deteksi toxocara vitulorum pada kerbau perah (bubalus ... · penulis memasuki pendidikan formal...

47
i DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN ENREKANG OLEH: RESKI OLIVIA DURI O111 11 117 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 SKRIPSI

Upload: lephuc

Post on 14-Mar-2019

365 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

i

DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus bubalis) DI

KABUPATEN ENREKANG

OLEH:

RESKI OLIVIA DURI

O111 11 117

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

SKRIPSI

Page 2: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

ii

DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus bubalis) DI

KABUPATEN ENREKANG

RESKI OLIVIA DURI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan pada

Program Studi Kedokteran Hewan

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

Page 3: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

iii

Page 4: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan

dalam skripsi saya yang berjudul Deteksi Toxocara vitulorum pada Kerbau Perah

(Bubalus bubalis) Di Kabupaten Enrekang karya saya sendiri dengan bimbingan Prof.

Dr. drh. Lucia Muslimin, M.Sc dan drh. Junwar, M.Si serta belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir

skripsi ini.

Makassar, November 2015

Reski Olivia Duri

O111 11 117

Page 5: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

v

INTISARI

RESKI OLIVIA DURI. O111 11 117. Deteksi Toxocara vitulorum pada Kerbau

Perah (Bubalus bubalis) Di Kabupaten Enrekang. Dibimbing oleh LUCIA

MUSLIMIN dan JUNWAR

Penyakit yang ditimbulkan akibat infeksi Toxocara vitulorum adalah

toxocariasis. Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi kejadian infeksi Toxocara vitulorum pada

kerbau perah di Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang. Penelitian ini dilaksanakan

pada Juni 2015 jumlah populasi kerbau perah di Kecamatan Curio Kabupaten

Enrekang sebanyak 500 ekor dan sampel feses yang diambil yaitu sebanyak 28

sampel. Sampel dikumpulkan dengan menggunakan metode Simple Random

Sampling. Sampel feses di uji menggunakan uji apung, dan diamati dengan

pembesaran 100 x menggunakan mikroskop. Analisis data yang digunakan pada

penelitian ini adalah analisis deskriptif . hasil pengujian menunjukkan bahwa seluruh

sampel negatif yang artinya tidak terdeteksi adanya infeksi Toxocara vitulorum pada

kerbau perah di Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang.

Kata Kunci : Deteksi, Toxocara vitulorum, kerbau perah, Curio, Enrekang

Page 6: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

vi

Abstract

RESKI OLIVIA DURI. O11111117. Detection of Toxocara vitulorum Squeeze

Buffalo (Bubalus bubalis) in Enrekang Regency. Guidanced by LUCIA MUSLIMIN

and JUNWAR

Toxocariasis is a desease that caused by Toxocara vitulorum infection. This

desease can causes high economic loss. This study purposed to detect the infection of

Toxocara vitulorum in Squeeze Buffalo in Curio subdistrict, Enrekang Regency. This

study held in June 2015, with populations amount of Squeeze Buffalo in Curio

subdistrict, Enrekang Regency are 500 buffalos and feses samples that used are 28

samples. The samples collected with Simple Random Sampling method. Feses samples

were tested by Float Examination (Tes Apung), and observed with Microscop. Data

analysis that used in this study is analisis deskriptif. The examination shows negative

result for all samples means that infection of Toxocara vitulorum in Squeeze Buffalo

in Curio subdistrict, Enrekang Regency is undetected.

Key words : Detection, Swamp Buffalo, Curio, Enrekang.

Page 7: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

vii

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Kalosi 03 September 1992, merupakan anak

pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Supriadi dan Sanuria.

Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD

Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten

Enrekang pasa tahun 1999 dan tamat pada tahun 2004. Pada tahun

yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di tingkat Sekolah

Menengah Pertama di SMP 3 Alla dan tamat pada tahun 2007,

kemudian melanjutkan pendidikan di sekolah SMA 1 Anggeraja

dan tamat pada tahun 2010. Pada tahun 2011 penulis mendapatkan

kesempatan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang perguruan

tinggi di Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran

UniversitasHasanuddin.

Page 8: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

ALHAMDULILLAH, Puji syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah

S.W.T karena atas berkat rahmat dan kehendak-Nya dalam memberikan hidayah dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Deteksi

Toxocara vitulorum pada Kerbau Perah (Bubalus bubalis) di Kabupaten

Enrekang”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan/S.KH dalam program pendidikan strata

satu Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis merasa sangat

bersyukur mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin,

2. Prof. Dr. drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku Ketua Program Studi Kedokteran

Hewan Universitas Hasanuddin,

3. Prof. Dr. drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku pembimbing utama dan drh. Junwar,

M.Si selaku pembimbing anggota atas dedikasi ilmu, waktu, motivasi, dan

kesabarannya dalam membimbing mulai dari usulan penelitian, pelaksanaan

penelitian, dan penyusunan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan,

4. Kepada drh. Adriani Ris. M.Sc sebagai Dosen penguji atas motivasi, saran, dan

kritiknya kepada penulis,

5. Dinas Peternakan Kabupaten Enrekang beserta staf yang telah memberikan

fasilitas dan bantuan selama penelitian,

6. Seluruh dosen beserta staf pengelola pendidikan Program Studi Kedokteran

Hewan yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama proses pendidikan,

7. Drh. Fitri Amaliah, dan seluruh staf Balai Besar Veteriner Maros yang telah

membantu proses penelitian serta memberikan dukungan selama proses penelitian,

8. Paramedik dan rekan-rekan satu tim di lokasi penelitian yang senantiasa

meluangkan waktu, memberikan bantuan, dan atas kerja samanya selama

penelitian,

9. Terkhusus kedua orang tua tercinta Ayahanda Supriadi dan Ibunda Sanuria atas

cinta kasih dan untaian kasih sayang serta doa yang tidak pernah putus. Demikian

pula saudara(i)ku tercinta Rahmat dan Sherly serta keluarga besar atas segala

dukungan dan bantuannya, baik secara spiritual, moral, maupun material.

10. Masyarakat Kecamatan Curio khususnya para peternak yang telah membantu

pengumpulan data penelitian serta informasi-informasi penting yang dibutuhkan

peneliti dan dengan rasa kekeluargaan menerima dan membantu penulis selama

penelitian berlangsung,

11. Seluruh rekan mahasiswa(i) Angkatan 2011 yang telah memberikan semangat dan

motivasi kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Program Studi

Page 9: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

ix

Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin dan membantu penulis secara

langsung maupun tidak langsung dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan

skripsi ini,

12. Kepada sahabat dekat Abd. Malik yang telah banyak memberikan bantuan,

semangat, doa, waktu dan motivasi.

13. Sahabat yang selalu memberikan semangat, motivasi dan bantuannya Yaumil

Ni’mah, Kuntum Khoirani, Wahyuni, Murtafia Daris, Sry Febrianti, Muspianto,

Ceng, serta sahabat yang selalu setia mendengarkan, memberikan masukan dan

kritikan,

Sekali lagi terima kasih kepada semua pihak yang juga tidak dapat penulis

sebutkan satu per satu atas segala bantuan dan kerja samanya. Harapan dan doa

penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa

skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena kemampuan penulis dan sebagai

manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Oleh karena itu, penulis

senantiasa mengharapkan tanggapan, kritik, dan saran yang konstruktif sehingga

penulis dapat berkarya dengan lebih baik lagi kedepannya. Aamiin

Makassar, November 2015

Penulis

Page 10: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN iii

PERNYATAAN iv

INTISARI v

ABSTRAK vi

KATA PENGANTAR vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTRA GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan 2

1.3.1 Tujuan Umum 2

1.3.2 Tujuan Khusus 2

1.3.3 Manfaat Penelitian 2

1.4 Hipotesis 2

1.5 Keaslian Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1 Kerbau (Bubalus bubalis) 3

2.2 Karakteristik Kerbau 4

2.3 Toxocara vitulorum 5

2.3.1 Etiologi 5

2.3.2 Epidemiologi 6

Page 11: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

xi

2.3.3 Siklus Hidup 6

2.3.4 Gejala Klinis 8

2.3.5 Diagnosis 8

2.3.6 Patogenesis Toxocariasis 9

2.3.7 Pencegahan dan Kontrol 9

2.3.8 Cara Penularan. 10

2.4 Keadaan Umum Wilayah 10

3 METODELOGI PENELITIAN 12

3.1 Waktu dan lokasi Penelitian 12

3.2 Materi Penelitian 12

3.2.1 Sampel dan Teknik Sampling 12

3.2.2 Alat 12

3.2.3 Bahan 13

3.3 METODE PENELITIAN 14

3.3.1 Desain Penelitian 14

3.3.2 Pengambilan Sampel 14

3.3.3 Pengujian Laboratorium 14

3.3.4 Analisis Data 14

3.3.5 Kerangka Konsep 15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16

5 PENUTUP 23

5.1 Kesimpulan 23

5.2 Saran 23

Page 12: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Sampel Feses Kerbau Perah 19

Page 13: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Kerbau Lumpur Betina 4

Gambar 2 : Morfologi Cacing Jantan dan Betina Toxocara vitulorum 5

Gambar 3 : Telur Toxocara vitulorum 6

Gambar 4 : Siklus Hidup Toxocara vitulorum 7

Gambar 5 : Diagram Pemberian Obat Cacing 16

Gambar 6 : Diagram Pengalaman Beternak 17

Gambar 8 : Diagram Sistem Pemeliharaan Kerbau 17

Gambar 9 : Diagram Kondisis Kerbau Perah 18

Gambar 10 : Eimeria sp. 20

Page 14: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Uji Laboratorium BBV Maros, Identifikasi Telur Cacing

Toxocara vitulorum pada Kerbau Perah di Kecamatan Curio,

Kabupaten Enrekang.

Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatn Proses Pengambilan Sampel dan Pemeriksaan

Sampel di Laboratorium..

Lampiran 3. Kuisioner Deteksi Toxocara vitulorum pada Kerbau Perah di

Kabupaten Enrekang.

Lampiran 4. Hasil Kuisioner.

Page 15: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman hayati

sangat melimpah. Kerbau rawa (Bubalus bubalis) adalah salah satu

keanekaragaman hayati di Indonesia yang termasuk jenis ternak ruminansia yang

keberadaannya relatif kurang diperhatikan, namun demikian, secara nasional

kontribusinya terhadap pembangunan peternakan cukup berperan penting, dan

memberikan manfaat begitu besar bagi kehidupan masyarakat, salah satunya yaitu

untuk konsumsi sehari-hari dan juga sebagai barang yang bernilai ekonomi, sosial

dan budaya. Hal ini disebabkan peranan kerbau secara umum menghasilkan

daging, susu, kulit, dan sebagai ternak kerja (Karim, 2012).

Ternak kerbau merupakan salah satu sumber produksi susu dan daging yang

dimanfaatkan oleh masyarakat di Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang. Kerbau

yang dipelihara dimanfaatkan dagingnya untuk dikonsumsi dan susunya sebagai

bahan baku pembuatan dangke (Anonim, 2012).

Berdasarkan aspek nutrisi dan fisiologisnya tidak jauh berbeda dengan sapi,

sehingga ternak ini cocok dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi

daging nasional. Peranan ternak kerbau cukup signifikan dalam menunjang

swasembada daging sapi. Saat ini pertumbuhan produksi hasil ternak kerbau

berupa daging salama 20 tahun terahir rata-rata 6,70%. Pertumbuhan produksi

daging ini masih jauh dari angka harapan yaitu 7,10% (Purwanta, 2006). Penyakit

yang disebabkan oleh cacing parasit saluran pencernaan menjadi salah satu

penyebab rendahnya produksi daging oleh ternak, salah satunya yaitu cacing

Toxocara vitulorum (Mufiidah et al, 2013).

Toxocara vitulorum merupakan parasit cacing yang hidup di saluran

pencernaan hewan ruminansia besar seperi kerbau. T. Vitulorum banyak

ditemukan di daerah tropis maupun subtropis. Cacing ini menyebabkan morbiditas

dan mortalitas yang cukup tinggi khusunya pada hewan muda. Prevalensi

toxocariasis di Malang sebesar 76%, di Surabaya 68,2%, Sumedang sebesar

42,31%, Kabupaten Pasuruan 21,33%, di Bali Timur 36,4%, Kabupaten Kebumen

33% (Yudha et al, 2014)

Berdasarkan survei di bebrapa pasar hewan di Indonesia menunjukkan bahwa

90% hewan ternak kerbau dan sapi mengidap penyakit cacing (Abidin, 2002).

penyakit cacingan (Toxocariasis) sangat menekan produktivitas ternak, hal ini

menjadi beban ekonomi bagi peternak secara berkepanjangan jika tidak dilakukan

pengendalian. Pedet yang menderita Toxocariasisakan kehilangan bobot badan

sebanyak 16 kg pada umur 12 minggu dibanding pedet yang bebas cacingan.

Kerugian yang diakibatkan oleh parasit diantaranya penurunan produksi dan

berat badan, turunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit lain bahkan dapat

menimbulkan kematian. Kejadian toxocariasis pada ternak di Indonesia masih

tergolong tinggi oleh sebab itu perlu dilakukan pendeteksian parasit T. vitulorum

pada kerbau sehingga dapat dilakukan pengendalian untuk menekan tingkat

kejadian dan kerugian yang ditimbulkan akibat parasit tersebut.

Page 16: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

2

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini

adalah apakah terdapat kejadian infeksi parasit (Toxocara vitulorum). Pada

Kerbau Perah (Bubalus bubalis) di Kabupaten Enrekang.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi adanya (Toxocara

vitulorum) pada Kerbau Perah (Bubalus bubalis) di Kabupaten Enrekang.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengidentifikasi parasit (Toxocara vitulorum). Pada Kerbau Perah

(Bubalus bubalis) di Kabupaten Enrekang.

1.3.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keberadaan

kejadian parasit (Toxocara vitulorum) pada ternak kerbau perah. Informasi ini

diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan

(Pemerintah daerah, Balai Besar Veteriner Maros, dan peternak) dalam upaya

pencegahan dan pengendalian penyakit parasiter khususnya kejadian parasit

(Toxocara vitulorum) di Kabupaten Enrekang.

1.4 Hipotesis Ditemukan minimal satu ekor kerbau perah di Kabupaten Enrekang yang

terdeteksi adanya parasit (Toxocara vitulorum).

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian tentang Deteksi parasit (Toxocara vitulorum) pada kerbau di

Kabupaten Enrekang belum pernah dilakukan.

Page 17: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerbau (Bubalus bubalis)

Kerbau adalah ternak asli daerah tropis yang lembab, dalam kehidupannya

ternak tersebut sangat menyukai air. Ada 2 tipe kerbau yaitu kerbau sungai (river

buffalo) dengan 50 pasang kromosom dan tipe rawa/lumpur (swamp buffalo)

dengan 48 pasang kromosom dengan total populasi sekitar 2.246.000 ekor (Talib,

2011). Kerbau sungai hanya ditemukan di daerah Sumatera Utara, sedangkan

kerbau lumpur hampir tersebar di seluruh daerah di Indonesia, terutama di

provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur

dan Daerah Istimewa Yogyakarta, Kerbau lumpur dipelihara terutama sebagai

ternak kerja dan untuk produksi daging, namun di beberapa daerah kerbau ini juga

diperah (Sjamsul, 2008; Wirdahayati, 2008).

Ternak kerbau merupakan hewan ruminansia yang bernilai ekonomi tinggi,

ternak kerbau dapat dijadikan usaha pokok petani, selain kegunaan membantu

mambajak sawah. Kerbau yang dipelihara oleh masyarakat biasanya untuk tujuan

keperluan tenaga kerja maupun untuk diambil dagingnya. Kerbau juga

mempunyai manfaat yang besar dalam sosial buadaya dan dapat dijadikan ukuran

martabat seseorang dalam masyarakat serta dapat pula sebagai hewan kurban pada

acara-acara ritual (Karim, 2012).

Dari sisi performans umum, maka kerbau lumpur serupa satu sama lainnya di

Indonesia, tetapi karena ada penerapan beberapa karakter kearifan lokal yang

sangat intensif maka timbul beberapa keragaman pada kerbau lumpur di

Indonesia, yaitu timbulnya variasi pada warna, ukuran tubuh dan kemampuan

adaptasi. Disamping itu juga muncul berbagai nama pada kerbau tersebut

berdasarkan nama tempat keberadaannya maupun berdasarkan warnanya. Maka

dikenal berbagai nama seperti kerbau Aceh, Binanga, Sumba, Sumbawa, Kalang,

Pampangan, Belang dan lainnya (Tiesnamurti dkk, 2011).

