diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar...
TRANSCRIPT
KARAKTERISTIK LELAH KOROSI PADA BAJA SS 304
TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin
Diajukan oleh :
STEVANUS JIN LIAT
NIM : 025214061
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
i
CHARACTERISTIC OF CORROSION FATIGUE OF
STAINLESS STEEL 304
FINAL PROJECT Presented as Partial Fulfillment of the Requirements
to Obtain the Sarjana Teknik Degree
in Mechanical Engineering
By :
STEVANUS JIN LIAT
NIM : 025214061
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2007
ii
Persembahan
I would thanks to..............
Jesus Christ and Saint Mary...,who always give his bless, love
and strength so that the writer is able to complete this final project.
Dad and mom, my family .... thanks for your kindness giving
me all that I need to finish this study.
MOTTO “BARANGSIAPA YANG MERENDAHKAN DIRI, IA AKAN DITINGGIKAN”
Mat. 23:12b
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan pada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan
karunia yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
ini dengan baik. Tugas akhir ini berjudul “KARAKTERISTIK LELAH
KOROSI PADA BAJA SS 304”. Penyusunan tugas akhir ini adalah salah satu
syarat mencapai derajat sarjana S-1 di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini :
1. Romo Ir.Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc., selaku Dekan
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Wakil Dekan I Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Budi Sugiarto, S.T., M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik
Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
4. Ir. P.K. Purwadi, M.T., selaku dosen Pembimbing Akademik.
5. Bapak I Gusti Ketut Puja, S.T., M.T., selaku dosen Pembimbing Tugas
Akhir atas kesabaran dan motivasinya.
6. Bapak Martono, Laboran Ilmu Logam yang banyak membantu dalam
penelitian dan pembuatan benda uji.
vii
7. Seluruh Dosen Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Sanata Dharma, yang telah memberi ilmu pengetahuannya sehingga dapat
digunakan dan diterapkan oleh penulis dalam penyelesaian tugas akhir.
8. Kedua orangtuaku dan Bapak Stanislaus Aning yang selalu mendukung
baik moril maupun materi, terima kasih atas kesabaran, kepercayaan dan
doanya selama ini.
9. Saudara-saudara yang berada di Kalimantan Barat, Taiwan, Singapura,
dan Amerika Serikat buat dukungan moril dan materi selama ini.
10. Keluarga besar Paduan Suara Mahasiswa Cantus Firmus (PSMCF) buat
dukungan, canda tawa, kepercayaan, dan kebersamaan kita selama ini.
Mas Mbong dan Bapak Budi Setyahandana, S.T.,M.T., atas segala teladan
dan nasehat-nasehat yang sungguh berguna.
11. Teman-teman Sekawan Choir (SC) atas kekompakkan, prestasi, dan
pelayanan selama 3 tahun. Kalian adalah anugerah terindah yang pernah
kumiliki. Mas Dede yang telah melatih dan membangun SC.
12. Keluarga besar lingkungan Pringgodani dan PW3 atas dukungannya, dan
kebersamaan yang tiada ternilai.
13. Segenap petugas sekretariat Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Sanata Dharma yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian
tugas akhir ini.
14. Alumnus SMU Amkur Pemangkat yang berada di Yogyakarta; Erwin,
Tjun Liong, Johan, Laza, Fo Sin, Floren, Apho, Yuli, Feli, Vita, Fung Ci,
viii
Icak, Okky, Lia, Ardani, Ajin atas bantuan, kerja sama, dan
kebersamaannya selama ini.
15. Teman-teman dan pimpinan Semarang Elektrindo, terima kasih atas
bimbingan dan bantuan yang telah diberikan sehingga dapat bekerja
dengan baik. Teman-teman “TM 02” atas kebersamaan, dukungan, dan
canda tawa kita. Jangan lupa sama almamater kita Universitas Sanata
Dharma di manapun kita berada.
16. Semua teman-temanku yang tidak bisa penulis sebut satu per satu yang
telah banyak membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini baik
material maupun spiritual.
Akhir kata penulis berharap semoga coretan-coretan ini dapat memberikan
manfaat yang besar khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca dalam
memperluas wawasan dan pemahaman tentang bahan logam, khususnya baja
tahan karat (stainless steel).
Yogyakarta, September 2007
Penulis
ix
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh NaCl terhadap
ketahanan lelah baja SS 304. Baja SS 304 berbentuk batang yang dibuat benda uji
lelah mengacu pada standar JIS Z2274.
Benda uji kemudian diuji lelah dengan menggunakan mesin uji lelah
lengkung putar di laboratorium ilmu logam Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Sanata Dharma. Lingkungan uji lelah dibuat dari aquades dan larutan
NaCl 3%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketahanan lelah baja SS 304 terhadap
media korosif larutan NaCl 3% menurun dibandingkan pada media aquades.
Pengujian dengan menggunakan aquades memiliki batas lelah yang jelas. Namun
pada media larutan NaCl 3% benda uji baja SS 304 tidak memiliki batas
ketahanan lelah.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………........................................i
TITLE………………………………………………………………..…………ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………..…………..iii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………..…………...iv
HALAMAN PERNYATAAN……………………………………..…………...v
HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO…………...………..………...vi
KATA PENGANTAR…………………………………………………..….....vii
INTISARI...………………………………………………………..……….......x
DAFTAR ISI…………………………………………………………….....….xi
DAFTAR TABEL………………………………………………………….....xiv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………..…...xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian………………………………….………..1
1.2 Tujuan Penelitian………………………………………………........2
1.3 Perumusan Masalah………………………………………………....3
1.4 Batasan Penelitian………………………………………………...…3
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Dasar Teori..........................................................................................4
2.2 Produksi Baja
2.2.1 Proses Produksi Baja ...............................................................4
2.2.2 Proses Pengolahan Bijih Besi...................................................5
2.3 Sifat-sifat Baja.....................................................................................6
2.4 Klasifikasi Paduan Baja.......................................................................7
2.5 Baja Tahan Karat (Stainless Steel).......................................................8
2.5.1 Baja Tahan Karat Martensit………………………………….8
2.5.2 Baja Tahan Karat Ferit……………………………………….8
2.5.3 Baja Tahan Karat Austenit…………………………………...9
2.5.4 Baja Tahan Karat Tipe Pengerasan Presipitasi…………….....9
xi
2.6 Korosi....................................................................................................9
2.7 Lelah Korosi........................................................................................11
2.7.1 Mekanisme Kegagalan Lelah………………………………….12
2.7.2 Efek Permukaaan….…………………………………………...13
2.8 Kelelahan pada Benda Uji
2.8.1 Pengertian Kelelahan……….………………………………….14
2.8.2 Retakan (Crack)….…………………………..………………...19
2.8.3 Hal-hal yang Berpengaruh pada Kegagalan Lelah.……..……...21
2.9 Patah dan Putus pada Benda Uji
2.9.1 Patah………………..……….………………………………….23
2.9.2 Putus…………..….…………………………..………………...25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Skema Penelitian………………………..……………………...….....26
3.2 Bahan Penelitian..…………………………..………………………..27
3.3 Pembuatan Benda Uji………………………………………………...28
3.4 Peralatan Penelitian………….…………………………………….....29
3.5 Pengujian Struktur Kristal
3.5.1 Pengujian Struktur Makro …………….………..……………...31
3.5.2 Pengujian Struktur Mikro……………………………………....31
3.6 Pengujian Tarik………………………………………………………33
3.6.1 Tegangan Maksimum..................................................................35
3.6.2 Tegangan Patah...........................................................................35
3.6.3 Regangan ....................................................................................36
3.7 Pengujian Kelelahan……….…..…………………………………….36
3.8 Pengujian Kekerasan Brinell....................................................... ........39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengujian Tarik...................................................................................42
4.1.1 Data Hasil Uji Tarik..................................................................42
4.1.2 Perhitungan Uji Tarik................................................................42
4.2 Pengujian Kelelahan............................................................................44
4.3 Pengujian Kekerasan Brinell...............................................................48
xii
4.4 Pengujian Struktur Mikro...................................................................49
4.5 Pengamatan Struktur Patahan (Makro)...............................................50
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan…………..………………………………………...……52
5.2 Saran….……………………………………………………………..53
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………54
LAMPIRAN……………………………………………………………………..55
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik Baja…..………………………………………………7
Tabel 2.2 Klasifikasi Paduan Baja……………………..………………………...8
Tabel 3.1 Komposisi Paduan Baja SS 304……………...………………………27
Tabel 3.2 Konversi Uji Kekerasan Brinell…………………………..……….....41
Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Tarik Baja SS 304……………………..………42
Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Kelelahan Tanpa Korosi…………………..…..45
Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian Kelelahan Korosi...............................................46
Tabel 4.4 Data Hasil Pengujian Kekerasan Baja SS 304……………………......48
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Berbagai Bentuk Korosi.…………………………………..13
Gambar 2.2 Bentuk Alternatif Pengulangan Regangan…………………………15
Gambar 2.3 Pengujian Kelelahan.........................................................................16
Gambar 2.4 Hubungan Tegangan (S) dengan Jumlah Siklus (N)........................18
Gambar 2.5 Skema Perpatahan Fatik…………………………………………...23
Gambar 2.6 Macam-macam Bentuk Patahan.......................................................25
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian…………………………………....………26
Gambar 3.2 Specimen Uji Kelelahan Tanpa Takik Standar JIS Z2274 .............29
Gambar 3.3 Mikroskop Logam dan Kamera........................................................30
Gambar 3.4 Chamber…………………………………………………………...30
Gambar 3.5 Kurva Tegangan Regangan pada Pengujian Tarik………………...34
Gambar 3.6 Skema Mesin Uji Lelah Korosi……………………………………37
Gambar 3.7 Benda Uji Kekerasan........................................................................39
Gambar 3.8 Alat Uji Kekerasan Brinell………………………………………...40
Gambar 3.9 Prinsip Uji Kekerasan Brinell..…………………………………….41
Gambar 4.1 Grafik S-N Lelah Korosi vs Tanpa Korosi Baja SS 304……….....46
Gambar 4.2 Struktur Mikro Baja SS 304, dengan Pembesaran 200x ................50
Gambar 4.3 Penampang Patahan Material Tanpa Korosi
dengan Tegangan Lengkung 55,403kg/mm², Siklus 58.858 .......51
Gambar 4.4 Penampang Patahan Material Tanpa Korosi
dengan Tegangan Lengkung 41,778kg/mm², Siklus 1.639.148 ...51
Gambar 4.5 Penampang Patahan Material Korosi
dengan Tegangan Lengkung 55,403kg/mm², Siklus 68.452.........52
Gambar 4.6 Penampang Patahan Material Korosi
dengan Tegangan Lengkung 36,805kg/mm², Siklus 322.694.......52
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Perkembangan teknologi yang semakin pesat khususnya dalam bidang
industri menyebabkan kebutuhan akan bahan meningkat dari waktu ke waktu.
