demam tifoid skenario 3

Upload: teo-wijaya

Post on 13-Oct-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Imunitas

TRANSCRIPT

Demam TyphoidTeo Wijaya (102012121). Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Jalan Terusan Arjuna Utara 6, Jakarta Barat. E-mail: [email protected]

PendahuluanDemam tifoid atau typhus abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak diperkirakan 800 /100.000 penduduk per tahun dan tersebar di mana-mana. Ditemukan hampir sepanjang tahun, tetapi terutama pada musim panas. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak besar,umur 5- 9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 2-3:1.Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus menerus lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari. Makin cepat demam tifoid dapat didiagnosis makin baik. Pengobatan dalam taraf dini akan sangat menguntungkan mengingat mekanisme kerja daya tahan tubuh masih cukup baik dan kuman masih terlokalisasi hanya di beberapa tempat saja.

AnamnesisAnamnesis merupakan proses wawancara yang dapat mengungkap 80% dari penyakit pasien. Tujuan utama suatu anamnesis adalah untuk mengumpulkan semua informasi dasar yang berkaitan dengan penyakit pasien dan adaptasi pasien terhadap penyakitnya. Komunikasi adalah kunci untuk berhasilnya suatu wawancara. Pewawancara harus dapat menanyakan pertanyaan pertanyaan kepada pasien dengan bebas. Pertanyaan pertanyaan ini harus mudah dimengerti dan disesuaikan dengan pengalaman medik pasien. Jika perlu, bahasa pasaran yang tidak baku yang melukiskan keadaan tertentu dapat dipakai untuk mempermudah komunikasi dan menghindari kesalahpahaman. Dokter harus dapat memperoleh dan mengenali berbagai gejala dan tanda. Kata gejala berarti apa yang dirasakan pasien. Gejala dipakai oleh pasien untuk melukiskan sifat penyakitnya. Sesak napas, sakit dada, mual, diare, dan penglihatan ganda semuanya merupakan gejala. Gejala tersebut bersifat tidak mutlak. Misalnya gejala nyeri. Pasien memiliki ambang rasa nyeri yang berbeda beda. Istilah konstitusional menunjukan gejala gejala yang lazim ditemukan bersama sama dengan problem pada setiap sistem tubuh, seperti demam, menggigil, penurunan berat badan, atau pengeluaran keringat secara berlebihan. Kata tanda menunjuk pada apa yang ditemukan pemeriksa. Tanda dapat diamati dan diukur. Tanda tanda tertentu juga merupakan gejala. Tugas utama pewawancara adalah memisah misahkan gejala dan tanda yang berkaitan dengan penyakit tertentu.1 Secara umum, anamnesis berisi data diri pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang (RPS), riwayat penyakit dahulu (RPD), riwayat pekerjaan dan lingkungan, dan riwayat keluarga. Sumber data anamnesis dapat berasal dari pasien itu sendiri (otoanamnesis) atau dari orang terdekat pasien, misalnya keluarga (aloanamnesis). Seorang pasien dalam keadaan sadar, sehat secara fisik dan mental, serta kompeten seharusnya dapat diwawancara secara langsung. Sehat secara fisik artinya pasien tersebut berada dalam kesadaran penuh dan kompeten artinya pasien tersebut tidak mengalami gangguan kejiwaan atau merupakan pasien di bawah umur.Pada kasus skenario 3, hasil anamnesa adalah sebagai berikut: Keluhan utama : Keluhan demam sejak 7 hari yang lalu. Demam berlangsung sepanjang hari dan memburuk pada sore-malam hari. Keluhan tambahan : nyeri kepala, nyeri ulu ati, mual, dan muntah Belum BAB sejak 4 hari yang lalu Tidak ada riwayat pendarahan Tidak ada batuk dan pilek

Pemeriksaan1. Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik yang diilakukan pada kasus skenario tiga, didapati bahwa kesadaran pasien adalah compos mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dan dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. Tingkat kesadaran lainnya adalah: Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya). 2,3Kemudian selain tingkat kesadaran, pemeriksaan fisik menunjukkan suhu tubuh 380 C, nadi 80x per menit, tingkat respirasi (respiratory rate) 20x per menit, tekanan darah 110/80 mmHg, dan pada pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan pada epigastrium.Apabila suatu penyakit merupakan demam typhoid, maka pada pemeriksaan fisik, yang tampak hanya suhu badan yang meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, gejala akan menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif, lidah yang berselaput, hematomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.22. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang dilakukan pada skenario 3 adalah pemeriksaan laboratorium dengan hasil Hb = 14 g/dl, Ht = 38%, leukosit = 4000/ul, dan trombosit = 200.000/ul. Pemeriksaan lainnya adalah Widal dengan titer S. typhi O = 1/320, S. typhi H = 1/320, S. paratyphi AO = 1/80, dan S. paratyphi AH = negatif (tidak ada).Pemeriksaan penunjang di atas menunjukan pemeriksaan yang dilakukan untuk diagnosis demam tifoid. Secara lengkapnya, pemeriksaan penunjang diagnosis demam tifoid diawali dengan pemeriksaan darah perifer lengkap dimana biasa ditemukan leukopenia, walaupun dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukosistosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia walaupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat.2,4,5Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan adalah uji Widal dan kultur organisme. Selain itu masih ada uji TUBEX, Typhidot, dipstik, kultur darah, ELISA, dan kultur empedu. Uji Widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S. typhi. Pada uji Widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S. typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu aglutinin O (dari tubuh kuman), aglutinin H (flagela kuman) dan aglutinin Vi (simpai kuman).2,4,5Dari ketiga aglutinin tersebut, hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya, semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.2,4,5Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara tepat dan mencapai puncak pada minggu keempat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih ditemukan setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji Widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.2,4,5Titer aglutinin O akan naik lebih dulu dan lebih cepat hilang daripada aglutinin H atau Vi, karena pembentukannya T independent sehingga dapat merangsang limfosit B untuk mengekskresikan antibodi tanpa melalui limfosit T. Titer aglutinin O ini lebih bermanfaat dalam diagnosa dibandingkan titer aglutinin H. Bila bereaksi dengan antigen spesifik akan terbentuk endapan seperti pasir. Titer aglutinin O 1/160 dinyatakan positif demam typhoid dengan catatan 8 bulan terakhir tidak mendapat vaksinasi atau sembuh dari demam typhoid dan untuk yang tidak pernah terkena 1/80 merupakan positif.2,4,5Titer aglutinin ini lebih lambat naik karena dalam pembentukan memerlukan rangsangan limfosit T. Titer aglutinin 1/80 keatas mempunyai nilai diagnostik yang baik dalam menentukan demam typhoid. Kenaikan titer aglutinin empat kali dalam jangka 5-7 hari berguna untuk menentukan demam typhoid. Bila bereaksi dengan antigen spesifik akan terbentuk endapan seperti kapas atau awan. Pemeriksaan serologik Widal (titer Aglutinin OD) sangat membantu dalam diagnosis walaupun 1/3 penderita memperlihatkan titer yang tidak bermakna atau tidak meningkat. Uji Widal bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan serial tiap minggu dengan kenaikan titer sebanyak 4 kali.2,3,5Selanjutnya ada uji TUBEX. Uji TUBEX merupakan uji semikuantitatif kolometrik yang cepat dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibody anti S. typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjungasi pada partikel latex yang berwarna. Hasil posistif uji TUBEX ini menunjukkan terdapat infeksi tidak secara spesifik menunjuk pada S. typhi. Infeksi oleh S. paratyphi akan memberikan hasil negatif. Respon terhadap anti-gen O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5 untuk infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Perlu diketahui bahwa uji Tubex hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat mendeteksi IgG sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai modalitas untuk mendeteksi infeksi lampau.2,4,5Uji lain yang dapat dilakukan untuk mendeteksi infeksi tifoid pada pasien adalah uji typhidot. Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran luar Salmonella typhii. Hasil posistif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi seberat 50 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.2,4,5Pada kasus reinfeksi, respon imun sekunder (IgG) teraktivasi secara berlebihan sehingga IgM sulit terdeteksi. IgG dapat bertahan sampai 2 tahun hingga pendeteksian IgG saja tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi akut dengan kasus reinfeksi atau konvalesen pada kasus infeksi primer. Untuk mengatasi masalah tersebut, uji ini kemudian dimodifikasi dengan menginaktivasi total IgG pada sampel serum. Uji ini, yang dikenal dengan nama uji Typhidot-M menunjukkan bahwa uji ini bahkan lebih sensitif dan lebih cepat.2,4,5Uji lain adalah uji IgM dipstick. Uji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S. typhi pada spesimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung antigen lipopolisakarida (LPS) S. Typhoid dan anti IgM (sebagai kontrol), reagen deteksi yang mengandung antibodi anti IgM dilekati dengan lateks pewarna.2,4,5Tes lain yang dapat dilakukan adalah kultur darah. Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal seperti telah mendapat terapi antibiotik, volume darah yang kurang, pernah divaksinasi, dan jika pengambilan darah dilakukan setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat. 2,4,5Selanjutnya ada tes Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM. Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan bila lgM positif menandakan infeksi akut dan jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik. 2,4,5Dan jenis tes yang terakhir adalah kultur empedu. Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu - 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi. 2,4,5DiagnosisDiagnosis ditegakkan dengan cara menguji sampel tinja atau darah untuk memastikan keberadaan bakteri Salmonella sp dalam darah penderita, dengan membiakkan darah pada hari 14 yang pertama dari penyakit. Selain itu tes widal (O dah H aglutinin) mulai positif pada hari kesepuluh dan titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal selang 2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer aglutinin (diatas 1:200) menunjukkkan diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid.6 Biakan tinja yang dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada minggu ketiga dan keempat dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya Salmonella.Gambaran darah juga dapat membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat lekopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari demam, maka arah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi lekositosis polimorfonuklear, maka berarti terdapat infeksi sekunder bakteri di dalam lesi usus. Peningkatan yang cepat dari lekositosis polimorfonuklear ini mengharuskan kita waspada akan terjadinya perforasi dari usus penderita.6

Diagnosis banding

1. Demam Bedarah Dengue = sama sama mengalami nyeri kepala dan nyeri otot serta demam. Akan tetapi demam pada demam berdarah dengue bersifat bifasik yang naik turun tidak teratur, berbeda dengan demam tifoid yang demamnya sepanjang hari.2,3 Demam berdarah dengue juga memiliki masa waktu demam yang lebih cepat daripada demam tifoid.

EtiologiDBD diesebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam virus flavivirus family dari flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, yang semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue. Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kucing, anjing, danb primata. Penelitian pada arthropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk Aedes (Stegomyia) dan Toxorhynchites.

Manifestasi klinikPada DBD mempunyai keluhan demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai leukopenia ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diabetes haemorragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (penumpukan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.

2. Leptospirosis = seperti demam tifoid, sama-sama mengalami demam, tetapi pada leptospirosis terdapat nyeri tiba-tiba di kepala, terutama bagian frontal, nyeri otot yang hebat terutama pada paha, betis, dan pinggang disertai nyeri tekan. Selain itu pada leptospirosis ditemukan fotofobia.2,3

Etiologi Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, family treponemataceae, suatu mikroorganisme spirochaeta. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis, fleksibel, panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2 um. Salah satu ujung organisme sering membengkak, membentuk suatu kait. Dalam mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagau rantai kokus kecil-kecil. Dengan pemeriksaan lapangan redup pada mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat terlihat. Untuk mengamati lebih jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap.2Diagnosis Pada umunya diagnosis awal leptospirosis sulit, karena pasien biasanya dating dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, sindroma syok toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan diathesis hemoragik.Gambaran Klinis Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas yaitu fase leptospiremia dan fase imun.2a. Fase LeptospiremiaFase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pinggang disertai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai menggigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret. Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai adanya konjungtival suffusion dan fotofobia. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien akan membaik, penyembuhan organ-organ yang terlihat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. b. Fase ImunFase ini ditandai dengan peningkatan titer antibody, dapat timbul demam yang mencapai suhu 40C disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher, perut dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapa perdarahan berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Conjungtiva injection dan conjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda patognomosis untuk leptopsirosis.2 Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini.

Prognosis Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian 5% pada umur dibawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%.

3. Malaria Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah.

EtiologiPenyebab infeksi malaria adalah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil dan mamalia. Termasuk genus plasmodium dari famili plasmodidale. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu Anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang.

Manifestasi klinisManifestasi malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya transmisi infeksi malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium.Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan splenomegali. Keluhan prodormal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan , anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin. 4,5,6

Gejala KlinisMinggu Pertama (awal terinfeksi)Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam yang berpanjangan, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat, perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Tenggorokan penderita terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga.3,6 Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami distensi. 3,6Minggu KeduaJika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh.3,6Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering, merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.3,6Minggu KetigaSuhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut.3,6Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.3,6Minggu keempatMerupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.3,6RelapsPada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikia juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut.Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.3,6

EtiologiDemam Typhoid disebabkan oleh Salmonella typhosa. Infeksi berasal dari penderita atau seseorang yang secara klinik tampak sehat tetapi yang mengandung kuman yang keluar bersama faecesnya atau bersama kemih (carrier). Kuman kuman ini mengkontaminasi makanan, minuman, dan tangan. Lalat merupakan penyebar kuman typhus yang penting, karena dari tempat kotor ia dapat mengotori makanan. Infeksi selalu terjadi pada saluran pencernaan. Porte dentree ialah jaringan limfoid usus halus. Dari usus, kuman kuman menuju ke kelenjar getah bening mesenterium, disini mereka berpoliferasi lalau menuju ke ductus thoracicus dan masuk ke dalam peredaran darah. Banyak kuman musnah, endotoksinnya keluar dan menyebabkan gejala gejala penyakit.7PatofisiologiMasuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propia kuman berkembang biak dan di fagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.2,6,8Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten kedalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi.2,6,8Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (S. typhi intramakrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.2,6,8Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.2,6,8PenatalaksanaSampai saat ini, masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid yaitu istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang, dan pemberian antimikroba. Dua terapi pertama merupakan terapi non-medikamentosa sedangkan terapi dengan antimikroba termasuk dalam terapi medikamentosa.2,6,8MedikamentosaObat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah : Kloramfenikol : Kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama pada pasien demam tifoid.Dosis untuk orang dewasa adalah 4 kali 500 mg perhari oral atau intravena,sampai 7 hari bebas demam. Penyuntikan kloramfenikol siuksinat intramuskuler tidak dianjurkan karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dengan kloramfenikol,demam pada demam tifoid dapat turun rata 5 hari.2,6,8 Tiamfenikol : Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan kloramfenikol.Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang daripada klloramfenikol. Dengan penggunaan tiamfenikol demam pada demam tiofoid dapat turun rata-rata 5-6 hari.2,6,8 Ko-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol) : Efektivitas ko-trimoksazol kurang lebih sama dengan kloramfenikol,Dosis untuk orang dewasa,2 kali 2 tablet sehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol).dengan ko-trimoksazol demam rata-rata turun setelah 5-6 hari.2,6,8 Ampislin dan Amoksisilin : Dalam hal kemampuan menurunkan demam,efektivitas ampisilin dan amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunannnya adalah pasien demam tifoid dengan leukopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kgBB sehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam.2,6,8 Sefalosporin generasi ketiga : Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sefalosporin generasi ketiga antara lain Sefoperazon,seftriakson, dan sefotaksim efektif untuk demam tifoid. Dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberika selama setengah jam per infuse sekali sehari, diberikan selama 3 sampai 5 hari.2,6,8 Fluorokinolon : terdiri atas norfloksasin, siproflosaksin, oflosaksin, peflosaksin, dan fleroksasin.2,6,8 Azitromisin : Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan azitromisin mengurangi kemungkinan kegagalan klinis, durasi rawat inap, dan mengurangi angka relaps. Azitromisin mampu menghasilkan konsentrasi dalam jaringan yang tinggi walaupun konsentrasi dalam darah cenderung rendah. Antibiotika akan terkonsentrasi dalam sel sehingga ideal untuk digunakan dalam pengobatan infeksi S. typhi yang merupakan kuman intraselular. Keuntungan lain adalah azitromisin tersedia dalam bentuk sediaan oral maupun suntikan intravena.2,6,8Selain memberikan antimikroba diatas, terapi medikamentosa juga dapat berupa pemberia kombinasi dari antimikroba tersebut. Kombinasi dua atau lebih antimikroba hanya pada keadaan tertentu saja antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik. Kemudian bisa juga terapi dengan pemberian kortikosteroid, khusus untuk toksik tifoid atau syok septik dengan dosis 3 x 5 mg.2,6,8Pada wanita hamil, tidak dianjurkan pemberian kloramfenikol, terutama pada trimester pertama karena dikhawatirkan dapat terjadi partus prematus, kematian fetus intrauterine, dan grey syndrome pada neonates. Tiamfenikol juga tidak dianjurkan karena kemungkinan efek teratogenik yang belum dapat disingkirkan, terutama pada trimester pertama. Demikian juga obat golongan fluorokuinon dan kotrimoksazol tidak boleh diberikan pada wanita hamil. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksilin, dan seftriakson.2,6,8

NonmedikamentosaTerapi nonmedikamentosa yang dilakukan adalah istirahat dan perawatan serta diet dan terapi penunjang. Istirahat (tirah baring) dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta higiene perorangan tetap perlu dijaga.2,6,8Terapi lain adalah diet serta terapi penunjang. Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Diet yang dianjurkan berupa makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas, dan makanan lunak diberikan selama istirahat. Untuk kembali ke makanan "normal", lakukan secara bertahap bersamaan dengan mobilisasi. Misalnya hari pertama dan kedua makanan lunak, hari ke-3 makanan biasa, dan seterusnya.2,6,8PrognosisPrognosis demam tifoid tergantung pada usia penderita, status kesehatan sebelumnya, dan tipe komplikasi yang terjadi. Penderita yang tidak mendapatkan pengobatan antibiotika dapat meninggal dunia (10% bayi dan sebagian kecil anak anak berusia lebih tua). Pengobatan dengan kloramfenikol berhasil menurunkan angka kematian hingga 1% di berbagai daerah. Adanya penyakit dasar yang melemahkan, perforasi saluran cerna atau perdarahan yang hebat, akan meningkatkan kemungkinan kematian.9Kekambuhan terjadi pada 10% penderita yang tidak mendapat pengobatan antibiotika. Manifestasi klinik kekambuhan nyata dalam 2 minggu setelah penghentian obat dengan antibiotika dan menyerupai bentuk penyakit akut. Tetapi, kekambuhan tersebut umumnya bersifat lebih ringan dan lebih singkat. Kekambuhan dapat terjadi berkali kali pada orang yang sama.9Individu yang mengesekresikan S. Typhosa selama 3 bulan atau lebih setelah infeksi biasanya menjadi ekskretor setahun setelah infeksi atau sering seumur hidup. Risiko menjadi karier kronis pada anak anak adalah kecil, tetapi akan meningkat seiring bertambahnya umur. Lima persen penderita orang dewasa akan menjadi karier kronis; umumnya mereka mengalami infeksi kronis kandung empedu dan akan diekskresikan lewat tinja.9PencegahanPerhatian terhadap kebersihan pribadi, pencucian tanga, serta tindakan sanitasi, merupakan hal penting bagi semua personil yang terlibat dalam mempersiapkan makanan serta pada perawatan penderita, terutama utnuk mencegah penyebaran dari orang ke orangdan dari orang kemakanan. Air kemih dan tinja penderita sebaiknya ditangani secara hati hati hingga hasil biakan tinja 3 kali berurutan memberi hasil negatif.9Jika upaya tersebut tidak berhasil, maka individu individu tersebut harus diawasi oleh departemen kesehatan dan harus dicegah bekerja pada pabrik pengolahan makanan dan air, di dapur serta pekerjaan pekerjaan yang berhubungan dengan perawatan penderita. Individu demikian harus disadarkan bahwa mereka potensial untuk menularkan penyakit dan pentingnya arti cuci tangan serta kebersihan pribadi. Pemakaian obat obat antimikroba nonspesifik (oksikuinolin) tidak dapat mencegah terjadinya infeksi. Perhatian terhadap penyediaan dan pengolahan bahan makanan, penggunaan suhu yang sesuai dalam memasak serta menghindari memegang makanan yang telah terinfeksi pada suhu hangat, merupakan tindakan yang penting. Hewan peliharaan pun harus dipastikan bebas dari Salmonella sebelum diperjualbelikan.9EpidemiologiAntara 300-500 kasus baru infeksi Salmonella typhosa dilaporkan terjadi setiap tahun di Amerika Serikat. Insiden penyakit ini telah menurun secara tetap sejak tahun 1900. Kebanyakan penderita demamtifoid berusia dibawah 20 tahun. Beberapa karier kronis Salmonella typhosa tercatat pada departemen kesehatan di seluruh negara bagian Amerika Serikat.9Basil tifoid hanya menginfeksi manusia dan penderita tersebut akan mengekskresikan Salmonella typhosa di dalam sekret pernafasan, air kemih, dan tinja dalam waktu yang berbeda beda. Secara khas, karier tersebut adalah orang dewasa yang mungkin telah mengalami penyakit enterik dan mengalami kontak, serta seringkali sebagai orang yang menyiapkan makanan.Lamanya kemampuan hidup S.typhii dalam makanan mempermudah penyebaran. Penyebaran melalui air biasanya terjadi karena pemasangan pipa air minum atau sanitasi yang tidak memadai dan hal ini menjadi penyebab kasus sporadis di Amerika Serikat dan negara negara berkembang.9KomplikasiPerforasi usus terjadi pada 0.5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan biasanya di awali dengan penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut nadi. Perforasi jarang terjadi tanpa didahului perdarahan dan pada umumnya pada ileum bagian distal. Perforasi akan disertai peningkatan nyeri abdomen, nyeri tekan, muntah muntah, dan tanda tanda peritonitis. Kolesistis akut yang dijumpai sering berupa pelebaran toksis kantung empedu.9

Kesimpulan Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak besar,umur 5- 9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 2-3:1. Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus menerus lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari.

Daftar Pustaka1.Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC, 2002. h. 3-11.2.Widodo D. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 3. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.2797-806.3.Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 3. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.hal.2767-993.4.Kresno SB. Imunologi: diagnosis dan prosedur laboratorium. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001. h. 405-36.5.Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran 2. Edisi 22. Jakarta: Salemba Medika; 2005. h. 276-309.6.Demam tifoid. 23 Febuari 2010. Diunduh dari http://medicastore.com/penyakit/10/Demam_Tifoid.html. 19 November 2012.7.Setyawan S. Penyakit infeksi dalam: patologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. h. 67-8.8.Kumpulan artikel tentang demam typhoid atau tipus. Puskesmas simpang empat. 29 Juni 2009. Diunduh dari http://puskesmassimpangempat.wordpress.com/2009 /06/29/kumpulan-artikel-tentang-demam-typhoid-atau-tipus/. 19 November 2012.9.Behrman RE. Penyakit menular dalam ilmu kesehatan anak bagian dua. Jakarta: EGC; 2002. h. 95-100.

1