determinan sikap dan intensi membeli produk fashion palsu

18
1 DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU Chairy dan Taysa Yuliana Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia Email: [email protected] ; [email protected] Abstrak: Produkfashion terutama produk dengan merk luar negeri yang terkenal banyak dipalsukan termasuk di Indonesia. Alasan utama keberadaan produk palsu adalah adanya permintaan yang kuat atas produk ini. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan keinginan konsumen untuk membeli produk fashion palsu. Berdasarkan studi literatur dan penelitian sebelumnya, diperkirakan kualitas produk, harga, dan scarcity merupakan determinan sikap dan intensi membeli produk palsu. Populasi penelitian ini adalah para mahasiswa tingkat sarjana yang merupakan konsumen produk fashion palsu. Sampel penelitian sebanyak 200 responden ditarik dengan menggunakan teknik convenience sampling. Dengan menggunakan analisis regresi, hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas produk, harga, dan scarcity merupakan faktor yang mempengaruhi sikap konsumen terhadap produk fashionpalsu secara signifikan. Selanjutnya sikap konsumen mempengaruhi intensi mereka untuk membeli produk fashion palsu secara signifikan. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan penjelasan logis tentang mengapa konsumen ingin membeli produk fashion palsu. Hasil penelitian juga bermanfaat bagi pemilik dan pemasar produk asli dalam melindungi produk mereka dari pemalsuan. Katakunci: kualitas produk, harga, scarcity, sikap, intensi membeli. Abstract: Fashion productsespecially foreign branded items are easy to find in retail market including in Indonesia. The main reason of the existence of counterfeit product is the high demand for this product. The aim of this research is to investigate factors affecting attitude toward counterfeit products and intention to buy counterfeit products. Based on literature study and previous research, it is predicted that product quality, price, and scarcity are the determinants of attitude and intention to buy counterfeit products. The population of this study is university students who are also the consumer of counterfeit products. Using convenience sampling, 200 respondents were drawn. Regression analysis showed that product quality, price, and scarcity are the predictors of attitude towards counterfeits product. Further, attitude affected intention to buy counterfeit product significantly. The result of this research provides explanation of why consumers like and intent to buy counterfeit products. This research also provide guidances for original product producers to protect their product from counterfeited Keywords: product quality, price, scarcity, attitude, intention to buy

Upload: dindowae

Post on 26-Dec-2015

59 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

TRANSCRIPT

Page 1: DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

1

DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

Chairy dan Taysa Yuliana

Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia Email: [email protected]; [email protected]

Abstrak: Produkfashion terutama produk dengan merk luar negeri yang terkenal banyak dipalsukan termasuk di Indonesia. Alasan utama keberadaan produk palsu adalah adanya permintaan yang kuat atas produk ini. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan keinginan konsumen untuk membeli produk fashion palsu. Berdasarkan studi literatur dan penelitian sebelumnya, diperkirakan kualitas produk, harga, dan scarcity merupakan determinan sikap dan intensi membeli produk palsu. Populasi penelitian ini adalah para mahasiswa tingkat sarjana yang merupakan konsumen produk fashion palsu. Sampel penelitian sebanyak 200 responden ditarik dengan menggunakan teknik convenience sampling. Dengan menggunakan analisis regresi, hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas produk, harga, dan scarcity merupakan faktor yang mempengaruhi sikap konsumen terhadap produk fashionpalsu secara signifikan. Selanjutnya sikap konsumen mempengaruhi intensi mereka untuk membeli produk fashion palsu secara signifikan.Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan penjelasan logis tentang mengapa konsumen ingin membeli produk fashion palsu. Hasil penelitian juga bermanfaat bagi pemilik dan pemasar produk asli dalam melindungi produk mereka dari pemalsuan. Katakunci: kualitas produk, harga, scarcity, sikap, intensi membeli.

Abstract: Fashion productsespecially foreign branded items are easy to find in retail market including in Indonesia. The main reason of the existence of counterfeit product is the high demand for this product. The aim of this research is to investigate factors affecting attitude toward counterfeit products and intention to buy counterfeit products. Based on literature study and previous research, it is predicted that product quality, price, and scarcity are the determinants of attitude and intention to buy counterfeit products. The population of this study is university students who are also the consumer of counterfeit products. Using convenience sampling, 200 respondents were drawn. Regression analysis showed that product quality, price, and scarcity are the predictors of attitude towards counterfeits product. Further, attitude affected intention to buy counterfeit product significantly. The result of this research provides explanation of why consumers like and intent to buy counterfeit products. This research also provide guidances for original product producers to protect their product from counterfeited Keywords: product quality, price, scarcity, attitude, intention to buy

Page 2: DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

2

PENDAHULUAN

Produk palsu dapat diibaratkan sebagai pedang bermata dua, pada satu sisi keberadaan

produk palsu merugikan produsen produk asli, pada sisi yang lain permintaan akan produk

palsu tetap tinggi dari masa ke masa. Produk palsu digunakan oleh sekelompok konsumen

untuk mengecohkan kelas sosial dirinya agar terlihat lebih tinggi (Eisend dan Schuchert-

Guler, 2006).

