dewan redaksi daftar isi -...

148
MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PANCASILA Jl. Borobudur No. 7 Jakarta Pusat 10320 Telp. (021) 3919013 http://www.univpancasila.ac.id/ Dewan Redaksi DEWAN REDAKSI Prof. Mardjono Reksodiputro, SH., MA (Ketua) Prof. Ade Saptomo, SH., M.Si Dr. Adnan Hamid, SH., MH., MM Diani Kesuma, SH, MH Redaktur Pelaksana Agus Surono, S.Sos Sekretaris Redaksi Rizky Prasetia, S.Sos ADMINISTRASI Keuangan: Dariah Informasi Teknologi (IT): Muhammad Wildan Muttaqien Distribusi: Dewi Kartika, SE, Herman DAFTAR ISI Kewenangan Bank Indonesia Dalam Pengaturan Kewajiban Transaksi Menggunakan Rupiah Titing Sugiarti ........................................... 4 Kedudukan Fiat Eksekusi Pengadilan Negeri Dalam Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Tanah Dan Bangunan Pada Bank Dan Lembaga Pembiayaan Lainnya Dalam Konteks Kemanfaatan Dan Kepastian Hukum Anita Afriana ............................................ 17 Perbedaan Teoritis Antara Lembaga Penyelesaian Kasus Maladministrasi (Ombudsman) Dengan Lembaga Peradilan Administrasi (PTUN) Hendra Nurtjahjo . ..................................... 32 Kebijakan Konversi TKI Non-Formal Ke TKI Formal Sebagai Upaya Perlindungan Pemerintah Ditinjau Dari Perspektif Hukum Ekonomi Pancasila Teni Triyani ................................................ 52 Efektifitas Peraturan Daerah Tentang Penataan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Mendukung Kota Bandung Sebagai Tujuan Wisata Acep Rohendi . .......................................... 68 Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah Berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (Studi Kasus Putusan No. 298/ B/2013/PT-TUN.JKT) Yoelianto Sudayat ..................................... 91 Ajaran Positivisme Hukum Di Indonesia: Kritik Dan Alternatif SolusinyaWibisono Asep Bambang Hermanto .................................. 108 Menata Ulang Kelembagaan Partai Politik Agar Bebas Korupsi Akmaluddin Rachim .................................. 123 NOTA BENE REFORMASI HUKUM JOKOWI Mardjono Reksodiputro ............................ 140 Biodata Penulis ........................................ 143 Volume 2, Nomor 4, Desember 2016 ISSN : 2460-4798

Upload: dinhnhu

Post on 08-Mar-2019

266 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

MAGISTER ILMU HUKUMSEKOLAH PASCASARJANAUNIVERSITAS PANCASILA

Jl. Borobudur No. 7 Jakarta Pusat 10320Telp. (021) 3919013

http://www.univpancasila.ac.id/

Dewan Redaksi

DEWAN REDAKSIProf. Mardjono Reksodiputro, SH., MA

(Ketua)Prof. Ade Saptomo, SH., M.Si

Dr. Adnan Hamid, SH., MH., MMDiani Kesuma, SH, MH

Redaktur PelaksanaAgus Surono, S.Sos

Sekretaris RedaksiRizky Prasetia, S.Sos

ADMINISTRASIKeuangan:

DariahInformasi Teknologi (IT):

Muhammad Wildan MuttaqienDistribusi:

Dewi Kartika, SE, Herman

DAFTAR ISI

Kewenangan Bank Indonesia Dalam Pengaturan Kewajiban Transaksi Menggunakan RupiahTiting Sugiarti ........................................... 4

Kedudukan Fiat Eksekusi Pengadilan Negeri Dalam Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Tanah Dan Bangunan Pada Bank Dan Lembaga Pembiayaan Lainnya Dalam Konteks Kemanfaatan Dan Kepastian HukumAnita Afriana ............................................ 17

Perbedaan Teoritis Antara Lembaga Penyelesaian Kasus Maladministrasi (Ombudsman) Dengan Lembaga Peradilan Administrasi (PTUN)Hendra Nurtjahjo . ..................................... 32

Kebijakan Konversi TKI Non-FormalKe TKI Formal Sebagai Upaya Perlindungan Pemerintah Ditinjau DariPerspektif Hukum Ekonomi PancasilaTeni Triyani ................................................ 52

Efektifitas Peraturan Daerah Tentang Penataan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Mendukung Kota Bandung Sebagai Tujuan WisataAcep Rohendi . .......................................... 68

Pembatalan Sertipikat Hak Atas TanahBerdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (Studi Kasus Putusan No. 298/B/2013/PT-TUN.JKT)Yoelianto Sudayat ..................................... 91

Ajaran Positivisme Hukum Di Indonesia:Kritik Dan Alternatif SolusinyaWibisono Asep Bambang Hermanto .................................. 108

Menata Ulang KelembagaanPartai Politik Agar Bebas Korupsi Akmaluddin Rachim .................................. 123

NOTA BENEREFORMASI HUKUM JOKOWIMardjono Reksodiputro ............................ 140

Biodata Penulis ........................................ 143

Volume 2, Nomor 4, Desember 2016 ISSN : 2460-4798

Page 2: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

Dari Redaksi

Di penghujung tahun 2016 Jurnal Selisik sudah memasuki volume 2, Nomor ke 4. Tentu saja ini baru langkah awal dari perjalanan panjang yang akan ditempuh Jurnal Selisik guna menumbuhkan dan menebarkan

pencerahan pengetahuan hukum, baik teori dan praktiknya. Dalam rentang waktu dua tahun ini, yakni terbit di bulan Juni dan Desember,

Jurnal Selisik mampu menjaga konsistensi perihal keberkalaan terbitnya. Pada saat yang sama upaya perbaikan dari pelbagai aspek perihal tata kelola penerbitan Jurnal terus dilakukan. Kondisi demikian untuk memastikan Jurnal Selisik berkembang dengan tantangan dan dinamika yang ada.

Perkembangan menarik dari Jurnal Selisik dari edisi ke edisi berikutnya adalah semakin beragamnya latar belakang dan asal dari para penulis. Jika pada terbitan awal banyak diisi penulis-penulis dari internal sendiri, lambat laun tapi pasti komposisi asal penulis mulai berimbang antara internal dengan eksternal. Dengan semakin beragam komposisi dan gagasan penulis tentu saja memberikan warna akademis dan semangat intelektual yang menggembirakan.

Harapannya diwaktu mendatang Jurnal Selisik dapat memenuhi standar Jurnal yang mendapatkan akriditasi dari pihak yang terkait. Menjadikan Jurnal Selisik ter-akriditasi akan menjadi “kemewahan” tersendiri dalam hal memberikan kontribusi akademis secara keseluruhan.

Untuk saat ini Jurnal Selisik masih fokus pada penerbitan jurnal cetak (hard cover). Tentu saja disamping terus mengupayakan dalam bentuk cetak, Jurnal Selisik pada waktu yang bersamaan melakukan inisiasi untuk terbitnya jurnal dengan nama yang sama ke dalam bentuk Electronic Journal (E-Journal). Inisiasi e-journal merupakan respon dan kebutuhan terhadap perkembangan teknologi, khususnya pesatnya dunia digital/internet.

Pada era sekarang ini perkembangan e-journal sudah sedemikian pesatnya. E-journal telah menerabas batas lokal, nasional untuk menjadi internasional dalam hal akses atau pembacanya. e-journal dengan segala kelebihannya, seperti mudahnya akses dan efisien menjadi tuntutan yang segera untuk direspon.

Page 3: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

Sementara untuk memperkuat jaringan dan meningkatkan kualitas, Jurnal Selisik saat ini sudah tergabung dalam Asosiasi Pengelola Jurnal Hukum Se-Indonesia (APJHI). Bergabungnya dalam wadah APJHI sekaligus untuk memajukan dan mengembangkan publikasi di bidang ilmu hukum baik tingkat nasional maupun internasional.

Selamat Membaca

DARI REDAKSI

Page 4: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

Kewenangan Bank Indonesia Dalam Pengaturan Kewajiban Transaksi Menggunakan Rupiah

Titing Sugiarti

AbstrakPenggunaan mata uang asing di Indonesia diduga menjadi faktor fluktuasi nilai tukar Rupiah, oleh karena itu Bank Indonesia menerbitkan PBI No 17/3/2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahwa setiap pihak wajib menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Apakah Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur kewajiban setiap transaksi,bagaimana apabila transaksi tersebut dilanggar dan Bagaimanakah kewenangan Bank Indonesia dikaitkan dengan Asas Kebebasan Berkontrak. Metode yang digunakan ialah metode penelitian hukum normatif. Bahwa Bank Indonesia memiliki kewenangan dalam mewajibkan setiap transaksi di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menggunakan rupiah. Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan yang mengikat masyarakat sesuai dengan tugas dan wewenangnya dan tidak bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak, namun materi muatan dari PBI dapat digunakan Pasal 6 UU No 12 Tahun 2011, salah satunya adalah harus mencerminkan asas kebebasan berkontrak, materi muatannya tidak sesuai dan tidak mencerminkan asas kebebasan berkontrak, karena mengatur tentang kewajiban penggunaan rupiah, Dengan Asas kebebasan berkontrak setiap orang diberikan kebebasan untuk membuat perjanjian, termasuk dalam perjanjian yang menggunakan sistem pembayaran dengan menggunakan rupiah maupun valuta asing.

Kata Kunci: Bank, Rupiah, Transaksi

AbtractThe use of foreign currencies in Indonesia suspected to be a factor in the IDR exchange rate fluctuations, therefore the Bank Indonesia issued PBI No. 3/17/2015 Obligations amount of use in the territory of the Republic of Indonesia. In connection with the application of the regulation in the community would not be separated from the application of contract law that embraces an open system, which is known as the principle of freedom of contract. The method used is the method of normative legal research or literature. Results from the study showed

1

Page 5: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

that Bank Indonesia has the authority to require every transaction in the territory of the Republic of Indonesia. Bank Indonesia is authorized to enact regulations that bind the community in accordance with the duties and authority. However, when speaking the substance of the regulation, it can be used Article 6 of Law No. 12 of 2011, the material capacious one of which must reflect the principle of freedom of contract, then material cargo is not appropriate and does not reflect the principle of freedom of contract, each person is given the freedom to make agreements, including the agreement to use the system both cash and non-cash payment either by using rupiah and foreign currenciesKeywords: Bank, transaction, IDR

PendahuluanPenggunaan mata uang asing di Indonesia diduga menjadi salah satu faktor

fluktuasi nilai tukar Rupiah. Oleh karena itu, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap orang yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia baik penduduk maupun bukan penduduk perorangan maupun korporasi yang melakukan transaksi wajib menggunakan Rupiah, sebagaimana dimaksud dalam PBI tersebut.

Tujuan dari ketentuan yang tertuang dalam PBI Nomor 17/3/PBI/2015 yaitu untuk, menjaga kehormatan Rupiah sebagai mata uang resmi Republik Indonesia serta untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, yang akhir-akhir ini mengalami fluktuasi nilai tukar, yang berakibat penurunan perekonomian di Indonesia.

Kewenangan Bank Indonesia ini dapat diketahui dari ketentuan dalam Pasal 23D UUD 1945, Undang-Undang Nomor 23 Tahun1999 Tentang Bank Indonesia Sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang. Bank Indonesia merupakan lembaga yang berwenang sebagai otoritas moneter, juga berwenang untuk mengatur transaksi dalam Negeri, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing dalam rangka menjaga stabilitas dan kehormatan Rupiah sebagai uang resmi Negara Indonesia.

Berkaitan dengan penerapan PBI tersebut dalam masyarakat tentu tidak akan terlepas dari pemberlakuan hukum perjanjian yang diatur dalam Buku III BW tentang Perikatan, dimana di dalamnya terdapat aturan mengenai hukum

Titing Sugiarti - KEWENANGAN BANK INDONESIA DALAM PENGATURAN KEWAJIBAN TRANSAKSI

Page 6: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

kekayaan terkait dengan hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang atau pihak-pihak tertentu. Sedangkan menurut teori Ilmu Hukum, hukum perjanjian digolongkan kedalam hukum tentang diri seseorang dan hukum harta kekayaan, karena hal ini merupakan perpaduan antara kecakapan seseorang untuk bertindak serta hubungannya dengan hal-hal dalam suatu perjanjian yang dinilai dengan uang.1

Keberadaan Suatu perjanjian terlebih dahulu harus memenuhi syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPer antara lain kesepakatan kehendak, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Dengan dipenuhinya keempat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya. 2

Selain itu sistem pengaturan hukum perjanjian adalah sistem yang bersifat Terbuka yang dikenal juga dengan “Asas Kebebasan Berkontrak“, artinya bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah maupun yang belum diatur di dalam undang-undang. Hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHper yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya“. Sehingga dengan diterbitkannya PBI Nomor 17/3/PBI /2015, Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di WilayahNKRI, apabila dikaitkan dengan Asas Kebebasan Berkontrak, menarik bagi penulis untuk meneliti dan mengkajinya.

Pokok Permasalahan1. Apakah Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur kewajiban

setiap transaksi menggunakan Rupiah yang dilakukan di Wilayah NKRI dan bagaimana apabila transaksi tersebut dilanggar berdasarkan PBI Nomor17/3/PBI/2015 ?

2. Bagaimanakah kewenangan Bank Indonesia tersebut jika dikaitkan dengan Asas Kebebasan Berkontrak ?

Metode PenelitianDalam melakukan suatu penulisan karya ilmiah diperlukan adanya penelitian,

oleh karena penelitian merupakan suatu sarana bagi pengembangan ilmu 1 Ratna Atrha Windari, Hukum Perjanjian,(yogjakarta : Graha Ilmu. 2013 ). Hlm.12 Ibid. hlm 2.

Page 7: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

pengetahuan dan teknologi. Hal ini disebabkan penelitian mempunyai tujuan, yaitu “untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodelogi dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisis dan kontruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.3 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Kemudian data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif, tidak semata-mata bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran belaka tetapi memahami kebenaran tersebut. “Bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan hukum sekunder dilakukan untuk mendikripsikan fenomena dari hasil analisis secara lengkap “.4

AnalisisA. Kewenangan Bank Indonesia dalam mewajibkan menggunakan Rupiah

dalam transaksi yang dilakukan di Wilayah NKRI dan sanksi hukum apabila transaksi tersebut dilanggar berdasarkan PBI Nomor 17/3/PBI/2015. Selain menjadi bank Sentral, Bank Indonesia memiliki status kedudukan sebagai lembaga negara yang independen. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 disebutkan, Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, Bank Indonesia merupakan badan hukum. Pengertian badan hukum meliputi badan hukum publik dan badan hukum perdata. Dalam kedudukannya sebagai badan hukum publik, Bank Indonesia

berwenang menetapkan peraturan-peraturan yang mengikat masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sedangkan sebagai badan hukum perdata dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri dan diluar pengadilan.5Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, tugas Bank Indonesia yaitu: menetapkan dan melaksanakan 3 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum normatif suatu Tinjauan Singkat,

Cetakan III. ( Jakarta : Rajawali Pers, 1990 ), hlm.1.4 Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI-Press, 1996 ), hlm.215 Adelina Handayani, Tinjaun Yuridis Tentang Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah Dalam

Setiap Trnsaksi Di Indonesia, Berdasarkan PBI No 17/3/PBI/2015, Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Pancasila, Jakarta. 2015. Hlm.30

Titing Sugiarti - KEWENANGAN BANK INDONESIA DALAM PENGATURAN KEWAJIBAN TRANSAKSI

Page 8: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan mengatur dan mengawasi bank, Ketiga tugas tersebut dilaksanakan untuk mencapai tujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yaitu untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

Dalam mencapai tujuannya, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan secara berkelanjutan, konsisten, transparan dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah dibidang perekonomian. Wujud dari kebijakan moneter secara berkelanjutan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 31 Maret 2015, dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2015. 6

Pengaturan kewajiban penggunaan rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia diperlukan untuk mendukung kestabilan nilai rupiah yang merupakan bagian dari tujuan yang diamanatkan kepada Bank Indonesia, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.7

Selain Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015, juga diterbitkan Surat Edaran Nomor 17/11/DKSP tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai ketentuan pelaksana sehubungan diberlakukannya PBI Nomor 17/3/PBI/2015. Maksud dari Kewajiban Penggunaan Rupiah dalam PBI tersebut terdapat pada Pasal 2 ayat (1), yang mengatur bahwa”setiap pihak wajib menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi di Wilayah NKRI “. Setiap pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 PBI tersebut baik penduduk (WNI) maupun bukan penduduk (WNA), baik Perorangan maupun Korporasi yang merupakan Badan Hukum maupun bukan Badan Hukum.

Perbedaan antara ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang dengan PBI Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban Pengunaan Rupiah di Wilayah NKRI yaitu tentang objeknya. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 mengatur Tentang transaksi uang kartal/tunai, sedangkan PBI Nomor 17/3/PBI/2015 mengatur tentang transaksi uang giral. Transaksi-transaksi yang dimaksud hanya berlaku untuk transaksi yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) PBI tersebut. Jenis-jenis transaksi yang dimaksud sama dengan jenis transaksi 6 Ibid, hlm. 37 Penjelasan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban

Penggunaan Rupiah Di Wilayah Negara Kesatuian Republik Indonesia. Hlm.1

Page 9: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

yg diatur dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang sebagai berikut:

a. Setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;b. Penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/

atau;c. Transaksi keuangan lainnya.Yang dimaksud dengan Transaksi keuangan lainnya antara lain meliputi

kegiatan penyetoran Rupiah dalam berbagai jumlah dan jenis pecahan dari nasabah kepada Bank.

Pemberlakuan ketentuan Pasal 2(1) PBI, sebagaimana juga dimaksud dalam Point 1A Surat Edaran Nomor 17/11/DKSP Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berbunyi: “Kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut asas teritorial”. Setiap transaksi yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik dilakukan oleh penduduk maupun bukan penduduk, transaksi tunai maupun non tunai, sepanjang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan rupiah.”Pengecualian transaksi untuk tidak wajib menggunakan Rupiah ( Ps 4 s/d Ps 9 PBI ) sebagai berikut :

a. Transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara;

b. Penerimaan atau pemberian hibah dari atau luar negeri;c. Transaksi perdagangan internasional;d. Simpanan di Bank dalam bentuk valuta asing;e. Transaksi pembiayaan internasional.

Pasal 10 ayat (1) PBI tersebut mengatur sebagai berikut: setiap pihak dilarang menolak untuk

menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk penyelesaian kewajiban yang harus dipenuhi dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah NKRI. Ayat (2): Pengecualiannya dalam hal:

a. Terdapat keraguan atas keaslian Rupiah yang diterima untuk transaksiatau;

b. Pembayaran atau penyelesaian kewajiban dalam valas telah diperjanjikan secara tertulis.

Pengecualian lainnya dalam Pasal 14 :

Titing Sugiarti - KEWENANGAN BANK INDONESIA DALAM PENGATURAN KEWAJIBAN TRANSAKSI

Page 10: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

10

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

a. Penukaran valas yang dilakukan oleh penyelenggara kegiatan usaha valas sesuai dengan peraturan-perundang-undangan;

b. Pembawaan uang kertas asing ke dalam atau keluar wilayah pabean RI yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11 :Dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), pelaku usaha wajib mencantumkan harga barang dan atau jasa hanya dalam Rupiah. Contoh: label harga, biaya jasa, biaya sewa menyewa, daftar harga, tarif tiket pesawat dan sebagainya.

Apabila terjadi suatu pelanggaran atas Kewajiban Penggunaan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a (transaksi tunai) dan Pasal 10 (larangan penolakan rupiah) dalam PBI tersebut, maka dapat dikenakan Sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 17 PBI juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yaitu: dapat dikenakan pidana kurungan selama1(satu) tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000., (duaratus juta rupiah)Pasal 18 :(1) Pelanggaran atas kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi nontunai

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b PBI dikenakan sanksi administratif berupa :a. Teguran tertulis;b. Kewajiban membayar dan atau;c. Larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran.

(2) Sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari nilai transaksi, dengan jumlah kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp.1.000.000.000.,00 (satu miliar rupiah) Terhadap pelanggaran atas pencantuman harga barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan kewajiban penyampain laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, sebagaimana diatur dalam Pasal 19 PBI tersebut. Selain mengenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 19, Bank Indonesia dapat merekomendasikan kepada otoritas yang berwenang untuk melakukan tindakan sesuai dengan kewenangannya. Contoh berupa pencabutan izin usaha atau menghentikan kegiatan usaha. ( Pasal 20 )

Page 11: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

11

B. Kewenangan Bank Indonesia dikaitkan dengan Asas Kebebasan Berkontrak.Kewenangan BI untuk menjaga kehormatan Rupiah sebagai mata uang

resmi Negara Indonesia dan mengatur transaksi dalam negeri, baik dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing dalam rangka menjaga stabilitas moneter. Dalam pelaksanaan PBI tersebut tidak akan lepas dari aspek Hukum Perjanjian yang memuat kesepakatan-kesepakatan kehendak antara yang pihak satu dengan pihak yang lainnya sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhannya disegala aspek kehidupan.

Suatu perjanjian antara dua orang atau lebih, tidak hanya memberikan kepercayaan tetapi secara bersama-sama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seorang atau keduanya dari mereka. Pendapat ini tidak hanya mengkaji definisi dari perjajnjian, tetapi juga menentukan unsur-unsur yang harus dipenuhi supaya transaksi dapat disebut perjanjian yaitu sebagai berikut:8

a. Adanya kesepakatan tentang fakta antara kedua belah pihak;b. Persetujuan dibuat secara tertulis;c. Adanya orang yang berhak dan berkewajiban untuk membuat kesepakatan

dalam persetujuan tertulis.Perjanjian pada hakekatnya merupakan hasil kesepakatan para pihak,

sehingga sumbernya benar-benar merupakan kebebasan para pihak untuk diikat dalam perjanjian. Sistem pengaturan hukum perjanjian adalah sistem terbuka. Sistem Terbuka, yang mengandung suatu asas kebebasan membuat perjanjian, bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang blm diatur dalam Undang-Undang, dalam KUHPer lazimnya disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka membuatnya.9

Dengan menekankan pada perkataan “semua”, maka pasal tersebut seolah-olah berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat bahwa diperbolehkan membuat perjanjian yangberupa dan berisi apa saja atau tentang apa saja dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu undang-undang.8 Salim .H.S. Perkembangan Hukum Kontrak di Indonesia, Cet.4. ( Jakarta : Sinar Grafika, 2008

), Hlm.169 Ratna Artha Windari, Op,Cit. Hlm.8

Titing Sugiarti - KEWENANGAN BANK INDONESIA DALAM PENGATURAN KEWAJIBAN TRANSAKSI

Page 12: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1�

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPer memberikan kebebasan kepada para pihak untuk 10: a. Membuat atau tidak membuat perjajian ;b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun;c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan & persyaratannya, serta;d. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis dan lisan.

Asas kebebasan berkontrak menemukan dasar hukumnya juga pada rumusan Pasal 1320

KUHPer, yang berbunyi :Untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan 4 syarat :

1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan.3. suatu pokok persoalan tertentu.4. suatu sebab yang tidak terlarang

Asas kebebasan berkontrak mendapatkan dasar eksistensinya dalam rumusan angka 4 Pasal 1320 KUHPer. Dengan asas kebebasan berkontrak ini, para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang.

Ketentuan Pasal 1337 KUHPer menyatakan bahwa: “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan dan atau ketertiban umum.“

Memberikan gambaran umum bahwa pada dasarnya semua perjanjian dapat dibuat dan diselenggarakan oleh setiap orang. Hanya perjanjian yang mengandung prestasi atau kewajiban pada salah satu pihak yang melanggar undang- undang kesusilaan dan ketertiban umum saja yang dilarang. Dengan diterbitkannya PBI Nomor 17/3/PBI/2015, Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah Di Wilayah NKRI, sejalan dengan kedudukannya sebagai badan hukum publik, Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan dan mengenakan sanksi dalam batas kewenangannya yang mengikat masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Th 1999 Tentang Bank Indonesia dan merupakan wujud peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang, tidak

10 Ibid.hlm.8

Page 13: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1�

bertentangan dengan asas kebebasan Berkontrak. Hal inipun dapat dirujuk dari Kewenangan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yaitu kewenangan atribusi dan delegasi. Kewenangan atribusi adalah kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar atau Undang-Undang kepada lembaga atau pejabat yang berwenang. Sedangkan Delegasi adalah kewenangan yang dilimpahkan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi ke peraturan yang lebih rendah.11 Artinya Bank Indonesia ketika membentuk PBI Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah Di Wilayah NKRI telah berdasarkan pada kewenangan yang telah dilimpahkan dari UUD 1945, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang. Namun apabila berbicara tentang muatan materi dari PBI No 17/3/PBI/2015, maka dapat digunakan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.12

Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 6 Undang-UndangNomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bahwa peraturan perundang-undangan materi muatannya harus mencerminkan pada asas-asas pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhineka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum dan/atau keseimbangan, keserasian dan keselarasan, dan asas lain yang sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang-undanganyang bersangkutan, yaitu dalam hal ini asas kebebasan berkontrak, maka PBI tersebut tidak mencerminkan asas kebebasan berkontrak, karena mengatur tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI, padahal dalam membuat suatu perjanjian setiap orang bebas untuk menentukan isi dari perjanjian tersebut termasuk dalam perjanjian dengan transaksi dari berbagai aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat, baik dengan pembayaran secara tunai maupun pembayaran elektronik yang bersifat nontunai dengan menggunakan mata uang yang sudah disepakati bersama, baik berupa Rupiah maupun valuta asing.

Dengan demikian maka muatan materi dari PBI Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah Di Wilayah NKRI, apabila dikaitkan dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tidak mencerminkan Asas Kebebasan Berkontrak, maka disini bisa disimpukan bahwa kehendak bebas dari para pihak yang membuat perjanjian 11 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi dan Materi Muatan, (Yogyakarta:

Kanisius, 2007), hlm. 6012 ibid

Titing Sugiarti - KEWENANGAN BANK INDONESIA DALAM PENGATURAN KEWAJIBAN TRANSAKSI

Page 14: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1�

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

yang ada dalam muatan asas kebebasan berkontrak, tidak lagi diberi arti mutlak, akan tetapi diberi arti relatif apabila dikaitkan dengan harus mempertimbangkan kebijakan/kepentingan umum Pemerintah di bidang perekonomian. Hal ini sejalan dengan kedudukan Bank Indonesia sebagai Badan Hukum Publik yang diberi kewenangan untuk menetapkan peraturan dan mengenakan sanksi dalam batas kewenangannya , yang mengikat masyarakat luas sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

Kesimpulan1. Kewenangan Bank Indonesia dalam mewajibkan setiap transaksi di wilayah

NKRI menggunakan rupiah dan apabila transaksi tersebut dilanggar berdasarkan PBI Nomor 17/3/PBI/2015. Sehubungan dengan transaksi yang diwajibkan maka hanya diutamakan untuk transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban dan transaksi keuangan lainnya. Pengecualian transaksi dalam Kewajiban Penggunaan Rupiah pada PBI tersebut berupa transaksi terentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, penerimaan atau pemberian hibah dari atau luar negeri, transaksi perdagangan internasional, simpanan di bank dalam bentuk valuta asing atau transaksi pembiayaan internasional.

Seiring dengan pelaksanaan Kewajiban Penggunaan Rupiah tidak hanya berkaitan dengan subjek dan transaksi saja, melainkan juga terdapat kewajiban untuk mencantumkan harga barang dan/atau jasa dalam rupiah, kewajiban untuk menyampaikan laporan, dan larangan untuk menolak Rupiah. Ketiga hal tersebut diatur dalam PBI Nomor 17/3/PBI/2015 Pelanggaran atas Kewajiban Penggunaan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan Pasal 10 PBI, maka dapat dikenakan sanski pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 17 PBI jo Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang yaitu: dapat dikenakan pidana kurungan selama 1 (satu) Tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000.00. (duaratus juta rupiah ). Pelanggaran atas Kewajiban Pengunaan Rupiah untuk transaksi nontunai ( Pasal 3 ) ayat b, dikenakan sanksi adiminstratif berupa :a. Teguran tertulis;b. Kewajiban membayar dan atau;c. Larangan untuk ikut dalam lalulintas pembayaran.

Page 15: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1�

Sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b, ditetapkan 1% (satu persen) dari nilai transaksi dengan jumlah kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp.1.000.000.000.00,- (Satu Miliar Rupiah) Pelanggaran atas pencantuman harga dan atau jasa dapat dikenakan sanksi adminstratif berupa teguran tertulis ( Ps 19), selain sanksi adminstratif Bank Indonesia dapat memberikan rekomendasi kepada otoritas yang berwenang untuk mencabut izin usaha atau menghentikan kegiatan usaha. (Pasal 20 PBI).

2. Kewenangan BI dikaitkan dengan Asas Kebebasan Berkontrak. Dengan diterbitkannya PBI secara kewenangan, Bank Indonesia yang membentuk PBI Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI sejalan dengan kedudukannya sebagai badan hukum publik, Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan yang mengikat masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, dan merupakan wujud peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang, tidak bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak. Hal inipun dapat dirujuk dari kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan, Bank Indonesia ketika membentuk PBI tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di wilayah NKRI telah berdasarkan pada kewenangan atribusi yang dimilikinya, dan delegasi yang telah dilimpahkan dari Undang-Undang Bank Indonesia dan Undang-Undang Tentang Mata Uang. Namun, apabila berbicara tentang materi muatan dari PBI, maka dapat digunakan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Dikaitkan dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan materi muatannya harus mencerminkan pada asas-asas pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhineka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, dan atau keseimbangan, keserasian dan keselarasan, dan asas lain yang sesuai dengan bidang hukum peraturan yang bersangkutan, dalam hal ini asas kebebasan berkontrak, maka PBI tersebut materi muatannya sesuai dan tidak mencerminkan asas kebebasan berkontrak, karena mengatur tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah Di Wilayah NKRI, padahal dengan

Titing Sugiarti - KEWENANGAN BANK INDONESIA DALAM PENGATURAN KEWAJIBAN TRANSAKSI

Page 16: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1�

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

adanya asas kebebasan berkontrak setiap orang diberikan kebebasan untuk membuat perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur dalam undang- undang, termasuk dalam membuat suatu perjanjian dengan transaksi dari bebagai aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat, baik dengan pembayaran secara tunai maupun pembayaran elektronik yang bersifat nontunai dengan menggunakan mata uang yang sudah disepakati bersama, baik menggunakan Rupiah maupun valuta asing

Daftar PustakaBuku:H.S., Salim , Perkembangan Hukum Kontrak di Indonesia, Cet.4. ( Jakarta : Sinar

Grafika, 2008 )Indrati, Maria Farida, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi dan Materi Muatan,

(Yogyakarta: Kanisius, 2007),Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum normatif suatu Tinjauan

Singkat”, Cetakan III. ( Jakarta: Rajawali Pers, 1990 ), Windari, Ratna Atrha, Hukum Perjanjian,(Yogjakarta : Graha Ilmu. 2013 ).

Penelitian:Handayani, Adelina, Tinjaun Yuridis Tentang Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah

Dalam Setiap Trnsaksi Di Indonesia, Berdasarkan PBI No 17/3/PBI/2015, Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Pancasila, Jakarta. 2015.

Peraturan dan Undang-Undang:Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-UndanganUndang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata UangUndang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, Tentang Tugas Bank IndonesiaPeraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015, Tentang Kewajiban Penggunaan

Rupiah di WilayahNKRIPenjelasan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang

Kewajiban Penggunaan Rupiah Di Wilayah Negara Kesatuian Republik Indonesia.

Surat Edaran No 17/11/DKSP tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Page 17: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1�

Kedudukan Fiat Eksekusi Pengadilan Negeri Dalam Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Tanah Dan Bangunan Pada Bank Dan Lembaga Pembiayaan Lainnya Dalam Konteks Kemanfaatan Dan Kepastian Hukum1

Anita Afriana

AbstrakDewasa ini pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan dalam praktik dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) dan Pasal 224 HIR/258 RBg. Sejak terbentuknya UUHT, maka secara teoretis Pasal 6 UUHT menjadi dasar hukum yang kuat untuk pelaksanaan parate eksekusi. Dalam Pasal 6 UUHT memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan pertama atau kreditor untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, apabila debitor cidera janji. Secara yuridis normatif, eksekusi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR atau RBg. Artikel ini mengulas kedudukan fiat eksekusi Pengadilan Negeri dalam setiap pelaksanaan eksekusi tanah dan bangunan sebagai objek jaminan pada bank dan lembaga pembiyaan lainnya ditinjau dari asas kemanfaatan dan kepastian hukum dan bentuk perlindungan terhadap Kreditor dan pihak ketiga sebagai pemenang lelang bila menguasai benda ex jaminan tanpa adanya fiat eksekusi dihubungkan dengan kepastian hukum. Diperoleh kesimpulan bahwa sesungguhnya UUHT telah memberikan kepastian hukum bahwa eksekusi objek jaminan berupa tanah dan bangunan dapat dilakukan langsung oleh pihak Kreditor tanpa harus memohonkan fiat eksekusi terlebih dahulu kepada Ketua Pengadilan Negeri, selama terdapat dokumen sebagai alas hak lengkap dan Debitor sebagai pemegang hak tanggungan pertama. Fiat eksekusi memberikan manfaat dan kepastian hukum untuk eksekusi terhadap barang-barang yang bermasalah, namun hal ini dapat dihindarkan bila Bank dan Lembaga Pembiayaan lainnya menjalankan usaha dengan berpegang teguh pada prinsip kehati–hatian. Bagi pihak yang dirugikan baik Debitor, Kreditor, maupun pihak ketiga dapat mengajukan gugatan dan atau perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial yang merupakan upaya hukum luar biasa.

1 Artikel ini merupakan bagian kecil dari hasil penelitian yang dilakukan secara yuris normati. Penelitian untuk memperoleh data primer dilakukan di Pengadilan Negeri Bandungdan KPLN Bandung

2

Page 18: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1�

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Kata Kunci: kepastian hukum, fiat eksekusi, hak tanggungan

AbstractIn practice, mortgage execution can be done through two (2 ) ways , based on Article 6 UUHT and Article 224 HIR/258 RBg . Since the formation of UUHT , it is theoretically that Article 6 UUHT be a strong legal bacis for the implementation of parate execution . In Section 6 UUHT give authority to the first Mortgage holder or creditor to sell the Mortgage object to power itself through public auction and take repayment of the receivable from the sale , if the debtor default . Normative juridical, execution is an integral part of the implementation of procedural rules contained in the HIR or RBg. This article try to analyze the position of fiat execution District Court in each of execution of land and buildings as collateral objects on banks and other financing institutions in terms of the principle of legal certainty and expediency and the way to protection of creditors and third parties as the winning bidder when the master object ex without collateral the existence of fiat execution associated with legal certainty. The results showed that the Constitution Act Dependents have the right to provide legal certainty that the object execution guarantees in the form of land and buildings can be carried out directly by the creditor without having to invoke fiat execution prior to the Chairman of the District Court , as long as the document ‘s title complete and debitor as mortgage holders first . Fiat execution will provide benefits and legal certainty for execution against goods is problematic , but this can be avoided if the Banks and other Financial Institution run by sticking to business banking principles. To the injured party either Debtors, Creditors, or any third party can make a lawsuit and or third party opposition to the confiscation execution an extraordinary remedy

Keywords: Legal certainty, Fiat Execution, Execution

PendahuluanDalam sistem perekonomian masyarakat masa kini penggunaan lembaga

kredit mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan sekali. Keadaan demikian menuntut perlunya untuk mengadakan peraturan hukum tentang lembaga jaminan yang tangguh, yang dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan jaman2.

2 Abdurrahman, 1985, Beberapa Catatan tentang Hukum Jaminan dan Hak-hak Jaminan atas Tanah, Bandung, Penerbit Alumni, hlm. 4.

Page 19: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1�

Menurut ketentuan mengenai jaminan umum yang diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata, yang dijadikan objek jaminan utang adalah semua kebendaan yang dimiliki Debitor, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari. Dewasa ini, tanah merupakan salah satu investasi menjanjikan yang dipilih oleh banyak orang, mengingat harga tanah dari hari ke hari semakin melonjak. Dampaknya, penggunaan hak-hak atas tanah sebagai jaminan pun bukan merupakan hal yang asing lagi, karena pihak bank merasa dengan adanya jaminan tanah lebih memberikan rasa aman dan benar benar dijaminkan oleh orang yang namanya tertera dalam sertifikat mengingat dalam proses jual beli tanah sebagai benda yang tidak bergerak menurut ketentuan hukum yang berlaku harus dibaliknamakan terlebih dahulu.

Pada dasarnya tidak setiap hak atas tanah dapat dijadikan sebagai objek jaminan, melainkan hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang adalah hak atas tanah yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, seperti dapat dinilai dengan uang, termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum, mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, dan memerlukan penunjukkan dengan undang-undang. Menurut ketentuan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan (selanjutnya disebut UUHT), objek yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan adalah hak-hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti Grosse Acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah. Hal ini dikarenakan sertifikat Hak Tanggungan sebagai akta otentik karena dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN), kedudukan dan kekuataan pembuktian dari akta otentik adalah sempurna yaitu harus dianggap benar kecuali dapat dilumpuhkan oleh alat bukti yang sederajat. Akta otentik pun memiliki kekuataan pembuktian formil, materil, dan lahir yang berarti peristiwa hukum dan isi dari sertifikat tersebut haruslah dianggap benar.dan adanya irah-irah.

Menurut ketentuan mengenai jaminan umum yang diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata, yang dijadikan objek jaminan utang adalah semua kebendaan yang dimiliki Debitor, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari. Dewasa ini, tanah

Anita Afriana - KEDUDUKAN FIAT EKSEKUSI PENGADILAN NEGERI

Page 20: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

�0

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

merupakan salah satu investasi menjanjikan yang dipilih oleh banyak orang, mengingat harga tanah dari hari ke hari semakin melonjak. Dampaknya, penggunaan hak-hak atas tanah sebagai jaminan pun bukan merupakan hal yang asing lagi, karena pihak bank merasa dengan adanya jaminan tanah lebih memberikan rasa aman dan benar benar dijaminkan oleh orang yang namanya tertera dalam sertifikat mengingat dalam proses jual beli tanah sebagai benda yang tidak bergerak menurut ketentuan hukum yang berlaku harus dibaliknamakan terlebih dahulu.

Pada dasarnya tidak setiap hak atas tanah dapat dijadikan sebagai objek jaminan, melainkan hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang adalah hak atas tanah yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, seperti dapat dinilai dengan uang, termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum, mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, dan memerlukan penunjukkan dengan undang-undang. Menurut ketentuan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan (selanjutnya disebut UUHT), objek yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan adalah hak-hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti Grosse Acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah. Hal ini dikarena kan sertifikat Hak Tanggungan sebagai akta otentik karena dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN), kedudukan dan kekuataan pembuktian dari akta otentik adalah sempurna yaitu harus dianggap benar kecuali dapat dilumpuhkan oleh alat bukti yang sederajat. Akta otentik pun memiliki kekuataan pembuktian formil, materil, dan lahir yang berarti peristiwa hukum dan isi dari sertifikat tersebut haruslah dianggap benar.

Irah-irah yang dicantumkan pada sertifikat Hak Tanggungan dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada sertifikat Hak Tanggungan, sehingga apabila Debitor cidera janji, perbankan atau lembaga jaminan lainnya sebagai Kreditor siap untuk melakukan eksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate eksekusi sesuai dengan peraturan Hukum Acara Perdata3.

3 Adrian Sutedi, 2010,Hukum Hak Tanggungan, Jakarta, Sinar Grafika, hlm.118

Page 21: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

�1

Parate eksekusi adalah pelaksanaan eksekusi tanpa melalui bantuan pengadilan,sedangkan pengertiandari eksekusi adalah pelaksaan putusan pengadilan secara paksa. Dengan adanya kalimat “dengan paksa” tersebut mengandung arti bahwa sesungguhnya para pihak harus melaksanakan putusan pengadilan dengan sukarela, namun apabila tidak dilaksanakan maka dapat dipaksakan dengan bantuan alat alat Negara seperti polisi.

Apabila Debitor cidera janji, Kreditor berhak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Dengan penjualan melalui pelelangan umum ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk objek Hak Tanggungan. Dari hasil penjualan objek Hak Tanggungan, kreditor berhak mengambil pelunasan piutangnya. Dalam hasil penjualan itu lebih besar daripada piutang tersebut yang setingi-tingginya sebesar nilai tanggungan, sisanya menjadi hak pemberi Hak Tanggungan.

Dewasa ini pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan dalam praktik dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT dan Pasal 224 HIR/258 RBg. Sejak terbentuknya UUHT, maka secara teoretis Pasal 6 UUHT menjadi dasar hukum yang kuat untuk pelaksanaan parate eksekusi. Sesungguhnya Pasal 6 UUHT telah memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan pertama atau kreditor untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, apabila debitor cidera janji. Pada asasnya, kreditor tidak perlu meminta persetujuan terlebih dahulu dari debitor dan tidak perlu pula meminta persetujuan terlebih dahulu dari Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan eksekusi tersebut.

Pada asasnya pelaksanaan ketentuan dalam Pasal 6 UUHT tersebut jelas dan pasti, tidak ada masalah yang menimbulkan ketidakjelasan dan ketidakpastian.Pemegang hak tanggungan pertama dalam hal Debitor cidera janji dapat langsung meminta kepada Kantor Lelang yang sekarang disebut dengan Kantor Pelayanan Kekayaan dan Lelang Negara (untuk selanjutnya disebut KPKLN) untuk melakukan penjualan umum objek jaminan tanpa memerlukan campur tangan dari Ketua Pengadilan Negeri.

Secara yuridis normatif, eksekusi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR atau RBg. Pada

Anita Afriana - KEDUDUKAN FIAT EKSEKUSI PENGADILAN NEGERI

Page 22: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

asasnya, eksekusi baru dapat dijalankan apabila putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Asas tersebut harus dipenuhi pada saat akan melakukan eksekusi. Akan tetapi, terhadap asas tersebut terdapat pengecualian. Dalam kasus-kasus tertentu, undang-undang memperbolehkan eksekusi terhadap putusan yang belum memperoleh kekuatan humum tetap. Adapun bentuk pengecualian yang dibenarkan undang-undang yang memperkenankan eksekusi dapat dijalankan di luar putusan yang telah memperoleh putusan tetap adalah pelaksanaan putusan yang dapat dijalankan lebih dulu, pelaksanaan putusan provisi, akta perdamaian, eksekusi terhadap grosse akta dan eksekusi atas Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia.

Dari uraian di atas, menjadi suatu masalah dan pertanyaan besar karena terdapatnya kesenjangan antara ketentuan dalam undang-undang dan praktik yang terjadi di lapangan, perlu untuk dicari tahu apakah adanya fiat eksekusi atau penetapan pengadilan mutlak harus selalu ada dalam pelaksanaan objek eksekusi apapun, terkait dengan kepastian hukum dan kemanfaatan Sebagaimana keberadaan hukum adalah untuk mengatur kehidupan manusia yang bertujuan untuk menciptakan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan.

Kantor Pelayanan Kekayaan dan Lelang Negara merupakan lembaga yang berwenang untuk melakukan penjualan umum objek jaminan (eksekusi), termasuk hak tanggungan yang dijaminkan pada perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya tanpa memerlukan persetujuan dari pihak pengadilan, walaupun secara harfiah eksekusi diartikan sebagai pelaksanaan dari suatu putusan hakim yang erat kaitanya dengan proses gugat menggugat di pengadilan yang berakhir pada suatu putusan hakim. Mengingat kedudukan undang-undang sebagai sumber hukum pertama dan utama di Indonesia sebagai negara bersistem hukum civil law, maka kekuataan hukum utama adalah ketentuan yang tercantum dalam undang-undang, Pada dasarnya diperlukan koordinasi terhadap lembaga-lembaga yang terkait dengan penyelesaian kredit macet, hal ini diperlukan agar tidak terjadi ketimpangan dalam melaksanakan ketentuan undang-undang. Seharusnya KPKNL tidak perlu ragu ragu melakukan eksekusi terhadap permohonan parate eksekusi kreditor tanpa adanya fiat eksekusi pengadilan, karena sesuai dengan ketentuan undang-undang memang tidak diperlukan fiat eksekusi. Adapun yang menjadi masalah dalam artikel ini adalah:

Page 23: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

1. Bagaimanakah kedudukan fiat eksekusi Pengadilan Negeri dalam setiap pelaksanaan eksekusi tanah dan bangunan sebagai objek jaminan pada bank dan lembaga pembiyaan lainnya ditinjau dari asas kemanfaatan dan kepastian hukum?

2. Bagaimanakah bentuk perlindungan terhadap Kreditor dan pihak ketiga sebagai pemenang lelang bila menguasai benda ex jaminan tanpa adanya fiat eksekusi dihubungkan dengan kepastian hukum?

Penulisan ini berdasarkan hasil penelitian, yang dilakukan dengan metode yuridis normatif dengan spesifikasi deskriptif analitis. Data didapatkan melalui studi kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder, sementara data primer didapatkan dengan melakukan wawancara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pengadilan Negeri dan KPLN Bandung untuk selanjutnya dianalisis dengan mtode yuridis kualitatif.

Hasil Dan PembahasanKedudukan Fiat Eksekusi Pengadilan Negeri dalam Setiap Pelaksanaan

Eksekusi Tanah dan Bangunan Sebagai Objek Jaminan Pada Bank dan Lembaga Pembiyaan lainnya ditinjau dari Asas Kemanfaatan dan Kepastian Hukum.

Bank dan lembaga pembiayaan lain sebagai suatu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kembali kepada masyarakat, dalam bentuk kredit. Pembukaan kredit selalu dimintakan jaminan, yang lazimnya dalam bentuk tanah akan diikat dengan Hak Tanggungan, sementara terhadap benda bukan tanah akan diikat dengan gadai atau fidusia.

Pada suatu perjanjian kredit, pihak kreditor sebagai pihak yang berpiutang sering sekali berada dalam posisi yang tidak diuntungkan ketika debitor lalai dalam melaksanakan prestasinya atau disebut dengan wanprestasi dalam hal utangnya telah melewati batas waktu atau jatuh tempo pembayaran. Hal tersebut disebabkan karena proses untuk melakukan pelunasan melalui penjualan objek jaminan tidak semudah seperti yang dibayangkan, apalagi jika debitor atau si pemilik jaminan tidak beritikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya, maka akan selalu ada cara untuk dapat menghambat proses pelunasan tersebut.

Pada asasnya tidak ada kredit yang tidak mengandung jaminan, karena undang-undang telah menentukan bahwa setiap kebendaan milik debitor baik

Anita Afriana - KEDUDUKAN FIAT EKSEKUSI PENGADILAN NEGERI

Page 24: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan atas utang-utangnya, seperti yang telah diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata. Namun meskipun undang-undang telah menentukan demikian bukan berarti bahwa setiap proses pelunasan dengan objek jaminan akan berjalan dengan lancar dan mudah, karena kenyataannya pihak kreditor selau dihadapkan dengan segala macam permasalahan dalam upaya mengambil pelunasan piutangnya.

Seiring dengan perkembangan untuk mengatasi kelemahan yang terdapat dalam jaminan umum, maka diadakan lembaga jaminan yang mempunyai fungsi utama, yaitu memenuhi kebutuhan bagi kreditor untuk memperkecil resiko dalam menyalurkan kredit yang diberikan dan sebagai sarana perlindungan bagikeamanan kreditor dan fungsi kedua yaitu memberikan kepastian atas pelunasan utang debitor atau pelaksanaan atas suatu prestasi oleh debitor atau penjaminnya, apabila debitor tidak mampu menyelesaikan segala kewajiban yang berkaitan dengan kredit tersebut. Peranan dari lembaga jaminan ini mulai tampak pada saat debitor tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang telah diperjanjikan dan pada kondisi demikian kreditor dapat mempergunakan kedua fungsi lembaga jaminan tersebut diatas dengan cara melakukan eksekusi pada objek jaminan yang telah diperjanjikan.

Ketika Debitor wanprestasi dalam artian tidak mampu melunasi utangnya, maka bank dapat mengeksekusi benda jaminan tersebut. Pelaksanaan eksekusi hak tanggungan dalam praktik dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT dan Pasal 224 HIR/258 RBg. Eksekusi secara harfiah diartikan sebagai menjalankan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

Mengingat jaminan terhadap hak tanggungan dapat dieksekusi tanpa melalui pengadilan atau yang dikenal sebagai parate eksekusi, maka kedudukan bank atau lembaga pembiayaan lainnya sebagai Kreditor Separatis memiliki hak preferent. Sejak terbentuknya UUHT, maka secara teoretis Pasal 6 UUHT menjadi dasar hukum yang kuat untuk pelaksanaan parate eksekusi.

Pada asasnya pelaksanaan ketentuan dalam Pasal 6 UUHT tersebut jelas dan pasti, tidak ada masalah yang menimbulkan ketidakjelasan dan ketidakpastian.Pemegang hak tanggungan pertama dalam hal debitor cidera janji dapat langsung meminta kepada Kantor Lelang yang sekarang disebut dengan Kantor Pelayanan Kekayaan dan Lelang Negara (untuk selanjutnya disebut KPKLN)

Page 25: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

untuk melakukan penjualan umum objek jaminan tanpa memerlukan campur tangan dari Ketua Pengadilan Negeri.

Pengadilan Negeri sebagai suatu lembaga penegak hukum yang berada dibawah Undang-undang No. 48 Tahun 2009 Kekuasaan Kehakiman, berwenang memutus perkara baik perdata maupun pidana pada tingkat pertama. Setelah penyelesaian perkara selesai, maka hakim akan mengeluarkan suatu putusan yang didalamnya terkandung berbagai macam putusan, sifat dictum putusan baik declaratoir,constitutif, maupun condemnatoir.Putusan comdemnatoir adalah putusan yang bersifat penghukuman yang pelaksanaannya dapat dipaksakan ketika phak yang dihukum tersebut tidak menjalankan isi putusan.

Putusan condemnatoir dapat dieksekusi ketika putusan tingkat pertama atau tingkat kedua pada Pengadilan Tinggi tidak dimintakan upaya hukum lagi atau telah abis waktunya (empat belas) hari menurut undang-undang untuk diajukan upaya hukum.Oleh karena itu sesungguhnya secara harfiah, eksekusi adalah pelaksanaan putusan pengadilan secara paksa.

Eksekusi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR atau RBg. Pada asasnya, eksekusi baru dapat dijalankan apabila putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Asas tersebut harus dipenuhi pada saat akan melakukan eksekusi. Akan tetapi, terhadap asas tersebut terdapat pengecualian. Dalam kasus-kasus tertentu, undang-undang memperbolehkan eksekusi terhadap putusan yang belum memperoleh kekuatan humum tetap. Adapun bentuk pengecualian yang dibenarkan undang-undang yang memperkenankan eksekusi dapat dijalankan di luar putusan yang telah memperoleh putusan tetap adalah pelaksanaan putusan yang dapat dijalankan lebih dulu, pelaksanaan putusan provisi, akta perdamaian, eksekusi terhadap grosse akta dan eksekusi atas Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia.

Sementara tindakan wanprestasi Debitor yang lalai membayar pinjamannya di bank, tidak diputus oleh pengadilan, oleh karena itu bank memiliki hak untuk mengeksekusi sendiri sebagaimana kewenangan yang telah diberikan oleh undang-undang.

Melalui tulisan ini, penulis ingin melihat eksistensi dari pengaturan yang ada dalam UUHT ketika bank atau lembaga pembiayaan dihadapkan pada suatu kondisi yaitu eksekusi terhadap barang jaminan. Sebagai suatu perbandingan, kedudukan Kreditor Separatis dengan jelas diatur dalam Pasal 55 Undang-

Anita Afriana - KEDUDUKAN FIAT EKSEKUSI PENGADILAN NEGERI

Page 26: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, seorang pemegang hak jaminan seperti Kreditor pemegang hak tanggungan, jaminan fidusia, gadai, dan hipotik tidak terpengaruh oleh putusan pernyataan pailit untuk dapat melaksanakan hak yang dimilikinya untuk mengeksekusi barang jaminan Debitor. Pasal tersebut memberikan kepastian akan perlindungan hukum bagi Kreditor pemegang jaminan kebendaan dalam hal permohonan pailit yang diajukan oleh Kreditor Separatis untuk mendapatkan pelunasan utangnya terlebih dahuku disbanding dengan Kreditor yang tidak memiliki agunan. Namun pelaksanaan hak untuk didahulukan dari Kreditor pemegang hak tanggungan maupun penerima jaminan fidusia, mempunyai pengaturan yang berbeda dengan pelaksanaan hak untuk didahulukan dari Kreditor pemegang hak tanggungan maupun jaminan fidusia ketika dalam kepailitan. Ketika terjadi kepailitan, maka Kreditor Separatis sebagai Kreditor Pemegang hak tanggungan yang mengatur mengenai ketentuan khusus dalam pelaksanaan hak eksekusinya yaitu ketentuan mengenai masa penangguhan (stay) dan eksekusi jaminan kebendaan oleh curator pemegang jaminan separatis diberi waktu 2 (dua) bulan oleh undang-undang untuk menjual atas kekuasaan sendiri.

Berdasarkan hasil wawancara dengan hakim Djoko Indiarto pada Pengadilan Negeri Bandung, menyatakan bahwa bank sesungguhnya memiliki kewenangan sendiri untuk mengeksekusi barang jaminan ketika Debitor wanprestasi. Tidak semua pelaksanaan eksekusi harus selalu didahului dengan meminta fiat eksekusi. Fiat eksekusi sebenarnya diartikan sebagai produk yudikatif agar suatu penghukuman dapat dilaksanakan (dieksekusi). Dahulu kala ketika belum ada pengaturan dalam undang-undang, Pengadilan Negeri pun sebagai lembaga pelaksana eksekusi dari Pengdailan Agama, dengan kedudukan ketua Pengadilan Negeri sebagai pimpinan eksekusi.

Apabila dilihat jumlah pelaksanaan eksekusi di kantor lelang dengan yang dimintakan fiat eksekusi di Pengadilan Negeri, maka sangat banyak eksekusi yang langsung dijalankan sendiri tanpa meminta izin dari pengadilan, kecuali apabila pelaksanaan eksekusi tersebut dikemudian hari dikwatirkan akan bermasalah seperti merugikan pihak lain, maka Bank biasanya meminta terlebih dahulu fiat eksekusi untuk memberikan kepastian hukum.

Bank dalam menjalankan usahanya harus berdasarkan prinsip kehati-hatian, sehingga harus dipastikan status objek jaminan tidak dalam jaminan dengan

Page 27: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

pihak atau lembaga lain, tidak dalam status sengketa. Bila yang dijaminkan adalah harta bersama, maka harus jelas ada persetujuan dari pihak istri atau suami, begitu pula jika yang dijaminkan adalah harta warisan, maka harus dengan persetujuan ahli waris lainnya.Oleh karena itu pada prinsipnya fiat eksekusi hampir tidak pernah diajukan oleh Kreditor.

Pernyataan di atas, sejalan dengan pendapat dari Mohamad Akyas dari KPKLN Bandung yang menyatakan bahwa pemegang parate eksekusi dapat langsung ke KPKLN tanpa harus ada fiat pengadilan selama Debitor wanprestasi, dokumen lengkap, dan merupakan pemegang Hak Tanggungan Peringkat Pertama.4

Sehubungan dengan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa UUHT dalam praktik telah cukup memberikan kepastian hukum. Pengertian dari kepastian hukum adalah suatu kepastian tentang bagaimana peraturan perundang-undangan menyelesaikan masalah-masalah hukum yaitu terkait dengan eksistensi fiat eksekusi, bahwa fiat eksekusi hanya diperuntukkan bagi eksekusi berdasarkan Pasal 224 HIR/258 RBg dan bukan untuk eksekusi berdasarkan Pasal 6 UUHT, bagaimana peranan dan kegunaan lembaga lembaga hukum bagi masyarakat, dalam hal ini berarti lembaga adalah KPLN. Kepastian hukum juga dapat terwujud dalam keputusan pejabat yang berwenang yang menyangkut peristiwa tertentu.Dasar sifat civil law adalah hukum memperoleh kekuataan mengikat karena diwujudkan dalam peraturan peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematis dalam kodifikasi atau kompilasi. Untuk mencapai kepastian hukum, suatu peraturan harus secara jelas dan tegas mengatur dan memberi batasan tentang objek yang dasar diaturnya.

Dapat disimpulkan bahwa kepastian hukum adalah kepastian aturan hukum, bukan kepastian tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan aturan hukum.Sebagai negara dengan sistem hukum civil law yang mengutamakan undang-undang sebagai sumber hukum utama, maka keberadaan pengaturan dalam undang-undang tersebut tiada lain untuk memberikan kepastian hukum.

Penulis berpendapat bahwa dalam perkembangannya, pencapaian tujuan hukum yang satu tidak berarti harus mengabaikan tujuan hukum lainnya. Sebagaimana yang diketahui bahwa ajaran cita hukum ( idee des recht) menyebutkan adanya 3 unsur cita hukum yang harus ada secara proposional 4 Mohamad Akyas, Kepala Seksi Pelayanan Lelang KPKLN Bandung, wawancara dilakukan tanggal 25

Nopember 2013, Pukul 10.00 WIB.

Anita Afriana - KEDUDUKAN FIAT EKSEKUSI PENGADILAN NEGERI

Page 28: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

yaitu kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Sebagaimana disampaikan oleh Gustav Radbruch bahwa sekiranya dikaitkan dengan teori penegakan hukum bahwa harus memenuhi ketiga unsur tersebut5. Oleh karenanya, proses penegakan hukum di Indonesia harus berdasarkan kepada kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan sebagaimana yang tersebut di atas. Baik buruknya suatu hukum apabila dapat memberikan manfaat bagi masyrakat artinya masyarakt berharap adanya manfaat dalam proses penegakan hukum, sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa kedudukan fiat eksekusi dalam hal-hal tertentu yang terjadi dalam proses eksekusi berguna dengan memberikan suatu manfaat agar tidak terjadi sengketa di kemudian hari.

Bentuk Perlindungan Terhadap Kreditor dan Pihak Ketiga Sebagai Pemenang Lelang Bila Menguasai Benda ex Jaminan tanpa adanya fiat eksekusi dihubungkan dengan kepastian hukum.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. Disamping ketertiban, tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya.6

Pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan dalam praktik dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT dan Pasal 224 HIR/258 RBg, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan melalui parate eksekusi dan dengan pencantuman titel eksekutorial. Kedua peraturan tersebut memberikan kebebasan kepada kreditor untuk memilih cara dalam pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan. Pasal 224 HIR/258 RBg memberikan kewenangan kepada Pengadilan Negeri untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan bantuan hakim sedangkan Pasal 6 UUHT memberikan kewenangan kepada KPKNL untuk dapat melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan melalui pelelangan umum.

Hal ekseksusi Hak Tanggungan yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 224 HIR/258 RBg yaitu dengan bantuan hakim, maka pihak kreditor harus mengajukan permohonan untuk fiat eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri.Fiat eksekusi merupakan persetujuan hakim untuk memberi kuasa melaksanakan

5 Fence M. Wantu, “Anatomi dalam Penegakan Hukum oleh Hakim”, Mimbar Hukum Journal, Vol 19 No. 3, Edisi Oktober 2007, Yogyakarta: Fakultas Hukum, Universitas Gajah Mada, hlm. 388.

6 Mochtar Kusumaatmadja, 1976, Fungsi Hukum dan Pembangunan Nasional,Bandung, Bina Cipta, Bandung, hlm 2

Page 29: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

putusan eksekutorial, yang berarti bersifat dapat dilaksanakan. Fiat eksekusi dalam pelaksanaan eksekusi berdasarkan Pasal 224 HIR/258 RBg menjadi syarat mutlak, yaitu apabila tidak ada fiat eksekusi maka eksekusi terhadap objek jaminan Hak Tanggungan pun tidak dapat dilaksanakan.

Pelaksanaan eksekusi yang didasarkan pada ketentuan Pasal 6 UUHT dapat dilaksanakan secara langsung oleh pihak KPKNL atas permintaan kreditor. Tetapi pejabat lelang KPKNL hanya berwenang untuk melakukan lelang terhadap objek jaminan Hak Tanggungan dan tidak memiliki kewenangan eksekutorial terhadap hal-hal lainnya. Apabila dikemudian hari pihak debitor menolak untuk melakukan pengosongan tanahnya, maka pihak KPKNL tidak dapat melakukan tindakan paksaan.Pihak kreditor harus tetap meminta fiat eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk memberi persetujuan atau kuasa melakukan pengosongan objek jaminan Hak Tanggungan secara paksa.

Banyak faktor yang mempengaruhi efektivitas hukum sehingga dapat memberikan suatu ketertiban, antara lain adalah peraturan perundang-undangan, lembaga, dan proses. Bila dikaitkan dengan isu ini, maka ketiga unsur tersebut terpenuhi yaitu adanya peraturan perundang-undangan, adanya lembaga yaitu KPKLN, dan proses lelangnya.

Seperti telah diuraikan dimuka bahwa UUHT dan UU jaminan lainnya telah cukup memberikan kepastian hukum tentang pelaksanaan parate eksekusi, kecuali dalam hal-hal tertentu yang untuk kepastian dan kemanfaatan dimohonkan fiat eksekusi ke Pengadilan Negeri, misalnya ketika timbul keraguan akan status hukum objek jaminan yang ditakutkan ada hak pihak ketiga terhadap barang jaminan tersebut seperti hak ahli waris atau kreditur lainnya. Oleh karena itu dalam setiap pelaksanaan lelang harus didahulukan dengan diumumkan pada media massa untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang bersangkutan untuk membela haknya.

Sebagai pemenang lelang yang beritikad baik, maka kedudukannya haruslah dilindungi oleh hukum.Begitulah bagi ahli waris atau pihak ketiga yang haknya tersangkut pada objek jaminan, maka dapat mengajukan gugatan, dalam hal ini adalah gugatan perdata.Hukum Acara Perdata sebagai hukum formil yang bertujuan untuk menegakkan hukum materiil.

Sifat hukum acara perdata pada mulanya bersifat mengatur, namun apabila sudah digunakan maka sifatnya bersifat memaksa 7, artinya para pihak 7 Retnowulan Sutanto dan Oeripkartawinata, 2005, Hukum Acara Perdata, Bandung, Mandar Maju,

hlm 4.

Anita Afriana - KEDUDUKAN FIAT EKSEKUSI PENGADILAN NEGERI

Page 30: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

�0

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

diberikan kebebasan ketika akan menyelesaikan sengketa perdata apakah akan menggunakan pengadilan sebagai lembaga litigasi, atau diselesaikan secara non litigasi. Hal ini terkait dengan inisiatif dari para pihak yang berperkara khususnya Penggugat, namun ketika para pihak telah memutuskan untuk menyelesaikan sengketa secara litigasi, maka bukan saja para pihak termasuk kuasa hukumnya saja yang terikat pada peraturan, tata cara, atau peraturan hukum acara perdata, namun juga hakim yang memeriksa perkara.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Djoko Indiarto, hakim Pengadilan Negeri Bandung dikemukakan bahwa tidak hanya pihak ketiga, kreditor yang berhak mengajukan gugatan pembatalan lelang, tetapi juga Debitur. Hal ini banyak terjadi,karena Debitur merasa dirugikan karena nilai jaminan dan hasil penjualan lelang tidak seimbang, sehingga yang bersangkutan mengalami kerugian.

Bagi ahli waris atau pihak ketiga lainnya yang merasa dirugikan dalam pelaksanaan lelang dapat mengajukan perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial. Bentuk perlawanan ini merupakan upaya hukum luar biasa yang bersifat tidak menangguhkan eksekusi. Apabila perlawan pihak ketiga sempat diputus, maka pihak ketiga yang dapat membuktikan bahwa ia adalah pemilik dari barang sengketa tersebut akan dinyatakan sebagai pelawan yang benardan eksekusi diperintahkan untuk diangkat.

Kesimpulan Dan SaranKesimpulan1. Undang undang hak Tanggungan telah memberikan kepastian hukum

bahwa eksekusi objek jaminan berupa tanah dan bangunan dapat dilakukan langsung oleh pihak Kreditor tanpa harus memohonkan fiat eksekusi terlebih dahulu kepada Ketua Pengadilan Negeri, selama dokumen sebagai alas hak lengkap dan Debitor sebagai pemegang hak tanggungan pertama. Fiat eksekusi akan memberikan manfaat dan kepastian hukum untuk eksekusi terhadap barang-barang yang bermasalah, namun hal ini dapat dihindarkan bila Bank dan Lembaga Pembiayaan lainnya menjalankan usaha dengan berpegang teguh pada prinsip kehati – hatian.,

2. Pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan dalam praktik dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT dan Pasal 224 HIR/258 RBg. Terhadap pihak yang dirugikan baik Debitor, Kreditor, maupun

Page 31: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

�1

pihak ketiga dapat mengajukan gugatan dan atau perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial yang merupakan upaya hukum luar biasa yang dikenal dalam hukum acara perdata.

Saran.Pada dasarnya diperlukan koordinasi terhadap lembaga-lembaga yang

terkait dengan penyelesaian kredit macet, hal ini diperlukan agar tidak terjadi ketimpangan dalam melaksanakan ketentuan undang-undang. Seharusnya KPKNL tidak perlu ragu ragu dalam hal melakukan eksekusi terhadap permohonan parate eksekusi kreditor tanpa adanya fiat eksekusi pengadilan, karena sesuai dengan ketentuan undang-undang memang tidak diperlukan fiat eksekusi, kecuali dalam hal-hal tertentu.

Daftar PustakaBuku:Abdurrahman, Beberapa Catatan tentang Hukum Jaminan dan Hak-hak Jaminan

atas Tanah, Alumni, Bandung, 1985.Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,

Prenada Media Group, Jakarta, 2006.Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Pebankan Indonesia, PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2007.Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi Hukum dan Pembangunan Nasional, Binacipta,

Bandung, 1976.Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008Retnowulan Sutanto dan Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata, Mandar

Maju, Bandung, 2005.

Peraturan Perundang-undanganHIRUndang-undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan.

JurnalFence M. Wantu, “Anatomi dalam Penegakan Hukum oleh Hakim”, Mimbar

Hukum Journal, Vol 19 No. 3, Edisi Oktober 2007, Yogyakarta: Fakultas Hukum, Universitas Gajah Mada

Anita Afriana - KEDUDUKAN FIAT EKSEKUSI PENGADILAN NEGERI

Page 32: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

Perbedaan Teoritis Antara Lembaga Penyelesaian Kasus Maladministrasi (Ombudsman) Dengan Lembaga Peradilan Administrasi (PTUN)

Hendra Nurtjahjo

Pengantar Keberadaan Ombudsman dalam menangani kasus maladministrasi

pelayanan publik seringkali belum dapat dipahami perbedaannya dengan keberadaan Peradilan Tata Usaha negara yang menyelenggarakan peradilan administrasi. Ombudsman menangani kasus-kasus penyimpangan administratif yang dilakukan oleh penyelenggara negara sebagai penyelenggara pelayanan publik, sedangkan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) menangani perkara terkait dengan dikeluarkannya ketetapan penyelenggara negara yang melanggar ketentuan administrasi. Tentu saja hal ini menunjukkan perbedaan eksistensi dari kedua lembaga tersebut walaupun sama-sama ada kaitannya dengan wilayah hukum administrasi.

Tulisan ini berupaya mengidentifikasi perbedaan teoritis antara lembaga Ombudsman dan lembaga Peradilan Administrasi (PTUN). Identifikasi teoritis tentunya dilakukan sebagai langkah awal bagi kajian lebih lanjut yang akan menyentuh dunia praktis dalam operasionalisasi kedua lembaga. Perbedaan teoritis ini sangat diperlukan sebagai pegangan bagi aktualisasi kewenangan masing-masing lembaga dalam koridor hukumnya masing-masing. Tentu saja kajian ini memerlukan pengembangan lebih lanjut yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan praktis yang ada di lapangan ketika kedua lembaga ini menjalankan fungsi dan kewenangannya dalam sistem hukum dalam arti luas.

Pembahasan tentang perbedaan teoritis antara Ombudsman dan PTUN dalam tulisan ini berupaya untuk menjawab tiga hal: pertama, apakah perbedaan tujuan kelembagaan Ombudsman Republik Indonesia dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kedua, bagaimanakah lingkup perbedaan yurisdiksi kewenangan Ombudsman dan PTUN dalam melangsungkan tugas pengawasan terkait hukum dan etika administrasi. Ketiga, Bagaimanakah keterkaitan

3

Page 33: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

kewenangan antara Ombudsman dan PTUN dalam perspektif perundang-undangan dari masing-masing lembaga. Tiga hal inilah yang menjadi pokok masalah yang akan dibahas di dalam tulisan yang bersifat penjajakan teoritis ini. Tabel perbedaan karakteristik dalam tulisan ini merupakan hasil identifikasi dari adanya perbedaan teoritis yang muncul dalam analisis.

Perbedaan Tujuan Keberadaan Ombudsman dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam Sistem Hukum Indonesia

Dalam pasal 3 UU No.37 Tahun 2008 disebutkan secara flagrant (jelas) bahwa Ombudsman dalam menjalankan tugas dan wewenangnya memiliki 8 asas. Kedelapan asas ini menjadi landasan kerja dan juga menjadi perspektif untuk menilai suatu keadaan, proses atau peristiwa yang berkaitan dengan administrasi pulbik (baca : administrasi negara). Kepatutan (behoorlijkheid) merupakan norms dalam arti yang luas dan menjadi ciri dari eksistensi pengawasan Ombudsman. Mengapa demikian? Karena Ombudsman tidak hanya menilai hukum sebagai sesuatu yang rigid formalistik belaka atau legalislic dalam pengertian normative yang sempit. Apa yang patut dan tidak patut itu tidak sama dengan pengertian rigid “perbuatan melawan hukum” atau “bertentangan dengan undang-undang” dalam konteks pidana dan perdata saja. “Hukum” (dalam tanda kutip) tidak bisa hanya diidentikkan semata-mata dengan kaedah pasal dalam undang-undang. Disinilah letak kepatutan yang masuk menjadi bagian penting dari ‘hukum’ sebagai kaedah atau norm. Sehingga hukum tidak kering oleh hanya penampakan dari pasal di dalam undang-undang saja atau dalam bahasa lain postivistik atau legisme sempit semata. Hal inilah yang membedakan objek pengawasan Ombudsman dengan mekanisme peradilan pada umumnya.

Sebelum ada Komisi Ombudsman Nasional (KON) pengaduan maladministrasi pelayanan publik hanya disampaikan kepada instansi yang dilaporkan dan penanganannya sering dilakukan oleh pejabat yang dilaporkan sehingga masyarakat belum memperoleh perlindungan dan tindak lanjut yang memadai1. Selain itu, untuk menyelesaikan pengaduan pelayan publik, selama 1 Fungsi utama Ombudsman yang awalnya sebagai pengawas hubungan publik antara pemerintah

(sektor public) dan rakyatnya kemudian berkembang dewasa ini menjadi pengawas dalam hubungan privat antara sektor swasta dan masyarakat sehingga kemudian muncul ombudsman privat, misalnya, ombudsman asuransi, ombudsman bank, dan ombudsman pers. Penyelesaian permasalahan melalui ombudsman dipandang lebih efisien karena proses tindak lanjutnya tidak seperti mekanisme di pengadilan, baik dari segi formalitas, biaya, maupun waktu penyelesaiannya. Dalam praktek, masyarakat dapat menyampaikan keluhan melalui telepon, e-mail, surat, atau lisan. Proses pengujian keluhan tersebut juga tidak serumit pengajuan bukti-bukti di pengadilan sehingga

Hendra Nurtjahjo - PERBEDAAN TEORITIS ANTARA LEMBAGA PENYELESAIAN KASUS ...

Page 34: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

ini dilakukan dengan mengajukan gugatan melalui pengadilan, baik lingkup perdata (PN) maupun tata usaha negara (PTUN).

Penyelesaian melalui pengadilan tersebut (Court system) terlalu rigid dengan hukum acara, memerlukan waktu cukup lama, dan biaya perkara yang tidak sedikit, dan bahkan tidak sedikit diliputi mafia peradilan yang menyebabkan arah putusan hukum bisa “jauh panggang dari api” yaitu jauh dari keadilan yang sesungguhnya. Penundaan berlarut-larut yang seringkali terjadi dalam administrasi peradilan dan juga lekuk liku hukum acara yang dimanipulasi menjadikan orang mencari lembaga alternatif atau mekanisme “alternative dispute resolution” (ADR) yang biasanya lebih cepat dan leluasa dalam menembus keseraman dunia peradilan2. Untuk itu, diperlukan lembaga tersendiri yakni Ombudsman yang dapat menangani pengaduan pelayanan publik dengan mudah dan dengan tidak memungut biaya. Ombudsman Republik Indonesia tersebut merupakan lembaga negara independen yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya3.

Secara konkrit dapat ditegaskan bahwa keberadaan Ombudsman ditujukan untuk menangani pengaduan tentang pelayanan aparatur negara kepada publik (masyarakat) yang mudah dan tanpa biaya. Klausul “yang mudah dan tanpa biaya” ini menunjukkan perbedaannya dengan sistem kerja pengadilan yang cendrung tidak mudah dan tidak murah (memakan biaya). Disamping itu, secara normatif Ombudsman juga memiliki tujuannya sendiri yang dibebankan oleh Undang-undang.

TUJUAN KEBERADAAN OMBUDSMAN(Pasal 4 UU No. 37 Thn 2008)

NO TUJUAN KEBERADAAN

OMBUDSMANKETERANGAN

1 MEWUJUDKAN NEGARA HUKUM (Demokratis, Adil, & Sejahtera)

Ada ruang atau celah2 penegakan keadilan yang bisa diselesaikan secara persuasif/ADR oleh Ombudsman.

ada istilah cara kerja ombudsman menembus sekat-sekat formalitas hukum. Ombudsman hadir untuk menghadapi persoalan yang muncul dari kekecewaan publik atas kinerja suatu institusi.

2 Hakim Agung Gayus Lumbuun mengatakan bahwa dunia peradilan atau sistem hukum itu seperti “Goa Hantu” yang sulit ditembus oleh orang-orang awam hukum. Lihat buku “Menerobos Goa Hantu…”

3 Penjelasan UU No. 37 Tahun 2008, paragraf kelima.

Page 35: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

2 MENDORONG PENYELENGGARAAN NEGARA DAN PERMERINTAHAN : efektif dan efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari KKN

Pintu masuk terjadinya KKN adl adanya tata kelola adm/birokrasi pemerintahan yg buruk (terjadinya maladministrasi)

3 MENINGKATKAN PELAYANAN NEGARA (mewujudkan keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan)

Koreksi persuasif thd tata kelola adm pemerintahan akan meningkatkan pelayanan publik.

4 PEMBERANTASAN/ PENCEGAHAN PRAKTEK-PRAKTEK MALADMINIS-TRASI, DISKRIMINASI, DAN KKN

Misi utama Ombudsman adl pem-berantasan praktek/tindak mal-administrasi

5 MENINGKATKAN BUDAYA HUKUM, KESADARAN HUKUM, DAN SUPREMASI HUKUM

Kesadaran hukum sbg pelayan publik dari aparatur Negara/ pemerintahan adl target kerja Ombudsman.

Tujuan yang dilekatkan pada lembaga Ombudsman sangat luas dan mencakup banyak aspek.4 Hal ini menunjukkan signifikansi ombudsman dan korelasinya yang langsung dengan perwujudan negara hukum yang demokratis guna menegakkan keadilan dan melahirkan kesejahteraan warganya. Mendorong pelaksanaan pemerintahan yang bebas KKN (Kolusi,Korupsi, dan Nepotisme) dan menjadikan aparatur negara sebagai pelayan publik guna mewujudkan kesejahteraan warga negara serta mencegah dan memperbaiki praktek-praktek maladministrasi yang kerap terjadi. Hal yang juga diemban dalam keberadaan Ombudsman ini adalah bahwa dalam setiap pemecahan kasus, systemic review, atau laporan pengaduan yang ditanganinya, Ombudsman harus menanamkan adanya budaya hukum yang berorientasi pada keadilan yang nyata, kesadaran hukum dari semua pihak, baik pelapor maupun terlapor, sehingga dapat diarahkan pada posisi hukum sebagai the supreme instrument to settle cases into harmony (Supremacy of Law). Tentu saja hal ini merupakan suatu mekanisme 4 Antonius Sujata dan RM. Surachman, Catatan Perjalanan Sebelas Tahun Ombudsman Republik

Indonesia, Op.cit., hal.16. Untuk tujuan jangka pendek pembentukan Ombudsman adalah mengusahakan pembentukan pemerintahan yang efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan publik, yang dilandasi supremasi hukum serta terwujud penegakan hukum yang profesional, terpercaya, termasuk institusi peradilan yang mandiri, bertanggung jawab dan menghormati hak asasi manusia, serta mempertahankan persamaan kesempatan dan keadilan bagi setiap orang. Tujuan jangka panjangnya pembentukan Ombudsman adalah mewujudkan suatu pemerintahan yang bersih dalam pengertian demokrasi sipil yang didasari oleh asas negara hukum. Yang dalam pelaksanaannya harus didukung oleh sistem peradilan yang baik yang menghormati asas persamaan dihadapan hukum, asas praduga tidak bersalah, serta menghormati hak untuk diperiksa secara terbuka didepan mahkamah yang bebas dan tidak memihak .

Hendra Nurtjahjo - PERBEDAAN TEORITIS ANTARA LEMBAGA PENYELESAIAN KASUS ...

Page 36: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

baru yang masuk menjadi bagian integral dari mekanisme hukum konvensional, yaitu mekanisme peradilan umumnya, dan pada khususnya keterkaitannya dengan keberadaan peradilan tata usaha negara.

Pada sisi yang lain, berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, keberadaan Peradilan ini sebagai bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh negara bagi masyarakat akibat dikeluarkannya ketetapan (beschiking) oleh pejabat negara, yang dinilai melanggar ketentuan administrasi. Peradilan Tata Usaha Negara dibentuk untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan warga negaranya sehingga dapat mengawasi secara yuridis (judicial control) ketetapan (beschiking) yang dibuat oleh penyelenggara negara5. Pembinaan teknis peradilan, organisasi,embinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial Pengadilan tetap dilakukan oleh Mahkamah Agung (Judicial Branch).6

Peradilan Tata Usaha Negara dalam konsideran “Menimbang” Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara disebutkan bahwa tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram serta tertib yang menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum dan menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antara aparatur di bidang tata usaha negara dengan para warga masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan adanya Peradilan Tata Usaha Negara yang mampu menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum, sehingga dapat memberikan pengayoman kepada masyarakat, khususnya dalam hubungan antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan masyarakat.

5 Istilah ‘penyelenggara negara’ dalam hal ini bila dikaitkan dengan tugas keombudsmanan maka istilah ini akan diartikan sebagai penyelenggara pelayanan publik. Sebagai penyelenggara pelayanan publik tentu saja pelaksanaan tugas-tugasnya masuk dalam lingkup pengawasan dari Ombudsman.

6 Para hakim pengadilan sebagai pejabat melakukan tugas kekuasaan kehakiman dengan syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhentian, serta pelaksanaan tugas hakim ditetapkan dalam undang-undang. Pengangkatan hakim pengadilan tata usaha negara dilakukan melalui proses seleksi yang transparan, akuntabel, dan partisipatif. Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan tata usaha negara dilakukan bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Hakim pengadilan dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara diangkat oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung dan hakim pengadilan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial melalui Ketua Mahkamah Agung. Usul pemberhentian hakim yang dilakukan oleh Komisi Yudisial hanya dapat dilakukan apabila hakim yang bersangkutan melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Ketua dan wakil ketua pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung.

Page 37: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

Maladministrasi Sebagai Yurisdiksi Ombudsman Dan Perbedaannya Dengan Yurisdiksi Peradilan Administrasi (PTUN)

Sebagai sebuah lembaga negara independen, Ombudsman Republik Indonesia memiliki domain kerja untuk menyelesaikan, mencegah, dan mengawasi maladministrasi pelayanan publik (Pasal 1 ayat 3 UU No.37 Tahun 2008). Domain kerja ini menjadi yurisdiksi khusus yang menjadi esensi keberadaan Ombudsman. Sebagaimana KPK yang memiliki domain kerja untuk menyelesaikan, mencegah, menindak, dan mengawasi terjadinya korupsi, khususnya tindak pidana korupsi yang nilainya diatas satu milyar. Jadi jelas dapat dipahami bahwa Ombudsman memiliki wilayah kerja yang berkenaan dengan terjadinya maladministrasi (penyimpangan administrasi) dalam pelayanan yang dilakukan sektor publik (public services sectors), dan tidak berkenaan dengan korupsi (pidana khusus) yang ditangani oleh KPK7.

Namun demikian, ada intersection (irisan) dalam memaknai terjadi sebuah tindak pidana korupsi yang pada hakikatnya merupakan tindakan mengambil tanpa hak (pencurian) dengan aspek-aspek yang berkenaan dengan jabatan atau kewenangan tertentu. Pungli (pungutan liar) dan suap menyuap yang kerap terjadi dalam birokrasi pemerintahan atau administrasi pelayanan publik pada hakikatnya juga merupakan tindakan mengambil tanpa hak yang dapat dipandang sebagai korupsi dalam perspektif hukum pidana. Namun demikian, Ombudsman memandang hal tersebut dalam perspektif etika dan

7 Namun demikian patut dipahami bahwa KPK sangat perhatian pada korupsi-korupsi kecil yang banyak terjadi dilingkungan pelayanan publik pemerintah. Hal ini mempengaruhi Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia menjadi tidak dianggap membaik. Oleh karena itu KPK bersama-sama Ombudsman memiliki kepentingan untuk mengurangi atau memberantas habis korupsi birokrasi pelayanan publik di seluruh sektor publik. Lihat http://metro.sindonews.com/read/2012/12/11/31/696535/survei-kpk-pelayanan-pemkot-depok-terburuk-se-indonesia Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan hasil survei integritas sektor publik tahun 2012 dan menyatakan, institusi pemerintah dengan palayanan publik terburuk se-Indonesia adalah Pemerintah Kota (Pemkot) Depok. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengungkapkan, survei dilakukan dalam rangka optimalisasi pencegahan korupsi. Survei itu dilakukan untuk menelusuri akar permasalahan korupsi di sektor pelayanan publik. Selain itu, untuk mendorong dan membantu lembaga publik, mempersiapkan upaya-upaya pencegahan korupsi yang efektif pada wilayah dan layanan yang rentan terjadinya korupsi. Survei berlangsung pada Juni-Oktober 2012, dilaksanakan terhadap 498 unit layanan yang tersebar di 20 instansi pusat, lima instansi vertikal, dan 60 pemerintah daerah,” kata Busyro, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (11/12/2012). Dia menambahkan, survei melibatkan responden yang merupakan pengguna layanan sebanyak 15.000 orang yang terdiri dari 1.200 orang responden di tingkat pusat, 8.160 orang respoDari survei itu ditemukan, Indeks Integritas Nasional (IIN) Indonesia adalah 6,37. Nilai itu dengan perincian rata-rata integritas di tingkat pusat sebesar 6,86, di tingkat instansi vertikal sebesar 6,34, dan di tingkat daerah 6,32.

Hendra Nurtjahjo - PERBEDAAN TEORITIS ANTARA LEMBAGA PENYELESAIAN KASUS ...

Page 38: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

hukum administrasi, sehingga tindakan permintaan imbalan berupa pungli (pungutan liar) dan suap menyuap itu merupakan tindakan yang melanggar asas profesionalitas, melanggar etika administrasi dan hukum administrasi yang mengagungkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Ombudsman memandang tindakan pungli dan permintaan imbalan yang tidak sah itu sebagai maladministrasi atau penyimpangan terhadap asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), yang semestinya melakukan administrasi pelayanan yang baik bagi publik sebagai warga negara. Penyelenggara negara sebagai pelayan publik sudah seharusnya memperhatikan kode etik sebagai pegangan bagi perilaku administrator atau aparatur negara (code of good administration behavior).

Yurisdiksi atau jurisdiction dalam bahasa Inggris menunjukkan pada adanya legal power atau kewenangan yuridis yang dimiliki oleh suatu lembaga. Dalam bahasa Indonesia dapat secara bebas dimengerti sebagai lingkup kewenangan sebuah lembaga atau domain kerja suatu institusi. Jika mengacu pada UU No. 37 Tahun 2008 yang menjadi dasar hukum Ombudsman, dapat disimpulkan kewenangan atau yurisdiksi Ombudsman adalah maladministrasi.

Untuk memahami pengertian maladministrasi sebagai domain kerja yang menjadi yurisdiksi Ombudsman Republik Indonesia, maka dalam uraian berikut akan diuraikan pengertian normatif maladministrasi menurut hukum Indonesia, dan klasifikasi yang menggambarkan jenis-jenis maladministrasi yang sering terjadi dalam konteks laporan pengaduan yang ditangani Ombudsman selama ini.

KC. Wheare, seorang ahli konstitusi kenamaan yang berasal dari Inggris pernah menulis buku yang sangat komprehensif membahas tentang pengertian ‘maladministration.’ Dalam buku ini pula KC. Wheare menggambarkan peran kelembagaan Ombudsman yang sangat penting dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari terkait adanya tindakan maladministrasi sebagai bagian dari penyakit suatu pemerintahan. Perilaku disfungsional para pejabat pimpinan dalam birokrasi pemerintahan, yang paling sering terjadi dan oleh karenanya mendapat sorotan masyarakat, adalah penyalahgunaan kekuasaan dan jabatannya. Bahkan dapat dikatakan bahwa perilaku disfungsional demikianlah yang menjadi ‘sumber’ dari berbagai perilaku lainnya. Perilaku disfungsional inilah yang dikatakan sebagai malfunction in

Page 39: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

administrative action (maladministrasi)8. Istilah maladministrasi ini menjadi istilah hukum publik (public law) yang

lebih banyak dipakai dikalangan ahli hukum administrasi ketimbang di kalangan hukum tata negara (constitutional law). Maladministration dalam pandangan KC. Wheare adalah9 :

“Maladministration may be described as ‘administrative action (or inaction) based on or influenced by improper considerations or conduct.’ Arbitrariness, malice or bias, including discrimination, are examples of improper consideration. Neglect, unjustifiable delay, failure to observe relevant rules and procedures, failure to take relevant considerations into account, failure to establish or review procedures where there is a duty or obligation on a body to do so, are examples or improper conduct.”

Bila ditelusuri dari sudut bahasa terminologi “Maladministrasi” tentu merupakan terjemahan dari kata maladministration, yang merupakan konsep hukum dalam lingkungan ilmu Administrative Law atau Public Administration, dan tentunya dalam berbagai undang-undang, act, legislation yang selalu berkaitan dengan kewenangan pengawasan lembaga Ombudsman10. Beberapa sarjana ada yang mempergunakan istilah ini sebagai padanan bagi istilah ‘bureaucratic misdeeds,’ ‘administrative malfunction,’ dan ‘defective administration,’11 ada yang 8 Sondang P Siagian, Patologi Birokrasi : Analisis, Identifikasi, dan Terapinya. Jakarta : Ghalia Indonesia,

1994. Hal. 36-37. Dalam buku ini Sondang menguraikan beragam penyakit birokrasi, antara lain : menerima sogok, pertentangan kepentingan, kecendrungan mempertahankan status quo, Pilih kasih, sikap ingin bermewah-mewah, ketidakpedulian pada kritik dan saran, kurang komitmen, takut mengambil keputusan, tidak kompeten, ketakutan pada perubahan, inovasi dan resiko, sikap sombong dan lain-lain.

9 K.C. Wheare, Maladministration And Its Remedies. London : Stevens & Sons, 1973. Hal. 11. Dalam definisi maladministrasi ini sebenarnya KC Wheare mengambil ekstrak dari Laporan Tahunan Ombudsman Nothern Ireland (the Nothern Ireland Commisioner for Complaints, 1970). Dari pernyataan tersebut apa yang tercakup dalam pengertian maladministrasi adalah begitu banyak dan luas karena menyangkut seluruh kegiatan administrasi yang tidak dilaksanakan dengan baik, dengan seksama, dan keluar dari koridor hukum dan etika.

10 Guru Besar Ilmu Administrasi Publik FISIP UI, Eko Prasojo, cendrung mengidentikkan istilah ‘maladministrasi’ dengan istilah ‘patologi birokrasi’ (bureau pathologies). Kategorisasi demikian dikatakannya mengikuti definisi yang dibuat oleh pakar Administrasi Publik, Gerald E Caiden. Penamaan patologi birokrasi (penyakit birokrasi) bukanlah terminologi hukum yang kerap dipakai dalam undang-undang (legal term), melainkan istilah khusus dalam kajian sosial dan administrasi publik yang menunjuk pada keadaan birokrasi yang dipenuhi oleh kelemahan-kelemahan atau penyakit sistemik. Keterangan di atas dimuat dalam tulisan Eko Prasojo, Gayus dan Patologi Birokrasi, Kompas, 19 April 2010. Dari pandangan tersebut setidaknya dapat kita tengarai ada satu pengertian dalam dua perspektif yang berbeda, perspektif hukum, dan perspektif ilmu sosial, khususnya ilmu Administrasi Publik.

11 Roger Douglas, Douglas and Jones’s Administrative Law, fifth edition, New South Wales, Australia,

Hendra Nurtjahjo - PERBEDAAN TEORITIS ANTARA LEMBAGA PENYELESAIAN KASUS ...

Page 40: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

�0

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

mempergunakan istilah ‘mismanagement; misgovernment’ atau dalam bahasa Belanda ‘wanbeheer, wanbeleid, wanbestuur, verkeerd beheren.’ Undang-undang Ombudsman Republik Indonesia menggunakan istilah “maladministrasi”, dengan memasukkan ruang lingkup normatif ‘perbuatan melawan hukum,’ ‘perbuatan melampaui wewenang,’ ‘kelalaian,’ ‘pelanggaran/pengabaian kewajiban hukum.’ Dalam hal ini Subekti juga menggunakan istilah Perbuatan Melanggar Hukum untuk menyatakan adanya perbuatan melawan hukum atau pengabaian kewajiban terhadap hukum yang berlaku12 namun beliau membahas dalam konteks hukum perdata saja.

Pendapat lain juga ada yang menyatakan, tindakan pejabat pubik yang dapat dikategorikan telah memenuhi tindakan maladministrasi, adalah:13 1. Meliputi semua tindakan yang dirasakan janggal (inappropriate) karena

melakukan tidak sebagaimana mestinya; 2. Meliputi tindakan pejabat publik yang menyimpang (deviate);3. Meliputi tindakan pejabat publik yang melanggar ketentuan (irregular/

illegitimate); 4. Penyalahgunaan wewenang (abuse of power); dan5. Keterlambatan yang tidak perlu karena penundaan berlarut atas suatu

kewajiban pemberian pelayanan publik (undue delay). Pengertian maladministrasi secara umum adalah perilaku yang tidak wajar,

termasuk penundaan pemberian pelayanan; tidak sopan dan kurang peduli terhadap masalah yang menimpa seseorang yang disebabkan oleh perbuatan penyalahgunaan kekuasaan; penggunaan kekuasaan secara semena-mena atau kekuasaan yang digunakan untuk perbuatan yang tidak wajar, tidak adil, intimidatif atau diskriminatif dan tidak patut didasarkan seluruhnya atau sebagian atas ketentuan undang-undang atau fakta, tidak masuk akal atau berdasarkan tindakan yang tidak baralasan (unreasonable), tidak adil (unjust), menekan (oppressive), improrer dan diskriminatif. Sadjijono mengartikan maladministrasi adalah suatu tindakan atau perilaku administrasi oleh penyelenggara administrasi negara (pejabat publik) dalam proses pemberian pelayanan umum yang menyimpang dan bertentangan dengan kaidah atau

The Federation Press.2006. Hal. 20512 Lihat uraian tentang padanan kata perbuatan melawan hukum yang disebut sebagai perbuatan

melanggar hukum dalam Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, 1970. hal. 346

13 Edi Pranoto, Maladministrasi, Akibat hukum dan Penyelesaiannya, <http://edipranoto.blogspot.com/2011/02/maladministrasi-akibat-hukum-dan.html>, diakses 3 November 2012

Page 41: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

�1

norma hukum yang berlaku atau melakukan penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) yang atas tindakan tersebut menimbulkan kerugian dan ketidakadilan bagi masyarakat, dengan kata lain melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan administrasi.14

Hal yang menarik dari perspektif Ombudsman adalah bahwa penilaian mengenai apakah suatu perbuatan termasuk perbuatan melawan hukum, tidak cukup apabila hanya didasarkan pada pelanggaran terhadap kaidah hukum perdata, pidana atau administrasi, tetapi perbuatan tersebut harus juga dinilai dari sudut pandang kepatutan, hal ini masuk dalam wilayah etis (etika, dan bukan hanya hukum). Fakta bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran terhadap suatu kaidah hukum dapat menjadi faktor pertimbangan untuk menilai apakah perbuatan yang menimbulkan kerugian tadi sesuai atau tidak dengan kepatutan yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat.15 Sehingga, dalam konteks kasus maladministrasi dapat disinyalir bahwa satu kasus mungkin saja dapat memiliki empat dimensi yang merupakan ranah logika hukum yang berbeda, yaitu : dimensi pidana, perdata, administrasi, dan etika. (Lihat Gambar ) Namun demikian harus dipahami bahwa kasus-kasus atau laporan pengaduan yang ditangani Ombudsman hanya berkenaan dengan soal hukum administrasi dan etika administrasi. Walaupun harus diakui dimensi pidana dan perdata sebuah kasus seringkali muncul dan merupakan

ikutan dari sebuah penyimpangan administrasi (maladministrasi); atau bahkan menjadi ujungnya. Sangat sering terjadi bahwa suatu tindakan manipulasi dalam aspek administrasi dimaksudkan untuk tujuan melakukan tindak pidana korupsi pada akhirnya. Misalnya : kasus penyimpangan atau penggelapan pajak oleh suatu perusahaan dimulai dari suatu manipulasi administrasi (maladministrasi) yang dilakukan

14 Ibid.15 Dalam disertasinya Rosa Agustina menyitir pendapat Setiawan untuk menjelaskan perkembangan

konsep Perbuatan Melawan Hukuum. Setiawan, Empat Kriteria Perbuatan Melanggar Hukum dan Perkembangannya Dalam Yurisprudensi, Dalam Varia Peradilan No.16, Desember 1986.

Hendra Nurtjahjo - PERBEDAAN TEORITIS ANTARA LEMBAGA PENYELESAIAN KASUS ...

Page 42: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

atau dibantu oleh pegawai pajak itu sendiri, sehingga terjadi kerugian keuangan negara dalam bentuk berkurangnya pemasukan kas negara dari sektor pajak yang menjadi kewajiban banyak perusahaan.

Perkembangan pengertian maladministrasi yang didasarkan pada hukum tidak tertulis menjadi wilayah yang terbuka (open texture) untuk diisi oleh pertimbangan-pertimbangan dan rekomendasi Ombudsman yang dapat berisi penemuan tindakan atau peristiwa hukum baru yang masuk kategori ‘maladministrasi.’ Ada harapan besar dari publik, dalam hal ini—masyarakat luas-- para pelapor (masyarakat yang mengadukan masalahnya ke Ombudsman), agar Ombudsman dapat ikut serta menjadi kekuatan penekan dan penyelesai kasus-kasus yang menyangkut perilaku pejabat atau penyelenggara yang tidak ter-cover oleh undang-undang atau hukum tertulis16. Ombudsman diharapkan menghasilkan pertimbangan-pertimbangan dan mengidentifikasi penyimpangan administrasi yang dasarnya adalah hukum tidak tertulis.

Pada sisi yang lain, sengketa tata usaha negara terjadi karena kewenangan yang dimiliki oleh pejabat adminstrasi negara adalah bersifat bebas (freies Ermessen) atau memiliki discresionare power sebagai konsekuensi logis dalam konsepsi welfare state untuk menciptakan tujuan pembentukan negara, akan tetapi pemberian freies Ermessen ini kenyataannya menimbulkan sejumlah permasalahan. Sebab adanya kewenangan bebas ini berarti terbuka peluang penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) atau tindakan sewenang-wenang (willekeur) yang dapat merugikan warga negara.17

Namun tidak semua keputusan pemerintah dapat disengketakan di hadapan badan peradilan administrasi (PTUN). Keputusan pemerintah yang dikesampingkan dari wewenang peradilan administrasi oleh Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, adalah keputusan pada bidang-bidang tertentu, yaitu: (a) keputusan pemerintah yang merupakan perbuatan hukum perdata; (b) keputusan pemerintah yang merupakan pengaturan yang bersifat umum; (c) keputusan pemerintah yang masih memerlukan persetujuan; (d) keputusan

16 Perilaku pejabat atau penyelenggara pelayanan publik yang tidak dapat tercakup oleh hukum tertulis itu antara lain adanya tindakan birokratis yang menunda-nunda lahirnya suatu perizinan, sertifikat, putusan administratif dan lain-lain produk hukum administrasi publik. Tidak hanya penundaan berlarut, tetapi juga sikap tidak peduli (acuh tak acuh), sikap tidak patut yang dilakukan oleh pejabat atau penyelenggara pelayanan publik juga dapat tercakup dalam suatu tindak maladministrasi.

17 Iskatrinah, Pelaksanaan Fungsi Hukum Administrasi Negara Dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik, <http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=10&mnorutisi=11>, diakses 31 Januari 2012.

Page 43: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

pemerintah yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana; (e) keputusan pemerintah yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; (f) keputusan pemerintah mengenai administrasi militer; (g) keputusan panitia pemilihan, baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil pemilihan umum.

Selain itu, terdapat keputusan pemerintah yang karena keadaan tertentu tidak dapat menjadi wewenang peradilan administrasi untuk mengujinya, sebagaimana yang ditentukan Pasal 49 Undang-Undang Peradilan Administrasi, yaitu keputusan yang dikeluarkan :(a) dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yang membahayakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (b) dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Keterkaitan Kewenangan Ombudsman Dengan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)

Sesuai dengan Pasal 9 yakni Dalam melaksanakan kewenangannya, Ombudsman dilarang mencampuri kebebasan hakim dalam memberikan putusan jo Pasal 36 ayat (1) UU No.37 Tahun 2008, Ombudsman akan menolak Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a dalam hal substansi laporan/pengaduan sedang dan telah menjadi objek pemeriksaan pengadilan, kecuali Laporan tersebut menyangkut tindakan maladministrasi dalam proses pemeriksaan di pengadilan. Untuk mencegah terjadi benturan pelaksanaan pengawasan oleh Ombudsman sebagai pengawas eksternal (administrative control) dan Peradilan Tata Usaha Negara sebagai pengawas judisial (judicial control) dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap sengketa tata usaha negara yang diajukan atau didaftarkan oleh penggugat/ pelapor terkait terjadinya maladministrasi, maka semaksimal mungkin Ombudsman harus menggali informasi yang utuh dari pelapor yang ada. Hal ini untuk melihat apakah substansi maladministrasi yang telah terjadi pada kasus tersebut.

Dalam hal adanya putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap, tetapi administrasi eksekusi belum dapat dijalankan, maka masyarakat dapat mengadukannya kepada Ombudsman. Hal ini dikarenakan suatu proses eksekusi

Hendra Nurtjahjo - PERBEDAAN TEORITIS ANTARA LEMBAGA PENYELESAIAN KASUS ...

Page 44: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

adalah peristiwa administrasi negara yang semestinya wajib untuk dilaksanakan oleh pihak eksekutif yang telah kalah dalam sidang pengadilan. Ombudsman juga dapat membantu pelaksanaan eksekusi putusan hakim pengadilan tata usaha negara atas sengketa tata usaha negara yang dimenangkan oleh penggugat individu atau badan hukum perdata dengan objek keputusan yang lahir berdasarkan maladministrasi, yaitu dengan cara meminta klarifikasi mengapa putusan tersebut belum dapat dilaksanakan. Ombudsman dapat melakukan koordinasi dengan lembaga pengawas eksternal khusus untuk bidang peradilan yang bertugas untuk menjaga keluhuran martabat hakim yakni Komisi Yudisial, sehingga rekomendasi dan saran masukan yang disampaikan Ombudsman dapat terlaksana.

Dalam melakukan pengawasan atas pelayanan administratif yang dilakukan oleh pengadilan, Ombudsman dapat pula melakukan dan bewenang untuk ikut menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, atau pimpinan Penyelenggara Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik yang buruk, dalam arti berbelit, tidak efisien dan dapat merugikan hak publik untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik. Apabila hal tersebut menyangkut hukum acara peradilan, maka Ombudsman dapat menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah Maladministrasi di lingkungan peradilan (lembaga yudikatif).

Peradilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara yang tidak diselesaikan secara administratif oleh lembaga atau badan administrasi. Sengketa ini kemudian dibawa ke Peradilan Tata Usaha Negara untuk diselesaikan dan mendapatkan putusan dari hakim peradilan baik dalam tingkat pertama sampai memperoleh kekuatan hukum tetap. Upaya yang dapat ditempuh dalam penyelesaian pelanggaran kaidah administrasi ini dapat ditempuh melalui dua jalur yaitu melalui banding administrasi (upaya administrasi) dan melalui peradilan administrasi.

Dalam konteks Ombudsman pelanggaran kaidah administrasi disebut sebagai maladministrasi ataupun perbuatan yang bertentangan dengan hukum, dan penyalahgunaan wewenang (abuse of power), yang berada di jalur

Page 45: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

penyelesaian banding administrasi maupun peradilan administrasi. Ombudsman menggunakan mekanisme penyelesaian sendiri yang dikenal sebagai lembaga penyelesaian eksternal non-yudisial. Meskipun dalam konteks ganti rugi ombudsman diberikan pasal kewenangan untuk melakukan ajudikasi khusus, namun ketentuan pelaksanaan untuk pasal ini belum dapat berjalan karena kendala koordinasi antar kementerian yang belum selesai.

Sesuai dengan definisi maladministrasi yang diatur dalam Undang-Undang No.37 tahun 2008 tentang Ombudsman, maka setiap perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Pejabat penyelenggara di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Tugas Panitera, dan Sekretaris dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas harian peradilan tata usaha negara yang merugikan masyarakat dan individual baik materiil dan immateriil, dapat menjadi obyek pengawasan namun tidak termasuk pada tugas mengawasi Hakim baik pengadilan tata usaha negara dan pengadilan tinggi tata usaha negara dengan kekuasaan dan kewenangan yang bersifat mandiri18.

Hakim peradilan tata usaha negara dikecualikan dari obyek pengawasan Ombudsman walaupun sebagai penyelenggara pelayanan publik karena hakim sudah menjadi obyek pengawasan dari internal Peradilan termasuk Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial sebagai pengawas eksternal yang khusus dibentuk untuk itu. Namun demikian, posisi administratif hakim kiranya masih merupakan debatable untuk bisa masuk dalam obyek pengawasan Ombudsman (hal ini masih bergantung pada konteksnya). Karena pada bagian-bagian tertentu dalam proses peradilan, terkadang hakim juga menjalankan tugas dan kewenangan administratif ditangannya.

Ombudsman masih memiliki wewenang, tugas, tanggung jawab, dan kewajiban melakukan pemantauan, pemeriksaan, penilaian,melakukan 18 Namun demikian, dalam penafsiran yang lain, hakim sebagai pejabat negara yang dalam posisi

mengambil keputusan administrasi yg masuk dalam lingkup pelayanan publik adalah juga dapat menjadi objek pengawasan ombudsman. Misalnya, hakim yang semestinya menandatangani salinan putusan (extract vonnis) yang semestinya dilakukan bersama panitera, tetapi tidak melaksanakan tugasnya adalah juga termasuk tindak maladministrasi. Demikian pula Ketua Pengadilan Tinggi yang bertugas dan semestinya mengawal keberlangsungan eksekusi tetapi tidak melaksanakan tugasnya maka hal ini dapat dikategorikan maladministrasi. Karena proses eksekusi adalah proses hukum administrasi, bukan proses pemeriksaan pengadilan. Penulis beranggapan hal ini harus dipahami demikian.

Hendra Nurtjahjo - PERBEDAAN TEORITIS ANTARA LEMBAGA PENYELESAIAN KASUS ...

Page 46: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

investigasi atas keluhan, laporan, pengaduan, aspirasi, kritik, dan kasus yang menimpa masyarakat terkait dengan kesulitan mendapatkan akses pelayanan publik saat laporan, kritik, keluhan tersebut diproses secara administrasi oleh pihak Peradilan Tata Usaha Negara. Namun tentu saja tidak terkait dengan substansi kasusnya. Dengan demikian Ombudsman berwenang, bertugas, berkewajiban, bertanggungjawab ganda yakni pertama memastikan, memantau, dan menilai keluhan dan laporan itu diproses secara benar, adil, transparan, bebas dari praktik maladministrasi dan perbuatan melanggar hukum lainnya yang kemungkinan dilakukan oleh pejabat atau staf peradilan Tata Usaha Negara dalam menerima laporan tersebut.

Ombudsman sebagai pengawas eksternal yang mempunyai wewenang untuk menilai, memantau, mengawasi terjadinya praktek maladministrasi memiliki peran ganda dalam hal ini yakni pertama pada saat pengaduan, keluhan, laporan, dan kritik masyarakat atas keluarnya keputusan tata usaha negara belum diselesaikan dengan baik pada suatu badan tata usaha negara. Ombudsman dapat melakukan pemantauan, pengawasan, dan investigasi sehingga mengawal penyelesaian keluhan, laporan, sengketa, pengaduan atas keputusan tata usaha negara yang berindikasi maladministrasi. Jika badan tata usaha negara tesebut tidak menyelesaikan dengan baik sesuai prosedur internal, maka Ombudsman dapat masuk untuk menjadi trigger yang ‘memaksa’ pejabat atasan dari pejabat tata usaha negara untuk mengambil langkah pemberian sanksi atau tindakan korektif lainnya, kedua Ombudsman dapat masuk sebagai pengawas eksternal jika atasan dari pejabat yang mengeluarkan keputusan tata usaha negara yang dipersengketakan tidak juga melakukan perbaikan atau memberikan sanksi administrasi pada pemeriksaan internal di lembaga tersebut. Ombudsman dapat memantau, menilai, memberikan saran, dan tindakan lainnya jika pejabat dan staf peradilan tata usaha negara juga melakukan perbuatan maladministrasi atau pelanggaran etika administrasi lainnya.

Dengan demikian, pelaksanaan pengawasan, pemeriksaan, pemantauan, penilaian yang dilakukan oleh Ombudsman di Peradilan Tata Usaha Negara hanya terbatas pada mengawasi penyelenggaraan proses administrasi persuratan atas pengaduan, laporan, perilaku panitera dan juru sita (penyimpangan prosedur yang mungkin dilakukan olehnya), gugatan dari sengketa tata usaha yang dilaporkan atau didaftarkan ke Peradilan Tata Usaha Negara, proses eksekusi yang tertunda dan proses layanan administratif lain yang mungkin

Page 47: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

terjadi. Ombudsman dapat mengawasi dan menilai proses masuknya gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara sampai pada masuknya gugatan tersebut di pemeriksaan pengadilan oleh hakim. Namun demikian, berlarut-larutnya eksekusi putusan peradilan administrasi negara dalam prakteknya juga telah menjadi objek aduan publik atau hal yang sering dilaporkan dan tentu dapat menjadi kewenangan Ombudsman.

Secara spesifik ada perbedaan antara cara penyelesaian sengketa tata usaha negara oleh pengadilan TUN dan penanganan maladministrasi oleh Ombudsman. Hal ini dapat dilihat dari Tabel yang menggambarkan karakteristik faktor-faktor pembeda tersebut ( Lihat Tabel 1 ).

Tabel 1PERBEDAAN KARAKTERISTIK

LEMBAGA PENANGANAN MALADMINISTRASI (OMBUDSMAN)DENGAN LEMBAGA PERADILAN ADMINISTRASI (PTUN)

NOFAKTOR

PEMBEDAPTUN

Court SystemOMBUDSMAN

Ombudsmanship

1 Panduan/pegangan pengawasan/pemeriksaan

1. Hukum Administrasi2. Peraturan/Legalitas

1. Hkm Administrasi2. Asas-asas umum pemerintahan yg baik3. Etika Administrasi4. Peraturan/Legalitas5. Diskresi6. Prosedur/SOP7. Ketentuan Disipliner

2 Yurisdiksi (Wilayah Kompetensi Kewenangan)

1. Keputusan Adminis-trasi (Keputusansbg perbuatan TUN)2. Sengketa Kepegawaian

1. Keputusan Administrasi2. Perilaku Administrasi3. Sengketa Kepegawaian

3 Cara dan Sifat Penyelesaian

1. Sidang2. Putusan3. Kuratif (aposteriori)

1. Verifikasi2. Klarifikasi, Investigasi, Mediasi/Konsiliasi, Rekomendasi3. Preventif, Inspektif, Kuratif

4 Sifat Kewenangan Pasif(Menunggu datangnya perkara)

1. Pasif2. Aktif (Investigasi atas Inisiatif sendiri (monitoring/ survey/observasi)

Hendra Nurtjahjo - PERBEDAAN TEORITIS ANTARA LEMBAGA PENYELESAIAN KASUS ...

Page 48: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

5 Arah Pengawasan Tindakan pemerintah/pejabat pemerintahan; Badan/Pejabat TUN

Tindakan pemerintah/pejabat pemerintahan; Seluruh penye-lenggara pelayanan admi-nistrasi publik Termasuk administrasi pengadilan

6 Metode Penanganan/Pembahasan

Prosedur persidangan/Biaya Perkara. Tanya jwb dlm sidang. Formal procedural (tahapan). Cendrung lama.

Registrasi/konsultasi/Tanpa biaya. Surat menyurat/memanggil utk klarifikasi. Informal-friendly. Cendrung cepat.

Dari gambar Tabel di atas, dapat dipahami adanya perbedaan karakteristik antara mekanisme peradilan (court sytem) dengan mekanisme alternative dispute resolution (ombudsmanship). Dari klasifikasi hasil identifikasi fungsi dan kewenangan itu, dapat kita lihat bahwa mekanisme penyelesaian kasus maladministrasi yang dilakukan oleh Ombudsman lebih luwes ketimbang mekanisme peradilan administrasi yang dijalankan oleh PTUN yang lebih rigid berpegang pada asas legisme dan prosedur peradilan. Yurisdiksi Ombudsman juga tampak lebih luas karena memasukkan juga persoalan etika atau perilaku administrasi dan kepatutan dalam objek pengawasannya atas kasus maladministrasi. Mekanisme konvensional melalui sidang peradilan yang rigid dan cendrung berdurasi lama yang dijalankan PTUN seringkali membebani warga negara yang sedang berperkara. Belum lagi dengan adanya tambahan biaya administratif dan biaya pengacara bila hal tersebut juga dibutuhkan oleh pihak penggugat.

Sebagai mekanisme non court, Ombudsman bahkan dapat melakukan investigasi atas inisiatifnya sendiri untuk menemukan adanya maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Negara. Hal ini merupakan tindakan preventif, dan inovatif dalam merumuskan hal-hal yang perlu diperbaiki tanpa harus menunggu adanya korban tindak maladministratif. Dalam posisi kewenangan seperti ini, Ombudsman bisa lebih cepat bergerak membantu petugas dan para penegak hukum lainnya dalam meratakan jalan agar proses penegakan hukum dan keadilan menjadi nyata. Ombudsman tidak lagi menunggu pasif seperti pengadilan, melainkan dapat bergerak aktif melakukan investigasi untuk meluruskan hal-hal yang dirasakan tidak adil bagi publik (warga negara).

Page 49: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

Lebih dari itu Ombudsman dapat mengawasi dan memeriksa penyelenggara pelayanan publik yang dilakukan oleh sektor swasta. Bukan hanya pejabat atau pegawai pemerintah yang menjadi objek pengawasan Ombudsman, melainkan pelaksana pelayanan publik swasta seperti rumah sakit dan sekolahan bisa bahkan perusahaan penerbangan swasta dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) menjadi objek pengawasan Ombudsman. Tentu saja dalam hal ini kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) tidak mencakup pengawasan yang luas seperti ini.

Kesimpulan Secara teoritis pengawasan Ombudsman dilaksanakan secara berbeda

dengan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai cabang kekuasaan yudisial (Judicial Branch). Fungsi pengawasan terhadap keputusan-keputusan administrasi negara yang dilakukan oleh PTUN menggunakan mekanisme pengadilan (court settlement), sedangkan fungsi pengawasan Ombudsman melalui mekanisme alternative dispute resolution (non court settlement). Jika dibandingkan yurisdiksi atau objek kewenangan PTUN, maka dapat disimpulkan bahwa objek kewenangan Ombudsman adalah lebih luas, mencakup norma kepatutan, etika/perilaku administrasi, dapat melakukan penanganan keluhan berdasarkan pembahasan dari materi non hukum (non legal review) sebagai bahan bagi investigasi atas inisiatif sendiri.

Kendala yang sering dihadapi oleh PTUN antara lain prosedur hukum acara yang rigid, adanya biaya perkara, dan sulitnya eksekusi putusan. Sedangkan Ombudsman tidak mengenal hukum acara (secara rigid), tidak ada biaya perkara (cuma-cuma), dan rekomendasi dapat dimonitor secara berkala pelaksanaannya. Kelembagaan Ombudsman di seluruh dunia hampir semua memiliki karakter user friendly, mudah digunakan, mudah diakses, mudah dihubungi, dan tidak ‘menyeramkan’ seperti penegak hukum lainnya. Ombudsman juga meninggikan aspek moral dan menjunjung tinggi pelayanan yang siap menolong atau helpful setiap waktu. Penegakan hukum administrasi terkait penyelenggaraan pelayanan publik melalui mekanisme ombudsmanship merupakan cara unique dalam menanamkan kesadaran hukum untuk mewujudkan keadilan yang sesungguhnya.

Dalam konteks reformasi peradilan secara luas, perubahan paradigma fungsi yudikatif (judicial function) yang menjalankan mekanisme pengadilan

Hendra Nurtjahjo - PERBEDAAN TEORITIS ANTARA LEMBAGA PENYELESAIAN KASUS ...

Page 50: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

�0

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

(court settlement) kiranya memerlukan alternatif dan pendekatan baru untuk memecahkan masalah-masalah hukum dan keadilan, khususnya hukum administrasi negara (public administration) dan pencapaian keadilan administratif (administrative justice) bagi warga negara. Keberadaan Ombudsman dengan pendekatan persuasif dan tanpa menggunakan mekanisme pengadilan (non court system) dapat menjadi alternatif pencarian keadilan bagi warga negara (new access to justice). Akses atau jalan keluar untuk mendapatkan keadilan tidak lagi harus dimonopoli oleh mekanisme pengadilan dalam kekuasaan kehakiman (court system within judiciary branch).

Disamping itu, fungsi pengawasan Ombudsman juga dapat berperan penting dalam memperbaiki berjalannya fungsi yudisial, khususnya dalam proses administrasi di lingkungan peradilan yang kerapkali ikut mempengaruhi diperolehnya rasa keadilan masyarakat dalam kenyataan. Dalam hal ini pengadilan (judicial branch), khususnya PTUN sudah semestinya membuka diri dan berkoordinasi dengan Ombudsman sebagai upaya reformasi internal kelembagaan yang selama ini masih dikonotasikan buruk.

Daftar PustakaAgustina, Rosa, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta : Fakultas Hukum Pasca

Sarjana Universitas Indonesia, 2003Asshiddiqie, Jimly. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, Jakarta: Mahkamah Konstitusi, 2006. Douglas, Roger. Douglas and Jones’s Administrative Law, fifth edition, New

South Wales, Australia, The Federation Press.2006. Hamidi. Jazim, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan Yang

Layak (AAUPL) Di Lingkungan Peradilan Administrasi Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999.

Iskatrinah, Pelaksanaan Fungsi Hukum Administrasi Negara Dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik, <http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=10&mnorutisi=11>, diakses 31 Januari 2012.

Komisi Hukum Nasional, Problematika Penegakan Hukum, Jakarta: Komisi Hukum Nasional, 2010

Lumbuun, Gayus., Menerobos Goa Hantu Peradilan Indonesia. Jakarta: Business Information Services (BIS), 2004.

Mertokusumo, Sudikno, Penemuan Hukum: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Liberty, 2001.

Page 51: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

�1

Muslimin, Amrah, Beberapa Azas-azas dan Pengertian Pokok Tentang Administrasi dan Hukum Administrasi. Bandung: Penerbit Alumni, 1982.

Nawawi, Ismail, Perilaku Administrasi: Kajian, Teori dan Pengantar Praktik, Surabaya: ITSPress, 2009

Nugraha, Safri, dkk, Hukum Administrasi Negara, Depok : BadanPenerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Nurtjahjo, Hendra, Ilmu Negara: Pengembangan Teori Bernegara dan Suplemen. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005.

Nurtjahjo, Hendra, Filsafat Demokrasi, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006Nurmandi, Achmad, Manajemen Pelayanan Publik, Yogyakarta: Sinergi Publishing,

2010Patrick, Keyzer, Legal Problem Solving: A Guide for Law Students. Sydney:

Butterworths, 1994.Pramusinto, Agus dan Wahyudi Kumorotomo, Ed., Governance Reform di

Indonesia, Yogyakarta: Gava Media- MAP UGM, 2009Pranoto, Edi. Maladministrasi, Akibat hukum dan Penyelesaiannya, <http://

edipranoto.blogspot.com/2011/02/maladministrasi-akibat-hukum-dan.html>, diakses 3 November 2012

Prasojo, Eko, Gayus dan Patologi Birokrasi, Kompas, 19 April 2010.Riyanto, Astim, Filsafat Hukum. Bandung: Penerbit Yapemdo, 2007.Setiawan, Empat Kriteria Perbuatan Melanggar Hukum dan Perkembangannya

Dalam Yurisprudensi, Dalam Varia Peradilan No.16, Desember 1986.Syafiie, Inu Kencana, Ilmu Administrasi Publik, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta,

2006.Siagian, Sondang P. Patologi Birokrasi : Analisis, Identifikasi, dan Terapinya.

Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994. Sujata, Antonius, dan RM. Surachman, Catatan Perjalanan Sebelas Tahun

Ombudsman Republik Indonesia, 2011 Wheare, KC. Maladministration And Its Remedies. London : Stevens & Sons,

1973.

Peraturan Perundang-undanganUU No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombusman Republik IndonesiaUU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Hendra Nurtjahjo - PERBEDAAN TEORITIS ANTARA LEMBAGA PENYELESAIAN KASUS ...

Page 52: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

Kebijakan Konversi TKI Non-Formal Ke TKI Formal Sebagai Upaya Perlindungan Pemerintah Ditinjau Dari Perspektif Hukum Ekonomi Pancasila

Teni Triyani

AbstrakPengiriman TKI ke luar negeri merupakan kebijakan penting dalam hal memberikan kesempatan kerja secara adil kepada seluruh lapisan masyarakat dan berperan besar dalam menumbuhkan stabilitas ekonomi nasional yang berkeadilan. Mayoritas pengiriman TKI saat ini adalah non-formal dan kerena kedudukannya itu mengakibatkan TKI rentan terhadap berbagai permasalahan. Konversi TKI non-formal ke TKI formal dilakukan dengan tujuan mengurangi tingginya resiko permasalahan pada TKI. Pada pelaksanaannya konversi dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan meningkatkan peluang kerja TKI disektor formal serta pembatasan dan penghentian (moratorium)pengiriman TKI di sektor non formal (domestic worker). Dengan demikian, yang menjadi permasalahan adalah apakah kebijakan konversi TKI non-formal ke formal ini sudah sesuai dengan perspektif hukum ekonomi pancasila dan apakah pengiriman TKI formal dapat melindungi TKI bila dibandingkan dengan pengiriman TKI non-formal serta bagaimana akibat dari pembatasan dan diperketatnya peraturan teknis pengiriman TKI domestic worker. Metode yang digunakan adalah metode yuridis normatif. Dari permasalahan tersebut dapat disimpulkan bahwa konversi TKI non-formal ke TKI fomal dalam perspektif ekonomi secara teori telah sesuai dengan idiologi pancasila dimana konfersi dilakukan dalam upaya peningkatan kwalitas dari faktor ekonomi yang bertujuan melindungi TKI dari berbagai permasalahan. Pada pelaksanaannya, konfersi dalam bentuk penghentian pengiriman di sektor domestic worker menimbulkan diskriminasi kepada mereka yang hanya mampu berkerja di bidang itu padahal sebelumnya telah lahir Kepmen Nomor 1 tahun 2015 yang intinya menjadikan pekerjaan sektor domestik worker menjadi sektor yang professional. Baik TKI formal maupun non-formal keduanya sama-sama memiliki resiko namun TKI formal dinilai lebih terlindungi karena mudahnya kontrol/pengawasan serta bekal skill yang memadai. Diberlakukannya moratorium dan peraturan teknis pengiriman yang cenderung dipersulit bagi TKI domestic worker, justru meningkatkan jumlah pelaku human trafficking dan pengiriman TKI illegal yang mengancam keselamatan para tenaga kerja Indonesia.

4

Page 53: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

Kata Kunci: Konversi TKI Non-Formal ke TKI Formal, Hukum Ekonomi Pancasila.

AbstractSending workers abroad is one of the important policies in term of providing employment opportunities fairly to all levels of society.This played a major role in fostering the stability of the national economy with justice. Majority of migrant workers are sending non-formal and the position it resulted in migrant workers because they are prone to various problems. TKI conversion of non-formal to formal workers carried out with the aim of reducing the highrisk problems in workers.in practice the conversion is done in several ways that increase employment opportunities and promote formal sector workers as well as restrictions and termination of sending workers in the domestic sector workers. the problem is whether polices TKI conversion of non-formal to formal is in conformity with the economic perspectives of Pancasila and whether the delivery of formal workers have been unable to protect migrant workers sending workers when compared to non-formal as well as how the result of the tightening of the technical regulations on sending workers domestic worker, the method used in this research in normative juridical method. Of these problems can be concluded that the conversion of non-formal migrant worker to formal economic perspective theoretically complies with the ideology of Pancasila. conversion done in an effort to improve the quality of economic factor aimed at protecting migrant workers from a variety of problem, but in practice, conversion in the form of cessation of delivery the domestic sector worker give discrimination to those who are only able to work in that field. TKI formal and non-formal are equally at risk. Formal workers considered more protected because of the ease control and good skill. Enactment of the moratorium and the technical regulations were tightened for domestic worker, actually increase the number of perpetrators of human trafficking and illegal migrant workers who do not pay attention to the protection of migrant workers.

Keywords: Non-Formal TKI Conversion to Formal TKI, Economic Law of Pancasila.

PendahuluanPerekonomian adalah salah satu aspek kehidupan nasional yang berkaitan

dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat yang didalamnya termasuk bagaimana masyarakat dapat memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pancasila tidak hanya merupakan sumber dari peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas bagi kehidupan

Teni Triyani - KEBIJAKAN KONVERSI TKI NON-FORMAL KE TKI FORMAL ...

Page 54: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

kebangsaan dan kenegaraan yang wajib diterapkan dalam berbagai kebijakan. Saat ini TKI sudah menjadi komoditas ekonomi baik atas dasar perolehan

devisa kepada negara, pengembangan ekonomi daerah asal TKI, ataupun dari penghasilan yang di dapatkan secara langsung oleh TKI itu sendiri. Oleh karena itu perlu perlindungan yang ekstra agar kemudian TKI mendapat perlindungan dalam menjalankan pekerjaanya.

Pengiriman TKI terbagi menjadi dua sektor, yakni sektor formal dan non-formal (Domestik Worker). Kebijakan dilakukan guna memperbaiaki sistem pengiriman dan melakukan perlindungan kepada TKI. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang berusaha mengalihkan TKI non-formal ke TKI formal membutuhkan kesesuaian dengan keadaan masyarakat dan perlu dilakukan dengan tetap mengedepankan nilai-nilai keadilan dalam masyarakat.

Jenis pekerjaan sektor non-formal diantaranya asisten rumah tanggaatau dalam bahasa lain disebut Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT), baby siter, perawat jompo, tukang kebun, sopir dan sebagainya. Karena statusnya yang dipekerjakan oleh perseorangan, TKI non-formal ini rawan dengan penganiayaan, tindak kekerasan dan pelecehan seksual ini terjadi karena tidak mungkin pemerintah atau PPTKIS ataupun agent dapat memonitor TKI satu persatu dan terus menerus.

Pekerjaan pada sektor formal diantaranya sebagai operator produksi di pabrik elektronik, engineer, teknisi, perawat rumah sakit dan lain sebagainya. Mereka kebanyakan diberikan fasilitas asrama, bus transportasi, seragam, makan, oleh perusahaan. Tak pelak jika sektor ini dinilai lebih aman dibandingkan dengan sektor non-formal. Tata cara pengawasannya mudah dimonitor oleh pemerintah dan PPTKIS karena mereka tidak dipekerjakan oleh perorangan melainkan oleh perusahaan.

Belakangan, kebijakan-kebijakan pemerintah cenderung berusaha mengalihkan TKI non-formal ke TKI formal dianggap sebagai solusi untuk mengurangi risiko kerja seperti kekerasan ataupun tidak dibayar gaji dan hal-hal lain yang dapat merugikan TKI. Salah satu upayanya adalah dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang TKI formal dan memperketat mekanisme pengiriman bahkan melakukan moratorium pada TKI non-formal agar dapat mengurangi angka keberangkatan di sektor tersebut.

Kebijakan-kebijakan pemerintah yang cenderung berusaha mengalihkan TKI non-formal ke TKI formal membutuhkan kesesuaian dengan keadaan masyarakat

Page 55: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

sendiri sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang membebaskan warga negaranya untuk memperoleh pekerjaan. Kebijakan pengiriman TKI ini benar-benar harus sesuai dengan nilai-nilai idiologi pancasila yang mengedepankan keadilan dan kemanusiaan pada seluruh lapisan masyarakat baik atas dasar kesempatan memperoleh pekerjaan maupun dalam hal perlindungan atas pekerjaan tersebut guna memenuhi keperluan dan kehendak dari masyarakat.

Apabila dilihat dari persyaratan teknisnya, TKI formal harus memiliki latar belakang pendidikan serendah-rendahnya SMP sederajat dan baiaya yang cukup tinggi artinya mereka yang ada dibawah itu tidak mempunyai kesempatan untuk berkerja. Sedangkan kebanyakan mereka yang berangkat ke luar negeri rata-rata adalah orang susah yang memiliki latar belakang pendidikan yang rendah.Disini dapat dilihat bahwa sesungguhnya antara TKI formal dan non-formal memiliki dua subjek hukum yang berbeda.Jika subjek yang satu dipaksakan untuk masuk ke dalam sistem pada subjek yang lain tentunya akan menghadapi banyak kesulitan yang berakhir pada ketidakadilan karena keterbatasan keadaan yang mangakibatkan salah satu pihak tidak dapat menjalankan kehendaknya untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Kajian TeoriTeori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Keadilan Pancasila.

Teori keadilan pancasila dalam perspektif sosial ekonomi berarti bahwa konsepsi keadilan pancasila haruslah berperan menyediakan cara dimana institusi-institusisosial dan pemerintah dapat mendistribusikan hak-hak fundamental dan kewajiban, serta menentukan pembagian hasil-hasil dan kerja sama sosial.

Pertanyaan PenelitianPernyataan permasalahan diatas akan dibatasi dan difokuskan pada

sejumlah pertanyaan penelitian sebagai berikut:1. Apakah kebijakan konversi TKI non-formal ke TKI formal dalam perspektif

ekonomi sudah sesuai dengan ideologi pancasila?2. Apakah kebijakan TKI formal telah dapat dinilai lebih melindungi TKI bila

dibandingkan dengan kebijakan TKI non-formal?3. Apakah dengan ketatnya peraturan teknis pada pengiriman TKI non-formal

dapat mengurangi pengiriman TKI di sektor non-formal?

Teni Triyani - KEBIJAKAN KONVERSI TKI NON-FORMAL KE TKI FORMAL ...

Page 56: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Tujuan PenelitianBerdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penulisan tesis ini

adalah sebagai berikut:1. Untuk mengetahui kesesuaian sistem kebijakan konversi TKI non-formal ke

TKI formal dalam perspektif ekonomi terhadap ideologi pancasila.2. Untuk mengetahui perbandingan kebijakan perlindungan antara pengiriman

TKI sektor non-formal dan formal.3. Untuk mengetahui pengaruh diperketatnya aturan tentang pengiriman TKI

non-formal ke TKI formal terhadap jumlah pengiriman TKI non-formal.

Metode PenelitianMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif,

yang bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai bagaimana kesesuaian panerapan konversi TKI non-formal ke TKI formal. Metode yuridis normatif yaitu metode yang pembahasannya menggunakan asas-asas dan teori yang dalam hal ini adalah teori keadilan berdasarkan Pancasila. Penelitian hukum yuridis normatif merupakan metode penelitian dengan cara memperoleh informasi melalui bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

Temuan PenelitianSecara umum pengertian konversi adalah suatu proses perubahan dari suatu

system ke system lain yang lebih baik. Yang dijadikan tolak ukur dari TKI formal dan non-formal saat ini adalah pendidikan dari si pekerja yang menunjang pada tingkat profesionalitas dari si pekerja itu sendiri terhadap profesinya.

