perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id tinjauan...

91
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user TINJAUAN ARGUMENTASI LEGALITAS DAN KEWENANGAN JAKSA AGUNG DALAM MENGAJUKAN PENINJAUAN KEMBALI BERKAIT PUTUSAN PRAPERADILAN KASUS BIBIT DAN CHANDRA Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : Juni Panto Susilo NIM. E 0006150 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Upload: vanhuong

Post on 04-Aug-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

TINJAUAN ARGUMENTASI LEGALITAS DAN KEWENANGAN JAKSA AGUNG

DALAM MENGAJUKAN PENINJAUAN KEMBALI BERKAIT PUTUSAN

PRAPERADILAN KASUS BIBIT DAN CHANDRA

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan Untuk

Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

Juni Panto Susilo

NIM. E 0006150

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2011

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

TINJAUAN ARGUMENTASI LEGALITAS DAN KEWENANGAN JAKSA

AGUNG DALAM MENGAJUKAN PENINJAUAN KEMBALI BERKAIT

PUTUSAN PRAPERADILAN KASUS BIBIT DAN CHANDRA

Oleh

Juni Panto Susilo

NIM. E 0006150

Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 18 Januari 2011

Dosen Pembimbing I

Edy Herdyanto, S. H, M. H

NIP. 1957291985031002

Dosen Pembimbing II

Muh. Rustamaji, S. H, M.H

NIP. 198210082002005011001

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

TINJAUAN ARGUMENTASI LEGALITAS DAN KEWENANGAN JAKSA

AGUNG DALAM MENGAJUKAN PENINJAUAN KEMBALI BERKAIT

PUTUSAN PRAPERADILAN KASUS BIBIT DAN CHANDRA

Oleh

Juni Panto Susilo

NIM. E 0006150

Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 18 Januari 2011

DEWAN PENGUJI

1.Bambang Santoso, S.H., M.Hum : .............................................. NIP. 196202091989031001

Ketua

2.Muh. Rustamaji, S.H., M.H. : ............................................... NIP.198210082002005011001

Sekretaris

3. Edy Herdyanto, S.H., M.H. : ............................................... NIP. 1957291985031002

Anggota

Mengetahui Dekan,

Mohammad Jamin, S.H, M.Hum

NIP. 19610930 1986011 001

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Juni Panto Susilo

NIM : E0006150

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :

Tinjauan Argumentasi Legalitas Dan Kewenangan Jaksa Agung dalam

Mengajukan Peninjauan Kembali Berkait Putusan Praperadilan Kasus Bibit

dan Chandra adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya

dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam

daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar,

maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan

hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Januari 2011

yang membuat pernyataan

Juni Panto Susilo

NIM. E0006150

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAKS

Juni Panto Susilo. E0006150. TINJAUAN ARGUMENTASI LEGALITAS DAN KEWENANGAN JAKSA AGUNG DALAM MENGAJUKAN PENINJAUAN KEMBALI BERKAIT PUTUSAN PRAPERADILAN KASUS BIBIT DAN CHANDRA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui legalitas dan kewenangan jaksa dalam mengajukan peninjauan kembali berkait putusan praperadilan kasus Bibit dan Chandra oleh Kejaksaan Agung. Jaksa mengajukan peninjauan kembali terhadap putusan kasus praperadilan Bibit dan Chandra karena ingin mempertahankan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan yang dikeluarkan oleh Jaksa Agung untuk menutup perkara tersebut. Padahal ada alternatif lain untuk mengesampingkan perkara yaitu dengan deponering.

Penelitian ini merupakan penelitian normatif bersifat perskriptif dan terapan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan doktrinal. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah pengumpulan bahan hukum primer dan sekunder. Teknik analisis penelitian dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deduksi, yaitu metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor. Dari kedua premis tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dihasilkan simpulan. Kesatu, jaksa mengajukan peninjauan kembali atas putusan praperadilan kasus Bibit dan Chandra merupakan suatu tindakan yang tidak legal karena tidak ada aturan hukum yang mengaturnya. Kedua, jaksa tidak berwenang untuk melakukan peninjauan kembali atas putusan kasus praperadilan kasus Bibit dan Chandra hal ini melanggar Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2005. Jaksa melakukan sebuah terobosan hukum yang justru membuat ketidakpastian hukum.

Kata kunci: Peninjauan Kembali, Praperadilan, dan Kejaksaan Agung

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRACS

Juni Panto Susilo. E0006150. THE OVERVIEW OF LEGALITY ARGUMENTATION AND GENERAL ATTORNEY AUTHORITY IN THE FILLING OF REVIEW RELATED TO THE PRETRIAL VERCIT OF BIBIT AND CHANDRA CASES. Faculty of Law University of Sebelas Maret Surakarta.

The aim of this research to determine the legality and authority of prosecutors in filing pretrial review of the decision relates Bibit and Chandra by the Attorney General. Prosecutors proposed a judicial review against the decision of the case of pretrial Bibit and Chandra because they wanted to maintain the Letter of Termination of Prosecution Assessment issued by the Attorney General to close the case. Though there are other alternatives to rule out the case with deponering.

This research is a normative nature perskriptif and applied research. The approach used in this study is using doctrinal approach. The techniques of legal materials collection is primary and secondary legal materials. Technical analysis of research in this study using deductive analysis technique, a method that stems from the filing of major premise and then submitted to minor premise. From the premises is then drawn a conclusion.

Based on the results of the research and its discussion, it can be concluded that. First, prosecutors filed for judicial review of pretrial ruling Bibit and Chandra was an act that was not legal because there were no legal rules that govern them. Second, the prosecutor was not authorized to conduct a review of the decision of the case pretrial Bibit and Chandra it violated of Article 45 paragraph (2) of Law Number 5 of 2004 and SEMA Number 7 of 2005. Attorney conducted a legal breakthrough that would make legal uncertainty. Keywords : Judicial Review, Pretrial, and Attorney General

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

“ Berdoa dan berusaha adalah kunci keberhasilan dan

kesuksesan, apapun yang terjadi janganlah mudah

menyerah dan putus asa... pantang mundur!!!! ”

-Penulis-

“ Pencapaian keberhasilan dimasa depan didapat dari

pemanfaatan setiap detik dalam hidup, masa depan

merupakan akumulasi dari masa sekarang ”

-Penulis-

” Sepi ing pamrih rame ing gawe ”

-N N-

” Hidup Adalah Peningkatan ”

-Penulis-

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Penulisan Hukum ini, penulis persembahkan kepada:

1. Bapak ibuku tercinta yang telah melahirkan, merawat, menjaga,

membesarkan, membimbing, dan mendidik dengan penuh cinta dan kasih

sayang yang tulus. Terima kasih untuk segala pengorbanan, doa, semangat

dan dukungan yang bapak dan ibu berikan kepada saya selama ini.

2. Adik tersayang semoga cepat menyusul kakakmu ini untuk segera lulus dan

wisuda, semoga kelak kamu bisa meraih cita-citamu menjadi bidan yang

menolong banyak ibu untuk melahirkan putra-putrinya.

3. Sahabat-sahabatku Genk Mogglenk : Ahimsa S, Adhi CN , Agus S, Didit S,

Eriek C, Farid M, Haris W, M. Zaki I, Puguh R,dan Rudi AT, terima kasih,

semoga jalinan persahabatan kita abadi selamanya, AMIIIN.....

4. Teman-temanku : Wasiat Eko, Aji BG, Gurindo... ayo semangat !!!! Skripsi

tidak selesai kalau Cuma dipandangi saja harus dikerjakan.

5. Temanku Ginati Ayuningtyas, terima kasih banyak atas semua pelajaran

kehidupan yang pernah kamu ajarkan padaku untuk mengerti dan menghargai

arti sebuah teman, sahabat, dan kasih sayang.

6. Adik kecilku Mahardhika Putri Utami, terima kasih buat perhatiannya selama

ini. Maaf, terkadang Mas Juni terlalu sibuk untuk mempersiapkan masa depan.

7. Teman seperjuanganku Wahyu Agus Kurniawati AS yang telah membantu

selama menempuh perkuliahan hingga sekarang dapat menyusun penulisan

hukum (Skripsi).

8. Rekan-rekan Indis 2009, rekan-rekan Posita 2009, dan rekan-rekan angkatan

2006, yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu, terima kasih atas segala

pengalaman dan motivasinya.

9. Terima kasih pada KSP Principium dan BEM FH UNS yang pernah

membimbing saya dalam berorganisasi sehingga saya sedikit banyak

mempunyai pengalaman berorganisasi.

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

serta rasa syukur kehadirat Allah SWT, penulisan hukum (Skripsi) yang berjudul

”TINJAUAN LEGALITAS DAN KEWENANGAN JAKSA DALAM

MENGAJUKAN PENINJAUAN KEMBALI BERKAIT PUTUSAN

PRAPERADILAN KASUS BIBIT DAN CHANDRA OLEH KEJAKSAAN

AGUNG” dapat diselesaikan oleh penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini, masih banyak

kekurangannya dalam menyusun skripsi ini.dalam penulisan hukum ini, penulis

tidak lepas dari hambatan serta kesulitan-kesulitan, namun berkat bimbingan,

bantuan, nasehat dan saran-saran dari berbagai pihak khususnya pembimbing

segala hambatan dan kesulitan-kesulitan tersebut akhirnya dapat diatasi dengan

baik. Penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak, sehingga dapat memperkaya isi penulisan hukum ini.

Penulis yakin bahwa keberhasilan di dalam penyelesaian penulisan hukum

ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, maka dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Allah SWT, atas segala rahmat dan karuniaNya.

2. Nabi Muhammad SAW, semoga penulis dapat istiqomah dijalanNya hingga

akhir jaman.

3. Bapak Mohammad Jamin, S.H, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum UNS

yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyusun dan

menyelesaikan penulisan hukum ini.

4. Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II dan Pembantu Dekan III yang telah

membantu dalam pemberian izin dilakukannya penulisan ini.

5. Bapak Edy Herdyanto, S.H, M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Acara

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus pembimbing I

dalam penulisan hukum ini yang telah memberikan yang telah banyak

membantu memberikan pengarahan, bimbingan serta saran dalam penulisan

hukum ini.

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

6. Bapak Muhammad Rustamaji S.H, M.H, selaku Pembimbing akademik

sekaligus menjadi Pembimbing II dalam penulisan hukum ini yang telah

banyak memberikan masukan, arahan dan saran dalam penyusunan proposal

dan penulisan hukum ini dan telah membimbing saya selama kuliah di

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta tercinta ini.

7. Bapak Bambang Santoso S.H, M.Hum, selaku Dosen Hukum Acara Pidana

yang telah membekali penulis dengan ilmu Hukum Acara Pidana

8. Bapak Kristiyadi S.H, M.Hum, selaku Dosen Hukum Acara Pidana yang telah

membekali penulis dengan ilmu Hukum Acara Pidana.

9. Bapak Lego Karjoko S.H, M.H, selaku ketua PPH dan Mas Wawan yang telah

membantu dalam proses penulisan hukum ini.

10. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu,

serta mengajari dan membimbing Penulis sehingga dapat menjadi bekal bagi

Penulis dalam penulisan hukum ini.

11. Seluruh Pimpinan dan Staf Administrasi Fakultas Hukun Universitas Sebelas

Maret, atas semua kemudahan, fasilitas serta kesempatan-kesempatan yang

telah diberikan.

12. Seluruh keluarga, terima kasih untuk semua doa, perhatian, kasih sayang dan

peluh harap serta tetes air mata yang diberikan

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan

bantuan bagi penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian

penulisan hukum ini.

Sebagai kata terakhir semoga skripsi ini membawa manfaat, tidak lupa

pula penulis ucapkan Alhamdulillahhirobil’alamin kepada Allah SWT yang

memberi petunjuk serta kekuatan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

Surakarta, Januari 2011

Penulis

Juni Panto Susilo

NIM. E 0006150

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

ABSTRAK ....................................................................................................... v

ABSTRACT..................................................................................................... vi

MOTTO ........................................................................................................... vii

PERSEMBAHAN ............................................................................................ viii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... x

DAFTAR ISI .................................................................................................... xiii

DAFTAR BAGAN........................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xvii

BAB I : PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian ................................................................... 6

E. Metode Penelitian .................................................................... 7

F. Sistematika Penulisan Hukum ................................................. 11

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 14

A. Kerangka Teori ........................................................................ 14

1. Tinjauan tentang Kejaksaan Agung ................................... 14

a. Pengertian Kejaksaan Agung.................................. 14

b. Susunan Kejaksaan ................................................. 16

c. Wewenang Kejaksaan ............................................ 16

d. Pengertian Penuntut Umum..................................... 18

e. Wewenang Penuntut Umum..................................... 18

f. Penghentian Penuntutan ......................................... 19

2. Tinjauan tentang Peninjauan kembali ……....……………. 20

a. Pengertian Peninjauan Kembali............................... 20

b. Putusan Pengadilan yang dapat Dimintakan

Pengajuan Peninjauan Kembali.............................. 21

c. Pihak yang dapat Mengajukan Peninjauan Kembali

................................................................................ 22

d. Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali ................. 22

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

e. Tata Cara Mengajukan Peninjauan kembali........... 24

f. Pemeriksaan Permintaan di Sidang Pengadilan

Negeri..................................................................... 26

g. Putusan Peninjauan Kembali.................................. 27

h. Asas yang Ditentukan dalam Upaya ...................... 29

Peninjauan Kembali

3. Tinjauan tentang Praperadilan ........................................... 29

a. Pengertian Praperadilan.......................................... 29

b. Tujuan dan Fungsi Praperadilan............................. 31

c. Wewenang Praperadilan......................................... 31

d. Pihak yang berhak mengajukan Permohonan

Praperadilan ........................................................... 32

e. Pengajuan dan Tata Cara Pemeriksaan Praperadilan

............................................................................... 33

f. Bentuk dan Isi Putusan Praperadilan...................... 34

g. Pemeriksaan Praperadilan Dinyatakan Gugur........ 35

h. Upaya Banding, Kasasi, dan Pengajuan Kembali

atas Putusan Praperadilan....................................... 36

B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 39

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 42

A. Hasil Penelitian ........................................................................ 42

B. Pembahasan ............................................................................. 45

1. Argumentasi Jaksa Agung sebagai Alasan Pengajuan

Peninjauan Kembali .......................................................... 45

2. Putusan Mahkamah Agung Atas Pengajuan Peninjauan

Kembali Oleh Jaksa Yang Mengakibatkan Alasan

Kewenangan Jaksa Dalam Mengajukan Peninjauan

Kembali Tidak Bisa Diterima ............................................ 64

BAB IV : PENUTUP………………. ............................................................. 73

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

A. Simpulan………….. ................................................................ 73

B. Saran……………..................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 75

LAMPIRAN

DAFTAR BAGAN

Gambar 1 : Alur Kerangka Pemikiran............................................................. 39

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

Gambar 2 : Skema Upaya Hukum yang Dilakukan Jaksa............................... 60

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 152 PK/Pid/2010.

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kasus-kasus yang terjadi dilingkup peradilan Indonesia saat ini banyak

disoroti oleh masyarakat luas. Perkembangan zaman yang diimbangi dengan

perkembangan teknologi dan intelektualitas manusia semakin membuat berbagai

jenis kasus-kasus hukum yang terjadi sulit dipecahkan. Sebagaimana kasus yang

menimpa dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi banyak menarik perhatian

masyarakat luas. Isu penggembosan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

maupun isu rekayasa kasus terhadap perkara tersebut menambah semakin

rumitnya perkara tersebut.

Polemik yang terjadi di dunia peradilan Indonesia ini membuat ancaman

bagi kelangsungan hukum yang berlaku di Indonesia. Tiga nama institusi penting

di Indonesia yaitu Polri, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi jatuh

kewibawaannya karena kasus tersebut. Dua nama pimpinan Komisi

Pemberantasan Korupsi yaitu Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah dituduh

melakukan kejahatan dengan menyalahgunakan kewenangannya. “Polri kemudian

melakukan penyelidikan dan penyidikan atas kasus tersebut untuk menemukan

bukti dugaan bahwa Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah melakukan

kejahatan atas penyalahgunaan kewenangannya dalam menangani kasus korupsi

pengadaan Sistem Komunikasi Radio Telekomunikasi (SKRT) di Departemen

Kehutanan (Dephut)” (http://www.inilah.com /news/ read/ politik /2010/06/ 12

/595201 /icw-desak-ma-kabulkan- pk-skpp-chandra-bibit/ [ Senin, 13 Desember

2010 pukul 20.00 WIB).

Polri melakukan pemeriksaan terhadap Bibit Samad Riyanto dan Chandra

Hamzah untuk mengembangkan kasus dan mencari bukti-bukti yang menguatkan

dugaan melakukan kejahatan atas penyalahgunaan kewenangannya. Pada

akhirnya, Polri pun menyusun berkas perkara atas kasus tersebut dan selanjutnya

menyerahkan berkas perkara kepada Kejaksaan. Kejaksaan menerima berkas

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

tersebut yang dinyatakan P-21 atau berkas pekara sudah lengkap atau sempurna

untuk selanjutnya dilakukan penuntutan.

