dewan perwakilan rakyat republik...

14
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT PANJA PEMBAHASAN RUU TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI SENIN, 7 Februari 2011 Tahun Sidang : 2010 - 2011 Masa Persidangan : III Rapat ke : - Jenis Rapat : Rapat Panja Dengan : - Sifat Rapat : Terbuka Hari, tanggal : Senin, 7 Februari 2011 Pukul : 14.00 – 16.25 WIB Tempat : Ruang Rapat Badan Legislasi DPR RI, Gd. Nusantara I Lantai 1 Ketua Rapat : H. A. Dimyati Natakusumah, SH., MH., MSi Sekretaris : Drs. Djaka Dwi Winarko, M.Si Acara : Pembahasan DIM RUU tentang Perubahan atas UU No.24Tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi Hadir : 18 orang dari 28 Anggota Badan Legislasi ANGGOTA DPR RI : PIMPINAN: 1. H.A. Dimyati Natakusumah, SH., MH., M.Si 2. H. Sunardi Ayub, SH FRAKSI PARTAI DEMOKRAT: 3 dari 6 orang Anggota 1. Drs. Umar Arsal 2. Didi Irawadi Syamsuddin, S.H., LLM 3. DR. Pieter C Zulkifli Simabuea, MH FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA: 4 dari 5 orang Anggota 1. H. Andi Rio Idris Padjalangi, SH, MKn 2. Ferdiansyah, SE, MM 3. Drs. Murad U Nasir 4. Nurul Arifin, SIP., MSi

Upload: others

Post on 05-Feb-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

    REPUBLIK INDONESIA

    RISALAH RAPAT PANJA PEMBAHASAN RUU TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO. 24 TAHUN 2003

    TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

    SENIN, 7 Februari 2011 Tahun Sidang : 2010 - 2011 Masa Persidangan : III Rapat ke : - Jenis Rapat : Rapat Panja Dengan : - Sifat Rapat : Terbuka Hari, tanggal : Senin, 7 Februari 2011 Pukul : 14.00 – 16.25 WIB Tempat : Ruang Rapat Badan Legislasi DPR RI, Gd. Nusantara I Lantai 1 Ketua Rapat : H. A. Dimyati Natakusumah, SH., MH., MSi Sekretaris : Drs. Djaka Dwi Winarko, M.Si Acara : Pembahasan DIM RUU tentang Perubahan atas UU No.24Tahun

    2004 tentang Mahkamah Konstitusi Hadir : 18 orang dari 28 Anggota Badan Legislasi

    ANGGOTA DPR RI : PIMPINAN: 1. H.A. Dimyati Natakusumah, SH., MH., M.Si 2. H. Sunardi Ayub, SH

    FRAKSI PARTAI DEMOKRAT: 3 dari 6 orang Anggota 1. Drs. Umar Arsal 2. Didi Irawadi Syamsuddin, S.H., LLM 3. DR. Pieter C Zulkifli Simabuea, MH

    FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA: 4 dari 5 orang Anggota 1. H. Andi Rio Idris Padjalangi, SH, MKn 2. Ferdiansyah, SE, MM 3. Drs. Murad U Nasir 4. Nurul Arifin, SIP., MSi

  • FRAKSI PARTAI PDI PERJUANGAN: FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA: 3 dari 4 orang Anggota 1. Arif Wibowo 2. Honing Sanny 3. Hendrawan Supratikno

    2 dari 3 orang Anggota 1. H. M. Nasir Djamil, S.Ag 2. Ir. Memed Sosiawan

    FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL: FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN: 1 dari 2 orang Anggota 1. Drs. Achmad Rubaie, SH, MH

    1 dari 1 orang Anggota 1. Ahmad Yani, SH., MH

    FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA: FRAKSI PARTAI GERINDRA: 0 dari 1 orang Anggota. -

    0 dari 1 orang Anggota. -

    FRAKSI PARTAI HANURA: 1 dari 1 orang Anggota. 1. Sarifuddin Sudding, SH., MH

    KETUA RAPAT: F-PPP (H.A. DIMYATI NATAKUSUMAH, S.H., M.H., M.Si) : Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Selamat sore salam sejahtera bagi kita semua, Yang kami Hormati anggota Panja RUU tentang berubahan atas Undang-undang nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Yang kami hormati Dirjen PU yang mewakili Menteri Hukum dan HAM Yang kami hormati saudara Deputi mewakili Menteri PAN dan Revormasi dan Birokrasi, unsur dari komisi Yudisial beserta para Pejabat utama yang mewakilinya, Sekertariat dan Tenaga Ahli dan hadirin dan Hadirot yang berbahagia. Syukur alhamdulilah selalu kita panjatkan kehadirat allah Tuhan yang maha Esa atas perkenannya kepada kita semua kita sehingga kita dapat menghadiri Rapat Panja pada Sore hari ini sesuai dengan Laporan sekertariat Rapat Panja ini, telah di tandatangani oleh 15 Anggota izi satu orang dari 28 orang anggota Panja, jumlah Fraksi yang di tanda tangani ada 6 fraksi oleh karena itu perkenankan saya membumka Rapat ini dan di nyatakan tertutup.

    (RAPAT: DIBUKA) Rapat panja hari ini di laksanakan untuk melanjutkan Rapat Panja Pada tanggal 31 Januari 2011 dalam rapat Panja tanggal 31 Januari yang lalu, panja telah membahas 3 daftar investari maslaah yaitu Dim Nomor 22, 26,27 dan selanjutnya. Namun selanjutnya kami menawarkan acara Rapat Panja hari ini adalah sebagai berikut pengantar ketua Rapat sebagaimana yang telah saya sampaikan dua pembahasan Dim dan 3 penutup, Rapat ini akan berlangsung sampai pukul 16.00 WIB namun dapat di lanjutkan atau di perpanjang sesuai dengan kesepakatan Rapat apabila masih ada hal-hal yang masih di diskusikan Rapat ini dapat di lanjutkan esok hari. Iya nanti mungkin di skros tidak di tutup apakah acara yang kami bacakan dapat di setujui?