Pada pelaksanaannya konversi TKI Non-Formal ke TKI Formal dilakukan dalam dua bentuk kebijakan yaitu:1. Adanya pembatasan dan moratorium pengiriman TKI di sektor domestic

worker (PLRT). Pembatasan (soft policy) dilakukan ke wilayah ASEAN dengan pengetataan pada aturan teknis pengiriman dari sektor tersebut dan moratorium (hard policy) dilakukan untuk wilayah Timur Tengah.

2. Pengembangan bursa kerja sektor formal dengan membuka pasar kerja yang lebih luas dan pelatihan-pelatihan kerja sektor formal. Kebijakan-kebijakan tersebut dianggap sebagai sebuah terobosan untuk

melindungi TKI yang sebelumnya berkerja di lingkup domestik (Domestic Worker) atau Penata Laksana Rumah tangga (PLRT) yang rentan dengan kekerasan dan pelanggaran HAM.

Page 57: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

Pembahasana. Kebijaka Konversi TKI Non-Formal ke TKI Formal sebagai upaya

perlindungan pemerintahKebijakan pemerintah guna melindungi TKI dan mengatasi semua

permasalahan tentang migrant worker ini telah banyak dilakukan dalam berbagai usaha. Perlindungan dalam bentuk teknis dilakukan sejak proses rekrutmen, pra penempatan, masa penempatan sampai dengan purna penempatan. Sesuai dengan yang diamanatkan undang-undang pemerintah berperan aktif untuk mengatur, membina, melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan dan perlindungan TKI.

Berbagai upaya dilakukan melalui pelatihan kerja agar kwalitas pekerja dari Indonesia terus meningkat sehingga melahirkan TKI-TKI professional yang siap kerja dan memiliki daya saing di dunia internasional. Mengenai domestic worker yang diarahkan kearah profesional, tertuang dalam Keputusan Mentri Ketenagakerjaan Indonesia Nomor 1 tahun 2015 tentang Jabatan yang dapat Diduduki Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri Untuk Pekerjaan Domestik dalam KEPMEN tersebut dinyatakan bahwa jabatan TKI pekerjaan domestic diantaranya adalah: Pengurus Rumah Tangga/Housekeeper; Penjaga Bayi/Baby Sitter; Tukang masak/Family cook; Pengurus Lansia/Caretaker; Supir keluarga/ family driver; Tukang kebun/gardener; Penjaga anak/Child Care

Jabatan untuk pekerjaan domestik merupakan acuan bagi pihak terkait dalam penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia yang akan bekerja di luar negeri. Tujuan adanya pembagian jabatan adalah agar TKI domestic ini dapat berkerja sesuai dengan keahliannya dan hanya berkerja sesuai dengan jabatannya. Dengan adanya keputusan menteri tentang jabatan pekerja dilingkungan domestic workker tersebut diharapkan paradigma mengenai kedudukan domestic worker tidak lagi dipandang sebagai TKI non-formal yang tidak memiliki keahlian tapi diharapkan menjadi TKI professional yang siap kerja sesuai keahliannya dan berdaya saing tinggi.

Pada hari Senin tanggal 4 bulan Mei 2015, Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengumumkan kebijakan Roadmap penghentian penempatan TKI di luar negeri pada pengguna perseorangan atau yang dikenal dengan istilah TKI domestic worker atau penata laksana rumah tangga (PLRT).1Dalam roadmap 1 “Menaker Hentikan Pengiriman TKI Domestic Worker Ke 21 Negara Di Timur Tengah”, <http://www.

sindotrijaya.com/news/detail/9037/menaker-hentikan-penempatan-tki-domestic-worker-ke-21-negara-timur-tengah#>, 04 Mei 2015 15:26 WIB

Teni Triyani - KEBIJAKAN KONVERSI TKI NON-FORMAL KE TKI FORMAL ...

Page 58: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

ini diumumkan penerapan hard policy berupa penghentian penempatan TKI domestic worker yang bekerja pada pengguna perseorang ke-21 negara yang berada di kawasan Timur Tengah dan softpolicy berupa pengetatan penempatan TKI ke negara-negara Asia Pasifik.

Dari kebijakan tersebut ada beberapa hal yang dinilai justru merugikan TKI kita diantaranya mengenai status TKI domestic worker yang masih menginginkan untuk berkerja di luar negeri. Bagi yang sudah berkerja, mereka bisa memperpanjang kontrak kerja namun tidak bisa melakukan cuti kerja dan kembali sementara ke tanah air untuk menengok keluarganya. Mereka yang kembali ke tanah air tidak dapat kembali ke majikannya di timur tengah meski dengan alasan cuti, sehingga mau tidak mau mereka menetap disana dan tidak bisa menengok keluarganya meski sebentar saja. Ini pelanggaran yang nyata dimana hak warga negara benar-benar dirampas dari TKI yang menginginkan kesejahteraan bagi keluarganya.

Permasalahan krusial berikutnya mengenai kesejahteraan rakyat yang erat kaitannya dengan perekonomian. Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menunjukkan bahwa hingga 2013 tercatat sekitar 6,5 juta TKI yang tersebar di 178 negara. Sekalipun mengalami fluktuasi, jumlah TKI tersebut mengalami peningkatan 3,5% (2013) dibandingkan tahun sebelumnya.2 Dari angka tersebut, dapat dilihat bahwa para TKI tersebut merupakan aset pendapatan negara dan membantu pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan.

Catatan BNP2TKI menunjukkan bahwa jasa pengiriman uang atau remitansi (remittance) TKI mampu menyumbang sekitar 10 persen nilai APBN. Jumlah tersebut menempati posisi kedua setelah pendapatan negara dari sektor minyak dan gas.

Sumbangan TKI terhadap pendapatan negara menjadikan TKI dikenal sebagai “pahlawan devisa”. Selain meningkatkan devisa dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan, TKI yang bekerja di luar negeri dinilai penting untuk mengurangi angka pengangguran yang belum diserap oleh keterbatasan lapangan kerja di Indonesia. Pengiriman dan penempatan TKI sudah lama dipandang sebagai katup pengaman untuk mengatasi masalah pengangguran di dalam negeri.

2 BNP2TKI, 2013, “TKI Bantu Pemerintah Atasi Pengangguran”, <http://www.bnp2tki.go.id /berita- mainmenu -231 /8621 -tki- bantu -pemerintah -atasi-pengangguran.html>, 18 Mei 2014

Page 59: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

BNP2TKI mencatat bahwa seorang TKI dapat mengurangi pengangguran satu orang di dalam negeri dan rata-rata dapat menghidupi lima anggota keluarganya.3 Kemudian dari remitansi yang dikelola dalam bentuk usaha, selain dapat menghidupkan perekonomian di daerah TKI itu berdomisili juga dapat menciptakan lapangan kerja.

Selain itu penulis menemukan bahwa sebagian besar TKI tidak memiliki keterampilan dan berasal dari rumah tangga berpenghasilan rendah. Namun, gaji yang mereka terima selama bekerja di luar negeri relatif lebih tinggi dibanding yang diperoleh di Indonesia. Semua itu selanjutnya memberi dampak positif bagi penghidupan keluarga TKI di daerah asalnya.

Mengenai dampak dilakukannya pembatasan pengiriman TKI terhadap pertumbuhan perekonomian di tanah air, dapat dilihat dari data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Periode 2011 s.d 30 April 2015 yang penulis peroleh dari mulai jumlah pengiriman TKI dari tahun ketahun, jenis atau sektor pengiriman TKI dari tahun ke tahun, serta pendapatan negara atau remitensi yang berasal dari TKI yang disertai data permasalahan TKI dari tahun ketahun sebagai bahan pertimbangan untuk mengetahui dampak pembatasan pengiriman TKI bagi perekonomian.

Dari data Laporan Pengolahan data BNP2TKI 2011 sampai dengan 30 April 2015 dapat dilihat bahwa jumlah TKI yang dilayani oleh BNP2TKI dari tahun ke tahun mengalami penurunan artinya angka penurunan ini secara langsung mengurangi remitensi pengiriman uang ke dalam negeri baik bagi negara sebagai devisa maupun bagi keluarga TKI. Setelah tahun 2011, kenaikan hanya terjadi kembali pada tahun 2013 dimana angka pengiriman mencapai 512.168. secara signifikan kenaikan yang cukup menonjol terjadi di sector non-formal. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa sektor non-formal memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada sektor formal dalam hal memberikan keuntungan baik bagi negara ataupun bagi TKI itu sendiri.

Mengenai jabatan yang paling tinggi tingkat pengirimannya yaitu jabatan domestic worker. Angka ini merupakan bukti bahwa meski telah dilakukan penekanan sedemikian rupa di sektor ini, sektor domestic worker tetap menjadi pilihan utama dari sebagian besar TKI. Secara umum, pembatasan jumlah pengiriman TKI non-formal (domestic worker) yang tidak diimbangi dengan kenaikan jumlah pengiriman TKI formal secara signifikan akan mengurangi angka pendapatan dari sektor buruh migran. 3 Ibid

Teni Triyani - KEBIJAKAN KONVERSI TKI NON-FORMAL KE TKI FORMAL ...

Page 60: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

�0

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Kerugian bukan hanya pada negara sebagai penerima devisa namun juga pada masyarakat dalam hal ini TKI yang dihilangkan hak-hak nya untuk memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahlian dan minat nya. Sisi ekonomi masyarakat pun jelas akan berkurang apalagi sebagian besar peminat sektor domestic worker adalah kalangan bawah yang terperangkap dengan segala keterbatasan baik dalam hal pendidikan ataupun materi.

b. Dampak konversi TKI Non-Formal ke TKI Formal terhadap tingkat pengiriman TKI Ilegal. Pengiriman buruh migran sudah menjadi hal yang akan sulit untuk dihindari.

Jumlah peminat untuk menjadi TKI yang terus bertambah diimbangi dengan jumlah permintaan dari negara penerima yang juga semakin tinggi. Fenomena ini akan terus berlangsung seiring dengan berkembangnya iklim globalisasi di dunia. Keterebatasan lapangan pekerjaan dan rendahnya tingkat kesejahteraan di tanah air menuntut masyarakat untuk kemudian memilih menjadi TKI dan meninggalkan keluarganya di tanah air guna meningkatkan tarap hidup keluarganya dan memenuhi kebutuhan hidup.

Kebijakan pengembangan bursa kerja TKI formal dan professional yang dilakukan pemerintah memberikan angin segar bagi masyarakat yang memilih untuk bekerja ke luar negeri. Namun demikian, sektor formal yang disediakan tidak lantas merangkul semua lapisan peminat yang ada di masyarakat.

Hanya mereka yang masuk kwalifikasi pendidikan yang tinggi dan mereka yang memliki modal yang dapat masuk dalam sektor ini padahal jika dilihat secara umum peminat untuk menjadi TKI sebagian besar adalah golongan kelas bawah dengan keterbatasan modal dan pendidikan.

Menyangkut moratorium dan pembatasan TKI domestic worker, hal ini juga akan memberi dampak negatif terutama bagi internal Indonesia. Antara lain dampak negatifnya adalah akan membengkak jumlah TKI bermasalah di luar negeri dimana banyak TKI yang habis kontrak kerjanya akan memilih untuk tidak pulang dan memperpanjang kontrak, sehingga status menjadi ilegal (overstayer). 4

Pengetatan teknis pengiriman TKI domestic worker juga berimbas pada pola pikir para peminatnya untuk selanjutnya nekat memilih menjadi TKI 4 “Mencermati Dampak Moratorium TKI”, < http://www.harianhaluan.com/b index.php? option=com

_content&view=article&id=6091:mencermati-dampak-moratorium-tki&catid =13:haluan -kita&Ite>, 20 Mei 2015.

Page 61: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

�1

illegal karena menganggap proses yang legal terlalu ribet dan menyulitkan bagi mereka. Data yang dimiliki BNP2TKI yang menyatakan bawa sektor non-formal sudah berkurang bisa jadi itu tidak failed secara keseluruhan mengingat data tersebut diperoleh hanya dari jumlah TKI yang dilayani BNP2TKI (legal) sedangkan yang illegal justru terus meningkat.

Secara umum, TKI ilegal telah melakukan pelanggaran hukum baik di Indonesia maupun negara tujuan. Pelanggaran tersebut sebagian besar menyangkut dokumen karena para pekerja migran tersebut tidak mengantongi izin kerja dan hanya berbekal paspor. Hal tersebut menyalahi prosedur keberangkatan yang sudah ditetapkan kedua negara perihal ketenagakerjaan.

Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menilai wacana moratorium pengiriman TKI akan berdampak buruk bagi kesejahteraan rakyat di daerah. Pemerintah tidak perlu melakukan moratorium, sejauh penempatan TKI itu secara legal dan melalui PPTKIS (Pelaksana Penempatan TKI Swasta) yang kompeten dan professional.

Selain itu, Ketua Satuan Tugas TKI Kadin Indonesia Nofel Saleh Hilabi mengatakan pemerintah seharusnya tidak melupakan dampak positif penempatan TKI ke luar negeri. Di antaranya adalah modal segar yang masuk ke desa-desa dari TKI PLRT (Penata Laksana Rumah Tangga atau pembantu rumah tangga). “Uang gaji yang mereka peroleh digunakan untuk modal kerja, berwirausaha dan pendidikan keluarganya yang semuanya ini bermuara pada perbaikan taraf hidup,”. 5Di sisi lain, pemerintah juga harus menjamin tidak ada lagi penempatan TKI nonprosedural atau illegal. Karena hal tersebut yang sebenarnya merupakan salah satu sumber masalah. Menurut dia, selama ini penempatan TKI nonprosedural bahkan tak jarang dijadikan lahan berbagai oknum pemerintah, baik ketika keberangkatannya maupun ketika ada permasalahan setelah TKI bekerja.

Selaras dengan pendapat KADIN, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI), Ayub Basalamah mengatakan, moratorium ini memberi dampak buruk yang sistematis. Hal ini kerap memuluskan kerja oknum-oknum untuk melakukan human trafficking dan perekrutan tenaga kerja secara ilegal. Dari evaluasi di lapangan, fakta moratorium telah melahirkan dampak negatif. Menjamurnya pelaku human trafficking dan banjir TKI ilegal 5 Heni Rachma sary, “KADIN kecam moratorium pengiriman TKI oleh Pemerintah”, <http://www.

merdeka.com /uang/ kadin- kecam- putusan –moratorium –pengiriman –tki -oleh-pemerintah .html>, Kamis, 19 Februari 2015, 13:28.

Teni Triyani - KEBIJAKAN KONVERSI TKI NON-FORMAL KE TKI FORMAL ...

Page 62: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

yang tidak memperhatikan perlindungan TKI. Menurutnya, fenomena bekerja di luar negeri masih menjadi primadona. Namun, penyerapan tenaga kerja ini dinilai semestinya diikuti oleh kebijakan-kebijakan yang bisa memberikan perlindungan TKI di luar negeri. Ia menilai, pembenahan seperti membekali keterampilan dan kompetensi calon pekerja mutlak diperlukan disamping tata kelola di sektor internal dengan melakukan pengawasan terhadap perekrutan-perekrutan ilegal yang membahayakan keselamatan TKI di luar negeri.

Kesimpula Dan SaranKesimpulan1. Secara teori konversi TKI non-formal ke TKI formal dalam sudut pandang

ekonomi sebenarnya telah sesuai dengan idiologi pancasila. Konversi TKI non-formal ke TKI formal merupakan suatu proses perubahan dari sistem pengiriman TKI yang sebelumnya mengirim TKI tak terdidik atau tak terlatih menjadi TKI yang terdidik dan terlatih (memiliki skill) atau professional. Dalam perspektif ekonomi konversi ini merupakan suatu bentuk perbaikan kwalitas dari faktor ekonomi. Perbaikan dilakukan guna melindungi TKI dari resiko kerja akibat kurangnya skill dan untuk melahirkan TKI yang professional.Ironisnya lahirnyaKepmen Nomor 1 tahun 2015 yang intinya menjadikan pekerjaan di sektor domestik worker menjadi professional, disertai dengan moratorium yang dilakukan pada jabatan tersebut. Kebijakan ini jelas tidak mencerminkan jiwa pancasila yang seharusnya mengedepankan keadilan. Ini menunjukan diskriminasi pada mereka yang hanya mampu berkerja di sektor itu dan juga merupaka sikap tidak konsistenterhadap kebijakan yang sudah dikeluarkan.

2. Kebijakan pengiriman TKI formal dianggap lebih aman dengan alasan bahwa pendidikan dan skill menempatkan TKI formal pada kedudukan yang lebih dihormati dan dihargai hak-haknya. Selain itu TKI formal yang dipekerjakan pada suatu badan hukum bukan pada perseorangan mempermudah pengawasan terhadap kegiatan tersebut. Namun demikian adanya modal yang harus dikeluarkan untuk menjadi TKI formal menjadikan sektor ini memiliki resiko penipuan yang justru terjadi di tanah air sebelum masa keberangkatan kerja.Bagi TKI non-formal resiko menjadi 2 kali lebih besar selain di dalam negeri pada saat rekrutmen dan persiapan penerbangan, resiko kerja di luar negeri menjadi lebih besar karena pengawasan akan sulit

Page 63: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

dilakukan karena sebagian besar mereka bekerja di lingkungan domestik /perseorangan.

3. Pembatasan (soft policy) dan penghentian (hard policy) pengiriman TKI domestic worker yang dianggap sebagai TKI non-formal cukup memiliki resiko. Meningkatnya jumlah TKI illegal membuktikan bahwa kebijakan ini bukan hal yang benar.Akibat dari moratorium adalah membengkaknya jumlah TKI bermasalah dimana banyak TKI yang habis kontrak kerjanya akan memilih untuk tidak pulang dan memperpanjang kontrak, sehingga status menjadi ilegal (overstayer).Selain itu peraturan teknis yang diperketat dan cenderung rumit mengakibatkan menjamurnya pelaku human trafficking dan banjir TKI ilegal yang tidak memperhatikan perlindungan TKI. TKI yang bersikukuh ingin berkerja di luar negeri akhirnya harus memilik jalan pintas yang mengancam keselamatan mereka. Minat dari warga negara untuk menjadi pekerja domestik worker tidak dapat dihindari,pemerintah dengan kebijakannya harus hadir menjadi pelindung dan penyelamat bagi mereka.

Saran1. Pemerintah diharapkan untuk tidak menutup kesempatan kerja di sektor

domestik worker mengingat banyaknya peminat pada sektor tersebut. Seharusnya pemerintah memberikan fasilitas pendidikan dan pelatihan agar sektor domestic worker ini menjadi sektor yang melahirkan TKI-TKI professional dan disertai dengan regulasi yang memadai serta penempatan protektif. Seharusnya Pemerintah memberikan kebebaskan pada siapa pun untuk bekerja di mana pun dan tugas pemerintah adalah memastikan bahwa pekerjaan tersebut dilindungi secara hukum.

2. Selain dari pengembangan bursa kerja pada pengiriman TKI formal, upaya pemerintah dalam mengembangkan TKI sektor formal harus disertai dengan pemberian bantuan permodalan bagi calon TKI karena sektor formal mengharuskan adanya pembiayaan yang harus ditanggung oleh TKI dan faktanya mereka yang memilih menjadi TKI dan berkerja di luar negeri adalah orang-orang kelas menengah bawah yang memilki keterbatasan modal.

3. Program pengiriman TKI ke luar negeri adalah salah satu solusi mengurangi angka pengangguran di tanah air yang terus meningkat. Program ini juga dilakukan guna melaksanakan amanat konstitusi yang harus memberikan

Teni Triyani - KEBIJAKAN KONVERSI TKI NON-FORMAL KE TKI FORMAL ...

Page 64: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

jaminan pemenuhan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Selain membuka lapangan kerja baru, pemerintah harus juga memaksimalkan pekerjaan yang telah ada.

Daftar PustakaBukuAsikin, Zainal dkk. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1993.Asyhadie, Zaeni, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja),

Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007.Dwi yuwono, Ismantoro, Hak dan Kewajiban Hukum Tenaga Kerja Indonesia di

Luar Negeri, Yogyakarta: Pustaka Yudistira, 2011.Friedrich, Carl Joachim, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Bandung: Nuansa dan

Nusamedia, 2004.Hamid, Adnan. Menuju Kebijakan yang Adil bagi Pekerja Migran. Jakarta, 2012.Hamid, Adnan. Buruh Migran dan Perlindungan Hukumnya. Bekasi:F-Media,

2009.Husni, Lalu, Pengantar Hukum Ketenaga Kerjaan Indonesia, Jakarta : PR Raja

Grafindo Persada, 2003.Imron, Ali, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia. (Jakarta: PT Bumi Aksara),

2002. Lubis, M Solly, Asas-Asas Hukum Tata Negara, Bandung: Alumni, 1982.Masyhur, Kahar,Membina Moral dan Akhlak, .Jakarta: Kalam Mulia, 1985.Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty

, 1985.Nurhuhaida, Abdul Razak. Analisis Ekonomi Konvensional. Yogyakarta, 2012.Ramdhan, Naning. Perangkat Hukum Hubungan Perburuhan Industrial Pancasila.

Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.Rawls, John, A Theory of Justice, London: Oxford University press, 1973, yang

sudah diterjemahkan dalam bahasa indonesia oleh Uzair.Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.Safariya, Anne Friday, dkk., Hubungan Perburuhan di Sektor Informal

Permasalahan dan Prospek, Bandung: Akatiga, 2003.Sukirno, Sadono, Makro Ekonomi Teori Pengantar, Jakarta: PT raja Grafindo

persada, 2004.

Page 65: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

Sumarno, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Sumarsono, dkk., Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007.

Supomo, Imam. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan, 2003.Theo, Huijbers, Filsafat Hukum dalam lintasan sejarah, cet VIII, .Yogyakarta:

kanisius, 1995.Yuwono, Ismantoro Dwi. Hak dan Kewajiban Hukum TKI di Luar Negeri.

Yogyakarta: Pustaka Yudistira, 2011.

Badan, Lembaga, atau InstitusiBalai Pelayanan Penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Buku

Panduan TKI di Timur Tengan, (Jakarta:2012), halBNP2TKI, Bekerja ke Luar Negeri Dengan Legal dan Aman, (Jakarta: 2011.BNP2TKI, Subbid Pengolahan Data, Bidang Pengolahan dan Penyajian Data

(PUSLITFO BNP2TKI).

Peraturan Perundang-UndanganIndonesia, Undang-Undang dasar 1945._______, Undang-UndangNomor 13 Tahun 2004 tentangKetenagakerjaan._______,Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan

Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri._______, Undang-Undang Jaminan Sosial Tenaga kerja, No, 3 Tahun 1992_______, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2013 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Penempatan TKI di Luar Negeri Oleh Pemerintah_______, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015

tentang Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan_______, Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2015 tentang Jabatan Yang dapat Diduduki Oleh Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Untuk Pekerjaan Domestik.

Internet Ali, Pramono Efektifitas Pengiriman Buruh Migran, <http://www.bnp2TKI.

go.id>, diakses pada 13 Desember 2012.

Teni Triyani - KEBIJAKAN KONVERSI TKI NON-FORMAL KE TKI FORMAL ...

Page 66: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Asas-asas Perdagagan, <http:// queeniewong 0211i. blogspot. Com /2011/03/bab-1-asas -kepada- perdagangan- 11.html>, diakses pada 21 Agustus 2014.

Berita Satu.Com, Perusahaan Penyalur Diminta Perbanyak TKI Formal, <http: //www.Beritasatucom/nasional/242063-perusahaan-penyalur-tki-diminta-perbanyak-pekerja-di-sektor-formal.html>, diakses pada Selasa, 20 Januari 2015, 07.57 WIB.

Biaya untuk TKI Informal dan Formal”, <https:// pjtkidantki .wordpress. com/ 2013 /01/27/tentang -biaya-untuk-tki-informal-dan-formal/>.

BNP2TKI, 2013, TKI Bantu Pemerintah Atasi Pengangguran, <http://www.bnp2tki.go.id /berita- mainmenu -231 /8621 -tki- bantu -pemerintah -atasi-pengangguran.html>, 18 Mei 2014.

Doi, Yoko, Keterlibatan Sektor Keuangan Memberikan Kemudahan Bagi TKI Di Luar Negeri, <http://web.wordbank.org>, tanpa tahun.

Hidayah, Anis, Penghapusan Pengiriman PLRT Bukan solusi, <http://www.koran-jakarta.com/ 28593-anis-hidayah: -penghapusan- pengiriman -pl- rt -bukan -solusi>, Jumat, 20 Februari 2015 00:10:04.

Hidayat, Jumhur, Keuntungan Para TKI Formal yang Berkerja di Luar Negeri, <http://tribunnews.com /nasiona /2013/05/1/ keuntungan para- tki- formal -yang- bekerja -di- luar-negeri>.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, <http://kbbi.web.id/konversi>.Kamus Bisnis Bank Konversi, <http://www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/

konversi.aspx>. diakses pada 22 Agustus 2014.Kamus Bisnis Bank Konversi, <http:// www.mediabpr. Com /kamus -bisnis- bank/

konversi. aspx>, diakses pada 22 Agustus 2014.Konversi TKI Non Formak Ke TKI Formal, <http://birokrasi .kompasiana.

com/2012/09/09/konversi-tki-non-formal-ke-tki-formal-491957.html>.Kwalitas Balai Latihan Kerja Luar Negeri Kunci Lahirnya TKI Profesional, <http:

//www.suara pembaharuan.com/news/2012/0204/…>.Melikhah, Moratorium TKI Berdampak Negatif, <http://news.metrotvnews.

com/read /2014/12/15 /331998/apjati-moratorium-tki-berdampak-negatif>, 15 Desember 2014 13:24 wib.

Menaker Hentikan Pengiriman TKI Domestic Worker Ke 21 Negara Di Timur Tengah, <http://www.sindotrijaya.com/news/detail/9037/menaker-hentikan-penempatan-tki-domestic-worker-ke-21-negara-timur-tengah#>, 04 Mei 2015 15:26 WIB.

Page 67: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

Mencermati Dampak Moratorium TKI”, < http://www.harianhaluan.com/b index.php? option=com _content&view=article&id=6091:mencermati-dampak-moratorium-tki&catid =13:haluan -kita&Ite>, 20 Mei 2015.

Mirza, Bachtiar Hassan, TKI Dalam Segi Kehidupan Ekonomi, <http:// www. waspada medan. com/index.php?option=com>, 02 October 2012, 07:28 WIB.

Moratorium Masih Berlaku, <http:// progresivenews.com /2015/04/16/ moratorium-tki-domestik-worker-ke-arab-saudi-masih-berlaku/>.

Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, <http://www. hukum tenaga kerja.com / penempatan -dan -perlindungan -tenaga -kerja- indonesia -di- luar-negeri/#sthash.JZ.

Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, <http://www. hukumtenagakerja .com /penempatan-dan-perlindungan-tenaga-kerja-indonesia-di-luar-negeri/#sthash.JZ2Dj2dp.dpuf.

Pengertian Konversi Menurut Para Ahli, <http://www. pengertian menurutparaahli .com /pengertian-konversi.

Sari, Heni Rachma, KADIN kecam moratorium pengiriman TKI oleh Pemerintah, <http://www.merdeka.com /uang/ kadin- kecam- putusan –moratorium –pengiriman –tki -oleh-pemerintah .html>, Kamis, 19 Februari 2015, 13:28.

Tujuh Bidang TKI Naik Jadi Sektor Formal, <http://industri .bisnis .com/read /2015 0107/ 12/388791/7 -bidang -kerja-tki-naik-kelas-jadi-sektor-formal>.

Teni Triyani - KEBIJAKAN KONVERSI TKI NON-FORMAL KE TKI FORMAL ...

Page 68: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

Efektifitas Peraturan Daerah Tentang Penataan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Mendukung Kota Bandung Sebagai Tujuan Wisata1

Acep Rohendi2

AbstrakTujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah memberikan kontribusi kepada Pemerintah Kota Bandung dalam penataan dan pembinaan PKL yang sampai saat ini masih menjadi problematika Kota Bandung dalam mendukung menjadi Tujuan Wisata. Kontribusi tersebut untuk mengetahui efektifitas Peraturan Daerah (Perda ) Kota Bandung Nomor 04 Tahun 2011 dan perspektif penegakan hukum dalam penataan dan pembinaan PKL dalam rangka efektifitas Perda tentang PKL. Metode penelitian hukum ini adalah penelitian hukum sosiologis (socio legal research/emperical legal research). Penelitian telah di lakukan di di Zona Merah yang meliputi 10 sentral PKL sebanyak 233 PKL. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik Sampling Aksidental. Perda No.4 Tahun 2011 belum sepenuhnya efektif. Prespektif Penataan dan pembinaan PKL lebih menonjolkan PKL dari aspek ekonomi, yaitu sebagai pelaku ekonomi pada lapisan masyarakat, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi kota serta sebagai upaya mengatasi naiknya angka kemiskinan. Sebab Pemerintah kota tidak dapat menyediakan pekerjaan lapangan kerja bagi para PKL. Oleh sebab itu, sangat layak apabila Pemkot berlaku seimbang dalam penataan dan pembinaan PKL. Pembinaan PKL dalam jangka pendek untuk penataan kota (pedagang mandiri), dalam jangka menengah ditujukan untuk menjadi pedagang mandiri usaha wisata dan untuk jangka panjang menjadi pengusaha usaha wisata, dengan mengintegrasikan pembinaannya ke dalamperaturan daerah yang terkait penyelenggaraan pariwisata. Kata Kunci: Efektifitas, Perda, PKL, Kota Tujuan Wisata

AbstractThe goal of research is to contribute to the Government of Bandung in the structuring and development of small traders who are accustomed sells on the

1 Jurnal ini hasil penelitian SKIM Penelitian Dosen Pemula yang dibiayai SIMLITABMAS RISTEK DIKTI 2015

2 Dr. ( Unpad), S.H.(Unpad), M.H .( Unpad), M.M. ( Universitas ARS Internasional)

5

Page 69: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

side of public roads and disrupting traffic. Its existence which until now still be problematic in favor of becoming tourist destination. Contributions are to determine the effectiveness of the Regional Regulation Bandung No. 04 of 2011 and the perspective of law enforcement in the structuring and development of small traders Legal research methods are socio legal research. Research has been done in in the Red Zone which includes 10 centers of small traders as much as 233 small traders. The sampling technique using accidental sampling. The results showed the Regulation No.4 of 2011 has not been fully effective. Perspective Planning and development of small traders to further highlight the small traders from the economic aspect, namely as an independent economic actors at the grassroots level, to support the economic growth of the city as well as efforts to tackle rising poverty rate. For the city government can not provide jobs employment for small traders, therefore, very appropriate to bring the municipal government balanced effect in the structuring and development of small traders. Development of small traders in the short term for the neatness city, in the medium term is intended to be self-employed merchants business for long-term travel and tourism business to become entrepreneurs, by integrating coaching into local regulations related to tourism operation.

Keywords: Effectiveness, regulation, small trader, tourist estinations

PendahuluanPeraturan Daerah Kota Bandung tentang Penataan dan Pembinaan

Pedagang Kaki Lima yaitu Peraturan Daerah (Perda) Kota bandung Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan Kaki Lima (PKL). Pasal 3 Perda tersebut menyatakan bahwa tujuan Peraturan Daerah ini dibentuk adalah untuk:a. menciptakan Kota Bandung yang aman, bersih, dan tertib;b. memantapkan Kota Bandung sebagai kota tujuan wisata.

Keberadaan Perda tersebut nampaknya berjalan tidak sesuai harapan. Salah satu persoalan pelik yang masih mengemuka di Kota Bandung pada saat ini adalah masalah pedagang kaki lima (PKL). Jumlahnya makin lama bukannya menyusut, jumlah PKL di Kota Bandung malah terus meningkat dari waktu ke waktu. Keberadaan Perda Nomor 4 Tahun 2011 sampai saat ini belum mampu mengatasi masalah persoalaan pelik Kota Bandung yaitu masalah PKL yang dari waktu ke waktu jumlah PKL terus meningkat. Keberadaan PKL di Kota Bandung mengesankan Kota Bandung terlihat semrawut. PKL berkontribusi

Acep Rohendi - EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PKL ...

Page 70: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

�0

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

pula bagi terjadinya kemacetan lalu lintas, polusi suara, dan meningkatnya volume sampah. Walaupun para PKL umumnya mengetahui bahwa aktivitas mereka sering mengganggu keindahan dan ketertiban kota, namun memilih menekuni profesi sebagai PKL karena tuntutan kebutuhan ekonomi yang harus dipenuhi.3

Sabagai Kota Tujuan Wisata, Kota Bandung pada saat ini kedatangan 6 juta turis yang datang ke Bandung setiap tahunnya dan 80 persennya merupakan turis domestik yang berasal dari Jakarta. Para turis domestik itu mayoritas menggunakan mobil pribadi dari Jakarta ke Bandung. Banyaknya warga Jakarta yang memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk ke Bandung, menyebabkan Kota Bandung menjadi macet setiap hari libur, terlebih ketika libur panjang ( long week end).4

Kenyamanan perjalanan di “puseur” Kota Bandung nampaknya akhir-akhir ini mengganggu para wisatawan yang datang ke Kota Bandung. Kemacetan pada hari libur di Kota Bandung (akhir minggu / long week end ) menimbulkan ketidaknyamanan baik untuk warga Kota Bandung maupun para turis yang datang ke Kota Bandung yang tidak selaras dengan Kota Bandung sebagai Kota Tujuan Wisata.

Keberadaan PKL tidak hanya menuai masalah-masalah perkotaan, akan tetapi juga mempunyai manfaat yang akan dirasakan ketika PKL ini ditata, dibina dan diberdayakan. Keuntungan atau manfaat yang dirasakan ketika PKL diberdayakan adalah dapat dijadikan aset wisata sebagai penarik wisatawan, dan PKL dapat menyerap dari masih kurangnya lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia. 5

Rumusan masalah penelitian ini : Apakah ketentuan-ketentuan Perda Kota Bandung No.4 Tahun 2011 dalam penataan dan pembinaan PKL pelaksanaannya telah berjalan efektif ?; Bagaimanakah perspektif hukum dalam perda tentang

3 Djoko Subinarto, “Urgensi Penataan Pkl Bandung”, Koran Sindo, Selasa 12 November 2013, <Http://M.Koran-Sindo.Com/Node/327508.> [26/04/2014].

4 Suryanta Bakti Susila Dan Rohimat Nurbaya, “Ridwan Kamil Keluhkan Warga Jakarta Buat Macet Bandung Ridwan Kamil “, Vivanews, Jumat, 25 April 2014, <Http://Nasional.News.Viva.Co.Id/News/Read/497547-Ridwan-Kamil-Keluhkan-Warga-Jakarta-Buat-Macet-Bandung.>,[26/04/2014].

5 Nugraha Ramadhan, Analisis Terhadap Penataan Pedagang Kaki Lima Berizin Berdasarkan Perda Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Penataan Dan Pembinaan Kaki Lima Dihubungkan Asas Kemanfaatan, Jurnal Hukum Tugas Akhir Mahasiswa, FH-Unpad, 23 November 2012, <Http://Fh.Unpad.Ac.Id/Repo/2013/11/Analisis-Terhadap-Penataan-Pedagang-Kaki-Lima-Berizin-Berdasarkan-Peraturan-Daerah-Kota-Bandung-Nomor-04-Tahun-2011-Tentang-Penataan-Dan-Pembinaan-Pedagang-Kaki-Lima-Dihubungkan-Dengan-Asas-Kemanfaat/>.[21/04/2014]

Page 71: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

�1

penataan dan pembinaan PKL guna mendukung Kota Bandung sebagai Kota Tujuan Wisata ?

Tinjauan PustakaPedagang Kaki Lima (PKL)

Pengaturan PKL dalam tingkat daerah ditemukan dalam ketentuan yang berbentuk Peraturan Daerah6 ,antara lain Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 04 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan PKL.

Pengertian PKL dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2012 Pasal 1 Ayat (1) :

“Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disingkat PKL adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap”

Unsur-unsur pengertian PKL dalam pengertian tersebut yang menjadi sasaran perhatian dalam perda adalah pelaku usaha dan tempat usaha.

PKL sebagai pelaku usaha dapat dikategorikan sebagai pelaku usaha mikro sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (1) yo Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah bahwa pelaku usaha mikro adalah pelaku usaha produktif milik orang perorangan dan / atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga

ratus juta rupiah).Berdasarkan kriteria di atas, maka PKL merupakan pelaku usaha produktif

milik perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro, karena dilakukan oleh rakyat kecil.

6 “ Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.” ( Pasal 1 Ayat (8) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)

Acep Rohendi - EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PKL ...

Page 72: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

PKL bentuk sektor informal dapat dipilah menjadi 2 (dua), yakni (a) sektor informal yang bersifat legal yang biasanya menempati lokasi yang ditentukan oleh pemerintah daerah setempat dan dibuka secara kontinu dan (b) sektor informal yang dilakukan secara illegal, menempati tempat usaha yang tidak ditentukan oleh pemerintah daerah setempat sebagai lokasi sektor informal. Menurut barang yang diperdagangkan, PKL terdiri dari 7 jenis , yaitu: makanan, sandang, perlengkapan rumah tangga, mainan anak, perlengkapan sekolah, elektronik, dan perlengkapan mobil / motor .7

Perlindungan hak konstitusional terhadap PKL dalam mendapatkan pekerjaan dan ketenangan lahir batin warga negara yang dijamin oleh UUD 1945 menjadi tugas konstitusional Pemerintah, dalam hal ini Pemerintah Kota Bandung dalam memajukan kesejahteraan umum sesuai Pembukaan UUD 1945 Aliena IV

Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam usaha pemberdayaan PKL sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah pengembangan usaha,kemitraan,perizinan, koordinasi dan pengendalian.

Hukum Penataan dan Pemberayaan PKLPKL yang mempunyai hak mendapat pekerjaan dan kehidupan yang layak,

haknya dijamin oleh Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Keberadaannya perlu dilindungi dalam rangka mengatasi masalah pengangguran, memperluas lapangan kerja dan menurunkan tingkat kemiskinan. Sebaliknya dalam sisi lainnya keberadaan PKL tidak boleh mengganggu keamanan, ketertiban, kenyamanan dan kebersihan dalam wilayah kota yang merupakan hak warga negara untuk menikmatinya yang dijamin haknya sesuai Pasal 28 H Ayat (1) UUD 1945.

Hukum Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kota Bandung terdapat dalam bentuk Peraturan Daerah, yaitu Perda Kota Bandung Nomor 04 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima. Perda Kota Bandung tersebut merupakan salah satu bentuk jenis peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 7 Undang- Undang (UU) Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan7 P.M. Brotosunaryo, Hadi Wahyono, Sariffuddin, “Strategi Penataan Dan Pengembangan Sektor

Informal Kota Semarang”, Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 71 - 80

Page 73: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

Maksud dan tujuan pembuatan Perda tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Kota Bandung menurut Peraturan Daerah ini adalah untuk mengatur, menata dan membina PKL dengan tujuan untuk : 8

a. menciptakan Kota Bandung yang aman, bersih, dan tertib; b. memantapkan Kota Bandung sebagai kota tujuan wisata.

Tujuan penataan dan pemberdayaan PKL adalah untuk memberikan kesempatan berusaha bagi PKL melalui penetapan lokasi sesuai dengan peruntukannya; menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha PKL menjadi usaha ekonomi mikro yang tangguh dan mandiri; dan untuk mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib dan aman dengan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan.9

Mindset penataan dan pemberdayaan PKL adalah perlunya pemahaman bersama, bahwa satu-satunya cara untuk menghilangkan PKL adalah dengan memandang para PKL sebagai aktor ekonomi yang memiliki peran penting dalam jangka panjang, sehingga tindakan yang dilakukan bukan melalui penertiban yang sering diartikan membongkar dan mengusir, namun menertibkan yang memiliki makna memfasilitasi, mendidik, dan memberdayakan.10

Efektifitas Hukum Peraturan DaerahKedudukan Hukum dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

mendapat legalitas yang lebih kuat lagi, dengan penegasan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, bahwa “Negara Indonesia adalah Negara hukum “. Hal ini dimaksudkan untuk memperteguh paham bahwa Indonesia adalah Negara hukum, baik dalam penyelenggaraan Negara maupun maupun kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.11

8 Pasal 3 Perda Kota Bandung Nomor 4 Tahun 2011. 9 Syamsul Hilal, “Upaya Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Indonesia, 3 April 2013, <http://

syamsuhilal.blogspot.com/2013/04/upaya-penataan-dan-pembinaan-pedagang.html, > , [27/04/2014], Pasal 3 Men-Men-teri Dalam Negeri Republik Indonesia Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.

10 Wahyu T. Setyobudi. Staf Pengajar PPM School of Management. Peneliti dan Konsultan PT. Binaman Utama, PPM Consulting, “Kompleksitas Masalah Pedagang Kaki Lima Jakarta”, August 30, 2013, <http://manajemenppm.wordpress.com/2013/08/30/kompleksitas-masalah-pedagang-kaki-lima-jakarta/>, [26/04/2014].

11 MPR-RI, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia Nomor I /MPR/2003 Tentang Peninjauan kembali Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaran Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002, Cetakan Kesebelas, Jakarta : Sekretariat Jendral MPR RI ,Januari 2012,hlm.197.

Acep Rohendi - EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PKL ...

Page 74: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Satjipto Rahardjo merumuskan pengertian hukum dalam susunan kalimat :

“Hukum itu bukan hanya bangunan peraturan, melainkan juga bangunan ide, kultur dan cita-cita. Sering orang menyingkat hukum moderen sebagai rule of the law begitu saja dan tidak melihatnya juga sebagai rule of morality. Hukum itu lalu hanya dilihatnya sebagi peraturan, prosedur, yang semuanya mempunyai konotasi netral. Orang mengabaikan atau melupakan bahwa di belakang sekalian struktur formal tersebut bermukim suatu nilai dan gagasan tertentu, sehingga menjadi particular. Dalam konteks tersebut, maka sistem hukum modern memang tidak netral.” 12

Pengertian hukum tersebut menunjukkan bahwa hukum bukan hanya bangunan yang terdiri daru kaidah-kaidah hukumn namun dibalik kaidah tersebut adanya nilai-nilai dan cita-cita yang harus terwujud dalam mewujudkan hukum dalam masyarakat.

Tujuan hukum yang dibutuhkan manusia dari hukum terdapat tiga unsur, yang meliputi :13

a. Ketertiban sebagai unsur utama. Terwujudnya ketertiban dalam masyarakat, maka keperluan sosial sosial manusia dalam masyarakat dapat terpenuhi.

b. Keadilan sebagai unsur kedua yang tidak kalah pentingnya. Keadilan mengandung unsur penghargaan, penilaian dan pertimbangan.

c. Kepastian merupakan unsur ketiga yang diharapkan hukum. Lembaga-lembaga hukum semuanya harus dipatuhi oleh para pihak yang mengadakannya. Tanpa kepastian hukum akan timbul kekacauan dalam masyarakat.Untuk mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka pertama-tama

yang harus dilakukan adalah dengan mengukur sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketaatan terhadap hukum secara umum termasuk peraturan daerah adalah sebagai berikut :14

“a) Relevansi aturan hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum dari orang-orang yang menjadi target aturan hukum

12 Satjipto Rahardjo, 2009, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta,2009,hlm.22-23.13 Johnny Ibrahim, 2011,Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing,

Surabaya, hlm.2-7.14 Susan Andriyani, “Analisis Efektivitas Hukum Dalam Penerapan Pengadaan Barang Dan Jasa Secara

Elektronik (E-Procurement) Serta Peranan Lembaga Pengawas Terhadap Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah” , Tesis, Fakultas Hukum Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Indonesia , Jakarta, Juni 2012, hlm.12-13.

Page 75: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

secara umum itu.

b) Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum, sehingga mudah hami dipahami oleh target diberlakukannya aturan hukum.

c) Sosialisasi yang optimal kepada aturan hukum. d) seyogyanya aturan bersifat melarang, dan jangan bersifat

mengharuskan.e) Sanksi yang diancamkan oleh aturan hukum itu, harus dipadankan

dengan sifat aturan hukum yang dilanggar tersebut. f) Berat ringannya sanksi yang diancam dalam aturan hukum, harus

proporsional dan memungkinkan untuk dilaksanakan.g) Kemungkinan bagi penegak hukum untuk memproses jika terjadi

pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut. h) Aturan hukum yang sangat efektif, adalah aturan hukum yang

melarang dan mengancamkan sanksi bagi tindakan yang juga dilarang dan diancamkan sanksi oleh norma lain.

i) optimal dan professional tidaknya aparat penegak hukum.j) adanya standar hidup sosio-ekonomi yang minimal di dalam

masyarakat.”

Kota Tujuan WisataWisata diartikan sebagai :

“kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.”15

Kota tujuan wisata atau dikenal dengan daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya dalam undang undang kepariwisataan disebut Destinasi Pariwisata diartikan :

“kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesbilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.”16

Keberadaan PKL dalam suatu kota destinasi kota dapat menjadi parameter aksesbilitas wisatawan terhadap kota sebagai tujuan wisata. Keberadaan PKL yang tertata dan terbina dengan baik dapat menjadi pendorong / penarik

15 Pasal 1 butir (1) Undang-Undang RI No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan16 Pasal 1 butir (6) Undang-Undang RI No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan

Acep Rohendi - EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PKL ...

Page 76: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

wisatawan berkunjung ke satu kota destinasi wisata. Kebijakan Kepariwitaan Di Kota Bandung diatur dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 07 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan.

Kerangka TeoriSoejono Soekanto mengungkapkan bahwa :

“efektivitas hukum adalah segala upaya yang dilakukan agar hukum yang ada dalam masyarakat benar-benar hidup dalam masyarakat, dan agar kaidah hukum atau sebuah peraturan berfungsi bahkan hidup dalam tatanan kehidupan masyarakat.”

Efektifitas hukum merupakan daya upaya agar hukum berpengaruh terhadap masyarakat. Masyarakat yang dipengaruhi oleh hukum tersebut adalah masyarakat yang berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku. Masyarakat yang berperilaku sesuai denganj yang dikendaki oleh hukum yang berlaku, maka dikatakan bahwa hukum yang bersangkutan adalah efektif.

Paradigma tersebut menggambarkan bahwa hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto. Lebih lanjut dijelaskan bahwa hukum dapat dipergunakan sebagai suatu alat oleh agent of change atau pelopor perubahan. Pelopor perubahan ini dapat berupa orang atau kelompok orang yang memimpin lembaga kemasyarakatan. Cara-cara untuk mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu agar sesuai dengan yang dikehendaki pelopor perubahan , dinamakan Social engineering atau social planning.17

Kerangka KonsepsionalKerangka konsepsional penelitian ini adalah Perda No.04 Tahun 2011

merupakan Independent Variable yang merupakan Law in Theory, efektifitas Perda No.04 Tahun 2011 merupakan Intervening Variable, sebagai Law in Action, serta Bandung merupakan Tujuan Wisata sebagai Ideal Hukum. Hubungan ketiga variabel tersebut mengacu kepada pendapat Seorjono Soekanto dan Mochtar Kusumaatmadja yang menyatakan bahwa hukum dapat dipergunakan sebagai alat/sarana pembaharuan masyarakat.

17 Soerjono Soekanto,2012,Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, RajaGrafindo Persada (Rajawali Perss), Jakarta, hlm.107.

Page 77: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

Metode PenelitianMetode penelitian dalam metode penelitian hukum ini adalah penelitian

hukum secara sosiologis. Obyek kajian penelitian adalah fakta-fakta empiris (kenyataan) dari perilaku verbal para PKL di Kota Bandung dalam melaksanakan Perda Kota Bandung No.04 Tahun 2011.

Populasi dalam penelitian ini adalah para PKL di Kota Bandung, yang berada di Zona Merah, di sepuluh lokasi di Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan teknik sampling yang non random, yaitu Sampling Aksedental , maka diperoleh sampe sebanyak 233 orang.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum sosiologis, maka data yang digunakan diperoleh langsung dari masyarakat. Data yang diperoleh langsung dari masyarakat, yang dinamakan data primer. 18 Adapun data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan merupakan data sekunder., termasuk pula data sekunder adalah data-data yang berkaitan dengan kebijakan terkait PKL dari lembaga terkait, diantaranya Pemkot Bandung. Data sekunder, dalam penelitian ini digunakan sebagai bahan untuk menganalisis / menjelaskan dari data primer yang diperoleh dari lapangan.

Data primer akan diperoleh dengan dengan cara wawancara dengan menggunakan kuesioner. Wawancara yang dimaksud bertujuan untuk mengetahui berbagai pendapat dan berusaha mengungkap makna atau maksud yang ada dibalik perilaku PKL / konsumen yang berkaitan penerapan Perda Kota Bandung No.04 Tahun 2011.

Data sekunder diperoleh dengan legal research in the Library Research and Internet Research19.

Dalam penelitian jenis angket yang digunakan adalah angket bentuk pilihan, dengan alternative jawaban yang telah disediakan peneliti, dengan memilih salah satu alternative jawaban paksaan antara “ya” atau “tidak” Angket tentang efektifitas Perda PKL yang terdiri dari 20 pernyataan. cara mengetahui kuantitas dari jawaban yang dipilih responden untuk tiap-tiap pertanyaan Selanjutnya dihitung berapa persen jawaban yang dipilih responden tiap-tiap pertanyaan dengan rumus :

Persepsi responden tiap item angket

= x 100 %

18 Ibid,,hlm.2419 Richard Stim, 2003, Legal Research : How to Find & Understand the Law, Holo, USA, hlm.9

Acep Rohendi - EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PKL ...

Page 78: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Jumlah jawaban responden tersebut dapat berupa “ya” atau “tidak” Hasil perhitungan dalam persentase tersebut menunjukkan persepsi responden terhadap item pertanyaan yang diajukan.

Hasil perhitungan dengan rumus tersebut diperoleh data table sebagai berikut:

Efektifitas Perda secara kuantitatif dapat dihitung berdasarkan berapa jumlah yang memilih jawaban “ya” yang dinotasikan angka “1” dari seluruh jumlah pertanyaan dalam angket, dengan rumus

n = Jumlah responden

Dengan mengacu kepada tafsiran derajat hubungan korelasi dari Sugiyono, maka dibuat tabel untuk derajat efektifitas, sebagai berikut :

Koefisien Efektifitas Tingkat Efektifitas

0,000 – 0,199 Sangat kurang efektif

0,200 – 0,399 Kurang efektif

0,400 – 0,599 Cukup efektif

0,600 – 0,799 Efektif

0,800 – 1,000 Sangat efektif

Sumber : Sugiyono (2009: 184), dimodifikasi

Berdasarkan data penafsiran tabel nilai efektiftas juga kemudian dianalisis secara deskriptif dengan pendekatan kualitatif (qualitative approach),20 yaitu dengan memberikan pemaparan dan menjelaskan secara menyeluruh dan mendalam (holistic/verstelen), berdasarkan kata-kata yang disusun dalam sebuah latar ilmiah, untuk mengungkap apa yang tampak maupun yang terdapat dibalik peristiwa nyata menggunakan daya abstraksi dan penafsiran / konstruksi yang menunjukkan efektifitas Perda Kota Bandung No.04 Tahun 2011.

20 Freddy Haris, Loc.cit.

Page 79: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

Hasil Dan PembahasanEfektifitas Pelaksanaan Perda Kota Bandung No.4 Tahun 2011

Kuesioner penelitian yang sudah terkumpul dilakukan editing untuk mengetahui kelengkapan semua kuesioner dan diberi nomor dari nomor 1 samapi dengan 233.. Selanjutnya melakukan coding dengan memberi nilai setiap kuesioner dengan memberikan nilai “1” untuk yang memilih jawaban “ya” dan memberikan nilai “0” untuk jawaban yang memilih “tidak”. Selanjutnya membuat matrik (kotak) dalam program Excel. Dalam lembaran program excel dibuat kotak sebanyak 20 kolom, yang diberi nomor 0 sampai 20, yang menunjukkan jumlah kuesioner yang berjumlah 20 buah. Selanjutnya dibuat kotak dalam baris ke bawah sebanyak 233 kotak mulai dari angka 0 yang tadi telah dibuat. Kotak yang berjumlah 233 baris tersebut diberi nomor dari nomor 0 sampai dengan 233. Hasil dari pembuatan kotak tersebut berupa kotak yang berupa kotak (21 x 234). Kotak kolom (vertikal) menunjukkan jawaban responden dari pertanyaan 1 sampai dengan 20 dan Kotak baris (horizontal ) menunjukkan jumlah responden dari nomoi 1 saampai dengan 233.

Selanjutnya mentabulasi yaitu memasukan data dari mulai kuesioner nomor1 sampai kuesioner 233. Mengisi jawaban responden mulai ke 1 sampai baris ke 233, masing-masing 20 kolom dari kolom 1 sampai dengan 20, sesuai jawaban yang diberikan dari mulai nomor 1 sampai nomor 20 sesuai jawabannya. Data tersebut yang dimasukan dapat berupa angka 1 atau angka 0 sesuai coding yang diberikan.Proses selanjutnya melakukan operasi hitung dengan menjumlahkan tiap-tiap kolom jawaban responden dari mulai nomor 1 sampai dengan nomor 233 (vertical).

Jawaban responden tersebut dapat berupa “ya” atau “tidak” Hasil perhitungan dalam persentase tersebut menunjukkan persepsi responden terhadap item pertanyaan yang diajukan. Berdasarkan rekapitulasi jawaban responden sebanyak 233 orang mengenai butir-butir pertanyaan sebanyak 20 pertanyaan dalam kuesioner yang menyangkut efektifitas Perda No.4 Tahun 2011. Jawaban Ya menunjukkan efektif, jawaban tidak menunjukkan tidak efektif. Hasil jawaban konsumen secara , secara umum sebagai berikut :1. Perda No.4 Tahun 2011 belum sepenuhnya efektif karena reponden 47

% menyatakan “Ya” atas pertanyaan yang diajukan, sedangkan yang menyatakan “Tidak” sebanyak 53 %.

Acep Rohendi - EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PKL ...

Page 80: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

�0

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

2. Tingkat efektifitas Perda No.4 Tahun 2011 pada angka 0,32 berdasarkan tabel Penafsiran Nilai Efektifitas ( Sugiono,2009), menunjukkan “Kurang efektif”

3. Item pertanyaan yang mendapat penilaian paling kecil (buruk) adalah mengeni kembalinya berdagang ke zona setelah penertiban selesai penertiban, dengan mendapat penilaian “Ya” sebanyak 1.7 %, sisanya 98 % menyatakan “Tidak”

4. Item pertanyaan yang mendapat penilaian paling kecil (buruk) adalah mengeni kembalinya berdagang ke zona setelah penertiban selesai penertiban, dengan mendapat penilaian “Ya” sebanyak 1.7 %, sisanya 98 % menyatakan “Tidak”

5. Item pertanyaan yang mendapat penilaian paling baik adalah mengeni PKL setuju Kota Bandung sebagai kota tujuan wisata, dengan mendapat penilaian “Ya” sebanyak 58 %, sisanya 42 % menyatakan “Tidak.

Beberapa penyebab tidak efektifnya Perda No.04 Tahun 2011, yakni :1. Ketentuan hukumnya kurang sosialisasi kepada masyarakat,2. Sosialisasi hanya karena alasan sosialisasi3. Kurang penegakan hukumnya oleh fihak yang berwenang4. Kegiatan ekonomi PKl terganggu5. Lebih mengutamakan refresi daripada pembinaan6. Lembaga penegakan hukum Perda di mata PKL adalah Satpol PP.

Perspektif Hukum Pengaturan dan Pembinaan PKL Guna Mendukung Kota Bandung sebagai Tujuan Wisata

Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa konsep negara dan pemerintahan Negara Indonesia dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945, mencerminkan konsep Negara Kesejahteraan (welfare state). Terdapat tanggung jawab negara untuk mengembangkan kebijakan negara di berbagai bidang kesejahteraan serta meningkatkan kualitas pelayanan umum ( public service ) yang baik melalui penyediaan berbagai fasilitas yang diperlukan oleh masyarakat.21

Dikaitkan dengan kewajiban Pemerintah Daerah (Pemerintah Kota ) yang berada dibawah kendali Pemerintah Pusat. Pemerintah Kota Bandung mempunyai kewajiban dan tanggung jawab melaksanakan Negara Kesejahteraan di lingkup wilayahnya dengan mengembangkan sektor ekonomi dan serta 21 Ibid, hlm.199.

Page 81: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

�1

mengembangkan kesejahteraan warga Kota Bandung. Mengembangkan sektor ekonomi yang kurang perhatian selama ini, PKL merupakan tanggung jawab dan tugas Pemerintah Kota Bandung. Dengan mengembangkan PKL berarti membantu mengembangkan kesejahteraan warga Kota Bandung.

Merujuk kepada UUD 1945, Bagir Manan menjelaskan bahwa paham negara kesejahteraan dan paham ekonomi yang diatur Pasal 33 UUD 1945 dimungkinkan peran masyarakat mendorong dan melakukan pertumbuhan ekonomi. Negara hanya menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak. Tetapi distribusi atau redistribusi atas segala hasil pertumbuhan harus dikuasai dan dijalankan atau diatur oleh negara. Bukanlah mekanisme pasar (mekanisme ekonomi liberal) yang mengatur dan menjalankan distribusi atau redistribusi hasil pertumbuhan, melainkan harus dijalankan oleh Negara atau pemerintah.22

Konsep PKL dalam perumusan perundang-undangan dalam panataan dan pembinaan PKL di Kota Bandung saat berlaku , lebih cenderung melihat PKL dari sisi gangguannya. Konsep ini jelas akan mematikan sektor ekonomi yang paling kecil yaitu PKL. Seperti dalam tujuan Perda 04 Kota Bandung Tahun 2011 Pasal 3 yang berbunyi : “Tujuan Peraturan Daerah ini dibentuk adalah untuk :a. menciptakan Kota Bandung yang aman, bersih, dan tertib; b. memantapkan Kota Bandung sebagai kota tujuan wisata”. Dalam tujuan perda ini tidak dicantumkan secara eksplisit tentang pembinaan PKL. Sehingga dalam perda tentang penataan dan pembinaan PKl di masa yang akan datang perlu dicamtumkan dalam tujun pembentukan Perda Penataan dan Pembinaan PKL, yaitu salah satunya pembinaan dan pengembangan PKL.

Dari sisi PKL, keberadaan Perda Kota Bandung No.4 Tahun 2011, dianggap penghambat usaha para PKL tersebut, sehingga keberadaannya kurang efektif, terutama yang menyangkut kewajiban PKL. Seperti menurut Susan Andriani ketaatan msyarakat terhadap peraturan, salah satunya factor relevansi aturan hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum dari orang-orang yang menjadi target aturan hukum secara umum itu.23

PKL di kota Bandung perlu diakui sebagai pelaku ekonomi yang merupakan bentuk nyata Sistem Ekonomi Kerakyatan. Seperti pendapat Sanusi bahwa sistem ekonomi Indonesia tidak terlepas dari prinsip-prinsip dasar dari pembentukan Republik Indonesia yang tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945, sehingga 22 Bagir Manan, 2012. Membedah UUD 1945. UB Press, Malang, hlm.148.23 Susan Andriyani, Loc.Cit

Acep Rohendi - EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PKL ...

Page 82: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Indonesia menganut sistem ekonomi campuran terutama disesuaikan dengan UUD 1945 sebelum diamandemen tahun 2000, dikenal dengan sistem ekonomi Pancasila, dan setelah tahun 1999, sistem ekonomi dikenal sistem ekonomi kerakyatan. Hal ini merupakan amanah Pasal V Ketetapan MPR-RI No.XVI/MPR/1998 serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004.24

Pengakuan PKL sebagai pelaku ekonomi merupakan manifestasi ekonomi kerakyatan merupakan manifestati dari Pancasila, UUD 1945, Ketetapan MPR-RI No.XVI/MPR/1998 Ketetapan MPR-RI No.XVI/MPR/1998 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004.

Pengakuan PKL sebagai pelaku ekonomi sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 Ayat (1) yang berbunyi : “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Pada konteks di Pemerintah Kota Bandung, sistem perekonomian Kota Bandung “disusun” atau diregulasi oleh Pemerintah Kota Bandung dengan DPRD Kota Bandung untuk membangun dan mengembangkan ekonomi kota dalam mengejar pertumbuhan ekonomi Kota. “Usaha bersama” diartikan bahwa Pemerintah Kota Bandung dalam menjalankan perkeonomian kota, mengakui adanya pelaku-pelaku ekonomi, seperti Badan Usaha Milik Daerah(BUMD), swasta dan koperasi. PKL merupakan salah pelaku usaha swasta. ” Asas kekeluargaan menunjuk kepada pengertian jiwa gotong royong, kerjasama. 25 Jadi tidak ada di antara pelaku ekonomi baik BUMD, swasta atau koperasi” antara satu dengan yang lainnya saling mematikan usaha.

Sebenarnya dalam konsideran Perda Kota Bandung Nomor 4 Tahun 2011 telah menyatakan:

“bahwa pedagang kaki lima sebagai bentuk kegiatan pelaku usaha di sektor informal, keberadaanya memberikan kontribusi secara ekonomis, sosiologis, dan nilai-nilai luhur berupa kerja keras, kemandirian, keharmonisan dan kreatifitas kepada masyarakat Kota Bandung”

24 Tulus T.H.Tambunan, 2009, Perekonomian Indonesia, :Ghalia Indonesia, Bogor, 2009., hlm.7 ; Istilah sistem ekonomi ini kerakyatan ditemukan dalam Pasal V TAP MPR No.XVI/MPR/1998, dalam konteks keberpihakan tegas terhadap kelompok usaha ekonomi rakyat serta dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004.

25 Mudrajad Kuncoro,2010, Masalah, Kebijakan, dan Politik Ekonomi Pembangunan, Penerbit Erlangga,Jakarta, hlm.391.

Page 83: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

Pada kenyataannya dalam wujud nyata proses perekomian tidak dapat dihindarkan adanya persaingan antara pelaku ekonomi, terutama persaingan pada sektor swasta. Perlu dihindari pelaku ekonomi swasta yang bermodal modal besar mematikan pelaku ekonomi swasta yang bermodal kecil. Pada tataran ini Pemerintah Kota Bandung harus berperan menjaga keseimbangan tersebut. Salah satunya yaitu para usaha masyarakat dalam bentuk PKL Seperti pendapat Mubyarto bahwa Pasal 33 UUD 1945 memerintahkan negara untuk menjalankan perekonomian untuk kemakmuran masyarakat sebesar-besarnya bagi rakyat. Artinya negara bukan hanya mengusahakan kebutuhan masyarakat secara minimal namun negara diperintahkan untuk mengusahan kemakmuran secara maksimal. 26

Pengaturan perekonomian nasional yang sekaligus terkait kesejahteraan sosial Perekonomian dapat dibaca dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025 Bab IV.1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025 : Bab IV.1, yang berbunyi:

“Perekonomian dikembangkan berlandaskan prinsip demokrasi ekonomi yang memerhatikan kepentingan nasional sehingga terjamin kesempatan berusaha dan bekerja bagi seluruh masyarakat dan mendorong tercapainya penanggulangan kemiskinan..“27

Pada tataran Kota Bandung, maka pengaturan perekonomian tidak boleh dilepaskan upaya membangun kesejahteraan masyarakat, terutama mendorong tercapainya penanggulangan kemiskinan. Pemkot Kota Bandung tidak semata-mata menciptakan Kota Bandung yang aman, bersih, dan tertib dan memantapkan Kota Bandung sebagai kota tujuan wisata, melainkan pula membina PKL sebagai pelaku ekonomi menjadi pedagang yang mandiri.

Pasal 1 angka 23 Perda Kota Bandung No.4 Tahun 2011, menyatakan bahwa:

“Pembinaan adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara berdayaguna dan berhasil guna dalam rangka peningkatan PKL sehingga dapat menjadi pedagang yang mandiri”

26 Mubyarto, “The Pancasila Economy And Modernization”, In AMIC OEPPEN Seminar on the Impact of New Communication Technologies on Rural Society in the Asia-Pacific, Jakarta, September 13-14, 1993

27 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025 : Bab IV.1 . Arah Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025, hlm.48-49.

Acep Rohendi - EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PKL ...

Page 84: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Menjadikan PKL menjadi pedagang mandiri, seperti dalam Pasal 1 angka 23 Perda Kota Bandung No.4 Tahun 2011. Tidak akan terwujud, karena dalam Perda Kota Bandung No.4 Tahun 2011 yang mengatur penataan dan pembinaan PKL di Kota Bandung tidak mengatur lebih lanjut bagaiamana tahapan-tahapan PKL menjadi pedagang yang mandiri. Akibatnya para PKL tidak mendapatkan arahan bagaimana menjadi pedagang mandiri. Pengarahan menjadi pedagang mandiri ada dilaksanakan oleh Pemkot Bandung hanya pada saat relokasi, seperti hasil penelitian nenunjukkan 4,7 % mendapat penyuluhan menjadi pedagang mandiri sisanya 95,3 % belum mendapatkan pengarahan.

Peran Pemerintah Kota Bandung mempunyai kewajiban menjadikan PKL menjadi pedagang mandiri sesuai dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, telah diamanatkan bahwa ”tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian”. Esensi Pasal termaksud sangat jelas memberikan jaminan perlindungan konstitusional pada setiap warga negara yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk bekerja dan mencari penghidupan. 28

Selanjutnya dalam Pasal 28 A telah diamanatkan pula bahwa ”setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. PKL sebagai bagian dari Pedagang sektor informal melakukan usaha tentunya agar tetap bisa hidup dan kebetulan nasib menjadikan penghidupannya sebagai PKL. Pasal ini merupakan suatu ius naturale yang berlaku universal dibelahan dunia manapun bahkan melintasi dimensi waktu yang lampau maupun di masa yang akan datang. 29

Hal tersebut bahkan diperkuat lagi oleh Pasal 28 I ayat (1) yang menyatakan bahwa ”Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”. 30

Dalam perkembangannya harus diakui bahwa keberadaan PKL di Daerah menimbulkan banyak permasalahan khususnya terkait dengan keamanan, ketertiban, kenyamanan dan kebersihan di Daerah. Di sisi lain keberadaan PKL di Daerah juga adalah potensi yang perlu dikembangkan karena secara 28 Penjelasan Umum Perda No.4 Tahun 2011.29 Ibid30 Ibid

Page 85: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

ekonomi dan sosial memiliki nilai-nilai luhur berupa kerja keras, kemandirian, keharmonisan dan kreatifitas juga memberikan kontribusi bagi pembangunan di Daerah. 31

Lembaga yang menangani penataan dan pembinaan PKL sesuai Pasal 5 (1) Perda No.4 Tahun 2011 adalah Satuan Tugas Khusus yang dibentuk oleh Walikota Bandung. Satuan Tugas Khusus (Satgasus) mempunyai tugas membantu Walikota dalam pelaksanaan penataan dan pembinaan PKL yang meliputi perencanaan, penataan, pembinaan, pengawasan, pengendalian, dan penegakan hukum. Satuan

Sesuai dengan hasil penelitian, bahwa Perda No.4 tahun 2011 berlaku kurang efektif, menurut analisa peneliti belum ditegakan sepenuhnya sesuai dengan adanya perda tersebut. Ketidakefektifan tersebut terkait Satgasus dalam penataan dan pembinaan PKL tidak muncul kepermukaan. Lembaga yang muncul kepermukaan adalah Satpol PP Kota Bandung yang melakukan razia. Hal ini disebabkan karena Satgasus tersebut melibatkan banyak fihak terkait penataan dan pembinaan PKL. Dalam proses ke depan penataan dan pembinaan PKL tersebut layak ditangani oleh lembaga setingkat kantor dinas (SKPD/Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang bertanggung jawab langsung kepada wali kota, dalam rangka efektifitas perda.

Hal tersebut perlu dilakukan karena penataan dan pembinaan PKL bukan hanya untuk tujuan menciptakan Kota Bandung yang aman, bersih, dan tertib; akan tetapi juga memantapkan Kota Bandung sebagai kota tujuan wisata.

Keberadaan PKL Kota Bandung baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap wajah dan kenyamanan Kota Bandung yang menjadi daya tarik wisatawan. Tidak ada salahnya, Bandung yang dikenal sebagai Kota Tujuan Wisata, melibatkan PKL dalam meningkatkan citra Bandung sebagai Kota Tujuan Wisata. Suatu paradigma yang baik apa dikemudian hari PKL Kota Bandung diarahkan menjadi pedagang mandiri di bidang pariwisata, menjadi pelaku usaha wisata.

Para PKL dapat dibina menjadi pedagang mandiri usaha wisata dengan naungan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor : 07 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan. Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.32 Berdasarkan Pasal 2 Perda tersebut, 31 Ibid.32 Pasal 1 Angka 12 Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor : 07 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan

Kepariwisataan

Acep Rohendi - EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PKL ...

Page 86: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Kepariwisataan berfungsi:a) memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap wisatawan;b) meningkatkan peran serta pelaku usaha pariwisata; danc) meningkatkan pendapatan asli daerah untuk mewujudkan kesejahteraan

rakyatDalam jangka panjang para PKL setelah menjadi pedagang mandiri usaha

wisata diarahkan menjadi pengusaha pariwisata, yaitu adalah “ perseorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan usaha pariwisata”. 33 Hal ini dimungkinkan sebab pengusaha usaha wisata dapat berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. 34

Faktor pendukung lainnya menjadikan PKL menjadi pedagang mandiri usaha wisata, bahwa usaha wisata memberikan ruang lingkup usaha yang luas seperti diatur dalam Pasal 12 Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor : 07 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, yang meliputi 16 macam jenis usaha wisata. jasa pramuwisata;

Kesimpulan Dan SaranKesimpulan 1. Efektifitas Pelaksanaan Perda Kota Bandung No.4 Tahun 2011

Perda No.4 Tahun 2011 belum sepenuhnya efektif karena reponden 47 %

menyatakan “Ya” atas pertanyaan yang diajukan, sedangkan yang menyatakan

“Tidak” sebanyak 53 %. Tingkat efektifitas Perda No.4 Tahun 2011 pada angka 0,32

berdasarkan tabel Penafsiran Nilai Efektifitas, menunjukkan “Kurang efektif”.

Item pertanyaan yang mendapat penilaian paling kecil (buruk) adalah mengeni

kembalinya berdagang ke zona setelah penertiban selesai penertiban, dengan

mendapat penilaian “Ya” sebanyak 1.7 %, sisanya 98 % menyatakan “Tidak”.

Item pertanyaan yang mendapat penilaian paling kecil (buruk) adalah mengeni

kembalinya berdagang ke zona setelah penertiban selesai penertiban, dengan

mendapat penilaian “Ya” sebanyak 1.7 %, sisanya 98 % menyatakan “Tidak”. Item

pertanyaan yang mendapat penilaian paling baik adalah mengeni PKL setuju Kota

Bandung sebagai kota tujuan wisata, dengan mendapat penilaian “Ya” sebanyak

58 %, sisanya 42 % menyatakan “Tidak”.

33 Pasal 1 Angka 31 Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor : 07 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan

34 Pasal 1 Angka 32 Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor : 07 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan

Page 87: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

2. Perspektif Hukum Pengaturan Penataan dan Pembinaan PKL Guna Mendukung Kota Bandung sebagai Tujuan WisataPenataan dan pembinaan PKL lebih menonjolkan PKL dari aspek ekonomi,

yaitu sebagai pelaku ekonomi pada lapisan masyarakat, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi kota serta sebagai upaya mengatasi naiknya angka kemiskinan. Sebab Pemerintah kota tidak dapat menyediakan pekerjaan lapangan kerja bagi para PKL. Oleh sebab itu, sangat layak apabila Pemkot berlaku seimbang dalam penataan dan pembinaan PKL. Penegakan hukum perda PKL perlu dilakukan oleh Badan Pengelola PKL (BPKL) di bawah Walikota. Tidak seperti dengan istilah Satgasus kurang humanis dan beraroma refresif. Pembinaan PKL dalam jangka pendek untuk penataan kota (pedagang mandiri), dalam jangka menengah ditujukan untuk menjadi pedagang mandiri usaha wisata dan untuk jangka panjang menjadi pengusaha usaha wisata, dengan mengintegrasikan pembinaannya ke dalam peraturan daerah yang terkait penyelenggaraan pariwisata.

B. Saran1. Perlunya sosialisasi Perda No.4 tahun 2011 untuk meningkatkan pemahaman

para PKL terhadap peraturan tersebut.2. Perlunya implementasi pro aktif dari Satgasus PKL untuk menegakan Perda

No.4 tahun 20113. Perlunya dibentuk Badan Pengelola PKL untuk menggantikan Satgasus

PKL 4. Perlu penegakan hukum pemberian tanda pengenal PKL5. Pembinaan PKL diarahkan dalam usaha wisata.

Daftar PustakaA. Buku/Jurnal/Artikel/Karya Ilmiah Lainnya Arief Sidharta (Penerjemah),2007, Meuwissen Tentang Pengembangan Hukum,

Ilmu Hukum, Teori Hukum, dan Filsafat Hukum,:Refika Aditama, BandungBrotosunaryo, P.M.., Hadi Wahyono, Sariffuddin, “Strategi Penataan Dan

Pengembangan Sektor Informal Kota Semarang”, Riptek Vol. 7, No. 2, Tahun 2013, Hal. 71 – 80.

Djoko Subinarto, “Urgensi Penataan Pkl Bandung”, Koran Sindo, Selasa 12 November 2013, <Http://M.Koran-Sindo.Com/Node/327508.>

Acep Rohendi - EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PKL ...

Page 88: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

[26/04/2014].Freddy Haris, “Laporan Akhir Penelitian Hukum Tentang Efektifitas Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan Sebagaimana Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan Dalam Mewujudkan Fungsi Sosial”, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI, 2012, hlm.12.

Google , kata kunci,“ efektifitas penataan dan pembinaan pkl”, ,<https://www.google.com/#q=efektifitas+penataan+dan+pembinaan+pkl&start=10,>, [26/04/2014].

Iskandar, I.,2008, Manajemen Kewirausahaan, LPPM _ARS Internasional, Bandung.

Jimly Asshiddiqie,2005. Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Pembangunan Hukum Nasional, Jakarta : Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 21 Nopember 2005

Johnny Ibrahim, 2011,Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Surabaya.

Mochtar Kusumaatmadja, 2006, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Alumni, Bandung , 2006.

MPR-RI,2012, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia Nomor I /MPR/2003 Tentang Peninjauan kembali Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaran Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002, Cetakan Kesebelas, Sekretariat Jendral MPR RI, Jakarta.

Mubyarto, “The Pancasila Economy And Modernization”, In AMIC OEPPEN Seminar on the Impact of New Communication Technologies on Rural Society in the Asia-Pacific, Jakarta, September 13-14, 1993

Mudrajad Kuncoro,2010, Masalah, Kebijakan, dan Politik Ekonomi Pembangunan, Penerbit Erlangga,Jakarta,

Richard Stim, 2003, Legal Research : How to Find & Understand the Law, Holo, USA.

Ronny Hanitijo Soemitro,1988, Metodologi Penelitian Hukum,Ghalia Indonesia, Jakarta

Satjipto Rahardjo, 2009, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta.Soerjono Soekanto, 1991, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum,

Alumni, Bandung,

Page 89: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

…….,2012,Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, RajaGrafindo Persada (Rajawali Perss), Jakarta.

…….,2008, Pengantar Peneletian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Suryanta Bakti Susila Dan Rohimat Nurbaya, “Ridwan Kamil Keluhkan Warga Jakarta Buat Macet Bandung Ridwan Kamil “, Vivanews, Jumat, 25 April 2014, <Http://Nasional.News.Viva.Co.Id/News/Read/497547-Ridwan-Kamil-Keluhkan-Warga-Jakarta-Buat-Macet-Bandung.>,[26/04/2014].

Susan Andriyani, “Analisis Efektivitas Hukum Dalam Penerapan Pengadaan Barang Dan Jasa Secara Elektronik (E-Procurement) Serta Peranan Lembaga Pengawas Terhadap Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah”, Tesis, Fakultas Hukum Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Indonesia , Jakarta, Juni 2012.

Syamsul Hilal, “Upaya Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Indonesia, 3 April 2013, <http://syamsuhilal.blogspot.com/2013/04/upaya-penataan-dan-pembinaan-pedagang.html, > , [27/04/2014].

Schill. Stepanw, 2009, The Multilateralization Of International Investment Law, Cambridge University Press, New York.

Teguh Marsono, “Implementasi Kebijakan Relokasi Pedagang Kaki Lima (Studi Kasus Di Kawasan Cicadas Kota Bandung)”, Unpad, tanpa tahun, <http://pustaka.unpad.ac.id/archives/105299/#>,tanpa tahun, [26/04/2014].

Tulus T.H.Tambunan, 2009, Perekonomian Indonesia, :Ghalia Indonesia, Bogor, 2009.

Violetta Simatupang,2015. Hukum Kepariwisataan Berbasis Ekspresi Budaya Tradisional, Alumni, Bandung

Wahyu T. Setyobudi. Staf Pengajar PPM School of Management. Peneliti dan Konsultan PT. Binaman Utama, PPM Consulting, “Kompleksitas Masalah Pedagang Kaki Lima Jakarta”, August 30, 2013, <http://manajemenppm.wordpress.com/2013/08/30/kompleksitas-masalah-pedagang-kaki-lima-jakarta/>, [26/04/2014]

Wikipedia, Survei opini publik, < https://id.wikipedia.org/wiki/Survei_opini_publik>,[12/11/2015].

B. Peraturan Perundang-UndanganUndang-Undang Dasar 1945

Acep Rohendi - EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PKL ...

Page 90: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

�0

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

TAP MPR No.XVI/MPR/1998.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program

Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Tahun 2005-2025 : Bab IV.1 . Arah Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Undang-Undang RI No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan.Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2012Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2012

Tentang Pedoman Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.Peraturan Daerah Kota bandung Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penataan dan

Pembinaan Kaki Lima.Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 07 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan

Kepariwisataan.

Page 91: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

�1

6 Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah Berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (Studi Kasus Putusan No. 298/B/2013/PT-TUN.JKT)

Yoelianto Sudayat

AbstrakSertifikat Hak atas tanah merupakan surat tanda bukti hak yang dapat digunakan sebagai alat pembuktian yang kuat. Dengan diterbitkannya sertifikat, pemilik atau pemegang hak atas tanah dapat dengan mudah membuktikan bahwa dirinya sebagai pemilik atau pemegang hak atas tanah. Frasa Kuat bukan berarti Mutlak. Kuat dalam hal ini sewaktu-waktu dapat digugat oleh orang lain yang dapat membuktikan bahwa dia lebih berhak atas tanah tersebut. Kondisi ini terbukti bahwa sebanyak 246 (dua ratus empat puluh enam) sertifikat hak milik atas nama KS. Moch. Kemal Abidin Dkk. Telah dibatal karena cacad Hukum Administrasi berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta.

Kata Kunci: Sertifikat, Hukum Administrasi, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta

AbstractThe right to land certificate is evidence of rights letter which can be used as strong evidence. With the issuance of the certificate, the owner or holder of land rights can easily prove himself as the owner or holder of land rights. Strong does not mean absolute phrase. Strong in this case at any time can be sued by others who can prove that he is entitled to the land. This condition proved that as many as 246 (two hundred forty six) certificates of property rights on behalf of KS. Moch. Kemal Abidin et al. Has canceled because disability Administrative Law by the decision of the High Court of Jakarta State Administrative.

Keywords: certificate, Administrative Law, High Court of Jakarta State Administrative

Page 92: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

PendahuluanTanggal 24 September 1960 telah diberlakukan Undang-undang Nomor 5

Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau lebih dikenal dengan nama UUPA. Sesuai dengan judul pada UUPA, maka yang diatur dalam Undang-undang tersebut hanya yang bersifat dasar saja atau yang bersifat pokok saja. Dalam UUPA juga ditentukan bahwa ketentuan-ketentuan pokok yang ada dapat diikuti dengan peraturan perundangan-undangan lain yang lebih terinci.

UUPA secara luas mengatur mengenai Bumi, Air, Ruang Angkasa dan kekayaan Alam yang terkandung di dalamnya, namun jika dilihat secara sempit UUPA hanya mengatur masalah Hak Penguasaan atas tanah yang tergambar dalam Hukum Tanah Nasional.

Semua hal yang terkait dengan masalah pertanahan telah diatur oleh UUPA. Dasar penyusunan/pembuatan UUPA adalah berdasarkan Hukum Adat (Pasal 5 UUPA), yaitu dengan mengadopsi konsepsinya, azas-azasnya, nilai-nilainya dan lembaganya yang kemudian dijadikan dalam norma hukum tertulis. Bahkan UUPA telah mempersiapkan suatu ketentuan jika suatu masalah pertanahan tidak dapat dijumpai dalam sistem hukum tertulis maka Hukum Adat dapat digunakan hal ini guna menjaga jangan sampai terjadi kekosongan hukum.1

Politik pertanahan yang dianut oleh UUPA adalah sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 2 UUPA yang merupakan peraturan pelaksana dari Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945, yaitu dengan menunjuk Negara sebagai Organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Negara diberi kewenangan dalam bentuk Hak Menguasai dari Negara, yaitu berupa :2

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi , air dan ruang angkasa;

2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

1 Boedi Harsono. Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaanya (Jakarta : Djambatan 1999). hal.177

2 Indonesia, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. pasal 2 ayat (2).

Page 93: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

Sebagai pelaksana Hak menguasai dari Negara adalah Pemerintah sebagai lembaga eksekutif. Lembaga operasional Pemerintah berada pada Badan Pertanahan Nasional. Awal pembentukan Badan Pertanahan Nasional adalah dengan Keputusan Presiden Nomor 26 tahun 1988 Tentang Badan Pertanahan Nasional. Dalam Pasal 2 ditentukan bahwa Badan Pertanahan bertugas membantu Presiden dalam mengelola dan mengembangkan administrasi pertanahan baik berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria maupun peraturan perundang-undangan lain yang meliputi pengaturan penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah, pengurusan hak-hak tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah pertanahan berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Presiden.

Pada tahun 2015 Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia berubah menjadi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria yang berfungsi Tata Ruang dan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional yang ditetapkan pada 21 Januari 2015.3

Kementerian Agraria dan Tata Ruang mempunyai Fungsi:4

1 Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan dibidang tata ruang, infrastruktur keagrariaan/pertanahan, hubungan hukum keagrariaan/pertanahan, penataan agraria/pertanahan, pengadaan tanah, pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah, serta penanganan masalah agraria/pertanahan, pemanfaatan ruang, dan tanah;

2 Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang;

3 Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agraria dan Tata Ruang;

4 Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang;

5 Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Agraria dan Tata Ruang di daerah; dan

6 Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang.

3 http://www.bpn.go.id/Tentang-Kami/Sejarah, diunduh tanggal 21 November 2016.4 Ibid.

Yoelianto Sudayat - PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH ...

Page 94: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Badan Pertanahan Nasional mempunyai Fungsi:5

1. Penyusunan dan penetapan kebijakan di bidang pertanahan;2. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang survei, pengukuran, dan

pemetaan;3. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penetapan hak tanah,

pendaftaran tanah, dan pemberdayaan masyarakat;4. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengaturan, penataan

dan pengendalian kebijakan pertanahan;5. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengadaan tanah;6. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian dan

penanganan sengketa dan perkara pertanahan;7. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPN;8. Pelaksanaan koordinasi tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan

administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPN;9. Pelaksanaan pengelolaan data informasi lahan pertanian pangan

berkelanjutan dan informasi di bidang pertanahan;10. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan; dan11. Pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan.

Dengan demikian jelas bahwa produk yang dikeluarkan oleh BPN merupakan produk administrasi Negara. Sebagai produk administrasi jika diproses/diolah/dikerjakan kurang teliti atau tidak cermat dapat menimbulkan cacad hukum administrasi. Bagaimana untuk mengatasi cacad hukum administrasi ini ?

Tulisan ini akan mengetengahkan suatu putusan dari Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Nomor 296/B/2013/PT-TUN.JKT, dimana putusan tersebut telah membatalkan sebanyak 246 (dua ratus empat puluh enam) Sertipikat Hak Milik atas Nama KS. Moch. Kemal Abidin, Dkk Seluas + 11,7 Ha. (sebelas koma tujuh Hektar) terletak di Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Sawangan, Kota Depok.

Pendaftaran Tanah Dan Kepastian Hukum.

Tujuan Pendaftaran Tanah dapat dilihat pada ketentuan pasal 19 ayat (1) UUPA yang menyatakan untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sebagai

5 Ibid.

Page 95: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

peraturan pelaksana pasal 19 ayat (1) UUPA oleh Pemerintah diterbit Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dimana salah satu tujuan pendaftaran tanah adalah untuk memberikan Kepastian Hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah dan satuan rumah susun , sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah.

Dalam Pendaftaran Pertama Kali suatu bidang tanah awalnya belum terdaftar, kemudian dilakukan pendaftaran oleh si pemilik tanah ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Selanjutnya Kantor Pertanahan melakukan pemrosesan bidang tanah tersebut dengan mengumpulkan dan mengolah data pisik dan data yuridis, termasuk membuat pengumuman perihal pendaftaran tanah. Jika semua prosedur dan persyaratan terpenuhi maka data pisik dan data yuridis dicatat dalam surat ukur dan buku tanah. Hasil akhir dari Pendaftran Tanah Pertama Kali adalah tanda bukti hak atas tanah atau biasa disebut Sertipikat Hak Atas Tanah yang terdiri dari salinan buku tanah dan salinan surat ukur.

Dengan demikian Sertipikat hak Atas sebagai hasil akhir dari Pendaftaran Tanah Pertama Kali bagi pemegang hak merupakan jaminan adanya kepastian hukum, karena dari sertipikat tersebut dapat diketahui kepastian akan subyek pemegang hak, yaitu nama pemegang hak tercantum pada sertipikat, kepastian akan Hak yaitu Hak atas tanahnya tertulis jelas pada sertipikat termasuk dengan NIB (Nomor Identifikasi Bidang Tanah) dan kepastian akan obyeknya yaitu yang berkaitan dengan tanah berupa letak tanah, batas-batasnya dan luas tanahnya.

Sertipikat hak atas atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran hak atas tanah termasuk perubahan-perubahan menyangkut subyeknya, status haknya dan perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan terhadap tanahnya merupakan alat bukti yang kuat sebagai mana dinyatakan dalam pasal 19 ayat (2) huruf c, pasal 23 ayat (2), pasal 32 ayat (2) dan pasal 38 ayat (2) UUPA.6

Tujuan memberikan Kepastian hukum selanjutnya dapat dilihat pada ketentuan Pasal 31 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 yang menyatakan bahwa:

“ Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak

6 Arie S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah (Jakarta : LPHI 2005).hal.81.

Yoelianto Sudayat - PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH ...