Banyaknya masyarakat yang mengikuti perkembangan kasus ini

menyebabkan gejolak hukum yang meresahkan dan menganggu kelangsungan

hukum di Indonesia. Masyarakat menduga bahwa seakan-akan kasus tersebut

direkayasa untuk menjatuhkan dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) yakni Bibit Samad Riyanto dan Chandra. Isu adanya penggembosan KPK

pun terus bergulir dan menyebabkan keresahan masyarakat akan kejadian

tersebut. Hal itu juga akan mengganggu tugas-tugas KPK sebagai komisi yang

mendapatkan mandat untuk memberantas korupsi yang terjadi di Negara

Indonesia. Pada Akhirnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui

pidatonya menganggapi perkara yang meresahkan dan mengganggu kelangsungan

hukum itu dengan mendesak Jaksa Agung agar menghentikan penuntutan

terhadap kasus tersebut. Pada saat itu, Jaksa Agung yang dijabat oleh Hendarman

Supandji menanggapi pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan

mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) atas kasus

tersebut padahal Jaksa Agung mempunyai alternatif lain yaitu deponering.

Jaksa Agung memilih mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian

Penuntutan (SKPP) sesuai dengan Pasal 140 ayat (2) KUHAP. Alasan yang

mendasari dikeluarkannya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP)

bahwa perkara tersebut tidak layak untuk diajukan ke pengadilan karena tidak

cukup bukti. “SKPP Kejagung dalam perkara Bibit-Chandra memang unik karena

memuat dua pertimbangan yang kontradiktif. Pertama, telah cukup bukti dalam

perkara Bibit-Chandra. Kedua, pertimbangan sosiologis yang intinya tidak

diperlukan melanjutkan perkara Bibit-Chandra ke pengadilan”

(http://news.okezone.com/read /2010/04/29 /58/327523 /skpp-bibit-chandra-dan-

putusan- praperadilan [ Senin, 13 Desember 2010 pukul 20.15 WIB]).

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Selain itu, Jaksa Agung mempunyai alasan sosiologis yakni:

1. Adanya suasana kebainan yang berkembang saat ini membuat prkara

tersebut tidak layak untuk diajukan ke pengadilan, kareana lebih banyak

mudharat dari pada manfaatnya;

2. Untuk menjaga keterpaduan /keharmonisasi lembaga penegak hukum

(Kejaksaan, Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi) dalam

menjalankan tugasnya untuk pemberantasan korupsi, sebagai alasan

doktrinal yang dinamis dalam hukum pidana;

3. Masyarakat memandang perbuatan yang dilakukan oleh tersangka tidak

layak untuk dipertanggungjawabkan kepada trsangka karena perbuatan

tersebut adalah dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang di dalam

pemberantasan korupsi yang memerlukan terobosan-terobosan hukum.

Berawal dari alasan sosiologis yang dinyatakan dalam oleh Surat Ketetapan

Penghentian Penuntutan (SKPP) oleh Jaksa Agung tersebut munculah banyak

reaksi dari berbagai pihak. Dikeluarkannya Surat Ketetapan Penghentian

Penuntutan (SKPP) oleh Jaksa Agung dengan menggunakan dasar alasan

sosiologis tentu saja tidak sesuai dengan dasar alasan penghentian penuntutan.

Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) dinilai mempunyai

kejanggalan maupun kelemahan yang mengakibatkan cacat hukum dan layak

untuk dibatalkan. Pencantuman alasan sosiologi dalam Surat Ketetapan

Penghentian Penuntutan (SKPP) dianggap tidak tepat dan lebih tepat digunakan

dasar untuk deponering. Jaksa Agung mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian

Penuntutan (SKPP) karena desakkan masyarakat dan situasi hukum yang sedang

memanas karena kejadian tersebut.

Pada dasarnya Jaksa Agung dianggap telah menyimpangi Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hal ini didasarkan karena berkas

perkara yang sudah diterima oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sudah

sempurna atau dinyatakan P-21. Akan tetapi, Jaksa Agung menganggap perkara

tersebut dianggap tidak memiliki bukti cukup kuat untuk dilakukan penuntutan.

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Penggunaan alasan sosiologis yang dinyatakan Jaksa Agung dalam Surat

Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) juga tidak sesuai dengan KUHAP.

Berdasarkan alasan sosiologis tersebut, muncul masalah baru yakni ada

pihak ketiga yang berkepentingan yaitu Anggodo Widjoyo yang memperkarakan

kembali Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) yang meminta agar

SKPP tersebut dibatalkan karena cacat hukum. Kemudian Anggodo Widjoyo

mengajukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas SKPP yang

dikeluarkan oleh Jaksa Agung tersebut.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan praperadilan yang diajukan

oleh Anggodo Widjoyo. Jaksa selaku penuntut umum tidak terima atas putusan

praperadilan yang dikeluarkan oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Oleh karena itu, jaksa selaku penuntut umum permohonan banding di Pengadilan

Tinggi DKI Jakarta. Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan

hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Permasalahan kembali terjadi pada saat

Kejaksaan Agung melakukan peninjauan kembali atas putusan tersebut kepada

Mahkamah Agung. Padahal putusan tersebut adalah putusan praperadilan dan

pengajuannya peninjauan kembali atas praperadilan tidak diatur dalam KUHAP.

KUHAP juga tidak mengatur secara ekplisit tentang pengaturan peninjauan

kembali yang diajukan jaksa. Peninjauan Kembali diatur dalam Bab XVIII Pasal

263 sampai dengan Pasal 269 KUHAP. Adapun yang dapat mengajukan

permintaan peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala

tuntutan hukum, adalah terpidana atau ahli warisnya (Pasal 263 ayat (1) KUHAP).

Permintaan peninjauan kembali diajukan kepada panitera pengadilan yang telah

memutus perkaranya dalam tingkat pertama (Moch. Fisal Salam,2001:363).

Kejadian-kejadian dari kasus tersebut menjadi polemik hukum baru yang

menimbulkan ketidakpastian hukum di Indonesia. Masalah peninjauan kembali

terhadap putusan praperadilan SKPP Bibit dan Chandra tersebut oleh penulis

akan dikaji dalam penulisan hukum ini. Masalah ini penting untuk dikaji karena

untuk mencari solusi ataupun fakta-fakta hukum dalam menyelesaikan kasus-

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

kasus yang serupa yang mungkin akan terulang kembali. Selain itu, untuk

menjamin kepastian dan kelangsungan hukum yang berlaku di Indonesia. Apabila

kejadian seperti halnya perkara di atas tidak dikaji, dikhawatirkan masalah serupa

dengan di atas akan muncul kembali dan akan mengancam kepastian hukum dan

kelangsungan hukum yang berlaku di Indonesia.

Penulis tertarik mengkaji masalah ini sebagai pokok permasalahan penulisan

dikarenakan penulis menganggap kejadian tersebut merupakan polemik hukum

nasional yang mengakibatkan ketidakpastian hukum dan mengancam

kelangsungan hukum Indonesia. Peninjauan kembali yang dilakukan oleh jaksa

atas putusan praperadilan SKPP kasus Bibit dan Chandra, sangat menarik untuk

dikaji. Apalagi dalam masalah tersebut, jaksa menggunakan upaya hukum

peninjauan kembali atas putusan praperadilan. Kejadian putusan praperadilan

dilakukan peninjauan kembali sangatlah jarang dilakukan oleh jaksa. Selain itu,

sering terjadi peristiwa hukum yang mengakibatkan kebingungan masyarakat

akan kepastian hukum yang berlaku di Indonesia. Terkadang aparat penengak

hukum ingin menciptakan terobosan-terobosan hukum baru dengan penafsiran

tertentu yang justru akan menciptakan masalah baru dalam hukum yang berlaku di

Indonesia. Bertitik tolak dari hal tersebut, penulis perlu mengkaji peristiwa hukum

seperti halnya peninjauan kembali atas putusan praperadilan yang diajukan jaksa

dalam suatu penulisan hukum.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, Penulis ingin mengkaji

lebih dalam mengenai perkara tersebut. Penulis kemudian mengangkat

permasalahan tersebut dalam penulisan hukum ini yang berjudul : “ TINJAUAN

ARGUMENTASI LEGALITAS DAN KEWENANGAN JAKSA AGUNG

DALAM MENGAJUKAN PENINJAUAN KEMBALI BERKAIT PUTUSAN

PRAPERADILAN KASUS BIBIT DAN CHANDRA ”.

B. Rumusan Masalah

Suatu penelitian diperlukan adanya perumusan masalah. Perumusan masalah

dimaksudkan supaya penelitian lebih fokus dan terarah sesuai dengan tujuan yang

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

dilakukan oleh penelitian hukum tersebut. Berdasarkan latar belakang masalah

yang telah diuraikan, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

Bagaimana argumentasi legalitas dan kewenangan Jaksa Agung dalam

mengajukan peninjauan kembali atas putusan praperadilan Bibit dan

Chandra?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian digunakan untuk memberikan arahan yang tepat dalam

penelitian supaya berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki. Tujuan dari

penelitian ini sebagaimana berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui legalitas suatu pengajuan peninjauan kembali dalam

suatu putusan praperadilan dalam hal ini berkaitan dengan putusan

praperadilan Bibit dan Chandra yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung.

b. Untuk mengetahui kewenangan jaksa dalam mengajukan peninjauan

kembali dalam pengaturan hukum yang berlaku di Indonesia.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memperoleh bahan hukum dan informasi sebagai bahan utama

dalam penyususan penulisan hukum (Skripsi) guna memenuhi persyaratan

akademis bagi peneliti dalam meraih gelar Sarjana Hukum dalam bidang

Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk menambah dan memperluas wawasan, pengetahuan dan

pengalaman serta pemahaman aspek Hukum Acara Pidana dalam teori dan

praktiknya, khususnya yang berkaitan dengan pengajuan peninjauan

kembali yang dilakukan oleh jaksa.

c. Untuk lebih mendalami teori dan ilmu pengetahuan tentang hukum yang

diperoleh selama menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

D. Manfaat Penelitian

Penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan

bagi pembaca pada umumnya dan pada penulis pada khususnya. Adapun manfaat

yang dapat diperoleh dari hasil penelitian dibedakan menjadi dua antara lain

manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu sebagai berikut :

1. Manfaat Teori

a. Hasil penelitian hukum ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan

ilmu hukum pada umumnya dan pada Hukum Acara Pidana pada

khususnya, serta yang berkaitan dengan pengajuan peninjauan kembali

yang dilakukan oleh jaksa dalam putusan praperadilan.

b. Menambah literatur, referensi, dan bahan-bahan informasi ilmiah serta

pengetahuan di bidang hukum yang telah ada sebelumya, khususnya untuk

memberikan penjelasan mengenai kewenangan jaksa dalam mengajuan

peninjauan kembali terutama yang berkaitan dengan putusan praperadilan.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian hukum ini diharapkan dapat membantu dan memberikan

masukan serta sumbangan pemikiran bagi para pihak yang terkait dalam

masalah yang diteliti dan berguna dalam penyelesaiannya.

b. Memberikan jawaban atas masalah yang menjadi pokok bahasan dalam

penelitian hukum ini.

c. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, dan untuk

mengetahui kemampuan penelitian dalam menerapkan ilmu hukum yang

diperoleh.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara yang akan digunakan peneliti untuk

mencapai tingkat ketelitian yang dihadapi. Penelitian hukum merupakan suatu

rangkaian proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab isu hukum yang dihadapi. Dalam

penelitian hukum ini digunakan metode penelitian sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan penelitian judul dan rumusan masalah, penelitian ini

termasuk dalam kategori penelitian hukum normatif atau doktrinal dengan

pendekatan kualitatif. Penelitian normatif dapat diartikan sebagai penelitian

yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang

terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier.

Bahan-bahan hukum tersebut disusun secara sistematis, dikaji dan ditarik

suatu kesimpulan sesuai dengan masalah yang diteliti. Kesimpulan dalam

hubungannya dengan masalah yang diteliti untuk kemudian menyusun

kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatif. Sebagai

konsekuensi dari pemilihan topik permasalahan yang dikaji dalam penelitian

ini yang obyeknya adalah permasalahan hukum, maka tipe penelitian yang

digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yakni tipe penelitian yang

difokuskan untuk mengkaji kaidah-kaidah atau norma dalam hukum positif

untuk dibandingkan dengan pelaksanannya di lapangan.

2. Sifat Penelitian

Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat

preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum

mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas keadilan, konsep-

konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum

menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam

melaksanakan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2010:22).

Penelitian hukum ini dimaksudkan untuk mencari pemecahan atas kasus

yang terjadi yaitu mengenai legatitas dan kewenangan jaksa dalam

mengajukan peninjauan kembali dikaitkan dengan kasus yang sedang

menimpa Bibit dan Chandra atas putusan praperadilan SKPP mereka.

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Kemudian hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memberikan

preskriptif atas apa yang seharusnya dilakukan atas kasus hukum tersebut.

3. Pendekatan Penelitian

Penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan

tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai

isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabanya. Pendekatan-pendekatan yang

digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute

approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical

approach), pendekatan komperatif (comparative approach), dan pendekatan

konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2010:93).

Pendekatan penelitian yang digunakan penulis dalam melakukan

penelitian ini penulis memilih untuk menggunakan beberapa pendekatan yang

relevan dengan permasalahan penelitian yang dihadapi, yaitu dan pendekatan

perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case

approach).Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan

menelaah semua undang-undang dengan regulasi yang bersangkut-paut

dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan undang-undang ini

menggunakan KUHAP untuk mengkaji mengenai legalitas dan kewenangan

jaksa dalam mengajukan peninjauan kembali atas putusan praperadilan.

Pendekatan kasus (case approach) dilakukan dengan cara telaah terhadap

kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi

putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Peter

Mahmud Marzuki, 2010:93-94).

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Jenis dan sunber bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder. Untuk memecahkan isu hukum sekaligus

memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya, diperlukan sumber-

sumber penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi

sumber-sumber penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

sekunder. Sumber bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang

bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Sumber bahan hukum primer

terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam

pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan - bahan hukum yang mengikat yang

terdiri dari :

1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung;

3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia;

4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok Kekuasaan

Kehakiman;

5) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 1985 tentang

Penghentian Praperadilan;

6) Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 tahun 2005 mengenai

Penjelasan tentang Ketentuan Pasal 45 A Undang-Undang Nomor 5

Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung;

7) Putusan Mahkamah Agung Nomor 152 PK/Pid/2010.

Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum

meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan

komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki,

2010:141).

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Berdasakan jenis penelitian yang merupakan penelitian normatif maka

untuk memperolah bahan hukum yang mendukung kegiatan penulisan hukum

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

ini, maka pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah dengan cara

studi kepustakaan baik dari media cetak maupun elektronik.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis yang digunakan adalah penalaran hukum. Metode

penalaran hukum adalah kegiatan penalaran ilmiah terhadap bahan-bahan

hukum yang dianalisis menggunakan penalaran deduksi dan induksi. Analisis

bahan hukum adalah tahapan yang dilakukan peneliti dalam mengklasifikasi,

menguraikan bahan hukum yang diperoleh kemudian melalui proses

pengolahan nantinya bahan hukum yang digunakan untuk menjawab

permasalahan yang diteliti. Metode deduksi digunakan penulis untuk

menganalisis bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian ini. Metode

deduksi adalah metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor yang

kemudian diajukan premis minor, kemudian dari kedua premis tersebut ditarik

suatu kesimpulan atau conclusion. Dalam penelitian ini metode deduksi yang

dilakukan adalah diawali penelitian dengan mengajukan hal yang bersifat

umum dalam undang-undang dan diakhiri khusus dalam kasus serta dengan

kesimpulan sebagai temuan atas isu hukum (Peter Mahmud Marzuki,2010:47).

F. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika

penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk

mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka

peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri atas

4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang

dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan

hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini, penulis menguraikan latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, metode penelitian, dan sistematika skripsi.

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini diuraikan yang pertama tentang kerangka

teori yang berisi tinjauan kepustakaan yang menjadi

literatur pendukung dalam pembahasan masalah

penulisan hukum ini. Kemudian yang kedua adalah

kerangka pikir yang disajikan dalam bentuk narasi

maupun gambar. Kerangka teori yang berisi tinjauan

kepustakaan yang akan dibahas dalam penulisan ini

meliputi : tinjauan umum mengenai Kejaksaan Agung,

diantaranya yaitu : pengertian Kejaksaan Agung, susunan

kejaksaan, wewenang kejaksaan, pengertian Penuntut

Umum, wewenang Penuntut Umum, dan penghentian

penuntutan; tinjauan umum tentang Peninjauan

Kembali, diantaranya yaitu : pengertian peninjauan

kembali, putusan yang dapat diajukan peninjauan

kembali, pihak yang dapat mengajukan peninjauan

kembali, alasan peninjauan kembali, cara mengajukan

peninjauan kembali, putusan peninjauan kembali, dan

asas yang ditentukan dalam peninjauan kembali; tinjauan

umum tentang Praperadilan, diantaranya yaitu:

pengertian praperadilan, tujuan dan fungsi praperadilan,

wewenang praperadilan, pihak yang berhak mengajukan

permohonan praperadilan, tata cara pengajuan

praperadilan, bentuk dan isi praperadilan, pemeriksaan

praperadilan, dan upaya banding,kasasi dan peninjauan

kembali atas putusan praperadilan. Selanjutnya, bagian

kedua adalah kerangka pikir yang disajikan dalam bentuk

narasi maupun bagan.

