(done, published) my first fiction part2.docx

Upload: arsykeiway

Post on 05-Mar-2016

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Dentingan spatula yang beradu dengan wajan terdengar ricuh di dapur kecil nan sederhana itu. Seorang namja berambut blonde nampak rusuh sendiri mengaduk-aduk masakannya yang entah bernama apa. Di meja depan namja itu terhampar bahan-bahan makanan yang kelihatan kacau dan berantakan. Jelas sekali kalau namja itu sedang berusaha menciptakan masakan tanpa ada keahlian memasak yang baik. Namja itu mematikan nyala api lalu melihat miris hasil kerjanya. Setumpuk daging berwarna pucat dengan sayuran mentah yang terlihat mengerikan. Yah, dia berharap semoga rasanya tidak seburuk penampilannya. Namja itu berjalan beberapa langkah lalu meraih sumpit. Dia baru saja akan mencoba makanan yang baru di masaknya itu ketika ponselnya tiba-tiba berdering.Yeobseo ujarnya tanpa melihat siapa yang menelepon. Otaknya sibuk menerka-nerka apakah masakannya enak atau tidak. Karena jika ternyata masakan itu sama saja dengan tampilannya, itu artinya dia harus keluar membeli makanan lain. Lalu, apa yang akan dibelinya? Jajangmyeon? Ramyeon? Kimbab?Byunghun-a Ekspresi pemuda itu terlihat sedikit berubah, alisnya terangkat dan bibirnya yang tipis sedikit terbuka. Dia meletakkan sumpit kembali ke atas meja.Ooh, Eomma~. Wae?Ne, ini aku. Aku hanya ingin menanyakan kabar Ae Jin, apa dia baik-baik saja?Namja itu terdiam sebentar, mendengar nama gadis yang di sebut ibunya barusan membuat perasaannya aneh seketika. Matanya terpejam sejenak dan dia menghembuskan napas.Dia baik. jawabnyaSuaramu tidak berkata seperti itu Byun~. Apa dia merepotkanmu?Sedikit. Bola mata Byunghun bergerak ke atas, Dia masih bersikap dingin padakuHening. Sambungan telepon itu berlalu beberapa detik tanpa percakapan, hanya terdengar helaan napas dari Ibu Byunghun di ujung sana.Dia ada situ? Aku ingin bicara dengannya.. Dia sedang tidak di sini. Tapi kurasa, sebentar lagi dia pulang. Memangnya, apa yang ingin Ibu bicarakan dengannya? Namja itu melirik jam tangannya sekilas, sudah hamper jam Sembilan, harusnya gadis itu sudah pulang sejak tadi.Aku hanya ingin sedikit menasihatinya. Tidak sepantasnya dia bersikap seperti itu padamu.Sudut-sudut bibir namja itu tertarik ke atas, meski dia tahu ibunya tidak akan melihat itu, tapi dia ingin ibunya tahu, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.Aku baik-baik saja, Eomma. Aku mengerti perasaannya, dia pasti belum bisa menerima kenyataan untuk hidup bersamaku. Aku masih asing untuknya. Kau memang anak baik.Terimakasih telah mengerti dia. Seandainya saja aku punya pilihan lain, aku tidak akan merepotkanmu. Wanita paruh baya itu menghela napas. Tapi, keadaan di sini semakin parah. Kasusnya bertambah rumit. Ayah Ae Jin mulai di tahan dan rumah kita juga disita. Suara itu mulai bergetar, dan tak lama setelah itu, Byunghun mulai mendengar suara isakan.Eomma gwaenchanayo? Tanya Byunghun khawatir.Ne, aku tidak apa-apa. Kau tidak usah khawatir.Jadi sekarang Eomma tinggal di mana? tanyanya lagi, masih dengan nada yang sama.Aku menyewa kamar kecil beberapa blok dari rumah kita yang dulu.Hanya sebuah kamar? Eomma, apa tidak sebaiknya kau pulang ke Korea dan tinggal bersama kami saja? Aku khawatirGwaenchana Byunghun-a, aku baik-baik saja, sungguh. Jika aku kembali ke korea dan tinggal bersama kalian, bagaimana dengan Ae Jin? Eomma tidak mau dia curiga apalagi sampai tahu masalah ini.Kita bisa mengarang alasan kan? Eomma bisa bilang eomma sedang liburan atau apalah, dia pasti tidak akan tahu. Byunghun masih bersikeras, berusaha mendebat ibunya dengan ide-ide yang muncul dipikirannya.Aniyo. Aku tetap saja tidak bisa meninggalkan kota ini. Aku masih harus mendampingin ayah Ae Jin sampai kasusnya selesai. Dia membutuhkanku.Byunghun terdiam.Jangan terlalu memikirkan Eomma. Tugasmu sekarang adalah menjaga Ae Jin. Eh, ngomong-ngomong Byung Hun-ah, Ae Jin itu agak paranoid dengan hal-hal baru, jadi dia bisa sangat tempramen. Kau harus sabar menghadapinya.Ne, aku tahu.Sekali lagi, maaf merepotkanmu.EommaEmm?Berjanjilah untuk hidup dengan baik di sana. Aku tahu masalah ini sangat berat untuk Eomma, tapi jangan sampai membuatmu lupa makan dan tidak tidur. Aku menyanyangimu, EommaNe, eomma juga.