Page 96: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

yang bersangkutan.”

Namun demikian tidak ada jaminan bagi pemegang hak atas tanah untuk tidak mendapatkan gugatan dari pihak lain yang merasa dirugikan atas diterbitkannya sertifikat tersebut. Demikian pula Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) tidak menjamin kebenaran data fisik dan data yuridis yang dimuat dalam sertifikat.7

Ketentuan Pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, telah terwujud jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah, namun belum memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, dikarenakan sewaktu-waktu dapat digugat oleh pihak lain yang merasa dirugikan atas diterbitkannya sertpikat hak atas tanah tersebut. Pemegang hak atas tanah belum mendapat rasa aman meskipun telah memiliki sertipikat karena sewaktu-waktu akan mendapat gugatan atau keberatan dari pihak lain atas diterbitkannya sertipikat hak atas tanah.8

Pertanyaan timbul, apakah benar orang yang namanya tercantum pada sertipikat hak atas tanah telah memperoleh Kepastian Hukum dan Perlindungan Hukum, mengingat tujuan dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftran Tanah, sebagaimana dirnyatakan di dalam pasal 3 ayat (1) yaitu untuk member kepastian hukum dan perlindungan hukum. Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dilihat dari sistem publikasi Pendataran Tanah. Dalam sistem publikasi pendaftran tanah dikenal 2 (dua) sistem yaitu:9

1. Sistem Publikasi PositifDalam sistem publikasi positif, orang yang terdaftar sebagai pemegang hak

atas tanah tidak dapat diganggu gugat lagi haknya. Dalam sistem ini Negara sebagai Pendaftar menjamin bahwa pendaftran yang sudah dilakukan adalah benar. Proses pendaftaran harus benar-benar diteliti bahwa orang yang minta pendaftarannya memang berhak atas tanah yang didaftar tersebut dalam arti dia memperoleh tanah itu dengan sah dari pihak yang benar-benar berwenang memindah tangankan hak atas tanah tersebut adalah benar adanya. Pada sistem ini sertipikat hak atas tanah tidak dapat dibatalkan sungguhpun dalam pembuktian di Pengadilan ada pemilik yang sah. Bagi pemilik tanah yang sah akan mendapatkan ganti kerugian (kompensasi).7 Urip Santoso, Pendaftaran Tanah dan Peralihan Hak atas Tanah (Jakarta : Kencana, 2010). hal. 267.8 Ibid.9 Arie. S Hutagalung. Op.Cit. hal. 84 – 87.

Page 97: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

2. Sistem publikasi Negatif.Dalam sistem publikasi negatif, Negara sebagai pendaftar tidak menjamin

bahwa orang yang terdaftar sebagai pemegang hak benar-benar orang yang berhak karena menurut sistem ini bukan pendaftaran tetapi sahnya perbuatan hukum yang dilakukan yang menentukan berpindahnya hak kepada pembeli. Dalam sistem ini Negara hanya secara pasif menerima apa yang dinyatakan oleh pihak yang minta pendaftaran. Oleh karena dia sewaktu-waktu dapat digugat oleh orang lain yang merasa lebih berhak atas tanah itu. Pihak yang memperoleh tanah dari orang yang sudah didaftarpun tidak dijamin, walaupun dia memperoleh tanah dengan itikad baik. Dengan demikian Pendaftaran Tanah dengan sistem publikasi negatif tidak memberikan kepastian hukum kepada orang yang terdaftar sebagai pemegang hak karena Negara tidak menjamin kebenaran data yangdisajikan.

Dalam sistem ini berlaku azas nemo plus juris jadi walaupun telah melakukan pendafatran , pembeli selalu masih menghadapi gugatan dari orang yang dapat membuktikan bahwa dia pemegang hak yang sebenarnya.

Azas Rechtsverwerking Dan Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah.Sistem Publikasi Pendaftran Tanah yang dianut oleh Indonesia adalah

sistem Publikasi Negatif yang mengandung unsur Positif. Hal in terbukti karena sistem pendaftarannya menggunakan sistem pendaftaran hak. Dalam sistem pendaftaran hak, setelah diadakan penelitian barulah hak yang diberikan didaftar dengan membukukannya dalam buku tanah termasuk peristiwa-peristiwa dan perbuatan hukum. Sebagai tanda bukti hak diterbitkan sertipikat. Disisi lain Negara tidak menjamin bahwa orang yang terdaftar sebagai pemegang hak benar-benar orang yang berhak, karena dia sewaktu-waktu dapat digugat oleh orang yang merasa lebih berhak atas tanah itu.

Untuk mengatasi kelemahan sistem publikasi negatif Indonesia menerapkan suatu azas yang berlaku dalam Hukum Adat, yaitu Azas Rechtsverwerking (kehilangan hak untuk menuntut). Dalam Hukum Adat jika seseorang mempunyai tanah namun tanah tersebut telah diterlantarkan selama kurun waktu tertentu, dimana terhadap tanah tersebut telah ada orang lain yang memperolehnya dengan itikad baik, maka pemilik asal akan kehilangan hak menuntut tanahnya. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana dinyatakan dalam pasal 32 ayat (2) ditetapkan bahwa : “Dalam hal

Yoelianto Sudayat - PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH ...

Page 98: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.

Dari ketentuan pasal 32 ayat (2) itu sendiri secara yuridis normatif perlu dikaji beberapa hal : 10 1. Itikad baik.

Dalam prinsip umum, itikad baik itu juga ada pada setiap orang, sedangkan dalam itikad buruk harus dibuktikan. Jadi beban pembuktian ada pada pihak yang merasa mempunyai hak atas tanah tersebut. Itikad baik dalam Hukum Adat misalnya apabila jual beli tanah dilakukan secara terang dan tunai serta memenuhi syarat-syarat materiil diadakannya jual beli tersebut. Dalam perkembangan sekarang ini baik seorang calon pembeli dan calon kreditor dapat dikatakan beritikad baik apabila sebelum membeli tanah atau menggunakan tanah sebagai jaminan hutang, meneliti dahulu keabsahan dari pemilikan tanah tersebut. Dalam hal ini peranan dari seseorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai pembantu penyelenggara Pendaftran Tanah menjadi sangat penting.2. Secara nyata menguasainya.

Dari ketentuan ini perlu dikaji, apakah yang namanya tercantum dalam sertifikat harus tinggal/berada di atas tanah tersebut?. Bagaimana kalau tanah tersebut disewakan atau ditempati oleh pihak lain atas izin pemegang hak ? Apakah cukup dipelihara dan dijaga ?3. 5 (lima) tahun sejak diterbitkan sertipikat tersebut.

Bagaimana apabila sesudah hak tersebut terdaftar atas nama pemegang hak pertama telah beberapa kali dipindah tangankan dan ternyata dalam salah satu transaksi terdapat penipuan ? Apakah pemegang hak atas tanah yang terakhir juga dilindungi, apabila belum terdaftar sebagai pemegang hak dalam jangka waktu 5 (lima) tahun ? Apakah pemegang hak tanggungan baru dapat dengan aman menggunakan sebidang tanah untuk jaminan hutang setelah tanah tersebut terdaftar 5 tahun atas nama pemberi Hak Tanggungan.

10 Ibid. hal.93.

Page 99: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

��

Kasus PosisiObyek sengketa bermula dari sebagian tanah Eigendom Verponding No.

2 atas nama Gadelaire Petronalle Christine Bernadine Du Bus yang terkena ketentuan Undang-undang Nomor. 1 tahun 1958. Berdasarkan perturan Menteri Pertanian dan Agraria tanggal 08-11-1962 No. SK.30/Ka/1962 statusnya ditetapkan sebagai obyek Landreform dan diredistribusikan kepada para petani penggarap atas dasar Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria tanggal 31-12-1964 No. 205.D/VIII/1964.

Pada Obyek yang sama kemudian diberikan Hak Milik kepada Sabar-Karo-karo berdasarkan surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tk.I Jawa Barat Cq. Kepala Diretorat Agraria tanggal 30-08-1980 No. SK.2897/DIT.PHT/HM/1980 kemudian didaftarkan dan diterbitkan 246 (dua ratus empat puluh enam) Sertipikat Hak Milik tercatat atas nama Moch. Kemal Abidin dkk seluruhnya seluas 11,7 Ha. Terletak di Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Sawangan Kota Depok.

Penerbitan 246 (dua ratus empat puluh enam) Sertipikat Hak Milik tercatat atas nama Moch. Kemal Abidin dkk seluruhnya seluas 11,7 Ha. Terletak di Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Sawangan Kota Depok dipermasalahku Unggul Supradikto selaku Direktur PT. Karya Perkasa Indonesia yang mengklaim atas bidang tanah 246 (dua ratus empat puluh enam) diterbitkan di atas tanah miliknya yang diperoleh melalui Oper Alih Garapan dari para petani penggarap penerima redistrubusi dan dikuatkan dengan Surat Kepala Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Sawangan tanggal 10-12-2012 No.594/2751-Pem.

Wali Kota Depok telah menerbitkan Surat Keputusan tanggal 23-09-2011 No. 591/414/ Kpts/BPPT/Huk/2011, tentang pemberian Izin Lokasi untuk pembangunan perumahan atas nama PT. Karya Perkasa Indonesia seluas 435.352 M² dimana tanah obyek sengketa termasuk di dalamnya.

PT. Karya Perkasa Indonesia mengajukan permohonan pertimbangan pembatalan 246 Sertipikat Hak Milik tercatat atas nama KS. Moch Kemal Abidin dkk kepada Kantor Pertanahan Kota Depok melalui surat tanggal 21-12- 2012 No.2203/13-32.76/2012. Karena di atas obyek sengketa tersebut terdapat obyek perkara perdata yang masih sedang di Pengadilan Negeri Depok tercatat dalam register perkara No. 170/Pdt.G/2012/PN.Dpk sehingga permohonan pertimbangan pembatalan ditangguhkan sampai perkara yang dimaksud mempunyai keputusan yang telah berkekuatan tatap (Inkracht).

Yoelianto Sudayat - PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH ...

Page 100: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

100

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Kerena permohonan pertimbangan pembatalan atas 246 Sertipikat Hak Milik atas nama KS. Moch Kemal Abidin dkk, tidak ada jawaban dan tanggapan dari Kantor Pertanahan Kota Depok, maka PT. Karya Perkasa Indonesia mangajukan Gugatan melalui Lembaga Peradilan Tata Usaha Negara dengan pihak Kantor Pertanahan Depok sebagai Tergugat.

Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung Tanggal 11-07-2013 No. 11/G/2013/PTUN-BDG. Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 296 B/ 2013/PT.TUN.JKT menyatakan batal Surat Keputusan yang diterbitkan Kepala Kantor Pertanahan Depok berupa 246 Seripikat Hak Milik atas nama KS. Moch Kemal Abidin dkk seluas ± 11,7 Ha (sebelas koma tujuh hektar) terletak di Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Sawangan, Kota Depok.

Berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung No. 11/G/2013/PTUN-BDG tanggal 11 Juli 2013 dengan amar putusan sebagai berikut :1. Menyatakan batal Surat Keputusan yang diterbitkan Tergugat , berupa

246 Sertipikat Hak Milik, sebagai berikut : 1. Sertipikat Hak Milik No. 684/Pengasinan atas nama KS. Moch. Kemal Abidin, diterbitkan tanggal 29 Desember 1980, Gambar Situasi No. 471/1979 tanggal 26 Nopember 1979, luas 650 M² ; 2 Dan seterusnya sampai dengan nomor urut 246 … ;

2. Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut dan mencoret dari Register Buku Tanah, yang ada pada Kantor Pertanahan Kota Depok berupa 246 Sertipikat Hak Milik sebagai berikut : 1. Sertipikat Hak Milik No. 684/Pengasinan atas nama KS. Moch. Kemal Abidin, diterbitkan tanggal 29 Desember 1980, Gambar Situasi No. 471/1979 tanggal 26 Nopember 1979, luas 650 M² ; 2 Dan seterusnya sampai dengan nomor urut 246 … ;

3. Mewajibkan Tergugat untuk memproses permohonan Sertipikat Hak Guna Bangunan berdasarkan permohonan tertanggal 12 Desember 2012 atas nama Penggugat (PT Karya Perkasa Indonesia)Pihak Tergugat yaitu Kantor Pertanahan Kota Depok mengadakan upaya

Banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Namun ternyata amar putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 296 B/ 2013/PT.TUN.JKT. telah menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung.

Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 296 B/ 2013/PT.TUN.JKT oleh Kantor Pertanahan Kota Depok diajukan kasasi sesuai dengan Akta Pernyataan Kasasi No. 11/G/2013/PTUN-BDG Jo. No. 296 B/ 2013/PT.TUN.JKT tanggal 23 Juli 2014. Namun upaya kasasi ini telah melampaui waktu 14 (empat

Page 101: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

101

belas) hari sehingga permohonan kasasi tidak memenuhi syarat formal untuk diteruskan dalam pemeriksaan tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Dengan demikian putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 296 B/ 2013/PT.TUN.JKT dapat dinyatakan telah Berkekuatan Hukum Tetap (In Kracht Van Gewisjdge).

Dari Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung Tanggal 11-07-2013 No. 11/G/2013/PTUN-BDG. Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 296 B/ 2013/PT.TUN.JKT dan diterbitkannya Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Barat Nomor : 03/Pbt/BPN.32/2015 Tentang Pembatalan 246 (dua ratus empat puluh enam) Sertipikat Hak Milik atas nama KS. Moch. Kemal Abidin, Dkk, seluas ± 11,7 Ha (sebelas koma tujuh hektar) terletak di Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Sawangan, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat sebagai Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung Tanggal 11-07-2013 No. 11/G/2013/PTUN-BDG. Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 296 B/ 2013/PT.TUN.JKT yang telah mempunyai kekuatan Hukum Tetap (Inkracht Van Gewisjde).

Analisi Kasus.Dari uraian tersebut di atas yang menjadi inti permasalahan adalah mengenai

tujuan pendaftaran tanah yaitu memberikan kepastian hukum dan jaminan perlindungan hukum ternyata masih belum dapat terpenuhi. Hal ini disebabkan sistem publikasi Pendaftaran tanah yang digunakan di Indonesia adalah sistem publikasi negatif yang mengadung unsur positif. Sertipikat hak atas tanah sewaktu-waktu dapat digugat oleh pihak lain yang merasa lebih berhak atas tanahnya. Selanjutnnya Hakim akan memutus atas gugatan sertipikat hak atas tanah yang dimaksud. Putusan hakim tersebut dapat mengakibatkan sertipikat hak atas tanah menjadi batal jika dalam gugatan tersebut pemegang sertipikat dinyatakan kalah. Sistem publikasi negatif dapat diartikan bahwa kebenaran data fisik dan data yuridis yang tercantum didalam sertipikat harus diterima sepanjang tidak ada alat bukti lain yang membuktikan sebaliknya, dengan kata lain bahwa Sertipikat bukan merupakan alat bukti yang bersifat mutlak. Pendaftaran tanah dalam Selain itu gugatan atas terbitnya sertipikat hak atas tanah disebabkan karena sistem pendaftaran sistem publikasi negatif, negara tidak menjamin kepastian dan kebenaran data yang disajikan dalam sertipikat, hal inilah yang menimbulkan peluang bagi pihak lain yang keberatan atas

Yoelianto Sudayat - PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH ...

Page 102: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

10�

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

terbitnya sertipikat hak atas yaitu sertipikat hak milik atas tanah suatu bidang tanah tertentu menggugat pihak yang namanya tercantum dalam sertipikat tersebut, atau menggugat pejabat yang berwenang menerbitkan atau mengeluarkan Sertipikat hak milik atas tanah tersebut. Oleh karena itu apabila suatu Sertipikat Hak atas tanah terdapat adanya cacat hukum administrasi atau terdapat putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap/ inkracht, dapat saja putusan tersebut memerintahkan kepada Kantor Pertanahan untuk segera membatalkan suatu sertipikat hak atas tanah.

Pembatalan hak atas tanah adalah pembatalan keputusan pemberian suatu hak atas tanah atau sertipikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacad hukum administrasi dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 11

Ketentuan Pasal 74 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011, menyatakan sebagai berikut : 12

Kakanwil mempunyai kewenangan untuk membatalkan:a. Keputusan Pemberian Hak atas tanah yang dikeluarkan oleh Kakan yang

terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya;b. Keputusan pemberian hak atas tanah yang kewenangan pemberiannya

dilimpahkan kepada Kakan dan Kanwil untuk melaksnaakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

c. Hak milik atas satuan Rumah Susun untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; dan

d. pendaftaran hak atas tanah asal penegasan/pengakuan hak yang terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya dan/atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.Gugatan terhadap terbitnya Sertipikat hak atas tanah, selain disebabkan

karena sertipikat merupakan alat bukti kepemilikan hak atas tanah, sertipikat juga merupakan salah satu Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat penetapan (beschiking). Oleh karena itu maka sertipikat hak atas tanah juga

11 Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasioanal Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Ats Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan. Pasal 1 angka 14.

12 Indonesia, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian danPenanganan Kasus Pertanahan. Passal 74.

Page 103: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

10�

merupakan suatu keputusan pemerintahan yang bersifat konkret dan individual, yang merupakan pengakuan hak atas tanah bagi pemegang hak tersebut.

Dengan demikian suatu produk penetapan yang diterbitkan oleh BPN merupakan produk administrasi. Dalam suatu produk administrasi dapat saja mengalami Cacat hukum administrasi, yang diantaranya adalah sebagai berikut:13

a. kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendaftaran hak tanah;

b. kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran peralihan hak dan/atau sertipikat pengganti;

c. kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan dan/atau pengakuan hak atas tanah bekas milik adat;

d. kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan dan/atau perhitungan luas;

e. tumpang tindih hak atau sertipikat hak atas tanah;f. kesalahan subyek dan/atau obyek hak; dan g. kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang-undangan.

Atas dasar Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 296 B/ 2013/PT.TUN.JKT, Kantor Pertanahan Kota Depok dengan surat Nomor : 1477/13-32.76/IX/2014 mengajukan permohonan pembatalan 246 (dua ratus empat puluh enam) Sertipikat Hak Milik atas nama KS. Moch. Kemal Abidin, Dkk, seluas + 11,7 Ha (sebelas koma tujuh hektar) terletak di Kelurhan Pengasinan, Kecamatan Sawangan, Kota Depok Berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan Hukum Tetap (In Kracht Van Gewisjdge), kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Barat.

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Barat kemudian menerbitkan Keputusan Nomor : 03/Pbt/BPN.32/2015 Tentang Pembatalan 246 (dua ratus empat puluh enam) Sertipikat Hak Milik atas nama KS. Moch. Kemal Abidin, Dkk, seluas ± 11,7 Ha (sebelas koma tujuh hektar) terletak di Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Sawangan, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat sebagai Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung Tanggal 11-07-2013 No. 11/G/2013/PTUN-BDG. Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 296 B/ 2013/PT.TUN.JKT yang telah mempunyai kekuatan Hukum Tetap (Inkracht Van Gewisjde).13 Indonesia, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011,

Pasal 62 ayat (2).

Yoelianto Sudayat - PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH ...

Page 104: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

10�

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Apakah Keputusan Nomor : 03/Pbt/BPN.32/2015 dari Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Barat dapat dilaksanakan eksekusinya mengingat ketentuan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 2 Tahun 2013 tentang PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DAN KEGIATAN PENDAFTARAN TANAH yang dinyatakan dalam pasal 7 yaitu, sebagai berikut :

Kepala Kanwil BPN memberi keputusan mengenai: a. pemberian Hak Milik untuk orang perseorangan atas tanah pertanian yang

luasnya lebih dari 50.000 M² (lima puluh ribu meter persegi) dan tidak lebih dari luas batas maksimum kepemilikan tanah pertanian perorangan.

b. pemberian Hak Milik untuk orang perseorangan atas tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 3.000 M² (tiga ribu meter persegi) dan tidak lebih dari 10.000 M² (sepuluh ribu meter persegi).

c. pemberian Hak Milik untuk badan hukum keagamaan dan sosial yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukkan Badan-Badan Hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas Tanah, atas tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 50.000 M² (lima puluh ribu meter persegi) dan tidak lebih dari 150.000 M² (seratus lima puluh ribu meter persegi).Ketentuan pada pasal 7 huruf b Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor : 2 Tahun 2013 terdapat ketentuan batas maksimum kewenangan Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi dalam hal pemberian Hak Milik tidak boleh melebihi batas 10.000 M², sedangkan Keputusan Pembatalan terhadap 246 (dua ratus empat puluh enam) sertipikat Hak Milik dengan luas seluruhnya 11,7 Ha ternyata melebihi batas maksimun yang telah ditetapkan. Bagaimana dengan kewenangan pembatalan Hak Milik atas tanah, apakah dapat dianalogikan dengan kewenangan pemberian Hak Milik.

Sertipikat Hak Milik sebanyak 246 (dua ratus empat puluh enam) atas nama KS. Moch. Kemal Abidin. Dkk. Pendaftaran pertama kalinya kebanyakan diterbit pada tahun 1980, namun 33 tahun kemudian karena suatu putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Nomor : 296 B/ 2013/PT.TUN.JKT sertipikat yang telah lama dipegangnya harus dibatalkan. Dengan demikian tujuan dari Pendaftaran Tanah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang haknya ,berdasarkan pasal 19 ayat (1) UUPA Jo. Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendataran Tanah,

Page 105: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

10�

tidak tecapai sama sekali, karena pemegang hak tersebut menjadi korban hukum itu sendiri.

Sertipikat Hak Milik sebanyak 246 (dua ratus empat puluh enam) atas nama KS. Moch. Kemal Abidin. Dkk yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Depok dianggap sebagai Cacad Hukum Administrasi. Pertanyaan yang timbul apakah 246 (dua ratus empat puluh enam) Sertifikat Hak Milik semua produk cacad hukum administrasi ? Dengan demikian bagaimana kualitas kerja Kantor Pertanahan Depok sebagai pelaksana Pendaftaran Tanah, terutama dalam pengumpulan dan pengolahan data Fisik dan Data Yuridis.

Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 296 B/ 2013/PT.TUN.JKT yang telah mempunyai kekuatan Hukum Tetap (Inkracht Van Gewisjde). Dan Keputusan Kepala Kantor BPN Wilayah Propinsi Jawa Barat Nomor : 03/Pbt/BPN.32/2015, atas pembatalan 246 (dua ratus empat puluh enam) sertipikat Hak Milik atas nama KS. Moch. Kemal Abidin Dkk. Apakah dapat segera di eksekusi ? Bagaimana jika diantara pemegang sertipikat hak milik atas tanah tersebut yang diperoleh dengan itikad baik, menggugat Kantor Pertanahan Kota Depok secara perdata ?

PT. Karya Perkasa Indonesia dengan bermodalkan Surat Izin Lokasi dari Pemerintah Daerah Kota Depok Nomor : 591/414/Kpts/BPPT/Huk/2011 tanggal 23 September 2011 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk pembangunan ± 435,352 M², terletak di Kelurahan Pengasinan dan Kelurahan Bedahan, Kecamatan Sawangan, Kota Depok, memperolehnya berdasarkan over alih garapan dari para penggarap penerima redistribusi tanah. Atas dasar ini semua PT. Karya Perkasa Indonesia mengajukan permohonan Hak Guna Bangunan kepada Kantor Pertanahan Kota Depok. Permohonan tersebut tidak mendapat tanggapan dari Kantor Pertanahan Kota Depok karena di lokasi tersebut ternyata sudah banyak diterbitkan sertipikat Hak Milik. Karena permohonannya tidak ditanggapi PT. Karya Perkasa Indonesia melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara dengan Kantor Pertanahan Kota Depok sebagai pihak Tergugat. Hasil berdasarkan Putusan Pendailan Tata Usaha Negara Bandung maupun Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, PT. Karya Perkasa Indonesia memenangi gugatan melawaan Kantor Pertanahan Kota Depok, dengan amar putusan agar Kantor Pertanahan Kota Depok membatalkan 246 sertipikat Hak Milik atas nama KS. Moch. Kemal Abidin Dkk dan memerintah Kantor Pertanahan Kota Depok untuk menerbitkan sertifikat HGB atas nama PT. Karya

Yoelianto Sudayat - PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH ...

Page 106: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

10�

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Perkasa Indonesia. Permasalahan pokok dari putusan ini adalah apakah dengan surat izin lokasi dan perolehan tanah tanah over garapan dari para penggarap dapat mengalahkan sertipikat Hak Milik yang diterbitkan dari lembaga yang berkompeten yaitu Kantor Pertanahan Kota Depok, apalagi jika sertipikat Hak Milik tersebut diperoleh dengan itikad baik. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali menghasilkan surat tanda bukti hak berupa sertipikat sebagai alat pembuktian yang kuat. Dengan diterbitkannya sertipikat hak atas tanah, pemilik atau pemegang hak atas tanah dapat mudah membuktikan bahwa dirinya sebagai pemilik atau pemegang hak atas tanah.

Jika faktanya para pemilik sertipikat tidak menguasai tanahnya secara fisik dan tidak mengetahui batas-batas serta letaknya, hal ini harus ditelusuri secara hakiki mengapa sampai terjadi hal seperti ini , dengan memperhatikan beberapa faktor, misalnya tanah / bagunannya dalam keadaan disewa atau dikontrak, atau ada tekanan kepada pemegang hak, perlu diperhatikan pula apakah pemegang sertipikat dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.

Tanah yang tidak dikuasai secara fisik jika melewati jangka waktu tertentu dan di atas tanah tersebut telah ada pihak lain yang memprolehnya dengan itikad baik, maka pemilik asal akan kehilangan hak menuntut atas tanahnya. Ketentuan ini mengdopsi dari Hukum Adat yang dikenal dengan Azaz Rechtsverwerking. Dalam Hukum Tanah Nasional dapat dilihat sebagaimana ketentuan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah yang menyatakan sebagai berikut :14

“ Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut. “

Penutup.Dengan demikian jelas sudah bahwa Sertifikat Hak atas Tanah merupakan

alat bukti yang kuat sepanjang dapat dibuktikan kebenarannya, namun dalam

14 Indonesia, Peraturan Pemrintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftran Tanah, Pasal 32 ayat (2).

Page 107: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

10�

sistem publikasi negatif sertipikat hak atas tanah belum menjadi jaminan perlindungan hukum bagi pemegang haknya, karena Negara tidak menjamin kebenaran data fisik dan data yuridis yang terdapat didalamnya. Sewaktu-waktu Sertipikat dapat saja dibatalkan karena cacad hukum admintrasi, terlebih jika cacad hukum adminstrasi tersebut diketahui melalui gugatan pengadilan, dimana berdasarkan putusan pengadilan sertipikat yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan diperintahkan untuk segera dibatalkan.

Daftar PustkaHarsono, Boedi . Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-

undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaanya ,Jakarta : Djambatan 1999 Hutagalung, Arie S. Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah , Jakarta

: LPHI 2005. Santoso,Santoso Pendaftaran Tanah dan Peralihan Hak atas Tanah ,Jakarta :

Kencana, 2010.

Peraturan Perundang-undangan:Indonesia, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-

pokok Agraria..-------------- , Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasioanal

Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Ats Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan.

------------- , Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian danPenanganan Kasus Pertanahan.

Internet :http://www.bpn.go.id/Tentang-Kami/Sejarah.

Yoelianto Sudayat - PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH ...

Page 108: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

10�

Ajaran Positivisme Hukum Di Indonesia:Kritik Dan Alternatif Solusinya

Asep Bambang Hermanto

AbstraksSaat ini hukum di Indonesia berada pada landasan filsafat positivisme yang merupakan kepanjangan tangan dari ajaran Cartesian-Newtonian. Sesungguhnya positivisme hukum merupakan aliran pemikiran yang memperoleh pengaruh kuat dari ajaran positivisme (pada umumnya). Oleh karenanya, pemahaman ajaran positivisme hukum merupakan norma positif dalam sistem peraturan perundang-undangan. Dalam praktiknya, penggunaan pardigma positivisme dalam hukum modern ternyata menghambat pencarian kebenaran dan keadilan yang benar sesuai dengan hati nurani. Pencarian itu terhalang oleh tembok-tembok prosedural yang diciptakan oleh hukum sendiri. Kemudian yang mucul dipermukaan adalah keadilan formal/prosedural yang belum mewakili atau memenuhi hati nurani. Dimulai sejak akhir abad 20 dan memasuki abad 21, perkembangan pemikiran tentang hukum dan keadilan didominasi dengan rasa prustasi, skeptis, dan pesimistis. Dampak dari perkembangan paham positivisme tersebut terhadap Indonesia dengan munculah kekakuan kekakuan hukum yang dianggap bahwa hukum di Indonesia itu tidak mampu menciptakan keadilan yang sesungguhnya. Hal ini menandakan, hukum hanya merupakan alat (tool) yang diposisikan sebagai kuda penarik beban sesuai dengan keinginan sang majikan, yaitu punguasa yang mempunyai kewenangan dan pengusaha sebagai pemilik modal. Kondisi semacam ini akan membawa konsekuensi yang tidak baik terhadap perkembangan hukum di Indonesia saat ini maupun masa yang akan datang.

Kata kunci: filsafat positivisme, positivisme hukum, hukum dan keadilan

AbstractCurrently the law in Indonesia on the foundation of philosophical positivism which is an extension of the Cartesian Newtonian doctrine. Indeed, legal positivism is the thinking which gained strong influence of the teachings of positivism (in general). Therefore, understanding the doctrine of legal positivism is a positive norm in the laws and regulations system. In practice, the use of modern paradigm of positivism in law turned out to hamper the search for truth and justice which is true to conscience. The search was hindered by procedural walls created by the law itself. Later that appear on the surface is formal or procedural fairness are not representing or fulfilling conscience. Starting from

7

Page 109: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

10�

the late 20th century until entering the 21st century, the development of legal thought and justice are dominated by frustration, skeptical and pessimistic. The impact of these developments on the Indonesian positivism understanding with the emergence of stiffness rigidity of law is considered that the law in Indonesia was not able to create real justice. This indicates the law is only a tool which is positioned as a workhorse load accordance with the wishes of his master, the ruler who has the authority and the entrepreneur as the owner of capital. Such conditions will bring bad consequences on the development of law in Indonesia on the present and future.

Keywords: philosophical positivism, legal positivism, truth and justice

PendahuluanSaat ini Hukum di Indonesia berada pada landasan filsafat positivisme yang

merupakan kepanjangan tangan dari ajaran Cartesian-Newtonian.1 Sesungguhnya positivisme hukum merupakan aliran pemikiran yang memperoleh pengaruh kuat dari ajaran positivisme (pada umumnya). Oleh karenanya, pemahaman ajaran positivisme hukum merupakan norma positif dalam sistem peraturan perundang-undangan.2

Ajaran positivisme hukum ini kehadirannya dimulai pada abad 18 dan menjadi semakin kuat seiring dengan kemajuan negara modern yang ditandai dengan adanya perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat pesat. Kelahiran negara moderen tersebut sebagai suatu organisasi teritorial yang berdaulat, disini terkait dengan adanya latar belakang perubahan sosial tersebut, dan akan lebih jelas lagi dalam bidang perekonomian. Oleh sebab itu gabungan kemajuan teknologi, industrialisasi dan kapitalisme yang bergerak begitu cepatnya. Kehadiran negara yang menyediakan struktur yang tersentralisasi dan didukung oleh hukum modern, maka kebutuhan industrialisasi yang lapar akan lahan menejemen sentral menjadi teratasi. Kemudian, munculah jargon yang terkenalnya pada abad 19 yaitu “Liberalisasi”, kemudian hukum secara pelan-pelan berubah menjadi hukum yang liberal. Di negara modern, ajaran positivisme hukum dan paham liberal meskipun dapat dibedakan, namun pada dasarnya memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan.

1 F. Budi Hardiman, Melampaui Positivisme dan Modernitas; Diskursus filosofis tentang Metode Ilmiah dan Prolema Modernitas, Yogyakarta, Kanisius, 2003, hlm. 5.

2 Dardji Darmodihardjo dan Sidharta, mengatakan bahwa filsafat positivisme hukum perlu memisahkan secara tegas antara hukum dan moral (antara hukum yang berlaku dan hukum yang seharusnya, antara das ollen und sain). Lihat Dardji Darmodihardjo dan Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum : apa dan bagaimana filsafat hukum Indonesia, Jakarta, gramedia, 2004, 113.

Asep Bambang Hermanto - AJARAN POSITIVISME HUKUM DI INDONESIA ...

Page 110: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

110

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Dampak dari perkembangan paham tersebut terhadap Indonesia, dengan pengaruh ajaran positivisme hukum tersebut, munculah kekakuan kekakuan hukum yang dianggap bahwa hukum di Indonesia itu tidak mampu menciptakan keadilan, sumber dari dominasi paradigma positivisme dan saintifikasi hukum modern.3 Kita mengenal doktrin-doktrin hukum yang diilhami oleh ajaran positivisme seperti:”equality before the law atau justice for all” (semua sama di depan hukum), menjadikan doktrin tersebut yang secara teori bagus, akan tetapi tidak di dalam faktanya, hukum hanya tajam ke bawah dan hukum tumpul ke atas, karena hukum tidaklah netral. Bekerjanya hukum sangat dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan lain. Karakter utama hukum modern adalah sifatnya rasional. Rasionalitas ditandai dengan sifat peraturan yang prosedural. Prosedural dengan demikian menjadi dasar legalitas yang penting untuk menegakkan keadilan, menjaga hak asasi manusia, bahkan akhirnya prosedur menjadi lebih penting daripada bicara keadilan yang menjadi substansi hukum itu sendiri.

Dalam prakteknya, penggunaan pardigma positivisme dalam hukum modern ternyata menghambat pencarian kebenaran dan keadilan yang benar sesuai dengan hati nurani. Pencarian itu terhalang oleh tembok-tembok prosedural yang diciptakan oleh hukum sendiri. Jadi yang mucul dipermukaan adalah keadilan formal/ prosedural yang belum mewakili atau memenuhi hati nurani.4 Lili Rasjidi, mengatakan bahwa pada kenyataanya pendekatan aliran hukum positif tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah. Penyelesaian masalah yang berorientasi kepada peraturan perundang-undangan atau hukum positif hanya akan menyentuh gejela permasalahan, namun belum menyentuh pada akar permasalahannya5.

Di akhir abad 20 dan memasuki abad 21, perkembangan pemikiran tentang hukum dan keadilan didominasi dengan rasa prustasi, skeptis, dan pesimistis. Hal itu dikarenakan tidak kesampaiannya harapan yang terlalu besar di abad 20 pada peran sektor hukum dan ilmu pengetahuan, yang ternyata peranya dapat dikatan gagal total. Bahkan yang jelas terjadi adalah perang dunia pertama, ke dua serta perang-perang lainnya, juga berbagai pergerakan menunju kerusakan bumi, ketidakadilan, dan kehancuran manusia6 3 FX Aji Sameko, Keadilan Versus Orosedur Hukum: Kritik terhadap Hukum Moden, Orasi Ilmiah

Dalam Rangka Wisuda Sarjana STHM Angkatan XIII, Jakarta, 2011, hlm 2.4 Ibid.5 H. Lili Rasjidi, Dinamika Situasi Kondisi Hukum Dewasa Ini dari Perspektif Teori Dan Filosofikal,

Bandung, 2009, hlm. 4-5.6 Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, jakarta, Ghalia, 2007, hlm 79.

Page 111: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

111

Di samping itu, sampai saat inipun orang terlalu banyak menggantungkan harapan pada hukum. Padahal, hukum yang diciptakan oleh manusia, ditegakkan dan ditafsirkan oleh manusia juga, pada hukum tersebut banyak mengandung kelemahan, karena ketidakmampuan hukum dalam memecahkan berbagai masalah masalah dalam kehidupan ini. Bahkan diakhir abad 20 memasuki abad 21, keadilan diyakini hanya menjadi mitos belaka. Tidak ada namanya keadilan: apa yang disebut keadilan itu tidak pernah objektif yang selalu dipengaruhi oleh kepentingan, perasaan, kepercayaan politik, agama, aliran dan kemampuan berpikir dari pembentuk dan penerapan hukum. Bahkan di Indonesia yang berkembang justru paradigma penggunaan hukum untuk kepentingan penguasa dan kaum kapitalis/penguasa, seperti yang terjadi dalam kasus nenek rentan mencuri buah kakao untuk menyambung hidup, kemudian kasus Prita Mulyasary versus RS Omni, dan kasus Masuji di Lampung antara rakyat dengan pemilik perkebunan yang dibantu aparat, dan lain-lainnya.

Hal-hal di atas, menandakan bahwa hukum hanya merupakan alat (tool) yang diposisikan sebagai kuda penarik beban sesuai dengan keinginan sang majikan, yaitu punguasa yang mempunyai kekuasaan dan pengusaha sebagai pemilik modal. Kondisi semacam ini akan membawa konsekuensi yang tidak baik terhadap perkembangan hukum di Indonesia, bahkan hukum menjadi mundur. Oleh karena itu, kami mencoba untuk mengkritis ajaran postivisme hukum untuk memberikan solusinya.

Filsafat/Aliran Positivisme HukumBanyak ahli pikir penganut ajaran positivisme hukum, salah satunya adalah

H.L.A Hart, yang mengatakan bahwa hukum itu harus kongkrit, maka harus ada pihak yang menuliskan. Pengertian ”yang menuliskannya” itu menunjuk pengertian bahwa hukum harus dikeluarkan oleh suatu pribadi (subjek) yang memang mempunyai otoritas untuk menerbitkan dan menuliskannya. Otoritas tersebut adalah negara. Otoritas negara ditunjukan dengan adanya atribut negara, berupa kedaulatan negara. Berdasarkan kedaulatannya, secara internal negara berwenang untuk mengeluarkan dan memberlakukan apa yang disebut sebagai hukum positif. Selanjutnya H.L.A. Hart, mengatakan : (1) hukum (yang sudah dikonkritisasi dalam bentuk hukum positif) harus mengandung perintah; (2) tidak selalu harus ada kaitanya antara hukum dengan moral dan dibedakan dengan hukum yang seharusnya diciptakan (there is no necessary

Asep Bambang Hermanto - AJARAN POSITIVISME HUKUM DI INDONESIA ...

Page 112: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

11�

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

connection between law and morals or law as it ougt so be).7 Pendapat Hart yang dipaparkan pada butir (2) mengindikasikan tolakkan dari Hart bahwa hukum harus bersumber dari sesuatu yang abstrak. Ini adalah konsekuensi logis cara berpikir dalam ajaran positivisme, yang bersumber dari hubungan sebab akibat suatu gejala dengan gejala lain secara kongkrit (kasat mata). Oleh karenanya pertimbangan-pertimbangan moral tidak harus terkait dengan terbitnya hukum positif, karena pertimbangan moral bukanlah hal yang konkrit. Begitu kuatnya logika positivisme menjadi pedoman berpikir Hart, tercermin dari ajarannya bahwa 8 ”... the analysis or study of legal consepts in an important study to be distinguished from historical inquiries, sociological inquiries and the critical appraisal of law is terms or moral, socials aims...”

Cara pandang Hart di atas sama dengan cara pandang John Austin (1790-1859) yang menyatakan bahwa norma hukum harus memuat; pemerintah, kewajiban dan sanksi. Terkait dengan perintah (command) harus memenuhi dua (2) syarat sebagaimana disampaikan John Austin9, yakni:” Command are laws if two conditions are satisfied: firts, they must be general: second they must be commended by what exists in very political society, whatever its contitutional form, namely, a or a group of person who are in receipt of habitual obedience from most of the society...”

Terkait dengan realitas objektif, apakah benar kajian hukum positif bisa dipisahkan dari nilai-nilai tertentu seperti moral? Bukankah hukum positif dibuat dalam tatanan yang terikat pada ruang dan waktu, sehingga ada nilai-nilai tertentu yang akan mempengaruhinya? Bukankah nilai-nilai tertentu bahkan kepentingan-kepentingan tertentu dapat mengikat pembuat hukum maupun adressat hukum, sehingga harus dikatakan bahwa hukum positif pun terbit sebagai produk nilai-nilai tertentu.

HL.A Hart memecahkan hukum (dalam hal ini hukum positif) di dalam dua (2) bagian: pertama, primary rules, yaitu aturan aturan hukum yang secara langsung memberikan hak-hak dan kewajiban kepada orang per-orang. Aturan-aturan itu meliputi aturan hukum perdata dan hukum pidana. Kedua, secondary rules, yaitu aturan-aturan hukum yang memberikan hak-hak dan kewajiban

7 Pendapat HLA hart dikutip oleh Teguh Prasetyo dan Abdul Hakim Barkatullah, Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007, hlm. 97-99.

8 Ibid. 979 Dikutip dari David Dyzenhaus, Sophia Reibentanz Moreau and Arthur Ripstein (ed.) 2007, Law and

Morality; Readings in Legal Philosophy. 3” edition, Toronto, university of toronto Press, 2007, hlm. 30-31.

Page 113: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

11�

kepada penguasa negara.10 Paparan di atas, seperti apa yang dikemukan oleh Hans Kelsen, mengatakan

bahwa memecah hukum (dalam hal ini hukum positif) menjadi dua (2) bagian besar yaitu teori hukum murni dan stufenbauttheory. Kedua bahasan besar tersebut boleh dikatakan sebagai hasil reduksionis oleh Hans Kelsen, beberapa ajarannya yang terangkum dalam ajaran hukum murni (the pure theory of law) yang dipaparkan sebagai berikut:1. Bahwa hukum harus dilepas dari moral, pertimbangan-pertimbangan yang

abstrak, pertimbangan politik, ekonomi, dan faktor di luar hukum lainnya. Tujuan hukum adalah kepastian. Begitu kuatnya prinsip ini diajarkan oleh Hans Kelsen sehingga ia pun sampai pada pendapat bahwa ilmu hukum harus dipisahkan dari ilmu sosial. Seorang ahli hukum harus mepelajari hukum lepas dari ilmu-ilmu kemasyarakatan maupun kondisi sosial;

2. Bahwa hukum harus benar-benar objektif tanpa prasangka. Oleh karena itu Hans Kelsen dalam hal ini berbeda dengan HLA Hart maupun John Austin. Bagi Hans Kelsen aturan hukum bukanlah hasil dari perintah penguasa karena penguasa berpotensi memiliki kepentingan subjektif dan bisa memiliki agenda politik yang bisa menyebabkan aturan yang dibuat menjadi tidak objektif.

3. Keadilan adalah persoalah diwilayah “ought to be” (yang seharusnya), bukan “ is” (yang ada). Dengan demikian bagi Hans Kelsen, keadilan bukan merupakan bagian dari kajian ilmu hukum positif. Keadilan adalah persoalan keharusan (ideal, apa yang seharusnya) tetapi bersifat meta-yuridis. Keadilan menurut Hans Kelsen merupakan persoalan bersifat tidak rasional (dalam terminologi positivisme, pen) yang tidak jelas batas-batasnya sehingga tidak dapat menjadi konsep yang memuaskan apabila dikaji dari apa yang oleh Hans Kelsen disebut ajaran hukum murni.Dari uraian ketiga pakar hukum tersebut, yaitu Hart, Autin maupun Kelsen,

maka yang menjadi objek telaah kajian hukumnya adalah aturan hukum positif. Pertanyaannya adalah apakah ketika pecahan-pecahan itu disatukan akan menghasilkan aturan hukum sebagai satu kesatuan sistem? Apakah bagian-bagian yang dipecah-pecah (sebagaimana terlihat pada pendapat Hart, Austin, dan Kelsen) kalau disatukan kembali akan menghasilkan rangkuman yang utuh tentang hukum? Ini adalah pertanyaan pokoknya.10 Op.cit, Teguh Prasetyo dan Abdul Hakim Barkatullah, hlm,... Bahwa sebagaimana diungkapkan

oleh HLA. Hart pada pendapat kedua yaitu secondary rules ini selanjutnya dipecah menjadi 3 (tiga) bagian yaitu, pertama, change; kedua, rule of adjudication; ketiga, rule of recognition.