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBASAHAN

Pada bab ini, penulis akan menguraikan dan menyajikan

mengenai hasil penelitian tentang argumentasi legalitas

jaksa dalam mengajukan peninjauan kembali berkait

putusan praperadilan kasus Bibit dan Chandra. Selain itu,

Bab ini juga akan membahas mengenai kewenangan jaksa

dalam mengajukan peninjauan kembali berkait putusan

praperadilan Bibit dan Chandra. Diuraikan pula mengenai

pembahasan yang dilakukan terhadap teori yang diperoleh

dari hasil penelitian kemudian dianalisis dengan kajian

pustaka, rumusan masalah dan tujuan penelitian.

BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini diuraikan tentang pokok-pokok yang

menjadi kesimpulan dan saran dari penelitian ini, yang

tentu saja berpedoman pada hasil penelitian dan

pembahasan.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Kejaksaan Agung

a. Pengertian Kejaksaan Agung

Kejaksaan Agung adalah lembaga negara yang melaksanakan

kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan. Sebagai badan yang

berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin

oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada

Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri

merupakan kekuasaan negara khususnya di bidang penuntutan yang

semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat

dipisahkan.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 yang

menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak

hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi

hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia,

serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Di dalam

Undang-Undang Kejaksaan yang baru ini, Kejaksaan Republik Indonesia

sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang

penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara

merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh

kekuasaan lainnya (Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2004).

Kejaksaan menjalankan tugas dan wewenangnya dipimpin oleh

Jaksa Agung yang membawahi enam Jaksa Agung Muda serta 31 Kepala

Kejaksaan Tinggi pada tiap provinsi. Undang-Undang Nomor 16 Tahun

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga mengisyaratkan bahwa

lembaga kejaksaan berada pada posisi sentral dengan peran strategis dalam

pemantapan ketahanan bangsa. Kejaksaan berada di poros dan menjadi

filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan

serta juga sebagai pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan sehingga

lembaga kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis),

karena hanya institusi kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu

kasus dapat diajukan ke pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang

sah menurut Hukum Acara Pidana. Kejaksaan juga merupakan satu-

satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Selain

berperan dalam perkara pidana, kejaksaan juga memiliki peran lain dalam

Hukum Perdata dan Tata Usaha Negara, yaitu dapat mewakili pemerintah

dalam perkara perdata dan tata usaha negara sebagai jaksa pengacara

negara. Jaksa sebagai pelaksana kewenangan tersebut diberi wewenang

sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan, dan

wewenang lain berdasarkan undang-undang (http://kejaksaan.go.id/tentang

_kejaksaan.php?id=1) >[29 Oktober 2010 pukul 10.00 WIB]).

Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia yang dimaksud dengan:

1) Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-

undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta

wewenang lain berdasarkan undang-undang.

2) Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-

Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan

hakim.

Sebenarnya cukup dirumuskan dalam satu pasal dengan

menggabungkan rumusan-rumusan tadi sehingga berbunyi : Jaksa adalah

pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang sebagi penuntut umum

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

serta melaksanakan ”penetapan” dan putusan hakim yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap (M. Yahya Harahap,2009:354).

b. Susunan Kejaksaan

Susunan kejaksaan terdiri dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan

Tinggi, dan Kejaksaan Negeri. Susunan organisasi dan tata kerja kejaksaan

ditetapkan oleh Presiden atas usul Jaksa Agung. Kejaksaan Tinggi dan

Kejaksaan Negeri dibentuk dengan Keputusan Presiden atas usul Jaksa

Agung. Dalam hal tertentu di daerah hukum Kejaksaan Negeri dapat

dibentuk cabang Kejaksaan Negeri. Cabang Kejaksaan Negeri dibentuk

dengan Keputusan Jaksa Agung (http://kejaksaan.go.id/tentang_

kejaksaan. php?id=7> [29 Oktober 2010 pukul 10.00 WIB]).

Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi

kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan

wewenang kejaksaan. Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa

Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda. Jaksa Agung dan Wakil

Jaksa Agung merupakan satu kesatuan unsur pimpinan. Jaksa Agung

Muda adalah unsur pembantu pimpinan.

c. Wewenang Kejaksaan

Kejaksaan mempunyai wewenang meliputi bidang pidana, bidang

perdata dan tata usaha negara, dan bidang ketertiban umum. Di bidang

pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:

1) melakukan penuntutan;

2) melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;

3) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana

bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;

4) melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan

undang-undang;

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

5) melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan;

6) pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang

dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

Bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa

khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk

dan atas nama negara atau pemerintah. Dalam bidang ketertiban dan

ketentraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:

1) peningkatan kesadaran hukum masyarakat;

2) pengamanan kebijakan penegakan hukum;

3) pengawasan peredaran barang cetakan;

4) pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan

masyarakat dan negara;

5) pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;

6) penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

Di samping tugas dan wewenang tersebut dalam undang-undang

ini, kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan

undang-undang. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kejaksaan

membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan

keadilan serta badan negara atau instansi lainnya. Kejaksaan dapat

memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi

pemerintah lainnya.

Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:

1) menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan

keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan;

2) mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-

undang;

3) mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

4) mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah

Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara;

5) dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah

Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;

6) mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya

dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

d. Pengertian Penuntut Umum

Pengaturan penuntut umum dan penuntutan diatur secara terpisah

dalam KUHAP. Penuntut umum diatur dalam Bab II, Bagian Ketiga, yang

terdiri dari tiga Pasal yakni Pasal 13 sampai dengan Pasal 15. Penuntutan

diatur dalam Bab XV, dari Pasal 137 sampai dengan Pasal 144. Penuntut

umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk

melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan hakim. Pengertian

penuntut umum tersebut tertuang dalam Pasal 1 butir 6 dan Pasal 13

KUHAP.

Ketentuan ini juga dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 1 menyebutkan

jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk

bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Ayat (2) menyebutkan

penuntut umum adalah jaksa yang diberikan wewenang oleh undang-

undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan

hakim.

e. Wewenang Penuntut Umum

Adapun wewenang penuntut umum sebagaimana yang telah diatur

dalam Pasal 14 KUHAP yaitu sebagai berikut:

1) menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik

atau penyidik pembantu;

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

2) mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan

dan memperhatikan ketentuan Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP,

dengan memberikan petunjuk dalam rangka penyempurnaan

penyidikan dari penyidik;

3) memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan dan

penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah

perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;

4) membuat surat dakwaan;

5) melimpahkan perkara ke pengadilan;

6) menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari

dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik

kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang

telah ditentukan;

7) melakukan penuntutan;

8) menutup perkara demi kepentingan hukum;

9) mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dang tanggung jawab

sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;

10) melaksanakan penetapan hakim.

Penuntut umum juga mempunyai wewenang sebagaimana telah

diatur dalam Pasal 137 KUHAP. Di mana dalam pasal tersebut

menyatakan bahwa penuntut umum berwenang untuk melakukan

penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak

pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke

pengadilan yang berwenang mengadili.

f. Penghentian Penuntutan

Penuntut umum menerima atau menerima kembali berkas perkara

hasil penyidikan yang sudah lengkap atau sudah dilengkapi oleh penyidik

dan segera mementukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan (Pasal 139

KUHAP).

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak semua berkas perkara

hasil penyidikan yang sudah lengkap adalah memenuhi persyaratan untuk

dilimpahkan ke pengadilan. Misalnya, berkas perkara yang hasilnya sudah

lengkap tetapi tersangkanya sudah meninggal dunia (Pasal 77 KUHP) atau

hak menuntut telah gugur karena kadaluarsa berdasarkan Pasal 78 KUHP

atau karena tersangkanya tidak dapat dituntut atau diadili untuk kedua

kalinya berdasar asas ne bis idem (Pasal 76 KUHP). Perihal yang demikian

maka perkaranya tidak perlu dilimpahkan ke pengadilan. Penuntut umum

akan memutuskan penghentian penuntutan dengan cara perkara tersebut

ditutup demi hukum dan dituangkan dalam bentuk Surat Ketetapan

Penghentian Penuntutan (SKPP model P-26) sesuai dengan ketentuan

Pasal 140 ayat (2). Di samping itu, penuntut umum dapat menghentikan

penuntutan berdasarkan alasan karena tidak cukup bukti atau perkara

tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana.

2. Tinjauan Umum tentang Peninjauan Kembali

a. Pengertian Peninjauan kembali

Peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa untuk

melawan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum

tetap (in krach van guwijsde). Peninjauan kembali diatur dalam Bab XVIII

KUHAP mengenai upaya hukum luar biasa Bagian Kedua mengenai

peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap. Sebagaimana dalam rumusan Pasal 263 ayat (1) KUHAP

yang menyatakan bahwa terhadap putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari

tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan

permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Rumusan Pasal 263 ayat (1) KUHAP tersebut mempunyai landasan

mengenai asas pokok peninjauan kembali yang mana kesatuannya tidak

bisa dipisahkan :

1) permintaan peninjauan kembali dapat diajukan hanya terhadap putusan

pemidanaan saja;

2) permintaan peninjauan kembali dapat diajukan hanya terhadap putusan

yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

3) permintaan peninjauan kembali dapat diajukan hanya oleh terpidana

atau ahlinya saja.

b. Putusan Pengadilan yang dapat Dimintakan Pengajuan Peninjauan

Kembali

Ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHAP mengatur bahwa :

1) Dapat diajukan terhadap semua putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

Terhadap putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan

hukum tetap (in krach van guwijsde) peninjauan kembali dapat

dimintakan kepada Mahkamah Agung. Apabila belum mempunyai

kekuatan hukum tetap maka peninjauan kembali tidak dapat diajukan

kepada Mahkamah Agung.

2) Dapat diajukan terhadap semua putusan pengadilan.

Upaya hukum peninjauan kembali hanya dapat dimintakan

terhadap putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum

tetap. Upaya pengajuan peninjauan kembali dapat diajukan terhadap

semua putusan instansi putusan pengadilan. Hal tersebut maksudnya

yaitu dapat diajukan pada Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan

Mahkamah Agung, asalkan putusan pengadilan tersebut sudah

mempunyai kekuatan hukum tetap.

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

3) Kecuali terhadap putusan bebas dan lepas dari segala tuntutan hukum.

Pengecualian itu dijelaskan sendiri dalam Pasal 263 ayat (1)

KUHAP yakni terhadap putusan bebas (vrijspraak) dan putusan lepas

dari segala tuntutan hukum (onslag rechts vervolging). Kedua jenis

putusan tersebut tidak dapat dimintakan peninjauan kembali, hal ini

dimaksudkan sebagai upaya memberikan kesempatan kepada terpidana

untuk membela kepentingannya agar dia terlepas dari kekeliruan

pemidanaan yang dijatuhkan kepadanya.

c. Pihak yang dapat Mengajukan Permintaan Peninjauan Kembali

Pasal 263 ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa yang berhak

mengajukan peninjauan kembali yaitu terpidana atau ahli warisnya. Oleh

karena itu, sekalipun ada pihak yang merasa dirugikan dalam putusuan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, tidak dibenarkan

untuk mengajukan permintaan peninjauan kembali.

Sudah dijelaskan, baik terpidana maupun ahli waris sama-sama

mempunyai hak mengajukan permintaan peninjauan kembali tanpa

mempersoalkan apakah terpidana masih hidup atau tidak. Akan tetapi, jika

yang mengajukan pemintaan peninjauan kembali itu terpidana kemudian

sebelum peninjauan kembali itu diputus oleh Mahkamah Agung terpidana

meninggal dunia, maka dalam Pasal 268 ayat (2) KUHAP telah mengatur

bahwa hak untuk meneruskan permintaan peninjauan kembali diteruskan

oleh ahli warisnya. Dalam peristiwa yang seperti inilah kedudukan ahli

waris menduduki “hak substitusi” dari terpidana (M. Yahya

Harahap,2006:617).

d. Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali

1) Apabila terdapat keadaan baru

Landasan yang mendasari permintaan peninjauan kembali adalah

“keadaan baru” atau “novum”. Keadaan baru yang dapat dijadikan

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

landasan untuk mendasari permintaan peninjauan kembali adalah keadaan

baru yang mempunyai sifat dan kualitas menimbulkan dugaan kuat :

a) jika keadaan baru itu ditemukan atau diketahui dan

dikemukakan pada waktu sidang berlangsung, dapat menjadi

faktor dan alasan untuk menjatuhkan putusan bebas atau

putusan lepas dari segala tuntutan hukum;

b) jika ditemukan dan diketahui pada waktu sidang berlangsung,

dapat menjadi alasan dan faktor untuk menjatuhkan putusan

yang menyatakan tuntutan penuntut umum tidak dapat

diterima;

c) dapat dijadikan alasan dan faktor untuk menjatuhkan putusan

dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;

Agar permintaan peninjauan kembali diterima dan dibenarkan

Mahkamah Agung, maka keadaan baru tersebut harus memenuhi 4

(empat) syarat alternatif, yaitu (Adami Chazawi,2010:68):

a) syarat-syarat untuk menjatuhkan putusan pembebasan;

b) syarat-syarat untuk menjatuhkan putusan lepas dari segala

tuntutan hukum;

c) syarat-syarat untuk menjatuhkan putusan tuntutan penuntut

umum tidak dapat diterima, dan

d) syarat-syarat untuk dapat diterapkannya ketentuan pidana yang

lebih ringan.

2) Apabila dalam pelbagai putusan saling ada pertentangan

Alasan ini digunakan sebagai dasar permintaan peninjauan kembali

yakni apabila dalam pelbagai putusan terdapat :

a) pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti;

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

b) kemudian tentang pernyataan terbuktinya hal atau keadaan itu

dijadikan sebagai dasar dan alasan putusan dalam suatu

perkara;

c) akan tetapi dalam putusan perkara lain hal atau keadaan yang

dinyatakan terbukti itu saling bertentangan antara putusan yang

satu dengan yang lainnya.

3) Apabila terdapat kekhilafan yang nyata dalam putusan

Alasan ini dijadikan dasar untuk mengajukan permintaan

peninjauan kembali, apabila putusan terdapat dengan jelas atau pun terlihat

dengan nyata yakni : kekhilafan hakim, atau kekeliruan hakim.

Hakim sebagai manusia biasa tidak luput dari kekhilafan dan

kekeliruan. Kekhilafan dan kekeliruan bisa terjadi dalam semua tingkat

pengadilan. Pengadilan Negeri sebagai peradilan tingkat pertama, bisa

berlanjut pada tingkat banding, dan kekhilafan tingkat pertama dan tingkat

banding itu tidak tampak dalam tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung.

Padahal tujuan dari tingkat banding maupun kasasi untuk meluruskan dan

memperbaiki serta membenarkan kembali kekeliruan yang diperbuat

pengadilan yang lebih rendah.

e. Tata Cara Mengajukan Peninjauan Kembali

Berdasarkan Ilmu Hukum Acara Pidana maka pengajuan

peninjauan kembali harus memenuhi syarat formil dan syarat materiil

sebagaimana ditentukan KUHAP. Kedua syarat ini memerlukan

pemahaman yang saksama.

Syarat formil bagi pengajuan peninjauan kembali adalah:

1) adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap;

2) putusan pengadilan tersebut memuat pemidanaan, artinya bukan

putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum;

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

3) diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya;

4) diajukan kepada panitera pengadilan yang telah memutus perkara

tersebut dalam tingkat pertama (Pasal 263 ayat (2) jo Pasal 264 ayat

(1) KUHAP);

5) terpidana atau ahli warisnya, belum pernah mengajukan peninjauan

kembali (Pasal 268 ayat (3) KUHAP).

Syarat-syarat materiil pengajuan peninjauan kembali yang

merupakan dasar atau alasan pengajuan peninjauan kembali yang

ditentukan undang-undang sebagai berikut:

1) adanya novum yakni bukti atau keadaan baru yang belum pernah

diajukan dalam pemeriksaan perkara;

2) adanya 2 (dua) atau lebih putusan pengadilan yang saling

bertentangan;

3) adanya kekeliruan/kekhilafan hakim secara nyata (Pasal 263 ayat (2)

KUHAP) (Leden Marpaung,2000:74 ).

Tata cara pengajuan peninjauan kembali diatur dalam Pasal 264

KUHAP. Tata cara pengajuan kembali jauh lebih sederhana dibandingkan

dengan tata cara mengajukan permohonan kasasi. Adapun tata cara

pengajuan permohonan pengajuan peninjauan kembali sebagai berikut :

1) Permintaan diajukan kepada panitera

Pemohon mengajukan permintan peninjauan kembali pada panitera

pengadilan negeri yang memutus perkara itu dalam tingkat pertama yang

selanjutnya akan diteruskan ke Mahkamah Agung. Permintaan peninjauan

kembali pada prinsipnya yaitu sebagai berikut :

a) diajukan secara tertulis;

b) serta menyebutkan secara jelas alasan-alasan yang mendasari

permintaan peninjauan kembali;

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

c) boleh juga diajukan secara lisan, maksudnya adalah apabila

pemohon tidak memahami hukum maka permintaan peninjauan

kembali yang secara lisan tadi akan dituangkan dan dirumuskan

panitera dalam bentuk surat permintaan peninjauan kembali.

2) Panitera membuat akta permintan peninjauan kembali

Panitera Pengadilan Negeri yang menerima permohonan

permintanan peninjauan kembali mencatat dalam sebuah surat keterangan

yang lazim juga disebut “akta permintaan peninjauan kembali”. Akta atau

surat keterangan ditandatangani oleh panitera dan pemohon, kemudian

akta tersebut dilampirkan dalam berkas perkara.

