dibalik kenaikan bbm
DESCRIPTION
solusi masalah bbmTRANSCRIPT
-
5/28/2018 Dibalik Kenaikan BBM
1/3
. (bersambung ke Solusi Strategis Badan Hulu Migas/Tulisan 2)
Pemerintah kembali menaikkan harga premium. Kenaikan ini tentunya akan berimbas pada kenaikan tarif angkutan
dan harga barang-barang karena hasil pertanian, laut dan industri didistribusikan dengan transportasi yang
menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Hal ini tentu berdampak luas. Dengan cadangan pasti minyak 9,7 miliar
barrel, Indonesia sebenarnya mampu mencukupi kebutuhan BBM dalam negeri. Tulisan ini memberikan solusi
berdasarkan sudut pandang Islam.
Dasar Kenaikan Harga BBM
Dasar pemerintah menaikkan harga BBM adalah bahwa subsidi BBM membebani APBN. Menteri ESDM Jero Wacik
menyatakan bahwa dengan menaikkan BBM, akan menghemat APBN sebesar Rp 21 Trilyun. Sebenarnya, apa yang
dimaksud subsidi? Sering dibayangkan bahwa subsidi merupakan sejumlah yang harus dikeluaran pemerintah untuk
tiap liter BBM yang dikonsumsi rakyat. Ini sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 03/PMK.02/2009 yang
menyatakan bahwa:
Subsidi = Kuantitas yang disalurkan x [Harga Patokan(Harga Jual Eceranpajak)]
Artinya, subsidi BBM dihitung berdasarkan selisih harga pasar internasional dengan harga jual dalam negeri. Harga
Patokan yang dimaksud adalah harga rata-rata MOPS (Mid Oil Platts Singapore) dan margin untuk Pertamina.
Dengan cara inilah pemerintah menghitung biaya pokok BBM. Pemerintah memberi harga untuk rakyat Indonesia
sebagaimana harga persaingan sempurna dengan BBM sebagaimana yang ada dijual secara internasional. Ini cara
perhitungan yang nyeleneh. Padahal tidak ada subsidi sepeserpun karena pemerintah sudah untung dengan biaya
pokok pemrosesan minyak mentah menjadi BBM yang tidak lebih dari Rp 600 per liternya. Hanya karena pemerintah
memberi harga premium Rp 4500 sedangkan harga dipasar impor sekitar Rp 8500 maka pemerintah mengatakan
nombok. Sekali lagi, nombok tersebut, muncul hanya karena ada harga yang dibuat-buat diatas harga pokoknya, lalu
pemerintah ingin menyamakannya harga tersebut dengan harga yang ada di pasar internasional. Bila saat ini rakyat
makmur dan sejahtera mungkin saja harga BBM dibuat agak mahal, namun dengan kondisi puluhan juta rakyat saat
ini terkategori miskin, maka adalah suatu kezaliman bila BBM dijadikan barang dagangan (komoditas) pemerintah
kepada rakyat yang rakyat dipaksa untuk membelinya dengan harga mahal.
Beban terbesar APBN jika dilihat dari struktur APBN bukanlah subsidi BBM, tapi hutang yang terus ditambah dari
tahun ke tahun. Total hutang rakyat Indonesia hingga Januari 2012 saja sudah berjumlah Rp 1.837 triliun dimana
hampir 25% setiap tahun anggaran digunakan untuk membayar bunga hutang maupun pokoknya. Mengapa hal ini
tidak dianggap memberatkan oleh pemerintah? Untuk tahun 2012, cicilan pokok hutang adalah Rp 139 triliun dan
cicilan bunganya Rp 122 triliun.
Alasan pemerintah menaikan harga BBM demi menyelamatkan APBN juga tidak realistis mengingat defisit subsidi
dapat ditutup dari sisa anggaran yang tidak terserap. Tahun 2012 saja ada sisa Rp 32,7 trilyun. Selain itu, kebocoranAPBN sendiri masih perlu dibenahi karena rata-rata APBN bocor 30% tiap tahun. Ini belum dengan berbagai potensi
kerugian negara. Sebagai gambaran, potensi kerugian tahun 2006-2009 saja dari harga jual gas ke Cina yang sangat
murah (sekitar $3,35/MMBTU, di bawah harga jual gas dalam negeri yang sekitar $7/MMBTU) adalah mencapai
410,4 Trilyun! Dalam kasus gas ini, apakah pemerintah lebih peduli mensubsidi rakyat Cina ketimbang rakyatnya
sendiri? Jadi, ada sederet alternatif yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan APBN tanpa harus menaikkan BBM,
seperti penghematan belanja negara hingga 20% (minimal Rp 20 triliun bisa dihemat), penjadualan ulang
pembayaran hutang, menghentikan kontrak karya yang merugikan negara, dll.