    (RAPAT: SETUJU)

    2

  • Sebelum pembahasan Dim di berikan kesempatan kepada Pemerintah mungkin ada hal atau sesuatu yang ingin di sampaikan bila tidak ya kita lanju? Kita lanjutkan ya, kita mulai pembahasan Dim di mulai, ya terkait dengan Dim 22 kembali kita buka dulu Dim 22 yang kemaren sempat terpending, adalah Majelis Kehormatan Hakim Mahkamah Konstitusi adalah Perangkat yang di bentuk oleh Mahkamah Konstitusi untuk memantau memeriksa dan merekomendasikan tidakan terhadap Hakim Konsitusi yang di duga melanggar Kode etik dan prilaku Hakim Konstitusi. Pemerintah mengusulkan majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi adalah majelis yang di bentuk oleh Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial untuk memantau memriksa dan menjatohkan sanksi terhadap hakim konsitusi yang melanggar Kode Etik dan Prilaku hakim konsitusi dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan keluhuran martabat serta prilaku hakim. Alternatif, adalah terdiri dari lima unsur unsur Mahkamah Konstitusi yang terkait dengan Dim 141 sampai dengan Dim 143 Pasal 27 (a) RUU ayat (2) komposisi MKH adalah hakim Konstitusi, Komisiyoner Komisi Yudisial, tiga DPR-RI yang menangani bidang Legislasi, b, Pemerintah yang menangani bidang hukum jangan Menkumham ya? Yang menangani Bidang Hukum nanti besok berubah itu kalau di Belanda itu Minister Security adjasted jadi kalau di kita, Menkumham besok berubah dan MA Makim Angung. Nah itulah di antaranya dari tiga yang di usulkan tidak ada alternatif tadi, jadi oleh sebab itu saya persilakan kepada Pemerintah untuk menanggapinya karena saya lihat yang alternatif inilah yang mengambil dari semua unsur sesuai dengan yang di harapkan oleh Ibu Nurul Arifin juga nanti di DPR-RI ini yang akan mewakili Bu Nurul Arifin ini, ya atau pak sapa saja. Silakan Pemerintah. PEMERINTAH (ADAM): Terimakasih bapak ketua Panja, Bapak Ibu serta DPR-RI yang kami hormati dan rekan-rekan dari Kementerian PAN dan RB juga dari MKY dari alhi bahasa. Di Dim 22 memang di usulkan oelh Pemerintah untuk menyempurnaan rumusan itu ada tambahan selain memantau dan memerikasa juga menjatuhkan sanksi dan itu yang pertama saya kira. Yang kedua, mengenai ke anggotaanpada waktu yang lalu kita menyampaikan usulan untuk unsurnya dari Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial dan kemudian mendiskusikan dari beberapa dan dari beberapa diskusi itu kita instens melihat dari sisi yang mengusulkan hakim Mahkamah Konstitusi ini 3 unsur pertama, DPR-RI dedua, Presiden, dan ketiga Mahkamah Agung, nah ini nampaknya untuk ada perwakilan dari unsur yang mengajukan dari MKH itu kami sangat memahami melihat ini mungkin satu solusi dan dari keanggota yang tiga yang pasti dari unsurnya kemudian memang yang Komisi Yudisial sehingga kelima ini mewakili keseluruhannya. Jadi kami melihat ini sudah dapat mengagambarkan unsur yang mengajukan Hakim Mahkamah Konstitusi kemudian Komisi Yudisial dan kemudian juga Pemerintah. Demikian Pak Ketua. KETUA RAPAT: Iya syukur Alhamdulilah ini Pemerintah sudah setuju dengan usulan alternatif 3, teman-teman ada yang menanggapi atau setuju ya? PEMERINTAH (ADAM): Nanti mohon mahaf ini apakah kita menyebut Pemerintah apa Presiden? Nanti di KETUA RAPAT: Pemerintah iya nanti di Konsitusi yang mengusulkan Pemerintah

    3

  • PEMERINTAH (ADAM): Iya Presiden diajukan 3 oleh DPR-RI 3 oleh Mahkamah Agung dan oleh Presiden. KETUA RAPAT: Konstitusi, sesuai dengan konsitusi setuju ya? Jadi alternatif 3 ya? Iya. Dim 22 alhamdulilah telah selesai, kita lanjut Dim berapa 26 sudah selesai 27 sudah selesai 68 kita masuk Dim 68. Dim 68 memutus perselisihan tentang tentang hasil Pemilihan Umum yang meliputi pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dan pemilihan umum anggota DPR-RI, DPD, DPRD dan pemilihan umum Pemilihan kepala Daerah, Pemerintah berbendapat perlu pembahasan secar amendalam mengenai Pilkada di katagorikan sebagai Rejim Pemilu rasa di pilih secara Demokratis secara Undang-undang Dasar tidak secara otomatis di katagorikan sebagai Rezim Pemilihan umum karena dalam Undang-undang dasar itu sendiri di nyatakan secara tegas bahwa pemilu adalah Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan Pemilihan anggota Legislatif. Pemerintah berpandangan bahwa pembahasan secara mendalam ini akan memberi makna secara Konstitusional dalam rangka menemukan rumusan hukum yang memiliki nilai Konstisionalitas dengan demikian sengketa Pilkada tidak menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi, tetapi di perlukan adanya penanganan perkara sengketa Pilkada setiap Kabupaten atau Kota sebagai kemenangan kewenangan mahaf sebagai kemenangan Khusus yang di berikan ooleh Undang-undang pada pengadilan Negeri. Perkara ini di putus oleh pengadilan Negeri untuk tingkat Pertama dan terakhir, dlam jangka waktu 14 hari kerja terhitung sejak perkara tersebut di daftar pada Panitra Pengadilan Negeri perkara sengketa pilkada daftar pada Kepanitraan Pengadilan Negeri paling lambat 3 hari sejak tahap Pilkada di anggap sebagai sengketa. Pemerintah bersedia membahas lebih lanjut sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi dan mendengar pendapat Mahkamah Agung yang terkait dengan pemilihan umum Kepala Daerah. B, memutus perselisihan tentang hasil pemilihan Umum yang meliputi Pemilihan umum anggota DPR-RI anggota DPRD, Presiden dan Wakil Presiden dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Intinya disini pada poin Dim 68 hasil Pemilihan Umum yang meliputi pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan umum DPR-RI dan DPRD dan pemilihan umum dan Pemilihan kepala Daerah. Nah mungkin disini Pemerintah dalam mendrop kata-kata yang terkait dengan Pemilihan umum dan atau Pemilihan kepala Daerah. Jadi pilkada ini memang dari forum Konstitusi yang apa ahli di bidang konstitusi, memaparkan pada waktu di emprial bahwa memang ini sebaiknya sengketa Pilkada ini di Drop, jadi rezim apa pemilu kada itu bukan rezim pemilu maka dengan demikian Undang-undang nomor 12 Tahun 2008 maka di anulir dengan mungkin dinyatakan dalam Pasal Peralihan. Tapi disini jangan di terapkan bahwa pengadilan Negeri di serahkan kepada Mahkamah Agung karena berdasarkan informasi yang di dapat bahwa sengketa Pilkada ini ada nanti pengadilan Khusus yang akan di bentuk oleh Mahkamah Agung, maka sebaiknya di serahkan saja pada Mahkamah Agung untuk apa di berikan kewenangan untuk membentuk peradilan khusus atau sementara belum Pengadilan Tinggi yang seperti yang lalu pengadilan tinggi yang menangani sengketa Pilkada dan di lanjutkan nanti dengan Banding kalau di Mahkamah Konstitusi itukan ada PSU pada suara ulang nah kalau ini tidak perlu pakai PSU di serahkan kepada Bandingnya itu kepada Mahkamah Agung. Silakan Pemerintah untuk menanggapi ini. PEMERINTAH (ADAM): Iya terimakasih, Didalam usulan Pemerintah seperti disampaikan oleh Pak Ketua tadi memang untuk tidak mencanytupkan tambahan dan Pemilihan umum dan atau / atau pemilihan kepala daerah, saya kira alasan-alasan yang sudah di bacakan juga oleh Pak Ketua juga pernah kita bahas di Imperial cukup

    4

  • lama dan ini bukan rezim Pemilihan umum sebagaimana di dalam Undang-undang Dasar di sebutkan bahwa pemilihan umum di selenggarakan untuk memilih anggota DPR-RI, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden dan DPRD dan demikian jjuga kami kira waktu menyusun Undang-undang Mahkamah Konstitusi yang sekarang berlaku disana di sebut hanya (d) memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan umum. Apakah kalau dengan ini cukup kita kembali kepada rumusan ada di Undang-undang di Pasal 10 huruf (d) memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan umum dan nanti mengenai apa yang kita sampaikan tentang perkara ini di pucuk oleh pengadilan Negeri kemudian ketentuan-ketentuannya itu nanti akan di atur di dalam Undang-undang tentang yang sekarang sedang siap.kan Undang-undang tentang perubahan Undang-undang 32 Tahun 2004 dan Undang-undang tentang pemilihan kepala Daerah dan juga Undang-undang tentang kekuasaan kehakiman. Jadi kalau cukyp disini memutus per…. Tentang hasil pemilihan umum saya kira iya. Demikian Pak. KETUA RAPAT: Gimana teman-teman setuju? Apa usul Pemerintah ini kita setujui hanya mendrop saja bahwa sengketa Pemilu kada itu tidak bukan kewenagan Mahkamah Konstitusi, setuju ya?

    (RAPAT: SETUJU) F-PG (DRS. H. MURAD U NASIR, M.SI): Memang ini menjadi sebuah Problema masuk pada Demain Pemilu atau Pilkada yang tidak masuk dalam Pilkada Pemilu, memang persoalan ini kalau masuk dalam Demain pemilu itu susahnya kalau sengketa terjadi, biayanya jaraknya makan waktu juga sempit sehingga pengalaman kita selama pemilu kada berlangsung pengadilannya itu ada sengketa di pengadilan tinggi cepatnya persoalannya sehingga ada pemikiran itu, tapi untuk lebih baiknya kami belih baik berkonsultasi dulu dengan fraksi supaya bagus ini sikap kita, saya pikir sudah sejalan Cuma baiknya saya bicarakan dengan Fraksi untuk menyatakan sikap Partai. Demikian Pimpinan. KETUA RAPAT: Iya catatan saja, setuju?