3) Tenggang waktu mengajukan permintaan peninjauan kembali

Pasal 264 ayat (3) KUHAP telah mengatur mengenai tenggang

waktu dalam pengajuan peninjauan kembali. Ketentuan ini menetapkan

bahwa permintaan peninjauan kembali “tanpa batas waktu”. Tidak ada

batas tenggang waktu untuk mengajukan permintaan peninjauan kembali.

f. Pemeriksaan Permintaan di Sidang Pengadilan Negeri

1) Ketua Pengadilan Negeri menunjuk hakim yang akan memeriksa

Ketua pengadilan mengeluarkan penetapan penunjukan hakim

yang bertindak melakukan pemeriksaan. Hakim yang ditunjuk untuk

memimpin sidang pemeriksaan permintaan peninjauan kembali adalah

hakim yang tidak terlibat dalam pemeriksaan semula.

2) Obyek pemeriksaan sidang

Pasal 265 ayat (1) KUHAP, pemeriksan sidang difokuskan kepada

alasan permintaan peninjauan kembali. Alasan yang menjadi dasar

permintaan peninjauan kembali itulah hakim mengarahkan pemeriksaan

sidang, tidak diperkenankan memeriksan hal-hal yang berada di luar

alasan permintaan peninjauan kembali.

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

3) Sifat pemeriksaan persidangan resmi dan terbuka untuk umum

Ketentuan Pasal 265 ayat (2) KUHAP, yang menegaskan

pemeriksaan sidang tentang permintaan peninjauan kembali, dihadiri oleh

pemohon, jaksa penuntut umum, dan mereka yang menyampaikan

pendapat.

4) Berita acara pemeriksaan

Pemeriksan sidang permintaan peninjauan kembali dibuat dalam

“berita acara” sidang yang mana ditandatangani oleh hakim, jaksa,

pemohon, dan panitera.

5) Berita acara pendapat

Berita acara pendapat merupakan pendapat dan kesimpulan yang

berisi penjelasan dan saran Pengadilan Negeri yang dibuat berdasarkan

berita acara pemeriksaan.

6) Pengadilan negeri melanjutkan permintaan peninjauan kembali kepada

Mahkamah Agung

Hal-hal yang harus dikirimkan Ketua Pengadilan Negeri kepada

Mahkamah Agung adalah :

a) surat permintaan peninjauan kembali;

b) berkas perkara semua selengkapnya, termasuk berita acara

pemeriksaan penyidikan, berita acara pemeriksaan sidang,

segala surat-surat yang berhubungan dengan perkara serta

segala putusan yang berhubungan dengan perkara tersebut;

c) berita acara pendapat.

g. Putusan Peninjauan Kembali

1) Permintaan dinyatakan tidak dapat diterima

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Mahkamah Agung dapat menjatuhkan putusan yang menyatakan

permintaan peninjauan kembali “tidak dapat diterima”. Putusan ini

dijatuhkan berdasarkan beberapa alasan, yaitu sebagai berikut :

a) permintaan diajukan oleh pihak yang tidak berhak;

b) surat permintaan memenuhi ketentuan Pasal 266 ayat (1)

KUHAP.

2) Putusan menolak permintaan peninjauan kembali

Putusan penolakan permintaan dapat dijatuhkan Mahkamah Agung

dalam hal :

a) alasan keberatan yang mendasari permintaan peninjauan

kembali secara formal memenuhi ketentuan Pasal 263 ayat (2)

KUHAP, maksudnya alasan itu tidak menyimpang dari

ketentuan pasal tersebut sehingga ditinjau dari segi formal telah

memenuhi persyaratan yang ditentukan Pasal 263 ayat (2);

b) secara faktual tidak dapat dinilai sebagai keadaan baru atau

“novum”;

c) tidak benar terdapat saling pertentangan antara pelbagai

keputusan;

d) putusan tidak mengandung kekhilafan atau kekeliruan hakim.

3) Putusan yang membenarkan alasan pemohon

Menurut ketentuan Pasal 266 ayat (2) huruf b KUHAP apabila

Mahkamah Agung membenarkan alasan permintaan peninjauan kembali

putusan Mahkamah Agung yang mengiringi pembenaran terebut:

a) putusan bebas;

b) putusan lepas dari segala tuntutan hukum;

c) tidak menerima tuntutan penuntut umum;

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

d) putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih

ringan.

h. Asas yang Ditentukan dalam Upaya Peninjauan Kembali

1) Pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan semula.

Asas ini diatur dalam Pasal 266 ayat (3) KUHAP, yang

menegaskan pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali

tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.

Akan tetapi, Mahkamah Agung diperbolehkan memberikan hukuman lebih

ringan daripada hukuman semula.

2) Permintaan peninjauan kembali tidak menangguhkan pelaksanaan

putusan.

Peninjauan kembali tidak merupakan alasan untuk menghambat

atau menghapus pelaksanaan putusan. Proses permintaan peninjuan

kembali berjalan terus namun pelaksanaan putusan juga berjalan terus.

3) Permintaan peninjuan kembali hanya dapat dilakukan satu kali.

Pasal 268 ayat (3) KUHAP membenarkan atau memperkenankan

permintaan peninjauan kembali atas suatu perkara hanya satu kali saja.

Prinsip ini berlaku terhadap permintaan kasasi dan kasasi untuk

kepentingan umum.

3. Tinjauan Umum tentang Praperadilan

a. Pengertian Praperadilan

Praperadilan adalah lembaga yang lahir bersamaan dengan lahirnya

KUHAP (UU Nomor 8 Tahun 1981). Praperadilan bukan lembaga

peradilan yang mandiri terlepas dari Pengadilan Negeri karena dari

perumusan Pasal 1 butir 10 jo Pasal 77 KUHAP dapat diketahui bahwa

praperadilan hanyalah wewenang tambahan yang diberikan kepada

Pengadilan Negeri. Di Eropa dikenal lembaga semacam itu yang berfungsi

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

melakukan pemeriksaan pendahuluan. Di Belanda ada yang dikenal

dengan istilah Rechter Commissaris atau dikenal dengan Hakim Komisaris

dan di Prancis dikenal dengan istilah Judge d’ insruction yang mana

lembaga-lembaga tersebut benar-benar dapat disebut praperadilan karena

selain menentukan sah tidaknya penangkapan, penahanan, penyitaan, juga

melakukan pemeriksaan pendahuluan atas suatu perkara (Andi

Hamzah,2002:183-184).

Selain itu Sudaryono mengatakan bahwa di Amerika Serikat,

lembaga tersebut adalah Habeas Corpus (Amerika Serikat). Gregory

Churchil menjelaskan bahwa Habeas Corpus merupakan upaya hukum

yang menentang dilangsungkannya penahanan seseorang. Habeas Corpus

berfungsi sebagai pengawasan oleh pengadilan terhadap tindakan resmi

yang membatasi atau mempengaruhi kemerdekaan pribadi orang. Fungsi

Habeas Corpus di Amerika Serikat adalah sama dengan fungsi

praperadilan di Indonesia (Sudaryono,2001:208).

Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk

memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam KUHAP,

tentang (Pasal 1 butir 10 KUHAP) :

1) sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas

permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa

hukum tersangka;

2) sah atau tidaknya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan

atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;

3) permintaaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau

keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak

diajukan ke pengadilan.

Praperadilan merupakan wewenang tambahan dari Pengadilan

Negeri untuk memeriksa dan memutus permasalahan atau perkara yang

terjadi dalam penggunaan wewenang upaya paksa yang dilakukan oleh

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

penyidik dan penuntut umum sebagaimana yang telah diatur dalam

KUHAP.

b. Tujuan dan Fungsi Praperadilan

Praperadilan mempunyai tujuan dan maksud untuk menegakkan

hukum dan perlindungan hak asasi tersangka dalam tingkat penyidikan

dan penuntutan. Undang-undang memberikan kewenangan terhadap para

penyidik atau penuntut umum untuk melakukan suatu upaya paksa berupa

penangkapan, penahanan, penyitaan dan sebagainya. Tindakan upaya

paksa yang dilakukan oleh penyidik maupun penuntut umum merupakan

pembatasan kemerdekaan dan hak asasi tersangka, tindakan itu harus

dilakukan secara bertanggung jawab menurut ketentuan dan hukum yang

berlaku. Praperadilan yang sebagaimana telah diatur dalam KUHAP

merupakan wewenang tambahan kepada Pengadilan Negeri untuk

melakukan pemeriksaan perkara-perkara yang berkaitan dengan

penggunaan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik dan penuntut

umum.

Lembaga praperadilan juga berfungsi sebagai alat kontrol terhadap

tindakan penyidik dan penuntut umum apabila terjadi penyalahgunaan

wewenang yang telah diberikan kepada aparat penegak hukum. Maksud

dari alat kontrol adalah bahwa setiap tindakan dari penyidik dan jaksa

harus berdasar pada aturan yang berlaku dan sesuai dengan KUHAP.

Hal ini dapat memberikan sebuah kesimpulan bahwa praperadilan

bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia

yang sekaligus berfungsi sebagai sarana pengawasan secara horisontal.

Sarana pengawasan horisontal maksudnya adalah untuk memberikan

perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia terutama hak asasi tersangka

dan terdakwa (Dian Ekawaty Ismail dan Yowan Tamu,2009:87).

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

c. Wewenang Praperadilan

KUHAP telah mengatur mengenai wewenang praperadilan dimana

yang diatur dalam Pasal 1 butir 10 dan Pasal 77 KUHAP, selain itu ada

lagi kewenangan lain yakni memeriksa dan memutus tuntutan ganti

kerugian dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam Pasal 92 dan Pasal 95

KUHAP. Undang-undang memberikan wewenang terhadap praperadilan

yakni sebagai berikut :

1) memeriksa dan memutus sah atau tidaknya upaya paksa;

2) memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian

penuntutan (Pasal 77 huruf a KUHAP);

3) berwenang memeriksa tuntutan ganti rugi (Pasal 95 KUHAP);

4) memeriksa permintaan rehabilitasi (Pasal 97 KUHAP);

5) praperadilan terhadap sah tidaknya tindakan pemasukan rumah,

penggeledahan, dan/atau penyitaan.

d. Pihak yang Berhak Mengajukan Permohonan Praperadilan

1) Tersangka, keluarga, dan kuasanya

Permohonan pemeriksaan praperadilan tentang sah atau tidaknya

penangkapan dan penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga, dan kuasa

hukumnya. Hal ini sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan Pasal

79 KUHAP sedangkan untuk sah atau tidaknya suatu penggeledahan dan

penyitaan yang diatur dalam Pasal 79 KUHAP dihubungkan dengan Pasal

83 ayat (3) KUHAP.

2) Tersangka, ahli warisnya, atau kuasanya

Permohonan pemeriksaan praperadilan yang diajukan oleh

tersangka, ahli warisnya atau kuasanya sesuai dengan Pasal 77, 79, 82 ayat

(4) jo 95 ayat (2) KUHAP mengenai tuntutan ganti kerugian atas

penangkapan dan atau penahanan, penggeledahan dan penyitaan tanpa

Page 50: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

alasan sah, dan karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang

diterapkan yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

3) Penyidik, penuntut umum, pihak ketiga yang berkepentingan

Penyidik, penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan

mengajukan permohonan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya

penghentian penyidikan, dalam penghentian penyidikan penuntutan

penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan sebagaimana yang telah

diatur dalam Pasal 80 KUHAP. Dalam KUHAP tidak dijelaskan

mengenai pihak ketiga yang berkepentingan sehingga dapat diartikan

sebagai orang atau pihak yang mempunyai kepentingan dan atau ada

kaitannya langsung dengan perkara praperadilan yang bersangkutan yaitu

saksi korban atau saksi yang menjadi korban tindak pidana, pelapor atau

pengadu mengenai terjadinya peristiwa tindak pidana.

4) Tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan

Tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan dapat

mengajukan tuntutan ganti kerugaian kepada praperadilan atas sahnya

penghentian penyidikan atau sahnya penghentian penuntutan yang mana

ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 81 KUHAP. Pengertian pihak ketiga

dalam hal ini yaitu keluarga ataupun ahli warisnya.

e. Pengajuan dan Tata Cara Pemeriksan Praperadilan

Praperadilan merupakan wewenang tambahan dari Pengadilan

Negeri untuk memeriksa dan memutus permasalahan atau perkara yang

terjadi dalam penggunaan wewenang upaya paksa yang dilakukan oleh

penyidik dan penuntut umum. Pengajuan pemohonan pemeriksaan

praperadilan melalui tahapan sebagai berikut :

1) permohonan ditujukan kepada ketua Pengadilan Negeri;

2) permohonan diregister dalam perkara praperadilan;

3) ketua Pengadilan Negeri segera menunjuk hakim dan panitera;

Page 51: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

4) pemeriksaan dilakukan dengan hakim tunggal;

5) tata cara pemeriksaan praperadilan.

Pejabat yang diajukan praperadilan:

1) Penyidik, dengan alasan :

a) tidak sahnya penangkapan atau penahanan;

b) tidak sahnya penghentian penyidikan;

c) ada benda yang disita karena tidak termasuk alat pembuktian;

d) ganti rugi dan rehabilitasi terhadap tidak sahnya penangkapan

dan penahanan;

e) ganti rugi dan rehabilitasi terhadap sahnya penghentian

penyidikan.

2) Penuntut umum, dengan alasan :

a) tidak sahnya penahanan;

b) tidak sahnya penghentian penuntutan;

c) ganti rugi dan rehabilitasi terhadap tidak sahnya penahanan;

d) ganti rugi dan rehabilitasi terhadap sahnya penghentian

penuntutan.

Meskipun hakim mempunyai wewenang melakukan penahanan

tidak bisa diajukan praperadilan. Oleh karena itu, apabila ada permintaan

pemeriksaan praperadilan terhadap seorang hakim, haruslah ditolak

dengan surat biasa di luar sidang (SEMA 14/Tahun 1983) (Hari Sasangka

dan Lilik Rosita,2003:104).

f. Bentuk dan Isi Putusan Praperadilan

Bentuk putusan praperadilan tidak diatur secara tegas dalam

undang-undang. Bentuk putusan dari praperadilan berupa penetapan.

Page 52: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Bentuk putusan praperadilan merupakan rangkaian berita acara dengan isi

putusan itu sendiri.

Isi putusan praperadilan memuat pertimbangan secara jelas yang

pada garis besarnya diatur dalam Pasal 82 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP

dalam pertimbangan tersebut menjelaskan mengenai fakta-fakta yang

terbukti dan dasar hukum yang melandasi amar putusan. Isi amar putusan

adalah jawaban petitum yang berupa pernyataan:

1) sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan;

2) sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan;

3) diterima atau ditolaknya permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi;

4) perintah pembebasan dari tahanan;

5) perintah untuk melanjutkan penyidikan atau penuntutan;

6) penentuan jumlah ganti kerugian;

7) berisi pernyataan pemulihan nama baik tersangka/ rehabilitasi;

8) memerintahkan segera mengembalikan sitaan.

g. Pemeriksaan Praperadilan Dinyatakan Gugur

Apabila pemeriksaan praperadilan belum selesai atau belum

diputus, ternyata perkara pokok pemohon praperadilan menjadi tersangka

atau terdakwa mulai diperiksa oleh pengadilan negeri yang berwenang

maka permohonan pemeriksaan praperadilan dinyatakan gugur. Hal ini

sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP yang

berbunyi : “dalam hal sudah mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri,

sedang pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum

selesai maka permintaan tersebut gugur “. Sebagaimana yang telah

disebutkan dalam Pasal tersebut, praperadilan dianggap gugur apa bila

perkaranya telah diperiksa oleh Pengadilan Negeri dan pada saat

perkaranya diperiksa Pengadilan Negeri, pemeriksaan praperadilannya

belum selesai.

Page 53: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Sebagaimana telah diatur dalam Surat Edaran Mahkahmah Agung

Nomor 5 tahun 1985 maka untuk menghindari keragu-raguan apakah cara

praperadilan yang sedang berjalan dapat dihentikan sewaktu-waktu oleh

Hakim, berhubung mengenai hal ini tidak ada pengaturannya dalam

KUHAP, Mahkamah Agung memberikan petunjuk sebagai berikut:

1) acara praperadilan yang sedang berjalan dapat dihentikan oleh Hakim

atas dasar permintaan pihak yang semula mengajukan keberatan;

2) penghentian itu hendaknya dilakukan dengan sebuah penetapan.

h. Upaya Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali atas Putusan

Praperadilan

1) Upaya Banding

Ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP pemeriksaan

praperadilan dilakukan dengan cara pemeriksaan cepat. Berdasarkan Pasal

62 KUHAP terhadap putusan pengadilan dalam acara pemeriksaan cepat

tidak dapat dimintakan banding, kecuali bagi terdakwa yang dijatuhi

pidana berupa perampasan kemerdekaan (Pasal 205 ayat (3) KUHAP).

Pasal 83 KUHAP pada dasarnya terhadap putusan praperadilan tidak dapat

dimintakan banding, kecuali terhadap putusan praperadilan yang

menetapkan mengenai tidak sahnya penghentian penyidikan atau tidak

sahnya penghentian penuntutan, yang dapat dimintakan putusan akhir ke

Pengadilan Tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan (Pasal 83 ayat

(2) KUHAP).