Salah satu produk yang sering dipalsukan dan dibeli konsumen adalah produk

fashionkhususnya produk fashion mewah dengan merek yang terkenal. Hidayat dan

Diwasasri(2013) melaporkan bahwa membeli produk palsu adalah hal yang umum terjadi di

Indonesia. Kenyataan ini dapat dimaklumi karena perilaku ini dapat dengan mudah dilihat

dibeberapa pusat perbelanjaan tertentu di Jakarta yang menjual produk palsu terutama produk

fashion. Produk palsu ini diberi label sebagai produk “KW Super” untuk produk palsu dengan

kondisi fisik produk yang mendekati asli dan “KW 1” untuk produk palsu dengan kualitas

lebih rendah, dan seterusnya. Produk palsu ini disinyalir berasal dari salah satu negara besar

di Asia yang sejak lama terkenal kemampuannya untuk meniru produk fashion mahal kelas

dunia.Salah satu barang yang sering dipalsukan dan dibeli konsumen adalah barang mode

atau fashionkhususnya untuk barang fashion mewah dengan merek yang terkenal

Pemalsuan produk bermerek terkenal (branded item) memang sudah menjadi fenomena

biasa dan terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Aktivitas pemalsuan ini telah menjadi

sebuah epidemik dan merugikan industri fashion (Cheek dan Easterling, 2008). Tumbuhnya

aktivitas pemalsuan branded item sejalan dengan berkembangnya perdagangan global dan

munculnya pasar-pasar baru, majunya perkembangan teknologi, dan meningkatnya barang-

barang yang dianggap bernilai untuk dipalsukan (Wee, Tan, dan Cheok, 1995). Alasan utama

dipalsukannya branded item adalah mudahnya produk ini dijual dan rendahnya biaya untuk

menghasilkan produk palsu (Shultz dan Soporito, 1996).

Page 3: DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

3

Dari sisi konsumen, terdapat beberapa alasan yang membuat seorang konsumen

berminat membeli produk fashion palsu yaitu antara lain karena konsumen

menganggapproduk fashion palsu tidak memberikan dampak langsung yang merugikan bagi

mereka, harga produk palsu umumnya lebih murah sehingga mereka merasa seolah-olah

sebagai wise shoppers.

Beberapa peneliti melaporkan alasan utama konsumen membeli produk palsu.

Cheekdan Easterling (2008) mengatakan bahwa konsumen cenderung merasa bahwa

pembelian produk palsu tersebut tidak akan merugikan pemilik merek asli. Menurut Bloch,

Bush, dan Campbell(1993),konsumen cenderung membeli produk palsu karena alasan daya

beli yang lemah. Cordel, Wongtada, dan Kieschnick(1996) menambahkan bahwa tingginya

permintaan akan produk palsu karena kualitas dari produk palsu telah sedemikian baiknya

sehingga tidak jauh berbeda dibandingkan dengan produk aslinya. Sejalan dengan berbagai

alasan di atas, permintaan konsumen akan produk palsu terus meningkat karena konsumen

ingin mengejar status dan berharap dianggap sadar akan fashion(Eisend dan Schuchert-Guler,

2006).

Mempertimbangkan tingginya permintaan produk fashion palsu, penelitian ini

menyelidiki determinan sikap dan intensi membeli produk fashion palsu. Yang tercakup

sebagai produk fashion palsu antara lain tas, kacamata, jam tangan, sepatu, bajudan lain-

lain.Berangkat dari penelitian Eisend dan Schuchert-Guler (2006) yang membagi determinan

pembelian produk palsu yang terdiri dari faktor individu, produk, sosial dan budaya, dan

situasi pembelian, penelitian ini berfokus pada faktor produk yaitu kondisi produk palsu.

Variabel yang diteliti adalah kualitas produk palsu, harga produk palsu dan scarcity

(kelangkaan produk palsu). Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menyelidiki

pengaruh scarcity produk asli terhadap intensi membeli produk palsu, penelitian ini

menyelidik efek dari scarcity produk palsuterhadap intensi membeli produk palsu. Hasil

Page 4: DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

4

penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan baik bagi produsen produk asli dalam

mengurangi aktivitas pemalsuan produknya maupun oleh pengambil keputusan kebijakan

publik dalam menyusun kebijakan publik.

LANDASAN TEORI, KAJIAN EMPIRIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Kualitas Produk

Menurut Kotler dan Keller (2011), produk adalah apa saja yang ditawarkan ke pasar

untuk memenuhi atau memuaskan keinginan dan kebutuhan pelanggan, termasuk barang

yang berbentuk fisik, jasa, pengalaman, acara, orang, tempat, perlengkapan, organisasi,

informasi, dan ide. Keberhasilan suatu produk tidak lepas dari kualitas produk itu sendiri.

Kotler dan Keller (2011) mendefinisikan kualitas produk sebagai keseluruhan ciri atau sifat

barang dan jasa yang berpengaruh pada kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang

dinyatakan maupun yang tersirat. Dengan demikian kualitas produk adalah kesempurnaan

dan kesesuaian sejumlah atribut atau sifat-sifat yang dideskripsikan didalam produk (barang

dan jasa) beserta sejauh mana produk itu dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan

kegunaan dan persyaratan yang diberikan untuk memenuhi harapan-harapan pelanggan.

