perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id cerita rakyat .../cerita... · perundang-undangan...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
CERITA RAKYAT KABUPATEN BLORA
(SUATU KAJIAN STRUKTURALISME DAN NILAI EDUKATIF)
TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratanmencapai derajat
MagisterProgram Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Oleh :
DyanNovitaRatriani
S841102006
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
CERITA RAKYAT KABUPATEN BLORA
(SUATU KAJIAN STRUKTURALISME DAN NILAI EDUKATIF)
Oleh
DyanNovitaRatriani
S841102006
TESIS
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Magister
Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul “Cerita Rakyat Kabupaten Blora Suatu Kajian
Strukturalisme dan Nilai Edukatif” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan
bebas plagiat, tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain
untuk memperoleh gelar akademik, serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis
digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan
serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam
karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan (Permendiknas No. 17 Tahun 2010).
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain
harus seizin dan menyertakan pembimbing sebagai author dan PPs UNS
sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester
(enam bulan sejak pengesahan tesis) saya tidak melakukan publikasi dari
sebagian atau keseluruhan tesis ini, maka Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia
PPs-UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh
Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia PPs-UNS. Apabila saya melakukan
pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapat sanksi
akedemik yang berlaku.
Surakarta, Juli 2012
Mahasiswa,
DyanNovitaRatriani S841102006
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi
kenikmatan hidup dan kemudahan kepada hamba-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan
gelar Magister Pendidikan.
Penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr.Ir. Ahmad Yunus, M.S., DirekturProgram Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret yang telah memberikan izin penulisan tesis;
2. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd., Ketua Program Pendidikan Bahasa
Indonesia PPs-UNS yang telah memberikan izin penulisan tesis;
3. Prof. Dr. ST. Y. Slamet, M. Pd., selaku pembimbing I danDr. Nugraheni E.
Wardhani, M.Hum., selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
arahan, dan dorongan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan
dengan lancar;
4. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Bahasa Indonesia PPs-UNS yang
telah membantu penulis selama menimba ilmu di Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret;
5. Bapak Supangkat, Bapak Prawiro, Bapak Soegiyanto, Bapak Sumarno, Bapak
Samsirin, yang berkenan menjadi informan dalam penelitian ini;
6. Ibu, Bapak, Dyan Ayu, Dyan Bagus dan keluarga di rumah yang senantiasa
mampu memotivasi penulis untuk menghadirkan karya yang lebih baik; dan
7. Teman-teman S2 PBI UNS yang mampu menjadi mitra belajar yang baik.
Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang membangun penulis harapkan untuk perbaikan. Penelitian lain
yang berkaitan dengan kajian yang sama juga diperlukan sebagai rujukan dan
perluasan wilayah kajian sejenis. Akhirnya, penulis berharap tesis ini dapat
bermanfaat dan menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi para pembaca.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DyanNovitaRatriani. S841102006. 2012. CERITA RAKYAT KABUPATEN BLORA SUATU KAJIAN STRUKTURALISME DAN NILAI EDUKATIF.TESIS.Pembimbing 1: Prof. Dr. ST. Y. Slamet, M. Pd., II: Dr. Nugraheni E. Wardhani, M.Hum. Program StudiPendidikanBahasa Indonesia, Program PascasarjanaUniversitasSebelasMaret Surakarta.
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan jenis-jenis cerita rakyat
Kabupaten Blora, (2) membahas struktur cerita rakyat Kabupaten Blora, (3) menjelaskan nilai edukatif yang terkandung dalam cerita rakyat Kabupaten Blora.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Dalam penelitian ini informasi dideskripsikan secara teliti dan analisis. Strategi penelitian yang yang digunakan adalah studi kasus tunggal yang dilakukan pada satu karakteristik dan satu sasaran (subjek), yaitu cerita rakyat Kabupaten Blora. Data penelitian dikumpulkan melalui beberapa sumber yaitu, informan, tempat benda-benda fisik, dan dokumen. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi observasi langsung, perekaman, wawancara dan analisis dokumen. Teknik cuplikan (sampling) yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik validasi data yang digunakan adalah triangulasi data/sumber dan triangulasi metode. Teknik validasi data lain yang digunakan adalah review informan. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis model interaktif (interactive model of analysis).
Cerita rakyat Kabupaten Blora yang dihimpun dan dianalisis dalam penelitian ini berjumlah lima, yaitu (1) cerita rakyat “Punden Janjang”, (2) cerita rakya “Desa Watu Brem dan Desa Pojok Watu”, (3) cerita rakyat “Terjadinya Desa Gersi”, (4) cerita rakyat “Maling Kentiri”, dan (5) cerita rakyat “Kiai Anggayuda dan Keramat Sambong”. Cerita rakyat Kabupaten Blora tersebut diklasifikasikan legenda, yaitu dalam kelompok legenda perorangan dan legenda setempat.Secara umum cerita rakyat Kabupaten Blora tersebut berisi dan bertema asal-usul terjadinya suatu tempat. Alur cerita yang digunakan dalam cerita rakyat Kabupaten Blora tersebut adalah alur maju atau alur lurus. Tokoh yang dominan dalam cerita rakyat Kabupaten Blora adalah manusia yang digambarkan sebagai manusia yang memiliki kesaktian tertentu dan berwatak baik. Latar tempat dan latar sosial lebih banyak digunakan dalam cerita rakyat Kabupaten Blora daripada latar lainnya. Dalam cerita rakyat Kabupaten Blora juga terkandung amanat yang cukup bervariasi. Nilai edukatif yang terkandung di dalam cerita rakyat Kabupaten Blora meliputi nilai pendidikan moral, nilai pendidikan adat, nilai pendidikan agama, dan nilai pendidikan kepahlawanan.
Kata kunci: cerita rakyat, strukturalisme, nilai didik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DyanNovitaRatriani. 2012. FOLKLORE OF BLORA DISTRICT : A STUDY OF STRUCTURALISM AND EDUCATIONAL VALUES. THESIS. Supervisor I: Prof. Dr. ST. Y. Slamet, M. Pd., II: Dr. Nugraheni E. Wardhani, M.Hum.Indonesian Education Department of Postgraduate Program of SebelasMaretUniversity.Thesis.
ABSTRACT This study aims to (1) describe the types of folklore in Blora district, (2)
discuss the structure of folklore in Blora district, (3) explain the educational value contained in folklore of Blora District. Explanation of folklore’s types in Blora district that are classified into legend.
This research is a qualitative descriptive study. In this research, informations are described in meticulous and analysis. Research strategy used here is a single case study conducted on one characteristic and one target (subject), e.g. the District Blora folklore. The research’s data are gathered through several sources, namely, the informant, physical objects places, and documents. Data collection techniques used included direct observation, recording, interviews and document analysis. Technique that is used in taking samples (sampling) is purposive sampling. Data validation techniques used is triangulation of data / sources and methods triangulation. Other data validation techniques used arethe informants review. Analysis technique used is an interactive model analysis (interactive models of analysis).
Blora District folklore collected and analyzed in this research are five, namely (1) folklore “punden Janjang”, (2) Folklore “Desa Watu Brem dan Desa Pojok Watu”, (3) folklore “TerjadinyaDesaGersi” , (4) folklore “MalingKentiri”, and (5) folklore “KiaiAnggayudadanKeramatSambong”. Folklores in Blora district are classified into legends, especially the legend of individuals and local legends.In general, the Blora District folklore themed and showed the origins of a place. The plot type used in Blora district folklore is a straight or forward plot. The dominant figure in folklore Blora District is a human who is described as a man who has a certain magic power and good character. Place and social background are more widely used in Blora district folklore, than the other background. In Blora district folklores also contain various messages. Educational value contained in the folklore of Blora district includes the value of moral education, the value of custom education, the value of religious education, and educational value of heroism. Keywords:folklore, structuralism, educational value.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
MOTTO
“Semakin tinggi sekolah, bukan berarti semakin menghabiskan makanan
orang lain. Harus semakin mengenal batas.”
(Pramudya Ananta Toer)
“Jangan pernah meremehkan kemampuan seorang manusia
karena Tuhan pun tidak pernah.”
(Donny Dirgantara)
“Yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan adalah dapat mencintai,
dapat iba hati, dan dapat merasai kedukaan.”
(Soe Hok Gie)
“Kesadaran adalah matahari. Kesabaran adalah bumi. Keberanian menjadi
cakrawala. Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.”
(WS. Rendra)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
PERSEMBAHAN
Kusuntingkan tesis ini untuk anugerah dan
harta karun luar biasa yang Allah titipkan di awal perjalanan hidupku:
Ibu, Bapak,
DyanAyu, DyanBagus,
Mas TokohWijoyo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iii
PENGESAHAN PENGUJI .............................................................................. iv
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN HAK PUBLIKASI ......................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................................... viii
MOTTO ........................................................................................................... ix
PERSEMBAHAN ............................................................................................ x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. LatarBelajarMasalah ...................................................................... 1
B. RumusanMasalah ........................................................................... 5
C. TujuanMasalah ............................................................................... 5
D. ManfaatPenelitian .......................................................................... 6
BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,
KERANGKA BERPIKIR
A. KajianTeori .................................................................................... 8
1. HakikatCeritar Rakyat ............................................................. 8
2. HakikatStrukturCerita............................................................... 25
3. NilaiEdukatifdalamKaryaSastra ............................................... 36
B. Penelitian yang Relevan ................................................................. 42
C. KerangkaBerpikir ........................................................................... 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB III METODE PENELITIAN
A. TempatdanWaktuPenelitian ........................................................... 48
B. Bentuk/StrategiPenelitian ............................................................... 50
C. Data Sumber Data .......................................................................... 49
D. TeknikPengumpulan Data .............................................................. 51
E. TeknikCuplikan/Sampling ............................................................. 52
F. TeknikValidasi Data....................................................................... 52
G. TeknikAnalisis Data ....................................................................... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. DeskripsiLatarPenelitian ................................................................ 54
1. DeskripsiLetakGeografis.......................................................... 54
2. Luas Wilayah KabupatenBlora ................................................ 55
3. PendudukdanAdatIstiadatMasyarakatKabupatenBlora............ 56
4. KondisiSosialdanEkonomiMasyarakatKabupatenBlora .......... 57
5. Agama danKepercayaanMasyarakatKabupatenBlora .............. 60
6. BahasaPendudukKabupaten ..................................................... 61
7. KedudukandanFungsiCerita Rakyat KabupatenBlora ............. 62
B. HasilPenelitian ...............................................................................
1. Jenis-JenisCerita Rakyat KabupatenBlora ............................... 64
2. StrukturCerita Rakyat KabupatenBlora ................................... 71
3. NilaiEdukatifDalamCerita Rakyat KabupatenBlora ................ 115
C. Pembahasan .................................................................................... 129
1. Jenis-JenisCerita Rakyat KabupatenBlora ............................... 130
2. StrukturCerita Rakyat KabupatenBlora ................................... 136
3. NilaiEdukatifCerita Rakyat KabupatenBlora ........................... 140
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................... 143
B. Implikasi ......................................................................................... 144
C. Saran .............................................................................................. 148
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 150
LAMPIRAN .................................................................................................... 153
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.RincianWaktudanJadwalKegiatanPenelitian.......................... ............ 49
Tabel 2.PenggunaanLahanKabupatenBlora……………………........... .......... 55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.KerangkaBerpikir…………………………………………… ........ 47
Gambar 2.Analisis Model Interaktif…………………………................ ........ 53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.CatatanLapanganHasilWawancara…………………...... ............. 154
Lampiran 2.CatatanLapanganHasilWawancara…………………...... ............. 161
Lampiran 3.CatatanLapanganHasilWawancara…………………...... ............. 167
Lampiran 4.CatatanLapanganHasilWawancara…………………...... ............. 173
Lampiran 5.CatatanLapanganHasilWawancara ............................................... 180
Lampiran 6.Foto ............................................................................................... 187
PermohonanIjinPenelitian……………………………………………. ........... 197
SuratRekomendasiRiset / Survey ..................................................................... 198
SuratIjinRiset / Survey ..................................................................................... 199
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia terdapat banyak produk kebudayaan baik yang berupa
kebudayaan materi yang kasat mata maupun budaya nonmateri yang berupa adat
istiadat, norma, aturan tradisi serta budaya-budaya lisan yang berkembang di
masyarakat, salah satu aspek penting dari produk budaya tersebut adalah cerita
rakyat. Cerita rakyat merupakan bagian dari bentuk budaya lisan yang
berkembang di masyarakat sejak dahulu.
Sastra-sastra lisan banyak menggambarkan kondisi masyarakat pada masa
dahulu. Sastra lisan memiliki ketertarikan dengan realitas sosial dalam kehidupan
masyarakat, sebagai cerminan yang dapat digunakan untuk melihat realitas
tersebut. Banyak hal yang bermanfaat yang dapat diperoleh dari sebuah cipta
sastra ketika apresiasi itu dilakukan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, menyebabkan daya apresiasi masyarakat menipis dan terkikis. Cerita-
cerita rakyat sebagai salah satu bentuk karya sastra sekan-akan tergeser. Cerita-
cerita rakyat yang sebenarnya banyak mengandung falsafah hidup dan nilai-nilai
yang positif yang relevan dengan kehidupan masyarakat kurang dikenali oleh
kaum muda.
Kaum muda sekarang seakan-akan asing dan terkesan tidak mau tahu
tentang cerita rakyat di lingkungannya, dan untuk sekedar mendengarkan cerita
dari orang tuanya juga enggan dilakukan kaum muda. Berbeda dengan masa lalu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
cerita rakyat diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya dengan cara
dituturkan atau didongengkan menjelang tidur atau ketika sedang bersantai penuh
keakraban antara orang tua dan anaknya. Situasi yang demikian ini sekarang
sudah sangat jarang ditemui.
Tradisi dongeng ataupun tradisi tutur lisan hendaknya tetap melekat pada
anak-anak, meskipun penyampaiannya hanya sebatas cerita pengantar tidur.
Tradisi ini akan membekas dalam memori anak-anak dalam kehidupannya. Orang
tua, guru, lingkungan masyarakat sebagai pendidik seharusnya lebih mengenalkan
cerita-cerita rakyat atau yang berupa dongeng yang dapat ditemukan dan berada di
daerah masing-masing di seluruh Indonesia, yang sebenarnya banyak
mengandung falsafah dan nilai-nilai positif pendidikan budi pekerti yang sangat
relevan dengan budaya dan kehidupan bangsa Indonesia.
Sebenarnya banyak manfaat penting yang bisa diambil dari berbagai cerita
rakyat yang ada dan masih hidup di masyarakat. Melalui cerita rakyat, bisa kita
ketahui bagaimana kondisi sosial budaya masyarakat di masa itu. Selain itu kisah
para tokoh dalam cerita rakyat seringkali mencerminkan sikap-sikap tertentu
seperti keteladanan, kehebatan, kebaikan, kebajikan yang perlu dicontoh, maupun
sikap-sikap keburukan, kelicikan, kedustaan, kejahatan yang harus ditinggalkan
dan dijauhi. Dalam cerita rakyat ada pesan moral tertentu yang ingin disampaikan
kepada masyarakat. Namun demikian, karena penyampaiannya secara lisan, maka
tak jarang kita mendapatkan cerita yang tidak utuh atau tidak lengkap. Di sana-
sini terjadi penambahan maupun pengurangan alur cerita, tergantung siapa
penuturnya, sehingga kadang-kadang keaslian cerita sering kabur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Bertolak dari kondisi tersebut, maka inventarisasi serta pendokumentasian
sebuah cerita rakyat sangat penting dilakukan. Apalagi tradisi tutur
mendongengdalam kehidupan masyarakat kali ini semakin berkurang bahkan
cenderung menghilang. Hilangnya sebuah cerita rakyat dalam memori seseorang
berarti akan hilang pula sebagian nilai budaya yang cukup penting bagi kehidupan
masyarakat. Keberadaan penutur cerita juga semakin langka dan dengan
hilangnya cerita rakyat mengakibatkan akan hilangnya sumber-sumber
kebudayaan yang mengandung nilai moral, pendidikan, sejarah, agama, dan
sebagainya.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka cerita rakyat perlu dilestarikan
sebagai warisan budaya bangsa dan kekayaan budaya. Sudah seharusnya kita mau
belajar memahami, gemar, dan berani memulai untuk menginventarisasikan dan
membukukan cerita rakyat di lingkungan kita, sekaligus mempopulerkannya.
Seperti yang juga telah diuraikan di atas, dewasa ini narasumber cerita rakyat
sangat minim jumlahnya disebabkan telah meninggal dan tidak menggenerasikan
cerita itu pada keturunannya. Masyarakat masa kini juga tidak peduli lagi terhadap
cerita-cerita rakyat yang ada di lingkungannya. Untuk itu diperlukan usaha
mendokumentasikan untuk melestarikan cerita-cerita rakyat yang hidup di
masyarakat setempat agar tetap terjaga keberadaannya.
Penelitian tentang cerita rakyat ini dilakukan dengan alasaningin
mendokumentasikan cerita rakyat yang ada di Kabupaten Blora, membukukan dan
menginventarisasikan serta mempopulerkan keberadaannya, menggali nilai-nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
edukatifnya untuk dapat digunakan sebagai salah satu sumber pengetahuan sastra
daerah, khususnya sebagai unsur kekayaan budaya Indonesia pada umumnya.
Keanekaragaman jenis cerita rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia
khususnya di Kabupaten Blora sangat banyak dan sebagian besar memiliki
bentuk, isi, struktur, serta muatan yang terkandung dalam cerita rakyat tersebut
dapat digali dan ditemukan nilai-nlai edukatifnya, misalnya nilai sejarah, nilai
sosial budaya, nilai semangat kepahlawanan, nilai moralitas, dan nilai-nilai positif
lainnya.
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi agar penelitian ini lebih terarah
dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu antara lain: (1) jumlah cerita rakyat
di Kabupaten Blora sangat banyak, (2) secara geografis letak wilayah Kabupaten
Blora luas, (3) hampir setiap kecamatan di Kabupaten Blora terdapat cerita rakyat
bahkan satu kecamatan memiliki bermacam-macam cerita rakyat.
Lokasi penelitian cerita rakyat Kabupaten Blora berada di Desa Jajang
Kecamata Jiken yaitu Legenda Punden Janjang, Desa Sambong Kecamatan
Sambong yaitu Legenda Kyai Anggayuda dan Kramat Sambong, Legenda Maling
Genthiri di Desa Kawengan Jepon, Terjadinya Desa Gersi di Desa Gersi Jepon
dan Legenda Watu Brem/Desa Pojok di Desa Pojok.
Dipilihnya lokasi penelitian cerita rakyat tersebut didasari pertimbangan
bahwa dilokasi-lokasi tersebut terdapat atau memlilki cerita-cerita yang dikenal
oleh masyarakat setempat berupa peninggalan-peninggalan benda fisik, makam,
tempat-tempat yang dikeramatkan, semuanya berkaitan erat dengan tokoh sejarah
yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara, prasasti, petilasan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
penemuan arca-arca purkakala, dan lain-lain. Kajian strukturalisme dan nilai
edukatif cerita rakyat Kabupaten Blora diharapkan nantinya dapat member
manfaat positif bagi masyarakat di Kabupaten Blora Khususnya dan menambah
kekayaan budaya.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Berupa apa sajakah jenis-jenis cerita rakyat di Kabupaten Blora?
2. Bagaimanakah struktur cerita rakyat di Kabupaten Blora?
3. Bagaimanakah nilai edukatif yang terkandung dalam cerita rakyat di
Kabupaten Blora?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menginventariskan, mendokumentasikan
serta mempopulerkan cerita rakyat yang ada di Kabupaten Blora,
mendeskripsikan struktur cerita rakyat di Kabupaten Blora, serta
mendeskripsikan nilai-nilai edukatif yang terkandung dalam cerita rakyat di
Kabupaten Blora.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
a. Mendeskripsikan dan menjelaskan jenis-jenis cerita rakyat di Kabupaten
Blora.
b. Mendeskripsikan dan menganalisis struktur cerita rakyat di Kabupaten
Blora meliputi isi cerita, tema, alur cerita/plot, tokoh, latar/setting, dan
amanat yang terdapat dalam cerita rakyat di Kabupaten Blora.
c. Mendeskripsikan muatan nilai edukatif yang terkandung dalam cerita
rakyat Kabupaten Blora meliputi nilai pendidikan, pendidikan adat,
pendidikan agama/religi, dan nilai pendidikan kepahlawanan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk memperkaya
khasanah pengetahuan sastra, khususnya sastra lisan dan kesusastraan
Indonesia.
b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian dan pembanding bagi
peneliti peminat dan pemerhati cerita rakyat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pemerintah Kabupaten Blora
Sebagai bahan acuan untuk menentukan kebijakan pemerintak dalam
usaha melestarikan dan memasyarakatkan sekaligus mempopulerkan
cerita-cerita rakyat yang ad di Kabupaten Blora, meningkatkan potensi
pariwisata, utamanya objek-objek wisata budaya yang ada di Kabupaten
Blora.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
b. Bagi Masyarakat Blora
Sebagai sumber informasi dan pengetahuanmengenai kekayaan budaya
Blora berupa cerita rakyat berwujud prasasti, monumen, benda-benda
pusaka (senjata perang masa lampau), makam yang dikeramatkan, sebagai
warisan budaya bangsa.
c. Bagi Sekolah-Sekolah di Kabupaten Blora
Sebagai bahan materi pelajaran bahasa Indonesia, bahan pembinaan
pengembangan pengajaran apresiasi sastra Indonesia, meningkatkan minat
baca pelajar untuk lebih mengenali dan memahami keragaman budaya
lingkungan sendiri, memperkaya wawasan budaya nusantara pada
umumnya dan melestarikan budaya daerah berupa adat dan istiadat
khususnya di Kabupaten Blora.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,
DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teori
1. Hakikat Cerita Rakyat
a. Pengertian Cerita Rakyat
Cerita rakyat disamakan pengertiannya dengan folklor yang merupakan
pengindonesiaan dari kata Inggris folklore yang berasal dari kata folk dan lore.
Folk berarti masyarakat, yaitu sekelompok orang yang mempunyai ciri-ciri
pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok
lainnya, sedangkan lore merupakan tradisi folk, yaitu kebudayaan.
Cerita rakyat bagian dari folklore, yang mempunyai satu pengertian lebih
luas. Folklore adalah suatu istilah yang diadaptasi untuk menyebutkan istilah
cerita rakyat. Folklore merupakan suatu istilah dari abad kesembilanbelas untuk
menunjuk lisan tradisional dan pepatah-pepatah petani Eropa, dan kemudian
diperlukan sehingga meliputi tradisi lisan yang terdapat di semua masyarakat
(Haviland, 1993: 229).
Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi suatu masyarakat melalui
bahasa tutur yang berhubungan langsung dengan berbagai aspek budaya, seperti
agama dan kepercayaan, undang-undang, kegiatan ekonomi, sistem kekeluargaan,
dan sususnan nilai sosial masyarakat tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Cerita rakyat diwariskan secara secara turun temurun dari satu generasi ke
generasi berikutnya dalam masyarakat tertentu, tradisi lisan (oral tradision) ini
hampir sering disamakan dengan folklore, karena didalamnya tercakup pula
tradisi lisan (Suwardi Endraswara, 2005:3). Cerita rakyat adalah tubuh ekspresif
budaya, termasuk cerita, musik, tari legenda, sejarah lisan, peribahasa, lelucon,
kepercayaan. Adat istiadat, dan sebagainya dalam kurun waktu tertentu penduduk
yang terdiri dari tradisi (termasuk tradisi lisan) itu budaya, subkultur anak muda,
atau kelompok.
Sesuai pendapat dan pengertian dan ciri tradisi lisan dari Told dan
Prudentia (1995: 2), “Oral traditional do not only contains folktales, myths, and
legends, but store complete indigenous cognate system, to name a few: histories,
legal practices, adat law, mediacations.” Dari pendapat tersebut dapat diartikan
bawasannya tradisi lisan tidak terbatas pada cerita rakyat, mite dan legenda saja,
tetapi berupa sistem kognasi kekerabatan lengkap, misalnya sejarah, hokum adat,
praktik hukum, dan pengobatan tradisional.
Berdasarkan pendapat Haviland, Told an Prudentia tersebut dapat
diketahui bahwa pengertian folklore sangat luas. Hal ini sesuai dengan pernyataan
James Dananjaya (1997: 14) bahwa koleksi folklore Indonesia terdiri dari
kepercayaan rakyat, upacara, cerita prosa rakyat (mite, legenda, dan dongeng),
nyanyian kanak-kanak, olahraga bertanding, hasta karya, logat, dan lain-lain.
Keluasan pengertian folklore dibandingkan dengan cerita rakyat (folk literature)
Juga tercermin dalam pernyataan berikut ini: Folklore maybe defined as those
materials in culture that circulate traditionally among member of any group in
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
diffirent versions, whether in oral or by means of customary example (Brunvand,
1968: 5). Folklor dapat didefinisikan sebagai materi-materi budaya yang tersebar
secara tradisional keseluruh anggota dan beberapa kelompok dalam versi-versi
yang berbeda, disampaikan secara lisan melalui contoh budaya yang berarti.
Brunvand (dalam James Dananjaya. 1991: 21) cerita rakyat atau folklore
memiliki tiga bentuk yang berbeda. Folklore digolongkan ke dalam tiga kelompok
besar berdasarkan tipenya, yaitu folklore bukan lisan (non verbal folklor), folklore
sebagian besar lisan (partly verbal folklore), dan folklor lisan (verbal folklore).
Yang dimaksud folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan
walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Folklore sebagian lisan
adalah folklor yang merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Dan
folklore lisan adalah sebagai folklore yang disampaikan dari mulut ke mulut
secara tradisional dan turun temurun (James Dananjaya. 1991: 21-22).
Sejalan dengan pendapat James Dananjaya tersebut di atas, Salamon
Hagar dalam artikelnya dalam Jurnal of Folklore Research yang berjudul
Blackness in Transition: Decoding Radical Constructs through Stories of
Ethiopian Jews. Dia mengemukakan this research has uncovered a system of
racial hierarachies among the beta Israel, including asecret system of master and
slaves (chewa and barya), and this system challenges conventions of control and
racist ideology. Dalam artikel tersebut riset folklore digunakan untuk
membongkar sistem hierarki rasial para guru dan budak (chewa dan barya) di
masyarakat Etiopia sistem ini menghadapi tantangan konvensi dan kendali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
ideologi. Menyoroti masyarakat Etiopia yang berusaha membongkar sistem rasial
dalam budayanya (Salamon Hagar, 2003)
Cerita rakyat atau folklore merupakan salah satu hasil budaya masyarakat
yang termasuk dalam karya sastra lisan. Disebut demikian, karena sifat-sifat cerita
rakyatantara lain (1) cara persebaran folklor yang biasanya dilakukan secara lisan
dari mulut ke mulut dari generasi ke genarasi berikutnya, (2) bersifat tradisional,
yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap (standar), (3) folklore berada dalam
berbagai versi dan varia, (4)bersifat anonym, (5) mempunyai bentuk rumus dalam
banyak dan berpola, (6) mempunyai kegunaan atau fungsi di dalam folk
pendukungnya, (7) bersifat pralogis, (8) folklor menjadi milik bersama (kolektif),
(9) folklore biasanya bersifat polos dan lugu (James Dananjaya, 1997: 3-4).
Di Indonesia sastra lisan masih sangat kurang mendapatkan perhatian jika
dibandingkan dengan sastra tulis. Suripan Sadi Hutomo (1991: 1-2) berpendapat
bahwa sastra lisan dimaksudkan sebagai kesusastraan yang mencakup ekspresi
kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan
(dari mulut ke mulut). Namun sebenarnya kesusastraan lisan maupun kesusastraan
tulis adalah dunia cipataan pengarang dengan menggunakan medium bahasa.
Sastra lisan lebih pesat perkembangannya di masyarakat tradisional dan
sastra tulis berkembang di masyarakat modern. Sastra lisan bersifat komunal,
artinya milik bersama sedangkan sastra tulis bersifat individual/perseorangan
(Suripan Sadi Hutomo, 1991: 3).
Michael Brown (2007) berpendapat dalam artikelnya, the New Zealand
folklore society was a small organization that emerged from the folk revival scene
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
in Wellington, New Zealand, in 1996. Members ainet to collect folklore (mainly
songs). Dalam pendapatnya Brown, terdapat kebangkitan kembalinya sastra
rakyat di Wellington, Selandia Baru tahun 1966. Dia mengarahkan anggota dan
mengumpulkan dongeng-dongeng yang bersifat nyanyian rakyat.
Sejalan dengan pendapat tersebut Timothy R. Tangherlini (2008)
menyampaikan pendapatnya Collestion of century Danish Folklore is an
amusing…dalam uraian tersebut pada abad ke Sembilan belas di Denmark,
dongeng-dongeng merupakan suatu yang menghibur rakyat. Dongeng-dongeng
tersebut berisi sesuatu yang menghibur dan terdapat kebenaran di dalamnya.
Koenraad Kuiper dalam artikelnya menyampaikan the article proposes a
research programme in folklore studies and cultural anthropology to investigate
those part of pakehe (non-Maori) cultural continuity that can be traced to a set of
largely working class and rural ritual and practices from Britain… dalam
pendapat tersebut mengusulkan dongeng-dongeng seperti Pakehe yang di
dalamnya berisi kelas-kelas pekerjaan dan upacara agama pedesaan di Britain
(Koenraad Kuiper, 2007).
Meider Wolfgang (2003) dalam artikelnya, “Now I Sit Lake a Rabbit in the
Pepper”. Proverbial Language in the Letter of Wolfgang Amadeus Mozard. Dia
berpendapat the stylistic and biographical discussion of the traditional folk
rhetoric is grouped under eight subheadings: Incatations and curses as proverbial
formulas, animal phrases as social commentary, sometic expressions as emotional
indicator. Dia berpendapat bahwa dalam penelitian folklornya berkaitan dengan
mantra dan kutukan yang dirumuskan menjadi pepatah, termasuk binatang yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
berbicara yang berkomentar tentang sosial. Folklor yang diambil untuk pengertian
tersebut tokoh binatang yang berbicara, sama halnya dengan cerita “Si Kancil”.
Fank mengemukakan bahwa kesusastraan rakyat adalah sastra yang hidup
di tengah-tengah rakyat. Sastra rakyat dituturkan oleh ibu kepada anaknya dalam
buaian, atau tukang cerita kepada penduduk kampung yang tidak bisa membaca
dan menulis. Atas kehendak pihak istana, adabeberapa cerita yang ditulis dan
dibukukan. Dengan demikian sastra lisan berkembang terlebih dahulu daripada
sastra tulis yang berkembang di istana, (Liaw Yock. Fank, 1982: 12). Suatu
contoh sastra lisan yang berkembang sebelum sastra ditulis, seperti cerita-cerita
tentang kebesaran istana yang banyak diceritakan dan disebarkan kepada rakyat,
contoh lain seperti yang sudah disebutkan di atas yaitu cerita tentang “Si Kancil”,
Kancil dan Seruling Nabi Sulaiman, Kancil dan Buaya, Kancil dengan Keong,
Kancil dan Pak Tani, dan lain-lain.
John Bendix (2003: 5), artikelnya “A Lost Track: On the Unconscious in
Folklor” dalam penelitian mengemukakan Psychoanalysis and Folklore. Jeggle
describes the opportunities that may have been lost for exploring the bridges
between fokloristic and psychoanalytic scholarship. Using examples from folk
belief and dream, from the realm of mental illness and oracle interpretation. John
Bendix menyampaikan dalam artikel folklornya bahwa oportunitas yang mungkin
telah hilang untuk menyelidiki jembatan antara psikoanalitik dan folkoloistik.
Menggunaan contoh dari kepercayaan rakyat dan mimpi dari dunia sakit ingatan
dan penafsiran ramalan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Cerita sebagai peristiwa-peristiwa yang terjadi berdasarkan urutan waktu,
peristiwa yang satu berlangsung sesudah terjadinya peristiwa yang lain. Dengan
demikian hakikat cerita akan melibatkan 2 unsur, yakni bentuk dan substansi.
Jelasnya, cerita hakikatnya merupakan pembeberan dan pengurutan gagasan yang
mempunyai urutan awal, tengah, dan akhir (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 92).
Cerita rakyat merupakan bagian dari sastra daerah yang dalam
pengungkapannya menggunakan bahasa setempat, berkembang dari masa lalu
sejak bahasa-bahasa tulis belum dikenal. Cerita rakyat diwariskan secara lisan,
sehingga banyak tambahan yang disisipkan atau dikembangkan dan bervariasi
tergantung si pencerita, sehingga muncul beberapan versi berbeda meskipun
ceritanya sama.
Sama seperti sastra lisan, cerita rakyat biasanya disebarkan secara lisan
(dari mulut ke mulut) bersifat tradisional, dari satu generasi ke generasi, dapat
terdiri dari berbagai versi cerita, dan biasanya tidak diketahui pengarangnya.
Kadang-kadang penuturannya disertai dengan perbuatan misalnya melalui gerakan
tari-tarian, tradisi mendalang dan sebagainya. Ini juga menjadi ciri-ciri cerita
rakyat yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia
b. Jenis-Jenis Cerita Rakyat
Para ahli sastra menggolongkan cerita rakyat secara berbeda-beda namun
ditemukan banyak kesamaan. Penelitian ini mengambil cerita rakyat dari tiga
kelompok yaitu mite/mitos, legenda, dan dongeng, tetapi peneliti hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
mengambil kelompok legenda, yakni legenda setempat dan legenda perseorangan.
Hal ini dimaksudkan mempertimbangkan keberadaan cerita rakyat.
Cerita rakyat memiliki beberapa perbedaan tentang penggolongannya.
Namun, perbedaan penggolongan cerita rakyat tersebut bukanlah sesuatu yang
penting. Hal-hal yang berbeda tersebut, akhirnya akan ditemukan adanya
kesamaan, unsur edukatifnya, maupun unsur religinya dll. Fank membagi cerita
atau sastra rakyat menjadi lima golongan, yaitu: (1) cerita asal-usul, (2) cerita
binatang, (3) cerita jenaka, (4) ceria pelipur lara, (5) pantun, Liaw Yock Fank
(2002: 1).