***Byunghun menatap layar ponselnya resah saat sambungan telepon itu akhirnya berakhir. Kaki kurusnya melangkah mundur perlahan hingga akhirnya punggungnya membentur dinding. Tangan pemuda itu terangkat memegangi kepalanya lalu mengacak rambutnya gusar. Dia merasa sangat tidak tega membiarkan ibunya menanggung beban ini sendirian. Seandainya bisa, dia ingin kembali ke California dan menemani Ibunya di sana. Setidaknya, dia bisa memberikan dukungan moril dan suntikan semangat pada wanita nomor satu dalam hidupnya itu. Tapi yang bisa dilakukan byunghun sekarang hanyalah menuruti perintah ibunya. Pulang ke Korea dan membawa adiknyaAe Jin ikut bersamanya.Bukan tugas yang mudah sebenarnya, mengingat bagaimana dinginnya sifat gadis itu saat bersama Byunghun. Hubungan mereka memang agak rumit. Mereka adalah saudara kandung yang berbeda marga. Byung Hun bermarga Lee sedangkan Ae Jin bermarga Shin. Kenapa bisa begitu?Saat Byung Hun baru berusia dua tahun, orang tuanya bercerai.Untuk alasan tertentu Byunghun hidup dan dirawat oleh ayahnya. Walau sudah bercerai, kedua orang tuanya masih berteman baik, membuat Byunghun leluasa menemui ibunya. Beberapa saat setelah itu, ibunya menikah lagi dengan seorang pria bermarga Shin dan memiliki anak perempuan. Tiga tahun kemudian ibunya pindah ke California mengikuti suaminya yang dipindah tugaskan ke sana. Byunghun masih sering berhubungan lewat telepon dengan ibunya, bahkan terkadang ibunya datang mengunjungi Byunghun ke Korea. Hal ini berlangsung selama kurang lebih dua belas tahun hingga akhirnya ayah byunghun meninggal setahun yang lalu. Saat itu, Byunghun baru saja lulus SMA dan ibunya memaksanya untuk tinggal bersama keluarganya di California. Karena memang tidak punya sanak saudara yang lain, Byunghun memutuskan untuk mengikuti perintah ibunya dan hidup di sana.Selama di sana, Byung Hun menolak tinggal serumah dengan ibunya. Dia lebih memilih menyewa rumah yang merengkap studio foto. Ya, Byunghun adalah seorang fotografer. Dia merasa tidak enak jika tiba-tiba menyerobot masuk ke dalam kehidupan keluarga Tn Shinmeskipun ayah tirinya itu bersedia menerimanya dengan baik Sebenarnya, yang membuat Byung Hun jengah adalah Shin Ae Jin, anak perempuan ibunya dengan tuan Shin. Mereka memang tidak pernah bertemu sebelum Byung Hun pindah ke California, dan itu membuat hubungan mereka sangat kaku saat pertama bertemu. Belum lagi sikap Ae Jin ke Byung Hun yang sangat dingin. Ae Jin selalu saja menatapnya dengan tatapan tidak suka, dia tidak pernah berkata dengan nada yang ramah jika sedang berbicara dengan Byunghun. Bahkan Ae Jin tidak pernah sekalipun memanggil Byung Hun dengan sebutan Oppa, membuat Byung Hun merasa, kalau kehadirannya di keluarga itu membuat Ae Jin tidak nyaman. Lalu akhirnya masalah itu datang. Ayanh Ae Jin yang menjabat kepala bagian produksi di salah satu perusahaan besar di California dituduh korupsi. Ibu Byunghun berusaha keras untuk menutupi itu dari Ae Jin. Dia tidak ingin anak perempuan satu-satunya itu ikut menanggung beban sosial karena kasus yang menimpa ayahnya, jadi Ibu Byunghun menyuruh Byunghun kembali ke Korea dan menitipkan Ae Jin hidup bersamanya.Jadi, di sinilah mereka sekarang. Tinggal berdua di sebuah flat kecil peninggalan ayah Byung Hun.