Pengertian di atas tidak membedakan antara produk asli dengan produk palsu

Karakteristik kualitas dari suatu produk sangat multidimensional, karena produk dapat

memberikan kepuasan dan nilai kepada pelanggan dalam banyak cara. Karakteristik beberapa

produk secara kuantitatif mudah ditentukan, seperti berat, panjang, dan waktu penggunaan.

Namun beberapa katakteristik yang lain seperti daya tarik produk adalah bersifat kualitatif.

Berdasarkan perspektif kualitas, Garvin (1987) mengembangkan dimensi kualitas ke

dalam delapan dimensi yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan strategis. Kedelapan

dimensi tersebut adalah: (1) performance (kinerja), yang merupakan persepsi pelanggan

terhadap manfaat inti dari produk yang digunakan oleh pelanggan; (2) features (ciri-ciri),

Page 5: DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

5

yang merupakan persepsi pelanggan terhadap ciri-ciri produk yang menunjang manfaat lini

produk untuk membedakan produk perusahaan dengan pesaing; (3) reliability (keandalan),

yang merupakan persepsi pelanggan terhadap keandalan produk yang dinyatakan dengan

garansi atau jaminan produk tidak rusak sebelum masa kadaluwarsa yang ditetapkan; (4)

conformance (kesesuaian), yang merupakan persepsi pelanggan akan tingkat kesesuaian

produk atas standar yang ditetapkan; (5) durability (daya tahan), yang merupakan persepsi

pelanggan terhadap umur ekonomis produk yang akan digunakan; (6) serviceability

(kemudahan perbaikan), yang merupakan persepsi pelanggan terhadap pelayanan yang

diberikan perusahaan kepada pelanggan ketika menggunakan produk; (7) aestethics

(keindahan), yang merupakan persepsi pelanggan terhadap daya tarik produk yang ditangkap

oleh panca indra; (8) perceived quality (kualitas yang dipersepsikan), yang merupakan citra

sebuah produk serta citra dan tanggungjawab perusahaan terhadap produk. Baik produk asli

maupun produk palsu memiliki karakteristik maupun dimensi kualitas yang tidak berbeda.

Harga Produk

Harga merupakan jumlah uang yang harus konsumen bayarkan untuk mendapatkan

produk. Harga adalah bagian penting dan tidak dapat dipisahkan dari bauran pemasaran

karena merupakan faktor penentu dari permintaan pasar untuk barang dan jasa tersebut

(Kotler dan Keller, 2011). Harga didefinisikan sebagai jumlah yang ditagihkan untuk suatu

produk atau jasa, jumlah nilai yang dipertukarkan konsumen untuk manfaat memiliki atau

menggunakan roduk atau jasa

Menurut Peter dan Olson (2009), harga adalah sesuatu yang harus diserahkan sebagai

ganti pembelian dari barang dan jasa.Berdasarkan dua pengertian di atas dapat disimpulkan

bahwa harga adalah sejumlah nilai uang yang ditagih, termasuk waktu dan usaha yang

ditawarkan untuk mengkonsumsi serta menggunakan produk dan jasa. Pada saat pelanggan

membeli produk, pelanggan menukar sejumlah nilai (uang) dengan sejumlah nilai lain

Page 6: DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

6

(manfaat atas memiliki atau menggunakan produk). Pelanggan yang berorientasi pada harga

mengharapkan mendapatkan manfaat dari produk yang diterima sebanding dengan uang yang

dibelanjakan.

Harga mempunyai peranan penting dalam keberhasilan pemasaran produk. Pertama,

harga adalah salah satu faktor penentu jumlah permintaan produk dipasar. Kedua, harga

menentukan jumlah hasil penjualan dan keuntungan. Ketiga, harga dapat mempengaruhi

segmen pasar yang dapat ditembus perusahaan. Keempat, harga dan strategi harga

mempengaruhi keberhasilan distribusi produk. Terakhir, harga mempunyai pengaruh

terhadap implementasi program promosi penjualan. Dengan demikian menjadi jelas bahwa

harga produk palsu ikut menentukan keberhasilan pemasaran suatu produk palsu.

Scarcity (Kelangkaan Produk)

Lynn (1991) mendefinisikan scarcity (kelangkaan)sebagai terbatasnya jumlah produk

yang dihasilkan dari pasokan yang terbatas. Dengan demikian scarcity adalah terbatasnya

jumlah produk yang diproduksi dari penawaran yang terbatas sehingga tidak dapat memenuhi

semua permintaan konsumen.

Literatur perilaku konsumen banyak membahas aspek scarcity suatu produk. Scarcity

memiliki kaitan dengan persepsi nilai suatu produk atau merk. Menurut Solomon (2013),

seperti halnya orang (manusia), suatu produk akan terlihat lebih menarik apabila tidak

tersedia atau terbatas ketersediaannya. Kondisi ini yang menjelaskan mengapa produk

“limited edition” terlihat lebih menarik.

