daya dukung daya tampung lh ekoregion sumatera berbasis

188
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION SUMATERA Daya Dukung Dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Ekoregion Sumatera Berbasis Jasa Ekosistem Tim Penyusun Pengarah: Drs. Amral Fery, M.Si (Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera) Penanggung Jawab Ahmad Isrooil, SE (Kepala Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan Lingkungan Hidup) Koordinator Zuchri Abdi, S.Si. M.Sc. Penyusun: Suharyani, SP., M.Si. Nurul Qisthi Putri, SH Adi Candra, S.Si. Eduard Hutapea, S.Si. Fran David Yuni Ayu Annysha Tenaga Ahli: Dr. Luthfi Muta’ali, S.Si. MSP. (UGM) Prof. Dr. Ir. Rifardi, M.Sc. (UNRI) Dr. Ardinis Arbain (UNAND) Dr. Langgeng Wahyu Santoso, M.Si. (UGM) Dr. Agus Setiawan (UNJAM) Dr. Aswandi (UNILA) Dr. Haris Gunawan (UNRI) Dr. Ir. H. Deni Efizon (UNRI) Ir. Rusliadi, M.Si. (UNRI) Andika Kusuma Nughawa, S.Si., M.Sc. (UGM) Asisten Tenaga Ahli: Gilang Adhi Nugroho, S.Si. (UGM) Giska Parwa Manikasari, S.Hut. (UGM) Rival Juniadi, S.Pi. (UNRI) Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera, Jl. HR. Soebrantas Km 10,5 Panam - Pekanbaru Telepon/Fax(0761) 62962

Upload: nguyendang

Post on 19-Dec-2016

260 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION SUMATERA

Daya Dukung Dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Ekoregion Sumatera

Berbasis Jasa Ekosistem

Tim Penyusun

Pengarah: Drs. Amral Fery, M.Si

(Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera)

Penanggung Jawab Ahmad Isrooil, SE

(Kepala Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan Lingkungan Hidup)

Koordinator Zuchri Abdi, S.Si. M.Sc.

Penyusun: Suharyani, SP., M.Si.

Nurul Qisthi Putri, SH Adi Candra, S.Si.

Eduard Hutapea, S.Si. Fran David

Yuni Ayu Annysha

Tenaga Ahli: Dr. Luthfi Muta’ali, S.Si. MSP. (UGM)

Prof. Dr. Ir. Rifardi, M.Sc. (UNRI) Dr. Ardinis Arbain (UNAND)

Dr. Langgeng Wahyu Santoso, M.Si. (UGM) Dr. Agus Setiawan (UNJAM)

Dr. Aswandi (UNILA) Dr. Haris Gunawan (UNRI)

Dr. Ir. H. Deni Efizon (UNRI) Ir. Rusliadi, M.Si. (UNRI)

Andika Kusuma Nughawa, S.Si., M.Sc. (UGM)

Asisten Tenaga Ahli: Gilang Adhi Nugroho, S.Si. (UGM)

Giska Parwa Manikasari, S.Hut. (UGM) Rival Juniadi, S.Pi. (UNRI)

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera, Jl. HR. Soebrantas Km 10,5 Panam - Pekanbaru

Telepon/Fax(0761) 62962

Page 2: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis
Page 3: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

Kata Pengantar

Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kehendakNya Kajian Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (DDDTLH) Ekoregion Sumatera ini dapat diselesaikan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), khususnya Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera (P3ES) menggunakan metode Jasa Ekosistem (Ecosystem Services)dengan pendekatan spasial untuk menentukan DDDTLH Ekoregion Sumatera. Pengintegrasian DDDTLH kedalam Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) akan lebih mudah dan komprehensif dengan pendekatan spasial karena KRP yang terkait dengan sumberdaya alam dan lingkungan hidup selalu menempati ruang tertentu dan bersinggungan bahkan bertampalan dengan jasa-jasa yang disediakan oleh ekosistem yang tidak lain adalah bentuk lain dari bentang lahan.

Sebagaimana diketahui bersama, pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Sedangkan daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.

Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, sebagai dasar pertimbangan dalam pembangunan sebenarnya telah diamanatkan sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 sebagai pengganti Undang-Undang 23 Tahun 1997, fungsi daya tampung dan daya dukung lingkungan sebagai dasar perencanaan dan pengendalian pembangunan semakin diperjelas.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, amanat daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tertuang pada sejumlah pasal, diantaranya Pasal 12 yang menyebutkan bahwa apabila Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) belum tersusun, maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Selain itu, dalam Pasal 15, 16 dan 17 dijelaskan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup merupakan salah satu muatan kajian yang mendasari

i

Page 4: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah (RPJP dan RPJM) serta kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Pada Pasal 19 dinyatakan bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS dan ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dengan kata lain daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup menjadi inti dari proses penyusunan KLHS dan RPPLH atau lebih jauh lagi menjadi core business dari kelembagaan lingkungan hidup baik di pusat maupun di daerah.

Hasil kajian DDDTLH Ekoregion Sumatera ini disajikan dalam dua (2) seri buku yang terdiri dari Buku 1 yang berisi deskripsi tentang Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Ekoregion Sumatera Berbasis Jasa Ekosistem dan Buku 2 yang berisi deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala1:250.000.

Dengan selesainya kedua buku ini maka salah satu tahapan dalam proses perencanaan pengendalian pembangunan dibidang lingkungan hidup dan kehutanan di Ekoregion Sumatera telah dapat diselesaikan. Tahapan berikutnya adalah bagaimana mengimplementasikan dan mengintegrasikan hasil-hasil kajian ini kedalam perencanaan pembangunan di daerah. Tentu saja untuk sampai ketahap itu bukanlah pekerjaan yang mudah, diperlukan upaya-upaya lanjutan seperti misalnya mensosialisasikannya dan melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah dalam hal penyusunan dan pemanfaatan data dan informasi DDDTLH.

Terakhir, ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi bagi terwujudnya kedua buku ini baik dari kalangan akademisi, praktisi dan birokrasi, serta orang-perorang yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Selanjutnya, kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran untuk penyempurnaannya sangat diharapkan. Terima kasih.

Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera,

Drs. Amral Fery, M.Si

ii

Page 5: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

iii

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... I-1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. I-1

1.2 Maksud dan Tujuan .......................................................................................... I-3

1.3 Manfaat ............................................................................................................ I-4

1.4 Ruang Lingkup Kegiatan ................................................................................. I-4

1.5 Keluaran yang Dihasilkan ................................................................................ I-5

1.6. Konsep Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan HidupBerbasis Jasa Ekosistem .................................................................................. I-7

1. Ekoregion Berbasis Bentang lahan (landscape) ......................................... I-8

2. Penutup lahan (landcover) ........................................................................ I-13

3. Jasa Ekosistem (Ecosystem Services) ....................................................... I-15

1.7 Landasan Hukum ........................................................................................... I-18

BAB II METODE PENELITIAN ............................................................................... II-1

2.1 Pendekatan Kajian ........................................................................................... II-1

2.2 Ruang Lingkup ................................................................................................ II-2

2.3 Alat dan Intrumen ........................................................................................... II-5

2.4 Data dan Indikator ........................................................................................... II-5

2.5 Tahapan Kajian dan Pengolahan ..................................................................... II-7

1. Persiapan .................................................................................................... II-7

2. Pengumpulan Data Sekunder dan FGD ..................................................... II-7

3. Pengolahan dan Analisis data ................................................................... II-8

4. Verifikasi Hasil dan Ground Check, .......................................................... II-8

5. Penyusunan Laporan dan Album Peta, ...................................................... II-8

6. Melakukan Lokakarya atau Diskusi Publik terpilih, .................................. II-9

2.6 Teknik Analisis Data dan Pemetaan ............................................................... II-9

1. Penyusunan Peta Ekoregion dan Peta Landcover ...................................... II-9

2. Penilaian Peran Ekoregion dan Liputan Lahan TerhadapJasa Ekosistem dengan Metode Expert Based Valuation ........................ II-10

3. Teknik Analisis Pairwise Comparation .................................................... II-11

4. Indek Jasa Ekosistem dan Indek Komposit .............................................. II-19

Page 6: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

iv

2.7 Analisis Sistem Informasi Geografi ............................................................... II-20

2.8 Batasan Operasional ....................................................................................... II-21

BAB III PROFIL EKOREGION DAN TUTUPAN LAHAN .................................... III-1

3.1 Profil Ekoregion Pulau Sumatera ................................................................... III-1

3.2 Profil Tutupan Lahan ..................................................................................... III-5

BAB IV PROFIL DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS JASA EKOSISTEM ..................................................................................... IV-1

4.1 Profil Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan ...................... IV-1

4.2 Profil Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Budaya .......................... IV-23

4.3. Profil Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung .................... IV-38

4.4 Profil Daya Tampung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan .................. IV-57

4.5 Profil Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Jasa Ekosistem Penting dan Jasa Dominan ........................................................ IV-88

BAB V PENUTUP ..................................................................................................... V-1

5.1 Kesimpulan ................................................................................................... V-1

5.2 Saran .............................................................................................................. V-2

Page 7: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keluaran yang dihasilkan ............................................................................. I-6

Tabel 1.2 Klasifikasi Ekoregion berdasarkan bentuk lahan Pada

Skala Nasional dan Pulau/Provinsi ............................................................ I-11

Tabel 1.3 Sistem Klasifikasi penutup lahan Berdasarkan SNI 7645-2010................. I-14

Tabel 1.4. Jenis Jasa Ekosistem ................................................................................... I-16

Tabel 2.1 Jenis Jasa Ekosistem ................................................................................... II-4

Tabel 2.2 Tiga konsep dan data utama dalam penyusunan Peta Daya

Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis

Jasa Ekosistem ........................................................................................... II-6

Tabel 2.3 Hasil Penilaian Pakar Untuk Peran Jenis Liputan Lahan

Terhadap Jasa Ekosistem Biodiversitas ................................................... II-11

Tabel 2.4 Matrik Pairwise Ekoregion Dan Nilai Koefisien Tutupan Lahan

Terhadap Jasa Ekosistem Sumatera ......................................................... II-13

Tabel 2.5 Matrik Pairwise Liputan Lahan Dan Nilai Koefisien Ekoregion

Terhadap Jasa Ekosistem Sumatera ......................................................... II-14

Tabel 2.6. Kode Ekoregion untuk matriks hasil KJE ................................................ II-16

Tabel 2.7. Kode Tutupan Lahan untuk matriks hasil KJE ......................................... II-17

Tabel 2.8. Perhitungan Interval kelas Geometri pada jasa

penyediaan pangan .................................................................................. II-18

Tabel 2.9. Pewarnaan kelas daya dukung dan daya tampung berbasis

jasa ekosistem .......................................................................................... II-18

Tabel 3.2 Profil Tutupan Lahan Pulau Sumatera (Bagian 1) .................................... III-9

Tabel 4.1 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan ............... IV-1

Tabel 4.2 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih .......... IV-2

Tabel 4.3 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Serat (fiber) ........ IV-4

Tabel 4.4 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Energi ................ IV-5

Tabel 4.5 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Sumber

Daya Genetik ............................................................................................ IV-7

Tabel 4.6 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan ........................... IV-8

Tabel 4.7 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih .................... IV-11

Page 8: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

vi

Tabel 4.8 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Serat ............................. IV-13

Tabel 4.9 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Energi .......................... IV-17

Tabel 4.10 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Daya Genetik.…….....IV-17

Tabel 4.11 Indeks Jasa Ekosistem Penyediaan Menurut Ekoregion ........................ IV-21

Tabel 4.12 Indeks Jasa Ekosistem Penyediaan Menurut Provinsi............................ IV-22

Tabel 4.13 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Budaya

Tempat Tinggal dan Ruang Hidup ......................................................... IV-23

Tabel 4.14 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Budaya Rekreasi

dan Ekotourism ....................................................................................... IV-25

Tabel 4.15 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Budaya Estetika .................. IV-26

Tabel 4.16 Distribusi dan Luas Jasa Ekosistem tempat Tinggal

dan Ruang Hidup .................................................................................... IV-26

Tabel 4.17 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Rekreasi dan Ekotourism ............... IV-30

Tabel 4.18 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Estetika/Keindahan Alam .............. IV-33

Tabel 4.19 Indeks Jasa Ekosistem Budaya Menurut Ekoregion .............................. IV-36

Tabel 4.20 Indeks Jasa Ekosistem Budaya Menurut Provinsi .................................. IV-38

Tabel 4.21 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pendukung

Pembentukan Lapisan Tanah dan Pemeliharaan .................................... IV-38

Tabel 4.22 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pendukung

Siklus Hara ............................................................................................. IV-40

Tabel 4.23 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pendukung

Produksi Primer ...................................................................................... IV-42

Tabel 4.25 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pendukung

Biodiversitas ........................................................................................... IV-43