Lamunan Byung Hun buyar saat samar-samar dia mendengar suara pintu yang terbuka. Buru-buru dia mencuci tangannyadi westafel lalu melongokkan kepalanya melewati dinding pembatas.Namja itu mendapati Ae Jin sedang membuka sepatu di atas sofa. Yah, flat mereka memang minimalis, cukup melongokkan kepala dari dapur saja, dia sudah langsung bisa melihat ke ruang depan.Oh, kau sudah pulang? Byung Hun mengatur suaranya seramah mungkin.Ne gadis itu hanya menjawab singkat. Tidak merasa perlu memandang Byunghun sama sekali.Bagaimana hari pertamamu? Menyenangkan? Ucap Byunghun masih dari dapur.Biasa saja.Aa Ae Jin meringis ketika berusaha membuka sepatu dari kaki kanannya.Kakimu sakit? Tanya Byunghun khawatir, dia mendekat ke arah gadis itu dan terkejut melihat pergelangan kaki Ae Jin yang agak bengkak.Omo! Kenapa bisa begini? Apa yang terjadi? Seseorang mengganggumu? Tanya namja itu bertubi-tubi. Ae Jin berdecak kesal dan melempar pandangan tidak suka ke arahnya.Bisa tidak sih kau tidak banyak bertanya? Kakiku tidak ada urusannya denganmu! Ae Jin bangkit dan mencoba berjalan ke kamarnya, tapi Byunghun lebih dulu mencekal lengannya dan menghempaskan tubuhnya kembali ke sofa. Ae Jin ingin memprotes perlakuan Byunghun itu, tapi bibirnya langsung terkatup ketika mendapati namja itu menatapnya tajam, sangat berbeda dengan tatapan ramah yang selalu namja ini tunjukkan padanya.Kau boleh berlaku dingin padaku. Tapi Eomma menyuruhku menjagamu, hidupmu di sini adalah tanggung jawabku, jadi aku tidak akan membiarkanmu tidak baik-baik saja. Byunghun berucap tajam, sedangkan Ae Jin memalingkan wajahnya dengan ekspresi malas, terlalu gengsi untuk mengakui bahwa dia segan menatap wajah dingin namja itu.Tunggu di sini, jangan ke mana-mana. Ujar Byunghun lalu kemudian berlalu ke dapur. Tak lama setelah itu dia kembali dengan sebaskom air hangat, handuk kecil dan kotak obat. Byunghun berjongkok di hadapan Ae Jin dan mulai mencuci kaki gadis itu dengan air hangat. Dia mengerjakan tugasnya dengan cekatan tapi tetap hati-hati. Namja itu mengolesi pergelangan kaki Ae Jin dengan salep dan mengurutnya perlahan. Gadis itu menggigit bibir bawahnya, mencegah jeritan akibat nyeri di kakinya tersuarakan. Selama proses pengobatan itu berlangsung, tidak ada satupun dari kakak beradik itu yang bersuara. Byunghun mengerjakan pekerjaannya dalam diam sedangkan Ae Jin hanya mengamatinya sambil menahan sakit.Sudah selesai Byunghun membereskan kotak obat dan mengembalikan air hangat itu ke dapur tanpa menatap Ae Jin lagi.Selama di dapur ia berpikir tentang perlakuannya pada Ae Jin baru saja. Apakah gadis itu akan semakin membencinya karena perilakunya yang kasar? Sebenarnya Byunghun tidak pernah bermaksud seperti itu, dia tidak ingin membuat gadis itu merasa tertekan. Berperilaku kasar seperti tadi bukanlah gayanya. Tapi, mau bagaimana lagi? Byunghun lelah dengan sikap dingin dan tidak ingin dipedulikan gadis itu. Jika saja kaki gadis itu tidak terluka, mungkin Byunghun masih bisa mengendalikan dirinya. Tapi ini sudah menyangkut keselamatan gadis itu dan Byunghun tidak bisa diam saja. Dia merasa punya tanggung jawab terhadap hidup gadis itu. Dia tidak bisa membayangkan harus berkata apa pada ibunya jika terjadi apa-apa pada gadis itu.