James Dananjaya (1997: 30) menyebutkan bahwa cerita rakyat yang
tergolong dalam sastra lisan, di dalamnya dibagi menjadi (1) mite (myth), (2)
legenda (legend) serta (3) dongeng (folktale). Mite adalah cerita rakyat yang
dianggap benar-benar terjadi oleh masyarakat pendukungnya, legenda adalah
cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi oleh pendukungnya tetapi
tidak dianggap suci seringkali mengambil tokoh manusia, kadang kala
mempunyai sifat yang luar biasa dan dibantu oleh makhluk halus, tempat
kejadiannya bisa masa sekarang maupun masa lampau, sedangkan dongeng
(folktale) merupakan cerita prosa rakyat yang dianggap tidak benar-benar terjadi,
tidak terikat oleh waktu maupun tempat.
Lie Yock Fank (dalam Herman J. Waluyo, 2008: 2, 16, 20), menyatakan
ada lima jenis cerita rakyat yaitu: mite, legenda, fabel, cerita jenaka, dan cerita
pelipur lara. Mite dan legenda secara bersama-sama disebut dongeng etiologi/asal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
usul. Fabel adalah cerita binatang. Cerita jenaka disebut juga cerita lucu. Cerita
pelipur lara adalah kisah muda-mudi.
Selanjutnya Herman J Waluyo, (2008: 1-20) memberikan contoh masing-
masing cerita rakyat antar lain:
1) Mite contohnya dongeng Nyai Roro Kidul, dongeng Aji Saka, dongeng Hantu
dan Roh Halus.
2) Legenda contohnya dongeng Asal Usul Desa/Kota/daerah, Terjadinya Kota
Banyuwangi, Terjadinya Gunung Tangkuban Perahu.
3) Fabel contohnya Kancil dengan Harimau, Kancil dengan Pak Tani.
4) Cerita jenaka contohnya Pak Pandir dan Musang Berjanggut.
5) Cerita pelipur lara contohnya Sri Rama, Roro Mendut-Pronocitro.
Berikut penuturan Hernan J Waluyo dalam Cerita Rakyat dari Berbagai
Daerah. (2008: 1)
“ Cerita rakyat bukanlah folk-lore, namun folk-literature yang merupakan bagian dari folk-lore. Di berbagai daerah ada cerita rakyat. Sering kali cerita rakyat dari berbagai daerah yang satu ada persamaannya dengan cerita rakyat daerah lain, karena dulunya terjadi penyebaran itu secara lisan.”
Berbeda dengan pendapat Liaw Yock Fang di atas, secara umum, Bascom
(1965:4) membagi cerita rakyat/cerita prosa rakyat (folk literature) ke dalam tiga
kelompok, yaitu: mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale). Senada
dengan Bascom, Haviland (1993: 230) juga membagi cerita rakyat ke dalam tiga
kelompok, yaitu: mitos, legenda, dan dogeng.
Untuk menghindari perbedaan pendapat dalam masyarakat mengenai
cerita rakyat, maka dalam penelitian ini membagi cerita rakyat (folklore) menjadi
tiga kelompok, yaitu: (1) mite, (2) legenda dan (3) dongeng. Selain itu juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
mempertimbangkan bahwa cerita rakyat yang diangkat dalam penelitian ini masuk
dalam kategori pendapat William R. Van Bascom dan Haviland. Ketiga bentuk
cerita rakyat tersebut dapat diuraikan secara teoritis sebagai berikut:
1) Mite atau Mitos
Mite atau mitos cerita yang bersifat dongeng tentang asal-usul suatu
tempat, tentang kejadian alam, manusia binatang, dan penempatan. Apabila
ditinjau dar segi peristilahan mite berasal dari kata “mythos” (Yunani) yang berarti
cerita para dewa-dewa dan pahlawan perkasa yang dipuja-puja. Bascom dalam
Dananjaya menyatakan pendapatnya bahwa mite (mitos) adalah prosa rakyat yang
dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite
ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia
lain atau di dunia yang tidak dikenal sekarang, karena terjadi pada masa yang
telah lampau (Bascom dalam James Dananjaya, 1997: 50).
Lebih lanjut James Dananjaya (1997: 50) menjelaskan bahwa mite pada
umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia manusia pertama,
terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk topografi, gejala alam dan
sebagainya. Mite juga mengisahkan tentang petualangan tentang para dewa, kisah
percintaan mereka, hubungan kekerabatan mereka, kisah perang mereka dan
sebagainya. Suripan Sadi Hutomo berpendapat bahwa mite atau mitos adalah
cerita-cerita suci yang mendukung sistem kepercayaan atau agama. Yang
termasuk mitos adalah cerita-cerita yang menerangkan asal-usul dunia, kehidupan
manusia dan kegiatan-kegitan hidup seperti bercocok tanam, kepercayaan Dewi
Sri atau adat-istiadat lainnya (Suripan Sadi Hutomo, 1991: 63).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Stainberg berpendapat bahwa mite adalah cerita rakyat yang bersifat suci,
penuh dengan kegaiban dan kesaktian, dan mempunyai dasar sejarah (dalam
Djarmanis, 2003: 98). Hidayat dan Navis, (2003: 87) menyatakan bahwa mitos
merupakan gambaran tenang suatu dalam bentuk simbol agar memudahkan orang-
orang memahaminya. Dengan demikian, mitos sebenarnya merupakan suatu
realitas yang terlalu kompleks dan sulit dipahami, karena mitos merupakan
ekspresi berbagai makna dan cara.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa mitos
adalah cerita tradisi tentang binatang, kejadian alam, dan penempatan. Cerita
tradisi tersebut yang dianggap benar-benar terjadi dan bersifat suci penuh dengan
kegaiban dan kesaktian dan mempunyai dasar sejarah cerita, cerita tentang
peristiwa-peristiwa yang semihistoris yang menerangkan masalah-masalah
tentang kehidupan manusia, dan asal mula terjadi dunia.
2) Legenda
Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya
cerita sebagai suatu yang sungguh-sungguh pernah terjadi. Legenda adalah cerita
yang mengisahkan sejarah satu tempat atau peristiwa zaman silam. Ia mungkin
berkisah tentang seorang tokoh, keramat, dan sebagiannya. Setiap penempatan
yang bersejarah lama mempunyai legendanya sendiri.
Haviland (2003: 230-231) menyatakan bahwa legenda adalah cerita-cerita
semihistoris yang memaparkan perbuatan para pahlawan, perpindahan penduduk,
dan terciptanya adat kebiasaan lokal, selalu berupa campuran antara yang realis
dan yang supranatural dan luar biasa. Sebagai cerita rakyat legenda tidak harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
dipercaya atau dipercaya, tetapi fungsinya untuk menghibur dan untuk memberi
pelajaran serta untuk membangkitkan atau untuk menambahkan kebanggakan
orang atas keluarga, suku, atau bangsa (nation). Legenda dapat memuat tentang
keterangan-keterangan langsung atau tidak langsung tentang sejarah,
kelembagaan, hubungan nilai, dan gagasan-gagasan. Legenda juga memuat cerita
omong kosong dan sebagainya.
William R. Van Bascom (dalam Djamaris, 2003: 98) Legenda adalah
cerita yang mempunyai cirri-ciri mirip mite yang dianggap benar-benar terjadi,
akan tetapi tidak dianggap suci. Berlainan dengan mite. Legenda ditokohi oleh
manusia biasa walaupun ada kalanya sifat-sifat luar biasa atau sering juga dibantu
oleh makhluk gaib.
Legenda dapat mengandung rincian-rincian mitologis, khususnya kalau
berkaitan dengan masalah supranatural dan oleh karena itu tidak selalu dapat
dibedakan dengan mitos. Secara lebih terperinci, Brunvand menggolongkan
legenda ke dalam empat kelompok, yaitu: (1) legenda keagamaan (religious
legend), (2) legenda alam gaib (supernatural legend), (3) legenda perseorangan
(personal legend), dan (4) legenda setempat (local legend), (James Dananjaya,
1997: 67-71).
1) Legenda Keagamaan
Legenda keagamaan (religious legends) misalnya, bisa diketahui dari
adanya beberapa tokoh keagamaan yang berperan dalam pemberontakan maupun
penumpasan terhadap peristiwa tertentu. Selain itu setelah mengetahui beberapa
legenda yang ada, menunjukkan bahwa di dalam cerita mengisahkan tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
tokoh-tokoh keagamaan yang juga berperan di dalamnya, misalnya peran modin
dalam legenda sunan, kiai, dan sebagainya.
2) Legenda Alam Gaib
Legenda alam gaib (supernatural legends), legenda seperti biasanya
berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang.
Fungsi legenda seperti ini untuk meneguhkan kebenaran sifat “ketahayulan” atau
kepercayaan masyarakat. Dari hal-hal seperti itulah akan menambah kepercayaan
masyarakat terhadap kesaktian sang tokoh di dalam cerita tersebut, sehingga pada
akhirnya legenda tersebut lebih dipercayai oleh masyarakat pendukungnya.
3) Legenda Perseorangan
Legenda perseorangan (personal legends), adalah cerita mengenai tokoh-
tokoh tertentu yang dianggap oleh pemilik cerita benar-benar terjadi (James
Dananjaya, 1997: 73-75). Legenda perseorangan ini banyak dijumpai di
Indonesia, di daerah Jawa khususnya kita mengenal legenda perseorangan, seperti
“Pangeran Samodra” dari Sragen, legenda “Joko Buduk” dari Sragen, legenda
“Raja Mala” dari Surakarta dll (Bakdi Sumanto, 2001).
4) Legenda Setempat
Legenda Setempat (local legends) adalah legenda atau cerita yang
berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat dan berbentuk topografi suatu
tempat (James Dananjaya, 1997: 75-83). Legenda yang berhubunga dengan nama
suatu tempat contohnya, asal mula nama kota Salatiga, Banyuwangi, asal mula
nama daerah Rawa Pening, dan sebagainya. Sementara itu legenda yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
berhubungan dengan bentuk topografi suatu tempat yaitu legenda Sangkuriang,
legenda Gunung Tangkuban Perahu, legenda Gunung Mardido, dan lain-lain.
3) Dongeng
Dongeng (folktale) dalam bahasa Belanda disebut dengan “sprokje” dalam
bahasa Jerman disebut degan “marchen”. Hartoko dan Rahmanto, (1999: 34)
mengemukakan dongeng adalah cerita tradisi yang secara lisan turun temurun
disampaikan kepada kita, pengarangnya tidak dikenal. Dunianya khayalan.
Bascom (dalam James Dananjaya, 1994: 50) berpendapat dongeng merupakan
cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang mempunyai
cerita, tidak terikat oleh waktu dan tempat. Lebih lanjut (Haviland, 1993: 233)
juga menyampaikan pendapatnya bahwa dongeng adalah cerita kreatif yang diakui
sebagai khayalan untuk hiburan. Pengertian lain disampaikan oleh Idat
Abdulwahid, Min Rukmini, dan Kalsum, (1998: 14-16) bahwa dongeng adalah
cerita pendek kolektif kasusastraan lisan yang merupakan cerita prosa rakyat dan
dianggap tidak benar-benar terjadi.
Dongeng adalah cerita rakyat yang secara lisan turun temurun disampaikan
pada kita, dan pengarangnya tidak dikenal. Dongeng biasanya tidak ada catatan
mengenai tempat dan waktu, biasanya tamat dengan happy ending, atau berarkhir
dengan suatu kebahagiaan, susunan kalimat, struktur dan penokohan sederhana,
serta sering terjadi pengulangan (Diek Hartono dan Bernardus Rahmanto, 1986:
34). Sejalan dengan definisi tersebut dinyatakan bahwa dongeng adalah cerita
kreatif yang diakui sebagai khayalan, untuk hiburan (Haviland, 1993: 233).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa dongeng tidak
mengandung aspek historis. Selain itu diakui bahwa dongeng hanya sebagai
khayalan belaka. Walaupun dipandang untuk keperluan hiburan dongeng juga
member atau dapat digunakan sebagai wejangan atau member pelajaran praktis.
Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan walaupun banyak juga cerita yang
menggambarkan kebenaran, berisikan pelajaran (moral) atau bahkan sindiran.
Dongeng biasanya berisikan petualangan tokoh cerita yang penuh
pengalaman ajaib dan akhirnya mendapatkan kebahagiaan. Kejadian-kejadian
yang dialami tokohnya sering merupakan sesuatu yang tidak mungkin terjadi
dalam kehidupan nyata.
Dongeng biasanya berisi kisah petualangan tokoh cerita yang penuh
dengan pengalaman gaib dan berbagai macam tantangan yang akhirnya mendapat
kebahagiaan. Kejadian-kejadian yang dialami oleh tokoh cerita berupa hal-hal
yang tidak mungkin terjadi dalam kehidupan nyata. Liew Yock Fank dalam
Herman J. Waluyo (2009: 23) mengemukakan dongeng termasuk klasifikasi cerita
rakyat (folk literatur). Cerita rakyat tersebut merupakan bagian dari kebudayaan
rakyat (folklore) yang meliputi mite, legenda, fabel, cerita jenaka, dan cerita
pelipur lara.
Dalam kebudayaan tertentu atau yang berkembang di daerah tertentu,
orang akan dapat mengelompokan tipe-tipe dongeng lokal, misalnya: dongeng
hewan, dongeng pengalaman manusia, tipu muslihat, dilema, moral, hantu, cerita
omong kosong, cerita cabul, dan sebagainya. Namun, seperti halnya legenda,
dongeng seringkali menggambarkan suatu pemecahan-pemecahan local, masalah-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
masalah etis yang terdapat secara menyeluruh (universal) pada umat manusia.
Dalam arti tertentu dongeng dapat mengemukakan suatu filsafat tentang moral.
Oleh karena itu, pelajaran atau nilai-nilai yang terkandung dalam suatu dongeng
dapat menggambarkan sampai manakah seseorang memiliki kepercayaan kepada
diri sendiri dalam menghadapi berbagai persoalan dan berbagai masalah-masalah
di dalam masyarakat itu sendiri.
c. Fungsi Cerita Rakyat
Cerita rakyat yang ada dalam suatu daerah biasanya tidak hanya
mengungkapkan hal-hal yang bersifat permukaan. Cerita rakyat merupakan
meruoakan sendi-sendi kehidupan secara lebih mendalam. Kehadira atau
keberadaannya sering merupakan tanggung jawab atau teka-teki alam yang
terdapat di seputar kita. Namun, saat ini penutur cerita rakyat sudah jarang
dijumpai atau sudah langka. Hai itu menuntut adanya penginventarisasian cerita
rakyat agar isi ceritanya dapat kita nikmati. Nilai-nilai yang ada di dalamnya dapat
kita tenamkan kepada generasi muda serta dapat dilestarikan keberadaannya.
Pandangan secara umum tentang isi cerita rakyat atau folklore merupakan
suatu gambaran masyarakat pemiliknya. Artinya folklore atau cerita rakyat dapat
dijumpai di seluruh daerah atau suku di Indonesia dengan segala jenis dan
variasinya.
Cerita rakyat berfungsi mengungkapkan hal-hal atau sendi-sendi
kehidupan masyarakat secara lebih mendalam. Kebenarannya merupakan jawaban
atas teka-teki alam yang terdapat di sekitar kita. Secara nyata, cerita rakyat
mampu memberi sumbangan nilai-nilai pendidikan yang kadang kita kurang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
menyadarinya. Padahal, cerita rakyat dapat berperan dalam pengembangan
kepribadian manusia, terbukti cerita yang dibawakan oleh orang tua akan
mempengaruhi jiwa anaknya sehingga pada kelanjutannya dapat membentuk
pribadi si anak di kelak kemudian hari sebagai generasi penerus yang mengerti
asal-usul nenek moyangnya, dan meneladani kehidupan para pendahulu, serta
menghindari hal-hal yang kurang terpuji.
Menurut James Dananjaya (1997: 19) pengkajian sastra lisan yang di
dalamnya termuat cerita rakyat (folk literature) memiliki fungsi antara lain: (1)
sebagai sistem proyeksi (projective system), (2) sebagai alat pengesahan pranata-
pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, (3) sebagai alat pendidik anak
(pedagogical device) (4) sebagai alat pemeriksa dan pengawas agar norma-norma
masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
Secara ringkas, satra lisan di masyarakat memiliki empat fungsi, yaitu: (1)
sebagai sistem proyeksi, (2) sebagai alat pengesahan sosial, (3) sebagai alat
pemaksa berlakunya norma-norma sosial, dan (4) sebagai alat pendidik anak
(Suripan Sadi Hutomo, 1991: 69).
Keempat fungsi inilah yang juga mendorong perlu dan pentingnya kajian
secara mendalam mengenai cerita rakyat. Cerita rakyat, selain merupakan
hiburan, juga merupakan sarana untuk mengetahui (1) asal-usul nenek moyang,
(2) jasa atau teladan kehidupan para pendahulu, (3) hubungan kekerabatan
(silsilah), (4) asal mula tempat, (5) adat-istiadat, dan (6) sejarah benda pusaka
(Dendy Sugono, 2003: 126). Selain itu, cerita rakyat juga dapat berfungsi sebagai
penghubung kebudayaan masa silam dengan kebudayaan yang akan datang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Dalam arti luas, sastra lisan (cerita rakyat) dapat juga berfungsi sebagai
sarana untuk menanamkan benih-benih kesadaran akan keangungan budaya yang
menjadi pendukung kehidupan suatu bangsa.
2. Hakikat Struktur Cerita
Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan
gambaran ari semua bahan dan bagian yang menjadikan komponennya secara
bersama membentuk suatu kebulatan (Burhan Nurgiyantoro, 2002: 36). Faruk
(2003: 16) mengemukakan bahwa struktur karya sastra juga mengacu pada suatu
pengertian hubungan antarunsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling
menentukan, saling mempengaruhi, dan secara bersama membentuk suatu
kesatuan yang utuh.
Sejalan dengan pernyataan Burhan Nurgiyantoro, Panuti Sudjiman (1988:
13) menyatakan bahwa melalui kegiatan analisis, kita akan menjadi paham akan
duduk perkara suatu cerita. Pembaca akan dapat lebih menikmati dan memahami
cerita, tema, pesan-pesan, penokohan, gaya dan hal-hal yang diungkapkan dalam
karya itu.
Untuk mengetahui struktur sebuah cerita perlu mengadakan sebuah
analisis. Analisis strukturan dilakukan untuk membongkar dan memaparkan
secara cermat, teliti dan detail dan mendalam atas keterjalianan semua unsur dan
aspek semua karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh
(Teeuw, 2003: 112). Pendapat lain disampaikan oleh Zaenudin Fananie bahwa
karya sastra bisa disebut bernilai apabila masing-masing unsur pembentuknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
tercermin dalam strukturnya, seperti tema, karakter, plot, setting dan bahasa yang
merupakan satu kesatuan utuh (Zainudin Fananie, 2001: 76).
Sastra mengenal istilah strukturalisme sebagai salah satu pendekatan dan
penelitian kesastraan yang menekankan pada kajian, hubungan antarunsur
pembangun suatu karya. Jadi strukturalisme disebut juga sebagai pendekatan
objektif yang dipertentangkan dengan pendekatan lain misalnya pendekatan
mimetik, ekspresi, dan pragmatik (Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995:
37).
Analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi,
mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik, keadaan
peristiwa, plot, tokoh, dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Analisis
struktural bertujuan memaknakan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan
antarberbagai unsur karya sastra dan sumbangan apa yang diberikan terhadap
tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai oleh sebuah struktur
yang komplek dan unik (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 37-38).
Cerita tradisi sebagai bagian dari karya sastra dipandang sebagai kebulatan
dan keterjalinan makna yang diakibatkan oleh adanya perpaduan isi dengan
pemanfaatan bahasa sebagai alatnya. Dengan kata lain kajian intrinsik struktur
cerita juga memandang dan menelaah cerita tradisi itu dari segi yang membangun
karya sastra, yaitu tema, alur, latar, dan penokohan (Atar Semi, 1993: 13).
Kajian struktural sebuah karya sastra tidak dapat dipisahkan dari latar
belakang sosial, budaya kesejarahannya, karena akan menyebabkan karya itu
menjadi amat terbatas dan kurang bermanfaat bagi kehidupan. Oleh karena itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
analisis struktural dilengkapi dengan analisis lain yang dikaitkan dengan keadaan
sosial budaya secara lebih luas (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 39).
a. Tema
Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup yang melatarbelakangi
penciptaan karya sastra. Karena karya sastra merupakan refleksi kehidupan
masyarakat, tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangat beragam. Tema
dapat berupa persoalan moral, etika, sosial budaya, agama, teknologi, dan tradisi
yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Tema dapat juga berupa pandangan
pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul. Tema dapat dipandang
sebagai dasar cerita dan gagasan dasar umum tersebut digunakan untuk
mengembangkan cerita. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita dan
menjiwai seluruh bagian cerita tersebut (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 70).
Panuti Sudjiman memberi batasan dengan istilah tema sebagai gagasan
ide, yaitupokokpersoalah yang mendominasi suatu karya sastra (1998: 50).
Sementara itu, Burhan Nurgiyantoro (1994: 70) membatasi istilah tema sebagai
gagasan dasar cerita, gagasan dasar umum sebuah karya novel. Berdasarkan
definisi tema tersebut dapat ditarik kesimpulan tema adalah gagasan pokok yang
mendasari suatu cerita dan mendominasi suatu karya sastra.
Suminto A. Sayuti menyatakan bahwa dalam pengertian yang paling
sederhana, tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita (Suminto
A. Sayuti, 1998: 97). Sejalan dengan pendapat tersebut, Fananie menyampaikan
pendapatnya tentang tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang
melatarbelakangi ciptaan karya sastra (Zaenudin Fananie, 2001: 84). Karena sastra
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam
karya sastra bisa sangat beragam. Tema dapat berupa persoalan moral, etika,
agama, sosial budaya, perjuangan, teknologi, tradisi yang berkaitan erat dengan
masalah kehidupan.
Tema selalu berkaitan dengan pengalaman kehidupan, melalui karyanya
itu, pengarang menawarkan makna tertentu dalam kehidupan, mengajak pembaca
untuk melihat merasakan dan menghayati makna kehidupan. Mungkin kita akan
merasakan suatu keharuan, penderitaan atau kebahagiaan seperti yang dialami
tokohnya, atau sifat emotif yang dapat menyebabkan kita mengalami perubahan
dalam menjalani hidup dan kehidupan ini (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 71).
Tema merupakan refleksi fiksional tentang kehendakmanusia untuk
memberi makna terhadap pengelaman-pengalamannya. Tema merefleksikan
kehendak manusiayang mendasar dan bersifat universal. Tema merupakan salah
satu dari daya tarik sebuah fiksi yang juga paling mendasar dan universal. Dapat
disimpulkan bahwa tema merupakan gagasan sentral pengarang yang akan
disampaikan kepada pembaca. Tema adalah masalah hakiki manusia yang ingin
dipecahkan dalam karya yang diwujudkan oleh pengarang.
b. Plot/Alur Cerita
Alur cerita merupakan rangkaian peristiwa yang merupakan susunan
kejadian-kejadian yang satu sama lain saling berhubungan. Alur disebut juga plot.
Alur atau plot adalah rangkaian kejadian dalam ceritayang disusun sebagai
interelasi fungsional kejadian dalam cerita yang sekaligus menandai urutan
bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi (Atar Semi, 1993: 43).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, tetapi tiap kejadian itu
hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Kejelasan plot/alur cerita adalah
kejelasan tentang kaitan antarperistiwa yang dikisahkan secara linier, akan
mempermudah pemahaman terhadap cerita yang ditampilkan. Kejelasan plot
berarti kejelasan cerita, kesederhanaan plot berarti kemudahan cerita dimengerti,
sebaliknya plot yang rumit dan komplek menyebabkan cerita sulit dipahami
(Burhan Nurgiyantoro, 1995: 110).
Kaidah Pemplotan
1) Plausibilitas
Plausibilitas diartikan sebagai suatu hal yang dapat dipercaya sesuai
dengan logika cerita. Plot sebuah cerita harus memiliki sifat plausible, dapat
dipercaya oleh pembaca. Pengembangan plot cerita yang tidak plausible dapat
membingungkan dan meragukan pembaca, misalnya karena tidak ada atau tidak
jelasnya unsur kausalitas. Lebih dari itu mungkin orang akan menganggap bahwa
karya tersebut kurang bernilai (literer) (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 130).
2) Suspense
Suspense adalah cerita yang mampu membangkitkan rasa ingin tahu di hati
pembacanya dan pembaca akan terdorong keinginannya untuk membacanya
sampai selesai. Menurut Kenny (dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 134),
Suspense adalah harapan yang belum pasti pada pembaca terhadap akhir cerita.
Jelasnya unsur suspense akan mendorong, mengelitik, dan memotivasi pembaca
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
untuk setia mengikuti cerita mencari jawab rasa ingin tahu terhadap kelanjutan
dan akhir cerita.
Unsur suspense yang terus-menerus terjaga secara kuat melingkupi
perkembangan plot, pembaca akan merasa penasaran jika belum
menyelesaikannya. Cara membangkitkan suspense dalam sebuah cerita adalah
menampilkan foreshadowing yakni menampilkan peristiwa tertentu yang bersifat
mendahului mungkin saja berupa pertanda atau firasat (Burhan Nurgiyantoro,
1995: 135).
3) Surprise
Surprise adalah sesuatu yang bersifat mengejutkan atau kejutan yang
menampilkan sesuatu yang menyimpang atau bahkan bertentangan dengan
harapan pembaca (Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 136). Jadi bisa
dikatakan dalam karya itu terdapat penyimpangan, pelanggaran, atau penentangan
dalam cerita dengan apa yang telah menjadi biasanya.
Plot yang baik suspense, surprise, dan plausibility berjalinan sangat erat
dan saling menunjang, saling mempengaruhi serta membentuk satu kesatuan yang
padu (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 138).
4) Kesatupaduan
Kesatupaduan menyaran pada pengertian bahwa berbagai unsur yang
ditampilkan khususnya peristiwa-peristiwa fungsional, berkaitan dengan acuan
yang mengandung konflik atau seluruh pengalaman yang hendak
dikomunikasikan memiliki keterkaitan (ada benang merah yang menghubungkan)
aspek cerita (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 138).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Plot atau alur cerita meliputi: (1) paparan awal cerita (expotition), (2)
masuk problem (inciting moment), (3) penanjakan konflik (rising action), (4)
konflik makin ruwet (komplication), (5) menurunnya konflik (talking action), (6)
penyelesaian (denouement) (Herman J. Waluyo, 1995: 148).
Sesuai dengan beberapa pendapat mengenai alur cerita tersebut, Herman J.
Waluyo membagi alur/plot sebuah cerita menjadi enam tahapan, yaitu:
(1) Paparan awal cerita (expotion), yaitu tahap yang berisi pelukisan dan
pengenalan situasi latar serta tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupkan tahap
pembukaan cerita atau pemberian informasi awal yang berfungsi sebagai
landasan cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.
(2) Mulai ada problem (generaying ciricumstances), yaitu tahap memunculkan
masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik
mulai dimunculkan. Jadi, tahap ini merupakan tahap awal muncul konflik.
Konflik itu akan dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap
berikutnya.
(3) Penanjakan konflik (rising action), yaitu tahap pemunculan konflik yang
semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-
peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita bersifat semakin mencekam dan
menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi mulai mengarah ke klimaks dan
semakin tak terhindarkan.
(4) Konflik yang semakin ruet (complication), yaitu tahap penyampaian konflik
atau puncak ketegangan. Pertentangan-pertentangan yang terjadi pada diri atau
antartokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita
terjadinya konflik utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki
lebih satu klimaks.
(5) Konflik menurun (falling action), yaitu tahap klimaks mulai menurun.
Artinya, klimaks sudah mulai kendor. Konflik sudah hampir berakhir dan
sudah mulai ada titik tentu.
(6) Tahap penyelesaian (denouement), tahap pemberian solusi atau jalan keluar.
Konflik-konflik yang ada diberi jalan keluar, lalu cerita diakhiri.
Dari beberapa pendapat di atas, plot merupakan jalinan cerita dari awal
sampai akhir, berkesinambungan, dinamis, berhubungan dengan sebab akibat
(kausalitas), berperan sangat penting dalam cerita, berfungsi untuk membaca ke
arah pemahaman secara rinci. Plot yang baik adalah sebuah alur cerita yang
mudah dipahami pembacanya.
c. Tokoh dan Karakter
Istilah “Tokoh” merujuk pada orangnya atau pelaku cerita, misal pelaku
utama, atau tokoh pemeran protagonis, antagonis, dan sebagainya. Karakter
adalah watak atau perwatakan menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh yang
ditafsirkan oleh pembaca atau lebih pada kualitas pribadi seorang tokoh (Burhan
Nurgiyantoro, 1995: 165).
Teknik Penokohan dan Penggambaran Watak:
1) Teknik Penokohan
Seorang tokoh cerita ciptaan pengarang itu jika disukai banyak orang dalam
kehidupan nyata apalagi sampai dipuja dan digandrungi berarti merupakan tokoh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
yang mempunyai relevansi. Salah satu bentuk kerelevansian tokoh sering
dihubungkan dengan kesepertihidupan (lifelikeness) (Kenny dalam Burhan
Nurgiyantoro, 1995: 175).
2) Teknik Penggambaran Watak
Teknik penggambaran/pelukisan watak tokoh dalam suatu karya yakni
pelukisan/penggambaran sikap, sifat, watak, tingkah laku, dan berbagai hal lain
yang berhubungan dengan jati diri tokoh dibedakan kedalam dua cara atau teknik,
yaitu teknik uraian (telling) dan teknik ragaan (showing). Kedua teknik ini hanya
berbeda istilah namun secara esensial sama, yakni menyarankan pada
penggambaran secara langsung dan penggambaran secara tidak langsung. Kedua
teknik tersebut masing-masing memiliki kelamahan dan kelebihan yang dalam
penggunaannya tergantung pada selera pengarang dan kebutuhan penceritaan.
Pada umumnya pengarang menggunakan campuran dengan mempergunakan dua-
duanya, hal itu dirasa lebih menguntungkan karena kelemahan masing-masing
dapat ditutup (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 195).
Tokoh cerita menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 165),
adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang ditafsirkan
pembaca memiliki kualitas moral tertentu yang diekspresikan dalam ucapan dan
tindakan. Jadi istilah penokohan pengertiannya lebih luas daripada tokoh dan
perwatakan. Singkatnya, pengarang bebas untuk menampilkan dan
memperlakukan tokoh meskipun hal itu berbeda dengan dunianya sendiri di dunia
nyata (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 166).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
d. Latar/Setting.
W.H. Hudson (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 198), mengatakan bahwa
setting adalah keseluruhan lingkungan cerita meliputi adat istiadat, kebiasaan, dan
pandangan hidup tokohnya yang berkaitan dengan waktu, tempat penceritaan,
tempat terjadinya cerita, misalnya siang, malam atau pagi, hari, bulan, atau tahun,
di desa, kota atau wilayah tertentu, di pantai, gunung, danau, sungai atau
lingkungan masyarakat tertentu, dan sebagainya.
Unsur latar data dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu,
dan sosial. Ketiga unsur tersebut menawarkan permasalahan berbeda, tetapi saling
berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Unsur-unsur latar
tersebut yaitu:
1) Latar Tempat
Latar tempat menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diciptakan dalam sebuah karya fiksi. Tempat-tempat yang bernama adalah tempat
yang dijumpai dalam dunia nyata. Latar tempat tanpa nama jelas biasanya hanya
penyebutan jenis yang bersifat umum yakni sungai, jalan, kota, desa, hutan dan
sebagainya. Keberhasilan latar tempat lebih ditentukan oleh ketepatan deskripsi,
fungsi, dan keterpaduannya dengan unsur latar yang lain sehingga semuanya
bersifat saling mengisi dan keberhasilan penampilan unsur latar dapat dilihat dari
segi koherensinya dengan unsur fiksi lain dan dengan tuntutan cerita secara
keseluruhan (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 227-228).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
2) Latar Waktu
Latar waktu sangat berhubungan dengan masalah kapan terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Biasanya
dihubungkan dengan waktu faktual untuk memberi kesan pada pembaca seolah-
olah cerita itu sungguh ada dan terjadi sehingga sangat berpengaruh terhadap
perkembangan plot dan cerita secara keseluruhan dan bersifat fungsional (Burhan
Nurgiyantoro, 1995: 230).
3) Latar Sosial
Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi,
mencakup berbagai masalah dalam ruang lingkup yang cukup komplek meliputi
kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir
dan bersikap, latar spiritual, dan status sosial tokoh-tokoh yang bersangkutan
(Burhan Nurgiyantoro, 1995: 233).
e. Amanat
Amanat dapat disajikan secara eksplisit (tersurat) dan imptlisit (tersirat),
melalui dialog atau percakapan antartokoh akan mudah ditangkap maknanya oleh
pembaca, atau dapat pula dengan melalui perenungan atau pemikiran atas apa
yang terjadi dalam cerita. Amanat dapat bersifat interpretatif artinya setiap orang
mempunyai penafsiran makna yang berbeda dengan yang lain (Herman J.
Waluyo, 2008: 151).
Cerita yang dikatakan baik, yakni cerita yang dapat diteladani bagi
manusia dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Dengan mengenali dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
gemar membaca cerita rakyat akan termotivasi menjadi manusia yang kaya akan
wawasan budaya, berkepribadian baik, dan mampu bertanggung jawab terhadap
diri sendiri maupun lingkungan. Dengan kata lain pembaca akan mampu memetik
pesan di balik tokoh cerita dan memilih yang dapat diteladaninya.
3. Nilai Edukatif dalam Karya Sastra
a. Hakikat Nilai
Darsono Wisadirana (2004: 31), nilai adalah gagasan yang berpegang pada
suatu kelompok individu dan menandaka pilihan di dalam suatu situasi. Nilai
selalu dikaitkan dengan kebaikan, kemaslahatan, dan keluhuran. Nilai merupakan
sesuatu yang dihargai, dijunjung tinggi oleh manusia untuk memperoleh
kebahagiaan hidup. Dengan nilai manusia dapat merasakan kepuasan lahir dan
batin.