Klasifikasi ilmiah ternak kerbau lumpur adalah sebagai berikut menurut

Azimah (2013):

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Artiodactyla

Famili : Bovidae

Subfamili : Bovinae

Genus : Bubalus

Spesies : Bubalus bubalis

Berdasarkan penciptaannya, kerbau mempunyai beberapa karakter biologis

yang berbeda dengan sapi yang terlihat pada keunggulan maupun kelemahan dari

ternak tersebut jika dibandingkan dengan sapi potong. Beberapa hal tersebut

antara lain (a) mempunyai ketahanan terhadap parasit yang lebih tinggi karena

mempunyai kulit yang lebih tebal, (b) Memanfaatkan pakan dengan kandungan

serat kasar tinggi dengan kualitas rendah karena komponen biologis organisme

rumennya yang berbeda dengan sapi, (c) Menghasilkan daging yang rendah

Page 18: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

4

kandungan kolesterol yaitu hampir 50% lebih rendah dari kolestrol daging sapi

dalam keadaan segar(Sompotan, 2011), (d) Kandungan lemak susu segar kerbau

lebih tinggi 100-300%, total protein lebih tinggi 11,4%, makro mineral Fe, Ca dan

P lebih tinggi 30-118%, Vit A lebih tinggi dan kandungan bahan bioprotektif juga

lebih tinggi sedangkan kolestrol lebih rendah dari kandungan dalam susu sapi. Hal

tersebut penting untuk dipopulerkan karena sudah jelas susu kerbau maupun

daging kerbau ternyata lebih baik sebagai pangan kesehatan dibandingkan dengan

susu dan daging sapi (India Dairy, 2011).

2.2 Karakteristik Kerbau Secara umum kerbau lumpur (Swamp buffalo) memiliki ciri-ciri warna kulit

coklat kehitam-hitaman, tubuhnya relatif pendek dan kaki pendek. Berat badan

kerbau dewasa berkisar antara 300-600 kg tergantung kondisi dan genetis ternak

(Azimah, 2013).

Rambut panjang di tengah antara leher, telinga relatif kecil, tengkorak kecil

memanjang, tanduk berbentuk bulan menyabit (pipih), kerbau tidak memiliki

punuk dan gelambir. Semua kerbau mempunyai tanduk yang lebar, pipih dan

hampir berbentuk segi empat panjang, arah pertumbuhan tanduk bervariasi

(Karim, 2012).

Bulu pada kerbau pendek dan kaku, menutup seluruh badan, agak panjang

tersebar sehingga kulit kerbau yang bersangkutan tetap kentar jelas. Hanya di

leher, di pusar kepala dan di bagian muka kuku, bulu lebih tebal. Tanduk kerbau

terletak pada kepala dengan dasar yang berdekatan satu sama lain, arah tanduk

berbentuk busur. Panjangnya berbeda-beda tetapi biasanya 50-70 cm. Umur

kerbau pada umumnya dapat dihitung paling tinggi sampai kurang lebih 20 tahun,

oleh para pengembala kerbau lazimnya dinilai berdasarkan panjang dan bentuk

tanduk yang bersangkutan dengan lekuk-lekuk melintang yang kelihatan diatasnya

(Karim, 2012).

Gambar 1. Kerbau Lumpur Betina

Page 19: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

5

2.3 Toxocara vitulorum

2.3.1 Etiologi

Toxocara vitulorum merupakan salah satu cacing nematoda terbesar yang

memiliki distribusi luas di seluruh dunia, namun keberadaannya paling sering

dijumpai pada negara tropis dan subtropis. Prevalensinya sangat tinggi di negara

tropis. Hal tersebut sering menyebabkan masalah pada sapi (Bos spp.) dan kerbau

(Babalus spp.) di Asia Tenggara dan Afrika. Toxocara vitulorum memiliki

permukaan tubuh yang lunak dan tembus pandang. Cacing betina memiliki

panjang 150-400 mm dengan lebar 51-70 mm. Cacing jantan memiliki ukuran

yang lebih kecil, yaitu memiliki panjang 106-275 mm dan lebar 25-41 mm.

Cacing dewasa memiliki 3 bibir yang berfungsi dengan baik yang terdapat pada

dorsal dan subventral. Masing-masing bibir dilengkapi dengan beberapa papilla

besar dan kecil (Buzetti dkk, 2001).

Gambar 2. Morfologi Cacing Jantan dan Betina Toxocara vitulorum

Adapun taksonomi dari Toxocara vitulorum menurut Kania (2012) adalah

Phylum : Nemathelminthes

Class : Nematoda

Subclass : Secernentea

Ordo : Ascaridida

Family : Ascarididae

Genus : Toxocara

Species : Toxocara vitulorum

Telur cacing Toxocara vitulorum memiliki warna kekuning-kuningan.

Bentuknya agak bulat dan memiliki dinding yang tebal. Dinding tersebut sebagai

pertahanan telur cacing agar dapat bertahan hidup lama pada lingkungan sampai

termakan oleh inang. Telur tersebut dapat ditemukan setelah melakukan

pemeriksaan tinja (Yudha, 2014). Pengamatan melalui scanning electron

microscope (SEM) dapat dilihat T. vitulorum memiliki permukaan dinding

berlubang dengan struktur amorf (Koesdarto, dkk, 1999).

Page 20: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

6

Gambar 3. Telur Toxocara vitulorum

2.3.2 Epidemiologi

Jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, prevalensi toxocariasis

pada induk maupun pedet sapi bali di Bali relatif lebih rendah dimana prevalensi

toksokariasis pada sapi dan kerbau di Malang telah dilaporkan oleh Trisnuwati, et

al. (1991) sebesar 76%, sedangkan di Surabaya pada anak sapi umur kurang dari 2

bulan prevalensinya adalah 68,2%, pada umur 2-4 bulan sebesar 51,4% dan umur

kurang dari 6 bulan mencapai 43,4% (Koesdarto et al, 1999). Kejadian

toksokariasis pada anak kerbau di Kabupaten Subang Jawa Barat telah dilaporkan

oleh Carmichael and Martindah (1996). Mereka melaporkan bahwa 14 dari 21

sampel feses dari anak kerbau umur 21-62 hari ditemukan telur T. Vitulorum 100

epg-104.000 epg. Penemuan telur T. Vitulorum yang lebih dari 100.000 epg bisa

merupakan suatu faktor penyebab kematian anak-anak kerbau maupun anak-anak

sapi (Carmichael, 1996).

Prevalensi toksokariasis akibat infeksi T. vitulorum pada pedet di Nigeria

adalah 61,4-91,1% (Agustina et al, 2013), dan di Vietnam 8% dari 74 pedet umur

1-2 bulan ditemukan telur cacing T. Vitulorum dalam fesesnya (Holland et al,

2000). Infeksi paten toksokara pada umumnya terjadi pada hewan-hewan yang

masih muda dan sangat jarang ditemukan pada hewan-hewan dewasa

(Estuningsih, 2005).

2.3.3 Siklus Hidup

Toxocara vitulorum biasanya lebih sering ditemukan pada kandang-kandang

yang sudah tercemar oleh parasit tersebut. Peternakan ruminansia yang sudah

tercemar biasanya tidak segera dapat dibebaskan karena sulitnya memutus mata

rantai daur hidup cacing tersebut. Hal ini disebabkan karena tebalnya dinding telur

Toxocara vitulorum. Daur hidup Toxocara vitulorum salah satunya dapat melalui

kolostrum. Cacing dewasa hidup di bagian depan usus halus dan sanggup

membebaskan telur dalam jumlah banyak. Seekor cacing betina mampu bertelur

sebanyak 200.000 telur/hari. Telur dibebaskan bersama tinja dan sangat tahan

terhadap udara dingin, panas dan kekeringan (Yudha, 2014).

Telur Toxocara vitulorum mampu bertahan hidup di alam selama 5 tahun.

Di tempat yang lembab dan hangat telur mengalami embrionase sehingga

Page 21: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

7

terbentuk larva stadium kesatu, kedua, dan ketiga. Stadium terahir tersebut yang

dicapai dalam beberapa minggu bersifat infektif dan dapat menyebabkan hospes

lain tertular. Larva jarang menetas diluar telur dan yang paling umum adalah

penetasan setelah telur infektif tertelan setelah makanan atau air minum. Setelah

telur menetas di dalam usus halus, larva yang bebas bermigrasi dengan jalan

menembus dinding usus, yang selanjutnya mencapai vena porta hepatitis, hati,

dan dengan mengikuti aliran darah sampai di bronchus, paru-paru, tenggorokan

dan kemudian pindah ke pharynx. Selain itu, larva cacing juga akan bermigrasi ke

kelenjar susu. Dengan ikut makanan, air minum atau saliva akan sampai di usus

halus lagi untuk tumbuh menjadi dewasa. Waktu yang diperlukan oleh larva

dalam mencapai hati biasanya lebih kurang 24 jam sejak telur infektif tertelan, dan

untuk mencapai usus diperlukan waktu 3-4 minggu. Untuk menjadi dewasa

sampai bertelur dibutuhkan waktu lebih kurang 5 minggu. Jadi, bila dihitung sejak

infestasi pertama sampai mampu bertelur diperlukan waktu lebih kurang 8-9

minggu. Pedet memperoleh larva T. vitulorum induknya melalui kolostrum,

hingga pada umur 10 hari telah mengandung cacing dewasa, sehingga telur cacing

dapat ditemukan pada umur 2-3 minggu. Waktu pedet umur 5 bulan cacing

dewasa mungkin dikeluarkan secara spontan (Subronto, 2004). Beberapa hasil

penelitian Buzetti et al. (2001), telur T. Vitulorum sudah tidak ditemukan lagi di

dalam feses kerbau antara hari ke 30-120 setelah infeksi yang bertepatan dengan

turunnya level antibodi dalam serum dan diduga pada saat itu cacing dewasa telah

keluar dari usus (Yudha, 2014).

