dokument pertemuan katektik ke sepuluh

12
1 TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH SEJARAH PAK INDONESIA ( PKKI X KATEKESE ERA DIGITAL) Dosen Pengampu : YH. Bintang Nusantara, SFK.,M.Hum Disusun oleh : Margaretha Ayu Panca A. 121124007 Gregorius Dwi Risti K. 121124012 Bernadeta Wahyu Widhi H. 121124018 Yosefina Hiasinta (Sr. Hilda, CB) 121124019 Donatus Dayu 121124020 Martalina 121124036 Andreas Sigit Kurniawan 121124042 Florenciana Peni Bungan 121124050 Yohanes Pandu 121124055 PROGAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENETAHUAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014

Upload: donatusdayupratama

Post on 12-Jul-2015

296 views

Category:

Spiritual


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dokument Pertemuan katektik ke sepuluh

1

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH SEJARAH PAK INDONESIA ( PKKI X KATEKESE ERA DIGITAL)

Dosen Pengampu : YH. Bintang Nusantara, SFK.,M.Hum

Disusun oleh :

Margaretha Ayu Panca A. 121124007

Gregorius Dwi Risti K. 121124012

Bernadeta Wahyu Widhi H. 121124018

Yosefina Hiasinta (Sr. Hilda, CB) 121124019

Donatus Dayu 121124020

Martalina 121124036

Andreas Sigit Kurniawan 121124042

Florenciana Peni Bungan 121124050

Yohanes Pandu 121124055

PROGAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENETAHUAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2014

Page 2: Dokument Pertemuan katektik ke sepuluh

2

Pertemuan kateketik antar keuskupan se-Indonesia (PKKI) diselenggarakan Komisi

Kateketik KWI setiap tiga atau empat tahun sekali. PKKI diselenggarakan pertama kali pada

tahun 1977. PKKI X diselelnggarakan di Wisma Shalom, Cisarua, Bandung Barat, pada

tanggal 10-16 September 2012. PKKI X dihadiri oleh wakil-wakil Komisi Kateketik

Keuskupan-keuskupan se-Indonesia dan lembaga-lembaga pendidikan kateketik. Hadir pula

sebagai undangan khusus perwakilan dari Komisi Seminari KWI, imam-iman wakil setiap

regio keuskupan, sekretaris eksekutif KWI dan beberapa undangan lainnya. Pada saat

pembukaan, hadir wakil dari Direktorat Jendral Bimas Katolik Kementrian Agama RI.

A. TEMA

PKKI X kali ini mengangkat tema “ Katekese di Era Digital yaitu di mana Peran

Imam dan Katekis dalam Karya Katekese Gereja Katolik Indonesia di Era Digital”.

Tema ini diangkat berdasarkan kesadaran bahwa saat ini Gereja Indonesia menghadapi situasi

baru yaitu era digital dimana situasi ini mempengaruhi pola pikir, cara hidup dan pola relasi

umat beriman dan tentu saja melibatkan karya katekese. Penanggungjawab utama karya

katekese adalah uskup, yang dimana dalam menjalankan katekese, uskup dibantu oleh para

imam (penanggungjawab katekese di wilayah pastoral) dan para katekis sebagai mitra kerja

di wilayah pastoral tersebut.

Tujuan dari tema PKKI X yaitu agar para pelaku katekese, baik imam maupun

katekis, menyadari perkembangan sarana komunikasi digital dan pengaruhnya dalam

masyarakat sehari-hari.

B. PROSES PERTEMUAN

PKKI X dibuka dengan perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Mgr. John Liku Ada

(ketua Komkat KWI). Berdasarkan tema yang diangkat dalam Sidang Agung Gereja Katolik

Indonesia (SAGKI) 2010, yang diingatkan kembali dalam homili oleh Mgr. John Liku Ada

yaitu Gereja yang diutus untuk mewartakan kabar Gembira Yesus Kristus dalam konteks

Indonesia. Maka, ditetapkan subtema PKKI X yaitu Peran Imam dan Katekis dalam Karya

Katekese di Era Digital, di mana era digital saat ini membawa situasi berbeda yang harus

ditanggapi oleh Gereja, sehingga Gereja dapat berkatekese dengan baik.