Tabel 4.26 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Pembentukan

Lapisan Tanah dan Pemeliharaan .......................................................... IV-45

Tabel 4.27 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Siklus Hara .................. IV-47

Tabel 4.28 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Produksi Primer .......... IV-51

Tabel 4.29 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Biodiversitas ............... IV-52

Tabel 4.30 Indeks Jasa Ekosistem Pendukung Menurut Ekoregion ......................... IV-55

Tabel 4.31 Indeks Jasa Ekosistem Budaya Menurut Provinsi .................................. IV-56

Tabel 4.32 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim ................. IV-57

Page 9: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

vii

Tabel 4.33 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan

Tata Aliran Air dan Banjir ...................................................................... IV-58

Tabel 4.34 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan

Pencegahandan Perlindungan dari Bencana .......................................... IV-60

Tabel 4.35 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan

Pemurnian Air ........................................................................................ IV-61

Tabel 4.36 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan

Pengolahan dan Penguraian Limbah ...................................................... IV-62

Tabel 4.37 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan

Pemeliharaan Kualitas Udara ................................................................. IV-64

Tabel 4.38 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan

Penyerbukan Alami ................................................................................ IV-65

Tabel 4.39 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan

Pengendalian Hama dan Penyakit .......................................................... IV-66

Tabel 4.40 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim ............................ IV-68

Tabel 4.41 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Aliran

Air dan Banjir ......................................................................................... IV-70

Tabel 4.42 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan

dan Perlindungan dari bencana ............................................................... IV-72

Tabel 4.43 Distribusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Permurnian Air ........... IV-26

Tabel 4.44 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pengolahan

dan Penguraian Limbah .......................................................................... IV-76

Tabel 4.45 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pemeliharaan

Kualitas Udara ........................................................................................ IV-80

Tabel 4.46 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Penyerbukan

Alami ...................................................................................................... IV-82

Tabel 4.47 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pengendalian

Hama dan Penyakit ................................................................................ IV-84

Tabel 4.48 Indeks Jasa Ekosistem Pendukung Menurut Ekoregion ......................... IV-85

Tabel 4.49 Indeks Jasa Ekosistem Pendukung Menurut Provinsi ............................ IV-87

Tabel 4.50 Distribusi Daya Dukng dan Daya Tampung

Jasa Ekosistem Penting ........................................................................... IV-26

Page 10: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Ekoregion Sumatera ......................................................................... II-3

Gambar 2.2. Matriks Hasil KJE untuk Jasa Penyediaan Pangan................................ II-16

Gambar 3.1 Peta Ekoregion Pulau Sumatera.............................................................. III-4

Gambar 3.2. Peta Tutupan Lahan Ekoregion Pulau Sumatera .................................... III-8

Gambar 4.1 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan

Pangan .................................................................................................. IV-10

Gambar 4.2 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan

Air Bersih..............................................................................................IV-12

Gambar 4.3 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan

Serat ...................................................................................................... IV-14

Gambar 4.4 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan

Energi ................................................................................................... IV-16

Gambar 4.5 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan

Sumber Daya Genetik ........................................................................... IV-19

Gambar 4.6 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Penyediaan ................. IV-20

Gambar 4.7 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Penyediaan

Menurut Provinsi .................................................................................. IV-22

Gambar 4.8 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem

Tempat Tinggal dan Ruang Hidup ....................................................... IV-31

Gambar 4.9 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Rekreasi

dan Ekotourism ..................................................................................... IV-31

Gambar 4.10 Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Estetika/

Keindahan Alam ................................................................................. IV-34

Gambar 4.11 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Budaya ...................... IV-36

Gambar 4.12 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Budaya

Menurut Provinsi ................................................................................. IV-37

Gambar 4.13 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung

Pembentukan Lapisan Tanah dan Pemeliharaan ................................. IV-46

Gambar 4.14 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung

Siklus Hara .......................................................................................... IV-48

Page 11: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

ix

Gambar 4.15 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung

Produksi Primer ................................................................................... IV-50

Gambar 4.16 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung

Biodiversitas ........................................................................................ IV-53

Gambar 4.17 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Pendukung ................ IV-54

Gambar 4.18 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Pendukung

Menurut Provinsi ................................................................................. IV-56

Gambar 4.19 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan

Iklim .................................................................................................... IV-69

Gambar 4.20 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan

Tata Aliran Air dan Banjir .................................................................. IV-71

Gambar 4.21 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan

Pencegahan dan Perlindungan dari bencana ....................................... IV-73

Gambar 4.22 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan

Pemurnian Air ..................................................................................... IV-75

Gambar 4.23 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan

Pengolahan dan Penguraian Limbah ................................................... IV-77

Gambar 4.24 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan

Pemeliharaan Kualitas Udara .............................................................. IV-79

Gambar 4.25 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan

Penyerbukan Alami ............................................................................. IV-81

Gambar 4.26 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan

Pengendalian Hama dan Penyakit ....................................................... IV-83

Gambar 4.27 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Pengaturan ................ IV-85

Gambar 4.28 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Pengaturan

Menurut Provinsi ................................................................................. IV-87

Gambar 4.29 Peta Jasa Ekosistem Penting ............................................................... IV-90

Page 12: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comaprison Pengaruh Tutupan

Lahan terhadap Jasa Ekosistem Penyediaan ............................................ L-1

Lampiran 2. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comaprison Pengaruh Tutupan

Lahan terhadap Jasa Ekosistem Pengaturan ............................................. L-2

Lampiran 3. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comaprison Pengaruh Tutupan

Lahan terhadap Jasa Ekosistem Budaya ................................................... L-3

Lampiran 4. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comaprison Pengaruh Tutupan

Lahan terhadap Jasa Ekosistem Pendukung ............................................. L-4

Lampiran 5. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comparison Pengaruh Ekoregion

terhadap Jasa Ekosistem Penyediaan ....................................................... L-5

Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comparison Pengaruh Ekoregion

terhadap Jasa Ekosistem Pengaturan ........................................................ L-6

Lampiran 7. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comparison Pengaruh Ekoregion

terhadap Jasa Ekosistem Budaya .............................................................. L-7

Lampiran 8. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comparison Pengaruh Ekoregion

terhadap Jasa Ekosistem Pendukung ........................................................ L-8

Lampiran 9. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan .................... L-9

Lampiran 10. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih ........... L-12

Lampiran 11. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan Serat .................... L-13

Lampiran 12. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan

Bahan Bakar, Kayu, dan Fosil ............................................................. L-14

Lampiran 13. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan

Sumberdaya Genetik...........................................................................L-15

Lampiran 14. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim .................... L-16

Lampiran 15. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan

Tata Aliran Air dan Banjir ................................................................... L-17

Lampiran 16. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan

Pencegahan dan Perlindungan dari Bencana ....................................... L-18

Lampiran 17. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan

Pemurnian Air ..................................................................................... L-19

Page 13: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

xi

Lampiran 18. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan

Pengolahan dan Penguraian Limbah ................................................... L-20

Lampiran 19. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan

Pemeliharaan Kualitas Udara .............................................................. L-21

Lampiran 20. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan

Penyerbukan Alami ........................................................................... L-22

Lampiran 21. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan

Pengendalian Hama dan Penyakit ....................................................... L-23

Lampiran 22. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Budaya

Tempat Tinggal dan Ruang Hidup ...................................................... L-24

Lampiran 23. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Budaya

Rekreasi dan Ecotourism ..................................................................... L-25

Lampiran 24. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Budaya Estetika ..................... L-26

Lampiran 25. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pendukung

Pembentukan Lapisan Tanah dan Pemeliharaan ................................. L-27

Lampiran 26. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pendukung

Siklus Hara .......................................................................................... L-28

Lampiran 27. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pendukung

Produksi Primer ................................................................................... L-29

Lampiran 28. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pendukung

Biodiversitas ........................................................................................ L-30

Page 14: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis
Page 15: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

I-1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk berdampak kepada peningkatan laju penggunaan

sumberdaya alam, termasuk pemanfaatan ruang bagi kehidupan manusia dan mahluk

hidup lainnya. Hal ini mengakibatkan kualitas dan kuantitas lingkungan hidup di

sejumlah kawasan di Ekoregion Sumatera mengalami penurunan.

Oleh karena itu, pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan secara

bijaksana, yaitu dengan memperhatikan kemampuan daya dukung dan daya tampung

lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya daya dukung dan daya tampung lingkungan

hidup penting untuk diketahui, dipahami dan dijadikan dasar dalam perencanaan

pemanfaatan sumber daya alam, perencanaan pembangunan dan perencanaan

pemanfaatan ruang.

Penentuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagai dasar

pertimbangan dalam pembangunan dan pengembangan suatu wilayah telah diamanatkan

sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian digantikan oleh

Undang-Undang 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.Dalam Undang-

Undang 32 Tahun 2009 sebagai pengganti Undang-Undang 23 Tahun 1997, amanat daya

dukung dan daya tampung lingkungan hidup tertuang dalam sejumlah pasal, diantaranya

Pasal 12 yang menyebutkan bahwa apabila Rencana Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (RPPLH) belum tersusun, maka pemanfaatan sumber daya alam

dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Selain itu,

dalam Pasal 15, 16 dan 17 dijelaskan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan

hidup merupakan salah satu muatan kajian yang mendasari penyusunan atau evaluasi

rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana pembangunan jangka panjang dan jangka

menengah (RPJP dan RPJM) serta kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi

menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, melalui Kajian Lingkungan

Hidup Strategis (KLHS).

Page 16: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

I-2

Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tertuang pula pada Pasal 19,

yang menyatakan bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan

keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada

KLHS dan ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung

lingkungan hidup. Dengan kata lain daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup

menjadi inti dari dari kegiatan KLHS dan RPPLH atau lebih jauh lagi menjadi core

business dari kelembagaan lingkungan hidup.

Disamping UUPLH Nomor 32/2009, daya dukung dan daya tampung

lingkungan juga sudah menjadi dasar pertimbangan utama dalam perencanan tata ruang

dan pembangunan sektor. Sebagai contoh antara lain:

1. UUNo. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 20, 23 dan 25 menyiratkah

bahwa penyusunan rencana tata ruang wilayah nasional / provinsi / kabupaten /kota

harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

2. UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa

pembangunan kelautan adalah pembangunan yang memberi arahan dalam

pendayagunaan sumber daya Kelautan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi,

pemerataan kesejahteraan, dan keterpeliharaan daya dukung ekosistem pesisir dan

laut.

3. UU No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan,pasal 6 poin 1 huruf d menyatakan

bahwa perencanaan perkebunan dilakukan berdasarkandaya dukung dan daya

tampung lingkungan.

4. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba,pasal 32 huruf c (termasuk

juga pasal 18 dan 28), menyatakan bahwa kriteria untuk menetapkan 1 (satu) atau

beberapa WIUPK dalam 1 (satu) WUPK adalah Daya Dukung Lingkungan.

5. UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pasal 7 huruf c menyatakan bahwa

perencanaan pangan harus memperhatikandaya dukung sumber daya alam,

teknologi, dan kelestarian lingkungan

Fakta tersebut di atas menunjukkan bahwa, kebutuhan penyusunan daya dukung

dan daya tampung lingkungan hidup disuatu wilayah sangat mendesak dan strategis.

Oleh karena itu diperlukan dukungan sistem metodologi yang jelas dan mampu

mewadahi semua kepentingan pembangunan dan pelestarian lingkungan. Pendekatan

Page 17: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

I-3

jasa ekosistem memberikan solusi bagi penyusunan daya dukung dan daya tampung

lingkungan hidup yang komprehensif sehingga digunakan dalam inventarisasi ini.

Jasa ekosistem adalah manfaat yang diperoleh manusia dari suatu eksosistem.

Manfaat ini termasuk jasa penyediaan (provisioning), seperti pangan dan air; jasa

pengaturan (regulating) seperti pengaturan terhadap banjir, kekeringan, degradasi lahan

dan penyakit; jasa pendukung (supporting), seperti pembentukan tanah dan silkus hara;

serta jasa kultural (cultural), seperti rekreasi, spiritual, keagamaan dan manfaat

nonmaterial lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion

Sumatera (PPPES), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)

melakukan kegiatan inventarisasi daya dukung dan daya tampung lingkungan Pulau

Sumatera Berbasis jasa ekosistem dengan pendekatan keruangan (spasial).

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud

Maksud dari kegiatan ini adalah untuk menyusun peta Daya Dukung

Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem Ekoregion Pulau Sumatera pada skala 1 :

250.000 dan melakukan pendeskripsian hasil peta tersebut Pada tingkat Provinsi dan

Ekoregion. Model ini akan dikembangkan lebih lanjut untuk rincian beberapa jenis

pengukuran DDLH tematik untuk kepentingan pembangunan sektoral seluruh wilayah

ekoregion Sumatera.