Gambar 4. Siklus Hidup Toxocara vitulorum

Page 22: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

8

larva T. Vitulorum pada kerbau akan ditemukan di dalam kolostrum 1-5

hari setelah kelahiran dan 90% larva tersebut berada dalam kolostrum selama 8

hari. Namun, pada hari ke-11 sudah tidak ditemukan lagi di dalam susu (Yudha,

2014).

2.3.4 Gejala Klinis

Tanda-tanda klinis toxokariasis pada hewan sangat bervariasi dan

tergantung dari umur hewan. Gejala yang dapat ditimbulkan antara lain tidak mau

makan, sakit didaerah perut, diare, dehidrasi, penurunan berat badan dan tinja

berbau khas. Infeksi toxocara vitulorum pada kerbau dan sapi lebih banyak

ditemukan pada anak kerbau dan anak sapi dari pada yang dewasa (Rian, 2004).

Pneumonia akan terlihat pada anak sapi yang terinfeksi toxocara karena

adanya migrasi larva ke paru-paru. Selain itu, pada pedet juga akan terjadi diare

dan kekurusan akibat turunnya berat badan dan tidak mau makan. Estuningsih

(2005) melaporkan bahwa migrasi larva toxocara pada anak sapi bisa

menyebabkan kerusakan pada hati dan paru-paru. Selanjutnya keberadaan cacing

dewasa pada usus kecil akan menyebabkan diare dan turunnya berat badan, serta

dalam keadaan infeksi berat akan terjadi kematian sekitar 35-40%. Pedet yang

tetap hidup akan mengalami gangguan pertumbuhan. Infeksi toxocara pada pedet

digolongkan dalam 3 tingkatan yaitu, infeksi ringan dengan 5.000 epg, infeksi

sedang 5.000- 10.000 epg, dan infeksi berat lebih dari 10.000 epg. Jika kejadian

toxocariasis di lapangan tidak terkontrol dengan baik maka prevalensi penyakit

ini bisa mencapai 100% dengan mortalitasnya mencapai 80%. Dari beberapa

literatur disebutkan bahwa infeksi toxocariasis pada anak kerbau lebih berat

daripada anak sapi, akan tetapi keberadaan penyakitnya tidak jelas dan tingkat

kematiannya paling banyak terjadi pada anak sapi (Estuningsih, 2005).

2.3.5 Diagnosis

Infeksi paten T.vitulorum pada anak kerbau dapat didiagnosa secara tentatif

mulai dari tanda-tanda klinis yang terlihat dan umur dari hewan-hewan tersebut.

Konfirmasi diagnosis harus dilakukan dengan sejarah penyakit, adanya

pneumonia dan ditemukan telur cacing Toxocara dalam feses. Telur Toxocara

berbentuk bulat berwarna kecoklatan, permukaannya berbintik-bintik dan dinding

luarnya sangat tebal.

Pemeriksaan feses dengan uji apung merupakan salah satu metode untuk

mendeteksi adanya infeksi cacing. Dengan uji apung tersebut, telur cacing akan

mengapung dalam larutan garam jenuh dan dapat dihitung dalam kotak hitung. Uji

apung dalam pemeriksaan telur Toxocara spesifitasnya adalah 51%, sedangkan

sensitivitasnya 100%. Pemeriksaan oleh uji apung tersebut hanya bisa digunakan

untuk mendeteksi adanya infeksi paten, sedangkan untuk mendiagnosa adanya

infeksi prepaten bisa dilakukan dengan uji serologi. Uji serologi dengan Enzyme

Linked Immunosorbent Assay (ELISA) untuk deteksi antibodi T. vitulorum pada

kerbau atau sapi dengan menggunakan antigen Excretory/Secretory (ES) dari

larva yang infektif telah dikembangkan oleh Buzetti et al. (2001). Uji serologi

juga telah diterapkan untuk melakukan penelitian seroepidemiologi toxocariasis

pada manusia (Yudha, 2014).

Page 23: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

9

2.3.6 Patogenesis Toxocariasis

Dalam usus halus, cacing dewasa mengambil nutrisi dari hospes definitif-

nya dengan mengakibatkan kelukaan dinding usus dan mengambil nutrisi dari

sirkulasi. Berdasarkan siklus hidupnya, larva menyebabkan penyakit dengan fase

migrasi dengan meninggalkan lesi pada organ dan jaringan yang dilalui.

Keparahannya tergantung pada jumlah, baik pada cacing dewasa maupun pada

larva (Agna, 2009).

Perjalanan larva infektif Toxocara melalui jaringan paru-paru dan hati

dapat menyebabkan terjadinyaedema pada kedua organ tersebut. Paru-paru yang

mengalami edema mengakibatkan batuk, dispnoea, selesma, dengan eksudat yang

berbusa dan kadang mengandung darah (Subronto, 2006).

Adanya cacing yang banyak menyebabkan penurunan bahan makanan

yang diserap, hingga terjadi hipoalbuninemia yang selanjutnya menyebabkan

kekurusan dengan busung perut (ascites) (Agna, 2009).

2.3.7 Pencegahan dan Kontrol

Toxocara vitulorum menyebabkan kematian yang tinggi pada hewan muda

dibandingkan pada hewan dewasa. Oleh karena itu, pencegahan dan pengendalian

terdap T.vitulorum perlu dilakukan untuk menekan pertumbuhan dan infeksi

cacing tersebut. Pencegahan terhadap T.vitulorum dapat dilakukan dengan atau

tanpa bahan-bahan kimiawi (Junquera, 2014).

Tingkat kematian akibat infeksi T.vitulorum lebih tinggi pada hewan muda

dibanding hewan dewasa. Infeksi pada hewan muda dapat terjadi pada saat baru

lahir melalui induknya, oleh karena itu pencegahan yang paling efektif yaitu

mencegah infeksi pada indukknya. Telur T.vitulorum dikeluarkan oleh hewan

muda saat di padang rumput kemudian mengkontaminasi padang rumput yang

menyebabkan resiko tinggi terhadap infeksi T.vitulorum. Pencegahan yang

dilakukan yaitu membuang manur sehingga dapat mengurangi kontaminasi

terhadap telur T.vitulorum. Jika hewan tidak dapat dijauhkan dari padang rumput

yang terkontaminasi, maka harus dilakukan pencegahan terhadap hewan tersebut

dengan pemberian anthelmentik serta desinfeksi kandang (Junquera, 2014).

Pengendalian yang disarankan untuk menekan tingkat kejadian penyakit

akibat T.vitulorum diantaranya menejemen pengembalaan dan kesehatan hewan

yang baik. Menejemen pengembalaan yang baik pada hewan ternak dapat

menekan tingkat pertumbuhan T.vitulorum. Hal-hal yang dapat dilakukan yaitu

mengistrahatkan kubangan lumpur selama beberapa bulan. Hal ini dilakukan agar

larva T.vitulorum menjadi inaktif karena larva T.vitulorum rentan terhadap sinar

matahari dan lingkungan yang kering. Rotasi pengembalaan juga dapat menekan

jumlah T.vitulorum. Rotasi pengembalaan dilakukan dengan membagi jumlah

ternak kedalam beberapa petak padang rumput kemudian digembalakan secara

bergilir pada setiap area dengan memperpendek waktu pengembalaan dan

memperpanjang waktu istrahat (Junquera, 2004).

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terinfeksi

T.vitulorum yaitu menghindari kepadatan ternak yang berlebihan dipadang

rumput, mengganti tempat istrahat di malam hari secara periodik, rotasi

pengembalaan, dan menghindari ternak dari lingkungan yang terlalu lembab.

Page 24: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

10

Pencegahan dapat dilakukan juga dengan pemberian anthelmentik.

Antihelmentik berspektrum luas efektif terhadap cacing dewasa dan larva di

saluran pencernaan seperti benzimidazole (albendazole, febantel, fenbendazole,

exfendazole dll), levamisole dan beberapa golongan makrosiklik lakton

(abamectin, doramectin, eprinomectin, ivermectin, moxidectin). Tidak semua

anthelmentik efektif terhadap larvae migransdan larva yang menetap

padajaringan. Piperazine dapat mengurangi ekskresi telur T.vitulorum sebanyak

93% dalam waktu 7 hari setelah pengobatan (Terry, 2013).