    (RAPAT: SETUJU) Karena ini sudah kita bahas berulang-ulang dan forum Konsitusi ini pun sudah semaparkan sedemikian rupa bahwa kerejim bahwa Pilkana ini bukan rezim pemilu, Dim nanti tolonng di peralihan. Dim 83 nanti itu bisa di pandangan Fraksi Pak murad ya dengan ini. F-PG (NURUL ARIFIN, S.IP, M.SI): Yang tadi bahasan yang ketiga dengan demikian sengketa bla-bla ini untuk tingkat pertama dan terakhir dalam jangka waktu 14 hari itu sudah final maksud saya belajar dari pengalaman 14 hari itu sangat kurang pak. KETUA RAPAT: Nah nanti ini di atur di dalam Undang-undang 32 Tahun 2004 nanti ibu Nurul yang, iya nanti otomatis karena ini tidak atau tidak membahas ini, nanti di perhalihan saja kita hanya keterangan

    5

  • sedikit bahwa dengan apa hilangnya kewenangan ini di Mahkamah Konstitusi maka ini akan masuk dalam Undang-undang Pilkada, nah inikan sedang di bahas kan Undang-undang nomor 32 Tahun 2004, karena begini memang terlalu berat tanggungjawab Mahkamah Konstitusi tapi sebetulnya saya dengan apa yang di lakukan oleh Mahkamah Konstitusi terkait dengan setiap keputusan yang di ambil, keputusan yang di ambil itu bukan karena hal-hal masalah lain masalahnya selalu di votting itu tim 45 54 siapa yang punya 5 suara dia yang menang, jadi ini yang menjadi ploblematika ini main Votting ini di internal Mahkamah Agung nah ini yang harus benar-benar di benahi bagaimana supaya respek, kalau dia melanggar Konstitusi speks. Nah ini yang pemikiran kita bersama jangan sampai ini menjadi program tanda kutip bancakan apa bancakan? Iya jadi programnya seperti itu sehingga hal-hal setiap yang di putuskan selalu hasil votting, sebetulnya kalau negarawan yang berdasarekan keputusan iya harusnya secara Krus saja tidak usah pakai Votting, melanggar konsitusi ya memang tugasnya itu tugas DPR-RI nah kewenagan DPR-RI ini di berikan kepada Mahkamah Konstitusi tapi yang di hajar ya DPR-RI sendiri tiap Undang-undang yang di berikan DPR-RI di Pukul ya padahal itu secara tidak langsung Mahkamah Konstitusi kepanjangan tangan DPR-RI untuk meneliti setiap keputusan yang di ambil DPR-RI yaitu Undang-undang ya tapi mudah-mudahan kedepan akan lebih smart lebih baik lagi. 83 Dim 83 kok 83 langsung, 68 dan 83 ya. 83 berpendidikan di bidang hukum sebagaimana di maksud dengan ayat (3) Pemerintah mengusulkan Pemerintah menyarankan syarat Pendidikan yang ada pada ayat (3) Dim nomor 90 sampai dengan Dim 92 di tampung dalam Dim ini dengan menyempurnakan alasan kata Pemerintah di Ganti Presiden. Karena Undang-undang 24 Tahun 2003 disebutkan Presiden, betuulnya Presiden? Pemerintah tapi di konsitusi Presiden dan kita di Konsitusi saja Presiden, berijasah Doktor dengan dasar saja S1 yang berlatar belakang ilmu hukum dengan alasan yang di uji bukan hanya hukum dalam arti normal tetapi terkait dengan ilmu, antar bidang seperti Ekonomi, Pertania, Kesehatan dan lain-lain. Berpendidikan di Bidang Hukum dengan ketentuan untuk calon Hakim Konstitusi dapat di ajukan kepada Presiden dan DPR-RI berijah Doktor dengan dasar Sarjana yang berlatar belakang Ilmu Hukum. Dua, untuk calon hakim Konsitusi yang di ajukan oleh Mahkamah Agung berijah paling rendah Magister tadi kemaren sudah sepakati S3 ya semua ya? Pemerintah pun sudah di sepakati S3 jadi di bidang hukum dengan dasar S1 yang berlatar belakang Ilmu Hukum melihat Undang-undang Mahkamah Agung. Nah ini di pending karena masalah linier dan an lilniar jadi linier itu S1,S2,S3 nya Hukum kalau an linier S1 nya Hukum, S3 nya Hukum S2 boleh bebas ini tidak begitu nyambung ya sebetulnya nah ini menghasilkan apakah Linier atau an linier. Tapi pemikiran saya begini nah ini menyangkut masalah terkait dengan Undang-undang yang di kaji, secara menadalam terkait dengan Undang-undang konsitusi maka ini lebih banyak menyangkut Hukum tatanegara, jadi sudah tidak lagi kalau fokus itu fokus secara spesifik ini spesifik silend yang di miliki oleh seorang Hakim Konsitusi tapi kalau mau general ada di DPR-RI sebenarnya tidak perlu sebenarnya hakim Konsitusi Genderal DPR-RI harus segala di siplin ilmu harus ada di DPR-RI tapi kalau spesifik ilmu terkait dengan ilmu hukum tatanegara dan Administrasi negara induknya adalah Administrasi negara dan tatanegara, maka dengan sendirinya di perlukan orang-orang yang ekspert yang di situ ya seperti itu ya secara tidak langsung harus Linier, sebetulnya kalau an linier maka nanti banyak cabang pemikiran wah gimana ya kalau nanti ada demo wah nanti bagaimana ya kalau nanti masyarakat, padahal secara streak kalau kuda ya kuda saja jangan bilangb kalau kuda itu bagaimana jadi Kambing, nah maka dengan sendirinya pemikiran saya ini linier ini cukup tepat tapi silakan Pemerintah untuk menanggapinya. PEMERINTAH (ADAM): Terimakasih ini juga saya kira sudah cukup lama di bahas di kaji untuk melihat pertama realitasnya kedua, perspektif keluar kemudian tugas yang di hadapi Hakim Mahkamah Konstitusi. Yang pertama memang saya kira sepakat dengan DPR-RI bahwa baik yang di ajukan oleh Presiden

