diare-akut

24
DIARE AKUT A. PENDAHULUAN Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyakit penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta atau sebanyak 17% anak meninggal atau setiap tahunnya oleh karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. 1 Menurut hasil Riskesdas pada tahun 2007 di Indonesia, penyakit diare masih menjadi penyebab kematian bayi terbanyak yaitu sebesar 42%, dibandingkan dengan pneumonia yang mempunyai prevalensi sebesar 24 %. Untuk anak dengan usia 1-4 tahun kematian karena diare sebesar 25,2 % sedangkan pneumonia 15,5 %. Berikut adalah bagan penyebab kematian anak di Indonesia. 1 Di Lab Ilmu Kesehatan Anak FK UNS? RSUD Moewardi , dari 1 Januari hingga dengan 30 Juni 2007, diare menempati urutan kedua dari semua jenis penyakit yang dirawat inap yaitu sebersar 21,4% atau 160 dari 457 anak. Diare akut terdapat pada 158 anak, sisanya 2 anak mengalami diare kronik. Angka kematian didapatkan sebesar 1,25% atau 2 dari 160 anak 2.

Upload: indah-aprilia

Post on 02-Dec-2015

48 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

diare

TRANSCRIPT

Page 1: DIARE-AKUT

DIARE AKUT

A. PENDAHULUAN

Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara

berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyakit penyebab

kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia,

sebanyak 6 juta atau sebanyak 17% anak meninggal atau setiap tahunnya oleh karena

diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang.1

Menurut hasil Riskesdas pada tahun 2007 di Indonesia, penyakit diare masih

menjadi penyebab kematian bayi terbanyak yaitu sebesar 42%, dibandingkan dengan

pneumonia yang mempunyai prevalensi sebesar 24 %. Untuk anak dengan usia 1-4 tahun

kematian karena diare sebesar 25,2 % sedangkan pneumonia 15,5 %. Berikut adalah

bagan penyebab kematian anak di Indonesia.1

Di Lab Ilmu Kesehatan Anak FK UNS? RSUD Moewardi , dari 1 Januari

hingga dengan 30 Juni 2007, diare menempati urutan kedua dari semua jenis penyakit

yang dirawat inap yaitu sebersar 21,4% atau 160 dari 457 anak. Diare akut terdapat pada

158 anak, sisanya 2 anak mengalami diare kronik. Angka kematian didapatkan sebesar

1,25% atau 2 dari 160 anak 2.

Dari berbagai Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) diare menempati

kisara urutan kedua dan ketiga sebagai penyebab kematian bayi di Indonesia.3

Salah satu dampak dari diare adalah malnutrisi. Penelitian pada binatang

percobaan mendapatkan perbaikan mukosa intestinum pada penderita diare pada waktu 4

hari , sedangkan pada binatang dengan malnutrisi perbaikan mukosa akan mamakan

waktu 15 hari. Setiap masa perbaikan mukosa usus akan berakibat menurunnya fungsi

digesti dan absorbsi nutrien. Dengan demikian setiap episode diare akan menurunkan

pemasukan nutrien yang berakibat pada resiko malnutrisi. 4

Diagram 1. Diagram Apple Pie angka kematian bayi dan balita Riskesdas 2007. Proporsi

penyebab kematian bayi umur 0-12 bulan

Page 2: DIARE-AKUT

Diagram 2. Proporsi Penyebab Kematian Umur 1-4 tahun

Diare merupakan suatu penyakit yang mengganggu transport air dan elektrolit di

intestinal. Pada kenyataan klinis dapat ditandai dengan peningkatan frekuensi buang air

besar sebanyak lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi cair atau lebih lunak. Frekuensi

Page 3: DIARE-AKUT

ini tidak berlaku untuk neonatus atau bayi yang lebih kecil, terutama yang masih

mengkonsumsi ASI.5

Pada neonatus, BAB biasanya lebih dari 4 kali sehari, atau rata-rata 10 kali sehari.

dengan kuantitas BAB lebih dari 10gr/kgBB per hari. Pada anak lebih dari tiga tahun,

kuantitas BAB lebih dari 200 gram/ hari.6

Menurut lamanya terjadi, diare dapat dibagi menjadi diare akut dan diare kronik.

