derm. atopik

Upload: firman-cappo

Post on 18-Jan-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sip

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

I.1DEFINISIDermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik yang berulang, sering disertai rasa gatal, terjadi pada awal kehidupan (bayi) dan waktu anak-anak. Dermatitis atopik sering dikaitkan dengan fungsi sawar kulit yang abnormal, sensitisasi alergen dan sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat penyakit atopi pada keluarga atau penderita. Misalnya (dermatitis atopik, rhinitis, dan asma bronkial). Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural). Tidak ada kriteria atau diagnosa khusus yang mampu membedakan dermatitis atopik dengan penyakit lain.(1,2)

I.2EPIDEMIOLOGISejak tahun 1960, telah terjadi peningkatan kasus dermatitis atopi sebanyak 3 kali lipat. Studi terbaru menunjukkan prevalensi anak-anak yang terkena dermatitis atopi adalah kira-kira 10-20% di Amerika Serikat, Eropa Utara dan Barat, Afrika, Jepang, Australia, dan negara industrial yang lain. Prevalensi orang dewasa sekitar 1- 3%. Namun begitu, prevalensi dermatitis atopi lebih rendah di negara-negara agrikultural seperti China dan Eropa timur, pedalaman Afrika, dan Asia tengah. Rasio antara penderita perempuan dan laki-laki adalah 1,3:1. Peningkatan prevalensi ini tidak diketahui penyebabnya. Namun, terdapat faktor risiko yang berpotensi meningkatkan kadar penderita penyakit dermatitis atopi ini seperti jumlah keluarga yang sedikit, pendapatan bertambah, tingkat edukasi yang tinggi pada orang kulit hitam/putih, migrasi dari desa ke kota, serta meningkatnya kadar penggunaan antibiotik (dikenal juga dengan Western lifestyle) (1,2)

I.3ETIOLOGIDermatitis atopi merupakan penyaklit inflamasi kulit yang sangat gatal, diakibatkan oleh interaksi kompleks antara kecenderungan genetik yang menyebabkan gangguan fungsi sawar kulit, gangguan sistem imun humoral, dan peningkatan respon imunologik terhadap alergen dan antigen mikroba.(1)

I.4PATOGENESISDermatitis atopik merupakan penyakit multifaktor yang meningkat dalam hal tingkat prevalensi. Gejala yang muncul berbeda-beda berdasarkan umur. Pada bayi, lesi bisa mengenai wajah ataupun seluruh tubuh. Pada orang dewasa, lesi mengenai daerah lipatan kulit dan di tangan. Komponen genetik memegang peranan kuat, namun faktor lingkungan juga ikut berperan, dan penyakit ini umumnya terkena pada pasien dengan tingkat sosial ekonomi tinggi. Lesi terbentuk oleh karena reaksi imunologis yang meningkat dari beberapa varian antigen. Ketika reaksi imunologi ini muncul hingga menjadi sesuatu yang abnormal, kerusakan pada fungsi barrier, reaktif pada pembuluh darah, dan saraf juga menunjukkan tanda dan gejala pada dermatitis atopik.(4)Reaksi hipersensitivitas Tipe I (IgE-mediated) yang terjadi sebagai akibat dari pelepasan zat vasoaktif dari kedua mast sel dan basofil yang telah disensitisasi oleh interaksi antigen dengan IgE. Peran IgE dalam AD masih belum sepenuhnya jelas, tapi Sel Langerhans epidermal memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor IgE. TH2 dan TH1 berkontribusi terhadap peradangan kulit pada AD. Infiltrasi sel T dalam AD dikaitkan dengan dominasi interleukin (IL) 4 dan IL-13, dan peradangan kronis pada AD dengan peningkatan IL-5, granulosit-makrofagcolony-stimulating factor (GM-CSF), IL-12, dan interferon (IFN).(6) Reaksi imunologi berkaitan dengan aktivasi dari respon imun T-Helper 2 (Th2), dengan sintesis dari sitokin IL-4,IL-5,IL-10,IL-13 dan inhibisi dari respon T-Helper 1 (Th1). Produksi IL-4 dan IL-5 meningkatkan level IgE dan eosinofil di jaringan dan pembuluh darah perifer.IL-10 menghambat hipersensitif tipe lambat. IL-4 menurunkan regulasi produksi interferon (IFN)-. Lesi awal dari DA biasanya berupa urtikaria, dimana merupakan manifestasi dari hiperaktifitas Th2.(4)BAB IIDIAGNOSISII.1GEJALA KLINISDA dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu :II.1.1Dermatitis Atopik pada bayi (usia 2 bulan sampai 2 tahun)DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya setelah usia 2 bulan. Lesi mulai di muka, terutama (dahi,pipi) berupa eritem, papulo-vesikel yang halus, karena gatal digosok, pecah, eksudatif dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi kemudian meluas ke tempat lain seperti kepala, leher, pergelangan tangan, lengan dan tungkai. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi. Pada sebagian besar penderita sembuh setelah usia 2 tahun.(2,4)II.1.2Dermtitis Atopik pada anak (usia 2 sampai 10 tahun)Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil atau timbul sendiri. Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi dan sedikit skuama. Letak kelainan kulit di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor, kelopak mata, leher, jarang di muka. Rasa gatal menyebabkan penderita sering menggaruk sehingga dapat terjadi erosi, likenifikasi, mungkin juga mengalami infeksi sekunder.(2,4) II.1.3Dermatitis Atopik pada remaja dan dewasa.Lesi kulit DA bentuk ini dapat berupa plak popular-eritematosa dan berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada DA remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi, dan sekitar mata. Pada DA dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan dan pergelangan tangan dapat pula ditemukan setempat, misalnya di bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu, atau kepala.(2,4)Pada orang dewasa, mereka sering mengeluh bahwa dermatitis atopik dipicu oleh gangguan emosional akut. Stres, kecemasan, dan depresi mengurangi ambang di mana gatal yang dirasakan dan dapat berkontribusi menjadi suatu penyakit.(4)

Gambar 7.Predileksi Dermatitis Atopi(Dikutip dari kepustakaan 5)

Selain itu, diagnosa dermatitis atopi dapat ditegakkan berdasarkan: (1,2)Kriteria mayor (harus memenuhi 3 atau lebih kriteria): Pruritus Morfologi dan distribusi yang tipikal:a. Likenifikasi fleksura pada orang dewasab. Keterlibatan wajah dan ekstensor pada bayi dan anak-anak Dermatitis- kronik atau kronik yang berulang Riwayat keluarga atau personal asma, rhinitis alergi, dermatitis atopi

Kriteria minor (harus memenuhi 3 atau lebih kriteria): (1,2) Xerosis Dermatitis tangan non-alergi, iritan Iktiosis Palmar hyperlinearity Keratosis pilaris Dermatitis papila mammae Fasial palor/fasial eritema Pityriasis alba Cheilitis Konjungtivitis rekuren Infraorbital fold (Dennie-Morgan lines) Tipe 1 (immediate) tes reaktivitas kulit Peningkatan IgE Eksim asentuasi perifolikuler Intoleren terhadap makanan Infeksi (kulit) S.aureus, herpes simpleks Gatal sewaktu berkeringat Keratokonus Warna hitam pada orbital Dermografisme putih Intoleren pada woolDermatitis atopi biasanya muncul pada awal kehidupan (bayi). Kira-kira 50% penderita mendapat penyakit ini pada tahun pertama kehidupan dan 30% penderita lainnya mendapat penyakit ini pada usia antara 1 hingga 5 tahun. Kurang lebih 50% hingga 80% penderita dermatitis atopi akan terkena alergi rhinitis atau asma pada kehidupaan anak-anak ke depannya. Namun, penderita yang terkena alergi respiratori akan mendapat gejala dermatitis atopi yang lebih signifikan.Sensasi yang sangat gatal dan reaktivitas kulit merupakan gejala kardinal pada dermatitis atopi. Rasa gatal bisa hilang timbul sepanjang hari tetapi bertambah berat pada sore dan malam hari. Konsekuensi yang bisa terjadi adalah garukan, papul prurigo, likenifikasi, dan lesi pada kulit yang eksim. Lesi kulit yang akut ditandai dengan gejala seperti sensasi yang sangat gatal, papul eritema dengan ekskoriasi, vesikel pada kulit yang eritem, dan eksudat serosa. Dermatitis subakut ditandai dengan gejala seperti papul eritematous berskuama yang disertai dengan ekskoriasi. Dermatitis kronik ditandai dengan gejala seperti plak yang menebal pada kulit, likenifikasi, dan papul fibrotik (prurigo nodularis).(1) Kulit penderita Dermatitis Atopi umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Penderita Dermatitis Atopi cenderung tipe astenik, dengan inteligensia diatas rata-rata, sering merasa cemas, egois, frustasi, agresif atau merasa tertekan.(2)

Gambar 8. Lesi dermatitis atopi yang berkrusta (Dikutip dari kepustakaan 1)

Gambar 9. Dermatitis Atopik pada masa kanak-kanak. Tampak likenifikasi, fisura dan krusta pada daerah sekitar mulut.(Dikutip dari kepustakaan 5)

Pada dermatitis kronik, lesi pada ketiga-tiga stadium ini muncul pada penderita yang sama. Pada semua stadium dermatitis atopi, kulit penderita menjadi kering. Distribusi dan reaksi lesi dermatitis atopi ini berbeda mengikut umur penderita dan aktivitas penyakit tersebut. Pada bayi, lesi yang muncul adalah dalam stadium akut dan predileksinya adalah wajah, kulit kepala, dan bagian ekstensor pada tubuh. Namun begitu, bagian yang dipakaikan popok tidak terjejas. Pada anak-anak yang lebih meningkat umurnya dan mempunyai kelainan atau penyakit kulit lain yang kronik, penderita lebih cenderung untuk terkena dermatitis atopi kronik yang ditandai dengan gejala seperti likenifikasi dan lokasinya pada ekstensor fleksura. Dermatitis atopi biasanya hilang dengan sendiri seiring dengan pertambahan usia penderita. Namun, penderita lebih cenderung kepada terjadinya pruritus dan inflamasi apabila terpapar pada iritan eksogen. Eksem pada tangan menjadi manifestatsi primer pada kebanyakan pasien dewasa dermatitis atopi.(1) Dasar anatomis untuk distribusi ini idak diketahui. Kadang-kadang hanya satu sisi yang terlibat. Eritematosa dan edema papul cenderung berubah menjadi likenifikasi. Beberapa pasien dengan dermatitis atopik ini ternyata tidak dapat lichenify, bahkan setelah lama menggosok dan mereka mungkin menjadi sangat sulit untuk diobati.(6)

Gambar 10. Dermatitis Atopik pada masa kanak-kanak. Tampak likenifikasi dan krusta didaerah fleksor. (Dikutip dari kepustakaan 5)

Gambar 11. Dermatitis atopik dewasa pada kulit yang gelap. Tampak papul-folikuler dengan warna yang lebih gelap dari kulit normal pada wanita Afrika, 53 tahun.II.3PEMERIKSAAN PENUNJANGTes laboratorium biasanya tidak diperlukan dalam evaluasi rutin dan terapi uncomplicated atopic dermatitis. Selain kadar IgE setengah penderita juga menunjukkan reaksi positif dengan tes tempel atopi (atopy patch test). Uji tempel patch test digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas terhadap zat yang bersentuhan dengan kulit sehingga alergen dapat ditentukan dan tindakan korektif dapat diambil..Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya dipunggung. Untuk melakukan uji tempel diperlukan antigen, biasanya antigen standar buatan pabrik, misalnya finn Chamber System Kit dan T.R.U.E Test keduanya buatan Amerika Serikat .Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam. Uji tempel dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal. Penderita dermatitis atopi meningkatkan pelepasan histamin secara spontan dari basofil. Temuan klinis ini memberikan gambaran respon imun Th2 dalam penyakit ini terutamanya penderita dengan elevasi kadar serum IgE. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan prick test yang dimana menggunakan allergen makanan dan inhalan.(1)

BAB IIIPENATALAKSANAAN

III.1PENATALAKSANAANTerapi yang bisa dilakukan adalah hidrasi kulit, terapi farmakologik dan identifikasi serta eliminasi faktor pencetus dermatitis atopi seperti bahan iritan, deterjen, alergen, agen infeksi, dan stres emosional. Terdapat banyak faktor dermatitis atopi yang kompleks. Oleh sebab itu, rencana terapi berbeda-beda bagi setiap pasien karena reaksi kulit pada setiap individu dan faktor pencetusnya berbeda.(1)III.1.1Terapi Sistemika. Antihistamin Antihistamin digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebat, terutama malam hari, sehingga mengganggu tidur. Oleh karena itu antihistamin yang dipakai ialah yang mempunyai efek sedatif, misalnya hidroksisin atau difenhidramin. Pada kasus yang lebih sulit dapat diberikan doksepin hidroklorid yang mempunyai efek antidepresan dan memblokade reseptor histamine H1 dan H2, dengan dosis 10 sampai 75 mg secara oral malam hari pada orang dewasa.(1,2)b.Steroid SistemikPemakaian prednison oral jarang pada dermatitis kronik. Beberapa dokter lebih memilih pemberian steroid sistemik karena terapi topikal memberikan hasil yang lambat. Perlu diingat, bahwa hasil yang segnifikan oleh steroid sistemik sering disertai Rebound Flare berat DA setelah steroid sistemik dihentikan. Untuk DA eksaserbasi akut, dapat diberikan steroid oral jangka pendek. Bila ini diberikan, perlu dilakukan tappring dosis dan memulai Scin Care, terutama dengan steroid topikal, dilanjutkan dengan pemberian emolient untuk mencegah Rebound Flare pada DA.(1,2,6)c.SiklosporinSiklosporin merupakan imunosupresif poten yang bekerja pada sel T dengan menekan transkripsi sitokin. Banyak studi menyatakan bahwa terapi siklosporin jangka pendek bisa memberi kebaikan kepada pasien dermatitis atopi dewasa dan anak-anak. Dosis 5mg/kgBB biasanya diberikan dengan jangka waktu pendek dan jangka waktu panjang (1 tahun). Ada juga sumber yang mengatakan bahwa siklosporin dalam bentuk mikroemulsi bisa diberikan setiap hari pada pasien dewasa dengan dosis 150 mg (dosis rendah) dan 300 mg (dosis tinggi).(1,2)III.1.2Terapi topikala.Hidrasi KulitPasien dermatitis atopi mempunyai kulit yang kering dan fungsi sawar kulit yang terganggu. Kondisi ini bisa memberikan morbiditas dengan cara membentuk mikrofisura dan celahan pada kulit sekaligus menjadi port de entry bagi patogen kulit, bahan iritan, dan alergen, sekaligus mengakibatkan infeksi sekunder. Kondisi ini bisa menjadi lebih parah ketika musim dingin. Untuk mengurangi gejala secara simptomatis, dapat dilakukan dengan aplikasi emolien yang oklusif untuk mengembalikan kelembapan kulit. Kombinasi penggunaan emolien yang efektif dengan terapi hidrasi membantu mengembalikan dan mempertahankan sawar stratum korneum serta mengurangi frekuensi aplikasi glukokortikoid topikal. Pelembap tersedia dalam berbagai sediaan diantaranya krem, losion, atau ointment. Namun, setengah losion dan krem bersifat mengiritasi akibat penambahan substansi lain seperti preservatif, pelarut, dan pewangi. Losion yang mengandung air bisa mengering disebabkan oleh efek evaporasi. Ointment hidrofilik tersedia dalam berbagai viskositas tergantung dari kebutuhan pasien.(1,2)Terapi topikal untuk menggantikan lipid epidermal yang abnormal, memperbaiki hidrasi kulit, dan disfungsi sawar kulit bisa diberikan pada pasien dermatitis atopi ini. Hidrasi dengan mandi dan kompres basah (wet dressing) merangsang penetrasi glukokortikoid topikal. Kompres basah tersebut juga bisa melindungi lesi dari garukan yang persisten, seterusnya memberikan proses penyembuhan lesi ekskoriasi. Kompres basah direkomendasikan pada bagian yang terkena dermatitis atopi berat atau bagian yang melibatkan terapi dalam jangka waktu yang lama. Namun, penggunaan kompres basah yang berlebihan bisa mengakibatkan maserasi dan dipersulit dengan infeksi sekunder. Kompres basah dan mandi berpotensi membuat kulit menjadi kering dan membentuk fisura jika tidak diikuti dengan aplikasi emolien topikal.(1,2)b.Terapi Steroid TopikalTerapi glukokortikoid topikal merupakan dasar untuk anti-inflamasi lesi kulit yang eksematous. Disebabkan oleh efek sampingnya, glukokortikoid topikal hanya digunakan untuk dermatitis atopieksaserbasi akut. Studi terbaru menunjukkan bahwa kontrol dermatitis atopi bisa dilaksanakan dengan terapi setiap hari dengan glukokortikoid topikal. Glukokortikoid fluorinated yang poten tidak boleh diaplikasikan ke wajah, genitalia dan bagian lipatan kulit, tetapi preparasi glukokortikoid yang berpotensi rendah bisa diaplikasikan ke bagian ini. Glukokortikoid diaplikasikan hanya pada bagian lesi saja dan aplikasi emolien pada bagian kulit yang sehat. Kadangkala penyebab kegagalan terapi dengan glukokortikoid topikal adalah disebabkan oleh aplikasi atau penggunaan obat yang tidak mencukupi. Jumlah topikal glukokortikoid yang diperlukan untuk diaplikasi ke seluruh tubuh adalah kira-kira 30 gram krim atau ointment. Jadi, untuk merawat seluruh tubuh sebanyak 2 kali sehari selama 2 minggu memerlukan kira-kira 840 gram glukokortikoid topikal.(1,2,6)Terdapat 7 golongan bagi glukokortikoid topikal dan diatur mengikut potensi berdasarkan vasoconstrictor assay. Disebabkan oleh efek sampingnya, glukokortikoid yang sangat poten hanya digunakan untuk jangka waktu pendek dan pada bagian yang mengalami likenifikasi tetapi bukan pada daerah wajah atau lipatan kulit. Tujuan utama penggunaan emolien adalah untuk menghidrasi kulit dan glukokortikoid potensi rendah adalah untuk terapi maintenance. Glukokortikoid potensi sedang bisa digunakan untuk jangka waktu panjang untuk merawat dermatitis atopi kronik yang melibatkan bagian badan dan ekstrimitas. Glukokortikoid gel yang disediakan dengan basa glycol propylene sering mengiritasi serta menyebabkan kekeringan pada kulit. Obat ini tidak boleh diaplikasikan pada daerah kulit kepala atau jenggot.(1,2)Faktor yang berperan mempengaruhi potensi dan efek samping glukokortikoid termasuk struktur molekuler yang terkandung, vehikulum, jumlah obat yang diaplikasi, durasi aplikasi, sifat oklusif, serta faktor si pemakai seperti umur, luas permukaan badan dan berat, inflamasi pada kulit, anatomi kulit, dan perbedaan metabolisme kutaneus dan sistemik pada setiap individu. Efek samping glukokortikoid topikal terkait langsung dengan susunan potensi yang terkandung dan durasi penggunaannya. Selain itu, ointment mempunyai risiko tinggi untuk mengoklusi epidermis, seterusnya meningkatkan absorbsi sistemik jika dibandingkan dengan krim. Efek samping dari glukokortikoid dapat dibagi menjadi dua yaitu efek samping lokal dan efek samping sistemik yang disebabkan oleh supresi hypothalamus pituitary-adrenal.(1,2)Efek sampingnya termasuk striae, atrofi kulit, dermatitis perioral dan akne rosasea. Glukokortikoid poten bisa mengakibatkan supresi adrenal (terutama pada bayi dan anak kecil). Glukokortikoid sedang (fluticasone propionate) 0.05% krim pada bagian wajah dan bagian tubuh lain yang signifikan aman untuk digunakan pada anak-anak berumur 1 bulan sampai 3 bulan. Pada penggunaan fluticason 0.05% krim juga bisa diaplikasikan pada anak-anak umur 3 bulan selama maksimal 4 minggu. Fluticason losion pula bisa digunakan pada anak-anak 12 bulan ke atas. Krim dan ointment mometason bisa digunakan pada anak-anak berumur 2 tahun ke atas.(1,2,6)c.Inhibitor Calcineurin TopikalTakrolimus dan pimekrolimus topikal adalah imunomodulator non-steroid. Ointment takrolimus 0.03% bisa digunakan untuk terapi intermiten pada penderita dermatitis atopi anak-anak ( 2 tahun) dengan tingkat severitas sedang hingga berat. Ointment takrolimus 0.1% bisa pula digunakan pada orang dewasa umur 15 tahun, dalam sedian krem (1%) digunakan untuk terapi bagi pasien 2 tahun dengan tingkat severitas dermatitis atopik dari ringan sampai sedang. Kedua obat ini efektif dan aman digunakan selama 4 tahun (ointment takrolimus) dan 22 tahun (krem pimekrolimus). Efek samping bagi penggunaan obat ini adalah sensasi terbakar pada kulit. Obat ini tidak mengakibatkan atrofi kulit. Oleh karena itu, obat ini bisa dipakai pada wajah dan lipatan kulit.(1,2,6) .d.Preparat terPreparat ter mengandungi antipruritik dan anti inflamasi yang memberi efek pada kulit walaupun efek yang dihasilkan tidak seperti glukokortikoid topikal. Preparat ter tersedia dalam bentuk cream atau lotion yang bermanfaat dalam mengurangi potensi glukokortikoid topikal pada terapi maintenance dermatitis atopi kronik. Preparat ter ini tidak boleh digunakan pada inflamasi kulit yang akut karena bisa menyebabkan iritasi pada kulit. Efek samping dari preparat ter adalah folikulitis dan fotosensitivitas. Ter juga dikatakan mengandung efek karsinogenik.(1,2)e.FototerapiCahaya matahari memberi banyak kebaikan pada pasien dermatitis atopi. Walaupun sinaran yang terlalu panas bisa mencetuskan pruritus yang memperberat kondisi pasien. Broadband UVB, Broadband UVA, Narrowband UVB (311 nm) untuk penyakit kronik, UVA-1 untuk penyakit akut (340 hingga 400 nm) dan kombinasi fototerapi dengan UVA-B menjadi terapi adjuvan (tambahan) yang bermanfaat untuk pasien dermatitis atopi. Investigasi dari mekanisma fotoimunologi yang bertanggungjawab terhadap efektifitas terapi menunjukkan bahwa sel Langerhans epidermis dan eosinofil mungkin merupakan sasaran dari UVA fototerapi dengan dan tanpa psoralen, sedangkan UVB yang diberikan menghasilkan efek imnunosupresif dengan cara memblokir fungsi antigen-presenting Langerhans cell dan mengubah produksi keratinosit sitokin. Indikasi fotokemoterapi dengan psoralen dan UVA adalah pasien dengan dermatitis atopi yang parah dan menyebar. Efek samping jangka waktu pendek bagi fototerapi adalah eritema, nyeri kulit, pruritus, dan pigmentasi. Efek samping jangka panjang adalah proses penuaan yang prematur dan juga maligna kulit.(1,2,6)

DAFTAR PUSTAKA1. Leung D. Atopic Dermatitis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8th Edition. USA: McGraw-Hill Company; 2012. p. 261-812. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. In: Djuanda, Hamzah dM, Aisah, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. p. 138-150.3. Lee S, Kim J. Atopic Dermatitis Organizer (ADO) guideline for children In: Asia Pacific allergy. Published online Jul 28,20114. Atopic dermatitis, eczema, and noninfectious immunodeficiency disorders. In: James WD, Berger TG, Elston DM, editors. Andrews disease of the skin: Clinical dermatology. 10th ed. British: Saunders Elsevier; 2006. p. 80-4.5. Atopic dermatitis. In: Wolff K, Johnson RA, editors. Fitzpatricks color atlas and synopsis of clinical dermatology. 6th ed. New York: McGrawHill; 2009. P.34-37-38-41.6. Friedmann P, Ardern M.R, Holden C.A. Atopic Dermatitis. In: Burns T, Breathnach S ,Cox N, Griffiths C, editors. Rooks Textbook of Dermatology. 8th ed. UK: Wiley-Blackwell; 2010. p. 24.1

7. Work Group : Co-chair, Lawrence F, Eichenfield MD, Wynnis Tom, dkk. Guidelines of Care for the Management of Atopic Dermatitis : Section 1. Diagnosis and Assessment of Atopic Dermatitis. J Am Acad Dermatol. 2013. p. 338,340.

14