    6

  • atau di ajukan oleh DPR-RI dan juga yang di ajukan oleh Mahkamah Agung itu berijasah Doktor, ini saya kira sudah sama yang kemaren di diskusikan apakah cukup denngan dasar S1nya yang hanya belakang Ilmu Hukum yang S2 nya dapat tidak latarbelakang Ilmu Hukum tapi S3nya kembali, tapi dari diskusi dan pendalaman kita ingin melihat bahwa manang kedepan ini apa yang di bahas di kaji ini terkait dengan bidang Hukum dan khusunya dengan Konsitusi atau Hukum Konsitusi pada ya kita melihat bahwa akan lebih baik khualitasnya dari utusan Mahkamah Konstitusi itu apa bila Doktor yang menjadi hakim konsitusi itu adalah secara linier hanya memang disini di sebutkan dengan di bidang hukum seperti yang ada di dalam rumusan DPR-RI, dan DPR-RI menyambut berlatarbelakang pendidikan tinggi Hukum. Ini apakah masih mau di cantumkan atau cukum dengan predikat Doktor dan Magister di Bidang Hukum dengan dasar sarjana berlatarbelakang ilmu Hukum demikian juga ilmu hukum Mahkamah Agung nya, karena di Mahkamah Agung memang di Undang-undang memang masih memungkinkan itu tidak linier tapi kalau kita strip sidini juga bahwa dia harus linier iya tentu nanti harus di cari orang yang memang pendidikannya linier, karena di Mahkamah Agung sekarang ya untuk magisternya pun tidak di sebut harus linier nah oleh sebab itu untuk kesetaraan baik yang di ajukan oleh Presiden di ajukan oleh DPR-RI demikian juga nanti di ajukan oleh Mahkamah Agung itu ijasah Dokter dengan tadi prinsip bahwa bidang Ilmu baik Magister atau Dokternya adalah Linier di Bidang Hukum. Saya kira jadi rumusannya nanti akan kita sempurnakan kita. Terima kasih. KETUA RAPAT: Iya Pemerintah sudah menyetujui usul DPR-RI, bagaimana setuju? Iya Pemerintah baik sekali sekarang ini setuju terus. Kitalanjutkan Dim 90 terus lanjut terkait otomatis 94 ada surat pernyataan? 94 tidak ada surat pernyataan itu tidak menjadi Dim? Sudah selesaikan? Apa, terkait umur ya? Coba di lihat ya di pasal Dim 9 coba dibacakan coba? T.A. Badan Legislasi: Selain persyaratan sebagaimana di maksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) calon hakim Konsitusi yang harus memenuhi kelengkapan administrasi dengan menyerahkan (a) surat pernyataan tentang kesediannya untuk menjadi Hakim Konsitusi, (b) daftar Riwayat Hidup, (c) menyerahkan foto copy ijasah yang telah di legalisasi dengan menunjukan ijasah asli, (d) laporan daftar harta kekayaan serta sumber pengasilan calon yang di sertai dengnan dokumen pendukung yang sah. KETUA RAPAT: Sudah secara otomatiskan itu? T.A. Badan Legislasi: Tetapi dari Pemerintah kemaren waktu panja di Arya duta di Pending karena dinyatakan terlalu detail, KETUA RAPAT: Betul Pemerintah?

    7

  • PEMERINTAH (ADAM): Jadi ketentuan yang baru di cantumkan ini, ini sudah ada di pasal 20 Undang-undang 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang sekarang disana hanya di sebutkan ketentuan mengenai tatacara seleksi pemilihan dan pengajuan seleksi oleh masing-masing lembaga yang berwenang sebagaimana di maksud dalam Pasala 19 ayat (1) jadi yang melalui Presiden melalui DPR-RI melalui Mahkamah Agung punya tatacara sendiri, tatacara sendiri itu ya sudah di atur dalam lembaga masing-masing sehingga ketentuan ini tidak perlu di cantumkan di dalam Undang-undang ini. KETUA RAPAT: Saya rasa pengulangan secara lebih baik menajadi masalah ini penguatan, pak Dirjen ini kenapa karena di takutkan itu adalah penggunaan sertifikat atau ijasah palsu dan lain sebagainya, apakah ini tidak jadi masalah apabila kita cantumkan tetapi di dalam pasal-pasal ini. PEMERINTAH (ADAM): Memang ini syarat administratif dan di lembaga yang mengusulkan baik waktu Mahkamah Agung kemudian juga DPR-RI dan Presiden mempunyai mekanisme sendiri, nah apakah dengan nanti syarat-syarat yang di sebutkan ini syarat yang harus ada di setiap lembaga yang nanti mengajukan calon untuk Hakim Mahkamah Konstitusi yang ada itu, karena selama ini di dalam pemilihan calon hakim Mahkamah Konstitusi pada waktu sebelum ini itu di ke presidenan dengan ada semacem jalan keluar apa pencalonan dan lalu kemudian juga ada ada semacem seleksi tetapi yang terakhir ini tidak di tempuh hal yang demikian ini untuk menunjukan keluasan dan kewenangan dari masing-masing lembaga itu. Apakah syarat-syarat seperti ini itu juga masih perlu biarlah nanti misalnya di DPR-RI kemudian di Mahkamah Agung sendiri di Kepresidenan itu sendiri mengatur mengenai persyaratan administratif ini. iya itu pak. KETUA RAPAT: Iya karena penentu itu adanya di DPR-RI maka DPR-RI tetap memerlukan jadi jangan samapai nanti ujungnya karena ini sudah hasil dari DPR-RI maka di DPR-RI di salahkan, saya rasa itu cukup baik juga pak Pemerintah cukup baik tetapi dicantumkan untuk menguatkan melakukan Fit and Proper Test itu kita pun sudah pegang begitu untuk menanyakan dari mana asal muasal dan lain sebagainya. Jadi tidak serta merta apa yang di usulkan oleh Pemerintah Mahkamah Agung kit aterima begitu saja, apabila ini bisa di setujuki tetap kita cantupkan akan memperkuat pilihan DPR-RI Pak Menteri kali ya. Hilang sudah pengusul saya itu. Iya silakan. F-PG (NURUL ARIFIN, S.IP, M.SI): Terimakasih Ketua, seandainya memang menajadi keberatan Pemerintah memang sudah tertampung dalam Undang-undang Konsitusi maka yang menjadi keberatannya itu apa pak? Kan sebetulnya kan kalau persyaratan ini disebutkan akan memperkuat di dalam Undang-undang kalau sekarang kita bisa melihat tidak Pak di dlaam Undang-undang tentang Mahkamah Konsitusi kira –kira berbedanya dimana? Apa yang menjadi keberatan disit, kalau hanya menyebujtkan ulangkan saya rasa tidak masalah hanya lebih dalam faktor penguat saja di dalam Undang-undang ini. Kalau tidak ada perbedaan tidak ada masalahkan pak?

    8

  • PEMERINTAH (ADAM): Jadi memang ini tadi kita melihat sudah dalam praktek selama ini namun setelah kami melihat juga di sampaikan oleh Ibu Nurul Arifin tadi kemudian pak Ketua juga, kemudian kami lihat juga di dlam Undang-undang tentang Komisi Yudisial yang 22 Tahun 2004 memang ini di cantumkan daftar riwayat hidup, ijasah asli, surat keterangan sehat jasmani rohani kemudian daftar kekayaan dan nomor wajib pajak. Jadi saya pikir ini kami bisa menerima bahwa hal ini di cantumkan artiya syarat-syarat administratif ini sekurang-kurangnya sudah harus ada menjadi syarat pada setiap lembaga itu nanti dalam menseleksi calon-calonnya, ini kami setuju. Makasih. KETUA RAPAT: Pemerintah dari saya kalau tidak setuju dari tadi kok setuju terus nih, setuju ya dicantumkan tetap.

    (RAPAT: SETUJU) Jadi usul dari DPR ini yang digunakan terus berikutnya adalah terkait dengan umur ya. Bapak dan Ibu sekalian. Terkait dengan Pasal 23 Dim 112 Hakim Konsistusi diberhentikan dengan hormat telah berusia 65 Tahun, catat mengenai ketentuan usia pensiun Hakim Konsistusi diubah menjadi 65 Tahun, maka implikasinya Pasal 15 Ayat (2) huruf D Rancangan Undang-undang Mahkamah Konstitusi juga harus disesuaikan lihat DIM 85. Berdasarkan keterangan dari Kementerian PAN dalam perkembangan Panja tanggal 31 Januari 2011, apabila dibandingkan dengan peraturan kepegawaian usia pensiun adalah 65 Tahun. Memang disini harus ada penyegaran, jangan sampai memang beda antara DIM Mahkamah Agung dengan Hakim Konsistusi, Hakim Konsistusi itu bekerja dari pagi sampai malam hari tiada hari tanpa rapat saking sibuknya dan berhadapan langsung publik. Beda dengan Mahkamah Agung yang hanya dengan administratif. Maka oleh sebab itu usulnya adalah paling muda paling rendah itu sesuai dengan ketentuan adalah usia paling rendah ini bukan 45 kemarin 47 Tahun dan paling tinggi adalah 60 Tahun. Sehingga pensiun pada usia 65 Tahun kurang lebih.

    Silahkan Pemerintah kalau mau menanggapi terkait dengan umur, ya terkait dengan umur ini kami minta izin dari Deputi Kementerian PAN dan reformasi birokrasi untuk menjelaskan kemudian juga membandingkan tentang usia-usia pensiun di PNS kemudian juga dipejabat-pejabat negara dan juga bagaimana analisisnya terhadap kinerja yang selama ini dan terkait juga dengan volume dan beban kerja di masing-masing pejabat yang terkait dengan umurnya itu. Kami persilakan. PEMERINTAH: Baik terima kasih Bapak Ketua Panja. Yang saya hormati Bapak Ibu anggota dewan yang saya hormati. Terkait dengan batas usia pensiun sebagaimana pernah kami sampaikan pada pensiun PNS itu, pensiun diusia 56. Namun dalam beberapa hal, beberapa jabatan tertentu maka bisa diperpanjang untuk jabatan struktural bisa sampai 60 bahkan 62.