Nilai merupakan sesuatu yang abstrak, sulit dirumuskan, kriterianya
beragam, tidak dapat diukur oleh sifat-sifat lahiriyah tetapi bersifat batiniah.
Tingkat kepuasan nilai tiap-tiap orang berbeda karena nilai berhubungan dengan
perasaan hati dan bersifat relatif.
Cerita rakyat menyumbangkan nilai positif dalam kehidupan masyarakat.
Cerita rakyat dapat pula berperan dalam pengembangan kepribadian manusia.
Cerita rakyat yang dituturkan oleh orang tua atau guru akan mempengaruhi jiwa
anak atau siswa sehingga kelanjutannya dapat membentuk pribadi yang luhur
dengan mencontoh pada pelaku-pelaku utama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
b. Nilai dalam Karya Sastra
Karya sastra yang baik harus memiliki beberapa nilai yaitu nilai estetika,
nilai moral, nilai konsepsional, nilai sosial budaya dan lain-lain yang pada
dasarnya bermuatan positif yang perlu ditanankan pada generasi muda. Mudji
Sutrisno (1997: 63), menyatakan bahwa nilai-nilai dari sebuah karya sastra dapat
tergambar melalui tema besar mengenai siapa manusia, kebenaran di dunia dan
dalam masyarakat, apa kebudayaannya, dan bagaimana proses pendidikannya.
c. Hakikat Pendidikan
Pendidikan berarti pengaruh, bantuan atau tuntunan yang diberikan oleh
orang yang bertanggungjawab kepada seseorang yang dididik. Jadi pendidikan
memiliki dua pengertian yaitu: (1) tugas dan fungsi mendidik, (2) tujuan
mendidik. Pendidikan menyiratkan adanya tugas pembentukan terhadap pribadi
anak didik juga tersirat adanya usaha penyerahan kebudayaan kepada generasi
berikutnya (Soedomo Hadi, 2003: 18).
Dengan demikian pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan
manusia yang artinya pendidikan yang dilakukan dalam bentuk aktualisasi
potensi diri diubah menjadi kemampuan/kompetensi. Pendidikan berperan sangat
strategis dalam segala aktivitas di masyarakat dan berfungsi maksimal dalam
hubungannya dengan aspek-aspek kehidupan yang lain. Pendidikan masyarakat
berubah, kebudayaan yang ada juga berubah, perubahan tersebut sangat
dipengaruhi oleh keadaan kualitas pendidikan masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
d. Nilai Edukatif dalam Cerita Rakyat
Karya satra yang baik (termasuk cerita rakyat) mengungkapkan nilai-nilai
luhur yang bermanfaat bagi pembacanya. Nilai-nilai tersebut bersifat mendidik
serta menggugah hati pembacanya yang mencakup nilai pendidikan moral, nilai
adat, nilai agama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Herman J. Waluyo (1990: 27),
bahwa nilai sastra berarti kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi
kehidupan yakni makna medial (menjadi sasaran) dari makna final (yang dicari
seseorang), nilai cultural, nilai kesusilaan dan nilai agama.
1. Nilai Pendidikan Moral
Dalam karya sastra moral mencerminkan pandangan hidup pengarang
tentang nilai-nilai hidup pengarang yang disampaikan kepada pembaca. Moral
sebagai salah satu sarana yang berhubungan dengan ajaran tertentu yang bersifat
praktis, dapat ditafsiran oleh pembaca (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 322). Moral
sebagai petunjuk pengarang kepada pembaca tentang masalah kehidupan, sikap,
tingkah laku dan pergaulan melalui tokoh-tokohnya. Moral selalu mengacu pada
perilaku manusia, baik dan buruk yang mengarah pada budi pekerti yang
ditanamkan dengan tujuan pembentukan moral baik kepada para pembaca
terutama generasi penerus.
2. Nilai Pendidikan Adat/Tradisi
Adat bisa disebut juga tradisi sudah bisa menjadi kebiasaan turun temurun
dalam suatu masyarakat. Tata cara hidup mencakup lingkup sosial berupa
kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
dan bersikap termasuk spiritual. Selain itu latar belakang sosial berhubungan
dengan status sosial tokoh yang bersangkutan (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 233).
Di dalam tradisi terkandung banyak kearifan, acuan paling dekat dalam
berkebudayaan bagi bangsa dan negara. Globalisasi bukan suatu hal yang baru
namun kita harus memperhatikan nilai-nilai tradisi yang diwariskan oleh nenek
moyang kita.
3. Nilai Pendidikan Agama/Religi
Religi atau kepercayaan mengandung segala keyakinan bayangan manusia
tentang sifat-sifat Tuhan, tentang alam gaib, tentang segala nilai, norma dan ajaran
religi, yang bersangkutan. Sedangkan tata cara ritual dan upacara merupakan
usaha manusia untuk menjalin hubungan dengan Sang Pencipta, dewa-dewa,
makhluk-makhluk halus yang mendiami alam gaib (Koentjaraningrat, 1984: 145).
Masyarakat percaya bahwa agama telah menjadi kekuatan untuk kebaikan.
Hal inilah yang membuktikan bahwa cerita rakyat sarat akan nilai-nilai
pendidikan agama yang tetap memiliki relevansi dengan kehidpan zaman dahulu,
sekarang dan yang akan datang.
4. Nilai Pendidikan Kepahlawanan
Pahlawan dapat diartikan sebagai seorang yang berani mengorbankan jiwa
raga, harta benda untuk membela negaranya. Dari kata pahlawan terbentuk kata
kepahlawanan yang berarti sifat yang berhubungan dengan keberanian seseorang
terhadap siapapun yang akan mengusik. Kepahlawanan seseorang dalam setiap
peristiwa dikaitkan dengan tokoh atau pelaku cerita termasuk di dalamnya cerita
rakyat. Tokoh cerita yang dikagumi biasanya memilki sifat jiwa kepahlawanan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
penuh keberanian, membela kebenaran, semangat perjuangan yang tinggi untuk
memperjuangkan segala hal yang baik dan benar.
e. Cerita Rakyat dalam Pengajaran Sastra
Cerita rakyat merupakan bagian dari karya sastra yang memiliki fungsi
dan kegunaan dalam pengajaran sastra, dapat digunakan untuk menafsirkan dan
memahami problematika dalam kehidupan nyata. Melalui cerita rakyat dapat
ditunjukan bahwa karya sastra memiliki relevansi dengan kehidupan masa lalu,
masa sekarang dan masa yang akan datang.
Rahmanto (1998: 15-16) mengatakan, jika pengajaran sastra dilakukan
dengan cara yang tepat, dapat memberikan sumbangan yang besar untuk
memecahkan masalah-masalah cukup sulit di dalam masyarakat. Melalui
pengajaran sastra di sekolah dapat diketahui tradisi, budaya, perjuangan, dan
sejarah kehidupan masa lampau. Secara lebih terperinci pengajaran sastra pilihan
cerita rakyat memiliki banyak manfaat dan dapat membantu pendidikan secara
utuh. Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila
cakupannya meliputi: (1) membantu keterampilan berbahasa, (2) meningkatkan
pengetahuan budaya, (3) mengembangkan cipta rasa, (4) menunjang pembentukan
watak.
Dengan membaca cerita rakyat dapat diketahui pula masa lampau,
memahami isi, menyerap dan mengambil nilai-nilai positifnya. Keteladanan para
tokoh cerita pada peristiwa dalam cerita rakyat dapat dijadikan inspirasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
membentuk dan mengembangkan cipta rasa yang pada akhirnya membentuk
karakter siswa termotivasi oleh karakter tokoh cerita.
Menurut Sarwiji Suwandi (2008: 11-12) cerita rakyat memiliki implikasi
penting dalam kurikulum. Implikasi tersebut adalah: (1) cerita rakyat sebagai
bahan ajar yang mencakup struktur, isi, dan nilai edukatif; (2) guru menentukan
pilihn cerita rakyat yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan;
(3) sekolah bersama dengan pemerintah mempersiapkan buku-buku cerita rakyat
di perpustakaan sekolah sebagai bahan bacaan yang memadai.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka cerita rakyat sangat relevan
diajarkan melalui pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah sedini
mungkin sesuai tingkat kelasnya. Keuntungan lain dari pembelajaran cerita rakyat,
siswa mampu meneladani dengan mencontoh perwatakan tokoh-tokoh cerita yang
pada akhirnya siswa mampu memilih yang baik untuk diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
B. Penelitian yang Relevan
Beberapa usaha membukukan cerita rakyat dan beberapa penelitian yang
relevan dengan penelitian tentang cerita rakyat antara lain:
Penelitian dengan judul “Cerita Rakyat Kabupaten Sukoharjo: Suatu
Kajian Struktural dan Nilai Edukatif “ (Dudung Andriyanto, tahun 2006). Dari
hasil penelitian dapat diketahui bahwa kabupaten Sukoharjo memiliki sejumlah
cerita Rakyat yang masih hidup dan berkembang sampai saat ini. Cerita rakyat
yang ada antara lain: (1) Ki Ageng Balak, (2) Kyai Ageng Banyubiru, (3) Kyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Ageng Banjaransari, (4) Kyai Ageng Sutowijaya, dan (5) PesanggrahanLangen
Haro. Kelima cerita rakyat tersebut memiliki struktur cerita yang terdiri dari tema,
alur, tokoh, latar dan amanat
Mieder Wolfgang dalam artikelnya, “Now I Sit Lake a Rabbit in the
Pepper”. Proverbial Language in the Letters of Wolfgang Amadeus Mozart. Dia
berpendapat the stylistic and biographical discussion of the traditional folk
rhetoric is grouped under eight subheadings: Incatations and curses as proverbial
formulas, animal phrases as social commentary, sometic expressions as emotional
indicators(http://muse.jhu.edu/journals/journal_of_folklore_research/toc/jfr40.1.ht
.ml.) Dia berpendapat bahwa dalam penelitian folklornya berkaitan dengan mantra
dan kutukan yang dirumuskan menjadi pepatah, termasuk binatang yang berbicara
berkomentar tentang sosial. Folklor yang diambil untuk penelitian terserah tokoh
binatang yang berbicara, sama halnya dengan cerita “Si Kancil”.
Salamon Hagar dalam artikelnya dalam Jurnal of folklore research yang
berjudul Blackness in Transition: Decoding Radical Constructs through Stories of
Ethiopian Jews. Dia mengemukakan This research has uncovered a system of
radical hierarchies among the beta Israel, including a secret system of master and
slaves (chewa and barya), and this system challenges conventions of control and
racist ideology. Dalam artikel tersebut riset folklor digunakan untuk membongkar
sistem ini menghadapi tantangan konvensi dan kendali ideologi. Menyoroti
masyarakat kulit hitam Etiopia yang berusaha membongkar system rasial dalam
budayanya.(http://musc.jhu.edu/journals/journal_of_folklore_research/toc/jfr40.1.
ht.ml)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Mitos dan cerita rakyat ini dimulai pada awal abad-19 ketika Jacob dan
Wilhelm berusaha menerbitkan koleksinya tentang cerita rakyat pada edisi yang
ke-2. Pada kata pengantar dan catatan tentang karya mereka. Dalam buku tersebut
memberikan banyak persoalan tentang cerita rakyat yang ada pada saat itu. Seperti
metodologi pengumpulan dan penerbitan cerita yang berisi tentang tradisi,
pertanyaan tentang berapa lama cerita tersebut ada, mempertanyakan tentang jenis
cerita dan permasalahannya. Grimms mengadakan pembelajaran tentang cerita
rakyat internasional, mereka memberi sebuah penyelidikan dengan menyertakan
bukti tentang dongeng rakyat yang berada di Yunani kuno dan Romawi. Sebelas
tahun kemudian penelitian pertama muncul dengan mengedepankan dongeng
moderen yang dibuat oleh Jacob bersaudara jumlah terbanyak tentang dongeng
terjadi pada abad-20 yang dinamakan sebagai sistem yang diterima berdasarkan
klasifikasi dari jenis dongeng tersebut. Pengklasifikasian jenis dongeng yang
berawal dari tradisi sangatlah mempengaruhi para peneliti pada saat itu. Terlebih
tidak adanya penelitian yang difokuskan pada kisah tertentu dimana jenis dongeng
tersebut harus diseleksi, pada salah satu sisi, kisah binatang atau cerita binatang,
cerita masjid, cerita agama, novel, cerita lucu, dan cerita bersambung telah
didokumentasikan dengan baik. (William Hansen, 1997, Mythology and Folktale
Typologi: Chronicle of a Failed Scholarly Revolution, Journal Of Folklore
Research, vol 34, hal 275)
Seorang anak dari New Zealand mengingatkan pada Sina yang lain,
seorang yang mempunyai watak yang jelek, seorang perempuan yang membawa
botol air ketika bulan sedang tergelincir di balik awan. Sina yang berada di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
kegelapan, kemudian menumpahkan airnya, dan menyakiti kakinya. Dia marah
dan mengutuk bulan. Dan ini adalah salah satu budaya Maori sebagai
hukumannya dibawa ke bulan. Dimana dia masih memiliki temperamen yang
buruk. Orang-orang Polinesia jaman dahulu sangat dekat dengan alam. Alam
adalah ukuran, dimana alam mempunyai pengaruh yang utama pada kehidupan
mereka. Konsekuensinya banyak legenda dan dongeng dari Polinesia yang
memperhatikan pada pencipta alam dan kejadiannya. (Sharon Black, 1999, Using
Polynesian Legends And Folktales to Encourage Culture Vision and Creativity,
Journal Of Cultur Education, vol 75).
Selanjutnya yang relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan ialah
jurnal yang berjudul Gramsci Good Sense and Critical Folklore yang ditulis oleh
Stephen Olbrys Gencarella (2009). Penelitian ini membahas kekosongan ilmiah
kontribusi Antonio Gramsci untuk studi cerita rakyat di dunia yang berbahasa
Inggris. Menurutnya kritik Gramsci, cerita rakyat telah sering disalahpahami
karena belum dibaca bersama-sama dan diberi komentar pada bahasa yang
menggunkan akal sehat dan agama, dan juga belum ada konteks diskusi tentang
perbedaan diantara cerita rakyat, filsafat, dan ilmu pengetahuan. Penelitian ini
juga menarik perbandingan singkat dengan karya Hans George Gadamer dalam
rangka untuk mengatasi ide-ide untuk penelitian kontemporer dan merebut
kembali legimitasi politik cerita rakyatkritis yang terang-terangan akan menjadi
dilema politik dan penderitaan manusia.
Amy Gazin Schwartz (2010) dalam jurnal yang berjudul Archaeology and
Folklore of Material Cultur, Ritual, and Everyday Life. Penelitian tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
meneliti tentang arkeolog yang sering membuat perbedaan antara budaya material
dan ritual budaya material sehari-hari dan utilitarian. Memahami hubungan yang
komplek, antara budaya yang material, ritual, dan kehidupan sehari-hari. Dengan
menggunakan cerita rakyat yang tercatat di Skotlandia pada abad ke tujuh belas
untuk abad ke dua puluh diperlukan kontinue berbasis model. Model itu dapat
memperkaya pemahaman arkeologi makna dan keyakinan yang membentuk
konteks budaya untuk artefak, fitur, situs, dan lanskap belajar.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan pendahuluan dan kajian teori tentang cerita rakyat, struktur
karya sastra, serta nilai edukatif cerita rakyat dapat dibuat suatu kerangka berpikir
sebagai berikut:
Kebudayaan Nasional berasal dan didukung oleh kebudayaan daerah.
Kebudayaan daerah berpotensi menjadi unsur kebudayaan Nasional. Kebudayaan
daerah yang merupakan bagian kebudayaan Nasional berkaitan erat dengan
kesusastraan dalam arti luas. Kebudayaan daerah disebut juga folklor merupakan
bagian dari kebudayaan daerah tertentu, di antaranya adalah kebudayaan di
Kabupaten Blora.
Folklor selalu berkaitan dengan sastra lisan di dalamnya termasuk cerita
rakyat, yang menjadi bagian dari folklor dan telah lama ada dalam mesyarakat
tertentu termasuk di Kabupaten Blora, tersebar secara lisan, turun temurun dari
generasi ke generasi berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Setiap kejadian atau peristiwa pada masa silam dapat ditemukan hikmah
dan nilai-nilai yang relevan dengan kehidupan masyarakat. Nilai-nilai tersebut
juga dapat ditemukan melalui karakter tokoh dan tindakan yang dilakukan oleh
tokoh dalam cerita rakyat. Cara pemilik cerita rakyat mengambil nilai-nilai yang
ada di dalamnya adalah dengan menyakini bahwa cerita-cerita yang ada dan
dimilikinya banyak mengandung nilai-nilai positif sebagai pedoman hidup
bermasyarakat. Nilai edukatif atau pendidikan ternyata memilikicakupan yang
sangat luas bagi kehidupan bermasyarakat, pembaca, dan pendengar cerita. Nilai
edukatif yang dapat dikaji dan ditemukan dalam cerita rakyat antara lain: (1) nilai
pendidikan moral, (2) nilai pendidikan adat/tradisi, (3) nilai pendidikan agama, (4)
nilai pendidikan kepahlawanan/semangat perjuangan.
Cerita rakyat di Kabupaten Blora dapat dijadikan sebagai koleksi budaya
daerah yang memuat sejumlah nilai edukatif/pendidikan untuk mendukung
perkembangan sektor lain. Dalam hal ini cerita rakyat dapat dipilih sebagai bahan
pengajaran di sekolah sehingga dapat ditingkatkan usaha pembinaan dan
pengembangan pengajaran apresiasi sastra. Cerita rakyat di Kabupaten Blora
memiliki hubungan yang erat dengan masyarakat Blora, seakan menampilkan
gambaran hidup masyarakat sehari-hari dengan segala permasalahan dan dapat
juga dikatakan sebagai cerminan warga masyarakat yang berada di wilayah
Kabupaten Blora.
Faktor strategis lain dari cerita rakyat dapat dijadikan koleksi budaya
daerah, dapat pula sebagai bahan pengajaran sastra untuk meningkatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
pembinaan, pengembangan, pengajaran, sastra daerah dan diterapkan di sekolah
khususnya di Kabupaten Blora.
Uraian kerangka berpikir di atas dapat disajikan dalam bentuk gambar
berikut ini: (lihat gambar 1 di bawah ini).
Kebudayaan Daerah
Folklor Blora
Cerita Rakyat Blora
Nilai Edukatif
1. Moral 2. Adat 3. Agama 4. kepahlawanan
Struktur Cerita
1. Tema 2. Plot 3. Tokoh 4. Latar 5. Amanat
Jenis
1. Mite 2. Legenda 3. Dongeng
Bahan Pembinaan dan Pengembangan Pengajaran Apresiasi Sastra Indonesian dan Daerah di Wilayah
Kabupaten Blora
Gambar 1 Kerangka Berpikir
Kebudayaan Nasional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitan cerita rakyat Kabupaten Blora ini dilaksanakan pada beberapa
desa yang memiliki cerita rakyat yang menonjol dan memiliki bukti-bukti fisik
berupa peninggalan-peninggalan yang mendukung penelitian. Desa yang
dimaksud antara lain: Desa Janjang Kecamatan Jiken, Desa Sambong dan Desa
Pojok Kecamatan Sambong, Desa Kawengan dan Desa Gersi Kecamatan Jepon.
Beberapa tempat atau lokasi penelitian tersebut ditetapkan dengan
pertimbangan yaitu memiliki cerita rakyat yang relevan dengan penelitian ini dan
desa tersebut memiliki sisi peningglan yang berfungsi sebagai bukti fisik cerita
rakyat yang sedang diteliti dan dikaji. Adapun objek penelitian tersebut antara lain
yaitu: Legenda Punden Janjang di Desa Janjang Kecamatan Jiken, Legenda Kiai
Anggayuda dan Kramat Sambong di Desa Sambong Kecamatan Sambong,
Legenda Desa Watu Brem di Desa Pojok Watu Kecamatan Sambong, Legenda
Maling Kentiri di Desa Kawengan Jepon, dan Terjadinya Desa Gersi di Desa
Gersi Kecamatan Jepon.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2012 hingga bulan Juli
2012. Kegitan penelitian meliputi observasi langsung, persiapan instrumen dan
izin penelitian, pengumpulan data, analisis dan verifikasi data, dan penyususnan
laporan penelitian. Sesuai dengan karakter peneltian kualitatif, waktu dan kegiatan
bersifat fleksibel. Secara rinci kegiatan penelitian ini dapat dilaksanakan seperti
pada jadwal berikut
No Bulan Januari Februari April Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Persiapan awal,
observasi, penyususnan laporan
x
x
X
x
2 Seleksi informan, per-siapa instru-ment dan data
X
x
x
x
x
x
3 Pengumpulan data
x x x x x x x
4 Analisis data
x x x x x x x x
5 Pengumpulan data dan laporan penelitian
x
x
x
x
x
6 Ujian dan revisi
x x x x
B. Bentuk/Strategi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif, hal ini disesuaikan
dengan rumusan masalah penelitian yang telah ditetapkan. Penelitian lebih
menekankan proses dan makna dan dalam penelitian ini informasi yang bersifat
kualitatif dideskripsikan secara teliti dan analitis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Pendeskripsian penelitian ini meliputi isi cerita, struktur cerita yang
meliputi tema, alur, tokoh, latar, dan amanat, serta nilai edukatif dalam cerita.
Nilai edukatif dalam cerita meliputi nilai pendidikan moral, nilai pendidikan adat,
nilai pendidikan agama, dan nilai pendidikan kepahlawanan.
Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus
tunggal. Hal ini didasarkan bahwa penelitian hanya terarah pada satu
karakteristik,artinya penelitian ini hanya dilaksanankan pada satu sasaran/subjek,
yaitu cerita rakyat Kabbupaten Blora, sehingga meskipun penelitian dilaksanakan
di berbagai tempat, tetapi sasaran penelitian memiliki karakteristik yang sama dan
seragam.
C. Data dan Sumber Data
1. Data
Data atau informasi penting yang dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian
ini berupa data kualitatif. Data yang ada lebih banyak berupa kata-kata, diperoleh
melalui informasi lisan dari para narasumber selanjutnya ditranskripkan ke dalam
cerita secara tertulis.
2. Sumber data
Sumber data dalam penelitian cerita rakyat Kabupaten Blora ini digali
melalui beberapa sumber berikut ini:
a. Informan
Informan penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah seseorang
yang dapat memberikan informasi-informasi secara lengkap dan akurat, informan
yang relevan dengan penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
b. Tempat dan Benda-Benda Fisik
Beberapa tempat atau lokasi yang ditetapkan dalam penelitian ini antara
lain : Legenda Punden Janjang di Desa Janjang Jiken, Legenda Kiai Aggayuda
dan Kramat Sambong di Sambong, Legenda Desa Watu Brem di Desa Pojok
Watu, Legenda Maling Kentiri di Desa Kawengan Jepon dan Terjadinya Desa
Gersi di Desa Gersi Jepon.
c. Dokumen
Dokumen yang akan digunakan dalam penlitian ini sebagai pendukung
utama adalah narasumber atau informan, buku-buku tentang cerita rakyat yang
dihimpun oleh beberapa penulis atau budayawan, artikel-artikel yang
relevan,keterangan para pejabat yang berkompeten pada Dinas Pariwisata,
Pendidikan Kebudayaan Kabupaten Blora.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data meliputi:
1. Observasi langsung, adalah observasi yang dilakukan dengan mengunjungi
lokasi penelitin yang dipilih, ke kantor-kantor atau lembaga tempat arsip-arsip
dan dokumen disimpan.
2. Wawancara, adalah menggali informasi dari para juru kunci atau petugas untuk
mendata dan mencatat hal-hal yang perlu untuk dianalisis sebagai bahan
laporan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
3. Analisis Dokumen, menganalisis dokumen-dokumen, arsip-arsip, makalah-
makalah dari buku-buku karya beberapa pengarang, petugas pada Dinas dan
instansi terkait.
E. Teknik Cuplikan/Sampling
Teknik cuplikan (sampling) yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik pengambilan sampel penelitian secara purposive (purposive sampling).
Informan yang dipilih adalah orang yang diyakini mengetahui informasi dan
permasalahan secara mendalam sehingga dapat dipercaya menjadi sumber data
yang mantap. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah cerita rakyat
Kabupaten Blora, maka informan yang ditetapkan adalah juru kunci di tiap-tiap
tempat penelitian. Kefleksibelan dalam penelitian diartikan bahwa dalam
pengumpulan data, pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan
dan kemantaban paneliti dalam memperoleh data.
F. Teknik Validasi Data
Teknik validasi data penelitian yang digunakan yaitu (1) triangulasi data
atau sumber data sejenis dari berbagai sumber data yang berbeda. Jelasnya
triangulasi data/sumber dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau
data yang diperoleh dari informan yang satu dengan informan yag lain, (2)
triangulasi metode yakni menggali data yang sama dengan menggunakan metode
berbeda, (3) review informan yaitu data yang sudah diperoleh mulai disusun,
kemudian dikomunikasikan dengan informan khususnya informan pokok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
G. Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini proses analisis akan dilakukan dengan menggunakan
model analisis interaktif. Menurut Miles dan Huberman (dalam Sutopo,
2002:186), dalam model analisis interaktif terdiri dari tiga kemampuan yaitu
reduksi data, sajian data , dan penarikan simpulan / verifikasinya. Aktivitasnya
dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu
proses siklus. Dalam proses ini peneliti aktivitasnya tetap bergerakdi antara
analisis dan pengumpulan datanya selama masih proses pengumpulan data masih
berlangsung. Kemudian peneliti hanya bergerak di antara tiga komponen analisis
tersebut setelah pengumpulan data selesai pada setiap unitnya dengan
menggunakan waktu yang masih tersisa dalampenelitian ini. Proses analisis
interaktif dapat digambarkan skema sebagai berikut (Miles dan Huberman dalam
Sutopo, 2002: 189).
Gambar 2. Analisis Model Interaktif
Pengumpulan Data
Reduksi Data Sajian Data
Penarikan Kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Latar Penelitian
1. Letak Geografis dan Keadaan Alam Kabupaten Blora
Kabupaten Blora merupakan salah satu dari 35 Kabupaten di Provinsi
Jawa Tengah. Wilayah Kabupaten Blora terlatak di ujung Timur Laut dari ibukota
Provinsi Jawa Tengah. Dari sudut astronomi ini terletak di antara 60 525’ sampai
dengan 70 248’ Lintang Selatan. Bentangan wilayah Kabupaten Blora dari barat ke
timur sepanjang 87km dan utara ke selatan sejauh 58 km. Adapun batas-batas
wilayah Kabupaten Blora adalah sebagai berikut. Bagian Timur dan Selatan
berbatasan dengan wilayah Propinsi Jawa Timur yaitu Kabupaten Bojonegoro dan
Kabupaten Ngawi. Bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Rembang dan Pati.
Jarak Kabupaten Blora dengan kota Semarang kurang lebih 127 Km. wilayah
Kabupaten Blora hanya seluas 5.59% dari luas wiayah Propinsi Jawa Tengah,
secara administratif terbagi menjadi 16 kecamatan, 24 kelurahan dan 295 desa,
serta 1.204 RW dan 5.429 RT (BPS, 2009: 29-30).
Berdasarkan sudut geologinya Kabupaten Blora terletak pada Pegunungan
Kendeng atau Pegunungan Rembang. Oleh karena itu daerah Blora mempunyai
morfologi yang sangat bervariasi yaitu ketinggian antara 25 m hingga 500 m dari
permukaan laut. Keadaan daerah sebagian besar berupa gunung atau pegunungan
dan lereng-lereng gunung, jurang, dan sebagian lagi merupakan tanah datar dan
lembah. Daerah tertinggi di kabupaten ini adalah Bogorejo. Ketinggiannya rata-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
rata antara 100-500 m dari permukaan air laut. Adapun rata-rata terendahnya
terletak pada 100 m di atas permukaan air laut.
2. Luas Wilayah Kabupaten Blora
Luas wilayah Kabupaten Blora pada tahun 2009 tercatat 182.058,797 ha,
terdiri dari tanah sawah seluas 46.129,921 ha (25,33 %)dan bukan sawah
135.728,876 ha (74,67 %). Adapun rincian penggunaan lahan dapat dilihat pada
tabel berikut:
TABEL PENGGUNAAN LAHAN KAB. BLORA 2009
NO Jenis Lahan Luas %
1 Sawah 46.129,921 25,34 % 2 Tegalan 26.278,277 14,43 % 3 Pekarangan/bangunan 16.791,858 9,22 % 4 Hutan 90.416,520 49,66 % 5 Perkebunan rakyat 4,000 0,01 % 6 Waduk 56,962 0,03 % 7 Lain-lain 2.381,259 1,31 % 182.058,797 100,00 %
Sumber: BPS Kab. Blora Tahun 2009
Sesuai dengan keadaan morfologi tanahnya, lahan sawah di wilayah
Kabupaten Blora jenis pengairannya juga bermacam-macam dan sebagian besar
merupakan sawah tadah hujan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
TABEL SAWAH DAN PENGAIRANNYA DI KAB. BLORA 2009
No
Jenis Pengairan Luas %
1 Pengairan teknis 7.449,000 4,09 % 2 Pengairan setengah teknis 967,000 0,53 % 3 Pengairan sederhana 4.114,000 2,26 % 4 Pengairan desa 1.640,000 0,90 % 5 Tadah hujan 29.703,921 16,31 % 6 P2AT 2.259,000 1,24 % Total 46.129,921 25,33 %
Sumber: BPS Kab. Blora Tahun 2009
Keadaan morfologi yang bervariasi di atas dan Pegunungan Rembang
yang relatif tinggi ini, menyebabkan wilayah Kabupaten Blora banyak terdapat
waduk. Ada 3 waduk terbesar di Kabupaten Blora yaitu yang terbesar adalah
Waduk Tunjungan dengan luas area 35,537 ha, kemudian Waduk Blora 18,300 ha
dan Waduk Todanan 3,125 ha. Adapun tanah di wilayah Kabupaten Blora
didominasi oleh tiga golongan yaitu tanah gromosal 56 %, mediteran 39 %, dan
alluvial 5 %.
3. Penduduk dan Adat Istiadat Masyarakat Kabupaten Blora
Jumlah penduduk Kabupaten Blora berdasarkan data tahun 2009 sebanyak
842.624 jiwa, dan jumlah wanita lebih banyak yaitu 426.465 jiwa atau 50,61 %,
sedangkan penduduk laiki-laki 416.209 jiwa atau 49,39 %. Dari jumlah tersebut
terdiri dari 228.519 KK, sehingga rata-rata KK mempunyai 3 sampai 4 anggota
keluarga. Mengenai pertambahan penduduknya, BPS (2009: 69-72) mencatat
bahwa pertambahan penduduk secara alami lebih tinggi daripada pertambahan
penduduk secara migrasi. Tingkat kelahiran tercatat 8,48 dan tingkat kematian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
4,02. Sedang tingkat kedatangan tercatat 4,48 dan tingkat kepergian 4,0. Dengan
keadaan yang demikian menyebabkan jumlah penduduk Kabupaten Blora
mengalami pertambahan dan ini tentu saja akan mempengaruhi kepadatan.
Kepadatan penduduk rata-rata mencapai 463 jiwa setiap km. Kepadatan
penduduk tertinggi di Kecamatan Cepu yaitu 1.543 jiwa, Kecamatan Jati 567 jiwa,
dan Kecamatan Sambong 301. Kepadatan penduduk yang tidak merata ini jelas
dipengaruhi oleh keadaan geografis yang ada. Mengenai komposisi penduduk
Kabupaten Blora termasuk struktur muda di bawah umur 15 tahun berjumlah
235.211 jiwa atau 27,91 %, umur produktif 15 tahun sampai dengan 64 tahun ada
547,384 jiwa atau 64,96 % dan golongan lanjut usia atau umur lebih dari 65 tahun
ada 60.079 jiwa atau 7,13 %.
4. Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Blora
Kondisi pendidikan penduduk Kabupaten Blora sangat bervariasi. Menurut
catatan BPS (2009: 126) jenjang pendidikan SD/MI memiliki jumlah murid yang
paling banyak yaitu 96.901, SLTP sebanyak 37.109 kemudian SLTA sebanyak
22.972 dan TK 14.674, sedang jumlah guru yang paling banyak tentunya pada
jenjang SD/MI ada 5.531 orang.
Sarana pendidikan yang dimiliki tingkat perguruan tinggi di Kabupaten
Blora ada 4 yaitu Sekolah Tinggi Teknologi Ronggolawe Cepu, Sekolah Tinggi
Energi dan Mineral Cepu, Sekolah Tinggi Al Muhammad Cepu, Sekolah Tinggi
Agama Islam Muhammadiyah Blora. Penduduk Kabupaten Blora cenderung
berminat pada sekolah yang berbasis agama Islam. Oleh Karena itu hampir setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
kecamatan terdapat pondok pesantren, bahkan satu kecamatan ada yang memiliki
7 pondok pesantren atau bahkan 9 pondok pesantren.
Mata pencaharian penduduk Kabupaten Blora sebagian besar adalah di
bidang pertanian (54,19 %). Keadaan alam sekitar memang sangat mempengaruhi
terhadap masyarakat dimana mereka tinggal. Keadaan alam dan lingkungan 25,34
% berupa sawah, hutan 49,66 % dan tegalan 4,43 % (BPS, 2009: 90). Pekerjaan
lain yang dilakukan adalah di bidang perdagangan, tukang kayu dan jasa lainnya
di bidang penggalian dan pertambangan.
Tanah pertanian umumnya kurang subur karena tanahnya mengandung
kapur dan gamping. Untuk meningkatkan hasil pertanian, Pemda membangun
beberapa dam, waduk, dan cekdam, antara lain: Waduk Brentolo di Todanan,
Dam Tunggal Bhakti Pramuka di Kajangan, Dam Induk Kedung Waru di
Kecamatan Kunduran, Dam Murah Sandang Pangan di Sambong, Dam Watu
Lumbung di Jiken, dan lain-lain. Hasil pertanian berupa padi, jagung, kedelai,
ketela, kacang hijau, kacang tanah, cabai, kapas dan lain-lain. Hasil cabai atau
Lombok dari Kecamatan Jepon sangat terkenal dan diekspor. Penghasil cabai
lainnya adalah Kecamatan Jiken, Tunjungan, Ngawen, Banjarejo dan Kunduran.
