desain cahaya untuk meningkatkan produktivitas …
TRANSCRIPT
1
Perjanjian No. III/LPPM/2018-01/2-P
DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS
DAN KREATIVITAS RUANG KERJA
(Objek Studi: Ruang Studio Perancangan Arsitektur di Universitas Katolik
Parahyangan, Bandung)
Disusun Oleh:
Ariani Mandala, ST., MT
E. B. Handoko Sutanto, Ir., MT
Amirani Ritva S, Ir., MT
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Katolik Parahyangan
2018
2
ABSTRAK
Sebagai ruang dengan intensitas penggunaan yang besar, desain ruang studio
perancangan arsitektur perlu mengakomodasi beragam aktivitas yang diwadahinya. Desain
pencahayaan, baik alami maupun buatan berpengaruh besar terhadap kenyamanan visual dan
penciptaan suasana ruang. Ruang studio perancangan arsitektur Universitas Katolik
Parahyangan memiliki keterbatasan dalam memasukan pencahayaan alami, dimana banyak
literatur menyatakan pentingnya peran pencahayaan alami terhadap kualitas ruang. Penelitian
ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas pencahayaan dalam ruang studio perancangan
arsitektur dan rekomendasi desain untuk meningkatkan kenyamanan visual pengguna ruang.
Data dikumpulkan melalui observasi untuk mendapatkan data fisik ruang, pencahayaan
eksisting, dan pengukuran kinerja performa pencahayaan. Simulasi dengan program DiaLux
digunakan untuk mendapatkan data iluminasi, distribusi cahaya, dan potensi terjadinya
gangguan silau dalam ruang studio. Data persepsi tentang kualitas ruang didapat melalui
penyebaran kuesioner kepada mahasiswa pengguna ruang. Hasil penelitian memperlihatkan
meskipun nilai iluminasi di bawah standar yang ditentukan, kenyamanan visual secara
keseluruhan masih dinilai baik oleh responden. Faktor-faktor yang paling mempengaruhi
kenyamanan visual objek studi meliputi penggunaan teknik pencahayaan, level iluminasi
cahaya, warna cahaya, faktor refleksi ruang dalam, dan kontribusi pencahayaan alami.
Kata-kata kunci: kualitas pencahayaan, pencahayaan alami, ruang studio perancangan
arsitektur, Universitas Katolik Parahyangan
3
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................................. 2 DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 3
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. 4 DAFTAR TABEL ...................................................................................................................... 5 1. PENDAHULUAN ................................................................................................................. 6
1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 6
1.2. Pertanyaan Penelitian ....................................................................................... 7
1.3. Tujuan Penelitian.............................................................................................. 7
1.4. Manfaat Penelitian............................................................................................ 7
2. STUDI PUSTAKA ................................................................................................................ 8 3. METODE PENELITIAN ..................................................................................................... 13 4. KUALITAS PENCAHAYAAN RUANG STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR
UNPAR .................................................................................................................................... 15
4.1. Kajian Iluminasi, Distribusi, dan Silau .......................................................... 15
4.2. Persepsi Responden Terhadap Kenyamanan Visual Dan Suasana Ruang ..... 16
5. KESIMPULAN .................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 19
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Kondisi Ruang Studio Perancangan Arsitektur UNPAR ...................................... 6 Gambar 2.1. Perbedaan suasana ruang dengan armatur lampu indirect (kiri) dan direct
(kanan). (Sumber: Houser, 2002)............................................................................................... 9 Gambar 2.2. Zona yang menyinggung sudut visual (Sumber: SNI 03-6575, 2001) ................ 11
Gambar 2.3. Silau yang menyinggung kerja visual (Sumber: Lechner, 2015) ........................ 11 Gambar 4.1. Situasi ruang studio pada area tanpa bukaan (kiri) dan dengan bukaan (kanan) 15 Gambar 4.2. Kondisi pencahayaan alami dalam ruang pada berbagai waktu (Bulan Maret) .. 16 Gambar 4.3. Sinar matahari pagi yang masuk menembus jendela berpotensi menimbulkan
silau pada tempat duduk bagian belakang ............................................................................... 16
Gambar 4.4. Hasil olah data responden mengenai kenyamanan untuk melakukan aktivitas
visual ........................................................................................................................................ 16
Gambar 4.5. Hasil olah data responden mengenai kesan terhadap suasana ruang .................. 16
5
DAFTAR TABEL
Tabel 2-1. Faktor-faktor Pencahayaan Alami ............................................................................ 8 Tabel 2-2. Kebutuhan nilai DF sesuai fungsi ruang (Sumber: Lechner, 2015) ....................... 10 Tabel 2-3. Kebutuhan tingkat iluminasi untuk penerangan umum (general lighting) dan tugas
visual (task lighting). (Sumber: Lechner, 2015) ...................................................................... 10
Tabel 2-4.Tingkat pencahayaan minimum direkomendasikan pada fungsi perkantoran
menurut standar Eropa (Sumber: EN 12464-1) ....................................................................... 10 Tabel 3-1. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 13 Tabel 3-2. Detail pertanyaan kuesioner mengenai kenyamanan visual (visual comfort) ruang
studio ........................................................................................................................................ 14
Tabel 3-3. Detail pertanyaan kuesioner mengenai suasana (mood) ruang studio .................... 14
6
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cahaya dalam dunia arsitektur berperan tidak hanya sebagai pemenuhan kebutuhan
fungsional namun juga dapat menciptakan efek-efek psikologis ke pengguna dan memberi
kesan lebih mendalam terhadap sebuah tempat. Desain cahaya untuk pembentukan suasana
yang menstimulasi faktor psikologis telah banyak diterapkan dalam perancangan bangunan.