Tujuan

1. Menyusun peta Daya Dukung Lingkungan Hidup (DDLH) Berbasis Jasa Ekosistem

Ekoregion Pulau Sumateradengan kedalaman analisis skala 1 : 250.000,

2. Mendeskripsikan dan menganalisis peta Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis

Jasa Ekosistem dengan unit satuan ekoregion dan administratif, khususnya

Provinsi-Provinsi di Sumatera.

3. Menyusun Basis data Spasial Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa

Ekosistem dalam bentuk Album Peta.

Page 18: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

I-4

1.3 Manfaat

Konsep daya dukung dan daya tampung lingkungan merupakan amanat UUPPLH

Nomor 32 tahun 2009. Manfaat teridentifikasinya Daya Dukung dan Daya Tampung

Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem di Ekoregion Sumatera diantaranya :

1) Sebagai panduan bagi Pemerintah Pusat khususnya dalam kaitannya dengan

pelaksanaan RPJMN khususnya rencana pembangunan wilayah di Pulau Sumatera,

sebagaimana tertuang dalam Buku III.

2) Sebagai pedoman bagi setiap Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota)

dalam rangka perlindungan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan

hidup, serta perumusan kebijakan program pembangunan daerah berbasis daya

dukung dan daya tampung lingkungan hidup, dengan mempertimbangkan

persebaran potensi dan sumberdaya alam secara menyeluruh dan berkelanjutan

(keseimbangan fungsi ekologi ‘ekosistem’ dan peningkatan nilai ekonomi

‘kesejahteraan’);

3) Sebagai dasar bagi proses perencanaan dan pengambilan keputusan pembangunan

seperti penyusunan Rencana Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup

(RPPLH), penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) maupun Rencana Tata Ruang

Wilayah bagi setiap Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) di

Ekoregion Sumatera.

4) Sebagai dasar dan pedoman bagi penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis

(KLHS) untuk semua bentuk aktivitas Kebijakan Rencana dan Program-program

pembangunan.

5) Sebagai media koordinasi, sinkronisasi dan sinergi program-program pembangunan

sektoral khususnya sektor pengelolaan sumberdaya alam seperti pertanian,

kehutanan, pertambangan, perkebunan, perikanan dan kelautan, industri,

parisiwata, dan pembangunan infrastruktur wilayah.

1.4 Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup dan tahapan kegiatan yang dilakukan pada kegiatan Daya Dukung

Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem Ekoregion Pulau Sumatera diantaranya :

1. Proses pengumpulan data spasial (peta dan citra) dan non spasial (tabuler) dan

penyusunan peta input skala 1:250.000, yaitu :

Page 19: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

I-5

• Peta Ekoregion dan

• Peta Liputan lahan

2. Panel Ahli untuk transformasi data spasial ekoregion dan liputan lahan menjadi

jenis daya dukung lingkungan jasa ekosistem. Panel ahli menghasilkan nilai

skoring hasil penilaian peran ekoregion dan liputan lahan terhadap nilai jasa

ekosistem.

3. Proses analisis data hasil panel ahli dengan menggunakan prinsip AHP yaitu

Pairwise Comparation untuk menghasilkan Koefisien Jasa Ekosistem (KJE)

4. Proses pengolahan dan analisis spasial berupa pembuatan Peta Daya Dukung

Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem, untuk 20 jenis jasa ekosistem, pada

Skala 1:250.000

5. Verifikasi Hasil atas Peta Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa

Ekosistem dengan melakukan Focus Group Discussion untuk menilai ketepatan

hasil peta.

6. Penyusunan Laporan Akhir dan Album Peta Daya Dukung Lingkungan Hidup

Berbasis Jasa Ekosistem

7. Ekspose Laporan Akhir

1.5 Keluaran yang Dihasilkan

Keluaran yang diharapkan dari kegiatan Inventarisasi Daya Dukung

Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem di Pulau Sumatera Tahun 2015 adalah :

1. Tersedianya peta Daya Dukung Lingkungan Hidup (DDLH) Berbasis Jasa

Ekosistem Ekoregion Pulau Sumatera untuk 20 Jenis Jasa Ekosistem dengan

kedalaman analisis skala 1 : 250.000, sebagai basis perencanaan lingkungan dan

pengendalian pembangunan.

2. Deskripsi kondisi Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem

dengan unit satuan ekoregion dan administratif, khususnya Profil DDLH Berbasis

Jasa Ekosistem Provinsi-Provinsi di Pulau Sumatera

3. Tersusunnya Basis Data Spasial dalam bentuk Album peta Daya Dukung

Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem, yang meliputi 2 jenis Peta Input dan

20 Jenis peta output Jasa Ekosistem.

Page 20: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

I-6

Tabel 1.1 Keluaran yang dihasilkan

No Peta Jenis peta Hasil

A Peta Input 1. Peta Ekoregion

2. Peta Liputan Lahan

B Peta Output Peta Jasa Ekosistem

1 Peta Jasa

Ekosistem

Penyedia

1. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan

2. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Air

Bersih

3. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Serat

4. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Energi

5. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan

Sumberdaya Genetik

2 Peta Jasa

Ekosistem

Pengaturan

1. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim

2. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan tata

aliran air dan pengendali banjir

3. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pencegahan dan

Perlindungan dari Bencana Alam

4. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pemurnian Air

5. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengolahan dan

Penguraian Limbah

6. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pemeliharaan

Kualitas Udara

7. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan

Penyerbukan Alami (pollination)

8. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengendalian

Hama dan Penyakit

3 Peta Jasa

Ekosistem

Budaya

1. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Tempat Tinggal

dan Ruang Hidup

2. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Rekreasi dan

Ekoturism

3. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Estetika Alam

4 Peta Jasa

Ekosistem

Pendukung

1. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pembentukan

Lapisan Tanah dan Pemeliharaan Kesuburan

2. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Siklus hara

(nutrient cycle)

Page 21: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

I-7

3. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Produksi Primer

4. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Biodiversitas

5 Peta

Komposit

1. Peta Ekosistem Penting

2. Peta Jasa Ekosistem Dominan

1.6. Konsep Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa

Ekosistem

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bermaksud melakukan

identifikasi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup Indonesia yang diukur

dengan pendekatan jasa ekosistem (ecosystem services) sebagaimana yang dilakukan

dalam Millenium Ecosystem Assessment –United Nation. Asumsinya, semakin tinggi

jasa ekosistem semakin tinggi kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Jasa ekosistem pada habitat bumi ditentukan oleh keberadaan faktor endogen

dan dinamika faktor eksogen yang dicerminkan dengan dua komponen yaitu kondisi

ekoregion dan penutup lahan (land cover / land use) sebagai penaksir atau proxy.

Dengan demikian terdapat empat konsep penting dalam penyusunan daya dukung

lingkungan. Beberapa batasan konsep diantaranya adalah :

1. Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan

antarkeduanya.

2. Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke

dalamnya.

3. Ekoregion adalah adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim,

tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang

menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Penetapan batas

ekoregion dengan mempertimbangkan kesamaan bentang alam, Daerah Aliran

Sungai, Keanekaragaman Hayati dan sosial budaya (UU 32 Tahun 2009). Dalam

operasionalisasinya penetapan ekoregion menggunakan pendekatan bentang lahan

(landscape) dengan mengikuti sistem klasifikasi yang digunakan Verstappen.

Selanjutnya jenis-jenis bentang lahan (landscape) akan dijadikan salah satu

komponen penaksir atau proxy jasa ekosistem (landscape based proxy)

Page 22: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

I-8

4. Penutup Lahan adalah tutupan biofisik pada permukaan bumi yang dapat diamati,

merupakan suatu hasil pengaturan, aktivitas, dan perlakukan manusia yang

dilakukan pada jenis penutup lahan tertentu untuk melakukan kegiatan produksi,

perubahan, ataupun perawatan pada penutup lahan tersebut. Dalam

operasionalisasinya, digunakan sistem klasifikasi penutup lahan dari SNI 7645-

2010, dimana jenis-jenis penutup lahan tersebut dijadikan salah satu komponen

penaksir atau proxy jasa ekosistem (landcover/landused based proxy)

5. Jasa Ekosistem adalah manfaat yang diperoleh oleh manusia dari berbagai

sumberdaya dan proses alam yang secara bersama-sama diberikan oleh suatu

ekosistem yang dikelompokkan ke dalam empat macam manfaat yaitu manfaat

penyediaan (provisioning), produksi pangan dan air; manfaat pengaturan

(regulating) pengendalian iklim dan penyakit; manfaat pendukung

(supporting),seperti siklus nutrien dan polinasi tumbuhan; serta manfaat kultural

(cultural), spiritual dan rekreasional. Sistem klasifikasi jasa ekosistem tersebut

menggunakan standar dari Millenium Ecosystem Assessment (2005)

Berdasarkan batasan konsep tersebut, daya dukung dan daya tampung

lingkungan hidup diukur dengan pendekatan jasa ekosistem. Semakin tinggi nilai jasa

ekosistem, maka semakin tinggi pula kemampuan daya dukung dan daya tampung

lingkungan. Untuk memperoleh nilai jasa ekosistem digunakan dua penaksiran yaitu

landscape based proxy dan landcover/landused based proxy, yang selanjutnya

digunakan dasar untuk melakukan pemetaan daya dukung dan daya tampung

lingkungan hidup.

1. Ekoregion Berbasis Bentang lahan (landscape) UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup secara eksplisit

mengamanatkan pentingnya penggunaan ekoregion sebagai azas dalam pengelolaan

lingkungan. Sebaliknya dalam UU Penataan Ruang juga menegaskan pentingnya

penggunaan ekoregion sebagai dasar penyusunan tata ruang wilayah.

UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan definisi

ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora,

dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan

integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Ekoregion adalah bentuk metode

Page 23: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

I-9

perwilayahan untuk manajemen pembangunan yang mendasarkan pada batasan dan

karakteristik tertentu (deliniasi ruang). Berdasarkan definisi tersebut karaktersitik yang

dapat digunakan sebagai dasar penentuan batas wilayah diantara kesamaan karakteristik:

a. karakteristik bentang alam;b. daerah aliran sungai;c. iklim;d. flora dan fauna;e. sosial budaya;f. ekonomi;g. kelembagaan masyarakat; danh. hasil inventarisasi lingkungan hidup

Kompleksnya karakteristik lingkungan yang dijadikan sebagai dasar penentuan

wilayah ekoregion menyulitkan proses deliniasi ekoregion. Diperlukan pendekatan yang

lebih praktis untuk penyusunan ekoregion. Widiyanto, dkk, (2008) dalam tulisannya

tentang bentang lahan (landscape) untuk pengenalan fenomena geosfer pendekatan

teknik bentuk

Lahan (landform). Persamaan antara ekoregion dengan bentuk lahan tersebut

dapat dicermati dari definisi berikut :

• Bentang lahan ialah sebagian ruang permukaan bumi yang terdiri atas sistem-

sistem, yang dibentuk oleh interaksi dan interdependensi antara bentuk lahan,

batuan, bahan pelapukan batuan, tanah, air, udara, tumbuh-tumbuhan, hewan, laut

tepi pantai, energi dan manusia dengan segala aktivitasnya yang secara

keseluruhan membentuk satu kesatuan (Surastopo, 1982).

• Bentang lahan merupakan bentangan permukaan bumi dengan seluruh

fenomenanya, yang mencakup: bentuk lahan, tanah, vegetasi, dan atribut-atribut

yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia (Vink, 1983).

• Bentang lahan adalah bentangan permukaan bumi yang di dalamnya terjadi

hubungan saling terkait (interrelationship) dan saling ketergantungan

(interdependency) antar berbagai komponen lingkungan, seperti: udara, air, batuan,

tanah, dan flora-fauna, yang mempengaruhi keberlangsungan kehidupan manusia

yang tinggal di dalamnya. (Verstappen, 1983)

Page 24: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

I-10

Berdasarkan definisi tersebut karaktersitik yang dapat digunakan sebagai dasar

penentuan bentang lahan diantara kesamaan karakteristik yaitu :

a. Geomorfik (G),b. Litologik (L),c. Edafik(E),d. Klimatik (K)e. Hidrologik (H),f. Oseanik (O)g. Biotik (B) flora dan faunah. Antropogenik (A)

Berdasarkan perbandingan dua pengertian tersebut di atas (ekoregion dan

bentang lahan), maka terdapat kesamaan substansi antara keduanya, oleh karena itu

pendekatan bentang lahan dapat digunakan sebagai teknik penyusunan ekoregion.