Sedangkan menurut etiologinya, diare biasanya dibedakan menjadi diare cair dan diare

berdarah. Terdapat beberapa faktor yang memperngaruhinya yaitu faktor pejamu(host) dan

faktor antigen.

Pada tahun 1970-an, infeksi bakteri diperkirakan menjadi penyebab utama terjadinya

diare terbanyak pada anak di Indonesia.Akan tetapi, pada penelitian selanjutnya ditemukan

bukti bahwa penyebab terbanyak diare akut adalah virus, bahkan pada penelitian tahun 2005

dan 2006 di Yogyakarta ditemukan hanya 5% yang disebabkan oleh bakteri. Hal inilah yang

menjadikan dasar bahwa antibiotika bukanlah terapi utama pada penderita diare.

Diare yang disebabkan oleh virus umumnya bersifat self limiting , sehingga aspek

terpenting yang harus diperhatikan dalam penanganan terhadap diare adalah mencegah

terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan menjamin asupan nutrisi

untuk mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare. Akan tetapi, pada kenyataannya, lebih

dari 80% anak dengan diare mendapatkan antibiotik dan antidiare, sedangkan penggunaan

cairan rehidrasi oral banyak diabaikan. Penelitian tentang penggunaan antibiotik irasional

pada penderita diare saat ini mencapai 85%. 7,12

Selama episode diare, akan terjadi peningkatan pengeluaran cairan dan elektrolit

(sodium, potasium, dan bikarbonat) tubuh. Beberapa kejadian menunjukkan keadaan

hipernatremia pada diare, oleh karena itu WHO dan UNICEF telah mengkaji penggunaan

cairan rehidrasi oral yang baru dengan osmolalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan

cairan rehidrasi oral sebelumnya.

Zinc merupaka salah satu komponen mikronutrien yang penting untuk kesehatan dan

tumbuh kembang anak. Zinc sebagai komponen dari 200 macam enzim yang berperan dalam

sintesis DNA, pembelahan sel dan sintesis protein. Zincbanyak hilang selama diare.

Pemberian suplementasi zinc selama diare dapat menurunkan tingkat keparahan diare dan

lamanya diare, serta menurunkan insidensi terjadinya pada 2-3 bulan berikutnya.

Page 4: DIARE-AKUT

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Diare Akut

Diare akut merupakan buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa

cair saja dengan frekuensi lebih dari 3 kali atau lebih sering dari biasanya dalam 24

jam dan berlangsung kurang dari 14 hari.5

Pada 0-2 bulan frekuensi buang air besar anak yang minum ASI bisa mencapai

8-10 kali sehari dengan tinja yang lunak, sering berbiji-biji, dan berbau asam. Selama

berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi

merupakan intoleransi laktosa sementara akibat saluran pencernaan belum

berkembang secara sempurna.6

Terdapat dua macam bentuk diare akut yaitu diare cair akut, dan disentri:

a. Diare Cair Akut

Diare cair merupakan diare yang sering terjadi pada diare akut. Penyebab

diare cair akut pada 20-80% anak di dunia adalah rotavirus. Virus seperti

rotavirus akan menginvasi dan berkembang biak di dalam sel epitel villi usus

halus sehingga menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan villi.

Hilangnya sel-sel villi yang secara normal mempunyai fungsi absorbsi dan

penggantian sementara oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum matang. Hal

ini akan menyebabkan malabsorbsi, sekresi air dan elektrolit oleh sel kripta imatur

dan defek akibat efek toksin protein virus. Keadaan ini tampak pada tinja

penderita yang berbentuk cair dan tidak didapatkannya darah pada tinja.

Penyembuhannya terjadi jika villi mengalai regenerasi dan epitel menjadi

matang.8

b. Disentri

Disentri merupakan diare akut yang pada tinjanya ditemukan darah yang

terlihat secara kasat mata. Darah yang hanya terlihat secara mikroskopis atau tinja

berwarna hitam menandakan adanya darah pada saluran cerna bagian ataas bukan

merupakan diare yang berdarah. Diare berdarah sering juga disebut sebagai

sindrom disentri. Sindrom disentri merupakan kumpulan gejala, diare, dengan

darah dan lendir dalam feses dan adanya tenesmus.8

Page 5: DIARE-AKUT

Sekitar 10 % episode diare akut pada anak di bawah 5 tahun disertai dengan

darah pada tinjanya. Hal ini menyebabkan 15-25% kematian pada kelompok ini.