Dibalik Kenaikan Harga BBM: Agenda Liberalisasi Migas
-
5/28/2018 Dibalik Kenaikan BBM
2/3
Liberalisasi migas Indonesia dirancang sejak penyusunan UU Migas oleh asing. USAID secara terbuka menyatakan,
The ADB and USAID worked together on drafting a new oil and gas law in 2000.
(http:www.usaid.gov/pubs/cbj2002/ane/id/497-009.html). Karena itu, dapat 'dimengerti' jika arah kebijakan
Pemerintah akan 'condong ke pasar'yakni pada kepentingan para pemilik kapital, bukan 'condong ke rakyat'. Ini
bentuk penerapan ideologi kapitalisme dimana subsidi itu haram untuk kepentingan rakyat, mis untuk subsidi BBM
dan listrik. Sebaliknya, untuk menyelamatkan para kapitalis dari kebangkrutan, hukumnya menjadi waj ib. Para
pemilik modal besar dunia (kapitalis) yang membagi-bagi blok migas kita mengetahui arah perkembangan ekonomipolitik Indonesia ini yang diarahkan pada Pasar Bebas. Demikian juga untuk penguasaan sektor hilir migas, 105
perusahaan sudah mendapat izin untuk bermain di sektor hilir migas, termasuk membuka stasiun pengisian BBM
untuk umum (SPBU) di seluruh wilayah Indonesia.
UU Migas No 22 Tahun 2001 mengukuhkan pengelolaan migas kepada asing. Kontraktor kontrak bagi hasil migas
yang didominasi pemain asing di Indonesia ini boleh menjual sendiri minyaknya. Biaya pencarian, pengembangan
operasi dan depresiasi (cost recovery) pun besarnya ditetapkan perusahaan asing. Dalam hal ini Pemerintah tidak
mengeluarkan uang tunai untuk mengganti cost recovery tetapi dari hasil produksi minyak atau gas langsung
dikurangi cost recovery. Jika cost recovery tidak menyisakan bagian minyak untuk Indonesia maka Indonesia tidak
dapat, misalnya pada kasus ekstrim di Blok Natuna. Dalam APBN lalu, nilai cost recovery dialokasikan ini adalah $
12,3 miliar (Rp 110 Trilyun atau 38.27% dari penerimaan Migas)! BPK pernah mengaudit dengan temuan
penggelembungan cost recovery hingga 200%. Produksi minyak Indonesia pernah terus menurun sementara cost
recovery terus membengkak tajam mencapai Rp 52 triliun pada tahun 2004.
UU Migas No.22/2001 membolehkan kontraktor asing memperpanjang kontrak untuk 20 tahun berikutnya. Ini
diperkuat Pasal 28 Peraturan Pemerintah (PP) No.35/2004 dimana pengajuan perpanjangan itu boleh diajukan 10
tahun sebelum sebuah kontrak kerjasama selesai. Harusnya pemerintah tau, jika investasi perusahaan asing
sebesar 5 miliar dollar untuk kerjasama selama 30 tahun maka 5 milliar dollar itu akan balik modal selama 5 tahun ke
pihak investor termasuk keuntungannya, apalagi untuk kontrak selama 25 tahun! Sebelum 2020 berakhir, ada 26
kontraktor KKS Migas yang akan habis kontraknya. Ironis, Pertamina yang telah berumur 50 tahun lebih masih
dianggap belum mampu 100% mengelola ladang-ladang migas di negeri sendiri dan malah dianjurkan untuk
mengincar ladang-ladang migas di luar negeri. Akibatnya hampir 90% ladang migas Indonesia dikuasai asing.
Padahal Pertamina mampu secara profesional termasuk permodalan. Fakta telah membuktikan saat dikelola British
Petroleum, Blok ONWJ Laut Jawa yang tadinya hanya mampu memproduksi 24 ribu bph, setelah Pertamina
mengambil alih blok tersebut produksinya meningkat menjadi 30 ribu bph minyak dan 200 juta kubik gas. Begitu juga
ketika mengambil alih Blok Migas West Madura dari Kodeco (perusahaan minyak Korea Selatan). Kedua blok lepaspantai ini bukan yang pertama, karena Pertamina sudah memulai di Blok Gebang Sumatera dan Blok Kakap di
Natuna. Bahkan Pertamina juga sudah 10 tahun sebagai operator di Luwuk yang melakukan pengeboran laut dalam
kedua setelah Unocal. Dari aspek permodalan, fakta telah menunjukkan bahwa sebelum Pertamina mengakuisi Blok
ONWJ, Pertamina menilai investasinya hanya 250 juta dolar. Dalam tempo satu tahun, pemasukannya sudah naik 2x
lipat menjadi 500 juta dolar.