Dirjen Bimas Katolik Kementrian Agama RI mengharapakan agar PKKI X membahas

hal-hal yang mengancam iman umat dewasa ini, terutama generasi muda dan merumuskan

solusi bagi problem tersebut. Selain itu, beliau juga mengharapkan agar PKKI X merancang

Page 3: Dokument Pertemuan katektik ke sepuluh

3

program atau kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam kerjasama dengan Bimas Katolik

Kementrian Agama RI.

Setelah mengevaluasi pelaksanaan PKKI IX, para peserta mulai mengolah tema PKKI

X dengan bertolak dari penyadaran pengalaman nyata dalam penggunaan teknologi digital

untuk kegiatan pembinaan iman di masing-masing keuskupan. Pemahaman era digital

dialami bersama Bapak Idi Subandy Ibrahim (pakar media), sedangkan penggunaan dalam

karya pastoral Gereja dialami oleh Bapak Matias Haryadi dan Bapak G. Abdi Susanto, RP.

Ant. Suhud, SX (praktisi penguna sarana digital untuk karya pastoral), serta RP. Y.

Iswarahadi Sj (direktur Studio Audio Visual Pusat Kateketik Yogyakarta). Penggunaan media

digital dalam karya pastoral gereja ini diterangi oleh ajaran Paus Yohanes Paulus II dan Paus

Benediktus XVI yang disampaikan oleh RP. C. B. Putranto, SJ (direktur Pusat Kateketik

Yogyakarta). Proses pengolahan tema PKKI X kami lanjutkan dengan diskusi kelompok

mengenai tantangan era digital bagi kehidupan Gereja. Refleksi ini kemudian dibantu dengan

belajar dari media film “Artificial Intelligence” yang didalami dengan tulisan Ibu Yap Fu Lan

(dosen kateketik Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya). Kemudian kami pun berdiskusi

untuk menyusun profil katekese di era digital serta peran imam dan katekis dalam katekese di

era digital.

Proses pengolahan tema PKKI X kami lanjutkan dengan diskusi kelompok mengenai

tantangan era digital bagi kehidupan Gereja. Refleksi ini kemudian dibantu dengan belajar

dari media film “Artificial Intelligence” yang didalami dengan tulisan Ibu Yap Fu Lan (dosen

kateketik Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya). Kemudian kami pun berdiskusi untuk

menyusun profil katekese di era digital serta peran imam dan katekis dalam katekese di era

digital.

C. PENGALAMAN PENGGUNAAN SARANA DIGITAL DALAM KARYA

KATEKESE DI INDONESIA

Dari sharing pengalaman dalam penggunaan teknologi khususnya sarana digital yang

dirasa sangat memudahkan terutama dalam karya pewartaan, peserta dari setiap keuskupan

indonesia mulai mengenali salah satu karakter yang khas pada manusia di zaman digital ini,

yaitu multitask (bisa melakukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan) namun ingatannya

pendek.

Umat perlu didampingi agar sadar dalam memilah dan memilih penggunaan kekuatan

teknologi digital secara tepat guna. Orang perlu dibantu agar bisa membedakan mana

Page 4: Dokument Pertemuan katektik ke sepuluh

4

informasi yang benar dan yang tidak. Oleh karena itu, perlu digunakan pusat data untuk

katekese yang mudah diakses oleh umat.

D. KARAKTERISTIK ERA DIGITAL

Era digital adalah situasi baru yang ditandai oleh maraknya penggunaan berbagai

sarana teknologi digital sehingga jarak waktu dan tempat semakin kecil. Situasi baru yang

tidak bisa dihindari ini mengubah karakteristik budaya, perilaku dan cara berkomunikasi

manusia. Corak mencolok dari era digital adalah ‘global’, mendunia, orang yang hidup dalam

sebuah desa besar, di mana sekat-sekat yang memisahkan kapling-kapling individual

teritorial seperti diruntuhkan. Dalam era digital, orang mendapati dirinya di tengah seluruh

dunia. Berikut beberapa karakteristik dari era digital yang kami temukan dalam diskusi.

1. Informasi yang berlimpah

Dalam situasi umum, dimana orang berhadapan dengan tersediannya informasi yang

berlimpah yang muncul mengenai segala segi dari suatu topik yang bisa bersumber dari siapa

saja dan tanpa filter, ada nuansa egaliter namun otoritas juga bisa menjadi kabur. Oleh

karenanya, penting sekali untuk jeli melihat kredibilitas sumber informasi beserta segala

latarbelakangnya.

