diabetes mellitus, inflammasi periapical dan hasil perawatan endodontic
DESCRIPTION
DIABETES MELLITUS, INFLAMMASI PERIAPICAL DAN HASIL PERAWATAN ENDODONTICTRANSCRIPT
DIABETES MELLITUS, INFLAMMASI PERIAPICAL
DAN HASIL PERAWATAN ENDODONTIC
Oleh:
Marisa Tulus Purnomo
G0006114
Pembimbing:
Dr. Risya Cilmiaty, drg, Msi, SpKG
KEPANITERAAN KLINIK
LAB/ SMF ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2012
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas bagian gigi dan mulut
yang berjudul ” Diabetes Mellitus, Inflammasi Periapical Dan Hasil Perawatan
Endodontic”.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Risya Cilmiaty, drg, Msi, SpKG selaku Kepala Bagian SMF Ilmu Penyakit
Gigi dan Mulut FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta serta pembimbing
pada pembuatan refrat ini.
2. Seluruh staf dan paramedis yang bertugas di bagian SMF Ilmu Penyakit Gigi dan
Mulut RSUD dr. Moewardi Surakarta.
3. Semua pihak yang telah membantu selama penulisan laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa di dalam penyusunan tugas ini masih jauh dari
sempurna, karena keterbatasan pengetahuan serta pengalaman, dengan demikian
kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna perbaikan refrat ini.
Surakarta, juli 2012
Penyusun
ii
PENDAHULUAN
Kemungkinan keterkaitan antara proses inflamasi kronik mulut, seperti periodontitis apikal dan
penyakit periodontal (PD), dan penyakit sistemik merupakan aspek menarik di bidang medis dan
dokter gigi. Periodontitis apikal kronik memberikan kontribusi pada karakteristik penyakit
periodontal: 1) Keduanya merupakan infeksi kronik pada rongga mulut. 2) Mikroba gram-negatif
anaerob yang ditemukan serupa, dan 3) Kedua proses infeksi tersebut meningkatkan level
mediator inflamasi yang memiliki dampak di level sistemik. Salah satu kelainan sistemik adalah
diabetes mellitus; sehingga masuk akal bila diasumsikan bahwa terapi periodontitis apikal kronik
and perawatan endodontik juga berhubungan dengan DM. Berdasarkan review ada data di
pustaka mengenai hubungan DM dengan prevalensi yang lebih tinggi dari lesi periapikal, ukuran
lesi osteolitik yang makin besar, kemungkinan yang lebih besar dari infeksi asimptomatik dan
prognosis yang semakin buruk untuk pengisian akar gigi. Hasil dari beberapa studi menyatakan
bahwa penyakit periapical memiliki kontribusi ketidakseimbangan metabolik pada diabetik.
3
PEMBAHASAN
Penyakit periodontal bermakna infeksi terlokalisir yang melibatkan jaringan penyokong
gigi, struktur yang membentuk periodontium (seperti ginggiva, ligament periodontal, cementum,
dan tulang alveolar). Plak subginggival pada penyakit periodontal merupakan lapisan mikrobial
yang berperan pada patofisiologi penyakit periodontal. Struktur dinding sel dari bakteri gram
negatif merupakan hal yang penting dalam patogenesis penyakit periodontal. Struktur ini adalah
lipopolisakarida (LPS) dan vesikel berisi protein yang akan mengaktivasi respon imun host.
Sebagaimana telah dibahas, penyakit periodontal mungkin berkontribusi pada peningkatan level
sitokin pada pasien diabetik dan kemudian berkontribusi pada inflamasi sistemik. Pembentukan
yang berlebihan dan akumulasi AGEs di jaringan merupakan penyebab tersering dari komplikasi
pada diabetes. Pengikatan molekul-molekul ini pada neutrofil akan menguatkan respon terhadap
sitokin. Aktivasi neutrofil ini juga akan meningkatkan respon kontak dengan LPS dari bakteri
gram negatif pada lapisan subginggival dan sebagai konsekuensinya akan mencetuskan kaskade
inflamasi yang meningkatkan destruksi jaringan pengikat periodontal dan keparahan diabetes.1
Banyak studi telah membuktikkan bahwa diabetes merupakan faktor risiko meningkatnya
keparahan dari gingivitis dan periodontitis.2 Sebaliknya, periodontitis juga merupakan faktor
risiko memburuknya kontrol glikemia diantara pasien dengan diabetes dan akan meningkatkan
risiko komplikasi diabetes. Periodontitis akan meningkatkan resistensi insulin melalui cara yang
sama seperti pada obesitas, dengan meningkatkan aktivasi keseluruhan respons sistem imun yang
diinisiasi oleh sitokin.2 Hal ini secara ringkas dapat dilihat pada gambar 1.
Secara umum, mediator-mediator inflamasi yang berasal dari periodontal dapat
berinteraksi secara sistemik dengan lipid, asam lemak bebas dan advanced glycation end
products (AGEs), yang mana merupakan karakteristik dari diabetes. Interaksi ini akan
menginduksi aktivasi dari jaalur-jalur intraseluler, seperti I-kappa-B (IκB), I-kappa-B kinase-β
(IKKβ), nuclear factor-kappa B (NF-kβ) and the protein c-Jun N-terminal kinase (JNK), yang
mana semua terkait dengan resistensi insulin. Aktivasi dari jalur inflamasi ini pada sel-sel imun
(monosit atau makrofag), sel-sel endotelium, adiposit, hepatosit dan sel-sel otot berkontribusi
pada resistensi insulin, membuat sulit untuk mengkontrol metabolik pada pasien dengan diabetes
tipe 2 dan periodontitis.
4
Gambar 1. Kemungkinan mekanisme bagaimana mediator inflamasi periodontal berkontribusi
pada berkembangnya resistensi insulin pada orang dengan diabetes tipe 2 dan periodontitis.2
Selain itu, periodontitis akan meningkatkan risiko kontrol glikemia yang buruk pada
pasien diabetes mellitus tipe 2 dimana periodontitis berkontribusi pada peningkatan mediator
inflamasi serum melalui produksi in vitro dari TNF-α, IL-1β, dan PGE2 oleh monosit.
Periodontitis juga mempunyai peranan melalui translokasi bakteri gram negatif dan produknya
dari lapisan periodontal ke sirkulasi dan melalui sitokinemia langung dari gingival crevicular
fluid. Pada individu dengan diabetes tipe 2 dan periodontitis, serum level dari TNF-α secara
signifikan terkait derajat keparahan destruksi periodontal, plasma endotoksin dan level IL-1β
pada gingival crevicular fluid.2
5
KESIMPULAN
• DM mempengaruhi perubahan produksi fungsi sel imun
• diabetes adalah faktor risiko peningkatan dari gingivitis and periodontitis
• Plak subginggival pada penyakit periodontal LPS yang akan mengaktivasi respon imun
host.
• Peridontitis merupakan factor resiko risiko memburuknya kontrol glikemia
• Periodontitis akan meningkatkan risiko komplikasi diabetes
• Hubungan antara peoses inflamasi kronik mulut , seperti apical periodontitis dan penyakit
periodontal (PD), dan penyakit systemic perlu diprhatikan oleh dokter gigi dan dokter.
Daftar pustaka:
6
1. A.B Martinez, P.M Perez, M.E Bermejo, M.A.G Moles, J.B Ilundain, J.H Meurman.
Periodontal disease and diabetes-Review of the literature. Med Oral Patol Oral Cir Bucal.
2011 Sep 1;16(6):e722-9.
2. R.S Tunes, M.C.F Freitas, G.R.N Filho. Impact of Periodontitis on the Diabetes-Related
Inflammatory Status. J Can Dent Assoc 2010; 76:a35.
Abstrak
7
Kemungkinan keterkaitan antara proses inflamasi kronik mulut, seperti periodontitis apikal dan
penyakit periodontal (PD), dan penyakit sistemik merupakan aspek menarik di bidang medis dan
dokter gigi. Periodontitis apikal kronik memberikan kontribusi pada karakteristik penyakit
periodontal: 1) Keduanya merupakan infeksi kronik pada rongga mulut. 2) Mikroba gram-negatif
anaerob yang ditemukan serupa, dan 3) Kedua proses infeksi tersebut meningkatkan level
mediator inflamasi yang memiliki dampak di level sistemik. Salah satu kelainan sistemik adalah
diabetes mellitus; sehingga masuk akal bila diasumsikan bahwa terapi periodontitis apikal kronik
and perawatan endodontik juga berhubungan dengan DM. Data hubungan mengenai DM dan
endodontik sedang dalam tinjauan. Berdasarkan review, Kami menyimpulkan bahwa ada data di
pustaka mengenai hubungan DM dengan prevalensi yang lebih tinggi dari lesi periapikal, ukuran
lesi osteolitik yang makin besar, kemungkinan yang lebih besar dari infeksi asimptomatik dan
prognosis yang semakin buruk untuk pengisian akar gigi. Hasil dari beberapa studi menyatakan
bahwa penyakit periapical memiliki kontribusi ketidakseimbangan metabolik pada diabetik.
Pendahuluan
Periodontitis Apikal atau Apical Periodontitis (AP) merupakan lesi akut atau inflamasi kronik di
sekitar apeks gigi yang disebabkan infeksi bakterial dari saluran pulpa. Lesi Periradicular
berhubungan dengan hasil Periodontitis apical dari respon inflamasi periapical yang merupakan
hasil dari respon inflamasi peripaikal yang di provokasi oleh iritan polimikrobial dari saluran
akar. AP merupakan masalah prevalensi yang mengherankan (1). Di Eropa, prevalensi dari AP
meningkat 61%, seiring bertambahnya usia pasien (2). Saat periodontitis apikal telah di obati
tujuan selanjutnya adalah mengembalikan jaringan periradikular menjadi sehat: hal ini biasanya
dengan perawatan saluran akar, umumnya dengan kombinasi operasi endodontik. di Eropa,
prevalensi dari perawatan endodontik sekitar 41% (2).
Meskipun proses infeksi periradikular menghasilkan macam-macam respon dari jaringan lokal
seperi membatasi penyebaran element infeksius. AP mungkin tidak hanya menjadi fenomena
lokal. Pada stage akut non-balanced, penyebaran dari infeksi dan proses inflamasi ke jaringan
sekitar menjadi lebih parah. Namun untungnya jarang menjadi kondisi inflamasi yang fatal.
Selain itu, peningkatan kewaspadaan terhadap hubungan yang potensial antara persisten,
kelainan inflamasi dari rongga mulut dan kondisi penyakit di organ tubuh lain, manifestasi akut
dan kronik AP dapat memberikan dampak (3).
8
Hubungan yang mungkin antara proses inflamasi kronik dari asal infeksius, sebagai contoh
periodontitis apikal krronik dan penyakit periodontal (PD), dan penyakit sistemik merupakan
aspek menarik di bidang medis dan dokter gigi. Dalam dua dekade terakhir beberapa studi
epidemiologi mendapatkan hubungan antara sistemik dan penyakit periodontal. Yaitu penyakit
periodontal berkaitan dengan diabetes mellitus (DM) (4,5), coronary heart disease (CHD) (6)
dan acute myocardial infarction (AMI) (7), berat bayi lahir ringan (8), penyakit respiratori (9)
dan osteoporosis pada wanita paska menopause (10). Bukti bukti mengenai hubungan penyakit
periodontal dan penyakit sistemik meningkatkan perhatian dalam diagnosis dan perawatan
penyakit periodontal, dan meningkatkan dari kesehatan rongga mulut. (11).
Meskipun beberapa fakta mengenai periodontal kronik dan proses inflamasi periapikal, keduanya
menunjukkan tiga hal penting yang mirip: 1) keduanya merupakan infeksi kronik di rongga
mulut 2) keduanya merupakan infeksi polimikrobial, microbiota yang umum adalah bakteri
gram-negatif anaerob (12), dan 3) peningkatan level sitokin dapat dilepaskan secara sistemik dari
manifestasi akut dan kronik dari kedua proses (e.g., peningkatan konsentrasi mediator inflamasi
telah diketahui baik pada gingival crevicular fluid dari subjek dengan penyakit periodontal dan
pada jaringan periapikal dari gigi yang terlibat (13).
Seperti, dapat diasumsikan bahwa periodontitis apikal berhubungan dengan kelainan sistemik
yang sama dengan yang berkaitan dengan penyakit periodontal (3). Konsekuensinya studi juga
dilakukan pada hubungan antara periodontitis apikal dengan coronary heart disease (13,14),
hipertensi (15-17), dan merokok (18). Meskipun demikian, beberapa studi telah menganalisis
kemungkinan antara AP dan DM, secara klinis dan genetis persamaan dari kelainan tersebut
terletak pada metabolisme karbohidrat.lemak, dan protein,dimana hiperglikemia merupakan
tanda utama.
Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan metabolik multisistem akibat dari
defisisnesi sekresi insulin akibat disfungsi sel β pankreatik atau resistensi insulin di hepar dan
otot. Diabetes berdampak kepada lebih dari 9% populasi dewasa dan memiliki dampak yang
dramatis pada sistem perawatan kesehatan dalam rangka mencegah morbiditas dan mortalitas
seseorang (19).
9
Diabetes tipe 1 merupakan kerusakan pada sel β pankreatik akibat dari destruksi autoimun yang
di mediasi selular, dimana biasanya berakhir dengan kehilangan sekresi insulin secara total;
berbeda dengan diabetes tipe 2 yang disebabkan oleh resistansi insulin yang juga terkombinasi
dengan kekurangan produksi insulin untuk mengkompensasi resistensi. diabetes tipe 2 umumnya
berkaitan dengan obesitas, yang memiliki kontribusi terhadap resistensi insulin dengan
peningkatan sirkulasi asam lemak bebas yang dipecah dari adiposit; asam lemak bebas ini
meningkatkan ambilan glukosa, sintesis glikogen dan glikolisis. Pada banyak individu yang
obesitas, resistensi insulin terkompensasi dengan peningkatan produksi insulin. Meskipun
demikian, sepertiga dari individu yang mengalami obesitas, sel β berkurang yang ditandai
dengan peningkatan apoptosis sel β, yang akhirnya memiliki dampak produksi insulin yang tidak
adekuat. (20).
Hubungan antara diabetes mellitus, keadaan periapikal dan hasil dari perawatan saluran
akar gigi
DM mempunyai banyak efek pada fungsi sistem imun dan kaitannya dengan penyembuhan yang
tertunda dan respon imum yang compromised (21). DM mempengaruhi perubahan produksi
fungsi sel imun fenotip dari inflammatory immune cell (up regulasi stokin pro inflamasi dari
monosit/ leukosit polimorfonuklear dan down regulasi growth factors dari macrofag). Hal ini
sebagai predisposisi dari inflamasi kronik, kerusakan progressif jaringan dan kapasitas
memperbaiki diri yang minimal. (22). Data secara konsisten mengindikasikan bahwa diabetes
adalah faktor risiko peningkatan dari gingivitis and periodontitis (23). Jadi ini masuk akal untuk
bahwa DM memiliki kecenderungan terjadinya infeksi oral dan dapat bertindak sebagai faktor
resiko untuk periodontitis apikal, meningkatkan angka kegagalan perawatan saluran akar.
Beberapa studi telah mencoba menjawab hipotesis ini.
Animal studies
Hubungan antarainfeksi infeksi endodontik dan DM telah di teliti pada model binatang. Kohsaka
et al. (24) studi secara histologi dan histometric perubahan pada pulpa dan jaringan periapikal
setelah pulpa terpaparoleh streptozotocin yang menginduksi diabetes pada tikus. Pada tikus
eksperimental, inflammasi di ligament periodontal apikal dan resorpsi pada akar dan tulang
alveolar lebih berat dari pada tikus kontrol. Fouad et al. (25) menginduksi lesi periapikal pada
molar 1 pada tikus perempuan nonobese diabetic (NOD) dan mengukur lesi periapical secara
10
histomorfometri, dan di dapatkan lebih parah pada tikus diabetes daripada tikus kontrol. Iwama
et al. (26) evaluasi efek dari diabetes tipe 2 pada perkembangan lesi periradicular setelah paparan
di pulpa pada mandibular kiri dan sisi oklusal dari molar 1 Goto-Kakizaki (GK) tikus dengan
spontaneous non-insulin-dependent diabetes mellitus dan tikus Wistar (kontrol). Empat minggu
setelah pulpa terpapar, analisis histologi menunjukkan bahwa resorpsi tulang alveolar lebih berat
dan lesi periradicular lebih besar pada tikus diabetik yang diberi larutan sucrose, kesannya
kondisi metabolik yang disebabkan oleh diabetes tipe 2 meningkatkan perkembangan dari lesi
periradicular pada tikus. Akhir-akhir ini, Garber et al. (27) telah mempelajari efek dari
hiperglikemia pada penyembuhan pulpal yang terpapar rat pulps capped dengan mineral trioxide
aggregate. Dua kelompok dari 11 tikus menerima injeksi saline (grup kontrol) atau
streptozotocin untuk menginduksi hiperglikemia (kelompok DM). Pulpa molar 1 maksila telah
terpapar dan diberi capped. Gigi yang intak dan gigi dengan pulpa yang terpapar tanpa restorasi
diterima sebagai kontrol positif dan negatif. Pembentukan bridge dentin diahambat pada tikus
diabetik (p = 0.029) sejalan dengan inflamasi yang semakin banyak pada pulpa-pulpa ini (p =
0.005). Terdapat hubungan berkebalikan antara pembentukan bridge dentin dan infiltrasi sel
inflamasi (p = 0.001). Berdasarkan hasil-hasil ini, Kami menyimpulkan bahwa hiperglikemia
memiliki efek-efek yang merugikan pada proses penyembuhan pada tikus
Studi-studi pada manusia
Pustaka mengenai patogenesis, progresi, dan penyembuhan dari periodontitis apikal pada pasien
diabetik jarang didapatkan. Bender et al., melaporkan bahwa pada kasus DM yang terkontrol
buruk, radiolusen periapikal cenderung untuk berkembang, tapi jika DM berada di bawah kontrol
terapeutik, penyembuhan lesi periapikal sebaik pada non diabetik. Cheraskin & Ringsdorf
memonitor secara radiografik penyembuhan dari lesi periradikular yang terjadi setelah perawatan
saluran akar gigi pada 12 pasien dengan kadar glukosa di plasma yang rendah dan 13 pasien
dengan kadar glukosa tinggi. Setelah 30 minggu, radiolusen periradikular pada grup dengan
glukosa rendah berkurang dengan rata-rata 74% dibandingkan dengan pengurangan hanya 48%
pada grup dengan kadar glukosa tinggi. Bender & Bender menemukan angka yang tinggi dari
infeksi gigi asimptomatik pada diabetik yang menunjukkan level glikemia buruk yang
penyebabnya tidak jelas. Falk et al. melakukan sebuah investigasi secara klinis dan radiografik,
yang menunjukkan prevalensi lebih tinggi dari lesi periapikal pada diabetes tipe 1. Mereka
mengamati bahwa wanita dengan durasi diabetes lama menunjukkan pengisian akar gigi dengan
11
lesi periapikal dibandingkan wanita dengan durasi diabetes yang lebih pendek dan wanita tanpa
diabetes. Diabetik dengan durasi panjang menunjukkan gigi dengan lesi periapikal yang lebih
banyak dibandingkan grup lain. Ueta et al. mempelajari prevalensi DM pada infeksi odontogenik
dan melaporkan bahwa pasien dengan DM memiliki persentase tinggi yang tidak sebanding
dengan infeksi periodontal atau pulpa yang berat (24% dari semua kasus), tapi memiliki
persentase yang lebih rendah dari infeksi sedang (2.3%) menyimpulkan bahwa DM merupakan
kondisi predisposisi untuk infeksi endodontik. Fouad et al. menggambarkan hubungan antara
Porphyromonas ginggivalis dan Porphyromonas endodontalis yang terisolasi pada sampel yang
berasal dari saluran akar dengan pulpa nekrosis dan riwayat diabetes mellitus (OR >2), tapi
sampel terlalu kecil untuk memperkuat adanya hubungan yang definitif.
Fouad & Burlesson menyelidiki diagnostik endodontik dan data hasil perawatan pada
pasien dengan dan tanpa diabetes. Analisis multivariat menunjukkan bahwa pasien dengan
diabetes mengalami peningkatan penyakit periodontal pada pengisian akar gigi dan kemungkinan
pengurangan dari kesuksesan perawatan saluran akar pada kasus-kasus pre operatif lesi
periradikular. Britto et al. menyelidiki prevalensi dari radiografik radiolusen periradikular pada
pengisian akar gigi dan gigi yang tidak terawatt pada pasien dengan atau tanpa diabetes. Hasil-
hasil menunjukkan bahwa pria dengan diabetes tipe 2 dengan perawatan saluran akar gigi lebih
seperti mempunyai lesi residual. Pada studi cohort retrospektif, Segura-Egea et al. menunjukkan
dengan radiografik prevalensi dari periodontitis apikal pada pasien dengan atau tanpa DM. Hasil-
hasil menunjukkan bahwa periodontitis apikal pada sedikitnya satu gigi ditemukan pada 81.3%
pasien diabetik dan 58% dari kontrol (p= 0.036; OR= 3.2, 95% C.I= 1.1 – 9.4). Diantara pasien
diabetik, 7% dari giginya terdapat periodontitis apikal, sedangkan pada kontrol sebanyak 4%
giginya terkena (p= 0.007; OR= 1.8, 95% C.I= 1.2 – 2.8). Mindiola et al. membawa hasil studi
epidemiologik populasi regional dari orang asli Amerika, dan mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi retensi dari pengisian akar gigi. Doyle et al. pada studi retrospektif,
mengevaluasi apakah diabetes terkait dengan hasil pada pasien yang akan menjalani perawatan
saluran akar gigi tanpa operasi, menemukan adanya hubungan signifikan yang tidak begitu jelas
(p= 0.063). Wang et al. menganalisa prognosis jangka panjang dari gigi yang mendapat
perawatan saluran akar gigi tanpa operasi atau non surgical root canal treatment (NSRCT) pada
pasien DM untuk menjelaskan efek DM pada risiko ekstraksi gigi setelah NSRCT. Hasil-hasil
menunjukkan bahwa DM merupakan faktor risiko untuk ekstraksi gigi setelah NSRCT (p<
12
0.001; OR= 1.8). Studi epidemiologi prospektif baru-baru ini dengan menggunakan riwayat
terapi saluran akar, disimpulkan bahwa diabetes memiliki prevalensi lebih pada pasien penyakit
jantung koroner dengan sebanyak 24 atau kurang dari giginya tidak pernah menjalani perwatan
endodontik.
Disebabkan diabetes merupakan kondisi prevalensi ketiga secara kesehatan pada pasien
yang mencari perawatan dental, dokter gigi harus waspada akan adanya kemungkinan hubungan
antara infeksi endodontik dan diabetes dan mempertimbangkannya pada pasien diabetik.
Fig. 1. Interaksi antara infeksi endodontic dan diabetes mellitus. LPS: lipopolysaccharide; NF-kβ: nuclear factor kappaβ; CAP: chronic apical
periodontitis.
Efek yang mungkin dari infeksi periapikal pada Diabetes Melitus
13
Sebelumnya telah dinyatakan bahwa penyakit periodontal dapat memiliki efek signifikan pada
keadaan metabolik pada orang diabetes. Keadaan periodontitis meningkatkan risiko perburukan
kontrol glikemi selama beberapa waktu. Telah dirumuskan bahwa penyakit periodontal dapat
menginisiasi atau mempropaganda resistensi insulin dengan cara yang sama pada obesitas,
dengan cara meningkatkan aktivasi dari respons sistem imun secara keseluruhan yang diinisiasi
oleh sitokin-sitokin. Beberapa mekanisme biologi yang mungkin dalam menjelaskan bagaimana
interaksi-interaksi antara diabetes dan penyakit periodontal. Diabetes tipe 2 merupakan
manifestasi dari respon inflamasi host, disebabkan respon fase akut yang diinduksi sitokin yang
terus berlangsung (inflamasi derajat rendah yang terjai melalui aktivasi sistem imun bawaan)
terutama berkaitan dengan patogenesa penyakit. Demikian juga, respon mekanisme yang di
mediasi host pada penyakit periodontal melibatkan aktivasi dari poros yang diperluas dari
imunitas bawaan, spesifiknya dengan regulasi maju dari sitokin-sitokin proinflamasi dari
monosit dan leukosit polimorfonuklear. Kemudian, infeksi kronik periodontal akibat bakteri
gram negatif mungkin menginduksi atau mengekalkan keadaan inflamasi sistemik kronik yang
terus naik, berkontribusi pada peningkatan resistensi insulin dan kontrol glikemik yang jelek.
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, terdapat kesamaan penting antara penyakit
periodontal dan periodontitis apikal. Jadi, dapat dihipotesakan bahwa proses inflamasi periapikal
kronik juga berkontribusi pada patogenesis DM, menjadi faktor risiko perburukan kontrol
glikemia yang memburuk diantara pasien diabetik. Beberapa peneliti telah menganalisa topik ini.
Bender et al. melaporkan bahwa reaksi inflamasi periapikal lebih besar pada keadaan diabetes,
dan inflamasi lokal yang meningkat menyebabkan intensifikasi diabetes dengan peningkatan
gula darah, menempatkan pasien pada keadaan diabetik yang tidak terkontrol. Hal ini seringkali
meningkatkan dosis insulin atau penyesuaian terapi. Kemudian, hal ini menjadi terlihat untuk
memindahkan semua infeksi termasuk pulpa dental. Schulze et al. menggambarkan efek-efek
dari inflamasi fokal dental yang akut dan kemudian perawatan saluran akar gigi pada dosis
insulin yang dibutuhkan pada seorang laki-laki berusia 70 tahun yang mempunyai diabetes
terkontrol sedang. Laporan kasus ini menunjukkan korelasi yang tinggi antara resistensi insulin
dan inflamasi lokal dental dari endodontik.
Mekanisme mengenai efek dari infeksi kronik periapikal pada pasien diabetes serupa
dengan penyakit periodontal dan DM (Gambar 1). Inflamasi kronik melalui aksi dari mediator
inflamasi terutama berkaitan dengan berkembangnya resistensi insulin, yang dipengaruhi oleh
14
faktor-faktor genetikal yang dimodifikasi faktor lingkungan, termasuk aktivitas fisik yang
menurun, nutrisi buruk, obesitas dan infeksi. Periodontitis apikal kronik melibatkan aktivasi luas
dari imunitas bawaan. Lipopolisakarida (LPS) dari bakteri gram negatif anaerob menyebabkan
periodontitis apikal yang mengaktifkan jalur-jalur intraselular (nuclear faktor kappa B, NF-kβ)
pada makrofag dan neutrofil, meingkatkan regulasi sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1β, IL-
6, IL-8, tumor nekrosis faktor (TNF-α) dan prostlagandin E2 (PGE2). Hal ini mengakibatkan
sitokin-sitokin berpindah ke sirkulasi sistemik, dimana mereka akan berinteraksi dengan asam
lemak bebas dan meningkatkan produk glikosilasi (AGEs), karakteristik dari DM tipe 2. Aktivasi
dari jalur-jalur inflamasi ini pada sel-sel imun (monosit atau makrofag), sel-sel endotelium,
adiposit, hepatosit dan sel-sel otot dapat meningkatkan resistensi insulin secara keseluruhan,
mengubah kontrol metabolik pada pasien dengan diabetes tipe 2 dan periodontitis apikal kronik.
Hasil-hasil dari studi ini sejauh ini belum pasti, tapi mengusulkan adanya keterkaitan
antara DM dan periodontitis apikal. terdapat bukti dari pustaka terkait DM dengan prevalensi
periodontitis apikal yang lebih tinggi, lesi osteolitik periapikal dengan ukuran yang lebih besar,
kemungkinan yang lebih besar dari infeksi periapikal asimptomatik dan terlambatnya atau
tertahannya perbaikan periapikal. Prognosis untuk pengisian akar gigi lebih buruk pada diabetik,
hal ini menunjukkan laju yang lebih tinggi dari kegagalan perawatan saluran akar gigi dengan
prevalensi yang meningkat dari periodontitis apikal yang persisten dan kronik. Hasil-hasil dari
beberapa studi juga mengusulkan bahwa penyakit periapikal kronik mungkin berkontribusi pada
tidak terkontrolnya metabolik pada diabetik. Studi epidemiologi prospektif dibutuhkan untuk
lebih menajamkan hubungan antara DM dan inflamasi periapikal.
15