Menurut Tuttle (1975), bentang lahan (landscape) merupakan kombinasi atau gabungan

dari bentuk lahan (landform). Dengan kata lain untuk menganalisis dan

mengklasifikasikan bentang lahan selalu mendasarkan pada kerangka kerja bentuk lahan

(landform). Verstappen (1983) telah mengklasifikasikan bentuk lahan berdasarkan

genesisnya menjadi 10 macam bentuk lahan asal proses, yaitu:

(a) Bentuk lahan asal proses volkanik (V), merupakan kelompok besar satuan bentuk

lahan yang terjadi akibat aktivitas gunung api. Contoh bentuk lahan ini antara lain:

kawah, kerucut gunung api, kaldera, medan lava, lereng kaki, dataran, dataran

fluvial gunung api.

(b) Bentuk lahan asal proses struktural (S), merupakan kelompok besar satuan bentuk

lahan yang terjadi akibat pengaruh kuat struktur geologis. Pegunungan lipatan,

pegunungan patahan, perbukitan (monoklinal/homoklinal), kubah, Graben, gawir,

merupakan contoh-contoh untuk bentuk lahan asal struktural.

(c) Bentuk lahan asal fluvial (F) merupakan kelompok besar satuan bentuk lahan yang

terjadi akibat aktivitas sungai. Dataran alluvial, kerucut alluvial, kipas alluvial,

dataran banjir, rawa belakang, teras sungai, dan tanggul alam, gosong sungai

merupakan contoh-contoh satuan bentuk lahan ini.

(d) Bentuk lahan asal proses solusional (S) merupakan kelompok besar satuan bentuk

lahan yang terjadi akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah larut, seperti

batu gamping dan dolomite karst menara, karst kerucut, doline, uvala, polye, goa

karst, dan logva merupakan contoh-contoh satuan bentuk lahan ini.

Page 25: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

I-11

(e) Bentuk lahan asal proses denudasional (D) merupakan kelompok besar satuan

bentuk lahan yang terjadi akibat proses degradasi, seperti longsor dan erosi. Contoh

satuan bentuk lahan ini antara lain: bukit sisa, lembah sungai, peneplain, dan lahan

rusak.

(f) Bentuk lahan asal proses eolian (E) merupakan kelompok besar satuan bentuk

lahan yang terjadi akibat proses angin. Contoh satuan bentuk lahan ini antara lain:

gumuk pasir barkhan, parallel, parabolik, bintang, lidah, dan transversal.

(g) Bentuk lahan asal marine (M) merupakan kelompok besar satuan bentuk lahan

yang terjadi akibat proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut.

Contoh satuan bentuk lahan ini antara lain: gisik pantai (beach), bura (spit),

tombolo, laguna, dan beting gisik (beach ridge). Karena kebanyakan sungai dapat

dikatakan bermuara ke laut, maka sering kali terjadi bentuk lahan yang terjadi

akibat kombinasi proses fluvial dan proses marine. Kombinasi kedua proses itu

disebut proses fluvio-marine. Contoh-contoh satuan bentuk lahan yang terjadi

akibat proses fluvio-marine ini antara lain delta dan estuari.

(h) Bentuk lahan asal glasial (G) merupakan kelompok besar satuan bentuk lahan yang

terjadi akibat proses gerakan es (gletser). Contoh satuan bentuk lahan ini antara lain

lembah menggantung dan marine.

(i) Bentuk lahan asal organik (O) merupakan kelompok besar satuan bentuk lahan

yang terjadi akibat pengaruh kuat aktivitas organisme (flora dan fauna). Contoh

satuan bentuk lahan ini adalah pantai mangrove, gambut, dan terumbu karang.

(j) Bentuk lahan asal antropogenik (A) merupakan kelompok besar satuan bentuk

lahan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Waduk, kota, pelabuhan, merupakan

contoh-contoh satuan bentuk lahan hasil proses antropogenik. Gambar berikut

adalah contoh bentang lahan yogyakarta.

Berdasarkan hal tersebut dapat dibuat klasifikasi ekoregion berbasis bentuk

lahan kedalam beberapa kelompok sesuai dengan skala petanya

Tabel 1.2 Klasifikasi Ekoregion berdasarkan bentuk lahan Pada Skala Nasional dan Pulau/Provinsi

Tingkatan Skala Dasar Klasifikasi Bentang lahan Bentang lahan

Nasional

(Ekoregion) 1 : 1.000.000

Klasifikasi Bentang lahan didasarkan atas kenampakan

morfologi dan batuan secara umum, serta kedudukannya

Page 26: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

I-12

Tingkatan Skala Dasar Klasifikasi Bentang lahan Bentang lahan

terhadap Geotektonik Indonesia, sehingga disebut sebagai

”Morfologi Bentang lahan”, yang terdiri atas:

Bentang lahan Dataran (Lereng 0 - 15%)

Bentang lahan Perbukitan (Lereng 15 - 45%)

Bentang lahan Pegunungan (Lereng >45%)

Batuan malihan, beku, sedimen, aluvium

Dasar Klasifikasi: Thornbury (1954); Lobeck (1969); dan

Verstappen (2000)

Pulau dan

Kepulauan

(Ekonusa)

1 : 500.000

Klasifikasi Bentang lahan didasarkan atas kenampakan

morfologi dan asal proses utama (genetik), sehingga disebut

sebagai ”Morfogenetik Bentang lahan”, yang terdiri atas:

Bentang lahan Fluvial (F, aliran sungai);

Bentang lahan Marin (M, gelombang laut);

Bentang lahan Aeolian (A, aktivitas angin);

Bentang lahan Volkanik (V, aktivitas gunungapi);

Bentang lahan Struktural (S, aktivitas tektonik);

Bentang lahan Denudasional (D, aktivitas degradasional);

Bentang lahan Solusional (K, aktivitas pelarutan batuan);

Bentang lahan Glasial (G, aliran es dan gletser);

Bentang lahan Organik (O, aktivitas organisme); dan

Bentang lahan Antropogenik (H, aktivitas manusia).

Dasar Klasifikasi: Verstappen (1983)

Provinsi

(Ekodistrik) 1 : 250.000

Klasifikasi Bentang lahan didasarkan atas morfologi lebih

rinci, komplek proses (multigenetik), dan struktur sehingga

disebut sebagai ”Morfostruktur Bentang lahan”, yang terdiri

atas:

Bentang lahan Fluvial: Dataran Aluvial, Fluviovulkan, dan

Fluviomarin

Bentang lahan Marin: Pantai dan Pesisir

Bentang lahan Aeolian: Gumukpasir

Bentang lahan Volkanik: Kerucut, Lereng, dan Kaki

Gunungapi

Bentang lahan Struktural: Perbukitan/Pegunungan Lipatan

/Patahan, dan Lembah Sinklinal, Lembah antar

Page 27: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

I-13

Tingkatan Skala Dasar Klasifikasi Bentang lahan Bentang lahan

Perbukitan/ Pegunungan Patahan

Bentang lahan Denudasional: Perbukitan/Pegunungan

Denudasional, dan Lembah antara Perbukitan/Pegunungan

Denudasional

Bentang lahan Solusional / Karst: Perbukitan/Pegunungan

Karst, Lembah antar Perbukitan/Pegunungan Karst

Bentang lahan Glasial: Pegunungan Glasial dan Lembah

Glasial

Bentang lahan Organik: Dataran Gambut dan Dataran

Terumbu

Bentang lahan Antropogenik: Dataran Reklamasi

Dasar Klasifikasi: Verstappen (1983)

Sumber : Langgeng Wahyu Santoso (2013)

2. Penutup lahan (landcover) Lahan merupakan bagian dari bentang lahan (landscape) yang mencakup

pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi termasuk keadaan

vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan

lahan (Sitorus, 2004).

Land cover atau tutupan lahan merupakan keadaan biofisik dari permukaan bumi

dan lapisan di bawahnya. Land cover menjelaskan keadaan fisik permukaan bumi

sebagai lahan pertanian, gunung atau hutan. Land cover adalah atribut dari permukaan

dan bawah permukaan lahan yang mengandung biota, tanah, topografi, air tanah dan

permukaan, serta struktur manusia.

Dalam pembahasan tentang jasa ekosistem, land cover memiliki posisi penting

untuk dibaca dan cerminan potensi dari masing-masing jenis jasa ekosistem dikarenakan

merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia

terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi

kebutuhan hidup baik material maupun spiritual (Arsyad, 1989). Landcover budidaya

juga bentukan hasil kreasi interaksi bentang alam dan bentang budaya, sehingga

membentuk pola dan cirinya sendiri.

Page 28: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

I-14

Pengelompokan penutup lahan dapat diamati dari jenis klasifikasi penutup lahan

diantaranya adalah batasan pengertian tentang penutup lahan menurut SNI 7645-2010

adalah sebagai berikut :

Tabel 1.3 Sistem Klasifikasi penutup lahan Berdasarkan SNI 7645-2010

Skala 1 : 1.000.000 – 1:500.000 Skala 1:250.000

Nasional Provinsi

V DAERAH BERVEGETASI DAERAH BERVEGETASI

VP DAERAH PERTANIAN

1. Sawah

2. Ladang, tegal, atau huma

3. Perkebunan

DAERAH PERTANIAN

1. Sawah

2. Sawah pasang surut

3. Ladang, tegal, atau huma

4. Perkebunan

5. Perkebunan campuran

6. Tanaman Campuran

VBP DAERAH BUKAN PERTANIAN

4. Hutan lahan kering

5. Hutan lahan basah

6. Semak belukar

7. Padang rumput, alang-alang,

dan sabana

8. Rumput rawa

DAERAH BUKAN PERTANIAN

7. Hutan lahan kering

8. Hutan lahan kering Primer

9. Hutan lahan kering Sekunder

10. Hutan lahan basah

11. Hutan lahan basah Primer

12. Hutan lahan basah Sekunder

13. Semak belukar

14. Padang rumput, alang-alang, dan sabana

15. Rumput rawa

VTB DAERAH TAK BERVEGETASI DAERAH TAK BERVEGETASI

9. Lahan Terbuka 16. Lahan Terbuka

17. Lahan dan lava

18. Hamparan pasir

19. Beting pantai

20. Gumuk pasir

Permukiman Dan Lahan Bukan

Pertanian Yang Berkaitan

Permukiman Dan Lahan Bukan Pertanian Yang

Berkaitan

Page 29: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

I-15

10. Permukiman

11. Lahan Terbangun Non

Permukiman (Infrastruktur)

21. Permukiman

22. Bangunan industri

23. Pertambangan

24. Tempat penimbunan sawah

25. Lahan Terbangun Non Permukiman

(Infrastruktur)

Perairan

12. Danau atau waduk

13. Rawa

14. Sungai

15. Anjir pelayaran

16. Terumbu karang

Perairan

26. Danau atau waduk

27. Tambak

28. Rawa

29. Sungai

30. Anjir pelayaran

31. Terumbu Karang

32. Gosong pantai

3. Jasa Ekosistem (Ecosystem Services) Ekosistem adalah entitas yang kompleks yang terdiri atas komunitas tumbuhan,

binatang dan mikro organisme yang dinamis beserta lingkungan abiotiknya yang saling

berinteraksi sebagai satu kesatuan unit fungsional (MA, 2005). Fungsi ekosistem adalah

kemampuan komponen ekosistem untuk melakukan proses alam dalam menyediakan

materi dan jasa yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, baik secara

langsung maupun tidak langsung (De Groot, 1992). Jasa ekosistem adalah keuntungan

yang diperoleh manusia dari ekosistem (MA, 2005).

Jasa ekosistem dikategorikan menjadi empat, yaitu meliputi jasa penyediaan

(provisioning), jasa pengaturan (regulating), jasa budaya (cultural), dan jasa pendukung

(supporting) (MA, 2005). Berdasarkan empat kategori ini dikelaskan ada 23 kelas

klasifikasi jasa ekosistem, yaitu (De Groots, 2002) :

A. Jasa penyediaan : (1) bahan makanan, (2) air bersih, (3) serat, bahan bakar dan

bahan dasar lainnya, (4) materi genetik, (5) bahan obat dan biokimia,

(6) spesies hias.

B. Jasa Pengaturan : (7) Pengaturan kualitas udara, (8) Pengaturan iklim, (9)

Pencegahan gangguan, (10) Pengaturan air, (11) Pengolahan limbah, (12)

Page 30: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

I-16

Perlindungan tanah, (13) Penyerbukan, (14) Pengaturan biologis, (15)

Pembentukan tanah.

C. Budaya : (16) Estetika, (17) Rekreasi, (18) Warisan dan indentitas budaya, (20)

Spiritual dan keagamaan, (21) Pendidikan.