Kebutuhan akan bahan yang semakin meningkat itulah yang memotivasi
manusia untuk berkembang dengan melakukan berbagai penelitian untuk
mengetahui sifat-sifat fisis dan mekanik yang baik dari bahan-bahan industri.
Ini menyebabkan manusia berinovasi dengan berbagai cara untuk
mendapatkan dan mengetahui sifat mekanik dan sifat fisis, serta komposisi
dari suatu bahan dengan berbagai perlakuan untuk mendapatkan bahan yang
memiliki sifat-sifat yang diinginkan (bermutu dan berkualitas).
Dalam dunia industri permesinan, sarana pendukung sangatlah penting.
Sarana yang ingin dicapai adalah tepat guna dan efektif untuk menunjang
suatu perangkat, sehingga dapat digunakan sesuai keinginan. Dalam dunia
permesinan sendiri dapat terbagi bermacam-macam elemen penyusunnya,
salah satunya adalah poros. Poros digunakan untuk meneruskan daya atau
sebagai penyangga beban yang akan ditransmisikan. Dalam prakteknya bahan-
bahan penyusun poros sangat penting untuk diperhitungkan, karena dari bahan
itulah akan didapat karakteristik yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba melakukan penelitian
mengenai karakteristik lelah korosi lelah pada baja SS 304. Penulis memilih
1
3 333 - 5
2
baja tahan karat sebagai bahan penelitian untuk tugas akhir, karena
penggunaan baja tahan karat yang semakin banyak di berbagai bidang dewasa
ini. Ini disebabkan oleh sifat-sifat baja tahan karat yang kuat, tahan korosi,
keras, dan tahan panas. Sifat-sifat fisik dan mekanis yang lainnya diperoleh
dengan menambahkan unsur paduan yang lain. Pemilihan paduan biasanya
tergantung pada kekuatan, berat jenis, harga bahan baku, dan upah pembuatan.
Uji lelah telah digunakan sejak lama, sejak tahun 1830 diketahui bahwa
logam yang dikenai tegangan berulang akan rusak pada tegangan yang jauh
lebih rendah dibanding yang dibutuhkan untuk menimbulkan perpatahan pada
penerapan beban tunggal. Tahun 1850 di Jerman, August Wöhler mengadakan
percobaan pengujian kelelahan di bawah tegangan berulang-ulang. Kegagalan
fatik menonjol sejalan dengan pengembangan peralatan teknologi yang
mengalami beban berulang dan getaran. Kelelahan yang menyebabkan
kegagalan fatik menjadi hal yang sangat membahayakan karena terjadi tanpa
petunjuk awal.
1.2 Tujuan Penelitian
Mengetahui sifat fisis dan mekanis baja tahan karat SS 304:
a. Mengamati struktur mikro dan struktur makro bahan yang mengalami
lelah korosi dengan yang tanpa mengalami lelah korosi.
b. Mengetahui kekerasan dan kekuatan tarik bahan baja tahan karat SS 304.
c. Membandingkan uji kelelahan bahan yang mengalami lelah korosi dengan
yang tanpa mengalami lelah korosi.
3 333 - 5
3
1.3 Perumusan Masalah
Tegangan yang dimiliki suatu bahan termasuk elemen mesin perlu
diketahui terlebih dahulu. Kerusakan elemen mesin biasanya disebabkan
beban berulang pada harga tegangan yang masih berada di bawah harga elastis
(yielding point) bahan. Analisis pada kondisi bagian-bagian mesin yang
menerima beban statis dengan pembebanan dilakukan secara bertahap untuk
mendapatkan kondisi tegangan-regangan yang sebenarnya.
Metode pengujian kelelahan adalah dengan mengkondisikan benda uji
pada keadaan tarik tekan secara kontinyu dan berulang dengan pembebanan
yang dilakukan secara dinamis. Semua patahan yang disebabkan kelelahan
melalui tahapan proses : terjadinya retakan lelah, pertambahan retakan lelah,
dan patahan statik terhadap luas penampang sisa. Oleh karena itu
pencegahannya perlu dilakukan pada setiap tahapan proses tersebut di bagian
yang paling efektif.
1.4 Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini, diberikan batasan-batasan agar dapat terarah dan
sistematis. Penulis hanya meneliti bahan baja SS 304 yang mengalami lelah
korosi dengan yang tanpa korosi. Pengujian lelah korosi baja SS 304
menggunakan larutan air garam 3% NaCl (kondisi air laut). Adapun pengujian
yang bersifat fisis meliputi : struktur mikro dan pengamatan struktur makro
(patahan), sedangkan pengujian yang bersifat mekanis meliputi : pengujian
kekerasan Brinell, uji tarik, dan uji kelelahan.
3 333 - 5
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Dasar Teori
Poros adalah salah satu elemen penting dalam permesinan yang digunakan
sebagai piranti untuk mentransmisikan atau meneruskan daya. Dalam
perkembangannya banyak sekali pertimbangan-pertimbangan dalam pemilihan
poros agar dapat bekerja seefisien mungkin, karena harus disesuaikan dengan
fungsi dan kemampuan kerja dari poros tersebut.
Adapun pertimbangan-pertimbangan tersebut adalah :
1. Bahan pembuatan poros tersebut.
2. Perlakuan panas yang diberikan.
3. Beban atau kapasitas yang akan diberikan pada poros tersebut.
2.2 Produksi Baja
2.2.1 Proses Produksi Baja
Baja diperoleh dengan mengambil besi kasar dari bijih besi yang
kebanyakan berbentuk oksida. Pengambilan besi dari bijinya dinamai proses
reduksi atau pengurangan oksigen.
Bentuk-bentuk bijih besi yang terdapat di alam:
1. Berbentuk batu : Fe2O3 (hematit), Fe3O4 (magnetit), dan 2Fe2O3.3H2O (batu
besi merah).
2. Berbentuk pasir : Fe3O4 disertai TiO2 (pasir besi hitam).
3 333 - 5
5
3. Berbentuk butiran halus campur tanah liat : Fe.CO3 (sperosiderit).
2.2.2 Proses Pengolahan Bijih Besi
Bahan-bahan yang diperlukan pada proses pengolahan bijih besi:
1. Bijih besi yang telah diselesaikan (dipecah, dibuat sinter atau bijih besi yang
berbentuk pasir, dan briket).
2. Bahan bakar : arang kayu atau kokas.
3. Batu tambahan, yang berfungsi untuk mengambil P dan S dari besi cair dan
untuk menghindari terjadinya oksidasi.
4. Udara, berfungsi untuk pembakaran dan pembentukan CO sebagai bahan
reduksi.
Pengolahan bijih besi diperlukan dapur baja. Macam-macam dapur baja:
1. Dapur Puddel (dapur aduk), proses dilakukan dalam dapur api dengan bahan
bakar batubara yang mempunyai nyala api panjang dengan udara yang
berlebih.
2. Dapur Siemens Martin
3. Dapur (Convertor) Bassemer
4. Convertor Thomas, prosesnya dengan memasukkan kapur bakar dalam
konvertor yang pijar putih, lalu ditambahkan besi kasar cair dan dihembuskan
udara untuk beberapa saat.
5. Dapur listrik
a. Dapur busur cahaya, panas diperoleh dari loncatan api di antara 2
elektrode yang terbuat dari karbon.
b. Dapur induksi, prinsipnya menimbulkan arus induksi di dalam cairan besi.
3 333 - 5
6
2.3 Sifat-Sifat Baja
Dewasa ini penggunaan material logam baja semakin berkembang,
dikarenakan mempunyai beberapa keunggulan dari sifat mekanis dan non
mekanis, seperti :
1. Malleability (dapat ditempa), baja dapat dengan mudah dibentuk dengan suatu
gaya, baik dalam keadaan dingin maupun panas tanpa terjadi retak, misalnya
dengan hammer atau dengan rol.
2. Ductility (dapat ditarik / ulet), baja dapat dibentuk dengan tarikan tanpa
menunjukkan gejala putus.
3. Toughness (ketangguhan), kemampuan suatu logam untuk dibengkokkan
beberapa kali tanpa mengalami retak.
4. Hardness (kekerasan), ketahanan suatu logam terhadap penetrasi atau
penusukan logam lain.
5. Strength (kekuatan), kemampuan suatu logam untuk menahan gaya yang
bekerja atau kemampuan logam menahan deformasi.
6. Weldability (mampu las), kemampuan logam untuk dapat dilas, baik dengan
las listrik maupun dengan las karbid atau gas.
7. Corrosion resistance (tahan korosi), kemampuan suatu logam untuk menahan
korosi atau karat akibat kelembaban udara, zat-zat kimia, dan lain-lain.
8. Machianability (mampu mesin), kemampuan suatu logam untuk dikerjakan
dengan mesin, misalnya dengan mesin bubut, mesin frais, dan lain-lain.
9. Elasticity (elastis), kemampuan suatu logam untuk kembali ke bentuk semula
tanpa mengalami deformasi plastik atau permanen.
3 333 - 5
7
10. Britteleness (kerapuhan), sifat logam yang mudah retak atau pecah, sifat ini
berhubungan erat dengan kekerasan atau hardness dan merupakan kebalikkan
dari ductility.
Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik Baja
Sifat –sifat Baja Besarnya
Massa Jenis
Titik Cair
8 g/cm3
1537ºC
(Sumber : Surdia dkk., Pengetahuan Bahan Teknik, 1991, hal 134)
2.4 Klasifikasi Paduan Baja
Paduan baja diklasifikasikan dalam berbagai bentuk kelompok umum, yaitu:
1. Baja karbon, adalah baja yang hanya terdiri dari besi (Fe) dan karbon (C) saja.
a. Baja karbon rendah, prosentase karbon antara 0,1-0,25%.
b. Baja karbon menengah, prosentase karbon antara 0,25-0,55%.
c. Baja karbon tinggi, prosentase karbon antara 0,55-1,7%.
2. Baja paduan, adalah baja yang elemen paduan mencapai kadar >0,8%.
3. Besi tuang
a. Besi tuang kelabu (grey cast iron), banyak dipakai sebagai bahan cor.
b. Besi tuang putih (white cast iron).
Paduan baja menurut AISI (American Iron and Steel Institute) dan SAE (Society
of Automotive Engineers):
3 333 - 5
8
Tabel 2.2 Klasifikasi Paduan Baja
Seri Paduan
1XXX
2XXX
3XXX
4XXX
5XXX
6XXX
9XXX
Baja karbon
Baja nikel
Baja nikel krom
Baja molybdenum
Baja krom
Baja krom-vanadium
Baja silikon-mangan
(Sumber : Smallman, Metalurgi Fisik Modern, Edisi Keempat)
2.5 Baja Tahan Karat (Stainless Steel)
Baja paduan dengan campuran besi (Fe) dan krom (Cr) >12% dinamakan
baja tahan karat (stainless steel). Ketahanan baja tahan karat terhadap korosi
tergantung pada permukaan pasif kromium oksida.
Macam-macam baja tahan karat (Surdia dkk., 2005 : 103):
2.5.1 Baja Tahan Karat Martensit
Baja tahan karat martensit mempunyai unsur 12-13%Cr dan 0,1-
0,3%C. Baja ini sukar berkarat di udara, banyak dipakai untuk alat
pemotong dan perkakas.
2.5.2 Baja Tahan Karat Ferit
Baja ini mempunyai unsur-unsur Cr sekitar 16-18% atau lebih dan
pada lingkungan korosi yang ringan tidak terjadi karat. Banyak digunakan
untuk trim mobil, bagian dalam peralatan dapur, dan bahan untuk bagian
3 333 - 5
9
dalam dari suatu kontruksi. Tanpa adanya kandungan Ni sukar untuk terjadi
retakan korosi-tegangan.
2.5.3 Baja Tahan Karat Austenit
Unsur-unsur yang terdapat di dalamnya 18%Cr – 8%Ni, digunakan
untuk turbin mesin jet, mobil, dan industri kimia.
2.5.4 Baja Tahan Karat Tipe Pengerasan Presipitasi
Struktur baja tahan karat, mempunyai unsur Cr yang menjadi
komponen utama dapat larut dalam besi dan memperluas daerah α (ferit).
2.6 Korosi
Korosi dapat didefinisikan rusaknya suatu bahan atau menurunnya kualitas
bahan karena terjadinya reaksi dengan lingkungannya. Korosi mengakibatkan
logam menjadi bertambah berat atau bertambah ringan dan sifat-sifat mekanisnya
berubah. Selain itu akibat dari korosi adalah kerugian produksi, hilang efisiensi,
dan bahan-bahan terkontaminasi.
Proses korosi umumnya melalui proses elektrokimia karena logam
merupakan konduktor listrik dan secara kimiawi. Permukaan logam terdapat
daerah anoda dan daerah katoda sehingga menyebabkan korosi.
Syarat-syarat untuk terjadinya korosi adalah:
1. Anoda, terkorosi dengan melepaskan elektron dari atom netral. Anoda
membentuk ion yang larut ke dalam larutan dan hasil korosi pada anoda yang
tidak larut sehingga menghalangi pelarutan (korosi terhenti).
Contoh reaksi: M → Mzt + Ze-
3 333 - 5
10
2. Katoda, yang tidak mengalami korosi. Reaksi tergantung pH larutan:
pH < 7 : H+ + e- → H (atom) atau H2 (gas)
pH ≥ 7 : 2H2 + O2 + 4e- → 4OH-
3. Elektrolit, istilah larutan yang bersifat menghantarkan listrik. Air yang sangat
murni bukan elektrolit.
4. Hubungan listrik
Korosi terbagi atas 3 kategori yaitu (Chamberlain, 1988 : 191):
1. Aktif, artinya logam terkorosi dengan bebas (baja karbon dalam air laut).
2. Imun, artinya logam dalam keadaan terlindung baik secara katodik maupun
dengan pengecatan.
3. Pasif, artinya logam dalam keadaan terlindung oleh selaput permukaan yang
dibangkitkan oleh korosi sendiri yaitu selaput oksida.
Macam-macam korosi menurut penampakan logam terkorosi (Fontana, 1986 :39):
1. Korosi yang merata, adalah proses kimiawi atom elektrokimia secara langsung
di seluruh permukaan logam yang berhadapan dengan lingkungan pengkorosi.
2. Korosi dwilogam (galvanis), adalah korosi yang diakibatkan adanya 2 logam
yang tak sejenis.
3. Korosi sumuran (pitting), adalah korosi yang terjadi di permukaan benda kerja
yang berbentuk lubang-lubang karena sangat destruktif (bahaya), sulit dicek,
dapat menyebabkan runtuhnya konstruksi dengan tak terduga.
4. Korosi celah (crevice), adalah korosi yang terjadi secara lokal di dalam sela-
sela antara logam dan permukaan logam yang terlindungi, dimana larutan di
3 333 - 5
11
dalamnya tidak bisa keluar dan banyak terjadi di bawah gasket, keling, baut,
katub, dan sebagainya.
5. Korosi intergranuler (antar butir atau batas butir), adalah korosi yang terjadi
pada daerah batas butir akibat adanya endapan atau mengandung senyawa
lain. Adapun cara untuk menghindari korosi ini adalah menurunkan kadar
karbon, misalnya sampai 0,03% sehingga tidak terbentuk Cr C 6 seperti pada
stainless steel 304 (Fe, 18Cr, 8Ni).
23
6. Korosi tegangan (stress corrosion), adalah korosi yang terjadi karena adanya
tegangan yang bekerja pada suatu mesin.
2.7 Lelah Korosi
Proses yang berlangsung secara bersamaan antara tegangan berulang dan
serangan kimia dikenal sebagai lelah korosi. Lelah korosi logam dan paduannya
itu penting untuk tegangan dinamis seperti perkembangan retak fatik jika
disatukan dengan larutan korosif. Lelah korosi dapat dianggap lebih berbahaya
daripada tegangan korosi jenis kegagalan, dan harus diperhitungkan dalam
rancangan komponen-komponen.
Komposisi kimia dan kandungan oksigen, termomekanis, mikrostruktur dan
sifat kimia tak sejenis material, tingkat keasaman (pH), komposisi larutan /
kandungan klorida, dan suhu lingkungan sangat berpengaruh pada karakteristik
lelah korosi material maupun parameter pembebanan putaran seperti
perbandingan putaran, bentuk gelombang, rata-rata tegangan, dan faktor intensitas
tegangan.
3 333 - 5
12
2.7.1 Mekanisme Kegagalan Lelah
Kegagalan yang terjadi pada keadaan beban dinamik dinamakan kegagalan
lelah (fatigue failures). Kegagalan lelah terjadi dalam elemen mesin yang harus
mengalami tegangan berulang-ulang (alternating) atau tegangan berubah-ubah
(fluctuating). Kegagalan suatu bahan akibat pembebanan berulang-ulang akan
mengakibatkan kelelahan komponen suatu mesin pada konstruksi yang
bersangkutan sehingga dibutuhkan analisa akibat dengan mengadakan penelitian
tentang umur suatu bahan akibat beban berulang-ulang.
Ada 3 faktor dasar yang diperlukan agar terjadi kegagalan lelah (Dieter, 1992 : 1):
1. Tegangan tarik maksimum yang cukup tinggi.
2. Fluktuasi yang cukup tinggi.
3. Siklus penerapan yang cukup tinggi.
Selain itu masih terdapat sejumlah variabel-variabel lain, yaitu: konsentrasi
tegangan, korosi, suhu, kelebihan beban, struktur metalurgi, tegangan-tegangan
sisa, dan tegangan kombinasi yang cenderung mengubah kondisi kelelahan.
Penelitian mengenai perubahan-perubahan struktur dasar yang terjadi apabila
logam mengalami tegangan berulang, secara tepat telah membagi proses kelelahan
menjadi tahapan berikut ini (Dieter, 1992: 18):
a. Permulaan pembentukan retak; termasuk pembentukan awal kerusakan retak
yang dapat dihilangkan dengan pelunakan / anil termal yang sesuai.
3 333 - 5
13
b. Pertumbuhan retak pergelinciran pita (slip band crack growth); melibatkan
pertumbuhan lebih lanjut retakan awal pada bidang tegangan yang tinggi.
Tahap ini biasa disebut pertumbuhan retakan tahap I.
c. Pertumbuhan retak pada bidang-bidang yang tegangan tarik tinggi; meliputi
pertumbuhan retak pada arah tegak lurus tegangan tarik maksimum. Tahap
ini disebut pertumbuhan retakan tahap II.
d. Kegagalan ulet ultimate; terjadi apabila retak mencapai panjang yang cukup
besar, sedemikian hingga penampang yang tersisa tidak mampu menahan
beban yang ada.
Gambar 2.1 Skema Berbagai Bentuk Korosi
(Sumber : Jones, Corrosion , 1992 , hal 10)
2.7.2 Efek Permukaan
Patah lelah ditandai dengan adanya awal retakan (crack initiation) yang
kemudian menjalar (crack propagation) sejalan dengan besarnya tegangan dan
jumlah siklus. Benda uji yang dipolis halus, dengan geseran-geseran halus
3 333 - 5
14
(mempertinggi tegangan) mempunyai arah sejajar dengan arah tegangan tarik
utama.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi permukaan benda uji, yaitu:
1. Kekasaran permukaan atau mempertinggi tegangan pada permukaan.
2. Perubahan kekuatan lelah permukaan logam.
3. Perubahan kondisi tegangan sisa pada permukaan.
4. Mudahnya suatu permukaan mengalami oksidasi dan korosi.
2.8 Kelelahan pada Bahan Uji
2.8.1 Pengertian Kelelahan
Fatik / kelelahan menurut ASTM didefinisikan sebagai proses perubahan
struktur permanen “progressive localized” pada material yang berada pada kondisi
yang menghasilkan fluktuasi regangan dan tegangan pada beberapa titik yang
memuncak menjadi retak (crack) atau patahan (fracture) secara keseluruhan
sesudah fluktuasi tertentu. Suatu komponen mesin jika mendapatkan beban
berulang secara periodik akan mengalami kerusakan yang biasa dikenal dengan
kelelahan (fatigue). Kelelahan berkaitan dengan perpatahan logam secara
prematur karena tegangan rendah yang terjadi secara berulang-ulang.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menyatakan karakteristik tegangan
(Smallman, 1991 : 87):
1. Besar tegangan maksimum.
2. Tegangan rata-rata yang cukup besar.
3. Periode siklus tegangan.
3 333 - 5
15
Ada 4 jenis penyusunan siklus tegangan yang berbeda :
a. Beban bolak-balik
b. Beban berubah
c. Beban fluktuasi
d. Beban berulang
Gambar 2.2 Bentuk Alternatif Pengulangan Regangan
(Sumber : Smallman, Metalurgi Fisik Modern, 1991 : 217)
Analisa pengujian dengan mesin uji kelelahan menggunakan kurva tegangan
(S) yang berbeda untuk setiap benda uji, jumlah siklus tegangan (N) yang dialami
oleh benda uji pada setiap tegangan tertentu hingga terjadi patah dicatat dan
dibuat gambar diagram kelelahan atau sering disebut dengan diagram S-N.
3 333 - 5
16
Gambar 2.3 Pengujian Kelelahan
Umumnya benda uji tertentu mempunyai titik aman pada siklus tertentu, hal ini
disebabkan karena :
1. Kegagalan akibat kelelahan bahan
Kegagalan lelah timbul akibat adanya retak kecil (initial crack), retak ini
sangat kecil, sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Retak tersebut
timbul pada titik ketidakmulusan bahan seperti pada perubahan penampang,
goresan pada permukaan bahan akibat pengerjaan dan lubang akibat pengecoran
yang kurang baik pada bahan. Sekali saja retak awal, maka akan terjadi pengaruh
pemusatan tegangan menjadi lebih besar lagi dan retak tersebut merambat lebih
cepat pada penampang bahan. Jika ukuran luas yang menerima tegangan
berkurang, maka tegangan bertambah besar sampai akhirnya luas yang tersisa
tidak dapat menerima tegangan tersebut dan terjadilah kegagalan lelah.
3 333 - 5
17
Adapun penyebab kegagalan lelah yaitu :
1. Perkembangan dari retak yang ada.
2. Kepatahan mendadak pada bagian bahan yang rapuh.
Kegagalan lelah sering digolongkan sebagai akibat siklus, umur, dan waktu
penggunaan bahan. Daerah umur tak terhingga (infinite life region), meliputi
perancangan yang melampaui batas siklus tegangan lelah atau disebut dengan
kegagalan bersiklus tinggi. Kegagalan ini juga disebut kegagalan bersiklus pendek
antara putaran 0,5 sampai putaran 1000 siklus.
2. Kekuatan bahan
Penyusunan kekuatan lelah suatu bahan diperlukan beberapa benda uji
dengan jumlah putaran yang sama pada setiap bahan, sampai bahan didapatkan
hasilnya. Selanjutnya dibuat diagram S-N, sehingga dapat dilihat bentuk grafik
sampai dengan siklus amannya. Koordinat pada diagram S-N disebut kekuatan
lelah suatu pernyataan yang harus diikuti dengan jumlah siklus (N) yang
bersangkutan.
3. Batas Ketahanan Kelelahan
Dalam menentukan ketahanan kelelahan perlu menyelesaikan semua
pengujian terlebih dahulu sehingga dapat kita ketahui seberapa besar batas
ketahanan terhadap kelelahan. Grafik akan terlihat garis mendatar setelah diberi
tegangan dan jumlah siklus tertentu, maka akan terbaca bahwa bahan sudah dapat
melalui batas ketahanan lelah (endurance limit).
Diagram S-N memperlihatkan bahwa beberapa logam mampu menahan
siklus tegangan balik yang berulang tak terhingga jika besar tegangan lebih kecil
3 333 - 5
18
dari tegangan batas maka disebut sebagai batas ketahanan. Tegangan tertinggi
pada saat tidak terjadi kegagalan dianggap sebagai batas lelah.
dari tegangan batas maka disebut sebagai batas ketahanan. Tegangan tertinggi
pada saat tidak terjadi kegagalan dianggap sebagai batas lelah.
Gambar 2.4 Hubungan Tegangan (S) dengan Jumlah Siklus (N) Gambar 2.4 Hubungan Tegangan (S) dengan Jumlah Siklus (N)
(Sumber : Colling, Industrial Materials, 1995 ) (Sumber : Colling, Industrial Materials, 1995 )
Penentuan batas kelelahan dilakukan dengan pemberian tegangan rendah
sampai pada siklus >2x106. Ini disebabkan batas lelah material baja pada tegangan
antara 106 sampai 107 siklus (Stephens dkk., 1980). Jika pada tegangan tertentu
pada siklus di atas 2x106 benda uji belum mengalami kegagalan patah, maka
tegangan tersebut dianggap batas lelah.
Penentuan batas kelelahan dilakukan dengan pemberian tegangan rendah
sampai pada siklus >2x10
Keadaan lelah pada jumlah siklus yang besar (N > 105 siklus) menyebabkan
tegangan bersifat elastik, tetapi logam akan berdeformasi secara plastik pada
daerah yang sempit. Pada tegangan-tegangan tinggi dengan cepat ketahanan lelah
(fatigue life) turun, tetapi defomasi plastik secara keseluruhan mempersulit
penafsiran dengan menggunakan besaran tegangan.
Keadaan lelah pada jumlah siklus yang besar (N > 10
- 5
18
6. Ini disebabkan batas lelah material baja pada tegangan
antara 106 sampai 107 siklus (Stephens dkk., 1980). Jika pada tegangan tertentu
pada siklus di atas 2x106 benda uji belum mengalami kegagalan patah, maka
tegangan tersebut dianggap batas lelah.
5 siklus) menyebabkan
tegangan bersifat elastik, tetapi logam akan berdeformasi secara plastik pada
daerah yang sempit. Pada tegangan-tegangan tinggi dengan cepat ketahanan lelah
(fatigue life) turun, tetapi defomasi plastik secara keseluruhan mempersulit
penafsiran dengan menggunakan besaran tegangan.
3 333 - 5
19
2.8.2 Retakan (Crack)
Retakan adalah deformasi plastis yang terjadi akibat beban lebih yang
konstan selama periode tertentu. Retak juga bervariasi dengan berubahnya
tegangan yang terjadi.
Ada 4 macam mekanisme terbentuknya retak (crack) :
1. Adanya dislokasi yang menghasilkan slip.
2. Pergeseran batas slip.
3. Difusi kekosongan.
4. Panjatan dislokasi yang menghasilkan slip.
Stress Corrosion Cracking (SCC) pada logam adalah retak (crack) yang
disebabkan oleh pengaruh gabungan antara tegangan tarik dan lengkung korosif
pada logam karena adanya beban atau tegangan sisa. Perkembangan retakan dapat
terjadi karena interaksi antara tegangan yang dikenakan, tegangan sisa, dan
lingkungan korosif. Mekanisme terjadinya retak karena tegangan dan korosi ini
belum jelas, penyebabnya adalah prosesnya pada larutan / bahan tertentu saja.
Peretakan korosi-tegangan merupakan peretakan intergranuler. Ciri-ciri
utama peretakan korosi-tegangan yang dijabarkan oleh Brown (Chamberlain,
1991 : 179): tegangan tarik harus ada, paduan logam lebih rentan, unsur kimia
sedikit, dan dapat menentukan tegangan ambang batas.
3 333 - 5
20
Cara menghindari terjadinya Stress Corrosion Cracking (SCC):
1. Menurunkan tingkat tegangan dan menghilangkan tegangan sisa dengan
annealing.
2. Lingkungan yang merugikan dihilangkan.
3. Ganti bahan, misalnya paduan titanium atau molibdenum, bukan stainless
steel pada mesin penukar panas yang kontak langsung dengan air laut.
4. Menggunakan pelindung katodik.
5. Tambahkan inhibitor.
Perkembangan retakan ditandai oleh sejumlah cincin / “garis pantai” (beach
mark), bergerak ke dalam dari titik dimana kegagalan mulai terjadi. Kegagalan
biasanya terjadi pada bagian dimana terdapat konsentrasi tegangan. Patahan
merupakan tahapan akhir dari proses kelelahan di mana material tidak dapat
menahan tegangan dan regangan yang ada sehingga patah menjadi 2 bagian atau
lebih (Dieter, 1991 : 4).
Salah satu pencegahan kelelahan adalah mengendalikan retakan mikro.
Menurut percobaan suatu retakan mikro berasal pada tahap yang sangat dini yaitu
0,1-0,5% dari umur kelelahan. Retak kecil sekali berawal di tempat yang
terlokalisir (localized spot), umumnya di takik atau di konsentrasi tegangan, dan
lambat laun merambat pada penampang melintang sampai kontruksi itu patah.
3 333 - 5
21
2.8.3 Hal-hal yang Berpengaruh pada Kegagalan Lelah (Dieter, 1992 : 29)
1. Pengaruh Ukuran
Kekuatan lelah yang besar akan lebih baik dari kekuatan lelah yang
kecil. Perubahan luas penampang yang mempengaruhi perubahan volume
sehingga mengakibatkan perbedaan tegangan.
2. Pengaruh Suhu
Suhu mempengaruhi sifat mekanis bahan karena adanya tegangan statis
dan dinamis yang akan menyebabkan perubahan bahan secara perlahan. Hal
ini akan menyebabkan perubahan bentuk grafik pada diagram S-N. Jika
dipakai pada suhu yang tinggi, maka akan menyebabkan disisolasi dan pada
bahan akan terjadi pengurangan terhadap ketahanan lelah.
3. Pengaruh Permukaan Bahan
Halus dan tidaknya permukaan bahan merupakan faktor utama
timbulnya retakan awal pada bahan, karena pada permukaan yang kasar akan
banyak terdapat ketidakrataan permukaan. Akan tetapi pada permukaan yang
halus akan sedikit terdapat lubang atau bekas sayatan pada saat pembuatan
benda uji. Kehalusan dan kekasaran permukaan bahan sangat berpengaruh
pada pengujian kelelahan. Tiap pengerjaan yang meningkatkan kekerasan atau
kekuatan luluh bahan akan meningkatkan tegangan yang diperlukan untuk slip
dan hal ini dengan sendirinya akan langsung meningkatkan kekuatan lelah.
3 333 - 5
22
Ada beberapa hal yang mempengaruhi kelelahan permukaan bahan, yaitu :
a. Tegangan sisa permukaan
Pembentukan tegangan sisa pada permukaan dapat meningkatkan
ketahanan lelah bahan. Tegangan ini dihasilkan oleh beban luar (tarik dan
tekan), dengan adanya tegangan sisa akan memperkecil celah pada suatu titik
di permukaan. Oleh karena itu, perlu adanya perimbangan antara tegangan sisa
tekan dengan tegangan sisa tarik agar tahan terhadap kelelahan.
b. Perubahan permukaan
Perubahan permukaan dapat terjadi karena proses perlakuan panas dalam
pembentukan bahan tersebut, hal ini biasanya dilakukan dalam peleburan awal
untuk mendapatkan komposisi bahan yang sesuai dengan yang diinginkan.
Proses pelapisan permukaan ini pada kelanjutannya akan menentukan
pertambahan atau pengurangan kekuatan lelah bahan.
c. Kekasaran permukaan
Kekasaran permukaan timbul dari pengerjaan awal benda uji pada mesin
bubut atau mesin perkakas lainnya. Semakin besar suatu bahan akan semakin
mudah mengalami keretakan, sehingga memudahkan lelah dan cepat patah.
d. Lingkungan
Lingkungan dapat mempengaruhi fatik, dimana lingkungan tersebut
dapat menimbulkan korosi pada bahan. Serangan korosi yang terjadi serempak
dengan pembebanan fatik akan menyebabkan efek kerusakan yang lebih
parah. Hal ini biasanya disebabkan oleh media cair dan udara.
3 333 - 5
23
2.9 Patah dan Putus pada Benda Uji 2.9 Patah dan Putus pada Benda Uji
2.9.1 Patah2.9.1
- 5
23
Patah
Patahan pada bahan biasanya dimulai dengan adanya retak pada permukaan
dan mekanismenya harus melalui proses yang tergantung pembebanan siklus
patah akibat kelelahan. Ciri patahan sendiri adalah dengan pelepasan sejumlah
besar dislokasi secara tiba-tiba sewaktu luluh. Dislokasi tersebut membentuk retak
dan merambat pada waktu yang singkat sehingga terjadi tegangan secara slip di
daerah yang saling berdekatan.
Gambar 2.5 Skema Perpatahan Fatik
(Sumber : Smallman, Metalurgi Fisik Modern, 1991, hal 281)
Perpatahan pada bahan dapat dibedakan, antara lain :
1. Perpatahan Getas (cleavage fracture)
Perpatahan getas (cleavage fracture), yaitu bentuk perpatahan yang
paling getas yang terjadi di dalam material kristalin. Patah getas yang terjadi
pada material ulet disebabkan karena beroperasi pada suhu yang rendah dan
laju pembebanan yang tinggi. Patahan ini menghasilkan bentuk patahan yang
rata dan memberikan warna yang terang / mengkilap pada permukaan patah.
3 333 - 5
24
2. Perpatahan Ulet ( ductile fracture)
Perpatahan ulet atau liat adalah bila specimen ditarik dengan beban
berlebih yang akan menyebabkan perpanjangan dan terkonsentrasi secara
lokal pada suatu titik, mekanisme perpatahan ulet ini terjadi pada pengujian
tarik. Patahan jenis ini terjadi pada batas butir sehingga terlihat tidak
mengkilap.
Patahan pada bahan dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
1. Komposisi Bahan
Komposisi bahan sangat berpengaruh karena setiap bahan mempunyai
karakteristik yang berbeda, selain itu juga adanya pengaruh campuran pada
bahan yang dapat memberikan kelebihan dan kekurangan pada bahan tersebut.
2. Perlakuan Panas
Perlakuan panas biasanya dilakukan untuk mengendalikan besar butir
benda uji dan untuk menghaluskan struktur yang terkandung pada bahan.
Struktur yang halus akan memberikan keuletan yang lebih baik.
3. Pengerasan
Deformasi plastis yang kecil pada temperatur ruang akan meningkatkan
keuletan pada temperatur rendah, akan tetapi pada umumnya deformasi yang
digunakan untuk pengerasan dapat merapuhkan logam karena terjadi
pembentukan dislokasi yang saling berpotongan, kekosongan, dan cacat.
3 333 - 5
25
Gambar 2.6 Macam-Macam Bentuk Patahan
( Sumber : Dieter, Metalurgi Mekanik, Jilid 1, 1992)
2.9.2 Putus
Jika kegagalan ulet pada bahan tidak tercapai maka putus ulet yang akan
terjadi kemudian. Benda uji yang mengalami deformasi beban tarik akhirnya
mencapai ketidakstabilan mekanis bilamana deformasi yang terlokalisir diperciut.
Bila peregangan diteruskan maka penampang akan mengecil hingga menjadi 0
dan benda uji akan retak. Regangan untuk putus tergantung dari jumlah regangan
yang terjadi sebelum dan sesudah dislokasi.
3 333 - 5
26
BAB III BAB III
METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Skema Penelitian 3.1 Skema Penelitian
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
- 5
26
Pembuatan Specimen
Pengujian Bahan 1. Uji Tarik 2. Struktur Mikro 3. Uji Kekerasan Brinell
4. Uji Kelelahan Baja SS304 a. Tanpa korosi (aquades) b. Korosi (3% NaCl)
Hasil Pengujian
Analisa Data dan Pembahasan
Kesimpulan
Studi Pustaka
Struktur Makro
Pembelian Material
3 333 - 5
27
3.2 Bahan Penelitian
Bahan baja SS 304 sebagai sampel penelitian telah diketahui komposisi
paduannya. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja tahan karat
(Stainless Steel) 304 yang mengalami proses anil. Ciri khas dari baja SS 304
adalah tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas dan non magnet.
Tabel 3.1 Komposisi Paduan Baja SS 304
Unsur (%)
Si
C
Cr
Ni
Mn
P
N
1
0,08
18
8
2
0,045
0,1
(Sumber : ASM, Metallography and Microstructures, hal 282)
Baja paduan dengan campuran Cr dan Ni dengan perbandingan 18/8 (baja
SS 304) akan menghasilkan baja tahan karat austenitik yang dipergunakan dalam
kontruksi industri kimia, perabot dapur, dan alat kedokteran bedah karena
memiliki keuletan, ketangguhan, dan sifat pengerjaan dingin yang baik. Baja
austenitik mempunyai kemampuan press yang baik karena transformasi martensit
yang ditimbulkan oleh regangan merupakan mekanisme penguatan tambahan bagi
pengerasan pengerjaan (Smallman, 1991: 452).
Unsur krom dalam baja SS 304 berguna untuk melindungi permukaan
sehingga tahan korosi dan tahan temperatur tinggi, pembentukan ikatan pada
3 333 - 5
28
permukaan yang bersifat pasif. Sifat tahan korosi ini disebabkan karena terjadinya
lapisan chromoksida (Cr2O3) pada permukaan baja yang menghalangi korosi. Bila
prosentase C terlalu besar, maka sifat tahan korosi tersebut akan menurun karena
sebagian Cr akan diikat menjadi CrC. Prosentase terbaik apabila C<0,1.
3.3 Pembuatan Benda Uji
Bahan benda uji dibeli masih dalam bentuk batangan dengan diameter 15
mm, yang selanjutnya dibuat menjadi specimen pengujian dengan ukuran benda
uji yang dipergunakan pada pengujian kelelahan sesuai dengan standar uji lelah
JIS Z2274 yang digunakan, yaitu : ΦD (diameter luar) = 13,3mm, Φd (diameter
ukur) = 8mm, l (panjang ukur) = 30mm, dan L (panjang keseluruhan) = 90mm.
Specimen tersebut dibuat di Laboratorium Ilmu Logam Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Benda uji untuk pengujian tarik menggunakan standar uji tarik ASTM, yaitu
ΦD (diameter luar) = 10mm, Φd (diameter ukur) = 6,25mm, l (panjang ukur) =
30mm, dan L (panjang keseluruhan) = 90mm. Specimen tersebut dibuat di
Laboratorium Ilmu Logam Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Benda uji yang digunakan dalam uji lelah adalah 30 buah. Lima belas benda
uji pertama langsung diuji tanpa mendapatkan perlakuan dengan menggunakan air
murni (aquades) dan 15 benda uji lainnya diuji dengan mendapatkan perlakuan
korosi air garam (3% NaCl). Pengujian tarik menggunakan 3 buah benda uji.
3 333 - 5
29
Gambar 3.2 Specimen Uji Kelelahan Tanpa Takik Standar JIS Z2274 Gambar 3.2 Specimen Uji Kelelahan Tanpa Takik Standar JIS Z2274
3.4 Peralatan Penelitian 3.4 Peralatan Penelitian
Peralatan-peralatan yang digunakan untuk menunjang proses pengujian dan
penelitian baja SS 304 adalah :
Peralatan-peralatan yang digunakan untuk menunjang proses pengujian dan
penelitian baja SS 304 adalah :
1. Mesin uji tarik, milik Laboratorium Ilmu Logam Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
1. Mesin uji tarik, milik Laboratorium Ilmu Logam Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
2. Mesin Rotary Bending Fatique Testing Machine dan alat uji kekerasan Brinell
MOD 100MR, milik Laboratorium Ilmu Logam Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
2. Mesin Rotary Bending Fatique Testing Machine dan alat uji kekerasan Brinell
MOD 100MR, milik Laboratorium Ilmu Logam Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
3. Mikroskop logam (cahaya) untuk pengujian struktur mikro seperti ditunjukkan
oleh gambar 3.3, milik Laboratorium Ilmu Logam Universitas Sanata Dharma.
3. Mikroskop logam (cahaya) untuk pengujian struktur mikro seperti ditunjukkan
oleh gambar 3.3, milik Laboratorium Ilmu Logam Universitas Sanata Dharma.
- 5
29
3 333 - 5
30
Gambar 3.3 Mikroskop Logam dan Kamera
4. Chamber, yang digunakan untuk sirkulasi air garam supaya specimen dapat
terkorosi dengan sempurna seperti ditunjukkan pada gambar 3.4.
Gambar 3.4 Chamber
(Sumber : Bayu, Tugas Akhir, USD 2004)
3 333 - 5
31
5. Jangka sorong
6. Amplas waterproof
7. Autosol
8. Kamera untuk pemotretan, milik Laboratorium Ilmu Logam Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
9. Air murni (aquades) dan larutan 3%NaCl.
3.5 Pengujian Struktur Kristal
3.5.1 Pengujian Struktur Makro
Pengujian struktur makro dilakukan dengan menilai bahan dari besar butir
kristal, warna, dan mengkilatnya patahan dari batang uji yang dipatahkan. Cara
pengujian lainnya adalah pemeriksaan dengan jalan mengetsa dan pembesaran
struktur kristal, segregasi / pemisahan, dan pemeriksaan cacat kecil setelah
memoles patahan. Pengujian struktur makro pada sampel dilakukan dengan foto
struktur makro. Pengujian struktur makro dilakukan pada permukaan patahan dari
specimen hasil uji kelelahan dengan menggunakan kamera digital.
3.5.2 Pengujian Struktur Mikro
Kualitas, komposisi, dan bagian bahan pada pengujian struktur mikro yang
cacat dapat diteliti dan diamati dengan pengamatan menggunakan mikroskop
logam. Mikroskop tersebut dapat digunakan untuk meneliti specimen yang telah
dipolis pada permukaannya yang sudah dihaluskan dengan menggunakan amplas.
Permukaan yang sudah halus tersebut akan tertutup oleh selaput yang
3 333 - 5
32
terdeformasi oleh larutan etsa, kemudian selaput tersebut terkikis dan permukaan
menjadi buram, sebagian batas butir terkikis dan komponen-komponen tertentu
akan nampak akibat kikisan selektif larutan etsa. Etsa didefinisikan sebagai proses
yang bertujuan untuk mengetahui secara detail serangan pada permukaan logam
dengan asam atau larutan kimia dasar lainnya.
Proses pengujian struktur mikro meliputi :
1. Permukaan benda uji yang telah dibentuk, diamplas mulai dari ukuran paling
kasar sampai ukuran paling halus ( 150, 250, 500, 800, dan 1000) mesh.
2. Setelah benda uji halus, selanjutnya dipoles dengan menggunakan autosol dan
digosok dengan kain sampai halus dan bekas pengamplasan hilang, sehingga
permukaan benda uji mengkilap.
3. Pengetsaan dilakukan dengan larutan Marble’s Reagent 37% (4 gram CuSO4,
20 mL HCl, 20mL air suling) pada permukaan benda uji, kemudian didiamkan
selama 10 detik sambil digoyang-goyang, langkah selanjutnya masukkan
benda uji pada alkohol.
4. Permukaan benda uji yang telah dietsa dengan larutan Marble’s Reagent 37%
dan alkohol akan menunjukkan perubahan warna pada permukaan.
5. Permukaan yang telah dietsa diamati di bawah mikroskop logam, selanjutnya
lakukan pemotretan dan diidentifikasi.
3 333 - 5
33
3.6 Pengujian Tarik
Pengujian tarik adalah salah satu cara untuk mengetahui seberapa besar
kekuatan tarik maksimum yang dapat diterima oleh suatu bahan. Hasil pengujian
tersebut akan diketahui beban maksimum, regangan, dan tegangan maksimum
yang dapat diterima oleh bahan tersebut. Metode pengujian dengan memberikan
beban statis yang terus meningkat. Penarikan dilakukan sampai bahan penelitian
(specimen) mengalami patah sehingga dapat diketahui beban maksimumnya.
Umumnya batang benda uji yang digunakan telah distandarkan. Pengecilan
penampang pada daerah panjang uji (gage length) agar perubahan bentuk /
deformasi hanya terjadi pada daerah tersebut. Adapun langkah pengujiannya
pertama-tama benda uji disiapkan kemudian dijepit pada mesin uji dengan
pembebanan perlahan-lahan meningkat sampai suatu beban tertentu, sampai benda
uji mengalami patah.
Hubungan antara tegangan dan regangan yang timbul pada pengujian tarik
dapat digambarkan pada gambar 3.5, yaitu :
3 333 - 5
34
Gambar 3.5 Kurva Tegangan Regangan pada Pengujian Tarik
Keterangan :
σp = Tegangan proporsional σB = Tegangan patah
σy = Tegangan elastisitas (Yielding Stress) σt = Tegangan tarik
σl = Tegangan luluh
εx ,εt , εB masing-masing merupakan regangan pada saat pembebanan benda pada
titik-titik X,T,B (XX’//TT’//BB’//PO).
Proses pengujian tarik adalah sebagai berikut:
1. Benda uji diukur sampai ketelitian 0,1 mm.
2. Benda uji dipasang pada penjepit (grip) atas dan bawah pada mesin uji,
naikkan atau turunkan grip bawah dengan kecepatan rendah (10mm/menit)
sehingga penjepit dalam posisi yang tepat, usahakan kedudukan benda uji
benar-benar pada keadaan vertikal, kencangkan penjepit secukupnya saja.
3 333 - 5
35
3. Pengaturan data sesuai dengan petunjuk., maka dapat dicari harga-harga untuk
tegangan maksimum (σu), tegangan patah (σB), dan regangan (ε). B
3.6.1 Tegangan Maksimum (σu)
Tegangan maksimum atau sering juga disebut kekuatan tarik maksimum
(ultimate tensile strength), adalah beban maksimum dibagi dengan luas
penampang specimen.
σu = 0A
Pmaks di mana A0 = 2
4dπ ……………………………(1)
di mana : σu = Tegangan tarik maksimum (kg/mm2 atau MPa)
Pmaks = Beban maksimum (kg)
A0 = Luas penampang specimen (mm2)
3.6.2 Tegangan Patah (σb)
Tegangan patah adalah tegangan yang terjadi sampai specimen mengalami
patah, yaitu gaya patah dibagi dengan luas penampang specimen.
σb = 0A
Fb ……………………………………………(2)
di mana : σb = Tegangan patah (kg/mm2)
Fb = Gaya pada saat specimen mengalami patah (kg)
A0 = Luas penampang specimen (mm2)
3 333 - 5
36
3.6.3 Regangan (ε)
Regangan adalah pertambahan panjang dari specimen setelah mengalami
pengujian. Data ini diperoleh saat specimen mengalami patah menjadi 2 bagian,
yaitu dengan membagi perubahan panjang specimen setelah patah dengan panjang
awal specimen sebelum patah.
ε = %1000
00 ×−Δ+
LLLL
…………...…………………… ..(3)
di mana : ε = Regangan (%)
L = Panjang ukuran akhir (mm)
L0 = Panjang ukuran awal (mm)
3.7 Pengujian Kelelahan
Pengujian kelelahan dilakukan setelah pengujian tarik dilakukan mengingat
sebagai acuan untuk mengetahui beban awal dari pengujian kelelahan. Salah satu
metode pengujian kelelahan ialah dengan pembebanan jenis lentur (rotary
bending). Tegangan yang bekerja pada suatu batang uji akan berfluktuasi secara
sinusiodal, dari tegangan tarik menjadi beban tekan. Prinsip pengujian lelah
berdasarkan perilaku tegangan tarik berulang akibat momen lengkung. Komponen
dari mesin ini adalah mesin uji dengan motor listrik sebagai penggerak dan
pemegang benda uji sesuai dengan standar pengujian.
3 333 - 5
37
Gambar 3.6 Skema Mesin Uji Lelah Korosi
(Sumber : Bayu, Tugas Akhir, USD 2004)
Pengujian kelelahan yang dilakukan pada specimen dengan menggunakan
mesin uji kelelahan Hung Ta Rotary Bending Fatique Machine. Pengujian ini
untuk menentukan batas lelah material dan mengetahui sifat mekanik suatu bahan.
Pengujian dengan menggunakan mesin ini juga dapat untuk mengetahui pengaruh
kekasaran permukaan, takikan, perbedaan diameter pada poros bertingkat, dan
pengaruh specimen berlubang terhadap kekuatan lelahnya.
Pengujian kelelahan menggunakan chamber, yang dirancang tidak
menyebabkan beban tambahan pada benda uji lelah. Lima liter larutan pengujian
dialiri di sekitar benda uji pada angka aliran 0,8 liter/menit dan disoda secara terus
menerus oleh pompa selama pengujian. Tujuannya untuk mempertahankan kontak
antara larutan dengan benda uji. Kehilangan larutan dicegah dengan menggunakan
ring O khusus cocok pada lengan benda uji lelah.
3 333 - 5
38
Metode standar pengujian fatik adalah mempersiapkan sejumlah besar benda
uji yang bebas cacat kemudian dilakukan pengujian menggunakan kurun tegangan
(S) yang berbeda untuk setiap kelompok benda uji. Setelah itu jumlah siklus
tegangan (N) yang dialami benda uji dicatat dan disajikan dalam skala log.
Grafik pengujian kelelahan yang disajikan adalah grafik perbandingan
tegangan dengan siklus putaran atau diagram Wöhler / grafik S-N. Melalui
diagram Wöhler dapat ditentukan batas ketahanan kelelahan (endurance limit).
Adapun proses pengujian kelelahan sebagai berikut :
1. Benda uji dan larutan (air murni untuk pengujian tanpa korosi dan larutan 3%
NaCl untuk pengujian lelah korosi ) dipersiapkan.
2. Benda uji dan chamber dipasang pada penjepit.
3. Mesin dihidupkan untuk menguji kesentrisan putaran bahan dan pompa air
dihidupkan untuk menyedot cairan / larutan dari wadah ke chamber.
4. Beban diberikan pada benda uji. Beban pertama pada pengujian kelelahan yang
digunakan diperoleh dari pengujian tarik. Beban-beban selanjutnya terus
menerus diturunkan sampai mendapatkan batas lelah (>2.000.000 siklus).
5. Benda uji ditunggu hingga mengalami kelelahan dan patah.
6. Diperoleh data hasil pengujian yang tertera dalam alat digital yang ada.
Rumus untuk mencari tegangan puntir: ( 2
3/
32
2 mmkgd
LW
×
×=π
σ )..............…....(4)
di mana : L = jarak antar tumpuan (mm)
d = diameter ukur (mm)
W = beban pada pengujian tarik (kg)
3 333 - 5
39
3.8 Pengujian Kekerasan Brinell 3.8 Pengujian Kekerasan Brinell
Penelitian uji kekerasan material dengan metode Brinell bertujuan
menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap
bola baja yang ditekankan pada material benda uji. Prinsip dasarnya adalah
ketahanan bahan terhadap deformasi plastik. Prinsip kerjanya indentor ditekan ke
permukaan logam dengan gaya P selama t detik. Uji kekerasan ini mengunakan
indentor bola baja yang diperkeras dengan diameter 2,5 mm. Angka kekerasan
dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
Penelitian uji kekerasan material dengan metode Brinell bertujuan
menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap
bola baja yang ditekankan pada material benda uji. Prinsip dasarnya adalah
ketahanan bahan terhadap deformasi plastik. Prinsip kerjanya indentor ditekan ke
permukaan logam dengan gaya P selama t detik. Uji kekerasan ini mengunakan
indentor bola baja yang diperkeras dengan diameter 2,5 mm. Angka kekerasan
dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
Angka Kekerasan Brinell (BHN) = Angka Kekerasan Brinell (BHN) =
- 5
39
( )22
2dDDD
P−−π
…………...................(5)
di mana : P = Beban yang diberikan pada indentor atau gaya penekanan (kg)
D = Diameter indentor (mm)
d = Diameter bekas injakan (mm)
15 mm
10 mm
Gambar 3.7 Benda Uji Kekerasan
Waktu penetrasi tergantung material, normal 1-5 detik. Menurut DIN untuk baja
antara 10-15 detik dan untuk seng, timbal sekitar 30 detik.
Besarnya beban yang dikenakan pada indentor tergantung:
a. Diameter indentor / bola baja.
b. Jenis logam benda uji.
3 333 - 5
40
Gambar 3.8 Alat Uji Kekerasan Brinell
Proses pengujian kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Permukaan benda uji atau specimen dihaluskan atau dibersihkan sehingga
permukaan rata dan sejajar.
2. Penentuan awal beban penekanan sesuai dengan tabel konversi dan syarat
diameter bekas injakan ( d harus diantara dmin dan dmax).
3. Penekanan indentor dengan cara memutar handel penekan.
4. Diperoleh data besarnya gaya penekanan.
5. Benda uji dan alat uji diamati besarnya lubang bekas injakan indentor dengan
loop atau mikroskop.
Perlu diketahui bahwa, pada pengujian kekerasan Brinell dmin=0,25D dan
dmax=0,5D. Di bawah ini ditunjukkan tabel untuk kekerasan Brinell:
3 333 - 5
41
Tabel 3.2 Konversi Uji Kekerasan Brinell
(Sumber : Suroso, Ilmu Logam, Diktat ATMI, hal 16)
Gambar 3.9 Prinsip Uji Kekerasan Brinell
(Sumber : Malau , Bahan Teknik Manufaktur, Diktat Kuliah, USD)
3 333 - 5
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengujian Tarik
Pengujian tarik yang dilakukan di laboratorium ilmu logam Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta dilakukan dengan menggunakan beban maksimum 10
ton. Pengujian terhadap benda uji menghasilkan print-out grafik hubungan beban-
pertambahan panjang pada masing-masing benda uji, print-out grafik hasil
pengujian disajikan pada lampiran. Pembacaan grafik beban-pertambahan panjang
tersebut diperoleh nilai kekuatan tarik dan regangan. Pengujian masing-masing
benda uji baja SS 304 dapat diambil nilai rata-rata tegangan tarik dan regangan
yang ditunjukkan pada tabel 4.1.
4.1.1 Data Hasil Uji Tarik
Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Tarik Baja SS 304
No.
D
(mm)
Ao
(mm2)
Lo
(mm)
ΔL
(mm)
Pmak
(kg)
σu
(kg/mm2)
є
(%)
1 6,25 30,68 30 11 2.430 79,205 36,6
2 6,25 30,68 30 11 2.430 79,205 36,6
3 6,30 31,17 30 10 2.450 78,601 33,3
4.1.2 Perhitungan Uji Tarik
Dari data pengujian tarik, maka dapat dilakukan perhitungan mengenai
tegangan maksimum, tegangan patah, regangan, dan beban maksimum untuk
penentuan beban awal pada pengujian kelelahan rotary bending.
3 333 - 5
43
Perhitungannya sebagai berikut :
4.1.2.1 Tegangan Maksimum (σu)
σu = 0A
Pmaksimum
A0 = 2
4Dπ di mana
3321 ddd
D++
=
3
30,625,625,6 ++=D
26,6=D mm
A0 = 226,64π = 30,778 mm2
Sehingga :
σu = o
maks
AP di mana
3321 PPP
Pmaks
++=
3
245024302430 ++=maksP
Pmaks = 2.436 kg
σu = 778,30
2436 = 79,147 kg/mm2
di mana : D = Diameter benda uji rata-rata (mm)
σu = Tegangan tarik maksimum (kg/mm2)
Pmaks = Beban maksimum rata-rata (kg)
A0 = Luas penampang specimen (mm2)
3 333 - 5
44
4.1.2.2 Regangan (ε)
ε = %1000
00 ×−Δ+
LLLL
di mana : 3
321 LLLL
Δ+Δ+Δ=Δ
3
101111 ++=ΔL
ΔL = 10,66mm
ε = %10030
3066,1030×
−+
ε = 35,53%
di mana : ε = Regangan (%)
ΔL = Pertambahan panjang rata-rata (mm)
L0 = Panjang ukur awal (mm)
4.2 Pengujian Kelelahan
Hasil dari pengujian tarik diperoleh tegangan tarik maksimum 79,147
kg/mm2, maka penentuan beban awal sebagai acuan adalah 70% (baja tahan karat
austenit dalam kondisi air laut hanya memiliki 70% dari ketahanan lelah
normalnya) dari tegangan tarik maksimum sehingga diperoleh :
)/(
32
2 2
3mmkg
d
LW
×
×=π
σ di mana L = 200mm (jarak antara beban dan tumpuan)
3)8(32
2002403,55×
×= π
W
W =27,84 kg
3 333 - 5
45
Dengan demikian besarnya beban awal untuk pengujian kelelahan adalah
sebesar 27kg dan selanjutnya beban diturunkan sampai siklus aman perancangan
yaitu sebesar 2.000.000 atau lebih. Jika menggunakan beban sebesar 27kg,
dimungkinkan bahan akan mengalami kelelahan dan patah.
Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Kelelahan Tanpa Korosi
No D(mm) W (kg) σ (kg/mm²) N (Jumlah Siklus)
1 8 27 55,403 58.858
2 8 25 49,736 107.652
3 8 24 47,747 135.044
4 8 23 45,757 222.856
5 8 22 43,768 284.733
6 8 21,75 43,270 319.061
7 8 21,5 42,773 692.158
8 8 21,25 42,276 326.357
9 8 21 41,778 1.639.148
10 8 20,75 41,281 2.000.000*
Keterangan: tanda * menunjukkan bahwa benda uji tidak patah
Siklus 2.000.000 (tegangan tertinggi pada saat tidak mengalami
kegagalan) pada benda uji tanpa korosi yang mengalami pembebanan 20,75kg
merupakan batas ketahanan karena logam dapat menahan siklus tegangan balik
yang berulang tak terhingga. Batas ketahanan tidak dapat dipastikan untuk logam
non ferrous dan baja yang digunakan dalam keadaan korosif. Penurunan
ketahanan lelah karena adanya unsur kimia NaCl yang bersifat pengkorosi melalui
pori-pori.
3 333 - 5
46
Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian Kelelahan Korosi Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian Kelelahan Korosi
No No D (mm) D (mm) W (kg) W (kg) σ (kg/mm²) σ (kg/mm²) N (Jumlah Siklus) N (Jumlah Siklus)
- 5
46
1 8 27 55,403 68.452
2 8 25 49,736 75.242
3 8 24 47,747 118.890
4 8 23 45,757 142.604
5 8 22,5 44,762 237.911
6 8 22,35 44,464 341.949
7 8 22,15 44,066 377.275
8 8 21,75 43,270 392.070
9 8 21 41,778 376.148
10 8 18,5 36,805 322.694
Selanjutnya data hasil pengujian tersebut disajikan dalam bentuk grafik hubungan
antara amplitudo tegangan (S) dengan jumlah siklus lelah (N) di bawah ini :
4.769805501
5.032022103
5.130475293
5.348024331
5.454437804
5.503873722
5.840205243
5.513692932
6.214618168
6.301029996
4 83538614230
35
40
45
50
55
60
4 5 6 7
Tega
ngan
(kg/
mm
2 )
Tanpa KorosiLelah KorosiBatas lelah
Jumlah siklus (10N)
Gambar 4.1 Grafik S-N Lelah Korosi vs Tanpa Korosi Baja SS 304
3 333 - 5
47
Kurva S-N tidak menunjukkan adanya pendekatan ke nilai yang tetap
tetapi turun hingga nilai S yang rendah. Limit / batas daerah elastik sulit
ditentukan secara pasti namun dapat ditetapkan sebagai nilai batas, di bawahnya
jumlah deformasi plastik (ireversibel) dapat diabaikan. Deformasi elastis terjadi
pada tegangan rendah.
Penurunan ketahanan lelah yang didapat dari grafik di atas disebabkan oleh
larutan 3%NaCl. Larutan ini dan beban dinamis menyebabkan “Stress Corrosion
Cracking”. SCC merupakan korosi lokal dari lapisan pasip yang pecah karena
tegangan tarik. Bila korosi dan lelah terjadi secara bersamaan, maka serangan
kimia akan mempercepat laju rambat retak lelah.
Lubang-lubang dan retak berkembang oleh korosi secara lokal membuat titik
permulaan yang luar biasa untuk retak lelah dan itu diperoleh seperti tegangan
berpusat pada titik hisap membantu larutan korosif saat bekerja. Tegangan
dinamis akan cenderung mematahkan selaput pelindung (lapisan oksida) dan
memberi peluang media korosif masuk ke logam tanpa pelindung.