Eisend dan Schuchert-Guler (2006) menjelaskan bahwa kelangkaan produk asli

mempengaruhi permintaan baik terhadap produk asli maupun produk palsu. Dalam penelitian

ini scarcityyang dibahas adalah scarcity produk fashionpalsu.

Sikap terhadap Produk Palsu

Page 7: DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

7

Menurut Schiffman dan Kanuk (2009), sikap merupakan evaluasi keseluruhan atas

suatu objek. Matos, Ituassu, dan Rossi (2007) menjelaskan bahwa sikap adalah

kecenderungan psikologis yang diekspresikan dengan mengevaluasi entitas tertentu melalui

tingkat suka atau tidak disukai.Dalam penelitian ini entitas yang dimaksud adalah produk

palsu (counterfeits). Dengan demikian sikap terhadap produk palsu dapat dikatakan sebagai

evaluasi konsumen terhadap suatu produk palsu, apakah konsumen memiliki sikap positif

atau sebaliknya terhadap suatu produk palsu.

Dalam pemasaran, sikap merupakan salah satu konstruk terpenting karena berkorelasi

dengan keinginan seseorang untuk membeli suatu produk. Dengan demikian sikap

merupakan salah satu faktor yang dapat menjelaskan perilaku konsumen. Menurut Schiffman

dan Kanuk (2009), sikap cenderung konsisten dengan perilaku yang timbul karena itu apabila

konsumen memiliki sikap yang positif terhadap produk palsu, maka perilaku yang ditunjukan

cenderung konsisten dengan sikap yang dimilikinya. Berbagai faktor mempengaruhi

pembentukan sikapdiantaranya adalah kualitas produk.

Prendegast, Chuen, dan Phau (2002) memperlihatkan bahwa untuk produk pakaian,

kualitas merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam keputusan

pembelian mereka.Shaharudin et al (2011) memperlihatkan adanya kaitan yang positif antara

kualitas produk dengan sikap konsumen terhadap produk itu. Dalam konteks produk palsu

diperkirakan kualitas produk palsu mempengaruhi sikap konsumen terhadap produk palsu

dimaksud. Dengan demikian dapat disusun hipotesis pertama dalam penelitian ini sebegai

berikut:

H1: Kualitas produk palsu mempengaruhi sikap konsumen terhadap produk palsu

Selain kualitas produk, diperkirakan harga juga mempengaruhi sikap konsumen

terhadap produk palsu. Penelitian yang dilakukan oleh Haque, Arun, dan Sabbir (2011)

Page 8: DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

8

memperlihatkan adanya beberapa faktor penting yang mempengaruhi pemilihan produk

bajakan (palsu), salah satunya adalah harga produk palsu. Semakin terjangkau harga suatu

produk palsu maka semakin baik evaluasi konsumen terhadap produk palsu dimaksud.

Bloch et al (1993) menyelidiki perilaku konsumen Amerika dewasa untuk produk

pakaian dan menemukan adanya pengaruh harga dalam keputusan pembelian produk palsu.

Demikianjuga, Prendegast et al (2002) memperlihatkan bahwa untuk produk pakaian, harga

merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam keputusan pembelian

mereka.Dengan demikian diperkirakan harga produk palsu mempengaruhi sikap konsumen

terhadap produk palsu sehingga hipotesis kedua dapat disusun sebagai berikut:

H2: Harga produk palsu mempengaruhi sikap konsumen terhadap produk palsu

Faktor ketiga dalam penelitian ini yang diduga mempengaruhi sikap konsumen terhadap

produk palsu adalah kelangkaan produk palsu. Ketersediaan produk palsu diperkirakan juga

mempengaruhi keputusan pembelian konsumen atas produk palsu. Morres dan Dhaliwal

(2004) serta Morres dan Dhillon (2000) memperlihatkan bahwa ketersediaan produk bajakan

membuat produk bajakan menjadi menarik untuk dibeli.

Solomon (2013) memperlihatkan enam faktor psikologis yang dapat mengubah sikap

konsumen yaitu reciprocity (timbal balik), authority (otoritas sumber), consistency

(konsistensi perilaku), liking(kesukaan), consensus (mempertimbangkan perilaku individu

lain), dan scarcity (kelangkaan produk). Dengan demikian jelas bahwa kelangkaan produk

dapat menimbulkan persepsi yang positif terhadap suatu produk. Semakin langka suatu

produk maka konsumen akan menilai semakin positif terhadap produk tersebut. Selanjutnya,

dapat disusun hipotesis ketiga sebagai berikut:

H3: Kelangkaan produk palsu mempengaruhi sikap terhadap poduk palsu

Page 9: DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

9

Intensi Membeli Produk Palsu

Menurut Khan, Ghauri, dan Majeed (2012), intensi membeli adalah niat dari seorang

individu untuk membeli suatu merek tertentu. Sebelum melakukan pembelian biasanya

individu telah melakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap produk yang akan dibeli. Intensi

membeli adalah kemungkinan konsumen untuk merencanakan atau bersedia untuk

melakukan pembelian atas suatu produk atau jasa tertentu di kemudian hari (Wu, Yeh, dan

Hsiao, 2011).