2. Relasi yang langsung namun bercorak sepintas dan dangkal

Zaman sekarang banyak orang yang menggunakan internet untuk menjalin relasi dengan

orang lain yang barang kali belum pernah dijumpai secara fisik. Relasi ini ditandai oleh

kontak-kontak virtual (Email, facebook, twitter, dll) dimana tanpa harus tatap muka orang

bisa berelasi secara langsung. Kontak ini bersifat interaktif karena bisa saling menanggapi

dari tempat yang jauh. Disatu pihak dengan sarana digital orang bisa berkomunikasi secara

real time dengan orang yang jauh jaraknya. Namun, dipihak lain kadang terjadi pula bahwa

beberapa keluarga menjadi dangkal relasinya karena masing-masing anggota keluarga asyik

dengan dunia virtualnya terutama kaum muda. Era digital membentuk karakteristik kaum

muda yang patut diakui kekuatan positifnya namun juga perlu mewaspadai dampak

negatifnya

3. Corak pengetahuan yang didapat: cepat namun tidak mendalam

Generasi yang sejak kecil biasa bergaul dengan internet akan mengalami

pembentukkan pengetahuannya sebagai rangkaian perjumpaan secara audio-visual yang

diperoleh dengan cepat, tidak lagi melewati proses penalaran. Misalnya, dengan hadirnya

“mesin pencari (google dan yahoo)”, internet menjadi wadah tanya jawab tentang segala

Page 5: Dokument Pertemuan katektik ke sepuluh

5

macam persoalan. Karena ada bermacam-macam jawaban yang diberikan secara cepat orang

tidak berkesempatan atau kurang menyediakan waktu untuk masuk lebih dalam, banyak

informasi menjadi lebih penting dari pada kedalamannya. Pola pikir cenderung melompat-

lompat.

4. Bahasa baru untuk berkomunikasi

Di dalam era digital, bahasa yang paling menyentuh adalah bahasa audio-visual yang

lebih menyapa emosi. Karena menggunakan bahasa gambar yang menyentuh, penyampaian

unsur-unsur emosional menjadi lebih kaya. Dalam dunia komunikasi virtual terciptalah

macam-macam kosakata baru yang belum ada dalam bahasa bakunya, seolah-olah tidak ada

wewenang linguistik yang mengatur pembakuannya.

5. Manusia yang cenderung semakin tidak manusiawi

Dalam pola-pola relasi dan cara berkomunikasi di era digital, manusia cenderung

memperlakukan dirinya dan orang lain bukan sebagai manusia melainkan sebagai benda

ataupun robot. Manusia juga kehilangan salah satu inti hidupnya, yaitu keheningan.

Karakteristik era digital di atas menimbulkan tantangan-tantangan bagi cara orang

berkomunikasi: komitmen, ketulusan, keterlibatan dan kesetiaan. Komunikasi lewat media

digital berlangsung tanpa perjumpaan fisik orang-orang yang terlibat. Ini berarti bahwa orang

hanya mengandalkan apa yang didengar, ditulis atau ditampilkan di atas sarana digital.

Selebihnya, orang tidak bisa langsung tahu apakah yang didengar, ditulis atau ditampilkan itu

sejujurnya merupakan kebenaran atau tidak; apakah partner komunikasi lewat sarana digital

tersebut bisa diandalkan komitmen maupun keterlibatannya, apalagi kesetiaannya. Era digital

juga membangun komunitas-komunitas virtual dari kalangan publik yang memanfaatkan

media digital. Komunitas-komunitas virtual ini mempunyai karakteristik yang berbeda

dengan komunitas-komunitas riil.

E. REFLEKSI TEOLOGIS

Allah senantiasa menjumpai dan menyapa manusia sepanjang zaman, dalam rangka

mengkomunikasikan diri-Nya. Yesus menjadi perwujudan yang penuh dalam proses

komunikasi Allah dengan manusia. Yesus juga menjadi puncak sapaan Allah terhadap

manusia: “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara

berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir

ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan

sebagai yang berhak menerima segala yang ada” (Ibr 1:1-2). Maka peristiwa inkarnasi,

sabda yang menjadi manusia, sejatinya merupakan peristiwa Allah yang sudi menjumpai

Page 6: Dokument Pertemuan katektik ke sepuluh

6

manusia dengan segala situasi hidupnya melalui Putera-Nya, Yesus Kristus. Allah

menggunakan bahasa dan cara yang dipahami oleh manusia untuk menyampaikan sabda-Nya,

“Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan

Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya

sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.” (Flp 2:6-

7).

