan
baik maka kita perlu mengetahui terlebih dahulu darimana atau dari sudut pandang apa kita
akan mengadakan pemisahan jenis dari proses produksi.
Menurut Assauri (2004 :75), bahwa”Jenis proses produksi dibedakan menjadi 2 (dua) jenis”
yaitu :
1. Proses produksi yang terus- menerus (continuous processes).
Proses produksi terus menerus adalah proses produksi barang atas dasar aliran
produk dari satu operasi ke operasi berikutnya tanpa penumpukan di suatu titik dalam
proses. Dalam hal ini, perusahaan beroperasi secara terus menerus untuk memenuhi
stock pasar (kebutuhan pasar ). Selama stock barang hasil produksi yang terdapat di
pasaran masih diperlukan konsumen, perusahaan akan terus memproduksi barang
tersebut. Mengingat proses produksi dilakukan secara terus menerus untuk memenuhi
stock pasar atau permintaan pasar, berarti barang yang dihasilkan harus dalam jumlah
besar (Mass Production), hal ini dilakukan karena barang yang dihasilkannya tidak
dipesan oleh orang-orang, tetap diminta oleh pasar yang terdiri oleh banyak orang.
Sifat-sifat atau cirri-ciri proses produksi secara terus menerus :
a. Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah besar (produksi massa) dengan
variasi yang sangat kecil dan sudah distandardisir.
b. Proses seperti ini biasanya menggunakan system atau cara penyusunan peralatan
berdasarkan urutan pengerjaan dari produk yang dihasilkan, yang disebut Product
Lay Out atau Departementation by Product.
c. Mesin-mesin yang dipakai adalah mesin-mesin yang bersifat khusus untuk
menghasilkan produk tersebut, yang dikenal dengan nama Special Purpose
Machines.
d. Pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan kecil sekali, sehingga
operatornya tidak perlu mempunyai keahlian atau skill yang tinggi untuk
mengerjakan produk tersebut.
e. Apabila salah satu mesin / peralatan terhenti atau rusak, maka seluruh proses
produksi akan terhenti.
f. Job structure-nya sedikit dan jumlah tenaga kerjanya tidak terlalu banyak.
g. Persediaan bahan mentah dan bahan dalam proses adalah lebih rendah dari
Intermettent Process atau Manufacturing.
h. Proses seperti ini membutuhkan maintenance specialist yang mempunyai
pengetahuan dan pengalaman yang banyak.
i. Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang fixed (fixed
path equipment) yang menggunakan tenaga mesin seperti ban berjalan (conveyor).
2. Proses produksi terputus-putus (intermittent processes / manufacturing).
Perusahaan manufaktur yang beroperasi secara terputus-putus menggantung
proses produksinya pada pesanan (job order), yang artinya perusahaan ini akan
berproduksi membuat jenis suatu barang bila barang tersebut ada yang memesannya
dan barang yang dibuat harus disesuaikan dengan permintaan tau keinginan dan selera
konsumen, maksudnya bentuk, warna, model barang yang dipesan tergantung atau
disesuaikan dengan kehendak pemean. Bila tidak ada pesanan (order) berarti tidak ada
proses produksi (job). Oleh sebab itu diberi istilah job order atau bekerja atas dasar
pesanan.
Sifat-sifat atau cirri-ciri dari proses produksi yang terputus-putus (intermittent
process/ manufacturing) :
a. Biasanya produksi yang dihasilkan dalam jumlah yang sangat kecil sengan variasi
yang sangat besar( berbeda) dan didasarkan atas pesanan.
b. Proses seperti ini biasanya menggunakan system atau cara penyusunan peralatan
berdasarkan atas fungsi dalam proses produksi atau peralatan yang sama
dikelompokkan pada tempat yang sama, yang disebut dengan proses lay out atau
departementation by Equipment.
c. Mesin-mesin yang dipakai adalah mesin-mesin yang bersifat umum yang dapat
digunakan untuk menghasilkan bermacam-macam produk dengan variasi yang
hampir sama, mesin mana dikenal dengan nama General Purpose Machines.
d. Oleh karena mesin-mesinnya bersifat umum dan biasanya kurang otomatis, maka
pengaruh individu operator terhadap produk yang dihasilkan sangat besar, sehingga
operatornya perlu mempunyai keahlian atau skill yang tinggi dalam pengerjaan
produk tersebut.
e. Proses produksi tidak mudah / akan terhenti walaupun terjadi kerusakan atau
terhentinya salah satu mesin atau peralatan.
f. Oleh karena mesin- mesin bersifat umum dan variasi dari produknya besar. Maka
terhadap pekerjaan (job) yang bermacam-macam menimbulkan pengawasan
(control) lebih sukar.
g. Persediaan bahan mentah biasanya tinggi, karena tidak dapat ditentukan pesanan apa
yang akan dipesan oleh pembeli dan juga persediaan bahan dalam proses lebih tingi
dari continuous process/ manufacturing karena prosesnya terputus-putus/ terhenti-
henti.
h. Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang dapat flexible
(varied path equipment) yang menggunakan tenaga manusia seperti kereta dorong
atau forklift.
i. Dalam proses seperti ini sering dilakuka pemindahan bahan yang bolak balik
sehingga perlu adanya ruangan gerak (aisle) yang besar dan ruangan tempat bahan-
bahan dalam proses (work in process) yang besar.
8. Hubungan antara Pengawasan Persediaan Bahan Baku dengan Proses Produksi
Pengawasan persediaan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar
kegiatan produksi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Apabila
terjadi penimpangan maka penyimpangan tersebut dapat dikoreksi sehingga apa yang
diharapkan dapat tercapai.
Prawirosentono (2000 : 60 ) berpendapat bahwa : “Persediaan yang terdapat di dalam
perusahaan merupakan bagian dari asset (kekayaan perusahaan). Oleh karena asset
merupakan bagian dari kekayaan maka pimpinan perusahaan sangat berkepentingan untuk
memantaunya. /Pemantauan ini bertujuan untuk menjaganya dari kehilangan dan menjaga
agar selalu tersedia sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Mencegah timbulnya kehilangan
persediaan dan menjaga tersedianya persediaan bahan untuk menjamin kelancaran proses
produksi.”
Sedang Gitosudarmo (2000 : 143) berpendapat bahwa : “Pengadaan persediaan bahan dasar
perlu dilaksanakan karena ketidakteraturan penggunaan bahan tersebut akan menimbulkan
gangguan terhadap kelancaran proses produksi yaitu terhentinya proses produksi karena
habisnya persediaan bahan dasar sebagai akibat dari melonjaknya penggunaan bahan pada
saat tertentu”.
9. Kesimpulan
Sebagai penutup dapat disimpulkan bahwa peranan pengawasan persediaan bahan baku
sangat berpengaruh pada proses produksi, karena :
1. Pengawasan persediaan dilakukan untuk menjamin apa yang telah ditetapkan dalam
rencana produksi dapat terlaksana dan bila terjadi penyimpanan dapat segera dikoreksi
sehingga tidak menganggu pencapaian target produksi.
2. Pengawasan persediaan dilakukan agar persediaan atau stock yang ada tidak akan
mengalami kekurangan dan dapat dijaga dari kehilangan serta agar selalu tersedia sesuai
dengan kebutuhan produksi.
3. Pengawasan persediaan ini dapat menjamin kepuasan konsumen karena dapat merealisir
permintaan yang mendadak.
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, Sofjan. (2004) Manajemen produksi dan operasi (edisi revisi),LPUI,.Jakarta
Cahyono (2004), Manajemen Produksi, IPWI, Yogyakarta
Gitosudarmo (2000), Manajemen Produksi, Ed.4, BPFE-UGM, Yogyakarta
Handoko (2003), Dasar Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, BPFE, Yogyakarta
Prawirosentono, Suyadi, (2000), Manajemen operasi analisis dan studi kasus, Bumi Aksara,
Jakarta
Riyanto, bambang, (20001), Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Keempat, BPFE,
Yogyakarta
Sarwoto (1998), DasarDasar Organisasi dan Management, Penerbit Ghalia Indonesia,
Jakarta
Subagyo (2000), Manajemen Operasi, BPFE, Yogyakarta
Yamit (2004), Manajemen Persediaan, Ekonisia FE UII, Solo
***