Schiffman dan Kanuk (2009) mengemukakan bahwa intensi membeli dapat mengukur

kemungkinan konsumen dalam melakukan pembelian atas produk, dimana semakin tinggi

intensi membeli, maka akan semakin tinggi pula keinginan konsumen untuk membeli produk.

Selain itu, intensi membeli menandakan bahwa konsumen akan mengumpulkan informasi

berdasarkan pengalaman, preferensi, dan lingkungan eksternal mereka, kemudian

mengevaluasi alternatif yang ada dan membuat keputusan pembelian. Dengan demikian

intensimembeli produk palsu adalah niat dari seseorang untuk membeli suatu produk palsu.

Studi sebelumnya memperlihatkan adanya hubungan yang erat antara sikap dan

intensi membeli termasuk membeli produk palsu. Wee et al (1995) mengatakan bahwa sikap

yang positif terhadap produk palsu akan meningkatkan niat membeli produk palsu tersebut.

Sebaliknya semakin negatif sikap konsumen terhadap produk palsu maka akan semakin kecil

kemungkinan konsumen untuk membeli produk palsu. Cheng, Fu, dan Tu (2011)

menggunakan Theory of Planned Behavior untuk menjelaskan intensi konsumen membeli

produk palsu. Hasilpenelitiannya memperlihatkan bahwa sikap mempengaruhi niat konsumen

untuk membeli produk palsu. Dengan demikian dapatdisusun hipotesis keempat sebagai

berikut:

H4: Sikap konsumen terhadap produk palsu mempengaruhi intensi membeli produk

palsu.

Page 10: DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

10

Adapun model penelitiannya adalah sebagai berikut:

Model Penelitian

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menyelidiki

pengaruh kualitas produk, harga produk, dan scarcity terhadap sikap dan intensi membeli

produk palsu. Populasi penelitian ini adalah para mahasiswa tingkat sarjana salah satu

universitas swasta di Jakarta yang juga merupakan konsumen produk palsu.

Sebelum digunakan, kuesioner yang telah disusun diuji coba dengan 30 sampel dari

populasi yang sama. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan sampel

sebanyak 30 ini. Adapun hasil uji validitas memperlihatkan semua nilai corrected item total

correlation untuk masing-masing variabel telah melebihi angka 0,3. Uji reliabilitas dilakukan

dengan menghitung nilai Cronbach Alpha untuk masing-masing variabel. Nilai Cronbach

Alpha untuk variabel kualitas produk, harga, scarcity, sikap, dan intensi membeli berturut

turut sebesar 0,734; 0,839; 0,639; 0,785; 0,785. Dengan demikian dapat dipastikan kuesioner

yang disusun siap untuk digunakan.

Kualitas roduk palsu H1

Sikap terhadap produk palsu

Intensi membeli produk palsu

H2 Harga produk palsu

H4

H3 Kelangkaan produk palsu

Page 11: DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

11

Adapun variabel dalam penelitian ini diukur dengan skala likert 5 poin dari sangat tidak

setuju sampai sangat setuju. Item untuk mengukur kualitas produk diperoleh dari penelitian

sebelumnya dan literatur yang digunakan untuk menjelaskan masing-masing variabel dengan

nilai cronbach alpha seperti disajikan di atas. Item untuk mengukur kualitas produk adalah

daya tahan, kesesuaian, nilai estetika, keandalan, kinerja, fitur, kemudahan perbaikan, dan

persepsi kualitas. Item yang digunakan untuk mengukur harga adalah murah, sesuai kualitas,

pantas, sesuai manfaat, terjangkau. Item yang digunakan untuk mengukur scarcity adalah

keterbatasan kuantitas, edisi terbatas, perrmintaan melebihi pasokan. Item untuk mengukur

sikap adalah menyukai produk palsu, lebih baik membeli produk palsu, produk palsu

memberi manfaat, tidak salah membeli produk palsu. Item untuk mengukur intensi membeli

adalahberkeinginan membeli produk palsu, mempertimbangkan untuk membeli produk palsu,

memutuskan untuk membeli produk palsu.

Setelah lulus uji validitas dan reliabilitas, dengan menggunakan teknik convenience

sampling sebanyak 200 sampel disertakan dalam penelitian ini. Responden terdiri dari 98

perempuan (49%) dan 102 laki-laki (51%). Uang saku responden per bulan berkisar dari

kurang dari satu juta rupiah sampai dengan lima juta rupiah.

Untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat

dalam rangka menjawab hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini, dilakukan uji regresi.

Sesuai prosedur standard uji regresi, untuk memastikan uji regresi layak digunakan maka

dilakukan uji asumsi klasik sebelum data diolah lebih lanjut. Uji asumsi klasik yang

dilakukan meliputi normalitas, heteroskedatisitas, dan multikolinieritas.

HASIL PENELITIAN

Uji Asumsi Klasik

Page 12: DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

12

Uji normalitas dilakukan dengan melihat grafik Normal P-P Plot of Regression

Standardized Residual. Hasilnya memperlihatkan adanya titik-titik dalam grafik yang

mengikuti arah garis diagonal yang menunjukkan terpenuhinya asumsi normalitas. Uji

heteroskedatisitas dilakukan dengan menganalisis diagram scatteerplot masing-masing

variabel terikat dengan sumbu tegak regression studentized residual dan sumbu mendatar

regression standardized predicted value. Titik-titik dalam gambar yang menyebar dan tidak

membentuk pola yang jelas, menunjukkan tidak terjadi heteroskedatisitas.Uji

multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai collinearity statistics. Nilai VIF (variance

inflation factor) yang diperoleh lebih kecil dari 2. Nilai VIF yang lebih kecil dari 10 ini

menunjukan tidak terjadinya multikolinearitas.

Uji Hipotesa

Uji hipotesa mulai dari H1 sampai dengan H4 dilakukan melalui dua kali regresi.

Regresi pertama dilakukan dengan variabel bebas kualitas produk, harga, dan scarcity.

Variabel terikatnya adalah sikap terhadap produk palsu. Hasil uji F disajikan dalam Tabel 1

di bawah ini:

Tabel 1. Uji F

ANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1

Regression 576.174 3 192.058 21.318 .000b

Residual 1765.826 196 9.009 Total 2342.000 199

a. Dependent Variable: ATC (Sikap terhadap Produk Palsu)

b. Predictors: (Constant), S (scarcity), Q (kualitas), P (harga)

Dengan nilai F sebesar 21.318 dan angka sig sebesar 0.000, maka dapat disimpulkan

bahwa model regresi dapat digunakan untuk memprediksi. Paling tidak terdapat satu variabel

bebas (kualitas produk, harga, atau scarcity) mempengaruhi variabel terikatnya (sikap

Page 13: DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

13

terhadap produk palsu). Nilai R square sebesar 0,246 menunjukkan bahwa variabel bebas

yang terdiri dari kualitas produk, harga, dan scarcity mampu menjelaskan variasi pada

variabel terikat sikap terhadap produk palsu sebesar 24,6%. Sisanya dijelaskan oleh variabel

lain yang tidak disertakan dalam model penelitian ini.

Tabel 2. Uji t Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) .393 1.992 .198 .844

PQ (Kualitas) .292 .047 .395 6.210 .000 P (Harga) .298 .092 .208 3.246 .001 S (Scarcity) .313 .105 .203 3.210 .002

a. Dependent Variable: ATC (Sikap terhadap Produk Palsu)

Melalui uji t yang disajikan dalam Tabel 2 diketahui bahwa nilai sig untuk semua variabel

bebas lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian semua variabel bebas secara signifikan

mempengaruhi variabel terikatnya. Dengan kata lain kualitas produk palsu mempengaruhi

sikap konsumen terhadap produk palsu secara positif dan signifikan (H1 didukung data).

Harga produk palsu mempengaruhi sikap terhadap produk palsu secara positif dan signifikan

(H2 didukung data). Scarcity mempengaruhi sikap terhadap produk palsu secara positif dan

signifikan (H3 didukung data).

Untuk menjawab hipotesa ke - 4 dilakukan uji regresi tahap kedua dengan variabel

bebas sikap terhadap produk palsu dan variabel terikat intensi membeli produk palsu. Nilai F

yang dihasilkan dari regresi adalah sebesar 189,701 dengan angka sig sebesar 0,000. Adapun

nilai R square sebesar 0,489. Sedangkan nilai t dan sig masing-masing sebesar 13,773 dan

0.00.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap terhadap produk palsu mempengaruhi

intesi membeli produk palsu secara positif dan signifikan. Hasil ini mendukung H4.

PEMBAHASAN

Page 14: DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

14

Penelitian ini menyelidiki pengaruh kualitas produk, harga, dan scarcity terhadap sikap

dan intensi membeli produk palsu. Dengan menggunakan analisis regresi hasil penelitian

menunjukkan bahwa kualitas produk, harga, dan scarcity mempengaruhi sikapdan intensi

membeli produk palsu secara positif dan signifikan.

Hipoteses pertama yang mengatakan bahwa kualitas produk mempengaruhi sikap

konsumen terhadap produk palsu sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya dan konsep

dasar dalam pemasaran yang mengatakan semakin baik kualitas produk maka konsumen akan

semakin menyukai produk tersebut (Kotler dan Keller, 2011). Hasil ini juga berlaku untuk

produk palsu seperti ditunjukkan dalam penelitian ini.