D. Pendukung : (22) Habitat berkembang biak, (23) Perlindungan plasma nutfah

Daya dukung merupakan indikasi kemampuan mendukung penggunaan tertentu,

sedangkan daya tampung adalah indikasi toleransi mendukung perubahan penggunaan

tertentu (atau pengelolaan tertentu) pada unit spasial tertentu. Untuk menghitung daya

dukung dan daya tampung lingkungan hidup, perlu beberapa pertimbangan. Adapun

pertimbangan tersebut adalah (a) ruang dan sifatnya, (b) tipe pemanfaatan ruang, (c)

ukuran produk lingkungan hidup utama (udara dan air), (d) penggunaan/penutupan

lahan mendukung publik (hutan), (e) penggunaan tertentu untuk keperluan pribadi.

Menurut sistem klasifikasi jasa ekosistem dari Millenium Ecosystem Assessment

(2005), jasa ekosistem dikelompokkan menjadi empat fungsi layanan, yaitu jasa

penyediaan(provisioning), jasa pengaturan (regulating), jasa pendukung (supporting),

dan jasa kultural (cultural), dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 1.4. Jenis Jasa Ekosistem

Klasifikasi Layanan Ekosistem Definisi Operasional

Fungsi Penyediaan (Provisioning)

1 Pangan Hasil laut, pangan dari hutan (tanaman dan hewan), hasil

pertanian dan perkebunan untuk pangan, hasil

peternakan

2 Air bersih Penyediaan air dari tanah (termasuk kapasitas

penyimpanannya), penyediaan air dari sumber

permukaan

3 Serat (fiber) Hasil hutan, hasil laut, hasil pertanian dan perkebunan

untuk material

4 Bahan bakar (fuel) Penyediaan kayu bakar dan bahan bakar dari fosil

Fungsi Pengaturan (Regulating)

1 Pengaturan iklim Pengaturan suhu, kelembaban dan hujan, pengendalian

gas rumah kaca dan karbon

Page 31: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

I-17

2 Pengaturan tata aliran air dan

banjir

Siklus hidrologi, serta infrastruktur alam untuk

penyimpanan air, pengendalian banjir, dan pemeliharaan

air

3 Pencegahan dan perlindungan

dari bencana

Infrastruktur alam pencegahan dan perlindungan dari

kebakaran lahan, erosi, abrasi, longsor, badai dan

tsunami

4 Pemurnian air Kapasitas badan air dalam mengencerkan, mengurai dan

menyerap pencemar

5 Pengolahan dan penguraian

limbah

Kapasitas lokasi dalam menetralisir, mengurai dan

menyerap limbah dan sampah

6 Pemeliharaan kualitas udara Kapasitas mengatur sistem kimia udara

7 Pengaturan penyerbukan alami

(pollination)

Distribusi habitat spesies pembantu proses penyerbukan

alami

8 Pengendalian hama dan

penyakit

Distribusi habitat spesies trigger dan pengendalihama

dan penyakit

Fungsi Budaya (Cultural)

1 Spiritual dan warisan leluhur Ruang dan tempat suci, peninggalan sejarah,

peninggalan leluhur

2 Tempat tinggal dan ruang

hidup (sense of place)

Ruang untuk tinggal dan hidup sejahtera, jangkar

“kampung halaman” yang punya nilai sentimental

3 Rekreasi dan ecotourism Fitur lansekap, keunikan alam, atau nilai tertentu yang

menjadi daya tarik wisata

4 Ikatan budaya, adat, pola hidup Keterikatan komunitas dan hubungan sosial, pelestarian

keragaman budaya (misalnya komunitas nelayan,

komunitas adat, masyarakat pedalaman, dll.)

5 Estetika Keindahan alam yang memiliki nilai jual

6 Pendidikan dan pengetahuan Memiliki potensi untuk pengembangan pendidikan dan

pengetahuan

Fungsi Pendukung (Supporting)

1 Pembentukan lapisan tanah dan

pemeliharaan kesuburan

Kesuburan tanah

2 Siklus hara (nutrient) Kesuburan tanah, tingkat produksi pertanian

3 Produksi primer Produksi oksigen, penyediaan habitat spesies

Page 32: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

I-18

1.7 Landasan Hukum

1. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam

Hayati dan Ekosistemnya;

2. Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;

3. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Kebencanaan

4. Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

5. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup;

6. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Nasional;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM) 2015-2019;

9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2015 tentang Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 18 tahun 2012 tentang Perubahan

Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 tahun 2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja KLH;

Page 33: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-1

BAB II METODE PENELITIAN

2.1 Pendekatan Kajian

Menurut UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup, terdapat dua pengertian tentang Daya Dukung dan Daya Tampung

Lingkungan Hidup, yaitu :

“ Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya” “ Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya”

Terdapat banyak teknik atau metode dalam mengoperasionalisasi konsep daya dukung

dan daya tampung lingkungan hidup di atas, diantaranya yang sudah disepakati oleh

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada forum koordinasi Pusat

Pengendalian Pembangunan Ekoregion (PPPE) seluruh Indonesia adalah penggunaan

konsep jasa ekosistem (ecosisystem services).

Jasa Ekosistem adalah manfaat yang diperoleh oleh manusia dari berbagai

sumberdaya dan proses alam yang secara bersama-sama diberikan oleh suatu ekosistem

(MA, 2005). Jasa ekosistem dikategorikan menjadi empat, yaitu meliputi jasa

penyediaan (provisioning), jasa pengaturan (regulating), jasa budaya (cultural), dan jasa

pendukung (supporting) (MA, 2005). Berdasarkan empat kategori ini dikelaskan ada 23

kelas klasifikasi jasa ekosistem, yaitu (De Groots, 2002):

1. Jasa penyediaan : (1) bahan makanan, (2) air bersih, (3) serat, bahan bakar dan

bahan dasar lainnya (4) materi genetik,(5) bahan obat dan biokimia, (6) spesies hias.

2. Jasa Pengaturan : (7) Pengaturan kualitas udara, (8) Pengaturan iklim, (9)

Pencegahan gangguan, (10) Pengaturan air, (11) Pengolahan limbah, (12)

Perlindungan tanah, (13) Penyerbukan, (14) Pengaturan biologis, (15) Pembentukan

tanah.

3. Budaya : (16) Estetika, (17) Rekreasi, (18) Warisan dan indentitas budaya,

(20) Spiritual dan keagamaan, (21) Pendidikan.

4. Pendukung : (22) Habitat berkembang biak, (23) Perlindungan plasma nutfah

Page 34: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-2

Berdasarkan pengertian dan klasifikasi di atas, terdapat kesamaan substansi

pengertian jasa ekosistem dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup,

dimana pengertian jasa penyediaan, budaya lebih mencerminkan konsep daya dukung

lingkungan dan jasa pengaturan memiliki kesamaan susbtansi dengan daya tampung

lingkungan. Sedangkan jasa pendukung bisa bermakna dua yaitu daya dukung maupun

daya tampung lingkungan

Secara operasional, kajian ini menetapkan daya dukung dan daya tampung

lingkungan hidup dengan pendekatan konsep jasa ekosistem, dengan pengembangan

asumsi dasar sebagai berikut :

• Semakin tinggi jasa ekosistem suatu wilayah, maka semakin tinggi kemampuan

lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain,

dan keseimbangan antar keduanya (lihat jasa penyediaan, Jasa budaya, dan

pendukung)

• Semakin tinggi jasa ekosistem suatu wilayah, maka semakin tinggi kemampuan

lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk

atau dimasukkan ke dalamnya (lihat jasa pengaturan)

Konsep daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup berbasis konsep jasa

ekosistem tersebut di atas, secara operasional dilakukan dengan menggunakan

pendekatan keruangan yaitu menyusun peta daya dukung dan daya tampung lingkungan

hidup jasa ekosistem sebanyak jenis jasa ekosistem yang dikaji (20 jasa ekosistem).

Dengan dihasilkannya peta tersebut dapat diketahui luasan, distribusi, dan indek daya

dukung jasa lingkungan. Proses penyusunan peta daya dukung dan daya tampung

lingkungan jasa ekosistem dijelaskan pada bagian berikut.

2.2 Ruang Lingkup

1. Ruang Lingkup Wilayah dan Unit Analisis

Ruang lingkup wilayah kajian penyusunan daya dukung dan daya tampung

lingkungan hidup ekoregion Sumatera meliputi areal seluas 443.065,8 km2 yang

meliputi sepuluh Provinsi di Pulau Sumatera yaitu Sumatera Selatan, Sumatera

Barat, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Aceh, Lampung, Bengkulu, Kepulauan Bangka

Belitung, dan Kepulauan Riau. Secara geografis ekoregion Sumatera terletak pada

Page 35: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-3

koordinat geografis 95o0’0” BT - 110o0’0”BT hingga 6o7’0” LU - 6o40’0” LS .

Gambaran ekoregion Sumatera disajikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Peta Ekoregion Sumatera

Sesuai dengan skala dan cakupan area, unit analisis data yang digunakan dalam

kajian ini meliputi administrasi dan ekoregion. Unit admistrasi yang digunakan

adalah Provinsi, sedangkan unit ekoregion mencakup 13 jenis ekoregion, yaitu :

1. Dataran Denudasional Kompleks Bangka Belitung – Natuna 2. Dataran Fluvial Sumatera 3. Dataran Gambut Sumatera 4. Dataran Pantai Timur Sumatera 5. Dataran Struktural Jalur Bukit Barisan 6. Dataran Vulkanik Jalur Bukit Barisan 7. Pegunungan Struktural Jalur Bukit Barisan 8. Pegunungan Vulkanik Jalur Bukit Barisan 9. Perbukitan Denudasional Bangka Belitung – Natuna 10. Perbukitan Struktural Jalur Bukit Barisan 11. Perbukitan Struktural Kompleks Kepulauan Riau

Page 36: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-4

12. Perbukitan Struktural Kompleks Mentawai13. Perbukitan Vulkanik Jalur Bukit Barisan

2. Ruang Lingkup Substansi Materi

Dalam penyusunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup ekoregion

Sumatera terdapat dua substansi materi input dan output

1. Materi Input, berupa penyusunan peta liputan lahan dan peta ekoregion

2. Materi Proses, berupa penilaian tim panel pakar terhadap peran liputan lahan

dan ekoregio terhadap jenis-jenis jasa ekosistem

3. Materi Output, terdiri dari (1) penyusunan peta 20 jenis jasa ekosistem, (2)

identifikasi luasan klasifikasi jenis-jenis jasa ekosistem, (3) indek 20 jenis jasa

ekosistem, (4) indek komposit jasa ekosistem. Adapun jenis jasa ekosistem

tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Jenis Jasa Ekosistem

No Jenis Jasa Ekositem Jenis

1 Jasa Penyediaan

(Provisioning)

1. Pangan

2. Air bersih

3. Serat (fiber)

4. Bahan bakar (fuel), Kayu dan Fosil

5. Sumberdaya genetik

2 Jasa Pengaturan

(Regulating)

1. Pengaturan iklim

2. Pengaturan tata aliran air dan banjir

3. Pencegahan dan perlindungan dari bencana alam

4. Pemurnian air

5. Pengolahan dan penguraian limbah

6. Pemeliharaan kualitas udara

7. Pengaturan penyerbukan alami (pollination)

8. Pengendalian hama dan penyakit

3 Jasa Budaya (Cultural)* 1. Tempat tinggal dan ruang hidup (sense of place)

2. Rekreasi dan ecotourism

3. Estetika (Alam)

Page 37: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-5

4 Jasa Pendukung

(Supporting)

1. Pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan

kesuburan

2. Siklus hara (nutrient cycle)

3. Produksi primer

4. Biodiversitas (perlindungan plasma nutfah)

2.3 Alat dan Intrumen

Beberapa alat dan instrumen yang digunakan dalam penyusunan Peta daya

dukung dan daya tampung lingkungan hidup berbasis jasa ekosistem diantaranya :

1. Peta Ekoregion skala 1:250.000, yang dikeluarkan atau bersumber dari

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Informasi

Geospasial (BIG) tahun 2013

2. Peta Liputan Lahan skala 1:250.000 yang dikeluarkan atau bersumber dari Badan

Planologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan telah

diverifikasi menjadi one map policy oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun

2013

3. Kuesioner atau daftar pertanyaan yang diajukan kepada panel pakar tentang

kontribusi atau peran ekoregion dan liputan lahan terhadap jasa ekosistem.

4. Komputer dengan software GIS yaitu Arc GIS 11 untuk melakukan analisis spasial

dan pemetaan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup berbasis jasa

ekosistem.

5. Komputer dengan softwareExpert Choice untuk melakukan proses pengolahan data

hasil kuesener panel pakar analisis spasial untuk menghasilkan koefisien ekoregion,

koefisien liputan lahan dan koefisien jasa ekosistem.

6. Citra satelit dan GPS untuk melakukan vaerifikasi peta dan kondisi di lapangan

7. Data-data sekunder sektoral lain, baik tabuler maupun spasial yang memiliki

relevansi dengan jenis jasa ekosistem

2.4 Data dan Indikator

Data dan indikator yang digunakan dalam penyusunan daya dukung dan daya

tampung lingkungan hidup ekoregion Sumatera terdiri dari dua konsep input data yang

meliputi liputan lahan dan ekoregion dan satu konsep output yaitu jasa ekosistem.

Selengkapnya data dan indikator ketiga kosep tersebut disajikan dalam klasifikasi

Page 38: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-6

berikut (Tabel ). Sistem klasifikasi ekoregion mengikuti Verstappen dan klasifikasi

liputan lahan menggunakan SNI dan one map policy. Ketiga data tersebut diilustrasikan

pada tabel berikut dengan mengambil contoh skala 1:250.000.

Tabel 2.2 Tiga konsep dan data utama dalam penyusunan Peta Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem

Tiga Konsep Utama

Ekoregion * Liputan Lahan * Jasa Ekosistem

1. Kerucut Gunungapi2. Lereng Gunungapi3. Kaki Gunungapi4. Pegunungan Patahan5. Pegunungan Lipatan6. Perbukitan Patahan7. Perbukitan Lipatan8. Lerengkaki Patahan9. Lerengkaki Lipatan10. Lembah antar

Patahan11. Lembah antar

Lipatan12. Dataran Fluvio

Gunungapi13. Dataran Aluvial14. Dataran Fluviomarin15. Pegunungan

Solusional16. Perbukitan

Solusional17. Lembah antar

Perbukitan /PegununganSolusional

18. PegununganDenudasional

19. PerbukitanDenudasional

20. LerengkakiPerbukitan/Pegunungan Denudasional

21. Lembah antarPerbukitan /PegununganDenudasional

22. Gumuk Pasir23. Padang Pasir24. Pantai (Shore)25. Pesisir (Coast)26. Pegunungan Glasial

1. Bangunan BukanPermukiman

2. Bangunan Permukiman/Campuran

3. Danau/Telaga4. Hutan Lahan Rendah

(Hutan lahan basah)5. Hutan Lahan Tinggi

(HutanLahan Kering)6. Hutan Mangrove7. Hutan Rawa/Gambut8. Hutan Tanaman9. Kebun dan Tanaman

Campuran (Tahunan dansemusim)

10. Kolam air asin/payau11. Lahan Terbuka (hamparan

pasir, lava)12. Lahan Terbuka

Diusahakan13. Perkebunan14. Pertambangan15. Rawa Pesisir16. Rawa Pedalaman17. Savana/Padang rumput18. Semak dan belukar19. Sungai20. Tanaman Semusim Lahan

Basah (Sawah)21. Tanaman Semusim Lahan

Kering (Tegalan/Ladang)22. Waduk dan Danau Buatan23. Tambak/Empang

1. Pangan2. Air bersih3. Serat (fiber)4. Bahan bakar (fuel), Kayu

dan Fosil5. Sumberdaya genetik6. Pengaturan iklim7. Pengaturan tata aliran air

dan banjir8. Pencegahan dan

perlindungan dari bencanaalam

9. Pemurnian air10. Pengolahan dan penguraian

limbah11. Pemeliharaan kualitas

udara12. Pengaturan penyerbukan

alami (pollination)13. Pengendalian hama dan

penyakit14. Tempat tinggal dan ruang

hidup (sense of place)15. Rekreasi dan ecotourism16. Estetika (Alam)17. Pembentukan lapisan tanah

dan pemeliharaankesuburan

18. Siklus hara (nutrient cycle)19. Produksi primer20. Biodiversitas

(perlindungan plasmanutfah)

Page 39: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-7

27. Perbukitan Glasial 28. Lembah antar

Perbukitan / Pegunungan Glasial

29. Dataran Gambut 30. Dataran Terumbu 31. Dataran Reklamasi

Keterangan : *) Untuk di Ekoregion Sumatera tidak semua jenis klasifikasi penutup lahan dan ekoregion ada.

2.5 Tahapan Kajian dan Pengolahan

Berdasarkan tujuan dan ruang lingkup subtansi materi dari penyusunan

“Inventarisasi Daya Dukung Lingkungan Ekoregion Berbasis Jasa Ekosistem” dapat

dirumuskan beberapa garis besar tahapan pelaksanaan kegiatan, yaitu :

1. Persiapan Review terhadap studi-studi mengenai daya dukung lingkungan dan jasa

ekosistem khususnya dalam lingkup wilayah kajian.

Mempelajari kebijakan, peraturan perundang-undangan, dan program

pembangunan yang berkaitan dengan wilayah kajian.

Menyusun sejumlah indikator atau kriteria mengenai Jasa Ekosistem yang

akan digunakan dalam penyusunan Inventarisasi Daya Dukung Lingkungan

Ekoregion Berbasis Jasa Ekosistem.

Menyusun rencana kerja dan metodologi yang akan digunakan

2. Pengumpulan Data Sekunder dan FGD Melakukan penelusuran terhadap data spasial Pulau Sumatera (Data

Collecting). Data ini nantinya akan dijadikan materi atau bahan utama dalam

penyusunan Inventarisasi Daya Dukung Lingkungan Ekoregion Berbasis Jasa

Ekosistem, yaitu data ekoregion dan tutupan lahan.

Pengumpulan berbagai macam kebijakan dan program-program pembangunan

dari Instansi, lembaga/SKPD terkait.

Penggalian informasi yang lebih mendetail melalui FGD (Focus Group

Disscussion) ataupun Indepth interview dengan pakar/ahli berbagai bidang

menggunakan kuesioner.

Pengisian kuesioner dari parameter Jasa Ekosistem di Pulau Sumatera.

Page 40: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-8

3. Pengolahan dan Analisis data Input data atau pemasukan nilai berdasarkan penentuan pakar kedalam data

spasial yang telah disiapkan dengan teknik skoring.

Pengolahan dan analisis data, dalam penyusunan peta-peta diantaranya : (1)

Peta Input yaitu Peta Ekoregion dan Peta Liputan Lahan, dan (2) Peta Output

berupa peta Daya Dukung Lingkungan Ekoregion Berbasis Jasa Ekosistem,

sebanyak 20 Jenis jasa ekosistem

Menyusun tabulasi data dan informasi kewilayahan terkait daya dukung dan

daya tampung berbasis jasa ekosistem, baik berdasarkan Administrasi

(Provinsi) maupun Ekoregion.

Hasil Pengolahan dan Analisis Data yang menghasilkan 20 jenis Peta Daya

Dukung Lingkungan Ekoregion Berbasis Jasa Ekosistem akan dijadikan bahan

untuk verifikasi dan Ground check sebagai penyempurnaan hasil. Secara

khusus, proses dan jenis analisis data disampaikan pada bagian sub bab

Analisis Data

4. Verifikasi Hasil dan Ground Check,Mengingat cakupan area yang sangat luas, verifikasi Hasil dan Ground Check

dilakukan dengan cara melakukan FGD (Focus Group Disscussion) dengan nara

sumber dan stakeholder serta pihak-pihak lain yang concern dan memiliki hasil

kajian yang berhubungan dengan 20 jenis jasa ekosistem. Selanjutnya semua peta

hasil analisis di konfirmasi atau verifikasi dengan kajian dan temuan serta pendapat

nara sumber dan stakeholder. Hasil verifikasi dijadikan sebagai bahan perbaikan

peta untuk penyusunan laporan “Inventarisasi Daya Dukung Lingkungan

Ekoregion Berbasis Jasa Ekosistem”.

5. Penyusunan Laporan dan Album Peta,Penyusunan laporan kegiatan yang merupakan rangkaian keseluruhan pelaksanaan

kegiatan “Inventarisasi Daya Dukung Lingkungan Ekoregion Berbasis Jasa

Ekosistem”. Laporan terdiri dari empat bagian, yaitu : (1) Pendahuluan, (2)

Metode, (3) Profil Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Jasa

Ekosistem, dan (4) Kesimpulan dan Rekomendasi. Selain dalam bentuk laporan,

hasil Inventarisasi Daya Dukung Lingkungan Ekoregion Sumatera Berbasis Jasa

Ekosistem juga ditampilkan dalam bentuk Album Peta.

Page 41: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-9

6. Melakukan Lokakarya atau Diskusi Publik terpilih,Lokakarya atau seminar bertujuan untuk sosialisasi hasil penyusunan Inventarisasi

Daya Dukung Lingkungan Ekoregion Sumatera Berbasis Jasa Ekosistem sekaligus

untuk mendapatkan masukan dan saran untuk penyempurnaan hasil dan

implikasinya bagi program pengendalian pembangunan dan pengelolaan

lingkungan.

2.6 Teknik Analisis Data dan Pemetaan

Diantara beberapa tahapan kajian di atas, khusus untuk analisis data dan proses

penyusunan peta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup diperlukan

penjelasan yang lebih rinci. Beberapa teknik analisis yang digunakan dalam

penyusunan Inventarisasi Daya Dukung Lingkungan Ekoregion Berbasis Jasa

Ekosistem diantaranya.

1. Penyusunan Peta Ekoregion dan Peta LandcoverDengan menggunakan analisis Sistem Informasi Geografi (Geographic Information

System=GIS) dilakukan input, pengolahan dan penyusunan Peta Ekoregion dan

Peta Liputan lahan.

a. Peta Ekoregion, dilakukan dengan melakukan interpretasi citra satelit yang

memuat beberapa informasi tentang kemiringan lereng, ketinggian tempat,

geomorfologi, dan geologi. Dalam penyusunan peta ekoregion Sumatera skala

1:250.000 ini digunakan sumber Peta Ekoregion yang telah disusun oleh BIG

dan KLHK.

b. Peta Liputan Lahan, dilakukan dengan melakukan interpretasi citra satelit

sehingga dihasilkan jenis-jenis liputan lahan. Jenis-jenis liputan lahan sangat

berpengaruh terhadap jasa ekosistem. Dalam penyusunan peta liputan lahan

Sumatera skala 1:250.000 ini digunakan sumber Peta Ekoregion yang telah

disusun oleh BIG dan KLHK (Dirjen Planologi) one map policy, dengan jumlah

klasifikasi sebanyak 21 jenis liputan lahan yaitu :

1. Bangunan Bukan Permukiman2. Bangunan Permukiman/Campuran3. Danau/Telaga4. Hutan Lahan Rendah5. Hutan Lahan Tinggi6. Hutan Mangrove

Page 42: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-10

7. Hutan Rawa/Gambut 8. Hutan Tanaman 9. Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan Semusim) 10. Kolam Air Asin/Payau 11. Lahan Terbuka 12. Lahan Terbuka Diusahakan 13. Perkebunan 14. Rawa Pedalaman 15. Rawa Pesisir 16. Sabana 17. Semak dan Belukar 18. Sungai 19. Tanaman Semusim Lahan Basah 20. Tanaman Semusim Lahan Kering 21. Waduk dan Danau Buatan

Peta ekoregion dan peta liputan lahan menjadi peta input dalam proses

penyusunan peta daya dukung lingkungan berbasis jasa ekosistem.

2. Penilaian Peran Ekoregion dan Liputan Lahan Terhadap Jasa Ekosistem dengan Metode Expert Based Valuation

Perolehan data untuk penyusunan peta daya dukung dan daya tampung

lingkungan berbasis jasa ekosistem dilakukan dengan metode expert based

valuation yaitu penilaian peran masing-masing jenis tipe liputan lahan dan

ekoregion yang dilakukan oleh sejumlah pakar yang berkompeten di bidangnya.

Metode expert based valuation pada dasarnya mirip dengan penerapan metode

Delphi merupakan suatu metode yang dilakukan dengan membentuk suatu

kelompok atau komunikasi grup yang terdiri dari para ahli untuk membahas suatu

permasalahan. Umumnya para ahli yang dilibatkan merupakan para ahli yang

memiliki keahlian di bidang permasalahan yang sedang dibahas dan sangat

mengenali wilayah kajian (Sumatera).

Metode Expert Based Valuation dalam penyusunan Peta Daya Dukung

Lingkungan Berbasis Jasa Ekosistem di Ekoregion Sumatera dilakukan oleh

delapan pakar dari perguruan tinggi di Pulau Sumatera termasuk Pusat Studi

Lingkungan, yang terdiri dari pakar Kehutanan, Biologi, Pertanian, Geografi,

Lingkungan, Geologi dan GIS. Para pakar mengisi daftar pertanyaan tentang peran

dan kontribusi ekoregion dan liputan lahan terhadap jasa ekosistem. Berikut

Page 43: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-11

disajikan contoh hasil penilaian pakar untuk peran jenis liputan lahan terhadap jasa

ekosistem biodiversitas.