Diare akut berdarah biasanya lebih lama sembuh dan berhubungan dengan

komplikasi yang lebih banyak antara lain dapat mempengaruhi pertumbuhan anak

dan memiliki resiko kematian lebih tinggi. Diare akut berdarah pada anak yang

lebih kecil biasanya merupakan pertanda masuknya bakteri invasif yang serius

pada usus besar.8

Di Indonesia penyebab utama diare akut adalah Shigella, Salmonella,

Campylobacter jejuni, E.coli, dan Entamoeba hystolitica. Disentri berat umumnya

disebbakan oleh Shigella dysentri, Shigella flexneri, Salmonella, dan

Enteroinvasive E.coli.9

Bakteri menempel dan berkembang biak di dalam usus halus. Penempelan ini

akan menyerupai rambut getar yang disebut villi atau fimbria, yang melekat pada

reseptor di permukaan usus. Hal ini terjadi seperti pada E.coli enterotoksigenik

dan V.cholera. Toksin yang dikeluarkan akan menghambat fungsi sel epitel.

Toksin ini akan mengurangi absorbsi natrium melalui villi dan mungkin

meningkatkan sekresi klorida dari kripta, yang menyebabkan sekresi air dan

elektrolit. Bakteri invasif seperti Shigella, C,jejuni, Enteoinvasive E.coli , dan

Salmonella dapat menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan perusakan sel

epitel mukosa. Ini terjadi di sebagian besar kolon dan dibagian distal ileum. Invasi

diikuti pembentukan mikroabses dan ulkus superfisial yang menyebabkan adanya

sel darah merah dan sel darah putih atau tampaknya darah dalam tinja.

2. Epidemiologi

Prevalensi diare di Indonesia cukup tinggi, bahkan meruapakan salah satu

penyakit utama pada bayi dan anak. Prevalensinya mencapai 60 juta per tahun dan di

mana 1-5% diantaranya menjadi diare kronik. Ada beberapa faktor yang

menyebabkan tingginya kejadian diare pada anak, diantaranya adalah :

a. Anak usia 0-2 tahun

Pada usia ini anak sedang mengalami fase oral, di mana anak cenderung

memasukkan barang yang dipegangnya ke dalam mulutnya tanpa memperhatikan

Page 6: DIARE-AKUT

kebersihan barang tersebut. Selain itu, anak mulai mengenal makanan selain ASI

sehingga makanan seringkali kurang terkontrol.

b. Higienitas dan sanitasi yang buruk

c. Seringkali terjadi pada bulan-bulan tertentu terutama di musim penghujan dan

dapat menjadi KLB ( Kejadian Luar Biasa).10

3. Etiologi Diare

Etiologi diare dapat dibagi menjadi beberapa faktor, yaitu :

a. Faktor infeksi

1) Infeksi enteral, yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab

utama diare pada anak.

a). Infeksi bakteri : Aeromonas, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni,

Clostridium perfringens, Clostridium difficile, Escheria coli, Pleisomonas,

Shigellosis, Salmonella, Shigella , Staphylococcus aureus, Vibriocholerae

01 and 0139, Vibrio parahaemolyticus, dan Yersinia enterocolitica.

b). Infeksi virus : Astrovirus, Calciviruses, Norovirus, Enteric Adenovirus,

Rotavirus (paling sering), Cytomegalovirus dan Herpes Simplex Virus

(hanya pada orang yang mengalami imunocompromized).

c). Infeksi parasit : Balantidium Coli, Blastocystis hominis, Cryptosporodium

parvum, Cyclospora cayetanensis, Encephalitozoon intestinalis,

Entamoboeba histolytica, Enterocutazoon biemeasi, Giardia lamblia.

Isospora belli, Strongiloides stercoralis , Trichuris trichuria.

2) Infeksi parenteral, yaitu infeksi di bagian lain tubuh di luar alat pencernaan

misalnya pada Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,

ensefalitis, dan lainnya.7

b. Faktor malabsorbsi

1) Malabsorbsi karbohidrat : disakarida ( intoleransi laktosa, maltosa, dan

sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada

bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.