Penghasil padi terbanyak adalah Kedung Tuban. Oleh karena itu
kecamatan ini disebut gudang pangan bagi Kabupaten Blora. Penanaman padi
selain diusahakan dengan melaksanakan Panca Usaha Tani juga dengan membuat
sumur Pantek.
Blora dikenal sebagai perkebunan kayu jati. Hutan yang mempunyai luas
hampir separuh dari luas kabupaten, menghasilkan kayu jati untuk bahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
bangunan perumahan dan diekspor ke luar negeri. Kecamatan penghasil kayu jati
adalah: Sambong, Cepu, Kedung Tuban, Randublatung, Jati, Ngawen, Todanan,
dan lain-lain. Kayu jati di Blora sangat terkenal karena kualitasnya sangat baik.
Soko Guru Joglo, “Sasono Utomo” Taman Mini, berupa kayu jati yang berasal
dari Kecamatan Randublatung Blora.
Penduduk Kabupaten Blora banyak yang bermata pencaharian di bidang
penggalian dan pertambangan, karena daerah ini banyak terdapat tambang. Hasil
tambang utamanya adalah minyak tanah yang terdapat di Cepu Desa Ledok
(Sambong), Semanggi, Nglobo, Pilangbogo, Banyak Ijo (Sono Kidul), Kawengan
Desa Nglencong Botorejo, dan lain-lain. Barang galian lainnya di Perbukitan
Jurangjero terdapat pasir kwarsa (sabagai bahan semen, kalsit, batu gips, dammar
selo bahan plitur). Desa Batu dan Gayam merupakan gudang batu. Batu gamping
terdapat di Ngampel, sedang batu merah dan genting dihasilkan Karangjati, Desa
Jimbung Kedung Tuban. Sumber garam yang oleh masyarakat setempat disebut
“pablengan” terdapat di Delok Pojo Watu Kecamatan Sambong.
Dalam meningkatkan kehidupan ekonomi penduduk Kabupaten Blora
banyak yang mengusahakan kerajinan. Kegiatan kerajinan ini ada yang
merupakan usaha pokok, ada yang merupakan usaha sampingan ataupun hanya
sebagai buruh. Kerajinan anyaman bambu seperti caping, rinjing bambu terdapat
di Desa Bojo Kedung Tuban, Bangking (Blora), kerajinan kepang terdapat di Desa
Got Putuk (Ngawen), tampar-dadung di Desa Sambongrejo, Desa Japah
(Ngawen), besek dari Desa Kedungngaren dan Kedungelo (Kedungrejo), sangkar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
burung di Desa Tambakrejo. Kerajinan dari tanah liat seperti periuk, belanga
terdapat di Desa Mendenrejo, Mendalem.
5. Agama dan Kepercayaan Masyarakat Kabupaten Blora
Kerukunan hidup antarumat pemeluk agama dan penganut kepercayaan
Tuhan Yang Maha Esa di Kabupaten Blora cukup baik, terbukti sampai saat ini
belum pernah terjadi perselisihan antarpemeluk agama atau penganut kepercayaan
baik secara terbuka maupun secara tertutup. Beragam tempat-tempat ibadah dan
peribadatan merupakan salah satu bukti kerukunan hidup beragama yang ada di
Kabupaten Blora dapat hidup damai dan berkembang secara berdampingan dalam
kebersamaan.
Mayoritas penduduk Kabupaten Blora memeluk agama Islam. Sejumlah
versi sejarah menyebutkan bahwa Islam pertama kali di Blora disebarkan oleh
Sunan Pojok. Selain keturunan dari para Walisongo, Sunan Pojok juga
mempunyai hubungan kedekatan dengan budaya dan kesenian Yogyakarta.
Semasa hidupnya Sunan Pojok dikenal dengan nama Pangeran Surabahu atau
Syaikh Amirullah Abdulrahim, yang masih mempunyai hubungan dengan Sunan
Muria, Sunan Kudus, Sunan Bonang, Sunan Ampel dan Dewi Chandrawati binti
Arya Teja Bupati Tuban.
Menurut catatan Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Blora pada tahun
2009, jumlah pemeluk Agam Islam mencapai 861.198 jiwa dari total 879.732 jiwa
penduduk. Hal ini berarti bahwa 97,83 % penduduk Blora beragama Islam, yang
dilayani oleh 1.065 tempat ibadah, yang terdiri dari 630 masjid dan 435 musholla.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Jumlah terbanyak terdapat di Kecamatan Banjarejodengan 63 masjid dan 83
musholla. Disusul oleh Kecamatan Ngawen dengan 56 masjid dan 65 musholla,
serta kecamatan Todanan dengan 91 masjid dan 28 musholla. Sedangkan apabila
dilihat dari tanah yang diwakafkan yang terbesar terdapat di Kecamatan Cepu,
Sambong, dan Banjarejo. Hal ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Blora
pembangunan infrastruktur fasilitas masyarakat berbasis perkembangan Islam
cukup baik. Selain agama Islam, sebagian penduduk Kabupaten Blora juga ada
yang memeluk agama Kristen Protestan yaitu sebanyak 1,25%, pemeluk agama
Katolik sebanyak 1,09 %, pemeluk agama Hindu 0,007 %.
Penduduk di Kabupaten Blora meski telah memeluk salah satu agama
tertentu masih bisa ditemui sebagian masyarakat kecil yang percaya akan adanya
kekuatan-kekuatan gaib dari benda-benda tertentu atau dari tempat-tempat tertentu
yang biasa disebut dengan keparcayaan animisme. Terbukti sebagian masyarakat
masih ada kepercayaan bahwa meraka harus menghormati arwah-arwah leluhur,
tokoh-tokoh tertentu yang dimakamkan di suatu tempat, tempat-tempat yang
dikeramatkan dan dianggap bertuah, peninggalan-peninggalan berwujud benda-
benda atau alat-alat yang memiliki daya magis tertentu yang jika dilanggar
aturannya akan berpengaruh buruk bagi si pelanggar.
6. Bahasa Penduduk Kabupaten Blora
Bahasa yang dipergunakan oleh penduduk Kabupaten Blora mayoritas
adalah bahasa Indonesia. Bahasa Daerah atau bahasa Jawa digunakan dalam
kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Kabupaten Blora untuk berkomunikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
secara akrab dan familiar. Adapun bahasa Jawa yang digunakan terdiri dari tiga
tingkatan variasi bahasa yaitu: bahasa ngoko, bahasa karma madya, dan bahasa
karma inggil.
Bahasa Jawa sebagai bahasa daerah tetap dipertahankan pemakainya
terutama penduduk di pedesaan. Sementara penduduk yang tinggal di perkotaan
menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. Pada acara-acara resmi
atau kegiatan-kegitan resmi atau semi resmi bahasa Indonesia selalu menjadi
pilihan.
7. Kedudukan dan Fungsi Cerita Rakyat Kabupaten Blora
Cerita rakyat Kabupaten Blora merupakan cerita yang masih hidup dan
berkembang di tengah masyarakat. Cerita Rakyat Kabupaten Blora disebarluaskan
secara lisan dan didasarkan pada kemampuan mengingat para penuturnya. Besar
kemungkinan cerita rakyat Kabupaten Blora mengalami pembelokan dari bentuk
dan cerita aslinya. Cerita rakyat Kabupaten Blora bersumber dari nenek moyang
atau para pendahulunya secara turun temurun. Nenek moyang atau para pendahulu
mewariskan cerita tersebut kepada generasi muda atau keturunannya secara lisan
dan hanya didasarkan pada kemampuan mengingat, ada sebagian kecil secara
tertulis dan itupun masih sangat sederhana dan tidak dikemas secara modern.
Tetapi tidak sedikit pula para orang tua yang enggan mewariskan cerita yang
dimilikinya kepada anak cucunya, dengan alasan kaum muda kurang berminat
mendalami hal cerita itu atau merasa tidak cocok dengan keadaan kehidupan
sekarang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Di masyarakat Kabupaten Blora didapati cerita rakyat yang berbeda versi
dalam suatu tempat/lokasi dalam satu cerita. Cerita yang terpenggal-penggal atau
hanya sebatas yang diingat saja dan kurangnya keutuhan cerita juga masih ada.
Pengungkapan cerita yang tidak utuh dan tidak diketahui secara keseluruhan
isinya sangat memungkinkan hilangnya sebagian nilai yang terkandung di
dalamnya.
Cerita rakyat Kabupaten Blora merupakan cerita-cerita yang berlatar
belakang adat/kebiasaan hidup di lingkungan tersebut yang merupakan
pengalaman hidup masyarakat pemiliknya. Cerita-cerita rakyat yang ada diserap
dan dimanfaatkan sebagai pembentuk watak masyarakatnya. Pada masa dahulu
cerita-cerita rakyat digunakan oleh para orang tua untuk pembentuk watak anak
cucu dan keturunannya lewat tutur lisan yang digunakan di saat senggang atau
pengisi waktu menjelang tidur dengan cara mendongeng. Pada saat mendongeng
para orang tua menggunakan isi cerita untuk mendidik agar anak cucu dan
keturunannya menjadi manusia yang hidup sesuai dengan norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat seperti tokoh dalam cerita dengan segala perilaku dan
perannya.
Isi cerita rakyat yang disampaikan kepada anak cucu dan keturunannya
diserap dan disampaikan untuk dapat memberikan petunjuk perilaku yang benar
agar dapat diikuti, dan perilaku yang kurang benar agar dihindari atau dengan kata
lain orang tua menekankan pada perilaku mana yang boleh dan perilaku mana
yang tidak boleh. Melalui cerita rakyat dapat ditumbuhkan rasa penghargaan
kepada para pendahulu dan rasa menghormati leluhur dengan kesadaran sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Cerita rakyat dapat pula digunakan sebagai alat penghibur dengan dibuat
pementasan-pementasan ala kadarnya yang ditonton masyarakat setempat untuk
menumbuhkan rasa patriotik, cinta bangsa dan tanah air sekaligus pengobat rindu
bagi kerabat yang ditinggalkan serta kebanggaan masyarakat pemiliknya.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, kondisi seperti di atas jarang
dijumpai bahkan di Kabupaten Blora kondisi seperti ini hampir langka dapat
ditemui di daerah pedesaan, terlebih lagi di wilayah perkotaan. Tradisi atau adat
kebiasaan bercerita yang lebih dikenal dengan istilah mendongeng yang pada
zaman dahulu sering dilakukan para orang tua, di masa sekarang tidak lagi
dijumpai. Banyak dari mereka berpandapat bahwa mendongeng sekarang sudah
bukan zamannya.
B. Hasil Penelitian
1. Jenis-Jenis Cerita Rakyat Kabupaten Blora
Ditinjau dari beberapa ketentuan, batasan serta definisi menurut James
Dananjaya, cerita rakyat di Kabupaten Blora sebagian besar dapat digolongkan
sebagai legenda, karena memiliki beberapa kriteria maupun sifat-sifat tertentu
antara lain: dianggap benar-benar terjadi, dianggap tidak suci lagi, sebagian besar
mengambil tokoh manusia, Tokoh-tokohnya mempunyai sifat yang luar bias,
Dalam kisahnya dibantu oleh makhluk halus, Mencerminkan tempat kejadian di
masa lalu dan masa sekarang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
a. Dianggap Benar-Benar Terjadi
Beberapa Legenda yang ada di Kabupaten Blora dapat dikatakan
menceritakan kisah kejadian sebuah tempat, desa, tempat-tempat tertentu yang
hingga kini masih digunakan oleh masyarakat Blora, bahkan asal mula nama
Blora pun dianggap diperoleh berdasarkan dari cerita rakyat yang berkembang
saat itu. Tempat, desa-desa tersebut antara lain asal mula Desa Balun, asal mula
Desa Cepu, asal mula Desa Sawur, asal mula Desa Tegaldawa, asal usul Desa
Brabowan, asal mula Desa Biting, asal mula Desa Gagaan dan sebagainya.
Selain dianggap benar-benar terjadi beberapa legenda yang terdapat di
Kabupaten Blora mengidentifikasikan bahwa pada prinsipnya leganda asal mula
desa yang terdapat di Kabupaten Blora sangat bersifat lokal. Atau dapat dikatakan
sebagai legenda yang menceritakan tentang asal mula sebuah tempat berdasarkan
serangkaian peristiwa yang terdapat dalam sebuah cerita. terjadinya nama sebuah
tempat pun juga didasarkan kepada suatu kejadian dari sang tokoh di dalam cerita.
misalnya, asal mula Desa Watu Brem dan Pojok Watu.
Namun demikian karena sifat persebaran legenda yang mudah menyebar,
maka legenda-legenda tersebut sangat mudah tersebar menuju keberbagai tempat,
sehingga dengan mudah diketahui oleh masyarakat luas. Dari beberapa peristiwa
tercantum dalam cerita, banyak legenda yang terdapat di Kabupaten Blora yang
menceritakan suatu keajaiban yang dibalut dengan sifat “ketakhayulan” yang
sangat tinggi, apalagi sifat ketakhayulan tersebut mengandung unsur-unsur
larangan yang pernah dirasakan oleh sang tokoh. Hal itu dapat diketahui dari
beberapa legenda seperti Legenda Maling Kentiri yang menabukan bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
masyarakat setempat untuk menanam talas. Legenda Kiai Anggayuda dan keramat
Sambong dimana warga masyarakat sekitarnya dilarang untuk memeluk Agama
Islam.
b. Dianggap Tidak Suci
Beberapa cerita rakyat yang ada di Kabupaten Blora, memang tidak
dianggap suci oleh masyarakat Blora. Mereka hanya sekadar mengetahui bahwa
nama tempat atau nama desa mereka diperoleh dari cerita-cerita rakyat yang
berkembang saat itu. Dengan demikian sebenarnya dengan adanya cerita rakyat
sesungguhnya sebagai sarana pengingat bagi masyarakat pendukungnya.
Walaupun pada akhirnya di dalam cerita tersebut banyak diceritakan tokohnya
yang seringkali melakukan tindakan-tindakan ‘kesucian’ yang ditunjukan dari
beberapa tempat yang hingga kini masih dianggap suci dan keramat bagi
masyarakat, namun posisi cerita rakyat dianggap suci, karena siapa pun boleh
menceritakan secara bebas, tanpa ada aturan-aturan apapun.
Selain itu, memang sangat jelas bahwa yang disebut dengan legenda
merupakan “sejarah kolektif” (folk history) suatu masyarakat, walaupun sejarah
tersebut seringkali mengalami distorsi, sehingga acapkali berbeda jauh dengan
sejarah aslinya (Dananjaya, 1997: 66) . sejalan dengan itu, maka memang wajar
jika sebuah legendabisa dan boleh diketahui oleh siapapun, termasuk para
pendukung legenda tersebut. Oleh sebab itu sangat logis bila legenda seringkali
tidak dianggap suci oleh para pendukungnya. Dengan dimilikinya legenda
tersebut, pada akhirnya akan menumbuhkan kebanggaan tersendiri dalam diri
warga pendukung legenda tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
c. Sebagian Besar Mengambil Tokoh Manusia
Tokoh-tokoh utama dalam semua cerita rakyat Blora dalam kajian ini
selalu mengambil tokoh manusia sebagai sentralnya. Tokoh-tokoh yang
diperankan di dalam cerita merupakan tokoh-tokoh yang berhubungan dengan
suatu posisi di dalam kerajaan. Kerajaan-kerajaan maupun kadipaten yang
berperan hampir melingkupi semua cerita rakyat Blora antara lain kerajaan
Demak, Kerajaan Semarang, Kerajaan Pajang, Kerajaan Mataram, Kerajaan
Jipang, Kadipaten Bengir, dan sebagainya.
Untuk posisi-posisi atau kedudukan dalam kerajaan yang sering digunakan
dalam cerita rakyat Blora adalah raja, adipati, pengawal raja, pengikut raja, patih,
hulubalang, tokoh spiritual kerajaan dan sebagainya. Selain itu, tokoh-tokoh
sentral yang mempunyai kekeuasaan terhadap sebuah kerajaan. Andaikata, ia
bukan tokoh sentral dalam cerita rakyat Blora ini juga merupakan tokoh-tokoh
tertentu yang mempunyai pengaruh besar di masyarakatnya.
Sebagian besar, tokoh utama yang mendominasi dalam setiap legenda
yang berkembang di Kabupaten Blora adalah manusia. Tokoh manusia tersebut
baik yang berlatar belakang tokoh agama (modin, penghulu), tokoh kerajaan (raja,
adipati, prajurit), tokoh masyarakat maupun rakyat biasa. Meskipun sebagian
besar tokoh sentral yang berperan dalam legenda merupakan tokoh-tokoh yang
bisa dijadikan panutan di dalam masyarakat, namun adapula legenda yang yang
ada di Kabupaten Blora menceritakan tokoh manusia yang kurang disenangi oleh
masyarakat. Misalnya cerita Maling Kentiri yang menceritakan seorang manusia
yang mempunyai pekerjaan sebagai pencuri, tetapi ia masih mempunyai sifat yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
dermawan dan sosial, karena hasil curiannya selalu dibagi-bagikan kepada rakyat
miskin.
Di dalam legenda yang berkembang di Kabupaten Blora mereka berperan
sesuai status dan peran yang diembannya. Misalnya dalam Legenda Desa Watu
Brem dan Pojok Watu yang mengisahkan asal mula Desa Watu Brem didasarkan
pada tahapan-tahapan dalam proses perkawinan atau peralatan dalam proses
perkawinan.
d. Tokoh-Tokohnya Mempunyai Sifat yang Luar Biasa
Sudah jelas jika di dalam sebagian besar cerita rakyat Blora seringkali
dibubui dengan peristiwa-peristiwa luar biasa yang melingkupi kehidupan sang
tokoh. Peristiwa-peristiwa tersebut kadang tidak masuk akal, ajaib, dan sulit
diterima akal sehat. Dari beberapa contoh tentang kejadian luar biasa yang dialami
atau dilakukan oleh sang tokoh cerita selain menunjukkan bagaimana kehebatan
sang tokoh dalam cerita, juga menunjukkan bahwa legenda sangat menarik untuk
diketahui oleh para pendukungnya. Dan di setiap legenda itu disampaikan kepada
orang lain selalu mengalami penambahan-penambahan tertentu, dan penambahan
cerita tersebut biasanya hal-hal yang bersifat kehebatan dari sang tokoh cerita.
Memang, di satu sisi kehebatan yang dilakukan oleh sang tokoh sering kali
tidak masuk akal. Dari beberapa kehebatan yang dimiliki sang tokoh tersebut
mengindikasikan bahwa tokoh dalam cerita bukanlah manusia biasa. Mereka
punya kelebihan-kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh manusia biasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
e. Dalam Kisahnya dibantu oleh Makhluk Halus
Legenda merupakan cerita yang dianggap benar-benar terjadi, tetapi
kadangkala dalam kejadian-kejadian tersebut banyak diselipi dengan hal-hal
keanehan, sehingga seringkali tidak masuk akal. Di dalam legenda seringkali
muncul peran makhluk halus yang ikut serta memperlancar maupun mengganggu
seorang tokoh.
Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa legenda seringkali mengandung
unsur-unsur yang bersifat pralogis dan tidak masuk akal. Apalagi sifat legenda
yang cara penyampaiannya secara lisan, sehingga peristiwa-peristiwa “pralogis”
yang menyertainya sering mendapat penambahan dari sang penutur. Sifat-sifat
tersebut makin jelas dengan adanya faktor makhluk halus yang ikut berperan
dalam peristiwa tersebut. Disatu sisi dengan adanya unsur-unsur pralogis tersebut
justru menjadikan legenda menarik untuk diketahui masyarakat luas.
f. Mencerminkan Tempat di Masa Lalu dan Sekarang
Cerita rakyat yang tersebar di Kabupaten Blora, sangat kental sekali
dengan asal mula nama sebuah tempat (desa, dusun) dan keberadaannnya hingga
kini masih dijadikan nama desa atau dusun.
Dari keenam sifat maupun kriteria sebuah legenda, pada dasarnya legenda-
legenda yang berkembang di wilayah Blora satu dengan lainnya mempunyai suatu
hubungan tertentu, yang secara inti mengambil tokoh Aria Penangsang sebagai
tokoh sentralnya, serta Wilayah Jipang dan Panolan sebagai wilayah cakupannya.
Walaupun dalam perkembangannya nama tokoh dan nama tempat selalu berubah,
namun seting utamanya berbagailegenda yang ada di Kabupaten Blora, tetap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
menitikberatkan kepada tokoh Aria Penangsang beserta atribut yang
melingkupinya.
Setelah melihat sifat-sifat dan kriteria beberapa legenda yang ada di
Kabupaten Blora tersebut, maka pada dasarnya legenda yang berkembang, hidup
dan diyakini oleh masyarakat pendukung legenda, dalam hal ini masyarakat Blora,
tentu mempunyai maksud tertentu, paling tidak sebagai pengingat suatu
masyarakat (kolektif) tentang keberadaan dan asal mula nama daerah mereka.
Sejalan dengan hal itu memang legenda sering disebut sejarah. Mengingat sifat
legenda yang tidak tertulis, maka seringkali legenda mengalami distorsi, sehingga
peristiwa yang ditampilkan sangat menyimpang dengan peristiwa sesungguhnya.
Selain itu legenda juga bersifat migratoris, dalam arti bahwa tempat-
tempat yang ada dalam sebuah legenda dapat berpindah-pindah, bahkan
persebaran legenda punjuga mengalami perkembangan yang luar biasa. Tidak
mengherankan jika seringkali dijumpai sebuah legenda yang sama di daerah yang
berbeda.
Sebagian besar legenda yang ada di Kabupaten Blora merupakan jenis
legenda perorangan dan legenda setempat. Berdasarkan legenda perorangan jelas
di dalam legenda di Kabupaten Blora selalu menghubungkan tentang seorang
tokoh (person) dengan tokoh lain. Legenda-legenda tersebut melukiskan
perjalanan, pengembaraan seorang tokoh beserta peristiwa-peristiwa yang
melingkupinya. Sementara legenda setempat, sudah tentu beberapa legenda di
Kabupaten Blora, sangat berkaitan dengan asal mula nama-nama sebuah tempat
(desa maupun dusun) yang hingga saat ini masih digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
2. Struktur Cerita Rakyat Kabupaten Blora
Pengkajian stukturalisme cerita rakyat Kabupaten Blora dapat diartikan
sebagai kajian atau susunan dalam cerita rakyat yang meliputi unsur-unsur
intrinsik cerita yakni tema, alur, tokoh, latar, dan amanat yang terkandung dalam
cerita rakyat Kabupaten Blora. Kajian strukturalisme dilaksanakan terhadap lima
cerita rakyat di Kabupaten Blora.
a. Cerita Rakyat Legenda Punden Janjang
1) Isi Cerita
Legenda Punden Janjang terkait dengan perjalanan Pangeran Jati Kusuma
dan Pangeran Jati Kuswara dalam pengembaraannya untuk mencari pusaka
Kerajaan Pajang yang hilang. Konon setelah berpisah dengan ketiga saudaranya
yang melanjutkan perjalanannya kearah timur (Pangeran Anom, Pangeran Giri
Jati, dan pangeran Giri Kusuma), Pangeran Jati Kusuma dan Pangeran Jati
Kuswara melanjutkan perjalanan ke arah utara. Mereka berdua sampai kesuatu
tempat yang sulit dilalui karena di depannya terhalang sungai yang curam. Para
sahabatnya tidak bisa melaluinya. Melihat hal demikian Pangeran Jati Kusuma
dengan kesaktiannya menciptakan sebuah jembatan untuk membantu
mempermudah menyeberangi sungai tersebut. Seketika dalam sekejap di depan
mereka terbentang sebuah jembatan dari tanah yang menghubungkan dua tebing
sungai tersebut. Tempat tersebut dikenal dengan sebutan ‘Wot Lemah’.
Kemudian dari seberang Pangeran Jati Kusuma melihat di sebarang
jembatan tersebut ada tempat yang patut untuk bertapa. Pangeran Jati Kusuma
menghendaki untuk bertapa di tempat tersebut. Segala peralatan yang diperlukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
segara dipersiapkan. Akan tetapi tempat tersebut tidak cocok untuk beliau bertapa,
terbukti baru beberapa bulan dipergunakan untuk bertapa tempat itu sudah longsor
(jurug), yang berarti tidak cocok untuk bertapa seorang pangeran yang sakti.
Kedua pangeran itupun lalu berpindah ke tempat yang lebih cocok. Adapun
tempat tersebut kemudian dinamakan Gunung Cilik atau Jurug.
Disebutkan, selama bertapa di tempat tersebut Pangeran Jati Kusuma
mendapatkan petunjuk bahwa tempat bertapa yang cocok untuk beliau berdua
adalah bukan di situ, melainkan di sebuah pegunungan yang berada disebelah
utara pegunungan tersebut. Dalam petunjuk (wangsit) tersebut diperintahkan
untuk mencari tanah yang njanjang.
Mereka lalu pergi mencari tempat yang diperintahkan pada wangsit
tersebut. Mereka berjalan ke arah Timur Laut. Tampaklah di sana terdapat
pegunungan yang cocok dengan petunjuk yang diterimanya. Maka rombongan
pun segera menuju ke tempat tersebut.
Disebutkan selama dalam perjalanan, kedua pangeran itu membuat masjid
di Desa Genjeng, dekat Nglebur/Ngrambah, untuk tempat bersembahyang
masyarakat sekitar tempat itu, yang dikenal dengan Masjid Benteng. Selama
dalam pembuatan masjid tersebut kedua pangeran itu selalu didatangi oleh
seorang wanita yang sangat cantik dari Desa Bleboh bernama Nyi Randha
Kuning. Maksud kedatangan dari wanita tersebut adalah ingin agar diperkenankan
mengabdi sebagai selir sang pangeran. Keinginan Nyi Randha Kuning tersebut
tidak dikabulkan, tetapi juga tidak ditolak. Dia dibiarkan disitu sesuka hatinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Disebutkan, pembangunan masjid belum selesai namun kedua pangeran
tersebut segera meninggalkan tempat tersebut untuk bertapa di Janjang. Selama
sang pangeran bertapa, Nyi Randha Kuning tetap setia menunggu sampai akhir
hayatnya. Akibat dari perbuatan Nyi Randha Kuning tersebut, menjadikan orang
dari Desa Bleboh dan Desa Nglebur tidak boleh menikah dengan orang Desa
Janjang. Apabila memaksa harus menikah, kedua calon mempelai harus bersedia
terlebih dahulu tidur bersama baik di Desa Nglebur maupun Desa Bleboh. Selain
itu, juga berlaku adat bahwa wanita Nglebur atau Blebohlah yang mengajukan
lamaran terlebih dahulu, seperti halnya Nyi Randha Kuning.
Cara bertapa antara dua orang pangeran tersebut berbeda. Pangeran Jati
Kusumo melakukan tapa dengan cara mengurangi makan dan tidur, sedangkan
Pangeran Jati Kuswara dengan cara terus menerus makan dan tidur. Dikisahkan,
selama melakukan tapa kedua pangeran tersebut saling menunjukkan
kesaktiannya. Ternyata dari kedua pangeran tersebut yang lebih unggul adalah
pangeran yang lebih muda, Pangeran Jati Kuswara.
Pada suatu saat Pangeran Jati Kusuma marah kepada adiknya Pangeran
Jati Kuswara yang terus menerus makan. Maka dipecahkanlah kendil yang biasa
dipergunakan untuk menanak nasi. Oleh Pangeran Jati Kuswara, pecahan kendil
yang sudah berantakan tersebut lalu dipungut dikumpulkan serta diatur
sedemikian rupa sehingga pulih seperti sedia kala.
Pernah juga Pangeran Jati Kusuma mencoba kesaktian adiknya dengan
cara menyuruh bujangnya untuk mengambilkan serban yang tertinggal di Desa
Semanggi. Sang bujang pun berangkat menjalankan perintah tuannya. Sampai di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Desa Semanggi sang bujang pun tertegun karena melihat sorban yang dimaksud
berada di puncak nyiur yang cukup tinggi sehingga dia tidak bisa mengambilnya.
Sang bujang lalu kembali menghadap tuannya dan memberitahukan apa yang
dilihatnya. Pangeran Jati Kuswara menyatakan tidak percaya, lalu sang bujang
diminta untuk kembali ke Desa Semanggi untuk mengambil sorban kakaknya.
Dengan perasaan yang kurang puas sang bujang pun lalu kembali ke Desa
Semanggi, memenuhi perintah pangeran Jati Kuswara. Akan tetapi begitu tiba di
Desa Semanggi, bujang tersebut merasa heran dan takjub karena begitu ia tiba di
tempat tersebut, pohon nyiur yang tadinya menjulang tinggi, begitu ia tiba di
tempat tersebut seketika pohon kelapa tersebut merendah sehingga sorbannya
dapat diambil dengan mudah.
Sebagaimana sudah disebutkan di depan, selama Pangeran Jati Kusuma
dan Pangeran Jati Kuswara bertapa Nyi Randha Kuning tetap setia menunggu
hingga akhir hayatnya, akan tetapi keinginannya untuk menjadi selir sang
pangeran tidak bisa terkabul. Setelah meninggal Nyi Randha Kuning dimakamkan
di satu lokasi dengan makam sang pangeran, yaitu di Desa Janjang, Kecamatan
Jiken.
Karena besar pengaruh dan kesaktiannya, setelah wafat, makam kedua
pangeran tersebut masih dianggap keramat dan tiap tahun pada hari Jumat Pon
selalu diadakan Manganan Janjang. Pada upacara itu orang dari dalam desa dan
dari luar desa, bahkan dari luar daerah banyak yang datang dengan membawa
sesaji, ada yang membawa tumpeng bucu, ada yang membawa panggang ayam
dan jajan pasar. Ada juga yang menyembelih ternak seperti kambing dan lembu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Bila dalam membawa tumpeng bucu dan panggang ayamdicegat oleh anak-anak
gembala dan panggang ayamnya diminta, harus diberikan. Setelah sampai, nasi
dan jajanan dikumpulkan menjadi satu dan orangnya kebanyakan menanti sampai
upacara selesai.
Pada acara itu dipertunjukkan wayang krucilsebagai peninggalan
keduanya. Setelah upacara selesai diadakan selamatan dan nasi-nasi tersebut
dibagikan merata ke seluruh orang yang ada. Kepercayaan pada acara tersebut
biasanya membawa ramalan yang akan datang. Bila dalam acara tersebut nas yang
dibagikan itu kurang, ramalan di tahun datang akan terjadi paceklik/kurang
pangan. Bila daun pembungkusnya yang kurang maka akan terjadi mahal
tembakau. Bila air yang ada di dalam guci/gentong yang kurang maka akan terjadi
kemarau yang panjang.
Barang-barang peninggalan Pangeran Jati Kusuma dan Pangeran Jati
Kuswara antara lain:
- Wayang krucil atau wayang klitik dan seperangkat gamelan.
- Guci (gentong yang berair) air tersebut dapat digunakan untuk upacara
penyumpahan.
- Damar Sewu
- Baju Ontokusumo
- Kendi
- Mustoko Rumah
Disamping itu ditempat tersebut juga sering untuk melepas nadzar yang
biasa dilaksanakan dengan cara mementaskan pertunjukan wayang krucil khas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
janjang dengan menampilkan wayang keramat ciptaan sang pangeran yang terdiri
dari lima buah wayang yaitu:
- Kyai Branjal melambangkan beliau Eyang Jati Kusuma
- Kyai Kuripan melambangkan beliau Eyang Jati Kuswara
- Nyai Sekintir melambangkan beliau Putri Randha Kuning
- Semar dan
- Bletik melambangkan para punakawan.
Konon wayang tersebut sangat keramat. Jika terpaksa dipentaskan di luar
daerah, wayang tersebut tidak mau dibawa dengan naik kendaraan, melainkan
harus dibawa dengan berjalan kaki dengan cara digendong.
Selain itu makam kedua pangeran tersebut juga sering dipergunakan
sebagai sarana untuk melakukan peradilan tradisional yang dikenal dengan
‘Sumpah Janjang’. Acara tersebut biasanya dilakukan untuk mencari kebenaran
yang sudah tidak bisa dilakukan dengan cara lain. Dengan dilakukannya ‘Sumpah
Janjang’ , dalam waktu yang tidak lama kebenaran pasti akan segera terungkap,
paling lama dalam jangka waktu 3 bulan. Hal itu sebagaimana pepatah Jawa yang
berbunyi ‘becik ketitik, ala ketara’ (baik akan diketahui dan jelek pun akan
kelihatan).
2) Struktur Cerita
a) Tema
Peristiwa yang diceritakan dalam cerita rakyat Punden Janjang ini adalah
peristiwa yang menggambarkan keteguhan tekat seseorang untuk menjalankan
suatu perjalanan mencari sebuah pusaka yang hilang. Demi mendapatkan pusaka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
tersebut Pangeran Jati Kusuma dan Pangeran Jati Kuswara mengembara dari satu
tempat ke tempat yang lain. Bertapa/bersemedi demi mendapatkan wangsit atau
petunjuk dimana letak pusaka itu berada. Di dalam pengembaraannya, kedua
pangeran itu juga bersemedi untuk mendapatkan kesaktian, menolong orang-
orang yang lemah dan menyebarkan Agama Islam.
Banyak tempat yang sudah dilewati oleh kedua Pangeran tersebut sampai
akhirnya mereka menemukan tempat yang mereka rasa adalah tempat yang cocok
untuk bersemedi yaitu di Desa Janjang. Dan di Desa Janjang tersebut kedua
pangeran ini juga bertemu dengan seorang wanita yang dengan setia mengabdi
dan menunggu sang pangeran dan bermaksud menjadi istri dari salah satu
pangeran tersebut, wanita itu bernama Nyi Randha Kuning yang sampai akhir
hayatnya tetap setia menunggu untuk diperistri salah satu pangeran tersebut.
Di Desa Janjang tempatnya tinggi sehingga ia dapat melihat kemana saja
dengan jelas. Saat bertapa di Janjang kedua pangeran ini melakukan tapa yang
berbeda yaitu Pangeran Jati Kusuma bertapa dengan mengurangi makan dan tidur
sedangkan Pangeran Jati Kuswara tapa dengan cara menambah makan dan tidur.
Semua itu dilakukan demimendapatkan wangsit atau petunjuk dimana tempat
pusaka Pajang yang hilang itu. Sampai akhir hayatnya kedua pangeran itu tinggal
di Desa Janjang dan dimakamkan juga di desa tersebut. Makam Pangeran Jati
Kusuma dan Pangeran Jati Kuswara dianggap keramat (bahasa Jawa dipundi) oleh
warga sekitar, maka dari itu disebut punden dan sering dikunjungi masyarakat
untuk meminta berkah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Berdasarkan inti cerita, tema cerita Punden Janjang adalah kenyataan
keteguhan tekad yang kuat untuk meraih dan mendapatkan apa yang diinginkan.
Keteguhan tekat jika dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan diiringi dengan
selalu mendekatkan diri pada Sang Pencipta akan mendapatkan hasil yang
memuaskan. Ikhlas dalam menjalankan tugas yang telah diberikan tanpa adanya
keinginan atau pamrih tertentu, ikhlas tanpa ada tendensi tertentu.
b) Alur
Alur yang digunakan dalam cerita rakyat Punden Janjang adalah alur lurus,
karena cerita mengalir secara logis dan saling berkaitan. Hal-hal yang dilakukan
oleh pelaku-pelaku cerita secara berurutan dan menimbulkan cerita.
Cerita diawali dengan menggambarkan tokoh utama yaitu Pangeran Jati
Kusuma dan Pangeran Jati Kuswara yang mengembara mencari pusaka kerajaan
Pajang yang hilang dan mereka berdua terpisah dari ketiga saudaranya yang
melanjutkan perjalanan ke arah Timur, sedangkan meraka berdua ke arah Utara.
Meraka mengikuti wangsit untuk bersemedi di Desa Janjang. Dan di desa tersebut
kedua pangeran itu bertemu dengan seorang wanita dari Desa Bleboh yang ingin
diperkenankan mengabdi sebagai selir sang pangeran.
Selama kedua pangeran tersebut bertapa, Nyi Randha Kuning selalu setia
menunggu sampai akhir hayatnya. Setelah kedua pangeran tersebut meninggal
makamnya dijadikan satu dengan lokasi makam Nyi Randha Kuning. Karena jasa-
jasanya, makam kedua pangeran tersebut dianggap keramat, sering dipugar dan
sering diperbaiki masyarakat sekitar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
c) Tokoh
Tokoh utama dalam cerita rakyat Punden Janjang adalah Pangeran Jati
Kusuma dan Pangeran Jati Kuswara. Pangeran Jati Kusuma dan Pangeran Jati
Kuswara adalah dua bersaudara kakak beradik, putra dari Sultan Pajang yang
semasa hidupnya kedua pangeran ini suka mengembara. Kedua Pangeran tersebut
memiliki kesaktian yang tinggi, suka menolong orang lain serta bertujuan
menyebarkan Agama Islam, terbukti dengan adanya bangunan masjid di sana.
Pangeran jati Kusuma dan Pangeran Jati Kuswara melakukan bertapa
dengan cara berbeda. Pangeran Jati Kusuma melakukan tapa dengan mengurangi
makan dan tidur sedangkan Pangeran Jati Kuswara melakukan tapa dengan cara
terus menerus makan dan tidur. Selama melakukan tapa kedua pangeran saling
menunjukan kesaktiannya, tetapi Pangeran Jati Kuswara yang lebih unggul.
Selain tokoh utama ada pula tokoh pendukung cerita. dalam cerita Punden
Janjang tokoh pendukungnya adalah Nyi Randha Kuning. Dia adalah seorang
wanita yang cantik dari Desa Bleboh yang ingin agar dia dijadikan isrti oleh
Pangeran Jati Kusuma atau Pangeran Jati Kuswara. Sampai akhir hayatnya Nyi
Randha Kuning tetap setia menunggu jawaban dari kedua pangeran tersebut. Dan
sebelum dia meninggal, dia berpesan kepada seluruh warga Desa Bleboh untuk
tidak ada yang berbesanan dengan seorang warga dari Desa Janjang.
d) Latar
Di dalam cerita rakyat Punden Janjang yang menonjol adalah latar tempat
yang terkait dengan kisah perjalanan para tokohnya. Pangeran Jati Kuswara dan
Pangeran Jati Kusuma melakukan perjalanan mencari tempat untuk bersemedi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
mencari wangsit dan ilmu melewati sungai dan lembah yang curam. Kedua
pangeran tersebut dengan kesaktiannya membuat jembatan dari tanah yang diberi
nama ‘Wot Lemah’. Bersemedi Desa Ngrenjeng, Nglebur tetapi tanahnya longsor
karena tidak kuat untuk bertapa seorang yang sakti seperti mereka.
Selama bertapa di tempat yang selalu jurug/longsor tersebut kedua
pangeran itu mendapatkan wangsit /petunjuk bahwa tempat bertapa yang cocok
untuk pangeran berdua adalah di sebuah pegunungan yang berada di sebelah
utara. Meraka disuruh untuk mecari tanah yang njanjang/tanah lapang tepatnya di
Desa Janjang Kecamatan Jiken.
Kedua pangeran tersebut akhirnya bertapa dan menetap di desa tersebut
sampai akhir hayatnya. Karena banyaknya jasa dan kedua pangeran ini juga
memiliki ilmu yang tinggi makam kedua pangeran tersebut dianggap keramat,
sering dipugar dan diperbaiki dan sering pula di makam tersebut dipergunakan
sebagai sarana untuk melakukan peradilan tradisional yang dikenal dengan istilah
‘Sumpah Janjang’.
e) Amanat
Berdasarkan cerita rakyat Punden Janjang ini, dapat ditemukan beberapa
amanat yang berguna bagi generasi penerus antara lain: sifat dari Pangeran Jati
Kusuma dan Pangeran Jati Kuswara yang memiliki kesaktian yang tinggi, suka
menolong orang lain selain itu kedua pangeran ini juga patuh dan taat beribadah.
Kedua pangeran yang merupakan putra dari Sultan Pajang ini juga bertanggung
jawab dan berbakti kepada rajanya, demi mencari pusaka Pajang yang hilang
mereka rela menyusuri hutan, sungai, lembah dan bertapa dari satu tempat ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
tempat yang lain untuk mencari petunjuk dimana letak pusaka Pajang yang hilang
tersebut.
Kerelaan dan kesetiaan dari seorang wanita yang bernama Nyi Randha
Kuning. Demi cintanya kepada pangeran Nyi Randha Kuning rela mengapdikan
dirinya dan setia menunggu jawaban dari pangeran yang dicintainya hingga Nyi
Randha Kuning meninggal. Keiklasan dari Pangeran Jati Kusuma juga bisa
dicontoh oleh generasi muda.
Keiklasan Pangeran Jati Kusuma yang rela mengurangi makan dan
minum dan pangeran Jati Kuswara yang menambah makan dan minum. Keiklasan
seperti itu merupakan nilai yang bila direfleksikan di kehidupan saat ini merpakan
nilai yang langka. Keiklasan yang seperti itu sulit untuk bisa diketahui dengan
jelas. Dimasa kini dalam kehidupan modern, keiklasan seperti itu bisa dikatakan
langka, masyarakat kini sangat mengagungkan nilai-nilai individu.
b. Cerita Rakyat Desa Watu Brem dan Desa Pojok Watu
1) Isi Cerita
Alkisah, pada saat masih zamannya penggede, di Desa Pojok Watu (Desa
Tu-brem) hiduplah seorang penggede (kepala perampok) bernama Malang Sudiro.
Pada suatu saat ia berniat mengawinkan anaknya yang bernama Malang Kusuma
dengan seorang gadis dari Desa Ngoda. Hari perkawinan sudah ditentukan, begitu
pula semua peralatan yang diperlukan telah dipersiapkan. Pada hari yang sudah
ditentukan, rombongan pengiring pengantin pria berbondong-bondong dari Desa
Pojok Watu menuju ke Desa Ngoda. Upacara perkawinan berjalan dengan lancar
dan meriah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Pada hari kelima setelah perkawinan (sepasar) sang penganti akan
diunduh, diboyong untuk dirayakan ke Desa Pojok Watu. Pada saat yang sudah
ditentukan, iring-iringan rombongan pengantin berjalan dari Desa Ngado ke Desa
Pojok Watu. Di tengah perjalanan mereka dihadang oleh segerombolan perampok,
yang sesungguhnya adalah anak buah dari ayah sang pengantin laki-laki.
Gerombolan perampok tersebut melakukan perampokan terhadap iring-iringan
Malang Kusuma karena mereka tidak tahu kalau yang menjadi pengantin adalah
anak dari pemimpin mereka.
Dalam peristiwa perampokan tersebut, segala peralatan dan perlengkapan
upacara iring-iringan pengantin berceceran di sepanjang jalan Ngoda-Pojok Watu.
Rombongan iring-iringan pengantin berusaha melawan rombongan para perampok
untuk mempertahankan benda-benda perlengkapan upacara perkawinan yang
dibawanya. Maka terjadilah pertempuran cukup seru yang dalam istilah setempat
disebut “tawur”. Tempat terjadinya perang tawur antara rombongan pengiring
pengantin melawan rombongan gerombolan perampok tersebut kemudian
dinamakan Desa Sawur.
Peralatan kebesaran pengiring pengantin banyak yang tercecer di
perjalanan. Barang-barang tersebut antara lain: bonang renteng (alat gamelan
untuk mengiringi perjalanan rombongan pengantin), kembang nyamplung
(sumping sang pengantin), jarit jomblang (kain yang dipakai oleh sang pengantin),
kalung (perhiasan yang dipakai oleh sang pengantin), kukusan (peralatan dapur
yang digunakan keperluan upacara bukak kawah, khususnya untuk pengantin anak
sulung).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Tempat hilangnya bonang renteng disebut ‘Sawah Bonang Renteng’. Di
sawah ini setiap akan mulai tanam atau panen harus didahului dengan
membunyikan (nabuh) bende, sebagai pengganti bonang renteng. Tempat
hilangnya sumping pengantin yang bernama ‘kembang nyamplung’ kemudian
disebut ‘sawah nyamplung’. Tempat hilangnya kain yang digunakan pengantin
bernama ‘jarit jombang’ kemudian disebut ‘Sawah Jombang’, tempat
hilangnyakalung pengantin disebut Sawah Kalung. Tempat hilangnya peralatan
bubak kawah yang berupa ‘kukusan’ disebut ‘Sawah Kukusan’. Hilangnya kalung
sang pengantin karena sang pengantin terjerat dahan kacang (kesrimpet). Oleh
karena itu, di sawah tempat hilangnya kalung tersebut ditabukan ditanami pohon
kacang.
Dalam peristiwa tersebut akhirnya pengantin dan pengiringnya terpisah.
Tempat terpisahnya sang pengantin dengan pengiringnya tersebut kemudian
disebut ‘Sawah Manten’. Untuk membuang sial, ditempat tersebut tiap tahun
harus disediakan bekakak putra-putri menyerupai sepasang pengantin, sebagai
peringatan atas terjadinya peristiwa naas tersebut. Adapun sang pengantin yang
sudah tidak ada lagi yang mengurusi merasa ketakutan, akhirnya bersembunyi
(ndhelik) pada sebuah sendang (mata air), yang kemudian disebut ‘Sendang
Delik’. Setelah usai tawur, para pengiring mencari sang pengantin. Akan tetapi
dicari kesana-kemari (digoleki nganti napis) belum juga ketemu. Akhirnya tempat
para pengiring mencari pengantinnyatersebut kemudian disebut ‘Sawa Napis’.
Atas terjadinya peristiwa perampokan terhadap iring-iringan pengantin
yang berasal dari Desa Ngoda menuju Desa Pojok Watu tersebut dianggap sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
malapetaka besar, sehingga sampai saat ini orang Desa Pojok Watu pantang
berbesanan dengan orang Desa Ngoda. Jangankan berbesanan, membawa sesuatu
dari Desa Pojok Watu juga dipantangkan. Konon pernah terjadi, ada seorang
gembala membawa batu krikil dari Desa Pojok Watu, terpaksa harus
mengembalikan ke tempatnya semula, karena begitu tiba di rumah, semua
binatang piaraannya sakit. Anehnya, setelah batu kerikil tersebut dikembalikan ke
tempatnya semula, semua binatang piaraannya yang semula sakit seketika sembuh
seperti sedia kala.
Penggede Malang Sudira begitu mengetahui bahwa apa yang diperbuat
oleh anak buahnya adalah perbuatan yang salah, maka dia merasa malu. Dia lalu
pergi meninggalkan desanya. Dalam perjalanan dia bertemu dengan seorang yang
memikul dagangan ‘brem’ (makanan dari sari tape). Ketika ditanya oleh penggede
Malang Sudira mengenai barang apa yang dibawanya, orang tersebut merasa
ketakutan dan khawatir kalau barang yang dibawanya akan dirampas oleh
penggede tersebut. Oleh karenya ia menjawab dengan berbohong. Dikatakanlah
barang yang dibawanya adalah ‘batu’. Mendengar jawaban tersebut Penggede
Malang Sudira bertanya lagi: “Watu apa kok kaya brem” (batu apa kok seperti
brem). Atas kejadian itu, akhirnya desa tersebut juga dinamakan Watu Brem atau
Tu-brem, yang merupakan kependekan dari kata ‘watu brem’.
2) Struktur Cerita
a) Tema
Peristiwa yang diceritakan dalam cerita rakyat “Legenda Desa Watu Brem
(Tu-brem) dan Desa Pojok Watu” adalah bermula dari seorang penggede (kepala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
perampok) bernama Malang Sudiro yang hendak menikahkan anaknya dengan
seorang gadis dari Desa Ngoda. Hari pernikahan sudah ditetapkan dan pada hari
yang sudah ditentukan upacara perkawinan berjalan dengan lancar dan meriah.
Pada hari kelima sang pengantin diunduh atau diboyong ke Desa Pojok Watu dan
ditengah perjalanan iring-iringan pengantin dihadang oleh segerombolan
perampok yang sesungguhnya adalah anak buah ayah sang pengantin laki-laki.
Gerombolan perampok itu melakukan perampokan terhadap iring-iringan
pengantin Malang Kusuma karena tidak tahu yang menjadi pengantin adalah anak
dari pimpinan mereka. Peralatan kebesaran pengiring pengantin tercecer di
perjalanan karena antara perampok dan pengiring pengantin terjadi pertempuran
hebat. Kedua pengantin pun terpisah dan tidak diketahui kemana perginya.
Penggede Malang Sudiro begitu mengetahui bahwa apa yang diperbuat oleh anak
buahnya adalah perbuatan yang salah, maka dia merasa malu. Dia lalu pergi
meninggalkan desanya. Di perjalanan dia bertemu dengan seorang yang
memanggul brem dan ketika Malang Sudiro bertanya kepada pemanggul brem
tersebut tentang apa yang dipanggulnya orang itu menjawab dengan berbohong
yaitu sedang memanggul watu (batu). Orang tersebut terpaksa berbohong karena
takut jika barang bawaannya akan dirampok oleh Malang Sudiro.
Di dalam masyarakat Jawa, sifat seperti ini sering disebut dengan
“ngunduh wohing pakarti”, yang artinya bahwa siapa pun yang berbuat jahat,
pasti akan mengalami akibat perbuatannya. Ungkapan Jawa ini sesungguhnya
mengandung nilai filosofi yang sangat tinggi, sebagai landasan dan pedoman
dalam berperilaku. Begitu pula yang terjadi dalam Legenda Desa Watu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Brem/Pojok Watu yang mengisahkan tentang perbuatan yang tidak terpuji oleh
tokoh yang bernama Malang Sudiro. Perbuatan buruknya menjadi boomerang
terhadap dirinya.
b) Alur
Cerita rakyat Legenda Desa Watu Brem dan Pojok Watu dapat dikatakan
menggunakan alur lurus atau maju. Secara berurutan diceritakan asal-usul tokoh
cerita dan kronologi cerita yang dimulai dari rencana Malang Sudiro seorang
pemimpin gerombolan perampok yang hendak menikahkan putranya dengan
seorang gadis dari Desa Ngoda namun pada saat ngunduh manten, iring-iringan
pengantin itu dihadang oleh gerombolan perampok. Gerombolan perampok
tesebut sebenarnya adalah anak buahnya, anak buah Malang Sudiro yang tidak
tahu bahwa yang dirampok adalah anak pimpinannya.
c) Tokoh
Tokoh utama dalam Legenda Desa Watu Brem/Pojok Watu adalah seorang
penggede atau pimpinan gerombolan perampok yang bernama Malang Sudiro.
Dia adalah seorang pemimpin gerombolan rampok yang pergerakannya secara
sembunyi-sembunyi sehingga banyak yang tidak tahu jika dia adalah seorang
pemimpin rampok. Yang harus menanggung malu karena para cantrik/anak
buahnya merampok iring-iringan pengantin anaknya sendiri karena anak buahnya
tidak tahu.
Selain Malang Sudiro juga ada lagi tokoh tambahan yaitu Malang
Kusuma. Malang Kusuma adalah anak dari Malang Sudiro, pemimpin gerombolan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
rampok. Dia adalah seorang pemuda yang gagah dan tampan yang tidak tahu
bahwa ayahnya adalah seorang pemimpin perampok.
Seorang gadis dari Desa Ngoda yang merupakan istri dari Malang Kusuma
juga menjadi salah satu tokoh tambahan dalam cerita ini. Selain gadis tersebut
disebutkan Legenda Desa Watu Brem/Pojok Watu juga menampilkan tokoh
tambahan seperti para anggota/anak buah dari Malang Sudira yaitu perampok
yang jumlahnya banyak dan tersebar dan juga para pengiring pengantin yang ikut
berperang melawan gerombolan perampok tersebut.
d) Latar
Latar yang menonjol dalam cerita “Legenda Desa Watu Brem/Pojok
Watu” adalah latar tempat. Pada saat masih zamannya penggede, di Desa Pojok
Watu (Desa TU-brem) hiduplah seorang pimpinan perampok yang akan
menikahkan anaknya dengan seorang gadis dari Desa Ngoda. Tetapi pada saat
pengantin diboyong, rombongan pengantin itu dihadang gerombolan perampok
yang tidak lain adalah anak buah orang tua dari pengantin laki-laki.
Ketika Malang Sudiro mengetahui hal tersebut dia malu dan pergi
meninggalkan desanya. Di tengah perjalanan dia bertemu dengan seorang yang
memanggul brem dan ketika Malang Sudiro bertanya kepada pemanggul brem
tersebut tentang apa yang dipanggulnya, orang itu menjawab dengan berbohong
yaitu sedang memanggul watu (batu). Orang tersebut terpaksa berbohong karena
takut jika barang bawaannya akan dirampok oleh Malang Sudiro. Atas kejadian
itu, akhirnya desa tersebut juga dinamakan Desa Watu Brem atau Tu-brem, yang
merupakan kependekan dari watu brem.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
e) Amanat
Di dalam Legenda Watu Brem/Pojok Watu, mengisahkan seseorang yang
sering melakukan perampokan seperti yang sering dilakukan oleh Malang Sudiro.
Disaat ia mengadakan hajatan perkawinan anaknya, ternyata iring-iringan
pengantin dirampok di tengah jalan yang justru dilakukan oleh anak buahnya. Di
dalam masyarakat Jawa, sifat seperti ini seringkali disebut dengan istilah ngunduh
wohing pakarti, yang artinya bahwa siapa pun yang berbuat kejahatan, pasti akan
mengalami akibat perbuatannya.
Tidak hanya di dalam cerita rakyat atau legenda, hukum karma atas
tindakan yang dilakukan juga seringkali tercermin dalam perilaku dan tindakan
masyarakat sehari-hari. Manusia seringkali tidak mudah memahami akan hal ini.
Manusia tidak bisa menilai dan tidak bisa bercermin diri, atas perbuatan yang
telah dilakukannya. Apakah perbuatannya telah sesuai dengan norma atau kaidah
kehidupan atau belum, hanya orang lain yang bisa menilai.
Ungkapan Jawa ngunduh wohing pakarti yang artinya siapa yang berbuat
jahat akan menanggung akibatnya ini sebagai landasan dan pedoman dalam
berperilaku. Begitu pula yang terjadi dalam Legenda Desa Watu Brem/Pojok
Watu yang mengisahkan tentang perbuatan yang tidak terpuji oleh tokoh yang
bernama Malang Sudiro. Perbuatan buruknya menjadi boomerang terhadap
dirinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
c. Cerita Rakyat Terjadinya Desa Gersi
1) Isi cerita
Legenda terjadinya Desa Gersi berkaitan dengan peristiwa yang terjadi di
Negara yang bernama Kerajaan Tanjung Mas, yang memiliki tumenggung yang
sangat sakti, berama Tunggul Wulung. Tumenggung Tunggul Wulung
mempunyai istri yang sangat cantik bernama Dewi Sumekar.
Alkisah pada suatu hari di Kerajaan Tanjung Mas ada pemberontakan
yang dilakukan oleh Bupati Nglangitan. Prajurit Tanjung Mas sudah dikalahkan
oleh pasukan pemberontak. Melihat kekalahan prajuritnya, raja Tanjung Mas
memerintahkan kepada putranya yang bernama Pangeran Suryo untuk
mengundurkan Bupati Nglangitan.
Pangeran Suryo tidak menuju ke medan perang, melainkan pergi ke
katumenggunggan menemui Tumenggung Tunggul Wulung, dengan alasan
mendapat perintah dari ayahnya bahwa Tumenggung Tunggul Wulung
diperintahan untuk menumpas murkanya Bupati Nglangitan. Hal itu dilakukan
karena Pangeran Suryo ada maksud kepada Dewi Sumekar.
Sepeninggal Tumenggung Wulung, Pangeran Suryo membujuk Dewi
Sumekar agar mau menuruti kemauannya dan mau diperistri. Keinginan Pangeran
Suryo ditolaknya, Dewi Sumekar lalu lari, dan ketemu suaminya yang baru
sampai di Sekanthen (saat ini menjadi Desa Sekethi). Dewi Sumekar menangis di
luar Sekanthen (sampai saat ini tanah tempat Dewi Sumekar menangis menjadi
tanah sangar/gawat).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Selanjutnya Pangeran Suryo pergi menghadap raja. Akan tetapi Tunggul
Wulung dan istrinya sudah menghadap terlebih dahulu. Tumenggung Tunggul
Wulung menyerahkan istrinya kepada raja dan mengatakan bahwa istrinya
dikersakke (diinginkan) Pangeran Suryo. Setelah menyerahkan istrinya Tunggul
Wulung lalu pergi. Kedatangan Pangeran Suryo menjadikan raja marah. Beliau
lalu memerintahkan kepada Pangeran Suryo untuk membrantas angkara Bupati
Nglangitan. Kalau gagal, walau putranya sendiri akan dihukum mati.
Dewi Sumekar lalu pulang ke rumah orangtuanya di Bathokan. Dia
mengatakan kalau suaminya sudah tidak menginginkannya lagi. Ayahnya lalu
bertanya, Apakah masih mencintai suaminya. Dewi Sumekar menjawab bahwa
dia masih mencintai suaminya. Mendengar jawaban putrinya tersebut, sang ayah
lalu menyarankan kepada putrinya untuk pergi ke Nglangitan, menyamar sebagai
laki-laki dan mendaftarkan diri sebagai prajurit dengan nama Silihwarni.
Sepeninggalan Dewi Sumekar, datanglah Tunggul Wulung ke Bathokan,
menemui mertuanya untuk menyerahkan istrinya karena dicintai oleh anak
rajanya. Penggede Bathokan bertanya kepada Tunggul Wulung apakah masih
mencintai istrinya. Tunggul Wulung menjawab bahwa ia masih mencintai istrinya.
Mendengar hal itu, Penggede Bathokan memberitahukan bahwa untuk bisa
ketemu lagi dengan istrinya, Tunggul Wulung harus memberantas Bupati
Nglangitan dan mengubah nama menjadi Silihwarno. Tunggal Wulung pun lalu
pergi ke Nglangitan.
Di Kadipaten Nglangitan terjadi peperangan yang dimenangkan oleh
Pangeran Suryo. Kekalahan prajurit Nglangitan terobati dengan datangnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Silihwarni yang mendaftar sebagai prajurit dengan syarat harus dapat meringkus
Pangeran Suryo. Silihwarni berhasil meringkus Pangeran Suryo, lalu dipenjara di
Nglangitan.
Tak lama kemudian datanglah Silihwarno mengamuk ke Nglangitan. Dia
ditemui Silihwarni. Terjadilah perang tanding Silihwarno dan Silihwarni, yang
dimenangkan oleh Silihwarno. Silihwarni lalu menjumpai ayahnya, Kie Ageng
Bathokan. Sang ayah kembali menyuruh ke medan perang, lalu menyerang
dengan cara rayuan dan cubitan. Setelah dirayu dan dicubit Silihwarno melarikan
diri, dan jatuh di lobang becek seperti belik (sumur kecil dan dangkal). Silihwarni
terus mencubitinya.
Silihwarno menarik ikat penutup kepala Silihwarni lalu dibuang ke utara.
Begitu tutup kepalanya terbuka, taulah Tunggul Wulung bahwa Silihwarni adalah
Dewi Sumekar, istrinya. Kemudian Tunggul Wulung juga membuka
penyamarannya. Tanah yang kejatuhan ikat kepala Silihwarni menjadi longsor
dan berlobang (gowak) serta berair sehingga dinamakan ‘Sendang Gowak’.
Sedang lobang becek tempat Silihwarno (Tunggul Wulung) terjatuh dinamakan
‘Sedang Blibis’. Kemudian Penggede Bathokan bersama anak dan menantunya
menuju Kadipaten Nglangitan.
Bupati Nglangitan mempunyai senopati andalan bernama Ki Ageng
Nglaban. Dialah yang mendalangi pemberontakan Bupati Nglangitan kepada Raja
Tanjung Mas. Ketika diberitahukan bahwa Bupati Nglangitan telah dikalahkan
oleh Tunggal Wulung dan Sumekar, dia lalu maju ke medan perang melawan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Tunggul Wulung, yang kemudian digantikan oleh Ki Gede Bathokan. Terjadilah
perang tanding antara Ki Gede Nglaban melawan Ki Gede Bathokan.
Disebutkan wilayah Kadipaten Nglangitan dilindungi dengan pagar besi
(dirajeg wesi). Dalam pertempuran tersebut kolor (tali celana) Ki Gede Nglaban
terlempar dan tersangkut pagar besi tersebut. Melihat hal itu Ki Gede Bathokan
lalu bersabda bahwa kelak jika tempat tersebut menjadi kota dinamakan kota
Gersi, kalau jadi desa juga dinamakan Desa Gersi.
Pertarungan antara Ki Gede Nglaban dan Ki Gede Bathokan terus
berlangsung, dan semakin seru. Dalam pertarungan tersebut mereka semakin
bergeser ke timur. Mereka sampai pada sebuah kedung yang dalam dan masih
terus bertarung sehingga airnya seperti diaduk (dikebur). Oleh karena itu tempat
tersebut kemudian tersebut Desa Keburan. Perang semakin ke timur. Mereka
berdua dikerumuni jangkrik sehingga tempat tersebut kemudian disebut Desa
Jangkrikan. Perang pun semakin ke timur. Di sebelah utara kraton Ki Gede
Nglaban gugur. Darahnya mengalir sangat banyak hingga seperti kolam. Sampai
saat ini kolam tersebut airnya merah seperti darah.
2) Struktur Cerita
a) Tema
Peristiwa yang diceritakan dalam cerita ‘Terjadinya Desa Gersi’ adalah
bermula dari adanya pemberontakan di kerajaan Tanjung Mas yang dilakukan
oleh Bupati Nglangitan. Raja Tanjung Mas memerintah putranya Pangeran Suryo.
Akan tetapi Pangeran Suryo mempunyai rencana lain, dia mengutus Tumenggung
Tunggul Wulung untuk maju menumpas pemberontak dan ketika Tunggal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Wulung pergi Pangeran Suryo berusaha mendekati dan merayu Dewi Sumekar,
istri dari Tunggal Wulung yang sudah sejak lama dicintainya.
Besarnya cinta Dewi Sumekar kepada suaminya membuatnya menolak
Pangeran Suryo walaupun Tunggal Wulung sendiri yang menyerahkan Dewi
Sumekar untuk putra rajanya. Akhirnya Dewi Sumekar melarikan diri dan pulang
ke rumah orang tuanya dan berlatih ilmu kanuragan kemudian berganti nama
Silihwarni dan bergabung dengan prajurit Nglangitan melawan Pangeran Suryo
yang kemudian juga bertemu dengan suami yang masih mencintainya dan
mengganti namanya dengan Silihwarno.
Dalam melawan pemberontak yang dipimpin oleh Ki Gede Nglaban,
Silihwarni dan Silihwarno dibantu oleh ayah dari Silihwarni yaitu Ki Gede
Bathokan. Ki Gede Bathokan dan Ki Gede Nglaban terlibat peperangan yang seru
dan dalam pertempuran tersebut kolor (tali celana) Ki Gede Nglaban terlempa dan
tersangkut pagar besi. Melihat itu Ki Gede Bathokan bersabda bahwa kelak jika
tempat tersebut menjadi kota Gersi dan jika menjadi desa juga dinamakan Desa
Gersi.
Berdasarkan inti cerita dan tema cerita rakyat “Terjadinya Desa Gersi” ini
dapat digolongkan dalam golongan cerita legenda jenis sejarah kolektif.
b) Alur
Isi cerita dalam cerita rakyat “Terjadinya Desa Gersi” dapat dikatakan
menggunakan alur lurus atau maju. Secara berurutan diceritakan asal-usul tokoh
cerita yakni Tumenggung Tunggul Wulung dan istrinya Dewi Sumekar, kemudian
ada putra Raja Tanjung Mas yang bernama Pangeran Suryo yang diam-diam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
mencintai Dewi Sumekar dan hendah menikahi Dewi Sumekar yang tidak lain
adalah istri dari Tumenggung Tunggul Wulung. Kronologi kejadian dalam cerita
berjalan secara berurutan dari awal hingga akhir.
c) Tokoh
Tokoh utama dalam cerita rakyat “Terjadinya Desa Gersi” adalah
Tumenggung Tunggul Wulung (Silihwarno) dan istrinya Dewi Sumekar
(Silihwarni). Tunggal Wulung adalah seorang laki-laki yang gagah perkasa setia
pada rajanya dan menyayangi istrinya. Dewi Sumekar adalah sosok wanita yang
cantik yang tangguh yang memiliki rasa cinta yang tulus kepada suaminya dan
juga seorang wanita yang setia.
Tokoh selanjutnya adalah Pangeran Suryo. Digambarkan bahwa pangeran
suryo adalah seorang Putra Raja Tanjung Mas yang mempunyai sifat licik,
berbuat curang untuk mendapatkan apa yang diinginkan seperti berusaha memiliki
istri dari Tunggul wulung. Kemudian tokoh Ki Gede Bathokan dan Ki Gede
Nglaban. Ki Gede Bathokan adalah ayah dari Dewi Sumekar yang baik dan
sayang terhadap anak dan menantunya. Sedangkan Ki Gede Nglaban adalah
senopati Nglangitan yang mendalangi pemberontakan kepada Raja Tanjung Mas.
d) Latar
Latar tempat adalah latar yang menonjol dalam cerita “Terjadinya Desa
Gersi”. Latar cerita dimulai dari Kerajaan Tanjung Mas yang memilki
tumenggung yang sangat sakti yaitu Tunggul Wulung. Di Kerajaan Tanjung mas
ada pemberontakan oleh Bupati Nglangitan. Maka Tunggal Wulung pun datang ke
Kerajaan Nglangitan untuk menumpas pemberontakan. Dengan dibantu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
mertuanya Ki Gede Bathokan akhirnya pemberontakan yang di pimpin oleh Ki
Gede Nglaban bisa ditumpas.
Disebutkan wilayah Kadipaten Nglangitan dilindungi dengan pagar besi
(dirajeg wesi). Dalam pertempura tersebut kolor (tali celana) Ki Gede Nglaban
terlempar dan tersangkut pagar besi tersebut. Melihat hal itu Ki Gede Bathokan
lalu bersabda bahwa kelak jika tempat tersebut menjadi kota dinamakan kota
Gersi, kalau jadi desa juga dinamakan Desa Gersi.
e) Amanat
Berdasarkan isi cerita pada cerita rakyat “Terjadinya Desa Gersi” dapat
ditemukan beberapa amanat yang sesuai, diambil dari karakter dan perilaku tokoh
utama, yaitu: (1) agar masyarakat tahu dan mengerti sejarah Desa Gersi dan
meneladani perjuangan para leluhur yang bersedia berjuang tanpa pamrih. (2)
sikap setia kepada pasangan juga ditunjukan dalam cerita ini, kesetiaan yang
ditunjukkan oleh Dewi Sumekar. Walaupun dia dicintai dan inginkan untuk
diperistri anak rajanya dia tetap memilih suaminya, Tunggal Wulung.
d. Cerita Rakyat Maling Kenthiri
1) Isi Cerita
Alkisah cerita di tlatah Jawa tersebutlah Kiai Ageng Pancuran yang hidup
bersama seorang anaknya bernama Kentiri. Kentiri adalah seorang pemuda yang
gagah dan tampan sehingga sanggatlah dibanggakan oleh ayahnya Kiai Ageng
Pancuran. Selain tampan Kentiri juga pandai bela diri dan memiliki kesaktian
yang tinggi. Setiap hari Kentiri rajin belajar berbagai ilmu. Tidak jarang dia
berguru sampai jauh dari rumahnya. Berkat ketekunan dan kerajinannya, ia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
memiliki kekuatan lahir dan batin yang hebat serta punya kesaktian yang luar
biasa.
Dalam setiap pengembaraannya untuk mencari ilmu, Kentiri sering
bertemu dengan rakyat kecilyang hidupnya sengsara.berkat ajaran ayahnya,
Kentiri tumbuh menjadi pemuda yang tidak sombong dan suka menolong orang
yang kesusahan. Sehinggadia sering mudah berbelas kasihan melihat penderitaan
rakyat kecil, dan tidak segan-segan menolong mereka yang menderita bahkan
membagikan harta miliknya.
Namun di balik itu Kentiri memiliki sifat yang sangat keras terutama
dalam hal mewujudkan impian dan cita-citanya. Bila ia menginginkan sesuatu,
apa pun yang merintanginya pasti dihadapi agar keinginannya dapat terwujud.
Tidak jarang ia menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Sifat inilah
yang kerap membuat ayahnya prihatin dan sedih.
Pada suatu sore ketika matahari telah condong ke barat, Kentiri duduk
termenung dan terdiam di depan rumah. Biasanya bila malam hampir tiba ia
bersiap untuk semedi di tempat sunyi. Hal itu bukanlah kebiasaan Kentiri,
sehingga ayahnya Kiai Ageng Pancuran pun bertanya kepadanya.
“Ada apa anakku, kamu duduk termenung dan kelihatan sedih?
Katakanlah kepada bapakmu apa yang menjadi kesedihanmu.”
“Aku sebenarnya malu dan takut bila menceritakan ini kepada bapak.”
“Tidak seperti biasanya anakku, selama ini bila punya keinginan
pastikamu nyatakan dengan tegas. Apa sebenarnya yang kau inginkan anakku.
Apakah engkau menginginkan seorang gadis untuk menjadi istrimu?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
“Betul bapak. Beberapa hari lalu ketika aku bersemedi, di daerah Sulang
aku bertemu dengan seorang gadis. Menurutku ia sangatcantik. Aku ingin sekali
meminangnya. Apakah bapak menyetujuinya?”
“Kalau menurutmu gadis itu baik, pasti bapak setuju. Siapa nama gadis itu
dan siapa nama bapaknya?”
“Namanya Dewi Sirep, anak Mbok Randha Suganti dari Desa Sepetik.”
Kiai Ageng Pancuran kaget mendengar penjelasan anaknya.
“Aduh anakku, apa tidak ada gadis yang lain?”
“Ada apa pak?”
“Konon kabarnya gadis itu sudah banyak membuat pemuda yang jatuh
cinta padanya menjadi patah hati, apakah lamaran kita nanti diterimanya? Tetapi
jika kamu memang menginginkannya, bapak akan berusaha mewujudkan
keinginanmu.”
Kiai Ageng Pancuran lalu meminta tolong pada saudaranya yang bernama
Jaruman. Jaruman adalah paman Kentiri, ia tinggal di Rajekwesi. Jaruman
dimintai tolong oleh Kiai Ageng Pancuran untuk melamar Dewi Sirep agar mau
menjadi istri Kentiri. Beberapa waktu kemudian pergilah Jaruman ke Desa
Sepetik menemui Mbok Randha Sugati dan menyampaikan maksud
kedatangannya tersebut.
“Saya Jaruman , datang ke sini menyampaikan pesan Kiai Ageng Pancuran
, akan melamar putri Nyai untuk dijadikan istri Kentiri keponakan saya putra dari
Kiai Ageng Pancuran.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
“Maaf beribu maaf, saya belum bisa memberi jawaban sekarang, berilah
kami waktu beberapa hari lagi.”
“Baiklah Nyai kalau memang demikian , kami akan menunggu.
Kemudian Jaruman berpamitan dan bergegas pulang untuk menyampaikan
jawaban Mbok Suganti kepada Kiai Ageng Pancuran.
Selang beberapa waktu setelah lamaran dari Kentiri, datanglah Kiai
Ngusman dan Mbalun Cepu bersama anaknya Jaka Selakan ke rumah Mbok
Randha Suganti yang juga ingin melamar Dewi Sirep. Ternyata lamaran Jaka
Selakan diterima oleh Mbok Randha Suganti dan anaknya Dewi Sirep, walaupun
Kentiri lebih dahulu melamar. Mendengar ini, ia sangat marah dan hendak
membunuh Jaka Selakan. Maka terjadilah pertandingan antara Kentiri dan Jaka
Selakan. Karena kesaktiannya, Kentiri dapat memenangkan pertandingan tersebut
dan Jaka Selakan pun tewas di tangan Kentiri setelah ditikam dengan tombak Kiai
Dorodasih, senjata milik Kentiri yang sangat ampuh.
Ketika mendengar kabar bahwa Jaka Selakan telah dibunuh oleh Kentiri,
Dewi Sirep menjadi takut.
“Bagaimana simbok kalau dia datang ke sini dan memaksaku jadi istrinya?
Aku takut sekali simbok.”
“Sudahlah anakku, tenangkanlah dirimu dan janganlah kau perlihatkan
ketakutanmu apabila Kentiri datang kemari. Simbok nanti yang akan
menghadapinya.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Selang beberapa lama kemudian, Kentiri bersama pamannya Jaruman, tiba
di Desa Sepetik dan menemui Mbok Randha Suganti, dan kembali meminta Dewi
Sirep untuk diperistri.
“Baiklah Kentiri, aku akan memberikan Dewi Sirep menjadi istrimu asal
kamu dapat memenuhi permintaan Dewi Sirep.”
“Apa permintaanmu Dewi Sirep, katakanlah kepadaku. Aku pasti sanggup
memenuhinya.”
“Kentiri, aku mau jadi istrimu apabila kau dapat memenuhi permintaanku.
Pertama, aku ingin mandi di Sendang Kara yang berada di Tuban. Kedua, aku
ingin memiliki Bendhe Becak. Ketiga, aku ingin memiliki Bendhe Singobarong
dan keempat, aku ingin memiliki Bendhe Kencana.”
Mendengar permintaan Dewi Sirep kemudian Kentiri menyanggupinya
dan segera pergi dari rumah Mbok Randha Suganti untuk mencarinya. Sebenarnya
itulah cara Mbok Randha Suganti untuk menolak halus permintaan Kentiri. Bila
ditolak secara terang-terangan pasti Kentiri akan marah.
Kentiri lalu pergi ke Dusun Mlandingan Tuban menemui Mbok Randha
Suli. Kentiri mengungkapkan kepada Mbok Randha Suli maksud kedatangannya
tersebut.
“Sungguh Kentiri aku tidak punya pusaka yang disebut Bendhe Becak.
Yang ada di sini adalah Jaka Becak.”
“Betul kata simbok, kami tidak punya pusaka yang kamu maksud.”
Kentiri marah dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan Mbok Randha
Suli dan anaknya Jaka Becak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
“Hei Jaka Becak, kaulah sebenarnya bendhe itu maka sekarang ikutlah
aku.” Demikian kata Kentiri sambil menendang kaki Jaka Becak. Mendapat
tendangan dari Kentiri, Jaka Becak segera membalasnya dan terjadilah
perkelahian yang seru. Akhirnya, Jaka Becak dapat dibunuh oleh Kentiri dengan
menggunakan tombak Kiai Doroasih. Setelah meninggal Jaka Becak berubah
menjadi Bendhe Becak.
Setelah mendapatkan Bendhe Becak Kentiri segera mencari Bendhe
Singabarong milik Mbok Hira yang tinggal di Tuban. Bendhe ini dengan mudah
didapatkan oleh Kentiri. Kini tinggal Bendhe Kencana yang belum dimilikinya
sebab benda tersebut milik Ranggayuda Bupati Semarang. Kemudian Kentiri
pergi ke Semarang dan mencuri benda tersebut. Malang baginya, sebelum dapat
mengambil benda tersebut, ia ketahuan para prajurit kadipaten Semarang. Dan
kemudian dikejarlah Kentiri oleh para prajurit kadipaten.
“Maling. Maling. Ada pencuri masuk kadipaten. Kejar, kejar dia.
Tangkap!”
Mendengar teriakan yang bergemuruh itu, Kentiripun lari terbirit-birit
dikejar prajurit Bupati Semarang. Dalam pelariannya, di tengah jalan Kentiri
berjumpa dengan seorang pencuri yang bernama Jaka Sanggar, anak Ki Gede
Tuguan. Kentiri dan Jaka Sanggar saling menantanguntuk mengadu kesaktian.
Akhirnya, mereka berdua pun berkelahi. Dengan senjata pusakanya Kiai Doroasih
Kentiri dapat mengalahkan dan membunuh Jaka Sanggar.
Karena para prajurit Bupati Semarang masih mengejarnya, Kentiri masih
terus berlari dan bersembunyi di daerah Blora. Untuk tetap menyambung hidup,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
dalam persembunyiannya itu ia kemudian mencuri. Namun, ia hanya mencuri
kepunyaan orang-orang yang kaya saja. Hasil curiannya pun tidak dipakai sendiri
tetapi juga diberikan kepada orang-orang miskin yang membutuhkan, terutama
orang-orang miskin yang tinggal di desa. Sejak itulah ia disebut maling kentiri
atau maling gentiri.
Karena kebiasaan Kentiri yang suka menolong orang-orang miskin yang
sedang mengalami kesusahan, maka penduduk desa pun sangat menyayangi
Maling Kentiri. Ia tidak dianggap sebagai orang jahat, tetapi dianggap sebagai
Ratu Adil yang datang ke bumi. Sebagai dewa yang menjelma sebagai manusia
untuk menyelamatkan orang-orang desa yang miskin dan menderita, orang-orang
desa yang ditindas para prajurit kadipaten. Sering kali Maling Kentiri
disembunyikan oleh penduduk desa dari kejaran prajurit kadipaten yang akan
menangkapnya.
Kentiri terus pergi ke timur menghindari kejaran para prajurit Ranggayuda
Bupati Semarang, sambil menyingkir, ia tetap mencuri dan membagikan barang
curiannya kepada penduduk setempat. Namun demikian dalam menjalankan aksi
pencuriannya, Kentiri tidak pernah tertangkapkarena kesaktiannya yang luar
biasa. Ia dapat memasuki rumah korbannya hanya dengan meniti sorot atau sinar
lampu yang keluar dari celah dinding rumah.
Pada umumnya dinding rumah orang-orang Blora terbuat dari kayu jati
jadi ada celah yang memungkinkan sinar lampu dalam rumah keluar. Hal ini
berlangsung terus-menerussampai suatu ketika Kentiri merasa bosan dan lelah
karena harus berkejaran sambil bersembunyi dari prajurit Kadipaten Semarang. Ia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
juga bosan dah lelah harus selalu mencuri untuk tetap dapat menjaga
kelangsungan hidupnya dalam pelariannya tersebut. Hal itu kemudian
diungkapkannya pada pamannya Jaruman. Kepada pamannya tersebut dia berkata
jika ingin bertaubat dan berguru kepada sang kiai di Semarang yaitu Sunan
Ngareng.
“Paman Jaruman, aku lelah mencuri dan terus dikejar-kejar para prajurit.
Aku ingin menjadi manusia yang baik. Aku ingin bertobat dan berguru pada
Sunan Ngerang di Semarang.”
“Kalau begitu kemauanmu, aku merestui dan Paman akan ikut kau pergi
ke Semarang.”
Akhirnya Kentiri dan Jaruman pun pergi ke Semarang menemui Sunan
Ngerang dan menyatakan kalau mereka ingin berguru dan menimba ilmu. Mereka
berdua diterima Sunan Ngerang sebagai muridnya. Sebagai murid, Kentiri
termasuk murid yang rajin mengaji dan belajar agama. Ia ingin menunjukan
kepada gurunya bahwa ia sudah bertobat dan tidak mencuri lagi. Berkat ketekunan
dan kemauannya untuk belajar, kemajuan yang dicapai Kentiri sangat cepat
sehingga dengan waktu singkat ia sudah menjadi santri yang berbakat.
“Kentiri aku senang melihat semangat dalam dirimu untuk belajat dan
menjadi santri yang baik. Aku harap kamu terus meningkatkan ilmu agamamu.”
“Sekarang aku telah sadar kanjeng sunan bahwa tujuan yang baik untuk
menolong orang miskin juga harus dilakukan dengan cara yang baik. Dulu aku
berpikir yang penting tujuanku baik untuk menolong orang miskin walaupun harta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
yang aku bagikan hasil dari merampok harta orang lain. Ternyata itu semua keliru.
Sungguh Kanjeng Sunan aku bertobat. Aku mau jadi muslim yang taat.”
“Kentiri, aku dengar pamanmu kembali ke kebiasaan lamanya yaitu
mencuri. Aku sangat cemaskan dia. Mestinya dia tetap bersama kamu di sini,
belajar agama Islam,” Sunan Ngerang sedih memikirkan salah satu murid
barunya.
Sepeninggalan Jaruman, Kentiri tetap memeluk Agama Islam dan menjadi
muslim yang taat. Ia telah membuang kebiasaannya mencuri, namun ia tetap
gemar membagikan beras pada orang miskin. Hanya saja beras yang dibagikan
tersebut bukanlah hasil mencuri, melainkan kerja kerasnya mengolah sawah yang
berada di sekitar kediaman Sunan Ngerang.
2) Struktur Cerita
a) Tema
Peristiwa yang diceritakan dalam cerita rakyat “Legenda Maling Kentiri”
adalah peristiwa yang menggambarkan kebiasaan seseorang yang sering mencuri.
Dia adalah Maling Kentiri, seorang pemuda putra dari Ki Ageng Pancuran yang
dulunya memiliki nama Maling Kondang. Maling Kentiri sebenarmya adalah
seorang pemuda yang gagah dan tekun berlatih ilmu kanuragan, dia memiliki
kesaktian yang tiada tandingannya, patuh kepada orang tua dank eras kemaunnya.
Sampai akhirnya Kentiri bertemu dengan seorang gadis anak dari Mbok Randha
Suganti yang bernama Dewi Sirep.
Kentiri menyatakan jatuh cinta dengan Dewi Sirep dan hendak
memperistrinya, namun Dewi Sirep tidak mencintai Kentiri. Mbok Randha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Suganti meminta syarat kepada Kentiri meminta benda-benda pusaka yang
akhirnya membuat Kentiri menjadi pencuri karena sering mengambil benda-benda
pusaka tersebut. Saat mencuri di Kerajaan Semarang Kentiri hampir ketahuan dan
menjadi buronan istana. Kentiri akhirnya melarikan diri, dan dalam pelariannya
dia sering mencuri harta milik orang-orang kaya untuk mempertahankan hidupnya
sekaligus membagikannya kepada orang miskin.
Apabila dicermati secara mendalam Legenda Maling Kentiri
memperlihatkan bagaimana seseorang yang gemar mencuri. Tentunya kebiasaan
ini menjadi hal yang tidak baik untuk dilakukan oleh siapapun. Akan tetapi jika
dilihat dari sifat sosial yang diperlihatkan, bahwa hasil dari curiannya selalu
diberikan kepada orang-orang miskin yang membutuhkannya, maka perilaku
Maling Kentiri tergolong baik.
b) Alur
Alur yang diperlihatkan dalam Legenda Maling Kentiri adalah alur maju
atau lurus, karena cerita mengalir secara logis dan saling berkaitan. Kejadian demi
kejadian yang dialami para pelakunya secara berurutan dan menimbulkan
peristiwa.
Cerita diawali dengan menceritakan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita
yaitu seperti Maling Kentiri dan ayahnya yang bernama Ki Ageng Pancuran
beserta pamannya yang bernama Jaruman. Kemudian cerita dilanjut dengan
Maling Kentiri yang sering mengembara berguru mencari ilmu kanuragan
bertemu dengan Dewi Sirep yang membuatnya jatuh cinta sekaligus membuat
Kentiri berusaha dengan cara apapun untuk mendapatkan Dewi Sirep. Termasuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
membunuh laki-laki yang dicintai Dewi Sirep dan karena cinta pada Dewi Sirep,
Kentiri pun relamenjadi pencuri untuk memenuhi syarat dari Dewi Sirep yaitu
mengambil benda-benda pusaka.
Dalam pencariaannya mencari benda –benda pusaka tersebut, Kentiri
menjadi buronan istana. Akan tetapi karena kesaktiannya dia tidak pernah
tertangkap. Sambil melarikan diri dia terus mencuri untuk kelangsungan hidupnya
sendiri dan juga untuk dibagikan kepada rakyat miskin. Sampai akhirnya dia
bertemu dengan Sunan Ngerang. Dia berguru kepada Sunan Ngerang dan berjanji
tidak akan mencuri lagi. Meskipun dia tidak mencuri tetapi dia masih gemar
menolong dan membagi-bagikan beras kepada rakyat miskin. Beras yang dia
bagikan bukan dari hasil mencuri melainkan dari hasil kerja kerasnya mengolah
sawah.
c) Tokoh
Tokoh utama dalam Legenda Maling Kentiri adalah Maling Kondang yang
merupakan nama asli dari Maling Kentiri. Dia adalah pemuda gagah yang
memiliki kesaktian yang sulit dikalahkan. Maling Kentiri juga merupakan pemuda
yang giat berlatih ilmu dan agama juga sosok yang sangat keras kemauannya.
Maling Kentiri sebenarnya bukan orang jahat meskipun dia sering mencuri akan
tetapi hasil curiannya tidak dinikmatinya sendiri, melainkan untuk dibagikan juga
kepada rakyat miskin. Dia mencuri hanya kepada orang-orang yang kaya harta
bendanya.
Selain Maling Kentiri tokoh yang sering diceritakan adalah ayahnya yaitu
Ki Ageng Pancuran dan pamannya yaitu Jaruman. Kiai Ageng Pancuran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
merupakan orang tua yang baik, yang sayang dan cinta kepada anak-anaknya.
Selalu mengajari Malang Kentiri untuk berbuat baik dan tekun berlatih ilmu. Dia
juga sangat dekat dengan Maling Kentiri. Sedangkan Jaruman, paman dari Kentiri
adalah sosok seorang paman yang patuh kepada kakaknya yaitu Ki Ageng
Pancuran dan sayang kepada keponakannya Maling Kentiri. Kemana pun Maling
Kentiri pergi Jaruman selalu mengikuti Kentiri.
Tokoh pendukung dalam cerita ini adalah Nyi Randha Suganti, Dewi Sirep
dan Sunan Ngerang. Nyi Randha Suganti adalah ibu dari gadis yang diinginkan
Maling Kentiri untuk dijadikan istri. Nyi Randha Suganti adalah seorang ibu yang
bai dan sayang pada anaknya, selalu melindungi anaknya dari laki-laki yang
hendak menginginkan anaknya. Dewi Sirep adalah seorang gadis yang sangat
cantik dan karena kecantikannya itu banyak laki-laki yangjatuh hati padanya
termasuk Maling Kentiri. Sedangkan Sunan Ngerang adalah guru dari Maling
Kentiri yang sabar dan baik hati. Sunan Ngeranglah yang membuat Kentiri sadar
dan bertobat dengan mengajari Kentiri untuk belajar Agama Islam dengan tekun
dan mengajari Kentiri untuk tidak mencuri tetapi tetap menolong orang miskin
yang mebutuhkan.
d) Latar
Latar yang ada dalam Legenda Maling Kentiri adalah di desa-desa yang
tersebar di daerah blora. Hal ini demikian karena disebutkan dalam cerita tersebut
Maling Kentiri saat mencuri pusaka milik Kerajaan Semarang ia melarikan diri.
Dalam pelariaanya tersebut ia selalu pindah-pindah dari desa satu ke desa lainnya
sambil mencuri di rumah orang-orang kaya dengan kesaktiannya yang bisa masuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
rumah hanya dengan cahaya yang keluar dari rumah, hal ini dilakukan Kentiri
untuk mempertahankan hidup dan untuk dibagikan kepada rakyat yang miskin.
Selain latar tempat di desa-desa yang tersebar di Blora, tempat yang sering
disebutkan dalam cerita tersebut adalah di Semarang, yaitu disebutkan bahwa dia
mencari benda pusaka di Kerajaan Semarang. Selain di kerajaan Semarang,
Maling Kentiri juga pergi ke Semarang Untuk menuntul ilmu dan berguru kepada
Sunan Ngerang. Di tempat Sunan Ngerang tersebut Maling Kentiri belajar Agama
Islam dengan baik.
e) Amanat
Dengan mencermati cerita rakyat dalam Legenda Maling Kentiri
ditemukan beberapa amanat yang diambil dari perilaku tokoh maupun
peristiwanya. Perilaku Maling Kentiri yang mempunyai kebiasaan mencuri
kepada keluarga-keluarga yang kaya tetapi hasilnya tidak hanya untuk dirinya
sendiri. Rasa sosial yang ditunjukan oleh Maling Kentiri adalah dari hasil
curiannya yang tidak hanya untuk dirinya sendiri melainkan untuk orang-orang
miskin yang sangat membutuhkan pertolongan. Walaupun perilaku Maling Kentiri
dinilai tidak baik karena suka mencuri, tetapi ia masih mempunyai sikap sosial
yang tinggi kepada sesamanya.
Hal yang dilakukan Maling Kentiri menunjukkan bagaimana upaya yang
dilakukan untuk menolong masyarakat miskin yang mengalami kesusahan.
Walaupun usahanya tergolong tidak baik dan tidak terpuji dan menyandang
sebutan sebagai pencuri, suatu profesi yang tidak disenangi di kehidupan
masyarakat mana pun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
e. Cerita Rakyat Legenda Kyai Anggayuda dan Keramat Sambong
1) Isi Cerita
Disebutkan kekalahan Jipang oleh Pajang mengakibatkan pendudukan
wilayah Jipang oleh orang Pajang. Adapun yang kemudian menduduki wilayah
Kadipaten Jipang adalah Pangeran Benowo, putra Raja Pajang. Atas kekalahannya
tersebut, laskar Jipang yang masih setia tetap melakukan kegiatan di sekitar
Jipang Panolan. Di bagian utara ada seorang mukmin yang cukup disegani,
bernama Kiai Anggamaya. Beliau berasal dari Tuban. Kedatangan Kiai
Anggamaya ke wilayah tersebut adalah atas permintaan seorang pengikut Arya
Penangsang yang masih setia. Dia diminta untuk merusak ketentraman Jipang
Panolan .
Sebagai orang saleh, maka pengikutnya banyak dan meluas dengan begitu
cepat. Hal ini segera diketahui oleh Kadipaten Jipang Panolan. Pasukan kadipaten
dikerahkan untuk menumpas oknum tersebut. Akan tetapi tidak menemukan
pemberontak seorang pun, karena semua pengikut Kiai Anggamaya harus pandai
merahasiakan diri. Mataram merasa, kekacauan di Panolan jika dibiarkan akan
membahayakan, baik bagi Panolan sendiri, Bahkan mungkin dapat meluas ke
Mataram. Oleh karena itu Panembahan Senopati mengirim putranya, Raden
Rangga dan Rama yang dipimpin oleh Ki Juru Mertani untuk turut memadamkan
pemberontakan di Panolan.
Setelah tahu jika pemberontakan dilakukan secara sembunyi-sembunyi, Ki
Juru Mertani lalu menyeledikinya. Akhirnya dengan keahlian yang luar biasa,
akhirnya dia tahu bahwa pemberontakan itu dipimpin oleh orang dari Tuban.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Pangeran Rangga lalu diperintahkan untuk memadamkan pemberontakan tersebut,
akan tetapi pasukan yang dipimpin olen Pangeran Rangga dan Rama tidak mampu
menandingi kekuatan pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Kiai Anggamaya.
Terpaksa Pangeran Rama kembali menghadap Ki Juru Mertani
melaporkan kejadian tersebut. Dalam peperangan Panggeran Rama melawan Kiai
Anggamaya, Pangeran Rangga harus mengakui keunggulan Kiai Anggamaya. Ki
Juru Mertani mengetahui bahwa Kiai Anggamaya adalah orang yang sangat sakti,
tidak mempan segala macam senjata, kecuali pusaka yang dimiliki Ki Klepu dari
Kapuan.
Ki Juru Mertani pun segera menghubungi Ki Klepu. Oleh Ki klepu
diberitahu bahwa Anggamaya akan sulit dikalahkan jika pusaka andalannya yang
berupa “Kul Buntet” tidak lepas dari badannya. Selain itu, walau pusaka yang
bernama ‘Kul Buntet’ sudah lepas dari badannya, dia masih tetap tidak akan
mempan oleh senjata apapun jika tidak dibunuh dengan pusaka dari Pluntur Sewu
yang dimiliki oleh Kiai Putat. Untuk keperluan itu, Ki Juru diminta kesediaannya
untuk mengambil pusaka di Pluntur Sewu yang berwujut Kutuk Buntung. Ki Juru
Mertani pun segera berangkat ke Pluntur Sewu untuk menghadap Kiai Putat guna
meminta senjata seperti yang diberitahukan oleh Ki Klepu.
Setelah mendapatkan Pusaka yang dimaksud, Ki Juru segera mengajak
Raden Rangga melaksanakan tugasnya. Raden Rangga diberitahu bahwa saan
yang tepat untuk membunuh Anggamaya adalah saat dia sembahyang, karena saat
itulah ia akan melepas semua pusaka (piandel) dari badannya. Oleh karena itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Raden Rangga harus menyembunyikan diri dulu, jangan sampai diketahui oleh
Anggamaya.
Saat yang dinantikan pun tiba. Waktu itu Anggamaya sedang menunaikan
sholat Ashar. Pada saat dia sedang bersujud, dimana perhatiannya hanya berpusat
kepada Tuhan, Raden Rangga segera menusukkan pusaka Kutuk Buntung ke
tubuh Anggamaya. Seketika Kiai Anggamaya jatuh terkapar. Sebelum
menghembuskan nafas terakhir ia sempat meninggalkan pesan: “Eh wong sak
kiwo tengene Sambong iki, sasurutku ojo ono sing ngrasuk agama Islam. Yen
nganti ngrasuk Agama Islam bakal ora langgeng uripe, kaya aku kang ngabekti
lan mituhu prentahe agama” (hai orang-orang di sekitar Sambong,
sepeninggalanku jangan ada yang memeluk Agama Islam. Jika memeluk agama
Islam bakal tidak abadi hidupnya, seperti saya yang berbakti dan mentaati
perintah agama). Samapai sekarang orang Kejalen dan Sambong masih percaya
hal itu.
Adapun nama ‘Sambong’ berasal dari kata Sambongan (bendungan).
Dikisahkan pada waktu mula pertama bermukim di desa tersebut Kiai Anggamaya
dan pengikutnya membuat bendungan, istilah warga setempat “sambongan” guna
menahan air agar pada waktu musim kemarau tidak kekurangan air. Tempat
sambongan itu sampai sekarang masih ada, dan di tempat itu banyak sekali
terdapat peninggalansejarah seperti pecahan keramik buatan Cina. Di samping itu,
di sepanjang aliran air dari sambongan tersebut banyak dijumpai keong yang
sudah membatu (kul buntet). Di tempat itu setiap malam Jumat Pon banyak orang
yang mengadakan sesaji. Tempat tersebut sangat tabu bagi orang yang bersalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
dan bertabiat jahat. Bila ada pencuri yang menjadi buronan polisi melewati
Makam Anggamaya pasti tertangkap. Begitu pula bila ada yang bersemedi di
tempat tersebut dengan maksud kurang baik, pasti dirinya sendiri yang akan
mendapat halangan.
2) Struktur Cerita
a) Tema
Peristiwa yang diceritakan dalam cerita rakyat “Legenda Kiai Anggayuda
dan Keramat Sambong” adalah bermula dari kekalahan Jipang oleh Panolan. Atas
kekalahan tersebut, laskar Jipang yang masih setia tetap melakukan kegiatan di
sekitar Jipang Panolan. Di Kadipaten Jipang Panolan terjadi pemberontakan yang
dipimpin oleh Kiai Anggamaya seorang yang saleh, tinggi ilmu kanuragan dan
ilmu agama yang (termasuk penganut Agama Islam yang taat beribadah) dan juga
memiliki pengikut yang banyak.
Panembahan Senopati mengirim kedua putranya yaitu Pangeran Rangga
dan Rama yang dipimpin oleh Ki Juru Martani untuk memadamkan
pemberontakan di Panolan. Pangeran Rangga dan Pangeran Rama saling bahu
membahu menumpas pemberontakan yang dipimpin oleh Kiai Anggamaya.
Kedua pangeran tesebut selalu berusaha mencari cara untuk mengalahkan Kiai
Anggamaya dan menumpas pemberontakan yang terjadi.
Persahabatan yang tampak antara Pangeran Rangga dan Pangeran Rama
dalam mengadakan penumpasan terhadap pemberontakan yang dipimpin oleh
Kiai Anggamaya. Dalam cerita ini juga sekaligus menceritakan adanya suatu
wewaler atau ajaran tertentu yang kini masih diyakini oleh warga Desa Sambong
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
agar tidak memeluk Agama Islam, agama yang dianut oleh Kiai Anggamaya.
Persahabatan yang diwujudkan oleh Pangeran Rangga dan Rama mencerminkan
kesetiaan antara kakak-beradik dalam menjalankan perintah dari Ki Juru Martani.
b) Alur
Alur yang ada dalam Legenda Kiai Anggayuda dan Keramat Sambong
adalah alur maju atau alur lurus. Alur cerita dikisahkan secara kronologis dan
saling berkaitan. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dan yang dialami oleh para
tokohnya secara berurutan. Cerita diawali dengan memperkenalkan tokoh-tokoh
cerita kemudian latar tempat kejadian dan peristiwa-peristiwa cerita secara
bergantian.
Dimulai dari kekalahan Jipang oleh Panolan. Atas kekalahan tersebut,
laskar Jipang yang masih setia tetap melakukan kegiatan di sekitar Jipang
Panolan. Di Kadipaten Jipang Panolan terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh
Kiai Anggamaya seorang yang saleh, tinggi ilmu kanuragan dan ilmu agama yang
(termasuk penganut Agama Islam yang taat beribadah) dan juga memiliki
pengikut yang banyak. Panembahan Senopati mengirim kedua putranya yaitu
Pangeran Rangga dan Rama yang dipimpin oleh Ki Juru Martani untuk
memadamkan pemberontakan di Panolan.
Pangeran Rangga dan Pangeran Rama saling bahu membahu menumpas
pemberontakan yang dipimpin oleh Kiai Anggamaya. Kedua pangeran tesebut
selalu berusaha mencari cara untuk mengalahkan Kiai Anggamaya dan menumpas
pemberontakan yang terjadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Nama ‘Sambong’ berasal dari kata Sambongan (bendungan). Dikisahkan
pada waktu mula pertama bermukim di desa terebut Kiai Anggamaya dan
pengikutnya membuat bendungan, istilah warga setempat “sambongan” guna
maenahan air agar pada waktu musim kemarau tidak kekurangan air. Tempat
sambongan itu sampai sekarang masih ada, dan di tempat itu banyak sekali
terdapat peninggalansejarah seperti pecahan keramik buatan Cina. Di samping itu,
di sepanjang aliran air dari sambongan tersebut banyak dijumpai keong yang
sudah membatu (kul buntet). Di tempat itu setiap malam Jumat Pon banyak orang
yang mengadakan sesaji.
c) Tokoh
Tokoh yang dalam cerita rakyat “Legenda Kiai Anggayuda dan Keramat
Sambong” adalah Pangeran Rangga dan Rama, Ki Juru Martani dan Kiai
Anggamaya. Pangeran Rangga dan Rama adalah putra dari Panembahan Senopati
Panolan yang ditugasi untuk menumpas pemberontak di Jipang Panolan. Pangeran
berdua ini memiliki sifat yang patuh dan berbakti pada orang tua dan juga
memiliki sifat yang saling menyayangi antara keduanya.
Tokoh Ki Juru Martani merupakan sosok yang baik dan juga disegani.
Sosok pemimpin yang bertanggung jawab terhadap perintah pimpinannya.
Menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab. Sedangkan Kiai Aggamaya
adalah sosok orang yang disegani oleh pengikutnya, soleh dan setia kepada
pemimpinnya.
Kiai Anggamaya merupakan muslim yang taat menjalankan perintah
Agama Islam, sosok lelaki yang memiliki kesaktian tinggi tidak mudah untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
dikalahkan oleh lawannya. Apa yang dikatakannya selalu didengar oleh
penganutnya termasuk meminta warga Desa Sambong untuk tidak mengikuti
jejaknya dalam menganut Agama Islam. Maka sampai sekarang banyak warga
yang masih menjalankan apa yang diperintah Kiai Anggamaya.
d) Latar
Dalam Legenda Kiai Anggayuda dan Keramat Sambong cerita diawali
dengan kekalahan Jipang oleh Pajang. Pangeran Rangga dan Rama dengan
dipimpin oleh Ki Juru Martani mengejar pemberontak sampai ke Desa Kejalen
dan Sambong. Adapun Nama ‘Sambong’ berasal dari kata Sambongan
(bendungan). Dikisahkan pada waktu mula pertama bermukim di desa tersebut
Kiai Anggamaya dan pengikutnya membuat bendungan, istilah warga setempat
“sambongan” guna maenahan air agar pada waktu musim kemarau tidak
kekurangan air.
Tempat sambongan itu sampai sekarang masih ada, dan di tempat itu
banyak sekali terdapat peninggalansejarah seperti pecahan keramik buatan Cina.
Di samping itu, di sepanjang aliran air dari sambongan tersebut banyak dijumpai
keong yang sudah membatu (kul buntet). Di tempat itu setiap malam Jumat Pon
banyak orang yang mengadakan sesaji.
e) Amanat
Di dalam Legenda Kiai Anggayuda dan Keramat Sambong mengisahkan
bagaimana persahabatan yang tampak atara Pangeran Rangga dan Rama dalam
menumpas pemberontakan yang dipimpin oleh Kiai Anggamaya. Dalam kisah ini
sekaligus mencerminkan adanya suatu ajaran atau pesan yang hingga kini masih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
diyakini ileh warga Desa Sambong Agar tidak memeluk Agama Islam, agama
yang dianut oleh Kiai Anggamaya. Sebab, dikala ia sedang melakukan sholat
Ashar, ia dibunuh oleh pusaka Kiai Rangga yang bernama Kutuk Buntung, yang
akhirnya Kiai Anggamaya terkaparr dan mati.
Indahnya persahabatan tercermin antara kakak-beradik Pangeran Rangga
dan Rama. Bentuk kecintaan antara kakak beradik tersebut, untuk masa sekarang
sangat penting mengingat sebagian masyarakat kita telah mengesampingkan nilai-
nilai persahabatan ini.