2.3.8 Cara Penularan.

Terdapat tiga cara penularan cacing T.vitulorum, antara lain memakan telur

dan tertelan tanpa sengaja, lewat plasenta pada ke fetus serta lewat kolostrum pada

waktu menyusui (intramamaria) dengan induknya (Estuningsih, 2005; Levine,

1994).

Telur T.vitulorum saat dikeluarkam melalui feses dari hewan yang terinfeksi

adalah belum infektif, dan akan menjadi infektif dalam waktu 3-6 minggu yang

sangat tergantung pada tipe tanah dan cuaca seperti temperatur dan kelembapan.

Telur toxocara yang infektif berdinding tebal, sangat tahan terhadap lingkungan

dan tetap infektif sampai beberapa tahun lamanya. Apabila hewan memakan telur

yang infektif maka hampir dipastikan hewan tersebut akan terinfeksi dengan

cacing toxocara (Estuningsih, 2005; Levine, 1994).

Penularan T.vitulorum melalui kelenjar susu (transmamary infection) pada

anak kerbau/sapi merupakan cara penularan T.vitulorum yang utama. Kira-kira 8

hari sebelum melahirkan, larva yang berada di dalam hati dan paru-paru yang

tadinya tidak aktif akan mulai bergerak dan bermigrasi ke kelenjar susu. Larva

T.Vitulorumakan ditemukan di dalam air susu antara 2-18 hari setelah sapi

melahirkan dan 90% akan ditemukan pada hari ke-11 setelah kelahiran. Pada

kerbau, larva T.vitulorum ditemukan dalam kolostrum selama 8 hari (Estuningsih,

2005; Levine, 1994).

2.4 Keadaan Umum Wilayah

Kabupaten Enrekang adalah salah satu kabupaten di Propinsi Sulawesi

Selatan dengan Ibukota Enrekang. Secara administrasi Kabupaten Enrekang

terdiri dari 11 Kecamatan dan 102 Desa Kelurahan. Enam kecamatan terletak di

Kawasan Barat Enrekang yaitu Kecamatan Enrekang, Cendana, Maiwa,

Anggeraja, Alla, dan Masalle. Sementara Lima kecamatan berada di Kawasan

Timur Enrekang yakni, Kecamatan Bungin, Baraka, Malua, Buntu Batu, dan

Curio (Wahab, 2009).

Topografi wilayah Kabupaten Enrekang pada umumnya bervariasi berupa

perbukitan, pegunungan, lembah dan sungai dengan ketinggian 47 - 3.293 m dari

permukaan laut serta tidak mempunyai wilayah pantai. Secara umum keadaan

Topografi wilayah didominasi oleh perbukitan yaitu sekitar 84,96% dari luas

wilayah Kabupaten Enrekang sedangkan yang datar hanya 15,04%. Potensi

peternakan pada dasarnya memiliki prospek pengembangan yang potensial,

prospek pengembangan sub sektor peternakan meliputi ternak besar yaitu sapi,

Page 25: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

11

kuda, kerbau, kambing dan ternak kecil meliputi ayam ras dan ayam buras, ayam

broiler serta itik.Populasi kerbau pada tahun 2009 mencapai 2,641 ekor. Populasi

sapi pada tahun 2009 terdiri dari ; sapi potong sebanyak 30.168 ekor terjadi

peningkatan sebanyak 4476 ekor dibanding tahun 2008 yang lalu; sapi perah

sebanyak 1.508 ekor. Populasi kuda yang sempat terdata sampai tahun 2009

mencapai 981 ekor. Populasi kambing pada tahun 2009 mencapai 34.941 ekor

(Wahab, 2009).

Berdasarkan hasil sensus pertanian 2013 apabila dirinci menurut wilayah,

kecamatan yang memiliki kerbau dan sapi paling banyak adalah kecamatan

Enrekang dengan jumlah populasi sebanyak 13.153 ekor, kemudian Kecamatan

Maiwa (11.096 ekor), dan Kecamatan Baraka (4.370 ekor). Sedangkan kecamatan

yang memiliki kerbau dan sapi paling sedikit adalah Kecamatan Baroko dengan

jumlah populasi sebanyak 799 ekor (Wahab, 2009).

Page 26: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

12

3 METODELOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2015 di Kecamatan Curio Kabupaten

Enrekang. Pemeriksaan sampel feses dilakukan diLaboratorium Parasitologi,

Balai Besar Veteriner (BBVET) Maros.

3.2 Materi Penelitian

3.2.1 Sampel dan Teknik Sampling

Populasi dalam penelitian ini adalah ternak Kerbau yang dipelihara oleh

masyarakat di Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang sebanyak 500 ekor (Dinas

Peternakan Enrekang, 2014).

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 28 ekor kerbau yang

tersebar di Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang. Berdasarkan formulasi deteksi

keberadaan penyakit (Martin et al., 1987):

Keterangan :

n : Besaran sampel yang digunakan.

a : Tingkat kepercayaan

D : Jumlah hewan sakit dalam populasi.

N : Jumlah populasi.

n = [1 – (1- a)1/D

] [N – (D – 1)/2]

n = [1 – (1- 0,95)1/50

] [500 – (50 – 1)/2]

n = [1 – 0,942] [500 – 24,5]

n = 0,058 x 475,5

n = 27,579 = 28

Dengan asumsi tingkat prevalensi T. vitulorum. Di Kecamatan Curio

Kabupaten Enrekang sebesar 10%, tingkat kepercayaan 95%, dan besaran

populasi 500 ekor, sehingga diperoleh besaran sampel sebesar 28 ekor.

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random

sampling dengan mengambil sampel yang terdapat di Kecamatan Curio

Kabupaten Enrekang.

3.2.2 Alat

Alat yang digunakan yaitu object glass, cover glass, mikroskop (pembesaran

10 x 10), sentrifus, tabung sentrifus, saringan teh, mortar, botol pot plastik, label,

coolbox, pulpen dan kamera.

n = [1 – (1- a)1/D

] [N – (D – 1)/2]

Page 27: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

13

3.2.3 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu feses kerbau, formalin 10 %

dan kapas, garam jenuh (NaCl) atau glukosa.

Page 28: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

14

3.3 METODE PENELITIAN

3.3.1 Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,

yaitu suatu jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian mengenai

kejadian Toxocara vitulorumpada Kerbau (Bubalus bubalis) melalui pemeriksaan

feses secara mikroskopis.

3.3.2 Pengambilan Sampel

Pengambilan feses dilakukan secara per rektal, sebanyak kurang lebih 4

gram setiap ekor kerbau. Feses segar dimasukkan ke dalam kantong plastik

bersama dengan kapas yang telah diberi formalin 10 % untuk mencegah

menetasnya telur selama pengangkutan dan penyimpanan. Setiap sampel diberi

label yang memuat keterangan desa tempat pengambilan dan keterangan lain yang

dapat dijadikan sebagai penanda setiap sampel. Setelah itu, sampel dibawa dengan

menggunakan coolbox dari tempat pengambilan sampel, kemudian dimasukkan ke

dalam refrigerator sampai dilakukan pemeriksaan di laboratorium.

3.3.3 Pengujian Laboratorium

Untuk mengetahui sampel yang positif terinfeksi (Toxocara vitulorum),

pemeriksaan dilakukan dengan metode uji apung yaitu pertama ditimbang

sebanyak 2 gram feses, diletakkan dalam botol pot plastik lalu ditambahkan

larutan gula atau garam jenuh sebanyak 30 ml, tinja dan larutan pengapung di

aduk sampai homogen dengan menggunakan mortar, setelah campuran homogen,

di saring menggunakan saringan teh dan hasil saringan di masukkan ke dalam

tabung sentrifus sampai volume 15 ml. Seimbangkan tabung sentrifus, kemudian

di sentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit kemudian ditambahkan

lagi sedikit larutan gula atau garam jenuh sampai permukaan cairan itu tepat

diatas permukaan tabung. Bagian atas tabung diletakkan cover glass, dibiarkan

selama 5 menit, kemudiancover glassdiangkat dan diletakkan ke dalam object

glass lalu periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10.

3.3.4 Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif.

Page 29: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

15

3.3.5 Kerangka Konsep

Kerbau Perah

Feses

Positif Negatif

Analisis data

Identifikasi karakteristik telur

Page 30: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya infeksi Toxocara

vitulorum pada kerbau perah di Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015. Jumlah seluruh populasi Kerbau

di Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang sebanyak 500 ekor dan sampel yang

diambil yaitu sebanyak 28 ekor. Berdasarkan sampel yang telah diperiksa,

menunjukkan bahwa seluruh sampel feses kerbau perah sebanyak 28 sampel yang

dikumpulkan dengan metode Simple Random Sampling tidak ditemukan adanya

infeksi parasit Toxocara vitulorum.

Sampel feses kerbau yang diteliti berjumlah 28 sampel, yang diambil dari

seluruh populasi di Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang. Semua sampel feses

yang diambil kemudian dibawah ke Laboratorium Parasitologi BBVET Maros

lalu diidentifikasi menggunakan metode apung. Hasil pemeriksaan menunjukkan

bahwa seluruh sampel negatif terinfeksi Toxocara vitulorum yang artinya di

dalam sampel feses tidak ditemukan adanya telur Toxocara vitulorum. Ini

menunjukkan bahwa frekuensi kejadian infeksi parasit Toxocara vitulorum di

Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang adalah 0%.

Menurut Yudha (2014), telur cacing Toxocara vitulorum yang positif

memiliki warna kekuning-kuningan. Bentuknya agak bulat dan memiliki dinding

yang tebal. Dinding tersebut sebagai pertahanan telur cacing agar dapat bertahan

hidup lama pada lingkungan sampai termakan oleh inang. Pengamatan melalui

scanning electron microscope (SEM) dapat dilihat T. vitulorum memiliki

permukaan dinding berlubang dengan struktur amorf (Koesdarto, dkk, 1999).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, seluruh sampel feses yang

diidentifikasi menunjukkan hasil negatif yang berarti di dalam sampel feses tidak

terdapat telur cacing Toxocara vitulorum seperti yang di kemukakan oleh Yudha

(2014).

Berdasarkan hasil wawancara dari peternak dan pengamatan langsung

dilapangan, hal yang diduga memicu tidak timbulnya penyakit parasit tersebut

dikarenakan keadaan fisik ternak kerbau yang baik, cara pemeliharaan yang baik,

kondisi lingkungan yang baik dan kondisi kerbau yang berhubungan dengan

kekebalan tubuh kerbau yang ada di Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang.

Analisis univariate terhadap variabel kuisioner menunjukkan pengalaman

beternak kerbau perah (gambar 4.2) yang terbagi atas peternak dengan

pengalaman beternak kerbau perah lebih dari 3 tahun (70%) dan peternak dengan

pengalaman beternak kerbau perah kurang dari 3 tahun (30%). Pengalaman

beternak lebih dari 3 tahun selaras dengan penerapan prinsip manajemen

pemeliharaan yang baik, sehingga hal tersebut dapat menjadi faktor yang diduga

memicu tidak timbulnya kejadian infeksi parasit Toxocara vitulorum pada kerbau

perah di Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang.

Page 31: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

17

Gambar 4.1 Pemberian Obat Cacing.

Antelmintika atau obat cacing (Yunani, anti = lawan, helmintes = cacing)

adalah obat yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan.

Dalam istilah ini termasuk semua zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari

saluran cerna. Di negara berkembang seperti Indonesia, penyakit cacing

merupakan penyakit yang umum di masyarakat. Infeksinya pun dapat terjadi

secara simultan oleh beberapa cacing sekaligus. Infeksi cacing umumnya terjadi

melalui mulut, melalui luka di kulit, dari telur (kista) atau larva cacing yang ada

dimana-mana. Kebanyakan antelmintika efektif terhadap satu macam cacing.

Kebanyakan antelmintika diberikan secara oral, pada saat makan atau sesudah

makan. Salah satu antelmintika yang sering digunakan adalah dari golongan

benzimedazole. Anthelmintika spectrum luas biasanya menghambat sintesis

mikrotubulus, dengan demikian mengurangi pengambilan glukosa secara

irreversible, mengakibatkan cacing lumpuh. Pemberian anthelmintika spektrum

luas diharapkan mampu mencegah dan mengendalikan populasi cacing, karena

efektif melawan beberapa spesies cacing nematoda gastrointestinal, baik telur,

larva, maupun cacing dewasa.

Ternak yang diberi Antelmintika mengalami penurunan jumlah telur

cacing, sedangkan ternak yang tidak diberi antelmintika sama sekali tidak

mengalami penurunan jumlah telur cacing (Andrianty, 2015). Penelitian tersebut

dapat menjadi patokan tidak adanya kerbau perah yang positif terinfeksi cacing

toxocara vitulorum karena masyarakat di kecamatan Curio Kabupaten Enrekang

sangat memperhatikan kesehatan ternak kerbau perah mereka dengan memberikan

obat cacing. Diagram di atas menjelaskan bahwa ternak kerbau yang sudah pernah

diberi obat cacing sebesar 100% dan kerbau perah yang belum pernah diberi obat

cacing sebanyak 0%.

Page 32: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

18

Gambar 4.2 Diagram Penilaian Pengalaman Beternak

Pola pemeliharaan (gambar 4.3) terbagi atas pola pemeliharaan

digembalakan (60%) dan dikandangkan (40%). Pola pemeliharaan kerbau perah di

Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang didominasi oleh pola pemeliharaan

digembalakan (60%). Kerbau perah yang dipelihara dengan pola pemeliharaan

dengan cara digembalakan akan mencegah kondisi cekaman terhadap kerbau,

kerbau yang digembalakan juga diduga dapat menekan kejadian stres pada kerbau

sehingga pola tersebut lebih banyak dilakukan oleh peternak.

Berdasarkan penciptaannya, kerbau mempunyai beberapa karakter biologis

yang berbeda dengan sapi yang terlihat pada keunggulan dari ternak tersebut jika

dibandingkan dengan sapi potong, keunggulan tersebut adalah kerbau mempunyai

ketahanan terhadap parasit yang lebih tinggi karena mempunyai kulit yang lebih

tebal (Sompotan, 2011).

Gambar 4.3 Diagram Penilaian Pola Pemeliharaan Kerbau

Page 33: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

19

Gambar 4.4 diagram kondisi kerbau perah

Secara keseluruhan dari total sampel menunjukkan kondisi kerbau (gambar

4.4) yang terlihat sehat (96,5%) dan terlihat sakit (3,5%). Penggolongan kerbau

kategori sehat ataupun sakit dinilai dari kondisi tubuh, ada tidaknya luka terbuka,

feses encer, kurus dan nafsu makan.

Dari pengamatan dilapangan kebanyakan dari kerbau tersebut tidak

berada dikubangan lumpur, sebagian masyarakat mengikat kerbau mereka pada

tanah yang agak kering, seperti yang kita ketahui bahwa pertumbuhan dan

perkembangan cacing sangat produktif pada daerah yang lembab dan basah

seperti kubangan lumpur. Salah satu hal yang sangat berpengaruh besar terhadap

hasil negatif Toxocara vitulorum yang ada di Kecamatan curio Kabupaten

Enrekang yaitu kebanyakan kerbau yang dipelihara oleh warga adalah subsidi

dari pemerintah, sebelum kerbau dibagi kepada masyarakat di Kecamatan Curio

terlebih dahulu Dinas Peternakan Kabupaten Enrekang memberikan obat cacing

untuk mencegah penularan dan terjadinya infeksi cacing pada kerbau tersebut.

Dari hasil pemeriksaan mikroskop melalui uji apung tidak ditemukan

adanya telur cacing Toxocara vitulorum pada 28 sampel yang di ambil di

Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang. Sampel sebanyak 28 yang di ambil untuk

dilakukan pengujian dibawah mikroskop berasal dari kerbau perah betina. Hal ini

bisa menjadi salah satu faktor tidak ditemukannya infeksi Toxocara vitulorum

seperti yang dijelaskan oleh Yudha (2014) bahwa Toxocariasi yang disebabkan

oleh Toxocara vitulorum pada induk jantan lebih sering terjadi dari pada induk

betina karena pada induk betina yang terinfeksi larva ke 2 (L2) tidak berkembang

menjadi (L3) tetapi akan mengalami dormansi dan tetap tinggal di dalam jaringan.

Larva ketiga akan berkembang pada saat induk betina bunting, pada masa

menjelang kelahiran akan terjadi transplacental infection atau transmamary

infection.

Page 34: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

20

Tabel 1. Hasil pemeriksaan sampel feses kerbau perah

No Nama Sampel Umur

Toxocara vitolorum

Positif Negatif

1. Agus 6th

2. Sangkala 2th

3. Mattana 7bl

4. Mattana 7th

5. Hodding 7bl

6. Kadis 1th

7. Kadis 4th

8. Amiruddin 2th

9. Mattana 2th

10. Jono 5th

11. Ahmad D 1th

12. Ahmad D 2th

13. Ahmad D 8bl

14. Abd.Latif 2th

15. Alwi 1th

16. Rahaman 2,5th

17. Masdar 1th

18. Sujono 7bl

19. Rusmin L 9bl

20. Jusli 1th

21. Halim 6bl

22. Muhajir 1th

23. Muhajir 2th

24. Muhajir 2th

25. Muhajir 3th

26. Sigeri 2th

27. Ranah 7bl

28. Sainal 7bl √

Tingkat infeksi dan kematian akibat Toxocara vitulorum lebih tinggi pada

hewan muda dibandingkan hewan dewasa. Infeksi pada hewan muda dapat terjadi

pada saat baru lahir melalui induknya. Kerbau yang rentan berumur di bawah 6

Page 35: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

21

bulan. Gejala klinis atau kematian umumnya terjadi pada anak kerbau yang

berumur 1-2 bulan. Hewan yang berumur lebih dari 6 bulan tahan terhadap

infestasi cacing ini karena pembentukan daya tahan tubuh relatif telah sempurna.

Kondisi ini dapat diketahui dengan adanya penurunan jumlah telur cacing per

gram feses secara signifikan seiring dengan bertambahnya umur hewan (Yudha,

2014). Dari tabel hasil pemeriksaan laboratorium (Tabel 1) tidak terdapat sampel

yang memiliki umur dibawah 6 bulan.

Kecamatan Curio adalah salah satu Kecamatan diKabupaten Enrekang

yang mempunyai luas 178,51 km2 yang terdiri dari 11 Desa dan berada pada 740-

1.098 m diatas permukaan laut. Sebagian besar penduduk kecamatan Curio

bermata pencaharian sebagai petani dan peternak. Kecamatan Curio merupakan

salah satu Kecamatan di Kabupaten Enrekang yang berbatasan dengan Kecamatan

Alla di seblah Barat, sebelah Timur terdapat Kabupaten Luwu, Utara berbatasan

dengan Kabupaten Tanah Toraja dan di sebelah Selatan terdapat Kecamatan

Malua dan Baraka (Pemerintah Kabupaten Enrekang, 2011). salah satu yang

menyebabkan rendahnya tingkat helminthiasis di daerah tersebut adalah wilayah

dari Kecamatan Curio berada pada ketinggian 740-1.098 mdpl. Perbedaaan

dataran tinggi dan dataran rendah juga mempengaruhi tingkat infeksi helminthiasi.

Dari hasil penelitian Zulfikar (2012) yang dijelaskan bahwa pada ternak

dataran tinggi Kec. Pintu Rime Gayo, sebanyak 33 ekor (22%) dan dataran rendah

sebanyak 100 ekor (66,6%) positif terhadap infestasi Nematoda. Analisis

memperlihatkan perbedaan nyata (P<0,05) antara kedua dataran terkait keberadaan

parasit. Dapat disimpulkan dataran tinggi memiliki kejadian lebih rendah terhadap

infeksi parasit pada ternak dibanding dataran rendah.

Pada pemeriksaan sampel, selain telur Toxocara vitulorum diidentifikasi

juga telur nematoda lain yaitu Oesophagostomum dan jenis protozoa Eimeria.

Oesophagostomum juga termasuk Nematoda gastrointestinal seperti Toxocara

vitulorum, secara spesifik cacing ini digolongkan ke cacing bungkul. Disebut

cacing bungkul karena gejala yang nampak adalah timbulnya bungkul-bungkul di

dalam kolon dan gejala klinis lainnya yaitu, hewan menjadi kurus, kotoran

berwarna hitam lunak bercampur lendir dan kadang-kadang terdapat darah segar.

Dalam keadaan kronis ternak mengalami diare dengan feses berwarna kehitaman,

nafsu makan menurun, kurus, anemia, hipoalbuminemia, hipoproteinemia dan

busung (Sugama, 2011).

Eimeria adalah parasit berupa protozoa yang sering menginfeksi hewan

ternak. Eimeria bovis berukuran lebar 17-23 µm, panjang 23-34 µm berbentuk

ovoid dan tidak simetris, berwarna coklat/kuning, mempunyai 2 dinding sel, tidak

punya microphyle, oosit tidak polar, terdapat 2 gumpalan sporozoit (fitriastuti,

2013). Berikut gambar Eimeria yang ditemukan dalam sampel.

Page 36: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

22

Gambar 5. Eiimeria bovis

Page 37: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

23

5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan

bahwa tidak ditemukan adanya kejadian infeksi Toxocara vitulorum pada

kerbau perah di Kecamatan Curio, Kabupaten Enrekang

2. Ditemukan adanya telur nematoda lain yaitu Oesophagostomum dan jenis

protozoa Eimeria.

3. Analisis univariate terhadap variabel kuisioner menunjukkan faktor yang

mempengaruhi hasil negative dari toxocara vitulorum diantaranya, analisis

univariate terhadap variabel kuisioner menunjukkan pengalaman peternak

lebih dari 3 tahun (70%) dan peternak dengan pengalaman beternak kerbau

perah kurang dari 3 tahun (30%). Secara keseluruhan dari total sampel

menunjukkan kondisi kerbau (gambar 4.4) yang terlihat sehat (96,5%) dan

terlihat sakit (3,5%). pola pemeliharaan digembalakan (60%) dan

dikandangkan (40%).

5.2 Saran

1. Berdasarkan hasil tersebut disarankan kepada peternak untuk lebih

memperhatikan kesehatan ternak dari segi pakan dan manajemen pemeliharaan.

Sebaiknya manajemen pemeliharaan yang diterapkan yaitu secara intensif agar

siklus hidup cacing dapat dihentikan dan kebersihan ternak juga dapat terjaga.

2. Sosialisasi kepada peternak mengenai pentingnya pemberian obat cacing pada

kerbau perah khususnya pada kerbau perah usia produktif perlu dilakukan agar

ternak terbebas dari penyakit parasiter. Sebaiknya pemberian obat cacing rutin

dilakukan sebanyak 2 kali pertahun.

Page 38: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

24

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka Jakarta, 70 hal.

Anonim. 2012. Kecamatan Curio. http://www.scribd.com/doc Profil_Kecamatan

Curio. (diakses 27 Februari 2015).

Andrianty vivi. 2015. Kejadian Nematodiasis Gastrointestinal pada Pedet Sapi

Bali di Kec Marioriwawo Kabupaten Soppeng. Universitas hasanuddin.

Agustina, K, K, Dharmayuda, Wirata IW. 2013. The Prevalention Of Toxocara

Vitulorum On Bali Cow and Calf in Eastern Area Of Bali. Buletin

Veteriner Udayana, Vol 5 No. 1: 1-6.

Agna. 2009. Toxocariasis pada kucing, (on line), (http://dr-

agna.livejournal.com/3275. Diakses pada tanggal 27 maret 2015).

Azimah Nurul. 2013. Hubungan Antara Periode Laktasi dan Produksi Susu

Ternak Kerbau di Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang. Skripsi.

Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makssar.

Buzetti WA, Machado RZ, Zocoller MC. 2001. An Enzyme-Linked

Immunosorbent Assay (ELISA) for Detection of Antibodies Against

Toxocara vitilorum in Water Buffaloes. Veterinary Parasitology 97 (2001)

55-64.

Carmichael, I.H. and E. Mmartindah. 1996. Mortalities Of Buffalo (Bubbalus

Bubalis) Calves As A Possible Source Of loss to Indonesia Draught

Power. Bull. IPKHI 5(2) : 29-31.

Estuningsih, S.E. 2005. Toxocariasis Pada Hewan dan Bahayanya Pada

Manusia. Warta Zoa, Vol 15 No: 3 P. 136-142.

Fitriastuti Erna. 2011. Studi Penyakit Koksidiosis pada Sapi Betina di 9 Provinsi

di Indonesia Tahun 2011.Unit Uji Bakteriologi Balai Besar Pengujian

Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan Gunungsindur Bogor.

HOLLAND, W.G.,TT. Loung, L.A. Nguyen, T.T. Do and J. Vercruysee. 2000.

The Epidemiology of Nematode end Fluke Infection In Cattle in The Red

River Delta in Vietnam. Vet. Parasitol. 93: 141-147.

India Dairy. 20011. Buffalo_Milk_vs Cow Milk. http://www.

Indiadairy.com/info_buffalo_milk_vs. Html.

Junquera P. 2014. Toxocara vitulorum, parasitic roundworms of cattle: Biology,

Prevention and Control. Neoascaris Vitulorum. [internet]

http://parasitipedia.net/index.php?option=com_content&view=article&id=

2638&Itemid=2916. [Diunduh pada 2 Maret 2015].

Kania U. 2012. Nematoda Usus http://parasitipedia.net/index.php?option=

com_content&view=article&id=2638&Itemid=2916. [Diunduh pada 27

Februari 2015].

Page 39: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

25

Karim. 2012. Manajemen Reproduksi Kerbau (Bubalus bubalis) Sebagai Ternak

Potong di Kabupaten Mamasa. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas

Hasanuddin Makssar.

Koesdarto, Mahfudz, Mumpuni, Kusnoto. 1999. Perbedaan Struktur dan

Morfologi Diantar Telur Cacing Toxocara. Fakultas Kedokteran Hewan

Unair.

Koesdarto, S., S. Uga, Machfudz, S.S. Mumpuni, Kusnoto and H. Puspitawati.

1999. The Prevalence Of Toxocara Vitulorum in Dairy Cow in Surabaya.

Proc. Seminar on Infectious Disease The Tropics. TDC Airlangga

University, Surabaya. P.46-49.

Levine, N.D. 1994. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Diterjemahkan Oleh

Prof. Dr. Gatut Ashadi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Mufiidah et al. 2013. The Productivity of Female Swamp Buffaloes Bubalus

bubalis carabanesis) in Terms Of Reproductive Performance and Body

Measurements at Tempursari Subdistrict Lumajang Regency. Fakultas

Peternakan Universitas Brawijaya.

Martin SW, Meek AH, Willeberg P. 1987. Veterinary Epidemiology. USA: Iowa

State University Press.

SNP. 2011. Profil Kecamatan. Pemerintah Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan.

Purwanta. 2006. Penyakit Cacing Pada Hati (Fascioliasis) Pada Sapi Bali Di

Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan Daerah Makassar. Jurnal

Agrisistem 2 : 63-69.

Rian. 2014. Toxocarosis pada Sapi Potong Peternakan Rakyat di Kecamatan

Ujung Jaya, Sumedang. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Bogor.

Sjamsul, B. Dan C. Talib. 2077. Strategi Pengembangan Pembibitan Ternak

Kerbau. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak

Kerbau. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor.

Subronto. 2006. Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sugama i nyoman dan suyasa. 2011. Keragaan Infeksi Parasit Gastrointestinal

pada Sapi Bali Model Kandang Simantri. Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Bali.

Sompotan, J. 2011. Sejuta Manfaat Daging Kerbau.

http://www.okefood.com/read/2011/09/26/299/507080/sejuta-manfaat-

daging-kerbau

Talib. 2011. Penerapan Sistem Pembibitan Kerbau pada Kelompok Ternak.

Seminar Lokakarya Nasional Kerbau 2011.

Trisnuwati, P, T. Cornelissen and Nasich. 1991. A Parasitological Study on The

Impact of Nematodes on The Production of Livestock in The Limestone

Area Of South Malang. Interdiciplinary Res. J. Landbouw Agric. Univ.

Wageningen. The Netherlands.

Page 40: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

26

Tiesnamurti, Talib. 2011. Inovasi Teknologi Dalam Pengembangan Perbibitan

dan Budidaya Kerbau Lumpur. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau

2011.

Terry JA. 2013. The Use Of Duddingtonia Flagrans For Gastrointestinal

Parasitic Nematode Control In Feces Of Exotic Artiodactylids At Disney’s

Animal Kingdom. [Tesis]. Lousiana (US): Lousiana State University.

Wahab. 2009. Dampak Peningkatan Kualitas Jalan Lingkar Barat Enrekang

Terhadap Pengembangan Kawasan Pertanian. Tesis. Universitas

Diponegoro.

Wirdahayati, R.B. 2008. Upaya Peningkatan Produksi Susu Kerbau untuk

Kelestarian Produk Dadih di Sumatera Barat. Wartazoa Vol. 17 (4) : 178-

184.

Yuda, Susanty. 2014. Identifikasi dan Program Pengendalian toxocara vitulorum

pada Ternak Ruminansia Besar. Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Pertanian Bogor.

Zulfikar. 2012. Derajat Infestasi Parasit Nematoda Gastrointestinal Pada Sapi di

Aceh Bagian Tengan. Aceh: Universitas Syiah Kuala.

Page 41: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

27

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Uji Laboratorium BBV Maros, Identifikasi Telur Cacing

Toxocara vitulorum pada Kerbau Perah di Kecamatan Curio, Kabupaten

Enrekang.

No Nama

Sampel Umur

Toxocara

vitolorum Oesophagostomum

sp Eimeria

sp. Positif Negatif

1. Agus 6th

2. Sangkala 2th

3. Mattana 7bl

4. Mattana 7th

5. Hodding 7bl

6. Kadis 1th

√ √

7. Kadis 4th

8. Amiruddin 2th

9. Mattana 2th

10. Jono 5th

11. Ahmad D 1th

12. Ahmad D 2th

13. Ahmad D 8bl

14. Abd.Latif 2th

15. Alwi 1th

16. Rahaman 2,5th

17. Masdar 1th

18. Sujono 7bl

19. Rusmin L 9bl

20. Jusli 1th

21. Halim 6bl

22. Muhajir 1th

23. Muhajir 2th

24. Muhajir 2th

25. Muhajir 3th

26. Sigeri 2th

27. Ranah 7bl

28. Sainal 7bl √ √

Page 42: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

28

Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian

Page 43: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

29

Foto 1. Pengambilan feses

Page 44: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

30

Foto 3. Pemeriksann di BBV Maros

Page 45: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

31

Lampiran 3

Kuesioner Deteksi Toxocara vitulorum pada

Kerbau Perah di Kabupaten

Enrekang.

I. INFORMASI DASAR

1.

2.

3.

Nomor kuesioner

: ………………… Tanggal : ……………… Nama enumerator :………………………................................ Nama peternak/pengelola : ……………...…………………..………...

a. Jenis kelamin : ( Pria ) (Wanita)

b. Umur : ………………..Tahun

c. Pendidikan terakhir setingkat : ( SD/SR ) / ( SMP ) / ( SMA ) / ( PT )

d. Pengalaman beternak sapi : ………...tahun 4. Alamat : ……………………………………………

a. Dusun : ……………………………………………

b. Desa : …………………………………………… 5. Sistem pemeliharaan : a) dikandangkan / b) digembalakan

II. MANAJEMEN PEMELIHARAAN

PERTANYAN

YA TDK

1 Apakah kerbau perah dikandangkan secara bersama-

sama?

2 Apakah kerbau perah digembalakan bersamaan dengan ternak jenis lain (kambing, kuda, kerbau)?

3

Jenis pakan apa yang sering diberikan ? a) Rerumputan

b) Konsentrat

c) Jerami

d) Lainnya: ........................

4

Apakah kerbau anda pernah diberikan obat cacing ?

5

Apakah kubangan yang sama digunakan oleh kerbau yang berbeda-beda dan secara bergantian?

Page 46: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

32

III. PENGETAHUAN PETERNAK

NO PERTANYAAN Ya Tidak

1 Apakah anda tahu penyakit cacingan

(helminthiasis) pada

Kerbau perah?

2

Menurut anda gejala klinis

helminthiasis/caingan pada kerbau

perah adalah : a) Kerbau kurus b) kerbau mengalami bulu kusam, kasar,

kaku dan berdiri c) Kerbau mengalami kekurusan, bulu

kusam, kasar, kaku dan berdiri, serta

diare

3 Menurut anda, apakah faktor yang

yang dapat menyebabkan

helminthiasis?

a) Melalui vektor perantara

(siput)/ melalui ternak yang

sakit

b) Menular melalui merumput

dan minum sumber yang sama

c) Kandang yang jarang

dibersihkan/ kurangnya

kebersihan lingkungan

Pada musim hujan, daerah lembab

dan kotor.

4 Menurut anda pencegahan

helminthiasis dapat dilakukan

dengan:

a) Pemberian ransum/makanan yang

berkualitas dan cukup jumlahnya,

b) Memisahkan antara ternak muda

dan dewasa/menghindari kepadatan

dalam satu kandang.

c) Menjaga sanitasi (kebersihan

lingkungan) dn menghindari tempat

lembab

d) Melakukan pemeriksaan kesehatan

dan pemberian obat cacing secara

teratur

5 Apakah anda tahu cara pengobatan

helminthiasis?

Tidak

Ya

Page 47: DETEKSI Toxocara vitulorum PADA KERBAU PERAH (Bubalus ... · Penulis memasuki pendidikan formal sekolah dasar di SD Negeri No. 57 Sangeran Kecamatan Anggeraja, Kabupaten ... 2.3.2

33

Lampiran 4. Hasil Kuesioner

No. Deskripsi Hasil Deskripsi

1. Pendidikan terakhir peternak:

1. SD/SR 0% (0/20) 2. SMP 45% (9/20) 3. SMA 55% (11/20)

2. Pola pemeliharaan

Di gembalakan 60% (17/28) Di kandangkan 40% (11/28)

3. Pengalaman beternak

< 3 Tahun 30%(6/20) 3 Tahun 70% (14/20)

4. Jenis Pakan yang diberikan peternak

:

Hijauan (Rumput) 90% (18/20)

Hijauan dan jerami 10% (2/20)

5. Kondisi kerbau perah

Terlihat sehat 96% (/28) Terlihat sakit 3,5% (/28)

6. Pemberian Obat cacing.

Ya

Tidak

100%(28/2

8)

0% (0/28)