desain cahaya untuk meningkatkan produktivitas …

19
1 Perjanjian No. III/LPPM/2018-01/2-P DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN KREATIVITAS RUANG KERJA (Objek Studi: Ruang Studio Perancangan Arsitektur di Universitas Katolik Parahyangan, Bandung) Disusun Oleh: Ariani Mandala, ST., MT E. B. Handoko Sutanto, Ir., MT Amirani Ritva S, Ir., MT Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan 2018

Upload: others

Post on 22-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS …

1

Perjanjian No. III/LPPM/2018-01/2-P

DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS

DAN KREATIVITAS RUANG KERJA

(Objek Studi: Ruang Studio Perancangan Arsitektur di Universitas Katolik

Parahyangan, Bandung)

Disusun Oleh:

Ariani Mandala, ST., MT

E. B. Handoko Sutanto, Ir., MT

Amirani Ritva S, Ir., MT

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Universitas Katolik Parahyangan

2018

Page 2: DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS …

2

ABSTRAK

Sebagai ruang dengan intensitas penggunaan yang besar, desain ruang studio

perancangan arsitektur perlu mengakomodasi beragam aktivitas yang diwadahinya. Desain

pencahayaan, baik alami maupun buatan berpengaruh besar terhadap kenyamanan visual dan

penciptaan suasana ruang. Ruang studio perancangan arsitektur Universitas Katolik

Parahyangan memiliki keterbatasan dalam memasukan pencahayaan alami, dimana banyak

literatur menyatakan pentingnya peran pencahayaan alami terhadap kualitas ruang. Penelitian

ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas pencahayaan dalam ruang studio perancangan

arsitektur dan rekomendasi desain untuk meningkatkan kenyamanan visual pengguna ruang.

Data dikumpulkan melalui observasi untuk mendapatkan data fisik ruang, pencahayaan

eksisting, dan pengukuran kinerja performa pencahayaan. Simulasi dengan program DiaLux

digunakan untuk mendapatkan data iluminasi, distribusi cahaya, dan potensi terjadinya

gangguan silau dalam ruang studio. Data persepsi tentang kualitas ruang didapat melalui

penyebaran kuesioner kepada mahasiswa pengguna ruang. Hasil penelitian memperlihatkan

meskipun nilai iluminasi di bawah standar yang ditentukan, kenyamanan visual secara

keseluruhan masih dinilai baik oleh responden. Faktor-faktor yang paling mempengaruhi

kenyamanan visual objek studi meliputi penggunaan teknik pencahayaan, level iluminasi

cahaya, warna cahaya, faktor refleksi ruang dalam, dan kontribusi pencahayaan alami.

Kata-kata kunci: kualitas pencahayaan, pencahayaan alami, ruang studio perancangan

arsitektur, Universitas Katolik Parahyangan

Page 3: DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS …

3

DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................................................. 2 DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 3

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. 4 DAFTAR TABEL ...................................................................................................................... 5 1. PENDAHULUAN ................................................................................................................. 6

1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 6

1.2. Pertanyaan Penelitian ....................................................................................... 7

1.3. Tujuan Penelitian.............................................................................................. 7

1.4. Manfaat Penelitian............................................................................................ 7

2. STUDI PUSTAKA ................................................................................................................ 8 3. METODE PENELITIAN ..................................................................................................... 13 4. KUALITAS PENCAHAYAAN RUANG STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR

UNPAR .................................................................................................................................... 15

4.1. Kajian Iluminasi, Distribusi, dan Silau .......................................................... 15

4.2. Persepsi Responden Terhadap Kenyamanan Visual Dan Suasana Ruang ..... 16

5. KESIMPULAN .................................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 19

Page 4: DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS …

4

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Kondisi Ruang Studio Perancangan Arsitektur UNPAR ...................................... 6 Gambar 2.1. Perbedaan suasana ruang dengan armatur lampu indirect (kiri) dan direct

(kanan). (Sumber: Houser, 2002)............................................................................................... 9 Gambar 2.2. Zona yang menyinggung sudut visual (Sumber: SNI 03-6575, 2001) ................ 11

Gambar 2.3. Silau yang menyinggung kerja visual (Sumber: Lechner, 2015) ........................ 11 Gambar 4.1. Situasi ruang studio pada area tanpa bukaan (kiri) dan dengan bukaan (kanan) 15 Gambar 4.2. Kondisi pencahayaan alami dalam ruang pada berbagai waktu (Bulan Maret) .. 16 Gambar 4.3. Sinar matahari pagi yang masuk menembus jendela berpotensi menimbulkan

silau pada tempat duduk bagian belakang ............................................................................... 16

Gambar 4.4. Hasil olah data responden mengenai kenyamanan untuk melakukan aktivitas

visual ........................................................................................................................................ 16

Gambar 4.5. Hasil olah data responden mengenai kesan terhadap suasana ruang .................. 16

Page 5: DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS …

5

DAFTAR TABEL

Tabel 2-1. Faktor-faktor Pencahayaan Alami ............................................................................ 8 Tabel 2-2. Kebutuhan nilai DF sesuai fungsi ruang (Sumber: Lechner, 2015) ....................... 10 Tabel 2-3. Kebutuhan tingkat iluminasi untuk penerangan umum (general lighting) dan tugas

visual (task lighting). (Sumber: Lechner, 2015) ...................................................................... 10

Tabel 2-4.Tingkat pencahayaan minimum direkomendasikan pada fungsi perkantoran

menurut standar Eropa (Sumber: EN 12464-1) ....................................................................... 10 Tabel 3-1. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 13 Tabel 3-2. Detail pertanyaan kuesioner mengenai kenyamanan visual (visual comfort) ruang

studio ........................................................................................................................................ 14

Tabel 3-3. Detail pertanyaan kuesioner mengenai suasana (mood) ruang studio .................... 14

Page 6: DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS …

6

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Cahaya dalam dunia arsitektur berperan tidak hanya sebagai pemenuhan kebutuhan

fungsional namun juga dapat menciptakan efek-efek psikologis ke pengguna dan memberi

kesan lebih mendalam terhadap sebuah tempat. Desain cahaya untuk pembentukan suasana

yang menstimulasi faktor psikologis telah banyak diterapkan dalam perancangan bangunan.

Desain pencahayaan alami dan pencahayaan buatan perlu dioptimalkan untuk mendapatkan

kualitas pencahayaan dalam ruang yang baik. Bangunan perkantoran umumnya menggunakan

pertimbangan pemanfaatan pencahayaan alami tidak hanya sebagai upaya penghematan

energi, namun juga untuk meningkatkan produktivitas pekerja.

Di dalam pembelajaran arsitektur, ruang studio merupakan pusat belajar dimana

intensitas penggunaan ruang lebih besar dibandingkan ruang kelas lainnya. Oleh sebabnya

kualitas pencahayaan perlu diperhatikan untuk meningkatkan kenyamanan pengguna

beraktivitas dan membentuk suasana ruang. Aktivitas di dalam ruang studio tidak hanya

difungsikan untuk memproduksi gambar, namun juga digunakan sebagai wadah untuk

mengeksplorasi desain. Oleh karenanya ruangan perlu dikondisikan untuk menstimulasi

kreativitas pengguna dalam mendesain.

Objek studi penelitian adalah ruang studio perancangan arsitektur dasar di

Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Indonesia. Ruang studio memiliki keterbatasan

akses bukaan sehingga hanya sebagian area mendapatkan pencahayaan alami. Desain

pencahayaan buatan yang diaplikasikan saat ini hanya berupa sistem pencahayaan umum

dengan menempatkan titik-titik lampu downlight merata di plafon. Sistem ini cocok

digunakan untuk pemenuhan kebutuhan fungsional (efisien dalam upaya memenuhi standar

iluminasi ruang kelas) dan pemerataan distribusi cahaya. Namun demikian efeknya untuk

menstimulasi proses berpikir kreatif dan peningkatan produktivitas kerja belum menjadi

pertimbangan.

Gambar 1.1. Kondisi Ruang Studio Perancangan Arsitektur UNPAR

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mengevaluasi desain tata cahaya

ruang studio perancangan arsitektur tersebut. Eskplorasi berdasarkan pengamatan

kenyamanan visual dari tata cahaya yang diterapkan dan persepsi pengguna ruang terhadap

suasana yang dirasakan. Rekomendasi diberikan di akhir tulisan untuk meningkatkan kualitas

pencahayaan dalam ruang yang dapat berdampak pada produktivitas dan kreativitas pengguna

ruang.

Page 7: DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS …

7

1.2. Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa pertanyaan penelitian, yang dirumuskan sebagai

berikut:

1. Bagaimana desain pencahayaan (alami dan buatan) yang diterapkan pada ruang studio

perancangan arsitektur UNPAR?

2. Bagaimana desain pencahayaan tersebut berpengaruh terhadap kenyamanan visual di

dalam ruang studio?

3. Bagaimana pengaruh desain pencahayaan yang diterapkan terhadap suasana ruang

studio?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

Mempelajari dan mengkaji sistem pencahayaan yang diterapkan dalam ruang

studio arsitektur UNPAR.

Mengetahui pengaruh desain pencahayaan di dalam ruang studio terhadap

kenyamanan visual dan suasana ruang studio perancangan arsitektur UNPAR.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

Menambah wawasan mengenai penerapan sistem pencahayaan yang dilakukan di

dalam ruang studio perancangan arsitektur.

Menambah wawasan mengenai faktor-faktor pencahayaan (alami dan buatan)

yang berpengaruh terhadap kenyamanan visual dan suasana ruang.

Memberikan rekomendasi perbaikan desain kepada pengelola bangunan untuk

meningkatkan kualitas ruang melalui desain pencahayaan yang dapat

menstimulasi produktivitas dan kreativitas mahasiswa.

Page 8: DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS …

8

2. STUDI PUSTAKA

Bentuk ruang, tatanan, dan elemen-elemen pembentuk maupun pengisinya memiliki

pengaruh terhadap performa pencahayaan di dalam ruang. Mandala (2016) merinci faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap pencahayaan alami, meliputi kondisi langit dan data

bangunan/ruang. Data ruang mencakup geomteri (orientasi, bentuk, dan dimensi), bukaan

(geometri dan material bukaan), faktor refleksi (dalam dan luar), kontribusi pencahayaan

buatan, penghalang (internal dan eksternal), segi perawatan, faktor polusi, dan isi ruang.

Tabel 2-1. Faktor-faktor Pencahayaan Alami

FAKTOR VARIAN

Kondisi

Langit

Waktu penyinaran Bulan, tanggal, jam

Posisi geografis Letak lintang

Variasi komponen langit

Cerah

Berawan

Mendung

Data

Bangunan

Geometri bangunan (ruang)

Orientasi

Bentuk

Dimensi bangunan

Bukaan

Geometri

Bukaan

Orientasi

Posisi

Jumlah

Bentuk

Dimensi bukaan

Material Bukaan

Transparansi

Refleksi

Tekstur

Faktor

refleksi

Refleksi Dalam

Permukaan Plafon

Permukaan dinding

Permukaan lantai

Refleksi Luar Permukaan Tapak

Permukaan Bangunan Sekitar

Kontribusi cahaya buatan Ada / tidak

Kontrol cahaya (switching / dimming)

Penghalang

Internal Tirai, kisi-kisi dalam, dll

Eksternal

Kusen, teritis/kanopi, kisi-kisi luar, sirip

penangkal sinar matahari, ketebalan dinding,

vegetasi, geometri bangunan sekitar, pagar, dll

Perawatan Perawatan berkala / tidak

Polusi Pengaruh debu, asap, partikel lainnya

Isi ruang Perabot, Partisi, dll

Berbeda dengan pencahayaan alami, pengaturan sistem pencahayaan buatan lebih

mudah disesuaikan dengan kebutuhan karena jenis dan sumber cahayanya dapat diatur.

Pemilihan sistem pencahayaan perlu disesuaikan dengan fungsi ruang dan rincian aktivitas

yang dilakukan. Sistem pencahayaan dibagi menjadi beberapa sistem, yaitu :

1. General Lighting/pencahayaan merata

General Lighting berfungsi sebagai sumber cahaya untuk penerangan secara umum.

Fungsi pencahayaan ini digunakan sebagai pencahayaan utama. Sistem pemasangan lampu

Page 9: DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS …

9

dapat dilakukan secara merata, atau diletakan pada sudut-sudut dalam ruangan. Jenis lampu

yang digunakan adalah jenis lampu yang dapat memancar secara merata ke segala arah.

2. Localized Lighting/task lighting/pencahayaan setempat

Pencahayaan localized lighting adalah sistem pencahayaan yang menciptakan cahaya

terfokus pada satu titik. Sistem pencahayaan ini juga dapat berupa task lighting digunakan

sebagai sumber cahaya untuk aktivitas tertentu dan spesifik atau meningkatkan iluminasi

pencahayaan untuk memenuhi standar iluminasi aktivitas tertentu. Hal yang perlu

diperhatikan, task lighting adalah meningkatkan kontras, bukan hanya sekedar meningkatkan

iluminasi pencahayaan karena task lighting berfungsi untuk memberikan fokus untuk

melakukan aktivitas.

Teknik distribusi cahaya pada pencahayaan buatan dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu:

1. Direct/pencahayaan langsung

Teknik pencahayaan langsung mengarahkan sumber cahaya langsung ke bidang kerja.

Distribusi langsung efisien digunakan untuk menciptakan tingkat pencahayaan umum serta

menerangi ruangan secara horizontal. Cahaya menyebar mengarah langsung ke bidang yang

memerlukan pencahayaan untuk tugas visual. Potensi silau rawan tercipta dengan teknik ini,

sehingga memerlukan pemilihan jenis armatur yang mampu mereduksi silau dan posisi

penempatan lampu yang tepat.

2. In-direct/pencahayaan tidak langsung

Teknik pencahayaan indirect mengarahkan cahaya ke bidang (umumnya dinding atau

plafon) sebelum dipantulkan ke seluruh ruang. Teknik ini memiliki kelebihan tidak

menciptakan bayangan secara horizontal dan vertikal. Teknik pencahayaan ini dapat

membuat manusia dapat melihat dengan jelas walaupun tingkat intensitas pencahayaan

rendah dikarenakan teknik ini tidak menimbulkan bayangan.

Gambar 2.1. Perbedaan suasana ruang dengan armatur lampu indirect (kiri) dan direct

(kanan). (Sumber: Houser, 2002)

Pemenuhan tingkat iluminasi pencahayaan berbeda sesuai fungsi dan detail tugas

visual yang diakomodasi oleh ruang. Pengukuran kuat pencahayaan alami dinyatakan dalam

ukuran faktor pencahayaan alami (daylight factor) atau lengkapnya disebut faktor

pencahayaan alami siang hari (PASH) untuk sumber cahaya langit pada siang hari.

Sedangkan untuk pencahayaan pada umumnya tingkat iluminasi menggunakan standar

penerangan yang diukur dalam lux.

Warna cahaya dan tingkat iluminasi berpengaruh terhadap kenyamanan visual

maupun suasana ruang yang tercipta. Lechner (2015) menyebutkan kebutuhan nilai faktor

pencahayaan alami siang hari (PASH) untuk fungsi ruang kelas minimum 2%, persyaratan

untuk pencahayaan merata fungsi ruang kerja sebesar 150 lux, dan 1500 lux di ruang studio

gambar untuk melakukan tugas visual di meja kerja. Sedangkan menurut Standar Nasional

Page 10: DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS …

10

Indonesia (SNI 03-6575-2001) pesyaratan tingkat iluminasi ruang gambar adalah 750 lux.

Standar Eropa (EN 12464-1) lebih detail menjabarkan tingkat pencahayaan minimum yang

direkomendasikan untuk ruang kantor berdasarkan aktivitas yang dilakukan. Untuk aktivitas

membuat gambar teknikal seperti studio perancangan arsitektur, diperlukan iluminasi 750

lux, sedangkan untuk kegiatan lainnya berkisar antara 200-500 lux.

Tabel 2-2. Kebutuhan nilai DF sesuai fungsi ruang (Sumber: Lechner, 2015)

Tabel 2-3. Kebutuhan tingkat iluminasi untuk penerangan umum (general lighting)

dan tugas visual (task lighting). (Sumber: Lechner, 2015)

Tabel 2-4.Tingkat pencahayaan minimum direkomendasikan pada fungsi perkantoran

menurut standar Eropa (Sumber: EN 12464-1) Type of interior, task or activity Em (lx)

Filing, copying,etc. 300

Writing, typing, reading, data processing 500

Technical drawing 750

CAD work stations 500

Conference and meeting rooms 500

Reception desk 300

Archives 200

Page 11: DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS …

11

Silau merupakan kondisi penglihatan dimana terdapat ketidaknyamanan atau

pengurangan kemampuan untuk melihat detail atau objek, dikarenakan distribusi atau range

luminasi yang tidak sesuai, atau kontras yang terlalu ekstrim (EN, 2012).

Gambar 2.2. Zona yang menyinggung sudut visual (Sumber: SNI 03-6575, 2001)

Gambar 2.3. Silau yang menyinggung kerja visual (Sumber: Lechner, 2015)

Stimulasi visual akibat tata cahaya dapat menghasilkan kesan ruang yang berbeda.

Stimulasi cahaya dengan level intensitas tinggi dapat meningkatkan semangat dan perasaan

senang, sebaliknya level intensitas rendah menghasilkan perasaan nyaman, merasa lebih

santai dan meningkatkan fokus. Teknik pencahayaan yang kompleks, asimetris, canggih,

tidak familiar, mengandung unsur kejutan/ surprising, dan acak/ random dikategorikan

sebagai high load. Sedangkan tata cahaya yang sederhana, simetris, konvensional, familiar,

tidak mengejutkan dan teratur dikategorikan sebgai low load. Keduanya memiiki peran dalam

menciptakan suasana tertentu dalam ruang. Kontras cahaya rendah dan tinggi juga dapat

menciptakan efek psikologis yang berbeda. Wright (1999) membuat penelitian mengenai

persepsi kualitas cahaya dengan teknik pencahayaan yang tidak merata (variasi) pada sebuah

ruang kerja. Ia menyimpulkan bahwa kenyamanan dan perasaan menyenangkan untuk

bekerja dapat ditingkatkan dengan menambah luminasi pada bagian dinding ruang. Houser

(2002) menyatakan bahwa pada umumnya, teknik pencahayaan tidak langsung (indirect)

dapat meningkatkan kesan ruang yang lebih luas dibandingkan teknik penerangan langsung

(direct).

Sejak tahun 1970, Flynn telah meneliti mengenai peran cahaya terhadap impresi

subjektif seseorang. Perasaan pengguna ruang dapat dikuatkan dengan tata cahaya yang

menegaskan ruang berkesan menjadi luas / sempit, jelas/lebih kabur, santai/tegang,

privat/publik. Hal ini berkaitan dengan tingkat iluminasi, pemilihan warna cahaya, maupun

teknik penempatan sumber cahaya dalam ruang. Lee (2014) meneliti mengenai peran warna

cahaya dalam kaitannya dengan persepsi visual pengguna ruang kantor. Ia menyatakan

temperatur cahaya yang lebih rendah (30000 K) memiliki potensi lebih besar untuk dapat

menyebabkan silau dan ketidaknyamanan visual (baik aktivitas menggunakan kertas maupun

layar monitor) sehingga tidak direkomendasikan untuk digunakan dalam ruang kantor.

Namun demikian, suasana/mood yang tercipta dari warna cahaya hangat menimbulkan efek

yang lebih baik dibandingkan temperatur warna lainnya (40000 K dan 65000 K).

Page 12: DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS …

12

Desain pencahayaan untuk ruang kerja perlu dikondisikan untuk meningkatkan

produktivitas dan kreativitas pekerja. Poursafar (2016) mengatakan bahwa variasi

pencahayaan dalam sebuah ruang kerja berkontribusi signifikan terhadap kenyamanan yang

dirasakan. Fungsi ruang kerja yang memerlukan pemikiran kreatif perlu didesain dengan

memperhatikan desain tata cahaya yang dapat menstimulasi kreativitas. Steidle (2013)

menyimpulkan bahwa iluminasi cahaya yang rendah dan berkesan gelap dapat meningkatkan

performa kerja yang membutuhkan kreativitas. Kontrol cahaya buatan untuk mengakomodasi

variasi tingkat iluminasi cahaya dapat dibedakan dengan switching dan dimming atau dibuat

skenario cahaya sesuai kebutuhan ruang. Lechner (2015) memberikan pertimbangan teknik

pencahayaan untuk kegiatan drafting, menggambar atau melukis dengan menggunakan

pencahayaan merata yang terdifus dan pencahayaan setempat dari kedua sisi untuk

menimalkan silau dari sumber cahaya.

Pentingnya pencahayaan alami dalam perancangan ruang telah disadari oleh arsitek

sejak lama. Farley (2001) mengumpulkan penelitian-penelitian terdahulu dari Wells (1965),

Markus (1967), Manning (1965), Collins (1975) yang melakaukan survei untuk melihat

preferensi partisipan terhadap kebutuhan pencahayaan alami. Seluruhnya memiliki

kesimpulan yang sama, bahwa pencahayaan alami diperlukan dan diinginkan. Farley juga

menyatakan bahwa jendela dengan pemandangan alam dapat berpengaruh positif terhadap

seseorang dalam berbagai aspek, seperti meningkatkan kepuasan pekerjaan, peningkatan nilai

pekerjaan, peningkatan produktivitas kerja, persepsi terhadap kondisi lingkungan kerja,

kepuasan hidup, menurunkan keinginan untuk berhenti bekerja dan mempercepat waktu

pemulihan bagi pasien pasca operasi.

Page 13: DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS …

13

3. METODE PENELITIAN

Observasi ruang studio dilakukan untuk mendapatkan data fisik ruang berupa bentuk

dan tatanan ruang, elemen pelingkup, dan pengisi ruang. Data tata cahaya mencakup data

pencahayaan alami (jenis dan tipe bukaan, orientasi bukaan, dimensi bukaan, material,

bukaan dan kondisi lingkungan) serta data pencahayaan buatan (sistem pencahayaan, jenis

dan spesifikasi sumber cahaya, jenis armatur, dan warna cahaya). Simulasi menggunakan

software DiaLux dilakukan untuk mendapatkan data iluminasi pencahayaan, nilai faktor

pencahayaan alami siang hari, distribusi cahaya, dan simulasi kemungkinan gangguan silau

langsung dari sinar matahari.

Tabel 3-1. Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data Variabel Varian Metode

pengumpulan data

Data fisik ruang

(masing-masing

jenjang studio)

Tatanan dan elemen

ruang

Bentuk dan dimensi ruang

Elemen pelingkup & pengisi

ruang (elemen vertikal dan

horisontal)

Material ruang dalam

Observasi &

dokumentasi

Data fisik tata

cahaya (eksisting)

Pencahayaan alami

Jenis dan tipe bukaan

Orientasi bukaan

Dimensi bukaan

Material bukaan

Kondisi lingkungan Observasi &

dokumentasi

Pencahayaan buatan

Sistem pencahayaan

Sumber cahaya

Jenis armatur dan distribusi

cahaya

Warna cahaya

Data Pengukuran

kenyamanan &

performa visual

(eksisting)

Pencahayaan alami &

buatan

daylight factor (%)

tingkat iluminasi (lux)

Potensi silau /glare

Distribusi cahaya

Simulasi software

(DiaLux)

Data persepsi

pengguna

Impresi subjektif

pengguna terhadap

performa pencahayaan

Persepsi aktivitas visual

(akibat kenyamanan dan

performa visual )

Persepsi suasana ruang

(kepuasan visual )

Kuesioner tertutup

(skala likert)

Data persepsi pengguna ruang terhadap efek pencahayaan dalam ruang didapat

dengan menyebarkan kuesioner. Jumlah responden sebanayak 86 mahasiswa studio (hampir

50% populasi ruang). Pemilihan responden dengan metode purposive sampling, sehingga

responden tersebar merata di seluruh posisi tempat duduk. Pertanyaan kuesioner dimodifikasi

dari penelitian yang telah dilakukan oleh Lee J. H (2004) dan Wright (1999). Pertanyaan

survey menjadi 2 kelompok, kuesioner pertama untuk menganalisis kenyamanan dan potensi

gangguan untuk aktivitas visual, yang kedua adalah untuk menganalisis stimulasi visual

berkaitan dengan suasana/mood ruang.

Page 14: DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS …

14

Tabel 3-2. Detail pertanyaan kuesioner mengenai kenyamanan visual (visual comfort) ruang

studio

Tabel 3-3. Detail pertanyaan kuesioner mengenai suasana (mood) ruang studio

Pengolahan data pencahayaan dilakukan dalam bentuk diagram kontur cahaya,

kemungkinan lokasi tempat duduk dengan potensi silau langsung dan perhitungan koefisien

distribusi cahaya. Data persepsi hasil kuesioner diolah dalam bentuk grafik/diagram dan

dideskripsikan. Analisis dilakukan dengan membandingkan hasil olahan data performa

pencahayaan dengan standar pencahayaan yang disyaratkan untuk ruang kerja (studio

gambar) dikaitkan dengan tata ruang studio (fisik dan sistem pencahayaan). Analisis persepsi

pengguna ruang dilakukan dengan membandingkan olahan data persepsi dikaitkan dengan

hasil observasi ruang. Dari hasil analisis dilakukan penyimpulan mengenai pola tatanan dan

elemen ruang yang berpengaruh terhadap performa pencahayaan dan persepsi pengguna. Di

akhir penelitian akan diberikan saran untuk perbaikan ruang studio yang ada saat ini dan juga

rekomendasi desain yang dapat digunakan unt\uk pengembangan studio arsitektur

selanjutnya.

1 2 3 4 5

C1 ruang terasa gelap ruang terasa terang

C2 meja kerja terasa gelap meja kerja terasa gelap

C3 warna cahaya sangat tidak nyaman warna cahaya sangat nyaman

C4 banyak gangguan visual tidak ada gangguan visual

C5 sering mengalami kelelahan pada mata tidak pernah mengalami kelelahan pada mata

C6 tidak dapat melihat objek sekeliling studio dengan jelas dapat melihat objek sekeliling studio dengan jelas

C7 detail gambar di meja kerja studio sangat tidak jelas detail gambar di meja kerja studio sangat jelas

C8 warna gambar di meja kerja studio sangat tidak jelas warna gambar di meja kerja studio sangat jelas

C9 banyak gangguan silau tidak ada gangguan silau

skalapernyataan pernyataanNo

1 2 3 4 5

M1 suasana studio terkesan dingin suasana studio terkesan hangat

M2 ruang studio terasa sempit ruang studio terasa luas

M3 suasana studio terasa menekan suasana studio terasa santai

M4 ruang studio terasa tidak menyenangkan ruang studio terasa menyenangkan

M5 tidak tertarik untuk beraktivitas di studio tidak tertarik untuk beraktivitas di studio

M6 suasana studio membuat perasaan gelisah suasana studio membuat perasaan tenang

M7 ruang studio terasa tidak nyaman ruang studio terasa nyaman

M8 ruang studio membuat tidak betah bekerja ruang studio membuat betah berkerja

No pernyataanskala

pernyataan

Page 15: DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS …

15

4. KUALITAS PENCAHAYAAN RUANG STUDIO PERANCANGAN

ARSITEKTUR UNPAR

4.1. Kajian Iluminasi, Distribusi, dan Silau

Tingkat iluminasi rata-rata dalam ruang studio (E.av) 441 lux, iluminasi maksimum

(E.max) 848 Lux dan minimum (E.min) 246 Lux). Nilai ini masih di bawah standar

berdasarkan Lechner (1500 lux) maupun SNI dan EN (750 lux). Ruang studio hanya

menggunakan sistem pencahayaan merata dan tidak memiliki pencahayaan setempat yang

mengarah langsung ke meja gambar sehingga kurang memenuhi tingkat iluminasi untuk

aktivitas gambar. Iluminasi lebih rendah terdapat pada bagian tengah ruang, yaitu di

sepanjang sirkulasi. Ini ditimbulkan karena tipe lampu yang digunakan memiliki daya lebih

rendah dibandingkan area kerja lainnya. Akibatnya, meja kerja yang berdekatan dengan jalur

tersebut juga memiliki level iluminasi lebih kecil. Meskipun demikian, penggunaan warna

terang dari elemen pelingkup ruang membantu merefleksikan cahaya sehingga berkontribusi

dalam menambah level iluminasi. Area belakang ruang studio memiliki nilai iluminasi lebih

tinggi karena memiliki bukaan (terang dari pencahayaan alami). Namun demikian kontribusi

terang langit tersebut tidak signifikan karena bukaan terbayangi oleh teras lantai atas dan

terdapat vegetasi cukup rimbun di tapak bagian timur.

Gambar 4.1. Situasi ruang studio pada area tanpa bukaan (kiri) dan dengan bukaan

(kanan)

Distribusi pencahayaan cukup merata (CoU max / min = 0.29) disebabkan beberapa

hal. Stiker buram sebagai pelapis kaca, selain membantu mereduksi silau juga

mendistribusikan cahaya lebih merata. Namun demikian iluminasi cahaya yang didapat dari

sinar matahari juga tereduksi. Penempatan sistem pencahayaan buatan yang tersebar merata

di plafon membantu mendistribusikan cahaya merata ke seluruh ruang. Penggunaan cat warna

terang pada elemen-elemen pelingkup ruang juga memiliki pengaruh terhadap pemerataaan

distribusi cahaya, Hasil simulasi DiaLux menunjukan kontribusi pencahayaan alami yang

masuk ke dalam ruang berkisar 0.13-4.34 % dengan nilai faktor PASH rata-rata 0.88%. Ini

masih jauh di bawah persyaratan minimum yaitu 2%. Penggunaan meja berwarna putih yang

dilapis kaca dapat menimbulkan gangguan visual berupa silau pantulan dari lampu. Meskipun

armatur lampu telah menggunakan baffle, namun karena menggunakan teknik pencahayaan

langsung (downlight) maka pada area-area tertentu, sudut pantulnya masih berpotensi

menimbulkan silau tidak langsung. Selain itu juga terdapat potensi gangguan silau langsung

dari sinar matahari sebagian meja kerja yang dekat dengan bukaan pada waktu-waktu

tertentu.

Page 16: DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS …

16

Langit merata langit cerah (pk.08.00) langit cerah (pk.11.00) langit cerah (pk.15.00)

Gambar 4.2. Kondisi pencahayaan alami dalam ruang pada berbagai waktu (Bulan

Maret)

Gambar 4.3. Sinar matahari pagi yang masuk menembus jendela berpotensi

menimbulkan silau pada tempat duduk bagian belakang

4.2. Persepsi Responden Terhadap Kenyamanan Visual Dan Suasana Ruang

Gambar 4.4. Hasil olah data responden mengenai kenyamanan untuk melakukan

aktivitas visual

Gambar 4.5. Hasil olah data responden mengenai kesan terhadap suasana ruang

Page 17: DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS …

17

Hasil pengolahan data kuesioner menunjukan variasi respon terhadap kualitas

pencahayaan ruang studio untuk aktivitas visual. Pada area tanpa bukaan, responden lebih

sering merasakan kelelahan pada mata dibandingkan area dengan bukaan. Sedangkan

gangguan visual berupa silau lebih sering dirasakan pada area dengan bukaan. Meskipun

memiliki koridor luar, teritis cukup lebar, dan kaca jendela dilapis stiker buram, pada pagi

hari sinar matahari masih dapat masuk ke ruangan dan berpotensi menimbulkan silau. Untuk

desain pencahayaan buatan, armatur lampu yang digunakan dilengkapi dengan baffle

aluminium sehingga membantu mereduksi gangguan silau pengguna ruang. Secara

keseluruhan, penilaian responden terhadap kualitas pencahayaan untuk aktivitas visual

memiliki score cukup positif, yaitu 4.03 (skala 1-5).

Grafik menunjukan tingkat kepuasan visual responden mengenai suasana ruang

sedikit lebih tinggi pada area kerja yang memiliki bukaan. Pada area tersebut, responden

merasa ruangan lebih hangat, santai, menyenangkan, dan atraktif dibandingkan dengan area

tanpa bukaan. Pencahayaan alami yang dinamis menghadirkan perubahan suasana ruang

sepanjang hari, berbeda dengan pencahayaan buatan yang konstan sehingga suasana ruang

kurang menarik. Warna lampu putih, pencahayaan yang merata dan monoton juga memberi

kesan dingin. Area tanpa bukaan dibatasi oleh dinding masif yang memperkuat kesan

terkungkung, sebaliknya pada area yang memiliki jendela memberi kesan lebih luas. Namun,

penggunaan warna terang pada elemen pelingkup ruang membantu memberikan efek ruang

menjadi lebih luas, nyaman, dan menyenangkan pada area tanpa jendela. Secara keseluruhan,

penilaian responden terhadap suasana ruang yang terbentuk dari pencahayaan lebih rendah

daripada fungsinya untuk aktivitas visual yaitu 3,4 (skala 1-5).

Responden juga banyak memberikan saran berupa penambahan level iluminasi

cahaya dengan sistem pencahayaan setempat pada meja kerja, terlebih pada area tengah ruang

yang level iluminasinya leih rendah dibandingkan area lainnya. Kebutuhan akan pencahayaan

alami juga menjadi salah satu aspek yang dinilai perlu oleh responden untuk meningkatkan

produktivitas kerja. Suasana hangat juga banyak diinginkan agar suasana ruang tidak

menegangkan dan menghambat kreativitas. Silau matahari pagi juga dikeluhkan mengganggu

untuk sebagian responden yang mendapatkan area kerja di dekat jendela, sehingga perlu

desain khusus untuk mengantisipasinya.

Page 18: DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS …

18

5. KESIMPULAN

Tingkat iluminasi ruang studio masih di bawah standar yang ditentukan, namun

penilaian responden masih cukup baik meskipun ada indikasi kelelahan mata bila bekerja

dalam waktu lama. Variasi level iluminasi umumnya dipengaruhi oleh tipe lampu yang

digunakan dan kontribusi pencahayaan alami melalui bukaan jendela. Secara umum,

distribusi pencahayaan merata karena menggunakan teknik pencahayaan merata, penggunaan

stiker buram pada kaca jendela, dan penggunaan cat berwarna terang untuk pelingkup ruang.

Silau terdapat di beberapa tempat duduk yang dekat dengan jendela dan dari pantulan sinar

lampu yang mengenai meja kerja berlapis kaca.

Persepsi responden mengenai suasana ruang studio lebih rendah dari penilaian

terhadap fungsinya untuk pemenuhan aktivitas visual. Hal ini diakibatkan minimnya area

yang memiliki akses terhadap pencahayaan alami dan desain pencahayaan buatan yang

monoton. Teknik pencahayaan merata tidak dikombinasikan dengan penggunaan

pencahayaan setempat sehingga selain kurang memenuhi level iluminasi minimum,

pencahayaan juga tidak memberikan variasi teknik untuk pembentukan suasana ruang. Selain

itu, menurut responden, suasana ruang di area yang memiliki jendela lebih baik dibandingkan

area tidak berjendela. Ini menguatkan hasil penelitian-penelitian terdahulu yang menekankan

kebutuhan akses pencahayaan alami untuk area kerja dan pengaruhnya terhadap suasana

ruang.

Saran utama yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pencahayaan dalam

ruang studio gambar arsitektur ini adalah dengan menambah pencahayaan setempat/lokal di

meja kerja. Pencahayan ini berfungsi untuk meningkatkan kontras, level iluminasi, dan

memberikan fokus untuk beraktivitas. Desain pencahayaan sebaiknya dilengkapi dengan

kontrol individu sehingga dapat disesuaikan dengan jenis aktivitas dan preferensi setiap

mahasiswa terhadap level iluminasi maupun warna cahaya. Selain itu, untuk meningkatkan

produktivitas pengguna ruang, dalam menentukan tempat duduk, area dengan bukaan perlu

dipenuhi terlebih dahulu sebelum menyebarkan peserta studio ke area lainnya. Untuk

meningkatkan suasana ruang agar lebih nyaman dan menyenangkan untuk bekerja, dapat

ditambahkan luminasi di bagian dinding.

Page 19: DESAIN CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS …

19

DAFTAR PUSTAKA

Farley, K.M.J; Veitch, J.A (2001). A Room with a View: A Review of the Effects of

Windows on Work and Well-Being. IRC Research Report RR-136. Ottawa: National

Research Council.

Houser, K.W, et al (2002). The subjective response to linear Fluorescent direct/ indirect

lighting systems. Journal Lighting Res. Technol. 34,3 (2002) pp. 243–264. The

Chartered Institution of Building Services Engineers.

Lechner, Norbert (2015), Heating, Cooling, Lighting. New Jersey: John, Wiley& Sons

Lee.J.H, et al (2014). Analysis of Occupants’ Visual Perception to Refine Indoor Lighting

Environment for Office Tasks. Journal Energies 2014 vol. 7 page: 4116-4139.

Mandala, Ariani (2016). Komparasi Metode Perhitungan Pencahayaan Alami. Laporan

Penelitian (repository) LPPM Universitas Katolik Parahyangan: Bandung

Poursafar.Z, et al (2016). Evaluation of Color and Lghting Preferences in Architects Offices

for Enhancing Productivity. International Journal IJCRR vol 8.isuue 3. February 2016

Steidle, A (2013), Freedom from constraints: Darkness and dim illumination promote

creativity, Journal of Environmental Psychology vo.35 September 2013 p.67-80

Wright. M.S, et al (1999). The perception of lighting quality in a non-uniformly lit office

environment. Emerald publication Vol. 17 Issue: 12/13, pp.476-484,MCB University

Press.

SNI (2001). SNI 03-2396-2001 Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada

Bangunan Gedung. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

SNI (2001). SNI 03-6575-2001 Desain Pencahayaan Buatan. Jakarta: Badan Standardisasi

Nasional.