Namun hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Shaharudin et al (2011), yang menyatakan bahwa kualitas produk tidak memiliki

pengaruh yang positif dan signifikan dengan alasan konsumen melihat elemen lain yang lebih

dari sekedar persepsi kualitas pada keputusan membeli mereka dan hanya mereka sendiri

yang mengerti apa yang sebenarnya mereka cari dan mereka inginkan. Mungkin saja

konsumen membeli produk palsu bukan karena kualitasnya yang baik namun hanya karena

merk yang disandangnya. Namun dalam konteks Indonesia, hasilnya dapat berbeda karena

saat ini konsumen Indonesia bahkan memilih jenis kualitas produk palsu yang ditandai

dengan isilah “KW Super” untuk kualitas produkpalsu terbaik yang mendekati produk asli

dan “KW 1” untuk kualitas di bawah “KW Super”, serta “KW 2” dan seterusnya untuk

kualitas yang lebih rendah lagi. Dengan demikian terlihat bahwa konsumen

mempertimbangkan kualitas produk palsu dalam keputusan pembeliannya

Hipoteseis kedua yang mengatakan harga mempengaruhi sikap konsumen terhadap

produk palsu didukung data. Konsep pemasaran mengatakan harga merupakan salah satu

elemen bauran pemasaran yang dapat membentuk persepsi konsumen terhadap produk yang

ditawarkan (Kotler dan Keller, 2011). Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya

Page 15: DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

15

yang dilakukan olehHaque et al (2011) yang menyatakan terdapat hubungan antara harga dan

persepsi konsumen terhadap produk hasil pembajakan serta penelitian Bloch et al (1993) dan

Prendegast et al (2002) yang menyatakan adanya hubungan antara harga dengan keputusan

pembelian produk fashion.

Hipotesis ketiga yang mengatakan bahwa scarcity mempengaruhi sikap konsumen

terhadap produk palsu juga didukung data. Sejalan dengan Solomon (2013), keterbatasan

produk membuat suatu produk menjadi lebih menarik. Semakin langka suatu produk maka

semakin tinggi liking terhadap produk tersebut. Kondisi ini juga terjadi untuk produk palsu.

semakin terbatas produk palsu yang ditawarkan maka konsumen akan semakin tergerak untuk

mencari produk dimaksud.

Hipotesis keempat atau terakhir dalam penelitian ini yangmengatakan bahwa sikap

mempengaruhi intensi membeli produk palsu didukung data. Sikap positif dipandang sebagai

faktor utama yang mendorong konsumen membeli suatu produk (Schiffman dan

Kanuk,2009). Hasil penelitian ini sejalan dengan pandangan di atas. Semakin konsumen

menyukai suatu produk palsu maka semakin tinggi kemungkinan konsumen untuk membeli

produk palsu tersebut.

Implikasi

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sikap positif konsumen terhadap produk

palsu dipengaruhi oleh kualitas produk palsu, harga produk palsu danscarcity produk palsu.

Dari sisi pemasar produk palsu, ketiga faktor ini akan menjadi perhatian mereka. Namun

penelitian ini tidak ditujukan untuk memberikan saran pada pemasar produk palsu namun

sebaliknya untuk pemasar produk asli.

Para pemasar produk asli perlu memperhatikan dan memahami bahwa ketiga variabel

ini menentukan sikap konsumen terhadap produk palsu. Dengan demikian para produsen dan

pemasar produk asli perlu mendesain produk mereka sedemikian rupa sehingga kualitasnya

Page 16: DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

16

tidak mudah ditiru oleh pembajak produk asli. Atau, apabila para pemalsu ingin

menghasilkan produk yang setara kualitasnya dengan produk asli maka harga produk akan

menjadi mahal atau mendekati harga produk asli. Dengan demikian tidak terdapat alasan bagi

konsumen untuk membeli produk palsu. Produk palsu dengan kualitas sangat rendah tidak

akan menarik bagi konsumen kelas menengah dengan daya beli yang cukup baik. Produk

palsu ini hanya dibeli kalangan menengah bawah yang tidak melihat merk produk palsunya.

Demikian juga produsen produk asli tidak perlu khawatir akan membanjirnya produk

palsu karena pasokan yang berlebihan dari produk palsu juga akan memberi efek merugikan

atas produk palsu itu sendiri. Karena scarcity hanya berlaku untuk produk yang bernilai dan

harga yang cukup tinggi, pemasar produk asli hanya perlu mencermati produk palsu “KW

Super” saja. Dengan berproduksi secara efisien, dapat dihasilkan produk asli dengan harga

yang sangat reasonable sehingga efek scarcity tidak relevan lagi karena konsumen akan lebih

memilih produk asli dengan kualitas yang jauh lebih baik dan harga yang tidak jauh berbeda

dengan produk palsu.

PENUTUP

Kesimpulan dan Rekomendasi

Penelitian ini menyelidiki pengaruh kualtias produk, harga, dan scarcity terhadap

sikap dan intensi membeli produk palsu. Hasil penelitian menunjukan kualitas produk,harga,

dan scarcity mempengaruhi sikap konsumen terhadap produk palsu. Selanjutnya sikap

konsumen mmpengaruhi intensi membeli produk palsu. Hasil penelitian memberikan

rekomendasi bagi pemasar produk asli. Dengan memahami perilaku konsumen produk palsu,

pemasar produk asli dapat menyusun strategi pemasaran yang tepat agar konsumen produk

palsu tidak terrtarik lagi untuk membeli produk palsu. Penelitian ini juga melengkapi hasil

Page 17: DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

17

penelitian sebelumnya dengan memperlihatkan adanya pengaruh scarcity produk palsu

terhadap intensi membeli produk palsu.

Penelitian ini hanya meneliti faktor eksternal konsumen yaitu kualitas produk palsu,

harga, dan scarcity dalam mempengaruhi sikap dan intensi konsumen membeli produk palsu.

Penelitian selanjutnya perlu meneliti aspek lain misalnya aspek internal konsumen dalam

mempengaruhi mereka untuk menyukai dan membeli produk palsu.

DAFTAR PUSTAKA

Bloch, Peter H., Ronald F. Bush, dan Leland Campbell. (1993). Consumer 'Accomplices' in Product Counterfeiting. Journal of Consumer Marketing Vol 10, Iss4, 27-36.

Cheek, W.K. dan C.R. Easterling.(2008). Fashion Counterfeiting: Consumer Behavior Issues.

Journal of Family and Consumer Science, Vol 100, 40-48.. Cheng, Shih – I, Fu, Hwai Hui, dan Tu, Le Thi Cam. (2011). Examining Customer Purchase

Intentions for Counterfeit Products Based on a Modefied Theory of Planned Behavior. International Journal of Humanities and Social Science, Vol 1, No. 10, 278-284.

Cordell, Victor V., Nittaya Wongtada, dan Robert L. Kieschnick, Jr. (1996). Counterfeit

Purchase Intentions: Role of Lawfulness Attitudes and Product Traits as Determinants. Journal of Business Research, Vol 35, No. 1, 35-41.

Eisend, M. dan Pakize Schuchert-Güler. (2006). Explaining Counterfeit Purchases: a Review

and Preview. Academy of Marketing Science Review, Vol 2006, No 12. Garvin, David A. (1987). Competing on the Eight Dimensions of Quality. Harvard Business

Review, November-December, 101-109. Haque, Ahasanul.,Arun K. Tarofder, dan Rahman Sabbir. (2011). Exploring Critical Factors

Choice of Piracy Products: An Empirical Investigation on Malaysian Customers’.European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences, Issue 30, 84-94.

Hidayat, Anas, dan Ayu Hema Ajeng Diwasasri. 2013. Factors Influencing Attitudes and

Intention to Purchase Counterfeit Luxury Brands among Indonesian Consumers.International Journal of Marketing Studies, Vol 5, No. 4, 143-151

Khan, I., T.A. Ghauri, dan S. Majeed. (2012). Impact of Brand Related Attributes on

Purchase Intention of Customers: A study about the Customers of Punjab, Pakistan. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business,Vol 4, Iss 3, 194-200.

Page 18: DETERMINAN SIKAP DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PALSU

18

Kotler, P., dan Kevin L. Keller. (2011). Marketing Management 14th Edition. New Jersey:

Pearson Education. Lynn, M. (1991). Scarcity Effect on Value: A Quantitative Review of the Commodity Theory

Literature. Psychology & Marketing, Vol 8, Iss 1, 43-57. Matos, C. A., C.T. Ituassu, dan C.A.V Rossi. (2007). Consumer Attitudes toward

Counterfeits: A review and Extension. Journal of Consumer Marketing, Vol 24, Iss 1, 36-47.

Moores, Trevor dan Jasbir Dhaliwal. (2004). A Reversed Context Analysis of Software

Piracy Issues in Singapore. Information & Management,Vol 41, 1037-42. Moores, Trevor dan Gupreet Dhillon. (2000). Software Piracy: A View from Hong Kong.

Communications of the ACM,Vol 43, Iss 12, 88-93. Peter, J. P., dan J.C. Olson. (2009). Consumer Behavior and Marketing Strategy. 9th Edition,

Boston: McGraw Hill. Prendergast, Gerard, Leung Hing Chuen, dan Ian Phau. (2002). Understanding Consumer

Demand for Non-Deceptive Pirated Brands. Marketing Intelligence & Planning,Vol 20, Iss 7, 405-16.

Schiffman, Leon G. dan Leslie LazarKanuk. (2009). Consumer Behavior,10th Edition. New

Jersey: Pearson Education, Inc. Shaharudin, M. R., Suhardi WanMansor, Anita Abu Hassan, Maznah Wan Omar, dan Etty

Harzina Harun. (2011). The Relationship between Product Quality and Purchase Intention: The case of Malaysia’s National Motorcycle/Scooter Manufacturer. AfricanJournal of Business Management, Vol 5, Iss 20, 8163-8176.

Shultz, C.J. dan B. Soporito.(1996). Protecting Intellectual Property Strategies and

Recommendations to Deter Counterfeiting and Brand Piracy in Global Markets. Columbia Journal of World Business, Vol 31, 18-28.

Wee, C.H., S.J.Tan, dan K.H Cheok. (1995).Non-price Determinants of Intention to Purchase

Counterfeit Goods: an Exploratory Study.International Marketing Review, Vol 12, 19-46.

Wu, P. C., G. Yeh, dan Ch. R. Hsiao. (2011). The Effect of Store Image and Service Quality

on Brand Image and Purchase Intention for Private Label Brands.Australian Marketing Journal, Vol 19, 30-39.