***

Ae Jin masuk ke dalam kamar dan mengganti bajunya. Dia duduk termenung di tepi ranjang sambil berpikir tentang semua hal yang terjadi hari ini. Dimulai dengan sekolah yang membosankan, bertemu dengan namja menyebalkan dan super percaya diri tapiternyatabaik hati, hingga akhirnya kejadian langka yang dialaminya baru saja bersama kakaknya, Lee Byung Hun.Ini pertama kalinya dia melihat kakak laki-lakinya seperti itu. Menatapnya tajam dan memerintahnya tanpa berharap ada penolakan. Ketika tadi pandangan mereka bertemu, Ae Jin tahu bahwa namja itu khawatir dengan keadaanya. Dan, meskipun nada bicara namja itu terdengar dingin, Ae Jin tahu bahwa namja itu bersikap seperti itu hanya untuk melindunginya. Namja itu ingin menjaganya, tidak ingin Ae Jin terluka apalagi merasakan sakit terlalu lama.Ae Jin memejamkan matanya. Ada rasa penyesalan yang menyeruak ketika dia teringat bagaimana buruknya sikapnya terhadap Byunghun. Padahal namja itu sudah sangat baik. Selalu berusaha bersikap ramah pada Ae Jin meskipun gadis itu menanggapinya dengan dingin. Selalu peduli dan perhatian terhadap Ae Jin. Berusaha sebaik mungkin agar Ae Jin merasa nyaman hidup bersamanya di Seoul. Tapi Ae Jin malah menganggap Byunghun sebagai seseorang yang tidak ada. Dia bahkan tidak pernah memanggil Byunghun dengan sebutan Oppa seperti seharusnya. Baginya, Byunghun hanyalah masa lalu ibunya yang tidak seharusnya masuk ke dalam kehidupan keluarganya. Terlebih lagi, gara-gara Byunghunlah dia terdampar di tempat ini. Jika saja Byunghun tidak bersikeras pulang ke Seoul, ibunya pasti juga tidak akan punya ide gila untuk mengirimnya ke sini. Untuk alasan apa katanya? Agar dia bisa lebih dekat dengan Byunghun dan terbiasa menerima kehadiran Byunghun sebagai kakaknya. Aish menyebalkan! Ae Jin berpikir lagi, tidak ada yang salah. Memang sudah pantas namja itu mendapatkan perlakuan buruk darinya. Ya. Seperti sebelum-sebelumnya, Ae Jin selalu saja mencari pembenaran dari tindakannya. Padahal semua orang tahudia juga tahubahwasanya apa yang dia lakukan selama ini salah. Dia telah memperlakukan namja itu dengan cara yang salah.

***

Ae Jin melangkah santai menuju kelasnya. Sudah seminggu berlalu sejak pertama kali dia masuk ke sekolah ini dan ternyata, hari-harinya berlalu dengan cukup menyenangkan. Dia sudah mulai terbiasa dengan kehidupan barunya. Dengan sekolahnya, dengan teman-temannya, dan bahkan dia sudah punya teman akrab sekarang. Namanya Min Ra, teman sebangkunya yang saat hari pertama Ae Jin di sekolah tidak masuk karena sakit. Min Ra adalah orang yang menyenangkan. Meski cerewet, dia adalah gadis cerdas dan berwawasaan luas, membuat Ae Jin senang saat mengobrol dengannya.Min Ra-yaa! Kang Minra! Ae Jin melambaikan tangannya sambil tersenyum cerah ketika orang yang di panggilnya menoleh.Ae Jin berlari hingga langkahnya dengan Min Ra sejajar dan mulai berjalan beriringan dengan gadis itu.Kau sudah sarapan? Kita ke kantin ya? ajak Minra.Aku tidak lapar Min Ra merengut mendengar ucapan Ae Jin.Kalau begitu, temani aku saja. Aku belum makan apa-apa sejak tadi. Min Ra memelas, memperlihatkan wajah memohon paling menggemaskan yang dia punya. Ae Jin mendorong kening minra dengan ujung jarinya.Jangan memasang tampang bodoh begitu.Kalau begitu temani aku, ya.. ya? Ae Jin melirik prihatin ke arah Minra lalu mengangguk. Baiklah, apa salahnya menemani Minra ke kantin? Toh, jam pelajaran pertama masih dua puluh menit lagi.

