disusun oleh - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...skripsi...
TRANSCRIPT
ii
TANGGUNG JAWAB HUKUM PENILAI PUBLIK
TERHADAP LAPORAN PENILAIANNYA DALAM KEGIATAN
PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN
UMUM
(STUDI ATAS KANTOR JASA PENILAI PUBLIK TOTO SUHARTO)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Disusun Oleh:
Gagah Yaumiyya Riyoprakoso
NIM :11150480000128
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing I Pembimbing II
A.M. Hasan Ali, M.A Fitriyani Zein, S.Ag., M.H
NIP : 197512012005011005 NIP : 197403212002122005
PROGRAM STUDIILMU HUKUM
iii
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITASISLAM NEGERI
SYARIFHIDAYATULLAHJAKARTA
1441 H/ 2020 M
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul“TANGGUNG JAWAB HUKUM PENILAI PUBLIK
TERHADAP LAPORAN PENILAIANNYA DALAM KEGIATAN
PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN
UMUM (STUDI ATAS KANTOR JASA PENILAI PUBLIK TOTO
SUHARTO)” telah diajukan dalam sidang munaqasah Fakultas Syariah dan
Hukum Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15
Januari 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hukum.
Jakarta, Januari 2020
Mengesahkan
Dekan,
Dr. Ahmad Tholabi Kharlie
S.H., M.H., M.A.
NIP. 19760807 200312 1 001
PANITIA UJIAN MUNAQASYAH
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertandatangan dibawah ini:
Nama : Gagah Yaumiyya Riyoprakoso
NIM : 11150480000128
Program Studi : Ilmu Hukum
Angkatan : 2015
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar strata 1 (S1) Di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan telah tercantum sesuai dengan ketentuan
yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan karya asli saya atau
jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 Januari 2020
Gagah Yaumiyya Riyoprakoso
NIM: 11150480000128
v
ABSTRAK
GAGAH YAUMIYYA RIYOPRAKOSO, NIM 11150480000128,
“TANGGUNG JAWAB HUKUM PENILAI PUBLIK TERHADAP
LAPORAN PENILAIANNYA DALAM KEGIATANPENGADAAN TANAH
BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM(STUDI ATAS
KANTOR JASA PENILAI PUBLIK TOTO SUHARTO)”. Konsentrasi
Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. 1440H/2019M.viii + 70 + 4 Halaman Daftar Pustaka
Studi ini bertukuan untuk mengetahui tanggung jawab hukum Penilai
Publik atas laporan penilaian yang mereka buat dalam kegiatan pengadaan tanah
bagi pembangunan untuk kepentingan umum.Penilai Publik diwajibkan untuk
selalu dapat mempertanggung jawabkan penilaiannya yang mereka lakukan.
Jenis penelitian yang terdapat pada skripsi ini adalah jenis penelitian
hukum normatif dengan pendekanan statue approach dan case approach.
Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang memberikan penjelasan
sistematis aturan yang mengatur suatu kategori hukum tertentu, menganalisis
hubungan antara peraturan menjelaskan daerah kesulitan dan mungkin
memprediksi pembangunan masa depan.
Setelah melakukan penelitian, Peneliti menemukan bahwa salah satu
penyebab yang membuat terjadinya sengketa adalah kurangnya komunikasi yang
dilakukan antara Pemerintah dengan para pemilik tanah. Dalam musyawarah yang
seharusnya sebagai tempat dimana para pihak menemukan titik temu antara para
pihak mengenai besaran ganti rugi yang akan diberikan, dalam lapangannya
seringkali digunakan hanya untuk penyampaian besaran penilaian ganti rugi yang
telah dilakukan.
Kata kunci : Tanggung Jawab, Penilai Publik, Pengadaan Tanah
Permbimbing :1. A.M. Hasan Ali, M.A.
2. Fitriani Zein, S.Ag., M.H.
Daftar Pustaka : Tahun 1971 sampai Tahun 2019
vi
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala. yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya serta rahmat shalawat dan salam
untuk junjungan besar Nabi Muhammad SAW. Karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“TANGGUNG JAWAB HUKUM PENILAI PUBLIK TERHADAP
LAPORAN PENILAIANNYA DALAM KEGIATAN PENGADAAN
TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN
UMUM(STUDI ATAS KANTOR JASA PENILAI PUBLIK TOTO
SUHARTO)”.
Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memperoleh gelar sarjana Hukum
pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Skripsi ini
tidak dapat diselesaikan oleh peneliti tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak selama penyusunan skripsi ini berlangsung.
Peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas para
pihak yang telah memberikan peranan secara langsung dan tidak langsung atas
pencapaian yang telah dicapai oleh peneliti, yaitu antara lain kepada yang
terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs.Abu Thamrin, S.H., M.HumSekretaris Program Studi
Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. A.M. Hasan Ali., M.A dan Fitriani Zein, S.Ag., M.H Dosen Pembimbing
yang selalu memberikan arahan dan bantuan kepada Peneliti dalam
menyelesaikan penelitian
vii
4. Dra. Ipah Farihah, M.H. Dosen Pembimbing Akademik Peneliti, saya
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bentuk dukungan
yang telah diberikan hingga saya mampu untuk menyelesaikan studi saya
di Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Pimpinan Perpustakaan yang telah memberikan saya fasilitas yang baik
untuk mengadakan studi kepustakaan, sehingga saya dapat memperoleh
bahan referensi untuk melengkapi penelitian ini.
6. Bapak Shaeful Radian Natapermana S.H Kepala Kantor Jasa Penilai
Publik Toto Suharto Cabang Jakarta Selatan dan karyawan-karyawan
Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto Cabang Jakarta Selatan lainnya
yang telah memberikan data-data untuk keperluan penilitian serta
membantu peneliti dalam menyelesaikan penilitian ini.
7. Ibu Yuli Nur Yanti S.H Biro Hukum PUPR yang telah memberikan data-
data serta buku-buku untuk keperluan penelitian serta selalu
menyemangati peneliti untuk segera menyelesaikan penelitian ini.
8. Keluarga Peneliti khusunya Ayahanda Himawan Wardoyo, Ibunda Ati
Data Gandasari, Tante Titi Aras Sekarwiyati, dan Adik Ghaniyya
Ramadhanti Adhiyasa yang selalu mendoakan segala yang terbaik bagi
peneliti dan selalu mendukung peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini
serta selama menjalankan perkuliahan saya di Program Studi Ilmu Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Pihak-pihak lain yang telah memberikan kontirbusi kepada peneliti dalam
menyelesaikan penelitian tulis ini.
Jakarta, Oktober 2019
Gagah Yaumiyya Riyoprakoso
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ...................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................... iv
ABSTRAK .......................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................................... viii
BAB IPENDAHULUAN .................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah......................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 9
D. Metode Penelitian .................................................................................. 9
E. Sistematika Penulisan .......................................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA TANGGUNG JAWAB HUKUM PENILAI PUBLIK
TERHADAP LAPORAN PENILAIANNYA .................................................... 15
A. Kerangka Konseptual ........................................................................... 15
1. Pengadaan Tanah ........................................................................... 16
2. Kepentingan Umum ....................................................................... 19
3. Profesi Penilai Publik ..................................................................... 20
4. Penilaian ......................................................................................... 21
5. Laporan Penilaian .......................................................................... 23
B. Kerangka Teoritis ................................................................................. 28
1. Teori Tanggung Jawab Hukum ...................................................... 28
2. Teori Kekuasaan Negara ................................................................ 29
3. Teori Tanggung Jawab Hukum ...................................................... 30
C. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ..................................................... 31
BAB IIIPERAN LAPORAN PENILAI PUBLIK DALAM MUSYAWARAH GANTI
RUGI PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DEMI
KEPENTINGAN UMUM ............................................................................. 34
A. Profile Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto dan Rekan ............... 34
B. Ganti Kerugian Dalam Kegiatan Pengadaan Tanah Untuk
Pembangunan Demi Kepentingan Umum............................................ 36
ix
C. Peran Laporan Penilaian Penilai Publik Dalam Musawarah Kegiatan
Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Demi Kepentingan Umum ... 45
BAB IVTANGGUNG JAWAB HUKUMKANTOR JASA PENILAI PUBLIK TOTO
SUHARTO DALAM MELAKUKAN PENILAIANNYA DALAM
KEGIATAN PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM .... 48
A. Tanggung Jawab Hukum Penilai Publik Menurut Hukum Positif ....... 48
B. Hasil Laporan Penilaian Jasa Penilai Publik Toto Suharto Yang
Menyebabkan Timbulnya Sengketa ..................................................... 57
C. Analisis Atas Penilaian Yang Dilakukan Kantor Jasa Penilai Publik
Toto Suharto ......................................................................................... 62
BAB V PENUTUP ........................................................................................................... 69
A. Kesimpulan .......................................................................................... 69
B. Rekomendasi ........................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 71
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara yang begitu luas dan jumlah penduduknya
yang begitu banyak, tentunya setiap warga membutuhkan mobilitas yang
tinggi dalam beraktifitas. Perpindahan penduduk yang bersifat sementara
(komutasi) baik antar kota maupun antar pulau untuk melakukan kegiatan
ekonomi dan sosial tak mungkin lagi dapat dihindari. Pembangunan
infrastruktur adalah salah satu jawaban untuk menghadapinya, antara lain
pembangunan jalan umum, jalan bebas hambatan (tol), rel kereta api,
jembatan, bandar udara, pelabuhan laut, terminal bus, maupun stasiun kereta
api.
Pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum pasti akan
membutuhkan lahan luas yang sering kali akan melewati tanah yang dimiliki
oleh rakyat/penduduk. Dalam hal pengadaan tanah oleh negara untuk
kepentingan umum, maka tanah-tanah yang akan digunakan untuk
kepentingan umum tersebut haruslah “di-tanah-negara-kan” terlebih dahulu
untuk kemudian diberikan dengan sesuatu hak yang sesuai dengan subjek
haknya. Karena itu, para pemegang hak atas tanah baik yang terdaftar maupun
tidak harus melakukan pelepasan tanah, untuk kemudian tanah tersebut
diajukan hak baru atas nama instansi yang membutuhkan tanah.1
Proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
terkait dengan penetapan lokasi yang akan terkena kegiatan pembangunan
untuk kepentingan umum harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, Rencana Pembangunan Nasional/Daerah, Rencana Strategis,
Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah.Oleh karena itu perlu
perencanaan yang matang sebelum dapat melakukan kegiatan pengadaan
tanah untuk kepentingan umum.
1 Julius Sembiring, Tanah Negara (Jakarta: Prenamedia Group, 2016) h. 50
2
Landasan yuridis bagi Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum di
Indonesia sendiri mengacu pada ketentuan dalamUndang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 menyatakan
bahwa “Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara
memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak”.
Pemerintah dan/atau Pemerintah daerah dalam hal ini menjamin tersedianya
tanah bagi kepentingan umum.Kemudian pihak yang berhak wajib
melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum setelah pemberian ganti kerugian atau berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.2
Walaupun memiliki hak atas tanahnya, pemilik hak seringkali tidak
bisa menolak tanahnya dibebaskan oleh Negara demi kepentingan
pembangunan. Hal tersebut dikarenakan walaupun warga menolak tanahnya
dibebaskan, akan tetapi jika Pengadilan memutuskan bahwa tanah warga
tersebut layak untuk dibebaskan maka warga pemilik hak tanah yang akan
dibebaskan wajib untuk melepas hak atas tanah mereka kepada Negara. Dalam
bukunya, Boedi Harsono mengatakan hak milik memberikan wewenang yang
paling luas kepada yang mempunyai hak jika dibandingkan dengan hak-hak
lainnya.3Hal tersebut berlaku selama tidak ada pembatasan-pembatasan dari
pihak penguasa, maka wewenang dari seorang pemilik, tidak terbatas.4Jadi,
walaupun memiliki hak milik atas tanah, penguasa (Negara) dapat
memberikan batasan atau mencabut hak milik tersebut.
Dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menyebutkan bahwa untuk
kepentingan umum, termasuk kepentingan Bangsa dan Negara serta
2Ivan Dotulong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Ditinjau DariI UU No. 2
Tahun 2012. Lex Crimen Vol. V, No. 3, 2016. h. 98 3 Boedi Harsono, Undang-Undang Pokok Agraria Bagian Pertama (Jakarta: Djambatan,
1971) h. 55 4 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendatarannya (Jakarta: Sinar Grafika,
2014) h. 61
3
kepentingan bersama dari Rakyat, hak-hak atas Tanah dapat dicabut, dengan
memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan
Undang-undang. Ketentuan tersebut tidak mengakumulasi ketentuan pada
pasal sebelumnya yakni dalam pasal 4 ayat (1) dan pasal 9 Ayat (2) Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA) yang memperbolehkan dan memungkinkan penguasaan dan
penggunaan tanah secara individual. Lebih lanjut ketentuan pasal 21, 29, 36,
42, dan 45 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang berisikan persyaratan pemegang hak atas
tanah juga menunjukan prinsip Penguasaan dan Penggunaan Tanah secara
individu.5
Namun demikian, hak-hak atas tanah yang individu dan bersifat
pribadi tersebut dalam dirinya terkandung unsur kebersamaan. Hal ini terkait
semua hal atas tanah secara langsung ataupun tidak langsung bersumber pada
Hak Bangsa yang merupakan hak bersama.sifat pribadi hak-hak atas tanah
yang sekaligusmengandung unsur kebersamaan itu dipertegas dalam pasal 6
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (UUPA) yang mana semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Memang salah satu persoalan yang masih dihadapi sehubungan dengan
pelaksanaan kepentingan umum adalah menentukan titik keseimbangan antara
kepentingan umum dan kepentingan pribadi di dalam pembangunan.6
Dalam Peraturan tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum diatur asas-asas yang harus diperhatikan dalam
pengadaan tanah yaitu, asas kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian,
keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan, dan
keselarasan. Asas ini berlandaskan pada tujuan utama pengadaantanah adalah
untuk menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan
5Ivan Dotulong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Ditinjau DariI UU No. 2
Tahun 2012.Lex Crimen Vol. V/No. 3/Mar/2016. h. 98 6Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001) h. 135
4
kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap
menjamin kepentinganhukum pihak yang berhak.Jadi, walaupun Pemerintah
memiliki hak untuk mencabut hak tanah milik masyarakat, Pemerintah harus
tetap mempertibangkan segala aspek berdasarkan asas-asas tersebut sebelum
melakukan pengadaan tanah.
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan
kepentingan masyarakat.Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam hal ini
sebagai pejabat yang bertanggung jawab menjamin tersedianya tanah untuk
kepentingan umum.Pemerintah sebagai perpanjangan tangan rakyat memiliki
wewenang untuk mengatur dan menjamin tersedianya tanah untuk kemudian
dari pengadaan tanah tersebut manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh rakyat
tanpa kecuali.
Huybers dalam bukunya Filsafat Hukum dan Lintasan Sejarah
mendefinisikan kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat sebagai
keseluruhan yang memiliki ciri-ciri tertentu antara lain menyangkut
perlindungan hak-hak individu sebagai warga Negara dan menyangkut
pengadaan serta pemeliharaan sarana publik dan pelayanan public. Sedangkan
menurut pendapatJohn Salindeho, kepentingan umum adalah termasuk
kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, dengan
memperhatikan segi-segi sosial, politik, psikologis dan Hankamnas atas dasar
asas-asas Pembangunan Nasional dengan mengindahkan Ketahanan Nasional
serta Wawasan Nusantara.7
Maria Sumardjono menyatakan bahwa “kepentingan umum selain
harus memenuhi “peruntukkannya” juga harus dapat dirasakan
“kemanfaatannya”. Pemenuhan unsur pemanfaatan tersebut agar dapat
dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan dan/atau secara langsung.Selain
itu, juga perlu ditentukan “siapakah” yang dapat melaksanakan kegiatan
7 John Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan (Jakarta: Sinar Grafika, 1987)
h.40
5
pembangunan untuk kepentingan umum tersebut.Hal tersebut dilakukan untuk
mencegah terjadinya penyelewengan dalam konsep kepentingan umum.8
Sebelum melakukan pengadaan tanah tersebut Instansi yang
memerlukan tanah serta Pemerintah harus melakukan sosialisasi serta
penilaian terhadap tanah yang ingin dibebaskan terlebih dahulu. Dalam Pasal
16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembagunan Demi Kepentingan Umum menyebutkan bahwa:
“Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi berdasarkan
dokumen perencanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 melaksanakan:
a. pemberitahuan rencana pembangunan;
b. pendataan awal lokasi rencana pembangunan; dan
c. Konsultasi Publik rencana pembangunan.”
Setelah mendapat persetujuan dari masyarakat yang tanahnya terkena
kegiatan pengadaan tanah bagi kepentingan umum, Instansi dan Pemerintah
Provinsi memilih Penilai Publik. Untuk melakukan penilaian terhadap tanah
yang dibebaskan, Pemerintah menunjuk Penilai Publik yang bersertifikat
untuk melakukan penilaian terhadap tanah yang ingin dibebaskan yang
nantinya hasil penilaiannya akan dijadikan sebagai dasar musyawarah ganti
rugi antara Pemilik Tanah dengan Instansi yang memerlukan tanah.
Penilai menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor
101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik adalah seseorang yang memiliki
kompetensi dalam melakukan kegiatan penilaian, yang sekurang-kurangnya
telah lulus pendidikan awal penilaian. Sedangkan Penilai Publik adalah Penilai
yang telah memperoleh izin dari Menteri untuk memberikan jasa sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.01/2014
8 Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
(Yogyakarta: Mitra Kebijakan Pertanahan Indonesia, 2004) h. 7
6
ataupenilai eksternal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri
Keuangan di bidang kekayaan negara dan lelang.
Penilai Publik memiliki tugas untuk melakukan penilaian terhadap
lahan milik rakyat yang ingin dibebaskan untuk pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum.Dalam melakukan penilaian tersebut
Penilai Publik harus dapat menilai ganti rugi yang harus diberikan kepada
pemilik tanah secara adil baik dilihat dari segi materiil maupun
imateriil.Penilai Publik harus mengedepankan prinsip kemanusiaan,
keterbukaan dan adil dalam melakukan tugasnya sebagai pihak yang
melakukan penilaian terhadap lahan yang ingin dibebaskan.
Salah satu Kantor Jasa Penilai Publik yang memiliki sejarah panjang
dalam melakukan penilaian pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah
Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto dan Rekan.Kantor Jasa Penilai ini
mulai memberikan jasa penilaian sejak tahun 1984 dan masih memberikan
jasa penilaian sampai saat ini.Walaupun sudah memiliki sejarah dan
pengalaman panjang dalam melakukan penilaian dalam bidang pengadaan
tanah untuk kepentingan umum, hasil penilaian Kantor Jasa ini masih
seringkali disengketakan oleh pemilik tanah.9
Hasil penilaian Penilai Publik merupakan komponen yang sangat
penting dalam melakukan musyawarah ganti rugi pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum antara Instansi yang memerlukan
tanah dengan Pemilik Hak Tanah yang nantinya hasil musyawarah ini akan
menentukan kesuksesan kegiatan pengadaan tanah tersebut. Namun terkadang
dalam lapangannya sering terjadinya perbedaan pendapat antara Pemilik
Tanah dengan Penilai Publik dan Pemerintah mengenai ganti kerugian yang
adil atas tanah yang terkena pengadaan tanah tersebut. Menurut data yang
terdapat pada direktori putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, dalam
periode tahun 2018-2019 terdapat 102 kasus sengketa pengadaan tanah bagi
9Hasil Wawancara Dengan Wakil Kepala Divisi Penilaian Kantor Jasa Penilai Publik Toto
Suharto pada tanggal 19 November 2019
7
kepentingan umum yang didaftarkan serta terdapat 128 kasus sengketa
pengadaan tanah bagi kepentingan umum yang diputus dalam periode tahun
2018-2019 tersebut.10
Sebagian besar sengketa dalam kegiatan pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum tersebut disebabkan karena pemilik
tanah merasa penilaian besaran ganti rugi yang dilakukan oleh Penilai Publik
dianggap kurang adil dan tidak mecakup seluruh kerugian yang dialami para
pemilik tanah.Hal ini tentunya sangat merugikan para pihak yang terkait
dalam kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
ini. Selain memperlambat proses pembangunan yang akan dilakukan, dengan
adanya sengketa akan membuat biaya pembangunan menjadi lebih tinggi serta
opini masyarakat terhadap kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan
umum tersebut menjadi negatif.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul:
“TANGGUNG JAWAB HUKUM PENILAI PUBLIK TERHADAP
LAPORAN PENILAIANNYA DALAM KEGIATAN PENGADAAN
TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN
UMUM(STUDI ATAS KANTOR JASA PENILAI PUBLIK TOTO
SUHARTO)”
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka identifikasi masalah dari
penelitian ini adalah:
10
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum https://putusan3.mahkamahagung.go.id/search.html/?q=%22Pengadaan%20tanah%20untuk%20kepentingan%20umum%22 (diakses pada 19 Januari 2020)
8
a. Kewajiban dan Tanggung Jawab Penilai Publik terhadap hasil
penilaiannya
b. Pengaruh hasil penilaian Penilai Publik terhadap kegiatan pengadaan
tanah
c. Sanksi terhadap Penilai Publik yang melanggar kewajibannya
d. Seringkali masyarakat merasa tidak puas dengan hasil penilaian atas
penilaian ganti rugi tanahnya
e. Faktor yang mempengaruhi sering terjadinya sengketa mengenai ganti
kerugian pengadaan tanah
2. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini dilakukan pembatasan masalah dengan tujuan
untuk memfokuskan penelitian pada masalah utama yang akan diangkat
sehingga didapatkan hasil yang maksimal dari tujuan awal perumusan.
Penelitian ini memfokuskan pada tanggung jawab hukum dan
kewajiban Penilai Publik atas hasil penilaiannya dalam kegiatan pengadaan
tanah oleh Negara bagi pembangunan demi kepentingan umum. Untuk
mempermudah penelitian maka peneliti akan memfokuskan objek
penelitian pada Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto.
3. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang diangkat dalam skripsi mengenai Penilai
Publik yang diharuskan untuk melakukan penilaiannya dengan mengacu
kepada peraturan perundang-udangan yang berlaku.Namun, dalam
lapangannya seringkali timbul sengketa besaran ganti rugi dalam kegiatan
pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang disebabkan laporan
penilaian yang kurang adil. Oleh karena itu pada penelitian ini timbul
pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana tanggung jawab hukum Penilai Publik terhadap laporan
penilaiannya dalam kegiatan pengadaan tanah menurut Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
9
Untuk Kepentingan Umum serta Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 56/PMK.01/2017 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.01/2014
tentang Penilai Publik?
b. Bagaimana Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto dan Rekan
mempertanggungjawabkan laporan penilaiannya jika menimbulkan
sengketa?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian Berikut adalah tujuan penelitian yang telah peniliti
rumuskan:
a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban hukum Penilai Publik atas
laporan penilaiannya
b. Untuk mengetahui bagaimana Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto
mempertanggungjawabkan laporan penilaiannya
2. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
berbagai pihak, diantaranya:
a. Bagi peneliti penelitian ini dapat memberikan informasi yang jelas dan
mendalam mengenai tanggung jawab hukum Penilai Publik
b. Bagi Akademisi penelitian ini dapat dijadikan pembelajaran dan
wawasan tentang tanggung jawab hukum Penilai Publik
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang terdapat pada skripsi ini adalah jenis
penelitian hukum normatif. Menurut Peter Mahmud Marzuki11
, Penelitian
hukum normatif adalah penelitian yang memberikan penjelasan sistematis
aturan yang mengatur suatu kategori hukum tertentu, menganalisis
11
Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, (Kencana Prenada Media Group: Jakarta, 2011) h. 35
10
hubungan antara peraturan menjelaskan daerah kesulitan dan mungkin
memprediksi pembangunan masa depan.
2. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 2 pendekatan penelitian yaitu:
a. Pendekatan Undang-Undang (Statue Approach)
Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum
yang sedang diteliti.Pendekatan perundang-undangan dalam penelitian
hukum memiliki kegunaan baik secara praktis maupun akademis.
Bagi penelitian, pendekatan undang-undang ini akan membuka
kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan
kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang
lainnya atau antara undang-undang dengan Undang-Undang Dasar
atau regulasi dan undang-undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan
suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi seperti
mempelajari pasal-pasal yang mengatur tentang tanggung jawab
Penilai Publik yang terdapat pada Undang- Undang Nomor 2 Tahun
2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik.
b. Pendekatan Kasus (Case Approach)
Pendekatan Kasus (case approach) adalah salah satu jenis
pendekatan dalam penelitian hukum normatif yang peneliti mencoba
membangun argumentasi hukum dalam perspektif kasus konkrit yang
terjadi dilapangan, tentunya kasus tersebut erat kaitannya dengan kasus
atau peristiwa hukum yang terjadi di lapangan.Pendekatan
inidilakukan dengan melakukan telaah pada kasus-kasus yang
berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi.
11
Pendekatan ini digunakan untuk meneliti apakah dalam
lapangannya Penilai Publik sudah menjalankan tanggungjawabnya atas
laporan penilaiannya atau belum.Dalam penelitian ini, peneliti
mengambil kasus sengketa pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan
tol Cengkareng-Batu Ceper-Kunciran yang mempermasalahkan
laporan penilaian yang dilakukan Kantor Jasa Penilai Publik Toto
Suharto.
3. Sumber Data
Berdasarkan sumbernya, peneliti menggunakan data sekunder
dalam penelitian ini.Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil
penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai literatur atau
bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian.12
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum utama dalam penelitian
hukum normatif, yang berupa peraturan perundang-undangan. Dalam
penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah:
1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
2) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik;
3) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
56/PMK.01/2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.01/2014 tentang
Penilai Publik;
4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria
b. Bahan Hukum Sekunder
12
Mukti Fajar, Yulianto Achmad,Dualisme Penelitian Hukum-Normatif dan Empiris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015) h. 34
12
Bahan Hukum Sekunder adalah bahan-bahan yang erat berkaitan
dengan bahan hukum primer dan dapat membantu peneliti menganalisa
dan memahami bahan hukum primer, meliputi:
1) Buku-buku yang membahas tentang Penilai Publik dalam kegiatan
pengadaan tanah
2) Hasil karya ilmiah tentang Penilai Publik dalam kegiatan
pengadaan tanah.
3) Hasil penelitian tentang Penilai Publik.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Library Research
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode
pengumpulan melalu studi dokumen yaitu dengan melakukan
penelitian terhadap berbagai sumber bacaan seperti buku-buku yang
berkaitan dengan kegiatan pengadaan tanah oleh negara demi
pembangunan untuk kepentingan umum, peraturan perudang-undangan
yang terkait dengan pengadaan tanah dan penilai public, pendapat para
ahli dan sarjana, jurnal, dan artikel.
b. Field Research
Dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan metode
pengumpulan data melalui studi lapangan dengan cara terjun langsung
ke lapangan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan pokok
permasalahan seperti mengunjungi Kantor Jasa Penilai Publik Toto
Suharto serta melakukan wawancara dengan Wakil Kepala Kantor Jasa
Penilai Publik Toto Suharto.
5. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Bahan Hukum
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis secara
deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif adalah metode analisa
13
data yang mengelompokan dan menyeleksi data yang diperoleh dari
berbagai sumber dan peristiwa konkrit yang menjadi objek penelitian,
kemudian dianalisa dengan interpretasi penulis menggunakan bahan
hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan
non-hukum diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga
ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab
permasalahan yang dirumuskan. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan
secara deduktif yakni menarik kesimoulan dari suatu permasalahan yang
bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.Selajutnya
setelah bahan hukum diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum
dengan melakukan analisis secara kritis dan mendalam mengenai hal-hal
yang ada di dalam peraturan yang berlaku dengan yang ada di lapangan.
6. Teknik Penulisan
Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode
penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku
Pedoman Penulisan Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.
E. Sistematika Pembahasan
Penyusunan skripsi ini mengacu pada pedoman penulisan skripsi
fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017 dan
dibagi dalam 5 pokok pembahasan yang dibagi dalam tiap bab. Berikut adalah
bagian-bagian pembahasan dalam skripsi ini:
BAB I : Bab satu akandibahaslatarbelakangmasalah,identifikasibatasan
danrumusanmasalah,tujuandanmanfaat penelitian, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Bab dua akan dibahas mengenai Kerangka Konseptual seperti
pengertian pengadaan tanah, pengertian penilai, pengertian
penilaian, pengertian laporan penilaian dan pengertian pihak yang
14
berhak lalu membahas pula Landasan Teoritis yang berupa
kerangkateoritis, dan kajian (review) studi terdahulu.
BAB III : Bab tiga akan dibahas mengenai profil kantor jasa penilai public
yang diteliti, ganti kerugian dalam kegiatan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum, dan peran laporan
penilaian yang dibuat Penilai Publik dalam musyawarah kegiatan
pengadaan tanah.
BAB IV : Bab empat akan dibahas mengenai hasil penelitian dan analisis
tentang tanggung jawab hukum penilai public, sanksi atau
konsekuensi penilai public jika tidak dapat bertanggung jawab,
serta hasil penelitian lapangan atas Kantor Jasa Penilai Publik Toto
Suharto.
BAB V : Bab lima akan membahas mengenai kesimpulan dan saran dari
penulis berdasarkan hasil penelitian.
15
15
BAB II
TANGGUNG JAWAB HUKUM PENILAI PUBLIK TERHADAP
LAPORAN PENILAIANNYA
A. Kerangka Konseptual
Beberapa pengertian yang dijadikan konseptual dalam skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Pengadaan Tanah
Pengadaan Tanah secara umum adalah kegiatan menyediakan
tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada
pihak yang berhak.13
Pengertian pengadaan tanah menurut Imam
Koeswahyono adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh
pemerintah untuk mendapatkan tanah bagi kepentingan tertentu dengan
cara memberikan ganti kerugian kepada si empunya (baik perorangan atau
badan hukum) tanah menurut tata cara dan besaran nominal tertentu.
Sedangkan menurut Boedi Harsono pengadaan tanah adalah Perbuatan
hukum yang berupa melepaskan hubungan hukum yang semula ada antara
pemegang hak dan tanahnya yang diperlukan, dengan pemberian imbalan
dalam bentuk uang, fasilitas atau lainnya, melalui musyawarah untuk
mencapai kata sepakat antara pemilik tanah dan pihak yang
memerlukannya. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan
menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan
tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
Dalam Undang-Undang sendiri istilah pengadaan tanah
dipergunakan pertama kali di dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun
1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum.
13
Rahayu Subekti, Kebijakan Pemberian Ganti Kerugian Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembagunan Untuk Kepentingan Umum, Yustisia. Vol. 5 No. 2, 2016, h.381
16
Di dalam ketentuan Pasal 1 angka 1, Pengadaan Tanah didefinisikan
sebagai berikut:
“Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah
dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang berhak atas tanah
tersebut”.
Pada tahun 2012 pemerintah memberlakukan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 99
Tahun 2014 Atas perubahan kedua Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Di dalam ketentuan Pasal 1
angka 2 Pengadaan Tanah diartikan sebagai berikut:
“Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara
memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak”
Aktivitas pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan secara
teoritik didasarkan pada prinsip/asas tertentu dan terbagi menjadi dua
subsistem:
1) pengadaan tanah oleh pemerintah karena kepentingan umum;
2) pengadaan tanah oleh pemerintah karena bukan kepentingan umum
(komersial).
Pada hakikatnya pengadaan tanah adalah14
perbuatan pemerintah
untuk memperoleh tanah untuk kepentingan umum yang ditempuh
berdasarkan musyawarah untuk mencapai kesepakatan mengenai
pelepasan hak dan ganti rugi sebelum ditempuhnya pencabutan hak.Hasil
dari musyawarah inilah yang kemudian menjadi dasar bagi pembayaran
ganti rugi.
14
Rahayu Subekti, Kebijakan Pemberian Ganti Kerugian Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembagunan Untuk Kepentingan Umum, Yustisia. Vol. 5 No. 2, 2016, h.382
17
Di Indonesia terdapat dua jenis pengadaan tanah, pertama
pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan yang kedua pengadaan
tanah untuk kepentingan swasta yang meliputi kepentingan komersial dan
bukan komersial. Berikut penjelasan lebih lanjut:
a. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum
Pengertian pengadaan tanah untuk kepentingan umum pertama kali
disebutkan dalam Keppres Nomor 55 Tahun 1993. Berdasarkan Pasal 1
ayat 3 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 yang dimaksud dengan
kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat,
selanjutnya dalam Pasal 5 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 dijelaskan
bahwa Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dibatasi untuk
kegiatan pembangunan yang dilakukan Pemerintah dan selanjutnya
dimiliki oleh Pemerintah. Dengan demikian pengertian pengadaan tanah
untuk kepentingan umum menurut Keppres Nomor 55 Tahun 1993
adalah kegiatan pengadaan tanah yang dilakukan untuk melakukan
pembangunan yang ditujukan untuk kepentingan seluruh lapisan
masyarakat.
Menurut John Selimdeho kepentingan umum adalah termasuk
kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama rakyat
dengan memperhatikan segi-segi social, politik, psikologis, dan
hankamnas atas dasar asas-asas pembangunan nasional ketahanan
nasional serta wawasan nusantara. Sedangkan menurut Maria S.W.
Sumardjono, pembicaraan tentang pengadaan tanah untuk kepentingan
umum pada umumnya berkisar pada tiga permasalahan pokok, yakni
batasan/definisi kepntingan umum, mekanisme penaksiran harga tanah
dang anti kerugian, serta tata cara pengadaan tanah yang harus
ditempuh.15
15
Nurus Zaman, Politik Hukum Pengadaan Tanah (Bandung: PT, Refika Aditama, 2016) h. 130
18
Menurut Adrian Suredi ada tiga prinsip yang dapat dikatakan
bahwa suatu kegiatan benar-benar dilakukan untuk kepentingan umum,
yaitu:16
1) Kegiatan tersebut benar-benar dimiliki oleh pemerintah.
Mengandung batasan bahwa kegiatan kepentingan umum tidak
dimiliki oleh perorangan atau swasta, Dengan kata lain, swasta dan
perorangan tidak dapat memiliki jenis-jenis kegiatan kepentingan
umum yang membutuhkan pembebadan tanah-tanah hak maupun
tanah negara.
2) Kegiatan pembangunan terkait dilakukan oleh pemerintah.
Memberikan batasan bahwa proses pelaksanaan dan pengelolaan
suatu kegiatan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan oleh
pemerintah.
3) Kegiatan tersebut dilakukan tidak untuk mencari keuntungan.
Fungsi suatu kegiatan untk kepentingan umum sehingga benar-
benar berbeda dengan kepentingan swasta yang bertujuan mencari
keuntungan sehingga berkualifikasi bahwa kegiatan untuk
kepentingan umum sama sekali tidak boleh mencari keuntungan.
b. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Swasta
Berbeda dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang
tidak untuk mencari keuntungan, pengadaan tanah untuk kepentingan
swasta dilakukan murni untuk mencari keuntungan.Pengadaan tanah
untuk kepentingan swasta adalah kegiatan pengadaan tanah yang
dilakukan oleh swasta yang diperuntukan memperoleh keuntungan
semata, sehingga peruntukan dan kemanfaatannya hanya dapat
dirasakan oleh pihak-pihak tertentu yang berkepentungan saja bukan
semua lapisan masyarakat.Sebagai contoh pengadaan tanah untuk
16
Adrian Suredi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan (Jakarta: Sinar Grafika, 2008) h.45
19
pembangunan perumahan, hotel, pertokoan, mall dan pembangunan
lainnya yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan pihak tertentu.
2. Kepentingan Umum
Istilah kepentingan umum menjadi titik sentral dari kegiatan
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.Pengertian
kepentingan umum menurut S.W Sumardjono adalah sebagai kepentingan
seluruh lapisan masyarakat, sedangkan mengenai kegiatan pembangunan
yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki oleh pemerintah, serta tidak
digunakan untuk mencari keuntungan.17
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
menjelaskan bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil,
makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah perlu
menyelenggarakan pembangunan. Salah satu upaya pembangunan dalam
kerangka pembangunan nasional yang diselenggarakan Pemerintah adalah
pembangunan untuk kepentingan umum.
Pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan oleh
Pemerintah dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar
1945, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, karena
Pemerintah mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap
masyarakat, bangsa dan negara. Namun walaupun dilakukan untuk
kepentingan masyarakat banyak, Pemerintah tidak boleh mengabaikan hak
pemilik tanah yang terkena pembangunan.Oleh karena itu pembangunan
untuk kepentingan umum adalah pembangunan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah. Pengadaan tanah dilakukan oleh Pemerintah dengan cara
memberikan ganti rugi yang layak dan adil bagi pemilik tanah.18
17
Maria SW Soemardjono, Kebijakan Pertanahan, Antara Regulasi dan Implementasi (Jakarta: Kompas, 2001) h.73
18 HM Arba, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum (Jakarta: Sinar Grafika,
2019) h.22-23
20
3. Profesi Penilai Publik
Secara umum, Penilai adalah mereka yang memahami dan
menerapkan disiplin ilmu ekonomu khususnya berkaitan dengan
penyiapan dan pelaporan suatu penilaian.Sebagai seorang yang
professional, Penilai harus memenuhi persyaratan pendidikan, pelatihan,
kompetensi dan meningkatkan keterampilan professional secara terus
menerus.Mereka juga harus menunjukan sikap moral yang tinggi dengan
menjunjung Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI), melakukan praktek
penilaian secara professional dengan mengacu kepada Standar Penilaian
Indonesia (SPI).19
Penilai harus memiliki kompetensi didalam melaksanakan
pekerjaan penilaian untuk pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam Kode Etik
Penilai Indonesia (KEPI) dan Standar Penilaian Indonesia (SPI). Dalam
pemenuhan dasar kompetensi tersebut, Penilai secara terus menerus
menjaga dan meningkatkan pengetahuannya melalui program CPD
(Continuing Professional Development) yang diselenggarakan oleh
Asosiasi Profesi Penilai dan lembaga kompeten lainnya yang diakui oleh
Asosiasi Profesi Penilai.
Penilai Publik adalah orang perseorangan yang melakukan
penilaian secara independen dan profesional yang telah mendapat izin
praktik penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapat lisensi dari
Lembaga Pertanahan untuk menghitung nilai/harga objek pengadaan
tanah.Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
101/PMK.01/2014 disebutkan bahwa Penilai Publik adalah Penilai yang
telah memperoleh izin dari Menteri untuk memberikan jasa sebagaimana
diatur dalam Peraturan MenteriKeuangan Republik Indonesia Nomor
101/PMK.01/2014 tersebut.
19
Petunjuk Teknis Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (SPI 306) butir 1.5
21
Di Indonesia Profesi Penilai telah dikenal sejak jaman penjajahan,
yang mana profesi tersebut hanya dipahami oleh kalangan terbatas saja,
baik pengguna dan praktisinya. Penilaian jaman kolonial itu dikenal
dengan nama klasiran dan hasil penilaiannya berbentuk kelas-kelas tanah
dan lebih dikonsentrasikan pada penilaian tanah pertanian/sawah/kebun
untuk tujuan perpajakan, yang pada masa penjajahan dikenal dengan Land
Rente, kemudian di zaman Raffles dikenal Land Rent, selanjutnya menjadi
Pajak Hasil Bumi, Ipeda dan terakhir Pajak Bumi dan Bangunan, dan
petugas penilainya dikenal dengan nama Mantri Klasir. Pada masa itu
Profesi Penilai banyak berkiprah di instansi pemerintah, yang tidak hanya
bekerja di bidang perpajakan saja tetapi juga berkiprah di instansi lainnya,
seperti: juru taksir pada Instansi Pegadaian untuk menentukan nilai pasar
properti yang diagunkan di pegadaian, di Instansi Lelang Negara untuk
menentukan nilai lelang properti yang akan dilelang.
4. Penilaian
Pengertian Penilaian secara umum adalah proses pekerjaan penilai
dalam memberikan opini tertulis mengenai nilai ekonomi pada saat
tertentu. Istilah penilaian berasal dari kata nilai.20
Nilai adalah daya tukar
suatu barang atau jasa untuk memperoleh barang atau jasa lain yang
diukur secara kuantitatif dengan jumlah satuan barang atau uang. Menurut
Sulaeman Rahman Nidar, Penilaian adalah suatu prosedur yang sistematik
yang dilaksanakan guna memperoleh jawaban atas pertanyaan klien
tentang nilai suatu property atau objek.21
Istilah nilai sering digunakan
dalam berbagai konteks, sehingga makna yang dihasilkan akan berbeda-
beda. Oleh karena itu, definisi nilai secara rinci akan memudahkan tugas
penilaian. Perubahan dalam mengartikan definisi nilai dapat bepengaruh
besar terhadap nilai.
20
Joni Emirzon, Aspek-Aspek Hukum Perusahaan Jasa Penilai (Jakarta: Gramedia, 2000) h.8
21 Sulaeman Rahman Nidar, Etika Bisnis: Tinjauan Pada Etika Profesi Penilai (Bandung:
Lembaga Penerbit Laboratorium Akuntansi FPEB UPI, 2012) h.7
22
Dalam Penilaian, nilai yang paling umum digunakan sebagai dasar
acuan suatu penilaian adalah nilai pasar karena nilai pasar merupakan
dasar penilaian.22
Nilai pasar adalah perkiraan jumlah uang yang dapat
diperoleh dari suatu transaksi jual beli atau hasil yang dapat diperoleh dari
pertukaran suatu aset. Dari hasil penilaian yang dilakukan tersebut,
seorang penilai akan menghasilkan suatu perkiraan besar nilai atas objek
yang dinilainya tersebut.
Nilai atas suatu objek dapat berubah dari waktu ke waktu.Nilai atas
suatu objek dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti adanya peraturan
yang mengatur objek tersebut, kondisi perekonomian masyarakat maupun
pengaruh alam. Berikut penjelasan lebih lanjut:
a. Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah
Nilai atas suatu objek akan sangat berpengaruh apabila objek tersebut
apabila ada suatu Undang-Undang atau Peraturan yang mengaturnya.
Seperti nilai suatu ganti rugi tanah yang terkena kegiatan pengadaan
tanah akan berbeda dengan nilai suatu tanah dalam kegiatan jual beli
biasa. Hal ini karena Penilai Publik dalam melakukan penilaiannya
harus selalu mengikuti peraturan perundang-undangan yang
berlaku.Hal ini untuk menghindari kemugkinan melakukan kesalahan
dalam melakukan penilaian.
b. Kondisi Perekonomian Masyarakat
Kondisi perekonomian masyarakat di suatu daerah juga menentukan
nilai atas suatu objek. Nilai atas suatu objek akan relatif lebih tinggi di
daerah dengan kondisi perekonomian masyarakat yang tinggi jika
dibanding dengan nilai atas suatu objek di daerah dengan kondisi
perekonomian masyarakat yang lebih rendah.Hal ini juga penting
diperhatikan Penilai Publik untuk menghindari kesalahan penilaian.
22
Joni Emirzon, Aspek-Aspek Hukum Perusahaan Jasa Penilai (Jakarta: Gramedia, 2000) h.10
23
c. Kondisi Alam
Kondisi alam sekitar suatu objek juga berperan penting dalam
menentukan besaran nilai objek tersebut. Seperti contoh, tanah yang
berada pada daerah yang cenderung sering terjadinya longsor atau
bencana alam lainnya akan bernilai lebih rendah dibandingkan dengan
tanah yang berada pada daerah yang tidak pernah longsor atau bencana
alam lainnya.23
5. Laporan Penilaian
Laporan Penilaian merupakan suatu dokumen yang mencantumkan
instruksi penugasan, tujuan dan dasar penilaian, dan hasil analisis yang
menghasilkan opini nilai. Suatu laporan penilaian dapat juga menjelaskan
proses analisis yang dilakukan dalam pelaksanaan penilaian, dan
menyatakan informasi penting yang digunakan dalam analisis. Penilaian
untuk keperluan ganti kerugian meliputi:
a. Ganti kerugian fisik (material) tanah dan/atau bangunan dan/atau
tanamandan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.
b. Ganti kerugian non fisik (immaterial) terdiri dari penggantian terhadap
kerugianpelepasan hak dari pemilik tanah yang akan diberikan dalam
bentuk uang(premium), serta kerugian lainnya yang dapat dihitung
meliputi biaya transaksi,bunga (kompensasi masa tunggu), kerugian
sisa tanah, dan jenis kerugian lainnyayang dinyatakan oleh pemberi
tugas dalam surat perjanjian kerja.
Dalam Petunjuk Teknis SPI 306 menyebutkan bahwa dalam suatu laporan
penilaian harus menvantumkan hal-hal sebagai berikut:
a. Status Penilai
Bila tidak ditentukan lain, maka status Penilai dalamkepentingan
penugasan ini adalah Penilai independendan profesional sebagaimana
23
Benny Supriyanto, Appraisal 1 (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1997) h.7-15
24
yang dimaksud olehperaturan dan ketentuan yang berlaku (UU Nomor
2/2012).Penilai harus mencantumkan statusnya berikut denganKantor
Jasa Penilai Publik atau institusinya.Laporan penilaian ini wajib
mencatumkan tanda tanganPenilai yang bertanggung jawab sesuai
dengan pengaturan dalam Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) dan
Standar Penilaian Indonesia (SPI).Jika Penilai memperoleh bantuan
tenaga ahli dan/atauPenilai lainnya dalam kaitannya penugasan
penilaianuntuk pengadaan tanah sebagaimana diatur oleh Standar
Penilaian Indonesia (SPI),maka sifat bantuan dan sejauh mana
pekerjaandilakukan, disampaikan dalam laporan.
b. Pemberi Tugas dan Pengguna Laporan
Laporan harus ditujukan kepada Pemberi Tugas dalam halini adalah
Lembaga Pertanahan atau pihak terkaitlainnya sesuai Lingkup
Penugasan. Pencantuman namaPemberi Tugas dan Pengguna Laporan
harus jelas dandilengkapi alamatnya.
c. Maksud dan Tujuan Penilaian
Maksud dan Tujuan penilaian harus dinyatakan secarajelas.Tujuan
penilaian adalah alasan Pemberi Tugasmembutuhkan penilaian,
misalnya untuk tujuan pengadaantanah bagi kepentingan
umum.Maksud penilaian adalah memberikan dasar penilaiansesuai
dengan tujuan penilaian dalam hal ini adalah opiniNilai Penggantian
Wajar.Bila tidak dinyatakan lain maka kalimat lengkap yangdapat
dikutip adalah sebagai berikut; ”memberikan opiniNilai Penggantian
Wajar yang akan digunakan untuktujuan pengadaaan tanah bagi
pembangunan untukkepentingan umum”.
d. Objek Penilaian
Penilaian pengadaan tanah dapat dipahami sebagaipenilaian atas objek
properti yang dilihat secara individuatau bidang per bidang.Maka objek
penilaian dimaksuddibuat dalam daftar yang mengidentifikasikan setiap
25
unit.Apabila mencakup penilaian terpisah untuk objek fisik danobjek
non fisik lainnya, maka penjelasan atas objekdimaksud harus
diidentifikasikan sebagaimana disepakatidan disetujui dengan Pemberi
Tugas.
e. Bentuk Kepemilikan
Kepentingan hak kepemilikan atau penguasaan dariproperti harus
dinyatakan sesuai informasi dari LembagaPertanahan, sebagaimana
yang diatur dalam peraturandan perundangan yang berlaku.
f. Dasar Nilai
Tujuan penilaian akan menentukan dasar nilai yangdigunakan. Dasar
nilai harus dinyatakan dandidefinisikan secara lengkap di dalam laporan
penilaian.
g. Tanggal Penilaian
Tanggal penilaian harus dinyatakan di dalam laporan sebagaimana
dimaksud dalam Lingkup Penugasan danmerupakan tanggal pada saat
nilai diberlakukan,dimana seluruh parameter dan asumsi penilaian
diambilpada tanggal tersebut.Tanggal penilaian untuk kepentingan
pengadaan tanahdidasarkan kepada tanggal penetapanlokasi yang
dilakukan oleh Gubernur atau pihak resmilainnya berdasarkan
ketentuan yang berlaku.Penting bagi Penilai untuk memberikan
pemahamankepada Pemberi Tugas dan Pengguna laporan bahwanilai
properti dapat berubah dalam satuan waktu,sehingga nilai yang berlaku
pada suatu tanggal tertentumungkin tidak berlaku pada tanggal yang
lain.
h. Mata Uang Yang Digunakan
Hasil penilaian yang dinyatakan dalam kegiatan pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum ini harus dalam mata
uangRupiah, sesuai dengan yang disebutkan pada LingkupPenugasan.
26
i. Investigasi
Investigasi yang dilakukan meliputi inspeksi, penelaahan,penghitungan
dan analisis yang bertujuan untukmenghasilkan kesimpulan penilaian
yang dapatdipercaya.
j. Sifat dan Sumber Informasi Yang Dapat Diandalkan
Seluruh informasi yang digunakan tanpa perludiverifikasi dapat terdiri
dari data yang diberikan olehpemberi tugas yang berhubungan dengan
pengadaantanah.Data dimaksud bersumber dari hasil inventarisasidan
identifikasi oleh pihak Lembaga Pertanahan.
k. Asumsi dan Asumsi Khusus
Asumsi khusus dibuat apabila terdapat ketidak pastianinformasi yang
antara lain berkaitan dengan karakteristikfisik, legal dan ekonomi dari
properti, serta kondisieksternal properti seperti kondisi/tren pasar
atauintegritas data yang digunakan dalam analisis.
l. Pendekatan Penilaian
Pendekatan penilaian yang digunakan dan alasanpemilihannya pada
proses implementasi, harusdiungkapkan secara jelas di dalam laporan
penilaian.
m. Kesimpulan Penilaian
Hasil penilaian dapat disusun per objek penilaian, denganmasing-
masing dicantumkan jumlah nominal dalam matauang
rupiah.Kesimpulan penilaian ditampilkan secara jelas,
mudahdimengerti dan tidak menimbulkan kesalahpahaman.
n. Persetujuan Publikasi
Apabila terdapat kebutuhan akan pernyataan untukdipublikasikan, hal
ini harus dituangkan oleh Penilai Publik dalam dokumenterpisah yang
dapat merupakan lampiran dari laporanpenilaian (Consent Letter) yang
dibuat.
27
o. Konfirmasi Bahwa Penilaian Sesuai Kode Etik Penilai Indonesia
(KEPI) dan Standar Penilaian Indonesia (SPI)
Setiap penugasan dan pelaporan penilaian sebagaimana dimaksud oleh
SPI 306 wajib dapat dikonfirmasi bahwa penilaian dimaksud dilakukan
berdasarkan kepada KEPI dan SPI.
p. Deskripsi Uraian Properti
Uraian properti didiskripsikan secara jelas dalammendukung analisis,
opini dan kesimpulan dalam laporan.
q. Tinjauan Pasar
Penilai harus memberikan gambaran mengenai
tingkatpermintaan/penawaran, tren harga dan indikator pasarlainnya
untuk memberikan gambaran pasar dari property yang dinilai.
r. Pernyataan Penilai
Lembar Pernyataan Penilai harus mencantumkan namasemua Penilai
dan tenaga ahli yang terlibat (termasukpenanggung jawab laporan),
nomor izin Penilai Publik(bagi Penilai Publik), nomor keanggotaan
asosiasi (bagisemua tim Penilai), kualifikasi profesional (bagi
tenagaahli) dan jabatan dalam penugasan (termasuk tim darikonsorsium
bila ada).
s. Kondisi dan Syarat Pembatasan
Dalam laporan penilaian harus menyatakan ada batasan dalam
penyampaiankesimpulan penilaian.
t. Nama, Kualifikasi, dan Tanda Tangan Penilai
Lembar Surat Pengantar perlu mencantumkan namapenanggung jawab
laporan, nomor izin Penilai Publik danjabatannya.Lembar surat
pengantar harus ditandatangani olehpenanggung jawab laporan (Penilai
Publik) dan lembarPernyataan Penilai harus ditandatangani oleh
semuaPenilai dan tenaga ahli yang terlibat (termasukpenanggung jawab
28
laporan), yang merupakan buktipersonal yang mengindikasikan
keaslian penilaian yangdilaksanakan dan bersifat sebagai pernyataan
tanggungjawab atas isi, analisis dan kesimpulan penilaian.
B. Kerangka Teoritis
Teori Hukum yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Teori Tanggung Jawab Hukum
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab
adalah kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa
boleh dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan. Dalam kamus hukum,
tanggung jawab adalah suatu keseharusan bagi seseorang untuk
melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya. Selanjutnya menurut
Titik Triwulan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal
yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut
orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang
lain untuk memberi pertanggungjawabannya. Menurut Amad Sudiro teori
tanggung jawab dibagi menjadi 3 yaitu tanggung jawab berdasarkan
adanya unsure kesalahan, berdasarkan praduga dan mutlak.24
Konsep tanggung jawab hukum berkaitan erat dengan konsep hak
dan kewajiban.Konsep hak merupakan suatu konsep yang menekankan
pada pengertian hak yang berpasangan dengan pengertian
kewajiban. Pendapat yang umum mengatakan bahwa hak pada seseorang
senantiasa berkorelasi dengan kewajiban pada orang lain.25
Sebuah konsep yang berkaitan dengan konsep kewajiban hukum
adalah konsep tanggung jawab (pertanggung jawaban) hukum.Bahwa
seseorang bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan tertentu atau
bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, artinya dia bertanggung
24
HM Arba, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum (Jakarta: Sinar Grafika, 2019) h.215
25Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000) h.55
29
jawab atas suatu sanksi bila perbuatannya bertentangan dengan peraturan
yang berlaku.
Menurut Hans Kelsen dalam teorinya tentang tanggung jawab
hukum menyatakan bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum
atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab
hukum, subjek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi
dalam hal perbuatan yang bertentangan.26
2. Teori Kekuasaan Negara
Konsep Penguasaan Negara berkaitan erat dengan beberapa teori
kekuasaan negara. Diantaranya yaitu teori kekuasaan negara yang
dikemukakan oleh Van Vollenhoven, Negara sebagai organisasi tertinggi
dari bangsa yang diberi kekuasaan untuk mengatur segala-galanya dan
Negara berdasarkan kedudukannya memiliki kewenangan untuk peraturan
hukum. Berdasarkan teori kekuasaan Negara yang dikemungkakan oleh
Van Vollenhoven dan J.J. Rousseau, secara teoritik disimpulkan oleh J.
Ronald Mawuntu bahwa kekuasaan Negara atas sumber daya alam
bersumber dari rakyat yang dikenal dengan hak bangsa. Negara dalam hal
ini dipandang sebagai yang memiliki karakter sebagai suatu lembaga
masyarakat umum, sehingga kepadanya diberikan wewenang atau
kekuasaan untuk mengatur, mengurus dan memelihara (mengawasi)
pemanfaatan seluruh potensi sumber daya alam yang ada dalam
wilayahnya secara intensif.27
Rumusan pengertian dikuasai oleh negara menurut Mohammad
Hatta adalah bahwa dikuasai oleh negara tidak berarti negara sendiri
menjadi pengusaha, usahawan atau ordernemer, lebih tepat dikatakan
bahwa kekuasaan negara terdapat pada membuat peraturan guna
26
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, (Bandung: PT. Raha Grafindo Persada Bakti, 2006) h. 81
27J. Ronald Mawuntu, Konsep Penguasaan Negara Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 dan
Putusan Mahkamah Konstitusi. Penelitian dalam kumpulan jurnal edisi Vol.XX/No.3/April-Juni/2012., h.15
30
kelancaran jalan ekonomi, peraturan yang melarang pula penghisapan
orang yang lemah oleh orang yang bermodal.28
3. Teori Negara Hukum
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, bahwa “Negara
Indonesia negara hukum”. Negara hukum dimaksud adalah negara yang
menegakan supermasi hukum untuk menegakan kebenaran dan keadilan
dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan Negara Hukum
ialah negara yang berediri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada
warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi terciptanya
kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada
keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia
menjadi warga negara yang baik. Demikian pula peraturan hukum yang
sebenarnya hanya ada jika peraturan hukum itu mencerminkan keadilan
bagi pergaulan hidup antar warga negaranya.29
Menurut Dicey, bahwa berlakunya konsep kesetaraan dihadapan
hukum (equality before the law), di mana semua orang harus tunduk
kepada hukum, dan tidak seorang pun berada di atas hukum (above the
law). Konsep due process of law yang prosedural pada dasarnya didasari
atas konsep hukum tentang keadilan yang fundamental (fundamental
fairness). Perkembangan due process of law yang prossedural merupakan
suatu proses atau prosedur formal yang adil, logis dan layak, yang harus
dijalankan oleh yang berwenang, misalnya dengan kewajiban membawa
surat perintah yang sah, memberikan pemberitahuan yang pantas,
kesempatan yang layak untuk membela diri termasuk memakai tenaga ahli
28
Mohammad Hatta, Penjabaran Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: Mutiara, 1977) h.28
29Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Sinar
Bakti, 1988) h. 153
31
seperti pengacara bila diperlukan, menghadirkan saksi-saksi yang cukup,
memberikan ganti rugi yang layak dengan proses negosiasi atau
musyawarah yang pantas, yang harus dilakukan manakala berhadapan
dengan hal-hal yang dapat mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak
dasar manusia, seperti hak untuk hidup, hak untuk kemerdekaan atau
kebebasan (liberty), hak atas kepemilikan benda, hak mengeluarkan
pendapat, hak untuk beragama, hak untuk bekerja dan mencari
penghidupan yang layak, hak pilih, hak untukberpergian kemana dia suka,
hak atas privasi, hak atas perlakuan yang sama (equal protection) dan hak-
hak fundamental lainnya.30
C. Tinjauan (Review) Kajian) Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penilitian ini, penelitiakan
menyertakan penelitian terdahulu sebagai perbandingan tinjauan kajian materi
yang akan dibahas yakni:
1. Skripsi dengan judul “Mekanisme Pengadaan Dan Konsinyasi Ganti Rugi
Tanah Oleh Pemerintah Terkait Dengan Pembangunan Jalan Umum
(Studi Kasus Pelebaran Jalan Ciater-Rawa Mekar Jaya)”.31
Penelitian ini
difokuskan kepada mekanisme pemberian ganti rugi terhadap pemilik hak
tanah atas kegiatan pengadaan tanah. Skripsi ini memiliki persamaan
dengan penelitian yang peneliti teliti yaitu membahas tentang pengadaan
tanah.
Terletak perbedaan, karena skripsi tersebut hanya difokuskan kepada
mekanisme pemberian ganti rugi terhadap pemilik hak tanah atas kegiatan
pengadaan tanah.Penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu hanya
berfokus mengenai tanggungjawab hukum Penilai Publik terhadap hasil
30
Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rehctstaat) ,(Refika Aditama: Bandung, 2009) h. 207
31Mohamad Fahmi Burhanudin, Mekanisme Pengadaan Dan Konsinyasi Ganti Rugi Tanah
Oleh Pemerintah Terkait Dengan Pembangunan Jalan Umum (Studi Kasus Pelebaran Jalan Ciater-Rawa Mekar Jaya) http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/30179 (diakses pada 15 November 2019)
32
penelitiannya dalam pengadaan tanah.Skripsi ini memiliki persamaan
dengan penelitian yang peneliti teliti yaitu tentang pengadaan tanah.
2. Skripsi dengan judul “Mekanisme ganti kerugian dalam pengadaan tanah
berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum (studi Putusan
Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 129/Pdt.P/2017/PN.TNG.)”.32
Penelitian ini difokuskan kepada mekanisme pemberian ganti rugi
terhadap pemilik hak tanah atas kegiatan pengadaan tanah menurut
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012. Skripsi ini memiliki persamaan
dengan penelitian yang peneliti teliti yaitu tentang pengadaan tanah.
Terletak perbedaan, karena skripsi tersebut hanya difokuskan kepada
mekanisme pemberian ganti rugi terhadap pemilik hak tanah atas kegiatan
pengadaan tanah menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012.
Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu lebih berfokus
mengenai tanggungjawab hukum Penilai Publik terhadap hasil
penelitiannya dalam pengadaan tanah.
3. Jurnal yang yang berjudul “Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012”.33
Penelitian ini
difokuskan kepada bagaimana Pengaturan Pemerintah dalam hal
melaksanakan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012.Jurnal ini memiliki
persamaan dengan penelitian yang peneliti teliti yaitu tentang pengadaan
tanah.
32
Nadia Luthfiyah, Mekanisme ganti kerugian dalam pengadaan tanah berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum (studi Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 129/Pdt.P/2017/PN.TNG.)http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/44179 (diakses pada 15 november 2019)
33Ivan Dotulong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Ditinjau DariI UU No. 2
Tahun 2012. Lex Crimen Vol. V, No. 3, 2016
33
34
BAB III
PERAN LAPORAN PENILAI PUBLIK DALAM MUSYAWARAH GANTI
RUGI PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK
KEPENTINGAN UMUM
A. Profile Kantor Jasa Penilai Pub;ik Toto Suharto dan Rekan
Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto dan Rekan merupakan Kantor
Jasa Penilai Publik yang memiliki sejarah panjang dalam memberikan jasa
penilaian.Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto dan Rekan (TnR) awalnya
adalah PT Actual Kencana Appraisal (AKA) yang telah aktif dalam usaha
penilaian sejak Tahun 1984. Pada tahun 2007PT Actual Kencana
Appraisal(AKA) berubah menjadi Usaha Jasa Penilai Toto Suharto dan Rekan
mengikuti Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang jasa penilai
publik di Indonesia. Toto Suharto dan Rekan ditetapkan sebagai Kantor Jasa
Penilai Publik resmi berdasarkan Surat Ijin Usaha Kantor Jasa Penilai Publik
(SIUKJPP) Nomor 2.09.0055 yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 1009/KM.1/2009 Tanggal 28 Juli 2009. Kantor Jasa Penilai
Publik Toto Suharto dan Rekan saat ini memiliki karyawan lebih dari 150
orang atau sekitar 400 orang termasuk cabang dan perwakilan, dan termasuk
diantaranya adalah sekitar di atas 70 orang penilai dari berbagai macam
disiplin ilmu, yang memastikan bahwa Kantor Jasa Penilai Publik Toto
Suharto dan Rekan (TnR) mampu dan siap melaksanakan pekerjaannya sesuai
dengan ruang lingkup yang disepakati secara profesional.
Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto dan Rekan memberikan dua
jenis jasa di bidang penilaian properti, yaitu penilaian property sederhana dan
penilaian properti. Bidang jasa penilaian properti sederhana yang diberikan
Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto dan Rekan meliputi penilaian-
penilaian seperti:
1. Tanah kosong untuk permukiman paling luas 5.000 (lima ribu) meter
persegi yang diperuntukkan untuk 1 (satu) unit rumah tinggal
35
2. 1 (satu) unit apartemen, rumah tinggal, rumah toko, rumah kantor, atau
kios
3. Peralatan dan perlengkapan bangunan yang merupakan bagian yang terikat
pada apartemen, rumah tinggal, rumah toko, rumah kantor, atau kios
4. 1 (satu) unit mesin individual yang digunakan pada rumah tinggal, rumah
toko, atau rumah kantor, termasuk pembangkit tenaga listrik (genset) dan
pompa air
5. 1 (satu) unit alat transportasi dengan klasifikasi mobil penumpang, mobil
beban, dan sepeda motor, yang bukan merupakan suatu armada angkutan
Selain itu Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto dan Rekan juga
memberikan jasa penilaian property. Bidang jasa penilaian properti yang
diberikan Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto dan Rekan meliputi
penilaian-penilaian seperti:
1. Tanah dan bangunan beserta kelengkapannya, serta pengembangan lainnya
atas tanah
2. Mesin dan peralatan termasuk instalasinya yang dirangkai dalam satu
kesatuan dan/atau berdiri sendiri yang digunakan dalam proses produksi
3. Alat transportasi, alat berat, alat komunikasi, alat kesehatan, alat
laboratorium dan utilitas, peralatan dan perabotan kantor, dan peralatan
militer
4. Perangkat telekomunikasi termasuk peralatan pemancar dan penerima
jaringan, satelit, dan stasiun bumi
5. Pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan
6. Pertambangan34
Dalam hal kegiatan pengadaan tanah demi pembangunan demi
kepentingan umum, Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto dan Rekan sering
dipercaya oleh Pemerintah untuk melakukan penilaian ganti rugi atas tanah
masyarakat yang terkena kegiatan tersebut.Kantor Jasa Penilai Publik Toto
34
Toto Suharto dan Rekan, Jasa dan Layanan https://www.tnr.co.id/ (diakses pada 20 September 2019)
36
Suharto dan Rekan dalam melakukan penilaiannya selalu mengedapankan
asas-asas pengadaan tanah serta menjadikan Petunjuk Teknis Standar
Penilaian Indonesia 306 serta Kode Etik Penilai Indonsesia sebagai
pedoman.Seringkali selama melakukan penilaian dan setelah melakukan
penilaian, terdapat konflik antar pihak mengenai besaran ganti rugi yang akan
dibayarkan.
B. Ganti Kerugian Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Demi
Kepentingan Umum
Hak menguasai negara atas tanah tujuannya semata-mata untuk untuk
kemakmuran rakyat, ini menunjukkan secara ekplisit bahwa dalam tanah itu
melekat pula nilai fungsi sosialnya. Tujuan semata-mata untuk kemakmuran
rakyat sekaligus menunjukkan bahwa tidak dibenarkan terjadi monopoli
kepemilikan dan penguasaan tanah yang dilakukan baik perseorangan maupun
kelompok selain negara. Aturan normative tanah mempunyai fungsi social
hakikatnya berawal dan bersumber dari rumusan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
yang kemudian ditindaklanjuti melalui ketentuan Pasal 6 Undang-Undang
No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Ketentuan
dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria tersebut memberi pemahaman bahwa tanah tidak hanya dapat
dinikmati oleh segelintir orang maupun kelompok, termasuk kepemilikan
dan/atau penguasaan tanah itu tidak boleh melampaui garis peruntukkannya.35
Hal ini berkaitan dengan asas-asas Hukum Tanah Nasional. Dalam
penjelasan umum Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria menyebutkan salah satu asas Hukum Tanah Nasional
adalah asas semua hak atas tanah memiliki fungsi social. Asas ini menjelaskan
bahwa tidaklah dapat dibenarkan bahwa tanahnya itu digunakan semata-mata
untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu merugikan
35
B.F. Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan Dalam Hukum Tanah Indonesia (Jakarta: Gunung Agung, 2004) h.305
37
masyarakat.Penggunaan tanah itu harus disesuaikan dengan sifat, tujuan, dan
keadaanya hingga bermanfaat baik kesejahteraan dan kebahagiaan bagi yang
mempunyainya maupun bagi masyarakat dan negara.Oleh karena itu pemilik
hak atas tanah wajib memberikan hak atas tanahnya kepada negara bila
tanahnya tersebut dapat memberikan manfaat atau kesejahteraan bagi
masyarakat dan negara.
Menurut Dr. Nurus Zaman, SH., MH, prinsip tanah memiliki fungsi
social adalah sebagai batasan kepemilikan. Seseorang tidak dibenarkan
mempergunakan atau tidak mempergunakan hak milikinya (atas tanah) semata
hanya untuk kepentingan pribadinyam apalagi jika hal itu dapat merugikan
masyarakat karena sesuai dengan asas fungsi social ini hak milik dapat hapus
jika kepentingan umum menghendakinya. Berdasarkan ketentuan Pasal 7
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria: untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan
penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. Selanjutnya,
Pasal 17 menyatakan: dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 2 ayat (3)
diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan
sesuatu hak tersebut dalam Pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.
Pasal 18: untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara
serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut,
dengan memberi gantu kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur
dengan undang-undang.36
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dalam hal kegiatan
pengadaan tanah, para pemilik hak atas tanah wajib melepaskan tanahnya
apabila negara memerlukan tanah mereka untuk melakukan kegiatan
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Pasal 5
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 menyebutkan bahwa:
36
Nurus Zaman, Politik Hukum Pengadaan Tanah (Bandung: PT, Refika Aditama, 2016) h. 148
38
“Pihak yang Berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum setelah pemberian Ganti
Kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.”
Namun walaupun para pemilik hak yang terkena kegiatan pengadaan
tanah wajib melepaskan hak tanahnya, akan tetapi para pemilik tanah berhak
mendapatkan ganti rugi atas pelepasan hak atas tanahnya. Menurut Soedharyo
Soeimin, pengadaan tanah adalah suatu kegiatan melepaskan hubungan
hukum semula yang terdapat di antara pemegang hak atas tanah dengan cara
pemberian ganti rugi.37
Hal ini sesuai denganPasal 9 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2012 yaitu:
“Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dengan
pemberian Ganti Kerugian yang layak dan adil.”
Berdasarkan Pasal tersebut, setiap pemilik hak atas tanah yang terkena
kegiatan pengadaan tanah, wajib diberikan ganti rugi yang layak dan adil.
Menurut A.P Parlindungan, ganti rugi yang diberikan dalam kegiatan
pengadaan tanah haruslah layak dan sesuai dengan peraturan undang-
undang.38
Hal tersebut harus dilakkan agar tidak timbulnya keresahan dalam
masyarakat yang tanahnya terkena kegiatan pengadaan tanah yang takut akan
dirugikan secara moril dan materiil.39
Oleh karena itu untuk menghindari
keresahan masyarakat akan dirugikan dengan adanya kegiatan pengadaan
tanah tersebut penggantian ganti rugi harus memperhatikan asas-asas
pengadaan tanah agar tidak terjadinya juga sengketa antara para pihak yang
terkait. Asas-asas pengadaan tanah tersebut menurut penjelasan atas Pasal 2
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umumyaitu:
37
Soedharyo Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah (Jakarta: Sinar Grafika, 2001) h. 76
38 A.P Parlindungan, Tanya Jawab Hukum Agraria dan Pertanahan (Bandung: Mandar
Maju, 2003) h.21 39
Nurus Zaman, Politik Hukum Pengadaan Tanah (Bandung: PT, Refika Aditama, 2016) h. 133
39
1. Asas Kemanusiaan
Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah Pengadaan Tanah
harus memberikan pelindungan serta penghormatan terhadap hak asasi
manusia, harkat, dan martabat setiap warga negara dan penduduk
Indonesia secara proporsional.
2. Asas Keadilan
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah memberikan jaminan
penggantian yang layak kepada Pihak yang Berhak dalam proses
Pengadaan Tanah sehingga mendapatkan kesempatan untuk dapat
melangsungkan kehidupan yang lebih baik.
3. Asas Kemanfaatan
Yang dimaksud dengan “asas kemanfaatan” adalah hasil Pengadaan
Tanah mampu memberikan manfaat secara luas bagi kepentingan
masyarakat, bangsa, dan negara.
4. Asas Kepastian
Yang dimaksud dengan “asas kepastian” adalah memberikan kepastian
hukum tersedianya tanah dalam proses Pengadaan Tanah untuk
pembangunan dan memberikan jaminan kepada Pihak yang Berhak untuk
mendapatkan Ganti Kerugian yang layak.
5. Asas Keterbukaan
Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah bahwa Pengadaan
Tanah untuk pembangunan dilaksanakan dengan memberikan akses
kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan
Pengadaan Tanah.
6. Asas Kesepakatan
Yang dimaksud dengan “asas kesepakatan” adalah bahwa proses
Pengadaan Tanah dilakukan dengan musyawarah para pihak tanpa unsur
paksaan untuk mendapatkan kesepakatan bersama.
7. Asas Keikutsertaan
Yang dimaksud dengan “asas keikutsertaan” adalah dukungan dalam
penyelenggaraan Pengadaan Tanah melalui partisipasi masyarakat, baik
40
secara langsung maupun tidak langsung, sejak perencanaan sampai
dengan kegiatan pembangunan.
8. Asas Kesejahteraan
Yang dimaksud dengan “asas kesejahteraan” adalah bahwa Pengadaan
Tanah untuk pembangunan dapat memberikan nilai tambah bagi
kelangsungan kehidupan Pihak yang Berhak dan masyarakat secara luas.
9. Asas Keberlanjutan
Yang dimaksud dengan “asas keberlanjutan” adalah kegiatan
pembangunan dapat berlangsung secara terus-menerus,
berkesinambungan, untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
10. Asas Keselarasan
Yang dimaksud dengan “asas keselarasan” adalah bahwa Pengadaan
Tanah untuk pembangunan dapat seimbang dan sejalan dengan
kepentingan masyarakat dan negara.40
Berdasarkan asas-asas di atas, pemberian ganti rugi haruslah adil bagi
semua pihak yang terkait.Dalam melakukan pengadaan tanah, walaupun
dilakukan demi kepentingan umum tetap tidak boleh merugikan salah satu
pihak, baik itu pemilik hak atas tanah maupun pihak lainnya.Pemilik hak atas
tanah yang tekena kegiatan pengadaan tanah wajib mendapat ganti rugi atas
tanahnya dan mereka dapat memilih bentuk pemberian ganti kerugianatas
tanahnya. Dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umummengatakan
bahwa:
“Pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan dalam bentuk:
a. uang;
b. tanah pengganti;
c. permukiman kembali;
d. kepemilikan saham; atau
e. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.”
40
Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
41
Pihak yang berhak adalah pihak yang memiliki kepemilikan hak atas
tanah yang menjadi objek pengadaan tanah. Kepemilikan atas tanah dimaksud
adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, atau
lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yaitu
hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak-hak lain yang tidak
termasuk dalam hak-hak tersebut di atas seperti girik atau kekitir atau petuk
dan sejenisnya serta akta jual beli tanah yang belum diproses balik nama atas
nama yang bersangkutan. Penentuan bentuk ganti kerugian tersebut dilakukan
oleh Pemilik Tanah dalam musyawarah pengadaan tanah.Setelah Pemilik
Tanah menentukan bentuk ganti rugi yang ingin diterima, Penilai Publik
melakukan penilaian atas tanah dan aset milik para Pemilik Tanah.
Penilai Publik dalam melakukan penilaian ganti ruginya wajib
menggunakan Petunjuk Teknis Standar Penilaian Indonesia (SPI) 306 serta
mengikuti peraturan-peraturan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik sebagai acuan. Selain itu untuk
menghindari kerancuan data, Penilai harus melakukan investigasi atas data
yang dimiliki.Penilai harus mempertimbangkan apakah informasi yang
diperoleh dapatdipercaya atau diandalkan, tanpa mempengaruhi kredibilitas
hasil penilaian.Apabila setelah dilakukan Investigasi ternyata dijumpai hal-hal
yang tidak sesuaidengan apa yang diatur dalam Lingkup Penugasan yang telah
disepakati; sepertidata dari pemberi tugas maupun pihak lain tidak sesuai atau
tidak memadai yangakan mengakibatkan hasil penilaian tidak dapat diyakini
dan dipercaya (credible),maka Lingkup Penugasan harus disesuaikan dan
didiskusikan kepada pemberitugas. Perubahan atau penyesuaian terhadap
adanya perbedaan data daninformasi, harus dinyatakan dalam berita acara
yang disetujui oleh pemberi tugas.Hal-hal yang perlu dipertimbangkan Penilai
dalam mereview data dan informasi yang ada, seperti:
42
1. Materialitas informasi terhadap kesimpulan nilai;
2. Kompetensi dari pihak ketiga;
3. Indepedensi pihak ketiga terhadap objek penilaian atau pengguna
penilaian;
4. Sejauh mana informasi tersebut termasuk ke domain publik.
Karena pentingnya menggunakan data yang dapat diyakini dan
dipercaya, Penilai Publik harus menggunakan data yang bersumber dari pihak
yang dipercaya. Hal ini dijelaskan dalam Petunjuk Teknis Standar Penilaian
Indonesia (SPI) 306 yang menyebutkan bahwa data dan informasi lain yang
dianggap dapat dipercayadalam mendukung pelaksanaan penilaian dapat
bersumber dari:
1. Pemerintah Daerah sebagai instansi rujukan data daninformasi terkait
dengan peraturan daerah
2. Lembaga Pertanahan sebagai instansi pemberi tugasdan pengguna laporan
sebagai sumber rujukan data,informasi dan hal-hal terkait kepada
pertanahan
3. Bank Indonesia sebagai rujukan kurs bila ada
4. Badan Pusat Statistik (BPS)
5. Bank Pemerintah sebagai sumber suku bunga masatunggu
Setelah yakin bahwa sumber data yang digunakan dapat diyakini dan
dipercaya, Penilai Publik melakukan perhitungan besar ganti rugi yang akan
dibayarkan kepada tiap pemilik tanah yang tanahnya terkena pengadaan
tanah. Penilai Publik selain menilai besaran ganti rugi fisik yang dialami
pemilik tanah, juga wajib menilai ganti rugi non-fisik yang dialami para
pemilik tanah yang merupakan efek dari terenggutnya tanah milik mereka
karena kegiatan pengadaan tanah tersebut. Dalam Petunjuk Teknis Standar
Penilaian Indonesia (SPI) 306 disebutkan bahwa kerugian non-fisik dapat
meliputiadanya potensi kehilangan pekerjaan atau kehilangan bisnis termasuk
alih profesi, kerugian emosional, biaya transaksi, dan kompensasi masa
tunggu (bunga).
43
Dalam Petunjuk Teknis SPI 306 Butir 4.2.2 yang termasuk objek kerugian
fisik meliputi:
1. Tanah; dengan peruntukan seperti pertanian, permukiman, industri atau
komersial
2. Ruang atas tanah dan bawah tanah; (lihat Hak Guna Ruang Atas Tanah
meliputi hak atas permukaan bumi tempat pondasi bangunan dan hak
untuk menguasai ruang udara seluas bangunan tersebut serta hak
kepemilikan bangunan, dan Hak Guna Ruang Bawah Tanah meliputi hak
atas permukaan bumi yang merupakan pintu masuk/keluar tubuh bumi dan
hak membangun dan memakai ruang dalam tubuh bumi, serta hak milik
atas bangunan yang berbentuk ruang dalam tubuh bumi)
3. Bangunan; dapat terdiri bangunan residensial, industri, komersil
4. Tanaman; dapat terdiri dari tanaman semusim, hortikultura atau tanamanm
keras/tahunan
5. Benda yang berkaitan dengan tanah; seperti utilitas dan sarana pelengkap
bangunan.
Selanjutnya dalamPetunjuk Teknis SPI 306 Butir 4.2.3 menyebutkan yang
termasuk objek kerugian non-fisik meliputi:
1. Penggantian terhadap kerugian pelepasan hak dari pemilik tanah yang
akan diberikan premium serta diukur dalam bentuk uang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penggantian ini
dapat meliputi hal-hal yang berkaitan dengan :
a. adanya potensi kehilangan pekerjaan atau kehilangan bisnis termasuk alih
profesi.
b. kerugian emosional (solatium), merupakan kerugian tidak berwujud yang
dikaitkan dengan pengambilalihan tanah yang digunakan sebagai tempat
tinggal dari pemilik.
c. hal-hal yang belum diatur pada butir a dan b di atas seharusnya ditentukan
berdasarkan kesepakatan para pihak yang terkait.
44
2. Biaya transaksi, dapat meliputi biaya pindah dan pajak sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Kompensasi masa tunggu (bunga), yaitu sejumlah dana yang
diperhitungkan sebagai pengganti adanya perbedaan waktu antara tanggal
penilaian dengan perkiraan tanggal pembayaran ganti kerugian.
4. Kerugian sisa tanah, adalah turunnya nilai tanah akibat pengambilan
sebagian bidang tanah. Dalam hal sisa tanah tidak lagi dapat difungsikan
sesuai dengan peruntukannya, maka dapat diperhitungkan penggantian
atas keseluruhan bidang tanahnya.
5. Kerusakan fisik lain, misalnya bagian bangunan yang terpotong akibat
pengadaan tanah sehingga membutuhkan biaya perbaikan agar dapat
berfungsi sebagaimana mestinya.
Setelah mendapatkan besaran ganti rugi yang harus dibayarkan kepada
para pemilik tanah, Penilai Publik harus membuat laporan penilaian.Laporan
penilaian merupakan suatu dokumen yang mencantumkan instruksipenugasan,
tujuan dan dasar penilaian, dan hasil analisis yang menghasilkan opininilai.
Suatu laporan penilaian dapat juga menjelaskan proses analisis yang
dilakukandalam pelaksanaan penilaian, dan menyatakan informasi penting
yang digunakandalam analisis.41
Jadi besaran ganti rugi atas tanah para
pemilik hak atas tanah yang akan diberikan, hasil analisis yang menghasilkan
opini tentang besaran ganti rugi atas objek-objek penilaian tersebut, serta
detail besaran harga aset yang dinilai semuanya tercantum dalam laporan
penilaian tersebut. Penilai Publik wajib untuk menilai semua objek yang
berada diatas tanah tanah para pemilik hak atas tanah sesuai dengan yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.01/2014 tentang Penilai
Publik untuk menghindari kemungkinan melakukan kesalahan dalam
melakukan penilaian tersebut.
41
Petunjuk Teknis Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (SPI 306) butir 2.2
45
C. Peran Laporan Penilaian Penilai Publik Dalam Musyawarah Kegiatan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Dalam kegiatan pengadaan tanah wajib adanya suatu musyawarah
penetapan ganti kerugian antara pemerintah dengan warga pemilik hak atas
tanah.Musyawarah ini dimaksudkan untuk menemukan titik temu antara
kedua belah pihak yang memiliki kepentingan masing-masing yang berbeda.
Di satu pihak, pemerintah ingin mendapatkan tanah dengan harga yang wajar,
di lain pihak para warga pemilik hak atas tanah ingin tanahnya untuk diganti
dengan harga yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu musyawarah sangatlah
penting untuk diadakan dalam kegiatan pengadaan tanah agar dapat
menghindari sengketa-sengketa yang mungkin terjadi antara para pihak yang
terkait. Hal ini diatur dalam Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 mengatakan bahwa:
“Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan Pihak yang Berhak
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari
Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan untuk menetapkan bentuk
dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Ganti
Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34”
Pasal tersebut sesuai dengan asas keadilan dalam kegiatan pengadaan
pengadaan tanah. Dalam melakukan pengadaan tanah pemerintah harus dapat
memberikan jaminan penggantian yang layak kepada Pihak yang Berhak
dalam proses Pengadaan Tanah sehingga mendapatkan kesempatan untuk
dapat melangsungkan kehidupan yang lebih baik. Tidak diperbolehkan suatu
pengadaan tanah yang merugikan baik pihak yang memiliki hak atas tanah
maupun pihak lainnya.
Seperti yang peneliti tulis sebelumnya, jika Penilai Publik sudah
mendapatkan besaran ganti rugi yang harus dibayarkan maka Penilai Publik
wajib untuk membuat laporan penilaian atas penilaian yang telah dilakukan.
Laporan Penilaian inilah yang akan menjadi acuan bagi Lembaga Pertanahan
46
dan Pemerintah memberikan ganti rugi dalam kegiatan pengadaan tanah demi
pembangunan untuk kepentingan umum. Oleh karena itu dalam musyawarah
penetapan ganti kerugian dalam kegiatan pengadaan tanah tersebut, yang
menjadi dasar musyawarah adalah hasil laporan penilaian yang dilakukan oleh
Penilai Publik. Hal ini diatur dalamPasal 34 ayat (3) Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum yang menyatakan:
“Nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menjadi dasar musyawarah penetapan Ganti
Kerugian.”
Pasal di atas menjelaskan bahwa setelah hasil penilaian atas tanah yang
dilakukan Penilai Publik diserahkan kepada Lembaga Pertanahan, hasil
penilaian tersebut akan dijadikan sebagai dasar musyawarah ganti rugi yang
dilakukan antara Lembaga Pertanahan dengan Pemilik hak atas tanah. Akurat
atau tidaknya besar ganti rugi atas objek-objek yang dimiliki oleh pemilik hak
atas tanah akan menentukan lancar atau tidaknya suatu proses pengadaan
tanah tersebut. Besarnya ganti rugi yang dinilai oleh Penilai Publik haruslah
adil bagi semua pihak yang terkait.Disinilah letak fungsi daripada menjamin
data-data yang digunakan untuk melakukan penilaian, data-data tersebut
haruslah merupakan data yang dapat diyakini dan dapat dipercaya untuk
menghindari kesalahan penilaian yang dilakukan. Selain itu, penilaian ganti
rugi atas kerugian non-fisik daripada para pemilik tanah dilakukan dengan
harapan akan meringankan beban emosional atas terenggutnya rumah mereka
yang mereka tinggali karena kegiatan pengadaan tanah ini. Hal ini tentunya
dilakukan agar hasil penilaian akhir dapat memuaskan para pihak yang terkait
tanpa merugikan salah satu pihak dan diharapkan agar tidak timbulnya
sengketa antara para pihak.
Dijadikannya laporan penilaian tersebut sebagai dasar daripada
musyawarah pengadaan tanah membuat laporan penilaian memiliki peran
yang sangat penting bagi kelancaran dan kesuksesan dari suatu kegiatan
47
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Hasil penilaian
yang baik, akurat dan adil akan membuat kemungkinan sengketa yang terjadi
antara para pihak yang terkait menjadi kecil. Jika para pihak merasa puas akan
penilaian ganti rugi yang dilakukan Penilai Publik tersebut, maka kegiatan
pengadaan tanah dapat segera dijalankan tanpa memakan waktu yang lebih
lama dan biaya yang lebih mahal yang disebabkan jika adanya sengketa atas
laporan penilaian tersebut. Oleh karena itu, Penilai Publik selalu dituntut
untuk menjunjung tinggi asas-asas pengadaan tanah dan mengikuti aturan-
aturan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan selama melakukan
penilaiannya.
48
BAB IV
TANGGUNG JAWAB HUKUMKANTOR JASA PENILAI PUBLIK TOTO
SUHARTO DALAM MELAKUKAN PENILAIANNYA DALAM
KEGIATAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK
KEPENTINGAN UMUM
A. Tanggung Jawab Hukum Penilai Publik Menurut Hukum Positif
Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara
mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka
kepentingannya tersebut. Implikasi hukum dari tanggungjawab negara dalam
mewujudkan perlindungan hukum bagi masyarakat bahwa pada dasarnya
segala bentuk perbuatan dari Pemerintah harus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.Dengan adanya hukum dapat menghindari
perbuatan Pemerintah untuk memanfaatkan kekuasaanya secara sewenang-
wenang. Apabila perbuatan Pemerintah dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum, hal tersebut akan berimplikasi terjaminnya perlindungan hukum bagi
smasyarakat. Aparat pemerintah yang bertindak sudah sesuai dengan hukum,
maka akan memberikan ketenangan bagi warga masyarakat pada umumnya.42
Hal di atasdapat dikaitkan dengan Penilai Publik dalam melakukan
penilaiannya dalam kegiatan pengadaan untuk pembangunan demi
kepentingan umum.Penilai Publik merupakan pihak yang ditunjuk oleh
Pemerintah yang memegang peranan penting dalam memastikan berhasil atau
tidaknya suatu kegiatan pengadaan tanah. Apabila perbuatan Penilai Publik
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, hal tersebut akan berimplikasi
terjaminnya perlindungan hukum serta memberikan ketenangan bagi
masyarakat pemilik hak atas tanah dalam hal kegiatan ganti kerugian dalam
pengadaan tanah. Sebaliknya jika hukum tidak mengatur pertanggung jawaban
Penilai Publik, maka hal tersebut akan membuat masyarakat resah.
42
Nurus Zaman, Politik Hukum Pengadaan Tanah (Bandung: PT, Refika Aditama, 2016) h. 194
49
Tanggung jawab sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) tanggung jawab adalah kewajiban menanggung segala sesuatunya
bila terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan. Dalam
kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keseharusan bagi seseorang
untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya.43
Konsep
tanggung jawab hukum sendiri dijelaskan oleh Hans Kelsen yang
menyebutkan bahwa sebuah konsep yang berkaitan dengan konsep kewajiban
hukum adalah konsep tanggung jawab (pertanggung jawaban) hukum.Bahwa
seseorang bertanggung jawab secara hukum atas perbuatan tertentu atau
bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, artinya dia bertanggung jawab
atas suatu sanksi bila perbuatannya bertentangan dengan peraturan yang
berlaku.44
Oleh karena itu Penilai Publik dituntut untuk melakukan proses
penilaiannya secara teliti dan menyeluruh, artinya Penilai harus menilai
dengan menggunakan peraturan atau Undang-Undang yang ada sebagai acuan
atau dasar penilaiannya.
Untuk menghindari kesalahan besaran ganti rugi yang dinilai, Penilai
Publik harus melakukan investigasi terhadap data yang digunakan sebagai
dasar penilaian. Dalam Petunjuk Teknis Standar Penilaian Indonesia (SPI)
306 disebutkan bahwa investigasi yang dilakukan harus didasarkan kepada
tujuan penilaian sesuai dengan Lingkup Penugasan yang diatur dalam
perjanjian tugas dan sesuaidengan Dasar Nilai yang akan dilaporkan.Apabila
setelah dilakukan Investigasi ternyata dijumpai hal-hal yang tidak
sesuaidengan apa yang diatur dalam Lingkup Penugasan yang telah
disepakati; sepertidata dari pemberi tugas maupun pihak lain tidak sesuai atau
tidak memadai yangakan mengakibatkan hasil penilaian tidak dapat diyakini
dan dipercaya (credible),maka Lingkup Penugasan harus disesuaikan dan
didiskusikan kepada pemberitugas.Penilai harus mempertimbangkan apakah
informasi yang diperoleh dapatdipercaya atau diandalkan, tanpa
43
Andi Hamzah, Kamus Hukum(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005) 44
Hans Kalsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara (Bandung: PT. Raja Grafindo Persada, 2006) h. 95
50
mempengaruhi kredibilitas hasil penilaian.Pertimbangan tersebut dapat
dilakukan dengan melakukan review, jika memilikikeraguan atas kredibilitas
atau keandalannya, maka informasi tersebut agar tidakdigunakan.
Setelah Penilai merasa bahwa penilaiannya tersebut sudah benar dan
sesuai dengan peraturan yang ada, laporan hasil penilaian diserahkan kepada
Lembaga Pertanahan. Selanjutnya, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 laporan penilaian yang diberikan oleh Penilai Publik kepada
Lembaga Pertanahan akan dijadikan sebagai dasar objek musyawarah ganti
rugi yang dilakukan antara Lembaga Pertanahan dengan Pemilik hak atas
tanah. Akurat atau tidaknya besar ganti rugi atas objek-objek yang dimiliki
oleh pemilik hak atas tanah akan menentukan lancar atau tidaknya suatu
proses pengadaan tanah tersebut. Besarnya ganti rugi yang dinilai oleh Penilai
Publik haruslah adil bagi semua pihak yang terkait.Hanya karena Pemerintah
merupakan pemberi tugas daripada Penilai Publik untuk melakukan penilaian
bukan berarti Penilai Publik lebih mementingkan kepentingan-kepentingan
Pemerintah saja.Penilai Publik dalam melakukan penilaiannya tetap harus
mempertimbangkan hak-hak serta kepentingan pemilik hak atas tanah yang
tanahnya mereka nilai.45
Pentingnya laporan hasil penilaian yang dibuat oleh Penilai Publik bagi
kesuksesan daripada kegiatan pengadaan tanah ini membuat Pemerintah
menuntut Penilai Publik untuk selalu dapat mempertanggungjawabkan laporan
penilaiannya. Hal ini dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembagunan Untuk Kepentingan Umum serta
dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
101/PMK.01/2014. Berikut penjelasan lebih lanjut:
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
45
Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak-Hak tas Tanah, Pembebasan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum di Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995) h. 51
51
Pada tahun 2012 dibuat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
yang menjelaskan secara detail terkait kegiatan pengadaan tanah. Dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 disebutkan bahwa dalam hal
melakukan penilaian ganti rugi atas tanah masyarakat yang terkena
kegiatan pengadaan tanah, Pemerintah dalam hal ini menunjuk Penilai
untuk melakukan penilaian ganti rugi tersebut. Penilai yang dimaksud
dalam hal ini dijelaskan dalam Pasal 31 ayat (11) yang berbunyi:
“Penilai Pertanahan, yang selanjutnya disebut Penilai, adalah orang
perseorangan yang melakukan penilaian secara independen dan
profesional yang telah mendapat izin praktik penilaian dari Menteri
Keuangan dan telah mendapat lisensi dari Lembaga Pertanahan untuk
menghitung nilai/harga objek pengadaan tanah.”
Berdasarkan bunyi pasal di atas, menyatakan bahwa yang melakukan
penilaian ganti rugi dalam kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum adalah Penilai Publik.Penilai Publik ditunjuk
oleh Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Lembaga Pertanahan untuk
menilai besaran ganti rugi atas tanah yang dibebaskan untuk kegiatan
pengadaan tanah. Dalam melakukan penilaiannya, untuk menjamin
lancarnya proses kegiatan pengadaan tanah tersebut, Penilai Publik harus
menjunjung tinggi asas-asas pengadaan tanah demi kepentingan umum,
yaitu:
a. asas kemanusiaan;
b. asas keadilan;
c. asas kemanfaatan;
d. asas kepastian;
e. asas keterbukaan;
f. asas kesepakatan;
g. asas keikutsertaan;
h. asas kesejahteraan;
52
i. asas keberlanjutan; dan
j. asas keselarasan.
Penilai Publik harus selalu menjunjung tinggi asas-asas pengadaan
tanah tersebut dalam melakukan penilaiannya dimaksudkan agar tidak
merugikan semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pengadaan tanah
untuk pembangunan demi kepentingan umum, baik pihak Pemerintah dan
Lembaga Pertanahan serta para pemilik hak atas tanah. Jika salah satu
pihak merasa dirugikan, hal ini akan berkemungkinan menimbulkan
konflik yang akan berujung dengan sengketa antara para pihak yang
terlibat. Rahmadi Usman menjelaskan bahwa konflik yang merupakan
pertentangan di antara para pihak untuk menyelesaikan masalah kalau
tidak diselesaikan dengan baik dapat mengganggu hubungan diantara para
pihak yang bersangkutan.46
Hal ini tentunya akan menghambat kelancaran
daripada kegiatan pengadaan tanah tersebut yang akan merugikan semua
pihak yang terkait.
Maria S.W Sumardjono dalam bukunya menjelaskan bahwa dalam
penilaian ganti rugi pengadaan tanah harus selalu mengingat tentang
interpretasi asas fungsi social atas tanah untuk mendapatkan ganti
kerugian yang adil.Hal ini dimaksudkan selain mengandung makna, hak
atas tanah itu harus digunakan sesuai dengan sifat dan tujuan haknya,
sehingga bermanfaat bagi si pemegang hak dan bagi masyarakat.Hal ini
juga berarti, bahwa harus terdapat keseimbangan antara kepentingan
perseorangan dan kepentingan umum, dan bahwa kepentingan
perseorangan itu harus diakui dan dihormati dalam rangka pelaksanaan
kepentingan masyarakat secara keseluruhan.Ganti kerugian sebagai suatu
upaya mewujudkan penghormatan kepasa hak-hak dan kepentingan
perseorangan yang telah dikorbankan untuk kepentingan umum, dapat
disebut adil apabila hal tersebut tidak membuat seseorang menjadi lebih
46
Rahmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003) h.1
53
kaya, atau sebaliknya menjadi lebih miskin daripada keadaan semula.47
Hal
ini sudah sesuai dengan Teori Negara Hukum, dimana semua orang harus
tunduk kepada hukum, dan tidak seorang pun berada di atas hukum (above
the law).Negara tidak berada di atas hukum dalam melakukan pengadaan
tanah untuk kepentingan umum, ini berarti Negara tidak dapat seenaknya
mengambil tanah masyarakat dengan dalih untuk pembangunan.Negara
harus memberikan ganti rugi yang layak atas tanah masyarakat yang
terkena pembangunan.
Hal di atas sesuai dengan Undang-Undang 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang
menegaskan bahwa Penilai Publik yang melakukan penilaian dalam
kegiatan pengadaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum harus dapat mempertanggungjawabkan hasil
penilaiannya. Hal ini tertuang dalam Pasal 32 ayat (1) yang menyebutkan
sebagai berikut:
“Penilai yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1)
wajib bertanggung jawab terhadap penilaian yang telah dilaksanakan.”
Pasal di atas menjelaskan bahwa setiap Penilai Publik yang
ditunjuk oleh Pemerintah untuk menilai besaran ganti rugi terhadap tanah
yang terkena kegiatan pengadaan tanah wajib hukumnya untuk
mempertanggungjawabkan laporan hasil penilaiannya.Penilai Publik wajib
bertanggungjawab jika hasil penilaiannya bermasalah atau dijadikan objek
sengketa oleh para pemilik hak atas tanah.Oleh karena itu, Penilai Publik
harus mengikuti prosedur-prosedur penilaian yang telah ditentukan oleh
peraturan perundang-undangandalam melakuka penilaiannya agar dapat
menjelaskan rincian besaran ganti rugi atas tanah yang dinilai dalam
laporan penilaiannya.Selanjutnya dalam Pasal 32 ayat (2) menjelaskan
sebagai berikut:
47
Maria S.W Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi (Jakarta: Kompas, 2001) h.79-81
54
“Pelanggaran terhadap kewajiban Penilai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenakan sanksi administratif dan/atau pidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Berdasarkan pasal di atas, Penilai Publik yang tidak dapat
mepertanggungjawabkan hasil penilaiannya, akan dikenakan sanksi
admistratif dan/atau sanksi pidana. Shaeful Radian Natapermana
mengatakan bahwa Penilai Publik dapat dikenakan sanksi pidana jika
dalam penilaiannya terbukti menerima uang dari salah satu pihak yang
menyebabkan perubahan dalam hasil penilaiannya tersebut, atau
melakukan penipuan atau pemalsuan data yang digunakan sebagai dasar
penilaian ganti rugi tersebut.Sedangkan mengenai sanksi administrative
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 101/PMK.01/2014.
2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik dan Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 56/PMK.01/2017 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik ini mengatur lebih jelas dan
lebih mendetail tentang profesi Penilai dan Penilai Publik.Peraturan
Menteri Keuangan ini menjelaskan bahwa pihak yang memiliki wewenang
untuk mengawasi Penilai Publik dalam melakukan penilaiannya adalah
Kementerian Keuangan.Dalam melaksanakan pengawasannya terhadap
Penilai Publik, Menteri menugasi Sekretaris Jenderal untuk melakukan
pembinaan serta pengawasan.Sekretaris Jenderal kemudian
mendelegasikan kewenangan kepada Kepala Pusat untuk melaksanakan
pengawasan terhadap Penilai Publik. Hal ini tertuang dalam Pasal 58 ayat
(1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
56/PMK.01/2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan
55
Republik Indonesia Nomor 101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik yang
berbunyi:
“Dalam melaksanakan pengawasan dimaksud dalam Pasal 55,
sebagaimana Kepala Pusat melakukan pemeriksaan secara berkala dan/
atau sewaktu-waktu terhadap Penilai Publik, KJPP, dan/atau Cabang
KJPP.”
Pengawasan yang dilakukan oleh Menteri Keuangan ini dilakukan
dengan maksud untuk menilai kepatuhan Penilai Publik Kantor Jasa
Penilai Publik (KJPP), dan/atau Cabang KJPP terhadap ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri tersebut. Dalam
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 56/PMK.01/2017
menjelaskan juga bahwa pemerikasaan lebih lanjut terhadap Penilai Publik
akan dilakukan jika:
a. Hasil pengawasan berkala memerlukan tindak lanjut
b. Terdapat pengaduan masyarakat
c. Terdapat informasi yang layak ditindaklanjuti.
Jika Pengawas menemukan bukti bahwa Penilai Publik dalam
melakukan penilaiannya telah melanggar ketentuan yang telah diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
101/PMK.01/2014, maka Menteri akan memberikan sanksi admistratif
kepada Penilai Publik tersebut berupa:
a. Peringatan;
b. Pembatasan jasa Penilaian objek tertentu;
c. Pembatasan pemberian bidang jasa tertentu;
d. Pembekuan izin; atau
e. Pencabutan izin.
Sanksi peringatan, pembatasan jasa Penilaian objek tertentu, dan
pembatasan pemberian bidang jasa tertentu sebagaimana dimaksud di atas
ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Kepala
56
Pusat atas nama Menteri. Sedangkan sanksi pembekuan izin dan
pencabutan izin sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan dengan
Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal atas nama
Menteri.Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 68 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
101/PMK.01/2014dilakukan berdasarkan berat ringannya pelanggaran,
yaitu:
a. Sanksi administratif berupa peringatan dikenakan terhadap pelanggaran
ringan.
b. Sanksi administratif berupa pembatasan jasa Penilaian objek tertentu
dikenakan terhadap pelanggaran berat dalam memberikan Jasa
Penilaian suatu objek tertentu
c. Sanksi administratif berupa pembatasan pemberian bidang Jasa tertentu
dikenakan terhadap pelanggaran berat dalam memberikan bidang jasa
tertentu
d. Sanksi administratif berupa pembekuan izin dikenakan terhadap
pelanggaran berat
e. Sanksi administratif berupa pencabutan izin dikenakan terhadap
pelanggaran sangat berat.
Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 101/PMK.01/2014 Pasal 69 ayat (3) dijelaskan lebih lanjut
mengenai perbedaan antara pelanggaran ringan, pelanggaran berat dan
pelanggaran sangat berat. Berikut penjelasan lebih lanjut:
a. Pelanggaran Ringan
Pelanggaran ringan merupakan pelanggaran terhadap ketentuan dalam
Pasal 42 yang secara teknis tidak berpengaruh terhadap hasil Penilaian
yang disajikan dalam Laporan Penilaian yang dibuat.
b. Pelanggaran Berat
Pelanggaran berat merupakan pelanggaran terhadap terhadap etik
profesi dan/ atau ketentuan dalam Pasal 42 yang secara teknis
57
berpengaruh terhadap hasil Penilaian yang disajikan dalam Laporan
Penilaian yang dibuat.
c. Pelanggaran Sangat Berat
` Pelanggaran sangat berat merupakan pelanggaran terhadap etik profesi
dan ketentuan dalam Pasal 42 yang secara teknis sangat berpengaruh
terhadap hasil Penilaian yang disajikan dalam Laporan Penilaian.
Berdasarkan penjelasan pasal-pasal diatas, tanggung jawab Penilai
Publik atas laporan penilaiannya merupakan tanggung jawab berdasarkan
praduga (presumption of liability).Penilai Publik selalu dianggap
bertanggung jawab atas gugatan-gugatan sampai Penilai Publik dapat
membuktikan sebaliknya bahwa tergugat tidak bersalah. Jika ada
permasalahan yang terjadi yang disebabkan oleh laporan penilaian ganti
rugi dalam kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, Penilai
Publik bertanggung jawab atas permasalahan tersebut sampai dapat
membuktikan bahwa Penilai Publik sudah melakukan penilaiannya dengan
benar dan tidak bersalah atas permasalahan yang terjadi.
B. Hasil Laporan Penilaian Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto Yang
Menyebabkan Timbulnya Sengketa
Selama melakukan penilaian dalam kegiatan pengadaan tanah bagi
pembangunan demi kepentingan umum, Penilai Publik memiliki kewajiban
untuk selalu mempertanggungjawabkan hasil penilaiannya.Hasil penilaian
harus dapat menjamin hak para pemilik tanah dan menjamin tidak ada pihak
yang dirugikan. Dalam penilitian ini, Peneliti menganalisis kasus sengketa
yang timbul karena hasil penilaian yang dilakukan Kantor Jasa Penilai Publik
Toto Suharto untuk melihat apakah hasil penilaiannya sudah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan serta mencari tahu apa yang sebenarnya
menjadi faktor sering terjadinya sengketa ganti rugi dalam kegiatan pengadaan
tanah untuk kepentingan umum antara pemilik hak atas tanah dengan pihak
Pemerintah dan Penilai Publik.
58
Peneliti mengambil kasus sengketa ganti rugi pengadaan tanah antara
pemilik tanah Sulaeman Efendi Rangkuti sebagai Pemohon dengan Kepala
Kantor Pertanahan Kota Tangerang sebagai Termohon 1 dan Kantor Jasa
Penilai Publik Toto Suharto sebagai Termohon 2 dalam Putusan Nomor
815/Pdt.P/2018/PN.Tng. Sulaeman Efendi Rangkuti dalam kasus ini sebagai
Pemohon merasa bahwa pemberian ganti rugi atas tanahnya tidak adil dan
tidak memenuhi asas keadilan dan asas transparansi. Seperti peneliti jelaskan
sebelumnya, dalam melaksanakan kegiatan pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum, perlu diperhatikannya 10 asas untuk
menjamin hak para pihak yang terkait dalam kegiatan pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum. Hal ini diatur dalam Pasal 2Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum yang menyebutkan bahwa Pengadaan Tanah untuk
Kepentingan Umum dilaksanakan berdasarkan asas kemanusiaan, keadilan,
kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan,
kesejahteraan, keberlanjutan dan keselarasan.
Dalam kasus ini, Pemohon menganggap bahwa hasil penilaian ganti
rugi yang dilakukan oleh Penilai Publik tidak sesuai dengan asas keadilan dan
asas keterbukaan. Pemohon beralasan bahwa hasil penilaian yang dilakukan
oleh Kantor Jasa Penilaian Toto Suharto tidak adil karena beberapa faktor
sebagai berikut:
1. Bidang tanah milik Pemohon yang berfungsi sebagai tempat usaha dengan
luas 400 m2, bangunan 3 lantai dengan dasar penggantian ganti rugi
sebanyak 12 item, dinilai hanya sebesar Rp. 3.696.441.543,- (tiga milyar
enam ratus sembilan puluh enam juta empat ratus empat puluh satu ribu
lima ratus empat puluh tiga rupiah) sedangkan tetangga Pemohon yang
hanya berupa rumah tinggal dengan luas 199 m2 + 61 m2 dan dasar
perhitungan ganti ruginya hanya 6 item mendapat ganti rugi sebanyak Rp.
1.229.745.187,- (satu milyar dua ratus dua puluh sembilan juta tujuh ratus
empat puluh lima ribu seratus delapan puluh tujuh rupiah).
59
2. Pemberian ganti rugi sangat tidak transparan karena dari item-item yang
menjadi dasar penilaian pembayaran ganti rugi tersebut tidak tercantum
perkalian harga per meter atau per itemnya.
Pemohon kemudian membandingkan lagi besaran ganti rugi miliknya
dengan ganti rugi tanah tetangganya yang lain. Pemohon merasa bahwa
penilaian ganti rugi yang dilakukan tidak adil karena tanah milik Pemohon
yang posisinya di depan jalan umum dan bangunannya berfungsi sebagai
tempat usaha hanya dinilai Rp. 2.088.787,- permeter sementara tanah kosong
milik tetangganya yang berada di belakang bangunan milik Pemohon diganti
rugi sebesar Rp. 1.500.000.000,-. Selanjutnya Pemohon melakukan
penghitungan ganti rugi atas tanahnya sendiri dan mendapatkan hasil sebesar
Rp. 22.178.649.258,- (dua puluh dua milyar seratus tujuh puluh delapan juta
enam ratus empat puluh sembilan ribu dua ratus lima puluh delapan rupiah).
Menanggapi dalil-dalil Pemohon, Termohon 1 menolak semua keberatan
daripada Pemohon. Termohon 1 beralasan bahwa dalam melakukan penilaian
ganti rugi tidak dapat menyetarakan penilaian harga ganti rugi premium
dengan penilaian harga ganti rugi solatium terhadap objek bidang tanah yang
terkena pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah untuk pembangunan demi
kepentingan umum. Yang dimaksud dengan ganti rugi premium adalah
nilai penggantian terhadap kerugian akibat adanya pelepasan hak dari pemilik
tanah. Sedangkan ganti rugi solatium adalah nilai kerugian emosional yang
merupakan merupakan kerugian tidak berwujud yangdikaitkan dengan
pengambilalihan tanah yang digunakan sebagai tempattinggal dari pemilik.
Termohon 1 lalu menjelaskan bahwa tata cara penilaian terhadap besaran nilai
atas objek pengadaan tanah milik Pemohon pada mekanisme penilaiannya
merupakan tanggung jawab penuh Penilai Publik Toto Suharto seperti yang
diatur dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2102 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto (Termohon 2) dalam hal ini
juga menolak keberatan yang diajukan Pemohon dengan beralasan bahwa
60
penilaian yang dilakukan sudah dilakukan dengan adil dan transparan.
Kemudian Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto menjelaskan bahwa untuk
mendapatkan besaran nilai ganti rugi yang mereka peroleh, mereka
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Biaya Pengganti Baru, yaitu estimasi biaya untuk membuat suatu property
atau barang yang setara dengan property yang dinilai berdasarkan harga
pasaran setempat pada tanggal penilaian dilakukan. Biaya Pengganti Baru
ini ditentukan dengan menggunakan Sistem Biaya dan Teknis Bangunan
(BTB) yang disusun oleh Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI).
2. Penyusutan harga aset yang dihitung berdasarkan umur efektif dari aset
yang ditentukan sesudah diadakan pemeriksaan fisik atas kondisi dan
kapasitas aset saat dilakukan penilaian. Penyusutan harga ini meliputi:
a. Penyusutan Fisik
Sehubungan dengan umur dan kondisi fisik yang ada daripada aset
antara lain retak, lapuk, atau kerusakan pada aset
b. Keusangan Fungsional
Adanya perencanaan yang kurang baik, model atau bentuk yang
kurang serasi dll
c. Keusangan Ekonomis
Akibat pengaruh dari luar yang mempengaruhi aset seperti perubahan
social, peraturan-peraturan pemerintah dan peraturan-peraturan lain
yang membatasi.
3. Diperhatikan pula tentang besarnya manfaat, peran dan kegunaan
daripada aset.
Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto kemudian menjelaskan bahwa
adanya perbedaan dalam melakukan penilaian ganti rugi rumah tinggal dengan
tempat usaha.Dalam penilaian ganti rugi rumah tinggal, selain menilai
kerugian fisik, Penilai Publik juga harus menilai besaran solatium yang
61
diberikan kepada pemilik tanah. Dalam Petunjuk Teknis Standar Penilaian
Indonesia (SPI) 306, solatium adalah kompensasi yang diberikan keapda
pemilik rumah yang tinggal atas kerugian non financial dikarenakan harus
pindah akibat adanya pengambil alihan tanah untuk kepentingan umum. Oleh
karena itu Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto menolak perbandingan
harga ganti rugi yang dilakukan Pemohon, karena tanah tetangga yang
dijadikan perbandingan digunakan sebagai rumah tinggal sedangkan tanah
Pemohon hanya dijadikan tempat usaha.
Pemohon dalam kasus sengketa ini gagal untuk membuktikan bahwa
hasil penilaian ganti rugi yang dilakukan Kantor Jasa Penilai Publik Toto
Suharto tidak memenuhi asas keadilan dan asas keterbukaan.Maria S.W
Sumardjono dalam bukunya menjelaskan bahwa ganti kerugian sebagai suatu
upaya mewujudkan penghormatan kepada hak-hak dan kepentingan
perseorangan yang telah dikorbankan untuk kepentingan umum, dapat disebut
adil apabila hal tersebut tidak membuat seseorang menjadi lebih kaya, atau
sebaliknya menjadi lebih miskin daripada keadaan semula.48
Pemohon
mencoba membuktikan bahwa tidak terpenuhinya asas keadilan dalam
penilaian ganti ruginya dalam kegiatan pengaddan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum ini dengan membandingkan besaran penilaian ganti
rugi atas tanahnya dengan tanah milik tetangga Pemohon.Tentunya
perbandingan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai tolak ukur besaran ganti
rugi yang adil karena tanah milik tetangga Pemohon digunakan sebagai rumah
tinggal, sedangkan tanah milik Pemohon hanya digunakan sebagai tempat
usaha.Sesuai dengan Petunjuk Teknis Standar Penilaian Indonesia (SPI),
Penilai Publik dalam melakukan penilaian ganti rugi rumah tinggal harus
menilai kerugian solatium atau emosional yang dialami para pemilik tanah.Hal
tersebut tentunya ikut andil menjadi sebab kenapa besaran ganti kerugian
milik tetangga korban dinilai lebih malah dibandingkan dengan ganti rugi
Pemohon.
48
Maria S.W Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi (Jakarta: Kompas, 2001) h.79-81
62
Dalam kasus ini Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto sudah
memenuhi salah satu kewajiban daripada Penilai Publik, yaitu kewajiban
untuk dapat mempertanggungjawabkan hasil penilaian yang dilakukan. Hal ini
diatur dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 yang
menyatakan bahwa Penilai wajib bertanggung jawab terhadap penilaian yang
telah dilaksanakan. Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto dalam kasus ini
berhasil mempertanggung jawabkan hasil penilaiannya dengan cara
menjelaskan detail penilaiannya, peraturan-peraturan yang berlaku, serta
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil penilaiannya yang disengketakan.49
C. Analisis atas Penilaian Yang Dilakukan Kantor Jasa Penilai Publik Toto
Suharto
Seperti contoh kasus di atas, seringkali dalam sengketa Pengadaan
Tanah yang menjadi objek sengketa adalah besaran nilai ganti rugi atas tanah
para pemilik hak yang terkena kegiatan pengadaan tanah.Mereka merasa
bahwa nilai ganti rugi yang terdapat dalam hasil penilaian Penilai Publik
kurang tepat dan tidak mencakup beberapa kerugian yang mereka alami.
Dalam contoh kasus di atas, pemilik hak atas tanah yang mengajukan sengketa
membandingkan harga tanahnya dengan harga tanah tetangganya yang dinilai
oleh Penilai Publik lebih tinggi. Seperti Peniliti sebutkan sebelumnya, dalam
Petunjuk Teknis Standar Penilaian Indonesia (SPI) 306 yang merupakan
acuan Peniali Publik dalam melakukan penilaiannya, terdapat dua jenis
kerugian yang harus dinilai, yaitu kerugian fisik dan kerugian non-fisik.
Kerugian fisik adalah kerugian pemilik tanah atas tanah dan/atau bangunan
dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.
Sedangkan kerugian non-fisik adalah kerugian pemilik tanah atas terdiri dari
penggantian terhadap kerugian pelepasan hak dari pemilik tanah yang akan
diberikan dalam bentuk uang, serta kerugian lainnya yang dapat dihitung
meliputi biaya transaksi, bunga (kompensasi masa tunggu), kerugian sisa
49
Hasil Wawancara Dengan Wakil Kepala Divisi Penilaian Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto pada tanggal 19 November 2019
63
tanah, dan jenis kerugian lainnya yang dinyatakan oleh pemberi tugas dalam
surat perjanjian kerja.50
Dalam Petunjuk Tenknis Standar Penilaian Indonesia
(SPI) 306 menyebutkan bahwa yang termasuk objek penilaian kerugian fisik
adalah sebagai berikut:
1. Tanah; dengan peruntukan seperti pertanian, permukiman, industri atau
komersial
2. Ruang atas tanah dan bawah tanah; (lihat Hak Guna Ruang Atas Tanah
meliputi hak atas permukaan bumi tempat pondasi bangunan dan hak
untuk menguasai ruang udara seluas bangunan tersebut serta hak
kepemilikan bangunan, dan Hak Guna Ruang Bawah Tanah meliputi hak
atas permukaan bumi yang merupakan pintu masuk/keluar tubuh bumi dan
hak membangun dan memakai ruang dalam tubuh bumi, serta hak milik
atas bangunan yang berbentuk ruang dalam tubuh bumi)
3. Bangunan; dapat terdiri bangunan residensial, industri, komersil
4. Tanaman; dapat terdiri dari tanaman semusim, hortikultura atau tanamanm
keras/tahunan
5. Benda yang berkaitan dengan tanah; seperti utilitas dan sarana pelengkap
bangunan.
Setelah mendapat besaran nilai ganti rugi yang harus dibayarkan atas
kerugian fisik yang dialami oleh pemilik hak atas tanah, Penilai Publik juga
wajib menilai besarnya kerugian non-fisik yang dialami pemilik hak atas
tanah. Dalam Petunjuk Tenknis Standar Penilaian Indonesia (SPI) 306
menyebutkan bahwa yang termasuk objek penilaian kerugian non-fisik adalah
sebagai berikut:
1. Penggantian terhadap kerugian pelepasan hak dari pemilik tanah yang
akan diberikan premium serta diukur dalam bentuk uang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penggantian ini
dapat meliputi hal-hal yang berkaitan dengan :
50
Petunjuk Teknis Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (SPI 306) butir 2.11
64
d. adanya potensi kehilangan pekerjaan atau kehilangan bisnis termasuk
alih profesi.
e. kerugian emosional (solatium), merupakan kerugian tidak berwujud
yang dikaitkan dengan pengambilalihan tanah yang digunakan sebagai
tempat tinggal dari pemilik.
f. hal-hal yang belum diatur pada butir a dan b di atas seharusnya
ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak yang terkait.
2. Biaya transaksi, dapat meliputi biaya pindah dan pajak sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Kompensasi masa tunggu (bunga), yaitu sejumlah dana yang
diperhitungkan sebagai pengganti adanya perbedaan waktu antara tanggal
penilaian dengan perkiraan tanggal pembayaran ganti kerugian.
4. Kerugian sisa tanah, adalah turunnya nilai tanah akibat pengambilan
sebagian bidang tanah. Dalam hal sisa tanah tidak lagi dapat difungsikan
sesuai dengan peruntukannya, maka dapat diperhitungkan penggantian
atas keseluruhan bidang tanahnya.
5. Kerusakan fisik lain, misalnya bagian bangunan yang terpotong akibat
pengadaan tanah sehingga membutuhkan biaya perbaikan agar dapat
berfungsi sebagaimana mestinya.
Penilaian kerugian fisik dan non-fisik sesuai dengan 2 asas dalam
kegiatan pengadaan tanah untuk pembagunan demi kepetingan umum, yaitu
asas kemanusiaan dan asas keadilan.Lembaga Pertanahan dan Pemerintah
selain mengganti rugi tanah dan bangunan pemilik hak atas tanah, mereka juga
harus mengganti kerugian non-fisik yang dialami para pemilik tanah karena
direbutnya tanah mereka yang sudah mereka tinggali selama bertahun-tahun.
Selain untuk memenuhi asas kemanusiaan dan asas keadilan dalam kegiatan
pengadaan tanah bagi pembagunan untuk kepetingan umum, dengan adanya
penggantian kerugian non-fisik ini juga dapat menghindari adanya sengketa
karena pemilik hak atas tanah yang merasa harga tanahnya yang diganti rugi
65
tidak sebanding dengan sejarah atau memori selama mereka menempati tanah
mereka.
Dalam kasus sengketa yang peneliti angkat di atas, pemilik hak atas
tanah mengajukan sengketa karena tidak terima dengan hasil laporan penilaian
yang dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto dengan
anggapan bahwa Penilai Publik melakukan kesalahan dalam melakukan
penilaiannya karena tanah miliknya dinilai dengan harga lebih rendah
dibandingkan dengan tanah tetangganya yang memiliki tanah yang terletak di
lokasi yang lebih tidak strategis dibandingkan milik pemilik tanah yang
mengajukan sengketa. Selain itu laporan penilaian yang dibuat oleh Kantor
jasa Penilai Publik Toto Suharto juga dianggap tidak memenuhi asas keadilian
dan asas leterbukaan. Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto dalam hal ini
wajib memberikan penjelasan atas laporan penilaiannya yang disengkatan
karena hal tersebut merupakan kewajiban daripada Penilai Publik yang diatur
dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang
berbunyi:
“Penilai yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1)
wajib bertanggung jawab terhadap penilaian yang telah dilaksanakan.”
Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto menjelaskan bahwa salah satu
yang menjadi alasan besaran ganti rugi yang diberikan kepada tetangga
Pemohon yang posisi tanahnya kurang strategis lebih besar dibandingkan
besaran ganti rugi atas tanah Pemonon adalah karena bangunan yang berada di
tanah tetangga Pemohon digunakan sebagai tempat tinggal.Hal ini sudah
sesuai dengan Standar Penilaian Indonesia (SPI) 306 yang menyebutkan
bahwa untuk penilaian ganti rugi tempat tinggal harus dihtung juga besaran
ganti rugi non-fisiknya. Selain itu Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto
juga sudah menuliskan besaran penilaian ganti rugi atas setiap objek yang
berada tanah Pemohon, baik ganti rugi tanah pemohon maupun ganti rugi atas
bangunan milik Pemohon. Hal ini sudah sesuai dengan Standar Penilaian
66
Indonesia (SPI) 306 yang menyebutkan bahwa dalam Laporan Penilaian
Penilai Publik harus mencantumkan besaran penilaian setiap objek yang akan
diganti rugi.
Selama melakukan penilaiannya, Kantor Jasa Penilai Publik Toto
Suharto sudah melakukan penilaiannya sesuai prosedur yang diatur dalam
Petunjuk Teknis Standar Penilaian Indonesia (SPI) 306. Kantor Jasa Penilai
Publik Toto Suharto menilai ganti rugi kerugian fisik maupun non-fisik sesuai
dengan prosedur yang tertera dalam Petunjuk Teknis Standar Penilaian
Indonesia (SPI) 306. Selain itu, Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto
melakukan penilaiannya dalam kasus sengketa di atas menggunakan data yang
berasal Pemerintah Daerah dan Lembaga Pertanahan. Hal ini sudah sesuai
dengan Petunjuk Teknis Standar Penilaian Indonesia (SPI) 306 yang
menyatakan bahwa data dan informasi yang dianggap dapat dipercaya dalam
mendukung pelaksanaan penilaian dapat bersumber dari :
1. Pemerintah Daerah sebagai instansi rujukan data daninformasi terkait
dengan peraturan daerah
2. Lembaga Pertanahan sebagai instansi pemberi tugasdan pengguna laporan
sebagai sumber rujukan data,informasi dan hal-hal terkait kepada pertanahan
3. Bank Indonesia sebagai rujukan kurs bila ada
4. Badan Pusat Statistik (BPS)
5. Bank Pemerintah sebagai sumber suku bunga masatunggu
Berdasarkan hal-hal di atas, Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto
sudah melaksanakan kewajibannya dalam mempertanggung jawabkan
penilaiannya dalam contoh kasus di atas.Penilaian yang dilakukan oleh Kantor
Jasa Penilai Publik Toto Suharto terbukti sudah sesuai dengan Petunjuk
Teknis Standar Penilaian Indonesia 306 serta peraturan-peraturan lain yang
berlaku.Laporan Penilaian yang dibuat oleh Kantor Jasa Penilai Publik Toto
Suharto tidak menyebabkan kerugian pada para pihak karena dalam
melakukan Penilaiannya selain menggunakan data yang dipercaya, mereka
67
juga menjunjung tinggi asas-asas pengadaan tanah. Namun walaupun Kantor
Jasa Penilai Publik sudah melakukan penilaiannya sesuai prosedur yang
tertera dalam Petunjuk Teknis Standar Penilaian Indonesia (SPI) 306 serta
mengikuti peraturan-peraturan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik, masih saja seringkali pemilik tanah
mengajukan sengketa atas hasil penilaian yang dilakukan karena merasa hasil
penilaiannya kurang tepat.51
Hal ini tentunnya sangat menghambat daripada
kelancaran kegiatan pengadaan tanah yang dilakukan. Dengan adanya
sengketa, kegiatan pengadaan tanah yang dilakukan akan terhambat dan
memakan waktu yang lebih lama dan memakan biaya yang lebih besar dari
yang direncanakan sebelumnya. Salah satu faktor yang menyebabkan
seringnya timbul sengketa adalah kurangnya komunikasi yang dilakukan
antara pemilik tanah dengan pihak yang memerlukan tanah.Dalam
musyawarah yang dilakukan hanya membahas tentang bentuk ganti rugi dan
besaran ganti rugi yang dibayarkan tanpa adanya kesempatan bagi pemilik
tanah untuk mengemukakan opininya.Padahal suatu sengketa dapat dihindari
jika pertentangan yang terjadi diantara para pihak dapat diselesaikan dengan
baik dalam musyawarah tersebut.
Menurut Rahmadi Usman, konflik sebagai pertentangan di antara para
pihak untuk menyelesaikan masalah yang kalau tidak diselesaikan dengan
baik dapat mengganggu hubungan di antara para pihak yang bersangkutan.
Sepanjang para pihak dapat menyelesaikan konfliknya dengan baik, maka
tidak akan terjadi sengketa, namun apabila para pihak tidak dapat mencapai
kesepakan solusi pemecahan masalahnya makan akan timbul sengketa.52
Oleh
karena itu, seharusnya musyawarah dalam kegiatan pengadaan tanah dijadikan
tempat dimana pemilik tanah dapat mengemukakan opininya bukan hanya
51 Hasil Wawancara Dengan Wakil Kepala Divisi Penilaian Kantor Jasa Penilai Publik Toto
Suharto pada tanggal 19 November 2019 52
Nia Kurniati, Hukum Agraria Sengketa Pertanahan Penyelesaian Melalui Arbitrase Dalam Teori Dan Praktik (Bandung: Refika Aditama, 2016) h.158
68
sebagai tempat dimana para pemilik tanah tahu berapa besaran ganti rugi yang
diterima.
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti memiliki kesimpulan atas
pertanyaan dalam rumusan masalah sebagai berikut:
1. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum hanya dijelaskan bahwa
Penilai Publik wajib mempertanggungjawabkan penilaiannya. Jika tidak
dapat mempertanggungjawabkan penilaiannya maka akan dikenakan
sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Penjelasan lebih lengkap
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.01/2014
tentang Penilai Publik yang menjelaskan bahwa terdapat 3 jenis
pelanggaran yang dilakukan Penilai Publik. Pelanggaran-pelanggaran
tersebut adalah pelanggaran ringan yang tidak menyebabkan nilai akhir
penilaian berubah, dan pelanggaran berat serta sangat berat yang
menyebabkan nilai akhir penilaian berubah.
2. Kantor Jasa Penilai Publik Toto Suharto sudah mempertanggung jawabkan
penilaiannya yang menyebabkan sengketa dengan baik. Kantor Jasa
Penilai Publik Toto Suharto menjelaskan dengan mendetail apa saja yang
menjadi faktor yang mempengaruhi hasil akhir dalam penilaian ganti rugi
mereka. Setelah melakukan penelitian, sering terjadinya sengketa dalam
pengadaan tanah untuk kepentingan umum disebabkan karena kurangnya
komunikasi antara Pemerintah dengan pemilik tanah yang menyebabkan
perbedaan pendapat tidak mendapatkan titik temu yang berujung sengketa.
Walaupun sudah diatur dalam setiap pengadaan tanah untuk kepentingan
umum harus selalu diadakan musyawarah, akan tetapi seringkali
musyawarah tersebut tidak digunakan untuk mendapatkan titik temu bagi
yang memilik perbedaan pandangan.
70
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan diatas serta penelitian yang dilakukan sebelumnya,
peneliti memberikan saran sebagai berikut:
1. Diperjelasnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum mengenai
musyawarah yang dilakukan dalam kegiatan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum.
2. Dalam melakukan penilaiannya Penilai Publik harus diberikan kesempatan
untuk meminta data dari para Pemilik Tanah mengenai detail tanah dan
objek-objek yang berada di tanah mereka sebagai pertimbangan dalam
menentukan nilai akhir ganti rugi yang diberikan.
3. Pihak Pemerintah dan Lembaga Pertanahan harus mengadakan sosialisasi
dan menanmbah komunikasi dengan para pemilik hak atas tanah baik
sebelum dan saat musyawarah mengenai besarnya ganti rugi atas tanah
mereka yang terkena kegiatan pengadaan tanah.
71
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abdurrahman.Masalah Pencabutan Hak-Hak tas Tanah, Pembebasan Pengadaan
Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum di
Indonesia. Bandung. Citra Aditya Bakti. 1995
Ali, Achmad. Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis).
Jakarta. Gunung Agung. 2002
Arba, H.M.Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan UmumJakarta. Sinar
Grafika. 2019
Emirzon, Joni. Aspek-Aspek Hukum Perusahaan Jasa Penilai. Jakarta. Gramedia.
2000
Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad.Dualisme Penelitian Hukum-Normatif dan
Empiris.Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2015
Hamzah, Andi.Kamus Hukum. Ghalia Indonesia. 2005
Harsono, Boedi. Undang-Undang Pokok Agraria Bagian Pertama. Jakarta.
Djambatan.1971
Hatta, Mohammad. Penjabaran Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta.
Mutiara. 1977
Kurniati, Nia. Hukum Agraria Sengketa Pertanahan Penyelesaian Melalui
Arbitrase Dalam Teori Dan Praktik. Bandung. PT. Refika Aditama. 2016
Kursnadi, Moh. dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta.
Sinar Bakti. 1988
Marzuki, Peter Mahmud.Penelitian Hukum. Kencana Prenada Media Group.
Jakarta. 2011
Parlindungan, A.P. Tanya Jawab Hukum Agraria dan Pertanahan. Bandung.
Madar Maju. 2003
72
Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.2000
Rahman Nidar, Sulaeman. Etika Bisnis: Tinjauan Pada Etika Profesi Penilai.
Bandung. Lembaga Penerbit Laboratorium Akuntansi FPEB UPI. 2012
Salindeho, John. Masalah Tanah dalam Pembangunan. Jakarta. Sinar Grafika.
1987
Sembiring, Julius. Tanah Negara. Jakarta. Prenamadia Group. 2016
Sihombing, B.F. Evolusi kebijakan Pertanahan Dalam Hukum Tanah Indonesia.
Jakarta. Gunung Agung. 2004
Sitorus, Oloan dan Dayat Limbong.Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
Yogyakarta.Mitra Kebijakan Pertanahan Indonesia.2004
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji,.Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat. Jakarta. Raja Grafindo Persada.2001
Soimin, Soedharyo. Status Hak dan Pembebasan Tanah. Jakarta. Sinar Grafika.
2001
Suredi,Adrian.Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan
Tanah Untuk Pembangunan.Jakarta. Sinar Grafika. 2008
Sutedi, Adrian. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendatarannya. Jakarta. Sinar
Grafika. 2014
S.W Sumardjono, Maria. Kebiakan Pertanahan Antara Regulasi dan
Implementasi. Jakarta. Kompas. 2001
Syahrani, Riduan. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Bandung. Citra Aditya
Bakti.1999
Usman, Rahmadi. Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan. Bandung,
Citra Aditya Bakti. 2003
Zaman, Nurus.Politik Hukum Pengadaan Tanah. Bandung. PT. Refika Aditama.
2016
73
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.01/2014 tentang Penilai Publik
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 56/PMK.01/2017
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 101/PMK.01/2014 Tentang Penilai Publik
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria
JURNAL
Dotulong, Ivan. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Ditinjau Dari UU
Nomor 2 Tahun 2012.Lex Crimen Vol. V No.3. 2016
Mawuntu, J. Ronald. Konsep Penguasaan Negara Berdasarkan Pasal 33 UUD
1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi. Penelitian dalam kumpulan
jurnal edisi Vol.XX/No.3/April-Juni/2012
Subekti, Rahayu.Kebijakan Pemberian Ganti Kerugian Dalam Pengadaan Tanah
Bagi Pembagunan Untuk Kepentingan Umum, Yustisia. Vol. 5 No. 2,
2016
WEBSITE ATAU INTERNET
Toto Suharto dan Rekan.Jasa dan Layanan.https://www.tnr.co.id/ diakses pada 20
September 2019
Nadia Luthfiyah, Mekanisme ganti kerugian dalam pengadaan tanah berdasarkan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum (studi Putusan Pengadilan Negeri
74
Tangerang Nomor 129/Pdt.P/2017/PN.TNG.)
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/44179 diakses pada
15 november 2019
Mohamad Fahmi Burhanudin, Mekanisme Pengadaan Dan Konsinyasi Ganti Rugi
Tanah Oleh Pemerintah Terkait Dengan Pembangunan Jalan Umum (Studi
Kasus Pelebaran Jalan Ciater-Rawa Mekar Jaya)
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/30179 diakses pada
15 November 2019
75
A
76
a