Gereja adalah kumpulan orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Melalui

Gereja Allah menjumpai manusia. Oleh sebab itu, umat beriman pun senantiasa saling

menyapa dan menjumpai untuk mewujudkan perjumpaan dengan Allah secara lebih intim.

Cara hidup Jemaat Perdana menyatakan hal ini, “Semua orang yang telah menjadi percaya

tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari

mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai

dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul

tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara

bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji

Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah

mereka dengan orang yang diselamatkan” (Kis 2:44-47). Dengan demikian, perjumpaan

merupakan ciri khas hidup meng-Gereja.

Cara Allah dan cara hidup Gereja Perdana patut menjadi cara Gereja masa kini dalam

berkatekese. Cara tersebut ialah melalui adanya perjumpaan antar peserta katekese. Dengan

perjumpaan itu, peserta katekese bisa saling meneguhkan, mendoakan dan bahkan juga

berbagi.

Di era digital sekarang ini, banyak orang mengalami sapaan, sentuhan dan

perjumpaaan dengan Tuhan baik melalui dunia riil maupun dunia virtual. Yang dimaksud

dengan dunia virtual adalah perjumpaan-perjumpaan yang difasilitasi oleh sarana-sarana

digital, misal HP, BB, CD, video, animasi, website, blog, maupun jejaring sosial internet,

misal BBM, Mailist, Twitter, Facebook, Multiply, MySpace. Kehadiran, keberadaan dan

berbagai kemudahan perjumpaan yang ditawarkan sarana-sarana teknologi digital yang ada

sekarang ini, diharapkan bisa semakin memudahkan dan menolong banyak orang berjumpa

dengan sesamanya yang jaraknya jauh, terlebih memudahkan untuk berjumpa dengan Tuhan.

Dalam hal ini, Gereja terus mengajak umat beriman untuk tidak takut memanfaatkan

sarana-sarana digital, misalnya internet: “Tinggal di belakang akibat ketakutan akan

teknologi atau oleh suatu sebab lain merupakan sikap yang tidak dapat diterima, mengingat

begitu banyaknya kemungkinan positif yang terkandung dalam internet” (Komisi Kepausan

Page 7: Dokument Pertemuan katektik ke sepuluh

7

untuk Komunikasi Sosial, 2002). Hal ini ditegaskan kembali oleh Paus Benediktus XVI

dalam seruannya pada Hari Komunikasi Sedunia yang ke-44 tahun 2010: “Dunia komunikasi

digital, dengan segala kemampuannya untuk berekspresi nyaris tanpa batas, membuat kita

lebih menghargai seruan Paulus: ‘Celakalah aku bila aku tidak mewartakan Injil!’ [1Kor

9:16]”. Oleh karena itu, Gereja menerima dengan gembira dan memandang budaya digital

sebagai anugerah Allah. Hal ini dapat diwujudkan dengan mau memanfaatkan dan

menjadikannya sebagai medan perjumpaan dengan Allah.

Paus tidak hanya menyerukan kepada umat beriman untuk memanfaatkan sarana

digital bagi pewartaan Injil, tetapi juga menjadikan sarana-sarana tersebut untuk menjalin

perjumpaan antara warta Injil dengan budaya yang tercipta di era digital ini. Dalam

ensikliknya Redemptoris Missio, 1990, Paus Yohanes Paulus II menyatakan: “…Tidak

cukuplah untuk memanfaatkan media guna menyebarkan warta kristiani dan ajaran-ajaran

otentik Gereja. Diperlukan pula integrasi antara warta tersebut dengan ‘budaya baru’ yang

tercipta dari komunikasi modern.” (RM 37). Gereja membuka diri untuk berdialog dengan

budaya digital dengan tetap menawarkan nilai-nilai Injili dan kemanusiaan, sehingga

pewartaan Kabar Gembira tetap terwujud di tengah masyarakat.