Desain pencahayaan alami dan pencahayaan buatan perlu dioptimalkan untuk mendapatkan
kualitas pencahayaan dalam ruang yang baik. Bangunan perkantoran umumnya menggunakan
pertimbangan pemanfaatan pencahayaan alami tidak hanya sebagai upaya penghematan
energi, namun juga untuk meningkatkan produktivitas pekerja.
Di dalam pembelajaran arsitektur, ruang studio merupakan pusat belajar dimana
intensitas penggunaan ruang lebih besar dibandingkan ruang kelas lainnya. Oleh sebabnya
kualitas pencahayaan perlu diperhatikan untuk meningkatkan kenyamanan pengguna
beraktivitas dan membentuk suasana ruang. Aktivitas di dalam ruang studio tidak hanya
difungsikan untuk memproduksi gambar, namun juga digunakan sebagai wadah untuk
mengeksplorasi desain. Oleh karenanya ruangan perlu dikondisikan untuk menstimulasi
kreativitas pengguna dalam mendesain.
Objek studi penelitian adalah ruang studio perancangan arsitektur dasar di
Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Indonesia. Ruang studio memiliki keterbatasan
akses bukaan sehingga hanya sebagian area mendapatkan pencahayaan alami. Desain
pencahayaan buatan yang diaplikasikan saat ini hanya berupa sistem pencahayaan umum
dengan menempatkan titik-titik lampu downlight merata di plafon. Sistem ini cocok
digunakan untuk pemenuhan kebutuhan fungsional (efisien dalam upaya memenuhi standar
iluminasi ruang kelas) dan pemerataan distribusi cahaya. Namun demikian efeknya untuk
menstimulasi proses berpikir kreatif dan peningkatan produktivitas kerja belum menjadi
pertimbangan.
Gambar 1.1. Kondisi Ruang Studio Perancangan Arsitektur UNPAR
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mengevaluasi desain tata cahaya
ruang studio perancangan arsitektur tersebut. Eskplorasi berdasarkan pengamatan
kenyamanan visual dari tata cahaya yang diterapkan dan persepsi pengguna ruang terhadap
suasana yang dirasakan. Rekomendasi diberikan di akhir tulisan untuk meningkatkan kualitas
pencahayaan dalam ruang yang dapat berdampak pada produktivitas dan kreativitas pengguna
ruang.
7
1.2. Pertanyaan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa pertanyaan penelitian, yang dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana desain pencahayaan (alami dan buatan) yang diterapkan pada ruang studio
perancangan arsitektur UNPAR?
2. Bagaimana desain pencahayaan tersebut berpengaruh terhadap kenyamanan visual di
dalam ruang studio?
3. Bagaimana pengaruh desain pencahayaan yang diterapkan terhadap suasana ruang
studio?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
Mempelajari dan mengkaji sistem pencahayaan yang diterapkan dalam ruang
studio arsitektur UNPAR.
Mengetahui pengaruh desain pencahayaan di dalam ruang studio terhadap
kenyamanan visual dan suasana ruang studio perancangan arsitektur UNPAR.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
Menambah wawasan mengenai penerapan sistem pencahayaan yang dilakukan di
dalam ruang studio perancangan arsitektur.
Menambah wawasan mengenai faktor-faktor pencahayaan (alami dan buatan)
yang berpengaruh terhadap kenyamanan visual dan suasana ruang.
Memberikan rekomendasi perbaikan desain kepada pengelola bangunan untuk
meningkatkan kualitas ruang melalui desain pencahayaan yang dapat
menstimulasi produktivitas dan kreativitas mahasiswa.
8
2. STUDI PUSTAKA
Bentuk ruang, tatanan, dan elemen-elemen pembentuk maupun pengisinya memiliki
pengaruh terhadap performa pencahayaan di dalam ruang. Mandala (2016) merinci faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap pencahayaan alami, meliputi kondisi langit dan data
bangunan/ruang. Data ruang mencakup geomteri (orientasi, bentuk, dan dimensi), bukaan
(geometri dan material bukaan), faktor refleksi (dalam dan luar), kontribusi pencahayaan
buatan, penghalang (internal dan eksternal), segi perawatan, faktor polusi, dan isi ruang.
Tabel 2-1. Faktor-faktor Pencahayaan Alami
FAKTOR VARIAN
Kondisi
Langit
Waktu penyinaran Bulan, tanggal, jam
Posisi geografis Letak lintang
Variasi komponen langit
Cerah
Berawan
Mendung
Data
Bangunan
Geometri bangunan (ruang)
Orientasi
Bentuk
Dimensi bangunan
Bukaan
Geometri
Bukaan
Orientasi
Posisi
Jumlah
Bentuk
Dimensi bukaan
Material Bukaan
Transparansi
Refleksi
Tekstur
Faktor
refleksi
Refleksi Dalam
Permukaan Plafon
Permukaan dinding
Permukaan lantai
Refleksi Luar Permukaan Tapak
Permukaan Bangunan Sekitar
Kontribusi cahaya buatan Ada / tidak
Kontrol cahaya (switching / dimming)
Penghalang
Internal Tirai, kisi-kisi dalam, dll
Eksternal
Kusen, teritis/kanopi, kisi-kisi luar, sirip
penangkal sinar matahari, ketebalan dinding,
vegetasi, geometri bangunan sekitar, pagar, dll
Perawatan Perawatan berkala / tidak
Polusi Pengaruh debu, asap, partikel lainnya
Isi ruang Perabot, Partisi, dll
Berbeda dengan pencahayaan alami, pengaturan sistem pencahayaan buatan lebih
mudah disesuaikan dengan kebutuhan karena jenis dan sumber cahayanya dapat diatur.
Pemilihan sistem pencahayaan perlu disesuaikan dengan fungsi ruang dan rincian aktivitas
yang dilakukan. Sistem pencahayaan dibagi menjadi beberapa sistem, yaitu :
1. General Lighting/pencahayaan merata
General Lighting berfungsi sebagai sumber cahaya untuk penerangan secara umum.
Fungsi pencahayaan ini digunakan sebagai pencahayaan utama. Sistem pemasangan lampu
9
dapat dilakukan secara merata, atau diletakan pada sudut-sudut dalam ruangan. Jenis lampu
yang digunakan adalah jenis lampu yang dapat memancar secara merata ke segala arah.
2. Localized Lighting/task lighting/pencahayaan setempat
Pencahayaan localized lighting adalah sistem pencahayaan yang menciptakan cahaya
terfokus pada satu titik. Sistem pencahayaan ini juga dapat berupa task lighting digunakan
sebagai sumber cahaya untuk aktivitas tertentu dan spesifik atau meningkatkan iluminasi
pencahayaan untuk memenuhi standar iluminasi aktivitas tertentu. Hal yang perlu
diperhatikan, task lighting adalah meningkatkan kontras, bukan hanya sekedar meningkatkan
iluminasi pencahayaan karena task lighting berfungsi untuk memberikan fokus untuk
melakukan aktivitas.
Teknik distribusi cahaya pada pencahayaan buatan dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1. Direct/pencahayaan langsung
Teknik pencahayaan langsung mengarahkan sumber cahaya langsung ke bidang kerja.
Distribusi langsung efisien digunakan untuk menciptakan tingkat pencahayaan umum serta
menerangi ruangan secara horizontal. Cahaya menyebar mengarah langsung ke bidang yang
memerlukan pencahayaan untuk tugas visual. Potensi silau rawan tercipta dengan teknik ini,
sehingga memerlukan pemilihan jenis armatur yang mampu mereduksi silau dan posisi
penempatan lampu yang tepat.
2. In-direct/pencahayaan tidak langsung
Teknik pencahayaan indirect mengarahkan cahaya ke bidang (umumnya dinding atau
plafon) sebelum dipantulkan ke seluruh ruang. Teknik ini memiliki kelebihan tidak
menciptakan bayangan secara horizontal dan vertikal. Teknik pencahayaan ini dapat
membuat manusia dapat melihat dengan jelas walaupun tingkat intensitas pencahayaan
rendah dikarenakan teknik ini tidak menimbulkan bayangan.
Gambar 2.1. Perbedaan suasana ruang dengan armatur lampu indirect (kiri) dan direct
(kanan). (Sumber: Houser, 2002)
Pemenuhan tingkat iluminasi pencahayaan berbeda sesuai fungsi dan detail tugas
visual yang diakomodasi oleh ruang. Pengukuran kuat pencahayaan alami dinyatakan dalam
ukuran faktor pencahayaan alami (daylight factor) atau lengkapnya disebut faktor
pencahayaan alami siang hari (PASH) untuk sumber cahaya langit pada siang hari.
Sedangkan untuk pencahayaan pada umumnya tingkat iluminasi menggunakan standar
penerangan yang diukur dalam lux.
Warna cahaya dan tingkat iluminasi berpengaruh terhadap kenyamanan visual
maupun suasana ruang yang tercipta. Lechner (2015) menyebutkan kebutuhan nilai faktor
pencahayaan alami siang hari (PASH) untuk fungsi ruang kelas minimum 2%, persyaratan
untuk pencahayaan merata fungsi ruang kerja sebesar 150 lux, dan 1500 lux di ruang studio
gambar untuk melakukan tugas visual di meja kerja. Sedangkan menurut Standar Nasional
10
Indonesia (SNI 03-6575-2001) pesyaratan tingkat iluminasi ruang gambar adalah 750 lux.
Standar Eropa (EN 12464-1) lebih detail menjabarkan tingkat pencahayaan minimum yang
direkomendasikan untuk ruang kantor berdasarkan aktivitas yang dilakukan. Untuk aktivitas
membuat gambar teknikal seperti studio perancangan arsitektur, diperlukan iluminasi 750
lux, sedangkan untuk kegiatan lainnya berkisar antara 200-500 lux.
Tabel 2-2. Kebutuhan nilai DF sesuai fungsi ruang (Sumber: Lechner, 2015)
Tabel 2-3. Kebutuhan tingkat iluminasi untuk penerangan umum (general lighting)
dan tugas visual (task lighting). (Sumber: Lechner, 2015)
Tabel 2-4.Tingkat pencahayaan minimum direkomendasikan pada fungsi perkantoran
menurut standar Eropa (Sumber: EN 12464-1) Type of interior, task or activity Em (lx)
Filing, copying,etc. 300
Writing, typing, reading, data processing 500
Technical drawing 750
CAD work stations 500
Conference and meeting rooms 500
Reception desk 300
Archives 200
11
Silau merupakan kondisi penglihatan dimana terdapat ketidaknyamanan atau
pengurangan kemampuan untuk melihat detail atau objek, dikarenakan distribusi atau range
luminasi yang tidak sesuai, atau kontras yang terlalu ekstrim (EN, 2012).
Gambar 2.2. Zona yang menyinggung sudut visual (Sumber: SNI 03-6575, 2001)
Gambar 2.3. Silau yang menyinggung kerja visual (Sumber: Lechner, 2015)
Stimulasi visual akibat tata cahaya dapat menghasilkan kesan ruang yang berbeda.
Stimulasi cahaya dengan level intensitas tinggi dapat meningkatkan semangat dan perasaan
senang, sebaliknya level intensitas rendah menghasilkan perasaan nyaman, merasa lebih
santai dan meningkatkan fokus. Teknik pencahayaan yang kompleks, asimetris, canggih,
tidak familiar, mengandung unsur kejutan/ surprising, dan acak/ random dikategorikan
sebagai high load. Sedangkan tata cahaya yang sederhana, simetris, konvensional, familiar,
tidak mengejutkan dan teratur dikategorikan sebgai low load. Keduanya memiiki peran dalam
menciptakan suasana tertentu dalam ruang. Kontras cahaya rendah dan tinggi juga dapat
menciptakan efek psikologis yang berbeda. Wright (1999) membuat penelitian mengenai
persepsi kualitas cahaya dengan teknik pencahayaan yang tidak merata (variasi) pada sebuah
ruang kerja. Ia menyimpulkan bahwa kenyamanan dan perasaan menyenangkan untuk
bekerja dapat ditingkatkan dengan menambah luminasi pada bagian dinding ruang. Houser
(2002) menyatakan bahwa pada umumnya, teknik pencahayaan tidak langsung (indirect)
dapat meningkatkan kesan ruang yang lebih luas dibandingkan teknik penerangan langsung
(direct).
Sejak tahun 1970, Flynn telah meneliti mengenai peran cahaya terhadap impresi
subjektif seseorang. Perasaan pengguna ruang dapat dikuatkan dengan tata cahaya yang
menegaskan ruang berkesan menjadi luas / sempit, jelas/lebih kabur, santai/tegang,
privat/publik. Hal ini berkaitan dengan tingkat iluminasi, pemilihan warna cahaya, maupun
teknik penempatan sumber cahaya dalam ruang. Lee (2014) meneliti mengenai peran warna
cahaya dalam kaitannya dengan persepsi visual pengguna ruang kantor. Ia menyatakan
temperatur cahaya yang lebih rendah (30000 K) memiliki potensi lebih besar untuk dapat
menyebabkan silau dan ketidaknyamanan visual (baik aktivitas menggunakan kertas maupun
layar monitor) sehingga tidak direkomendasikan untuk digunakan dalam ruang kantor.
Namun demikian, suasana/mood yang tercipta dari warna cahaya hangat menimbulkan efek
yang lebih baik dibandingkan temperatur warna lainnya (40000 K dan 65000 K).
12
Desain pencahayaan untuk ruang kerja perlu dikondisikan untuk meningkatkan
produktivitas dan kreativitas pekerja. Poursafar (2016) mengatakan bahwa variasi
pencahayaan dalam sebuah ruang kerja berkontribusi signifikan terhadap kenyamanan yang
dirasakan. Fungsi ruang kerja yang memerlukan pemikiran kreatif perlu didesain dengan
memperhatikan desain tata cahaya yang dapat menstimulasi kreativitas. Steidle (2013)
menyimpulkan bahwa iluminasi cahaya yang rendah dan berkesan gelap dapat meningkatkan
performa kerja yang membutuhkan kreativitas. Kontrol cahaya buatan untuk mengakomodasi
variasi tingkat iluminasi cahaya dapat dibedakan dengan switching dan dimming atau dibuat
skenario cahaya sesuai kebutuhan ruang. Lechner (2015) memberikan pertimbangan teknik
pencahayaan untuk kegiatan drafting, menggambar atau melukis dengan menggunakan
pencahayaan merata yang terdifus dan pencahayaan setempat dari kedua sisi untuk
menimalkan silau dari sumber cahaya.
Pentingnya pencahayaan alami dalam perancangan ruang telah disadari oleh arsitek
sejak lama. Farley (2001) mengumpulkan penelitian-penelitian terdahulu dari Wells (1965),
Markus (1967), Manning (1965), Collins (1975) yang melakaukan survei untuk melihat
preferensi partisipan terhadap kebutuhan pencahayaan alami. Seluruhnya memiliki
kesimpulan yang sama, bahwa pencahayaan alami diperlukan dan diinginkan. Farley juga
menyatakan bahwa jendela dengan pemandangan alam dapat berpengaruh positif terhadap
seseorang dalam berbagai aspek, seperti meningkatkan kepuasan pekerjaan, peningkatan nilai
pekerjaan, peningkatan produktivitas kerja, persepsi terhadap kondisi lingkungan kerja,
kepuasan hidup, menurunkan keinginan untuk berhenti bekerja dan mempercepat waktu
pemulihan bagi pasien pasca operasi.
13
3. METODE PENELITIAN
Observasi ruang studio dilakukan untuk mendapatkan data fisik ruang berupa bentuk
dan tatanan ruang, elemen pelingkup, dan pengisi ruang. Data tata cahaya mencakup data
pencahayaan alami (jenis dan tipe bukaan, orientasi bukaan, dimensi bukaan, material,
bukaan dan kondisi lingkungan) serta data pencahayaan buatan (sistem pencahayaan, jenis
dan spesifikasi sumber cahaya, jenis armatur, dan warna cahaya). Simulasi menggunakan
software DiaLux dilakukan untuk mendapatkan data iluminasi pencahayaan, nilai faktor
pencahayaan alami siang hari, distribusi cahaya, dan simulasi kemungkinan gangguan silau
langsung dari sinar matahari.
Tabel 3-1. Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data Variabel Varian Metode
pengumpulan data
Data fisik ruang
(masing-masing
jenjang studio)
Tatanan dan elemen
ruang
Bentuk dan dimensi ruang
Elemen pelingkup & pengisi
ruang (elemen vertikal dan
horisontal)
Material ruang dalam
Observasi &
dokumentasi
Data fisik tata
cahaya (eksisting)
Pencahayaan alami
Jenis dan tipe bukaan
Orientasi bukaan
Dimensi bukaan
Material bukaan
Kondisi lingkungan Observasi &
dokumentasi
Pencahayaan buatan
Sistem pencahayaan
Sumber cahaya
Jenis armatur dan distribusi
cahaya
Warna cahaya
Data Pengukuran
kenyamanan &
performa visual
(eksisting)
Pencahayaan alami &
buatan
daylight factor (%)
tingkat iluminasi (lux)
Potensi silau /glare
Distribusi cahaya
Simulasi software
(DiaLux)
Data persepsi
pengguna
Impresi subjektif
pengguna terhadap
performa pencahayaan
Persepsi aktivitas visual
(akibat kenyamanan dan
performa visual )
Persepsi suasana ruang
(kepuasan visual )
Kuesioner tertutup
(skala likert)
Data persepsi pengguna ruang terhadap efek pencahayaan dalam ruang didapat
dengan menyebarkan kuesioner. Jumlah responden sebanayak 86 mahasiswa studio (hampir
50% populasi ruang). Pemilihan responden dengan metode purposive sampling, sehingga
responden tersebar merata di seluruh posisi tempat duduk. Pertanyaan kuesioner dimodifikasi
dari penelitian yang telah dilakukan oleh Lee J. H (2004) dan Wright (1999). Pertanyaan
survey menjadi 2 kelompok, kuesioner pertama untuk menganalisis kenyamanan dan potensi
gangguan untuk aktivitas visual, yang kedua adalah untuk menganalisis stimulasi visual
berkaitan dengan suasana/mood ruang.
14
Tabel 3-2. Detail pertanyaan kuesioner mengenai kenyamanan visual (visual comfort) ruang
studio
Tabel 3-3. Detail pertanyaan kuesioner mengenai suasana (mood) ruang studio
Pengolahan data pencahayaan dilakukan dalam bentuk diagram kontur cahaya,
kemungkinan lokasi tempat duduk dengan potensi silau langsung dan perhitungan koefisien
distribusi cahaya. Data persepsi hasil kuesioner diolah dalam bentuk grafik/diagram dan
dideskripsikan. Analisis dilakukan dengan membandingkan hasil olahan data performa
pencahayaan dengan standar pencahayaan yang disyaratkan untuk ruang kerja (studio
gambar) dikaitkan dengan tata ruang studio (fisik dan sistem pencahayaan). Analisis persepsi
pengguna ruang dilakukan dengan membandingkan olahan data persepsi dikaitkan dengan
hasil observasi ruang. Dari hasil analisis dilakukan penyimpulan mengenai pola tatanan dan
elemen ruang yang berpengaruh terhadap performa pencahayaan dan persepsi pengguna. Di
akhir penelitian akan diberikan saran untuk perbaikan ruang studio yang ada saat ini dan juga
rekomendasi desain yang dapat digunakan unt\uk pengembangan studio arsitektur
selanjutnya.
1 2 3 4 5
C1 ruang terasa gelap ruang terasa terang
C2 meja kerja terasa gelap meja kerja terasa gelap
C3 warna cahaya sangat tidak nyaman warna cahaya sangat nyaman
C4 banyak gangguan visual tidak ada gangguan visual
C5 sering mengalami kelelahan pada mata tidak pernah mengalami kelelahan pada mata
C6 tidak dapat melihat objek sekeliling studio dengan jelas dapat melihat objek sekeliling studio dengan jelas
C7 detail gambar di meja kerja studio sangat tidak jelas detail gambar di meja kerja studio sangat jelas
C8 warna gambar di meja kerja studio sangat tidak jelas warna gambar di meja kerja studio sangat jelas
C9 banyak gangguan silau tidak ada gangguan silau
skalapernyataan pernyataanNo
1 2 3 4 5
M1 suasana studio terkesan dingin suasana studio terkesan hangat
M2 ruang studio terasa sempit ruang studio terasa luas
M3 suasana studio terasa menekan suasana studio terasa santai
M4 ruang studio terasa tidak menyenangkan ruang studio terasa menyenangkan
M5 tidak tertarik untuk beraktivitas di studio tidak tertarik untuk beraktivitas di studio
M6 suasana studio membuat perasaan gelisah suasana studio membuat perasaan tenang
M7 ruang studio terasa tidak nyaman ruang studio terasa nyaman
M8 ruang studio membuat tidak betah bekerja ruang studio membuat betah berkerja
No pernyataanskala
pernyataan
15
4. KUALITAS PENCAHAYAAN RUANG STUDIO PERANCANGAN
ARSITEKTUR UNPAR
4.1. Kajian Iluminasi, Distribusi, dan Silau
Tingkat iluminasi rata-rata dalam ruang studio (E.av) 441 lux, iluminasi maksimum
(E.max) 848 Lux dan minimum (E.min) 246 Lux). Nilai ini masih di bawah standar
berdasarkan Lechner (1500 lux) maupun SNI dan EN (750 lux). Ruang studio hanya
menggunakan sistem pencahayaan merata dan tidak memiliki pencahayaan setempat yang
mengarah langsung ke meja gambar sehingga kurang memenuhi tingkat iluminasi untuk
aktivitas gambar. Iluminasi lebih rendah terdapat pada bagian tengah ruang, yaitu di
sepanjang sirkulasi. Ini ditimbulkan karena tipe lampu yang digunakan memiliki daya lebih
rendah dibandingkan area kerja lainnya. Akibatnya, meja kerja yang berdekatan dengan jalur
tersebut juga memiliki level iluminasi lebih kecil. Meskipun demikian, penggunaan warna
terang dari elemen pelingkup ruang membantu merefleksikan cahaya sehingga berkontribusi
dalam menambah level iluminasi. Area belakang ruang studio memiliki nilai iluminasi lebih
tinggi karena memiliki bukaan (terang dari pencahayaan alami). Namun demikian kontribusi
terang langit tersebut tidak signifikan karena bukaan terbayangi oleh teras lantai atas dan
terdapat vegetasi cukup rimbun di tapak bagian timur.
Gambar 4.1. Situasi ruang studio pada area tanpa bukaan (kiri) dan dengan bukaan
(kanan)
Distribusi pencahayaan cukup merata (CoU max / min = 0.29) disebabkan beberapa
hal. Stiker buram sebagai pelapis kaca, selain membantu mereduksi silau juga
mendistribusikan cahaya lebih merata. Namun demikian iluminasi cahaya yang didapat dari
sinar matahari juga tereduksi. Penempatan sistem pencahayaan buatan yang tersebar merata
di plafon membantu mendistribusikan cahaya merata ke seluruh ruang. Penggunaan cat warna
terang pada elemen-elemen pelingkup ruang juga memiliki pengaruh terhadap pemerataaan
distribusi cahaya, Hasil simulasi DiaLux menunjukan kontribusi pencahayaan alami yang
masuk ke dalam ruang berkisar 0.13-4.34 % dengan nilai faktor PASH rata-rata 0.88%. Ini
masih jauh di bawah persyaratan minimum yaitu 2%. Penggunaan meja berwarna putih yang
dilapis kaca dapat menimbulkan gangguan visual berupa silau pantulan dari lampu. Meskipun
armatur lampu telah menggunakan baffle, namun karena menggunakan teknik pencahayaan
langsung (downlight) maka pada area-area tertentu, sudut pantulnya masih berpotensi
menimbulkan silau tidak langsung. Selain itu juga terdapat potensi gangguan silau langsung
dari sinar matahari sebagian meja kerja yang dekat dengan bukaan pada waktu-waktu
tertentu.
16
Langit merata langit cerah (pk.08.00) langit cerah (pk.11.00) langit cerah (pk.15.00)
Gambar 4.2. Kondisi pencahayaan alami dalam ruang pada berbagai waktu (Bulan
Maret)
Gambar 4.3. Sinar matahari pagi yang masuk menembus jendela berpotensi
menimbulkan silau pada tempat duduk bagian belakang
4.2. Persepsi Responden Terhadap Kenyamanan Visual Dan Suasana Ruang
Gambar 4.4. Hasil olah data responden mengenai kenyamanan untuk melakukan
aktivitas visual
Gambar 4.5. Hasil olah data responden mengenai kesan terhadap suasana ruang
17
Hasil pengolahan data kuesioner menunjukan variasi respon terhadap kualitas
pencahayaan ruang studio untuk aktivitas visual. Pada area tanpa bukaan, responden lebih
sering merasakan kelelahan pada mata dibandingkan area dengan bukaan. Sedangkan
gangguan visual berupa silau lebih sering dirasakan pada area dengan bukaan. Meskipun
memiliki koridor luar, teritis cukup lebar, dan kaca jendela dilapis stiker buram, pada pagi
hari sinar matahari masih dapat masuk ke ruangan dan berpotensi menimbulkan silau. Untuk
desain pencahayaan buatan, armatur lampu yang digunakan dilengkapi dengan baffle
aluminium sehingga membantu mereduksi gangguan silau pengguna ruang. Secara
keseluruhan, penilaian responden terhadap kualitas pencahayaan untuk aktivitas visual
memiliki score cukup positif, yaitu 4.03 (skala 1-5).
Grafik menunjukan tingkat kepuasan visual responden mengenai suasana ruang
sedikit lebih tinggi pada area kerja yang memiliki bukaan. Pada area tersebut, responden
merasa ruangan lebih hangat, santai, menyenangkan, dan atraktif dibandingkan dengan area
tanpa bukaan. Pencahayaan alami yang dinamis menghadirkan perubahan suasana ruang
sepanjang hari, berbeda dengan pencahayaan buatan yang konstan sehingga suasana ruang
kurang menarik. Warna lampu putih, pencahayaan yang merata dan monoton juga memberi
kesan dingin. Area tanpa bukaan dibatasi oleh dinding masif yang memperkuat kesan
terkungkung, sebaliknya pada area yang memiliki jendela memberi kesan lebih luas. Namun,
penggunaan warna terang pada elemen pelingkup ruang membantu memberikan efek ruang
menjadi lebih luas, nyaman, dan menyenangkan pada area tanpa jendela. Secara keseluruhan,
penilaian responden terhadap suasana ruang yang terbentuk dari pencahayaan lebih rendah
daripada fungsinya untuk aktivitas visual yaitu 3,4 (skala 1-5).
Responden juga banyak memberikan saran berupa penambahan level iluminasi
cahaya dengan sistem pencahayaan setempat pada meja kerja, terlebih pada area tengah ruang
yang level iluminasinya leih rendah dibandingkan area lainnya. Kebutuhan akan pencahayaan
alami juga menjadi salah satu aspek yang dinilai perlu oleh responden untuk meningkatkan
produktivitas kerja. Suasana hangat juga banyak diinginkan agar suasana ruang tidak
menegangkan dan menghambat kreativitas. Silau matahari pagi juga dikeluhkan mengganggu
untuk sebagian responden yang mendapatkan area kerja di dekat jendela, sehingga perlu
desain khusus untuk mengantisipasinya.
18
5. KESIMPULAN
Tingkat iluminasi ruang studio masih di bawah standar yang ditentukan, namun
penilaian responden masih cukup baik meskipun ada indikasi kelelahan mata bila bekerja
dalam waktu lama. Variasi level iluminasi umumnya dipengaruhi oleh tipe lampu yang
digunakan dan kontribusi pencahayaan alami melalui bukaan jendela. Secara umum,
distribusi pencahayaan merata karena menggunakan teknik pencahayaan merata, penggunaan
stiker buram pada kaca jendela, dan penggunaan cat berwarna terang untuk pelingkup ruang.
Silau terdapat di beberapa tempat duduk yang dekat dengan jendela dan dari pantulan sinar
lampu yang mengenai meja kerja berlapis kaca.
Persepsi responden mengenai suasana ruang studio lebih rendah dari penilaian
terhadap fungsinya untuk pemenuhan aktivitas visual. Hal ini diakibatkan minimnya area
yang memiliki akses terhadap pencahayaan alami dan desain pencahayaan buatan yang
monoton. Teknik pencahayaan merata tidak dikombinasikan dengan penggunaan
pencahayaan setempat sehingga selain kurang memenuhi level iluminasi minimum,
pencahayaan juga tidak memberikan variasi teknik untuk pembentukan suasana ruang. Selain
itu, menurut responden, suasana ruang di area yang memiliki jendela lebih baik dibandingkan
area tidak berjendela. Ini menguatkan hasil penelitian-penelitian terdahulu yang menekankan
kebutuhan akses pencahayaan alami untuk area kerja dan pengaruhnya terhadap suasana
ruang.
Saran utama yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pencahayaan dalam
ruang studio gambar arsitektur ini adalah dengan menambah pencahayaan setempat/lokal di
meja kerja. Pencahayan ini berfungsi untuk meningkatkan kontras, level iluminasi, dan
memberikan fokus untuk beraktivitas. Desain pencahayaan sebaiknya dilengkapi dengan
kontrol individu sehingga dapat disesuaikan dengan jenis aktivitas dan preferensi setiap
mahasiswa terhadap level iluminasi maupun warna cahaya. Selain itu, untuk meningkatkan
produktivitas pengguna ruang, dalam menentukan tempat duduk, area dengan bukaan perlu
dipenuhi terlebih dahulu sebelum menyebarkan peserta studio ke area lainnya. Untuk
meningkatkan suasana ruang agar lebih nyaman dan menyenangkan untuk bekerja, dapat
ditambahkan luminasi di bagian dinding.
19
DAFTAR PUSTAKA
Farley, K.M.J; Veitch, J.A (2001). A Room with a View: A Review of the Effects of
Windows on Work and Well-Being. IRC Research Report RR-136. Ottawa: National
Research Council.
Houser, K.W, et al (2002). The subjective response to linear Fluorescent direct/ indirect
lighting systems. Journal Lighting Res. Technol. 34,3 (2002) pp. 243–264. The
Chartered Institution of Building Services Engineers.
Lechner, Norbert (2015), Heating, Cooling, Lighting. New Jersey: John, Wiley& Sons
Lee.J.H, et al (2014). Analysis of Occupants’ Visual Perception to Refine Indoor Lighting
Environment for Office Tasks. Journal Energies 2014 vol. 7 page: 4116-4139.
Mandala, Ariani (2016). Komparasi Metode Perhitungan Pencahayaan Alami. Laporan
Penelitian (repository) LPPM Universitas Katolik Parahyangan: Bandung
Poursafar.Z, et al (2016). Evaluation of Color and Lghting Preferences in Architects Offices
for Enhancing Productivity. International Journal IJCRR vol 8.isuue 3. February 2016
Steidle, A (2013), Freedom from constraints: Darkness and dim illumination promote
creativity, Journal of Environmental Psychology vo.35 September 2013 p.67-80
Wright. M.S, et al (1999). The perception of lighting quality in a non-uniformly lit office
environment. Emerald publication Vol. 17 Issue: 12/13, pp.476-484,MCB University
Press.
SNI (2001). SNI 03-2396-2001 Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada
Bangunan Gedung. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
SNI (2001). SNI 03-6575-2001 Desain Pencahayaan Buatan. Jakarta: Badan Standardisasi
Nasional.