Asep Bambang Hermanto - AJARAN POSITIVISME HUKUM DI INDONESIA ...

Page 114: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

11�

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, perlu mendapatkan jawaban karena berbeda dengan ajaran filsafat positivisme, objek pengaturan adalah manusia. Memang manusia adalah realitas tetapi manusia selalu terikat pada nilai-nilai tertentu, tatanan sosial tertentu. Hukum positif pun di dalam perkembangannya juga terikat pada nilai-nilai tertentu, bahkan kepentingan-kepentingan tertentu, karena terbitnya hukum positif sesungguhnya juga merupakan keputusan politik, yang mendasarkan pada panutan nilai-nilai tertentu. Dengan menyadari hal-hal seperti itu maka tidak serta merta reduksionisme dapat secara mudah dilakukan dalam kajian ilmu hukum.

Pertanyaannya yang mendasar adalah apakah mungkin, hukum positif itu “Bebas Nilai”?

Ciri dari positivisme berikutnya adalah objektif atau bebas nilai. Oleh karena itulah dalam paradigma positivisme ada dikotomi yang tegas antara fakta dengan nilai, dan mengharuskan subjek peneliti mengambil jarak terhadap realitas dengan sikap netral. Akan tetapi perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan faktor yang mempengaruhinya. Fenomena sosial secara alamiah adalah subjektif dan tidak akan dapat dipahami sebagai sesuatu yang objektif. Sebenarnya sulit untuk mendeskripsikan mengenai prilaku manusia, terlebih digambarkan berdasarkan karakteristik eksternal. Karakteristik eksternal manusia bisa saja menimbulkan interpretasi yang beragam. Ilmu-ilmu sosial, dengan demikian akan selalu menjadi pengetahuan yang subjektif . Oleh karena itu yang sangat diperlukan adalah ada pemahaman sikap dan arti tindakan.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan eksplorasi terus menerus dalam mencari kebenaran ilmiah, maka ajaran positivisme yang berpijak pada realitas, objektivitas, netralitas dan menekankan pada fakta mulai dipertanyakan keabsahannya ketika cara berpikir positivisme harus diterapkan pada soal-soal kemasyarakatan. Dengan demikian, bahwa saintifikasi hukum modern sangat dipengaruhi oleh kemunculan paradigma positivisme di dalam ilmu pengetahuan modern. Modernitas bukan hanya mempengaruhi sains dan teknologi belaka, tetapi juga menjadi sumber perubahan pada kehidupan masyarakat, dan juga ilmu hukum.

Ilmu hukum yang dikembangkan dalam tradisi pemikiran positivisme dalam beberapa hal bertentangan dengan tradisi pemikiran hukum doktrinal yang tumbuh pada masa pra – positivisme, tidak serta merta indentik dengan tradisi pemikiran hukum doktrinal. Beberapa prinsip di dalam hukum positivisme bahkan bertentangan di dalam ilmu hukum doktrinal seperti ditunjukan dengan adanya

Page 115: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

11�

ajaran fiksi hukum maupun kepastian hukum. Walaupun demikian dominasi saintifikasi hukum moderen masih didominasi hingga saat ini. Karakter utama sistem hukum modern adalah sifat rasionalitas. Rasionalitas ini ditandai oleh sifat peraturan hukum yang prosedural. Prosedural, dengan demikian menjadi dasar legalitas yang penting untuk menegakkan apa yang disebut keadilan, bahkan prosedur menjadi lebih penting dari pada bicara tentang keadilan itu sendiri. Di dalam konteks ini unpaya mencari keadilan (searching for justice) bisa menjadi gagal hanya karena terbentur dengan masalah prosedur. Hampir semua penangan kasus hak asasi manusia sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, demikian ungkapan yang merepresentasikan tanpa pentingnya prosedur demi terjamin rasionalitas hukum. Sebaliknya segala bentuk upaya lain mencari kebenaran dalam upaya menegakkan keadilan, di luar peraturan hukum yang berlaku, tidak dapat diterima dan dianggap sebagai out of legal thought, bahkan bisa disebut ilegal.

Pada sistem hukum modern, keadilan sudah dianggap diberikan dengan membuat hukum positif, tetapi dalam praktik, penggunaaan paradigma positivisme hukum dalam hukum modern ternyata banyak menimbulkan kekakuan-kekakuan sedemikian rupa sehingga pencarian kebenaran (searching for the truth) dan keadilan (searching for justice) tidak pernah tercapai dikarenakan terhalang oleh tembok-tembok prosedural. Kejadian-kejadian tersebut lebih memprihatikan, karena akibat menggunakan kacamata positivisme kaku dalam mengintepretasikan berbagai undang undang di Indonesia, maka berbagai kebijakan penegakkan hukum maupun putusan Hakim gagal untuk menghasilkan suatu keadilan yang substansial, melainkan hanya sekedar mampu menghasilkan keadilan yang prosedural.

Pelajaran yang dapat ditarik adalah bahwa formal justice yang ditegakan melalui hukum positif (undang-undang) di Indonesia yang dikatakan menjunjung tinggi rule of law, ternyata belum mampu mewujudkan keadilan yang substansial. Upaya untuk mewujudkan substansial justice bisa gagal karena terbentur prosedur yang harus dipenuhi dalam memenuhi legalitas sistem hukum modern. Dengan melalui undang undang, pihak-pihak tertentu dapat merusak hati nurani atau akal sehat yang bersifat genuine dibalik pernyataan”semua harus sesuai dengan hukum”, namun ketika prosedur hakim tersebut dijalankan, ternyata pemenuhan rasa keadilan bisa terhalang oleh prosedur ataupun formalitas yang justru diciptakan oleh hukum modern itu sendiri. Istilah supremasi hukum (supremacy of law) selalu diidentikan dengan undang undang, maka akibatnya

Asep Bambang Hermanto - AJARAN POSITIVISME HUKUM DI INDONESIA ...

Page 116: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

11�

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

persoalan hukum tereduksi menjadi sekedar persoalan ketrampilan teknis yuridis. Kemudian, demi kepentingan profesional terjadilah sakralisasi terhadap hukum positif. Maka positivisme hukum harus dipertahankan dengan alasan supremasi hukum, sekalipun hukum positif membelenggu Indonesia dalam ketidak berdayaan mengungkap kasus-kasus yang mengantarkan Indonesia pada kemerosotan etika berbangsa. Oleh karena itu, yang sangat diperlukan saat ini adalah membentuk mental dan moral yang berintegritas. Sejalan dengan ungkapan Presiden Jokowi, dalam Nawa Cita adalah perlu “Revolusi Mental” atau sejalan dengan ucapan Presiden pertama Ir. Soekarno, bangsa ini perlu “Nation and Character Building”. Penegakkan hukum bisa berjalan dengan baik dan keadilan dapat terwujud, maka yang menjadi prioritas utama adalah para penegak hukumnya yang bermoral dan berintegritas, bukan keberadaan undang undang nya terlebih dahulu atau yang diutamakan.

Ajaran positivisme hukum memiliki tiga cabang yakni 1) positivisme sosiologis, yang memandang hukum merupakan gejala sosial; 2) positivisme yuridis, yang mempersoalkan arti hukum sebagai gejala tersendiri menurut metoda ilmu hukum positif; dan 3) ajaran hukum umum yang mana bahwa kegiatan teoritis seorang sajana hukum terbatas pada uraian arti dan prinsip-prinsip hukum secara induktif empiris. Lili Rasjidi mengatakan bahwa ada dua sun aliran positivisme yang terkenal adalah sebagai berikut:1 Aliran hukum positif yang analitis, pandangan John Austin;2. Aliran positif yang murni, yang dikemukakan oleh Hans Kelsen;

Secara lebih detail dikemukakan juga beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dari ajaran analitis, yakni;b.1. ajarannya yang tidak berkaitan dengan penelitian baik-buruk, sebab

penilaian ini berada di luar bidang hukum.b.2. apa yang dimaksud dengan kaidah moral secara juridis tidak penting bagi

hukum walau diakui ada pengaruhnya terhadap masyarakat;b.3. Pandangannya bertentangan, baik dengan ajaran hukum alam maupun

dengan pandangan mazab sejarah;b.4. Hakikat hukum semata-mata adalah perintah semua hukum positif

merupakan perintah dari penguasa/yang berdaulat;b.5. Masalah keadaulatan tak perlu dipersoalkan, sebab berada dalam ruang

lingkup dunia politik/sosiologi-hendaknya dianggap sebagai sesuatu yang telah adala dalam kenyataan;

Page 117: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

11�

b.6. ajaran austin dan aliran hukum positif pada umumnya kurang/tidak memberi tempat bagi hukum yang hidup dalam masyarakat.11 Dalam teori hukum murni dari Hans Kelsen, yang dikemukakan oleh

Friedman sebagai berikut:1. Tujuan teori tentang hukum, seperti juga setiap ilmu, adalah untuk mengurangi

kekalutan dan meningkatkan kesatuan;2. Teori hukum adalah ilmu, bukan kehendak, keinginan. Ia adalah pengetahuan

tentang hukum yang ada, bukan tentang hukum yang seharusnya ada;3. Ilmu hukum adalah normatif, buka ilmu alam;4. Sebagai suatu teori tentang norma-norma, teori hukum tidak berurusan

dengan persoalan efektivitas norma-norma hukum;5. Suatu teori tentang hukum adalah formal, suatu teori tentang cara

pengaturan dari isi yang berbah-ubah memuat jalan atau pola yang spesifik;

6. Hubungan antara teori hukum dengan suatu sistem hukum positif tertentu adalah seperti antara hukum yang mungkin ada hukum yang ada.12

Menyoroti Beberapa Teori Hukum di IndonesiaMenaggapi perubahan masyarakat Indonesia, beberapa pakar hukum

Indonesia telah mengemukakan pemikiran-pemikiran dan teori-teori hukum Indonesia yang diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan hukum di Indonesia. Dari banyak pemikiran hukum dan teori hukum, maka penulis akan mengulas dan pembahasan dalam tulisan ini, yakni Teori Hukum Pembangunan atau Mazab Unpad, Teori Cita Hukum Pancasila dan Teori Hukum Integarif.

Teori hukum PembangunanSecara konsepsi, bahwa teori hukum pembangunan memilki kemiripan

dengan teori hukumnya Roscoe Pound dengan konsepnya “law as a tool of social engineering”. Konsep ini pertama kali dipopulerkan oleh apa yang dikenal aliran Pragmatic Legal Realism. Namun di Indonesia pengembangan konsepsionalnya adalah hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat, maka pengertiannya lebih luas, hal ini disebabkan sebagai berikut:1. Dalam proses pembaharuan hukum Indonesia peran perundang-undangan

lebih menonjol;

11 Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengatar Filsafat Hukum, Bandung, Magdar Maju, 2010, hlm. 5612 Ibid, hlm. 59.

Asep Bambang Hermanto - AJARAN POSITIVISME HUKUM DI INDONESIA ...

Page 118: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

11�

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

2. Kepekaan masyarakat yang menolak aplikasi dari konsep law as a tool of social engeneering sebagaimana digambarkan dalam kata”tool” yang menunjukan tidak ada perbedaan dengan paham legisme;

3. Indonesia sudah menjalankan asas hukum sebagai alat pembaharuan dalam konteks hukum internasional jauh sebelum konsepsi tersebut dikemukakan secara resmi sebagai landasan kebijakan hukum.Disamping sebagai fungsi hukum untuk menjadikann kepastian dan

ketertiban, konsep hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat memiliki pengertian yakni:1. Ketertiban dan keteraturan dalam upaya pembangunan dan pembaharuan,

merupakan suatu yang diinginkan dan dianggap perlu;2. Hukum sebagai kaidah memiliki fungsi sebagai sarana yang mengarahkan

kegiatan manusia kearah yang diharapkam oleh pembangunan atau pembaharuan tersebut.Berdasarkan konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan tersebut,

bahwa penekanannya bahwa pengertian hukum yang memadai seharusnya tidak memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat tetapi harus pula mencakup lembaga (intitusions) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.

Dalam perkembangannya, konsepsi hukum pembangunan mengalami beberapa perubahan pemahaman menurut Sunaryati Hartono dan Romli Atamasasmita yaitu inti pokok pemikirannya mengalami pergeseran dari hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat menjadi hukum sebagai sarana pembaharuan/pemberdayaan masyarakat dan birokrasi. Maka dapat disimpulkan bahwa hukum harus berada di depan sebagai sarana pembaharuan masyarakat dalam pembangunan, dan juga hukum sebagai sarana harus juga dapat memberdayakan masyarakat dan birokrasi di Indonesia.

Cita Hukum PancasilaCita hukum Pancasila mengandung arti bahwa pada hakikatnya hukum

merupakan aturan mengenai tingkah laku manusia dalam masyarakat yang berakar pada gagasan, rasa, karsa, cipta dan pikiran dari masyarakat itu sendiri. Inti dari cita hukum adalah keadilan, kehasilgunaan, dan kepastian hukum. Dalam dinamika masyarakat, asas umum yang menjadi pedoman, norma kritik, motivator dalam penyelenggaraan hukum dan prilaku hukum, akan banyak dipengaruhi oleh cita hukum dimaksud.

Page 119: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

11�

Cita hukum bangsa Indonesia berakar dalam Pancasila yang secara formal ada dalam Pembukaan UUD 1945. Penerapan dan realisasi Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa di dalam bidang hukum menumbuhkan ketentuan-ketentuan yang dijiwai dan diwarnai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia.

Pancasila sebagai pandangan hidup (way of life) yang didasari oleh keyakinan bahwa alam semesta termasuk manusia didalamnya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam kondratnya manusia hidup bersama dalam keunikan yang berbeda. Oleh karenanya, yang dibutuhkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah kesatuan dalam perbedaan dan perbedaan dalam kesatuan, itulah bhineka tunggal ika yang selalu bersemai di dalam sanubari bangsa Indonesia.

Hukum sebagai peraturan perilaku manusia dalam melakukan hubungan antar sesama, dimaksudkan juga untuk mewujudkan asas keadilan. Oleh karena itu, manusia yang diciptakan oleh Tuhan sesuai kondrat dalam pergaulan kehidupan masyarakat akan menuntut ketertiban dan keteraturan. Namun, untuk dapat terwujudnya ketertiban dan keteraturan dimaksud mesti bersuasana ketentraman batin, keramahan, kesejahteraan. Oleh karena itu, hukum yang dijiwai dan diwarnai Pancasila mesti memiliki semangat kerukunan yang didalamnya terkandung asas kepatutan dan bermoral.

Kehidupan masyarakat seyogyanya harus dilandaskan hubungan yang harmonis, hubungan yang demikian itu merupakan cerminan dari asas keselarasan. Oleh sebab itu, setiap ada permalahan dalam pergaulan hidup manusia dalam masyarakat hendaknya diselesaikan dengan memperhatikan perasaan hidup dalam masyarakat itu sendiri.

Hukum Pancasila yang merupakan ciri dan khas Indonesia, yang mana melekat dan memiliki asas/nilai luhur sebagai bangsa yaitu asas kerukunan, asas kepatutan, dan asas keselarasan, kesemuannya asas tersebut tercakup dalam ciri besarnya adalah kekeluargaan atau gotongroyong.

Pokok pikiran yang telah diuraikan di atas, Arief Sidharta menyimpulkan bahwa cita hukum Pancasila sesungguhnya berintikan; Ketuhan Yang Maha Esa; Penghormatan atas martabat manusia; Pengakuan, penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia; Wawasan kebangsaan dan wawasan nusantara; Persamaan dan kelayakan; Keadilan sosial; Moral dan budi pekerti luhur; partisipasi dan transparansi dalam proses pengambilan keputusan; dan perdamaian dunia.

Asep Bambang Hermanto - AJARAN POSITIVISME HUKUM DI INDONESIA ...

Page 120: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1�0

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Cita hukum Pancasila yang beritikan 8 hal sebagaimana disebutkan di atas, maka tujuan hukum yang hendak diemban dari cita hukum Pancasila adalah memberikan pengayoman kepada manusia. Hal ini Arief Sidharta sependapat dengan Mochtar Kusumaatmadja, bahwa konsep pengayoman mempunyai pengertian melindungi manusia dan mencegah tindakan kesewenangan, agar dapat menciptakan masyarakat yang dapat mengembangkan seluruh potensi kemanusiannya secara utuh.

Konsep pengayoman kepada manusia dalam rangka usaha untuk mewujudkan yaitu ketertiban dan keteraturan yang memunculkan prediktibilitas; kedamaian dan ketentraman; keadilan secara distributif, komutatif, vinditatif, dan protektif; kesejahteraan dan keadilan sosial; Pembinaan ahlak luhur berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa.

Dari uraian-uraian di atas, maka dapat digambarkan sesungguhnya fungsi hukum yang pertama-tama adalah dalam rangka mengabdi kepada keteriban dan keadilan. Selain ketertiban dan keadilan yang pertama-tama, maka fungsi hukum juga sebagai prasarana pembangunan, prasarana pendidikan, mempengaruhi perkembangan tata nilai (fungsi sosial budaya dari hukum) dan sebagai sarana peradaban masyarakat.

Kesimpulan Berdasarkan telaahan yang telah diuraikan diatas, maka penulis dapat

menyimpulkan, bahwa penggunaan ajaran positivisme hukum di Indonesia adalah sebagai berikut:1. Ciri dan karakter utama dari ajaran positivisme hukum mempunyai sifat yang

rasional. Rasional tentunya ditandai dengan sifat peraturan yang prosedural. Prosedural hukum menjadi dasar yang penting untuk menegakkan keadilan, menjaga HAM. Oleh karenanya, sifar prosedural itu menjadi lebih penting daripada keadilan yang substansiil dari hukum itu. Yang sering sekali muncul yaitu keadilan formal, bukanya keadilan substansial yang mewakili dan memenuhi hati nurani. Dengan demikian, kritik terhadap dominasi paradigma positivisme hukum bukan bermaksud untuk dipersalahkan, akan tetapi bermaksud untuk membuat agar berjalannya sistem hukum modern dapat semakin memberikan manfaat dan ketentraman yang tidak selalu terefleksikan dalam realitas yang tampak.

2. Konsepsi hukum pembangunan, bahwa hukum itu seharusnya tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-

Page 121: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1�1

asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi harus juga mencakup lembaga (institusion) dan proses-proses yang diperlukan untuk mewujudkan. Perkembangannya bahwa teori hukum pembangunan mengalami beberapa pergeseran/perubahan pemahaman yaitu dari hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat menjadi hukum sebagai sarana pembaharuan/pemberdayaan masyarakat dan birokrasi sebagaimana dalam buku “Teori Hukum Integratif” oleh Romli Atmasasmita.

3. Konsepsi Hukum Pancasila, bahwa hukum sebagai pengaturan prilaku manusia dalam melakukan hubungan antar sesama, dimaksudkan juga untuk mewujudkan asas keadilan. Kodrat manusia dalam pergaulan hidup masyarakat akan menuntut utamanya adalah ketertiban dan keteraturan. Namun, ketertiban dan keteraturan dimaksud mesti bersuasana adanya ketentraman batin, keramahan, kesejahteraan. Dengan demikian hukum itu harus dijiwai dan diwarnai nilai-nilai Pancasila yang selalu memiliki semangat kerukunan yang didalamnya terkandung asas kepatutan dan moral yang harus dijunjung tinggi melebihi hukum itu sendiri.

Daftar PustakaAnton F. Susanto, Menggugat Pondasi Filsafat Ilmu Hukum, Dalam Butir-butir

Pemikiran Dalam Hukum Untuk Memperingati 70 Tahun Prof. Dr. Arief Sidharta, Bandung, Refika, 2008.

Darji Darmodiharjo dan Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum; Apa dan bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta, Gramedia, 2007.

David Dyzenhus dan Sophia Reibenetanz (ad all), Law and morality Readings in Legal Philophy, Canada, 3 rd edition, Univ. Of Toronto Press, 2007.

F. Budi Hardiman, Melampaui Positivisme dan Modernitas; Diskursus filosofis ten-tang Metode Ilmiah dan Prolema Modernitas, Yogyakarta, Kanisius, 2003.

FX Aji Sameko, Keadilan versus Prosedur Hukum Kritik Terhadap Hukum Moderen, Orasi Ilmiah pada Wisuda sarjana STHM, Jakarta, Angkatan, XII, 2011.

Lili Rasjidi, Dinamika Situasi Kondisi Hukum Dewasa Ini dan Perspektif Teori dan Filosofikal, Bandung, 2009.

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Bandung, Magdar Maju, 2010.

Munir Fuady, Dinamika T eori Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2007.Tegus Prasetyo dan Abdul Hakim Barkatullah, Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum,

Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007

Asep Bambang Hermanto - AJARAN POSITIVISME HUKUM DI INDONESIA ...

Page 122: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

8 Menata Ulang Kelembagaan Partai Politik Agar Bebas Korupsi

Akmaluddin Rachim

AbstakIndonesia sebagai sebuah negara-bangsa telah mengikrarkan diri sebagai sebuah negara yang menganut paham demokrasi sekaligus menganut paham nomokrasi. Hal tersebut tegas dinyatakan dalam konstitusi sebagai sebuah bentuk prasasti monumental bernegara. Perwujudan dari paham demokrasi tersebut adalah pengakuan dan pengaturan partai politik dalam konstitusi. Partai politik pada dasarnya merupakan pilar utama dalam sistem politik demokrasi. Kualitas demokrasi akan sangat ditentukan oleh eksistensi partai politik. Oleh karena itu, penting untuk segara menata ulang kelembagaan partai politik dengan cara memperkuat derajat kelembagaannya agar bebas korupsi. Hasil pembahasan dan penelitian ini berkesimpulan, pertama, bahwa model kelembagaan partai belum semuanya berorientasi pada upaya pemberantasan korupsi. Hal tersebut diketahui dari platform partai yang tertuang dalam konstitusi partai. Kedua, model kelembagaan partai politik yang bebas korupsi menggunakan pendekatan model meritokrasi sistem. Penerapan model meritokrasi sistem pada partai – agar dapat mewujudkan partai politik bebas korupsi – merujuk pada pola high involvement manajement.

Kata kunci: partai politik, kelembagaan, bebas korupsi

AbstractIndonesia as a nation-state has pledged itself as a country that adopts democracy at once adopts nomocracy. It is expressly stated in the constitution as a monumental inscription form state. The embodiment of the idea of democracy is the recognition and regulation of political parties in the constitution. A political party is basically a main pillar in a democratic political system. The quality of democracy will be largely determined by the existence of political parties. Therefore, it is important to immediately reorganized the institutional political parties by strengthening the institutional level to be free of corruption. The results of the discussion and the study concluded, first, that the institutional model of the party is not all oriented to the eradication of corruption. It is known from the party platform as stipulated in the party constitution. Second, the institutional model of corruption-free political party using a system of meritocracy model approach. Meritocracy model application system on the

Page 123: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

party - in order to realize a corruption-free political party - refers to the pattern of Management of high involvement

Keywords: political parties, institutions, corruption free

PendahuluanPada dasarnya, partai politik merupakan perwujudan dari kebebasan

berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagaimana yang diatur dalam konstitusi.1 Manifestasi (perwujudan suatu pernyataan) dari hak tersebut kemudian membentuk suatu entitas (satuan yang berwujud) yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik menyatakan bahwa partai politik adalah sebuah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.2 Ketentuan tersebut menegaskan bahwa partai politik memiliki rambu konstitusional dan memiliki payung hukum yang kemudian diatur dalam peraturan dibawahnya.

Pengakuan dan pengaturan tersebut, telah menempatkan partai politik sebagai organ konstitusi,3 dimana partai politik dipandang sebagai suatu entitas konstitusional. Kenyataan tersebut memperkuat kelembagaan partai politik yang tidak boleh dipandang sebelah mata. Kehidupan demokrasi dan perkembangan ketatanegaraan dewasa ini, partai politik dipandang sebagai institusi yang menentukan kualitas demokrasi.4 Institusional tersebut kemudian menjadikan partai politik menjadi penting dan merupakan sine quo non dalam mengimplementasikan prinsip kedaulatan rakyat.5

1 Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 19452 Pasa 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 2 Tahun

2008 Tentang Partai Politik. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5189)

� Janedjri M. Gaffar, 2012, Demokrasi Konstitusional Praktik Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945, Konstitusi Press, Jakarta, hlm, 55.

� Schattscheider mengatakan bahwa “Political parties created democracy”. Lihat dalam Jimly Asshiddiqie, 2005, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi, Konstitusi Press, Jakarta, hlm, 52.

� Firmanzah, 2011, Mengelola Partai Politik Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, hlm, 44.

Akmaluddin Rachim - MENATA ULANG KELEMBAGAAN PARTAI POLITIK AGAR BEBAS KORUPSI

Page 124: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Partai politik dipandang sebagai entitas organ yang memiliki dasar konstitusional (basic of constitution). Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Selanjutnya dalam Pasal 22E ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 dinyatakan bahwa peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. Kedua pengakuan dan pengaturan tersebut merepresentasikan peran konstitusional yang dimiliki oleh partai politik.

Partai politik juga hadir dalam dimensi pemerintahan daerah. Bahwa partai politik merupakan kendaran politik yang digunakan untuk calon pemimpin kepala daerah, baik pemerintahan daerah provinsi maupun pemerintahan daerah kabupaten kota. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pemilihan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah, diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik6 dan pemilihan anggota DPRD juga harus berasal dari kendaran partai politik, yang sebelumnya telah diatur dalam konstitusi. Sehingga dengan demikian partai politik hadir dalam seluruh aspek pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintahan kabupaten/kota.

Selain peran konstitusional tersebut, partai politik secara tidak langsung (melalui kadernya di lembaga legislatif dan jajaran eksekutif) juga turut memiliki andil besar dalam menentukan arah perkembangan ketatanegaraan kita. Hal itu dapat kita jumpai melalui berbagai peran “politik transendennya”, yang juga diatur dalam konstitusi. Misalnya saja, partai politik melalui perpangantangan kadernya di DPR, memiliki kewenangan yang begitu besar dalam fungsi legislasi, fungsi anggaran, fungsi pengawasan;7 partai politik terlibat dalam proses pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden melalui kewenangan yang dimiliki DPR dalam memberikan usulan pemakzulan;8 partai politik juga terlibat dalam menyatakan perang, membuat perdamaian perjanjian dengan negara lain melalui kewenangan yang dimiliki DPR dengan memberikan persetujuan kepada � Lihat dalam Pasal 62 Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) jo UU No. 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) Lihat juga Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437).

� Pasal 20A ayat (1) UUD NRI 1945� Pasal 7B ayat (1) UUD NRI 1945

Page 125: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

presiden;9 partai politik juga terlibat dalam membuat perjanjian internasional melalui kewenangan DPR dalam memberikan persetujuan kepada presiden.10

Selain itu, partai politik juga terlibat dalam proses diplomasi melalui pengangkatan duta konsul dan menerima penempatan duta negara lain melalui kewenangan Presiden yang memperhatikan pertimbangan DPR;11 partai politik juga terlibat dalam memberi amnesti dan abolisi melalui kewenangan Presiden yang memperhatikan pertimbangan DPR;12 partai politik hadir juga dalam berbagai kementerian, ketika presiden mengangkat para menterinya – yang merupakan hak prerogatif presiden – ada yang berasal partai;13 partai politik juga terlibat dalam pemilihan pimpinan lembaga negara, baik lembaga negara yang diatur dalam konstitusi maupun yang diatur dalam ketentuan undang-undang.

Terkait dengan keterlibatan “politik transendennya” partai politik dalam pengangkatan pimpinan lembaga negara. Sejatinya nuansa tersebut “banyak” melibatkan peran serta partai politik. Misalnya saja, partai politik terlibat dalam pengangkatan Hakim Agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial, juga harus melewati embarkasi persetujuan DPR;14 partai politik juga terlibat dalam pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial yang oleh Presiden, juga harus dengan persetujuan DPR;15 peran serta partai politik terhadap Mahkamah Konstitusi juga terlihat ketika DPR berhak mengajukan 3 orang hakim konstitusi.16 Terhadap berbagai peran tersebut, sejatinya memperkuat kelembagaan partai politik merupakan suatu keniscayaan di era demokrasi konstitusional.

Berbagai kewenangan tersebut sesungguhnya memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan ketatanegaraan. Partai politik secara tidak langsung hadir dalam setiap lembaga negara. Kedudukan tersebut tentunya tidak hadir begitu saja tanpa pengaruh kepentingan.

Atas pemaparan tersebut, sangat jelas bahwa perkembangan ketatanegaraan Indonesia berada dalam bayang-bayang kuasa partai politik. Partai politik kemudian seolah menjelma sebagai episentrum perkembangan

� Pasal 11 ayat (1) UUD NRI 194510 Pasal 11 ayat (2) UUD NRI 194511 Pasal 13 ayat (2) UUD NRI 194512 Pasal 14 ayat (2) UUD NRI 19451� Pasal 17 ayat (2) UUD NRI 19451� Pasal 24A ayat (3) UUD NRI 19451� Pasal 24B ayat (3) UUD NRI 19451� Pasal 24C ayat (3) UUD NRI 1945

Akmaluddin Rachim - MENATA ULANG KELEMBAGAAN PARTAI POLITIK AGAR BEBAS KORUPSI

Page 126: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

ketatanegaraan Indonesia. Selain itu, partai politik juga turut mempengaruhi dimensi perkembangan tingkat korupsi di Indonesia. Bukan rahasia umum lagi bahwa partai politik merupakan rahim dari embrio koruptor di Indonesia. Bayangkan saja bahwa partai politik di Indonesia saat ini sudah tidak ada lagi yang bersih. Baik partai politik lama maupun partai politik baru, semuanya terjerat korupsi dan ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hasil jajak pendapat Kompas tahun 2013menyatakan bahwa 87,8 persen masyarakat Indonesia memandang belum terlihat ada upaya dari partai politik melahirkan politisi bersih.17 Kenyataan tersebut menegaskan bahwa korupsi telah mengubah wajah partai politik. Bahwa perilaku korupsi yang melibatkan unsur partai politik, sangat dapat memberikan dampak negatif terhadap kelembagaan dan eksistensi partai. Menurut Mark E. Warren, korupsi sedemikian berbahayanya dalam sistem demokrasi – yang diperankan oleh partai politik – karena “memutus jalinan pembentukan keputusan kolektif”, yaitu karena keputusan politik (di DPR dan pemerintah) tidak lagi terhubung dengan aspirasi publik. Warren kemudian menegaskan bahwa sulitnya memutus ingatan kolektif atas korupsi disebabkan korupsi berlangsung dalam ranah proses dan melibatkan “lembaga”, sehingga bersifat rutin dan mengikat secara mendalam pihak-pihak yang terlibat.18

Data tersebut menegaskan bahwa secara kelembagaan partai politik saat ini belum mampu menciptakan kader yang bersih. Artinya bahwa partai politik di Indonesia saat ini tidak memiliki program yang jelas, yang berorientasi pada pemberantasan korupsi. Sistem pengaderan partai politik gagal menciptakan kader yang bersih. Sementara, fungsi utama partai politik yang seharusnya menjadi filter untuk menyeleksi politisi bersih juga tidak terlaksana dengan baik. Jajak pendapat Kompas terbaru dengan topik “Menanti Kader Partai Politik Bersih Korupsi” menunjukan bahwa persepsi negatif masyarakat atas pelaksanaan fungsi utama partai politik. Misalnya saja terkait dengan fungsi partai politik sebagai penyalur aspirasi masyarakat menunjukkan data 74,6 persen; sebagai pendidikan politik kepada masyarakat menunjukkan data 70,9 persen; melakukan kaderisasi menunjukkan data 60,8 persen; menempatkan wakil rakyat yang berkualitas di DPR menunjukkan data 72,7 persen; mengontrol kinerja pemerintah melalui DPR menunjukkan data 73,6 persen masyarakat

1� Jajak Pendapat Kompas, “Yang Lahir Dari Partai Politik”, KoranKompas, 27 Mei 2013, hlm, 5.1� Mark E. Warren, “Corrupting Democracy” American Journal of Political Science, Vol 48, April 2004,

Lihat dalma Jajak Pendapat Kompas, “Korupsi Mengubah Wajah Partai Politik”, Koran Kompas 10 Juni 2013, hlm, 6

Page 127: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

tidak puas terhadap seluruh kinerja fungsi partai politik.19

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya ada yang salah dengan pengelolaan partai politik. Baik dari segi sistem kelembagaannya, sistem kaderisasinya maupun dari sistem keuangan partai politik. Bahwasanya perubahan terhadap undang-undang tentang partai politik belum mampu menekan kader partai politik terbebas dari tindak pidana korupsi. Bahwasanya perubahan tersebut belum diarahkan agar supaya kelembagaan partai politik terbebas dari korupsi. Selama ini, perubahan undang-undang partai politik hanya diarahkan agar supaya penguatan kelembagaan partai politik memperkuat sistem kepartaian dan memperkuat sistem presidensil.20

Oleh sebab itu, berdasarkan uraian diatas maka sangat penting untuk dikaji terkait kelembagaan partai politik agar berorientasi pada pemberantasan korupsi dan menciptakan politisi bersih. Mengingat bahwa partai politik merupakan suatu entitas organ yang diatur dalam konstitusi yang diakui keberadaaannya. Bahkan Jimly Asshiddiqie telah mengingatkan bahwa partai politik merupakan pilar yang sangat penting untuk diperkuat derajat kelembagaan (the degree of institutionalization).21 Pentingnya derajat kelembagaan partai politik untuk diperkuat agar supaya sistem ketatanegaraan bekerja dengan baik melalui mekanisme checks and balances system. Jika hal tersebut tidak terjadi, sementara lembaga-lembaga negara juga kinerjanya tidak efektif dan lemahnya wibawa kelembagaan negara, maka partai politik yang rakus atau ekstrimlah yang menguasai dan mengendalikan segala proses-proses penyelenggaraan dan fungsi-fungsi pemerintahan.22

Berdasarkan uraian pemaparan sebelumnya pada latar belakang masalah, maka perlu merumuskan beberapa permasalahan yang penting untuk dikaji dan dianalisis sehingga menemukan suatu solusi terhadap permasalahan yang sedang dikaji. Bebarapa permasalahan yang dikaji antara lain: Bagaimana model kelembagaan partai politik yang dianut saat ini di Indonesia? Bagaimana seharusnya model kelembagaan partai politik yang bebas korupsi?

1� Jajak Pendapat Kompas, “Menanti Kader Partai Politik Bersih Korupsi”, Koran Kompas 11 April 2016, hlm, 5.

20 Lihat dalam naskah akademik perubahan Undang-Undang No. 31 Tahun 2002 menjadi Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai politik maupun naskah akademik perubahan Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 menjadi Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik.

21 Jimly Asshiddiqie, Loc. Cit.22 Jimly Asshiddiqie, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Sekretariat Jenderal dan

Kepaniteraan MK RI, Jakarta, hlm, 154.

Akmaluddin Rachim - MENATA ULANG KELEMBAGAAN PARTAI POLITIK AGAR BEBAS KORUPSI

Page 128: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif (normative

legal research), dengan menggunakan metode analisa deskriptif-kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan, meliputi pendekatan sejarah (historical approach) undang-undang (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Metode analisa data menggunakan pola penalaran deduktif-induktif, yang lazim digunakan dalam menganalisis data.

Hasil Dan Pembahasan1. Model Kelembagaan Partai Politik Di Indonesia?

Terkait dengan model kelembagaan partai politik di Indonesia, pada dasarnya partai memiliki perbedaan model kelembagaan satu sama lain. Untuk mengetahui model kelembagaan partai politik di Indonesia, penulis menggunakan pendekatan konsep atau teori yang telah dikemukakan Randall dan Svasan. Randall dan Svasand memberikan indikator pelembagaan partai, yaitu: 1) tingkat kesisteman, 2) infusi nilai, 3) tingkat otonomi, dan 4) reifikasi. Metode institusionalisasi Huntington, yaitu 5) peran tokoh kharismatik, juga menjadi rujukan untuk mengetahui pelembagaan partai.

Untuk menganalisa model kelembagaan partai politik di Indonesia, hanya partai politik yang memiliki ‘eksistensilah’23 yang menjadi obyek kajian. Diantaranya adalah Nasdem, PKB, PKS, PDI-P, Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PPP, Hanura.

Berdasarkan hasil kajian, ditemukan bahwa kelembagaan partai politik di Indonesia belum semuanya memiliki orientasi pada pemberantasan korupsi. Tercatat hanya Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional dan Partai Hanura yang telah memuat nomenklatur “korupsi” dalam konstitusi partai. Mencantumkan nomenklatur “korupsi” dapat dipa-hami sebagai kebijakan partai dalam upaya pemberantasan korupsi.24 Namun, 2� Menurut Ali Safa’at, eksistensi partai politik dilihat dari eksis secara yuridis, eksis secara sosiologis

dan eksis secara politis. Lihat dalam Muhammad Ali Safa’at, 2009, Pembubaran Partai Politik, Jurnal Politika Volume 5 No. 1 Tahun 2009, hlm, 68.

2� Namun, kedudukan nomenklatur tersebut sifatnya tidak permanen, begitupula dengan kebijakannya. Hal tersebut dapat disebabkan karena pergantian kepemimpinan atau proses dinamika internal seiring perkembangan partai.PKB, PKS, PDIP, dan Demokrat, sebelumnya memiliki nomenklatur korupsi yang menandakan kebijakan partai yang berorientasai pada upaya pemberantasan korupsi. Dalam perkembangannya kemudian, setelah mengalami pergantian kepemimpinan maka kebijakan tersebut kemudian tidak ditemukan. Hal ini terjadi pada kasus pergantian kepemimpinan dalam PKB dan PKS. Sementara untuk PDIP dan Demokrat, tidak ditemukannya kembali nomenklatur korupsi

Page 129: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

kedudukan nomenklatur tersebut sifatnya tidak permanen, begitupula dengan kebijakannya. Berubahnya nomenklatur dan kebijakan partai dapat disebabkan karena pergantian kepemimpinan atau proses dinamika internal seiring perkembangan partai. PKB, PKS, PDIP, dan Demokrat, sebelumnya memiliki nomenklatur “korupsi” yang menandakan kebijakan partai yang berorientasai pada upaya pemberantasan korupsi. Dalam perkembangannya, setelah mengalami pergantian kepemimpinan dan proses dinamika internal, maka kebijakan tersebut kemudian tidak ditemukan. Hal ini terjadi pada kasus pergantian kepemimpinan dalam PKB dan PKS. Sementara untuk PDIP dan Demokrat, tidak ditemukannya kembali nomenklatur korupsi yang menjadi penanda kebijakan partai, lebih disebabkan karena dinamika internal seiring perkembangan partai.

Gerindra, PAN dan Hanura adalah partai-partai politik yang konsisten dengan kebijakan pada upaya pemberantasan korupsi. Hal tersebut didasarkan pada keberadaan nomenklatur korupsi walaupun telah terjadi pergantian kepemimpinan dan dinamika internal partai. Kenyataan tersebut menegaskan bahwa Gerindra, PAN, dan Hanura memiliki ikhtiar pada kebijakana partai yang berorientasi pada pemberantasan korupsi. Sementara pada penelitian lain terkait dengan pelembagaan partai, mengungkapkan bahwa hanya PKS yang dapat dikategorikan sebagai partai terlembaga. Partai-partai lainnya dapat dianggap sebagai partai yang setengah terlembaga. PKB dan PDIP dianggap sebagai partai yang mengalami masalah serius dalam proses pelembagaan.25

Kendatipun pelembagaan partai dapat diukur dari parameter tersebut, namun peran tokoh karismatik juga memiliki peran utama menjadi institutional builder atau pendorong dari pembangunan institusi partai. Namun hal tersebut hanya berlaku terhadap partai-partai politik yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh tokoh kharismatiknya, misalnya PDIP, Gerindra, Demokrat, dan Nasdem.

Tokoh-tokoh seperti Megawati, Prabowo, SBY, Wiranto dan Surya Paloh adalah sosok yang berpengaruh terhadap pelembagaan partainya masing-masing. Misalnya, PDIP dengan personifikasi Megawati – yang merupakan “anak biologis” sekaligus mewarisi “darah ideologis” Sang Penyambung

yang menjadi penanda kebijakan partai, lebih disebabkan dinamika internal seiring perkembangan partai.

2� Hal tersebut karena didasarkan pada parameter yang digunakan. Adapun parameter yang digunakan adalah keberadaan demokrasi internal, identitas partai atau infusi nilai yang terkait erat dengan ideologi partai, hubungan yang solid diantara anggota partai, otonomi keuangan, kaderisasi yang sistematis, dan hubungan yang baik dengan publik. Lihat dalam Firman Noor, Op.Cit, hlm, 41.

Akmaluddin Rachim - MENATA ULANG KELEMBAGAAN PARTAI POLITIK AGAR BEBAS KORUPSI

Page 130: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1�0

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Lidah Rakyat, Soekarno – menjadi identifikasi arah perjuangan partai. Gerindra dengan personifikasi Prabowo Subianto – yang merupakan putra begawan ekonomi, Sumitro Djojohadikusumo – yang diidentikkan sebagai sosok yang tegas, kuat, dan memosisikan diri sebagai pendukung ekonomi kerakyatan. Demokrat dengan personifikasi SBY yang mencitrakan partainya sebagai partai yang bersih, cerdas dan santun. Nasdem yang selalu diidentikkan dengan personifikasi Surya Paloh yang mengusung gerakan restorasi Indonesia. Uraian tersebut menggambarkan bahwa sesungguhnya tokoh partai tersebut memiliki orientasi politik atau latar belakang ideologi yang berbeda-beda. Warna26 tersebutlah yang kemudian mempengaruhi pola pikir dan pola laku tokoh dalam membuat kebijakan partai.

Identifikasi latar belakang tokoh kharismatik partai jugamerupakanparameter yangpenting digunakan untuk mengetahui arah pelembagaan partai. Mengingat arah kebijakan partai yang strategis banyak ditentukan oleh tokoh kharismatik partai. Dengan demikian, arah perjuangan partai selain dapat diketahui dari platform partai, juga dapat diketahui melalui sosok tokoh kharismatik partai. Jadi model pelembagaan partai politik yang bebas korupsi harus dimulai dari penguatan kelembagaan dengan mengusung platform anti-korupsi dan kehendak dari tokoh kharismatik sebagai pendorong dari pembangunan institusi partai.

2. Model Kelembagaan Partai Politik Yang Bebas Korupsi?Perkembangan demokrasi dan ketatanegaraan Indonesia saat ini

mengisyaratkan bahwa kelembagaan partai politik adalah masalah serius yang perlu mendapat perhatian khusus.27 Perhatian tersebut adalah model kelembagaan partai politik di Indonesia saat ini, yang menunjukkan kecenderungan bahwa partai politik sabagai rahim dari embrio koruptor.28 2� Warna yang dimaksud adalah latar belakang ideologi yang mempengaruhi tokoh kharismatik partai

dalam membuat kebijakan.2� Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari sistem politik yang demokratis. Mengutip

Schattscheider yang menegaskan bahwa political parties created democracy. Demikian pula Clinton Rossiter yang mengatakan bahwa tidak ada demokrasi tanpa politik, dan tidak ada politik tanpa partai. Oleh sebab itu, Jimly menegaskan bahwa partai merupakan pilar yang sangat penting untuk diperkuat derajat kelembagaannya. Termasuk halnya dengan ketentuan yang terkait platformanti korupsi. Mengingat dalam konteks Indonesia, korupsi merupakan kejahatan luar biasa (ekstra ordinary crime) yang sangat merusak. Maka dari itu, perang melawan korupsi harus dijadikan sebagai isu populer, isu utama dan menjadi kebutuhan mendesak dalam melakukan penataan ulang kelembagaan partai politik.

2� Dalam pendapat Kompas, dinyatakan bahwa nyaris semua parpol memiliki kader yang terjerat perkara tindak pidana korupsi. Baik parpol lama maupun parpol baru, sama-sama harus menerima

Page 131: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1�1

Pernyataan tersebut didasarkan pada politik hukum kepartaian saat ini yang belum mengatur perihal pelembagaan partai yang berorientasi pada upaya pemberantasan korupsi. Perubahan undang-undang partai politik sejak era reformasi, selalu memiliki output pada upaya penyederhanaan partai dan penguatan sistem pemerintahan presidensial.

Berdasarkan uraian diatas persoalan utamanyang dihadapi adalah kelembagaan partai politik. Sorotan utama yang dihadapi partai politik saat ini adalah kegagalan partai dalam melahirkan politisi bersih. Menurut Jajak Pendapat Kompas, bahwa 87,8 persen masyarakat Indonesia memandang belum terlihat ada upaya dari partai politik melahirkan politisi bersih.29 Laporan tersebut membenarkan dugaan bahwa secara kelembagaan, belum terlihat ada upaya partai melahirkan politisi bersih. Hanura adalah salah satu contoh partai pada saat itu yang bersih dari korupsi.30 Namun, pada perkembangan selanjutnya ada kader Hanura yang tertangkap tangan telah menerima suap. Kenyataan tersebut kemudian menegaskan bahwa nyaris semua partai memiliki kader yang terjerat perkara tindak pidana korupsi. Baik parpol lamamaupun parpol baru, sama-sama harus menerima kenyataan kadernya ditangkap KPK.31

Berdasarkan laporan tersebut, menunjukkan bahwa faktor utama yang menyebabkan kader partai terjerat korupsi adalah 53,7% dikarenakan keinginan pribadi untuk memperkaya diri sendiri, 23,1% dikarenakan biaya pemilu yang mahal, 7,1% dikarenakan kewajiban membayar iuaran partai, 5,4% dikarenakan biaya untuk merawat konstituen dan 2,9% dikarenakan kewenangan dijadikan alat tawar konsesi32. Pemaparan tersebut menjelaskan bahwa korupsi politik terjadi dilatarbelakangi oleh keinginan pribadi atau individual dan kegagalan pada pelembagaan partai. Hasil laporan tersebut juga menegaskan bahwa perilaku korup tersebut menunjukkan adanya jenis korupsi politik, baik yang sifatnya korupsi elektoral maupun korupsi institusional.

Oleh sebab itu, institusionalisasi atau pelembagaan partai politik kedepannya sebaiknya diarahkan pada model meritokrasi. Menurut kamus

kenyataan kadernya ditangkap KPK. Lihat dalam Pendapat Kompas,“Menanti Kader Partai Politik Bersih Korupsi”, Koran Kompas11 April 2016, hlm, 5.

2� Jajak Pendapat Kompas,“Yang Lahir Dari Partai Politik”, KoranKompas, 27 Mei 2013, hlm, 5.�0 Hal tersebut dinyatakan tegas dalam AD/ART Partai Hanura, bahwa sejak dideklarasikan pada

tanggal 21 Desember 2006 sampai saat ini Partai Hati Nurani Rakyat mencapai prestasi yang membanggakan baik secara kualitatif dan kuantitatif menghasilkan legislator disemua tingkatan serta di nobatkan sebagai Partai terbersih dari korupsi sepanjang periode 2009-2014.

�1 Jajak Pendapat Kompas,“Menanti Kader Partai Politik Bersih Korupsi”, Koran Kompas11 April 2016, hlm, 5.

�2I bid.

Akmaluddin Rachim - MENATA ULANG KELEMBAGAAN PARTAI POLITIK AGAR BEBAS KORUPSI

Page 132: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

filsafat, meritokrasi berasal dari katamerit (kelayakan) : kelayakan seseorang ditentukan oleh kualitas yang terpuji.33 Sedangkan menurut Kamus Webster, meritokrasi adalah a system in which the talented are chosen and moved ahead on the basis of their achievement, leadership selected on the basis of intellectual criteria.34 Oleh wikipedia, meritokrasi menjelaskan bahwa kata merit memiliki sinonim dengan kata manfaat. meritokrasi sebenarnya menunjuk kepada bentuk sistem politik yang memberikan penghargaan lebih kepada mereka yang berprestasi atau berkemampuan yang dapat dipakai untuk menentukan suatu jabatan tertentu.35 Uraian diatas pada prinsipnya menjelaskan bahwa model meritokrasi mengutamakan pada kelayakan atau kemampuan intelektual, moral, integritas ataupun kecakapan seseorang.

Itu artinya bahwa partai dengan model meritokrasi adalah partai yang pengelolaan dan pelembagaannya mengadopsi atau mengutamakan pada nilai-nilai ideologi partai, kemampuan dan kelayakan secara leadership dan intelektual, baik anggota maupun elit partai serta kemandirian (independensi) partai dalam pengelolaan keuangan (baik secara organisatoris ataupun secara personal). Model meritokrasi pada partai mengutamakan pada pembentukan karakter kader (kaderisasi) yang berintegritas, cerdas, dan profesional. Model meritokrasi partai juga dapat diartikan sebagai kecakapan integritas dan kenegarawanan sosok tokoh partai yang berpengaruh, sehingga nantinya – pengelolaan dan pelembagaan partai agar bebas korupsi – selaras atau satu frekuensi dengan kebijakan partai secara kelembagaan.

Pengelolaan model meritokrasi partai – agar dapat mewujudkan partai politik bebas korupsi – kiranya merujuk pada pola high involvement manajement. Pola high involvement managementmenurut Edward E. Lawler III mengisyaratkan adanya struktur organisasi (organizational structure), desain pekerjaan 33 Kelayakan moral individu biasanya meliputi kebajikan-kebajikan seperti kemurahan hati, kesabaran,

keadilan, belas kasih dan lain-lain. Sedangkan kelayakan non-moralnya meliputi keriangan, kecerdasan, kekuatan, musikalitas, dan lain-lain. Lihat dalam Simon Blackburn, 2013, Kamus Filsafat buku acuan paling terpercaya di dunia, Diterjemahkan dari The Oxford Dictionary of Philosophy oleh Pustaka pelajar, Yogyakarta, hlm, 550.

34 http://www.merriam-webster.com/dictionary/meritocracy Diakses pada hari Jumat, 4/11/2016. Pukul 16.41

35 Secara keseluran meritokrasi memiliki makna, dianggap sebagai suatu bentuk sistem masyarakat yang sangat adil dengan memberikan tempat kepada mereka yang berprestasi untuk duduk sebagai pemimpin, tetapi tetap dikritik sebagai bentuk ketidakadilan yang kurang memberi tempat bagi mereka yang kurang memiliki kemampuan untuk tampil memimpin atau jika dalam dunia kerja arti dari meritokrasi adalah sebuah penghargaan/bayaran/imbalan yang diberikan kepada pekerja/karyawan disesuaikan dengan keahliannya/jabatannya atau prestasinyahttps://id.wikipedia.org/wiki/Meritokrasi Diakses pada hari Jumat, 4/11/2016. Pukul 16.47

Page 133: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

(job design), kelompok pemecah masalah (problem-solving groups), sistem informasi (information system), desian fisik dan teknis (physical and technical design), sistem penghargaan (reward system) kebijakan personal (personnel policies), sistem karir (career system), sistem seleksi (selection system), orientasi pelatihan(training orientation), gaya kepemimpinan (leadership style), peran serikat (role of unions).36

Pola high involvement merupakan sebuah metode yang menuntut partisipasi aktif anggota dalam sebuah organisasi.Dalam konteks pelembagaan partai politik, partisipasi aktif tersebut didasarkan pada sistem organisasi yang dibentuk berdasarkan pedoman organisasi (Code of Law, Code of Conduct, Code of Ethics37), adanya subunit organisasi atau lembaga yang menjadi tempat menyelesaikan masalah, memiliki sistem perkaderan yang mengatur keseluruhan mekanisme pekraderan (pedoman rekrutmen, orientasi perkaderan, dan capaian target perkaderan), serta gaya kepemimpinan dan peran organisasi sayap lainya yang menunjang eksistensi lembaga.

Oleh sebab itu, model pelembagaan partai kedepannya dikelola secara sistem meritokrasi. Model meritokrasi partai dalam pengelolaannya, didasarkan pada mesin partai secara menyeluruh, yaitu keterlibatan atau partisipasi aktif anggota dan elit partai dalam pengembangan organisasi. Pengembangan organisasi partai yang didasarkan partisipasi aktif anggota pada prinsipnya, partai tersebut memiliki sistem ataupun pedoman perkaderan yang prima. Sehingga, anggota aktif memang karena merupakan hasil rekayasa perkaderan atau transformasi nilai yang dibentuk oleh partai. Menurut Edward E. Lawler III mengatakan bahwa :

Even though the participative approaches considered so far do not affect rewards, information, knowledge, and power in a complete and congruent way each one produces some positive results. Therefore, we have to be optimistic about what is possible if we develop organizations the are participative in every way. By this i mean organizations that give rewards, information, knowledge, and power to all employees so that everyone can be involved in the organization’s performance38

36 Edward E. Lawler III, 1986, High Involvement Management Participative Strategies fo Improving Organizational Performance, Jossey-Bass Inc., Publishers, San Francisco, California, hlm, 194.

37 Lihat dalamJimly Asshiddiqie, Op.Cit, hlm, 64.38 Edward E. Lawler III, Op.Cit, hlm, 191.

Akmaluddin Rachim - MENATA ULANG KELEMBAGAAN PARTAI POLITIK AGAR BEBAS KORUPSI

Page 134: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Berdasarkan uraian tersebut, model pelembagaan partai politik yang bebas korupsi adalah mengadopsi model pelembagaan partai politik yang menerapkan sistem meritokrasi. Partai politik dengan sistem meritokrasi adalah suatu model yang mengedepankan pada kepemimpinan yang berintegritas, kecerdasan intelektual, partisipasi aktif (high involvement) anggota, serta kelengkapan perangkat organisasi dalam menunjang eksistensi partai . Model tersebut dapat terwujud jika partai memiliki sistem perkaderan yang baik. Sistem perkaderan yang baik adalah sistem perkaderan yang memiliki orientasi pelatihan yang sistematis dan teroganisir, orientasi pelatihan yang didasarkan pada nilai-nilai ideologi partai. Sehingga, dengan adanya perkaderan tersebut diharapkan partai dapat melahirkan politisi bersih dan kader berjiwa pemimpin dan negarawan.

Model partai politik dengan sistem meritokrasi dapat dimaknai sebagai harapan atau ekspektasi tinggi dari masyarakat untuk pengelolaan dan pelembagaan partai kedepannya. Berdasarkan hasil jajak pendapat Kompasyang terbaru, meskipun publik masih apatis terhadap partai politik, akan tetapi publik tetap berharap bahwa partai politik diharapkan tampil modern dan bersih 41,5%, ideologi yang baru 25,3%, melahirkan sosok pemimpin nasional yang baru 24,3%.39 Apa yang diharapkan oleh publik melalui survei tersebut perihal partai politik, pada prinsipnya dapat dimaknai sebagai harapan terhadap model pelembagaan partai politik dengan menerapkan sistem meritokrasi.

Urgensi dari model partai dengan sistem meritokrasi memiliki output bahwa partai politik kedepannya tidak lagi kekurangan kader yang memiliki kapasitas prima. Model partai dengan sistem meritokrasi dapat menjawab kebutuhan terhadap sosok politisi bersih. Sebab, kecenderungannnya saat ini adalah partai gagal melahirkan politisi bersih.40 Selain itu, partai dengan model meritokrasi sistem output- nya juga diharapkan melahirkansosok calon pemimpin yang cerdas, kreatif dan inovatif, serta politisi yang memiliki sikap kenegarawanan. Partai dengan model kelembagaan meritokrasi sistem adalah sebuah antitesis dari model-model kelembagaan partai yang diterapkan di Indonesia selama ini. Model kelembagaan meritokrasi sistem didesain sebagai sebuah “kawah candradimuka”, dimana pendidikan politik atau perkaderan merupakan hal 39 Jajak pendapat Kompas,“Partai Politik, antara Apatis dan Percaya”, Koran Kompas, 17 Oktober 2016,

hlm, 540 Lihat berbagai jajak pendapat Kompas: Jajak Pendapat Kompas, “Yang Lahir Dari Partai Politik”,

Koran Kompas, 27 Mei 2013, Hlm, 5; Jajak Pendapat Kompas, ”Korupsi Mengubah Wajah Partai Politik”, Koran Kompas, 10 Juni 2013, Hlm, 6; Jajak Pendapat Kompas, “Menanti Kader Partai Politik Bersih Korupsi”, Koran Kompas, 11 April 2016.

Page 135: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

yang utama. Akhirnya, partai dengan model kelembagaan meritokrasi sistem diharapkan mampu menjawab tantangan deparpolisasi.

Kesimpulan 1. Model kelembagaan partai politik di Indonesia

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa model kelembagaan partai politik di Indonesia belum semuanya memiliki orientasi pada upaya pemberantasan korupsi. Tercatat hanya Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional dan Partai Hanura yang telah memuat nomenklatur “korupsi” dalam konstitusi partai. Mencantumkan nomenklatur “korupsi” dapat dipahami sebagai kebijakan partai dalam upaya pemberantasan korupsi.

Gerindra, PAN dan Hanura adalah partai-partai politik yang konsisten dengan kebijakan pada upaya pemberantasan korupsi. Hal tersebut didasarkan pada keberadaan nomenklatur korupsi walaupun telah terjadi pergantian kepemimpinan dan dinamika internal partai. Kenyataan tersebut menegaskan bahwa Gerindra, PAN, dan Hanura memiliki ikhtiar dengan kebijakana partai yang berorientasi pada upaya pemberantasan korupsi.

2. Model kelembagaan partai politik yang bebas korupsiBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, model kelembagaan partai

politik yang bebas korupsi adalah partai dengan model meritokrasi sistem. Partai dengan model meritokrasi adalah partai yang pengelolaan dan pelembagaannya mengadopsi atau mengutamakan pada nilai-nilai ideologi partai, kemampuan dan kelayakan secara leadership dan intelektual, baik anggota maupun elit partai serta kemandirian (independensi) partai dalam pengelolaan keuangan (baik secara organisatoris ataupun secara personal). Model meritokrasi pada partai mengutamakan pada pembentukan karakter kader (kaderisasi) yang berintegritas, cerdas, dan profesional. Model meritokrasi partai juga dapat diartikan sebagai kecakapan integritas dan kenegarawanan sosok tokoh partai yang berpengaruh, sehingga nantinya – pengelolaan dan pelembagaan partai agar bebas korupsi – selaras atau satu frekuensi dengan kebijakan partai secara kelembagaan.

Pengelolaan model meritokrasi partai – agar dapat mewujudkan partai politik bebas korupsi – kiranya merujuk pada pola high involvement manajement.

Akmaluddin Rachim - MENATA ULANG KELEMBAGAAN PARTAI POLITIK AGAR BEBAS KORUPSI

Page 136: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Pola high involvement management merupakan sebuah metode yang menuntut partisipasi aktif anggota dalam sebuah organisasi.Konteks pelembagaan partai politik dengan partisipasi aktif tersebut, didasarkan pada sistem organisasi yang dibentuk berdasarkan pedoman organisasi, adanya subunit organisasi atau lembaga yang menjadi tempat menyelesaikan masalah, memiliki sistem perkaderan yang mengatur keseluruhan mekanisme perkaderan (pedoman rekrutmen, orientasi perkaderan, dan capaian target perkaderan), serta gaya kepemimpinan dan peran organisasi sayap lainya yang menunjang eksistensi institusi.

Daftar PustakaBuku:Alkostar, Artidjo, 2008, Korupsi Politik Di Negara Modern, FH UII Press,

Yogyakarta.Amal, Ichlasul (ed.), 2012, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, Tiara Wacana,

Yogyakarta.Asshiddiqie, Jimly, 2005, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik dan

Mahkamah Konstitusi. Konstitusi Press, Jakarta.

Asshiddiqie, Jimly, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, Jakarta

Blackburn, Simon, 2013, Kamus Filsafat buku acuan paling terpercaya di dunia, Diterjemahkan dari The Oxford Dictionary of Philosophy, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Budiardjo, Miriam, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Fadjar, Abdul Mukthie, 2012, Partai Politik Dalam Perkembangan Ketatanegaraan Indonesia, Setara Press, Malang.

Firmanzah, 2011, Mengelola Partai Politik Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta.

Gaffar, Janedjri M, 2012, Demokrasi Konstitusional Praktik Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945,Konstitusi Press, Jakarta.

Hamzah, Andi, 2005, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Rajawali Pers, Jakarta

Handoyo, B. Hestu Cipto, 2013 (cetakan ke 5), Hukum Tata Negara Menuju Konsolidasi Sistem Demokrasi, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

Page 137: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

Karim, Rusli, 1983, Perjalanan Partai Politik Di Indonesia Sebuah Potret Pasang Surut, Rajawali Press, Jakarta

Katz, Richard S. dan Wiliam Crotti, 2014, Handbook Partai Politik, Nusamedia, Jakarta.

Lawler, Edward E. III, 1986, High Involvement Management Participative Strategies fo Improving Organizational Performance, Jossey-Bass Inc., Publishers, San Francisco, California,

Marzuki, Peter Mahmud, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta.Mertokusumo, Sudikno, 2009, Penemuan Hukum: Sebuah Pengantar,

Liberty,Yogyakarta. Muhtadi, Burhanuddin, 2013, Peran Bintang 2014: Konstelasi dan Prediksi Pemilu

dan Pilpres, Noura Books, Jakarta.Pamungkas, Sigit, 2011, Partai Politik Teori dan Praktik Di Indonesia.Institute For

Democracy and Welfarism, Yogyakarta,Nainggolan, Bestian dan Yohan Wahyu (ed), 2016, Partai Politik Indonesia 1999-

2019 Konsentrasi dan Dekonsentrasi Kuasa, Kompas, Jakarta.Noor, Firman, 2015, Perpecahan dan Soliditas Partai Islam Di Indonesia Kasus PKB

dan PKS Di Dekade Awal Reformasi, Jakarta, Lipi Press,Semma, Mansyur, 2008, Negara dan Korupsi Pemikiran Mochtar Lubis atas

Negara, Manusia Indonesia, dan Perilaku Politik, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta

Setiawan, Bambang dan Bestian Nainggolan (ed), 2004, Partai-Partai Politik Indonesia Ideologi dan Program 2004-2009. Kompas, Jakarta.

Siahaan, Pataniari. 2012. Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang Pasca Amandemen UUD 1945. Konstitusi Press. Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.Sugiarto, Bima Arya, 2010, Anti Partai, Gramata Publishing, Depok.Surbakti, Ramlan, 2010, Memahami Ilmu Politik, PT Geramedia Widiasarana

Indonesia, Jakarta.Wijayanto dan Zachrie, Ridwan (editor), Korupsi Mengorupsi Indonesia Sebab,

Akibat, dan Prospek Pemberantasan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Peraturan Perundang-Undangan:Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Akmaluddin Rachim - MENATA ULANG KELEMBAGAAN PARTAI POLITIK AGAR BEBAS KORUPSI

Page 138: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5189)

Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, (Lembaran Negara Republiki Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)

Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678).

MakalahArtidjo Alkostar, “Korupsi Sebagai Extra Ordinari Crime”, Disampaikan pada

Training Pengarusutamaan Pendekatan Hak Asasi Manusia dalam Pemberantasan Korupsi Di Indonesia Bagi Hakim Seluruh Indonesia, Yogyakarta, 18-21 November 2013

Majalah/KoranJajak Pendapat Kompas,“Yang Lahir Dari Partai Politik”, Koran Kompas, 27 Mei

2013, Hal, 5.Jajak Pendapat Kompas, “Korupsi Mengubah Wajah Partai Politik”, Koran

Kompas, 10 Juni 2013,Jajak Pendapat Kompas, “Menanti Kader Partai Politik Bersih Korupsi”,

KoranKompas, 11 April 2016.

Hasil PenelitianMuhadi Sugiono dan Wawan Mas’udi, 2008, Peta Ideologi Partai Politik Peserta

Pemilu 2009, Laporan Penelitian Hibah Riset Fakultas Pemilu 2009, Yogyakarta, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada

Page 139: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

9 NOTABENE

Mardjono ReksodiputroREFORMASI HUKUM JOKOWI

Kantor Staf Presiden RI yang dikomando oleh Teten Masduki menerbitkan sebuah buku tebal 510 halaman yang memuat juga berbagai foto kegiatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kala

(JK). Sangat impresif dalam menjelaskan kegiatan Negara dalam buku berjudul: “2 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, Akselerasi Mewujudkan Indonesia Sentris”. Banyak kegiatan di bidang pembangunan ekonomi dan politik diuraikan secara cukup rinci masalahnya dan tujuannya. Memang suatu laporan kemajuan ekonomi yang dapat dianggap cukup meyakinkan !

Tetapi bagaimana dengan pembangunan di bidang hukum, yang merupakan pelaksanaan dari NAWACITA butir ke-4 program pemerintahan Jokowi-JK, yaitu; “Reformasi Sistem dan Penegakan Hukum, Bebas Korupsi, Bermartabat dan Terpercaya ?” Rupanya dalam laporan kegiatan dua tahun ini, pembangunan bidang hukum terdapat dalam Bab-4 yang berjudul: “Reformasi Birokrasi dan Perundangan” (hal.126 – 192) dan laporannya terutama berkisar pada kegiatan:pembangunan E-Government a.l. melalui kegiatan Kemdagri menyusun suatu sistem Perda Elektronik, menderegulasi Perda Diskriminatif dan yang tidak Pancasilais, serta mempercepat program reformasi regulasi terutama untuk 42 ribu jenis Perda yang menghambat investasi. Kalau dipandang dari segi pembangunan ekonomi dan politik, maka yang direformasi dalam pembangunan hukum disini adalah (hanya) pembangunan hukum untuk menopang ekonomi digital.

Cukupkah ini kalau dibandingkan dengan program pembangunan ekonomi yang terdiri dari berbagai macam paket reformasi ekonomi ? Tentu kita sepakat bahwa hal ini belum cukup ! Meskipun memang ada reformasi di bidang perundang-undangan, khususnya yang menyangkut hambatan terhadap investasi ekonomi, namun bagaimana dengan reformasi birokrasi ? Tidaklah cukup untuk mengatakan bahwa dengan e-government juga akan terjadi reformasi di bidang birokrasi. Kekeliruan ini kemudian juga disadari oleh

Page 140: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1�0

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Presiden dengan mengganti Menteri PAN-RB pada waktu perombakan kabinet 27 Juli 2016 !

Jadi apa yang sebenarnya diinginkan oleh Presiden untuk mengoperasio-nalkan NAWACITA butir ke-4 di atas ? Kalau merujuk kepada laporan kinerja dua tahun di atas, maka terlihat adanya “Enam Masalah Pokok Kabinet Kerja” ini. Dan dalam uraian permasalahan yang perlu diselesaikan terdapat antara lain: tugas ke-3 berupa reformasi hukum dengan fokus kepada penegakan dan kepastian hukum, tugas ke-5 menanggulangi terorisme dan narkoba illegal, serta mungkin tugas ke-4 yaitu melaksanakan amnesti pajak, dengan semboyannya: ungkap-tebus-lega. Pertanyaan kalangan hukum adalah, apakah hanya ini yang merupakan program kerja pemerintahan Jokowi-JK untuk reformasi hukum, yang masih akan dilanjutkan dalam dua tahun yang akan datang ?

Rupanya masih ada dokumen lain yang (mungkin) menggambarkan apa yang ingin dilaksanakan dalam sisa dua tahun ke depan. Dokumen dengan logo #KERJANYATA mempunyai topik khusus Reformasi Hukum yang dirumuskan sebagai “Revitalisasi dan Reformasi Hukum dari Hulu ke Hilir”. Rumusan yang sangat menjanjikan ini, ditopang dengan dua alur pemikiran yang (menurut saya) masih memerlukan penjelasan yang logis tentang alasan dan maksudnya. Dua alur pemikiran yang dinyatakan merupakan atau dijadikan dasar “Revitalisasi dan Reformasi Hukum dari Hulu ke Hilir”, itu berbunyi:

1. Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara.

2.. Menolak Negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.

Bagi saya kedua alur pikiran di atas ini sungguh terkesan “bombastis” (banyak menggunakan kata yang indah serta muluk, tetapi tidak ada artinya). Padahal tujuannya sederhana dan (menurut saya) masuk akal, yaitu yang dinyatakan dalam Dokumen tersebut di atas sebagai: “Pemulihan Kepercayaan Publik, (pada) Keadilan dan Kepastian Hukum”. Sungguh, inilah inti dari permasalahan hukum dewasa ini !

Tujuan “Revitalisasi dan Reformasi Hukum” itu, kemudian dijabarkan ke dalam dua tingkatan program yang juga cukup masuk akal, yaitu:

Page 141: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1�1

Mardjono Reksodiputro - REFORMASI HUKUM JOKOWI

Program tingkat pertama (yang dapat kita namakan tiga progam induk) berupa:A. Penataan Regulasi Berkualitas;B. Pembenahan Kelembagaan Penegak Hukum Profesional;C. Pembangunan Budaya Hukum Kuat.

Program Induk ini dijabarkan kembali dalam tujuh program tingkat dua, yaitu:1. Pelayanan Publik;2. Penyelesaian Kasus;3. Penataan Regulasi;4. Pembenahan Manajemen Perkara;5. Penguatan SDM;6. Penguatan Kelembagaan; dan7. Pembangunan Budaya Hukum.

Terlepas dari alur pikiran yang bombastis di atas, kita masih harus melihat bagaimana ke-7 program tingkat dua ini akan dioperasionalkan dengan tetap berpegang kepada ke-3 program induknya. Inilah yang akan jadi batu ujinya. Pertanyaan adalah siapakah arsitek program pembangunan hukum pemerintahan Jokowi-JK ini ? Kalau para investor dan pelaku usaha memuji paket-paket ekonomi yang telah diajukan Tim Ekonominya, namum tidaklah hal ini dapat dikatakan kepada Tim Hukum pemerintahan ini. Tampaknya mereka ini kurang menguasai persoalan yang dihadapi dalam bidang pembangunan hukum. Ataukah memang pembangunan bidang hukum hanya dianggap perlu sebatas mendukung pembangunan ekonomi, sehingga tujuan kepercayaan publik, pada keadilan dan kepastian hukum itu, hanyalah suatu ilusi (sesuatu yang hanya di angan-angan; khayalan) saja ? (MR-Nov-2016)

Page 142: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

BIODATA PENULIS

Anita Afriana: Dosen Fakultas Hukum pada Universitas Padjadjaran. Saat ini sedang menempuh pendidikan pada Program studi Doktor Ilmu Hukum,Universitas Padjadjaran. Mengampu mata kuliah Hukum Acara Perdata, Kemahiran Hukum Penanganan Perkara Perdata, Hukum Dagang, dan Hukum Perusahaan.

Akmaluddin Rachim: Saat ini sedang menempuh pendidikan program pascasarjana di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan mengambil Program Magister Hukum Kenegaraan. Pendidikan S1 (Sarjana Hukum) diperolah dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang dengan kosentrasi Hukum Tata Negara. Saat ini penulis aktif di media mahasiswa-indonesia.com

Titing Sugiarti: Aktifitas Pekerjaan: 1982-1985 Kantor Notaris H.M.D Harahap SH, Mkn, 1982- 1986 Asisten Dosen, Fakultas Hukum Universitas Pancasila Mata kuliah Hk Perdata, Hk Perikatan dan Perkawinan, 1986–Sekarang Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Pancasila untuk mata kuliah Hukum Perdata, Hukum Perikatan, Hukum Perkawinan, Hukum Perbankan. Pendidikan: 1964-1970 Sekolah Dasar Negeri 1 Manonjaya Tasikmalaya, 1971-1973 Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tasikmalaya, 1974-1976 Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tasikmalaya, 1977-1983 Fakultas Hukum Universitas Pancasila Jakarta, 2004-2006 Fakultas Pasca Sarjana Universitas Pancasila Jakarta. Seminar yang pernah dilakukan: The Legal Protection of The Nationals in SouthEast Asia. The Faculty of Law Pancasila University In Collaboration with Faculty of Law Malaya University, Malayasia and Prince of Songkla University, Thailand, Jakarta 2014; Problem Keadilan bermadzhab di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Jakarta 2015. Penelitian yang dihasilkan: Gadai (Suatu Tinjauan Antara Gadai Konvensional Dengan Gadai Syariah) 2015 (Penelitian Mandiri); Kewenangan Bank Indonesia dalam Pengaturan Kewajiban Transaksi menggunakan Rupiah di Kaitkan Dengan Azas Kebebasan Berkontrak 2016. (Penelitian Mandiri). Penyuluhan Hukum yang sudah dilaksanakan: Penyuluhan Hukum Masal bagi Masyarakat di Lingkungan Kelurahan Pancoran Mas Depok, 2014. (Nara Sumber).

Page 143: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

Alamat yang bisa dihubungi: Perumahan Mampang Indah Dua Blok M No. 5, Pancoran Mas Depok HP: 081212147898, Email : [email protected]

Acep Rohendi: Lahir di Garut, 12 September 1964. Pendidikan: SDN Cinunuk Wanaja Garut (1972-1977), SMPN Wanaraja Garut ( 1978-1981), SMAN Garut (1981-1984), S1 Fakultas Hukum Unpad (1985-1990), S2 Program Magister Manajemen Universitas ARS Internasional (2000-2003), S2 Program Magister Hukum Bisnis Unpad (2009-2011), S3 Program Doktor Ilmu Hukum Unpad (2011-2016) dengan Judul Disertasi: “Kajian Hukum Atas Investasi Asing Pada Bidang Perbankan Nasional Dikaitkan Dengan Liberalisasi Ekonomi Serta Implikasinya Terhadap Pengembangan Perekonomian Indonesia”. Karya Ilmiah (Jurnal/Buku): Politik Hukum Penanaman Modal Asing Pada Perbankan Indonesia Dalam Mewujudkan Negara Kesejahteraan, Jurnal “ Themis“ Jurnal Fakultas Hukum Universitas Pancasila , Volume 1 Nomor 2, Desember 2014,hlm.259-282; Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce Perspektif Hukum Nasional Dan Internasional, Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Bisnis Ecodemica, Volume 3 No.2 Tahun 2015, Halaman 474-288, ISBN 978-602-99213-4-2/Penerbit LPPM Universitas BSI Bandung; Konsultan Hukum Sebagai Profesi Penunjang Pasar Modal, Jurnal perspektif volume: XIV NO. 1 Maret 2016./ Penerbit Akademi BSI Jakarta (proses penerbitan). Penelitian Dosen Pemula: Efektifitas Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2011 Tentang Penataan Dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima Dalam Mendukung Kota Bandung Sebagai Tujuan Wisata 2015. Seminar/Pelatihan: Workshop Pengisian Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit Jabatan Fungsional Dosen di LPPM Universitas BSI 2014. Seminar Nasional Pelatihan Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di PTS di LPPM Universitas BSI 2015; Personal Branding di LPPM Universitas BSI 2015. Alamat Rumah: Jl. Kemala No.3 Taman Cipadung Indah Soekarno Hatta-Bandung 40614 HP. : 08121476583 E-mail [email protected] Pekerjaan : Dosen Universitas BSI Bandung

Yani Restiani Widjaja, Lahir dan dibesarkan di Kota Bandung, 28 Oktober 1978. Pendidikan: SDN Halimun 5 Bandung, SMPN 4 Bandung, SMAN 25 Bandung, Sarjana Ekonomi (S1) Universitas Pasundan Bandung, Pascasarjana (S2) Universitas ARS Internasional Bandung Program Study Manajemen. Saat ini sebagai staf pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas BSI Bandung.

Page 144: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

SELISIK - Volume �, Nomor �, Desember �01�

Asep Bambang Hermanto, Tempat, tanggal Lahir Bandung, 07 Nopember 1961. Pangkat saat ini sebagai Lektor. Pendidikan: Sarjana Hukum ( S1) pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran lulus pada tahun 1987; Magister Hukum (S2) Program Pascasajana Universitas Padjadjaran lulus pada tahun 2003; Doktoral bidang Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana (S3) Universitas Padjadjaran lulus tahun 2015. Pekerjaan: Dosen dan Advokat. Menjadi staff pengajar tetap di Program Magister Ilmu Hukum pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pancasila dengan mengasuh mata kuliah: Politik Hukum dan Teori Hukum. Selain itu juga menjadi Pengajar di S1 Fakultas Hukum Universitas Pancasila dengan mengasuh mata kuliah: Ilmu Negara, Hukum Tata Negara, dan Hukum Administrasi Negara. Mulai tahun 2016 diberikan amanat menjadi Ketua Bagian Hukum Tatanegara/Hukum Adminitrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Pancasila. Sebagai Managing Partners pada Law Office di Bambang, Widodo, Frits (BWF) & Partners. Alamat: Jln. Cempaka Putih Tengah XV No. 5A Jakarta Pusat. Hp/Telpon: 085888531818/ 021-42874875. Email: [email protected] Teni Triyani, Tempat, tanggal Lahir di Ciamis, 02 April 1986. Pendidikan: SDN 1 Panawangan Ciamis 1999; SLTPN 1 Panawangan Ciamis 2002; SMUN 1 Ciamis 2005; Fakultas Hukum Universitas Pancasila 2013; Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila Jakarta 2015. Mengikuti Pendidikan Khusus Provesi Advokat (PKPA) 2013. Lulus Sebagai Instruktur Muda Metodologi Pelatihan (Sertifikasi) 2015. Aktifitas saat menjadi mahasiswa: Student Exchange “University Of Malaya” Kuala Lumpur Malaysia 2012; Diskusi Regulasi Dan Kasus (Peran Pemerintah Dan Pranata Social Dalam Menyelesaikan Konflik Horizontal Di Indonesia) Universitas Indonesia 2012; Pelatihan Kesetaraan Gender Dan Pendampingan Hukum Bagi Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga PKDRT. LBH-APIK Jakarta 2013. Pengalaman Kerja: TKI Negara Tujuan TAIWAN 2006-2009;; Voluntair LBH-APIK Jakarta 2014; Wakil Kepala Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLK-LN) Walagri Mulia Abadi 2015-2016. Alamat: Jl. H Latief, Rt/Rw 003/003 No. 36, Kel. Batu Ampar, Kec. Keramat Jati, Jakarta Timur 13530. Telepon: 081380280433. e-mail: [email protected]

Hendra Nurtjahjo, adalah Doktor Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Indonesia, dengan judul disertasi: Fungsi dan Kedudukan Ombudsman Dalam

Page 145: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

Sistem Checks and Balances Ketatanegaraan Indonesia. Pernah menjadi anggota Ombudsman Republik Indonesia Bidang Penyelesaian Laporan periode 2011-2016. Mendapatkan dua kali penghargaan sebagai Peneliti Muda Indonesia LIPI-TVRI 1997 dan 2001. Pada tahun 2009 mendapat penghargaan Satyalancana Karya Satya dari Presiden Republik Indonesia. Saat ini ia menjabat sebagai Wakil Sekjen Asosiasi Pengajar HTN HAN se-Indonesia. Pernah menjadi Research Scholar di Harvard Law School. Mengikuti Internasional Lawyers Training di Dallas, Texas USA. Mengikuti Advanced Training of Human Rights di Swedia. Dan mewakili Ombusman Indonesia dalam berbagai Konferensi Internasional.

Yoelianto Sudayat, adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasila. Saat ini menjadi Sekretaris Program Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pancasila.

Mardjono Reksodiputro: Lahir di Blitar Jawa Timur, 13 Maret 1937, memperoleh gelar Guru Besar dari Universitas Indonesia tahun 1992, Master of Art (M.A) diselesaikan di Universitas of Pennsylvania dengan pendalaman Ilmu Kriminologi. Sarjana Hukum (S.H) diperoleh di Universitas Indonesia tahun 1961. Departemen Kriminologi FISIP UI secara khusus memberikan penghargaan dengan mengabadikan namanya untuk sebuah nama gedung di kampus Universitas Indonesia Salemba atas dedikasi, pengabdian dan kontibusi pemikirannya dalam bidang hukum, khususnya hukum pidana, dimana gedung tersebut diresmikan pada tahun 2009. Dalam khasanah akademik beberapa posisi strategis pernah diembannya, antara lain: Ketua Program Kajian Ilmu Kepolisian pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia (1996-2006); Sekretaris dan kemudian menjadi Ketua Konsorsium Ilmu Hukum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1990-2002); Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (1984-1990). Sejak tahun 2001-2014 aktif sebagai komisioner sekaligus sebagai Sekretaris Komisi Hukum Nasional (KHN). Saat ini sampai tahun 2018 dipercaya sebagai Ketua Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasila. Beberapa karya yang sudah dubukukan antara lain: Menyelaraskan Pembaruan Hukum, Penerbit Komisi Hukum Nasional, Desember 2009; Perenungan Reformasi Hukum, Penerbit Komisi Hukum Nasional, November 2013. Di luar aktifitas akademik menjalani aktifitas di Teman Serikat pada Kantor Konsultan Hukum Ali Budiardjo Nugroho Reksodiputro.

BIODATA PENULIS

Page 146: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

PEDOMAN PENULISANJURNAL SELISIK

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS PANCASILA

Jurnal Selisik merupakan media yang diterbitkan oleh Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila. Secara khusus Jurnal Selisik dimaksudkan untuk menyemaikan pelbagai pemikiran, kajian dan hasil-hasil penelitian diantara bidang Hukum dan Bisnis. Persoalan Hukum dan Bisnis menjadi tema sentral dari Jurnal Selisik, terutama mengenai hubungan hukum dan bisnis dengan ragam cabangnya. Sementara secara umum Jurnal Selisik juga memfasilitasi beragam persoalan hukum lainnya, seperti persoalan ketatanegaraan, konstitusi dan disiplin ilmu hukum lainnya. Jurnal Selisik ditujukan kepada pelbagai pemangku kepentingan, antara lain akademisi, praktisi, penyelenggara negara, LSM dan lain sebagainya yang memiliki perhatian yang sama dengan Jurnal Selisik.

Syarat dan Pedoman Tulisan dapat dilihat dibawah ini:1. Naskah yang dikirim merupakan karya ilmiah asli (original) dan tidak mengandung

unsur plagiarisme2. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia sepanjang 10-20 halaman, kertas ukuran A4,

jenis huruf Times New Roman dengan font 12, spasi 1,5. Menggunakan bahasa baku, baik dan benar.

3. Sistematika penulisan artikel Hasil Penelitian mencakup: Judul artikel, Nama Penulis, Lembaga Penulis, Alamat Lembaga Penulis, Alamat Email Penulis, Abstrak, Kata Kunci, Pendahuluan (berisi, latar belakang masalah, permasalahan, dan metode penelitian), Pembahasan (berisi, hasil penelitian, analisis dan sub-sub bahasan), Kesimpulan (berisi simpulan dan saran), Daftar Pustaka, dan terakhir Curriculum Vitae penulis.

4. Untuk sistematika artikel Kajian Konseptual terdiri: Judul Artikel, Nama Penulis, Lembaga Penulis, Alamat Lembaga Penulis, Alamat Email Penulis, Abstrak, Kata Kunci, Pendahuluan, Pembahasan (analisis dan sub-sub bahasan), Kesimpulan (berisi simpulan dan saran), Daftar Pustaka, dan terakhir curriculum vitae penulis.

5. Judul dibuat dengan spesifik, lugas, tidak lebih dari 12 kata dan menggambarkan isi artikel secara menyeluruh.

6. Abstrak ditulis secara gamblang, utuh, dan lengkap yang menggambarkan substansi isi keseluruhan artikel dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, masing-masing satu paragraf.

7. Kata kunci (key word) yang dipilih harus mencerminkan konsep yang dikandung artikel sejumlah 3-5 istilah.

8. Cara pengacuan dan pengutipan menggunakan model catatan kaki (footnotes)9. Daftar pustaka memuat daftar buku, jurnal, makalah/paper/orasi ilmiah, baik cetak

maupun online yang dikutip dalam naskah, disusun secara alfabetis (a-to z) dengan susunan: Nama Penulis (mendahulukan nama keluarga/marga), tahun, judul, tempat penerbitan: penerbit, dst.

10. Naskah diketik dalam bentuk file document (doc) dikirim melalui email: [email protected] atau melalui pos kepada: Redaksi Jurnal Selisik Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila, Jl. Borobudur no. 07 Jakarta 10320 Telp (021) 3919013 Fak. (021) 31922267.

Page 147: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

1��

Jurnal Selisik merupakan media yang diterbitkan oleh Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila. Dengan ragam gagasan di bidang hukum dan bisnis yang menjadi semacam core Jurnal Selisik, maka Jurnal Selisik bermaksud menjadi informasi mengenai persoalan-persoalan Hukum yang bertalian dengan Bisnis, maupun kajian hukum dan bisnis yang memiliki disiplin dan cabangnya masing-masing Jurnal Selisik juga diharapkan dapat menyemaikan pemikiran-pemikiran kritis, segar dan menjadi alternatif yang mendorong semangat keilmuwan dengan paradigma kemajuan dan kebaruan. Jurnal Selisik di proyeksikan menjadi kanalisasi dari hasil-hasil penelitian dan gagasan

orisinil dalam bidang hukum dan bisnis

2015 Program Magister Ilmu Hukum Terbit dua kali setahun

ISSN Universitas Pancasila Harga: Rp ................................

FORM BERLANGGANAN

Kepada Yth.Sekretariat Redaksi Jurnal SelisikJl. Borobudur N0. 7 Jakarta 10320 Telp (021) 391913, Fax (021) 31922267Email: [email protected]; [email protected]

Saya ingin berlangganan Jurnal Selisike edisi No ......................... Tahun .............Harga Jurnal Selisik untuk 1 edisi Rp................................................................(Harga belum termasuk ongkos kirim)Akan saya transfer ke Rekening Jurnal selisik

Nama pelanggan : .............................................................................................Umur : ........................ Pekerjaan : .............................................................................................Alamat pengiriman : ............................................................................................. .............................................................................................Kota/Propinsi : ............................................................ Kode Pos ...............Telp. : .............................................................. Fax. : ..............................................................E-mail : ..............................................................

PEDOMAN PENULISAN JURNAL SELISIK

Page 148: Dewan Redaksi DAFTAR ISI - magisterhukum.univpancasila.ac.idmagisterhukum.univpancasila.ac.id/wp-content/uploads/2018/05/... · MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS