demam berdarah dengue
DESCRIPTION
Laporan kasus Demam Berdarah DengueTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus genus Flavivirus, family Flaviviridae,mempunyai 4 jenis serotype
yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali
di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Keempat
serotipe dengue terdapat di Indonesia, den-3 merupakan serotipe dominan dan banyak
berhubungan dengan kasus berat, diikuti serotipe den-2. Demam berdarah dengue terjadi
ketika seseorang terinfeksi jenis virus dengue yang berbeda setelah terinfeksi dengan
jenis lain sebelumnya. Kekebalan terhadap jenis virus dengue yang berbeda memainkan
peran penting dalam keparahan penyakit.
Demam berdarah dengue memiliki potensi komplikasi kematian, pertama kali
ditemukan pada tahun 1950 pada epidemi dengue di Filipina dan Thailand. Sekitar 100
juta kasus demam dengue dan antara 250.000 dan 500.000 kasus dari demam berdarah
dengue dilaporkan oleh WHO. Dengue dipercaya dapat menginfeksi 50 sampai 100 juta
orang di seluruh dunia dalam satu tahun dengan 1/2 juta infeksi yang mengancam jiwa
yang memerlukan rawat inap, menghasilkan sekitar 12.500 kematian. Insiden demam
berdarah dengue meningkat 30 kali lipat antara tahun 1960 dan 2010. Peningkatan ini
diyakini karena kombinasi urbanisasi, pertumbuhan penduduk, dan peningkatan
perjalanan internasional. Di Amerika Serikat, tingkat infeksi dengue di antara mereka
yang kembali dari daerah endemis dengan demam adalah 2,9-8,0%.
Di Indonesia demam berdarah dengue pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun
1968, tetapi konfirmasi virologist baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta kasus
pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut-turut dilaporkan di
Bandung dan Yogyakarta pada tahun 1972. Epidemi pertama di luar jawa dilaporkan
pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan
Bali (1973). Pada tahun 1974 epidemi dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa
Tenggara Barat. Pada tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia.
2
Kejadian luar biasa DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) =
35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar
10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun
2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003). Sejak Januari
sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia
sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53% ).
Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang) sedangkan CFR tertinggi
terdapat di Propinsi NTT (3,96%). Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kaltim
periode Januari hingga akhir Pebruari 2004 di Kaltim mencapai 403 kejadian dan telah
menelan korban jiwa 10 orang atau 2,48 persen.
Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus.
Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat
asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman
tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman
pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis DBD
serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis
kurang memadai.
1.2 Tujuan
Melatih mahasiswa dalam melaporkan dengan baik suatu kasus yang di dapat.
Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.
Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan yang
terdapat langsung pada kasus.
Mendiagnosa dengan cepat dan menyusun rencana tatalaksana yang tepat kepada
pasien.
3
BAB II LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 11 tahun
Alamat : Sungai Mariam
MRS : 2 Juli 2014
IDENTITAS ORANG TUA
Ayah
Nama: Tn. D
Usia: 32 tahun
Pendidikan: SMP
Pekerjaan: Nelayan
Alamat: Sungai Mariam
Ibu
Nama: Ny. M
Usia: 30 tahun
Pendidikan: SMP
Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga
Alamat: Sungai Mariam
ANAMNESA
Alloanamnesa (oleh ibu kandung pasien), pada tanggal 2 Juli 2014
Keluhan Utama
Demam
4
Riwayat Penyakit Sekarang :
Demam dirasakan 4 hari SMRS. Demam dirasakan medadak tinggi. Demam
dirasakan naik turun tanpa memerhatikan waktu namun badan pasien tetap panas
dalam satu hari. Demam akan turun terutama bila diberikan obat penurun panas, namun
demam akan naik kembali. Demam tidak disertai mual, muntah, menggigil, mimisan,
BAB cair hitam, kejang ataupun penurunan kesadaran. Nyeri perut (-), nyeri orbita(-),
nyeri kepala (-), nyeri otot (-). Demam dirasakan sempat menurun 1 hari SMRS namun
pasien merasa lemas dan os sempat mengalami penurunan nafsu makan. Os sempat
memeriksakan diri di puskesmas 1 hari SMRS dan dilakukan pemeriksaan
menggunakan tensi (rumple leed) dan timbul bintik-bintik kemerahan pada lengan
kanan pasien. Batuk (-), Pilek (-), Mencret (-), BAK dan BAB lancar.
Riwayat penyakit dahulu
- Os. Mempunyai riwayat mengalami faringitis pada usia 4 tahun
- Os. Pernah terkena cacar pada usia 9 tahun.
Riwayat penyakit keluarga
-Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.
Pemeliharaan Prenatal
Periksa di : Puskesmas
Penyakit kehamilan : Tidak ada
Obat-obatan yang diminum : Tablet penambah darah
Riwayat Kelahiran
Lahir di : Rumah, di tolong oleh : bidan
Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan
Jenis partus : Spontan
Pemeliharaan Postnatal
Periksa di : Puskesmas
5
Keadaan anak : Sehat
Keluarga Berencana
Ya/Tidak : Ya
Memakai sistem : Pil
Sikap dan kepercayaan : Baik
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Berat badan lahir : 3.100 gr
Panjang badan lahir : Tidak diukur
Berat badan sekarang : 22 kg
Tinggi badan sekarang : 130 cm
Gigi keluar : Lupa
Tersenyum : Lupa
Miring : 2 bulan
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 5-6 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berdiri : 11 bulan
Berjalan : 1 tahun
Berbicara 2 suku kata : 1 tahun
Masuk TK : 5 tahun
Masuk SD : 6 tahun
Sekarang kelas : 6 SD
Riwayat Makan dan Minum Anak :
ASI : 0 bulan – 2 tahun
Susu sapi/buatan : Tidak diberikan susu sapi/buatan
Bubur susu : 6 bulan
Tim Saring : 6 bulan
6
Makanan padat lainnya : 1 tahun 3 bulan
Riwayat Imunisasi Dasar
Imunisasi Usia saat imunisasi
I II III IV Booster I Booster II
BCG lupa //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
Polio 8 bulan
Campak lupa //////////// //////////// //////////// ////////////
DPT lupa ////////////
Hepatitis B lupa
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 4 Juli 2014
Kesan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Nadi : 74 kali/menit
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Suhu badan : 36,2oC
Frekuensi nafas : 26 kali/menit
Berat badan : 22 kg
Panjang Badan : 130 cm
Kepala
Rambut merah : (-)
Mata :Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks
cahaya (+/+), pupil isokor dekstra = sinistra (3 mm/3mm)
Hidung : Sumbat (-), sekret (-)
Telinga : Bersih, sekret (-)
7
Mulut :Bibir basah, faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-/-),
gusi berdarah (-)
Leher
Kaku kuduk : (-)
Pembesaran Kelenjar : (-)
Dada
Inspeksi : Gerakan simetris, bintik merah (-)
Palpasi : Thrill (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
S1/S2 tunggal reguler
Bising : (-)
Abdomen
Inspeksi : Flat
Palpasi : lunak, hepar teraba 2cm-3cm dibawah arcus
costa,permukaan rata, tepi tumpul, konsistensi kenyal, nyeri tekan
(-), lien tidak teraba, turgor baik
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalia
Dalam batas normal.
Ekstremitas
Akral hangat, edema (-), petekie (-). CRT < 2 detik
8
PEMERIKSAAN PENUNJANG
2-7-2014 3-7-2014 4-7-2014 Leukosit (/mm3)Hb (g/dl)Ht (%)Trombosit (/mm3)
6.700 9,237,149.000
Elektrolit :Na : 136 mmol/LK: 3,2 mmol/LCl : 107 mmol/L
12.2801136,6%29.000
10.49010,931,5128.000
DIAGNOSIS KERJA SEMENTARA
Demam Berdarah Dengue Derajat I
PENATALAKSANAAN :
IVFD RL 5cc/kgBB/ jam
DL/Trombo/ 24 jam
Paracetamol 3 x 300 mg
Obs. Vital sign/ 6 jam
PROGNOSIS
Bonam.
9
FOLLOW UP HARIAN
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT PENATALAKSANAAN2/4/14Lab :WBC : 6.700HB : 10.9HCT : 37,1PLT : 49.000
S:Demam (-) Mual dan muntah (-) Nyeri kepala dan sendi (-) Nyeri ulu hati (-)O:BB : 22 Kg T : 35,6o N : 84 x/i R : 28x/i TD:100/60Ane (-) ikt (-) Rho (-) whz (-) BU (+)N, NTE (-) Petekie (-)A: DHF grade 1
IVFD RL 5cc/kgBB/ jam
DL/Trombo/ 24 jam
Paracetamol 3 x 300 mg
3/4/14Lab :WBC :12.280HB : 11HCT : 36,6PLT : 29.000
S:Demam (-) Mual dan muntah (-) Nyeri kepala dan sendi (-) Nyeri ulu hati (-)O:BB : 22 Kg T: 35,5o N : 64 x/i R : 32x/iTD:100/60Ane (-) ikt (-) Rho (-) whz (-) BU (+)N, NTE (-) Petekie (-)A: DHF grade 1
IVFD RL 5cc/kgBB/ jam
DL/Trombo/ 24 jam
Paracetamol 3 x 300 mg
3/4/14Lab :WBC :10.490HB : 11HCT : 31,5PLT : 128.000
S:Demam (-) Mual dan muntah (-) Nyeri kepala dan sendi (-) Nyeri ulu hati (-)O:BB : 22 Kg T: 35,9o N : 64 x/i R : 24x/iTD:100/60Ane (-) ikt (-) Rho (-) whz (-) BU (+)N, NTE (-) Petekie (-)A: DHF grade 1
IVFD RL 5cc/kgBB/ jam
DL/Trombo/ 24 jam
Paracetamol 3 x 300 mg
Acc pulang
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definsi
Demam berdarah dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah dua
hari pertama Error: Reference source not found.
Etiologi
Penyebab penyakit demam berdarah dangue pada seseorang adalah virus dangue
termasuk family flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe, yakni DEN-1,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ke empat serotip ini ada di Indonesia, dan dilaporkan
bahwa serotip virus DEN-3 sering menimbulkan wabah (Syahruman, 1988). Virus DEN
termasuk dalam kelompok virus yang relative labil terhadap suhu dan faKtor kimiawai
lain serta masa viremia yang pendek. Virus DEN virionnya tersusun oleh genom RNA
dikelilingi oleh nukleokapsid, ditutupi oleh suatu selubung dari lipid yang mengandung 2
protein yaitu selubung protein E dan protein membrane M.
Patofisiologi
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler
yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga
menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun
lebih dari 20% pada kasus-kasus berat. (Gubler, 1998). Jika penderita sudah stabil dan
mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan
hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor, yaitu
perunahan vaskuler, trombositopeni, dan kelainan koagulasi (Soegijanto, 2004).
Patogenesis
Virus dangue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypty
atau Aedes albopictus dengan organ sasaran adalah organ hepar, nodus limfaticus,
sumsum tulang belakang, dan paru. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit
11
oleh sel monosit perifer. Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi
dalam sel tersebut. Infeksivirus dangue dimulai dengan menempelnya virus genomnya
masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk
komponen-komponenya. Setelah terbentuk, virus dilepaskan dari sel. Proses
perkembangbiakan sel virus DEN terjadi di sitoplasma sel. Infeksi oleh satu serotip virus
DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotype tersebut tetapi tidak ada cross
protectif terhadap serotip virus yang lain (Kurane & Francis, 1992).
Beberapa teori mengenai terjadinya DBD dan DSS antara lain adalah:
a. Teori Antigen Antibodi
Virus dangue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibody,
membentuk virus antibody kompleks (komplek imun) yang akan mengaktifasi
komplemen. Aktifasi ini akan menghasilkan anafilaktosin C3A dan C5A yang
akan merupakan mediator yang mempunyai efek farmakologis cepat dan pendek.
Bahan ini bersifat fasoaktif dan prokoagulant sehingga menimbulkan kebococran
plasma (hipovolemik syok dan perdarahan. (Soewandoyo, 1998).
b. Teori Infection Enhancing Antibody
Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuclear merangsang
terbentuknya antibody nonnetralisasi. Antigen dangue lebih banyak didapat pada
sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada kejadian ini antibody
nonnetralisasi berupaya melekat pada sekeliling permukaan sel makrofag yang
beredar dan tidak melekat pada sel makrofag yang menetapdi jaringan. Makrofag
yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi
dan akhirnya sel mudah terinfeksi.
Makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan akan melepaskan sitokin
yang memiliki sifat vasoaktif atau prokoagulasi. Bahan-bahan mediator tersebut
akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan system
hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan. (Wang,
1995).
c. Teori mediator
Teori mediator didasarkan pada beberapa hal:
12
1) Kelanjutan dari teori antibody enhancing, bahwa makrofag yang terinfeksi
virus mengeluarkan mediator atau sitokin. Fungsi dan mekanismme sitokin
kerja adalah sebagai mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh
rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi,
proliferasi dan diferensiasi limfosit, sebagai activator sel inflamasi
nonspesifik, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan deferensiasi lekosit
matur (Khana, 1990).
2) Kejadian masa krisis pada DBD selama 48-72 jam, berlangsung sangat
pendek. Kemudian disusul masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak
ada gejala sisa.
3) Dari kalangan ahli syok bacterial, mengambil perbandingan bahwa pada syok
septic banyak berhubungan dengan mediator.
Menurut Suvatte (1977) patogenesis DBD dan DSS adalah masih merupakan
masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan DSS adalah
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis
immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien
yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang
heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian
berikatan dengan reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena
antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas
melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi
dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan
replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi
tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan
syok (Suvatte, 1977).
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada
seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa
13
hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer
tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga
dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah
banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi
(virus antibody compleks) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari
ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular (Suvatte, 1977).
Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari
30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan
adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya
cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi
secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal.
Oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian (Suvatte,
1977).
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain
dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu. Virus mengadakan
replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik
dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan
wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan
wabah yang besar (Suvatte, 1977).
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah.
Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit
terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran
trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga
trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan
oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi
trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan
14
terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai
dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan
factor pembbekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi
trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi
baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi factor Hageman
sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas
kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD
diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan
fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan
mempercepat syok yang terjadi (Suvatte, 1977).
Klasifikasi
WHO (1997) membagi DBD menjadi 4 (Vasanwala dkk, 2011):
a. Derajat 1
Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala klinis
(nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan spontan,
trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.
b. Derajat 2
Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti
mimisan, muntah darah dan berak darah.
c. Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah
(hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar mulut, hidung dan
jari (tanda-tand adini renjatan).
d. Renjatan berat (DSS) / Derajat 4
Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
Manifestasi Klinis
a. Demam
Demam berdarah dengue biasanya ditandai dengan demam yang mendadak tanpa
sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung 2-7 hari (Bagian
15
Patologi Klinik, 2009). Naik turun dan tidak berhasil dengan pengobatan
antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda-
tanda anak menjadi lemah, ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin dan
lembab. Masa kritis pda hari ke 3-5. Demam akut (38°-40° C) dengan gejala yang
tidak spesifik atau terdapat gejala penyerta seperti , anoreksi, lemah, nyeri
punggung, nyeri tulang sendi dan kepala.
Gambar: Kurva suhu pada DHF
b. Perdarahan
Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3 demam. Bentuk
perdarahan dapat berupa: uji tourniquet positif yang menandakan fraglita kapiler
meingkat (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kondisi seperti ini juga dapat dijumpai
pada campak, demam chikungunya, tifoid, dll. Perdarahan tanda lainnya ptekie,
purpura, ekomosis, epitaksis dan perdarahan gusi, hematemesisi melena. Uji
tourniquet positif jika terdapat lebih dari 20 ptekie dalam diameter 2,8 cm di
lengan bawah bagian volar termasuk fossa cubiti.
c. Hepatomegali
Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai
ikterus. Umumnya bervariasi, dimulai dengan hanya dapat diraba hingga 2-4 cm
di bawah lengkungan iga kanan (Bagian Patologi Klinik, 2009). Derajat
16
pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit namun nyeri tekan pada
daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan.
d. Renjatan (Syok)
Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3 dan ke-7
sakit. Syok yang terjadi lebih awal atau periode demam biasanya mempunyai
prognosa buruk (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kegagalan sirkulasi ini ditandai
dengan denyut nadi terasa cepat dan lemah disertai penurunan tekanan nadi
kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan tekanan darah kurang dari 80
mmHg, akral dingin, kulit lembab, dan pasien terlihat gelisah.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
1) Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) (≤ 100000/µI)
2) Hematokrit meningkat ≥ 20%, merupakan indikator akan timbulnya renjatan.
Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti pada DBD
dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya trombositopenia,
hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologi hemaglutnasi (Brasier,
Ju, Garcia, Spratt, Forshey, Helsey, 2012).
Gambar: Perubahan Ht, Trombosit, dan LPB dalam perjalanan DHF
17
3) Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.
4) Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga
5) Masa perdarahan memanjang
6) Protein rendah (hipoproteinemia)
7) Natrium rendah (hiponatremia)
8) SGOT/SGPT beisa meningkat
9) Asidosis metabolic
10) Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
b. Urine
Kadar albumine urine positif (albuminuria)
c. Foto thorax
Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi
lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi
cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
d. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan sebagai
pertimbangan karena tidak menggunakan system pengion (Sinar X) dan dapat
diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan cairan
pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat menentukan
diagnose penyakit yang mungkin muncul lebh berat misalnya dengan melihat
ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan pancreas.
e. Diagnosis Serologis
1) Uji hemaglutinasi inhibisi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standard pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitive
namun tidak spesifik artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi. Antibody HI bertahan dalam tubuh lama sekali (>48 tahun)
sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi-epidemioligi. Untuk
diagnosis pasien, Kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau
titer tinggi (> 1280) baik pada serum akut atau konvalesen daianggap sebagai
18
presumtif (+) atau di dugan keras positif infeksu dengue yang baru terjadi
(Vasanwala dkk, 2011).
2) Uji komplemen fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan
butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan beberapa
tahun saja (sekitar 2-3 tahun).
3) Uji neutralisasi
Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya memamkai
cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) yaitu berdasarkan adanya
reduksi dari plaque yang terjadi. Anti body neutralisasi dapat dideteksi dalam
serum bersamaan dengan antibody HI tetapi lebih cepat dari antibody
komplemen fiksasi dan bertahan lama (>4-8 tahun). Prosedur uji ini rumit dan
butuh waktu lama sehingga tidak rutin digunakan (Vasanwala dkk, 2011).
4) IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai. Uji ini dilakukan pada hari ke-4-5 infeksi virus dengue
karena IgM sudah timbul kamudian akan diikuti IgG. Bila IgM negative uji ini
perlu diulang. Apabila hari sakit ke-6 IgM msih negative maka dilaporkan
sebagai negative. IgM dapat bertahan dalam darah samapi 2-3 bulan setelah
adanya infeksi. Sensitivitas uji Mac Elisa sedikit di bawah uji HI dengan
kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan
spesifitas yang sama dengan uji HI (Vasanwala dkk, 2011).
5) Identifikasi Virus
Cara diagnostic baru dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction
(RTPCR) sifatnya sangat sensitive dan spesifik terhadap serotype tertentu,
hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat
mendeteksi virus RNA dari specimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh
manusia, dan nyamuk. Sensitifitas PCR sama dengan isolasi virus namun PCR
tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan specimen yang kurang baik bahkan
adanya antibody dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR
(Vasanwala dkk, 2011).
19
Penatalaksanaan pada Anak
Tatalaksana Demam Dengue
Sebagian besar anak dapat dirawat di rumah dengan memberikan nasihat
perawatan pada orang tua anak. Berikan anak banyak minum dengan air hangat atau
larutan oralit untuk mengganti cairan yang hilang akibat demam dan muntah.
Berikan parasetamol untuk demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena
obat-obatan ini dapat merangsang perdarahan. Anak harus dibawa ke rumah sakit
apabila demam tinggi, kejang, tidak bisa minum, muntah terus-menerus Error:
Reference source not found.
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok
Anak dirawat di rumah sakit
Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup,
susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah/diare Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau
ibuprofen karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan. Berikan
infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
o Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
o Kebutuhan cairan parenteral
Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
o Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam
o Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah
cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya hanya
memerlukan waktu 24–48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah
pemberian cairan. Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai
dengan tata laksana syok terkompensasi (compensated shockError: Reference
source not found).
20
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok
Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secarra
nasal. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.
Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kgBB
secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid
10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam. Jika tidak ada perbaikan klinis
tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan
tersembunyi; berikan transfusi darah/komponen. Jika terdapat perbaikan klinis
(pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah
cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap
diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium. Dalam banyak kasus,
cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam. Ingatlah banyak kematian
terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak daripada pemberian yang terlalu
sedikitError: Reference source not found.
Tatalaksana komplikasi perdarahan
Jika terjadi perdarahan berat segera beri darah bila mungkin. Bila tidak, beri
koloid dan segera rujuk.
Penanganan kelebihan cairan
Kelebihan cairan merupakan komplikasi penting dalam penanganan syok.
Hal ini dapat terjadi karena:
- kelebihan dan/atau pemberian cairan yang terlalu cepat
- penggunaan jenis cairan yang hipotonik
- pemberian cairan intravena yang terlalu lama
- pemberian cairan intravena yang jumlahnya terlalu banyak dengan
kebocoran yang hebat.
Tanda awal:
- napas cepat
- tarikan dinding dada ke dalam
21
- efusi pleura yang luas
- asites
- edema peri-orbital atau jaringan lunakError: Reference source not found.
Tanda-tanda lanjut kelebihan cairan yang berat
- edema paru
- sianosis
- syok ireversibelError: Reference source not found.
Tatalaksana penanganan kelebihan cairan berbeda tergantung pada keadaan
apakah klinis masih menunjukkan syok atau tidak:
• anak yang masih syok dan menunjukkan tanda kelebihan cairan yang berat
sangat sulit untuk ditangani dan berada pada risiko kematian yang tinggi. Rujuk
segera.
• Jika syok sudah pulih namun anak masih sukar bernapas atau bernapas cepat
dan mengalami efusi luas, berikan obat minum atau furosemid intravena 1
mg/kgBB/dosis sekali atau dua kali sehari selama 24 jam dan terapi oksigen.
• Jika syok sudah pulih dan anak stabil, hentikan pemberian cairan intravena
dan jaga anak agar tetap istirahat di tempat tidur selama 24–48 jam. Kelebihan
cairan akan diserap kembali dan hilang melalui diuresis.
Pemantauan
Petugas medik memeriksa tanda vital anak setiap jam (terutama tekanan nadi)
hingga pasien stabil, dan periksa nilai hematokrit setiap 6 jam. Dokter harus
mengkaji ulang pasien sedikitnya 6 jam.
Untuk anak tanpa syok:
Petugas medis memeriksa tanda vital anak (suhu badan, denyut nadi dan
tekanan darah) minimal empat kali sehari dan nilai hematokrit minimal sekali sehari.
Catat dengan lengkap cairan masuk dan cairan keluarError: Reference source not
found.
22
BAB IV
PEMBAHASAN
1.1. Anamnesis
Fakta TeoriDemam 3 hari, hari ke 4-7 tidak Demam muncul mendadakDemam naik turun yang muncul Pada malam hari sajatidak disertai mengigilkeringat dinginnyeri sendi dan nyeri ulu hatimuntah darah (-) BAB hitam (-)
Demam pada DHF muncul mendadak selama 2-7 hari.Demam naik turunTidak disertai mengigil dan keringat dingin
Pada kasus ini karakteristik demam sesuai dengan gejala DHF pada umumnya
yang bersifat demam tinggi mendadak selama 2-7 hari. Namun tidak disertai
gejala nyeri kepala, nyeri retroorbita, nyeri otot dan tulang. Pada kasus ini pasien
tidak mengeluhkan adanya nyeri.
1.2. Pemeriksaan Fisik
Fakta TeoriVital sign dalam batas normalTidak ada tanda perdarahan spontan dari pemeriksaan fisikRumple leede (-)
Spektrum klinis DHF yaitu tanpa syok dan dengan syok
Derajat infeksi demam dengue jika terjadi hemokonsentrasi dan rumple leed (+) maka tergolong DHF grade I.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal,
sehingga tidak ada syok pada kasus ini. Dari hasil pemeriksaan juga tidak ada
tanda perdarahan bahkan setelah dilakukan rumple leede test.
23
1.3. Pemeriksaan Laboratorium
Fakta Teori2/07/2014
WBC : 6.700HB : 10.9HCT : 37,1PLT : 49.000
Nilai leukosit dapat normal atau menurun. Trombositopenia umumnya ditemukan pada hari ke-3 sampai hari ke-8. Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya hematokrit > 20 % dari hematokrit awal umumnya pada hari ke-3 demam
IgM anti dengue mulai terdeteksi hari 3-5 meningkat sampai minggu ke-3. Hilang pada hari 60-90. IgG antidengue pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder pada hari ke-2
3/07/2014WBC :12.280HB : 11HCT : 36,6PLT : 29.000
4/07/2014WBC :10.490HB : 11HCT : 31,5PLT : 128.000
Hasil laboratorium yang ditemukan yaitu jumlah leukosit yang normal,
tidak ada hemokonsentrasi dan terdapat trombositopenia. Hasil laboratorium
tersebut kurang sesuai untuk diagnosis DHF grade 1 karena pada DHF grade I
perlu dilakukan permeriksaan serologi antidengue, dan terdapat hemokonsentrasi.
1.4. Diagnosa
Fakta TeoriDHF Grade I DHF Grade 1
Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala klinis (nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan spontan, trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.
Trombositopenia
24
Pada kasus ini gejala demam kurang sesuai dengan gejala infeksi dengue
yang sifatnya mendadak, terus menerus lalu turun setelah hari 2-7. Selain itu tidak
dilakukan pemeriksaan serologi dengue dan tidak terdapat hemokonsentrasi. Pada
pemeriksaan laboratorium yang sesuai hanya trombositopenia. Dari pemeriksaan
fisik hanya didapatkan petekie yang didapat dari tes rumple leed.
1.5. Tatalaksana
Fakta Teori IVFD RL 5cc/kgBB/ jam
DL/Trombo/ 24 jam
Paracetamol 3 x 300 mg
Terapi pada DHF tanpa syok :
minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah/diare
paracetamol 10-15 mg/kgBB/dosis
Terapi cairan Kebutuhan cairan parenteral
Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jamBerat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jamBerat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
Terapi pada kasus ini sesuai jika diagnosa kasus adalah DHF grade I tanpa
syok, karena terapi cairan sesuai rumus dengan berat badan 22 kg adalah
5cc/kgBB/jam sehingga cairan perhari adalah 2.640 cc/24 jam. Untuk dosis
paracetamol 3x 300 mg adalah sesuai dengan dosis anak yaitu 10-15
mg/kgBB/hari.
25
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Pasien an. R, perempuan, berusia 11 tahun, datang dengan keluhan utama demam
yang berlangsung sejak 4 hari SMRS, disertai dengan manifestasi perdarahan berupa
petekie dari hasil rumple leed. Dari hasil laboratoruim didapatkan jumlah trombosit yang
berada < 100.000/mm3. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang ditegakkan diagnosis pada pasien ini adalah Demam Berdarah Dengue
grade 1. Tatalaksana yang diperoleh pasien ini adalah terapi suportif, terapi simptomatis
dan terapi kausal
Secara umum, penegakan diagnosis, alur penatalaksanaan sudah sesuai dengan
literatur yang ada. Prognosis pada pasien ini berdasarkan perjalanan penyakit dan
penatalaksanaan yang telah didapatkan adalah bonam.
26
DAFTAR PUSTAKA
Error: Reference source not found