diagnosis mati batang otak
DESCRIPTION
diagnosis mati batang otakTRANSCRIPT
Diagnosis mati batang otak1
1. Identifikasi riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang menyatakan etiologi dari
disfungsi otak. Pernyataan mati otak memerlukan idenifikasi penyebab yang paling
mungkin dari koma ireversibel. Sebagai contoh penyebab dari koma yang ireversibel
adalah cedera kepala berat, stroke hemoragik, stroke non-hemoragik, gagal hati.
Evaluasi dari koma ireversibel dapat dilakukan dengan neuro-imaging.
2. Beberapa keadaan yang dapat mempersulit pemeriksaan fungsi batang otak sehingga
mati batang otak tidak dapat ditegakkan, yaitu :
a. Syok/hipotensi
b. Hipotermi (<32oC)
c. Obat-obatan yang mengubah fungsi neurologic, fungsi neuromuscular dan
hasil EEG seperti; obat anastesi, neuroparalitik, methaqualone, barbiturate,
benzodiazepine, bretylium dosis tinggi, amitryptiline, meprobamate,
trichlororthylene, alkohol.
d. Ensefalitis batang otak
e. Guillain-Barre’ Syndrome
f. Ensefalopati yang berkaitan dengan gagal hati, uremia, dan koma
hyperosmolar
g. Hipofosfatemia berat
3. Pemeriksaan neurologis lengkap :
a. Motorik : hilangnya gerak spontan seperti deseberasi atau dekortikasi, kejang,
menggigil, respon terhadap suara, dan respon terhadap nyeri. Namun refleks
spinal masih mungkin ada.
b. Pupil : hilangnya refleks cahaya pupil. Pupil mungkin anisokor atau dilatasi.
Beberapa penyebab lain yang dapat mengubah refleks pupil yaitu, trauma
mata, katarak, dopamine dosis tinggi, glutethamide, scopolamine, atropine,
bretilium, atau monoamine oxidase inhibitors.
c. Refleks kornea, oculocephalic, batuk, dan muntah hilang. Refleks kornea
dapat hilang sebagai akibat terganggunya kelemahan wajah.
d. Refleks oculovestibular hilang yang dapat dievaluasi dengan tes kalorik.
Keadaan lain yang dapat mengubah respon dari test kalorik adalah penyakit
labirin, antikolinergik, antikonvulsan, antidepresan trisiklik, atau obat sedative
lain.
e. Hilangnya fungsi nervus dan nucleus vagus yang dievaluasi dengan 1-2mg
atropine IV. Jika nadi tidak meningkat 5detak per menit, hal ini
mengindikasikan fungsi vagus sudah hilang.
f. Resiratory effort menghilang pada keadaan hipercarbia. Tes apnea dapat
dilakukan setelah pemeriksaan refleks batang otak kedua. Pada saat akan
melakukan tes apnea, kondisi pasien harus memenuhi syarat, yaitu :
Suhu tubuh >36,5oC
Euvolemia : keseimbangan cairan dalam waktu 6 jam sebelumnya
Normal PCO2 ≥ 40 mmHg
Normal PO2 ≥ 200 mmHg
4. Tes Apnea :
Alirkan oksigen 6L per menit ke dalam trakea dengan kanul. Caranya :
tempatkan kanul setinggi karina.
Melihat gerakan pernapasan dada atau perut yang menghasilkan valume tidal
yang cukup.
Mengukur gas darah arteri PO2, PCO2, dan ph setelah ± 8 menit dan
sambungkan kanul ke ventilator kembali.
Jika gerakan pernapasan tidak muncul dan PCO2≥ 60 mmHg atau kenaikan
20mmHg dari batas normal PCO2, tes apnea dikatakan positif.
Jika muncul gerakan pernapasan, tes apnea negatif.
Jika dalam pemeriksaan ditemukan :
o Tekanna sistolik menjadi <90 mmHg, atau
o Muncul desaturasi oksigen yang signifikan, atau
o Muncul aritmia jantung
Segera lakukan analisa gas darah
o Jika PCO2 ≥ 60 mmHg atau kenaikan 20mmHg dari batas normal
PCO2, tes apnea dikatakan positif
o Jika PCO2 < 60 mmHg dan kenaikan PCO2 < 20 mmHg dari batas
normal, maka tes dikatakan tidak valid dan dapat dipertimbangkan
untuk melakukan tes untuk konfirmasi lebih lanjut.
o Tes apnea dapat dilakukan setelah melakukan preoksigenasi selama 10
menit dengan FiO2 1L dan mengembalikan PaCO2 menjadi 40mmHg
5. Hasil pemeriksaan neurologis :
a. Pupil tidak berespon terhadap cahaya, ukuran midposition (4mm) sampai
dilatasi (9mm)
b. Gerakan bola mata
o Tidak ada refleks oculocephalic (tes ini dilakukan jika tidak tampak
fraktur atau instabilitas vertebra servikal atau basis kranii intak)
o Tidak ada deviasi mata terhadap test kalorik
c. Respon sensorik dan motorik wajah
o Tidak ada refleks kornea (nervus V dan VII)
o Tidak ada refleks rahang (nervus IX)
o Tidak ada respon ekspresi wajah dari rangsang nyeri (aferen V dan
eferen VII)
d. Refleks faring dan trakea (nervus IX dan X)
o Tidak ada respon setelah stimulasi faring posterior
o Tidak ada refleks batuk
6. Manifestasi klinis yang sering disalahartikan sebagai fungsi batang otak adalah :
Gerakan spontan anggota gerak selain dekortikasi dan deserebrasi
Gerakan yang mirip dengan gerakan pernapasan seperti, mengangkat bahu dan
aduksi, back-arching, ekspansi interkosta tanpa volum tidal yang signifikan)
Berkeringat, kemerahan, takikardi
Tekanan darah normal tanpa obat-obatan atau kenaikan tekanan darah yang tiba-
tiba
Absence of diabetes insipidus
Respon refleks tendon, refleks abdomen, dan triple flexion
Refleks Babinski
7. Tes konfirmasi dilakukan jika kriteria mati otak tidak terpenuhi. Tes yang dapat
dilakukan, yaitu :
Angiografi :
Matinya otak dikonfirmasi dengan didapatkan berhentinya aliran darah ke otak
EEG : hilangnya aktifitas otak minimal 30 menit
Nuclear brain scanning : Hilangnya pengambilan isotope ke dalam parenkim otak
dan atau pembuluh darah (fenomena hollow skull)
Somatosensory evoked potentials (SEP) : hilangnya respon N20-P22 saat
stimulasi nervus median
Transcranial Doppler ultrasonography : munculnya puncak systole kecil pada
awal systole yang tidak diikuti dengan diastole, atau adanya suara aliran berulang
yang mengindikasikan sangat tingginya resistensi pembuluh darah yang
berhubungan dengan meningkatnya tekanan intrakranial. Namun ketebalan tulang
tengkorak sangat mempengaruhi test ini sehingga sinyal yang muncul belum dapat
diinterpretasikan sebagai mati otak secara pasti.
Algoritma mati batang otak2
Daftar ketentuan mati batang otak3
Daftar Pustaka
1. Goila AK, Pawar M. The diagnosis of brain death. Jan-Mar 2009; 13(1): 7-11.
Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2772257/
2. Academy of Medical Royal Colleges. A code of practice for the diagnosis and
confirmation of death. 2008. PPG design and print ltd. Available at
http://www.aomrc.org.uk/doc_view/42-a-code-of-practice-for-the-diagnosis-and-
confirmation-of-death
3. American academy of neurology. Update: determining brain death in adults. 2010; 74:
1911-1918. Available at
https://www.aan.com/Guidelines/Home/GetGuidelineContent/432