2) Malabsorbsi lemak

3) Malabsorbsi protein

Page 7: DIARE-AKUT

c. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

d.Faktor psikologis : Rasa takut dan cemas. Meskipun jarang tetapi dapat

menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

e. Imunodefisiensi : Hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulenima ( Bruton),

penyakit granulomatoma kronik, defisiensi IgA,

imunodefisiensi IgA, heavycombination.10

4. Patofisiologi Diare

Mekanisme dasar yang dapat menyebabkan terjadinya diare :

a. Gangguan osmotik

Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya tekanan intraluminal dari usus halus

yang disebabkan oleh obat-obat atau zat kimia yang hiperosmotik seperti MgSO4,

Mg (OH)2, malabsorpsi umum dan defek dalam absorbsi mukosa usus misal pada

defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa atau galaktosa. Tekanan osmotik

yang meningkat akan menyebabkan perpindahan air dan elektrolit ke dalam

rongga usus. Isi rongga usus akan berlebihan sehingga akan merangsang usus

untuk mengeluarkannya dan terjadilah diare.

b. Gangguan sekresi

Diare dapat juga disebabkan oleh rangsangan tertentu pada dinding usus,

misalnya dikarenakan olh enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae atau

Eschericia coli. Rangsangan tersebut akan memicu sekresi air dan elektrolit ke

dalam rongga usus yang pada akhirnya akan menyebabkan isi rongga usus penuh

dan terjadi diare. Hal khas yang ditemukan pada diare ini adalah diare dengan

volume tinja yang banyak sekali. Diare akan tetap berlangsung meskipun

dilakukan puasa makan dan minum.

c. Gangguan motilitas usus

Peningkatan motilitas usus (hiperperistaltik) akan mengakibatkan berkurangnya

kemampuan usus untuk menyerap makanan, sehingga menyebabkan munculnya

diare. Sebaliknya, penurunan motulitas usus pun dapat menyebabkan diare, hal ini

dikarenakan akan banyak bakteri yang tumbuh dan menimbulkan diare.

d. Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak

Page 8: DIARE-AKUT

Pada diare tipe ini akan didapatkan gangguan produksi micelle empedu dan

penyakit-penyakit sistem bilier dan hati.

e. Defek sistem pertukaran anion/ transport elektrolit aktif di enterosit.

Pada diare tipe ini akan ada hambatan mekanisme transport aktif Na+ K+ dan ATP

ase di enterosit dan absorbsi Na+ dan air yang abnormal.

f. Gangguan permeabilitas usus

Diare tipe ini disebabkan oleh adanya kelainan morfologi membran epitel yang

spesifik pada usus halus.

g. Inflamasi dinding usus

Keadaan tersebut akan menyebabkan diare inflamatorik. Diare tipe ini disebabkan

oleh adanya kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi

produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen

sehingga terjadi gangguan absorbsi air dan elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus

dapat disebabkan oleh proses infeksi ( disentri Shigella ) atau proses non infeksi

( kolitis ulseratif dan penyakit Crohn).

h. Diare infeksi

Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan

usus, diare oleh bakteri dibagi atas non invasif ( tidak merusak mukosa) dan

invasif ( merusak mukosa). Bakteri non invasif menyebabkan diare karena toksin

yang disekresi oleh bakteri tersebut yang disebut diare toksigenik seperti misalnya

kolera. Enterotoksin yang dihasilkan oleh Vibrio cholera merupakan protein yang

dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosin monofosfat

siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida

yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation kalium serta natrium. Mekanisme

absorbsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena

itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat

dikompensasi oleh meningginya absorbsi ion natrium (diiringi oleh air, ion

kalium, ion bikarbonat, dan klorida). Kompensasi ini dicapai dengan pemberian

larutan glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus.11

5. Diagnosis Diare

a. Anamnesis

Page 9: DIARE-AKUT

3 hal utama yang diperlukan dalam mendiagnosis diare adalah :

1). Menentukan persistensinya

Lamanya waktu berlangsungnya diare merupakan suatu hal yang penting untuk

menentukan derajat persistensinya. Jika lebih dari 14 hari, diare merupakan

diare persisten, dan merupakan diare kronik jika berulang. Jika diare

berlangsung kurang dari 14 hari maka diare adalah diare akut.

