dosen.ikipsiliwangi.ac.id · prosiding seminar nasional pendidikan bahasa dan sastra indonesia 2015...

450
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA YANG UNGGUL DALAM KONTEKS MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 1 Sarwiji Suwandi 2 Universitas Sebelas Maret Pendahuluan Kemampuan anak Indonesia usia 15 tahun di bidang matematika, sains, dan membaca dibandingkan dengan anak-anak lain di dunia masih rendah. Hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam tes. Penilaian itu dipublikasikan oleh the Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Indonesia hanya sedikit lebih baik dari Peru yang berada di peringkat terbawah. Rerata skor matematika anak- anak Indonesia 375, rerata skor membaca 396, dan rerata skor untuk sains 382. Padahal, rerata skor OECD secara berurutan adalah 494, 496, dan 501 (http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/ survei- internasional-pisa). Perlu ada penelitiaan yang komprehensif untuk menemukan akar permasalahan atas kurangnya kemampuan membaca anak-anak Indonesia. Mereka pada umumnya kurang memiliki minat dan budaya baca dan karenanya kompetensi membaca mereka kurang. Untuk siswa SMP, misalnya, berdasarkan riset yang dilakukan Suwandi (2007b: 43) diketahui bahwa kemampuan membaca cepat mereka rerata 144 kata per menit. Anak-anak Indonesiakhususnya generasi mudabanyak membelanjakan waktunya untuk sekadar “ngobrol” melalui berbagai media sosial (medsos) yang ada, seperti face book, whats ap, twitter, instagram, dan path. Berdasarkan penelusuran terbatas pengguna medsos di kalangan generasi muda, sedikit di antara mereka yang memanfaatkan media tersebut untuk menambah atau memperkaya ilmu pengetahuan. Rendahnya minat dan budaya membaca berdampak pada 1 Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional dengan tema “Peran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)” yang diselenggarakan STKIP Siliwangi Bandung, 25 November 2015. 2 Guru Besar pada FKIP dan Ketua Program Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Upload: others

Post on 10-Nov-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

1

PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI

UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA YANG UNGGUL

DALAM KONTEKS MASYARAKAT EKONOMI ASEAN1

Sarwiji Suwandi2

Universitas Sebelas Maret

Pendahuluan

Kemampuan anak Indonesia usia 15 tahun di bidang matematika, sains, dan membaca

dibandingkan dengan anak-anak lain di dunia masih rendah. Hasil Programme for

International Student Assessment (PISA) 2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65

negara yang berpartisipasi dalam tes. Penilaian itu dipublikasikan oleh the Organization for

Economic Cooperation and Development (OECD). Indonesia hanya sedikit lebih baik dari

Peru yang berada di peringkat terbawah. Rerata skor matematika anak- anak Indonesia 375,

rerata skor membaca 396, dan rerata skor untuk sains 382. Padahal, rerata skor OECD secara

berurutan adalah 494, 496, dan 501 (http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/ survei-

internasional-pisa).

Perlu ada penelitiaan yang komprehensif untuk menemukan akar permasalahan atas

kurangnya kemampuan membaca anak-anak Indonesia. Mereka pada umumnya kurang

memiliki minat dan budaya baca dan karenanya kompetensi membaca mereka kurang. Untuk

siswa SMP, misalnya, berdasarkan riset yang dilakukan Suwandi (2007b: 43) diketahui

bahwa kemampuan membaca cepat mereka rerata 144 kata per menit. Anak-anak

Indonesia—khususnya generasi muda—banyak membelanjakan waktunya untuk sekadar

“ngobrol” melalui berbagai media sosial (medsos) yang ada, seperti face book, whats ap,

twitter, instagram, dan path. Berdasarkan penelusuran terbatas pengguna medsos di kalangan

generasi muda, sedikit di antara mereka yang memanfaatkan media tersebut untuk menambah

atau memperkaya ilmu pengetahuan. Rendahnya minat dan budaya membaca berdampak pada

1Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional dengan tema “Peran Bahasa dan Sastra Indonesia

dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)” yang diselenggarakan STKIP Siliwangi

Bandung, 25 November 2015. 2Guru Besar pada FKIP dan Ketua Program Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret.

Page 2: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

2

kurangnya kompetensi menulis mereka. Aktivitas menulis mereka lebih banyak didominasi

untuk keperluan chatting dan menulis caption. Mereka juga kurang memiliki kemahiran

berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Para siswa pun kurang memiliki

kemampuan mengapresiasi dan berkspresi sastra.

Setelah diketahui prestasi literasi siswa Indonesia dibandingkan dengan prestasi

literasi siswa dari negara-negara lain dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, perlu

dirumuskan kebijakan dan strategi implementasi yang tepat untuk meningkatkan daya saing

dan keunggulan Indonesia. Pendidikan yang berkualitaslah yang mampu menggaransi

keberhasilan upaya tersebut. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta tuntutan

perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global, akuntabilitas publik terhadap kualitas

pendidikan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah,

dan berkesinambungan perlu dilakukan. Pendidikan diharapkan memiliki kesiapan dalam

memberikan respon yang positif terhadap berbagai tuntutan kebutuhan masyarakat (Suwandi,

2014: 1), terlebih pada tahun 2015 kita sudah masuk pada Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC). MEA menghadapkan kita pada tantangan

kompetisi yang lebih besar. Untuk itulah, kualitas praktik dan hasil pendidikan perlu secara

terus-menerus ditingkatkan.

Upaya meningkatan mutu pendidikan harus menjadi komitmen semua guru mata

pelajaran, termasuk guru atau pendidik bahasa Indonesia. Kiranya kita bisa bersetuju bahwa

setakat ini pembelajaran bahasa Indonesia dinilai belum menunjukkan performa yang

diharapkan. Melalui berbagai forum ilmiah (seperti kongres, konferensi, seminar, workshop,

pelatihan, bimbingan teknis, atau apa pun disebut persoalan mutu pembelajaran bahasa

Indonesia terus disorot dan diartikulasikan. Kritikan terus-menerus dikumandangkan, bukan

saja oleh para pengguna lulusan dan masyarakat luas, tapi juga oleh para pelaku pendidikan.

Suara kritis dari para pelaku pendidikan (termasuk guru dan dosen) tentu pantas diapresiasi

karena hal demikian dapat dipandang sebagai hasil refleksi diri dan pertanda kedewasaan.

Page 3: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

3

Lebih dari itu, sesungguhnya harus menjadi kesadaran kolektif bahwa ikhtiar untuk

mewujudkan proses dan hasil pembelajaran yang bermutu harus dilakukan secara terus-

menerus dan berkelanjutan.

Upaya meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Indonesia bukanlah persoalan yang

mudah karena pembelajaran merupakan sistem yang kompleks. Menurut Richards (2002: 54),

terdapat empat faktor utama dalam pembelajaran, yaitu sekolah, guru, proses pembelajaran,

dan siswa. Sesuai dengan sistem kompleks pendidikan dan pembelajaran, pendekatan

sistemik dan sistematik sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan yang ada.

Perbaikan pada berbagai komponen pendidikan/pembelajaran harus dilakukan secara

simultan. Perbaikan haruslah menjangkau dimensi teoretis konseptual, regulasi, maupun

dimensi praksis. Untuk itu, program sinergis yang dilakukan oleh seluruh pemangku

kepentingan pendidikan/pembelajaran—guru, dosen, pengawas, penulis buku, pengembang

model pembelajaran, pengembang model penilaian, perancang/pengembang kurikulum,

sekolah, perguruan tinggi, pemerintah, dan masyarakat—sangat diperlukan.

Makalah ringkas ini lebih berfokus pada upaya pengembangan budaya dan

kemampuan literasi. Kemampuan literasi menurut pandangan penulis merupakan modal yang

teramat penting bagi tercapainya keunggulan. Untuk itu, upaya mengembangkan budaya

literasi agar anak-anak Indonesia—khususnya generasi muda Indonesia—memiiki prestasi

literasi yang baik dan pada giliranya memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa

merupakan sebuah keniscayaan.

Bangsa yang Unggul

Kehendak menjadikan bangsa yang unggul menuntut ikhtiar yang sungguh-sunguh

agar masyakat dan bangsa Indonesia terlebih dahulu berilmu. Perlu ada upaya yang sistematis

untuk mencendekiakan masyarakat dan bangsa Indonesia serta menjadikan bangsa Indonesia

yang bermartabat karena kamajuan ilmunya. Untuk itu, diperlukan perencanaan dan

implementasi pendidikan secara baik.

Upaya mewujudkan pendidikan yang berkualitas bertalian erat dengan

pengembangan kurikulum. Kurikulum memiliki peran yang sangat strategis dan menentukan

dalam pelaksanaan dan keberhasilan pendidikan sebagaimana dinyatakan oleh Richard (2002:

2), “curriculum development is more comprehensive than syllabus design. It includes the

processes that are used to determine the needs of a group of learners, to develop aim and

Page 4: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

4

objectives for a program to address those needs, to determine an appropriate syllabus, course

structure, teachings methods, and materials, and to carry out an evaluation of the language

program that results from the processes.

Dalam upaya mengembangkan kulitas pendidikan, kurikulum—baik di tingkat

sekolah dasar dan menengah maupun pendidikan tingi—terus-menerus

diperbaiki/disempurnakan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 untuk

pendididkan dasar dan menengah dengan segenap pro kontra dikembangkan menjadi

Kurikulum 2013. Sementara itu, Kurikulum Inti dan Institusional 2002 untuk perguruan tinggi

dikembangkan menjadi Kurikulum Pendidikan Tinggi yang mengacu pada Perpres RI No. 8

Th. 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, Permendikbud No. 73 Tahun

2013 tentang Pelaksanaan Kerangka Kualifikasi Indonesia, dan Permendikbud RI No. 49

Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.Namun demikian, perlu disadari

bahwa kurikulum yang baik belumlah menjamin dihasilkan hasil pendidikan yang baik.

Implementasi kurikulum tersebut pada akhirnya sebagai penentu terwujudnya hasil

pendidikan yang berkualitas.

Selain pendidikan, strategi yang dipandang jitu untuk menjadikan bangsa Indonesia

sebagai bangsa berilmu adalah memajukan kegiatan penelitian. Melalui penelitianlah akan

banyak diproduksi ilmu pengetahuan dan teknologi baru, pemikiran-pemikiran baru, model-

model baru, dan produk-produk inovatif dalam bidang kebudayaan dan seni.

Tatkala bangsa Indonesia telah maju, yang ditunjukkan kemampuannya dalam

menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa-bangsa lain akan tertarik untuk

mempelajari dan berupaya memperoleh ilmu dan teknologi tersebut. Dalam hal kemajuan

ilmu dan teknologi itu dikemas dan disajikan dalam bahasa Indonesia, maka orang dan bangsa

lain sudah tentu akan berusaha mempelajari bahasa Indonesia.

Untuk mewujudkan bangsa dan masyarakat yang cendekia perlu ditanamkan nilai-

nilai karakter, yang menurut Indonesia Heritage Foundation meliputi (1) cinta Tuhan dengan

segenap ciptaannya, (2) kemandirian dan tanggung jawab, (3) kejujuran, bijaksana, amanah,

(4) hormat dan santun, (5) dermawan, suka menolong, dan gotong royong, (6) percaya diri,

kreatif, dan pekerja keras, (7) kepemimpinan dan keadilan, (8) baik dan rendah hati, dan (9)

toleransi, kedamaian, dan kesatuan (Kesuma dkk., 2011: 14). Sementara itu, karakter bangsa

yang perlu dibentuk dan secara terus-menerus dibangun hemat saya meliputi (1) ketuhanan,

Page 5: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

5

(2) kejujuran, (3) kepemimpinan, (4) kedisiplinan, (5) etos kerja, (6) kepercayaan diri, (7)

kemandirian, (8) kesantunan, (9) tanggung jawab, dan (10) toleransi.

Upaya menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang unggul menuntut sikap

terbuka. Keterbukaan menjadikan bangsa dapat menerima yang baik dan bermanfaat dari

siapapun, dan menolak yang buruk melalui filter pandangan hidupnya. Berkenaan dengan ini

tampaknya perlu ada rekonstruksi pengetahuan dan sikap masyarakat Indonesia dalam

memaknai keterbukaan. Fenomena yang kita saksikan sekarang ini berkecenderungan

memaknai keterbukaan sebagai kesediaan menerima sebanyak-banyaknya unsur-unsur dari

luar, terlebih terkait dengan ideologi kapitalis. Kecenderungan yang demikian itu sangat

mengganggu dan menghambat upaya Indonesia menjadi bangsa yang mandiri dan maju.

Berkenaan dengan keterbukakan, patut kita simak pernyataan tokoh pendidikan

nasional kita, Ki Hadjar Dewantara yang mengaitkannya dengan kemerdekaan bangsa.

Kebudayaan adalah buah budi manusia yang beradab dan buah perjuangan manusia terhadap

dua kekuatan yang selalu mengelilingi hidup kita, yaitu kekuatan kodrat-alam dan

zaman/masyarakat dari tiap-tiap bangsa. Hal itu yang menyebabkan corak dan warna yang

khusus pada kebudayaan masing-masing bangsa. Khususnya sifat kebangsaan berarti

kemerdekaan bangsa seutuhnya, tidak hanya kemerdekaan politik, tetapi merdeka dalam

hidup kebudayaannya dan merdeka dalam mewujudkan hidup dan penghidupannya.

Kemerdekaan politik kita akan terdesak, akan lenyap atau tidak berarti, kalau tidak didasarkan

pada kemerdekaan kebudayaan (Tauchid dkk., 2013: 171-172).

Pandangan visioner dalam pidato Ki Hadjar Dewantara yang disampaikan pada

Sidang Komite Nasional Pusat (DPR) di Malang tanggal 3 Maret 1947 tersebut masih relevan

dengan konteks perikehidupan berbangsa sekarang ini. Fenomena yang dapat kita saksikan

telah terjadi “penjajahan” di bidang ekonomi dan kebudayaan atau kita secara tidak sadar

membiarkan diri kita “dijajah”. Sikap mental yang tidak menghargai karya anak bangsa

sendiri dan sebaliknya lebih mengagung-agungkan produk bangsa lain demi menjaga image,

mengejar pencitraan, dan demi gagah-gagahan adalah salah satu bentuk sikap permisif atas

praktik penjajahan. Kecenderungan generasi muda tidak mengenal atau tidak mau megenal

produk kebudayaan sendiri yang mengandung nilai adiluhung dan sebaliknya lebih

menggandrungi produk budaya Barat tanpa filter nilai-nilai yang kita miliki memberikan

peuang besar terjadinya “penjajahan” bahkan “penindasan” kebudayaan. Jika kita

menginginkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka secara utuh sebagaimana

Page 6: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

6

dinyatakan Ki Hadjar Dewantara di atas, perlu dirumuskan dan diimplementasikan strategi

kebudayaan yang tepat.

Pengembangan Budaya Literasi

Budaya literasi (tulis) sering dikontraskan dengan budaya lisan (oral). Kedua budaya

yang bersangkut paut dengan aktivitas berbahasa tersebut memiliki kelebihan dan

kekurangannya masing-masing. Kelebihan budaya lisan, baik yang dipresentasikan dalam

komunikasi bersemuka serta melalui media audio-visual dengan segenap aspek gesture dan

kinestetik yang menyertainya, adalah kemampuannya dalam mengomunikasikan aspek emotif

dan sering hal-hal abstrak yang sulit diungkapkan melalui budaya literasi bisa diungkapkan

dengan lebih baik. Karena aspek emotif itu pula aktivitas berbahasa lisan sering pula bisa

membuat tingkat partisipasi pendengar/pemirsa lebih tinggi. Sementara itu, budaya literasi

harus diakui sebagai landasan perkembangan ilmu pengetahuan karena bahasa ilmu lebih

menekankan pada fungsi simbolik serta menekankan aspek presisi.

Selain kelebihan di atas, harus pula diakui bahwa budaya literasi memunculkan

dampak invidualisme. Dampak tersebut sulit dihindari karena aktivitas membaca merupakan

proses individualisasi. Aktivitas membaca pada umumnya merupakan proses yang terjadi

secara sendiri dan membutuhkan internalisasi yang intens antara pembaca dengan objek

bacaan. Sikap invidualisme yang tinggi akan dapat memunculkan ancaman atau setidaknya

hambatan bagi upaya mewujudkan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat literasi.

Harmoni dalam kehidupan sering dikonotasikan dengan terwujudnya situasi keguyuban.

Sementara itu, tingkat partisipasi yang berlebihan yang terbentuk dalam budaya oral bisa

berdampak pada rendahnya produktivitas masyarakat.

Literasi dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan membaca dan menulis atau

kadang disebut dengan istilah atau “melek aksara” atau keberaksaraan (Harras, 2011). Literasi

menurut Besnier adalah komunikasi melalui inskripsi yang terbaca secara visual, bukan

melalui saluran pendengaran dan isyarat Sementara itu, menurut Kirsch dan Jungeblut, literasi

kontemporer diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam memanfaatkan informasi tertulis

atau cetak untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi

masyarakat luas (Takdir, 2012). Dalam bahasan ini, literasi lebih berkaitan dengan konsep

membaca dan menulis. Oleh karena itu, budaya literasi yang dimaksudkan dalam tulisan ini

lebih budaya membaca dan menulis.

Page 7: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

7

Upaya mengembangkan budaya literasi sesungguhnya telah dilakukan sejak lama,

antara lain melalui “gerakan ayo membaca” yang dicanangkan pemerintah. Pengembangan

budaya literasi untuk siswa pun telah menjadi perhatian pemerintah. Dalam Permendiknas

No. 22 Th. 2006 tentang Standar Isi ditegaskan bahwa pada akhir pendidikan di SD/MI,

peserta didik telah membaca sekurang-kurangnya sembilan buku sastra dan nonsastra; pada

akhir pendidikan di SMP/MTs, peserta didik telah membaca sekurang-kurangnya 15 buku

sastra dan nonsastra; dan pada akhir pendidikan di SMA/MA, peserta didik telah membaca

sekurang-kurangnya 15 buku sastra dan nonsastra. Namun demikian, hampir 10 tahun KTSP

diimplementasikan, tampaknya target tersebut tidak tercapai. Alih-alih menugasi siswa

membaca buku sain dan sastra, dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah pun guru

sering tidak menggunakan buku ajar dan menggantikannya dengan Lembar Kerja Siwa

(LKS).

Berbeda dengan KTSP, sungguhpun Kurikulum 2013 sangat menekankan kompetensi

anak dalam membaca dan menulis melalui pembelajaran berbasis teks, kurikulum ini tidak

mematok target minimal buku yang harus dibaca siswa. Dilihat dari sisi ini, tampak

kegamangan Kurikulum 2013. Secara berpikir sederhana pun tentu dapat dipahami bahwa

jika para siswa dituntut mampu memproduksi tulisan, maka tentu mereka harus banyak

membaca. Melalui aktivitas banyak membaca para siswa akan mendapat banyak inspirasi,

memiliki gagasan dan wawasan yang kaya, dan sekaligus memperoleh banyak model tulisan

yang baik.

Budaya dan minat baca masyarakat Indonesia saat ini cukup rendah. Menurut data

United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO), pada 2012,

indeks minat baca masyarakat Indonesia baru mencapai angka 0,001. Artinya, dari setiap

1.000 orang Indonesia hanya ada 1 orang saja yang punya minat baca

(http://www.republika.co.id/berita/nasional). Jika minat dan budaya baca masih rendah dan

belum bertumbuh, maka sulit diharapkan budaya menulis akan berkembang.

Kurangnya budaya membaca dan menulis bukan saja terjadi pada diri siswa, tapi juga

pada diri mahasiswa, guru, dan bahkan dosen di perguruan tinggi. Fakta menunjukkan bahwa

jumlah terbitan buku di Indonesia tergolong rendah, tidak sampai 18.000 judul buku per

tahun. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan Jepang yang mencapai 40.000 judul buku per

tahun, India 60.000, dan China sekitar 140.000 judul buku per tahun.Jumlah produksi buku

Page 8: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

8

Indonesia hampir sama dengan Vietnam dan Malaysia. Namun, jika dibandingkan dengan

jumlah penduduk masing-masing negara tersebut, produksi Indonesia tergolong rendah.

Budaya literasi berkaitan erat dengan budaya meneliti. Perguruan tinggi sebagai

lembaga ilmiah sudah sepantasnya memiliki dinamika yang tinggi dalam penelitian. Akan

tetapi, kegiatan penelitian di perguruan tinggi masih terbatas pula. Produktivitas penelitian

dan menulis artikel yang dipublikasi di jurnal ilmiah belum sebanding dengan jumlah

perguruan tinggi dan dosen yang ada di Indonesia. Faktor paling klasik yang sering

mengemuka adalah terbatasnya dana dan kompetensi tenaga penelitian. Alasan tersebut

sebenarnya tidak terlalu tepat kerana pemerintah telah mengalokasikan dana dalam jumlah

cukup besar melalui berbagai skim penelitian (dosen pemula, kerja sama antarperguruan

tinggi atau PEKERTI, unggulan perguruan tingi, tim pascasarjana, fundamental, hibah

bersaing, disertasi doktor, strategis nasional, unggulan strategis nasional, riset andalan

perguruantinggi danindustryatau RAPID, kerja sama luar negeri dan publikasi internasional,

kompetensi, dan prioritas nasional MP3EI) dan sering tidak semua dana yang disediakan bisa

terserap. Berkenaan dengan alasan kedua, sebenarnya masalah tersebut dapat diatasi dengan

upaya peningkatan kompetensi dosen dan juga mahasiswa dalam penelitian. Dosen tentu tidak

boleh hanya berfokus pada tugas mengajar karena dosen tidak saja menyandang predikat

sebagai pendidik profesional, tetapi juga ilmuwan (lihat UU No. 14 Th. 2005 tentang Guru

dan Dosen). Dosen dituntut mampun memenuhi semua tugas tridarma.

Karakteristik profesionalisme pendidik sebagaimana telah dikemukakan

memandatkan dosen/guru untuk secara terus-menerus memikirkan secara reflektif apa yang

telah, sedang, dan akan dikerjakan dan dihasilkan. Dalam konteks pengajaran, pendidik perlu

secara sistematis mengeksplorasi, meniliai secara kritis, dan membingkai kembali praktik

pengajarannya secara holistik untuk dapat membuat interpretasi secara benar dan selanjutnya

menentukan pilihan yang tepat untuk memperbaiki kinerjanya. Demikian pula dalam bidang

penelitian. Seberapa banyak dan berkualitas penelitian yang telah dilakukan dan rencana

terbaik apakah yang akan dilakukan untuk memperbaiki kinerja penelitian

Sebagai pendidik guru/dosen harus memiliki kesadaran akan praktik pengajaran dan

penelitian serta kesediaannya untuk berubah ke arah yang lebih baik. Perubahan itu

hendaknya dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pendidik dituntut memiliki sikap

terbuka dan tanggung jawab. Untuk mewujudkan keefektifan, integrasi, dan sinergitas

kegiatan penelitian dan pendidikan serta pengabdian kepada masyarakat dibutuhkan strategi

Page 9: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

9

pengembangan dalam bentuk road-map yang merupakan pijakan dari ragam bentuk aktivitas

untuk mencapai tataran peningkatan kualitas yang diinginkan/ditargetkan. Road-map

penelitian perlu dimiliki lembaga pendidikan tinggi, program studi, dan bahkan dosen

peneliti. Road-Map merupakan panduan tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan dalam

mewujudkan visi, misi, dan tujuan organisasi. Road-Map memandu program studi/lembaga

untuk menjalankan strategi dan program-program aksi secara terarah, sistematis, terintegrasi,

termonitor, dan terukur dengan baik. Road-Map dapat diibaratkan sebagai sebuah peta jalan

dalam satu perjalanan agar perjalanan tersebut dapat efektif dan efisien. Dengan demikian,

jelaslah bahwa menyepakati “jalan” yang akan ditempuh untuk mewujudkan “tujuan (mimpi)

kreatif” di masa depan sangat diperlukan.

Dosen dan guru hendaknya tidak terjebak dalam tugas-tugas rutin belaka. Sebagai

pendidik yang kreatif, dosen dan guru perlu membuktikan diri mampu berpikir dan bertindak

'out of the box' dengan berani membuat dan mengimplementasikan program yang belum

pernah dilakukan orang lain. SUNGGUH INI SEBUAH TANTANGAN. Sudahkan kita

memiliki portofolio membaca, portofolio meneliti, dan portofolio menulis? Apakah koleksi

bahan bacaan kita meningkat dari waktu ke waktu? Berapakah jumlah buku atau bahan

bacaan lain yang telah kita baca hari ini dan seberapa banyak kita perlu menambahnya pada

waktu berikutnya. Seberapa berkualitas penelitian yang telah kita lakukan dan apa yang harus

kita lakukan ke depan untuk meningkatkan kualitas itu? Seberapa banyak dan berkualitas

tulisan (buku, modul, bahan ajar, makalah, artikel publikasi, atau tulisan lain) yang telah

dihasilkan dan apa yang kita programkan dan lakukan untuk mengembangkannnya? Cobalah

kita berefleksi diri untuk menemukan jawaban jujur atas peratanyaan itu.

Ikhtiar membenahi budaya literasi di kalangan pendidik secara simultan juga perlu

dilakukan pada diri peserta didik. Penumbuhkembangan budaya literasi harus dilakukan

secara sistematis (terencana, terus-menerus, dan dapat dievaluasi) dengan menggunakan

metode yang efektif dan efisien. Upaya itu harus ditempatkan secara tidak terpisahkan dengan

aktivitas berbagai sektor kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, upaya menumbuhkan

budaya literasi merupakan tanggung jawab bersama seluruh komponen atau eksponen

masyarakat, mulai dari institusi sosial paling kecil (rumah tangga) sampai ke institusi paling

besar (pemerintah).

Keluarga—terutama orang tua—mempunyai peran yang sangat menentukan. Fungsi

keluarga bukan semata-mata hanya melakukan fungsi reproduksi atau fungsi perlindungan,

Page 10: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

10

tetapi juga bertanggungjawab melakukan fungsi soasialisasi—termasuk di dalamnya

mendidik anak agar memiliki perilaku gemar membaca dan tentu menulis. Orang tua perlu

mengarahkan perhatian mereka dari televisi ke buku, dari budaya menonton ke budaya

membaca. Melalui membaca, keaktifan pikiran dan imajinasi anak makin berkembang.

Orang tua dapat berperan ganda, yaitu sebagai fasilitator dan motivator. Sebagai fasilitator,

orang tua menyediakan buku-buku atau bacaan serta kebutuhan yang lainnya untuk menopang

kegiatan membaca yang dilakukan oleh anak sehingga dapat mencapai tujuan sebagaimana

yang dikehendakinya. Sebagai motivator, orang tua perlu dengan sabar senantiasa mendorong

dan membimbing anaknya untuk senantiasa melakukan kegiatan membaca dan mencintai

bacaan. Kepada mereka perlu kita tumbuhkan sikap mental positif terhadap kegiatan

membaca dan bacaan sejak dini (Suwandia, 207: 8).

Alangkah naifnya orang tua yang berharap anaknya rajin membaca, tetapi mereka

sendiri tidak mempersentuhkan jiwa anak dengan kegemaran membaca. Bagaimana orang tua

dapat menyuruh anak-anaknya untuk membaca buku-buku yang baik dan sehat, jika dirinya

sendiri merasa cukup dengan membaca suat kabar dan majalah hiburan. Ditegaskan oleh

Syafinuddin al Mandari (2004: 118-119), peran orang tua yang setiap hari rajin membaca

akan menarik anak-anak mereka untuk mengikutinya. Demikian pula, kedisiplinan tak akan

terwujud dalam perilaku anak jika orang tunya tidak memperlihatkan kebiasaan hidup teratur

dalam rumah. Walhasil, apapun yang diharapkan menjadi sikap jiwa dan perilaku kehidupan

anak, hendaklah terdorong berkat contoh yang ditampilkan orang tuanya. Anak-anak akan

menyikapi suatu tindakan karena kebiasaan hidup yang tertanam sejak dini. Kesemuanya

berpangkal dari rumah, dan akarnya berupa teladan orang tua. Dengan demikian, yang

menjiwai pendidikan di rumah tangga adalah keteladanan.

Partisipasi aktif guru untuk meningkatkan minat baca siswa sangat diperlukan. Guru

harus memberikan contoh gemar membaca dan memiliki kemampuan membaca yang baik.

Ditegaskan oleh Suwandi (2007a: 13) bahwa guru dituntut memiliki keterampilan berbahasa.

Dengan keterampilan berbahasa itu pula guru dapat menjadi model yang baik bagi para siswa,

baik yang berkaitan dengan performasi berbahasa (yang mencakup empat aspek keterampilan

berbahasa) maupun dalam menghasilkan karya. Guru diharapkan dapat berperan sebagai figur

percontoh. Selain itu, guru harus aktif menyediakan bahan bacaan dan juga secara aktif

meningkatkan kemampuan membaca para siswa.

Page 11: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

11

Selain sebagai figur percontoh, hal-hal berikut ini dapat dipertimbangkan untuk

dilakukan guru dalam upaya meningkatkan budaya baca siswa. Pertama, guru menyediakan

pojok buku (book corner) di ruang-ruang kelas. Bagi sekolah-sekolah yang sebenarnya

memiliki koleksi buku yang memadai atau bahkan dalam jumlah banyak, tetapi tidak

memiliki ruang perpustakaan (termasuk ruang baca) yang memadai, kegiatan ini dapat

dicobakan. Prinsip dasar kegiatan ini adalah mendekatkan buku pada diri siswa. Guru

menempatkan sejumlah buku (misalnya 50 judul dan jumlahnya bisa disesuaikan) di sudut

ruang kelas yang telah disediakan. Buku itu dapat ditempatkan dalam almari atau rak buku.

Penempatan buku di kelas didahului dengan kegiatan pemetaan koleksi buku yang dimiliki

sekolah. Hal ini dimaksudkan agar guru secara berkala dapat mengganti buku-buku itu

dengan judul buku yang lain. Demikian pula yang dilakukan di kelas lain. Guru juga

menyediakan buku pinjam. Selanjutnya, siswa ditugasi membaca dan membuat ringkasan

atau sinopsisnya dalam buku yang telah ditentukan. Untuk melatih tanggung jawab siswa,

guru meminta siswa untuk mencatatkan judul buku yang dipinjam, tanggal pinjam, dan

tanggal kembali pada buku pinjam yang telah disediakan. Jika dalam jangka waktu tertentu

buku-buku itu telah dibaca oleh siswa, guru menggantinya dengan buku lainnya.

Kedua, guru melakukan kampanye membaca. Guru perlu membuat program

kampanye membaca dan memilih dan menentukan pemenangnya. Anak-anak dapat

meminjam buku yang telah tersedia di pojok buku, perpustakaan sekolah, atau perpustakaan

lainnya dan meminta mereka menyusun sinopsis (untuk buku fiksi) atau rangkuman (untuk

buku nonfiksi). Dalam setiap minggu anak dapat meminjam 1-2 buku (fleksibel menurut

kebutuhan). Setelah itu, anak-anak ditanyai tentang isi buku yang dipinjam. Bentuknya bisa

berbagai macam: anak diminta mengulang cerita yang dibaca di depan kelas atau menjawab

pertanyaan dari guru seputar isi buku yang dibaca. Bagi siswa yang bisa menjawab atau

menceritakan dengan baik atas buku yang dibacanya, siswa itu bakal dapat stampel di bagian

belakang buku harian anak tersebut atau dapat juga diberi bintang (disiapkan guru). Pada

akhir semester, guru akan mengumumkan 3 anak pembaca buku terbanyak dan mereka akan

mendapat hadiah. Program ini dapat memicu dan memacu minat baca siswa. Mereka akan

berkompetisi untuk mendapatkan predikat pembaca terbaik atau terbanyak.

Untuk lebih menggairahkan siswa membaca, guru dapat memprogramkan pemberian

hadiah tambahan yang berupa voucher. Misalnya, kalau anak berhasil mengumpulkan 5 tanda

Page 12: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

12

bintang, ia akan mendapatkan voucher minum (drink voucher). Itu murah sekali, tapi yang

penting bagi anak-anak adalah penghargaan terhadap usaha mereka.

Ketiga, guru meningkatkan kemampuan membaca siswa. Makin maju dan

berkembangnya informasi yang dikemas dalam bentuk tulisan, khususnya yang berupa buku,

menjadi tantangan bagi guru. Guru dituntut memiliki keterampilan membaca dengan baik.

Namun demikian, karena kita tidak memiliki banyak waktu, kita bukan sekadar dituntut

memiliki kemampuan membaca, tetapi yang diperlukan adalah kemampuan membaca cepat

dan efektif. Berkenaan dengan pembelajaran membaca, guru perlu memahami faktor-faktor

yang menghambat siswa dalam membaca cepat dan efektif dan harus beruoaya secara optimal

untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa hingga sampai pada taraf yang efektif.

Guru perlu mencoba menerapkan berbagai strategi membaca efektif dan efisien, seperti SQ3R

(Survey-Question-Read-Recite-Review), PQRST (Preview-Question, Read-Summarize-Test),

dan sebagainya.

Selain itu, guru memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengembangkan karakter

peserta didik, baik pada konteks pembelajaran maupun di luar pembelajaran. Guru harus

mampu menanamkan cara berpikir dan tindakan positif pada disi siswa. Sebagaimana

ditegaskan oleh Orick (2002: 86) bahwa tindakan positif adalah langkah yang

palingpentingyang bisa kita ambilsebagai individu dan masyarakat untuk mempengaruhi

perubahan nyata.

Peran pemerintah jelas sangat diperlukan dan sangat menentukan. Persoalan

ketersediaan buku atau bacaan, misalnya, penanggulangannya menuntut campur tangan

pemerintah. Masalahnya terlalu nasional untuk hanya dipikirkan dan diatasi oleh inisiatif

sementara orang atau usaha swasta. Masalahnya terlalu besar untuk hanya dihadapi secara

sporadis. Penyedian buku berkaitan dengan usaha pengadaan perpustakaan, baik perpustakaan

umum, perpustakaan sekolah, maupun perpustakaan perguruan tinggi. Selain itu, untuk

memperluas jangkaun pelayanan pada masyarakat dalam hal akses baca, pemberdayaan

perpustakaan keliling menjadi pilihan penting yang mendesak untuk segera dilakukan.

Penyediaan buku-buku yang baik, berbobot dan memperhatikan konteks untuk mengisi dan

melengkapi perpustakaan-perpustakaan tersebut akan makin memprovokasi pelajar dan

masyarakat agar gemar membaca.

Page 13: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

13

Peningkatan Peran Bahasa Indonesia

Bahasa memiliki fungsi utama sebagai alat berkomunikasi dan interaksi. Namun

demikian, bahasa Indonesia bukan sekadar sebagai sarana komunikasi. Sugono (2012: 2)

menyatakan bahwa bahasa Indonesia telah membuktikan fungsinya sebagai media ekspresi

(1) pernyataan sikap politik identitas bangsa pada Kongres Pemuda Kedua 28 Oktober 1928

yang menyatakan pengakuan terhadap (i) satu tumpah darah, tanah air Indonesia, (ii) satu

bangsa, bangsa Indonesia, dan (iii) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia, serta (2)

pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia 17 Agustus 1975. Pernyataan sikap politik pada

Sumpah Pemuda tersebut mampu membangun sinergi kekuatan persatuan merebut

kemerdekaan dari cenkeraman kolonialisme Barat. Sementara itu, pernyatan kemerdekaan

Indonesia terbukti mampu memberi inspirasi membentuk persatuan bangsa-bangsa Asia

Afrika untuk melawan kolonialisme.

Nyata sekali bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa kebangsaan memiliki peran

politik yang sangat besar, terutama sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia

memainkan peran penting dalam penyatuan berbagai pembentukan karakter bangsa,

perjuangan kemerdekaan bangsa, pencerdasan kehidupan bangsa, dan perubahan menuju

peradaban yang lebih maju dan unggul. Sejalan dengan itu, pengefektifan pendidikan bahasa

Indonesia memiliki peran yang sangat penting dan menentukan dalam pembangunan

kecerdasan dan karakter generasi muda serta pengembangan karakter bangsa.

Menurut Suwandi (2004: 224), hal penting yang perlu dilakukan agar bahasa

Indonesia mampu menjadi wahana komunikasi yang efektif adalah pencendekiaan dan

pemerkayaan bahasa tersebut. Untuk itu, upaya peningkatan mutu rancang bangunnya atau

tingkat kebakuan kaidahnya serta pemekaran kosa katanya perlu terus dilaksanakan.

Sebagai salah satu sarana pembinaan jati diri bangsa, bahasa Indonesia senantiasa

perlu dirawat dan dikembangkan (Sedyawati, 1993: 45). Pengembangan itu meliputi dua

aspek yang perlu berjalan seimbang. Aspek pertama adalah kebahasaan yang meliputi

ketatabahasaan maupun kosa kata. Perwujudan nyata dari penanganan sisi kebahasaan ini

adalah kajian-kajian linguistik beserta penggunaannya. Bahasa adalah suatu sistem tanda. Di

dalam penggunaan sistem itu bisa terdapat perbedaan antara modus yang tepat dan salah. Di

antara keduanya terdapat modus yang menyimpang, yang apabila menjadi kebiasaan dapat

menjadi suatu penanda ragam bahasa yang khusus. Aspek kedua adalah kesusastraan. Pada

sisi ini, pokok pandang yang dipentingkan adalah bagaimana sistem tanda itu dimanipulasi

Page 14: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

14

dan dipergunakan sebagai media ekspresi. Pengindahan, perlambangan di atas lambang-

lambang, dan kadang-kang pengingkaran secara sengaja atas kaidah umum merupakan kiat

yang dapat dilakukan sastrawan. Karya sastra memang bukan semata-mata dimaksudkan

menyampaikan pesan, tetapi juga menumbuhkan efek afektif tertentu kepada pembaca.

Hal lain yang tidak boleh diabaikan dalam upaya meningkatkan keefektifan bahasa

Indonesia sebagai alat komunikasi adalah peningkatan mutu pendidikan bahasa. Untuk

memperbaiki sistem pendidikan di sekolah-sekolah, khususnya pendidikan bahasa, perlu terus

dilaksanakan dengan melibatkan pihak-pihak yang mempunyai tanggung jawab terhadap

upaya itu: praktisi dan ahli pendidikan (bahasa), ahli bahasa, pemerintah, dan masyarakat.

Berkenaan dengan ini, perlu penerapan pendekatan dan model yang tepat untuk pembelajaran

bahasa Indonesia, ketersediaan bahan—termasuk bacaan sastra—yang memadai,

ketersediaan guru-guru yang memiliki kompetensi profesional, dan perlunya sistem dan

pelaksanaan penilaian pebelajaran bahasa yang mampu meningkatkan dan mewujudkan

keterampilan berbahasa siswa.

Peningkatan sikap positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia juga sangat

diperlukan sebab sebagian masyarakat—sebagaimana dikemukakan Moeliono (1993: 1)—

bangga terhadap BI berdasarkan ciri ekstrinsiknya, tetapi tidak begitu bangga jika harus

menilai ciri instrinsiknya. Kebanggaan orang terhadap bahasa Indonesia bukan karena

mutunya sebagai sistem komunikasi atau karena luas kosakatanya, ataupun karena

keluwesannya dalam tata kalimat; kebanggaan orang terhadap bahasa Indonesia lebih karena

pertimbangan politik, demografi, dan ekonomi.

Sikap sebagian masyarakat terhadap bahasa Indonesia seperti diuraikan di atas diduga

disebabkan oleh persepsi yang mereka miliki bahwa bahasa Indonesia tidak mampu menjadi

bahasa modern. Jika dugaan itu benar, maka upaya peningkatan pemahaman masyarakat

terhadap bahasa Indonesia perlu dilakukan.

Sikap kurang positif masyarakat pemilik dan pengguna bahasa Indonesia berdampak

pada perilaku berbahasa mereka. Sekarang ini—bahkan telah berlangsung sejak lama—

banyak sekali kita jumpai pemakaian bahasa Indonesia yang tidak tertib. Hal itu antara lain

terlihat pada banyaknya pengambilan unsur asing (khususnya dari bahasa Inggris) secara

gampang dalam pemakaian bahasa Indonesia. Kita dengan mudah dapat menemukan contoh-

contoh pemakaian bahasa Indonesia yang tidak tertib itu.

Page 15: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

15

Penutup

Ikhtiar mewujudkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang unggul semestinya

menjadi komitmen semua elemen bangsa. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut pilihan

strategis yang perlu ditempuh adalah menjadikan masyakat dan bangsa Indonesia terlebih

dahulu berilmu dan untuk itu budaya literasi perlu dikembangkan. Budaya literasi akan makin

mencendekiakan masyarakat dan bangsa Indonesia Bangsa Indonesia juga dituntut memiliki

karakter, yang antara lain adalah ketuhanan, kejujuran, kedisiplinan, etos kerja, kepercayaan

diri, kemandirian, dan tanggung jawab. Ketikabangsa Indonesia telah maju, yang dibuktikan

kemampuannya dalam menghasilkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS),

bangsa-bangsa lain akan tertarik untuk mempelajari dan berupaya memperoleh IPTEKS

tersebut. Dalam hal kemajuan IPTEKS itu dikemas dan disajikan dalam bahasa Indonesia,

maka orang dan bangsa lain sudah tentu akan berusaha mempelajari bahasa Indonesia.

Namun, jika bukan karena kemajuan IPTEKS bangsa kita, mereka (bangsa-bangsa asing)

beramai-ramai dan berbondong-bondong serta sangat antusias mempelajari bahasa Indonesia,

kita hendaknya waspada. Kita tidak boleh dininabobokkan dengan fenomena makin banyak

negara mempelajari bahasa Indonesia. Patut diduga motif ekonomilah yang menggerakkkan

mereka. Jika ini benar, maka mereka sejatinya telah memilki kesadaran sejak dini tentang

hakikat pertarungan. Meraka menyadari bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN

Economic Cummunity) sesungguh pertarungan merebutkan kue. Ketika mereka memiiki

kompetensi dan penguasaan bahasa Indonesia yang baik, mereka akan masuk ke negeri kita

dan akan menjadi kompetitor kita dan anak-anak kita baca: tenaga kerja Indonesia). Siapkah

KITA? Jika lengah KITA AKAN JADI PECUNDANG dan menjadi penonton di negeri

sendiri.

Daftar Pustaka

Harras, Kholid A. 2011. “Mengembangkan Potensi Anak melalui Program Literasi

Keluarga”, Jurnal Artikulati Vol. 10 No. 1.

Kesuma, Dharma, Cepi Triatna, dan Johan Permana. 2011. Pendidikan Karakter Kajian

Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Moeliono, Anton M. 1993. “Pengembangan Laras Bahasa dalam Pengembangan Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi Modern”, makalah disajikan dalam Kongres Bahasa

Indonesia VI. Jakarta: Depdikbud.

Page 16: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

16

Orlick, Terry. 2002. Nurturing Positive Living Skills for Children: Feeding the Heart and

Soul of Humanity . Journal of Excellence . 7, 86-98.

Peraturan Menteri Penidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 23

Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar

dan Menengah.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi

Nasional.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2013

tentang Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang Pendidikan

Tinggi.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014

tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Richards, Jack C. 2002. Curriculum Development in Language Teaching. New York:

Cambridge University Press.

Sedyawati, Edi. 1993. “Bahasa Indonesia dalam Pengembangan Kebudayaan Nasional,”

Makalah disajikan dalam Kongres Bahasa Indonesia VI, Jakarta, 28 Oktober-2

November 1993.

Syafinuddin al Mandari. 2004. Rumahku Sekolahku. Jakarta: Pustaka Zahra.

Sugono, Dendy. 2012. “Peran Bahasa Indonesia dalam pembentukan Karakter Bangsa,”

dalam Suryo Handono (Peny.) Prosiding Seminar Nasional Peningkatan peran

Bahasa dan Sastra dan Pencerdasan dan Pembentukan Karakter Bangsa.

Yogyakarta: Lokus.

Suwandi, Sarwiji. 2004. “Pemantapan Peran Bahasa Kebangsaan sebagai Alat Kohesi

Nasional” dalam Katharina Endriati Sukamto (Ed.) Menabur Benih Menuai Kasih,

Persembahan Karya Bahasa, Sosial, dan Budaya untuk Anton M. Moeliono pada

Ulang Tahunnya yang ke-75. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sarwiji Suwandi. 2007a. “Meneratas Jalan Menuju Peningkatan Minat dan Budaya Baca

Pelajar dan Masyarakat” Makalah dipresentasikan dalam Seminar yang

diselenggarakan antara kerja sama Prodi PBSI FKIP, Balai Bahasa Jateng, dan

Balai Pustaka, 20 Maret.

Page 17: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

17

_________. 2007b. “Kemampuan Membaca Cepat dan Efektif Siswa Sekolah Menengah

Pertama di Kota Surakarta”. Laporan Penelitian UNS, tidak diterbitkan.

_________. 2014. ”Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Teks dengan Pendekatan

Saintifik dan Upaya Membangun Budaya Literasi,” makalah dipresentasikan pada

Seminar Nasional yang diselenggarakan Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesi FPBS IKIP PGRI Bojonegoro, 7 Juni 2014.

_________. 2015. ”Pendidikan Karakter Sebagai Peneretas Jalan Mewujudkan Bangsa

Indonesia yang Berjati Diri dan Bermarwah”, makalah dipresentasikan dalam

Seminar Nasional Pendidikan yang diselenggarakan STKIP Hamzanwadi Selong,

Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, 10 Januari 2015.

Takdir, Muhammad. 2012. “Pendidikan Berbasis Budaya Literasi”, Suara Pembaharuan

Edisi 7 September.

Tauchid, Moch. dkk. 2013. Ki Hadjar Dewantara: Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan,

SikapMerdeka I (Pendidikan). Yogyakarta: UST-Press bekerja sama dengan

Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Page 18: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

18

PERAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DALAM

MEMPERSIAPKAN ANAK BANGSA MENUJU MASYARAKAT ASEAN

Maman Suryaman (FBS dan PPS UNY)

[email protected], [email protected]

Abstrak

Makalah ini berisi paparan mengenai peran pendidikan bahasa dan sastra

Indonesia dalam konteks Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Parameter

yang digunakan adalah mengenai gambaran kesiapan masyarakat Indonesia,

khususnya masyarakat dunia pendidikan bahasa, bagi terciptanya peran

tersebut. Pertama, terkait dengan kesiapan siswa Indonesia dalam peta dunia

untuk membaca siswa Indonesia dalam peta dunia. Kedua, profil mahasiswa

Prodi PBSI dalam mempersiapkan diri memasuki MEA. Terdapat dua pokok

masalah yang disorot, yakni pertama, kemampuan membaca siswa Indonesia

berada dalam kurva rendah. Kedua, pengalaman membaca mahasiswa prodi

PBSI masih rendah.

Pengantar

Dalam lima tahun terakhir saya memberi kuliah di S1, S2, dan S3, pertanyaan mula-

mula yang muncul adalah “Apakah Anda sudah memiliki paspor?” Secara serentak mereka

menjawab “Belum”, kecuali sebagian mahasiswa S3. Kemudian, saya tanyakan, apakah Anda

pernah berkunjung ke beberapa negara tetangga. Jawabannya pun sama, yakni “Belum”.

Dalam dua tahun terakhir, saya pun masih bertanya, “Apakah Anda mengetahui

tentang MEA?” Jawaban pun sama, “Tidak tahu”, kecuali sebagai akronim “Masyarakat

Ekonomi ASEAN”.

Ilustrasi di atas merupakan suatu ironi bagi masyarakat terdidik kita mengenai

ketidaksiapannya memasuki suatu kehidupan baru. Seperti kita sepakati bersama bahwa

kehidupan baru mensyaratkan kompetensi-kompetensi yang semakin rumit. Kompetensi-

kompetensi itu akan dimediasi melalui pendidikan, khususnya pendidikan bahasa, yakni

berupa kompetensi literasi. Dunia sudah mengakui bahwa pendidikan berkewajiban untuk

membentuk masyarakat literat melalui kompetensi literasi. Terbentuknya masyarakat literat

merupakan suatu ukuran maju-tidaknya suatu bangsa. Untuk menciptakan masyarakat literat,

melek aksara harus terus diciptakan. Bangsa-bangsa di dunia telah menyadarinya sehingga

lahir kesepakatan Dakar (Global Monitoring Report 2006) tentang Literacy for Life bahwa

keberaksaraan merupakan hak seluruh umat manusia tidak hanya karena alasan moral, tetapi

juga untuk menghindari hilangnya potensi manusia dan kapasitas ekonomi. Keberaksaraan

Page 19: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

19

saat ini menjadi sangat penting karena munculnya masyarakat yang didasarkan pada ilmu

pengetahuan.Ukuran ini semakin menguat manakala dikaitkan dengan perkembangan

teknologi informasi yang sangat pesat. Bahkan, teknologi informasi ini telah melahirkan

revolusi telekomunikasi.

Seperti dilansir oleh banyak pihak, revolusi telekomunikasi dalam era kekinian

merupakan tenaga penggerak yang kencang luar biasa. Revolusi itu mampu mempercepat

perhubungan di angkasa; perubahan di atas tanah dan gerakan di bawah tanah. Revolusi itu

juga tidak bergerak dengan kecepatan, melainkan dengan percepatan (Sanusi, 1998:90).

Percepatan ini mampu mengatasi berbagai persoalan. Artinya, bangsa yang lamban akan

terlambat; bangsa yang lengah akan tergeser dan tersungkur di pinggir jalan raya peradaban.

Bangsa yang literasi masyarakatnya masih rendah akan mengalami peradaban yang

suram. Bangsa seperti inilah yang pertama kali akan tersungkur di pinggir jalan raya

peradaban. Untuk itu, membangun masyarakat literat harus menjadi prioritas utama di antara

prioritas-prioritas utama lainnya. Adapun masyarakat literat ditandai dengan adanya kemauan

dan kemampuan masyarakat untuk membaca (Suryaman, 2001).

Profil Siswa Indonesia

Secara empiris, hasil penelitian (Suryaman, 2012) mengenai kemampuan membaca

siswa Indonesia di dunia internasional menggambarkan kondisi yang memprihatinkan. Hasil

tes yang dilakukan oleh PIRLS tahun 2011 untuk mengukur hasil membaca teks sastra dan

teks informasi hampir pada semua butir belum dapat dijawab dengan sempurna oleh siswa

Indonesia. Subtansi yang diteskan terkait dengan kemampuan siswa menjawab beragam

proses pemahaman, pengulangan, pengintegrasian, dan penilaian atas teks yang dibaca. Jenis

teks yang digunakan adalah teks pengalaman kesastraan dan pemerolehan serta penggunaan

informasi. Komposisinya teks sastra 50% dan teks informasi 50% dengan rincian 20%

difokuskan pada informasi yang dinyatakan secara tersurat untuk diulang, 30% membuat

inferensi, 30% menafsirkan dan memadukan gagasan dan informasi, serta 20% memeriksa

dan menilai isi, bahasa, dan unsur-unsur yang terdapat di dalam teks.

Di dalam PIRLS 2011 ini teks sastra berisi cerita pendek atau episode yang disertai

dengan ilustrasi pendukung. Lima bagian berisi cerita-cerita tradisional dan kontemporer

dengan panjang teks kira-kira 800 kata dengan beragam latar. Pada setiap hal yang esensial

dua karakter utama dan sebuah alur dihubungkan dengan satu atau dua peristiwa pusat. Di

Page 20: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

20

dalam bagian-bagian tersebut tercakup pula ciri-ciri gaya dan bahasa penceritaan, seperti

cerita orang pertama, humor, dialog, dan beberapa gaya bahasa.

Teks informasi berisi lima bagian termasuk ragam teks lengkap maupun tidak

lengkap berdasarkan panjang kata antara 600 sampai dengan 900. Teks tersebut

merepresentasikan ciri-ciri seperti diagram, peta, ilustrasi, fotografi, atau tabel. Rata-rata

materi mencakup materi ilmiah, etnografi, biografi, sejarah, informasi, dan gagasan praktis.

Teks disusun melalui sejumlah cara, termasuk cara logis, argumen, urutan, dan topik.

Beberapa bagian menggunakan organisasi bacaan seperti subjudul, kotak teks, atau daftar.

Berdasarkan laporan PIRLS 2011, kemampuan membaca siswa diduduki oleh siswa

Singapura dengan kategori level sempurna mencapai 24%. Urutan berikutnya adalah Rusia,

Irlandia Utara, Finlandia, Inggris, Hongkong, dan Irlandia dengan capaian antara 15-19%

mampu menjawab pada level sempurna. Di level sedang dicapai oleh siswa Perancis, Austria,

Spanyol, Belgia, dan Norwegia dengan persentase 70%. Median level sempurna 8%, tinggi

44%, sedang 80%, dan lemah 9%. Sementara itu, siswa Indonesia mampu menjawab butir

soal level sempurna (0,1%), mampu menjawab butir soal level tinggi 4%, mampu menjawab

butir soal level sedang 28%, dan mampu menjawab butir soal level lemah 66%. Artinya,

siswa Indonesia di level sempurna, tinggi, dan sedang berada di bawah persentase median

yang dicapai oleh siswa secara internasional, sementara di level lemah berada di atas median

siswa internasional.

Tabel 1

Posisi Siswa Indonesia dalam Standar Internasional

Level Negara Capaian

(%)

Median

(%)

Negara Capaian

(%)

Sempurna Singapura 24 8 Indonesia 0,1

Tinggi Rusia, 15-19 44 4

Irlandia Utara,

Finlandia,

Inggris,

Hongkong,

Irlandia

Sedang Perancis 70 80 28

Spanyol,

Belgia,

Page 21: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

21

Norwegia

Lemah 9 66

(Sumber: Suryaman, 2012)

Negara-negara yang mengikuti program PIRLS menjadikan hasil studi IEA sebagai

bagian penting bagi perubahan bangsanya ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, negara-

negara yang dimaksud melakukan upaya yang sangat serius untuk meningkatkan kemampuan

membaca siswanya melalui program pendidikan dan kebijakan negara, seperti membuat

perundang-undangan yang mengatur masalah literasi masyarakat sampai kepada

implementasinya. Melalui pendidikan, misalnya, Singapura mengembangkan program

membaca sebagai bagian terpenting di dalam pendidikan. Melalui kebijakan, Singapura

meratifikasi kesepakatan Dakar (Global Monitoring Report 2006) tentang Literacy for Life.

Tabel 2

Perubahan Kemampuan Membaca Siswa Indonesia dalam Standar Internasional

Page 22: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

22

(Sumber: PIRLS, 2011)

Perubahan yang terjadi di Indonesia tersebut dibandingkan dengan capaian siswa

internasional pada umumnya belum maksimal. Sekalipun ada perubahan, perubahan ini pun

belum signifikan karena Indonesia masih berada di urutan terakhir dari 45 negara yang

diteliti. Artinya, perubahan yang dialami siswa di semua negara yang diteliti jauh lebih baik.

Indonesia sebenarnya sudah menyadari hal tersebut sejak lama, setidak-tidaknya

sejak Negara Republik Indonesia berdiri. Presiden Soekarno, misalnya, dalam pertengahan

tahun 1960-an menyerukan kepada segenap bangsa Indonesia untuk membiasakan diri

membaca agar dapat menambah ilmu pengetahuan. Pentingnya kegiatan membaca dalam

kehidupan sehari-hari juga diserukan kembali oleh Presiden Soeharto dalam penetapan Bulan

September sebagai Bulan Gemar Membaca dan Hari Kunjung Perpustakaan pada tanggal 14

Page 23: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

23

September 1995 dan peresmian Perhimpunan Masyarakat Gemar Membaca (PMGM) pada

tanggal 31 Mei 1996. Hari Aksara, Hari Kunjung Perpustakaan, dan Bulan Gemar Membaca

dicanangkan pula pada tanggal 14 September 1995. Pencanangan dan peresmian itu

dimaksudkan agar segenap bangsa Indonesia memberikan perhatian terhadap membaca

sebagai suatu unsur dari budaya bangsa. Presiden Megawati menyerukan kepada segenap

komponen bangsa Indonesia untuk menyukseskan Gerakan Membaca Nasional pada tanggal

12 November 2003. Terakhir pada masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB),

Presiden SBY mencanangkan Gerakan Pemberdayaan Perpustakaan di Masyarakat pada

tanggal 17 Mei 2006. Namun, di tataran implementasi masalah membaca belum disertasi

dengan kemauan politik konkret.

Pada tahun 1978 Daniel Lerner mempublikasikan hasil penelitiannya tentang tradisi,

transisi, dan modernisasi di enam negara Timur Tengah (Kleden, 1999). Ia menerapkan

asumsi secara ketat tentang perbedaan antara masyarakat tradisional, masyarakat transisional,

dan masyarakat modern melalui akses terhadap tulisan dan terhadap media komunikasi

lainnya seperti radio. Berdasarkan temuan ini Lerner menyimpulkan bahwa hubungan dengan

dunia lain, kebudayaan lain, pandangan hidup lain, dan sistem sosial lain atau sistem politik

lain, lebih cepat dibuka melalui membaca.

Sebagai bagian dari suatu tingkah laku budaya (cultural behavior), baik dipandang

dari sudut pembaca maupun penulis, seorang pembaca akan terbiasa mencari informasi,

menambah pengetahuan, melakukan pengecekan pengetahuannya, atau mencari hiburan dan

kesenangan dengan membaca buku-buku. Misalnya, para murid akan membaca buku teks

pelajaran, referensi, buku pengayaan untuk menyelesaikan tugas-tugas belajarnya serta

membaca novel, majalah, surat kabar, puisi, dan sebagainya untuk mendapatkan hiburan dan

pencerahan. Seorang profesor akan membaca buku-buku baru, jurnal-jurnal ilmiah nasional

maupun internasional untuk melakukan penelitian-penelitian bagi pengembangan keilmuan

dan untuk bahan diskusi dengan para mahasiswanya, pun akan membaca novel, majalah, surat

kabar, puisi, dan sebagainya untuk mendapatkan hiburan dan pencerahan. Para artis akan

membaca buku-buku untuk pengembangan kerartisannya dan akan membaca novel, majalah,

surat kabar, puisi, dan sebagainya untuk mendapatkan hiburan dan pencerahan. Para murid,

profesor, dan artis pun akan membuat catatan-catatan harian tentang kesan-kesan dan

pengalaman belajarnya, pengalaman keilmuannya, dan pengalaman keartisannya serta

Page 24: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

24

terhadap hasil kesenangan dan pencerahan dari membaca novel, puisi, majalah, dan surat

kabar. Dampaknya adalah munculnya kebiasaan dan kebutuhan untuk membaca.

Sebagai sebuah kebiasaan, membaca mempersyaratkan kesanggupan teknis untuk

memakai bahasa tulisan dengan baik serta kesanggupan budaya untuk menyendiri pada saat-

saat tertentu dalam suatu kebebasan pribadi yang tidak terganggu, tempat orang yang hanya

berhadapan dengan dirinya sendiri. Anggota suatu keluarga dapat mendengarkan radio atau

menonton televisi bersama-sama, tetapi sulit bagi mereka untuk membaca sebuah novel atau

esei bersama-sama. Kebiasaan membaca mengandaikan semacam ”individualisme

kebudayaan”. Indonesia belum mengimplementasikan program membaca secara serius.

1) Kemampuan Memecahkan Soal Sastra pada Level Lemah

Kemampuan membaca siswa di dunia ditunjukkan melalui kemampuan menjawab

butir soal sastra yang mengikat (anchoring) pada ukuran internasional di level lemah.

Berdasarkan wacana “Terbanglah Elang Terbanglah” (“Fly Eagle Fly”), siswa menunjukkan

bahwa mereka dapat menyebutkan kembali suatu rincian pernyataan tersurat dari awal sebuah

cerita. Sebagian besar siswa (89%) secara internasional mampu menyelesaikan tugas ini dan

siswa dari 11 negara mampu menjawab benar sebesar 95%. Sementara itu, siswa Indonesia

mampu menjawab secara benar sebesar 82%. Namun, masih berada di bawah rata-rata

internasional (89%). Berikut ini contoh butir soal yang diujikan.

1. Apa yang dicari petani pada awal cerita itu?

A. anak sapi

B. pengembala

C. jurang berbatu

D. anak elang

Mengapa siswa Indonesia berada di bawah rata-rata internasional? Di dalam bacaan

terdapat beberapa informasi yang terkait dengan petani, yakni anak sapi, anak elang, ayam,

dan anjing. Yang banyak diceritakan adalah anak elang dan ayam. Sementara itu, anak sapi

hanya diceritakan di awal dan di akhir. Kemungkinan siswa Indonesia terfokus kepada jumlah

penceritaan. Di dalam pembelajaran membaca sastra ada satu subkompetensi memahami

unsur intrinsik cerita, khususnya tokoh utama. Tokoh utama cerita ditandai dengan selalu

muncul sejak awal cerita dan tingkat kemunculannya sangat dominan. Padahal, di dalam

kenyataannya dapat saja tokoh utama tidak muncul di awal cerita. Kemungkinan penyebab

kedua adalah konsentrasi membaca yang tidak baik sehingga harus dilakukan secara

berulang-ulang. Padahal di dalam tes ini waktu terbatas jika harus mengulang bacaan. Jadi,

Page 25: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

25

siswa hanya mengandalkan teori mengenai tokoh utama dan diterapkan pada masalah yang

berbeda. Konsentrasi yang tidak baik menggambarkan juga bahwa siswa tidak terbiasa

membaca. Seseorang yang tidak biasa membaca tidak akan dapat menjaga konsentrasinya

sehingga membaca harus dilakukan berulang-ulang. Bandingkan dengan butir soal nomor 9

Ujian Nasional Bahasa Indonesia 2011/2012 berikut ini.

Tokoh utama pada penggalan drama tersebut adalah …

A. Lisna C. Joni

B. Budi D. Danu

Jenis pertanyaan tersebut menuntut siswa menggunakan kriteria tokoh utama. Nama

tokoh Danu dan Lisna paling banyak disebutkan. Artinya, jawaban atas butir soal tersebut

adalah D (Danu) atau A (Lisna). Akibatnya, siswa cenderung menebak jawaban, bukan

“menyebutkan” atau “menyimpulkan”. Kualitas butir soal seperti ini jelas lemah di satu sisi,

dan tidak menarik di sisi lain bagi siswa oleh karena “membingungkan” antara “menyebutkan

kembali” dengan “menyimpulkan” tidak jelas jawabannya. Untuk lebih menguatkan analisis

tersebut, berikut ini disajikan lagi satu butir soal nomor 10 Ujian Nasional Bahasa Indonesia

2011/2012.

Latar tempat pada drama tersebut adalah …

A. sekolah C. lapangan

B. rumah Danu D. took buah

Di dalam wacana yang ditampilkan, terdapat dua latar tersurat, yakni toko buah dan

sekolah. Di samping itu, terdapat latar yang tidak jelas, yakni tempat tokoh bernama Danu

sakit. Dalam wacana tidak ada sedikit pun tanda yang merujuk kepada tempat tokoh tersebut

sakit. Akan tetapi, jawabannya adalah “rumah Danu”. Menebak merupakan pilihan cara siswa

menjawab. Artinya, butir soal kemampuan membaca sangat subjektif jawabannya. Persepsi

ini muncul juga pada diri guru bahwa jawaban butir soal membaca sangat subjektif.

Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa penyebab rendahnya

kemampuan membaca siswa Indonesia adalah adanya kesalahan teori, belum terbentuknya

kebiasaan membaca, serta butir soal yang dujikan rendah validitasnya, khususnya validitas isi.

2) Kemampuan Memecahkan Soal Sastra pada Level Sedang

Untuk butir soal dari wacana “Kue untuk Musuh” (“Enemy Pie”), khususnya butir

soal nomor 2, berisi pertanyaan yang menuntut siswa untuk membuat inferensi sebagai

Page 26: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

26

tanggapan atas karakter tokoh di awal cerita. Kemampuan siswa Singapura menjadi yang

terbaik dengan mampu menjawab benar sebesar 87% dan 70% siswa menjawab secara benar

berada di atas rata-rata PIRLS pada empat negara. Rata-rata kemampuan siswa Indonesia di

dalam menjawab butir dengan level sedang ini sebesar 45%, dan berada di bawah ukuran rata-

rata internasional (70%). Sebagian besar siswa (53%) salah dalam memberikan jawaban.

Artinya, kemampuan sebagian besar siswa Indonesia di dalam menarik inferensi masih lemah.

Berikut ini contoh butir soal.

2. Di awal cerita, mengapa Tom merasa Jeremy adalah musuhnya?

Butir pertanyaan nomor 2 merepresentasikan tanggapan atas karakter tokoh dilihat

dari hubungan antara satu tokoh dengan tokoh lainnya. Pada saat yang bersamaan terpolakan

juga mengenai alur cerita. Butir soal seperti ini tidak biasa dalam soal-soal yang dikonstruksi

untuk ujian nasional. Konstruksi yang biasa muncul bersifat menanyakan langsung atas

karakter tokoh. Berikut ini sebagai contoh butir soal ujian nasional 2009/2010.

7. Sifat Sang Putri dalam cerita tersebut adalah …

A. cantik dan manja

B. cantik dan baik hati

C. ramah dan penolong

D. penyayang dan baik hati

Kunci jawaban atas butir nomor 7 tersebut adalah A. Jenis pertanyaan tergolong ke

dalam menyebutkan kembali. Namun, berbeda dengan standar yang dikonstruksi PIRLS

benchmarks internasional, stem pada butir soal ujian nasional tidak memberikan kesempatan

siswa berpikir oleh karena stem dan pilihan tidak problematis. Kebiasaan siswa Indonesia

menghadapi soal-soal yang tidak problematis dan tidak menantang menyebabkan siswa tidak

terbiasa berpikir dan tidak tertantang untuk menyelesaikan masalah. Akibatnya,

kecenderungan jawaban siswa diperoleh dari hasil menebak. Di sisi lain, pilihan jawaban

sangat lemah. Kata “cantik” menggambarkan fisik. Gambaran fisik biasanya berkorelasi

dengan gambaran mental. Dalam teori sastra, sifat tokoh merepresentasikan mental.

Seharusnya, pilihan dalam butir soal tersebut berupa manja, baik hati, penolong, dan

penyayang.

3) Kemampuan Memecahkan Soal Nonsastra pada Level Sedang

Pada wacana “Lintas Alam” (“Day Hiking”) butir soal yang diajukan pada siswa

adalah untuk menemukan informasi mengenai alasan yang menarik. Butir soal ini tergolong

Page 27: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

27

mudah untuk siswa dengan 84% siswa internasional dapat menjawab secara benar dan lebih

dari separuh siswa dari seluruh negara mampu menjawab secara benar. Bahkan, siswa

Hongkong dapat menjawab 98% secara benar. Namun, siswa Indonesia hanya 66% mampu

menjawab soal pada butir ini dan berada di bawah rata-rata internasional (84%). Siswa lain

memilih jawaban B (23%), C (5%), dan D (5%). Karakteristik jawaban sebenarnya bersifat

tersurat di dalam brosur. Artinya, kemampuan membaca brosur masih menjadi suatu

persoalan di kalangan siswa Indonesia, sama halnya dengan membaca tabel atau peta.

5. Mengapa kamu harus

membawa kaos kaki

cadangan dalam kegiatan

lintas alam?

A. kaki mungkin saja

basah

B. cuaca mungkin saja

dingin

C. kalau-kalau lecet

D. untuk seorang teman

Dari segi isi, butir soal yang biasa dikonstruksi untuk ujian nasional biasanya berupa

informasi mengenai obat. Misalnya, butir soal nomor 5 pada ujian nasional 2011/2012 dan

2009/2010. Melihat fenomena ini, isi kasus cenderung tidak berubah dengan stem yang tidak

problematis. Berikut ini adalah contohnya.

5. Rani berusia 10 tahun maka

penggunaan obat batuk yang sesuai

adalah …

A. sehari tiga kali sebanyak 10 ml

B. sehari tiga kali sebanyak 5 ml

C. tiga hari sekali sebanyak 10 ml

D. tiga hari sekali sebanyak 10 ml

Indikasi:

Batuk berdahak

Batuk karena bronchitis

Komposisi:

Tiap 5 ml mengandung:

Bromhexine ………….. 4 mg

Guaipheresin …………. 100 mg

Ethanol ………………. 6% v/v

Cara Pakai:

Dewasa dan anak usia di atas 12 tahun: 3 kali

sehari 10 ml

Page 28: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

28

Anak-anak usia 2 sampai 12 tahun: 3 kali

sehari ml

Dengan melihat kasus tersebut, butir soal untuk mengukur kemampuan menemukan

informasi dari kasus yang tidak problematis, tidak sesuai dengan dunia siswa, dan terlalu

berat untuk siswa. Dampaknya adalah siswa tidak terbiasa menghadapi butir soal yang sesuai

dengan perkembangan kognitifnya. Hal seperti ini menjadi salah satu faktor penyebab masih

banyaknya siswa Indonesia yang mendapatkan kesulitan untuk menemukan informasi secara

tepat. Artinya, informasi yang harus diingat oleh siswa terlalu sulit oleh karena hasil yang

harus diingat tidak problematis.

4) Kemampuan Memecahkan Soal Sastra pada Level Tinggi

Wacana sastra yang diujikan berjudul “Kue untuk Musuh” (“Enemy Pie”). Butir ini

mengilustrasikan kemampuan tingkat tinggi siswa untuk memadukan bukti/fakta-fakta dari

penjelasan teks sastra kontemporer untuk memahami tujuan karakterisasi tokoh. Siswa pada

tiga negara (Rusia, Hongkong, dan Finlandia) mampu menjawab secara benar sebanyak 70%

dan 50% siswa berada di atas rata-rata internasional. Siswa Indonesia hanya 12% yang

mampu menjawab secara benar dan berada jauh di bawah rata-rata internasional. Artinya,

kemampuan siswa Indonesia untuk memadukan fakta-fakta dari bacaan sastra kontemporer

terkait dengan pemahaman atas tujuan karakterisasi tokoh masih lemah. Bentuk soal berupa

uraian singkat. Dugaan bahwa siswa banyak menebak butir soal pilihan ganda yang

disebabkan oleh salah satunya stem dan pilihan tidak jelas diperkuat oleh kemampuan melalui

butir soal nomor 14. Sebagian besar siswa (78%) jawabannya tidak memperlihatkan

kemampuan siswa untuk memahami aspek yang ditanyakan. Sisanya, siswa tidak

memberikan jawaban.

14. Gunakan bagian cerita yang telah kamu baca untuk menjelaskan

mengapa ayah Tom membuat kue untuk musuh.

Page 29: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

29

Bentuk soal dengan stem seperti tersebut pada nomor 14 tidak biasa diujikan pada

siswa Indonesia. Padahal, soal tersebut sangat menarik karena problematis dan jawabannya

ada di dalam bacaan. Bentuk soal yang biasa diterima siswa Indonesia seperti pada soal ujian

nasional berupa pertanyaan langsung atas pokok yang diujikan. Berikut ini disajikan contoh

butir soal ujian nasional 2009/2010.

Tersedia satu kutipan cerita yang dikutip dari buku pelajaran bahasa Indonesia.

8. Amanat yang tepat untuk cerita tersebut adalah …

A. jika ingin punya anak bertapalah

B. kebaikan harus dibalas dengan kebaikan pula

C. menjadi anak janganlah manja

D. rakyat harus mencintai putrinya

Kunci jawaban atas butir soal tersebut adalah C. Setelah dianalisis, tidak ada satu pun

pilihan jawaban yang tepat. Kunci jawaban pun tidak ada di dalam wacana. Dijelaskan di

dalam wacana bahwa penyebab Puteri Raja manja karena dia anak satu-satunya. Orang tuanya

pun sangat memanjakan. Bahkan, rakyatnya sangat mencintai Puteri Raja.

Kebiasaan siswa Indonesia menghadapi butir soal seperti ini dapat dijadikan dasar

bahwa kemampuan tingkat tinggi siswa untuk memadukan bukti/fakta-fakta dari penjelasan

teks sastra kontemporer untuk memahami tujuan karakterisasi tokoh tidak akan tercapai.

Jawaban yang harus dipilih siswa tidak ada yang memadai. Secara psikologis, siswa akan

mengalami frustasi setiap menghadapi soal membaca.

5) Kemampuan Memecahkan Soal Nonsastra pada Level Tinggi

Butir soal standar internasional level tinggi dicontohkan melalui butir soal nomor 11

melalui membaca peta. Isi yang ditanyakan mengenai dua hal yang dapat dipelajari dari peta

brosur “Lintas Alam” (“Day Hiking”).

Page 30: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

30

11. Sebutkan dua hal yang dapat kamu

pelajari dengan mengamati peta?

1. -------------------------------

2. -------------------------------

Berdasarkan hasil tes, diperoleh gambaran bahwa 59% siswa secara internasional

mampu menjawab butir soal tersebut. Siswa Indonesia yang mampu menjawab sebesar 33%

dengan kecenderungan 22% skor 1, 11% skor 2, 56% salah, dan sisanya tidak menjawab.

Membaca peta atau tabel merupakan kompetensi yang sangat penting di dalam

pembelajaran membaca. Butir soal seperti ini juga biasa muncul dalam soal ujian nasional.

Berikut ini contoh butir soal ujian nasional 2009/2010 tentang membaca peta.

Disajikan sebuah peta lokasi.

17. Jika Pak Rudi mengendarai sepeda motor dari Jalan Gurame, belok ke arah Barat

dan belok lagi ke arah Utara, ia akan pergi ke …

A. lapangan golf C. pasar baru

B. kantor PLN D. kantor pajak

Tujuan butir soal tersebut hanya untuk mengukur kemampuan menyebutkan kembali.

Hal ini berbeda dengan butir soal membaca peta pada standar PIRLS yang menonjolkan segi

pemahaman. Kecenderungan membaca peta untuk pemahaman tingkat tinggi masih belum

terjadi dalam soal-soal yang dikonstruksi untuk ujian nasional maupun sekolah dan dalam

pembelajaran membaca peta pada siswa Indonesia.

Contoh kedua untuk butir soal nonsastra level tinggi dapat digambarkan melalui

analisis berikut ini. Butir soal pilihan ganda yang diambil dari wacana “Misteri Gigi Raksas”

(“The Giant Tooth Mistery”) digunakan untuk mengukur kemampuan membuat inferensi.

Berbeda dengan melakukan inferensi pada soal pengikat (anchoring) pada level sedang, siswa

menjawab butir secara benar ditunjukkan melalui inferensi berdasarkan pernyataan berseri

dalam teks lengkap yang mengandung gagasan-gagasan kompleks. Sebanyak 58% siswa

Page 31: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

31

mampu mengerjakan soal cerita lintas negara dan lebih dari 75% siswa di Hongkong dan Cina

Taipeh mampu menjawab secara benar. Sementara itu, siswa Indonesia hanya 35% yang

mampu menjawab secara benar dan berada jauh di bawah rata-rata internasional (58%).

Kecenderungan yang terjadi, siswa yang lain memilih A (12%), B (15%), dan D (32%).

Artinya, kemampuan sebagian besar siswa Indonesia dalam menjawab butir soal untuk

membuat inferensi (tingkat tinggi) masih lemah. Di dalam wacana tidak ada informasi selain

pada butir C.

9. Mengapa Gideon Mantell membawa fosil gigi ke museum?

A untuk bertanya apakah fosil itu milik museum

B untuk membuktikan bahwa ia adalah ahli fosil

C untuk mendengar pendapat ilmuwan yang lain tentang pikirannya

D untuk membandingkan fosil gigi dengan fosil gigi lain di museum

Kemampuan melakukan inferensi siswa Indonesia yang masih berada jauh di bawah

rata-rata internasional. Hal menggambarkan bahwa pembelajaran membaca belum berjalan

dengan semestinya. Di sisi lain, skema siswa Indonesia mengenai museum masih kurang

sehingga museum hanya dipandang sebagai tempat penyimpanan benda-benda sejarah. Orang

yang ada di museum Indonesia adalah “pegawai” museum sehingga belum dapat dijadikan

tempat untuk belajar siswa karena tidak ada ilmuwan yang bukan hanya mengetahui, tetapi

mampu menjelaskan benda-benda secara akademis. Di samping itu, pembelajaran membaca

yang cenderung hanya menekankan pada penentuan ide pokok paragraf tanpa ada penafsiran

yang lebih spesifik mengenai ide pokok paragraf menjadi salah satu penyebab kemampuan

membaca siswa lemah ketika dihadapkan pada soal-soal yang menghubungkan antara satu

fakta dengan fakta lain dalam hubungan sebab akibat.

6) Kemampuan Memecahkan Soal Sastra pada Level Sempurna

Kemampuan siswa internasional menjawab tipe butir soal level sempurna tergolong

rendah, yakni sebesar 29%. Butir soal difokuskan pada kemampuan meninterpretasi

karakteristik perilaku dari wacana yang bersifat alegoris yang mencakup ciri bawaan dan

memberikan suatu contoh dari teks yang didukung dengan interpretasi. Siswa Indonesia

hanya 3% yang mampu menjawabnya. Seperti apa kecenderungan siswa Indonesia di dalam

memecahkan soal seperti ini? Mengapa siswa Indonesia berada jauh di bawah rata-rata

Page 32: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

32

internasional dalam hal menginterpretasi dan memadukan gagasan serta informasi dari

pengalaman bersastra?

Jawaban atas soal level sempurna yang salah sebesar 66%, mendapatkan skor 1

(18%), skor 2 (3%), dan sisasnya tidak memberikan jawaban. Kencenderungan ini

memberikan gambaran bahwa kebiasaan melakukan interpretasi dan memadukan gagasan

serta informasi untuk sebagian besar siswa belum terlatih dengan baik. Ada anggapan bahwa

menginterpretasi gagasan dan informasi dalam sastra bersifat multiinterpretasi sehingga

jawabannya dapat bermacam-macam. Anggapan ini tentunya sangat merugikan siswa karena

interpretasi selalu berangkat dari masalah yang ada dalam bacaan. Artinya, masalahnya pasti

sama.

12. Kamu tahu seperti apa teman petani itu dari hal-hal yang ia lakukan.

Jelaskan seperti apakah teman petani itu dan berikan contoh apa yang telah ia

lakukan untuk menunjukkan hal ini.

Di dalam sastra, ada satu teori mengenai karakteristik tokoh. Jenis pertanyaan yang

biasa muncul berupa pertanyaan tunggal tanpa ada masalah seperti pada contoh berikut ini.

7. Sifat Sang Putri dalam cerita tersebut adalah …

A. cantik dan manja

B. cantik dan baik hati

C. ramah dan penolong

D. penyayang dan baik hati

Berbeda halnya dengan butir nomor 12 standar internasional. Hampir semua butir

pertanyaan dibuat secara problematis sehingga memandu siswa dalam memberikan jawaban

secara pasti.

7) Kemampuan Memecahkan Soal Nonsastra Level Sempurna

Pada kasus contoh butir 13, dengan tujuan untuk mendapatkan dan menggunakan

informasi dengan proses untuk menginterpretasi dan memadukan gagasan dan informasi rata-

rata internasional siswa yang dapat menjawab benar sebesar 32%, sedangkan siswa Indonesia

hanya 7% yang mampu menjawabnya. Kecenderungan yang terjadi adalah 66% siswa salah

Page 33: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

33

memberikan jawaban dan sisanya tidak memberikan jawaban. Bentuk soal mengklasifikasi

masalah tidak ditemukan di dalam soal-soal ujian nasional. Artinya, siswa Indonesia tidak

terbiasa untuk dilatih dan diuji dengan model pemecahan klasifikasi. Kecenderungan ini juga

tidak terjadi di dalam kelas membaca di sekolah. Artinya, siswa Indonesia tidak mengalami

pembelajaran membaca yang diarahkan pada kemampuan mengklasifikasi masalah.

Butir soal yang dikonstruksi dalam kemampuan membaca untuk mengklasifikasi

masalah di Indonesia tidak dikembangkan. Sebagai contoh dapat dikemukakan pada kasus

berikut ini.

1. Apa yang menyebabkan banjir di kota-kota besar?

A. padatnya penduduk yang tinggal di kota-kota besar

B. tidak adanya daerah serapan air dan tersumbatnya saluran air

C. banyaknya gedung-gedung bertingkat serta pabrik-pabrik

D. kurangnya perhatian pemerintah dan instansi terkait.

Pertanyaan ini hanya mengungkap persoalan yang bersifat tunggal. Biasanya wacana

seperti ini sebagai hasil dari persepsi jurnalis dan masyarakat, bukan atas hasil kajian yang

mendalam. Contoh wacana yang dikutip dari media massa yang sifatnya informatif untuk soal

ujian dan dalam buku teks pelajaran tentulah kurang tepat. Seharusnya, wacana tersebut

bersifat kajian yang sumbernya dapat saja berasal dari media massa atau diambil dari hasil

penelitian jurnal yang kemudian diadaptasi. Di sisi lain, wacana yang diujikan tidak

problematis.

Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu penyebab

rendahnya kemampuan siswa Indonesia dalam menjawab butir soal standar internasional oleh

13. Penemuan-penemuan selanjutnya

mem-buktikan bahwa Gideon Mantell

salah meng-gambarkan bentuk

Iguanodon. Isi bagian yang kosong

untuk melengkapi tabel.

Bentuk Iguanodon

menurut Gideon

Mantell

Bentuk Iguanodon

menurut ilmuwan-

ilmuwan masa kini

Iguanodon berjalan

dengan empat kaki.

Iguanodon memiliki

cakar di ibu jarinya.

Iguanodon berukuran

sepanjang 30 meter.

Page 34: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

34

karena pemilihan wacana yang cenderung bersifat informatif. Kecenderungan ini juga terjadi

di dalam kelas saat pembelajaran membaca berlangsung. Guru kurang responsif atas wacana

yang dipilih sehingga tidak dipertimbangkan dari segi kualitasnya. Pembelajaran membaca

cenderung asal dilaksanakan tanpa mempertimbangkan apakah kemampuan membaca

berkembang atau tidak.

Profil Mahasiswa PBSI

Dalam penelitian Suryaman, dkk. (2015) mengenai pengalaman membaca sastra

mahasiswa Program Studi PBSI FBS UNY, ditemukan beberapa hal berikut. Pertama, dari 4

kelas yang diteliti dengan jumlah mahasiswa semester 2, rata-rata pernah membaca sastra

selama sekolah hanya tujuh judul karya sastra (puisi, cerpen, novel, dan drama). Kedua,

variasi pengalaman membaca sangat beragam mulai dari terendah 0 sampai dengan 17 judul.

Ketiga, mahasiswa yang 0 membaca karya sastra karena tidak ada kesempatan membaca

selama sekolah, sedangkan yang tertinggi karena di sekolah tersedia buku dan tugas membaca

menjadi prioritas.

Berdasarkan data tersebut, pengalaman membaca mahasiswa prodi PBSI masih

belum memadai. Padalah, seharusnya, para mahasiswa sebelum menjadi mahasiswa minimal

sudah membaca 10 buku di SMP dan 15 buku di SMA. Artinya, saat masuk ke perguruan

tinggi, apalagi di Prodi PBSI, para mahasiswa sudah berpengalaman minimal membaca 10

buku sastra. Kenyataan ini tentulah harus menjadi bahan renungan para guru bahasa Indonesia

untuk mulai mengubah paradigma pembelajaran bahasa Indonesia dari pembelajaran untuk

ujian nasional ke pengalaman membaca agar masyarakat literat akan tercipta dengan baik.

Simpulan dan Rekomendasi

Berdasarkan pararan tersebut dapat ditarik beberapa simpulan. Pertama, menghadapi

dan memasuki MEA mepersyaratkan kompetensi membaca siswa dan mahasiswa Indonesia

yang tinggi. Kedua, pendidikan bahasa dan sastra Indonesia belum memerankan dirinya

secara optimal dalam mengembangkan literasi siswa dan mahasiswa. Ketiga, pendekatan

dalam menghadapi dan menjadikan ASEAN adalah masyarakat kita menjadikan pendidikan

bahasa dan sastra Indonesia sebagai jalan utama. Keempat, guru bahasa Indonesia dan dosen

di prodi PBSI harus bahu-membahu menjadikan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia

sebagai penghela siswa untuk mempelajari bidang-bidang lain dan mahasiswa calon guru

Page 35: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

35

bahasa Indonesia harus menjadikan buku sebagai sarapan pagi, makan siang, dan makan

malam.

Daftar Pustaka

Elley, W.B. (1992). How in the World Do the Students Read?, The International Association

for the Evaluation of Education Achievement (IEA).

Gibson, R. Ed. (1998). Rethinking the Future, Memikirkan Kembali Bisnis, Prinsip,

Persaingan, Kontrol dan Kompleksitas, Kepemimpinan, Pasar, dan Dunia. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Kleden, I. (1999). “Buku di Indonesia: Perspektif Ekonomi tentang Kebudayaan” dalam Buku

dalam Indonesia Baru. Editor Alfons Taryadi. Jakarta: YOI.

PIRLS 2011 International Report. Performance at the PIRLS 2011. International Benchmarks

TIMMS & PIRLS Report International Study Center (IEA): Lynch School of

Education, Boston College.

Sanusi, A., (1998), Pendidikan Alternatif: Menyentuh Aras Dasar Persoalan Pendidikan dan

Kemasyarakatan, Yogyakarta: Adicitra dan PPs UPI.

Suryaman, M. (2001). ”Kesiapan Masyarakat Sunda Menghadapi Era Global”, Makalah pada

Konferensi Internasional Budaya Sunda (The Indonesian Conference on Sundanesse

Culture), Gedung Merdeka, Bandung, 22-25 Agustus 2001.

Suryaman, M. (2012). “Analisis Hasil Belajar Peserta Didik dalam Literasi Membaca melalui

Studi Internasional (PIRLS) 2011”. Laporan Penelitian. Jakarta: Puspendik Balitbang

Kemdikbud.

Suryaman, M. Dkk. (2015). “Keefektivan Strategi Penugasan dan Presentasi dalam

Pembelajaran Membaca Sastra”. Laporan Penelitian. Yogyakarta: FBS UNY.

Tim Studi Guru. 2012. Persiapan Menghadapi Ujian Nasional SD 2013. Bandung: Pustaka

Setia.

World Bank. (1995).Indonesia: Book and Reading Development Project, Staff, Appraisal,

May.

Page 36: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

36

Page 37: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

37

Page 38: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

38

Page 39: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

39

Page 40: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

40

Page 41: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

41

Page 42: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

42

Page 43: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

43

Page 44: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

44

Page 45: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

45

Page 46: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

46

”PENDEKATAN KOMUNIKATIF SEBAGAI INOVASI

DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA”

Afif Rofii

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Univeritas Batanghari

Jambi

[email protected]

Abstrak

Pendekatan komunikatif lahir akibat adanya ketidakpuasan para pengajar

bahasa atas hasil yang dicapai metode tradisional, yang mengutamakan

penguasaan kaidah tata bahasa dan mengesampingkan kemampuan

berkomunikasi sebagai bentuk kompetensi yang diharapkan.

Pendekatankomunikatif mengajarkan bahasa dengan tidak menekankan pada

penghafalan bentuk-bentuk kalimat yang benar, tetapi pada pemberian bekal

kepada siswa tentang berbagai kemungkinan strategi berkomunikasi,

pengayaan penggunaan bahasa dalam berbagai situasi, pemberian latihan

terus menerus, penggunaan bahasa dengan memperhatikan sopan santun

berbahasa. Pendekatan komunikatif bertujuan membentuk kompetensi

komunkatif siswa dalam menggunakan bahasa Indonesia yang mencakup

empat keterampilan, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Dalam mengajar dengan menggunakan pendekatan komunikatif, guru harus

mempunyai kompetensi, menyenangi bahasa Indonesia, bersikap kritis,

meningkatkan kemampuan pribadi, bekerja sama, profesional, dan mencintai

pekerjaan. Guru di dalam kelas komunikatif akan sedikit berbicara dan lebih

aktif sebagai fasilitator. Siswa diberi kebebasan berbicara untuk melatih

kemampuan berkomunikasinya menggunakan bahasa Indonesia dalam

berbagai kesempatan di dalam kelas.

Kata kunci: pendekatan komunikatif, inovasi, pembelajaran bahasa

Indonesia

Page 47: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

47

Pendahuluan

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia.Dari kecil

sampai tua, manusia tetap memerlukan pendidikan.Kemajuan dalam bidang pendidikan dari

tahun ke tahun menunjukkan hal yang positif. Pengembangan berbagai aspek pembelajaran

bahasa seperti strategi pengajaran, pendekatan dalam pengajaran, penyusunan kurikulum, dan

hal lain yang terkait terus disempurnakan. Pembelajaran bahasa di Indonesia mengalami

perubahan seiring dengan perkembangan zaman.Perubahan pendekatan dalam pembelajaran

bahasa Indonesia disebabkan oleh perubahan pandangan tentang hakikat bahasa serta teori

pembelajaran bahasa yang dianut.Perubahan asumsi tentang hakikat bahasa yang mendorong

muncul pendekatan baru. Salah satu hasil kerja keras para ahli dalam pembelajaran bahasa

adalah munculnya pendekatan baru tersebut yang dikenal dengan pendekatan komunikatif.

Bahasa sebagai alat komunikasi menjadi sangat penting dalam kehidupan

manusia.Untuk itu, bagaimana penggunaan bahasa dengan tepat sesuai dengan konteksnya

sangat penting dipelajari. Meskipun pada mulanya pendekatan komunikatif diciptakan untuk

mempelajari bahasa kedua di Eropa, tetapi saat ini, di Indonesia pendekatan komunikatif juga

penting diterapkan dalam pembelajaran bahasa di sekolah terutama untuk mempelajari bahasa

Indonesia.Pendekatan ini lahir akibat adanya ketidakpuasan para praktisi atau pengajar bahasa

atas hasil yang dicapai oleh metode tata bahasa terjemahan, yang hanya mengutamakan

penguasaan kaidah tata bahasa, mengesampingkan kemampuan berkomunikasi sebagai

bentuk kompetensi yang diharapkan dari belajar bahasa.

Pendekatan komunikatif adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa untuk

mengembangkan potensi siswa dalam menguasai empat keterampilan berbahasa, yakni,

menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.Pembelajaran dengan pendekatan komunikatif

diakui bahwa keterampilan berbahasa sebagai alat komunikasi dapat diajarkan dan dipelajari

melalui sebuah prosedur belajar-mengajar yang dirumuskan oleh guru.

Pembahasan

1. Pengertian Pendekatan Komunikatif

Pendekatan komunikatif adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan

keterampilan siswa dalam berkomunikasi, menekankan pembinaan dan pengembangan

kemampuan komunikatif siswa.Penerapan pendekatan komunikatif sepenuhnya dilakukan

oleh siswa (student centre), sedangkan guru hanya sebagai fasilitator. Dengan demikian siswa

Page 48: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

48

akan mampu bercerita, menanggapi masalah, dan mengungkapkan pendapatnya secara lisan

dengan bahasa yang runtut dan mudah dipahami.

Sebelum pendekatan komunikatif ini diterapkan dalam pembelajaran bahasa

Indonesia, guru hanya diberi beban menyelesaikan materi yang telah ditetapkan dalam

kurikulum, dan meningkatkan hasil belajar siswa.Tetapi, setelah pendekatan komunikatif

diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, guru mendapat penambahan beban, yakni

siswa diusahakan memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik.Dalam hal ini, guru

mengamati komunikasi siswa di dalam kelas. Guru tidak boleh langsung menyalahkan siswa

atau mengoreksi kesalahan siswa meskipun siswa telah menyimpang/melanggar kaidah-

kaidah yang tata bahasa. Siswa salah sekali pun, jika komunikasi mereka berjalan dengan

lancar guru harus memberikan motivasi. Perlu diketahui bahwa koreksi yang dilakukan guru

secara langsung hanya akan mematikan keberanian siswa dan secara psikologis akan

mempengaruhi kemampuan berbicaranya. Guru diharapkan membuat koreksi dengan cara

yang halus, tidak dilakukan sembarangan, memilih waktu yang tepat, artinya guru

memperbaiki kesalahan berbahasa siswa secara tidak langsung, atau tanpa disadari oleh siswa.

Grow (1987:1) mengatakan bahwa pendekatan komunikatif adalah pendekatan

pengajaran menyeluruh. Pendekatan ini memberikan kesempatan yang tidak terbatas kepada

siswa untuk menggambarkan pengalaman mereka, memberikan makna seluruh unit pikiran

dan saling berkomunikasi di antara mereka secara aktif.Istilah pendekatan komunikatif

digunakan berdampingan dengan istilah pendekatan pragmatik.Purwo (1990:1) menyatakan

bahwa pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan dan dibedakan menjadi pragmatik sebagai

kajian linguistik, sebagai salah satu segi di dalam bahasa, ini lazim pula disebut fungsi

komunikatif. Jadi, pada dasarnya pragmatik sama dengan komunikatif.

Mushlisch (1991:17) menyebutkan bahwa pengajaran bahasa dengan pendekatan

komunikatif (pragmatik) ialah mengajarkan bahasa dengan tidak menekankan pada

penghafalan bentuk-bentuk kalimat yang benar, tetapi pada pemberian bekal kepada siswa

tentang berbagai kemungkinan strategi dalam berkomunikasi, kemudian pengayaan

penggunaan bahasa dalam berbagai situasi, pemberian latihan yang terus menerus untuk

berkomunikasi dalam berbagai aspek bahasa, penggunaan bahasa dengan memperhatikan

sopan santun berbahasa.

Selanjutnya, Purwo (1990:50) menyatakan bahwa pengajaran bahasa dengan

pendekatan pragmatik atau komunikatif lebih banyak berurusan dengan penyusunan silabus

Page 49: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

49

dan bahasa pengajaran daripada dengan metode pengajaran.Ini menunjukkan bahwa di dalam

pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif jika kita membicarakan metode ini berarti

kita telah berbicara tentang approach, design, dan procedure (Richards, 1986; Brown, 1980).

Grow (1987) menyatakan bahwa kegiatan belajar mengajar terpusat pada siswa, dan metode

adalah sederetan strategi dan teknik-teknik yang mungkin dipakai untuk membelajarkan

siswa.

2. Ciri-ciri Pendekatan Komunikatif

Menurut Iskandarwassid dan Sunendar (2011:55), pendekatan komunikatif memiliki

ciri-ciri sebagai berikut.

a. Acuan berpijaknya adalah kebutuhan peserta didik dan fungsi bahasa.

b. Tujuan belajar bahasa adalah membimbing peserta didik agar mampu berkomunikasi

dalam situasi yang sebenarnya.

c. Silabus pengajaran harus ditata sesuai dengan fungsi pemakaian bahasa.

d. Peranan tatabahasa dalam pengajaran bahasa tetap diakui.

e. Tujuan utama adalah komunikasi yang bertujuan.

f. Peran pengajar sebagai pengelola kelas dan pembimbing peserta didik dalam

berkomunikasi diperluas.

g. Kegiatan belajar harus didasarkan pada teknik-teknik kreatif peserta didik sendiri, dan

peserta didik dibagi dalam kelompok-kelompok kecil.

Subyakto (1988:70) menyebutkan ciri-ciri pendekatan komunikatif sebagai berikut.

a. Aktivitas yang menunjukkan komunikasi sebenarnya/realistis akan mendorong pelajar

untuk belajar.

b. Aktivitas berbahasa yang bertujuan melakukan tugas-tugas yang bermakna akan

mendorong pelajar untuk belajar.

c. Materi silabus komunikasi dipersiapkan berdasarkan alalisis kebutuhan.

d. Aktivitas di kelas berpusat kepada pelajar.

e. Guru berperan sebagai penyuluh, penganalisis kebutuhan pelajar, dan sumber manajer

kelompok.

f. Peran bahan pengajaran ialah untuk menunjang komunikasi pelajar secara aktif.

Finnocchiaro dan Brumfit (1983: 91) mengemukakan 22 ciri utama pendekatan

komunikatif, yaitu (a) kebermaknaan, (b) dialog bersifat komunikatif, (c) premis dasarnya

Page 50: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

50

adalah kontekstual, (d) pembelajaran bahasa adalah pembelajaran berkomunikasi, (e)

diutamakan komunikasi yang efektif, (f) teknik tubian boleh digunakan, (g) pelafalan

diharapkan yang komprehensif, (h) alat bantu yang digunakan siswa dalam berkomunikasi

disesuaikan dengan umur, dan minat, (i) berkomunikasi didorong sejak awal, (j) jika

diperlukan penggunaan bahasa ibu dapat dilakukan, (k) penerjemahan dapat digunakan jika

diperlukan, (l) membaca dan menulis diberikan sejak hari pertama, (m) target sistem

linguistik akan lebih baik dipelajari melalui proses berkomunikasi, (n) kemampuan

komunikatif diutamakan, (o) variasi bahasa adalah konsep utama dalam materi dan

metodologi, (p) urutan ditentukan dengan berbagai cara agar keterampilan berbahasa siswa

dapat dimotivasi dan dikembangkan, (q) siswa dibantu guru dengan berbagai cara agar

keterampilan berbahasa siswa dapat dimotivasi dan dikembangkan, (r) bahasa diciptakan oleh

individu sering kali melalui trial and error (mencoba-coba), (s) kelancaran dan bahasa yang

dapat diterima adalah tujuan utama; ketepatan diharapkan tidak dalam sesuatu yang Abstrak,

tetap, dalam kelas, (t) siswa diharapkan dapat berinteraksi dengan orang lain melalui kerja

berbapasangan atau kelompok, maupun secara tertulis, (u) bahasa yang akan digunakan

siswanya tidak dapat diketahui gurunya secara pasti, (v) minat berkomunikasi akan didorong

oleh motivasi intrinsik.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pendekatan

komunikatif adalah siswa merupakan pusat belajar, guru berperan sebagai fasilitator, tujuan

pengajaran adalah melatih siswa dapat berkomunikasi dengan baik.

3. Tujuan Pendekatan Komunikatif

Tujuan menerapkan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia

adalah untuk membiasakan siswa menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi

sesuai dengan situasi dan kondisi, agar siswa memiliki kecakapan dalam berkomunikasi

dengan menggunakan bahasa Indonesia. Manfaat yang didapatkan dari penggunaan

pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah memudahkan guru

membelajarkan bahasa Indonesia, memberi kebebasan kepada siswa untuk berkomunikasi

sesuai dengan konteks situasi.

Pendekatan komunikatif bertujuan untuk membentuk kemampuan komunikatif

(kompetensi komunikatif) siswa dalam menggunakan bahasa Indonesia yang mencakup

empat keterampilan, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Artinya, melalui

Page 51: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

51

berbagai kegiatan pembelajaran dengan pendekatan komunikatif,siswa diharapkan mampu

mengembangkan kompetensi komunikatif bahasa mereka, baik secara lisan, tulisan, maupun

situasi resmi dan tidak resmi.

4. Kompetensi Komunikatif: Pengajaran Bahasa Komunikatif dan Pengajaran

Berbasis Tugas

a. Hakikat Kompetensi Komunikatif

Menurut Brown (2007:241), istilah kompetensi komunikatif diperkenalkan oleh Dell

Hymes (1972,1967). Hymes menyebut kompetensi komunikatif sebagai aspek kompetensi

memungkinkan seseorang untuk menyampaikan dan menafsirkan pesan antarpersonal dalam

konteks-konteks tertentu. Savignon (dalam Brown, 2007:241) menyatakan bahwa kompetensi

komunikatif bersifat relatif, tidak mutlak, dan tergatung kepada kerja sama semua partisipan

yang terlibat. Pada tahun 1970-an, penelitian mengenai kompetensi komunikatifmembedakan

antara kompetensi linguistik dan komunikatif untuk menyoroti perbedaan antara pengetahuan

mengenai bentuk-bentuk bahasa dan pengetahuan yang memungkinkan seseorang

berkomunikasi secara fungsional dan interaktif.

Menurut Canale dan Merrill Swain (dalam Brown, 2007:241—242), terdapat empat

komponen yang berkenaan dengan konsep kompetensi komunikatif.Kompetensi tersebut ialah

sebagai berikut.

1) Kompetensi Gramatikal

Kompetensi gramatikal adalah aspek kompetensi komunikatif yang mencakup

pengetahuan mengenai komponen leksikal dan kaidah tata bahasa seperti

fonologi,morfologi, sintaksis, dan semantik.

2) Kompetensi Wacana

Kompetensi wacana merupakan pelengkap dari kompetensi gramatikal.Kemampuan

wacana adalah kemampuan mengaitkan kalimat-kalimat yang terdapat dalam sebuah

wacana dan kemampuan untuk memaknai sebuah wacana.Jika kompetensi gramatikal

mencakup tata bahasa pada tataran kalimat, maka kompetensi wacana mencakup hubungan

antarkalimat.

Page 52: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

52

3) Kompetensi Sosiolinguistik

Kompetensi sosiolinguistik adalah pengetahuan tentang kaidah sosial budaya bahasa dan

wacana.Kompetensi ini menekankan tentang konteks sosial, seperti peran para partisipan,

informasi yang dibicarakan, dan fungsi interaksi.

4) Kompetensi Srategis

Canale dan Swain (dalam Brown, 2007:242) memberikan pemahaman tentang kompetensi

srategis sebagai stategi komunikasi verbal dan nonverbal yang dipakai untuk mengimbangi

kesalahan komunikasi.Sementara itu, Savignon (dalam Brown, 2007:242) menyatakan

bahwa kompetensi strategis adalah strategi-strategi yang digunakan seseorang untuk

mengimbangi ketidaktahuan tentang kaidah-kaidah atau faktor-faktor yang membatasi

pengunaan strategi tersebut, seperti keletihan, kelalaian, dan kuarang

memperhatikan.Pendek kata, kompetensi strategis dapat dipahami sebagai strategi-strategi

komunikasi yang bisa digunakan untuk meningkatkan efektifitas komunikasi dan

kesalahpahaman.Menurut Yule dan Taron (dalam Brown, 2007:242), kompetensi strategis

dapat dipahami sebagai kemampuan memilih sarana yang efektif untuk melakukan tindak

komunikasi yang memungkinkan pendengar atau pembaca mengenali rujukan yang

dimaksud.Dengan kata lain, kompetensi stategis ini merupakan cara yang dapat dilakukan

dalam memanipulasi bahasa agar memenuhi tujuan-tujuan komunikatif tertentu.

Berbeda dengan model kompetensi komunikatif yang oleh Canale dan Swain, Lyle

Bachman (dalam Brown, 2007:243), juga memberikan pemahaman mengenai kompetensi

komunikatif yang diistilahkan dengan kompetensi bahasa.

b. Pengajaran Bahasa Komunikatif

Pengajaran bahasa komunikatif lebih dipahami sebagai pendekatan daripada metode

(Richard & Rodgers, 2001).Pengajaran bahasa komunikatif merupakan pemahaman teoritis

terpadu dan mempunyai cakupan yang luas mengenai karakter bahasa serta dalam pengajaran

dan pembelajaran bahasa kedua. Terdapat empat karakteristik yang saling terkait sebagai

pengertian dari pengajaran bahasa komunikatif.

1) Sasaran kelas difokuskan pada semua komponen kompetensi komunikatif dan tidak

terbatas pada kompetensi tata bahasa dan bahasa

2) Teknik-teknik bahasa dirancang untuk melibatkan pembelajar dalam penggunaan

pragmatik, otentik, dan fungsional bahasa untuk tujuan yang berarti. Bentuk-bentuk tata

Page 53: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

53

bahasa yang bagus buka merupakan menjadi perhatian, melainkan lebih kepada aspek-

aspek bahasa yang memungkinkan pembelajar mewujudkan tujuan-tujuan tersebut.

3) Kefasihan dan akurasi dipandang sebagai prinsip-prinsip pelengkap yang mendasari

teknik-teknik komunikatif. Adakalanya kefasihan lebih dipentingkan daripada akurasi.

Hal ini dilakukan untuk menjaga agar pembelajar tetap terlibat secara berarti dalam

pengajaran bahasa.

4) Dalam kelas komunikatif, pembelajar pada akhirnya akan menggunakan bahasa secara

produktif dan berterima dalam konteks yang sopan.

Pengajaran bahasa komunikatif menyarankan bahwa sruktur gramatikal lebih baik

disisipkan kedalam berbagai kategori fungsional.Pengajaran bahasa komunikatif tidak banyak

memberi perhatian pada penyampaian dan pembahasan mengenai kaidah-kaidah gramatikal

yang lazim digunakan.Banyak pengunaan bahasa otentik disiratkan dalam pengajaran bahasa

komunikatif, hal ini terlihat ketika guru membangun kefasihan (Chambers, 1997).

Karakteristik keempat pengajaran bahasa komunikatif sering menyulitkan seorang

guru yang bukan penutur asli dan tidak terampil dalam behasa kedua dalam pengajaran yang

efektif.Dialog, dril, latihan ulangan, dan membahas (dalam bahasa pertama) kaidah-kaidah

tata bahasa jauh lebih sederhana bagian sebagian guru yang bukan penutur asli.Teknologi

seperti video, televisi, kaset audio, internet, dan perangkat lunak komputer dapat membantu

guru dalam mengatasi hal-hal tersebut.

c. Intruksi Berbasis Tugas

Intruksi berbasis tugas muncul sebagai titik fokus praktek pengaran bahasa di seluruh

dunia.Ketika intruksi berbasis tugas terus ditekankan sebagai interaksi di kelas, pengajaran

berpusat kepada pembelajar, otentisitas, dan memandang pengalaman pembelajar sebagai

kontributor penting bagi pembelajaran.Intruksi berbasis tugas menarik perhatian guru dan

pembelajar dalam melakukan tugas-tugas dikelas.Skehan (2003) mendefinisikan tugas

sebagai sebuah aktivitas yang mengharuskan pembelajar menggunakan bahasa dengan

penekanan pada makna untuk mencapai tujuan tertentu.

David Nunan (2004) membedakan antara tugas sasaran (penggunaan bahasa di luar

ruangan) dan tugas pedagogis (yang terjadi di ruang kelas).Menurutnya, tugas adalah

subhimpunan dari semua teknik dan aktivitas yang dirancang untuk kelas, dan tugas itu

menggunakan beberapa teknik. Dengan demikian, untuk tugas pemecahan masalah yang

Page 54: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

54

menggunakan peta, guru bisa mengawali dengan menjelaskan secara garis besar mengenai

tugas tersebut, memberikan penilaian terhadap tata bahasa atau kosakata yang digunakan

dalam tugas tersebut, membentuk kelompok untuk mendiskusikan permasalahan-

permasalahan yang ditawarkan, dan menyuruh siswa melaporkan hasil diskusi tersebut. Hal-

hal tersebut merupakan proses komunikatif dan merupakan bagian dari sifat kompetensi

komunikatif.

Sementara itu, tugas dirancang untuk membekali para pembelajar dengan bahasa

komunikatif yang diperlukan untuk memberi petunjuk bagi seseorang.Tugas khusus ini bisa

diartikan sebagai sebuah tugas pedagogis yang berhubungan dengan situasi di dunia nyata,

serta dirancang untuk memungkinkan pembelajar menyelesaikan tugas secara

terarah.Instruksi berbasis tugas adalah sebuah pendekatan yang medukung guru dalam

pembelajaran dan perancangan kurikulum.Untuk menyelasaikan sebuah tugas, seorang

pembelajar harus mempunyai kompetensi organisasional yang memadai, kompetensi

ilokusioner untuk mennyampaikan makna tersirat,kompetensi strategis untuk mengimbangi

kesalahan-kesalahan yang tidak terduga, dan semua perangkat wacana, pragmatika, serta

kemampuan komunikatif nonverbal.

d. Peran Guru dalam Pembelajaran Bahasa Komunikatif

Guru adalah aktor melaksanakan pendekatan komunikatif. Subyakto-N.(1988:108)

mengatakan bahwa guru yang sanggup menggunakan pendekatan komunikatif harus.

1) Mengetahuibagaimana berkomunikasi dalam bahasa itu.

2) Mengertidanmengetahui latar belakang tentang teori pendekatan komunikatif.

3) Mampumenyampaikan materi pelajaran kepada siswa secara komunikatif.

4) Mampumemilih/memodifikasi/menulis materi pelajaran yang komunikatif.

5) Dapatmenguji kemampuan/keterampilan komunikatif siswanya.

Dalam mengajar dengan menggunakan pendekatan komunikatif, guru harus

mempunyai kompetensi, menyenangi bahasa Indonesia, bersikap kritis, meningkatkan

kemampuan pribadi, bekerja sama, profesional, dan mencintai pekerjaan.Para guru di dalam

kelas komunikatif akan sedikit berbicara dan lebih aktif sebagai fasilitator. Guru berusaha

situasi kelas dalam keadaan akrab, tidak tegang. Siswa diberi kebebasan berbicara untuk

melatih kemampuan berkomunikasinya. Siswa diharapkan dapat menggunakan bahasa

Indonesia dalam berbagai kesempatan di dalam kelas.

Page 55: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

55

Pengajaran bahasa Indonesia adalah suatu kegiatan berusaha, bertujuan, dan

dilakukan dalam ruang lingkup satu lembaga pendidikan formal. Oleh karena itu, pengajaran

bahasa Indonesia memerlukan pedoman, aturan, prosedur, dan tata cara pelaksanaan kegiatan

pencapaian tujuan. Hal-hal tersebut yang telah disebut di atas tadi adalah prinsip pendekatan,

metode, dan teknik pengajaran.

Richards (1986:77) mengemukakan bahwa dalam pengajaran bahasa komunikatif,

guru berperan sebagai penganalisis kebutuhan, konselor, dan manajer. Seorang guru harus

menganalisis kebutuhan siswa sebelum mengajar, harus mengetahui apa yang dibutuhkan dan

apa yang harus diketahui siswa, bukan mengajarkan apa yang diketahui guru. Seorang guru

harus mampu menjadi tempat siswanya berkonsultasi. Guru harus memiliki kemampuan

untuk mengarahkan, memotivasi, dan menjadi tempat siswa mengemukakan permasalahan,

terutama masalah belajarnya. Selain itu, guru harus menjadi manajer, harus pandai mengelola

kelas, mengorganisasikan materi pelajaran dan menyajikannya kepada siswa sampai tujuan

yang diharapkan tercapai.

Menurut Finnochiaro (1983:4), tanggungjawab guru dalam kaitannya dengan guru

bahasa komunikatif sebagai berikut.

a. Guru harus mengetahui minat, cara belajar, dan aspirasinya.

b. Guru harus mengetahui keterampilan berkomunikasi yang telah dicapai siswa.

c. Guru mempelajari sumber insani dan lingkungan yang dapat digunakan untuk

berkomunikasi nyata.

d. Guru memperluas pengalaman siswa dengan memberi mereka cakrawala yang luas

tentang konsep nosi untuk berpikir dan berbicara.

e. Guru memperkaya kosakata siswa tidak hanya dengan memberi mereka pengalatan yang

bervariasi tetapi jiga dialog dan materi lain.

f. Guru menyajikan semua bentuk linguistik baru dan wawasan budaya dalam situasi yang

cocok yang tidak hanya akan memperjelan pengertian mereka saja teapi juga memberikan

contoh matra tentang pengalaman manusia yang biasanya mereka gunakan.

g. Guru memodifikasi penyajian buku ajar dan lebih serng mengajarkan ungkapan yang

diperlukan dalam komunikasi.

h. Guru sebelum menyajikan materi baru mengajukan lagi materi linguistik atau budaya

yang telah diajarkan. Ini membantu siswa menyusun kembali dan menggabungkan bentuk

linuistik dan konsep di dalam komunikasi.

Page 56: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

56

i. Guru mengajukan lagi materi linguistik di dalam situasi sosial budaya yang berbeda sama

sekali untuk membentuk siswa menyadari bahwa bahasa mengungkapkan yang tidak

terbatas dengan cara yang terbatas.

j. Guru mengajukan korpus dasar materi linguistik dan budaya kepada semua siswa di

dalam kelas. Penyajian ini dapat secara berkelompok, berpasangan, dan perorangan sesuai

minat dan kemampuan siswa. Tidak semua siswa dalam waktu yang sama siap menulis

dialog misalnya, atau secara spontan bermain peran.

k. Guru meyakinkan siswa bahwa bentuk linguistik yang disajikan dalam dialog dan

membaca wacana tidak cukup dengan menghafal saja, tetapi dengan sengaja dimasukkan

ke dalam kegiatan komunikasi yang nyata dan cocok.

l. Guru mempersiapkan kegiatan nyata yang relevan dengan kehidupan nyata siswa sehari-

hari dan kebutuhan komunikasi.

m. Guru tidak memberi kritik terhadap pernyataan siswa yang kurang kreatif.

n. Guru mendorong siswa mendiskusikan nilai dan budaya mereka.

o. Guru tidak menuntut jawaban yang jujur atau pertanyaan yang jawabannya dapat

memalukan siswa. Misalnya, apa pekerjaan ayahmu?

p. Guru menyiapkan kegiatan komunikasi yang lebih fungsional yang dideskripsikan di

dalam tulisan mutakhir atau disertai gambar-gambar. Misalnya tugas memberikan

gambar, seseorang siswa memberikan isi gambar kepada temannya yang lain.

q. Guru memberikan kebebasan kepada siswa agar mereka dapat lebih kreatif.

r. Guru membantu siswa mencapai kefasihan di dalam pengertian dan bacaan melalui

latihan terbimbing.

Untuk menerapkan peran profesional di atas, guru harus memiliki modal dasar, yakni

kemampuan merancang program dan keterampilan mengkomunikasikan program kepada

siswa. Dua modal dasar ini telah dirumuskan dalam UU RI no 14 tahun 2005 bab I pasal 1

ayat 8, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi, sosial, dan

kompetensi profesional.

Kesimpulan

Pendekatan ini lahir akibat adanya ketidakpuasan para praktisi atau pengajar bahasa

atas hasil yang dicapai oleh metode tata bahasa terjemahan, yang hanya menngutamakan

penguasaan kaidah tata bahasa, mengesampingkan kemampuan berkomunikasi sebagai

Page 57: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

57

bentuk kompetensi yang diharapkan dari belajar bahasa. Pendekatan komunikatif adalah suatu

pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi,

menekankan pembinaan dan pengembangan kemampuan komunikatif siswa. Pendekatan

komunikatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut (1) acuan berpijaknya adalah kebutuhan peserta

didik dan fungsi bahasa; (2) tujuan belajar bahasa adalah membimbing peserta didik agar

mampu berkomunikasi dalam situasi yang sebenarnya; (3) silabus pengajaran harus ditata

sesuai dengan fungsi pemakaian bahasa; (4) peranan tatabahasa dalam pengajaran bahasa

tetap diakui; (5) tujuan utama adalah komunikasi yang bertujuan; (6) peran pengajar sebagai

pengelola kelas dan pembimbing peserta didik dalam berkomunikasi diperluas dan (7)

kegiatan belajar harus didasarkan pada teknik-teknik kreatif peserta didik sendiri, peserta

didik dibagi dalam kelompok-kelompok kecil. Pendekatan komunikatif bertujuan untuk

membentuk kemampuan komunikatif (kompetensi komunikatif) siswa dalam menggunakan

bahasa Indonesia yang mencakup empat keterampilan, yaitu menyimak, berbicara, membaca,

dan menulis. Terdapat empat komponen yang berkenaan dengan konsep kompetensi

komunikatif, yaitu kompetensi gramatikal, kompetensi wacana, kompetensi sosiolinguistik

dan kompetensi srategis. Para guru di dalam kelas komunikatif akan sedikit berbicara dan

lebih aktif sebagai fasilitator. Dalam pengajaran bahasa komunikatif, guru berperan sebagai

penganalisis kebutuhan, konselor, dan manajer. Kegiatan belajar mengajar terpusat pada

siswa, dan metode adalah sederetan strategi dan teknik-teknik yang mungkin dipakai untuk

membelajarkan siswa. Dengan penerapan pendekatan komunkatif di dalam kelas, siswa siswa

diharapkan mempunyai kompetens komunikatif yang baik terhadap bahasa yang dipelajari,

yaitu bahasa Indonesia.

Daftar Pustaka

Brown H. Douglas. 2007. Principles of Language Learning and Teaching. New York:

Pearson Inc.

Depdikbud. 1986. Kurikulum Sekolah Dasar: Garis-Garis Besar Program Pengajaran.

Jakarta: Balai Pustaka.

Finocchiaro, Mary dan Sako Sydney. 1983. The Functional Notional Approach: From Theory

to Practice. New York: Oxford University Press

Grow, Janice. 1987. “Pendekatan Komunikatif”. Makalah. Jakarta: Depdikbud.

Page 58: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

58

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar.2011 (cet-3).Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya Offset.

Muchlish. 1990. CBSA:Buku Panduan Mengajar Bahasa Indonesia untuk Guru Sekolah

Dasar Kelas III, IV, V, dan VI. Jakarta: Depdikbud Balitbang.

Purwo, Bambang Kaswanti. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Kanisius.

Richards, Jack dan Rodgere Theodore. 1986. Approach and Methods in Language Teaching:

a Description and Analysis. Cambridge: Cambridge Universty Press.

Subyakto-N, Sri Utari. 1988. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Depdikbud.

Page 59: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

59

ANALISIS PUISI KONTEMPORER ANAK-ANAK MASA KINI

DALAM PERMAINAN ANAK

Agus Priyanto

STKIP Siliwangi Bandung

[email protected]

Abstrak

Permainan anak atau kaulinan budak (Sunda) atau dolanan (Jawa) adalah permaian

tradisi lisan (foklor) yang turun-temurun yang bisa ditemukan di seluruh nusantara.

Pemainan anak ini berbentuk nyanyian atau lagu, dan dialog diikuti dengan gerakan

atau akting berdasarkan tema teksnya. Teks dalam lagu ini merupakan merupakan sastra

lisan yang berjenis puisi. Sastra lisan biasanya diwariskan turun-temurun secara lisan

dari generasi ke generasi. Cara pewarisannya yang demikian, maka lahirlah pemahaman

baru dengan kata lain, adanya variasi dalam teks puisi permaianan anak tersebut. Selain

itu, ketidaksamaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan nilai, latar, situasi, dan

kondisi. Pergeseran zaman dan nilai ini menghasilkan puisi permainan anak-anak yang

bersifat kekinian, yaitu puisi kontemporer dalam permainan anak. Bentuk puisi

kontemporer ini bisa meniru bentuk puisi lama dengan modifikasi, bisa juga berupa

ciptaan baru. Puisi permainan anak menarik untuk diteliti, karena : 1) Teks puisi

permainan anak memiliki struktur yang menarik dari segi rimanya, 2) Penuturan puisi

permainan anak memilki konteks dengan bahasa dan lingkunagnya, 3) Puisi permainan

anak memiliki fungsi perkembangan anak.

Kata kunci : - foklor, kaulinan budak, puisi kontemporer

Pendahuluan

Permainan anak dalam khasanah Sunda disebut kaulinan budak dan dalam khasanah

Jawa disebut dolanan sebagai salah satu bentuk sastra lisan, bentuknya masih tradisional,

biasanya diwariskan turun-temurun secara lisan dari generasi ke generasi. Cara pewarisan

yang demikian sangat bergantung pada tersedia atau tidaknya penutur cerita aktif (penutur

profesional) ataupun yang pasif, yang menguasai permainan anak tersebut. Oleh karena cara

pewarisannya yang demikian, maka lahirlah pemahaman-pemahaman baru di antara

pendengar sastra lisan tersebut. Dengan kata lain, adanya variasi dalam teks puisi permaianan

anak tersebut. Bisa jadi karena penyampaian yang kadang ditambah, dikurangi sesuai cita rasa

Page 60: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

60

penutur menjadikan sastra lisan memiliki versi dan varian yang beraneka. Selain itu,

ketidaksamaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan latar, situasi, dan kondisi masyarakat itu

sendiri. Pergeseran nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga dapat mengubah dan akan

berpengaruh terhadap keberadaan puisi permainan anak yang cara pewarisannya bersifat

tradisional.

Berdasarkan pemikiran di atas, sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup

ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan

(Hutomo,1991:1). Selain itu, sastra lisan juga merupakan bagian dari foklor, yang tentunya

memiliki banyak genre. Salah satunya yaitu jenis puisi kontemporer dalam permainan anak

yang bersifat kekinian tersebut. Walaupun kontemporer tetapi masih bersifat puisi

tradisional.dengan ciri anonim atau tidak diketahui siapa penciptanya.

Puisi permainan anak dapat digolongkan ke dalam salah satu bentuk tradisi lisan.

Pengelompokan genre dari puisi permainan anak tersebut dapat masuk ke dalam bentuk puisi

rakyat. Hal tersebut karena sesuai dengan ciri-ciri puisi rakyat yang disebutkan oleh

Danandjaja (2002:46), bahwa kekhususan genre ini yaitu kalimatnya yang tidak berbentuk

bebas (free phase) melainkan terikat (fix phase). Maksud dari ciri tersebut adalah bentuk

tertentu yang biasanya terdiri dari beberapa deret kalimat, ada yang berdasarkan matra,

panjang pendek kalimat, suku kata, lemah tekanan suara, atau berdasarkan irama (Juariah,

2005:25).

Pada dasarnya puisi permainan anakadalah pembicaraan mengenai sebuah peristiwa

komunikasi secara khusus yang ditandai dengan adanya interaksi di antara unsur-unsur

pendukungnya secara khusus pula. Artinya, ada hubungan antara penutur, petutur,

kesempatan bertutur, tujuan bertutur, dan hubunganya dengan lingkungan serta masyarakat

pendukungnya. Komunikasi khusus inilah yang menyebabkan puisi permainan anak menarik

untuk diteliti, baik dilihat dari teks, konteks penuturan, dan fungsi.

Puisi permaianan anak terlalu luas karena mencangkup puisi permaian anak yang

bersifat tradisional atau puisi berbahasa daerah yang diciptakan pada masa dahulu dan puisi

masa kini yang bersifat kontemporer. Maka dari itu permasalah dibatasi pada puisi-puisi yang

diciptakan pada masa kini, yaitu puisi kontemporer dalam permainan anak. Pada penelitian ini

terdapat beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut. Bagaimana struktur

Page 61: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

61

teks puisi permainan anak? Bagaimanakah konteks penuturan puisi permainan anak? Apa

fungsi puisi permainan anak?

Lagu permainan anak Sebagai Tradisi Lisan

Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu

kebudayaan yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan (dari mulut ke mulut) atau

oral traditions (Hutomo, 1991:1). Sastra lisan bersifat komunal. Artinya, sastra lisan adalah

milik bersama masyarakat pada suatu komunitas tertentu, maka sastra ini juga disebut juga

folk literature atau sastra rakyat. Tetapi dengan pernyataan tersebut, tidak berarti sastra lisan

tidak hidup dalam masyarakat kota yang telah maju (Hutomo, 1991:4). Sedangkan menurut

Alan Dundes dalam Danandjaja, (2002:1-2) istilah folklor adalah pengindonesiaan dari kata

dalam bahasa Inggris folklor, yang merupakan kata majemuk dan berasal dari kata folk dan

lore. Menurut Dundes, folk artinya sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri fisik, sosial, dan

kebudayaan sehingga dapat dibedakan dengan kelompok yang lain. Ciri-ciri pengenal itu

dapat berwujud: warna kulit yang sama; bentuk rambut yang sama; mata pencaharian yang

sama; bahasa yang sama; taraf pendidikan yang sama; dan agama yang sama. Sedangkan lore

adalah tradisi dari folk, yaitu sebagian dari kebudayaan masyarakat yang diturunkan secara

lisan atau melalui suatu contoh yang disertai gerak isyarat.

Definisi folklor secara keseluruhan yaitu sebagian kebudayaan suatu kolektif yang

tersebar dan diwariskan turun-temurun di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional

yang berbeda baik dalam lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat

pembantu pengingat (mnemonic device) (Dananjaja, 2002:2). Menurut Dadanjaja (2002:21)

folklor dibagi ke dalam tiga bentuk. Pertama, folklor lisan yaitu sastra yang bentuknya murni

lisan. Seperti: bahasa rakyat (julukan, logat, pangkat tradisional, titel kebangsawanan);

ungkapan tradisional (peribahasa, pepatah); pertanyaan tradisional (teka-teki); puisi rakyat

(pantun, gurindam, syair); cerita prosa rakyat (mite, legenda, dongeng); dan nyanyian rakyat.

Kedua, folklor setengah lisan atau sebagian lisan adalah sastra lisan yang bentuknya

merupakan campuran antara unsur lisan dan bukan lisan. Seperti, permainan rakyat.

Walaupun diajarkan secara lisan, namun permainan rakyat berpadu dengan alat-alat

penunjang permainan maupun gerak dalam permainannya. Ketiga, folklor bukan lisan yaitu

folklor yang bentuknya bukan lisan. Contohnya: arsitektur rumah (bentuk rumah daerah,

bentuk lumbung padi, dan lain-lain), kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh

Page 62: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

62

adat, makanan dan minuman rakyat, obat-obatan tradisional. Ada juga dalam bentuk bukan

material seperti: gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat (kentongan)

dan musik rakyat.

Ciri-ciri pengenal folklor yang dikemukakan oleh para ahli kemudian dirumuskan

oleh Danandjaja (2002:3-5), yaitu:

a) Penyebaran dan pewarisan biasanya dilakukan secara lisan;

b) Bersifat tradisional;

c) Folklor ada dalam versi-versi dan interpolasi;

d) Bersifat anonim;

e) Folklor memiliki bentuk berumus dan berpola;

f) Mempunyai kegunaan (fungsi);

g) Bersifat pralogis (mempunyai logika sendiri);

h) Folklor merupakan milik bersama (kolektif tertentu); dan

i) Bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar.

Adapun fungsi folklor seperti yang dijelaskan Bascom (dalam Danandjaja, 2002:19)

bahwa fungsi folklor ada empat, yaitu: (a) sebagai sistem proyeksi (projective system), yakni

sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif; (b) sebagai alat pengesahan pranata-

pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan; (c) sebagai alat pendidikan anak (pedagogical

device); dan (d) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan

selalu dipatuhi anggota kolektifnya. Puisi lisan tentu saja memiliki fungsi masing-masing.

Namun fungsi-fungsi tersebut bergantung pada masyarakat pemilik tradisi lisan yang

bersangkutan. Artinya, fenomena sebuah tradisi lisan ada kecenderungan memiliki fungsi

lebih dari satu, sesuai dengan genre dan masyarakat pendukungnya.

Tradisi lisan dalam kajian folklor ini seperti telah disinggung di atas merupakan salah

satu bentuk dari pembagian kelompok dalam kajian folklor, yakni folklor lisan (verbal

folklor), folklor sebagian lisan (partly verbal folklor), dan folklor bukan lisan (nonverbal

folklor) (Danandjaja, 2002:21). Adapun bentuk dari foklor lisan yaitu (1) bahasa rakyat; (2)

ungkapan tradisional; (3) pertanyaan tradisional; (4) puisi rakyat; (5) cerita prosa rakyat; dan

(6) nyanyian rakyat (Danandjaja, 2002:21).

Page 63: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

63

Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode

penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada

kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik

pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat

induktif, dan hasil penelitian penelitian lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

(Sugiyono, 2009:1). Dalam terminologi Creswell penelitian kualitatif ini berjenis

peneltian etmografi, yaitu penelitian yang melakukan studi terhadap budaya kelompok

dalam kondisi yang alamiah melalui observasi dan wawancara. (Sugiyono 2013 :24).

Populasi merupakan keseluruhan objek yang diteliti yang dapat dijadikan informasi

dari kegiatan penelitian. Sugiyono (2009:49) menyatakan populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas : Obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertetntu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi penelitian ini adalah semua permainan anak-anak yang berada di wilayah Kota

Bandung. Permaianan anak yang berbahasa Sunda, bahasa Indonesia maupun yang campuran

atau dwi bahasa.

Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang dipilih oleh peneliti untuk

dijadikan objek penelitian. Pengambilan sampel ini dilakukan karena populasi terlalu banyak

dan luas. Riduwan (2010:56) menyatakan sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil

sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Wilayah Bandung sebagai tempat

populasi permainan anak dianggap masih terlalu luas maka diambillah sampel dari populasi

tersebut. Sampel penelitian ini puisi permaian anak yang berada di lingkungan sebuah SD

Gagasceria Jalan Malabar 61 Kota Bandung.

Analisis Struktur Teks Puisi Kontemporer Permainan Anak

Teks yang dianalisis merupakan teks puisi kontemporer permainan anak yang

diperoleh dari SD Gagasceria Jalan Malabar 61 Bandung. Teks-teks tersebut menggunakan

bahasa Indonesia dan ada juga campuran. Analisis ini akan mengacu pada analisis struktur

teks, konteks penuturan, dan fungsi. Analisis teks akan meliputi analisis: struktur teks,

formula bunyi, formula irama, gaya bahasa, dan tema.

Page 64: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

64

1. Teks 1: Kepiting Cina

KEPITING CINA

(+) Sampurasun

(-) Rampes

(+) Di manakah rumah Kepiting Cina?

(-) Di dasar laut

(+) Mari kita kesana

(-) Mari

Kepiting Cina o e o e

Kuberi nama pahlawan muda

E jaja e jaja

Pak camat jualan tomat

Yang beli harus hormat

Nek Ijah pakai kacamata

Bolong dua bolong dua

Pak kusir jadi jatuh cinta

Jatuh cinta jatuh cinta

1.1 Deskripsi Permainan

Permainan Kepiting Cina dilakukan oleh dua orang anak. Dua anak saling

berhadapan. Anak A berhadapan dengan anak B. Si anak A mengatakan, “Sampurasun”.

Sebuah salam dari tradisi budaya Sunda. Dan anak B menjawab, “Rampes”. Rampes adalah

jawaban dari salam sampurasun. Lalu mereka bertanyajawab. Lengkapnya sebagai berikut

ini.

Anak A : “Sampurasun”

Anak B : “Rampes”

Anak A : “Dimanakah rumah kepiting cina?”

Anak B : “Di dasar laut.”

Anak A : “Mari kita kesana.”

Anak B : “Mari.”

Kemudian kedua anak tersebut melakukan koor, menyanyi bareng lagu dengan syair di bawah

ini dengan melakukan koreografi atau gerakan yang kompak.

Kepiting Cina oe oe

Kuberi nama pahlawan muda

E ja ja ejaja 2x

Pak camat jualan tomat

Yang beli harus hormat

Nek Ija pakai kaca mata

Page 65: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

65

Bolong dua bolong dua

Pak kusir jadi jatuh cinta

Jatuh cinta jatuh cinta

Awal gerakan tiap anak membuat satu keplokan/tepukan tangan di depan dada saat

berkata suku kata /ke/. Ddilanjut suku kata /pi/ tidak membuat tepukan. Lalu pas bunyi suku

kata /ting/ tangan kanan kedua anak tersebut (A dan B) saling bertemu membuat tepukan,

tepukan ini terlihat menyilang. Begitu pula saat kata cina diucapkan sambil membuat tepukan

pada suku kata /ci/ masing-masing anak membuat tepukan di depan dada masing-masing.

Dilanjut suku kata /na/ tangan kiri kedua anak saling bertemu membuat tepukan. Kemudian

kata /o/, /e/, /o/, /e/ (empat suku kata) kedua tangan diangkat ke atas seperti orang menyerah,

setiap suku kata jari-jemari dibuka tutup. Syair berikutnya “Kuberi nama pahlawan muda”

gerakan sama dengan saat mengatakan “kepiting cina” tetapi dua kali gerakan. Gerakan tepuk

tangan di depan dada jatuh pada suku kata /ku/, /na/, /pah/, /mu/. Sedangkan tepukan sesama

tangan kanan kedua anak jatuh pada suku kata /ri/ dan /wan/. Sedangkan tepukan sesama

tangan kiri kedua anak jatuh pada suku kata /ma/ dan /da/. Selanjutnya syair E ja ja ejaja 2x,

kedua tangan diletakan dipinggang.

Bait berikutnya, gerakannya hampir sama dengan kepiting cina yaitu gerakan tepuk

tangan saling menyilang, tetapi akhir kalimatnya membuat gerakan yang menggambarkan

kelakuan atau benda yang menjadi tema kalimat tersebut. Pada kalimat Pak camat jualan

tomat, kedua anak tangannya mengepal membentuk buah tomat. Pada kalimat Yang beli

harus hormat diakhiri dengan cara membuat gerakan hormat tentara yaitu telapak tangan di

buka rapat diletakan di samping atas mata. Sedangkan kalimat berikutnya Nek Ijah pakai kaca

mata diakhiri dengan gerakan membaut kaca mata dari jari-jari tangan dan diletakan di depan

mata kedua anak masing-masing. Meloncat pada kalimat Pak kusir jadi jatuh cinta diakhiri

dengan gerakan jari-jari ke dua tangan membentuk hati dan diletakan di depan dada masing-

masing anak. Pada kalimat atau kata-kata Bolong dua bolong dua dan Jatuh cinta jatuh cinta,

berbeda sama sekali gerakannya dengan kaliamat yang lain. Tidak memakai tepukan tangan.

Pada kalimat Bolong dua bolong dua, bentuk gerakan melanjutkan gerakan dari akhir kalimat

Nek Ijah pakai kaca mata. Yaitu membuat kacamata dari kedua tangan dengan jari-jari

membuat lingkaran dan diletakan didepan mata. Kemudian kepala masing-masing anak maju

ke depan dan bertemu kedua “kacamata”nya kemudian kembali lagi pada posisi semula. Ini

dilakukan dua kali karena kata bolong dua diucapkan dua kali. Sedangkan pada kalimat Jatuh

cinta jatuh cinta,adalah lanjutan gerakan dari kalimat sebelumnya yaitu Pak kusir jadi jatuh

Page 66: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

66

cinta. Kedua tangan dengan jemari membentuk hati diletakan di dada. Saat mengucapkan

Jatuh cinta, Anak A menghadap kanan dan si anak B menghadap kiri. Lalu kedua bahu yang

saling berdapan bergerak maju saling menyentuh dan kembali ke posisi semula. Kemudian

kedua anak balik kanan mengucakan sekali lagi jatuh cinta. Sambil kedua bahu yang saling

berdapan bergerak maju saling menyentuh lalu kembali ke posisi semula.

1.2 Struktur Teks

Teks Kepiting Cina mempunyai Sembilan larik. Dari keseluruhan larik, pertama-tama

penulis akan menganalisis pada tataran formula sintaksis, terutama untuk lebih mengangkat

aspek fungsi, kategori dan peran komponen-komponen teks teks lagu permainan anak teks

lagu permainan anak tersebut.

Secara garis besar, struktur teks Kepiting Cina terdiri atas 4 unsur atau bagian.

Keempat unsur yang membentuk struktur teks Kepiting Cina tersebut meliputi: unsur judul,

unsur pembuka, unsur tujuan, dan unsur penutup.

Unsur judul merupakan salah satu unsur pokok yang terdapat pada teks lagu

permainan anak. Unsur Judul teks lagu permainan anak biasanya terdiri atas kelompok kata

yang diasumsikan dapat mencerminkan tujuan teks lagu permainan anak yang bersangkutan.

Namun dalam kenyataan judul tidak selalu mencerminkan isinya. Jadi, seseorang yang

mengetahui judul teks lagu permainan anak tertentu belum tentu mengetahui kegunaan atau

manfaat teks lagu permainan anak tersebut. Sebaliknya, apabila sudah mengetahui isi atau

kegunaan teks lagu permainan anak seseorang akan mudah memahami judul teks lagu

permainan anak. Unsur judul pada teks ini adalah Kepiting Cina. Judul ini, selanjutnya akan

menggambarkan isi teks secara keseluruhan.

Unsur pembuka merupakan perkataan awal pada teks. Dalam konteks teks Kepiting

Cina kata-kata pada unsur pembuka adalah pada larik pertama teks yaitu: (+) Sampurasun / (-

)Rampes / (+) Di manakah rumah Kepiting Cina? / (-) Di dasar laut / (+) Mari kita kesana /

(-) Mari. Kalimat penegasan yang menyatakan bahwa anak-anak sudah bersiap sedia untuk

memulai permainan ini. Kalimat pembuka ini harus didialogkan oleh dua anak yang terlibat

dalam permainan.

Page 67: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

67

Unsur Tujuan merupakan muara atau maksud yang ingin dicapai oleh anak-anak

dalam teks lagu permainan anak. Unsur Tujuan ini semacam kesimpulan atau intisari dari

rangkaian unsur-unsur yang membentuk struktur teks lagu permainan anak. Unsur Tujuan

juga berfungsi membedakan teks lagu permainan anak tertentu dengan teks lagu permainan

anak lainnya. Pada teks teks Kepiting Cina larik-larik pada bagian koor dapat dikatakan

sebagai unsur tujuan pada teks ini.

Unsur Penutup merupakan larik akhir yang biasanya menggunakan kata-kata atau

ungkapan penutup. Pada teks teks Kepiting Cina ini, bait terakhir merupakan unsur penutup

teks lagu permainan anak. Bait ini merupakan sebuah ungkapan bahwa permainan dalam yang

dinyanyikan sudah selesai. Biasanya lagu akan diulang kembali dalam koor. Penggunaan

ungkapan-ungkapan yang berulang pada koor bermaksud untuk ebih menegaskan teks lagu

permainan anakini.