3 333 - 5
48
4.3 Pengujian Kekerasan Brinell
Tabel 4.4 Data Hasil Pengujian Kekerasan Baja SS 304
P(kg) D (mm) d (mm) BHN Rerata BHN
187,5 2,5 0,91 278,4
187,5 2,5 0,92 272,16
187,5 2,5 0,90 284,85 278,484
187,5 2,5 0,92 272,16
187,5 2,5 0,90 284,85
Hasil pengujian kekerasan Brinell menunjukkan baja SS 304 memiliki angka
kekerasan yang tinggi yaitu 278,484BHN.
3 333 - 5
49
4.4 Pengujian Struktur Mikro 4.4 Pengujian Struktur Mikro
Tujuan dari pengujian struktur mikro ini adalah untuk mengetahui hubungan
struktur mikro yang diperoleh dari komposisi kimia bahan uji. Analisis pengujian
ini disajikan dalam bentuk gambar yang diambil dengan menggunakan kamera
khusus untuk pemotretannya. Hasil pemotretan dapat dilihat adanya ferrit dan
partikel karbida.
Tujuan dari pengujian struktur mikro ini adalah untuk mengetahui hubungan
struktur mikro yang diperoleh dari komposisi kimia bahan uji. Analisis pengujian
ini disajikan dalam bentuk gambar yang diambil dengan menggunakan kamera
khusus untuk pemotretannya. Hasil pemotretan dapat dilihat adanya ferrit dan
partikel karbida.
Gambar yang disajikan dari hasil pengamatan struktur mikro adalah bagian
benda uji mula-mula setelah dietsa dengan pembesaran 200x. Dari gambar
tersebut dapat dilihat unsur baja terlihat lebih banyak dan endapan terlihat lebih
sedikit. Sedangkan benda uji yang mengalami perlakuan korosi tidak berbeda
dengan benda uji mula-mula karena tidak mengalami proses korosi. Adapun
gambar hasil pemotretan dengan menggunakan mikroskop logam pada sampel
benda uji, dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar yang disajikan dari hasil pengamatan struktur mikro adalah bagian
benda uji mula-mula setelah dietsa dengan pembesaran 200x. Dari gambar
tersebut dapat dilihat unsur baja terlihat lebih banyak dan endapan terlihat lebih
sedikit. Sedangkan benda uji yang mengalami perlakuan korosi tidak berbeda
dengan benda uji mula-mula karena tidak mengalami proses korosi. Adapun
gambar hasil pemotretan dengan menggunakan mikroskop logam pada sampel
benda uji, dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
- 5
49
Ferrit
Partikel Karbida
100μm
Gambar 4.2 Struktur Mikro Baja SS 304 , Pembesaran 200x
3 333 - 5
50
4.5 Pengamatan Struktur Patahan (Makro) 4.5 Pengamatan Struktur Patahan (Makro)
Hasil pemotretan penampang patahan pada bahan uji dapat dilihat berbagai
bentuk patahan yang berbeda-beda, perbedaan ini disebabkan beban yang
dipasang pada pengujian kelelahan berbeda-beda pula. Pengamatan pada struktur
patahan ini, dilakukan pada permukaan patah dari hasil pengujian kelelahan pada
siklus rendah dan tinggi.
Hasil pemotretan penampang patahan pada bahan uji dapat dilihat berbagai
bentuk patahan yang berbeda-beda, perbedaan ini disebabkan beban yang
dipasang pada pengujian kelelahan berbeda-beda pula. Pengamatan pada struktur
patahan ini, dilakukan pada permukaan patah dari hasil pengujian kelelahan pada
siklus rendah dan tinggi.
- 5
50
Gambar 4.3 Penampang Patahan Lelah Material Tanpa Korosi
dengan Tegangan Lengkung 55,403kg/mm², Siklus 58.858
Retak Awal
Final Failure
Retak Awal
Final Failure
Gambar 4.4 Penampang Patahan Lelah Material Tanpa Korosi
dengan Tegangan Lengkung 41,778 kg/mm², Siklus 1.639.148
3 333 - 5
51
Retak Awal
Final Failure
Gambar 4.5 Penampang Patahan Lelah Korosi Material
dengan Tegangan Lengkung 55,403 kg/mm², Siklus 68.452
Retak Awal
Final Failure
Gambar 4.6 Penampang Patahan Lelah Korosi Material
dengan Tegangan Lengkung 36,805 kg/mm², Siklus 322.694
Bagian awal retakan permukaan benda uji pada gambar di atas bersifat lebih
halus sedangkan pada patahan akhir benda uji bersifat lebih kasar. Hal ini
disebabkan karena sisa dari retakan awal pada benda uji tidak mampu menahan
beban yang diterima sehingga dipaksa untuk patah. Patahan awal merupakan
patah getas karena menghasilkan permukaan yang rata dan kelihatan mengkilap.
3 333 - 5
52
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Sifat mekanis bahan baja SS 304 mempunyai kekuatan tarik maksimum
sebesar 79,147 kg/mm² dan regangan 35,53%.
2. Pengujian lelah tanpa korosi dengan menggunakan aquades mendapatkan
jumlah siklus 58.858 untuk tegangan 55,403kg/mm2 dan jumlah siklus
>2.000.000 untuk tegangan 41,281kg/mm2 (batas kelelahan baja SS 304).
3. Pengujian lelah korosi dengan larutan NaCl 3% mendapatkan jumlah siklus
68.452 untuk tegangan 55,403kg/mm2 dan jumlah siklus 322.694 untuk
tegangan 36,805kg/mm2. Batas kelelahan baja SS 304 tidak dapat ditentukan
dalam keadaan korosif.
4. Pengamatan struktur mikro baja SS 304 dapat dilihat adanya ferrit dan
endapan karbida.
5. Hasil pengamatan struktur makro baja SS 304 terlihat bahwa permukaan retak
awal bahan lebih halus daripada patahan akhir.
6. Pengujian kekerasan Brinell menghasilkan nilai kekerasan rata-rata benda uji
baja SS 304 sebesar 278,484kg/mm2.
3 333 - 5
53
5.2 Saran
1. Penelitian sifat fisis dan mekanis dengan metode yang lain dari penelitian ini.
2. Dalam proses pengujian lelah korosi perlu diperhatikan hal-hal yang dapat
menyebabkan kesalahan pengujian pada benda uji baja SS 304 seperti:
a. Perubahan kadar NaCl dan pH yang terkandung dalam larutan.
b. Pemasangan benda uji pada mesin uji yang kurang tepat.
3. Proses pengerjaan mesin harus dilakukan dengan ketelitian tinggi, karena
permukaan bahan yang mulus akan mengurangi perkembangan retak yang
dapat menyebabkan patah pada bahan.
4. Sebaiknya untuk pengujian bahan di laboratorium ilmu logam ditambah atau
dilengkapi dengan alat-alat atau mesin pengujian lainnya sebagai penunjang
teori-teori pengujian bahan yang lain.
5. Hasil yang maksimal dicapai dengan memperhatikan ketelitian dan
kecermatan dalam melaksanakan pengujian.
6. Literatur dan studi pustaka sangat berguna sekali untuk penelitian dan
pengetahuan, dengan tersedianya literatur dan buku-buku panduan di
perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sangat membantu
mahasiswa dalam proses pengerjaan tugas akhir.
3 333 - 5
54
DAFTAR PUSTAKA
American Society for Metals, 1989, Metallography and Microstructure, Metal Handbook, Ninth Edition, Ohio.
Bayu R., 2004, Karakteristik lelah korosi pada paduan baja karbon rendah, Tugas Akhir USD, Yogyakarta.
Chamberlain J., Trethewey K.R., 1991, Korosi : untuk mahasiswa dan rekayasawan, Gramedia, Jakarta.
Colling D.A., 1995, Industrial Materials, Volume I, Prentice-Hall, Inc., New Jersey.
Dieter G.E., 1992, Metalurgi Mekanik, Edisi III, Alih Bahasa Sriati Djaprie, Erlangga, Jakarta.
Fontana M.G, 1986, Corrosion Engineering, Third Edition, McGraw Hill Book Co., Singapore.
Harun A.R., 1986, Teori dan Praktek Kerja Logam, Edisi III, Erlangga, Jakarta. Jones D. A., 1992, Principles and Prevention of Corrosion, Macmillan
Publishing, New York. Malau V., Bahan Teknik Manufaktur, Diktat Kuliah USD, Yogyakarta. Shackelford J.F., 1999, Materials Science for Engineers, Third Edition,
Macmillan Publishing, New York. Smallman R.E., 1991, Metalurgi Fisik Modern, Edisi IV, Gramedia, Jakarta. Stephens R.I., Fatemi A., Stephens R.R., Fuchs H.E., 2001, Metal Fatigue in
Engineering, Edisi II, John Wiley Inc., Singapore. Surdia T., Saito S., 2005, Pengetahuan Bahan Teknik, Cetakan ke-6, Pradnya
Paramita, Jakarta.
3 333 - 5
56
Gambar Diagram Fase Fe – Fe 3 C
(Sumber : Colling, Industrial Materials , 1995, hal 61)
(Sumber : Dieter, Metalurgi Mekanik, 1992)
3 333 - 5
57
Gambar Mesin Uji Tarik
Keterangan gambar :
(1) Load Cell (7) Contact Stop Road (13) Elegation Poiner
(2) Upper Grip (8) Lower Setting Ring (14) Load Indicator
(3) Lowwer Grip (9) Limit Switch Cover (15) Elegation Indicator
(4) Upper Setting Ring (10) Base (16)Operation Control System
(5) Crosshead (11) Levelling Feet (17) Power Control System
(6) Contact Plate (12) Elongation Scale (18) Modulus Signal Switch
3 333 - 5
58
Hasil print-out uji tarik baja SS 304 Beban maksimum (maximum load) mesin uji tarik = 10 ton Grafik pertambahan panjang – regangan
Beban I = 24,3% dari 10.000kg = 2.430kg
Beban II = 24,3% dari 10.000kg = 2.430kg
Beban III = 24,5% dari 10.000kg = 2.450kg
3 333 - 5
59
Ilustrasi skematis bentuk patahan lelah
(Sumber : Bayu, Tugas Akhir, 2004, USD)
Ilustrasi skematis permukaan patahan lelah lengkung putar (Sumber : Bayu, Tugas Akhir, 2004, USD)
Gambar Pemeriksaan Contoh A yang Sudah Dietsa.
A – Contoh yang sedang dietsa diperiksa dengan mikroskop B – Penampilan contoh melalui mikroskop