2). Etiologi

Diagnosis klinis diare akut berdarah hanya berdasarkan adanya darah yang

dapat dilihat secara kasat mata pada tinja. Hal ini dapat ditanyakan kepada

orang tua pasien, atau dilihat sendiri oleh dokter. Pada beberapa episode

Shigellosis, diare pada awalnya lebih cair dan menjadi berdarah setelah 1-2

hari. Diare cair dapat sangat berat dan menimbulkan dehidrasi, seringkali

disertai demam, nyeri perut, dan nyeri pada rektum dan tenesmus.

3). Menentukan Derajat Dehidrasi

Anamnesis yang teliti terutama tentang asupan peroral, miksi, frekuensi serta

volume muntah dan tinja yang dikeluarkan sangat diperlukan. Selain itu juga

diperlukan menanyakan apakah pasien sudah pernah periksa dan

mengkonsumsi obat tertentu sebelumnya. Tanyakan pula apakah anak

mengalami panas, karena demam merupakan proses inflamasi dan dapat pula

timbul karena adanya dehidrasi.

Cara mudah dalam menentukan derajat dehidrasi :

Kategori Tanda dan Gejala

Dehidrasi berat Dua atau lebih tanda berikut :

a. Letargi/ penurunan kesadaran

b. Mata cowong

c. Tidak bisa minum/ malas

minum

d. Turgor lambat (> 2 detik)

Dehidrasi sedang/ ringan Dua atau lebih tanda berikut :

a. Gelisah

Page 10: DIARE-AKUT

b. Mata cowong

c. Kehausan atau sangat haus

d. Turgor kembali agak lambat

Tanpa dehidrasi Tidak ada tanda maupun gejala yang

cukup untuk mengelompokkan dalam

dehidrasi berat atau tak berat.

Keterangan :

Letargi berbeda dengan tidur, seorang anak yang letargi bukan hanya tertidur

tetapi status mental/ kesadaran anak menurun dan sulit untuk dibangunkan.

Mata cowong : beberapa anak pada ras tertentu mempunyai mata cowong. Oleh

karena itu penting menanyakan kepada orang tuanya, apakah mata anaknya

lebih cowong, selain itu dapat juga dilihat apakah orang tuanya memiliki mata

yang cowong.

Pada bayi dan anak yang obesitas, cubitan kulit untuk menilai turgor biasanya

tidak berguna. Tanda lain yang menunjukkan anak tersebut mengalami gizi

buruk dan dehidrasi harus dicari.8

b. Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan tinja

a. Makroskopis dan mikroskopis

b. PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest,

bila diduga terdapat intoleransi gula.

c. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah dengan

menentukan PH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan

analisa gas darah.

3. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium, dan fosfor

dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).10

6. Komplikasi Diare

Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi

berbagai macam komplikasi seperti :

a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat hipotonik, isotonik, atau hipertonik)

Page 11: DIARE-AKUT

b. Renjatan hipovolemik.

c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,

perubahan pada elektrokardiogram)

d. Hipoglikemia

e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena

kerusakan vili mukosa usus halus.

f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.

g. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga

mengalami kelaparan.10

7. Terapi dan Penatalaksanaan Diare

Terdapat lima lintas tatalakasana diare, yaitu :8

a. Rehidrasi

Salah satu komplikasi diare yang paling penting adalah dehidrasi. Penentuan

derajat dehidrasi berdasarkan keadaan klinik :

Gejala klinis Ringan Sedang Berat

KU

Kesadaran

Haus

CM

+

Gelisah

++

Apatis-koma

Tidak bisa minum

Nadi Normal Cepat Cepat sekali

Pernafasan Biasa Agak cepat Kusmaull

Ubun-ubun Agak cekung Cekung Cekung sekali

Mata Agak cekung Cekung Cekung sekali

Turgor Biasa Agak berkurang Kurang sekali

Diuresis Normal Oliguri Anuria

Selaput lendir Basah Agak kering Kering

Kehilangan BB 2,5-5% 5-10% >10%

1). Diare tanpa dehidrasi

Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk

mencegah dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, kuah sayur dan sebagainya.

Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga pendrita.

Page 12: DIARE-AKUT

Jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/ kgBB atau untuk anak umur <1 tahun

sejumlah 50-100 ml, 1-5 tahun 100-200ml, 5-12 tahun sejumlah 200-300 ml dan pada

dewasa sejumlah 300-400 ml.

Untuk anak usia dibawah 2 tahun, cairan diberikan dengan sendok, dengan cara 1

sendiok setiap 1-2 menit. Pemberian botol tidak boleh dilakukan.

Pada anak yang lebih besar dapat diminum langsung dari cangkir atau gelas

dengan tegukan yang sering, Jika terjadi muntah, hentika dahulu selama 10 menit

kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian

cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain cairna rumah tangga, ASI

dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan. Makanan diberikan sedikit

demi sedikit tetapi sering (kurang lebih 6 kali sehari) rendah serat. Buah-buahan

diberikan terutama pisang.

Makanan yang merangsang (pedas, asam, dan banyak lemak) jangan diberikan

dahulu karena dapat menyebabkan diare bertambah berat. Jika dengan cara pengobatan

ini diare tetap berlangsung atau bertambah hebat serta jatuh pada keadaang dehidrasi

ringan-sedang, maka diobati dengan car a pengobatan dehidrasi ringan sedang.11

2). Diare dengan dehidrasi ringan-sedang

Penderita diare dengan dehidrasi tingkat ini harus dirawat di sarana kesehatan dan

segera diberikan terapi dehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam

pertama sebesar 75 cc/kg BB. Jika berat badan tidak diketahui, perkiraan kekurangan

cairan dapat ditentukan dengan menggunakan umur penderita, meskipun cara ini

kurang tepat, yaitu untuk umur < dari 1 tahun 300 ml, 1-5 tahun 600 ml, dan > 5 tahun

1200 ml dan dewasa 2400 ml.

Jika penderita masih haus dan ingin minum, maka harus diberi lagi. Sebaliknya,

jika dengan volume tersebut kelopak mata menjadi bengkak, maka pemberian oralit

harus dihentikan sementara dan diberikan minum air putih atau air tawar. Jika edema

kelopak mata sudah hilang, maka oralit dapat diberikan lagi.

Jika karena suatu hal oralit tidak bisa diberikan melalui oral, maka dapat diberikan

melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan kecepatan 20 ml/kg BB/ jam.

Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap, atau

memburuk. Jika keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi, pengobatan dapat

Page 13: DIARE-AKUT

dilanjutkan di rumah dengan membeikan oralit dan makanan dengan cara seperti pada

pengobatan diare tanpa dehidrasi.11

3) Diare dengan dehidrasi berat

Penderita harus dirawat di RS atau puskesmas. Pengobatan terbaik adalah

dengan pemberian cairan parenteral. Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya

sedikit harus diberikan sampai cairan infus terpasang. Jika anak dapat minum dengan

baik, oralit harus tetap diberikan selama pemberian cairan intravena (5ml/kgBB/jam),

biasanya dalam 3-4 jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk anak yang lebih besar). Hal

ini untuk memberi tambahan basa dan kalium yang mungkin tidak dapat disuplai

secara cukup dengan pemberian cairan intravena.

Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan RL dengan dosis 100 ml/kg BB. Cara

pemberiannya untuk < 1 tahun 1 jam pertama 30 cc/ kg BB, dilanjutkan 5 jam

berikutnya 70 cc/ kg BB. Di atas 1 tahun pada setengah jam pertama sebesar 50 cc/

kgBB dilanjutkan dua setengah jam berikutnya 70 cc/kg BB. Dilakukan evaluasi

setiap jam. Jika hidrasi tidak membaik tetesan intravena dipercepat. Setelah 6 jam

(bayi) atau 3 jam (anak lebih besar) dilakukan evaluasi ulang, dipilih pengobatan

selanjutnya yang sesuai dengan derajat dehidrasinya yaitu pengobatan diare dengan

dehidrasi ringan-sedang atau pengobatan tanpa dehidrasi.

b. Dukungan nutrisi

Makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu

anak sehat untuk pengganti nutrisi yang hilang serta mencegah agar tidak menjadi gizi

buruk. Pada diare berdarah, nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan

menandakan fase kesembuhan. ASI tetap diteruskan selama terjadinya diare dengan

frekuensi yang lebih sering dari biasanya. Anak umur 6 bulan ke atas sebaiknya mendapat

makanan seperti biasanya.8

c. Suplementasi zinc

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti mengurangi lama dan

beratnya diare, serta mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan. Zinc juga dapat

mengembalikan nafsu makan anak. Dosis zinc untuk anak-anak yaitu anak di bawah 6

Page 14: DIARE-AKUT

bulan : 10 mg ( ½ tablet) per hari, sedangkan anak di atas 6 bulan : 20 mg ( 1 tablet) per

hari diberikan selama 10-14 hari berturut-turut.

