depres i

32
PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan.Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa berakhir dengan bunuh diri. Secara global, lima puluh persen dari penderita depresi berpikiran untuk bunuh diri, tetapi yang akhirnya mengakhiri hidupnya ada lima belas persen. Selain itu, depresi yang berat juga menimbulkan munculnya berbagai penyakit fisik, seperti gangguan pencernaan (gastritis), asma, gangguan pada pembuluh darah (kardiovaskular), serta menurunkan produktivitas. Sejak depresi sering didiagnosis, WHO memperkirakan depresi akan menjadi penyebab utama masalah penyakit dunia pada tahun 2020 (Sianturi, 2006). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat depresi adalah gangguan mental yang umum terjadi di antara populasi. Diperkirakan 121 juta manusia di muka bumi ini menderita depresi. Dari jumlah itu 5,8 persen 1

Upload: diah-somawardani

Post on 14-Dec-2014

37 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Depres i

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG MASALAH

Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah

masyarakat. Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke

fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri

tanpa pengobatan.Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa berakhir

dengan bunuh diri. Secara global, lima puluh persen dari penderita depresi

berpikiran untuk bunuh diri, tetapi yang akhirnya mengakhiri hidupnya ada lima

belas persen. Selain itu, depresi yang berat juga menimbulkan munculnya

berbagai penyakit fisik, seperti gangguan pencernaan (gastritis), asma, gangguan

pada pembuluh darah (kardiovaskular), serta menurunkan produktivitas. Sejak

depresi sering didiagnosis, WHO memperkirakan depresi akan menjadi penyebab

utama masalah penyakit dunia pada tahun 2020 (Sianturi, 2006).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat depresi adalah gangguan

mental yang umum terjadi di antara populasi. Diperkirakan 121 juta manusia di

muka bumi ini menderita depresi. Dari jumlah itu 5,8 persen laki-laki dan 9,5

persen perempuan, dan hanya sekitar 30 persen penderita depresi yang benar-

benar mendapatkan pengobatan yang cukup, sekalipun telah tersedia teknologi

pengobatan depresi yang efektif. Ironisnya, mereka yang menderita depresi

berada dalam usia produktif, yakni cenderung terjadi pada usia kurang dari 45

tahun. Tidaklah mengherankan, bila diperkirakan 60 persen dari seluruh kejadian

bunuh diri terkait dengan depresi (Sianturi, 2006).

Sekitar 15 persen penduduk di Indonesia diketahui mengalami depresi yang

disebabkan tekanan hidup yang semakin berat. Hal ini disampaikan Ketua Komite

Medik RS Jiwa Dr.Soeharto Heradjan, Jakarta, Dr. Gerald Mario Semen SpKJ di

sela pelatihan 140an orang dokter umum dari seluruh puskesmas di Nusa

Tenggara Barat. Hasil penelitian sebanyak 15 persen dari populasi masyarakat

1

Page 2: Depres i

Indonesia yang mengalami depresi - gangguan jiwa ringan. Belum termasuk

gangguan jiwa lainnya. Direktur RSJ Mataram Dr.Elly Rosila Wijaya

menyebutkan 50 persen penderita gangguan jiwa melakukan usaha bunuh diri dan

10-15 persen pasien tersebut meninggal akibat bunuh diri. ‘’Pasien dapat

teragitasi dan pengendalian impuls yang rendah jika mereka sakit,’’ ucapnya

(Khafid, 2008)

Depresi sering dianggap hal yang sepele oleh sebagian besar masyarakat.

Tetapi, jika depresi ringan tidak segera ditanggulangi, akhirnya akan menjadi

depresi berat. Bila tidak diberikan terapi dengan baik, akan membahayakan

individu yang mengalami depresi tersebut.

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah seminar klinis dengan

memfokuskan pada kasus depresi.

2

Page 3: Depres i

ISI

A. DEFINISI

Sebelum menjelaskan tentang defenisi depresi akan lebih baik jika

membuat parameter yang jelasa antara depresi, kecemasan dan stres. Agar

perbedaan antara depresi, stres dan depresi bisa jelas serta tidak komorbid.

Stres (Sriati, 2008) menjelaskan bahwa stres adalah stimulus atau

situasi yang menimbulkan distress dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis

pada seseorang.

Sedangkan untuk kecemasan, menurut Lazarus (Trismiati, 2004)

konsep kecemasan memegang peranan yang sangat mendasar dalam teori-

teori tentang stres dan penyesuaian diri. Kecemasan (Trismiati, 2008) adalah

kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-

perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran, dan juga

ditandai dengan aktifnya system saraf pusat.

Depresi merupakan salah satu gangguan mood (mood disorder).

Depresi sendiri adalah gangguan unipolar, yaitu gangguan yang mengacu

pada satu kutub (arah) atau tunggal, yang terdapat perubahan pada kondisi

emosional, perubahan dalam motivasi, perubahan dalam fungsi dan perilaku

motorik, dan perubahan kognitif (Nevid dkk, 2005)

Depresi adalah gangguan penyesuaian diri (gangguan dalam

perkembangan emosi jangka pendek atau masalah-masalah perilaku, dimana

dalam kasus ini, perasaan sedih yang mendalam dan perasaan kehilangan

harapan atau merasa sia-sia, sebagai reaksi terhadap stressor) dengan kondisi

mood yang menurun (Wenar & Kerig, 2000).

Depresi adalah suatu kondisi yang lebih dari suatu keadaan sedih, bila

kondisi depresi seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial

sehari-harinya maka hal itu disebut sebagai suatu gangguan depresi

(www.id.wikipedia.org).

3

Page 4: Depres i

Depresi Mayor adalah suatu gangguan mood yang parah yang ditandai

oleh episode-episode depresi mayor, individu mengalami salah satu diantara

mood depresi (merasa sedih, putus asa, terpuruk) atau kehilangan minat atau

rasa senang dalam semua atau berbagai aktivitas untuk periode waktu paling

sedikit 2 minggu (Nevid dkk, 2005).

Depresi Mayor merupakan gangguan yang lebih berat, membutuhkan

lima atau lebih symptom-simptom selama dua minggu, salah satunya harus

ada gangguan mood, atau ketidaksenangan pada anak-anak (Wenar & Kerig,

2000).

Sedangkan episode depresi berat menurut kriteria DSM-IV-TR, dalam

Durand dan Barlow (2006), adalah suasana perasaan ekstrem yang

berlangsung apling tidak dua minggu dan meliputi gejala-gejala kognitif

(seperti perasaan tidak berharga dan tidak pasti) dan fungsi fisik yang

terganggu (seperti perubahan pola tidur, perubahan nafsu makan dan berat

badan yang signifikan, atau kehilangan banyak energi) sampai titik dimana

aktivitas atau gerakan yang paling ringan sekalipun membutuhkan usaha yang

luar biasa besar.

Dari beragam definisi tentang depresi, penulis cenderung menyepakati

definisi yang dibuat oleh Nevid (2005) yang mengemukakan bahwa depresi

merupakan gangguan unipolar, yaitu gangguan yang mengacu pada satu kutub

(arah) atau tunggal, yang terdapat perubahan pada kondisi emosional,

perubahan dalam motivasi, perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik, dan

perubahan kognitif.

B. SEBAB-SEBAB

1. Biologis

Suatu bidang pengetahuan yang semakin berkembang

mengimplikasikan faktor-faktor genetis pada gangguan mood. Kita

mengetahui bahwa gangguan mood, termasuk depresi mayor dan

4

Page 5: Depres i

gangguan bipolar cenderung menurun pada keluarga. Namun, bukti

yang mengacu pada suatu dasar genetis untuk gangguan mood berasal

dari penelitian-penelitian yang menunjukkan bahwa semakin dekat

hubungan genetis yang dibagi seseorang dengan orang lain yang

menderita suatu gangguan mood mayor (depresi mayor atau ganguan

bipolar), semakin besar kecenderungan bahwa orang tersebut juga

akan menderita suatu gangguan mood mayor (Nevid dkk, 2005).

Penelitian awal mengenai dasar penyebab biologis dari depresi

berfokus pada berkurangnya tingkat neurotransmiter dalam otak, pada

tahun 1950-an. Penemuan yang dilaporkan pada masa itu adalah

pasien hipertensi (tekanan darah tinggi) yang meminum obat reserpine

sering menjadi depresi. Reserpine menurunkan suplai dari berbagai

neurotransmiter di dalam otak, termasuk norepinephrine dan

serotonin. Kemudian muncul penemuan bahwa obat-obatan yang

menaikkan tingkat neurotransmiter seperti norepinephrine dan

serotonin di otak dapat mengurangi depresi (Nevid dkk, 2005).

Metode lain dari penelitian berfokus pada kemungkinan

abnormalitas dalam korteks prafrontal (preforontal cortex), area dari

lobus frontal yang terletak di depan area motorik. Peneliti menemukan

bukti dari aktivitas metabolism yang lebih rendah dan ukuran korteks

prefrontal yang lebih kecil pada diri orang yang secara klinis

mengidap depresi bila dibandingkan dengan kelompok kontrol yang

sehat. Korteks prefrontal terlibat dalam pengaturan neurotransmiter

yang dipercaya terlibat dalam gangguan mood, termasuk serotonin dan

norepinephrine, sehingga tidak mengagetkan bila bukti menunjukkan

ketidakteraturan pada bagian otak ini (Nevid dkk, 2005).

2. Psikologis

5

Page 6: Depres i

a. Faktor kepribadian premorbid. Tidak ada satu kepribadian atau

bentuk kepribadian yang khusus sebagai predisposisi terhadap

depresi. Semua orang dengan ciri kepribadian manapun dapat

mengalami depresi, walaupun tipe-tipe kepribadian seperti oral

dependen, obsesi kompulsif, histerik mempunyai risiko yang besar

mengalami depresi dibandingkan dengan lainnya

b. Kehilangan harga diri. Depresi sebagai suatu efek yang dapat

melakukan sesuatu terhadap agresi yang diarahkan kedalam

dirinya. Apabila pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak

hidup sesuai dengan yang dicita-citakannya, akan mengakibatkan

mereka putus asa

c. Teori kognitif menurut A.T. Beck menunjukkan perhatian

gangguan kognitif pada depresi. Beck mengidentifikasikan 3 pola

kognitif utama pada depresi yang disebut sebagai triad kognitif,

yaitu pandangan negatif terhadap masa depan, pandangan negatif

terhadap diri sendiri, individu menganggap dirinya tak mampu,

bodoh, pemalas, tidak berharga, pandangan negatif terhadap

pengalaman hidup (Durand dan Barlow, 2006).

d. Learned Helplessness. Teori Seligman mengatakan bahwa orang

menjadi cemas dan depresi ketika membuat atribusi bahwa mereka

tidak memiliki kontrol atas stres dalam kehidupannya baik sesuai

kenyataan maupun tidak (Durand dan Barlow, 2006).

3. Sosial

Peristiwa hidup yang penuh tekanan, seperti kehilangan

seseorang yang dicintai atau lama menganggur. Kurangnya

reinforcement. Interaksi yang negatif dengan orang lain menghasilkan

penolakan. Selain hal tersebut ada beberapa hal yang dapat memicu

terjadinya depresi yaitu hubungan perkawinan yang tidak memuaskan,

6

Page 7: Depres i

kurangnya dukungan sosial dari orang-orang terdekat (Durand dan

Barlow, 2006).

4. Spiritual

Depresi dapat terjadi karena rendahnya kadar kagamaan dalam

diri seseorang. Orang yang kadar imannya atau ketakwaannya rendah,

cenderung lebih mungkin menderita depresi karena kurangnya

pegangan hidup. Tanpa pegangan hidup yang berupa kaidah-kaidah

keagamaan, kehidupan seseorang akan terombang ambing tak

menentu, dan dapat mengakibatkan kekurang-mampuan dalam

menghadapi tantangan, sehingga dapat menimbulkan depresi. Sebab-

sebab yang di kemukakan di atas saling berkaitan satu dengan lainnya,

dan semuanya bermuara pada diri individu masing-masing (Sivalintar,

sivalintar.tripod.com/sebab_depresi.html).

C. PERSPEKTIF ALIRAN-ALIRAN

1. Psikodinamika

Teori psikodinamika klasik mengenai depresi dari Freud dan

para pengikutnya meyakini bahwa depresi mewakili kemarahan yang

diarahkan ke dalam diri sendiri dan bukan terhadap orang-orang yang

dikasihi. Rasa marah dapat diarahkan kepada self setelah mengalami

kehilangan yang sebenarnya atau ancaman kehilangan dari orang-

orang yang dianggap penting ini (Nevid dkk, 2005).

Menurut pandangan ini, gangguan bipolar mewakili dominansi

yang berubah-ubah dari kepribadian individu antara ego dan superego.

Dalam fase depresi, superego adalah dominan, memproduksi

kesadaran yang berlebihan atas kesalahan-kesalahan dan membanjiri

7

Page 8: Depres i

individu dengan perasaan bersalah dan ketidakberhargaan (Nevid dkk,

2005).

Model psikodinamika terbaru lebih terfokus pada isu-isu yang

berhubungan dengan perasaan individual akan self-worth atau self-

esteem. Suatu model, yang disebut model self-focusing,

mempertimbangkan bagaimana mengalokasikan proses atensi mereka

setelah suatu kehilangan (kematian orang yang dicintai, kegagalan

personal, dll). Menurut model ini, orang yang mudah terkena depresi

mengalami suatu periode self-examination (self-focusing) yang intens

setelah terjadinya suatu kehilangan atau kekecewaan yang besar.

Mereka menjadi terpaku pada pikiran-pikiran mengenai objek atau

tujuan penting yang hilang dan tetaap tidak dapat merelakan harapan

akan entah bagaimana cara mendapatkannya kembali (Nevid dkk,

2005).

2. Humanistik

Menurut kerangka kerja humanistik, orang menjadi depresi

saat mereka tidak dapat mengisi keberadaan mereka dengan makna

dan tidak dapat membuat pilihan-pilihan autentik yang menghasilkan

self-fulfillment. Kemudian dunia dianggap menjadi tempat yang

menjemukkan. Pencarian orang akan makna memberikan warna dan

arti bagi kehidupan mereka. Perasaan bersalah dapat timbul saat orang

percaya bahwa mereka tidak membangkitakn potensi-potensi mereka.

Mereka dapat meningkatkan suatu perasaan suram yang terekspresikan

dalam perilaku depresi – kelelahan, mood yang murung, dan menarik

diri (Nevid dkk, 2005).

Humanistik juga berfokus pada hilangnya self-esteem yang

dapat muncul saat orangg kehilangan teman atau anggota keluarga,

ataupun mengalami kemunduran atau kehilangan dalam pekerjaan.

Depresi adalah konsekuensi yang sering terjadi dari kehilangan seperti

8

Page 9: Depres i

itu, terutama jika kita mendasarkan self-esteem kita pada peran

pekerjaan atau kesuksesan (Nevid dkk, 2005).

3. Behavioristik

Dalam perspektif teori belajar lebih kepada faktor-faktor

situasional, seperti kehilangan reinforcement positif. Kita memiliki

kinerja terbaik saat tingkat reinforcement sepadan dengan usaha kita.

Perubahan pada frekuensi atau efektivitas reinforcement dapat

mengubah keseimbangan sehingga kehidupan menjadi tidak berharga.

Saat reinforcement berkurang, orang akan merasa tidak termotivasi

dan depresi, yang dapat menyebabkan ketidakaktifan dan nantinya

semakin mengurangi kesempatan untuk mendapatkan reinforcement

(Nevid dkk, 2005)

4. Kognitif

Model kognitif Beck berfokus pada peran berpikir yang negatif

atau terdistorsi dalam depresi. Orang yang rentan mengalami depresi

memegang keyakinan yang negatif terhadap dirinya sendiri,

lingkungan, dan masa depan. Segi tiga kognitif dari depresi ini

menghasilkan kesalahann tertentu dalam berpikir, atau distorsi

kognitif, dalam berespons pada peristiwa negatif, yang pada gilirannya

akan menyebabkan depresi (Nevid dkk, 2005).

5. Learned Helplessness (teori ketidakberdayaan)

Model ketidakberdayaan yang dipelajari didasarkan pada

keyakinan bahwa orang dapat menjadi depresi saat mereka mulai

memandang dirinya sendiri sebagai tidak berdaya untuk mengontrol

reinforcement yang terdapat dalam lingkungan mereka atau untuk

mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik. Suatu versi yang

diformulasikan kembali dari teri tersebut menganggap bahwa cara di

mana seseorang menjelaskan suatu peristiwa –atribusi mereka-

9

Page 10: Depres i

menentukan kerentanannya terhadap depresi dalam menghadapi

peristiwa yang negatif (Nevid dkk, 2005).

D. GEJALA

Berdasarkan DSM IV-TR gejala depresi adalah sebagai berikut :

1. Lima (atau lebih) gejala berikut diteruskan selama periode 2 minggu yang

sama dan menunjukkan suatu perubahan dari fungsi sebelumnya; paling

kurang satu gejala dari salah satu mood depresi atau dua kehilangan minat

atau kesenangan.

Catatan : jangan masukkan gejala yang jelas disebabkan oleh suatu

kondisi medis umum atau waham atau halusinasi yang sesuai mood.

a. Mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari seperti yang

ditunjukkan baik oleh laporan subjektif (misalnya, perasaan sedih atau

kosong) maupun pengamatan yang dilakukan oleh orang lain

(misalnya, tampak sedih).

Catatan : pada anak-anak dan remaja dapat berupa mood yang iritabel

(mudah kesal).

b. Kehilangan minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau

hampir semua, aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari

(seperti yang ditunjukkan baik oleh laporan subjektif maupun

pengamatan yang dilakukan oleh orang lain).

c. Penurunan berat badan yang bermakna jika tidak melakukan diet atau

penambahan berat badan (misalnya, perubahan berat badan lebih dari

5% sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir

setiap hari.

Catatan : Pada anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk mencapai

peningkatan berat badan yang diharapkan.

d. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.

10

Page 11: Depres i

e. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati

oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif tentang adanya

kegelisahan atau menjadi lamban).

f. Kelelahan atau kehilangan tenaga hampir setiap hari.

g. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan yang

tidak sesuai (yang dapat berupa waham) hampir setiap hari (bukan

hanya menyalahkan diri sendiri atau bersalah karena sakit).

h. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau

keragu-raguan, hampir setiap hari (baik oleh laporan subjektif maupun

yang diamati oleh orang lain).

i. Pikiran tentang kematian yang berulang (tidak hanya ketakutan akan

kematian), ide bunuh diri berulang tanpa suatu rencana yang spesifik,

atau percobaan bunuh diri atau rencana khusus untuk melakukan

bunuh diri.

2. Gejala tidak memenuhi kriteria Episode Campuran.

3. Gejala menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna atau

gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi bidang penting

lainnya.

4. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya,

penyalahgunaan zat pengobatan) atau suatu kondisi medis umum

(misalnya, hipotirodisme).

5. Gejala tidak lebih baik dijelaskan oleh berduka yaitu setelah kehilangan

orang yang dicintai, gejala menetap lebih lama dari 2 bulan atau ditandai

oleh gangguan fungsional yang nyata, preokupasi morbid dengan perasaan

tidak berharga, ide bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi psikomotor.

E. ONSET

Onset seseorang untuk menderita depresi pada populasi umum

berkisar antara umur 20 dan 40 tahun (dewasa muda), sedangkan DSM-IV

11

Page 12: Depres i

menyatakan bahwa usia rerata onset depresi pada populasi umum adalah

pertengahan 20-an (Kandouw, dkk, 2007).

Dalam Durand dan Barlow (2006), umur rata-rata onset gangguan

depresi berat adalah 25 tahun di dalam komunitas sampel subjek yang tidak

menerima penanganan dan 29 tahun untuk pasien-pasien yang menerima

penanganan. Tetapi, menurut Kessler dan kawan-kawan (2003) dalam Duran

dan Barlow (2006) umur rata-rata onset ini tampak cenderung menurun.

F. PREVALENSI

Prevalensi seumur hidup dari gangguan depresi dalam Durand dan

Barlow (2006) adalah sebagai berikut :

Umur Prosentase

18-29

30-44

45-64

65+

5,0

7,5

4,0

1,4

Jenis Kelamin Prosentase

Laki-laki

Perempuan

2,6

7,0

Umur Prosentase

Kulit putih

Kulit hitam

Hispanik

5,1

3,1

4,4

Total 4,9

12

Page 13: Depres i

Gangguan tidak terlalu sering terjadi pada anak-anak dibanding pada

orang dewasa tetapi prevalensinya meningkat tajam pada masa remaja dan

jika terjadi, depresi itu lebih sering dibanding orang dewasa (Kashani, Hoeper,

Beck, dan Corcoran, 1987; Lewinsohn, dkk, 1993; Compas, Brooks-Gunn,

Stemmler, dan grant, 1993).

Depresi dengan onset terlambat berhubungan dengan kesulitan tidur

yang nyata, hipokondiasis dan agitasi. Prevalensi gangguan depresi berat pada

orang lanjut usia sama atau sedikit lebih rendah dibanding prevalensi dalam

populasi secara umum. Ini mungkin disebabkan karena peristiwa stressfull

dan memicu episode depresif cenderung berkurang dengan semakin

bertambahnya umur (Durand dan Barlow, 2006).

Di sebuah desa orang Amerika asli, prevalensi seumur hidup untuk

gangguan perasaan yang sebagian disebabkan oleh depresi sebesar 19,4%

pada laki-laki dan 36,7% pada perempuan dan 28% secara keseluruhan.

Kondisi sosial dan ekonomi yang memprihatinkan memenuhi semua kondisi

untuk stress kehidupan yang berat dan kronis yang berkaitan erat dengan onset

gangguan depresi berat (Durand dan Barlow, 2006).

Wanita memiliki kecenderungan hamper dua kali lipat lebih besar

daripada pria untuk mengalami depresi mayor (APA, 2000; Blazer dkk., 1994;

Kessler dkk., 1994). Perbedaan dalam risiko relative antara pria dan wanita

bermula pada awal usia remaja dan bertahan hingga paling itdak usia

pertengahan 50 (Barefoot dkk., 2001; Kessler dkk., 1993). Sebuah diskusi

panel yang diselenggarakan oleh American Psychological Association (APA)

menyatakan bahwa perbedaan gender sebagian besar disebabkan oleh lebih

banyaknya jumlah stress yang dihadapi wanita dalam kehidupan kontemporer.

Misalnya wanita lebih cenderung menghadapi factor-faktor kehidupan yang

penuh penganiayaan fisik dan seksual, kemiskinan, orang tua tunggal. Dan

diskriminasi gender (Goleman,1990; McGrath dkk., 1990).

13

Page 14: Depres i

Perbedaan dalam gaya coping juga dapat membantu menjelaskan

tentang kerentanan wanita untuk terkena depresi. Terlepas dari apakah factor-

faktor yang memicu depresi itu biologis, psikologis, atau social; respon

coping seseorang dapat menambah atau mengurangi keparahan dan durasi dari

episode depresi. Nolen dan kolega-koleganya dalam Durand dan Barlow

(2006) menyatakan bahwa pria lebih cenderung untuk mengalihkan pikiran

mereka saat depresi, seperti beralih ke alkohol sebagai self-medication,

sementara wanita lebih cenderung memperbesar depresi dengan merenungkan

perasaan mereka dan kemungkinan penyebabnya.

G. TERAPI

Terapi yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat depresi adalah

terapi kognitif perilaku. Dengan terapi kognitif perilaku terjadi perubahan

pikiran negatif menjadi pikiran positif, mampu menciptakan aktivitas

menyenangkan, mampu mengidentifikasi pikiran positif dan negatif serta

mampu bersikap asertif dan meningkatkan kualitas hidup (Haeba dan

Moordiningsih, 2009).

Selain itu, dengan Coping With Depression (CWD-A) yang termasuk

dalam pemberian intervensi Cognitive – Behavioral Therapy (CBT). Terdapat

beberapa aspek-aspek yang diukur mealui kuisioner terkait, yaitu

Demographic Variables (sex, age, and race/ethnicity), Depression Spesific

Psychopathology Factors (age of first MDD (Major Depressive Disorder)

onset, number of prior MDD episodes, depression severity, suicidal ideation),

Broader Psychopathology Factors (current ADHD, current substance

disorder, durrent anxiety disorder, functional impairment, and parent report

of problem behaviors), CBT-Specific Psychosocial Factors (negative

thoughts, dysfunctional attitudes, hopelessness during the past week and

frequency of pleasant events), dan Resiliency Psychosocial Factors (social

14

Page 15: Depres i

adjustment, family cohesion, and coping skills) (Rohde, Seeley, Kaufman,

Clarke, dan Stice, 2006).

Hal tersebut sama dengan yang telah disebutkan dalam Nevid dkk

(2005), yaitu terapi behavioral berfokus pada membantu orang dengan

meningkatkan frekuensi reinforcement dalam kehidupan mereka melalui cara-

cara seperti meningkatkan jumlah aktivitas yang menyenangkan dimana

mereka berpartisipasi dan membimbing mereka dalam mengembangkan

keterampilan social yang lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan

mereka dalam memperoleh reinforcement sosial dari orang lain. Misalnya,

program terapi kelompok dengan 12 sesi selama 8 minggu yang

diorganisasikan sebagai suatu kursus, Coping With Depression (CWD)

Course.

Terapi dapat juga dengan pemberian obat-obatan antidepresan dan

mengkombinasikannya dengan pemberian treatment lainnya. Monroe dkk

(2006), pasien yang mengalami gangguan diberikan treatment bulanan yaitu,

Maintenance Interpersonal Psychotherapy (IPT-M), IPT-M dengan

impiramine (obat andtidepresan), IPT-M dengan placebo, impiramine dan

check up secara rutin ke klinik, dan placebo dengan check up secara rutin ke

klinik. Melakukan pengobatan secara aktif, dapat mengurangi kemungkinan

gangguan depresi berulang.

Nevid dkk (2005) menyatakan bahwa obat-obatan anti depresan dapat

meningkatkan tingkat (berfungsinya) otak dan mungkin fungsi dari

neurotransmitter, walaupun memiliki efek tunda, biasaya membutuhkan

beberapa minggu (rata-rata 2-8 minggu) penanganan sebelum suatu manfaat

terapeutik dicapai. Durand-Barlow (2006) menjelaskan, adanya efek samping

ketika mengkonsumsi obat-obatan anti depresan seperti penglihatan kabur,

mulut kering, konstipasi, kesulitan buang air kecil, mengantuk, berat badan

bertambah dan mungkin disfungsi seksual. Berdasarkan analisis rangkuman

dari lebih dari 100 studi (American Psychiatric Association, 2000; Depression

15

Page 16: Depres i

Guideline Panel, 1993), tricyclic (imipramine, amitriptyline, desipramine, dan

doxepin) mengurangi depresi pada kira-kira 50% pasien dibanding dengan

dengan kira-kira 25%-30% yang minum pil placebo.

Psikoterapi interpersonal yaitu piskoterapi yang fokus pada hubungan

interpersonal untuk meningkatkan hubungan dan kemampuan komunikasi

serta konsep diri individu. Penekanannya adalah disini dan sekarang dan pada

masalah spesifik bahwa pengalaman orang-orang depresi pada masa sekarang.

Individu diajarkan cara mengatasi masalah-masalah hidup dan keadaan

depresi dengan belajar perilaku adaptif baru untuk meningkatkan ketrampilan

interpersonal dan komunikasi, terapis interpersonal cenderung fokus pada

empat masalah potensial dalam pengalaman hidup orang depresi yaitu

kesedihan, perselisihan peran interpersonal, peran transisi, dan deficit

interpersonal.

Pendekatan herbal yaitu dengan St John’s Wort bunga berwarna

kuning, umumnya tumbuh di alam liar. Obat herbal ini diyakini oleh banyak

orang menjadi pengobatan yang efektif untuk beberapa bentuk depresi.

Terapi tertawa, sebagaimana penelitian yang telah dilakukan

Nugraheni (Sulistyowati, 2009) tentang pengaruh tertawa terhadap depresi

pada usia lanjut di Wirosaban. Tingkat depresi sesudah dilakukan terapi

tertawa sebagian besar tidak terjadi depresi.

Terapi dari pandangan psikoanalisis, terapi ini menyelediki jiwa

pasien serta membawa impuls-impuls dan perilaku bawah sadar pasien ke

permukaan.

Terapi musik klasik, penelitian ini dilakukan oleh Jumiatun

(Sulistiyowati, 2009) yang menunjukkan adanya perbedaan perilaku antara

sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik pada pasien.

16

Page 17: Depres i

H. PREVENSI

Sekarang ini usaha-usaha pencegahan depresi untuk para remaja dan

anak-anak sudah mulai dilakukan. Usaha-usaha pencegahan tersebut bisa

dilakukan dengan cara penanaman ketrampilan sosial dan ketrampilan untuk

mengatasi masalah pada anak-anak yang cukup adekuat untuk mencegah

timbulnya depresi (Durand dan Barlow, 2006). Dalam Durand dan Barlow

(2006), Sanders, dkk (1992) menyatakan bahwa komunikasi yang terganggu

dan kurangnya ketrampilan untuk mengatasi masalah, terutama dalam

keluarga, merupakan cirri khas anak-anak yang mengalami depresif dan

menjadi target yang wajar bagi intervensif preventif.

Cara lain untuk mencegah depresi yaitu membangun kepercayaan diri,

berpikir optimis, melakukan hal-hal yang disukai, mengembangkan sisi

spiritual, banyak tertawa karena tertawa juga merangsang otak untuk

memproduksi leboh banyak endolfin yakni hormon pembawa rasa hormon

selain hal-hal tersebut cara pencegahan yang tidak kalah pentingnya adalah

pola hidup sehat yang mencakup pola makan sehat, istirahat cukup serta

olahraga ( Hadi, 2004).

I. KUALITAS HIDUP

Kualitas hidup pasien depresi mengalami penurunan dibandingkan

pasien tanpa depresi. Semakin tinggi tingkat depresi maka semakin buruk

kualitas hidupnya (Wijaya, 2005).

Monroe et all (2006) menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa hidup yang lebih

serius (berat) akan memicu timbulnya gangguan depresi berulang, karena

ketika individu tersebut menghadapi peristiwa-peristiwa hidup yang lebih

serius itu akan merasa stres dan stres merupakan awal munculnya depresi.

Dan ternyata tidak menutup kemungkinan bahwa individu yang mengalami

peristiwa-peristiwa hidup yang tidak berat juga bisa memicu munculnya

17

Page 18: Depres i

gangguan depresi berulang. Hanya saja, individu yang berada dibawah

pengaruh obat-obatan (mengalami terapi obat-obatan) lebih mungkin memicu

munculnya gangguan depresi berulang dibanding yang tidak.

J. AL-QURAN

1. … hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi

itu luas dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta

mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah,

melainkan kepada-Nya saja…" (QS. At Taubah, 9:118)

2. Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan

bersifat lemah. (QS, An.nisa, 4:28)

3. Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya

berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan

apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa. (QS. Al-Isra 17:

83)

18

Page 19: Depres i

KESIMPULAN

Ketika seseorang mengalami gangguan mood atau lebih khususnya mengalami

gangguan depresi yang mana terjadi perubahan dalam kondisi emosional, fungsi

motorik, kogintif serta motivasinya dan jika tidak segera diberi penanganan maka

akan memicu timbulnya gangguan depresi mayor satu episode dan depresi mayor

baerulang. Apabila hal tersebut terjadi maka itu akan lebih susah untuk ditangani dan

akan berujung pada bunuh diri.

Ada beberapa sebab-sebab yang dapat menimbulkan depresi yaitu dari sisi

biologis karena adanya ketidakseimbangan otak yaitu berkurangnya neurotransmitter,

dari sisi psikologis yaitu karena adanya kepribadian-kepribadian yang rentan

terhadapa timbulnya depresi, dari sisi sosial karena keadaan lingkungan-lingkungan

sekitar yang tidak mendukung berlangsungnya kehidupan yang baik dan dari sisi

spiritual adalah kurangnya keimanan dan ketakwaan.

Penulis merekomendasikan hal-hal yang terkait dengan perbaikan tulisan agar

lebih baik ke depannya yaitu memperbanyak referensi serta penulisan topik lebih

dikhususkan sehingga penjabarannya akan lebih jelas.

19

Page 20: Depres i

DAFTAR PUSTAKA

Durand, V. Mark, & Barlow, David H. (2006). Psikologi Abnormal. Edisi

Keempat. Jilid Pertama. Jogjakarta : Pustaka Pelajar

Hadi, Pranowo. (2004). Depresi dan Solusinya. Cetakan pertama. Jogjakarta :

Tugu Publisher

Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., & Greene, Beverly. (2005). Psikologi

Abnormal. Edisi Kelima. Jilid Pertama. Jakarta : Penerbit Erlangga

Wenar, Charles, Kerig, Patricia. (2000). Developmental Psychopathology : From

Infancy Through Adolenscence. Fourth Edition. Singapore : Mc Graw-Hill

Companies, Inc.

Haeba, Haerani Nur, & Moordiningsih. (2009). Terapi Kognitif Perilaku dan

Depresi Pasca Melahirkan. Jurnal Intervensi Psikologi, 1, 41-68.

Monroe, et all. (2006). Life Stress and The Long-Term Treatment Course of

Recurrent Depression : III. Nonserve Life Events Predict Recurrence for

Medicated Over 3 Years. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 74,

112-120.

Rohde, Seeley, Kaupman, Clarke, and Stice. (2006). Predicting Time to Recovery

Among Depressed Adolescent Treated in Two Psychosocial Group

Interventions. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 74, 80-88.

20

Page 21: Depres i

Allen, et all. (2006). A Social-International Model of the Development of

Depressive Symptoms in Adolescence. Journal of Counseling and Clinical

Psychology, 74, 55-65.

Kandouw, dkk. (2007). Proporsi Gangguan Depresi pada Penyalahguna Zat yang

Menjalani Rehabilitasi di RS Marzoeki Mahdi. Cermin Dunia Kedokteran,

156, 136-142.

21