Putusan praperadilan yang tidak dapat dimintakan banding

menurut Pasal 83 ayat (1) KUHAP, yaitu sebagai berikut:

a) putusan yang menetapkan tentang sah atau tidaknya tindakan

penangkapan dan atau penahanan;

b) putusan yang menetapkan tentang sahnya penghentian

penyidikan atau tentang sahnya penghentian penuntutan;

Page 54: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

c) putusan yang menetapkan tentang ganti kerugian dan atau

rehabilitasi akibat tidak sahnya tindakan penangkapan dan atau

penahanan (Pasal 81 KUHAP) dan atau tindakan lain seperti

penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum

dan atau karena kekeliruan mengenai hukum yang diterapkan.

Menurut Pasal 83 ayat (2) KUHAP putusan praperadilan yang

dapat dimintakan pemeriksaan banding hanyalah putusan yang

menetapkan tentang tidak sahnya penghentian penyidikan atau tidak

sahnya penghentian penuntutan. Putusan Pengadilan Tinggi dalam

pemeriksaan praperadilan adalah merupakan putusan akhir dan bukan

putusan tingkat akhir. Maksud dari hal tersebut yaitu bahwa sifat putusan

akhir berarti putusan yang diambil sudah final dan tidak lagi dapat

diajukan permintaan kasasi. Akan tetapi yang dimaksud dengan sifat

putusan yang masih bertaraf putusan tingkat terakhir masih dapat diajukan

permohonan kasasi. Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Pengadilan

Tinggi bertindak memeriksa dan memutus tidak sahnya penghentian

penyidikan dan penghentian penuntutan dalam bentuk putusan akhir dan

terhadap putusan tersebut tidak dapat lagi diajukan permohonan kasasi.

2) Upaya Kasasi

KUHAP tidak mengatur mengenai pemeriksaan kasasi terhadap

putusan praperadilan pada pemeriksaan tingkat banding sudah dijelaskan

bahwa Pengadilan Tinggi bertindak sebagia pengadilan yang memutus

dalam tingkat akhir yang putusannya bersifat putusan akhir. Putusan akhir

dapat disimpulkan bahwa putusan praperadilan hanya dapat dimintakan

banding yang nama putusannya bersifat final. Oleh karena itu, terhadap

putusan praperadilan tidak dapat diajukan permohonan kasasi dengan

alasan bahwa ada keharusan untuk penyelesaian secara cepat dalam

pemeriksaan perkara praperadilan.

Mahkamah Agung tidak membenarkan atau tidak dapat menerima

permohonan kasasi untuk putusan praperadilan. Hal tersebut dapat

Page 55: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

diketahui antara lain dari putusan MA No 227 K/KR/1982 tanggal 29

Maret dan No. 680 K/Pid/1983 tanggal 10 Mei 1984 yang dalam

pertimbangan pada pokoknya menyatakan bahwa menurut yurisprudensi

tetap terhadap putusan-putusan praperadilan harus dinyatakan dan tidak

dapat dimintakan kasasi sehingga permohonan kasasi terhadap putusan-

putusan praperadilan harus dinyatakan tidak dapat diterima (HMA

Kuffal,2010:268).

3) Upaya Peninjauan Kembali

KUHAP juga tidak mengatur mengenai pemeriksaan peninjauan

kembali dalam pemeriksaan perkara praperadilan seperti halnya pada

permohonan kasasi terhadap putusan praperadilan. Akan tetapi dalam

praktik hukum sudah pernah terjadi dan diputus Mahkamah Agung , antara

lain yaitu (HMA Kuffal,2010:270-271):

a) Putusan MA No. 32 PK/Pid/ 1989 tanggal 7 Februari 1991:

Putusan tersebut adalah putusan peninjauan kembali terhadap

putusan praperadilan atas nama pemohon Drs. Lukito. Putusan

tersebut pada intinya mengabulkan permohonan peninjauan

kembali dan menyatakan penangkapan dan atau penahanan

terhadap Drs. Lukito adalah tidak sah.

b) Putusan MA No. 16 PK/Pid/1989 tanggal 19 Juni 1990 :

Putusan tersebut adalah peninjauan kembali terhadap putusan

praperadilan atas nama Ridwan alias Aceng yang mana pada

itninya permohonan peninjauan kembali oleh Ridwan alias

Aceng tersebut tidak dapat diterima.

Page 56: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Putusan PT DKI Jakarta Atas Praperadilan SKPP

Bibit dan Chandra

Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali

Oleh Jaksa Agung

Pengajuan PK oleh Jaksa Agung ke MA

Kewenangan PK atas putusan praperadilan

Legalitas PK atas putusan praperadilan

Putusan MA No. 152 PK/Pid/2010

atas PK Jaksa Agung terhadap putusan

praperadilan SKPP Bibit dan Chandra

Page 57: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Penjelasan Kerangka Pemikiran :

Kerangka pemikiran tersebut menggambarkan alur pemikiran dari penulis

dalam menguraikan dan menganalisis serta menemukan jawaban dari

permasalahan yang diangkat. Alur pemikiran dalam penelitian ini yaitu mengenai

peninjauan kembali yang diajukan Jaksa Agung terhadap putusan Pengadilan

Tinggi DKI Jakarta atas putusan praperadilan SKPP kasus Bibit dan Chandra.

Dalam kerangka pemikiran ini disajikan mengenai alasan Jaksa Agung

mengajukan peninjauan kembali dan legal atau tidaknya pengajuan peninjauan

kembali yang diajukan oleh Kejaksaan Agung terhadap putusan praperadilan

terhadap Bibit dan Chandra. Selain itu, juga membahas mengenai akibat dari

putusan Mahkamah Agung atas pengajuan peninjauan kembali yang diajukan

jaksa teradap putusan praperadilan kasus Bibit dan Chandra.

Alur pemikaran dalam penelitian ini menjelaskan bahwa keterkaitan antara

kewenangan jaksa dalam mengambil langkah pengajuan peninjauan kembali

untuk mempertahankan ketetapan jaksa dalam mempertahankan SKPP yang telah

dikeluarkannya. Permohonan praperadilan yang diajukan oleh Anggodo Widjoyo

diterima oleh Pengadilan Negeri Jakata Selatan dan dimenangkan oleh Anggodo.

Kemudian Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding atas putusan tersebut.

Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Akan tetapi, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding dan menguatkan

putusan yang diputus oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakata Selatan. Jaksa tidak

terima dengan putusan tersebut dan mengajukan peninjauan kembali atas putusan

itu ke Mahkamah Agung

Hal tersebut menjadi gambaran untuk menganalisis alasan jaksa dalam

mencari legalitas dan kewenangan jaksa dalam mengajukan peninjauan atas

putusan praperadilan Bibit dan Chandra. Selain itu, dalam penelitian ini penulis

juga akan menelaah peraturan-peraturan mengenai peninjauan kembali yang

dilakukan oleh jaksa. Dengan demikian, penulis akan membahas mengenai hal

yang sudah dijelaskan di atas, yaitu mengenai legalitas dan kewenangan jaksa

dalam mengajukan peninjauan kembali yang dikaitkan dengan kasus yang

Page 58: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

menimpa Bibit dan Chandra dan juga akan membahas peraturan-peraturan yang

mengatur mengenai kewenangan jaksa dalam mengajukan peninjauan kembali.

Peninjauan kembali yang dilakukan oleh Jaksa Agung kepada Mahkamah

Agung dinyatakan tidak diterima dikarenakan Mahkamah Agung tidak berwenang

untuk menyelesaikan perkara tersebut. Mahkamah Agung mengeluarkan Putusan

No. 152 PK/Pid/2010 atas PK Jaksa Agung terhadap putusan praperadilan SKPP

Bibit dan Chandra. Putusan Mahkamah Agung tersebut berakibat pada gagalnya

alasan jaksa dalam mengajukan peninjauan kembali atas putusan praperadilan

kasus Bibit dan Chandra.

Page 59: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada hasil penelitan ini akan menguraikan mengenai kasus posisi yang

terjadi dan kemudian akan dibahas secara mendalam dalam pembahasan. Pada

hasil penelitian menjelaskan kasus posisi yang terjadi dari awal putusan

praperadilan di keluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sampai dengan

peninjauan kembali yang diajukan oleh jaksa atas putusan praperadilan tersebut.

Pada pembahasan akan menjelaskan secara mendalam mengenai analisis

argumentasi dasar alasan jaksa mengajukan peninjauan kembali atas putusan

praperadilan tersebut, dikeluarkannya putusan atas peninjauan kembali oleh

Mahkamah Agung yang mengakibatkan alasan jaksa dalam mengajukan

peninjauan kembali tidak bisa diterima, dan uraian tentang putusan Mahkamah

Agung atas pengajuan peninjauan kembali yang diajukan oleh jaksa.

Paparan Kasus Posisi:

Dua nama pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yaitu Bibit Samad

Riyanto dan Chandra Hamzah dituduh melakukan kejahatan dengan

menyalahgunakan kewenangannya. Polri kemudian melakukan penyelidikan dan

penyidikan atas kasus tersebut untuk menemukan bukti dugaan bahwa Bibit

Samad Riyanto dan Chandra Hamzah melakukan kejahatan atas penyalahgunaan

kewenangannya dalam menangani kasus korupsi pengadaan Sistem Komunikasi

Radio Telekomunikasi (SKRT) di Departemen Kehutanan (Dephut).

Polri melakukan pemeriksaan terhadap Bibit Samad Riyanto dan Chandra

Hamzah untuk mengembangkan kasus dan mencari bukti-bukti yang menguatkan

dugaan melakukan kejahatan atas penyalahgunaan kewenangannya. Pada

akhirnya, Polri pun menyusun berkas perkara atas kasus tersebut dan selanjutnya

menyerahkan berkas perkara kepada Kejaksaan. Kejaksaan menerima berkas

tersebut yang dinyatakan P-21 atau berkas pekara sudah lengkap atau sempurna

untuk selanjutnya dilakukan penuntutan. Andi Hamzah menyatakan bahwa jaksa

Page 60: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

penuntut umum mempunyai wewenang salah satu wewenangnya adalah

melakukan penuntutan, namun sebelum melakukan penuntutan, seorang jaksa

penuntut umum harus melakukan prapenuntutan yaitu tindakan penuntut umum

untuk memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan oleh penyidik

(Andi Hamzah,1987:160-161).

Banyaknya masyarakat yang mengikuti perkembangan kasus ini

menyebabkan gejolak hukum yang meresahkan dan menganggu kelangsungan

hukum di Indonesia. Masyarakat menduga bahwa seakan-akan kasus tersebut

direkayasa untuk menjatuhkan dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) yakni Bibit Samad Riyanto dan Chandra. Isu adanya penggembosan KPK

pun terus bergulir dan menyebabkan keresahan masyarakat akan kejadian

tersebut. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui pidatonya menganggapi

perkara yang meresahkan dan mengganggu kelangsungan hukum itu dengan

mendesak Jaksa Agung agar menghentikan penuntutan terhadap kasus tersebut.

Pada saat itu, Jaksa Agung yang dijabat oleh Hendarman Supandji menanggapi

pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan mengeluarkan Surat

Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) atas kasus tersebut padahal Jaksa

Agung mempunyai alternatif lain yaitu deponering.

Jaksa Agung memilih mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian

Penuntutan (SKPP) sesuai dengan Pasal 140 ayat (2) KUHAP. Alasan yang

mendasari dikeluarkannya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP)

bahwa perkara tersebut tidak layak untuk diajukan ke pengadilan karena tidak

cukup bukti. Selain itu, Jaksa Agung mempunyai alasan sosiologis yakni demi

kepentingan hukum dan kelangsungan persatuan bangsa Indonesia. Berawal dari

alasan sosiologis yang dinyatakan dalam oleh Surat Ketetapan Penghentian

Penuntutan (SKPP) oleh Jaksa Agung tersebut mulai menuai banyak reaksi dari

berbagai pihak. Di keluarkannya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP)

oleh Jaksa Agung dengan menggunakan dasar alasan sosiologis tentu saja tidak

sesuai dengan dasar alasan penghentian penuntutan. “SKPP terhadap perkara

Bibit Samad Riyanto dan Chandra Marta Hamzah sebelumnya telah diterbitkan

Page 61: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Kejari Jaksel pada hari Selasa tanggal 1 Desember 2009, dengan SKPP Nomor :

Tap-01/0.1.14/Ft.1/12/2009 tanggal 01 Desember 2009 untuk tersangka Chandra

Hamzah dan SKPP Nomor : Tap-02/0.1.14/Ft.1/12/2009 tanggal 01 Desember

2009 untuk tersangka Bibit Samad Rianto” (http://inimu.com/berita /2010/04/19

/hakim -pn-jaksel-menangkan-anggodo-widjojo/ [Senin, 20 Desember 2010,

pukul 19.45 WIB]).

Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) dinilai mempunyai

kejanggalan maupun kelemahan yang mengakibatkan cacat hukum dan layak

untuk dibatalkan. Pencantuman alasan sosiologi dalam Surat Ketetapan

Penghentian Penuntutan (SKPP) dianggap tidak tepat dan lebih tepat digunakan

dasar untuk deponering. Jaksa Agung mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian

Penuntutan (SKPP) karena desakkan masyarakat dan situasi hukum yang sedang

memanas karena kejadian tersebut.

Pada dasarnya Jaksa Agung dianggap telah menyimpangi Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hal ini didasarkan karena berkas

perkara yang sudah diterima oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sudah

sempurna atau dinyatakan P-21. Akan tetapi, Jaksa Agung menganggap perkara

tersebut dianggap tidak memiliki bukti cukup kuat untuk dilakukan penuntutan.

Penggunaan alasan sosiologis yang dinyatakan Jaksa Agung dalam Surat

Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) juga tidak sesuai dengan KUHAP.

Berdasarkan alasan sosiologis tersebut, muncul masalah baru yakni ada

pihak pihak ketiga yang berkepentingan yaitu Anggodo Widjoyo yang

memperkarakan kembali Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) yang

meminta agar SKPP tersebut dibatalkan karena cacat hukum. Kemudian Anggodo

Widjoyo mengajukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas

SKPP yang dikeluarkan oleh Jaksa Agung tersebut.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan praperadilan yang

diajukan oleh Anggodo Widjoyo. Jaksa selaku penuntut umum tidak terima atas

putusan praperadilan yang dikeluarkan oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta

Selatan. Oleh karena itu, jaksa selaku penuntut umum permohonan banding di

Page 62: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta

menguatkan putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Permasalahan

kembali terjadi pada saat Kejaksaan Agung melakukan peninjauan kembali atas

putusan tersebut kepada Mahkamah Agung.

Mahkamah Agung memutuskan untuk mengeluarkan putusan Mahkamah

Agung No. 152 PK/Pis/2010 yang menyatakan bahwa permohonan peninjauan

kembali tidak dapat diterima karena Mahkamah Agung tidak mempunyai

kewenangan memeriksa perkara tersebut. Mahkamah Agung menolak alasan yang

menjadi dasar jaksa untuk melakukan peninjuaan kembali atas putusan

praperadilan tersebut. Hal ini didasari dengan aturan Pasal 45 A ayat (2) huruf a

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung (MA) dan juga

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2005.

B. Pembahasan

Pada pembahasan ini akan dibahas secara mendalam mengenai kasus yang

terjadi. Pembahasan ini akan dibagi menjadi dua sub bagian untuk mempermudah

menjelaskan dam menganalisis hasil penelitian. Pada sub bagian yang pertama

akan menguraikan tentang argumentasi Jaksa Agung sebagai alasan dalam

mengajukan peninjauan kembali atas kasus yang terjadi. Pada sub bagian yang

kedua akan menjelaskan putusan Mahkamah Agung atas pengajuan peninjauan

kembali yang diajukan oleh jaksa yang mengakibatkan alasan kewenangan jaksa

dalam mengajukan peninjauan kembali tidak bisa diterima.

1. Argumentasi Jaksa Agung sebagai Alasan Pengajuan Peninjauan

Kembali

Kasus yang menimpa dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

yaitu Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah yang dituduh melakukan

kejahatan dengan menyalahgunakan kewenangannya menimbulkan polemik

hukum yang rumit. Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) atas kasus

yang menimpa Bibit dan Chandra yang dikeluarkan oleh Jaksa Agung tidak serta

merta menghentikan kasus tersebut. Alasan sosiologis yang dinyatakan dalam

Page 63: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

SKPP tersebut mengundang reaksi pihak ketiga yang berkepentingan yaitu

Anggodo Widjoyo untuk melakukan permohonan praperadilan atas SKPP

tersebut. Alasan sosiologis tersebut dinilai tidak tepat digunakan untuk

mengeluarkan SKPP dan lebih tepatnya digunakan untuk dasar deponering.

Berdasarkan alasan sosiologis tersebut, muncul masalah baru yakni ada pihak

ketiga yang berkepentingan yaitu Anggodo Widjoyo yang memperkarakan

kembali Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) yang meminta agar

SKPP tersebut dibatalkan karena cacat hukum. Kemudian Anggodo Widjoyo

mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas SKPP yang

dikeluarkan oleh Jaksa Agung tersebut.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan praperadilan yang

diajukan oleh Anggodo Widjoyo. Jaksa selaku penuntut umum tidak terima atas

putusan praperadilan yang dikeluarkan oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta

Selatan. Oleh karena itu, jaksa selaku penuntut umum permohonan banding di

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta

menguatkan putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Permasalahan

kembali terjadi pada saat Kejaksaan Agung melakukan peninjauan kembali atas

putusan tersebut kepada Mahkamah Agung.

Permasalahan yang terjadi yaitu suatu putusan praperadilan diajukan

permohonan peninjauan kembali oleh jaksa. KUHAP tidak mengatur secara jelas

mengenai hal tersebut. Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk

memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam KUHAP, tentang (Pasal

1 butir 10 KUHAP) :

a. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas

permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa

hukum tersangka;

b. sah atau tidaknya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan

atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;

Page 64: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

c. permintaaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau

keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak

diajukan ke pengadilan.

Lembaga Praperadilan lahir dari inspirasi yang bersumber dari adanya hak

Habeas Corpus dalam sistem peradilan Anglo-Saxon, yang memberikan jaminan

fundamental terhadap HAM khususnya hak kemerdekaan, Habeas Corpus Act

memberikan hak kepada seseorang untuk melalui suatu surat perintah pengadilan

menuntut (menantang) pejabat yang melakukan penahanan atas dirinya. Hal itu

untuk menjamin bahwa perampasan atau pembatasan kemerdekaan terhadap

seorang tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah memenuhi ketentuan-

ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan HAM. Sekalipun lembaga

praperadilan adalah alat kontrol bagi penegak hukum khususnya penyidik dan

penuntut umum. Tetapi dalam praktek dialami bahwa putusan hakim dalam

perkara praperadilan adalah putusan yang bersifat deklaratoir, yaitu menyatakan

bahwa penghentian penuntutan oleh penuntut umum adalah tidak sah dan

memerintahkan kejaksaan untuk meneruskan penuntutan (Otto Cornelis Kaligis,

2006:157).

Bentuk putusan praperadilan tidak diatur secara tegas dalam undang-

undang. Bentuk putusan dari praperadilan berupa penetapan. Bentuk putusan

praperadilan merupakan rangkaian berita acara dengan isi putusan itu sendiri.

Penggarisan isi putusan atau penetapan praperadilan pada garis besarnya diatur

dalam Pasal 82 ayat (2) dan (3) KUHAP, oleh karena itu penetapan praperadilan

memuat alasan dasar pertimbangan hakim. Menurut Moch. Faisal Salam, dalam

putusan praperadilan memuat hal-hal sebagai berikut (Moch. Faisal

Salam,2001:333):

a. dalam hal suatu penangkapan atau penahanan tidak sah maka penyidik

atau penuntut umum/ jaksa harus segera membebaskan tersangka;

b. dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan

dinyatakan tidak sah, maka penyidikan atau penuntutan terhadap

tersangka wajib dilanjutkan;

Page 65: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

c. dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau

penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah

besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang dibayarkan/ diberikan,

sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan,

maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya;

d. dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak

termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa

benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari

siapa benda itu disita.

Pengajuan peninjauan kembali diatur dalam Bab XVIII Bagian Kedua

Pasal 263 sampai dengan Pasal 269 KUHAP. Peninjauan kembali merupakan

upaya hukum luar biasa untuk melawan putusan pengadilan yang sudah

mempunyai kekuatan hukum tetap (in krach van guwijsde). Sebagaimana dalam

rumusan Pasal 263 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa terhadap putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas

atau lepas dari tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan

permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.

Pengajuan permohonan peninjauan atas putusan praperadilan banding

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap SKPP Bibit dan Chandra diajukan oleh

jaksa didasari dengan tiga alasan. Ada keadaan baru atau novum, putusan yang

bertentangan dan kekhilafan hakim. Jaksa mengajukan PK dengan alasan adanya

keadaan baru atau novum. Dalam hal adanya keadaan baru, dimaksudkan jika

hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mempertimbangkan adanya suatu keadaan

pada waktu sidang masih berlangsung maka putusan Pengadilan Tinggi DKI

Jakarta nomor 130 PID/Prap/2010/PT DKI tertanggal 3 Juni 2010 akan

memutuskan bahwa penerbitan SKPP terhadap Bibit dan Chandra adalah sah.

Alasan kedua, adanya alasan putusan yang saling bertentangan. Putusan

PT DKI Jakarta menunjukkan adanya alasan atau pertimbangan putusan yang

saling bertentangan yaitu dalam putusan PT DKI Jakarta nomor 130

PID/Prap/2010/PT DKI tertanggal 3 Juni 2010. Penuntut umum tidak

Page 66: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

diperkenankan menggunakan alasan penutupan perkara demi hukum berdasarkan

Pasal 140 ayat (2) KUHAP. Sedangkan dalam putusan PT DKI Jakarta nomor

149/PID/Prap/2006/PT DKI tertanggal 1 Agustus 2006 penuntut umum

diperkenankan menggunakan alasan penutupan perkara demi hukum berdasarkan

Pasal 140 ayat (2) KUHAP. Dengan demikian, dalam 2 putusan PT DKI Jakarta

tersebut terdapat putusan yang saling bertentangan.

Alasan ketiga, terdapat kekhilafan atau suatu kekeliruan yang nyata dalam

putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pertimbangan PT DKI Jakarta yang

menyatakan bahwa Pasal 139 KUHAP bukanlah pasal berdiri sendiri tetapi harus

dimaknai dalam kaitan yang erat dan tidak terpisahkan dengan pasal lainnya.

Bahwa adapun Pasal 50 KUHP tergabung dalam kelompok ketentuan tentang

penghapusan, pengurangan dan penambahan hukuman bukan pasal yang

memberikan pengaturan mengenai gugurnya hak penuntutan adalah merupakan

kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata (http://www.detiknews.com

/read /2010 /07/14/132429/1399033/10/3-alasan-jpu-ajukan-pk-skpp-bibit-

chandra[Senin, 13 Desember 2010 Pukul 10.50 wib]).

Sesuai dengan alasan yang telah disebutkan di atas maka akan diuraikan

lebih lanjut mengenai argumentasi Jaksa dalam mengajukan peninjauan kembali.

Alasan yang digunakan jaksa yaitu adanya keadaan baru (novum), adanya alasan

yang saling bertentangan, dan terdapat kekhilafan atau suatu kekeliruan yang

nyata dalam putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor

130/Pid/Prap/2010/PT.DKI, tanggal 3 Juni 2010, sebagai berikut:

a. Adanya Keadaan Baru (Novum)

Dalam hal "adanya keadaan baru", dimaksudkan jika Hakim

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mempertimbangkan adanya suatu

keadaan pada waktu sidang masih berlangsung, maka putusan

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 130/Pid/Prap/2010/ PT.DKI,

tanggal 3 Juni 2010, akan memutuskan bahwa penerbitan Surat

Ketetapan Penghentian Penuntutan terhadap Chandra Martha Hamzah

Page 67: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

dan Bibit Samad Rianto adalah sah; Keadaan baru dimaksud adalah

didasarkan atas fakta-fakta sebagai berikut:

1) Bahwa Anggodo Widjojo berkedudukan sebagai saksi yang tidak

menjadi korban dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi atas

nama Tersangka Chandra Martha Hamzah dan Bibit Samad Rianto

(Pimpinan KPK) yang diduga melakukan tindak pidana dimaksud

Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal

421 KUHP berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Pol. :

Sprin Sidik/98.B/IX/2009/ Pidkor & WCC, tanggal 15 September

2009, atas nama Tersangka Bibit Samad Rianto dan No. Pol : Sprin

Sidik/91.A/ VIII/2009/Dit-I, tanggal 26 Agustus 2009, atas nama

Tersangka Chandra Martha Hamzah;

2) Bahwa atas perkara tersebut Kejaksaan Negeri JakartaSelatan

menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Nomor TAP-

01/0.1.14/Ft.1/12/2009, tanggal 1 Desember 2009, atas nama

Chandra Martha Hamzah dan Surat Ketetapan Penghentian

Penuntutan Nomor TAP 02/0.1.14/Ft.1/12,2009, tanggal 1

Desember 2009, atas nama Bibit Samad Rianto;

3) Bahwa Anggodo Widjojo selanjutnya ditetapkan sebagai Tersangka

diduga melakukan tindak pidana percobaan penyuapan kepada

Pimpinan KPK oleh Komisi Pemberantasan Korupsi berdasarkan

Surat Perintah Penyidikan Nomor SP- 03/01/1/2010, tanggal 13

Januari 2010;

4) Bahwa selanjutnya perkara pidana atas nama Tersangka Anggodo

Widjojo tersebut dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana

Korupsi oleh Penuntut Umum KPK berdasarkan Surat Pelimpahan

Perkara Nomor PP-12/24/ 04/2010, tanggal 19 April 2010;

5) Bahwa Anggodo Widjojo berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor

020/RBS-SK/III/2010, tanggal 12 Maret 2010 mengajukan

permohonan pemeriksaan praperadilan atas diterbitkannya Surat

Page 68: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Ketetapan Penghentian Penuntutan terhadap Tersangka Chandra

Martha Hamzah dan Bibit Samad Rianto yang diterbitkan oleh

Termohon I Jaksa Agung RI, Cq. Kepala Kejaksaan Tinggi DKI

Jakarta, Cq. Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan;

6) Bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor

14/Pid.Prap/2010/PN.Jkt.Sel, tanggal 19 April 2010, antara lain

memutuskan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan dalam

perkara Tersangka Chandra Martha Hamzah dan Bibit Samad

Rianto adalah tidak sah;

7) Bahwa Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selaku Pembanding

semula Termohon I mengajukan banding atas putusan Pengadilan

Negeri Jakarta Selatan tersebut berdasarkan Surat Perintah Kepala

Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Nomor Prin

40/0.1.14/Ft.1/03/2010, tanggal 26 Maret 2010;

8) Bahwa atas permohonan banding tersebut Pengadilan Tinggi

DKI Jakarta dengan putusan Nomor 130/Pid/Prap/ 2010/PT.DKI,

tanggal 3 Juni 2010, antara lain menyatakan :

(a) Menetapkan bahwa penghentian penuntutan sesuai Surat

Ketetapan Penghentian Penuntutan Nomor TAP

02/0.1.14/Ft.1/12/2009, tanggal 1 December 2009, atas nama

Bibit Samad Rianto yang diterbitkan oleh Pembanding

semula Termohon I adalah tidak sah;

(b) Menetapkan bahwa penghentian penuntutan sesuai Surat

Ketetapan Penghentian Penuntutan Nomor TAP-

02/0.1.14/Ft.1/1212009, tanggal 1 Desember 2009, atas nama

Bibit Samad Rianto yang diterbitkan oleh Pembanding

semula Termohon I adalah tidak sah;

(c) Mewajibkan Pembanding semula Termohon I

untukmelanjutkan penuntutan perkara Bibit Samad Rianto,

sebagaimana tercantum dalam Berkas Perkara Hasil

Penyidikan Turut Terbanding Semula Termohon II Nomor

Page 69: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Pol. : BP/B.10/X/2009/PlDKOR & WWC, tertanggal 9

Oktober 2008;

Berdasarkan fakta-fakta tersebut dapat diketahui bahwa dalam masa

pengujian atas penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan

terhadap Chandra Martha Hamzah dan Bibit Samad Rianto terdapat

suatu keadaan baru, sebagai berikut:

(1) Tersangka Chandra Martha Hamzah dan Bibit Samad

Rianto (Pimpinan KPK) diduga melakukan tindak pidana

pemerasan sesuai Pasal 12 huruf e Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001.

Dalam perkara ini, Anggodo Widjojo sebagai saksi dalam

kaitan menyerahkan sejumlah uang yang dititipkan

Anggoro Widjojo (kakak Anggodo Widjojo) kepada Ary

Muladi untuk diserahkan kepada oknum Komisi

Pemberantasan Korupsi, antara lain Tersangka Chandra

Martha Hamzah dan Bibit Samad Rianto;

(2) Apabila perkara Chandra Martha Hamzah dan Bibit

Samad Rianto diajukan ke persidangan dengan dakwaan

Pasal 12 huruf e Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo

Undang- Undang No. 20 Tahun 2001, maka akan terjadi

konstruksi yuridis yang saling bertentangan dengan

perkara atas nama Tersangka Anggodo Widjojo yang

diduga melakukan tindak pidana percobaan penyuapan

terhadap Chandra Martha Hamzah dan Bibit Samad

Rianto (Pimpinan KPK), karena substansi perkara antara

perkara pemerasan yang dilakukan Chandra Martha

Hamzah dan Bibit Samad Rianto dan perkara percobaan

penyuapan kepada Pimpinan KPK yang dilakukan oleh

Anggodo Widjojo, tidak mungkin disidangkan dalam

waktu yang bersamaan, karena 2 (dua) perkara tersebut

Page 70: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

bersifat saling meniadakan satu sama lain, artinya tidak

mungkin 2 (dua) perkara tersebut terbukti semua;

Oleh karena materi perkara atas nama Terdakwa Anggodo Widjojo

yang didakwa melakukan percobaan penyuapan, pada saat ini tengah

diperiksa dan diadili di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi,

sehingga tidak memungkinkan materi perkara atas nama Chandra

Martha Hamzah dan Bibit Samad Rianto yang diduga melakukan

pemerasan terhadap Anggodo Widjojo diajukan ke persidangan;

Berdasarkan uraian tersebut maka hal ini dapat dinilai sebagai keadaan

baru yang dijadikan alasan oleh Kejaksaan Republik Indonesia untuk

mengajukan peninjauan kembali demi terselenggaranya tertib hukum

dalam penegakan hukum;

b. Adanya Alasan Pelbagai Putusan yang Saling Bertentangan

Dalam pertimbangan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor

130/Pid/Prap/2010/PT.DKI, tanggal 3 Juni 2010, pada halaman 8

sampai dengan halaman 9, pertimbangan tersebut merupakan dasar

pertimbangan putusan yang saling bertentangan dengan putusan

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 149/Pid/Prap/2006/PT.DKI,

tanggal 1 Agustus 2006, atas Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan

Nomor TAP-01/0.1.14/Ft.1/05/2006, tanggal 11 Mei 2006, dalam

perkara atas nama Tersangka H. M. Soeharto alias Soeharto, dengan

pertimbangan antara lain sebagai berikut :

1) “Menimbang, bahwa seiring perjalanan waktu, terjadi perobahan

kondisi dan kebutuhan masyarakat, perkembangan ilmu

pengetahuan dan rasa keadilan masyarakat, dan karenanya sudah

selayaknya timbul alasan baru tentang hapusnya kewenangan

untuk menuntut;

2) Menimbang, bahwa Pancasila sebagai dasar Negara dan falsafah

hidup bangsa Indonesia, yang salah satu silanya adalah

Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, yang merupakan sumber

dari segala sumber hukum, dipergunakan pula dalam menilai

Page 71: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

peristiwa konkrit yang terungkap di persidangan dihubungkan

dengan ketentuan perundang-undangan yang telah berusia hampir

seabaddimaksud;

3) Menimbang, bahwa demikian alasan a quo merupakan juga satu

keadaan yang dapat dijadikan dasar untuk penutupan perkara demi

hukum sebagaimana dimaksud Pasal 140 ayat (2) KUHAP”

Dalam kedua putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tersebut

menunjukkan adanya alasan/pertimbangan putusan yang saling

bertentangan, yaitu dalam putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta

Nomor 130/Pid/Prap/2010/PT.DKI, tanggal 3 Juni 2010, Penuntut

Umum tidak diperkenankan menggunakan alasan "Penutupan Perkara

Demi Hukum" berdasarkan Pasal 140 ayat (2) KUHAP, sedangkan

dalam putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor

149/Pid/Prap/2006/PT.DKI, tanggal 1 Agustus 2006, Penuntut Umum

diperkenankan menggunakan alas an "Penutupan Perkara Demi

Hukum" berdasarkan Pasal 140 ayat (2) KUHAP;

Dengan demikian dalam 2 (dua) putusan Pengadilan Tinggi DKI

Jakarta tersebut terdapat putusan yang saling bertentangan, sehingga

demi tertib hukum dalam penegakan hukum, kami Jaksa Penuntut

Umum mengajukan upaya hukum luar biasa peninjauan kembali

terhadap putusan Pengadilan Tinggi DKI Nomor

130/Pid/Prap/2010/PT.DKI, tanggal 3 Juni 2010;

c. Adanya Kekhilafan Hakim atau Suatu Kekeliruan yang Nyata

Bahwa putusan Pengadilan Tinggi DKI tersebut mengandung suatu

kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata, dengan penjelasan

sebagai berikut:

1) Pasal 140 ayat (2) KUHAP menegaskan, bahwa Penuntut Umum

dapat menghentikan penuntutan perkara, karena: tidak terdapat

cukup bukti; atau perkara tersebut ternyata bukan merupakan

tindak pidana; atau perkara ditutup demi hukum.

Page 72: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

2) Bahwa perkara ditutup demi hukum sebagai alasan dihentikannya

penuntutan, dalam logika umum akan bermakna "hukum tidak

menghendaki suatu perkara diproses sesuai dengan hukum acara

pidana yang berlaku". Dalam hal pernyataan "hukum tidak

menghendaki”, secara luas di dalamnya terkandung maksud adanya

suatu situasi dan kondisi personal yang menghendaki untuk

ditiadakannya pemidanaan tanpa harus melalui suatu persidangan

(perkara berhenti di tingkat penuntutan atau penyidikan

3) Selain ketiga alasan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 76, 77

dan 78 KUHP, terhadap pencabutan pengaduan pada delik-delik

aduan, seperti Pasal 284 ayat (4) KUHP dan Pasal 332 ayat (1), (2)

dan (3) KUHP, (310 jo 313 KUHP, 315 KUHP dan 367 ayat (2)

KUHP) atau telah ada pembayaran denda maksimum untuk

pelanggaran yang hanya diancam dengan pidana denda (Pasal 82

KUHP) atau terhadap perkara yang diberikan amnesti atau abolisi

yang merupakan hak konstitusional Kepala Negara pada saat

perkaranya dalam proses penuntutan, maka Penuntut

4) Berdasarkan alasan penghentian penuntutan pada Pasal 140 ayat (2)

KUHAP dengan alasan perkara ditutup demi hukum didasarkan

azas-azas yang berkembang dalam hukum pidana (Buku I KUHP

berdasarkan alasan tempat (place), waktu (time) dan ruang (space),

seperti: nebis in idem (Pasal 76 KUHP), meninggal dunia (Pasal 77

KUHP), daluwarsa (Pasal 78 KUHP), penyelesaian di luar

persidangan (Pasal 82 KUHP) bahkan adanya pencabutan pada

delik aduan. Jadi penghentian penuntutan dengan alasan perkara

ditutup demi hukum didasarkan azas hukum pidana (Buku I) dalam

prinsip "expertise-causaliteit”, antara actus reus dan mens rea,

sehingga alasan yuridis dengan mempergunakan Pasal 50 KUHP

dengan alasan perkara ditutup demi hukum adalah telah tepat dan

sah;”

Page 73: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

5) Pada dasarnya undang-undang itu harus ditafsirkan menurut

undang-undang itu sendiri, tetapi memperhatikan juga keadaan

yang berubah, maka dapat diberlakukan secara menyimpang dari

maksud yang sebenarnya dari pembentuk undang-undang;

6) Apabila alasan pembenar maupun alasan pemaaf sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 44, 45, 48, 49, 50 dan 51 KUHP sebagai

alasan peniadaan pidana hanya dimaknai sebagai wewenang hakim

dan tidak dapat dipergunakan sebagai alasan penghentian

penuntutan, kemudian Pasal 76, 77 dan 78 KUHP hanya dimaknai

sebagai wewenang penuntut umum dalam menghentikan perkara,

maka akan terjadi pemaksaan terhadap seseorang yang tidak perlu

disidangkan karena telah diketahuinya terdapat keadaankeadaan

yang meniadakan pidana dalam tahap penyidikan maupun

penuntutan. Disamping itu, dengan pemaknaan sebagaimana

pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tersebut,

maka Penyidik tidak mempunyai kewenangan Iagi untuk

menghentikan penyidikan dengan alasan perkara dihentikan demi

hukum, padahal hukum acara pidana memberikan kewenangan

tersebut ;

Dengan demikian penafsiran atas alasan peniadaan pidana maupun

alasan penghapusan penuntutan tidak semestinya hanya didasarkan

atas makna yang bersifat terminologis, tetapi harus dimaknai secara

substansial dalam menentukan dapat tidaknya dipidananya

seseorang adalah juga sebagai alasan ditutupnya perkara demi

hukum baik oleh Penuntut Umum maupun Penyidik;

7) Pasal 139 KUHAP menentukan:

"Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil

penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan

apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat

dilimpahkan ke pengadilan;”

Page 74: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Rumusan "menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang

lengkap dari penyidik" dalam Pasal 139 KUHAP, dimaksudkan

proses penerimaan Tersangka dan barang bukti dalam tahap

penuntutan, dimana Jaksa Penuntut Umum diberi kewenangan

untuk menentukan apakah berkas perkara sudah memenuhi

persyaratan untuk dapat dilimpahkan atau tidak. Jaksa Penuntut

Umum diberi kewenangan untuk melakukan penelitian dalam tahap

penuntutan, karena penelitian berkas perkara yang dilakukan Jaksa

Penuntut Umum yang ditunjuk untuk mengikuti perkembangan

penyidikan tahap prapenuntutan sebagaimana dimaksud Pasal 138

ayat (2) KUHAP, hanyalah penelitian kelengkapan formal dan

materiil atas berkas perkara hasil penyidikan tanpa Jaksa Penuntut

Umum bertemu dengan Tersangka dan meneliti kebenaran atas

barang bukti;

Dengan demikian dimungkinkan pada tahap prapenuntutan Jaksa

Penuntut Umum menyatakan suatu berkas perkara telah lengkap

secara formal maupun materiil (P.21), akan tetapi setelah Jaksa

Penuntut Umum melakukan penelitian pada tahap penuntutan

setelah diterimanya berkas perkara berikut tersangka dan barang

buktinya, ternyata diketahui bahwa tersangka tidak dapat

dipertanggungjawabkan karena keadaan-keadaan tertentu sebagai

alasan peniadaan pidana maupun penghapusan hak penuntutan

sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana;

Dalam kondisi tersebut, Jaksa berdasarkan Pasal 139 jo Pasal 140

ayat (2) KUHAP haruslah berpendapat perkara tidak memenuhi

persyaratan untuk dilimpahkan ke pengadilan dengan menerbitkan

Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan, karena tidak cukup bukti,

bukan merupakan peristiwa pidana maupun perkara ditutup demi

hukum. Kiranya dalam kondisi demikian, Jaksa Penuntut Umum

tidak perlu melimpahkan perkara ke pengadilan, karena hal-hal

Page 75: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

yang menyebabkan tidak dapat dipidananya tersangka telah

diketahui di tahap penuntutan demi kemanfaatan hukum.

Sebaliknya jika harus melimpahkan perkara ke pengadilan terhadap

materi perkara yang sudah diketahui bahwa pengadilan akan

memutus bebas atau lepas dari segala tuntutan, akan bertentangan

dengan asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan;

8) Selanjutnya jika dicermati, sebenarnya perbuatan Tersangka

Chandra Martha Hamzah yang menerbitkan Surat Perintah

Penggeledahan PT Masaro Radiokom dan PT Masaro

Korporatindo, Surat Keputusan Pelarangan Bepergian Ke Luar

Negeri atas nama Anggoro Widjojo, dkk. dan perbuatan Tersangka

Bibit Samad Rianto yang menerbitkan Keputusan Pelarangan

Bepergian Ke Luar Negeri atas nama Joko S. Tjandra, tidak ada

hubungannya dengan penerimaan uang Ary Muladi dari Anggoro

Widjojo melalui Anggodo Widjojo, sehingga perbuatan Tersangka

Chandra Martha Hamzah dan Bibit Samad Rianto tersebut dapat

dikategorikan melaksanakan peraturan perundang-undangan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Pasal 12 huruf b

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

Secara yuridis formal perbuatan para Tersangka tersebut dalam

sangkaan Pasal 23 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi jo Pasal 421 KUHP telah terpenuhi, karena telah

melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap orang yang tidak

terkait langsung dengan perkara pidana yang sedang ditangani,

namun perbuatan para Tersangka tersebut dianggap hal yang wajar

dan meneruskan perbuatan para pendahulunya dalam rangka

menjalankan peraturan perundang-undangan sebagaimana

dimaksud Pasal 50 KUHP, sehingga perbuatan para Tersangka

Page 76: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

yang demikian itu dapat dibenarkan dan tidak dapat dipidana

karena tidak diliputi oleh kesalahan (dolus/ culpa);

Berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud 1 sampai dengan 8,

dapat disimpulkan bahwa:

Alasan penghapus pidana (strafuitsluitings gronden) dapat

dijadikan sebagai alasan penghapusan penuntutan

(vervolgingsuitsluitings gronden) bahwa dua terminologi tersebut

hanyalah perbedaan terminologi untuk tidak dapat diterapkannya

peraturan hukum;

Bahwa Pasal 139 KUHAP bukanlah pasal berdiri sendiri, tetapi ia

harus dimaknai dalam kaitan yang erat dan tidak terpisahkan

dengan pasal-pasal lainnya dalam kelompok Pasal-Pasal Bab XV

KUHAP yang mengatur perihal penuntutan, termasuk dengan Pasal

140 KUHAP; Bahwa adapun Pasal 50 KUHP tergabung dalam

kelompok ketentuan tentang penghapusan, pengurangan dan

penambahan hukuman, bukan pasal yang memberikan pengaturan

mengenal gugurnya hak penuntutan; adalah merupakan kekhilafan

hakim atau suatu kekeliruan yang nyata;

Alasan-alasan yang diuraikan di atas merupakan dasar jaksa melakukan

peninjauan kembali atas putusan praperadilan dalam kasus Bibit dan Chandra.

KUHAP tidak mengatur secara jelas mengenai peninjauan kembali terhadap

putusan praperadilan yang diajukan oleh jaksa. KUHAP juga tidak mengatur

secara eksplisit mengenai peninjauan kembali yang diajukan oleh Jaksa.

Page 77: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Di bawah ini skema upaya hukum yang dilakukan oleh jaksa maupun

penuntut umum yang dibedakan menjadi dua alur pemeriksaan yakni pemeriksaan

praperadilan dan pemeriksaan perkara biasa.

Gambar 2. Skema upaya hukum yang dilakukan jaksa

Skema tersebut menggambarkan bahwa upaya hukum yang dilakukan

oleh jaksa dalam pemeriksaan praperadilan dan pemeriksaan perkara pidana biasa.

Pemeriksaan dalam perkara pidana biasa, jaksa dapat melakukan upaya hukum

yang dengan jelas diterangkan atau diatur dalam KUHAP terkecuali pengajuan

peninjauan kembali yang dilakukan oleh jaksa. Jaksa dapat melakukan upaya

hukum banding yang diajukan ke pengadilan tinggi sesuai dengan Pasal 63 jo.

Pasal 233 KUHAP. Selain upaya hukum banding, jaksa dapat melakukan upaya

hukum kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam

Perkara pidana biasa

Praperadilan

Peninjauan Kembali

Kasasi

Banding

Banding Pasal 83 ayat (2) KUHAP

Pasal 63 jo. 233 ayat (1) KUHAP

Pasal 244 KUHAP

Tersirat dalam Pasal 263 Ayat (3)

KUHAP

Upaya Hukum oleh Jaksa

Page 78: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

Pasal 244 KUHAP. Pengajuan peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar

biasa termasuk juga kasasi demi kepentingan hukum, peninjauan kembali diatur

dalam Pasal 263 KUHAP. Pada pasal tersebut terdiri atas tiga ayat yang

berbunyi:

”(1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.

(2) Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar:

a. Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntutan umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;

b. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagi dasar dan alasan putusan tang telah terbukti, itu ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;

c. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

(3) Atas dasar alasan yang sama sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.”

Pasal 263 KUHAP tidak menyebutkan secara tegas bahwa jaksa berhak

untuk mengajukan peninjauan kembali. Jaksa jelas adalah salah satu pihak dalam

sistem peradilan pidana kita. Jaksa mewakili kepentingan masyarakat atau negara,

meski dakwaan yang diajukan dipersidangan hanya menimbulkan korban bagi

seseorang saja.

KUHAP tidak diatur secara eksplisit mengenai kemungkinan bagi jaksa

untuk mengajukan peninjauan kembali, tetapi disiratkan sebagaimana terdapat

dalam Pasal 263 ayat (3). Ketentuan dimaksud menyebutkan bahwa terhadap

putusan pengadilan dapat diajukan peninjauan kembali apabila perbuatan yang

didakwakan dianggap terbukti namun tidak disertai dengan pemidanaan. Perihal

Page 79: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

putusan seperti itu membuat jaksa merasa tidak adil dan bukan terpidana atau ahli

warisnya sebab putusan seperti itu tidak merugikan mereka.

Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa, ”terhadap putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat

mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal

atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang”. Pasal 24 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 ini secara tidak langsung menyiratkan

bahwa yang dimaksud pihak-pihak yang bersangkutan yakni Jaksa Penuntut

Umum dan Terdakwa jika perkara tersebut perkara pidana. Dari ketentuan

tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa terhadap putusan Pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap, terdakwa dijatuhi putusan bebas atau lepas

dari segala tuntutan hukum maka jaksa sebagai pihak yang dapat mengajukan

peninjauan kembali, karena terpidana yang juga sebagai pihak yang

berkepentingan tentu tidak mungkin mengajukan permohonan peninjauan kembali

terhadap putusan seperti itu, karena Pasal 263 ayat (1) melarangnya dan dalam

logika tidak mungkin seorang diputus bebas atau lepas dari tuntutan hukum

mengajukan peninjauan kembali.

Ketentuan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 263 ayat (3) KUHAP

yang menyatakan bahwa “Atas dasar yang sama sebagaimana tersebut pada ayat

(2), terhadap suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap dapat diajukan permintaan Peninjauan kembali apabila dalam putusan itu

suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak

diikuti oleh suatu pemidanaan.” Di samping itu, Pasal 263 KUHAP, sama sekali

tidak melarang jaksa untuk mengajukan peninjauan kembali, sehingga oleh

karenanya jaksa dapat mengajukan peninjauan kembali. Selain itu, dalam Pasal 14

huruf i menyebutkan wewenang penuntut umum bahwa mengadakan tindakan lain

dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut

ketentuan undang-undang. Dalam hal mengadakan tindakan lain dapat ditarik

kesimpulan bahwa demi rasa keadilan jaksa dapat melakukan peninjauan kembali

Page 80: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

apabila perbuatan yang didakwakan dianggap terbukti namun tidak disertai

dengan pemidanaan.

Pemeriksaan dalam praperadilan, jaksa dapat melakukan upaya hukum

banding sebagaimana diatur dalam Pasal 83 ayat (2) KUHAP. Upaya hukum

banding ini dapat dilakukan terhadap putusan praperadilan yang menetapkan tidak

sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan yang untuk itu dapat dimintakan

putusan ahkir ke pengadilan tinggi. Upaya hukum kasasi dalam praperadilan tidak

dapat diajukan oleh jaksa karena melanggar Pasal 45 ayat (2) UU No. 5 Tahun

2004 tentang Mahkamah Agung. Sedangkan upaya hukum luar biasa pengajuan

peninjauan kembali oleh jaksa terhadap putusan praperadilan tidak terdapat aturan

yang mengaturnya.

Peninjauan kembali terhadap putusan praperadilan agaknya sulit

diterima oleh peradilan. Hal tersebut dikarenakan praperadilan dilakukan dengan

acara cepat sesuai dengan Pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP yang menyatakan

pemeriksaan dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim

harus sudah menjatuhkan putusannya. Putusan praperadilan juga dapat dilakukan

upaya hukum lain yakni upaya hukum banding. Putusan praperadilan yang dapat

dimintakan banding ke Pengadilan Tinggi diatur dalam Pasal 83 ayat (2) KUHAP.

Putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian

penyidikan atau penghentian penuntutan saja yang dapat diajukan banding.

Berdasarkan ketentuan Pasal 83 ayat (2) tersebut terhadap putusan yang

menetapkan sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, tidak dapat diajukan

banding; terhadap putusan yang menetapkan tentang tidak sahnya penghentian

penyidikan atau penuntutan, dapat diajukan permintaan banding; pengadilan

tinggi yang memeriksa dan memutus permintaan banding tentang tidak sahnya

penghentian penyidikan atau penuntutan, bertindak sebagai pengadilan yang

memeriksa dan memutus dalam tingkat akhir.

Ketentuan yang dinyatakan dalam Pasal 83 ayat (2) KUHAP tidak

semua putusan praperadilan yang menyangkut sah atau tidaknya penghentian

penyidikan atau penuntutan dapat diajukan permintaan banding dan hanya terbatas

Page 81: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

mengenai putusan yang berisi penetapan tentang tidak sahnya penghentian

penyidikan atau penuntutan. Putusan Pengadilan Tinggi dalam pemeriksaan

banding adalah merupakan putusan akhir bukan putusan tingkat terakhir. Sifat dari

putusan akhir adalah putusan yang sudah ”final” dan tidak lagi diajukan

permintaan pemeriksaan yang lain. hal tersebut mendasari bahwa peninjauan

kembali tidak dapat dilakukan dalam putusan praperadilan.

2. Putusan Mahkamah Agung atas Pengajuan Peninjauan Kembali oleh

Jaksa yang Mengakibatkan Alasan Kewenangan Jaksa dalam

Mengajukan Peninjauan Kembali tidak bisa Diterima

Mahkamah mengeluarkan putusan atas pengajuan peninjauan kembali

yang diajukan oleh Jaksa dalam putusan praperadilan kasus Bibit dan Chandra.

Dalam putusan itu hakim Mahkamah Agung menyatakan permohonan peninjauan

kembali dari pemohon peninjauan kembali : Kejaksaan Agung Republik

Indonesia, Cq. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Cq. Kejaksaan Negeri Jakarta

Selatan tersebut tidak dapat diterima. Putusan tersebut dikeluarkan oleh

Mahkamah Agung pada tanggal 7 Oktober 2010. Mahkamah Agung menganggap

bahwa Mahkamah Agung tidak berwenang untuk memeriksa perkara tersebut

karena pada dasarnya pengajuan peninjauan kembali tidak dapat diajukan dalam

putusan praperadilan. Praperadilan merupakan pemeriksaan sebelum sidang untuk

memeriksa pokok materi perkara.

Mahkamah Agung memutus peninjauan kembali yang diajukan jaksa

dalam putusan praperadilan kasus Bibit dan Chandra dengan memperhatikan

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dan

ditambah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua

dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan peraturan

perundang-undangan lainnya yang bersangkutan. Pada khususnya berdasarkan

Pasal 45 A ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang

Mahkamah Agung (MA) yang berbunyi :

Page 82: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

”1. Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi mengadili perkara yang memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh Undang-Undang ini dibatasi pengajuannya.

2. Perkara yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. putusan tentang praperadilan; b. perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1

(satu) tahun dan/atau diancam pidana denda; c. perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan

pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan.