3. Nilai Edukatif dalam Cerita Rakyat Kabupaten Blora
a. Cerita Rakyat Legenda Punden Janjang
1) Nilai Pendidikan Moral
Nilai pendididkan moral dalam cerita rakyat yang berjudul “Legenda
Punden Janjang” dapat ditemukan pada karakter dan perilaku tokoh utama cerita
yaitu Pangeran Jati Kusuma dan Pangeran Jati Kuswara yang memiiki sikap
sederhana, rendah hati suka menolong, suka mengamalkan ilmu yang dimiliki,
gemar menjalani tirakat (puasa) di manapun berada dalam upaya mendekatkan
diri kepada Tuhan Sang Pencipta, hormat dan berbakti kepada orang tua. Berikut
kutipan yang mendukung hal tersebut:
“Pangeran Jati Kusuma dan Pangeran Jati Kuswara melanjutkan perjalanan ke arah utara. Mereka berdua sampai kesuatu tempat yang sulit dilalui karena di depannya terhalang sungai yang curam. Para sahabatnya tidak bisa melaluinya. Melihat hal demikian Pangeran Jati Kusuma dengan kesaktiannya menciptakan sebuah jembatan untuk membantu mempermudah menyeberangi sungai tersebut.” Kemudian dari seberang Pangeran Jati Kusuma melihat di sebarang jembatan tersebut ada tempat yang patut untuk bertapa. Pangeran Jati Kusuma menghendaki untuk bertapa di tempat tersebut.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
“Disebutkan selama dalam perjalanan tersebut, kedua pangeran itu membuat masjid di Desa Grenjeng, dekat Nglebur/Ngrambah, untuk tempat bersembahyang masyarakat sekitar tempat itu, yang dikenal dengan Masjid Benteng.”
2) Nilai Pendidikan Adat
Nilai pendidikan adat dalam cerita rakyat “Legenda Punden Janjang”
yakni tergambar melalui kebiasaan menjalani hidup dengan penuh tanggung
jawab, pasrah kepada Tuan Yang Maha Esa antara lain ketekunan Pangeran Jati
Kusuma dan Pangeran Jati Kuswara yang sering bertapa memohon petunjuk
kepada Tuhan. Seperti kutipan berikut:
“Pangeran Jati Kusuma melihat di sebarang jembatan tersebut ada tempat yang patut untuk bertapa. Pangeran Jati Kusuma menghendaki untuk bertapa di tempat tersebut. Segala peralatan yang diperlukan segara dipersiapkan.” “Disebutkan selama dalam perjalanan tersebut, kedua pangeran itu membuat masjid di Desa Genjeng, dekat Nglebur/Ngrambah, untuk tempat bersembahyang masyarakat sekitar tempat itu, yang dikenal dengan Masjid Benteng.”
Pendidikan adat juga tergambar melalui kebiasaan masyarakat Desa
Janjang sepeninggalan Pangeran Jati Kusuma dan Pangeran Kuswara yaitu
kebiasaan menjaga peninggalan-peninggalan dari kedua pangeran tersebut.
Seperti yang ada dalam kutipan berikut:
“Karena besar pengaruh dan kesaktiannya, setelah wafat, makam kedua pangeran tersebut masih dianggap keramat dan tiap tahun pada hari Jumat Pon selalu diadakan Manganan Janjang. Pada upacara itu orang dari dalam desa dan dari luar desa, bahkan dari luar daerah banyak yang datang dengan membawa sesaji, ada yang membawa tumpeng bucu, ada yang membawa panggang ayam dan jajan pasar.” “Pada acara itu dipertunjukkan wayang krucil sebagai peninggalan
keduanya. Setelah upacara selesai diadakan selamatan dan nasi-nasi tersebut dibagikan merata ke seluruh orang yang ada. Kepercayaan pada acara tersebut biasanya membawa ramalan yang akan datang.” “Selain itu makam kedua pangeran tersebut juga sering dipergunakan
sebagai sarana untuk melakukan peradilan tradisional yang dikenal dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
‘Sumpah Janjang’. Acara tersebut biasanya dilakukan untuk mencari kebenaran yang sudah tidak bisa dilakukan dengan cara lain. Dengan dilakukannya ‘Sumpah Janjang’ , dalam waktu yang tidak lama kebenaran pasti akan segera terungkap, paling lama dalam jangka waktu 3 bulan. Hal itu sebagaimana pepatah Jawa yang berbunyi ‘becik ketitik, ala ketara’ (baik akan diketahui dan jelek pun akan kelihatan).”
3) Nilai Pendidikan Agama
Nilai pendidikan agama yang ada dalam cerita rakyat “Legenda Punden
Janjang” ditemukan pada peristiwa Pangeran Jati Kusumo dan Pangeran Jati
Kuswara yang melakukan perjalanan untuk mencari pusaka pajang yang hilang.
Di dalam perjalanan tersebut kedua pangeran tidak pernah meninggalkan
sembahyang. Sering membangun masjid untuk sembahyangnya dan juga warga
desa yang dilewati dalam perjalanan mencari petunjuk pusaka yang hilang
tersebut. Berikut kutipan yang mendukung hal tersebut:
“Disebutkan selama dalam perjalanan tersebut, kedua pangeran itu membuat masjid di Desa Genjeng, dekat Nglebur/Ngrambah, untuk tempat bersembahyang masyarakat sekitar tempat itu, yang dikenal dengan Masjid Benteng.” “Disebutkan, pembangunan masjid belum selesai namun kedua pangeran tersebut segera meninggalkan tempat tersebut untuk bertapa di Janjang.”
4) Nilai Pendidikan Kepahlawanan
Nilai pendidikan Kepahlawanan dalam cerita rakyat “Legenda Punden
Janjang” yakni berupa semangat dan tekad kuat yang dimiliki oleh Pangeran Jati
Kusuma dan Pangeran Jati Kuswara dalam mencari pusaka Pajang yang hilang
entah kemana. Kedua pangeran tersebut mengembara dari satu tempat ke tempat
yang lain untuk mencari tempat bertapa yang tepat. Berikut kutipan untuk
mendukung hal tersebut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
“Legenda Punden Janjang terkait dengan perjalanan Pangeran Jati Kusuma dan Pangeran Jati Kuswara dalam pengembaraannya untuk mencari pusaka Kerajaan Pajang yang hilang.” “Pangeran Jati Kusuma dan Pangeran Jati Kuswara melanjutkan perjalanan ke arah utara. Mereka berdua sampai kesuatu tempat yang sulit dilalui karena di depannya terhalang sungai yang curam. Para sahabatnya tidak bisa melaluinya.Melihat hal demikian Pangeran Jati Kusuma dengan kesaktiannya menciptakan sebuah jembatan untuk membantu mempermudah menyeberangi sungai tersebut.” “Cara bertapa antara dua orang pangeran tersebut berbeda. Pangeran Jati Kusumo melakukan tapa dengan cara mengurangi makan dan tidur, sedangkan Pangeran Jati Kuswara dengan cara terus menerus makan dan tidur.”
b. Cerita Rakyat Desa Watu Brem dan Desa Pojok Watu
1) Nilai Pendidikan Moral
Nilai pendidikan moral dalam cerita rakyat “Legenda Desa Watu Brem
dan Desa Pojok Watu” yaitu mengisahkan seorang yang sering melakukan
perampokan seperti yang sering dilakukan oleh Malang Sudiro. Disaat ia
mengadakan hajadan perkawinan putranya, ternyata iring-iringan pengantin di
rampok di tengah jalan yang justru dilakukan oleh anak buah ayahnya sendri. Di
dalam masyarakat Jawa hal seperti itu sering disebut dengan istilah ngunduh
wohing pakarti, yang artinya bahwa siapa yang berbuat kejahatan pasti akan
mengalami akibatnya. Berikut kutipan yang mendukung:
“Alkisah, pada saat masih zamannya penggede, di Desa Pojok Watu (Desa Tu-brem) hiduplah seorang penggede (kepala perampok) bernama Malang Sudiro. Pada suatu saat ia berniat mengawinkan anaknya yang bernama Malang Kusuma dengan seorang gadis dari Desa Ngoda.” “Pada hari kelima setelah perkawinan (sepasar) sang penganti akan diunduh, diboyong untuk dirayakan ke Desa Pojok Watu. Pada saat yang sudah ditentukan, iring-iringan rombongan pengantin berjalan dari Desa Ngado ke Desa Pojok Watu. Di tengah perjalanan mereka dihadang oleh segerombolan perampok, yang sesungguhnya adalah anak buah dari ayah sang pengantin laki-laki.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
2) Nilai Pendidikan Adat
Nilai pendidikan adat dalam cerita rakyat yang berjudul “Legenda Desa
Watu Brem dan Desa Pojok Watu” yakni terlihat pada segala macam peralatan
dan perlengkapan upacara iring-iringan pengantin, dan acara ngunduh manten
yang ada dalam acara perkawinan Malang Kusuma putra dari Malang Sudiro.
Macam-macam peralatan pernikahan yang dibawa dari Desa Ngado menuju Desa
Pojok Watu yang tercecer dan tempat dari hilangnya peralatan-peralatan tersebut
dijadikan nama desa. Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut:
“Pada hari kelima setelah perkawinan (sepasar) sang penganti akan diunduh, diboyong untuk dirayakan ke Desa Pojok Watu.” “Dalam peristiwa perampokan tersebut, segala peralatan dan perlengkapan upacara iring-iringan pengantin berceceran di sepanjang jalan Ngoda-Pojok Watu.” “Peralatan kebesaran pengiring pengantin banyak yang tercecer di perjalanan. Barang-barang tersebut antara lain: boning renteng (alat gamelan untuk mengiringi perjalanan rombongan pengantin), kembang nyamplung (sumping sang pengantin), jarit jomblang (kain yang dipakai oleh sang pengantin), kalung (perhiasan yang dipakai oleh sang pengantin), kukusan (peralatan dapur yang digunakan keperluan upacara bubak kawah, khususnya untuk pengantin anak sulung).”
3) Nilai Pendidikan Agama
Nilai pendidikan agama yang ada dalam cerita rakyat yang berjudul
“Legenda Desa Watu Brem dan Pojok Watu” ditemukan pada peristiwa yang
dialami oleh Malang Sudiro. Malang Sudiro yang seorang pemimpin perampok
tidak mengetahui bahwa anak buahnya menghadang dan merampok iring-iringan
pengantin anak laki-lakinya. hal ini menyebabkan kedua pengantin terpisah.
Kejadian tersebut dianggap malapetaka besar sehingga menyebabkan warga Desa
Ngoda dan Desa Pojok tidak diperbolehkan untuk berbesanan. Berikut kutipan
yang mendukung hal tersebut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
“Dalam peristiwa tersebut akhirnya pengantin dan pengiringnya terpisah. Adapun sang pengantin yang sudah tidak ada lagi yang mengurusi merasa ketakutan, akhirnya bersembunyi (ndhelik) pada sebuah sendang (mata air).” “Atas terjadinya peristiwa perampokan terhadap iring-iringan pengantin yang berasal dari Desa Ngoda menuju Desa Pojok Watu tersebut dianggap sebagai malapetaka besar, sehingga sampai saat ini orang Desa Pojok Watu pantang berbesanan dengan orang Desa Ngado. Jangankan berbesanan, membawa sesuatu dari Desa Pojok Watu juga dipantangkan.”
4) Nilai pendidikan Kepahlawanan
Nilai pendidikan kepahlawanan yang ada dalam cerita rakyat yang
berjudul “Legenda Desa Watu Brem dan Desa Pojok Watu” adalah dapat dilihat
dari kegigihan Malang Kusuma putra dari Malang Sudiro yang bersama para
pengiring pengantin bertempur melawan gerombolan perampok yang telah
menghadangnya. Dengan peralatan yang ada rombongan pengiring pengantin
berperang melawan gerombolan perampok yang sebenarnya adalah anak buah
ayahnya Malang Kusuma sendiri. Pertempuran yang seru tersebut menurut istilah
orang setempat disebut “tawur” sehingga tempat perang tersebut dinamakan Desa
Sawur. Seperti terlihat pada kutipan di bawah ini:
“Rombongan iring-iringan pengantin berusaha melawan rombongan para
perampok untuk mempertahankan benda-benda perlengkapan upacara perkawinan
yang dibawanya. Maka terjadilah pertempuran cukup seru yang dalam istilah
setempat disebut “tawur”. Tempat terjadinya perang tawur antara rombongan
pengiring pengantin melawan rombongan gerombolan perampok tersebut
kemudian dinamakan Desa Sawur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
c. Cerita Rakyat Terjadinya Desa Gersi
1) Nilai Pendidikan Moral
Nilai tentang pendidikan moral dalam cerita rakyat “Legenda Desa Gersi”
yakni tentang kesediaan Tumenggung Tunggul wulung untuk menumpas
pemberontakan yang dilakukan oleh Bupati Nglangitan. Sikap patuh dan hormat
dari seorang tumenggung juga ditunjukkan olehnya yang merelakan dan
menyerahkan istrinya untuk dijadikan istri putra rajanya yaitu pangeran Surya.
Berikut adalah kutipannya:
“Tumenggung Tunggul Wulung menyerahkan istrinya kepada raja dan mengatakan bahwa istrinya dikersakke (diinginkan) Pangeran Suryo. Setelah menyerahkan istrinya Tunggul Wulung lalu pergi.” “Sepeninggalan Dewi Sumekar, datanglah Tunggul Wulung ke Bathokan, menemui mertuanya untuk menyerahkan istrinya karena dicintai oleh anak rajanya.” “Mendengar hal itu, Penggede Bathokan memberitahukan bahwa untuk bisa ketemu lagi dengan istrinya, Tunggul Wulung harus memberantas Bupati Nglangitan dan mengubah nama menjadi Silihwarno. Tunggal Wulung pun lalu pergi ke Nglangitan.” “Ketika diberitahukan bahwa Bupati Nglangitan telah dikalahkan oleh Tunggal Wulung dan Sumekar, dia lalu maju ke medan perang melawan Tunggul Wulung, yang kemudian digantikan oleh Ki Gede Bathokan.”
2) Nilai Pendidikan Adat
Nilai pendidikan adat dalam cerita rakyat yang berjudul “Terjadinya Desa
Gersi” yakni bahwa setiap keinginan yang disertai usaha yang tekun akan
membuahkan hasil yang sepadan dengan perjuangannya. Hal ini bisa terlihat
dalam peristiwa yang dialami oleh Tunggal Wulung yang berusaha keras untuk
menjalankan perintah rajanya sekaligus berjuang keras untuk mencari istri yang
sangat dicintainya dan dalam pencariannya itu dia menyamar dan mengubah
namanya menjadi Silihwarno. Berikut kutipan yang mendukung hal tersebut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
“Penggede Bathokan bertanya kepada Tunggul Wulung apakah masih mencintai istrinya. Tunggul Wulung menjawab bahwa ia masih mencintai istrinya. Mendengar hal itu, Penggede Bathokan memberitahukan bahwa untuk bisa ketemu lagi dengan istrinya, Tunggul Wulung harus memberantas Bupati Nglangitan dan mengubah nama menjadi Silihwarno. Tunggal Wulung pun lalu pergi ke Nglangitan.”
3) Nilai Pendidikan Agama
Nilai pendidikan agama yang ada dalam cerita rakyat “Terjadinya Desa
Gersi” yaitu tersirat dalam peristiwa yang dialami oleh Tunggal Wulung dan Dewi
Sumekar. Tunggal wulung dan Dewi Sumekar adalah sepasang suami istri. Yang
harus melewati cobaan. Dewi Sumekar dicintai oleh Pangeran Suryo yang
merupakan Putra dari raja Tunggal Wulung. Seperti layaknya semua ajaran agama
yang ada bahwa sepasang suami istri harus saling mencintai dan setia kepada
pasangannya, hal inilah yang ditunjukkan oleh Tunggal Wulung dan Dewi
Sumekar. Seperti yang terlihat dalam kutipan tersebut:
“Sepeninggal Tumenggung Wulung, Pangeran Suryo membujuk Dewi Sumekar agar mau menuruti kemauannya dan mau diperistri. Keinginan Pangeran Suryo ditolaknya.” “Dewi Sumekar lalu pulang ke rumah orangtuanya di Bathokan. Ayahnya lalu bertanya, apakah masih mencintai suaminya. Dewi Sumekar menjawab bahwa dia masih mencintai suaminya. Mendengar jawaban putrinya tersebut, sang ayah lalu menyarankan kepada putrinya untuk pergi ke Nglangitan.” “Penggede Bathokan bertanya kepada Tunggul Wulung apakah masih mencintai istrinya. Tunggul Wulung menjawab bahwa ia masih mencintai istrinya.” 4) Nilai Pendidikan Kepahlawanan
Nilai pendidikan kepahlawanan dalam cerita rakyat yang berjudul
“Terjadinya Desa Gersi” yaitu berupa semangat dan perjuangan menumpas
pemberontak yang ditunjukkan oleh Tunggal Wulung, Dewi Sumekar dan juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
ayahnya Ki Gede Bathokan. Tunggul Wulung diperintah oleh rajanya untuk
menumpas pemberontakan yang dipimpin oleh Bupati Nglangitan yang bernama
Ki Gede Nglaban. Tunggul Wulung dibantu oleh istri dan mertuanya. Hal ini
dapat dilihat pada kutipan di bawah ini:
“Bupati Nglangitan mempunyai senopati andalan bernama Ki Ageng Nglaban. Dialah yang mendalangi pemberontakan Bupati Nglangitan kepada Raja Tanjung Mas. Ketika diberitahukan bahwa Bupati Nglangitan telah dikalahkan oleh Tunggal Wulung dan Sumekar, dia lalu maju ke medan perang melawan Tunggul Wulung, yang kemudian digantikan oleh Ki Gede Bathokan. Terjadilah perang tanding antara Ki Gede Nglaban melawan Ki Gede Bathokan.” “Pertarungan antara Ki Gede Nglaban dan Ki Gede Bathokan terus berlangsung, dan semakin seru.” “Di sebelah utara kraton Ki Gede Nglaban gugur. Darahnya mengalir sangat banyak hingga seperti kolam. Sampai saat ini kolam tersebut airnya merah seperti darah.”
d. Cerita Rakyat Maling Kenthiri
1) Nilai Pendidikan Moral
Nilai pendidikan moral yang terdapat dalam cerita rakya dengan judul
“Legenda Maling Kentiri” sikap yang dimiliki oleh Maling Kondang atau Maling
Kentiri. Maling Kentiri memang memiliki kebiasaan mencuri. Akan tetapi hasil
dari curiannya itu tidak hanya untuk dirinya sendiri melainkan untuk masyarakat
yang membutuhkan, yaitu orang-orang miskin.
Maling Kentiri memang sering mencuri tetapi dia hanya mencuri di rumah
orang-orang kaya. Meskipun dia sering mencuri akan tetapi banyak yang sayang
dengan Kentiri, tidak jarang saat pelariannya dari kejaran para prajurit dia sering
diselamatkan oleh warga. Hal ini disebabkan karena Maling Kentiri sering
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
menolong warga miskin yang kekurangan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan
berikut:
“Karena para prajurit Bupati Semarang masih mengejarnya, kentiri masih terus berlari dan bersembunyi di daerah Blora. Untuk tetap menyambung hidup, dalam persembunyiannya itu ia kemudian mencuri. Namun, ia hanya mencuri kepunyaan orang-orang yang kaya saja. Hasil curiannya pun tidak dipakai sendiri tetapi juga diberikan kepada orang-orang miskin yang membutuhkan, terutama orang-orang miskin yang tinggal di desa. Sejak itulah ia disebut maling kentiri atau maling gentiri.” “Kebiasaan Kentiri yang suka menolong orang-orang miskin yang sedang mengalami kesusahan, maka penduduk desa pun sangat menyayangi Maling Kentiri. Ia tidak dianggap sebagai orang jahat, tetapi dianggap sebagai Ratu Adil yang datang ke bumi. Sebagai dewa yang menjelma sebagai manusia untuk menyelamatkan orang-orang desa yang miskin dan menderita.”
2) Nilai Pendidikan Adat
Nilai pendidikan adat yang ada dalam cerita rakyat yang berjudul
“Legenda Maling Kentiri” adalah yang terlihat pada peristiwa yang dialami oleh
tokoh utamanya. Seperti kebanyakan pemuda-pemuda, Maling Kentiri tidak beda
jauh dengan yang lain. Mempunyai semangat yang tinggi menuntut ilmu, tekun
berlatih ilmu dan juga punya rasa cinta kemudian ingin memilki istri. Hal itu juga
yang dialami oleh Maling Kentiri. Dia mencintai seorang wanita dan meminta
ayahnya untuk melamar wanita tersebut. Seperti terlihat pada kutipan di bawah
ini:
“Kentiri adalah seorang pemuda yang gagah dan tampan sehingga sangatlah dibanggakan oleh ayahnya Kiai Ageng Pancuran. Selain tampan Kentiri juga pandai bela diri dan memiliki kesaktian yang tinggi. Setiap hari Kentiri rajin belajar berbagai ilmu. Tidak jarang dia berguru sampai jauh dari rumahnya. Berkat ketekunan dan kerajinannya, ia memiliki kekuatan lahir dan batin yang hebat serta punya kesaktian yang luar biasa.” “Betul bapak. Beberapa hari lalu ketika aku bersemedi, di daerah Sulang aku bertemu dengan seorang gadis. Menurutku ia sangat cantik. Aku ingin sekali meminangnya. Apakah bapak menyetujuinya?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
3) Nilai Pendidikan Agama
Nilai pendidikan agama yang terdapat dalam cerita rakyat yang berjudul
“Legenda Maling Kentiri” ditemukan pada peristiwa yang dialami oleh tokoh
utamanya. Maling Kentiri yang dalam pelariannya saat dikejar oleh prajurit
Kerajaan Semarang, Maling kentiri merasa capek terus-menerus mencuri dan lari
dari pengejaran. Kentiri memilih untuk berguru dan belajar ilmu agama dan
bertobat. Berikut kutipan yang mendukung hal tersebut:
“Kentiri termasuk murid yang rajin mengaji dan belajar agama. Ia ingin menunjukan kepada gurunya bahwa ia sudah bertobat dan tidak mencuri lagi. Berkat ketekunan dan kemauannya untuk belajar, kemajuan yang dicapai Kentiri sangan cepat sehingga dengan waktu singkat ia sudah menjadi santri yang berbakat.” “Sekarang aku telah sadar kanjeng sunan bahwa tujuan yang baik untuk menolong orang miskin juga harus dilakukan dengan cara yang baik. Dulu aku berpikir yang penting tujuanku baik untuk menolong orang miskin walaupun harta yang aku bagikan hasil dari merampok harta orang lain. Ternyata itu semua keliru. Sungguh Kanjeng Sunan aku bertobat. Aku mau jadi muslim yang taat.”
4) Nilai Pendidikan Kepahlawanan
Nilai pendidikan kepahlawanan dalam cerita rakyat yang berjudul
“Legenda Maling Kentiri” yakni berupa semangat dan perjuangan untuk
mendapatkan ilmu dengan baik. Seperti yang terdapat dalam peristiwa yang
dialami oleh Maling Kentiri. Untuk mendapatkan ilmu kanuragan dia selalu giat
belajar bela diri dan sering mengembara berguru sampai ke luar desa. Selain itu
Maling Kentiri juga giat berlatih ilmu agama dan juga berkerja di sawah untuk
membantu warga yang miskin yang kekurangan. Berikut kutipan yang
mendukung hal tersebut:
“Setiap hari Kentiri rajin belajar berbagai ilmu. Tidak jarang dia berguru sampai jauh dari rumahnya. Berkat ketekunan dan kerajinannya, ia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
memiliki kekuatan lahir dan batin yang hebat serta punya kesaktian yang luar biasa.” “Namun di balik itu Kentiri memiliki sifat yang sangat keras terutama dalam hal mewujudkan impian dan cita-citanya. Bila ia menginginkan sesuatu, apa pun yang merintanginya pasti dihadapi agar keinginannya dapat terwujud.” “Sebagai murid, Kentiri termasuk murid yang rajin mengaji dan belajar agama.“Ia telah membuang kebiasaannya mencuri, namun ia tetap gemar membagikan beras pada orang miskin. Hanya saja beras ang dibagikan tersebut bukanlah hasil mencuri, melainkan kerja kerasnya mengolah sawah yang berada di sekitar kediaman Sunan Ngerang.”
e. Cerita Rakyat Legenda Kyai Anggayuda dan Keramat Sambong
1) Nilai Pendidikan Moral
Nilai pendidikan moral yang ada dalam cerita rakyat berjudul “Legenda
Kiai Anggayuda dan Keramat Sambong” adalah terlihat pada kisah Pangeran
Rangga dan Rama yang patuh kepada perintah orang tuanya. Kedua pangeran
tersebut bertekat dan berjuang menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh
Kiai Anggayuda dan pendukungnya. Hal ini semata-mata dilakukan untuk
rakyatnya. Keresahan rakyat dan ayahnya melihat pemberontakan menjadikan
kedua pangeran tersebut untuk segera menumpaskan pemberontakan tersebut.
Berikut adalah kutipan yang memperjelas hal tersebut:
“Setelah tahu jika pemberontakan dilakukan secara sembunyi-sembunyi, Ki Juru Mertani lalu menyeledikinya. Akhirnya dengan keahlian yang luar biasa, akhirnya dia tahu bahwa pemberontakan itu dipimpin oleh orang dari Tuban. Pangeran Rangga lalu diperintahkan untuk memadamkan pemberontakan tersebut, akan tetapi pasukan yang dipimpin olen Pangeran Rangga dan Rama tidak mampu menandingi kekuatan pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Kiai Anggamaya.” “Setelah mendapatkan Pusaka yang dimaksud, Ki Juru segera mengajak Raden Rangga melaksanakan tugasnya. Raden Rangga diberitahu bahwa saan yang tepat untuk membunuh Anggamaya adalah saat dia sembahyang, karena saat itulah ia akan melepas semua pusaka (piandel) dari badannya. Oleh karena itu Raden Rangga harus menyembunyikan diri dulu, jangan sampai diketahui oleh Anggamaya.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
2) Nilai Pendidikan Adat
Nilai pendidikan adat dalam cerita rakyat yang berjudul “Legenda Kiai
Anggayuda dan Keramat Sambong” yakni dapat terlihat dari kisah Kiai
Anggamaya yang setelah meninggal melarang warga Desa Sambong untuk tidak
memeluk Agama Islam karena dipercaya jika hal itu dilanggar akan mendapatkan
kesusahan. Tempat meninggalnya Kiai Anggamaya dianggap keramat dan tabu
untuk orang yang berbuat salah dan bertabiat jahat. Berikut kutipannya:
“Sebelum menghembuskan nafas terakhir ia sempat meninggalkan pesan: “Eh wong sak kiwo tengene Sambong iki, sasurutku ojo ono sing ngrasuk agama Islam. Yen nganti ngrasuk Agama Islam bakal ora langgeng uripe, kaya aku kang ngabekti lan mituhu prentahe agama” (hai orang-orang di sekitar Sambong, sepeninggalanku jangan ada yang memeluk Agama Islam. Jika memeluk agama Islam bakal tidak abadi hidupnya, seperti saya yang berbakti dan mentaati perintah agama). Samapai sekarang orang Kejalen dan Sambong masih percaya hal itu.” “Di tempat itu setiap malam Jumat Pon banyak orang yang mengadakan sesaji. Tempat tersebut sangat tabu bagi orang yang bersalah dan bertabiat jahat. Bila ada pencuri yang menjadi buronan polisi melewati Makam Anggamaya pasti tertangkap. Begitu pula bila ada yang bersemedi di tempat tersebut dengan maksud kurang baik, pasti dirinya sendiri yang akan mendapat halangan.” 3) Nilai Pendidikan Agama
Nilai pendidikan agama dalam cerita rakyat yang bejudul “Legenda Kiai
Anggayuda dan Keramat Sambong” yaitu dapat dilihat dari sikap yang
ditunjukkan oleh Kiai Anggamaya. Kiai Anggamaya adalah seorang muslim yang
taat dalam menjalankan perintah agama. Seorang yang saleh dan memiliki
pengikut yang banyak. Rajin sembahyang dan disegani oleh umatnya. Akan tetapi
pada saat di akhir hayatnya dia berpesan kepada pengikutnya untuk tidak
memeluk Agama Islam sepertinya kalau hidupnya ingin langgeng dan tidak
celaka. Seperti terlihat dalam kutipan di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
“Kedatangan Kiai Anggamaya ke wilayah tersebut adalah atas permintaan seorang pengikut Arya Penangsang yang masih setia. Dia diminta untuk merusak ketentraman Jipang Panolan “ “Sebagai orang saleh, maka pengikutnya banyak dan meluas dengan begitu cepat.” “Saat yang dinantikan pun tiba. Waktu itu Anggamaya sedang menunaikan sholat Ashar. Pada saat dia sedang bersujud, dimana perhatiannya hanya berpusat kepada Tuhan, Raden Rangga segera menusukkan pusaka Kutuk Buntung ke tubuh Anggamaya.seketika Kiai Anggamaya jatuh terkapar. Sebelum menghembuskan nafas terakhir ia sempat meninggalkan pesan: “Eh wong sak kiwo tengene Sambong iki, sasurutku ojo ono sing ngrasuk agama Islam. Yen nganti ngrasuk Agama Islam bakal ora langgeng uripe, kaya aku kang ngabekti lan mituhu prentahe agama” (hai orang-orang di sekitar Sambong, sepeninggalanku jangan ada yang memeluk Agama Islam. Jika memeluk agama Islam bakal tidak abadi hidupnya, seperti saya yang berbakti dan mentaati perintah agama).”
4) Nilai Pendidikan Kepahlawanan
Nilai pendidikan kepahlawanan dalam cerita rakyat yang berjudul
“Legenda Kiai Anggayuda dan Keramat Sambong ” dapat ditemukan pada sikap
Pangeran Rangga dan Rama yang selalu berusaha mencari cara untuk menumpas
pemberontakan yang dipimpin oleh Kiai Anggamaya. Mulai dari meminjam
pusaka sampai mencari tahu kelemahan yang dimiliki oleh kiai Anggamaya.
Pangeran Rangga dan Rama tidak ada hentinya mencari tahu kelemahan
yang dimiliki oleh pemimpim pemberontak yang bernama Kiai Anggamaya. Kiai
Anggamaya adalah orang yang sakti dan tidak mudah untuk dilumpuhkan. Kiai
Anggamaya juga memiiki pengikut yang tidak sedikit sehingga Pangeran Rangga
dan Rama kewalahan menghadapinya. Seperti yang terdapat dalam kutipan di
bawah ini:
“Pangeran Rangga dan Rama diperintahkan untuk memadamkan pemberontakan tersebut, akan tetapi pasukan yang dipimpin olen Pangeran Rangga dan Rama tidak mampu menandingi kekuatan pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Kiai Anggamaya.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
“Terpaksa Pangeran Rama kembali menghadap Ki Juru Mertani
melaporka kejadian tersebut. Dalam peperangan Panggeran Rama
melawan Kiai Anggamaya, Pangeran Rangga harus mengakui keunggulan
Kiai Anggamaya. Ki Juru Mertani mengetahui bahwa Kiai Anggamaya
adalah orang yang sangat sakti, tidak mempan segala macam senjata,
kecuali pusaka yang dimiliki Ki Klepu dari Kapuan.”
C. Pembahasan
Bagian awal pada bab ini diuraikan deskripsi latar sosial budaya
Kabupaten Blora. Penyajian deskripsi latar sosial budaya meliputi letak geografis,
luas wilayah, penduduk dan adat istiadat, agama dan kepercayaan masyarakat
serta bahas penduduk Kabupaten Blora. Hal ini dimaksudkan untuk memberi
gambaran awal secara lebih lengkap. Dengan gambaran tersebut dapat diketahui
latar belakang penduduk pada masa lampau sehingga dapat tercipta beberapa
cerita rakyat yang ada di Kabupaten Blora.
Deskripsi latar sosial budaya dijadikan dasar untuk menganalisis cerita
rakyat Kabupaten Blora. Latar sosial budaya dan kehidupan penduduk Kabupaten
Blora saat ini tidak terlepas dengan kehidupan pada masa lampau, bahkan masa
yang akan datang tentu masih diwarnai kehidupan masa-masa sebelumnya (masa
sekarang). Cerita rakyat yang hidup dan berkembang sampai saat ini berkaitan
erat dengan latar sosial budaya penduduk pada masa lampau yang berjalan dari
masa ke masa atau dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Cerita rakyat itu berkembang dan turun temurun secara lisan dari generasi
ke generasi. Penyebarannya berlangsung secara lisan dan bersifat tuturan. Cerita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
rakyat merupakan cerita yang berupa cipta sastra yang ada atau pernah ada dalam
suatu masyarakat. Dalam cerita rakyat terkandung aspek sosial budaya, agama,
tradisi, perjuangan para tokoh dan sejumlah ajaran atau nilai-nilai tertentu.
Dari sejumlah uraian di atas dapat dikatakan bahwa melalui cerita rakyat
Kabupaten Blora dapat diketahui kehidupan penduduk di masa lampau. Ini
menandakan bahwa cerita rakyat memilikikedudukan dan fungsi tertentu bagi
masyarakat pemiliknya. Kebiasaan atau cara hidup masyarakat di Kabupaten
Blora mirip dengan cerita rakyat yang ada dan berkembang hingga saat ini. Hal ini
sependapat dengan pernyataan bahwa cerita rakyat juga dapat digunakan untuk
mempelajari sastra pada masa lampau (literary heritage) sedangkan fungsinya
sebagai alat untuk memahami khasanah budaya (Bahrum Yunus dkk, 1998:13).
Cerita rakyat juga bisa sebagai penghubung kebudayaan masa silam
dengan kebudayaan sekarang dan yang akan datang. Dalam arti luas cerita rakyat
pada suatu daerah lebih mengedepankan tradisi lisan. Cerita rakyat juga dapat
berfungsi sebagai sarana untuk menanamkan kesadaran dan keagungan budaya
dan dapat mendukung kebudayaan daerah setempat. Berikut ini pembahasan
tentang pokok permasalahan dalam penelitian cerita rakyat Kabupaten Blora.