1.3 Formula Bunyi

Pembahasan mengenai bunyi meliputi pembahasan asonansi dan aliterasi beserta efek

yang ditimbulkannya pada teks. (Pradopo, 2002:31). Pada teks lagu permainan anak Kepiting

Cina, larik pertama vokal yang sangat terasa yaitu /a/, yang dikombinasikan dengan beberapa

konsonan. Di antaranya berkombinasi dengan konsonan /n/ pada kata /Cina/, konsonan /s/ dan

/n/ pada kata /sana/, serta konsonan /t/ pada kata /kita/. Efek yang ditimbulkan pada

pengucapannya terasa ringan seakan tidak ada hambatan. Selain itu, vokal /a/ pada larik

pertama juga menimbulkan efek `pengingat` dan berpengaruh besar pada anak-anak. Artinya,

dengan dominasi vokal /a/ pada larik ini memudahkan proses penghafalan teks teks lagu

permainan anak, dengan kata lain bunyi vokal /a/ pada larik pertama merupakan formulasi

bunyi yang menimbulkan efek `pengingat`.

Kemudian vokal yang dominan muncul adalah vokal /a/ yang dipadukan dengan

konsonan /d/ pada kata /muda/, konsonan /j/ dan /j/ pada kata /jaja/ dan /ja/, konsonan /n/

pada kata /nama/, dan konsonan /t/ pada kata /laut/. Efek yang ditimbulkan hampir sama

dengan larik pertama. Artinya, pengucapan terasa ringan seakan tidak ada hambatan dalam

mebacakannya. Selain itu, efek `pengingat` juga menjadi lebih dominan pada larik kedua ini.

Vokal /a/ lebih terasa pada larik ini, dengan kata lain formulasi bunyi vokal /a/ menjadi alat

pembantu pengingat untuk memudahkan proses penghafalan.

Page 68: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

68

Vokal yang dominan muncul adalah vokal /a/ dan vokal /i/. Vokal /a/ dikombinasikan

dengan konsonan /m/, /n/ pada kata /kacamata/ dan /cinta/, konsonan /l/ pada kata /laut/.

Efek dari kombinasi vokal /a/ dengan konsonan /m/ dan /n/, bunyi yang diucapkan menjadi

terasa agak berat. Kombinasi vokal /a/ dengan konsonan /r/ dan konsonan /s/ pada kata /rasa/

menimbulkan efek ringan pada pengucapannya. Kombinasi vokal /b/ yang dikombinasikan

dengan konsonan /l/ dan diftong /ng/ pada kata /bolong/menimbulkan efek pengucapan yang

meninggi. Kombinasi vokal /k/ juga berpadu dengan konsonan /r/ seperti pada kata /kusir/.

Efek yang dihasilkan dari kombinasi ini pada pengucapannya terasa agak berat dan naik

(meninggi).

Selanjutnya, vokal yang dominan muncul adalah vokal /a/ dan /u/. Vokal /a/

dikombinasikan dengan konsonan /j/ dan /t/ seperti pada kata /jatuh/. Efek yang ditimbulkan

dari perpaduan dan kombinasi ini adalah pengucapan yang terasa agak berat. Begitu juga

dengan vokal /u/ yang dikombinasikan dengan /h/ pada kata /jatuh/ dan kombinasi vokal /a/

dan /u/ dengan konsonan /j/ dan /t/ pada kata /jatuh/ menimbulkan efek yang terasa berat

pada pengucapannya.

Aliterasi yang paling dominan adalah konsonan /r/ dan /s/ yang selalu ada di setiap

larik. Larik pertama sampai dengan larik ketiga dominasi konsonan /r/ dan /s/ berkombinasi

dengan vokal /a/ pada kata /rasa/ dan / kusir /. Efek yang ditimbulkan dari kombinasi ini

adalah pengucapan yang terasa ringan tanpa hambatan. Pada larik keempat konsonan /j/ dan

/t/ berkombinasi dengan vokal /a/ dan /u/ pada kata /jatuh/. Efek yang ditimbulkan adalah

pengucapan yang terasa agak berat. Efek-efek lainnya yang ditimbulkan oleh bunyi-bunyi

tersebut menjadikan teks teks lagu permainan anak ini memiliki keseimbangan dan

keindahan. Keseimbangan yang berarti teks ini mudah dihafal oleh anak-anaknya, sedangkan

keindahan yang berarti teks ini mempunyai bunyi yang indah.

1.4 Formula Irama

Teks lagu permainan anakpada pembacaannya mempunyai irama tertentu yang

meliputi: pergantian naik-turun, panjang-pendek, keras-lembut ucapan bunyi bahasa dengan

teratur. Untuk lebih jelasnya, teks yang dianalisis diberi tanda tertentu yaitu: tanda (−)

menandakan nada yang panjang, tanda (∩) menandakan nada pendek, dan tanda (≥)

menunjukkan nada yang sedang. Untuk dapat membedakan nada panjang (−) dan nada sedang

Page 69: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

69

(≥) diibaratkan dengan pembacaan Al-Quran. Pada pembacaannya, nada panjang (−) dibaca

dengan lima harokat (lima ketukan) dan nada sedang (≥) dengan dua harokat (dua ketukan).

Intinya untuk melihat suku kata mana yang merupakan suku kata yang disuarakan

panjang, pendek atau suku kata yang disuarakan sedang. Berikut formulasi irama pada teks

teks lagu permainan anak Kepiting Cina:

(+) Sampurasun

(-) Rampes

(+) Di manakah rumah Kepiting Cina?

(-) Di dasar laut

(+) Mari kita kesana

(-) Mari

∩ ∩ ∩ ≥

∩ ≥

∩ ∩ ∩ ≥ ≥ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩?

∩ ∩ ∩ ∩ ≥

∩ ∩ ∩ ∩ ≥ ∩ ∩

∩ ∩

Koor

Kepiting Cina oeoe

Kuberi nama pahlawan muda

E jaja e jaja

∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ≥ ≥ ≥ ≥

∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩

≥ ∩ ∩ ≥ ∩ ∩

Pak camat jualan tomat

Yang beli harus hormat

Nek Ijah pakai kacamata

Bolong dua bolong dua

Pak kusir jadi jatuh cinta

Jatuh cinta jatuh cinta

∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩

∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩

∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩

∩ ∩ ≥ ≥ ∩ ∩ ≥ ≥

∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩

≥ ≥ ≥ ≥ ≥ ≥ ≥ ≥

Formulasi irama pada teks teks lagu permainan anak Kepiting Cina. Dari deskripsi

nada-nada di atas, diperoleh gambaran yang lebih spesifik. Gambaran tersebut di antaranya

adalah nada yang dipakai pada teks ini didominasi oleh nada pendek (∩) yang terletak

disemua larik. Nada-nada sedang (≥) ada di beberapa suku kata pada setiap larik. Nada

sedang (≥) menandakan penekanan (stressing) pada pelafalannya.

Page 70: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

70

1.5 Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang muncul dalam teks ini diantaranya adalah: metafora. Metafora

adalah bahasa kiasan seperti pembanding tetapi tidak menggunakan kata-kata pembanding

atau perbandingan secara tidak langsung (Pradopo, 2002:76). Kata kepiting Cina merupakan

metafora yang menggambarkan seekor hewan “kepiting” yang mungkin berasal dari Cina.

Penggunaan metafora tersebut memberikan kesan untuk melatih asosiasi anak dalam

memaknai permainannya. Melalui teks ini anak belajar untuk mengenal banyak hal tentang

kehidupan, terutama kehidupan di dalam laut. Selanjutnya, majas hiperbola. Hiperbola

merupakan bahasa kiasan yang memberikan makna yang dilebih-lebihkan. Hal tersebut dapat

dilihat pada larik-larik berikut:

Pak camat jualan tomat

Yang beli harus hormat

Nek Ijah pakai kacamata

Bolong dua bolong dua

Pak kusir jadi jatuh cinta

Jatuh cinta jatuh cinta

Bait tersebut merupakan majas hiperbola. Karena pada bait tersebut sangat terasa

kesan melebih-lebihkan sesuatu. Hal ini memang tidak mengherankan, karena pada teks teks

lagu permainan anak, kata-kata dan kalimat-kalimat yang hiperbolis sangat banyak

ditemukan. Ini sangat berkaitan dengan analogi-analogi dan metafora-metafora yang bersifat

sugestis bagi anak-anak. Karena dengan penggunaan kalimat yang dilebih-lebihkan dapat

menjadi pemicu sekaligus sugesti tertentu bagi anak-anak sehingga permainan lebih menarik.

Secara umum, bahasa dalam teks ini menggunakan bahasa Indonesia untuk anak-

anak. Bahasa yang digunakan dalam teks Teks Kepiting Cinaini merupakan teks bahasa

Indonesia yang bisa dikategorikan sebagai bahasa yang bersifat puitis. Artinya, bahasanya

merupakan bahasa yang digunakan dalam karya sastra, khususnya puisi. Terutama terlihat

pada penggunaan rima dan pengulangan kata/frasa/atau gabungan kata tertentu. Bahasa yang

digunakan merupakan ragam bahasa yang digunakan adalah ragam bahasa komunikasi untuk

masyarakat secara luas. Hal tersebut dilakukan sebagai strategi untuk mempermudah dalam

proses bertutur dan berkomunikasi dalam permainannya.

Page 71: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

71

1.6 Tema

Secara umum, teks lagu permainan anak bersifat “hiburan“. Artinya, unsur hiburan

pada permainan anak-anak akan sangat kental bila dibandingkan dengan unsur lainnya.

Walaupun begitu, unsur edukatif dan pengajaran dalam lagu permainan anak-anak juga sangat

dominan. Analisis tema menggunakan teori isotopi yang dikemukakan oleh Greimas. Dalam

kajian ini, suatu kata/frasa akan diidentifikasi sebagai sesuatu yang mewakili suatu gagasan.

Penjelasan mengenai isotopi-isotopi pada teks Kepiting Cina ini ada pada tabel-tabel berikut.

a. Isotopi Kesantunan

Kata/frasa isotopi

Kekuatan

Intensitas Denotatif (D)

Konotatif (K)

Komponen makna bersama

Menyapa Bertanya Menjawab

Sampurasun 1 x D/K + + -

Rampes 1 x D/K + - +

Dimanakah rumah

Kepiting Cina ?

1 x D/K + + -

Hormat 1 x K + - -

Tabel di atas menggambarkan kata-kata yang mewakili isotopi kesantunan. Dari

komponen makna yang digambarkan, terlihat komponen makna menyapa lebih dominan

dibandingkan makna yang lain. Hal ini dikarenakan kekuatan yang mempengaruhi teks lagu

permainan anak ini adalah kekuatan yang bersumber dari kesantunan, terutama kesantunan

yang berkaitan dengan kebahasaan.

b. Isotopi Permainan

Kata/frasa isotopi

pekerjaan

Intensitas Denotatif (D)

Konotatif (K)

Komponen makna bersama

Perintah Aktivitas Sifat

Page 72: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

72

Mari 2 x D/K + + +

Jualan 1 x D/K + + +

Pakai 1 x D/K + + +

Dari komponen makna yang digambarkan, terlihat bahwa komponen makna aktivitas

mendominasi pada teks lagu permainan anak Kepiting Cina. Hal ini menunjukan bahwa teks

lagu permainan anak adalah sebuah aktivitas, sebuah permainan. Komponen makna yang lain

adalah komponen makna perintah dan komponen makna sifat. Kedua komponen makna

tersebut menggambarkan sifat-sifat dan perintah dari sebuah aktivitas atau pekerjaan. Artinya,

hal ini menjelaskan bahwa kebanyakan aktivitas di dalam teks teks lagu permainan anak

adalah sebuah perintah yang mempunyai sifat. Dengan kata lain, aktivitas perintah tersebut

mempunyai `sifat tertentu` yaitu sifat `hiburan`.

c. Isotopi Alam

Kata/frasa isotopi

alam

Intensitas Denotatif (D)

Konotatif (K)

Komponen makna bersama

Bumi Laut Kehidupan

Kepiting 1 x D/K + + +

Dasar laut 1 x D/K + + +

Pak Camat 1 x D/K + - +

Nek Ijah 1 x D/K + - +

Pak Kusir 1 x D/K + - +

Kata yang menggambarkan isotopi alam dalam teks Kepiting Cina ini

menggambarkan makna bersama dari isotopi alam ini adalah bumi, laut dan kehidupan.

Unsur-unsur alam, seperti: kehidupan dan bumi adalah makna yang terkandung dalam isotopi

Page 73: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

73

alam pada teks lagu permainan anak Kepiting Cina. Hal ini mengindikasikan bahwa teks

Kepiting Cina mempunyai makna yang tersirat, yakni teks ini digunakan untuk kehidupan

yang ada di bumi. Artinya, digunakan untuk kebahagiaan hidup di bumi. Komponen makna

laut mempunyai makna konotasi saja. Hanya sebagai metafora untuk kelangsungan permainan

supaya lebih menarik.

d. Isotopi Manusia

Kata/frasa isotopi

manusia

Intensitas Denotatif (D)

Konotatif (K)

Komponen makna bersama

Tubuh/roh Akal budi Aktivitas

Pak Camat 1 x D + + +

Nek Ijah 1 x D + + +

Pak Kusir 1 x D + + +

Kita 2 x D + + +

Pahlawan Muda 1 x D + + +

Komponen makna bersama pada isotopi manusia adalah tubuh/roh, berakal budi dan

aktivitas. Komponen makna tubuh/roh, berakal budi dan aktivitas bisa dikatakan seimbang

mengisi komponen makna bersama pada isotopi manusia. Hal ini menunjukkan bahwa

manusialah yang menggunakan lagu pada permainan ini. Komponen makna pada isotopi

manusia merupakan sebuah kriteria `kesempurnaan` manusia itu sendiri, yaitu: mempunyai

tubuh/roh, berakal budi dan beraktivitas. Artinya, manusia yang mempunyai tubuh dan roh,

berakal budi dan beraktivitas adalah `manusia sempurna` yang mampu menggunakan teks

lagu permainan anak ini. Motif yang dibentuk dari isotopi manusia ini adalah deskripsi

manusia dengan segala aktivitasnya yang berhubungan dengan teks.

e. Isotopi Waktu

Komponen makna yang termasuk pada isotopi waktu adalah komponen makna:

sebelum, sedang dan setelah. Kata-kata yang menggambarkan isotopi waktu tidak tersurat.

Page 74: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

74

Artinya, lagu permainan ini memang bias digunakan atau dimainkan pada saat seperti apapun.

Teks lagu permainan anak ataupun bagi anak- anak, waktu siang/malam, baik itu sebelum,

sedang atau bahkan sesudahnya, (sebelum siang, sebelum malam, sedang siang, sedang

malam, setelah siang, dan setelah malam) tidak ada perbedaan. Jadi dengan kata lain, kapan

pun waktunya (siang/malam, sebelum, sedang atau sesudah) teks lagu permainan anak teks

lagu permainan anakbisa tetap dimainkan. Motif pada isotopi waktu ini adalah deskripsi

tentang waktu yang berkaitan dengan teks lagu permainan anak teks lagu permainan anak.

Pembentukan tema, seperti disebutkan di atas tidak lepas dari pembentuk motif-motif.

Artinya, semua isotopi yang telah dianalisis merupakan satu kesatuan yang membentuk motif-

motif yang mengerucut pada pembentukan tema teks. Isotopi-isotopi yang telah dianalisis di

atas adalah isotopi: kesantunan, permainan, alam, manusia, dan waktu. Isotopi-isotopi

tersebut dianalisis berdasarkan komponen-komponen makna bersama. Dari analisis di atas

dan dari pembentukan motif-motif tersebut dapat disimpulkan bahwa teks Kepiting Cina

merupakan teks yang mempunyai sifat kesantunan dalam berbahasa yang berkaitan dengan

permainan manusia (dalam hal ini anak-anak) yang dapat dimainkan kapanpun dengan tujuan

memberikan penggambaran mengenai alam.

2. Teks 2 : Berhitung.

BERHITUNG

Satu, sepatu

Dua, Dunia/Durian (?)

Tiga, mentega

Empat, Ketupat

Lima, delima

Enam, tanaman

Tujuh, tujuan…diputus

Delapan, papan tulis

Sembilan, asam urat (?)

Sepuluh, kue bolu

Sebelas, naik kelas

Duabelas, menjadi batu (?)

2.1 Deskripsi Permainan

Permainan Berhitung dilakukan oleh dua orang anak. Dua anak saling berhadapan.

Dua orang anak A dan B saling berhadapan. Kedua anak A dan B bergerak bersama dengan

koreo grafi yang kompak dan koor atau nyanyian yang bareng. Kelihatan gerakannya rumit

Page 75: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

75

secara keseluruhan. Tetapi sebetulnya gerakan sederhana, cuma diulang-ulang yang makin

lama maikin cepat. Hitungan satu pelan, hitungan kedua makin cepat, ketiga ke empat dan

kelima semakin cepat. Di hitungan keenam melambat lagi seperti hitungan ke satu. Kemudian

hitungan ke tuju pelan. Mulai cepat dan makin cepat sampai hitungan dua belas.

Baris kesatu ; Satu, sepatu, diawali oleh gerakan membuat tepukan antara tangan

kanan anak A dengan tangan kiri anak B, tangan kiri A dengan tangan kanan B berbarengan.

Hasil tepukan ini membuat tepukan sejajar. Tepukan ini tepat pada suku kata /sa/, pada suku

kata /tu/ tepukan dibalik jadi antara punggung telapak tangan. Lalu jeda satu ketukan dengan

masing-masing anak membuat tepukan di depan dada. Berikutnya suku kata /se/ tangan kanan

si A menepuk telapak tangan kanan si B. Tepukan kerjasama ini terlihat menyilang atau

diagonal. Pada suku kata /pa/ membuat tepukan di depan dada masing-masing anak. Pada

suku kata /tu/ tangan kiri si A menepuk telapak tangan kiri si B. Pada ujung kalimat diakhiri

dengan jeda tetapi membuat dua tepukan cepat.

Baris kedua ; Dua, dunia/durian sampai baris keduabelas ; Duabelas, menjadi batu

koreografi atau gerakan sama persis dengan baris kesatu. Setiap jeda antar kalimat/baris, ada

dua tepukan cepat.

2.2 Struktur Teks

Teks Berhitung mempunyai duabelas larik. Dari keseluruhan larik, pertama-tama

penulis akan menganalisis pada tataran formula sintaksis, terutama untuk lebih mengangkat

aspek fungsi, kategori dan peran komponen-komponen teks teks lagu permainan anak teks

lagu permainan anak tersebut.Secara garis besar, struktur teks Berhitung terdiri atas 4 unsur

atau bagian. Keempat unsur yang membentuk struktur teks Berhitung tersebut meliputi: unsur

judul, unsur pembuka, unsur tujuan, dan unsur penutup.

Unsur judul merupakan salah satu unsur pokok yang terdapat pada teks lagu

permainan anak. Unsur Judul teks lagu permainan anak biasanya terdiri atas kelompok kata

yang diasumsikan dapat mencerminkan tujuan teks lagu permainan anak yang bersangkutan.

Namun dalam kenyataan judul tidak selalu mencerminkan isinya. Jadi, seseorang yang

mengetahui judul teks lagu permainan anak tertentu belum tentu mengetahui kegunaan atau

manfaat teks lagu permainan anak tersebut. Sebaliknya, apabila sudah mengetahui isi atau

kegunaan teks lagu permainan anak seseorang akan mudah memahami judul teks lagu

Page 76: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

76

permainan anak. Unsur judul pada teks ini adalah Berhitung. Judul ini, selanjutnya akan

menggambarkan isi teks secara keseluruhan.

Unsur pembuka merupakan perkataan awal pada teks. Dalam konteks teks Berhitung

kata-kata pada unsur pembuka adalah pada larik pertama teks yaitu: Satu, sepatu / Dua,

Dunia/Durian (?) / Tiga, mentega. Kalimat penegasan yang menyatakan bahwa anak-anak

sudah bersiap sedia untuk memulai permainan ini. Kalimat pembuka ini harus dinyanyikan

oleh anak-anak yang

Unsur Tujuan merupakan muara atau maksud yang ingin dicapai oleh anak-anak

dalam teks lagu permainan anak. Unsur Tujuan ini semacam kesimpulan atau intisari dari

rangkaian unsur-unsur yang membentuk struktur teks lagu permainan anak. Unsur Tujuan

juga berfungsi membedakan teks lagu permainan anak tertentu dengan teks lagu permainan

anak lainnya. Pada teks teks Berhitung larik-larik pada bagian berhitung dapat dikatakan

sebagai unsur tujuan pada teks ini, yaitu : Empat, Ketupat / Lima, delima / Enam, tanaman /

Tujuh, tujuan…diputus / Delapan, papan tulis / Sembilan, asam urat (?) / Sepuluh, kue bolu /

Sebelas, naik kelas / Duabelas, menjadi batu (?).

Unsur Penutup merupakan larik akhir yang biasanya menggunakan kata-kata atau

ungkapan penutup. Pada teks teks Berhitung ini, bait terakhir merupakan unsur penutup teks

lagu permainan anak. bait ini merupakan sebuah ungkapan bahwa permainan dalam yang

dinyanyikan sudah selesai. Biasanya lagu akan diulang kembali dalam koor. Penggunaan

ungkapan-ungkapan yang berulang pada koor bermaksud untuk lebih menegaskan teks lagu

permainan anakini.

2.3 Formula Bunyi

Pembahasan mengenai bunyi meliputi pembahasan asonansi dan aliterasi beserta efek

yang ditimbulkannya pada teks. (Pradopo, 2002:31). Pada teks lagu permainan anak

Berhitung, larik pertama vokal yang sangat terasa yaitu /a/, yang dikombinasikan dengan

beberapa konsonan. Di antaranya berkombinasi dengan konsonan /d/ pada kata /dua/,

konsonan /t/ dan /g/ pada kata /tiga/, serta konsonan /m/ pada kata /lima/. Efek yang

ditimbulkan pada pengucapannya terasa ringan seakan tidak ada hambatan. Selain itu, vokal

/a/ pada larik pertama juga menimbulkan efek `pengingat` yang sangat terasa dan

berpengaruh besar pada anak-anak. Artinya, dengan dominasi vokal /a/ pada larik ini

Page 77: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

77

memudahkan proses penghafalan teks teks lagu permainan anak, dengan kata lain bunyi vokal

/a/ pada larik pertama merupakan formulasi bunyi yang menimbulkan efek `pengingat` dan

pembacaan yang terasa ringan. Seperti pada kata: dua, lima, tiga

Kemudian vokal yang dominan muncul adalah vokal /a/ yang dipadukan dengan

konsonan /l/ pada kata /lima/, konsonan /t/ dan /g/ pada kata /tiga/ dan /tiga/, konsonan /d/

pada kata /dua/, dan konsonan /t/ pada kata /empat/. Efek yang ditimbulkan hampir sama

dengan larik pertama. Artinya, pengucapan terasa ringan seakan tidak ada hambatan dalam

mebacakannya. Selain itu, efek `pengingat` juga menjadi lebih dominan pada larik kedua ini.

Vokal /a/ lebih terasa pada larik ini, dengan kata lain formulasi bunyi vokal /a/ menjadi alat

pembantu pengingat (mnemonic device) untuk memudahkan proses penghafalan.

Vokal yang dominan muncul adalah vokal /a/ dan vokal /i/. Vokal /a/ dikombinasikan

dengan konsonan /d/ pada kata /delapan/ dan /lima/ konsonan /l/ pada kata /lima/. Efek dari

kombinasi vokal /a/ dengan konsonan /m/ dan /n/, bunyi yang diucapkan menjadi terasa agak

berat. Kombinasi vokal /a/ dengan konsonan /r/ dan konsonan /s/ pada kata /lima/

menimbulkan efek ringan pada pengucapannya. Kombinasi vokal /b/ yang dikombinasikan

dengan konsonan /l/ dan diftong /ng/ pada kata /dua/menimbulkan efek pengucapan yang

meninggi. Kombinasi vokal /k/ juga berpadu dengan konsonan /r/ seperti pada kata /kusir/.

Efek yang dihasilkan pada pengucapannya terasa agak berat dan naik (meninggi).

Selanjutnya, vokal yang dominan muncul adalah vokal /a/ dan /u/. Vokal /a/

dikombinasikan dengan konsonan /j/ dan /t/ seperti pada kata /tujuh/. Efek yang ditimbulkan

dari perpaduan dan kombinasi ini adalah pengucapan yang terasa agak berat. Begitu juga

dengan vokal /u/ yang dikombinasikan dengan /h/ pada kata /tujuh/ dan kombinasi vokal /a/

dan /u/ dengan konsonan /j/ dan /t/ pada kata /tujuh/ menimbulkan efek yang terasa berat

pada pengucapannya.

Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa asonansi yang paling dominan adalah

bunyi vokal /a/ yang menghasilkan efek pengucapan yang ringan. Selain itu, dominasi vokal

/a/ pada teks teks lagu permainan anakini juga menimbulkan efek `pengingat` yang sangat

terasa dan berpengaruh besar pada anak-anak. Artinya, dengan dominasi vokal /a/ pada teks

ini dapat memudahkan proses penghafalan teks, dengan kata lain bunyi vokal /a/ merupakan

Page 78: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

78

formulasi bunyi yang menimbulkan efek `pengingat` dan pebacaan yang terasa ringan dan

juga menjadi alat pembantu pengingat dan untuk memudahkan penghafalan.

Aliterasi yang paling dominan adalah konsonan /r/ dan /s/ yang selalu ada di setiap

larik. Larik pertama sampai dengan larik ketiga dominasi konsonan /r/ dan /s/ berkombinasi

dengan vokal /a/ pada kata /lima/ dan /lima /. Efek yang ditimbulkan dari kombinasi ini

adalah pengucapan yang terasa ringan tanpa hambatan. Pada larik keempat konsonan /j/ dan

/t/ berkombinasi dengan vokal /a/ dan /u/ pada kata /tujuh/. Efek yang ditimbulkan adalah

pengucapan yang terasa agak berat. Efek-efek lainnya yang ditimbulkan oleh bunyi-bunyi

tersebut menjadikan teks teks lagu permainan anak ini memiliki keseimbangan dan

keindahan. Keseimbangan yang berarti teks ini mudah dihafal oleh anak-anaknya, sedangkan

keindahan yang berarti teks ini mempunyai bunyi-bunyi tertentu yang menjadikannya indah

dan enak didengar.

2.4 Formula Irama

Teks lagu permainan anakpada pembacaannya mempunyai irama tertentu yang

meliputi: pergantian naik-turun, panjang-pendek, keras-lembut ucapan bunyi bahasa dengan

teratur. Untuk lebih jelasnya, teks yang dianalisis diberi tanda tertentu yaitu: tanda (−)

menandakan nada yang panjang, tanda (∩) menandakan nada pendek, dan tanda (≥)

menunjukkan nada yang sedang. Untuk dapat membedakan nada panjang (−) dan nada sedang

(≥) diibaratkan dengan pembacaan Al-Quran. Pada pembacaannya, nada panjang (−) dibaca

dengan lima harokat (lima ketukan) dan nada sedang (≥) dengan dua harokat (dua ketukan).

Intinya untuk melihat suku kata mana yang merupakan suku kata yang disuarakan

panjang, pendek atau suku kata yang disuarakan sedang. Berikut formulasi irama pada teks

teks lagu permainan anak Berhitung:

Satu, sepatu

Dua, Dunia/Durian (?)

Tiga, mentega

Empat, Ketupat

Lima, delima

Enam, tanaman

∩ ∩, ∩ ∩ ∩

∩ ∩, ∩ ∩ ∩ /∩ ∩ ∩ ?

∩ ∩, ∩ ∩ ∩

∩ ∩, ∩ ∩ ∩

∩ ∩, ∩ ∩ ∩

∩ ∩, ∩ ∩ ∩

Page 79: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

79

Tujuh, tujuan…diputus

Delapan, papan tulis

Sembilan, asam urat (?)

Sepuluh, kue bolu

Sebelas, naik kelas

Duabelas, menjadi batu (?)

∩ ∩, ∩ ∩ ∩... ∩ ∩ ∩

∩ ∩, ∩ ∩ ∩

∩ ∩, ∩ ∩ ∩ ∩ ?

∩ ∩, ∩ ∩ ∩

∩ ∩, ∩ ∩ ∩

∩ ∩, ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ?

Formulasi irama pada teks teks lagu permainan anak Berhitung. Dari deskripsi nada-

nada di atas, diperoleh gambaran yang lebih spesifik. Gambaran tersebut di antaranya adalah

nada yang dipakai pada teks ini didominasi oleh nada pendek (∩) yang terletak disemua larik.

Nada-nada sedang (≥) ada di beberapa suku kata pada setiap larik. Nada sedang (≥)

menandakan penekanan (stressing) pada pelafalannya.

2.5 Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang muncul dalam teks ini diantaranya adalah: metafora. Metafora

adalah bahasa kiasan seperti pembanding tetapi tidak menggunakan kata-kata pembanding

atau perbandingan secara tidak langsung (Pradopo, 2002:76). Kata Berhitung merupakan

metafora yang menggambarkan asosiasi “penghitungan. Penggunaan metafora tersebut

memberikan kesan untuk melatih asosiasi anak dalam memaknai permainannya. Melalui teks

ini anak belajar untuk mengenal banyak hal tentang hal ihwal penghitungan. Selanjutnya,

majas hiperbola. Hiperbola merupakan bahasa kiasan yang memberikan makna yang dilebih-

lebihkan. Hal tersebut dapat dilihat pada larik-lariknya. Karena pada bait tersebut sangat

terasa kesan melebih-lebihkan sesuatu. Hal ini memang tidak mengherankan, karena pada

teks teks lagu permainan anak, kata-kata dan kalimat-kalimat yang hiperbolis sangat banyak

ditemukan. Ini sangat berkaitan dengan analogi-analogi dan metafora-metafora yang bersifat

sugestis bagi anak-anak. Karena dengan penggunaan kalimat yang dilebih-lebihkan dapat

menjadi pemicu sekaligus sugesti tertentu bagi anak-anak sehingga permainan yang

dimainkannya terkesan lebih menarik.

Secara umum, bahasa dalam teks ini menggunakan bahasa Indonesia untuk anak-

anak. Bahasa yang digunakan dalam teks Berhitungini merupakan teks bahasa Indonesia yang

bisa dikategorikan sebagai bahasa yang bersifat puitis. Artinya, bahasanya merupakan bahasa

Page 80: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

80

yang digunakan dalam karya sastra, khususnya puisi. Terutama terlihat pada penggunaan rima

dan pengulangan kata/frasa/atau gabungan kata tertentu. Bahasa yang digunakan merupakan

ragam bahasa yang digunakan adalah ragam bahasa komunikasi untuk masyarakat secara

luas. Hal tersebut dilakukan sebagai strategi untuk mempermudah dalam proses bertutur dan

berkomunikasi dalam permainannya.

2.6 Tema

Secara umum, teks lagu permainan anak bersifat “hiburan“. Artinya, unsur hiburan

pada permainan anak-anak akan sangat kental bila dibandingkan dengan unsur lainnya.

Walaupun begitu, unsur edukatif dan pengajaran dalam lagu permainan anak-anak juga sangat

dominan. Analisis tema menggunakan teori isotopi yang dikemukakan oleh Greimas. Dalam

kajian ini, suatu kata/frasa akan diidentifikasi sebagai sesuatu yang mewakili suatu gagasan.

Penjelasan mengenai isotopi-isotopi pada teks Berhitung.

Pembentukan tema, seperti disebutkan di atas tidak lepas dari pembentuk motif-motif.

Artinya, semua isotopi yang telah dianalisis merupakan satu kesatuan yang membentuk motif-

motif yang mengerucut pada pembentukan tema teks. Isotopi-isotopi yang telah dianalisis di

atas adalah isotopi: kesantunan, permainan, alam, manusia, dan waktu. Isotopi-isotopi

tersebut dianalisis berdasarkan komponen-komponen makna bersama. Dari analisis di atas

dan dari pembentukan motif-motif tersebut dapat disimpulkan bahwa teks Berhitung

merupakan teks yang mempunyai sifat kesantunan dalam berbahasa yang berkaitan dengan

permainan manusia (dalam hal ini anak-anak) yang dapat dimainkan kapanpun dengan tujuan

memberikan penggambaran mengenai alam.

3. Teks 3 Popay Si Pelaut

POPAY SI PELAUT

Dimulai

Popay (Popeye)si pelaut tut tuttut

Makannya bayam yam yamyam

Olif (Olive) pacarnya pokpokpok

Satu (bulu) mata ting ting

Dua (bulu) mata ting ting

Pagi pagi dewa dewi

Suwit

Page 81: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

81

3.1 Deskripsi Permainan

Permainan Popay Si Pelaut dilakukan oleh dua orang anak. Dua anak saling

berhadapan. Sebut saja anak A dan B, mereka saling berhadapan. Setiap anak telapak

tangannya saling bertemu di depan dada masing-masing dan diulurkan ke depan. Tangan kiri

dan tangan kanan yang menyatu pada telapak tangan itu seperti mau bersalaman dengan

kedua tangan. Tidak jadi bersalaman tetapi digoyang-goyang sambil membuat tepukan antar

punggung tangan mereka. Goyangan tangan dimulai arah ke kiri, dan saat punggung bertemu

kedua anak mengucapkan suku kata /di/. Goyangan tangan ke arah kanan antar punggung

tangan kedua anak bertemu dan mengucapkan /mu/. Lalu goyangan tangan ke kanan lagi saat

bertemu mengucapkan /lai/.

Selanjutnya kedua anak membuat tepuk tangan di depan dada masing-masing dengan

kedua tangannya dan mengucapkan suku kata /po/. Lalu ketukan berikutnya mengucapkan

suku kata /pai/ dengan membuat tepuk silang antara telapak tangan kanan A dan telapak

tangan B. Dilanjut tepuk tangan di depan dada masing masing dengan mengucapkan suku

kata /si/. Pada suku kata /la/ tidak ada tepukan, tepukan jatuh pada suku kata /ut/ dengan

gerakan telapak tangan kiri A ketemu telapak tangan kiri B. Gerakan berikutnya membuat

tepukan telapak tangan kanan A dan telapak tangan B dan telapak tangan kiri A dan telapak

tangan kiri B. Tepukan dilakukan bareng dengan mengucapkan suku kata /tut/. Tepukan /tut/

ini diulang sebanyak tiga kali.

Berikutnya pada baris syair Makannya bayam yam yam yam. Gerakannya sama

dengan syair Popai si pelaut. Begitujugasyair Olif) pacarnya pok pok pok, gerakannya sama

juga.

Pada syair Satu (bulu) mata ting ting sikap badan tegak, kedua tangan diletakan di

samping badan lurus ke bawah. Saat mengucapkan /ting/ mata berkedip satu kali. Karena

/ting/ dua kali maka kedip mata juga dua kali. Pada syair baris berikutnya Dua (bulu) mata

ting ting, gerakannya persis sama dengan Satu (bulu) mata ting ting.

Baris terakhir syair adalah Pagi pagi dewa dewi gerakannya sebagai berikutnya.

Tangan kanan masing-masing anak telapaknya menepuk dada kiri sambil mengucapkan kata

pagi. Lantas kata pagi yang kedua gerakannya telapak tangan kiri membuat tepukan pada

dada kanan atas. Dengan demikian kedua tangan membentuk silang di depan dada.

Berikutnya mengucapkan kata dewa telapak tangan kanan yang menempel di dada kiri atas

dipindah ke bawah di pinggang kiri. Begitu juga kata dewi telapak tangan kiri yang berada di

Page 82: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

82

dada kanan atas dipindahkan ke bawah di pinggul kiri, sehingga tangan kelihatan menyilang

ke bawah.

Dan terakhir kemudian kedua anak melakukan suwit. Yaitu suatu gerakan dengan

menggunakan simbol-simbol (gunting, kertas, batu) untuk mencari siapa pemenang.

Kemudian kedua anak duduk ditelapak kaki masing-masing. Yang kalah akan memutar

badan, memunggungi yang menang. Yang memang melakukan gerakan yang sama pada syair

popeye si pelaut, dengan lawan atau medianya adalah punggung yang kalah di depannya. Ini

konsekwensi yang kalah maka punggungnya bakal ditepuk-tepuk oleh yang menang.

Begitulah permainan Popeye si pelaut. Permainan ini diulang lagi, lalu mencari

pemenang. Dan pemenang melakukan tepukan di punggung yang kalah. Begitu seterusnya

sampai bosan.

3.2 Struktur Teks

Teks Popay Si Pelaut (Suwit) mempunyai delapan larik. Dari keseluruhan larik,

pertama-tama penulis akan menganalisis pada tataran formula sintaksis, terutama untuk lebih

mengangkat aspek fungsi, kategori dan peran komponen-komponen teks lagu permainan anak

tersebut.Secara garis besar, struktur teks Popay Si Pelaut (Suwit) terdiri atas 4 unsur atau

bagian. Keempat unsur yang membentuk struktur teks Popay Si Pelaut (Suwit) tersebut

meliputi: unsur judul, unsur pembuka, unsur tujuan, dan unsur penutup.

Unsur judul merupakan salah satu unsur pokok yang terdapat pada teks lagu

permainan anak. Unsur Judul teks lagu permainan anak biasanya terdiri atas kelompok kata

yang diasumsikan dapat mencerminkan tujuan teks lagu permainan anak yang bersangkutan.

Namun dalam kenyataan judul tidak selalu mencerminkan isinya. Jadi, seseorang yang

mengetahui judul teks lagu permainan anak tertentu belum tentu mengetahui kegunaan atau

manfaat teks lagu permainan anak tersebut. Sebaliknya, apabila sudah mengetahui isi atau

kegunaan teks lagu permainan anak seseorang akan mudah memahami judul teks lagu

permainan anak. Unsur judul pada teks ini adalah Popay Si Pelaut (Suwit). Judul ini,

selanjutnya akan menggambarkan isi teks secara keseluruhan.

Unsur pembuka merupakan perkataan awal pada teks. Dalam konteks teks Popay Si

Pelaut (Suwit) kata-kata pada unsur pembuka adalah pada larik pertama teks yaitu: Dimulai /

Popay (Popeye)si pelaut tut tuttut / Makannya bayam yam yamyam / Olif (Olive) pacarnya

Page 83: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

83

pokpokpok. Kalimat penegasan yang menyatakan bahwa anak-anak sudah bersiap sedia untuk

memulai permainan ini. Kalimat pembuka ini harus dinyanyikan oleh anak-anak yang

Unsur Tujuan merupakan muara atau maksud yang ingin dicapai oleh anak-anak

dalam teks lagu permainan anak. Unsur Tujuan ini semacam kesimpulan atau intisari dari

rangkaian unsur-unsur yang membentuk struktur teks lagu permainan anak. Unsur Tujuan

juga berfungsi membedakan teks lagu permainan anak tertentu dengan teks lagu permainan

anak lainnya. Pada teks teks Popay Si Pelaut (Suwit) larik-larik pada bagian Popay Si Pelaut

(Suwit) dapat dikatakan sebagai unsur tujuan pada teks ini. Popay (Popeye)si pelaut tut tuttut /

Makannya bayam yam yamyam / Olif (Olive) pacarnya pokpokpok / Satu (bulu) mata ting

ting / Dua (bulu) mata ting ting / Pagi pagi dewa dewi / Suwit.

Unsur Penutup merupakan larik akhir yang biasanya menggunakan kata-kata atau

ungkapan penutup. Pada teks teks Popay Si Pelaut (Suwit) ini, bait terakhir merupakan unsur

penutup teks lagu permainan anak. bait ini merupakan sebuah ungkapan bahwa permainan

dalam yang dinyanyikan sudah selesai. Biasanya lagu akan diulang kembali dalam koor.

Penggunaan ungkapan-ungkapan yang berulang pada koor bermaksud untuk lebih

menegaskan teks lagu permainan anakini.

3.3 Formula Bunyi

Pembahasan mengenai bunyi meliputi pembahasan asonansi dan aliterasi beserta efek

yang ditimbulkannya pada teks. (Pradopo, 2002:31). Pada teks lagu permainan anak Popay Si

Pelaut (Suwit), larik pertama vokal yang sangat terasa yaitu /a/, yang dikombinasikan dengan

beberapa konsonan. Di antaranya berkombinasi dengan konsonan /p/ pada kata /popay/,

konsonan /p/ dan /y/ pada kata /popay/, serta konsonan /m/ pada kata /mata/. Efek yang

ditimbulkan pada pengucapannya terasa ringan seakan tidak ada hambatan. Selain itu, vokal

/a/ pada larik pertama juga menimbulkan efek `pengingat` yang sangat terasa dan

berpengaruh besar pada anak-anak. Artinya, dengan dominasi vokal /a/ pada larik ini

memudahkan proses penghafalan teks teks lagu permainan anak, dengan kata lain bunyi vokal

/a/ pada larik pertama merupakan formulasi bunyi yang menimbulkan efek `pengingat` dan

pembacaan yang terasa ringan. Seperti pada kata: popay, dua, mata

Kemudian vokal yang dominan muncul adalah vokal /a/ yang dipadukan dengan

konsonan /m/ pada kata /mata/, konsonan /t/ dan /g/ pada kata /tiga/ dan /tiga/, konsonan /d/

Page 84: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

84

pada kata /dua/, dan konsonan /t/ pada kata /mata/. Efek yang ditimbulkan hampir sama

dengan larik pertama. Artinya, pengucapan terasa ringan seakan tidak ada hambatan dalam

mebacakannya. Selain itu, efek `pengingat` juga menjadi lebih dominan pada larik kedua ini.

Vokal /a/ lebih terasa pada larik ini, dengan kata lain formulasi bunyi vokal /a/ menjadi alat

pembantu pengingat (mnemonic device) untuk memudahkan proses penghafalan.

Vokal yang dominan muncul adalah vokal /a/ dan vokal /i/. Vokal /a/ dikombinasikan

dengan konsonan /d/ pada kata /dua/ dan /lima/ konsonan /l/ pada kata /mata/. Efek dari

kombinasi vokal /a/ dengan konsonan /m/ dan /n/, bunyi yang diucapkan menjadi terasa agak

berat. Kombinasi vokal /a/ dengan konsonan /r/ dan konsonan /s/ pada kata /mata/

menimbulkan efek ringan pada pengucapannya. Kombinasi vokal /b/ yang dikombinasikan

dengan konsonan /l/ dan diftong /ng/ pada kata /dua/menimbulkan efek pengucapan yang

meninggi. Kombinasi vokal /k/ juga berpadu dengan konsonan /r/ seperti pada kata /pagi/.

Efek yang dihasilkan pada pengucapannya terasa agak berat dan naik (meninggi).

Selanjutnya, vokal yang dominan muncul adalah vokal /a/ dan /u/. Vokal /a/

dikombinasikan dengan konsonan /s/ dan /w/ seperti pada kata /suwit/. Efek yang ditimbulkan

dari perpaduan dan kombinasi ini adalah pengucapan yang terasa agak berat. Begitu juga

dengan vokal /u/ yang dikombinasikan dengan /h/ pada kata /suwit/ dan kombinasi vokal /a/

dan /u/ dengan konsonan /j/ dan /t/ pada kata /suwit/ menimbulkan efek yang terasa berat

pada pengucapannya.

Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa asonansi yang paling dominan adalah

bunyi vokal /a/ yang menghasilkan efek pengucapan yang ringan. Selain itu, dominasi vokal

/a/ pada teks teks lagu permainan anakini juga menimbulkan efek `pengingat` yang sangat

terasa dan berpengaruh besar pada anak-anak. Artinya, dengan dominasi vokal /a/ pada teks

ini dapat memudahkan proses penghafalan teks, dengan kata lain bunyi vokal /a/ merupakan

formulasi bunyi yang menimbulkan efek `pengingat` dan pebacaan yang terasa ringan dan

juga menjadi alat pembantu pengingat untuk memudahkan proses penghafalan.

Aliterasi yang paling dominan adalah konsonan /r/ dan /s/ yang selalu ada di setiap

larik. Larik pertama sampai dengan larik ketiga dominasi konsonan /r/ dan /s/ berkombinasi

dengan vokal /a/ pada kata /mata/ dan /dua/. Efek yang ditimbulkan dari kombinasi ini adalah

pengucapan yang terasa ringan tanpa hambatan. Pada larik keempat konsonan /j/ dan /t/

Page 85: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

85

berkombinasi dengan vokal /a/ dan /u/ pada kata /suwit/. Efek yang ditimbulkan adalah

pengucapan yang terasa agak berat. Efek-efek lainnya yang ditimbulkan oleh bunyi-bunyi

tersebut menjadikan teks teks lagu permainan anak ini memiliki keseimbangan dan

keindahan. Keseimbangan yang berarti teks ini mudah dihafal oleh anak-anaknya, sedangkan

keindahan yang berarti teks ini mempunyai bunyi-bunyi tertentu yang menjadikannya indah

dan enak didengar.

3.4 Formula Irama

Teks lagu permainan anakpada pembacaannya mempunyai irama tertentu yang

meliputi: pergantian naik-turun, panjang-pendek, keras-lembut ucapan bunyi bahasa dengan

teratur. Untuk lebih jelasnya, teks yang dianalisis diberi tanda tertentu yaitu: tanda (−)

menandakan nada yang panjang, tanda (∩) menandakan nada pendek, dan tanda (≥)

menunjukkan nada yang sedang. Untuk dapat membedakan nada panjang (−) dan nada sedang

(≥) diibaratkan dengan pembacaan Al-Quran. Pada pembacaannya, nada panjang (−) dibaca

dengan lima harokat (lima ketukan) dan nada sedang (≥) dengan dua harokat (dua ketukan).

Untuk memberikan nada-nada tersebut, dilakukan di setiap suku kata. Jadi

gambarannya adalah satu tanda untuk satu suku kata. Intinya untuk melihat suku kata mana

yang merupakan suku kata yang disuarakan panjang, pendek atau suku kata yang disuarakan

sedang. Berikut formulasi irama pada teks teks lagu permainan anak Popay Si Pelaut (Suwit):

Dimulai

Popay (Popeye)si pelaut tut tuttut

Makannya bayam yam yamyam

Olif (Olive) pacarnya pokpokpok

Satu (bulu) mata ting ting

Dua (bulu) mata ting ting

Pagi pagi dewa dewi

Suwit\

∩ ∩ ∩

∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩

∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩

∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩

∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩

∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩

∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩ ∩

∩ ∩

Formulasi irama pada teks teks lagu permainan anak Popay Si Pelaut (Suwit). Dari

deskripsi nada-nada di atas, diperoleh gambaran yang lebih spesifik. Gambaran tersebut di

antaranya adalah nada yang dipakai pada teks ini didominasi oleh nada pendek (∩) yang

Page 86: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

86

terletak disemua larik. Nada-nada sedang (≥) ada di beberapa suku kata pada setiap larik.

Nada sedang (≥) menandakan penekanan (stressing) pada pelafalannya.

3.5 Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang muncul dalam teks ini diantaranya adalah: metafora. Metafora

adalah bahasa kiasan seperti pembanding tetapi tidak menggunakan kata-kata pembanding

atau perbandingan secara tidak langsung (Pradopo, 2002:76). Kata Popay Si Pelaut (Suwit)

merupakan metafora yang menggambarkan asosiasi. Penggunaan metafora tersebut

memberikan kesan untuk melatih asosiasi anak dalam memaknai permainannya. Melalui teks

ini anak belajar untuk mengenal banyak hal tentang hal ihwal penghitungan. Selanjutnya,

majas hiperbola. Hiperbola merupakan bahasa kiasan yang memberikan makna yang dilebih-

lebihkan. Hal tersebut dapat dilihat pada larik-larik berikut:Dimulai / Popay (Popeye)si pelaut

tut tuttut / Makannya bayam yam yamyam / Olif (Olive) pacarnya pokpokpok / Satu (bulu)

mata ting ting / Dua (bulu) mata ting ting / Pagi pagi dewa dewi / Suwit.

Bait tersebut merupakan majas hiperbola. Karena pada bait tersebut sangat terasa

kesan melebih-lebihkan sesuatu. Hal ini memang tidak mengherankan, karena pada teks teks

lagu permainan anak, kata-kata dan kalimat-kalimat yang hiperbolis sangat banyak

ditemukan. Ini sangat berkaitan dengan analogi-analogi dan metafora-metafora yang bersifat

sugestis bagi anak-anak. Karena dengan penggunaan kalimat yang dilebih-lebihkan dapat

menjadi pemicu sekaligus sugesti tertentu bagi anak-anak sehingga permainan yang

dimainkannya terkesan lebih menarik.

Secara umum, bahasa dalam teks ini menggunakan bahasa Indonesia untuk anak-

anak. Bahasa yang digunakan dalam teks Popay Si Pelaut (Suwit)ini merupakan teks bahasa

Indonesia yang bisa dikategorikan sebagai bahasa yang bersifat puitis. Artinya, bahasanya

merupakan bahasa yang digunakan dalam karya sastra, khususnya puisi. Terutama terlihat

pada penggunaan rima dan pengulangan kata/frasa/atau gabungan kata tertentu. Bahasa yang

digunakan merupakan ragam bahasa yang digunakan adalah ragam bahasa komunikasi untuk

masyarakat secara luas. Hal tersebut dilakukan sebagai strategi untuk mempermudah dalam

proses bertutur dan berkomunikasi dalam permainannya.

Page 87: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

87

3.6 Tema

Secara umum, teks lagu permainan anak bersifat “hiburan“. Artinya, unsur hiburan

pada permainan anak-anak akan sangat kental bila dibandingkan dengan unsur lainnya.

Walaupun begitu, unsur edukatif dan pengajaran dalam lagu permainan anak-anak juga sangat

dominan. Pendidikan atau pengajaran tentang gizi pada anak terasa pada permainan Popay Si

Pelaut. Anak diajak makan bayam biar bisa kuat badannya seperti Popay. Bayam adalah salah

satu sayur sayuran, anak bisa diajak makan sayur yang lain. Analisis tema menggunakan teori

isotopi yang dikemukakan oleh Greimas. Dalam kajian ini, suatu kata/frasa akan diidentifikasi

sebagai sesuatu yang mewakili suatu gagasan. Penjelasan mengenai isotopi-isotopi pada teks

Popay Si Pelaut (Suwit).

Pembentukan tema, seperti disebutkan di atas tidak lepas dari pembentuk motif-motif.

Artinya, semua isotopi yang telah dianalisis merupakan satu kesatuan yang membentuk motif-

motif yang mengerucut pada pembentukan tema teks. Isotopi yang telah dianalisis di atas

adalah isotopi: kesantunan, permainan, alam, manusia, dan waktu. Isotopi tersebut dianalisis

berdasarkan komponen-komponen makna bersama. Dari analisis di atas dapat disimpulkan

bahwa teks Popay Si Pelaut (Suwit) merupakan teks yang mempunyai sifat kesantunan dalam

berbahasa yang berkaitan dengan permainan anak-anak yang dapat dimainkan kapanpun

dengan tujuan memberikan penggambaran mengenai alam.

Konteks Penuturan

Pada dasarnya konteks penuturan pada teks lagu permainan anakadalah pembicaraan

mengenai sebuah peristiwa komunikasi secara khusus yang ditandai dengan adanya interaksi

di antara unsur-unsur pendukungnya secara khusus pula. Artinya, ada hubungan antara

penutur, petutur, kesempatan bertutur, tujuan bertutur, dan hubunganya dengan lingkungan

serta masyarakat pendukungnya. Pada teks teks lagu permainan anak, konteks penuturan

terdiri atas dua tahapan, yaitu: 1, Penutur kepada pendengar. 2, Penutur kepada permainan.

Pada tahap pertama, penutur yang menyanyikan teks lagu permainan anak kepada

pendengar (temannya). Peristiwa komunikasi khusus di antara keduanya ditandai dengan

hubungan timbal balik antara penutur dengan pendengar Pada konteks penuturan tahap

pertama ini, penutur menyanyikan sekaligus memainkan teks lagu permainan anak kepada

pendengar disertai dengan gerakan pada model pertunjukannya.

Page 88: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

88

Pada konteks penuturan tahap kedua, yakni penutur menyanyikan teks lagu

permainan anak sekaligus memainkan permainannya.Pada konteks penuturan tahap kedua

yang dilakukan oleh penutur teks lagu permainan anak, pertunjukkanadalah bagian integral

yang tidak bisa dipisahkan dan merupakan bagian yang menentukan berhasil atau tidaknya

teks lagu permainan anak tersebut dituturkan karena dengan pertunjukkan itulah anak-anak

dapat memperoleh kesenangan.

Fungsi

Permainan anak sebagai bagian dari folklor, maka fungsi-fungsi permainan anak

memiliki fungsi yang sama dengan foklor. Fungsi dalam Foklor ini diartikan sebagai upaya

memperoleh “manfaat” oleh masyarakat yang terkait dengan unsur tersebut dari konteks

kebudayaannya. Menurut Bascom dalam Danandjaja, (2003:19) fungsi folklor meliputi : (a)

sistem proyeksi, yakni sebagai alat cermin angan-angan suatu kolektif, (b) sebagi alat

pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, (c) sebagai alat pendidikan

anak, (d) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu

dipatuhi anggota kolektifnya. Sedangkan menurut Hutomo (1991:69-74), fungsi sastra lisan

adalah sebagai berikut: (1) sebagai sistem proyeksi, (2) untuk pengesahan kebudayaan, (3)

sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial dan sebagai alat pengendali sosial, 4)

sebagai alat pendidikan bagi anak, (5) untuk memberikan suatu jalan yang dibenarkan

masyarakat agar ia dapat lebih superior daripada orang lain, (6) untuk memberikan jalan

kepada seseorang yang dibenarkan oleh masyarakat agar ia dapat mencela orang lain, (7)

sebagai alat untuk memperotes ketidakadilan dalam masyarakat, dan (8) untuk melarikan diri

dari himpitan hidup, atau dengan kata lain semata-mata hanya sebagai hiburan saja.

Permainan anak-anakini memiliki beberapa fungsi. Tampaknya fungsi yang dominan

pada teks ini ada dua. Pertama, sebagai sistem proyeksi. Kedua,sebagai alat pendidikan anak.

Ketiga, sarana hiburan.Fungsi yang menonjol pertama adalah sebagai sistem proyeksi.

Sebagai sistem proyeksi artinya, ketika lagu permainan anak dilagukan, praktis anak-anak

menciptakan suatu proyeksi baru dalam pemikirannya atau hal yang ingin dicapainya (dicita-

citakan/diidam-idamkan), yaitu mendapatkan hati bahagia, kesenangan dan hiburan.Pada

permainan anak Kepiting Cina, anak-anak dibawa oleh imajinasinya sebuah petualangan ke

dasar laut. Lihat dialog awal antara dua orang anak dalam permainan Kepiting Cina ini. (+)

Sampurasun / (-) Rampes / (+) Diamanakah rumah Kepiting Cina? / (-) Di dasar laut / (+)

Page 89: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

89

Mari kita ke sana (-) Mari. Ternyata di dasar laut ada, mereka menemukan apa yang dicari

yaitu “kepiting cina” dengan ekspresi gembira dan berseru “o, e, o, e”. Kemudian mereka

memberi nama kepiting cina itu “Pahlawan Muda”. Mereka bernyanyi dan menari dengan

puisi bait berikut ini. Kepiting Cina oe oe / Kuberi nama pahlawan muda / E ja ja ejaja / ja

ja ejaja.

Berikut si anak melalang buana di dasar laut. Mereka melihat Pak Camat yang sedang

berdagang jualan tomat. Mereka terheran ternyata yang beli tomat pada Pak Camat bersikap

hormat. Mereka melihat juga seorang nenek naik delman pakai kaca mata, tetapi kacamatanya

bolong (dua). Nenek itu bernama NekIjah. Melihat Nek Ijah pakai kaca mata kusir delman

tertarik dan akhirnya Pak Kusir jatuh cinta pada Nek Ijah. Berikut syair yang diucapkan anak-

anak tersebut dalam permainan Kepiting Cina menggambarkan petualangan mereka. Pak

camat1 jualan tomat / Yang beli harus hormat / Nek Ijah pakai kaca mata / Bolong dua

bolong dua / Pak kusir jadi jatuh cinta / Jatuh cinta jatuh cinta.

Cerita imajinasi anak tersebut sepertinya tidak masuk akal atau tidak logis. Tetapi

bagi dunia anak-anak imaji semacam ini lumrah atau biasa. Peneliti jadi teringat dengan film

kartun yang terkenal Spongebob. Dunia imajinasi permainan Kepiting Cina sama persis

dengan dunia imajinasi Spongebob, yaitu kehidupan di bawah laut. Lihat kehidupan

SpongeBob SquarePants, tokoh utama dalam kartun ini yang adalah seekor spons yang

sebenarnya berbentuk spons mandi berwarna kuning ini adalah pribadi yang baik, mudah

diajak berteman, dan optimistis. Spongebob tinggal di dalam rumah berbentuk nanas di laut,

di Jalan Conch nomor 124, Bikini Bottom. Dia juga memelihara seekor siput yang bernama

Gary. Pekerjaannya sehari- hari adalah koki di rumah makan Krusty Krab (dia sendiri pun

mendapat penghargaan "Employee of the Month" (Pegawai Teladan Bulan Ini) 374 kali

berturut - turut), yang terkenal dengan burgernya Krabby Patty. Dia juga bersekolah di Mrs.

Puff Boating School, sekolah mengemudi Mrs. Puff, namun selalu gagal ketika tes

mengemudi. Ia juga suka berburu ubur ubur bersama Patrick.

Bagaimana cerita Spongebob yang tidak masuk akal menurut manusia dewasa, bisa

menjadi favorit dan begitu disukai oleh anak-anak? Karena anak-anak memiliki dunia

imajinasi yang luar biasa sehingga Spongebob cocok dengan dunia anak-anak. Begitu juga

permainan anak Kepiting Cina begitu disukai oleh anak-anak karena kesamaan dunia

imajinasi dengan Spongebob. Oleh karena itu sebagai sistem proyeksi artinya, ketika lagu

permainan anak dilagukan, praktis anak-anak menciptakan suatu proyeksi baru dalam

Page 90: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

90

pemikirannya atau hal yang ingin dicapainya (dicita-citakan/diidam-idamkan), yaitu

mendapatkan hati bahagia, kesenangan imajinasi.

Fungsi yang menonjol yang kedua adalah permainan anak sebagai alat pendidikan.

Dalam KepitingCina anak diajak mengenal biota laut, yaitu “kepiting”. Yang terasa adalah

dalam permainan Berhitung, Anak-anak belajar mengenal hitung-hitungan sederhana yaitu

angka 1 (satu) sampai 12 (dua belas). Lihat angka-angka tersebut ada dalam syair lagu

tersebut. Salah satu metode kuno dalam dunia pendidikan/pembelajaran adalah menghafal

dengan cara mengulang-ulang materi ajar. Proses permainan anak ini selalu diulang-ulang.

Mereka kalau bosen atau jenuh dengan pasangan mainnya, maka mereka ganti pasangan

dengan teman lainnya. Maka permainan Berhitung ini selalu diulang. Jadi anak-anak akan

cepat memahami dan menghafal angka-angka. Selain belajar soal hitungan anak-anak juga

belajar mengenal dasar-dasar puisi yaitu irama dan rima. Dasar-dasar puisi ini yaitu irama

dan rima dibahas pada uraian tentang formula bunyi, formula irama tersebut.

Fungsi yang ketiga adalahsarana hiburan. Permainan anak-anak memiliki fungsi

sebagai sarana hiburan bagi anak-anak. Sarana hiburan atau pelipur lara dimaknai sebagai

bentuk “pelarian” anak-anak dalam menghibur dirinya dari kejenuhan kehidupan sehari-

harinya. Permainan ini dilakukan ketika anak-anak pada jam istirahat di sela-sela pelajaran

sekolah atau pulang sekolah sambil menunggu jemputan orang tuanya. Hasil pengamatan

peneliti mereka selalu riang gembira saat melakukan permainan ini.

Kesimpulan

1. Struktur

Teks permainan anakadalah teks puisi lisan yang berisi permainan unsur bunyi, teks,

dan pertunjukkan. Secara tekstual, wacana puitik teks permainan anak mirip dengan wacana

puitik puisi modern. Perbedaan teks permainan anak dengan puisi modern terletak pada: (1).

Tradisi keberadaannya, yakni teks permainana hidup dalam tradisi lisan, sedangkan puisi

modern hidup dalam tradisi tulis; (2). Struktur batinnya, yakni bahwa teks permainan

anakmerupakan wacana permainan, sedangkan puisi modernmerupakan wacana kesaksian

penyair terhadap pengalaman kehidupan.

Struktur teks permainan anaksecara garis besar terdiri atas empat unsur atau bagian.

Keempat unsur yang membentuk struktur teks permainan anaktersebut meliputi: unsur judul,

unsur pembuka, unsur tujuan, dan unsur penutup.

Page 91: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

91

Pembentukan kalimat pada teks-teks permainan anak ini tidak hanya dibentuk oleh satu larik,

namun terdapat kalimat yang dibentuk oleh dua larik, tiga larik, bahkan empat larik.

Kecenderungan teks teks permainan anakini pembentukan pola fungsi subjek banyak yang

dilesapkan. Artinya, pembentukan kalimat dengan pola fungsi subjek yang elips.

Formulasi bunyi pada teks-teks permainan anak ini banyak didominasi oleh bunyi-

bunyi vokal. Seperti bunyi vokal /a/. dominasi vokal /a/ pada teks permainan anak ini juga

menimbulkan efek `pengingat` yang sangat terasa dan berpengaruh besar pada si pengamal.

Artinya, dengan dominasi vokal /a/ pada teks ini dapat memudahkan proses penghafalan teks,

dengan kata lain bunyi vokal /a/ merupakan formulasi bunyi yang menimbulkan efek

`pengingat` dan pembacaan yang terasa ringan dan juga menjadi alat pembantu pengingat

(mnemonic device) untuk memudahkan proses penghafalan teks.

Efek-efek lainnya yang ditimbulkan oleh bunyi-bunyi tersebut menjadikan teks

permainan anak memiliki keseimbangan dan keindahan. Keseimbangan yang berarti teks ini

mudah dihafal oleh si penuturnya, sedangkan keindahan yang berarti teks ini mempunyai

bunyi-bunyi tertentu yang menjadikannya indah dan enak didengar.

Formulasi irama pada teks-teks teks permainan anak banyak mengggunakan nada-

nada yang didominasi oleh nada pendek (∩) yang terletak disemua larik. Nada-nada sedang

(≥) ada di beberapa suku kata pada setiap larik. Nada sedang (≥) menandakan penekanan

(stressing) pada pelafalannya. Penekanan (stressing)pada teks permainan anak terjadi pada

suku kata-suku kata tertentu. Penekanan (stressing) merupakan indikasi tersendiri bagi si

pengamal untuk keberhasilan teks permainan anakyang dilagukan. Penekanan (stressing) ini

juga berpengaruh pada tingkat kegembiraan anak-anak.

Bahasa yang digunakan pada teks teks permainan anakini merupakan bahasa

Indonesia ragam sedang. Artinya, ragam bahasa yang digunakan adalah ragam bahasa

komunikasi untuk masyarakat secara luas. Hal tersebut dilakukan sebagai strategi untuk

mempermudah dalam proses bertutur dan berkomunikasi yang komunikatif.Selain bahasanya

yang komunikatif, teks teks permainan anakjuga menggunakan bahasa yang puitis. Hal ini

semata-mata dilakukan untuk mengejar pemaknaan yang lebih dalam. Bukan hanya itu, yang

lebih utama dari penggunaan bahasa puitis ini dimaksudkan agar teks tampak dan terdengar

lebih indah

Page 92: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

92

Penggunaan majas yang dominan pada teks-teks teks permainan anak adalah majas

hiperbola, repetisi, metafora, paralelisme. Penggunaan majas ini sebagai salah satu ciri

kepuitisan teks teks permainan anak

Secara umum, tema Secara umum, teks lagu permainan anak bersifat “hiburan“. Artinya,

unsur hiburan pada permainan anak-anak akan sangat kental bila dibandingkan dengan unsur

lainnya. Walaupun begitu, unsur edukatif dan pengajaran dalam lagu permainan anak-anak

juga sangat dominan.

2. Konteks Penuturan

Pada dasarnya konteks penuturan pada teks lagu permainan anakadalah pembicaraan

mengenai sebuah peristiwa komunikasi secara khusus yang ditandai dengan adanya interaksi

di antara unsur-unsur pendukungnya secara khusus pula. Artinya, ada hubungan antara

penutur, petutur, kesempatan bertutur, tujuan bertutur, dan hubunganya dengan lingkungan

serta masyarakat pendukungnya. Pada teks teks lagu permainan anak, konteks penuturan

terdiri atas dua tahapan, yaitu: penutur kepada pendengar dan penutur kepada permainan

3. Fungsi

Teks lagu permainan anak-anakini memiliki beberapa fungsi. Tampaknya fungsi yang

dominan pada teks ini ada dua. Pertama, sebagai sistem proyeksi. Kedua,sarana pendidikan.

Ketiga, hiburan atau pelipur lara. Sebagai sistem proyeksi. Artinya, ketika lagu permainan

anak dilagukan, praktis anak-anak menciptakan suatu proyeksi baru dalam pemikirannya atau

hal yang ingin dicapainya (dicita-citakan/diidam-idamkan), yaitu mendapatkan hati bahagia

dan kesenangan dan hiburan.

Saran

Teks permainan anakadalah salah satu produk budaya masyarakat tradisional yang

harus kita jaga dan lestarikan. Dengan melakukan penelitian teks permainan anak sebagai

salah satu tradisi lisan yang ada di masyarakat, secara tidak langsung, kita telah menjaga dan

melestarikan warisan dan tradisi kita. Ada harapan dari peneliti, bahwa pada masa yang akan

datang dapat lahir peneliti-peneliti yang akan melanjutkan penelitian mengenai tradisi lisan

yang ada di daerah. Sehingga ada harapan tradisi kita dapat lestari dan dapat dinikmati

keturunan kita di masa yang akan datang. Salah satu upaya mengarah kepada harapan

Page 93: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

93

tersebut, salah satunya dengan menggarap kembali tradisi lisan yang ada di masyarakat.

Harapan peneliti, bahwa penelitian mengenai teks permainan anak dapat dilanjutkan dengan

kajian yang lebih mendalam dan dapat mengkaji jenis teks permainan anak-teks permainan

anak yang lain.

Daftar Pustaka

Badrun, Ahmad. 1994. Makna Tiga Sajak Ketasawufan Abdul Hadi W. M. Jakarta: UI (Tesis).

--------. 2003. Patu Mbojo: Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan, dan Fungsi.

Jakarta: UI (Disertasi).

Danandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia: Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta:

Grafitipers.

Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Mutiara Yang Terlupakan. Surabaya: HISKI Jawa Timur.

Juariah, Siti. 2005. Analisis Struktur, Proses Penciptaan, Konteks Pertunjukkan, dan Fungsi

"Cigawiran" Ragam "Sawer Panganten". Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

(Skripsi).

Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Pengkajian Puisi.Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Riduwan. 2008. Metode dan Teknik Menyunsun Tesis. Bandung : Alfabeta.

Sudaryanto. 1994. Predikat-Objek dalam Bahasa Indonesia-Keselarasan Pola Urutan.

Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Sugiyono. 2009.Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.

--------. 2013. Cara Mudah Menyusun : Skripsi, Tesis, dan Desertasi. Bandung : Alfabeta.

--------. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Tanjung, Bahdin Nur, & Ardial. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Proposal, Skripsi,

dan Tesis) dan Dapat Mempersiapkan diri MenjadiPenulis artikel Ilmiah. Jakarta :

Kencana

Teeuw, A. 1994. Indonesia antara Kelisanan dan Keberaksaraan. Jakarta: Pustaka

Verhaar, J. W. M. 1983. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Page 94: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

94

ANALISIS PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM ATRIBUT SISTEM

TATA KOTA

Ai Siti Zenab

STKIP Siliwangi Bandung

[email protected]

Abstrak

Memasuki era Masyarakat Ekonimi ASEAN (MEA), upaya melestarian bahasa

Indonesia adalah salah satu hal yang harus dilakukan. Hal tersebut penting dilakukan

untuk mempertahankan eksistensi bahasa Indonesia di negeri ini. Bahasa Indonesia

berfungsi sebagai bahasa negara dan bahasa nasional. Kedua fungsi ini harus benar-

benar bisa menopang semua kebutuhan kehidupan bangsa Indonesia dalam hal

berbahasa. Jika kedua fungsi ini bisa dipertahankan, interfensi bahasa asing bisa

diminimalisasi. Penelitian ini adalah penelitian yang berfokus pada analisis

penggunaan bahasa Indonesia sebagai upaya untuk mengukur sejauh mana bahasa

Indonesia digunakan dalam setiap keperluan. Fokus penelitian pada analisis kesalahan

berbahasa yang digunakan dalam atribut sistem tata kota seperti rambu petunjuk,

bilboard, baliho, shop sign branding, neon box, atau pun iklan tembok. Metode

penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Metode ini dipakai

karena penelitian dilakukan pada kondisi objek yang alamiah dengan peneliti sebagai

instrumen kunci. Pengambilan data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik

pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif.

Lokasi penelitian di sepanjang Jalan Pasteur Kota Bandung. Hasil penelitian

menunjukkan Dari 47 data yang terdiri atas rambu petunjuk 11, spanduk 9, bilboard

4, neon box 3, baliho 9, shop sign branding 10, dan iklan tembok 1, sebanyak 25,

47 persen penggunaan bahasa Indonesia yang terdapat di dalamnya dipengaruhi oleh

bahasa Inggris.

Kata Kunci: analisis bahasa Indonesia, atribut

Pendahuluan

Memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) saat ini, Indonesia dituntut tidak

hanya harus bertahan dari segi ekonomi dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) semata,

tetapi juga harus siap dengan segala pengaruh positif dan negatif yang pasti menyertainya.

Budaya luar yang pasti akan ikut masuk jangan sampai mengubah budaya asli yang dimiliki.

Bangsa Indonesia harus siap mempertahankan budaya lokal agar jangan sampai

terkontaminasi oleh budaya asing.

Budaya yang dimiliki suatu bangsa salah satunya bisa tercermin dari bahasanya.

Sebagai bagian dari budaya bangsa, bahasa Indonesia memiliki peran dan fungsi yang

Page 95: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

95

eksistensinya harus selalu dipertahankan. Hasil perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional

yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 (Muslich, 2010:6)

menyebutkan bahwa bahasa Indonesia merupakan lambang kebanggaan nasional, lambang

identitas nasional, alat pemersatu masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya

dan bahasanya, dan alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah. Sebagai lambang

kebanggan nasional, bahasa Indonesia secara otomatis harus menjadi kebanggaan masyarakat

penggunanya. Rasa bangga di sini tentu saja tidak cukup hanya dengan berkata bangga, tetapi

disertai pula dengan menggunakan bahasa Indonesia dengan sebaik-baiknya, menjunjungnya,

dan ikut melestarikan dan mempertahankannya.

Sebagai identitas nasional, bahasa Indonesia memiliki peran sebagai pengirim ciri

kepribadian dan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya. Melalui fungsi ini, identitas

kewarganegaraan dan kepribadian yang menyangkut watak dan karakter sebagai bangsa

Indonesia bisa terlihat. Dengan adanya fungsi ini, peran bahasa Indonesia diharapkan jangan

sampai tidak menunjukkan gambaran bangsa yang sebenarnya.

Selain sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai bahasa

negara. Salah satu hal penting yang menyangkut fungsi ini adalah bahasa Indonesia

merupakan bahasa resmi dalam pengembang kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan

serta teknologi modern. Hal ini memiliki makna bahwa pengembangan kebudayaan,

pengembangan ilmu pengetahuan, dan pengembangan teknologi modern berada dalam ruang

lingkup fungsi bahasa Indonesia. Indikasi dari adanya fungsi ini adalah penyebarluasan,

pengembangan, dan pelestarian budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi modern baik yang

berada dalam ruang lingkup pendidikan maupun sarana-sarana lain di luar lembaga-lembaga

pendidikan dilaksanakan dengan menggunakan bahasa Indonesia.

Salah satu hal yang bisa dijadikan contoh eksistensi bahasa dalam pengembang

kebudayaan dan pemanfaatn ilmu pengetahuan serta teknologi modern adalah penggunaan

bahasa dalam atribut tata kota. Bahasa yang terdapat dalam atribut tata kota bisa menjadi

salah satu acuan bagaimana bahasa tersebut berkembang di kota yang bersangkutan.

Branch (1996:2) mengartikan kota sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu atau

lebih penduduk, sedangkan perkotaan diartikan sebagai area terbangun dengan struktur dan

jalan-jalan sebagai suatu permukiman terpusat pada suatu area dengan kepadatan tertentu.

Sebagai suatu permukiman dengan kepadatan tertentu, atribut tata kota sangat berpengaruh

terhadap eksistensi bahasa mayarakat penggunaanya. Melalui bahasa dalam atribut tata kota,

Page 96: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

96

tingkat penggunaan bahasa penghuninya bisa tercermin. Bahasa yang terkandung di dalam

atribut tata kota menjadi sarana komunikasi secara tidak langsung antara penghuni,

pengunjung, dan semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Kota Bandung sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia, memiliki peranan yang

cukup besar dalam perkembangan budaya dan ilmu pengetahuan. Di kota ini, industri kreatif

berkembang dengan pesat. Perkembangan industri ini turut berpengaruh pula terhadap

perkembangan dan penggunaan atribut tata kota. Atribut tata kota dijadikan sebagai wadah

promosi dan pengenalan produk terhadap masyarakat.

Adapun hubungannya dengan MEA, Kusumaningrum (2015:8) menyebutkan bahwa

Jawa Barat adalah target utama MEA. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa daerah Jawa Barat

terindikasi kuat dijadikan sasaran utama pemasaran produk-produk bisnis bebas pada

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang direncanakan diterapkan akhir tahun 2015.

Jumlah penduduk Jawa Barat yang mencapai 45 juta jiwa menjadi sasaran empuk bagi

sejumlah pebisnis untuk menjadikan Jawa Barat sebagai target utama pemasaran.

Kota Bandung sebagai sentral dari Provinsi Jawa Barat tentu akan menjadi derah

yang paling utama dan pertama dalam perkembangan MEA di Jawa Barat. Oleh sebab itu,

kesiapan dan ketahanan Kota Bandung dalam menghadapi pengaruh yang datang dari luar

sangat diperlukan.

Dengan berdasar pada hal-hal yang telah dijelaskan di atas, penelitian ini bersisi

analisis penggunaan bahasa Indonesia yang terdapat dalam atribut sistem tata Kota Bandung

sebagai upaya mengukur sejauh mana ketahanan dan kelestarian berbahasa di kota Bandung

dalam menghadapi MEA. Pusat pengkajian dilakukan di sepanjang Jalan Pasteur dengan

petimbangan jalan ini adalah jalan yang dilalui ketika akan masuk dan keluar tol sehingga

aktivitas jalan ini tidak pernah berhenti dari siang sampai malam.

Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini menyangkut: 1) Bagaimana

gambaran umum pengunaan bahasa Indonesia dalam atribut sistem tata kota di sepanjang

Jalan Pasteur Kota Bandung? 2) Bagaimana hasil analisis kesalahan berbahasa yang

digunakan dalam atribut sistem tata kota di sepanjang Jalan Pasteur Kota Bandung?

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Gambaran umum

penggunaan bahasa Indonesia dalam atribut sistem tata kota di sepanjang jalan Pasteur Kota

Bandung. 2) Kesalahan berbahasa yang digunakan dalam atribut sistem tata kota di sepanjang

Jalan Pasteur Kota Bandung.

Page 97: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

97

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif. Metode ini dipakai karena penelitian dilakukan pada kondisi objek yang alamiah

dengan peneliti sebagai instrumen kunci. Pengambilan data dilakukan secara purposive dan

snowbaal, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat

induktif/kualitatif. Lokasi penelitian di sepanjang Jalan Pasteur Kota Bandung.

Hasil dan Pembahasan

1. Gambaran Umum

Secara umum penggunaan bahasa Indonesia di sepanjang Jalan Pasteur bisa diamati

dari berbagai atribut kota yang terpasang di sepanjang jalan. Atribut tersebut meliputi papan

reklame baik dalam bentuk bilboard maupan baliho, spanduk, shop sign branding, neon box,

iklan tembok, dan rambu petunjuk.

Dari 47 data yang terdiri atas rambu petunjuk 11, spanduk 9, bilboard 4, neon box

3, baliho 9, shop sign branding 10, dan iklan tembok 1, sebanyak 25, 47 persen penggunaan

bahasa Indonesia yang terdapat di dalamnya dipengaruhi oleh bahasa Inggris. Penggunaan

bahasa Inggris di sini tidak hanya ada di dalam atribut tata kota seperti yang telah disebutkan

di atas. Memasuki Jalan Pasteur dari arah barat, pengunjung akan disambut dengan salah

satu slogan Kota Bandung “Bdg, Bandung The Capital of Asia Afrika.” Slogan ini ditulis

dalam bahasa Inggris bukan dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional atau bahasa

Sunda sebagai bahasa Ibu di kota ini. Adapun pengaruh bahasa Inggris di dalam atribut

sistem tata kota bisa dilihat pada tabel dan diagram berikut.

Tabel Persentase Pengaruh Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia di dalam

Atribut Sistem Tata Kota

No. Jenis Jumlah data Persentase (%)

1 Rambu petunjuk 11 9,09

2 Spanduk 9 16,11

3 Billboard 4 100

4 Baliho 9 44,44

5 Neon box 3 100

6 Shop sign branding 10 80

Page 98: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

98

Diagram Persentase Pengaruh Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia di

dalam Atribut Sistem Tata Kota

Dari tabel dan diagram di atas, yang mengalami interferensi l bahasa asing ke dalam

bahasa Indonesia yang cukup kecil hanya rambu petunjuk. Atribut tata kota yang lain seperti

bilboard, baliho, neon box, dan shop sign branding mengalami pengaruh dari bahasa Ingrris

yang cukup tinggi dalam penggunaan bahasa Indonesianya.

2. Analisis Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Atribut Tata Kota

Analisis penggunaan bahasa Indonesia dalam atribut sistem tata kota bisa dilihat dalam

tabel berikut.

No Bahasa yang Dipergunakan Jenis Analisis dan Perbaikan

1.

TOL PASTEUR/DR. JUNJUNAN

CIHAMPELAS

TAMAN SAPARI/DAGO

SURAPATI/GD. SATE

SURYA

SUMANTRI/SARI JADI

(LEWAT UNDER

PASS)

Rambu

petunjuk

Penulisan GD seharusnya

ditulis gedung. Istilah —under

pass— seharusnya ditulis

under pass. Jika terdapat

padanan kata dalam bahasa

Indonesia, istilah ini sebaiknya

diganti dengan bahasa

Indonesia.

2. Kunjungi....!!! IndoBuildTech

PAMERAN

TEKNOLOGI BUILDING

MATERIAL

TERLENGKAP & TERBESAR

Spanduk Penggunaan tanda seru yang

berlebihan disertai dengan

penggunaan bahasa yang tidak

konsisten. Perbaikannya

sebagai berikut.

1) Indo Build Tech

2) TECHNOLOGY

BUILDING

MATERIAL

rambu petunjuk

2%

spanduk5%

bilboard28%

baliho13%

shop sign branding

23%

iklan tembok 0%

neon box29%

Page 99: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

99

3 DILARANG MEMBAWA

PENUMPANG PADA

KENDARAAN BAK TERBUKA

baliho Kata depan pada seharusnya

diganti dengan kata depan di.

4 KESUNGGUHAN HATI

MEMPERSEMBAHKAN

NUTRISI DARI ALAM

PURE PASSION

SELAMAT DATANG DI KOTA

BANDUNG

Reklame

(bilboard)

Tidak terdapat subjek dalam

kalimat ini: Kesungguhan Hati

Mempersembahkan Nutrisi

Dari Alam. Subjek dalam iklan

di bilboard ini diganti dengan

gambar produk yang

diiklankan.

Penulisan—pure passion—

seharusnya pure passion.

5 SPACE FOR RENT

Baliho Kalimat ini seharusnya ditulis

Space For Rent.

6 RAIH PELUANG, USAHA

MAKIN BERKEMBANG

DP

KPRuko Mulai 10% cicil mulai 10

jt-an bulan

PARIWARNA NIAGA

Commercial area within educational

center

EXIT TOL PADALARANG

Baliho Tidak terdapat subjek dalam

kalimat. Perbaikan untuk

kalimat ini adalah dengan

meraih peluang ini, Usaha

Anda Makin Berkembang.

Penulisan—Commercial area

within educational center—

seharusnya—Commercial area

within educational center.

exit tol Padalarang seharusnya

ditulis keluar tol padalarang

7 ANDA MEMASUKI KAWASAN

4 IN 1 MOBIL BERPENUMPANG

4 (EMPAT) ORANG ATAU

LEBIH

Rambu

petunjuk

Istilah 4 in 1 diambil dari

istilah bahasa Inggris, jika

istilah ini akan tetap digunakan

penulisan seharusnya adalah 4

in 1.

8 simPATI murahnya semaumu! Iklan

tembok

penulisan kata simPATI tidak

konsisten. Penulisan

seharusnya simpati atau

SIMPATI.

9 SUKAJADI

CIHAMPELAS

Ir. H. DJUANDA/DAGO

SURAPATI/GD. SATE

LEMBANG

BABAKAN JERUK

Rambu

petunjuk

Peulisan GD. SATE

seharusnya Gedung Sate atau

GEDUNG SATE.

10 METRIC

Innovation for better living

Neon box Penulisan—Innovation for

better living—seharusnya

ditulis Innovation for better

living.

11 RENTAL CAR SHUTTLE

TRAVEL BUS PARIWISAT

RESERVASI SHUTTLE &

TRAVEL

Spanduk RENTAL CAR SHUTTLE

TRAVEL BUS

PARIWISATA

Page 100: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

100

Kami malayani sistem travel dari

BANDUNG ke:

BOGOR TASIKMALAYA

YOGYAKARTA

PURWOKERTO SEMARANG

Contact Center

022 8600 8800

RESERVASI SHUTTLE &

TRAVEL— seharusnya

ditulis —RENTAL CAR

SHUTTLE TRAVEL BUS

PARIWISAT

RESERVASI SHUTTLE &

TRAVEL

Kalimat Kami malayani

sistem travel dari .....adalah

kalimat yang tidak logis.

Kalimat ini seharusnya

Travel kami melayani Anda

dari...

Penulisan Contact Center

seharusnya Contact Center

12 HOME MADE COOKIES

J&C BOJONG KONENG 5KM

Shop Sign

Branding

Penulisan —HOME MADE

COOKIES—seharusnya ditulis

— HOME MADE COOKIES

13 Mark Pro DIJUAL APARTEMENT

DAGO SUITE

DAGO BUTIK

MAJESTI

GATEWAY PASTEUR

JIMMY

082240109030

Spanduk 3 iklan ini seharusnya ditulis: DIJUAL APARTEMENT

DAGO SUITE

DAGOBUTIK

MAJESTI

GATEWAY PASTEUR

14 HOTEL

CHERRY Homes + 5 menitRESIDENCE

Shop Sign

Branding

Penulisan— RESIDENCE—

seharusnya ditulis

RESIDENCE

15 CEPAT DAN MUDAH & LEBIH

HEMAT MANFAATKAN LAYANAN BOOKING

SERVICE

TEST DRIVE GRAND NEW AVANZA

BERHADIAH INNOVA

Neon box

2

Terdapat pemborosna kata

dan. Seharusnya—CEPAT, MUDAH, DAN

LEBIH HEMAT

BOOKING SERVICE

seharusnya ditulis

BOOKING SERVICE

TEST DRIVE GRAND

NEW AVANZA

seharusnya ditulisTEST

DRIVE GRAND NEW

AVANZA

16 DISHUB KOTA BANDUNG

BENGKEL PELAKSANA

PEMERIKSAAN EMISI

KENDARAAAN BERMOTOR

Baliho Tidak terdapat konsistensi

dalam pembentukan

akronim dishub.

Page 101: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

101

17 Asian African Conference

Commemoration Indonesia 2015

Reklame

(bilboard)

Seharusnya ditulis: Asian

African Conference

Commemoration Indonesia

2015

18 PASTEUR

HYPER POINT

ATM 24 JAM 500 m

Shop Sign

Branding

HYPER POINT

Seharusnya ditulis HYPER

POINT

19 SUKAJADI

CIHAMPELAS

IR. H. DJUANDA/DAGO

SURAPATI/GD. SATE

LEMBANG

SUKAMULYA

Rambu

petunjuk

GD—seharusnya ditulis

GEDUNG

20 HATI HATI KELUAR MASUK

KENDARAAN PROYEK Baliho Kalimat ini tidak

mengandung subjek.

21 Triple C Guest House

1,5 km

Shop Sign

Branding

Guest House—seharusnya

ditulis Guest House

22 Panti Yatim Indonesia

50 m

Reklame

(Baliho)

Huruf m bisa diubah

menjadi sebuah kata yang

lebih lengkap “meter”

23 PANGKALAN OJEG

OJEG

JALUR

BEBAS

Spanduk Hubungan antara subjek

dengan kata-kata

selanjutnya yang seharusnya

ditempati oleh predikat

tidak memiliki kejelasana

sehingga makna yang

muncul menjadi tidak jelas

pula. Contoh perbaikan:

Ojeg ini melalui jalur bebas

macet.

24 KAHA HOTEL RESERVATION

DISCOUNT VOUCHER HOTEL

SELURUH INDONESIA

Neon box Seharusnya ditulis:

HOTEL RESERVATION

DISCOUNT VOUCHER

HOTEL

SELURUH INDONESIA

Supaya lebih jelas bisa

ditambahkan kata di

sebelum frasa seluruh

Indonesia

Page 102: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

102

25 STOP GLOBAL WARMING

SAVE EARTH Rekalme

(bilboard)

Seharusnya ditulis:

STOP GLOBAL WARMING

SAVE EARTH

26 SLOW DOWN

MAGENTA LOUNGE

Shop Sign

Branding

Seharusnya ditulis:

SLOW DOWN

MAGENTA LOUNGE

Istilah slow down bisa

diubah ke dalam bahasa

Indonesia menjadi pelan-

pelan

27 RS. HASAN SADIKIN

SUKAJADI

KAWASAN TERPADU

TRANS STUDIO

GASIBU/GD. SATE

Rambu

petunjuk

GD SATE seharusnya ditulis

GEDUNG SATE

28 SETIAP ORANG YANG

MENGEMUDIKAN RANMOR

DIJALAN WAJIB MEMILIKI SIM

Baliho Terdapat

ketidakkonsistenan

pembentukan akronim

dalam kata ranmor

29 CRISTAL JACKET KULIT IMPORT

Baliho Kalimat JACKET KULIT

IMPORTtidak konsisten

dalam penggunaan bahasa.

Kata jacket dan import

berasal dari bahasa Inggris

sedangkan kulit berasal dari

bahasa Indonesia.

Perbaikannya sebagai

berikut.

JAKET KULIT IMPOR

30 BUAT BANDUNG BERSIH Spanduk Kalimat ini termasuk ke

dalam kalimat ambigu.

Perbaikannya sebagai

berikut.

Mari ciptakan Bandung

menjadi lebih bersih.

31 Taman Sari/Dago

Surapati

Cicaheum

Sukajadi/RSHS

Pasir Kaliki

Setiabudi

Rambu

petunjuk

Dari lima rambu petunjuk, 3

buah rambu petunjuk

menggunakan huruf kecil

sedangkan dua lagi

mengunakan huruf kapital.

Hal ini mengakibatkan

ketidakkonsistenan dalam

penggunaan ukuran dan 32 Sukajadi / Pasir Kaliki

Cipaganti / Cihampelas Rambu

petunjuk

Page 103: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

103

Setiabudi / Lembang

jenis huruf.

Ketidakkonsistenan juga

terdapat dalam frasa Rumah

Sakit Hasan Sadikin. Di

beberapa rambu petunjuk,

Rumah Sakit Hasan Sadikin

ditulis RSUP HASAN

SADIKIN, RS. HASAN

SADIKIN, atau RSHS. Bagi

yang tidak tahu Rumah

Sakit Hasan Sadikin,

ketidakkonsistenan ini bisa

membingungkan.

33 Ir. H. Djuanda / Taman Sari

Dipatiukur / Surapati

Gedung Sate / Cicaheum

Rambu

petunjuk

34 KEBUN BINATANG

TAMAN SARI

STASIUN K.A.

SUKAJADI

Rambu

petunjuk

35 RSUP HASAN SADIKIN

IR. H. DJUANDA

SETIABUDI

PAJAJARAN

Rambu

petunjuk

36 SARAREASHUTTLE

Contack center

022 8600 8800

24 hour

Spanduk 6 Seharusnya ditulis:

SARAREA SHUTTLE

Contack center

24 hour

37 SLOW DOWN

ASTON PRIMERA

Shop Sign

Branding

Seharusnya ditulis:SLOW

DOWNatau mengganti kata-

katanya ke dalam bahasa

Indonesiapelan-pelan

38 Saung Kabayan RUMAH MAKAN KHAS SUNDA

Menu Tradisional Terkomplit di

Bandung Free delivery call

022 9122 999

Baliho Seharusnya ditulis:

Free delivery call

39 KURANGI KECEPATAN!!!

RSIA Hermina

Pasteur

Shop Sign

Branding

Tanda seru yang digunakan

berlebihan.

40 BRIDAL SALON SPA Jl. Dr. Junjunan Dalam No. 11

Bandung

Telp. 022 6036510

+ 100 mtr

Shop Sign

Branding

Kalimat BRIDAL SALON

SPAmenggunakan struktur

bahasa Inggris. Bisa

diperbaiki dengan cara

mengubah struktur sperti

berikut.

SALON DAN SPA BRIDAL

41 TOL PASTEUR

GN. BATU/CIMINDI

SURYA SUMANTRI

SARIJADI

SUKAWARNA

Rambu

petunjuk

GN BATU seharusnya

ditulis GUNUNG BATU

Page 104: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

104

BANDARA

42

LANUD HUSEN SASTRANEGARA

BANDUNG PILOT AKADEMI UNIVERSITAS NURTANIO

Shop Sign

Branding

Seharusnya ditulis:

BANDUNG PILOT

AKADEMY

Atau

AKADEMI PILOT

BANDUNG

43

PELAN PELAN!!!

PINTU MASUK

BTC

Shop Sign

Branding

Penggunaan tanda seru

berlebihan.

44 Halo Fit my plan network priority

highest internet speed

biggest reward

best data package

(Reklame)

Billboard

Seharusnya ditulis:

Halo Fit my plan

network priority

highest internet

speed

biggest reward

best data package

45 LIVE MUSIC SETIAP HARI SELASA, KAMIS DAN

SABTU MALAM , MULAI DARI JAM

18.00 S/D 22.00 PM @TOPAS CAFE,

UNTUK RESERVASI HUBUNGI: 022

6020550

Spanduk Seharusnya ditulis: LIVE MUSIC

RESERVATION

Kata reservasi bisa diganti

dengan pemesanan

46 JAGA & PELIHARALAH

KEBERSIHAN TEMPAT INI Spanduk Kalimat ini tidak

mengandung subjek. Bisa

diperbaiki dengan

menambahkan subjek dalam

kalimat.

ANDA HARUS MENJAGA

DAN MEMELIHARA

KEBERSIHAN TEMPAT

INI

47 DILARANG BUANG SAMPAH

DI SUNGAI Spanduk Kalimat ini tidak

mengandung subjek dan

bisa menimbulkan makna

ganda.

ANDA DILARANG

MEMBUANG SAMPAH KE

SUNGAI

Page 105: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

105

Kesimpulan

Penggunaan Bahasa Indonesia dalam tataran atribut tata kota seperti rambu petunjuk,

bilboard, spanduk, baliho, shop sign barnading, neon box, dan iklan tembok masih

mengalami banyak kesalahan. Kesalahan tersebut tidak hanya kesalahan ejaan, struktur, atau

segala hal yang berhubungan dengan penggunaan bahasa Indonesia, tetapi berhubungan pula

dengan interferensi bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Tingkat interferensi bahasa

asing khususnya bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sangat tinggi. Hampir di

sepanjang jalan di Kota Bandung khususnya di Jalan Pasteur, penggunaan bahasa Indonesia

dalam atribut kota tidak lepas dari pengaruh bahasa Inggris. Tingginya interferensi ini tentu

saja berpengaruh pada eksistensi bahasa Indonesia. Kesadaran untuk berbahasa yang baik dan

benar sangat diperlukan untuk mempertahankan dan melestarikan bahasa Indonesia agar tetap

menjadi bahasa utama di Indonesia. Dengan melihat semua yang telah dipaparkan dalam

kajian ini, jika keadaan berbahasa seperti ini terus berlanjut, bukan hal yang tidak mungkin

posisi bahasa asing bisa menjadi sebanding bahkan mungkin lebih tinggi dari bahasa

Indonesia sendiri.

Daftar Pustaka

Branch, Melville C. (1996). Perencanaan kota komprehensif pengantar dan penjelasan.

Terjemahan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Kusumaningrum, Yulistyne. Jangan mau hanya jadi sasaran pasar, Jabar target utama MEA.

(2015, Oktober 26). Pikiran Rakyat, p.8.

Muslich, Masnur. (2010). Bahasa Indonesia pada era globalisasi (kedudukan, fungsi,

pembinaan, dan pengembangan). Jakarta: Bumi Aksara.

Poerwadarminta, W.J.S. (penyusun). (2007). Kamus umum bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka.

Pusat pembinaan bahasa dan pengembangan bahasa departemen pendidikan nasional republik

Indonesia. (2012). Pedoman umum ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan dan

pedoman pembentukan istilah. Bandung: Yrama Widya.

Sugiyono. (2014). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Sugono, D. (2009). Mahir berbahasa Indonesia dengan benar. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Page 106: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

106

Tarigan, Henry Guntur. (2011). Pengajarananalisis kesalahan berbahasa. Bandung:

Angkasa.

Pateda, Mansoer. (1989). Analisis Kesalahan. Flores: Penerbit Nuisa Indah.

Page 107: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

107

REPRESENTASI MEDIA TERHADAP MEGAWATI SOEKARNO PUTRI DALAM

ISU ‘PETUGAS PARTAI’: KAJIAN ANALISIS WACANA KRITIS

Ages Kuniawan

Universitas Padjadjaran Bandung

[email protected]

1. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Analisis adalah sebuah upaya atau proses (penguraian) untuk memberi penjelasan

dari sebuah teks (realitas sosial) yang mau atau sedang dikaji oleh seseorang atau kelompok

dominan yang kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk memperoleh apa yang di

inginkan. Artinya dalam sebuah konteks kita juga harus menyadari akan adanya kepentingan,

Oleh karena itu analisis yang terbentuk nantinya telah kita sadari telah dipengaruhi oleh si

penulis dari berbagai faktor, kita dapat mengatakan bahwa di balik wacana itu terdapat makna

dan citra yang diinginkan serta kepentingan yang sedang diperjuangkan.Sedangkan wacana

adalah proses pengembangan dari komunikasi, yang menggunakan simbol-simbol, yang

berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa, di dalam sistem kemasyarakatan yang

luas. Melalui pendekatan wacana pesan-pesan komunikasi, seperti kata-kata, tulisan, gambar-

gambar, dan lain-lain, Eksistensinya ditentukan oleh orang-orang yang menggunakannya,

konteks peristiwa yang berkenaan dengannya, situasi masyarakat luas yang melatarbelakangi

keberadaannya, dan lain-lain. Kesemuanya itu dapat berupa nilai-nilai, ideologi, emosi,

kepentingan-kepentingan, dan lain-lain.

Jadi, analisis wacana yang dimaksudkan dalam sebuah penelitian adalah sebagai

upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari subyek (penulis) yang mengemukakan suatu

pernyataan. Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi sang penulis

dengan mengikuti struktur makna dari sang penulis sehingga bentuk distribusi dan produksi

ideologi yang disamarkan dalam wacana dapat di ketahui. Jadi, wacana dilihat dari bentuk

hubungan kekuasaan terutama dalam pembentukan subyek dan berbagai tindakan

representasi.

Istilah analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam banyak disiplin ilmu

dan dengan berbagai pengertian. Meskipun ada perbedaan yang besar dari berbagai definisi,

Page 108: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

108

titik singgungnya adalah analisis wacana berhubungan dengan studi mengenai bahasa atau

pemakaian bahasa. Bagaimana bahasa dipandang dalam analisis wacana. Dalam analisis

wacana kritis (Critical Discourse Analysis / CDA), wacana disini tidak dipahami semata

sebagai studi bahasa. Pada akhirnya, analisis wacana memang menggunakan bahasa dalam

teks untuk dianalisis, tetapi bahasa yang dianalisis disini agak berbeda dengan studi bahasa

dalam pengertian linguistik tradisional. Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan

semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Konteks disini

berarti bahasa itu dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik

kekuasaan.

Mengenai fenomena diatas, berbagai issu dan wacana yang berkembang saat ini

menarik untuk diteliti, salah satunya issu dan wacana ‘Petugas Partai’ karena akhir-akhir ini

menjadi hangat lagi diperbincangkan. Wacana tersebut gencar lagi disajikan media dimulai

pada hari kamis, Tanggal 11 April 2015, di sebuah hotel dikawasan Sanur, Bali, Kongres IV

PDI Perjuangan resmi ditutup dengan pidato penutupan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan

Megawati Sukarnoputri. Kongres tersebut mengahasilkan beberapa poin, termasuk di

antaranya, terpilih kembali Megawati Sukarnoputri sebagai Ketua Umum.

Dalam konteks diatas, ada beberapa poin juga yang menjadi bahan pemberitaan

utama media, salah satunya adalah issu ‘Petugas partai’ yang diangkat kembali oleh media

yang juga secara langsung di singgung dalam pidato penutupan Kongres tersebut oleh

Megawati.

Issu itu sebelumnya juga telah menjadi perbincangan hangat diberbagai media, pada

saat terpilihnya Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia, sebagai salah satu pesan

langsung dari Megawati kepada Jokowi. Megawati secara langsung mengatakan bahwa

Jokowi adalah ‘Petugas Partai’ dari PDI Perjuangan.

Dari issu diatas, peneliti bermaksud menganalisa representasi media, khususnya

media online tehadap sosok Megawati dalam issu ‘Petugas Partai’ dengan menggunakan

pendekatan Analisis Wacana Kritis Media Norman Fairclough (1995) yang tefokus kepada

analisis Mikrostruktur atau analisis Linguistik diantaranya analisis Morfologi dan Sintaksis.

Page 109: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

109

Dalam proses pengumpulan data, peneliti menemukan 3 (tiga) data yang berasal dari

tiga sumber media online yang membahas wacana “Petugas Partai”, yaitu kompas.com,

tempo.co, dan okezon.com. Tiga media online tersebut menurut peneliti dapat mewakili

representasi media terhadap sosok Megawati dalam issu ‘Petugas Partai’.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis representasi media kompas.com,tempo.co

dan okezone.com terhadap sosok Megawati dalam issu ‘Petugas Partai’.

1.3 METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini memiliki

kekhasan data berupa tulisan atau teks. Pada penelitian kualitatif, peneliti berusaha

memahami subjek dari kerangka berpikirnya sendiri (Taylor & Bogdan, 1993). Dengan

demikian, yang penting adalah pengalaman, pendapat, perasaan dan pengetahuan partisipan

(Patton, 1990). Oleh karena itu, semua perspektif menjadi bernilai bagi peneliti. Peneliti tidak

melihat benar atau salah, tetapi semua data penting. Pendekatan ini sering disebut juga

sebagai pendekatan yang humanistik karena peneliti tidak kehilangan sisi kemanusiaan dari

suatu kehidupan sosial. Peneliti tidak dibatasi lagi oleh angka-angka, perhitungan statistik,

variabel-variabel yang mengurangi nilai keunikan individual (Taylor & Bogdan, 1993).

Metode yang digunakan dalam pendekatan ini tidak kaku dan tidak terstandardisasi.

Penelitian kualitatif bersifat fleksibel karena kesesuaiannya tergantung dari tujuan setiap

penelitian. Walaupun demikian, selalu ada pedoman untuk diikuti, tapi bukan aturan yang

mati (Taylor & Bogdan, 1993). Artinya, jalannya penelitian dapat berubah sesuai dengan

kebutuhan, situasi lapangan, serta hipotesis-hipotesis baru yang muncul selama

berlangsungnya penelitian tersebut.

Dengan metode ini, data penelitian yang dihasilkan adalah data yang memang sesuai

dengan keadaan di lapangan tanpa ada kontrol dari peneliti. Peneliti hanya menafsirkan data

yang berkenaan dengan fakta dan keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dan

menyajikan dengan apa adanya.

Page 110: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

110

1.3.1 SUMBER DATA

Sumber data penelitian ini adalah berita yang diambil dari media online kompas.com,

tempo.co dan okezone.com, mengenai issu ‘Petugas partai’ setelah pidato penutupan Kongres

IV PDI Perjuangan tanggal 11 April 2015.

1.3.2 METODE PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

Data dikumpulkan dari media online yang berhubungan dengan issu ‘Petugas Partai’

seusai penutupan Kongres PDI Perjuangan tanggal 11 April 2015. Data yang dikumpulkan

sebanyak 3 (tiga) data berita yang berasal masing-masing media online, yaitu, kompas.com,

tempo.co dan okezone.com. Selanjutnya data diklasifikasi berdasarkan Prinsip Piramida

Terbalik dari mulai head, lead, body dan ending. Kemudian, data dianalisa dengan

menggunakan teori Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough (1995) untuk mengungkap

representasi media online terhadap Megawati Sukarnoputri dalam isu ‘Petugas Partai’.

2. LANDASAN TEORI

2.1 Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough

Norman Fairclough (1941) dikenal dengan pemikirannya tentang analisis wacana

kritis. Dalam bukunya Critical Discourse Analysis (1995) ia mengemukakan konsep yang ia

bentuk menitikberatkan pada tiga level, pertama, setiap teks secara bersamaan memiliki tiga

fungsi, yaitu representasi, relasi, dan identitas. Fungsi representasi berkaitan dengan cara-cara

yang dilakukan untuk menampilkan realitas sosial ke dalam bentuk teks.

Kedua, praktik wacana meliputi cara-cara para pekerja media memproduksi teks. Hal

ini berkaitan dengan wartawan itu sendiri selaku pribadi; sifat jaringan kerja wartawan

dengan sesama pekerja media lainnya; pola kerja media sebagai institusi, seperti cara meliput

berita, menulis berita, sampai menjadi berita di dalam media.

Ketiga, praktik sosial-budaya menganalisis tiga hal yaitu ekonomi, politik (khususnya

berkaitan dengan isu-isu kekuasaan dan ideologi) dan budaya (khususnya berkaitan dengan

nilai dan identitas) yang juga mempengaruhi istitusi media, dan wacananya. Pembahasan

praktik sosial budaya meliputi tiga tingkatan Tingkat situasional, berkaitan dengan produksi

Page 111: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

111

dan konteks situasinya Tingkat institusional, berkaitan dengan pengaruh institusi secara

internal maupun eksternal. Tingkat sosial, berkaitan dengan situasi yang lebih makro, seperti

sistem politik, sistem ekonomi, dan sistem budaya masyarakat secara keseluruhan.

Fairclough sebenarnya bukanlah akademisi ilmu komunikasi. Dia meminati masalah

kajian kritis wacana dalam teks berita dimulai sejak tahun 1980-an. Dia melihat bagaimana

penempatan dan fungsi bahasa dalam hubungan sosial khususnya dalam kekuatan dominan

dan ideologi. Faiclough berpendapat bahwa analisis wacana kritis adalah bagaimana bahasa

menyebabkan kelompok sosial yang ada bertarung dan mengajukan ideologinya masing-

masing. Konsep ini mengasumsikan dengan melihat praktik wacana bias jadi menampilkan

efek sebuah kepercayaan (ideologis) artinya wacana dapat memproduksi hubungan kekuasaan

yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan

minoritas dimana perbedaan itu direpresentasikan dalam praktik sosial. Analisis Wacana

melihat pemakaian bahasa tutur dan tulisan sebagai praktik sosial. Praktik sosial dalam

analisis wacana dipandang menyebabkan hubungan yang saling berkaitan antara peristiwa

yang bersifat melepaskan diri dari dari sebuah realitas, dan struktur sosial.

Dalam memahami wacana (naskah/teks) kita tak dapat melepaskan dari konteksnya.

Untuk menemukan ‘realitas’ di balik teks kita memerlukan penelusuran atas konteks produksi

teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks.

Dikarenakan dalam sebuah teks tidak lepas akan kepentingan yang yang bersifat subjektif.

Didalam sebuah teks juga dibutuhkan penekanannya pada makna (Meaning) (lebih

jauh dari interpretasi dengan kemampuan integratif, yaitu inderawi, daya piker dan akal budi).

Arttunya, setelah kita mendapat sebuah teks yang telah ada dan kita juga telah mendapat

sebuah gambarang tentang teori yang akan dipakai untuk membedah masalah, maka kita

langkah selanjutnya adalah kita memadukann kedua hal tersebut menjadi kesatuan yaitu

dengan adanya teks tersebut kita memakai sebuah teori untuk membedahnya.

Kemudian Norman Fairclough (1995) mengklasifikasikan sebuah makna dalam

analisis wacana sebagai berikut:

a) Translation (mengemukakan subtansi yang sama dengan media). Artinya, pada

dasarnya teks media massa bukan realitas yang bebas nilai. Pada titik kesadaran

Page 112: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

112

pokok manusia, teks selalu memuat kepentingan. Teks pada prinsipnya telah diambil

sebagai realitas yang memihak. Tentu saja teks dimanfaatkan untuk memenangkan

pertarungan idea, kepentingan atau ideologi tertentu kelas tertentu. Sedangkan

sebagai seorang peneliti memulainya dengan membuat sampel yang sistematis dari isi

media dalam berbagai kategori berdasarkan tujuan penelitian.

b) Interpreatation (berpegang pada materi yang ada, dicari latarbelakang, konteks agar

dapat dikemukakan konsep yang lebih jelas).

Artinya, Kita konsen terhadap satu pokok permasalahan supaya dalam menafsirkan

sebuah teks tersebut kita bisa mendapat latar belakang dari masalah tersebut sehingga

kemudian kita bisa menentukan sebuah konsep rumusan masalah untuk membedah masalah

tersebut.

a) Ekstrapolasi (menekankan pada daya pikir untuk menangkap hal dibalik yang

tersajikan).

Artinya, kita harus memakai sebuah teori untuk bisa menganalisis masalah tersebut,

karena degnan teori tersebut kita bisa dengan mudah menentukan isi dari teks yang ada.

b) Meaning (lebih jauh dari interpretasi dengan kemampuan integrative, yaitu inderawi,

daya piker dan akal budi).

Artinya, Setelah kita mendapat sebuah teks yang telah ada dan kita juga telah

mendapat sebuah gambarang tentang teori yang akan dipakai untuk membedah masalah,

maka kita langkah selanjutnya adalah kita memadukann kedua hal tersebut menjadi kesatuan

yaitu dengan adanya teks tersebut kita memakai sebuah teori untuk membedahnya.

Dan menurutnya dalam analisis wacana fairclough juga memberikan tingkatan

analisis, sebagai berikut.

a) Analisis Mikrostruktur (Proses produksi): menganalisis teks dengan cermat dan

focus supaya dapat memperoleh data yang dapat menggambarkan representasi teks.

Dan juga secara detail aspek yang dikejar dalam tingkat analisis ini adalah garis besar

Page 113: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

113

atau isi teks, lokasi, sikap dan tindakan tokoh tersebut dan seterusnya. Adapun bentuk

analisisnya sebagai berikut.

1. Morfologi

a. Pasifasi

Pasifasi dalam teks memiliki dampak kepada pengabaian

pelaku. Pada kalimat aktif, yang ditekankan adalah pelaku dari

suatu kegiatan. Dalam kalimat pasif, yang ditekankan adalah

sasaran/korban dari suatu kegiatan, sedangkan pelaku tidak lagi

menjad fokus utama.

Penambahan anak kalimat dalam suatu kalimat dapat berdampak

pada penggantian aktor pelaku yang sekaligus menghilangkan

pelaku suatu kegiatan tersebut yang seharusnya bertanggung

jawab atas peristwa tersebut. Penambahan anak kalimat juga

digunakan sebagai penegas pembenaran atas tidakan yang

dilakukan oleh aktor pelaku.

Pasifasi dalam teks juga memiliki dampak kepada penghilangan

pelaku. Pada kalimat aktif, pelaku yang bertanggung jawab atas

suatu kegiatan wajib dihadirkan, tetapi dalam kalimat pasif,

pelaku justu dihilangkan (seakan-akan dilindungi) dan yang

dihadirkan hanyalah korban.

2. Nominalisi

Nominalisasi dalam teks juga memiliki dampak kepada

penghilangan pelaku/korban. Nominalisasi ini pada dasarnya

mengubah kata kerja yang terdapat dalam suatu teks menjadi kata

benda. Dengan strategi nominalisasi, baik pelaku maupun korban

dalam suatu kegiatan tidak lagi fokus perhatian pembaca.

Penggunaan kata penghubung dalam suatu wacana dapat

mengarahkan hubungan/pandangan yang ingin dibangun oleh

media untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. Penggunaan

kata penghubung yang berbeda, dapat membawa dampak yang

berbeda pula terhadap pemaknaan suatu teks.

Page 114: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

114

Penggunaan kata penghubung dalam suatu wacana digunakan

media untuk mengontraskan anktor-aktor yang terlibat dalam

pemberitaan yang diturunkan. Pengontrasan ini juga dapat

menjadi penanda bagaimana suatu kelompok atau peristiwa

direpresentasikan dalam teks.

3. Kata Ganti

Penggunaan kata ganti merupakan elemen untuk memenipulasi

bahasa den menciptakan suatu komunitas yang imajinatif. Hal ini

digunakan untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam

sebuah wacana, apakah memosisiskan diri sebagai sikap pribadi

atau memosisikan diri sebagai sikap bersama.

4. Tema Rema (Pemfokusan pihak tertentu)

Tema-rema adalah salah satu strategi dalam penempatan suatu

hal tertentu yang diinginkan media menjadi fokus perhatian.

Proposisi mana yang ditempatkan di awal dan proposisi mana

yang ditempatkan di akhir ternyata mampu memengaruhi makna

yang timbul di benak pembaca.

5. Diksi

Penggunaan suatu kosakata tertentu haruslah dipahami bahwa

kata tersebut merupakan representasi pertarungan wacana dan

pembatasan pandangan. Suatu berita tertentu yang melibatkan

dua pihak yang berbeda dapat menghasilkan versi yang berbeda

pula.

Penggunaan suatu diksi tertentu dapat berdampak pada apakah

suatu peristiwa menampilkan aktor sosial dngan petunjuk yang

konkret ataukah ditampilkan secara absrak

Pada level diksi diungkapkan bagaimana peristiwa dan aktor

dalam peristiwa itu dibahasakan. Di dalamnya tidak semata-mata

menghadirkan suatu kata tertentu, tetapi ada ideologi yang

menyelimuti pilihan kata yang dihadirkan oleh media.

Page 115: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

115

b) Analisis Mesostruktur (Proses interpretasi): terfokus pada dua aspek yaitu produksi

teks dan konsumsi teks.

a) Analisis Makrostruktur (Proses wacana) terfokus pada fenomena dimana teks dibuat.

Dengan demikian, untuk memahami wacana (naskah/teks) kita tak dapat melepaskan

dari konteksnya. Untuk menemukan ‘realitas’ di balik teks, kita memerlukan penelusuran atas

konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi

pembuatan teks.

2.2 Piramida Terbalik ( Inverted Pyramid )

Piramida terbalik ditemukan oleh Associated Press (1865) dan menjadi pola news

writing yang sampai sekarang dipakai sebagai salah satu acuan struktur penulisan berita.

Piramida terbalik merupakan sebuah struktur penulisan atau bentuk penyajian sebuah tulisan

yang umum dilakukan seorang wartawan. Kenapa harus menggunakan metode Piramida

Terbalik, tentu maksudnya adalah agar pembacara dapat segera mengetahui inti dari berita

yang ingin diketahuinya. Apalagi disaat seperti sekarang yang serba cepat. Berita online

misalkan, sebaiknya dalam menyampaikan berita langsung ke pokok beritanya. Informasi-

informasi penting (inti) disajikan di awal paragraf, selanjutnya informasi pendukung

mengikuti paragraf berikutnya.

Bagi pembaca sebuah artikel, piramida terbalik memudahkannya menangkap inti

cerita, sebab informasi yang paling pokok langsung dibeberkan sejak alinea-alinea awal.

Bagi wartawan maupun redaktur, akan memudahkan dalam penulisan dan editing

berita, karena mereka lebih fokus pada pokok pikiran berita yang mereka tuliskan. Sedangkan

redaktur pun akan sangat mudah dalam menyunting ataupun memotong berita, tinggal

menghapus paragraf-paragraf akhir yang dianggap tidak terlalu penting. Sedangkan bagi

media dengan penulisan Piramida Terbalik ini, akan menghemat space halaman.

Page 116: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

116

1. Dimulai dari hal-hal yang paling penting.

2. Makin ke bawah semakin kurang penting (bukan berarti tidak penting).

3. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan kepada pembaca untuk langsung

ke inti berita.

a) Head ( Judul )

Judul berita merupakan bagian terpenting dari berita. Hal ini karena sebelum masuk

pada isi berita, pembaca akan melihat judul berita terlebih dahulu. Judul berita juga berperan

untuk menarik pembaca pada isi beritanya. oleh karena itu penulisan judul menggunakan font

yang lebih besar dan bercetak tebal agar mudah dikenali pembaca dan dapat menonjolkan isi

berita. Judul yang baik memiliki syarat-syarat tertentu, diantaranya :

Singkat

Padat

Relevan (mencerminkan isi)

Menghindari kalimat tanya

Lazimnya menggunakan unsur what dan who.

b) Lead ( Teras Berita )

Lead atau teras berita adalah bagian yang sangat penting dari berita. Di dalam teras

berita terangkum inti dari keseluruhan isi berita. Setiap lead juga ditulis untuk menarik

Page 117: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

117

pembaca melihat lebih lanjut isi berita. Lead biasanya diawali dengan unsur siapa (who) dan

atau unsur apa (what). Syarat-syarat lead :

Menggunakan kalimat-kalimat yang pendek atau singkat

Mengindahkan bahasa baku

Susunan kalimatnya sederhana

Melaksanakan ketentuan satu gagasan dalam satu kalimat

c) Body ( Isi Berita )

Isi berita merupakan kelanjutan isi berita yang dapat memberitahukan secara lebih

rinci tentang keseluruhan peristiwa yang diberitakan. Yang memuat fakta atau informasi

penambah atau pelengkap keterangan. Pada badan berita biasanya memuat unsur bagaimana

(how) dan mengapa (why).

3.1 REPRESENTARI MEDIATERHADAP MEGAWATI SOEKARNO PUTRI

DALAM ISU ‘PETUGAS PARTAI’

3.1 Analisis Struktur Mikro dan Makro

Dalam analisis ini, data dibagi berdasarkan Judul (Title), Lead, Body, dan Ending

sesuai dengan berita yang ada di masing-masing media online. Adapun analisis sebagai

berikut.

1. Analisa Judul.

NO. MEDIA JUDUL

1. KOMPAS Megawati: Kalau Tidak Mau Disebut Petugas Partai,

Keluar!

2. TEMPO Sindir Jokowi, Mega:Tak Mau Disebut Petugas Partai,

Keluar!

3. OKEZONE Megawati Persilakan Kadernya Keluar PDIP

Page 118: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

118

1) Analisis Mikro Judul Kompas

JUDUL KOMPAS

Megawati: Kalau Tidak Mau Disebut Petugas Partai, Keluar!

a) Jenis Kalimat : Kalimat langsung dan Kalimat imperatif (Perintah)

Kalimat diatas adalah kalimat langsung yang berupa kutipan ucapan seseorang.

Kalimat tersebut masuk kedalam kalimat imperatif atau kalimat perintah, dapat dilihat

dari bentuk verba dan terdapat tanda baca (!).

b) Kata Ganti : Megawati (Individu)

Dalam teks diatas, kata ganti yang digunakan adalah nama indvidu (Megawati), posisi

yang dipakai pembuat teks adalah posisi individu seorang Megawati.

c) Tema Rema : Megawati (Pelaku)

Dalam teks diatas, pemfokusan dilakukan terhadap pelaku, yaitu Megawati sebagai

individu.

d) Diksi :

Megawati (pembatasan pandangan)

Penggunaan kata/nama individu (Megawati) dimaksudkan untuk

pembatasan pandangan yang difokuskan kepada individu

tersebut.

Petugas Partai

Penggunaan diksi “petugas partai” yang memiliki makna

konotasi negatif.

2) Analisis Mikro Judul Tempo

JUDUL TEMPO

Sindir Jokowi, Mega:Tak Mau Disebut Petugas Partai, Keluar!

Page 119: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

119

a) Jenis Kalimat : Kalimat imperatif (Perintah)

Kalimat diatas adalah kalimat langsung yang berupa kutipan ucapan seseorang.

Kalimat tersebut masuk kedalam kalimat imperatif atau kalimat perintah, dapat dilihat

dari bentuk verba dan terdapat tanda baca (!).

b) Kata Ganti : Jokowi dan Mega (Individu)

Dalam teks diatas, kata ganti yang digunakan adalah nama indvidu (Jokowi dan

Mega), posisi yang dipakai pembuat teks adalah posisi individu seorang Jokowi

Mega.

c) Tema Rema : Jokowi (Korban) dan Megawati (Pelaku)

Dalam teks diatas, pemfokusan dilakukan terhadap korban, yaitu Jokowi sebagai

individu yang secara tidak langsung adalah seorang presiden, dan pelaku adalah

Mega sebagai individu yang secara tidak langsung adalah ketua umum PDI

perjuangan sebagai partai utama pengusung Jokowi sebagai presiden.

d) Diksi :

Sindir Jokowi (Objektif)

Penggunaan diksi diatas menekankan bahwa, korban (Jokowi)

diposisikan sebagai sesuatu yang objektif, lebih kongkret.

Pengguaan diksi diatas juga menggambarkan bahwa ada sesuatu

permasalahan antara korban (Jokowi) dan pelaku (mega)

Petugas Partai

Penggunaan diksi “petugas partai” yang memiliki makna

konotasi negatif, dan jika disematkan kepada korban (Jokowi)

akan lebih bermakna negatif, sebab dalam hal ini posisi Jokowi

secara tidak langsung adalah sebagai seorang Presiden.

3) Analisis Mikro Judul Okezone

JUDUL OKEZONE

Megawati Persilakan Kadernya Keluar PDIP

a) Jenis Kalimat : Kalimat tak langsung dan Kalimat deklaratif (Pernyataan)

Kalimat diatas adalah kalimat tak langsung yang berupa pernyataan dari pembuat

teks. Kalimat tersebut masuk kedalam kalimat deklaratif atau kalimat pernyataan.

Page 120: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

120

b) Kata Ganti : Megawati , kadernya dan PDIP (posisi partai)

Dalam teks diatas, kata ganti yang digunakan adalah nama indvidu (Megawati), kata

ganti “kadernya” menunjukan posisis organisasi atau partai, kemudian kata ganti

PDIP menunjukan dengan jelas bahwa posisi yang yang ditekankan diatas adalah

posisi organisasi atau partai. Dengan kata laian posisi individu Megawati diatas

adalah posisi individu Megawati sebagai Ketua umum Partai, dan posisi korban tidak

objektif dan Abstrak.

c) Tema Rema : Megawati (Pelaku), dan Kadernya (Korban)

Dalam teks diatas, pemfokusan dilakukan terhadap pelaku, yaitu Megawati sebagai

ketua umum PDI Perjuangan.

d) Diksi :

Persilahkan (Verba)

Penggunaan diksi diatas menekankan bahwa posisi Megawati

sebagai ketua umum sebagai pimpinan tertinggi partai membuat

pernyataan kepada kadernya.

Penggunaan diksi diatas bermakna positif, terlihat sopan sebagai

ketua umum kepada kadernya, ketika dibandingkan dengan diksi

“perintahkan” yang terkesan otorter. Dalam teks diatas juga tidak

disebutkan dengan istilah “petugai partai”. Terlihat disini

pembuat teks sangat berhati-hati menggambarkan sosok

Megawati sebagai ketua umum PDI Perjuangan.

2. Analisis Lead

Analisis Lead dibawah ini, dibagi menjadi 3 (tiga) berdasarkan media, yaitu, Kompas,

Tempo, dan Okezone. Sebagai berikut.

NO. MEDIA LEAD

1. KOMPAS Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri

meminta semua kadernya yang ada di jajaran eksekutif dan

legislatif untuk menjalankan tugas sesuai dengan garis

perjuangan partai. Instruksi itu diberikan Megawati tanpa

Page 121: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

121

bisa ditawar.

2. TEMPO Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

Megawati Soekarnoputri menegaskan bahwa kader partai

banteng yang duduk di pemerintahan atau menjadi wakil

rakyat adalah petugas partai. Megawati mengancam mereka

akan mengeluarkan dari PDI Perjuangan bila menolak

sebutan itu. “Kalau ada yang tidak mau disebut petugas

partai, keluar!” kata Megawati dalam pidato penutupan

Kongres IV PDI Perjuangan di Sanur, Bali, Sabtu, 11 April

2015.

3. OKEZONE Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

(PDIP) Megawati Soekarnoputri mengatakan, setiap kader

partai harus taat dan tunduk kepada dirinya dan AD/ART

PDIP.

1) Analisis Lead Kompas

LEAD KOMPAS

Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri meminta semua kadernya yang ada di

jajaran eksekutif dan legislatif untuk menjalankan tugas sesuai dengan garis perjuangan partai.

Instruksi itu diberikan Megawati tanpa bisa ditawar.

a) Jenis Kalimat : Kalimat tak langsung dan Kalimat deklaratif (Pernyataan)

Kalimat diatas adalah kalimat tak langsung yang berupa pernyataan dari pembuat

teks. Kalimat tersebut masuk kedalam kalimat deklaratif atau kalimat pernyataan.

b) Kata Ganti : Ketua umum DPP PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri, Kadernya

yang ada di jajaran eksekutif dan legislatif

Kata ganti yang digunakan dalam lead diatas adalah Ketua umum DPP PDI

Perjuangan Megawati Sukarnoputri sebagai posisi ketua umum partai, dan Kadernya

yang ada di jajaran eksekutif dan legislatif sebagai sikap bersama dalam konteks

Page 122: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

122

organisasi atau partai, dan kata ganti eksekutif dan legeslatif lebih menegaskan teks

tersebut adalah teks politik. .

c) Tema Rema : Ketua umum DPP PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri (Pelaku),

dan Kadernya yang ada di jajaran eksekutif dan legislatif (Korban).

Dalam teks diatas, pemfokusan dilakukan terhadap pelaku, yaitu Megawati sebagai

ketua umum PDI Perjuangan.

d) Anak Kalimat : Instruksi itu diberikan Megawati tanpa bisa ditawar.

Anak kalimat diatas berfungsi sebagai penegasan posisi kekuasaan ketua umum.

e) Diksi :

Meminta (Verba)

Penggunaan diksi diatas yang berupa kategorisasi predikat yang

menekankan bahwa posisi Megawati sebagai ketua umum

sebagai pimpinan tertinggi partai membuat pernyataan kepada

kadernya.

Terlihat disini pembuat teks ingin menunjukan sikap yang

menggambarkan posisi kekuasaan sosok Megawati sebagai ketua

umum PDI Perjuangan.

2) Analisis Lead Tempo

LEAD TEMPO

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri menegaskan bahwa

kader partai banteng yang duduk di pemerintahan atau menjadi wakil rakyat adalah petugas partai.

Megawati mengancam mereka akan mengeluarkan dari PDI Perjuangan bila menolak sebutan itu.

“Kalau ada yang tidak mau disebut petugas partai, keluar!” kata Megawati dalam pidato penutupan

Kongres IV PDI Perjuangan di Sanur, Bali, Sabtu, 11 April 2015

a) Jenis Kalimat : Kalimat tak langsung, kalimat langsung, kalimat deklaratif

(Pernyataan) dan kalimat imperatif (perintah)

Kalimat diatas adalah gabungan antara kalimat tak langsung yang berupa pernyataan

dari pembuat teks dan kalimat langsung berupa kutipan pidato.

Page 123: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

123

b) Kata Ganti :

Ketua umum DPP PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri.

Kader partai banteng

pemerintahan dan wakil rakyat

Kata ganti yang digunakan dalam lead diatas adalah Ketua umum DPP PDI

Perjuangan Megawati Sukarnoputri sebagai posisi ketua umum partai, dan Kader

partai banteng dan kata ganti pemerintah dan wakil rakyat sebagai sikap bersama

dalam konteks organisasi atau partai.

c) Tema Rema: Ketua umum DPP PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri (Pelaku),

dan Kader partai banteng(Korban).

Dalam teks diatas, pemfokusan dilakukan terhadap pelaku, yaitu Megawati sebagai

ketua umum PDI Perjuangan.

d) Anak Kalimat: Megawati mengancam mereka akan mengeluarkan dari PDI

Perjuangan bila menolak sebutan itu.

Anak kalimat diatas berfungsi sebagai penegasan posisi kekuasaan ketua umum, yang

diikuti oleh kalimat langsung berupa kutipan pidato yang menegaskan pernyataan

pembuat teks.

e) Diksi :

Menegaskan (Verba)

Penggunaan diksi diatas yang berupa kategorisasi predikat yang

menekankan bahwa posisi Megawati sebagai ketua umum

sebagai pimpinan tertinggi partai membuat pernyataan kepada

kadernya.

Terlihat disini pembuat teks ingin menunjukan sikap yang

menggambarkan posisi kekuasaan sosok Megawati sebagai ketua

umum PDI Perjuangan terhadap kadernya.

Pemerintah dan wakil rakyat

Diksi diatas digunakan sebagai kategorisasi objek sebagai bahasa

umum.

Page 124: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

124

3) Analisis Lead Tempo

LEAD OKEZONE

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengatakan,

setiap kader partai harus taat dan tunduk kepada dirinya dan AD/ART PDIP.

Terlebih, para kader yang menjadi anggota DPR, DPRD haruslah taat kepada konstitusi partai.

Sebab, mereka adalah kepanjangan partai yang fungsinya mengawal semua kebijakan dan memberi

masukan agar pemerintah bekerja sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang (UU).

a) Jenis Kalimat : Kalimat tak langsung dan kalimat deklaratif (Pernyataan)

Kalimat diatas adalah kalimat tak langsung yang berupa pernyataan dari pembuat

teks. Kalimat tersebut masuk kedalam kalimat deklaratif atau kalimat pernyataan.

b) Kata Ganti :

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)

Megawati Soekarnoputri

Kader partai

DPR dan DPRD

Kata ganti yang digunakan dalam lead diatas adalah Ketua umum PDI Perjuangan

Megawati Sukarnoputri sebagai posisi ketua umum partai, dan Kader partai dan kata

ganti DPR dan DPRD sebagai sikap bersama dalam konteks organisasi atau partai.

c) Tema Rema : Ketua umum DPP PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri (Pelaku),

dan Kader partai (Korban).

Dalam teks diatas, pemfokusan dilakukan terhadap pelaku, yaitu Megawati sebagai

ketua umum PDI Perjuangan.

d) Anak Kalimat : Terlebih, para kader yang menjadi anggota DPR, DPRD haruslah taat

kepada konstitusi partai. Sebab, mereka adalah kepanjangan partai yang fungsinya

mengawal semua kebijakan dan memberi masukan agar pemerintah bekerja

sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang (UU).

Anak kalimat diatas berfungsi sebagai penjelas kalimat utama.

Page 125: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

125

e) Konjungsi : Sebab, mereka adalah kepanjangan partai yang fungsinya mengawal

semua kebijakan dan memberi masukan agar pemerintah bekerja sebagaimana

diamanatkan dalam Undang-Undang (UU).

Konjungsi “sebab” diatas jelas menggambarkan hubungan sebab-akibat yang harus

dilakukan oleh kader partai.

f) Diksi :

Mengatakan (Verba)

Penggunaan diksi diatas yang berupa kategorisasi predikat yang

menekankan bahwa posisi Megawati sebagai ketua umum

sebagai pimpinan tertinggi partai mengatakan kadernya harus taat

kepada ketua umum dan AD/ART partai .

Terlihat disini pembuat teks ingin menunjukan sikap yang

menggambarkan organisasi yang sehat berdasarkan AD/ART

didalam PDI P.

DPR dan DPRD

Diksi diatas digunakan sebagai kategorisasi objek sebagai bahasa

yang lebih bersifat instansi dan konstitusi, dari teks diatas lebih

menekankan kepada kader legeslatif, sedangkan eksekutif benar-

benar dihilangkan dari konteks.

3. Analisis Body

NO. MEDIA BODY

1. KOMPAS "Sebagai kepanjangan tangan partai, kalian adalah petugas

partai. Kalau enggak mau disebut petugas partai, keluar!"

kata Megawati dalam pidato penutupan Kongres IV PDI-P,

di Sanur, Bali, Sabtu (11/4/2015).

Menurut Megawati, kader partai yang berkecimpung di

eksekutif dan legislatif memiliki kewajiban untuk

menjalankan instruksi partai.

Page 126: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

126

Ia menyatakan, hal itu merujuk pada UU Partai Politik.

Meski demikian, Megawati mengingatkan agar semua

kebijakan yang diputuskan harus berpihak pada kepentingan

rakyat.

2. TEMPO Megawati mengatakan, para kader berkewajiban

menjalankan perintah partai. “Sebagai perpanjangan partai,

wajib dan sudah seharusnya menjalankan instruksi partai,”

ujarnya. Menurut Megawati, sebutan petugas partai juga

berlaku baginya. Dalam hal ini, dia telah dipilih oleh peserta

kongres untuk memimpin PDIP selama lima tahun ke depan.

Sebutan petugas partai disematkan Megawati kepada

Presiden Joko Widodo menjelang pemilihan presiden pada

tahun lalu. Sebab itu, kata Megawati, Jokowi sebagai kader

PDIP mesti mengikuti perintah partai. Ucapan itu sempat

menjadi bahan olok-olok oleh netizen di media sosial

Twitter dan Facebook.

Rupanya, cemoohan itu tak mengubah sikap Megawati.

Pernyataan ini kembali diutarakan Megawati dalam

pembukaan Kongres pada Kamis lalu. Megawati

mengingatkan Jokowi agar tunduk pada instruksi PDIP

karena berkat dukungan partai pengusung dia terpilih

menjadi presiden.

Hubungan Megawati dengan Jokowi dikabarkan tak mulus

belakangan ini. Jokowi menolak melantik calon Kepala Polri

pilihan PDIP, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, meski

Kepala Lembaga Pendidikan Polri itu memenangi

praperadilan penetapan tersangkanya oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi. Sejumlah kader PDIP kemudian

menyerang Jokowi dan orang-orang dekatnya perihal

penarikan Budi Gunawan dan kenaikan harga bahan bakar

minyak.

Page 127: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

127

3. OKEZONE "Kepada kader yang ditugaskan di DPR, anggota Fraksi

PDIP, yang ditugaskan di pemerintah pusat, pemerintah

daerah tingkat I dan II adalah berfungsi sebagai

perpanjangan tangan partai (yang mengawal jalannya

pemerintah)," ujar Megawati di hotel Inna Grand Bali

Beach, Sanur, Denpasar, Bali, Sabtu (11/4/2015).

1) Analisis Body Kompas

BODY KOMPAS

"Sebagai kepanjangan tangan partai, kalian adalah petugas partai. Kalau enggak mau disebut petugas

partai, keluar!" kata Megawati dalam pidato penutupan Kongres IV PDI-P, di Sanur, Bali, Sabtu

(11/4/2015).

Menurut Megawati, kader partai yang berkecimpung di eksekutif dan legislatif memiliki kewajiban

untuk menjalankan instruksi partai.

Ia menyatakan, hal itu merujuk pada UU Partai Politik. Meski demikian, Megawati mengingatkan

agar semua kebijakan yang diputuskan harus berpihak pada kepentingan rakyat.

a) Jenis Kalimat : Diawali dengan kalimat langsung berupa kutipan, yang selanjutnya

diteruskan dengan kalimat pernyataan. .

b) Kata Ganti :

Megawati

Kader partai

Eksekutif dan Legeslatif

Kata ganti yang digunakan dalam body diatas masih konsisten sesuai dengan lead dan

judul diatas, namun kata ganti megawati di bagian body ini lebih bersifat individu

dibandingkan dengan yang ada didalam lead dan judul.

c) Tema Rema : Megawati

Dalam teks diatas, pemfokusan dilakukan masih terhadap pelaku, yaitu Megawati.

d) Konjungsi : Ia menyatakan, hal itu merujuk pada UU Partai Politik. Meski demikian,

Megawati mengingatkan agar semua kebijakan yang diputuskan harus berpihak pada

kepentingan rakyat.

Page 128: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

128

Konjungsi diatas jelas memperlihatkan kontras antara pernyataan sebelum dan

sesudah konjungsi. Terlihat diatas, pembuat teks tidak saja menampilkan sosok mega

wati dari sudut pandang organisasi dan partai, tetapi juga sudut pandang negarawan

yang mengutamakan kepentingan rakyat. Namun sayangnya hal tersebut ditulis

dibagian body, sehingga berita tersebut tidak menjadi fokus utama atau tidak begitu

penting.

e) Diksi :

UU Partai politik

Penggunaan diksi diatas menunjukan bahwa konteks yang

dibangun adalah kontek politik.

Berpihak pada kepentingan rakyat.

Diksi diatas digunakan terlihat kontras dengan kalimat-kalimat

sebelumnya, pembuat teks ingin menunjukan sikap berimbang

menyoroti sosok ketua umum PDI P Megawati.

2) Analisis Body Tempo

BODY TEMPO

Megawati mengatakan, para kader berkewajiban menjalankan perintah partai. “Sebagai

perpanjangan partai, wajib dan sudah seharusnya menjalankan instruksi partai,” ujarnya. Menurut

Megawati, sebutan petugas partai juga berlaku baginya. Dalam hal ini, dia telah dipilih oleh peserta

kongres untuk memimpin PDIP selama lima tahun ke depan.

Sebutan petugas partai disematkan Megawati kepada Presiden Joko Widodo menjelang pemilihan

presiden pada tahun lalu. Sebab itu, kata Megawati, Jokowi sebagai kader PDIP mesti mengikuti

perintah partai. Ucapan itu sempat menjadi bahan olok-olok oleh netizen di media sosial Twitter

dan Facebook.

Rupanya, cemoohan itu tak mengubah sikap Megawati. Pernyataan ini kembali diutarakan

Megawati dalam pembukaan Kongres pada Kamis lalu. Megawati mengingatkan Jokowi agar

tunduk pada instruksi PDIP karena berkat dukungan partai pengusung dia terpilih menjadi presiden.

Hubungan Megawati dengan Jokowi dikabarkan tak mulus belakangan ini. Jokowi menolak

melantik calon Kepala Polri pilihan PDIP, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, meski Kepala

Lembaga Pendidikan Polri itu memenangi praperadilanpenetapan tersangkanya oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi. Sejumlah kader PDIP kemudian menyerang Jokowi dan orang-orang

dekatnya perihal penarikan Budi Gunawan dan kenaikan harga bahan bakar minyak.

a) Jenis Kalimat : Diawali dengan kalimat langsung berupa kutipan, yang selanjutnya

diteruskan dengan kalimat pernyataan.

Page 129: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

129

Kalimat-kalimat dalam paragraf-paragraf diatas berisi tentang bagaimana unsur

intertekstualitas digambarkan, wacana-wacana sebelumnya yang menyangkut dengan

hubungan antara Megawati dan Jokowi di angkat kembali.

b) Kata Ganti :

Megawati

Presiden Joko Widodo

Budi Gunawan

Netizen

Kata ganti diatas merujuk kepada konteks yang lebih luas, dan untuk kata ganti

jokowi pada lead, didalam body ini terlihat lebih kongkret dan jelas menjadi Presiden

Joko Widodo. Kata ganti Netizen bersifat tidak objektif dan Abstrak.

c) Tema Rema : Megawati

Dalam bagian body diatas, fokus utama masih di Megawati sebagai ketua umum

partai, yang digambarkan sebagai seorang yang bersalah.

d) Diksi :

Diksi diatas menggunakan diksi yang menggambarkan wacana-wacana sebelumnya,

atau intertekstualitas, yang menunjukan hubungan tidak harmonis antara Megawati

dan Jokowi.

3) Analisis Body Okezone

BODY OKEZONE

"Kepada kader yang ditugaskan di DPR, anggota Fraksi PDIP, yang ditugaskan di pemerintah

pusat, pemerintah daerah tingkat I dan II adalah berfungsi sebagai perpanjangan tangan partai (yang

mengawal jalannya pemerintah)," ujar Megawati di hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar,

Bali, Sabtu (11/4/2015).

a) Jenis Kalimat : Diawali dengan kalimat langsung berupa kutipan, yang selanjutnya

diteruskan dengan kalimat pernyataan.

b) Kata Ganti :

Megawati

DPR

Fraksi PDI P

Pemerintah daerah tingkat I dan II

Page 130: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

130

Kata ganti diatas menggunakan kata-kata yang bersifat kanstitusional.

c) Tema Rema : Kader PDI P

Dalam teks diatas, fokus utama pada bagian body ini adalah kepada korban (kader

PDI P) yang berisi tentang apa yang harus dilakukan kader PDI P.

d) Diksi :

Diksi yang digunakan diatas digambarkan dengan kata-kata yang bersifat

konstitusional.