3. Permohonan kasasi terhadap perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat-syarat formal, dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan ketua pengadilan tingkat pertama dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung.

4. Penetapan ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat diajukan upaya hukum.

5. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung.”

Pasal itu menyatakan Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi dapat

mengadili perkara, kecuali yang oleh undang-undang dibatasi pengajuannya, salah

satunya putusan praperadilan. Kasasi merupakan upaya hukum biasa yang

perkaranya diadili oleh Mahkamah Agung. Peninjauan kembali adalah upaya

hukum luar biasa, akan tetapi dalam hal ini peninjauan kembali tidak bisa

diajukan terhadap putusan praperadilan. Upaya hukum kasasi dalam praperadilan

tidak bisa dilakukan, apalagi upaya hukum peninjauan kembali. Hal ini yang

mendasari bahwa peninjauan kembali tidak diperbolehkan untuk diajukan

terhadap putusan praperadilan. Peraturan lain yang mendasari hal tersebut adalah

SEMA No. 7 Tahun 2005 yang juga mengatur soal praperadilan yang merupakan

penjelasan dari Pasal 45 A ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2004. Mahkamah Agung telah membuat sebuah yurisprudensi yang menyatakan

peninjauan Kembali hanya dapat diajukan untuk pokok perkara, bukan untuk

praperadilan yang menurut Mahkamah Agung bukan pokok perkara.

Ketentuan-ketentuan yang telah dinyatakan di atas merupakan dasar

hukum bahwa peninjauan kembali tidak diperbolehkan diajukan terhadap putusan

praperadilan. Kasus yang dibahas dalam penelitian ini yakni peninjauan kembali

Page 83: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

terhadap putusan praperadilan SKPP Bibit dan Chandra seharusnya tidak

diperbolehkan. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakpastian hukum. Pengajuan

peninjauan kembali yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum boleh dilakukan

walaupun tidak secara tegas namun hanya tersirat sebagaimana diatur dalam Pasal

263 KUHAP yaitu apabila perbuatan yang didakwakan dianggap terbukti namun

tidak disertai dengan pemidanaan akan tetapi terdapat batasan-batasannya.

Sedangkan pengajuan peninjauan kembali atas putusan praperadilan tersebut tidak

boleh dilakukan karena melanggar peraturan dan undang-undang. Peninjauan

kembali yang dilakukan oleh jaksa atas putusan praperadilan SKPP Bibit dan

Chandra tidak legal menurut ketentuan undang-undang dan peraturan yang

berlaku sebagaimana yang telah diuraikan dalam pembahasan di atas.

Mahkamah Agung pernah mengabulkan permohonan peninjauan kembali

atas putusan praperadilan yang diajukan jaksa, yaitu putusan No. 70PK/Pid/2006

dan 98PK/Pid/2007. Namun, bila dilihat lebih teliti, putusan tersebut tidak

memutus materi praperadilan. Alasan para pemohon mengajukan permohonan

peninjauan kembali adalah karena Pengadilan Tinggi telah melanggar dan

melampaui kewenangannya untuk memutus perkara praperadilan di luar apa yang

telah digariskan oleh Pasal 83 ayat (2) KUHAP. Peninjauan kembali tersebut

bukan diajukan untuk menguji materi praperadilan itu, akan tetapi untuk menguji

Pengadilan Tinggi dalam memutus perkara yang ditujukan untuk kesatuan hukum

(http:// www. leip. or. Id /kajian -putusan/ putusan- pidana/ 160-ekstrak -pk-

praperadilan- skpp- bibit- chandra.html<[ Senin, 13 Desember 2010 Pukul 11.00

WIB]).

Pada pembahasan ini akan menjelaskan mengenai argumentasi ataupun

alasan jaksa untuk berwenang atau tidaknya dalam mengajukan peninjauan

kembali terhadap putusan praperadilan. Sebelum menjelaskan mengenai pokok

bahasan akan dipaparkan dahulu mengenai wewenang penuntut umum. Penuntut

umum dan penuntutan diatur secara terpisah dalam KUHAP. Penuntut umum

diatur dalam Bab II, Bagian Ketiga, yang terdiri dari tiga pasal yakni Pasal 13

sampai dengan Pasal 15 sedangkan penuntutan diatur dalam Bab XV, mulai dari

Page 84: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

Pasal 137 sampai dengan Pasal 144. Terlepas dari cata pengaturan penuntut umum

dan penuntutan, bab dan bagian yang membicarakan penuntutan sangat sedikit

jika dibandingkan dengan bab dan bagian yang membicarakan penyidikan dan

ruang lingkup peradilan.

M. Yahya Harahap menyatakan bahwa hal ini didasarkan pada kenyataan

bahwa dengan adanya deferensiasi dan spesifikasi fungsional secara institusional

yang menempatkan penuntut umum dalam fungsi penuntutan dan pelaksanaan

putusan peradilan maka fungsi penuntut umum tidak berbelit-belit lagi dan sudah

disederhanakan dalam suatu fungsi dan wewenang yang jelas sehingga pengaturan

dalam KUHAP dapat diatur dalam suatu bab dan beberapa pasal (M. Yahya

Harahap,2000:364 ).

Penuntut umum adalah jaksa yang diberikan wewenang oleh undang-

undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.

Adapun wewenang penuntut umum sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 14

KUHAP yaitu sebagai berikut:

a) menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau

penyidik pembantu;

b) mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dan

memperhatikan ketentuan Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP, dengan

memberikan petunjuk dalam rangkapenyempurnaan penyidikan dari

penyidik;

c) memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan dan

penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya

dilimpahkan oleh penyidik;

d) membuat surat dakwaan;

e) melimpahkan perkara ke pengadilan;

f) menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari

dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada

Page 85: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah

ditentukan;

g) melakukan penuntutan;

h) menutup perkara demi kepentingan hukum;

i) mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dang tanggung jawab

sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;

j) melaksanakan penetapan hakim.

Jaksa Penuntut umum juga mempunyai wewenang sebagaimana telah

diatur dalam Pasal 137 KUHAP. Di mana dalam pasal tersebut menyatakan

bahwa Jaksa Penuntut Umum berwenang untuk melakukan penuntutan tehadap

siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya

dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili. Selain

itu, jaksa penuntut umum juga diberi wewenang untuk memutuskan menghentikan

penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut teryata bukan

merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, Jaksa Penuntut

Umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan, apabila kemudian ternyata

ada alasan baru Jaksa Penuntut Umum dapat melakukan penuntutan terhadap

tersangka. Hal tersebut sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 140 ayat (2)

KUHAP.

Jaksa Penuntut Umum dengan wewenangnya dapat melakukan suatu hal

dalam penuntutan yaitu menuntut suatu perbuatan yang telah dilakukan oleh

terdakwa dengan maksud untuk menciptakan rasa keadilan. Hakim adalah

manusia yang juga dapat melakukan suatu kekeliruan ataupun kekhilafan dalam

memutus suatu perkara sebagaimana telah diatur dalam Pasal 263 ayat (2) huruf c

KUHAP. Wewenang Jaksa Penuntut Umum sebagai wakil dari negara atau

pengacara negara melakukan suatu upaya hukum jika dalam putusan tersebut

terdapat kekeliruan ataupun kekhilafan yang dilakukan oleh hakim. Selain itu,

dalam perkara pidana Jaksa Penuntut Umum juga berperan sebagai pengacara

Page 86: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

untuk kepentingan korban dari suatu tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa

untuk memperoleh rasa keadilan.

Jaksa Penuntut Umum berwenang untuk melakukan penuntutan terhadap

seseorang yang melakukan suatu tindak pidana setelah berkas perkaranya

dilimpahkan dari kepolisian ke tingkat kejaksaan. Apabila berkas perkara dari

kepolisian belum sempurna maka kejaksaaan akan menyatakan P-19 atau berkas

perkara yang dilimpahkan ke tingkat kejaksaan belum lengkap dan belum

sempurna. Kemudian perkara tersebut akan dikembalikan ke kepolisian untuk

dilengkapi dan disempurnakan terlebih dahulu. Setelah berkas dilengkapi dan

disempurnakan oleh kepolisian maka berkas tersebut akan dilimpahkan kembali

ke tingkat kejaksaan.

Berkas perkara yang telah dinyatakan P-21 atau sempurna akan diperiksa

oleh kejaksaan apakah layak untuk dilakukan penuntutan. Apabila berkas perkara

yang telah dilimpahkan dari kepolisian ke tingkat kejaksaan tidak cukup bukti

atau ternyata bukan merupakan tindak pidana maka Jaksa Penuntut Umum

memutuskan untuk menghentikan penuntutan atau perkara ditutup demi hukum.

Apabila kemudian ternyata ada alasan baru, Jaksa Penuntut Umum dapat

melakukan penuntutan kembali terhadap tersangka. Hal ini sebagaimana telah

diatur dalam Pasal 140 KUHAP. .

Wewenang Jaksa Penuntut Umum sebagaimana yang diatur dalam Pasal

14 huruf i KUHAP yaitu ” mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan

tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini”,

secara eksplisit telah memberikan kewenangan terhadap jaksa untuk melakukan

suatu wewenang lain yaitu dengan melakukan suatu perbuatan ataupun tindakan

lainnya sesuai dengan undang-undang.

Pasal 14 huruf i KUHAP menyebutkan bahwa ”mengadakan tindakan

lain”, tindakan lain tersebut tidak lain adalah pemberian wewenang terhadap Jaksa

Penuntut Umum untuk melakukan wewenang lainnya. Tindakan lainnya

dipresentasikan sebagai wewenang lainnya yang diberikan kepada jaksa penuntut

umum. Jaksa menilai bahwa hal tersebut dapat diartikan sebagai wewenang untuk

Page 87: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

mengajukan upaya hukum peninjauan kembali walaupun dalam KUHAP tidak

diatur secara tegas mengenai peninjauan kembali yang dilakukan oleh Jaksa. Pada

pembahasan pertama sudah diterangkan, walaupun KUHAP tidak mengatur secara

tegas mengenai peninjauan kembali yang dilakukan oleh jaksa akan tetapi secara

tersirat dalam Pasal 263 ayat (3) memperbolehkan jaksa untuk melakukan

peninjauan kembali. Peninjauan kembali dapat dilakukan jaksa apabila perbuatan

yang didakwakan dianggap terbukti namun tidak disertai dengan pemidanaan.

Dengan kata lain, jaksa diperbolehkan untuk melakukan wewenangnya demi

menciptakan rasa keadilan dengan melakukan upaya peninjauan kembali terhadap

putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam hal perbuatan yang

didakwakan dianggap terbukti namum tidak disertai dengan pemidanaan. Hal ini

tentu saja akan mencoreng rasa keadilan bagi para pencari keadilan.

Kewenangan jaksa untuk melakukan upaya hukum peninjauan kembali

terhadap putusan praperadilan SKPP Bibit dan Chandra merupakan suatu

terobosan hukum yang membuat ketidakpastian hukum. Sebagaimana yang telah

diuraikan dalam pembahasan yang pertama bahwa tidak legal jika suatu

peninjauan kembali diajukan terhadap putusan praperadilan. Jaksa Penuntut

Umum boleh saja tidak keberatan terhadap putusan banding yang diputus oleh

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Selain itu, jaksa juga mempunyai alasan-alasan

untuk dilakukannya upaya peninjauan kembali. Jaksa beralasan bahwa adanya

keadaan baru atau novum, putusan yang bertentangan dan kekhilafan hakim. Akan

tetapi, tidak hanya dengan alasan itu Jaksa Penuntut Umum dapat begitu saja

melakukan wewenangnya untuk melakukan peninjauan kembali atas putusan

praperadilan SKPP Bibit dan Chandra. Hal ini dikarenakan sudah ada kententuan

bahwa terhadap putus dan praperadilan tidak dapat diajukan upaya hukum lain

kecuali banding.

Hal tersebut diatur pada ketentuan yang dinyatakan dalam Pasal 83 ayat

(2) KUHAP tidak semua putusan praperadilan yang menyangkut sah atau

tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan permintaan

banding dan hanya terbatas mengenai putusan yang berisi penetapan tentang tidak

Page 88: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan. Putusan Pengadilan Tinggi

dalam pemeriksaan banding adalah merupakan putusan akhir bukan putusan

tingkat terakhir. Sifat dari putusan akhir adalah putusan yang sudah final dan tidak

lagi diajukan permintaan pemeriksaan yang lain. Hal tersebut mendasari bahwa

peninjauan kembali tidak dapat dilakukan dalam putusan praperadilan. Selain itu,

berdasarkan Pasal 45 A ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004

tentang Mahkamah Agung (MA) dan penjelasannya yakni SEMA No. 7 Tahun

2005 yang juga mengatur soal praperadilan.

Peninjauan kembali yang dilakukan oleh jaksa atas putusan praperadilan

SKPP Bibit dan Chandra merupakan terobosan hukum yang akan membuat

ketidakpastian hukum. Jaksa terlalu memaksakan wewenangnya untuk melakukan

suatu upaya hukum demi mempertahankan keputusannya yaitu diterbitkannya

SKPP Bibit dan Chandra tanggal 1 Desember 2009, dengan SKPP Nomor : Tap-

01/0.1.14/Ft.1/12/2009 tanggal 01 Desember 2009 untuk tersangka Chandra

Hamzah dan SKPP Nomor : Tap-02/0.1.14/Ft.1/12/2009 tanggal 01 Desember

2009 untuk tersangka Bibit Samad Riyanto oleh Jaksa Agung. Hal tersebut

menjadi dasar bahwa peninjauan kembali terhadap putusan praperadilan SKPP

Bibit dan Chandra tidak dapat dilakukan. Secara implisit mengartikan bahwa jaksa

tidak berhak atau tidak berwenang mengajukan peninjauan kembali terhadap

putusan praperadilan SKPP Bibit dan Chandra. Hal tersebut dianggap

kewenangan jaksa tidak sesuai dengan undang-undang dan peraturan hukum yang

berlaku.

Putusan Mahkamah Agung yang menyatakan peninjauan kembali yang

diajukan Jaksa dalam putusan praperadilan kasus SKPP Bibit dan Chandra ditolak

karena Mahkamah Agung tidak berwenang dalam memeriksa perkara tersebut.

Argumentasi alasan Jaksa yang dimenjadi dasar dalam mengajukan peninjuan

kembali ditolak karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Mahkamah Agung menolak semua alasan yang digunakan Jaksa karena

hakim Mahkamah Agung menilai putusan praperadilan tidak dapat dimintakan

peninjauan kembali. Hal ini dikarenakan praperadilan masih belum menyentuh

Page 89: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

pokok perkara yang akan diperiksa. Praperadilan hanya memeriksa mengenai sah

atau tidaknya penangkapan dan penahanan, sah atau tidaknya penghentian

penyidikan dan penuntutan, dan permintaaan ganti kerugian atau rehabilitasi. Hal

tersebut sebagaimana telah diatur dalam Pasal 45 A ayat (2) huruf a Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 2004. Dalam putusan tersebut, secara tidak langsung

menyatakan bahwa jaksa tidak berhak mengajukan peninjauan kembali atas

putusan praeradilan kasus Bibit dan Chandra dan pengajuan peninjauan yang

diajukan oleh jaksa tidak legal.

Page 90: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam bab hasil penelitian dan

pembahasan, maka Penulis dapat merumuskan simpulan sebagai berikut:

Upaya peninjauan kembali terhadap putusan praperadilan SKPP Bibit dan

Chandra yang diajukan oleh jaksa merupakan suatu tindakan yang tidak legal.

Selain itu, Jaksa Penuntut Umum tidak berhak atau tidak berwenang

melakukan upaya peninjauan kembali terhadap putusan praperadilan SKPP

Bibit dan Chandra. Hal ini dikarenakan jaksa dianggap melanggar Pasal 45 A

ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan Surat Edaran

Mahkamah Agung (SEMA) No. 7 Tahun 2005 yang juga mengatur tentang

praperadilan. Mahkamah Agung mengeluarkan putusan peninjauan kembali

yang menyatakan tidak dapat menerima permohonan peninjauan kembali yang

diajukan jaksa atas putusan praperadilan kasus SKPP Bibit dan Chandra.

Mahkamah Agung menolak argumentasi jaksa dalam alasan yang diajukan

sebagai dasar pengajuan peninjauan kembali atas putusan praperadilan kasus

SKPP Bibit dan Chandra.

B. Saran

1. Dilakukannya perubahan KUHAP dan harus dibuat aturan yang jelas dan

tegas mengenai upaya hukum peninjauan kembali sehingga tidak timbul

penafsiran yang dapat membuat kebingungan para penegak hukum dan

pencari keadilan.

2. Jaksa Penuntut Umum harus melakukan suatu upaya hukum yang sesuai

dengan undang-undang ataupun aturan hukum yang berlaku dan tidak

Page 91: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id TINJAUAN ...eprints.uns.ac.id/7723/1/192581011201107491.pdfMelengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

membuat terobosan hukum yang akan menimbulkan suatu ketidakpastian

hukum.

3. Jaksa harus menggunakan wewenangnya sesuai dengan undang-undang

ataupun aturan hukum yang berlaku.

4. Hendaknya Jaksa Agung bersikap tegas dalam menutup perkara Bibit dan

Chandra yang terindikasi rekayasa kasus oleh Anggodo widjoyo dengan

mengeluarkan deponering dan bukan Surat Ketetapan Penghentian

Penuntutan (SKPP).