F. PROFIL KATEKESE DI ERA DIGITAL

Di dalam PKKI II, telah dirumuskan tentang katekese merupakan komunikasi iman.

Komunikasi yang terjadi dari pengetahuan maupun pengalaman iman, yang berguna untuk

meneguhkan, menghayati dan mengembangkan iman sampai terbentuk perilaku beriman

yang dewasa dan mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Di era digital, proses

katekese dilaksanakan dengan mengintegrasikan budaya digital dan dapat menggunakan

teknologi digital atau wahana virtual sebagai sarana untuk berkatekese. Pelaksanaan katekese

di era digital ini, tidak meninggalkan ciri-ciri katekese sebagaimana telah dirumuskan mulai

PKKI II dan seterusnya. Yang menjadi pokok katekese di era digital, yaitu perlu lebih berciri

interaktif, informatif, inklusif dan dialogal.

Katekese di era digital perlu mengembangkan pola inkarnatoris yang mulai dengan

perjumpaan penuh penghargaan terhadap budaya yang sedang berkembang dan kemudian

mengakrabkan diri dengan ungkapan-ungkapan dan idiom-idiom dari budaya tersebut.

Ungkapan-ungkapan dan idiom-idiom di era digital ditandai oleh kelimpahan,

keterjangkauan, dan bersifat langsung. Kelimpahan berarti sangat banyaknya informasi yang

masuk dan bisa diakses. Keterjangkauan berarti mudah dijangkaunya berbagai informasi

Page 8: Dokument Pertemuan katektik ke sepuluh

8

yang dibutuhkan. Bersifat langsung berarti informasi dapat diperoleh tanpa melalui perantara,

cukup dengan browsing melalui sarana digital.

Era digital memunculkan cara pewartaan baru, misalnya 'katekese online'. Katekese

online bisa dilakukan dengan memanfaatkan media jejaring sosial, Skype, atau media

teleconference lainnya.

Dalam era digital terbentuk komunitas-komunitas virtual, misalnya: komunitas milis,

komunitas jejaring sosial, komunitas sms, komunitas BBM. Komunitas ini menjadi ajang

berkatekese. Dalam komunitas ini, terjadi proses saling berbagi informasi bahkan saling

meneguhkan dalam hal kehidupan beriman. Katekese bagi kelompok ini membantu mereka

untuk menjalani proses pertobatan yang berdampak pada sikap mereka terhadap masyarakat

dan bermuara pada tindakan nyata. Dengan demikian, dinamika otentik dari komunitas

virtual ini akan mengantarnya pada suatu bentuk perjumpaan riil.

Dampak era digital paling terasa dalam relasi dalam unit terkecil masyarakat, yaitu

keluarga. Dan yang paling cepat menyerap budaya digital adalah orang muda. Maka

pembinaan pada mereka ini semakin mendesak bagi katekese. Dengan demikian, katekese di

era digital harus memberi perhatian dan pengakuan pada keluarga dan orang muda.

Mengingat bahwa di era digital manusia cenderung memperlakukan dirinya maupun orang

lain sebagai robot, maka katekese harus menekankan dimensi keutuhan manusia sebagai

makhluk spiritual. Paus Benediktus VXI, menunjukkan dua jalan untuk menghidupkan

dimensi spiritual, yaitu dengan terlibat sebagai pribadi dan masuk ke dalam keheningan (bdk.

Pesan Paus Benediktus pada Hari Komunikasi Sedunia 2011 dan 2012). Maka katekese harus

membantu orang ke arah tersebut.

G. PERAN IMAM DAN KATEKIS

Dalam katekese di era digital, selain tetap mempertahankan peran konvensionalnya

dalam karya katekese, imam dan katekis harus berani masuk juga ke dunia digital dan

mewarnainya. Imam dan Katekis diharapkan menguasai media, bahasa dan cara

berkomunikasi di era digital; tidak hanya menjadi pengguna sarana digital, khususnya

internet, namun juga memberi kontribusi dan inspirasi visioner. Imam dan Katekis

diharapkan bisa menjadi moderator komunitas virtual dan bisa menggerakkan umat beriman

di komunitas virtual untuk sampai pada perjumpaan yang nyata. Imam dan katekis pun harus

bisa menjadi teladan dalam hidup beriman di era digital.

Page 9: Dokument Pertemuan katektik ke sepuluh

9

Kami menggaris bawahi beberapa peran khas Imam dan Katekis dalam karya katekese di era

digital sebagai berikut.

Peran Imam

Ambil bagian dalam tugas Uskup untuk menjaga tradisi iman dan nilai moral Kristiani

Penanggungjawab pertama katekese di wilayah/ruang lingkup pastoral yang

dipercayakan kepadanya

Pendamping para katekis dalam pelaksanaan karya katekese di era digital

Katekisnya para katekis

Peran Katekis

Fasilitator, dinamisator, animator, komunikator yang mengantar peserta katekese pada

perjumpaan dengan Allah

Teman seperjalanan bagi semua orang untuk menemukan Allah

Mitra kerja para imam dalam karya katekese di era digital

H. REKOMENDASI

1. KWI diharapkan agar:

Menerbitkan pedoman penggunaan media digital dalam karya katekese

Menetapkan bulan Katekese sebagai tindak lanjut Hari Studi para Uskup KWI

2011

2. Komkat KWI diharapkan agar:

Mensosialisasikan hasil PKKI X secepat mungkin

Mengevaluasi secara berkala implementasi hasil PKKI X

Mengembangkan katekese di era digital beserta wahananya: pedoman

pelaksanaan katekese di era digital, website, bank data

Memfasilitasi pelatihan bagi para imam dan katekis untuk menggunakan alat-

alat digital bagi pengembangan iman umat

Menyediakan dan mengirimkan bahan-bahan (modul) katekese digital dalam

bentuk cetak dan audio visual

Bekerjasama dengan Direktorat Jendral Bimas Katolik Kemenag RI dalam

pengembangan katekese berbasis media

Mengusulkan pada para Uskup KWI untuk menetapkan bulan Katekese

3. Para Uskup di Keuskupannya diharapkan agar:

Mendukung implementasi hasil-hasil PKKI X

Mendorong para imam dan katekis dalam kegiatan katekese di era digital

Page 10: Dokument Pertemuan katektik ke sepuluh

10

Mendukung diadakannya pertemuan Komkat Regio secara berkala

Memperhatikan dan memberdayakan secara optimal para katekis yang ada

Mengangkat Katekis-katekis full time sesuai dengan kebutuhan

4. Komkat Regio diharapkan agar:

Mengevaluasi secara berkala implementasi hasil PKKI X di masing-masing

keuskupan

Mengadakan pertemuan Komkat Regio secara berkala

Menyelenggarakan lokakarya untuk merumuskan tema-tema tertentu dalam

katekese di era digital, khususnya katekese digital yang menyapa keluarga dan

orang muda

Bekerjasama dengan Bimas Katolik di wilayahnya dalam pengembangan

katekese berbasis media

5. Komkat Keuskupan diharapkan agar:

Mensosialisasikan dan mengimplementasikan hasil PKKI X di tingkat keuskupan

Mengevaluasi secara berkala implementasi hasil PKKI X

Menyusun modul katekese di era digital, khususnya katekese digital yang

menyapa keluarga dan orang muda

Membuat pelatihan penggunaan alat-alat digital dalam rangka berkatekese di era

digital

Bekerjasama dengan komisi-komisi lain dalam pengembangan karya katekese di

era digital

Bekerjasama dengan Bimas Katolik di wilayahnya dalam pengembangan

katekese berbasis media

6. Lembaga Kateketik dan Pendidikan Teologi diharapkan agar:

Memasukkan katekese di era digital dalam Kurikulum Pendidikan

Memasukkan katekese digital dalam Kurikulum Pendidikan

7. Direktorat Jendral Bimas Katolik Kementrian Agama RI diharapkan agar:

Ambil bagian dalam implementasi hasil PKKI X

Mengangkat guru agama dan tenaga penyuluh (katekis) berdasarkan rekomendasi

pastor paroki dari tempat yang bersangkutan

Mengangkat tenaga penyuluh (katekis) untuk ditempatkan di paroki yang

membutuhkan

Menyiapkan sarana-sarana digital untuk kegiatan katekese

Page 11: Dokument Pertemuan katektik ke sepuluh

11

I. PANDANGAN KELOMPOK

Dewasa ini pengaruh perkembangan zaman, khususnya teknologi informasi menjadi

tantangan bagi karya pewartaan khususnya dalam bidang katekese. Seperti yang kita ketahui

bersama bahwa orang zaman sekarang tidak lepas dari teknologi digital. Beranjak dari hal

tersebut menurut padangan kelompok, kami sangat mendukung penggunaan Katekese Digital

karena dapat mempermudah proses katekese di tengah-tengah umat sekaligus membantu

umat untuk mengetahui dan memahami pesan yang disampaikan. Umat yang dimaksudkan

ini adalah kaum muda, orang tua, anak-anak dan semua kalangan. Selain itu, melalui katekese

digital dapat semakin mempermudah umat dalam berbagi pengalaman iman satu sama lain,

sehingga hal ini mampu mempererat hubungan persaudaraan dan meneguhkan iman masing-

masing umat.

Melalui katekese digital, Gereja semakin mampu mendampingi umat terkhusus bagi

kaum muda dalam menghadapi tantangan pada zaman ini. Gereja bisa memberikan suatu

wadah bagi perkembangan iman kaum muda, dengan metode-metode yang baru sesuai

dengan perkembangan kepribadian masing-masing kaum muda.

Berdasarkan pengalaman yang telah kami alami dengan menggunakan media yang ada,

misalnya dengan menonton film, video singkat, website, blog, musik, dll, ternyata sangat

merangsang umat untuk aktif di dalam proses katekese, sekaligus membantu mereka

membagikan pengalaman imannya. Hal ini tak lepas dari karakteristik era digital yaitu

informasi yang berlimpah, relasi yang langsung namun bercorak sepintas dan dangkal, corak

pengetahuan yang didapat cepat namun tidak mendalam, bahasa baru untuk berkomunikasi,

dan manusia yang cenderung semakin tidak manusiawi. Melalui karekteristik di atas dapat

bisa kita jadikan peluang untuk merancang karya katekese era digital yang sesuai untuk

pewartaan, sehingga pewartaan yang dilakukan dapat berjalan dengan menarik, penuh gairah,

mampu merangsang umat mengungkapkan imannya dan terlebih mampu untuk menjawab

kebutuhan umat di masa sekarang.

Sekarang, katekese berhadapan dengan bentuk baru dalam berkomunikasi, hal ini

mempengaruhi pola pikir dan cara bertindak seseorang. Dengan adanya kenyataan ini,

katekese diharapkan mampu melihat peluang untuk mewartakan Injil dalam budaya digital.

Lalu, katekese harus mampu mewujudkan dirinya sebagai upaya terus menerus dalam

membina iman umat dan tidak hanya mengandalkan kontak-kontak yang sesaat. Oleh karena

itu, katekese tetap membutuhkan perjumpaan langsung (fisik), meskipun komunikasi secara

virtual tetap harus diberi peluang untuk mendapatkan katekese lewat sarana-sarana virtual.

Hendaknya komunikasi virtual ini sedapat mungkin tetap dibawa kepada komunikasi

Page 12: Dokument Pertemuan katektik ke sepuluh

12

langsung (perjumpaan langsung). Di sisi lain, kita harus tetap memperhitungkan budaya

digital yang memungkinkan komunikasi lewat jaringan internet, yang berfungsi sebagai

jembatan atas jarak tempat dan waktu. Namun, yang lebih penting dari sikap ini ialah tetap

mengandung segi kritis, yaitu menangkal kecenderungan budaya digital yang mengabaikan

betapa pentingnya perjumpaan secara langsung. Di sinilah kita bisa memahami pernyataan

dari PKKI X :

“dalam era digital terbentuk komunitas-komunitas virtual misanya : komunitas milis,

komunitas jejaring sosial, komunitas SMS, komunitas BBM. Komunitas ini menjadi

ajang berkatekese. Dalam komunitas ini, terjadi proses saling berbagi informasi,

bahkan saling meneguhkan dalam hal kehidupan beriman. Katekese bagi kelompok ini

membantu mereka untuk menjalani proses pertobatan yang berdampak pada sikap

mereka terhadap masyarakat dan bermuara pada tindakan nyata. Dengan demikian,

dinamika otentik dari komunitas virtual ini akan mengantarnya pada suatu bentuk

perjumpaan riil.” (Hasil akhir dan rekomdasi PKKI X. G, alinia ke-4)