Tabel 2.3 Hasil Penilaian Pakar Untuk Peran Jenis Liputan Lahan Terhadap Jasa Ekosistem Biodiversitas

JENIS PENUTUPAN LAHAN PAKAR

1 PAKAR

2 PAKAR

3 PAKAR

4 PAKAR

5 PAKAR

6 PAKAR

7 infrastruktur jalan, bandar udara, dan lahan terbangun non pemukiman

0 0 0 O 1 0 2

Bangunan Permukiman/Campuran 1 4 1 0 3 0 4 Danau/Telaga 8 5 3 5 7 8 5 Hutan Lahan Rendah 7 7 5 8 7 3 5 Hutan Lahan Tinggi 7 6 5 10 7 2 4 Hutan Mangrove 8 4 5 7 7 8 4 Hutan Rawa/Gambut 8 6 5 8 5 3 3 Hutan Tanaman 7 1 3 5 6 3 5 Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan Semusim) 8 4 4 4 5 7 8 Kolam Air Asin/Payau 8 5 7 4 5 8 3 Lahan Terbuka (Hamparan Pasir, Lava) 3 1 5 4 2 0 5 Perkebunan 7 6 3 5 7 5 3 Pertambangan 1 1 0 1 2 1 4 Rawa Pesisir 7 5 2 6 5 6 5 Rawa Pedalaman 7 4 2 7 5 1 6 Savana/Padang Rumput 5 6 7 4 5 1 2 Herbal/Rumput 5 2 6 5 5 1 5 Semak dan Belukar 5 1 6 6 7 5 3 Sungai 6 5 5 8 6 5 7 Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) 8 9 9 10 9 10 9 Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang) 8 7 8 5 7 8 9 Waduk dan Danau Buatan 8 6 7 10 5 8 7 Tambak/Empang 8 7 7 10 6 9 7

Keterangan : Skala penilaian 0=tidak memiliki peran/tidak berhubungan. 1-2 (sangat rendah), 3-4 (Rendah), 5-6 (Sedang), 7-8 (Tinggi), 9-10 (Sangat Tinggi)

Selanjutnya seluruh hasil dan jawaban atau penilaian dari panel pakar

tersebut diolah dengan analisis pairwise comparation yang hasilnya dianalisis

dengan sistem informasi geografi sehingga dihasilkan peta daya dukung dan daya

tampung lingkungan berbasis jasa ekosistem yang selanjutnya dipresentasikan

kembali oleh tim kepada para panel pakar untuk dilakukan koreksi dan

penyimpulan akhir terhadap peta yang telah dibuat.

3. Teknik Analisis Pairwise ComparationAnalisis Pairwise Comparation, menjadi bagian awal dari proses

pelaksanaan metode AHP yang menghasilkan indeks atau bobot suatu variabel

dalam proses pengambilan keputusan. Matrik pairwise memberikan perbandingan

berpasangan yang menggambarkan kontribusirelatif atau pengaruh setiap elemen

Page 44: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-12

terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Dalam hal

ini peran masing-masing jenis liputan lahan atau ekoregion. Perbandingan

dilakukan berdasarkan pilihan atau “judgment” dari panel pakar dengan menilai

tingkat kepentingan suatu variabel jenis liputan lahan atau ekoregion dibandingkan

jenis lainnya dalam kaitannya dengan jasa ekosistem tertentu.Beberapa langkah -

langkah dalam membuat matrik pairwise atau Pairwise Comparation, diantaranya

adalah:

1. Membuat matrik perbandingan berpasangan, antara penilaian pakar terhadap

jenis-jenis ekoregion dan liputan lahan. Model berpasangan ini melakukan

penilaian peran suatu variabel terhadap kepentingan tertentu dilakukan dengan

cara membandingkannya variabel lain secara berpasangan. Sebagai contoh

dalam penilaian peran ekoregion terhadap jasa ekosistem pangan, maka tiap

jenis ekoregion dibandingkan kepentingannya terdapat jasa pangan. Demikian

pula untuk jenis liputan lahan dibandingkan antar jenis dan perannya terhadap

jasa ekosistem pangan.

2. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam

matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

3. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten

pengambil data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud

adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan

software Matlab maupun manual dengan excel

4. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai

eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis pilihan

dan penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai

pencapaian tujuan

5. Menguji konsistensi hirarki. (consistency ratio). Penilaian dalam

membandingkan antara satu kriteria dengan kriteria yang lain adalah bebas satu

sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidak konsistensian. Saaty (1990)

telah membuktikan bahwa indeks konsistensi dari matrik ber ordo n dapat

diperoleh dengan rumus :

CI = (λmaks-n)/(n-1)

Keterangan:

Page 45: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-13

CI = Indeks Konsistensi (ConsistencyIndex)

λmaks = Nilai eigen terbesar dari matrik berordo n

Nilai eigen terbesar didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom

dengan eigen vector. Batas ketidak konsistensian di ukur dengan menggunakan rasio

konsistensi (CR), yakni perbandingan indeks konsistensi (CI) dengan nilai pembangkit

random (RI).Nilai ini bergantung pada ordo matrik n. Rasio konsistensi dapat

dirumuskan:

CR = CI/RI

Bila nilai CR lebih kecil dari 10%, ketidak konsistensian pendapat masih

dianggap dapat diterima. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,100 maka penilaian harus

diulang kembali.

Berdasarkan proses dan prosedur di atas, berikut disampaikan contoh hasil

matrik pairwise untuk salah satu kelompok jasa ekosistem yaitu jasa penyedia, baik

untuk Matrik Pairwise Ekoregion maupun Matrik Pairwise Liputan lahan. Semakin

tinggi nilai koefisien ekoregion atau liputan lahan maka semakin penting dan besar

perannya terhadap besar kecilnya nilai jasa ekosistem

Tabel 2.4 Matrik Pairwise Ekoregion Dan Nilai Koefisien Tutupan Lahan Terhadap Jasa Ekosistem Sumatera

Tutupan Lahan JASA PENYEDIAAN

Pangan Air

Bersih Serat

Bahan Bakar

Sumberdaya Genetik

Bangunan Bukan Permukiman (Industri, perdagangan, infrastruktur jalan, bandar udara dan lahan terbangun non permukiman)

0,161 0,171 0,188 0,352 0,145

Bangunan Permukiman/Campuran 0,243 0,241 0,194 0,327 0,187

Danau/Telaga 1,152 2,385 0,478 1,496 1,328

Hutan Lahan Rendah 1,071 1,779 1,894 1,442 2,593

Hutan Lahan Tinggi 0,984 1,809 1,890 1,184 2,524

Hutan Mangrove 1,111 1,006 1,683 0,929 2,275

Hutan Rawa/Gambut 0,886 0,802 1,529 1,005 1,817

Hutan Tanaman 0,536 0,908 2,674 1,026 0,846 Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan semusim)

0,937 0,709 1,840 1,146 0,995

Kolam air asin/payau 0,903 0,405 0,481 0,362 0,785

Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava) 0,325 0,221 0,348 0,447 0,282

Page 46: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-14

Tutupan Lahan JASA PENYEDIAAN

Pangan Air

Bersih Serat

Bahan Bakar

Sumberdaya Genetik

Lahan Terbuka Diusahakan 0,571 0,312 0,687 0,490 0,303

Perkebunan 0,927 0,548 1,588 1,116 0,638

Pertambangan 0,211 0,186 0,340 1,369 0,202

Rawa Pesisir 0,709 0,735 0,836 1,042 0,775

Rawa Pedalaman 0,602 1,009 0,880 1,036 0,858

Savana/Padang rumput 0,564 0,467 0,468 0,572 0,578

Herbal dan Rumput 0,502 0,465 0,593 0,365 0,652

Semak dan belukar 0,616 0,516 0,779 0,605 0,677

Sungai 1,155 2,678 0,361 2,591 1,126

Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) 3,249 1,222 1,141 0,802 0,780 Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang)

1,887 0,524 1,173 0,501 0,674

Waduk dan Danau Buatan 1,746 2,749 0,506 2,343 1,299

Tambak/Empang 1,952 1,154 0,449 0,454 0,660

Tabel 2.5 Matrik Pairwise Liputan Lahan Dan Nilai Koefisien Ekoregion Terhadap Jasa Ekosistem Sumatera

Ekoregion JASA PENYEDIAAN

Pangan Air

Bersih Serat

Bahan Bakar

Sumberdaya Genetik

Kaki Gunungapi 1,482 1,315 1,110 1,863 1,568 Dataran Kaki Gunungapi 2,721 2,800 1,465 2,727 1,990 Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 1,575 1,551 0,897 1,320 1,291

Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) 1,255 1,224 1,468 0,906 1,071

Perbukitan Patahan 0,458 0,667 1,079 1,097 1,178 Perbukitan Lipatan 0,498 0,554 1,189 0,634 1,178 Pegunungan Patahan 0,477 0,522 1,194 1,775 1,443 Pegunungan Lipatan 0,515 0,528 1,211 1,086 1,443 Dataran Fluvio Gunungapi 3,770 3,596 1,071 3,084 1,947 Dataran Aluvial 3,184 3,227 1,071 2,487 1,834 Dataran Fluviomarin 2,349 2,326 1,098 1,472 1,704 Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Solusional 1,104 1,417 0,578 0,942 0,827

Perbukitan Solusional 0,425 0,374 0,588 0,653 0,635 Pegunungan Solusional Karts 0,375 0,334 0,647 0,629 0,760 Lembah antar Perbukitan /Pegunungan Denudasional 1,098 1,043 0,781 0,833 0,901

Lerengkaki Perbukitan/ Pegunungan 0,983 0,998 1,057 0,988 0,974

Page 47: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-15

Ekoregion JASA PENYEDIAAN

Pangan Air

Bersih Serat

Bahan Bakar

Sumberdaya Genetik

Denudasional Perbukitan Denudasional 0,432 0,487 0,543 0,772 0,967 Pegunungan Denudasional 0,410 0,505 0,535 0,653 0,985 Gumuk Pasir 0,248 0,321 2,302 0,191 0,227 Pantai (Shore) 0,568 0,270 2,463 0,719 0,606 Pesisir (Coast) 0,893 0,490 1,658 0,502 1,077 Pegunungan Glasial 0,236 1,141 0,475 0,181 0,481 Lahan Gambut (Peat Land) 0,695 0,400 0,514 0,720 0,820 Rataan Terumbu (Reef flat) 0,389 0,279 0,379 0,518 0,639 Dataran Reklamasi 0,270 0,297 0,253 0,215 0,174

Berdasarkan dua nilai koefisien jenis ekoregion dan liputan lahan tersebut disusun

Koefisen Jasa Ekosistem (KJE) dengan melakukan perkalian sebagai berikut:

1. Perkalian sederhana KJE basis ekoregion dan KJE basis liputan lahan

KJE = kec * klc..

KJE = f { kec , klc}

KJE = koefisien jasa ekosistem

kec = koefisien berdasarkan ekoregion

klc = koefisien berdasarkan liputan lahan

2. Scalling Nilai KJE

Proses scalling nilai KJE dilakukan dengan persamaaan sebagai berikut:

Keterangan:

IJElc : Koefisien Jasa ekositem liputan lahan

IJEEco : Koefisien Jasa Ekosistem ekoregion

Maks (√IJElc*IJEeco) : Nilai maksimal dari hasil sintesis indeks

Page 48: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-16

Gambar 2.2 merupakan contoh hasil KJE untuk Jasa Penyedia Pangan di Ekoregion Sumatera

Gambar 2.2. Matriks Hasil KJE untuk Jasa Penyediaan Pangan

Tabel 2.6. Kode Ekoregion untuk matriks hasil KJE

kode Ekoregion/Bentuk lahan 1 Kerucut dan Lereng Gunungapi 2 Kaki Gunungapi 3 Dataran Kaki Gunungapi 4 Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 5 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) 6 Perbukitan Patahan 7 Perbukitan Lipatan 8 Pegunungan Patahan 9 Pegunungan Lipatan

10 Dataran Fluvio Gunungapi 11 Dataran Aluvial

Page 49: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-17

kode Ekoregion/Bentuk lahan 12 Dataran Fluviomarin 13 Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Solusional 14 Perbukitan Solusional 15 Pegunungan Solusional Karts 16 Lembah antar Perbukitan /Pegunungan Denudasional 17 Lerengkaki Perbukitan/ Pegunungan Denudasional 18 Perbukitan Denudasional 19 Pegunungan Denudasional 20 Gumuk Pasir 21 Pantai (Shore) 22 Pesisir (Coast) 23 Pegunungan Glasial 24 Lahan Gambut (Peat Land) 25 Rataan Terumbu (Reef flat) 26 Dataran Reklamasi

Tabel 2.7. Kode Tutupan Lahan untuk matriks hasil KJE

Kode Tutupan Lahan

A Bangunan Bukan Permukiman (Industri, perdagangan, infrastruktur jalan, bandar udara dan lahan terbangun non permukiman)

B Bangunan Permukiman/Campuran C Danau/Telaga D Hutan Lahan Rendah E Hutan Lahan Tinggi F Hutan Mangrove G Hutan Rawa/Gambut H Hutan Tanaman I Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan semusim) J Kolam air asin/payau K Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava) L Lahan Terbuka Diusahakan M Perkebunan N Pertambangan O Rawa Pesisir P Rawa Pedalaman Q Savana/Padang rumput R Herbal dan Rumput S Semak dan belukar T Sungai U Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) V Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang) W Waduk dan Danau Buatan X Tambak/Empang

Page 50: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-18

3. Klasifikasi Nilai KJE

Rentang nilai KJE yang telah dinormasilasi dalam proses scalling memiliki

kisaran nilai antara 0-1, semakin mendekati nilai 1, maka Koefisien Jasa Ekosistem

(KJE) suatu wilayah (area) semakin tinggi, demikian pula sebaliknya. Berdasarkan

sebaran data nilai KJE dapat dilakukan klasifikasi KJE kedalam 5 tingkat.