    9

  • Jadi paling tinggi jabatan struktural berhenti pada usia 62 itu Eselon 2 60, Eselon 1 62. Sedangkan untuk jabatan-jabatan lain tertentu yang sifatnya fungsional profesional seperti guru besar, Hakim pada Mahkamah Agung, Hakim pada peradilan tinggi, panitera, guru dan sebagainya bervariasi. Sesuai dengan Undang-Undang Mahkamah Agung, Hakim Mahkamah Agung bisa sampai 70 Tahun. Hakim Pengadilan Tinggi 65 Tahun, Panitera Pengadilan Tinggi 62 Tahun. Sedangkan sesuai dengan Undang-Undang guru dan dosen, guru besar bisa sampai 70 Tahun dan guru bisa 60 Tahun. Kenapa kami sampaikan kembali ini karena waktu kemarin itu 60 Tahun itu pada umumnya dan kalau itu Bapak Ketua menyampaikan suatu pemikiran bahwa ini kerja berat, kalau Mahkamah Agung kan sampai 70 Tahun. Kalau disini kelihatannya disini maka Pak Dirjen sudah ada pesan dari Pak Menteri silahkan disampaikan bukan saya kapasitas untuk menyampaikan. Silakan Pak Dirjen saya kembalikan. DIRJEN: Baik jadi memang dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang sekarang itu usia pensiun Hakim Mahkamah Konstitusi itu 67. Kalau Mahkamah Agung sebelum sampai 70 kemarin 65 dan dapat diperpanjang menjadi 67 lalu dengan Undang-Undang yang merubah Undang-Undang Mahkamah Agung yang lalu dapat sampai 70. Ini kemudian lalu dikaji didiskusikan terkait dengan volume kerja, beban kerja dari Mahkamah Konstitusi itu mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dan juga memang berhadapan dengan para pihak dan juga dinamikanya. Maka memang perlu dipikirkan bahwa usia sampai 67 itu menjadi beban berat juga bagi Hakim yang bersangkutan. Oleh sebab itu diserahkan kepada Bapak Ibu yang membentuk Undang-Undang untuk juga memikirkan hal seperti itu apakah masih kita rela para Hakim Konsistusi bekerja sampai usia 67 atau kita melihat kemaslatannya sehingga dengan demikian usia itu dapat kita lihat baik termasuk kemaslatan kerjanya dan kemaslatan para Hakim yang menanggung atau memikul beban tugas tersebut, saya kira itu Pak. KETUA RAPAT: Silahkan Pak Suding. F-HANURA (H. SARIFUDDIN SUDDING, S.H., M.H.): Terima kasih atas kesempatan ini. Saya kira ini memang perlu ada satu pemikiran yang sama antara kita dengan pihak Pemerintah juga harus bersinergikan dengan Undang-Undang Mahkamah Agung karena ini adalah satu lembaga tinggi negara dalam bidang yudisial dalam posisi kesetaraan. Ketika misalnya dalam Undang-Undang Mahkamah Agung kemarin memang dalam pembahasan sudah disepakati tentang usia pensiun itu 70 Tahun ini saya kira akan muncul pertanyaan. Ketika misalnya Hakim Mahkamah Konstitusi ini justru dibawah dari usia pensiun yang ada di Mahkamah Agung.

    Justru saya berpikiran terbalik Ketua saya kira bukan hanya kita jangan hanya melihat beban kerja dan segala macam, justru Hakim-Hakim di Mahkamah Konstitusi adalah suatu orang-orang negarawan yang memang diperlukan pemikiran-pemikiran yang matang dalam usia yang katakanlah sampai batas usia 70 Tahun, memang orang-orang disana harus butuh kematangan. Karena memang yang dia tugaskan fungsinya ini adalah orang-orang yang selalu berpikiran tentang konsistusi, memperbaiki konteks ketata negaraan kita. Ketika misalnya umur-umur 65-67 saya kira

    10

  • kita bisa lihatlah ambil contoh saja ketika misalnya Pak Jimli kemarin dalam usia yang begitu produktif sampai usia 70 Tahun itu masih memungkinkan. Saya kira saya tetap mengusulkan agar Undang-Undang Mahkamah Konstitusi disenergikan masa usia pensiun dengan Undang-Undang Mahkamah Agung. Terima kasih Ketua. KETUA RAPAT: Ada lagi teman-teman anggota, kita pending ya untuk lobi dahulu terkait dengan ini bagaimana ini, pending dahulu?

    (RAPAT: SETUJU)

    Sudah ya, terkait dengan PAW oh iya.

    Bapak dan Ibu sekalian. Terkait dengan DIM 128 itu masih banyak DIMnya itu, 128 adalah apabila Hakim Konstitusi diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, lembaga yang berwenang mengajukan pergantian antar waktu Hakim Konsistusi sesuai dengan syarat-syarat tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 18 dan Pasal 20 yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden, Pemerintah mengusulkan dihapus karena ketentuan ini secara substantif sudah ada dalam DIM 135 usul Pemerintah, apa 135. Usul Pemerintah Pasal 26 Ayat (3) dengan perubahan jangka waktu menjadi dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kerja disesuaikan Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Nomer 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, lembaga berwenang sebagaimana yang dimaksud makna ini. Cuman ini intinya adalah PAW itu meneruskan sisa masa jabatan, atau PAW itu dia begitu PAW 5 Tahun, seperti misalnya Musro, Musro itu 1 Tahun atau 5 Tahun. Karena lembaga ini adalah per 5 Tahun adalah mengisi sisa masa jabatan atau begitu dia PAW dia mengisi 5 Tahun masa jabatan. PAW itu kalau anggota DPR PAW ya sisa masa jabatan jadi kita setuju sisa ya karena DPR itu adalah DPR sisa masa. Pemerintah silakan. PEMERINTAH: Jadi memang di Pasal 26 Undang-Undang yang sekarang itu dalam hal terjadi kekosongan Hakim Konsistusi karena berhenti atau diberhentikan, lembaga yang berwenang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 Ayat (1) itu DPR, Mahkamah Agung atau Presiden mengajukan kepada Presiden dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kerja sejak terjadinya kekosongan. Kemudian keputusan tentang pergantian tersebut paling lambat 7 hari sejak pengajuan diterima Presiden. Dari Pemerintah ingin menambahkan di Ayat (5), Hakim Konsistusi yang mengantikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) untuk masa jabatan 5 Tahun. KETUA RAPAT: Setuju ya sama DPR, sisanya saja bisa disetujui ya tanggunglah sama Pak Menteri setuju itu.

    11

  • PEMERINTAH: Saya akan laporkan dahulu ini. KETUA RAPAT: Telepon dahulu Pak Menteri sisa apa ini, supaya kita bisa ketok ini jangan terlalu banyak yang dipending. Kita lanjut ya, pending sebentar kita lanjut yang lain.

