download versi indonesia

119

Upload: vankhue

Post on 17-Jan-2017

259 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Download Versi Indonesia
Page 2: Download Versi Indonesia

AKUNTABILITAS

Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Ekonomi

Susunan Personalia:

Penasehat dan Penanggung Jawab

Dekan Fakultas Ekonomi (UIB Blitar)

Pembantu Dekan Fakultas Ekonomi (UIB Blitar)

Tim Penyunting Ahli

Drs. Hadi Siswanto, MM (UIB Blitar)

Prof.Dr.Teguh Budiarso,M.Pd. ( Univ.Mulawarman )

Prof. H. Armanu Thoyib, SE.,M.Sc.,Ph.D (UB Malang)

Prof.Dr.Hj. Nurhayati, SE.,MM (Unisma Malang)

Whedy Prasetyo, SE.,MSA.CPMA.Ak (Unej Jember)

Ketua Dewan Redaksi

Suprianto, SE.,MM

Wakil Dewan Redaksi

Nurul Farida, SE

Sekretaris Dewan Redaksi

Evina Kusumawati, SE., MM

Bendahara Redaksi

Hidayatur Rahman, SE.,MM

Alamat Redaksi

Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar Blitar

Jl. Majapahit No. 04 Tlp/Fax. 0342 – 813145

http:/www.uib.ac.id

Jurnal “AKUNTABILITAS” terbit 1 (satu) kali setahun pada bulan Agustus

dimaksudkan sebagai sarana publikasi karya ilmiah bagi para pakar, peneliti dan

pengamat ahli dalam bidang yang terkait dengan masalah ilmu-ilmu ekonomi. Redaksi

berhak mengubah naskah mengurangi isi dan maksud tulisan.

Page 3: Download Versi Indonesia

PEDOMAN PENULISAN NASKAH

1. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Ekonomi Akuntabilitas Universitas Islam Balitar (UIB) Blitar

ini terbit satu kali setahun, yaitu pada setiap bulan Agustus. 2. Naskah yang diusulkan untuk diterbitkan dalam Jurnal Akuntabilitas Universitas Islam

Balitar (UIB) Blitar adalah naskah yang belum pernah diterbitkan dan atau tidak sedang dipertimbangkan penerbitannya di jurnal lain;

3. Naskah ilmiah yang diterbitkan berupa hasil penelitian, artikel dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan oleh penulisnya;

4. Naskah ilmiah ditulis dalam Bahasa Indonesia, atau dalam Bahasa Inggris; 5. Secara garis besar, naskah disusun dengan sistematika sebagai berikut ini:

a. Judul: harus singkat dan jelas sehingga menggambarkan isi tulisan serta dilengkapi dengan nama penulis (tanpa gelar akademik) dan nama institusi tempat kerja penulis;

b. Abstrak: dalam Bahasa Inggris untuk artikel dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Indonesia untuk artikel berbahasa Inggris, maksimal 200 kata yang secara singkat menggambarkan aspek-aspek isi naskah secara keseluruhan; serta Kata-kata kunci (keywords);

c. Pendahuluan: tanpa sub bab memuat latar belakang, permasalahan, tujuan, dan hasil yang diharapkan;

d. Tinjauan pustaka, yang berisi hasil penelitian sebelumnya, kerangka teori dan hipotesis yang diajukan;

e. Metode: berisi langkah penelitian yang dilakukan sesuai dengan permasalahan yang disampaikan;

f. Hasil dan pembahasan: memuat analisis hasil temuan dalam bentuk diskriptif kuantitatif maupun kualitatif yang dapat disertai gambar, tabel, grafik disertai dengan uraian tentang interpretasi, generalisasi, dan implikasi dari hasil yang diperoleh, serta relevansinya dengan hasil penelitian lain yang menjadi rujukan;

g. Kesimpulan dan rekomendasi; h. Daftar pustaka disajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut, disusun

secara alfabetis dan kronologis; Contoh:

Harahap, Sofyan Syafri. 2001. Peranan Akuntansi Islam Dalam Mendorong

Implementasi Ekonomi Syariah. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi Volume 3 No. 2

Agustus 2001, 403-418. Jakarta: STIE Trisakti.

Luth, Thohir. 2001. Antara Perut dan Etos Kerja Dalam Perspektif Islam.

Penerbit Gema Insani Press. Jakarta Wheelen,T.L.,and J.D.Hunger.2004. Strategic Management and Business Policy,Ninth Edition Education,Inc.

6. Naskah dikirim dalam bentuk print out pada kertas ukuran Letter (kwarto), dengan spasi tunggal (satu spasi), menggunakan pengolah kata minimal Microsoft Word versi 6.0 dengan jumlah halaman maksimal 25 lembar, sebanyak 3 eksemplar, dan dalam disk ukuran 3 ½”. Naskah diketik mengikuti kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

7. Naskah dikirim paling lambat 2 (dua) bulan sebelum penerbitan ke alamat:

8. Naskah akan disunting, dengan kriteria penilaian meliputi: orisinalitas, memenuhi kualitas keilmuan, kebenaran isi, kejelasan uraian, dan manfaat bagi masyarakat akademik;

9. Dewan penyunting berhak mengirim kembali naskah ke penulis untuk direvisi sesuai dengan saran penilai atau menolak suatu naskah;

Page 4: Download Versi Indonesia

10. Naskah yang sudah dikirim dan diputuskan untuk tidak dimuat akan dikembalikan kepada penulis dengan disertai alasan penolakan, jika disertai dengan perangko balasan.

Page 5: Download Versi Indonesia

PREDIKSI TINGKAT KESEHATAN BANK PERSERO

DAN BANK UMUM SWASTA NASIONAL DENGAN

ANALISIS DISKRIMINAN

Hadi Siswanto

Abstract

The aim of the research is to know is The CAMEL variable can

significantly discriminate healthy and unhealthy bank. This research use

discriminant analysis with stepwise method. The result show that ROE

and NPM are variables that statistically can discriminate healthy and

unhealthy bank. The variables can minimize wilk’s lambda dan also can

maximize F ratio and mahalanobis distance.

Key Words : Bank Health , CAMEL, Discriminant Analysis

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pembangunan di segala bidang memerlukan dana dan investasi yang besar, hal

ini membuat lembaga keuangan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis

agar pembiayaan pembangunan bisa ditingkatkan. Keadaan bank merupakan hal yang

sangat penting dalam usaha. Keterkaitan antara dunia usaha dan lembaga keuangan

bank memang tidak bisa dilepaskan. Deregulasi 1 Juni 1983 yang dapat dikatakan

sebagai awal dari liberalisasi dibidang keuangan dan perbankan yang kemudian disusul

dengan Paket Kebijaksanaan 27 Oktober 1988 (Pakto 27, 1988) dan Paket

Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (Pakdes 20, 1988) serta kebijaksanaan-kebijaksanaan

lanjutannya merubah total pola strategi pengelolaan lembaga-lembaga keuangan di

Indonesia.

Penelitian yang berkaitan tentang penggunaan rasio keuangan untuk

memprediksi kondisi keuangan bank dan penggunaan analisis diskriminan telah banyak

dilakukan. Penelitian ini antara lain dilakukan oleh Altman (1968), Nurdianto (2004),

Haryati (2005), Anis ( 2007).

Altman (1968) memprediksi kebangkrutan dengan analisis model multivariat.

Periode penelitian adalah 1946-1966 dengan sampel 33 perusahaan manufaktur di USA

yang pailit berdasarkan Chapter X of National Bankruptcy Act dan 33 perusahanan tidak

pailit. Melalui Multiple discriminant Analysis dari 22 rasio hanya 5 rasio keuangan yang

paling signifikan mengukur profitabilitas, likuiditas, dan solvabilitas. Altman dapat

menentukan satu angka indeks diskriminan yang dapat membedakan antara perusahaan

yang pailit dan yang tidak.

Penilaian kondisi bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam

menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang. Ketatnya penilaian oleh Bank

Indonesia (BI) dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) diharapkan dapat

diketahui segera bank mana yang memerlukan penanganan khusus, sehingga bank-bank

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar

Page 6: Download Versi Indonesia

tersebut semakin sehat dan kuat terhadap goncangan ekonomi. Selain itu dengan

banyaknya bank-bank yang sehat akan bisa menambah daya saing perbankan nasional

sendiri.

Banyak pihak yang berkepentingan dengan penilaian kinerja pada sebuah

perusahaan perbankan diantara lain bagi para manajer, investor atau calon investor,

pemerintah, masyarakat bisnis maupun lembaga-lembaga lainnya. Manajemen sangat

memerlukan hasil penilaian terhadap kinerja unit bisnisnya, yaitu untuk memastikan

tingkat ukuran keberhasilan para manajer dan sekaligus sebagai evaluasi penyusunan

strategi maupun operasional dimasa yang akan datang. Adanya kinerja perbankan yang

positif akan menarik investor sebesar-besarnya ke pada sektor perbankan. Karena

investor melihat semakin sehat suatu bank maka manajemen bank tersebut bagus, serta

diharapkan bisa memberikan return yang di harapkan. Hal ini penting bagi investor

sebelum melakukan investasi, karena bagaimana pun juga investor akan berusaha untuk

mencari return yang tinggi (Dedy, 2003:3).

Rasio keuangan dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara

menyeluruh telah diperkenalkan sejak tahun 1902 oleh Coleman, Piere, dan Alfred I Du

Pont (Wren, 1994 dalam Hariyanti, 2005). Rasio keuangan dihitung berdasarkan

laporan keuangan, melalui kinerja keuangan saat ini perusahaan dapat memprediksi,

mengantisipasi dan merencanakan langkah strategis untuk mencapai kondisi dimasa

yang akan datang (Bringham, 2005:444). Upaya yang dilakukan untuk meminimalkan

biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan bank, para regulator bank dan para manajer

bank berupaya untuk bertindak cepat mencegah kebangkrutan bank atau menurunkan

biaya kegagalan tersebut. Teknik statistik yang sering dipergunakan untuk menganalisis

kebangkrutan bank adalah analisis diskriminan yang digunakan untuk tujuan estimasi

yang konsisten dan lebih efisien.

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas serta hasil penelitian

sebelumnya, maka penelitian ini ingin memprediksi tentang tingkat kesehatan dengan

analisis diskriminan pada Bank Persero dan Bank Umum Swasta Nasional. Maka yang

menjadi pokok permasalahan adalah apakah rasio CAMEL mampu membedakan

tingkat kesehatan Bank Persero dan Bank Umum Swasta Nasional ke dalam kategori

bank sehat dan tidak sehat.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut di atas, maka

penelitian ini bertujuan untuk :Untuk mengidentifikasi dan menganalisis rasio CAMEL

yang mampu membedakan tingkat kesehatan bank persero dan bank umum swasta

nasional dalam kategori bank sehat dan tidak sehat.

2. Tinjauan Teoritis

Nurhidayah (2003) meneliti analisis Z-Score dan CAMEL dalam mengavaluasi

tingkat kesehatan Bank yang Go Public di Bursa Efek Jakarta, menghasilkan bahwa uji

analisis Diskriminan Z-Score, diketahui kemapuan Z-Score dalam menjelaskan hasil

klarifikasi bank sehat dan tidak sehat sebesar 16,6% dengan tingkat ketepatan

pengklasifikasikan bank sebesar 84,1 % (terdapat kesalahan klasifikasi sebanyak 11

bank selama 3 tahun dengan Pemerintah atau Bank Indonesia) serta hasil

pengklasifikasian bank dengan model Z-score dinyatakan akurat (Hit Ratio > Cpro dan

Cmax atau Chance Model). Sementara itu, kemampuan model CAMEL dalam

menjelaskan hasil klasrifikasian bank sebesar 63,77 % (terdapat kesalahan klasifikasi

Page 7: Download Versi Indonesia

sebanyak 25 Bank selama 3 tahun dengan Pemerintah atau Bank Indonesia) dinyatakan

dengan model CAMEL dinyatakan tidak akurat (Hit Ratio < Cpro dan Cmax atau

change Model).

Nurdianto (2004) meneliti tingkat kesehatan bank campuran periode tahun 1999-

2000 menggunakan Multiple Diskriminan Analysis. Variabel rasio yang digunakan X1=

CAR, X2= Aktiva Produktif yang kualifikasikan (APYD) terhadap aktiva produktif, X3

= Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Yang Dibentuk (PPAPYD) Terhadap

PPAP Yang Wajib Dibentuk (PPAPYWD), X4= ROA, X5= BOPO, X6= Kewajiban

Bersih antara bank terhadap modal inti, X7= LDR. Hasil penelitian menunjukkan pada

tahun 1999 terpilih X1 dan X2 serta tahun 2000 terpilih X1, X2, dan X3 sebagai variabel

memberikan konstribusi Dominan.

Haryati (2005) menganalisis tingkat kesehaan bank umum Swasta Nasional di

Indonesia periode tahun 1999-2004 menggunakan Multiple Diskriminan Analysis. Hasil

penelitian menunjukkan terdapat 16 dari 27 variabel rasio yang signifikan yang berasal

dari rasio Permodalan, Kualitas Aktiva, Dan Rasio Profitabilitas. Sedangkan Rasio

Likuiditas, Sensitivitas Terhadap Resiko Pasar dan Size merupakan variabel pembeda

yang tidak signifikan. Dari 16 Variabel tersebut dihasilkan 12 Variabel yang

membentuk model diskriminan.

Anis (2007) mengkaji potensi kebangkrutan keuangan Bank Umum Swasta

Nasional Indonesia menggunakan analisis diskriminan pada tahun 1997-1999 dengan

rasio CAR, RORA, NPM, ROA, LDR, dan BMPK. Diketahui bahwa rasio yang

signifikan membedakan tingkat potensi kebangkrutan pada tahun 1997 adalah rasio

NPM, sedangkan pada tahun 1998 dan 1999 rasio yang signifikan sebagai diskriminator

adalah rasio CAR.

3. Metode Penelitian

3.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan

diduga. Populasi yang akan diamati dalam penelitian ini adalah bank umum yang

beroperasi di Indonesia, yang meliputi Bank Persero (Pemerintah) dan Bank Umum

Swasta Nasional (BUSN). Dengan demikian, teknik yang digunakan adalah sensus

karena tidak dilakukan pengambilan sampel dari populasi.

3.2. Jenis dan Sumber data

Data pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan

keuangan publikasi Bank Persero (Pemerintah) dan Bank Umum Swasta Nasional

(BUSN) di Indonesia yang terdapat dalam Direktori Perbankan Indonesia tahun 2007.

3.3. Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini variabel dependen menggunakan notasi Z, sedangkan variabel

independen menggunakan notasi X. Variabel-variabel dalam penelitian ini didefinisikan

sebagai berikut :

a. Variabel Terikat (Variabel Dependen) = Z

Variabel Terikat (dependent variable) adalah variabel tidak bebas atau tergantung.

Variabel dependen dalam analisis diskriminan memiliki skala kategorikal, dalam

penelitian ini variabel dependen yang digunakan terdiri dari dua kelompok. Jika

dinyatakan Z = 1 maka bank yang diteliti adalah bank yang sehat, sedangkan jika Z

= 0 maka bank yang diteliti adalah bank yang tidak sehat.

Page 8: Download Versi Indonesia

Tabel 1. Nilai Kredit dan Predikat Kesehatan Bank

Nilai Kredit Predikat

64,8 – 80 Sehat

52,8 - < 64,8 Cukup Sehat

40,8 - < 52,8 Kurang Sehat

0 - < 40,8 Tidak Sehat

Sumber : Hasibuan (2005:184)

b. Variabel Bebas (Variabel Independen) = X

Variabel independen adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi

variabel lain. Variabel independen dilambangkan dengan notasi X. Variabel

independen dalam penelitian ini adalah rasio CAMEL dan memiliki ukuran skala

rasio.

1). Capital (Permodalan)

X1 = CAR (Capital Adequancy Ratio)

Penilaian aspek permodalan lebih dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana atau

berapa modal bank tersebut telah memadai untuk menunjang usahanya. Merupakan

perbandingan antara modal dengan aktiva tertimbang menurut resiko yang

berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang kewajiban penyediaan modal

minimum yang berlaku. CAR merupakan suatu rasio permodalan yang menjaga

keamanan dana pihak ketiga. Rasio ini menjaga ketidaklancaran proses transaksi

dan lalu lintas keuangan.

2). Asset Quality (Kualitas Aset)

X2 = Return On Risked Asset

Merupakan perbandingan pendapatan sebelum pajak dengan total kredit yang

diberikan bank dan surat-surat berharga yang dimiliki bank tersebut. Komponen ini

salah satu untuk menghitung asset yang dimiliki oleh bank.

X3 = Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva Produktif

Rasio ini merupakan perbandingan penghapusan aktiva produktif dengan aktiva

produktif. Rasio ini berfungsi untuk memproksikan kualitas aktiva produktif dan

mempunyai bobot 25 %.

X4 = NPL (Non Performance Loan)

Merupakan perbandingan antara kredit bermasalah dikurangi PPAP dengan total

kredit. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan,

dan macet kredit dihitung secara net (dikurangi PPAP). PPAP adalah PPAP khusus

untuk kredit dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Total kredit

merupakan kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada

bank lain).

3). Management (Manajemen)

X5 = (Net Profit Margin)

Aspek manajemen diproyeksikan dengan net profit margin. Rasio ini dihitung dari

pendapatan bersih dengan pendapatan operasional. Penggunaan rasio ini

dikarenakan karena semua kegiatan manajemen pada akhirnya akan bermuara pada

perolehan laba.

4). Earnings (Rentabilitas)

X6 = ROA (Return On Asset)

Merupakan perbandingan laba sebelum pajak dengan rata-rata total aset. ROA

adalah rasio yang berusaha memproksikan kondisi efektifitas aset yang

diberdayakan menjadi suatu alat yang produktif sehingga menghasilkan return yang

lebih dari hanya sekedar menutup biaya dan kewajiban yang ditimbulkan

keberadaan pengelolaan aset tersebut.

Page 9: Download Versi Indonesia

X7 = ROE (Return On equity)

Merupakan perbandingan antara laba setelah pajak dengan rata-rata modal inti. ROE

adalah rasio rentabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan modal dalam

menghasikan laba dan mengambarkan tongkat kesejahteraan investor yang

menanamkan saham pada bank.

X8 = NIM ( Net Income Margin)

Merupakan perbandingan antara pendapatan bunga bersih dengan rata-rata aktiva

produktif. Pendapatan bunga bersih adalah adalah pendapatan bunga dikurangi

beban bunga. NIM adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank

dalam mengendalikan atau mengontrol besarnya beban bunga dari pendapatan

bunga yang diterima dari bank.

X9 = BOPO (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional)

Merupakan perbandingan antara total baban operasional dengan total pendapatan

operasional. Rasio ini mencerminkan keseimbangan antara biaya dan pendapatan

artinya semakin kecil rasio ini maka semakin baik kondisi laba atau rentabilitasnya.

5). Liquidity (Likuiditas)

X10 = LDR (Loan Deposits Ratio)

Merupakan perbandingan antara kredit dengan dana pihak ketiga. Kredit merupakan

kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada bank lain).

Dana pihak ketiga mencakup giro, tabungan, deposito (tidak temasuk giro dan

deposito antar bank).

3.4. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis melalui dua tahap yaitu dengan

menghitung rasio CAMEL dan Analisis Diskriminan.

3.5. Analisis Diskriminan

Analisis diskriminan dilakukan dengan membangun fungsi diskriminan, serta

membuat tabel akurasi atau Classification Accuracy dan menentukan Z cut off.

a. Fungsi Diskriminan

Untuk menentukan fungsi diskriminan dibutuhkan Stepwise Discriminant

Analysis, karena metode ini bisa menyeleksi variabel-variabel mana saja yang

discriminating power-nya memang tinggi. Analisis Stepwise ini menggunakan nilai

Wilk’s Lambda dan F Parsial (Partial F Value) sebagai dasar untuk memilih variabel-

variabel independen dalam fungsi diskriminan.

Metode kriteria yang digunakan dalam meminimalkan nilai Wilk’s Lamda

dihitung dengan F test yaitu pada tingkat sig > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan

antara group dan sig ≤ 0,05 yang berarti ada perbedaan antar kedua group (sehat dan

tidak sehat). Jadi variabel yang tingkat signifikasinya kurang dari 0,05 akan dipilih

sebagai variabel diskriminator dalam analisis diskriminan. Hasil signifikansi

berdasarkan uji Wilk’s Lambda ditampilkan dalam Tabel berikut.

Tabel 2. Wilk’s lambda

Test of Function (s)

Wilks'

Lambda Chi-square df Sig.

1 .324 77.709 2 .000

Sumber : data diolah

Page 10: Download Versi Indonesia

Tabel analisis pada nilai Wilk’s Lambda sebesar 0,324. nilai Chi-Square 77,709

dengan derajat kebebasan (degree of freedom)/(df) sebesar 2, dan tingkat signifikasi

sebesar 0,000 atau dibawah 0,05 (0,00 < 0,05). Hal ini bisa diartikan bahwa variabel

diskriminan memiliki hubungan yang erat atau perbedaan yang signifikan atau nyata

antara kedua group (sehat dan tidak sehat).

Proses Stepwise Discriminant Analysis dalam penelitian ini ditampilkan dalam

lampiran yang dibantu dengan program komputer SPSS 13.0 sub Program

Discriminant Analysis. Hasil dari variabel Stepwise dapat disajikan pada Tabel berikut.

Tabel 3.Variabel Terpilih dalam Analisis Diskriminan

Step Variabel Tolerance

Sig. of F to

Remove

Min. D

Squared Between Groups

1 ROE 1.000 .000

2 ROE .374 84.634 5.793

Tidak Sehat dan

Sehat

NPM .374 11.010 24.968 Tidak Sehat dan

Sehat

Sumber :Data diolah

Prosedur stepwise dimulai dengan memaksimumkan Mahalonobis Distance (D2)

antar kelompok. Dalam hal ini minimum significant value adalah 0,05 digunakan

sebagai syarat entry variabel dan Mahalonobis (D2) digunakan untuk memilih variabel.

Pada tabel di atas nilai maksimum Mahalonobis Distance (D2) ternyata jatuh pada

variabel X7 yaitu ROE (return on equity) karena mempunyai nilai tolerance 1,000. Step

kedua adalah variabel X7 yaitu ROE (return on equity) dan X5 yaitu NPM (Net Profit

Margin). Dari hasil stepwise dapat diketahui variabel yang signifikan ada 2 variabel,

yaitu X5 (NPM) dan X7 (ROE). Variabel ini mampu membedakan status kesehatan bank

karena mampu meminimumkan nilai wilks’ lambda dan memaksimumkan nilai

Mahalonobis Distance (D2)

Setelah diperoleh variabel-variabel independen terpilih dalam fungsi

diskriminan melalui metode Wilk’s Lambda maka langkah selanjutnya adalah

menentukan persamaan fungsi diskriminan. Sebagaimana disebutkan dalam bab

sebelumnya formulasi diskriminan dinyatakan sebagai berikut :

Z = W1X1+W2X2+…WnXn

Proses perhitungan koefisien diskriminan (Z) dapat dilihat pada lampiran hasil

output SPSS 13,0 For Windows sub program Discriminant Analysis, pada Tabel 4

disajikan koefisien fungsi diskriminan.

Tabel 4. Koefisien Fungsi Diskriminan

Variabel Fungsi

1

NPM -.021

ROE .105

(Constant) -.477

Sumber : Data diolah

Page 11: Download Versi Indonesia

Berdasarkan hasil perhitungan koefisien diskriminan pada tabel 4. tersebut,

maka fungsi diskriminan adalah

Z = - 0,477 – 0,021X5 + 0,105 X7

Persamaan diatas bisa diartikan bahwa fungsi diskriminan untuk tingkat

kesehatan bank pada tahun 2007 adalah Z = -0.477- 0.021(NPM) + 0.105 (ROE). Nilai

konstanta diperoleh sebesar -0,477. Hal ini berarti apabila kedua variabel pembentuk

fungsi diskriman bernilai nol, maka besarnya tingkat kesehatan akan memiliki nilai

dibawah nol atau masuk kategori bank tidak sehat.

Nilai koefisien NPM sebesar -0,021. Hal ini bisa diartikan bahwa jika rasio

NPM naik satu satuan dengan asumsi kedelapan variabel lainnya tetap, maka justru

akan diikuti oleh penurunan bobot tingkat kesehatan perbankan sebesar 0,021%. Karena

NPM menghasilkan koefesien negatif.

Nilai koefisien ROE sebesar 0,105. Hal ini dapat diartikan apabila rasio ROE

naik sebesar satu satuan dengan asumsi kedelapan variabel lainnya tetap, maka akan

diikuti oleh kenaikan bobot tingkat kesehatan perbankan sebesar 0,105%.

b. Tabel Akurasi

Tabel akurasi atau classification accuracy adalah pengujian terhadap kualitas

fungsi diskriminan. Pengujian ini dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat ketepatan

klasifikasi kelompok bank. Matarik klasifikasi yang ada pada kolom vertikal merupakan

aktual dari objek yang diteliti dan dalam kolompok horisontal merupakan prediksi

kelompok. Kemudian dari matrik tersebut dapat diketahui kesalahan klasifikasi atau

tingkat akurasi untuk dua group tersebut.

Tabel 5. Hasil Klasifikasi Akurasi Analisis Diskriminan

STATUS

Predicted Group

Membership

Total

TIDAK

SEHAT SEHAT

Original Count TIDAK

SEHAT 4 1 5

SEHAT 0 67 67

% TIDAK

SEHAT 80.0 20.0 100.0

SEHAT .0 100.0 100.0

a. 98.6% of original grouped cases correctly classified.

Sumber :Data diolah

Tabel 5. merupakan tabel hasil klasifikasi akurasi untuk validitas analisis

diskriminan pada tahun 2007 yang menunjukkan bahwa tingkat kesalahan klasifikasi

pada kelompok bank dengan status tidak sehat sebanyak 1 bank dengan persentase 20%

dan tingkat ketepatannya sebanyak 4 bank dengan persentase 80%. Sedangkan pada

kelompok bank dengan status sehat tingkat kesalahan klasifikasi sebanyak 0 dengan

presentase 0% (tidak ada tingkat kesalahan klasifikasi) dan tingkat ketepatannya

sebanyak 67 bank dengan persentase 100%. Secara keseluruhan dari populasi penelitian

pada tahun 2007, keseluruhan tingkat kesalahan klasifikasi adalah 1,4% dengan tingkat

ketepatan klasifikasi sebesar 98,6%.

c. Menentukan Z Cut Off

Page 12: Download Versi Indonesia

Langkah selanjutnya adalah melakukan pembuktian untuk menentukan valid

tidaknya ketepatan klasifikasi tersebut valid tidaknya ketepatan klasifikasi ketepatan

klasifikasi dengan cara membandingkan hasil perhitungan ZCut Off dengan ZBank. Kriteria

keputusan sebagai berikut:

(a). Jika ZBank lebih Besar dari Z Cut Off, maka bank tersebut tergolong kelompok bank

Sehat

(b). Jika ZBank lebih kecil dari Z Cut Off, maka bank tersebut tergolong kelompok bank

Tidak Sehat

Rumus untuk menghitung nilai Z Cut Off sebagai berikut :

10

0110

NN

ZNZNZ

CutOff

Keterangan :

Z Cut Off = Cutting score untuk membedakan kesehatan bank

No = Jumlah klasifikasi bank yang Tidak Sehat

N1 = Jumlah klasifikasi bank yang Sehat

Zo = Centroid (rata-rata score) kelompok bank yang tidak sehat

Z1 = Centroid (rata-rata score) kelompok bank Sehat

Tabel 6. Nilai Rata-rata Score

STATUS

Rata-Rata Score

1

TIDAK SEHAT -5.210

SEHAT .389

Sumber : Data diolah

Pada Tabel 6. diketahui score rata-rata untuk bank dengan status tidak sehat

adalah -5,210 dan skor rata-rata untuk bank yang berstatus sehat adalah 0,389. Maka

dapat dihitung Z Cut Off (Cutting Score) pada periode 2007 adalah:

Z Cut Off =

675

)210,5(67)389,0(5 xx - 2.90319

Jadi pada tahun 2007 jika Z bank lebih besar dari -2,90319 maka bank tergolong

ke dalam bank status sehat, sedangkan bank dengan Z bank kurang dari -2,90319 maka

bank tersebut tergolong ke dalam bank status tidak sehat. Berdasarkan tabel 6. bank

dengan status sehat sebanyak 0 bank tidak diklasifikasikan oleh persamaan dan 67

bank dapat diklasifikasikan dengan tepat oleh persamaan yang dihasilkan. Dengan

demikian bisa diartikan tidak ada kesalahan dalam mengklasifikasi tingkat kesehatan

bank yang berstatus sehat.

Sedangkan bank dengan status tidak sehat sebanyak 1 bank tidak

diklasifikasikan oleh persamaan dan 4 bank dapat diklasifikasikan dengan tepat oleh

persamaan. Dengan demikian bisa diartikan hanya terdapat 1 kesalahan dalam

mengklasifikasi tingkat kesehatan bank yang berstatus tidak sehat.

3.6. Pengujian Hipotesis

Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat bahwa variabel yang signifikan adalah

X5 yaitu NPM (net profit margin) dan X7 yaitu ROE (return on equity) karena mampu

meminimumkan nilai wilk’s lambda, memaksimumkan nilai F rasio dan

Page 13: Download Versi Indonesia

memaksimumkan Mahalonobis Distance (D2) dengan nilai tolerance maksimum 1.000

dan 0.374. Sedangkan RORA, ROA dan BOPO tidak signifikan meskipun berada

dibawah 0,05 karena tidak mampu meminimumkan nilai wilks lambda,

memaksimumkan nilai F rasio dan minimumkan Mahalanobis Distance. Karena

significance value of F to remove dibawah 0,05. Maka Ho5 dan H07 ditolak serta Ha5

dan Ha7 diterima. Sedangkan H01, H02, H03, H04, H06, H08, H09 dan H010 diterima,

maka Ha1,Ha2,Ha3,Ha4,Ha6, Ha8,Ha9,Ha10 ditolak atau tidak terbukti.

Tabel 7. Tabel Hasil Pengujian Hipotesis

Variabel Wilk’s

Lambda F Ratio Sig Hasil Uji Keputusan

X1 : CAR .999 .059 .809 Ho Diterima Tidak Signifikan

X2 : RORA .668 34.824 .000 Ho Diterima Tidak Signifikan

X3 : PPAP .917 6.335 .014 Ho Diterima Tidak Signifikan

X4 : NPL Net .875 10.025 .002 Ho Diterima Tidak Signifikan

X5 : NPM .722 26.854 .000 Ho Ditolak Signifikan

X6 : ROA .654 37.014 .000 Ho Diterima Tidak Signifikan

X7 : ROE .376 116.170 .000 Ho Ditolak Signifikan

X8 : NIM .901 7.689 .007 Ho Diterima Tidak Signifikan

X9 : BOPO .474 77.680 .000 Ho Diterima Tidak Signifikan

X10: LDR .998 .160 .690 Ho Diterima Tidak Signifikan

Sumber : Data diolah

4. Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis rasio keuangan CAMEL, analisis diskriminan dan untuk

menjawab rumusan masalah serta tujuan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa

penelitian tentang prediksi tingkat kesehatan Bank Persero dan Bank Umum Swasta

Nasional adalah sebagai berikut:

Rasio CAMEL yang terpilih sebagai variabel diskriminator dominan untuk

membedakan bank ke dalam kategori sehat dan tidak sehat adalah rasio NPM (Net

Profit Margin) dan ROE (Return On Equity). Sedangkan kedelapan rasio lainnya (CAR,

RORA, PAP, NPL ROA, NIM, BOPO, LDR) tidak signifikan sebagai diskriminator

dominan karena tidak mampu meminumkan wilk’s lambda, memaksimumkan

mahalanobis dan memaksimumkan nilai F rasio.

4.2 Saran

Berdasarkan manfaat dari penelitian maka dapat diajukan saran sebagai berikut :

a. Bagi Perbankan

Bagi pihak manajemen bank untuk selalu menjaga kesehatan keuangan banknya

dengan memperhatikan kondisi yang ada, sehingga kesulitan dapat diatasi sedini

mungkin agar dapat menentukan arah kebijaksaaan yang lebih baik.

b. Bagi Investor

Bagi investor diharapkan dalam proses pengambilan keputusan untuk menamkan

modal atau menyimpan dana, terlebih dahulu memperhatikan nilai rasio-rasio

keuangan agar diketahui kinerja perbankan tersebut dan menghindari kerugian

c. Bagi Peneliti selanjutnya

Page 14: Download Versi Indonesia

Bisa digunakan sebagai referensi untuk penelitian yang menggunakan analisis

diskriminan dengan perbedaan proksi dan variabel agar diperoleh hasil yang lebih

baik.

DAFTAR PUSTAKA

Altman, Edward I.1968. “Financial Ratios, Discriminat Analysis and The Prediction of

Corporate Bankcruptcy”. The Journal Of Finance Vol.XXIII. No. 4

Amin, Wijaya Tunggal. 1999. Kamus MBA. Bumi Aksara. Jakarta

Anis, 2007, Kajian Teori Kebangkrutan Keuangan Bank Umum Swasta Nasional di

Indonesia, Skripsi, Tidak dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Jember

Brigham Eugene F., Micheal C. Enrhard, 2005, Financial Management Thoey And

Practice, Internasional Student Edition, South-Western Thomson

Siamat, Dahlan. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Fakultas Ekonomi. Universitas

Indonesia. Jakarta

Handoko, Dedy, 2003, Metode CAMEl untuk Menyevaluasi Kinerja Bank Hasil Merger

(Studi Kasus Pada Bank Mandiri Dan Bank Central Asia), Jurnal Program Studi

Manajemen, Fakultas Ekonomi Pascasarjana, Universitas Airlangga, Surabaya

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Edisi 3.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Hair Jr. Joseph F.Ar all, 1992, Multivariat Data Analysis, Macmillan Publishing

Company, New York

Hasibuan, H Malayu. 2005. Dasar-Dasar Perbankan. Bumi Aksara. Jakarta

Haryati, Sri. 2005. Studi Tentang Model Prediksi Tingkat Kesehatan Bank Umum Swata

Nasional Indonesia. Disertasi Universitas Brawijaya Malang

Jeni, Susyanti, 2002. Indikasi Potensi Economic Value Added dan Analisis Rasio

CAMEL Dalam Memprediksi Kesehatan Bank Yang Listing di Bursa Efek

Jakarta. Jurnal Ekonomi Pasca Sarjana Universitas Brawijaya. Malang

Kasmir. 2002. Manajemen Perbankan. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta

Malik, Abdul dkk. 2004. Sistem dan Manajemen Bank Umum. Fakultas Ekonomi

Universitas Merdeka

Page 15: Download Versi Indonesia

Maholtra, K.Naresh. 2004. Marketing Research An Applied Orientation. Edisi Keempat.

Pearson Education Internasional. Prentice Hall.

Martono, 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Penerbit Ekonisa. Yogyakarta.

Nurdianto, Arif, 2004, Analisis Tingkat Kesehatan Bank Campuran Dengan

Pendekatan Analisis Diskriminan Periode 1999-2000, Skripsi, tidak

dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Jember.

Nurhidayah, 2003, Analisis Z-score dan CAMEL Dalam Mengevaluasi Tingkat

Kesehatan Bank Yang Go Publik Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Ekonomi. Pasca

Sarjana Universitas Brawijaya. Malang.

Prastowo, Dwi, Akuntansi Analisis Laporan Keuangan Konsep Dan Aplikasi. UPP

AMP YKPN. Yogyakarta.

S.Munawir, 2002. Analisis Laporan Keuangan. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Santoso, Singgih. 2004. SPSS Parametik. Elex Media. Jakarta.

Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana Telah Diubah

Dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998.

J, Supranto, 2004, Analisis Multivariate Arti Dan Interpestasi, PT. Rineka Cipta,

Jakarta

Page 16: Download Versi Indonesia

PERANAN KIAI KAMPUNG DI DALAM UPAYA PENERAPAN

AKUNTANSI ZAKAT UNTUK MENCAPAI KEMANDIRIAN KERJA

DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

(Studi Analisis Kiai Kampung yang Berada Di Kecamatan Dau Kabupaten Malang)

Oleh:

Whedy Prasetyo

Abstract

Kiai kampung role for zakat accounting implementation can be

manage financial perform need to proper presentation, responsible,

and is not statisfed statement at all activities, transaction, and

results event different influence as stability, risk, and predict

achieve for autonomy job and society empowerment. Kiai kampung

role in disclosure working elements about to society support at

environment for achieve results realize, and appraise results about

efforts to future.

Accounting zakat attention achieve for autonomy job and society

empowerment needs increasing and change include materially,

reality and function from all component revenue and expense, is

based with to zakat characteristics, adapt characteristics with

important zakat accounting standard formulation, and focus for

manage zakat fund is can not for close a productive asset loss

elimination with realization standard recognize total increase at

years relation what the transaction finish or not.

Keywords: Kiai kampung, zakat accounting, autonomy job, and

society empowerment.

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Peranan kiai kampung di desa-desa sebagai kreator perubahan pola pikir dan

paradigma yang bertujuan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan memerangi

kebodohon masyarakat di kampung halamannya di mana kiai kampung tersebut berada.

Kiai di kampung pada akhirnya sangat layak disebut sebagai entitas yang paling sering

melayani kebutuhan rakyat, mengingat intensitas persinggungannya yang jauh lebih

kelihatan.

Oleh karena itu, keberadaan kiai kampung di tengah struktur sosial merupakan

entitas yang tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Kiai kampung adalah bagian dari

sebuah keanekaragaman. Kiai kampung merupakan ujung tombak dakwah nilai-nilai

Inspirasi Penulis di dalam mengaplikasikan atas hasil pemikirannya tentang Akuntansi Zakat Dosen Jurusan Akuntansi FE UNEJ

Page 17: Download Versi Indonesia

Islam, yang peranannya akan terlampau sulit terlaksana dengan baik jika langsung

diambil alih kiai-kiai sepuh yang wilayah pengaruhnya jauh lebih luas dibandingkan

wilayah pengaruh kiai kampung. Maka yang menjadikan penelitian saat ini, bagaimana

menunjukkan sinergi kiai kampung dan kiai sepuh yang mutlak diperlukan dalam

rangka memaksimalkan fungsi dan tanggung jawab mereka dalam mengembangkan

keilmuan yang dimiliki di dalam menjelaskan peranan zakat sebagai salah satu rukun

Islam. Sesuai dengan Al Qur'an surat At Taubah ayat 60:

Dan disebutkan juga bahwa zakat juga mempunyai unsur spiritual, dalam surat

At Taubah ayat 103 dijelaskan bahwa:

Selanjutnya juga dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 110:

Mendasarkan pada ketiga ayat tersebut, pengelolaan zakat secara benar dan

diberikan kepada mereka yang berhak maka kesejahteraan masyarakat akan terwujud

(baldatun tayyibatun wa robbun ghafur) atau salah satu cara untuk mempersempit

kesenjangan sosial antara yang mampu dan tidak (Ali, 1998:30).

Faktor yang sangat penting dalam pengelolaan zakat adalah bagaimana dapat

melakukan pembukuan tentang pengelolaan zakat yang telah dipercayakan kepadanya.

Peranan kiai kampung yang dapat secara langsung bersosialisasi dengan warga di

kampungnya, secara bersama-sama pula mereka merencanakan berbagai hal untuk

mengembangkan media pembelajaran masyarakat desa agar kampungnya terbebas dari

kebodohon dan kemiskinan atau persoalan-persoalan sosial lain yang dihadapi

masyarakat atas kemandirian dan pemberdayaan di dalam meningkatkan kehidupan dan

peran serta di dalam kehidupan bermasyarakat. Fenomena tersebut tentu saja sedikit

berbeda, meskipun tidak semuanya, jika dikomparasikan dengan manajemen pesantren-

pesantren besar yang cenderung bersifat monolitik karena hanya dikendalikan “sang

pemilik” yayasan yang cenderung bertindak sebagai pemilik tunggal (directeur

eigenaar). Pemilik tunggal yang memberikan keleluasaan secara penuh di dalam

mengelola persoalan-persoalan yang ada tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor

kebersamaan atas pengaruh keputusan dari pihak lain.

Menurut Dhoifer (1978) dalam Abbas (2007) menjelaskan bahwa Kiai

kampung mempunyai peran sebagai kelompok yang paling cepat beradaptasi sambil

mendistribusikan kesempatan-kesempatan kerja yang muncul di pedesaan bagi seluruh

Page 18: Download Versi Indonesia

masyarakatnya. Fenomena ini mendorong peran dan pengaruh kiai kampung sebagai

motivator perubahan-perubahan yang lebih baik di dalam menyuarakan aspirasi

kehidupan bermasyarakat. Kemampuan ini yang akan menumbuhkan motivasi untuk

berusaha yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh masyarakat

yang ada di kampungnya. Upaya yang akan menumbuhkan kesadaran yang mendalam

akan pentingnya seorang motivator di dalam mendorong upaya bekerja untuk mencapai

keberhasilan dengan perhitungan resiko yang selalu diperhatikan.

Keberhasilan atas perhitungan resiko memerlukan pencatatan, menurut islam

telah menerapkan sistem pencatatan yang penekanannya pada kebenaran, kejujuran dan

keadilan antara kedua belah pihak sejak Rasullullah SAW (Zulkiffli & Sulastiningsih,

1998:16), sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 282 bahwa:

Berdasarkan ayat di atas dapat diketahui bahwa sejak zaman Nabi Muhammad

SAW telah ada perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanannya adalah

untuk menjaga kebenaran, keadilan, kejujuran diantara dua pihak yang mempunyai

hubungan muamallah (Adnan, 2000:3).

Pada umumnya laporan keuangan yang dibuat oleh media keagamaan dan

pendidikan masyarakat (masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama

(TPA)) yang dikendalikannya agar terbebas dari kebodohon dan kemiskinan hanya

dalam bentuk laporan penerimaan dan pengeluaran kas. Laporan penerimaan dan

pengeluaran kas tersebut pada dasarnya sama dengan perhitungan laba atau rugi secara

sederhana sama dengan usaha bisnis kecil dan atau menengah. Oleh karena itu sistem

akuntansi untuk pengelolaan media keagamaan dan pendidikan masyarakat (masjid atau

mushala, dan ataupun TPA) didasarkan pada prinsip-prinsip syari‟ah tetapi juga sesuai

dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.

Tekanan Islam dalam kewajiban melakukan pencatatan adalah: (Harahap,

1997:121)

1. Menjadi bukti dilakukannya transaksi (muamalah) yang menjadi dasar nantinya

dalam menyelesaikan persoalan selanjutnya.

2. Menjaga agar tidak terjadi manipulasi, atau penipuan baik dalam transaksi itu (laba).

Dalam akuntansi tujuan pencatatan adalah: pertanggungjawaban atau sebagai bukti

transaksi, penentuan pendapatan dan informasi yang digunakan dalam proses

pengambilan keputusan, dan sebagai alat penyaksian yang akan dipergunakan

dikemudian hari, dan lain-lain.

Konsep Islam dan hakekat akuntansi mempunyai persamaan yang searah untuk

mendesain dan mengoperasikan suatu organisasi yang secara eksplisit berdasarkan zakat

yang mempunyai nuansa atau nilai humanis, emansipatoris dan transedental serta

teleologikal. Dan dengan akuntansi zakat tersebut akan muncul suatu realitas sosial

yang dikonstruk mangandung nilai Tauhid dan ketundukan pada jaringan-jaringan kuasa

Ilahi, yang semuanya dilakukan dengan meta-perspektif, yaitu perspektif khalifatullah

fil ardh, suatu cara pandang yang sadar akan hakekat manusia dan tanggung jawab

kelak dikemudian hari di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.

….

Page 19: Download Versi Indonesia

Peranan kiai kampung yang dapat secara langsung bersosialisasi dengan warga

di kampungnya, secara bersama-sama pula mereka merencanakan berbagai hal untuk

mengembangkan media pembelajaran masyarakat desa agar kampungnya terbebas dari

kebodohon dan kemiskinan atau persoalan-persoalan sosial lain yang dihadapi

masyarakat atas kemandirian dan pemberdayaan di dalam meningkatkan keberhasilan

bekerja bagi kehidupan dan peran serta kehidupan bermasyarakat. Lebih lanjut menurut

Mursi (2001:116) bahwa tumbuhnya motivasi kerja yang didasarkan pada pendekatan

Al-Qur‟an yang disampaikan oleh kiai yang telah dipercayai masyarakat akan

menumbuhkan pandangan kerja sebagai upaya kemandirian untuk berada di depan

langkah kehidupan untuk mendapatkan kesuksesan dan keberkahan hidup, sebagaimana

telah ditegaskan Rasulullah shallallahu‟alaihi wa sallam bahwa seorang muslim yang

kuat lebih baik daripada seorang muslim yang lemah. Perihal ini juga diterangkan dalam

Al Qur‟an dalam Surat At-Taubah ayat 105 bahwa:

Dalam skala mikro, realitas sosial dapat diidentikkan dengan realitas

organisasi, yaitu realitas yang diciptakan dalam organisasi (dalam hal ini) masjid atau

mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) sehingga terbentuk suatu

kondisi seperti yang diciptakan dalam ontologi tauhid tersebut. Bila realitas organisasi

masjid atau mushala, dan ataupun TPA yang sedemikian tercipta, maka adalah sangat

mungkin bahwa realitas organisasi ini akan menebarkan rahmat tidak saja bagi mereka

yang secara aktif terlibat dalam masjid atau mushala, dan ataupun TPA, tetapi juga

masyarakat dan lingkungan alam sekitarnya.

Proses pencapaian kemandirian suatu masyarakat memberikan kemampuan

untuk mengelola kesempatan-kesempatan pekerjaan di dalam kaidah berpikir yang

difungsikan sebagai asas atau landasan pola pikir dalam beraktivitas sebagai rangkaian

proses aktivitas perhitungan akuntansi secara Islami (Yusanto dan Widjajakusuma,

2003: 8). Pengelolaan kesempatan pekerjaan dengan berdasarkan pada perhitungan

Islami tersebut, Menurut Abbas (2007) bahwa kesempatan kerja dalam perspektif

manajemen Islami memerlukan sosialisasi Islami para pemuka agama yakni para kiai

yang berada di daerah dimana masyarakat tersebut berada sehingga pendistribusi

kesempatan kerja akan dapat lebih mudah diterima, hal ini disebabkan karena para kiai

kampung sebagai entitas pelayanan keinginan dan kebutuhan rakyat. Secara kolektif-

kolegial, kiai kampung dapat langsung merencanakan dan mensosialisasikan

kemandiran melalui kesempatan atau persoalan-persoalan kerja yang dialami

masyarakatnya secara tepat atas dasar potensi dan kelemahan yang ada di wilayahnya

(kampung) berada secara Islami. Peranan ulama atau kiai yang telah dipercaya oleh

masyarakat akan menumbuhkan semangat kemandirian akan kebenaran dan upaya

untuk terus bekerja mencapai hasil karya di dalam kehidupan.

Cita-cita dan keinginan yang cukup ideal ini bisa direalisasikan bila organisasi

masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) dalam proses

pencatatan sampai tersusunnya laporan keuangan melalui akuntansi zakat akan dapat

menghasilkan informasi yang dapat digunakan oleh pihak umum. Atau bagaimana

realitas organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA yang bertauhid dapat

direfleksikan oleh akuntansi tanpa ada distorsi. Bila nilai-nilai yang digunakan untuk

membangun akuntansi tadi sama dengan nilai yang digunakan untuk mengkonstruk

Page 20: Download Versi Indonesia

organisasi, maka realitas organisasi akan direfleksikan tanpa ada distorsi. Keadaan

semacam ini akan semakin memperkuat terciptanya realitas pencapaian kerja untuk

organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA dengan jaringan kuasa Ilahi.

Proses pencapaian kerja untuk mewujudkan kemandirian di dalam kehidupan,

menurut Notowidagdo (1997: 47) adanya kenyakinan mendalam atas peran manajemen

Islam dalam kehidupan melalui Kiai atau Ulama di dalam mensosialisasikan peranan

islam di dalam mendorong pekerjaan untuk mencapai kemandirian kehidupan, lebih

lanjut Al Qur‟an dalam Surat Ar-Ra‟ad ayat 11 bahwa:

Jadi berdasarkan ayat di atas untuk mengubah nasib sesuatu kaum atau kelompok

masyarakat jalan yang paling pintas melalui bekerja. Orang harus berusaha dan bekerja

untuk mengubah nasibnya sendiri, tanpa ketergantungan dengan pihak lain. Bekerja

merupakan landasan dasar serta kebutuhan hidup dan kesejahteraan umat mencapai

kemadirian kerja.

Kemandirian kerja atas hasil motivasi kerja akan memberikan tuntunan

kesenangan dan kebahagiaan dalam perolehan kondisi yang dihadapi dan dalam

mengatasi situasi yang sulit (Tasmara, 2002). Selanjutnya Al Halwani (2003)

menjelaskan bahwa kemandirian kerja yang didapatkan atas rizki yang halal hanya

dapat diraih dengan cara-cara yang halal pula. Pada hakikatnya kemandirian kerja orang

yang senantiasa menjalankan perintah agama akan selalu mendapatkan kesempurnaan

rizki, yang harus diraih bersamaan dengan tumbuhnya kemandirian atas kerja untuk

mendatangkan kebahagiaan, kesejahteraan dan kemuliaan hidup, Rasulullah

shallallahu‟alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah sangat mencintai hamba-Nya yang bekerja. Barang siapa

bersusah payah (bekerja) untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, maka dia

bagaikan seseorang yang berjuang d jalan Allah Yang Maha Mulia dan Maha

Besar” (HR. Ahmad).

Menurut Abbas (2007) bahwa proses kemandirian kerja masyarakat atas

kesempatan-kesempatan kerja memerlukan peran-peran sosial para pemuka agama,

yakni kiai kampung yang ada di masyarakat tersebut, menjadikan hubungan mereka

dengan masyarakat demikian dekat sehingga mereka begitu dihormati dan kadang

menjadi sandaran dalam mengambil sebuah keputusan.

Upaya pemberdayaan kiai kampung atas masyarakatnya sebenarnya harus

dimaknai sebagai suatu program kebudayaan, yang kemudian mempunyai implikasi

pemanfaatan potensi yang ada. Menurut Ismail dalam Kumpulan Tulisan Kedeputian

Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK)-Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) (2000: 198) bahwa potensi masyarakat yang didapatkan dari

sekelompok orang yang dipercaya oleh masyarakat tersebut akan memberikan hasil

yang akurat atas pemberdayaan masyarakat tersebut atas usaha-usaha pendorong

kegiatan ekonomi.

Menurut Mubyarto (2000: 263-264) bahwa pemberdayaan adalah upaya untuk

membangun daya (masyarakat) dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan

kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.

Keberdayaan masyarakat adalah unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat

bertahan, dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai

Page 21: Download Versi Indonesia

kemajuan. Keberdayaan masyarakat menjadi sumber dari apa yang dikenal sebagai

Ketahanan Nasional. Memberdayakan masyarakat berarti upaya untuk meningkatkan

harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu melepaskan

diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan

adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Upaya pemberdayaan masyarakat

akan mudah direalisasikan pada masyarakat tersebut, apabila telah mempunyai tatanan

sosial atas pemahaman pengertiannya dan apa implikasinya dalam sikap dan tindakan

nyata dalam pembangunan masyarakat.

Pembangunan pemberdayaan masyarakat menurut Firdausy dalam Kumpulan

Tulisan Kedeputian Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK)-Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI) (2000: 7) bahwa faktor dasar keberhasilannya diperlukan

peranan aktif masyarakat melalui kelompok-kelompok masyarakat yang berpengaruh

untuk mampu menerima perubahan-perubahan yang mendorong untuk merubah pola

pikir dan paradigma yang telah ada. Perubahan pola pikir dan paradigma pemberdayaan

masyarakat menurut Azra (2004: 15) memerlukan kesabaran perilaku yang dapat

mencerminkan keimanan, pengendalian diri, ataupun solidaritas terhadap sesama umat.

Sebab, ada hadist yang mengatakan bahwa; “Kesabaran adalah separuh dari iman”.

Upaya ini yang menumbuhkan semangat untuk memberdayakan peranan

kiai kampung sebagai kelompok masyarakat yang telah mempunyai pengakuan

keberadaan untuk mengembangkan pengaruhnya agar kampung atau wilayahnya

terbebas dari kemiskinan dan memerangi kebodohan atau persoalan-persoalan sosial

lain yang dihadapi masyarakat melalui penerapan kajian ilmiah atas dasar-dasar teori

dan pelaksanaan akuntansi zakat melalui untuk pencapaian kemandirian kerja dan

pemberdayaan masyarakat diwilayahnya. Dengan pelaksanaan akuntansi zakat dapat

menjaga out put yang dihasilkan tetap dalam sifat kebenaran, keadilan dan kejujuran

(objectivitas) yang akan membentuk suatu realitas organisasi yang dimetaforkan dengan

zakat (a zakat metaphorised organisational reality), artinya berorientasi pada zakat

(zakat oriented). Dengan orientasi zakat ini, organisasi (dalam hal ini organisasi

koperasi) berusaha untuk mencapai angka pembayaran zakat yang tinggi (Prasetyo,

2009).

Berdasarkan kajian teori dan keadaan yang mendukung tersebut di atas, maka

penelitian ini mencoba membahas tentang bagaimana Peranan Kiai Kampung di dalam

Upaya Penerapan Akuntansi Zakat Pada Organisasi Masjid atau Mushala, dan ataupun

Tempat Pendidikan Agama (TPA) Untuk Mencapai Kemandirian Kerja dan

Pemberdayaan Masyarakat dengan sampel yang digunakan yaitu kiai kampung yang

berada di Kecamatan Dau Kabupaten Malang.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pendahuluan mengenai latar belakang permasalahan, maka jelas

langkah yang harus dilakukan yaitu dengan menganalisis peranan para kiai kampung

yang berada pada wilayah Kecamatan Dau Kabupaten Malang di dalam penerapan

akuntansi zakat sebagai upaya menumbuhkan kemandirian kerja dan pemberdayaan

masyarakatnya. Perhatian utama pada penelitian ini, diletakkan pada pencapaian usaha

para kiai kampung sebagai kreator yang mampu melakukan perubahan pola pikir dan

paradigma masyarakat yang bertujuan di dalam menumbuhkan masyarakat di

lingkungannya atas kemampuan pencapaian kemandirian kerja dan pemberdayaannya

melalui pelaksanaan akuntansi zakat untuk organisasi masjid atau mushala, dan ataupun

Tempat Pendidikan Agama (TPA).

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka penulis merumuskan

permasalahan dalam penelitian ini dengan membatasi pada; bagaimana cara penyusunan

Page 22: Download Versi Indonesia

dan penyajian laporan keuangan akuntansi zakat melalui peranan kiai kampung sebagai

pertanggungjawaban pengelola organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA yang

dapat mendukung terwujudnya kemandirian kerja dan pemberdayaan masyarakat yang

berorientasi pada zakat di Kecamatan Dau Kabupaten Malang?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai upaya dukungan

atas penelitian untuk melakukan penyusunan dan penyajian laporan keuangan akuntansi

zakat, namun di dalam penelitian ini mendasarkan pada peranan kiai kampung di dalam

mengelola organisasi masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama

(TPA), dan untuk mengetahui penerapan akuntansi zakat dalam mewujudkan

kemandirian kerja dan pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Dau Kabupaten

Malang.

2. Landasan Teori

2.1. Pengertian dan Keberadaan Kiai Kampung

Pengertian kiai menurut Al Halwani (2003: 6) bahwa kemampuan yang

diperoleh dari Allah SWT terhadap seseorang makhluknya untuk dapat memberikan

bekal pengetahuan keagamaan terhadap para umatnya untuk dapat menegakkan

kebaikan dan menjauhkan kesalahan berdasarkan pada Al-Qur‟an dan As-Sunnah.

Keberadaan kiai atau ulama memberikan panutan (teladan) bagi semua masyarakatnya

dengan berdakwah untuk mengembangkan akhlak mulia, membina dan mempersatukan

umat, serta menyelamatkan mereka dari kesengsaraan dunia dan akhirat. Dalam Al-

Qur‟an Surat Ali „Imran ayat: 104 Allah telah menegaskan:

Merupakan kewajiban bagi sebagian manusia untuk melaksanakan dakwah

mengajak kepada jalan yang ma‟ruf dan mencegah segala bentuk kemungkaran. Lebih

lanjut Al Halwani (2003: 7) menyatakan bahwa ketika kiai atau ulama selaku pewaris

para nabi tampil sebagai orang yang paling tepat mengemban misi dakwah, berarti

mereka dititahkan ke bumi agar dapat berperan sebagai kunci kebahagiaan bagi

umatnya, penerang jalan bagi kehidupan masyarakatnya dan berbangsanya, dan

meluruskan perbuatan seorang serta membangun beradaban yang rusak dan kemudian

memberdayakan kehidupan ditengah umatnya tersebut. Ibarat tubuh, kiai atau ulama

adalah kepala bagi umatnya. Mereka diciptakan sebagai panutan yang baik dalam

menegakkan agama dan akhlak mulia atas persoalan-persoalan dan penyelesaiannya di

tengah umatnya.

Kemampuan yang dimiliki kiai tersebut dapat memberikan pengaruh baik

untuk menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakat yang telah mempercayainya,

kemampuan adaptasi yang dapat memberikan penyelesaian apa dan tindakan yang harus

dilakukan di dalam mencapai manfaat baik dan sesuai bagi masyarakatnya (Azra, 2004:

10). Menurut Allam, dkk (2005: 17) bahwa seorang kiai akan cepat beradaptasi untuk

memberikan pengaruh atas sesuatu pengetahuan untuk menjelaskan ketidaktahuan

terhadap persoalan-persoalan masyarakat (umatnya) atas fungsi, manfaat, dan beberapa

bagian yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya, sehingga masyarakat

akan mudah menerimanya. Lebih lanjut menurut Badi dan Tajdin (2007: 35) bahwa kiai

Page 23: Download Versi Indonesia

akan memberikan pendorong dengan menekankan arti penting dan signifikansi prakarsa

dengan memberi contoh kepada orang lain agar berbuat serupa atas permasalahan dan

penyelesaiannya. Amal baik ini tidak terbatas pada masalah keagamaan, tetapi juga

masalah duniawi karena Nabi Muhammad SAW, menyebutkan bahwa;”Barang siapa

memperkenalkan amal yang baik dalam Islam, dia akan mendapatkan pahalanya dan

pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka”.

Pengaruh seorang kiai inilah yang dapat memberikan pencerahan di dalam

mengelola persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakatnya dan penyelesaiannya yang

sesuai, karena kemampuan di dalam beradaptasi di dalam kehidupan masyarakat yang

berada di wilayahnya sehari-hari. Lebih lanjut menurut hasil penelitian Dhofier (1978)

di Jombang-Jawa Timur dalam Abbas (2007) bahwa kelompok yang paling cepat

beradaptasi sambil mendistribusikan kesempatan-kesempatan kerja yang muncul di

pedesaan justru para pemuka agama, yakni kiai kampung di desa-desa. Merekalah

kreator perubahan pola pikir dan paradigma yang bertujuan mengetaskan masyarakat

dari kemiskinan dan memerangi kebodohan masyarakat di kampung halamannya. Kiai

di kampung pada akhirnya sangat layak disebut sebagai entitas yang paling sering

melayani kebutuhan rakyat, mengingat intensitas persinggungannya yang jauh lebih

kelihatan.

Menurut Abbas (2007) bahwa keberadaan kiai kampung di tengah struktur

sosial merupakan entitas yang tidak dapat dinegasikan begitu saja. Kiai kampung adalah

bagian dari buah keanekaragaman dan peranan kiai kampung memang sangat menarik

untuk dikaji lebih lanjut mengenai keberadaannya di tengah-tengah masyarakat.

Berbeda dengan kiai sepuh yang menjadi pengasuh pesantren-pesantren besar di tingkat

kabupaten atau provinsi, kiai kampung pada dasarnya mempunyi manajemen lebih baik

dalam mengelola media keagamaan dan pendidikan (masjid atau mushala, dan ataupun

TPA) yang dikendalikannya. Secara kolektif-kolegial, kiai kampung dapat langsung

bersosialisasi dengan warga di kampungnya. Secara bersama-sama pula mereka

merencanakan berbagai hal untuk mengembangkan media tersebut agar kampungnya

terbebas dari kebodohan dan kemiskinan atau persoalan-persoalan lain yang dihadapi

rakyat. Fenomena tersebut tentu saja sedikit berbeda, meskipun tidak semuanya, jika

dikomparasikan dengan manajemen pesantren-pesantren besar yang cenderung bersifat

monolitik karena hanya dikendalikan “sang pemilik” yayasan yang cenderung bertindak

sebagai pemilik tunggal (directeur eigenaar).

Kelompok atau lembaga di dalam bentuk pesantren yang bertindak dengan

keputusan tunggal, menurut A‟la (2006) akan mulai bermain mata dengan kekuasaan,

masuk kedalam kepentingan negara. Akibatnya, lambat laun kelompok ini mulai

meninggalkan kemandirian dan misi pemberdayaan masyarakat. Gerakannya tidak

mengarah lagi pada penguatan dan pemberdayaan masyarakat. Untuk itulah peranan

kiai yang berada di daerah-daerah wilayah kecil misalnya desa akan mampu memiliki

kesempatan yang besar untuk melakukan transformasi nilai-nilai luhur keilmuan yang

dikembangkan ke dalam sikap dan perilaku masyarakat dan kehidupan konkret.

Pengembangan sikap dan perilaku masyarakat desa merupakan tantangan yang

harus dimasukkan di dalam pemikiran peranan sosial pengambilan keputusan para

pimpinan desa atau seseorang yang telah dipercaya (ulama, kiai) untuk bertanggung

jawab diselesaikan (Khomsan, 2007). Menurut Abbas (2007) bahwa peran-peran sosial

para kiai di desa-desa atau kampung maupun kiai sepuh menjadikan hubungan mereka

dengan masyarakat demikian dekat sehingga mereka begitu di hormati dan kadang

menjadi sandaran dalam mengambil sebuah keputusan. Sampai di sini keberadaan kiai

kampung perlu mendapat perhatian tersendiri, terlebih setelah bertahun-tahun mereka

tidak pernah tersentuh kebijakan negara (Orde Baru), yang secara tidak langsung telah

Page 24: Download Versi Indonesia

membuat mereka teralienasi dalam dunianya sendiri untuk melayani kebutuhan rakyat

atas persoalan-persoalan kemiskinan dan memerangi kebodohan melalui pengembangan

keilmuan yang dimiliki di dalam upaya mendistribusikan kesempatan kerja dan

pemberdayaan.

2.2. Akuntansi Zakat

Akuntansi zakat merupakan salah satu realisasi akuntansi syariah dalam skala

mikro. Yaitu realitas yang diciptakan dalam suatu usaha, yang sangat mungkin akan

mewujudkan suatu realitas usaha yang akan menebarkan rahmat tidak saja bagi mereka

yang secara aktif terlibat dalam kegiatan usaha tersebut, tetapi juga masyarakat dan

lingkungan sekitarnya (Triyuwono, 1997: 27).

Sesuai dengan Al Qur‟an surat At Taubah ayat 60 disebutkan bahwa:

Dan selanjutnya disebutkan juga dalam surat At Taubah ayat 103 bahwa:

Serta dalam surat Al Baqarah ayat 110 dinyatakan pula bahwa:

Sehingga pengelolaan zakat secara benar dan diberikan kepada mereka yang

berhak maka kesejahteraan masyarakat akan terwujud (baldatun tayyibatun wa robbun

ghafur) atau salah satu cara untuk mempersempit kesenjangan sosial antara yang

mampu dan tidak” (Ali, 1998: 30). Lebih lanjut menurut Mulawarman (2009: 131)

bahwa zakat sebuah pemaknaan laba atas titik temu dari hakikat kemanusiaan dan nilai-

nilai keadilan. Hakikat kemanusiaan sebagai manusia yang memiliki kebebasan dan

memancarkan nilai-nilai fitri Ketuhanan, akan memunculkan value added (VA). Nilai-

nilai keadilan merepresentasikan substansi dari distribusi yang lebih konkret. Dua hal

tersebut, value added dan distribusi, terwujud dalam zakat. Seperti terungkap dalam

Surat At-Taubah ayat 103. Menurut Mursyidi (2006: 77) bahwa zakat mempunyai

fungsi pokok; membersihkan jiwa dan harta muzakki, fungsi sosial ekonomi, dan fungsi

ibadah.

Lebih lanjut menurut Setiabudi dan Triyuwono (2002:152) bahwa substansi

zakat bukan sekedar kewajiban individu terhadap masyarakat, tetapi lebih dari itu, ia

merupakan hak masyarakat atas individu secara langsung. Ketika seseorang

memperoleh sejumlah kekayaan akumulasi kekayaan tertentu, maka bersamaan dengan

itu muncullah hak masyarakat lainnya. Faktor yang sangat penting dalam pengelolaan

zakat adalah bagaimana dapat melakukan pembukuan tentang pengelolaan zakat yang

telah dipercayakan kepadanya. Islam telah menerapkan sistem pencatatan yang

penekanannya pada kebenaran, kejujuran dan keadilan antara kedua belah pihak sejak

Page 25: Download Versi Indonesia

Rasullullah SAW (Zulkiffli & Sulastiningsih, 1998: 16), sebagaimana firman Allah

SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 282, bahwa:

Dengan mendasarkan pada Surat Al Baqarah ayat 282 dapat diketahui bahwa

sejak zaman Nabi Muhammad SAW telah ada perintah untuk melakukan sistem

pencatatan yang tekanannya adalah untuk menjaga kebenaran, keadilan, kejujuran

diantara dua pihak yang mempunyai hubungan muamallah (Adnan, 2000: 3). Pada

umumnya laporan keuangan yang dibuat oleh organisasi pengelola zakat hanya dalam

bentuk pencatatan atas laporan penerimaan dan pengeluaran transaksi kegiatan sebagai

wujud laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan transaksi (Prasetyo, 2009).

Laporan penerimaan dan pengeluaran transaksi tersebut pada dasarnya sama dengan

perhitungan pencatatan pada organisasi Masjid atau Mushala, dan ataupun Tempat

Pendidikan Agama (TPA). Oleh karena itu pencatatan transaksi akuntansi untuk

pengelolaan organisasi Masjid atau Mushala, dan ataupun TPA didasarkan pada prinsip-

prinsip syari‟ah, tetapi juga sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di

Indonesia.

Konsep Islam dan hakekat akuntansi mempunyai persamaan yang searah dan

telah terbukti bahwa akuntansi ada dalam Islam dan bahkan memberikan andilnya

dalam perkembangannya. Hal ini dapat didasarkan pada:

1. Yang dicatat akuntansi adalah transaksi (muamalah). Transaksi adalah: "the

occurance of an exchange or an economic event that must be recorded by an entity",

(Niswonger, Fess & Warren, 1995: 14) atau segala sesuatu yang mengakibatkan

perubahan dalam aktiva dan pasiva suatu bentuk usaha. Transaksi muamalah ini

merupakan bagian dari kehidupan ekonomi umat yang juga merupakan bagian yang

harus memperhatikan nilai-nilai Islam.

2. Dasar pencatatan transaksi adalah bukti (evidence) seperti faktur, cek, kuitansi dan

lain-lain. Yang dianggap bukti dalam Islam adalah bukti yang didukung oleh sifat-

sifat kebenaran tanpa ada penipuan. Dalam akuntansi yang menandakan kuat

tidaknya suatu bukti adalah: real evidence (bukti fisik), testimonial evidence (bukti

yang berasal dari pihak luar) dan indirect evidence (bukti yang diperoleh secara

tidak langsung).

3. Bukti yang menjadi dasar pencatatan akan diklasifikasikan secara teratur dengan

menggunakan aturan umum yang disebut Standar Akuntansi Keuangan (dalam hal

ini PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah). Standar tersebut

disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), melalui tahap pengujian, sampai

menjadi prinsip yang diterima umum. Sehingga proses tersebut didasari oleh

keadilan dan obyektivitas, yang juga termaktub dalam ajaran Islam. Proses

pencatatan tersebut di dalam akuntansi sampai kepada diterbitkannya laporan

keuangan yang merupakan output dari manajemen.

4. Untuk mencapai tingkat kepercayaan yang lebih tinggi, laporan keuangan tersebut

harus diperiksa oleh pihak yang independen, di Indonesia diperiksa oleh Akuntan

Publik.

….

Page 26: Download Versi Indonesia

Dilihat dari hal tersebut, maka dalam pengelolaannya zakat memerlukan

sistem akuntansi yang tepat untuk memberikan dasar atas zakat yang harus dibayar oleh

organisasi syariah. Berkaitan dengan pencatatan akuntansi zakat, maka hal-hal yang

perlu diperhatikan: (Basalamah, 1998: 30):

1. Sistem akuntansi

Klasifikasi perkiraan:

Laporan Keuangan dan Kegiatan

Buku besar

Buku harian

Formulir-formulir

2. Sistem penerimaan kas

Piutang dagang

Penerimaan kas dan pengendalian kredit

3. Sistem pembelian dan pembayaran

Order pembelian dan Laporan penerimaan

Pembelian dan distribusi biaya

Hutang dagang

Prosedur-prosedur pembayaran kas

4. Sistem pencatatan dan penggajian pegawai

Pencatatan waktu kerja pegawai

Penggajian

5. Sistem pengendalian persediaan

Pengendalian persediaan

Dalam klasifikasi perkiraan, buku besar, buku harian dan formulir-formulir

yang digunakan, dapat digunakan sebagaimana klasifikasi dan pencatatan akuntansi

pada umumnya, yang nama-nama rekeningnya dapat disesuaikan dengan istilah-istilah

zakat dan penggunaan pengeluarannya. Klasifikasi tersebut adalah:

AKTIVA LANCAR

Kas dan bank

Persediaan barang

Biaya dibayar dimuka

Perlengkapan kantor

AKTIVA TETAP

Tanah

Bangunan

Aktiva tetap lainnya

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN

Utang dagang

Biaya-biaya yang belum dibayar

Utang jangka panjang yang jatuh tempo

Utang jangka pendek lainnya

Utang jangka panjang

SALDO DANA ZAKAT

Infaq

Zakat untuk pihak-pihak tertentu

Zakat lainnya

PENERIMAAN

Infaq untuk pihak-pihak tertentu

Zakat untuk pihak-pihak tertentu

Page 27: Download Versi Indonesia

Zakat lainnya

Transfer dana infaq untuk umum

PENGELUARAN

Fakir miskin

Gaji dan upah

Muallaf

Yatim piatu

Biaya Administrasi

Perlengkapan dan peralatan kantor

Tujuan khusus lainnya

Dengan pelaksanaan akuntansi zakat mampu untuk menjaga out put yang

dihasilkan tetap dalam sifat kebenaran, keadilan dan kejujuran (objectivitas) yang akan

membentuk suatu realitas organisasi yang dimetaforkan dengan zakat (a zakat

metaphorised organisational reality) artinya berorientasi pada zakat (zakat oriented).

Dengan orientasi zakat ini, organisasi (dalam hal ini organisasi koperasi) berusaha untuk

mencapai angka pembayaran zakat yang tinggi (Prasetyo, 2009).

2.3. Kemandirian Kerja dan Pemberdayaan Masyarakat

2.3.1 Kemandirian Kerja

Motivasi kerja dimiliki oleh setiap manusia, tetapi ada sebagian orang yang

lebih giat bekerja daripada lainnya. Kebanyakan orang mau bekerja lebih keras jika

tidak ada menemui hambatan dalam merealisasikan apa yang diharapkan. Selama

dorongan kerja itu kuat, semakin besar peluang individu untuk lebih konsisten pada

tujuan kerja. Ada juga yang lebih menyukai dorongan kerja tanpa mengharapkan

imbalan, sebab ia menemukan kesenangan dan kebahagian dalam perolehan kondisi

yang dihadapi dan dalam mengatasi situasi yang sulit (Tasmara, 2002). Selanjutnya Al

Halwani (2003: 72) menjelaskan bahwa rizki yang halal hanya dapat diraih dengan cara-

cara yang halal pula. Pada hakikatnya orang yang senantiasa menjalankan perintah

agama akan selalu mendapatkan kesempurnaan rizki, yang harus diraih bersamaan

dengan tumbuhnya motivasi kerja untuk mendatangkan kebahagian, kesejahteraan dan

kemuliaan hidup, Rasulullah shallallahu‟alaihi wa sallam bersabda;“Sesungguhnya

Allah sangat mencintai hamba-Nya yang bekerja. Barangsiapa bersusah payah (bekerja)

untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, maka dia bagaikan seseorang yang berjuang

di jalan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar” (HR. Ahmad).

Motivasi kerja sebagai bagian dari akhlak karimah yang harus dimiliki oleh

setiap muslim, sebab hanya dengan mempunyai motivasi kerja keberhasilan akan

senantiasa berpihak kepada kita, dan rizki yang halal senantiasa akan berada di depan

langkah kehidupan. Motivasi kerja ini yang mendorong seseorang mencapai

keberhasilan kerja untuk berusaha sendiri, namun untuk mencapai keberhasilan tersebut

perlu mendapatkan dukungan dari seseorang yang dapat dipercaya mengarahkan

motivasi kerja misalnya pimpinan, ulama ataupun kiai-kiai yang telah dijadikan sebagai

teladan kebenarannya, sebagaimana telah ditegaskan oleh Rasulullah bahwa seorang

muslim yang kuat lebih baik daripada seorang muslim yang lemah. Menurut Mursi

(1997: 167-168) bahwa pekerja dituntut agar senantiasa mengikuti dinamika dunia

kerja. Pekerja dituntut untuk mencapai profesionalisme dan kreativitas dalam bekerja,

sehingga pekerja memerlukan pendamping yang dipercaya salah satunya para ulama

ataupun kiai yang telah memahami secara mendalam strategi-strategi mutakhir dalam

bekerja sesuai dengan kemampuan dan kelemahan dengan didasarkan pada ilmu

pengetahuan. Rasulullah SAW bersabda:“Sedikit kerja dengan ilmu berarti banyak, dan

banyak kerja dengan kebodohon berarti sedikit” (HR. as-Suyuthi). Kemampuan para

Page 28: Download Versi Indonesia

pendamping ini yang dipercaya oleh para setiap manusia pekerja akan menumbuhkan

kemandirian kerja berdasarkan syariat Islam atas kaidah-kaidah pokok tentang hak dan

kewajiban pekerja atas kemampuan dan kelemahan yang dimiliki pekerja untuk

menghindari ketidaksesuaian pekerjaan yang akan menciptakan ketidakberhasilan,

penindasan bahkan akan menimbulkan pemaksaan perasaan yang mendalam yang

berakibat pekerjaan tidak dapat dicapai optimal. Sehingga jelas dukungan ulama

ataupun kiai sebagai penyiar agama Islam akan dapat menumbuhkan kondisi atau

suasana kerja yang sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan masyarakat sekitarnnya.

Maha benar Allah SWT yang berfirman dalam Surat Ali „Imran ayat 19 bahwa;

Kemandirian kerja yang ditumbuhkan berdasarkan Islam mengharapkan setiap

umatnya untuk bersegera bekerja yaitu sebagai bagian dari akhlak karimah yang diberi

penghargaan tinggi oleh Islam. Karena itu, Rasulullah shallallahu‟alaihi wasallam

memerintahkan kepada kaum muslimin agar bersegera dalam mencari rizki dan

kebutuhan hidup, hingga mereka mendapatkan kesuksesan dan keberkahan hidup.

Karena itu, setiap umat manusia harus mampu menumbuhkan motivasi kerja untuk

mendapatkan sesuatu yang halal walaupun sedikit hasilnya dibandingkan dengan

meminta-minta (Al Halwani, 2003: 81). Lebih lanjut menurut Mursi (1997) bahwa

kemandirian kerja merupakan permasalahan yang harus diselesaikan dengan

memberikan motivasi atas persoalan-persoalan yang dapat diatasi dengan kemampua

yang dimiliki oleh setiap manusia, motivasi ini dijelaskan dalam hadist Nabi

Muhammad SAW: “Sesungguhnya Allah senang jika salah seorang di antara kamu

mengerjakan suatu pekerjaan yang dilakukan secara profesional” (HR. Baihaqi).

2.3.2. Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan (empowerment) merupakan upaya untuk membangun daya

(masyarakat) dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan

potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Keberdayaan

masyarakat sebagai suatu unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan,

dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan.

Keberdayaan masyarakat menjadi sumber dari apa yang dikenal dengan Ketahanan

Nasional. Memberdayakan masyarakat berarti upaya untuk meningkatkan harkat dan

martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu melepaaskan diri dari

perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan dalam

memampukan dan memandirikan masyarakat (Mubyarto, 2000: 263-264).

Pencapaian kemandirian masyarakat melalui pemberdayaan merupakan upaya

yang kongkret dalam mengatasi kemiskinan dan ketidaksejahteraan melalui peluang

untuk terus menumbuhkan pendidikan dan pelatihan yang terus menerus dapat diterima

masyarakat, keberhasilan yang diharapkan mendapatakan kesejahteraan. Proses

pendidikan dan pelatihan yang dapat diberikan melalui upaya untuk terus

menumbuhkan kemampuan dan keingginan rakyat untuk dapat melek huruf, cerdas,

kreatif, dan mampu bersaing dengan tenaga kerja lainnya. Pendidikan dan pelatihan

tersebut dapat berasal dari pendidikan formal (SD sampai dengan Perguruan Tinggi)

dan dapat berasal dari tokoh masyarakat yang telah dipercaya kebenarannya atas

pengetahuan yang dimilik (ulama atau kiai) (Khomsan, 2007).

Menurut Abbas (2007) bahwa upaya pemberdayaan masyarakat melalui para

kiai sebagai kelompok wilayah tertentu yang paling sering melayani kebutuhan rakyat,

sehingga akan menumbuhkan fungsi dan tanggung jawab di dalam mengembangkan

Page 29: Download Versi Indonesia

keilmuan yang dimiliki untuk melakukan pengelolaan perubahan pola pikir dan

paradigma masyarakat di dalam mendistribusikan perubahan-perubahan yang dapat

diterima untuk mencapai kemajuan. Upaya pemberdayaan masyarakat melalui kiai yang

ada di suatu wilayah (kampung) sebenarnya harus dimaknai sebagai suatu program

kebudayaan kemanusiaan. Penjelasan pasal 33 UUD 1945 dan ketentuan Pasal 27 ayat 2

yang mengatakan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, memberikan pemahaman bahwa Indonesia

adalah Negara dengan sistem ekonomi kerakyatan. Artinya kekuatan modal dan pemilik

modal tidak dianggap paling berkuasa. Rakyatlah yang paling tinggi kekuasaannya yang

diwadahi dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR).

Lebih lanjut menurut Mubyarto (2000: 266) bahwa pemberdayaan masyarakat

merupakan sebuah upaya yang berupa kebijaksanaan dan program yang dikembangkan

dalam bentuk membantu ekonomi masyarakat sebagai kegiatan produksi bukan kegiatan

konsumsi. Tujuannya jelas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mampu

memberikan motivasi di dalam kegiatan perekonomian secara ringan, adil dan terarah.

Untuk dapat mencapai tujuan keberhasilan pemberdayaan masyarakat haruslah

mempunyai misi yang harus dicapai oleh sebuah pelaksanaan pemberdayaan

masyarakat bagi dijalankan oleh pemerintah maupun kelompok tertentu yang

berpengaruh memberikan perbaikan (ulama atau kiai, LSM, LMD, kelompok usaha,

karang taruna). Menurut Mubyarto (2000: 293-295) ada lima misi utama program

pemberdayaan masyarakat untuk dapat menjamin tercapainya hasil yang baik, kelima

misi tersebut yaitu; penyadaran, pengorganisasian, kaderisasi pendamping, dukungan

teknis, dan pengelolaan sistem

Pelaksanaan kelima misi tersebut akan bisa berjalan efektif apabila ada

dukungan dari dalam masyarakat itu sendiri melalui kelompok masyarakat yang

mengetahui keadaan lingkungannya, sehingga perlu untuk menambah misi tersebut

dengan misi berupa keterbukaan dan kesesuaian sebagai misi yang pertama, artinya

sebagai langkah awal yang memberikan komitmen secara bersama kepada seluruh

masyarakat akan pelaksanaan dan manfaat pembangunan masyarakat melalui

pemberdayaan di masa akan datang setelah pelaksanaannya. Upaya yang memberikan

tuntutan untuk lebih mengetahui dan mengerti bahwa program yang akan dijalankan

memberikan manfaat dan dukungan masyarakat.

3. Metode Penelitian Metode penelitian mempunyai peranan yang penting dalam menentukan arah

kegiatan penelitian sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Menurut Sekaran (2003:

93-94) bahwa research methods help to researchers involves a series how bring about

research. Sehingga metode penelitian pada dasarnya adalah cara seorang peneliti (dari

pengumpulan data sampai pada analisis data) dalam upaya memberikan jawaban atas

permasalahan teoritis atau praktis yang sedang dihadapinya. Metode penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian

kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati, didukung dengan studi

literatur atau studi kepustakaan berdasarkan pendalaman kajian pustaka data dan angka,

sehingga realitas dapat dipahami dengan baik (Moleong, 199:6). Sedangkan Muhadjir

(1996:12) mengungkapkan bahwa metode penelitian kualitatif dilandasi oleh filsafat

phenomenologi yang tidak memisahkan antara obyek yang diteliti dengan subyek

penelitinya. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan rasionalistik, dan

pengumpulan datanya bersifat kualitatif.

Page 30: Download Versi Indonesia

Metodologi penelitian kualitatif yang bersifat phenomenologi mempunyai

hubungan erat dengan pendekatan rasionalistik. Hal ini dapat dilihat dari tiga aspek

yaitu ontologik, epistimologik dan aksiologik (Muhadjir, 1996:13). Ontologi metode

penelitian kualitatif berlandaskan positivisme. Metodologi penelitian kualitatif

berlandaskan phenomenologi menurut pendekatan objeknya dalam satu konteks yang

natural. Epistomologik metodologi penelitian kualitatif berlandaskan phenomenologi

dalam melihat kejadian dan tata pikir yang digunakan sejalan dengan pendekatan

rasionalisme, yaitu melihat objek dalam konteksnya dan menggunakan tata pikir logik

lebih dari sekedar linier kasual, tetapi tujuan penelitiannya berbeda, phenomenologik

membangun ilmu idiographik, sedangkan rasionalisme membangun ilmu nomothetik.

Sedangkan secara aksiologik ada kesamaan antara phenomenologik dengan

rasionalistik, yaitu keduanya mengakui kebenaran etik. Kebenaran empirik yang

digunakan merupakan gabungan antara rasionalisme dan phenomenologi, yaitu

kebenaran empirik sensual, kebenaran empirik logik, kebenaran empirik etis dan

kebenaran empirik transedental.

Untuk mencapai kebenaran empirik tersebut, Penulis menggabungkan

eksistensi wahyu Ilahi (Al Qu‟ran), hadist dan akal. Eksistensi akal sebagai pasangan

wahyu sangat menekankan pada metode penalaran yang bersifat transedental dan

bahkan kadang-kadang sulit diterima dengan kelima indera manusia (Triyuwono,

2000:11). Berkaitan dengan hal itu, bahwa justifikasi wahyu dapat ditemukan dalam

realitas empirik dunia, sehingga keterkaitan antara wahyu dan realita akan dapat

dipertemukan yang pada gilirannya akan menambah keyakinan atau keimanan akan

keberadaan Tuhan (Triyuwono, 2000:12).

Titik tolak metodologi penelitian kualitatif berdasarkan rasionalistik adalah

dari grand concepts, yang mungkin sudah merupakan grand theory, tetapi juga tidak

ditolak kemungkinannya belum menampilkan teori besar, tetapi masih merupakan

konsep besar sedangkan konstruksi teori dibangun dari konseptualisasi teoritik, sebagai

hasil pemaknaan empirik dalam arti sensual, logik atau etik. Semua itu dibangun dari

berbagai ragam konsep proporsi atau pendapat dikonstruksikan dari sejumlah konsep,

dan konsep mendeskripsikan esensi dari sejumlah sesuatu.

Grand concepts yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari ayat-ayat Al

Qur‟an dan Hadist yang akan menjadi acuan pembahasan permasalahan nantinya. Al

Qur‟an adalah konstitusi dan perundang-undangan Islam yang utama, sehingga

mengandung asas-asas dan prinsip-prinsip umum tentang suatu masalah, tidak

menegaskan secara mendetail dan terperinci, terkecuali apabila terdapat hal-hal yang

menimbulkan kekawatiran dan keragu-raguan. Dalam hal ini sunnah (hadist) merupakan

interpretasi lisan dan pelaksanaan konkrit atas apa yang dinyatakan dalam Al Qur‟an.

Dalam penelitian ini, metodologi penelitian kualitatif yang didasarkan

pendekatan rasionalistik dibangun dengan tata pikir relevansi. Tata pikir relevansi

merupakan keterhubungan sesuatu dengan sesuatu lain yang lebih bersifat fragmentorik,

di mana keterhubungannya belum lagi memerankan hubungan menuju integrasi

(Muhadjir, 1996:71).

Mendasarkan pada penjelasan di atas, bahwa penelitian ini mengikuti

paradigma penelitian posmodernisme. Winata (1994:23) seperti yang dikutip oleh

Triyuwono (2000:7) menyatakan bahwa posmodernisme merupakan suatu cara pandang

yang mencoba “meletakkan dirinya di luar” paradigma modern dalam arti bahwa ia

menilai modernisme bukan dari kriteria modernitas, tetapi melihatnya dari cara

kontemplasi dan dekonstruksi. Di mana karakter utama posmodernisme terletak pada

usaha dikonstruksi yang dilakukan terhadap semua bentuk “logo sentrisme”.

Modernisme menghasilkan produk pemikiran dengan ciri “penunggalan” berpijak pada

Page 31: Download Versi Indonesia

hal-hal yang bersifat universal dan mensubordinasikan “sang lain” yang berada di “luar”

dirinya. Posmodernisme melihat bahwa manusia makhluk yang sangat bebas, dinamis,

dan berpikir kolistik. Sedangkan kriteria penelitian dengan posmodernisme meliputi:

perspektif peneliti, experience dan skill peneliti, psychology peneliti, sifat dari masalah

riset dan adience for the study (Sukoharsono, 2000:11).

Studi penelitian kualitatif yang digunakan di dalam penelitian ini berupa

peranan kiai kampung di dalam upaya penerapan akuntansi zakat melalui organisasi

masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) untuk mencapai

kemandirian kerja dan pemberdayaan masyarakat dengan sampel yang digunakan yaitu

kiai kampung sebanyak 6 (enam) kiai yang berada di Kecamatan Dau Kabupaten

Malang.

4. Hasil Penelitian

Entitas pada organisasi masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan

Agama (TPA) sebagai upaya penerapan akuntansi zakat untuk mencapai kemandirian

kerja dan pemberdayaan masyarakat melalui peranan kiai kampung sebanyak 6 (enam)

kiai yang berada di Kecamatan Dau Kabupaten Malang menyajikan pencatatan sumber

dan penggunaan dana zakat atas akuntansi zakat sebagai komponen utama pencatatan

laporan keuangan, yang menunjukkan:

1. Dana zakat berasal dari wajib zakat (Muzakki), yaitu zakat dari dalam entitas

syari‟ah, dan zakat dari pihak luar entitas syari‟ah,

2. Penggunaan dana zakat untuk fakir miskin, riqab, orang yang terlilit hutang

(gharim), muallaf, fisabilillah, orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil) dan amil,

3. Kenaikan atau penurunan dana zakat,

4. Saldo awal dana zakat, dan

5. Saldo akhir dana zakat.

Unsur dasar pencatat laporan sumber dan penggunaan dana zakat pada

organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA meliputi sumber dana, penggunaan

dana selama suatu jangka waktu, serta saldo dana zakat yang menunjukkan dana zakat

yang belum disalurkan pada tanggal tertentu. Konsep yang memberikan tanggung jawab

dan peranan kiai kampung di dalam organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA

atas penerapan akuntansi zakat untuk mempertimbangkan apakah asumsi

pertanggungjawaban masih layak digunakan dalam menyiapkan laporan keuangan.

Dalam mempertimbangkan apakah dasar asumsi pertanggungjawaban dapat digunakan,

organisasi masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) harus

memperhatikan semua informasi yang relevan untuk jangka waktu 12 (dua belas) bulan

dari tanggal pencatatan laporan pertanggungjawaban berupa neraca.

Pencatatan pada neraca (balance sheet) menyajikan aset lancar terpisah dari

aset tidak lancar dan kewajiban jangka pendek terpisah dari kewajiban jangka panjang,

kecuali untuk pelaksanaan tertentu yang diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan

khususnya Standar Akuntansi Keuangan Per 1 Juli 2009 PSAK No. 101 Tentang

Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Aset lancar disajikan menurut ukuran likuiditas

sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh temponya. Entitas syari‟ah harus

mengungkapkan informasi mengenai jumlah setiap aset yang akan diterima dan

kewajiban yang akan dibayarkan sebelum dan sesudah 12 (dua belas) bulan dari tanggal

neraca.

Apabila entitas syari‟ah menyediakan dana zakat yang dilaporkan pada

pencatatan akuntansi zakat, maka dilaporkan sebagai klasifikasi aset lancar dan tidak

Page 32: Download Versi Indonesia

lancar serta kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca memberikan

informasi yang bermanfaat dengan membedakan aset bersih sebagai dana milik

pengembangan pada organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA dengan aset

yang digunakan untuk operasi jangka panjang. Pengklasifikasian tersebut juga

menonjolkan aset yang diharapkan akan direalisasikan dalam siklus operasi berjalan dan

kewajiban yang akan jatuh tempo pada periode yang sama.

Siklus pelaksanaan atas operasi sebagai pertanggungjawaban kepemilikan

pada oganisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA pada akuntansi zakat merupakan

rata-rata jangka waktu antara perolehan aset memasuki proses dan realisasinya menjadi

kas atau instrumen yang siap disajikan sebagai kas. Aset lancar termasuk persediaan dan

piutang dagang yang dijual, dikonsumsi dan direalisasi sebagai bagian dari siklus

normal operasi pertanggungjawaban kepemilikan syari‟ah pada organisasi masjid atau

mushala, dan ataupun TPA walaupun aset tersebut tidak diharapkan akan direalisasikan

dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal merupakan rata-rata jangka waktu

antara perolehan aset memasuki proses dan realisasinya menjadi kas atau instrumen

yang siap disajikan sebagai kas. Aset lancar termasuk persediaan dan piutang yang

dijual, dikonsumsi dan direalisasi sebagai bagian dari siklus normal operasi

pertanggungjawaban kepemilikan syari‟ah pada organisasi masjid atau mushala, dan

ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) walaupun aset tersebut tidak diharapkan

akan direalisasikan dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.

Aset dan kewajiban pada organisasi masjid atau mushala, dan ataupun TPA

yang berbeda dalam sifat dan fungsi kadang-kadang di dalam pelaksanaan akuntansi

zakat diukur dengan dasar pengukuran yang berbeda. Misalnya aset tertentu dicatat atas

dasar biaya perolehan atau penilaian kembali, maka penggunaan dasar pengukuran yang

berbeda untuk setiap aset mengindikasikan bahwa sifat dan fungsi aset tersebut juga

berbeda, sehingga aset tersebut harus disajikan secara terpisah.

Pemisahan pada pertanggungjawaban kepemilikan syari‟ah pada organisasi

masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) atas pelaksanaan

akuntansi zakat harus mengungkapkan secara lengkap, dalam neraca atau di catatan atas

laporan keuangan, subklasifikasi pos-pos yang disajikan, diklasifikasikan dengan cara

yang tepat sesuai dengan operasi pertanggungjawaban kepemilikan pada organisasi

masjid atau mushala, dan ataupun TPA. Setiap pos pencatatan secara jelas harus

disubklasifikasikan, jika memungkinkan, sesuai dengan sifatnya, dan jumlah terutang

atau piutang pada kepemilikan syari‟ah yang ada di dalam pengelola organisasi masjid

atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA), pelaksanaannya, dan

pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa (donatur) lainnya diungkapkan tidak

secara terpisah.

Kondisi yang menuntut peranan kiai kampung atas pelaksanaan akuntansi

zakat untuk mencapai berbagai unsur kemandirian kerja dan pemberdayaan masyarakat

di Kecamatan Dau Kabupaten Malang untuk dapat bersama-sama mengelola kinerja

keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar, tanggung jawab dan tidak ada

pernyataan yang tidak puas atas berbagai kegiatan, transaksi, dan peristiwa akan

menghasilkan pengaruh perbedaan terhadap stabilitas, risiko, dan prediksi. Peranan kiai

kampung di dalam pengungkapan unsur-unsur kinerja akan membantu masyarakat di

lingkungannya untuk memahami hasil yang dicapai, dan dalam menilai hasil yang akan

diupayakan pada masa akan datang. Perhatian akuntansi zakat untuk faktor-faktor yang

memerlukan penambahan dan perubahan meliputi materialitas, hakikat dan fungsi dari

berbagai komponen pendapatan dan beban. Pos-pos yang menyajikan rincian atas unsur

Page 33: Download Versi Indonesia

dasar laporan pencatatan sumber dan penggunaan dana zakat yang menunjukkan dana

zakat tersebut pada akuntansi zakat pada tanggal tertentu atas:

1. Sistem akuntansi

Klasifikasi perkiraan:

Laporan Keuangan dan Kegiatan

Buku besar

Buku harian

Formulir-formulir

2. Sistem penerimaan kas

Piutang kepemilikan operasional

Penerimaan kas dan pengendalian piutang

3. Sistem pembelian dan pembayaran

Order pembelian dan Laporan penerimaan

Pembelian dan distribusi pembiayaan

Tagihan atas operasional

Prosedur-prosedur pembayaran kas

4. Sistem pencatatan dan infaq majelis ta‟lim

Pencatatan infaq

Kegiatan amal dan pengajian

5. Sistem pengendalian persediaan

Pengendalian kepemilikan aset atas masjid atau mushala, dan ataupun Tempat

Pendidikan Agama (TPA).

Dalam klasifikasi perkiraan, buku besar, buku harian dan formulir-formulir

yang digunakan, dapat digunakan sebagaimana klasifikasi dan pencatatan akuntansi

pada umumnya, yang nama-nama rekeningnya dapat disesuaikan dengan istilah-istilah

zakat dan penggunaan pengeluarannya. Klasifikasi tersebut adalah:

AKTIVA LANCAR

Kas dan simpanan (bank)

Persediaan barang

Kos dibayar dimuka

Perlengkapan peralatan masjid atau mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama

(TPA)

AKTIVA TETAP

Tanah

Bangunan

Aktiva tetap lainnya

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN

Hutang yang belum dilunasi

Kos-kos yang belum dibayar

Hutang jangka panjang yang jatuh tempo

Hutang jangka pendek lainnya

Hutang jangka panjang

SALDO DANA ZAKAT

Infaq

Zakat untuk pihak-pihak tertentu

Zakat lainnya

PENERIMAAN

Infaq untuk pihak-pihak tertentu

Zakat untuk pihak-pihak tertentu

Page 34: Download Versi Indonesia

Zakat lainnya

Transfer dana infaq untuk umum

PENGELUARAN

Fakir miskin

Gaji dan upah

Muallaf

Yatim piatu

Kos administrasi

Perlengkapan dan peralatan mushala, surau, langgar, ataupun TPA

Tujuan khusus lainnya

Oleh karena itu, proses pencatatan sampai tersusunnya laporan

pertanggungjawaban pencatatan keuangan dalam akuntansi zakat, menerangkan bahwa

zakat yaitu sebagian dari harta yang wajib dikeluarkan oleh wajib zakat (muzakki) untuk

diserahkan kepada penerima zakat (mustahiq). Pembayaran zakat dilakukan apabila

nisab dan haulnya terpenuhi dari harta yang memenuhi kriteria wajib zakat. Entitas

pencatatan syari‟ah pada organisasi masjid atau mushala, dan ataupun Tempat

Pendidikan Agama (TPA) melalui akuntansi zakat menuntut pengungkapan laporan

keuangan dengan mengungkapkan pula atas catatan laporan sumber dan penggunaan

dana zakat yang tidak terbatas pada:

1. Sumber dana zakat yang berasal dari internal entitas organisasi masjid atau mushala,

dan ataupun TPA,

2. Sumber dana zakat yang berasal dari eksternal entitas pada organisasi masjid atau

mushala, dan ataupun TPA,

3. Kebijakan penyaluran zakat terhadap masing-masing asnaf, dan

4. Proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing penerima zakat diklasifikasikan

atas pihak terkait, sesuai dengan yang diatur dalam PSAK NO. 7 tentang

Pengungkapan Pihak-Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan Pihak

ketiga.

Unsur yang harus dimasukkan di dalam pelaksanaan pencatatan laporan

keuangan akuntansi zakat melalui peranan kiai kampung sebagai upaya menumbuhkan

kemadirian kerja dan pemberdayaan masyarakat melalui organisasi masjid atau

mushala, dan ataupun Tempat Pendidikan Agama (TPA) di Kecamatan Dau Kabupaten

Malang selama suatu jangka waktu pada tanggal tertentu, yaitu dengan mendasarkan

pada sifat-sifat zakat, sifat-sifat yang disesuaikan dengan penentuan standar akuntansi

zakat yang penting. Standar akuntansi zakat di dalam proses pencatatan pelaksanaan

akuntansi zakat menuntut adanya penilaian “current exchange value” (nilai tukar

sekarang) atau harga pasar. Kebanyakan para ahli fikih mendukung bahwa harta yang

ada pada perbankan syari‟ah pada saat menghitung zakat harus dinilai berdasarkan

harga pasar. Aturan satu tahun untuk mengukur nilai aset, kalender bulan harus dipakai,

dan pelaksanaan mengenai independensi yang berkaitan dengan zakat yang dihitung

tergantung pada kekayaan akhir tahun. Piutang yang terkadang terjadi bukan merupakan

pendapatan tahun ini dan pendapatan yang dipindahkan ke depan tidak termasuk.

Entitas organisasi syari‟ah pada pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun

Tempat Pendidikan Agama (TPA) yang menekankan pada pelaksanaan pencatatan

berdasarkan akuntansi zakat, yaitu dengan memfokuskan untuk pengelolaan dana zakat

yang tidak diperkenankan untuk menutup penyisihan kerugian aset produktif dengan

standar realisasi pada kenaikan jumlah diakui pada tahun yang bersangkutan apakah

transaksi selesai atau belum. Di sini piutang (transaksi kecil) harus dimasukkan dalam

perhitungan zakat, selanjutnya di dalam perhitungan yang dikenakan zakat berdasarkan

Page 35: Download Versi Indonesia

nisab (batas jumlah) harus dihitung menurut hadis dimana tidak ditagih zakat dari orang

yang tidak cukup kekayaannya senisab, dan net total (gross) memerlukan net income,

setelah satu tahun penuh, kos, hutang dan penggunaan keluarga harus dikurangkan dari

penghasilan (income) yang akan dikenakan zakat, serta yang terakhir kekayaan dari

aset, jika pemiliknya adalah Islam maka harus dimasukkan dalam perhitungan

kekayaannya yang akan dikenakan zakat dan dihitung nisab.

5 . Kesimpulan

Dengan berdasarkan pada pencatatan akuntansi zakat ini, peranan kiai

kampung yang di dalam penelitian ini sebanyak 6 (enam) kiai, yaitu di dalam upaya

untuk menumbuhkan kemadirian kerja dan pemberdayaan masyarakat di Kecamatan

Dau Kabupaten Malang pada pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun Tempat

Pendidikan Agama (TPA) dengan berusaha untuk mencapai angka pembayaran zakat

yang tinggi. Dengan demikian, pencatatan keuangan di dalam pengelolaan masjid atau

mushala, dan ataupun TPA akan dapat menunjukkan peningkatan ukuran kinerja

(performance) pada pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun TPA, tanpa ada

perasaan yang tidak sesuai dengan masyarakat.

Akuntansi zakat pada pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun TPA

melalui peranan kiai kampung akan dapat menciptakan realitas kemadirian kerja dan

pemberdayaan masyarakat berdasarkan pada pengelolaan zakat secara bersih dan tepat.

Implikasi dari hal ini adalah bahwa semua perangkat organisasi pada pengelolaan

masjid atau mushala, dan ataupun TPA akan disusun sedemikian rupa sehingga benar-

benar merefleksikan zakat sebagai pelaksanaannya. Penggunaan akuntansi zakat dapat

menciptakan suatu realita pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun TPA yang

mempunyai beberapa makna. Pertama, ada transportasi dan transparansi dari pencapaian

kemandirian kerja dan pemberdayaan masyarakat secara islami (yang maksimal)

melalui pencatatan pada zakat. Kedua, karena yang menjadi tujuan adalah zakat, maka

segala bentuk kegiatan pengelolaan masjid atau mushala, dan ataupun Tempat

Pendidikan Agama (TPA) harus tunduk pada aturan yang ditetapkan dalam akuntansi

zakat. Ketiga, zakat mengandung perpaduan karakter kemanusiaan yang seimbang

antara karakter egoistik dan altruistic atau sosial mementingkan lebih dulu kepentingan

orang lain dari pada kepentingan pribadi. Keempat, zakat mengandung nilai

emansipatoris, artinya lambang pembabasan manusia dari ketertindasan ekonomi,

sosial, dan intelektual, serta pembebasan dari penindasan dan eksploitasi manusia.

Kelima, zakat adalah jembatan penghubung antara aktivitas manusia yang profan

(duniawi) dan suci (ukhrawi). Zakat sebagai jembatan, memberikan kesadaran ontologis

bagi diri manusia bahwa segala bentuk kegiatan profan selalu berkait erat dengan

kedudukan manusia dihadapan Tuhan kelak diakhirat.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Khoiruddin. 2007. Mengakui Keberadaan Kiai Kampung. Harian Kompas

Tanggal 15 Juni 2007.

Adnan, M.Akhyar. 2000. Akuntansi Syari'ah : Dulu, Kini dan Esok. Fakultas Ekonomi

Universitas Brawijaya Malang: Seminar Nasional Akuntansi Syari'ah.

Page 36: Download Versi Indonesia

A‟la, Abd. 2006. Civil Islam dan Kekuasaan. Harian Jawa Pos Tanggal 2 Januari

2007.

Allam, Ahmad Khalid dkk. 2005. Al-Qur‟an Watsunaiyyaatu Al-Kauni Wal Hayati.

Penerbit Nahdetmisr. Abd. Rohim Mukti (penterjemah). 2005. Al-Qur’an

Dalam Keseimbangan Alam Dan kehidupan. Cetakan Pertama. Penerbit Gema

Insani. Jakarta.

Al Halwani, Aba Firdaus. 2003. Membangun Akhlaq Mulia Dalam Bingkai Al-Qur’an

Dan As-Sunnah. Penerbit Al-Manar. Yogyakarta.

Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf. Cetakan

Pertama. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Al-Quraan dan Terjemahanya, Departemen Agama Republik Indonesia. 1986.

Departemen Agama.

Azra, Azyumardi. 2004. Menuju Masyarakat Madani Gagasan, Fakta, dan Tantangan.

Cetakan Ketiga. Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Badi, Jamal dan M. Tajdin. 2007. Creative Thinking: An Islamic Perspective. 2004.

Research Center. International Islamic University. Munir Mun‟im

(penterjemah). 2007. Islamic Creative Thinking: Berpikir Kreatif Berdasarkan

Metode Qurani. Cetakan I. Penerbit Mizania. Bandung.

Basalamah, Anies S.M. 1995. Akuntansi Zakat, Infaq dan Sodaqoh Pembukuan Dan

Pelaporannya. Cetakan Pertama. Penerbit Usaha Kami. Jakarta.

Chapra, Umer. 1992. Islam and The Economic Challenge. The Islamic Foundation.

London.

Firdausy, Carunia Mulya. 2000. Tantangan dan Peluang Globalisasi bagi Perekonomian

Nasional. Indonesia Menapak Abad 21 Kajian Ekonomi Politik. Kumpulan

Tulisan Kedeputian Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK)-

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Juni: 1-26.

Harahap, Sofyan Syafri. 2001. Peranan Akuntansi Islam Dalam Mendorong

Implementasi Ekonomi Syariah. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi Volume 3 No. 2

Agustus 2001, 403-418. Jakarta: STIE Trisakti.

Harahap, Sofyan Syafri. 2001. Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam. Penerbit

Quanium. Jakarta.

Harahap, Sofyan Syafri. 1997. Akuntansi Islam. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Hartono, Jogiyanto. 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Ketiga.

Penerbit BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan Per 1 Juli 2009 PSAK

No. 101 Tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Penerbit Salemba

Empat. Jakarta.

Page 37: Download Versi Indonesia

Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan Per 1 Juli 2009 PSAK

No. 7 Tentang Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Mempunyai Hubungan

Istimewa (Reformat 2007). Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Indriantoro, Nur dan B. Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi

dan Manajemen. Edisi Pertama. Penerbit BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.

Ismail, Zarmawis. 2000. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Wilayah Pesisir: Telaah

Ekonomi Nelayan dan Petani Tambak. Indonesia Menapak Abad 21 Kajian

Ekonomi Politik. Kumpulan Tulisan Kedeputian Ilmu Pengetahuan Sosial dan

Kemanusiaan (IPSK)-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Juni: 196-

230.

Khomsan, Ali. 2007. Kemiskinan, Kesejahteraan, dan Kebahagiaan. Harian Kompas

Tanggal 16 Juni 2007.

Luth, Thohir. 2001. Antara Perut dan Etos Kerja Dalam Perspektif Islam. Penerbit

Gema Insani Press. Jakarta.

Meidawati, Neni. 1998. Akuntansi Zakat dan Pengelolaannya di Perusahaan. Jurnal

Akuntansi dan Auditing Indonesia Volume 2. Yogyakarta: Penerbit Fakultas

Ekonomi Universitas Islam Indonesia.

Moleong, Lexyj. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Penerbit PT. Remaja Rosda Karya.

Bandung.

Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi. Edisi Pertema. Cetakan Pertama.

Penerbit BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.

Muhadjir, Noeng. 1996. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Penerbit Rake Sarasin.

Yogyakarta.

Mulawarman, Aji Dedi. 2009. Akuntansi Syariah Teori, Konsep dan Laporan

Keuangan.Cetakan Pertama. Penerbit E Publishing Company. Jakarta.

Mursi, Abdul Hamid. 2001. SDM Yang Produktif Pendekatan Al-Qur’an Dan Sains.

Penerbit Gema Insani Press. Jakarta.

Mursyidi. 2006. Akuntansi Zakat Kontemporer. Cetakan Ketiga. Penerbit PT Remaja

Rosdakarya. Bandung.

Notowidagdo, Rohiman. 1997. Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Quran Dan Hadits.

Penerbit PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Prasetyo, Whedy. 2009. Aplikasi akuntansi Zakat Dalam Rangka Mewujudkan A Zakat

Metaphorised Organizational Reality Pada Badan Usaha Koperasi (Studi

Kualitatif Terhadap Konsep Akuntansi Zakat Sebagai Upaya Perwujudan

Organisasi Yang Di Metaforakan Zakat Dalam Badan Usaha Koperasi).

Jurnal Akuntansi Universitas Jember. Volume 7 No.1. Juni: 8-22. Jember:

Page 38: Download Versi Indonesia

Laboratorium Pusat Pengembangan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Jember.

Sekaran, Uma. 2003. Research Methods For Business A Skill-Building Approach.

Fourth Edition. John Wiley & Sons, Inc. New York.

Setiabudi, Hedry Y, dan Iwan Triyuwono. 2002. Akuntansi Ekuitas: Dalam Narasi

Kapitalisme, Sosialisme dan Islam. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Sukoharsono, Eko Ganis. 2000. Metodologi Penelitian Paradigma Posmodernisme.

CBIES FE UNIBRAW dan IAI-KAPD. Malang.

Sutrisna, Kana. -. Agama Dan Etos Kerja. ESQ Nebula Edisi PerdanaNomor 01: 54-

55.

Tamara, Toto. 2002. Membudayakan Etos Kerja Islami. Penerbit Gema Insani Press.

Jakarta.

Triyuwono, Iwan. 1997. "Akuntansi Syari'ah" dan Koperasi Mencari Bentuk Dalam

Metafora Amanah. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia Volume 1.

Yogyakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.

Triyuwono, Iwan. 2000. Akuntansi Syari'ah: Implementasi Nilai Keadilan dalam

Format Metafora Amanah. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang:

Seminar Nasional Akuntansi Syari'ah.

Triyuwono, Iwan. 2000. Organisasi Dan Akuntansi Syari'ah. Cetakan Pertama. Penerbit

LkiS. Yogyakarta.

Triyuwono, Iwan. 2000. Shariate Accounting: An Ethical Construction Of Accounting

Discipline. Gadjah Mada International Journal Of Business Volume 2.

Yogyakarta: Master Of Management Program, Gadjah Mada University

(MMGMU).

Triyuwono, Iwan dan Moh. As‟udi. 2001. Akuntansi Syari’ah: Memformulasikan

Konsep Laba Dalam Konteks Metafora Zakat. Edisi Pertama. Penerbit Salemba

Empat. Jakarta.

Tugiman, Hiro. 2000. Akuntansi Untuk Badan Usaha Koperasi. Cetakan Kelima.

Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Yusanto, Muhammad Ismail dan M.K. Widjajakusuma. 2003. Manajemen Strategis

Perspektif Syariah. Cetakan Pertama. Penerbit Khairul Bayaan. Jakarta.

Zulkiffli dan Sulastiningsih. 1998. Rerangka Konseptual Pelaporan Keuangan dalam

Perspektif Islam. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia Volume 2.

Yogyakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.

Page 39: Download Versi Indonesia

PENGARUH EKUITAS MEREK

TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN

(Studi Kasus Pada Konsumen Televisi Merek Samsung di Kabupaten Tulungagung)

Oleh :

Suprianto

Abstract

PT. Samsung Elektronict is Indonesia constitutes big Television firm at The

World and has extensive market compartment at Indonesia, nearly all

Society circle know samsung's brand in various its product variation

kususnya Television. To win business emulation on technological changed

era this meteoric one, product quality is not again as trade goods which

can at boast because each business agent can make qualified product. One

and only attribute which is hard to be imitated is merk that strong. Firm or

Product that have strong brand tending easier meets the need and wish

correspond to .Dengan's customer perception such,decision making for buy

a product becomes really subyektif and at regards by factor that gets

intangible's character as ekuitas brand.

Keywords : Ekuitas brand, sale decision, and samsung televison brand.

1. Latar Belakang

Perkembangan industri elektronik di Indonesia berlangsung sangat pesat, hal ini

ditandai dengan semakin banyaknmya perusahaan elektronik yang ada. Perkembangan

industri elektronik disertai dengan peningkatan produksi elektronik yang disebabkan

oleh pertumbuhan jumlah penduduk indonesia yang tinggi , dimana pertumbuhan ini di

ikuti dengan peningkatan atas produk elektronok. Produk – produk elektronik tersebut

diantaranya adalah Televisi, Radio, Tape, VCD, LCD proyektor, Monitor Komputer,

Pesawat Seluler dan lain sebagainya.

Televisi sebagai salah satu produk elektronik yang berfungsi sebagai media

informasi bagi masyarakat.Banyaknya produk Televisi baru dari berbagai merek yang

ditawarkan di pasar diantaranya adalah SONY., Samsung, LG,

Polytron,Panasonik,Merek-merek China dan sebagainya membuat perusahaan berlomba

– lomba untuk dapat bertahan atau bahkan memenangkan persaingan guna

kelangsungan hidup perusahaan.

Samsung sebagai salah satu merk Televisi yang menyediakan berbagai macam

fasilitas seperti teknologi, Organic Light Emiting (OLED), games, dan lain – lain.

Televisi merek Samsung . diproduksi oleh Korea yang merupakan industri besar di

pasar global dalam semi konduktor, telekomunikasi, Teknologi Digital Media, dan

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar

Page 40: Download Versi Indonesia

Digital Convergence dengan hasil penjualan induk perussahaan tahun 2008 sebesar

US$56.4 miliar dan pemasukan bersih Sebesar US$ 7.O miliar. Memiliki lebih dari

98.000 karyawan di 97 kantor di 46 negara. Samsung Electroics bergerak dalam enam

bisnis unit utama: operasional TEGNOLOGI Perusahaan dengan merek-merek global

yang berkembang tercepat.Samsung Electrolics, adalah produsen terbesar di dunia

untuk layanan untuk layar monitor berwarna, TV berwarna, memori chip, dan TFT-

LCD (Pramono, 2005).

Pada tahun 2003 produk-produk Samsung yang meraih market share (pangsa

pasar) nomor satu di indonesia adlah Layar Monitor Berwarna, CD-ROM, Mesin cuci,

DVD, dan TFT LCD, sedangkan untnk market share nomor dua di indonesia adalah

telfon seluler, Printer, dan TV berwarna, Tahun 2003 SEIN (Samsung Electronics

Indonesia) menerima penghargaan primaniyarta dari perintah indonesia atas ekspor

barang yang mencapai nilai USD 800 juta selama tahun 2002.

Dengan semakin anyaknya merek Televisi dipasar , Mengindikasikan Persaingan

yang tajam untuk memenangkan persaingan tersebut. Perusahaan Televisi dituntut untuk

meng – implementasika strategi yang tepat dalam pemasarannya. Menurut Rangkuti

(2004:3) “Kecenderungan perkembangan perang antar merek yaitu suatu persaingan

untuk memperoleh dominasi merek. Merek akan menjadi aset perusahaan yang bernilai

karena merek yang prestise tidak hanya di inginkan tetapi juga dibutuhkan konsumen”.

Untuk itu keberadaan merek perlu dikelola , dikembangkan , diperkuat dan ditingkatkan

kualitasnya sehingga dapat memberikan keuntungan kompetetif yang berkelanjutan.

Kotler (dalam Simamora, 2003:3) menyebutkan bahwa “merek adalah nama ,

tanda, simbol atau desain, atau kombinasi hal – hal tersebut , yang bertujuan untuk

mengidentifikasi (membedakan) barang atau layanan suatu penjual dari barang – barang

layanan penjual lain. Jadi keberadaan merek bagi perusahaan sangat penting karena

merek bisa menjadi identitas yang membedakan diri dari kompetitor sejenis”.

Bangkitnya kesadaran atas pentingnya peran merek sangat menggembirakan.

Harus diakui salah satu kunci sukses suatu produk adalah kekuatan mereknya. Berbagai

merek yang terkenal telah mampu menguasai pasaran dunia , melintasi batas – batas

negara dan budaya. Alasan penting untuk mengelola merek karena merek lebih

bermakna dari pada sekedar produk. Produk hanya menjelaskan atribut fisik berikut

dimensinya. Sedangkan merek dapat menjelaskan emosi serta hubungan secara specifik

dengan pelanggannya. Hal ini dapat terjadi karena merek mengandung nilai – nilai

yang jauh lebih bermakna daripada hanya atribut fisik. Merek mengandung nilai – nilai

intangible, emosional, keyakinan , harapan serta presepsi pelanggan. Disamping itu,

merek menjadi sangat penting karena atribut – atribut lain seperti atribut produk

biasanya lebih mudah ditiru. Untuk itu agar suatu perusahaan mampu memenangkan

persaingan , maka intangible asset-nya seperti ekuitas merek perlu dikelola dengan baik

dan terus menerus.

Aaker (dalam Simamora,2003:47) menyatakan bahwa”Brand equity” adalah

seperangkat aset atau kewajiban , yang dimiliki nama merek atau simbol yang dapat

menambah atau mengurangi nilai produk atau layanan”.

Pengolahan ekuitas merek (brand equity) yang kuat merupakan bagian yang

sangat penting bagi perusahaan. Salah satu perwujudan memperoleh kesuksesan dalam

bisnis adalah dapat mengelola secara profesional ekuitas merek yang dapat menjadi

atribut keunggulan bersaing. Oleh karena itu perusahaan yang memiliki merek yang

kuat dapat lebih mudah merebut peluang bisnis yang ada dibandingkan perusahaan yang

tidak memiliki merek yan kuat.

Suatu merek yang mapan memiliki daya pemasaran yang kuat serta nilai ekuitas

merek tinggi. Ekuitas merek ini timbul karena adanya sikap mereka yang positif dan

Page 41: Download Versi Indonesia

kuat yang didasarkan pada arti dan keyakinan positif yang jelas mengenai merek dan

memory konsumen. Hana dan Wosniak (dalam simamora,2003:49) mengatakan bahwa

“brand equity merupakan nilai positif dimana brand equity merupakan nilai tambah

produk, kalau tidak memberikan nilai tambah, apalagi justru mengurangi berarti tidak

ada brand equity”. Dari sini dapat disimpulkan bahwa hanya merek yang kuat yang

dapat memberikan nilai tambah pada produk yang dapat memiliki ekuitas merek (brand

equity).

Dalam ekuitas merek terdapat lima variable yang pertama kesadaran merek

(brand awarenes), merupakan kesangupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau

mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk

tertentu.Kedua asosiasi merek (brand asosiation), merupakan segala hal yang berkaitan

dengan ingatan mengenai merek. Ketiga persepsi kualitas (perceived quality), yaitu

persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau

jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkannya. Keempat loyalitas merek (brand

loyali), merupakan ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Kelima

adalah aset – aset yang lain meliputi hak paten, merek daang, dan atribut – atribut yang

dapat membantu ketika konsumen menyaring sekumpulan pilihan yang ada

diperusahaan.

Kabupaten Tulungagung merupakan salah satu kabupaten yang ada di Jawa

Timur, Dengan segala aktifitas yang dimiliki tentu saja penduduk Kabupaten

Tulungagung tidak ingin ketinggalan informasi yang ada baik dari dalam negeri maupun

luar negeri. Sehingga dengan teknologi cangih memilih Televisi sebagai media

informasi yang cepat dan dari sini peneliti tertarik untuk memilih lokasi penelitian di

Kabupaten Tulungagung.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan diantaranya sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh ekuitas merek (kesadaran merek (brand awarenes) , asosiasi

merek (brand asosiation), kesan kualitas (perceived quality), dan loyalitas merek

(brand loyalty) secara parsial terhadap keputusan konsumen dalam membeli

Televisi Merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung?

2. Bagaimana pengaruh ekuitas merek (kesadaran merek (brand awarenes), asosiasi

merek (brand asosiastion), kesan kualitas (perceved quality), dan loyalitas merek

(brand loyalty) secara simultan terhadap keputusan konsumen dalam membeli

Televisi merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung?

3. Nilai ekuitas merek (brand equity) manaakah yang dominan mempengaruhi

keputusan konsumen dalam membeli Televisi merek Samsung di Kabupaten

Tulung Agung?

3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui :

1. Pengaruh ekuitas merek (kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek

(brand asosiation), kesan kualitas (perceved quality), dan loyalitas merek (brand

loyalty) secara persial terhadap keputusan konsumen dalam membeli Televisi

merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung.

2. Pengaruh ekuitas merek (kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek

(brand asosiation), kesan kualitas (perceved quality), dan loyalitas merek (brand

Page 42: Download Versi Indonesia

loyalty) secara simultan terhadap keputusan konsumen dalam membeli Televisi

merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung.

3. Nilai ekuitas merek (brand equity) manakah yang dominan yang mempengaruhi

keputusan konsumen dalam membeli Televisi merek Samsung di Kabupaten tulung

Agung.

4. Landasan Teori

4.1 Merek

a. Pengertian Merek

Persaingan dalam era globalisasi, menciptakan peluang dan tantangan yang

mengarahkan sistem perekonomian ke mekanisme pasar yang menuntut pemasar untuk

selalu mengembangkan dan merebut pangsa pasar. Perang pemasaran telah menjadi

perang antar merek yaitu persaingan demi dominasi merek. Pada masa lalu, banyak

produk yang tidak memiliki merek. Ketika memasuki abad pertengahan, tanda merek

diberlakukan untuk para produk pengrajin dengan tujuan untuk melindungi diri mereka

sendiri dan konsumen dari produk kualitas rendah. Di massa kini, para pelaku bisnis

makin menyadari bahwa merek adalah aset yang tidak ternilai karena dengan memberi

merek akan memperoleh sejumlah keuntungan seperti : memudahkan proses pesanan

dan penelusuran masalah, membuka kesempatan untuk menarik pelanggan yang setia,

dan memungkinkan untuk melakukan segmentasi pasar, selain itu juga membantu dalam

membangun citra atau image perusahaan, serta memudahkan perusahaan untuk

meluncurkan merek – merek yang mudah diterima oleh masyarakat.

Menurut American Marketing Association (dalam Rangkuti, 2004:1) men-

definisikan bahwa “Merek adalah nama, istilah, tanda ,simbol atau rancangan untuk

komunikasi dan hal – hal tersebut. Tujuan merek adalah untuk mengidentifikasi produk

atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh

pesaing”.

Stanton (dalam rangkuti, 2004:36) Mendefinisikan bahwa “merek adalah nama,

istilah, simbol, desain khusus atau beberapa kombinasi unsur – unsur ini yang dirancang

untuk mengidentifikasi barang atau jasa yang dikeluarkan oleh penjual”.

Merek juga dapat dibagi dalam pengertian lainnya, seperti yang diungkapkan

oleh Rangkuti (2004:2) tentang merek yaitu :

a. Merek sebagai brand name (nama merek) yang merupakan bagian dari pada yang

diucapkan misalnya : Pepsodent, BMW, Toyota.

b. Merek sebagai brand mark (tanda merek) yang merupakan sebagian dan merek

yang tidak dapat diucapkan seperti lambang, desain huruf atau warna - warna

khusus, simbol Toyota, Tiga berlian Mitsubhisi.

c. Merek sebagai trade mark (tanda merek dagang), yang merupakan merek ataupun

sebagian dan merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk

menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi penjual dengan

hak istimewanya untuk menggunakan nama istimewanya untuk menggunakan nama

merek (tanda merek).

d. Copy right (Hak Cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh undang

– undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, musik

maupun yang berhubungn dengan seni.

Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan

secara feature, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek yang terbaik biasanya

memberikan jaminan kualitas, merek juga lebih dari hanya sekedar simbol saja, merek

juga mempunyai emam tingkat pengertian (Rangkuti, 2004:36) yaitu:

a. Atribut, yaitu merek mengingatkan pada atribut – atrubut tertentu.

Page 43: Download Versi Indonesia

b. Manfaat, yaitu merek lebih dari pada serangkaian atribut, konsumen tidak membeli

atribut melainkan membeli manfaat. Atribut diperlukan untuk diterjemahkan

menjadi manfaat yang fungsional dan atau emosional.

c. Nilai, yaitu merek juga mengatakan sesuatu tentang nilai produsen.

d. Budaya, yaitu merek juga mewakili budaya tertentu.

e. Kepribadian yaitu merek menunjukan jenis konsumen yang membeli atau

menggunakan produk tersebut.

Dari rangkaian pengertian merek diatas, pada dasarnya merek adalah sesuatu

yang dapat mengidentifikasi produk atau jasa yang ditawarkan oleh penjual, untuk

membedakan dengan produk atau jasa pesaing, dan lebih dari itu merek juga

merupakan sebuah janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan gambaran,

semangat dan pelayanan pada konsumen.

b. Manfaat Merek

Merek menjadi aset yang strategis baik bagi perusahaan, distributor , maupun

konsumen dikarenakan adanya manfaat yang diberikannya. Menurut Rangkuti (2004 :

139) merek merupakan manfaat yaitu sebagai berikut:

1) Bagi Perusahaan

Memudahkan penjual untuk mengelola pesanan dan memperkecil timbulnya

permasalahan.

Melindungi penjualan dri pemalsuan ciri – ciri produk

Memberikan peluang bagi penjual untuk mempertahankan kesetiaan konsumen

terhadap produknya.

Memantu penjual dalam mengelompokan pasar kedalam segmen – segmen.

Citra perusahaan dapat di bina dengan adanya nama yang baik.

2) Bagi Distributor

Memudahkan penanganan produk.

Mengidentifikasi pendistribusian produk.

Meminta produksi agar berada pada standart mutu tertentu.

Meningkatkan pilihan para pembeli.

3) Bagi Konsumen

Memudahkan untuk mengenali mutu.

Dapat berjalan dengan mudah dan efisien, terutama jika membeli produk yang

sama.

Dengan adanya merek tertentu konsumen dapat mengaitkan status dan prestisenya.

4.2. Ekuitas Merek

a. Pengertian Ekuitas Merek

Merek memegang peranan yang sangat penting dan merupakan aset prestisius

bagi perusahaan. Merek dapat menjembatani harapan konsumen akan janji perusahaan

pada suatu produk. Dengan kepuasan konsumen akan suatu produk maka akan tercipta

ikatan emosional antara konsumen dengan perusahaan. Melalui merek, pesaing bisa saja

menawarkan produk yang mirip., tetapi mereka tidak mungkin menawarkan janji

emosional yang sama. Dengan merek inilah nantinya perusahaan dapat memberikan

kepuasan kepada konsumen melalui produk, yang secara berkelanjutan akan tercipta

loyalitas pelanggan.

Aaker ( dalam Rangkuti, 2004:39 ) mendefinisikan bahwa “Brand equity is a

set of assets “(and liabilities) linked tu brand’s name and simbol that adds to (or

subtracts from) the value provided by a products or service to a firm and a or that

Page 44: Download Versi Indonesia

firm’s customers”. Yang artinya, ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas

merek yang terkait dengan suatu merek, nama, dan simbol yang mampu menambah

atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa yang baik dari

perusahaan maupun dari pelanggan.

Hana dan Wosniak (dalam simamora, 2003:46) mengatakan bahwa “ekuitas

merek adalah nilai tambah yang diberikan merek pada produk”. Sepanjang nilai tambah

tersebut ada, maka merek memiliki ekuitas.

Ekuitas merek memberikan nilai kepada perusahaan dan konsumen. Dari

perspektif perusahaan ekuitas merek memberikan keuntungan aliran kas dan pangsa

pasar yang lebih tinggi. Sedangkan dari perspektif konsumen, ekuitas merek terkait

dengan sikap merek positif dan kuat yang didasarkan pada arti keyakinan positif da jelas

tentang merek dalam memori Peter dan Olson ( dalam simamora, 2003:49).

Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek

merupakan nilai tambah yang diberikan merek pada produk. Merek yang memiliki

ekuitas berarti disikapi secara positif oleh konsumen.

b. Unsur – Unsur Ekuitas Merek

Merek yang memiliki ekuitas merek yang kuat yang akan tetap mampu bersaing,

merebut, dan menguasai pasar. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk., semakin kuat

pula daya tariknya dimata konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut yang

selanjutnya dapat menggiring konsumen untuk melakukan pembelian serta

meningkatkan profitabilitas perusahaan.

Aaker (dalam Rangkuti 2004:39) mengelompokan Ekuitas merek (Brand Equity)

ke dalam lima ketegori yaitu : (1) kesadaran merek (Brand Awarennes), (2) asosiasi

merek (Brand Asociation”), (3) kesan kualitas (Preceived Quality), (4) Loyalitasmerek

(Brand Loyalty), dan (5) Aset yang lain seperti hak paten, cap, saluran distribusi, dan

lain – lain (brand assets). Lima kategori aset yang mendasari ekuitas merek ini

ditunjukan sebagai dasar aktivitas merek. Konsep ekuitas merek dapat dilihat pada

gambar berikut:

Page 45: Download Versi Indonesia

Gambar 1. Konsep Ekuitas Merek

(Sumber: Aaker, 1997 : 25)

Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa ekuitas merek mampu menciptakan nilai

baik kepada pelanggan maupun bagi perusahaan. Bagi pelanggan aset ini dapat

memberikan informasi bagi mereka untuk dapat menginteprestasikan produk dan

merek.Bagi perusahaan loyalitas merek memungkinkan harga optimum tanpa

ketergantunggan promosi, saluran distribusi, dan yang paling utama adalah membeikan

rintangan yang nyata bagi para kompetitor.

Dari gambar tersebut juga dapat diketahui unsur – unsur yang ada pada ekuitas

merek yaitu :

a. Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Menurut. Aaker (1997:90) “Kesadarn merek adalah kesanggupan calon pembeli

untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari

kategori produk tertentu”. Kesadaran merek memberikan suatu keyakinan bahwa suatu

merek produk tertentu akan ada di benak konsumen melalui tingkat kesadaran tertentu.

Tingkat kesadaran merek secara berurutan dapat digambarkan sebagai suatu piramida

seperti dibawah ini:

Kesan Kualitas

Kesadaran Merek

Aset hak milik

brand yang lain

Loyalitas Pelanggan

Assosiasi Brand

Ekuitas Merek

(Nama, Simbol)

Pemberian nilai kepada pelanggan

dengan memperkuat :

Memberikan nilai kepada

perusahaan dengan menguatkan :

Interprestasi atau

informasi

Rasa percaya diri dalam

keputusan pembelian

Pencapaian kepuasan

pelannggan

Efisiensi dan efektifitas

program

Loyalitas merek

Harga/ laba

Perluasan merek

Peningkatan

perdagangan

Keuntungan kompetetif

Page 46: Download Versi Indonesia

Gambar 2. Piramida Kesadaran Merek

(Sumber : Aaker, 1997:92)

Penjelasan mengenai piramida kesadaran merek tingkat terendah sampai tingkat

tertinggi adalah :

1) Tidak Menyadari Merek

Merupakan tingkat yang paling rendah dimana konsumen tidak menyadari akan

suatu merek.

2) Pengenalan Terhadap merek

Merupakan tingkat minimal dan kesadaran suatu merek, dimana pembeli

memerlukan bantuan untuk mengingat merek suatu produk.

3) Pengingatan Kembali Terhadap Merek

Merupakan tingkat dimana pembeli tidak dibantu untuk mengingat produk

4) Puncak Pikiran

Merupakan tingkat dimana pembeli menyebut pertama kali merek tanpa bantuan.

Tingkat kesadaran tertinggi pada piramida kesadaran merek, merek produk berada

pada puncak pikiran konsumen terbanyak.

b. Assosiasi Merek (Brand Association)

Assosiasi merek adalah segala hal atau kesan yang berkaitan dengan ingatan

mengenai ingatan mengenai merek. Kesan – kesan ini akan meningkat dengan semakin

banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek. Suatu merek

yang mapan mempunyai posisi yang menonjol dalam persaingan jika didukung oleh

berbagai asosiasi yangn kuat.

Page 47: Download Versi Indonesia

Umumnya assosiasi merek yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga

membentuk citra mengenai merek atau brand image didalam benak konsumen.

Konsumen yang telah terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki

konsistensi terhadap brand image atau brand personality (kepribadian merek) terhadap

suatu produk, dan selanjutnya konsumen dapat mengenal perbedaan merek tertentu

dengan merek pesaing.

Assosiasi dapat menciptakan nilai bagi perusahaan dan pelanggan yang dapat

membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dengan

merek yang lain.

Gambar 3. Nilai Assosiasi Merek

(Sumber: Aaker, 1997 : 162)

1) Dapat membantu proses penyusunan

Assosiasi - assosiasi yang terdapat pada suatu merek dapat membantu meng –

identifikasi sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dikenal oleh konsumen.

2) Diferensiasi posisi

Suatu asosiasi yang dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pem –

bedaan suatu merek satu dengan merek yang lain.

3) Alasan untuk membeli

Umumnya asosiasi digunakan pembeli untuk melakukan keputusan pembelian.

4) Menciptakan sikap perasaan positif

Asosiasi merek dapat merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya dapat

berdampak positif pada produk yang bersangkutan.

5) Garis perluasan

Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan merek yaitu

dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dengan produk baru.

Asosiasi Merek ini umumnya dihubungkan oleh berbagai hal yang berkaitan dengan

merek tersebut:

Atribut Produk

Assosiasi

Merek

Basis perluasan

Menciptakan sikap atau

perasaan positif

Alasan untuk membeli

Diferiansi posisi

Membantu penyusunan proses

informasi

Page 48: Download Versi Indonesia

Mengasosiasikan merek kedalam atribut – atribut yang ada pada produk yang

menjadi suatu karateristik dan produk tersebut.

Atribut – atribut tak terwujud

Asosiasi yang ada pada suatu faktor tak berwujud misalnya persepsi kualitas

kemajuan teknologi atau kesan yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang

obyektif.

Manfaat Bagi Pelanggan

Asosiasi pada merek yang diawali dengan penentuan posisi satu atau dua tingkatan

harga. Contoh BMW sangat nyaman dikendarai (karateristik produk) memberikan

kepuasan mengemudi bagi pelanggan (manfaat pelanggan).

Harga Relatif

Asosiasi pada merek yang diawali dengan pencantuman posisi merek dan satu atau

dua tingkatan harga.

Penggunanan atau Aplikasi

Asosiasi merek yang dilakukan dengan pendekatan penggunaan atau aplikasi.

Penggunaan atau Pelanggan

Asosiasi pada merek yang dilakukan dengan menggunakan type penggunaan atau

pelanggan dan produk tersebut.

Orang Tersohor atau Khalayak

Asosiasi sebuah merek yang dikaitkan dengan seseorang yang terkenal, seperti

aktor atau akrtis, pelawak penyanyi dan sebagainya.

Gaya Hidup atau Kepribadian

Asosiasi merek berkaitan dengan suatu gaya hidup atau kepribadian pelanggan.

Kelas Produk

Asosiasi merek yang berkaitan dengan kelas tertentu misalnya: Mercedes yang

lekat kaitannya dengan prestise.

Para Kompetitor

Mengetahui pesaing dan berusaha mengungguli atau menyamai pesaing.

Negara atau Wilayah

Asosiasi merek yanhg lekat dengan suatu negara misalnya : Prancis diasosiasikan

dengan merek pakaian dan parfum.

c. Kesan Kualitas (Perceived Quality)

Aaker (dalam Rangkuti, 2004:41) menjelaskan bahwa “kesan kualitas

adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk

atau jasa layanan yang berkenan dengan maksud yang diharapkan“. Kesan kualitas

memberikan nilai dalam beberapa bentuk seperti dalam gambar berikut ini:

Alasan untuk membeli

Diferesiensi/posisi

Harga Optimum

Minat saluran Distribusi

Perluasan merek

Kesan Kualitas

Page 49: Download Versi Indonesia

Gambar 4. Nilai Kesan Kualitas (Sumber: Aaker, 1997:1265)

Gambar diatas menunjukan bahwa kesan kualitas memiliki lima keuntungan ,

yaitu: (1) alasan membeli, hal ini mengambil merek mana yang harus diambil ; (2)

diferensiasi dimana suatu karateristik penting dan merek adalah posisinya dalam

dimensi kesan kualitas; (3) harga optimum yaitu dapat memberikan pilihan dalam

menentukan harga optimum; (4) meningkatkan minat saluran distribusi; dan (5)

perluasan merek, kesan kualitas dapat digunakan untuk perluasan merek dengan

menggunakan merek tertentu untuk masuk dalam kategori merek baru.

d. Loyalitas Merek (brand Loyalty)

Loyalitas merek merupakan ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu

merek yang memberikan gambaran tentang seberapa jauh kesetiaan konsumen terhadap

suatu merek produk Biasanya loyalitas merek tumbuh karena faktor pengalaman dan

dipengaruhi oleh salah satu indikator. Inti, pelanggan yang loyal pada umumnya akan

tetap setia pada suatu merek tertentu walapun harus dihadapkan pada banyak aternatif

merek produk lain yang menjanjikan.

Berikut merupakan gambaran Piramida loyalitas :

Pembeli

komit

Menganggap merek

Sebagai sahabat

Pembeli yang puas

dengan biaya peralihan

Pembeli yang puas/ bersifat kebiasaan,

Tidak ada masalah untuk beralih

Berpindah – pindah/ peka terhadap perubahan

Harga, tidak ada loyalitas merek. Gambar 4. Piramida Loyalitas

(Sumber: Aaker, 1997:57)

Berdasarkan piramida diatas maka dapat dijelaskan bahwa:

1) Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau pembeli sama

sekali tidak tertarik dengan merek yang ditawarkan. Dengan demikian merek

mempunyai peranan yang sangat kecil didalam keputusan pembelian, umumnya

jenis konsumen ini adalah tergolong tipe switcher atau price buyer (lebih

memperhatikan harga didalam melakukan pembelian).

2) Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang digunakan

atau minimal tidak mengalami kekecawaan dan telah terbiasa membeli produk

tersebut. Umumnya jenis konsumen ini biasa disebut dengan pembeli tipe

kebiasaan (habitual bayer).

3) Tingkat ketiga adalah pembeli yang puas namun mereka memikul biaya peralihan

(switching cost), baik dalam waktu, uang atau resiko yang berhubungan dengan

Page 50: Download Versi Indonesia

upaya untuk melakukan pengambilan ke merek yang lain. Kelompok ini biasa

disebut dengan tipe konsumen satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya

peralihan).

4) Tingkat keempat adalah kelompok pembeli yang benar – benar menyukai merek

tersebut. Pada tingkatan ini timbul perasaan emosional yang terkait dengan merek,

umumnya pilihan mereka dilandasi pada asosiasi yang terkait dengan simbol, atau

rangkaian pengalaman, dan kesan kualitas yang tinggi. Para pembeli pada tingkatan

ini disebut sahabat merek karena terdapat perasaan emosional dalam menyukai

merek.

5) Tingkat kelima adalah kelompok pembeli yang setia. Mereka mempunyai suatu

kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna suatu merek. Merek

tyersebut sangat penting bagi mereka baik segi fungsinya maupun sebagai ekspresi

mengenai siapa mereka sebanarnya (uncommited buyer).

Loyalitas merek para pelanggan yang ada mewakili suatu aset strategis dan jika

dikelola dan dieksploitasi dengan benar akan mempunyai potensi untuk memberikan

nilai atau keuntungan secara berkelanjutan bagi perusahaan.

4.3 Keputusan Pembelian Konsumen

a. Pengertian Keputusan Pembelian Konsumen

Engel, dkk(1994:182) menyebutnya bahwa “perilaku pembelian merupakan

proses keputusan dan tindakan orang –orang yang terlibat dalam pembelian dan

peng – gunaan produk”. Sedangkan peter, dkk “(1999;102) menefinisikan “

pengambilan keputusan konsumen (customer decision merkewting) adalah proses

pengintregrasian yang meng – kombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua

atau lebih perilaku alternatif dan memilih satu diantaranya”. Dari kedua definisi di

atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan proses keputusan pembelian,

konsumen harus bisa menginterprestasikan informasi yang ada untuk dapat ditelaah

dan diproses dalam pengetahuan personalnya agar dapat meng – integrasikan segala

informasi tersebut kedalam tindakan yang telah terevaluatif dalam menetapkan

keputusan pembeklian akan suatu produk.

b. Model Pengambilan Keputusan Konsumen

Peter, dkk (1990;47) menyebutkan bahwa “proses interprestasi (interpretation

process”) mensyaratkan eksposure pada informasi dan melibatkan dua proses

kognitif terkait dengan perhatian dan pemahaman”. Pengetahuan, arti, dan

kepercayaan dapat disimpan dalam ingatan yang kemudian dapat dipanggil lagi

dalam ingatan dan di-gunakan dalam proses integrasi. Proses integrasi menyangkut

bagaimana konsumen dapat mengkombinasikan pengetahuannya untuk membentuk

suatu evaluasi produk seperti keputusan pembelian. Konsumen akan

mengkombinasikan pengetahuan dan perasaan efektif terhadap suatu produk untuk

membentuk suatu evaluasi menyeluruh, pada saat konsumen akan memilih diantara

beberapa perilaku pembelian mereka akan mem-bentuk suatu keinginan atau

rencana keputusan pembelian.

c. Proses Keputusan Pembelian Konsumen

Engel, dkk (1994:148) mengemukakan bahwa konsumen dalam melakuikan

keputusan pembelian melalui beberapa tahapan yaitu:

1) Pengenalan Kebutuhan

2) Pencarian Informasi

3) Evaluasi Alternatif

4) Pembelian

Page 51: Download Versi Indonesia

5) Hasil

d. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian

Kotler (2000:183) menyebutkan bahwa faktor – faktor yang dapat mempengaruhi

perilaku pembelian konsumen adalah:

1) Faktor Budaya

Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling membesar.

Sub budaya terdiri dari kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis.

Kelas sosial semua masyarakat memiliki strata sosial. Stratifikasi tersebut

kadang – kadang berbentuk sistem kasta dimana anggota kasta yang berbeda

dibesarkan dengan peran tertentu dan tidak dapat mengubah keanggotaan kasta

mereka.

2) Faktor Sosial

Kelompok acuan, terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh

langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku

seseorang.

Keluarga, organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam

masyarakat dan telah menjadi obyek penelitian yang luas.

Peran dan status. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh

seseorang. Masing – masing peran menimbulkan status.

3) Faktor Pribadi

Usia dan siklus hidup, orang membeli barang atau jasa yang berbeda sepanjang

masa hidupnya. Mereka makan makanan selama tahun – tahun awal hidupnya,

banyak ragam makanan selama tahun pertumbuhan dan kedewasaan serta diet

khusus pada tahun –tahun berikutnya.

Pekerjaan dan lingkungan ekonomi , pekerjaan seseorang mempengaruhi pola

konsumsi. Lingkungan ekonomi terdiri dari penghasilan yang dapat

dibelanjakan., tabungan dan aktiva , utang kemampuan ntuk meminjam, dan

sikap terhadap belanja atau menabung.

Gaya hidup, merupakan pola hidup seseorang didunia yang diekspresikan dalam

aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri

seseorang yang berinteraksi dengan lingkungan.

Kepribadian dan konsep diri, Kepribadian merupakan karateristik psikologis

seseorang yang berbeda dengan oranng lain yang nmenyebabkan tanggapan

yang relatif konsisiten dan bertahan lama dalam lingkungannya.

4) Faktor Psikologis

Motivasi, suatu kebutuhan akan menjadi motif jika ia didorong hingga mencapai

tingkat intensitas yang memadai.

Persepsi, proses yang digunakan oleh seseorang individu untuk memilih,

mengorganisasi, dan menginterprestasikan masukan - masukan informasi guna

menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti.

Pembelajaran , meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari

pengalaman.

Keyakinan dan sikap.

Keyakinan (belief), gambaran pemikiran yang dianut seseorang tentang suatu

hal. Sikap (attitude) , evalusi, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan

yang menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap suatu obyek

atau gagasan.

Page 52: Download Versi Indonesia

e. Jenis Pembelian Konsumen

Jika konsumen telah memutuskan alternatif yang akan dipilih dan mungkin

penggantinya jika diperlukan, maka ia akan melakukan pembelian. Pembelian meliputi

keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah memeli atau tidak, kapan

membeli, dimana membeli, dan bagaimana cara membayarnya.

Menurut Sumarwan (2003:310), Pembelian produk atau jasa yang akan duilakukan

oleh konsumen bisa digolongkan dalam tiga macam, yaitu sebagai berikut:

1) Pembelian yang terencana sepenuhnya

Pembelian yang terencana sepenuhnya biasanya adalah hasil dari proses keputusan

yang diperluas atau keterlibattan yang tinggi dankonsumen telah menentukan

pilihan produk dan merek jauh sebelum pembelian dilakukan.Produk – produk ini

terkait dengan kebutuhan pribadi dan sosial pembeli serta menunjukan citra diri

mereka. Frekuensi pembelian produk tertentu, memungkinkan konsumen menilai

merek mana yang terbaik untuk selanjutnya membeli merek tersebut dengan sedikit

pertimbangan diantara alternatif yang ada. Beberapa produk yang dibeli seperti

parfum , bedak , dan sampo.

2) Pembelian yang separuh terencana

Konsumen sudah mengetahui produk yag akan mereka beli tetapi tidak tahu merek

yangt akan dibelinya dan mencoba untuk mencari informasi yang lebih jelas

mengenai produk yang akan dibelinya. Karena produk tersebut tidak terlalu penting

bagi konsumen.

3) Pembelian yang tidak terencana

Dimana konsumen membeli suatu produk tanpa direncanakan terlebih dahulu dan

keinginan untuk membeli suatu produk seringkali muncul pada saat ia akan

melakukan pembelian.

4.4.Hubungan Ekuitas Merek dengan Keputusan Pembelian Konsumen

Dalam mengambil keputusan pembelian tentunya ada banyak faktor yang dapat

mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian. Salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi mereka dalam proses mengambil keputusan membeli adalah merek.

Merek memudahkan konsumen dalam mengenal dan membedakan produk perusahaan

satu dengan produk perusahaan yang lainnya.

Merek memudahkan proses pengambilan keputusan konsumen. Dengan adanya

merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya

dengan produk yang lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan, ataupun

atribut lain yang melekat pada merek tersebut. Melalui mereka konsumen dapat

mengumpulkan informasi sebanyak mungkin untuk dapat dievaluasi sehingga keputusan

pembelian diambil. Durianto (2004:2) mengemukakan bahwa “merek yang prestisius

memiliki ekuitas merek yang tinggi”. Merek memegang peranan yang penting bagi

perusahaan karena ekuitas merek dapat memberikan keuntungan.

Ekuitas suatu merek akan ada jika merek dapat memberikan nilai tambah pada

produk, jika tidak maka merek pada produk itu tidak dapat dikatakan tidak memiliki

ekuitas merek. Hanya merek yang kuat dapat dikatakan memiliki ekuitas merek dan

merek yang kuat menarik konsumen untuk menggunakan faktor merek dalam

pengambilan keputusan pembelian (Simamora, 2003:51).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa peranan ekuitas merek suatu

produk dapat dijadikan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumen dalam

mengambil keputusan pembelian. Pengolahan ekuitas merek oleh perusahaan dengan

tepat akan dapat memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan profit dan loyalitas

konsumen.

Page 53: Download Versi Indonesia

5.Kerangka Pikir

Gambar 5. Kerangka Pikir

Keterangan :

= Pengaruh Variabel X (X1,X2,X3,X4) secara Simultan

terhadap Variabel Y

= Pengaruh Variabel X (X1,X2,X3,X4) secara parsial terhadap

Variabel Y

Variabel Bebas

X1= kesadaran merek

X2 = asosiasi merek

X3 = kesan loyalitas

X4 = loyalitas merek

Variabel Terikat

Y = keputusan konsumen dalam membeli Televisi merek Samsung

6. Metodologi Penelitian

Penelitian yang dilakukan termasuk dalam jenis penelitian survey yaitu suatu jenis

penelitian yang melakukan pengamatan yang didasarkan pada suatu perubahan dan

gejala yang terjadi pada suatu tempat dalam spektrum yang luas (Singgih, 2001:109).

Data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan metode statistik.

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah.

X

X1

X2

X3

X4

Y

Page 54: Download Versi Indonesia

6.1. Analisis Statistik Deskriptif

Menurut Sugiyono (2004:144) “statistic deskriptif adalah statistic yang digunakan

untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum

atau generalisasi”. Kategori tiap – tiap variable adalah berbeda yang ditentukan dengan

penjang interval dengan rumus sebagai berikut:

Panjang Kelas Interval = Skor Tertinggi – Skor Terendah

Banyaknya Kelas Interval

Selanjutnya total tiap item dimasukan kedalam tiap kelas interval sehingga

didapatkan frekuensi tiap kategori dan di prosentasikan dengan rumus:

P = F x 100 %

N

Dimana:

P = Persentase

F = Frekuensi (jumlah responden yang menjawab )

N = Jumlah Total Responden

6.2. Analisis Statistik Inferensial

Tujuan analisis statistikinferensial adalah untuk mengetahui pengaruh atau

hubungan antara variabel bebas dengan varuabel terikat baik secara parsial maupun

simultan.

Analisis data penelitian ini menggunakan analisa Regresi Linier Berganda yang

fungsinya adalah untuk mengetahui pengaruh secara simultan maupun secara parsial

antara Variiabel bebas ( X ) dengan variabel terikat ( Y ). Agar data yang diperoleh

akurat, maka peneliti menggunakan bantuan computer program SPSS seri 12 For

Windows. Adapun rumus persamaan Regresi Linier Berganda adalah sebagai berikut:

(Rangkuti, 2002:162)

Y=a + b1X1 +b2 X2 + b3X3+ b4X4 + e

Dimana :

Y = Kriterium atau variabel terikat (keputusan pembelian konsumen Televisi merek

Samsung)

a =Bilalang Konstanta

X1 = Variabel bebas 1 [kesadaran merak]

X2 = Variabel bebas 2 [asosiasi merek]

X3 = Variabel bebas 3 [kekas kualitas]

X4 = Variabel bebas 4 [loyalitas merek]

b1,b2,b3,b4 = Koefisien regresi

e = Error atau sisa [residual]

Page 55: Download Versi Indonesia

Langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotensis dengan uji stalistik

ini:

a.Uji t

Uji t pada dasarnya menunjukan seberapa jauh variabel bebas secara parsial

antara variabel bebas [X] dengan variabel terikat [Y].Uji t dapat dilakukan dengan

rumus sebagai berikut ;[Rangkuti,2002;166]

t = b

Sb

Dimana;

b =Parameter Estimasi

Sb =Stantar error

ditolak atuau diterima Setelah dilakukan anlisis data dan diketahui hasil

perhitungan maka lankah selanjutnya adalah membandingkan nilai t hitung dengan t

tabel atu bisa juga dengan memperhatitikan signifinikasi t 0,05 atau signifikasi t

0,05.Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan apakah hipotensis nol [Ho] atau

hipotensis alternatif [Ha]tersebut

Kriteria untuk penerimaan dan penolakan suatu hipotensis adalah:

1. Nilai t hitung > t tabel maka hipotensis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha)

diterima.

2. Nilai t hitung > t tabel maka hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha)

ditolak.

Atau dengan melihat signifikasi t, yaitu :

1) Signifikansi t < 0,05 maka hipotesis nol (Ho) akan ditolak dan hipotesis alternatif

(Ha”) diterima.

2) Signifikansi t > 0,05 maka hipotesis nol (ho) akan diterima dan hipotesis alternatif

(Ha0 ditolak.

b. Uji F

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara semua

variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y). Uji F dilakukan dengan rumus :

(Rangkuti, 2002:165)

F = R² / K

( I - R²) (n – k – I )

Dengan menggunakan df = n – k – I

Dimana :

F = Pendekatan distribusi probabilitas linier

R = Koefisien linier berganda

n = Banyaknya Sampel

k = Jumlah Variabel Independent

Setelah dilakukan analisis data dan diketahui hasil perhitungan maka selanjutnya

adalah membandingkan nilai F hitung dengan F tabel atau bisa juga dengan

Page 56: Download Versi Indonesia

memperhatikan signifikansi F < 0,05 atau F > 0,05. Dari keterangan tersebut apakah

hipotesis nol (Ho) atau hipotesis alternatif (Ha) tersebut ditolak atau diterima.

Kriteria untuk penerimaan dan penolakan suatu hipotesis adalah :

1) Nilai F hitung > F tabel maka hipotesis nol (Ho) diterima atau hipotesis alternatif (“Ha)

diterima.

2) Nilai F hitung > F tabel maka hipotesis nol (Ho) diterima atau hipotesis alternatif (“Ha)

ditolak.

Atau dengan melihat signifikansi F, yaitu:

1) Signifikansi F < 0,05 maka hipotesis nol (Ho) akan ditolak dan hipotesis alternatif

(Ha) diterima.

2) Signifikansi F > 0,05 maka hipotesis nol (Ho) akan diterima dan hipotesis alternatif

(Ha) ditolak.

6.3 Uji Asumsi Klasik

Uji asusmsi klasik berkelanjutan untuk mengetahui apakah model regresi layak

dipakai atau tidak dalam variabel – variabel penelitian.

Untuk memperoleh pengukuran yang tidak bisa dari persamaan regresi linier

berganda, maka perlu diadakan uji asumsi klasik yang meliputi. :

a. Uji Normalitas

Uji normalitas memiliki tujuan untuk menguji apakah sebuah model regresi, variabel

independent, variabel dependent, atau keduannya memiliki distribusi normal. Model

regresi yang baik adalah distribusi normal atau mendekati normal.

b. Uji Multikoolinieritas

Gujarati (1978 : 157) mengemukakan “ Multikolinieritas berarti adanya hubungan

linier yang sempurna atau pasti, diantara beberapa sebuah variabel yang menjelaskan

dari model regresi”. Jadi uji multikolinieritas dimaksudkan untuk menguji apakah

terdapat hubungan variabel diantara beberapa hubungan variabel diantara beberapa

atau semua variabel dalam model regresi. Untuk mengetahui ada tidaknya

multikolinieritas khususnya dalam model regresi linier yang mencangkup lebih dari

dua variabel bebas dapat dilihat dengan uji VIF (Variance Inflator Factor) dan TOL

(Tolerance) dengan rumus :

VIF = 1 dan TOL = 1 - R²X1

1 - R² X1

Dimana :

R²X1 = nilai R² darei hasil etimasi regresi parsial variabel penjelas.

Jika VIF lebih dari 5, maka variabel tersebut mempunyai persoalan

multikolinieritas dengan variabel bebas yang lainya dan TOL =0. Gujarati (1978:166)

mengemukakan bahwa “kolonieritas seringkali diduga ketika R² tinggi (misalnya antara

0,7 dan 1) dan ketika korelasi derajat nol tinggi tetapi tidak satupun atau sangat sedikit

koefisien regresi parsial yang secara individu penting secara statistik atas dasar

pengujian t yang konvensional”. Model regresi yang baik tentunya tidak ada

multikolinieritas atau tidak ada korelasi diantara variabel bebas.

c. Uji Heteroskedasstisitas

Heteroskedasstisitas adalahy variabel pendahulu mempunyai varian yang

berbeda dari satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya. Uji Heteroskedasstisitas

Page 57: Download Versi Indonesia

dimaksudkan untuk menguji apakah varian dari kesalahan pengganggu konstan untuk

semua nilai variabel independent. Untuk mengetahui ada tidak heteroskedasstisitas

dalam dilihat dalam gambar Scaterplott. Model regresi yang layak tentunya tidak terjadi

Heteroskedasstisitas. Tidak terjadinya heteroskedasstisitas berpencar sekitar angka 0

“(0 pada sumbu Y ) dan tidak membentuk suatu pola atau garis tertentu.

d. Uji Autokorelasi

Menurut Gujarati (1978 : 201) “autokorelasi dapat didefinisikan sebagai

korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu “(seperti

dalam data deretan waktu atau ruang (seperti dalam data cross – sectional “. Untuk

mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat digunakan uji d Durbin – Wwatson.

Statistik d Durbin Watson (Gujarati, 1978 ; 215) adalah sebagai berikut:

t=n

∑ ( e1 - e1-1 )²

d = t=2

t=n

∑ e1² t=1

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai D – W statistik dengan D-

W tabel dengan pedoman :

Jika hipotesis Ho = mtidak ada serial auto korelasi baik positif maupun negative,

maka jika :

d < d1 = Menolak Ho

d > du = tidak menolak Ho

d1 < d < du = pengujiian tidak meyakinkan

4 – du < d < 4 – d1 = Pengujian tidak meyakinkan

Adapun gambar statistic d Durbin – Watson adalah sebagai beriktu :

f (d)

Menolak Ho Daerah Daerah Menolak Ho*

Bukti Kera- Kera- Bukti

Autokorelasi guan guan Autokorelasi

Positif negative

Menerima Ho

Atau Ho* atau

Kedua -duanya

A B C D E

d

0 d1 du 2 4-du 4-d1 4

Keterangan :

Ho = tidak ada autokorelasi positif

Ho* = tidak ada autokorelasi negative

Gambar 6. Statistik d- Durbin – Watson Sumber (Gujarati, 1978 : 216)

Page 58: Download Versi Indonesia

7. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis data, terdapat lima buah hasil penelitian

sebagai berikut :

1. Pengaruh Kesadaran Merek (X1) terhadap Keputusan Pembelian Konsumen

Televisi Merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung (Y).

Dapat diperoleh nilai sig t = 0,000< nilai signifikan (α = 0,05), maka Ho yang

berbunyi tidak ada pengaruh antara kesadaran merek (X1) terhadap keputusan

pembelian (Y), ditolak. Hal ini berarti pada peluang kesalahan 5% veriabel

kesadaran merek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan

pembelian. Nilai koefisien regresi parsial (β) Variabel kesaran merek sebesar 0,741

mengatakan bahwa setiap peningkatan dimensi kesadaran merek sebesar satu

satuan akan meningkatkan keputusan pembelian konsumen Televisi merek

Samsung sebesar 0,741. Sedangkan sumbanan efektif untuk kesadaran merek

terhadap keputusan pembelian konsumen Televisi merek Samsung adalah 13,47%.

2. Pengaruh Asosiasi Merek (X2) terhadap Keputusan Pembelian Konsumen

Televisi Meerek Samsung di Kabupaeten Tulung Agung (Y).

Dapat diperoleh nilai sig t = 0,0002< nilai signifikan (α = 0,05), maka Ho yang

berbunyi tidak ada pengaruh antara asosiasi merek (X2) terhadap keputusan

pembelian (Y), ditolak. Hal ini berarti pada peluang kesalahan 5% variabel asosiasi

merek mepunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian.Nilai

koefisien regresi parsial (β) variabel asosiasi merek sebesar 0,663 mengatakan

bahwa setiap peningkatan dimensi merek sebesar satu satuan aka meningkatkan

keputusan pembelian konsumen Televsi merek Samsung sebesar 0,663. Sedangkan

sumbangan efektif untuk asosiasi merek terhadap keputusan pembelian konsumen

Televisi merek Samsung adalah 10,30%.

3. Pengaruh Kesan Kualitas (X3) terhadap Keputusan Pembelian Konsumen

Televisi Merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung (Y).

Dapat diperoleh nilai sig t = 0,000 < nilai signifikan (α = 0,05), maka Ho yang

berbunyi tidak ada pengaruh antara kesan kualitas merek (X3) terhadap keputusan

pembelian (Y) ditolak. Hal ini berarti pada peluang kesalahan 5% veriabel kesan

kualitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian. Nilai

koefisien regresi parsial (β) veriabel kesan kualitas sebasar 0,585 mengatakan

bahwa setiap peningkatan dimensi kesan kualitas sebesar satu - satuan akan

meningkatkan keputusan pembelian konsumen Televisi Merek Samsung sebasar

0,585.

4. Pengaruh Loyalitas Merek (X4) terhadap Keputusan Pembelian Konsumen

Televisi Merek Samsung di Kabupatan Tulung Agung (Y).

Dapat diperoleh nilai sig t = 0,000 < nilai signifikan (α = 0,05), maka Ho yang

berbunyi tidak ada pengaruh antara loyalitas merek (X4) terhadap keputusan

pembelian (Y), ditolak. Hal ini berarti pada peluang kesalahan 5% variabel loyalitas

merek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian.Nilai

koefisien regresi parsial (β) variabel loyalitas merek sebesar 0,959 mengatakan

bahwa setiap peningkata dimensi loyalitas merek sebesar satu satuan akan

meningkatkan keputusan pembelian konsumen Televisi merek Samsung sebasar

0,959.Sedangkan sumbangain efektif untuk loyalitas merek terhadap keputusan

pembelian konsumen Televisi merek Samsung adalah 21,3 4%.

5. Pengaruh Kesadaran Merek (X1), Asosiasi Merek (X2), Kesan Kualitas (X3),

dan Loyalitas Merek (X4) secara Simultan terhadap Keputusan Pembelian

Konsumen Televisi Merek Samsung di Akbupaten Tulung Agung (Y).

Page 59: Download Versi Indonesia

Pengaruh Kesadaran Merek (X1), Asosiasi Merek (X2), Kesan Kualitas (X3),

dan Loyalitas Merek (X4) secara simultan terhadapkeputusan pembelian konsumen

Televisi Merek Samsung Kabupaten Tulung Agung (Y) dapat dilihat dalam Tabel

4.15 berikut:

Tabel 1. Pengaruh Kesadaran Merek (X1), Asosiasi Merek (X2), Kesan

Kualitas (X3), dan Loyalitas Merek (X4) secara Simultan

terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Televisi Merek

Samsung di Kabupaten Tulung Agung (Y).

Variabel Bebas Variabel Terikat F Hitung Sig Hipotesis

Kesadaran Merek (X1)

Asosiasi Merek (X2)

Kesan Kualitas (X3)

Loyalitas Merek (X4)

Keputusan Pembelian

Konsumen Televisi

Merek Samsung

23,596 0,000 Ho ditolak,

Ha diterima

Konstanta = 12,210 R= 0,715 Adjusted R Square = 0,490 α = 0,05 (Sumber : Data diolah peneliti, 2009)

Dari hasil uji Anova atau F test didapat F hitung sebesar 23,596 dengan tingkat

signifikan 0,000 jauh lebih kecil dari nilai α = 0,05. Dari data tersebut membuktikan

bahwa pada peluang kesalahan 5% secara simultan ada pengaruh yang signifikan antara

kesaran merek, asosiasi merek , kesan kualitas , dan loyalitas merek terhadap keputusan

pembelian konsumen televisi merek Samsung. Dengan demikian Ho yang berbunyi

tidak ada pengaruh antar kesadarn merek, asosiasi merek, kesan kualitas, dan loyalitas

merek terhadap keputusan pembelian Televisi Merek Samsung , di tolak.

6. Nilai Ekuitas Merek yang Dominan Mempengaruhi Keputusan Pembelia

Konsumen Televisi Merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung.

Dari data yang diolah dapat diketahui bahwa variabel bebas yang dominan

mempengaruhi keputusan pembelian konsumen adalah loyalitas erek (X4). Hal ini

ditunjukan dengan nilai t terbesar adalah t4 yaitu sebesar 4,947. Nilai tersebut

menunjukan bahwa unsur loyalitas merek kuat pengaruhnya dibandingkan unsur

kesadaran merek , asosiasi merek, dan kesan kualitas. Selain itu nilai dominan

dapat ditunjukan dengan nilai SE (Sumbangan Efektif) tertinggi adalah SE, sebesar

21,34%.

Hasil perhitungan Sumbangan Efektif masing – masing variabel adalah

sebagai berikut :

Tabel 4.16 Sumbangan Efektif

Variabel r r² SE

Kesadaran Merek (X1)

Asosiasi Merek (X2)

Kesan Kualitas (X3)

Loyalitas Merek (X4)

0,367

0,321

0,397

0,462

0,134689

0,103041

0,157609

0,213444

13,47%

10,30%

15,76%

21,34%

Total 60,87% (Sumber : Data diolah peneliti,2009)

Berdasarkan nilai Adjusted R- Square 0,490 memiliki arti bahwa 59% keputusa

pembelian konsumen Televisi merek Samsung (Y) bisa dijelaskan secara simultan

oleh variabel kesadaran merek (X1), asosiaasi merek (X2), kesan kualitas (X3), dan

loyalitas merek (X4),. Sedangkan sisanya sebesar 51% dijelaskan oleh variabel lain

yang tidak dideskripsikan dalam penelitian ini, seperti cap dagang, promosi

penjualan, selera, lokasi, dan sebagainya.

Page 60: Download Versi Indonesia

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komponen dalam ekuitas merek yang

dominan terhadap keputusan pembelian konsumen Televisi merek Samsung di

Kabupaten Tulung Agung adalah loyalitas merek (X4).

Model akhir hipotesis teruji dapat dilihat pada gambar 7 dibawah ini :

Gambar 8. Pengaruh Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat

Keterangan :

: Pengaruh Variabel X (X1,X2,X3 dan X4) secara parsial

terhadap variabel Y

: Pengaruh Variabel X (X1,X2,X3 dan X4) secara simultan

terhadap variabel Y

8. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab IV dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Kesadaran merek, asosiasi merek, kesan kualitas , dan loyalitas merek memiliki

pengaruh positif yang signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen Televisi

merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung. Pengaruh positif ini terbukti dari nilai

koefisien regresi parsial (β) yaitu β1 = 0,741, β2 = 0,663, β3 = 0,585, dan β4 =

0,959. Sedangkan pengaruh signifikan dibuktikan dari nilai sig t yaitu t1 = 0,000, t2

= 0,002, t3 = 0,000 dan t4 = 0,000.

X

Y

P = 0,000 SE = 13,47%

P = 0,002 SE = 10,30%

P = 0,000 SE = 15,76

P = 0,000 SE = 21,343%

P = 0,000 Adj R² = 49%

X 1

X 2

X 3

X 4

Page 61: Download Versi Indonesia

2. Kesadaran merek, asosiasi merek, kesan kualitas, dan loyalitas merek secara simultan

memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen

Televisi merek Samsung di Kabupaten Tulung. Ini terbukti dari nilai Fhitung sebesar

23,596 dengan tingkat signifikan 0,000 jauh lebih kecil dari nilai α = 0,05.

3. Unsur ekuitas merek yang dominan mempengaruhi keputusan pembelian konsumen

Televisi merek Samsung di Kabupaten Tulung Agung adalah faktor loyalitas merek.

Ini terbukti dari nilai SE4 = 21,34%.

4. Peranan ekitas merek suatu produk dapat dijadikan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi konsuen dalam mengambil keputusan pembelian. Pengolahan ekuitas

merek oleh perusahaan dengan tepat akan meningkatkan profit dan loyalitas

konsumen.

5. Pembelian Televisi merek Samsung dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, usia yang

masih produktif bekerja, dan penghasilan tiap bulan. Ini terbukti bahwa untuk

tingkat pendidikan didominasi oleh (1) Diploma, (2) Sarjana. Untuk usia responden

didominasi oleh usia (1) 26 – 31 tahun, (2) 32 – 37 tahun, dimana untuk sia dibawah

26 tahun banyak yang kuliah baik dengan biaya sendiri maupun orang tua, sedangkan

ntuk usia yang di atas 37 tahun mereka lebih memilih menyimpan uangnya. Dan

penghasilan tiap bulan responden di dominasi oleh (1) Rp. 1.000.000,0; (2) Rp

500.000,00 – Rp 1.000.000,00.

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David 1997. Manajemen Ekuitas Merek : Memanfaatkan Nilai dari Suatu

Merek. Terjemahan oleh Aris Ananda, Cetakan Pertama. Jakarta: Mitra Utama.

Arikunto, Suharsimi.2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi V.

Jakarta : Rineka Cipta.

Durianto, Darmadi, Sugiarto, dan Lie Joko Budiman. 2004. Brand Equty Ten Strategi

Memimpin pasar. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Engel, F, James, Roger D., and Paul, W. Minard. 1995. Perilaku Konsumen.Jilid II.

Edisi Keenam. Jakarta : Binapura Aksara.

Gujarati, Damodar. 1978. Ekonometrika Dasar. Terjemahan Oleh Sumarno Zain. Tanpa

Tahun. Jakarta: Erlangga.

Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Terjemahan Oleh Hendra Teguh,

Rony A. Rusli dan Benyamin Molan. 2002. Jakarta : Prehanlindo.

Peter, J.Paul, Olson, C. Jerry. 1999. Consumen Behavior. Perilaku Konsumen dan

Strategi Pemasaran. Jilid 1. Edisi Keempat, Jakarta : Erlangga.

Pramono, Nita.2002. Samsung Menciptakan Gebrakan Teknologi Audio Visual yang

Spektakuler, (online), ([email protected]),25 Februari 2006. 2005.

Page 62: Download Versi Indonesia

Pramono, Nita 2002. Samsung Elektronics Meluncurkan Produk – Produk Baru

Mutakhir di Cebit 2005, (Online), ([email protected]),di akses 4 Desember

2005

Pramono, Nita.2005. Samsung Indonesia Targetkan Pendapatan 1,5 Miliar Dolar AS,

(Online), ([email protected]), diakses 25 Februari 2006.

Rangkuti, Freddy. 2002.Riset Pemasaran.Cetakan Kelima. Jakarta : PT. Garamedia

Pustaka Utama.

Rangkuti, Freddy. 2004. The Power of Brands. Teknik Mengelola Brand Equity dan

Strategi Pengembangan Merek Plus Analisis Kasus dengan SPSS. Cetakan

Kedua. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Santoso, Singgihl. 2005. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 12. Jakarta:

PT. Elex Media Komputindo.

Simamora, Bilson. 2003. Aura Merek: Tujuh Langkah Membangun Merek yang Kuat.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sugioyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. Cetakan ketujuh. Bandung: Alfabeta.

Sumarwan, ujang. 2003. Perilaku Konsumen. Cetakan pertana. Jakarta: Ghalia Bandung

Binapura Aksara Rosda Karya.

Umar, Husein. 2002. Metode riset Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka utama.

Universitas Negri Malang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis,

Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan penelitian. Edisi ke Empat. Malang: Biro

Administrasi Akademis, Perencanaan Dan Sistem Informasi Bekerjasama

dengan Penerbit Universitas Negeri Malang.

Page 63: Download Versi Indonesia

PENGARUH KEPUTUSAN PEMBERIAN MODAL TERHADAP

RETURN ON EQUITY (ROE) PADA PERUSAHAAN JASA

KONSTRUKSI CV. ANUGRAH BERLIAN BLITAR

Oleh:

Evina Kusumawati

Role of monetary Management in the world of business from time to time

experience of fast growth so. Speed of corporate activity affect at decision of

consumer of needed to fund is company operational. The fund can come

from within company and also from outside company. Therefore role of

company management of vital importance to specify requirement of

company capital.

Target of research is to (1) description influence of ratio debt and of equity

asset to of ratio to equity on return at company. (2) to know that among free

variabel (ratio debt and of equity asset to of ratio) which of its influence

larger ones to equity to return at company

In this research pursuant to target of research is including into research of

clarification (research explanatory) that is focused research relation of

causal between variabel one with other variabel . Sample wearied in this

research is counted 5 reckoned from sample is balance report during 5 the

last year. Technique which is used in determination of sample is method of

purposive sampling.

Result of research show : (1) free variabel (ratio debt and of equity asset to

of ratio) by simultant have influence to variabel tied (equity on return) =

76,2% while the rest equal to 32,8% influence by other variabel outside

research. (2). Result of analysis test f by simultant obtained by f count =

2,045 with storey of significance equal to its 0,328 meaning by together free

variabel don't have influence manifestly. (3) result of analysis test t (asset

to equity of ratio don't have influence manifestly to equity on return because

of level oft count ( ETAR) equal to - 0,306 bigly coefficient of regression

(ETAR) equal to - 1,377 with the meaning much more small from is big oft

count.

Keywords: Services company capital, and return on equity

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar

Page 64: Download Versi Indonesia

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Peranan menejemen keuangan dalam dunia bisnis dari waktu kewaktu mengalami

perkembangan seiring dengan perkembangan IPTEK. Kecepatan aktifitas berdampak

pada keputusan, yaitu keputusan untuk menggunakan dana, tetapi juga berhubungan

dengan keputusan pendanaan, yaitu suatu keputusan untuk memperoleh dana yang

diperlukan untuk operasi usaha.

Dana tersebut dapat berasal dari dalam perusahaan atau badan usaha maupun dana

dariluar badan usaha, dana yang berasal bisa berupa modal pemilik perusahaan

(investor), sedangkan dari luar berasal dari pinjaman. Dalam hal ini diperlukan peran

seorang menejer keuangan untuk menetapkan kebutuhan modal usaha, apakah dibiayai

sendiri dari modal sendiri atau didanai oleh modal diluar perusahaan seperti pinjaman

dana, tentu saja untuk memperoleh dana pinjaman harus dipertimbangkan biaya

modalnya dan kemampuan untuk mengembalikan hutang beserta bunganya.

Suatu retunn on equity yang baik(tinggi), semakain tinggi rasio antara total aktiva

dengan total modal sendiri (equity to assets ratio), berarti modal yang dipunyai

perusahaan banyak dialokasiksn pada aktiva, dan ini akan mempengaruhi return on

equity yang akan diperoleh kelak.

Berawal dari hal tersebut, maka penelitian ini memfokuskan pada pengaruh

keputusan pendanaan terhadap return on equity atau profitabilitas dengan harapan dapat

memberikan alternatif pada perusahaan ini dalam hal pemenuhan dana, sehingga tujuan

perusahaan untuk meningkatkan laba perusahaan dapat terpenuhi dengan meningkatkan

return on equity.

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian diatas, maka perumusan masalah yang penulis buat adalah:

1. Apakah ada pengaruhnya variabel debt ratio dan equity to assets ratio secara

simultan terhadap return on equity yang dilihat dari analisis keuangan dari

perusahaan yang bersangkutan?

2. Di antara kedua variabel bebas debs ratio danequity to assets ratio, manakah yang

lebih besar pengaruhnya terhadap return on equity pada perusahaan tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan penelitian

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendiskripsikan serta pengaruh debt ratio dan equity to assets ratio terhadap

return on equity pada perusahaan.

2. Untuk mengetahui bahwa diantara variabel bebas : debs ratio dan equity to assets

ratio, mana yang lebih besar pengaruhnya terhadap return on equity pada suatu

perusahaan.

2. Metode Penelitian

2.1 Waktu dan lokasi penelitian

Penelitian dimulai bulan Mei sampai September 2009. Pada perusahaan CV.

Anugrah Berlian Blitar. Adapun lokasinya berada di Jalan Raya Garum Blitar No 45.

Page 65: Download Versi Indonesia

2.2 Jenis Penelitian

Berdasarkan pada tujuan maka jenis penelitian yaitu menjelaskan pengaruh debt

ratio dan equity to assets ratio secara simultan terhadap return on equity yang intinya

memfokuskan pada hubungan kausal antara variabel – variabel satu dengan yang

lainnya.

2.3 Populasi dan Sampel

Menurut Emory dan Cooper (1996: 214), menyatakan :

“Populasi adalah seluruh kumpulan elemen yang dapat digunakan untuk membuat

beberapa kesimpulan”.

Populasi adalah perusahaan jasa kontruksi CV. Anugrah Berlian Blitar dan

besarnya sampel menggunakan metode purposive sampling yaitu laporan keuangan

tahun 2004 sampai dengan tahun 2008

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam melaksanakan penelitian, penulis mendapatkan hasil yang diharapkan

dengan menggunakan metode - metode sebagai berikut:

a. Observasi adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan

menggunakan seluruh alat indra (surve atau pengamatan langsung).

b. Interview adalah seluruh dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk

memperoleh infprmasi dari terwawancara.

c. Dokumentasi adalah penelitian menyelidiki benda - benda tertulis seperti buku -

buku, dokumen, peraturan - peraturan, catatan harian dan sebagainya.

2.5 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel

terikat (Y) dengan variabel bebas (X) adalah model regresi berganda. Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut:

ROE= a + b1DR + b2ETAR + E

Dimana:

ROE = rentabilitas modal sendiri (Return On Equity)

a = Konstanta

bl dan b2 = Koefisiensi regresi

DR = Debt Ratio

ETAR = Equity To Assets Ratio

E = Variabel Pengganggu

Analisis kuantitatif dilakukan dengan mengklasifikasikan, membandingkan serta

menghitung data angka dengan menggunakan rumus - rumus yang relevan.

2.6 Pengujian Hipotesis

Sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya maka pengujian

hipotesis dalam penelitian ini adalah dilakukan dengan cara :

Page 66: Download Versi Indonesia

1. Untuk menguji hipotesis pertama, digunakan uji-F (pengujian koefisien regresi

secara simultan) yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah

semua variabel bebas (X) bersama - sama

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

3.1 Penyajian Data

Gambaran Umum Perusahaan

CV.Anugrah Berlian berdiri pada 8 September 1986. Dan mulai berkembang pesat

pada tahun 1991 dan diikutkan pada prakualifikasi DPU Bina Marga di tingkat nasional.

Adapun proyek – proyek yang dikerjakan umumnya didapat dari instansi pemerintah di

lingkungan DPU antara lain : drainase dan jaringan pengairan, jalan, jembatan, landasan

dan lokasi pengeboran darat, gedung dan pabrik, bangunan pengelolahan air bersih dan

air limbah,perumahan dan pemukiman, reklamasi dan pengerukan, dan bendungan.

Perusahaan jasa kontruksi ini terdiri dari para ahli diberbagai bidang, tetutama

bidang sipil, arsitektur, mekanikal dan elektrikal. Karena jasa yang diberikan lebih

banyak dalam bentuk fisik di lapangan maka dibutuhkan para ahli yang berpengalaman

sesuai dengan bidangnya. Para ahli ini adalah putera Indonesia yang ingin turut serta

menyumbangkan baktinya pada negara dengan jalan bekerja dengan penuh dengan

tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi memanfaatkan keahlian yang dimiliki.

3.2 Tujuan Perusahaan

Tujuan yang berperan sebagai landasan (pedoman) bagi perusahaan, terdiri

dari tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Demikian halnya perusahaan ini

dalam melakukan usahanya mempunyai tujuan jangka pendek dan jangka panjang.

1. Tujuan Jangka Pendek

Tujuan ini merupakan, tujuan yang hendak dicapai perusahaan dalam waktu yang

relatif singkat yang pada umumnya berkisar antara satu tahun serta merupakan juga

3.3 Analisis Hasil Penelitian

Dalam penelitian ini laporan keuangan yang digunakan adalah 5 tahun terahkir,

yaitu 2004 sampai dengan 2008, yang diuraikan dalam debt ratio, equity to assets rasio

dan return on equity.

Variabel terikat dipersentasikan dengan menjumlahkan variabel bebas pada

periode tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 pada laporan keuangan yang memiliki

ROE dengan rata – rata (mean) sebesar 23.0260 dengan tingkat standart devisiasi

sebesar 10.72316,DR dengan rata – rata (mean) sebesar20.6560 dengan standart

deviation 14.95573 dan ETAR dengan rata – rata (mean) 79.8720 tingkat standart

deviation15.65371 dari jumlah variabel (N) sebanyak 5.

Page 67: Download Versi Indonesia

Tabel. 4.1

Hasil Analisa Variabel Terikat: return on equity (ROE) yang dipengaruhi oleh variabel

bebas -.debt ratio (DR) dan Equity to assets ratio (ETAR) print out regresi berganda

(Diskriptive Statistics)

Mean

Std.

Deviation N

ROE 23.0260 10.72316 5

DR 20.6560 14.95573 5

ETAR 79.8720 15.65371 5

Sumber data: lampiran

3.4 Analisis Regresi Linier Berganda

Selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas,

yaitu : Debt ratio (X1) dan Equity to assets ratio (X2), terhadap variabel terikat, yaitu :

Return on equity (Y) dari laporan keuangan selama 5 periode, dari tahun 2004 sampai

dengan tahun 2008.

Dalam analisis ini menggunakan model Analisis Regresi Linier berganda yang

berguna untuk mengetahui terdapat atau tidaknya pengaruh antara variabel bebas

terhadap variabel terikat, hasil tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.2.

Hasil Print out Regresi Linier Berganda Dengan Meggunakan Program SPSS versi 11.5.

Model Sum of

Squares R

R

Square

Mean

Square

Unstandardized

Coefficients

Standardiz

ed

Coefficien

ts

B Std. Error Beta

1 Regression 308.904 ,820 ,672 154.452

Residual 151.041

Total 459.945

A (Constant) DR 150.774

-.858

456.083

4.705

-1.197

ETAR -1.377 4.495 -2.011

F(Hitung)2.045

F (Signifikan) .328

t (hilung)

0.331(Signifikarf)

.772

alpha (a) = 0,05 /

5%

Sumber data: lampiran 3

Page 68: Download Versi Indonesia

Dari hasil pegujian Regresi Linier Berganda tersebut diatas, diperoleh persamaan

sebagai berikut, Y= 150,774 + (-0,858)DR + (-1,377) ETAR

Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dijelaskan melalui penjelasan. sebagai

berikut:

• Konstanta (B0) = 150,774

Ini menunjukkan konstanta sebesar 150,774 menyatakan, bahwa jika tidak ada

penambahan (%) sama dengan nol atau konstan dalam debt ratio atau equity to

assets ratio, maka diprediksi ada kenaikan return on equity sebesar 150,774.

• b1 = Koefisien regresi untuk DR = -0,858

Ini menunjukkan, bahwa setiap penambahan 1 % variabel debt ratio, maka

diprediksi ada pengurangan terhadap return on equity sebesar 0,858. Dengan asumsi

koefisien regresi 82 dan Konstanta (Bo) sama dengan 0 atau konstan.

• B2 - Koefisien regresi untuk ETAR = -1,377

Ini menunjukkan, bahwa setiap penambahan 1 % variabel equity to assts ratio,

maka diprediksi ada pengurangan terhadap return on equity sebesar 1,377. Dengan

asumsi koefisien regresi b1 dan Konstanta (Bo) sama dengan 0 atau konstan.

Yang dapat diartikan lain bahwa persamaan regresi berganda terhadap perhitungan

program SPSS, mampu menjelaskan pengaruh variabel independen yaitu debt ratio

dan equity to assets ratio terhadap variabel dependen yaitu return on equity, dengan

ditemukannya nilai R2 (R square) sebesar 0,672 yang berarti bahwa persamaan

regresi tersebut menjelaskan equity to assets ratio dan debt ratio sama - sama

mempunyai pengaruh yang besar sebesar 67.2 % dan sisanya sebesar 32.8 %

dijelaskan oleh variabel lain. Sesuai dengan poin I rumusan masalah dapat

dijelaskan bahwa variabel bebas, yaitu debt ratio dan equity to assets ratio secara

simultan mempunyai pengaruh terhadap ROE yang sebesar 67.2 % dalam artian

pengarunya lemah. Sedangkan dalam rumusan masalah poin 2 dapat dijelaskan

bahwa diantara kedua variabel bebas : debt ratio dan equity to assets ratio yang

mempunyai lebih besar pengaruhnya terhadap ROE adalah equity to assets ratio

(ETAR). Hal tersebut dapat dibuktikan, besarnya 82 (Koefisien regresi untuk ETAR

= -1,377) lebih besar pengaruhnya terhadap besarnya B1 (Koefisien regresi untuk

DR = -0,858) dan didukung dalam uji t yang dapat menunjukkan bahwa ETAR (82)

sebesar 1,377 sedangkan DR (81) sebesar 0,858 yang akhirnya dapat diambil

kesimpulan, sebagai berikut:

• Bahwa setiap penambahan sebesar 1 % terhadap DR dan ETAR yang dapat

mengakibatkan penurunan terhadap ROE.

• Jika tidak adanya penambahan (%) atau sama dengan nol (konstan) dalam debt ratio

dan equity to assets ratio, maka diprediksi akan adanya kenaikan terhadap ROE.

3.5 Uji Hipotesis F

Selanjutnya dilakukan pengujian secara serempak (simultan) dengan

menggunakan uji F untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas, yaitu : debt ratio

(X1), dan equity to assets ratio (X2) terhadap variabel terikat, yaitu : return on equity

(Y).

Page 69: Download Versi Indonesia

Tabel. 4.3.

Hasil Program SPSS Versi 11.5 Untuk Uji F

ANOVA b

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression Residual

Total

308.904

151.041

459.945

2 2 4 154.452

75.520

2.045 .328a

a. Predictors: (Constant), ETAR, DR

b. Dependent Variabel : ROE

Sumber data: lampiran 3

Berdasarkan perhitungan secara simultan dalam label diatas yang menunjukkan

F(hitung) = 2.045 sedangkan df = 2, rata - rata (mean Square) sebesar 154.452 dengan

tingkat signifikansi sebesar 0.328, yang dapat diartikan bahwa uji hipotesis dalam uji F

ditolak artinya tidak ada pengaruh yang signifikan (secara nyata) antara variabel X

terhadap variabel Y.

3.6 Uji Hipotesis t

Selanjutnya untuk mengetahui secara parsial antara equity to assets ratio (X2),

terhadap return on equity (Y) digunakan uji t. Yang diduga equity to assets ratio

(ETAR) yang paling berpengaruh terhadap return on equity (ROE).

Tabel. 4.4 Basil Program SPSS versi 11.5 Untuk Uji t.

Coefficient a

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) DR

ETAR

150.774 -

.858 -

1.377

456.083

4.705

4.495

-1.197 -2.011

.331 -.182

-.306

.772 .872

.788

a Dependent Variabel : ROE Sumber data : lampiran 3

Berdasarkan perhitungan secara parsial diperoleh t (hitung) = -0,306 yang

mempunyai B0 (constant) = 150.774, b1 (X1) = -.858, B2 (X2) = -1.377 dengan tingkat

signifikan sebesar 0,788. yang dapat diartikan bahwa uji hipotesis dalam uji t ditolak

artinya secara parsial equity to assets ratio (X2) tidak berpengaruh secara nyata terhadap

return on equity (Y) sebagai variabel terikat.

3.7 Pengujian Hipotesis 1

Dalam uji hipotesis 1 yang menyatakan diduga variabel deb; ratio dan equity to

assets ratio secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return on

equity. Hasil uji F yang disajikan dalam tabel diatas yang pengujiannya dilakukan

dengan menggunakan analisis regresi berganda menunjukkan bahwa F(hitung) sebesar

2.045 yang mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0.328, yang dapat diartikan bahwa

Page 70: Download Versi Indonesia

uji hipotesis dalam uji F ditolak artinya tidak ada pengaruh yang signifikan (secara

nyata) antara variabel X (DR dan ETAR) terhadap variabel Y (ROE).

4. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan hipotesis yang telah diuraikan diatas, maka dapat

disimpulakn sebagai berikut:

1. Dari hasil pembahasan bahwa variabel bebas : debt ratio dan equity to assets ratio

secara simultan mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat : return on equity

sebesar 76.2 % dan sisanya sebesar 32.8 % dijelaskan oleh variabel lain.

2. Dari hasil analisis dengan uji F secara simultan diperoleh Fhitung = 2.045 dengan

tingkat signifikansi sebesar 0.328 yang artinya bahwa variabel debt ratio dan equity

to assets ratio tidak mempunyai pengaruh secara nyata terhadap return on equity.

3. Dari hasil analisis dengan uji t, equity to assets ratio tidak mempunyai pengaruh

secara nyata terhadap return on equity dikarenakan besarnya t-(hitung) (ETAR)

sebesar -.306 dengan besarnya 82 (Koefisien regresi untuk ETAR sebesar -1,377)

yang jauh lebih kecil dari pada besarnya t.(hitung) (constant) sebesar 0.331 dengan

B0 (Konstanta) sebesar 150,774.

2. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan, maka saran - saran yang dapat di

kemukakan adalah :

1. Diharapkan dalam penelitian selanjutnya menggunakan lebih dari 2 variabel

independen, sehingga penelitihannya bisa lebih akurat dan dapat menghasilkan hasil

yang lebih signifikan.

2. Perlunya penambahan bukti tentang penelitihan terdahulu yang menyatakan bahwa

variabel independen: debt ratio (X1) dan equity to assets ratio (X2) tidak adanya

pengaruh terhadap variabel dependen (Y).

3. Agar menghasilkan penelitian yang jauh lebih baik dari penelitian ini, maka

perlunya penambahan jumlah sampel (N) yang diambil lebih dari 5 tahun atau 5

periode.

4. Karena kurang tajammya variabel indepanden: equity to assets ratio (X2), maka

sebaiknya dalam penelitian selanjutnya variabel tersebut diganti dengan variabel

yang lebih tajam.

Page 71: Download Versi Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Mahnun. (2004), Efektivitas Penggunaan Modal Kerja dalam Rangka

Meningkatkan Rentabilitas Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Jasa Kontruksi CV.

Anugrah Berlian Blitar), Skripsi Sarjana (Tidak Dipublikasikan), malang: Fakultas

Ilmu Administrasi UNIBRAW.

Emory, C william. Cooper, R Dhonald. (1996). Metode Penelitian Bisnis (Edisi Kelima),

Jakarta: Erlangga.

Hadi, Nurul. (2004), Pemilihan Alternatif Antara Hutang Jangka Panjang Dan Leasing

Dalam Rangka Pemenuhan Aktiva Tetap Guna Meningkatkan Rentabilitas, Skripsi

Sarjana (Tidak Dipublikasikan), Blitar: fakultas Ekonomi UNISBA.

Halim, Abdul Sarwoko (1995). Manajemen Keuangan Dasar - dasar Pembelanjaan

Perusahaan (Edisi Pertama), Yogja karta : AMP YKPN

Mamduh (2003). Manajemen Keuangan Internasional, Edisi 2003 / 2004, Cetakan Pertama,

Penerbit: BPEE. Yogjakarta.

Keown, Artur J. Scoot, David F. Martin John D, Petty jay W (1999). Dasar -dasar

Manajemen Keuangan, Terjemaan oleh Chaerul D Djakman, Jakarta : Salemba

Empat.

Riyanto, Bambang (1998). Dasar - dasar Pembelanjaan Perusahaan, Cetakan Ketiga, Yogja

Karta : BPFE.

Sutrisno (2003). Manajemen Keuangan, Konsep dan Aplikasi, Edisi pertama, Cetakan

Kedua, Yogja Karta: Ekonisia, FEUI.

Weston, J fred. Copeland, E thomas (1996). Manajemen Keuangan, Terjemahan : Yohanes

lamarto, Cetakan Keenam, Jakarta: Erlangga.

Page 72: Download Versi Indonesia

PENGARUH DIMENSI KUALITAS PELAYANAN

TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DI MINIMARKET KOTA BLITAR

Oleh:

Denok Wahyudi Setyo Rahayu

Abstract

The purpose research is to examine the influence the service quality of

dimension to customer satisfaction. The study employs customer at “

minimarket” at the second week of June 2010 in Blitar City. By using

regression with F-test and t-test it has been found that the underlined

hypothesis are proved significant. The result is service quality of dimension

influence to customer satisfaction at simultaneous and partial. With dominant

factor is responsiveness, reliability, empathy, assurance, and next tangibles.

Keywords: service quality of dimension, customer satisfaction

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Kegiatan berbelanja merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi sebagian besar

orang. Kegiatan ini biasanya melonjak pada awal bulan yaitu pada saat setelah penerimaan

gaji bagi mereka yang berpenghasilan dari pegawai suatu instansi. Beragam jenis barang

dibeli untuk dikonsumsi terutama barang-barang yang berkenaan dengan kebutuhan sehari-

hari seperti sembako, perlengkapan mandi, kosmetik, dan lain-lain.

Minimarket merupakan tempat berbelanja praktis yang menyediakan berbagai

macam kebutuhan konsumen. Dipajang, disediakan banyak pilihan, kompetisi harga,

kebersihan dan kenyamanan ruangan, keramahan petugas minimarket merupakan hal-hal

yang tidak terpisahkan dari minimarket.

Di kota Blitar terdapat beberapa minimarket yang berdiri dengan memberikan dan

menyediakan kebutuhan para calon konsumen. Dari beberapa minimarket yang ada di kota

Blitar terdapat kesamaan yaitu berusaha memberikan yang terbaik bagi konsumen baik dari

segi harga yang murah, kenyamaan suasana, keramahan petugas yang tidak terabaikan yang

berkaitan dengan kualitas pelayanan yang pada akhirnya dapat memberikan kepuasan bagi

para pelanggan (konsumen).

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar

Page 73: Download Versi Indonesia

Menurut Sianipar (1999:32) kualitas pelayanan difokuskan kepada cara penyerahan

dan pada saat penggunaan sejauhmana dapat memenuhi ketentuan-ketentuan dasar desain

atau kesepakatan serta waktu pemeliharaan dan perbaikan. Kualitas jasa atau pelayanan

berpusat pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketetapan

pengabdiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Parasuraman et. al (1988)

mengartikan kualitas sebagai suatu bentuk sikap, berhubungan namun tidak sama dengan

kepuasan, yang merupakan hasil dari perbandingan antara harapan dengan kinerja aktual.

Hope dan Muhlemann (Nurcaya, 2007:4), kualitas pelayanan adalah salah satu unsur

penting dalam organisasi jasa. Sehingga dapat disimpulkan kualitas pelayanan merupakan

upaya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan dalam rangka pemenuhan

harapan pelanggan tersebut. Para pelanggan akan mencari produk berupa barang atau jasa

dari perusahaan yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepadanya (Assauri, 2003:

25).

Dalam kualitas pelayanan terdapat 5 dimensi kualitas jasa/pelayanan (Parasuraman

et al., 1988 : 12), yaitu : tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan empathy.

Menurut Parasuraman et al. (Tjiptono, 1997:26) didalam mengevaluasi jasa yang bersifat

intangibles, pelanggan umumnya menggunakan beberapa atribut sebagai berikut : bukti

langsung (tangibles), meliputi fisik, fasilitas, perlengkapan, pegawai; keandalan

(reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat dan

akurat; daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan dari para staf dan karyawan untuk

membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap, seperti kemudahan

layanan; jaminan (assurance), mencakup pengetahuan kemampuan kesopanan dan sifat

dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan,

seperti pemenuhan hak pelanggan; serta empati (empathy), meliputi kemudahan dalam

melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan

pelanggan, seperti kepedulian dan kedekatan dengan pelanggan.

Kepuasan pelanggan merupakan tujuan dari kualitas pelayanan. Kepuasan pelanggan

dapat dinilai dari bagaimana pelanggan melakukan pembelian ulang, hal ini dapat terlihat

dari pelayanan jasa seperti pelayanan di minimarket. Semakin sering membeli maka harapan

pelanggan telah terpenuhi. Sunarto (2004:17) berpendapat bahwa kepuasan pelanggan

merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan

antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya. The

customer satisfaction approach defines (Kärnä, 2004, 71), quality as the extent to which a

product or service meets and/or exceeds a customer’s expectations. Sehingga dapat

disimpulkan kepuasan pelanggan sebagai perasaan senang atau kecewa seorang pelanggan

tehadap pemenuhan harapan-harapan.

Pada umumnya faktor-faktor yang menentukan harapan pelanggan meliputi

kebutuhan pribadi, pengalaman masa lalu, rekomendasi, dan iklan yang kesemuanya teracu

pada kepuasan pelanggan. Zeithmal et al. (Tjiptono,1997:28-29) mengungkapkan bahwa

harapan pelanggan terbentuk oleh beberapa faktor, yaitu: sensivitas pelanggan terhadap jasa,

kebutuhan dasar, faktor individual yang bersifat sementara, persepsi pelanggan, keterlibatan

pelanggan, situasi, pernyataan personal maupun non personal, kesesuaian dengan janji,

word of mouth, dan pengalaman pelanggan.

Harapan pelanggan tersebut muncul dengan sendirinya, misal harapan

pelanggan/konsumen minimarket jika mereka kesulitan dalam menemukan barang yang

ingin dibeli, maka seyogyanya pelayan minimarket bisa segera membantu untuk

menemukan barang yang dimaksud. Disini kepekaan pelayan dibutuhkan.

Page 74: Download Versi Indonesia

Pada penelitian terdahulu yang ditulis Wiyono dan Wahyuddin (2005), dalam jurnal

“Studi Tentang Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Konsumen di Rumah Sakit Islam

Manisrenggo Klaten”, dengan variabel kepuasan konsumen dan kualitas layanan

(keandalan, daya tangkap, kepastian, empati, dan bukti fisik), dihasilkan bahwa semua

variabel kualitas layanan memiliki pengaruh sigfikan terhadap kepuasan konsumen Rumah

Sakit Islam Manisrenggo Klaten. Variabel kualitas layanan paramedis memiliki pengaruh

terbesar kemudian kualitas kenyamanan penunjang medis, dan terkecil kualitas layanan

medis. Selanjutnya, Yuliarmi dan Riyasa (2007) dalam jurnal Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Terhadap Pelayanan PDAM Kota Denpasar

menunjukkan hasil faktor keandalan (reliability), faktor ketanggapan (responsiveness),

faktor keyakinan (assurance), faktor empati (emphaty), dan faktor berwujud (tangible)

berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan PDAM Kota Denpasar; serta secara

parsial faktor ketanggapan (responsiveness), faktor keyakinan (assurance), faktor empati

(emphaty), dan faktor berwujud (tangible) berpengaruh nyata dan positif terhadap kepuasan

pelanggan PDAM Kota Denpasar, sedangkan faktor keandalan (reliability) dalam model ini

tidak berpengaruh nyata dan positif terhadap kepuasan pelanggan PDAM Kota Denpasar.

1.2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana pengaruh dimensi kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan di

minimarket kota Blitar ?

b. Bagaimana pengaruh dimensi kualitas pelayanan secara parsial terhadap kepuasan

pelanggan dan faktor apakah yang dominan mempengaruhi kepuasan pelanggan di

minimarket kota Blitar ?

1.3. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pengaruh dimensi kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan di

minimarket kota Blitar.

b. Untuk mengetahui pengaruh dimensi kualitas pelayanan secara parsial terhadap

kepuasan pelanggan dan faktor yang dominan mempengaruhi kepuasan pelanggan di

minimarket kota Blitar.

2. Kerangka Konseptual dan Hipotesis

2.1 Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini menggunakan 1 variabel bebas yaitu kepuasan pelanggan (Y)

dan variabel terikat yaitu dimensi kualitas pelayanan (X) dengan atribut bukti langsung,

keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati (Parasuraman et al., 1988 : 12).

Gambar 1

Pengaruh Dimensi Kualita Pelayanan Terhadap

Kepuasan Pelanggan

2.2 Hipotesis

a. Dimensi kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan.

Dimensi Kualitas

Pelayanan (X) Kepuasan

Pelanggan (Y)

Page 75: Download Versi Indonesia

b. Faktor bukti langsung, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati secara parsial

berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan.

3. Metode Penelitian

3.1 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah pelanggan atau konsumen minimarket, sedangkan sampel

penelitian adalah pelanggan yang melakuakan pembelian atau berbelanja di minimarket di

kota Blitar pada minggu kedua bulan Juni 2010. Penentuan sampel menggunakan

nonprobability sampling, yaitu dengan cara aksidental sampling, artinya penentuan sampel

berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan ditemui yang sedang

berbelanja di minimarket di kota Blitar.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer, yaitu data yang diperoleh

langsung dari pelanggan selaku responden penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan

cara menyebar kuesioner yang berisi pernyataan mengenai dimensi kualitas pelayanan dan

kepuasan pelanggan dengan menggunakan skala likert yaitu, sangat setuju, setuju, cukup

setuju, kurang setuju, dan tidak setuju.

4. Variabel Penelitian

4.1 Klasifikasi Varabel Penelitian

a. Variabel bebas : kepuasan pelanggan (Y)

b. Variabel terikat : dimensi kualitas pelayanan (X)

4.2 Definisi Konseptual

a. Kepuasan pelanggan merupakan perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul

setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja suatu produk

dan harapan-harapannya (Sunarto, 2004:17).

b. Dimensi kualitas pelayanan merupakan suatu bentuk sikap,berhubungan namun tidak

sama dengan kepuasan, yang merupakan hasil dari perbandingan antara harapan dengan

kinerja aktual (Parasuraman et. al , 1988).

4.3 Definisi Operasional

a. Kepuasan pelanggan merupakan perasaan senang atau kecewa seorang pelanggan

tehadap pemenuhan harapan-harapan, dengan atribut kepuasan pelanggan.

b. Dimensi kualitas pelayanan merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dan

keinginan pelanggan dalam rangka pemenuhan harapan pelanggan tersebut, dengan

atribut bukti langsung, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati (Parasuraman et

al., 1988 : 12).

5. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah uji validitas dan uji

reliabilitas kuesioner. Selanjutnya, data kuesioner dianalisis menggunakan regresi liner

berganda melalui uji statistik deskriptif, uji F dan uji-t. Susunan model empiriknya adalah:

Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5

Page 76: Download Versi Indonesia

Keterangan :

Y : Kepuasan pelanggan X4 : Jaminan

X1 : Bukti langsung X5 : Empati

X2 : Keandalan a : Konstanta

X3 : Daya tanggap b1,2,3,4,5 : Koefisien regresi

6. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Penelitian yang dilaksanakan pada minggu kedua bulan Juni 2010 mendapatkan data

sebanyak 100 orang responden. Responden yang digunakan dalam penelitian adalah orang

yang sedang melakukan kegiatan berbelanja di minimarket kota Blitar pada minggu kedua

bulan Juni 2010 dan mengisi angket/kuisioner yang dibagikan peneliti.

a. Uji Validitas

Hasil uji validitas berdasarkan kuisioner variabel dmensi kualitas pelayanan (X)

yang terdiri dari bukti langsung (X1), keandalan (X2), daya tanggap(X3), jaminan (X4), dan

empati(X5), serta kepuasan pelanggan (Y) menunjukkan semua variabel memiliki r-hitung

lebih besar dari r-tabel sehingga dinyatakan valid.

b. Uji Reliabilitas

Hasil uji relibilitas berdasarkan kuisiner variabel dimensi kualitas pelayanan (X)

yang terdiri dari bukti langsung (X1), keandalan (X2), daya tanggap(X3), jaminan (X4), dan

empati(X5)serta kepuasan pelanggan (Y) menunjukkan semua variabel memiliki r-aplha

lebih besar dari r-tabel sehingga kuisioner yang disusun dinyatakan reliabel.

c. Hasil Analisis Data

Hasil analisis deskriftif menunjukan bahwa pada X1 responden menyatakan sangat

setuju (39%), setuju (62%), dan cukup setuju (3%); X2 responden menyatakan sangat setuju

(51%), setuju (48%), dan cukup setuju (1%); X3 responden menyatakan sangat setuju (55%),

setuju (43%), dan cukup setuju (2%); X4 responden menyatakan sangat setuju (40%), setuju

(57%), dan cukup setuju (3%); X5 responden menyatakan sangat setuju (48%), setuju (51%),

dan cukup setuju (1%); dan Y responden menyatakan sangat setuju (60%) dan setuju (40%).

Hasil pengolahan data untuk pengaruh dimensi kualitas pelayanan secara simultan

dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan adalah sbb :

Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5

= 0,888 – 0,324 + 0,183 + 0,413 + 0,411 + 0,216

Keterangan :

Y : Kepuasan pelanggan X4 : Jaminan

X1 : Bukti langsung X5 : Empati

X2 : Keandalan a : Konstanta

X3 : Daya tanggap b1,2,3,4,5 : Koefisien regresi

Artinya konstanta sebesar 0,888 menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan nilai

dari variable X (dimensi kualitas pelayanan) maka nilai Y (kepuasan pelanggan) adalah

0,888. Koefisien regresi sebesar (-0,324); (0,183) ; (0,413); (0,411); dan (0,216)

menyatakan bahwa setiap penambahan atau pengurangan (tanda (+) dan tanda (-)) satu skor

atau nilai vaiabel dimensi kualitas pelayananan maka akan terjadi kenaikan dan

pengurangan skor sebesar (-0,324) ; (0,183) ; (0,413); (0,411); dan (0,216).

Untuk nilai signifikansi, jika 0,05< sig, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya

tidak signifikan, dan sebaliknya jika 0,05> sig, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya

Page 77: Download Versi Indonesia

signifikan. Berdasarkan hasil tabel ANOVA, nilai sig. 0,000 yaitu 0,05 > 0,000, maka Ho

ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan. Jadi dimensi kualitas layanan secara simultan

berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Besarnya koefisien determinasi Rsquare = 0,633 =

63,3 %, dan besarnya pengaruh variabel lain yaitu = 1- 0,633 = 0,367 = 36,7%.

Sedangkan secara parsial atau individu, untuk nilai signifikansi, jika 0,05< sig, maka

Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan, dan sebaliknya jika 0,05> sig, maka Ho

ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan. Berdasarkan hasil uji t diperoleh hasil bahwa

pada atribut bukti langsung, nilai sig. 0,002 yaitu 0,05 > 0,002 , maka Ho ditolak dan Ha

diterima, artinya signifikan, sehingga bukti langsung secara individu berpengaruh terhadap

kepuasan pelanggan; atribut keandalan nilai sig. 0,017 yaitu 0,05 > 0,017 , maka Ho ditolak

dan Ha diterima, artinya signifikan, sehingga keandalan secara individu berpengaruh

terhadap kepuasan pelanggan; atribut daya tanggap nilai sig. 0,000 yaitu 0,05 > 0,000 ,

maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan, sehingga daya tanggap secara individu

berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan; atribut assurance, nilai sig. 0,001 yaitu 0,05 >

0,001 , maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan, sehingga assurance secara

individu berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan; dan atribut empati, nilai sig. 0,028

yaitu 0,05 > 0,028 , maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan, sehingga empati

secara individu berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa daya tanggap dominan pada kualitas

pelayanan dilanjutkan keandalan, empati, jaminan kemudian yang terakhir bukti langsung.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa dimensi kualitas layanan secara simultan dan

parsial berpengaruh secara positif terhadap kepuasan pelanggan. Pelayanan yang baik

diperlukan dalam pemasaran produk jasa, dengan pelayanan yang positif akan memberikan

pengaruh yang positif pula dalam kepuasan pelanggan. Sehingga penelitian ini sependapat

dengan penelitian Wiyono dan Wahyuddin (2005) bahwa kualitas pelayanan berpengaruh

terhadap kepuasan pelangggan, serta menolak penelitian dari Yuliarmi dan Riyasa bahwa

kualitas pelayanan pada faktor keandalan secara parsial tidak berpengaruh terhadap

kepuasan pelanggan.

7. Kesimpulan dan Saran

Dimensi kalitas pelayanan yang terdiri dari atribut bukti langsung, keandalan, daya

tanggap, jaminan, dan empati secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap kepuasan

pelanggan dengan faktor daya tanggap dominan pada kualitas pelayanan dilanjutkan

keandalan, empati, jaminan kemudian yang terakhir bukti langsung. Dengan demikian,

diharapkan minimarket lebih memperhatikan faktor bukti langsung seperti keterersediaan

barang-barang di minimarket karena faktor bukti langsung kurang berkenan di hati

pelanggan. Sedangkan untuk peneliti selanjutnya, sebaiknya mengembangkan atribut lain

seperti harga, perilaku konsumen, serta budaya untuk melihat seberapa besar pengaruhnya

terhadap kepuasan pelanggan mengenai produk jasa (pembelian di minimarket).

DAFTAR PUSTAKA

Assauri, Sofjan, 2003. Customer Service yang Baik Landasan Pencapaian Customer

Satisfaction. Usahawan, No. 01, Tahun XXXII, Januari, hlm.25-30.

Page 78: Download Versi Indonesia

Kärnä, Sami, 2004. Analysing customer satisfaction and quality in construction – the case of

public and private customers. Nordic Journal of Surveying and Real Estate

Research : Special Series Vol. 2 . P 67-79.

Nurcaya, I Nyoman, 2007. Analisis Kualitas Pelayanan Rumah Sakit di Provinsi Bali .

Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Hlm 1-22 .

Parasuraman, A., Zeithaml, V., dan Berry, L, 1988. SERVQUAL: A Multiple Item Scale

For Measuring Consumer Perceptions of Service Quality. Journal of Retailing :

64(1). P 12–40.

Sianipar, 1999, Manajemen Jasa, Andi, Yogyakarta.

Sunarto, 2004. Manajemen Pemasaran. Edisi Kedua. Yogyakarta:AMUS.

Tjiptono, Fandy, 1997. Strategi Pemasaran. Yogyakarta : Andi.

Wiyono, Azis Slamet dan M. Wahyudin, 2005. Studi Tentang Kualitas Pelayanan Dan

Kepuasan Konsumen Di Rumah Sakit Islam Manisrenggo Klaten. Jurnal

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hlm 1-12.

Yuliarmi, Ni Nyoman dan Riyasa, 2007. Analisis Factor-Faktor yang Mempengaruhi

Kepuasan Pelangan Terhadap Pelayanan PDAM Kota Denpasar. Buletin Studi

Ekonomi Volume 12 Nomor 1 Universitas Udayanan Denpasar. P. 9-28.

Page 79: Download Versi Indonesia

ANALISIS USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENDAPATAN USAHATANI SEMANGKA NON BIJI Citrullus vulgaris, Schard) DI

DESA MARON KECAMATAN SRENGAT KABUPATEN BLITAR

Oleh:

Tri Kurniastuti

Abstract

The objection of the research were (a) to know and studying of the non kernel

watermelon farming effort efficiency level in Desa Maron, Kecamatan Srengat

Kabupaten Blitar; (b) to studying of the factors which influence of water melon

non kernel farmer incomes in Desa Maron, Kecamatan Srengat Kabupaten

Blitar.

The result of the research were (a) the farming effort has been done in a efficien

for non kernel watermelon or with kernel watermelon. It could evidence with the

largest of RC ratio value was > 1. The RC ratio value non kernel watermelon

was 1.98.

The factors which influence of non kernel watermelon farming effort was seed,

fertilizer (urea, SP-36, NPK and ZA), input MPHP, farming land and employee

and (b) the factors which influence of with kernel watermelon farming effort

was fertilizer (urea, SP-36, NPK, ZA and Bokasi), input PPC, farming land and

employee.

Keyword: Farming effort, and farmer incomes

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Letak geografis Jawa yang berada di pertengahan wilayah Nusantara dan di antara

benua Asia dan Australia membuat Pulau Jawa memiliki keunggulan wilayah sebagai pusat

pertumbuhan ekonomi maupun pemerintahan. Sebagai pusat kegiatan ekonomi,

pemerintahan dan fasilitas sosial yang lebih baik maka Pulau Jawa merupakan tempat

pemukiman yang paling disenangi pula. Akumulasi perkembangan penduduk, industri dan

infrastruktur tentu telah meningkatkan tekanan permintaan lahan. Lahan pertanian semakin

berkurang luasnya dan mahal harganya.

Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Balitar

Page 80: Download Versi Indonesia

Produksi buah-buahan di Indonesia sebagian besar masih dihasilkan di Pulau Jawa

dan pengusahaannya masih bersifat tradisional. Namun ada beberapa jenis buah seperti

mangga, rambutan, jeruk dan pisang sudah banyak petani yang mengusahakannya dalam

bentuk kebun yang dipelihara secara khusus (Basir, 1995).

Upaya pengembangan tanaman buah-buahan terdapat beberapa langkah yang

diupayakan. Pengkajian ulang terhadap potensi kecocokan agroklimat, sarana/prasarana

yang harus dipenuhi, dan tersedianya pasar akan sangat mempengaruhi keberhasilan

kegiatan penumbuhan sentra produksi buah-buahan. Pembuatan kebun sentra buah-buahan

ditujukan untuk memasok kebutuhan bahan industri pengolahan dan memenuhi kebutuhan

pasar baik dalam maupun luar negeri dengan kualitas yang kompetitif. Rehabiliasi sentra

produksi juga dapat dilakukan dalam upaya untuk mencapai tujuan pengembangan

tanaman buah-buahan khususnya dan komoditi pertanian pada umumnya.

Buah yang tumbuh di Indonesia sangat beragam, dari yang berukuran kecil sampai

yang berukuran besar, dari yang terasa masam sampai yang manis dan menyegarkan. Bagi

masyarakat Indonesia, mengkonsumsi buah merupakan hal yang tidak istimewa. Bahkan

tidak jarang dikumpai di pedesaan buah yang dipanen dibagi-bagikan kepada tetangga,

bahkan bila bertepatan dengan panen raya harganya akan turun (Sunarjono, 1983).

Semangka (Citrullus vulgaris, Schard) termasuk salah satu jenis tanaman buah-

buahan semusim yang mempunyai arti penting bagi perkembangan sosial ekonomi rumah

tangga maupun negara. Pengembangan budidaya komoditas ini mempunyai prospek cerah

karena dapat mendukung upaya peningkatan pendapatan petani, pengentasan kemiskinan,

perbaikan gizi masyarakat, perluasan kesempatan kerja, pengurangan impor dan

peningkatan ekspor non-migas (Rukmana, 1994).

Tanaman semangka merupakan komoditi yang sudah lama diusahakan oleh petani

di Desa Maron yaitu sejak 1987. Dengan semakin berkembangnya ilmu ilmu pengetahuan

dan teknologi yang ada sekarang ini khususnya dalam bidang pembangunan pertanian,

pada tahun 1999 dengan mendatangkan tenaga kerja atau tenaga ahli dari Banyuwangi

dengan dibantu oleh Dinas Pertanian setempat, para petani di Desa Maron mulai banyak

belajar tentang budidaya semangka non biji hingga sekarang ini komoditi semangka terus

meningkat. Dari segi pemasaran semangka hampir tidak menemui hambatan bahkan

petani semangka di Desa Maron sudah mulai mendatangkan pedagang langsung dari luar

seperti Surabaya dan Blitar serta daerah lainnya di Jawa Timur.

Tanaman semangka adalah merupakan komoditi yang sudah lama diusahakan

oleh petani di Desa Maron yaitu sejak tahun 1987. Dengan semakin berkembangnya ilmu

pengetahuan dan teknologi yang ada sekarang ini khususnya dalam bidang pembangunan

pertanian, pada tahun 1999 dengan mendatangkan tenaga kerja/tenaga ahli dari

Banyuwangi dengan dibantu oleh Dinas Pertanian dan PPL setempat, para petani di Desa

Maron mulai belajar tentang budidaya semangka. Sampai saat ini komoditi ini terus

berkembang. Ditinjau dari sisi pemasaran semangka tidak menemui hambatan bahkan

pemasaran semangka di Desa Maron sudah mulai mencakup wilayah Surabaya dan Blitar.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui dan mempelajari besarnya tingkat efisiensi usahatani semangka

non biji di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar.

2. Untuk mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani semangka

non biji di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar.

Page 81: Download Versi Indonesia

2. Metode Penelitian

2.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara sengaja yang berdasarkan potensi yang

ditetapkan di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar. Hal ini didasari atas

pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan sentra penghasil komoditas buah-buahan

termasuk semangka. Menurut Singarimbun dan Efendi (1989) pertimbangan dalam

penentuan daerah penelitian harus sesuai dengan tujuan penelitian. Kegiatan penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan bulan Maret 2010.

2.2 Metode Penentuan Petani Sampel

Surakhmad (1990) menyatakan bahwa bila populasi kurang dari 100, digunakan

contoh sebanyak 50 persen, bila populasi antara 100 - 1000 maka digunakan contoh

sebanyak 15-50 persen dan bila populasi diatas 1000 maka digunakan contoh sebanyak

15 persen.

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara random sampling. Populasi

diambil sampel secara acak yaitu 15 responden petani semangka non biji. Adapun jumlah

populasi petani semangka di daerah penelitian adalah 75 petani .

2.3 Metode Pengumpulan dan Pengamatan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer diambil dari hasil wawancara berstruktur dengan menggunakan daftar

pertanyaan dengan petani sampel. Data primer yang dikumpulkan meliputi luas lahan,

jumlah produksi, harga jual tingkat produsen. Sedangkan data sekunder diambil dari

berbagai instansi yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

2.4 Metode Penentuan Sampel

Surakhmad (1990) menyatakan bahwa bila populasi kurang dari 100, digunakan

contoh sebanyak 50 persen, bila populasi antara 100 - 1000 maka digunakan contoh

sebanyak 15-50 persen dan bila populasi diatas 1000 maka digunakan contoh sebanyak

15 persen.

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara random sampling. Populasi

diambil sampel secara acak yaitu 15 responden petani semangka non biji. Adapun jumlah

populasi petani semangka di daerah penelitian adalah 75 petani .

2.5 Metode Pengumpulan dan Pengamatan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer diambil dari hasil wawancara berstruktur dengan menggunakan daftar

pertanyaan dengan petani sampel. Data primer yang dikumpulkan meliputi luas lahan,

jumlah produksi, harga jual tingkat produsen. Sedangkan data sekunder diambil dari

berbagai instansi yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

2.6 Metode Analisa

a. Untuk mengetahui faktor-faktor produksi yang mempengaruhi pendapatan usahatani

semangka digunakan fungsi produksi Cobb-Douglass yang diformulasikan sebagai

berikut:

Y = a X1b1

X2b2

X3b3

X4b4

e

Page 82: Download Versi Indonesia

Selanjutnya ditransformasikan ke dalam bentuk linier sebagai berikut:

Log y = log a + b1 log x1 + b2 log x2 + b3 log x3 + b4 log x4 + b5 log x5 + b6 log x6+ b7 log x7 + b8 log

x8+ b9 log x9+ b10 log x10+ b11 log x11+ b12 log x12 + e

Dimana:

y = Pendapatan (Rp)

a = Konstanta

b1-b12 = Koefisien regresi

x1 = Benin (Rp)

x2 = Urea (Rp)

x3 = SP-36 (Rp)

x4 = KC1 (Rp)

x5 = ZA (Rp)

x6 = NPK (Rp)

x7 = Bokasi (Rp)

x8 = PPC (Rp)

x9 = Pestisida (Rp)

x10 = MPHP (Rp)

x11 = Lahan (Rp)

x12 = Tenaga kerja (Rp)

Analisis biaya dan pendapatan usahatani dihitung dengan formulasi sebagai berikut:

π = Pendapatan (Rp)

TR = Total penerimaan usahatani semangka (Q . Pq)

Q = Jumlah semangka yang dihasilkan

Pq = Harga semangka per kg

TC = Total biaya yang dikeluarkan untuk usaliatani semangka

Untuk melihat layak tidaknya usahatani semangka digunakan analisis efisiensi dengan rumus

sebagai berikut:

π = TR - TC

dimana :

π = Pendapatan

TR = Total penerimaan usahatani semangka (Q . Pq)

Q = Jumlah semangka yang dihasilkan

Pq = Harga semangka per kg

TC = Total biaya yang dikeluarkan untuk usahatani semangka

Untuk melihat layak tidaknya usahatani semangka digunakan analisis efisiensi

dengan rumus sebagai berikut:

R/C = TR/TC

= Q x Pq / TC

Untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani semangka digunakan analisa R/C.

Adapun kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

1. Apabila R/C > 1, berarti usahatani efisien dan menguntungkan.

2. Apabila R/C < 1, berarti usahatani tersebut tidak efisien.

3. Apabila R/C = 1, berarti tidak untung dan tidak rugi (impas).

b. Uji analisis regresi

Page 83: Download Versi Indonesia

Analisis regresi menjelaskan pengaruh input terhadap pendapatan untuk usahatani

semangka non biji di daerah penelitian. Alat Bantu yang digunakan adalah fungsi produksi

Cobb-Douglas dalam bentuk logaritma. Fungsi produksi ini digunakan untuk menjelaskan

hubungan antara Y (variabel terikat) dan X (variabel bebas). Kemudian dianalisis dengan uji t.

3. Hasil dan Pembahasan

Lokasi penelitian dilaksanakan pada petani yang ada di desa Maron Kecamatan

Srengat Kabupaten Blitar.

Menurut data Monografi tahun 2009, Desa Maron mempunyai luas wilayah 286.6

hektar dengan topografi dataran rendah dengan ketinggian tempat dari permukaan laut 131

m di atas permukaan laut. Batas Wilayah Desa Maron adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Kandangan dan Desa Wonorejo

Sebelah Selatan : Desa Selokajang dan Desa Purwokerto

Sebelah Barat : Desa Wonorejo dan Desa Purwokerto

Sebelah Timur : Desa Selokajang dan Desa kandangan

Penggunaan lahan di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar relativ

sudah cukup baik dimana penggunaan lahan sawah seluas 66 hektar, lahan kering seluas 220

hektar dan tanah tegalan seluas 0.6 hektar.

Jika dilihat dari seluruh luas lahan tersebut maka luas lahan kering menempati luas

lahan yang paling luas kemudian dikuti oleh lahan sawah dan tegalan. Lahan kering di Desa

Maron sepanjang tahun sebagian kecil sudah ditanami sayuran terutama pada menjelang

musim penghujan. Lahan kering tersebut masih potensial untuk dikembangkan dan

dimanfaatkan untuk ditanami tanaman sayuran karena paling luas. Jika hal ini dilakukan

maka dapat meningkatkan pendapatan serta memenuhi kebutuhan pangan penduduk

setempat dan sekitarnya.

Hal inididukung oleh jumlah penduduk yang cukup yaitu 4.014 jiwa dan sebagian

besar bermatapencaharian sebagai petani. Namun kendalanya adalah lahan tersebut belum

digarap secara optimal karena belum ada saluran irirgasi/drainase. Sedangkan lahan sawah

sudah optimal penggarapannya karena sebagian besar lahan sawah sistem pengairannya

menggunakan sistem irigasi teknis dan sebagian kecil menggunakan sistem irigasi semi

teknis.

Umumnya pola tanam lahan sawah di Desa Maron Kecamatan Srengat kabupaten

Blitar sebagian besar adalah padi pada musim penghujan, kemudian sayuran pada musim

kemarau satu dan sayuran pada musim kemarau dua. Sebagian kecil dari luas lahan di Desa

Maron yang pola tanamnya padi kemudian padi dan palawijo. Hal ini karena menurut

perhitungan uasahatani mereka pada pola tanam padi, sayuran kemudian sayuran lebih

menguntungkan dibandingkan dengan padi, padi dan palawija.

a. Keadaan Sosial Ekonomi

Keadaan Penduduk di Desa Maron berjumlah 4.014 jiwa, terdiri dari 2.059 jiwa laki-

laki dan 1955 perempuan. Data yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian

besa rpenduduk termasuk usia kerja yang produktif, yaitu berusia 16 – 25 tahun mencapai

687 jiwa atau 17.12 % dan yang berumur 26 – 59 tahun mencapai 1.483 jiwa atau 36 %.

Mata pencaharian penduduk Desa Maron bervariasi, tetapi yang bekerja di bidang

pertanian dalam arti luas, yakni pertanian tanaman pangan, perternakan, masih menempati

urutan pertama. Ditinjau dari ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan tenaga kerja

melimpah serta dominasi mata pencaharian penduduk di bidang pertanian, maka peluang

Page 84: Download Versi Indonesia

pengembangan usahatani kea rah agribisnis di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten

Blitar sangat besar.

b. Potensi Pertanian

Komoditi pertanian tanaman pangan yang banyak diusahakan oleh petani di Desa

Maron adalah padi, sayuran dan palawija. Sayuran yang diusahatanikan adalah cabai

merah, cabai kecil, tomat, terong, buncis, ketimun, kobis , kacang panjang dan lain-lain.

Luas lahan untuk tanaman sayuran pada musim kemarau pertama untuk dengan

produktivitas produksi tomat menempati urutan ke tiga yaitu seluas 22 hektar. Umumnya

petani menanam tomat di lahan sawah pada musim kemarau pertama dan sebagian kecil

menanam pada musim kemarau ke dua.

Ditinjau dari letak geografis Desa Maron berada di tempat yang strategis berada di

wilayah Kabupaten Blitar dengan jalan beraspal, dan jalur menuju Kapupaten Tulung

Agung dan Kabupaten Kediri. Selain itu sifat dan karakteristik tanah , iklim yang

mendukung , jumlah tenaga kerja yang memadai serta mudah memperoleh sarana produksi

karena di Desa Maron banyak dijumpai took pertanian serta kios-kios pertanian. Sehingga

pengembangan tanaman sayuran khususnya tanaman tomat di Desa Maron masih potensial

untuk di kembangkan namun demikian selama ini masih belum mendapatkan perhatian

yang optimal.

Produksi semangka di Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar setiap

tahun terus meningkat, jika diiringi dengan iklim yang mendukung, saran produksi yang

memadai serta pengelolaan yang professional.

Suatu usahatani dapat diartikan sebagai suatu kesatuan organisasi antara kerja,

modal, tanah dan pengelola yang ditujukan untuk memperoleh produksi di lapangan

(Hermanto, 1999). Tanah adalah salah satu factor produksi yang sangat penting bila

dibandingkan dengan faktor produksi yang lainnya (Mubyarto,2004).

Disamping itu tanah sebagai tempat perpaduan antara factor produksi, modal dan

tenaga kerja. Tanpa tanah segala usahatani tidak bias berjalan. Dengan lahan usahatani

yang sempit, untuk untuk membatasi petani berbuat pada rencana yang lebih panjang.

Tanah yang sempit dengan kualitas tanah yang kurang baik akan merupakan beban bagi

petani pengelola usahatani. Dikaitkan dengan tenaga kerja, maka sempitnya tanah usahatani

hanya mengundang pengangguran tak kentara.

Selain tanah modal sangat berperan dalam meninjang kegiatan usahatani baik

tanaman pangan maupun sayuran. Keterbatasan modal akan mempengaruhi ketersediaan

fasilitas kerja berupa alat-alat usahatani, akibatnya penggunaan tenaga kerja semakin

menurun ( Hermanto,1999). Modal petani berupa hasil panen yang belum terjual dan

tanaman yang masih ada di lapangan (Mubyarto,2004). Dalam proses produksi modal dapat

dibedakan menjadi dua yaitu modal bergerak atau modal tidak tetap dan modal tidak

bergerak atau modal tetap. Modal tetap yaitu modal yang tidak habis terpakai dalam satu

kali proses produksi, sedangkan modal tidak tetap yaitu modal yang habis terpakai dalam

satu proses produksi.

3.1 Analisa Usahatani Semangka

3.1.1 Biaya Produksi Semangka

Yang dimaksud dengan biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dinyatakan

dengan uang dalam satuan rupiah yang digunakan untuk menghasilkan suatu produksi.

Page 85: Download Versi Indonesia

Biaya produksi usahatani semangka diklasifikasikan menjadi biaya tidak tetap (biaya

variabel), biaya tetap dan biaya lain-lain.

1. Biaya Tidak Tetap (Biaya Variabel)

Yang dimaksud biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah-ubah sesuai

dengan kuantitas produksi yang dihasilkan. Besarnya biaya variabel ditentukan oleh

tingkat produksi yang dihasilkan. Dalam usahatani Semangka biaya tidak tetap atau biaya

variabel meliputi biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja.

a. Biaya Sarana Produksi

Biaya sarana produksi dapat dikatakan sebagai biaya untuk pembelian atau

pengadaan sarana produksi yang habis dipakai dalam sekali proses produksi. Dalam

usahatani Semangka, biaya sarana produksi meliputi biaya pembelian bibit, pembelian

pupuk Urea, pembelian pupuk SP-36, pengadaan pupuk KCl. pengadaan pupuk ZA,

pembelian pupuk NPK, pembelian pupuk bokasi, pembelian PPC/ZPT, pembelian

pestisida dan pembelian plastik mulsa.

Penggunaan sarana produksi yang berupa bibit Semangka non biji sebanyak

373,33 gram senilai Rp. 2.799.975, pembelian pupuk urea sebanyak 127,11 kg senilai Rp.

152.532, pembelian pupuk SP-36 sebanyak 422,22 kg senilai Rp. 675.552, pembelian pupuk

KCl sebanyak 343,11 kg senilai Rp. 697.200, pembelian Pupuk ZA sebanyak 697,33 kg

senilai Rp. 893.280, pembelian pupuk NPK sebanyak 245,78 kg senilai Rp. 786.988,

pembelian pupuk bokasi sebanyak 1.643,56 kg senilai Rp. 903.958, pembelian PPC/ZPT

sebanyak 4,18 liter senilai Rp. 229.900, pembelian pestisida sebanynk 10,62 liter senilai Rp.

607.337 dan pembelian mulsa plastik hitam Perak (MPHP) sebanyak 5,51 rol senilai Rp.

1.377.500. Sehingga total biaya sarana produksi semangka non biji di Desa Maron untuk

rata-rata luas 1 hektar adalah Rp. 9.124.220.

b. Biaya Tenaga Kerja

Biaya variabel dalam produksi Semangka selain biaya sarana produksi adalah

biaya untuk penggunaan tenaga kerja. Biaya tenaga kerja usahatani Semangka meliputi

biaya tenaga kerja untuk pengolahan tanah (rnembuat guludan), penanaman,

pemupukan, pengendalian hama/penyakit, pengairan, pengocoran, pemangkasan,

penyerbukan, pemanenan dan pengangkutan. label berikut menyajikan biaya penggunaan

tenaga kerja untuk usahatani Semangka non biji di Desa Maron Kecamatan Srengat

Kabupaten Blitar tahun 2009 untuk per hektarnya.

Biaya untuk tenaga kerja pengolahan tanah (membuat guludan) sebesar Rp.

2.028.444, biaya untuk tenaga kerja penanaman sebesar Rp. 164.444, biaya tenaga kerja

untuk pemupukan sebesar Rp. 131.333 dan biaya untuk pengendalian hama sebesar Rp.

430.222 biaya tenaga kerja untuk pengairan sebesar Rp. 335.111, biaya tenaga kerja

untuk pengocoran sebesar Rp. 397.777, biaya tenaga kerja untuk pemangkasan sebesar

Rp. 202.666, biaya tenaga kerja untuk penyerbukan sebesar Rp. 425.111, biaya tenaga

kerja untuk pemanenan sebesar Rp. 122.666, dan biaya tenaga kerja untuk pengangkutan

sebesar Rp. 423.555. Total biaya untuk tenaga kerja usahatani semangka non biji di desa

Maron adalah sebesar Rp. 4.661.329.

Jadi total biaya tidak tetap (biaya variabel) yang harus dikeluarkan petani untuk

sekali proses produksi Semangka non biji adalah biaya sarana produksi ditambah dengan

biaya tenaga kerja yaitu Rp 9.124.220 + Rp. 4.661.329. = Rp. 13.785.549.

Page 86: Download Versi Indonesia

2. Biaya Tetap

Yang dimaksud dengan biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak tergantung

pada besar kecilnya jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya tetap terdiri atas sewa lahan

dan bunga modal.

Besarnya biaya sewa lahan tidak ada perbedaan antara lahan milik sendiri dengan

lahan bukan milik sendiri, karena lahan milik sendiri dengan lahan bukan milik sendiri

mempunyai kesempatan yang sama untuk disewakan sesuai harga yang berlaku di daerah

penelitian. Dalam usahatani semangka non biji di Desa Maron rata-rata biaya sewa lahan

yang berlaku per hektarnya adalah Rp. 4.000.000.

Yang dimaksud dengan bunga modal adalah bunga sesuai dengan uang yang

digunakan dalam mengelola usahatani Semangka selama proses produksi sampai panen.

Besarnya bunga modal rata-rata yang harus menjadi beban petani semangka non biji adalah

sebesar Rp. 642.551

Total biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh petani semangka non biji di Desa

Maron tahun 2009 adalah Rp. 4.642.551.

Besarnya biaya sewa lahan tidak ada perbedaan antara lahan milik sendiri dengan

lahan bukan milik sendiri, karena lahan milik sendiri dengan lahan bukan milik sendiri.

3. Biaya Lain-lain

Biaya Iain-lain yang menjadi tanggungan petani dalam usahatani Semangka

baik semangka non biji maupun semangka berbiji di Desa Maron adalah biaya penyusutan

alat. Rata-rata biaya penyusutan alat dalam usahatani semangka non biji adalah sebesar

Rp. 140.956.

4. Total Biaya Produksi

Total biaya produksi meliputi biaya tidak tetap (biaya variabel) yang terdiri atas

biaya sarana produksi, tenaga kerja, biaya tetap, dan biaya lain-lain. Pengeluaran terbesar

untuk produksi Semangka di Desa Trapang tahun 2001 adalah untuk biaya tidak tetap

(biaya variabel).

Total biaya produksi semangka non biji adalah Rp. 9.124.220 + Rp. 4.661.329+

Rp. 4.642.551 + Rp.140.956 = Rp. 18.569.056.

3.2 Penerimaan Usahatani Semangka

Penerimaan adalah hasil perkalian cari total produksi dengan harga satuan produksi fisik

yang berlaku saat itu. Penerimaan usahatani Semangka non biji di desa Maron tahun 2009

adalah sebesar Rp. 34.014.933 untuk sekali proses produksi.

3.2.1 Pendapatan (Keuntungan) Usahatani Semangka

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan total biaya

produksi. Total pendapatan usahatani Semangka non biji untuk sekali produksi tahun 2009

adalah sebesar Rp. 15.445.877.

3.3 Efisiensi Usahatani Semangka

Page 87: Download Versi Indonesia

Untuk mengetahui efisiensi usahatani dapat diukur dengan RCR (Revenue Cost Ratio)

yaitu perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya produksi. Nilai R/C usahatani

Semangka non biji di Desa Trapang adalah sebagai berikut:

RC = produksibiayaTotal

penerimaanTotal

= 34.0144.933/18.569.056

= 1,98

Berdasarkan hasil analisis diatas menunjukkan bahwa usahatani Semangka non biji di

Desa Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar tergolong efisien atau layak untuk

diusahakan dimana nilai R/C > 1 yaitu sebesar 1.98 artinya pendapatan yang diperoleh

petani Semangka non biji mendekati dua kali lipat daripada biaya yang dikeluarkan sehingga

layak untuk diusahakan dimana penerimaan total Rp. 34.014.933 dikurangi biaya produksi

Rp. 18.569.056 sehingga diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp. 15.445 877.

3.4 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Semangka Non Biji

Analisis berikut menjelaskan pengaruh input terhadap pendapatan untuk usahatani

semangka non biji di daerah penelitian. Alat Bantu yang digunakan adalah fungsi produksi

Cobb-Douglas dalam bentuk logaritma. Fungsi produksi ini digunakan untuk menjelaskan

hubungan antara Y (variabel terikat) dan X (variabel bebas).

Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Usahatani Semangka non biji

Koefisien t

Signifikan

t Regresi Std. Error

(Constant)

Benih (X1)

Urea (X2)

SP_36 (X3)

KCL (X4)

ZA(X5)

NPK (X6)

BOKASI (X7)

PPC (X8)

PESTI (X9)

MPHP (X10)

Lahan (X11)

Tenaga Kerja

(X12)

5.281

.090

.071

.207

-.208

.407

.342

-.107

.034

-.008

-.042

-.487

-.411

2,645

,021

,024

,086

,085

,154

,134

,176

,049

,089

,020

,158

,347

1,997

4,215

2,962

2,407

-2,442

2,635

2,548

-,610

,695

-,087

-2,080

-3,075

-2,183

sig

sig

sig

sig

sig

sig

sig

sig

sig

sig

sig

sig

sig

Page 88: Download Versi Indonesia

Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi pendapatan usahatani semangka non

biji adalah benih, pupuk (dibagi berdasarkan jenisnya), MPHP, mulsa, lahan dan tenaga

kerja. Semua variabel diatas merupakan variabel bebas (X) dan pendapatan adalah

variabel terikatnya (Y).

Dari hasil analisis regresi dengan bantuan analisis logaritma, dengan n sebanyak 15,

ternyata model fungsi produksi Cobb-Douglass untuk usahatani semangka non biji dapat

ditulis sebagai berikut:

Log Y = 5,28 + 0,09 XI + 0,71 X2 + 0,21 X3 - 0,20 X4 + 0,40 X5 - 0,34 X6 -

0,10 X7 + 0,03 X8 - 0,01 X9 - 0,04 X10 - 0,48 X 11 - 0,41 X12

Untuk mempermudah pembahasan yang akan dilakukan, model fungsi produksi

Cobb-Douglas tersebut diringkas dan disajikan dalam Tabel 3 di atas.

Sebelum membahas secara detail seluruh fenomena yang nampak dari persamaan

diatas, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah kelayakan model dan kemampuan

model menjelaskan kondisi rill yang ada.

Nilai koefisien determinasinya adalah sebesar 0,957. Hal ini berarti bahwa secara

bersama-sama variabel bebas (XI s/d X12) berpengaruh terhadap pendapatan (Y)

sebesar 95% sedangkan sisanya 5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti iklim dan

cuaca, kondisi agroekologi dan lain-lain. Secara umum dapat disimpulkan bahwa variabel-

variabel yang dimasukkan kedalam model diatas adalah faktor-faktor yang sangat

berpengaruh terhadap variabilitas pendapatan.

Disamping itu kelayakan model diatas juga cukup baik dilihat dari nilai F sebesar

247 dan signifikan. Hal ini berarti bahwa secara statistik dapat dibuktikan bahwa variabel

bebas mulai dari benih (X1) sampai dengan tenaga kerja (XI2) adalah variabel yang besar

pengaruhnya terhadap pendapatan.

1. Benih

Nilai koefisien regresi benih dalam usahatani semangka non biji di daerah penelitian

adalah 0,09 dan berpengaruh nyata (t hitung 4,215). Signifikannya koefisien regresi benih

disebabkan oleh pemakain benih pada usahatani di daerah penelitian masih jauh dari

rekomendasi dan masih sangat memungkinkan untuk ditambah agar dapat meningkatkan

hasil.

2. Pupuk Urea

Penggunaan pupuk urea dalam analisis ini juga belum efisien, hal ini bisa dilihat dari

nilai koefisien regresi sebesar 0,071, artinya apabila pupuk urea ditambah 100% akan

mengakibatkan bertambahnya pendapatan sebesar 7,1%. Variabel ini signifikan terhadap

pendapatan semangka non biji dengan nilai t hitung sebesar 2,962.

3. Pupuk SP-36

Pengaruh pupuk SP-36 terhadap pendapatan sangat besar. Hal ini bisa dilihat dari

nilai koefisien regresi 0,207. Apabila alokasi input ini ditingkatkan maka akan direspon

oleh kenaikan pendapatan meskipun biaya input juga harus meningkat. Sama dengan pupuk

urea pengaruh pupuk SP-36 juga berpengaruh nyata.

4. Pupuk KC1

Berbeda dengan variabel yang sudah dijelaskan diatas pengaruh pupuk KC1 dalam

kegiatan usahatani semangka non biji justru negatif. Hal ini berarti jika penggunaan ppuk KCI

ditambah justru akan menurunkan pendapatan. Alasan logisnya adalah pemanfaatan pupuk KCI

di daerah penelitian sudah sampai pada taraf inefisien sehingga tanah akan merespon negatif jika

pupuk KCl ditambah.

Page 89: Download Versi Indonesia

5. Pupuk ZA

Koefisien regresi pupuk ZA adalah sebesar 0,407, hal ini berarti bahwa dengan

penambahan pupuk ZA sebesar 100% akan menyebabkan kenaikan pendapatan sebesar

40,7%. Suatu kenaikan yang cukup tinggi sehingga petani sangat direkomendasikan untuk

menambah penggunaan pupuk ZA.

6. Pupuk NPK

Demikian juga dengan pupuk NPK, walaupun tidak sebesar pupuk ZA dengan nilai

koefisien regresi sebesar 0,342 pengaruh input ini juga cukup besar dalam upaya untuk

mendorong kenaikan psndapatan petani semangka non biji. Dengan nilai t hitung sebesar 2,548,

input pupuk NPK adalah salah satu variabel yang signifikan pengaruhnya.

7. Bhokasi

Diduga penggunaan Bhokasi dalam usahatani semangka non biji di desa Maron,

penelitian kurang efisien atau terlalu banyak pemborosan yang tidak berguna. Nilai

koefisien regresi input bhokasi adalah -0,721. Sehingga pengaruh input bhokasi terhadap

pendapatan adalah berkebalikan. Jika bhokasi ditambah maka pendapatan akan menurun

dan sebaliknya jika bhokasi dikurangi maka pendapatan akan meningkat.

8. PPC

Kontribusi PPC terhadap pendapatan usahatani semangka non biji sangat besar.

Nilai koefisien regresi sebesar 0,034 menunjukkan bahwa masih ada peluang

penambahan PPC untuk mendapatkan kenaikan pendapatan. Namun yang perlu diperhatikan

adalah bahwa penambahan input harus juga memperhitungkan dampak lingkungan yang

diakibatkannya.

9. Pestisida

Kontribusi Pestisida terhadap pendapatan usahatani semangka non biji sangat

besar. Nilai koefisien regresi sebesar -0,08 menunjukkan bahwa jika ada penambahan

Pestisida akan menurunkan pendapatan. Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa

penambahan input harus juga memperhitungkan dampak lingkungan yang diakibatkannya.

10. MPHP

Diduga penggunaan MPHP dalam usahatani semangka non biji di desa penelitian kurang

efisien atau terlalu banyak pemborosan yang tidak berguna. Nilai koefisien regresi input

MPHP adalah -0,042. Sehingga pengaruh input MPHP terhadap pendapatan adalah

berkebalikan. Jika MPHP ditambah maka pendapatan akan menurun dan sebaliknya jika MPHP

dikurangi maka pendapatan akan meningkat.

11. Lahan

Sebagai salah satu unsur usahatani pokok, peranan lahan sangat besar baik dari sisi

kualitas (kesuburan) dan kuantitas (luas lahan). Dalam penelitian ini diduga penggunaan tanah

masih kurang tepat sehingga opumalisasi kinerja tidak bisa dicapai. Nilai koefisien regresi

Iahan adalah negatif. Hal ini diduga disebabkan oleh kurang baikknya penanganan tanah dan

petani yang dipekerjakan kurang memahami teknik pengolahan tanah yang baik.

12. Tenaga kerja

Berkaitan dengan koefisien regresi lahan yang negatif maka nilai koefisien regresi tenaga

kerja juga negatif. Dengan demikian argumentasi bahwa usahatani semangka non biji di desa

penelitian belum dilaksanakan sesuai dengan pola rekomendasi dapat diterima. Nilai koefisien

regresi tenaga kerja adalah -0,411. Apabila curahan tenaga kerja ditambah 100% maka

pendapatan akan menurun 41,1%.

Page 90: Download Versi Indonesia

Dari uraian diatas dapat ditarik benang merah bahwa kesembilan variabel yang

diuraikan diatas adalah variabel yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani

semangka non biji.

Sebelum membahas secara detail seluruh fenomena yang nampak dari persamaan

diatas, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah kelayakan model dan kemampuan

model menjelaskan kondisi riil yang ada.

Nilai koefisien determinasinya adalah sebesar 0,98. Hal ini berarti bahwa secara

bersama-sama variabel bebas (X1 s/d XI2) berpengaruh terhadap pendapatan (Y)

sebesar 98% sedangkan sisanya 2% dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti iklim dan

cuaca, kondisi agroekologi dan lain-lain. Sehingga variabel-variabel tersebut memang

merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perubahan pendapatan usahatani semangka

non biji.

4. Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis diatas menunjukkan bahwa usahatani Semangka non biji di Desa

Maron Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar tergolong efisien atau layak untuk diusahakan

dimana nilai R/C > 1 yaitu sebesar 1.98 artinya pendapatan yang diperoleh petani Semangka

non biji mendekati dua kali lipat daripada biaya yang dikeluarkan sehingga layak untuk

diusahakan dimana penerimaan total Rp. 34.014.933 dikurangi biaya produksi Rp.

18.569.056 sehingga diperoleh pendapatan bersih atau keuntungan sebesar Rp. 15.445 877.

2. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi pendapatan usahatani semangka non biji

adalah benih, pupuk (dibagi berdasarkan jenisnya), MPHP, mulsa, lahan dan tenaga kerja.

Semua variabel diatas merupakan variabel bebas (X) dan pendapatan adalah variabel

terikatnya (Y). Dari hasil analisis regresi dengan bantuan analisis logaritma, dengan n

sebanyak 15, ternyata model fungsi produksi Cobb-Douglass untuk usahatani semangka non

biji dapat ditulis sebagai berikut:

Log Y = 5,28 + 0,09 XI + 0,71 X2 + 0,21 X3 - 0,20 X4 + 0,40 X5 - 0,34 X6 -

0,10 X7 + 0,03 X8 - 0,01 X9 - 0,04 X10 - 0,48 X 11 - 0,41 X12

4.2 Saran

Untuk meningkatkan pendapatan, keuntungan dan efisiensi usahatani semangka non

biji di Desa maron Kecamatan Srengat Kabupaten Kediri maka perlu dilakukan upaya

penekanan terhadap penggunaan tenaga kerja dan membentuk kelompok tani sebagai wadah

untuk memperoleh informasi dan menggalang kerjasama dalam berusahatani.

DAFTAR PUSTAKA

Basir. 1995. Prospek Investasi Agribisnis di Jawa Timur. Badan Agribisnis RI, Jakarta

Hernanto, F. 1995. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kalie, B. 1992. Bertanam Semangka. PS Penebar Swadaya, jakarta.

Kasryno, F. 1996. Arah Pengembangan Agribisnis pada Abad ke XXI. CIDES. Jakarta

Mosher, A.T. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV Yasaguna. Jakarta

Page 91: Download Versi Indonesia

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta

Nurbanah. 1986. Bertanam Semangka Taiwan. BIP Jawa Timur. Surabaya.

Onghokham. 1985. Elite dan Monopoli dalam Prespektif Sejarah. Majalah Prisma tahun

XIV. LP3ES. Jakarta.

Rukmana, R. 1993. Peluang Pasar Ekspor Olahan Buah-Buahan. Dalam Depthnews

Indonesia tahun XX. Jakarta

Rukmana, R. 1994. Budidaya Semangka Hibrida. Kanisius. Yogyakarta.

Singarimbun, M dan Efendy. 1989. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta.

Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani. Universitas Indonesia. Jakarta.

Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok bahasan Fungsi Produksi

Cobb-Douglass. PT. Raja Grafindo. Jakarta.

Soekartawi. 1995. Analisis Investasi Usahatani Skala Kecil Berwawasan Lingkungan

Badan Agribisnis. Jakarta.

Sunarjono. 1983. Pengantar Pengetahuan dasar Hortikultura. Sinar baru. Bandung.

Surakhmad, W. 1990. Pengantar penelitian-Penelitian Ilmiah dasar Metode Teknik.

Tarsito. Bandung.

Page 92: Download Versi Indonesia

PENGARUH KEMAMPUAN PEMAKAI AKHIR DAN PENERIMAAN SYSTEM

INFORMASI YANG BERBASIS KOMPUTER TERHADAP KEPUASAN PEMAKAI

AKHIR

( STUDI PADA PELAKSANA ADMNISTRASI YANG MENGGUNAKAN SYSTEM

INFORMASI YANG BERBASIS KOMPUTER DI PERGURUAN TINGGI DI

BLITAR)

Oleh:

Indria Guntarayana

Abstract

The study conducted for the reality that more intstitutions of both state and

private in Malang have been using based-computer IT service. It means to help

the process in anything related to management og the institution such as the

management cas of student administration, the teacher administration and

employe hang financial administration. But ini IT operasional not working

optimally and giving the level compesated for the user, this case is because of

the level of complicated system , which used and currently computer

technology and the system always grow in the time periods

The study pupose is to know the description of End user competency and

Acceptance of Information System in Various Institution in Blitar. It is to know

description of Beneficial System and The compensated of Computer End User

ino various institutions in Blitar. To know significantly affekct from the

benefical System for the compensatcd of end user. To know sifnificantly affect

of the End User Competence for the compensated of end user Compentence for

the compensated of end user and to know the significantly affect form

Acceptance system for the compensated of End User.

This study is using a quantitative approach with the kind of research of

explanatory research. The study was done in 5 Institution in Blitar that is

Univesity of Negeri Malang II (UM), University Islamic of Balitar (UIB),

Kesuma Negara of Economic Colege (STIKEN), Academic Tax and

Management of Indonesia (AMPINDO)and Helthy of Patria Colege (STIKES).

The sampling method in this research is a purposive random sampling,

because in this research, the sample wa chosen according to particular

puposes. The consideration getting from the research is the chosen sample

specifically an administration official directly (direct user) using based

computer information System. So, ini this case the object studied in an

employee in working unit which using database system into program package

of based computer information system. The research is using various kind of

technical collecting dat including, questioner, convertation and observation

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar

Page 93: Download Versi Indonesia

The study result is to show a significantly form the variable of End-user

competency and Accepance of Information System for Beneficial System

silmutanenously. There was a significantly affect form the variable End User

Competency and Acceptance of Information System Partially to Beneficial

System and Significantly affect from the Benencial System for the compensated

of End user, sigficantly affect form the variable of End User Compentence for

the compensated of End user There is no sifnificantly affect form the variable

of Acceptance of Information System for the compensated of End user

Key word : Information System and End User

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Peranan Tekonologi Informasi (Information Technology/IT) dalam industri

perdagangan serta dunia pendidikan secara cepat meningkat selama setengah abad terakhir

ini. saat ini IT mewakili kira kira setengah dari keseluruhan investasi modal secara global

sementera itu kebanyakan tenaga kerja di Negara berkembang bergantung apda system

informasi dantelekomunikasi yagn berbasis komputer (Yoginato, 1995). Kehadiran IT telah

memungkinkan terjadinya efisiensi yang sangat signifikan dalam berbagai bidang kehiduan

seperti efisiensi biaay dan siklus waktu. Hal ini memungkinkan diperolehnya suatu output

produk organisasi yang lebih berkualitas

Yogiyanto (1995) dalam bukunya yang berjudu “Analisa dan Desain system

Informasi” menyatakan IT yang dalamhl ini memfokuskan pada penggunaan komputer tidak

hanya digunakan dalam system Informasi Manajemen (SIM) , tetapi realitanya SIM

yangkompleks justru melibatkan elemen non komputer. Pengaruh pengguna komputer serta

komputer itu sendiri sangat besar dalam pengaturan suatu organisasi sehingga pada akhirnya

SIM selalu berhubungan dengan pengelolahan informasi yang berabasis komputer.

Alasan yang menjelaskan bahwa komputer meruapkaan alat yangpenting dalam SIM

yang meodern. Pertama, kemampuan komputer yang bisa mengolah data. Komputer lebi

unggul dalam menyerap atau mencatat data jika dibandingkan dengan daya ingat manusia,

meskipun pengambilan keputusan tetap dilakukan oleh manusia. Kedua, pemakaian

komputer penting dikarenakan teknologi ini sudah tersedia dimana mana dan dapat

diperoleh dengan mudah dan relative murah, sehingga bila kemampuan financial dan

kemampuan organisasi sudah memungkinkan untuk mengadakan system informasi

manajemen berbasis komputer hendaknya organisasi tersebut bisa menyesuaikan diri.

Disisi lain, meskipun komputer mampu melakukan hal hal yang fantastik mengolah

data, namun penggunaan SIM tetap tergantung kepada manusia. Kegagalan SIM antara lain

dikarenakan adanya anggapan bahwa komputer dapat memecahkan setaip persoalan dalam

organisasi, sehingga perlu diingat bahwa bagaimanapun juga komputer hanyalah sebuah alat

, keberhasilan penggunaannya tergantung pada factor manusianya.

Pemanfaatan TI harus mengaah pada wujud perubahan organisasi mempengaruhi

struktur, proses dan perubahan tak berwujud, mempengarhui kekuatan, kultur perusahaan

Page 94: Download Versi Indonesia

dan komunikasi antar personal. System informasi berbasis komputer memiliki potensi dan

keterbatasan – keterbatasan yag bisa ditolak untuk memperbaiki kinerja bisnis.

Pertimbangan pokok persoalan social dan organsisasional sehubungan dengan aplikasi IT

meruapakan hal yang serius.

Dalam penerapan SIM ada bebarapa factor yang dipandang cukup berpengaruh

terhadap keberhasilannya. Faktor Faktor terseebut seperti kemampuan pemakaiannya dan

daya penerimaan system informasi sebagaimana dikemukakakn oleh Sang M Lee (1995)

bahwa factor “End User Ability” dan “Information System Acceptance” sangat berpengaruh

terhadap pemanfaat system yang pada akhirnya sangat berpengaruh teradap tingkat

kepuasan si pemakai. Selanjutnya menurut Bowen dalam Fred Davis (1989) dalam

penelitiannya yang berjudul “Perceived Usefulness, Percived Easy to Use, and User

Accptance of Information Technology” meyatakan teknologi informasi secara substansial

mamapu meningkatkankerja, sementara pemanfaatan teknologi informasi sangat

dipengaruhi oleh kemauan pengguna untuk menerima dan menggunakan ketersediaan

system. Aspek perilaku dalam system informsi muncul karena mausai merupakan bagian

yang sangat penting dalam system secara total (Martin Christoper dan Philip Powell,1992)

Lebih lanjut Martin christoper dan Philip Powell (1992) dalam bukunya yang

berjudul “Information System A Managament Perspective” menaytakan secara ideal

keberadaan dari sebuah system informasi berbasis komputer dengan suatu organisasi dpat

diterima dnegan penuh antusias oleh para penggunanya , sebaga investasi yang sudah

dikeluar untuk mendesain sampai denagn mengimplementasi suatu system tentu relative

mahal. Salah satu factor yang menyebabkan dalam memanfaatkan system informasi adalah

factor manusianya.

Menurut David O sear (1988) dalam penelitiannya yang berjudul “A cognitive

Teory; management Information System Concpet” menyatakan perilaku seseorang angara

lain ditentukan oleh caranya mengamati situasi social, inilah yan disebut dengan factor

kognitif. Orang secara spontan akan mengoganisasi persepsi, pikiran dan keyakinan tentang

situasi social ke dalam bentuk sederhana dan bermakna, seperti yang mereka lakukan

terhadap obyek. Oleh karena itu pemahaman terhadap factor factor kognitif mempunyai

peranan yang penting untuk mengentahui dan memprediksi derajat penerimaan pengguna

pada system informasi manajemen sebagai suatu objek atau produk teknologi informasi.

Penerimaan system informasi (Information System Acceplance ) merupakan tingkat

kemauan dari seorang individu untuk memanfaatan system. Aspek kemauan pengguna

untuk memanfaatan sistem secara optimal meruapakan faktor yang sangat penting untuk

dikaji secara mendalam karena penolakan tehradap suatu sistem akan berdampak pada

kegagalan dalam mengimplementasikan sebuah proyek sistem informasi (Sang M. Lee ata

al 1995)

Dari keterangan keterangan di atas tampak jelas bahwa penerapan IT melalui SIM

maka faktor manusia memegang peranan yang sangat penting terutama menyangkut

kemampuan pemakai akhir dan penerimaan sistem informasi yang pada gilirannya sangat

berpengaruh terhadap pemanfaatan sistem dan kepuasan pengguna sistem

Sat ini banyak perguruan tinggi baik negeri dan swasta di kota Blitar telah

menggunakan jasa IT yang berbasis komputer dalam membantu memproses segala

persoalan yang menyangkut masalah pengelolaan perguruan tinggi yang bersangutan seperti

pengelolaan maslah administrasi kemahasiswaan, administrasi tenaga pengajar,dan pegawai

serta admnistrasi keuangan Perguruan Tinggi tersebut seperti Universitas Negeri Malang II,

Universitas Islam Balitar, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, Akademi Manajemen dan

Page 95: Download Versi Indonesia

Perpajakan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Patria dll. Akan tetapi dalam operasional IT ini

ternyata belum dapat berfungsi secara optimal apalagi dapat memberikan suatu tingkat

kepuasan bagi penggunanya, hal ini disebabkan oleh tingkat kerumitan sistem yang

digunakan dan makin muhtahirnya teknologi komputer dan sistem yang terlalu berkembang

dari waktu ke waktu. Berdsarkan alasan alasan inilah mendorong kami untuk mengadakan

penelitian dnegan mengambil topik seperti yang tercantum di muka. Adapun alasan lain

adalah berdsarkan hasi observasi awal kami teryata kemampuan para operator dan

pengembang sistem pada beberapa perguruan tinggi di Blitar ,masih jauh dari harapan , disis

lain ada perguruan tinggi tertentu penerapan IT- nya sudah berjalan cukup baik. Oleh karena

itu perlu diadakan penelitian untuk mengungkapkan mengapa beberapa perguruan tinggi di

Blitar pemakaian IT yang berbasis komputer belum berjalan secara optimal

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas , maka permasalahan dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah deskripsi tentang kemampuan Pemakaiian Akhir dan Penerimaan Sistem

pada Perguruan Tinggi di Blitar?

2. Bagaimanakah deskripsi tentang pemanfaatan sistem dan Kepuasan Pemakai Akhir

Komputer pada Perguruan Tinggi di Malang?

3. Apakah terdapat pengaruh yang signifian antara Kemampuan Pemakai Akhir dan

Penerimaan sistem informasi secara simultan terhadap Pemanfaatan Sistem

4. Apakah terdaapt pengaruh yang signifikan secara prasial antara Kemampuan Pemakai

Akhir dan Penerimaan sistem informasi terhadap Pemanfaatan Sistem

5. Apakah terdapat pengaruh signifikan dari Pemanfaatan Sistem terhadap Kepuasan

Pemakai Akhir?

6. Apakah Terdapat pengaruh signifikan dari Kemampuan Pemakai Akhir terhadap

Kepuasan Pemakai Akhir

7. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari peneriman sistem terhdap terhadap

Kepuasan Pemakai Akhir

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka Tujuan yang henda dicapai dalam

penelitian ini adalah;

1) Untuk mengetahui deskripsi tentang Kemampuan Pemakai Akhir dan Penerimaan

Sistem Informasi pada Perguruan Tinggi di Blitar

2) Untuk Mengetahui deskripsi tentang Pemanfaatan Sistem dan Kepuasan pemakai

Akhir komputer pada Perguruan Tinggi di Blitar

3) Untuk Mengetahui pengaruh yang signifian antara Kemampuan Pemakai Akhir dan

Penerimaan sistem informasi secara simultan terhadap Pemanfaatan Sistem

4) Untuk Mengetahui

5) pengaruh yang signifikan secara prasial antara Kemampuan Pemakai Akhir dan

Penerimaan sistem informasi terhadap Pemanfaatan Sistem

6) Untuk Mengetahui pengaruh signifikan dari Kemampuan Pemakai Akhir terhadap

Kepuasan Pemakai Akhir

7) Untuk Mengetahui pengaruh yang signifikan dari peneriman sistem terhdap terhadap

Kepuasan Pemakai Akhir

Page 96: Download Versi Indonesia

1.4 Manfaat penelitian

Dalam hasil penelitian ini diharapkan :

1. Hasil Penelitian ini memberikaninformasi kepada Pengelola Perguruan Tinggi di

Blitar tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemanfaatan sistem

yaitu terdiri dari Kemampuan Pemakai Akhir dan Penerimaan Sistem Informasi dan

dampaknya terhadap Kepuasan Pemakai Akhir

2. sumbangan Teoritik hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi

pengembangan ilmu Sistem Informasi Manajemen, untuk memperkaya

Pengembagan Teori teori baru.

2. Metode Penelitian

2.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan

pendekatan kuantitatif denga jenis penelitia explanatory reserach yaitu penelitian yang

berusaha menjelaskan hubungan variabel satu dengan variabel lainnya, dimana pengambilan

sampel dilakukan dengan cara menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data utama.

2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 5 Perguruan Tinggi di Blitar , yaitu Universitas Negeri

Malang II (UM), Universitas Islam Balitar (UIB), Sekolah Tinggi Ekonomi Kesuma

Negara, Akademi Manajemen dan Perpajakan dan Sekolah Tinggi kesehatan Patria yang

telah menggunaan sistem komputer dan telah memenuhi syarat untuk dijadikan obyek

penelitian ini.

2.3 Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu Yaitu Pelaksanaan Administrasi

yag mengoperasian tingkat bawah atau sering disebut ”Pemakai akhir tingkat menu”

komputer di lokasi penelitian. Pemakai akhir tingkat menu merupakan pemakai akhir yang

biasanya tidak mampu menciptakan perangkat lunak mereka sendiri, tetapi capt

berkomunikasi dengan perangkat luna jadi dnegan menggunakan menu menu seperti yang

ditampilkan leh Lotus, dBase dan Word Perfect (McLeod 1996).

2.4 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini aldah semua tenaga administrasi yag mengoperasikan

komputer di Universitas Negeri Malang II (UM), Universitas Islam Balitar (UIB), Sekolah

Tinggi Ekonomi Kesuma Negara, Akademi Manajemen dan Perpajakan dan Sekolah

Tinggi kesehatan Patria. Data ya glebih lengkap tentang jumlah populasi dapat dilihat apda

tabel 2. adapun perhitungan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin dalam Uma (1997).

Rumus slovin adalah sebagai berikut:

N

n =

1 + Ne²

Dimana n = Besarnya Sampel

N= Besarnya Populasi

Page 97: Download Versi Indonesia

e = % Kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan pengambilan sampel yang

masih bisa ditoler

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive random

sampling, karena dalam penelitian ini sampel yang dipilih berdsarkan tujuan tertentu saja

(Sugiyono, 1998). Pertimbangan yang diambil dari penelian ini adalah sampel yang dipilih

khusus tenaga pelaksanaan administrasi yang secara langsung (direct user) menggunakan

sistem informasi berbasis komputer. Jadi dalam hal ini yang diteliti adalah petugas di unit

kerja yang sudah memiliki sistem berabasis komputer program sistem informasi berbasis

komputer

2.5 Jenis dan Sumber data

Penelitian ini menggunakan 2 Jenis data yaitu

a. Data Primer

Yaitu jenis data yang didapat langsung dari tangan pertama. Dalam penelitian ini

berasal dari Pelaksana Administrasi yang mengoperasikan (end user) komputer di

Universitas Negeri Malang II (UM), Universitas Islam Balitar (UIB), Sekolah Tinggi

Ekonomi Kesuma Negara, Akademi Manajemen dan Perpajakan dan Sekolah

Tinggi kesehatan Patria. Data tersebut menyangkut kemampuan pemakai akhir ,

penerimaan sistem informasi dan pemanfaatan sistem

b. Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari pihak pengelola dari setiap lingkungan terhdaptnya.

Sistem informasi Manajemen berada

2.6 Teknik Pengumpulan Data

Dalam Penelitian ini menggunakan Beberapa Jenis teknik pengumpulan data yaitu

meliputi :

a. Teknik Kuesioner. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data yang berhubungan

dengan variabel variabel bebas, variabel antara, dan variabel terikat

b. Teknik Wawancara. Sebagai upaya untuk mengadakan konfirmasi dan untuk

melengkapi data yang terdahulu yang diperolehmelalui teknik kuesioner maka

digunakan teknik wawancara

No Nama Perguruan Tinggi Jumlah

Populasi

Jumlah

Sampel

1 Universitas Negeri Malang (UM)II 86 15

2 Universitas Islam Balitar (UIB) 114 22

3 Sekolah Tinggi Ekonomi Kesuma Negara (STIKEN) 80 14

4 Akademi Perpajakan dan Manajemen Indonesia 75 12

5 Sekolah Tinggi Kesehatan Patria Blitar. 108 19

Jumlah 473 82

Sumber : Data Primer yang diolah (2010)

Page 98: Download Versi Indonesia

}}{{2222

yyNyxN

yxxyNRxy

c. Teknik Observasi. Teknik ini digunakan untuk melihat dari dekat kondisi firisk

obyek penelitian yaitu kondisi fisik subyek penelitian

2.7 Variabel Penelitian

Berdasarkan model hipotesis yang telah dipaparkan maka secara operasional ada 4

variabel penelitian yang ditetapkan, yaitu :

1. Variabel Bebas Penelitian terdiri dari : Kemampuan pemakai akhir (X1) dan

Penerima sistem Informasi (X2)

2. Variabel Antara : Pemanfaatan Sistem Informasi (X3)

3. Variabel Terikat : Kepuasan Pemakai Akhir (Y)

2.8 Pengukuran Instrumen

Pada variabel Kemampuan Pemakai Akhir,daftar peranyaan yang digunakan, telah

disediakan skala likert lima titik (5 point likert scale) mulaid dari 1=sangat rendah;2=

Rendah; 3=Cukup; 4= Tinggi;5= Sangat Tinggi sedangkan variabel penerimaan Sistem

Informasi (X2), pengukurannya dilakukan dengan menerapkan skala likert lima titik (5

point likert scale) mulaid dari 1=sangat Setuju;2= Setuju; 3=Cukup Setuju; 4= Kurang

Setuju; 5= Sangat Tidak Setuju

Variabel Pemanfaatan sistem, seperti 3 fungsi pada tabel 1 di halaman 17 digunakan

sebagai dasar penyusunan daftara pertanyaan yang penerapannya akan menggunakan skala

likert lima titik (5 point likert scale) mulai dari 1=sangat sedikit sekali ;2= Sedikit ;

3=CukupBanyak ; 4= Banyak ;5= Sangat Banyak

2.9 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen

a. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat akurasi dari alat ukur ang digunakan.

Suatu instrumen pengkuran dikatakan valid jika instrumen tersebut mengukur apa yang

seharusnya diukur( Gujarati:1997). Uji validitas ini dimaksudkan untuk menguji instrumen

penelitian yang mencerminkan pengkuruan konstruk seperti yang ada dalam kerangka

teoritis. Jadi Validitas memberi gambaran keterpaduan butir butir insrtrumen (variabel

terukur) antara satu dengan yang lainnya. Setelah diisi dan dikembalikan oleh responden,

selanjutnya dihitung dandilihat validitasnya untuk masing masing item dengan cara melihat

korelasi product moment dengan rumus

Sumber : Gujarati (1997)

Keterangan

r = Nilai Korelasi

n = Banyaknya Sampel

x = Nilai Skor item X

y = Nilai Skor item Y

1. Setelah dihitun Rxy. Dilihat Validitasnya dengan menggunakan Kriteria

0.8000 < Rxy ≤ 1.000 = Validitas Sangat Tinggi

0.6000 < Rxy ≤ 0.8000 = Validitas Tinggi

0.4000 < Rxy ≤ 0.6000 = Validitas Cukup Tinggi

Page 99: Download Versi Indonesia

2

211 1

1 t

b

K

Kr

jStdLoading

StdLoadingExtractedVariance

2

2

0.2000 < Rxy ≤ 0.4000 = Validitas Rendah

0.0000 < Rxy ≤ 0.2000 = Validitas Sangat Rendah

2. Dengan hasil Uji Coba validitas ini maka kuisioner tersebut dapat dilanjutkan ke

penelitian untuk diuji reliabilitasnya . bila probabilitasnya hasil korelasi lebih kecil (<)

dari 0,05% maka dinyatakan valid dan sebaliknya dinyatakan tidak valid

b. Uji Reliabiitas

Uji Reliablitias dalam penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan untukmengetahui

konsistensi data yang diperoleh. Pengkuran rehabilitasi mengunakan indeks numeric yang

disebut koefisisn. Uji reliabilitas ditetapkan untuk mengetahui apakah responden telah

menjawab pertanyaaan secara konsisten atau tidak sehingga

kesungguhan jawaban dapat dipercaya. Dalam hal ini apabila nilai koefisien ≥0.05,

maka dapat dikatakan bahwa instrumen yang digunakan tersebut reliable (Arikunto 1993).

Adapun teknik uji Reliabilitas adalah reliabilitas internal,menggunakan rumus Alpha

Cronbach (Arikunto.1993) dengan formula rumus Koefisien reliabilitas sebagai berikut:

Sumber : Arikunto.1999

Dimana :

R11 = Reliabilitas Instrumen

K = Banyaknya butir pertanyaan

b ² = Jumlah Varians butir

= Varian Total

Pendapat lain menjelaskan bahwa reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi

internal indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing

masing indikator tersebut mengindikasikan sebuah konstruk atau faktor faktor laten yang

umum. Adapun nilai besar variance extracted dapat dihitung mengunakan rumus sebagai

berikut :

Nilai Variance ekstracted yang tinggi menunjukkan bahwa indikator – indikator

tersebut telah mewakili secara baik kontruk laten yang dikembangkan. Nilai variance

extracted ini direkomendasikan pada tingkat paling sedikit 0.05(Augusty.2000)

2.10 Analisa data

Untuk analisa data digunakan dua jenis Analisa Yaitu

a. Analisa Deskriptif yaitu untuk menejlaskan gambaran tentang variabel bebas,

variabel antara dan variabel terikat bebas, variabel antara dan variabel terikat

b. Analisa Regresi Berganda untuk mengetahui pengaruh variabel variabel bebas

dengan variabel bergantung dan analisis variabel tergantung dengn dengan

variabel terikat digunakan analisis regresi linier sederhana.

2.11 Teknik Analisis Data

Page 100: Download Versi Indonesia

Analisa data dalam penelitian digunakan dua teknik yaitu teknik analisa data yang

menggunakan analisa deskriptif inferensial. Teknik desktriptif digunakan untuk

mendeskripsikan masing masing variabel penelitain melalui analisis disribusi frekuensi,

sedangkan untukmengetahui pengaruh ”kemampuan pemakai akhir” dan Penerimaan

sistem informasi terhadap Pemanfaatan sistem”, pengaruh ”Pemanfaatan Sistem terhadap

”Kepuasan Pemakai Akhir,” pengaruh kemampuan pemakai akhir dan penerimaan sistem

terhadap kepuasaan pemakai kahir digunakan analisis jalur atau Path Analysis dengan

menggunakan Regresi (Singgih Santoso 2000). Semua analisis ini menggunakan Program

SPSS for windows versi 16.00

2.12 Pengujian Asumsi Klasik

Untuk memperoleh nilai pemerkira yang tidak bias dan efisien dari satu persamaan

regresi linear berganda dengan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square),

maka dalam pelaksanaan analisis data harus memenuhi asumsi klasik sebagai berikut:

a. Uji Kolinieritas Ganda (Multicoliniarity) Kolinieritas merupakan keadaan di mana terdapat korelasi yang sangat tinggi antar

variabel bebas dalam persamaan regresi. Menurut Gujarati (1991:172) dikatakan bahwa

“Mulikolinieritas memiliki arti adanya korelasi linier yang tinggi (mendekati sempurna) di

antara dua atau lebih variabel bebas” berarti, jika antara variabel bebas yang digunakan

sama sekali tidak berkorelasi satu dengan yang lain atau berkorelasi tetapi tidak lebih dari r

kritis (mempunyai signifikasi p>0,05), maka bisa dikatakan tidak terjadi multikolinieritas.

Uji Multi Kolinieritas dilakukan dengan mengunakan Variance Inlanting Factor (VIF) bila

VIF < 5% maka tidak terjadi multikolinieritas (Santoso ;1999)

b. Uji Homoskedastistas dan Heterokedastistitas Heteroskedostisitas duji dengan menggunakan uji koesfisien korelasi rank spearmen

yaitu mengkorelasikan antara absolute residual hasil regresi dengan semua variable bebas.

Heteroskedostisitas adalah suatu keadaan yang masing-masing kesalahan penggangu

memounyai varian yang berlainan. Bila signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka persamaan

regresi tersebut mengandung heteroskedostisitas

Uji heterokedastisitas menggunakan metode Park terlihat bahwa pengaruh dari

setiap variabel bebas yang telah di in kan terlebih dahulu terhadap kuadrat residual yang

telah dihilangkan pula (Gujarati,1991). Variabel-variabel bebas tersebut tidak signifikasi,

berarti terbebas dari heteroskedastisitas. Dengan demikian data untuk peramalan tersebut

adalah termasuk kategori homokedastisitas.

c. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mendeteksi apakah distribusi data variabel bebas

dan terikatnya adalah normal. Model regresi yang baik adalah mempunyai distribusi data

normal atau mendwkati normal. Untuk menguji normalitas ini diketahui dari tampilan

normal probability plot. Dengan ditunjukan jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan

mengikuti arah garis diagonal maka model regresi. Yang memenuhi asumsi normalitas. Jika

data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka

model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Sebagai kelengkapan dalam pemenuhan asumsi klasik dilakukan pula uni

normalitas, dalam uni ini distribusi pengamatan yang dicapai dengan rata-rata sama

dengan 0, dan standar deviasi sama dengan I, sebagaimana dalam distribusi normal

Page 101: Download Versi Indonesia

standar dengan trasnformasi nilai-nilai pengamatan ke dalam skala Z (normal standar).

Pengujian dilakukan dengan menggunakan SNIRNOV pada paket program SPPS for

Window versi 10.0, hasilnya menunjukkan bahwa distribusinya adalah normal dengan

demikian penggunaan regresi linear berganda dapat diterima.

2.13 Pengujian Korelasi dan Regresi

a. Analisa Korelasi Berganda Untuk mengetahui arah dan kuatnya hubungan antar peubah-peubah dalam konsep

Kualitas Pelayanan secara bersama-sama terhadap peubah Kepuasan Pasien (Y). Formula

yang digunakan dalam korelasi adalah:

2)()2211( yyxbyxbyan

)(2 yyn

Sumber : (Gujarati : 1992)

Keterangan :

r = Koefisien korelasi

n = banyaknya sampel

x = peubah yang mempengaruhi (bebas)

y = peubah yang dipengaruhi

Selain itu, interpretasi kuat lemahnya hubungan variabel yang terlihat juga ditentukan oleh

persoalan yang dihadapi. Menurut sugiarto berikut merupakan pedoman penilaian

terhadap kriteria hubungan (Korelasi) variabel beba dengan variabel terikat.

Nilai ( r ) Kriteria Hubungan

0 Tidak ada korelasi

0 – 0.5 Korelasi lemah

0.5 – 0.8 Korelasi sedang

0.8 – 1 Korelasi kuat

1 Korelasi sempurna

Sumber : Sugiarto (2002)

b. Analisa Uji F

Sedangkan untuk menentukan apakah signifikan/tidak dalam pengujian koefisien

korelasi berganda menggunakan uji F dengan rumus/Formula

R2 / k

Fhit =

(1 - R2)/(n – k - 1) (Sudjana, 1986;377)

di mana :

F = Test hipotesis/pendekatan distribusi probalitas fischer

R2 = Koefisien Korelasi

n = Jumlah sampel

k = Jumlah peubah bebas

k-1 dan k-n menunjukkan derajat kebebasan, di mana persamaan di atas menunjukkan

persamaan di atas menunjukkan hubungan antara F dan R2 dan nilai F tergantung pada R

2.

r2

Page 102: Download Versi Indonesia

21

2

r

nt

Dalam pengujian F hitung uji hipotesis dapat dikatakan signifikan apabila F hitung > F

tabel dan sebaliknya apabila F hitung < dari F tabel berarti tidak signifikan, R (Koefisien

Korelasi) akan mempunyai nilai antara 0 dan 1, Bila R=0 berarti tidak ada hubungan

yang mutlak. R=1 itu berarti menunjukkan hubungan yang muttlak antara peubah yang

diteliti. Jadi semakin besar atau mendekati angka 1, nilai koefisien determinasinya semakin

erat hubungannya dengan peubah yang diteliti.

Ho = RyX1Y2,…………., Xk = o, yang berarti tidak ada hubungan antara peubah-

peubah X1, X2……..,Xn dengan peubah Y

Ha = RyX1Y2,…………., Xk > o, yang berarti ada hubungan antara peubah-peubah

X1, X2……..,Xn dengan peubah Y

c. Analisa Regresi Analisa ini digunakan untuk mengamati dan mengetahui sejauh mana pengaruh

yang ada dalam masing-masing peubah bebas terhadap peubah terikat dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3x3 + b4X4 ……….. + bkxk

Di mana :

Y = Peubah yang dipengaruhi

X = Peubah yang mempengaruhi

a = Konstanta regresi

b = Konstanta regresi Linier

Untuk mendapatkan Nilai b0, b1, b2 dan bk dapat digunakan persamaan normal

sebagai berikut (Kerlinger, 1987 : 77)

Y = n.b0+b1X1+b2X2+b3X3+……..+bkXk

YX1 = b0X1+b1 2

1X +biX1X2+b3X1X3+……..+bkX1X3 2

kx

YX2 = boX2+b1X2X1+bi 2

2x +b3X2X3+……..+bkX2Xk

Yxk = boXk+b1XkX1+bi+b3XkX3+…...+bkX2(Kerlinger,1987)

Apabila untuk menguji hipotesis empiris dapat digunakan hipotesis statistik sebagai

berikut :

Ho : xi xij (Xi mempunyai pengaruh paling kuat atau sama dengan Xij)

Ho : xij (Xi mempunyai pengaruh paling kuat dibanding dengan Xij xi )

d. Analisa Uji T

Adapun untuk menguji koefisien tersebut digunakan untuk menguji t dengan

menggunakan formula sebagai berikut :

Sumber : Kerlinger,1987

Di mana

t = Pendekatan distribusi Probabilitas

r = Koefisien korelasi

n = banyaknya sampel

Kriteria yang digunakan adalah :

Page 103: Download Versi Indonesia

a). Menetapkan semua peubah yang bermakna dengan jalan melihat T hitung dan t DF.

Apabila t hitung> t DF maka bermakna dari yang bermakna tersebut ditetapkan

koefisien yang paling besar kemudian dibandingkan dengan peubah yang lain.

b). Menerima H0 apabila :xi > xij

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

3.1 Analisa Deskriptif Tentang Variabel Penelitian

Berikut ini akan dipaparkan deskripsi variabel variabel penelitian denga analisis

distribusi frekuensi. Variabel variabel penelitian tersebut terdiri 2 buah variabel bebas yaitu

kemampuan Pemakai akhir dan Variabel Penerimaan Sistem Informasi (X2), 1 buah

Variabel antara yaitu Pemanfaatan System(X3) dan 1 buah variabel terikat yaitu Kepuasan

Pemakai Akhir (Y)

a. Variabel Kemampuan Akhir (X1)

Kondisi sesungguhnya dari kemampuan para responden tergambar dari jawaban yang

mereka sampaikan atas daftar pertanyan ang diajuakan dengan tujuan untuk mengukur

variabel kemampuan pemakai. Rata rata tanggapan reponden berada pada taraf cukup mahir

hal inidibuktikan oleh rata rata mena jawaban responden sebesar 3,68

b. Variabel Penerimaan Sistem Informasi(X2)

Secara umum responden cukup dapat menerima sistem yang diterapkan di perguruan tinggi

yang bersangkutan hal ini dibuktikan oleh rata rata mean jawaban responden adalah 3.5

c. Variabel Pemanfaatan Sistem(X3)

Secara umum responden menyatakan cukup banyak memanfaatkn sistem yang diterapkan di

perguruan tinggi mereka. Hal ini dibuktikan oleh rata rata mean dari respon responden

adalah 3,54

d. Variabel Kepuasan Pemakai Akhir (Y)

Secara umum Responden cukup Puas akan sistem yang diterapkan diperguruan Tinggi

mereka. Hal ini dibuktikan dari nilai rata rata mean jawaban responden adalah 3,52

3.2 Validitas dan Realibilitas

Hasil uji validitas dan realivilitas instrumen penelitian sebagai berikut: dalam penelitian

ini ada 82 kasus dengan derajat kebebasan(df) 82-2=80. taraf signifikan 5%. Nili r tabel

=0.220. nilai r Tabel ini digunakandasar untuk menilai r hitung tiap item instrumen. Jika r

hitung lebih besar dari r tabel maka instrumen tersebut dikatakan valid. Sedangkan untuk

menilai tingkat reabilitas item variabel maka didasarkan perhitungan alpha. Suatu instrumen

dikatan realiabel jika alphanya lebih besar dari 0,5(Ali Saukah.2000)

Dari hasil Analisis diketahui alpah dari instrumen variabel ini adalah 0,792. dengan

demikian dapat disimpulkan instrumen penelitian dapat disimpulkan instrumen penelitian

untuk variabel X1 dikatakan valid dan reliabel.

Alpha instrumen ini sebesar 0,83 dari tabel dan keterangan diatas maka dapat

disimpulkan instrumen penelitian untuk variabel X2 dikatakan valid dan reliabel.

Page 104: Download Versi Indonesia

Alpha instrumen ini sebesar 0,754 dari tabel dan keterangan diatas maka dapat

disimpulkan instrumen penelitian untuk variabel X3 dikatakan valid dan reliabel.

Alpha instrumen ini sebesar 0,21 dari tabel dan keterangan diatas maka dapat

disimpulkan instrumen penelitian untuk variabel Y dikatakan valid dan reliabel.

3.3 Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik

a. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalaqh adanya hubungan linier yang sempurna atau pasti antara

variabel bebas. Untuk melihat atau pasti antara variabel multikolinieritas dapt diidentifikasi

dengan melihat nilai VIF(Variance Inflanting Factor) variabel bebas, apabila nilai VIF >5

maka terdapat gejala multikol antara variabel bebas jika sebaliknya makat idak terjadi

multikolinieritas (Santoso,2000)

Dengan melihat nili VIF, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolnieritas

karena nilai VIF semua variabel bebas lebih keci dari 5

b. Uji Heterokedastis

Hasil uji heterokedastis dapat dilihat melalui sebaran data pada scaterplot. Bilamana tidak

ada pola tertentu atau teratur pada scatterplot maak dat telah memenuhi persyaratan uji

regresi. Disamping itu untuk menguji heterokedsitisitas dapat juga dilakkukan melalui

metode Spearmen rank correlation yaitu memandingkan nilai Sig(2-tailed) masing msing

variabel bebas dnegan nilai sginifikan alpha sebesar 5%. Jika nilai signifikannya lebih besar

dari 0.05 maka tidak terjadi gejala heterokedastisitias, jika sebaliknya maka terjadi gejala

hetero kedastisitas.

3.4 Analisa Data dan Intepretasi

Dalam analisis regresi dilakukan uji simultan atau uji F dan uji parsial atau uji t. Adapun

hasil perhitungan komputer yang dilakukan dengan program SPSS versi 16 dapat dilihat

sebagai berikut:

Variabel Koefisien

Regresi(B) T hitung Probabilitas Beta R R ² Var

bebas

Var

terikat

X1 Z

0,287 3,143 0,0024 0,0003 0,333 0,110

X2 0,279 3,791 0,0003 0,480 0,392 0,153

Rsquare 0,728 F.Hitung 105,523

R² 0,720 probabilitas 0.000

Multiple R 0,8534 α 0,05

Konstanta -0,123 N 82

3.5 Pengujian Hipotesis Kerja Satu (H1)

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai F Hitung adalah 105,523 dengan angka

probabilitas 0,000 (p<0,05),maka Hipotesis kerja (H!) diterima, yaitu terdapaqt pengaruh

Page 105: Download Versi Indonesia

yang signifikan antara variabel Kemampuan Pemakai Akhir dan Penerimaan Sistem (X1

dan X2) terhadap Pemanfaatan sistem (X3) secara bersama sama (Simultan) dapat diterima.

R Square 0,728 dalam Penelitian ini yang digunakan adalah R Square yang

disesuaikan (karena variabel bebas lebih dari satu) sebesar 0,720 ini mengandung makna

bahwa terdapat pengaruh yangkuat antara variabel. Variabel variabel bebas X1 dan X2

terhadap variabel X3 sebesar 0,720 atau 72% dan selebihnya 0,280 atau 28% dipengaruhi

oleh variabel lain yang diluar penelitian ini

3.6 Pengujian Hipotesis kerja Kedua (H2)

Berdasarkan hasil analissi diperoleh informasi tentang uji parsial dari pengaruh tiap

variabel bebas terhadap variabel tgerika adalah sebagai berikut:

Pada tabel menujukkan nilai p(0,0024) < α0,05. hal ini berarti secara parsial terdapat

pengaruh hang signifikan dari variabel kemampuan pemakai akhir terhadap pemanfaatan

sistem taraf 95% Nilai koefisien determinan parsial(r²) 0,110 yang berarti variasi

peruabahan permanfaatan sistem (X3) yang dapat dijelaskan oeh variabel kemampuan akhir

(X1) sebesar 0,110. Nilai Koefisien B yang diperoleh adalaqh positip yaitu sebesar 0,287

dapat diartikan juka nilai kemampuan akhir dianikan sebesar satu satuan , maka nilai

pemanfaatan sistem akan mingkat sebesar 0,287 dengan asumsi variabel bebas lainnya

konstan.

Dari tabel nilai p(0,0003)< α0,05. hal ini berarti secara parsial ada pengaruh

signifikan antara variabel Penerimaan sitem Informasi (X2) terhadap Pemanfaatan

sistem(X3), taraf signifikan 95%. Nilai koefisien determenasi (r²) yang diperoleh adalah

0,1533 yang berarti variasi perubahan permanfaatan sistem (X3) yang dapat dijelaskan

variabel penerimaan sistem sebesar 0,1533. Nilai Koefesien regresi (B) yang diperoleh

adlaah positip yaitu 0,279 dapat diartikan bahwa jika nilai Penerimaan sistem Informasi

dinaikan sebesar satu satuan , maka nilai Pemanfaatan sistem akan meningkat sebesar 0,278

dengan asumsi variabel lain konstanta.

Berdasarkan hasil analisis Regresi linier berganda yang ditampilkan dalam tabel

maka dapat dihasilkan persamaan regresi sebagai berikut :

X3 = -0,123 +0287X1+0,279X2

Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesis Kerja

(H2) kedua yaitu ada pengaruh yang signifikan secara parsial antara variabel variabel bebas

yaitu Kemampuan (X1),dan Penerimaaan sistem Informasi (X2) dapat diterima

3.7 Pengujian Hipotesis Kerja Ketiga (H3)

Pengujian ini dilakukan untuk menjawab hipotesis kerja yang ke 3 untuk itu berikkut

ini disajikan hasil analisis regresi sederhana untuk menguji hipotesis kerja diatas.

Variabel Koefisien

Regresi(B)

T

hitung Probabilitas Beta Var

bebas

Var

terikat

X1 Z

0,953 12,431 0,0000 0,9668

X2 0,0410 0,501 0, 6181 0,0389

Rsquare 0,871 F.Hitung 268,561

R² 0,868 Probabilitas 0.000

Multiple R 0,9333 α 0,05

Page 106: Download Versi Indonesia

Konstanta 3,387 N 82

Dengan melihat tabel diatas diketahui signifikan p=0,000 lebih kecil 0,05 berarti

hipotesa (H3) dapat diterima artinya pengaruh yang signifikan ari variabel pemanfaatan

Sistem (X3) terhadap Kepuasan Pemakai Akhri (Y). R Square = 0,871 yang berarti

teradapat pengaruh yang signifikan sebesar 87% terhadap kepuasan pemakai akhir dan

sisanya 23% dipengaruh oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

4. Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yanag telah disajikan di depan maka disimpulkan:

1. Terdapat pengaruh yang signifika dari Variabel Kemampuan Pemakai Akhir dan

Penerimaaan Sistem Informasi terhadap Pemanfaatan Sistem secara simultan hal ini

dibuktikan Nilai bahwa nilai F Hitung adalah 105,523 dengan angka probabilitas 0,000

(p<0,05),maka Hipotesis kerja (H!) diterima, yaitu terdapaqt pengaruh yang signifikan

antara variabel Kemampuan Pemakai Akhir dan Penerimaan Sistem (X1 dan X2)

terhadap Pemanfaatan sistem (X3) secara bersama sama (Simultan) dapat diterima. R

Square 0,728 dalam Penelitian ini yang digunakan adalah R Square yang disesuaikan

(karena variabel bebas lebih dari satu) sebesar 0,720 ini mengandung makna bahwa

terdapat pengaruh yangkuat antara variabel. Variabel variabel bebas X1 dan X2

terhadap variabel X3 sebesar 0,720 atau 72% dan selebihnya 0,280 atau 28%

dipengaruhi oleh variabel lain yang diluar penelitian ini

2. Menujukkan nilai p(0,0024) < α0,05. hal ini berarti secara parsial terdapat pengaruh

hang signifikan dari variabel kemampuan pemakai akhir terhadap pemanfaatan sistem

taraf 95% Nilai koefisien determinan parsial(r²) 0,110 yang berarti variasi peruabahan

permanfaatan sistem (X3) yang dapat dijelaskan oeh variabel kemampuan akhir (X1)

sebesar 0,110. Nilai Koefisien B yang diperoleh adalaqh positip yaitu sebesar 0,287

dapat diartikan juka nilai kemampuan akhir dianikan sebesar satu satuan , maka nilai

pemanfaatan sistem akan mingkat sebesar 0,287 dengan asumsi variabel bebas lainnya

konstan. Dari tabel nilai p(0,0003)< α0,05. hal ini berarti secara parsial ada pengaru

signifikan antara variabel Penerimaan sitem Informasi (X2) terhadap Pebamanfaatan

sistem(X3), taraf signifikan 95%. Nilai koefisien determenasi (r²) yang diperoleh adalah

0,1533 yang berarti variasi perubahan permanfaatan sistem (X3) yang dapat dijelaskan

variabel penerimaan sistem sebesar 0,1533. Nilai Koefesien regresi (B) yang diperoleh

adlaah positip yaitu 0,279 dapat diartikan bahwa jika nilai Penerimaan sistem Informasi

dinaikan sebesar satu satuan , maka nilai Pemanfaatan sistem akan meningkat sebesar

0,278 dengan asumsi variabel lain konstanta. Berdasarkan hasil analisis Regresi linier

berganda yang ditampilkan dalam tabel maka dapat dihasilkan persamaan regresi

sebagai berikut :

X3 = -0,123 +0287X1+0,279X2

Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesis Kerja (H2)

kedua yaitu ada pengaruh yang signifikan secara parsial antara variabel variabel bebas

yaitu Kemampuan (X1),dan Penerimaaan sistem Informasi (X2) dapat diterima

4.2 Saran

Page 107: Download Versi Indonesia

1. Oleh karena melalui hasil penelitian dketahui pengaruh yang signifikan dari variabel

kemampuan pemakai akhir dan penerimaan sistem informasi terhadap kepuasan

pelanggan maka kepada lembaga perguruan tinggi jika ingin mengembangkan sistem

informasi manajemen yhang diaplikasikan di Perguruan Tinggi yang bersangkutan

maka sebaiknya , sistem tersebut haru familiar artinya mudah dipahami dan dimengerti

untuk diaplikasikan oleh tenaga tenaga operasional (End User)

2. Dari hasil penelitian menyangkut pengaruh kepuasan pemakai akhir, nampaknya

terdapat hanya 52,7% yang mampu menjelaskan kepuasan pemakai akhir. Oleh karena

itu disarankan bagi peneliti lebih lanjut variabel variabel lain manakah yang cukup

berpengaruh terhadap kepuasan Pemakai Akhir.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 1991. Prosedur Penelitian suatu pendekatan Praktis , Rineka Cipta.

Jakarta

___________, 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Rineka Cipta, Jakarta.

Assael H, 1987. Consumer Behavior and Marketing Action. Third Edition, Kent Publishing,

Company Boston

Atha Sopoulos, Antreas, 2000. Cunstomer Satification cues to Support Market

Segmentation and Explain Behavior

Azwar Azrul, 1996. Pengantar Administrasi . Cetakan Pertama, Edisi Ketiga, Binarupa

Aksara, Jakarta

Azwar, Saifuding. 1986. Reliablitas dan Validitas suatu intepratasi dan Komputasi, Liberty

Yogyakarta

Barry, Leonard anda Parrassuraman, 1997. Listening to The Constumer the Consept of

Seervice Quality Information system, Sloan Management Review Spring, pp 65-76

Christoper, Martin and Powell, Philip 1992. Information System A Management

Perspective. Mc Graw Hil Book Company Europe

Compaeu, Deborah R dan Higgins Cristoper A.1995. Computer Self Efficacy Development

of Measure and Initial Test. MIS Quarterly, Juni, 189-211

Gujarati, Damodar, 1997. Ekonometrika Dasar, Alih Bahasa Sumarno Zein. Erlangga.

Surabaya

Igbaria Magid. Parasuraman, Saroj dan Baraoudi Jack. J 1996 Journal of Management

Information System 13 page 127-143

Page 108: Download Versi Indonesia

Mc Leod Jr Raymond 1996. Sistem Informasi Manajemen Jilid 1 Diterjemahkan oleh

Teguh Jakarta PT Prehallindo.

Sujana, 1996. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi bagi para Peneliti, Tarsito. Bandung

Yogiyanto. HM.1995. Analisa dan desain Sistem Informasi . Yogyakarta Andi Offset

Page 109: Download Versi Indonesia

PENTINGNYA PENGAWASAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU BAGI

PROSES PRODUKSI Oleh :

Bina Andari

Abstract

Material inventory controlling just need for big or small company in efforts for

care production process stabilitation. Without good control is barrier production

process. Unstabil production process will influences main finance.

If more inventory can company loss because the capital is ceased too long in

saving, but unless if less inventory to causes to stop production process because

material inventory lately. If to be continued will marketing department in reach

production results to consumen. So needed material inventory controlling for

production process stabilitation good cares.

Keywords: Material inventory controlling, and production process stabilitation

1. Pendahuluan

Dalam sebuah perusahaan yang memproduksi barang untuk mencapai keuntungan

yang diinginkan, perlu diadakan suatu penyelenggaraan tatalaksana bahan baku yang baik

karena bahan baku merupakan salah satu factor yang penting dan perlu diperhatikan dalam

suatu proses produksi.

Dengan mengadakan tatalaksana persediaan bahan baku ini dibutuhkan sejumlah

dana atau modal yang tertanam dalam perusahaan tersebut, oleh sebab itu setiap perusahaan

haruslah dapat mempertahankan jumlah persediaan yang optimal yaitu yang dapat

menjamin keutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah yang cukup, mutu

dan waktu yang tepat serta dengan biaya yang serendah- rendahnya.

Persediaan yang terlalu berlebihan akan merugikan perusahaan karena terlalu

banyaknya modal kerja yang tertanam dan biaya biaya yang timbul dengan adanya

persediaan tersebut. Sebaliknya persediaan yang terlalu sedikit akan merugikan perusahaan

karena kelancaran proses produksinya dan distribusi perusahaan akan terganggu. Rangkaian

daripada kegiatan produksi dan distribusi ini dimulai dari pengadaan bahan baku, terus

melalui proses produksi sampai menjadi barang jadi dan disimpan di gudang lalu

didistribusikan sampai pada konsumen akhir.

Untuk dapat mengatur tesedianya suatu tingkap persediaan yang optimal agar dapat

memenuhi kebutuhan bahan baku dan dalam jumlah yang cukup, mutu dan pada waktu yang

tepat serta dengan jumlah biaya yang serendah- rendahnya, maka diperlukan suatu

pengawasan terhadap pengadaan bahan baku yang betul- betul dapat melakukan tugasnya.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Islam Balitar

Page 110: Download Versi Indonesia

Pengawasan adalah kegiatan pemeriksaan dan pengendalian atas kegiatan yang telah

dan sedang dilakukan, agar kegiatan- kegiatan tersebut dapat sesuai dengan apa yang

diharapkan atau yang direncankan. Setiap pengawasan selalu harus didahului dengan

penetapan mengenai suatu keadaan atau kondisi yang diinginkan. Dengan demikian

pengawasan merupakan suatu usaha, kegiatan atau proses pelaksanaan tindakan disesuaikan

dengan apa yang diharapkan. Pengawasan persediaan merupakan suatu kegiatan untuk

menentukan tingkat dan komposisi dari persediaan bahan baku dan bahan hasil / produk,

sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan-

kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien

2. Pengertian Persediaan

Persediaan dalam perusahaan adalah untuk menjamin kelancaran proses produksi

dan menjaga kontinuitas perusahaan, kelancaran jalannya proses produksi terjamin karena

bahan- bahan yang diperlukan telah tersedia dan telah tersimpan dalam gudang.

Dengan pengawasan persediaan berarti diadakan pencatatan dan pengawasan isi

gudang beserta pengaturan tentang keluar masuknya bahan baku dalam gudang sehingga

setiap saat dapat diketahui jumlah persediaan yang ada di gudang.

Assauri (2004 ; 169) menyatakan persediaan adalah “Sebagai suatu aktivita yang

meliputi barang- barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode

usaha yang normal, atau persediaan barang- barang yang masih dalam pengerjaan atau

proses produksi, ataupun persediaan barang baku yang menunggu penggunaannya dalam

suatu proses Produksi”

Menurut Riyanto(2001 : 69 ), pengertian persediaan barang adalah : “inventory atau

persediaan barang sebagai elemen utama dari modal kerja merupakan aktiva yang selalu

dalam keadaan berputar, dimana secara terus menerus mengalami perubahan”

Secara umum istilah persediaan barang dipakai untuk menunjukkan barang-barang

yang dimiliki untuk dijual kembali atau digunakan memproduksi barang-barang yang akan

dijual. Dalam perusahaan dagang, barang-barang yang dengan tujuan dijual kemali diberi

judul persediaan barang. Inventory ini merupakan persediaan yang selalu dalam keadaan

berputar, yang mengalami proses lebih lanjut dan mengakibatkan perubahan bentuk dari

barang tersebut. Persediaan adalah kekayaan lancar yang terdapat dalam perusahaan dalam

bentuk persediaan bahan mentah ( bahan baku/ raw material), barang setengah jadi (work in

process) dan barang jadi ( finished goods). Persediaan bahan baku, barang setengah jadi,

dan barang jadi adalah merupakan bagian kekayaan lancer perusahaan. Tujuannya

menunjang kelancaran operasi perusahaan yang meliputi proses produksi maupun

memenuhi ketentuan pasar atau permintaan konsumen.

Jadi persediaan merupakan sejumlah bahan- bahan, parts yang disediakan dan

bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi barang-

barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari komponen atau

langganan setiap waktu.

Dalam hal persediaan bahan baku merupakan salah satu factor yang penting dan perlu

diperhatikan dalam suatu proses produksi, sehingga perlu diadakan suatu penyelenggaraan

tatalaksana bahan baku yang lebih baik untuk mencapai keuntungan yang diinginkan.

Dengan menggunakan tatalaksana persediaan bahan baku ini dibutuhkan sejumlah

dana atau modal yang tertanam dalam perusahaan tersebut, oleh sebab itu setiap perusahaan

haruslah dapat mempertahankan jumlah jumlah persediaan yang optimal yaitu yang dapat

Page 111: Download Versi Indonesia

menjamin keutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dlam jumlah yang cukup, mutu

dan waktu yang tepat serta dengan biaya yang serendah- rendahnya.

Persediaan yang terlalu berlebihan akan merugikan perusahaan karena terlalu

banyaknya modal kerja yang tertanam dan biaya- biaya yang timbul dengan adanya

persediaan tersebut. Sebaliknya persediaan yang terlalu kecil akan merugikan perusahaan

karena kelancaran proses produksinya dan distribusi perusahaan akan terganggu. Rangkaian

daripada kegiatan produksi dan distriusi ini dimulai dari pengadaan bahan baku, terus

melalui proses produksi sampai menjadi barang jadi dan disimpan di gudang lalu

didistribusikan sampai pada konsumen akhir.

Untuk dapat mengatur tersedianya suatu tingkat persediaan yang optimal agar dapat

memenuhi kebutuhan bahan baku dan dalam jumlah yang cukup, mutu dan pada waktu yang

tepat serta dengan jumlah biaya yang serendah-rendahnya, maka diperlukan suatu

pengawasan terhadap pengadaan bahan baku yang betul-betul dapat melakukan tugasnya.

Proses produksi yang lancer merupakan tujuan perusahan sehingga dapat

menghindari kemacetan proses produksi. Oleh sebab itu penting bagi semua jenis

perusahaan untuk mengadakan suatu pengawasan yag dalam hal ini adalah pada pengadaan

bahan baku, sebab kegiatan ini dapat membantu tercapainya tingkat efisiensi penggunaan

dan atau modal dalam persediaan bahan baku.

Pengawasan adalah kegiatan pemeriksaan dan pengendalian atas kegiatan yang telah dan

sedang dilakukan, agar kegiatan-kegiatan tersebut dapat sesuai dengan apa yang diharapkan

atau yang direncanakan.

Setiap pengawasan selalu harus didahului dengan penetapan mengenai suatu

keadaan atau kondisi yang diinginkan. Dengan demikian pengawasan merupakan suatu

usaha, kegiatan atau proses pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan apa yang diharapkan.

Assauri (2004 : 176) menerangkan bahwa : “Pengawasan persediaan adalah suatu

kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari persediaan parts, bahan baku dan

bahan hasil / produk, sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan

penjualan serta kebutuhan-kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien”.

Sedang menurut Cahyono (2004 : 243) “Pengawasan persediaan merupakan salah satu

kegiatan dari urutan kegiatan-kegiatan yang bertautan erat satu sama lain dalam sebuah

operasi produksi perusahaan tersebut sesuai dengan apa yang telah direncanakan lebih

dahulu baik waktu, jumlah, kwalitas maupun biayanya”.

Lebih lanjut Assauri (2004 : 176), menyatakan bahwa : “Setiap peusahaan perlu

mengadakan persediaan untuk dapat menjamin kelangsungan hidup usahanya. Untuk

mengadakan persediaan dibutuhkan sejumlah uang yang diinvestasikan dalam persediaan

tersebut. Oleh sebab itu setiap perusahaan haruslah dapat mempertahankan suatu jumlah

persediaan yang optimum dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran kegiatan-kegiatan

perusahaan dalam jumlah dan mutu yang tepat serta biaya yang serendah-rendahnya”.

Untuk mencapai hal itu maka diperlukan suatu system pengawasan persediaan yang harus

memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

a. Terdapatnya gudang yang cukup luas teratur dengan pengaturan tempat bahan / barang

yang tepat dan identifikasi bahan / barang tertentu.

b. Sentralisasi kekuasaan dan tanggung jawab pada satu orang dapat dipercaya, terutama

penjaga gudang.

c. Suatu system pencatat dan pemeriksaan atas penerimaan bahan/ barang.

d. Pengawasan mutlak atas pengeluaran bahan / barang.

Page 112: Download Versi Indonesia

e. Pencatatan yang cukup teliti yang menunjukkan jumlah yang dipesan, yang dibagikan /

dikeluarkan dan yang tersedia dalam gudang.

f. Pemeriksaan fisik bahan / barang yang ada dalam persediaan secara langsung.

g. Perencanaan untuk menggantikan barang- barang yang telah dikeluarkan, barang-barang

yang telah lama disimpan dalam gudang, dan barang-barang yang sudah using dan

ketinggalan zaman.

h. Pengecekan untuk menjamin dapat efektifnya kegiatan rutin.

Jadi untuk menjamin bahan-bahan / barang-barang yang terdapat dalam persediaan

dipergunakan secara efisien, maka perlu pencatatan-pencatatan yang tertib dan teratur atas

bahan-bahan / barang-barang tersebut.

Dengan adanya pencatatan yang dilakukan secara teratur dan terus menerus maka

perusahaan akan dapat mengikuti perkembangan persediaan barang-barang dengan baik.

Adapun menurut Handoko (2003 : 373), pengawasan yang efektif harus memenuhi

karakteristik-karakteristik pengawasan sebagai berikut

1. Akurat

Informasi tentang pelaksanaan kegiatan harus akurat. Data yang tidak akurat dari

system pengawasan dapat menyebabkan organisasi mengambil tindakan koreksi yang

keliru atau bahkan menciptakankan masalah yang sebenarnya tidak ada.

2. Tepat waktu

Iformasi harus dikumpulkan, disampaikan dan dievaluasi secepatnya bila kegiatan

perbaikan dilakukan segera.

3. Obyektif dan menyeluruh

Informasi harus mudah dipahami dan bersifat obyektif serta lengkap.

4. Terpusat pada titik-titik pengawasan strategi

Sistem pengawasan harus memusatkan perhatian pada bidang-bidang dimana

penyimpangan-penyimpangan dari standar paling sering terjadi atau yang

akan mengakibatkan kerusakan paling fatal.

5. Realistik secara ekonomi

Biaya pelaksanaan system pengawasan harus lebih rendah, atau paling tidak sama,

dengan kegunaan yang diperoleh dari system tersebut.

6. Realistik secara organisasional

Sistem pengawasan harus cocok atau harmonis dengan kenyataan-kenyataan organisasi.

7. Terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi

Informasi pengawasan harus terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi karena

“Setiap tahap dari proses pekerjaan dapat mempengaruhi sukses atau kegagalan

keseluruh operasi”. Informasi pengawasan harus sampai pada seluruh personalia yang

memerlukannya.

8. Fleksibel

Pengawasan harus mempunyai fleksibilitas untuk memberikan tanggapan atau reaksi

terhadap ancaman ataupun kesempatan dari lingkungan.

9. Bersifat sebagai petunjuk dan operasional

Sistem pengawasan efektif harus menunjukkan baik deteksi atau deviasi dari standart,

tindakan koreksi apa yang seharusnya diambil.

10. Diterima para anggota organisasi

Sistem pengawasan harus mampu mengarahkan pelaksanaan kerja para anggota

organisasi dengan mendorong perasaan otonomi, tanggung jawab dan berprestasi.

Page 113: Download Versi Indonesia

Jadi pengawasan persediaan yang efektif dapat memperbaiki penyimpangan-

penyimpangan yang terjadi untuk diarakhan pada rencana yang telah ditetapkan, sehingga

dapat memperlancar proses produksi.

3. Tujuan dan fungsi Pengawasan Persediaan

Pada dasarnya setiap aktivitas mempunyai tujuan, karena dengan tujuan yang jelas

maka aktivitas-aktivitas akan mudah dikerjakan. Akan halnya dengan pengawasan

persediaan juga mempunyai beberapa tujuan antara lain :

1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat

mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.

2. Menjaga agar persediaan yang ada tidak terlalu besar atau berlebihan.

3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari yang berakibat biaya

pemesanan menjadi besar.

Lebih lanjut tujuan dari pengawasan persediaan dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Dengan adanya pengawasan persediaan yang baik maka kehabisan atau kekurangan

persediaan dapat dicegah sehingga kelancaran proses produksi dapat berjalan lancar, hal

ini berarti menjamin kontinuitas perusahaan.

2. Dengan pengawasan persediaan yang baik tidak akan terjadi kelebihan atau kekurangan

bahan baku.

3. Dengan pengawasan persediaan yang baik maka pengawasan proses produksi menjadi

lebih terarah dan keuangan / modal dapat dipergunakan dengan efektif.

Adapun fungsi utama dari suatu pengawasan persediaan yang efektif adalah :

a. Memperoleh bahan-bahan

Yaitu menetapkan prosedur untuk memperoleh suatu supply yang cukup dari bahan-

bahan yang dibutuhkan baik kuantitas maupun kualitas.

b. Menyimpan dan memelihara bahan-bahan dalam persediaan

Yaitu mengadakan suatu system penyimpanan untuk memelihara dan melindungi bahan-

bahan yang telah dimasukkan ke dalam persediaan.

c. Pengeluaran bahan-bahan

Yaitu menetapkan suatu pengaturan atas pengeluaran dan penyampaian bahan-bahan

dengan tepat pada saat serta tempat dimana dibutuhkan.

d. Meminimalisasi investasi dalam bentuk bahan atau barang

Yaitu mempertahankan persediaan dalam jumlah yang optimum setiap waktu.

Jadi fungsi pengawasan persediaan adalah menjaga persediaan yang cukup agar kegiatan

operasi produksinya dapat lancer dan efisien. Masalah pengawasan persediaan adalah

masalah yang penting bagi perusahaan karena jumlah persediaan masing-masing bahan akan

menentukan atau mempengaruhi kelancaran proses produksi.

4. Pelaksanaan Pengawasan Persediaan

Dalam melaksanakan pengawasan persediaan bahan perlu diperhatikan mengenai :

1. Tipe dalam melaksanakan pengawasan.

Ada tiga tipe dasar pengawasan menurut Handoko (2003 : 361) yaitu :

Pengawasan pendahuluan.

Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan (concurrent

control).

Pengawasan umpan balik.

Page 114: Download Versi Indonesia

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tipe-tipe pengawasan perlu selalu

diawali dengan perencanaan, penetapan tujuan, standar atau sasaran pelaksanaan suatu

kegiatan.

2. Tahap-tahap dalam proses pengawasan

Proses pengawasan menurut Handoko (2003 : 363) yaitu :

Penetapan standar pelaksanaan (perencanaan).

Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan.

Pengukuran pelaksanaan kegiatan.

Pembandingan pelaksanaan dengan standar dan analisa penyimpangan.

Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan.

Menurut Terry dalam Sarwoto (1998 : 100) proses pengawasan terdiri dari beberapa

tindakan (langkah pokok ) yaitu :

a. Penentuan ukuran atau pedoman baku ( standar)

b. Penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah dikerjakan.

c. Perbandingan antara pelaksanaan pekerjaan dengan ukuran atau pedoman baku yang

telah ditetapkan untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.

d. Perbaikan terhadap penyimpangan–penyimpangan yang terjadi, sehingga pekerjaan

tadi sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pengawasan persediaan

diperlukan suatu proses pengawasan yang baik agar penyimpangan-penyimpangan dapat

dievaluasi sedini mungkin.

3. Tehnik pelaksanaan Pengawasan Persediaan

Dalam pengawasan persediaan bahan baku dibutuhkan suatu teknik yang tepat

dalam pelaksanaannya. Cara pengawasan persediaan dengan system inventory control

menurut Subagyo (2000 : 144) adalah sebagai berikut :

Sistem inventory adalah suatu cara untuk menentukan bagaimana dan kapan suatu

pembelian dilakukan untuk mengisi suatu bahan baku, yang terdiri dari :

1. Sistem Reorder Point.

2. Sistem Periodik.

3. Sistem persediaan maksimum dan system persediaan minimum.

4. Sistem persediaan dasar.

5. Sistem visual.

Berdasarkan pendapat di atas, maka system yang fleksibel adalah dengan

menggunakan system persediaan maksimum dan minimum. Didalam menentukan besarnya

jumlah pesanan yang ekonomis hendaknya memperhatikan atau memperhitungkan

komponen biaya yang ada didalamnya. Menurut Prawirosentono (2000 : 73) “biaya-biaya

yang dimaksud adalah : biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (carrying

costs)”. Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa :

1. Biaya pemesanan atau disebut ordering cost adalah biaya yang dikeluarkan tiap kali

pesan. Misalnya biaya telepon, biaya pencatatan dlam kartu gudang, biaya penerimaan

bahan yang dipesan.

2. Biaya penyimpanan (carrying cost) adalah biaya yang dikeluarkan akibat perusahaan

menyimpan bahan di gudang, misalnya : biaya pemeliharan, biaya sewa gedung, biaya

asuransi, biaya pajak persediaan bahan yang ada dalam gudang.

Dalam penentuan jumlah pemesanan yang ekonomis, maka harus diusahakan

memperkecil biaya-biaya yang dibutuhkan. Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan

Page 115: Download Versi Indonesia

mempunyai sifat yang berbeda. Apabila menginginkan biaya pemesanan kecil maka jumlah

pemesanan harus besar, tetapi di pihak lain biaya penyimpanan akan membengkak.

Dengan demikian jumlah yang ekonomis (Economic Order Quantity / EOQ) adalah

besarnya pesanan yang dimiliki, jumlah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan paling

minimal.

Besarnya EOQ dapat ditentukan dengan berbagai cara dan antara lain banyak

digunakan ialah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Menurut Riyanto (2001 : 79), bahwa :

EOQ =

Dimana :

R = Jumlah (dalam unit) yang dibutuhkan selama satu periode tertentu,

misalnya1tahun.

S = Biaya pesanan setiap kali pesan.

P = Harga pembelian per unit yang dibayar

I = Biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang dinyatakan dalam

prosentase dari nilai rata-rata dalam rupiah dari persediaan.

5. Titik pemesanan kembali (reorder point)

Di dalam penyediaan bahan baku perusahaan harus mengetahui besarnya kegiatan

proses produksi, kemudian dihubungkan dengan persediaan yang ada sehingga dapat

diketahi kemampuan persediaan bahan baku dalam melayani proses produksi. Dalam

kegiatan penentuan pemesanan kembali, perlu diketahui bahwa persediaan bahan baku

semakin lama semakin habis, dan untuk menghindari jangan sampai perusahaan kebahisan

persediaan maka perlu ditetapkan batas dari jumlah pemesanan terhadap haban baku harus

diadakan kembali agar tidak mengalami atau terjadi kekurangan selama lead time, atau

disebut penentuan reorder point.

Subagyo (2000 : 144)menyatakan reorder point sama dengan jumlah barang yang

dibutuhkan selama jangka pemesanan barang (lead time) sampai barang dating.

Sedangkan Assauri (2004 : 196) menyebutkan reorder point adalah suatu titik atau batas

dari jumlah persediaan yang ada pada saat dimana pemesanan harus diadakan kembali.

Dalam penentuan titik reorder point, perusahaan harus memperhatikan dua factor

yaitu :

1. Faktor waktu (waktu tunggu/ lead time )

Adalah jarak atau lama waktu antara kegiatan pemesanan bahan sampai bahan yang

dipesan tersebut dating dan diterima di gudang persediaan bahan baku.

2. Faktor tingkat penggunaan rata-rata bahan baku dalam periode tertentu.

a. Penentuan persediaan minimum

Assauri (2004 : 195) menyatakan bahwa : “Persediaan minimum adalah merupakan

batas jumlah persediaan barang paling rendah yang harus ada untuk suatu jenis

bahan”. Sedang Riyanto (2001 : 74 ) menyebutkan : “Persediaan minimal bahan

mentah yang harus diperthankan untuk menjamin kontinuitas usahanya, dan

persediaan tersebut ialah apa yang disebut persediaan besi/ persediaan inti/ persediaan

minimal bahan mentah (safety stock)”. Dari kedua pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa persediaan minimal adalah jumlah persediaan minimum yang

Page 116: Download Versi Indonesia

harus ada guna menghindari kemungkinan kehabisan bahan. Hal ini dimaksudkan

untuk menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan yang disebabkan

keterlambatan dalam penerimaan bahan baku, sehingga tidak dapat menjamin

keselamatan produksi (operasi produksi) apabila terjadi kekurangan bahan (stock out).

Besarnya persediaan minimum dalam suatu perusahaan hendaknya sama dengan

besarnya persediaan penyelamat. Persediaan minimum sering juga disebut persediaan

penyelamat (safety stock). Sedangkan yang menjadi factor-faktor yang mempengaruhi

dalam persediaan minimum adalah factor tunggu dan penggunaan rata-rata.

b. Penentuan persediaan maksimum menurut Assauri (2004 : 196) merupakan batas

jumlah persediaan bahan baku yang paling besar yang sebaiknya diadakan oleh

perusahaan.

Jadi persediaan maksimum ini harus dapat mencerminkan efisiensi dan efektivitas

persediaan dalam melayani kebutuhan, dimana dengan perhitungan terlebih dahulu rencana

pemakaian bahan baku dalam satu periode, biaya-biaya pemesanan (ordering cost) dan

biaya-biaya penyimpanan (carrying cost) serta harga per unitny. Untuk memperoleh

persediaan maksimum adalah jumlah pemesanan yang paling ekonomis ditambah dengan

persediaan minimum ( safety stock).

Pengawasan persediaan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar

kegiatan produksi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Apabila

terjadi penyimpangan maka penyimpangan tersebut dapat dikoreksi sehingga apa yang

diharapkan dapat tercapai.

Menurut Prawirosentono (2000 : 60 ) berpendapat bahwa : “Persediaan yang

terdapat di dalam perusahaan merupakan bagian dari asset (kekayaan perusahaan). Oleh

karena asset merupakan bagian dari kekayaan maka pimpinan perusahaan sangat

berkepentingan untuk memantaunya. Pemantauan ini bertujuan untuk menjaganya dari

kehilangan dan menjaga agar selalu tersedia sesuai dengan kebutuhan perusahaan,

mencegah timbulnya kehilangan persediaan dan menjaga tersedianya persediaan bahan

untuk menjamin kelancaran proses produksi.”

Menurut Gitosudarmo (2000 : 143) berpendapat bahwa : “Pengadaan persediaan

bahan dasar perlu dilaksanakan karena ketidakteraturan penggunaan bahan tersebut akan

menimbulkan gangguan terhadap kelancaran proses produksi yaitu terhentinya proses

produksi karena habisnya persediaan bahan dasar sebagai akibat dari melonjaknya

penggunaan bahan pada saat tertentu itu.”

6. Pengertian Proses Produksi

Assauri ( 2004 : 75) mengemukakan bahwa : “Proses produksi dapat diartikan

sebagai cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang

atau jasa dengan menggunakan sumber- sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana

) yang ada”.

Menurut Yamit (2004 : 123) “Proses produksi pada hakekatnya adalah proses

pengubahan (transformasi) dari bahan atau komponen (input) menjadi produk lain yang

mempunyai nilai lebih tinggi atau dalam proses terjadi penambahan nilai”.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa proses produksi merupakan bagian kegiatan

untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau dengan menggunakn

sumber-sumber yang ada.

Page 117: Download Versi Indonesia

7. Jenis-jenis Proses Produksi

Terdapat berbagai macam pembagian dari jenis proses produksi yang ada dalam

perusahaan. Untuk dapat memisahkan jenis proses produksi didalam perusahaan dengan

baik maka kita perlu mengetahui terlebih dahulu darimana atau dari sudut pandang apa kita

akan mengadakan pemisahan jenis dari proses produksi.

Menurut Assauri (2004 :75), bahwa”Jenis proses produksi dibedakan menjadi 2 (dua) jenis”

yaitu :

1. Proses produksi yang terus- menerus (continuous processes).

Proses produksi terus menerus adalah proses produksi barang atas dasar aliran

produk dari satu operasi ke operasi berikutnya tanpa penumpukan di suatu titik dalam

proses. Dalam hal ini, perusahaan beroperasi secara terus menerus untuk memenuhi

stock pasar (kebutuhan pasar ). Selama stock barang hasil produksi yang terdapat di

pasaran masih diperlukan konsumen, perusahaan akan terus memproduksi barang

tersebut. Mengingat proses produksi dilakukan secara terus menerus untuk memenuhi

stock pasar atau permintaan pasar, berarti barang yang dihasilkan harus dalam jumlah

besar (Mass Production), hal ini dilakukan karena barang yang dihasilkannya tidak

dipesan oleh orang-orang, tetap diminta oleh pasar yang terdiri oleh banyak orang.

Sifat-sifat atau cirri-ciri proses produksi secara terus menerus :

a. Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah besar (produksi massa) dengan

variasi yang sangat kecil dan sudah distandardisir.

b. Proses seperti ini biasanya menggunakan system atau cara penyusunan peralatan

berdasarkan urutan pengerjaan dari produk yang dihasilkan, yang disebut Product

Lay Out atau Departementation by Product.

c. Mesin-mesin yang dipakai adalah mesin-mesin yang bersifat khusus untuk

menghasilkan produk tersebut, yang dikenal dengan nama Special Purpose

Machines.

d. Pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan kecil sekali, sehingga

operatornya tidak perlu mempunyai keahlian atau skill yang tinggi untuk

mengerjakan produk tersebut.

e. Apabila salah satu mesin / peralatan terhenti atau rusak, maka seluruh proses

produksi akan terhenti.

f. Job structure-nya sedikit dan jumlah tenaga kerjanya tidak terlalu banyak.

g. Persediaan bahan mentah dan bahan dalam proses adalah lebih rendah dari

Intermettent Process atau Manufacturing.

h. Proses seperti ini membutuhkan maintenance specialist yang mempunyai

pengetahuan dan pengalaman yang banyak.

i. Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang fixed (fixed

path equipment) yang menggunakan tenaga mesin seperti ban berjalan (conveyor).

2. Proses produksi terputus-putus (intermittent processes / manufacturing).

Perusahaan manufaktur yang beroperasi secara terputus-putus menggantung

proses produksinya pada pesanan (job order), yang artinya perusahaan ini akan

berproduksi membuat jenis suatu barang bila barang tersebut ada yang memesannya

dan barang yang dibuat harus disesuaikan dengan permintaan tau keinginan dan selera

konsumen, maksudnya bentuk, warna, model barang yang dipesan tergantung atau

disesuaikan dengan kehendak pemean. Bila tidak ada pesanan (order) berarti tidak ada

proses produksi (job). Oleh sebab itu diberi istilah job order atau bekerja atas dasar

pesanan.

Page 118: Download Versi Indonesia

Sifat-sifat atau cirri-ciri dari proses produksi yang terputus-putus (intermittent

process/ manufacturing) :

a. Biasanya produksi yang dihasilkan dalam jumlah yang sangat kecil sengan variasi

yang sangat besar( berbeda) dan didasarkan atas pesanan.

b. Proses seperti ini biasanya menggunakan system atau cara penyusunan peralatan

berdasarkan atas fungsi dalam proses produksi atau peralatan yang sama

dikelompokkan pada tempat yang sama, yang disebut dengan proses lay out atau

departementation by Equipment.

c. Mesin-mesin yang dipakai adalah mesin-mesin yang bersifat umum yang dapat

digunakan untuk menghasilkan bermacam-macam produk dengan variasi yang

hampir sama, mesin mana dikenal dengan nama General Purpose Machines.

d. Oleh karena mesin-mesinnya bersifat umum dan biasanya kurang otomatis, maka

pengaruh individu operator terhadap produk yang dihasilkan sangat besar, sehingga

operatornya perlu mempunyai keahlian atau skill yang tinggi dalam pengerjaan

produk tersebut.

e. Proses produksi tidak mudah / akan terhenti walaupun terjadi kerusakan atau

terhentinya salah satu mesin atau peralatan.

f. Oleh karena mesin- mesin bersifat umum dan variasi dari produknya besar. Maka

terhadap pekerjaan (job) yang bermacam-macam menimbulkan pengawasan

(control) lebih sukar.

g. Persediaan bahan mentah biasanya tinggi, karena tidak dapat ditentukan pesanan apa

yang akan dipesan oleh pembeli dan juga persediaan bahan dalam proses lebih tingi

dari continuous process/ manufacturing karena prosesnya terputus-putus/ terhenti-

henti.

h. Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang dapat flexible

(varied path equipment) yang menggunakan tenaga manusia seperti kereta dorong

atau forklift.

i. Dalam proses seperti ini sering dilakuka pemindahan bahan yang bolak balik

sehingga perlu adanya ruangan gerak (aisle) yang besar dan ruangan tempat bahan-

bahan dalam proses (work in process) yang besar.

8. Hubungan antara Pengawasan Persediaan Bahan Baku dengan Proses Produksi

Pengawasan persediaan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar

kegiatan produksi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Apabila

terjadi penimpangan maka penyimpangan tersebut dapat dikoreksi sehingga apa yang

diharapkan dapat tercapai.

Prawirosentono (2000 : 60 ) berpendapat bahwa : “Persediaan yang terdapat di dalam

perusahaan merupakan bagian dari asset (kekayaan perusahaan). Oleh karena asset

merupakan bagian dari kekayaan maka pimpinan perusahaan sangat berkepentingan untuk

memantaunya. /Pemantauan ini bertujuan untuk menjaganya dari kehilangan dan menjaga

agar selalu tersedia sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Mencegah timbulnya kehilangan

persediaan dan menjaga tersedianya persediaan bahan untuk menjamin kelancaran proses

produksi.”

Sedang Gitosudarmo (2000 : 143) berpendapat bahwa : “Pengadaan persediaan bahan dasar

perlu dilaksanakan karena ketidakteraturan penggunaan bahan tersebut akan menimbulkan

gangguan terhadap kelancaran proses produksi yaitu terhentinya proses produksi karena

Page 119: Download Versi Indonesia

habisnya persediaan bahan dasar sebagai akibat dari melonjaknya penggunaan bahan pada

saat tertentu”.

9. Kesimpulan

Sebagai penutup dapat disimpulkan bahwa peranan pengawasan persediaan bahan baku

sangat berpengaruh pada proses produksi, karena :

1. Pengawasan persediaan dilakukan untuk menjamin apa yang telah ditetapkan dalam

rencana produksi dapat terlaksana dan bila terjadi penyimpanan dapat segera dikoreksi

sehingga tidak menganggu pencapaian target produksi.

2. Pengawasan persediaan dilakukan agar persediaan atau stock yang ada tidak akan

mengalami kekurangan dan dapat dijaga dari kehilangan serta agar selalu tersedia sesuai

dengan kebutuhan produksi.

3. Pengawasan persediaan ini dapat menjamin kepuasan konsumen karena dapat merealisir

permintaan yang mendadak.

DAFTAR PUSTAKA

Assauri, Sofjan. (2004) Manajemen produksi dan operasi (edisi revisi),LPUI,.Jakarta

Cahyono (2004), Manajemen Produksi, IPWI, Yogyakarta

Gitosudarmo (2000), Manajemen Produksi, Ed.4, BPFE-UGM, Yogyakarta

Handoko (2003), Dasar Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, BPFE, Yogyakarta

Prawirosentono, Suyadi, (2000), Manajemen operasi analisis dan studi kasus, Bumi Aksara,

Jakarta

Riyanto, bambang, (20001), Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Keempat, BPFE,

Yogyakarta

Sarwoto (1998), DasarDasar Organisasi dan Management, Penerbit Ghalia Indonesia,

Jakarta

Subagyo (2000), Manajemen Operasi, BPFE, Yogyakarta

Yamit (2004), Manajemen Persediaan, Ekonisia FE UII, Solo

***