***

Lapangan basket itu sepi. Wajar saja, masih terlalu pagi untuk para murid memulai jam olahraga. Hanya ada seorang namja yang kelihatan sibuk berlatih Jumping Shoot berkali-kali. Tidak buruk. Dari sekian kali percobaan, dia berhasil memasukkan bola lebih dari setengahnya. Namja itu duduk di tengah lapangan terengah-engah. Napasnya memburu dan keringatnya bercucuran. Setelah meneguk sebotol air mineral sampai habis, namja itu melirik jam tangannya. Lima belas menit lagi jam pelajaran pertama akan dimulai dan itu artinya dia harus mengakhiri latihannya. Dia harus segera mengganti pakaiannya dan masuk ke kelas jika tidak ingin dapat hukuman karena terlambat seperti yang sudah sering terjadi sebelumnya.Dengan langkah cepat namja itu meninggalkan gedung olahraga. Tapi langkahnya terhenti ketika dia melihat dua orang gadis sedang berjalan sambil tertawa-tawa. Kedua sudut bibirnya terangkat ketika mengenali salah satu dari mereka.Minra~yaa! panggilnya.Merasa namanya di panggil, salah satu gadis itu menoleh ke arah namja itu lalu tersenyum begitu saja melihat siapa yang memanggilnya.Ohh, Chan Hee Oppa. Habis latihan lagi? Tanya Min Ra. Chan Hee mengangguk lalu mengalihkan pandangan ke gadis yang berdiri di samping MinRa. Mengerutkan keningnya ketika merasa tidak pernah melihat gadis itu sebelumnya.Seolah mengerti dengan tatapan Chan Hee, Min Ra mengambil inisiatif untuk menjelaskan.Kenalkan, dia murid baru di kelasku. Namanya Ae Jin. Ae Jin, ini Chan Hee sunbae.Oh, jadi kau siswi baru dari California itu? Anniyeong. Ae Jin mengangkat sebelah tangannya, menyapa kaku. Ayolah, apakah dia seterkenal itu?Chan Hee menepuk pundak Min Ra, Aku duluan, aku harus ganti seragamku dulu. Hey, California girl Ae Jin mendelik tidak suka mendengar julukan yang diberikan Chan Hee kepadanya. Chan Hee tertawa kecil lalu melanjutkan. Aku duluanCih~ Sok keren sekali cibir Ae Jin ketika Chan Hee sudah berada agak jauh dari mereka.Mwo? Kau tidak tahu saja seberapa terkenalnya dia. Dia sunbae paling populer di sekolah ini tahu! Protes Min Ra.Dia? Namja seperti itu? Apa bagusnya?Ya! Apa kau tidak lihat kalau dia itu tampan? Dia jago bermain basket dan tidak sombong. Lihat cara dia menyapaku barusan? Dia ramahkan?Tapi dia memanggilku dengan sebutan California Girl. Apakah itu sopan?Dia berbicara seperti itu karena kau terlalu kaku, Ae Jin. Min Ra masih tetap membela Sunbae favoritnya itu.Terserahlah, aku juga tidak mau peduli.

***

Ae Jin terlihat sibuk memilah-milah buku. Pengetahuannya tentang Kerajaan Joseon yang sangat minim membuatnya mendapat tugas khusus dari guru sejarah untuk membuat ringkasan singkat mengenai kerajaan itu. Untuk mencari referensi, Ae Jin memilih mengunjungi perpustakaan saat jam istirahat. Awalnya ia ingin mengajak Min Ra untuk menemaninya, tapi Ae jin tidak enak mengganggu waktu makan siang teman barunya itu. Meski mereka sekarang cukup dekat, tapi tetap saja Ae Jin merasa tidak enak, karena walau bagaimanapun mereka kenal satu sama lain masih kurang dari sebulan.Satu persatu judul buku di rak itu berlalu begitu saja. Tidak ada yang cocok dengan tugasnya. Hingga akhirnya pilihan Ae Jin terhenti pada sebuah buku tebal bersampul coklat yang terletak di rak paling atas. Ae Jin menjinjitkan kakinya untuk bisa menggapai buku itu tapi tetap saja buku itu tidak bisa ia raih. Terlalu tinggi.Gadis itu sedikit terkejut ketika sebuah tangan panjang terulur di atas kepalanya dan meraih buku itu dengan mudah. Aejin membalikkan badannya dan mendapati Chan Hee sedang menyodorkan buku itu padanya.Sejarah Kerajaan Joseon? Tugas sejarah, California Girl? Chan Hee membaca judul buku itu lantas tersenyum menggoda ke arah Ae Jin.Ae Jin menghembuskan napas malas tapi mencoba menahan kekesalannya. Biar bagaimanapun, orang di hadapannya ini adalah sunbaenya. Dan Aejin tahu dengan jelas bahwa perbedaan strata antara sunbae dan hoobae di korea masih sangat kental.Ne. Sunbae juga ingin meminjamnya? Kalau begitu aku akan mencari buku lain. Ujar Ae Jin, lalu kembali melihat-lihat buku lagi.Ahh, Aniyo. Chan Hee menggeleng, buru-buru mendekati Aejin lagi.Aku tidak bermaksud untuk meminjamnya, kok. Aku hanya ingin membantumu. Chan Hee menyodorkan buku itu kepada Aejin.Ghamsahamnida sunbaenim Aejin menerimanya dengan senyum datar dan beranjak pergi.California Girl! panggil Chanhee. Ae Jin berhenti dan menoleh ke arah Chanhee lagi.Kau pindahan dari California, kan?Ne. Memangnya kenapa?Ahh, pasti bahasa inggrismu bagus. Namja itu berhenti sejenak lalu sedikit mengusap tengkuknya Jadi sebenarnya, nilai bahasa inggrisku jelek dan aku diberikan tugas tambahan. Bisakah, emm bisakah kau membantuku mengerjakannya? Chanhee berkata kikuk dan melemparkan tatapan penuh harap kea rah Ae Jin.Ae Jin mengangkat buku bersampul coklat yang baru saja diberikan Chanhee padanya.Aaa~ Chanhee mengangguk paham. Aku akan membantu mengerjakan tugas sejarahmu juga.