1. Jenis-Jenis Cerita Rakyat Kabupaten Blora
Dari beberapa cerita rakyat yang ada di Kabupaten Blora dapat
diklasifikasikan atas cerita rakyat yang dikenal masyarakat Kabupaten Blora dan
cerita rakyat yang tidak dikenal oleh masyarakat Kabupaten Blora. Jenis cerita
rakyat yang dikenal biasanya merupakan cerita yang menonjol di antara cerita
yang lain. Cerita yang menonjol itu sebagian besar adalah cerita yang memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
bukti-bukti fisik berupa peninggalan nenek moyang atau tokoh yang ada dalam
cerita tersebut. Tempat-tempat atau lokasi berkembangnya cerita rakyat tersebut
sering dikunjungi masyarakat baik dari wilayah Kabupaten Blora sendiri maupun
yang dari luar wilayah Kabupaten Blora.
Peninggalan-peninggalan dan bukti fisik para tokoh dalam cerita rakyat
Kabupaten Blora yang dimaksud adalah berupa petilasan, makam, sungai, punden,
wayang, sendang, kampong, tempat, dusun dan benda-benda fisiklainnya.
Biasanya masyarakat Kabupaten Blora lebih percaya pada cerita rakyat yang
masih memiliki peninggalan atau bukti fisik. Adanya pengelola tempat petilasan
dan juru kunci juga menambah keyakinan masyarakat Kabupaten Blora akan
kebenaran cerita yang terjadi pada masa lampau di tempat tersebut.
Cerita rakyat di Kabupaten Blora yang digali dalam penelitian ini ada
lima. Antara lain: (1) “Legenda Punden Janjang”, (2) “Legenda Desa Watu Brem
dan Desa Pojok Watu”, (3) “Terjadinya Desa Gersi”, (4) “Legenda Maling
Kentiri”, (5) “Legenda Kiai Anggayuda dan Keramat Sambong”. Kelima cerita
tersebut terdapat di tiga kecamatan dengan lima desa.
Legenda Punden Janjang terletak di Desa Janjang Kecamatan Jiken
Kabupaten Blora. Cerita rakyat Legenda Watu Brem dan Desa Pojok Watu berada
sesuai dengan judul cerita yaitu berada di Desa Pojok Watu atau warga desa
setempat kadang menyebut desa tersebut dengan Desa Tu-brem/Watu Brem
Kecamatan Jiken Kabupaten Blora. Cerita rakyat Terjadinya Desa Gersi terdapat
di Desa Gersi Kecamatan Jepon Kabupaten Blora. Cerita rakyat Maling Kentiri
berada di Desa Kawengang, Kecamatan Jepon Kabupaten Blora. Dan cerita rakyat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
yang terakhir adalah Legenda Kiai Anggayuda dan Keramat Sambong, berada di
Desa Kejalen dan Desa Sambong Kecamatan Sambong Kabupaten Blora.
Dari penelitian ini diketahui bahwa lima tempat/lokasi cerita rakyat di
Kabupaten Blora tersebut terdapat bukti-bukti fisik berupa kampung, desa,
pegunungan, jembatan, punden, makam, sungai bangunan, pusaka dan benda-bena
peninggalan lainnya. Benda-benda/peninggalan tersebut tersimpan di masing-
masing lokasi.
Peninggalan dari tokoh cerita rakyat yang berjudul Legenda Punden
Janjang adalah sebuah makam yang masih dianggap keramat dan sering
dikunjungi warga maka disebut dengan sebuah punden. Selain makam ada juga
peninggalan lainnya yaitu sebuah masjid, Wot Lemah (jembatan yang terbuat dari
tanah). Peninggalan lainnya yang sampai sekarang masih di rawat adalah wayang
krucil dan seperangkat gamelan yang dibuat oleh tokoh cerita, guci (gentong yang
berisi air), pusaka damar sewu, kendi dan mustoko rumah.
Bukti fisik peninggalan cerita rakyat yang berjudul Legenda Desa Watu
Brem dan Pojok Watu adalah nama-nama desa tempat terjadinya cerita rakyat dan
nama desa tempat dilewatinya cerita seperti Desa Sawur dan Desa Pojok Watu.
Kemudian nama-nama sawah yang menjadi tempat hilangnya barang-barang
pengantin seperti Sawah Bonang Renteng, Sawah Nyamplung, Sawah Jomblang,
Sawah Kukusan dan Sawah Napis.
Bukti fisik peninggalan tokoh cerita rakyat “Terjadinya Desa Gersi”
adalah sebuah sendang yang diberi nama Sendang Gowak dan Sendang Blibis.
Selain itu juga terdapat asal-usul nama desa seperti Desa Gersi, Desa Keburan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
Desa Jangkrikan. Bukti fisik peninggalan tokoh cerita rakyat yang berjudul
Legenda Maling Kentiri adalah bebrapa benda pusaka yaitu pusaka Bende Bicak,
Bende Singo Barong, Bende Kencana dan sebuah tombak yang bernama Tombak
Kiai Doroasih.
Bukti fisik peninggalan tokoh cerita rakyat yang berjudul Legenda Kiai
Anggayuda dan Keramat Sambong adalah sebuah makam dari Kiai Anggamaya
yang dianggap keramat, dan sebuah bendungan yang bernama Sambongan yang
akhirnya menjadikan nama tempat sambongan tersebut menjadi Desa Sambong.
Pada setiap lokasi memiliki juru kunci atau orang kepercayaan yang diberi tugas
untuk bertanggung jawab pada peninggalan-peninggalan tersebut. Selain juru
kunci, pejabat pemerintah juga bertugas memelihara kelestarian barang-barang
peninggalan yang berupa benda-benda fisik tersebut.
Lima lokasi cerita di Kabupaten Blora tersebut sampai sekarang masih
sering dikunjungin oleh masyarakat baik dari wilayah Kabupaten Blora maupun
dari Luar Wilayah Kabupaten Blora. Umumnya kunjungan masyarakat tersebut
untuk berziarah, termasuk di dalamnya kegiatan ritual meditasi tertentu,
mengadakan sumpah dan ada pula yang hanya bertujuan wisata. Ada juga
kelompok pemerhati budaya, tempat tersebut adalah sumber untuk mendapatkan
bahan tulisan.
Menurut pengakuan dari juru kunci maupun warga setempat menyatakan
bahwa frekuensi kunjungan dan jumlah pengunjung meningkat pada hari-hari
tertentu, seperti malam Jumat Pon dan Selasa kliwon. Dan lebih ramai lagi pada
hari besar Agama Islam, peziarah meningkat tajam. Dari ke lima lokasi penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
tersebut yang paling dikunjungi dan diziarahi adalah makam/punden janjang.
Selain di punden Janjang tersebut ramai dikunjungi untuk berziarah, di tempat ini
juga sering didatangi warga yang akan melaksanakan sumpah Janjang. Sumpah
yang dilakukan bertujuan untuk mencari kebenaran yang sudah tidak bisa
dilakukan dengan jalan lain.
Dengan penelitian ini juga diketahui bahwa lima cerita rakyat Kabupaten
Blora tersebut pada umumnya berisi peristiwa tentang asal mula terjadi dan
ditemukannya suatu benda, asal usul nama desa, cikal bakal keberadaan tempat,
hari jadi/lahir tempat tertentu.
Pengklasifikasian lima cerita rakyat Kabupaten Blora tersebut didasarkan
pada sejumlah teori. Menurut Suripan Sadi Hutomo (1991: 64) menytakan bahwa
legenda adalah cerita-cerita yang oleh masyarakat yang mempunyai cerita tersebut
dianggap sebagai peristiwa-peristiwa sejarah. Hal demikian yang menyebabkan
ada orang yang menyatakan bahwa legenda adalah sejarah rakyat, bahkan ada
pula yang menegaskan bahwa legenda adalah sejarah kolektif (fokl history),
walaupun telah mengalami pemutar balikan fakta (distorsi) sehingga berbeda
dengan kisah aslinya (James Dananjaya, 1997: 66).
Legenda adalah cerita yang bersifat semi historis, sehingga dapat
dikatakan bahwa lima cerita rakyat Kabupaten Blora tersebut memiliki kaitan erat
dengan sejarah kehidupan masa lampau masyarakat Kabupaten Blora meskipun
tingkat kebenarannya tidak semua bersifat murni.
Cerita rakyat bentuk legenda masih dapat diklasifikasikan ke dalam jenis
legenda jenis tertentu. Pengklasifikasian jenis legenda ini didasarkan pada isi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
cerita. secara terperinci Brunvandmenggolongkan legenda ke dalam empat
kelompok yaitu: (1) keagamaan (religious legend), (2) legenda alam gaib
(supernatural legend), (3) legenda perseorangan (personal legend), dan (4)
legenda setempat (local legend) (dalam James Dananjaya, 1997:67).
Meurut James Dananjaya (1997: 73), legenda perseorangan adalah cerita
mengenai tokoh-tokoh tertentu, yang dianggap oleh pemilik cerita benar-benar
terjadi. Legenda semacam ini cukup banyak jumlahnya di Indonesia, seperti yang
kita kenal ada legenda Pangeran Samodra di Kabupaten Sragen Jawa Tengah,
legenda Prabu Siliwangi di Jawa Barat, legenda Endang Nawangsih di Kabupaten
Boyolali Jawa Tengah dan legenda Sangkuriang di Jawa Barat, dan lain
sebagainya.
Cerita rakyat Kabupaten Blora yang masih hidup dan berkembang sampai
saat ini pada dasarnya diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi berikutnya
tersebar luas di kalangan rakyat. Dari sejumlah cerita rakyat hanya beberapa cerita
saja yang dibukukan dan itupun belum menyeluruh. Secara umum penyebaran dan
pewaris cerita rakyat Kabupaten Blora berkembang secara lisan, dari mulut ke
mulut, bersifat tradisional dari satu generasi ke genarasi berikutnya dengan
berbagai versi cerita dan biasanya bersifat anonim atau tidak diketahui
pengarangnya.
Kebenaran cerita rakyat Kabupaten Blora itu sendiri diwariskan secara
turun-temurun dari tuturan lisan generasi pendahulu ke generasi berikutnya. Cerita
rakyat diyakini oleh masyarakat setempat sebagai pemilik yang harus memelihara
dan melestarikannya. Munculnya cerita yang bervariasi dikarenakan cerita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
tersebar secara lisan dari mulut ke mulut dan hal ini sangat tergantung pada
kemahiran sang pencerita. Antara pencerita yang satu dengan pencerita yang
selanjutnya sering muncul perbedaan memiliki versi yang berbeda. Oleh karena
itu cerita rakyat yang sama dapat diceritakan dalam versi berbeda meskipun isi
ceritanya sama.
2. Struktur Cerita Rakyat Kabupaten Blora
Sama seperti karya sastra yang lain, cerita rakyat Kabupaten Blora juga
memiliki strukturalisme. Cerita rakyat “Legenda Punden Janjang”, “Legenda Desa
Watu Brem dan Pojok Watu”, “Terjadinya Desa Gersi”, “Legenda Maling
Kentiri”, dan “Legenda Kiai Anggayuda dan Keramat Sambong” dibangun
dengan strukturalisme yang terdiri dari beberapa unsur yang memiliki kebulatan
cerita. Strukturalisme cerita meliputi isi, tema, alur, latar, tokoh, dan amanat.
Semua unsur strukturalisme tersebut mendukung cerita dari awal sampai
akhir. Beberapa unsur cerita tersebut saling melengkapi. Adanya salah satu unsur
akan berpengaruh terhadap unsur cerita lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh
Burhan Nurgiyantoro, bahwa struktur karya sastra mengacu pada pengertian
hubungan antarunsur intrinsik yang bersifat timbal balik, saling menentukan,
saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh.
Secara sendiri terisolasi dari keseluruhannya, bahan, unsur, atau bagian-bagian
tersebut tidak penting, bahkan tidak ada artinya. Tiap bagian akan menjadi berarti
dan penting setelah ada dalam hubungannya dengan bagian-bagian yang lain, serta
bagaimana sumbangannya terhadap keseluruhan wacana (Burhan Nurgiyantoro,
1995: 36).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
Kajian strukturalisme pada lima cerita rakyat Kabupaten Blora tersebut
memberi gambaran secara terperinci dan mendalam atas unsur intrinsic
pembangun ceritanya. Dipilihnya kajian strukturalisma dilandasi teori yang
relevan yakni: pertama, analisis/kajian strukturalisme merupakan prioritas
pertama sebelum yang lain, karena tanpa itu kebulatan makna intrinsik tidak akan
lengkap, maka unsur-unsur karya sastra hanya dapat dipahami dan dinilai
sepenuhnya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan
karya sastra (Teeuw, 1983: 61).
Kedua, analisis strukturalisme bertujun membongkar dan memaparkan
secara cermat, teliti, detail, dan mendalam keterjalianan semua anasir dan aspek
karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 2003:
112). Dan yang ketiga, strukturalisme dipandang sebagai salah satu pendekatan
penelitian kesusastraan yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur
pembangun karya yang bersangkutan. Jadi strukturalisme sama dengan
pendekatan yang objektif (Burha Nurgiyantoro, 1995: 37). Intinya pendekatan
objektif menitikberatkan pada analisis/kajian isi cerita.
Analisis strukturalisme pada lima cerita rakyat Kabupate Blora tersebut
diawali dengan pendeskripsian isi cerita, kemudian tentang tema, alur, tokoh, latar
dan amanat. Masing-masing cerita rakyat Kabupaten Blora menunjukkan bahwa
isi cerita rakyat merupakan hal yang digunakan sebagai landasan untuk mengkaji
unsur-unsur cerita berikutnya. Isi cerita tersebut menjadi bagian yang penting
karena merupakan hal yang dikisahkan dalam cerita yang dimaksud karena
berkaitan dengan aspek bentuk cerita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
Hasil kajian Strukturalisme diketahui secara umum isi masing-masing
cerita rakyat Kabupaten Blora berupa rangkaian peristiwa yang terjadi
berdasarkan urutan waktu atau berlangsung dari satu cerita/peristiwa ke cerita atau
peristiwa berikutnya. Rangkaian ceritanya bersifat kronologis dan menunjukkan
sebab akibat dari urutan awal, tengah hingga akhir cerita.
Secara umum lima cerita rakyat Kabupaten Blora tersebut berisi perjalanan
seorang tokoh, temanya hampir sama yakni bertemakan asal mula terjadinya suatu
tempat. Dengan mencermati isi maupun tema dari lima cerita rakyatKabupaten
Blora tersebut dapat diklasifikasikan pada cerita bentuk legenda dalam jenis
legenda perseorangan dan legenda setempat.
Melalui hasil kajian tentang alur cerita dapat diketahui bahwa lima cerita
rakyat yang berasal dari Kabupaten Blora tersebut adalah alur lurus dan alur maju.
Alur lurus dan alur maju penggunaannya bersifat sederhana dan logis yang artinya
penggambaran pelaku dari awal disusul peristiwa-peristiwa secara berurutan
sampai akhir cerita, peristiwa satu menyebabkan peristiwa berikutnya, hubungan
sebab akibat logis sehingga jalan cerita dari awal samapai akhir mudah dipahami.
Kajian tentang alur, kesederhanaan alur pada cerita rakyat Kabupaten
Blora tersebut sesuai dengan teori meliputi: (1) paparanawal cerita (exposition),
(2) mulai dari problem (incitingmoment), (3) penanjakan konflik (ricing action),
(4) konflik yang semakin (complication), (5) konflik menurun (falling action),
dan (6) penyelesaian (denouement) (Herman J. Waluyo, 2002: 147).
Kajian strukturalisme tentang tokoh dalam lima cerita rakyat Kabupaten
Blora dapat dikelompokkan tokoh utama dan tokoh pendukung. Tokoh utama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
diceritakan lebih banyak dan terkesan mendominasi jalannya cerita. tokoh
pendukung diceritakan pada bagian-bagian tertentu saja atau dengan kata lain
intensitas kemunculannya jauh lebih sedikit seperti fungsinya yakni hanya sebagai
pendukung. Karakter yang tergambar adalah karakter hitam dan putih atau
karakter yang baik dan buruk. Karakter yang demikian istilahnya penokohan,
sesuai denga teori yang menyatakan bahwa istilah tokoh menunjukkan pada
orangnya, pelaku cerita, sedangkan penokohan adalah pelukisan gambaran yang
jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Burhan
Nurgiyantoro, 1995: 165).
Tentang kajian strukturalisme latar cerita, latar tempat disajikan lebih
menonjol. Latar dari lima cerita rakyat yang ada di Kabupaten Blora lebih
menekankan pada latar tempat untuk membangun cerita. latar tempat yang
menjadi latar cerita selalu berganti dari tempat yang satu ke tempat yang lain.
Latar waktu juga sering disajikan dalam cerita rakyat Kabupaten Blora, tersaji
secara berurutan mulai dari tokoh itu muda, dewasa hingga ajalnya.
Penyajian latar dimaksudkan agar memperjelas cerita dari awal sampai
akhir, hal ini dapat diketahui sejauh mana kesesuaian dan korelasi perilaku,
karakter tokoh dengan kondisi masyarakatnya, sesuai pendapat Zainuddin Fananie
(2001: 97) yang mengatakan bahwa di dalam karya sastra setting/latar merupakan
satu elemen pembentuk cerita yang sangat penting.
Kajian strukturalisme mengenai amanat dapat disampaikan bahwa lima
cerita rakyat Kabupaten Blora tersebut ditemukan sejumlah amanat atau hikmah
cerita yang dapat dipetik atau dijadikan teladan bagi semua orang baik secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
tersurat (eksplisit) maupun secara tersirat (implisit) maka amanat dapat langsung
ditangkap dari percakapan atau dialog antartokoh, yang secara langsung mudah
dipahami, sedang amanat yang bersifat tidak langsung harus melalui
perenungan/pemikiran atas apa yang terjadi dalam cerita. Pembaca cerita rakyat
tersebut harus mampu menangkap dan menemukan ajaran di balik kejadian-
kejadian atau perilaku para tokoh cerita.
3. Nilai Edukatif dalam Cerita Rakyat Kabupaten Blora
Dalam lima cerita rakyat dari Kabupaten Blora dapat diketahui bahwa lima
cerita rakyat tersebut terkandung nilai edukatif, yaitu meliputi nilai pendidikan
moral, nilai pendidikan adat, nilai pendidikan agama,dan nilai pendidikan
kepahlawanan. Bukti-bukti ditemukannya nilai-nilai edukatif tersebut disertai
kutipan-kutipan di tiap-tiap bagian dari masing-masing cerita rakyat tersebut telah
dikemukankan pada bagian hasil peneitian.
Nilai moral yang terkandung dalam lima cerita rakyat Kabupaten Blora
menandai bahwa cerita rakyat Kabupaten Blora berisi ajaran tentang kebaikan.
Ajaran tentang kebaikan ini dapat diambil dari karakter dan perilaku serta
kehidupan para tokoh ceritanya, selanjutnya dapat disampaikan untuk memberi
keteladanan bagi pembaca termasuk di dalamnya adalah para siswa dari berbagai
jenjang pendidikan.
Moral dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang
berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat
ditafsirka dan diambil lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca (Burhan
Nurgiyantoro, 1995: 321). Dalam karya sastra moral itu biasanya mencerminkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
pandangan hidup pengarang dan pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran yang
disampaikan kepada pembaca.
Nilai pendidikan adat dari cerita-cerita rakyat Kabupaten Blora dapat
dilihat dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan nenek moyang pada masa
lampau. Kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan para tokoh cerita dijadikan
contoh masyarakat dan dapat dijadikan bahan pertimbangan atau pembanding
dengan tradisi dan kebudayaan yang berkembang saat ini.
Adat merupakan tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai
masalah dalam lingkup yang cukup komplek, dapat berupa kebiasaan hidup, adat-
istiadat, tradisi, keyakinan dan pandangan hidup. Cara berpikir dan bersikap
terdorong, latar spiritual, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh
yang bersangkutan, misal rendah, menengah atau atas (Burhan Nurgiyantoro,
1995: 234).
Nilai pendidikan agama juga ditemukan pada kelima cerita rakyat
Kabupaten Blora. Pendidikan dan pengetahuan tentang agama yang dianut para
tokoh cerita atau masyarakat pada masa lampau. Hal itu dapat diketahui dari
kedudukan tokoh dalam cerita. usaha tentang keagamaan para tokoh, kegiatan-
kegiatan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa oleh para tokoh, dapat diambil
nilai-nilai positifnya secara selektif.
Religi dan kepercayaan mengandung segala keyakinan serta bayangan
manusia tentang sifat-sitaf Tuhan tentang wujud dari alam gaib (supernatural)
serta segala nilai, norma dan ajaran dari religi yang bersangkutan. Sistem ritus dan
sesaji merupakan merupakan usaha untuk mencari hubungan dengan tuhan ,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
dewa-dewa, atau makhluk-makhluk halus yang mendiami alam gaib itu
(Kuntjaraningrat, 1984: 145).
Nilai pendidikan kepahlawanan pada lima cerita rakyat Kabupaten Blora
menandai bahwa cerita rakyat tersebut terdapat sikap-sikap kepahlawanan dan
perjuangan dari para tokoh cerita yang pantas diteladani keberaniannya,
pengorbanan dan kerelaan berjuang,tidak mudah menyerah yang diperankan oleh
tokoh cerita dan dapat dijadikan contoh figur yang memberi inspirasi bagi
pembaca termasuk para siswa di lembaga pendidikan pada berbagai jenjang.
Nilai pendidikan kepahlawanan yang ada dalam lima cerita rakyat tersebut
sejalan dengan pendapat beberapa tokoh. Apabia dihadapkan pada tokoh-tokoh
cerita pembaca sering memberikan reaksi emotif tertentu seperti marasa akrap,
simpati, benci, suka, empati, atau berbagai reaksi afektif lainnya (Burhan
Nurgiyantoro, 1995: 174). Seorang tokoh memiliki relevansi dengan pembaca
atau pendengar cerita apabila tokoh tersebut disukai banyak orang dalam
kehidupan nyata. Salah satu bentuk kerelevansian seorang tokoh sering
dihubungkan dengan kesepertihidupan (life likeness) (Kenney, 1966: 27).
Dari hasil penelitian dan juga pembahasan mengenai strukturalisme dan
nilai edukatif cerita rakyat Kabupaten Blora, dapat dikatakan bahwa nilai-nilai
positif di dalam cerita rakyat tersebut memiliki relevansi dengan kehidupan
sekarang. Dengan penelitian yang telah dilakukan diharapkan dapat
menambahkan khasanah budaya dan sastra, kekayaan batin para pembaca dan
pendengarnya, serta memiliki kontribusi positif bagi pengajar sastra. Pemilihan
cerita rakyat sebagai bahan pengajaran satra di sekolah-sekolah di Kabupaten
Blora sangat tepat, dapat pula dipergunakan sebagai bahan pembinaan dan
pengembangan apresiasi sastra Indonesia dan Daerah di sekolah-sekolah di
Kabupaten Blora.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut:
Cerita rakyat Kabupaten Blora tersebut dapat diklasifikasikan dalam
legenda, kelompok legenda perseorangan dan legenda setempat. Jenis cerita
rakyat Kabupaten Blora yang dihimpun dan dianalisis dalam penelitian ini
berjumlah lima yaitu: (1) Cerita Rakyat Legenda Punden Janjang di Desa Janjang,
Kecamatan Jiken, (2) Cerita Rakyat Legenda Desa Watu Brem dan Pojok Watu di
Desa Pojok Kecamatan Sambong, (3) Cerita Rakyat Terjadinya Desa Gersi di
Desa Gersi Kecamatan Jepon, (4) Cerita Rakyat Maling Kentiri di Desa
Kawengan Kecamatan Jepon, (5) Cerita Rakyat Legenda Kiai Anggayuda dan
Keramat Sambong di Desa Sambong Kecamatan Sambong.
Struktur cerita rakyat Kabupaten Blora tersebut dapat terbagi menjadi
lima, yaitu: (1) Tema tentang kisah perjalanan dan pengembaraan atau asal-usul
terjadinya peristiwa perjuangan dan perjalanan. (2) Alur yang digunakan adalah
alur maju atau alur lurus pada semua cerita rakyat yang diteliti. (3) Tokoh dan
penokohan, tokoh yang terlibat di dalam cerita rakyat Kabupaten Blora adalah
tokoh manusia yang memiliki watak baik dan memiliki kelebihan dan kesaktian.
(4) Latar atau setting yang ada dalam cerita rakyat Kabupaten Blora adalah lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
didominasi oleh latar tempat. (5) amanat yang terkandung dalam cerita rakyat
Kabupaten Blora cukup bervariasi.
Muatan nilai edukatif yang terkandung dalam cerita rakyat Kabupaten
Blora meliputi: (1) nilai pendidikan moral, (2) nilai pendidikan adat, (3) nilai
pendidikan agama, dan (4) nilai pendidikan keagamaan. Dengan ditemukannya
beberapa nilai edukatif dalam cerita rakyat Kabupaten Bloramemiliki relevansi
dan kontribusi dalam pengajaran sastra di sekolah, dan dapat dijadikan materi
pelajaran sastra di sekolah-sekolah yang berada di wilayah Kabupaten Blora yang
disesuaikan dengan jenjang pendidikannya.
B. Implikasi
Hasil penelitian kelima cerita rakyat di Kabupaten Blora dapat diambil
sebuah kesimpulan bahwa penelitian yang dilaksanakan memliliki berbagai
implikasi penting terhadap pengajaran sastra di sekolah. Berbagai implikasi
tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
Cerita rakyat di Kabupaten Blora memiliki beberapa kandungan nilai
edukatif (pendidikan), maka cerita rakyat tersebut penting untuk disampaikan
kepada siswa, melalui proses pembelajara sastra di sekolah. Hal ini untuk
menanamkan kembali nilai-nilai luhur kepada generasi penerus agar nilai-nilai
tersebut tidak luntur termakan oleh budaya asing. Akan tetapi kenyataan di
lapangan dan masyarakat keadaannya lain, pada saat ini siswa di beberapa daerah
termasuk di Kabupaten Blora, sebagian siswa tidak mengenal cerita Rakyat yang
hidup dan berkembang di daerahnya. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
antaranya hilangnya adat dan tradisi bercerita atau mendongeng oleh para orang
tua kepada anaknya sebagai pengantar tidur.
Cerita rakyat jarang sekali dijumpai di dalam keluarga, dalam masyarakat
dan di sekolah. Melihat kenyataan semacam ini perlu diambil langkah-langkah
pasti dan jelas untuk menyelamatkan cerita rakyat agar tidak punah. Peran guru
Bahasa dan Sastra Indonesia dalam pembelajaran sehari-hari untuk memasukkan
cerita rakyat ke dalam pembelajaran sastra sangat penting. Selain guru, peran
sekolah maupun lembaga lain di antaranya dalam kelompok Musyawarah Guru
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia dengan jalan seperti mengadakan lomba-lomba
tentang dongeng cerita rakyat setempat dengan harapan mengenal kembali cerita
rakyat dan adat istiadat daerah setempat kepada siswa.
Kegiatan yang mempertemukan guru-guru di tingkat kecamatan atau
tingkat kabupaten perlu diadakan, semacam MGMP (Musyawarah Guru Mata
Pelajaran) Bahasa Indonesia. Kegiatan tersebut bisa untuk membahas
kemungkinan-kemungkinan dan menyatukan visi dan misi agar cerita rakyat dapat
dimasukkan ke dalam pembelajaran sastra di sekolah/madrsah. Diharapkan cerita
rakyat dapat menjadi bahan ajar sastra di Kabupaten Blora dan sekitarnya, sebab
jika diteliti kembali di Kabupaten Blora dan di tiap-tiap desa di Kabupaten Blora
memiliki cerita rakyat dan apabila cerita rakyat dari tiap-tiap desa ini bisa digali
dan diangkat, dapat dibuat sebuah bahan ajar sastra yang beragam dan bervariasi
akan membuat anak-anak lebih tertarik.
Sesuai dengan standar kompetensi dan kompetens dasar pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kelas satu semester satu tentang pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
tersebut dapat diarahkan agar siswa-siswa mencari cerita rakyat di desa tempat
anak tinggal. Cerita rakyat yang ada disetiap desa, biasanya berupa asal-usul nama
desa, dan anak bisa bisa mencari asal-usul nama desa tempat anak-anak tinggal.
Tetapi hal ini tidak semudah yang dibayangkan. Untuk mencari asal-usul nama
desa setempat tidak semua orang tua di desa tempat tinggalnya tahu nama asal-
usul desa tersebut. Dengan cerita rakyat yang didapatkan berarti anak sudah
berlatih keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis).
Secara tidak langsung semua keterampilan berbahasa tersebut sudah dipelajari
oleh anak pada saat mencari cerita rakyat tersebut.
Cerita rakyat di Kabupaten Blora berpotensi untuk pembelajaran sastra di
sekolah-sekolah, mulai Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah
Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Atas
(SMA)/Madrasah Aliyah (MA). Oleh karena cerita rakyat Kabupaten Blora
mengandung nilai-nilai edukatif (pendidikan) dan nilai yang luhur dipakai untuk
pengajaran sastra, maka seharusnya ada komitmen dan usaha untuk memasukkan
cerita rakyat ke dalam kurikulum sekolah dengan cara menciptakan buku ajar
yang berisi kumpulan cerita-cerita rakyat Kabupaten Blora untuk dijadikan bahan
pembelajaran sastra sekolah-sekolah di Kabupaten Blora.
Pada tahun ajaran 2010/2011 di sekolah/madrsah di Kabupaten Blora dan
seluruh Indonesia sudah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Amanat yang terkandung dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
tersebut menghendaki kebebasan aturan pendidikan atau sekolah untuk
bereksplorasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan maupun tujuan yang akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
dicapai oleh sekolah/madrasah dalam kerangka mutu satuan pendidikan tersebut.
Dengan demikian sekolah atau madrsaha dalam tingkat satuan pendidikan
memiliki kewenangan dan kelonggaran dalam menetapkan pembelajaran di
tingkat satuan pendidikan tersebut.
Untuk menerapkan cerita rakyat ke dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia tentu ada beberap kendala walaupun di satu sisi kendala bisa diatasi
tetapi di sisi lain tetap ada kendala. Kendala tersebut di antaranya pada
pendanaan, untuk menggali cerita rakyat di pelosok di Kabupaten Blora tentu
memerlukan dana yang tidak sedikit. Untuk membuat buku ajar juga memerlukn
dana. Oleh karena itu pemerintah Kabupaten Blora melalui Dinas Pemuda dan
Olahraga dan sekolah-sekolah harus memiliki kesepakatan untuk program
tersebut. Tanpa adanya kerjasama dari berbagai pihak terkait, tentunya program
tersebut tidak akan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Setelah program memasukkan cerita rakyat ke dalam pembelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia dapat terlaksana, perlu adanya tindakan-tindakan perbaikan
maupun tindakan yang mengarah kepada peningkatan dan pengembangan.
Kemudian dilanjutkan dengan tindakan evaluasi dan control dari berbagai elemen,
apakah program tersebut berjalan dengan baik atau hanya awalnya saja
selanjutnya nihil. Selain itu juga adanya penilaian dari pihak terkait untuk
mengetahui sejauh mana keberhasilan pembelajaran cerita tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diberikan beberapa
saran kepada pihak-pihak terkait sebagai berikut:
1. Saran untuk Sekolah dan Guru di Kabupaten Blora
a. Melihat kandungan nilai-nilai yang ada dalam cerita rakyat Kabupaten
Blora, sudah sepantasnya dapat dimasukkan dalam bahan ajar sastra di
sekolah-sekolah.
b. Setelah masuknya cerita rakyat sebagai bahan/materi ajar sastra di
sekolah-sekolah dapat diharapkan hasil dari nilai-nilai tersebut. Cerita
rakyat yang mengandung nlai-nilai tersebut dapat digunakan untuk
meningkatkan rasa bangga terhadap budaya lokal.
c. Untuk mengembangkan daya pikir anak, perlu diadakan penelusuran cerita
rakyat di tempat anak-anak berada. Setiap desa biasanya terdapat cerita
rakyat atau legenda asal-usul nama desa tersebut. Anak diberi tugas untuk
mencari cerita rakyat tersebut, dengan demikian anak dapat belajar
langsung di lingkungannya masing-masing.
2. Saran untuk Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Blora
a. Dinas pariwisata Kabupaten Blora agar lebih proaktif memperkenalkan
dan mensosialisasikan cerita rakyat di Kabupaten Blora kepada
masyarakat luas dengan cara yang dapat diterima oleh kalangan
masyarakat luas.
b. Selain itu juga perlu dilakukan promosi wisata yang lebih nyata dan
digarap secara professional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
3. Saran untuk Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Blora
a. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga sebagai pemegang kunci
keberhasilan pendidikan di Kabupaten Blora diharapkan bisa memasukkan
cerita rakyat ke dalam kurikulum sebagai bahan ajar sastra di sekolah. Hal ini
diperlukan sebagai pembinaan generasi muda untuk mengenal nilai luhur
budaya lokal.
b. Selain memasukkan cerita rakyat ke dalam kurikulum sebagai bahan ajar di
sekolah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga mengalokasikan dana untuk
pengembangan kualitas pendidikan sastra di Kabupaten Blora.
4. Saran untuk Pemerintah Kabupaten Blora
a. Sebagai penentu kebijaksanaan pendidikan tertinggi di wilayah Kabupaten
Blora sudah semestinya untuk memberikan dukungan yang nyata terhadap
upaya baik dari pihak terkait, sesuai dengan hasil penelitian ini. Dengan
harapan pembinaan kepada generasi muda dan anak-anak dapat terlaksana
dengan baik melalui pembelajaran sastra di sekolah/madrasah.
b. Pemerintah Kabupaten Blora dapat mengalokasikan dana untuk memfasilitasi
penelitian dan penerapan hasil penelitian dan penerapan agar dapat diterapkan
dengan baik di sekolah/madrasah.
5. Saran untuk Peneliti Lain
a. Kabupaten Blora memiliki cerita rakyat yang sangat beragam, hampir di tiap
desa terdapat cerita asal-usul nama desa tersebut sebelum melangkah lebih
lanjut perlu inventarisasi cerita rakyat yang ada di Kabupaten Blora.
b. Perlu ada penelitian dalam bentuk yang lain untuk mengembangkan cerita
rakyat agar dapat menunjang pembelajaran yang lebih variatif.