Cara pemberian tablet zinc pada bayi dapat dilarutkan dengan air matang, ASI,

atau oralit. Untuk anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air

matang atau oralit. Cara kerja zinc dalam menanggulangi masalah diare :

1) Zinc merupakan kolektor enzim superoxide dismutase (SOD) yang terdapat hampir

di semua sel tubuh. Pada setiap sel, akan terjadi transport electron untuk

mensintesis ATP dan selalu timbul hasil sampingan yaitu anion superoksida yang

merupakan radikal bebas yang sangat kuat dan dapat merusak semua struktur sel.

Untuk melindungi dari kerusakan semua sel mengekspresikan SOD yang akan

mengubah anion superoksida menjadi H2 O2 dan kemudian diubah menjadi

senyawa yang lebih aman yaitu H2O dan O2 oleh enzim katalase atau bisa juga

diubah menjadi H2O oleh enzim glutation peroksidase. Jadi secara langsung zinc

dapat berperan sebagai antioksidan.

2) Zinc berperan dalam penguatan sistem imun yaitu berperan penting dalam modulasi

sel T dan sel B.

3) Zinc berperan dalam menjaga keutuhan epitel usus karena berperan sebagai

kofaktor proses transkripsi, sehingga proses transkripsi dalam usus dapat terjaga.8

d. Antibiotik selektif

Antibiotik sebaiknya tidak diberikan pada kasus diare cair akut karna sebagian

besar penyebabnya adalah virus, kecuali jika ada indikasi yaitu pada diare berdarah dan

kolera.8

e. Edukasi orang tua

Nasehat pada ibu atau pengasuh untuk kembali segera jika ada demam, tinja

berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering

atau belum membaik dalam 3 hari.

Indikasi rawat inap pada penderita diare akut berdarah adalah malnutrisi, usia kurang

dari satu tahun, menderita campak pada 6 bulan terakhir, adanya dehidrasi dan disentri

datang sudah dengan komplikasi.

Page 15: DIARE-AKUT

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia. Modul Pelatihan, Tatalaksana Diare

pada Anak, Jakarta : 2007.

2. Data primer, SMF RSUD Dr. Muwardi/ Lab IKA FK UNS Surakarta, tidak dipublikasi

2007.

3. Pusat Data dan Informasi Kesehatan, Depkes-Kesos. Profil Kesehatan Indonesia,

Jakarta : Departemen Kesehatan RI : 2000

4. Barnes, G.L. Intestinal Viral Infections. Dalam : Walker WA, Durie PR, Hamilton JR,

Smith JA, penyunting. Perdiatric gastrointestinal disease and pathophysiology, diagnosis,

and management. London BC Decker Inc ; 1991. H 538-543.

5. Gracey M, Burke V. Pediatric Gastroenterology and Hepatology. Edisi ketiga. Blackwell

Scientific Publications.; 19993.h 241.

6. Rhoads JM, Powel DW. Diarrhea. Dalam Walker WA, Durie PR, Hamilton JR, Smith

JA, penyunting. Perdiatric gastrointestinal disease and pathophysiology, diagnosis, and

management. London BC Decker Inc ; 1991.h. 65-73

7. Pickering, L.K and Snyder JD. Gastroenteritis. Dalam Behrman, Kliegman, and Jenson,

penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics, Edisi 17. WB Saunders Co; 2004. H 1272-

1276.

8. IDAI. Editor Juffrie M and Mulyani, NE. Modul Pelatihan Diare. Edisi pertama. Jakarta ;

2009

9. Soebagyo, B. Diare Akut pada Anak. Sebelas Maret University Press. Surakarta ; 2008

10. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Gastroenterologi. Dalam Ilmu Kesehatan

Anak. Edisi 1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta; 1985

11. Santosa, B. Diare Akut, draf Buku Ajar Diare. Belum dipublikasi; 2004.