***Chan Hee mengangguk-anggukkan kepalanya paham saat satu persatu penjelasan Ae Jin mulai bisa dicerna oleh otaknya. Kemampuan bahas Inggrisnya memang sangat payah dan itu membuatnya lagi-lagi harus mendapatkan tugas tambahan agar nilai rapornya tidak merah di pelajaran ini. Untung saja dia bertemu dengan Ae Jin, hoobaenya yang baru saja pindah dari California di perpustakaan. Walaupun awalnya dia malu meminta bantuan pada gadis yang notabene baru dikenalnya ini, tapi mau bagaimana lagi? Nilai bahasa inggrisnya sudah di ujung tanduk. Dan dia tidak tahu harus meminta bantuan kepada siapa lagi. Jadi, dengan membuang rasa malunya, dia memberanikan diri meminta bantuan pada gadis itu.Selesai! Chanhee berteriak girang saat halaman tugasnya sudah terisi penuh. Dia tersenyum puas ke arah Ae Jin yang masih sibuk menandai hal-hal penting di buku sejarahnya.Terimakasih California girl! Ae jin mengalihkan tatapannya dari buku lantas melemparkan pandangan tidak suka ke arah Chanhee.Wae? Apa ada yang salah? Tanya Chanhee bingun melihat ekspresi Ae Jin.Ae Jin mengangguk Tentu sajaApanya? Aku kan juga sudah membantumu mengerjakan tugasmu tadiBukan itu. Akubolehkah aku bertanya satu hal?Chanhee mengernyit bingung tapi tetap menganggukkan kepalanya.Kenapa kau selalu memanggilku dengan sebutan California Girl? Tanya Ae Jin dengan nada kesal yang kentara. Hey, ayolah! Dia punya nama dan apa susahnya namja itu memanggilnya dengan namanya yang sebenarnya.Lalu aku harus memanggilmu apa? Chanhee memasang tampang seolah-olah California girl adalah satu-satunya nama yang bisa dia ucapkan di dunia.Aku punya nama Sunbae. Shin Ae Jin Ae Jin mengeja namanya dengan jelas.Kau bisa memanggilku Ae Jin.Ae Jin, ya? Chanhee kelihatan berpikir lantas menggeleng pelan. California Girl lebih bagus

***

Ae Jin berjalan lesu menuju halte bis. Seperti biasa, suasana di jalan ini selalu sepi saat malam hari. Untuk yang kesekian kalinya, kilas balik kejadian malam itu berputar di pikirannya. Namja itu, kenapa setiap kali Ae Jin berjalan di jalanan ini dia selalu teringat pada namja itu? Namja super percaya diri yang sudah mati-matian menggendongnya sampai rumah, kenapa rasanya Ae Jin selalu ingin bertemu dengannya? Ah, bukankah dia berjanji akan menemui Ae Jin lagi? Tapi kenapa sampai sekarang dia tidak pernah menampakkan batang skateboardnya di hadapan gadis itu?Ae Jin mengacak rambutnya kesal. Aish, apa sih yang dia pikirkan? Memang apa yang bisa Ae Jin harapkan dari namja itu? Namja itu mungkin saja sudah lupa padanya. Atau bahkan, dia sudah mengikrarkan diri untuk tidak bertemu dengan Ae Jin lagi, gadis menyebalkan yang merepotkan. Ayolah, Ae Jin harus melupakannya!

Hai Langkah gadis itu berhenti mendadak ketika matanya yang menatap jalan menangkap sepasang sepatu kets yang terasa agak familiar. Gadis itu mendongak dan tanpa sadar senyumnya mengembang begitu saja.KauNamja itu melangkah santai ke arahnya, memenggal jarak hingga tersisa setengah meter saja. Masih ingat aku? tanyanya. Kepala Ae Jin bergerak ke atas dan ke baawah tanpa diperintah.Namja itu tertawa. Sepertinya kau benar-benar merindukanku, ya Changjo mengusap kepalanya, agak salah tingkah.A,..Ani Ae Jin menggeleng gugup, merasa malu dengan sikapnya yang pasti kelihatan terlalu senang. Gadis itu menunduk, menyembunyikan wajahnya dari tatapan namja itu. Dia mulai merutuki dirinya sendiri atas tingkahnya yang memalukan. Dia sendiri tidak tahu kenapa dia bisa tersenyum begitu lebar hanya karena melihat namja itu, dia hanya merasa senang. Dan itu bukan berarti dia merindukan namja itu kan? Mereka baru bertemu satu kali, tapi kenapa Ae Jin merasa membutuhkan namja itu? Apa karena namja itu adalah orang pertama yang membuatnya merasa nyaman hidup di Seoul? Entahlah, Ae Jin tidak mau memikirkannya.Ae Jin~yaa Ae Jin mengangkat kepalanya dan mendapati namja itu tengah tersenyum ke arahnya.Mau jalan-jalan bersamaku?

***

Ae Jin melangkahkan kakinya pelan mengikuti langkah changjo yang panjang. Keduanya berjalan beriringan tanpa bicara. Ini terlalu kaku. Tidak ada satupun dari mereka berdua yang punya ide untuk memulai obrolan. Ae Jin diam-diam melirik ke arah changjo, mencoba menebak-nebak apa kira-kira yang sedang namja itu pikirkan. Apakah dia gugup? Karena kalau boleh jujur, Ae Jin sangat gugup sekarang. Dia tidak tahu kenapa, tapi sejak pertama kali namja itu menampakkan diri di hadapannya tadi, Ae Jin merasa jantungnya berdebar tiga kali lipat lebih kencang dari biasanya. Apa yang terjadi pada Ae Jin sebenarnya?

Kita mau ke mana? Tanya Ae Jin akhirnya.Changjo menoleh sekilas lalu tersenyum. Memangnya kau mau ke mana?Ae Jin mengernyit Kau yang mengajakku, kenapa bertanya padaku?Ani. Aku hanya berpikir ada satu tempat yang ingin kau datangi. Jika iya, kita bisa ke sana.Aku tidak tahu tempat apapun di sini. Ae Jin mengedikkan bahunya. Lalu ikut menghentikan langkahnya seperti yang Changjo baru saja lakukan.Waeyo? Ae Jin bertanya heran. Changjo menoleh ke samping lalu memutar langkah . Ae Jin mengikuti dengan bingung tapi tidak bertanya apa-apa. Toh, sepertinya namja itu memang tidak sedang ingin menjawab pertanyaan.Beberapa menit kemudian mereka sampai di sebuah taman bermain anak-anak. Sebuah lapangan kecil dengan beberapa ayunan dan prosotan berwarna-warni. Ae Jin memandang berkeliling, tempat ini di kelilingi pohon-pohon besar yang rimbun. Sangat sejuk dan tenang. Tapi pasti akan sangat ramai di sore hari. Ae Jin tersenyum karena teringat masa kecilnya. Dia sering menghabiskan waktu sorenya di taman bermain seperti ini dengan ibunya. Itu adalah salah-satu masa-masa paling menyenangkan dalam hidupnya. Ah, dia merindukan ibunya.

Changjo menepuk-nepuk bangku ayunan di sebelahnya, mengisyaratkan agar Ae Jin duduk di tempat itu. Ae Jin mengangguk lalu duduk sesuai perintah.Bagaimana kakimu? Tanya changjo, matanya melirik ke arah kaki Ae Jin yang terbalut sepatu kets berwarna biru gelap.Sudah tidak apa-apa. Jawab Ae Jin. Tubuhnya bergerak ke depan dan kebelakang dengan pelan, membuat ayunannya ikut mengayun.Ae Jin-ssi, akhir-akhir ini Emmm, apa kau merasakan sesuatu yang aneh?Eh? Ae Jin menoleh, tidak mengerti.Setiap kau pulang sekolah, apa kau tidak merasa ada seseorang yang mengikutimu? Tanya Changjo lagi. Ae Jin menengadahkan kepalanya ke atas, mencoba berpikir.Ani. Aku tidak merasa begitu. Memangnya kenapa?Emm.. sebenarnya, seminggu terakhir aku selalu mengikutimu pulang sekolah.Mwo? Mata Ae Jin membulat. Apa tadi yang namja itu katakan? Mengikutinya?Aku selalu bermaksud menemuimu, tapi tidak pernah berhasil. Aku bingung harus muncul di depanmu dengan gaya bagaimana. Jadi, aku hanya mengikutimu dari belakang, mengantarmu sampai rumah diam-diam, maaf Changjo menatap ke arah lain, berusaha menyembunyikan ekspresi malunya.Ae Jin merespon dengan gumaman salah tingkah. Namja itu mengikutinya? Astaga, kenapa dia bisa tidak sadar?Kau mau bermain game? Ae Jin menoleh dan mendapati namja itu terseyum riang. Cahaya lampu yang menerangi tempat itu, entah kenapa pas sekali menyorot wajah namja itu dan membuatnya terlihat semakin bersinar. Ae Jin agak sedikit kehilangan fokus ketika matanya tanpa sadar menelisik wajah mengagumkan namja itu. Oh, ya ampun! Sepertinya mulai ada yang salah dengan otak Ae Jin.Game apa? Tanya Ae Jin, berusaha memberikan kesan tidak tertarik.Kita akan mengayunkan ayunan ini dengan kencang. Siapa yang paling lama bertahan tanpa menyetop ayunannya dia yang menang. Bagaimana?Lalu, apa yang aku dapatkan kalau aku menang?Aku akan mengabulkan satu permintaanmuKalau kau yang menang?Kau harus mengabulkan satu permintaanku.Ae Jin kelihatan berpikir lalu menatap Changjo lamat-lamat.Apa yang akan kau minta dariku? Tenang saja, aku tidak akan meminta yang macam-macam. Changjo mengacungkan jari telunjuk dan Jari tengahnya ke depan, berusaha meyakinkan Ae Jin.Baiklah.Oke, ayo kita mulai. Changjo dan Ae Jin mengambil ancang-ancang kebelakang lalu melepaskan kaki mereka dari tanah. Dengan gerakan cepat ayunan itu bergerak. Besi-besi penyangganya berdecit nyaring diiringi gelak tawa Changjo dan Ae Jin. Ini menyenangkan! Ayunan itu sudah bergerak lima kali tapi belum ada dari mereka yang menghentikan gerak ayunan masing-masing. Rambut Ae Jin yang panjang beterbangan bersama angin yang mengayun mereka. Tangan gadis itu mencengkram besi ayunan itu erat-erat ketika adrenalin menguasainya. Dia mulai merasa pusing tapi tetap tidak berniat menghentikan ini. Ini terlalu menyenangkan untuk dihentikan.Tiba-tiba Ae Jin merasa sesuatu di saku seragamnya bergetar. Dengan refleks kakinya terjulur ke tanah dan menghentikan laju gerakan ayunannya. Gadis itu mengeluarkan ponselnya dan melihat deretan nomor tidak dikenal tertera di sana. Ae Jin menghela napas, Lee Byung Hun menelepon. Kakaknya itu pasti sedang bingung karena dia pulang terlambat. Ae Jin memang adik yang tidak punya sopan santun sama sekali, dia bahkan tidak merasa perlu untuk menyimpan nomor Byunghun di phonebooknya.Ae Jin menolak panggilan itu dan memasukkannya kembali ke saku.Nugu? Changjo ikut menghentikan ayunannya lalu menoleh ke arah Ae Jin. Agak heran karena Ae Jin tidak mengangkat teleponnya.Oppaku Changjo mengerutkan keningnya Kenapa tidak diangkat?? Omo~ dia pasti bingung karena kau pulang terlambat! Cepat hubungi dia lagi!Ae Jin menggeleng Tidak perlu.Wae? Bukannya dia agak overprotektif? Dia pasti akan sangat khawatir. Palli, hubungi dia lagi!Ae Jin menghembuskan napas lagi lalu merapikan rambutnya yang berantakan dengan jari-jarinya. Gadis itu menunduk, menatap ujung sepatunya dan menggesek-gesekkanya dengan tanah.Aku Sebenarnya akuu membenci Oppaku.

TBC nn