    (RAPAT: SETUJU) Karena di DPR ini tidak mengenal 5 Tahun 5 Tahun adalah sisanya saja, lanjut dengan pidana tadi. Jdi alternatif pidana ini jangan disebutkan 5 Tahun baru dia bisa diganti, karena Mahkamah Konstitusi itu adalah negarawan hukumannya berapa pun harus diganti, setuju ya teman-teman. Ya kalau misalnya Hakim Mahkamah Konstitusi adalah negarawan, karena dia dihukum seTahun masa tidak diganti dia jadi pidana begitu. Bibit Chandra saja baru tersangka sudah suruh keluar ini orang pidana 1 Tahun bukan 5 Tahun masa tidak bisa diganti. Maka disini terpidana berapa pun terkena pidana harus diganti Hakim Konsistusi. Silakan. F-PG (FERDIANSYAH, S.E., M.M.): Yang perlu diklarifikasi bersama adalah kalau dia terkena hukuman kaya misalnya anggota DPR, kalau lebih dari 5 Tahun berarti tidak punya hak untuk dipilih itu yang perlu diwaspadai juga. Artinya disini apakah akan mengatur seperti itu statusnya nanti kan akan mengarah seperti itu dalam hal dia sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi itu Pimpinan yang perlu kita klarifikasi. Yang kedua kalau memang seperti itu berarti konsistensinya adalah sebenarnya sudah terjawab yaitu pada posisi antar waktu itu otomatically jadi sisanya, jadi itu Pimpinan. KETUA RAPAT: Dari Pemerintah terkait dengan Pasal berapa itu ya, 116 coba 116 disitu dikatakan adalah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 Tahun atau lebih.

    Jadi kalau orang yang kena pidana itu berdasarkan incra ya mau 1-2 Tahun ya dia harus diberhentikan jadi Hakim Konsistusi kan negarawan, masa negarawan seorang pidana. Setuju ya kita hilangkan artinya kita memilih lebih negarawan lebih teladan lebih baik kualitasnya dan mudah-mudahan orang seperti itu ya cukup banyak. Jadi yang diancam dengan pidana penjara 5 Tahun itu kita drop saja setuju ya, karena ini Hakim Konsistusi ini agak beda ini, beda dengan anggota DPR, anggota DPR lulusan SMA boleh tidak negarawan juga boleh ini agak lebih. Tetapi kalau konsistusi karena dari kami yang harus negawaran yang tidak pernah diancam pidana penjara, tetapi incra harus betul incra dijatuhi pidana penjara berdasarkan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Karena melakukan tindak pidana yang diancam, tidak usah pakai diancam. Karena melakukan tindak pidana cukup itu saja.

    12

  • F-PG (FERDIANSYAH, S.E., M.M.): Pimpinan. Boleh kami jelaskan saja dalam penjelasan mungkin bisa untuk menetapkan supaya jangan sampai ini saya paham ini bahasa tegas dari Pimpinan, tetapi tadi ada kesulitan pemahaman atau tafsiran nanti dijelaskan dalam penjelasan. Kalau ada kesulitan dalam hal penafsiran yang berbeda. Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT: Ya tindak pidana kejahatan, pidana umum dan khusus begitu, pidana kejahatan asusila itu, kalau asusila melanggar salah satu sila berarti asusila begitu ya, tindak pidana kejahatan setuju ya?

    (RAPAT: SETUJU)

    Setuju ya, tadi bagaimana Pak Dirjen? DIRJEN: Ya akan kami sampaikan dahulu ke Pak Menteri mengenai batas usia, batas masa jabatan apakah meneruskan sisa masa jabatan yang digantikan atau sampai 5 Tahun. Karena kalau disimulasikan nanti sampai masa batas jabatan yang digantikan itu kemungkinan terjadi bahwa yang digantikan itu akan terjadi kekosongan sehingga Mahkamah Konstitusi tidak dapat bersidang. Ini harus kita, mungkin harus kami singung sedikit kalau negara lain tidak terkait dengan akan terhambatnya tugas pokok fungsi mereka untuk melaksanakan tugas mereka. KETUA RAPAT: Sebetulnya tidak usah takut Pak Dirjen, vacum of power itu kalau tidak ada negosiasi yang jelas maka dengan sendirinya begitu terjadi PAW, PAW itu 5 Tahun maka dengan sendirinya PAW itu kan 1-2 tidak mungkin dengan sendirinya. Maka Pemerintah melakukan fit and proper test sebelum berakhir nanti ada disini ketentuannya.

    Jadi dengan sendirinya tidak ada vacum of power didalam mengelola Mahkamah Konstitusi, maka kalau ada tingkat 1 PAW itu orang lain tidak ada dia sendirian, memang dia bisa bersidang sendirian tidak bisa juga. Maka dengan sendirinya ada tenggang waktu, limit waktu 5 Tahun jadi per 5 Tahun terjadi pergantian kalau dia mau ikut lagi boleh. Disini juga harus kita batasi Hakim Konsistusi itu hanya boleh dua kali saja, jangan karena dia muda 40 sekian Tahun masuk dia terus berulang-ulang 3-4 kali menjadi Hakim Konsistusi nanti malah abuse of power. Kan nanti jadi berlebihan dia terlalu lama merasa lebih besar, bagaimana Pak? DIRJEN: Saya konsultasikan dahulu. KETUA RAPAT: Oke kalau begitu kita pending.

    (RAPAT: SETUJU)

    13

  • Selesai ya, ada lagi tinggal 2 berarti ya, oke.

    Bapak dan Ibu sekalian. Syukur alhamdulilah kita sudah selesaikan tinggal ada beberapa yang dipending ini yang terkait dengan umur dan terkait dengan PAW ya mudah-mudahan selanjutnya nanti kita agendakan dan tolong nanti dari Pemerintah sudah mau finalkan itu. Demikian terima kasih dengan mengucap hamdallah, alhamdulilah hirobil alamin rapat ditutup

    (RAPAT DITUTUP PADA PUKUL 15.25 WIB)

    Jakarta, 7 Februari 2011

    Sekretaris Rapat,

    Drs.Djaka Dwi Winarko, M.Si

    14

    DEWAN PERWAKILAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA