dimensi pohon sentang (azadirachta excelsa jack.) dan ... · pada pola agroforestri akan...

65
DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) DI DALAM SISTEM AGROFORESTRI SUCI RATNA PURI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Upload: lenguyet

Post on 11-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN

PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) DI DALAM

SISTEM AGROFORESTRI

SUCI RATNA PURI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

Page 2: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada
Page 3: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Dimensi Pohon Sentang

(Azadirachta excelsa Jack.) dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merril) di

dalam Sistem Agroforestri)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

Suci Ratna Puri

NIM. E451130071

Page 4: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

RINGKASAN

SUCI RATNA PURI. Dimensi Pohon Sentang (Azadirachta excelsa Jack.) dan

Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merril) di dalam Sistem Agroforestri).

Dibimbing oleh NURHENI WIJAYANTO dan ARUM SEKAR WULANDARI.

Sistem yang memadukan kehutanan dengan pertanian dikenal dengan

agroforestri. Penggunaan lahan tidur di bawah tegakan, akan lebih

mengoptimalkan pemanfaatan lahan yang selama ini belum termanfaatkan.

Tanaman sentang (Azadirachta excelsa Jack.) merupakan salah satu tanaman yang

dapat digunakan dalam sistem agroforestri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menganalisis dimensi pohon, respon fisiologi, pertumbuhan dan produksi berbagai

varietas kedelai (Grobogan, Anjasmoro, Tanggamus dan Wilis) di dalam sistem

agroforestri sentang.

Penelitian ini terdiri dari 2 percobaan yaitu percobaan pertama untuk

mengetahui perbedaan dimensi pohon sentang pada pola agroforestri dan

monokultur sentang, sedangkan percobaan kedua bertujuan untuk mengetahui

pengaruh fisiologi, pertumbuhan dan produksi kedelai pada pola agroforestri dan

monokultur kedelai. Percobaan pertama menggunakan rancangan acak lengkap

(RAL), dengan faktor tunggal, yaitu pola tanam dengan 2 taraf dan perlakuan

diulang 16 kali. Jumlah tanaman per satuan percobaan sebanyak 1 pohon. Pola

tanam yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu Monokultur sentang (So) dan

Agroforestri sentang dan kedelai (S1). Percobaan kedua menggunakan rancangan

petak terbagi (split plot design) yang terdiri dari 2 faktor dan 3 ulangan. Pola

tanam sebagai petak utama, yang terdiri dari pola tanam agroforestri (S1) dan

monokultur (S0). Faktor kedua yang merupakan anak petak adalah berbagai

varietas kedelai yang terdiri dari Varietas Grobogan, Anjasmoro, Tanggamus dan

Wilis. Penelitian dilaksanakan di Kebun Pusat Penelitian Tanaman Obat

Biofarmaka di Cikabayan Kampus IPB dengan luas lahan 450 m2. Pelaksanaan

untuk penanaman kedelai dilakukan pada lahan yang sudah ditanami tanaman

sentang yang telah berumur 1 tahun dengan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan tinggi pohon,

diameter batang dan diameter tajuk sentang pada plot agroforestri lebih besar

dibandingkan dengan plot monokultur. Akar lateral pada plot monokultur

memiliki kedalaman yang lebih dalam dibandingkan dengan plot agroforestri.

Perbedaan pertumbuhan tanaman pada masing-masing pola tanam agroforestri

dipengaruhi oleh adanya interaksi antar komponen tanaman. Interaksi yang positif

pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi

dari semua komponen tanaman yang ada pada pola tersebut dan sebaliknya.

Perbedaan dimensi sentang dalam penelitian ini terjadi karena pemeliharaan yang

diberikan pada tanaman kedelai memberikan dampak positif terhadap

pertumbuhan sentang. Pemeliharaan pada tanaman kedelai seperti pemupukan,

penggemburan dan penyiangan gulma secara tidak langsung berdampak pada

pertumbuhan sentang.

Kedelai pada pola monokultur sentang mengandung klorofil a, kandungan

karoten dan total klorofil yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai pada pola

tanam agroforestri. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedelai melakukan adaptasi

terhadap cekaman cahaya yang dicapai melalui mekanisme penghindaran dengan

Page 5: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya dan mekanisme toleran dengan

menurunkan titik kompensasi cahaya. Serapan hara N, P, dan K pada pola tanam

monokultur memiliki serapan hara lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai pada

pola tanam agroforestri. Varietas Tanggamus, Anjasmoro, dan Wilis pada plot

monokultur memiliki pertumbuhan dan produksi yang lebih baik dibandingkan

dengan Varietas Grobogan. Hasil/ha kedelai yang diperoleh pada penelitian ini

menunjukkan Varietas Tanggamus dan Wilis memiliki hasil/ha yang melebihi

hasil/ha berdasarkan deskripsi yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanaman

Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, sedangkan Varietas Grobogan dan

Anjasmoro hasil/ha yang didapatkan lebih rendah dibandingkan deskripsi. Hal

tersebut menunjukkan bahwa Varietas Tanggamus dan Wilis memiliki toleransi

terhadap kondisi lingkungan yang ada di lokasi penelitian. Penggunaan berbagai

varietas kedelai pada agroforestri tanaman sentang umur 1 tahun menghasilkan

produksi yang sama dengan produksi pada pola tanam monokultur.

Kata kunci: agroforestri, dimensi pohon, sentang (Azadirachta excelsa Jack.),

kedelai (Glycine max (L.) Merril)

Page 6: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

SUMMARY

SUCI RATNA PURI. Dimension of Sentang (Azadirachta excelsa Jack.) and

Production of Soyben (Glycine max (L.) Merril) in Agroforestry System.

Supervised by NURHENI WIJAYANTO and ARUM SEKAR WULANDARI.

System which combines forestry and agriculture is known by agroforestry.

Using of un-productive land below the trees will be more optimum. Sentang

(Azadirachta excelsa Jack.) is one of trees that can be used in agroforestry system.

The aim of this study was to analyze tree dimension, physiology respon, growth

and production some varieties of soybean (Grobogan, Anjasmoro, Tanggamus and

Wilis).

This Research consisted of two experiments. The first trial was conducted

to determine differences of sentang dimension in agroforestry and monocultural

Sentang pattern, while the second experiment aims to determine the effect of

physiology, growth and production of soybean in agroforestry and monocultural

soybean pattern. The first experiment using a completely randomized design, with

a single factor, namely the cropping pattern with 2 levels and treatment was

repeated 16 times. The number of plants per unit of experiment as much as 1 tree.

The cropping pattern applied in this research is Monocultural Sentang (So) and

Agroforestry Sentang and soybeans (S1). The second experiment using a split plot

design, consisted of 2 factors and 3 repetitions. Planting pattern as a main plot,

consisted of planting agroforestry pattern (S1) and monoculture (S0). The second

factor as a subplot is some varieties of soybean that consisted of Variety of

Grobogan, Anjasmoro, Tanggamus, and Wilis. The study was conducted in Center

of Medicinal Plants Biofarmaka Cikabayan, Bogor Agricultural University with

area about 450 m2

. Soybean plantation was conducted at land that has been planted

by Sentang 1 year old and the planting distance was 2.5 m x 2.5 m.

The result shows that accretion mean of tree height, stem and crown

diameter of Sentang in agroforestry plot are bigger than in monocultural plot.

Lateral root in monocultural plot is deeper than in agroforestry plot. The

difference of plant growth in each planting pattern of agroforestry is affected by

interaction among plant component. Positive interaction in agroforestry pattern

will result growth and production improvements from all plant component that

present in its pattern and also in contrary. The difference of sentang dimension in

this study is caused by soybean maintenance thas was given, gives possitive effect

on sentang growth. Soybean maintenance such fertilizing, loosening, and clearing

of weeds indirectly affected for sentang.

Soybean on monocultural pattern containing more Chlorophyl a, caroten,

and total of chlorophyl than soybean on agroforestry pattern. It shows that

soybean did an adaptation toward light pressure that was reached by avoidance

mechanism by increasing efficiency of light catching and tolerant mechanism by

decreasing point of light compensation. Nutrient uptake of N, P, and K in

monocultural pattern has the higher nutrient uptake than soybean in agroforestry

pattern. Variety Tanggamus, Anjasmoro, and Wilis on monoculturural plot has

better growth and production than variety of Grobogan. Production per hectar of

Variety of Tanggamus and Wilis in this study exceeds mean of production per

hectar in description, while mean production per hectar of Variety of Grobogan

Page 7: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

and Anjasmoro is less than mean production in description. It shows that Variety

of Tanggamus and Wilis have tolerancy toward environmental condition that

presented on study area. Using of some varieties of soybean on sentang

agroforestry one year old produce same production with production in

monocultural pattern.

Key words: agroforestry, tree dimension, sentang (Azadirachta excelsa Jack.),

soybean (Glycine max (L.) Merril)

Page 8: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 9: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Program Studi Silvikultur Tropika

DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN

PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) DI DALAM

SISTEM AGROFORESTRI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

SUCI RATNA PURI

Page 10: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS

Page 11: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

Judul Tesis Dimensi Pohon Sentang (Azadirachta excelsa Jack.) dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merril) di dalam Sistem Agroforestri

Nama NIM

Suci Ratna Puri E451130071

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua

� Dr Ir Arum Sekar Wulandari, MS

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Silvikultur Tropika

�i� ProfDr Ir Sri Wilarso Budi R, MS

Tanggal Ujian: 22 Januari 2016

-�IJ�{����-�k.Q��h Pascasarjana � . .r::�'�)<(.��.:.�--�:��� ; �.�.q ·�,��-�

r,.,..." , ..._ 0 y- • ";? / , ��,. \,. •

1\{5���!})�) \\ ;:. "'. f· · . ..., ii \ /{� ... ·� '•· ·' \.\. .. , cA. '=-": •

··<�:::�����: .�����·;. Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Lulus: 2 4 FE 8 20 iS

Page 12: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala atas rahmatNya hingga

tesis yang berjudul “Dimensi Pohon Sentang (Azadirachta excelsa Jack.) dan

Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merril) di dalam Sistem Agroforestri” dapat

diselesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada nabi besar

Muhammad Sallallahu’ alaihi wa salam.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan

kepada Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS dan Dr Ir Arum Sekar Wulandari, MS

selaku komisi pembimbing, atas arahan dan bimbingannya. Ucapan terima kasih

dan penghargaan juga kami sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan Beasiswa Unggulan Dikti kepada penulis

untuk tahun anggaran 2013-2015 (lampiran surat Dikti No.2460/E4.4/2013).

Terimakasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan di Laboratorium

Mikoriza, Departemen Silvikultur (Sri Muryati, SP; Sri Astuti, SP; Rajjitha

Handayani, SP; Tri Wahida, SP; Lily Novianty, S.Pd; Hutami Indah Pertiwi, SP;

Laswi Irmayanti, S.Hut, MSi dan Fransisca YR Luturmas, S.Hut) dan seluruh

teman-teman Silvikultur yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih

atas bantuan dan dukungannya. Terimakasih kepada: Sopto Darmawan, S.Hut;

Adisti Permatasari Hartoyo, S.Hut, MSi; Ida Rosita, S.Hut; Jenny Rumondang,

S.Hut; Asep Hendra Supriatna, S.Hut; Latif Al Anshary, S.Hut; Nofika Senjaya,

S.Hut; Rince Muryunika, SP, MSi yang telah membantu penulis dalam

pengumpulan sampel penelitian di lapangan. Ungkapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala do’a dan kasih

sayangnya.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

membantu baik secara langsung maupun tidak langsung selama perencanaan dan

pelaksanaan penelitian, sampai tesis ini dapat diselesaikan. Semoga Allah

memberi balasan yang berlipat. Aamiin.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Namun

penulis selalu berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis

dan para pembaca.

Bogor, Februari 2016

Suci Ratna Puri

Page 13: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

METODE 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Alat dan Bahan 3

Prosedur Penelitian 5

Analisis Data 9

HASIL PENELITIAN 9

Kondisi Umum 13

Dimensi Sentang 14

Respon Fisiologi Kedelai 14

Pertumbuhan Kedelai 16

Produksi Kedelai 18

PEMBAHASAN PENELITIAN 21

Dimensi Sentang 21

Respon Fisiologi Kedelai 22

Pertumbuhan Kedelai 24

Produksi Kedelai 26

SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 37

RIWAYAT HIDUP 51

Page 14: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

DAFTAR TABEL

1 Hasil analisis tanah awal pada lahan agroforestri dan monokultur kedelai 10

2 Pertambahan dimensi sentang pada plot monokultur dan agroforestri 14

3 Perbandingan kandungan klorofil tanaman kedelai pada pola tanam

agroforestri dan monokultur 14

4 Perbandingan serapan hara tanaman kedelai pada pola tanam

agroforestri dan monokultur 15

5 Rekapitulasi hasil analisis ragam data pertumbuhan kedelai yang

diberikan perlakuan pola tanam dan varietas 16

6 Pengaruh pola tanam terhadap pertumbuhan kedelai 17

7 Pengaruh varietas terhadap pertumbuhan kedelai 18

8 Rekapitulasi hasil analisis ragam data produksi kedelai yang diberikan

perlakuan pola tanam dan varietas 19

9 Pengaruh pola tanam terhadap produksi kedelai 19

10 Pengaruh varietas terhadap produksi kedelai 20

11 Interaksi antara pola tanam dan varietas terhadap produksi kedelai 20

12 Perbandingan hasil kedelai per ha 21

DAFTAR GAMBAR

1 Penanaman kedelai: Agroforestri dengan sentang dan monokultur kedelai 9

2 Intensitas cahaya pada lahan agroforestri sentang dan monokultur kedelai 11

3 Suhu dan kelembaban pada lahan agroforestri dan monokultur kedelai 11

4 Curah hujan pada lahan agroforestri sentang dan monokultur kedelai 11

5 Hama kedelai pada fase vegetatif 12

6 Hama dan penyakit kedelai pada fase generatif 13

7 Kandungan klorofil daun kedelai pada berbagai varietas kedelai 15

8 Serapan hara kedelai pada berbagai varietas 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pengamatan aspek biofisik, dimensi pohon sentang dan peubah vegetatif

serta generatif tanaman kedelai 37

2 Desain plot agroforestri dan monokultur 38

3 Hasil analisis tanah akhir pada lahan agroforestri dan monokultur kedelai 40

4 Deskripsi Varietas Wilis 41

5 Deskripsi Varietas Grobogan 42

6 Deskripsi Varietas Anjasmoro 43

7 Deskripsi Varietas Tanggamus 44

8 Data curah hujan harian di Dramaga Bogor bulan Februari-Mei 2015 45

9 Data suhu dan kelembaban harian di Dramaga Bogor bulan

Februari-Mei 2015 46

10 Data hasil pengujian kandungan klorofil dan serapan hara kedelai 47

11 Hasil analisis tanah awal pada lahan monokultur kedelai 48

12 Hasil analisis tanah awal pada lahan agroforestri sentang 49

13 Hasil analisis tanah akhir pada lahan monokultur kedelai dan

agroforestri sentang 50

Page 15: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan peningkatan kebutuhan pangan,

sandang dan papan. Lahan yang memadai diperlukan dalam memenuhi semua

kebutuhan tersebut, terutama di bidang pertanian. Pengolahan lahan yang tidak

ramah lingkungan dapat mempercepat terjadinya degradasi kesuburan tanah

(Prasetyo 2004). Pembukaan hutan tropis untuk pertanian menyebabkan perluasan

lahan kritis dan marjinal sehingga diperlukan suatu sistem kehutanan dan pertanian

terpadu untuk menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian

hutan. Sistem yang memadukan kehutanan dengan pertanian dikenal dengan

agroforestri (Kartasubrata 2003).

Huxley (1999) dan Hairiah et al. (2003) menyatakan bahwa dalam melakukan

pengelolaan lahan secara agroforestri perlu memperhatikan interaksi antar

komponen-komponen agroforestri seperti lingkungan abiotik, biotik dan budaya.

Tanaman sentang (Azadirachta excelsa Jack.) merupakan salah satu tanaman yang

dapat digunakan dalam sistem agroforestri. Tanaman sentang merupakan jenis

tanaman yang keberadaannya belum banyak diketahui dan diteliti khususnya dalam

bidang agroforestri di Indonesia. Florido dan Mesa (2001) mengemukakan bahwa

sentang merupakan jenis tanaman cepat tumbuh dan multifungsi. Jenis ini dapat

dipanen pada umur 6–7 tahun dengan rata-rata diameter 24–30 cm sehingga tanaman

ini sangat potensial sebagai alternatif pengganti kayu dari hutan alam.

Joker (2000) mengemukakan bahwa manfaat dari tanaman sentang adalah

untuk konstruksi ringan, mebel, panel dan vinir. Tunas muda dan bunganya

dikonsumsi sebagai sayuran. Seperti mimba, bijinya mengandung azadirachtin,

digunakan sebagai bioinsektisida.

Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman potensial

yang dapat dikembangkan dalam sistem agroforestri. Kedelai merupakan salah satu

komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia, dan merupakan tanaman

kacang-kacangan utama yang diusahakan di dunia sebagai sumber protein nabati,

bahan baku industri, maupun bahan pakan ternak. Perkembangan kedelai sebagai

tanaman penghasil protein di Indonesia ternyata masih memerlukan penanganan

yang lebih tepat.

Produksi kedelai Indonesia dari tahun 2007 sampai tahun 2012 mengalami

peningkatan, namun mengalami penurunan pada tahun 2013. Produksi kedelai

Indonesia tahun 2013 mencapai 779.992 ribu ton atau mengalami penurunan sebesar

63.16 ribu ton (7.89%) dibandingkan tahun 2012 dengan produksi sebesar 843.15

ribu ton. Penurunan produksi ini diperkirakan terjadi karena adanya penurunan luas

panen seluas 16.83 ribu hektar (11.46%), diikuti juga dengan penurunan

produktivitas sebesar 0.69 ku/ha (4.87%) (BPS 2014). Penurunan produksi ini

tentunya dapat menyebabkan peningkatan impor kedelai di Indonesia. Indonesia

sampai saat ini menjadi salah satu negara pengimpor kedelai terbesar di dunia.

Jumlah kedelai yang diimpor setiap tahunnya rata-rata di atas 1 juta ton dari total

kebutuhan rata-rata di atas 2 juta ton. Kedelai diimpor sebagian besar berasal dari

Amerika, Argentina, Malaysia dan Brasil (BPS 2014). Swasembada kedelai,

peningkatan produksi dan luas tanaman perlu diupayakan untuk mengurangi beban

anggaran negara.

Page 16: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

2

Penggunaan lahan tidur di bawah tegakan akan lebih mengoptimalkan

pemanfaatan lahan yang selama ini belum termanfaatkan. Kendala utama pada lahan

semacam ini adalah intensitas cahaya, suhu dan kelembaban, oleh karena itu

diperlukan upaya untuk memperoleh varietas yang berproduksi tinggi pada kondisi

demikian.

Berdasarkan keunggulan yang dimiliki dari kedua jenis tersebut, diharapkan

akan meningkatkan produktivitas sistem agroforestri, dikarenakan terjadinya

interaksi dari kombinasi kedua jenis tersebut. Penelitian tentang bagaimana

sebenarnya proses hubungan interaksi yang terjadi antar komponen penyusun

agroforestri dan produktivitas kedua jenis tanaman penyusunnya perlu dilakukan.

Perumusan Masalah

Keberadaan hutan sering terancam akibat adanya kepentingan-kepentingan

tertentu, seperti perluasan areal pertanian, illlegal logging, perambahan hutan dan

sebagainya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan hidup, terutama

kebutuhan pangan menyebabkan kebutuhan lahan pertanian akan meningkat pula.

Lahan yang tersedia untuk pertanian terbatas, sehingga menimbulkan kecenderungan

masyarakat sekitar hutan membuka hutan untuk dijadikan areal budidaya pertanian,

perkebunan, pemukiman, dan lain-lain, tanpa memperhitungkan meningkatnya

ancaman akibat deforestasi dan degradasi lingkungan. Permasalahan tersebut dapat

diatasi dengan ditemukannya suatu sistem yang dapat menyeimbangkan antara

intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan. Salah satu sistem yang tepat yaitu

agroforestri. Sistem agroforestri mempunyai keuntungan yaitu hasil yang diperoleh

dari dua komponen yaitu tanaman pertanian dan tanaman kehutanan. Agroforestri

tanaman sentang (Azadirachta excelsa Jack.) dan kedelai (Glycine max (L.) Merrill)

merupakan kombinasi yang tepat karena kedua tanaman tersebut memiliki

keunggulan masing-masing. Interaksi di antara kedua tanaman tersebut diharapkan

dapat meningkatkan produktivitas dari kedua komponen agroforestri tersebut.

Kendala utama pengembangan tanaman kedelai sebagai tanaman tumpangsari

pada lahan hutan tanaman adalah kurangnya daya adaptasi kedelai di bawah naungan

(intensitas cahaya rendah dan kesuburan tanah yang rendah), sehingga diperlukan

pengujian varietas kedelai yang mampu tumbuh dan berproduksi baik walaupun

dalam kondisi tersebut.

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan berikut:

1. Bagaimana interaksi antara tanaman sentang dengan tanaman kedelai di dalam

sistem agroforestri ?

2. Bagaimana respon fisiologi berbagai varietas tanaman kedelai (Varietas

Anjasmoro, Grobogan, Tanggamus dan Wilis) di dalam sistem agroforestri?

3. Bagaimana respon pertumbuhan dan produksi berbagai varietas tanaman

kedelai (Varietas Anjasmoro, Grobogan, Tanggamus dan Wilis) di dalam

sistem agroforestri tanaman sentang?

Page 17: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

3

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis interaksi antara tanaman sentang dengan tanaman kedelai di dalam

sistem agroforestri.

2. Menganalisis respon fisiologi berbagai varietas tanaman kedelai (Varietas

Anjasmoro, Grobogan, Tanggamus dan Wilis).

3. Menganalisis respon pertumbuhan dan produksi berbagai varietas tanaman

kedelai (Varietas Anjasmoro, Grobogan, Tanggamus dan Wilis) di dalam sistem

agroforestri tanaman sentang.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi varietas

kedelai yang mampu tumbuh dan berproduksi tinggi di dalam sistem agroforestri

tanaman sentang, dan mengetahui bagaimana interaksi yang terjadi dari kedua

komponen penyusun agroforestri tersebut. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

dijadikan referensi bagi para pihak yang membutuhkan.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2015 sampai Juni 2015. Lokasi

penelitian di Kebun Pusat Penelitian Tanaman Obat Biofarmaka di Cikabayan

Kampus IPB Darmaga dengan luas lahan 450 m2. Agroforestri kedelai dilakukan

pada lahan yang sudah ditanami tanaman sentang yang telah berumur 1 tahun dengan

jarak tanam 2.5 m x 2.5 m.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai

(Varietas Anjasmoro, Grobogan, Wilis, Tanggamus), kayu, bambu, paku, tali, pupuk

kandang sapi, pupuk NPK, insektisida (bahan aktif karbofuran: 3%), insektisida

(bahan aktif delta metrin 25 g/L), kapur.

Alat-alat yang digunakan adalah cangkul, golok, gembor, bor tanah, meteran

jahit, penggaris, ring tanah, timbangan, tugal, ajir (terbuat dari bambu), bening, lux

meter, kaliper, termohigrometer, label dan kamera.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 2 percobaan yaitu percobaan pertama untuk

mengetahui perbedaan dimensi pohon sentang pada pola agroforestri dan monokultur

sentang, sedangkan percobaan kedua bertujuan untuk mengetahui pengaruh fisiologi,

pertumbuhan dan produksi kedelai pada pola agroforestri dan monokultur kedelai.

Page 18: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

4

Percobaan 1

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), dengan faktor

tunggal, yaitu pola tanam dengan 2 taraf dan perlakuan diulang 16 kali. Jumlah

tanaman per satuan percobaan sebanyak 1 pohon. Penentuan tanaman contoh

dilakukan secara acak. Pola tanam yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu

Monokultur sentang (So) dan Agroforestri sentang dan kedelai (S1).

Berdasarkan rancangan penelitian yang ada maka rancangan yang digunakan

adalah sebagai berikut (Mattjik & Sumertajaya 2013):

Yij = μ + Ai + Bj + εij

Yij = nilai pengamatan pada pola tanam ke-i dan ulangan ke-j

i = pola tanam 1, 2

j = ulangan 1, 2, 3, 4,......, 16

µ = nilai rataan umum

Αi = pengaruh perlakuan pola tanam ke-i

Βj = pengaruh ulangan ke-j

εij = pengaruh acak dari pola tanam ke-j dan ulangan ke-j yang menyebar

normal

Analisis data menggunakan ANOVA pada taraf 5% untuk pengetahui

perbedaan antar perlakuan. Uji lanjut BNJ taraf 5% dilakukan apabila terdapat

pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati (Steel & Torrie 1991). Data diolah

menggunakan program SAS 9.0.

Percobaan 2

Rancangan penelitian yang digunakan pada percobaan ini adalah rancangan

acak kelompok (RAK) dengan petak terbagi (split plot design) yang terdiri dari 2

faktor dan 3 ulangan. Pola tanam sebagai petak utama, yang terdiri dari pola tanam

agroforestri (S1) dan monokultur (S0). Faktor kedua yang merupakan anak petak

adalah berbagai varietas kedelai yaitu Varietas Anjasmoro (A), Varietas Grobogan

(G), Varietas Tanggamus (T) dan Varietas Wilis (W) yang keragamannya terletak di

dalam petak utama.

Percobaan ini memiliki 8 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali

sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Pengelompokkan dilakukan berdasarkan

perbedaan dalam tangkapan cahaya matahari. Ukuran petak percobaan 1.2 m x 4 m,

jarak tanam yang digunakan 40 cm x 20 cm sehingga dalam satu petak percobaan

terdiri dari 60 lubang tanam. Tanaman contoh kedelai diambil di setiap satuan petak

percobaan yang terdiri atas 10 tanaman kedelai untuk diamati, dan 2 tanaman kedelai

per perlakuan pada setiap ulangan sebagai tanaman destruktif yang diambil di bagian

tengah. Desain percobaan di lapangan disajikan pada Lampiran 2.

Berdasarkan rancangan penelitian yang ada maka rancangan yang digunakan

adalah sebagai berikut (Mattjik & Sumertajaya 2013):

Yijk = μ + Ai + Bj + (αβ)ij+ δik + εjk

Yijk = nilai pengamatan pada petak utama taraf ke-i, anak petak taraf ke-j

dan kelompok ke-k

i = petak utama yaitu pola tanam 1, 2

Page 19: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

5

j = anak petak yaitu berbagai varietas 1, 2, 3, 4

k = ulangan 1, 2 dan 3

µ = nilai rataan umum

Αi = pengaruh perlakuan petak utama ke-i

Βj = pengaruh perlakuan anak petak ke-j

(αβ)ij = pengaruh interaksi antara perlakuan petak utama ke-i dengan

perlakuan anak petak ke-j

Γik = komponen acak dari petak utama ke-i, kelompok ke-k yang

menyebar normal

Δjk = pengaruh acak dari anak petak ke-j, kelompok ke-k yang menyebar

normal

Analisis data menggunakan ANOVA pada taraf 5% untuk pengetahui

perbedaan antar perlakuan. Uji lanjut Duncan taraf 5% dilakukan apabila terdapat

pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati (Steel & Torrie 1991). Data diolah

menggunakan program SAS 9.0.

Prosedur Penelitian

Persiapan Benih Kedelai

Benih yang digunakan adalah Varietas Anjasmoro, Grobogan, Tanggamus

dan Wilis yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Bioteknologi dan Genetika Cimanggu, Bogor. Benih terlebih dahulu dicampur

dengan Rhizobium dengan dosis 40 kg/ha. Pencampuran Rhizobium dilakukan

dengan membasahi benih kedelai dengan air secukupnya, dan kemudian

dicampurkan dengan Rhizobium hingga rata melekat ke permukaan benih.

Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan dilakukan 1 minggu sebelum penanaman. Pengolahan lahan

dimulai lebih awal dengan membersihkan lahan dari sisa-sisa akar tanaman dan

semak belukar. Tanah kemudian diolah menggunakan cangkul hingga gembur dan

rata, dan diikuti penaburan kapur 1.5 ton/ha dengan tujuan menaikan pH tanah.

Ukuran petakan yang dibuat yaitu 1.2 m x 4 m dengan ketinggian petakan ± 30 cm.

Tanah yang sudah dipetakkan dicampur dengan pupuk kandang sapi dengan dosis

1000 kg/ha. Jarak antar tanaman sentang dan petakan adalah 40 cm, sedangkan jarak

antar plot dan ulangan adalah 2 m.

Penanaman

Lubang tanam dibuat sebanyak 60 lubang tanam sedalam 3–4 cm dengan

jarak tanam 40 cm x 20 cm. Benih ditanam ke dalam lubang tanam sebanyak 3 benih

per lubang tanam, yang kemudian ditaburkan insektisida (bahan aktif karbofuran:

3%) pada lubang tanam dengan dosis 20 kg/ha atau 9.6 g per petak. Lubang tanam

ditutup dengan tanah lapisan permukaan.

Pemupukan

Pupuk NPK diberikan pada waktu penanaman. Pupuk NPK yang diberikan

yaitu 75 kg/ha urea atau 36 g per petak, SP36 100 kg/ha atau 48 g per petak dan KCl

Page 20: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

6

100 kg/ha atau 48 g per petak. Pemupukan dilakukan dalam alur di sisi kiri atau

kanan sejauh ± 10 cm, kemudian ditutup dengan tanah.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman kedelai meliputi penyiraman, penjarangan,

penyulaman, pembumbunan, penyiangan gulma, pemberian lanjaran serta

pengendalian hama dan penyakit. Tanaman kedelai disiram sebanyak 2 kali sehari,

jika hari hujan maka penyiraman tidak dilakukan. Penjarangan dilakukan dengan

meninggalkan satu tanaman yang terbaik dan seragam, penjarangan dilakukan

2 minggu setelah tanam.

Tanaman kedelai yang tidak tumbuh atau tumbuh abnormal diganti

(disulam). Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 1 minggu setelah

tanam. Cara penyulaman adalah dengan menggantikan tanaman yang mati dengan

tanaman yang hidup dari petakan khusus untuk tanaman sulaman, bersamaan dengan

penyulaman tersebut dilakukan pembumbunan.

Penyiangan dilakukan 2 minggu setelah tanam dan seterusnya secara

berkelanjutan sesuai dengan kondisi lapangan. Penyiangan gulma dilakukan secara

manual atau dengan menggunakan cangkul. Pemberian lanjaran dilakukan apabila

tanaman terlampau tinggi untuk menopang tegaknya tanaman.

Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida (bahan aktif

deltametrin) dengan konsentrasi 2 mL/L, sedangkan pengendalian penyakit

dilakukan dengan menyemprotkan fungisida (bahan aktif mankozeb 80%) dengan

konsentrasi 1 g/L. Penyemprotan dilakukan dua minggu sekali dimulai sejak 2

minggu setelah tanam sampai 2 minggu sebelum panen.

Panen

Pemanenan tanaman kedelai dilakukan saat warna polong kuning kecoklatan,

batang-batangnya sudah kering, dan sebagian daun-daunnya sudah kering dan rontok

(Jufri 2006). Pemanenan dilakukan dengan cara memotong pangkal tanaman

menggunakan sabit atau parang yang tajam.

Panen dilakukan secara serempak pada pagi hari dalam kondisi cuaca cerah.

Caranya adalah dengan memotong dan mencabut batang tanaman, termasuk

daunnya. Hal tersebut guna memastikan polong kedelai sudah cukup tua atau berisi

sehingga dihasilkan biji kedelai yang berkualitas serta mengurangi kehilangan hasil

pada saat panen.

Pengukuran Dimensi Tanaman Sentang

Menurut Wijayanto dan Hidayanthi (2012) pengukuran dimensi tanaman

sentang meliputi:

1. Pengukuran tinggi (cm)

Pengukuran pertumbuhan tinggi sentang dilakukan menggunakan meteran,

tanaman sentang diukur mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh sentang.

Pengukuran ini dilakukan setiap 4 (empat) minggu sekali sampai minggu ke-14.

2. Pengukuran diameter batang (cm)

Penggukuran dilakukan dengan menggunakan kaliper, diameter batang diukur

pada ketinggian sekitar 30 cm di atas pangkal batang sentang. Pengukuran

diameter dilakukan setiap 4 (empat) minggu sekali sampai sampai minggu ke-14.

3. Pengukuran tajuk (cm)

Page 21: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

7

Pengukuran dilakukan terhadap panjang dan lebar tajuk dengan menggunakan

meteran dan galah ukur pada proyeksi tajuk yang akan diamati. Pengukuran

dilakukan pada awal, pertengahan dan akhir penanaman tanaman kedelai.

4. Pengukuran akar tanaman sentang (cm)

Pengukuran dilakukan pada awal dan akhir penanaman tanaman kedelai.

Pengukuran dilakukan terhadap jumlah akar sentang yang berada pada kedalaman

0–20 cm dengan mengukur diameter setiap akar yang ditemukan menggunakan

kaliper (cm) dan busur (derajat) sebagai penanda arah akar. Penggalian akar

dilakukan tegak lurus terhadap guludan kedelai. Penggalian ini dilakukan dengan

hati-hati untuk mencegah putusnya akar. Metode penggalian dilakukan dengan

menggali di pertengahan larikan dua pohon, penggalian tersebut dihentikan ketika

ditemukan akar, apabila masih belum ditemukan akar sampai kedalaman 30 cm,

dilanjutkan menggali tanah pada jarak 25 cm ke arah kanan dan kiri, hal tersebut

dilakukan sampai dijumpai akar di dalam permukaan tanah.

Pengukuran dimensi sentang masing-masing dilakukan pada lahan agroforestri

dan monokultur sebagai pembanding yang terletak pada satu hamparan dengan plot

penelitian. Pengukuran akar dan pengukuran tajuk dilakukan dengan mengamati

pohon contoh pada masing-masing pola tanam, yaitu sebanyak 16 pohon untuk setiap

pola tanam. Pengukuran tinggi dan diameter dilakukan pada semua tanaman sentang

pada lahan agroforestri.

Pengukuran Tanaman Kedelai

Pertumbuhan Tanaman Kedelai

Susanto dan Sundari (2011) menyatakan untuk mengetahui pertumbuhan

vegetatif tanaman kedelai, variabel yang dapat diamati adalah persen tumbuh benih,

tinggi tanaman (cm), persen hidup kedelai (%), umur berbunga tanaman (HST),

umur panen tanaman (HST), bobot basah tanaman (g), bobot kering tajuk (g), bobot

kering akar (g) dan jumlah bintil akar tanaman kedelai.

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal batang sampai titik tumbuh

kedelai pada umur tanaman 2 MST setiap 1 (satu) minggu sampai umur tanaman

kedelai mencapai 7 MST (akhir masa vegetatif). Bobot basah tanaman kedelai, bobot

kering pucuk dan bobot kering akar tanaman kedelai dilakukan di akhir masa

vegetatif tanaman kedelai yaitu ± 7 MST, yang dilakukan dengan menimbang bobot

basah dan bobot kering yang ada pada tanaman contoh, sebelumnya untuk bobot

kering bagian atas dan akar tanaman contoh dikeringkan dalam oven pada suhu 80 ºC

selama 2 x 24 jam.

Perhitungan jumlah bintil akar dilakukan bersamaan dengan bobot basah

tanaman kedelai, bobot kering pucuk dan bobot kering akar tanaman kedelai.

Tanaman dibongkar kemudian akar dicuci dengan air lalu dihitung jumah bintil akar

yang aktif.

Komponen hasil

Hasil dan komponen hasil yang diamati adalah umur panen (HST), jumlah

cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong per tanaman, jumlah polong

berisi per tanaman, jumlah polong hampa, bobot biji per tanaman (g), bobot biji per

petak (g), bobot 100 biji (g), dan hasil per ha (ton/ha) (Iqbal et al. 2013).

Perhitungan jumlah polong per tanaman dilakukan setelah panen yaitu dengan

menghitung semua polong yang ada pada tanaman sampel pada setiap petak

Page 22: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

8

percobaan. Hasil dari perhitungan dirata-ratakan untuk mendapatkan hasil akhirnya.

Perhitungan jumlah polong berisi per tanaman dilakukan setelah panen pada

tanaman sampel dengan menghitung jumlah polong kedelai yang berisi pada

tanaman sampel. Hasil dari perhitungan dirata-ratakan untuk mendapatkan hasil

akhirnya. Polong dikatakan berisi jika dalam polong sekurang-kurangnya terdapat

satu biji dan jika ditekan akan terasa keras. Bobot 100 biji ditentukan dengan cara

menimbang 100 biji kering yang telah dikeringkan di bawah sinar matahari selama

2–3 hari (kadar air ±14%). Biji diambil secara acak dari tanaman sampel sebanyak

100 biji, kemudian ditimbang beratnya. Penimbangan diulang sebanyak 3 kali

selanjutnya hasil penimbangan 100 biji dirata-ratakan.

Analisis kandungan klorofil dan hara

Analisis fisiologi tanaman kedelai terdiri atas analisis klorofil dan serapan

hara tanaman (Kisman et al. 2007). Analisis kandungan klorofil (klorofil a, klorofil

b, klorofil total) dan rasio klorofil a/b menggunakan 2 daun contoh per varietas yang

telah membuka sempurna yaitu pada umur 7 MST. Pengambilan sampel daun

dilakukan pada daun ke-3 atau ke-4 dari atas pada setiap varietas pada tanaman di

bagian tengah. Daun yang dijadikan sempel tersebut dimasukkan dalam plastik dan

disimpan ke cool box. Pengukuran kandungan klorofil dilakukan di laboratorium

RGCI (research group on crop improvement) Fakultas Pertanian IPB. Analisis

kandungan klorofil a, b dan klorofil total dilakukan menggunakan metode yang

digunakan Richardson et al. (2002) merupakan perbaikan metode yang digunakan

Arnon (1949).

Analisis kandungan hara menggunakan 3 daun contoh per perlakuan. Cara

pengambilan daun sampel untuk analisis kandungan hara sama dengan pengambilan

daun sampel pada analisis kandungan klorofil. Sampel daun tersebut dihaluskan dan

dikompositkan. Selanjutnya sampel daun yang sudah dihaluskan tersebut dianalisis

di laboratorium untuk mendapatkan kandungan haranya. Menurut Agung dan

Rahayu (2004), serapan hara dihitung dengan menggunakan rumus :

Serapan hara = bobot kering daun x kandungan hara

Pengamatan aspek biofisik, diameter batang dan perakaran sentang, peubah vegetatif

serta generatif tanaman kedelai secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 1.

Data pendukung

Data pendukung meliputi analisis tanah awal (pH, KTK, kandungan nutrisi

berupa C-organik N, P tersedia, dan K) pada 2 tempat yaitu pada lahan agroforestri

dan monokultur kedelai, iklim (curah hujan, suhu, intensitas cahaya dan kelembaban)

dan pengamatan OPT (organisme pengganggu tanaman). Analisis tanah dilakukan

dengan mengambil tanah contoh melalui dua metode yaitu metode tanah terusik dan

metode utuh. Tanah contoh terusik diambil dengan menggunakan bor pada

kedalaman 0–20 cm. Tanah contoh ini yang akan digunakan untuk analisis fisik dan

kimia tanah. Tanah contoh dianalisis di Service Laboratory SEAMEO BIOTROP.

Data iklim (curah hujan) diperoleh dari BMKG unit Dramaga.

Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan tiap minggu di 2 lokasi selama

penelitian. Pengukuran intensitas cahaya dilakukan tiap minggu. Pengukuran

masing-masing dilakukan pada pagi, siang dan sore hari. Pengamatan OPT dilakukan

Page 23: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

9

A

a

B

a

dengan melihat banyaknya hama dan penyakit pada masa vegetatif dan generatif

tanaman kedelai.

Analisis Data

Analisis data menggunakan sidik ragam (ANOVA) pada taraf 5% untuk

pengetahui perbedaan antar perlakuan. Uji lanjut Duncan dan BNJ taraf 5%

dilakukan apabila terdapat pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati. Data

diolah menggunakan program SAS 9.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kebun Pusat Penelitian Tanaman Obat Biofarmaka

di Cikabayan Kampus IPB Darmaga dengan luas lahan 450 m2. Penanaman kedelai

dilakukan pada 2 lokasi, yaitu (1) pada lahan yang sudah ditanami tanaman sentang

yang telah berumur 1 tahun dengan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m dan (2) lahan kosong.

Lahan yang telah ditanami pohon sentang akan dimanfaatkan untuk pola tanam

agroforestri tanaman kedelai, sedangkan lahan kosong akan dimanfaatkan dalam pola

tanam monokultur kedelai (Gambar 1).

Gambar 1 Penanaman kedelai: (A) Agroforestri dengan sentang dan (B) monokultur

kedelai

Berdasarkan data hasil pengujian sifat kimia tanah (Tabel 2) diketahui pH

tanah di lahan agroforestri dan monokultur adalah sama yaitu 4.60. Hasil ini

menunjukkan bahwa tanah tersebut bersifat masam, sedangkan pH optimum untuk

pertumbuhan kedelai adalah 5.87–7.0 (Andrianto & Indarto 2004). Pengapuran

untuk meningkatkan pH tanah dilakukan dengan menggunakan kapur sebelum tanam

dengan masa inkubasi selama satu minggu, tetapi diduga masa inkubasi kapur kurang

lama sehingga kurang dapat memperbaiki pH tanah.

Kandungan C organik pada plot agroforestri dan monokultur rendah yaitu

1.44% dan 1.54%. Kandungan C organik rendah diikuti dengan kandungan Al yang

tinggi. Kandungan Al pada plot agroforestri dan monokultur adalah 5.85 me/100g

dan 4.85 me/100g. Toleransi kemasaman tanah (pH tanah) bagi kedelai adalah 5.8–

7.0 namun pada pH 4.5 kedelai dapat tumbuh, pada pH kurang dari 5.5 pertumbuhan

sangat terhambat karena keracunan alumunium. Pertumbuhan bakteri bintil akar dan

Page 24: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

10

proses nitrifikasi akan berjalan kurang baik pada pH kurang dari 5.5. Tanaman

kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 300–400 mm

selama musim tanam (Andrianto & Indarto 2004). Kandungan N-total, P2O5 dan K2O

berturut-turut pada plot agroforestri dan monokultur ini masuk dalam katagori

rendah-sedang (Tabel 1).

Cahaya merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap

pertumbuhan tanaman. Cahaya pada plot monokultur lebih tinggi dibandingkan

dengan plot agroforestri (Gambar 2). Rendahnya intensitas cahaya dapat dikarenakan

naungan atau tajuk (Ardie 2006).

Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

tanaman. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan kedelai berkisar antara 22–27 ˚C.

Perkecambahan optimum terjadi pada suhu 30 ˚C. Periode pengisian polong suhu

harian yang baik untuk pertanaman kedelai adalah tidak melebihi 35 ˚C dengan

kelembaban nisbi yang relatif rendah (±70%). Tanaman kedelai dapat tumbuh baik

sampai ketinggian 1.500 m dpl. (Sumarno & Manshuri 2007). Lokasi penelitian

dikategorikan sebagai tempat tumbuh yang normal dan cukup baik dalam

pertanaman kedelai. Rata-rata suhu pada lokasi penelitian agroforestri dan

monokultur dalam 3 bulan pertanaman yakni 32.4 ˚C dan 34.5 ˚C, sedangkan

kelembabannya 51.3% dan 47.2% (Gambar 3). Curah hujan pada awal penanaman

yaitu pada bulan Februari sebesar 346 mm/bulan dan mengalami kenaikan pada

bulan Maret yaitu 374 mm/bulan, namun mengalami penurunan pada bulan April dan

Mei yaitu 206 mm/bulan dan 202 mm/bulan (Gambar 4).

Tabel 1 Hasil analisis tanah awal sifat kimia tanah pada lahan agroforestri sentang

dan monokultur kedelai

No Parameter Pengujian Satuan Perlakuan

Agroforestri Monokultur

1 pH H2O 4.60 4.60

2 C organik % 1.44 1.54

3 N total % 0.27 0.21

4 Rasio C/N 5.30 7.30

5 P2O5 Tersedia Ppm 5.10 4.70

6 Kation – kation

dapat ditukar

Ca cmol/kg 8.05 7.36

Mg cmol/kg 2.46 1.30

K cmol/kg 0.12 0.15

Na cmol/kg 0.21 0.20

KTK cmol/kg 23.36 20.71

KB % 46.40 43.51

7 Al-Hdd Al

3+ me/100g 5.85 4.85

H+ me/100g 1.67 2.75

8

Sebaran butir

(Tekstur 3

Fraksi)

Pasir % 36.10 21.70

Debu % 19.00 26.30

Liat % 44.90 52.00

Page 25: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

11

Gambar 2 Intensitas cahaya pada lahan agroforestri sentang dan monokultur kedelai

Gambar 3 Suhu dan kelembaban pada lahan agroforestri sentang dan monokultur

kedelai

Gambar 4 Curah hujan per bulan pada lahan agroforestri sentang dan monokultur

kedelai (BMKG 2015)

Page 26: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

12

Salah satu kendala dalam peningkatan produksi kedelai adalah gangguan

hama. Serangan hama pada tanaman kedelai dapat menurunkan hasil sampai 80%,

bahkan puso apabila tidak ada tindakan pengendalian (Marwoto et al. 2007).

Tanaman kedelai disukai oleh hama dan penyakit, terbukti dengan hama yang

menyerang, yakni hama dalam tanah, lalat bibit, ulat daun, hama penggerek batang,

dan hama polong kedelai.

Gambar 5 Hama kedelai pada fase vegetatif kumbang (A), semut (B), ulat

penggulung daun (C), kepik (D), ulat jengkal (E), belalang (F), ulat

grayak (G), belalang (H)

Tanaman kedelai secara alami dapat terserang oleh serangga hama selama

masa pertumbuhan dan produksi (Tengkano & Soehardjan 1993; Jackai et al. 1990).

Jackai et al. (1990) melaporkan ada 56 spesies hama tanaman kedelai. Namun hanya

sekitar 12–14 spesies yang memiliki nilai ekonomis tinggi, yaitu Ophiomyia paseoli,

E

a

G

a

A

a

C

a

E

aF

a

E

aF

a

H

aG

a

A

aB

a

A

a

B

a

C

aD

a

Page 27: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

13

Melanagromyza sojae, Phaedonia inclusa, Bemisia tabaci, Spodoptera litura, Aphis

glycines, Melanagromyza dolichostigma, Etiella zinckenella, Nezara viridula,

Piezodorus hybneri, Riptortus linearis, dan Helicoverpa armigera (Tengkano &

Soehardjan 1993). Aphis glycines dan Bemisia tabaci, perlu mendapat perhatian lebih

karena fungsinya sebagai vektor virus utama kedelai. A. glycines menularkan

soybean mosaic virus (SMV), soybean stunt virus (SSV), peanut stripe virus (PStV),

peanut mottle virus (PMoV), bean yellow mosaic virus ( BYMV), indonesian

soybean dwaef virus (ISDV), blakaye cowpea mosaic virus (BICMV), sedangkan B.

tabaci menularkan cowpea mild mottle virus (CMMV) (Baliadi 2004).

Gambar 6 Hama dan penyakit kedelai pada fase generatif, SVM (Soybean mosaic

virus) (A), SVM (Soybean mosaic virus) (B), belalang (C), ulat

penggulung daun (D), ulat grayak (E)

Dalam penelitian ini, hama dan penyakit menyerang kedelai pada fase

vegetatif dan fase generatif. Pada fase vegetatif hama yang menyerang terdiri dari

ulat penggulung daun (Lamprosema indica), ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites),

belalang, semut, kepik (Phiezodorus hybneri), ulat grayak (Gambar 5). Hama ulat

penggulung daun dan belalang merupakan hama dominan yang menyerang pada fase

vegetatif, hampir di semua plot terutama pada plot monokultur, sedangkan pada plot

agroforestri hanya beberapa petak saja yang terserang. Hama semut menyerang benih

kedelai yang telah ditanam sehingga benih tidak dapat tumbuh, serangan tertinggi berada

pada plot monokultur dibandingkan dengan plot agroforestri.

Hama pada fase generatif yang paling dominan adalah ulat penggulung daun,

belalang dan ulat grayak (Gambar 6). Serangan dari hama ini menyebabkan kehilangan

daun sehingga dapat menurunkan hasil dari kedelai.

HASIL

Dimensi Sentang

Berdasarkan analisis ragam terlihat bahwa perlakuan pola tanam memberikan

pengaruh yang nyata terhadap rata-rata pertambahan tinggi pohon, diameter pohon

B

a

A

a

E

aD

aC

a

Page 28: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

14

dan kedalaman akar, namun tidak berbeda nyata pada rata-rata pertambahan diameter

tajuk, panjang dan diameter akar sentang (Tabel 2).

Respon Fisiologi Kedelai

Berdasarkan Tabel 3, kandungan klorofil tertinggi terdapat pada perlakuan

monokultur dibandingkan dengan perlakuan agroforestri, begitu juga dengan rasio

klorofil a/b terlihat bahwa rasio klorofil a/b pada perlakuan agroforestri lebih rendah

dengan perlakuan monokultur, namun perbedaanya tidak terlalu besar dikarenakan

penutupan tajuk pada tanaman sentang belum terlalu rapat. Berdasarkan Gambar 7

Varietas Wilis memiliki kandungan klorofil tertinggi dibandingkan dengan varietas

lainnya.

Tabel 2 Pertambahan dimensi sentang pada plot agroforestri dan monokultur

Peubah Uji F Pola tanam

Agroforestri Monokultur

Pertambahan tinggi pohon (cm)

Bulan 1 * 24.09a 20.22b

Bulan 2 * 24.03a 19.91b

Bulan 3 tn 17.47a 18.41a

Pertambahan diameter pohon (mm)

Bulan 1 ** 3.40a 2.36b

Bulan 2 tn 2.14a 2.26a

Bulan 3 tn 3.83a 4.05a

Pertambahan diameter Tajuk (cm)

Bulan 1 tn 10.48a 8.92a

Bulan 2 tn 28.13a 24.10a

Bulan 3 tn 10.18a 8.88a

Pertambahan panjang akar (cm) tn 34.66a 48.75a

Pertambahan kedalaman akar (cm) * 6.07b 9.56a

Pertambahan diameter akar (mm) tn 0.52a 0.66a

(tn) : tidak berbeda nyata; (*) : berbeda nyata pada taraf uji 5%; (**) : berbeda sangat nyata pada

taraf uji 1%.

Tabel 3 Perbandingan kandungan klorofil tanaman kedelai pada pola tanam

agroforestri dan monokultur

Parameter Agroforestri Monokultur

Klorofil a (mg/g) 3.05 3.19

Klorofil b (mg/g) 0.99 0.93

Antosianin (mg/100g) 0.07 0.10

Karoten (mg/g) 0.82 0.93

Total Klorofil (mg/g) 4.04 4.12

Rasio a/b 3.09 3.43

Page 29: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

15

Gambar 7 Kandungan klorofil daun kedelai pada berbagai varietas kedelai

Tabel 4 menunjukkan bahwa serapan hara N, P dan K pada pola tanam

monokultur lebih tinggi dibandingkan dengan pola tanam agroforestri.

Gambar 8 Serapan hara berbagai varietas kedelai pada pola tanam agroforestri dan

monokultur

Tabel 4 Perbandingan serapan hara tanaman kedelai pada pola tanam agroforestri

dan monokultur

Parameter Agroforestri Monokultur

N Total (g/tanaman) 15.90 17.36

P Total (g/tanaman) 0.84 1.00

K Total (g/tanaman) 6.54 6.86

Page 30: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

16

Varietas Tanggamus memiliki serapan hara tertinggi dibandingkan dengan

varietas yang lainnya, sedangkan serapan hara N, P dan K terendah terdapat pada

Varietas Grobogan (Gambar 8).

Pertumbuhan Kedelai

Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan pola tanam dan varietas memberikan

pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman kedelai.

Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan pola tanam memberikan pengaruh

yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman (2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, 6 MST,

7 MST), umur berbunga, bobot kering akar dan jumlah bintil akar dan memberikan

pengaruh yang nyata terhadap bobot basah akar, namun tidak memberikan pengaruh

yang nyata terhadap persentase tumbuh benih, bobot basah pucuk, bobot kering

pucuk (Tabel 5).

Tabel 5 Rekapitulasi hasil analisis ragam data pertumbuhan kedelai yang

diberikan perlakuan pola tanam dan varietas

Peubah Pola Tanam Varietas Interaksi

KK R2 (S) (V) (SxV)

1. % Hidup tumbuh

Benih tn ** tn 9.85 0.81

2. Tinggi tanaman (cm)

2 MST ** ** tn 7.47 0.89

3 MST ** ** tn 7.63 0.91

4 MST ** ** tn 9.24 0.86

5 MST ** tn tn 11.65 0.75

6 MST ** tn tn 9.77 0.80

7 MST ** * tn 11.11 0.81

4. Umur berbunga

kedelai (HST) ** ** tn 0.81 0.99

5. Bobot basah (g)

Akar * ** tn 19.41 0.79

Pucuk tn ** tn 14.88t 0.79t

6. Bobot Kering (g)

Akar ** * tn 16.50 0.82

Pucuk tn * tn 22.43 0.75

7. Jumlah bintil akar ** tn tn 20.81t 0.61t (tn) : tidak berbeda nyata, (*) : berbeda nyata pada taraf uji 5%, (**) : berbeda sangat nyata pada taraf

uji 1% ; KK : koefisien keragaman ; R2 : R kuadrat ; (t) : hasil trasformasi akar (x+0.5); MST: minggu

setelah tanam.

Page 31: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

17

Tabel 6 Pengaruh pola tanam terhadap pertumbuhan kedelai

Peubah Pola tanam

Agroforestri Monokultur

Pertumbuhan

1. Persen tumbuh benih (%) 83.47a 87.64a

2. Tinggi tanaman (cm)

2 MST 15.46a 12.73b

3 MST 21.33a 16.30b

4 MST 30.47a 23.69b

5 MST 49.52a 38.67b

6 MST 62.80a 50.32b

7 MST 73.72a 57.83b

Panen 74.30a 58.86b

4. Umur berbunga kedelai (HST) 35.92a 35.33b

5. Bobot basah (g)

Akar 2.93b 3.71a

Pucuk 4.23a 4.41a

6. Bobot Kering (g)

Akar 1.09b 1.56a

Pucuk 6.73a 7.21a

7. Jumlah bintil akar 3.53b 4.66a Angka-angka pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda

Duncan).

Pengaruh yang diberikan oleh perlakuan pola tanam tertentu dapat dilihat

pada Tabel 6. Uji Duncan (Tabel 6) menunjukkan bahwa pola tanam memberikan

pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman kedelai. Pola tanam agroforestri

menyebabkan meningkatnya tinggi tanaman, bobot pucuk dan memperlambat umur

berbunga. Hal tersebut terjadi karena terdapat perbedaan penerimaan cahaya

matahari pada pola tanam agroforestri dan monokultur. Pola tanam agroforestri

memiliki penerimaan cahaya yang lebih sedikit dibandingkan pada pola tanam

monokultur kedelai. Hal ini menyebabkan tanaman menjadi lebih lama berbunga dan

menyebabkan tanaman kedelai tumbuh lebih tinggi agar tanaman dapat menangkap

cahaya matahari lebih banyak.

Varietas memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase

tumbuh benih tinggi tanaman (2 MST, 3 MST, 4 MST), umur berbunga, bobot basah

akar, bobot basah pucuk dan memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi

tanaman 7 MST bobot kering akar dan bobot kering pucuk, namun tidak memberikan

pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman (5 MST, 6 MST) dan jumlah bintil

akar (Tabel 7). Interaksi antara perlakuan pola tanam dan varietas tidak memberikan

pengaruh yang nyata terhadap semua parameter pertumbuhan tanaman kedelai.

Page 32: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

18

Tabel 7 Pengaruh varietas terhadap pertumbuhan kedelai

Peubah Varietas

Grobogan Anjasmoro Tanggamus Wilis

Pertumbuhan

1. Persen tumbuh benih (%) 95.83a 69.17c 84.16b 93.06ab

2. Tinggi tanaman (cm)

2 MST 16.22a 14.84b 12.91c 12.42c

3 MST 21.85a 19.61b 17.14c 16.67c

4 MST 30.98a 27.85ab 25.07bc 24.41c

5 MST 47.17a 46.33a 42.50a 40.37a

6 MST 52.43b 61.88a 57.57ab 54.37b

7 MST 55.00b 69.91a 69.92a 68.26a

Panen 55.32b 70.46a 70.24a 70.31a

4. Umur berbunga kedelai (HST) 30.00b 37.33a 37.50a 37.67a

5. Bobot basah (g)

Akar 2.31b 3.51a 4.09a 3.36a

Pucuk 3.19b 4.51a 4.70a 4.88a

6. Bobot Kering (g)

Akar 1.07b 1.49a 1.44a 1.29ab

Pucuk 4.89b 7.76a 7.78a 7.45a

7. Jumlah bintil akar 3.78a 4.39a 4.32a 3.87a Angka-angka pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda

Duncan).

Produksi Kedelai

Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan pola tanam memberikan pengaruh

yang sangat nyata terhadap umur panen kedelai dan memberikan pengaruh yang

nyata terhadap bobot 100 biji, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata

terhadap jumlah buku produktif, jumlah cabang produktif, jumlah polong/tanaman,

jumlah polong isi/tanaman, jumlah polong hampa/tanaman, bobot biji/tanaman,

bobot biji/petak, hasil/ha (Tabel 8).

Varietas memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah buku

produktif, jumlah cabang produktif, jumlah polong/tanaman, jumlah polong

isi/tanaman, bobot biji/tanaman, bobot 100 biji, bobot biji/petak, umur panen kedelai,

hasil/ha namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah polong

hampa/tanaman (Tabel 10).

Interaksi antara perlakuan pola tanam dan varietas memberikan pengaruh

yang sangat nyata terhadap jumlah cabang produktif dan umur panen dan

memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah polong/tanaman dan jumlah

polong isi/tanaman, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah

buku produktif, jumlah polong hampa/tanaman, bobot biji/tanaman, bobot 100 biji,

bobot biji/petak dan hasil/ha. Berdasarkan rataan tersebut terlihat bahwa Varietas

Tanggamus memiliki pertumbuhan dan produksi tertinggi dibandingkan dengan

varietas lainnya (Tabel 11).

Page 33: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

19

Pengaruh yang diberikan oleh perlakuan pola tanam terhadap produksi

kedelai dapat dilihat pada Tabel 9. Pada tabel tersebut terlihat bahwa pola tanam

tidak memberikan pengaruh pada produksi tanaman kedelai. Hal tersebut terjadi

karena pohon sentang umur 1 tahun belum memberikan pengaruh terhadap produksi

tanaman kedelai.

Tabel 8 Rekapitulasi hasil analisis ragam data produksi kedelai yang diberikan

perlakuan pola tanam dan varietas

Peubah Pola Tanam Varietas Interaksi

KK R2 (S) (V) (SxV)

1. Jumlah buku

produktif/tanaman tn ** tn 6.13 0.97

2. Jumlah cabang

produktif tn ** ** 10.43 0.91

3. Jumlah polong/tanaman tn ** * 14 0.94

4. Jumlah polong

isi/tanaman tn ** * 14.01 0.94

5. Jumlah polong

hampa/tanaman tn tn tn

22.11t

0.54t

6. Bobot biji/tanaman (g) tn ** tn 16.47 0.85

7. Bobot 100 biji (g) * ** tn 5.53 0.98

8. Bobot biji/petak (g) tn ** tn 20.32 0.79

9. Umur panen kedelai

(HST) ** ** ** 0 1

10. Hasil (ton/ha) tn ** tn 19.77 0.79 (tn) : tidak berbeda nyata, (*) : berbeda nyata pada taraf uji 5%, (**) : berbeda sangat nyata pada taraf

uji 1% ; KK : koefisien keragaman; R2 : R kuadrat ; (t) : hasil trasformasi akar (x+0.5); HST: hari

setelah tanam.

Tabel 9 Pengaruh pola tanam terhadap produksi kedelai

Peubah Pola tanam

Agroforestri Monokultur

1. Jumlah buku produktif/tanaman 9.15a 9.06a

2. Jumlah cabang produktif 3.36a 3.54a

3. Jumlah polong/tanaman 78.77a 82.49a

4. Jumlah polong isi/tanaman 75.95a 78.30a

5. Jumlah polong hampa/tanaman 1.72a 2.08a

6. Bobot biji/tanaman (g) 17.47a 17.99a

7. Bobot 100 biji (g) 13.26b 14.05a

8. Bobot biji/petak (g) 757.18a 755.53a

9. Umur panen kedelai (HST) 89.50a 87.00b

10. Hasil (ton/ha) 1.65a 1.64a Angka-angka pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda

Duncan).

Page 34: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

20

Pengaruh yang diberikan oleh perlakuan varietas terhadap produksi kedelai

dapat dilihat pada Tabel 10. Varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap

produksi tanaman kedelai. Produksi Varietas Anjasmoro, Tanggamus dan Wilis tidak

berbeda nyata terhadap. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga varietas tersebut

memiliki daya adaptasi yang baik pada perlakuan yang diberikan pada lokasi

penelitian tersebut.

Tabel 11 menunjukkan interaksi antara perlakuan pola tanam dan varietas

terhadap produksi kedelai. Pada variabel umur panen, masing-masing varietas di pola

tanam monokultur maupun agroforestri memiliki hasil yang berbeda. Varietas yang

tercepat umur panennya adalah Varietas Grobogan pada pola tanam monokultur,

sedangkan yang terlama adalah Varietas Tanggamus yang terdapat pada pola tanam

agroforestri. Pada variabel lainnya Varietas Grobogan memiliki nilai terendah

dibandingkan dengan varietas lainnya pada lahan monokultur maupun agroforestri.

Tabel 10 Pengaruh varietas terhadap produksi kedelai

Peubah Varietas

Grobogan Anjasmoro Tanggamus Wilis

1. Jumlah buku produktif/tanaman 5.78c 8.85b 11.12a 10.67a

2. Jumlah cabang produktif 2.33c 3.47b 3.97a 4.03a

3. Jumlah polong/tanaman 33.22c 80.43b 99.77a 109.10a

4. Jumlah polong isi/tanaman 28.75c 76.98b 97.02a 105.75a

5. Jumlah polong hampa/tanaman 2.02a 2.05a 1.69a 1.85a

6. Bobot biji/tanaman (g) 10.40b 21.98a 19.35a 19.20a

7. Bobot 100 biji (g) 20.32a 14.10b 10.36c 9.82c

8. Bobot biji/petak (g) 495.09b 845.00a 742.83a 942.50a

9. Umur panen kedelai (HST) 77.50d 90.50c 93.50a 91.50b

10. Hasil (ton/ha) 1.07b 1.85a 1.63a 2.04a Angka-angka pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda

Duncan).

Tabel 11 Interaksi antara pola tanam dan varietas terhadap produksi kedelai

Peubah Pola tanam Varietas

Grobogan Anjasmoro Tanggamus Wilis

1. Umur panen Agroforestri 78.00e 93.00b 94.00a 93.00b

kedelai (HST) Monokultur 77.00f 88.00d 93.00b 90.00c

2. Jumlah cabang Agroforestri 1.97e 3.67bc 3.47c 4.33ab

produktif Monokultur 2.70d 3.27cd 4.47a 3.73bc

3. Jumlah polong Agroforestri 29.50d 84.17bc 85.43bc 115.97a

per tanaman Monokultur 36.93d 76.70c 114.10a 102.23ab

4. Jumlah polong Agroforestri 27.37d 80.67bc 83.43bc 112.33a

isi per tanaman Monokultur 30.13d 73.30c 110.60a 99.33ab Angka-angka pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda

Duncan).

Page 35: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

21

Pada Tabel 12 terlihat bahwa Varietas Tanggamus dan Wilis memilki hasil/ha

yang melebihi dari hasil deskripsi dari Balitkabi (2012), sedangkan Varietas

Grobogan dan Anjasmoro memiliki hasil/ha yang lebih rendah.

PEMBAHASAN

Dimensi pohon sentang

Pertambahan tinggi pohon, diameter batang dan diameter tajuk sentang pada

plot agroforestri lebih besar dibandingkan pada plot monokultur (Tabel 2), hal ini

diduga karena pemeliharaan yang diberikan pada tanaman kedelai memberikan

dampak positif terhadap pertumbuhan sentang. Hasil yang sama didapatkan pada

hasil penelitian Wibowo (2012) yaitu pemeliharaan pada tanaman semusim seperti

pemupukan, penggemburan dan penyiangan gulma secara tidak langsung berdampak

pada tanaman kehutanan pada pola agroforestri. Sentang mendapatkan serapan unsur

hara yang lebih baik karena pupuk yang diberikan untuk tanaman kedelai juga

diserap oleh sentang untuk proses pertumbuhannya. Pengolahan tanah membuat

tanah menjadi gembur sehingga akar sentang dapat berkembang dengan baik dan

mampu menyerap air dan unsur hara yang lebih tinggi. Penyiangan gulma pada lahan

agroforestri juga berdampak positif bagi sentang karena akan mengurangi adanya

kompetisi antara tanaman sentang dan gulma.

Perbedaan pertumbuhan tanaman pada masing-masing pola tanam

agroforestri juga dipengaruhi oleh adanya interaksi antar komponen tanaman.

Interaksi yang positif pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan

produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada pola tersebut dan sebaliknya

(Hairiah et al. 2002).

Luas tajuk pohon akan bertambah seiring bertambahnya diameter dan tinggi

pohon. Tajuk pohon yang rapat akan menyebabkan cahaya yang masuk ke

permukaan lahan semakin sedikit. Intensitas cahaya yang rendah tersebut akan

merugikan tanaman bawahnya tetapi juga menguntungkan untuk menjaga

kelembaban sehingga ketersediaan air akan tercukupi.

Tajuk pohon yang luas akan meningkatkan proses fotosintesis yang terjadi

pada pohon yang bersangkutan sehingga pertumbuhannya juga semakin cepat. Proses

fotosintesis akan berpengaruh terhadap pertumbuhan daerah perakaran dan bagian

pohon yang lainnya. Tajuk melalui proses fotosintesis menyediakan karbohidrat

untuk akar, sedangkan akar menyerap air dan hara dari dalam tanah untuk memenuhi

kebutuhan tajuk (Wijayanto & Araujo 2011).

Akar merupakan bagian terpenting dari pohon untuk dapat mempertahankan

hidupnya. Akar memiliki tugas untuk memperkuat berdirinya tumbuhan, menyerap

Tabel 12 Perbandingan hasil kedelai per ha

Produktivitas (ton/ha)

Grobogan Anjasmoro Tanggamus Wilis

Agroforestri 1.15 1.86 1.47 2.12

Monokultur 1 1.84 1.79 1.96

Balitkabi (2012) 2.77 2.03 1.22 1.60

Page 36: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

22

air dan unsur-unsur hara yang terlarut dari dalam tanah, serta sebagai tempat untuk

menimbun makanan.

Pada sistem agroforestri pengaturan sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk

menghindari persaingan unsur hara dan air yang berasal dari dalam tanah. Sistem

perakaran yang dalam ditumpangsarikan dengan tanaman yang berakar dangkal.

Tanaman monokotil pada umumnya mempunyai sistem perakaran yang dangkal,

sedangkan tanaman dikotil umumnya mempunyai sistem perakaran yang dalam,

karena memiliki akar tunggang. Akar yang diukur pada penelitian ini merupakan

akar lateral. Akar lateral adalah cabang-cabang akar yang dihasilkan oleh akar utama

dan masih dapat bercabang lagi.

Intensitas cahaya yang sangat tinggi lebih baik bagi pertumbuhan perakaran

daripada pertumbuhan pucuk. Intensitas yang seperti ini menyebabkan transpirasi

yang berlebihan pada tumbuhan, yang mengakibatkan batang-batang menjadi

pendek, daun-daun yang tebal menjadi kecil, bertambah banyaknya jaringan-jaringan

pengangkut air, dan menurunnya pertumbuhan. Kedalaman perakaran sangat

berpengaruh pada banyaknya unsur hara dan air yang diserap, makin panjang dan

dalam akar menembus tanah, makin banyak unsur hara dan air yang dapat diserap

bila dibandingkan dengan perakaran yang pendek dan dangkal dalam waktu yang

sama. Kedalaman akar berkurang dengan bertambahnya kandungan unsur hara dan

air pada permukaan tanah (Sopandie 2014). Menurut Sitompul dan Guritno (1995)

perakaran yang dalam berhubungan dengan aktivitas akar menemukan unsur hara

dan air. Arah pergerakan akar mengikuti letak unsur hara dan air di dalam tanah.

Jumlah unsur hara dan air yang dapat diserap tanaman tergantung pada kesempatan

untuk mendapatkan unsur hara dan air tersebut di dalam tanah.

Perlakuan pola tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata

pertambahan kedalaman akar, namun tidak berbeda nyata pada rata-rata pertambahan

panjang dan diameter akar. Rata-rata pertambahan panjang, kedalaman dan diameter

akar lateral pada plot monokultur lebih tinggi dibandingkan pada plot agroforestri

(Tabel 2), hal ini diduga karena kandungan unsur hara dan air tanah pada pola tanam

agroforestri lebih tinggi dibandingkan dengan monokultur. Perlakuan pemupukan

dan penyiraman yang dilakukan pada kedelai menyebabkan bertambahanya

kandungan unsur hara dan air tanah pada permukaan tanah di lahan agroforestri yang

dapat dimanfaatkan oleh akar sentang dalam memenuhi kebutuhan unsur hara dan air

pada proses pertumbuhannya. Penambahan unsur hara dan air tersebut menyebabkan

akar tidak perlu memperdalam perakarannya, dikarenakan ketersediaan unsur hara

dan air pada jangkauan akar yang lebih dangkal.

Respon Fisiologi Kedelai

Klorofil (a dan b) dihasilkan di dalam kloroplas pada jaringan daun. Klorofil

a berfungsi meneruskan cahaya ke pusat reaksi yang merubah energi cahaya menjadi

energi kimia. Klorofil b berfungsi sebagai pemanen cahaya dan meneruskan energi

ke karotenoid ke klorofil a (Salisbury & Ross 1995). Reaksi cahaya dalam

fotosintesis merupakan proses penyerapan foton energi radiasi oleh molekul-molekul

pigmen pemanen cahaya. Klorofil merupakan komponen kloroplas yang utama dan

kandungan klorofil relatif berkorelasi positif dengan laju fotosintesis (La Muhuriah

et al. 2006). Klorofil disintesis di daun dan berperan untuk menangkap cahaya

matahari yang jumlahnya berbeda untuk tiap spesies. Sintesis klorofil dipengaruhi

oleh berbagai faktor seperti cahaya, gula atau karbohidrat, air, temperatur, faktor

(a)

Page 37: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

23

genetik, unsur-unsur hara seperti N, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, S dan O (Hendriyani &

Setiari 2009).

Tanaman kedelai merupakan tanaman yang memerlukan cahaya penuh (La

Muhuriah et al. 2006), sehingga adanya intesitas cahaya rendah menyebabkan

tanaman mengalami cekaman intensitas cahaya rendah. Adaptasi tanaman terhadap

cekaman cahaya dicapai melalui mekanisme penghindaran dengan meningkatkan

efisiensi penangkapan cahaya dan mekanisme toleran dengan menurunkan titik

kompensasi cahaya (La Muhuriah et al. 2006). Metode adaptasi tanaman sebagai

bentuk respon terhadap cekaman naungan, bervariasi dari beberapa galur/varietas

tanaman. Respon tanaman kedelai secara morfologi dapat berupa peningkatan luas

daun, ketebalan daun, dan peningkatan jumlah stomata, serta secara fisiologis

terjadinya penurunan rasio klorofil a/b (Nyngtyas 2006).

Berdasarkan Tabel 3, kandungan klorofil tertinggi terdapat pada perlakuan

monokultur dibandingkan dengan perlakuan agroforestri, begitu juga dengan rasio

klorofil a/b terlihat bahwa rasio klorofil a/b pada perlakuan agroforestri lebih rendah

dengan perlakuan monokultur, namun perbedaanya tidak terlalu besar dikarenakan

penutupan tajuk pada tanaman sentang belum terlalu rapat. Berdasarkan Gambar 7

Varietas Wilis memiliki kandungan klorofil tertinggi dibandingkan dengan varietas

lainnya. Penurunan rasio klorofil a/b disebabkan oleh peningkatan klorofil b yang

lebih tinggi dibandingan dengan klorofil a, hal ini menunjukkan bahwa klorofil b

merupakan pigmen pemanen cahaya yang lebih utama dan sekitar 50% energi cahaya

ditransfer ke pusat reaksi melalui klorofil b (Croce et al. 2001). Daun yang terbentuk

pada kondisi intensitas cahaya rendah menunjukan peningkatan jumlah klorofil dan

mengandung klorofil a dan b per unit volume kloroplas empat sampai lima kali lebih

banyak dan mempunyai nisbah klorofil a/b lebih rendah dibandingkan pada tanaman

cahaya penuh karena memiliki kompleks pemanenan cahaya yang meningkat

sehingga mempertinggi efisiensi penangkapan cahaya untuk fotosintesis (Djukri &

Purwoko 2003). Peningkatan efisiensi cahaya dilakukan tanaman dengan

meningkatkan luas bidang tangkapan yang menyebabkan daun lebih tipis, dan

meningkatkan jumlah klorofil, serta menurunkan rasio klorofil a/b (Khumaida 2002;

Sopandie et al. 2003; Handayani 2003).

Berdasarkan Tabel 4, perlakuan pola tanam monokultur memiliki serapan

hara N, P dan K tertinggi dibandingkan dengan perlakuan agroforestri, namun

perbedaannya tidak terlalu besar. Berdasarkan Gambar 8, Varietas Wilis memiliki

nilai serapan hara NPK yang tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya, hal ini

diduga karena adanya perbedaan perolehan cahaya matahari pada perlakuan

agroforestri dan monokultur.

Cahaya matahari mempengaruhi laju traspirasi secara tidak langsung, yaitu

melalui pembukaan stomata dan mengatur suhu udara. Suhu udara yang tinggi,

akibat intensitas cahaya yang tinggi dapat menyebabkan penguapan air dari

permukaan sel tanaman semakin tinggi. Translokasi air dan serapan N, P dan K

berjalan semakin cepat. Hal tersebut berarti cahaya matahari berfungsi sebagai

sumber energi bagi serapan hara N, P dan K oleh akar tanaman kedelai.

Pengurangan intensitas cahaya matahari akibat pemberian naungan

menyebabkan serapan hara N, P dan K serta pembentukan bobot kering tanaman dan

biji semakin rendah (Syahbuddin at al. 1998). Cahaya sangat berperan dalam

menyerapan unsur hara tanaman. Penyediaan, mobilisasi dan serapan hara tanaman

sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, suhu udara dan suhu tanah

Page 38: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

24

(Sopandie 2014). Berkurangnya serapan hara akan mengurangi tingkat alokasi bahan

kering. Tingkat alokasi bahan kering selama pertumbuhan sangat menentukan

besarnya tingkat produksi yang dihasilkan. Bobot kering akar menunjukkan

kemampuan serapan hara tanaman. Berat kering tanaman erat hubungannya dengan

meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan dalam menyerap hara untuk

pertumbuhan dan perkembangan bagian vegetatif.

Pertumbuhan Kedelai

Pemberian perlakuan pola tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap

tinggi tanaman (Tabel 5). Tinggi tanaman perlakuan pola tanam agroforestri lebih

tinggi dibandingkan dengan perlakuan pola tanam monokultur (Tabel 6). Hal tersebut

diduga karena adanya perbedaan penerimaan intensitas cahaya yang diterima pada

setiap plot perlakuan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian dari Agusta dan

Santosa (2005) yang menyatakan bahwa kondisi ternaungi membuat tanaman kedelai

tumbuh lebih memanjang dibandingkan dengan pada keadaan terbuka. Tanaman

yang ternaungi umumnya akan beradaptasi dengan meningkatkan tinggi tanaman.

Peningkatan tinggi tanaman merupakan salah satu bentuk mekanisme tanaman agar

dapat menangkap cahaya dalam jumlah banyak. Hal ini berhubungan dengan

aktivitas hormon auksin dalam tumbuhan. Auksin merupakan hormon yang

menyebabkan semakin tingginya tanaman kedelai dengan meningkatnya taraf

naungan yang diberikan pada pertanamannya (Gardner et al. 1991). Sopandie et al.

(2006) menambahkan bahwa etiolasi merupakan salah satu mekanisme yang

dibangun tanaman agar dapat menangkap cahaya lebih banyak, namun peningkatan

tanaman yang berlebihan memiliki dampak negatif, yaitu tanaman menjadi mudah

rebah dan rentan terhadap penyakit.

Perlakuan varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman

2–4 MST dan 7 MST (Tabel 5). Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 7 dapat dilihat

bahwa pada umur 2–4 MST Varietas Grobogan memberikan hasil tinggi tanaman

yang tertinggi dibandingkan dengan varietas lainnya, sedangkan pada umur tanaman

7 MST Varietas Anjasmoro memberikan hasil tinggi tanaman yang tertinggi. Nilai

tinggi tanaman 7 MST Varietas Anjasmoro ini berbeda nyata bila dibandingkan

dengan nilai tinggi tanaman 2 MST sampai panen Varietas Grobongan, namun tidak

berbeda nyata dengan Varietas Tanggamus dan Wilis. Umur 7 MST, tinggi Varietas

Grobogan, Anjasmoro, Tanggamus dan Wilis secara berturut-turut adalah 55.32 cm,

70.46 cm, 70.24 cm dan 70.30 cm, sedangkan berdasarkan deskripsi tinggi Varietas

Grobogan, Anjasmoro, Tanggamus dan Wilis secara berturut-turut adalah 50–60 cm,

64–68 cm, 67 cm dan ± 50 cm (Balitkabi 2012). Hasil yang diperoleh sesuai kisaran

dari deskripsi bahkan untuk Varietas Anjasmoro, Tanggamus dan Wilis, hasil yang

didapatkan lebih tinggi dari deskripsi. Grobogan memiliki tinggi yang paling rendah,

hal tersebut diduga bahwa Varietas Grobogan lebih cepat berbunga dibandingkan

dengan varietas yang lainnya sehingga pertumbuhan tinggi tidak terjadi lagi.

Pemberian perlakuan pola tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap

umur berbunga tanaman (Tabel 5). Pola tanam monokultur menyebabkan tanaman

kedelai berbunga lebih cepat dibandingkan dengan kedelai pada pola tanam

agroforestri. Hal tersebut diduga karena adanya perbedaan penerimaan cahaya

matahari antara pola tanam monokultur dan agroforestri. Intensitas cahaya matahari

pada pola monokultur lebih tinggi dibandingkan dengan pola agroforestri. Perbedaan

intensitas cahaya tersebut mengakibatkan umur berbunga yang berbeda pula. Diduga

Page 39: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

25

intensitas cahaya pada pola tanam agroforestri tidak sesuai untuk induksi

pembungaan sehingga munculnya bunga pada pola tanam agroforestri terjadi lebih

lama.

Pembentukan bunga sangat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban dan lamanya

penyinaran. Suhu tinggi, kelembaban rendah, dengan jumlah sinar matahari yang

jatuh pada ketiak tangkai daun lebih banyak maka merangsang pembentukan bunga

(Adie & Krisnawati 2007). Tanaman kedelai yang ditanam pada kondisi cahaya

rendah secara umum memiliki umur berbunga yang lebih cepat. Proses pembungaan

dapat terbentuk karena adanya protein yang mudah larut (fitokrom). Intensitas

cahaya yang tinggi mengubah pigmen menjadi bentuk yang mengawali induksi

pembungaan (Karamoy 2009).

Tiap varietas memiliki umur berbunga yang berbeda (Tabel 7). Umur

berbunga yang paling pendek sampai yang paling lama secara berturut turut yaitu

Grobogan (30.00 HST), Anjasmoro (37.33 HST), Tanggamus (37.50 HST), Wilis

(37.67 HST), sedangkan berdasarkan deskripsi umur berbunga Varietas Grobogan,

Anjasmoro, Tanggamus dan Wilis secara berturut-turut adalah 30–32 HST, 35.7–

39.4 HST, 35 HST dan ± 39 HST (Balitkabi 2012). Hasil dari umur berbunga

penelitian ini sesuai kisaran dari deskripsi.

Nilai bobot basah dan kering pucuk kedelai pada pola tanam monokultur

memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pola tanam

agroforestri. Hasil ini diikuti dengan peningkatan hasil kedelai. Hal tersebut diduga

karena adanya pengaruh lingkungan seperti perbedaan penerimaan cahaya pada

masing-masing pola tanam. Hal tersebut menyebabkan adanya perbedaan bobot

kering baik pucuk maupun akar pada masing-masing pola tanam. Cahaya merupakan

sumber energi penting untuk fotosintesis dan sebagai kontrol dalam berbagai proses

fisiologi tanaman. Tanaman kedelai pada pola tanam monokultur mendapat intensitas

cahaya tertinggi sehingga proses fotosintesis dapat berjalan dengan baik. Hasil

fotosintesis maksimal dan ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman sehingga

bobot kering akan tinggi. Hasan (1985) menyatakan bahwa pertambahan bobot

kering merupakan akumulasi dari fotosintat yang berakibat lansung terhadap

pembesaran dan diferensiasi sel yang dinyatakan dalam pertumbuhan tinggi,

perubahan ukuran, struktur daun serta batang tanaman.

Nilai bobot basah dan kering akar kedelai pada pola tanam monokultur

memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pola tanam

agroforestri (Tabel 6). Hal tersebut diduga karena adanya pengaruh lingkungan

seperti perbedaan penerimaan cahaya pada masing-masing pola tanam. Besarnya

rata-rata radiasi matahari pada pola tanam monokultur yaitu 454.50 lux lebih tinggi

dari pola tanam agroforestri yaitu 347. 59 lux, hal tersebut menyebabkan adanya

perbedaan bobot kering baik pucuk maupun akar pada masing-masing pola tanam.

Karamoy (2009) menyatakan bahwa produksi bahan kering dipengaruhi oleh

banyaknya cahaya yang diserap oleh tanaman tersebut.

Bobot kering tanaman mencerminkan pola tanaman akumulasi produk dari

proses fotosintesis dan merupakan intergrasi dengan faktor-faktor lingkungan lainnya

(Sumarsono 2008). Hal ini menjelaskan bahwa intensitas cahaya mempengaruhi

pertambahan berat kering tanaman.

Jumlah bintil akar kedelai pada pola tanam monokultur memberikan hasil

jumlah bintil akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pola tanam

agroforestri (Tabel 6). Hal tersebut diduga karena adanya perbedaan jumlah unsur N

Page 40: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

26

di dalam tanah pada pola tanam monokultur dan agroforestri. Ketersediaan unsur N

di dalam tanah sangat mempengaruhi pembentukan bintil akar. Gardner et al. (1991)

menyatakan bahwa jumlah N tersedia yang tinggi di dalam tanah akan menekan

ekspresi nif, sehingga mengurangi pembintilan dan aktivitas nitrogenase. Rhizobium

dalam bintil akar dapat mengikat nitrogen (N2) dari udara dan kemudian

mengubahnya ke dalam bentuk amonium (NH+

4) dengan bantuan enzim nitrogenase.

Amonium yang dihasilkan oleh Rhizobium tersebut dapat dimanfaatkan oleh

tanaman, sebaliknya bakteri Rhizobium mengambil karbohidrat, protein dan oksigen

yang dihasilkan tanaman untuk hidup dan berkembang biak (Gardner et al.1991).

Jumlah bintil akar dan bobot kering bintil akar akan mempengaruhi bobot

kering tanaman. Bintil akar yang berfungsi sebagai penambat N sudah dapat

meningkatkan efisiensi pemupukan yang mengakibatkan pertumbuhan kedelai

menjadi optimal dan fotosintat yang dihasilkan banyak, sehingga mengakibatkan

banyaknya cadangan fotosintat yang digunakan untuk pertumbuhan vegetatif yang

berdampak pada tingginya bobot kering tanaman.

Bintil akar aktif yang banyak terbentuk menunjukkan tanaman semakin aktif

mengikat N bebas di tanah. Bintil akar aktif menyuplai kebutuhan nitrogen untuk

pengisian dan pemasakan polong kedelai. Bintil akar aktif yang semakin banyak

dapat meningkatkan jumlah polong isi dan biji kedelai.

Produksi Kedelai

Umur panen kedelai dan bobot 100 biji pada pola tanam agroforestri berbeda

nyata bila dibandingkan dengan perlakuan pola tanam monokultur. Hal ini diduga

karena adanya tanggap faktor genetik yang berbeda terhadap faktor lingkungan,

sehingga menunjukkan perbedaan pertumbuhan dan pemasakan buah. Umur panen

yang lama juga berhubungan dengan umur berbunga, semakin cepat tanaman

berbunga, maka semakin cepat pula umur panen dari suatu tanaman. Berdasarkan

hasil yang didapatkan pada penelitian ini pola tanam monokultur menyebabkan

tanaman berbunga lebih cepat dibandingkan pada pola tanam agroforestri. Hal inilah

yang menyebabkan kedelai pada pola tanam monokultur lebih cepat umur panennya

dibandingkan pada pola tanam agroforestri. Menurut Wirnas (2007) penambahan

umur panen dapat menurunkan bobot biji per tanaman, jumlah polong total dan

jumlah polong isi. Galur-galur kedelai toleran naungan memiliki tingkat kemasakan

polong yang berbeda. Perbedaan tingkat kemasakan polong mengakibatkan umur

panen yang berbeda pula sehingga proses pemanenan kedelai tidak dapat dilakukan

secara serempak. Kondisi kekeringan dari fase pembentukan polong sampai fase

pemasakan polong turut memberikan pengaruh terhadap umur tanaman. Hal ini

didukung oleh Suhartina dan Arsyad (2006) bahwa kekeringan pada fase reproduktif

mempercepat umur masak.

Perlakuan varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap umur panen

kedelai (Tabel 8). Tiap varietas memiliki umur panen yang berbeda (Tabel 10).

Umur panen yang paling pendek sampai yang paling lama secara berturut turut yaitu

Grobogan (77.50 HST), Anjasmoro (90.50 HST), Wilis (91.50 HST), Tanggamus

(93.50 HST), sedangkan pada deskripsi umur panen Varietas Grobogan, Anjasmoro,

Tanggamus dan Wilis secara berturut-turut adalah ± 76 HST, 82.5–92.5 HST, 88

HST dan 85–90 HST (Balitkabi 2012). Hasil dari umur panen penelitian ini sesuai

kisaran dari deskripsi.

Page 41: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

27

Kombinasi antar perlakuan pola tanam dan varietas memberikan pengaruh

yang nyata terhadap umur panen kedelai (Tabel 8). Umur panen Varietas Tanggamus

pada pola tanam agroforestri lebih lama dibandingkan dengan varietas lainnya baik

di pola tanam monokultur maupun agroforestri (Tabel 11). Umur panen tercepat

terdapat pada Varietas Grobogan pada pola tanam monokultur.

Bobot 100 butir merupakan karakter untuk mengetahui ukuran biji kedelai,

semakin besar bobot 100 butir biji kedelai maka ukuran biji kedelai juga semakin

besar. Tanaman kedelai yang tumbuh pada lingkungan ternaungi pada fase generatif

akan mengalami penurunan aktivitas fotosintesis sehingga alokasi fotosintat ke organ

reproduksi menjadi berkurang (Kakiuchi & Kobata 2004), hal ini menyebabkan

ukuran biji menjadi lebih kecil dibandingkan pada kondisi terbuka.

Perlakuan varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot 100 biji

kedelai (Tabel 8). Bobot 100 biji Varietas Grobogan memberikan hasil bobot 100 biji

yang tertinggi dibandingkan dengan varietas lainnya (Tabel 10). Bobot 100 biji

Varietas Grobogan, Anjasmoro, Tanggamus dan Wilis secara berturut-turut adalah

20.32 g, 14.10 g, 10.36 g dan 9.82 g, sedangkan pada deskripsi tinggi Varietas

Grobogan, Anjasmoro, Tanggamus dan Wilis secara berturut-turut adalah ± 18 g,

14.8–15.3 g, 11 g dan ± 10 g (Balitkabi 2012). Hasil dari tinggi penelitian ini sesuai

kisaran dari deskripsi bahkan untuk Varietas Grobogan, hasil yang didapatkan lebih

tinggi dari deskripsi.

Jumlah buku dan jumlah cabang produktif Varietas Tanggamus memberikan

hasil jumlah buku dan cabang produktif yang tertinggi dibandingkan dengan varietas

lainnya, namun tidak berbeda nyata dengan Varietas Wilis. Perbedaan jumlah buku

tiap varietas diduga karena adanya perbedaan rata-rata tinggi tanaman. Rata-rata

jumlah cabang Varietas Grobogan, Anjasmoro, Tanggamus dan Wilis secara

berturut-turut adalah 2.33 cabang, 3.47 cabang, 3.97 cabang dan 4.03 cabang,

sedangkan pada deskripsi tinggi Varietas Grobogan, Anjasmoro, Tanggamus dan

Wilis secara berturut-turut adalah tidak ada percabangan, 2.9–5.6 cabang , 3–4

cabang dan 3.65 cabang (Balitkabi 2012). Hasil dari jumlah cabang penelitian ini

sesuai kisaran dari deskripsi bahkan untuk Varietas Grobogan dan Tanggamus hasil

yang didapatkan lebih tinggi dari deskripsi.

Pola tanam agroforestri memiliki jumlah buku produktif yang banyak

dibandingkan dengan pola tanam monokultur, namun memiliki jumlah cabang yang

sedikit dibandingkan dengan pola tanam monokultur (Tabel 9), Sopandie et al.

(2006) menyatakan bahwa respon tanaman terhadap intensitas cahaya rendah adalah

dengan peningkatan tinggi tanaman, tetapi jumlah daun dan jumlah cabang juga akan

berkurang sebagai konsekuensi pertumbuhan tinggi tanaman yang diutamakan.

Pembentukan cabang juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Gardner et al. (1991)

menyatakan bahwa peningkatan intensitas cahaya dapat melipatgandakan

percabangan per tanaman.

Kombinasi antar perlakuan pola tanam dan varietas memberikan pengaruh

yang nyata terhadap jumlah cabang produktif kedelai (Tabel 9). Jumlah cabang

produktif Varietas Tanggamus pada pola tanam monokultur memiliki nilai tertinggi

dibandingkan dengan Varietas Grobogan baik di pola tanam monokultur maupun

agroforestri, namun tidak berbeda nyata dengan Varietas Anjasmoro dan Wilis baik

di pola tanam monokultur maupun agroforestri (Tabel 11).

Jumlah polong total dan jumlah polong isi per tanaman Varietas Wilis

memberikan hasil jumlah polong total dan polong isi per tanaman yang tertinggi

Page 42: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

28

dibandingkan dengan varietas lainnya, namun tidak berbeda nyata dengan Varietas

Tanggamus. Hal tersebut di duga karena jumlah buku produktif, cabang produktif

dan polong isi dari Varietas Wilis memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan

varietas lainnya. Peningkatan jumlah polong total diikuti dengan meningkatnya

jumlah cabang produktif, buku produktif dan jumlah polong isi (Tabel 10).

Pola tanam monokultur memiliki jumlah polong total dan polong isi kedelai

yang banyak dibandingkan dengan pola tanam agroforestri (Tabel 9). Hasil yang

sama dari penelitian Wahyu dan Sundari (2010) bahwa varietas Wilis memiliki

jumlah polong terbanyak, hasil biji tertinggi dan dinilai sangat toleran terhadap

naungan. Penurunan jumlah polong dapat disebabkan adanya penerimaan cahaya

yang sedikit oleh tanaman yang menyebabkan berkurangnya hasil fotosintat. Kedelai

pada intensitas cahaya rendah mengalami penurunan jumlah polong per batang dan

jumlah polong berisi. Penurunan jumlah polong berisi dikarenakan tanaman tidak

mampu dalam memenuhi sink yang ada. Dari hasil penelitian ini pada variabel-

variabel yang diuji terlihat bahwa Varietas Wilis menunjukkan kemampuan yang

lebih tinggi untuk bertahan kondisi lingkungan tersebut dibandingkan dengan

varietas lainnya.

Polong isi pada penelitian ini sangat berkaitan dengan kandungan hara dan

cahaya matahari. Unsur hara dan penerimaan intensitas cahaya yang semakin

tersedia, maka semakin mendukung pembentukan bunga pada fase generatif.

Irdiawan dan Rahmi (2002) menyatakan bahwa dalam proses pengisian polong

diperlukan sinar matahari yang maksimal dan air yang cukup selama beberapa

waktu. Jika air dalam tanah terlampau banyak maka proses pengisian polong akan

terganggu. Fase pengisian polong sangat dipengaruhi oleh unsur N dan P dalam

tanah. Unsur nitrogen yang semakin tinggi akan meningkatkan proses fotosintesis

tanaman sebagai faktor utama dalam pembentukan polong dan biji. Kekurangan

nitrogen menyebabkan pertumbuhan polong yang tidak sempurna cepat masak dan

memiliki kadar protein yang tinggi. Unsur P juga sangat mempengaruhi hasil kedelai.

Kekurangan unsur P menyebabkan terlambatnya pemasakan polong dan dapat

mengurangi hasil kedelai. Jumlah polong isi pada tanaman di lingkungan yang

ternaungi menjadi lebih sedikit, yaitu berkurang sekitar 17 polong dan keadaan

tersebut terjadi karena fase generatif merupakan fase peka terhadap naungan

(Mathew et al. 2000). Hal ini terlihat bahwa serapan N, P dan K kedelai pada pola

tanam monokultur lebih tinggi dibandingkan pada pola tanam agroforestri yang

menyebabkan jumlah polong isi kedelai di pola tanam monokultur menjadi lebih

banyak dibandingkan polong isi yang dihasilkan pada pola tanam agroforestri.

Kombinasi antar perlakuan pola tanam dan varietas memberikan pengaruh

yang nyata terhadap jumlah polong isi dan jumlah polong total per tanaman kedelai

(Tabel 9). Jumlah polong isi dan polong total per tanaman Varietas Wilis pada pola

tanam agroforestri memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan Varietas Grobogan

baik di pola tanam monokultur maupun agroforestri, namun tidak berbeda nyata

dengan Varietas Anjasmoro dan Wilis baik di pola tanam monokultur maupun

agroforestri (Tabel 11).

Bobot biji per tanaman Varietas Anjasmoro memberikan hasil bobot biji per

tanaman yang tertinggi dibandingkan dengan varietas lainnya, namun tidak berbeda

nyata dengan Varietas Wilis dan Tanggamus (Tabel 10). Sedangkan pada hasil bobot

biji per petak Varietas Wilis memiliki nilai yang tertinggi dibandingkan dengan

varietas lainnya, namun tidak berbeda nyata dengan Varietas Anjasmoro dan

Page 43: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

29

Tanggamus. Jumlah polong berisi, jumlah polong hampa dan jumlah polong total

sangat berpengaruh terhadap bobot biji per tanaman. Varietas Wilis memiliki nilai

rata-rata tertinggi pada semua indikator tersebut sehingga menyebabkan Varietas

Wilis memiliki nilai tertinggi terhadap bobot biji pertanaman yang diikuti dengan

meningkatnya bobot biji perpetak dan akan mempengaruhi hasil per ha nya (Tabel

10). Perlakuan varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil per ha

kedelai (Tabel 8). Hasil per ha Varietas Grobogan, Anjasmoro, Tanggamus dan Wilis

secara berturut-turut adalah 1.07 ton/ha, 1.85 ton/ha, 1.63 ton/ha dan 2.04 ton/ha,

sedangkan pada deskripsi tinggi Varietas Grobogan, Anjasmoro, Tanggamus dan

Wilis secara berturut-turut adalah 2.77 ton/ha 2.03 ton/ha, 1.22 ton/ha dan 1.6 ton/ha

(Balitkabi 2012). Hasil per ha penelitian ini kurang sesuai kisaran dari deskripsi,

untuk Varietas Tanggamus dan Wilis rata-rata hasil per ha yang dihasilkan melebihi

dari rata-rata hasil/ha yang ada di deskripsi, sedangkan Varietas Grobogan dan

Anjasmoro rata-rata hasil per ha yang didapatkan lebih rendah dari rata-rata hasil

yang ada di deskripsi (Tabel 12), hal tersebut diduga Varietas Tanggamus dan Wilis

memiliki toleransi terhadap kondisi lingkungan yang terdapat pada lokasi penelitian.

Pola tanam monokultur memiliki bobot biji per tanaman, bobot biji per petak

dan hasil per ha yang tinggi dibandingkan dengan pola tanam agroforestri. Dari hasil

penelitian ini didapatkan bahwa terdapat keterkaitan pada masing-masing karakter

dari komponen hasil yaitu hasil kedelai dapat menurun dengan terjadinya penurunan

jumlah buku, cabang, dan polong serta dengan meningkatnya jumlah polong hampa

per tanaman (Tabel 11). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Soepandi et al.

(2006) yang menyatakan bahwa jumlah cabang, jumlah buku, jumlah polong isi,

jumlah polong total berkolerasi positif terhadap bobot biji per tanaman. Hasil kedelai

akan menurun dengan menurunnya intensitas cahaya yang diterima tanaman.

Kemampuan kedelai yang diuji dalam menghasilkan bobot biji per tanaman yang

tinggi menunjukan bahwa kedelai mampu menggunakan cahaya secara efisien untuk

pengisian biji sehingga pada kondisi tercekam masih mampu mempertahankan hasil

tetap tinggi (Asadi et al. 1997).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pertambahan tinggi, diameter batang dan tajuk sentang pada plot agroforestri

tumbuh lebih besar dibandingkan sentang pada plot monokultur. Akar lateral pohon

sentang pada plot monokultur memiliki kedalaman yang lebih dalam dibandingkan

pada plot agroforestri.

Kedelai pada pola monokultur mengandung klorofil a, kandungan karoten

dan total klorofil yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai pada pola tanam

agroforestri. Serapan hara N, P, dan K kedelai pada pola tanam monokultur memiliki

serapan hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai pada pola tanam

agroforestri. Varietas Tanggamus, Anjasmoro, dan Wilis pada plot monokultur

memiliki pertumbuhan dan produksi yang lebih baik dibandingkan Varietas

Grobogan. Penggunaan berbagai varietas kedelai pada agroforestri tanaman sentang

umur 1 tahun menghasilkan produksi yang hampir sama dari produksi pada pola

tanam monokultur.

Page 44: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

30

Saran

Penelitian agroforestri kedelai dan sentang perlu diuji pada jarak tanam antara

sentang dan tanaman semusim, variasi pemupukan dan pengapuran yang berbeda

sehingga dapat diperoleh produksi terbaik. Diperlukan adanya pengamatan intensitas

serangan OPT (organisme pengganggu tanaman) agar hasil yang didapatkan lebih

optimal lagi.

Pengamatan terhadap hubungan kedelai dengan dimensi sentang

membutuhkan waktu yang lebih lama. Hal ini bertujuan agar terlihat pertumbuhan

sentang yang signifikan. Perakaran sentang diamati sampai dengan akar tersier untuk

melihat indeks persaingan antara kedelai dengan sentang.

DAFTAR PUSTAKA

Adie MM, Krisnawati A. 2007. Biologi tanaman kedelai. Di Dalam: Sumarno,

Suyamto, Widjono A, Hermanto, Kasi H, editor. Kedelai, Teknik Produksi dan

Pengembangan. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Agung T, Rahayu AY. 2004. Analisis efisiensi serapan N, pertumbuhan dan hasil

beberapa kultivar kedelai unggul baru dengan cekaman kekeringan dan

pemberian pupuk hayati. Agrosains 6(2):70-74.

Agusta H, Santosa I. 2005. Indeterminasi sekuensial pembungaan dan

ketidakmampuan produksi kedelai di lapang akibat penambahan cahaya

kontinu pada kondisi terbuka dan ternaungi. Bul Argon. 33(3):24-32.

Andrianto TT, Indarto N. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani: Kedelai,

Kacang Hijau, Kacang Panjang. Yogyakarta (ID): Absolut.

Ardie WS. 2006. Pengaruh intensitas cahaya dan pemupukan terhadap pertumbuhan

dan pembungaan Hoya diversifolia Blume [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pasca

Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Arnon DI. 1949. Cooper enzymes in isolated cloroplast, polyphenol oxidase in Beta

vulgaris. Plant Phisiol. 24:1-15.

Asadi B, Arsyad DM, Zahara H, Darmijati. 1997. Pemuliaan kedelai untuk toleran

naungan. Buletin Agrobio. 1:15-20.

[Balitkabi] Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2012.

Galur kedelai toleran naungan [internet]. [diunduh 2013 Nov 22]. Tersedia

pada: http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/info-teknologi/1329-dena-1-dan-

dena-2-calon-varietas-unggul-kedelai-toleran-naungan.html.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi padi, jagung dan kedelai. [internet].

[Diunduh 2015 Feb 3]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php.

Baliadi Y. 2004. Patogenisitas nematoda entomopatogen terhadap ulat grayak

kedelai, Spodoptera litura F. Jurnal Ilmu Pertanian Mapeta 7:59-64.

Clarkson DT. 1996. Effect of aluminium on uptake and metabolism of phosphorus

by barley seedlings. Plant Physiol. 41:165-172.

Croce R, Muller MG, Bassi R, Holzwarth AR. 2001. Carotenoid to chlorophyll

energy transfer in ecombinant major light harvesting cmplex (LHCII) of higher

plants. I. Femtosecond transient absorption measurements. Biophys J. 80:901-

915.

Page 45: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

31

Djukri, Purwoko BS. 2003. Pengaruh naungan paranet terhadap sifat toleransi

tanaman talas (Colocasia esculenta (L.) Schott). Ilmu Pertanian 10(2):17-25.

Florido, Mesa. 2001. Marango: Azadirachta excelsa (Jack) Linn. Research

Information Series on Ecosystem. 13(3):26-34.

Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo H,

Subiyanto, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Physiology of

Crop Plants.

Hairiah K, Sardjono MA, Sabarnurdin S. 2003. Pengantar Agroforestri. Bogor (ID):

International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF).

Hairiah K, van Noordwijk M, Suprayogo D. 2002. Interaksi antara pohon-tanah-

tanaman semusim: kunci keberhasilan kegagalan dalam sistem agroforestry. Di

Dalam: Hairiah K, Widianto, Utami SR, Lusiana B, editor. Wanulcas: Model

Simulasi untuk Sistem Agroforestri. Bogor (ID): International Centre for

Research in Agroforestry. hlm 19-42.

Handayani T. 2003. Pola pewarisan sifat toleran terhadap intensitas cahaya rendah

pada kedelai (Glycine max L. Merr) dengan penciri spesifik karakter anatomi,

morfologi dan molekuler [disertasi]. Bogor (ID): Program Pascasarjana. Institut

Pertanian Bogor.

Hasan Z. 1985. Pengaruh naungan dan pemberian ZPT terhadap pertumbuhan bibit

tanaman cengkeh [tesis]. Bogor (ID): Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian

Bogor.

Hendriyani IS, Setiari N. 2009. Kandungan klorofil dan pertumbuhan kacang

panjang (Vigna sinensis) pada tingkat penyediaan air yang berbeda. J Sains &

Mat. 17(3):145-150.

Huxley P. 1999. Tropical Agroforestry. Cambridge (UK): Blackwell science.

Iqbal M, Mawarni L, Charloq. 2013. Pertumbuhan dan produksi beberapa varietas

kedelai (Glycine max (L.) Merrill) pada berbagai tingkat penaungan tahap

kedua. Jurnal Online Agroekoteknologi 1(3):25-31.

Irdiawan R, Rahmi A. 2002. Pengaruh jarak tanam dan pemberian bokhasi pupuk

kandang ayam terhadap pertumbuhan dan hasil kacang tanah (Arachis hypogea

L). J Agrifor. 1(2):31-36.

Jackai LEN, Panizzi AR, Kundu GG, Srivastava K. 1990. Insect pests of soybean in

the tropics, p:91-156. In: Singh RS, editor. Insect Pests of Tropical Food

Legumes. New York (US): John Wiley & Sons.

Joker D. 2000. Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs. Seed leaflet No. 13 (September

2000). Denmark (DK): Danida Forest Seed Centre.

Jufri A. 2006. Mekanisme adaptasi kedelai (Glycine max (L.) Merrill) terhadap

cekaman intensitas cahaya rendah [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Kakiuchi J, Kobata T. 2004. Shading and thinning effects on seed and shoot dry

matter increase in determinate soybean during the seed-fi lling period. Agron

J. (96):398-405.

Karamoy LT. 2009. Hubungan iklim dengan pertumbuhan kedelai (Glycine max (L.)

Merril). Soil Environment 7(1):65-68.

Kartasubrata J. 2003. Social forestry dan agroforestri di Asia. Lab. Politik Ekonomi

dan Sosial Kehutanan Fakultas Kehutanan. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Page 46: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

32

Khumaida N. 2002. Studies on adaptability of soybean and upland rice to shade

stress [disertation]. Tokyo (JP): The University of Tokyo.

Kisman, Khumaida N, Trikoesoemaningtyas, Sobir, Sopandie D. 2007. Karakter

morfo-fisiologi daun, penciri adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya

rendah. Bul Argon. 35(2):96–102.

La Muhuria, Nyngtyas K, Khumaida N, Trikoesoemaningtyas, Sopandie D. 2006.

Adaptasi tanaman kedelai terhadap intensitas cahaya rendah: karakter daun

untuk efisiensi penangkapan cahaya. Bul Agron. 34(3):133-140 .

Marwoto. 2007. Dukungan pengendalian hama terpadu dalam program bangkit

kedelai. Iptek tanaman pangan 2(1):13-18.

Marwoto, Simatupang P, Swastika D. 2005. Pengembangan kedelai dan kebijakan

penelitian di Indonesia dalam pengembangan kedelai di lahan suboptimal.

Puslitbangtan. 25(2):1-15.

Mathew JP, Herbert SJ, Zhang S, Rautenkranz AAF, Litchfi GV. 2000. Different

response of soybean yield component to the timing of light enrichment. Agron

J. 92:1156–1161.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS

dan Minitab. 2nd Ed. Bogor (ID): IPB Pr.

Novriani. 2011. Peranan Rhizobium dalam meningkatkan ketersediaan nitrogen bagi

tanaman kedelai. Agronobis. 3(5):35–42 .

Nyngtyas K. 2006. Adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah melalui

efisiensi penangkapan cahaya [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Prasetyo. 2004. Budidaya kapulaga sebagai tanaman sela pada tegakan sengon.

Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 6(1):22–31.

Richardson AD, Duigan SP, Berlyn GP. 2002. An evaluation of noninvasive

methods to estimate foliar chlorophyll content. New Phytol. 153:185–194 .

Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan: Biokimia Tumbuhan. Lukman

DR, Sumargono, penerjemah. Bandung (ID): ITB Press. Terjemahan dari:

Plant Physiology: Plant Biochemistry.

Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta (ID):

UGM Press.

Sopandie D. 2014. Fisiologi Adaptasi Tanaman Terhadap Cekaman Abiotik Pada

Agroekosistem Tropika. Bogor (ID): IPB Press.

Sopandie D, Chozin MA, Sastrosumajo S, Juhaeti T, Sahardi. 2003. Toleransi

terhadap naungan pada padi gogo. Hayati 10:71–75.

Sopandie D, Trikoesoemaningtyas, Khumaida N. 2006. Fisiologi, genetik, dan

molekuler adaptasi terhadap intensitas cahaya rendah: Pengembangan varietas

unggul kedelai sebagai tanaman sela [Laporan Akhir Penelitian Hibah

Penelitian Tim Pasca Sarjana Angkatan II]. Bogor (ID): Lembaga Penelitian

dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Steel GR, Torrie JH. 1991. Principles and procedure on statistics. Mc. Graw-Hill

Int. New York (US): Book Co.

Suhartina, Arsyad DA. 2006. Toleransi galur dan varietas kedelai terhadap cekaman

kekeringan. Di Dalam: Suharsono, Makarim AK, Rahmianna AA, Adie MM,

Taufik A, Rozi F, Tastra IK, Harnowo D, editor. Peningkatan Produksi

Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Mendukung Kemandirian Pangan. Bogor

(ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Page 47: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

33

Sumarsono S. 2008. Analisis kuantitatif pertumbuhan tanaman kedelai [Project

Report]. Semarang (ID): Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.

Susanto GW, Sundari T. 2011. Perubahan karakter agronomi aksesi plasma nutfah

kedelai di lingkungan ternaungi. J Agron Indonesia. 39(1):1-6.

Sumarno, Manshuri AG. 2007. Persyaratan tumbuh dan wilayah produksi kedelai di

Indonesia. Di Dalam: Sumarno, Suyamto, Widjono A, Hermanto, Kasi H,

editor. Kedelai, Teknik Produksi dan Pengembangan. Bogor (ID): Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Syahbuddin HY, Apriyana N, Heriyani, Darmijati, Irsal L. 1998. Serapan hara

nitrogen, posfor dan kalium tanaman kedelai (Glycine max L. Merill) di rumah

kaca pada tiga taraf intensitas radiasi surya dan kadar air tanah latosol. Jurnal

Tanah dan Iklim Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

59(2):20-28.

Tengkano W, Soehardjan M. 1993. Jenis hama utama pada berbagai fase

pertumbuhan tanaman kedelai. Di dalam: Somaatmadja S, Ismunadji M,

Sumarno, Syam M, Manurung SO, dan Yuswadi, editor. Risalah Hasil

Penelitian Tanaman Pangan. Bogor (ID): Puslitbangtan.

Wahyu G, Sundari T. 2010. Penampilan Varietas Unggul Kedelai di Lingkungan

Naungan Buatan. Malang (ID): Balitkabi.

Wibowo AR, 2012. Agroforestri sentang (Azadirachta excelsa Jack.) dan sorgum

(Sorghum bicolor L. Moench) [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana,

Insitut Pertanian Bogor.

Wijayanto N, Araujo JD. 2011. Pertumbuhan tanaman pokok cendana (Santalaum

album Linn.) pada sistem agroforestri di Desa Sanirin, Kecamatan Balibo,

Kabupaten Bobonaro, Timor Leste. J Silvikultur Tropika 2(1):119–123.

Wijayanto N, Hidayanthi D. 2012. Dimensi dan sistem perakaran tanaman sentang

(Melia excelsa Jack) di lahan agroforestri. Jurnal Silvikultur Tropika 3(3):196–

202.

Wirnas D. 2007. Pemilihan karakter seleksi berdasarkan analisis biometrik dan

molekuler untuk merakit kedelai toleran intensitas cahaya rendah [disertasi].

Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana, Insitut Pertanian Bogor.

Page 48: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

34

Page 49: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

35

LAMPIRAN

Page 50: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

36

Page 51: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

37

Lampiran 1 Pengamatan aspek biofisik, diameter batang dan perakaran sentang,

peubah vegetatif serta generatif tanaman kedelai

No. Peubah Satuan Waktu

pengamatan

Keterangan

Aspek biofisik

1. Analisis tanah - Sebelum dan

sesudah tanam

kedelai

Sampel tanah diambil pada lokasi

ternaungi dan terbuka

2. Suhu lingkungan 0C Tiap minggu -

3. Kelembaban % Tiap minggu -

4. Kemiringan % Sebelum tanam

kedelai

-

5. Latitude - Sebelum tanam

kedelai

-

6. Intensitas cahaya lux 1 kali dalam

seminggu

Diukur pada pagi, siang, dan sore

hari dengan 3x pengulangan

7. Curah hujan mm/min

ggu Tiap minggu Data berasal dari BMKG Situgede,

Bogor.

Dimensi tegakan sentang

1. Diameter cm 1 kali dalam 4

minggu

Diamati pada 16 pohon di plot

monokultur dan agroforestri

2.

3.

4.

Perakaran

Tinggi

Tajuk

cm

cm

cm

Sebelum dan

setelah panen

kedelai

1 kali dalam 4

minggu

Awal,

pertengahan

dan akhir

panen kedelai

Diamati pada 16 pohon di plot

monokultur dan agroforestri

Diamati pada 16 pohon di plot

monokultur dan agroforestri

Diamati pada 16 pohon di plot

monokultur dan agroforestri

Peubah fisiologi, fase vegetatif dan generatif tanaman kedelai

1. Persen tumbuh benih % 1 MST -

2. Persen hidup % Setelah panen -

3. Tinggi tanaman cm Tiap minggu 2–8 MST

4. Umur Panen HST Saat panen 70–90 HST

5. Umur berbunga kedelai HST - -

6. Bobot basah tanaman

kedelai

g 7 MST Diambil 2 tanaman per petakan

(diambil di bagian tengah)

7. Bobot kering pucuk, akar,

dan bintil akar

g 7 MST Dikeringkan dengan oven pada

suhu 80oC (2x24 jam)

8. Analisis hara daun % 7 MST N, P, K

9. Analisis klorofil daun - 7 MST Diambil daun ke 2–3 dari atas pada

tiap varietas pada petak bersih

10. Jumlah tanaman panen

petak

- Saat panen -

11. Jumlah buku produktif - Saat panen -

12. Jumlah polong isi - Saat panen -

13. Jumlah cabang produktif - Saat panen Diambil 10 tanaman (berada di

tengah petak)

14.

15.

Jumlah polong per

tanaman

Bobot 100 biji

-

g

Saat panen

Saat panen

Diambil 10 tanaman (berada di

tengah petak)

Diambil 10 tanaman (berada di

tengah petak)

16. Bobot biji kering per

tanaman

g Setelah panen Diambil 10 tanaman (berada di

tengah petak)

17. Hasil per ha g Setelah panen Rata-rata hasil per petak

18. Pengamatan OPT - - Fase vegetatif dan generatif

Page 52: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

38

Blok I Blok II Blok III

Lampiran 2 Desain plot agroforestri dan plot monokultur

Keterangan:

: Tanaman sentang yang

diamati

: Tanaman sentang yang

diamati (dalam pengukuran

tajuk dan akar)

: Larikan kedelai

A : Kedelai varietas anjasmoro

G : Kedelai varietas grobogan

T : Kedelai varietas tanggamus

W : Kedelai varietas wilis

G T W

W A T

G A T

W A G

Page 53: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

39

Blok I Blok II Blok III

Lanjutan Lampiran 2

Keterangan:

: Larikan kedelai

A : Kedelai varietas anjasmoro

G : Kedelai varietas grobogan

T : Kedelai varietas tanggamus

W : Kedelai varietas wilis

G T W

W A T

G A T

W A G

Page 54: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

40

Lampiran 3 Hasil analisis tanah akhir sifat kimia tanah pada lahan agroforestri

sentang dan monokultur kedelai

No Parameter Pengujian Satuan Perlakuan

Agroforestri Monokultur

1 pH H2O 4.70 4.60

2 C organik % 1.05 1.19

3 N total % 0.16 0.17

4 Rasio C/N 7.00 7.00

5 P2O5 Tersedia Ppm 3.40 4.50

6 Kation – kation

dapat ditukar

Ca cmol/kg 4.71 4.49

Mg cmol/kg 0.37 0.25

K cmol/kg 0.17 0.18

Na cmol/kg 0.30 0.30

KTK cmol/kg 26.56 25.90

KB % 20.90 20.15

7 Al-Hdd Al

3+ me/100g 6.16 6.33

H+ me/100g 1.71 2.61

8

Sebaran butir

(Tekstur 3

Fraksi)

Pasir % 12.20 8.00

Debu % 38.70 37.40

Liat % 49.10 54.60

Keterangan : Sampel tanah dianalisis di Service Laboratory SEAMEO BIOTROP.

Page 55: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

41

Lampiran 4 Deskripsi Varietas Wilis*

Data Deskripsi

Asal : Hasil seleksi keturunan persilangan Orba X No.

1682

Nomor Galur : B 3034

Warna hipokotil : Ungu

Warna bunga : Ungu

Warna batang : Hijau

Warna daun : Hijau tua

Warna kulit polong masak : Coklat tua

Warna biji : Kuning

Warna buIu : Coklat tua

Warna kulit biji : Kuning

Warna hilum : Coklat tua

Tipe tanaman : Determinate

Tinggi tanaman : ±50 cm

Umur berbunga : ±39 hari

Umur polong masak : 85-90 hari

Bentuk biji : Oval, agak pipih

Bobot 100 biji : ±10 g

Kandungan protein : 37.0 %

Kandungan minyak : 18.0 %

Rata-rata hasil : 1.6 t/ ha

Kerebahan : Tahan rebah

Ketahanan terhadap

penyakit

: Agak tahan karat daun dan virus

Benih penjenis : Dipertahankan di Balittan Malang dan Bogor

Pemulia : Sumarno, Darman M Arsyad, Rodiah dan Ono

Sutrisno

Tahun dan nomor SK

pelepasan

: 21 Juli 1983 TP 240 / 519 / Kpts / 7 / 1983

*Sumber : Balitkabi (2012).

Page 56: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

42

Lampiran 5 Deskripsi Varietas Grobogan*

Data Deskripsi

Asal : Pemurnian populasi Lokal Malabar

Grobogan

Nomor Galur : -

Warna hipokotil : Ungu

Warna epikotil : Ungu

Warna bunga : Ungu

Bentuk daun : Lanceolate

Warna daun : Hijau agak tua

Warna kulit polong masak : Coklat

Warna bulu batang : Coklat

Warna kulit biji : Kuning muda

Warna biji : Kuning

Warna hilum biji : Coklat

Tipe tanaman : Determinate

Tinggi tanaman : 50-60 cm

Umur berbunga : 30–32 hari

Umur polong masak : ±76 hari

Percabangan : -

Bobot 100 biji : ±18 g

Kandungan protein : 43.9 %

Kandungan lemak : 18.4 %

Potensi hasil : 3.4 t/ha

Rata-rata hasil : 2.77 ton/ha

Daerah sebaran : Beradaptasi baik pada beberapa kondisi

lingkungan tumbuh yang berbeda cukup

besar, pada musim hujan dan daerah

beririgasi baik.

Sifat lain : Polong masak tidak mudah pecah, dan

pada saat panen daun luruh 95–100% saat

panen >95% daunnya telah luruh

Pemulia : Suhartina, M. Muclish Adie

Pengusul : Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan,

BPSB Jawa Tengah, Pemerintah Daerah

Propinsi Jawa Tengah.

Tahun dan nomor SK

pelepasan

: 2008, 238/Kpts/SR.120/3/2008

*Sumber : Balitkabi (2012).

Page 57: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

43

Lampiran 6 Deskripsi Varietas Anjasmoro*

Data Deskripsi

Asal : Seleksi massa dari populasi galur murni

Mansuria

Nomor Galur : Mansuria 395-49-4

Warna hipokotil : Ungu

Warna epikotil : Ungu

Warna bunga : Ungu

Bentuk daun : Oval

Warna daun : Hijau

Warna kulit polong masak : Coklat Muda

Warna bulu batang : Putih

Warna kulit biji : Kuning

Warna biji : Kuning

Warna hilum biji : Kuning Kecoklatan

Tipe tanaman : Determinate

Tinggi tanaman : 64 - 68 cm

Umur berbunga : 35.7–39.4 hari

Umur polong masak : 82.5–92.5 hari

Percabangan : 2.9–5.6 cabang

Bobot 100 biji : 14.8–15.3 g

Kandungan protein : 41.8–42.1 %

Kandungan lemak : 17.2–18.6 %

Potensi hasil : 2.03–2.25 ton/ha

Rata-rata hasil : -

Daerah sebaran : Beradaptasi baik pada beberapa kondisi

lingkungan tumbuh yang berbeda cukup

besar, pada musim hujan dan daerah

beririgasi baik.

Sifat lain : Moderat terhadap karat daun, tahan rebah

dan polong masak tidak mudah pecah,

dan pada saat panen daun luruh 95–100%

saat panen >95% daunnya telah luruh

Pemulia : Takashi Sanbuichi, Nagaaki Sekiya,

Jamaluddin M., Susanto, Darman M.A.,

dan M. Muchlish Adie

Pengusul : -

Tahun dan nomor SK

pelepasan

: 2001, 537/Kpts/TP.240/10/2001

*Sumber : Balitkabi (2012).

Page 58: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

44

Lampiran 7 Deskripsi Varietas Tanggamus*

Data Deskripsi

Asal : Hibrida (persilangan tunggal): Kerinci x

No. 3911

Nomor Galur : K3911-66

Warna hipokotil : Ungu

Warna epikotil

Warna kotiledon

:

:

Hijau

Kuning

Warna bunga : Ungu

Bentuk daun : Lanceolate

Warna daun : Hijau

Warna kulit polong masak : Coklat Muda

Warna bulu batang : Coklat

Warna kulit biji : Kuning

Warna biji : Kuning

Warna hilum biji : Coklat Tua

Tipe tanaman : Determinate

Tinggi tanaman : 67 cm

Umur berbunga : 35 hari

Umur polong masak : 88 hari

Percabangan : 3–4 cabang

Bobot 100 biji

Ukuran Biji

Bentuk Biji

:

:

:

11,0 g

Sedang

Oval

Kandungan protein : 44,5%

Kandungan lemak

Kandungan air

:

:

12,9%

6,1%

Potensi hasil : -

Rata-rata hasil : 1,22 t/ha

Daerah sebaran : Beradaptasi baik pada beberapa kondisi

lahan kering masam

Sifat lain : Moderat terhadap karat daun, tahan rebah

dan polong masak tidak mudah pecah,

dan pada saat panen daun luruh 95–100%

saat panen >95% daunnya telah luruh

Pemulia : Darman MA., M. Muchlish Adie, Heru

Kuswantoro, dan Purwantoro

Pengusul : -

Tahun dan nomor SK

pelepasan

: 2001, 536/Kpts/TP.240/10/2001

*Sumber : Balitkabi (2012).

Page 59: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

45

Lampiran 8 Data curah hujan harian di Dramaga Bogor bulan februari-mei 2015

Page 60: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

46

Lampiran 9 Data suhu dan kelembaban harian di Dramaga Bogor bulan februari-

mei 2015

Page 61: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

47

Lampiran 10 Data hasil pengujian kandungan klorofil dan serapan hara kedelai

Page 62: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

48

Lampiran 11 Hasil analisis tanah awal pada lahan monokultur kedelai

Page 63: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

49

Lampiran 12 Hasil analisis tanah awal pada lahan agroforestri sentang

Page 64: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

50

Lampiran 13 Hasil analisis tanah akhir pada lahan monokultur kedelai dan

agroforestri sentang

Page 65: DIMENSI POHON SENTANG (Azadirachta excelsa Jack.) DAN ... · pada pola agroforestri akan menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan produksi dari semua komponen tanaman yang ada pada

51

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 7 November 1989. Terlahir sebagai

anak kedua dari empat bersaudara di keluarga Krismar dan Uliah. Pada tahun

2007, penulis lulus dari SMA Negeri 10 Jambi. Pada tahun yang sama lulus

seleksi masuk Universitas Jambi (UNJA) jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa

Baru (SPMB) pada Departemen Agronomi. Studi ini diselesaikan pada tahun

2012 dengan skripsi berjudul “Pengaruh Media Tanam terhadap Pertumbuhan

Setek Batang Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz and Pav.)” di bawah bimbingan

Ir Dede Martino, MP. Pada tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa

Sekolah Pascasarjana IPB Program Studi Silvikultur Tropika, dan mendapatkan

beasiswa BPPDN Dikti.

Penulis menulis jurnal yang berjudul: Dimensi Pohon Sentang (Azadirachta

excelsa Jack.) dan Produksi Kedelai (Glycine Max (L.) Merril) di dalam Sistem

Agroforestri (2016) yang diterbitkan pada Jurnal Silvikultur Tropika. Penulis juga

membuat poster dengan judul: Fisiologi dan Produksi Tanaman Kedelai (Glycine

max (L.) Merril) di dalam Sistem Agroforestri Sentang (Azadirachta excelsa

Jack.) (2015) pada Seminar Nasional Agroforestri 2015, Bandung 19 November,

yang diterbitkan ke dalam Prosiding Seminar Nasional Agroforestri 2015.

Guna memperoleh gelar Magister Sains IPB, penulis menyelesaikan tesis

dengan judul “Dimensi Pohon Sentang (Azadirachta excelsa Jack.) dan Produksi

Kedelai (Glycine max (L.) Merril) di dalam Sistem Agroforestri)” di bawah

bimbingan Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS dan Dr Ir Arum Sekar Wulandari,

MS.