4. Analisa Ending

NO. MEDIA ENDING

1. KOMPAS Rakyat, kata Megawati, merupakan elemen penting yang

menjadi sumber dan tujuan kerja ideologi. "Wajib dan sudah

seharusnya menjalankan instruksi partai, ya begitu," ujarnya.

2. TEMPO Menurut Deputi IV Bidang Komunikasi Politik Kantor Staf

Presiden, Eko Sulistyo, Istana siap memperbaiki pola

hubungan dengan partai pendukung. Eko menjanjikan

komunikasi akan dijalin lebih intensif. “Ini akan menjadi

perhatian pemerintah,” katanya.

Peneliti Center for Strategic and International Studies,

Philips J. Vermonte, tak setuju bila Jokowi disebut sebagai

petugas partai. Dalam sistem presidensial, kata dia,

kekuasaan ada di tangan presiden. Kekuasaan ini jauh di atas

partai. “Jadi saat Jokowi terpilih, ia berdiri di atas semua

golongan,” ujarnya. “Dia bukan petugas partai lagi.”

3. OKEZONE Selain itu, Megawati juga menegaskan, ke seluruh kader

PDIP untuk tidak marah, apabila dikatakan sebagai petugas

partai. Sebab, memang kenyataanya para kader adalah

petugas partai, di mana telah diamanatkan partai untuk

membuat Indonesia lebih baik dan lebih maju.

"Ingat kalian adalah petugas partai, perpanjangan tangan

partai, kalau tidak ada yang tidak mau disebut petugas

Page 131: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

131

partai, keluar saja. Wajib dan sudah seharusnya jalankan

instruksi partai," tegasnya.

1) Analisis Ending Kompas

ENDING KOMPAS

Rakyat, kata Megawati, merupakan elemen penting yang menjadi sumber dan tujuan kerja ideologi.

"Wajib dan sudah seharusnya menjalankan instruksi partai, ya begitu," ujarnya.

a) Jenis Kalimat : Diawali dengan kalimat langsung berupa kutipan, yang selanjutnya

diteruskan dengan kalimat pernyataan.

b) Kata Ganti :

Rakyat

Megawati

Kata ganti diatas menggunakan kata-kata yang bersifat kanstitusional.

c) Tema Rema : Rakyat

Dalam teks diatas, fokus utama pada bagian ending ini adalah kepada rakyat

d) Diksi :

Diksi yang digunakan diatas lebih menjelaskan rakyat sebagai interprestasi ideologi

partai.

2) Analisis Ending Tempo

ENDING TEMPO

Menurut Deputi IV Bidang Komunikasi Politik Kantor Staf Presiden, Eko Sulistyo, Istana siap

memperbaiki pola hubungan dengan partai pendukung. Eko menjanjikan komunikasi akan dijalin

lebih intensif. “Ini akan menjadi perhatian pemerintah,” katanya.

Peneliti Center for Strategic and International Studies, Philips J. Vermonte, tak setuju bila Jokowi

disebut sebagai petugas partai. Dalam sistem presidensial, kata dia, kekuasaan ada di tangan

presiden. Kekuasaan ini jauh di atas partai. “Jadi saat Jokowi terpilih, ia berdiri di atas semua

golongan,” ujarnya. “Dia bukan petugas partai lagi.”

Page 132: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

132

a) Jenis Kalimat : lebih fokus kepada kalimat langsung berupa kutipan dari tokoh.

b) Kata Ganti :

Deputi IV Bidang Komunikasi Politik Kantor Staf Presiden, Eko

Sulistyo

Peneliti Center for Strategic and International Studies, Philips J.

Vermonte.

Kata ganti diatas menggambarkan pendapat sebagian tokoh termasuk peneliti.

c) Tema Rema : fokus terhadap tendapat tokoh istana dan peneliti.

Dalam teks diatas fokus menitik beratkan kepada pendapat tokoh istana dan peneliti.

d) Diksi :

Diksi yang digunakan diatas lebih banyak menggunakan kutipan dan pendapat

langsung dari tokoh istana dan peneliti, yang dimaksudkan untuk mempertegas

permasalahan diatas, dan membuat terlihat berimbang.

3) Analisis Ending Okezone

ENDING OKEZONE

Selain itu, Megawati juga menegaskan, ke seluruh kader PDIP untuk tidak marah, apabila dikatakan

sebagai petugas partai. Sebab, memang kenyataanya para kader adalah petugas partai, di mana telah

diamanatkan partai untuk membuat Indonesia lebih baik dan lebih maju.

"Ingat kalian adalah petugas partai, perpanjangan tangan partai, kalau tidak ada yang tidak mau

disebut petugas partai, keluar saja. Wajib dan sudah seharusnya jalankan instruksi partai," tegasnya.

a) Jenis Kalimat : Kalimat pernyataan dan kalimat langsung berupa kutipan.

b) Kata Ganti :

Megawati

Kata ganti diatas masih menggnakan Megawati sebagai individu.

c) Tema Rema : Megawati

Dalam teks diatas, fokus utama pada bagian ending ini adalah sikap Megawati

terhadap sebutan “Petugas Partai”

d) Diksi :

Page 133: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

133

Megawati juga menegaskan, ke seluruh kader PDIP untuk tidak

marah, apabila dikatakan sebagai petugas partai

Diksi yang digunakan diatas lebih menjelaskan sebutan “Petugas Partai” kepada

kadernya dengan makna yang positif. Menggambarkan Megawati sebagai Ketua

Umum Partai yang santun dalam berbahasa.

4. SIMPULAN

Dari hasil pembahasan analisis struktur mikro diatas tentang representasi media

online terhadap Megawati Sukarnoputri dalam issu “Petugas Partai” pada pidato penutupan

Kongres IV PDI Perjuangan adalah sebagai berikut.

1. Media online kompas.com memfokuskan pembahasan pada kekuasaaan Megawati

Sukarnoputri sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan. Pilihan-pilahan kata yang

digunakan lebih bersifat politis, seperti kata Eksekutif dan Legeslatif. Issu “Petugas

Partai” ditujukan untuk kadernya yang ada dijajaran Ekskutif dan Legeslatif yang

besifat Abstrak dan tidak objektif kepada satu individu tertentu.

2. Media online tempo.co terlihat lebih kritis, memfokuskan pembahasan pada

kekuasaaan dan pengaruh Megawati Sukarnoputri sebagai Ketua Umum PDI

Perjuangan terhadap Presiden Jokowi. Issu “Petugas Partai” digambarkan objektif

dan ditujukan kepada Presiden Jokowi. Berita di dalam media ini terlihat lebih

terperinci karena mengangkat wacana-wacana sebelumnya yang terkait dengan issu

“Petugas Partai” dan mencantumkan pendapat beberapa tokoh khususnya peneliti

yang menguatkan bahwa issu tersebut memang disematkan oleh Megawati kepada

Presiden Jokowi.

3. Media online okezone.com memfokuskan pembahasan pada sosok Megawati

Sukarnoputri sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan sebagai organisatoris dan

pemimpin partai yang baik dan positif. Pilihan-pilahan kata yang digunakan dapat

dikategorikan kedalam bahasa yang sopan dan lebih bersifat konstitusional dan

organisatoris. Issu ‘Petugas Partai’ disebutkan diakhir berita, dengan mengguakan

pilihan kata yang bermakna positif dan menggambarkan Megawati sebagai Ketua

Umum Partai yang santun dalam berbahasa.

Page 134: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

134

Daftar Pustaka

Bogdan, R. dan Taylor, S.J. 1993. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Terj. A. Khozin Afandi.

Surabaya: Usaha Nasional.

Fairclough, Norman, 1995. Critical Discourse Analysis. New York: Longman Publishing.

http://nasional.kompas.com/read/2015/04/11/16335651/Megawati.Kalau.Tidak.Mau.Disebut.

Petugas.Partai.Keluar. [16/05/2015]

http://www.tempo.co/read/news/2015/04/11/078657070/Sindir-Jokowi-MegaTak-Mau-

Disebut-Petugas-Partai-Keluar. [16/05/2015]

http://news.okezone.com/read/2015/04/12/337/1132756/megawati-persilakan-kadernya-

keluar-pdip. [16/05/2015]

Patton, M. Q. (1990). Qualitative Evaluation and Research Methods. USA: SAGE

Publication.

LAMPIRAN

1. Kompas.com

Megawati: Kalau Tidak Mau Disebut Petugas Partai, Keluar!

Sabtu, 11 April 2015 | 16:33 WIB

SANUR, KOMPAS.com — Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati

Soekarnoputri meminta semua kadernya yang ada di jajaran eksekutif dan legislatif

untuk menjalankan tugas sesuai dengan garis perjuangan partai. Instruksi itu

diberikan Megawati tanpa bisa ditawar.

"Sebagai kepanjangan tangan partai, kalian adalah petugas partai. Kalau

enggak mau disebut petugas partai, keluar!" kata Megawati dalam pidato penutupan

Kongres IV PDI-P, di Sanur, Bali, Sabtu (11/4/2015).

Menurut Megawati, kader partai yang berkecimpung di eksekutif dan

legislatif memiliki kewajiban untuk menjalankan instruksi partai.

Ia menyatakan, hal itu merujuk pada UU Partai Politik. Meski demikian,

Megawati mengingatkan agar semua kebijakan yang diputuskan harus berpihak pada

kepentingan rakyat.

Rakyat, kata Megawati, merupakan elemen penting yang menjadi sumber dan

tujuan kerja ideologi. "Wajib dan sudah seharusnya menjalankan instruksi partai, ya

begitu," ujarnya.

Penulis : Indra Akuntono

Editor : Desy Afrianti

Page 135: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

135

Sumber:

http://nasional.kompas.com/read/2015/04/11/16335651/Megawati.Kalau.Tidak.Mau.

Disebut.Petugas.Partai.Keluar.

2. Tempo.co

Sindir Jokowi, Mega:Tak Mau Disebut Petugas Partai, Keluar!

TEMPO.CO,Sanur - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati

Soekarnoputri menegaskan bahwa kader partai banteng yang duduk di pemerintahan atau

menjadi wakil rakyat adalah petugas partai. Megawati mengancam mereka akan

mengeluarkan dari PDI Perjuangan bila menolak sebutan itu. “Kalau ada yang tidak mau

disebut petugas partai, keluar!” kata Megawati dalam pidato penutupan Kongres IV PDI

Perjuangan di Sanur, Bali, Sabtu, 11 April 2015.

Megawati mengatakan, para kader berkewajiban menjalankan perintah partai.

“Sebagai perpanjangan partai, wajib dan sudah seharusnya menjalankan instruksi partai,”

ujarnya. Menurut Megawati, sebutan petugas partai juga berlaku baginya. Dalam hal ini,

dia telah dipilih oleh peserta kongres untuk memimpin PDIP selama lima tahun ke depan.

Sebutan petugas partai disematkan Megawati kepada Presiden Joko Widodo menjelang

pemilihan presiden pada tahun lalu. Sebab itu, kata Megawati, Jokowi sebagai kader

PDIP mesti mengikuti perintah partai. Ucapan itu sempat menjadi bahan olok-olok oleh

netizen di media sosial Twitter dan Facebook.

Rupanya, cemoohan itu tak mengubah sikap Megawati. Pernyataan ini kembali

diutarakan Megawati dalam pembukaan Kongres pada Kamis lalu. Megawati

mengingatkan Jokowi agar tunduk pada instruksi PDIP karena berkat dukungan partai

pengusung dia terpilih menjadi presiden.

Hubungan Megawati dengan Jokowi dikabarkan tak mulus belakangan ini. Jokowi

menolak melantik calon Kepala Polri pilihan PDIP, Komisaris Jenderal Budi Gunawan,

meski Kepala Lembaga Pendidikan Polri itu memenangi praperadilan penetapan

tersangkanya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Sejumlah kader PDIP kemudian

menyerang Jokowi dan orang-orang dekatnya perihal penarikan Budi Gunawan dan

kenaikan harga bahan bakar minyak.

Menurut Deputi IV Bidang Komunikasi Politik Kantor Staf Presiden, Eko Sulistyo,

Istana siap memperbaiki pola hubungan dengan partai pendukung. Eko menjanjikan

komunikasi akan dijalin lebih intensif. “Ini akan menjadi perhatian pemerintah,” katanya.

Peneliti Center for Strategic and International Studies, Philips J. Vermonte, tak setuju

bila Jokowi disebut sebagai petugas partai. Dalam sistem presidensial, kata dia,

Page 136: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

136

kekuasaan ada di tangan presiden. Kekuasaan ini jauh di atas partai. “Jadi saat Jokowi

terpilih, ia berdiri di atas semua golongan,” ujarnya. “Dia bukan petugas partai lagi.”

Sumber: http://www.tempo.co/read/news/Sindir-Jokowi-MegaTak-Mau-Disebut-Petugas-

Partai-Keluar.

3. Okezone.com

Megawati Persilakan Kadernya Keluar PDIP

Gunawan Wibisono

Jurnalis

Minggu, 12 April 2015 - 04:31 wib

DENPASAR - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)

Megawati Soekarnoputri mengatakan, setiap kader partai harus taat dan tunduk kepada

dirinya dan AD/ART PDIP.

Terlebih, para kader yang menjadi anggota DPR, DPRD haruslah taat kepada

konstitusi partai. Sebab, mereka adalah kepanjangan partai yang fungsinya mengawal semua

kebijakan dan memberi masukan agar pemerintah bekerja sebagaimana diamanatkan dalam

Undang-Undang (UU).

"Kepada kader yang ditugaskan di DPR, anggota Fraksi PDIP, yang ditugaskan di

pemerintah pusat, pemerintah daerah tingkat I dan II adalah berfungsi sebagai perpanjangan

tangan partai (yang mengawal jalannya pemerintah)," ujar Megawati di hotel Inna Grand Bali

Beach, Sanur, Denpasar, Bali, Sabtu (11/4/2015).

Selain itu, Megawati juga menegaskan, ke seluruh kader PDIP untuk tidak marah,

apabila dikatakan sebagai petugas partai. Sebab, memang kenyataanya para kader adalah

petugas partai, di mana telah diamanatkan partai untuk membuat Indonesia lebih baik dan

lebih maju.

"Ingat kalian adalah petugas partai, perpanjangan tangan partai, kalau tidak ada yang tidak

mau disebut petugas partai, keluar saja. Wajib dan sudah seharusnya jalankan instruksi

partai," tegasnya.

Sumber: http://news.okezone.com/read/2015/04/12/337/1132756/megawati-persilakan-

kadernya-keluar-pdip.

Page 137: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

137

SIKAP PEMERTAHANAN BAHASA INDONESIA DALAM PENAMAAN NAMA

PERUMAHAN DI KABUPATEN GARUT

(Studi Deskriptif pada Developer Perumahan di Kabupaten Garut tahun 2014)

Ari Kartini

[email protected]

STKIP Garut

Abstrak

Penelitian ini berjudul “Sikap Pemertahanan Bahasa Indonesia dalam Penamaan

Perumahan di Kabupaten Garut”. Latar belakang penelitian ini bertitik tolak dari

hasil survei awal mengenai penamaan pada perumahan yang ada di kabupaten Garut,

yang dimana sangat disayangkan nama pada perumahan tersebut penggunaan bahasa

asing lebih mencolok. Hal ini tentu saja bertentagan dengan aturan UU RI NO. 24

THN. 2009 Tentang BBLNLK, sehingga sikap pemertahanan terhadap bahasa

Indonesia sebagai cermin budaya bangsa. Berdasarkan latar belakang di atas,

rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut ini. 1) Bahasa apa saja

yang digunakan dalam penamaan perumahan di Kabupaten Garut?; 2)

Bagaimanakah wujud/frekuensi penggunaan bahasa Indonesia dalam penamaan

perumahan di Kabupaten Garut?; 3) Bagaimanakah sikap bahasa Developer terhadap

bahasa Indonesia dalam penamaan perumahan di Kabupaten Garut?; 4) Apakah

faktor penghambat pemertahanan bahasa Indonesia dalam penamaan perumahan di

Kabupaten Garut? Penelitian ini menggunakan metode deskriftif yang dalam

pelaksanaannya tidak melakukan perlakuan terlebih dahulu, melainkan langsung

mengkaji dan meyimpulkan data melalui studi dokumenter. Teknik yang digunakan

dalam pengumpulan data adalah teknik studi dokumenter dan wawancara. Hasil

penelitian menunjukkan bahasa yang digunakan oleh masyarakat Garut dalam

memilih penggunaan bahasa untuk nama-nama permukiman atau perumahan adalah

bahasa Sunda, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Prekuensi penggunaan bahasa

Indonesia dapat dilihat dari presentase berikut; 10 (40%) nama perumahan yang

menggunakan bahasa Indonesia, menggunakan bahasa asing 2 (11%) perumahan, 1

(5%) menggunakan bahasa daerah dan 12 (48%) perumahan menggunakan bahasa

campuran. Sikap Developer terhadap bahasa Indonesia dalam memilih penggunaan

bahasa untuk nama-nama permukiman atau perumahan menunjukkan negatif, hal ini

dapat dibuktikan dari presentase frekuensi penggunaan bahasa dalam memberikan

nama-nama pada perumahan yang dikelolanya. faktor-faktor yang menumbuhkan

sikap negatif para Developer lebih bangga menggunakan bahasa Asing dibandingkan

bahasa Indonesia dalam memilih penggunaan bahasa untuk nama-nama permukiman

atau perumahan adalah memiliki daya jual yang tinggi, penggunaan bahasa Asing

lebih komersil, lebih bergengsi, mampu menarik perhatian para konsumen dan lebih

indah didengar. Dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini bahwa pemertahanan

terhadap bahasa Indonesia kurang diperhatikan sehingga menunjukkan sikap

kebanggan terhadap bahasa Indonesia kurang dimilikinya lagi. Rekomendasi

penelitian ini, diaharapkan para pemilikperumahan mengkaji ulang

menganaipenggunaan bahasa pada nama perumahan yang mereka kelola, dan kepada

pemerintah lebih menekankan kembali bagi mereka yang meminta izin mendirikan

Page 138: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

138

perumahan untuk diperhatikan dalam penggunaan bahasa dalam memberikan nama

pada perumahan mereka.

Kata Kunci: Sikap Pemertahan Bahasa Indonesia, Penamaan Perumahan

Pendahuluan

Bahasa memang tidak termasuk ke dalam permasalahan yang sangat krusial dalam

kehidupan sehari-hari tidak seperti permasalahan mengenai politik, agama, dan pendidikan.

Oleh karena itu, bahasa tidak mempunyai sanksi secara implinsit sehingga mereka para

pengguna bahasa bebas menggunakan bahasa sesuai yang dikehendaki. Namun, apabila kita

amati dalam kenyatannya ternyata permasalahan bahasa terlihat jelas terutama keterkaitan

antara pengguna bahasa, bahasa yang digunakan, dan kehidupan sosial.

Masalah kebahasaan di Indonesia tidak terlepas dari kehidupan masyarakat

penggunanya. Indonesia telah mengalami berbagai perubahan, baik sebagai akibat tatanan

kehidupan dunia yang baru, globalisasi, maupun sebagai dampak perkembangan teknologi

informasi yang sangat pesat. Kondisi itu telah memengaruhi perilaku masyarakat Indonesia,

tidak terkecuali dalam faktor berbahasa atau bahasa yang digunakan. Pemakaian bahasa

dalam komunikasi selain ditentukan oleh faktor-faktor Linguistik juga ditentukan oleh faktor-

faktor nonlinguistik, salah satunya faktor sosial yang merupakan faktor yang berpengaruh

dalam penggunaan bahasa. Pandangan demikian memang cukup beralasan karena pada

dasarnya bahasa adalah bagian dari suatu sistem sosial. Kajian tentang bahasa yang

dihubungkan dengan faktor sosial merupakan suatu kajian yang sangat menarik.

Saat ini kebebasan berbahasa telah menutupi aturan yang telah ditetapkan secara

tertulis, walaupun aturan pemakaian bahasa telah tertuang di dalam UU RI No. 24 thn. 2009

tentang BBLNLK (Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan), namun sangat

disayangkan kebanyakan masyarakat tidak memerhatikan aturan tersebut dan aturan itu hanya

diperhatikan oleh para pemerhati bahasa saja.

Bangsa Indonesia, sebagai pemakai bahasa Indonesia seharusnya bangga

menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. Dengan bahasa Indonesia, mereka bisa

menyampaikan perasaan dan pikirannya dengan sempurna kepada orang lain, namun

kenyataan yang terjadi tidaklah demikian. Rasa bangga berbahasa Indonesia belum tertanam

pada setiap orang Indonesia. Rasa menghargai bahasa asing (bahasa Inggris) masih terus

Page 139: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

139

menampak pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Mereka menganggap bahwa bahasa

asing lebih tinggi derajatnya daripada bahasa Indonesia.

Saat ini kenyataannya di lapangan masih ditemukan perilaku negatif yang terjadi di

tengah-tengah masyarakat Indonesia, antara lain masih banyaknya masyarakat Indonesia yang

merasa bangga menggunakan bahasa Asing dan menganggap bahasa asing lebih bergengsi;

masyarakat Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing (Inggris), padahal

mereka sendiri belum tentu menguasai bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Salah satu fenomena kurangnya kebanggaan terhadap bahasa Indonesia, yaitu pada

pemberian nama perusahaan pemerintah dan perusahaan swasta juga pada aspek penulisan

bahasa Indonesia pada nama perusahaan pemerintah dan perusahaan swasta. Bukti nyata

yang terjadi adalah di Kabupaten Garut. Saat ini di kabupaten Garut banyak berdiri

perumahan-perumahan, perumahan tersebut ada yang dikelola oleh individu dan ada yang

kelompok. Kemajuan kabupaten Garut di bidang pembangunan memang sangat bagus, namun

sangat disayangkan nama yang digunakan untuk perumahan tersebut adalah bahasa asing atau

campran, padahal pengelola atau developernya adalah asli warga negara Indonesia dan badan

hukumnya ada di bawah hukum Indonesia. Apabila kita mengkaji aturan yang terdapat dalam

UU RI No. 24 thn. 2009 tentang BBLNLK, hal tersebut tidak sesuai. Dalam UU RI No. 24

thn. 2009 tentang BBLNLK (Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan)

yang terdapat dalam Bab III pasal 36, yaitu;

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama geografi di Indonesia.

(2) Nama geografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki satu nama

resmi.

(3) Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan,

apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks, perdagangan, merek

dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau

dimiliki oleh warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.

(4) Penamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dapat menggunakan

bahasa daerah atau bahasa asing apabila memiliki nilai sejarah, budaya, adat

istiadat, dan/atau keagamaan.

Fenomena yang terjadi itu tentunya tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Dimana

letak kesalahannya tidak dijadikan suatu permasalahan yang krusial. Hal ini dikarenakan UU

RI No. 24 thn. 2009 tentang BBLNLK yang membahas mengenai bahasa tidak

mencantumkan sanksi bagi mereka yang melanggarnya, apabila itu hal itu terjadi

pemertahanan terhadap bahasa Indonesia akan merosot dan bisa saja bahasa Indonesia akan

tergantikan kedudukannya sebagai bahasa yang paling penting dibandingkan bahasa

Page 140: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

140

Indonesia di mata masyarakat Indonesia. padahal saat ini bahasa Indonesia justru dipelajari di

negara-negara asing. Ketika orang luar negeri bangga dengan bahasa Indonesia, mengapa kita

sebagai pemiliknya malah lebih memilih bahasa asing yang notabenenya adalah bahasa orang

lain. Menyikapi fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji permasalahan

mengenai pemilihan bahasa pada penulisan nama perumahan, hal ini dilakukan untuk

mengetahui sejauh mana para pengelola perumahan dan pemerintah kabupaten Garut

mempertahankan bahasa Indonesia. Adapun agar penelitian ini terarah, maka permasalahan

yang akan dikaji disusun dalam rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bahasa apa saja yang digunakan dalam penamaan perumahan di Kabupaten Garut?

2. Bagaimanakah frekuensi penggunaan bahasa Indonesia dalam penamaan perumahan

di Kabupaten Garut?

3. Bagaimanakah sikap bahasa Developer atau pengelola terhadap bahasa Indonesia

dalam penamaan perumahan di Kabupaten Garut?

4. Apakah faktor penghambat pemertahanan bahasa Indonesia dalam penamaan

perumahan di Kabupaten Garut?

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah dokumentasi nama-nama

permukiman atau perumahan dan hasil wawancara para pengelola. Data-data tersebut akan

dikaji dan dianalisis dalam bentuk sikap dan pemilihan bahasanya.

Sumber data yang dijadikan subjek penelitian ini adalah nama-nama layanan umum

permukiman yang ada di wilayah kota Garut, meliputi daerah Wanaraja, Karang Pawitan,

Garut Kota, Tarogong Kidul, Tarogong Kaler, Bayongbong, dan Samarang.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif dengan metode

yang digunakan adalah metode deskriptif. Dalam pengumpulan data, teknik yang digunakan

adalah teknik studi dokumenter dan wawancara.

IHWAL SIKAP PEMERTAHAN BAHASA INDOENSIA

1. Sikap Bahasa dalam Mempertahankan Bahasa Indonesia

Sikap sangat berkaiatan erat dengan perilaku, boleh dikatakan bahwa sikap

merupakan cerminan dari perilaku. Chaer dan Agustina (2004; 149), memaparkan “Sikap

adalah fenomena kejiwaan yang biasanya termanifestasi dalam bentuk tindakan atau

perilaku”. Pendapat lain yang diungkapkan oleh Sujanto, dkk. (2004; 96-97) mengenai sikap

Page 141: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

141

yaitu “Sikap (attitude) berhubungan dengan sesuatu objek atau kelompok objek, biasanya

memberikan penilaian (menerima atau menolak) terhadap objek yang dihadapi”. Sejalan

dengan itu, Sarwono (2010; 201) menjelaskan:

Sikap adalah istilah yang mencerminkan rasa senang, tidak senang atau perasaan biasa-

biasa saja (netral) dari seseorang terhadap sesuatu. Sesuatu itu bisa benda, kejadian,

situasi, orang-orang atau kelompok. Kalau yang timbul terhadap sesuatu itu adalah

perasaan senang, maka disebut sikap positif, sedangkan apabila perasaan tak senang,

sikap negatif.

Selain itu, Sarwono (2010: 201) menerangkan bahwa sikap dinyatakan dalam tiga

komponen yang disingkat dengan ABC, yaitu Affect, Bihaviour, dan Cognition. Affect adalah

perasaan yang timbul (senang dan tak senang), Behaviour adalah perilaku yang mengikuti

perasaan itu (mendekat, menghindar), dan Cognition adalah penilaian terhadap objek sikap

(bagus dan tidak bagus).

Berdasarkan pendapat-pendapat ahli mengenai pengertian sikap, maka dapat

disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk

bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi

obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan

kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi itu.

Sikap negatif seseorang terhadap bahasanya bisa saja dipengaruhi oleh faktor

lingkungan dan budaya. Hal ini dilakukan untuk meniru gaya budaya yang dianggap lebih

bermatabat atau bergengsi. Indrawan (2010; 109-111) memaparkan beberapa faktor yang

memengaruhi sikap bahasa seseorang, yaitu “The prestige and power of the language,

historical backround of nations, the social and traditional factors, And the language internal

system”.

Dalam mengukur keberadaan sikap positif beberapa pertanyaan yang dapat

digunakan,

yaitu seberapa jauh kita telah mencintai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan

bahasa persatuan? Seberapa jauh kita telah merasa memiliki bahasa kita itu sebagai

bahasa kekayaan yang tidak ternilai harganya? Seberapa jauh kita merasa tanggung

jawab untuk mempertahankan keberadaan bahasa kita di bumi ibu pertiwi (Amran:

2002: 1.4).

Paparan yang dikemukakan olh Amran dapat dijadikan tolok ukur dalam menentukan

sikap seseorang terhadap penggunaan bahasa Indonesia. Dapat dikatakan bahwa bahasa

Indonesia memang mempunyai kedudukan yang sangat penting di bumi pertiwi ini.

Page 142: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

142

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera,

Bahasa, dan lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan

Bahasa Indonesia yang merupakan bahasa Nasional dan bahasa Negara adalah bahasa

yang harus dilestarikan dan dijadian kebanggaan oleh masyarakat Indonesia. Sudah

selayaknya orang Indonesia, lebih memerhatikan penggunaan bahasa dalam berkomunikasi.

Aturan penggunaan bahasa Indonesia dalam hal tersebut tercantum dalam pasal 25 ayat (1)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan

Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) tersebut berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu

berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah. Bahasa

Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berfungsi

sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional,

pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana

pengembangan dan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media

massa.

Pasal 36 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang

Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan mengatur bahwa bahasa

Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau

permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga

pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan

hukum Indonesia. Selanjutnya, pada pasal 37 ayat (1) diatur bahwa bahasa Indonesia wajib

digunakan dalam informasi tentang produk barang atau jasa produksi dalam negeri atau luar

negeri yang beredar di Indonesia, ayat (2) diatur bahwa informasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan bahasa daerah atau bahasa asing sesuai dengan

keperluan.

Pasal 38 ayat (1) dalam undang-undang tersebut diatur bahwa bahasa Indonesia wajib

digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi

lainnya yang merupakan pelayanan umum. Selanjutnya, pada ayat (2) pasal tersebut diatur

bahwa penggunaan bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai

bahasa daerah atau bahasa asing jika dipandang perlu. Ketentuan lebih lanjut mengenai

Page 143: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

143

penggunaan bahasa Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang diatur

dalam Peraturan Presiden.

Di samping pertimbangan hukum yang telah diuraikan, terdapat pula ketentuan yang

dapat menjadi landasan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar di tempat

umum sebagai berikut (Sugono, dkk 2008:4).

a. Bahasa yang digunakan di tempat umum, seperti pada papan nama, papan petunjuk,

kain rentang, dan papan iklan adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar.

b. Nama badan usaha, kawasan, gedung, yang memerlukan pengesahan dari instansi

pemerintah menggunakan bahasa Indonesia.

c. Nama asing badan usaha yang merupakan cabang badan usaha luar negeri dan nama

asing merek dagang yang terdaftar dan memunyai hak paten tetap dapat dipakai.

d. Pada setiap papan nama, papan petunjuk, kain rentang, dan papan iklan digunakan

tulisan/huruf latin.

e. Pada papan nama, papan petunjuk, kain rentang, dan papan iklan jika dianggap perlu,

dapat digunakan bahasa asing dan dituliskan di bagian bawah bahasa Indonesia

dengan huruf latin yang lebih kecil.

f. Penggunaan tulisan/huruf di luar tulisan/huruf latin, jika dianggap perlu, dapat

dibenarkan sepanjang

g. untuk nama/lambang produk yang telah mendapat izin sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

h. Organisasi internasional yang bernaung di bawah PBB dan perwakilan diplomatik

negara asing dapat tetap menggunakan tulisan/huruf bahasa asing yang ditulis di

bawah nama dalam bahasa Indonesianya.

Apabila kita simpulkan, masyarakat Indonesia harus mampu memilih penggunaan

bahasa Indonesia agar bahasa Indnesia dapat dipertahankan dengan baik. Dalam pemberian

nama untuk daerah permukiman seperti perumahan dan pemilihan nama untuk merk dagang

harus senantiasa menggunakan bahasa Indonesia, kecuali perusahaan dan merk dagang itu

dimiliki dan dikelola oleh orang asing.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengkajian terhadap penggunaan bahasa pada nama perumahan di

kabupaten Garut, di bawah ini akan dibahas beberapa sampel mengenai sikap para pemilik

yang mengelola perumahan ini.

Sampel yang dikaji mengenai nama perumahan pada peneliian ini berjumlah 25

perumahan yang berada di daerah kecamatan Karangpawitan, Tarogong Kidul, Tarogong

Kaler, Bayongbong, dan Samarang. Dari hasil pengkajian dapat disimpulkan bahwa sikap

para pemilik perumahan yang mempunyai saham tertinggi terhadap hak kepemilikan

Page 144: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

144

perumahan itu sangat rendah atau tergolong negatif, hal ini dibuktian dengan hasil analisis

pada pengolahan data dan hasil wawancara dengan responden.

Hasil analisis di atas dari sampel pada nama perumahan yang ada di Kabupaten

Garut, hanya terapat 10 (40%) nama perumahan yang menggunakan bahasa Indonesia, yaitu,

Griya Surya Indah, Griya Intan Asri, Pesona Intan, Bumi Campaka Indah, Puri Indah

Pratama, Perumahan Oma Indah. Menggunakan bahasa asing 2 (11%) perumahan, yaitu

Bianca Regency dan Rabbany Regency, 1 (5%) menggunakan bahasa daerah, yaitu, Saung

Sari Wates dan 12 (48%) perumahan menggunakan bahasa campuran, yaitu, Enhaka

Residence, Intan Regency, Karisma Residence, Cluster Kahuripan, Permata Hijau Land, Garut

City Residence, Cempaka Residence, Perumahan Permata Karisma Residence, Bumi Malayu

Regency.

Intan Regency merupakan perumahan konsep baru yang berdiri pertama kali di

Kabupaten Garut. Perumahan ini terbilang sangat mewah dengan desain yang indah, sehingga

yang menempatinya banyak dari kalangan elit atau kalangan masyarakat yang berada.

Posisi perumahan ini memang berada di daerah yang strategis, tidak terlalu jauh dari

jalan raya dan dekat dengan fasilitas umum. Kecamatannya berada di Tarogong Kidul.

Namun, dari aspek bahasa sangat disayangkan. Sebagai warga Negara Indonesia dan posisi

perumahannya berada di wilayah Indonesia, selayaknya bahasa yag digunakan untuk nama

perumahan ini menggunakan bahasa Indonesia utuh sesuai dengan peraturan UU mengenai

bahasa.

Kata Intan memang merupakan bahasa Indonesia, sedangkan kata Regency

merupakan bahasa Asing, yaitu bahasa Inggris yang mempuyai makna “Kabupaten; Perwalian

(Echols & Shadily: 2002: 474)”. Saat ditanyakan mengenai alasan lain mengapa

menggunakan kata Regency, alasannya tidak terlalu bersejarah hanya untuk menarik

perhatian masyarakat untuk membeli rumah disana, selain itu mereka menganggap bahwa

penggunaan bahasa Asing lebih terpandang dan bergengsi.

Perumahana Karisma Residence berada di daerah kecamatan Tarogong Kaler.

Posisinya cukup strategis dan nyaman, bentuk bangunan sudah menginduk pada bangunan

yang moderen. Sehingga tidak heran harga yang ditawarkan sungguh luar biasa.

Karisma Residence ini dikelola oleh pribadi dan pemiliknya asli warga negara

Indonesia. Inilah yag disayangkan, saat perumahan yang bagus ini kurang menghargai bahasa

yang digunakan dalam meberikan nama pada perumahannya. Alasan mereka tidak jauh

Page 145: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

145

berbeda dengan yang lain yang menggunakan bahasa Asing. Alasannya untuk mearik daya

jual dan bahasa Asing mempunyai nilai yang berbobot dibandingkan bahasa Indonesia atau

bahasa Daerah.

Kata Residence ini berasal dari bahasa Inggris yang mengandung makna “Tempat

tinggal; tempat kediaman” (Echols & Shadily: 2002: 480).

Perumahan “Saung Sari Wates” berada di kecamatan Karangpawitan Kabupaten

Garut. Perumahan ini mempunyai nama yang unik dan berkesan dihati para meperhati bahasa,

karena bahasa yang digunakan adalah asli bahasa daerah yaitu bahasa Sunda. Dari sekian

nama perumahan, hanya perumahan ini yang menggunakan bahasa Sunda secara murni atau

keseluruhan.

Ketika dilakukan wawancara, makna pragmatik dari nama perumahan ini adalah

karena posisi daerah itu berada diperbatasan antara kampung wates dan posisinya asri, maka

diberi nama Saung Sari Wates untuk menunjukkan bahwa perumahan ini membudayakan

budaya Sunda.

Berbeda dengan perumahan lain, responden tidak berpikiran bahwa penggunaan

nama akan menarik daya jual para pembeli, bagi mereka nama memang penting tetapi yang

terpenting adalah pelayanan dan kualitas perumahannya. Penggunaan bahasa itu adalah

kepintaran kita mengolah kata-kata, tidak semua bahasa Sunda atau bahasa Indonesia

kampungan dan tidak memiliki gengsi yang tinggi. Justru dengan menggunakan bahasa

daerah atau bahasa Indonesia akan mudah dimengerti oleh masyarakat sekitar dan kita

sebagai warga penduduk aslinya dapat mempertahankan bahasa yang menjadi identitas

pribadi daerah atau bangsa kita.

Ada satu perumahan yang diambil dari nama salah satu pejabat di Kabupaten Garut

yaitu nama KAPOLRES Garut. Perumahan ini awalnya didirikan untuk para anggota polisi

dan polwan. Oleh karena itu, jelas yang mengelolanya adalah asili warga negara Indonesia.

Namun, karena beberapa kendala akhirnya perumahan ini dibuka untuk umum bukan saja

untuk anggota polisi.

Tempatnya cukup jauh dari jalan raya, perumahan ini cocok digunakan untuk

beristirahat karena posisinya di daerah pegunugan. Udaranya sejuk, nyaman, dan masih asri

hanya saja posisinya jauh dari fasilitas umum.

Kata ENHAKA adalah kependekkand ari nama KAPOLRES Kabupaten Garut yaitu,

Endang Kurnia. Sangat menarik, namun yang disayangkan kata ENHAKA itu diikuti oleh

Page 146: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

146

kata yang berasal dari bahasa Asing yaitu kata Residence. Saat dipintai keterangan, alasan

menggunakan kata bahasa Asing adalah untuk menarik para pembeli, kata tersebut

mempunyai daya jual yang tinggi, dan sangat bergengsi. Padahal apabila disimak di kecamata

yang sama terdapat perumahan yag namanya berasal dari bahasa Sunda yaitu Saung Sari

Wates. Daya jualnya sangat tinggi tidak kalah saing dengan perumahan yang mempunyai

nama dari bahasa Asing.

Beberapa perumahan lain yang menggunakan bahasa Asing mempunyai alasan yang

sesungguhnya alasan mereka kurang berbobot dan kurang masuk akal. Ada yang mengatakan

alasannya adalah untuk menarik minat para pembeli, memiliki daya jual yang tinggi, lebih

bergengsi, dan lebih komersil Padahal apabila kita perhatikan, beberapa perumahan yang

menggunakan bahasa Indonesia murni atau bahasa daerah, dalam hal ini bahasa Sunda sama-

sama mempunyai daya jual yang tinggi. Buktinya perumahan – perumahan itu mampu

menarik para pembeli dan lahan yang ditawarkan habis terjual.

Dapat dibandingkan perumahan yang saling berdekatan yaitu Bumi Malayu Asri dan

Bumi Malayu Regency. Kedua perumahan itu sangat berdampingan dan masuk dalam

gerbang yang sama. Tempatnya berada di Kecamatan Tarogong Kaler Kabupaten Garut.

Kepemilikan kedua perumahan itu dikelola oleh dua orang yang berbeda, walaupun

berdekatan.

Pemilik perumahan Malayu Asri menjelaskan bahwa usaha perumahannya itu sudah

dikelola sejak lima tahun kebelakang, lahan yang kurang lebih 1 Hektar terjual dan sudah

dibooking, malahan sekarang sedang menguruskan pembukaan lahan baru. Pemberian nama

yaitu “Bumi Malayu Asri”, karena didaerah tersebut ada kampung yang namanya malayu.

Alasan tidak menggunakan kata Asing seperti halnya perumahan yang lain, karena pemilik

merasa menghargai masyarakat disana yang notabenenya masih menjaga budaya daerahnya.

Dia mengatakan bahwa pemberian nama sebenarnya tidak menjadi masalah dalam

menjalankan bisnisnya, yang terpenting bagimana pelayanan kita dan fasilitas yang

disediakan dalam perumahan tersebut. Alasan pribadi menggunakan bahasa Indonesia, karena

dia merasa menghargai akan bahasa Indonesia.

Perumahan Bumi Malayu Regency, hampir sama mempunyai lahan kurang lebih 1

Hektar. Pendiriannya lebih muda dari perumahan Malayu Asri, yaitu sekitar 4 tahunan. Daya

jualnya memang bagus tidak kalah dengan perumahan Bumi Malayu Indah. pada kajian

penggunaan bahasa, nama pemberian nama mempunyai alasan yang sama, karena di daerah

Page 147: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

147

tersebut terdapat kampung Malayu, sehingga nama Malayu digunakan untuk nama perumahan

tersebut. Namun, sangat disayangkan ketika nama Malayu itu diikuti oleh kata dari bahasa

Asing yaitu, Regency. Kata Regency merupakan bahasa Inggris yang artinya, Kabupaten;

Perwalian (Echols & Shadily: 2002: 474). Berarti, apabila telaah perumahan tersebut adalah

perumahan yang membentuk kabupaten tersendiri, karena makna kabupaten di negara kita

adalah wilayah luas yang dipimpin oleh seorang Bupati.

Alasan pemilik menggunakan memasukkan kata Asing dalam nama perumahannya

adalah untuk menarik pembeli, lebih bergengsi, dan lebih enak didengarnya.

Penggunaan bahasa Indonesia saat ini dikalangan masyarakatnya pun sudah

menunjukkan ketidakbanggaan dan ketidaksadaran dalam berbahasa terutama dalam

menjalankan sebuah bisnis atau usaha. Hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa

bahasa yang digunakan oleh para pemilik perumahan adalah bahasa Sunda, bahasa Indonesia,

dan bahasa Inggris. Sikap para penggunanya menunjukkan bahwa mereka kurang bangga

terhadap bahasa Indonesia, sehingga untuk memperindah nama perumahannya mereka

menggunakan bahasa Inggris. Padahal, bahasa yang digunakannya itu tidak mempunyai nilai

sejarah atau suatu keterkaitan yang hakiki.

Pada sampel yang dikaji hanya terapat 10 (40%) nama perumahan yang

menggunakan bahasa Indonesia, menggunakan bahasa asing 2 (11%) perumahan, 1 (5%)

menggunakan bahasa daerah dan 12 (48%) perumahan menggunakan bahasa campuran. Dari

hasil ini, kia dapat mengukur berapa persen masyarakat yang peduli terhadap bahasa

Indonesia. Padahal penggunaan bahasa Inggris, belum tentu dapat dimengertioleh masyarakat

awam, apalagi posisi perumahan tersebut berada di daerah perkampungan yang notabene

masyarakatnya masih mendominasi penggunaan bahasa daerahnya.

Peraturan yang dibuat oleh pemerintah yaitu berupa UU No. 24 tahun 2009 mengenai

BBLNLK, memang sangat bagus. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan apa yang menjadi

identitas suatu negara dan membuat kesatuan dan persatuan masyarakat Indonesia lebih

meningkat kembali. Namun, sangat disayangkan ketika pertauran yang membahas mengenai

Bendera, Lagu Kebangsaan, dan Lambang Negara Indonesia disamping membahasa kegunaan

dan pelestariannya ketiga tersebut membahas juga sanksi atau hukuman bagi masyarakat yang

tidakmenjaga, melestarikan, dan mengembangkannya. Sedangkan, pada kajian Bahasa hanya

diatur mengenai penggunaanya saja tanpa mencantumkan sanksi yang diberikan kepada

Page 148: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

148

masyarakat yang melanggarnya atau tidak menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan

fungsinya.

Kelemahan itu yang mengakibatkan bahasa hanya dipandang sebelah mata.

Walaupun bahasa itu harus berkembang, dan munculnya kosa kata baru yag tidak baku

membuat kosa kata kita bertambah, namun apabila tidak dilandasi dengan ilmu

pengetahuan,masyarakat akan semaunya saja menggunakan bahasa tersebut tanpa

memandang situasi dan kondisinya.

Perkembangan bahasa yang paling cepat muncul dan terserap oleh masyarakat adalah

lewat televisi. Banyak kosa kata baru muncul yang tidak beraturan dan yang paling

mengkhawatirkan ketika kosa kata tersebut berasal dari bahasa Asing.Hal lain juga terjadi

pada masyarakat yang menggunakan bahasa Asing untuk usahanya. Seperti yang terjadi di

Kabupaten Garut ini. Meraka yang membuka usaha perumahan, lebih bangga mencantumkan

bahasa Inggris dibandingkan bahasa Indonesia. Padahal dalm Undang-Undang dijelaskan ,

bahwa pemberian nama untuk badan usaha yang mempunyai badan hukum Indonesia wajib

menggunakan bahasa Indonesia.

Beberapa faktor yang membuat mereka lebih memilih bahasa Inggris dibandingkan

bahasa Indonesia adalah, dengan menggunakan bahasa Inggris nama perumahan tersebut

kedengaran lebih keren, menarik para konsumen untuk membeli perumahan disana,

mempunyai daya jual yang tinggi, kedengaran lebih bergengsi dan lebih komersial. Namun,

hasil penelitian dilapangan ada beberapa perumahan yang menggunakan bahasa Indonesia

tetapi minat para konsumen begitu besar, lahan yang tersedia habis terjual dan sudah dipesan.

Tidak ada yang memilih perumahan dengan alasan namanya yang lebih bergengsi, dan

peneliti rasa nama tidak menjadi daftar hitungan fasilitas perumahan yang disediakan.

Fasilitas yang terjamin merupakan hal utama untuk menarik para konsumen. Oleh

karena itu, sepatutnya sebagai warga negara Indonesia para pemilik perusahaan merumuskan

kembali bahasa yang akan digunakan untuk nama perumahan. Menunjukkan kebanggan

terhadap bahasa Indonesia merupakan sikap positif terhadap bahasa Indonesia dan sudah

termasuk warga negara yang baik bagi Indonesia. Kalau bukan kita yang melestarikannya

sebagai warga negara Indonesia, siapa lagi yang akan menjaga tanah Air Tercinta ini.

Page 149: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

149

SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan

Dari hasil kajian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1) bahasa yang digunakan oleh masyarakat Garut dalam memilih penggunaan bahasa

untuk nama-nama permukiman atau perumahan adalah bahasa Sunda, bahasa

Indonesia, dan bahasa Inggris.

2) sikap masyarakat Garut terhadap bahasa Indonesia dalam memilih penggunaan bahasa

untuk nama-nama permukiman atau perumahan menunjukkan negatif, hal ini dapat

dibuktikan dari presentase penggunaan bahasa dalam memberikan nama-nama pada

perumahan yang dikelolanya. Hasil analisis di atas dari sampel pada nama perumahan

yang ada di Kabupaten Garut, hanya terapat 10 (40%) nama perumahan yang

menggunakan bahasa Indonesia, menggunakan bahasa asing 2 (11%) perumahan, 1

(5%) menggunakan bahasa daerah dan 12 (48%) perumahan menggunakan bahasa

campuran.

3) faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Garut lebih bangga menggunakan bahasa

Asing dibandingkan bahasa Indonesia dalam memilih penggunaan bahasa untuk nama-

nama permukiman atau perumahan adalah memiliki daya jual yang tinggi, penggunaan

bahasa Asing lebih komersil, lebih bergengsi, mampu menarik perhatian para

konsumen dan lebih indah didengar. Dengan kata lain, mereka menganggap bahwa

bahasa Indonesia kurang menarik, dan tidak mempunyai estetika yang mampu

memberikan daya jual yang tinggi terhada bisnis yang digeluti oleh mereka.

2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pemilihan dan sikap berbahasa Masyarakat

Garut dalam menentukan bahasa yang digunakan untuk memberikan nama-nama perumahan

yang ada di Kabupaten garut, peneliti merekomendasikan saran yaitu sebagai berikut:

Untuk para pemilik perumahan, diharapkan mampu memilih bahasa yang akan

digunakan untuk nama perumahannya, yaitu dengan menggunakan bahasa Indonesia sesuai

dengan aturan yang telah diberlakukan dalam UU no. 24 tahun 2009 tentang Bendera,

Bahasa, dan lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, yang terdapat dalam pasal 36. Apabila

dikaji, sebenarnya banyak kosa kata indah dalam bahasa Indonesia yang dapat digunakan

untuk pemberian nama perumahan tersebut.

Page 150: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

150

Untuk para pemerhati bahasa, diharapkan mampu bergerak dan memikirkan kembali

mengenai permasahan di lapangan yang terjadi saat ini. Setidaknya para pemerhati bahasa

mampu mengadakan sebuah seminar atau loka karya untuk para pengusaha, agar mereka

mengetahui arti penting dari bahasa Indonesia.

Untuk pemerintah, diharapkan saat para pemilik meminta izin pendirian perumahan,

nama yang digunakan harus diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia sesuai UU no 24

tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Hal ini

dilakukan agar mereka mampu mengahargai bahasa Indonesia, kecuali perusahaan tersebut

mempunyai legalitas atau berbadan hukum yang dikeluarkan dari luar negeri.

Untuk para guru dan dosen bahasa Indonesia, diharapkan mampu menumbuhkan

sikap cinta, bangga, dan sadar terhadap bahasa Indonesia kepada siswa-siswa atau mahasiswa

dimulai sejak dini, sehingga saat mereka dewasa nanti mampu menghargai bahasa Indonesia

sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Hal yang terpenting adalah mendidik mereka

agar mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Daftar Pustaka

Chaer, A.,& Leoni,A.. (2004). Sosiolinguistik Pengantar Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Danadibrata. 2006. Kamus Basa Sunda. Bandung; Kiblat Buku Utama.

Depdikbud. (2003). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta; Penerbit Balai Pustaka.

Echols, John & Hassan, Shadily. 2003. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta; Gramedia Pustaka

Utama.

Finoza, Lamuddin. 2001. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Insan Mulia.

Fraenkel, J. & Norman W. (2008). How To Design And Evaluate Reseach In Education. San

Fransisco state University.

Halim, A. (1978). Sikap Bahasa dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Bahasa Nasional”.

Pengajaran Bahasa dan Sastra Th.IV, No. 6:11-26.

Hudson, Richard. 1996. Sosiolinguistics. Second Edition. Cambridge: cambridge University

Press.

Indrawan, I. (2010). Sosiolinguistics: Study of Societies’ Languages. Yogyakarta; Graha

Ilmu.

Page 151: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

151

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2011). Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu

Kebangsaan (BBLNLK). Jakarta; Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Keraf, G. (1984). Tata Bahasa Indonesia. Florest; Nusa Indah.

Kridalaksana, H. (1985). Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Flores: Nusa Indah.

Mar’at. (1984). Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya. Bandung; Ghalia Indonesia.

Muslich, Mansur. 2010. Perencanaan Bahasa pada Era Globalisasi. Jakarta; Bumi Aksara.

Ohoiwutun, Paul. 2002. Sosiolinguistik. Jakarta: Kesain Blanc.

Pusat Bahasa. 2004. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta:

Pusat Bahasa.

Rahardi, Kunjana. 2009. Bahasa Prevoir Budaya. Yogyakarta; Pinus Book Publisher.

Sugono. 2008a. Buku Praktis Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen

Pendidikan Nasional.

Sugono.2008b. Buku Praktis Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen

Pendidikan Nasional.

Sugono. 2008d. Pengindonesiaan Kata dan Ungkapan Asing. Jakarta: Pusat Bahasa,

Departemen Pendidikan Nasional.

Sumarsono. 2011. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Undang-undang RI no. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, Lagu

Kebangsaan (BBNLNLK).

Page 152: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

152

KIPRAH PENGAJAR BAHASA INDONESIA BAGI TENAGA KERJA ASING

DALAM MENYONGSONG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

Cucu Kartini

STKIP Siliwangi Bandung

[email protected]

Abstrak

Proses pembelajaran bahasa Indonesia untuk orang asing (BIPA) harus ditunjang

oleh pengajar BIPA yang terampil dalam hal mengemas materi ajar dan strategi

pembelajaran bahasa Indonesia yang sesuai dengan kebutuhan para tenaga kerja

asing yang datang ke Indonesia. Pendekatan pembelajaran komprehensif berbasis

budaya Indonesia yang dikemas sebagai bahan ajar dalam pembelajaran BIPA

dapat dijadikan pilihan bagi para pengajar BIPA. Program Masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA) merupakan salah satu peluang yang baik bagi pengajar BIPA

untuk mengembangkan kemampuan mengajarnya dengan menggunakan teknik

pengajaran yang kreatif. Komponen budaya Indonesia yang kasat mata dan yang

tidak, dapat disisipkan pada materi ajar BIPA. Selain belajar bahasa Indonesia

untuk berkomunikasi, para tenaga kerja asing juga dapat belajar tentang Indonesia.

Kata kunci: tenaga kerja asing, Masyarakat Ekonomi ASEAN

Pendahuluan

1. Latar Belakang

Indonesia ikut menandatangani perjanjian lintas negara dan lintas sektoral antar

kesepuluh negara-negara ASEAN dengan membentuk konsep untuk pasar tunggal di kawasan

Asia Tenggara akhir 2015 mendatang. Kesepakatan yang dicapai dari kesepuluh negara

tersebut melahirkan sebuah konsep pasar tunggal di Asia Tenggara yang diberi nama

Masyarakat Ekonomi ASEAN. Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis bahwa harapan

utama dibentuknya pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara adalah untuk meningkatkan daya

saing di bidang penjualan produk barang dan jasa termasuk para tenaga kerja atau buruh yang

mempunyai keahlian khusus dengan harapan dapat mengubah kehidupan mereka ke arah yang

lebih menguntungkan atau lebih baik.

Jika menelaah tujuan program tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa program

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah untuk meningkatkan stabilitas perekonomian

antar negara ASEAN, hal ini berarti sedikit kemungkinannya akan terjadi penghambatan pada

arus keluar masuknya barang. Demikian juga untuk pemberlakuan investasi modal, aturan

Page 153: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

153

administrasi yang selama ini dapat mempersulit para penanam modal akan ditiadakan, dengan

meniadakan aturan administrasi tersebut diasumsikan bahwa para investor akan menanamkan

modalnya di negara-negara ASEAN dengan mudah, selanjutnya, para pekerja yang

mempunyai keahlian khusus akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan di seluruh negara-

negara ASEAN termasuk Indonesia. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi persaingan

keterampilan di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, produksi barang, seni budaya, bahasa,

dan jasa.

Peluang bagi bangsa Indonesia sebetulnya sangat besar, dari segi sumber daya manusia

saja tidak bisa dianggap enteng, sebab sebelum program MEA digulirkan telah banyak tenaga

kerja Indonesia yang mempunyai keterampilan khusus yang memadai untuk bekerja di

negaranya sendiri maupun di negara lain. Demikian halnya dengan para guru, dosen, serta

para pendidik lainnya mulai dari sekarang harus dapat mempersiapkan diri meningkatkan

ketrampilan sesuai dengan bidangnya dalam menyongsong para tenaga kerja asing yang akan

masuk ke negara Indonesia.

Para pengajar bahasa Indonesia harus memiliki kemampuan khusus ketika berada di

depan siswanya, harus dapat mengemas materi pembelajaran yang menarik, sebagai sumber

penerang, dan mudah dimengerti oleh para tenaga kerja asing, agar mereka bisa cepat

beradaptasi dengan masyarakat di lingkungan tempat bekerja dan di tempat mereka tinggal.

Untuk itu, kegiatan pembelajarannya dapat menggunakan pendekatan komprehensif yaitu

selain mereka belajar bahasa Indonesia juga belajar tentang Indonesia (Sugono, 2008 hlm. v).

Dengan memperkenalkan berbagai tempat wisata di Indonesia sambil belajar bahasa

Indonesia, para pengajar bahasa Indonesia juga dapat memberikan materi ajar dengan

pembelajaran tentang kebudayaan-kebudayaan Indonesia, antara lain tentang kerajinan

tangan, kesehatan (posyandu), peternakan, pasar tradisional, dan hal-hal lain yang merupakan

bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Begitu pula sebaliknya mereka juga diharapkan

akan bisa berceritera tentang kebudayaan mereka dengan menggunakan bahasa Indonesia.

Sumber daya manusia Indonesia juga dapat berlomba-lomba untuk memperbaiki

keterampilannya di semua bidang, dengan harapan apabila mereka lebih terampil dan

memiliki kemampuan daya saing yang kuat dengan bangsa lain maka peningkatan

kemampuan para tenaga kerja akan ditunjang dengan perbaikan penghasilan mereka. Selain

itu, para tenaga kerja Indonesia harus mahir berbahasa Inggris sebagai bahasa internasional

dan menguasai salah satu bahasa dari negara ASEAN yang menjadi tempat tujuan untuk

Page 154: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

154

bekerja. Begitu pula sebaliknya bagi para tenaga kerja atau siapapun bangsa dari negara lain

yang akan bekerja di Indonesia harus bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa

Indonesia agar mereka bisa beradaptasi dengan para pekerja Indonesia dan dapat

bersosialisasi dengan rakyat Indonesia di lingkungan di mana mereka berada, meskipun

pemerintah menghapuskan kewajiban bagi tenaga kerja asing untuk menguasai bahasa

Indonesia.

Para pekerja asing yang akan bekerja di Indonesia seharusnya diwajibkan mengikuti

Ujian Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI), kewajiban tersebut sebetulnya bisa dijadikan

salah satu persyaratan yang utama oleh sebuah perusahaan selain keterampilan khusus

lainnya. Mengapa para pekerja asing atau orang asing lainnya dengan berbagai keperluan

mereka ketika datang ke Indonesia harus bisa menggunakan bahasa Indonesia? Alasannya

berhubungan erat dengan fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia yang telah “menempatkan

bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa yang penting dalam jajaran bahasa-bahasa di

dunia Kenyataan tersebut telah mendorong bangsa-bangsa lain mempelajari bahasa

Indonesia” (Iskandarwassid & Sunendar, 2008, hlm. 264). Kesempatan inilah yang dapat

digunakan oleh para pengajar bahasa Indonesia yaitu menjaring para tenaga kerja asing untuk

belajar bahasa Indonesia dan belajar tentang Indonesia melalui pembelajaran lintas budaya.

Bagi para pengajar bahasa Indonesia situasi tersebut dapat dijadikan pemicu untuk

mengembangkan diri, berlomba berkreasi menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran

bahasa Indonesia bagi penutur asing. Dengan demikian, para tenaga kerja asing yang akan

mengikuti Ujian Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) sudah mempersiapkan diri terlebih

dahulu dengan belajar bahasa Indonesia, diharapkan para calon tenaga kerja asing akan

mencari tempat-tempat kursus atau mencari pengajar bahasa Indonesia dengan pembelajaran

yang tepat dan singkat. Bukankah ini suatu kesempatan yang baik bagi pengajar bahasa

Indonesia?

Program Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) memberikan kesempatan atau peluang

yang luas kepada para pengajar bahasa Indonesia untuk meningkatkan keterampilannya

dalam mengajar bahasa Indonesia bagi penutur asing, tentunya situasi ini membawa

keuntungan bagi para pengajar bahasa Indonesia. Untuk itu, pengajar bahasa Indonesia dapat

mengemas materi ajarnya dengan memperkenalkan bermacam-macam budaya dari berbagai

daerah yang ada di Indonesia sebagai upaya melestarikan bahasa dan budaya Indonesia,

Page 155: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

155

karena siapa lagi yang akan menjunjung tinggi derajat bahasa dan budaya Indonesia kalau

bukan bangsanya sendiri.

Menurut Sumarsono & Partana (2002:21) “ Bahasa, sebagai hasil budaya, mengandung

nilai-nilai masyarakat penuturnya”. Melalui pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan dapat

mengangkat budaya Indonesia yang mengandung nilai-nilai baik masyarakat Indonesia pada

umumnya sehingga penutur asing dapat memahami nilai-nilai yang terkandung di dalam

bahasa dan budaya masyarakat Indonesia.

Inilah kesempatan yang sangat baik untuk melestarikan bahasa dan budaya Indonesia

di mata bangsa lain dan hal ini merupakan bagian pengembangan bahasa Indonesia. Bahasa

sebagai bagian dari budaya harus betul-betul mendapatkan penanganan yang sangat serius

dari pemerintah dan bangsa Indonesia. Untuk itu, penulis berusaha memaparkan upaya-upaya

pelestarian bahasa dan budaya Indonesia melalui inovasi-inovasi dalam pembelajaran bahasa

Indonesia bagi penutur asing (BIPA) melalui pembelajaran bahasa Indonesia lintas budaya

2. Masalah yang Dibahas

Bertolak dari latar belakang di atas, masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai

berikut:

1) Bagaimana fungsi bahasa Indonesia?

2) Bagaimana kedudukan bahasa Indonesia dalam pengembangan kebudayaan?

3) Bagaimana peran budaya dalam pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing

(BIPA?

4) Bentuk kreativitas apa saja yang dilakukan para pengajar BIPA?

3. Tujuan Pembahasan

Sesuai dengan masalah di atas, penulisan makalah ini dimaksudkan untuk

menginformasikan dan menjelaskan tentang fungsi, kedudukan, peran bahasa Indonesia, dan

upaya para pengajar bahasa dan sastra Indonesia bagi penutur asing dalam menyongsong

program Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Selain itu, melalui pembelajaran bahasa dan

sastra Indonesia bagi pekerja asing yang akan bekerja di Indonesia akan diperkenalkan

berbagai kebudayaan lokal dan sebaliknya sebelum mereka terjuan ke dunia kerja mereka.

Secara khusus, makalah ini berusaha menginformasikan dan menjelaskan tentang:

1) Fungsi Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing.

2) Kedudukan Bahasa Indonesia dalam pengembangan kebudayaan.

3) Peran budaya dalam pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA)?

Page 156: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

156

4) Kreativitas pengajar BIPA dalam pembelajaran bahasa Indonesia berbasis kebudayaan.

Pembahasan Masalah

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan pada Bab I, pembahasan masalah pada

bab ini akan menyajikan uraian tentang:1) fungsi bahasa Indonesia, 2) kedudukan bahasa

Indonesia dalam pengembangan kebudayaan, 3) peran budaya dalam pembelajaran bahasa

Indonesia bagi penutur asing (BIPA), 4) kreativitas pengajar BIPA berbasis kebudayaan.

Keempat butir masalah tersebut akan dipaparkan berikut.

1) Fungsi bahasa Indonesia

Fungsi bahasa Indonesia secara umum di dalam kehidupan manusia sehari-hari adalah

untuk :

a. mengungkapkan perasaan dan mengekspresikan diri,

b. sebagai alat untuk berkomunikasi,

c. sebagai alat berintegrasi dan beradaptasi sosial,

d. sebagai alat kontrol sosial.

Selain itu, fungsi bahasa Indonesia secara khusus digunakan untuk:

a. melakukankomunikasi dalampergaulan sehari-hari

b. mengapresiasi suatu karya seni dan karya sastra

c. Mempelajari bahasa-bahasa kuno

d. Mengeksploitasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

2) Kedudukan Bahasa Indonesia dalam Pengembangan Kebudayaan.

Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting yang tercantum di dalam :

1. Ikrar poin ketiga dari Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi, “Kami putra dan putri

Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.

2. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan

Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa “Bahasa Negara

ialah Bahasa Indonesia”.

Berdasarkan pencantuman dua kedudukan penting bahasa Indonesia tersebut, maka

dapat dideskripsikan bahwa kedudukan bahasa Indonesia sebagai:

1. Bahasa Nasional

a. lambang kebanggaan nasional

b. lambang identitas nasional

Page 157: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

157

c. alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya

d. alat penghubung antarbudaya antardaerah

2. Bahasa Negara (Bahasa Resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)

a. bahasa resmi kenegaraan

b. bahasa pengantar resmi dilembaga-lembaga pendidikan

c. bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan

perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan

d. bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu

pengetahuan serta teknologi terkini .

3) Peran Budaya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing

(BIPA)

Beberapa komponen budaya yang ada di Indonesia sangat beragam dari yang dapat

dilihat secara kasat mata seperti tarian, drama, puisi, adat istiadat, kegiatan keagamaan,

upacara tradisional, dan masakan, hingga berbagai konsep seperti bagaimana

menghormati orang yang lebih tua, konsep kekeluargaan, meminta ma’af , memberikan

pujian, menerima pujian, keterusterangan, kesanggupan dan ketidaksanggupan, saran,

kritik, dan sebagainya. Semua komponen-komponen tersebut dapat dibahas dengan cara

memasukkannya ke dalam catatan budaya dalam pembelajaran bahasa Indonesia sesuai

dengan kebutuhan pembelajar asing, dengan harapan bahwa penutur asing yang ingin

mempelajari bahasa dan budaya Indonesia dapat diarahkan ke pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan komprehensif agar mereka mampu menggunakan bahasa

Indonesia yang baik dan benar, serta sekaligus mempelajari tentang kebudayaan di

Indonesia.

3) Upaya-upaya dan kreativitas pengajar BIPA berbasis kebudayaan.

Interaksi dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari penggunaan bahasa, baik itu

bahasa Indonesia, bahasa daerah maupun bahasa asing. Untuk menyikapi hal tersebut,

pengajar BIPA haruslah kreatif dalam mengemas materi ajar dengan menyisipkan

kebudayaan Indonesia dengan menggunakan pendekatan komprehensif. Artinya,

pengajar BIPA harus dapat mengemas materi ajar bukan hanya tentang bahasa Indonesia

saja, melainkan memasukan budaya Indonesia ke dalam materi BIPA. Hal ini bertujuan

agar penutur asing mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia

Page 158: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

158

dengan baik dan benar sesuai dengan kebutuhan mereka, serta memahami tentang

budaya Indonesia baik budaya yang kasat mata (tarian, drama, puisi, adat istiadat,

kegiatan keagamaan ) maupun yang tidak.

Daftar Pustaka

Abidin, Y. & Astuti, S. (2013) Pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing.

Panduan praktis pembelajaran BIPA. Bandung : Rizki Press

Echols & Shadily, H. (2004) Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Utama

Echols & Shadily, H. (2008) Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Utama

Iskandarwassid & Sunendar, D. (2008) Strategi pembelajaran bahasa. Bandung:

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia dan PT Remaja

Rosdakarya

Pusat Bahasa, (2008) Kamus besar bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan

Nasional. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Sumarsono & Partana, P. (2002) Sosiolinguistik. Yogyakarta : Sabda & Pustaka

Pelajar

Suyitno, I. (2012) Menulis makalah dan artikel. Bandung : PT Rafika Aditama

Tim BIPA Pusat Bahasa, (2008) Lentera Indonesia 3 . Penerang untuk memahami

masyarakat dan budaya Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa Depertemen

Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Putri, R.E. (2010). Fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia.[Online].Tersedia di:

http://rahmaekaputri.blogspot.com/2010/09/fungsi-dan-kedudukan-bahasa-

indonesia.html.Diakses 05 Oktober 2015.

Page 159: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

159

PENGGUNAAN PRINSIP-PRINSIP PRAGMATIK

DALAM PERISTIWA TUTUR

PADA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI STKIP SILIWANGI BANDUNG

Dede Abdurrakhman

STKIP Siliwangi Bandung

[email protected]

Abstrak

Salah satu bentuk kegiatan berbahasa adalah melalui medium lisan. Ketika kegiatan

itu berlangsung, maka terciptalah peristiwa tutur. Peristiwa tutur merupakan salah satu

bidang kajian Pragmatik. Pragmatik sebagai sebuah ilmu bahasa memiliki beberapa

prinsip yang harus diperhatikan oleh penutur dan petutur, yakni prinsip kesantunan

dan prinsip kerjasama. Kedua prinsip ini memiliki beberapa maksim yang mengatur

kegiatan berbahasa secara lisan agar dapat berjalan secara efektif. Tulisan ini mencoba

memaparkan hasil penelitian mengenai kondisi penggunaan prinsip-prinsip pragmatik

dalam peristiwa tutur yang terjadi saat kegiatan belajar mengajar di STKIP Siliwangi

Bandung, khususnya di Prodi PBS. Indonesia. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini didanai oleh STKIP Siliwangi

Bandung melalui Dana Penelitian Kompetitif (DPK) tahun 2012/2013. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa prinsip-prinsip pragmatik tidak sepenuhnya

dilaksanakan oleh penutur, baik doesn maupun mahasiswa. Hal ini terjadi karena

tuturan disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta isi dan tujuan tuturan itu sendiri.

Kata Kunci: prinsip pragmatik, peristiwa tutur.

Pendahuluan

Bahasa sebagai lambang bunyi yang bersistem tidak akan pernah lepas dari kehidupan

manusia. Dua medium bahasa yakni lisan dan tulis menjadi dimensi penggunaan bahasa.

Namun, dalam penggunaanya, medium lisan seringkali dinilai bersifat lebih efektif dan

komunikatif. Hal ini sejalan dengan pernyataan Nurgiyantoro (2009:277) yakni bahasa lisan

lebih fungsional dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam penggunaan bahasa secara lisan, dikenal peristiwa yang disebut peristiwa tutur.

Peristiwa tutur ini diartikan Yule (2006:82) sebagai suatu kegiatan di mana para peserta tutur

Page 160: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

160

berinteraksi dengan bahasa dalam cara-cara konvensional untuk mencapai suatu hasil. Inilah

yang kemudian membedakan bentuk bahasa secara lisan dan tulis. Bentuk bahasa lisan yang

disebut sebagai tindak tutur tidak akan pernah terlepas dari konteks. Segala hal yang tidak

bisa dijelaskan oleh pernyataan atau bentuk tuturan lain akan dapat dijelaskan oleh konteks.

Kehidupan manusia tidak terlepas dari peristiwa tutur karena dalam manusia

merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi untuk saling melengkapi informasi dan

bahkan mencapai suatu kesepakatan. Peristiwa tutur merupakan kegiatan yang tidak terlepas

dari konteks, yakni hal yang mendukung atau menjelaskan suatu makna, yang kemudian

menjadi salah satu bahasan pragmatik sebagai salah satu ilmu bahasa. Namun, bukan hanya

itu saja. Pragmatik juga mengkaji peristiwa tutur berdasarkan prinsip. Artinya, secara disadari

ataupun tidak, dalam peristiwa tutur, baik penutur maupun lawan tutur sebagai bagian dari

peristiwa tutur itu sendiri akan berkenaan dengan penggunaan prinsip-prinsip pragmatik.

Penggunaan prinsip-prinsip pragmatik ini akan berkaitan erat dengan kelancaran proses

berbahasa secara lisan, sehingga menciptakan komunikasi yang efektif dan efisien. Selain itu,

secara langsung maupun tidak langsung, cara dan gaya berbahasa yang baik cenderung

menjadi faktor penentu derajat pendidikan seseorang. Walaupun tentunya hal itu disesuaikan

dengan situasi dan kondisi. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang berkembang di

masyarakat mengenai gaya bertutur atau berbahasa, mulai dari “bahasa menunjukkan

bangsa”, “usul menunjukkan asal”, “budi baik basa ketuju”, hingga “yang elok budi yang

indah bahasa”.

Peristiwa tutur yang terikat prinsip-prinsip terjadi pada berbagai situasi, termasuk saat

kegiatan belajar mengajar (KBM) di dalam kelas. Proses komunikasi yang efektif dan efisien

antara dosen dengan mahasiswa ataupun mahasiswa dengan mahasiswa tentu akan

menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar yang lebih efektif dan efisien. Proses

demikian tentu akan pula memberikan hasil pembelajaran yang lebih optimal. Inilah yang

menjadi landasan penting mengapa penggunaan prinsip-prinsip pragmatik sangat penting

untuk diperhatikan, meskipun jika melanggar belum tentu menjadi salah. Selain itu, melalui

kajian ini, penggunaan prinsip-prinsip pragmatik diharapkan dapat menjadi sebuah bahan

untuk meningkatkan kualitas penggunaan bahasa pada saat kegiatan belajar mengajar,

khususnya di STKIP Siliwangi Bandung sebagai tempat penelitian dilakukan.

Page 161: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

161

Sebagai bahan pengantar langkah penelitian, pertanyaan dalam penelitian ini adalah:

(1) Bagaimana penggunaan bahasa dosen dan mahasiswa dalam kegiatan belajar mengajar di

STKIP Siliwangi Bandung?; (2) Bagaimana penggunaan prinsip-prinsip pragmatik dalam

kegiatan belajar mengajar di STKIP Siliwangi Bandung?; (3) Apakah penggunaan bahasa

dengan memperhatikan prinsip-prinsip pragmatik membuat kegiatan belajar mengajar

menjadi lebih berkualitas?

Kajian Teori

Banyak ahli yang menyatakan pandangannya mengenai pragmatik, beberapa di

antaranya adalah Leech (1993:8) yang mengemukakan bahwa pragmatik adalah bidang

linguistik yang mengkaji makna dalam hubungannya dengan situasi tuturan (speech

situation).

Kridalaksana (2001:176) mengidefinisikan pragmatik sebagai syarat-syarat yang

mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi dan aspek-aspek

pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna

ujaran. Sementara itu, Rahardi (2003:15) dengan mengutip Levinson mengatakan bahwa

pragmatik adalah studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks

yang dimaksud tergramatisasi dan terkondifikasi sehingga tidak dapat dilepaskan dari struktur

bahasanya. Selanjutnya Rahardi (2003:14) juga mengutip pendapat Parker mengemukakan

bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara

eksternal. Adapun yang dimaksud dengan itu adalah bagaimana satuan lingual tertentu

digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah

cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yaitu berkaitan

dengan bagaimana satuan bahasa itu digunakan dalam komunikasi. Pragmatik pada dasarnya

menyelidiki bagaimana makna di balik tuturan yang terikat pada konteks yang melingkupi di

luar bahasa, sehingga dasar dari pemahaman terhadap pragmatik adalah hubungan antara

bahasa dengan konteks.

Dalam ilmu pragmatik, dikenal prinsip-prinsip yang harus diperhatikan penutur dan

petutur. Prinsip-prinsip pragmatik ini merupakan segala bentuk asas yang menjadi landasan

Page 162: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

162

bertutur. Dalam kajian formal yang menjadi landasan adalah hukum, ketika hukum itu

dilanggar, maka dinyatakan salah. Sementara itu, dalam kajian pragmatik yang menjadi

landasan adalah prinsip, di mana ketika terjadi pelanggaran maka belum tentu menandakan

sebuah kesalahan.

Secara praktis, prinsip pragmatik dibedakan menjadi dua, sesuai dengan apa yang

dikemukakan oleh (Wijana, 1996:55), yakni prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan.

Prinsip kerja sama berhubungan dengan pernyataan Allan dalam Wijana (1996:45) yang

menyebutkan bahwa berbahasa adalah aktivitas sosial. Selanjutnya, Wijana (1996:45)

menyatakan bahwa agar proses komunikasi berjalan secara lancar, maka ada semacam prinsip

kerja sama yang harus dilakukan pembicara dan lawan bicara.

Grice dalam Wijana (1996:46-52) dan dalam Rahardi (2005:53-59) mengemukakan

bahwa di dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama itu, setiap penutur harus mematuhi 4

maksim percakapan, yakni: (1) maksim kuantitas, menghendaki seorang penutur memberikan

informasi yang cukup, relatif memadai, dan seinformatif mungkin; (2) maksim kualitas,

mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya; (3) maksim

relevansi, mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang relevan

dengan masalah pembicaraan; serta (4) maksim cara/maksim pelaksanaan, mengharuskan

setiap percakapaan berbicara secara langsung tidak kabur, tidak taksa dan tidak berlebih-

lebihan, serta runtut (Rahardi 2003:36-53).

Sementara itu, sama halnya dengan prinsip kerja sama, prinsip kesopanan juga terdiri

atas beberapa maksim, seperti yang diuraikan Rahardi (2003:40-56), yakni: (1) maksim

kebijaksanaan, setiap peserta tuturan untuk meminimalkan kerugian orang lain, atau

memaksimalkan keuntungan bagi orang lain.; (2) maksim kedermawanan, setiap peserta

tindak tutur untuk mengurangi keuntungan bagi diri sendiri dan tambahi pengorbanan diri

sendiri; (3) maksim penghargaan, selalu berusaha untuk memberikan penghargaan dan

penghormatan kepada pihak lain secara optimal; (4) maksim kesederhanaan, peserta tutur

diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian atau penghormatan

terhadap dirinya sendiri dan memaksimalkan penghormatan atau pujian terhadap orang lain;

(5) maksim permufakatan, setiap penutur dan lawan tutur untuk memaksimalkan

permufakatan atau kecocokan di antara mereka dan meminimalkan ketidakcocokan di antara

Page 163: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

163

mereka dan maksim simpati; serta (6) maksim kesimpatisan, para peserta tutur selalu

memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya.

Lebih lanjut yang perlu diuraikan, kedudukan prinsip dalam peristiwa tutur berbeda

dengan kedudukan kaidah dalam hal berkegiatan menulis. Inilah yang kemudian membawa

kajian pragmatik menjadi sebuah kajian fungsional, bukan kajian hukum seperti kajian

formal. Pelanggaran kaidah dalam kajian formal tentu dinyatakan salah karena telah

melanggar hukum, namun pelanggaran prinsip dalam kajian pragmatik belum tentu

dinyatakan salah.

Terlepas dari masalah prinsip-prinsip pragmatik, Searly dalam Rahardi (2003:72)

mengemukakan bahwa terdapat lima bentuk tuturan yang menunjukan fungsi-fungsi

komunikatif: (1) asertif, yaitu bentuk tuturan yang mengikat penuturn pada kebenaran

proposisi yang diungkapkan misalnya menyarankan; (2) directif, yaitu bentuk tuturan yang

dimaksudkan penuturnya untuk membuat pengaruh agar sang mitra tutur melakukan tindakan

tertentu, misalnya memerintah; (3) ekspresif, yaitu bentuk tuturan yang berfungsi untuk

menyatakan atau menunjukan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan, misalnya

permintaan maaf dan lainnya; (4) komisif, yakni bentuk tutur yang berfungsi untuk

menyatakan janji atau permintaan penawaran, misalnya menawarkan; dan (5) deklarasi, yakni

bentuk tuturan yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataannya, misalnya menghukum.

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif analisis, yaitu

mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan kegiatan menganalisis data. Metode

deskriptif digunakan karena penelitian ini menggambarkan dan menjelaskan data secara apa

adanya. Hal ini sesuai dengan penjelasan Arikunto (1993:310) yakni bahwa metode deskriptif

adalah metode yang menjelaskan data atau objek secara natural, objektif, dan faktual (apa

adanya).

Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah dosen dan mahasiswa STKIP

Siliwangi Bandung tahun ajaran 2012/2013 dengan berbagai latar belakang yang beraneka

ragam. Sementara itu, yang menjadi data penelitian adalah tuturan dosen dan mahasiswa

tersebut. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik, yakni observasi

Page 164: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

164

(rekam data), wawancara dan telaah dokumen. Lebih lanjut, teknik pengolahan data yang

digunakan adalah antisipasi, yakni menyiapkan butir-butir yang dianalisis; reduksi, memilah

dan mengelompokkan data; penyajian data, mengalisis data yang sudah dikelompokkan; serta

penarikkan simpulan, yakni menarik simpulan yang berkaitan dengan representasi prinsip-

prinsip pragmatik berdasarkan prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan.

Pembahasan

Hasil penelitian diperoleh dari 13 data yang terkumpul terkait penggunaan prinsip-

prinsip pragmatik dalam peristiwa tutur. Data tersebut dianalisis melalui pengodean dan

pembuatan matriks. Pengodean dilakukan untuk memudahkan pemeriksaan dan penarikkan

simpulan. Kode dalam analisis data terdiri atas data tuturan, kode tuturan, dan penjelasan

konteks tuturan atau informasi indeksikal. Sementara itu, matriks digunakan untuk

menampung data analisis yang terdiri atas praktik tuturan yang kemudian dianalisis menurut

skala kerja sama dan kesopanan Leech. Pada akhirnya, langkah-langkah tersebut dilakukan

untuk memperoleh simpulan umum dari semua data.

Contoh dari penganalisian data untuk memperoleh hasil penelitian adalah sebagai

berikut.

Data dan analisis data 1

D (1) : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai hal tersebut?

M1 (2) : Iya, Bu. Menurut saya memang .................

MM (3) : Curhat, curhat...

M1 (4) : Ehm... Coba saja pikirkan oleh Ibu!

M2 (5) : Aduh nyuruh itu mah, Bu.

M1 (6) : Eh, iya, Bu. Selalu saja kami-kami ini yang nasibnya sebagai guru honorer. Ah,

pokonya sudahlah, yang enak itu guru PNS. Mereka mah masalah administrasi

selalu santai, tidak membuat juga ya gaji tetap. Akhirnya penuntasan masalah

administrasi ya harus diselesaikan oleh kami-kami ini sebagai guru honorer,

padahal gajinya tetap ga seberapa, jauh di bawah mereka.

Page 165: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

165

Informasi indeksikal

Peristiwa tutur terjadi saat perkuliahan Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas

karyawan yang mayoritas mahasiswanya merupakan guru honorer. Peristiwa tutur terjadi

ketika pengajar bertanya mengenai pendapat mahasiswa perihal penyusunan perencanaan

pengajaran yang kadang tidak dikerjakan sendiri oleh guru yang bersangkutan.

Keterangan:

D = Dosen

M1 = Mahasiswa 1

M2 = Mahasiswa 2

MM = Mahasiswa-mahasiswa (serentak)

Analisis

1. Analisis berdasarkan prinsip kesantunan

Berdasarkan prinsip kesantunan, dalam data peristiwa tutur di atas ada bagian tuturan

yang kurang memaksimalkan atau dengan kata lain melanggar prinsip kesantunan, yakni pada

tuturan (3) dan (4). Pelanggaran prinsip kesantunan terjadi karena pelanggaran pada maksim

kebijaksanaan, yakni ketika M1 sedang bertutur tiba-tiba MM bertutur dengan kurang

memaksimalkan keuntungan bagi MM karena dengan tiba-tiba memenggal tuturan (3).

Selanjutnya, pada tuturan (4) “coba saja pikirkan oleh ibu” yang dituturkan mahasiswa

kepada pengajarnya memiliki nilai rasa yang kurang baik. Tuturan tersebut kurang

mencerminkan maksim penghargaan. Melalui tuturan tersebut, mahasiswa (M1) menyuruh

secara langsung tanpa basa-basi dengan pilihan kata yang langsung pada pokok masalah.

Berdasarkan prinsip dan budaya yang berlaku, kesantunan tuturan seseorang justru

ditunjukkan dengan tuturan yang tidak langsung dan tentu dengan pilihan kata yang lebih

sopan. Ketidakmaksimalan penggunaan prinsip kesantunan ini dirasakan dan didukung oleh

tuturan mahasiswa lain yakni M2 pada tuturan (5) yang dengan spontan menyatakan tuturan

“Aduh nyuruh itu mah, Bu.” yang bermakna bahwa tuturan M pada tuturan (4) kurang santun.

Selanjutnya, dalam data tersebut juga ketidakmaksimalan dan kemaksimalan

penggunaan prinsip kesantunan terjadi sekaligus pada tuturan (5). Secara langsung penutur

Page 166: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

166

pada tuturan (5) kurang memaksimalkan penggunaan maksim kesimpatian. Artinya, M2

dalam tuturan (5) memperkecil simpati dan cenderung antipati pada M1 pada tuturan (4).

Akan tetapi, secara sekaligus, justru M2 melontarkan tuturan (5) karena adanya simpati pada

D dan tuturan itu menjadi semacam pembelaan bagi D.

2. Analisis berdasarkan prinsip kerja sama

Penggunaan prinsip kerja sama dalam peristiwa tutur pada data di atas juga kurang

dimaksimalkan. Artinya, ada bagian tuturan yang melanggar prinsip kerja sama. Sama halnya

dengan pelanggaran prinsip kesantunan, pelanggaran prinsip kerja sama terjadi pada tuturan

(3), yakni M2 sebagai peserta tutur memotong tuturan M1 dan kurang memaksimalkan

maksim relevansi, artinya kurang mendukung tuturan peserta tutur lainnya. Sementara itu,

tuturan (4) kurang memaksimalkan maksim pelaksanaan karena mengajukan perintah secara

langsung dengan bahasa yang frontal secara nilai rasa. Nilai rasa yang dikategorikan frontal

secara maksim pelaksanaan ini diperkuat oleh tuturan (5).

Hasil analisis data 1 tersebut kemudian digambarkan dalam Tabel 1 dan Tabel 2

berikut.

Tabel 1

Analisis Prinsip Kesantunan Data 1

No Da-

ta

No

Tuturan Jenis Tuturan Prinsip Kesantunan Ket. Maksim

kebijak-

sanaan

Maksim

kederma

wanan

Maksim

peng-

hargaan

Maksim

Ke-

sederha-

naan

Maksim

Per-

mufakat

-an

Maksim Ke-

simpatian

1 1 (3) Curhat, curhat... Ekspresif X X

2 1 (4) Ehm... Coba saja

pikirkan oleh Ibu!

Direktif X X X

3 1 (5) Aduh nyuruh itu

mah, Bu.

Eks-presif X X X pada

M,

√ pada D

Tabel 2

Analisis Prinsip Kerjasama Data 1

No. No

Data

Tuturan Jenis

Tuturan

Prinsip kerja sama Keterangan Maksim

Kuan-

titas

Maksim

Kuali-

tas

Maksim

Relevan

-si

Maksim

Pe-

laksana-

an

1 1 (3) Curhat, curhat... Ekspresif X 2 1 (4) Ehm... Coba saja pikirkan oleh

Ibu!

Direktif X

Page 167: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

167

Penjabaran analisis data pada Tabel 1 dan Tabel 2 merupakan contoh penyajian

hasil analisis melalui deskriptif ke dalam bentuk matriks. Penjelasan dari Tabel 1 dan Tabel 2

sesuai dengan apa yang telah diuraikan sebelumnya.

Sebagai contoh penganalisisan lainnya, berikut ini disajikan data dan analisis data 2.

Data dan Analisis Data 2

D (1) : Ada yang belum masuk kelompok?

MM (2) : (hening)

D (3) : Ayo siapa yang belum masuk kelompok?

MM (4) : Sudaaahhh

D (5) : (memeriksa daftar kelompok)

D (6) : M1, belum ya?

M1 (7) : (Senyum)

D (8) : Mengapa Ma belum masuk kelompok?

M1 (9) : (senyum)

D (10) : Yang lainnya, hey, bagaimana ini temannya, qo belum masuk kelompok? Kenal

tidak dengan Ma?

M2 (11) : Kenal, bu. Tapi ga tau dianya kenal sama kita atau ngga?

D (12) : Eh, kenapa begitu, sudah 4 semester sama-sama masa begitu? Ma kenal tidak

dengan teman-teman sekelas ini?

M1 (13) : (senyum)

Informasi indeksikal

Peristiwa tutur terjadi setelah pembagian kelompok. Ma adalah mahasiswa yang pendiam dan

jarang bicara.

Page 168: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

168

Keterangan:

D = Dosen

M1 = Mahasiswa 1

M2 = Mahasiswa 2

MM = Semua mahasiswa

Analisis

1. Analisis prinsip kesantunan

Ditinjau dari prinsip kesantunan, dari awal peristiwa tutur di atas telah tampak

pelanggaran prinsip kesantunan. Ketika D (1) melontarkan pertanyaan, suasana hening (2)

menandakan tidak ada jawaban dari peserta tutur lainnya. Peristiwa tutur seperti ini

merupakan tanda pelanggaran prinsip kesantunan dari segi maksim kebijaksanaan. Tidak

menjawab pertanyaan lawan tutur menandakan tidak ada pemaksimalan keuntungan bagi

lawan tutur tersebut. Keadaan seperti ini juga terjadi pada (5), (7), (9), (13).

Senyum sebagai salah satu tanda kesimpatisan menandakan pemaksimalan maksim

kesimpatisan, sehingga dapat dikatakan peserta tutur yang senyum sebagai tanda kesimpatisan

adalah orang yang santun, juga sekaligus sebagai penanda maksim kesederhanaan. Namun,

lebih jauh ternyata pemaksimalan maksim ini tidak sepenuhnya menjadikan peserta tutur

sebagai orang yang santun karena dia lebih banyak melakukan pelanggaran pada maksim-

maksim lainnya.

Pelanggaran maksim terjadi pada maksim kebijaksanaan seperti yang telah diuraikan

dan maksim permufakatan, yakni ketika peserta tutur tidak dapat membina kecocokan. Selain

itu, tindak tutur seperti itu juga melanggar maksim kedermawanan, dan penghargaan.

Pelanggaran maksim kebijaksanaan, permufakatan dan kesimpatian juga terjadi pada tuturan

(11) yang dilontarkan M1, yakni “ga tau dianya kenal sama kita atau ngga”. Tuturan tersebut

jelas mencerminkan sikap antipati, sehingga dianggap tidak memenuhi maksim kesimpatian.

2. Analisis prinsip kerja sama

Sama halnya dengan prinsip kesantunan, dalam peristiwa tutur di atas juga dengan

sangat jelas terlihat pelanggaran prinsip kerja sama. Lontaran pertanyaan-pertanyaan yang

Page 169: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

169

tidak mendapatkan jawaban memadai, tuturan (7), (9), (13), yakni hanya dengan senyum yang

tidak jelas menandakan adanya pelanggaran prinsip kerja sama dalam semua maksim. Dari

maksim kuantitas, keadaan seperti itu jelas lawan tutur dari pemberi pertanyaan tidak

memberikan informasi yang cukup, memadai dan informatif. Dari maksim kualitas jelas tidak

ada kualitas yang diberikan. Dari maksim relevansi tidak terjalin kerja sama karena lawan

tutur tidak memberikan kontribusi yang relevan dengan yang dipertuturkan. Begitu pula dari

maksim pelaksanaan, maksim ini mengharuskan peserta tutur bertutur secara langsung, jelas,

dan tidak kabur, sementara tuturan (7), (9), dan (13) tidak menunjukkan keadaan tersebut.

Pelanggaran juga terjadi dari segi maksim relevansi pada tuturan (4), tuturan (3)

mengharapkan siapa yang belum masuk kelompok, tetapi lawan tutur menjawab sudah.

Artinya, lawan tutur tidak memberikan kontribusi yang relevan dengan tuturan sebelumnya.

Selain itu, pelanggaran juga terjadi dari segi maksim kualitas karena ternyata di antara mereka

ada yang belum masuk kelompok, tetapi tidak mengutarakannya. Artinya, peserta tutur tidak

memberikan informasi yang sesuai fakta. Meskipun demikian, tuturan tersebut secara maksim

pelaksanaan dianggap telah memenuhi maksim tersebut.

Berikut ini hasil analisis data 2 disajikan dalam Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3

Analisis Prinsip Kesantunan Data 2

No Da-

ta

No

Tuturan Jenis

Tuturan

Prinsip Kesantunan Ket. Maksim

kebijak-

sanaan

Maksim

kederma

wanan

Maksim

peng-

hargaan

Maksim

Ke-

sederha-

naan

Maksim

Per-

mufakat

-an

Maksim

Ke-

simpati-

an

1. 2 (5), (7), (9), (13) senyum

sebagai respon pertanyaan

Eks-

presif

X X X √ X √

2. 2 (11) Kenal, bu. Tapi ga tau

dianya kenal sama kita atau

ngga?

Eks-

presif

X X X

3. 2 (5), (7), (9), (13) senyum

sebagai respon pertanyaan

Eks-

presif

X X X √ X √

Tabel 4

Analisis Prinsip Kerjasama Data 2

No. No

Data

Tuturan Jenis

Tuturan

Prinsip kerja sama Keterangan Maksim

Kuan-

titas

Maksim

Kuali-

tas

Maksim

Relevan

-si

Maksim

Pe-

laksana-

an

1 2 (5), (7), (9), (13) senyum

sebagai respon pertanyaan

Ekspresif X X X X

2 2 Sudaaahhh Ekspresif √ X X √

3 2 (11) Kenal, bu. Tapi ga tau Ekspresif X

Page 170: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

170

dianya kenal sama kita atau

ngga?

Deskripsi dari Tabel 3 dan Tabel 4 telah diuraikan sebelumnya. Demikianlah dua

contoh pendeskripsian dan penganalisisan data. Selanjutnya, semua data disajikan dalam satu

tabel untuk selanjutnya dibahas dan ditarik simpulan. Adapun tabel hasil dari keseluruhan

data yang telah dianalisis, disajikan dalam Tabel 5 berikut.

Tabel 5

Rekapitulasi Data Hasil Tuturan yang Mencakup Prinsip Kesantunan dan Prinsip Kerjasama

Data

Prinsip Kesantunan Prinsip Kerjasama TOTAL

Maksim

Kebijaksan

aan

Maksim

kederma

wanan

Maksim

peng-

hargaan

Maksim

Ke-

sederha-

naan

Maksim

Per-

mufakat

-an

Maksim

Ke-

simpati-

an

Maksim

kuantita

s

Maksim

kualitas

Maksim

Relevansi

Maksim

Pelaksanaa

n

√ X

Data 1

1. X X X 3

2 X X X X 4

3 X X X 3

Data 2

1 X X X √ X √ X X X X 2 8

2 X X X √ X X √ 2 5

3 X X X √ X √ X 2 5

Data 3

1 √ √ √ √ √ √ 6

2 √ √ √ √ 4

3 √ √ 2

Data 4

1 X √ X √ X 2 3

2 √ √ √ 3

3 √ √ 2

Data 5

1 √ √ X X X X 2 4

2 √ √ X √ √ X 4 2

Page 171: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

171

Data

Prinsip Kesantunan Prinsip Kerjasama TOTAL

Maksim

Kebijaksan

aan

Maksim

kederma

wanan

Maksim

peng-

hargaan

Maksim

Ke-

sederha-

naan

Maksim

Per-

mufakat

-an

Maksim

Ke-

simpati-

an

Maksim

kuantita

s

Maksim

kualitas

Maksim

Relevansi

Maksim

Pelaksanaa

n

√ X

3 √ 1

4 √ 1

5 √ 1

6 √ 1

7 √ 1

Data 6

1 √ √ √ √ √ 5

2 √ 1

3 √ 1

Data 7

1 √ √ √ √ √ 5

Data 8

1 √

2 √ X 1 1

3 √ √ √ √ √ 5

4 √ √ √ √ 4

Data 9

1 √ √ X X 2 2

Data 10

1 √ X 1 1

2 √ √ 2

Data 11

1 X X 2

Data 12

1 X X 2

Data 13

1 √ X 1 1

TOTAL X = 8

√ = 6

X = 2

√ = 5

X = 4

√ = 3

X = 2

√ = 8

X = 5

√ =13

X = 2

√ = 3

X = 6

√ = 5

X = 5

√ = 7

X = 8

√ = 8

X = 5

√ = 6

6

4

4

6

Page 172: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

172

Dari Tabel 5 di atas, dapat ditarik simpulan bahwa hasil tuturan yang memenuhi

maksim kesantunan dan maksim kerjasama justru lebih banyak dibanding dengan jumlah

pelanggaran maksim kesantunan dan maksim kerjasama. Tuturan yang memenuhi maksim

kesantunan dan maksim kerjasama berjumlah 64, sedangkan yang melanggar maksim

kesantunan dan maksim kerjasama berjumah 46. Hal ini mengindikasikan bahwa pelaksanaan

komunikasi antara dosen dengan mahasiswa dalam proses pembelajaran berjalan dengan baik.

Adapun pelanggaran terhadap prinsip pragmatik dalam kegiatan pembelajaran tentunya

tidak terlalu mengindikasikan permasalahan yang signifikan. Dengan hasil ini dapat dikatakan

bahwa komunikasi dalam proses pembelajaran justru tidak mengalami permasalahan yang

serius. Dengan hasil data ini dosen dianggap mampu menyampaikan materinya dengan baik

dan mahasiswa dianggap memiliki sikap kesantunan dan kerjasama yang baik sehingga

adanya komunikasi yang baik dalam proses pembelajaran.

Namun dari hasil tersebut, perlu adanya perbaikan, di antaranya perlu adanya

menumbuhkan sikap saling menghargai dalam memberikan pendapat (sehubungan dengan

jumlah pelanggaran maksim kebijaksanaan yang banyak berjumlah 8 dibanding dengan

tuturan yang memenuhi maksim kebijaksanaan yang berjumlah 6) dan mengeksplorasi

kemampuan berbicara mahasiswa yang sesuai dengan tema pembahasan yang dibahas pada

waktu pembelajaran (sehubungan dengan jumlah pelanggaran maksim relevansi yang relatif

sama yang berjumlah 8 dengan tuturan yang memenuhi maksim relevansi yang berjumlah 8).

Selanjutnya, setelah dianalisis, berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa

mahasiswa menggunakan bahasa yang berbeda kepada setiap orang. Artinya, mereka

menggunakan bahasa sesuai dengan lawan bicaranya. Penggunaan bahasa ini jelas dilihat dari

prinsip kesantunan dan kerja samanya. Berdasarkan wawancara prinsip-prinsip ini tidak

dieksplisitkan, namun dapat tergambar dari pernyataan mahasiswa yang menyatakan bahwa

dengan teman mereka lebih bebas dalam menggunakan bahasa, artinya mereka tidak lagi

memerhatikan aturan-aturan apapun.

Sementara itu, mereka mengaku bahwa bahasa yang mereka gunakan ketika

berbicara dengan dosen cenderung berbeda. Mereka menempatkan diri dalam menggunakan

bahasa sesuai dengan tingkat keakraban mereka dengan dosen tersebut. Selain itu, faktor yang

mempengaruhi perbedaan penggunaan bahasa adalah tingkat rasa hormat orang tersebut

Page 173: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

173

terhadap lawan bicaranya. Lawan bicara yang dipandang memiliki integritas tinggi tentu

membuat seseorang menggunakan bahasa yang lebih santun dan hormat dibandingkan dengan

lawan bicara yang biasa.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan diperoleh beberapa simpulan

yang dapat menjawab rumusan masalah yang diajukan. Simpulan tersebut, pertama

penggunaan bahasa dosen dan mahasiswa dalam kegiatan belajar mengajar di STKIP

Siliwangi didasarkan pada kepentingan dan lawan bicara.

Kedua, penggunaan prinsip-prinsip pragmatik dalam kegiatan belajar mengajar di

STKIP Siiwangi beragam: ada tuturan yang memang memenuhi penggunaan prinsip-prinsip

pragmatik; dan ada pula yang tuturan-tuturan yang melanggar prinsip-prinsip tersebut.

Sementara itu, proses komunikasi dalam pembelajaran tidak mengalami permasalahan yang

serius.

Ketiga, penggunaan bahasa dengan memperhatikan prinsip-prinsip pragmatik

menjadi salah satu faktor penentu kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran di sini tidak

mengarah secara langsung pada hasil pembelajaran. Namun, setidaknya mengarah langsung

pada kualitas proses pembelajaran. Meski demikian, penggunaan prinsip-prinsip pragmatik

tetap mengacu pada situasi dan kondisi peristiwa tutur.

Hasil analisis dan simpulan yang telah diuraikan belum merepresentasikan

penggunaan prinsip-prinsip pragmatik dalam peristiwa tutur secara sempurna. Oleh karena

itu, untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna dan representatif, diperlukan penelitian

lanjutan yang lebih menyeluruh dan mendalam.

Berdasarkan data, analisis, dan penarikkan simpulan, rumusan masalah no 3 belum

terjawab sepenuhnya karena kualitas yang dimaksud hanya mengarah pada kualitas proses

saja, tanpa melihat kualitas hasil. Hal ini terjadi karena kurangnya data serta kenyataan bahwa

kualitas pembelajaran tidak hanya berdasarkan pada penggunaan bahasa saja, tetapi juga

berdasarkan faktor lainnya. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya hendaknya merancang

instrumen penelitian yang lebih representatif untuk mendukung pengumpulan data dan

penarikkan simpulan yang lebih akurat.

Page 174: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

174

Penelitian ini hanya berlaku pada kurun waktu tertentu, dalam arti sesuai dengan

sumber data (mahasiswa STKIP) yang diambil adalah pada masa saat ini. Di sisi lain kualitas

mahasiswa setiap tahunnya akan berbeda, sehingga untuk melihat kualitas pembelajaran dari

sudut pandang penggunaan bahasa ini idealnya dilakukan setiap tahun sehingga dapat terlihat

progres report kualitas pembelajaran. Adapun mengenai hal tersebut penelitian selanjutnya

bisa dilakukan oleh peneliti lainnya.

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: UI-Press.

Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

Yogyakarta: BPFE.

Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Imperatif Bahasa

Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Wijana, I. Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.

Yule, George. 2006. Pragmatik (terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Page 175: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

175

PENERAPAN PAYUNG HUKUM BAHASA INDONESIA

MENJELANG AJANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

Diena San Fauziya

STKIP Siliwangi Bandung

[email protected]

Abstrak

Bahasa Indonesia sebagai salah satu identitas bangsa dipayungi oleh hukum yang jelas,

salah satunya UU No. 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, lambang negara, serta

lagu kebangsaan. Bab III Undang-Undang ini berisi kebijakan mengenai penggunaan

bahasa, mulai dari kedudukan dan fungsi; penggunaan; pengembangan, pembinaan, dan

pelindungan; hingga peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional.

Namun demikian, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana

penerapan hukum bahasa tersebut dalam kenyataannyan, khususnya menjelang ajang

Masyarakat Ekonomi Asean? Untuk menemukan jawabannya, metode penelitian yang

digunakan adalah penelitian deskriptif. Populasi penelitian adalah nama dan informasi

dalam produk dan jasa, rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan

informasi lain yang merupakan pelayanan umum di wilayah Cimahi. Sampelnya adalah

yang ada di sekitar Kebun Rumput, Cimindi, dan Ganda Wijaya. Hasil yang diperoleh

adalah banyak nama usaha, informasi produk dan jasa, serta fasilitas-fasilitas umum

yang menggunakan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris. data tersebut membuktikan

masih lemahnya penerapan hukum bahasa di masyarakat. Keadaan tersebut terbukti

karena kurangnya sikap positif masyarakat pengguna bahasa Indonesia, baik dari ciri

kesetiaan, kebanggaan, maupun kesadaran adanya norma bahasa.

Kata kunci: hukum bahasa, Masyarakat Ekonomi Asean

Pendahuluan

Bahasa Indonesia merupakan salah satu identitas bangsa Indonesia yang kedudukannya

diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam UUD tersebut, tepatnya Bab XV pasal 36,

bahasa Indonesia ditetapkan berkedudukan sebagai bahasa negara. Selain itu, bahasa Indonesia

juga diatur dalam UU No. 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu

Kebangsaan. Dengan demikian, jelaslah bahwa bahasa Indonesia memiliki payung hukum yang

jelas.

Namun demikian, bagaimana dengan implementasinya? Apakah hukum tersebut telah

diterapkan oleh para pengguna bahasa dengan bijak? Perlu dilakukan penelitian yang serius

dalam menanggapi masalah ini. Dengan demikian, melalui tulisan ini akan diuraikan hasil

penelitian berkenaan dengan penerapan payung hukum bahasa Indonesia, khususnya dalam

menghadapi ajang Masyarakat Ekonomi Asean.

Page 176: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

176

Seperti yang telah ditetapkan, Masyarakat Ekonomi Asean merupakan ajang dibukanya

pasar bebas. Amri (2015) mengemukakan Masyarakat Ekonomi Asean ini dibentuk dengan

tujuan untuk mencapai kesempurnaan integrasi ekonomi di kawasan ASEAN yang diyakini

dapat memberikan manfaat nyata bagi seluruh elemen masyarakat. Ditinjau dari segi bahasa,

ajang ini merupakan salah satu momentum yang dapat digunakan untuk membangun kembali

dan mengukuhkan eksistensi bahasa Indonesia sebagai sebuah bahasa yang mandiri dan khas

jika masyarakatnya berniat untuk itu karena bahasa merupakan salah satu unsur yang

terintegrasi ke dalam berbagai bidang, termasukekonomi.

Masyarakat Ekonomi Asean memanglah berurusan dalam hal ekonomi. Namun, seperti

yang kita ketahui, sektor tersebut juga akan berimbas pada ranah bahasa sebagai salah satu

media perantaranya. Pandangan ini sejalan dengan apa yang dikatakan Junaidi (2015) bahwa

pertumbuhan ekonomi dapat mempengaruhi bahasa, mekipun pada akhirnya ia mematahkan

pandangannya sendiri. Tidak dapat dimungkiri, MEA memang membuka peluang besar

penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa perantaranya, mengingat ajang ini merupakan

integrasi berbagai bangsa. Akan tetapi, bahasa Indonesia sesungguhnya memiliki peluang untuk

lebih eksis karena memiliki payung hukum yang jelas.

Untuk mengetahui bagaimana eksistensi dan penerapan payung hukum bahasa

Indonesia diperlukan penelusuran. Hasil penelusuran ini tentu dapat menjadi sebuah pintu

masuk yang akan memberikan dasar bagaimana tindak lanjut yang harus diambil dalam

mengokohkan hukum bahasa di Indonesia.

Sebagai landasan penelitian, kajian mengenai penerapan hukum telah pernah dilakukan

bahkan hasilnya telah banyak dipublikasikan, salah satunya hasil penelitian Nugrahani (2014)

yang membuktikan bahwa banyak penggunaan bahasa asing dalam penamaan hotel dan restoran

di Solo. Padahal, sudah terdapat hukum mengenai perniagaan. Hasil penelitian tersebut

menyatakan bahwa masyarakat lebih mengutamakan bahasa asing karena dianggap lebih

bergengsi dan bernilai ekonomi tinggi. Hal tersebut disebabkan orientasi hidup masyarakat tidak

lagi lokal, tetapi universal.

Kajian Pustaka

1. Hukum Bahasa Indonesia

Bahasa sebagai sebuah lambang kebanggaan bangsa bagi Indonesia diatur dalam

perundang-undangan yang jelas. Beberapa di antaranya adalah UUD 1945 Bab XV pasal 36 dan

UU RI Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, serta Lagu

Kebangsaan.

Page 177: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

177

UU No. 24 tahun 2009 bab III bagian kesatu merupakan penjelasan lebih lanjut dari

UUD 1945 bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara. Dalam ayat (3) diuraikan

bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara berfungsi sebagai bahasa resmi

kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan

nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan bahasa media massa.

Selanjutnya, dalam bagian kedua UU No. 24 tahun 2009 bab III diuraikan ihwal

penggunaan bahasa Indonesia. Sesuai dengan kajian dalam penelitian ini, pasal 37 berisi bahwa

bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi tentang produk barang atau jasa produksi

dalam negeri atau luar negeri yang beredar di Indonesia; pasal 38 yang berisi bahasa Indonesia

wajib digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan informasi

lain yang merupakan pelayanan umum; serta pasal 39 yang berisi bahasa Indonesia wajib

digunakan dalam informasi melalui media massa.

2. Sikap Bahasa

Berbicara mengenai penerapan payung hukum bahasa maka tidaklah lepas dari

permasalahan sikap bahasa yang dimiliki pengguna bahasa itu sendiri. Sikap bahasa yang

dimiliki pengguna bahasa menjadi sumber dari rasa kepekaan dalam menerapkan hukum

berbahasa.

Menurut Anderson dalam Chaer (2013:54) sikap bahasa adalah tata keyakinan dan

kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa,

yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang

disenanginya. Berkenaan dengan sikap, sikap bahasa bisa bersifat positif dan juga negatif. Sikap

bahasa positif artinya berkenaan dengan sikap yang dinilai baik atau disenangi. Sementara sikap

bahasa negatif berkenaan dengan sikap yang dinilai tidak baik atau tidak disenangi.

Lebih lanjut, Garvin dan Mathiot dalam Chaer (2013:54) menyebutkan ada tiga ciri

sikap bahasa, yakni kesetiaan bahasa (language loyalty), kebanggaan bahasa (language pride),

serta kesadaran adanya norma bahasa (awakness of the norm). Kesetiaan bahasa berkenaan

dengan dorongan masyarakat suatu bahasa dalam mempertahankan bahasanya dan apabila perlu

mencegah adanya bahasa lain. Sementara itu, kebanggaan bahasa berkenaan dengan dorongan

orang mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang identitas dan

kesatuan masyarakat. Selanjutnya, kesadaran adanya norma bahasa berkenaan dengan dorongan

orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun, dan merupakan faktor yang sangat

berpengaruh terhadap perbutatan, yaitu kegiatan menggunakan bahasa.

Page 178: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

178

3. Pembinaan Bahasa Indonesia

Pembinaan bahasa adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sadar, terencana, dan

sistematis mengenai peningkatan mutu bahasa sedemikian rupa sehingga masyarakat

pemakainya memiliki kebanggaan dan kegairahan untuk menggunakannya (Amran Halim

dalam Chaer, 2013:80). Merujuk pada pernyataan tersebut, dapat dipastikan bahwa pembinaan

ini berhubungan erat dengan masyarakat bahasa sebagai pengguna bahasa dan sikap bahasa

sebagai dorongan dalam berbahasa. Hubungan tersebut pada akhirnya membawa pengaruh besar

terhadap penerapan hukum bahasa dalam praktiknya.

Chaer (2013:81) menambahkan bahwa sasaran pembinaan bahasa Indonesia adalah

masyarakat pemakai bahasa Indonesia. Lebih lanjut, Tasai dan Abdul (2002:53) menambahkan

bahwa sasaran pembinaan bahasa Indonesia adalah penutur asli bahasa Indonesia; bukan

penutur asli bahasa Indonesia; orang yang masih bersekolah; orang yang tidak bersekolah

(dewasa); guru di berbagai tingkat persekolahan; kalangan komunikasi media massa, termasuk

penyiar radio dan televisi; kalangan khalayak di bidang industri, perniagaan, penerbitan, dan

perpustakaan; kalangan karyawan instansi pemerintah dan swasta; serta kalangan pengelola

agama dan kepercayaan.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Cimahi. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah

deskriptif kualitatif. Metode ini dipilih dengan didasarkan pada masalah yang hendak

dipecahkan, yakni untuk mengetahui fenomena atau gambaran mengenai penerapan payung

hukum bahasa. Penggunaan metode ini sesuai dengan hakikat metode deskriptif itu sendiri yang

didefinisikan Sukmadinata (2007:72), yakni suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk

mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada.

Data yang dikumpulkan berupa penggunaan bahasa dalam penamaan kompleks

perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, informasi produk, rambu umum, penunjuk jalan,

serta fasilitas umum. Data tersebut dikumpulkan sebagai bukti utama penerapan payung hukum

bahasa Indonesia. Adapun teknik yang digunakan untuk menjaring data tersebut adalah dengan

cara survei dan observasi.

Teknik analisis yang digunakan untuk mengolah data yang terkumpul adalah dengan

teknik induktif. Dengan teknik ini, tahapan yang dilakukan adalah reduksi data, sajian data, dan

penarikan simpulan.

Page 179: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

179

Hasil dan Pembahasan Hasil

Tidak dapat dimungkiri, eksistensi bahasa Inggris sebagai bahasa internasional

memberikan kesan tersendiri di mata masyarakat. Bahasa Inggris dianggap lebih keren dan lebih

modern. Setidaknya, kenyataan tersebut terbukti dari nama-nama yang digunakan pelaku usaha.

Dari data yang terkumpul, tidak sedikit pelaku usaha mengaku bahwa penggunaan

bahasa asing, khususnya bahasa Inggris memberikan kesan yang lebih “kekinian” sehingga

dapat menarik konsumen. Telah tercatat setidaknya 57 jajaran nama usaha di Cimahi

menggunakan bahasa Inggris. Angka tersebut belum menjadi jumlah keseluruhan karena

pengambilan data diambil dengan random wilayah, yakni sekitar Kebon Rumput, Cimindi, dan

GandaWijaya. Nama-nama yang digunakan antara lain Bona Fashion, Café Soulmate, Fresh

Juice, Catering Ngudirasa, Afisah Tailor, Corner Kebab, Savana Fried Chicken, Nazira Shoes,

My Shoes, Family Bed Cover, Happy Gift, Pempek Hot Punch, My Style, Ice Blend & Waffle,

Simply Happy Shop, Florist Decoration, Barbershop,Dexx Stone, Bright Clean, dan Be Bag’s.

Selain pada penamaan usaha, bahasa asing juga banyak ditemukan digunakan sebagai

informasi produk dan jasa. Beberapa di antaranya seperti mini market, laundry dry clean, super

cash back, sport club, come in we are open, press body, the strongest ladder, dan our menu.

Selain itu, ditemukan pula penggunaan bahasa asing untuk rambu umum, seperti emergency di

rumah sakit, smoking area di kantor pemerintah kota, next counter please di bank, no suap area

di kantor pemerintah kota, slow down, welcome, ada pekerjaan proyek R.0 extension, dan under

construction.

Dari data di atas, dapat dipastikan bahwa tidak sedikit pelaku usaha yang tidak

mengindahkan adanya peraturan mengenai penggunaan bahasa dalam berniaga. Namun yang

menarik adalah apakah mereka tidak mengindahkan atau justru memang tidak tahu. Untuk

mengetahui lebih lanjut, data pendukung membuktikan bahwa jawaban sama diberikan oleh

semua pelaku usaha yang terjaring pertanyaan mengenai adanya peraturan penggunaan bahasa.

Semua memberikan jawaban bahwa mereka tidak tahu mengenai adanya pasal-pasal yang

mengatur penggunaan bahasa. Dengan demikian, dapat ditarik simpulan penerapan hukum

bahasa banyak terlanggar karena eksistensinya sendiri di mata masyarakat bahasa.

Para pelaku usaha di atas, jelas kurang memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia

sebagai bahasanya sendiri. Kesimpulan itu diambil merujuk pada tiga ciri sikap bahasa menurut

Garvin dan Mathiot dalam Chaer (2013:54), yakni kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa, serta

kesadaran adanya norma bahasa. Pelaku usaha yang menjadi subjek penelitian ini tentu tidak

menunjukkan adanya kesetiaan bahasa. Mereka tidak memiliki dorongan sedikitpun dalam

menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasanya sendiri. Mereka tidak berupaya

Page 180: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

180

mempertahankan bahasanya apalagi berupaya mencegah adanya bahasa asing. Mereka juga

tidak memiliki kebanggaan atas bahasanya. Mereka lebih bangga menggunakan bahasa asing.

Menurut mereka, bahasa asing, khususnya Inggris, lebih keren digunakan daripada bahasa

Indonesia. Satu hal yang menjadi ciri tidak adanya sikap positif yang mereka miliki adalah

mereka tidak menyadari adanya norma bahasa. Mereka tidak mengetahui adanya hukum bahasa.

Hukum mengenai penggunaan bahasa berbeda dengan hukum lainnya. Hukum ini

berbeda dengan hukum pidana atau hukum perdata yang memiliki sanksi tegas untuk

pelanggarnya. Hukum mengenai penggunaan bahasa tidak disertai dengan sanksi-sanksi yang

jelas. Dengan demikian, pelanggaran terhadap hukum ini seolah bukanlah menjadi sebuah

pelanggaran.

Di sanalah masalah kemudian berlanjut, ketika aturan ditetapkan bahkan dalam

perundang-undangan, namun ternyata tidak ada tindakan tegas terhadap pelanggar aturan

tersebut, lantas apa gunanya aturan itu diadakan. Perlu tindakan nyata dari para pemangku

kebijakan untuk lebih mendisiplinkan sasaran aturan. Dalam hal ini, perlu diadakan pembinaan

yang serius bagi pelaku usaha sebagai salah satu sasaran pembinaan seperti yang diuraikan

Tasai dan Abdul (2002:53). Jika tidak maka hukum tinggallah hukum.

Menilik akan diadakannya MEA, sesungguhnya arus global akan semakin deras

menerpa para pelaku usaha, termasuk dalam menggunakan bahasa. Penggunaan bahasa asing

seperti apa yang telah diuraikan di atas tentu akan menjadi semakin marak, mengingat data

menunjukkan mental bangsa Indonesia yang seolah lebih bertindak mengikuti zaman seperti air

yang mengalir, lebih bangga menggunakan bahasa Inggris, tanpa ada upaya meneguhkan diri

pada jati diri bangsa. Padahal, ajang MEA adalah kesempatan emas untuk dapat mengeksiskan

diri, termasuk memberikan peluang dalam berwirausaha.

Penggunaan bahasa memang seolah menjadi daya tarik terhadap produk atau jasa yang

ditawarkan meskipun pada nyatanya kemajuan usaha itu sendiri bergantung pada kualitas

produk atau jasa yang ditawarkan. Penggunaan bahasa Indonesia dalam produk atau jasa bahkan

dalam informasi laninnya seolah kurang bergengsi, tapi justru inilah kesempatan emas yang

dapat digunakan agar dapat menjadi daya tarik tersendiri, khususnya dalam pasar bebas.

Penutup

Tidak adanya sanksi terhadap pelanggaran hukum bahasa menyebabkan hukum itu

sendiri menjadi lemah. Masyarakat bahasa sebagai pengguna bahasa cenderung mengabaikan

aturan-aturan yang telah ditetapkan. Keadaan ini ditengarai karena lemahnya sikap bahasa yang

dimiliki para pengguna bahasa Indonesia, baik dari masalah kesetiaan, kebanggan, maupun

kesadaran. Hasil penelusuran mengenai penerapan payung hukum yang masih lemah ini

Page 181: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

181

dibuktikan dengan banyaknya ketidaksesuaian penggunaan bahasa dalam nama usaha, papan

infromasi dan fasililitas umum dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Lemahnya hukum dan kurangnya sikap positif berbahasa juga pada akhirnya

menyebabkan penerapan hukum menjadi lemah. Keadaan ini dibuktikan dengan hasil

penelusuran melalui wawancara bahwa masyarakat tidak menggunakan bahasa sesuai dengan

aturannya karena mereka tidak mengetahui aturan itu sendiri.

Untuk menanggulangi keadaan yang telah diuraikan, pembinaan dan pengembangan

bahasa hendaknya lebih digencarkan. Jika tidak, maka gempuran masyarakat bahasa asing tidak

akan dapat dilawan lagi. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan eksistensi bahasa

Indonesia di negaranya sendiri akan semakin lemah.

Daftar Pustaka

Amri, I. S. (2015). “Mea Peluang Bersyarat”. Masyarakat ASEAN, Sebelumnya: Buletin

komunitas ASEAN edisi 7/Maret 2015. Jakarta: Kemenlu RI. Tersedia:

http://www.kemlu.go.id/Majalah/ASEAN%207%202015.pdf. [diakses 17 November

2015].

Chaer, A. 2013. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Junaidi. 2015. Tantangan Masyarakat Ekonomi Asean: Bahasa sebagai Identitas atau

Komoditas. Tersedia

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/Kertas%20Kerja%2

0Universitas.pdf [diakses tanggal 17 November 2015].

Nugrahani, F. 2014. Menurunnya Kebanggaan Masyarakat terhadap Bahasa Indonesia sebagai

Jatidiri Bangsa (Tinjauan tentang Penggunaan Nama Hotel dan Restoran di Solo

Raya). Tersedia di

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/Kumpulan%20Mak

alah%20KBI%20X_subtema%203_0.pdf [diakses tanggal 17 November 2015].

Sukmadinata, N.. S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tasai, A. dan Abdul R. Z. 2002. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Jakarta:

Universitas Terbuka.

UU RI Nomor 24 Tahun 2014 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu

Kebangsaan

Page 182: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

182

PENTINGNYA BAHASA INDONESIA BAGI PEKERJA ASING

DI INDONESIA

Drs. Endut Ahadiat, M.Hum.1 dan Elita Sumita, S.Pd.2

1 Dosen Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Bung Hatta

[email protected] 2 Guru Bidang Studi Bahasa Inggris di SMPN 11 Padang

[email protected]

Abstrak

Seiring dengan kemajuan yang telah dicapai oleh bangsa Indonesia di tengah era global

sekarang ini, peran Indonesia dalam pergaulan antarbangsa juga telah menempatkan

bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa yang dipandang penting di dunia. Hal itu juga

ditunjang oleh posisi Indonesia dalam percaturan dunia yang semakin hari semakin

penting, terutama melalui peranannya, baik dalam turut serta menyelesaikan konflik-

konflik politik di berbagai kawasan maupun karena posisi geografis Indonesia yang

terletak dalam lintas laut yang sangat strategis. Kenyataan seperti itu telah menyebabkan

banyak orang asing yang tertarik dan berminat untuk mempelajari bahasa Indonesia

sebagai alat untuk mencapai berbagai tujuan, baik tujuan politik, perdagangan, seni-

budaya, maupun wisata.Terkait dengan hal tersebut, bahasa Indonesia hingga saat ini

telah diajarkan kepada orang asing di berbagai lembaga, baik di dalam maupun di luar

negeri. Di dalam negeri saat ini tercatat ada 50-an lembaga yang telah mengajarkan

bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA), baik di perguruan tinggi maupun di

lembaga-lembaga kursus. Sementara itu, di luar negeri, Pengajaran BIPA telah dilakukan

oleh sekitar 77 negara di dunia dengan jumlah lembaga lebih kurang dari 174 tempat,

yang terdiri atas perguruan tinggi, pusat-pusat kebudayaan asing, KBRI, dan lembaga-

lembaga kursus.

Kata kunci: Bahasa Indonesia, Pekerja Asing

Pendahuluan

Sejak diikrarkan sebagai bahasa Nasional pada Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, dan

ditetapkan sebagai bahasa negara dalam Pasal 36 UUD 1945, bahasa Indonesia hingga saat ini

telah mengalami perkembangan sangat pesat. Seiring kemajuan yang dicapai oleh bangsa

Indonesia di era global saat ini, peran Indonesia dalam pergaulan antarbangsa juga telah

menempatkan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa yang dipandang penting di dunia.

Bahasa merupakan salah satu hal yang tidak akan pernah terlepaskan dalam hubungan

antarbangsa. Sebagai salah satu bangsa yang ikut berperan dalam komunikasi antarbangsa,

Indonesia juga memiliki bahasa tersendiri yang sudah dikenal bangsa lain. Bahasa Indonesia

menjadi identitas bangsa Indonesia yang mampu bertahan hingga saat ini.

Umumnya, pengajaran bahasa Indonesia di dalam negeri terkesan membosankan.

Sebagian besar pelajar beranggapan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa mereka sehari-hari

sehingga mereka cenderung meremehkannya dan merasa tidak perlu untuk mempelajarinya lagi

di sekolah. Anggapan para pelajar tersebut bahwa bahasa Indonesia itu mudah tidaklah

sepenuhnya benar. Kita akan terkejut bila melihat hasil ujian nasional para pelajar di seluruh

Page 183: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

183

Indonesia yang membuktikan bahwa hasil ujian bahasa Indonesia sebagai salah satu mata

pelajaran yang diujikan tidak lebih baik dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris, yang sama-sama

diujikan.

Berbeda dengan di Indonesia, pengajaran bahasa Indonesia di luar negeri justru menjadi

hal yang menarik dan disambut dengan baik. Setidaknya ada 50-an negara asing yang telah

membuka program bahasa Indonesia (Indonesian Language Studies). Pengajaran bahasa

Indonesia tersebut dilakukan di berbagai lembaga. Lembaga-lembaga tersebut umumnya berupa

tempat kursus, universitas, sekolah, dan sekolah Indonesia di luar negeri. Bahkan,

perkembangan ini semakin meningkat setelah terbentuk Badan Asosiasi Kelompok Bahasa

Indonesia Penutur Asing di Bandug tahun 1999.

Bahasa Indonesia menjadi bahasa populer ke-4 di Australia. Di sana ada sekitar 500

sekolah yang mengajarkan bahasa Indonesia, bahkan menjadikannya sebagai salah satu bahasa

yang wajib dipelajari di tingkat sekolah dasar. Oleh karena itu, kita tidak perlu heran jika

mendapati seorang anak SD di Australia yang dapat berbicara bahasa Indonesia dengan fasih.

Selain itu, ada beberapa universitas di sana yang membuka jurusan bahasa atau sastra Indonesia.

Namun, perkembangan bahasa Indonesia di negara ini sempat tersendat ketika pemerintah

negara setempat memberikan travel warning akibat teror bom yang terjadi di Bali. Hal ini

menurunkan minat para siswa di sana untuk belajar bahasa Indonesia karena larangan

berkunjung membuat mereka tidak dapat langsung praktek lapangan di Indonesia.

Selain di Australia, bahasa Indonesia juga menjadi bahasa yang memiliki posisi penting

di Vietnam, khususnya di Kota Ho Chi Minh, ibukota Vietnam. Menurut seorang diplomat

Indonesia, Pemerintah Kota Ho Chi Minh secara resmi mengumumkan bahasa Indonesia

menjadi bahasa kedua di Kota Ho Chi Minh pada bulan Desember 2007. Selain itu, menurut

Konsul Jenderal Republik Indonesia periode 2007-2008, Irdamis Ahmad, bahasa Indonesia

sejajar dengan bahasa Inggris, Perancis, dan Jepang sebagai bahasa kedua yang diutamakan di

Kota Ho Chi Minh.

Pada 2009 lalu, bahasa Indonesia secara resmi ditempatkan sebagai bahasa asing kedua

oleh pemerintah daerah Ho Chi Minh City, Vietnam. Kemudian, berdasarkan data Kementerian

Luar Negeri pada 2012, bahasa Indonesia memiliki penutur asli terbesar kelima di dunia, yaitu

sebanyak 4.463.950 orang yang tersebar di luar negeri. Bahkan, Ketua DPR RI (Dr. Marzuki Ali

– saat itu) dalam sidang ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) ke-32 pada 2011

mengusulkan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa kerja (working language) dalam

sidang-sidang AIPA.

Fakta-fakta tersebut mendukung usaha peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi

bahasa internasional yang sedang digalang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

(Kemdikbud) melalui Program BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing). BIPA adalah

Page 184: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

184

program pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia (mendengarkan berbicara, , membaca,

dan menulis) bagi penutur asing.

Antusiasme warga negara lain, terutama mahasiswa asing, terhadap bahasa Indonesia

sangat tinggi. Orang asing yang belajar bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia merupakan

jurusan yang paling favorit. Hal ini, berkat adanya Program Darmasiswa Republik Indonesia

(DRI). Program DRI adalah program beasiswa bagi mahasiswa asing yang negaranya memiliki

hubungan diplomatik dengan Indonesia, untuk belajar di Indonesia.

BIPA dipelajari oleh semua mahasiswa Darmasiswa RI yang belajar di 46 hingga 59

universitas di Indonesia. Tiap tahun ada sekitar 700 mahasiswa asing dari sekitar 77 negara

yang belajar seni, budaya, dan bahasa Indonesia juga bidang-bidang lain seperti tourism dan

hospitality.

1. Pengajaran BIPA di Luar Negeri

Bahasa Indonesia juga menjadi salah satu mata kuliah yang diajarkan di universitas-

universitas di Vietnam seperti Universitas Hong Bang, Universitas Nasional HCMC, dan

Universitas Sosial dan Humaniora. Jumlah peminat studi bahasa Indonesia di universitas-

universitas tersebut cenderung meningkat.

Di Korea Selatan, negara yang kini menjadi pusat perhatian para remaja di Indonesia

dan seluruh dunia karena budaya K-Pop dan serial dramanya, minat warganya terhadap bahasa

Indonesia juga menjadi bukti bahwa bahasa ini telah diterima di sana. Setiap tahun, pihak KBRI

Seoul Korea Selatan menyelenggarakan lomba pidato menggunakan bahasa Indonesia khusus

bagi masyarakat Korea Selatan. Antusiasme mereka untuk mengikuti lomba tersebut cukup

tinggi.

Studi bahasa Indonesia juga diselenggarakan di negara tetangga Korea Selatan, yaitu

Jepang. Di sana ada lebih dari 20 perguruan tinggi yang mengajarkan Bahasa Indonesia sebagai

mata kuliah pilihan. Di samping itu, ada pula universitas yang membuka jurusan bahasa

Indonesia seperti Universitas Kajian Asing Tokyo, Universitas Tenri, Universitas Kajian Asing

Osaka, Universitas Sango Kyoto, dan Universitas Setsunan.

Bahasa Indonesia tidak hanya dikenal di negara-negara Asia dan Australia saja, di

Afrika pun bahasa Indonesia cukup dikenal. Hubungan Indonesia dengan negara-negara Afrika

memang telah terjalin sejak lama, yaitu sejak terselenggaranya Konferensi Asia Afrika di

Bandung tahun 1955. Seperti yang kita tahu, peristiwa tersebut telah mendorong negara-negara

yang masih dijajah pada saat itu, khususnya di Afrika, untuk berusaha mencapai

kemerdekaannya. Jadi, tidak heran jika hubungan antara Indonesia dengan negara-negara

tersebut berjalan dengan baik dalam segala bidang termasuk budaya dan bahasa.

Di Mesir misalnya, banyak penduduk setempat yang mengenal bahasa Indonesia dan

mampu mengucapkannya hanya karena mereka terbiasa bergaul dengan mahasiswa Indonesia

Page 185: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

185

yang kuliah di Al-Azhar. Minat masyarakat Mesir untuk belajar bahasa Indonesia juga cukup

tinggi. Hal ini dapat dilihat dari jumlah peserta kursus bahasa Indonesia yang diselenggarakan

pihak KBRI Kairo. Peserta kursus ini terdiri dari berbagai kalangan, seperti praktisi wisata,

pelaku ekonomi dan yang paling banyak adalah kalangan mahasiswa.

Di Maroko, pengajaran bahasa Indonesia telah diresmikan, yaitu di Universitas

Mohammed V. Di universitas tersebut, Bahasa Indonesia menjadi salah satu mata kuliah pilihan

dengan 4 SKS di samping bahasa lainnya seperti bahasa China, Jepang, Korea, Urdu, dan Turki.

Pengajaran bahasa Indonesia di Universitas Mohammed V Maroko merupakan salah satu upaya

peningkatan hubungan bilateral kedua negara tersebut, khususnya di bidang pendidikan.

Di antara kelompok yang secara tidak langsung turut membantu penyebaran bahasa

Indonesia adalah para pelajar atau mahasiswa yang belajar di luar negeri. Selain itu, para

pekerja dan seniman Indonesia yang berkiprah di sana juga memiliki peranan yang sama dalam

hal tersebut. Para musisi asal Indonesia yang mengadakan konser di luar negeri dengan

membawakan lagu-lagu mereka dalam bahasa Indonesia mampu membangkitkan rasa ingin tahu

bagi masyarakat lokal untuk mengetahui artinya sehingga mereka tertarik untuk mempelajari

bahasa Indonesia. Contohnya, Anggun Cipta Sasmi, salah satu penyanyi Indonesia yang telah

mendunia. Meski telah menjadi warga negara Perancis, tidak jarang ia membawakan lagu-lagu

ciptaannya yang berbahasa Indonesia dalam setiap penampilannya di negara-negara Eropa dan

Amerika.

Perkembangan Bahasa Indonesia di beberapa negara di dunia merupakan peluang yang

besar bagi bahasa ini untuk menjadi bahasa internasional. Usaha untuk menjadikan bahasa

Indonesia sebagai bahasa internasional harus diawali dari bangsa Indonesia sendiri dengan

mencintai bahasanya. Namun kenyataannya, saat ini masyarakat Indonesia lebih terbiasa

menggunakan bahasa Indonesia yang kurang baik, seperti bahasa prokem, bahasa plesetan, dan

bahasa jenis lain yang tidak mendukung perkembangan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Di samping itu, mereka juga biasanya lebih bangga menggunakan bahasa asing seperti Bahasa

Inggris daripada Bahasa Indonesia.

Oleh karena itu, sebagai bangsa Indonesia, kita harus menjaga identitas bangsa kita,

yaitu bahasa Indonesia. Salah satu langkah untuk melestarikan bahasa Indonesia adalah

mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kita tidak perlu malu untuk

menggunakan bahasa Indonesia, karena saat ini bahasa Indonesia telah mendapat perhatian

khusus di tengah bangsa lain. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Indonesia tetap mampu untuk

menunjukkan eksistensinya di era globalisasi ini.

2. Bahan Ajar BIPA Harus Praktis (Model Tutorial)

Pembelajaran BIPA model tutorial pada dasarnya merupakan pembelajaran BIPA yang

memiliki karakteristik tersendiri. Namun, bagaimanapun spesifikasinya perwujudan

Page 186: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

186

pembelajaran tersebut juga tidak dapat lepas dari hal-hal esensial yang selayaknya ada dalam

pembelajaran BIPA pada umumnya. Hal esensial yang dimaksud antara lain menyangkut

komponen, prinsip, dan kaidah mendasar pembelajaran BIPA. Karena itu, untuk kepentingan

pembahasan pembelajaran BIPA model tutorial sangat diperlukan pemahaman yang cukup

tentang hal esensial tersebut. Lebih lanjut, pemahaman ini dapat dimanfaatkan untuk melihat

dan mendudukkan secara tepat perspektif model tutorial tersebut dari berbagai segi, terutama

dari segi kelayakan penerapannya (Widodo, 2001).

Pembelajaran BIPA dapat disikapi sebagai sebuah sistem yang terdiri atas sejumlah

komponen pendukung, yaitu komponen instruksional dan non-instruksional. Hubungan dan

interaksi fungsional antarkomponen tersebut akan menciptakan proses belajar mengajar dan

hasil belajar (Winkel, 1987). Dalam pembelajaran BIPA keberadaan dan peran pembelajar

merupakan komponen yang menonjol. Dapat dikatakan, komponen pembelajar ini pulalah yang

membedakan secara signifikan antara pembelajaran BIPA dengan pembelajaran bahasa

Indonesia yang lain. Sosok pembelajar BIPA sebagai penutur asing bahasa Indonesia memiliki

karakteristik tertentu, terutama tampak pada (1) ciri personal, (2) latar belakang asal, (3)

bidang, (4) pengetahuan/kemampuan, (5) minat, (6) tujuan belajar, (7) strategi belajar, dan (8)

waktu belajar. Keberadaan dan kondisi pembelajar tersebut berimplikasi pada peranan serta

hubungannya dengan komponen instruksional lain dalam perwujudan pembelajaran BIPA.

Lebih lanjut, karakteristikpembelajar juga menjadi bahan yang harus dipertimbangkan sebagai

variabel yang berpengaruh dan ikut menentukan dalam pembelajaran BIPA.

Pembelajaran BIPA memiliki target tertentu, yaitu membentuk pembelajar

berkemampuan berbahasa secara wajar. Dalam pengertian yang lebih luas, kewajaran ini terkait

dengan hal-hal lain, termasuk di dalamnya budaya yang senantiasa melekat dalam substansi

bahasa. Karena itu, di samping persoalan karakteristik personal pembelajar, persoalan budaya

juga ikut terlibat dalam penciptaan pembelajaran BIPA. Terlebih lagi, jika pembelajaran BIPA

diselenggarakan di Indonesia, maka pertimbangan dari segi sosiokultural menjadi semakin

penting. Dikatakan demikian, karena pertimbangan tersebut sekaligus akan menjadi wahana dan

kebutuhan pembelajar dalam berkomunikasi secara langsung dan faktual.

Widodo (2001), mengharapkan bahwa Pembelajaran BIPA sebagai sebuah program,

tentu memiliki pijakan yang jelas sebagaimana tampak pada prinsip dasar pembelajaran pada

umumnya. Demikian pula, sebagai bentuk pembelajaranbahasa sudah semestinya juga

mendasarkan pada kaidah konseptual pembelajaran bahasaasing yang menjadi landasan

pendekatannya. Kaidah konseptual yang dimaksud terutama bersumber pada teori bahasa dan

teori pembelajaran bahasa. Secara aspektual, spesifikasi pembelajaran BIPA antara lain tampak

pada (1) tujuan pembelajaran, (2) sasaran pembelajaran, (3) tatanan materi, (4) pemilihan

metode, (5) pemanfaatan sumber/media, (6) kegiatan pembelajaran, (7) evaluasi pembelajaran,

dan (8) problematik pembelajarannya. Mengingat perwujudan aspek-aspek pembelajaran

Page 187: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

187

tersebut merupakan hal yang cukup kompleks, maka diperlukan landasan konseptual

pembelajaran BIPA yang jelas. Tanpa kejelasan acuan sangat dimungkinkan arah pembelajaran

BIPA menjadi bias dan berpengaruh negatif pada produktivitasnya.

Dijelaskan lebih jauh, bahwa gambaran tentang pembelajaran BIPA sebagaimana

dikemukakan di atas, menunjukkan bahwa pembelajaran BIPA merupakan perihal yang

kompleks. Kekomplekannya tidak hanya tampak pada komponen instruksionalnya saja,

melainkan juga pada keterkaitannya dengan faktor lain dalam perwujudan pembelajaran BIPA.

Untuk mewujudkan pembelajaran BIPA yang memadai tentunya perlu mempertimbangkan hal-

hal tersebut secara seksama dan menyeluruh. Ditinjau dari segi pola organisasi dan pengelolaan,

pembelajaran BIPA hendaknya (1) mampu menumbuh-kembangkan motivasi belajar, serta (2)

mampu memberikan kemudahan bagi pembelajar dalam menguasai bahasa Indonesia secara

wajar. Sasaran tersebut harus dipetakan dan diwujudkan dalam sebuah bentuk atau model

pembelajaran BIPA yang spesifik dan jelas.

Dilihat dari segi kegiatannya pada dasarnya pembelajaran BIPA merupakan suatu

proses pemolaan perilaku belajar yang mengarah pada pembangkitan dan pengkondisian

motivasi pembelajar dalam berbahasa Indonesia. Hal esensial yang perlu mendapatkan prioritas

dan perhatian khusus adalah bagaimana mengembangkan pembelajaran sedemikian rupa,

sehingga dapat mengkondisikan dan memberikan kemudahan kepada pembelajar untuk mau

dan mampu berbahasa Indonesia secara wajar (Nunan, 1993).

3. Bahasa Indonesia bagi Pekerja Asing

Menjelang realisasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun 2015,

pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mempersiapkan masyarakat berbagai

kalangan baik akademisi maupun pelaku bisnis. MEA merupakan komitmen ASEAN untuk

membangun dan mencapai kemakmuran bersama dengan slogan One Vision, One Identity, One

Commitment. Kondisi ini akan mendorong terbentuknya pasar tunggal dimana negara anggota

ASEAN lebih mudah dalam melakukan pertukaran arus barang dan jasa, termasuk tenaga kerja

professional seperti dokter, perawat, guru, pengacara, dsb. MEA menciptakan peluang dan

tantangan bagi masyarakat Indonesia, karena bahasa resmi MEA adalah bahasa Inggris yang

notabenenya merupakan bahasa asing bagi kita. Namun, jika dilihat dari jumlah penduduk dan

luas wilayah, Bahasa Indonesia mempunyai peluang untuk menjadi bahasa kedua untuk MEA.

Oleh karena itu, sebagai langkah nyata untuk memperkuat posisi Bahasa Indonesia

menyambut MEA, maka Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) perlu mengadakan Pelatihan Pembelajar Bahasa

Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA). Pelatihan ini melibatkan dosen dan mahasiswa seluruh

Indonesia yang mengikuti program pertukaran pelajar maupun program internasional ke luar

negeri khususnya Jepang dan Korea sebagai Negara yang sedang “digandrungi” kaum muda

Page 188: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

188

Indonesia. Kemampuan untuk mengajarkan BIPA, ini menjadi momentum untuk

mempromosikan Bahasa Indonesia dan ikut menjunjung harga diri bangsa dan meningkatkan

rasa nasionalisme. Program BIPA ini menjadi suatu langkah yang baik untuk mengakomodasi

tuntutan pembelajaran Bahasa Indonesia. Sudah saatnya orang asing yang bekerja di Indonesia,

belajar bahasa kita juga.

Perlu diketahui bahwa pemerintah Indonesia akan menetapkan kebijakan untuk

memberikan perlindungan terhadap pasar tenaga kerja Indonesia dengan diwajibkannya warga

negara ASEAN yang akan bekerja di Indonesia untuk mempelajari dan menguasai kemampuan

berbahasa Indonesia. Kemampuan ini harus dibuktikan dengan sertifikat hasil Ujian

Kemampuan Berbahasa Indonesia (UKBI). UKBI bisa diikuti oleh penutur asing dan warga

negara Indonesia. Kemdikbud telah menggolongkan kemampuan berbahasa Indonesia ke dalam

tujuh peringkat. Peringkat dari yang paling atas ke bawah adalah peringkat Istimewa, Sangat

Unggul, Unggul, Madya, Semenjana, Marginal, dan Terbatas. Tenaga kerja asing ASEAN harus

mampu menunjukkan kemampuan berbahasa Indonesia pada tingkat semenjana.

Kegiatan BIPA ini sebaiknya tidak hanya untuk diselenggarakan di perguruan tinggi

saja, tetapi hendak diperluas dengan membawa serta pada seniman dan budayawan yang biasa

menampilkan atau mementaskan hasil karyanya ke luar negeri atau sebaliknya, sanggar-sanggar

mereka yang sering di datangi oleh turis asing yang ingin belajar, baik lewat kesenian maupun

budaya Indonesia. Tentunya, orang asing atau turis harus mampu berbahasa Indonesia, bila

perlu bahasa daerah sebagai bahasa ibu yang masih digunakan oleh penuturnya.

Pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing memang bukan sesuatu yang baru.

Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya program pembelajaran BIPA, baik yang

diselenggarakan di Indonesia maupun di negara lain. Namun, perlu disadari, bahwa secara

objektif, pembelajaran BIPA di Indonesia berbeda dengan di negara lain, perbedaan ini

terutama tampak pada aspek instrumental eksternal. Beberapa aspek instrumental eksternal

yang dimaksud, antara lain adalah (1) banyaknya ragam bahasa Indonesia, (2) beragamnya

penutur bahasa Indonesia, baik dilihat dari matra etnografis, geografis, maupun sosial, dan (3)

kondisi bahasa Indonesia yang masih dalam proses pertumbuhan dan perkembangan

(Alwasilah, 1996).

Dalam beberapa hal, kondisi bahasa Indonesia sebagaimana dikemukakan di atas dapat

dianggap dan dimanfaatkan bagi kepentingan pengayaan wawasan pembelajar. Namun, jika

kondisi tersebut tidak dipertimbangkan dan diantisipasi secara seksama, maka akan menjadi

hambatan yang amat berarti bagi pembelajar dalam mempelajari bahasa Indonesia.

Selaras dengan keterangan tersebut, pembelajaran BIPA yang diselenggarakan di

Indonesia memiliki spesifikasi yang tampak pada aspek instrumental eksternal. Aspek inilah

yang mewarnai iklim berbahasa masyarakat Indonesia, dan aspek ini juga perlu diperhitungkan

sebagai variabel dalam pembelajaran BIPA. Pembelajar Asing yang sedang belajar bahasa

Page 189: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

189

Indonesia mau tidak mau harus menghadapi fakta lingkungan berbahasa yang demikian

beragam. Kekhususannya yang terkait dengan ragam daerah (dialek), sosiolek, dan situasi

tuturan seperti alih kode dan diglosia menjadi fakta yang tidak dapat dihindari dalam

komunikasi faktual di masyarakat. Di samping itu, patut disadari, bahwa secara objektif

pengalaman yang diterima dan atau diperoleh pembelajar di dalam kelas tidak seluruhnya dapat

berkorespondensi secara langsung dengan fakta empiris bahasa yang terdapat di masyarakat.

Bahkan, tidak jarang pembelajar asing menjumpai banyak fenomena penggunaan bahasa di

masyarakat yang dirasakan berbeda dengan apa yang dipelajari di dalam kelas (Kartomihardjo,

1996). Fenomena ini pasti dijumpai oleh setiap pembelajar BIPA yang sering disikapi sebagai

problematik tersendiri dalam pembelajaran BIPA. ***

Daftar Pustaka

Alwasilah, Chaedar A. 1998. “Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Pembelajar Asing”. Makalah

Kongres Bahasa Indonesia VII. Jakarta, 26-30 Oktober 1998.

Kartomihardjo, Soeseno. 1996. Penyelenggaraan BIPA: Beberapa Hambatan dan Usaha

Penanggulangannya. Kumpulan Makalah Kongres Internasional BIPA. Jakarta:

Listakwarta Putra.

Nunan, David. 1993. Designing Tasks for Communicative Classroom. Cambridge: Cambridge

University Press.

Stern, H.H. 1983. Fundamental Concepts of Language Teaching. Oxford: Oxford University

Press.

Widodo Hs. 1994. “Meningkatkan Motivasi dan Pajanan Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi

Penutur Asing”. Makalah KIPBIPA I (TISOL). Salatiga: UKSW.

________ . 2001. “(BIPA) Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing Model Tutorial”

CIS – BIPA UM Malang.

Winkel, W.S. 1987. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.

Page 190: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

190

PENGARUH METODE SUGESTOPEDIA DAN MOTIVASI BELAJAR

TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS CERPEN

SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SALIMPAUNG KECAMATAN SALIMPAUNG

KABUPATEN TANAH DATAR

Engla Tivana

STKIP Siliwangi Bandung

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh metode sugestopedia dan

motivasi belajar tinggi dan rendah terhadap kemampuan menulis cerpen siswa kelas X

SMA Negeri 1 Salimpaung. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1

Salimpaung. Pengambilan sampel berjumlah 40 siswa dilakukan dengan cara purposive

sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui angket dan tes. Angket digunakan untuk

melihat motivasi belajar siswa, dan tes unjuk kerja dilakukan untuk mengetahui

kemampuan menulis cerpen siswa. Analisis dan pembahasan data dilakukan secara

deskriptif-analisis sesuai dengan konsep penelitian eksperimen. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan dapat disimpulkan empat hal sebagai berikut. Pertama, kemampuan

menulis cerpen siswa yang diajar dengan menggunakan metode sugestopedia lebih baik

daripada siswa yang diajar dengan metode konvensional. Kedua, kemampuan menulis

cerpen siswa yang memiliki motivasi tinggi yang diajar dengan menggunakan metode

sugestopedia lebih baik daripada yang diajar dengan metode konvensional. Ketiga,

kemampuan menulis cerpen siswa yang memiliki motivasi rendah yang diajar dengan

menggunakan metode sugestopedia lebih baik daripada yang diajar dengan metode

konvensional. Keempat, tidak terdapat interaksi antara motivasi belajar dengan metode

pembelajaran dalam mempengaruhi kemampuan menulis cerpen siswa.

Kata kunci: metode sugestopedia, motivasi belajar, kemampuan menulis cerpen

Pendahuluan

Pembelajaran bahasa bertujuan agar seseorang dapat terampil berbahasa. Salah satu

keterampilan berbahasa adalah keterampilan menulis. Keterampilan menulis pada dasarnya

mengarahkan siswa mampu secara aktif menyampaikan dan mengekspresikan berbagai

pendapat, ide, gagasan, atau perasaan untuk berbagai tujuan secara runtun dan sistematik.

Dengan keterampilan menulis, seseorang akan dimudahkan untuk mengkomunikasikan gagasan,

ide, pikiran, dan pengalamannya dalam berbagai bentuk tulisan termasuk dalam bentuk sastra

ataupun karya sastra.

Kegiatan menulis bertujuan untuk menyajikan imajinasi dan intuisi penulisan cerpen.

Materi menulis cerpen yang ada pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada

jenjang SMA kelas X semester 2 pada Standar Kompetensi 16, yaitu mengungkapkan

pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam cerpen. Pada Kompetensi Dasar 16.1 menulis

karangan berdasarkan Kehidupan diri sendiri dalam cerpen (pelaku, peristiwa, latar).

Page 191: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

191

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan guru bahasa Indonesia secara

nonformal pada tanggal 19 Juni 2013 yaitu Ibu Dra. Zetmi Roziva dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar menulis cerpen masih berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).

KKM sekolah yaitu 70.Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di SMA Negeri 1

Salimpaung, ditemukan bahwa penyebab permasalahan kemampuan menulis cerpen disebabkan

rendah-nya motivasi siswa dalam menulis. Hal itu dapat dicermati dari cara siswa mengerjakan

tugas-tugas menulis yaitu menulis cerpen, siswa tidak memperhatikan dengan baik apa yang

disampaikan guru. Keadaan ini tentu saja tidak terlepas dari pengaruh lingkungan dan

pengalaman belajar menulis siswa di sekolah seperti wawasan dan pengalaman siswa dalam

menulis.

Selain itu, siswa sulit untuk menyusun kalimat demi kalimat sehingga menjadi sebuah

paragraf yang padu. Kenyataan ini dibuktikan dengan fenomena beberapa menit pertama hanya

sekitar tiga sampai lima orang siswa yang memulai menulis cerpen. Selain itu, beberapa siswa

tersebut, ada yang mencoret-coret buku tulisnya, dan menoleh ke arah temannya untuk

mendapatkan bantuan.

Ada siswa yang kesulitan dalam mengisahkan suatu kejadian dalam rangkaian paragraf

sehingga membentuk alur cerita yang tidak menarik. Siswa sulit menemukan ide-ide, gagasan,

perasaan, dan pikir-an tentang apa yang akan ditulisnya. Hal itu disebabkan oleh kurangnya

siswa dalam membaca. siswa dalam menulis masih banyak kesalahan EYD, pemakaian

konjungsi, dan kalimat serta pemilihan diksi yang tepat dalam menulis cerpen.

Kesalahan Menulis cerpen pernah diteliti oleh dosen Universiti Putra Malaysia dengan

judul Keberkesanan Cerpen dalam Mempertingkat Prestasi Penulisan Karangan Bahasa Melayu

dalam Kalangan Murid. Penelitian ini dilakukan karena guru perlu memlih bahan pengajaran

dalam mengajar sastra khususnya cerpen. Pemilihan bahan sastra yang sesuai dengan siswa

bertujuan untuk menanamkan minat untuk terus membaca. Dengan adanya motivasi yang tinggi

dalam diri siswa secara tidak langsung akan menanamkan bakat untuk berkarya, yaitu menulis

cerpen. Selanjutnya, membaca dapat meningkatkan penguasaan kosakata siswa. Hal tersebut

sesuai dengan pendapat Atmazaki (2006: 5) yang menyatakan bahwa orang yang suka

mengarang mampu duduk di muka komputer berjam-jam sambil menikmati lontaran-lontaran

idenya kelayar komputer. Pengarang yang sukses adalah pembaca yang rakus, karena untuk

dapat mengarang dengan baik diperlukan bacaan yang banyak. Pengarang adalah pembaca,

sedangkan bacaan menentukan kualitas karangannya. Pengarang juga pendengar yang baik

karena banyak informasi yang didapat dari pendengarnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pendidikan Islam Prof. Dr.

Deddy Mulyana MA, pada tahun 2012, diketahui bahwa minat baca masyarakat Indonesia

tergolong rendah. Hal ini terbukti dari jumlah buku yang diterbitkan di Indonesia hanya

mencapai 2500 judul tiap tahun. Negara Amerika Serikat, Jepang, dan Inggris merupakan

Page 192: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

192

negara yang lebih besar mengeluarkan judul buku tiap tahun, tidak hanya ribuan bahkan ratusan

ribu judul buku. Hal ini disebabkan oleh bangsa kita adalah bangsa yang berbudaya lisan, yang

kurang tertarik pada kegiatan membaca dan menulis.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka perlu diadakan pembaharuan metode dalam

pembelajaran menulis cerpen. Metode ceramah yang digunakan guru dalam pembelajaran

menulis cerpen sangat monoton. Pembelajaran menulis cerpen sering kali diberikan kepada

siswa dalam bentuk teori saja. Siswa jarang diberikan pengalaman mengapresiasikan dan

menciptakan karya sastra secara langsung. Guru hanya mengadopsi cerpen yang terdapat dalam

bahan ajar. Sementara siswa hanya diminta untuk menjawab pertanyaan atau soal-soal yang

sudah disiapkan. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pembelajaran cerpen yang berkualitas,

guru harus memperhatikan konsep pembelajaran cerpen, dengan memperhatikan ketersediaan

sarana dan prasarana, waktu yang cukup, serta melibatkan seluruh siswa dalam kegiatan menulis

cerpen.

Dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis cerpen, guru dituntut untuk lebih

kreatif. Baik kreatif dalam memilih metode pembelajaran maupun model pembelajaran. Metode

yang dapat menjadikan pembelajaran lebih menarik sehingga siswa tidak merasa bosan dan

siswa lebih jelas dalam menerima materi pembelajaran, serta memungkinkan siswa menguasai

tujuan pembelajaran yang lebih baik. Oleh karena itu, pengoptimalisasian metode dalam

pembelajaran menulis yang dilakukan oleh guru sangatlah diperlukan. Dalam penelitian ini

penulis menerapkan metode sugestopedia sebagai alternatif untuk mengoptimalkan

pembelajaran me-nulis bagi siswa sekolah menengah atas khususnya kelas X.

Metode sugestopedia ini pernah dieksperimenkan oleh dosen bahasa dan sastra Indonesia

dan guru mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP 1 Palembang dengan judul “Penggunaan

Media Sugestopedia dapat Meningkatkan Kemampuan Siswa Menulis Cerpen”. Dari beberapa

penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa metode sugestopedia dapat

digunakan dalam rangka meningkatkan kemampuan menulis cerpen bagi siswa kelas Sekolah

Menengah Pertama di Palembang.

Tarigan (2009: 137) menyatakan bahwa metode sugestopedia merupakan teknik relaksasi

dan konsentrasi yang dapat membantu para pembelajar mengelola sumber-sumber bawah sadar

mereka dan menyimpan kosakata dan aturan kebahasaan yang pernah diajarkan kepada mereka.

Metode ini dikembangkan oleh Lozanov (1978).

Prinsip utama metode sugestopedia adalah sugesti yang dapat mempengaruhi hasil

menulis siswa, baik secara positif maupun negatif. Beberapa teknik yang digunakan dalam

memberikan sugesti positif adalah mendudukkan siswa secara nyaman, memasangkan musik

latar di kelas saat pembelajaran menulis cerpen ber-langsung, meningkatkan partisipasi

individu, dan menggunakan poster-poster sebagai media penyampaian informasi untuk

memudahkan siswa untuk mengeluarkan kata-kata serta merangkai kalimat demi kalimat

Page 193: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

193

menjadi sebuah paragraf yang padu. Karakteristik umum metode ini adalah atmosfer yang

sugestif, seperti alunan musik, dekorasi ruangan yang menarik, tempat duduk yang

menyenangkan yaitu. Hal ini sangat berperan penting dalam metode sugestopedia.

Selain metode sugestopedia, untuk mengatasi kesulitan siswa dalam menulis, motivasi

belajar eratkaitannya dengan kemampuan menulis cerpen. Hal ini harus diperhatikan oleh guru

dalam proses pembelajaran. Motivasi sangat di-perlukan karena seseorang yang tidak

mempunyai motivasi dalam menulis cerpen tidak akan mampu merangkai dan menyusun

gagasan dalam sebuah paragraf yang padu. Motivasi belajar merupakan suatu kekuatan yang

dimiliki oleh seseorang dalam melakukan kegiatan menulis. Seseorang akan berhasil dalam

menulis, jika pada dirinya ada keinginan untuk menulis cerpen. Keinginan atau dorongan inilah

yang disebut dengan motivasi belajar.

Dari permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka motivasi belajar memberikan

pengaruh pada kemampuan siswa dalam menulis cerpen. Untuk menjawat per-masalahan di

atas, maka metode sugestopedia merupakan metode yang tepat digunakan dalam menulis

cerpen. Hal ini dapat dilihat bahwa metode pembelajaran sugestopedia merupakan teknik yang

digunakan untuk merangsang siswa dalam menulis cerpen.

Menulis cerpen dibutuhkan konsentrasi untuk mengumpulkan kosa kata, aturan

kebahasaan, serta cara siswa dalam merangkai kalimat. Untuk membangkitkan konsentrasi

tersebut, maka metode sugestopedia tepat digunakan dalam pelajaran menulis cerpen. Selain itu,

motivasi juga erat kaitannya dengan menulis cerpen siswa, tanpa adanya motivasi maka sebuah

paragraf yang padu tidak akan tercipta. Jadi, berdasarkan fenomena serta uraian yang telah

dipaparkan tersebut, dapat disimpul-kan bahwa penelitian ini penting untuk dilaksanakan.

Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini adalah men-jelaskan hal berikut.

Pertama, menjelaskan kemampuan menulis cerpen siswa dengan menggunakan metode

sugestopedia lebih baik daripada menggunakan metode konvensional siswa kelas X SMA

Negeri 1 Salimpaung. Kedua, menjelaskan kemampuan menulis cerpen siswa yang memiliki

motivasi tinggi dengan menggunakan metode sugestopedia lebih baik daripada menggunakan

metode konvensional siswa kelas X SMA Negeri 1 Salimpaung. Ketiga, menjelaskan

kemampuan menulis cerpen siswa yang memiliki motivasi rendah dengan menggunakan metode

sugestopedia lebih baik daripada menggunakan metode konvensional siswa kelas X SMA

Negeri 1 Salimpaung. Keempat, menjelaskan interaksi antara metode sugestopedia dengan

motivasi belajar dalam mempengaruhi kemampuan menulis cerpen siswa kelas X SMA Negeri

1 Salimpaung.

Metode

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode

eksperimen desain factorial 2x2. Menurut Sugiyono (2006:86), quasy eksperiment digunakan

Page 194: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

194

karena pada kenyataannya sulit mendapatkan kelompok kontrol yang dapat digunakan untuk

penelitian (tidak variabel-variabel yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen), kelas

eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan metode sugestopedia sedangkan pada

kelas kontrol menggunakan metode pembelajaran konvensional. Populasi dalam penelitian ini

adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Salimpaung yang terdaftar tahun pelajaran 2013-2014 yang

terdiri dari kelas X.1, X.2, X.3, dan X.4 yang berjumlah 82 orang.

Sampel berasal dari populasi yang betul-betul homogen agar sampel representatif atau

dapat mewakili populasi. Jadi, sebelum pemilihan sampel, dilakukan uji normalitas,

homogenitas, dan uji kesamaan rata-rata terhadap populasi. Pengujian normalitas menggunakan

uji Lilliefors, homogenitas menggunakan uji Barlett, sedangkan uji kesamaan rata-rata

dilakukan dengan menggunakan rumus Anava satu arah. Pengujian menggunakan nilai ulangan

harian siswa kelas X pada mata pelajaran bahasa Indonesia.

Selanjutnya, pada kelompok kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan angket

motivasi belajar. Hasil angket dianalisis sehingga diperoleh kelompok siswa yang mempunyai

motivasi rendah dan siswa yang memiliki motivasi tinggi. Analisis dilakukan dengan cara

mengurutkan skor perolehan angket motivasi belajar dari skor terendah sampai skor tertinggi.

Untuk me-nentukan kelompok siswa yang memiliki motivasi rendah dan kelompok siswa yang

memiliki motivasi tinggi sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Allen dan Yen (dalam

Komaidi, 1994: 9) yang mengatakan bahwa responden yang berada pada 27% tingkat atas

tergolong sebagai siswa yang memiliki motivasi tinggi, dan 27% tingkat paling bawah tergolong

sebagai siswa yang memiliki motivasi rendah.

Data penelitian ini adalah sebagai berikut, (1) skor hasil tes kemampuan menulis cerpen

siswa dengan menggunakan metode sugestopedia dan konvensional, (2) skor hasil tes

kemampuan menulis siswa yang memiliki motivasi tinggi dan motivasi rendah dengan

menggunakan metode sugestopedia, (3) skor hasil tes kemampuan menulis siswa yang memiliki

motivasi tinggi dan motivasi rendah dengan menggunakan metode konvensional.

Instumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini terdiri dari

dua instrumen, yaitu lembaran angket dan tes. Lembaran angket digunakan untuk mengetahui

motivasi belajar siswa sedangkan tes digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan siswa

dalam menulis cerpen.

Kisi-kisi tes kemampuan menulis cerpen berdasarkan pendapat Muhardi dan Hasanuddin

(2006:31 – 48) sebagai berikut. (1) judul, (2) struktur cerpen (pendahuluan, pembukaan,

penutup, (3) ketepatan alur peristiwa, (4) unsur-unsur dalam cerpen, (5) nasihat, (6) bahasa.

Kisi-kisi angket motivasi belajar menurut sadirman (2008:85) adalah sebagai berikut, (1)

tekun dalam belajar, (2) uletdalam belajar, (3) minat terhadap belajar, (4) kemandirian dalam

belajar, (5) cepat bosan pada tugas rutin, (6) mem-pertahankan pendapat, (7) keyakinan

terhadap suatu hal, (8) suka me-nemukan dan menyelesaikan masalah.

Page 195: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

195

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh temuan penelitian sebagai berikut. Pertama,

ke-mampuan menulis cerpen siswa yang diajar dengan metode sugestopedia dan metode

konvensional. Kedua, kemampuan menulis cerpen siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi

yang diajar dengan metode sugestopedia dan metode konven-sional. Ketiga, kemampuan

menulis cerpen siswa yang memiliki motivasi belajar rendah yang diajar dengan metode

sugestopedia dan metode konvensional. Keempat, interaksi antara motivasi belajar dan metode

sugestopedia dalam menulis cerpen

1. Kemampuan menulis cerpen siswa yang diajar dengan metode sugestopedia dan

metode konvensional

Hasil pengujian hipotesis pertama mengungkapkan bahwa secara keseluruhan

kemampuan menulis cerpen kelompok siswa yang menggunakan metode sugestopedia lebih

baik daripada kemampuan menulis cerpen siswa yang meng-gunakan metode konvensional.

Penggunaan metode sugestopedia dapat membantu siswa membuka pikiran bawah sadar

dan memproleh serta menguasai kuantitas kosakata yang lebih banyak dan struktur-struktur

kalimat yang lebih mantap. Hal ini bisa didapatkan siswa melalui kegiatan mendengarkan musik

dan mengenang kegiatan yang telah terjadi. Melalui proses ini siswa mendapatkan ide untuk

menulis cerpen. Sesuai dengan pendapat Lozanov (dalam Tarigan, 2009:88), ciri utama dari

pendekatan ini adalah penciptaan suasana pembelajaran yang “sugestif”, merangsang pikiran

bawah sadar dengan menggunakan musik barok, tempat duduk yang nyaman dan teknik-teknik

yang dramatis dilakukan guru untuk menyajikan materi bahasa.

Hasil pengamatan ketika pembelajaran dengan menggunakan metode sugestopedia

berlangsung memperlihatkan bahwa siswa menemukan ide untuk menulis cerpen. Hal ini

disebabkan oleh kelas yang ditempati siswa ditata dengan menempatkan beberapa pot kembang

dan menggunakan karpet untuk duduk. Di dinding kelas digantung contoh-contoh cerpen yang

telah disusun dengan penataan yang menarik.

Pembelajaran dengan metode sugestopedia melatih siswa untuk menguasai kosa kata

lebih banyak serta mengajak siswa untuk merangkai kata-kata menjadi suatu kalimat yang

menarik. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa. Siswa yang diajar

dengan metode sugestopedia mempunyai perencanaan yang jelas dalam menulis cerpen. Hal ini

bisa diketahui berdasarkan hasil menulis cerpen siswa yang sesuai dengan kriteria-kriteria

penilaian.

Berbeda dengan metode pembelajaran sugestopedia, metode pembelajaran konvensional

menempatkan siswa sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara

pasif. Pada umumnya, penyampaian pelajaran menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan

penugasan. Guru selalu mendominasi kegiatan pembelajaran, sedangkan siswa lebih banyak

Page 196: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

196

menerima dari guru. Hal ini sesuai dengan pendapat Djaafar (2001:3) yang menyatakan bahwa

metode belajar konvensional merupakan metode yang berorientasi pada guru, dimana hampir

seluruh kegiatan belajar mengajar dikendalikan penuh oleh guru. Tidak ada kesempatan bagi

siswa untuk ikut memberikan kontribusi terhadap pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam

proses pembelajaran. Pada model pembelajaran konvensional informasi dan penjelasan oleh

guru dilakukan secara menyeluruh dan klasikal. Siswa dianggap memiliki kemampuan yang

sama dengan mengabaikan perbedaan karakteristik siswa. Siswa yang diajar dengan metode

pembelajaran konvensional cenderung tidak percaya diri, tidak punya motivasi belajar, hanya

menunggu informasi dari guru dan tidak terbiasa bekerja keras, belajar mandiri dan menemukan

sendiri pengetahuan.

Hal ini dapat dilihat pada waktu penelitian berlangsung, siswa yang diajar dengan metode

konvensional menunjukkan sikap pasif. Siswa mendengarkan penjelasan dari guru, mencatat

pengertian cerpen, ciri-ciri cerpen, serta menjawab pertanyaan guru jika guru bertanya. Tidak

punya inisiatif untuk melakukan komunikasi dengan sesama siswa untuk membahas hal-hal

yang berhubungan dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari. Kemudian mengerjakan

latihan yang ditugaskan guru.

Berdasarkan pengamatan, siswa yang diajar dengan metode konvensional bersifat pasif,

tidak punya keinginan untuk mengembangkan motivasi belajar. Ilmu yang diperoleh hampir

semuanya berasal dari guru, dari hafalan dan latihan-latihan. Guru menjadi penentu jalannya

pembelajaran sehingga tidak ada kegiatan pembelajaran kalau tidak ada guru.

Domisi guru dalam pembelajaran konvensional mengakibatkan siswa kurang berperan

aktif dan lebih banyak menunggu sajian dari guru daripada me-nemukan sendiri pengetahuan,

sikap, dan keterampilan yang dibutuhkan, karena pada pembelajaran konvensional siswa

berperan sebagai objek belajar pasif yang kegiatannya mendengar uraian guru, belajar sesuai

dengan kecepatan guru mengajar dan mengikuti tes atau ulangan mengenai bahan yang

dipelajari (Nasution, 1995:209).

Lembar jawaban kemampuan menulis cerpen pada kelas kontrol memperlihatkan bahwa

siswa tidak mampu menciptakan judul yang singkat, diksi menarik dan menarik perhatian

pembaca. Unsur-unsur serta alur belum tergambar dalam sebuah cerpen. Seharusnya dalam

sebuah cerpen perlu judul yang menarik perhatian pembaca, terdapat unsur-unsur yang

membangun cerpen, serta menggunakan bahasa sesuai dengan struktur gramatika atau ejaan.

2. Kemampuan Menulis Cerpen Siswa yang Memiliki Motivasi Belajar Tinggi yang

Diajar dengan Metode Sugestopedia dan Metode Konvensional

Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa secara umum kelompok siswa yang

memiliki motivasi tinggi memperoleh kemampuan menulis cerpen yang lebih baik dengan

menggunakan metode sugestopedia daripada menggunakan metode konvensional.Pembelajaran

Page 197: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

197

metode sugestopedia mampu meningkatkan ke-mampuan menulis cerpen siswa yang memiliki

motivasi belajar tinggi. Hal ini disebabkan karena metode sugestopedia diawali dengan

membuat suasana kelas berbeda sehingga siswa menemukan ide serta cara untuk

mengungkapkan masalah kedalam sebuah cepen. Adapun bagian-bagian metode sugestopedia

dalam pembelajaran menurut Lozanov (dalam Taringan, 2009:93), yaitu: (a) semua siswa duduk

me-lingkar pada kursi menyerupai seminar, (b) bahan baru disajikan dan didiskusikan,serta

siswa dituntut memandang pengalaman yang tertera dalam bahan baru sebagai menarik hati, (3)

guru mendengarkan musik yang merupakan salah satu dari ciri-ciri yang membuat sugestopedia

menarik.

Selama pembelajaran berlangsung, siswa di kelas eksperimen mempunyai rasa ingin tahu

yang lebih kuat, mereka berusaha untuk terhipnotis dengan alunan musik yang diperdengarkan.

Setelah beberapa kali musik diputarkan dan melakukan peregangan di dalam kelas barulah

siswa bisa berkonsentrasi memikirkan peristiwa yang pernah dialaminya. Siswa memejamkan

mata yang diiringi oleh musik serta diikuti kata-kata yang menyentuh yang dilontarkan oleh

guru.

Di samping itu, siswa mampu menelusuri pengetahuan yang dicari dengan membaca

serta memiliki rasa ingin tahu yang kuat karena siswa tidak akan merasa puas apabila dia belum

menemukan apa yang dicarinya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan yang muncul

pada saat pembelajaran berlangsung. Munandar (2004:59) menyatakan bahwa mengajukan

pertanyaan merupakan bagian berpikir kreatif dan dimaksudkan untuk mengukur kelenturan

berpikir. Dalam menulis cerpen terlihat bahwa banyak siswa yang memulai menulis dengan

ekspresi masing-masing, ada yang tersenyum, rasa marah, dan lain sebagainya.

Dalam model pembelajaran konvensional, siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi

menemukan dan memahami konsep-konsep dalam menulis cerpen sangat terbatas, karena

didominasi oleh guru dalam pembelajaran. Sementara siswa terkondisi menerima pelajaran

dengan pasif, sebagaimana yang diungkapkan oleh Djaafar (2001:3), pembelajaran

konvensional ditafsirkan memasukkan isi atau bahan dari buku kepada siswa hingga mereka

dapat mengeluarkan kembali segala informasi waktu tes atau ulangan. Akan tetapi pengetahuan

yang dimiliki dikeluarkan pada waktu menjawab tes lebih banyak berasal dari mengingat dan

menghafal. Keadaan ini akan berdampak dalam menulis cerpen. Guru menyajikan pelajaran

secara klasikal, siswa dianggap memiliki kemampuan yang sama. Perbedaan individu kurang

diperhatikan guru. Pada saat penemuan konsep semua kegiatan pembelajaran diprakarsai oleh

guru, sedangkan siswa dihadapkan pada situasi menerima apa yang dipolakan guru. Jadi,

metode konvensional kurang mendukung dan menfasilitasi peningkatan aktivitas belajar siswa

yang mempunyai motivasi belajar tinggi. Hal ini menyebabkan konsep-konsep menulis cerpen

yang dipelajari relatif kurang berkembang dan tidak dapat bertahan dalam struktur kognitif

siswa. Dengan demikian, siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi tidak dapat

Page 198: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

198

mengembangkan diri secara optimal, sehingga kurang mendukung peningkatan kemampuan

menulis cerpen siswa. Hal ini bisa dilihat pada penulisan judul cerpen kelas eksperimen dan

kelas kontrol. Isi cerpen pada kelas eksperimen sesuai dengan judul serta kreativitas siswa

dalam mengembangkan cerita menarik dan adanya ketuntasan dalam cerita. Hal ini

membuktikan bahwa menulis cerpen siswa pada kelas ekspeimen yang diajar dengan metode

sugestopedia dan motivasi belajar tinggi lebih memahami konsep dalam menulis cerpen. Hal ini

menunjukkan bahwa siswa bermotivasi belajar tinggi dikelas eksperimen lebih kreatif di-

bandingkan dengan siswa yang diajar dengan model konvensional di kelas kontrol.

Hal ini terlihat dari hasil menulis cerpen siswa. siswa mampu mengawali kalimat yang

menarik sebelum menulis cerpen. Hal ini dapat dilihat pada kelas kontrol penyampaian unsur-

unsur cerpen tidak lengkap dan tidak tergambar, sedangkan pada kelas eksperimen, siswa

mengawali dari alur yang sistematis, melengkapi unsur-unsur cerpen, dan terdapat nasihat

diakhir cerpen.

Berdasarkan beberapa contoh siswa dalam menulis cerpen, maka dapat disimpulkan

bahwa konsep metode sugestopedia yaitu dapat merangsang siswa untuk menyalurkan

kreativitas-kreativitas dalam mengembangkan ide-ide imajinasi dalam menulis cerpen. Hal ini

sangat sesuai dengan siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi.

3. Kemampuan Menulis Cerpen Siswa yang Memiliki Motivasi Belajar Rendah yang

Diajar dengan Metode Sugestopedia dan Metode Konvensional

Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa secara umum kelompok siswa yang

memiliki motivasi belajar rendah memperoleh kemampuan menulis cerpen yang lebih baik

dengan menggunakan metode sugestopedia daripada menggunakan metode konvensional.

Dalam pembelajaran dengan menggunakan metode sugestopedia siswa yang memiliki

motivasi rendah dapat terbantu dalam menulis cerpen. Menurut Lozanov (dalam Tarigan,

2009:292), melalui proses sugesti ini siswa diberikan rangsangan positif sehingga seolah-olah

siswa merasakan secara langsung kejadian atau keadaan yang disugestikan oleh guru. Tugas

guru adalah mengarahkan siswa agar mampu melakukan aktivitas berpikir seperti

mengklasifikasikan, mengkategorikan, menggabungkan, mengonstruksikan, dan

memformulasikan. Kelima proses tersebut kemudian diaplikasikan ke dalam proses kreatif

untuk menemukan ide orisinal yang dituangkan dalam bentuk menulis cerpen. Selain itu, dalam

metode sugestopedia imajinasi siswa lebih diperhatikan, kebebasan siswa dalam belajar lebih

tinggi dan tidak terikat dengan aturan-aturan klasikal. Hal ini menyebabkan metode

sugestopedia dapat mengembangkan struktur kognitif siswa yang mempunyai motivasi belajar

rendah sehingga mendorong peningkatan kemampuan menulis cerpen siswa.

Pada pembelajaran konvensional yang menempatkan siswa sebagai obyek belajar yang

berperan sebagai penerima informasi secara pasif, belajar lebih banyak secara individual,

Page 199: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

199

teoritis dan Abstrak, pengetahuan dikonstruksikan oleh orang lain dan diperoleh melalui

menghafal dan latihan-latihan (Sanjaya, 2006: 259), membuat siswa yang memiliki motivasi

belajat rendah tidak tertarik untuk mengikuti pelajaran dengan baik, tidak berusaha keras

mengikuti pem-belajaran bahasa Indonesia karena memang tidak berminat dengan gaya

pembelajaran konvensional tersebut. Pada pembelajaran konvensional kesempatan siswa untuk

mengajukan ide yang mereka miliki terbatas, sehingga motivasi belajar yang dimiliki siswa

terhambat. Akibatnya struktur kognitif siswa tidak dapat berkembang secara optimal dan

akhirnya kurang mendukung peningkatan kemampuan menulis cerpen.

Hal ini ditandai bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode sugestopedia di kelas

eksperimen efektif daripada di kelas kontrol yang diajar dengan meng-gunakan metode

konvensional.

4. Interaksi antara Motivasi Belajar dan Metode Sugestopedia dalam Mem-pengaruhi

Kemampuan Me-nulis Cerpen.

Hasil perhitungan ANAVA dua arah untuk pengujian hipotesis keempat menyimpulkan

bahwa tidak terdapat interaksi antara metode sugestopedia dengan motivasi belajar dalam

mempengaruhi kemampuan menulis cerpen siswa. Berarti efek utama faktor metode

sugestopedia dan motivasi belajar masing-masing berjalan secara independen dalam

memepengaruhi kemampuan menulis cerpen siswa atau tidak terdapat pengaruh dari interaksi

anatara metode sugestopedia dan kategori motivasi belajar terhadap kemampuan menulis cerpen

siswa. Dengan demikian, metode sugestopedia untuk semua kategori motivasi belajar dalam

meningkatakan ke-mampuan menulis cerpen siswa.

Tidak terdapat interaksi antara metode sugestopedia dan motivasi belajar dalam

mempengaruhi motivasi belajar siswa antara lain disebabkan (1) dalam pembelajaran metode

sugestopedia tingkat pe-mahaman siswa terhadap materi pelajaran dapat meningkat, dengan

adanya suasana dan cara belajar yang menggunakan musik. Pembelajaran ini membuat motivasi

belajar siswa berkembang sehingga materi yang dipelajari lama diingat siswa. (2) keterampilan

siswa dalam bertanya berkembang dengan baik, misalnya dalam berdiskusi siswa tidak lagi

diam dan menerima pelajaran dari guru, siswa lebih aktif bertanya tentang apa yang tidak

diketahuinya. Sementara dalam pembelajaran dengan metode konvensional ber-jalan secara

independen dan tidak tergantung pada motivasi belajara siswa. Hal ini sesuai dengan Maryunis

(2007: 321) menyatakan jika interaksi tidak signifikan maka efek utama faktor variabel bebas A

dan variabel bebas B dapat diinterpretasikan secara independen. Dengan demikian, metode

sugestopedia selain dapat diterapkan pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi, juga

dapat me-ningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa yang mempunyai motivasi belajar

rendah.

Page 200: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

200

Simpulan

Penelitian ini membahas tentang pengaruh metode sugestopedia dan motivasi belajar

terhadap kemampuan menulis cerpen siswa kelas X SMA Negeri 1 Salimpaung. Berdasarkan

hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemuka-kan, maka diperoleh simpulan sebagai

berikut.

Pertama, Kemampuan menulis cerpen siswa yang diajar dengan metode sugestopedia

lebih baik daripada kemampuan menulis cerpen siswa yang diajar dengan metode konvensional.

Kedua, kemampuan menulis cerpen siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi yang diajar

dengan metode sugestopedia lebih baik daripada kemampuan menulis cerpen siswa yang

memiliki motivasi belajar tinggi yang diajar dengan metode konvensional. Ketiga, kemampuan

menulis cerpen siswa yang memiliki motivasi belajar rendah yang diajar dengan metode

sugestopedia lebih baik daripada kemampuan menulis cerpen siswa yang memiliki motivasi

belajar rendah yang diajar dengan metode konvensional. Keempat, tidak terdapat interaksi

anatara metode sugestopedia dan motivasi belajar dalam mempengaruhi kemampuan menulis

cerpen siswa.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.

Pertama, guru-guru bahasa Indonesia supaya menerapkan metode sugestopedia pada

pem-belajaran bahasa Indonesia di sekolah, terutama guru-guru bahasa Indonesia SMA Negeri 1

Salimpaung Kecamatan Salimpaung untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan

menulis cerpen siswa.

Kedua, kepada para peneliti selanjutnya agar meneliti lebih mendalam tentang

penggunaan metode sugestopedia ini pada pokok bahasan lain atau mata pelajaran lain.Ketiga,

bagi siswa, bahwa metode pembelajaran metode sugestopedia memberikan pengaruh yang

positif dan lebih baik lagi bagi masing-masing individu maupun bagi siswa dalam proses

pembelajaran berkelompok.

Daftar Pustaka

Atmazaki. 2006. Kiat-Kiat Mengarang dan Menyunting. Padang: Citra Budaya Indonesia.

Djaafar, Tengku Zahara. 2001. Kontribusi Strategi Pembelajaran terhadap Hasil Belajar.

Padang: FIP UNP.

Jamian, Abdul Rasid, dkk. 2011. Keberkesanan Cerpen dalam Mempertingkat Prestasi Penulis-

an Karangan Bahasa Melayu dalam Kalangan Murid. Jurnal Pendidikan Bahasa melayu,

Vol 16 , Bil 2, (online), (http:// .ukm.my/jpbm/pdf45-58_ Arti kel_4_Rasid_et_al.pdf.

diakses tanggal 1 April 2014).

Page 201: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

201

Komaidi, Didik. 2011. Panduan Lengkap Menulis Kreatif Teori dan Praktek. Yokyakarta: Sabda

Melia.

Maryunis, Aleks. 2007. Konsep dasar penerapan Statistika dan Teori Probabilitas. Padang:

Universitas Negeri Padang.

Muhardi dan Hassanuddin WS. 2006. Prosedur Analisis Fiksi: Kajian Strukturalisme. Padang:

Yayasan Citra Budaya Indonesia.

Nurhayati, Nurhayati and Jaenah, Een and Yuliati, Esana Laili. 2005. Penggunaan Strategi Suggestopedia dapat Meningkat-kan Kemampuan Siswa Menulis Cerpen.Jurnal Bahasa

dan Sastra, 8 (2),(online), (http:// eprints. unsri.ac.id, diakses tanggal 1 April 2014).

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:

Kencana.

Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&d. Bandung: Alfabeta.

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa.

Tukiman. 2007. Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerpen dengan Pendekatan Pembelajaran

Terpadu (Studi pada Siswa Kelas XII IPA-3 SMA 1 Mojolaban). Jurnal Pendidikan, Jilid

16, Nomor 2, (online), (http://ejurnal.veteranbantara.ac.idindex.phppendidikanarticleview

7869.pdf)

Page 202: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

202

PERAN CERITA RAKYATDALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK

Eva Krisna-Krisnawati

Balai Bahasa Provinsi Sumatera Barat

[email protected]

Abstrak

Cerita rakyat terdiri atas empat jenis, yaitu: mite, legenda, epos/sage, dan dongeng.

Biasanya, cerita rakyat merupakan kisah pendek, sederhana, bahasanya merupakan

bahasa prosa biasa, dan dituturkan oleh nenek, ibu, atau perempuan-perempuan yang

dituakan yang memiliki kemampuan bercerita. Cerita rakyat hampir-hampir tidak

mendapat perhatian yang layak dari para pemerhati sastra di Nusantara. Padahal, cerita

rakyat sangat kaya ragam dan banyaknya Namun, kekayaan khasanah budaya itu

cenderung dibiarkan begitu saja, hilang ditelan waktu. Kehilangan dan kepunahan itu

disebabkan media penyampaiannya adalah pelisanan sehingga ketika perhatian

masyarakat terhadapnya tidak ada lagi, maka hilanglah ia dari tengah masyarakat

bersangkutan. Padahal, cerita rakyat memiliki fungsi di tengah masyarakat, antara lain

sebagai alat pendidik, alat pelipur lara, media protes sosial, dan proyeksi keinginan

terpendam. Maka, selayaknya cerita rakyat seperti mulai diapresiasi, seperti

dikumpulkan, direkam, ditulis, diterjemahkan, dipublikasikan, dan dikaji manfaatnya

bagi pembaca.

Salah satu indikasi manfaat cerita rakyat bagi masyarakat adalah kandungan nilai-nliai

dan pesan-pesan yang dibawanya yang dapat dijadikan media pengajaran bagi anak.

Tulisan ini khusus membahas peran sastra rakyat dalam proses pembentukan karakter

anak dengan mengambil sampel carito (cerita rakyat Minangkabau). Sastra rakyat

(curito) bermanfaat sebagai bacaan bagi anak karena sesuai dengan kehidupan dan alam

pikiran anak-anak, yakni menonjolkan unsur fantasi, mengemukakan hal-hal yang serba

mungkin, dan menganggap bahwa segala sesuatu itu hidup sebagaimana anak-anak itu

sendiri. Di atas semua itu, nilai-nilai dan pesan-pesan tertentu yang terdapat dalam cerita

rakyatlah yang amat bermanfaat dalam proses pembentukan karakter anak. Nilai-nilai dan

pesan-pesan tertentu yang terkandung di dalam karya sastra dapat menjadi pedoman

tingkah laku dalam kehidupan anak yang akan menjadi filter dalam menghadapi budaya

global yang cenderung menggerus karakter anak Nusantara.

Kata kunci: cerita prosa rakyat, fungsi, nilai-nilai, karakter anak, dan budaya global

Pendahuluan

Hampir semua kelompok etnik di dunia ini memiliki cerita rakyat, khususnya yang

disampaikan dalam bentuk prosa, atau yang biasa disebut cerita prosa rakyat. Para ahli telah

membagi cerita prosa rakyat dalam berbagai katagori dan peristilahan masing-masingnya.

Istilah cerita prosa rakyat diperkenalkan oleh Bascom (1965:3-6) sebagai prose narrative, yakni

cerita rakyat yang disampaikan dalam bentuk prosa dan sering kali menjadi bagian dari tradisi

lisan. Cerita prosa rakyat terdiri atas tiga jenis, yaitu: mite, legenda, dan dongeng.

Mite adalah cerita prosa rakyat yang ditokohi dewa dan diyakini masyarakat sebagai

suatu hal yang benar-benar pernah terjadi pada masa lampau yang sangat jauh. Mite biasanya

berupa pengajaran yang harus diyakini karena mengandung kekuatan gaib sehingga dianggap

sebagai cerita suci. Mite berfungsi untuk menjawab ketidakmengertian manusia mengenai

Page 203: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

203

sesuatu hal, keragu-raguan atau ketidakpercayaan, dan sering sekali dikaitkan dengan

kepercayaan dan ritual.

Legenda adalah cerita prosa rakyat yang ditokohi manusia biasa atau manusia setengah

dewa, juga diyakini pernah terjadi, tetapi kejadiannya pada masa lampau yang tidak begitu jauh.

Legenda bisa saja dianggap cerita suci atau cerita biasa yang bercerita tentang perpindahan

penduduk, peperangan, kepahlawanan, raja dan para pemuka masyarakat, pergantian

kepemimpinan dalam suatu kelompok etnik, serta berkaitan dengan asal-usul penamaan suatu

hal. Biasanya legenda mengandung nilai historis yang bercampur baur dengan mitos.

Dongeng adalah cerita prosa rakyat yang dianggap semata-mata sebagai cerita rekaan.

Kebenaran kejadian dalam dongeng tidak pernah dipermasalahkan orang. Dongeng dapat

berfungsi sebagai hiburan dan nasihat, kejadian dapat terjadi dimana dan kapan saja (tidak

terikat pada waktu dan tempat), serta kerap bercerita tentang dewa, peri, manusia, dan binatang.

Di Minangkabau, cerita rakyat dibagi menjadi dua, yaitu curito dan kaba. Menurut

Djamaris (2002:68&77—78), curito (cerita)merupakan kisah pendek, sederhana, bahasanya

merupakan bahasa prosa biasa, dan biasanya dituturkan oleh nenek, ibu, atau perempuan-

perempuan yang dituakan yang memiliki kemampuan bacurito (bercerita); sedangkan kaba

adalah kisah panjang, isinya hampir sama dengan hikayat/novel, disampaikan dalam bentuk

prosa berirama, dan dipertunjukkan oleh penutur profesional.

Khusus mengenai cerita prosa rakyat Minangkabau yang disebut curito, hampir-hampir

tidak mendapat perhatian yang layak dari para pemerhati sastra. Padahal, curito sangat kaya

ragam dan banyaknya di Minangkabau, seperti pada umumnya cerita rakyat, yakni ada curito

yang tergolong dongeng, tergolong mite, dan tergolong legenda. Namun, kekayaan khasanah

budaya Minangkabau itu cenderung dibiarkan begitu saja, hilang ditelan waktu. Kehilangan dan

kepunahan curito disebabkan media penyampaiannya adalah pelisanan sehingga ketika

perhatian masyarakat terhadapnya tidak ada lagi, maka hilanglah ia dari tengah masyarakat

bersangkutan. Padahal, cerita rakyat memiliki kegunaan bagi masyarakat, seperti yang diuraikan

oleh Danandjaja (1984:83), yakni: sebagai alat pendidik, alat pelipur lara, media protes sosial,

dan proyeksi keinginan terpendam. Maka, selayaknya cerita rakyat seperti curito mulai

diapresiasi, seperti dikumpulkan, direkam, ditulis, diterjemahkan, dipublikasikan, dan dikaji

manfaatnya bagi pembaca.

Salah satu indikasi manfaat cerita rakyat bagi masyarakat adalah kandungan nilai-nliai

dan pesan-pesan yang dibawanya yang dapat dijadikan media pengajaran bagi anak. Tulisan ini

khusus membahas peran sastra rakyat, dalam hal ini curito, dalam proses pembentukan karakter

anak, khususnya anak Minangkabau.

Sastra rakyat (curito) bermanfaat sebagai bacaan bagi anak karena sesuai dengan

kehidupan dan alam pikiran anak-anak, yakni menonjolkan unsur fantasi, mengemukakan hal-

hal yang serba mungkin, dan menganggap bahwa segala sesuatu itu hidup sebagaimana anak-

Page 204: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

204

anak itu sendiri. Di atas semua itu, nilai-nilai dan pesan-pesan tertentu yang terdapat dalam

cerita rakyatlah yang amat bermanfaat dalam proses pembentukan karakter anak. Menurut

Sarumpaet (1976:29), nilai-nilai dan pesan-pesan tertentu yang terkandung di dalam karya sastra

dapat menjadi pedoman tingkah laku dalam kehidupan anak.

Sastra Rakyat sebagai Alat Pembentuk Karakter Anak

Pada masa lalu, orang Minangkabau amat bangga dengan penggunaan bahasa plastis

dalam komunikasi mereka sehari-hari. Orang Minangkabau dulu gemar berlama-lama dan

berbual-bual dengan pemakaian pantun, kias, dan peribahasa. Orang enggan mengungkapkan

sesuatu secara langsung, berterus terang, atau dengan lugas. Jika hendak menyampaikan pikiran

atau perasaan, seseorang akan berputar-putar dulu, sampai lawan bicara maklum terhadap hal

yang dibicarakan. Dalam hal mendidik anak pun demikian, orang tua lebih memilih penggunaan

kalimat-kalimat sastra dengan bertamsil dan beribarat, bahkan dengan menuturkan curito-curito

yang kaya dengan nilai-nilai dan pesan-pesan tentang kehidupan yang hakiki. Selanjutnya,

anaklah yang melalui kemampuan kognisi mereka menjadikan curito-curito yang sering mereka

dengar sebagai landasan bersikap dalam kehidupan bermasyarakat yang pada akhirnya menjadi

unsur pembentuk karakter sang anak.

Curito, sebagaimana sastra rakyat pada umumnya menurut Santosa dkk. (2008:8.33)

memiliki empat manfaat, yakni: estetis, pendidikan, kepekaan batin dan sosial, dan penambah

wawasan dalam pengembangan jiwa dan kepribadian (karakter) anak. Estetis berasal dari kata

estetika, yaitu cabang ilmu filsafat yang membahas tentang keindahan yang melekat dalam

karya seni. Dalam curito terdapat nilai keindahan, yaitu keindahan seni merangkai kalimat

hingga menjadi ungkapan cerita yang bagus. Curito yang biasanya dituturkan, disampaikan

dengan suara yang enak didengar sehingga pendengar memeroleh kepuasan, kenikmatan, dan

teringat lama kepada curito tersebut.

Manfaat curito sebagai unsur pendidikan maksudnya ialah dengan mendengar curito,

anak memeroleh ajaran tentang akhlak, budi pekerti, dan kecerdasan berpikir. Melalui curito,

anak memperoleh informasi yang dapat memengaruhi proses pembentukan sikap dan tingkah

laku individual atau kelompok orang dalam rangka kehidupan bersama (bermasyarakat).

Peka artinya mudah merasa, mudah tersentuh, mudah bergerak, tidak lalai, serta tajam

menerima dan meneruskan pengaruh dari luar. Manfaat sastra rakyat bagi anak sebagai

pengasah kepekaan batin dan sosial maksudnya adalah agar mereka tersentuh oleh hal-hal yang

bersifat manusiawi, seperti hasrat hidup untuk selalu member motivasi bagi orang lain, berbuat

baik sesama manusia, menolong orang yang sengsara, dan berempati terhadap masalah yang

mendera orang lain.

Wawasan artinya adalah tinjauan atau pandangan. Manfaat sastra rakyat sebagai

penambah wawasan bagi anak maksudnya adalah bahwa sastra rakyat dapat berperan sebagai

Page 205: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

205

informasi, pengetahuan, pengalaman hidup, pandangan-pandangan tentang kehidupan. Dengan

memahami isi curito, anak memiliki kekayaan pengetahuan, keleluasaan berpikir, dan

pengalaman-pengalaman hidup yang dapat dipetik hikmahnya.

Dengan mengapresiasi sastra rakyat, anak memeroleh keindahan pengajaran,

pendidikan atau pengajaran, kepekaan, serta wawasan tentang budi pekerti, pesan moral, dan

teladan-teladan kebajikan yang bermanfaat dalam pengembangan jiwa dan kepribadian mereka.

Berikut ini adalah bahasan tentang keempat manfaat sastra rakyat dalam pembentukan karakter

anak yang diaplikasikan melalui tiga curito Minangkabau yang berjudul Si Bunian, Asal-Usul

Danau Maninjau, dan Tikus Beranak Putri.

Si Bunian

Konon, di Payakumbuh hidup sebangsa makhluk halus yang bernama si

Bunian. Mereka diberi nama demikian karena menyenangi segala macam buni-

bunian (bunyi-bunyian) yang berasal dari berbagai alat musik tradisional,

seperti aguang (gong), talempong, dan canang. Bunian berusaha meminjam

bunyi-bunyian tersebut ke setiap rumah gadang yang memilikinya. Untuk itu, ia

akan menyamar menjadi manusia dengan mengaku sebagai masyarakat dari

kampung lain. Mereka meminjam dengan meninggalkan uang sebagai imbalan

jasa. Ketika bunyi-bunyian tersebut dipulangkan nanti, orang baru menyadari

bahwa mereka telah berurusan dengan si Bunian karena alat musik tersebut

tidak berbunyi bagus lagi dan uang yang ditinggalkan pun berubah menjadi

daun kayu.

Tidak hanya itu, Bunian juga suka menyesatkan orang di hutan. Orang

yang disesatkan merasa bahwa ia menempuh jalan bagus yang belum pernah ia

lihat sebelumnya dan menemui kampung yang sangat indah. Orang tersebut

betah disana karena ia pun mendapat keluarga baru dan kehidupan yang

dirasanya sangat baik. Padahal, sesungguhnya ia berada dalam hutan, tinggal di

pepohonan, dan makan makanan yang menjijikkan. Sementara itu, keluarganya

di kampung kehilangan dan mencari-cari kemana tersesatnya orang itu.

Akhirnya, bila orang itu ditemukan, ia tidak akan betah di kampung, ia kabur

kembali ke kampung Bunian. Kalaupun dipaksa tinggal di kampung, ia akan

menjadi hilang ingatan. Biasanya, orang yang disesatkan Bunian adalah orang-

orang yang kondisi kejiwaannya sedang labil seperti sedang sedih atau tertekan

oleh sesuatu hal.

Curito di atas termasuk kategori mite yang mengandung pesan-pesan sosial yang dapat

diambil manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pesan sosial yang dapat dipetik

adalah jangan memendam perasaan sendirian dan berlama-lama. Bagilah beban perasaan kepada

orang terdekat yang dapat mengerti dan mau mencarikan jalan keluar dari setiap persoalan yang

dihadapi. Dari curito ini dapat diperoleh pengajaran bahwa sifat tertutup dan memendam

perasaan dapat membuat seseorang terpedaya oleh hal-hal yang tidak logis bahkan menipu. Bagi

anak, curito ini dapat memberikan pengajaran bahwa anak tidak boleh terlalu mudah menuruti

perasaan hati seperti merajuk ‘mamanggok’ karena sikap demikian membuat ia mudah dibujuk

orang lain yang pada akhirnya membawa kesengsaraan bagi dirinya dan keluarga.

Asal-Usul Danau Maninjau

Konon pada zaman dulu di Danau Maninjau sekarang berdiri satu

gunung merapi bernama Gunung Tinjau. Di satu desa yang berada di kaki

Page 206: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

206

gunung itu hiduplah sepuluh orang bersaudara yang disebut Bujang Sambilan.

Mereka adalah Kukuban, Kudun, Bayua, Malintang, Galapuang, Balok, Batang,

Bayang, dan Kaciak. Adik mereka yang paling bungsu adalah seorang

perempuan bernama Siti Rasani, akrab dipanggil Sani. Giran. Siti Rasani

menjalin hubungan kasih dengan anak mamak mereka bernama Giran. Namun,

kakak tertuanya tidak menyukainya karena Kukuban pernah dikalahkan Giran

dalam suatu pertandingan. Suatu hari, Giran dan Rasani dituduh melakukan

perbuatan tak senonoh karena Giran membantu mengobati Rasani yang terluka

pahanya. Keduanya dihukum menceburkan diri ke kawah Gunung Tinjau.

Namun, sebelum melompat ke dalam kawah, Giran mengucapkan sumpah,

yakni apabila tuduhan yang ditimpakan padanya tidaklah benar, maka

masyarakat akan merasakan akibat dari fitnah yang sudah mereka tujukan

padanya.

Seketika, di saat Giran dan Rasani berada di dalam kawah, Gunung

Tinjau pun meletus dan menyemburkan lahar panas melanda semua orang

kampong. Gunung Tinjau pecah sampai tak menyisakan bentuknya lagi hingga

yang ada hanyalah air yang banyak dan menggenangi tempat yang luas. Nama

gunung itu kemudian diabadikan menjadi nama danau, yakni Danau Maninjau.

Nama-nama tokoh yang terlibat dalam peristiwa itu diabadikan menjadi nama

nagari di sekitar Danau Maninjau, seperti Tanjung Sani, Sikudun, Bayua, Koto

Malintang, Koto Kaciak, Sigalapuang, Balok, Kukuban, dan Sungai Batang.

Cerita rakyat atau curito di atas termasuk kategori legenda. Ia mengandung pesan-pesan

moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pesan moral yang

dapat dipetik adalah akibat buruk yang ditimbulkan oleh sifat dendam. Dendam menjadikan

Kukuban tega menfitnah Giran dan Sani telah melakukan perbuatan terlarang. Dari hal ini dapat

dipetik pelajaran bahwa sifat dendam dapat mendorong seseorang berbuat aniaya terhadap

orang lain, demi membalaskan dendam yang pada akhirnya berakibat fatal bagi sang

pendendam itu. Dengan pemahaman terhadap curito ini, anak dapat memedomani bahwa

pendendam adalah sifat yang harus dijauhi.

Tikus Beranak Putri

Konon, ada seorang putri raja yang berwatak baik sehingga disayang

oleh semua orang. Putri cantik itu menikah dengan seorang pangeran yang

memiliki paras tampan pula. Namun, ada seseorang yang tidak suka padanya,

yakni seorang dukun perempuan yang berwatak jahat dan memiliki wajah

buruk. Dukun tersebut iri hati pada sang putri sehingga ia pun menyihirnya

menjadi seekor tikus. Putri yang ketika disihir itu sedang hamil, melarikan diri

ke pinggir hutan karena malu atas kejadian yang menimpanya.

Di pinggir hutan, tikus jelmaan putri itu dirawat oleh seorang tua

penyayang yang menganggapnya seperti anaknya sendiri hingga suatu hari

tikus itu melahirkan. Anak yang dilahirkan adalah seorang perempuan yang

berparas secantik ibunya sebelum dikutuk dulu. Ia pun tumbuh menjadi gadis

rupawan yang tersohor ke berbagai negeri. Gadis itu dinikahi oleh seorang raja

muda yang bertahta di kerajaan seberang negeri Balai Panjang. Gadis itu tidak

melupakan ibunya, ia memboyong serta ibunya ke kerajaan suaminya secara

sembunyi-sembunyi. Disana, ia merawat ibunya dengan penuh bakti

sebagaimana seorang anak berbakti kepada ibunya sesama manusia. Ia

memberi ibunya makan enak, sarang yang layak, dan penghormatan yang

Page 207: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

207

pantas, meskipun semuanya harus ia lakukan dengan sembunyi-sembunyi

karena fisik ibunya yang merupakan binatang menjijikkan itu.

Tak terelakkan, suatu hari raja mendapati tikus jelmaan itu sedang

makan di piring bagus dengan makanan yang serba enak. Sang raja pun marah

dan memukuli tikus hingga mati. Alangkah sedihnya hati si putri karena

ibunya dibunuh. Ia tidak dapat menahan luapan kesedihan sehingga ia pun

menangis, meraung, dan meratap, “Meskipun hanya seekor tikus, ya ‘Bu, Ibu

bagiku tetaplah ibu yang telah merawat dan membesarkanku semenjak dari

rahimmu.” Sang suami, raja yang telah terlanjur membunuh mertuanya itu,

terperanjat mendengar ratapan istrinya. Ia segera memerintahkan

penyelenggaraan penguburan tikus jelmaan itu, seperti layaknya penguburan

manusia.

Ketika prosesi pemakaman hendak dilangsungkan, tiba-tiba bangkai

tikus tersebut menjelma kembali dalam wujudnya yang asli, yakni seorang

perempuan cantik. Ternyata, kasih sayang anak dan penyesalan menantunya

telah menghapuskan sihir dari tubuhnya. Ia pun memeluk putrinya sedangkan

menantunya pun menyampaikan permintaan maaf padanya.

Curito di atas termasuk kategori dongeng, yakni rekaan semata yang berfungsi sebagai

hiburan juga nasihat. Curito Mancik Baranak Puti (Tikus Beranak Putri) berfungsi sebagai

hiburan sekaligus nasihat agar anak-anak selalu mencintai ibu mereka, seperti apapun keadaan

ibu. Agama mengajarkan bahwa ibu adalah orang yang utama untuk dihormati, di samping

ayah. Pada dongeng itu diceritakan bahwa seorang putri, istri seorang raja, tetap menghormati

dan mencintai ibunya meskipun ibunya adalah seekor tikus. Kecintaan putri terhadap ibunya

mengakibatkan lenyapnya kutukan pada diri tikus tersebut sehingga ia kembali ke wujud

semula, yakni seorang putri pula.

Penutup

Di tengah galaunya para pemerhati anak pada dampak globalisasi terhadap proses

pembentukan karakter anak, sudah saatnya anak mengapresiasi sastra rakyat, tepatnya anak

Minangkabau mengapresiasi curito sebagai dasar pembentukan karakter anak Minangkabau.

Dengan pengapresiasian itu, nilai-nilai luhur yang telah dirumuskan oleh nenek moyang sejak

dahulu kala itu dapat diwarisi oleh generasi sekarang. Wujud pengapresiasian (kesadaran dan

penghargaan terhadap nilai-nilai seni dan budaya) curito bagi anak dapat ditempuh dengan

mendekatkan anak pada curito. Selanjutnya, langkah-langkah yang harus ditempuh adalah

menuturkan sesering mungkin curito-curito kepada peserta didik pada usia dini, yaitu ketika

anak belum mampu membaca. Kemampuan ini harus dimiliki orang tua dan para pendidik pada

tingkatan prasekolah tersebut.

Selain itu, upaya menyelamatkan curito lisan dari kepunahan pun menjadi bagian

penting dalam apresiasi tersebut. Karya sastra tersebut perlu diinventarisasi, didokumentasi

(direkam), ditranskripsi (ditulis), dan diterjemahkan (dari bahasa Minangkabau ke bahasa

Page 208: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

208

Indonesia), dianalisis manfaat yang dikandungnya (diklasifikasi), lalu diterbitkan sebagai

bacaan bagi anak. Dengan ketersediaan curito Minangkabau sebagai bacaan anak, pewarisan

nilai-nilai dan pesan-pesan yang disampaikan akan diterima oleh anak dan pada akhirnya nilai-

nilai dan pesan-pesan itu memainkan peranannya sebagai unsur pembentuk karakter anak

Minangkabau yang berlandaskan ajaran Islam dan adat Minangkabau. Pada akhirnya, kegalauan

para pemerhati anak terhadap pembentukan karakter anak pada era globalisasi ini dapat

terkurangi. Artinya, anak Minangkabau berada di zaman supramodern dengan karakter luhur

yang berakar pada kepribadian dan identitas suku bangsanya.

Daftar Pustaka

Balai Bahasa Padang. 2009. Kamus Bahasa Minangkabau-Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Bauman, Richard (editor). 1992. Folklore, Cultural Performance and Populer Entertainments.

New York: Oxford University Press.

Danandjaya, James. 1984. FolkloreIndonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain- Lain. Jakarta:

Grafiti Press.

Djamaris, Edwar. 2002. Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Djamaris, Edwar. 2002. Cerita Rakyat Minangkabau: Dongeng Jenaka, Dongeng Berisi

Nasihat, serta Dongeng Berisi Pendidikan Moral dan Budaya. Jakarta: Pusat Bahasa.

Krisna, Eva. 2011. “Transliterasi dan Transkripsi Curito Minangkabau”. Balai Bahasa Padang:

Laporan Penelitian.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Pedoman Ejaan Bahasa Minangkabau.

Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa-Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Santosa, Puji dkk. 2008. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Sarumpaet, Riris K. 1976. Bacaan Anak-Anak. Jakarta: Pustaka Jaya.

Page 209: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

209

MODERN MEISJE: REPRESENTASI PEREMPUAN INDONESIA

DALAM TOKOH NYAI ONTOSOROH PADA NOVEL BUMI MANUSIA

KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

Heri Isnaini

STKIP Siliwangi Bandung

[email protected]

Abstrak

Modern mesije merupakan salah satu konsep yang ditawarkan oleh Kartini dalam

melihat perempuan Indonesia. Konsep perempuan pada pemkiran Kartini dapat kita

lihatdalam surat yang Kartini tujukan kepadaEstelle "Stella" Zeehandelaar, sahabat

karibya dari Belanda. Dalam suratnya, Kartini merindukan sosok modern meisje yang

sangat didambakannya, yakni perempuan merdeka, mandiri, visioner, antusias, serta

perempuan yang berkepribadian halus.Sosok itulah yang meneguhkan Kartini

memperjuangkan kaumnya yang tertindasdan selalu menjadi objek yang abjek. Konsep

modern meisje yang dikemukakan Kartini ini terrepresentasi pada tokoh Nyai Ontosoroh

pada novel Bumi Manusia karya Pramodeya Ananta Toer. Nyai Ontosoroh adalah figur

yang mempunyai pendirian kuat, ulet danpantang menyerah dalam berjuang, rasional

dan mempunyai visi kebangsaan.Nyai Ontosoroh adalah simbol perlawanan terhadap

kesewenang-wenangankekuasaan, terhadap harga diri sebuah bangsa. Representasi

tersebut pada akhirnya akan membawa kita pada pemahaman konsep modern meisje

yang disuarakan Kartini, jauh sebelum “pergerakan perempuan” pada tahun 1960-an di

Amerika, yang pada akhirnya memunculkan kritik sastra feminis.

Kata kunci: modern meisje, perempuan, tokoh, feminis

Pendahuluan

Representasi perempuan dalam sastra dirasakan sebagai salah satu bentuk

sosialisasiterpenting karena memberikan gambaran tentang perempuan yang tepat dan sah.

Dalamperjalanannya, pergerakan ini melahirkan “kritik sastra feminis”. Perhatian kritis dari

kritik sastra feminis ditujukan pada buku-buku karya penulis laki-laki yang mengonstruksi citra

perempuan dengan tujuan melanggengkan ketidaksetaraan seksual mereka. Dalam tulisannya,

Toril Moi membedakan istilah feminist, female, dan feminine. Istilah pertama adalah sebuah

“posisi politis”, yang kedua “berhubungan dengan biologi”, dan istilah ketiga didefinisikan

sebagai “seperangkat karateristik yang didefinisikan secara kultural”. Ketiga istilah inilah yang

kemudian menjadi salah satu sarana pemikiran dan pergerakan kritik sastra feminis, yang

menurut saya telah dimulai juga oleh Kartini.

Pada tanggal 25 Mei 1899, Kartini menulis surat kepada Estelle "Stella" Zeehandelaar

yang isinya berupa suara kartini yang merindukan sosok modern meisje yang selalu diangan-

angankan kartini. “I have longed to make the acquaintance of a "modern meisje” that proud,

Page 210: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

210

independent girl who has all my sympathy! She who, happy and self-reliant, lightly and alertly

steps on her way through life, full of enthusiasm and warm feeling; working not only for her

own well-being and happiness, but for the greater good of humanity as a whole” (Kartini,

1921:3). Surat itu jelas merupakan khayalan Kartini mengenai sosok modern meisje yang sangat

didambakannya, yakni perempuanmerdeka, mandiri, visioner, antusias, serta perempuan yang

berkepribadian halus. Kartini meyakini bahwa perempuan dapat maju berkembang dan dapat

unggul ketika perempuan menjadi sosok modern meisje.

Berangkat dari pemikiran Kartini yang revolusioner tersebut, seolah memicu ingatan

kita pada konsep kesetaraan gender yang sangat santer didengungkan pada “pergerakan

perempuan” tahun 1960-an di Amerika. Dari beberapa segi yang penting, pergerakan ini bersifat

“sastrawi”. Artinya, pergerakan ini menyadari signifikansi citra perempuan yang disebarluaskan

oleh sastra dan memandang bahwa sangat penting untuk melawan hal tersebut dengan

mempertanyakan otoritas dan koherensinya.

Pemikiran-pemikiran Kartini untuk memperjuangkan hak-hak perempuan, seperti hak

untuk berpendidikan; hak untuk meperoleh kebebasan; hak untuk memilih jodoh; dan lebih jauh

lagi adalah hak “berkedudukan sama” dalam struktur sosial masyarakat adalah pemikiran

feminis yang lahir akibat tekanan yang dialami Kartini. Secara sadar Kartini melihat hal tersebut

menjadi sebuah “penindasan” dan “penyiksaan” terhadap hak-hak perempuan. Melalui surat-

surat yang dikirimkan pada Stella, sesungguhnya Kartini sedang berusaha mencoba

mengadakan perlawanan terhadap kondisi yang menyudutkan kaum perempuan pada strata

sosial masyarakat Jawa. Perlawanan yang dilakukan Kartini adalah dengan “tulisan”. Tulisan

yang khas “perlawanan perempuan”. Kartini “sengaja” menggunakan bahasa Belanda sebagai

bentuk “perlawanan” atas pengekangan dirinya. Melalui bahasa (bahasa Belanda) dalam

suratnya, Kartini ingin memperlihatkan bahwa perempuan dapat melawan dengan “senjata”

laki-laki,yakni Bahasa. Bahasa dalam surat-surat Kartini berisi pemikiran-pemikiran cerdasnya

untuk kemajuan perempuan, khususnya di bidang pendidikan. Menurut saya, khayalan Kartini

tentang modern meisje telah menjadikannya sosok feminis sejati. Setelah penjelasan singkat ini,

saya akan mencoba membandingkan pemikiran Kartini tentang modern meisje dengan tokoh

Nyai Ontosoroh pada novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer yang dalam berbagai

segi memiliki kesamaan, kesamaan dalam memandang perempuan, hidup, dan kehidupan.

Komparasi ini dapat bermuara pada pembicaraan pergerakan kritik sastra feminis yang dimulai

pada tahun 1970-an.

Pramoedya menggambarkan Nyai Ontosoroh sebagai gundik yang berbedadari

prasangka umum. Ia begitu bersahaja dan arif. Etika, tingkah laku,kemampuan menulis dan

berbicara dalam Melayu, dan Belanda.Nyai Ontosoroh adalah figur yang mempunyai pendirian

kuat, ulet danpantang menyerah dalam berjuang, rasional dan mempunyai visi kebangsaan. Nyai

Ontosoroh adalah simbolperlawanan terhadap kesewenang-wenangankekuasaan, terhadap harga

Page 211: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

211

diri sebuah bangsa.Sosok Nyai Ontosoroh merupakan sosok perempuan pribumi yang

begitukuat. Bekerja menafkahi anak-anaknya dengan mengelola sebuah perusahaanbesar.

Berdiri, diposisikan sebagai gundik yang tak lain adalah budak, dihinakanoleh keluarga sendiri

dan masyarakat baik pribumi, Indo, maupun Belanda Totok.Namun, ia menjadi wanita pribumi

tangguh dengan mengandalkan alur hidup.Semua pengetahuan ia peroleh dari hidup.

Berdasarkan uraian singkat tersebut, kita akan melihat konsep modern meisje yang

ditawarkan Kartini melalui representasi perempuan pada tokoh Nyai Ontosoroh pada novel

Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Pendedahan konsep ini akan dilihat melalui

komparasi antara pemikiran Kartini, karakter Nyai Ontosoroh, dan pergerakan kritik sastra

feminis. Dengan demikian, konsep perempuan yang ditawarkan dari komparasi tersebut dapat

terlihat jelas.

Isi

1. Pemikiran Kartini

Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial pd

jaman itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi

keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai

penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin perempuan memiliki kebebasan menuntut ilmu

dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-

onderricht, Zelf- vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasar

Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan),

ditambah dengan Humanitarianisme (perikemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air).

Surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Pada Stella,

Kartini mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan

penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku

sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia

dimadu.

Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah

kritik terhadap agamanya. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan

dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Kartini juga mempertanyakan tentang agama yang

dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah

penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah dan tersedia untuk

dimadu pula. Surat-surat Kartini banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus

dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju.

Page 212: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

212

2. Nyai Ontosoroh dalam Bumi Manusia

Bumi Manusia berlatar belakang kolonial Hindia Belanda, danMinke yang merupakan

tokoh utama adalah salah seorang pelajar pribumiyang bersekolah di HBS. Minke sangat pandai

dalam menulis, tulisannyatelah diterbitkan oleh Koran-koran Belanda pada saat itu yang

membuatbanyak orang terkagum-kagum. Minke digambarkan sebagai seorang yangberani

melawan ketidakadilan dalam negerinya melalui tulisan-tulisannya. Minke bertemu dengan

seorang perempuan cantik berketurunan Indonesia-Belanda yang bernama Annelise dimana

pada akhirnya menjadi istrinya.Annelise merupakan anak dari seorang nyai yang dipanggil

sebagai NyaiOntosoroh.

Nyai pada zaman kolonial Hindia Belanda merupakan perempuanyang tidak memiliki

norma kesusilaan karena statusnya sebagai istrisimpanan. Memiliki status sebagai nyai

membuatnya menderita karenatidak mempunyai hak asasi manusia yang sepantasnya. Meski

seorang nyaimelahirkan anak dari seorang Eropa, pemerintah Belanda tidak pernah mengangap

perkawinan itu syah. Pemerintah Hindia Belanda hanyamengakui anak yang lahir tapi tidak

perempuan yang menjadi gundik.Nyai Ontosoroh atau Sanikem adalah anak dari seorang juru

tulispada pabrik gula di Tulangan bernama Sastrotomo. Dia termasuk tipe laki-lakiyang gila

kuasa dan kekayaan. Dihormati karena satu-satunya orang

yang mampu baca tulis di desa.

Sostrotomo bercita-cita menjadi seorangjuru bayar, dia melakukan apa saja untuk

mencapai cita-cita itu tak seganmenjilat dan berkhianat. Sanikem dijadikan gundik atas

kehendak ayahnyasendiri yang dijualnya pada seorang Belanda bernama Herman

Mellemadengan imbalan gulden dan jabatan sebagai juru bayar.Semua itu tidak berarti bagi

Sanikem yang telah merasa hargadirinya direbut. Ia dendam kepada orang tuanya, lantas ia

berusahabangkit dengan belajar segala pengetahuan Eropa agar dapat diakui sebagai seorang

manusia.

Dia belajar tata niaga, belajar bahasa Belanda,membaca media Belanda, belajar budaya

dan hukum Belanda. Sebab diaberharap pada suatu hari semua pengetahuan itu akan berguna

untukdirinya dan anak-anaknya. Nyai Ontosoroh berpendapat untuk melawan penghinaan,

kebodohan, kemiskinan dan sebagainya hanya dengan belajar.

Nyai Ontosoroh tidak hanya bisa baca tulis dan berbahasa Belandatanpa cela, ia bahkan

memimpin perusahaan keluarga. Menjadi ibu tunggalbagi Robert dan Annelies Mellema, juga

bisa bersolek dengan necislayaknya priyayi, meski darah biru tak pernah mengalir dalam

tubuhnya.Nyai Ontosoroh berperan besar bagi Minke, tokoh utama dalam TetralogiPulau Buru.

Minke adalah menantu Nyai Ontosoroh, ia menikahiAnnelies.

Konflik pun terjadi, suami Nyai Ontosoroh, Herman Mellemadibunuh. Statusnya

sebagai penguasa pabrik goyah, dia sadar dirinyagundik yang tidak memiliki hak sedikit pun

untuk memiliki perusahaantermasuk anaknya sendiri. Ia tak mau menyerah begitu saja, lantas

Page 213: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

213

bangkitmelawan untuk mempertahankan haknya bersama Minkemenantunya. Tapi apa daya

sekuat apa pun melawan, Nyai Ontosorohhanya seorang Nyai. Dia benar-benar tak berkutik di

hadapan hokum kolonial Belanda.

Mereka kalah di hadapan peradilan kolonial Belanda. AnneliesMellema diambil oleh

orang-orang Belanda. Minke kekasihnya takmampu berbuat banyak. Semua orang melepas

kepergian Annelies denganduka.Melalui penggambaran Pramoedya Ananta Toer di atas Bumi

Manusia melalui penggambaran tokoh Nyai Ontosoroh merupakan salahsatu novel yang

berhasil menyuarakan gabungan isu ideologis terhadapperempuan yang memperjuangkan

haknya dalam bidang ekonomi, hukum,politik dan kehidupan sosial dalam dampak

kolonialisme.

3. Kritik Sastra Feminis

Dalam kritik feminis 1970-an, upaya utama ditujukan pada pendedahan mekanisme

patriarki atau cara berpikir kultural pada diri laki-laki dan perempuan yang melanggengkan

ketidaksetaraan seksual. Feminisme menyatukan berbagai gagasan yang memiliki persamaan

dalam tiga pandangan utamanya: pertama, gender adalah konstruksi sosial yang lebih menindas

perempuan daripada laki-laki; kedua, konsrtruksi ini dibentuk oleh patriarki; ketiga,

pengetahuan eksperensial perempuan adalah dasar bagi pembentukan masyarakat nonseksis di

masa depan. Kemudian di tahun 1980-an, ada perubahan dalam feminisme. Pertama, kritik

feminis menjadi jauh lebih ekletik, artinya mulai mengambil bahan daritemuan dan pendekatan

dalam jenis-jenis kritik lainnya (marxisme, strukturalisme, linguistik, dsb). Kedua, fokusnya

dialihkan dari menyerang versi laki-laki atas dunia menjadi penyelidikan ciri-ciri dunia dan

sudut pandang perempuan serta merekonstruksi catatan pengalaman perempuan yang hilang

atau ditekan. Ketiga, perhatian dialihkan pada kebutuhan untuk mengonstruksi kanon tulisan

perempuan yang baru dengan cara menulis ulang sejarah novel dan puisi sedimikian rupa

sehingga penulis perempuan diutamakan. Elaine Showalter, misalnya, mendeskripsikan

perubahan di akhir 1970-an sebagai pergeseran perhatian dari “androteks” (tulisan laki-laki) ke

“ginoteks” (tulisan perempuan). Studi tentang “ginoteks” dan tema-tema tentang identifikasi

perempuan adalah “ginokritik”.

Pada 1980-an, fokus utama feminis adalah bahasa. Tantangannya adalah membentuk

ulang hubungan yang secara seksual ekspresif dan kuat antarbahasa, bentuk literer, dan jiwa

laki-laki dan peempuan dengan mempertanyakan hubungan antara identitas gender dan bahasa.

Para kritikus Prancis mengadopsi istilah ecriture feminine (tulisan feminin) untuk menjelaskan

gaya feminine (yang tersedia baik bagi laki-laki maupun perempuan). Mereka menemukan

“gaya” ini dalam ketidakhadiran, keterputusasaan, dan jouissance dalam tulisan modernis.

Cixous, secara khusus berpendapat bahwa ecriture feminine dapat ditemukan dalam metafora-

metafora mengenai perbedaan genital dan libidinal perempuan.

Page 214: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

214

Kajian feminis mempertanyakan kembali nilai-nilai patriakal yang membedakan

perempuan dan laki-laki yang telah lama, bahkan begitu lama, berlaku di masyarakat sehingga

dianggap sudah sangat lumrah. Misalnya, traditional gender role atau peran jender tradisional

mengharuskan laki-laki menjadi rasional, kuat, pelindung, dan pembuat keputusan yang baik

dibandingkan dengan perempuan. Sementara perempuan diharuskan menjadi emosional

(irasional), lemah, manja, dan penurut. Peran jender ini telah lama digunakan untuk

menjustifikasi ketidakadilan. Misalnya tidak menyertakan atau menempatkan perempuan secara

setara di dalam kepemimpinan atau proses pengambilan keputusan (di dalam keluarga, ranah

politik, dunia akademik, dan dunia korporasi), dan meyakinkan perempuan bahwa mereka tidak

cocok/mampu untuk menggeluti bidang ilmu atau pekerjaan tertentu seperti matematika atau

keinsinyuran. Oleh karena itu patriakal bersifat sexist, yaitu “it promotes the belief that women

are innately inferior to men.” Patriakal mendukung dan mempromosikan ide bahwa perempuan

secara alamiah lebih rendah dari laki-laki dan inferioritas tersebut merupakan sesuatu yang tidak

dapat berubah karena memang begitulah adanya semenjak perempuan dan laki-laki lahir.

(Booker, 1996:89)

Feminis tidak memungkiri perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki, malah

banyak feminis merayakan perbedaan tersebut. Namun mereka menolak jika perbedaan biologis

seperti ukuran dan bentuk tubuh semerta-merta menjadikan laki-laki secara alamiah superior

dari perempuan (misalnya lebih cerdas, logis, dan lebih berani). Oleh karena itu feminis

membedakan kata seks dan jender. Kata seks merujuk pada anatomi tubuh sebagai perempuan

(female) dan laki-laki (male), sedangkan kata jender (gender) merujuk pada konstruksi budaya

sebagai perempuan dan laki-laki. Dengan kata lain, “women are not born feminine, and men are

not born masculine. Rather, these gender categories are constructed by society.” Perempuan

tidak lahir dengan segala atribut feminine dan begitu juga dengan laki-laki tidak lahir membawa

maskulinitasnya. Melainkan, femininitas dan makulinitas tersebut dikonstruksi oleh masyarakat.

Itulah pemikiran yang berkembang berkaitan dengan “perempuan“. Dalam kaitannya

dengan bahasa. Ada pembedaan bahasa yang merunut pada masalah gender. Pembedaan

tersebut sepertinya lebih membela “kekuasaan“ laki-laki dan memarjinalkan kaum perempuan.

Perlu penelitian lebih dalam mengenai hal ini, tetapi sebagai contoh kecil, adanya pembedaan

gender dapat dilihat pada kosa kata di beberapa bahasa di dunia, seperti pada bahasa Inggris,

Arab, Perancis, Jerman. Pembedaan seperti ini mau tidak mau akan lebih melanggengkan

“kekuasaan“ laki-laki terhadap perempuan. Penggunaan kata ganti he dalam bahasa Inggris

sebagai kata ganti yang lebih banyak digunakan daripada bentuk she. Demikian pula pada

bahasa Arab, bentuk kata huwa lebih dominan digunakan daripada bentuk kata hiya. (dominan

dalam arti tidak hanya untuk menyatakan kata ganti orang, melainkan juga untuk kata ganti

benda yang lain).

Page 215: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

215

Dengan kata lain, ada dilematis tersendiri bagi kaum feminis (laki-laki atau perempuan)

yang mewakili kaum “liyan“ tersebut untuk mengekspresikan suara-suara mereka masuk ke

dalam suara umum dalam masyarakat dengan perantara tulisan, seperti makan buah

simalakama, pada saat tulisan mereka diterima oleh masyarakat, pada saat itu pula secara

tersirat mereka mengakui pembedaan yang menyudutkan mereka. Pada akhirnya, secara tekstual

perlawanan lewat tulisan seperti menegakkan benang basah, sesuatu yang sulit dilakukan, tetapi

tidak menutup kemungkinan hal tersebut dapat terwujud dengan syarat “benang“ tersebut telah

kering. Artinya, harus ada upaya alternatif yang dapat menjadi alat untuk “mengeringkan

benang tersebut“. Wahana “perlawanan“ kaum perempuan terhadap dominasi kegiatan

“menulis“ laki-laki, sebetulnya telah lama digaungkan pada masa lampau. Perlawanan itu di

antaranya dengan cara membuat tenunan atau tekstil. Menenun merupakan “perlawanan“ untuk

dominasi “menulis“. Hal tersebut dapat dilihat, ketika laki-laki membuat tulisan (baik di daun,

batu, lontar, dan sebagainya) kaum perempuan menenun “kain“ yang pada akhirnya dipakai

pula sebagai “baju“ oleh laki-laki. Balasan yang setimpal sebetulnya.

4. Irisan Hasil Komparasi

Kisah Nyai Ontosoroh berawal dari ayahnya yang sebelumnya hanyalahseorang

jurutulis yang mendambakan jabatan yang lebih tinggi yaitu sebagaijurubayar. Banyak cara

yang telah ditempuh ayahnya mulai dari menjilat danmerugikan teman-temannya sampai

melalui dukun dan tirakat tapi usahanyamenjadi jurubayar belum tercapai. Sanikem pada saat

berumur tigabelas tahun mulai mengalami pingitan danhanya tahu dapur, ruangbelakang dan

kamarnya. Ketika berumur empatbelastahun Sanikem sudah dianggap oleh masyarakat sebagai

perawan tua. Ayahnyamempunyai rencananya sendiri dengan menolak semua lamaran yang

datang.

Begitulah keadaanku, keadaan semua perawaan waktu itu, Ann- hanya

bisa menunggu datangnya seorang lelaki yang akan mengambilnya

dari rumah, entah ke mana, entah sebagai istri nomor berapa, pertama

atau keempat. Ayahku dan hanya ayahku yang menentukan. Memang

beruntung kalau jadi yang pertama dan tunggal. Dan itu keluarbiasaan

dalam masyarakat pabrik. Masih ada lagi. Apa lelaki yang mengambil

dari rumah itu tua atau muda, seorang perawan tak perlu mengetahui

sebelumnya. Sekali peristiwa itu terjadi perempuan harus mengabdi

dengan seluruh jiwa dan raganya pada lelaki yang tidak dikenal itu,

seumur hidup, sampai mati atau sampai dia bosan dan mengusir. Tak

ada jalan yang bisa dipilih. Boleh jadi dia seorang penjahat, penjudi

atau pemabuk.orang takkan bakal tahu sebelumnya jadi istrinya. Akan

beruntung bila yang datang itu seorang budiman. (Toer, 2011:119)

Tetapi dia menemukan kebangkitan diri. Kekalahannya dalam bentuk

ketidakberdayaannya menolak gundik (Nyai) seorang Belanda bernama Herman Mellema

Page 216: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

216

mendorong Nyai Ontosoroh untuk menyerap berbagai arus pemikiran Belanda, bahkan

mengendalikan perusahaan milik tuannya, terlihat dari kutipanberikut ini

Mama pelajari semua yang dapat kupelajari dari kehendak tuanku:

kebersihan, bahasa Melayu, menyusun tempat tidur dan rumah, masak

cara Eropa. Ya, Ann, aku telah mendendam orangtuaku sendiri. Akan

kubuktikan pada mereka, apapun yang telah diperbuat atas diriku, aku

harus bisa lebih berharga daripada mereka, sekalipun hanya sebagai

nyai. (Toer, 2011:128)

Pada waktu itu Mama mulai merasa senang, berbahagia. Ia selalu

mengindahkan aku, menanyakan pendapatku, mengajak aku

memperbincangkan semua hal. Lama kelamaan aku merasa sedrajat

dengannya. Aku tak lagi malu bila toh terpaksa bertemu dengan

kenalan lama. Segala yang kupelajari dan kukerjakan dalam setahun

itu telah mengembalikan harga diriku. Tetapi sikapku tetap:

mempersiapkan diri untuk tidak akan lagi tergantung pada siapapun.

Tentu saja sangat berlebihan seorang perempuan Jawa bicara tentang

harga diri, apa lagi semua itu. Papamu yang mengajariku, Ann. Tentu

saja jauh di kemudian hari aku dapat rasakan wujud harga diri itu.

(Toer, 2011:130)

….Mama tumbuh jadi pribadi baru dengan penglihatan dan pandangan

baru. Rasanya aku bukan budak yang dijual di Tulangan beberapa

tahun yang lalu. Rasanya aku tak punya masa lalu lagi…. (Toer, 2011:134)

Berdasarkan kutipan di atas sangat jelas Nyai Ontosoroh dalam Bumi Manusia adalah

tokoh yang merepresentasi perempuan dengan konsep modern meisje yang disuarakan oleh

Kartini. Setidaknya ciri-ciri modern meisje yang didambakan Kartini, seperti: perempuan

merdeka, mandiri, visioner, antusias, serta perempuan yang berkepribadian halus terepresentasi

pada sosok Nyai Ontosoroh.

Nyai Ontosoroh digambarkan sebagai perempuan yang memiliki ciri seperti perempuan

terpelajar dan cerdas terlihat dari pelafalan bahasa Belanda yang fasih, menguasai banyak

istilah-istilah Eropa, gemar membaca buku-buku Eropa, memiliki pengetahuan dan

keterampilan dalam berdagang dan mampu menerangkan layaknya seorang guru-guru di

sekolah.

Nyai Ontosoroh juga memiliki ciri-ciri sebagai perempuan yang kuat dan berkuasa

terbukti dari kemampuan tokoh perempuan dalam mengurus semua kepentingannya (dirinya,

keluarga, dan perusahaan) sendiri, dia memiliki kekuatan dalam mengetahui dan mengendalikan

pedalaman orang lain, tokoh yang berani menghadapi kekuasaan Eropa dan pengendali seluruh

perusahaan.

Selain itu, Nyai Ontosoroh adalah tokoh perempuan memiliki ciri sebagai perempuan

yang berani mengambil keputusan terlihat dari berani mengambil keputusan untuk tidak

mengakui orangtuanya, mempunyai keberanian dalam mengambil keputusan untuk tetap

dipanggil dengan sebutan Nyai bukan Mevrouw. Tokoh sebagai perempuan yang memiliki ciri

Page 217: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

217

sebagai perempuan mandiri terlihat dari sikap yang tidak bergantung dengan suaminya, tokoh

yang dapat melakukan semua pekerjaan kantor dan perusahaan dengan tangannya sendiri, serta

mampu mengurusi kepentingan dirinya, keluarga dan perusahaan dengan tangannya sendiri.

Gambaran-gambaran yang terepresentasi pada tokoh Nyai Ontosoroh tersebut adalah

gambaran tentang konsep modren meisje yang disuarakan Kartini. Artinya, dari komparasi yang

dilakukan ditemukan adanya irisan di antara ketiganya, yakni pemahaman terhadap representasi

perempuan Indonesia yang merdeka, mandiri, visioner, antusias, serta perempuan yang

berkepribadian halus. Sesuai cita-cita Kartini, cita-cita yang sudah lama muncul, jauh sebelum

pergerakan feminisme di Barat. Selain itu, konsep modern meisje Kartini dapat memberikan

warna pemikiran baru kepada perempuan Indonesia dalam menghadapi persaingan ketat di masa

yang akan datang.

Penutup

Berdasarkan hasil uraian di atas, dapat disajikan beberapa simpulan sebagai

berikut.Pertama, representasi perempuan dalam novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta

Toer, terefleksi melalui sikap, tindakan, jalan pikiran, rencana hidup serta ucapan tokoh

perempuan yang memiliki ciri-ciri: (1) tokoh sebagai perempuan yang memiliki ciri seperti

perempuan terpelajar dan cerdas, (2) tokoh sebagai perempuan yang kuat dan berkuasa, (3)

tokoh sebagai perempuan yang berani mengambil keputusan, dan (4) tokoh sebagai perempuan

yang mandiri. Kedua, representasi perempuan dalam keluarga yang terdapat dalam novel Bumi

Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, terefleksi dari tokoh perempuan yang berperan sebagai

seorang istri, seorang ibu dan ibu mertua dalam keluarganya.

Ketiga , representasi perempuan dalam lingkungan masyarakat yang terdapat dalam

novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, terefleksi dari tokoh perempuan yang

berkedudukan sebagai majikan dalam perusahaan, tokoh sebagai warga negara dari sistem

pemerintah kolonial atau sebagai perempuan pribumi, dan sebagai perempuan yang berstatus

sebagai gundik.Keempat, representasi yang sudah dikemukakan tersebut adalah muara dari

konsep modern meisje yang disuarakan oleh Kartini.

Daftar Pustaka

Booker, Keith. 1996. A Practical Introduction to Literary Theory and Criticism. Longman

Publishers: U.S.

Kartini, Raden Ajeng. 1921. Letters of Javanese Princess (translated from the original Dutch by

Agnes Louise Symmers). London: Duckworth & Co.

Ibrahim, Idi Subandy, Ed. 1997. Ectasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat

Komoditas Indonesia. Bandung: Mizan. (Kronik Indonesia Baru).

Ibrahim, Idi Subandi dan Hanif Suranto. 1998. Wanita dan Media: Konstruksi Idielogi Gender

dalam Ruang Publik Orde Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Page 218: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

218

Pane, Armijn. 2008. Habis Gelap Terbitlah Terang. Jakarta: Balai Pustaka.

Prabasmoro, Aquarini Priyatna. 2004. Becoming White: Representasi Ras, Kelas, Femininitas

dan Globalitas dalam Iklan Sabun. Yogyakarta: Jalasutra.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Todorov, Tzvetan. 1985. Tata Sastra (terjemahan Okke K.S. Zaimar, dkk). Jakarta: Djambatan.

Toer, Pramoedya Ananta. 2011. Bumi Manusia. Jakarta: Lentera Dipantara.

Tyson, Louis. 2006. Critical Theory Today. Routledge: U.S.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusasteraan (terjemahan Melani Budianta).

Jakarta: Gramedia.

Zoest, Art Van. 1990. Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik (terjemahan Manoekmi

Sardjoe). Jakarta: Intermasa

Page 219: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

219

PENGGUNAAN ANALISIS BUTIR SOAL DALAM MENENTUKAN TINGKAT

KESUKARAN SOAL BAHASA INDONESIA

Indra Permana

[email protected]

Aditya Permana

[email protected]

STKIP Siliwangi Bandung

Abstrak

Sebagai alat untuk mengukur kemampuan siswa setelah mengikuti kegiatan

pendidikan selama selang waktu tertentu, maka eksistensi tes menjadi sangat penting.

Sebuah tes yang baik, akan bisa mengungkapkan keadaan sebenarnya dari siswa, dan

tes yang tidak baik tidak akan bisa mengungkap apa kemampuan sebenarnya

siswa.Sebuah tes yang baik harus valid dan reliabel. Validitas merupakan penilaian

menyeluruh dimana bukti empiris dan logika teori mendukung pengambilan

keputusan serta tindakan berdasarkan skor tes atau model-model penilaian yang lain.

Kata kunci: analisis butir soal, tingkat kesukaran

Pendahuluan

Setiap kegiatan belajar harus diketahui sejauhmana proses belajar tersebut telah

memberikan nilai tambah bagi kemampuan siswa. Salah satu cara untuk melihat peningkatan

kemampuan tersebut adalah dengan melakukan tes. Tes yang berkaitan dengan tujuan ini sering

disebut tes prestasi hasil belajar. Tes prestasi hasil belajar adalah tes yang disusun secara

terencana untuk mengungkap infomasi subyek atas bahan-bahan yang telah diajarkan(Azwar,

2003). Pendapat lain menyatakan bahwa tes prestasi hasil belajar adalah tes yang digunakan

untuk mengungkap tingkat pencapaian belajar (Sudijono, 2005).

Dari dua pengertian di atas, ada satu benang merah yang sepertinya disepakati yaitu

bahwa tes prestasi hasil belajar merupakan salah satu cara untuk menelusuri kemampuan-

kemampuan yang telah dimiliki siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar selama waktu

tertentu. Meskipun tes bukanlah satu-satunya cara untuk mengungkap hasil belajar siswa, tetapi

ia merupakan alat yang paling sering digunakan karena kepraktisan penggunaannya serta biaya

yang murah.

Sebagai alat untuk mengukur kemampuan siswa setelah mengikuti kegiatan pendidikan

selama selang waktu tertentu, maka eksistensi tes menjadi sangat penting. Sebuah tes yang baik,

akan bisa mengungkapkan keadaan sebenarnya dari siswa, dan tes yang tidak baik tidak akan

bisa mengungkap apa kemampuan sebenarnya siswa.

Sebuah tes yang baik harus valid dan reliabel. Validitas merupakan penilaian

menyeluruh dimana bukti empiris dan logika teori mendukung pengambilan keputusan serta

tindakan berdasarkan skor tes atau model-model penilaian yang lain. Validitas sebuah tes dapat

Page 220: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

220

dilakukan dalam berbagai bentuk seperti content validity, criterion validity dan construct-

related validity (Messick, 1989). Meskipun idealnya validasi dapat dilakukan dengan memakai

semua bentuk validitas tes tersebut, tetapi pengembang tes dapat memilih bentuk validasi

dengan melihat tujuan pengembangan tes (Kumaidi, 1994). Selain valid, alat ukur yang baik

juga harus reliabel. Sebuah tes dikatakan reliabel jika skor yang diperoleh oleh peserta relatif

sama meskipun dilakukan pengukuran berulang-ulang (Aiken, 1987). Untuk memperoleh skor

yang sama, maka tidak boleh ada kesalahan pengukuran. Dengan demikian, keandalan sebuah

alat ukur dapat dilihat dari dua petunjuk yaitu kesalahan baku pengukuran dan koefisien

reliabilitas. Kedua statistik tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan keterbatasan (Feldt,

1989).

Selain valid dan reliabel tes yang baik juga tergantung dari banyaknya butir-butir soal

berkategori baik yang terdapat dalam tes. Semakin banyak butir soal yang baik, semakin baiklah

perangkat tes tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit jumlah butir soal yang baik, semakin

buruklah kualitas tes itu. Untuk melihat kualitas sebuah tes dapat dilakukan dengan

menggunakan analisis kualitatif (teoretik) dan kuantitatif (empiris). Secara kualitatif tes

dikatakan baik jika telah memenuhi persyaratan penyusunan dari sisi materi, konstruksi dan

bahasa. Adapun secara kuantiatif dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teori tes klasik

(classical true-score theory) dan teori respon butir (Item Response Theory). Dalam tulisan

berikut ini, penulis hanya akan memberikan pengantar tentang analisis butir soal menggunakan

teori tes klasik.

Teori Tes Klasik

Salah satu teori pengukuran yang tertua didunia pengukuran behavioral adalah classical

true-score theory. Teori ini dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan teori tes klasik. Teori

tes klasik merupakan sebuah teori yang mudah dalam penerapannya serta model yang cukup

berguna dalam mendeskripsikan bagaimana kesalahan dalam pengukuran dapat mempengaruhi

skor amatan. Inti teori klasik adalah asumsi-asumsi yang dirumuskan secara sistematis serta

dalam jangka waktu yang lama. Dari asumsi-asumsi tersebut kemudian dijabarkan dalam

beberapa kesimpulan. Ada tujuh macam asumsi yang ada dalam teori tes klasik ini. Allen &

Yen (1979) menguraikan asumsi-asumsi teori klasik sebagai berikut:

1. Asumsi pertama teori tes klasik adalah bahwa terdapat hubungan antara skor tampak

(observed score) yang dilambangkan dengan huruf X, skor murni (true score) yang

dilambangkan dengan T dan skor kasalahan (error) yang dilambangkan dengan E.

Menurut Saifuddin Azwar (2001) yang dimaksud kesalahan pada pengukuran dalam

teori klasik adalah penyimpangan tampak dari skor harapan teoritik yang terjadi secara

random. Hubungan itu adalah bahwa besarnya skor tampak ditentukan oleh skor murni

Page 221: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

221

dan kesalahan pengukuran. Dalam. bahasa matematika dapat dilambangkan dengan X =

T + E.

2. Asumsi kedua adalah bahwa skor murni (T) merupakan nilai harapan є(X). Dengan

demikian skor murni adalah nilai rata-rata skor perolehan teoretis sekiranya dilakukan

pengukuran berulang-ulang (sampai tak terhingga) terhadap seseorang dengan

menggunakan alat ukur.

3. Asumsi ketiga teori tes klasik menyatakan bahwa tidak terdapat korelasi antara skor

mumi dan skor pengukuran pada suatu tes yang dilaksanakan ( ρet = 0). Implikasi dari

asumsi adalah bahwa skor murni yang tinggi tidak akan mempunyai error yang selalu

positif ataupun selalu negatif.

4. Asumsi keempat meyatakan bahwa korelasi antara kesalahan pada pengukuran pertama

dan kesalahan pada pengukuran kedua adalah nol (ρele2 = 0). Artinya bahwa skor-skor

kesalahan pada dua tes untuk mengukur hal yang sama tidak memiliki korelasi

(hubungan). Dengan demikian besarnya kesalahan pada suatu tes tidak bergantung

kesalahan pada tes lain.

5. Asumsi kelima menyatakan bahwa jika terdapat dua tes untuk mengukur atribut yang

sama maka skor kesalahan pada tes pertama tidak berkorelasi dengan skor murni pada

tes kedua (ρelt2). Asumsi ini akan gugur jika salah satu tes tersebut ternyata mengukur

aspek yang berpengaruh terhadap teradinya kesalahan pada pengukuran yang lain.

6. Asumsi keenam teori tes klasik adalah menyajikan tentang pengertian tes yang pararel.

Dua perangkat tes dapat dikatakan sebagai tes-tes yang pararel jika skor-skor populasi

yang menempuh kedua tes tersebut mendapat skor murni yang sama (T = T') dan varian

skor-skor kesalahannya sama (𝜎𝑒2 = 𝜎𝑒

′2). Dalam prakteknya, asumsi keenam teori ini

sulit terpenuhi.

7. Asumsi terakhir dari teori tes klasik menyatakan tentang definisi tes yang setara

(essentially τ equivalent). Jika dua perangkat tes mempunyai skor-skor perolehan Xt1

dan Xt2 yang memenuhi asumsi 1 sampai 5 dan apabila untuk setiap populasi subyek X1

= X2 + C12, dimana C12 adalah sebuah bilangan konstanta, maka kedua tes itu disebut tes

yang pararel.

Asumsi-asumsi teori klasik sebagaimana disebutkan di atas memungkinkan untuk

dikembangkan dalam rangka pengembangan berbagai formula yang berguna dalam melakukan

pengukuran psikologis. Daya beda, indeks kesukaran, efektifitas distraktor, reliabilitas dan

validitas adalah formula penting yang disarikan dari teori tes klasik.

Page 222: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

222

a. Daya beda

Daya beda (diskriminasi) suatu butir tes adalah kemampuan suatu butir untuk

membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Daya

beda butir dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya indeks diskriminasi atau angka yang

menunjukkan besar kecilnya daya beda. Adapun fungsi dari daya pembeda tersebut adalah

mendeteksi perbedaan individual yang sekecil-kecilnya diantara para peserta tes.

Penentuan daya beda butir biasanya dilakukan dengan menggunakan indeks korelasi,

diskriminasi, dan indeks keselarasan item. Dari ketiga cara tersebut yang paling sering

digunakan adalah indeks korelasi. Ada empat macam teknik korelasi yang biasa digunakan

untuk menghitung daya beda, yaitu : (1) teknik point biserial, (2) teknik biserial, (3) teknik phi,

dan (4) teknik tetrachorik. Brennan (1972) sebagaimana dikutip Yen W.M dalam Encyclopedia

of Educational Research memperkenalkan cara untuk menghitung Indeks diskriminasi dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

𝐵 =𝑈

𝑛1−

𝐿

𝑛2

Dari rumus di atas dapat dimaknai bahwa daya beda adalah perbedaan antara proporsi

kelompok atas yang menjawab benar butir tes (U/n1) dengan proporsi kelompok bawah yang

menjawab benar butir tes (L/n2). Rumus tersebut dapat digunakan untuk menghitung daya beda

butir-butir soal dalam bentuk pilihan ganda.

Daya beda juga dapat dijelaskan sebagai derajad hubungan antara skor butir dengan

skor total dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson. Rumus khusus

korelasi product moment yang dikenal dengan korelasi point biserial untuk data dalam bentuk

dikotomi sebagaimana dikutip dalam Encyclopedia of Educational Research adalah sebagai

berikut:

𝑟𝑝𝑏𝑖𝑠 =(�̅�+−�̅�)

𝑆𝑥√

𝑝

𝑞

Dimana �̅�+, mean total skor peserta yang memiliki jawaban benar. �̅� adalah mean skor

total Sx, adalah standar deviasi skor total, p adalah proporsi peserta ujian yang menjawab benar

pada butir tes sedangkan q adalah 1 - p. Rumus korelasi point biserial juga dapat diturunkan

langsung dari rumus korelasi produk momen tanpa membuat pembatasan asumsi.

Alternatif lain untuk melihat indeks daya beda adalah dengan menggunakan rumus

korelasi biserial. Korelasi biserial berbeda dengan korelasi point biserial baik secara teori

maupun perhitungan, akan tetapi jika digunakan untuk tujuan menganalisis butir, kedua teknik

tersebut dapat diinterpretasikan dengan cara yang sama (Ebel, 1986). Crocker (1992)

menyatakan rumus korelasi biserial sebagai berikut:

𝑟𝑏𝑖𝑠 =(�̅�+−�̅�)

𝑆𝑥

𝑝

𝑦

Page 223: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

223

"y" pada rumus korelasi biserial di atas melambangkan ordinat p dalam kurva normal.

�̅�+, adalah mean skor dari peserta tes yang memiliki jawaban benar, �̅� adalah mean skor total,

Sx adalah deviasi standar total, p adalah proporsi peserta ujian yang menjawab benar butir tes.

Koefisien korelasi point biserial selalu lebih rendah dari koefisien korelasi biserial. Hal ini

dikarenakan tingkat kesukaran dikombinasikan dengan kriteria oleh koefisien point biserial.

Teknik lain untuk menentukan nilai daya beda adalah dengan menggunakan teknik

korelasi phi (φ) . Anas Sudijono (2005) menuliskan rumus tentang teknik korelasi phi sebagai

berikut:

𝜑 =𝑝𝐻 − 𝑝𝐿

2√𝑝𝑞

φ adalah angka indeks diskriminasi phi yang dianggap sebagai angka indeks diskriminasi butir.

PH adalah proporsi orang yang menjawab benar kelompok atas. PL adalah proporsi orang yang

menjawab benar kelompok bawah. p adalah proporsi seluruh peserta tes yang menjawab betul

dan q adalah 1 dikurangi p.

Untuk menyatakan bahwa besaran daya beda dapat berfungsi dengan baik, ada beberapa

patokan yang dapat digunakan. Menurut Djemari Mardapi (2005) butir yang diterima harus

memiliki indeks daya beda > 0,3. Butir dengan indeks daya beda kurang dari antara 0,1 sampai

0,3 perlu direvisi dan jika daya bedanya < 0,1 maka butir tersebut tidak diterima. Sedangkan

Ebel & Frisbie (1986) memberikan patokan indeks daya beda sebagai berikut:

Indeks daya beda Evaluasi butir

0,4 ke atas Butir yang sangat baik

0,3 – 0,39 Sedikit atau tidak memerlukan revisi

0,2 – 0,29 Butir memerlukan revisi

< 0,19 Butir harus dieliminasi

b. Indeks Kesukaran

Indeks kesukaran butir sebagaimana dinyatakan oleh Allen & Yen (1986) adalah

proportion of examinees who get that item correct. Senada dengan mereka, Sax (1980) menulis

bahwa indeks kesukaran adalah proporsi peserta ujian yang menjawab benar. Saifuddin Azwar

(2003) menyatakan dengan lebih lugas bahwa indeks kesukaran butir adalah rasio penjawab

butir dengan benar dan banyaknya penjawab butir.

Proporsi menjawab benar p (proportion correct) adalah indeks kesukaran soal yang

paling sederhana dan sering digunakan dalam menentukan besaran indeks. Rumus untuk

menentukan besarnya indeks kesukaran secara matematis dirumuskan oleh Saifuddin (2003)

sebagai berikut:

𝑃 =𝑛1

𝑁

Page 224: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

224

P adalah indeks kesukaran butir, n1 adalah jumlah peserta tes yang menjawab benar sedangkan

N adalah banyaknya siswa yang menjawab butir soal tersebut. Dengan demikian untuk

menghitung indeks kesukaran butir dilakukan dengan tidak membagi kelompok peserta tes

kedalam kelompok atas dan bawah sebagaimana untuk menentukan daya beda.

Besarnya indeks korelasi berkisar antara 0 sampai 1. Makin tinggi besaran indeks

korelasi maka butir soal tersebut semakin mudah. Dan semakin kecil angka indeks korelasi

maka butir soal tersebut semakin sulit. Indeks kesukaran yang berada disekitar 0,5 dianggap

yang terbaik. Karena itulah maka menurut Allen & Yen (1986) tingkat kesukaran yang baik

adalah 0,3 sampai 0,7. Butir dengan tingkat kesulitan dibawah 0,3 dianggap butir soal yang

sukar sedangkan jika indeksnya diatas 0,7, butir soal tersebut dianggap mudah.

Dari penjelasan di atas ada beberapa hal yang bisa disimpulkan berkaitan dengan

indeks kesukaran butir yaitu bahwa nilai p bagi suatu butir hanya menunjukkan indeks bagi

kelompok yang diuji. Harga p ini bisa berubah jika tes diujikan pada kelompok yang berbeda.

Selain itu, indeks kesukaran yang dihasilkan dari rumus ini adalah indeks kesukaran yang

berlaku bagi kelompok secara keseluruhan bukan perorangan. Indeks kesukaran bagi tiap

peserta tes tidak bisa disimpulkan dengan melihat indeks proporsi menjawab benar p.

c. Efektivitas Distraktor

Setiap tes pilihan ganda memiliki satu pertanyaan serta beberapa pilihan jawaban.

Diantara pilihan jawaban yang ada, hanya satu yang benar. Selain jawaban yang benar tersebut,

adalah jawaban yang salah. Jawaban yang salah itulah yang dikenal dengan distractor

(pengecoh). Dengan demikian, efektifitas distraktor adalah seberapa baik pilihan yang salah

tersebut dapat mengecoh peserta tes yang memang tidak mengetahui kunci jawaban yang

tersedia. Semakin banyak peserta tes yang memilih distraktor tersebut, maka distaktor itu dapat

menjalankan fungsinya dengan baik.

Cara menganalisis fungsi distraktor dapat dilakukan dengan menganalisis pola

penyebaran jawaban butir. Pola penyebaran jawaban sebagaimana dikatakan sudijono adalah

suatu pola yang dapat menggambarkan bagaimana peserta tes dapat menentukan pilihan

jawabannya terhadap kemungkinan-kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada setiap

butir (Sudijono, 2005).

Menurut Fernandes (1984) distraktor dikatakan baik jika dipilih oleh minimal 2% dari

seluruh peserta. Distraktor yang tidak memenuhi kriteria tersebut sebaiknya diganti dengan

distraktor lain yang mungkin lebih menarik minat peserta tes untuk memilihnya. Meskipun

penggunaan teori tes klasik relatif mudah dalam menganalisis butir, tapi teori ini memiliki

beberapa kelemahan mendasar. Kelemahan utama teori tes klasik adalah keterikatan alat ukur

teori tersebut pada sampel (sample bound) (Suryabrata, 2004). Kemampuan kelompok siswa

Page 225: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

225

yang mengikuti tes sangat mempengaruhi nilai statistik. sehingga nilai statistiknya akan berbeda

jika tes diberikan kepada kelompok yang lain.

Selain itu, perkiraan kemampuan peserta tergantung pada butir soal. Jika indeks

kesukaran rendah maka estimasi kemampuan seseorang akan tinggi dan sebaliknya. Perkiraan

kesalahan pengukuran tidak mencakup perorangan tetapi kelompok secara bersama-sama. Hal

ini dikarenakan respon setiap peserta tes terhadap soal tidak bisa dijelaskan oleh teori tes klasik.

Dalam proses pembelajaran hal-hal tersebut akan menimbulkan berbagai macam

kesukaran terutama untuk melihat kemampuan peserta tes secara perorangan. Oleh karena itulah

ada upaya untuk membebaskan alat ukur dari keterikatan terhadap sampel (sample-free).

Berangkat dari hal itulah maka para ahli kemudian menyusun teori baru yang bermaksud untuk

melengkapi dan memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada dalam teori tes klasik. Teori ini

kemudian dikenal dengan Item Response Theory (IRT) atau teori respon butir.

Penutup

Untuk mendapatkan perangkat tes yang baik, maka butir-butir soal yang terdapat dalam

perangkat tes tersebut haruslah baik. Pengetahuan tentang butir soal yang baik dapat dilakukan

dengan menganalisis butir soal. Secara umum, ada dua cara yang dapat dilakukan untuk

melakukan analisis terhadap sebuah soal yaitu analisis soal secara kualitatif (teoritik) dan

kuantitatif (empiris).

Analisis soal dengan cara kualitatif dapat dilakukan sebelum soal-soal diberikan kepada

peserta tes. Analisis ini dilakukan dengan cara menelaah kesesuaian dengan kemampuan dasar

dan indikator yang hendak diukur serta apakah butir-butir soal tersebut telah memenuhi

persyaratan dari aspek materi, konstruksi dan bahasa.

Analisis soal dengan cara kuantitatif (empiris) dapat dilakukan dengan menggunakan dua

pendekatan yaitu teori tes klasik dan teori respon butir. Analisis butir soal dengan teori tes

klasik merupakan yang termudah meskipun memiliki beberapa keterbatasan.

Diantara keterbatasan tersebut yang paling menonjol adalah statistik butir yang

dihasilkan berupa daya beda, tingkat kesukaran dan efektifitas distraktor sangat tergantung

kepada karaktersistik peserta. Jika kemampuan peserta rendah, maka tingkat kesukaran tes akan

tinggi dan sebaliknya. Adapun daya beda sangat tergantung pada homogenitas peserta tes.

Page 226: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

226

DAFTAR SKOR SISWA

Jumlah siswa yang menjawab benar = 13

Jumlah siswa yang menjawab salah = 17

Jumlah siswa keseluruhan = 30

Rata-rata siswa yang menjawab benar = 192:13 = 14,7692

Rata-rata siswa yang menjawab salah = 200:17 = 11,7647

Rata-rata skor siswa keseluruhan = (192+200) :30 = 13,0667

Simpangan baku skor total = 3,0954

Jumlah skor keseluruhan = 392

=(0,9706338) (0,4955355)

= 0,4809835

= 0,48 (Artinya butir soal diterima/baik)

Page 227: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

227

Daftar Pustaka

Aiken, L. R. 1987. Assessment of Intelectual functioning. Massachussetts: Allyn and Bacon Inc.

Allen, M. J., & Yen, W. M. 1979. Introduction to measurement theory. Monterey, California:

Brookd/Cole Publishing Company.

Azwar, S. 2003. Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Crocker, L. 1992. “Item analysis”. Dalam Alkin M.C. (Eds.), Encyclopedia of educational

research. (pp. 652-657). New York: Macmillan Library reference USA.

Ebel, R. L., & Frisbie, D. A. 1986. Essentials of educational measurement. New Jersey:

Prentice Hall Inc.

Fernandes, H. J. X. 1984. Testing and measurement. Jakarta: National Education Planning,

Evaluation and Development.

Feldt, L. S. & Brennan, R. L. 1989. “Reliability” dalam Linn R. L. (Eds.), Educational

MeasurementThird Edition. (pp. 105-146). New York: McMillan.

Sudijono, A. 2005. Pengantar evaluasi pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kumaidi. 1994. “Studi analitik terhadap karakteristik internal dari ujian seleksi masuk ke

perguruan tinggi”. Makalah disajikan dalam seminar pengkajian ujian saringan masuk ke

perguruan tinggi di BALITBANG Depdiknas Jakarta.

Mardapi, D. 2005. Pengembangan instrumen penelitian pendidikan. Yogyakarta: Program

Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.

Messick, S. 1989. “Validity” dalam Linn, R. L. (Eds.), Educational measurement third edition.

(pp. 13-103). New York: McMillan.

Sax, G. 1980. Principles of educational and psychological measurement and evaluation.

Belmont: Wadsworth Publishing Company.

Suryabrata, S. 2004. Pengembangan alat ukur psikologi. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Yen, W. M. 1992. “Item Response Theory”. dalam Alkin M. C. (Eds.), Encyclopedia of

Educational Research (pp. 657-666). New York: Macmillan Library Reference USA.

Page 228: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

228

PROTOTIPE GENERASI MUDA IDEAL DALAM KABA MINANGKABAU

SEBAGAI BEKAL MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

Jasril

Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

STKIP YDB Lubuk Alung, Sumatera Barat

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan prototipe generasi muda ideal dalam

kaba Minangkabau.Data penelitian ini berupa kata, kalimat, dan satuan cerita yang

memuat prototipe generasi muda ideal diambil dari kaba Minangkabau. penelitian ini

menggunakan metode kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik

baca-catat, dianalisis menggunakan teknik analisis isi. Hasil analisis menunjukkan

bahwa tokoh cerita kaba memiliki sifat-sifat religius,jujur, bertanggung jawab, disiplin,

pekerja keras, percaya diri, mandiri, menyadari hak dan kewajiban, patuh pada aturan-

aturan sosial, menghargai pendapat orang lain, menghargai karya dan prestasi orang

lain, dan santun kepada orang lain, peduli lingkungan, dan cinta tanah air. Sifat-sifat ini

teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari tokoh cerita kaba dan merupakan prototipe

generasi muda idel yang harus ditiru dan diapliksikan oleh generasi muda Indonesia

dalam rangka menghadapi masyarakat Ekonomi ASEAN.

Kata kunci: prototipe, generasi muda,kaba, Minangkabau

Pendahuluan

Krisis multidimensi yang melanda bangsa Indonesia tahun 1997/1998 membawa

dampak buruk yang sampai sekarang belum berakhir. Bermula dari krisis ekonomi, berlanjut

kepada krisis politik, hukum, kepercayaan, kepemimpinan, sampai akhirnya terjadi krisis

akhlak, dan moral. Akibatnya, sosok manusia Indonesia cukup banyak ditemukan adalah sosok

yang tidak tulus, tidak bersungguh-sungguh, senang yang semu, senang berbasa-basi,

melanggengkan budaya ABS (Asal Bapak Senang).

Krisis akhlak dan moral yang menimpa bangsa Indonesia juga menimpa generasi muda.

Dari pemberitaan media massa baik cetak maupun elektronik masih banyak perilaku

negatif yang dilakukan oleh generasi muda dalam bentuk main game dan playstation

saat jam pelajaran, tawuran, judi, miras, dan mengisap lem, pelaku perkosaan, dan lebih

buruk lagi ada pelajar yang melakukan pencurian kendaraan bermotor. Kondisi ini tentu

saja sangat mencemaskan, sebab bila terus berlanjut akan mengancam masa depan

Negara Republik Indonesia. Apalagi Indonesia akan ikut dalam masyarakat ekonomi

Page 229: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

229

ASEAN. Oleh sebab itu, diperlukan generasi muda berakhlak dan bermoral baik, serta

bermental tangguh sebagai bekal dalam percaturan perekonomian dikawasan ASEAN.

Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki krisis akhlak dan

moral generasi muda, diantaranya melalui perubahan kurikulum ke kurikulum pendidikan

berkarakter. Namun, usaha itu sampai sekarang belum memberikan hasil yang maksimal. Hal

ini ditandai dengan masih maraknya perilaku negatif generasi muda. Perilaku negatif ini

disinyalir bukan disebabkan oleh kesalahan kurikulum dan sistem pendidikan semata, namun

karena minimnya keteladanan yang dapat dicontoh. Selama ini generasi muda lebih banyak

disuguhi hal-hal yang negatif, seperti tayangan negatif sinetron, berita korupsi, suap-

menyuap, tindak kekerasan, dan perselingkuhan pejabat publik dengan porsi yang besar

dibandingkan dengan keberhasilan para pejabat dalam memimpin.

Melihat kenyataan ini, perlu dimunculkan keteladanan yang dapat dijadikan contoh oleh

generasi muda. Usaha ini dapat dilakukan dengan pemberdayaan karya sastra. Karya sastra

merupakan produk budaya yang menawarkan nilai-nilai keteladanan. Hal ini sesuai

dengan pendapat Ratna (2003:35), bahwa tujuan akhir dari penciptaan karya sastra adalah

sebagai motivator ke arah aksi sosial yang lebih bermakna, sebagai pencari nilai-nilai kebenaran

yang dapat mengangkat dan memperbaiki situasi dan kondisi alam semesta. Dengan demikian,

karya sastra dan telaahnya dapat menambah wawasan masyarakat dalam bentuk memberikan

alternatif-alternatif dalam menyelesaikan masalah kehidupan.

Salah satu karya sastra yang banyak mengandung nilai-nilai kehidupan adalah

kaba Minangkabau. Kaba merupakan cerita rakyat Minangkabau yang menggunakan

bahasa Minangkabau disampaikan secara lisan dengan cara bercerita yang di sebut

berkaba (Ahmad, 1979:27). Sebagai cerita rakyat, kaba telah dituturkan dan diwariskan

secara turun temurun dari dahulu hingga sekarang. Keberadaan cerita kaba sebagai

produk budaya Minangkabau merupakan objek yang sarat dengan contoh-contoh yang

dapat diteladani. Menurut Djatmiko (2006:50), untuk membangun masyarakat madani

diperlukan karakter dan moral bangsa yang kokoh yang bersumber dari nilai-nilai luhur

budaya bangsa yang dipadu dengan nilai-nilai universal.

Menurut Sugono (2004), nilai-nilai karya sastra lama yang memuat informasi

kehidupan masa lalu perlu dihadirkan kembali dalam kehidupan masa kini.

Menghadirkan kembali nilai karya sastra penting karena karya sastra lama banyak

menyimpan pengetahuan masa lampau yang memiliki peran besar dalam menata hidup

masa kini dan masa depan. Penegasan ini sesuai dengan pendapat Hasannuddin WS

Page 230: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

230

(2009) bahwa sastra pada zaman lampau (kaba) berperan sebagai suatu pelajaran pada

zaman sekarang terutaman kandungan nilai budi pekertinya yang disikapi secara positif.

Berkaitan dengan hal itu, penelitian ini akan mencoba menggali tentang prototipe

generasi muda ideal dalam dalam karya sastra lama, yaitu kaba Minangkabau.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik

analisis isi. Data penelitian ini berupa kata, kalimat, dan wacana yang memuat nilai-nilai

pendidikan karakter yang diambil dari kaba Angggun Nan Tongga, kaba Cindua Mato, kaba

Sutan Lembak Tuah, kaba Rambun Pamenan, dan kaba Rancak Dilabuah. Pemilihan sumber

data dilakukan secara purposivsampling dengan pertimbangan, yaitu (1) fokus penelitian; (2)

kepopuleran kaba; (3) kebertahanan kaba; dan (4) pengaruh cerita kabaterhadap masyarakat.

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca-catat-analisis yang dilakukan secara

bersamaan dengan langkah pengambilan data, analisis data, dan interpretasi data dapat

dilakukan secara bersamaan.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, ditemukan prototipe generasi muda ideal

dalam kaba Minangkabau. prototipe generasi muda ideal yang ditemukan itu akan diuraikan

sebagai berikut.

1. Tokoh Cerita Kaba Memiliki Sifat Religius

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan beberapa kaba yang menggambarkan tokoh

cerita kaba memiliki sifat religius. Tokoh cerita kaba dalam kehidupannya berpikir, berkata, dan

bertindak selalu berdasarkan ajaran agama Islam. Tokoh cerita kaba meyakini ajal ditentukan

Allah, hidup berserah diri kepada Allah, meyakini semua peristiwa yang terjadi sebagai takdir

Allah, memohon pertolongan kepada Allah, dan hidup bersyukur kepada Allah.

Tokoh cerita kaba meyakini kematian tidak akan datang kepada seseorang melainkan

sesuai ajal yang sudah ditentukan Allah. Keyakinan ini tergambar pada kematian Datuak

Tumangguang diyakini sebagai ketetapan Allah seperti yang terlihat pada kutipan berikut.

(1) Allah Ta’ala kayo sungguah, janji sampai ajal berpulang, alah mangkat

Datuak Tumangguang….(Allah sangat kaya, ajal datang setelah janjian

sampai, telah meninggal Datuak Tumangguang (KRP, 2013:10)

Keyakinan serupa juga ditemui dalam kaba CinduaMato berkaitan dengan kecemasan

Bundo Kanduang ketika Tiang Bungkuak akan menuntut balas atas kematian anaknya Imbang

Jayo. Cindua Mato yang akan menghadapi Tiang Bungkuak meyakinkan Bundo Kanduang

bahwa kematian di tangan Allah. Dengan keyakinan bahwa mati adalah ketentuan Allah maka

Page 231: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

231

tokoh-tokoh protagonis dalam kaba tidak menjadikan ketakutan akan mati sebagai penghalang

dalam berusaha memperjuangkan hidup. Seolah-olah cerita kaba mengamanatkan bahwa

ketakutan akan mati tidak akan memperpanjang umur dan keberanian melawan ajal tidak akan

memperpendek usia.

Dalam kaba juga digambarkan kesadaran para tokoh menjalani kehidupan dengan

berserah diri kepada Allah. Cindua Mato berserah diri kepada Allah ketika akan pergi

menghadapi Tiang Bungkuak yang tergambar dalam kutipan berikut.

(2) Sarahkan ka Allah Tuhan nan kuaso (Serahkan diri kepada Allah Tuhan

yang berkuasa. (KCM, 2015:147)

Berserah diri kepada Allah juga dilakukan Rambun Pamenan katika mencari

ibunya yang dilarikan oleh rajo Aniayo. Begitu juga dengan Sutan Lembah Tuah yang

berserah diri diri kepada Allah setelah dijatuhi hukuman buang ke Jawa akibat difitnah

oleh Angku Lareh. Berserah diri kepada Allah merupakan bentuk keyakinan tokoh

cerita bahwa manusia hanya berusaha sementara hasilnya Allah yang menentukan.

Berserah diri kepada Allah menambah keyakinan tokoh cerita mengenai semua

peristiwa yang terjadi sebagai takdir Allah. Misalnya, jodoh untuk Siti Budiman sudah

ditakdirkan oleh Allah yang terlihat pada kutipan berikut.

(3) Indak lari gunuang dikaja, namun takadiah pado Allah (Tidak lari gunung

dikejar, takdir berada ditangan Allah, (KRD, 2013:33)

Keyakinan bahwa semua peristiwa yang terjadi sebagai takdir Allah juga

terdapat dalam kaba Cindua Mato. Hujan deras dan angin ribut yang terjadi ketika

berlangsung pernikahan antara Imbang Jayo dengan Puti Bungsu sebagai takdir Allah.

Begitu juga belum bertemunya Alamsudin dengan jodohnya, meskipun sudah lama

gelanggang rami, juga sebagai takdir Allah. Keberhasilan Sutan Lembak Tuah

membunuh ular besar diyakini oleh okoh cerita kaba sebagai takdir Allah. Keyakinan

akan adanya takdir Allah menjadikan tokoh cerita sabar bila mendapat cobaan dan

bersyukur bila mendapat rahmat.

Tokoh cerita kaba juga digambarkan memohon pertolongan kepada Allah dan

bersyukur bila mendapat karunia Allah. Cindua Mato meminta di doakan oleh Bundo Kanduang

dan segenap rakyat Pagaruyung ketika akan berangkat melawan Tiang Bungkuak. Begitu juga

Rambun Pamenan meminta di doakan oleh kakaknya supaya selamat dalam perjalanan mencari

ibunya ke nagari Camin Tarui. Anggun Nan Tongga meminta di doakan supaya selamat dalam

perjalanannya mencari mamaknya yang tergambar dalam kutipan berikut.

Page 232: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

232

(4) Urang rami bukan kepalang, maantakan Nan Tongga pai balayia,

diantakan dengan doa salamaik (Orang ramai berdatangan mengantarkan

Anggun Nan Tongga pergi berlayar, mendoakan supaya selamat dalam

perjalanan (KANT, 2015:45).

Gambaran tokoh cerita kaba yang bersyukur kepada Allah ketika mendapat rahmat

adalah dilakukan oleh Mandeh Siti Rabiatun setelah mengetahui anaknya selamat dari palutan

ular besar ketika mencari obat untuk dirinya. Sementara, Bundo Kanduang bersyukur kepada

Allah dan berselawat kepada nabi Muhammad, atas nikmat Allah yang dicurahkan kepada

Cindua Mato yang memenangkan perperangan atas Tiang Bungkuak. Uangkapan syukur ini

merupakan bentuk kesadaran dalam kondisi bergembira tidak melupakan Allah dan Rasul-Nya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa para tokoh dalam cerita kaba

mengerahkan pikiran, perkataan, dan tindakan kepada Allah. Pengerahan ini sebagai bentuk

keyakinan yang kuat kepada Allah, sehingga menjadikan manusia sebagai makhluk yang

bertindak dan berperilaku sesuai dengan tuntunan yang diberikan oleh Allah yaitu Al-quran dan

hadist. Keyakinan yang kuat kepada Allah, menjadikan tokoh cerita kaba sukses dalam

mengarungi kehidupan. Sikap tokoh cerita kaba yang demikian kepada Allah dapat dijadikan

contoh bagi generasi muda dalam kehidupan.

2. Tokoh Cerita Kaba Memiliki Sikap Jujur, Tanggung Jawab, Kedisiplinan, Kerja

Keras, Percaya Diri, Kemandirian, Kreatif,dan Rasa Ingin Tahu

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan beberapa kaba yang menggambarkan tokoh

cerita kaba memiliki sikap jujur, tanggung jawab, disiplin, kerja keras, percaya diri, mandiri,

kreatif, dan memiliki rasa ingin tahu. Cindua Mato dengan jujur melaksanakan keinginan Dang

Tuanku membawa Puti Bungsu ke Pagaruyuang. Selama beberapa hari Puti Bungsu bersamanya

tidak pernah terniat olehnya untuk berperilaku buruk kepada Puti Bangsu. Begitu juga Anggun

Nan Tongga dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab mencari dan membebaskan

mamaknya yang ditawan.

Sikap disiplin digambarakan oleh Sutan Lembak Tuah selama dia menjadi polisi di

Kota Bandung. Selama menjadi polisi di Bandung, Sultan Lembak Tuah berhasil menangkap

para pencuri yang mengganggu ketentraman masyarakat. Kedisiplinannya dalam bekerja

membuahkan banyak prestasi sampai ia diangkat menjadi Asisten Damang di Banten. Sikap

disiplin yang dimiliki oleh Sutan Lembak Tuah dibarengi oleh kerja keras. Kerja keras Sutan

Lembak Tuah siang malam menjadikan dia sebagai polisi yang berprestasi.

Sikap percaya diri ditunjukkan oleh Cindua Mato. Meskipun sudah diberitahu oleh

Bundo Kanduang akan kesaktian Tiang Bungkuak, namun dia percaya diri untuk mencoba

Page 233: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

233

melawan Tiang Bungkuk. Keyakinan akan kemampuan yang dimiliki oleh Cindua Mato bahwa

dia bisa mengalahkan Tiang Bungkuk, menjadikan Cindua Mato mempunyai keberanian lebih

untuk mengalahkan Tiang Bungkuk yang memiliki kesaktian tinggi. Sikap percaya diri yang

dimiliki oleh Cindua Mato pada akhirnya menjadi pendorong baginya mengalahkan Bungkuk.

Sikap mandiri digambarkan oleh Rambun Pamenan ketika mencari ibunya. Dia

berusaha sendiri membebaskan ibunya yang ditahan oleh Rajo Angek Garang. Dalam diri

Rambun Pamenan tertanam sikap bahwa dia harus membabaskan sendiri ibunya dari tahanan

Rajo Angek Garang. Selanjutnya, sikap kreatif kreatif ditunjukkan oleh Sutan Lembak Tuah

ketika ia pergi menemui Siti Rabiatun ke Padang.

(5) Lorong kapado Lembak Tuah, bamanuang-manuang juo duduak surang, pikiran

raso-raso ka sampai, dicari aka tidak mangasan, kalau mambuhua indak

mangasan, pandai mambungkui indak tabaun. (Sutan Lembak Tuah bermenung

sendiri mencari akal untuk menguji kesetiaan Rabiatun kepanya) (KSLT,

2006:73).

Bentuk keingintahuan terlihat dalam sikap Rambun Pamenan. Dia bersikeras ingin

mengetahui di mana keberadaan kedua orang tuanya. Dia menanyakan kepada kakaknya

keberadaan orang tuanya.

(6) Apo sabab mandeh ka sinan, siapo nan manjapuik mandeh, dahulu lai denai

tanyokan, kato aciak kito tidak bamandeh (Apa yang menyebabkan ibu kesana,

kata kakak kita tidak beribu) (KRP, 2013:26)

Selanjutnya, prestasi Sutan Lembak Tuah selama menjadi polisi menyebabkan dia

diangkat menjadi asisten Damang. Prestasinya yang semakin bagus selama menjadi asisten

Damang mengangkatnya menjadi Damang di Kampuangnya.

Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa kaba dalam hubungan dengan diri

sendiri menonjolkan sikap kejujuran, tanggung jawab, kedisiplinan, kerja keras, percaya diri,

kemandirian, kreatif,dan rasaingintahu. Sikap hidup yang dimiliki oleh tokoh cerita kaba

menjadikan tokoh cerita kaba sukses dalam kehidupan. Dengan demikian, sifat-sifat yang ada

dalam diri tokoh cerita kaba dapat dijadikan contoh bagi generasi muda dalam kehidupan. Hal

ini relevan dengan pendapat Samovar dan Porter (2001) yang mengatakan bahwa setiap cerita

rakyat bercerita tentang orang-orang yang digunakan untuk mentransfer nilai kehidupan dari

generasi ke generasi berikutnya.

Page 234: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

234

3. Tokoh Cerita Kaba Memiliki Sikap Menyadari Hak dan Kewajiban, Patuh kepada

Aturan-Aturan Sosial, Menghargai Pendapat Orang Lain, Menghargai Karya dan

Prestasi Orang Lain, Santun Kepada Orang Lain, Toleransi, Demokratis,

Bersahabat/Komunikatif, Cinta Damai, dan Peduli Sosial

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan tokoh cerita memiliki sikap menyadari hak dan

kewajiban, patuh pada aturan-aturan sosial, menghargai pendapat orang lain, menghargai karya

dan prestasi orang lain, santun kepada orang lain, toleransi, demokratis, bersahabat/komunikatif,

cinta damai, dan peduli sosial. Dalam kerajaan Pagaruyuang terdapat strata sosial yang berbeda.

Bundo Kandung menjalin kerjasama yang baik dengan para pembantunya yaitu Si

Salamaik dan Si Kambang, meskipun antara dia dengan pembantunya memiliki kedudukan

yang berbeda. Dia tidak membeda-bedakan antara pembantunya dan membangun sikap saling

menghargai. Mereka tinggal bersama saling tolong-menolong dan memahami peran masing-

masing.

Hubungan baik bak bersaudara kandung juga terjalin antara Dang Tuangku dengan

Cindua Mato. Meskipun Dang Tuanku anak raja, sementara Cindua Mato anak dayang kerajaan,

tetapi mereka digambarkan sebagai orang yang bersaudara saling tolong-menolong dalam segala

hal. Tidak tampak perbedaan kedudukan antara mereka berdua. Hubungan baik juga terjalin

antara aparat kerajaan. Antara Bundo Kanduang, Dang Tuanku, Cindua Mato mempunyai

hubungan yang baik dengan Basa Ampek Balai dan Rajo Duo Selo. Mereka saling memberikan

masukan demi kebaikan bersama. Antara mereka saling menghargai dan menghormati dalam

kapasitas masing-masing.

Sebagai cerita dengan latar belakang budaya Minangkabau yang menganut cara

musyawarah-mufakat, penghargaan, dan saling tolong-menolong sesama manusia digambarkan

pada tokoh-tokoh cerita. Tolong-menolong dilihat hampir disetiap bagian cerita. Misalnya,

ketika Rabiatun dipalut ular besar, datanglah Lembak Tuah menolong, bahkan menolong

mencarikan obat untuk ibu Rabiatun. Dibagian lainnya juga terjadi pertolongan Lembak Tuah

kepada Rabiatun ketika akan diperkosa Lelo Kayo. Selain itu juga diceritakan Lembak Tuah

ditolong oleh Tuan Residen sehingga dia menjadi seorang polisi sampai akhirnya menjadi

demang.

Walaupun terdapat tingkat kekuasaan yang berbeda antara Bundo Kanduang, Dang

Tuanku, Cindua Mato dengan aparat kerajaan, yaitu Basa Ampek Balai dan Rajo Duo Selo,

namun dalam memberikan masukan untuk mencapai keputusan hokum tidak menggunakan

kekuasaan mutlak. Keputusan mereka ambil dengan musyawarah berdasarkan pertimbangan

alur adat dan kepatutan dengan bukti dan pertimbangan rasional. Dengan demikian, terdapat

orientasi hubungan yang setara dalam kebersamaan, demokratis dan bertanggung jawab. Hal

serupa juga ditemukan dalam kaba Rancak Dilabuah.

Page 235: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

235

Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa tokoh cerita kaba memiliki sikap sikap

menyadari hak dan kewajiban, patuh pada aturan-aturan sosial, menghargai pendapat orang

lain, menghargai karya dan prestasi orang lain, santun kepada orang lain,

toleransi,demokratis,bersahabat/komunikatif,cinta damai, danpeduli sosial. Sikap menjaga

hubungan baik dengan sesama, menjadikan tokoh cerita bisa bergaul dengan baik dngan orang

lain. Bentuk Dengan demikian, kaba dapat difungsikan sebagai sarana pendidikan dalam

hubungan dengan sesama.

4. Tokoh Cerita Kaba Memiliki Sikap PeduliLingkungan

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan tokoh cerita kaba yang memperlakukan

lingkungan dengan baik dalam bentuk menjalin pertemanan dengan lingkungan. Persabatan

dengan lingkungan akan mendatangkan manfaat bagi manusia. Pertemanan dengan lingkungan

(hewan) oleh tokoh dalam kaba Cindua Mato, dapat membantu pemenuhan kebutuhan. Kuda

digunakan sebagai alat transportasi, ayam sebagai alat permainan, kerbau sebagai hewan

peliharaan, dan burung sebagai hewan kesayangan. Selain itu, juga digambarkan tokoh cerita

pemeliharaan tanaman hias sebagai perbuatan memelihara lingkungan. Pemanfatan lingkungan

juga ditemukan pada Puti Andami Sutan yang menyuruh sahabatnya burung nuri mencari Puti

Gondoriah ke Tiku Pariaman guna mengabarkan kondisi Anggun Nan Tongga Magek Jabang

yang selamat dalam pelayarannya. Nan Tonga telah berhasil mengalahkan para penyamun dan

menyelamatkan mamaknya yang tergambar sebagai berikut.

(7) Adiak denai buruang nuri, sajak ketek denai gadangkan…adik disuruak disarayo

(Adik saya burung nuri, sejak kecil saya besarkan, adik saya suruh (KANT,

2015:110)

Persahabatan dengan lingkungan juga dilakukan oleh Rambun Pamenan dengan garuda

besar. Perteman Rambun Pamenan dengan garuda besar terjalin setelah Rambun pamenan

membunuh ular naga yang hendak memakan anak garuda. Sebagai ucapan terima kasih, induk

garuda membantu mengantarkan Rambun Pamenan ke nagari cermin tarui. Burung garuda juga

membantu Rambun Pamenan ketika hendak kembali pulang ke kampung halamannya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat simpulkan bahwa tokoh cerita kaba yang menjaga

lingkungan dengan baik dan memanfaatkan lingkungan untuk kemaslahatan hidup. Dengan

demikian, pola hubungan dengan lingkungan yang digambarkan dalam kaba dapat dijadikan

sebagai contoh dalam kehidupan.

5. Tokoh Cerita Kaba Memiliki Sikap CintaTanahAir

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa tokoh cerita kaba memiliki sikap cinta

tanah air dalam bentuk, tokoh cerita berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan

kepentingan bangsa di atas kepentingan diri dan kelompok. Sutan Lembak Tuah ketika menjadi

Page 236: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

236

Damang mengutamkan kepentingan masyarakat dalam pembangunan yang terlihat pada kutipan

berikut.

(8) Sajak manjadi Tuanku Damang, surau musajik didirikan, banda jo sawah

disuruah buek (Sejak menjadi Damang, surau dan masjid didirikan, saluran irigasi

dibuat (KSLT, 2006:94)

Perilaku serupa juga dilakukan oleh Cindua Mato ketika melihat banyak jatuh korban

rakyat yang tidak bersalah, dia berpura-pura menyerah kepada Tiang Bungkuak. Dia pun di

tawan oleh Tiang Bungkuk sampai tau cara membunuh Tiang Bungkuk. Kebaikan dalam

memimpin yang mengutamakan kepentingan orang banyak menjadikan Rambun Pamenan

disenangi oleh rakyat nagari Camin Tarui yang dipimpinnya setelah dia menggantikan

menggantikan rajo Angek Garang yang dibunuhnya. Selama diperintah oleh raja Angek Garang,

rakyat Rakyat Camin Tarui sangat menderita karena raja lebih mementingkan kepentingan

pribadinya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat simpulkan bahwa tokoh cerita yang mengutamakan

kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi dan kelompok berhasil dalam memimpin.

Pemimpin seperti ini mendapat dukungan dari masyarakat dan disenangai oleh masyarakat.

Dengan demikian, pola kepemimpinan yang digambarkan dalam kaba dapat dijadikan sebagai

contoh dalam kehidupan.

Penutup

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa prototipe generasi

muda ideal yang digambarkan dalam kaba Minangkabau adalah generasi muda yang memiliki

sifat religius, jujur, bertanggung jawab, disiplinan, pekerja keras, percaya diri, dan mandiri,

menyadari hak dan kewajiban, patuh pada aturan-aturan sosial, menghargai pendapat orang

lain, menghargai karya dan prestasi orang lain, santun kepada orang lain, peduli lingkungan, dan

cinta tanah air. Prototipe ini harus ditiru dan diaplikasikan dalam kehidupan generasi muda

sebagai bekal menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN

Daftar Pustaka

Abdurrahman. 2011. Nilai-nilai Budaya dalam Kaba Minangkabau Suatu Interpreatsi Semiotik.

Padang: UNP Press.

Ahmad, Sabaruddin. 1979. Kesustraan Minang Klasik. Jakarta: Depdikbud.

Alam, Dt. Panduko. 2013. Kaba Rancak Dilabuah. Bukitting: Kristal Multimedia.

Page 237: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

237

Amir, Adriyeti dkk. 2006. Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau. Padang: Andalas University

Press.

Amir MS. 2007. Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minangkabau. Jakarta:

Mutiara Sumber Wijaya.

Djatmiko, Harmonto Edy. 2006. Revolusi Pemikiran Bangsa Menurut Pemikiran M Soeparno.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Endah, Sjamsuddin St. Rajo. 2006. KabaSutan Lembak Tuah. Bukittinggi: Kristal Multimedia.

Endah, Sjamsuddin St. Rajo. 2015. Kaba Cindua Mato. Bukittinggi: Kristal Multimedia.

Hasanuddin WS. 2004. ”Latar Belakang Penulisan Kaba Cindua Mato Sebagai Karya Sastra

Historiografi Minangkabau” dalam Humanus Vol VII No 1. Hal 32—41.

Hasanuddin WS. 2009. Ensiklopedi Kesusastraan Indonesia. Bandung: Angkasa.

Mahkota, Ambas. 2015. Anggun Nan Tongga. Bukittinggi: Kristal Multimedia.

Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Pangaduan, Sutan Mangkudun Ilyas Sutan.2013. KabaRambunPamenan. Bukittinggi: Kristal

Multimedia.

Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Samovar, Larry A. dan Richard E. Porter. 2001. Communication Between Cultures. Belmont

CA: Wadsworth Publishing Company.

Sugono, Dendi. 2004. “Kata Pengantar Kepala Pusat Bahasa” dalam Kaba Minangkabau:

Ringkasan Isi Cerita Serta Tema dan Amanat. Jakarta: Pusat Bahasa.

Page 238: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

238

PENERAPAN TEORI HONEY DAN MUMFORD PADA MATA KULIAH

KEBAHASAAN GUNA MENYONGSONG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

Latifah

[email protected] R. Mekar Ismayani

[email protected] STKIP Siliwangi Bandung

Abstrak

Mata kuliah Morfologi adalah kajian ilmu yang termasuk ke dalam kelompok kebahasaan,

mata kuliah ini dianggap sulit oleh mahasiswa dikarenakan struktur-struktur serta

penggunaan bahasa yang sesuai dengan ejaan yang berlaku harus dipahami secara benar,

ketepatan penggunaan kata pada setiap kalimat agar menjadi wacana yang utuh yang bisa

dipahami oleh pembaca/penyimak bergantung pada penggunaan struktur-struktur kata

tersebut, oleh karena itu penulis mencoba melakukan penelitian tentang penggunaan

bahasa khusunya di bidang morfologi dengan menerapkan teori humanistik menurut

pandangan Honey dan Mumford. Hasil yang didapat pembelajaran analisis morfologi

khususnya dalam penggunaan afiks dan kata depan mengalami peningkatan, sebelum

menerapkan teori Honey dan Mumford rata-rata nilai mahasiswa sebesar 5,60 setelah

menerapkan teori Honey dan Mumford hasil nilai mahasiswa menjadi 9,2, mengalami

kenaikan yang signifikan sebesar 3,67. Dengan kemampuan menganalisis secara

morfologis mahasiswa akan siap menyongsong MEA sebagai bekal mereka untuk

dijadikan sebagai keahlian profesi, serta mampu membina dan mempertahankan eksistensi

bahasa Indonesia di Asean.

Kata kunci: Morfologi, Teori belajar Honey dan Mumford, dan Masyarakat Ekonomi

ASEAN

Pendahuluan

Latar Belakang Masalah

Mata kuliah yang termasuk ke dalam lingkup kebahasaan adalah morfologi, sintaksis,

dan semantik. Mata kuliah ini dianggap sulit oleh mahasiswa walaupun dalam kesehariannya

mayoritas mereka menggunakan bahasa Indonesia akan tetapi belum tentu mereka mampu

menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mereka harus memahami dengan benar

kaidah-kaidah kebahasaan yang sesuai dengan ejaan yang berlaku. Kesulitan ini dapat diketahui

oleh penulis setelah melakukan tes kebahasaan (pretes) di STKIP Siliwangi Bandung, nilai

yang didapat belum mencapai hasil yang memuaskan. Mahasiswa perlu dilatih agar mereka

mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sehingga diperlukan teori belajar

yang sesuai guna menunjang proses pembelajaran. Penulis akan mencoba menerapkan teori

belajar humanistik menurut pandangan Honey dan Mumford dalam mata kuliah kebahasaan

khususnya kajian morfologi guna mempersiapkan mahasiswa yang berkompeten serta mampu

Page 239: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

239

mempertahankan eksistensi bahasa Indonesia agar tetap terjaga dan terpelihara dan mampu

mendunia. Bahasa Indonesia akan tetap eksis di tengah-tengah masyarakat ekonomi Asean

Kajian Teori

Kebahasaan

Bangsa Indonesia harus bangga karena bangsa ini mempunyai bahasa Negara sebagai

bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia adalah salah satu ciri, karakter

bangsa Indonesia harus selalu terpelihara dan terjaga. Bangsa-bangsa di dunia sangat beragam,

dari warna kulit, budaya, dan bahasa. Namun bangsa Indonesia memiliki kelebihan dibanding

bangsa lain karena kita memiliki bahasa persatuan sebelum Negara ini lahir yaitu dengan

adanya ikrar Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sedangkan proklamasi kemerdekaan Republik

Indonesia terjadi pada tangga 17 Agustus 1945. Kita patut berbangga dan harus mensyukuri

karena kita memiliki bahasa Indonesia

Sejarah bahasa Indonesia begitu panjang sehingga dapat berbentuk seperti hari ini . dan

memunculkan rasa bangga bagi bangsa Indonesia , salah satu rasa kebanggan kita terhadap

bahasa Indonesia adalah dengan memasukan mata pelajaran bahasa Indonesia di semua jenjang

sekolah juga di tingkat universitas, bahasa Indonesia di pelajari disemua jurusan sebagai MKDU

dan dipelajari juga secara khusus di program studi bahasa Indonesia. Pada program studi bahasa

Indonesia mata kuliah yang termasuk ke dalam kelompok kebahasaan yaitu morfologi (

mempelajari seluk beluk kata), sintaksis ( mempelajari frase, klausa, dan kalimat), dan semantic

( mempelajari makna dalam bahasa) mata kuliah ini harus dikuasai mahasiswa sebagai tuntutan

kurikulum, rasa tanggung jawab memiliki bahasa Indonesia dan tanggung jawab dalam

memelihara kelestarian bahasa Indonesia. Dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada

materi kebahasaan lingkup morfologi yaitu ketepatan dalam penggunaan afiks dan ketepatan

dalam penggunaan kata depan di, ke, dan dari.

Afiks atau imbuhan dalam bahasa Indonesia terdiri dari

a. Prefiks adalah imbuhan yang ditambahkan pada bagian awal sebuah kata dasar atau

bentuk dasar

b. Sufiks adalah imbuhan yang ditambahkan pada bagian belakang sebuah kata dasar

atau bentuk dasar

c. infiks adalah morfem yang disisipkan di tengah kata

d. konfiks adalah gabungan prefiks dan sufiks yang membentuk suatu kesatuan

Page 240: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

240

kata depan adalah kata-kata yang secara sintaksis diletakan sebelum kata benda. Kata

kerja,

kata keterangan dan penulisan kata depan ditulis secara terpisah.

Teori Honey dan Mumford

Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditunjukan untuk

kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, teori belajar humanistik lebih

abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat. Teori humanistik sangat mementingkan isi

yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri

Teori humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal

tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, serta realisasi diri

orang yang belajar secara optimal. Banyak tokoh penganut aliran humanistik salah satunya

adalah Honey dan Mumford pabdangannya tentang belajar dibagi ke dalam 4 macam di

antaranya yaitu

a. Kelompok aktivis

Orang- orang yang termasuk ke dalam kelompok aktivis adalah mereka yang senang

melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk

memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Orang-orang tipe ini mudah untuk diajak

berdialog, memiliki pemikiran terbuka , menghargai pendapat orang lain dan mudah

percaya. Namun dalam melakukan tindakan sering kali kurang mempertimbangkan

secara matang dan lebih banyak didorong oleh kesenangannya untuk melibatkan diri.

Dalam kegiatan belajar, orang-orang demikian senang pada hal-hal yang sifatnya

penemuan-penemuan baru, seperti pemikiran baru, pengalaman baru. Namun mereka

cepat bosan dengan kegiatan-kegiatan yang implementasinya memakan waktu lama

b. Kelompok reflector

Mereka yang termasuk kelompok reflector cenderung berlawanan dengan kelompok

aktivis. Dalam melakukan tindakan , orang-orang tipe reflector sangat berhati-hati dan

penuh pertimbangan. Pertimbangan baik-buruk, untung-rugi, selalu diperhitungkan

dengan cermat dalam memutuskan sesuatu. Orang –orang demikian tidak mudah

dipengaruhi, sehingga cenderung bersifat konservatif ( bersikap mempertahankan

keadaan, kebiasaan, dan tradisi yang berlaku

c. Kelompok teoris

Orang-orang tipe ini memiliki kecenderungan yang sangat kritis. Mereka suka

menganalisis, berpikir rasional dengan menggunakan penalarannya. Segala sesuatu

dikembalikan kepada teori dan konsep-konsep atau hukum-hukum. Mereka tidak

Page 241: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

241

menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. Dalam memutuskan sesuatu,

kelompok teoritis penuh dengan pertimbangan, sangat selektif dan tidak menyukai hal-

hal yang bersifat spekulatif ( pemikiran dalam-dalam secara teori).

d. Kelompok pragmatis

Orang-orang tipe pragmatis memiliki sifat-sifat yang praktis. Mereka tidak suka

berpanjang lebar denga teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil dan sebagainya. Bagi

mereka yang penting adalah aspek-aspek praktis. Sesuatu hanya bermanfaat jika

dipraktikan. Bagi mereka, sesuatu adalah baik dan berguna jika dapat dipraktikan dan

bermanfaat dalam kehidupan.

Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses

pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran

humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi,

kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman

belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.

Aplikasi dan Implikasi Humanisme terhadap guru :

a. Guru Sebagai Fasilitator

b. Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.

c. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi

kelompok, atau pengalaman kelas

d. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di

dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum. Dia mempercayai

adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang

bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar

yang bermakna tadi

e. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling

luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.

f. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat

dimanfaatkan oleh kelompok

g. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima

baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk

menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok

h. Bilamana kondisi penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat

berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok,

dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.

Page 242: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

242

Aplikasi dan Implikasi Humanisme terhadap siswa : Siswa berperan sebagai pelaku

utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa

memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan

potensi diri yang bersifat negatif. Pembelajaran berdasarkan teori humanisme ini cocok untuk

diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani,

perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini

adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola

pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas,

berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara

bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma ,

disiplin atau etika yang berlaku

Aplikasi pembelajaran

a. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran

b. Menentukan materi pelajaran

c. Mengidentifikasikan kemampuan awal ( entry behavior) siswa

d. Mengidentifikasikan topic-topic pelajaran yang memmungkinkan siswa secara aktif

melibatkan diri atau mengalami dalam belajar

e. Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran.

f. Membimbing siswa secara aktif

g. Membimbing siswa untuk memahami hakikat makna dari pengalaman belajarnya

h. Membimbing siswa dalam konseptualisasi pengalaman belajarnya

i. Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke situasi nyata

j. Mengevalusi proses dan hasil belajar

Pengertian Masyarakat Ekonomi ASEAN

Secara umum, Masyarakat Ekonomi ASEAN diartikan sebagai sebuah masyarakat yang

saling terintegrasi satu sama lain (maksudnya antara negara yang satu dengan negara yang lain

dalam linhgkup ASEAN) dimana adanya perdagangan bebas diantara negara-negara anggota

ASEAN yang telah disepaki bersama antara pemimpin-pemimpin negara-negara ASEAN untuk

mengubah ASEAN menjadi kawasan yang lebih stabil, makmur dan kompetitif dalam

pembangunan ekonomi.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif yang dilakukan

untuk mengetahui nilai variabel mandiri. Baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa

membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang lain

Page 243: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

243

Pembahasan

Pentingnya seseorang menguasai bahasa Indonesia yang baik dan benar guna

mempersiapkan mahasiswa yang siap berkompeten khususnya di bidang kebahasaan guna

menyongsong MEA dan sebagai pemertahanan terhadap eksistensi bahasa Indonesia sebab

dengan kita mempertahankan eksistensi bahasa Indonesia dan menguasai bahasa Indonesia, kita

dapat memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai bekal kita dalam menghadapi MEA dan sebagai

wujud kecintaan kita terhadap bahasa Indonesia. Di beberapa Negara bahasa Indonesia di

pelajari secara khusus, di sana mereka membuka program studi bahasa Indonesia seperti di

Australia, Perancis, dan Tiongkok. Sebagai bukti bahwa bahasa Indonesia sudah diakui dunia.

Untuk itu kita harus benar-benar menggunakan bahasa Indonesia dan mempertahankan agar

bahasa Indonesia tetap terjaga. Penerapan teori Honey dan Mumford dalam pembelajaran

bahasa diharapkan mampu memberi kemudahan bagi mahasiswa dalam mempelajari bahasa

Indonesia khusunya morfologi.

Pembelajaran Bahasa dengan Teori Belajar Honey dan Mumford

a. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran

Tujuan mempelajari mata kuliah kebahasaan bidang morfologi yaitu mahasiswa mampu

menggunakan afiks dan kata depan denga benar

b. Menentukan materi pelajaran

Materi yang mencakup ke dalam materi kebahasaan bidang morfologi khususnya

penggunaan afiks (prepiks, infiks, sufiks, konfiks) dan kata depan di, ke, dan dari

c. Mengidentifikasikan kemampuan awal ( entry behavior) siswa

Mahasiswa sudah mengetahui kata dasar

d. Mengidentifikasikan topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif

Memilih wacana dengan tema yang menarik akan tetapi penggunaan afiks serta kata

depannya masih salah

e. Melibatkan diri atau mengalami dalam belajar

Wacana ditampilkan menggunakan infokus kemudian mahasiswa memilih serta

memperbaiki kata-kata yang penggunaan afiks serta kata depannya masih salah

f. Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran

Dibuat kelompok yang variatif berdasarkan kompetensi dan genre, pembelajaran

menggunakan infokus menampilkan slide (power point)

g. Membimbing siswa secara aktif

Mengarahkan siswa untuk berdiskusi dengan teman kelompok

h. Membimbing siswa untuk memahami hakikat makna dari pengalaman belajarnya

Page 244: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

244

Menjelaskan kegunaan mempelajari materi morfologi yaitu agar siswa mampu

menggunakan bahasa Indonesia yang benar, mampu menjaga eksistensi bahasa

Indonesia di tengah-tengan masyarakat ekonomi Asean

i. Membimbing siswa dalam konseptualisasi pengalaman belajarnya

j. Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke situasi nyata

Konsep kebahasaan yang dipelajari bias digunakan ketika mahasiswa akan membuat

sebuah karya (tulisan)

k. Mengevalusi proses dan hasil belajar

Hubungan pembelajaran bahasa Indonesia dengan MEA

Pentingnya menguasai bahasa Indonesia sebagai bekal mahasiswa untuk terjun

langsung dalam kehidupan sosialnya, menjadi masyarakat yang mandiri dan mempunyai

keahliah khususnya di bidang kebahasaan, mampu mempertahankan kecintaan dan rasa

memiliki bahasa Indonesia kendati mahasiswa akan menghadapi Mea yang menggunakan

bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar akan tetapi jati serta identitas bangsa Indonesia

khususnya bahasa tidak akan terkikis sebagai

Wacana yang belum diperbaiki

Pemerolehan bahasa kedua merupakan hal yang penting bagi tiap individu untuk bias

interaksi dengan baik dilingkungannnya. Bagi sebagian besar anak Indonesia, bahasa Indonesia

bukan bahasa pertama mereka, melainkan bahasa kedua, atau ketiga. Pengenalan atau penguasa

bahasa Indonesia dapat jadi melalui proses pemerolehan atau proses belajar. Pemerolehan

bahasa merupakan proses yang bersama dengan cara anak-anak kembangkan bahasa pertama

mereka. Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar. Pemerolehan bahasa

mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukan dengan belajar bahasa.

Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing adalah pembelajaran bahasa kedua yang di

lakukan oleh orang asing. Biasanya dilakukan oleh orang asing yang datang keIndonesia dengan

berbagai macam tujuan. Baik tujuan pendidikan, perdagangan, sosial, politik, maupun

pariwisata. Mereka ajari bahasa Indonesia dengan maksud untuk mengimbangi/dapat

berkomunikasi dengan orang Indonesia, untuk menambah kemampuan bahasa, untuk nambah

kadar ilmu mereka.

Belajar bahasa kedua pasti alami beberapa kendala yang di tunjukkan baik dari faktor

usia, motivasi, psikologis, dll. Ada juga tingkat dalam pembelajaran BIPA sama halnya dengan

tingkat jenjang pendidikan. Bedanya BIPA dilakukan secara informal. Di Indonesia pada saat

Page 245: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

245

ini banyak diselenggara pengajaran BIPA, hal ini diingat bahwa banyak sekali orang asing yang

datang ke Indonesia khusus para wisatawan yang kagum akan keindahan alam Indonesia.

Wacana yang sudah diperbaiki

Pemerolehan bahasa kedua merupakan hal yang penting bagi tiap individu untuk bisa

berinteraksi dengan baik di lingkungannnya. Bagi sebagian besar anak Indonesia, bahasa

Indonesia bukan bahasa pertama mereka, melainkan bahasa kedua, atau ketiga. Pengenalan atau

penguasaan bahasa Indonesia dapat terjadi melalui proses pemerolehan atau proses belajar.

Pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak

mengembangkan bahasa pertama mereka. Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar.

Pemerolehan bahasa mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukan dengan

belajar bahasa.

Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing adalah pembelajaran bahasa kedua yang di

lakukan oleh orang asing. Biasanya dilakukan oleh orang asing yang datang ke Indonesia

dengan berbagai macam tujuan. Baik tujuan pendidikan, perdagangan, sosial, politik, maupun

pariwisata. Mereka mempelajari bahasa Indonesia dengan maksud untuk mengimbangi/dapat

berkomunikasi dengan orang Indonesia, untuk menambah kemampuan berbahasa, untuk

menambah kadar keilmuan mereka.

Belajar bahasa kedua pasti mengalami beberapa kendala yang ditunjukkan baik dari

faktor usia, motivasi, psikologis, dll. Ada juga tingkatan dalam pembelajaran BIPA sama halnya

dengan tingkatan jenjang pendidikan. Bedanya BIPA dilakukan secara informal. Di Indonesia

pada saat ini banyak diselenggarakan pengajaran BIPA, hal ini mengingat bahwa banyak sekali

orang asing yang datang ke Indonesia khususnya para wisatawan yang kagum akan keindahan

alam Indonesia.

Bagan Analisis Morfologis

DATA

KESALAHAN PENGGUNAAN

AFIKS

KESALA

HAN

PENGGU

NAAN

KATA

DEPAN

PERBAIKAN

PREFI

KS

SUFI

KS

INFI

KS

KONF

IKS

Interaksi √ berinteraksi

Dilingkungan √ di lingkungannya

Page 246: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

246

Penguasa √ penguasaan

Jadi √ terjadi

Bersama √ bersamaan

Kembangkan √ mengembangkan

di lakukan √ dilakukan

Keindonesia √ ke Indonesia

Pendidik √ pendidikan

Komunikasi √ berkomunikasi

Bahasa √ berbahasa

Nambah √ menambah

Ilmu √ keilmuan

Alami √ mengalami

di tunjukan √ ditunjukan

Tingkat √ tingkatan

di

selenggarakan

√ diselenggarkan

Beda √ bedanya

ingat √ mengingat

Khusus √ khususnya

Bagan Hasil Pretes dan Postes Analisis Kebahasaan Morfologi

No

Subjek Pretes Postes

Jumlah Rata-rata Jumlah Rata-rata

1 Rina Rosdiana 11 5,5 17 8,5

2 Maryana 11 5,5 17 8,5

3 Yuliana Tika.TA 14 7 18 9

4 Fauziah Nurul.F 12 6 19 9,5

5 Fadillah Muslim 10 5 18 9

6 Ricky Surya.A 8 4 18 9

7 Gusti AChmad.F. 12 6 19 9,5

8 Purwati 12 6 20 10

9 Yunas Sabri 10 5 18 9

10 Wulan Nurjanah 10 5 20 10

11 Putri Ayu C.A 11 5,5 19 9,5

12 Deri Saputra 12 6 19 9,5

13 Hadni Imayanti 13 6,5 20 10

14 Sohib 12 6 18 9

15 Vivin Kusmianti 11 5.5 19 9,5

16 Yuli Yulianti.N 11 5,5 19 9,5

17 Peryoga Trisna 10 5 18 9

18 Salman Paris 11 5,5 18 9

Page 247: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

247

19 Yuli Maryam 12 6 18 9

20 Ayu Ajeng 11 5,5 19 9,5

Hasil Rata-rata

5,60

9,27

Simpulan

Penggunaan teori humanistik menurut pandangan Honey dan Mumford mampu

meningkatkan pembelajaran morfologi khususnya penggunaan afiks ( imbuhan ) ; prefiks (

awalan), infiks (sisipan), sufiks ( akhiran ), dan gabungan ( konfiks ) serta pegunaan kata depan.

Peningkatan ini dapat dilihat dari hasil pretes dan postes mahasisiwa, hasil pretes mahasiswa

mendapat nilai 5,60 sedangkan postes mendapat nilai 9,27 mengalami peningkatan sebesar 3,67.

Kemampuan mahasiswa dalam ketepatan penggunaan afiks dan kata depan bisa dijadikan bekal

untuk mahasiswa dalam mengahadapi tantangan masyarakat ekonomi Asean, dijadikan sebagai

jati diri bangsa yang tetap mempertahankan eksistensi bahasa Indonesia. Serta diharapkan

dengan mereka menguasai bahasa Indonesia yang baik dan benar mampu menggunakan bahasa

Indonesia sebagai keahlian yang bisa dijadikan profesi yang professional serta wujud kita dalam

membina dan mengembangkan bahasa Indonesia serta mempertahankan, menjaga eksistensi

bahasa Indonesia.

Daftar Pustaka

Arifin, Zaenal dan Junaiyah. 2007. Morfologi. Jakarta.PT Grasindo.

Arifin, Zaenal dan Junaiyah. 2008. Sintaksis. Jakarta. PT Grasindo.

Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta. Rineka Cipta.

Budiningsih Asri. 2005. Belajar dan pembelajaran. Jakarta.PT Rineka Cipta.

http://sukasosial.blogspot.com/2015/08/masyarakat-ekonomi-asean.html

Latifah. 2009. Riksa Bahasa. Bandung.Rizqi Press.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Pusat Bahasa Depdiknas

Page 248: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

248

PENGGUNAAN KONJUNGSI BAHASA INDONESIA PADA TAJUK RENCANA

SURAT KABAR PIKIRAN RAKYAT

Lilis Amaliah Rosdiana

Universitas Winaya Mukti

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan konjungsi-konjungsi

koordinatif dan subordinatif dalam Tajuk Rencana Surat Kabar Pikiran Rakyat. Metode

penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Objek penelitian dalam

penelitian ini adalah Tajuk Rencana yang terbit selama bulan Juni 2015. Kemudian

peneliti mengambil sampel selama dua minggu yaitu minggu pertama dan minggu kedua

di bulan Juni. Pengumpulan data diakhiri dengan mengklasifikasi data konjungsi

koordinatif dan subordinatif, kemudian dianalisis. Adapun hasil penelitian bahwa

penggunaan konjungsi yang digunakan dalam kolom Tajuk Rencana Surat Kabar

Pikiran Rakyat terdapat 168 kata konjungsi koordinatif dan dikelompokan menjadi

sembilan jenis konjungsi koordinatif dan 97 kata konjungsi subordinatif dikelompokan

menjadi tujuh jenis konjungsi subordinatif. Secara keseluruhan, jenis konjungsi

koordinatif dan konjungsi subordinatif antara lain: (1) penggambungan biasa; (2)

pemilihan, (3) pertentangan, (4) pembetulan, (5) penegasan, (6) pembatasan, (7)

pengurutan, (8) penyamaan, (9) penyimpulan, (10) penyebab, (11) syarat; (12) tujuan;

(13) waktu; (14) akibat; (15) sasaran; (16) perbandingan.

Kata Kunci: penggunaan konjungsi, tajuk rencana.

Pendahuluan

Tujuan peneliti memilih judul “Penggunaan Konjungsi Bahasa Indonesia pada Tajuk

Rencana Surat Kabar Pikiran Rakyat” ialah ingin mendeskripsikan konjungsi koordinatif dan

konjungsi subordinatif yang biasa digunakan penulis kolom Tajuk Rencana pada surat kabar

Pikiran Rakyat untuk dikaji lebih lanjut.

Konjungsi digunakan dalam berbahasa sebagai penyambung kata, frase, atau kalimat

untuk memudahkan kita dalam berkomunikasi. Tanpa konjungsi komunikasi kita tidak akan

lancar, menimbulkan banyak hambatan, dan dapat menyebabkan pesan atau makna komunikasi

menjadi tidak jelas pada si penerima. Dengan kata lain, si penerima menjadi tidak paham akan

komunikasi tersebut.

Penggunaan konjungsi, sering kita temukan pada ragam bahasa tulis dan bahasa lisan.

Ragam bahasa baik lisan maupun tulis memerlukan kohesi dan koherensi, kohesi diperlukan

untuk menata pikiran, bentuk kata, serta kalimat yang tepat dan baik. Ragam bahasa tulis dapat

ditemukan dalam majalah, surat kabar, tabloid, cerpen, novel, dan lain sebagainya. Salah satu

ragam bahasa tulis yang akan dijadikan sumber data penelitian adalah kolom Tajuk Rencana

pada surat kabar Pikiran Rakyat. Surat kabar Pikiran Rakyat banyak memberikan informasi

kepada masyarakat Jawa Barat, dengan bahasa jurnalistik yang ringan agar pembaca dengan

mudah dapat memahami dan menikmati isinya.

Page 249: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

249

Menurut Badudu (dalam Widiawati, 2014) mengatakan bahasa jurnalistik memiliki

sifat-sifat yang khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, dan jelas. Ciri-ciri tersebut

harus dipenuhi oleh bahasa jurnalistik, mengingat surat kabar dibaca oleh lapisan masyarakat

yang tidak sama tingkat pengetahuannya, dari masyarakat yang berpendidikan dasar sampai

dengan masyarakat yang berpendidikan tinggi. Di samping itu, tidak semua orang bisa

meluangkan waktunya untuk membaca surat kabar.

Dalam surat kabar Pikiran Rakyat, berdasarkan observasi penulis banyak ditemukan

konjungsi koordinatif dan subordinatif. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk memilih objek ini

dengan menggunakan sumber data surat kabar Pikiran Rakyat pada kolom Tajuk Rencana.

Menurut Chaer (2006), konjungsi koordinatif adalah “Kata-kata yang digunakan untuk

menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan klausa, atau kalimat dengan kalimat yang

kedudukammya sederajat atau setara. Sedangkan konjungsi subordinatif adalah kata

penghubung yang menghubungkan klausa dengan klausa yang kedudukannya tidak sederajat,

melainkan bertingkat.”

Kemudian Kosasih (dalam Widiawati, 2014) mengatakan pengertian konjungsi

koordinatif adalah “konjungsi yang menghubungkan dua klausa yang memiliki kedudukan

setara dan konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua klausa atau lebih

yang memiliki hubungan bertingkat.

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas penulis merumuskan masalah sebagai

berikut. (a) Berapa jumlah kata-kata konjungsi koordinatif dan subordinatif yang terdapat dalam

Tajuk Rencana Surat Kabar Pikiran Rakyat? (b) Ada berapa jenis konjungsi koordinatif dan

subordinatif dalam Tajuk Rencana Surat Kabar Pikiran Rakyat?

Adapun yang menjadi tujuan penelitian antara lain: (a) mengetahui jumlah kata-kata

konjungsi koordinatif dan subordinatif yang terdapat dalam Tajuk Rencana Surat Kabar Pikiran

Rakyat; (b) mendeskripsikan jenis koordinatif dan subordinatif dalam Tajuk Rencana Surat

Kabar Pikiran Rakyat.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif. Menurut Sugiyono (2013) penelitian

deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu

variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan

variabel yang lain.

Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tajuk Rencana yang terbit

selama bulan Juni 2015. Kemudian penulis mengambil sampel selama dua minggu yaitu minggu

pertama dan minggu kedua di bulan Juni. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu metode simak dengan teknik lanjutan catat. Karena data dalam penelitian ini

berupa data tertulis, maka metode simak dilakukan dengan cara membaca dengan seksama yang

Page 250: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

250

kemudian diikuti dengan teknik catat untuk mengklasisfikasikan data yang relevan. Sebagai

langkah analisis data, pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualiatif dengan

teknik analisis deskriptif. Pada proses selanjutnya, metode deskriptif diterapkan sebagai usaha

memberikan gambaran atau menguraikan sasaran penelitian.

Pembahasan

Dari semua Tajuk Rencana selama dua minggu berturut-turut, yaitu minggu pertama

dan minggu kedua bulan Juni penulis dapatkan 168 kata konjungsi koordinatif dan

dikelompokan menjadi sembilan jenis konjungsi koordinatif dan 97 kata konjungsi subordinatif

dikelompokan menjadi tujuh jenis konjungsi subordinatif. Untuk lebih jelasnya, berikut

pemaparan penulis terhadap penggunaan kata konjungsi pada Tajuk Rencana Surat Kabar

Pikiran Rakyat. Kata-kata konjungsi yang penulis dapatkan adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Daftar kata konjungsi yang terdapat dalam Tajuk Rencana

pada Surat Kabar Pikiran Rakyat

Kata Konjungsi

bahkan tetapi sedangkan

dan dengan sebaliknya

untuk karena kecuali

atau ketika sejak

yaitu namun sementara itu

sehingga bahwa hingga

seperti agar oleh karena itu

seperti serta yakni

malah meskipun selain itu

ketika kemudian adalah

jika apalagi melainkan

Berdasarkan kata-kata konjungsi di atas, penulis kemudian diklasifikasikan menurut fungsinya.

Diperoleh data sebagai berikut:

1. Konjungsi koordinatif

a) penggabungan biasa: dan, dengan, serta

b) menyatakan pemilihan: atau

c) menyatakan pertentangan: tetapi, namun, sedangkan, selain itu, sebaliknya

d) menyatakan pembetulan: melainkan, hanya

e) menyatakan penegasan: bahkan, malah, apalagi

f) menyatakan pembatasan: kecuali, hanya

g) menyatakan pengurutan: kemudian, selanjutnya

h) menyatakan penyamaan: yaitu, yakni, bahwa, adalah

i) menyatakan penyimpulan: oleh karena itu

Page 251: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

251

2. Konjungsi subordinatif

a) menyatakan sebab: sebab, karena

b) menyatakan syarat: jika, apabila

c) menyatakan tujuan: agar

d) menyatakan waktu: ketika

e) menyatakan akibat: hingga, sehingga

f) menyatakan sasaran: untuk

g) menyatakan perbandingan: seperti

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa bentuk penggunaan konjungsi

koordinatif sebanyak 168 kata konjungsi koordinatif dan dikelompokan menjadi sembilan jenis

konjungsi koordinatif dan 97 kata konjungsi subordinatif dikelompokan menjadi tujuh jenis

konjungsi subordinatif.

Secara keseluruhan, jenis konjungsi koordinatif dan konjungsi subordinatif antara lain:

(1) penggambungan biasa; (2) pemilihan, (3) pertentangan, (4) pembetulan, (5) penegasan, (6)

pembatasan, (7) pengurutan, (8) penyamaan, (9) penyimpulan, (10) penyebab, (11) syarat; (12)

tujuan; (13) waktu; (14) akibat; (15) sasaran; (16) perbandingan. Dengan mempertimbangkan

keuntungan dan kerugian penggunaan tajuk rencana surat kabar Pikiran Rakyat sebagai sumber

belajar yang didasarkan pada kriteria dan efektivitas pemilihan sumber belajar, bahwa

penggunaan tajuk rencana surat kabar Pikiran Rakyat sebagai sumber belajar bahasa Indonesia

khususnya pembelajaran konjungsi tergolong efektif. Meskipun demikian, para tenaga pendidik

dituntut untuk lebih cermat dalam pemanfaatannya sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai

dengan baik.

Daftar Pustaka

Chaer, Abdul. (2006). Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. PT Rineka Cipta: Jakarta.

Kosasih, E. (2010). Kompetensi Ketatabahasaan dan Kesastraan.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &

D. Alfabeta: Bndung.

Widiawati, Nur. (2014). Analisis Konjungsi dalam Wacana Berita pada Rubrik Sariwarta di

Majalah Panjebar Semangat Edisi Januari-Desember 2013.

http://download.portalgaruda.org/article.php?article. [Online] Diunduh pada 03 Agustus

2015.

Page 252: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

252

PEMERTAHANAN BAHASA DAN PRINSIP PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

BERBASIS BUDAYA LOKAL DI INDONESIA

Lina Siti Nurwahidah

[email protected]

STKIP Garut

Abstrak

Sudah sejak orde baru kita diarahkan pada keseragaman dalam berbagai hal. Indonesia

yang begitu beragam budayanya diarahkan hanya untuk keseragaman yang membentuk

kebudayaan nasional, termasuk bahasa Indonesia. Warna-warna lokal hanya merupakan

penyedap, penambah hiasan sehingga tidak dilirik dan hanya dianggap sebagai budaya

sekunder. Apalagi awal tahun 90-an gaung globalisasi mulai marak memasuki relung

jiwa masyarakat Indonesia. Dengan hal tersebut, sebagian masyarakat Indonesia banyak

yang terkikis rasa nasionalismenya sehingga menggoyahkan penggunaan bahasa

Indonesia dan mengagungkan semua yang berasal dari luar negeri termasuk bahasa asing.

Padahal budaya lokal sangat penting dalam pendidikan multikulturalisme seperti yang

terjadi di wilayah seperti kita, Indonesia. Penyebabnya adalah dengan kelokalan itulah

mereka dapat melihat dirinya (self) dan juga dapat melihat orang lain (other).

Desentralisasi kebudayaan termasuk penggunaan bahasa daerah tidak hanya akan

menumbuhkan budaya lokal tetapi juga akan menambah kreativitas dan ketahanan

bangsa ini, termasuk ketahanan bahasa Indonesia dari gempuran globalisasi.

Kata kunci: pemertahanan bahasa, pendidikan multikultural, dan budaya lokal

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara majemuk yang dihuni oleh masyarakat dari berbagai suku

bangsa. Tiap suku bangsa di Indonesia memiliki bahasa daerahnya masing-masing, yang

digunakan dalam lingkungan yang terbatas di antara sesamanya. Berdasarkan data yang

dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 bahwa Indonesia terdiri atas 1.128

suku bangsa dan data etnografis mencatat terdapat sekitar 700-an bahasa daerah. Keragaman

suku bangsa di Indonesia disebabkan oleh faktor historis, dan faktor isolasi alam yang lama.

Kondisi Indonesia saat ini dihuni oleh berbagai suku bangsa yang beragam yang memiliki

karakteristik tersendiri dari segi bahasa dan budayanya, walaupun semuanya masuk dalam

rumpun bahasa yang sama rumpun bahasa Austronesia.

Dengan berbagai ragam bahasa dan budaya, Indonesia memiliki kearifan lokal yang

kaya yang berasal dari berbagai suku bangsa yang ada. Kearifan lokal tersebut menjadi

pandangan hidup yang mendasari berbagai pola perilaku dan tindakan setiap masyarakat

Indonesia. Kearifan lokal lahir sebagai respon terhadap fenomena globalisasi yang seolah-olah

berupaya untuk menyeragamkan manusia ke dalam pola-pola budaya yang sama. Kondisi

tersebut dapat menyebabkan bangsa Indonesia tercerabut dari akar budayanya sendiri dan

Page 253: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

253

menjadi bangsa yang kehilangan identitas. Pada saat ini mereka yang peduli terhadap

kebudayaan Indonesia, berupaya mengambil kearifan-kearifan yang terdapat dalam budaya

mereka tersebut menjadi nilai-nilai yang dapat dipedomani untuk diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari

Dari hal di atas masyarakat Indonesia ikut terkena imbas budaya global, yang sebagian

besar didominasi oleh standar budaya Barat. Standar peradaban diukur dari cara pandang barat

dalam melihat berbagai hal. Padahal sebagai bangsa yang beradab, bangsa Indonesia pun

memiliki akar budaya yang kuat yang berasal dari nenek moyangnya terdahulu, yang tidak kalah

penting dan bermaknanya bagi kehidupan bangsa Indonesia saat ini. Semuanya tersimpan dalam

sanubari budaya kita sendiri, yang dalam ilmu antropologi lazim dikenal dengan istilah kearifan

lokal (local genius). Kearifan lokal dikenal pula sebagai pengetahuan setempat (indigenous or

local knowledge), atau kecerdasan setempat (local genius), yang menjadi dasar identitas

kebudayaan (cultural identity).

Semakin hari semakin banyak kekayaan budaya kita yang hilang dikarenakan tidak ada

lagi generasi penerus yang mau melestarikannya. Sebagai salah satu indikatornya dapat dilihat

dari kepunahan beberapa bahasa daerah di Indonesia akhir-akhir ini. Data hasil penelitian

(Lewis, 2015) di Indonesia terdapat 719 bahasa yang terdaftar, 706 masih dipakai, sudah ada

13 bahasa daerah yang sudah punah. Dari bahasa yang sudah terdaftar, 19 dipakai dalam situasi

resmi, 86 sedang berkembang, 260 dipakai secara aktif, 266 terancam punah, dan 75 bahasa

sedang punah.

Pakar budaya dan bahasa Universitas Negeri Makassar (UNM), Zainuddin Taha,

mengatakan bahwa pada abad ini diperkirakan 50 persen dari 5.000 bahasa di dunia terancam

punah, atau setiap dua pekan hilang satu bahasa. Selanjutnya, dikatakan olehnya bahwa

kepunahan tersebut bukan karena bahasa itu hilang atau lenyap dari lingkungan peradaban,

melainkan para penuturnya meninggalkannya dan bergeser ke penggunaan bahasa lain yang

dianggap lebih menguntungkan dari segi ekonomi, sosial, politik atau psikologis. Di Indonesia

sendiri, katanya, keadaan pergeseran bahasa yang mengarah kepada kepunahan ini semakin

nyata dalam kehidupan sehari-hari terutama di kalangan keluarga yang tinggal di perkotaan.

Pergeseran ini tidak hanya dialami bahasa-bahasa daerah yang jumlah penuturnya sudah sangat

kurang (bahasa minoritas), tetapi juga pada bahasa yang jumlah penuturnya tergolong besar

(bahasa mayor) seperti bahasa Jawa, Bali, Banjar, dan Lampung, termasuk bahasa-bahasa

daerah di Sulawesi Selatan seperti Bugis, Makassar, Toraja, dan Massenrempulu.

Page 254: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

254

Prinsip Pemertahanan Bahasa dan Prinsip Multikultural

Prinsip Pemertahanan Bahasa

Pemertahanan bahasa adalah masalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa untuk

tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa-bahasa lainnya Chaer dan

Agustina, (1993:177). Pemertahanan bahasa pada umumnya bertujuan untuk mempertahankan

budaya yang berfungsi sebagai identitas kelompok atau komunitas, untuk mempermudah

mengenali anggota komunitas, dan untuk mengikat rasa persaudaraan sesama komunitas.

Keadaan ini umumnya terjadi pada komunitas masyarakat yang memiliki bahasa lebih dari satu.

Faktor yang mendorong bisa saja berasal dari dalam diri individu yang memiliki rasa cinta akan

bahasa ibu sehingga menanamkannya kepada keluarga dan masyarakat dan dari rasa persatuan

serta kecintaan pada identitas kelompok atau komunitas yang dimiliki.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran dan pemertahanan bahasa antara lain; (a)

kedwibahasaa atau kemulitibahasaan; (b) industrialisasi; (c)imigrasi; (d) politik; (e) pendidikan;

(f.) mobilitas sosial; (g) efisiensi bahasa; (h) jumlah penutur; dan (i)konsentrasi pemukiman.

Secara umum pemertahanan bahasa didefinisikan sebagai keputusan untuk tetap

melanjutkan pengunaan bahasa secara kolektif oleh sebuah komunitas yang telah

menggunakan bahasa tersebut sebelumnya (Fasold:1984). Lebih lanjut, Fasol juga

menyatakan bahwa pemertahanan bahasa ini merupakan kebalikan atau sisi yang berlainan

dari pergeseran bahasa; yaitu sebuah komunitas memutuskan untuk mengganti bahasa yang

telah digunakannya atau memilih bahasa lain sebagai pengganti bahasa yang telah

digunakannya.

Konsep pemertahanan bahasa lebih berkaitan dengan prestise suatu bahasa di mata

masyarakat pendukungnya. Sebagaimana dicontohkan oleh Danie (dalam Chaer 1995:193)

bahwa menurunnya pemakaian beberapa bahasa daerah di Minahasa Timur adalah karena

pengaruh bahasa Melayu Manado yang mempunyai prestise lebih tinggi dan penggunaan bahasa

Indonesia yang jangkauan pemakaiannya bersifat nasional. Namun ada kalanya bahasa pertama

(B1) yang jumlah penuturnya tidak banyak dapat bertahan terhadap pengaruh penggunaan

bahasa kedua (B2) yang lebih dominan.

Konsep lain yang lebih jelas lagi dirumuskan oleh Fishman (dalam Sumarsono 1993: 1).

Pemertahanan bahasa terkait dengan perubahan dan stabilitas penggunaan bahasa di satu pihak

dengan proses psikologis, sosial, dan kultural di pihak lain dalam masyarakat multibahasa.

Salah satu isu yang cukup menarik dalam kajian pergeseran dan pemertahanan bahasa adalah

ketidakberdayaan minoritas imigran mempertahankan bahasa asalnya dalam persaingan dengan

bahasa mayoritas yang lebih dominan.Ketidakberdayaan sebuah bahasa minoritas untuk

bertahan hidup itu mengikuti pola yang sama. Awalnya adalah kontak guyup minoritas dengan

Page 255: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

255

bahasa kedua (B2), sehingga mengenal dua bahasa dan menjadi dwibahasawan, kemudian

terjadilah persaingan dalam penggunaannya dan akhirnya bahasa asli (B1) bergeser atau punah.

Dibutuhkan sebuah komitmen dalam pemertahanan sebuah bahasa. Hal ini dikarenakan

tingkat kemajuan ilmu pengetahuan masyarakat yang semakin maju, serta semakin banyak

bahasa–bahasa asing masuk ke dalam kehidupan masyarakat.Hal tersebut bisa kita lihat

darimaraknya perusahaan yang menyertakan kemampuan bahasa asing sebagai persyaratan

utama untuk menjadi pegawai di tempat tersebut. Hal sama juga terjadi di dalam dunia

pendidikan, bahasa asing juga menjadi mata pelajaran wajib serta sebagai syarat utama

kelulusan. Namun di lain hal, bahasa nasional maupun daerah kurang mendapatkan perhatian.

Prinsip Multikultural

Sejak kemunculannya sebagai sebuah disiplin ilmu pada dekade 1960-an dan 1970-an,

pendidikan berbasis multikultural atau Multicultural Based Education (MBE) telah

didefinisikan dalam banyak cara dan dari berbagai perspektif.

Multikulturalisme adalah kearifan untuk melihat keanekaragaman budaya sebagai

realitas fundamental dalam kehidupan bermasyarakat. Kearifan itu akan muncul jika seseorang

membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural sebagai

kemestian hidup yang kodrati, baik dalam kehidupan dirinya sendiri yang multidimensional

maupun dalam kehidupan masyarakat yang lebih kompleks, dan karenanya muncul kesadaran

bahwa keanekaragaman dalam realitas dinamika kehidupan adalah suatu keniscayaan yang tidak

bisa ditolak, diingkari, apalagi dimusnahkan (Asyari dalam Mahfud, 2013:103). Dalam

keragaman kultur inilah meniscayakan adanya pemahaman, saling pengertian, toleransi dan

sejenisnya, agar tercipta suatu kehidupan yang damai dan sejahtera serta terhindar dari konflik

berkepanjangan.

Pengertian multikulturisme sebagai pandangan dunia diwujudkan juga dalam Politic of

Recognition. Hal seperti itu juga dikemukakan oleh Parekh (Mahfud, 2013:93) yang secara jelas

membedakan lima macam multikulturalisme, yakni multikulturalisme isolasionis,

multikulturalisme akomodatif, multikulturalisme otonomis, multikulturalisme kritikal, dan

multikulturalisme kosmopolitan. Dari berbagai jenis multikulturalisme dapat disimpulkan

bahwa multikulturalisme adalah kesejajaran budaya. Tiap-tiap budaya manusia atau kelompok

etnis harus diposisikan sejajar dan setara. Tidak ada yang lebih tinggi dan lebih dominan.

Semua kebudayaan pada dasarnya mempunyai kearifan-kearifan tradisional yang berbeda-

beda.Kearifan-kearifan tersebut tidak dapat dinilai sebagai positif negatif dan tidak dapat

dijelaskan melalui kaca mata kebudayaan yang lain. Hal ini disebabkan oleh sudut pandang dan

akar baik buruk dari setiap kebudayaan mempunyai volume yang berbeda pula.

Page 256: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

256

Walaupun multikulturalisme itu telah digunakan oleh para pendiri bangsa ini untuk

mendesain kebudayaan Indonesia, pada umumnya orang Indonesia masih memandang asing

konsep multikulturalime ini. Konsep ini tidak dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman

suku bangsa atau kebudayaan yang menjadi ciri masyarakat majemuk (plural society) karena

menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.

Di Indonesia pendidikan multikultural relatif baru dikenal sebagai suatu pendekatan

yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat Indonesia yang heterogen dan plural. Terlebih lagi

pada masa otonomi dan desentralisasi yang baru diberlakukan sejak tahun 1999 hingga saat ini.

Pendidikan multikultural yang dikembangkan di Indonesia sejalan dengan pengembangan

demokrasi yang dijalankan sebagai counter terhadap kebijakan desentralisasi dan otonomi

daerah. Apabila hal tersebut tidak dijalankan hati-hati, justru mungkin akan menjerumuskan kita

ke dalam perpecahan nasional (disintegrasi bangsa dan separatisme).

Pemanfaatan Budaya Daerah untuk Pemertahanan Bahasa dalam masyarakat

Multikultural

Pentingnya peran bahasa daerah sudah dirumuskan di dalam penjelasan pasal 36 UUD

1945 yang menyebutkan antara lain, bahwa bahasa-bahasa daerah yang dipelihara baik oleh

para penuturnya akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara karena bahasa-bahasa daerah

tersebut merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup. Selain itu, di dalam

peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan

provinsi sebagai daerah otonom disebutkan antara lain, dua hal yang masing-masing berkenaan

dengan bahasa Indonesia dan bahasa daerah.

Menurut peraturan pemerintah itu, secara jelas disebutkan bahwa pembinaan dan

pengembangan bahasa dan sastra Indonesia merupakan kewenangan pusat. Adapun kegiatan-

kegiatan yang berhubungan dengan pengembangan bahasa dan budaya daerah termasuk ke

dalam kewenangan daerah. Dengan demikian, negara yang dimaksudkan di dalam penjelasan

pasal 36 UUD 1945 itu adalah pemerintah daerah. Itulah sebabnya di dalam kebijakan bahasa

nasional dikemukakan bahwa dalam hubungannya dengan perkembangan kehidupan kenegaraan

di Indonesia ke arah pemerintahan otonomi daerah serta pentingnya pembinaan dan pelestarian

budaya daerah, bahasa daerah perlu diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk memainkan

peranan yang lebih besar. Kebijakan bahasa nasional pada tahun 1999 menggarisbawahi

perlunya memberikan perhatian yang lebih luas dan mendalam terhadap bahasa daerah.

Bentuk perhatian tersebut di antaranya mengembangkan kosakata bahasa daerah. Di

samping mengembangkan kosakata/istilah bidang ilmu dan teknologi (informasi),

pengembangan kosakata/istilah juga harus mencakup bidang kebudayaan. Pengembangan

kosakata bidang itu dapat memanfaatkan sumber kekayaan dari bahasa daerah di seluruh

Page 257: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

257

wilayah penggunaan bahasa Indonesia. Indonesia memiliki 719 bahasa daerah (Lewis et.all.,

2015). Bukankah itu dapat dimanfaatkan sebagai sumber pengayaan bahasa Indonesia?

Pemanfaatan kosakata bahasa daerah itu sekaligus merupakan upaya pelestarian budaya daerah

di samping juga merupakan upaya pemberian warna keindonesiaan dalam mengembangkan

kosakata bahasa Indonesia. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian kosakata bahasa daerah.

Kosakata bahasa daerah yang tidak memiliki padanan dalam bahasa Indonesia, sebaiknya,

dimasukkan ke dalam warga kosakata bahasa Indonesia. Jika terdapat perbedaan dalam lafal

atau dalam ejaannya dengan sistem bahasa Indonesia, perlu dilakukan penyesuaian dengan

sistem lafal dan ejan dalam bahasa Indonesia (lihat Pedoman Umum Pembentukan Istilah).

Upaya pelibatan bahasa-bahasa daerah dalam pengembangan kosakata bahasa Indonesia

itu merupakan usaha menjadikan masyarakat Indonesia merasa ikut mengarahkan

pengembangan bahasa kebangsaannya sehingga tumbuh kepedulian dan rasa ikut memiliki

terhadap bahasa Indonesia yang pada akhirnya makin memupuk rasa cinta terhadap bahasa

Indonesia.Dengan demikian, budaya daerah termasuk dalam hal ini bahasa daerah akan tetap

eksis dengan segala macam pernak pernik bahasanya, karena merasa dilibatkan. Keterlibatan

tersebut akhirnya akan dipelihara dan terus dikembangkan.Keberadaan jati diri bahasa Indonesia

pun akan tetap dapat dipertahankan di antara budaya-budaya daerah.

Berkaitan dengan pemertahanan bahasa Indonesia, dalam perjalanan perkembangannya

juga terdapat tantangan yang tidak kecil. Menurut Halim (dalam Muslih, 2010: 33) setelah

bahasa Indonesia dikukuhkan sebagai bahasa persatuan, situasi kebahasaan ditandai oleh dua

tantangan. Tantangan pertama, yakni perkembangan bahasa Indonesia yang dinamis, tetapi tidak

menimbulkan pertentangan di antara masyarakat. Pada saat bersamaan bangsa Indonesia

kedewasaan berbahasa. Sekarang tumbuh kesadaran emosional bahwa prilaku berbahasa tidak

terkait dengan masalah nasionalisme. Buktinya banyak orang yang lebih suka memakai bahasa

asing. Tantangan kedua, yakni persoalan tata istilah dan ungkapan ilmiah. Tantangan kedua ini

yang menimbulkan prasangka yang tetap dihadapi ilmuan kita yang mengatakan bahawa bahasa

Indonesia miskin, bahkan kita dituduh belum mampu menyediakan sepenuhnya padanan istilah

yang terdapat banyak dalam disiplin ilmu, teknologi dan seni. Menurut Moeliono prasangka itu

bertumpu pada apa yang dikenal dan atau diketahui, tidak ada dalam bahasa indonesia.

Beberapa kebiasaan yang mendorong pergeseran bahasa Indonesia yang ditemukan di

dalam masyarakat harus segera dicegah dan dihilangkan untuk tetap mempertahankan identitas

bangsa. Kebiasaan-kebiasaan tersebut antara lain sebagai berikut.

a. Banyak orang Indonesia lebih suka menggunakan kata-kata, istilah-istilah, ungkapan-

ungkapan asing padahal kata-kata, istilah-istilah dan ungkapan itu sudah memiliki padanan

dalam bahasa Indonesia, bahkan sudah umum dipakai. Misalnya, page, background, reality,

alternatif, airport, masing-masing untuk halaman, latar belakang, kenyataan, kemungkinan

pilihan dan lapangan terbang atau bandara.

Page 258: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

258

b. Banyak orang Indonesia menghargai bahasa asing secara berlebihan sehingga ditemukan kata

adan istilah asing yang amat asing, atau hiper asing. Hal ini karena salah pengertian dalam

menerapkan kata-kata asing tersebut, misalnya, rokh, insyaf, fihak, fatsal,syarat, syah, dll.

c. Banyak orang Indonesia belajar dan menguasai bahasa asing dengan baik tetapi menguasai

bahasa Indonesia apa adanya. Terkait dengan itu, banyak orang Indonesia yang mempunyai

bermacam-macam kamus bahasa asing tetapi tidak memiliki satu pun kamus bahasa Indonesia.

Keadaan ini mengakibatkan sering terjadinya kesalahan penggunaan istilah seperti, yang mana

yang kurang tepat, pencampuradukan penggunaan kata tidak dan bukan, pemakaian kata ganti

saya, kami, kita yang tidak jelas.

Dari banyaknya perbedaan budaya di negara kita, keajegan, kekonsistenan kita dalam

mempertahankan bahasa Indonesia dengan tetap mengedepankan nilai-nilai budaya lokal yang

tersebar di seluruh Indonesia akan sangat membantu mematangkan konsep-konsep bahasa

Indonesia. Konsep-konsep yang sudah teratur tersebut dapat ditambahkan dengan nilai-nilai

yang ada pada budaya-budaya lokal yang ada di daerah kita dan masih memiliki peluang untuk

dapat dikembangkan. Meskipun demikian, pengaruh-pengaruh budaya dari luar dapat kita

terima sesuai dengan fungsi dan kedudukannya sehingga tersedia bahasa yang lengkap untuk

berbagai kebutuhan/kepentingan tanpa menghilangkan jati diri budaya bangsa.

Penutup

Perubahan zaman akan senantiasa terjadi, terlebih-lebih dalam era globalisasi pada abad

ke-21 ini. Perkembangan dan kemajuan dalam bidang teknologi informasi dengan tingkat

kecepatan yang begitu tinggi pasti akan secara langsung berpengaruh pada berbagai bidang

kehidupan. Kesemuanya itu pada gilirannya akan melahirkan tuntutan dan tantangan baru bagi

keberlangsungan kehidupan berbahasa dan berbangsa.

Dalam era globalisasi ini, jati diri bahasa Indonesia harus tetap dipertahankan.

Pergaulan antarbangsa memerlukan alat komunikasi yang mudah dipahami tetapi dapat

menyampaikan gagasan dengan bernas. Oleh karena itu, bahasa Indonesia harus terus dibina

dan dikembangkan agar dapat menjadi kebanggan bagi bangsa Indonesia yang pada akhirnya

dapat dijadikan alternatif untuk alat komunikasi perdagangan minimal di antara negara-negara

ASIA.

Untuk hal tersebut dibutuhkan rencana dan kerja keras dalam pemertahanan sebuah

bahasa. Hal ini disebabkan oleh tingkat kemajuan ilmu pengetahuan masyarakat, serta semakin

banyaknya bahasa asing masuk ke dalam kehidupan masyarakat.Tidak akan menjadi

permasalahan jika mereka masih kokoh dalam mempertahankan dan menempatkan fungsi-fungsi

tiap bahasa tersebut secara bertanggung jawab. Akan tetapi akan menjadi bermasalah jika tidak

Page 259: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

259

adanya keloyalan dari tiap pemakainya untuk terus mempertahankan dan melestarikan bahasa dan

budayanya.

Akhirnya, tanggung jawab terhadap perkembangan bahasa Indonesia terletak di tangan

pemakai bahasa Indonesia sendiri. Baik buruknya, maju mundurnya, dan teratur kacaunya bahasa

Indonesia bergantung kepada para pemakai bahasa Indonesia yang mengaku berbangsa Indonesia,

bertanah air Indonesia, dan menjunjung tinggi bahasa persatuan, yakni bahasa Indonesia.

Daftar Pustaka

Alwasilah,A.Chaedar.1993. Pengantar Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.

Alwi, H. dan Dendy Sugono (Ed.). 2000. Politik Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa.

Alwi, H., Dendy Sugono, dan A. Rozak Zaidan. (Ed.). Bahasa Indonesia dalam Era

Globalisasi. Jakarta: Pusat Bahasa.

Anderson, dan Cusher. Multiciltural and Internatural Studies. Sydney: Prentice Hall.

Badan Pusat Statistik.2010. Jakarta.

Chaer,Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan awal. Edisi Revisi.

Jakarta:PT Rineka Cipta.

Chaer,Abdul dan Leonie Agustina. 2013. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Crystal, David. 2003. Language Death.NewYork: Cambridge University Press.

Fasold, R.1984. The Sociolinguistics of Society. Cambridge: Cambridge University Press.

Halim, A. 1976. Politik Bahasa Nasional Jilid 1. Jakarta: Pusat Bahasa.

Halim, A. 1976. Politik Bahasa Nasional Jilid 2.Jakarta: Pusat Bahasa.

Hassan, A. (ed.). 1994. Language Planning in Southeast Asia. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa

dan Pustaka.

Holmes,Janet. 1992. An Introduction to Sociolinguistic.NewYork.Longman.

Lewis, At. al. 2015. Ethnologue: languages of the world. Dallas: SIL International.

Muslich, M. dan I Gusti Ngurah Oka. 2010. Perencanaan Bahasa pada Era Globalisasi.

Jakarta: PT Bumi Aksara.

Mahfud, Ch. 2013. Pendidikan Multikultural.Yogyakarta:PT PustakaPelajar.

Moeliono, A. 1985. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Ancangan Alternatif di dalam

Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan.

Page 260: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

260

Moeliono, A. 2000. “Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi” dalam

Hasan Alwi, Dendy Sugono, dan A. Rozak Zaidan (ed.). Jakarta: Pusat Bahasa.

Nancy, Hornberger (ed).2006. Language Loyalty, Continuity and Change.Toronto: Multilingual

Matters Ltd.

Sugono, D. (ed.). 2003. Bahasa Indonesia Menuju Masyarakat Madani. Jakarta: Progress.

Sugono, D. et.al 2003. Setengah Abad Kiprah Kebahasaan dan Kesastraan Indonesia. Jakarta:

Pusat Bahasa.

Sugono, D. 2004. “Strategi Perancangan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia”.

Makalah Kongres Bahasa Utama Dunia. Kuala Lumpur, 5—8 Oktober 2004.

Sugono, D. 2005. “Dinamika Bahasa dan Sastra Peneral Jiwa Bangsa Serantau” Makalah

Seminar Mabbim dan Mastera, Mataram, 7—8 Maret 2005.

Sumarsono.2011. Sosiolinguistik.Yogyakarta:Pustaka.

Sumarsono dan Paina Partana. 2002.Sosiolinguistik.Yogyakarta: Penerbit Sabda.

Suwito.1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik: Teori dan Problema. Edisi ke-2. Surakarta:

Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret.

Page 261: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

261

Menulis Karya Ilmiah dengan Pendekatan Sistem

dalam Menghadapi MEA

Mimin Sahmini, S.S., M.Pd.

STKIP Siliwangi Bandung

[email protected]

Abstrak

Karya tulis ilmiah merupakan tulisan yang membahas ilmu pengetahuan disusun secara

sistematis dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Salah satu jenis karya

ilmiah adalah makalah. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan dalam menulis

makalah adalah pendekatan sistem. langkah awal dari pendekatan sistem adalah

perencanaan, pelaksanaan, observasi untuk mengenali kontroversi, refleksi lalu

menimbang untuk memecahkan masalah, dan menentukan evaluasi yang tepat dengan

permasalahan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh pengembangan

evaluasi keterampilan menulis makalah dengan pendekatan sistem. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian dan pengembangan/research and developments (R&D)

yaitu penelitian yang menggabungkan penelitian kualitatif dan kuantitatif.Data

keterampilan menulis makalah diperoleh melalui hasil tugas proyek menulis makalah

dan hasil observasi kegiatan di kelas. Selain itu, data diperoleh juga melalui penyebaran

angket kepada mahasiswa. Analisis data kualitatif dengan beracuan pada teori Jacob

dalam bukunya Sihabudin. Adapun analisis data kuantitatif menggunakan uji t.

Berdasarkan hasil analisis data terdapat kenaikan yang berarti dari setiap perlakuan.

Sebelum model pendekatan sistem diterapkan, nilai rata-rata mahasiswa sebesar 2,153

dan pada penerapan model ujicoba 1 nilai rata-rata mahasiswa menjadi 2,800 atau

megalami kenaikan 23%. Pada penerapan model pendekatan sistem ujicoba 2 nilai

mahasiswa meningkat menjadi 3,18 atau 32%. Berikutnya pada penerapan model

pendekatan sistem ujicoba3 nilai mahasiswa menjadi sebesar 3,34 atau meningkat 36%.

Setelah seluruh model diterapkan maka nilai mahasiswa menjadi 3,60 atau atau

meningkat 40%, sehingga memenuhi nilai yang diharapkan (ideal).

Kata kuncil: karya ilmiah, pendekatan sistem

Pendahuluan

Keterampilan menulis memiliki peranan penting dalam kehidupan. Hampir semua kegiatan

tidak terlepas dari kegiatan menulis. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat

ditemukan dari hasil karya penulisan, baik dalam bidang pendidikan, ilmu pengetahuan,

teknologi, analisis sastra, dan lain sebagainya.Karyatulis ilmiah merupakan tulisan yang

membahas ilmu pengetahuan disusun secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang baik

dan benar. Karya ilmiah merupakan bagian yang tidak terpisahkan di lingkungan akademik

karena karya ilmiah menjadi tugas utama dan menjadi syarat dalam setiap mata kuliah dan

kelulusan. Karya ilmiah menjadi tolok ukurinsan akademik dalam penerapan wawasan keilmuan

yang dimilikinya.

Page 262: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

262

Makalah merupakan salah satu karya ilmiah yang membahas ilmu pengetahuan

berdasarkan kajian teoritis dan kajian lapangan. Dalam menulis makalah diperlukan

keterampilan menulis dan menerapkannya dalam tahapan awal penulisan. Sebelum kita menulis

makalah sebagai langkah awal kita menentukan tema dan pembatasan tema, langkah berikutnya

adalah menentukan tujuan dan mengumpulkan referensi yang berkaitan dengan judul. Setelah

itu kita membuat kerangka karangan.

Pendekatan sistem merupakan proses pemecahan masalah secara sistematis bermulai dari

John Dewey, seorang profesor filosofi dari colombia university. Ia mengidenfikasikan tiga seri

penelitian yang terlibat dalam memecahkan suatu kontroversi secara memadai. Peneliti merasa

penting memilih pendekatan sistem dalam pengembangan evaluasi keterampilan menulis

makalah karena dengan pendekatan sistem peneliti dapat mengetahui permasalahan di lapangan

yang merupakan hambatan dalam keterampilan menulis. Adapun langkah awal dari pendekatan

sistem adalah perencanaan, pelaksanaan, observasi untuk mengenali kontroversi, refleksi lalu

menimbang untuk memecahkan masalah, dan menentukan evaluasi yang tepat dengan

permasalahan.

Kajian Teori

Ihwal Menulis

Dalam menulis semua unsur keterampilan berbahasa harus dikonsentrasikan secara penuh

agar mendapatkan hasil yang benar-benar baik. Tarigan (1986: 15) menyatakan bahwa menulis

dapat diartikan sebagai kegiatan menuangkan ide/gagasan dengan bahasa tulis sebagai media

penyampai. Semi (2007:14) dalam bukunya mengungkapkan pengertian menulis adalah suatu

proses kreatif memindahkan gagasan kedalam lambang-lambang tulisan. Dari pengertian

tersebut dapat dikatakan bahwa menulis itu merupakan sebuah proses yang berkelanjutan

dimana gagasan yang ada dalam pikiran kita itu harus disusun kedalam bentuk tulisan yang

berupa lambang-lambag dan menghasilkan sebuah karya tulis yang bermakna dan mengandung

arti.

Menulis dapat didefinisikan sebagai penggunaan simbol-simbol grafis (huruf atau rangkaian

huruf yang berhubungan dengan suara yang kita buat yang umumnya terjadi bila kita berbicara),

yang dibagi menurut konvensi tertentu untuk membentuk kata-kata. Kata-kata tersebut

selanjutnya disusun dalam kalimat.

1. Tujuan Menulis

Menurut Semi (2007:14), “Setiap orang yang akan menulis tentu mempunyai niat atau

maksud didalam hati atau pikiran apa yang hendak dicapainya dengan menulis. Niat atau

maksud itulah yang dinamakan tujuan menulis.

Tujuan orang menulis adalah sebagai berikut:

a. Untuk menceritakan sesuatu

Page 263: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

263

b. Untuk memberikan petunjuk atau pengarahan

c. Untuk menjelaskan sesuatu

d. Untuk Meyakinkan

e. Untuk merangkum

2. Faktor-faktor yang memengaruhi keterampilan menulis

Damono (1977) menyebutkan bahwa kebiasaan membaca, pengetahuan dasar tata bahasa,

dan penggunaan kamus merupakan faktor yang memengaruhi kemampuan dan keterampilan

menulis. Pelbagai informasi bisa diperoleh dari bacaan. Membaca merupakan kegiatan untuk

memperoleh pelbagai informasi. Informasi yang bisa memperkaya wawasan. Membaca

merupakan upaya agar bisa menulis karena dengan membaca akan memiliki gagasan-gagasan

yang akan dituangkan dalam bentuk tulisan. Kosa kata, cara penyusunan kalimat dan alinea,

penentuan gagasan, da gaya menulis bisa didapatkan melalui membaca.

Pengetahuan tata bahasa jelas merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan oleh seorang

penulis. Dalam buku-buku komposisi, pengetahuan dasar ketatabahasaan itu dapat kita

pelajari.Pada waktu membaca mungkin terdapat kata atau istilah yang kurang kita pahami, dari

kata atau istilah yang kurang kita pahami itu kita dapat menggunakan kamus sebagai pedoman

untuk menambah wawasan kita tentang kata dan istilah itu agar tidak salah tafsir. Kamus bahasa

dan ensiklopedi merupakan sumbangan besar bagi penulis.

3. Langkah-langkah menulis makalah adalah sebagai berikut.

a. Tahap Persiapan

1) Pemilihan Tema

2) Pembatasan Tema

3) Menentukan maksud dan tujuan penulisan

4) Menyusun Outline

b. Tahap Pengumpulan Data

c. Penyusunan instrument

d. Uji coba instrument

e. Pengumpulan data

f. Melakukan wawancara dengan nara sumber yang layak

g. Penyebaran angket

h. Tahap Analisis Data

1) Kualitatif

a) Identifikasi data

b) Klasifikasi data

c) Analisis data

d) Interpretasi data

Page 264: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

264

e) Simpulan

2) Kuantitatif

i. Tahap penyusunan draft laporan

j. Menyajikan hasil studi pustaka.

k. hasil pengumpulan data

l. hasil analisis data

m. Simpula

n. Tahap Revisi

Tahapan menulis diatas harus dilaksanakan sebelum kita menulis karya ilmiah,

agar tulisan kita sistematis dan terarah. Hal tersebut dapat membantu penulis jika

terdapat kebakuan kata dalam penulisan karya ilmiah sehingga penulis tidak merasa

kesulitan dalam penulisan. Dalam menulis karya ilmiah perlu perencanaan yang dapat

menunjang keberlangsungan penelitian.

Karya Tulis Ilmiah

Karya ilmiah atau tulisan ilmiah adalah suatu karangan yang disusun secara sistematis dan

bersifat ilmiah. Sistematis berarti bahwa karangan atau karya tulis tersebut disusun menurut

aturan tertentu sehingga kaitan antara bagian-bagian tersebut sangat jelas dan padu. Bersifat

ilmiah, berarti bahwa karya tulis tersebut menyajikan satu deskripsi, gagasan, argumentasi atau

pemecahan masalah yang didasarkan pada berbagai bukti empirik atau kajian teoretis sehingga

para pembacanya dapat merunut atau mencari kebenaran bukti empirik atau teori yang

mendukung gagasan tersebut.

Menurut Brotowijoyo dalam Arifin (1993:2), karangan ilmiah adalah karangan ilmu

pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan

benar. Karangan ilmiah harus ditulis secara jujur dan akurat berdasarkan kebenaran tanpa

mengingat akibatnya. Kebenaran dalam karya ilmiah bukan merupakan kebenaran normatif,

melainkan kebenaran objektif dan positif sesuai dengan fakta dan data di lapangan.

Berdasarkan pengertian di atas, sebuah karya ilmiah dapat dikenali dari ciri-ciri seperti yang

disebutkan sebagai berikut.

a. Dari segi isi, karya ilmiah menyajikan pengetahuan yang dapat berupa gagasan,

deskripsi tentang sesuatu atau pemecahan suatu masalah.

b. Pengetahuan yang disajikan didasarkan pada fakta atau data (kajian empirik) atau pada

teori-teori yang telah diakui kebenarannya.

c. Sebuah karya ilmiah mengandung kebenaran yang objektif serta kejujuran dalam

penulisan.

d. Bahasa yang digunakan adalah bahasa baku dan banyak menggunakan istilah teknis, di

samping istilah-istilah yang bersifat denotatif.

e. Sistematika penulisan mengikuti cara tertentu.

Page 265: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

265

Makalah

Makalah merupakan salah satu karya ilmiah yang membahas suatu kajian ilmu berdasarkan

teoritis dan kajian lapangan disertai interpretasi penulis terhadap teori. Suatu makalah

dikategorikan baik jika makalah tersebut dapat memberikan manfaat dan dapat menyelesaikan

permasalahan. Syarat makalah yang baik salah satunya cermat, tepat waktu, sederhana dan jelas.

Seluruh insan akademik harus terampil dalam menulis makalah.

Seperti yang dikemukakan oleh Abidin (2010 hlm.39) Makalah adalah salah satu jenis karya

tulis ilmiah yang membahas satu permasalahan tertentu sebagai hasil kajian pustaka ataupun

kajian lapangan. Makalah disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas tertentu (tugas

akademik maupun tugas nonakademik). Sebagai sarana untuk mendemonstrasikan pemahaman

penulis tentang pokok permasalahan teoretis yang dikaji atau kemampuan penulis dalam

menerapkan suatu prosedur, prinsip, atau teori yang berhubungan dengan masalah

tertentu.Sebagai sarana untuk menunjukkan kemampuan pemahaman terhadap isi dari berbagai

sumber yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah, jadi bukan rangkuman.

1. Ciri-ciri makalah

Adapun ciri khusus makalah yang baik harus:

a. Data yang digunakan mempunyai validitas yang tinggi dan analisis serta interpretasi

haruslah objektif.

b. Makalah harus mampu menunjukkan kejujuran ilmiah penulis. Dalam hal ini, penulis

makalah harus menyebutkan dengan jelas sumber data dan pendapat yang digunakan

dalam makalahnya.

c. Makalah harus menggunakan bahasa yang jelas, tegas, singkat, sederhana, dan teliti.

d. Makalah harus sistematis dan utuh.

Fungsi penulisan makalah adalah untuk melatih mahasiswa agar terampil dalam menulis

karya ilmiah dan melatih mahasiswa agar terampil dalam berinterpretasi terhadap teori,

sehingga mahasiswa dapat memahami ilmu berdasarkan pemahaman bacaan.

2. Sistematika Makalah

Makalah harus memiliki sistematika yang benar. Menurut Abidin (2010 hlm.41) sistematika

makalah dibedakan berdasarkan jenis makalah. Sistematika makalah lengkap adalah sebagai

berikut.

Bagian Awal terdiri atas:

Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Gambar/Tabel/ Lampiran/ Lambang atau Singkatan (jika diperlukan)

Page 266: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

266

Bagian Isi, terdiri atas:

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Batasan Masalah

1.3 Masalah

1.4 Tujuan

1.5 Manfaat Makalah

1.6 Metode Penyusunan

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan/Kajian Teoretis

2.2 Pembahasan

BAB 3PENUTUP

3.1 Simpulan

3.2 Saran

Bagian Penutup terdiri atas

Daftar Pustaka

Lampiran (jika ada)

Sistematika yang diuraikan di atas merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat

dipisahkan dan bolak-balik susunannya.

Pendekatan Sistem

Proses pemecahan masalah secara sistematis bermulai dari John Dewey, seorang profesor

filosofi dari Colombia University. Dewey mengidenfikasikan tiga seri penelitian yang terlibat

dalam memecahkan suatu kontroversi secara memadai.

1. Mengenali kontroversi

2. Menimbang klaim alternatif

3. Membentuk penilaian

Tahap-tahap dan langkah-langkah pendekatan sistem

Tahap I: Usaha Persiapan

Langkah 1: Memandang sekolah sebagai suatu sistem.

Langkah 2: Mengenali sistem lingkungan.

Langkah 3: Mengindentifkisi subsistem sekolah.

Tahap II: Usaha Definisi

Langkah 4: Bergerak dari tingkat sistem ke subsistem.

Langkag 5: Menganalisa bagian sistem-sistem dalam urutan tertentu

Tahap III: Usaha Solusi

Langkah 6: Mengidentifikasi solusi alternatif

Page 267: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

267

Langkah 7: Mengevaluasi solusi alternatif

Langkah 8: Memilih solusi terbaik

Langkah 9: Menerapkan solusi terbaik

Langkah 10: Membuat tindak lanjut bahwa solusi itu efektif

Istilah sistem menurut KBBI adalah perangkat unsur yang secara teratur saling

berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Dengan demikian dalam sistem diperlukan

seperangkat komponen yang saling berkaitan dengan yang lainnya dalam mencapai suatu

maksud atau tujuan. Tujuan suatu sistem menurut Hamalik dapat bersifat alami dan bersifat

manusiawi. Tujuan yang alami tak mungkin menjadi tujuan-tujuan yang tinggi tingkatannya,

bahkan mungkin bernilai sangat rendah. Tujuan sistem yang bersifat manusiawi (man-made)

senantiasa dapat berubah. Tujuan-tujuan itu dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan lingkungan

yang senantiasa berubah, akibat perubahan lingkungan atau karena tujuan itu bersifat

perorangan (personal). Jadi perubahan sistem terjadi karena terdapat perubahan-perubahan di

lingkungan.

Pada akhir tahun 1950 dan awal 1960-an, pendekatan sistem mulai dipergunakan dalam

bidang latihan dan pendidikan (merumuskan masalah), analisis kubutuhan dengan maksud

mentransformasikannya menjadi tujuan-tujuan (analisis masalah), desain metode dan materi

instruksional (pengembangan suatu pemecahan), pelaksanaan secara eksperimental, dan

akhirnya menilai dan merevisi. Adapun desain sistem pengajaran menurut Hamalik adalah

sebagai berikut.

Metode

Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan/research and

developments (R&D). Penelitian R&D digunakan untuk menghasilkan produk pengembangan

evaluasi keterampilan menulis makalah dengan pendekatan sistem, dan menguji keefektifan alat

evaluasi tersebut. Menurut Sugiyono (2011, hlm.297) untuk dapat menghasilkan produk tertentu

digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan untuk menguji keefektifan produk

tersebut supaya dapat berfungsi di masyarakat luas, maka diperlukan penelitian untuk menguji

keefektifan produk tersebut.

Adapun alur penelitian R&D tersebut secara rinci diawali dengan kegiatan studi pustaka

lalu diteruskan dengan studi lapangan untuk melihat pola pembelajaran yang diterapkan selama

ini oleh dosen. Setelah melakukan analisis temukan, berikutnya peneliti mendesain model

pembelajaran yang akan dicobakan. Desain model diujicobakan ke sampel terbatas yang

ditetapkan, lalu dievaluasi dan diperbaiki bila masih terdapat kelemahan. Hasil evaluasi dan

perbaikan tersebut dijadikan sebagai model hipotetik. Model hopotetik berikutnya diterapkan

dalam pembelajaran di kelas sebagai pemberlakuan tahap pertama lalu dievaluasi den

disempurnakan bila dipandanng masih terdapat kekurangan atau kelemahan yang masih terdapat

Page 268: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

268

kekurangan atau kelemahan yang masih muncul, berikutnya diterapkan kembali dalam

pembelajaran di kelas sebagai pemberlakuan tahap kedua, lalu dievaluasi dan disempurnakan

kembali bila masih terdapat kelemahan. Demikian seterusnya sampai penelitian tersebut

mendapatkan hasil yang diharapakan.

Data penelitian ini akan dikumpulkan melalui penulisan makalah dan observasi kegiatan

mahasiswa di kelas selama proses pembelajaran berlangsung. Data tentang tanggapan

mahasiswa diambil dari penyebaran angket kepada mahasiswa. Penyebaran angket dilakukan

diawal pembelajaran, hal ini dilakukan agar menemukan permasalahan tetntang tahapan

menulis, tata tulis karya ilmiah dan penilaian makalah dari dosen, yang peneliti jadikan

rancangan model pengembangan evaluasi keterampilan menulis makalah dengan pendekatan

sistem.

Pengujian Perbedaan Antara Pretest dan Postest pada Ujicob1, Ujicoba2 Dan Ujicoba3,

menggunakan uji paired sample t tes, pada prinsipnya ingin menguji suatu nilai tertentu apakah

berbeda secara nyata (signifikan) atau tidak sebelum dan sesudah perlakuan. Pengambilan

keputusan pada uji t dua sampel berkaitan adalah dengan cara :

a. Membandingkan t hitung dengan t table. Jika statistic hitung > statistic table maka Ho

ditolak dan Ha diterima. Jika statistic hitung < statistic table maka Ho diterima dan Ha

ditolak

b. Berdasarkan nilai probabilitas. Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima dan Ha

ditolak. Jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. (Singgih Santoso,

2002 : 231 – 235).

Untuk memperoleh informasi tentang pengaruh pengembangan evaluasi keterampilan

menulis makalah dengan pendekatan sistem., dilakukan pengujian statistik paired sample t

–test.

Hasil dan Pembahasan

A. Pengembangan Evaluasi Keterampilan Menulis Makalah Dengan Pendekatan Sistem

Berdasarkan pada teori Hamalik penulis merancang pengembangan evaluasi keterampilan

menulis makalah dengan pendekatan sistem sebagai berikut.

1) Merumuskan tujuan sebagai berikut.

a. Untuk mengetahui kendala mahasiswa dalam langkah-langkah menulis.

b. Untuk mengetahui kendala mahasiswa dalam menulis makalah.

c. Untuk mengetahui evalusi keterampilan menulis.

d. Dari temuan masalah dihasilkan alat evaluasi keterampilan menulis makalah dengan

pendekatan sistem yang merupakan pengembangan program.

2) Langkah awal dilakukan pre test menulis makalah dengan tema “Analisis Kesalahan

Berbahasa” dan post test dengan tema yang sama.

Page 269: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

269

3) Peneliti menentukan rangkaian materi Kegiatan Belajar dan Belajar (KBB) sebagai berikut.

a. Teori menulis dan langkah-langkah dalam menulis.

b. Karya tulis ilmiah dan Makalah

c. Tata Tulis Karya Ilmiah (TTKI)

d. Analisis Kesalahan Berbahasa

4) Diskusi materi dan praktik dalam penulisan makalah.

5) Melaksananakan kegiatan belajar dan belajar (KBB) dengan pendekatan sistem.

6) Pedoman perbaikan atau revisi, yang merupakan pengembangan alat evaluasi setelah

dilaksanakan perbaikan.

1. Langkah pembelajaran dengan pendekatan sistem adalah sebagai berikut.

a. Dosen mengenali permasalahan dalam menulis makalah dari hasil penilaian angket.

b. Dosen merancang pembelajaran dari permasalahan yang dikenali.

c. Dosen menerapkan metode pembelajaran yang telah dirancang.

d. Dosen melakukan evalusi dari uji coba I

e. Dosen melakukan perbaikan dari kekurangan uji coba I

f. Dosen melakukan evaluasi dari uji coba II

g. Dosen melakukan perbaikan dari uji coba II

h. Dosen melakukan evaluasi uji coba III.

i. Hasil dari ketiga uji coba yang dilakukan dianalisis dan dilakukan pengolahan data sesuai

dengan tahapan metode R&D

j. Dosen menemukan pengembangan alat evaluasi dari keterampilan menulis makalah

dengan pendekatan sistem

Berdasarkan pada temuan di lapangan peneliti menemukan pelbagai permasalahan dalam

menulis karya ilmiah, diantaranya sebagai berikut.

1) Mahasiswa mengetahui langkah-langkah menulis makalah, tapi dalam praktiknya kurang

memahami dengan alasan hanya materi saja yang diterima mahasiswa kemudian diberi

tugas dan tidak ada tindak lanjut dari tugas tersebut. Dari permasalahan ini peneliti

memutuskan untuk menggunakan evaluasi dalam tahap pra penulisan agar mahasiswa

termotivasi untuk melakukan kegiatan pra penulisan dan dilakukan perbaikan melalui

diskusi antara dosen, mahasiswa dan kelompok diskusi.

2) Mahasiswa mengetahui karya ilmiah namun dalam praktik penulisan karya ilmiah kurang

terampil. Dari permaslahan tersebut peneliti merasa penting untuk memberikan penilaian

draf makalah sebagai tahap pengembangan kerangka karangan yang telah dibuat dalam

tahap pra penulisan, sebagai upaya untuk memotivasi mahasiswa dalam pengembangan

keterampilan menulis.

3) Mahasiswa mengeluhkan tentang penulisan makalah, terkait dengan penilaian yang tidak

jelas. Pekerjaan yang tidak mudah, namun para mahasiswa jarang mendapat revisi dari hasil

Page 270: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

270

tulisannya, sehingga para mahasiswa tidak mengetahui letak kesalahannya. Dan

permasalahan ini yang menjadikan mahasiswa terampil untuk copy paste sebagai jalan

pintas. Jika permasalahan ini berkelanjutan berakibat kemunduran khusunya di bidang

pendidikan. Peneliti merasa penting untuk mengembangkan evaluasi keterampilan makalah

dengan pendekatan sistem. Penilaian tersebut merupakan serangkaian kegiatan yang

berkelanjutan, adapun kriteria penialian makalah sebagai berikut.

Tahap Pra Penulisan (pre-writing)

a. Pemilihan Tema

b. Pembatasan Tema

c. Menentukan maksud dan tujuan penulisan

d. Menyusun Outline

Pada tahap pra penulisan para mahasiswa melakukan penulisan di kertas buram atau dalam

kertas HVS yang dibagikan oleh dosen, tema yang dipilih harus kajian yang digemari oleh

mahasiswa, hal dilakukan agar mempermudah mahasiswa ketika berkendala dalam tulisannya.

Setelah itu mahasiswa menginventarisasi topik-topik bawahan dan penentuan judul karya

ilmiah. setelah judul penentuan maksud dan tujuan yang harus relevan dengan judul. Kegiatan

terakhir dari pra penulisan adalah membuat kerangka karangan. Adapun skor dalam kegiatan

pra penulisan adalah 15% dengan rincian skor sebagai berikut.

NO ASPEK KATEGORI Skor KETERANGAN

1 Tema, judul dan

penentuan

maksud/tujuan.

A= jika tema,

orsinilitas judul

dan tujuan sangat

relevan.

B= jika tema dan

judul cukup

orsinil dan

relevan dengan

tujuan.

C= jika tema dan

judul kurang

orsinil dan

relevan dengan

tujuan

D= jika tema

7% dengan

rincian sebagai

berikut.

A=6-7

B=4,1-5,9

C=2,1-4

D=1-2

Penskoran

tersebut terlihat

dari penulisan di

kertas buram atau

kertas HVS

Page 271: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

271

dan judul tidak

orsinil dan

relevan dengan

tujuan

2 Kerangka

Karangan

A= susunan runut

B= susunan

cukup runut

C= susunan

kurang runut

D= susunan tidak

runut

Skor 8%

dengan rincian

sebagai berikut.

A=6,1-8

B=4,1-6

C=2,1-4

D=1-2

Penskoran

tersebut terlihat

dari penulisan di

kertas buram atau

kertas HVS

Tahap Penulisan (writing)

Dalam tahap penulisan adalah membuat draf makalah dan pengembangan dari draf tersebut.

Dari draf yang ditulis oleh mahasiswa dalam kertas buram atau HVS dosen memberi masukan

dan kritikan mengenai bagaian-bagian yang harus ditambah dan bagian-bagian yang harus

dihilangkan. Setelah revisi draf makalah kemudian mahasiswa melakuan kegiatan penulisan.

Skor penilaian draf makalah adalah 15%.

Penulisan draf makalah harus sistematis, item-item yang harus ada dalam draf makalah

adalah sebagai berikut.

Bagian Awal terdiri atas:

Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Gambar/Tabel/ Lampiran/ Lambang atau Singkatan (jika diperlukan)

Bagian Isi, terdiri atas:

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Batasan Masalah

1.3 Masalah

1.4 Tujuan

1.5 Manfaat Makalah

1.6 Prosedur Makalah

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan/Kajian Teoretis (Teori yang relevan dengan judul)

2.2 Pembahasan ( pembahasan masalah berdasarkan teori)

Page 272: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

272

BAB 3 PENUTUP

3.1 Simpulan (berbentuk pointer relevan dengan rumusan masalah)

3.2 Saran

Bagian Penutup terdiri atas

Daftar Pustaka ( sejumlah pustaka yang digunakan di bab 2)

Lampiran (jika ada)

Adapun skor dalam kegiatan pra penulisan adalah 15% dengan rincian skor sebagai

berikut.

NO ASPEK KATEGORI SKOR KETERANGAN

1 Sistematik

makalah

A= Draf

makalah

sistematis

B= Draf makalah

cukup sistematis

C= Draf makalah

kurang sistematis

D= Draf

makalah tidak

sistematis

Skor 15%

dengan rincian

sebagai berikut.

A=10,6-15

B=7,1-10,5

C=4,1-7

D=1-4

Penskoran

tersebut terlihat

dari penulisan di

kertas buram atau

kertas HVS

Tahap Hasil Penulisan (post-writing)

Dalam tahap post writing, penilaian pada hasil penulisan atau makalah jadi. Adapun aspek

penilaian terdiri dari beberapa butir, adalah sebagai berikut.

Penggunaan Bahasa

a. Ejaan

b. Pilihan kata

c. Struktur kalimat

d. Paragraf

e. Gaya bahasa

Isi dan Penalaran

a. Keruntutan

b. Pengembangan isi

c. Relevansi argumentasi

d. Kedalaman argumentasi

Page 273: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

273

Penutup

a. Simpulan relevansi dari rumusan masalah

b. Saran baik praktis maupun teoritis

Simpulan dan Saran

Simpulan

Keterampilan menulis yang menjadi pedoman peneliti adalah menggunakan kriteria

penilaian dari Jacob (Shihabudin). Aspek yang dinilai dari keterampilan menulis adalah

penggunaan bahasa yang meliputi: ejaan, pilihan kata, struktur kalimat, paragraf, gaya bahasa.

isi dan penalaran meliputi: keruntutan; pengembangan isi; relevansi argumentasi; kedalaman

argumentasi.

Langkah Pembelajaran Pendekatan Sistem

1) Dosen mengenali permasalahan dalam menulis makalah dengan menyebarkan angket.

2) Dosen merancang pembelajaran dari permasalahan yang dikenali.

3) Dosen menerapkan metode pembelajaran yang telah dirancang.

4) Dosen melakukan evalusi dari uji coba I

5) Dosen melakukan perbaikan dari kekurangan uji coba I

6) Dosen melakukan evaluasi dari uji coba II

7) Dosen melakukan perbaikan dari uji coba II

8) Dosen melakukan evaluasi uji coba III

9) Hasil dari ketiga uji coba yang dilakukan dianalisis dan dilakukan pengolahan data sesuai

dengan tahapan metode R&D

10) Dosen menemukan pengembangan alat evaluasi dari keterampilan menulis makalah dengan

pendekatan sistem

Pengembangan evaluaasi menulis makalah dengan pendekatan sistem

1) Tahap Pra Penulisan (pre-writing)

a. Pemilihan Tema

b. Pembatasan Tema

c. Menentukan maksud dan tujuan penulisan

d. Menyusun Outline

Pada tahap pra penulisan para mahasiswa melakukan penulisan di kertas buram atau dalam

kertas HVS yang dibagikan oleh dosen, tema yang dipilih harus kajian yang digemari oleh

mahasiswa, hal dilakukan agar mempermudah mahasiswa ketika berkendala dalam tulisannya.

Setelah itu mahasiswa menginventarisasi topik-topik bawahan dan penentuan judul karya

ilmiah. setelah judul penentuan maksud dan tujuan yang harus relevan dengan judul. Kegiatan

terakhir dari pra penulisan adalah membuat kerangka karangan.

Page 274: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

274

2) Tahap Penulisan (writing)

Dalam tahap penulisan adalah membuat draf makalah dan pengembangan dari draf tersebut.

Dari draf yang ditulis oleh mahasiswa dalam kertas buram atau HVS dosen memberi masukan

dan kritikan mengenai bagaian-bagian yang harus ditambah dan bagian-bagian yang harus

dihilangkan. Setelah revisi draf makalah kemudian mahasiswa melakuan kegiatan penulisan.

Skor penilaian draf makalah adalah 15%.

3) Tahap Hasil Penulisan (post writing)

Dalam tahap post writing, penilaian pada hasil penulisan atau makalah jadi. Adapun aspek

penilaian terdiri dari beberapa butir, adalah sebagai berikut.

Penggunaan Bahasa

a. Ejaan

b. Pilihan kata

c. Struktur kalimat

d. Paragraf

e. Gaya bahasa

Isi dan Penalaran

a. Keruntutan

b. Pengembangan isi

c. Relevansi argumentasi

d. Kedalaman argumentasi

Penutup

4) Simpulan relevansi dari rumusan masalah

5) Saran baik praktis maupun teoritis

1. Perbedaan Pretest dengan Postest

Adapun pengujian hipotesisnya menggunakan two-tiled (2 arah) dengan hipotesis :

Ho : μ1 = μ2

Ha : μ1 ≠ μ2

Ho : Tidak terdapat perbedaan nilai tes peserta didik antara

sebelum dan sesudah pelaksanaan pembelajaran

keterampilan menulis makalah dengan pendekatan sistem

setelah seluruh ujicoba dilakukan

Ha : Terdapat perbedaan nilai tes peserta didik antara sebelum

dan sesudah pelaksanaan pembelajaran keterampilan

menulis makalah dengan pendekatan sistem setelah seluruh

ujicoba dilakukan

Kriteria pengambilan keputusan menggunakan α = 5% :

Jika t hitung > t tabel atau nilai probabilitas (sig) ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Page 275: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

275

Jika t hitung > t tabel nilai probabilitas (sig) ≥ 0,05 maka Ho diterima

Hasil perhitungan disajikan dalam tabel sebagai berikut :

Berdasarkan pengujian statistik uji t (paired sample t –test), tercatat nilai rata-rata Pretest

(tanpa perlakuan dalam keterampilan menulis makalah) diterapkan adalah 2,15 dengan jumlah

mahasiswa 38orang, sementara nilai rata-rata tes mahasiswa setelah semua model diterapkan

(postest)dalam pendekatan sistem dalam keterampilan menulis makalah diterapkan adalah 3,60.

Berarti ada peningkatan nilai rata-rata hasil belajar peserta didik setelah pendekatan sistem

diterapkan.

Berdasarkan perhitungan, diperoleh nilai probabilitas (sig) pada df=37 adalah 0,000 < 0,05

dan t hitung = 62,325 > t tabel = 2,026 pada α = 5%. Dengan demikian berarti ada perbedaan

yang sangat berarti (sangat signifikan) nilai tes peserta didik antara sebelum dan sesudah

pelaksanaan model pendekatan sistem dalam keterampilan menulis makalah. Dengan demikian

terdapat pengaruh yang berarti pendekatan sistem yang digunakan dalam keterampilan menulis

makalah.

Secara keseluruhan penerapan model pendekatan sistem dalam keterampilan menulis

makalah adalah sebagai berikut :

Tabel

Perbandingan Rata-rata Keseluruhan

Perlakuan Rata-rata Persentase

Kenaikan

Pair 1 Pretest 2,1539

Ujicoba1 2,8000 23%

Series1, pretest, 2.15

Series1, ujicoba1, 2.80

Series1, ujicoba2, 3.18

Series1, ujicoba3, 3.35

Series1, postest, 3.60

grafik perbandingan rata-rata skor

Page 276: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

276

Pair 2 Pretest 2,1539

Ujicoba2 3,1842 32%

Pair 3 Pretest 2,1539

Ujicoba3 3,3487 36%

Pair 4 Pretest 2,1539

Postest 3,6011 40%

Berdasarkan tabel maka terdapat kenaikan yang berarti dari setiap perlakuan. Sebelum

model pendekatan sistem diterapkan, nilai rata-rata mahasiswa sebesar 2,153 dan pada

penerapan model ujicoba1 nilai rata-rata mahasiswa menjadi 2,800 atau megalami kenaikan

23%. Pada penerapan model pendekatan sistem ujicoba2 nilai mahasiswa meningkat menjadi

3,18 atau 32%. Berikutnya pada penerapan model pendekatan sistem ujicoba3 nilai mahasiswa

menjadisebesar 3,34 atau meningkat 36%. Setelah seluruh model diterapkan maka nilai

mahasiswa menjadi 3,60 atau atau meningkat 40%, sehingga memenuhi nilai yang diharapkan

(ideal).

Saran

1) Penelitian ini merupakan langkah awal dari pengembangan R&/D tentang pengembangan

evaluasi keterampilan menulis makalah dengan pendekatan sistem sehingga hasil penelitian

ini dapat digunakan sebagai acuan dalam evaluasi keterampilan menulis makalah.

2) Disarankan kepada peneliti untuk melakukan pengembangan keterampilan menulis berbasis

keterampilan proses dengan pendekatan sistem.

Daftar Pustaka

Arifin, Z. (2002). Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Grasindo

Ary, D. dkk. (2007). Pengantar penelitian dalam pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Brown, H. D. (2008). Edisi kelima prinsip pembelajaran dan pengajaran bahasa.Jakarta:

Kedutaan Besar Amerika Serikat.

Creswell, J.W. (2002). Research design: desain penelitian qualitative &quantitative

approaches. Pendekatan kualitatif. Alihbahasa angkatan III&IV KIK-UI dan bekerjasama

dengan Nur Khabibah.Jakarta: KIK Press.

Elfindri, dkk. (2010). Soft Skilluntuk pendidik. (Tidak ada): Baduose Media.

Fathurrohman, P. & Sobry S. (2007). Strategi belajar mengajar strategi mewujudkan

pembelajaran bermakna melalui penanaman konsep umum & konsep islami. Bandung:

Refika Aditama.

Page 277: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

277

Iskandarwassid & Dadang S. (2008). Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Joyce, Bruce dkk. (2009). Models of Teaching Model-Model Pengajaran Edisi Delapan:

Terjemahan Models of Teaching oleh Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

LPMP SMA Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, Direktorat Jenderal Manajemen

Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas.

Muslich, M. (2011). Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimentional.

Jakarta: Bumi Aksara.

Nurgiyantoro, B.(2010). Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta:

BPFE Yogyakarta.

Semi, M. A. (2007). Dasar-dasar keterampilan menulis. Bandung: Angkasa.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N.S. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.

Tarigan, H.G. (1993). Strategi Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa. Cetakan ke-1. Bandung:

Angkasa.

Tarigan, H. G. (2000). Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Cetakan ke-6.

Bandung: Angkasa.

Tim Redaksi KBBI Pusat Bahasa. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi

Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Page 278: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

278

PERAN KOMUNITAS SASTRA DALAM MENGEMBANGKAN EKONOMI KREATIF

Mukodas

Universitas Pendidikan Indonesia

[email protected]

Abstrak

Komunitas merupakan gudangnya ide kreatif. Ada banyak pemikiran jernih yang

dicetuskan ketika sekelompok manusia berembuk bersama. Salah satunya adalah

mencari cara untuk tetap bertahan hidup. Beberapa komunitas kemudian

mengembangkan bisnis dalam bidang ekonomi kreatif. Makalah ini mengambil sample

dua komunitas sastra, Komunitas KCCI (Kumpulan Cerpen Cerbung dari Bandung dan

Komunitas Arteri (Art dan Literasi) dari Bogor. Hal ini didasari karena komunitas

arteri telah menerbitkan beberapa buku antologi. “Bogor dalam Komposisi” yang

merupakan buku antologi puisi dari Arteri, dan “Antologi Cerpen Ababil”, “Cerita

Kita”, “Tentang Bulan”, “Dongeng Suka-suka”, dan “Mitologi Negeri Fantasi” yang

merupakan antologi cerita pendek dari KCCI. Makalah ini lantas diberi judul “Peran

Komunitas Sastra dalam Mengembangkan Ekonomi Kreatif”. Penelitian ini bertujuan

untuk memaparkan partisipasi komunitas sastra dalam mengembangkan ekonomi

kreatif dan kendala-kendala yang dihadapi komunitas.

Kata kunci : komunitas, sastra, ekononomi kreatif

Pendahuluan

Senang berkelompok adalah sifat dasar manusia, atau disebut juga dengan makhluk

sosial. Ketika sekelompok orang berkumpul dan memiliki pandangan yang sama, maka piluhan

terbaik adalah dengan membuat komunitas yang menaunginya. Hal ini pun bertujuan untuk

lebih terjalin kerja sama yang berkelanjutan sesuai dengan visi dan misi.

Komunitas di Indonesia kini seperti jamur di musim penghujan. Jumlah yang diketahui

pun tak ubahnya puncak gunung es. Hal ini disebabkan kegemaran yang beragam dari setiap

kelompok. Ditambah dengan menciptakan komunitas baru adalah hal yang mudah.

Secara teori, pengertian komunitas mengacu pada sekumpulan orang yang saling berbagi

perhatian, masalah, atau kegemaran terhadap suatu topik dan memperdalam pengetahuan serta

keahlian mereka dengan saling berinteraksi secara terus menerus (Wenger dalam Septiana 2007:

12).

Komunitas terbentuk akibat dari persamaan minat antara individu yang kemudian

membuat suatu wadah untuk mengaspirasikan minat mereka. Setiap komunitas mempunyai ciri

Page 279: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

279

khas masing-masing yang membedakan mereka dengan komunitas lain. Ciri khas tersebut

terletak pada ruang lingkup komunitas, minat, maupun tempat komunitas tersebut berada.

Keberadaan sebuah komunitas sangat ditentukan oleh aktivitas anggota, karena sumber

kekuatan utama dari komunitas adalah sumber daya manusia. Pada umumnya komunitas

mempunyai visi dan misi yang akan dicapai, dan mereka membuat suatu program untuk

menunjang visi dan misi tersebut. Program tersebut dijadikan alat untuk mengembangkan

komunitas mereka atau hanya sekadar untuk mempertahankan eksistensi.

Komunitas Sastra

Komunitas yang banyak memiliki beragam jenis. Salah satunya adalah komunitas sastra.

Ada banyak alasan mengapa pemakalah memfouskan masalah sastra sebagai bahan untuk dikaji

lebih jauh. Pada dasarnya sastra adalah hasil dari kebudayaan masyarakat. Produk-produk sastra

pun lebih memasyarakat. Yang dikenal oleh kalangan masyarakat adalah novel.

Komunitas sastra pun bisa dijadikan sebagai pelopor dalam menyokong ekonomi kreatif

dalam memperkenalkan produk sastra itu sendiri. Menurut Howkins, Ekonomi Kreatif adalah

kegiatan ekonomi dimana input dan outputnya adalah gagasan. Esensi dari kreativitas adalah

gagasan itu sendiri. Terlebih komunitas merupakan gudangnya ide kreatif.

Ada 14 subsektor yang dipetakkan oleh departemen perdagangan RI. Keempat belas

tersebut adalah (1) periklanan, (2) arsitektur, (3) pasar barang seni, (4) kerajinan, (5) desain, (6)

fashion (7) video, film, fotografi, (8) permainan interaktif, (9) musik, (10) industri

pertunjukkan, (11) penerbitan dan percetakan, (12) layanan komputer dan piranti lunak, (13)

televisi dan radio,terakhir (14) penelitian dan pengembangan.

Dalam makalah ini akan difokuskan pada bagian penerbitan dan percetakan. Sebenarnya

subsektor yang lain pun bisa dilakukan seperti insustri pertunjukan. Pertunjukan drama yang

utama, sebab drama tak bisa dikatakan drama jika naskahnya saja. Harus dipertunjukkan. Film

pun bisa saja seperti film yang diangkat dari karya sastra seperti kebanyakan film box office.

Tetapi untuk lebih memfokuskan pembahasan, pemakalah akan membatasi pada ekonomi

kreatif subsektor penerbitan dan percetakan.

Penerbitan adalah kegiatan intelektual dan profesional dalam menyiapkan naskah,

menyunting naskah, menghasilkan berbagai jenis bahan publikasi kemudian memperbanyak

serta menyebarluaskannya untuk kepentingan umum. Penerbitan merupakan proses panjang

yang melibatkan banyak waktu dan orang untuk mengolah naskah sampai berbentuk enak

dibaca.

Page 280: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

280

Ada dua macam penerbit ketika seseorang ingin mewujudkan naskahnya. Penerbit mayor

dan penerbit indie. Penerbit mayor adalah penerbit yang menerbitkan karya dengan

menanggung biaya percetakan dan biaya distribusi. Contohnya adalah penerbit gramedia atau

bentang.

Proses dalam penerbitan di sini adalah penulis mengirim naskah, editor memilih naskah

yang menarik untuk diterbitkan, bagian administrasi membagi-bagi kriteria penggolongan

naskah, pemasaran memilah kembali naskah-naskah mana yang potensial laris di pasar, bagian

lay outer merapikan naskah yang sudah fix, dan terakhir bagian produksi yang menyeleksi

naskah yang berprioritas terlebih dahulu untuk dicetak.

Penerbit indie lebih sederhana. Ibarat kita adalah penjual pisang goreng secara mandiri.

Kita yang membuat, kita yang memproduksi, dan kita yang memasarkan. Secara kasarnya, dana

disediakan oleh penulis itu sendiri. Keuntungannya adalah sejelek apapun tulisan yang

dihasilkan, pasti diterbitkan. Sehingga akan menjadi ladang untuk pembelajaran.

Masalah yang ditemukan berkaitan dengan penyediaan dana oleh penulis. Jika tulisannya

bagus tetapi tidak punya modal, tulisan yang bagus tersebut hanya bisa dinikmati sebagian

kalangan. Sebaliknya, jika tulisan yang dihasilkan termasuk ke dalam kategori buruk sedangkan

memiliki modal besar, maka buku indie yang bertebaran adalah buku yang buruk. Faktanya,

orang awam akan menggeneralisasikan bahwa buku indie adalah buku yang tidak baik.

Ekonomi Kreatif Komunitas Sastra

Produk buku yang paling mudah diterbitkan adalah kumpulan cerpen atau antologi puisi

bersama dengan menggunakan penerbit indie. Komunitas adalah gudangnya ide kreatif.

Begitupun dalam berkarya, komunitas memiliki peranan penting untuk menyokong kemampuan

tersebut.

Ketika pemakalah masih sedang bergerak di Komunitas KCCI (Kumpulan Cerpen

Cerbung Indie), ada banyak buku kumpulan cerpen yang telah diterbitkan. “Antologi Cerpen

Ababil”, “Cerita Kita”, “Tentang Bulan”, “Dongeng Suka-suka”, dan “Mitologi Negeri

Fantasi”. Naskah-naskah tersebut diambil dari karya-karya anggota komunitas.

Yang menjadi kendala dalam penerbitan oleh komunitas ini adalah ruginya karya yang

bagus menjadi sebatas konsumsi pribadi. Penerbitan dalam buku-buku tersebut menggunakan

penerbit indie dan dilakukan penggalangan dana secara patungan. Sehingga ketika setelah terbit

pun yang memiliki buku tersebut adalah kontributor yang menulis, dan ketika dipasarkan tidak

terlalu laku. Hingga pada akhirnya komunitas tersebut pun sejak tahun 2012 tidak kembali

membuat buku antologi.

Page 281: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

281

Selanjutnya ketika pemakalah aktif di Komunitas Arteri (art dan literasi) berhasil

menerbitkan buku antologi puisi berjudul “Bogor dalam Komposisi”. Penerbitan ini

bekerjasama dengan penerbit mayor bernama Kapas Publishing. Kontributor pada buku ini

diberikan secara cuma-cuma sebagai reward telah berpartisipasi sebagai penulis.

Kendala yang ditemukan adalah kontrak kerja sama MoU yang sulit ditemukan titik

temunya ole kedua belah pihak. Di sisi lain, masa tunggu penerbitan pun memakan waktu yang

lama, sedangkan para anggota komunitas seakan tidak sabar menantikan kepastian terbit atau

tidaknya buku yang mereka tulis. Di sisi lain, penerbit lebih menyukai buku-buku sastra

bergenre novel daripada antologi cerpen atau antologi puisi.

Kesimpulan

Komunitas adalah gudangnya ide kreatif. Pada dasarnya komunitas sastra mampu

berkontribusi dalam memajukan ekonomi kreatif di Indonesia. Yang dibutuhkan adalah

dorongan dan sokongan pihak-pihak luar dalam membangun dan memotivasi komunitas agar

tidak surut. Salah satunya adalah bagian penerbitan dan percetakan. Komunitas sastra memiliki

peranan penting sebagai peletupan semangat agar terus berkarya. Sedangkan pihak luar

semestinya mendukung dengan cara membeli atau bahkan ikut mendanai penerbitan jika

dikelola penerbit indie.

Daftar Pustaka

Kelompok Kerja Indonesia Design Power – Departemen Perdagangan. (2008). Pengembangan

Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. Jakarta :Departemen Perdagangan Republik Indonesia.

Naibaho, Kalerensi. (2007). Menciptakan Generasi Literat Melalui Perpustakaan. Esai: Tidak

diterbitkan.

Syahid, Muhammad. (2014). Pengantar Ilmu Penerbitan. Paper : Tidak diterbitkan.

Simatupang, Togar M. (2008). Perkembangan Industri Kreatif. Makalah : Tidak diterbitkan.

Affif, Faisal. (2012). Pilar-Pilar Ekonomi Kreatif. Jurnal : Rangkaian Kolom Kluster I, 2012.

Septiana, Ratri Indah. (2007). Perkembangan Perpustakaan Berbasis Komunitas: Studi Kasus

pada Rumah Cahaya, Melati Taman Bacadan Kedai Baca Sanggar Barudak. Skripsi :

Tidak diterbitkan.

Page 282: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

282

TINDAK TUTUR ILOKUSI DIREKTIF

DALAM SIDANG GUGATAN CERAI

DI PENGADILAN AGAMA KOTA SUKABUMI

Nenden Liska Gipari

Pascasarjana Linguistik Umum, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjajaran

[email protected]

Abstrak

Kegiatan komunikasi manusia melibatkan bahasa berupa tindak tutur verbal yang

dapat menimbulkan berbagai tafsiran. Tindak tutur yang sama dapat ditafsirkan

sebagai dua macam tindak tutur yang berbeda. Tidak hanya tindak tutur dalam

kehidupan sehari-hari saja yang dapat menimbulkan berbagai persepsi, tindak

tutur dalam ranah khusus seperti ranah hukum juga dapat menimbulkan persepsi

yang berbeda-beda pula. Salah satu bentuk kegiatan hukum yang akan

menimbulkan berbagai persepsi adalah tindak tutur yang terjadi pada sidang

gugatan cerai di pengadilan agama karena melibatkan tindak tutur sebagai bentuk

argumentasi dari berbagai pihak, yakni hakim, pengacara, penggugat, tergugat,

dan para saksi.Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud tindak tutur

ilokusi direktif yang terdapat dalam sidang gugatan cerai di Pengadilan Agama

Kota Sukabumi. Metode dalam tulisan ini dilakukan dengan tiga tahapan, yakni

pegumpulan data, analisis data, dan penulisan hasil data.Wujud tuturan ilokusi

direktif dalam sidang gugatan cerai di Pengadilan Agama Kota Sukabumi

memiliki dua pola, yaitu (1) direktif – perintah dan (2) direktif – penawaran. Pola

pertama memiliki lima kalimat yang terdiri dari satu kalimat tidak langsung dan

empat kalimat langsung, sedangkan pola kedua memiliki satu kalimat dengan

bentuk tidak langsung.

Kata kunci: tindak tutur, direktif, dan pragmatik

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari kegiatan komunikasi. Komunikasi

memerlukan bahasa sebagai perantaranya. Tanpa bahasa, manusia tidak dapat

menyampaikan gagasan berupa perasaannya kepada lawan tutur. Dengan segala aspek,

bahasa telah memfasilitasi manusia untuk menjalankan peran sebagai individu ataupun

kelompok masyarakat. Bahasa yang digunakan seseorang tentu saja harus dapat dipahami

oleh lawan tuturnya. Dengan kata lain, pemahaman yang baik terhadap informasi yang

terkandung di dalam peristiwa tutur akan terwujud jika lawan tutur sama-sama memiliki

kemampuan untuk melakukan encode atas apa saja yang ingin disampaikannya melalui

Page 283: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

283

decode terhadap bentuk bahasa lawan tuturnya sehingga ia dapat menangkap pesan berupa

informasi yang disampaikan lawan tuturnya.

Kegiatan komunikasi akan melibatkan bahasa berupa tindak tutur verbal yang dapat

menimbulkan berbagai tafsiran seperti yang dikemukakan George Yule dalam bukunya

yang berjudul “Pragmatics” Tindak tutur yang sama dapat ditafsirkan sebagai dua macam

tindak tutur yang berbeda. Terdapat lebih banyak yang ditemukan dalam penafsiran tindak

tutur daripada makna yang terdapat dalam tindak tutur itu sendiri (Yule, 1996: 83). Yule

membagi jenis tindak tutur ke dalam tiga bagian, yaitu tindak ilokusi, tindak lokusi, dan

tindak perlokusi, sedangkan klasifikasi tindak tutur berdasarkan fungsinya dibagi menjadi

lima bagian yaitu deklarasi, representasi, ekspresif, direktif, dan komisif. (Yule, 2014: 92).

Ada perdebatan panjang mengenai keefektifan bahasa yang berdampak pada hukum

karena bahasa hukum yang digunakan di Indonesia saat ini tidak sesuai dengan kaidah

baku, selain itu bahasa yang digunakan cenderung sulit untuk dipahami sehingga dapat

menimbulkan berbagai celah untuk membuat orang berlindung dalam suatu pasal tertentu

untuk menutupi kesalahannya. Kajian kebahasaan mengenai bahasa berdampak hukum

selalu dilihat dari aspek kesalahan berbahasa, padahal hal tersebut akan menarik jika dikaji

dari sudut pandang lain, seperti aspek penggunaan bahasa dalam ranah pragmatik yang

dapat menimbulkan berbagai tafsiran, yang selama ini belum tersentuh oleh penelitian pada

umumnya.

Salah satu bentuk kegiatan hukum yang akan menimbulkan berbagai tafsiran adalah

tindak tutur yang terjadi pada sidang gugatan cerai di pengadilan agama karena melibatkan

tindak tutur sebagai bentuk argumentasi dari berbagai pihak, yakni hakim, pengacara,

penggugat, tergugat, dan para saksi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji lebih

dalam mengenai tindak tutur ilokusi direktif pada sidang gugatan cerai di Pengadilan

Agama Kota Sukabumi untuk mengetahui berbagai tafsiran yang muncul dari sebuah

tindak tutur. Selain itu Pengadilan Agama Kota Sukabumi merupakan pengadilan agama

pusat yang mengurus berbagai kasus yang datang dari seluruh wilayah kota Sukabumi

sehingga kasus yang ditangani sangat beragam dan berasal dari berbagai jenis latar

belakang pendidikan dan pekerjaan.

Sidang cerai yang diajukan penggugat perempuan diangkat sebagai tema karena

jumlah penggugat perempuan lebih banyak dibandingkan penggugat laki-laki sehingga data

yang dijaring akan semakin banyak. Contohnya dalam persidangan di Pengadilan Agama

Kota Sukabumi pada tanggal 11 februari 2015, terdapat tiga belas sidang yang dilakukan

dan delapan di antaranya diajukan oleh penggugat perempuan. Proses sidang perceraian

berbeda dengan sidang pidana di pengadilan negeri. Hal tersebut disebabkan perbedaan

pada bentuk kasus yang akan menghasilkan putusan yang berbeda pula. Proses persidangan

di pengadilan agama memiliki rentan waktu antara tiga sampai dua puluh menit. Hal

Page 284: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

284

tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari kehadiran pihak penggugat, tergugat,

saksi, dan pengacara hingga agenda sidang apa yang sedang di bawakan.

Bahasa merupakan media yang sangat penting dalam proses komunikasi di

pengadilan untuk meluruskan masalah yang terjadi dalam rumah tangga penggugat dan

tergugat. Bahasa bisa mengantarkan pihak penggugat dan tergugat untuk rujuk kembali,

namun bahasa juga bisa membuat masalah semakin meruncing apabila maksud dan tujuan

penggugat ataupun tergugat tidak tersampaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis akan

mengkaji mengenai wujud tindak tutur ilokusi direktif untuk mengetahui maksud

sebenarnya yang ingin disampaikan oleh penuturnya agar tidak menimbulkan kesalahan

persepsi bagi lawan tutur.

1.2 Masalah

Berdasarkan paparan pada latar belakang, masalah dalam tulisan ini adalah bagaimana

wujud tindak tutur ilokusi direktif yang terdapat dalam sidang gugatan cerai di Pengadilan

Agama Kota Sukabumi?

1.3 Tujuan

Sesuai dengan masalah yang telah disebutkan di atas, tulisan ini bertujuan untuk

mendeskripsikan wujud tindak tutur ilokusi direktif yang terdapat dalam sidang gugatan

cerai di Pengadilan Agama Kota Sukabumi.

1.4 Metode

Metode dalam tulisan ini dilakukan dengan tiga tahapan, yakni pegumpulan data,

analisis data, dan penulisan hasil data. Pada pengumpulan data digunakan metode simak.

Dalam hal ini penulis menyimak dan mencermati tindak tutur ilokusi direktif yang

digunakan pada data. Selanjutnya, data dicatat, diklasifikasikan, dan dianalisis (Sudaryanto,

2001: 4).

1.5 Sumber Data

Sumber data tulisan ini berupa hasil transkrip dari data lisan yang direkam oleh peneliti

pada saat proses sidang gugatan cerai di Pengadilan Agama Kota Sukabumi berlangsung.

Data yang diperoleh berasal dari tindak tutur penggugat perempuan yang menyatakan

permohonan perceraian terhadap majelis hakim dan tergugat di Pengadilan Agama Kota

Sukabumi. Data tersebut diambil pada tanggal 11 Februari 2015 dengan menggunakan

digital voice recorder sebagai alat perekamnya.

Page 285: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

285

2. Kerangka Teori

Istilah dan teori mengenai tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J.I. Austin,

seorang guru besar di Universitas Harvard pada tahun 1959. Leech (1993: 5-6) menyatakan

bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran, yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan;

menanyakan apa yang seorang maksudkan dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan

makna dengan siapa berbicara pada siapa, di mana, dan bagaimana. Tindak tutur merupakan

entitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik dan juga dasar bagi analisis topik-topik lain

di bidang ini, seperti praanggapan, implikatur percakapan, prinsip kerja sama, dan prinsip

kesantunan.

Sementara itu, Austin (dalam Leech, 1993: 280) menyatakan bahwa semua tindak tutur

adalah sebuah bentuk tindakan dan tidak sekadar sesuatu tentang dunia tindak tutur dan

tutur (speech act) adalah fungsi bahasa sebagai sarana petindak. Semua kalimat atau ujaran

diucapkan oleh penutur sebenarnya mengandung fungsi komunikatif tertentu. Berdasarkan

pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa mengujarkan sesuatu dapat disebut sebagai

aktivitas atau tindakan. Hal tersebut dimungkinkan karena terdapat maksud tertentu yang

berpengaruh pada orang lain.

Leech (1993: 13) menyatakan bahwa pragmatik erat kaitannya dengan tindak tutur

karena pragmatik menelaah makna yang berkaitan dengan situasi tindak tutur. Tindak tutur

merupakan bagian dari pragmatik, sedangkan pragmatik berkaitan erat dengan performansi

linguistik. Dengan demikian, dapat dideskripsikan bahwa tindak tutur merupakan bagian

dari performansi linguistik.

Istilah tindak tutur (speech act) tidaklah merujuk hanya pada tindakan berbicara saja,

tetapi merujuk pada keseluruhan situasi komunikasi, termasuk di dalamnya konteks ucapan

(yaitu situasi di mana wacana terjadi, para partisipannya dan semua interaksi verbal atau

fisik yang terjadi sebelumnya) serta ciri-ciri paralinguistik yang bisa memberikan kontribusi

bagi makna dari interaksi (Black, 2011: 37).

Beranjak dari pemikiran Austin (1962), Searle (1969) menyatakan bahwa secara

pragmatis dalam praktik penggunaan bahasa setidak-tidaknya terdapat tiga jenis tindakan

yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni (1) tindak lokusi (locutionary acts), (2)

tindak ilokusi (illocutionary acts), dan (3) tindak perlokusi (perlocutionary acts).

Tindak lokusi adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan

makna yang dikandung di dalamnya (Rahardi, 2000: 32). Tindak tutur lokusi adalah tindak

tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini disebut the act of saying something.

Tindak lokusi menghasilkan ucapan yang tertata baik menurut tata bahasa yang sedang

Page 286: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

286

digunakan penutur (Black, 2011: 38). Menurut Wijana (1996: 18), Wijana dan Rohmadi

(2009: 20). Tindak lokusi adalah tindak tutur yang relatif paling mudah untuk diidentifikasi

karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tindak

tutur yang tercakup dalam situasi tutur. Dengan kata lain, tindak lokusi tidak

dipermasalahkan maksud dan fungsi tindak tutur yang disampaikan penutur. Pada tindak

tutur ruangan ini panas, misalnya, semata-mata hanya dimaksudkan untuk memberi tahu

mitra tutur bahwa pada saat dimunculkannya tindak tutur itu ruangan dalam keadaan panas.

Sebuah tindak tutur bukan hanya berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan

sesuatu, melainkan juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Bila hal ini terjadi, tindak

tutur yang terbentuk adalah tindak ilokusi. Menurut Rahardi (2000: 33) tindak ilokusi

adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu pula. Tindak tutur ini

disebut the act of doing something. Tindak tutur ruangan ini panas yang diucapkan penutur

bukan semata-mata dimaksudkan untuk memberi tahu mitra tutur bahwa pada saat

dituturkannya tindak tutur itu ruangan tempat penutur berada memiliki suhu udara yang

tinggi, melainkan lebih dari itu. Penutur menginginkan mitra tutur melakukan tindakan

tertentu seperti menyalakan kipas angin atau membuka jendela.

Yule (1996: 92) mengklasifikasikan tindak tutur ilokusi ke dalam lima fungsi umum,

yaitu tindak tutur deklarasi, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif.

Direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain

melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur.

Tindak tutur ini meliputi perintah, pemesanan, permohonan, atau pemberian saran, dan

bentuknya dapat berupa kalimat positif atau negatif. Sebagai contoh:

X : Dapatkah Anda meminjami saya sebuah pena?

X : Jangan sentuh itu!

Tindak tutur dibedakan berdasarkan wujudnya menjadi dua jenis yaitu tindak tutur

langsung dan tindak tutur tidak langsung. Leech (2011:19) mengungkapkan bahwa

pragmatik mengkaji makna dalam hubungannya dengan situasi ujar. Untuk memperjelas

batasan ini terlebih dahulu dapat disimak pada kalimat berikut:

- Letaknya jauh dari kota

- Temboknya baru dicat

Kalimat di atas merupakan kalimat deklaratif yang berfungsi menginformasikan

sesuatu, yakni ‘tempat penutur jauh dari kota’ dan ‘tembok yang sedang dibicarakan baru

Page 287: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

287

dicat’. Akan tetapi, bila konteks keberadaan kalimat itu dipertimbangkan secara saksama,

kedua kalimat di atas memungkinkan untuk dipergunakan dalam menyatakan berbagai

maksud.

3. Hasil dan Pembahasan

Tindak tutur ilokusi direktif yang digunakan dalam sidang gugatan cerai di Pengadilan

Agama Kota Sukabumi memiliki wujud sebagai berikut.

3.1 Direktif – Perintah

(1) ... Anda dihadirkan oleh sodara penggugat untuk menjadi saksi. Bersedia?

Konteks tindak tutur:

Dituturkan hakim untuk mengawali agenda permintaan keterangan mengenai

masalah rumah tangga penggugat dan tergugat.

Tindak tutur (1) memiliki jenis tindak tutur direktif – perintah dalam bentuk kalimat

tanya, sebenarnya secara tidak langsung hakim sedang menyuruh saksi untuk mau

dimintai keterangan agar proses sidang dapat berjalan dengan baik.

(2) Lanjutkan!

Konteks tindak tutur:

Dituturkan penggugat saat menjawab pertanyaan hakim mengenai kesediannya

untuk melanjutkan gugatan atau menarik kembali gugatan cerai.

Tindak tutur (2) memiliki jenis tindak tutur direktif – perintah. Penggugat secara

langsung meminta hakim untuk melanjutkan kembali persidangan yang sempat

tertunda.

(3) ... disumpah dulu, silakan berdiri!

Konteks tindak tutur:

Dituturkan hakim sebelum meminta keterangan kepada saksi mengenai kondisi

rumah tangga penggugat dan tergugat.

Tindak tutur (3) memiliki jenis tindak tutur direktif – perintah. Hakim secara

langsung meminta saksi untuk disumpah dan memerintahkan saksi untuk berdiri

sebelum dimintai keterangan mengenai kondisi rumah tangga penggugat dan

tergugat.

(4) ... sodara saksi dipersilakan keluar dulu ya, nanti dipanggil ya.

Konteks tindak tutur:

Dituturkan hakim saat meminta salah satu saksi yang telah disumpah untuk

menunggu giliran dalam proses permintaan keterangan.

Page 288: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

288

Tindak tutur (2) memiliki jenis tindak tutur direktif – perintah. Hakim secara

langsung memerintah salah satu saksi untuk meninggalkan ruangan sidang.

(5) ... jawab pertanyaan pak hakim ya.

Konteks tindak tutur:

Dituturkan hakim ketua kepada salah satu saksi agar saksi menjawab setiap

pertanyaan yang akan diajukan oleh hakim anggota.

Tindak tutur (2) memiliki jenis tindak tutur direktif – perintah. Hakim ketua secara

langsung memerintah salah satu saksi untuk menjawab pertanyaan yang akan

diajukan oleh hakim anggota.

3.2 Direktif – Penawaran

(6) ... saudara penggugat gimana kesimpulannya? Masih tetap pisah dengan suami?

Konteks tindak tutur:

Dituturkan hakim kepada penggugat saat mengkonfirmasi mengenai keputusan

terakhir penggugat terhadap kasus perceraian yang ia ajukan.

Tindak tutur (2) memiliki jenis tindak tutur direktif – penawaran berupa kalimat

tanya. Hakim secara tidak langsung sedang membujuk penggugat apakah akan terus

melanjutkan gugatan atau masih memberikan kesempatan kepada tergugat untuk

memperbaiki hubungan rumah tangganya.

4. Penutup

4.1 Simpulan

Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa wujud tuturan ilokusi direktif dalam sidang

gugatan cerai di Pengadilan Agama Kota Sukabumi memiliki dua pola, yaitu (1) direktif –

perintah dan (2) direktif – penawaran. Pola pertama memiliki lima kalimat yang terdiri dari

satu kalimat tidak langsung dan empat kalimat langsung, sedangkan pola kedua memiliki

satu kalimat dengan bentuk tidak langsung.

4.2 Saran

Kajian mengenai tindak tutur ilokusi direktif dalam tulisan ini dapat dikembangkan lagi

dengan mencermati aspek-aspek lainnya sehingga bisa menjadi referensi bagi penelitian

selanjutnya, khususnya penelitian linguistik yang berkaitan dengan disiplin ilmu lain.

Page 289: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

289

Daftar Pustaka

Djajasudarma, T. Fatimah. (1993). Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian.

Bandung: Eresco.

Djajasudarma, T. Fatimah. (2010). Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung:

Refika Aditama.

Ibrahim, A. Syukur. (1993). Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional.

Leech, Geoffrey. (2011). Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: UI Press.

Lubis, Hamid Hasan. (1993). Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Mahsun. (2013). Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta:

Rajawali Pres.

Mey, J. L. (2009). Concise Encyclopedia of Pragmatics. Oxford: Elsevier ltd.

Rahardi, Kunjana. (2000). Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:

Erlangga.

Searle, J. R. (1979). Expression and Meaning: Studies in Theory of Speech Acts. Cambridge:

Cambridge University Press.

Wijana, I. Dewa Putu. (1996). Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.

Yule, G. (1996). Pragmatics. New York: Oxford University Press.

Page 290: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

290

REPRESENTASI SIKAP BAHASA DALAM TEKS PAPAN NAMA USAHA DI CIMAHI

Nofiyanti

STKIP Siliwangi Bandung

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan bahasa yang terdapat dalam

papan nama usaha dan sikap bahasa pengusaha di Cimahi. Data dalam penelitian ni

diperoleh dengan teknik dokumentasi berupa foto. Objek penelitian ini adalah

penggunaan bahasa pada penulisan teks papan nama badan usaha swasta yang ada di

Cimahi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

kualitatif. Jumlah sampel papan nama usaha sebanyak 50 papan nama usaha yang

dianalisis berdasarkan dari segi kosa kata.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

bahasa yng digunakan dalam papan nama usaha di Cimahi adalah bahasa Indonesia,

bahasa Inggris dan bahasa daerah. Adapun kosa kata yang dipakai dalam teks papan

nama usaha di Cimahi ada tiga kosa kata, yaitu; papan nama usaha yang menggunakan

kosa kata bahasa indonesia sebanyak 11 atau (22%); papan nama usaha yang

menggunakan kosa kata bahasa asing yaitu bahasa Inggris sebanyak 13 atau (26%) dan

kosa kata bahasa sunda sebanyak 7 atau (14%) ; sedangkan papan nama usaha yang

menggunakan kosa kata bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebesar 19 atau (38%).

Untuk mengungkapkan latar belakang penggunaan bahasa, peneliti menghubungkan

sikap bahasa pengusaha dalam pemilihan kosa kata pada papan nama badan usaha

swasta. Adapun sampel yang digunakan sebanyak 50 pengusaha kecil menengah dengan

menggunakan wawancara. Dari hasil analisis bahwa sikap pengusaha mempengaruhi

dalam pemilihan penggunaan bahasa. Berdasarkan data tersebut maka dapat

menunjukkan bahwa sikap bahasa pengusaha/masyarakat di Cimahi terhadap bahasa

Indonesia rendah atau kurang positif.

Kata Kunci: Representasi, sikap, sikap bahasa, papan nama usaha

Pendahuluan

Pada saat ini, bangsa Indonesia telah mengikuti perkembangan dunia atau bisa disebut

globalisasi. Globalisasi menuntut dunia, termasuk bangsa Indonesia untuk dapat saling

berkomunikasi dengan negara-negara lain agar dapat berinteraksi dan berperan di dalam dunia

persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi maupun komunikasi. Era globalisasi hampir

tidak ada batasnya, meskipun era ini memudahkan di segala aspek kehidupan, namun

globalisasi bukanlah hal yang tanpa cela. Globalisasi dengan segala pengaruhnya akan

berdampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan terutama bahasa. Penggunaan bahasa asing

yang berlebihan akan mengancam keberadaan bahasa Indonesia dan bisa saja menggesernya.

Kuatnya pengaruh bahasa asing terhadap bahasa Indonesia akan semakin mendominasinya

apalagi ditunjang oleh penuturnya yang kurang menghargai bahasa Indonesia. Keadaan ini akan

Page 291: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

291

semakin mempercepat pergeseran bahasa Indonesia menjadi bahasa lemah dan lama-kelamaan

bisa saja bergeser kedudukanya.

Secara umum masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan merasa sudah tahu dan

dapat menggunakan bahasa indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada kenyataanya

kemampuan berbahasa Indonesia pada masyarakat Indonesia sangat tidak memuaskan. Hal ini

disebabkan karena bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu atau bahasa pertama bagi sebagian

besar orang Indonesia. Bahasa ibu atau bahasa pertama mereka adalah bahasa daerahnya

masing-masing sedangkan bahasa Indonesia adalah bahasa kedua. Selain itu faktor lain yang

menyebabkan kemampuan berbahasa Indonesia pada masyarakat Indonesia belum memuaskan

karena adanya erosi rasa kebangsaan terhadap NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonsia) oleh

banyak orang Indnesia. Erosi rasa kebangsaan ini telah berlangsung sejak beberapa dasawarsa

yang lalu, yang mengakibatkan hilangnya rasa bangga terhadap bahasa Indonesia. Memang

bahasa Indonesia masih digunakan, tetapi masyarakat Indonesia tidak ada kemauan untuk

menggunakannya dengan baik, minimal sesuai dengan aturan tata bahasa. Hal ini senada dengan

pendapat Koentjaraningat (dalam Chaer, 2013: 81) menyatakan bahwa banyak orang Indonesia

yang memiliki sikap negatif terhadap bahasa Indonesia, sehingga mereka berbahasa Indonesia

dengan prinsip “asal mengerti” tidak memperhatikan kaidah-kaidah dan aturan-aturan tata

bahasa yang benar. Sikap negatif ini diperparah pula dengan sikap bangga terhadap bahasa asing

(dalam hal ini bahasa Inggris) sehingga bahasa Indonesia mereka ditaburi dengan kosakata

bahasa Inggris. Masyarakat Indonesia menjadi lebih bangga menggunakan bahasa Inggris

meskipun cuma sebatas kata-kata atau frase-frase singkat.

Bahasa itu adalah dinamis dan selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman.

Perkembangan bahasa akan selalu membawa efek positif dan negatif untuk masyarakat itu

sendiri. Jika kita perhatikan, masyarakat saat kini kurang berhati-hati dalam menggunakan

bahasa asing atau kata-kata asing yang tepat dalam kehidupan sehari-hari, contohnya penamaan

yang sekarang lagi semarak di kota besar-besar, seperti di kota Cimahi. Pada saat ini

penggunaan bahasa asing di kalangan para pengusaha untuk menamakan usaha mereka di kota

Cimahi sangat populer. Pemakaian bahasa pada teks papan nama usaha sampai pada saat ini

masih beragam. Dikatakan beragam karena papan-papan nama yang terpampang, ada yang

sudah sesuai dengan kaidah yang berlaku dan ada juga yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa

yang berlaku. Ketidaksesuaian dengan kaidah bahasa yang berlaku tampak pada papan nama

usaha yangberbau asing, Tekspapan nama usahavang demikian dapatdikatakan bahwa papan

nama usaha bersifat keinggris-inggrisan. Yang dimaksud dengan papan nama usaha yang

keinggris-inggrisan adalah papan nama yang memiliki struktur/ pola urutan kata dan diksi

bahasa Inggris. Struktur dan diksi yang dipakai pada papan nama tersebut condong ke kaidah

bahasa Inggris. Teks papan nama usaha yang di pasang baik yang bersifat keinggris-inggrisan

Page 292: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

292

atau yang sudah sesuai dengan kaidahbahasa indonesia semuanya mencerminkan sikap bahasa

pengusaha yang positif ditunjukkan pada papan nama usaha yang sudah sesuai dengan kaidah

bahasa dan aturan penulisan yang berlaku. Sikap bahasa pengusaha yang negatif tampak pada

teks papan nama usaha yang belum taat asas. Sifat keinggris-inggrisan bahasa papan nama,

cerminan sikap bahasa negatif seorang pengusaha. Dalam ha ini, penguaha (pengusaha asliorang

Indonesia) tidak meunjukkan rasa bangga terhadap bahasanya sendiri yaitu bahasa Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dikaji adalah sebagi berikut: 1)

Bagaimanakah penggunaan bahasa yang terdapat dalam papan nama usaha di Cimahi?; 2)

Bagaimanakah sikap bahasa pengusaha di kota Cimahi dalam pemilihan kosa kata pada papan

nama usaha?; dan 3) faktor apa sajakah yang melatarbelakangi dalam pemilihan kosa kata papan

nama usaha?

Representasi Sikap Bahasa Dalam Papan Nama Usaha

1. Sikap

Sikap atau attitude adalah kesediaan bereaksi terhadap suatu hal atau objek. Sikap dapat

diartikan satu kecenderungan individu untuk menolak atau menerima sesuatu yang didasarkan

pada penilaian apakah sesuatu itu berharga atau tidak bagi dirinya. Sikap bersifat kompleks,

karena pembentukanya melibatkan semua aspek kepribadian yaitu kognisi afeksi, dan konasi.

Seperti yang diutarakan oleh Lambert dalam Baker (1992) yang mengutip pendapat plato bahwa

sikap terbagi atas tiga kmponen, yaitu (1) komponen kognitif, (2) komponen afektif, dan (3)

komponen konatif. Komponen kognitif menyangkut pengetahuan megenai alam sekitar dan

gagasan yang biasanya merupakan kategori yang dipakai dalam proses berpikir. Komponen

afektif menyangkut perasaan atau emosi terhadap sesuatu. Biasanya menyangkut nilai rasa “baik

atau tidak baik”, “senang atau tidak senang” yang membawa seseorang untuk menilai sikap

positif atau negatif terhadap sesuatu tersebut. Komponen konatif menyangkut perilaku yang

menunjukkan kecenderungan seseorang untuk berbuat atau bereaksi dengan cara tertentu

terhadap suatu keadaan. Menurut Vaugen dan Houg (1955: 359) menyatakan bahwa sikap

adalah perasaan umum dan evaluasi positif, negatif mengenai seseorang, objek atau isu. Dengan

demikian sikap terhadap sesuatu menunjukkan besarnya nilai keyakinan dan hasil evaluasi

tentang objek sikap, yang akhirnya akan melahirkan keputusan senang atau tidak senang, setuju

atau tidak setuju, menerima atau menolak terhadap keberadaan objek siakap (Allport dalam

Mar’at, 1984:13). Selanjutya menurut Azwar (1983:4) mengemukakan faktor yang menentukan

bentuk respon indivdu, yaitu suka atau tidak suka, mendukung atau tidak mendukung terhadap

stimulus yang diterima yaitu objek sikap tergantung pada berbagai faktor, antara lain latar

belakang, pengetahuan dan motivasi. Sikap berperan dalam kehidupan karena sikap selalu

dihadapkan suatu pilihan antara senang dan tidak senang. Berdasarkan pendapat-pendapat di

Page 293: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

293

atas, dapat disimpulkan bahwasikap adalah kesiapan untuk bertindak, suatu bentuk reaksi akibat

adanya

rangsangan yang diwujudkan dalam bentuk tindakan/perilaku.

2. Sikap Bahasa

Representasi berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata representation. Representasi

adalah perbuatan mewakili, keadaan diwakili, apa yang mewakili atau perwakilan (Depdiknas,

2008:1167). Representasi juga diartikan sebagai gambaran. Representasi merekonstruksi serta

menampilkan berbagai fakta sebuah objek sehingga eksplorasi sebuah makna dapat dilakukan

dengan maksimal (Ratna dalam Putra, 2012:17). Jika dkaitkan dengan sikap berbahasa,

representasi dalam sikap berbahasa merupakan penggambaran sikap berbahasa atau perasaan

terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain.

Sikap bahasa adalah peristiwa kejiwaan dan merupakan bagian dari sikap pada

umumnya. Sikap bahasa merupakan reaksi penilaian terhadap bahasa tertentu (Fishman, 198).

Menurut Kridalaksana (2001:179) sikap bahasa adalah posisi mental atau perasaan seseorang

terhadap bahasanya sendiri atau bahasa orang lain. Selanjutnya sikap bahasa menurut Anderson

(dalam Chaer: 2013:54) adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang,

sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberikan kecenderungan kepada

seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya. Sumarsono (dalam Purwo,

2000: 197) menyatakan bahwa hubunganantara sikap bahasa dan penggunaan bahasa memang

bisa positif atau negatif. Garvin dan Mathiot (dalam Chaer, 2004: 152) mengemukakan terdapat

tiga ciri sikap bahasa (sikap positif), antara lain yaitu: (1) kesetiaan bahasa (language loyalty)

yang mendorong masyarakat suatu bahasa mempertahankan bahasanya, dan apabila perlu

mencegah adanya pengaruh bahasa lain, (2) kebanggaan bahasa dan menggunakanya sebagai

lambang identitas dan kesatuan masyarakat, dan (3) kesadaran adanya norma bahasa yang

mendorong orang menggunakan bahasanya yang mendorong orang menggunakan bahasanya

dengan cermat dan santun dan merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap

perbuatan, yaitu kegiatan menggunakan bahasa. Ketiga jenis ciri sikap bahasa di atas termasuk

ciri sikap positif terhadap bahasa. Sebaliknya jika ciri-ciri itu sudah menghilang atau melemah

dari diri seseorang atau dari diri sekelompok orang anggota masyarakat tutur, maka berarti sikap

negatif terhadap suatu bahasa telah melanda diri atau kelompok orang itu. Sikap negatif

terhadap suatu bahasa bisa terjadi juga bila seseorang atau sekelompok orang tidak mempunyai

lagi rasa bangga terhadap bahasanya, dan mengalihkan rasa bangga itu kepada bahasa lain yang

yang bukan miliknya. Sebagian masyarakat pengguna bahasa Indoesia mulai tidak setia

menggunakannya. Fenomena ini terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya

fakor politis, ras, etnis, ekonomi, gengsi dan berbagai alasan lainnya.

Page 294: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

294

3. Jenis-jenis sikap bahasa

a. Sikap positf

Adul (1986 : 44) berpendapat bahwa “pemakai bahasa bersifat positif ialah pemakaian

bahasa yang memihak kepada bahasa yang baik dan benar, dengan wajar dan sesuai dengan

situasi”. Garvin dan Mathiot (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 153) merumuskan tiga ciri

sikap bahasa positif yaitu: 1) Kesetiaan bahasa yang mendorong masyarakat suatu bahasa

mempertahankan bahasanya dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain; 2)

Kebanggaan bahasa yang mendorong orang mengembangkan bahasanya dan

menggunakannya sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat; 3) Kesadaran

Adanya Norma Bahasa yang mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat

dan santun; dan merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu

kegiatan menggunakan bahasa (language use).

b. Sikap negatif

Menurut Adul (1986 : 44), berpendapat “pemakaian bahasa bersifat negatif adalah

tidak mengacuhkan pemakaian bahasa yang baik dan benar, tidak memperdulikan situasi

bahasa, tidak berusaha memperbaiki diri dalam berbahasa”. Sikap negatif terhadap bahasa

merupakan sikap yang tidak bertanggung jawab terhadap bahasa nasionalnya. Ia akan

beranggapan bahwa bahasa orang lain lebih baik dari bahasa nasional sehingga timbul

sikap negatif terhadap bahasa. Garvin dan Marthiot, (dalam suwito, 1996 : 33)

memberikan ciri-ciri sikap bahasa negatif pemakai bahasa, yaitu : (1) Jika seseorang atau

sekolompok anggota masyarakat bahasa tidak ada lagi gairah atau dorongan untuk

mempertahankan kemandirian bahasanya, maka hal itu merupakan suatu petunjuk bahwa

kesetiaan bahasanya mulai lemah yang pada gilaranya tidak mustahil akan menjadi hilang

sama sekali. (2) Jika seseorang atau sekelompok orang sebagai anggota suatu masyarakat

tidak ada rasa bangga terhadap bahasanya dan mengalihkan kebanggannya kepada bahasa

lain yang bukan miliknya. (3) Jika seseorang atau sekolompok orang sebagai anggota

suatu masyarakat sampai kepada ketidak sadaran akan adanya norma bahasa. Sikap

demikian biasanya akan mewarnai hampir seluruh perilaku berbahasanya. Mereka tidak

ada lagi dorongan atau merasa terpanggil untuk memelihara cermat bahasanya dan santun

bahasanya.

Dengan demikian jenis-jenis sikap bahasa, orang akan dapat mengukur sikap bahasa

seseorang dalam menggunakan suatu bahasa, suatu dialek, atau suatu aksen dengan

menggunakan suatu bahasa. Orang itu berperan sebagai samaran untuk melakoni sikap

bahasa dengan menggunakan aksen tertentu.

Page 295: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

295

4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa

dan lambang Negara serta Lagu Kebangsaan

Bahasa Indonesia yang di nyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam pasal 36

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari

bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa

persatuan yang dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa. Hal tersbut tercantum

dalam pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang

Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri

bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi

antar daerah dan antarbudaya daerah. Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan,

pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional pengembangan kebudayaan nasional,

transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu

pengetahuan, teknologi, seni dan bahasa media massa.

Pasal 36 ayat ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009

tentang Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan mengatur bahwa Bahasa

Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedug, jalan, apartemen atau

pemukiman, perkantoran, kompleks, perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga

pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan

hukum Indonesia. Selanjutnya pada pasal 37 ayat (1) diatur bahwa bahasa Indonesia wajib

digunakan dalam informasi tentang produk barang atau jasa produksi dalam negeri atau luar

negeri yang beredar di Indonesia, ayat (2) diatur bahwa informasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dapat dilengkapi dengan bahasa daerah atau bahasa asng sesuai dengan keperluan.

Pasal 38 ayat (1) dalam undang-undang tersebut diatur bahwa bahasa Indonesia wajib

digunakan dalam rambu umum, petunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi

lainya yang merupakan pelayanan umum. Selanjutnya pada ayat (2) pasal tersebut diatur bahwa

penggunaan bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai bahasa daerah

atau bahasa asing jika dipandang perlu. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan bahasa

Indonesia sebagaimana yan dimaksud dalam Undang-Undang diatur dalam perauran presiden.

5. Bahasa Iklan

Iklan adalah sarana promosi bagi perorangan pengusaha organisasi, ataupun lembaga

pemerintah untuk menyarnpaikan pesan-pesan yang bersifat menguntungkan.Keuntungan di sini

tidak selalu dikaitkan dengan materi seprrti uang, tetapi juga dikaitkan dengan keuntungan

moral, misalnya promosi yang menyangkut kebudayaan, pendidikan dan keagamaan. Namun

secara umum iklan lebih sering dikaitkan dengan segi-segi komersialnya saja. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (1997:.322), iklan memiliki pengertian adalah berita pesanan

Page 296: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

296

(mendorong, membujuk) kepada khalayak ramai tentang benda atau barang jasa yang

ditawarkan. Bahasa iklan sebagai ragam bisnis pada dasamya merupakan salah satu bentuk

pemakaian bahasa dalam berkomuikasi yang bertujuan untuk meyakinkan konsumen agar

mereka tergerak untuk melakukan sesuatu seperti yang diinginkan oleh pengiklan. Dilihat dari

aspek fungsi, pemakaian bahasa iklan merupakan fungsi transaksional.

Pemakaian bahasa iklan semakin berkembang sesuai dengan semakin banyaknya

produknya disertai perusahaan barang/jasa yang ingin memasarkan pula dengan semakin

berkembaagnya media massa baik eleknonik maupun cetak sebagai media pemasangan iklan. Di

satu sisi merupakan kebanggaan bagi para pekerja bahasa yang keatif, karena lapangan kerja

bertambah melalui perusahaan-perusahaan iklan, di sisi lain perlu adanya pembinaan iklan

tidak merusak atau menghambat perkembangan bahasa. Namun dernikian agar pembinaan

pemakaian bahasa tidak salah arah dan tidak mengorbankan kekhasan bahasa iklan, perlu

dilakkan kajian secara ermat terlebih dahulu terhadap bahasa yang dipakai dalam berbagai iklan

(Pranowo: 1996:1). Menurut Yustianto (196:3) penggunaan bahasa pada papan nama usaha

sampai pada batas tertentu termasuk pada ragam iklan. Hal ini dilihat dari situasi pemakaiannya

dapat digolongkan dalam situasi resmi, atau setidak- tidaknya termasuk agak resmi. Dilihatdari

tingkat keresmiamya dapatlah dimasukan dalam ragam usaha'. Pengguna bahasa Teks papan

nama usaha pada umumnya bersikap menghargai atau menghormati para pembacanya,

betapapun dan siapapun golongan pembaca itu. jadi para pengusaha itu akan berupaya agar

bahasayang dipakainya sebaik mungkin dan semenarik mungkin bagi para pembacanya"

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif,

yang menerapkan metode analisis isi dengan cara menganalisis penggunaan bahasa, sikap

bahasa pengusaha yang terdapat pada papan nama usaha secara deskriptif. Pengertian deskriptif

kualitatif mengambil masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian.

Data dalam penelitian ini adalah penggunaan bahasa yang terdapat dalam papan nama

usaha yang didokumentasikan dalam bentuk foto. Oleh karena itu, pengumpulan data dalam

penelitian ini dilakukan dengan metode foto, baca, kutip , catat dan wawancara. Data diperoleh

berdasarkan penemuan di lapangan dengan cara mengambil gambar/foto pada papan nama

usaha yang terdapat di wilayah kota Cimahi dengan teknik dokumentasi. Batas wilayah yang

menjadi acuan dalam penelitian ini meliputi jalan-jalan utama di Kota Cimahi. Data diambil

dengan teknik cara memfoto papan nama usaha secara langsung. Data yang diperoleh

selanjutnya dicatat dan diklasifikasikan dan dianalisis secara deskriptif. Adapaun data yang

dijadikan sampel dalam penelitian ini sebanyak 50 papan nama usaha yang ada di kota Cimahi.

Page 297: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

297

Hasil dan Pembahasan

Data yang dibahas pada penggunaan bahasa pada papan nama usaha yang terdapat dalam

teks papan nama usaha di cimahi meliputi papan nama usaha yang menggunakan kosa kata

bahasa Indonesia, kosa kata bahasa asing,; kosa kata bahasa Indonesia dan bahasa asing;.

Berikut ini akan diuraikan beberapa bentuk pengguanan bahasa yang terdapat pada teks papan

nama usah di kota Cimahi.

1. Kosa kata bahasa Indonesia yang terdapat dalam papan nama usaha

Berdasarkan data yang telah dianalisis dari segi kosakata, data penelitian ini memberikan

informasi mengenai jumlah teks papan nama usaha yang berkosakata bahasa Indonesia.

Berdasarkan hasil dari rekapitulasi data menunjukkan jumlah teks papan nama usaha yang

menggunakan kosa kata bahasa Indonesa sebanyak 11 atau (22 % ) papan nama usaha.

2. Kosa kata bahasa asing yang terdapat dalam papan nama usaha

Data penelitian menunjukkan adanya papan nama usaha yang menggunakan bahasa

Inggris. Berdasarkan dari hasil rekapitulasi data, jumlah teks papan nama usaha yang

menggunakan kosakata bahasa Inggris berjumlah sebanyak 13 atau (26%). Berikut adalah

wujud sampel data yang dimaksud adalah sebagai berikut. Gracia T-shirt, Alvacia Parfum,

Army Fashion, Queen Furniture dan Columbia Cash & Credit. Apabila kita merujuk pada

aturan yang berlaku, penggunaan bahasa asing seperti yang terdapat pada papan nama usaha

tersebut seharusnya diulis dalam bahasa Indnesia karena kata-kata tersebut sudah ada padananya

dalam bahasa Indonesia. Misalnya pada padanan kata Cash dalam bahasa Indonesia adalah

“tunai” dan credit adalah “kredit”. Akan tetapi apabila bentuk asingnya tetap dipertahakan

sebaiknya padanaya dalam bahasa Indonesia tetap ditulis sebelum asingnya.

Selain bahasa Inggris, bahasa asing lain yang dipakai dalam papan nama usaha adalah

bahasa daerah. Berdasarkan data penelitian, bahasa daerah yang dipakai adalah bahasa Sunda.

Pemakaian bahasa sunda pada kaitanya dengan lokasi usaha dan etnis pengusahanya. Alasan

yang menjadi fokus pemakaian bahasa sunda adalah karena lokasi tempat usaha yang berada di

Jawa barat. Berdasarkan dari hasil rekapitulasi data, jumlah teks papan nama usaha yang

menggunakan kosakata bahasa daerah (Sunda) berjumlah sebanyak 7 atau (14%). Berikut

adalah wujud sampel data yang dimaksud adalah sebagai berikut. Waroeng sangu lembur raos,

saung rasa, waroeng mie baso raos cimuncang.

3. Kosa kata bahasa Indonesia dan bahasa asing (bahasa Inggris)

Seperti disebutkan di atas bahwa pemakaian kosakata bahasa Inggris dalam teks papan

nama usaha sangat marak. Pemakaian bahasa Inggris dalamdunia usaha memberikan motivasi

tertentu pada diri pengusaha. Berbagai alasan dikemukakan oleh para pelaku usaha dengan

dipakainya bahasa Inggris. Semua alasan motivasi yang dikemukakan oleh para pelaku usaha

bertujuan untuk meningkatkan hasil usahanya. Penggunaan kosakata bahasa lnggris yang

Page 298: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

298

dipakai dalam papan nama usaha dapat dilihat pada diksi bahasa Inggris. Berikut ini akan

diuraikan beberapa wujud sampel data bentuk pengguanan bahasa asing dan bahasa Indonesia

yang terdapat pada teks papan nama usah di kota Cimahi.

(1) Anisa

Tailor

Jl. Baros No. 6 Cimahi

(2) Pelangi Laundry

Jl. Padasuka, no. 7 Cimahi

(3) Andi Celluler

Menerima jasa service Hp

Jual beli & tukar tambah hp baru/second

Jual pulsa elektrik

Service computer

Service laptop

(4) Warung Steak and shake

(5) Lia

Salon &Bridal

Gunting, treatment, smoothing, bonding, keriting bulu mata, extention bulu mata,

sanggul, make up, keriting rambut, pewarnaan rambut, hair extention, tato alis

temporary,

Data di atas adalah papan nama usaha yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa

Inggris. Berdasarkan dari hasil rekapitulasi data yang penulis lakukan, ada beberapa teks papan

nama usaha yang menggunakan kosakata bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, yaitu sebanyak

19 atau (38%) . Teks papan nama usaha pada data 1-19 berkosa kata bahasa Indonesia dan

bahasa Inggris adalah pada bidang usaha rumah makan, salon, rental mobil, usaha isi ulang

pulsa, mebel, mainan anak, dan sebagainya. Informan pada papan nama usaha tersebut ditulis

dengan menggunakan dua unsur bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa asing (bahasa

Inggris). Kata yang merupakan unsur bahasa Inggris pada informan di atas sudah ada padananya

dalam bahasa Indonesia. Misalnya dalam kata treatment dalam bahasa Indonesia padananya

adalah pengobatan; kata smoothing padananyaadalah pelembutan; hair extention adalah

sambung rambut; make up padananya tata rias. Pemakaian kosa kata bahasa asing di atas sudah

ada padananya dalam bahasa Indonesia. Namun dengan pertimbangan tertentu informan lebih

memilih kata-kata bahasa asing dari pada padanan bahasa Indonesianya. Hal ini menunjukkan

adanya sikap informan yang masih bangga (prestise) dengan menggunakan bahasa asing

(bahasa Inggris) dalam pembuatan papan nama khususnya dalam papan nama usaha, terbukti

informan dalam membuat penulisan teks papan usahamenggunakan bahasa asing tersebut

merasa prestisenya lebih tinggi.

Berikut ini akan dipaparkan mengenai alasan yarng melatarbelakangi para pengusaha

menggunakan kosakata bahasa Inggris dalam menyusun teks papan nama usaha. Berdasarkan

Page 299: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

299

wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada responden, yaitu kepada para pengusaha di

Cimahi, ditemukan beberapa alasan mengapa para pengusaha menggunakan bahasa asing

(terutama bahasa Inggris). Sebagian besar dari pengusaha (lokal) mengakui bahwa penggunaan

bahasa asing itu sengaja dimaksudkan untuk mendapatkan citra positif dan menciptakan prestise

yang baik bagi usahanya. Mereka mengatakan bahwa penggunaan kata-kata asing (terutama

bahasa Inggris) itu dinilai dapatmemberikan kesan lebih bagus, lebih menarik, lebih gaya, lebih

keren, lebih ngetrend, lebih intelek, dan tidak kuno.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemakaian bahasa asing bagi

pengusaha tampaknya memang memiliki makna yang cukup penting dalam kehidupan usaha

mereka. Kata-kata asing itu dinilai dapat memberikan nuansa makna positif dan menciptakan

prestise yang lebih baik lagi bagi usaha mereka. Penggunaan kata-kata asing (terutama bahasa

Inggris) itu dinilai dapat memberikan kesan lebih bagus, lebih menarik, lebih gaya, lebih keren,

lebih intelek, tidak kuno dan lebih bergengsi. Namun disisi lain hal ini menunjukkan bahwa

sikap bahasa yang dimiliki pengusaha terhadap bahasa Indonesia rendah atau kurang positif. Ha

ini dapat ditunjukkan dengan adanya sikap informan/ pengusaha yang masih bangga (prestise)

dengan menggunakan bahasa asing (bahasa Inggris) dalam pembuatan papan nama khususnya

dalam papan nama usaha.

Simpulan

Berdasarkan dari hasil analisis data, jenis bahasa yang digunakan dalam papan nama usaha

ada 3 macam, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa sunda. Adapun kosa kata yang

dipakai dalam teks papan nama usaha di Cimahi ada 3 kosa kata, yaitu; papan nama usaha yang

menggunakan kosa kata bahasa indonesia sebanyak 11 atau (22%); papan nama usaha yang

menggunakan kosa kata bahasa asing yaitu bahasa Inggris sebanyak 13 atau (26%) dan kosa

kata bahasa sunda sebanyak 7 atau (14%) ; sedangkan papan nama usaha yang menggunakan

kosa kata bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebesar 19 atau (38%). Berdasarkan data tersebut

maka dapat menunjukkan bahwa sikap bahasa yang dimiliki pengusaha di Cimahi terhadap

bahasa Indonesia rendah atau kurang positif.Hal ini dapat kita lihat dari lunturnya kebanggaan

terhadap bahasa Indonesia dan mengalihkan kebanggannya kepada bahasa lain yang bukan

miliknya. Pengusaha cenderung lebih senang dan merasa lebih intelek untuk menggunakan

bahasa asing. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya sikap informan/ pengusaha yang masih

bangga (prestise) dengan menggunakan bahasa asing (bahasa Inggris) dalam pembuatan papan

nama usaha. Dengan demikian, hal ini memberikan dampak terhadap pertumbuhan bahasa

Indonesia sebagai jati diri bangsa. Akhirnya, kepopuleran bahasa Inggris menjadikan bahasa

Indonesia tergeser pada tingkat pemakaiannya. Oleh karena itu, sudah selayaknya jika pelaku-

Page 300: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

300

pelaku usaha kita kembali ke bahasa nasional, yaitu menggunakan bahasa Indonesia pada papan

nama usaha mereka.

Alasan yang melatarbelakangi mengapa pengusaha/masyarakat Cimahi memiliki sikap

bahasa rendah/kurang positif terhadap bahasa Indonesia dan lebih suka menggunakan istilah

asing dalam menawarkan barang produksinya di sebuah reklame/ papan nama usaha. Hal ini

dikarenakan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun beberapa faktor itu meliputi,1) karena

untuk menarik perhatian masyarakat/konsumen/pengunjung; 2) Menandakan lebih bergengsi

dan berkelas; 3) Supaya lebih terkenal dan menarik para pengunjung dan sekaligus untuk

meningkatkan mutu/kualitas. 4) Agar lebih keren, ngetrend, intelek, dan tidak kuno; dan 5)

mengikuti kemajuan zaman.

Daftar Pustaka

Arifin, E. Zaenal, dkk., 1992.Pemakaian Bahasa dalam Iklan Berita dan Papan Reklame.

Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Bhineka

Cipta

Kridalaksara, Harimurti. 1982. Fungsi Bahasa dan Siktp Bahasa. Ende Flores: Nusa Indah.

Garvin, P.L. Mathiot M. 1968. The Urbaization of Guarani Language. Problem in Language

and Culture, dalamFishman, J.A. (Ed) Reading in Tes Sosiology ofLanguage,

Mounton. Paris–The Hague.

Mar‟at. 1984. Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya. Jakarta.Ghalin Indonesia.

Fathurrokhman. http://fathurrokhmancenter.wordpress.com, “Sikap Bahasa dan Pemilihan

Bahasa”. Diakses pada hari Minggu, 12 Oktoberr 2015, pukul. 09:47 WIB.

Pusat Bahasa. 2004. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta:

Pusat Bahasa.

Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan

Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan

Page 301: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

301

SIKAP POSITIF TERHADAP BAHASA INDONESIA PADA LAYANAN NIAGA

SEBAGAI UPAYA PEMERTAHANAN BAHASA

Ninah Hasanah

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Garut

Abstrak

Latar belakang tulisan ini yakni masih kurangnya sikap positif warga negara

Indonesia dalam menggunakan bahasa Indonesia. Kita prihatin menyaksikan

pemakaian bahasa Indonesia dalam masyarakat sekarang ini. Penggunaan bahasa

Indonesia pada layanan niaga dalam papan iklan menunjukkan ketidakbanggaan

bangsa kita untuk menggunakan bahasa sendiri. Kesadaran bahwa bahasa Indonesia

adalah milik kita dan tanggung jawab kita, tampaknya belum merata dimiliki seluruh

warga negara. Tidak berlebihan, jika dikatakan bahwa nasionalisme kita dalam

berbahasa masih sangat tipis. Padahal, pemerintah melalui undang-undang No. 24

tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan pasal

36 ayat 3 mengatur tentang penggunaan bahasa yakni, “Bahasa Indonesia wajib

digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman,

perkantoran, komplek perdagangan, merk dagang, lembaga usaha, lembaga

pendidikan, organisasi yang didirikan atau yang dimiliki oleh warga negara Indonesia

atau badan hukum Indonesia”.

Hanya sedikit bangsa di dunia yang menggunakan bahasa nasionalnya sendiri.

Adanya bahasa nasional, bahasa Indonesia harus diperlihatkan melalui kebanggaan

menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional meskipun fakta kebahasaan

di Indonesia yakni situasi masyarakat kemultibahasaan. Faktor situasi tersebut dapat

menyebabkan pergeseran bahasa. Akan tetapi, sebagai warga Indonesia yang baik kita

harus dapat menempatkan penggunaan bahasa Indonesia, bahasa daerah begitu pula

bahasa asing sesuai dengan konteks atau situasi.

Mengingat hal tersebut, maka sikap positif terhadap bahasa Indonesia melalui

kesetiaan, kebanggaan, dan kesantunan berbahasa dapat dijadikan sikap pemertahanan

bahasa Indonesia. Kita dituntut membina dan mengembangkan bahasa Indonesia agar

bukan saja mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

melainkan juga jika mungkin mendudukkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang

terpandang di tengah-tengah pergaulan dunia dalam menghadapi berbagai tantangan

global dan mencegah pengaruh asing yang berlebihan.

Kata kunci: sikap positif, pemertahanan bahasa, bahasa Indonesia.

Pendahuluan

Berkaitan dengan masyarakat pemakai bahasa atau pengguna bahasa, dewasa ini

kepedulian terdapat bahasa Indonesia makin menipis dan penggunaan bahasa Indonesia pun

kian menyempit. Penggunaan bahasa Indonesia pada media massa, media iklan dan luar ruang

kini banyak menggunakan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Pendapat ini mengisyaratkan

bahwa jika penggunaan bahasa Indonesia tidak segera ditertibkan, akan memengaruhi

perkembangan bahasa Indonesia.

Page 302: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

302

Berdasarkan pada kenyataan tersebut perlu diupayakan kebanggaan terhadap

penggunaan bahasa Indonesia. Adanya kebanggaan terhadap bahasa Indonesia merupakan

cerminan sikap positif berbahasa berupa setia dan bangga dalam berbahasa Indonesia. Setia

dalam berbahasa Indonesia adalah suatu sikap positif untuk selalu berpegang teguh serta selalu

menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan bangga berbahasa Indonesia adalah hal

positif dengan merasa bangganya berbahasa Indonesia, merasa berbesar hati dan dengan

gagahnya mengutamakan bahasa Indonesia daripada bahasa asing.

Sikap positif dapat pula ditunjukkan melalui pemakaian bahasa yang sesuai keperluan.

Artinya, penggunaan bahasa asing hanya akan dilakukan bila memang diperlukan karena tidak

ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Kedwibahasaan atau ketribahasaan tidak merugikan,

bahkan menguntungkan pemakai bahasa asal tidak mengorbankan bahasa kebangsaan sendiri

sehingga dalam Sumpah Pemuda butir ketiga, para pendahulu kita pun tidak memaksakan kita

untuk ”berbahasa satu”, tetapi ”menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia”.

Sikap bangga terhadap bahasa Indonesia dapat diperlihatkan melalui kebanggaan

menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Bangga menggunakan bahasa

Indonesia dapat dilihat dari gejala kebanggaan menggunakan bahasa Indonesia walau tidak

menguasai bahasa asing dengan baik, tidak malu apabila tidak menguasai bahasa asing tetapi

malu apabila tidak menguasai bahasa Indonesia, tidak menganggap remeh bahasa Indonesia,

dan mau mempelajarinya.

Memasuki percaturan global, tidak dapat dimungkiri terdapat pengaruh bahasa asing

dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia terutama terhadap penggunaan bahasa

Indonesia pada layanan niaga. Akan tetapi, sebagai warga Indonesia yang baik kita harus dapat

menempatkan penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa asing sesuai dengan konteks atau

situasi. Bahasa Indonesia harus diutamakan, dimartabatkan, diadabkan, dijunjung setinggi-

tingginya, dan menjadi tuan di negeri sendiri sedangkan bahasa asing dipergunakan sebagai

bahasa pergaulan dunia atau percaturan internasional.

Semestinya kita prihatin menyaksikan pemakaian bahasa Indonesia dalam masyarakat

sekarang ini. Kesadaran bahwa bahasa Indonesia adalah milik kita dan tanggung jawab kita,

tampaknya belum merata dimiliki seluruh warga negara. Tidak berlebihan, jika dikatakan bahwa

nasionalisme kita dalam berbahasa masih sangat tipis. Penggunaan bahasa Inggris

secaraberlebihan dan salah kaprah seperti tampak pada papan nama pada layanan niaga yang

menunjukkan rasa rendah diri bangsa kita karena tidak adanya kebanggaan menggunakan

bahasa sendiri, bahasa Indonesia.

Tiga ciri sikap positif bahasa menurut Garvin dan Mathiot, 1968 (Chaer, 2013:54) yaitu

kesetiaan bahasa (language loyalty), kebanggaan bahasa (language pride), dan kesadaran

adanya norma bahasa (awareness of the norm). “Bahasa menunjukkan bangsa”. Maka, tidak

Page 303: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

303

ada alasan bagi kita untuk tidak bangga terhadap bahasa Indonesia. Kebanggaan dan kecintaan

kita kepada bahasa Indonesia tersebut tentu tidak cukup bila hanya diucapkan.

Jika ketiga ciri sikap positif tidak ada lagi pada diri bangsa Indonesia maka

kemungkinan kurangnya pemertahanan bahasa. Hilangnya sikap positif bangsa Indonesia

terhadap bahasa Indonesia menandakan sikap negatif telah melanda bangsa Indonesia yang akan

berpengaruh kepada pergeseran dan pemertahanan bahasa. Pergeseran dan pemertahanan

bahasa di Indonesia dipengaruhi oleh faktor situasi kedwibahasaan atau kemultibahasaan.

Begitu pula industrialisasi dan urbanisasi dipandang sebagai penyebab utama bergeser atau

punahnya sebuah bahasa yang dapat berkait dengan keterpakaian praktis sebuah bahasa,

efisiensi bahasa, mobilitas sosial, kemajuan ekonomi dan sebagainya.

1. Sikap Positif terhadap Bahasa Indonesia

Sebelum mengemukakan mengenai sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Lambert,

1969:91-102 (Chaer, 2013:52) menyatakan bahwa sikap itu terdiri dari tiga komponen, yaitu

komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Komponen kognitif,

berhubungan dengan pengetahuan mengenai alam sekitar dan gagasan yang biasanya

merupakan kategori yang dipergunakan dalam proses berpikir.Komponen afektif, menyangkut

masalah penilaian baik, suka atau tidak suka, terhadap sesuatu atau suatu keadaan, maka orang

itu dikatakan memiliki sikap positif. Jika sebaliknya, disebut memiliki sikap negatif dan

komponen konatif menyangkut perilaku atau perbuatan sebagai “putusan akhir” kesiapan reaktif

terhadap suatu keadaan.Ketiga komponen sikap ini (kognitif, afektif, dan konatif) pada

umumnya berhubungan dengan erat. Apabila ketiga komponen itu sejalan, maka bisa

diramalkan perilaku itu menunjukkan sikap. Tetapi kalau tidak sejalan, maka dalam hal itu

perilaku tidak dapat digunakan untuk mengetahui sikap

Adapun sikap bahasa menurut Anderson (Chaer, 2013:54) adalah, “Tata keyakinan atau

kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa,

yang memberikan kecenderungan seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang

disenanginya”. Dikemukakan juga bahwa sikap bahasa adalah posisi mental atau perasaan

terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain (Kridalaksana, 2001:197). Sikap bahasa dapat

mengacu pada,”Gerak-gerik perbuatan atau tindakan, atau pendapat) sebagai reaksi atas adanya

suatu hal atau kejadian” (Chaer, 2013:51). Dengan demikian, sikap bahasa merupakan

penghargaan terhadap bahasa sendiri atau orang lain berupa tindakan atau pun pandangan

terhadap suatu bahasa yang dapat berupa sikap positif dan negatif, maka sikap terhadap bahasa

pun demikian.

Sikap positif terhadap bahasa Indonesia dikemukakan Garvin dan Mathiot 1968 (Chaer,

2003:54) tercermin dari 3 hal. Pertama, kesetiaan bahasa yang mendorong masyarakat suatu

bahasa mempertahankan bahasanya dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain.

Kedua, kebanggaan bahasa yang mendorong orang mengembangkan bahasanya dan

Page 304: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

304

menggunakannya sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat. Ketiga, kesadaran

adanya norma bahasa yang mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan

santun merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan

menggunakan bahasa sedangkan sikap negatif yaituke-3 sikap yang dikemukakan Garvin dan

Mathiot tidak ada lagi pada diri seseorang.

Ketiga ciri yang dikemukakan Garvin dan Mathiot tersebut merupakan ciri-ciri sikap

positif terhadap bahasa. Sikap positif yaitu sikap antusiasme terhadap penggunaan bahasanya.

Sebaliknya jika ciri-ciri itu sudah menghilang atau melemah dari diri seseorang atau dari diri

sekelompok orang anggota masyarakat tutur, maka berarti sikap negatif terhadap suatu bahasa

telah melanda diri atau kelompok orang itu. Ketiadaan gairah atau dorongan untuk

mempertahankan kemandirian bahasanya merupakan salah satu penanda sikap negatif, bahwa

kesetiaan bahasanya mulai melemah, yang bisa berlanjut menjadi hilang sama sekali.

Sikap negatif terhadap bahasa dapat juga terjadi bila orang atau sekelompok orang tidak

mempunyai lagi rasa bangga terhadap bahasanya, dan mengalihkannya kepada bahasa lain yang

bukan miliknya. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: faktor politis,

etnis, ras, gengsi, menganggap bahasa tersebut terlalu rumit atau susah dan sebagainya.

Berkenaan dengan sikap negatif terhadap bahasadikemukakan Halim, 1978:7 ( Chaer, 2013:55)

bahwa jalan yang harus ditempuh adalah yaitu melalui pendidikan bahasa yang dilaksanakan

atas dasar pembinaan kaidah dan norma-norma sosial dan budaya yang ada dalam masyarakat

bahasa yang bersangkutan.

Namun, menurut Lambert (1976: 55-56) motivasi belajar bahasa berorientasi pada dua

hal. Pertama, Perbaikan nasib (orientasi instrumental). Orientasi instrumental mengacu/banyak

terjadi pada bahasa-bahasa yang jangkauan pemakaiannya luas, banyak dibutuhkan dan

menjanjikan nilai ekonomi yang tinggi, seperti bahasa Inggris, bahasa Prancis, dan bahasa

Jepang.Kedua, Keingintahuan terhadap kebudayaan masyarakat yang bahasanya dipelajari

(orientasi integratif). Orientasi integratif banyak terjadi pada bahasa-bahasa dari suatu

masyarakat yang mempunyai kebudayaan tinggi, tetapi bahasanya hanya digunakan sebagai alat

komunikasi terbatas pada kelompok etnik tertentu.Kedua orientasi tersebut juga merupakan

faktor-faktor yang mempengaruhi sikap bahasa seseorang. Selain itu sikap bahasa juga bisa

mempengaruhi seseorang untuk menggunakan suatu bahasa, dan bukan bahasa yang lain, dalam

masyarakat yang bilingual atau multilingual.

Di samping melalui pendidikan, upaya pembinaan bahasa ke arah penggunaan bahasa

yang positif yakni melalui penumbuhan sikap positif berbahasa, kegairahan berbahasa

Indonesia, dan meningkatkan keikutsertaan khalayak di dalam menjaga mutu bahasa Indonesia

(Tasai, 2002:1.3-1.5). Sikap positif terhadap bahasa Indonesia ditunjukkan dengan rasa

kebanggaan terhadap bahasa Indonesia berupa kebanggaan memiliki bahasa Indonesia yang

berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, lebih mengutamakan bahasa

Page 305: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

305

Indonesia daripada bahasa lain, disiplin berbahasa berupa sadar akan kaidah dalam bahasa

Indonesia dalam menggunakan bahasa dalam komunikasi lisan dan tulisan yakni penggunaan

kata baku, tidak asal dipahami ketika menggunakan bahasa Indonesia tetapi menggunakan

bahasa sesuai dengan konteks. Sehingga ada ungkapan, “Bahasa menunjukkan bangsa”.

Makin tinggi rasa kebanggaan kita terhadap bahasa Indonesia, makin tinggi mutu sikap

bahasa kita. Demikian juga semakin kita memiliki dorongan yang tinggi untuk meningkatkan

pengetahuan bahasa dan meningkatkan keterampilan berbahasa Indonesia kita, maka hal itu

berarti semakin positif sikap bahasa kita. Kemampuan kita memilih ragam bahasa Indonesia

yang sesuai dengan konteks situasi penggunaanya, menunjukkan kadar sikap kita terhadap

bahasa Indonesia. Sebaliknya, makin rendah rasa kebanggaan kita, atau kita sama sekali tidak

memiliki rasa kebanggaan, serta makin rendah dorongan untuk berupaya meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan berbahasa kita, hal itu berarti semakin rendah sikap kita.

2. Pemertahanan Bahasa Sebagai Sikap Positif Berbahasa

Sebagai salah satu objek kajian sosiolinguistik, gejala pemertahanan bahasa sangat

menarik untuk dikaji. Konsep pemertahanan bahasa lebih berkaitan dengan prestise suatu

bahasa di mata masyarakat pendukungnya. Sebagaimana dicontohkan oleh Danie (Chaer,

1995:193) bahwa menurutnya pemakaian beberapa bahasa daerah di Minahasa Timur adalah

karena pengaruh bahasa Melayu Manado yang mempunyai prestise lebih tinggi dan penggunaan

bahasa Indonesia yang jangkauan pemakaiannya bersifat nasional. Namun ada kalanya bahasa

pertama yang jumlah penuturnya tidak banyak dapat bertahan terhadap pengaruh penggunaan

bahasa kedua yang lebih dominan.

Fishman (Sumarsono, 1993:1) menjelaskan pemertahanan bahasa yakni dipengaruhi

oleh perubahan dan stabilitas penggunaan bahasa juga proses psikologis, sosial, dan kultural

dalam masyarakat multibahasa.Masalah bergeser dan bertahannya sebuah bahasa bukanlah

hanya karena masalah bahasa imigran, melainkan dipengaruhi oleh banyaknya faktor lain yang

dapat memengaruhi pemertahanan bahasa. Meskipun bahasa Inggris dianggap mempunyai

prestise, tetapi sebagai warga Indonesia yang bangga mempunyai bahasa nasional bahasa

Indonesia maka, kita harus lebih bangga terhadap bahasa sendiri daripada bahasa asing. Sikap

positif berbahasa tersebut merupakan upaya pemertahanan bahasa. Dengan demikian,

diperlukan sikap positif berbahasa sebagai upaya pemertahanan bahasa.

3. Penggunaan Bahasa Asing pada Iklan Papan Layanan Niaga

Dengan globalisasi,banyak masyarakat menggunakan bahasa asing pada layanan niaga.

Masyarakat lebih memilih menggunakan bahasa asing di dunia usaha daripada menggunakan

bahasa Indonesia karena mereka beranggapan dengan menggunakan bahasa asing akan lebih

menarik. Mereka juga beranggapan bahwa karena sudah memasuki berhadapan dengan warga

Page 306: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

306

lokal, tetapi juga dengan warga asing dalam dunia usaha. Itu sebabnya banyak masyarakat yang

menggunakan bahasa asing daripada bahasa lokal.

Layanan niaga adalah kegiatan jual beli untuk memperoleh untung dalam kegiatan

niaga atau perdagangan. Layanan niaga sangat berhubungan dengan iklan. Mengacu pada apa

yang dikemukakan Bungin (2008:67) spanduk, papan iklan, dan baliho merupakan media

layanan niaga media iklan cetak tulis. Layanan niaga merupakan salah satu bentuk untuk

penyebaran penggunaan promosi dari sebuah perniagaan. Dikemukakan Bungin (2008:67)

yakniPemilihan media iklan terdiri atas, “iklan cetak tulis, iklan radio, dan iklan televisi. Iklan

cetak tulis terdiri dari iklan papan dan spanduk, iklan brosur, iklan media massa cetak, dan

semacamnya sedangkan iklan radio adalahyang disiarkan melalui radio. Demikian juga iklan

televisi adalah yang ditayangkan melalui televisi.

Penggunaan bahasa pada iklan media cetak kurang menunjukkan sikap positif terhadap

bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan bahasa pada iklan media cetak yang

menggunakan bahasa asing, yakni bahasa Inggris. Apalagi penggunaan bahasa Inggris dalam

iklan-iklan yang dikeluarkan instansi-instansi pemerintah terjadi karena, “Proses komunikasi

sosial tidak dipahami dan karena nilai-nilai kebudayaan bangsa sendiri tidak dihargai”.

(Kridalaksana, 1985:8). Penggunaan bahasa pada papan iklan media cetak khususnya harus

menggunakan bahasa Indonesia karena jika bahasa asing yang digunakan , “tidak mendorong

orang untuk orang asing untuk belajar dan mempergunakan bahasa Indonesia yang merupakan

ciri khas kebudayaan Indonesia untuk memahami kebudayaan Indonesia” (Kridalaksana,

1985:7).

Salah satu contoh penggunaan bahasa Inggris pada layanan niaga papan iklan media

cetak, hampir di setiap tempat menuliskannya menggunakan bahasa Inggris yakni photo copy

bukan fotokopi. Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan bahasa pada papan iklan media

cetak.

Page 307: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

307

Penutup

Sikap bahasa tidak selamanya tercermin dalam perilaku tutur tetapi tercermin pula pada

bentuk komunikasi tulis seperti penggunaan bahasa Indonesia pada papan iklan layanan

niaga.Dalam era globalisasi, masyarakat pengguna bahasabanyak menggunakan bahasa asing.

Masyarakat lebih memilih menggunakan bahasa asing di dunia usaha daripada menggunakan

bahasa Indonesia karena mereka beranggapan dengan menggunakan bahasa asing akan lebih

menarik. Mereka juga beranggapan bahwa karena tidak hanya berhadapan dengan warga lokal,

tetapi juga dengan warga asing dalam dunia usaha. Itu sebabnya banyak masyarakat yang

menggunakan bahasa asing daripada bahasa lokal dalam dunia usaha.

Gerakan reformasi yang telah bergulir sejak tahun 1998 telah mengubah paradigma

tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Kenyataan itu akan menyudutkan

penggunaan bahasa Indonesia. Kalau bahasa Indonesia tidak segera diatur penggunaannya,

bahasa Indonesia tidak akan mampu menunjukkan gengsinya, baik di negara sendiri (nasional)

maupun internasional.

Page 308: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

308

Sikap positif mengandung tiga ciri pokok, yakni: kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa,

dan kesadaran akan adanya norma bahasa. Kesetiaan bahasa, kebanggaan bahasa, dan kesadaran

akan adanya norma bahasa merupakan ciri-ciri sikap positif terhadapsesuatu bahasa. Sebaliknya,

jika seseorang atau sekelompok anggota masyarakat tutur tidak lagi bergairah atau terdorong

untuk mempertahankan kemandirian bahasanya, itu merupakan salah satu petunjuk bahwa

kesetiaan bahasanya mulai melemah, dan tidak mustahil akan hilang sama sekali. Sikap negatif

seperti itu akan terjadi apabila seseorang atau sekelompok orang sebagai anggota suatu

masyarakat tidak ada rasa bangga terhadap bahasanya dan mengalihkan kebanggaannya kepada

bahasa lain yang bukan miliknya.

Untuk menanamkan sikap setia-bahasa. bangga-bahasa dan sadar-norma bahasa sebagai

upaya pemertahanan bahasa perlu dilakukan dengan pendidikan bahasa melalui motivasi

instrumental dan integratif. Pelaksanaan pendidikan bahasa didasarkan atas asas-asas

pembinaan kaidah dan norma bahasa, disamping norma-norma sosiolinguistik dan norma-norma

hidup yang hidup di dalam masyarakat pemakai bahasa yang bersangkutan. Dengan cara

demikian diharapkan akan timbul sikap positif sebagai dasar pembinaan dan pengembangan

bahasa lebih lanjut.

Tumbuh dan berkembangnya sikap positif terhadap bahasa juga terkait dengan kondisi

kebahasaan suatu masyarakat. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat multilingual atau aneka

bahasa. Tiap kelompok masyarakat atau etnis dalam wilayah negara kesatuan RI paling tidak

menguasai dua bahasa, yaitu bahasa daerah atau bahasa ibu mereka dan bahasa Indonesia.

Sebagian dari warga Indonesia menguasai juga satu atau beberapa bahasa asing. Dalam kondisi

kebahasaan yang demikian, ditambah adanya globalisasi yang menuntut penguasaan bahasa

Inggris sebagai bahasa Internasional, maka kita berhadapan dengan pilihan-pilihan. Namun

demikian, sikap positif sebagai upaya pemertahanan yakni melalui pengaplikasian sikap positif

kita terhadap penggunaan bahasa Indonesia.

Daftar Pustaka

Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2011. Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu

Kebangsaan. Jakarta:

Bungin, H.M. Burhan. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media

Massa, Iklan Televisi, dan Keputusan Konsumen Serta Kritik terhadap Peter L. Berger &

Thomas Luckmann. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Chaer, Abdul. 2013. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Kridalaksana, Harimurti. 1985. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Ende Flores: Nusa Indah.

Sumarsono. 2011. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tasai, S. Amran. 2002. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Jakarta: UT.

Page 309: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

309

FLASH FICTION 100 KATA:

MENGGAGAS TEKS SASTRA ALTERNATIF

DALAM KURIKULUM NASIONAL

Panji Pratama

SMA Negeri 1 Nagrak

[email protected]

Abstrak

Sifat sastra sangat dinamis. Peralihan budaya yang cepat ikut mempengaruhi

perkembangan sastra, terutama sastra multimedia. Semenjak booming sosial media via

internet, karya-karya sastra beralih rupa ke ruang yang lebih singkat namun tetap

imajinatif. Flash fiction adalah salah satu jenis fiksi yang lebih ringkas dari cerita

pendek. Uniknya, meski dibatasi penggunaan kata, flash fiction masih harus

mengandung 4 elemen wajib fiksi yaitu karakter, konflik, latar, dan resolusi. Keketatan

ruang kata ini menjadikan sebuah karya fiksi yang lebih berisi, antibertele-tele, dan

berslogan show don’t tell. Proses dan hasil telaah terhadap karya-karya flash fiction

selama hampir satu windu terakhir mengindikasikan perubahan kebiasaan menulis

sastra di lingkungan masyarakat urban. Hal itu berarti sastra era kini bermetaforfosis

menjadi serba terbatas namun justru lebih kreatif. Di lain sisi, pembelajaran bahasa

Indonesia pada Kurikulum Nasional berorientasi pada teks. Asupan-asupan materi

bahasa Indonesia pada Kurikulum Nasional membatasi ruang gerak pembelajaran

sastra. Akan tetapi, justru memunculkan inovasi bentukan teks alternatif sebagai bahan

ajar pembelajaran berbasis teks. Flash fiction dapat diajukan sebagai teks alternatif

untuk memudahkan pembelajaran pemodelan teks cerpen. Selain itu, flash fiction juga

dapat dijadikan alternatif bentukan teks hasil konversi dari teks-teks lain pada

kompetensi dasar mengonversi teks. Dengan demikian, flash fiction mengemban tugas

untuk menjadi jembatan promosi teks sastra dalam pembelajaran bahasa Indonesia

dengan lebih portable (mudah dibawa) dan saintifik.

Kata kunci: Flash fiction, teks sastra alternatif, kurikulum nasional

Pendahuluan

Pengajaran bahasa dan pengajaran sastra merupakan pengajaran yang selalu sejalan,

karena keduanya dapat saling menambah wawasan pengetahuan, yakni kosakata dan

keterampilan bahasa peserta didik. Dalam kaitannya dengan pengajaran di sekolah, tidak setiap

karya sastra dapat disajikan sebagai bahan ajar. Karya sastra yang dapat dijadikan bahan ajar

perlu mempertimbangkan berbagai segi, yaitu segi estetik, ideologis, psikologis, dan pedagogis

(Jabrohim, 1994: 179).

Berkenaan dengan pentingnya keberadaan sastra dalam pendidikan, dibahas pula oleh

Rusyana (1982: 6) yang berpendapat bahwa bertahannya pengajaran sastra dalam kurikulum

Page 310: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

310

karena pengajaran sastra mempunyai peranan penting dalam mencapai berbagai aspek

pendidikan, susila, sosial, perasaan, sikap, penilaian, dan keagamaan.

Sastra (litterature-Latin), secara etimologis, berarti segala sesuatu yang tertulis;

pemakaian bahasa secara tertulis (Sardjono, 1992: 6). Ini berarti bahwa bahasa yang dipakai

sebagai sarana primer sastra adalah bahasa tulis. Pernyataan Sardjono ini senada dengan

pendapat Prof. Dr. Mahsun, M.S. mengenai pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum

Nasional yang berbasis teks dalam salinan Permendikbud No. 65 tahun 2013 tentang Standar

Proses. Dia mengatakan bahwa sastra sebagai teks, merupakan pembelajaran yang

memungkinkan siswa untuk menguasai dan menggunakannya di masyarakat. Hal ini karena

manusia tidak terlepas dari penggunaan teks yang berupa tulisan. Sementara itu, struktur teks

merupakan cerminan struktur berpikir. Penguasaan berbagai jenis teks, termasuk sastra, oleh

siswa menjadikan struktur berpikir mereka makin banyak. Sehingga siswa dapat mengonstruksi

ilmu pengetahuan mereka melalui langkah-langkah ilmiah, termasuk di dalamnya

memublikasikan teks buatan siswa dalam forum komunikasi atau media komunikasi di sekolah

(Kemendikbud, 2013: v-vii).

Selain itu, salah satu karakteristik Kurikulum 2013 sebagaimana dijelaskan dalam

Permendikbud No. 69 tahun 2013 tentang Kurikulum SMA/MA, adalah menegaskan mengenai

kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam

kompetensi dasar mata pelajaran. Dari empat kompetensi utama, kompetensi inti IV, yang

mencakup aspek keterampilan, diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba,

menalar, menyaji, dan memproduksi. Enam langkah pembelajaran ini dikemas dalam satu

konsep bernama pendekatan saintifik.

Pendekatan saintifik dalam Bahasa Indonesia berkenaan dengan ramuan apik dari

pendekatan teks dan sains terpadu yang kelak menguatkan kedudukan dan fungsi bahasa

Indonesia dalam pendidikan sekolah sebagai penghela dan pembawa ilmu pengetahuan. Dengan

kedudukan tersebut, Bahasa Indonesia sebagai teks, mengemban fungsi sosial dan tujuan

tertentu untuk menjadi sumber aktualisasi diri dan mengembangkan kegiatan ilmiah atau

saintifik.

Proses pembelajaran bahasa Indonesia yang berbasis teks ditempuh melalui tahapan

kegiatan peserta didik yang bersistem, yaitu tahap pembangunan konteks dan pemodelan teks,

tahap kerja sama membangun teks, tahap kerja mandiri menciptakan teks sesuai dengan teks

model, dan tahap mengonversi teks model ke dalam bentuk teks lain.

Pada tahapan-tahapan pembelajaran tersebut masih ada beberapa kendala yang

ditemukan di lapangan, terutama berkenaan dengan unsur sastra. Misalnya saja, pada kelas X,

lima jenis teks sebagai materi pokok dalam silabus adalah Teks Laporan Observasi, Teks

Negosiasi, Teks Anekdot, Teks Eksposisi, dan Teks Prosedur Kompleks. Kelimanya terbatas

Page 311: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

311

pada teks umum yang unsur sastranya minim sekali. Jenis teks yang memungkinkan terdapat

nilai sastranya hanya Teks Anekdot saja.

Kendala yang sama ditemukan pula pada lima jenis teks di kelas XI, yakni Teks Cerpen,

Teks Biografi, Teks Pantun, Teks Drama, dan Teks Eksplanasi. Meskipun aroma sastranya kuat

terutama pada Teks Cerpen dan Teks Drama, akan tetapi peserta didik terlanjur jenuh dengan

struktur fiksi yang dijadikan teori. Struktur fiksi yang dipaparkan seolah membatasi kreativitas

peserta didik dalam mencipta teks itu sendiri.

Lebih parah dari itu, lima jenis teks di kelas XII, yakni Teks Berita, Teks Sejarah, Teks

Iklan, Teks Novel, dan Teks Editorial, sama sekali tidak tersentuh nilai-nilai sastranya. Hal ini

berkaitan dengan terbatasnya waktu pembelajaran di kelas XII. Adapun Teks Novel yang

dimasukkan sebagai salah satu materi ajar, di dalam silabus diletakan pada semester dua.

Tentunya hal tersebut tidak efektif dikarenakan pada semester dua, siswa kelas XII disibukan

dengan persiapan Ujian Nasional, Ujian Sekolah, dan Ujian Praktik. Belum lagi Teks Novel

terlalu memakan waktu jika harus dijelaskan seutuhnya.

Selain pemodelan teks sastra yang minim, pada tahapan kegiatan mengonversi teks

model ke dalam bentuk lain, pendidik dan peserta didik kesulitan mencari bentukan teks lain

yang lebih segar. Pada buku-buku pelajaran saat ini, konversi teks masih berkutat dengan drama

dan esai saja. Hal itu tentu saja membuat pendidik dan peserta didik mengalami kejenuhan

terhadap bahan ajar yang dijadikan model teks dalam pembelajaran. Kejenuhan ini disebabkan

karena rangkaian proses pembelajaran seolah hanya berputar dalam pemodelan teks yang sama,

sehingga tidak ada alternatif teks yang dapat dipilih.

Dari permasalahan-permasalahan tersebut diperlukan kreativitas pendidik dan alternatif

bentuk teks sastra lain sebagai bahan ajar. Namun demikian, teks sastra alternatif tersebut tidak

terlalu jauh melenceng dari silabus bahasa Indonesia Kurikulum Nasional. Teks sastra fiksi

yang sesuai dengan struktur yang dijadikan model dalam silabus bahasa Indonesia Kurikulum

Nasional adalah Teks Cerpen yang ada pada kelas XI semester 1.

Menjawab minimnya bentuk teks sastra pada silabus Bahasa Indonesia SMA dalam

Kurikulum Nasional, penulis menawarkan bentukan teks sastra yang populer di dunia

cybersastra, yakni teks flash fiction. Flash fiction adalah karya fiksi yang sangat singkat,

bahkan lebih ringkas daripada cerita pendek. Walaupun tidak ada ukuran jelas tentang berapa

ukuran maksimal sebuah flash fiction, umumnya karya ini lebih pendek dari 1.000 kata. Rata-

rata flash fiction memiliki antara 50 hingga 1.000 kata (Sebagai perbandingan, ukuran cerita

pendek berkisar antara 2.000 hingga 20.000 kata).

Ikhwal flash fiction di tanah air

Di dunia maya, flash fiction sudah cukup dikenal sejak tahun 2010 lalu, dengan

beberapa sebutan. Graffiti Imaji terbitan Yayasan Multimedia Sastra, sebagai contoh, adalah

Page 312: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

312

antologi "cerpen pendek" Flash! Flash! Flash!, terbitan Gradien, yang menyebut dirinya

sebagai kumpulan "cerita sekilas". Sejumlah sastrawan juga menyebutnya sebagai "cerita mini",

disingkat "cermin". Semua ini mengacu pada rupa flash fiction yang sepertinya dirancang untuk

dibaca sekaligus.

Keterbatasan jumlah kata flash fiction sendiri sering kali memaksa beberapa elemen

kisah (protagonis, konflik, tantangan, dan resolusi) untuk muncul tanpa tersurat; cukup hanya

disiratkan dalam cerita. Secara ekstrem, prinsip ini dicontohkan oleh Ernest Hemingway dalam

cerita enam katanya, "Dijual: sepatu bayi, belum pernah dipakai."

Begitu pesatnya era jejaring sosial di internet ternyata membawa angin segar pada

pertumbuhan sastra, terutama di kalangan anak muda. Situs-situs penyedia layanan update

status yang notabene sangat terbatas jumlah katanya, terkadang dimanfaatkan penulis fiksi

untuk berkreasi. Hal ini misalnya terdapat di twitter, facebook, atau blog pribadi. Selain

membuat penulis fiksi lebih bebas berimajinasi, Flash fiction ini juga dapat menolong penulis

fiksi untuk membuat semacam kerangka. Mereka yang belum bisa menuangtuliskan idenya

secara panjang lebar seperti sebuah cerita pendek utuh, maka dapat menuliskannya melalui flash

fiction.

Flash fiction di Indonesia bentuknya beragam. Beberapa penggiat flash fiction di

jejaring social twitter, ada yang mengistilahkannya sebagai fiksi mini. Hal ini berhubungan

dengan keterbatasan linimasa dalam twitter. Dalam beberapa contoh yang penulis temukan,

flash fiction tipe ini jumlah katanya di bawah 55 kata. Berikut ini adalah contoh flash fiction tipe

ini:

@teddysnur: @fiksimini PELURU MELETUS. Aku tertegun, seharusnya pistol air ini

menyemprot muka Ayah.

Pada contoh di atas, nampak cerita seorang tokoh aku yang mengalami shock setelah

pistol air yang dipegangnya meletus. Akan tetapi, pembaca masih belum menangkap cerita

utuhnya, apakah pistol air itu meletus ke tokoh aku sendiri atau ke orang lain. Bisa jadi juga

pistol air itu mengarah ke tubuh ayahnya, namun tidak ke arah muka ayahnya.

Terjadinya potongan-potongan cerita yang tidak utuh seperti tadi merupakan

kekurangan dari flash fiction tipe ini. Kekurangan flsh fiction tipe ini, narasi teksnya kurang

komplit, sehingga cerita terasa mengambang tanpa akhir yang jelas. Hal ini membuat seorang

pembaca harus menguras imajinasi secara lebih untuk memahami maksud si pengarang. Tipe ini

juga seolah-olah meniru puisi-liris macam yang dipopulerkan oleh Sapardi Djoko Damono

dalam kumpulan sajak Perahu Kertas: Tuan Tuhan, bukan? Tunggu sebentar, saya sedang

keluar. Banyak sekali interpretasi dari pembaca terhadap puisi Sapardi itu, macam yang

dilakukan oleh Okke Kusuma Sumatri Zaimar, yang menafsirkan teks tersebut sebagai

gambaran sikap manusia yang selalu “menyuruh” Tuhan menunggu. Bisa jadi, pembaca lain

Page 313: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

313

menafsirkan berbeda dengan yang dilakukan Okke. Jadi, masalahnya, tidak semua pembaca,

terutama siswa, mempunyai tahapan apresiasi seperti yang dipunyai Okke. Maka dari itu, teks

fiksi tipe ini tidak bisa dijadikan bahan ajar untuk pengenalan teks sastra di jenjang SMA.

Flash fiction tipe selanjutnya adalah apa yang disebut sebagian penulis fiksi sebagai

cerita mini. Kriteria yang paling nampak pada flashfiction tipe ini adalah jumlah katanya yang

cenderung hampir setara cerita pendek. Dalam beberapa contoh yang penulis dapatkan, teks

flash fiction cerita mini berkisar pada 750 s.d. 1000 kata atau satu-setengah hingga empat

lembar kertas ukuran A4.

Teks flash fiction tipe ini seringkali muncul dalam antologi-antologi lomba menulis di

dunia maya, seperti yang sering dilakukan oleh grup kepenulisan facebook seperti Unsa,

Inspirasi-Ku, Rumpun Nextar, dan lain sebagainya, Hal ini cenderung mirip dengan cerita

pendek biasa. Dengan demikian, teks flashficiton tipe ini pun tidak bisa dijadikan bahan ajar.

Karena selain sudah ada pemodelan teksnya di kelas XI yakni teks cerpen, teks seperti ini

memakan waktu jam pelajaran yang cukup banyak untuk mengenalkannya pada siswa.

Maka dari itu, dalam penelitian ini, teks flash fiction yang dipakai adalah teks flash

fiction dengan jumlah 100 kata. Pertimbangannya bahwa teks flash fiction 100 kata cukup

singkat untuk dikenali peserta didik. Siswa tidak terlalu terbebani dengan struktur teks dan

jumlah kata yang cukup banyak ketika masuk pada kompetensi dasar memproduksi atau

menulis teks jenis ini. Di lain sisi, teks flashfiction 100 kata masih harus dibangun oleh empat

elemen wajib fiksi yaitu karakter, konflik, latar, dan resolusi. Dengan begitu, siswa secara

bertahap dikenalkan dengan sastra fiksi dengan tanpa harus kaget berhadapan dengan teks yang

berlembar-lembar. Berikut ini adalah contoh teks flashfiction 100 kata:

SENDIRI LAGI

Aku termanggu sepi di sini. Walau demikian banyak orang berlalu lalang di sekitarku.

Mereka yang hendak mengisi perut mereka karena lapar. Mereka yang memesan banyak

makanan di kantin ini. Memang di tempat ini disediakan banyak tawaran pelipur lapar, tapi tak

bisa membasuh rasa sepiku.

Kuputuskan untuk berjalan ke pelataran parkir. Kuyakin di tempat ini lebih

menenangkanku. Suara kicau burung menemani rasa sunyiku. Beringin yang kokoh ini saksi

hatiku saat ini. Hingga kuyakin aku harus berubah. Berubah untuk mengubah status facebookku

dari tunangan menjadi sendiri lagi.

Jumlah 100 kata dalam flashfiction tidak berarti tepat 100 kata. Dalam teks flashfiction

di atas, keseluruhan jumlah katanya adalah 87 kata. Hal ini berarti maksud 100 kata ini adalah

kisaran yang ideal. Bisa dikatakan bahwa rata-rata flashfiction 100 kata berkisar antara 75 – 150

kata saja.

Page 314: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

314

Di bandingkan teks fiksimini yang lebih mirip puisi-liris, flashfiction ini mempunyai

kriteria berbeda. Coba perhatikan kembali teks SendiriLagi tersebut. Terdapat tokoh aku, yang

meski singkat tetapi tetap tergambarkan karakternya. Karakter ini dijelaskan dalam kata yang

diulang dua kali yakni sepi, yang mengisyaratkan kebimbangan sang tokoh aku. Begitu pula

dengan latar yang cukup jelas digambarkan dalam narasi yakni kantin. Konflik yang terjadi ada

dalam benak sang tokoh atau konflik batin sesuai dengan kalimat “Memang di tempat ini

disediakan banyak tawaran pelipur lapar, tapi tak bisa membasuh rasa sepiku”. Yang menarik

adalah resolusi atau adanya twist di penghujung narasi yang memudahkan pembaca memahami

keseluruhan cerita. Pembaca yang dibawa suasana galau sebelumnya, menjadi paham setelah

membaca kalimat “Hingga kuyakin aku harus berubah. Berubah untuk mengubah status

facebookku dari tunangan menjadi sendiri lagi.”

Tahapan teks flashfiction sebagai teks alternatif sastra dalam pembelajaran

Berkaitan dengan pemodelan teks dalam pembelajaran bahasa Indonesia, teks

flashfiction dapat menjadi alternatif bentukan sederhana dari teks fiksi. Siswa yang belum dapat

mengembangkan hasil konversi teks anekdot misalnya ke dalam cerpen, dapat terlebih dahulu

mencoba mengonversikan teks anekdot menjadi teks flashfiction. Tentunya, hal ini harus

terlebih dahulu dipahami oleh pendidik bahwa jenis teks fiksi superpendek memang ada dalam

perkembangan sastra mutakhir.

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, guru-guru dihadapkan persoalan yang sama di

kelas, yaitu tentang proses pembelajaran yang itu-itu saja. Dalam sebuah wawancara yang

dilakukan penulis pada MGMP Bahasa Indonesia SMA Kabupaten Sukabumi, 70% guru

mengaku bosan melakukan hal yang sama dalam mengajarkan teks dalam Kurikulum 2013. Hal

itu dilakukan berulang selama satu tahun pada lima teks pokok yang ada dalam silabus. Proses

yang sama itu mengenai Pemodelan Teks, Analisis Struktur dan Kaidah Kebahasaan,

Membandingkan Dua Teks, MengAbstraksi Teks, atau Mengonversi Teks Menjadi Teks Dialog.

Penulis mencoba untuk menawarkan gagasan teks flashfiction sebagai alternatif teks

bentukan konversi dalam pembelajaran dengan Kompetensi Dasar mengonversi teks menjadi

teks lain. Pertimbangannya adalah teks flashfiction merupakan teks fiksi popular, sehingga

siswa dapat mempelajari teks sastra dengan relatif mudah. Hampir semua teks yang dimodelkan

dalam Kurikulum 2013 dapat dikonversi menjadi teks flashfiction. Misalnya saja, dalam tulisan

ini saya contohkan bagaimana mengonversi teks pantun menjadi teks flashfiction.

Elemen dasar sebuah teks flashfiction sendiri terdiri atas empat unsur, yaitu karakter,

konflik, latar, dan resolusi.

a. Karakter adalah tokoh yang mempunyai peran dalam cerita.

b. Konflik adalah pusat masalah cerita.

c. Latar adalah dimensi ruang dan waktu yang cerita kisahkan.

Page 315: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

315

d. Resolusi adalah jawaban dari konflik yang sifatnya mengejutkan, disebut juga twist.

Dari pemaparan di atas, langkah-langkah mengonversi teks pantun menjadi teks

flashfiction dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Membaca teks pantun (teks asal) dan menganalisis maksudnya

Contoh:

Kemumu di dalam semak

Jatuh melayang seleranya

Meski ilmu setinggi tegak

Tidak sembahyang apa gunanya

Maksud dari pantun tersebut adalah apalah gunanya sebuah ilmu dan teori, jika tidak

dibarengi dengan beribadah dan praktik sesungguhnya.

2. Menentukan tokoh/karakter yang akan dijadikan pelaku dalam teks flashfiction.

Contoh:

Tokoh 1 adalah Anggota Dewan

Tokoh 2 adalah makmum/rakyat

Tokoh 3 adalah wartawan

3. Membuat cerita berdasarkan ilustrasi maksud pantunnya.

Dzuhur Blusukan

Untuk mengurangi gejolak tentang kinerja dewan, seorang anggota DPR dikirim tugas

blusukan bersama puluhan wartawan ke sebuah desa pedalaman. Begitu sampai suara adzan,

Bapak dewan yang terhormat diminta menjadi imam shalat dzuhur oleh para warga. Dengan

percaya diri, sang pejabat menanggapinya seketika. Mereka pun shalat berjamaah. Hingga

setelah takbiratul ihram, sang anggota DPR melafalkan surat Alfatihah.

“Loh bukannya shalat dzuhur tidak boleh dikencangkan lafalnya?” dalam hati para

makmum berujar. Semua makmum hanya bisa pasrah menunggu langkah selanjutnya dari sang

anggota dewan.

Dari teks flashfiction di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun ilmu dunia dan

kedudukan manusia tinggi, tapi kalau tidak pernah dipraktikan akan percuma. Bahkan jadi salah

kaprah. Konflik utama dan latar dijelaskan singkat dari kalimat “Untuk mengurangi gejolak

tentang kinerja dewan, seorang anggota DPR dikirim tugas blusukan bersama puluhan

wartawan ke sebuah desa pedalaman” bahwa ntersebut, yaitu kebiasaan blusukan para pejabat

untuk mengalihkan kinerja yang lemah. Ternyata resolusinya tergambar dari pertanyaan para

Page 316: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

316

makmum/rakyat yang tidak bisa berbuat apa-apa meskipun sang anggota DPR salah karena

shalat dzuhur dengan suara dilantangkan.

Demikian langkah sederhana untuk memperkenalkan teks sastra fiksi ke para siswa.

Penutup

Pemodelan teks flashfiction 100 kata pada pembelajaran Bahasa Indonesia diupayakan untuk

menjawab masukkan para guru Bahasa Indonesia yang menganggap suplemen sastra dalam

Kurikulum 2013 sangat terbatas. Karakteristik teks flashfiction 100 kata yang unik merupakan

peluang baik untuk mengenalkan sastra kepada siswa.

Pemodelan teks flashfiction 100 kata ini masih berada dalam tataran konseptual. Karena itu,

penulis berharap kepada Tim Pengembang Kurikulum Nasional untuk dapat menghadirkan

gagasan ini dalam Silabus Bahasa Indonesia. Dalam tataran sederhana, penulis pun mengajak

rekan-rekan sesama guru Bahasa Indonesia untuk mengujicobakan teks flashfiction 100 kata

sebagai salah satu alternatif teks sastra dalam pembelajaran. Kita tidak perlu menunggu hingga

gagasan ini terdedah dalam Silabus Kurikulum Nasional, tapi kita dapat memulainya dari

pelaksanaan pembelajaran di kelas, seperti dalam Kompetensi Dasar mengonversi teks tertentu

menjadi bentuk teks flashfiction 100 kata.

Daftar Pustaka

Jabrohim (ed). 1994. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kemendikbud. 2013. Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik: Buku Guru. Jakarta:

Kemendikbud.

Kemendikbud. 2014. "Modul: Materi Pelatihan Guru, Implementasi Kurikulum 2013 tahun

2014". Jakarta: Kemendikbud.

Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Teori Pengkajian FIksi. Yogyakarta: Gajah Mada University

Press.

Rusyana, Yus. 1982. Metode Pengajaran Sastra. Bandung: Gunung Larang.

Sardjono, Partini. 1992. Pengantar Pengkajian Sastra. Bandung: Pustaka Wina.

Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Anto, Daeng. 2014. “Artikel: 4 Tips Yang Akan Memudahkan Anda Menulis Flash Fiction”.

Diunduh dari http://www.indonovel.com/4-langkah-menulis-flash-fiction/

.

Page 317: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

317

PEMBERITAAN MENGENAI SULTAN BRUNEI DAN HUKUM SYARIAH

ISLAM PADA KOMPAS.COM

Reka Yuda Mahardika

STKIP Siliwangi Bandung

[email protected]

Abstrak

Tuliskan ini membahas pemberitaanberjudul “Membedah Kehidupan Rahasia Sultan

Brunei” yang diterbitkan Kompas.com. Dengan menggunakan pisau Analisis

Wacana Kritis versi Roger Fowler, penulis akan menggunakan diksi dan kalimat

dalam pemberitaan, untuk menganalisis mengapa tulisan yang memarjinalkan

Keluarga Sultan Brunei dan Hukum Syariah Islam ini, diprotes oleh sebagian

umat Islam hingga kemudian ditarik/dihapus dari pemberitaan.

Kata kunci: pemberitaan, hukum syariah

Pendahuluan

Pandangan bahwa bahasa berfungsi sekadar alat komunikasi kini mulai ditinggalkan.

Salah satu fungsi terpenting bahasa, memang, sebagai alat komunikasi. Namun demikian, para

bahasawan kini menyepakati bahwa bahasa memiliki fungsi yang lebih luas. Untuk

mempengaruhi, melakukan sebuah tindakan, bahkan untuk merepresentasikan keinginan,

pemikiran, dan sikap pemakai bahasa.

Sekait dengan poin terakhir di atas bila bahasa dituturkan oleh individu, maka bahasa

tersebut tentu merepresentasikan keinginan, pemikiran, dan sikap individu tersebut. Oleh karena

itu, pun dapat dipastikan bila bahasa dituturkan oleh sebuah lembaga, maka dapat ditafsirkan

bahasa tersebut merepresentasikan lembaga tersebut.

Bertolak dari pernyataan di atas media massa sebagai sebuah lembaga yang niscaya

menggunakan peranti bahasa dalam segala sepak terjangnya tentu dapat pula ditafsirkan

memiliki keinginan, pemikiran, dan terutama memiliki sikap. Sikap tersebut dapat juga diartikan

sebagai keberpihakan. Meski idealnya media massa harus netral, tidak memiliki keberpihakan

tatkala menyampaikan sebuah isu, namun kenyataannya tidak demikian. Melalui peranti bahasa

seperti kata, frasa, klausa, kalimat, dan tanda-tanda lainnya, media massa seringkali mengangkat

sebuah informasi sambil di sisi lain menyembunyikan informasi lainnya. Melalui peranti

bahasa, media massa sering bermain informasi dengan tujuan membatasi bahkan

menghilangkan pandangan pembaca. Media massa sering memilih dan memilah mana saja

Page 318: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

318

berita yang layak dibesar-besarkan atau malah sebaliknya, layak untuk dikecilkan dengan

agenda tertentu.

Media massa dalam tinjauan Analisis Wacana Kritis (AWK) merupakan objek

penelelitian yang menarik. Terutama karena fungsinya untuk menyebarkan informasi dari

seluruh dunia dan kemampuannya untuk mempengaruhi perspektif pembaca. Namun demikian,

karena kemampuan yang dimilikinya itulah timbul anomali ketika media massa cenderung

memiliki keberpihakan terhadap sebuah isu hingga pembacanya pun ikut terpengaruh.

Permasalahannya, seringkali terdapat intervensi dan penyaringan yang ketat dari redaksi

sebelum informasi diberitakan. Intervensi dan penyaringan itulah yang menjadi pokok

persoalan, karena seringkali dipilih dan dipilah sesuai dengan selera, ideologi, bahkan perspektif

redaksi. Padahal, idealnya, media massa harus menyampaikan informasi apa adanya.

Berangkat dari hal di atas, sebagai pisau analisis AWK mampu mendedahkan

kecenderungan keberpihakan media massa dalam memberitakan sebuah informasi. Melalui

AWK pembaca akan mampu memahami dan membedakan mana informasi yang layak untuk

dicerna secara langsung dan informasi yang bersifat opini yang tidak dapat langsung dicerna.

Kemampuan itu dimiliki, karena analisis ini mampu menganalisis hingga unsur paling dalam,

yakni bagaimana bahasa itu diproduksi. Jorgensen dan Phillips (2010, hal. 120) mengatakan

analisis ini mampu mengungkap peran praktik kewacanaan yang melibatkan hubungan

kekuasaan yang tidak sepadan, juga mampu memihak pada kelompok-kelompok sosial yang

tertindas.

Bertolak dari pembahasan di atas peneliti merasa tertarik untuk menganalisis bagaimana

Kompas.com merepresentasikan keberpihakannya melalui peranti bahasa yang digunakannya.

Hingga mengungkap alasan mengapa pemberitaan berjudul “Membedah Kehidupan Rahasia

Sultan Brunei” dalam media online Kompas.com tersebut diprotes oleh sebagian umat Islam

hingga akhinya dicabut dalam pemberitaan.

Tinjauan Pustaka

Roger Fowler dkk., berpandangan bahwa bahasa, tatabahasa, dan pilihan kosakata dapat

berimplikasi terhadap ideologi yang diusungnya (Eriyanto, 2012, hal.133). Hal tersebut berarti

bahasa dapat merepresentasikan dan mewakili ideologi yang diusung baik oleh perseorangan,

kelompok, maupun lembaga. Maka dari itu, bila ada sebuah media massa, misalnya, yang

memberitakan hal yang memojokkan mengenai ideologi A, maka tesis bahwa media tersebut

memiliki ideologi yang berseberangan dengan ideologi A dapat dibenarkan.

Ideologi menurut sinar (2012, hal. 125) adalah pemahaman atau kepercayaan, nilai

yang dianut atau dipakai bersama oleh masyarakat. Hasan (Sinar, 2012, hal. 126) mengatakan

Page 319: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

319

bahwa ideologi merupakan sistem ide yang dikonstruksi secara sosial yang tak bisa dihindari

oleh pengikutnya. Berangkat dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ideologi

merupakan sistem ide, baik berupa pemahaman, kepercayaan, maupun nilai yang dikonstruksi

secara sosial yang tidak dapat dihindari oleh pengikutnya. Dalam konteks kekinian dapat

dikatakan ada tiga ideologi yang terus-menerus bertarung untuk tujuan tertentu, baik secara fisik

melalui peperangan maupun dalam dimensi perang pemikiran melalui wacana/bahasa, yaitu

antara ideologi Komunis Sosialis, Liberal Sekuler, dan Islam.

Berikut adalah tabel kerangka analisis wacana menurut Roger Fowler (Anshori, 2011,

hal. 35)

Tabel 1

Hal yang Diamati dalam Pemberitaan

Struktur Wacana Hal yang Diamati Keterangan

Kata Membuat klasifikasi

Membatasi pandangan

Pertarungan wacana

Bagaimana kata yang

digunakan menggambarkan

peristiwa dan objek dalam

peristiwa

Kalimat/Tata Bahasa Aksional – Relasional

Transitif - intransitif

Aktif – pasif

Verba – nomina

Bagaimana peristiwa

digambarkan dalam kalimat

(rangkaian kata)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah deskriptif-analitis. Komponen yang dianalisis adalah unsur kata dan

kalimat yang diturunkan dari teori Roger Fowler dkk..

Hasil dan Pembahasan

Tulisan berikut akan menganalisis pemberitaan berjudul “Kehidupan Rahasia Sultan

Brunei dari Seks Dusta dan Hukum Syariah” yang terbit pada 27 April 2015. Judul tersebut

dengan alasan tertentu kemudian diubah menjadi “Membedah Kehidupan Rahasia Sultan

Brunei”. Meski masih asumsi, namun penghilangan kata “syariah” dalam judul tersebut

merupakan usaha sadar dari pihak Kompas.com untuk tidak menggeneralisasikan judul tersebut

Page 320: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

320

ke konsep “syariah” pada umumnya, yang memang memiliki cakupan luas, tidak hanya hukum

semata. Pengubahan judul tersebut juga diasumsikan ada usaha dari Kompas.com untuk

membatasi persoalan hanya pada “Sultan Brunei dan keluarga” yang menerapkan hukum

syariah, bukan kepada pemimpin-pemimpin Islam lainnya.

Namun demikian, meski judul telah diubah, pemberitaan ini masih diprotes oleh umat

Islam karena dianggap memojokkan dan menjatuhkan citra “hukum syariah khususnya dan

syariah pada umumnya”. Protes tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Kompas.com dengan

mencabut dan menghapus berita tersebut dari laman. Selain itu, wartawan penulis berita tersebut

diberi sanksi dengan dipindahtugaskan ke bagian lain (cek berita protes di www.arrahmah.com).

Meski demikian, pemberitaan itu sempat beberapa hari diterbitkan dan penulis akan

mengungkap alasan mengapa berita tersebut diprotes umat Islam sehingga harus

dicabut/dihapus dalam laman.

Dalam pemberitaannya Kompas menggunakan diksi yang menggambarkan perilaku

anomali Sultan Brunei dan hukum syariah seperti “mewah”, “moderat”, “harem (gundik)”,

“kemunafikan”, “kejahatan”, “pesta pora playboy”, dan diksi-diksi tidak netral lainnya yang

merepresentasikan keburukan-keburukan kehidupan keluarga sultan. Selain itu, Kompas juga

menyajikan keburukan-keburukan dari Hukum Syariah Islam, seperti ”hukum kuno”, “dipotong

tangan”, “dirajam mati”, “apatis”, “muak”, “hukum Islam kuno”, “aneh”.

Penelanjangan secara sepihak kehidupan keluarga sultan yang notabene pemimpin

Islam yang menerapkan Hukum Syariah Islam (HSI), secara tidak langsung merepresentasikan

bahwa HSI tidak berdampak terhadap sendi-sendi kehidupan keluarga sultan. Malah, meski

menerapkan HSI, keluarga sultan masih hidup dalam balutan kemewahan dan kemaksiatan.

Namun demikian, pemberitaan ini terkesan subjektif dan tidak netral, karena Kompas terlampau

membesarkan (berpesta-pora) memberitakan keburukan-keburukan kehidupan keluarga sultan,

di sisi lain meniadakan pemberitaan kebaikan-kebaikan sultan serta menyembunyikan fakta

pemberitaan mengenai kehidupan masyarakat secara komprehensif setelah hukum tersebut

diterapkan.

Dalam penggunaan diksinya mengenai Hukum Syariah Islam, Kompas menggunakan

diksi seperti ”hukum kuno”, “dipotong tangan”, “dirajam mati”, “apatis”, “muak”, “hukum

Islam kuno”, dan “aneh”. Dengan diksi-diksi tersebut Kompas.com telah memojokkanHSI.

Kompas juga tidak memberikan ruang agar pemberitaan terkesan berimbang, misalnya dengan

memilih narasumber yang mampu bersikap netral dan berimbang, bukan malah menukil

pendapat-pendapat artis Hollywood mengenai hukum syariah. Padahal, dalam buku sejarah

diungkap fakta bahwa selama 1300 tahun Islam berdiri sebagai sebuah institusi serta ketika

Page 321: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

321

Islam yang ditetapkan sebagai hukum, tercatat hanya ada 200 kasus pencurian yang berujung

hukum hudud (Abdurrahman, 2014, hal. 23). Sebuah prestasi gemilang bila dibandingkan

kondisi sekarang ketika Islam tidak ditegakkan.

Bertolak dari pemberitaan dan penjelasan di atas, Kompas dengan jelas telah

menunjukkan keberpihakan ideologinya yang anti HSI. Karena, terminologi yang digunakan

Kompas berbeda dengan yang digunakan oleh yang pro hukum syariah, seperti “hukum Allah”,

“adil”, “berkah”, dan lain sebagainya.

Tabel 2

Penggunaan Diksi/Klasifikasi Kata dalam Pemberitaan

Judul Klasifikasi Kata Keterangan

Kehidupan Rahasia Sultan

Brunei dari Seks Dusta dan

Hukum Syariah

mewah

modera

harem (gundik)

kemunafikan

kejahatan

pesta pora

playboy

hukum kuno

dipotong tangan

dirajam mati

apatis

muak

hukum Islam kuno

aneh

Diksi yang digunakan Kompas

bersifat searah. Kesan tidak

netral tampak jelas. Opini

yang dikutip hanya dari pihak

yang kontra. Kompas tampak

mengangkat satu fakta dan

menyembunyikan rapat fakta

lainnya demi memperkuat

ideologinya.

Dalam pemberitaan idealnya Kompas mematuhi kode etik jurnalistik. Dalam kode etik

jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), diatur 14 keharusan wartawan, salah satunya

adalah harus “mempertimbangkan pemuatan berita dengan bijaksana” dan “berita harus

disajikan secara berimbang dan adil” (Sumadiria, 2014, hal. 240).

Sekait dengan kode etik di atas, Kompas.com secara gegabah sempat menerbitkan

berita yang tendesius. Misalnya tecermin dalam kalimat, “Walau sebagian hukum kuno dalam

Islam itu diterapkan secara bertahap, Brunei kini diambang untuk mengadopsi hukum rajam di

Page 322: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

322

depan umum”. Dalam kalimat di atas, Kompas.com secara subjektif dan tanpa ada ukuran yang

pasti telah menjustifikasi bahwa hukum Islam masuk dalam kategori “kuno”.

Hanya berdasarkan sedikit fakta adanya hukuman hudud (rajam, potong tangan, dan

mati) Kompas.com secara tendensius menggeneralisasikan bahwa seluruh hukum Islam adalah

hukum yang “kuno”. Generalisasi tersebut sangat tendensius, mengingat hukum Islam amat

komprehensif meliputi seluruh kehidupan. Mulai dari yang kecil seperti menguap, bersin,

hingga yang besar seperti pemerintahan, perekonomian, pendidikan, dan pengadilan. Dengan

menuliskan frasa “hukum kuno” yang secara anafora dan katafora merujuk pada HSI, maka

Kompas.com secara tidak langsung telah menggeneralisaikan bahwa Hukum Syariah Islam

yang paripurna tersebut sudah kuno. Dalam KBBI kuno bermakna (Lama; dahulu kala; kolot;

tidak modern; pendapat – harus ditinggalkan).

Adapun opini Kompas.com yang mengatakan bahwa dalam HSI pencuri akan dipotong

tangan dan pezina dirajam memang benar adanya. Namun hukuman tersebut tidak dapat

dilaksanakan semena-mena. Perlu pembuktian ketat berupa teks maupun konteks ketika hukum

tersebut akan dilaksanakan. Abdurrahman (2014, hal. 236) mengatakan bahwa hukuman bagi

pezina dapat dilaksanakan bila ada empat saksi yang adil, atau pengakuan pelaku, atau bukti

kehamilan disertai pengakuan. Bukti tersebut harus ada di pengadilan dan bukan karena dipaksa

untuk zina. Demikian halnya dengan pencuri, tidak bisa dihukum bila karena lapar atau

keterpaksaan karena hal darurat. Tetapi bila mencuri karena keinginan dan kerakusan (korupsi)

baru bisa dilaksanakan hukuman potong tangan.

Penting pula untuk diulang, bahwa dalam buku sejarah diungkap fakta bahwa selama

1300 tahun Islam berdiri sebagai sebuah institusi khilafah serta ketika Islam yang ditetapkan

sebagai hukum, tercatat hanya ada 200 kasus pencurian yang berujung hukum hudud

(Abdurrahman, 2014, hal. 23). Sebuah prestasi gemilang bila dibandingkan kondisi sekarang

ketika Islam tidak ditegakkan.

Tidak berimbangnya opini, terlihat dari kalimat, “warga tampaknya apatis terhadap

Hukum Syariah”. Tidak dijelaskan dalam opini tersebut apakah pendapat tersebut berlandaskan

pada survei dan penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan. Kompas.com

menggeneralisasikan menggunakan kata “warga”. Seolah-olah semua warga Brunei apatis

terhadap keadaan tersebut. Dalam pemberitaan tersebut Kompas.com tidak menuliskan dasar

yang terukur dan valid ketika beropini bahwa “semua” warga Brunei apatis terhadap keadaan di

Brunei.

Page 323: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

323

Tabel 3

Penggunaan Metafora dalam Pemberitaan

Berita Metafora Generalisasi

Kehidupan Rahasia Sultan

Brunei dari Seks Dusta dan

Hukum Syariah

Walau sebagian hukum kuno

dalam Islam itu diterapkan

secara bertahap, Brunei kini

di ambang untuk mengadopsi

hukum rajam di depan

umum.

Berdasarkan hukum itu,

pencuri akan dipotong

tangannya

pezinah serta kaum

homoseksual akan dirajam

hingga mati.

hukum kuno dalam Islam

warga tidak pernah

mengkritik keluarga

kerajaan

warga tampaknya apatis

terhadap Hukum Syariah.

tidak satu pun dari mereka

mengecam keluarga

kerajaan, karena mereka

memang tidak

diperbolehkan untuk itu.

Brunei merupakan tempat

yang sungguh aneh

Sahabat karip dalam

hedonism

Penggunaan Kalimat

Penggunaan kalimat aktif dan pasif mampu memberikan penekanan dan kesan yang

berbeda dalam pemberitaan. Eriyanto (2012, hal. 153) mengatakan bahwa dalam kalimat aktif

aktor sebagai pelaku diletakkan di muka digambarkan melakukan suatu tindakan yang mengenai

objek yang dikenai. Di sini, proses atau tindakan ditujukan kepada subjek. Ketika kalimat aktif

diubah ke dalam bentuk pasif, pola akan berubah. Proses bukan ditujukan kepada subjek, tetapi

objek, yang menjadi titik perhatian adalah objek atau pihak yang dikenai tindakan.

Dalam pemberitaan Kompas.com menuliskan “... namun tahun lalu sultan itu

memperkenalkan hukum syariah. Berdasarkan hukum itu, pencuri akan dipotong tangannya

dan pezinah serta kaum homoseksual akan dirajam hingga mati”. Dalam pemberitaan tersebut

Page 324: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

324

digunakan kata aktif “memperkenalkan”. Hal ini bermakna bahwa “sultan” yang

memperkenalkan hukum syariah. Dalam kalimat aktif tersebut “sultan” yang mendapat

penekanan. Sultan menjadi sasaran, bahwa ia yang memperkenalkan penerapan hukum syariah

di Brunei.

Sebagai konsekuensi diperkenalkannya hukum syariah tersebut, ditulis menggunakan

kalimat pasif oleh Kompas, “pencuri akan dipotong tangannya, pezina serta kaum homoseksual

akan dirajam hingga mati”. Akibat dari penggunaan kalimat pasif tersebut adalah penekanan

terhadap konsekuensi negatif, yaitu “kehilangan tangan” dan “kehilangan nyawa”. Para pencuri

harus siap kehilangan tangan dan pezina serta pehomoseksual kehilangan nyawa. Namun

demikian tidak dijelaskan konsekuensi positif bila hukum tersebut dilaksanakan, yang telah

dijelaskan dalam paragraf sebelumnya, yaitu fakta sejarah mengenai keamanan dan ketentraman

ketika hukum ini dilaksanakan.

Selain kalimat aktif dan pasif Kompas.com menggunakan kalimat negasi. Tujuannya

untuk mempertegas anomali mengenai sebuah negara (Brunei) yang “aneh”. Secara katafora,

diksi “aneh” merujuk anomali-anomali yang dilakukan oleh keluarga dan sultan, tampak dalam

kalimat berikut, “Brunei merupakan tempat yang sungguh aneh. Tidak ada yang tahu tentang

apa yang Sultan dan saudaranya telah lakukan. Mereka tidak tahu tentang para perempuan aksi

seks dan minum alkohol. Mereka tidak tahu tentang itu”. Penggunaan kalimat negasi tersebut

tidak diimbangi oleh penggunaan kalimat positif. Sehingga kesan yang ditonjolkan hanya

pemberitaan negatif. Selain itu fokus pemberitaan yang ditujukan terhadap keburukan sultan dan

keluarga, tetapi tidak terhadap kebaikan sultan dan keluarga, juga terhadap kesejahteraan rakyat

Brunei menjadi penegas adanya marjinalisasi dan penyembunyian fakta dalam pemberitaan

tersebut.

Tabel 4

Penggunaan Kalimat dalam Pemberitaan

Judul Jenis Kalimat Pemakaian

Kehidupan Rahasia Sultan

Brunei dari Seks Dusta dan

Hukum Syariah

Pasif

Namun tahun lalu Sultan

itu memperkenalkan

Hukum Syariah.

Berdasarkan hukum itu,

pencuri akan dipotong

tangannya dan pezinah

serta kaum homoseksual

akan dirajam hingga mati

Page 325: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

325

Negasi

Aktif

Brunei merupakan tempat

yang sungguh aneh. Tidak

ada yang tahu tentang apa

yang Sultan dan

saudaranya telah lakukan.

Mereka tidak tahu

tentang para perempuan,

aksi seks dan minum

alkohol. Mereka tidak

tahu tentang itu

Sultan Brunei menjalani

kehidupan yang sangat

mewah tetapi agak

moderat secara Islam

Simpulan dan Saran

Bertolak dari uraian, penulis berkesimpulan sebagai berikut.

1. Melalui diksi yang digunakannya, Kompas secara tersurat dan tersirat telah

memperlhatkan sikapnya terhadap Sultan Kerajaan Brunei dan keluarga yang telah

menerapkan HSI sebagai landasan hukumnya. Namun demikian, melalui diksi yang

digunakannya, pemberitaan yang dibuat malah menunjukkan ketidaknetralan dengan

memojokkan dan memarjinalkan sultan dan keluarga. Konsekuensi dari pemberitaan

yang memojokkan sultan dan keluarga tersebut nyatanya menyebar liar menjadi

pemarjinalan ke arah “Hukum Syariah Islam” yang dimiliki umat Islam dan diterapkan

oleh sebagian negara mayoritas berpenduduk Islam.

2. Melalui kalimat aktif Kompas telah menjelaskan dan menekankan bahwa Sultan Brunei

adalah pemprakarsa diterapkannya Hukum Sariah Islam di Brunei. Melalui kalimat

pasif, direpresentasikan penekanan terhadap konsekuensi “negatif” ketika hukum

tersebut dilaksanakan, khususnya mengenai hukum potong tangan dan hukum rajam.

Tanpa ada penjelasan mengenai konsekuensi “positif” bila hukum tersebut

dilaksanakan, yakni tercipta keamanan dan ketentraman.

3. Protes yang dilakukan sebagian umat Islam terhadap Kompas.com merupakan tindakan

tepat. Begitu pula itikad baik Kompas.com untuk menghapus berita tersebut dan

Page 326: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

326

memberikan sanksi terhadap wartawan yang menerbitkannya merupakan tindakan yang

tepat dan patut diapresiasi. Maka dari itu media massa perlu mengedepankan kode etik

jurnalistik dalam tiap pemberitaan untuk meminimalkan kesalahan yang sama.

Saran

Karena dibatasi oleh jumlah halaman, penelitian ini hanya menganalisis satu

pemberitaan saja sehingga tidak cukup komprehensif. Akan lebih komprehensif dan mendalam

bila penelitian mengenai AWK ini mengambil pemberitaan lebih dari dua berita. Bahkan akan

sangat ideal bila kemudian ada proses membandingkan pemberitaan bertema sama dengan

media lain.

Daftar Pustaka

Abdurrahman, Hafidz. (2014). Diskursus Islam politik dan spiritual. Bogor: Al Azhar Press.

Anshori, Dadang. (2011). Terorisme dalam pemberitaan majalah Tempo: analisis wacana kritis

Roger Fowler. @rtikulasi, 10 (2): 130-145.

Eriyanto. (2012). Analisis wacana: pengantar analisis media. Yogyakarta: PT LKIS Printing

Cemerlang.

Jorgensen, Marianne W. dan Louise J. Philips. Analisis wacana: teori dan metode. Terjemahan

oleh Imam Suyitno dkk.. (2010). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tn. 2015, 27 April. “Membedah Kehidupan Rahasia Sultan Brunei”. Kompas.com [Online].

Tersedia: www.kompas.com (sudah dihapus). [27 April 2015].

Sinar, Tengku Silvana. (2012). Teori dan analisis wacana. Medan: CV Mitra Medan

Sumadiria, AS Haris. (2014). Jurnalistik Indonesia: menulis berita dan feature. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Page 327: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

327

KEKUNOAN DALAM KEKINIAN

Resti Nurfaidah

Balai Bahasa Bandung

Jalan Sumbawa Nomor 11, Bandung 40113

[email protected]

Abstrak

Sebagai bagian dari kekayaan budaya Sunda, legenda Sangkuriang tidak pernah hilang

dari peradaban manusia Sunda. Sangkuriang dalam berbagai media selalu digambarkan

sebagai laki-laki ambisius, cenderung obsesif, kepada ibu kandungnya--Nyai Dayang

Sumbi. Sejak tersebutkan dalam naskah Bujangga Manik, sampai saat ini Sangkuriang

masih "diproduksi" dalam berbagai media dengan plot yang sama. Kisah si Kabayan juga

menjadi abadi dalam berbagai versi. Kisah Ciung Wanara dan Cindelaras kerapkali

dibandingkan. Makalah ini akan membahas mengenai aspek kekunoan dalam kehidupan

manusia modern. Kemodernan peradaban yang sarat kompleksitas ternyata sulit

mengabaikan kekunoan atau nilai-nilai tradisi. Pembahasan dilakukan dengan

mengedepankan beberapa karya sastra, baik berupa sastra kuno maupun modern yang

mengusung nilai-nilai tradisional, beberapa produk budaya modern--film atau sinetron,

serta mengaitkan kekunoan tersebut ke dalam kekinian. Pembahasan tersebut akan

menggunakan konsep semiotika, intertekstualitas, dan hermeneutika. Kehidupan modern

selalu berkaitan erat dengan kekunoan.

Kata Kunci: kekunoan, kekinian, dan Barthez.

Pendahuluan

Ada pepatah yang mengatakan bahwa kehidupan kita ibarat putaran roda. Saat kita

berada di atas, kita diuji dengan kesenangan, kesuksesan, kebahagiaan, bahkan kekayaan.

Namun, ada kalanya kita berada di bawah ketika kita diuji dengan kesulitan, kemiskinan, atau

kesedihan. Hal-hal yang menjadi bagian dalam kehidupan manusia juga mengalami perputaran.

Apa yang pernah terjadi, digunakan, atau dilakukan pada masa lalu akan terulang kembali pada

masa yang akan datang. Di dunia fashion, pada era 50-an nama Marilyn Monroe dikenal di

seluruh dunia. Penampilannya yang khas dengan gaya retro menjadikan perempuan berambut

pirang tersebut sebagai ikon Hollywood abadi. Sederet artis yang berasal dari generasi

sesudahnya, senang meniru gaya Monroe, di antaranya Madonna, Lady Gaga, dan Lisa

Standsfield, atau vokalis band Aqua. Mereka gemar memakai warna kulit pucat dengan lispstik

yang merah menyala, garis alis rapi, dan pemakaian eye liner dan bulu mata yang signifikan.

Gaya riasan wajah dan rambut era 80-an kembali hadir pada 2000-an. Lucille Petite dalam

http://forums.thefashionspot.com (diakses 1 November 2015) mengatakan bahwa dalam konsep

Oidipus atau Elektra kompleks, bahwa seorang anak akan meniru gaya kedua orangtuanya

setelah dua puluh tahun kemudian. Artinya, trend fashion atau gaya hidup akan berulang pada

setiap dua dekade. Ketika Kate Middleton mengucapkan janji suci di Westminster Abbey pada

Page 328: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

328

tahun 2011 lalu, ia mengenakan gaun pengantin yang terinspirasi dari gaun pengantin Putri

Grace dari Monaco. Mencuatnya hijab sejak beberapa tahun lalu merupakan reduplikasi mode

gaya berkerudung kaum hawa masa lalu di kawasan Timur-Tengah. Dalam kehidupan sosial,

maraknya kehidupan pasangan sejenis dan prostitusi sekarang merupakan perulangan fenomena

yang sama yang pernah terjadi pada masa kaum Nabi Luth di kawasan Israel dan warga

Pompeii di Italia. Kasus pembunuhan yang marak pada saat ini merupakan replika kasus serupa

yang terjadi di antara anak Adam as, Habil dan Qabil. Genocide yang terjadi pada masa kini

juga memiliki hipogram berupa pemberantasan massa oleh tokoh sejarah pada masa lalu, atau

bahkan sebelum itu. Peristiwa hujan ikan yang terjadi pada beberapa tahun silam pernah terjadi

pada masa Nabi Musa as. Jangan kira jika kehidupan yang serba hiperrealitas, mengutip istilah

Piliang tentang kehidupan yang melampaui masa realitas itu merupakan era kehidupan baru.

Konsep touchscreen dan widescreen pada gawai (gadget) atau televisi mutakhir sekarang, sudah

tergambarkan dalam serial Startrek pada era 70-an—80-an. Pintu-pintu otomatis yang terdapat

pada mall atau gedung pencakar langit juga diilhami oleh benda serupa yang sudah

dimunculkan dalam film Starwarspada era 80-an.

Fenomena reduplikasi bukan hanya terdapat pada realitas. Sastra juga mengalami hal

itu. Setiap hipogram atau sumber induk mengalami penurunan atau melahirkan teks-teks

berikutnya. Makalah ini akan mengekplorasi pada kehadiran berbagai teks (dalam pandangan

culture studies semua benda dapat dijadikan sebagai teks, tidak bertumpu pada teks sastra—

drama, puisi, atau prosa) yang muncul dalam kekinian dengan berpijak pada kekunoan—berasal

dari hal-hal atau teks pada masa lalu. Penelurusuran tersebut akan dilakukan dengan

menggunakan konsep interkstualitas dan semiotik. Teks menurut pendapat Barthes (1981:32)

adalah permukaan teks. Teks, bagi Barthes bukan merupakan benda yang solid. Teks memiliki

sifat dinamis setelah lepas dari pengarangnya. Pembaca memiliki opini sendiri terhadap teks,

dan mungkin akan bergeser jauh dari pemikiran sang penulis sendiri. Teks tidak hanya berbicara

tentang dirinya sendiri, tetapi mampu berbicara tentang lingkungan saat itu dalam berbagai

sudut pandang, seperti hukum, sosial, atau agama. Barthes memandang bahwa tidak satu pun

teks sastra, tidak tertutup teks lain, yang memiliki keaslian. Sebuah teks akan mengusung teks

lainnya. Inilah yang dinamakan intertekstualitas. Kristeva (dalam Junus, 1985:87—89)

menegaskan bahwa intertektualitas hakekat suatu teks yang di dalamnya ada teks lain. Hal yang

dapat kita kaitkan dalam intertektualitas adalah fungsi teks asing pada teks primer, serta

bagaimana perilaku pengarang terhadap teks. Dalam beberapa penelitian, intertekstualitas dapat

dijadikan sebagai alat untuk menentukan teks yang terlebih dulu hadir di antara beberap teks

serupa, seperti yang dilakukan oleh Amertawengrum (2010:1—5) untuk menentukan bahwa

teks cerita Bapak Belalang lebih dulu daripada teks Hikayat Mahsyud Hak.

Konsep lain adalah semiotik Barthes yang dikaitkan dengan mitos. Pemakaian konsep

tersebut adalah untuk mengungkap makna yang terdapat di balik serangkaian teks yang ada,

Page 329: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

329

baik pada teks primer maupun teks asing. Konsep Barthez tersebut kerapkali digunakan

dalam berbagai penelitian tentang petanda dan penanda, di antaranya iklan, film, atau

sastra. Berbagai teks dapat diterapkan dalam teori tersebut, termasuk klausula peraturan

perundang-undangan atau rambu-rambu lalu lintas. Secara ringkas teori dari Barthes ini

dapat diilustrasikan sebagai berikut. Tanda, kita bedakan dalam dua tahap. Pertama,

tanda dapat dilihat latar belakangnya pada (1) penanda dan (2) petandanya. Tahap ini

lebih melihat tanda secara denotati atau menelaah tanda secara bahasa. Berpijak pada

pemahaman tersebut, kita dapat melihat pada tahapan kedua, yakni menelaah tanda

secara konotatif. Tahapan tersebut melibatkan konteks budaya. Benda yang dapat

dicontohkan dalam konsep mitos tersebut, misalnya, bunga mawar. Pada tahap I, bunga

mawarberwarna merah jika ditandai secara denotatif terlihat secara kasat mata bahwa

wujudnya berupa sekuntum mawar berwarna merah. Pada pemaknaan tahap II, bunga

mawar yang berwarna merah tersebut merupakan tanda cinta. Kehidupan modern

mengenal mawar merah sebagai lambang pernyataan cinta. Hal itu banyak digambarkan

dalam film atau sinetron. Pada tahapan ketiga (sign) dapat kita katakana bahwa bunga

mawar merah merupakan simbol kekuatan cinta sekokoh gambaran pekatnya warna

merah pada kelopak bunga mawar. Simbol kekuatan cinta itu dalam wujud mawar

merah sangat abadi karena mampu bertahan pada setiap generasi. Makna denotatif dan

konotatif tersebut dapat digabung sehingga dapat mengarahkan kita pada sebuah mitos,

yaitu kekuatan cinta itu abadi dan mampu mengatasi segalanya.

Table 1

Teori Mitologi Barthez

1. Signifier (Penanda) 2. Signified (Petanda)

3. Sign (Tanda)

Sumber: Barthez, R. 1972. Mythologies. NY: Noondy Press.

Table 2

Teori Semiologis Barthez

1. Signifier

(Penanda)

2. Signified

(Petanda)

3. Sign (Tanda)

1) Signifier (Penanda)

2) Signified

(Petanda)

Page 330: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

330

3) Sign (Tanda)

Sumber: Barthez, R. 1972. Mythologies. NY: Noondy Press.

Konsep pemaknaan yang lain yang jarang dikemukakan dan diketahui oleh suku Sunda

sendiri adalah Panca Curiga (lima senjata/ilmu) yang dikemukakan oleh Suryalaga (2005,

www.ahmad-samantho.wordpress.com, diakses 2015). Panca Curigaterdiri atas silib

(memaknai sesuatu yang disampaikan secara tidak langsung, tetapi dikiaskan pada hal

lain/allude), sindir (penggunaan susunan kalimat yang berbeda/allusion), simbul (penggunaan

lambang berupa simbol, icon, heraldica), siloka (pengandaian atau penggambaran yang berbeda

/aphorisma), dan sasmita (berkaitan dengan penggambaran suasana dan perasaan hati/depth

aphorisma).

Konsep-konsep tadi diaplikasikan pada beberapa korpus berikut, yaitu legenda

Sangkuriang dan Cinderella. Kedua korpus tersebut telah mengalami perkembangan yang cukup

signifikan sejak kehadiran hiprogram pertama kali. Legenda Sangkuriang diperkirakan sudah

ada sejak sebelum abad ke-13. Hal itu terbukti bahwa legenda tersebut disebut dalam naskah

Bujangga Manik yang ditulis pada peralihan, akhir tahun 1.400 dan awal 1.500. Selepas itu,

legenda tersebut hadir dalam sederet naskah, drama, prosa, puisi, atau bentuk seni lain yang

disebutkan Suryalaga berikut, yaitu Sang Koeriang (A.C. Denik dari Pleyte), Gunung

Tangkuban Parahu (R. Satjadibrata, 1946), Babad Sangkuriang dalam Naskah Sunda Lama

Kelompok Babad (Edi S. Ekadjati, 1983), Sangkuriang (Hasan Wahyu Atmakusumah, 1955),

Sang Kuriang (Kusnadi Prawirasumantri, 1992), Ngabendung Situ (Ajip Rosidi, 1962), Sang

Kuriang (Beni Setia, 1972), Tapak Sangkuriang (Dadan Bahtera, 1989), Sangkuriang

Kabeurangan (Wahyu Wibisana, 1992), Sangkuriang (Tatang R. Sontani, 2004), Sangkuriang

(R. T. A. Sunarya, tt), Sangkuriang Larung (Hidayat Suryalaga, 1973), “Sangkuriang Ninun

Wanci” (Absurditas Malka, dalam http://mangle-online.com, diakses 2015), “Karémbong

Sréngéngé” (Us Tiarsa R., 2010), dan “Kalangkang Budah” (Godi Suwarna, 2004).

Legenda Sangkuriang juga telah banyak dijadikan sebagai tema penelitian, di antaranya,

“Pergeseran Fungsi Mitos Sangkuriang dari Cerita Sangkuriang ke dalam Sajak Sunda”

(Suhandi, skripsi, 1994); “Perubahan Ideologi dari Drama Sangkuriang Dayang Sumbi ke

Sangkuriang Karya Utuy Tatang Sontani” (Lina Meiliawati Rahayu, tesis, 2004), “Peran

Dayang Sumbi dan Sangkuriang dalam Konsep Budaya Sunda: Kajian Hermeneutika Terhadap

Legenda dan Mitos Gunung Tangkuban Parahu dengan Segala Aspeknya” (Suryalaga, Hidayat.

2005.), “Sangkuriang Ori, Sangkuriang Modifikasi, dan Sangkuriang Terkini” (Resti Nurfaidah,

2010), dan “Membaca Religiusitas Sunda dalam Sasakala Sangkuriang” (Deri Hudaya, 2015).

Suhandi membahas . Rahayu membahas perubahan ideologi yang dianut oleh Sontani sebelum

Page 331: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

331

dan sesudah sang pengarang tersebut bergabung dengan LEKRA. Suryalaga mengamati mitos

dari aspek hermeneutika pada nama tokoh dan nama tempat dalam legenda tersebut. Nurfaidah

membahas deskripsi kisah Sangkuriang dalam tiga wahana yang berbeda. Hudaya meneliti kisah

Sangkuriang dari sudut pandang religiositas Sundawi melalui pendekatan hermenutika. Makalah

ini akan memberikan gambaran bahwa dari nilai-nilai kuno tersirat nilai-nilai kontemporer dan

terwujud dalam dunia kontemporer. Pembahasan mengenai hal itu akan menggunakan

perbandingan dengan mengambil beberapa perumpamaan dari beberapa peristiwa yang terjadi

pada saat ini.

Demikian pula halnya dengan Cinderella. Dalam https://id.wikipedia.org (diakses

2015) versi paling awal Cinderella ditemukan pada naskah Cina kuno pada 860, yaitu The

Miscellaneous Record of Yu Yang yang ditulis oleh Tuan Ch'ing-Shih--sebuah buku yang

diterbitkan pada masa Dinasti Tang. Versi Cinderella yang paling terkenal ditulis oleh penulis

Perancis Charles Perrault dengan judul Cendrilion (1697), berdasarkan cerita rakyat yang

ditulis oleh Giambattista Basile sebagai La Gatta Cennerentola pada 1634. Namun film animasi

dari Walt Disney Production (lihat Cinderella), dijadikan sebagai versi standar dari sudut

pandang kontemporer. Versi Walt Disney diambil dari kumpulan kisah anak-anak yang ditulis

oleh Grimm bersaudara pada tahun 1812. Beberapa penelitian tentang Cinderella, antara lain,

dilakukan oleh Taibe “The Effects of Bugis Culture Upbringing Pattern to Cinderella Complex

Tendency in Bugis Women” yang mengamati kecenderungan Cinderella Complex dalam pola

asuh orang Bugis; Luries dalam “A Comparison of Cinderella Fairy Tale: Grimm Version vs

Traditional French Version” dalam https://www.kibin.com diunduh 4 November 2015; dan

Kelompok Riset dengan makalah “Cinderella, God, and Self-Esteem” dalam

http://getparticipants.com diunduh 4 November 2015; dan Shirley Spencer (2015) dalam

“Cinderella and Ever After: A Comparison of Gender Stereotype”. Penelitian Taibe difokuskan

untuk mengeksplorasi Cinderella complex dalam pola asuh orang Bugis yang membentuk tingkt

ketergantungan tinggi pada perempuan terhadap lawan jenisnya. Luries membandingkan teks

Cinderella versi Grimm bersaudara dan versi Prancis serta menggarisbawahi perbedaan dan

persamaannya. Sementara itu, Kelompok Riset melakukan penelusuran aspek religiusitas dan

konsep kemandirian pada perempuan dalam teks Cinderella versi Grimm. Dalam bentuk film,

kedua versi Cinderella telah diangkat ke layar lebar, antara lain, Cinderella (1950), Ever After:

A Cinderella Story (1998), dan Cinderella (1950). Ketiga film tersebut berpijak pada versi

Perrault. Sementara itu, Achenputtel (2010) merupakan film yang dibuar berdasarkan versi

Grimm.

Page 332: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

332

Pembahasan

Pembahasan dalam eksplorasi berikut dibagi dalam dua bagian, yaitu kekunoan dalam

kekinian pada konsep Sangkuriang serta kekunoan dan kekinian pada konsep Cinderella.

Kekunoan dalam Kekinian pada Konsep Sangkuriang

Konsep Sangkuriang dalam berbagai versi selalu bertumpu pada satu titik temu,

kegagalan untuk menyunting Dayang Sumbi. Penelitian yang mendalam terdapat pada

Suryalaga (2005) dan Hudaya (2015). Analisis yang dalam menunjukkan bahwa Sangkuriang

bukan semata seorang laki-laki yang berada pada ranah hirarki tertinggi dan melakukan

penjajahan kepada Dayang Sumbi sebagai perempuan subordinat. Sangkuriang lebih tepat dapat

dikatakan sebagai perwujudan nafsu atau api dalam sisi manusia yang mudah muncul, tetapi

sulit untuk diatasi. Hal itu dapat kita lihat dalam berbagai peristiwa yang marak muncul pada

beberapa tahun belakangan, misalnya peristiwa tawuran, pembunuhan, perudapaksaan yang

berakhir dengan pembunuhan, bunuh diri, dan perselingkuhan. Peristiwa tawuran dalam

pandangan Abigail (2013, dalam www.kompasiana.com, diakses 2015) disebabkan peranan

media dan lingkungan yang membentuk pola pikir anarkis, longgarnya pengawasan orangtua,

dan kurangnya arena bermain yang menyebabkan banyaknya anak-anak yang kehilangan masa

kanak-kanak. Ketiga hal itulah yang menyebabkan sisi anarkis dalam diri individu tumbuh pesat

dan hampir tidak terkendali. Dalam sudut pandang maskulinitas Beynon, hal itu dinamakan

maskulinitas imperialis dengan kecenderungan bersifat menjajah, baik kepada lawan jenis

maupun sesama jenis. Dalam makulinitas imperial, masalah diselesaikan dengan kekuatan fisik

dan cenderung mengabaikan negosiasi. Ego Sangkuriang terbangun dengan kokoh sejak ia

terlepas dari asuhan ibu kandungnya, sejak terjadinya peristiwa pemukulan tersebut. Luka hati

yang sangat dalam, membuat efek traumatis yang hebat di dalam diri Sangkuriang. Ia tidak mau

mendengarkan pandangan orang lain, termasuk ibunya sendiri.

Sangkuriang merasa menang sendiri dengan kekuatan fisik dan kehebatan ilmunya. Ia

menganggap sang ibu hanyalah wanita lemah. Dalam versi Malka, Sangkuriang berhasil

mendapatkan mesin waktu yang dapat membawanya kembali ke masa lalu untuk bertemu

dengan ibunya. Ia berusaha untuk mewujudkan ambisinya untuk mengawini sang ibu. Namun,

Dayang Sumbi tetap bertahan. Desakan Sangkuriang dibalasnya dengan tuntutan untuk

membuat bendungan dan sebuah perahu seperti permintaan yang pernah ia sampaikan kepada

anaknya itu. Sangkuriang berpendirian bahwa sang ibu masih perempuan yang bodoh. Kali ini,

ia menginginkan untuk meminta selendang yang dulu pernah digunakan untuk menghentikan

langkahnya. Kali ini, pekerjaan Sangkuriang dapat terselesaikan dengan bantuan para makhluk

gaib. Sangkuriang memanggil ibunya. Namun, ia sangat murka ketika disadarinya Dayang

Sumbi, dalam sepucuk surat yang ditulis di atas sehelai kain berwarna putih, bahwa ia tidak

Page 333: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

333

mungkin menikah dengan anaknya sendiri. Dayang Sumbi memutuskan untuk meninggalkan

Sangkuriang dengan menggunakan mesin waktu.

Suryalaga dan Hudaya memaknai Dayang Sumbi sebagai, sebenarnya, sebuah solusi

terbaik bagi ambisi liar Sangkuriang. Namun, ego Sangkuriang menutup jalan untuk membuka

hatinya. Sangkuriang hanya dapat mematuhi nafsunya sendiri. Suwarna menuliskan sequel

Sangkuriang dalam “Kalangkang Budah” dan mempertemukan Sangkuriang dengan tokoh

mitologi yang memiliki persamaan nasib, Oidipus. Nasib Oidipus sangat parah karena ia

menikahi ibunya dan memiliki anak hasil incest, yaitu Antigone. Oidipus digambarkan sudah

mengalami titik puncak kekeliruannya dan bertobat. Ia ingin mengubah nasib dengan

mengembara ke negeri selatan. Di peristirahatannya, Oidipus dipertemukan pengarang dengan

Sangkuriang. Carpon “Kalangkang Budah” didominasi dengan dialog antara kedua orang

berbeda bangsa tersebut. Oidipus berperanan sebagai penasihat. Namun, Sangkuriang belum

puas dengan dialog mereka dan ingin melanjutkan perbincangan mereka sesaat setelah

terbangun pada keesokan harinya. Namun, Oidipus telah berlayar kembali dan melanjutkan

perjalanannya. Ego Sangkuriang kembali memuncak seperti sediakala. Dalam beberapa

peristiwa kriminal, para pelaku kerapkali mengaku tidak sadar ketika melakukan sebuah

tindakan keji. Namun, sebagian lain melakukan hal yang sama dalam kondisi sadar. Jika

diamati, para pelaku kriminal mengalami pembelaan diri karena rasa takutnya. Dalam sebuah

kasus pembuhunan, seorang pelaku pada awalnya hanya menginginkan tubuh si korban. Namun,

satu sisi dirinya merasa takut kalau-kalau si korban akan melaporkan diri kepada pihak keluarga

atau berbagai pihak yang berwenang. Korban lalu dihabisinya dengan harapan agar ia dapat

hidup tenang. Ego yang berlebihan, yang tergambarkan dalam kepribadian Sangkuriang, akan

mengundang bencana, antara lain, memenangkan diri sendiri dan, pada kenyataannya akan

menyulitkan orang lain, selain merugikan diri sendiri. Sebagai ilustrasi, dapat kita ambil contoh

kasus bunuh diri seorang perwira polisi karena kekasihnya menolak untuk dijadikan sebagai istri

kedua. Longgarnya ikatan keluarga dan persaingan yang tinggi di lingkungan sosial

menyebabkan rendahnya penerimaan seorang anak dalam sebuah keluarga. Peristiwa buang

bayi merupakan buah ego dan superego para pelaku. Nilai sebuah hubungan seksual tidak lagi

mulia, melainkan sudah sedemikian rendah. Anak sebagai produk resmi dari sebuah hubungan

sepasang manusia tidak ditempatkan sebagai fokus kasih sayang dan penerus keturunan. Anak

buah hubungan illegal kebanyakan dibuang begitu saja dan dianggap sebagai penghalang

kebahagiaan ayah dan ibunya.

Kekunoan dan Kekinian pada Konsep Cinderella

Geliat gerakan kaum feminis dalam berbagai aliran semakin meningkat. Namun, tidak

semua perempuan dapat mengikuti gerakan tersebut. Terkadang para penggiat feminisme

berjalan tanggung. Pada satu sisi, mereka menyuarakan kesetaraan gender, persamaan hak, dan

Page 334: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

334

berbagai tuntutan lainnya. Namun, di sisi lain, gerakan mereka terbentur tradisi. Salah satu

contoh, seorang perempuan, sejak menikah, senang menambahkan nama suami di belakang

namannya sendiri. Lebih parah lagi, jika ia bersembunyi secara seutuhnya di balik naman

suaminya. Salah seorang penulis terkenal, mengaku sebagai feminis, terbiasa memasang nama

suami dalam setiap tulisan yang ia buat. Kesulitan pun terjadi ketika terjadi perceraian. Ia

bernegosiasi untuk mempertahankan nama mantan suaminya demi mempertahankan

kesuksesan. Hal itu dilakukannya untuk mempertahankan kesuksesan di ranah publik. Namun,

semakin lama, ia merasa jenuh dan kembali menggunakan nama ayahnya. Dalam pandangan

Faruk HT, Kartini sekalipun melakukan hal yang paradoks. Sebelum bertemu dengan calon

suaminya, ia gencar memperjuangkan cita-citanya. Namun, pada satu titik, ia berbalik melawan

pandangannya sendiri yang antipoligami. Sebaliknya, Kartini terikat dalam poligami itu sendiri.

Setelah itu, Kartini berbalik menyampaikan puji-pujiannya kepada suaminya dengan

mengedepankan dukungannya terhadap perjuangan Kartini selama ini. Faruk HT (2006:39)

dengan berani mengatakan bahwa titik balik Kartini tersebut disebabkan oleh satu hal sepele,

ketakutan Kartini menjadi perawan tua jika ia melanjutkan sekolah ke negeri Belanda.

Geliat kesetaraan gender yang mengalami peningkatan drastik, tidak menutup tingkat

ketergantungan perempuan terhadap kaum laki-laki seutuhnya. Taibe mengemukakan bahwa

pola asuh keluarga terhadap kaum wanita Suku Bugis membentuk tingkat ketergantungan yang

tinggi pada lawan jenisnya. Cinderella dalam berbagai versi tidak pernah menghilangkan satu

titik intinya, yaitu menyuarakan subordinasi perempuan. Meskipun terdapat unsur perlawanan

atau ikhtiar dari Cinderella sendiri, tetapi hal itu tidak melunturkan dominasi maskulin dari

lingkungan di sekitarnya, terutama pada tokoh pangeran. Meskipun, dalam Cinderella versi

Italia yang mutlak tidak menghadirkan sosok peri, karena tokoh utama dihadirkan pada situasi

modern—dilengkapi dengan promosi motor vespa sebagai produk khas negara tersebut, tidak

mampu meningkatkan aspek ketergantungan perempuan terhadap lawan jenisnya itu.

Sebaliknya, dipandang dari aspek maskulinitas, sosok maskulin menunjukkan ambiguitas. Pada

satu sisi, tokoh maskulin digambarkan sebagai sosok yang dibutuhkan, bahkan diperebutkan.

Namun, pada sisi lain, tokoh laki-laki digambarkan menonjol sisi femininitasnya, misalnya

menunjukkan kesedihannya karena kehilangan jejak Cinderella sebelum pesta berakhir, sosok

ayah (dalam versi Achenputtel) digambarkan sebagai laki-laki lemah yang tidak dapat bersikap

tegas dalam mengambil keputusan dan menghadapi permasalahan, pemenuhan ambisi dilakukan

dengan cara yang halus berupa sayembara—penyelenggaraan sayembara tersebut, menunjukkan

supremasi, di balik aspek kelembutan tokoh maskulin, laki-laki (pangeran) sebagai fokus yang

diperebutkan oleh kaum perempuan. Perempuan ditekankan untuk menonjolkan potensi sensual

mereka demi mendapatkan iming-iming yang dikemas sangat menawan, seorang pangeran yang

lembut hati, tampan, baik hati. Peristiwa serupa sayembara tersebut juga benar-benar terjadi di

dunia nyata. Wajarlah jika seorang gadis memiliki kekhawatiran akan kehilangan kekasihnya.

Page 335: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

335

Terlebih jika sang kekasih dikenal luas di ranah publik. Persaingan untuk mendapatkan sang

kekasih tentu memerlukan tak-tik tersendiri bagi seorang perempuan untuk menangkis serangan

rivalnya itu. Namun, wajar pula jika seorang istri menaruh kekhawatiran dengan tingkat yang

lebih tinggi karena pascapernikahan, tidak berarti persaingan akan berakhir. Interaksi sosial

yang semakin mudah dengan kondisi dan situasi lingkungan sosial yang semakin longgar,

kemudahan penggunaan perangkat teknologi, serta landasan keimanan yang lemah tidak

menutup kemungkinan untuk membuka peluang terjadinya sayembara berikutnya.

Amatilah isu-isu perselingkuhan, baik di antara para pesohor maupun masyarakat lain.

Perselingkuhan, terakhir kasus Arzetti Bilbina yang sampai saat ini belum terselesaikan,

merupakan bukti yang cukup signifikan terhadap tingginya ketergantungan kaum perempuan

terhadap lawan jenisnya. Peristiwa tersebut merupakan bukti bahwa masyarakat kita, meskipun

telah hidup pada era postmodern, tidak dapat meninggalkan nilai-nilai tradisional/kuno, yaitu

memerlukan peranan lawan jenisnya sebagai penyeimbang dalam menjalani kehidupan, seperti

sudah digariskan dengan tegas dalam berbagai akidah. Dalam kasus lain, aborsi atau

pembuangan bayi yang baru dilahirkan, jika dikaji dengan lebih dalam, terjadi karena satu

alasan, yakni takut dalam memandang berbagai hal, seperti memandang masa depan,

menghadapi pandangan massa, dan berbagai aspek ketakutan lain. Perudapaksaan berujung

kematian, jika ditengarai bermuara pada rasa takut, misalnya takut diketahui keluarga korban

atau pihak berwajib. Untuk menghindari hal itu, menghilangkan nyawa korban dijadikan

sebagai solusi yang cepat. Peristiwa tersebut dapat dimaknai bahwa si pelaku perudapaksaan

tidak dapat menghindari nilai-nilai tradisi, seperti penggugatan keluarga korban untuk menikahi

korban jika kelak hamil, pengaduan kepada pihak berwajib, atau sanksi adat.

Penutup

Meskipun era modern telah terlampaui sampai ke posmodern, manusia tidak dapat

melarikan diri dari sederet nilai-nilai tradisional atau kuno di dalam kehidupannya. Peningkatan

gerakan kesetaraan gender juga dihadapi oleh sebagian kalangan dengan kebimbangan.

Keinginan untuk mencapai kondisi merdeka kerapkali terhadap pandangan individu sendiri

terhadap nilai-nilai tradisional itu, seperti pernah dilakukan oleh Kartini terhadap poligami.

Mengapa hal itu terjadi? Manusia tidak dapat meninggalkan jejak masal lalu yang disampaikan

dan dilesatarikan secara turun-temurun, seperti penyampaian dongeng Sangkuriang.

Sangkuriang dan Cinderella merupakan teknologi penyampaian nasihat dari nenek moyang kita

terhadap generasi penerusnya agar terhindar dari malapetaka. Banyak peristiwa tragis yang

terjadi pada saat ini merupakan dampak dari lunturnya nilai-nilai tradisi. Kekikinian tidak

pernah meninggalkan kekunoan.

Page 336: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

336

Daftar Pustaka

Amertawengrum, Indiyah Prana. 2010. “Teks dan Intertekstualitas” dalam Jurnal Magistra

Nomor 73, Tahun XXII, September 2010, hlm. 1—5. Klaten:Universita Widya Darma

Klaten.

Barthes, Roland. 1981. “Theory of the Text” dalam Untying the Text: A Post-Srtucturalist

Reader dengan Robert Young (Ed.). Boston, London, and Henley: Routledge and

Kegan Paul.

Duguay, Christian. 2011. Cinderella: Ein Liebermärchen in Rom. Italia.

Faruk HT. 2006. “Pendekar Wanita di Goa Hantu” dalam Sangkan Paran Gender. Edisi ketiga.

Hlm. 31—60. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Grimm, Jacob, dan Wilhelm Grimm. Tt. “Cinderella” dalam http://www.pitt.edu diunduh 2

November 2015, pukul 14:25 WIB.

Hudaya, Deri. 2015. “Membaca Religiusitas Sunda dalam Sasakala Sangkuriang” dalam

Prosiding Konferensi Internasional Bahasa, Sastra, dan Budaya Daerah Indonesia.

Bandung: Departemen Pendidikan Bahasa Daerah FPBS UPI.

Junus, Umar. 1985. Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.

Suryalaga, Hidayat. 2005. “Peran Dayang Sumbi dan Sangkuriang dalam Konsep Budaya

Sunda: Kajian Hermeneutika Terhadap Legenda dan Mitos Gunung Tangkuban Parahu

dengan Segala Aspeknya”. Naskah orasi ilmiah pada Wisuda Itenas 2005. Bandung:

koleksi pribadi.

Suwarna, Godi. 2004. “Kalangkang Budah” dalam Murang-Maring, hlm. 11—21. Bandung:

Kiblat.

Taibe, Patmawaty. 2012. “The Effects of Bugis Culture Upbringing Pattern to Cinderella

Complex Tendency in Bugis Women” https://www.kibin.com diunduh 4 November

2015, pukul 12:00 WIB.

Zanke, Susane. 2010. Aschenputtel. Germany: Provobis (Berlin), Moviepool GmbH (München).

Page 337: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

337

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM CERPEN ANAK

SEBAGAI WUJUD PRIBADI YANG MANDIRI, KREATIF, DAN INOVATIF DALAM

MENGHADAPI PERSAINGAN GLOBAL

Riana Dwi Lestari STKIP Siliwangi Bandung

[email protected]

Abstrak

Arus globalisasi mampu mengubah pribadi manusia ke arah yang memprihatinkan.

Perubahan pribadi manusia ini menyangkut pola asuh maupun gaya hidup yang diajarkan

orang tua, juga peran pendidikan karakter yang ditanamkan di lingkungan sekolah. Pola

asuh orang tua dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan orang tua,

yang menyangkut pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum, dan lain-lain) dan

kebutuhan non-fisik (seperti perhatian, empati, kasih sayang, dan sebagainya)

(Kurniawan, 2013: 80-81). Pola asuh orang tua berperan penting dalam membentuk

karakter anak sebagai rasa tanggung jawab mereka, untuk mewujudkan pribadi anak yang

mandiri, kreatif, dan inovatif. Perubahan gaya hidup yang semula manusia sebagai

makhluk sosial yang saling membutuhkan berubah menjadi bersikap individualis yang

tidak membutuhkan orang lain. Pola asuh dan perubahan gaya hidup mempengaruhi

perubahan hidup seseorang. Pendidikan karakter sebaiknya dikembangkan melalui

pendekatan terpadu dan menyeluruh, efektivitas pendidikan karakter tidak selalu harus

dengan menambah program tersendiri, tetapi bisa melalui transformasi budaya dan

kehidupan di ligkungan sekolah (Kurniawan, 2013: 107). Metode yang digunakan dalam

pendekatan ini adalah analisis teks berdasarkan nilai-nilai pendidikan karakter, sehingga

dapat diketahui unsur yang dapat mewujudkan pribadi yang mandiri, kreatif, dan inovatif

dalam sastra anak. Hal ini diharapkan dapat menyiapkan mentalitas anak dalam

menghadapi persaingan global.

Kata kunci: nilai pendidikan karakter, cerpen anak, mandiri, kreatif, dan inovatif.

Pendahuluan

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin berkembang pesat di

tengah persaingan global, namun moralitas bangsa semakin terpuruk. Salah satu contoh dari

perkembangan IPTEK yaitu pemakaian gadget di kalangan masyarakat dari mulai anak-anak

hingga orang dewasa. Orang tua lebih senang dan bangga jika anaknya terampil menggunakan

gadget, padahal banyak dampak negatif dari penggunaannya. Seperti halnya manusia dewasa,

anak pun membutuhkan informasi tentang dunia yang terjadi disekelilingnya. Sastra anak dapat

dijakan alternatif orang tua untuk mendidik anaknya. Sastra anak adalah buku-buku bacaan

yang sengaja ditulis untuk dikonsumsikan kepada anak, buku-buku yang isi kandungannya

sesuai dengan minat dan dunia anak, sesuai dengan tingkat perkembangan emosional dan

intelektual anak, dan buku-buku yang karenanya dapat memuaskan anak (Nurgiyantoro:2013:8).

Page 338: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

338

Salah satu strategi membermaknakan nilai pendidikan karakter pada anak, yaitu melalui

kegiatan apresiasi sastra. Cerita anak yang disajikan dengan menarik berpotensi dapat

mengembangkan kognisi dan daya apresiasi anak. Apresiasi cerita anak memiliki sumbangan

bagi perkembangan kepribadian anak dalam proses menuju kedewasaan sebagai manusia yang

mempunyai jati diri. Pendidikan karakter menekankan nilai etis-spiritual bukanlah hal yang

baru. Secara mendasar, pendidikan karakter memuat pada pengajaran inti berbasis pada model

pembelajaran mengalami (experience). Inti pembelajarannya adalah mengajarkan kepada anak

tentang adanya suatu kekuatan lebih tinggi yang mengatur alam dan isi jagad raya ini. Ajarkan

sesuatu pada anak bahwa sebagai manusia senantiasa tidak lepas dari kekuatan tersebut untuk

mampu menciptakan dan merasakan hidup yang lebih baik. Apabila anak sudah meyakini ada

Yang Maha Kuasa tidak sebagai pengetahuan kognitif saja.

Mandiri adalah suatu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain

dalam menyelesaikan tugas-tugas (Kurniawan, 2013: 143). Dengan melakukan kegiatan

apresiasi sastra, anak diharapkan mampu menjadi pribadi yang mandiri yang tidak

menggantungkan diri pada orang lain. Kegiatan apresiasi diharapkan dapat menstimulus anak

anak dalam mengerjakan dan melaksanakan tugas tanpa tergantung pada orang lain. Anak bisa

menyelesaikan permasalahan secara bijak, menjadi pribadi yang tangguh dan tidak mudah

menyerah.

Kreatif adalah suatu kemampuan umum untuk menciptakan suatu yang baru, sebagai

kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan

masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur

yang sudah ada sebelumnya (Kurniawan, 2013: 140). Kreatif berarti dapat meningkatkat

kualitas diri dengan meningkatkan kreatifitas. Kreatifitas untuk menciptakan hal yang baru.

Inovatif adalah cara berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk

menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki. Mampu

menciptakan sesuatu yang unik dan juga berbeda agar mempunyai nilai jual yang tinggi.

Berorientasi pada penemuan baru dengan melihat kebutuhan masyarakat, pandai membaca

peluang.

Dalam menghadapi persaingan ekonomi global yang semakin kompleks, maka

kreativitas menjadi hal yang utama dalam menciptakan keunggulan kompetitif. Dunia global

memerlukan sumber daya manusia yang kreatif dan inovatif. Untuk menjadi seorang wirausaha,

sikap mental yang tangguh ditunjang dengan kompetensi yang tinggi dan penuh perhitungan

sangat membantu keberhasilan dalam berwirausaha.

Page 339: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

339

Selanjutnya akan dibahas mengenai cerpen anak yang berjudul “Laptop Si Calon

Penulis”, di mana akan dianalis berdasakan nilai pendidikan karakternya. Cepen anak ini berisi

mengenai perjuangan seorang anak dalam mewujudkan impiannya. Seorang anak yang terus

berjuang mengembangkan bakatnya untuk merubah hidupnya.

Hasil dan Pembahasan

Istilah karakter dapat dimaknai sebagai kualitas individu yang menjadi ciri seseorang

atau kelompok dalam masyarakat. Dalam konteks pendidikan, karakter merupakan nilai-nilai

yang unik. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi

pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan untuk mengembangkan

kemampuan siswa agar dapat member keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan

mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Rencana Aksi

Nasional Pendidikan Karakter, Kemendiknas 2010-2014). Peran pembelajaran bahasa

Indonesia diharapkan dapat membantu siswa mengenal dirinya, budaya, bernegosiasi dalam

kehiduan bermasyarakat, dan menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang dalam

dalam diri siswa. Salah satu tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia yaitu agar peserta didik

memiliki kemampuan menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,

memperluas budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

Nilai merupakan daya dorong yang melandasi sikap dan perilaku; dan nilai-nilai yang

terpatri dalam diri kita melalui pengalaman, pendidikan, dan pengorbanan, menjadi nilai

intrinsik yang melandasi sikap dan berperilaku kita. Kenyataannya, pendidikan nilai karakter di

sekolah selama ini baru mencapai pengenalan norma atau nilai-nilai, belum pada internalisasi

dan implementasi nilai dalam kehiduan sehari-hari.

Prinsip-prinsip pengembangan nilai pendidikan karaker melalui pembelajaran bahasa

Indonesia. (Kemendikbud, 2012: 9-12)

1. Berklanjutan berarti proses implementasi dan pengembangan nilai karakter

merupakan sebuah proses panjang dnan berkelanjutan, mulai dari peserta didik

masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan, dari lingkungan keluarga,

sekolah berlanjut ke ligkungan masyarakat.

2. Menyeleruh berarti proses implementasi dan pengembangan pendidikan karakter

tidak hanya melalui pembelajaran di kelas, tetapi juga melalui ekstrakurikuler,

pengembangan budaya sekolah, dan peningkatan peran serta masyarakat.

3. Nilai tidak hanya diajarkan tapi dipraktikan melalui peneladanan dan pembiasaan.

4. Partisipasi, aktif, dan menyenangkan. Proses penanaman nilai melalui pembelajaran

dilakukan secara partisipatif, aktif dan menyenangkan.

Page 340: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

340

5. Latihan dan pembiasaan.

6. Keteladanan

7. Keterkaitan.

Pendidikan karakter pada intinya bertujuan untuk:

1) membentuk bangsa yang tangguh;

2) kompetitif;

3) beakhlak mulia;

4) bermoral;

5) bertoleran;

6) bergotongroyong;

7) berjiwa patriotik;

8) berkembang dinamis;

9) berorientasi ilmu pengetahuanan teknologi.

Pendidikan karakter berfungsi, sebagai berikut:

1) menggambarkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik;

2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur;

3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.

18 Nilai Pendidikan Karakter

No Nilai Karakter yang

Dikembangkan

Deskripsi Prilaku

1 2 3

1 Nilai karakter dalam

hubungannya dengan Tuhan

Yang Maha Esa (Religius).

Berkaitan dengan nilai ini, pikiran, perkataan, dan

tindakan seseorang yang diupayakan selalu

berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/atau

ajaran agamanya.

2 Nilai karakter dalam

hubungannya dengan diri

sendiri yang meliputi;

Jujur Merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya

menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu

dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan

pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.

Bertanggung jawab Merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk

melakanakan tugas dan kewajibannya

Page 341: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

341

sebagaimana yang seharusnya dia lakukan,

terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan

(alam, sosial dan budaya), Negara dan Tuhan

YME.

Bargaya hidup sehat Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang

baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan

menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat

mengganggu kesehatan.

Disiplin Merupakan suatu tindakan yang menunjukkan

perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan

dan peraturan.

Kerja keras Merupakan suatu perilaku yang menunjukkan

upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi

berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas

(belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.

Percaya diri Merupakan sikap yakin akan kemampuan diri

sendiri terhadap pemenuhan ketercapaiannya

setiap keinginan dan harapannya.

Berjiwa wirausaha Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau

berbakat mengenali produk baru, menentukan

cara produksi baru, menyusun operasi untuk

pengadaan produk baru, memasarkannya, serta

mengatur permodalan operasinya.

Berpikir logis, kritis, kreatif,

dan inovatif

Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan

atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil

baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki.

Mandiri Suatu sikap dan perilaku yang tidak mudah

tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan

tugas-tugas.

Ingin tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa

yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

Cinta ilmu Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang

menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan

penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.

3 Nilai karakter dalam

hubungannya dengan sesame

Sadar akan hak dan

kewajiban diri dan orang

lain.

Sikap tahu dan mengerti serta melaksnakan apa

yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang

lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang

lain.

Patuh pada aturan-aturan

sosial.

Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan

berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan

umum.

Menghargai karya dan

prestasi orang lain.

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya

untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi

masyarakat dan mengakui dan menghormati

keberhasilan orang lain.

Santun Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata

bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.

Demokratis Cara berpikir, bersikap dan bertindak yang

menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan

orang lain.

4 Nilai karakter dalam Sikap dan tindakan yang selalu berupaya

Page 342: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

342

hubungannya dengan

lingkungan

mencegah kerusakan pada lingkungan alam di

sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya

untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah

terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi

orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

Nilai kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan Negara

diatas kepentingan diri dan kelompoknya.

Nasionalis Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang

menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan

penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,

lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan

politik bangsanya.

Menghargai keberagaman Sikap memberi respek/hormat terhadap berbagai

macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat,

budaya, suku, dan agama.

Manfaat Sastra Anak

Kesesuaian dalam memilih satra sebagai bacaan anak akan memberikan manfaat yang dapat

dirasakan anak. Manfaat sastra anak menurut Ampera (2010: 12-13), yaitu :

1. Anak akan memperoleh kesenangan dan mendapatkan kenikmatan ketika membaca atau

mendengarkan cerita yang dibacakan untuknya.

2. Anak dapat mengembangkan imajinasinya.

3. Anak memperoleh pengalaman yang luar biasa.

4. Anak dapat mengembangkan intelektualnya.

5. Kemampuan berbahasa anak akan meningkat.

6. Anak akan lebih memahami kehidupan sosial.

7. Anak akan memahami nilai keindahan.

8. Anak akan mengenal budaya,

Hubungan Perkembangan Anak dengan Sastra

Secara umum, periode perkembangan kognitif manusia menurut Piaget dalam Kurniawan

(2013: 40) adalah sebagai berikut:

Periode I : Kepandaian Sensorik-Motorik (dari lahir sampai 2 tahun)

Periode II : Pikiran-Pra Operasional (2 sampai 7 tahun)

Periode III : Operasi-Operasi Berpikir Konkrit (7 sampai 11 tahun)

Peride IV : Operasi-Operasi Berpikir Formal (11 sampai dewasa)

Oleh karena itu, pembentukan nilai pendidikan karakter yang mandiri, kreatif, dan

inovatif perlu ditanamkan sejak dini. Penanaman pribadi yang mandiri sehingga mampu

berkreasi dan berinovasi harus dilakukan sedini mungkin. Pembentukan nilai pendidikan

Page 343: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

343

karakter tersebut membutuhkan media yang tepat, yaitu dengan mendongeng, membaca cerpen

anak untuk menstimulus perkembangan kemampuan berpikir secara sistematis. Berdasarkan

perkembangan kognitif menurut Piaget, pada periode III anak-anak mengembangkan

kemampuan berpikir sistematis, namun hanya ketika mereka dapat mengacu pada objek-objek

dan aktivitas-aktivitas konkret.

Sinopsis Laptop Si Calon Penulis

Mengishakan seorang anak yang masih duduk dibangku Sekolah Dasar, bernama Najwa

Khairunnisa. Najwa berasal dari keluarga yang sederhana, ayahnya bekerja sebagai pegawai

kantoran biasa. Najwa mempunyai sahabat bernama Gina. Gina berasal dari keluarga kaya,

namun baik hati dan selalu menolong Najwa dalam kesulitan. Gina selalu memberikan

semanagat pada Najwa untuk selalu berkarya. Najwa bercita-cita menjadi seorang penulis

terkenal. Dia terpakau dengan karya-karya penulis terkenal, selain itu juga dari menulis bisa

mengahsilkan uang.

Najwa akan mengikuti lomba menulis yang dikirimkan lewat pos atau melalui internet.

Waktu pengumpulan cerita untuk lombanya tinggal 2 minggu lagi. Sedangkan komputer yang

ada di rumahnya selalu digunakan oleh ayah untuk mengerjakan pekerjaan kantor yang belum

terselesaikan. Gina menawarkan bantuan pada Najwa, untuk memakai laptop pribadinya.

Namun, Najwa menolak karena dia terlalu sering menggunakan laptop Gina. Dia memilih

mengerjakan di warnet dalam menyelesaikan cerita yang akan dilombakan.

Najwa ingin sekalai mempunyai laptop. Jika ia memenangkan lomba menulis ini,

rencananya uang yang ia daptkan akan dipergunakan untuk membeli laptop. Najwa selalu

menyisihkan uang jajannya untuk ditabung. Kalau hanya mengandalkan uang yang

disisihkannya setiap hari dari uang sakunya rasanya mustahil. Dia memikirkan cara agar cepat

mendapatkan uang. Dia memutuskan untuk berjualan. Najwa membuat tempat pensil dan

dompet, ternyata hasilnya pun lumayan.

Pengumuman pemenang lomba diumumkan melalui internet. Najwa merasa kecewa

karena namanya tidak berada di urutan juara 1, 2, dan 3 lomba menulis cerpen, ia masuk ke

dalam 5 besar pemenang hiburan. Hadiah uang sebesar Rp. 500.000, 00 dimaukkan ke dalam

rekeningnya untuk membeli laptop.

Beberapa bulan kemudian, uang Najwa sudah terkumpul lebih dari Rp. 2.000.000, 00.

Itu sudah cukup untuk membeli sebuah laptop yang sedang diskon. Walaupun kurang bagus,

yang penting bisa dipakai. Seminggu kemudian, ia mendapat surat dri redaksi majalah anak-

anak. Ternyata karyanya kemarin, diterima dan akan dimuat. Ia diminta membuat cerpen lagi

untuk majalah itu. ia juga mulai menulis novel dan mengirimkan ke sebuah oenerbit. Sekarang,

Page 344: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

344

ia sudah membuat 4 judul buku. Juga sudah banyak yang mengenalnya. Akirnya impian Najwa

terwujud, ia mempunyai peluang untuk menjadi penulis terkenal di Indonesia.

Nilai Pendidikan Karakter dalam Cerpen “Laptop Si Calon Penulis”

Karya Nur Alfia Rahmah

No Nilai Pendidikan

Karakter dalam Teks

Teks Analisis

1 Nilai Karakter dalam

hubungannya dengan

Tuhan Yang Maha Esa

(Religius)

Allahu Akbar, allahu Akbar

… Azan magrib

berkumandang. Ah, tak

terasa, hari sudah hampir

malam. Setelah menyimpan

kerangkaku ke dalam

flasdisk, aku segera pulang.

Kalimat disamping

mencerminkan bahwa,

ketika suara adzan

berkumandang Najwa

akan berbegas pulang. Hal

ini menandakan keimanan

dan ketaqwaannya

terhadap Tuhan Yang

maha Esa.

Aku melepas kerudungku

dan bergabung dengan

adikku.

Tokoh aku “Najwa”

mengenakan kerudung

dalam kesehariannya. Hal

ini sesuai dengan apa yang

diperintahkan Tuhan Yang

Maha Esa untuk menutup

aurat yaitu dengan

berkerudung.

“Kakak sholat dulu ya, lalu

makan malam! Mau

berjamaah bersama ibu?”

Tanya ibuku.

Kewajiban menunaikan

sholat merupakan tindakan

yang sesuai dengan nilai-

nilai atau ajaran agamanya

(islam).

2 Mandiri “Tidak usah! Aku tidak enak

jika harus memakai

laptopmu terus,” tolakku

lembut.

Kalimat disamping

mencerminkan bahwa,

tokoh aku tidak mau

merepotkan orang lain

untuk memenuhi

kebutuhannya. Aku

berusaha memecahkan

persoalannya sendiri tanpa

tergantung kepada orang

lain.

Hmmm … sebaiknya aku ke

warnet,” aku berkata sendiri.

Perilaku yang ditunjukkan

aku merupakan bentuk

kemandirian dengan

mencari jalan lain untuk

menyelesaikan tugasnya.

3 Kerja keras Aku mulai mengumpulkan

uang. Sehari, dua hari,

seminggu, akhirnya berlalu.

Aku sudah menyisihkan

uang jajan sehari-hari.

Kalimat disamping,

merupakan upaya

sungguh-sungguh yang

dilakukan aku untuk

mengumpulkan uang. Ia

rela meyisihkan uang

jajannya untuk ditabung.

Perilaku menyisihkan uang

jajan merupakan wujud

kerja keras yang dilakukan

Page 345: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

345

untuk memenuhi

keinginannya.

Biasanya, aku membeli

makanan lain selain untuk

makan siang di sekolah.

Misalnya, membeli makanan

ringan setelah makan mie

ayam. Tetapi, sekarang

tidak.

Proses untuk tidak

membeli makanan ringan

setelah makan mie ayam

merupakan kerja keras

yang dilakukan tokoh aku.

Ia berusaha menahan

dirinya untuk tidak

membeli makan ringan,

agar uang yang dia

butuhkan cepat terpenuhi.

4 Berjiwa wirausaha “Kucoba dulu segini,

mungkin bisa laku. Aku juga

akan menerima pesanan,

ucapku gembira.

Perilaku yang ditunjukkan

aku dalam kalimat

disamping merupakan

perilaku kemandirian

dalam berwirausaha

memasarkan sebuah

produk.

Aku memutuskan untuk

berjualan. Aku akan

membuat tempat pensil dan

dompet untuk dijual.

Perilaku yang mandiri

untuk memproduksi

tempat pensil dan dompet,

serta memasarkannya,

merupakan bentuk jiwa

wirausaha yang tertanam

dalam tokoh aku.

5 Berpikir logis Aku memang bercita-cita

menjadi seorang penulis

terkenal sejak kecil. Aku

begitu terpukau dengan

karya-karya penulis terkenal

itu. aku, dengar jika jadi

penulis, bisa menghasilkan

uang dari karyanya. Aku

ingin uang itu nanti untuk

membantu keluargaku.

Tokoh aku bercita-cita

ingin menjadi penulis

dengan bakat yang ada

dalam dirinya. Ia

berpikiran bahwa dengan

menjadi penulis ia akan

menghasilkan banyak

uang, sehingga dapat

membantu keuangan

keluarganya.

6 Sadar akan hak dan

kewajiban diri dan

orang lain

“Bagaimana kalau pakai

laptopku saja?” tawar Gina

yang memang mempunyai

laptop pribadi.

Gina menyadari akan

kewajibannya untuk

membantu teman yang

sedang dalam kesulitan.

Gina berusaha

menawarkan laptopnya

kepada Najwa.

7 Menghargai karya dan

prestasi orang lain

“Tapi, kamu sebaiknya

mengikuti lomba itu! kalau

kamu menang, ka nada

hadiah uangnya juga.

Lumayan lho, hadiahnya, 5

juta rupiah! Lalu, karyamu

juga akan dimuat di sebuah

buku anak-anak,”bujuk

Gina.

Kalimat disamping

menunjukkan, betapa

gigihnya Gina membujuk

Najwa untuk mengikuti

lomba menulis cerpen.

Gina mempunyai

keyakinan bahwa tulisan

Gina layak untuk dimuat

di sebuah buku. Perilaku

ini menunjukkan sikap

menghargai karya orang

lain.

Page 346: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

346

8 Santun Komputer di rumahku

memang ada satu, dan sering

dipakai untuk keperluan

kerja ayah. Aku juga hanya

bisa memakainya saat

ayahku tidak sibuk.

Sikap santun berdasarkan

perilaku dengan

kesabarannya

menggunakan komputer

jika ayahnya tidak sibuk

merupakan wujud santun

tokoh aku.

“Jangan begitu dong, nanti

laptop impianmu tidak

terbeli. Kan, sayang!

Mungkin saja, beberapa

bulan ke depan, harga laptop

akan turun. Jadi, kamu lebih

mudah untuk membelinya!”

Sikap halus ditunjukkan

Gina berdasarkan sudut

pandang tata bahasa

tercermin dalam kalimat

disamping. Gina berusaha

memberikan semangat

dengan kata-kata yang

halus.

“terima kasih, Gina … kamu

memang sahabat terbaikku,”

ucapku sambil mengusap air

mata yang tiba-tiba

mengalir.

Sikap halus ditunjukkan

oleh tokoh aku

berdasarkan sudut pandang

tata bahasa dengan

mengucapkan terima

kasih.

9 Rela berkorban “Biaya administrasi Gina

kurang Rp. 2.000.000! Ayah

lupa membawa uang lagi.

Kalau tidak segera dibayar,

Gina akan dikeluarkan!”

serunya. Aku menawarkan

uang buat membeli laptopku

untuk dipakai dulu

membayar biaya

administrasi Gina. Aku ingin

sekali menolong sahabat

yang telah banyak

menolongku.

Tokoh aku rela

mengorbankan uang

tabungannya untuk

membantu Gina. Wujud

perilaku rela berkorban

yang lebih mementingkan

kepentingan orang lain

daripada diri sendiri.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, anak diharapkan mampu berpikir secara sistematis dan logis.

Anak bisa memahami karakter yang dibentuk oleh penulis sebagai cerminan hidup sehari-hari.

Sehingga, anak tidak tergantung pada orang lain, mempunya daya kreativitas yang tinggi

sehingga mampu menciptakan hal-hal yang baru. Tentunya dengan didasari dengan keimanan

kepada Tuhan Yang Esa dan menghargai orang lain sebagai identitas dari bangsa Indonesia.

Simpulan

Pendidikan karakter merupakan suatu kebutuhan mendasar dalam proses berbangsa.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki karakter dan jati diri yang kuat untuk

Page 347: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

347

mengahadapi persaigan global. Penddikan karakter di Negara kita belum berjalan optimal. Hal

ini disebabkan oleh tiga aspek yaitu pola asuh maupun gaya hidup yang diajarkan orang tua,

juga peran pendidikan karakter yang ditanamkan di lingkungan sekolah. Hal ini harus berjalan

secara beriringan baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah.

Pelaksanaan pendidikan karakter perlu direvitalisasi sehingga mampu mendukung

terbentuknya karakter positif siswa sebagaimana yang diharapkan dalam tujuan pendidikan

nasional. Peran keluarga dalam pembentukkan karakter anak yang menyangkut pola asuh dan

gaya hidup sama pentingnya. Penanaman gemar membaca perlu diterapkan sedini mungkin

pada anak. Sehingga dengan membaca cerpen, diharapkan mampu menanamkan nilai

pendidikan karakter dalam diri anak. Bukan hanya sekedar memahami nilai-nilai moral saja

tetapi bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pada usia 7-11 tahun anak sudah memiliki kemampuan untuk menguasai keterampilam

berbahasa seperti, menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan tersebut

merupakan bekal dalam memahami sastra. bahkan, pada usia ini, dapat dikatakan jika anak-anak

lebih menyukai dunia sastra dibandingkan dengan berhitung. Hal ini terjadi karena sastra anak

disesuaikan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman anak. Perkembangan intelektual dan

emosional anak ditentukan oleh karakter kepribadian dan lingkungan. Ini berarti bahwa jati diri

anak yang sudah mempunyai karakteristik pengetahuannya sendiri, juga dipengaruhi oleh

pendidikan di sekolah, keluarga, dan lingkungan sosialnya.

Daftar Pustaka

Ampera, Taufik.2010.Pengajaran sastra Teknik Mengajar sastra Anak Berbasis

aktivitas.Bandung: Widya Padjadjaran.

Izzati, Sri.2014.Kecil-Kecil Punya Karya: Sejuta Bibit Impian.Bandung: Mizan.

Kemendikbud.2012.Panduan Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bahasa

Indonesia di Sekolah Dasar.Kemendikbud.

Kurniawan, Heru. 2013. Sastra Anak dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi, Semiotika,

hingga Penulisan Kreatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kurniawan, Syamsul.2013.Pendidikan Karakter.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Nurgiyantoro, Burhan.2013.Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak.Yogyakarta:

Page 348: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

348

Gajah Mada University Press.

Page 349: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

349

INFERENSI PRAGMATIK

TERHADAP LIRIK “JUPE PALING SUKA 69” DAN “BELAH DUREN”

YANG DIPOPULERKAN OLEH JULIA PEREZ

Rizki Hidayatullah Nur Hikmat dan Siti Hasti

Universitas Pendidikan Indonesia

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi maksud tersirat dari penggunaan lirik lagu

“Jupe Paling Suka 69” dan “Belah Duren” dari sudut pandang Pragmatik. Dalam

penelitian ini, kerangka analisis Pragmatik meliputi dua lapisan analisis: implikatur dan

inferensi. Analisis implikatur dan inferensi pragmatik digunakan untuk mengeksplorasi

lirik lagu “Jupe Paling Suka 69” dan “Belah Duren” yang dipopulerkan oleh Julia Perez.

Data dalam penelitian ini berupa lirik lagu “Jupe Paling Suka 69” dan “Belah Duren”

yang dipopulerkan oleh Julia Perez. Kedua lagu tersebut sempat populer dan diberitakan

mendapat pencekalan dari KPI (Komisi penyiaran Indonesia) karena berpotensi

diinterpretasi sebagai tuturan porno. Inferensi Pragmatik mutlak diperlukan oleh mitra

tutur dalam upaya mengungkap implikatur percakapan dari lirik lagu “Jupe Paling Suka

69” dan “Belah Duren”. Dalam proses menyimpulkan maksud, mitra tutur perlu

mengubungkan tuturan dengan konteks dan koteks dari tuturan tersebut. Hasil analisis

menunjukkan bahwa tuturan dari lirik lagu “Jupe Paling Suka 69” dan “Belah Duren”

yang dipopulerkan oleh Julia Perez berpotensi diinterpretasi sebagai tuturan porno. Hal

tersebut dilandasi dengan analisis terhadap konteks dan koteks tuturan tersebut.

Kata kunci: jupe paling suka 69, belah duren, inferensi pragmatik

Pendahuluan

Baik secara eksplisit maupun implisit, bahasa yang dibangun dalam bentuk lirik lagu

menyimpan pesan dari para penciptanya. Pesan yang terkandung dalam sebuah lirik pun

bervariasi. Mulai dari ungkapan rasa kesal, senang, sedih, hingga moral dan sosial yang

disampaikan, baik secara eksplisit maupun implisit kepada para pendengarnya. Selain berguna

sebagai salah satu media penyampai pesan, lirik lagu pun dapat berguna sebagai media hiburan.

Hal ini lah yang membuat musik terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Begitu pun

dengan jenis musik, seperti pop, keroncong, dangdut, dan sebagainya.

Dangdut merupakan salah satu jenis musik yang tidak sedikit diminati oleh masyarakat,

khususnya di Indonesia. Dahulu, musik dangdut dimainkan hanya untuk hiburan semata. Alat

musik dan gerakan ketika menyanyikan pun masih sederhana. Selain itu, dahulu musik dangdut

juga digunakan sebagai alat dakwah. Salah satu musisi dangdut, seperti Rhoma Irama, yang juga

dikenal sebagai raja dangdut, telah menciptakan banyak lagu dangdut bertemakan keislaman

dan kemanusiaan. Saat ini, jauh setelah musik dangdut berkembang khususnya di Indonesia,

Page 350: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

350

dangdut ternyata banyak menuai perdebatan. Salah satunya, pelarangan panggung dangdut

dalam perayaan Sekaten di Yogyakarta. Pelarangan tersebut terjadi akibat gaya panggung

penyanyi, khususnya penyanyi wanita yang dinilai terlalu seronok dan berselera rendah

sehingga tidak sesuai dengan misi Sekaten sebagai suatu perayaan keagamaan. Tidak hanya itu,

saat ini pun masih marak pemberitaan di media massa, baik cetak maupun elektronik mengenai

lirik lagu berkonten porno yang tersirat dalam lirik lagu dangdut. Hal tersebut berpotensi

memicu terjadinya pencekalan terhadap para penyanyi maupun musik dangdut yang dianggap

dapat memberikan pengaruh negatif bagi para pendengarnya. Hal tersebut terjadi, salah satunya

pada lirik lagu dangdut dalam album “Kamasutra” yang dipopulerkan oleh Julia Perez.

Penyanyi yang bernama asli Yuli Rachmawati ini sempat heboh diberitakan mendapat

pencekalan dari sejumlah daerah di Indonesia. Pencekalan tersebut muncul karena lagu-lagu

yang dibawakan, seperti “Belah Duren” dan “Jupe Paling Suka 69” sempat menuai kecaman

dari bebagai kalangan masyarakat. Kecaman tersebut lahir dari penggunaan lirik lagu yang

berpotensi diinterpretasi sebagai tuturan porno sehingga dirasa dapat memberikan pengaruh

negatif bagi para pendengarnya.

Dari paparan tersebut, peneliti tertantang menelaah maksud tuturan dari lirik lagu

dangdut dalam album “Kamasutra” yang dipopulerkan oleh Julia Perez melalui perspektif

Pragmatik. Levinson (1987: 5) memaparkan, Pragmatik meupakan kajian mengenai penggunaan

bahasa atau kajian bahasa dengan perspektif fungsional. Artinya, setiap fenomena kebahasaan

yang diteliti secara deskriptif dijelaskan tanpa menghakimi benar dan salahnya suatu fenomena

kebahasaan tersebut. Selain itu, dalam upaya mengungkap maksud dari sebuah tuturan, peneliti

menggunakan inferensi pragmatik. Inferensi pragmatik merupakan pengetahuan tambahan yang

digunakan oleh mitra tutur untuk mengungkap implikatur percakapan (maksud yang tersirat dari

sebuah ujaran penutur) yang dikombinasikan dengan konteks tuturan (Cummings, 1999:105).

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam proses pengumpulan dan

penganalisisan data. Sudaryanto (1986: 62) memaparkan, penelitian deskriptif adalah penelitian

yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan fakta dan fenomena yang memang secara

empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa

perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret.Dalam pendeskripsian data-data yang

telah dikumpulkan, peneliti melakukannya tanpa mempertimbangkan benar atau salahnya

penggunaan bahasa. Sementara itu, analisis yang digunakan di dalam penelitian ini adalah

analisis kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena kebahasaan yang

tengah diteliti. Oleh sebab itu, analisis kualitatif berfokus pada penunjukan makna, deskripsi,

penjernihan, dan penempatan data pada konteksnya masing-masing dan sering kali

melukiskannya dalam bentuk kata-kata daripada angka-angka (Mahsun, 2007: 257). Dalam

Page 351: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

351

penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau human instrument, yaitu peneliti itu sendiri

(Sugiyono, 2008:8). Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti adalah instrumen kunci.

Pembahasan

Unit analisis dalam penelitian ini adalah tuturan yang terdapat dalam lirik lagu dangdut

pada album “Kamasutra” yang berpotensi diinterpretasi sebagai tuturan porno. Mengingat pisau

analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Pragmatik maka variabel-variabel

yang berpengaruh terhadap lahirnya interpretasi porno dalam tuturan (dalam hal ini unit

analisis) menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Variabel tersebut berkaitan

dengan Speaker, Utterance, Hearer, dan Context (Bachari, 2012: 49). Dalam sudut pandang

Pragmatik, sebuah tuturan tidak akan bermakna apa-apa apabila komponen-komponen yang

terkait dengan lahirnya interpretasi porno dalam tuturan tersebut (Speaker, Uttrance, Hearer,

Context) diabaikan atau tidak teridentifikasi.

Analisis Implikatur dan Inferensi Pragmatik Lirik Lagu “Belah Duren”

Mey (1993: 45) mengatakan, implikatur berasal dari kata kerja ‘to imply’ yang berarti

menyiratkan atau melipat sesuatu ke dalam sesuatu yang lain. Hal tersebut karena ‘to imply’

berasal dari bahasa Latin ‘plicare’ yang berarti melipat, sehingga sesuatu yang dilipat tersebut

harus dibuka agar dapat dipahami. Oleh karena itu, sebuah implikatur percakapan atau sesuatu

yang tersirat dalam percakapan yaitu sesuatu yang dibiarkan implisit dalam penggunaan bahasa

sebenarnya. Implikatur percakapan adalah implikasi pragmatik yang terdapat di dalam

percakapan yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran terhadap salah satu atau lebih

dari PKS (Bachari, 2010:33).

Dalam menginterpretasi maksud tuturan dari lirik lagu, terlebih dahulu dianalisis

implikatur dari lirik lagu tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengeskplorasi adanya pelanggaran

PKS yang memicu lahirnya implikatur. Berikut merupakan bentuk penggunaan lirik dalam lagu

“Belah Duren” yang berpotensi menimimbulkan implikatur:

makan duren di malam hari paling enak dengan kekasih (1)

dibelah bang dibelah enak bang silahkan dibelah (2)

jangan lupa mengunci pintu nanti ada orang yang tau (3)

pelan-pelan dibelah enak bang silahkan dibelah (4)

reff:

semua orang pasti suka belah duren (5)

apalagi malam pengantin sampai pagi pun yo wis ben (6)

yang satu ini durennya luar biasa (7)

Page 352: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

352

bisa bikin bang gak tahan sampai-sampai ketagihan (8)

kalo abang suka tinggal belah saja, kalo abang mau tinggal bilang saja (9)

jangan lupa mengunci pintu nanti ada orang yang tau (10)

pelan-pelan dibelah enak bang silahkan dibelah (11)

repeat reff

makan duren di malam hari paling enak dengan kekasih (12)

dibelah bang dibelah enak bang silahkan dibelah (13)

Dalam lagu “Belah Duren” terdapat tiga belas larik. Pada tiap lariknya akan dianalsis

pelanggaran PKS yang berpotensi menimbulkan implikatur percakapan. Dengan memperhatikan

PKS sebagai pintu masuk untuk mengungkap implikatur, lirik lagu “Belah Duren” berpotensi

diinterpretasi sebagai tuturan porno. Dari korpus tersebut, terlihat penggunaan bentuk belah

duren sebagai judul lagu yang dihubungkan dengan bentuk malam hari paling enak dengan

kekasih ̧seolah menyiratkan maksud yang ingin disampaikan melalui simbol “belah duren”. Hal

ini tentunya melanggar salah satu dari PKS, yaitu maksim cara. Karena arti dari “belah duren”

yang dimaksudkan oleh penutur dapat dianggap menimbulkan ketaksaan atau memiliki makna

lebih dari satu. Pelanggaran maksim cara pada lagu tersebut juga berpotensi menimbulkan tanda

tanya dibenak mitra tutur. Akan timbul pertanyaan, mengapa makan duren harus di malam hari

dan paling enak dengan kekasih? Padahal, dalam kenyataannya, kegiatan membelah buah durian

dapat dilakukan dengan siapa saja dan kapan saja, tidak perlu dengan kekasih apalagi pada

malam hari. Penggunaan bentuk makan duren ketika dihubungkan dengan bentuk paling enak

dengan kekasih pada tuturan (1) juga melanggar maksim relevansi. Tidak relevan jika bentuk

makan duren haruslah dihubungunkan bentuk dengan kekasih, jika makan duren yang dimaksud

pada tuturan (1) bermakna memakan buah durian. Beda halnya, jika makan duren yang

dimaksud bermakna lain, hal ini tentu memicu lahirnya sebuah implikatur.

Pelanggaran terhadap maksim cara dan maksim relevansi juga terjadi pada tuturan (3)

dan (4). Sama halnya dengan tuturan sebelumnya pada tuturan (3) pun terjadi pelanggaran

maksim cara. Hal tersebut dapat dibuktikan dari penggunaan bentuk jangan lupa mengunci

pintu nanti ada orang yang tau. Bentuk tersebut akan menimbulkan ketaksaan di benak mitra

tutur karena terjadi ketidakjelasan maksud dari tuturan tersebut. Hal ini tentunya akan

menimbulkan pertanyaan di benak mitra tutur, mengapa harus mengunci pintu dan orang tidak

boleh tahu? Padalah, kegiatan belah duren secara konvensional bebas dilakukan di mana saja

tidak harus mengunci pintu dan melarang orang untuk tau. Terlebih dengan hadirnya tuturan (4)

yang menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap maksim relevansi. Hal tersebut terjadi

karena penggunaan bentuk pelan-pelan dibelah enak bang silahkan dibelah pada tuturan (4)

Page 353: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

353

tidak memiliki hubungan yang jelas dengan tuturan (3) sehingga memicu terjadi ketaksaan

dibenak mitra tutur.

Pada tuturan (5) dan (6) terlihat pernyataan semua orang pasti suka belah duren.

Padalah dalam kenyataannya, ada orang yang tidak menyukai belah duren. Hal tersebut jelas

melanggar maksim kualitas karena tidak ada bukti kuat yang menjelaskan bahwa semua orang

pasti suka belah duren. Ditambah lagi muncul bentuk malam pengantin sampai pagi pun yo wis

ben yang dihubungkan dengan belah duren sehingga terjadi pelanggaran terhadap maksim

relevansi. Karena penyataan dalam lirik tersebut tidak relevan jika belah duren harus

dihubungkan dengan malam pengantin sedangkan bentuk belah duren yang konvensional di

masyarakat tidak harus dilakukan pada malam pengantin, terlebih dilakukan sampai pagi.

Pelanggaran maksim ini tentunya akan menimbulkan implikatur di benak mitra tutur.

Dari tuturan (7) dan (8), terlihat pernyataan mengenai duren yang luar biasa dan dapat membuat

ketagihan. Hal ini tentunya dapat menimbulkan makna ambigu dari belah duren yang dimaksud

dalam lagu tersebut. Karena penggunaan bentuk durennya luar biasa berpotensi membuat mitra

tutur bertanya-tanya, duren apa yang luar biasa? Ditambah lagi, terlihat pernyataan mengenai

duren yang membuat orang ketagihan. Tentunya akan kembali timbul pertanyaan, duren apa

yang membuat orang ketagihan? Pertanyaan tersebut timbul dari penggunaan bentuk yang sulit

ditangkap maksudnya oleh mitra tutur sehingga menimbulkan implikatur.

Dari tuturan (9), terlihat penawaran penutur yang mempersilahkan seseorang (abang)

untuk membelah saja dan jika mau tinggal bilang saja. Pada tuturan (9) terjadi pelanggaran

maksim cara karena bentuk belah dan mau dari tuturan (9), belum jelas rujukannya, sehingga

dapat menimbulkan ketaksaan di benak mitra tutur. Ketaksaan tersebut, dapat dibuktikan

dengan timbulnya pertanyaan, apa yang dibelah oleh Abang? Apa yang dimau oleh Abang? Dari

pentanyaan tersebut, tentunya mitra tutur memiliki anggapan yang bermacam untuk

menyimpulkan maksud dari tuturan pada larik (9).

Dari analisis implikatur lirik lagu “Belah Duren”, terjadi pelanggaran PKS yang

ditandai dengan pelanggaran maksim. Seperti pelanggaran maksim cara, maksim relevansi, dan

maksim kualitas. Pelanggaran maskim-maksim tersebut, menimbulkan lahirnya implikatur

percakapan. Mitra tutur memerlukan inferensi pragmatik sebagai pengetahuan tambahan dalam

upaya mengungkap implikatur percakapan dari lirik lagu “Belah Duren”.

Gagasan inferensi membentuk batu pijakan bagi pragmatik (Cummings, 105:1999).

Inferensi Pragmatik mutlak diperlukan oleh mitra tutur dalam upaya mengungkap implikatur

percakapan.

Melalui inferensi pragmatik, tuturan Jupe dalam lirik lagu “Belah Duren” dapat

disimpulkan bahwa secara implisit, tuturan Jupe berpotensi memiliki implikasi porno, yaitu

menjelaskan aktivitas berhubungan seks, yang secara disimbolkan dengan “belah duren”.

Bentuk belah duren secara leksikal memiliki makna kegiatan membelah buah durian. Akan

Page 354: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

354

tetapi, terjadi ketaksaan jika konteks belah duren dalam lirik lagu “Belah Duren” harus

dikaitkan dengan malam pengantin, paling enak dengan kekasih, jangan lupa mengunci pintu

nanti ada orang yang tau, sampai pagi pun yo wis ben dan lirik lain yang mengindikasi

munculnya kesan porno.

Kesan porno terhadap lagu “Belah Duren” juga didukung dengan fakta di luar lirik lagu

tersebut. Sejak dipublikasikannya album “Kamasutra” pada tahun 2008, lagu pertama berjudul

“Belah Duren” yang dibawakan oleh Jupe langsung menuai pro dan kontra dari masyarakat,

khusunya di Indonesia. Hal tersebut dipicu dari bangunan lirik lagu yang dianggap masyarakat

sebagai lirik porno serta berpotensi memberikan efek negatif bagi penikmatnya, sehingga dinilai

menyalahi Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang

Pornografi.

Citra kontroversial Jupe sebagai orang yang menyanyikan sekaligus memopulerkan

lagu ini, memang sulit dipisahkan. Aksi panggung dan cara berpakaian Jupe sebagai penyanyi

memberi kesan porno di benak mitra tutur. Tidak hanya itu, nyanyian dibalut desahan dari Jupe

ketika menyanyikan lagu ini berpotensi menambah kesan porno dari tuturan dalam lirik lagu

“Belah Duren”.

Analisis Implikatur dan Inferensi Pragmatik Lirik Lagu “Jupe Paling Suka 69”

Dalam lagu “Jupe Paling Suka 69” terdapat lima bait dan pada tiap baitnya, menyimpan

maksud yang beragam. Kemunculan lagu ini serupa nasibnya seperti lagu “Belah Duren” yang

juga menuai pro dan kontra dari masyarakat di Indonesia. Kontroversi dari lagu “Jupe Paling

Suka 69” salah satunya muncul dari penggunaan bentuk gairah cinta 69 yang berpotensi

diinterpretasi sebagai tuturan porno.

Dalam menginterpretasi maksud tuturan dari lirik lagu, terlebih dahulu dianalisis

implikatur dari lirik lagu tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengeskplorasi adanya pelanggaran

terhadap PKS yang memicu lahirnya implikatur. Berikut merupakan pertautan lirik lagu “Jupe

Paling Suka 69”:

JUPE PALING SUKA 69 (Julia Perez)

kau elus-elus tubuhku (1)

kau belai-belai rambutku (2)

terpejam-pejam mataku (3)

aduh aduh aduh nikmatnya (4)

duh aduh aduh asiknya (5)

desah indahmu menusuk kalbu (6)

kau elus-elus tubuhku (7)

kau belai-belai rambutku (8)

oh yes sungguh nikmatnya (9)

oh yes sungguh bahagia (10)

Page 355: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

355

suka suka jupe paling suka (11)

kasih sayangmu luar biasa (12)

gairah cinta 69 (13)

suka suka jupe paling suka (14)

kau buat aku tak berdaya (15)

gairah cinta pun membara (16)

halus halus halusnya selembut sutra (17)

irama gaya kamasutra ala india (18)

Pada tuturan (1) dan (2) ditemukan terjadi pelanggaran PKS, yaitu pelanggaran terhadap

maksim cara sedangkan pada tuturan (3) terjadi pelanggran maksim kuanitas. Tuturan (1) dan

(2) melanggar maksim cara karena terjadi ketidakjelasan maksud sebuah tuturan. Ketidakjelasan

tersebut terjadi karena penggunaan bentuk kau pada tuturan kau elus-elus tubuhku dan kau

belai-belai rambutku, tidak secara jelas tergambar sosok “kau” yang dimaksud sehingga

berpotensi menimbulkan ketaksaan dibenak mitra tutur. Kejelasan sebuah tuturan mutlak

diperlukan agar mitra tutur dapat menangkap dengan mudah maksud dari tuturan tersebut. Pada

tuturan (3) terjadi pelanggran maksim kuantitas karena tuturan tersebut seolah melebih-

lebihkan. Penggunaan bentuk terpejam-pejam mataku pada dasarnya terjadi akibat efek dari

tuturan (1) dan (2), atau ketika “kau” melakukan aktivitas membelai dan mengelus sehingga si

“aku” menjadi terpejam-pejam. Akan tetapi, bentuk terejam-pejam mataku tidaklah mutlak

diperlukan hanya karena ingin menggambarkan efek dari tuturan sebelumnya.

Pada tuturan (4) dan (5) terjadi pelanggaran terhadap maksim kuantitas. Tuturan (4) dan

(5) yang berhubungan dengan tuturan sebelumnya juga terjadi pelanggaran terhadap maksim

kuantitas. Hal tersebut dibuktikan dengan penggunaan bentuk aduh yang intensitasnya

berlebihan. Karena dengan menyederhanakan tuturan menjadi aduh nikmatnya dan aduh

asyiknya sudah cukup menyiratkan maksud yang ingin disampaikan kepada mitra tutur serta

tidak akan mengubah makna dari tuturan sebelumnya.

Pada tuturan (6) terlihat penggunaan bentuk desah indahmu. Bentuk tersebut berpotensi

menimbulkan ketaksaan di benak mitra tutur karena terjadi ketidakjelasan mengenai maksud

dari desah indahmu. Secara leksikal desah bermakna bunyi nafas. Pada tuturan tersebut, makna

dari desah yang dimaksud menjadi kabur jika dihubungkan dengan bentuk indah. Karena akan

sulit membayangkan desah indah yang dimaksud pada tuturan tersebut. Selain itu, terjadi

pelanggaran maksim relevansi pada tuturan (6). Pelanggaran maksim relevansi terjadi karena

terdapat penggunaan bentuk desah indahmu yang dihubungkan dengan menusuk kalbu.

Pelanggaran maksim relevansi pada tuturan (6) berpotensi menimbulkan pertanyaan,

seperti “Mengapa desahan bisa menusuk kalbu?”. Tuturan yang tidak relevan juga akan memicu

lahirnya implikatur.

Pada tuturan (9) dan (10) terjadi pelanggaran maksim kuantitas. Penggunaan bentuk oh

yes pada tuturan (9) dan (10) menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap maksim kuantitas.

Page 356: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

356

Karena penggunaan bentuk oh yes pada tuturan (9) seolah melebih-lebihkan. Dengan

menyederhanakan tuturan menjadi sunggu nikmatnya dan sungguh asyiknya sudah cukup

menyiratkan maksud yang ingin disampaikan kepada mitra tutur serta tidak akan mengubah

makna dari tuturan sebelumnya.

Pada tuturan (11), (12), dan (13) terjadi pelaggaran terhadap maksim relevansi dan

maksim cara. Pelanggaran terhadap maksim relevansi terjadi karena muncul bentuk gairah cinta

69 setelah tuturan (11) dan (12). Bentuk tersebut, jika diperhatikan tidak relevan dengan tuturan

(11) dan (12). Pada tuturan (12) terdapat bentuk kasih sayangmu luar biasa yang dihubungan

dengan bentuk gairah cinta 69 sehingga bepotensi menimbulkan keambiguan dari tuturan

tersebut. Pada tuturan (13) juga terjadi pelanggaran terhadap meksim cara karena penggunaan

bentuk gairah cinta 69 berpotensi menyebabkan ketakasaan. Ketekasaan tersebut muncul dari

penggunaan bentuk 69 yang dihubungkan dengan bentuk gairah cinta. Ketaksaan pada tuturan

tersebut dapat menimbulkan pertanyaan dibenak mitra tutur, “Seperti apa gairah cinta 69 yang

dimaksud?”. Maksud dari bentuk gairah cinta 69 pada akhirnya berpotensi menjadi tidak jelas

rujukannya sehingga memicu lahirnya implikatur.

Pada tuturan (14), (15), dan (16) terjadi pelanggaran terhadap maksim cara, maksim

kuantitas, dan maksim relevansi. Pada tuturan (14) terjadi pelanggaran terhadap maksim cara

karena penggunaan bentuk suka pada tuturan sukasuka jupe paling sukayang disampaikan oleh

penutur kepada mitra tutur, tidak jelas arahnya. Kesukaan penutur yang terdapat pada tuturan

(14) sulit diketahui. Selain itu, pada tuturan (14) terjadi pelanggaran terhadap maksim kuantitas.

Pelanggaran maksim kuantitas terjadi kerena penggunaan bentuk suka pada tuturan sukasuka

jupe paling suka, digunakan secara berlebihan oleh penutur. Padahal, jika tuturan tersebut

berubah menjadi jupe paling suka, makna sekaligus maksud yang disampaikan dari tuturan

tersebut tidak akan berubah.

Pelanggaran terhadap maksim relevansi terjadi pada tuturan (15). Karena tidak ada

hubungan yang relevan antara tuturan (14), (15), dan (16). Pada tuturan (14) penutur

menyebutkan rasa sukanya terhadap sesuatu, tetapi pada tuturan (15) penutur menyebutkan rasa

tidak berdaya, seperti pada tuturan kau buat aku tak berdaya. Setelah itu, muncul tuturan (16)

gairah cinta pun membara, dari tuturan tersebut tergambar gairah cinta yang memebara dari diri

penutur, padahal sebelumnya, penutur menyebut bahwa dirinya tidak berdaya. Pada tuturan (16)

juga terjadi pelanggaran terhadap maksim cara karena penggunaan bentuk gairah cinta

membara berpotensi menimbulkan ketaksaan di benak mitra tutur. Ketaksaan tersebut dapat

dibuktikan dengan munculnya pertanyaan, mengapa gairah cinta bisa membara? Karena secara

leksikal bentuk membara hanya lekat dengan api. Seperti pada kalimat “Api yang membara itu

menghanguskan banyak rumah.”, berdeda halnya jika bentuk membara dihubungkan dengan

bentuk gairah cinta. Hal tersebut, berpotensi menimbulkan ketaksaan di benak mitar tutur,

sehingga perlu pengetahuan tambahan untuk menangkap maksud dari tuturan tersebut.

Page 357: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

357

Pada tuturan (17) dan (18) terjadi pelanggaran terhadap maksim cara, maksim kuantitas,

dan maksim relevansi. Pada tuturan (17) terjadi pelanggaran terhadap maksim kuantitas.

Pelanggaran maksim kuantitas terjadi kerena penggunaan bentuk halus pada tuturan

halushalushalusnya selembut sutra, digunakan secara berlebihan oleh penutur. Padahal, jika

tuturan tersebut berubah menjadi halusnya selembut sutra, makna sekaligus maksud yang

disampaikan dari tuturan tersebut tidak akan berubah. Pada tuturan (17) juga terjadi pelanggaran

terhadap maksim cara karena penggunaan bentuk halusnya berpotensi menimbulkan ketaksaan

di benak mitra tutur. Bentuk halusnya pada tuturan (17) belum jelas rujukannya. Ketaksaan

tersebut dapat dibuktikan dengan munculnya pertanyaan, apa yang halusnya selembut sutra?

Pada tuturan (18) juga terjadi pelanggaran terhadap maksim cara karena terdapat penggunaan

bentuk irama gaya kamasutra ala india yang berpotensi menimbulkan ketaksaan di benak mitra

tutur. Belum dapat ditentukan maksud yang jelas dari penggunaan bentuk tersebut, sehingga

perlu pengetahuan tambahan untuk menangkap maksud dari tuturan tersebut.

Dari analisis implikatur lirik lagu “Jupe Paling Suka 69”, terjadi pelanggaran PKS yang

ditandai dengan pelanggaran maksim. Seperti pelanggaran maksim cara, maksim relevansi, dan

maksim kuantitas. Pelanggaran maskim-maksim tersebut, memicu lahirnya implikatur

percakapan. Mitra tutur memerlukan inferensi pragmatik sebagai pengetahuan tambahan dalam

upaya mengungkap implikatur percakapan dari lirik lagu “Jupe Paling Suka 69”.

Dari analaisis implikatur, dapat terungkap pelanggaran-pelanggaran terhadap PKS yang terjadi

pada tuturan dalam lirik lagu “Jupe Paling Suka 69”. Interpretasi dari sebuah tuturan, dalam hal

ini lirik lagu “Jupe Paling Suka 69” pun dapat muncul dari bahasa yang disampaikan secara

implisit oleh penutur. Dalam lagu “Jupe Paling Suka 69” seolah mengisyaratkan tentang

kesukaan Jupe. Dalam lagu tersebut terlihat bahwa Jupe menyukai “69”. Hal tersebut terbukti

dari penggunaan judul “Jupe Paling Suka 69”. Selain itu terlihat juga aktivitas yang telah

dilakukan oleh “kau”, seperti pada tuturan kau elus-elus tubuhku, kau belai-belai rambutku yang

membuat Jupe merasa nikmat dan bahagia hingga tak berdaya. Terdapat juga tuturan kasih

sayangmu luar biasa dan gairah cinta 69 yang berpotensi diinterpretasi sebagai tuturan porno.

Selain itu, interpretasi porno yang muncul dikuatkan dengan penggunaan bentuk irama

gaya kamasutra ala india. Karena secara etimologis, “Kamasutra” memilik makna prinsip dasar

bercinta, dikenalkan pertama kali di India pada tahun 1883 sebagai sebuah buku dengan judul

“Kama Sutra”. “Kama Sutra” disusun pada abad 4 M oleh Malinaga Vatsayana. Ia mengajarkan

anak muda tentang masalah universal mengenai bagaimana memiliki kehidupan memuaskan

dan penuh secara seksual.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan maksud tuturan dari lirik lagu “Jupe Paling

Suka 69” yang mengisyaratkan tentang “69” sebagai posisi ketika berhubungan seks. Maksud

dari tuturan tersebut, dikuatkan dari penggunaan bentuk gairah cinta 69 yang dihubungkan

Page 358: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

358

dengan bentuk irama gaya kamasutra ala india sehingga berpotensi diinterpretasi sebagai

tuturan porno.

Simpulan dan Saran

Penggunaan bentuk bahasa yang beragam sehingga maksud tuturan terekam secara

implisit, menggambarkan strategi penutur dalam mengemas tuturannya, sebagai upaya

memperhalus maksud yang ingin disampaikan. Selaras dengan pertanyaan-pertanyaan

penelitian, maka ada dua simpulan dari penelitian yang menyoroti hal-hal yang berkenaan

dengan lirik lagu dangdut dalam album “Kamasutra” yang berpotensi diinterpretasi sebagai

tuturan porno.

Pertama, implikatur percakapan dari tuturan dalam lirik lagu “Belah Duren”, “Jupe

Paling Suka 69” dalam album “Kamasutra” yang dipopulerkan oleh Jupe teridentifikasi melalui

analisis terhadap penerapan Prinsip Kerja Sama. Dalam lirik lagu “Belah Duren”, “Jupe Paling

Suka 69”, implikatur tuturan adalah strategi penutur dalam upaya mengemas tuturan, agar tidak

sembarang orang yang mengetahui maksud dari tuturan tersebut. Hal tersebut menyiratkan

strategi penutur dalam mengemas tuturannya sehingga tuturan yang sampaikan secara implisit

dapat diterima oleh mitra tutur. Oleh karena itu, perlu pengetahuan tambahan untuk

mengungkap maksud yang tersirat dari tuturan tersebut.

Kedua, inferensi pragmatik mutlak diperlukan oleh mitra tutur dalam upaya

mengungkap implikatur percakapan. Melalui inferensi pragmatik, tuturan Jupe dalam lirik lagu

“Belah Duren”, “Jupe Paling Suka 69” dapat disimpulkan bahwa secara implisit, tuturan Jupe

berpotensi memiliki implikasi porno, yaitu menggambarkan aktivitas berhubungan seks sampai

posisi dalam bercinta.

Pada akhirnya, berkaca dari penelitian ini, alangkah baiknya jika penelitian selanjutnya

memperluas sampel tuturan yang diteliti, misalnya menganalisis seluruh lagu dangdut yang

berpotensi mengandung maksud porno. Diharapkan, hasil penelitian semacam itu akan lebih

bervariasi, representatif, dan menginspirasi.

Daftar Pustaka

Bachari, Andika Dutha. 2011. “Analisis Pragmatik terhadap Tuturan Berdampak Hukum (Studi

Kasus Terhadap Laporan Dugaan Tindak Penghinaan, Penipuan, dan Pencemaran Nama

Baik yang Ditangani Satreskrim Polrestabes Bandung)”. Tesis tidak dipublikasikan

pada Program Magister Linguistik, Sekolah Pascasarjana, UPI, Bandung.

Cummings, Louise. 2007. Pragmatik, Sebuah Perspektif Multidisipliner (Diterjemahkan

Setiwati¸ dkk).Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Levinson, Stephent C. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press.

Page 359: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

359

Mahsun.2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Grafindo.

Mey, J.L. 1993. Pragmatics: An Introduction. Oxford: Basil Blackwell.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana

Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Undang-Undang Pornografi. 2008. [Online]http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-

Undang_Pornografi. (diakses pada 5 Oktober 2015 pukul 15:00).

Yatulyanah, Putri. 2010. “Citra Pornografis dalam Iklan Premium Call Surat Kabar Lampu

Hijau”. Skripsi. UPI: Bandung, Tidak diterbitkan.

Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Yuniawan, Tommi. 2007. “Fungsi Asosiasi Pornografis dalam Wacana Humor”. Jurnal

Linguistika, Vol. 14, No. 27.

[Online]http://www.seksualitas.net/sejarah-dan-asal-usul-kitab-kamasutra.htm. (diakses pada 15

Oktober 2015 pukul 15.35).

Page 360: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

360

KEDWIBAHASAAN DALAM KELUARGA

Rochmat Tri Sudrajat

STKIP Siliwangi Bandung

[email protected]

Abstrak

Komunikasi antara individu dengan individu, individu denga kelompok keberhasilannya

dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa pembicara dan pendengar. Dengan menguasai

keterampilan berbahasa maka seorang pembicara akan mampu mengekspresikan

keinginan, kehendak, atau hasrat yang menjadi cerminan dari kehidupan sosial mereka.

Domisili pembicara yang dwibahasa akan mempengaruhi bahasa pembicara terutama

jika bahasa yang berlaku di tempat tinggalnya sangat dominan.

Kata kunci: kedwibahasaan, keluarga

Pendahuluan

Bahasa merupakan alat yang digunakan dalam berkomunikasi antara individu dengan

individu atau kelompok. Untuk melakukan kegiatan komunikasi setiap individu harus memiliki

keterampilan berbahasa. Bahasa memungkinkan manusia untuk meningkatkan kemampuan

intelektual, kemampuan berpikir dan bernalar (depdikbud, 1994:4).

Kemampuan berbahasa seseorang dipengaruhi oleh pemerolehan bahasanya.

Pemerolehan bahasa adalah proses pemahamandan penghasilan (produksi). Bahasa pada diri

anak melalui beberapa tahap mulai dari meraban sampai pada kefasifan penuh (Kridalaksana,

1983:123). Pemerolehan bahasa dapat berlangsung dengan berbagai cara. Cara pertama adalah

pemerolehan bahasa pertama kemudian bahasa kedua. Cara kedua adalah pemerolehan bahasa

pertama dan kedua secara serempak. Akibat pemerolehan dua bahasa atau lebih maka

menimbulkan sesuatu hal yang berdampak positif maupun negatif. Pada anak-anak yang

memperoleh dua bahasa atau lebih akan terjadi kontak bahasa pada dirinya, dan bahasa yang

satu akan mempengaruhi bahasa yang lain (Weinrich, 1968:1).

Masalah lain muncul adalah penguasaan multi bahasa. Dalam masyarakat Indonesia

banyak ditemukan sejumlah orang yang magnesia lebih dari dua bahasa. Dengan adanya gejala

ini, maka di masyarakat terdapat ekhabahasawan, dwibahasawan, dan multibahasawan.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah penelitian

ini dengan mencari hubungan antara domisili dwibahasawan dengan interferensi bahasa dan

apakah interferensi akan terjadi pada setiap kedwibahasaan berpengaruh terhadap pemakaian

bahasa pertama dan kedua.

Page 361: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

361

Tujuan Penelitian

Mengetahui interferensi yang terjadi pada kedwibahasaan dalam lingkungan keluarga

dan untuk mengetahui jenis interferensi yang terjadi pada dwibahasawan dalam lingkungan

keluarga

Tinjauan Teoritis

A. Pengertian Kedwibahasaan

Kdwibahasaan pada dasarnya adalah penguasaan dua bahasa, namun dalam

kenyataannya tidak sesederhana kalimat di atas. Kedwibahasaan dapat ditinjau dari berbagai

aspek sehingga pengertiannya menjadi beragam, karena setiap pakar memberikan syarat yang

berbeda. Berikut berbagai macam pengertian kedwibahasaan:

(a) Kedwibahasaan, yaitu dapat memakaidua bahasa secara pengertian (Weinreich dalam

Rusyana, 1989:1)

(b) Kedwibahasaan, yaitu dapat menghasilkan kalimat-kalimat bermakna dalam B2 (bahasa

kedua) (Haugen, 1969 dalam Tarigan, 1989:3).

(c) Kedwibahasaan sebagai penguasaan sama baiknya terhadap dua bahasa seperti halnya

penguasaan oleh penutur aslinya (Bloomfield dalam Rusyana, 1989:1).

(d) Kedwibahasaan, yaitu dapat menggunakan pengetahuan B2 secara pasif dan sekelumit

kompetensi leksikal untuk melakukan transaksi usaha atau bisnis dalam B2 (Diebold,

1961:39).

Berbagai macam pengertian di atas dipengaruhi oleh maksud dan tujuan penggunaan

dua bahasa dipengaruhi oleh topic, penyimak, konteks serta suasana. Oleh karena itu, tidak

realistik untuk menuntut agar kedwibahasaan selalu dibatasi sebagai penguasaan dua bahasa

sempurna dalam segala konteks, dalam semua keadaan, dalam semua kondisi dan situasi

(Ovando&Colier dalam Tarigan, 1989:3).

B. Jenis-jenis Kedwibahasaan

Jenis-jenis kedwibahasaan atau bilingualisme sangat beagam, Weinreich (1955. 9-11)

dalam Romaine membahas bilingualisme dalam kaitan dengan asumsi bahwa konsep suatu

bahasa disimpan dalam otak individu: coordinate dan compound, perbedaan ini diyakini berasal

dari cara bahasa itu dipelajari.

Dalam coordinate bilingualism, seseorang mempelajari kedua bahasa dalam konteks

yang sama, di mana keduanya digunakan dalam waktu yang berurutan atau bersamaan, sehingga

akan terjadi penggabungan representasi tentang kedua bahasa tersebut dalam otak.

Kedwibahasaan dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, tergantung dari sudut

pandangan, antara lain: (a) berdasarkan hipotesis ambang; (b) berdasarkan tahapan usia

Page 362: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

362

pemerolehan; (c) berdasarkan usia belajar B2; (d) berdasarkan konteks; (e) berdasarkan hakikat

tanda dalam kontak bahasa; (f) berdasarkan tingkat pendidikan; (g) berdasarkan keresmian dan,

(h) berdasarkan kesosialan (Tarigan, 1989:3).

Berikut penjelasan mengenai klasifikasi kedwibahasaan berdasarkan uraian di atas.

a. Berdasarkan Hipotesis Ambang

Berdasarkan hipotesis ambang atau threshold oleh Cummins (1976) maka dapat dibedakan

kedwibahasaan subtratif dan kedwibahasaan aditif. Apabila bahasa asli sang anak yang

minoritas digantikan oleh bahasa mayoritas, maka hal ini mengandung efek subtratif (atau

akibat pengurangan) pada anak sedangkan kedwibahasaan aditif yang merupaan wadah BI

sang anak merupakan bahasa mayoritas atau dominant dalam kebudayaan. Pemakaian dan

pemerolehan B2 merupakan prestasi tambahan bagi anak dan belajar kognitifnya pun

menjadi lebih jelas.

b. Berdasarkan Tahapan Usia pemerolehan

Berdasarkan usia seseorang memperoleh B2 yang membuatnya menjadi dwibahasawan,

maka dapatlah dibedakan empat jenis kedwibahasaan yaitu:

(a) Kedwibahasaan masa kecil (infant bilingualism)

(b) Kedwibahasaan masa kanak-kanak (child bilingualismI

(c) Kedwibahasaan masa remaja (adolescent bilingualism)

(d) Kedwibahasaan masa dewasa (adult bilingualism)

c. Berdasarkan Usia Belajar

Ditinjau dari segi usia eseorang belajar B2 maka dapat dibedakan, (a) kedwibahasaan

serentak (b) kedwibahasaan berurutan.

d. Berdasarkan Konteks

Bila berdasarkan konteks yang merupakan wadah kedua bahasa yang bersangkutan

dipelajari maka dapat dibedakan dua jenis kedwibahasaan, yaitu: kedwibahasaan buatan

dan kedwibahasaan alamiah (Stren, 1973)

e. Berdasarkan Hakikat Tanda dalam Kontak Bahasa

Jenis kedwibahasaan ini merupakan penjelasan pendapat Weinreich yang mengatakan

bahwa kedwibahasaan terbagi atas, (i) diterapkan pada dua sistem yang benar-benar

mandiri, yaitu makna dan ekspresi; (ii) diterapkan kalau hanya ada satu sistem ekspresi

yang sama namun terpisah atau mandiri; dan (iii) diterapkan kalau ada sistem ekspresi

subordinate (Harding & Riley, 1986, 37-38)

f. Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pemakaiannya

Bila ditinjau dari segi tingkat pendidikan dwibahasawan maka dapat dibedakan:

(a) Kedwibahasaan kaum elit (Paulston, 1975)

(b) Kedwibahasaan rakyat biasa (Tosi, 1982)

Page 363: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

363

Daftara Pustaka

Alwasilah, A.Chaedar. (1985). Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa

Hudson, RA. (1980). Sosiolinguistik. London: Cambridge University.

Kridalaksana, H. (1989). Perihal Kedwibahasaan. Jakarta: Depdikbud.

Slobin. (1974). Psycholinguistics. USA: Scott, Foresman and Co.

Subyakto, Sri Utari. (1989). Psikolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Depdikbud.

Trudgil, Peter. (1995). Sosiolinguistics an Introduction to Language and Society. England:

Penguin Book.

Wardaugh, Ronald. (1988). An Introduction Sociolinguitics. New York: Basil Blackwell.

Weinreich, Uriel. (1968). Language in Contack Finding and Problem. Paris: Manton The

University Press.

Page 364: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

364

REVOLUSI MENTAL BAHASA DAN SASTRA INDONESIA: UPAYA

MEWUJUDKAN PEMUDA PAHLAWAN BAHASA TANPA TANDA JASA

Rozali Jauhari Alfanani, Hendra Prasetyo, dan Ratnatul Faizah

Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Mataram

[email protected]

Abstrak

Era modern dengan tajuk globalisasi sudah kadung mengglobal dan menjadi bagian dari

perjalanan bangsa ini. Masa kekinian yang sudah semakin maju menuntut kita juga

harus mampu lebih maju dalam setiap aspek kehidupan. Salah satu upaya yang sedang

digaungkan untuk mewujudkan kemajuan tersebut ialah Gerakan Nasional berlabel

Revolusi Mental. Gerakan yang bertujuan secara detail mengenai perubahan besar-

besaran dan masif terkait dengan mental bangsa ini agar mampu terus berkembang dan

bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Dalam hal ini, salah satu objek yang menjadi

wadah dan sekaligus alat dalam perwujudan revolusi mental tersebut adalah unsur

kebahasaan dan kesastraan. Bahasa mampu mengejewantahkan diri ke dalam seluk-

beluk intelektualitas manusia dan sastra secara gamblang diyakini sebagai salah satu

pembentuk etika dan karakter manusia. Dalam pada itu, kaitannya dengan bahasa dan

sastra serta revolusi mental, yang menjadi inti persoalan bangsa saat ini adalah

terjadinya kemerosotan kebanggaan terkait bahasa selaku identitas bangsa dan adanya

kemunduran moral etika terkait sastra sebagai wahana pembina karakter itu sendiri.

Padahal, bahasa dan sastra merupakan sarana penting dalam mewujudkan cita-cita

bangsa. Oleh sebab itu, tulisan dan upaya-upaya lain mesti terus dihadirkan sebagai

langkah dan bagian dari revolusi mental tersebut. Melalui observasi dan studi

kepustakaan dapat dilahirkan uraian penting mengenai revolusi mental bahasa dan sastra

tersebut. Hingga pada akhirnya, esensi utama dari semuanya adalah terwujudnya para

“pemuda bangsa” yang mampu unjuk gigi sebagai “para pahlawan”, khususnya dalam

bidang “bahasa” yang tentu tetap memegang prinsip “tanpa tanda jasa” sebagai bentuk

kebanggaan dan kecintaan terhadap bangsa dan negara ini sehingga mampu bersaing di

tingkat regional dan internasional.

Kata kunci: Revolusi Mental, Bahasa dan Sastra, Pemuda, Pahlawan Bahasa,

Tanpa Tanda Jasa

Revolusi Mental Bahasa dan Sastra

Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara lisan

maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai

sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya selalu ada nilai-

nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Bahasa selalu mengikuti kehidupan manusia

sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa.

Sejak diikrarkannya suatu paradigma yang dikenal dengan “Sumpah Pemuda” pada 28

Oktober 1928 yang salah satu isinya adalah menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa

Indonesia, maka sejak itu pulalah bangsa Indonesia memiliki salah satu tolok ukur identitas

suatu bangsa yang berdaulat, yakni bahasa. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting bagi

suatu bangsa. Bahasa, sebagai alat komunikasi yang efektif mutlak diperlukan bagi setiap

bangsa. Tanpa bahasa, bangsa tidak akan mungkin dapat menggambarkan dan menunjukan

Page 365: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

365

dirinya secara utuh dalam dunia pergaulan dengan bangsa lain. Akibatnya, bangsa tersebut akan

“lenyap” ditelan masa. Jadi, bahasa menunjukan identitas suatu bangsa.

Bahasa, sebagai bagian dari kebudayaan dapat menunjukan tinggi-rendahnya kebudayaan

bangsa. Bahasa akan menggambarkan sudah sampai seberapa jauh kemajuan yang telah dicapai

oleh suatu bangsa. Dengan demikian, bahasa yang dengan fungsinya baik sebagai bahasa

persatuan, bahasa negara, bahasa resmi, atau bahasa ilmu pengetahuan memegang peranan

penting bagi keberlangsungan hakikat kemajuan dari suatu bangsa itu sendiri.

Namun demikian, kencangnya arus globalisasi dengan konsep modernisme yang melanda

“habitat kebahasaan” seperti sekarang ini telah mulai sedikit demi sedikit meruntuhkan atau

mengaburkan hakikat bahasa sebagai unsur penting kemajuan suatu bangsa. Bangsa yang ada di

muka bumi ini akan dinilai maju atau mengalami perkembangan yang luar biasa apabila telah

memiliki, menguasai, atau mampu menciptakan perangkat-perangkat yang berkaitan dengan

ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah kadung dianggap sebagai satu—bahkan satu-

satunya—tolok ukur kemajuan pada era sekarang ini. Posisi bahasa yang dahulunya menjadi

dasar pemikiran yang maju untuk suatu bangsa (dalam filsafat, agama, maupun ilmu) kini telah

terpinggirkan dengan sangat cepat, sehingga memiliki kemampuan berbahasa, terutama yang

baik dan benar bukan lagi menjadi budaya, tidak lagi membanggakan, bahkan cenderung

dianggap biasa saja dan tidak dianggap sebagai hal yang penting dalam perkembangan zaman

seperti sekarang ini. Dalam setiap bidang kehidupan orang akan “meng-elu-elukan” seseorang

yang mampu menguasai teknologi terkini, namun cenderung memendang sebelah mata pihak-

pihak yang mampu menguasai dan mengaplikasikan unsur kebahasaannya dalam kehidupannya.

Hal ini tidak terlepas dari arus zaman yang memang sudah masuk pada masa kemenangan

mutlak teknologi dan kekalahan telak kebahasaan. Padahal, jika disadari dan mau membuka

mata, hati, dan pikirannya bahwa tanpa bahasa maka ilmu itu hanya sekumpulan ruang hampa

yang butuh diproduksi, dan produksinya pun harus menggunakan bahasa. Teknologi pun begitu,

tanpa sedikitpun mengurangi esensi penting penguasaan teknologi maka bisa dipastikan

perkembangan teknologi sejak dahulu, pada masa kini, dan untuk waktu-waktu yang akan

datang telah disepakati bahwa bahasalah yang juga memainkan peranan penting untuk hal

tersebut.

Namun demikian, akibat paradigma modernisme dan globalisasi yang cenderung sempit

tersebut maka kita (dan semua manusia lainnya) menganggap bahwa “bahasa adalah hal yang

tidak ada apa-apanya”. Padahal, modernisme dan globalisasi tersebut diciptakan atau

ditakdirkan bukan menjadi sesuatu yang pada akhirnya melunturkan nilai-nilai dan semangat

kemajuan itu sendiri yang didasari oleh faktor bernama bahasa. Paradigma yang salah tersebut

pun sudah meracuni banyak orang, khususnya di negeri ini yang notabenenya merupakan negara

yang berwilayah luas, berpenduduk banyak, dan memiliki pula potensi kebahasaan yang sangat

luar biasa.

Page 366: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

366

Selain itu, faktor lain yang juga terkena dampak dari arus modernisasi ialah unsur

kesasatraan. Sastra di negeri ini seolah hanya “tinggal kenangan”. Sastra pada masa kini tidak

seampuh sastra pada masa lalu yang sering dikatakan sebagai era kejayaannya. Hal tersebut

tampaknya tidaklah mengherankan, bagaimana tidak sastra pada masa itu mampu mengoyak-

ngoyak sisi-sisi kehidupan manusia, baik secara lokal maupun nasional, secara individual

maupun sosial, dan secara etis maupun pragmatis. Sastra pun mampu menjadi bagian penting

dalam suatu hakekat perjuangan, baik melawan penindasan bangsa asing, melawan kondisi

hidup kala itu, hingga melontarkan kritisi pedas kepada penguasa yang lupa sedang berada di

mana dan untuk apa ia berkuasa.

Terlepas dari masa itu yang hanya menjadi bagian dari sejarah masa lalu, kini sastra telah

menemukan berbagai cangkang untuk hidup. Sastra dikatakan terus berkembang seiring

perkembangan zaman. Berbagai resolusi, terobosan, hingga karya-karya fenomenal dilahirkan

untuk mendongkrak kembali jati diri sastra itu sendiri. Akan tetapi, semua hal tersebut seakan-

akan hanya bagian dari “pelaksanaan kewajiban” sebagaimana seseorang yang sholat hanya

karena sejak dahulu sholat itu ada dan dilaksanakan, tetapi ia tidak menemukan maknanya, tidak

mampu mengubah dirinya dari keji dan mungkar, serta hanya menjadi pelengkap kehidupan

yang ia telah jalani secara nyata di dunia. Begitu pula sastra pada era sekarang ini, hanya

didengungkan ke mana-mana, digaungkan seeras-kerasnya, dan disosialisasikan dalam segala

cara. Namun demikian, tidak tercipta makna-makna hakiki akibat dari perluasan kekuasaan

sastra tersebut. Tidak ada lagi nilai keetisan, religiusitas, sosial-budaya, dan lainya yang dapat

dijadikan pedoman yang realistis bagi manusia Indonesia, sehingga tidak mengherankan pulalah

segala kejadian demi kejadian yang melanggar etika, peristiwa yang mencoreng nama, dan atau

hal-hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya kini telah tersaji dengan nyata di tengah-

tengah kehidupan kita. Hal ini tentu mengharukan, karena jika dikaji secara seksama, sastra

sebenarnya mampu menjadi “penawar” dari segala macam hal-hal negatif tersebut, walaupun

memang tidak sepenuhnya hal itu mampu ditangani oleh sastra namun sastra dapatlah menjadi

bagian penting yang mesti dijadikan pedoman dalam menghadapi hal-hal seperti itu.

Oleh sebab itu, dua hal di atas yang telah diuraikan secara sederhana yakni bahasa dan

sastra semestinya dikembalikan pada tempatnya yang seharusnya. Bahasa harus sudah mulai

dibanggakan lagi sebagai identitas kebangsaan kita, begitu pula sastra sebagai bagian lain dari

unsur kehidupan kita sudah selayaknya dijadikan salah satu dari sekian pedoman hidup agar

mendapatkan hakekat hidup sebagai manusia yang beretika, bernorma, dan bersusila. Hal

tersebut kini mulai mendapat angin segar walaupun belum sesegar yang diharapkan, yaitu

dengan adanya Gerakan Nasional Revolusi Mental yang digaungkan oleh rezim saat ini.

Revolusi Mental yang digadang-gadang sebagai bagian penting bagi perkembangan bangsa ini

dengan mengembalikan semangat perjuangan membara Bung Karno, semangat pembangunan

Pak Harto, semangat keilmuan Habibie, semangat religiusitas Gus Dur, semangat gotong-

Page 367: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

367

royong Bu Mega, hingga semangat demokrasi SBY ini diharapkan menjadi pembuka lagi bagi

kembalinya keagungan bahasa sebagai identitas kebanggaan kita dan sastra sebagai bagian dari

perubahan moral dan etika bangsa menuju Indonesia yang lebih sempurna.

Pemuda Pahlawan Bahasa

Berbicara mengenai hal-hal di atas, maka untuk saat ini yang sedang dibutuhkan oleh

bangsa ini adalah sosok-sosok yang mampu dan memang mau berjuang dalam kecimpungnya di

bidang bahasa dan sastra. Sebenarnya, secara nasional memang semua pihak mesti terlibat

dalam aktivitas ini. Akan tetapi, mungkin memaksakan diri untuk meminta keterlibatan semua

pihak yang notabenenya masih terkungkung dalam kesibukan masing-masing menjadi hal yang

memakan waktu lama. Oleh sebab itu, tawaran paling memungkinkan dan dirasa paling masuk

akal adalah membangun peran para pemuda bangsa ini yang pada akhirnya nanti memang akan

menjadi penerus bangsa pada masa-masa yang akan datang.

Pemuda adalah generasi yang disiapkan Tuhan untuk menentukan nasib dunia secara luas

dan dirinya secara terbatas, seperti itulah kutipan salah satu Motivator nasional bernama Mario

Teguh. Artinya, pemuda memang telah menjadi bagian dari rencana Tuhan untuk menjadikan

individu tersebut seperti apa nantinya dan dunia secara luas pada akhirnya. Sekarang

pertanyaannya, pemuda yang seperti apa yang dibutuhkan dan benar-benar mampu

mengembalikan bangsa ini pada posisi yang semestinya?

Secara sederhana, tawaran yang dipaparkan dalam tulisan yang juga sederhana ini ialah

pemuda yang memiliki jiwa pahlawan. Mengapa begitu, karena bangsa ini memang memiliki

jutaan pemuda yang menjadi penghuninya, akan tetapi tidak sebanyak itu pemuda yang benar-

benar paling tidak berpikir akan nasib bangsa ini ke depannya. Oleh sebab itulah, pemuda-

pemuda pilihan yang secara sukarela mau menempatkan bangsa ini dalam pikirannya

tersebutlah yang bisa dijadikan sebagai tonggak pembangun bangsa. Pemuda yang seperti itu

tentu memiliki jiwa kepahlawanan yang memang dibutuhkan juga demi mewujudkan kemajuan

bangsa dan negara.

Kaitannya dengan unsur identitas kebanggaan tersebut, maka pemuda dengan jiwa

pahlawan saja masih belum cukup. Harus ada sasaran kepahlawanan dari para pemuda yang

dimaksud, dan dalam hal ini tentu kita tidak terlampau luas dulu mewadahi sasaran yang

dimaksud. Cukuplah pemuda dengan jiwa pahlawan yang mau dan mampu membangun bangsa

pada aspek kebahasaan menjadi salah satu prioritas dalam pelaksanaan pembangunan bangsa.

Jika seorang pemuda mau dam mampu berjiwa pahlawan untuk memikirkan nasib bangsa ini,

khususnya dalam hal bahasa dan sastra, maka bagaimana jika ratusan, ribuan, bahkan jutaan

pemuda yang bisa seperti itu. Dengan hal itu, maka bangsa ini tidak perlu khawatir terkait

nasibnya di masa kelak. Hal tersebut karena dengan adanya banyak pemuda berjiwa pahlawan

dalam hal bahasa dan sastra, maka identitas kebahasaan dan kesastraan Indonesia bisa dijamin

Page 368: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

368

tetap bertahan, makin meraja, dan bahkan menjadi kuasa di era yang akan datang. Oleh sebab

itu, sejak saat ini penguasa negeri harus terus memberi wadah perjuangan membangun bangsa

bagi para pemuda agar nantinya bangsa ini tidak menjadi sarang pemuda yang tidak punya

karya bagi masa depan.

Tanpa Tanda Jasa

Tanpa tanda jasa, mungkin sering kita dengar apalagi jika berkaitan dengan datangnya

salah satu peringatan bagi bangsa ini, yakni yang berkaitan dengan unsur pendidikan yaitu

keguruan. Namun demikian, istilah tersebut tidak secara khusus dimaknai sebagai bentuk dari

peringatan tersebut. Istilah tanpa tanda jasa ini lebih dicondongkan pada kelanjutan uraian

sebelumnya mengenai pemuda pahlawan bahasa. Mengapa berkaitan? Hal tersebut karena,

ketika seorang bahkan jutaan pemuda bangsa ini yang dengan jiwa pahlawannya mau dan

mampu membangun unsur kebahasaan sebagai bagian pembangunan bangsa, maka perlulah

ditekankan bahwa hal yang dilakukan tersebut adalah bagian dari sesuatu yang tidak boleh

mengharapkan apa-apa, baik itu pujian, imbalan materi, atau hal-hal yang dapat meruntuhkan

semangat pembanguna bangsa itu sendiri. Hal itu karena jika pemuda yang diharapkan sebagai

penerus bangsa dengan jiwa dan sikap kepahlawanan tadi masih juga memikirkan,

mengharapkan, atau meminta balasan dan imbalan terkait usahanya membangun bangsa, maka

sebenarnya sia-sialah perjuangan yang ia berikan. Oleh sebab itu, pemuda pahlawan bahasa

harus benar-benar bebas dari pikiran dan perbuatan yang dapat mencoreng perjuangannya.

Pemuda harus berjuang, bekerja, dan memberikan segenap usahanya demi bangsa ini dengan

teguh memegang prinsip tanpa tanda jasa. Seperti ungkapan yang sudah sama-sama kita ketahui,

jangan tanyakan apa yang telah diberikan negara kepadamu, tetapi tanyakan apa yang telah kau

berikan kepada negara. Mungkin dengan begitu, sikap pemuda bangsa ini akan terus terjaga

kesuciannya dalam mengemban tugas mulia sebagai bagian dari rencana Tuhan dalam

menentukan nasib dirinya, nasib bangsanya, dan nasib dunia.

Revolusi Mental Bahasa dan Sastra Indonesia: Upaya mewujudkan Pemuda Pahlawan

Bahasa Tanpa Tanda Jasa

Berdasar pada uraian-uraian di atas, maka simpulan umum yang mesti menjadi perhatian

bersama adalah muara dari perjuangan yang sedang dimulai melalui berbagai aspek saat ini

untuk terus mempertahankan eksistensi bangsa ialah bagaimana kita sebagai manusia Indonesia

terus meningkatkan diri dalam segala aspek perjuangan. Perjuangan dalam bidang bahasa dan

sastra mugkin menjadi salah satu fokus kita, karena ada persepsi yang menyatakan bahwa

melalui bahasa kita mampu membentuk dan mewujudkan aspek intelektualitas manusia dan

melalui sastra kita yakin untuk menciptakan dan memiliki aspek moralitas dan etika sebagai

manusia yang hidup secara individu maupun sosial kemasyarakatan.

Page 369: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

369

Revolusi mental harus terus dipandang positif sebagai bagian dari ikhtiar kita menjamin

masa depan bangsa, khususnya dalam bidang bahasa dan sastra. Kemudian, pelaku perjuangan

berlabel pemuda harus tetap berada dalam jalur yang tepat dengan semangat dan jiwa

kepahlawanannya. Pada akhirnya, prinsip tanpa tanda jasa harus menjadi perisai utama dalam

menjalani hidup di tengah amanat perjuangan agar rencana Tuhan terkait dengan nasib bangsa

dan dunia ini berjalan semestinya, yaitu berada pada jejak-jejak kebenaran.

Sebagai bangsa yang berdaulat, maka gerakan revolusi mental bidang bahasa dan sastra

dengan pelaku utama pemuda dengan jiwa pahlawan yang berpegang teguh pada kaidah tanpa

tanda jasa harus benar-benar bisa dijadikan sebagai “pedang sekaligus perisai” dalam

menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA bukan ditakuti, tapi menjadi jalan kita

sebagai bangsa yang besar untuk membuktikan pada dunia bahwa kita ada, kita mampu, dan kita

berdaya, semua itu karena kita adalah INDONESIA.

Daftar Pustaka

Alisjahbana, Sutan Takdir. 1957. Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia.

Jakarta: Pustaka Rakyat.

Burhan, Jazir. 1976. “Politik Bahasa Nasional dan Pengajaran Bahasa Indonesia.” Dalam Politik

Bahasa Nasional I, Amran Halim, ed. Jakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1975. Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa

Nasional 25-28 Februari. Jakarta: Depdikbud.

Fitriany, Yunita. 2015. EYD dan Kaidah Bahasa Indonesia. Jakarta: Transmedia Pustaka.

Kemenegpora. 2009. Dialog Pemuda dalam Membangun Bangsa. Jakarta: Kemenegpora.

Mahsun. 2011. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya (edisi

revisi 2011). Jakarta: Rajawali Pers.

Muslich, Masnur. 2012. Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Sumarsono. 2014. Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengantar Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Veerhar, J.W.M. 1989. Identitas Manusia. Yogyakarta: Kanisius.

Wareing, Shan dan Linda Thomas. 2007. Bahasa, Masyarakat, dan Kekuasaan. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Page 370: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

370

KONSEP HISTORIS SISTEM MATRILINEAL

TERHADAP APLIKASI FILOSOFI SASTRA MINANGKABAU KEKINIAN

Sri Rustiyanti

Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

[email protected]

Abstrak

Sistem matrilineal tidak akan lepas dari adat istiadat masyarakat Minangkabau yang

masih berpegang kuat pada filosofi adat bersandi syarak – syarak bersandi kitabullah.

Sistem matrilineal yaitu keturunan yang mengikuti garis ibu, sehingga dengan

demikian seorang anak laki-laki secara historis tidak mempunyai ‘hak milik’, tetapi

hanya sekedar memiliki ‘hak pakai’. Dampak dari sistem ini, anak laki-laki harus

berani meninggalkan kampung halamannya untuk pergi merantau. Berbekal dengan

filosofi ‘di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung’. Filosofi ini sudah sangat

popular dan familiar menjadi pijakan hidup orang Minang yang berani keluar dari alam

Minangkabau untuk mencari kehidupan dan mengembangkan diri di perantauan.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif yaitu

menggambarkan dan menganalisis data atau fakta yang ditemukan secara objektif

dengan penekanan utama pada penelitian sumber yaitu teknik yang menggambarkan,

memaparkan dan menginterpretasikan objek orang Minangkabau yang berada di

perantauan Bandung dan sekitarnya yang diteliti dengan sistematis.Penelitian ini

menggunakan pendekatan fenomenologi dengan menjelaskan atau mengungkap makna

konsep filosofi Minang dalam kehidupan sehari-hari dengan fenomena pengalaman

yang didasari oleh kesadaran yang terjadi di sekitarnya. Perempuan dalam adat

Minangkabau diberi keistimewaan bahwa di Minangkabau telah diberikan emansipasi

kepada kaum perempuan untuk menempatkan harkat perempuan pada kedudukan yang

tinggi, sehingga perempuan memiliki arti action (tindakan)atau agency (peran) sebagai

anggota masyarakat, di mana tindakan dan peranannya akan memperoleh makna yang

penting.

Kata Kunci: matrilineal, filosofi, historis, kekinian.

Pendahuluan

Saat ini banyak kaum perempuan yang memasuki berbagai bidang aktivitas, seperti

bidang ekonomi, politik, social, dan budaya. Semua ini menandakan sedang terjadi perubahan

dalam sistem peranan gender dari peranan yang tradisionil kepada peranan yang modern.

Walaupun begitu hingga sekarang belum jelas bagaimana masyarakat memahami perubahan ini

dan bagaimana masyarakat mengkonstruksi secara sosial realitas perubahan peranan ini. Salah

satu cara untuk mengetahui pemahaman masyarakat yang dikonstruksi secara sosial tentang

kehidupan, terutama yang berkaitan dengan sistem gender, yaitu dengan melihat kepada budaya

populer atau budaya massa. Produk-produk budaya populer akan menunjukkan pemahaman

Page 371: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

371

orang-orang tentang pandangan dunianya yang diekspresikan dalam kehidupan atau aktivitas

publiknya. Setiap anggota masyarakat, akan menanggapi setiap karakter fiksional sesuai dengan

yang dapat diidentifikasikan. Di samping itu, budaya populer itu sendiri dapat mempengaruhi

interpretasi setiap orang mengenai makna dari pengalaman hidup mereka, juga

mengekspresikan konsepsi populer (massa). Melalui budaya populer ini dapat juga diketahui

bagaimana pemahaman masyarakat terhadap perubahan sistem gender atau gambaran tentang

perempuan dan pria di media massa.

Begitu pula dengan perempuan di Minangkabau juga mempunyai peranan penting

dalam bidang perekonomian. Sesuai dengan sifatnya yang dinilai lebih bersifat ekonomis dan

lebih teliti, maka perempuan Minangkabau dipercayakan untuk mengatur penggunaan hasil

sawah dan lading, yang diungkapkan dengan pepatah adat ‘Umbun puruik pegangan kunci,

umbun puruik aluang bunian’ yang artinya bahwa hasil ekonomi sebagai pegangan kuncinya

adalah Bundo Kanduang (kaum perempuan). Rangkiang yang berfungsi untuk menyimpan hasil

sawah ladang terletak di halaman Rumah Gadang yang ditempati oleh Bundo Kanduang. Dalam

musyawarah, perempuan di Minangkabau mempunyai hak suara yang sama dengan kaum laki-

laki, baik dalam hal penetapan waktu hajatan maupun mendirikan gelar pusaka harus melalui

persetujuan Bundo Kanduang. Termasuk pula dalam penggunaan harta pusaka untuk

kepentingan bersama, menggadai dan menghibah harus dengan kesepakatan bersama termasuk

kaum perempuan.

Demikian Adat Minangkabau memposisikan kedudukan perempuan pada kehidupan

berkaum dalam masyarakat yang memperlakukan perempuan dengan mulia. Berbeda sekali

dengan perlakuan pada zaman jahiliyah yang merendahkan martabat perempuan dan

menganggap kaum laki-laki lebih mulia dari kaum perempuan. Ataupun pandangan dunia

modern yang menyerukan kesetaraan terhadap kaum perempuan dan perbaikan perlakukan bagi

kaum perempuan.

Ajaran adat yang begitu memuliakan Bundo Kanduang akan nyata implementasinya

dalam kehidupan bermasyarakat jika kaum perempuan mampu memposisikan dirinya sesuai

dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) serta memiliki sifat-sifat yang disyaratkan oleh

adat yang harus dimiliki oleh seorang Bundo Kanduang. Dengan demikian, gerakan

pengatasnamaan gender tidak akan populer didengungkan di bumi alam Minangkabau. Hanya

saja prakteknya dalam kehidupan sehari-hari pada masa sekarang mulai dipertanyakan. Apakah

ketentuan adat sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan falsafah hidup di zaman modern dengan

era globalisasi sekarang ini? Bukankah Adat disebutkan sebagai sesuatu yang “tak lakang dek

paneh, tak lapuak dek hujan”? Yang artinya tidak terpengaruh oleh apapun, kapanpun

ketentuan adat tetap harus dijalankan. Sehingga perspektif Adat Minangkabau terhadap

Page 372: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

372

perempuan merupakan suatu gambaran yang utuh dan nyata sehingga gerakan feminisme yang

menyuarakan kesetaran gender benar-benar tidak dibutuhkan lagi.

Pembahasan

Manusia hidup dan tumbuh menjadi manusia berbudaya dengan kondisi terhadap nilai

masyarakat sekitar, melalui orang tua dan keluarga. Manusia tidak dapat memilih untuk

dilahirkan sebagai suku mana dan bangsa mana. Tidak pula dapat menolak dari kebudayaan

mana ia dibesarkan. Meskipun setelah dewasa ia dapat tinggal di luar tempat ia berasal, ia tidak

dapat mengingkari budaya asalnya. Manusia bebas menentukan masa depannya, tetapi tidak

dapat bebas dari masa lampaunya. Itulah sebabnya hingga saat ini masih banyak berbagai seni

budaya yang masih dilakukan serta dilestarikan sebagai kebanggaan serta identitas suatu daerah,

ataupun jati diri bangsa. Berbagai tradisi yang berkembang di masyarakat, mulai dari bercocok

tanam, mengolah ladang, mengekspresikan seni melalui seni tari, lagu, sastra, dan berbagai

macam makanan khas, hingga nilai-nilai yang terkandung dalam upacara perkawinan, upacara-

upacara ritual sebagai tanda syukur pada Tuhan yang Maha kuasa, serta berbagai upacara yang

berkaitan dengan siklus kehidupan manusia. Hal ini semuanya merupakan kekayaan masing-

masing masyarakat, suku ataupun bangsa sebagai identitas pribadi dan identitas sosial seseorang

yang terbentuk tidak akan lepas oleh identitas budayanya. Manusia tidak dapat menolak di

kebudayaan mana ia dibesarkan, meskipun setelah dewasa ia dapat mengingkari budaya asalnya

dan memasuki budaya lain, manusia tetap terbebani dengan budaya asalnya3. Keragaman

Indonesia terpendam dalam sikap dan nilai nilai yang masih dipertahankan. Orisinalitas budaya

Indonesia terletak pada keragamannya. Setiap wilayah budaya memiliki budaya dengan nilai

serta filosofi dasarnya masing-masing, yang kemudian berfungsi bagi kehidupan manusia.

Dalam era otonomi daerah, Sumatera Barat sejak awal Januari 2001 kembali ke sistem

pemerintahan nagari (institusi terendah dalam sistem pemerintahan, menggantikan desa),

menyusul keluarnya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2000. Nagari dalam tradisi

masyarakat Minangkabau merupakan identitas kultural yang menjadi lambang mikrokosmik

sebuah tatanan makrokosmik lebih luas. Dalam nagari terkandung sistem yang memenuhi

persyaratan embrional sebuah sistem negara. Nagari adalah negara dalam artian miniatur, dan

merupakan republik kecil yang sifatnya self contained, otonom, dan mampu membenahi diri

sendiri (Yulrizal Baharin, ahli pakar nagari). Yang menjadi tantangan luas di kalangan

masyarakat Sumatera Barat adalah bila Indonesia sekarang dipimpin seorang perempuan,

Megawati Soekarnoputri, apakah tidak mungkin nagari juga dipimpin seorang perempuan?

3 Yakobus Sumardjo, “Indonesia Mencari Dirinya”, dalam Orasi Ilmiah Pidato Pengukuhan

Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Sejarah Kebudayaan, STSI Bandung, Tanggal 11 September 2003, p.

1.

Page 373: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

373

Pertanyaan ini sangat mendasar dan beralasan, karena dalam kaba (cerita tradisi yang

memasyarakat dan tumbuh subur di Minangkabau) peran penting perempuan di Minangkabau

sering diungkapkan dan cukup popular dalam sastra kaba (cerita) Minangkabau.

Menurut pakar sastra dari Universitas Negeri Padang, Prof Dr Mursal Esten, pada

umumnya pengungkapan permasalahan perempuan dalam kaba adalah permasalahan perempuan

dalam nagari-nagari. Peranan perempuan dalam masyarakat Minangkabau, sebagaimana sering

diungkapkan dalam kaba Minangkabau, antara lain:

1. Bundo Kanduang

Di dalam kaba Rancak di Labuah misalnya, digambarkan laki-laki lebih banyak

merusak masyarakat yang akhirnya diselamatkan perempuan. Seolah-olah rumah tangga itu

dikendalikan perempuan. Banyak kaba lain memperlihatkan perempuan menyelamatkan

masyarakat, anak, putra-putri, sedangkan mamaknya atau bahkan bapaknya kadang-kadang

malah tidak muncul dalam kaba. Bahkan, dalam kaba Cindua Mato, sebagaimana dikemukakan

oleh budayawan yang bernama Edy Utama, Bundo Kanduang (sebutan untuk perempuan

Minang) digambarkan sebagai orang yang sangat berkuasa. Tidak saja karena sistem sosial

matrilineal, tetapi juga punya kekuasaan memerintah. Posisi Bundo Kanduang begitu sentral

dan amat menentukan. Dalam banyak hal, secara realitas, perempuan Minangkabau dari dulu

sampai sekarang sudah banyak berperan dalam bidang ekonomi, sosial-budaya, politik, dan

sebagainya.

2. Fungsi Politik Wanita Minang

Perempuan Minangkabau memiliki fungsi politik dan telah menjalani peranan itu sejak

lama. Peranan politik perempuan Minangkabau semakin memperjelas bahwa meskipun laki-laki

diberikan kepercayaan sebagai pemimpin politik dalam komunitas nagari, tetapi sistem politik

Minangkabau tidak bersifat patrialistik, tidak disusun berdasarkan aturan yang membedakan

laki-laki dan perempuan di dalam sistem itu. Susunannya atau pengaruh seseorang di dalam

sistem politik Minangkabau memang tidak berdasarkan gender, tetapi dilihat dari kemampuan

dan pengalaman seseorang menyediakan perlindungan serta pengawasan dari kerusakan kultural

dan material kelompok yang diwakilinya. Berdasarkan logika sistem matrilineal, sangatlah

mungkin perempuan dan laki-laki sama pentingnya dalam struktur sosial dan politik

Minangkabau, karena beberapa kewenangan yang diberikan kepada perempuan, merupakan

dasar bagi perempuan memiliki peranan dan pengaruh dalam struktur politik Minangkabau.

Dalam fenomena perempuan Minangkabau yang diakui sebagai Bundo Kanduang sangat sarat

hubungannya dengan sosial mikro, dewasa ini cenderung diidentifikasikan sebagai apa yang

sering disebut kekinian. Pengertian kekinian yang bersifat sosial-mikro menekankan arti

pentingnya action (tindakan)atau agency (aksi) sebagai Bundo Kanduang, di mana tindakan dan

Page 374: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

374

peranan tidak sama satu dengan yang lain.4Action dan agency itulah yang menyebabkan seorang

perempuan eksis dalam kegiatan dan seterusnya memperoleh maknanya.

Dari fakta yang telah dijelaskan tersebut, perempuan memiliki posisi dan peranan dalam

struktur politik Minangkabau. Dan sesungguhnya, partisipasi politik perempuan Minangkabau

cukup penting. Peranan aktif perempuan dalam formasi politik Minangkabau bersifat integral

dalam setiap proses pengambilan keputusan dan kebijaksanaan. Oleh karena itu, perempuan

Minangkabau berdasarkan fakta yang ada, dapat menggunakan peranan dan politiknya secara

efektif, kalau kondisi material cukup untuk melaksanakan kekuasaan tersebut secara baik. Jadi,

di sinilah letaknya kenapa perempuan tidak bisa dipisahkan sama sekali dari fungsi dan struktur

sosial politik di Minangkabau.

3. Kerajaan Pararuyung

Berdasarkan sosial, politik, dan budaya Minangkabau, artinya perempuan Minangkabau

sangat mungkin menjadi elite politik atau menjadi pimpinan politik Minangkabau. Jadi, seorang

perempuan Minangkabau - sebagaimana laki-laki Minangkabau - kalau ia memiliki kualifikasi

materi yang kuat maka ia tidak akan dapat dihalangi menjadi pemimpin politik di dalam

kaumnya. Ia tidak akan dihambat karena ia perempuan. Buktinya, dalam cerita sastra kaba

Gadih Ranti, seperti yang dilakukan tokoh utama yang bernama Gadih Reno Ranti. Oleh karena

mamak, ayah, dan saudara laki-lakinya yang lain tidak dapat melakukan tugas sebagai

pemimpin, maka ia mengambil alih tugas kepemimpinan politik tersebut. Kemudian memimpin

Kerajaan Pagaruyung yang telah hancur karena serangan Belanda. Dengan contoh ini, artinya

perempuan memang dapat menjadi pimpinan politik yang efektif di Minangkabau.

Di Indonesia, folklor merupakan suatu disiplin atau cabang ilmu pengetahuan yang

berdiri sendiri dan belum banyak dikembangkan orang. Kata folklor sendiri merupakan

pengindonesiaan dari kata inggris folklore. Folk memiliki pengertian, kolektif, yaitu sekelompok

orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan yang membedakannya

dengan kelompok lain. Adapun kata lore berarti tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaan yang

diturunkan generasi demi generasi, secara lisan dengan atau tanpa alat lain sebagai alat

pembantu pengingat (Danandjaja: 1982: 1). Di dalam prakteknya, pengkajian terhadap folklor

ini terbagi dua. Para ahli bahasa dan kesusasteraan, misalnya, tidak hanya memasukkan

kesusasteraan lisan, seperti cerita rakyat, sebagai objek kajian, tetapi juga pola kelakuan

manusia seperti tari, bahasa isyarat, arsitektur rakyat, permainan rakyat, dan pakaian rakyat

sebagai folklor. Mereka lebih mementingkan aspek lor daripada folk-nya. Sementara para ahli

4 Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Binacipta, Bandung, 1983,

p. 76-77.

Page 375: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

375

antropologi yang meneliti folklor, lebih mengkhususkan diri pada unsur-unsur kebudayaan yang

bersifat lisan saja seperti cerita prosa rakyat, teka-teki, peribahasa, syair rakyat, dan

kesusasteraan lisan lainnya. Para ahli antropologi ini lebih mementingkan aspek folk daripada

lor-nya. Folklor tidak semata-mata merupakan kreasi budaya yang memiliki nilai seni. Folklor

juga merupakan produk komunikasi karena di dalam folklor terdapat transformasi nilai-nilai

sosial budaya. Oleh sebab itu, sebagai produk komunikasi, folklor juga dapat dikatakan sebagai

proses sosial karena berhubungan erat dengan perubahan masyarakat termasuk perubahan

politik, terutama pada zamannya. Sebagai produk komunikasi dan seni budaya, folklor tentunya

tak dapat dilepaskan dari proses kreatif sebagai hasil karyanya.

Dengan demikian dapat dirumuskan, proses kreatif dalam suatu folklor memiliki dua

aspek, yakni: 1) Aspek sosio-psikologisnya, yaitu suatu penggambaran atau pembentukan ide

cerita. Di sini diperlukan suatu kemampuan untuk memunculkan gagasan orisinil dan baru,

suatu kemampuan untuk menangkap serta merumuskan struktur, latar belakang dan karakter

budaya. Singkatnya konsep atau gagasan ini harus menggambarkan dinamika realitas sosial

serta romantika kehiduan masyarakat yang menjadi target sasarannya; 2) Unsur teknis. Apabila

faktor penggambaran atau pembuatan suatu tema atau ide dasar selesai, maka langkah

berikutnya menuangkan ke dalam bentuk penyusunan kata-kata. Ada enam bentuk folklor lisan

Indonesia yang dicatat oleh Danandjaja (1982: 22-152), yaitu bahasa rakyat, ungkapan

tradisional, pertanyaan tradisional, sajak dan puisi rakyat, nyanyian rakyat (folksongs) dan cerita

prosa rakyat, yang terbagi atas mite, legenda, serta dongeng.

Sastra Minangkabau ada cerita Bundo Kanduang, sedangkan dalam sastra Sunda ada

Sastra Pantun, sangat menarik untuk dijadikan bahan kajian lebih lanjut atau penelitian, sebagai

komparasi tokoh perempuan versi Minang dan Sunda. Ceritera Pantun dan ceritera yang

bercorak mitos, di setiap daerah mempunyai versi tersendiri. Terutama cerita yang

menampilkan tokoh-tokoh perempuan yang mempunyai posisi unik, memiliki kekuatan, serta

menjadi panutan masyarakat. Perempuan yang sangat dominan, begitu gigih membela

kebenaran, kesetiaan, serta sangat bijaksana. Di beberapa cerita Sunda muncul pula tokoh

perempuan Sunan Ambu sebagai Dewi Kehidupan (Ibu Dewata), yang selalu menuntun manusia

pada ruang kebajikan pada tingkat sempurna, dan menghukum kezoliman, bahkan mampu

menghidupkan orang yang sudah meninggal. Yang dapat ditarik pada Sastra Pantun, adalah

nilai-nilai serta semangat juang yang tinggi, tertutama bagi para perempuan generasi muda, di

mana konsep berpikir instan lebih ‘meruang’ pada pola pikir yang terkadang ‘kering makna’

dalam arti kehilangan roh esensi nilai-nilai.

Penelitian ini akan menggunakan analisis genre dan narasi teks, serta analisis

hermeneutika. Fokus dari analisis genre adalah untuk memperoleh wawasan yang lebih baik

Page 376: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

376

terhadap sifat alami setiap genre baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Genre

folklor mencerminkan nilai-nilai dominan saat itu dan dapat dianggap sebagai sebuah barometer

dari fenomena sosial budaya. Genre tersebut tidak bersifat netral tapi tergantung pada konteks

sosial budaya. Narasi teks mempunyai dua bagian, pertama story (contents) atau rangkaian

peristiwa, baik dalam bentuk tindakan maupun kejadian. Kedua, discourse (exspression) yang

merupakan pengekspresian, maksudnya bagaimana isi cerita dikomunikasikan. Selanjutnya,

melalui analisis hermeneutika dicoba digali makna di balik teks. Dengan demikian diharapkan

dapat memberikan pemahaman yang bersifat menyeluruh dan mendalam tentang konsepsi

liberalisme dan patrialisme, khususnya yang berkaitan dengan masalah gender, yang

dikonstruksi secara sosial.

Penutup

Gender merupakan karakteristik paling penting dalam kehidupan sosial dengan

mengklaim bahwa masyarakat telah dikonstruksi secara sosial dalam cara-cara patriarkal

(dominasi pria), sehingga suara-suara perempuan dalam banyak bidang kehidupan telah

dibungkam secara sistematik. Dengan menekankan pentingnya menyimak, memahami, dan

mendukung nilai-nilai feminin yang melewati batas nilai-nilai maskulin yang rasional, hirarkis

dan pengendalian yang dibingkai oleh feminisme. Hal ini nampaknya ingin mengemukakan

bahwa kaum perempuan merupakan karakteristik paling penting dalam kehidupan sosial. Kritik

sosial terhadap cara-cara patriarkal yang didominasi kaum pria telah dikonstruksi secara sosial.

Kaum perempuan memiliki kesempatan dan hak yang sama dengan kaum laki-laki, yang hanya

dapat diperoleh apabila kaum perempuan dapat menguasai dan mengendalikan institusi yang

selama ini didominasi oleh kaum pria.

Bahwasannya, Liberalisme tanpa moralitas tidak akan bertahan lama dan hanya akan

mendatangkan petaka. Liberalisme tanpa moralitas hanya akan memunculkan kapitalisme yang

berorientasi pada keuntungan dengan cara melakukan eksploitasi terhadap sumber daya manusia

dan material. Akhirnya manusia akan terjebak dalam hedonisme. Munculnya kritikan sosial ini

mengindikasikan, kemungkinan pada saat itu para bangsawan (kalangan atas dan menengah)

umumnya sering bersikap semena-mena terhadap masyarakat kelas bawah. Sementara para

bangsawan yang bersikap baik terhadap rakyat sangat sedikit jumlahnya, itu pun mungkin

sering dianggap ‘aneh’ atau lain dari yang lain. Bisa jadi pada saat itu budaya patriakal begitu

kuat sehingga sangat membelenggu kaum perempuan. Kaum perempuan sering diperlakukan

tidak adil dan tidak memiliki kebebasan bergerak dan berpendapat. Sehingga kaum perempuan

tidak memiliki peran dalam kehidupan publik. Situasi dan kondisi seperti ini mendorong melalui

tulisan ini, untuk memberikan pemahaman tentang potensi dan peranan perempuan ke arah yang

lebih baik, yang dapat menghargai potensi dan peranan perempuan dalam kehidupan sosial.

Page 377: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

377

Dengan demikian, seni sastra yang beraneka ragam dapat difungsikan masyarakat,

mulai dari untuk kepentingan politik, sosial, budaya, ritual, hiburan, dan apresiasi estetis.

Dengan berjalannya waktu, seni sastra dapat menjadi inspirasi berbagai bentuk seni pertunjukan

kemudian berperan juga sebagai sarana pendidikan, penerangan, penyebaran agama, atau media

politik, ajang gensi, ajang prestise, bahkan kini telah banyak yang menjadikan sebagai ajang

ekonomi sebagai seni industri.

Daftar Pustaka

Berger, Peter L. dan Thomas Luckman. 1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan, Risalah tentang

Sosiologi Pengetahuan. Penerjemah: Hasan Basari, Jakarta. LP3ES.

Danandjaja, James. 1984. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan Lain-lain. Jakarta.

Grafiti Pers.

Liliweri, Alo. 2002. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta. Lkis,

Moriaty, Sandra E. 1991. Creative Advertising: Theory & Practice, New Jersey 07632: Prentice

Hall, Engelwood Cliffs.

Rosidi, Ayip. 1970. Nyi Sumur Bandung. Bandung: Proyek Penelitian Pantun dan Folklore

Sunda.

Sumardjo, Yakobus. “Indonesia Mencari Dirinya”, dalam Orasi Ilmiah Pidato Pengukuhan

Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Sejarah Kebudayaan, Tanggal 11 September 2003,

STSI Bandung.

Sumaryono, E. 1993. Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta. Kanisius.

Page 378: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

378

PEMBELAJARAN MELALUI MEDIA KONKRET DI SEKOLAH DASAR

(Potret Pembelajaran di Sekolah Dasar Negeri Rawu, Serang, Banten)

Sundawati Tisnasari

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

[email protected]

Abstrak

Membidik pembelajaran di Indonesia sangatlah multikasus. Namun, yang harus

dibedakan dari permasalahan pembelajaran, yaitu kekhasan karakter kedaerahan dan

faktor pembelajar. Karena itu, perlu adanya perhatian agar tercipta pembelajaran yang

baik. Kadang praanggapan bahwa pembelajaran baik itu adalah yang berhasil. Namun,

berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran semua tergantung dari faktor-faktor tertentu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut meliputi pengajar, siswa, media

pembelajaran, metode dan teknik pembelajaran, serta kurikulum yang dapat menunjang

keberhasilan suatu pembelajaran. Dalam meraih tujuan tersebut, pengajar harus

mempunyai kredibilitas dan kompetensi dalam melakukan kegiatan pembelajaran.

Sehingga dapat membangkitkan kemampuan, minat, dan bakat siswa. Dalam proses

pembelajarannya diperlukan kematangan perencanaan pengajaran, artinya adanya

kesesuaian terhadap tujuan pembelajaran. Pada dasarnya media tidak ada yang buruk,

tetapi ada yang harus diperhatikan, yaitu media yang sesuai dengan pembelajaran.

Media konkret adalah sarana yang membantu pengajar dalam melakukan proses

pembelajaran. Berdasarkan hasil pengamatan media konkret ini ternyata sangat

membantu dalam membangkitkan daya kemampuan dan minat siswa.

Kata kunci: Pembelajaran, Pengajar, Media, Media Konkret, Sekolah Dasar

Pendahuluan

Pembelajaran di Indonesia sangatlah multikasus. Semisal pendidikan di Indonesia

memiliki kualitas masih dianggap rendah. Hal ini terjadi karena tingkat kemampuan peserta

didik yang belum mencapai standar ketentuan. Di samping itu, mutu pendidikannya yang

menjadi permasalahan pembelajaran. Padahal, dalam pembelajaran peserta didik mempunyai

kekhasan karakter kedaerahan. Karena itu, perlu adanya perhatian agar tercipta pembelajaran

yang baik.

Adanya praanggapan pembelajaran yang berhasil dari nilai kognitif siswa menjadi

parameter yang kurang tepat. Padahal, berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran tergantung

dari faktor pengajar, siswa, media pembelajaran, metode dan teknik pembelajaran, serta

kurikulum yang dapat menunjang keberhasilan suatu pembelajaran. Dalam meraih tujuan

Page 379: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

379

tersebut, pengajar harus mempunyai kredibilitas dan kompetensi dalam melakukan kegiatan

pembelajaran. Sehingga dapat membangkitkan kemampuan, minat, dan bakat siswa.

Pembelajaran tematik digunakan di Sekolah Dasar. Pembelajaran tematik ini seharusnya

ditunjang dengan penggunan media yang terencana. Karena media pembelajaran sebagai alat

yang membantu dalam proses pembelajaran. Media pembelajaran pun bermanfaat memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung, seperti menyentuhnya, mengamati,

mengujicoba, menumbuhkan rasa ingin tahudan mengambil keputusan. Pemelajaran dengan

menggunakan media dapat membangun suatu pendidikan yang berarti dan relevan dalam

kehidupan peserta didik. Sehingga membantu ketercapaian kompetensi dasar peserta didik dan

meningkatkan keefektifan pembelajaran.

Pengajar sedapat mungkin bisa menggunakan media yang murah dan efisien meskipun

sederhana. Media tersebut diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu,

media konkret merupakan salah satu media yang dapat mengajarkan siswa untuk lebih dekat

dengan lingkungan di sekitarnya. Pemilihan media yang dipilih pengajar harus sesuai dengan

tujuan, materi, serta kemampuan dan karakteristik siswa, akan sangat menunjang efektivitas dan

efisiensi dalam proses belajar mengajar. Kemudian, jika melihat fungsi media di antaranya

sebagai sumber belajar, dapat membangun imajinasi, dan motivasi siswa. Selain itu, fungsi

media juga memiliki fungsi yang lain, yaitu: 1) menyampaikan dan memperjelas pesan serta

mengatasi keterbatasan ruang; 2) memberikan stimulus sehingga siswa dapat memberi respons

dan memunculkan persepsi yang sama; 3) pembelajaran lebih efektif yang disertai teori belajar

4) membuat konsep-konsep konkret yang dapat dijelaskan secara langsung kepada siswa.

Media membantu dalam kesiapan belajar. Hal tersebut mengandung arti bahwa

kesiapan belajar peserta didik dapat dikondisikan oleh pengajar melalui suatu media dan metode

mengajar yang tepat. Peserta didik sebagai individu yang potensial tidak dapat berkembang

tanpa bantuan pengajar. Sebagai dampak dari usaha tersebut adalah kemauan belajar peserta

didik akan meningkat yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap prestasi belajar peserta

didik. Pada dasarnya ini akan menimbulkandan meningkatkan kemampuan berpikir yang

dimiliki peserta didik.

Di samping itu, ternyata pengajar yang berkualitas harus memiliki kriteria berikut,

yaitu: 1) bekerja dengan siswa; 2) persiapan dan perencanaan mengajar; 3) pendayagunaan alat

pelajaran; 4) pelibatkan siswa dalam berbagai pengalaman; 5) kepemimpinan aktif dari pengajar

(Kusnandar, 2009:61). Oleh karena itu, kemampuan dan keterampilan mengajar merupakan

suatu hal yang dapat dipelajari serta diterapkan atau dipraktikkan oleh setiap orang pengajar.

Mutu pengajaran akan meningkat apabila pengajar mempunyai cara yang tepat.

Page 380: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

380

Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif-kualitatif. Lokasi penelitian

ini, yaitu di Sekolah Dasar Negeri Rawu, Serang, Banten. Data yang diperoleh berdasarkan

wawancara dan pengamatan proses pembelajaran yang dilakukan peneliti, pengajar, dan

mahasiswa yang sedang mengikuti (PPLK). Pada saat itu, PPLK dilakukan selama 3 bulan,

yaitu dari Maret, April, dan Mei.

Pembahasan

1. Ihwal Proses Pembelajaran di SDN Rawu

Praktek pangalaman lapangan kependidikan (PPLK) merupakan kegiatan intrakulikuler

yang dilaksanakan oleh mahasiswa yang mencakup baik latihan mengajar secara langsung atau

terbimbing dan terpadu untuk memenuhi syarat pembentukan profesi pendididkan. Dalam usaha

mencerdaskan kehidupan bangsa, tugas pengajar sebagai pendidik tidaklah dapat dikatakan

ringan, sebab tidak hanya memberikan bekal pada anak pendidik berupa ilmu semata, melainkan

hal yang lebih penting adalah membentuk kepribadian anak didik menjadi manusia yang

berguna bagi sendirinya, orang tua, masyarakat, agama, bangsa, dan negara.

Pendidikan merupakan proses pengembangan utuh menuju ke arah kedewasaan dalam

proses berpikir dan bertindak. Oleh karena itu, calon pendidik sebelum diterjunkan ke dunia

pendidikan hendaknya dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang

sesuai dengan profesi dan kemampuan. Kemampuan diri tersebut dituntut untuk melaksanakan

tugasnya sehingga berhasil seperti yang diharapkan.

Sekolah Dasar Negeri Rawu Kota Serang merupakan salah satu sekolah yang dipercaya

oleh FKIP Untirta untuk menjadi tempat pelaksanaan PPLK. Sekolah Dasar Negeri Rawu Kota

Serang diharapkan mampu memberikan kontribusi kepada mahasiswa yang melaksanakan

PPLK tersebut. Dalam pelaksanaannya mahasiswa dituntut untuk bertanggung jawab sebagai

praktikan yang baik ilmiah, aktif, dan memberikan angin segar secara kognitif terhadap siswa.

Mahasiswa PPLK adalah mahasiswa FKIP Untirta yang telah menempuh kelulusan dari

mata kuliah dengan jumlah nilai SKS sekurang-kurangnya 140 sks dan telah mendaftar diri

sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan kemudian ditetapkan menjadi mahasiswa PPLK

2013. Adapun mahasiswa yang mengikuti tugas PPLK ini terdiri atas 12 orang. Pelaksanaan

PPLK pada bulan Maret, April, Mei.

Selama tiga bulan pratikan berada di SDN negeri Rawu, praktikan selalu berusaha ikut

berparsitipasi kegiatan dalam lingkungan sekolah. Kegiatan tersebut seperti, mengikuti upacara

Page 381: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

381

kenaikkan bendera, kegiatan pramuka, kesenian, dan lain-lain. Di samping itu, melaksanakan

tugas administrasi kelas dan memperkenalkan metode serta trik dalam materi pembelajaran.

Kurikulum yang digunakan SD NegeriRawu dalam melaksanakan proses belajar

mengajar dengan menggunakan kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP). Sebelum

pengajar melaksanakan pembelajaran di kelas selalu menyiapkan seperangkat perencanaan

pengajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan skenario, agar materi yang

akan disampaikan lebih terancana dan terarah. Proses pengajaran dan pengelolaan kelas yang

terjadi antarpengajar dan siswa selama kegiatan belajar mengajar interaksinya cukup baik.

Dalam implementasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) di SD NegeriRawu

dituangkan dalam dalam silabus demi memaksimalkan tujuan pembelajaran upaya penyusunan

yang dilakukan dalam mengondisikan waktu agar tahap proses belajar dapat dilaksanakan

secara sangkil dan mangkus. Adapun waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran di SD

NegeriRawu sama dengan waktu yang digunakan oleh sekolah-sekoah yang lain, yaitu dari

Senin sampai dengan Sabtu dengan jadwal pelajaran mulai dari 07.00 sampai 12.00, kecuali

Jumat dari 07.00 sampai dengan 11.00. Para pengajar berpenampilan rapi, sopan,

menyenangkan sehingga dapat melayani siswa dengan maksimal selayaknya sikap dan sifat

pengajar yang baik dan sopan di semua lingkungan sekolah.

Ketika proses kegitan belajar mengajar berlangsung masih ada yang perlu diperhatikan

dan diperbaiki, yaitu penguasaan materi agar bisa mengondisikan kelas dan interaksi dengan

siswa agar lebih aktif. Hambatan PPLK dalam pelaksanaan praktik mengajar di SDN Rawu

Kota Serang yang ditemukan, sebagai berikut.

1) Banyaknya siswa dalam tiap-tiap kelas, jumlah siswa melebihi kapasitas sehingga sulit

bagi praktikan mengondisikan kelas;

2) Beberapa peserta didik yang kurang menanggapi kehadiran pengajar sehingga

menyebabkan tidak kooperatif;

3) Kurangnya sikap sopan santun yang dilakukan siswa; dan

4) Kurangnya pengajar mengefesienkan waktu belajar.

Di samping itu, permasalahan yang dijumpai yang berkaitan sarana dan prasarana yang

kurang menunjang bahkan tidak ditemui di SDN Rawu Kota Serang, sebagai berikut.

1) kurangnya ruangan kelas, sehingga proses pembelajaran dilakukan secara bergantian.

2) Tidak ada lapangan olah raga bagi siswa

3) Tidak ada infokus yang dapat menunjang pembelajaran

Page 382: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

382

4) Kurangnya kelengkapan, seperti tidak adanya penghapusan papan tulis, alat

kebersiahan, jam dinding, dan gambar-gambar yang menunjang sebagai media

pembelajaran.

2.Penerapan Mediakonkret

Berdasarkan hasil data di lapangan pada saat proses pembelajaran sebaiknya harus

memperhatikan perangkat pembelajaran, selain itu sebaiknya pengajar harus memperhatikan

dan mengoreksi sistematika penulisan perangkat pembelajaran (program pembelajaran, silabus,

dan Rencana Pelaksanaan Pengajaran) dengan teliti dan cermat. Selanjutnya, memperhatikan

kelengkapan perangkat silabus dan RPP aspek-aspek yang ada dalam silabus dan RPP, agar

matangnya perangkat pembelajaran tersebut. Lalu, pengajar haruslah teliti dan cermat untuk

menentukan indikator, karena indikator yang akan dicapai haruslah disesuaikan dengan alokasi

waktu yang ada. Oleh sebab itu, pengajar harus menentukan dan menuliskan indikator yang baik

dan tepat sesuai dengan alokasi yang ada. Pengajar mampu mengondisikan kelas, walaupun

jumlah siswa dihadapi cukup banyak. Pengajar bersikap konsisten terhadap rencana pelaksanaan

pengajaran dan mengaplikasikan langkah-langkah pembelajaran yang sudah direncanakan.

Pengajar mampu menggunakan media konkret yang mendukung proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil pengamatan media konkret ini ternyata sangat membantu dalam

membangkitkan daya kemampuan dan minat siswa sehingga dapat menciptakan pembelajaran

yang interaktif, memfasilitasi siswa dalam belajar, dan melibatkan peran aktif siswa saat

mengikuti pelajaran. Kondisi peserta didik yang melebihi kapasitas seharusnya ada perhatian

sehingga dapat mengefesienkan keadaan dengan adanya penambahan ruangan kelas.

Peserta didik juga harus bisa memanfaatkan fasilitas buku-buku yang berada di

perpustakaan. Perhatian khusus bagi peserta didik yang mempunyai kelebihan dalam hiperaktif.

Peserta didik yang hiperaktif harus diberikan arah yang lebih positif sehingga dapat diarahkan

menjadi peserta didikan yang kreatif yang tidak mengganggu teman sebayanya di dalam kelas

ketika sedang terjadi proses pembelajaran.

Faktor saran dan prasarana dapat memengaruhi proses pembelajaran, seperti ruang kelas

yang tidak memadai, tempat praktik olah raga. Oleh karena itu, solusinya yaitu, sekolah mampu

melakukan kerja sama dan berkomunikasi dengan pihak dinas pendidikan dan komite sekolah

sehingga faktor kekurangan ini dapat terselesaikan.

Di samping itu, pengolahan dan pendayagunaan media pembelajaran yang dipakai

pengajar, contohnya mengembangkan dan memanfaatkan media konkret seperti gambar-

gambar, benda yang dekat dengan kehidupan di lingkungan sekitar sekolah. Media konkret ini

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dan aktif dalam proses

Page 383: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

383

pembelajaran. Penggunaan media konkret dalam pembelajaran baik sebagai alat bantu

pengajaran maupun sebagai pendukung agar materi pembelajaran semakin jelas dan dapat

dengan mudah dipahami siswa, karena media konkret dapat dimanfaatkan peserta didik, yaitu

dengan mengotak-atik benda secara langsung di dalam proses pembelajaran.

Dalam kehidupan nyata lingkungan adalah sesuatu yang bisa membuat inspirasi dan

motivasi pengajar dalam pembelajaran. Dengan adanya lingkungan peningkatan kreativitas anak

dalam pembelajaran bisa terlihat. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan,

yaitu dengan seringnya pengajar mengajak anak ke dunia yang nyata atau sebenarnya dalam

kehidupan ini.

Alasan lain penggunaan lingkungan adalah ketidakterbatasan sumber alam yang bisa

dimanfaatkan oleh siswa dalam pembelajarannya. Lingkungan mampu menyediakan berbagai

kebutuhan siswa untuk belajar, yang akan menjadikan mereka mampu menjadi orang yang

kreatif dan mampu menghargai alam sebagai bagin dari kehidupan mereka. Selain alasan di atas

lingkungan juga bisa mempengaruhi kejiwaan mereka. Secara perlahan akan tumbuh sikap

empati dalam dirinya terhadap alam. Hal ini merupakan contoh dalam mempelajari alam

sebagai media pembelajaran dalam memperoleh pengalaman langsung dan menciptakan rasa

ingin tahu yang tinggi bagi peserta didik.

Dalam mempersiapkan dan memanfaatkan lingkungan alam sebagai sumber belajar.

Lingkungan sebagai pembelajaran sangatlah penting untuk tumbuh dan berkembangnya potensi

anak dengan bangkitnya minat belajar dalam diri siswa. Pembelajaran di luar kelas di samping

akan membuat anak tambah gairah juga tentunya menghindari rasa bosan bagi anak. Melalui

keaktifan peserta didik belajar di lingkungan dan mampu mendorong siswa untuk berinteraksi

dengan lingkungan sehingga pengalaman langsung dengan lingkungan. Selain itu, belajar yang

baik merupakan bukan rutinitas di dalam kelas melainkan bagaimana menciptakan proses

belajar mengajar yang mengusahakan banyaknya terjadi pembaharuan dan perubahaan dalam

diri anak baik secara pedagogis, proses, dan hasil.

Selain itu, pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan akan menambah anak

menjadi inovatif dan kreatif. Selanjutnya, memanfaatkan pembelajaran digunakan sesuai dengan

tujuan pembelajaran, sehingga tercipta kegiatan belajar lebih menarik dan tidak membosankan.

Hal ini membuat peserta didik merasa memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan lokal

dan mewujudkan nilai-nilai kehidupan.

3. Teknik Penggunaan Lingkungan Sebagai Media Pembelajaran

Dalam pembelajarannya ada beberapa hal yang harus diperhatikan jika pengajar akan

menggunakan lingkungan sebagai pembelajaran. Cara ini dilakukan dengan cara melihat atau

Page 384: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

384

mengunjungi lingkungan yang akan dijadikan objek pembelajaran. Misalnya lingkungan

masyarakat dengan cara mempelajari budaya dan kehidupan masyarakat. Kegiatan ini bisa

dilakukan dengan cara wawancara kepada pihak tertentu misalnya tokoh masyarakat, adat, atau

dengan cara melihat dokumentasi langsung. Hasil dari lapangan bisa berupa laporan yang dibuat

dan dikemas untuk dilaporkan di depan kelas ketika presentasi.

Penutup

Proses pembelajaran di kelas diperlukan kematangan dalam perencanaan pengajaran,

artinya adanya kesesuaian terhadap tujuan pembelajaran. Pada dasarnya media tidak ada yang

buruk, tetapi ada yang harus diperhatikan, yaitu media yang sesuai dengan pembelajaran. Media

konkret adalah sarana yang membantu pengajar dalam melakukan proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil pengamatan media konkret ini ternyata sangat membantu dalam

membangkitkan daya kemampuan dan minat siswa sehingga dapat menciptakan pembelajaran

yang interaktif, memfasilitasi siswa dalam belajar, dan melibatkan peran aktif siswa saat

mengikuti pelajaran.

Daftar Pustaka

Arsyad Azhar. 2010. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kusnandar. 2009. Pengajar Profesional. Jakarta: Rajawali Pers.

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Sadiman Arief, dkk. 2005. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Setiawan, Denny. 2005. Komputer dan Media Pembelajaran. Jakarta: UT.

Sudjana, Nana. dkk. 2010. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Suparman Atwi. 1997. Model-model Pembelajaran Interaktif. Jakarta: STIA LAN Press.

Page 385: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

385

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN WACANA NARATIF

YANG BERORIENTASI KEARIFAN LOKAL DENGAN MENGGUNAKAN

PENDEKATAN DISCOVERI LEARNING

Via Nugraha

STKIP Siliwangi Bandung

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurangnya tingkat pemahaman mahasiswa dalam

membaca baik secara interpretatif, kritis, maupun kreatif. Penelitian ini bertujuan

untuk mendeskripsikan persiapan dan pelaksanaan pembelajaran serta mengetahui

hasil pembelajaran membaca pemahaman wacana naratif yang berorientasi kearifan

lokal dengan menggunakan pendekatan discovery learning. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen. Yang menjadi populasi adalah

mahasiswa semester 2 STKIP Siliwangi Bandung. Sampel berjumlah 60 mahasiswa

dipilih secara acak melalui random assignment. Teknik pengumpulan data dilakukan

melalui observasi dan tes. Sementara itu, analisis dan pembahasan data dilakukan

secara deskriptif-analisis. Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa

penggunaan discovery learning lebih efektif dibandingkan model konvensional. Hal

ini terlihat dari perbedaan hasil pembelajaran antara kelas eksperimen dan kontrol

sebesar 27,4. Sesuai dengan kriteria pengambilan keputusan maka nilai signifikansi

lebih kecil dari 0,05 artinya H0 ditolak. Hal ini menjukan bahwa pendekatan

discovery learning efektif digunakan dalam pembelajaran membaca pemahaman

wacana naratif berorientasi kearifan lokal.

Kata kunci: membaca komprehensif, wacana naratif, pendekatan discovery learning

Pendahuluan

Membaca merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang perlu terus menerus

dikembangkan. Menurut Hodson (dalam Tarigan, 1990:7), membaca adalah suatu proses yang

dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan

oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Selanjutnya, Kridalaksana (2001: 135)

menjelaskan bahwa membaca adalah suatu keterampilan mengenal dan memahami lambang-

lambang diam. Berdasarkan studi pendahuluan dalam bentuk observasi serta pengalaman

penulis di lapangan selama ini, terhadap mahasiswa yang mengikuti mata kuliah keterampilan

membaca diperoleh informasi bahwa proses perkulihan membaca pemahaman di kelas, sering

dirasakan mahasiswa sebagai kegiatan yang melelahkan. Mahasiswa cenderung mempunyai

orientasi untuk mendapatkan nilai semata. Padahal sebagian besar ilmu didapat dari proses

membaca. Wawancara informalkan juga dilakukan kepada dosen pengampu mata kuliah

keterampilan membaca. Dari hasil wawancara informal pada tanggal 3 Maret 2015 dengan

dosen keterampilan membaca dapat disimpulkan bahwa dosen melaksanakan perkuliahan

keterampilan membaca dengan memberikan tugas membaca kepada para mahasiswa kemudian

Page 386: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

386

dievaluasi. Setelah selesai memahami wacana, dosen memberikan tugas berikutnya dan

dilanjutkan dengan langkah-langkah yang sama. Dosen tidak memperhatikan dan

mengembangkan langkah pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman membaca

mahasiswanya, karena menurut persepsi dosen pemahaman membaca akan berkembang sendiri

secara natural selama para mahasiswa mengetahui makna/arti kosa kata yang berada di dalam

wacana.

Berdasarkan observasi yang dilakukan sebelum penelitian, dapat disimpulkan bahwa

dalam proses perkulihaan keterampilan membaca dosen masih menekankan tingkat pemahaman

literal. Dengan demikian sangatlah wajar jika tingkat pemahaman mahasiswa masih berada pada

tingkatan pemahaman literal (literal comprehension). Hal ini dapat dilihat dari alat evaluasi

yang dibuat oleh dosen pengampu mata kuliah.

Idealnya, pada tingkat kelas 13 ke atas atau tingkatan pendidikan tinggi, kemampuan

pemahaman mahasiswa seharusnya berada pada tinggkat tinggi (higher order comprehension).

Pemahaman tingkat tinggi ini dimaksudkan adalah pemahaman interpretatif (interpretatif

comprehension), pemahaman evaluatif (evaluative comprehension), dan pemahaman kreatif

(creative comprehension). Selama ini perkuliahan keterampilan membaca pemahaman

dilakukan dengan membaca wacana dan bersama-sama menjawab pertanyatan berdasarkan

wacana. Dosen cenderung tidak memperhatikan bagaimana cara mengembangkan kemampuan

membaca pemahaman bagi para mahasiswanya. Penggunaan teknologi informasi dalam

penugasan belum dilakukan dan kreativitas mahasiswa tidak teralu diperhatikan. Sikap positif

mahasiswa yang seharusnya dipupuk, terkesan terabaikan sehingga mahasiswa terlena dan

mengabaikan waktu yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan membaca.

Berdasarkan deskripsi di atas mengenai beberapa kesulitan dalam pembelajaran membaca

pemahaman maka diperlukan sebuah pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan

kemampuan membaca pemahaman mahasiswa dalam pembelajaran keterampilan membaca.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka perlu diadakan pembaharuan metode dalam

pembelajaraan membaca pemahaman wacana naratif berorientasi kearifan lokal. Metode

konvensional yang dgunakan oleh dosen sangat monoton. Oleh sebab itu, model pembelajaran

yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan discovery learning. Pendekatan

discovery learningmenurut Suryosubroto (2002:192) diartikan sebagai suatu prosedur mengajar

yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai

kepada generalisasi. Sund (dalam Suryosubroto, 2002:193) mengatakan bahwa penemuan

merupakan proses mental dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip.

Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan,

menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian adalah menjelaskan hal berikut.

Pertama,Persiapan pembelajaran membaca pemahaman wacana naratif yang berorientasi

Page 387: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

387

kearifan lokal dengan menggunakan pendekatan discovery learning. Kedua, Pelaksanaan

pembelajaran membaca pemahaman wacana naratif yang berorientasi kearifan lokal dengan

menggunakan pendekatan discovery learning. Ketiga, Mengetahui hasil pembelajaran membaca

pemahaman wacana naratif yang berorientasi kearifan lokal dengan menggunakan pendekatan

discovery learning.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen, dengan desain penelitian “the

Randomized Pretest-Posttes Control Group Desing” (Fraenkel & Wallen, 1993:248). Sesuai

dengan rancangan di atas, maka langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut.

Pertama, membentuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk kelas eksperimen peneliti

mengambil sampel kelas A2 reguler angkatan 2014, sedangkan untuk kelas kontrol peneliti

mengambil sampel kelas A3 angkatan 2014. Kedua, melaksanakan tes awal (pretest). Ketiga,

melaksanakan perlakuan (treatment). Keempat, melaksanakan tes akhir (posttes). Kelima,

menganalisis data. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester 2 Prodi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, di STKIP Siliwangi Bandung tahun pelajaran

2014/2015, yang terdiri dari 3 kelas reguler. Penentuan sampel ini ditentukan secara acak,

selanjutnya ditentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Diperoleh kelas A2 sebagai kelas

eksperimen dan kelas A1 sebagai kelas kontrol. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 60

mahasiswa, yakni 30 mahasiswa untuk kelas eksperimen dan 30 mahasiswa untuk kelas kontrol.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

observasi, dan tes. Prosedur penelitian dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1)

Studi pendahuluan, mengontrol kondisi yang ada dilapangan, serta menyiapkan teori-teori yang

relevan, (2) Menyusun intrumen penelitian, kemudian instrumen tersebut diujicobakan lalu

menganalisisnya, (3) Menyusun Satuan Acara Perkuliahan (SAP) untuk kegiatan pembelajaran

baik di kelas esperimen maupun dikelas kontrol, (4) Menetapkan kelas eksperimen dan kelas

kontrol, (5) Melaksanakan pretes dan postes baik dikelas eksperimen maupun kelas kontrol. (6)

Melaksanakan penelitian yaitu dengan memberikan kuliah keterampilan membaca pada dua

kelas yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai sampai penelitian. Pada kelas eksperimen,

perkuliahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan discovery learning, sedangkan pada

kelas kontrol perkuliahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan konvensional.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri atas tiga macam, yaitu (1) SAP

(Satuan Acara Perkuliahan), (2) Lembar tes pengetahuan membaca pemahaman dengan

menggunakan pendekatan discovery learning, (3) lembar penilaian kemampuan membaca

pemahaman. Teknik analisis data dengan uji normalitas, uji homogenitas, dan uji linieritas.

Page 388: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

388

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berdasakan hasil analisis data diperoleh temuan penelitian adalah sebagai berikut.

Pertama, persiapan pembelajaran membaca pemahaman wacana naratif yang berorientasi

kearifan lokal dengan menggunakan pendekatan discovery learning. Kedua, pelaksanaan

pembelajaran membaca pemahaman wacana naratif yang berorientasi kearifan lokal dengan

menggunakan pendekatan discovery learning. Ketiga, mengetahui hasil pembelajaran membaca

pemahaman wacana naratif yang berorientasi kearifan lokal dengan menggunakan pendekatan

discovery learning.

1. Persiapan pembelajaran membaca pemahaman wacana naratif yang berorientasi kearifan

lokal dengan menggunakan pendekatan discovery learning.

Persiapan model pembelajaran membaca pemahaman wacana naratif berorientasi

kearifan lokal dengan menggunakan pendekatan Discovery Learning dilakukan dengan

semaksimal mungkin. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penelitian ini

sebagai berikut. Pertama, peneliti melakukan studi pendahuluan dengan mengontrol kondisi

yang ada di lapangan, serta menyiapkan teori-teori yang relevan dengan penelitian. Observasi

ini dilakukan pada tanggal 19 Mei 2015, di STKIP Siliwangi Bandung pada mahasiswa

semester 2 angkatan 2014. Kedua, membuat silabus dan Satuan Acara Perkuliahan (SAP) serta

materi yang diperlukan untuk pelaksanaan pembelajaran tersebut. Silabus dan Satuan Acara

Perkuliahan (SAP) tersebut dirancang berdasarkan dengan pendekatan yang akan digunakan.

Selanjutnya, peneliti menyiapkan bahan pembelajranwacana naratif yang bersifat kearifan lokal

yang bertujuan untuk menguji tingkat pemahaman mahasiswa dalam membaca wacana naratif.

Silabus, SAP, serta wacana yang bersifat kearifan lokal divalidasi terlebih dahulu sebelum

melakukan penelitian di lapangan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepercayaan data

penelitian yang akan diujikan.

Ketiga, peneliti menyusun instrumen penelitian untuk diuji kepada mahasiswa. bentuk

instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah observasi dan tes. Instrumen

penelitian ini harus di validasi terlebih dahulu oleh validator. Validasi instrumen penelitian

dilakukan satu kali validasi oleh validator. Mahasiswa yang menjadi sampel dalam penelitian ini

adalah mahasiswa kelas A1 angkatan 2014 sebagai kelas kontrol dan kelas A2 angkatan 2014

sebagai kelas eksperimen.

Demikian sejumlah data yang diperoleh dari persiapan penelitian. Selain itu, peneliti

mendapatkan beberapa perbaikan mulai dari silabus, SAP, bahan pembelajaran wacana naratif

yang bersifat kearifan lokal, serta instrumen-instrumen yang akan diujikan dalam penelitian ini.

2. pelaksanaan pembelajaran membaca pemahaman wacana naratif yang berorientasi kearifan

lokal dengan menggunakan pendekatan discovery learning

Page 389: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

389

Proses pelaksanaan model pembelajaran membaca pemahaman wacana naratif

berorientasi kearifan lokal dengan menggunakan pendekatan Discovery Learning dilaksanakan

sesuai dengan prosedur yang telah dicantumkan pada SAP. Komponen-komponen pembelajaran

diperlakukan sesuai dengan komponen-komponen yang telah tertera pada prosedur penelitian.

Setelah komponen-komponen pembelajaran dipersiapkan, maka peneliti mengumpilkan data

penelitian untuk dianalisis berdasarkan fakta-fakta yang ditemui dalam pembelajaran, baik itu

berupa hasil observasi maupun tes kemampuan membaca pemahaman wacana naratif

mahasiswa semester 2 STKIP Siliwangi Bandung.

3. mengetahui hasil pembelajaran membaca pemahaman wacana naratif yang berorientasi

kearifan lokal dengan menggunakan pendekatan discovery learning.

Analisis kemampuan membaca pemahaman wacana yang berorientasi kearifan lokal

kelas eksperimen (tes awal) sebelum dilakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

Discovery Learning adalah jumlah skor 1190 dengan nilai rata-rata 39,7. Rata-rata kemampuan

awal mereka tergolong kurang. Adapun aspek kemampuan awal mahasiswa berdasarkan butir-

butir soal dapat dideskripsikan sebagai berikut: a) pemahaman interpretatif terdapat pada soal

no.1 dengan rata 3,2 (baik) dan soal no.2 dengan rata-rata 2,7 (cukup), b) pemahaman kritis

terdapat pada soal no.3 dengan rata-rata 2,6 (cukup), soal no.4 dengan rata-rata1,7 (kurang),

soal no.5 dengan rata-rata 1,7 (kurang), c) pemahaman kreatif terdapat pada soal no.6 dengan

rata-rata 1,7 (kurang), soal no. 7 dengan rata-rata 1,4 (kurang), soal no. 8 dengan rata-rata 1,5

(kurang), soal no.9 dengan rata-rata 2 (kurang), dan soal no.10 dengan rata-rata 1,5 (kurang).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata mahasiswa pada kemampuan awal di kelas

eksperimen masih tergolong kurang.

Dengan demikiam, tingkat pemahaman wacana naratif yang berorientasi kearifan lokal

dapat dideskripsikan berdasarkan tingkat pemahaman interpretatif, kritis, dan kreatif. Tingkat

pemahaman interpretatif dalam wacana naratif yang berorientasi kearifan lokal, kemampuan

mahasiswa tergolong kurang mampu dalam menilai, mengumukakan pendapat tentang wacana

naratif yang dipahami mahasiswa. Tingkat pemahaman kritis mahasiswa dalam memahami

wacana naratif yang berorientasi kearifan lokal, kemampuan mahasiswa dalam mengkritik dan

membandingkan wacana yang dipahami dengan pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa

masih kurang sekali. Artinya mahasiswa belum mampu dalam mengkritik serta membandingkan

wacana yang dipahaminya dengan pengetahuan yang dimilikinya. Serta, tingkat pemahaman

kreatif mahasiswa dalam mengembangkan, memprediksi, dan memberikan ide baru tergolong

buruk. Jadi, rata-rata tingkat pemahaman mahasiswa dalam bidang interpretatif, kritis serta

kreatif masih tergolong kurang sekali.

Analisis kemampuan membaca pemahaman wacana yang berorientasi kearifan lokal

kelas eksperimen (tes akhir) dengan menggunakan pendekatan Discovery Learning dengan

jumlah skor 2014 dengan nilai rata-rata 67,1 Rata-rata kemampuan awal mereka tergolong

Page 390: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

390

sedang. Adapun aspek kemampuan awal mahasiswa berdasarkan butir-butir soal dapat

dideskripsikan sebagai berikut: a) pemahaman interpretatif terdapat pada soal no.1 dengan rata

4,2 (baik sekali) dan soal no.2 dengan rata-rata 3,8 (baik), b) pemahaman kritis terdapat pada

soal no.3 dengan rata-rata 3,6 (baik), soal no.4 dengan rata-rata 3,4 (baik), soal no.5 dengan

rata-rata 3 (baik), c) pemahaman kreatif terdapat pada soal no.6 dengan rata-rata 3,1 (baik), soal

no. 7 dengan rata-rata 3,1 (baik), soal no. 8 dengan rata-rata 3,4 (baik), soal no.9 dengan rata-

rata 3,0 (baik), dan soal no.10 dengan rata-rata 3,0 (baik). Jadi, dapat disimpulkan bahwa nilai

rata-rata mahasiswa pada kemampuan akhir dikelas eksperimen sudah tergolong baik.

Dengan demikiam, tingkat pemahaman wacana naratif yang berorientasi kearifan lokal

dapat dideskripsikan berdasarkan tingkat pemahaman interpretatif, kritis, dan kreatif. Tingkat

pemahaman interpretatif dalam wacana naratif yang berorientasi kearifan lokal, kemampuan

mahasiswa tergolong sudah mampu dalam menilai, mengumukakan pendapat tentang wacana

naratif yang dipahami mahasiswa. Tingkat pemahaman kritis mahasiswa dalam memahami

wacana naratif yang berorientasi kearifan lokal, kemampuan mahasiswa dalam mengkritik dan

membandingkan wacana yang dipahami dengan pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa

sudah baik. Artinya mahasiswa sudah mampu dalam mengkritik serta membandingkan wacana

yang dipahaminya dengan pengetahuan yang dimilikinya. Serta, tingkat pemahaman kreatif

mahasiswa dalam mengembangkan, memprediksi, dan memberikan ide baru tergolong baik.

Jadi, rata-rata tingkat pemahaman mahasiswa dalam bidang interpretatif, kritis serta kreatif

sudah tergolong baik.

Berdasarkan hasil perhitungan gain antara tes awal dan tes akhir kelas eksperimen,

maka peningkatan hasil kemampuan membaca pemahaman wacana naratif yang berorientasi

kearifan lokal dengan menggunakan pendekatan Discovery Learning meningkat dengan rata-

rata peningkatan 27,5. Dari kemampuan awal dengan rata-rata 39,67 pada kemampuan rata-rata

kurang meningkat menjadi berkemampuan rata-rata 67,13 pada kemampuan rata-rata cukup.

Sesuai dengan hasil uji Mann Whitney Data Postes (tes akhir) diperoleh nilai signifikansi

lebih kecil dari 0,05 artinya H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa Kemampuan membaca

pemahaman wacana naratif berorientasi kearifan lokal kelas eksperimen lebih baik dari pada

kelas kontrol. Dengan demikian pendekatan discovery learning efektif digunakan dalam

pembelajaran membaca pemahaman wacana naratif yang berorientasi kearifan local pada

mahasiswa tingkat satu semester dua di STKIP Siliwangi Bandung Tahun Ajaran 2014/2015.

Simpulan

Penelitian ini membahas tentang penerapan pendekatan Discovery Learning dalam

meningkatkan kemampuan membaca pemahaman wacana naratif yang berorientasi kearifan

lokal pada mahasiswa tingkat 1 semester 2 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Page 391: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

391

Indonesia di STKIP Siliwangi Bandung. Berdasarkan hasil penilitian diperoleh beberapa

simpulan sebagai berikut : 1) Pendekatan pembelajaran Discovery Learning efektif digunakan

dalam pembelajaran membaca pemahaman wacana naratif yang berorientasi kearifan lokal . Hal

ini dapat dilihat dari nilai tes awal dan tea akhir. 2) Penggunaan Pendekatan Discovery learning

dalam pembelajaran membaca pemahaman memiliki keunggulan tidak hanya dalam

meningkatkan hasil belajar membaca pemahaman, tetapi menaikan level atau tingkat

pemahaman mahasiswa, yakni tingkat kritis dan kreatif. 3) Melalui pendekatan discovery

learning, mahasiswa akan mengetahui alasan mengapa dia harus aktif dalam belajar, karena di

dalam langkah-langkah pembelajarannya mahasiswa dituntut untuk aktif, kreatif, menemukan,

menganalisis serta mengembangkan ide dari apa yang telah dibacanya. 4) Hasil bealajar

mahasiswa dalam membaca pemahaman wacana naratif yang berorientasi kearifan lokal dengan

menggunakan pendekatan discovery learning mengalami kenaikan yang signifikan. Perolehan

rata-rata nilai tes awal pada kelas eksperimen 39,7 sedangkan rata-rata nilai tes akhir 67,1 jadi

terdapat kenaikan sebesar 27,4.

Saran

Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini, ada beberapa saran yang perlu

dikemukakan. Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut. 1) Kepada peneliti lain agar dapat

melakukan penelitian terkait dengan wacana yang berbeda sehingga pengetahuan serta

pemahaman mahasiswa terhadap wacana dapat meningkat dan bervariatif. 2) Kepada dosen,

khusus nya dosen keterampilan membaca harus mampu menerapkan pendekatan, strategi,

metode, teknik dan taktik yang bervariatif dalam pembelajaran keterampilan membaca

khususnya menbaca pemahaman. 3) Kepada pihak kampus, agar melengkapi refersi buku-buku

tentang membaca, wacana, dan kearifan lokal di perpustakaan untuk memfasilitasi mahasiswa

dalam kegian membaca. 4) Kepada mahasiswa, agar lebih banyak meluangkan waktu untuk

membaca berbagai wacana, agar dapat memperkaya pemahaman interpretatif, kreatif dan kritis.

Daftar Pustaka

Fraenkel, J.R. & N.E. Wallen, (1993). How to Design and Evaluate Research. Newyork :

McGraw-Hill-Inc

Heriawan, Adang dkk (2012). Metodelogi Pembelajaran Kajian Teoritis dan Praktis: Banten.

LP3G

.

Kridalaksana. (2001). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tarigan, H.G. (1990). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.

Page 392: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

392

PEMAHAMAN TENTANG ALOKASI FUNGSIONAL BAHASA DALAM

MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

Woro Wuryani

STKIP Siliwangi Bandung

[email protected]

Abstrak

Pemahaman Tentang Alokasi Fungsional Bahasa dalam Menghadapi Masyarakat

Ekonomi ASEAN.Secara sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk

menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. lebih jauh bahasa adalah alat untuk

berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan

pikiran, gagasan, konsep atau perasaan.Masalah-masalah kebahasaan yang dihadapi

setiap bangsa adalah tidak sama, sebab tergantung pada situasi kebahasaan yang ada di

dalam negara itu. Secara politis di Indonesia ada tiga buah bahasa, yaitu bahasa

nasional, bahasa daerah, dan bahasa asing. Peristiwa pengangkatan bahasa Indonesia

yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam suatu ikrar yang di sebut Sumpah

Pemuda. Kemudian, penetapan bahasa Indonesia menjadi bahasa Negara dalam

Undang-undang Dasar 1945Bahasa Indonesia adalah dialek baku Baahasa Melayu yang

pokoknya berasal dari Bahasa Melayu Riau, Bahasa Indonesia diresmikan pada

Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 18 Agustus 1945. Bahasa Indonesia merupakan

bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui

penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Pendek kata, Bahasa

Indonesia akan terus berkembang laksana berkembangnya zaman.Bahasa Indonesia

adalah bahasa resmi Republik Indonesia, sebagaimana disebutkan dalam Undang-

Undang Dasar 1945, Pasal 36. Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa,

sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. “Kami Berbahasa

Satu, Bahasa Indonesia”. Indonesia kini tengah berpacu dengan waktu dalam

menyambut pelaksanaan pasar bebas Asia Tenggara atau biasa disebut dengan

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai pada tahun 2015.

Kata kunci: alokasi fungsional bahasa, masyarakat ekonomi asean

Pendahuluan

Secara sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang

terlintas di dalam hati. Namun, lebih jauh bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk

berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan.

Dalam studi sosiolinguistik, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang, berupa bunyi,

bersifat arbiter, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi.

Kebijaksanaan bahasa itu dapat diartikan sebagai suatu pertimbangan konseptual dan politis

yang dimaksud untuk dapat memberikan perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan

yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengolahan keseluruhan masalah kebahasaan yang

dihadapi oleh suatu bangsa secara nasional. Jadi, kebijaksanaan bahasa itu merupakan suatu

pegangan yang bersifat nasional, untuk kemudian membuat perencanaan bagaimana cara

membina dan mengembangkan satu bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang dapat

Page 393: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

393

digunakan secara tepat di seluruh negara, dan dapat diterima oleh segenap warga yang secara

lingual, etnis, dan cultural berbeda.

Masalah-masalah kebahasaan yang dihadapi setiap bangsa adalah tidak sama, sebab

tergantung pada situasi kebahasaan yang ada di dalam negara itu. Negara-negara yang sudah

memiliki sejarah kebahasaan yang cukup, dan di dalam Negara itu hanya ada satu bahasa saja

meskipun dengan sekian dialek dan ragamnya cenderung tidak mempunyai masalah kebahasaan

yang serius. Negara yang demikian, misalnya Saudi Arabia, Jepang, Belanda, dan Inggris.

Tetapi di Negara-negara yang terbentuk, dan memiliki sekian banyak bahasa daerah akan

memiliki persoalan kebahasaan yang cukup serius, dan mempunyai kemungkinan untuk

timbulnya gejolak social dan politik akibat persoalan bahasa itu.

Indonesia sebagai Negara yang relative baru dengan bahasa daerah yang tidak kurang dari

400 buah, agak beruntung sebab masalah-masalah kebahasaan yang bisa terjadi di Negara lain,

secara historis telah di selesaikan sejak agak lama.

Secara politis di Indonesia ada tiga buah bahasa, yaitu bahasa nasional, bahasa daerah, dan

bahasa asing. Jauh sebelum kebijaksanaan bahasa diambil untuk menetapkan fungsi ketiga

bahasa itu, para pemimpin perjuangan Indonesia, berdasarkan kenyataan bahasa Melayu telah

sejak berabad-abad yang lalu telah digunakan secara luas sebagai lingiua franca di seluruh

nusantara dan sistemnya cukup sederhana, telah menetapkan dan mengangkat bahasa Melayu itu

menjadi bahasa persatuan untuk seluruh Indonesia, dan memberinya nama bahasa Indonesia.

Peristiwa pengangkatan bahasa Indonesia yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam

suatu ikrar yang di sebut Sumpah Pemuda itu tidak pernah menimbulkan protes atau reaksi

negatif dari suku-suku bangsa lain di Indonesia, meskipun jumlah penuturnya lebih banyak

berlipat ganda. Kemudian, penetapan bahasa Indonesia menjadi bahasa Negara dalam Undang-

undang Dasar 1945 pun tidak menimbulkan masalah.

Oleh karena itulah, para pengambil keputusan dalam menentukan kebijaksanaan bahasa

yang menetapka fungsi-fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing dapat

melakukannya dengan mulus. Bahasa Indonesia ditetapkan, sesuai dengan kedudukannya,

sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara, sebagai lambang kebangsaan nasional, dan sebagai

alat komunikasi nasional kenegaraan atau intrabangsa (bahasa daerah berfungsi sebagai

lambang kedaerahan) dan alat komunikasi intrasuku (sedangkan bahasa asing berfungsi sebagai

alat komunikasi antar bangsa dan alat penambah ilmu pengetahuan). Ketiga bahasa itu dengan

fungsinya masing-masing tidak menimbulkan masalah. Yang menjadi masalah adalah

bagaimana mengaktifkan pembinaan pan peningkatan penggunaan bahasa Indonesia dari para

warga bangsa Indonesia, sebab hingga kini penguasaan mereka akan bahasa Indonesia masih

jauh dari yang diharapkan (Chaer: 2004). Masalah kebahasaan yang dihadapi bangsa Filipina

Page 394: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

394

agak mirip dengan keadaan di Indonesia, tetapi tampaknya persoalan yang mereka hadapi lebih

ruwet.

Dengan demikian hingga saat ini untuk komunikasi kenegaraan dan komunikasi antar suku

masih digunakan bahasa Inggris, diseluruh wilayah Filipina.

Indonesia kini tengah berpacu dengan waktu dalam menyambut pelaksanaan pasar bebas

Asia Tenggara atau biasa disebut dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan

dimulai pada tahun 2015.

Pembahasan

Alokasi fungsional bahasa

Fungsi Sosiolinguistik Bahasa

Secara sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu

yang terlintas di dalam hati. Namun, lebih jauh bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat

untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

perasaan. Dalam studi sosiolinguistik, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang, berupa

bunyi, bersifat arbiter, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi.

Menurut Anton M. Moeliono (2007:38) mengatakan bahwa fungsi bahasa adalah alat

komunikasi manusia baik tertulis maupun lisan. Bagi sosiolinguistik konsep bahwa bahasa

adalah alat atau berfungsi untuk menyampaikan pikiran dianggap terlalu sempit, sebab seperti

dikemukakan oleh Anton M.Moeliono (2007) bahwa yang menjadi persoalan sosiolinguistik

adalah “ who speak what language to whom, when and to what end”. Oleh karena itu, fungsi-

fungsi bahasa itu antara lain dapat dilihat dari segi penutur, pendengar, topic, kode dan amanat

pembicaraan.

Dilihat dari segi penutur, maka bahasa itu berfungsi personal atau pribadi. Maksudnya,

si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya

mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu

menyampaikan tuturannya.

Dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara, maka bahasa itu berfungsi direktif, yaitu

mengatur tingkah laku pendengar. Disini bahas itu tidak “hanya membuat si pendengar

melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dimulai si pembicara.

Dilihat dari segi topic ujaran, maka bahasa itu berfungsu referensial. Disini bahasa itu

berfungsi sebagai alat untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada di sekeliling penutur

Page 395: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

395

atau yang ada dalam budaya pada umumnya. Fungsi referensial inilah yang melahirkan paham

tradisional bahwa bahasa itu adalah alat untuk menyampaikan pikiran, untuk menyatakan

bagaimana pendapat sipenutur tentang dunia di sekelilingnya.

Dilihat dari segi kode yang digunakan, maka bahasa itu berfungsi metalingual atau

metalinguistik (Chaer dan Leonie Agustina:2004), yakni bahasa itu digunakan untuk

membicarakan bahasa itu sendiri. Tetapi dalam fungsinya di sini bahasa itu digunakan untuk

membicarakan atau menjelaskan bahasa. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran bahasa

dimana kaidah-kaidah atau aturan-aturan bahasa dijelaskan dengan bahasa.

Dilihat dari segi amanat yang akan disampaikan maka bahasa itu berfungsi imajinatif.

Sesungguhnya bahasa itu dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan,

baik yang sebenarnya maupun yang hanya imajinasi (khayalan, rekaan).. Bahasa Negara

Setelah 28 Oktober 1928 tanggal penting lainnya bagi Bahasa Indonesia adalah 18

Agustus 1945. Pada tanggal tersebut Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai Bahasa Negara.

Ketetapan ini tercantum dalam pasal 36 UUD 1945 yang berbunyi: Bahasa Negara adalah

Bahasa Indonesia.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Bahasa Negara adalah sebuah sistem linguistik yang

secara resmi kenegaraan. Artinya, segala urusan kenegaraan, administrasi kenegraan, dan

kegiatan-kegiatan kenegaraan dijalankan dengan menggunakan bahasa itu.

Selain sebagai bahasa Negara, Bahasa Indonesia juga menjadi bahasa nasional. Dengan

menjadi bahasa nasional, maka Bahasa Indonesia menjadi lambang kebanggan nasional,

lambang identitas nasional, alat pemersatu, alat perhubungan antarwarga.

Bahasa Resmi

Bahasa resmi adalah sebuah sistem linguistik yang ditetapkan untuk digunakan dalam

suatu pertemuan, seperti seminar, konferensi, rapat, dan sebagainya.

Bahasa resmi merupakan satu atau lebih bahasa yang dipakai oleh pemerintah dalam

menerbitkan maklumat-maklumat dan juga bahas yang dipakai oleh warganya untuk

berhunbungan dengan intansi pemerintah secara resmi. Bahas resmi juga yang dipakai dalam

pengajaran di intansi pendidikan.

Page 396: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

396

Bahasa Kebangsaan

Bahasa kebangsaan merupakan sebuah bahasa yang melambangkan identity kebangsaan

suatu bangsa atau Negara secara unik. Bahasa kebangsaan biasanya digunakan untuk wacana

politik dan undang-undang dan ditetapkan sebagai kerajaan Negara tersebut.

Setengah Negara mempunyai lebih dari satu bahasa kebangsan, seperti Kanada, yang

menggunakan bahasa Perancis dan Inggris. Bahasa kebangsaan boleh jadi sama dengan bahasa

resmi. Bahasa kebangsaan juga mngkin berbeda dengan bahasa yang umum digunakan rakyat

Negara tersebut.

Bahasa untuk Tujuan Khusus

Bagi bangsa Indonesia ada dua fungsi bahasa Indonesia secara khusus dan sangat

penting bagi kita pahami, yaitu sebagai nahasa nasional dan sebagai bahasa Negara.

1.Fungsi dan kedudukan Bahasa Indonesia sebagai nahasa nasional.

Bahasa Indonesia digunakan sebagai pemersatu Bangsa Indonesia. Hal ini merupakan

suatu terobosan yang sangat besar yang dilakukan oleh persatuan pemuda-pemuda Indonesia.

Mereka menjadikan Bahasa Indonesia menjadi Bahasa Nasional Bangsa Indonesia. Kita tahu

bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa melayu dipakai sebagai lingua

franca di seluruh kawasan tanah air kita. Hal itu terjadi berabad-abad sebelumnya. Dengan

adanya kondisi semacam itu, masyarakat kita sama sekali tidak merasa bahwa bahasa daerahnya

disaingi. Sebaliknya, mereka telah menyadari bahwa bahasa daerahnya tidak mungkin dapat

dipakai sebagai alat perhubungan antar suku, sebab yang diajak komunikasi juga mempunyai

bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa melayu yang dipakai sebagai lingua franca ini pun

tidak akan mengurangi fungsi bahasa daerah. Bahasa daerah tetap dipakai dalam situasi

kedaerahan dan tetap berkembang. Kesadaran masyarakat yang semacam itulah, khususnya

pemuda-pemudanya yang mendukung lancarnya inspirasi tersebut. “Hasil Perumusan Seminar

Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975

antara lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya bahasa nasional, Bahasa Indonesia

berfungsi sebagai .

a. Lambang kembanggan Nasional

b. Lambang identitas nasional

c. Sebagai Alat Pemersatu Berbagai Masyarakat yang Berbeda Latar belakang Sosial,

Budaya dan Bahasanya.

d. Sebagai Penghubung Antar Budaya Antar Daerah.

Page 397: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

397

2.Fungsi dan kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara.

Pada awalnya yaitu zaman penjajahan Belanda, bahasa yang digunakan untuk bahasa

Negara adalah bahasa melayu. Selain itu, bahasa melayu merupakan bahasa Negara (resmi)

kedua yang dipakai untuk golongan-golongan rendah.. bahasa Indonesia belum bisa tersebar

bebas pada saat itu. Hanya segelintir orang yang berjiwa nasionalis yang menggunakan

Bahasa Indonesia.

Bersamaan dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia diangkat pula. Bahasa Indonesia

menjadi bahasa Negara. Hal ini tercantum dalam UUD 1945, Baab XV, pasal 36.

Pengangkatan bahasa Indonesia menjadi bahasa Negara bukanlah hal mudah, banyak hal

yang harus dipertimbangkan. Karena bila terjadi kesalahan dapat berakibat ketidak stabilan

suatu Negara. Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang

diselenggarakan di Jakarta tanggal 25 sampai dengan 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa

di dalam kedudukannya sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.

a. Bahasa resmi kenegaraan

b. Bahasa pengantar resmi di Dunia Pendidikan.

c. Bahasa remi dalam perhubungan pada tingkat Nasional untuk kepentingan perencanaan

dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan.

d. Bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan

serta teknologi modern.

Bahasa dalam Dunia Pendidikan

Fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam lembaga-lembaga pendidikan

harus dilaksanakan dengan komprehensip sehingga lembaga pendidikan, dalam proses belajar-

mengajarnya Bahasa Indonesia digunakan sebagai pengantar dalam penyajian materi-materinya.

Berkaitan dengan hal ini, muncul fenomena menarik dan sebuah kekhawatiran dengan adanya

Sekolah Nasional Berstandar Internasional (SNBI). Kekhawatiran segolongan masyarakata

terhadap keberadaan dan eksistensi Bahasa Indonesia dalam SNBI muncul, sebab bahasa

pengantar yang digunakan di Sekolah Nasional Berbasis Internasional dalam beberapa mata

pelajaran adalah bahasa asing. Padahal kalau kembali ke fungsi bahasa Indonesia, salah satunya

adalah bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan. Seiring dengan itu, munculnya

Sekolah Nasional Berstandar Nasional (SNBI) menimbulkan kegalauan akan hilangnya Bahasa

Indonesia di arena pelaku pendidikan. Para pelauk pendidikan akan selalu berkutat dalam

bahasa Internasional, sehingga bahasa warisan bangsa akan semakin lapuk dimakan rayap

modernisasi.

Page 398: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

398

Pada dasarnya kekhawatiran seperti itu adalah hal yang biasa, namun jika desas-desus

ini terus bergulir mengikuti perkembangan zaman, maka secara otomatis akan menimbulkan

virus-virus yang bisa menciptakan jurang pemisah antara SNBI dengan sekolah nin SNBI.

Orang tua akan merasa bimbang menitipkan anak mereka. Ada rasa ragu diantara memilih

menjaga budaya bangsa dengan mengikuti tren modernisasi bahasa. Para orang tua akan dilema

menentukan posisi dalam masalah tersebut. Sebenarnya, adanya Sekolah Nasional Berstandar

Internasional (SNBI) tidak perlu memunculkan kekhawatiran akan hilangnya bahasa Indonesia

sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan.

Hal ini karena penggunaan bahasa asing sebagai pengantar tidak diterapkan pada semua

mata pelajaran. Penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar di SNBI hanya diterapkan

pada beberapa mata pelajaran. Memang, intensitas penggunaaan bahasa Indonesia sebagai

bahasa pengantar dalam proses KBM akan menjadi berkurang. Hal itu bisa disiasati dengan

lebih mengefektifkan proses pembelajaran bahasa Indonesia dalam mata pelajaran Bahasa

Indonesia. Pelajaran lebih banyak diarahkan kepada hal-hal yang bersifat teoritis. Siswa lebih

banyak dikondisikan pada pemakaian bahasa yang aplikatif tetapi sesuai dengan aturan

berbahasa Indonesia secara baik dan benar.

Masyarakat ekonomi ASEAN

Masyarakat ekonomi ASEAN adalah sebuah integrasi ekonomi ASEAN dalam

menghadapi perdagangan bebas antarnegara-negara ASEAN. Seluruh negara anggota ASEAN

telah menyepakati perjanjian ini. MEA dirancang untuk mewujudkan wawasan ASEAN 2020.

Dalam menghadapi persaingan yang teramat ketat selama MEA ini, negara-negara ASEAN

haruslah mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang terampil, cerdas, dan kompetitif.

Masyarakat Ekonomi ASEAN atau biasa yang disingkat menjadi MEA secara

singkatnya bisa diartikan sebagai bentuk integrasi Ekonomi ASEAN yang artinya semua

negara-negara yang berada dikawasan Asia Tenggara (ASEAN) menerapkan sistem

perdagangan bebas. Indonesia dan seluruh negara-negara ASEAN lainnya (9 negara lainnya)

telah menyepakati perjanjian MEA tersebut atau yang dalam bahasa Inggrisnya adalah ASEAN

Economy Community atau AEC.

Pengertian Masyarakat Ekonomi ASEAN secara umum, Masyarakat Ekonomi ASEAN

diartikan sebagai sebuah masyarakat yang saling terintegrasi satu sama lain dimana adanya

perdagangan bebas diantara negara-negara anggota ASEAN yang telah disepakati bersama

antara pemimpin-pemimpin negara-negara ASEAN untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan

yang lebih stabil, makmur dan kompetitif dalam pembangunan ekonomi.

Page 399: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

399

Pengertian Masyarakat Ekonomi ASEAN menurut ASEAN.ORG Halaman resmi

organisasi internasional ASEAN menyatakan bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan

tujuan dari integrasi ekonomi regional kawasan Asia Tenggara yang diberlakukan pada

tahun2015.

Di bawah ini beberapa dampak positif atau manfaat dari Masyarakat Ekonomi ASEAN itu

sendiri.

1. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan mendorong arus investasi dari luar masuk ke dalam

negeri yang akan menciptakan multiplier effect dalam berbagai sektor khususnya dalam bidang

pembangunan ekonomi.

2. Kondisi pasar yang satu (pasar tunggal) membuat kemudahan dalam hal pembentukan joint

venture (kerjasama) antara perusahaan-perusahaan diwilayah ASEAN sehingga akses terhadap

bahan produksi semakin mudah.

3. Pasar Asia Tenggara merupakan pasar besar yang begitu potensial dan juga menjanjikan

dengan luas wilayah sekitar 4,5 juta kilometer persegi dan jumlah penduduk yang mencapai 600

juta jiwa.

4. MEA memberikan peluang kepada negara-negara anggota ASEAN dalam hal meningkatkan

kecepatan perpindahan sumber daya manusia dan modal yang merupakan dua faktor produksi

yang sangat penting.

5. Khusus untuk bidang teknologi, diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN ini

menciptakan adanya transfer teknologi dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang

yang ada diwilayah Asia Tenggara.

Itulah lima dampak positif atau manfaat diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN

yang mulai berlangsung pada tahun 2015. Sebelumnya juga dijelaskan sekilas mengenai MEA

dan juga pengertiannya dari berbagai sumber terpercaya.

Simpulan

Bahasa Indonesia adalah dialek baku Bahasa Melayu yang pokoknya berasal dari

Bahasa Melayu Riau, hal ini sesuai dengan apa yang pernah diungkapkan oleh Ki Hajar

Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia 1 tahun di Solo, Jawa Tengah. Bahasa Indonesia

diresmikan pada Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 18 Agustus 1945. Bahasa Indonesia

merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik

Page 400: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

400

melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Pendek kata, Bahasa

Indonesia akan terus berkembang laksanaberkembangnya zaman.

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia, sebagaimana disebutkan

dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 36. Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan

bangsa, sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. “Kami Berbahasa

Satu, Bahasa Indonesia”. Meski demikian, hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang

benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibu dan bahasa persatuan.

Sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia mempunyai beberapa fungsi yang perlu

dicermati, pertama bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa resmi Negara. Kedua, bahasa adalah

alat perhubungan bagi kepentingan roda pemerintahan dan pembangunan. Selanjutnya, Bahasa

adopsi dari Bahasa Melayu ini merupakan alat pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan

ilmu pengetahuan. Terakhir, bahasa yang bermula dari ejaan Van Ovhusyen ini ialah bahasa

pengantar di lembaga-lembaga pendidikan. Masyarakat ekonomi ASEAN adalah sebuah

integrasi ekonomi ASEAN dalam menghadapi perdagangan bebas antarnegara-negara ASEAN.

Masyarakat Ekonomi ASEAN atau biasa yang disingkat menjadi MEA secara singkatnya bisa

diartikan sebagai bentuk integrasi Ekonomi ASEAN yang artinya semua negara-negara yang

berada dikawasan Asia Tenggara (ASEAN) menerapkan sistem perdagangan bebas.

Daftar Pustaka

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2004. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta

Chaer, Abdul. 2013. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta; Rineka Cipta

http://fungsibahasaindonesia22bandit33oran.blogspot.com/2013/01/makalah-fungsi-bahasa-

indonesia.html

http://perananbahasa.blogspot.org/wiki/Bahasa_kebangsaan

http://rubrikbahasa.wordpress.com/2009/04/02/bahasa-negara-bahasanasional/

http://rantautolang.blogspot.com/2011/03/esensi-bahaasa-indonesia-dalam-dunia.html

Moeliono.M.A. 2007. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Jakarta: Jambatan

Sukasosial.blogspot.com/2015/08/masyarakat-ekonomi-asean.html

http://pemahamanmae2015.blogspot.com/2015/01/jurnal-mea-2015.html

Page 401: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

401

PEMANFAATAN MEDIA INTERAKTIF PANTUN BERBASIS PENDEKATAN

SAINTIFIK SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

PANTUN PADA KELAS XI AKSELERASI SMAN 1 GARUT

Yulianti

SMAN 1 Garut

Abstrak

Makalah ini merupakan best practice yang disusun berdasarkan pengalaman

penulis mengajar kelas akselerasi. Tugas dan tanggung jawab guru di kelas akselerasi

lebih kompleks karena waktu yang lebih sedikit dibanding dengan kelas reguler. Hal ini

menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai usaha yang lebih dinamis dan

kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Adapun yang menjadi

rumusan masalah pada best practice ini adalah (1) Bagaimana proses pembuatan media

interaktif pembelajaran Pantun yang berbasis saintifik?, dan (2) Apakah pemanfaatan

media interaktif Pantun berbasis pendekatan saintifik efektif dalam meningkatkan hasil

belajar Pantun pada siswa kelas akselerasi SMAN 1 Garut?Untuk menjawab rumusan

masalah tersebut, penulis mengumpulkan data melalui tes tertulis dan skala sikap untuk

memperoleh tanggapan terhadap proses pembelajaran.Setelah dilakukan analisis

terhadap data penelitian penggunaan media interaktif pantun yang berbasis saintifik,

diperoleh hasil bahwa waktu pembelajaran menjadi lebih efektif, adanya peningkatan

hasil belajar, dan tercapainya kepuasan siswa selama mengikuti pembelajaran.

Kata kunci: media interaktif, saintifik, pantun

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan termasuk

memperoleh pelayanan pendidikan, begitu juga dengan anak yang memiliki kebutuhan-

kebutuhan khusus. Anak cerdas istimewa termasuk anak yang memiliki kebutuhan khusus.

Program percepatan (akselerasi) merupakan program yang memberikan layanan

pendidikan sesuai potensi siswa yang memiliki kecerdasan dan kemampuan belajar yang tinggi.

Hal ini sesuai Undang-Undang No. 20 pasal 5 ayat 4 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, menegaskan bahwa "Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat

istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus".

Kurikulum sekolah akselerasi pada dasarnya sama dengan sekolah reguler, tetapi

kurikulum akselerasi memfasilitasi percepatan dan pengayaan belajar. Hal ini sesuai dengan

pendapat Pressey (Hawadi, 31:2006) bahwa akselerasi adalah sebagai suatu kemajuan yang

diperoleh dalam program pengajaran, pada waktu yang lebih cepat atau usia yang lebih muda

daripada yang konvensional.

Page 402: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

402

Pada kelas akselerasi, dalam satu tahun dibagi menjadi 3 semester. Setiap semester

hanya selama 4 bulan. Untuk semester 1 kelas XI, jumlah KD yang harus diselesaikan adalah 27

KD, sementara waktu yang tersedia hanya 40 jam belum termasuk ulangan harian dan minggu

cadangan. Ketika dirata-ratakan, satu kompetensi dasar hanya memiliki waktu kurang dari dua

jam pelajaran. Akibatnya, siswa dibebani tugas yang begitu banyak demi “kejar setoran”. Oleh

karena itulah, diperlukan media pembelajaran yang dapat membantu guru dan siswa dalam

proses pembelajaran yang efektif, efisien dan menyenangkan. Adapun media yang dipilih oleh

penulis adalah media interaktif yang berbentuk CD dan soft file yang diunggah di web sekolah.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah pada best practice ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana proses pembuatan media interaktif pembelajaran Pantun yang berbasis

saintifik?

2. Apakah pemanfaatan media interaktif Pantun berbasis pendekatan saintifik efektif

dalam meningkatkan hasil belajar Pantun pada siswa kelas akselerasi SMAN 1 Garut?

Kajian Pustaka

A. Media Interaktif

Untuk mengatasi permasalahan mengenai waktu yang singkat yang mengakibatkan

pemahaman materi kurang optimal, penulis menggunakan media pembelajaran. Menurut

Sadiman, dkk. (2009: 7) media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan

pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan

minat siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Media yang digunakan penulis

adalah media audio visual yang berbentuk cakram padat interaktif dan soft file yang diunduh di

web. Dalam bahan ajar interaktif ini, pengguna (peserta didik) terlibat interaksi dua arah dengan

bahan ajar yang sedang dipelajari.

B. Pendekatan Saintifik

Media interaktif ini berisi materi yang penyajiannya disajikan secara saintifik. Hal ini

sejalan dengan perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia saat ini. Dalam Modul Pendekatan

dan Strategi Pembelajaran (Kemdikbud, 2013: 1) dijelaskan konsep dasar pendekatan saintifik

yang merupakan pendekatan dalam mengimplementasikan kurikulum 2013.

Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 dilaksanakan dengan menggunakan

pendekatan saintifik. Dalam lampiran Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentang

Implementasi Kurikulum, diuraikan langkah-langkah pendekatan saintifik dalam pembelajaran

meliputi hal-hal sebagai berikut.

Page 403: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

403

a. Mengamati

Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam

Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, “hendaklah guru membuka secara luas dan bervariasi

kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak,

mendengar, dan membaca.”

b. Menanya

Dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, kegiatan menanya adalah mengajukan

pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk

mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (mulai dari pertanyaan faktual

sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik).

c. Mengumpulkan Informasi (Mencoba)

Dalam Permendikbud nomor 81A Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi

dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati

objek/kejadian, aktivitas wawancara dengan narasumber, dan sebagainya.

d. Mengasosiasi (Menalar)

Kegiatan mengasosiasi (menalar) dalam Permendikbud Nomor 81A tahun 2013 adalah

memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan

mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan

informasi.

e. Mengomunikasikan

Kegiatan “mengomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan

dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 adalah menyampaikan hasil pengamatan,

kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.

Pembahasan Masalah

A. Pembuatan Media Interaktif Pembelajaran Pantun yang Berbasis Saintifik

Alur proses pembuatan media interaktif untuk materi pantun adalah sebagai berikut.

Gambar 1

Alur Pembuatan Media Interaktif

Identifikasi Kebutuhan dan

Karakteristik Siswa

Perumusan Tujuan

Perumusan Materi

Penulisan Naskah Media

RevisiNaskah Siap

Produksi

Page 404: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

404

a. Identifikasi Kebutuhan dan Karakteristik Siswa

Kelas akselerasi dengan waktu yang dipercepat membutuhkan sebuah media yang dapat

memfasilitasi siswa untuk dapat belajar sendiri yang efektif, efisien dan menyenangkan.

Pembelajaran bahasa Indonesia selama ini lebih bersifat ‘yang penting materi tersampaikan

semua’ tanpa memperhatikan kedalaman pemahaman siswa terhadap materi tersebut.

Akibatnya, nilai yang diperoleh siswa selama ini belum optimal.

b. Perumusan Tujuan

Tujuan pembelajaran yang terdapat dalam media interaktif Pantun ini disesuaikan

dengan tujuan yang tercantum dalam kurikulum 2013.

c. Perumusan Materi

Materi berkaitan dengan substansi isi pelajaran yang harus diberikan. Materi yang

dirumuskan dalam media interaktif ini diambil dari buku pegangan siswa yang diperkaya dari

berbagai sumber.

Bahan ajar pembelajaran pantun dikembangkan dengan memuat empat bagian yaitu

memahami, menginterpretasi, membandingkan, dan memproduksi. Pada setiap akhir bagian

tersebut dilengkapi dengan evaluasi. Selain itu, pada bagian memahami dilengkapi dengan

video lagu yang berisi pantun dan video penggunaan pantun di masyarakat untuk memberikan

fakta kepada siswa mengenai pantun.

d. Penulisan Naskah Media

Materi yang telah dirumuskan, disusun dalam media interaktif yang dikembangkan

dengan menggunakan aplikasi macromedia flash CS5.5.

Adapun proses pembuatan media interaktif adalah sebagai berikut.

1) Membuat rancangan tampilan visual menggunakan Adobe Photoshop (membuat

background, bentuk tombol)

2) Mengatur bidang kerja (yang dibuat 800 pixel x 600 pixel)

3) Memasukkan background dan tombol-tombol ke dalam library Adobe Macromedia Flash

4) Memasukkan background dan tombol-tombol ke dalam keyframe pada timeline

5) Membuat layerbackround, tulisan, tombol, dan lainnya yang akan dimasukkan ke dalam

layer secara terpisah dalam satu timeline

6) Mengatur lamanya setiap tampilan pada timeline per halamannya (ada yang hanya satu

keyframe, ada juga yang hingga puluhan frame tergantung ada tidaknya animasi maupun

transisi lainnya)

7) Membuat file .fla masing-masing judul secara terpisah agar tidak berat saat disajikan

8) Memasukkan actionstop pada setiap keyframe yang kemudian dilanjutkan dengan menekan

tombol

Page 405: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

405

9) Mengatur perintah tombol, baik itu yang dalam satu timeline maupun ke file .swf yang

berbeda

10) Setelah selesai, publishfile ke dalam bentuk file .swf, dan file pembukanya dalam bentuk

.exe agar bisa dimainkan di PC manapun.

e. Revisi

Tahap revisi terdiri dari dua tahap yaitu pengujian dan pembahasan.

f. Naskah Siap Produksi

Setelah proses perbaikan dilakukan, media interaktif siap diproduksi. Produk yang

dihasilkan dibuat dalam 3 bentuk, yakni berbentuk CD dan berbentuk soft file yang diunggah di

web sekolah juga dimasukkan dalam flash disk. Target utama penulis adalah pemanfaatan media

interaktif yang diunggah di web sekolah. Hal ini dimaksudkan agar mempermudah siswa dalam

mengakses media interaktif ini tanpa harus membawa CD atau flash disk. Sementara itu,

penyediaan media interaktif dalam bentuk CD dan flash disk untuk mengantisipasi apabila ada

siswa yang tidak bisa membuka karena keterbatasan internet.

B. Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Pantun

Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 dilaksanakan dengan menggunakan

pendekatan saintifik. Adapun langkah-langkah pendekatan saintifik yang terdapat pada media

interaktif pembelajaran pantun meliputi hal-hal sebagai berikut.

a. Mengamati

Pada media interaktif pantun ini, siswa diberikan kesempatan untuk mengamati sebuah

video lagu Rasa Sayange yang memuat pantun. Dalam video tersebut juga digambarkan film

dokumenter tentang keadaan Indonesia pada zaman Belanda yang menggunakan lagu Rasa

Sayange sebagai musik pengiring. Hal tersebut diharapkan dapat membangkitkan rasa

nasionalisme siswa terutama tentang pentingnya menjaga warisan budaya.

b. Menanya

Dalam media interaktif ini, kegiatan menanya bisa dilakukan siswa dengan menuliskan

pertanyaan pada blog yang ditautkan dengan web sekolah yang memuat media interaktif ini.

Selanjutnya, bagi siswa yang membuka media interaktif ini melalui CD atau soft file, pertanyaan

yang muncul bisa disimpan untuk disampaikan ketika tatap muka.

c. Mengumpulkan Informasi (Mencoba)

Dalam media interaktif ini, materi telah dilengkapi dengan berbagai informasi baik

berupa teori dari sumber lain maupun berupa bukti-bukti tayangan yang bisa diamati siswa.

Setelah memahami materi yang terdapat dalam media tersebut, siswa dapat mencoba menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada setiap akhir bagian materi. Pertanyaan-pertanyaan

Page 406: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

406

tersebut dilengkapi dengan tanda betul atau salah dalam setiap jawaban yang tampil secara

otomatis ketika siswa memilih jawaban yang tersedia. Siswa dapat kembali membuka materi

yang belum dipahami ketika hasil jawaban masih salah.

Selain itu, siswa memiliki kesempatan untuk menggali informasi lain secara lebih

mendalam sesuai dengan kebutuhan karena media yang digunakan dapat diakses kapan saja dan

di mana saja sebelum tatap muka di kelas sehingga siswa memiliki waktu yang cukup untuk

memuaskan rasa ingin tahunya mengenai materi terkait.

d. Mengasosiasi (Menalar)

Dalam kegiatan ini, siswa dapat mencoba menghubungkan antara teori dengan contoh-

contoh yang disajikan dalam media interaktif secara individu sehingga menghasilkan sebuah

kesimpulan sementara. Selanjutnya dalam proses pembelajaran di kelas, siswa dapat

mendiskusikan kesimpulan sementaranya dalam sebuah kelompok.

e. Mengomunikasikan

Melalui media interaktif, kegiatan mengomunikasikan bisa secara langsung melalui

blog yang terpaut dengan web yang memuat media interaktif tersebut dan mendapat tanggapan

langsung dari teman-temannya dalam satu komunitas atau dapat juga secara langsung

dikomunikasikan di kelas ketika proses pembelajaran berlangsung. Hal yang dapat

dikomunikasikan dapat berupa hasil memahami, menginterpretasi, membandingkan, ataupun

hasil memproduksi.

C. Hasil atau Dampak yang Dicapai

Setelah proses pembelajaran menggunakan media interaktif pembelajaran pantun,

diperoleh hasil sebagai berikut.

a. Efektivitas Waktu

Penggunaan waktu dalam proses pembelajaran digambarkan sebagai berikut.

Tabel 1

Penggunaan Waktu dalam Proses Pembelajaran dengan Menggunakan Media Interaktif

Pantun

No. Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Waktu

1 Kegiatan Pendahuluan

1)Membuka pelajaran dengan salam

2)Melakukan apersepsi mengenai

pembelajaran sebelumnya

1)Siswa merespon salam

2)Siswa menerima informasi

tetang keterkaitan pembelajaran

10’

Page 407: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

407

3)Menjelaskan kompetensi, materi,

tujuan, manfaat, dan langkah-langkah

pembelajaran yang akan dilaksanakan

sebelumnya dengan pembelajaran

yang akan dilaksanakan.

3)Siswa menerima informasi

tentang kompetensi, materi,

tujuan, manfaat, dan langkah-

langkah pembelajaran yang akan

dilaksanakan

2 Kegiatan inti

1)Guru memberikan kesempatan

kepada siswa untuk bertanya jawab

setelah mempelajari pantun dengan

menggunakan media interaktif

2)Guru membagi siswa ke dalam

beberapa kelompok

3)Guru mempersilakan siswa untuk

mengomunikasikan hasil

penemuannya mengenai Pantun yang

ditanggapi oleh siswa lain

4)Guru menugaskan siswa untuk

membuat pantun secara perorangan

dalam kelompok

5) Guru mempersilakan siswa untuk

mengomunikasikan pantun yang telah

dibuatnya yang ditanggapi oleh siswa

lain

1)Siswa bertanya jawab setelah

mempelajari pantun dengan

menggunakan media interaktif

2)siswa dibagi ke dalam beberapa

kelompok

3)Siswa mengomunikasikan hasil

penemuannya mengenai Pantun

yang ditanggapi oleh siswa lain

4)Siswa membuat pantun secara

perorangan dalam kelompok

5)Siswa mengomunikasikan

pantun yang telah dibuatnya yang

ditanggapi oleh siswa lain

10’

5’

15’

20’

20’

3 Kegiatan Penutup

1)Bersama siswa, menyimpulkan

materi pembelajaran dan nilai sikap

yang perlu diperkuat dalam diri siswa

2)Bersama siswa, melakukan refleksi

terhadap kegiatan yang telah

dilakukan.

3)Memberikan informasi kompetensi

yang dipelajari pada pertemuan

berikutnya.

1)Bersama guru, menyimpulkan

materi pembelajaran dan nilai

sikap yang perlu diperkuat dalam

diri siswa

2)Bersama guru, melakukan

refleksi terhadap kegiatan yang

telah dilakukan.

3)Menyimak informasi

kompetensi yang dipelajari pada

pertemuan berikutnya.

10’

Dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan media interaktif dapat mengefektifkan

waktu pembelajaran di kelas karena ada beberapa tahapan pembelajaran yang bisa dilakukan

siswa secara mandiri di luar kelas yaitu pada tahapan memahami, menanya, mengumpulkan

data, mengasosiasi, bahkan mengomunikasikan. Proses pembelajaran di kelas sifatnya

penyempurnaan tahapan-tahapan tersebut, seperti tahapan menanya, mengasosiasi, dan

mengomunikasikan lebih lanjut.

Page 408: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

408

b. Peningkatan Hasil Belajar

Setelah proses pembelajaran dengan menggunakan media interaktif Pantun, hasil belajar

siswa sangat memuaskan. Dengan perolehan nilai terendah 80 dan tertinggi 100. Berikut ini

adalah nilai ulangan harian pantun siswa secara lengkap.

Tabel 2

Nilai Ulangan Harian Pantun Siswa Kelas XI Akselerasi

No. Nama Nilai

1 Ahmad Faris Abdulloh 90

2 Asti Andriani Putri 83

3 Beryl Clearly Hermanto 95

4 Dhanisa Rahmi Sofiawati 95

5 Ega Raisya 88

6 Feri Arosa 91

7 Fikri Luthfi Budiman 80

8 Gema Muhammad 85

9 Ghassani Izlyn Fathara Sri N. 91

10 Ghifariyatu Rohimah 95

11 Gina Nur’aini Buchory 96

12 Hardian 96

13 Ida Setia Lestari 97

14 Ilham Fauzi Noer Putra 80

15 Jhody Satia Pribadi 86

16 Jimmi 81

17 Joshua Evangelli 86

18 Laylia Nabilajauza Salmaisya 100

19 M. Abdul Malik Fajar 87

20 M. Zihad Zidan 97

21 Nisaa Alberta Wishnuartini 86

22 Novan Rifky Lutfhyansyah 84

23 Nur Mahmud Ismail 95

24 Ockeu Ainoersalas K. 93

25 Putri Utami Rynaldi 87

26 R. Napisah Assayyidah 91

27 Rena Nur Fitria K. 80

28 Rifan Azki Maulid 93

29 Rifanni Julianti 93

30 Rofa Hasna Nafisah 84

31 Rohmat Gunawan Yusuf 96

32 Sabrina Daniswara 88

33 Seni sumiati 91

34 Shaffiratul Aziz 80

35 Sheila Nur Azijah 93

36 Yuceu Sania Kamulyan 80

37 Zulfan Dwi Respati 81

c. Kepuasan Siswa

Untuk mendapatkan masukan mengenai penggunaan media interaktif Pantun, penulis

menyebarkan angket kepada siswa yang berisi pertanyaan-pertanyaan tentang keefektifan dan

Page 409: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

409

kemenarikan media interaktif yang digunakan. Sebagian besar siswa berpendapat bahwa media

interaktif yang digunakan sangat membantu dan mempermudah mereka dalam memahami

materi karena tampilannya yang menarik dan tidak membosankan. Selain itu, sebagian besar

siswa merasa media interaktif yang ditayangkan sudah bagus dan banyak kelebihannya karena

dilengkapi dengan gambar, audio, dan video, tetapi ada sebagian siswa yang menyarankan agar

ada tombol untuk mempercepat tayangan dan tombol on/off musik karena tidak semua siswa

suka belajar dengan diiringi musik. Adapun saran yang disampaikan oleh sebagian besar siswa

adalah agar lebih banyak lagi memproduksi media pembelajaran interaktif karena dapat

mempercepat proses pembelajaran.

Simpulan dan Saran

Simpulan

Berdasarkan pengalaman pembelajaran dengan menggunakan media interaktif Pantun

berbasis pendekatan saintifik di kelas XI akselerasi SMAN 1 Garut, dapat disimpulkan sebagai

berikut.

1. Permasalahan yang terdapat pada kelas akselerasi adalah waktu yang lebih sedikit

mengingat akselerasi adalah kelas percepatan yang membuat waktu belajar di SMA menjadi

2 tahun.

2. Penggunaan media interaktif terbukti berhasil membuat pembelajaran menjadi lebih cepat

karena ada beberapa langkah pembelajaran yang bisa dilakukan secara mandiri di rumah

sehingga pembelajaran di kelas hanya tinggal penyempurnaan. Sisa waktu yang cukup

banyak dapat digunakan untuk lebih mengasah keterampilan siswa.

Saran

Saran yang berkaitan dengan best practice ini adalah sebagai berikut.

1. Penerapan media interaktif pantun ini membutuhkan peralatan yang mendukung seperti

laptop dan jaringan internet yang memadai agar lebih optimal.

2. Guru diberikan pelatihan pemanfaatan program-program komputer yang lebih dari sekadar

Microsoft excel, Microsoft word, dan Microsoft power point agar dapat lebih variatif dalam

membuat media pembelajaran.

Page 410: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

410

Daftar Pustaka

Akbar, R. - Hawadi (Ed). (2004). Akselerasi: A-Z informasi program percepatan belajar.

Jakarta: Grasindo Widiasarana Indonesia.

Sadiman, A. S. dkk. (2009). Media pendidikan: pengertian, pengembangan, dan

pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Press.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Modul pendekatan dan strategi pembelajaran.

Jakarta: Kemdikbud.

Page 411: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

411

PANDANGAN SISWA SMA TENTANG PENTINGNYA BAHASA INDONESIA

BAGI PEKERJA ASING:STUDI TENTANG KEDUDUKAN

DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

Yusra Alfarizi

(Duta Bahasa Pelajar, Jawa Barat)

[email protected]

Abstrak

Bahasa Indonesia memiki kedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara

dengan berbagai fungsinya. Apa yang membedakan bangsa satu dengan bangsa

lainnya? Tentu saja, bahasa yang membedakannya. Sebuah peribahasa yang sudah

sangat pekat untuk menunjukkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia adalah

‘Bahasa menunjukkan bangsa’. Hal ini berarti bahwa bahasa menunjukkan latar

belakang bangsa, ras, dan etnis penuturnya. Misalnya, bangsa Sunda dan bangsa Jawa,

tentu saja yang membedakan kedua bangsa ini adalah bahasanya. Ketika orang Sunda

tidak menggunakan bahasa Sunda, mereka bukan lagi orang Sunda. Oleh karena itu,

ketika bahasa Indonesia memiliki grafik penutur yang fluktuatif setiap tahunnya, bukan

hanya bahasa Indonesia yang terancam musnah, melainkan juga bangsa Indonesia.

Faktanya, bahasa Indonesia hampir tergeser kedudukannya oleh bahasa asing. Hal ini

tampak pada kebijakan pemerintah dalam menghapuskan bahasa Indonesia sebagai

salah satu syarat bagi pekerja asing yang akan bekerja di Indonesia.

Lalu, bagaimanakah pentingnya bahasa Indonesia bagi para pekerja asing yang akan

bekerja di Indonesia? Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode angket yang digunakan sebagai

alat untuk menjaring tanggapan dan pendapat para siswa SMA tentang hal tersebut.

Penelitian dilakukan terhadap 100 siswa di SMA Negeri 1 Ciparay Kabupaten

Bandung. Sampel penelitian ini diambil secara acak tanpa memperhatikan kelas,

jenjang, dan jenis kelamin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 93% siswa SMA menyatakan bahwa bahasa

Indonesia sangat penting bagi pekerja asing yang bekerja di Indonesia. 6% siswa SMA

menyatakan bahwa bahasa Indonesia penting bagi pekerja asing yang bekerja di

Indonesia, sedangkan 1% lainnya menyatakan bahwa bahasa Indonesia tidak begitu

penting bagi pekerja asing yang bekerja di Indonesia.

Kata kunci: pekerja asing, kedudukan dan fungsi bahasa, peran

Pendahuluan

Bahasa menunjukkan bangsa, begitu melekat peribahasa tersebut dalam benak

kita. Bagaimana tidak? Pada tahun 2009 pemerintah menetapkan untuk mengembangkan

bahasa Indonesia agar menjadi bahasa Internasional secara bertahap. Namun, yang terjadi

adalah justru bangsa Indonesia tidak dikenali karena menuturkan bahasa asing di negara

asing yang bersangkutan.

Bahasa Indonesia yang sejatinya akan dikembangkan menjadi bahasa

Internasional kini semakin memudar di kalangan bangsa Indonesia sendiri, hal ini

Page 412: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

412

merupakan anomali bagi bahasa Indonesia. Faktanya, orang Indonesia lebih bangga

menggunakan bahasa asing dibandingkan bahasa Indonesia, padahal mereka masih berada

di negara Indonesia.

Bahkan, pada tahun 2015 pemerintah membuat kebijakan untuk menghapuskan

bahasa Indonesia sebagai syarat masuknya pekerja asing ke Indonesia. Hal ini merupakan

pelecehan bagi bangsa Indonesia. Bagaimana tidak? Bangsa Indonesia sebagai tuan rumah

harus melayani tamu dengan menggunakan bahasa asing. Jika hal ini terjadi bahasa

Indonesia terancam punah. Hal ini benar-benar bertolak belakang dengan kebijakan

pemerintah tahun 2009 tentang mengembangkan bahasa Indonesia ke jenjang Internasional.

Padahal, kondisi akan menjadi ideal apabila pemerintah mewajibkan pekerja

asing untuk menguasai bahasa Indonesia dengan rentang yang ditentukan. Ketika mereka

belajar untuk menggunakan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia dapat berkomunikasi

dengan lebih baik, bahasa Indonesia dapat menyebar luas karena pekerja asing yang

menguasai bahasa Indonesia, dengan begitu bahasa Indonesia sedikit demi sedikit akan

menuju ke taraf internasional.

Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan metode angket yang digunakan sebagai alat untuk

menjaring tanggapan dan pendapat para siswa SMA tentang hal tersebut.

2. Langkah-langkah penelitian

Langkah-langkah yang diambil untuk melaksanakan penelitian ini adalah

sebagai berikut.

a. Pemilihan populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMANegeri 1 Ciparay

Kabupaten Bandung tahun ajaran 2015-2016, kelas X, XI, dan XII. Dari populasi

tersebut penulis memilih 100 siswa-siswi yang diambil dari 30 kelas.Dari 30

kelas tersebut, penulis memilih sampel sebanyak 30 orang dari kelas IPS, 10

orang dari kelas Bahasa, dan 60 orang dari kelas MIPA.

b. Pengumpulan data

Data tentang pentingnya bahasa Indonesia bagi warga negara asing yang

bekerja di Indonesia dikumpulkan melalui angket. Angket tersebut disebarkan

kepada 100 sampel, yakni 100 siswa-siswi SMA Negeri 1 Ciparay.

c. Analisis data

Data yang dianalisis dari 100 angket adalah data berupa respons siswa

terhadap pentingnya berbahasa Indonesia bagi warga negara asing yang akan

Page 413: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

413

bekerja di Indonesia. Respons dari siswa dapat beragam, mulai dari siswa yang

mendukung kebijakan pemerintah yang menghilangkan kewajiban berbahasa

Indonesia bagi pekerja asing sampai siswa yang benar-benar menolak kebijakan

tersebut.

d. Pelaporan hasil analisis data

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang pandangan

para remaja, khususnya siswa-siswi SMA Negeri 1 Ciparay tentang pentingnya bahasa

Indonesia bagi warga negara asing yang bekerja di Indonesia.

Pembahasan dan Hasil Penelitian

1. Pembahasan

a. Sekilas tentang Sejarah Lahirnya Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah satu kebanggaan bangsa Indonesia. Sebagai

sebuah kebangganbangsa, bahasa Indonesia tidaklah diperoleh dengan mudah.

Diperlukan perjuangan dan pengorbanan untuk menjadikannya kebanggaan

bangsa.

Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu adalah

bahasa yang digunakan di daerah Jambi sampai ke Palembang dan Pulau Bangka.

Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya beberapa prasasti di sekitar daerah-

daerah tersebut.

Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa

kebudayaan, yaikni bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga

dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara maupun sebagai

bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar

Nusantara. (Mulyadi, 2013: 7)

Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu semakin jelas dari

peninggalan kerajaan Islam. Hal ini ditandai dengan ditemukannya berbagai batu

tulis, seperti batu tulis pada nisan. Selain itu, ditemukan juga berbagai karya

sastra berbahasa Melayu, seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja,

Sejarah Melayu Tjussalatin dan Bustanussalatin.

Ketika kaum imperialis belum datang ke Indonesia, bahasa Melayu

mendapatkan kedudukan yang sangat terhormat di antara bahasa lain. Selain

digunakan sebagai bahasa penghubung antarbangsa, bahasa Melayu digunakan

pula sebagai bahasa ilmiah dan bahasa kebudayaan.

Ketika kaum imperialis datang ke Indonesia, terutama Belanda,

kedudukan bahasa Melayu yang sangat terhormat tergeser oleh bahasa Belanda.

Bahasa Melayu tergeser dan menjadi bahasa kedua setelah bahasa Belanda.

Page 414: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

414

Namun karena semangat nasionalisme yang sngat tinggi pada diri bangsa

Indonesia, bahasa Belanda tidak mampu menggeser kedudukan bahasa Melayu

meskipun bangsa Belanda menjajah bangsa Indonesia selama ratusan tahun.

Semangat nasionalisme bangsa Indonesia ditandai dengan lahirnya Budi

Utomo pada tahun 1908 yang diprakarsai oleh Dr. Soetomo. Berdirinya Budi

Utomo telah memicu berdirinya organisasi lain yang menunjukkan semangat

nasionalisme bangsa Indonesia, terutama kaum pemuda. Di antara organisasi

tersebut adalah Sarekat Islam, Balai Pustaka, dan sebagainya.

Pada akhir perjuangannya dalam memperjuangkan tanah air Indonesia,

bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia, para pemuda mengikrarkan sebuah

sumpah yang kita kenal dengan ‘Sumpah Pemuda’. Sumpah Pemuda tahun 1928

mengikrarkan tiga hal utama yang mereka perjuangkan saat itu: mengaku

bertumpah darah satu, tanah air Indonesia; mengaku berbangsa satu, bangsa

Indonesia; dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Sejak itulah, bahasa Indoensia memiliki kedudukan dan fungsi yang kuat di

negara Indonesia. Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia semakin kokoh

sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara.

b. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam

Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun

1945 bersumber dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28

Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai dengan

dinamika peradaban bangsa.(UU RI No.24 Tahun 2009: 13).

Berdasarkan undang-undang tersebut, bahasa Indonesia tumbuh dan

berkembang di tanah air Indonesia ini sesuai dengan dinamika peradaban bangsa.

Hal ini mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia sebagai pengguna

bahasa Indonesia harus senantiasa mengikuti arus perkembangan zaman dan

teknologi. Bangsa Indonesia yang diwakili oleh pemerintah Indonesia telah

melakukan itu. Buktinya? Pada era informasi ini telah muncul berbagai istilah

baru berbahasa Indonesia dalam bidang teknologi dan informasi. Tentu

pemerintah juga tengah gencar mempersiapkan upaya-upaya kebahasaan dalam

menghadapi MEA.

Berdasarkan perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang

diselenggarakan di Jakarta pada 25 s.d. 28 Februari 1975, sesuai dengan sejarah

pertumbuhnnya bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa nasional

dan sebagai bahasa negara. Kedudukannya sebagai bahasa nasional melekat sejak

diikrarkannya Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Sejak itulah bahasa

Page 415: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

415

Indonesia secara resmi telah diakui keberadaannya dan bangsa ini mempunyai

kewajiban untuk menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu

bangsa.

Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesai

memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut.

1) Lambang kebanggaan nasional

Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia memancarkan

nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai

yang mencerminkan keluhuran budi bangsa Indonesia, bahasa Indonesia

harus menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.

2) Lambang identitas nasional

Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan ‘lambang’

bagi bangsa Indonesia. Sebuah peribahasa mengungkapkan bahwa Bahasa

menunjukkan bangsa. Bahasa Indonesia akan memberikan identitas bagi

bangsa Indonesia.

3) Alat pemersatu masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya

dan bahasanya

Bangsa Indonesia yang beragam akan merasa aman dan serasi hidupnya

karena mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh

masyarakat suku lain. Bahasa Indonesia adalah pemersatu budaya,

pemersatu suku bangsa, pemersatu bahasa.

4) Alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah

Dengan bahasa Indonesia, seluruh bangsa Indonesia yang beragam suku,

beragam budaya, beragam adat istiadat, dan bahkan beragam pula

bahasanya, dapat dipersatukan. Bangsa Indonesia yang beragam dapat

berkomunikasi dengan menggunakan satu bahasa pemersatu, yakni bahasa

Indonesia. Bahasa daerah dalam hal ini berfungsi sebagai pemerkaya

khazanah bahasa Indonesia.

Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki

fungsi-fungsi sebagai berikut.

1) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan

Bahasa Indonesia digunakan dalam naskah-naskah dan dokumen resmi

kenegaraan. Selain itu, bahasa Indonesia digunakan pula sebagai bahasa

resmi pidato kenegaraan.

2) Bahasa Indonesia sebagai alat pengantar dalam dunia pendidikan

Page 416: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

416

Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran di

lembaga-lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai perguruan

tinggi. selain itu, bahasa Indonesia juga wajib digunakan dalam media

pembelajaran seperti buku pelajaran.

3) Bahasa Indonesia sebagai penghubung pada tingkat nasional untuk

kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan

Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa resmi dalam hubungan

antarbadan pemerintah dan dalam penyebarluasan informasi kepada

masyarakat. Karena itu, dalam hal ini harus diadakan penyeragaman sistem

administrasi dan mutu media komunikasi agar isi atau pesan yang

disampaikan dapat dengan cepat dan dengan mudah diterima oleh

masyarakat.

4) Bahasa Indonesia sebagai pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan

teknologi

Bahasa Indonesia digunakan dalam pnyebaran budaya nasional, ilmu

pengetahuan, dan teknologi. Untuk memperkenalkan kebudayaan daerah

tertentu kepada daerah lainnya tidak mungkin dilakukan dengan

menggunakan bahasa daerah itu sendiri, tetapi harus menggunakan bahasa

Indonesia.

c. Pentingnya Bahasa Indonesia bagi Warga Negara Asing yang Bekerja di

Indonesia

Seperti dikemukakan pada pembahasan sebelumnya, kedudukan dan

fungsi bahasa Indonesia sangatlah penting. Salah satunya adalah bahasa

Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa negara dengan fungsi sebagai

penghubung pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan.

Bahasa Indonesia memiliki peran yang sangat penting bagi semua lapisan

masyarakat di Indonesia. Berbagai bentuk hubungan nasional dalam berbagai

bidang seperti ideologi, poitik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan

keamanan, dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia.

Kewajiban menggunakan bahasa Indonesia dalam hubungan tingkat

nasional tentu tidak hanya berlaku untuk orang Indonesia. Kewajiban ini

dikenakan pula kepada seluruh bangsa asing yang berada di Indonesia. Apalagi

bangsa asing tersebut akan dan telah bekerja di Indonesia.

Untuk apa pekerja asing menggunakan bahasa Indonesia? Tentulah untuk

dapat berbicara (berkomunikasi) dengan bangsa Indonesia. Apa itu berbicara?

Untuk apa kita berbicara? Berbicara berarti berkata, bercakap, berbahasa

Page 417: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

417

(KBBI, 1996: 130). Berbicara merupakan proses perubahan bentuk

pikiran/ angan-angan/ perasaan, dan sebagainya menjadi wujud bunyi

bahasa yang bermakna (Tarigan, 1985: 48).

Berbicara ‘speaking’ adalah suatu proses keterampilan berbahasa.

Dell Hymes (1968) dalam Lubis (1991) mengemukakan adanya faktor-

faktor yang menandai terjadinya suatu proses/ peristiwa tutur dengan

singkatan S P E A K I N G, yang mengandung maksud dalam setiap

fonemnya.

S : Settingandscene ‘latar’ ;

P : Participant ‘partisipan’ ;

E : Ends ‘hasil’ ;

A : Act sequence ‘pesan’ ;

K : Keys ‘cara’ ;

I : Instrumentalities ‘sarana’ ;

N : Norms ‘norma’, ‘aturan’ ; dan

G : Genre ‘jenis’.

a. Settingandscene ‘latar’

Setting atau latar mengacu pada waktu dan tempat sebuah peristiwa

tutur yang pada umumnya berupa lingkungan fisik.

b. Participant ‘partisipan’

Participant mengacu pada penutur dan petutur ‘speaker and

audience’.

c. Ends ‘hasil’

Ends mengacu pada maksud ‘purposes’, tujuan ‘goals’, dan hasil

‘outcomes’.

d. Act sequence ‘pesan’

Act sequence mengacu pada pesan dan urutan peristiwa.

e. Keys ‘cara’

Keys mengacu pada cara yang menentukan nada bicara ‘tone’, cara

‘manner’ atau semangat ‘spirit’ pada tindak tutur.

f. Instrumentalities ‘sarana’

Instrumentalities mengacu pada bentuk dan gaya ujaran.

g. Norms ‘norma’

Page 418: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

418

Norma mengacu pada aturan-aturan sosial yang mengatur peristiwa,

aksi, an reaksi partisipan.

h. Genre ‘jenis’

Genre mengacu pada jenis ujaran atau peristiwa.

Dengan demkian, bangsa asing jelas harus menggunakan bahasa

Indonesia ketika melakukan proses berbicara dengan bangsa Indonesia. Untuk

mewujudkan angan-angan, perasaan, pikiran, dan ide, tentu bahasa Indonesia

sangatlah penting ketika proses komunikasi itu dilakukan di Indonesia.

Bagaimana mungkin komunikasi lisan dilakukan ketika satu pihak dengan pihak

lainnya menggunakan bahasa yang berbeda-beda.

Jadi, bahasa Indonesia bagi para pekerja asing di Indonesia jelas sangat

penting. Untuk dapat bekerja di Indonesia, bangsa asing sekurang-kurangnya

dapat memanfaatkan bahasa Indonesia untuk hal-hal berikut ini.

1) Untuk berkomunikasi dengan orang Indonesia

2) Untuk memperkenalkan identitas personal dan profesional

3) Untuk bersinergi dan bekerja sama dengan para pekerja Indonesia

4) Untuk mengungkapkan pikiran/ gagasan tentang pekerjaan yang

dibidanginya

5) Untuk memahami proses pekerjaan yang harus dilakukan

6) Untuk mengembangkan pekerjaan yang dibidanginya

2. Hasil Penelitian tentang Pentingnya Bahasa Indonesia bagi Warga Negara Asing

yang Bekerja di Indonesia

Bagaimanakah pandangan para siswa SMA tentang pentingnya bahasa Indonesia

bagi para pekerja asing di Indonesia? Berikut ini akan dibahas hasil penelitian tentang

pentingnya bahasa Indonesia bagi pekerja asing di Indonesia.

Tabel berikut menunjukkan hasil penelitian tersebut.

No Item Kuesioner Jumlah

a. Bahasa Indonesia sangat penting bagi warga negara

asing yang bekerja di Indonesia 93 orang

b. Bahasa Indonesia cukup penting bagi warga negara

asing yang bekerja di Indonesia 6 orang

c. Bahasa Indonesia tidak begitu penting bagi warga

negara asing yang bekerja di Indonesia 1 orang

Tabel di atas memberikan penjelasan bahwa pada umumnya para siswa

menganggap bahwa bahasa Indonesia sangat penting bagi warga negara asing yang

bekerja di Indonesia. Sangat sedikit siswa yang berpandangan bahwa bahasa asing

Page 419: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

419

cukup penting bagi warga negara asing yang bekerja di Indonesia. Bahkan hampir tidak

ada siswa yang berpandangan bahwa bahasa asing tidak begitu penting bagi warga

negara asing yang bekerja di Indonesia.

Para siswa beralasan bahwa warga negara asing tidak akan bisa melaksanakan

tugasnya secara optimal manakala bahasa Indonesia tidak dijadikan sebagai bahasa

komunikasi dalam dunia pekerjaannya di Indonesia. Para siswa pun mengungkapkan

bahwa pekerjaan dan dunia kerja di Indonesia dapat berhasil secara maksimal bila

dilaksanakan melalui kerja sama dengan bangsa asing. Dan di sinilah dibutuhkan

komunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia ketika para pekerja asing tersbut

sudah bekerja di Indonesia.

Untuk apa para pekerja asing menggunakan bahasa Indonesia? Para siswa pada

umumnya mengungkapkan bahwa para pekerja asing harus berbahasa Indonesia untuk

dapat berkomunikasi dengan orang-orang Indonesia, terutama di dalam dunia

pekerjaannya.

Simpulan dan Saran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 93% siswa SMA menyatakan bahwa bahasa

Indonesia sangat penting bagi pekerja asing yang bekerja di Indonesia. 6% siswa SMA

menyatakan bahwa bahasa Indonesia cukuppenting bagi pekerja asing yang bekerja di

Indonesia, sedangkan 1% lainnya menyatakan bahwa bahasa Indonesia tidak begitu

penting bagi pekerja asing yang bekerja di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa

Indonesia bagi warga negara asing yang bekerja di Indonesia memiliki peran yang tidak

bisa dispelekan.

Oleh karena itu, penguasaan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi harus dimiliki

oleh para pekerja asing di Indonesia. Selain itu, pemerintah Indonesia harus mewajibkan

penggunaan bahasa Indonesia bagi warga negara asing yang bekerja di Indonesia. Harus

diakui bahwa kondisi bahasa Indonesia saat ini sudah terkontaminasi dengan bahasa asing

dan daerah. Kewajiban menggunakan bahasa Indonesia bagi warga negara asing yang

bekerja di Indonesia akan meminimalisasi kontamininasi bahasa yang berkelanjutan.

Daftar Pustaka

Ali, Mohammad. 2010. Metodologi dan Aplikasi Riset Pendidikan. Bandung:

Pustaka Cendekia Utama.

Lubis, A. Hamid Hasan. 1991. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Mulyadi, Yadi. 2013. Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA/ MA Kelas X

(Peminatan). Bandung: Yrama Widya.

Page 420: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

420

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009tentang

Bendera, Bahasa, dan Lagu Kebangsaan.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1996. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Tarigan, HG. 1985. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:

Angkasa.

Page 421: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

421

PENYUSUNAN MODEL INTEGRATIF BAHAN AJAR BIPA TINGKAT MENENGAH

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKATIF

SISWA BIPA

Mochamad Whilky Rizkyanfi1

Universitas Telkom

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh langkanya bahan ajar BIPA yang beredar di pasaran.

Padahal sekarang ini minat bangsa asing untuk mempelajari bahasa Indonesia sangat

besar. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) profil

model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah; 2) pengaruh model integratif bahan

ajar BIPA untuk meningkatkan kemampuan komunikatif pembelajar BIPA tingkat

menengah.Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen subjek tunggal.

Hasil pembahasan dan temuan menunjukkan bahwa 1) model integratif bahan ajar BIPA

tingkat menengah disusun berdasarkan sistem satu kesatuan yang utuh. Artinya, seluruh

aspek keterampilan berbahasa disajikan sejara terintegrasi, 2) H1 = Terdapat perbedaan

kemampuan komunikatif BIPA tingkat menengah dengan menggunakan model integratif

bahan ajar BIPA dalam penelitian ini dapat diterima secara empiris. Hal ini terlihat dari

perolehan rata-rata skor kemampuan awal (A-1) dengan skor 57 mengalami kenaikan

pada mean level proses intervensi sebesar 69, dan kemampuan akhir pada postes (A-2)

menjadi 75.

Kata Kunci : Model Integratif, Bahan Ajar, BIPA, Kemampuan Komunikatif

Pendahuluan

Kedudukan Bahasa Indonesia dalam dunia Internasional memang belum setenar bahasa

lainnya yang ada di dunia, seperti bahasa Inggris, bahasa Jerman, bahasa Spanyol, dan bahasa

Perancis. Hal ini memang wajar adanya, mengingat usia bahasa Indonesia yang belum mencapai

usia genap 100 tahun (Rusli, 1994: 1). Keberadaan bahasa Indonesia saat ini telah diketahui

sepenuhnya sebagai bahasa nasional bangsa Indonesia. Hal ini tentu saja memberikan pengaruh

positif pada kemandirian bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa yang digunakan oleh

bangsa Indonesia.

BIPA diibaratkan sebagai “bayi” yang baru lahir dan perlu didewasakan secara

profesional dengan tanggung jawab keilmuan semua pihak. Oleh karena itu, untuk memastikan

bahwa BIPA dapat dikembangkan secara sistematis dan sekaligus responsif terhadap keperluan

pembelajar maka diperlukan telaah dan penataan saksama terhadap pola tutur esensial yang

terdapat dalam Bahasa Indonesia. Kegiatan ini harus membuahkan deskripsi baku ”pola tutur

Page 422: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

422

pokok” bahasa Indonesia lengkap dengan deskripsi bentuk, makna, dan distribusinya dalam

wacana yang bersifat semesta.

Dalam perjalanannya, bahasa Indonesia sekarang ini memberikan masukan yang cukup

besar pada kemajuan bangsa Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dari semakin besarnya

ketertarikan bangsa lain untuk mempelajari bahasa Indonesia. Tujuan utama bangsa lain

mempelajari bahasa Indonesia tidak lain adalah untuk dapat berkomunikasi bila mereka berada

di Indonesia. Selain itu, bila mereka dapat menggunakan bahasa Indonesia secara benar, mereka

pun dapat lebih mendalami kekayaan budaya Indonesia yang sangat beraneka ragam.

Pengetahuan akan kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam itulah yang menjadi salah satu

idealisme dalam pembelajaran BIPA.

Dalam praktiknya, membelajarkan BIPA kepada pembelajar asing memang harus secara

tidak langsung disertai dengan memberikan pengetahuan tentang karakter atau jati diri bangsa

Indonesia. Hal ini tecermin dalam penyusunan bahan ajar BIPA yang tidak terlepas dengan

karakter bangsa Indonesia yang majemuk dan kaya akan sumber daya alam dan kebudayaannya.

Mulyana (2009) menyebutkan,

Dalam pembelajaran BIPA, kita bisa sekaligus mengaitkan bahan pembelajarannya

dengan hal-hal yang bersentuhan dengan dimensi ideal dari sebuah proses pendidikan,

yakni pembelajaran BIPA yang kita lakukan selama ini harus mampu memperkenalkan

dan mendidik aspek karakter dan jati diri bangsa Indonesia. Hal tersebut menjadi

penting untuk dijadikan pilihan kebijakan dan tindakan dalam pembelajaran BIPA

karena pembelajaran BIPA sebenarnya bukan hanya mengajarkan bahasa Indonesia

sebagai ilmu pengetahuan atau keterampilan, tetapi yang lebih utama ialah

pembelajaran BIPA sebagai sebuah peluang menjadi ‘jalan masuk’ untuk pendidikan

karakter dan jati diri bangsa Indonesia, termasuk pula ke dalamnya sebagai kesempatan

emas untuk mengenalkan karakter dan jati diri bangsa Indonesia kepada penutur asing.

Kepedulian terhadap bahasa Indonesia tidak hanya datang dari orang Indonesia, tetapi

juga dari bangsa asing. Kepedulian orang asing itu diwujudkannya dengan berbagai cara. Di

antaranya dengan mempelajari bahasa Indonesia, baik di negerinya sendiri maupun di Indonesia

dan dengan orang Indonesia. Dari tahun ke tahun, jumlah pemakai bangsa-bangsa lain yang

mempelajari bahasa Indonesia selalu menunjukkan perkembangan dan kemajuan yang

menggembirakan.

Tak hanya itu, jumlah pemakai bahasa Indonesia dari waktu ke waktu memang

mengalami peningkatan. Hal ini seiring dengan apa yang diutarakan Suhardi dan Dardjowidjojo

(dalam Kariman dan Roswaty, 1994: 147). Dari segi penyebarannya, bahasa Indonesia sebagai

bahasa asing telah diajarkan hampir di seluruh dunia. Perinciannya adalah Amerika Serikat: 9

Universitas, Jerman: > 6 Universitas, Jepang: 28 Universitas. Di negara-negara tersebut, pada

umumnya, bahasa Indonesia telah diajarkan semenjak tingkat SMP. Australia merupakan negara

yang sangat antusias melaksanakan program pengajaran bahasa Indonesia. Selain bahasa

Jepang, bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran wajib di Australia. Selain itu, di Australia

Page 423: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

423

bahasa Indonesia diajarkan dan dijadikan sebagai salah satu bahasa asing utama di tingkat

sekolah maupun universitas, lebih banyak daripada di negara lain manapun di dunia (Sneddon

dalam Kariman dan Roswaty, 1994:147).

Berita gembira tersebut tentu saja harus dilayani sepenuhnya dengan materi-materi yang

menarik minat bangsa asing untuk mempelajari bahasa Indonesia. Salah satunya, yaitu dengan

materi dalam bahan ajar BIPA yang terintegrasi, mencakup segala aspek untuk melatih

kompetensi berbahasa para pembelajarnya.

Namun, begitu besarnya minat bangsa asing untuk mempelajari bahasa Indonesia tidak

didampingi dengan bahan ajar yang selaras dengan keinginan bangsa asing dalam mempelajari

bahasa Indonesia. Hal ini terkait dengan langkanya buku-buku bahan ajar yang beredar di toko

buku yang sekait dengan bahan ajar BIPA.

Berdasarkan permasalahan di atas, kiranya peneliti merasa tertarik untuk meneliti

keotentikan model integratif bahan ajar BIPA untuk tingkat menengah sebagai bentuk apresiasi

bahan ajar BIPA yang langka di pasaran. Konsep bahan ajar yang diusung dalam penelitian ini

disesuaikan dengan profil pembelajar BIPA itu sendiri, yakni disesuaikan dengan keperluan

pembelajar tersebut dalam mempelajari bahasa Indonesia, apakah untuk keperluan akademik

atau untuk keperluan kunjungan wisata ke Indonesia.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. profil model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah;

2. pengaruh model integratif bahan ajar BIPA untuk meningkatkan kemampuan komunikatif

pembelajar BIPA tingkat menengah.

Metode

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan di antara variabel-variabel

penelitian yang secara umum ingin mengkaji “Penyusunan Model Integratif Bahan Ajar BIPA

Tingkat Menengah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikatif Siswa BIPA”. Sesuai

dengan masalah penelitian, teknik analisis data, dan metode penelitian yang digunakan, yaitu

siswa tunggal, pengolahan data hasil penelitian dilakukan secara kuantitatif dan secara individu.

Sementara itu, model integratif bahan ajar BIPA untuk tingkat menengah akan dipaparkan

berdasarkan hasil expert judgment.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen subjek tunggal (single subject

experiment). Metode eksperimen subjek tunggal berbeda dengan metode eksperimen yang lain.

Dalam metode tersebut tidak dilakukan pembagian kelompok antara kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol karena jumlah subjeknya terbatas. Hasil eksperimen disajikan dan dianalisis

berdasarkan subjek secara individual (Sukmadinata, 2005: 209).

Metode eksperimen subjek tunggal ini dipilih karena terbatasnya jumlah responden

yang diteliti, yakni 3-5 orang, dan tidak mungkin dilakukan pembagian kelompok antara

Page 424: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

424

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Metode penelitian ini sesuai dengan hakikat

penelitian yang akan dilakukan, yakni untuk melihat perubahan perilaku dan perbedaan secara

individu dari subjek yang diteliti. Selain itu, metode penelitian eksperimen subjek tunggal

merupakan suatu desain eksperimen sederhana yang dapat menggambarkan dan

mendeskripsikan perbedaan setiap individu disertai dengan data kuantitatif yang disajikan

secara sederhana dan terinci (Herlina, 2009:11).

Karakteristik desain subjek tunggal yang memperoleh validitas internal yang berbeda

dari teknik yang meliputi desain konteks. McMilan dan Schumaker (2001: 473) menyatakan

bahwa karateristik terpenting dari desain subjek tunggal sebagai berikut.

1) Pengukuran terpercaya. Desain subjek-tunggal biasanya meliputi banyak pengamatan

terhadap perilaku sebagai teknik pengumpulan data. Ini penting bahwa kondisi pengamatan

seperti waktu dan lokasi, yang distandarisasi; pengamatan haruslah dilatih dengan baik agar

bisa dipercaya atau bisa jadi prasangka; dan perilaku yang teramati bisa diidentifikasi secara

operasional.

2) Pengukuran berulang. Karakteristik yang jelas dari subjek tunggal adalah bahwa aspek

tunggal perilaku ini diukur beberapakali, dengan cara yang sama hanya ada sekali

pengukuran, yaitu sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Perlakuan berulang mengontrol

variasi normal yang diketahui selama interval waktu yang pendek, menyediakan deskripsi

perilaku dengan jelas dan lugas.

3) Deskripsi kondisi. Ketepatan, deskripsi rinci dari seluruh kondisi perilaku diamati harus ada.

Deskripsi ini membolehkan aplikasi studi terhadap individu lain untuk memperkuat validitas

internal dan eksternal.

4) Kondisi perlakuan dan basis; durasi dan stabilitas. Prosedur yang lazim adalah untuk setiap

kondisi haruslah mempunyai waktu dan jumlah pengamatan yang sama.

5) Aturan variabel-tunggal. Ini penting untuk mengubah satu variabel selama perlakuan pada

fase riset subjek tunggal dan variabel yang diubah harus dijelaskan dengan tepat.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimen subjek

tunggal A-B-A. Sukmadinata (2005: 211) mengemukakan bahwa desain eksperimen subjek

tunggal A-B-A merupakan model desain yang sering digunakan dalam eksperimen subjek

tunggal. Desain ini hampir sama dengan desain A – B, tetapi setelah perlakuan diikuti oleh

keadaan tanpa perlakuan seperti dalam keadaan sebelumnya. A adalah lambang dari data garis

dasar (baseline data), B untuk data perlakuan (treatment data), dan A kedua ditujukan untuk

mengetahui apakah tanpa perlakuan kegiatan akan kembali pada keadaan awal, atau masih terus

seperti keadaan dalam perlakuan.

Page 425: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

425

GrafikDesain Eksperimen Subjek Tunggal A-B-A

Keterangan:

1. A-1 (Garis dasar 1) adalah kondisi kemampuan komunikatif siswa pada subjek

penelitiansebelum memperoleh intervensi.

2. B (Intervensi) adalah kondisi intervensi kemampuan komunikatif bahasa Indonesia dengan

menggunakan model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah.

3. A-2 (Garis dasar 2) adalah kondisi kemampuan komunikatif siswa pada subjek penelitian

dengan menggunakan model integratif bahan ajar BIPA setelah intervensi.

Subjek penelitian ini adalah siswa asing dengan kemampuan berbahasa Indonesia

tingkat menengah berjumlah lima orang. Pembelajar asing tersebut diberikan pembelajaran

secara terpisah, yakni Cho Sung Ok - Korea, Wichan Anisong (Nicky), Durati Waesani

(Dunya), Daniya Machae (Daniel), dan Atif Bensulong (Atif) - Thailand. Cho Sung Ok belajar

formal secara individu di Balai Bahasa UPI, sedangkan Nicky, Dunya, Daniel, dan Atif belajar

secara nonformal di rumah. Karakteristik penggunaan bahasa Indonesia tingkat menengahnya

pun bermacam-macam. Cho Sung Ok dan Wichan Anisong berada di tingkat menengah dasar –

menengah karena mereka berada di Indonesia dan belajar bahasa Indonesia sejak 1 tahun yang

lalu, sedangkan Durati Waesani, Daniya Machae, dan Atif Bensulong berada pada tingkat

menengah - atas karena mereka berlatar belakang Melayu dan sudah tiga tahun belajar bahasa

Indonesia. Cho Sung Ok belajar bahasa Indonesia untuk kebutuhan komunikatifnya selama

berada di Indonesia, sedangkan semua mahasiswa Thailand belajar bahasa Indonesia untuk

keperluan pendidikannya di Indonesia. Pembelajar asing tersebut dipilih menjadi subjek

penelitian karena selaras dengan apa yang diinginkan oleh peneliti, yakni mereka belajar bahasa

Indonesia pada tingkat menengah.

Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia sebagai salah satu penelitian dipilih

sebagai lokasi penelitian karena merupakan salah satu institusi formal di Kota Bandung yang

menyelenggarakan pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA). Alasan-alasan

lainnya yang lebih praktis yakni peneliti lebih mendapatkan kemudahan dalam hal perizinan,

kedekatan lokasi dengan peneliti, dan kehematan biaya penelitian.

O O O O O

X X X X X

O O O O O O O O O O

Garis dasar (A-1) Perlakuan (B) Garis dasar (A-2)

Waktu

Page 426: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

426

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes yang ada dalam

penelitian ini terdiri atas prates (pretest) dan pascates (postes), serta tugas akhir dalam proses

intervensi. Pratest diberikan pada kondisi garis dasar 1, yaitu kondisi pada saat siswa belum

mengikuti pelajaran dengan menggunakan model integratif bahan ajar BIPA. Tes ini dilakukan

dengan tujuan untuk memastikan sejauh mana pengetahuan awal siswa yang berkaitan dengan

kemampuan komunikatif siswa dalam berbahasa Indonesia. Selanjutnya pada tahap intervensi

siswa diberikan model integratif bahan ajar BIPA dengan latihan di setiap akhir bahan ajar. Tes

ini adalah bagian dari prosedur kegiatan intervensi model integratif bahan ajar BIPA tingkat

menengah yang bertujuan untuk melihat kondisi dan kestabilan siswa pada saat memperoleh

intervensi. Pascates diberikan pada kondisi garis dasar 2 untuk mengevaluasi sejauh mana

terjadi peningkatan kemampuan komunikatif siswa setelah tidak dilakukan intervensi.

Adapun instrumen tes yang digunakan dalam prates dan postes adalah tes kemampuan

komunikatif siswa yang dikhususkan pada keterampilan berbicara dalam menarasikan

pengalaman hidupnya. Semua yang ada dalam model integratif bahan ajar BIPA menengah

tersebut akan menggiring kemampuan siswa dalam kemampuan komunikatif berbicaranya. Hal

ini selaras dengan apa yang diungkapkan Nurgiyantoro (2009: 283) bahwa tujuan utama

dilaksanakan tes berbicara adalah untuk menentukan tingkat kefasihan berbicara seorang

pembelajar.

Selain itu, untuk mengetahui tingkat kesahihan (validitas) model integratif bahan ajar

BIPA tingkat menengah yang disusun oleh peneliti, peneliti menggunakan expert judgment yang

paham dan berkompeten di bidang BIPA dan bahan ajar. Pakar yang menilai bahan ajar peneliti

tersebut sekurang-kurangnya berjumlah tiga orang. Adapun kriteria penilaian bahan ajar yang

disusun peneliti tersebut lebih bersifat mendeskripsikan hasil penilaian dan saran-saran yang

akan diberikan oleh pakar. Adapun kriteria penilainnya adalah sebagai berikut.

Tabel

Instrumen Penilaian Bahan Ajar

No.

Komponen Bahan Ajar yang Dinilai

Skala Nilai

SS S CS TS STS

5 4 3 2 1

1 Bahan ajar ini mampu mencerminkan

keotentikan bahan ajar yang integratif, yakni

memadupadankan beberapa keterampilan

berbahasa

Page 427: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

427

2 Bahan ajar ini memunculkan keragaman materi

sesuai dengan kompetensi yang seharusnya

diberikan pada siswa BIPA tingkat menengah

3 Bahan ajar ini memunculkan berbagai variasi

cara dan media pembelajaran

4 Bahan ajar ini mampu melatih kemampuan

komunikatif siswa dalam berbahasa Indonesia

5 Kebahasaan yang digunakan dalam bahan ajar ini

berkesesuaian dengan kemampuan komunikatif

siswa BIPA tingkat menengah, yakni mampu:

a) memunculkan pertuturan dengan kombinasi-

kombinasi elemen bahasa yang dipelajari

b) memulai dan menutup pertuturan dengan

cara sederhana sesuai dengan tugas-tugas

komunikatif yang mendasar

c) bertanya dan menjawab pertanyaan

sederhana

d) mengembangkan narasi atau deskripsi

sederhana.

Keterangan:

SS : Sangat Sesuai

S : Sesuai

CS : Cukup Sesuai

TS : Tidak Sesuai

STS : Sangat Tidak Sesuai

Hasil dan Pembahasan

Profil Model Integratif Bahan Ajar BIPA Tingkat Menengah

Beranalogi pada teori dan hasil uji coba instrumen seperti uji coba bahan ajar, angket,

observasi dan khususnya wawancara peneliti dengan pengajar BIPA tingkat menengah di Balai

Bahasa yang mempunyai pengalaman yang cukup banyak dalam mengajar BIPA. Kemudian

pertanyaan yang diajukan peneliti pun mencakup keseluruhan unsur bahan ajar yang disajikan,

maka model integratif profil bahan ajar tingkat menengah di Balai Bahasa adalah sebagai

berikut.

Penggunaan bahasa dalam bahan ajar BIPA tingkat menengah sebaiknya

menggabungkan penggunaan bahasa resmi dan penggunaan bahasa takresmi. Dengan kata lain,

Page 428: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

428

penggunaan bahasa Indonesia yang lebih tepatnya adalah sebagai satu keseluruhan berdasarkan

konteks penggunaannya yang ditujukan untuk penguasaan dan kemampuan berbahasa Indonesia

secara baik dengan tidak mengabaikan berbagai ragam bahasa Indonesia yang hidup di

masyarakat.

Sebagai sebuah sistem, bahasa Indonesia harus dipandang sebagai satu kesatuan yang

utuh. Oleh karena itu, bahanajar tata bahasa diintegrasikan dengan bahanajar aspek lain; begitu

juga sistem tulis (ejaan). Aspek belajar bahasa lisan (menyimak dan berbicara) serta aspek

belajar bahasa tulis (membaca dan menulis) dilakukan secara terintegrasi pula. Pintu masuk

model bahan ajar ini selalu disusun atas dasar keterampilan berbahasa yang terintegrasi.

Materi-materi yang disampaikan dalam bahan ajar tingkat menengah ini disesuaikan

dengan keperluan siswa belajar bahasa Indonesia. Apakah mereka belajar bahasa Indonesia

untuk keperluan akademik atau profesional, misalnya, akan belajar atau bekerja di Indonesia?

Apakah mereka belajar bahasa Indonesia untuk keperluan kunjungan wisata ke Indonesia agar

dapat lebih menghargai dan menikmati perjalanan wisatanya?

Model integratif bahan ajar ini disusun dan disesuaikan dengan kemampuan para subjek

sekaligus pembelajar BIPA tingkat menengah, yang tujuannya belajar bahasa Indonesia hanya

sekadar meningkatkan kemampuan dirinya dalam berbahasa Indonesia sekaligus untuk

keperluannya kunjungan wisata ke Indonesia agar lebih menikmati perjalanan wisatanya. Oleh

karena itu, semua materi dalam bahan ajar ini bertujuan untuk melatih kemampuan komunikatif

berbahasa Indonesianya selama berada di Indonesia.

Tak lupa, model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah ini menghadirkan

catatan-catatan bahasa dan budaya sebagai tanggung jawab peneliti dalam menjaga karakter dan

jati diri bangsa Indonesia. Selain itu, pembelajaran dan kosakata-kosakata baru yang ada dalam

bahan ajar ini dapat sepenuhnya digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Pengaruh Model Integratif Bahan Ajar BIPA terhadap Kemampuan Komunikatif

Pembelajar BIPA Tingkat Menengah

Berdasarkan hasil analisis data penelitian, ditemukan bahwa pelaksanaan intervensi

berupa penerapan model integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah dapat membantu

pembelajar BIPA untuk meningkatkan kemampuan komunikatif berbahasa Indonesia 5 subjek

yang diteliti sebagai pembelajar BIPA tingkat menengah.

Hasil analisis data penelitian membuktikan telah terjadi beberapa peningkatan skor, baik

itu selama intervensi ataupun setelah dilakukannya postes. Trend stability menunjukkan

kestabilan kemampuan komunikatif rata-rata siswa yang terlihat dari kecenderungan arah garis

grafik yang menaik. Tidak ada rentang pada fase A-1 dan A-2 karena peneliti hanya melakukan

satu kali prates dan postes. Sedangkan rentang pada fase treatment antara 64 hingga 72. Level

change menunjukkan kenaikan persentase kemampuan komunikatif siswa dilihat dari sesi akhir

Page 429: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

429

terhadap sesi awal dalam tiap kondisinya. Adapun kenaikan rata-rata pada fase A-1 adalah 0%

karena peneliti hanya melakukan prates, fase treatment sebesar +8 artinya mengalami

peningkatan sebesar 12%, dan fase A-2 0% juga, lagi-lagi karena peneliti hanya melakukan

postes.

Melihat hasil penelitian dari penerapan model integratif bahan ajar BIPA tingkat

menengah, maka model integratif bahan ajar ini dapat meningkatkan kemampuan komunikatif

berbicara siswa BIPA. Hal ini terlihat dari perolehan rata-rata skor kemampuan awal kelompok

subjek (A-1) dengan skor 57 mengalami kenaikan pada mean level proses intervensi sebesar 69,

dan kemampuan akhir pada postes (A-2) menjadi 75. Hal tersebut menunjukkan bahwa model

integratif bahan ajar BIPA tingkat menengah ini mampu meningkatkan tingkat kefasihan

pembelajar asing dalam hal berbicara walaupun belum terlihat kesignifikanannya karena

beberapa persoalan. Tingkat kefasihan pembelajaran yang awalnya berada di level 2+ dengan

deskripsi: “Mampu memenuhi kebutuhan rutin sosial untuk keperluan pekerjaan secara terbatas”

berubah ke level 3+, dengan deskripsi yakni mengarah ke “Mampu berbicara dengan ketepatan

tata bahasa dan kosa kata untuk berperan serta dalam umumnya percakapan formal dan

nonformal dalam masalah yang bersifat praktis, sosial, dan profesional”.

Dengan demikian, H1 = Terdapat perbedaan kemampuan komunikatif BIPA tingkat

menengah dengan menggunakan model integratif bahan ajar BIPA tersebut dapat diterima

secara empiris.

Simpulan

Penelitian ini berusaha mengkaji keefektifan model integratif bahan ajar BIPA tingkat

menengah dalam meningkatkan kemampuan komunikatif berbahasa Indonesia yang sampai saat

ini menjadi tujuan utama para pembelajar asing mempelajari bahasa Indonesia.

Merujuk pada rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini, ditemukan beberapa

hasil temuan di lapangan seperti berikut ini.

1. Penggunaan bahasa dalam bahan ajar BIPA tingkat menengah sebaiknya menggabungkan

penggunaan bahasa resmi dan penggunaan bahasa takresmi. Dengan kata lain, penggunaan

bahasa Indonesia yang lebih tepatnya adalah sebagai satu keseluruhan berdasarkan konteks

penggunaannya yang ditujukan untuk penguasaan dan kemampuan berbahasa Indonesia

secara baik dengan tidak mengabaikan berbagai ragam bahasa Indonesia yang hidup di

masyarakat.

Sebagai sebuah sistem, bahasa Indonesia harus dipandang sebagai satu kesatuan

yang utuh. Oleh karena itu, bahanajar tata bahasa diintegrasikan dengan bahanajar aspek

lain; begitu juga sistem tulis (ejaan). Aspek belajar bahasa lisan (menyimak dan berbicara)

serta aspek belajar bahasa tulis (membaca dan menulis) dilakukan secara terintegrasi pula.

Page 430: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

430

Pintu masuk model bahan ajar ini selalu disusun atas dasar keterampilan berbahasa yang

terintegrasi.

Materi-materi yang disampaikan dalam bahan ajar tingkat menengah ini disesuaikan

dengan keperluan siswa belajar bahasa Indonesia. Khusus untuk penelitian ini, model

integratif bahan ajar telah diuji tingkat kesahihannya (validitas) dengan menggunakan

penilaian 4 orang pakar (expert judgment) yang ahli dalam bidang BIPA dengan skor tingkat

kesahihannya sebesar 86%.

2. H1 = Terdapat perbedaan kemampuan komunikatif BIPA tingkat menengah dengan

menggunakan model integratif bahan ajar BIPA dalam penelitian ini dapat diterima secara

empiris. Hal ini terlihat dari perolehan rata-rata skor kemampuan awal (A-1) dengan skor 57

mengalami kenaikan pada mean level proses intervensi sebesar 69, dan kemampuan akhir

pada postes (A-2) menjadi 75. Hal tersebut menunjukkan bahwa model integratif bahan ajar

BIPA tingkat menengah ini mampu meningkatkan tingkat kefasihan pembelajar asing dalam

hal berbicara walaupun belum terlihat kesignifikanannya karena beberapa persoalan. Tingkat

kefasihan pembelajaran yang awalnya berada di level 2+ dengan deskripsi : “Mampu

memenuhi kebutuhan rutin sosial untuk keperluan pekerjaan secara terbatas” berubah ke

level 3+, dengan deskripsi yakni mengarah ke “Mampu berbicara dengan ketepatan tata

bahasa dan kosa kata untuk berperan serta dalam umumnya percakapan formal dan

nonformal dalam masalah yang bersifat praktis, sosial, dan profesional”.

Daftar Pustaka

Herlina, Lina. (2009). Peningkatan Kemampuan Penguasaan Kosakata Berimbuhan dan

Membaca Pemahaman Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing pada Pembelajar BIPA

(Bahasa Indonesia Penutur Asing) Melalui Pelatihan Strategi Metakognitif. Disertasi

pada SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Herman, Els. (Tanpa Tahun). Bahan Ajar yang Bertopik dan Bertingkat Kesulitan Runtut.

[Online]. Tersedia: http://www.ialf.edu/kipbipa/papers/ElsHerman.doc [30 April 2010]

Heritaningsih, Anneke. (Tanpa Tahun). Pengembangan Bahan Ajar BIPA Melalui Materi

Otentik yang Bermuatan Budaya Indonesia. [Online]. Tersedia:

http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/.../Makalah%20BIPA,%20anneke.doc[11 Maret

2010]

Kariman, Tina Mariany dan Roswaty. (1994). “Pengembangan Materi Pengajaran Bahasa

Indonesia untuk Penutur Asing”, dalam Satya Wacana Christian University. 1994,

KIPBIPA. Salatiga: Satya Wacana Christian University.

Lado, Robert. (1985). “Memory Span as a Factor in Second Language Learning,” dalam IRAL

3: hlm. 23-129.

McMilan dan Schumacer. (2001). Research in Education. New York: Longman.

Page 431: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

431

Mulyana, Yoyo. (2009). “Pembelajaran BIPA dalam Paradigma Membangun Karakter dan

Jatidiri” dalam Prosiding Riksa Bahasa 3. Bandung: Rizqi Press.

Nurgiyantoro, Burhan. (2009). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Edisi Ketiga.

Yogyakarta: BPFE.

Rusli, Ratna Sajekti. (1994). “Kurikulum beserta Bahan Pengajarannya yang Berorientasi pada

Kebutuhan Masyarakat”, dalam Satya Wacana Christian University. 1994, KIPBIPA.

Salatiga: Satya Wacana Christian University.

Sugiyono. (2008). Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Sunanto, Juang, dkk. (2006). Penelitian dengan Subjek Tunggal. Bandung: UPI Press.

Page 432: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

432

Upaya Mengintegrasikan Konten Bahasa Indonesia Kurikulum 2013

dalam Pembelajaran Menuju ‘Masyarakat Ekonomi ASEAN’

Imas Mulyati

Guru Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Negeri 1 Ciparay Kab. Bandung,

[email protected]

Abstrak

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan wujud kesepakatan negara-

negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas dalam

upaya meningkatkan daya saing ekonomi dengan menjadikan ASEAN sebagai

basis produksi dunia. Salah satu kunci keberhasilan MEA adalah konektivitas

atau kontak antara satu warga negara dengan warga negara lainnya. Sebagai salah

satu negara anggota ASEAN, Indonesia memiliki tanggung jawab yang sangat

besar. Karena itu, sosialisasi MEA kepada seluruh warga negara Indonesia yang

memiliki jumlah penduduk terbesar di ASEAN, menjadi sangat penting.

Berbagai upaya pemerintah pun dilakukan. Dalam bidang pendidikan telah

dilakukan berbagai upaya pemerintah merevisi kurikulum yang disesuaikan

dengan kebutuhan negara Indonesia dan berbagai perkembangan zaman,

termasuk perkembangan di kawasan ASEAN. Meskipun perubahan kurikulum

tidak secara khusus ditujukan bagi kepentingan pemerintah dalam menghadapi

MEA, namun perubahan/revisi kurikulum telah dipersiapkan untuk menyiasati

berbagai tantangan perkembangan zaman. Karena itulah, perubahan kurikulum

seharusnya dapat pula menjadi solusi untuk mendukung terwujudnya MEA. Lalu,

apakah revisi kurikulum dan konten pembelajaran Bahasa Indonesia telah

memenuhi kebutuhan untuk mendukung dan mewujudkan MEA? Upaya apa

yang dapat dilakukan guru untuk memberdayakan konten Kurikulum 2013

sehingga dapat mendukung terwujudnya MEA? Penelitian ini dilakukan untuk

menemukan informasi tentang materi pembelajaran Bahasa Indonesia dan

menawarkan alternatif pembelajaran dalam upaya mendukung terwujudnya MEA

melalui konten tersebut. Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif-analitik

terhadap konten kurikulum 2013 yang tertuang dalam silabus dan buku

pembelajaran Bahasa Indonesia Wajib kelas X, XI, dan XII. Hasil penelitian

menunjukkan adanya delapan konten yang secara langsung maupun tidak

langsung, dapat mendukung upaya mewujudkan MEA. Konten tersebut adalah

Teks Laporan Hasil Observasi, Teks Negosiasi, Teks Prosedur Kompleks, Teks

Eksplanasi, Teks Cerita Sejarah, Teks Berita, Teks Iklan, dan Teks Opini/

Editorial. Untuk mendukung upaya mewujudkan MEA, setiap konten dibahas

melalui pembelajaran terintegrasi dengan tiga tahap: pemodelan teks, kerja sama

membangun teks, dan kerja mandiri membangun teks.

Kata kunci: konten kurikulum, pembelajaran terintegrasi, MEA

Pendahuluan

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan wujud kesepakatan negara-

negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas dalam upaya

meningkatkan daya saing ekonomi dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi

dunia. Salah satu kunci keberhasilan MEA adalah konektivitas atau kontak antara satu

Page 433: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

433

warga negara dengan warga negara lainnya, konektivitas antara satu suku bangsa dengan

suku bangsa lainnya, bahkan konektivitas antara satu bangsa dengan bangsa lainnya di

kawasan ASEAN.

Sebagai salah satu negara anggota ASEAN, Indonesia memiliki tanggung jawab

yang sangat besar. Karena itu, sosialisasi MEA kepada seluruh warga negara Indonesia

yang memiliki jumlah penduduk terbesar di ASEAN, menjadi sangat penting. Upaya

Indonesia pun dilakukan dalam berbagai sektor, termasuk dalam sektor pendidikan. Dalam

sektor pendidikan ini, Indonesia telah melakukan pembaharuan kurikulum pada tahun

2013.

Mengapa pembaharuan kurikulum dilakukan? Kurikulum adalah landasan utama

pengembangan pendidikan. Kurikulum menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003

Pasal 1 Ayat (19) adalah “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan

bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan

pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.

Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan pengembangan

Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan Kurikulum 2006

yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.

Kurikulum 2013 disusun dan dikembangkan dengan berbagai alasan yang didasarkan pada

berbagai tantangan baik tantangan internal maupun tantangan eksternal.

Meskipun perubahan kurikulum tidak secara khusus ditujukan bagi kepentingan

pemerintah dalam menghadapi MEA, namun perubahan/revisi kurikulum telah

dipersiapkan untuk menyiasati berbagai tantangan perkembangan zaman. Karena itulah,

perubahan kurikulum seharusnya dapat pula menjadi solusi untuk mendukung terwujudnya

MEA.

Metode Penelitian

1. Metode

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi dokumentasi.

Studi dokumentasi dilakukan untuk menganalisis konten kurikulum 2013.

Dokumen yang dijadikan objek studi adalah Salinan Lampiran Peraturan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2013

tentang Standar Isi: Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) Bahasa

Indonesia kelas X, XI, dan XII. Selain itu, objek studi dalam penelitian ini adalah

buku Bahasa Indonesia Wajib kelas X, XI, dan XII, baik buku guru maupun buku

peserta didik. Buku yang dipilih adalah buku yang diterbitkan langsung oleh

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Page 434: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

434

Dokumen-dokumen itulah yang dipilih sebagai objek studi. Hal ini dilakukan

karena kedua jenis dokumen tersebut dianggap layak dan representatif untuk

memenuhi kebutuhan penelitian ini.

2. Tujuan Penelitian

Apakah revisi kurikulum dan konten pembelajaran Bahasa Indonesia telah

memenuhi kebutuhan untuk mendukung dan mewujudkan MEA? Upaya apa yang

dapat dilakukan guru untuk memberdayakan konten Kurikulum 2013 sehingga dapat

mendukung terwujudnya MEA? Penelitian ini dilakukan untuk menemukan informasi

tentang materi pembelajaran Bahasa Indonesia dan merumuskan sebuah inovasi

pembelajaran dalam upaya mendukung sosialisasi MEA di kalangan peserta didik

melalui konten tersebut.

3. Langkah-Langkah Penelitian

Penelitian kualitatif dengan metode studi dokumentasi dilakukan dengan

langkah-langkah yang dikemukakan oleh Milles and Huberman (1984). Langkah-

langkah yang dimaksud adalah data reduction, data display, dan conclusion drawing/

verification. Secara lengkap, langkah-langkah yang ditempuh penulis dijelaskan

sebagai berikut.

a. Reduksi data

1) Menganalisis konten pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013

berdasarkan KI an KD

2) Menganalisis konten pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013

berdasarkan buku guru

3) Menganalisis konten pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013

berdasarkan bukku peserta didik

4) Memilih konten pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013 yang tepat

dan dapat dikemas melalui pembelajaran terintegrasi dalam upaya mendukung

terwujudnya MEA

b. Penyajian data

1) Menyajikan data berupa konten pembelajaran Bahasa Indonesia dalam bentuk

tabel atau bagan hubungan antarkategori

Dalam hal ini kategori yang dicari keterhubungannya adalah konten Bahasa

Indonesia, pembelajaran terintegrasi, dan MEA.

2) Mengeksplanasi hubungan antara konten Bahasa Indonesia, pembelajaran

terintegrasi, dan MEA

3) Merumuskan inovasi pembelajaran Bahasa Indonesia dengan model

pembelajaran terintegrasi dalam upaya mendukung terwujudnya MEA.

c. Konklusi dan verifikasi data

Page 435: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

435

1) Menarik kesimpulan

2) Verifikasi

3)

Pembahasan dan Hasil Penelitian

1. MEA sebagai Tantangan Eksternal Pengembangan Kurikulum 2013

Terdapat beberapa alasan pengembangan kurikulum 2013. Di antaranya

adalah adanya tantangan, baik internal maupun eksternal.

Tantangan internal mencakup dua hal berikut. Pertama, tuntutan pendidikan

yang mengacu kepada delapan Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar

pengelolaan, standar biaya, standar sarana prasarana, standar pendidik dan tenaga

kependidikan, standar isi, standar proses, standar penilaian, dan standar kompetensi

lulusan. Kedua, terkait dengan faktor perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari

pertumbuhan penduduk usia produktif.

Tantangan eksternal yang menjadi dasar pengembangan kurikulum 2013

terdiri atas tantangan masa depan dan kompetensi masa depan.

a. Tantangan masa depan: gobalisasi: WTO, ASEAN Community, APEC, CAFTA,

masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi informasi, konvergensi ilmu dan

teknologi, ekonomi berbasis pengetahuan, kebangkitan industri kreatif dan

budaya, pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains,

mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan.

b. Kompetensi masa depan: kemampuan berkomunikasi, kemampuan berpikir jernih

dan kritis, kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan,

kemampuan menjadi warga negara yang bertanggungjawab, kemampuan

mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda,

kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal, memiliki minat luas

dalam kehidupan, memiliki kesiapan untuk bekerja, memiliki kecerdasan sesuai

dengan bakat/minatnya, dan memiliki rasa tanggungjawab terhadap lingkungan

Bila kita cermati, tantangan eksternal pengembangan Kurikulum 2013

adalah berbagai tantangan yang berasal dari luar proses pendidikan itu sendiri. Sebagai

suatu bentuk tantangan yang datang dari luar, MEA merupakan salah satu tantangan

masa depan pendidikan di Indonesia.

2. Konten Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013

Konten Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 tergambar dalam tabel

berikut. Konten ini terdiri atas lima belas jenis teks yang dipelajari mulai kelas X

sampai dengan kelas XII.

Tabel 1

Konten Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013

Page 436: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

436

No Kelas Konten Kegiatan

1 X

Teks laporan hasil observasi

Teks prosedur kompleks

Teks eksposisi

Teks anekdot

Teks negosiasi 1. Pemodelan teks

2. Kerja bersama

membangun teks

3. Kerja mandiri

membangun teks

2 XI

Teks cerita pendek

Teks pantun

Teks cerita ulang biografi

Teks eksplanasi

Teks ulasan film dan drama

3 XII

Teks cerita sejarah

Teks berita

Teks iklan

Teks editorial/ opini

Teks cerita fiksi dalam novel

3. Pembelajaran Terintegrasi dalam Konten Kurikulum Bahasa Indonesia Menuju

‘Masyarakat Ekonomi ASEAN’

a. Pembelajaran Terpadu (Terintegrasi)

Dalam kurikulum 2013, pembelajaran dilaksanakan dengan pendekatan

saintifik. Pendekatan saintifik menurut kurikulum 2013 dilaksanakan dengan lima

langkah pembelajaran: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,

mengasosiasikan/ menalar, dan mengomunikasikan.

Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang

sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif membangun konsep, hokum,

atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau

menemukan masalah), merumuskan masalah, megajukan atau merumuskan

hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data,

menarik kesimpulan, dan mengomunikasikan konsep, hukum, atau prinsip

yang ditemukan (Apandi, 2015: 119).

Dalam pelaksanaannya, pendekatan saintifik direalisasikan dalam

pembelajaran melalui empat model, yakni problem based learning, project based

learning, discovery learning, dan inquiry learning. Bila kita identifikasi lebih

lanjut, keempat model tersebut dapat berupa pembelajaran terpadu, yakni

pembelajaran yang mengupayakan integrasi berbagai kemampuan peserta didik

dalam pembelajarannya, baik secara proses maupun secara konten (tematik).

Page 437: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

437

Dalam pembelajaran terpadu secara tematik, guru dapat mengintegrasikan muatan

nilai karakter di dalamnya.

Pembelajaran terpadu (terintegrasi) memiliki kesamaan dengan

pembelajaran biasa, nonterpadu. Yang membedakannya secara mendasar

adalah pembelajaran terpadu dalam pengemasan materi belajarnya tidak

mengikuti struktur suatu disiplin ilmu atau mata pelajaran tertentu, tapi terjadi

lintas bahasan bidang studi/ topik bahasan yang dipadukan oleh suatu focus

tertentu (Kurniawan, 2011: 50).

Sejalan dengan pendapat Kurniawan (2015), Oliva (1992: 518)

menyampaikan tiga model organisasi kurikulum (pembelajaran). Ketiga model

tersebut adalah discrete model (model terpisah), correlated (terhubung), dan

integrated (terpadu). Mengenai pembelajaran terpadu, Oliva (1992: 518)

menyimpulkan bahwa integrated model, adalah sistem pengorganisasian materi

yang memadukan materi mata pelajaran ke dalam satu fokus perhatian.

Menurut Kurniawan (2011), model-model pembelajaran terpadu/

terintegrasi dimulai dari derajat keterpaduan/ integrasi rendah sampai dengan

derajat keterpaduan/ integrasi tinggi.

Mengacu pada pendapat Oliva (1992: 518), pembelajaran terintegrasi

dalam penelitian ini dilakukan dengan memadukan beberapa konten

pembelajaran Bahasa Indonesia. Pengintegrasian dilakukan dengan memilih

konten-konten yang secara isi atau secara proses memiliki keterkaitan dengan

program MEA.

Berdasarkan hasil studi dokumentasi, diperoleh beberapa konten yang

secara proses atau secara isi memiliki keterkaitan dengan program MEA. Konten-

konten tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 2

Konten Bahasa Indonesia Kurikulum 2013 yang Diintegrasikan

dalam Pembelajaran Sosialisasi MEA

No Kelas Konten

1 X

Teks laporan hasil observasi

Teks prosedur kompleks

Teks negosiasi

2 XI Teks eksplanasi

3 XII

Teks cerita sejarah

Teks berita

Teks iklan

Teks editorial/ opini

Page 438: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

438

Pembelajaran terpadu ini dilaksanakan di kelas XII, semester II. Hal ini

dilakukan karena kelas XII sudah memahami seluruh jenis teks yang dipelajari

dalam Kurikulum 2013, seluruh jenis tejs yang akan dipadukan. Integrasi

pembelajaran dilakukan pada konten belajar, yakni jenis-jenis teks dan integrasi

antarpeserta didik.

b. Langkah Pembelajaran

Pembelajaran berbagai jenis teks di atas dilakukan dengan model

Problem Based Learning (PBL). Problem Based Learning (PBL) adalah model

pembelajaran yang dirancang agar peserta didik mendapat pengetahuan penting,

yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model

belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses

pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan

masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan

sehari-hari.

Pembelajaran terintegrasi dengan model PBL ini dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut.

1) Orientasi peserta didik kepada masalah

a) Peserta didik menyaksikan tayangan tentang perekonomian di Indonesia

atau negara lainnya di kawasan ASEAN

b) Peserta didik mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi terkait

kondisi perekonomian berdasarkan tayangan

2) Mengorganisasikan peserta didik

a) Peserta didik dibimbing untuk melakukan pendataan masalah

perekonomian. Setiap peserta didik yang mengajukan masalah yang

sama bergabung dalam satu tempat sehingga terbentuk delapan tempat

pembelajaran dalam kelas tersebut.

b) Peserta didik dibimbing untuk membentuk kelompok pembelajaran,

terdiri atas delapan kelompok berdasarkan masalah yang diajukan.

Selanjutnya setiap kelompok diberi nama sesuai dengan jenis teks; teks

laporan hasil observasi, teks prosedur kompleks, teks negosiasi, teks

eksplanasi, teks cerita sejarah, teks berita, teks iklan, dan teks editorial/

opini.

c) Setiap kelompok diberi arahan tentang pembelajaran yang akan

dilakukan terkait tugas yang harus ditempuh oleh setiap kelompok.

3) Membimbing penyelidikan individu dan kelompok

Page 439: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

439

Setiap kelompok melaksanakan tugas pembelajaran di bawah bimbingan

guru. Setiap tugas dilaksanakan dalam upaya menyelesaikan masalah yang

telah ditemukan dan diusulkan dalam kelompok masing-masing.

a) Kelompok 1 bertugas untuk melakukan observasi langsung dan

membuat teks laporan hasil observasi tentang perekonomian di

Indonesia.

b) Kelompok 2 bertugas untuk membuat teks prosedur kompleks tentang

proses pembentukan kerja sama MEA.

c) Kelompok 3 bertugas untuk membuat teks negosiasi tentang

pembentukan kerja sama MEA dan memerankannya.

d) Kelompok 4 bertugas untuk membuat teks eksplanasi tentang

pentingnya MEA bagi negara Indonesia.

e) Kelompok 5 bertugas untuk membuat teks cerita sejarah tentang kerja

sama ekonomi ASEAN sejak berdirinya ASEAN hingga sekarang.

f) Kelompok 6 bertugas untuk membuat teks berita tentang kerja sama

MEA dan membacakannya secara berpasangan

g) Kelompok 7 bertugas membuat teks iklan yang menarik berisi promosi

program MEA.

h) Kelompok 8 bertugas untuk membuat teks editorial/ opini tentang

kontribusi Negara Indonesia dalam menyukseskan program MEA.

4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja masing-masing dalam

seminar kelas.

5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

a) Setiap kelompok lain (yang tidak presentasi) melakukan evaluasi

tentang hasil kerja kelompok presentasi terkait struktur-kaidah

kebahasaan dan penyelesaian masalah yang dipresentasikan.

b) Peserta didik menyimak arahan dan evaluasi guru tentang hasil kerja

kelompok; struktur-kaidah kebahasaan dan penyelesaian masalah yang

dipresentasikan.

c. Keterkaitan Konten dengan Proses Pembelajaran dan Program MEA

Keterkaitan materi/ konten Bahasa Indonesia dengan proses pembelajaran

dan MEA digambarkan dengan skema berikut ini.

Page 440: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

440

Gambar 1

Skema Keterkaitan Konten dengan Proses Pembelajaran dan MEA

Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 adalah

pembelajaran berbasis teks. Dalam pembelajaran ini, MEA berfungsi sebagai

tema seluruh teks yang disajikan; teks laporan hasil observasi, teks prosedur

kompleks, teks negosiasi, teks eksplanasi, teks cerita sejarah, teks berita, teks

iklan, dan teks editorial/ opini. Sesuai dengan karakter teks dan lima langkah

pembelajaran saintifik, pembelajaran terpadu ini dilaksanakan dengan

menggunakan model PBL.

Simpulan dan Saran

1. Simpulan

Terdapat delapan konten yang secara langsung maupun tidak langsung,

dapat mendukung upaya mewujudkan MEA. Konten tersebut adalah teks laporan hasil

observasi, teks prosedur kompleks, teks negosiasi, teks eksplanasi, teks cerita sejarah,

teks berita, teks iklan, dan teks editorial/ opini.

Untuk mendukung upaya mewujudkan MEA, setiap konten dibahas melalui

pembelajaran terintegrasi dengan model problem based learning. PBL yang dilakukan

Page 441: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

441

secara terpadu merupakan sebuah inovasi pembelajaran yang diharapkan dapat

menggali potensi dan kreativitas peserta didik.

2. Saran-Saran

a) Pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks memungkinkan kretiavitas dan

potensi peserta didik lebih tergali. Peserta didik jangan merasa terbebani dengan

segala bentuk pembelajaran saintifik pada Kurikulum 2013.

b) Kurikulum 2013 menuntut guru untuk menjadi pembelajar yang kretif dan

inovatif. Guru dapat melakukan berbagai inovasi pembelajaran sesuai dengan

karakteristik materi, perkembangan zaman dan teknologi, dan karakteristik

peserta didik.

Daftar Pustaka

Ali, Mohammad. 2010. Metodologi dan Aplikasi Riset Pendidikan. Bandung: Pustaka

Cendekia Utama.

Apandi, Idris. 2015. Guru Qalbu. Penguatan softskill untuk Mewujudkan Guru Profesional

dan Berkarakter. Bandung: Smart Learning Solution.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Buku Peserta didik: Bahasa Indonesia:

Ekspresi Diri dan Akademik (Kelas X, XI, dan XII). Jakarta: Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Buku Guru: Bahasa Indonesia: Ekspresi

Diri dan Akademik (Kelas X, XI, dan XII). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan

Kurniawan, Deni. 2011. Pembelajaran Terpadu: Teori, Praktik, dan Penilaian. Bandung:

Pustaka Cendekia Utama.

Milles Mathew, B and Huberman Michael, A. 1984. Qualitative Data Analysis: A

Sorccebook of New Methods. London: Sage Publications, International

Educational.

Oliva, PF. (1992). Developing The Curriculum. New York: Harper Collins Publisher.

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Dokumen

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka.

Salinan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia terkait

Kurikulum 2013:

Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi

Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses

Nomor 59 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 SMA/ MA

Page 442: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

442

Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan

Menengah

Nomor 104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada

Pendidikan Dasar dan Menengah.

Salinan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

Page 443: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

443

Pemberdayaan Pembelajaran Bahasa Indonesia

Melalui Pendekatan Komunikatif

untuk Terampil Berbahasa

Adrias

STKIP PGRI Sumatera Barat

mahasiswa Program Doktor Universitas Pendidikan Indonesia

Abstrak

Pendekatan komunikatif bagian yang penting diterapkan bagi guru dan siswa

dalam proses belajar mengajar. Melalui makalah ini berupaya medeskripsikan

pemberdayaan pembelajaran Bahasa Indonesia melalui pendekatan komunikatif

dapat membantu siswa dalam menguasai keterampilan berbahasa, membantu

guru memahami pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa

Indonesia, membantu guru melaksanakan pendekatan komunikatif dalam

pembelajaran bahasa, meningkatkan keterampilan berbahasa sisiwa secara lisan

atau pun tertulis, sebagai usaha untuk memenuhi tuntutan dan amanat kurikulum

2013. Pembahasan lebih diarahkan pada strategi dalam pembelajaran bahasa

Indonesia melalui pendekatan komunikatif. Sasaran dari kajian teoritis ini

adalah guru dan siswa.

Kata Kunci: pembelajaran, pendekatan komunikatif, terampil berbahasa

Pengantar

Berbagai fenomena tentang pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia sering kita

dengar Proses pembelajaran bahasa Indonesia sering dipandang berbagai kalangan

masih gersang dan membosankan. Proses pembelajaran Bahasa Indonesia juga dirasakan

masih belum berhasil dengan memuaskan. Para siswa sekolah menengah dikatakan masih

kering bahasa dan rendah bersastra. Siswa hafal dengan berbagai jenis imbuhan, jenis kata,

dan jenis kalimat, bahkan berbagai jenis gaya bahasa, Namun mereka belum terampil

menggunakannya dalam berbahasa.

Banyak keluhan yang dilontarkan tentang kemampuan berbahasa siswa baik

kemampuan secara tertulis atau pun secara lisan. Ketika seorang siswa diminta untuk

Page 444: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

444

menyusun konsep surat atau menyusun sebuah laporan kegiatan di masyarakat, mereka

belum mampu. Begitu juga ketika diminta berpidato ataupun memimpin sebuah acara

diskusi atau rapat mereka belum mampu, mereka kering dengan ide dan gagasan. Mereka

tidak mampu memandu dengan baik, karena tidak memiliki penguasaan kosakata atau

perbendaharaan kata yang banyak. Pengembangan wawasan mereka dalam mengembangkan

argumentasi tidak bervariasi cenderung sangat dangkal pengetahuan mereka. Bahkan

pembicaraan siswa cenderung tidak memiliki tujuan dan berbelit belit sulit dimengerti oleh

pendengarnya. Pada hal kalau dilihat perolehan nilai bahasa Indonesia mereka sangat

memuaskan.

Apakah yang terjadi dengan fenomena di atas? Siapakah yang mesti

disalahkan?Atau diminta pertanggungjawaban? Pemerintah, guru masyarakat atau kurikulum?

Sebagai orang yang paling bertanggung jawab dengan proses pembelajaran mestinya

kita sebagai guru mengintrospeksi diri sendiri tentang apa yang telah kita lakukan, meskipun

tidak sepenuhnya semua tanggung jawab guru.

Kurikulum pun sering mengalami perubahan dan penyempurnaan.

Diberlakukannya kurikulum KTSP yang sekarang diperbaharui lagi dengan Kurikulum 2013

bentuk penyempurnaan dari kurikulum yang ada. Kurikulum ini bertujuan memberikan ilmu

pengetahuan secara utuh kepada siswa dan tidak terpecah-pecah. Kurikulum 2013 juga

menekankan pada keaktifan siswa untuk menemukan konsep pelajaran dengan guru berperan

sebagai fasilitator. Selain itu, tujuan utama dari Kurikulum 2013 adalah pertama, menciptakan

lulusan yang memiliki kemampuan berkomunikasi, kedua, menciptakan lulusan yang memiliki

kemampuan berpikir kritis dan jernih, ketiga menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan

mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, keempat menciptakan lulusan yang mampu

menjadi warga negara yang bertanggungjawab, kelima, menciptakan lulusan yang memiliki

kemampuan mengerti dan toleran terhadapa pandangan yang berbeda, keenam, menciptakan

lulusan yang memiliki kemampuan kemampuan hidup dalam masyrakat yang mengglobal,

ketujuh, menciptakan lulusan yang memiliki minat luas dalam kehidupan, menciptakan lulusan

yang yang memiliki kesiapan untuk bekerja, kedelapan, menciptakan lulusan yang memiliki

kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, terakhir, menciptakan lulusan yang memiliki rasa

tanggungjawabterhadap lingkungan.

Dari beberapa tujuan tersebut pertama yang ingin dicapai adalah kemampuan

berkomunikasi. Melalui pembelajaran yang dipandu oleh kurikulum 2013 siswa diharapkan

memperoleh keahlian praktis untuk berkomunikasi. Keterampilan itu mencakup aspek

mendengar, bebicara , membaca dan menulis. Agar, siswa mampu bekomunikasi,

pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk membekali siswa trampil

Page 445: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

445

berkomunikasi secara lisan ataupun tulisan. Siswa dilatih lebih banyak menggunakan

bahasa untuk berkomunikasi, tidak dituntut untuk lebih banyak menguasai pengetahuan

tentang bahasa.

Kurikulum yang diatur oleh pemerintah hanya sebagai panduan bagi guru untuk

mengatur sisitem pembelajaran. Bagaimanapun bagusnya kurikulum, tetapi kalau tidak

diringi dengan guru yang kreatif yang mampu membawa inovasi dan menjalankan

amanat kurikulum, pembelajaran bahasa akan tetap seperti biasa seperti kasus yang

disamapaikan di atas. Untuk itu, melalui makalah ini akan dibahas sebuah strategi dalam

pembelajaran bahasa melalui pendekatan komunikatif.

Tujuan

Tujuan dari tulisan ini dapat diuraikan sebagai berikut ini.

1. membantu guru memahami pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa

2. Membantu guru melaksanakan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa

3. Meningkatkan keterampilan berbahasa sisiwa secara lisan atau pun tertulis

4. Sebagai usaha untuk memenuhi tuntutan dan amanat kurikulum 2013

Latar Belakang Lahirnya Pendekatan Komunikatif

Pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa mulai ditemukan pada

tahun 1960-an. Ketika itu pembelajaran bahasa di Inggris mengalami perubahan yang

mendasar. Dua faktor utama yang mempengaruhi lahirnya pendekatan komunikatif adalah

surutnya popularitas metode lisan dan situasional di Inggris, dan makin eratnya kerja sama

antara negara-negara di Eropa dalam bidang dan kebudayaan dan pendidikan ( Huda, dalam

Pateda 1991) pendekatan komunikatif lahir dari situasi pengajaran bahasa di Inggris yang

tidak puas dengan dengan metode pengajaran saat itu , misalnya metode audiolingual.

Pendekatan komunikatif berakar dari prinsip-prinsip linguistik yang landasan

teorinya didukung oleh oleh teori belajar dari Amerika. Prinsip ini kemudian diperkuat oleh

prinsip nonlinguistik berupa kerja sama dalam bidang kebudayaan dan pendidikan antara

negara-nagara di Eropa Barat. Kelahiran pendekatan komunikatif di Inggris tidak

mengherankan karena Inggris merupakan kelompok negara tersebut , dan letaknya pun

berdekatan. Selain itu penghasilan masyarakat negara Inggris pun relatif memadai untuk

melaksanakan pendekatan tersebut.

Di Indonesia pendekatan komunikatif baru diluncurkan pada tahun 90-an, Sejak

bergulirnya kurikulum 1994, di Indonesia pun pendekatan komunikatif sudah diperkenalkan

Page 446: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

446

dan mulai dilaksanakan. Namun pelaksanannya yang belum maksimal, yang disebabkan

terbatasnya kemampuan guru untuk memulai sesuatu hal yang baru, dana yang

kurang memadai atau belum tersosialisasi dengan baik sampai ke daerah-daerah, dan lain-lain.

Prinsip Dasar Pendekatan Komunikatif

Menurut Siahaan dalam Pateda (1991: 86) prinsip dasar pendekatan komunikatif sebagai

berikut ini.

1. Materi harus terdiri dari bahasa sebagai alat berkomunikasi

2. Desain materi harus lebih menekankan proses belajar- mengajar dan bukan pokok

bahasan.

3. Materi harus memberi dorongan kepada pelajar untuk berkomunikasi secara wajar.

Selain itu perlu diketahui bahwa prinsip dasar berlangsungnya komunikasi

antara lain:

a. Harus ada pembicara/ penulis dan pendengar/ pembaca

b. Pesan harus disampaikan

c. Syarat fisik berupa alat bicara atau grafem harus berfungsi

d. Antara pembicara/ penulis dan pendengar/ pembaca harus saling mengerti

e. Fungsi bahasa harus diperhatikan

Pada tataran teori bahasa , pendekatan komunikatif memiliki dasar teori yang kaya

dan banyak pilihannya. Beberapa ciri pandangan komunikatif tentang bahasa adalah:

1) Bahasa merupakan sistem untuk mengekspresikan makna.

2) Fungsi utama bahasa adalah untuk berinteraksi dan berkomunikasi

3) Struktur bahasa merefleksikan fungsinya dan penggunaan komunikatif

4) Unit utama bahasa bukan hanya ciri struktural dan gramatikal, tetapi kategori makna

komunikatif dan fungsional seperti tampak dalam wacana.

Berdasarkan uraian di atas yang menjadi acuan dalam pendekatan

komunikatif adalah kebutuhan siswa dan fungsi bahasa yang bertujuan agar siswa dapat

berkomunikasi dalam situasi sebenarnya. Dengan demikian, yang dipentingkan

siswa bukanlah pengetahuan tentang bahasa, tetapi kebahasaan bukan sebagai tujuan

akhir tetapi sebagai sarana untuk melaksanakan komunikasi.

Page 447: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

447

Karakteristik Pendekatan Komunikatif

Pada hakikatnya pendekatan komunikatif berorientasi dengan fungsi bahasa sebagai alat

komunikasi. Tujuan pembelajarannya adalah untuk mengembangkan kompetensi komunikatif,

dengan cara mengembangkan keterampilan komunikasi pembelajar, menekankan pada makna

secara utuh dan fungsional dan penyajian bahan tidak terpotong-potong, berorientasi pada

konteks, mempertajam kepekaan sosial, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi,

komunikasi yang efektif merupakan tuntutan, latihan komunikasi dimulai sejak permulaan

belajar bahasa, kompetensi komunikatif merupakan tujuan utama, urutan pembelajaran tidak

selalu linear, didasarkan atas kebutuhan, pembelajar sebagai pusat belajar, kesalahan berbahasa

merupakan sesuatu yang wajar, materi senantiasa melibatkan aspek linguistik, makna

fungsional dan makna sosial. (Finochiaro, dalam Suwarna, 2002: 56 )

Sekitar tahun 1980-an akhir pendekatam komunikatif bergema di Indonesia.

Kurikulum 1994 sudah mulai dirancang dengan menggunakan pendekatan komunikatif

sampai pada Kurikulum 2013. Pembelajaran bahasa Indonesia dengan pendekatan

komunikatif sangat tepat . Hal ini didasarkan atas beberapapertimbangan antara lain:

1. Bahasa sebagai alat komunikasi, sebetulnya siswa memiliki bekal berbahasa untuk

mengembangkann kompetensi komunikatif

2. Tujuan Pembelajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif adalah pengembangan

kompetensi komunikatif

3. Pendekatan komunikatif berorientasi pada pembelajaran yang aktif, kreatif dan

produktif. Tugas guru bahasa dalam hal ini adalah mnciptakan suasana belajar yang

memungkinkan siswa aktif berpendapat, kreatif melahirkan ide, dan produktif dalam tindak

ujaran.

4. Pendekatan komunikatif mementingkan konteks. Dalam hal ini pembelajaran

bahasa dapat terjadi dalam konteks yang bagaimanapun. Guru harus mampu

menghadirkan konteks yang dibutuhkan dalam kelas.

5. Pembelajaran dengan pendekatan komunikatif senantiasa melibatkan aspek linguistik

bahasa. (kebahasaan, tindak ujaran dan aspek sosial)

6. Kesalahan berbahasa merupakan hal yang wajar, karena kesalahan terjadi menunjukkan

bahwa siswa sedang berproses.

F. Penerapan Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahasa

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk menigkatkan kemampuan peserta didik

untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun

Page 448: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

448

tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

(Depdiknas 2005)

Amanat yang disampaikan kurikulum tersebut adalah meningkatkan kemampuan

berkomunikasi, dan hal ini sangat tepat dicapai melalui pendekatan komunikatif sesuai

dengan uraian di atas. Dalam hal ini diperlukan kreativitas guru dalam mengembangkan

proses pembelajarannya. Tugas pokok guru yang harus dilaksanakan dalam mengemban

amanat kurikulum dan dapat dijadikan penerapan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran

berbahasa sebagai berikut ini.

1.Memahami hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjabarkan kurikulum

a. memahami secara benar dan mendalam mengenai kurikulum, tujuan, fungsi

mata pelajaran, ruang lingkup, kompetensi inti, kompetensi dasar dan

penilaian hasil belajar. Pada poin ini seringkali guru melebur pada aspek aspek yang tidak

menjadi tujuan kompetensi inti dan kompetensi dasar, tetapi dikombinasikan dalam

proses belajar mengajar.

b. memiliki kompetensi yang baik berkaitan substansi materi pembelajaran

c. memiliki pemahaman yang baik tentang pendekatan komunikatif dan

pembelajaran kontekstual

2. Merencanakan program pembelajaran

a. Merencanakan program tahunan dan program semester

b. menyusun silabus

Silabus dalam pendekatan komunikatif sangat penting. Silabus merupakan garis besar,

ringkasan, atau garis garis besar program pembelajaran yang berisi rencana pelaksanaan

pembelajaran dan penilaiannya. Kurikulum 2013 memberi keluasan kepada guru untuk

mengembangkan silabus sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan, sepanjang tidak

menyimpang dari pokok-pokok yang telah digariskan secara nasional.

c. menyusun rencana / skenario pembelajaran

Page 449: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

449

3. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar

a. menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna sesuai dengan metode

kontekstual.

b. menggunakan media pembelajaran yang bermakna dan bervariasi

c. kegiatan belajar mengajar lebih berpusat kepada siswa, guru hanya sebagai

motivator dan fasilitator dalam kelas.

4. Menilai proses pembelajaran

Penilaian yang dilakukan dalam pendekatan komunikatif sesuai dengan

penilaian otentik dengan menggunakan penilaian berbasis kelas, yang dinilai

bukan pengetahuan tentang bahasa siswa tetapi proses berbahasa dalam

berkomunikasi

5. Melaksanakan program remedial atau perbaikan.

Kesalahan berbahasa siswa dianggap sebagai sesuatu yang wajar dalam

berproses. Perbaikan dilaksanakan langsung ketika terjadi kesalahan agar lebih

bermakna

6 . Melaksanakan program pengayaan. Hal ini sanagt bermanfaat bagi siswa untuk

mengembangkan kecakapannya sebagai sesuatu yang bermakna. Siswa yang

terampil menulis bisa dilatih untuk menulis artikel, puisi , karya tulis yang

bermanfaat untuk masa depannya. Siswa terampil berbicara bisa diarahkan

untuk menjadi presenter , pembawa acara atau wartawan.

Berbagai kegiatan di atas memang membutuhkan jamahan tangan guru yang kreatif. Guru

harus mampu menciptakan suasana di kelas yang komunikatif tersebut misalnya dengan

materi yang otentik dan kontekstual. Kegiatan harus berpusat pada siswa , guru hanya

sebagai fasilitator. Semua yang ada di kelas harus bermakna dan membantu proses siswa

berbahasa.

Page 450: dosen.ikipsiliwangi.ac.id · Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015 1 PERAN BAHASA INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI UNTUK MEWUJUDKAN BANGSA

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015

450

Simpulan

Pendekatan komunikatif sangat relevan digunakan dalam konteks pembelajaran

bahasa saat ini di berbagai jenjang pendidikan, karena pendekatan komunikatif mempunyai

ciri-ciri yang sesuai dengan amanat kurikulum diantaranya;

a. lebih mengutamakan makna bukan bentuk

b. mengutamakan fungsi komunikatif

c. Kontekstualisasi merupakan pernyataan dasar

Dengan tujuan utama adalah fungsi komunikatif, pendekatan komunikatif mengatur

model pembelajarannya yang selalu berpusat kepada siswa. Guru hanya berperan sebagai

organisator, motivator, dan fasilitator. Maka hal ini berpulang kepada guru bagaimana

menciptakan suasana kelas yang bermakna, karena tidak ada materi yang bagus, penilaian

yang benar dan metode yang tepat tanpa guru yang berkualitas dan penuh kretivitas dalam

pembelajaran.

Daftar Pustaka

Depdiknas,. 2005. Prisip dan Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia.

Depdiknas

Pateda, Mansoer. 1991. Linguistik Terapan. Ende-Flores: Nusa Indah

Pringgawidagda,Suwarna.2002. Strategi Penguasaan Berbahasa. Yogyakarta:

. Adicita Karya Nusa

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Pogresif. Jakarta: Kencana