Politik Energi dalam Islam
Politik energi tidak terlepas dari pemilikan dan penguasaan sumber-sumber energi. Islam mengatur persoalan
kepemilikan secara tegas dengan membedakan kepemilikan menjadi tiga, yakni: milik pribadi; milik umum; dan
milik negara. Pribadi/swasta tidak boleh memiliki milik umum atau milik negara. Kepemilikan umum ini lebih lanjut
diklasifikasikan sebagai:
i) fasilitas umum; meliputi semua fasilitas yang dibutuhkan oleh publik yang jika tidak ada akan menyebabkan
kesulitan bagi komunitas atau publik dan dapat menimbulkan persengketaan;
ii) barang tambang dalam jumlah sangat besar. Ini haram dimiliki secara pribadi. Contoh: minyak bumi, emas,
perak, besi, tembaga, dll.
iii) benda-benda yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki oleh pribadi; meliputi jalan, sungai,
laut, danau, tanah tanah umum, teluk, selat, dan sebagainya.
Dalilnya adalah bahwa Rasulullah SAW pernah mengambil kebijakan untuk memberikan tambang garam kepada
Abyadh bin Hammal Al Mazini. Namun, kebijakan tersebut kemudian ditarik kembali oleh Rasulullah setelah
mengetahui tambang yang diberikan kepada Abyadh bin Hammal laksana air yang mengalir. Jadi, barang tambang
yang depositnya sangat besar tidak boleh dikuasai individu karena termasuk harta milik umum dan hasilnya
http://www.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fwww.usaid.gov%2Fpubs%2Fcbj2002%2Fane%2Fid%2F497-009.html&h=8AQFZtpYx&s=1http://www.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fwww.usaid.gov%2Fpubs%2Fcbj2002%2Fane%2Fid%2F497-009.html&h=8AQFZtpYx&s=1http://www.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fwww.usaid.gov%2Fpubs%2Fcbj2002%2Fane%2Fid%2F497-009.html&h=8AQFZtpYx&s=1http://www.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fwww.usaid.gov%2Fpubs%2Fcbj2002%2Fane%2Fid%2F497-009.html&h=8AQFZtpYx&s=1 -
5/28/2018 Dibalik Kenaikan BBM
3/3
masuk dalam kas Baitul Mal. Rasulullah bersabda, Kaum Muslim bersekutu dalam tiga hal: air, padang dan api.
(HR Abu Dawud). Hadits ini juga menegaskan, yang termasuk harta milik umum adalah sumber daya alam yang
sifat pembentukannya menghalangi individu untuk memilikinya.
Oleh karena itu, dalam politik energi berdasarkan Islam, BBM mempunyai karakter sebagai energi, dimana:
i) energi adalah barang publik, dan
ii) energi adalah milik publik.Karena merupakan barang publik, jika energi dikuasai investor, maka ketersediaan dan harga energi ditentukan
sekelompok kecil orang yang menciptakan pasar monopoli dengan orientasi laba. Keuntungan dan manfaatnya pun
hanya dinikmati investor, bukan negara bukan pula masyarakat luas. Oleh karena itu barang publik harus DIKUASAI
NEGARA. Mengapa? Karena ini wajib untuk menjamin pemenuhan seluruh sektor perekonomian dengan kuantitas
yang cukup dan harga yang terjangkau.
Karena merupakan MILIK PUBLIK, sumber daya energi yang diibaratkan dengan api sebagaimana hadis di atas,
adalah kepemilikan bersama atau PUBLIK SEBAGAI PEMILIK sedangkan NEGARA SEBAGAI PENGELOLA. Disini
syariat melarang negara menyerahkan pemilikan dan pengelolaan energi kepada swasta dan asing.
Dengan demikian kalaupun rakyat perlu membayar BBM, maka biayanya adalah sekedar untuk mendapatkannya
agar minyak mentah diproses hingga siap pakai dalam bentuk BBM, pembagiannya harus adil sehingga semua
warga terpenuhi sebatas kebutuhan dasarnya. Namun bila negara tidak punya sumber minyak sendiri, maka negaraterpaksa membeli BBM dari luar dengan harga pasar dunia, kepada rakyat tetap yang utama menjaga agar
kebutuhan pokoknya terjamin. Negara juga wajib mendorong upaya pengembangan teknologi diversifikasi energi
atau energi baru dan bila tetap ada rakyat yang kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya, maka negara turun tangan
mencarikan/membantu nafkah dari kerabatnya, memberinya langsung jaminan dari kas zakat, dsb.
Inilah sistem politik energi yang adil dan menyejahterakan, yang hanya bisa terwujud dalam sistem pemerintahan
Islam, yakni Khilafah Islam, sistem pemerintahan syari yang diwariskan Rasulullah saw. dan para sahabatnya.
Wallaahu alam.