Klasifikasi KJE ini ditentukan berdasarkan aturan Geometrik yang dapat dituliskan

dalam formula sebagai berikut;

Xn= B / A

X = n√B/A = (0,988/0,08)1/5

X = 1,65

Dimana B = Nilai Maksimum

A = Nilai Minimum

n = Jumlah Kelas

Tabel 2.8. Perhitungan Interval kelas Geometri pada jasa penyediaan pangan

Klasifikasi Rumus Interval Keterangan Kelas Kelas I

Kelas II

Kelas III

Kelas IV

Kelas V

A – Ax

Ax - Ax2

Ax2- Ax3

Ax3 - Ax4

Ax4 - Ax5

0 – 0,1328

0,1328 - 0,2204

0,2204 – 0,3659

0.3659 – 0,6075

0,6075 – 0,9880

Sangat Rendah

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat Tinggi

Tabel 2.9. Pewarnaan kelas daya dukung dan daya tampung berbasis jasa ekosistem

No Klasifikasi Warna

1 Sangat Rendah Merah Tua

2 Rendah Oranye

3 Sedang Kuning

4 Tinggi Hijau Muda

5 Sangat Tinggi Hijau Tua

Page 51: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-19

Tiap jasa ekosistem memiliki rentang kelas yang berbeda-beda, akibat dari

nilai minimum dan maksimum yang bervariasi. Semua nilai koefisien jasa

ekosistem ditampilkan dalam peta Daya Dukung Lingkungan Jasa ekosistem.

4. Indek Jasa Ekosistem dan Indek KompositIndek Jasa Ekosistem adalah nilai indek yang menunjukkan besar kecilnya

nilai jenis-jenis jasa ekosistem. Nilai indeks jasa ekosistem berkisar antara 0 (kecil)

– 1 (besar), yang ditampilkan menurut administrasi dan ekoregion. Nilai Indek Jasa

Ekosistem (IJE) pada hakekatnya adalah variasi nilai Koefisien Jasa Ekosistem yang

dibobot dengan luas poligon (area). Secara singkat dirumuskan sebagai berikut :

IJE i,x = (KJE i,a x LPa) + (KJE i,b x LPb) + (KJE i,c x LPc) + ........ (KJE i,n x LPn)

LAtot

Keterangan

IJE i,x = Nilai Indek Jasa Ekosistem Jenis i (misalnya pangan) di wilayah x

(misalnya Provinsi atau ekoregion tertentu)

KJE i,x = Koefisien Jasa Ekosistem Jenis i (misalnya pangan) di poligon a

LPa = Luas Poligon a dengan nilai KJE a

LAtot = Luas Poligon Total

Indek Jasa Ekosistem (IJE) ditampilkan menurut unit analisis wilayah

adminsitrasi (Provinsi) dan ekoregion, untuk membandingkan secara relatif nilai

jasa ekosistem antar ekoregion dan antar wilayah administrasi.

Indek Komposit Jasa Ekosistem adalah nilai gabungan dari indek jenis-jenis

jasa ekosistem yang diperoleh dengan cara melakukan perhitungan rata-rata (mean).

Adapun formulasi IKJE adalah sebagai berikut : \

IKJE i,x = IJE i,x + IJE j,x + IJE k,x + IJE l,x + IJE m,x

∑IJE

Keterangan

IKJE i,x= Indek komposit jasa ekosistem kelompok jasa ekosistem i (Penyedia,

Pengaturan, Budaya, Pendukung) di wilayah x

IJE i,x = Indek jasa ekosistem i (misalnya pangan, air bersih, serat, bahan bakar

sumberdaya genetik) , diwilayah x

∑IJE = Jumlah jasa ekosistem (misalnya untuk kelompok jasa pendukung=5 IJE)

Page 52: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-20

Indek Komposit Jasa Ekosistem dilakukan secara bertingkat pada empat

jenis kelompok jasa ekosistem, yaitu kelompok jasa ekosistem penyedia,

pengaturan, budaya, dan pendukung serta gabungan 20 jenis jasa ekosistem yang

disebut dengan indek komposit daya dukung dan daya tampung lingkungan. Indek

Komposit Jasa Ekosistem (IKJE) juga ditampilkan menurut unit analisis wilayah

adminsitrasi (Provinsi) dan ekoregion, untuk membandingkan secara relatif nilai

jasa ekosistem antar ekoregion dan antar wilayah administrasi.

Untuk mempresentasikan nilai IJE maupun IKJE lebih menarik, selain

dipetakan, nilai IJE dan IKJE dapat ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

2.7 Analisis Sistem Informasi Geografi

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem yang dapat mendukung

pengambilan keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi

dengan karakteristik-karakteristik fenomena yang terjadi di lokasi tersebut. Seluruh

tahap penyusunan Inventarisasi Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup

berbasis Jasa Ekosistem di Ekoregion Sumatera menggunan SIG baik untuk

pengumpulan, penyimpanan, mendapatkan kembali informasi, maupun menampilkan

suatu data spasial maupun data atribut.

SIG mempunyai beberapa langkah yang berurutan dan berkaitan erat mulai dari

perencanaan, penelitian, persiapan, inventarisasi, pemetaan tematik, penggabungan peta,

editing, hingga pemetaan. Analisa data spasial tersebut menjadi dasar bagi input, proses

maupun menghasilkan output peta daya dukung lingkungan yang dilakukan dengan

teknik overlay antara peta ekoregion dan peta liputan lahan. Analisis SIG dapat

menyajikan data informasi bereferensi geografis sehingga dapat membantu dalam

menentukan lokasi-lokasi strategis sesuai dengan variasi nilai jasa ekosistem, baik

menurut administrasi, ekoregion ataupun unit analisis lainnya.

Penyusunan Peta Daya Dukung Lingkungan berbasis jasa Ekosistem di

ekoregion Sumatera dengan memanfaatkan sistem informasi geografis dilakukan dalam

beberapa tahapan, yaitu: (1) penyusunan peta ekoregion, yang berasal dari overlay peta

lereng dan ketinggian tempat DEM, informasi spasial tentang geomorfologi, dan

geologi, (2) penyusunan peta tutupan lahan yang berasal dari interpretasi visual citra

penginderaan jauh dengan sistem klasifikasi one map policy. Dua jenis data spasial

Page 53: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-21

tersebut digabung dan divaluasi dengan data atribut tentang sumbangan atau peran

ekoregion dan tutupan lahan terhadap nilai jasa ekosistem yang diperoleh nilai

kuantitatif (skor) dari tim panel pakar (lihat tahap analisis data).

Masing-masing komponen ekoregion dan tutupan lahan tersebut memiliki nilai

koefisien tertentu dalam mempengaruhi jasa ekosistem (hasil matrik pairwise

comparation). Berdasarkan variasi nilai koefisien ekoregion dan tutupan lahan tersebut,

dilakukan analisis SIG untuk menentukan Koefisien Jasa Ekosistem (KJE).

Setelah diperoleh koefisisen jasa ekosistem, tahap akhir pemetaan daya dukung

adalah pembuatan layout, yaitu proses untuk mengatur data yang digunakan sebagai

output, dan bagaimana data tersebut akan ditampilkan. Sistem informasi geografis (SIG)

dapat menampilkan berbagai macam informasi sebagai hasil akhir dari suatu operasi.

Hasil akhir yang dapat ditampilkan adalah dalam bentuk peta, tabel, dan grafis. Peta

daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup berbasis jasa ekosistem ditampilkan

dalam lima bentuk klasifikasi secara ordinal, mulai dari sangat rendah, rendah, sedang,

tinggi, sangat tinggi.

Dalam analisis SIG ini dibutuhkan bantuan perangkat keras berupa seperangkat

komputer (hard ware) dan juga perangkat lunak (soft ware). Dalam penelitian ini,

digunakan soft ware ArcGis 11 yang dikeluarkan oleh Environmental System Research

Institute (ESRI). ArcGis 11 dapat melakukan pertukaran data, operasi-operasi

matematik, menampilkan informasi spasial maupun atribut secara bersamaan, membuat

peta tematik, menyediakan bahasa pemrograman (script) serta melakukan fungsi-fungsi

khusus lainnya dengan bantuan extensions..

2.8 Batasan Operasional

Beberapa batasan penting khususunya konsep dan hasil dalam kajian ini dapat

diuraikan sebagai berikut :

1. Koefisien Matrik Pairwise Landcover adalah nilai yang diperoleh dari analisis

matrik pairwise hasil penilaian pakar (metode expert based valuation) terhadap

peran tutupan lahan terhadap jenis-jenis jasa ekosistem.

2. Koefisien Matrik Pairwise Ekoregion adalah nilai yang diperoleh dari analisis

matrik pairwise hasil penilaian pakar (metode expert based valuation) terhadap

peran ekoregion terhadap jenis-jenis jasa ekosistem.

Page 54: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

II-22

3. Koefisien Matrik Pairwise Jasa Ekosistem adalah nilai yang menunjukkan besar

kecilnya nilai jasa ekosistem yang diperoleh dari perhitungan perkalian matrik

pairwise landcover dan matrik pairwise landcover serta digunakan untuk melakukan

pemetaan jenis-jenis jasa ekosistem (20 jenis jasa ekosistem).

4. Indek Jasa Ekosistem adalah nilai indek yang menunjukkan besar kecilnya nilai

jenis-jenis jasa ekosistem. Nilai indeks jasa ekosistem berkisar antara 0 (kecil) -

1(besar), yang ditampilkan menurut administrasi dan ekoregion.

5. Indek Komposit Jasa Ekosistem adalah nilai gabungan dari indek jenis-jenis jasa

ekosistem yang diperoleh dengan cara melakukan perhitungan rata-rata (mean).

Indek Komposit Jasa Ekosistem dilakukan secara bertingkat pada empat jenis

kelompok jasa ekosistem, yaitu kelompok jasa ekosistem penyedia, pengaturan,

budaya, dan pendukung serta gabungan 20 jenis jasa ekosistem yang disebut dengan

indek komposit

6. Indek Ekosistem Penting adalah nilai yang menunjukkan tingkat kepentingan suatu

wilayah atau ekosistem, dibandingkan dengan wilayah atau ekosistem yang lain.

Indek Ekosistem Penting diperoleh dengan melakukan penjumlahan terhadap

koefisien matrik pairwise jasa ekosistem. Semakin tinggi nilai indek ekosistem

penting, semakin tinggi nilai kepentingannya dalam pengelolaan lingkungan

7. Indek Ekosistem Dominan adalah nilai perbandingan dominasi dari Indek 20 jenis

Jasa Ekosistem yang dinilai dengan nilai yang tertinggi di masing-masing jenis jasa

ekosistem.

8. Peta jasa ekosistem adalah gambaran visual yang menunjukkan variasi distribusi

keruangan besarnya nilai jenis-jenis jasa ekosistem dalam suatu ekoregion. Nilai

jasa ekosistem direpresentasikan dalam bentuk data klasifikasi ordinal sebanyak 5

kelas, mulai dari sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

Page 55: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

III-1

BAB III PROFIL EKOREGION DAN TUTUPAN LAHAN

3.1 Profil Ekoregion Pulau Sumatera

Pulau Sumatera adalah salah satu pulau terbesar di Indonesia. Luasan Pulau Sumatera yang

besar membuat pulau ini menempati peringkat keenam sebagai pulau terbesar di dunia. Letak geografis

Pulau Sumatera yang unik menyebabkan pulau ini memiliki karakter alam yang beragam dan menarik.

Selain itu, Pulau yang pada zaman dahulunya dikenal sebagai Swarnadwipaatau pulau emas ini juga

termasuk dalam deretan pegunungan api pasifik (Ring of Fire) yang panjangnya mencapai 40.000 km,

mulai dari Gunung Leuser yang terletak di Propinsi Aceh, Gunung Sinabung di Propinsi Sumatera

Utara, hingga Gunung Anak Krakatau yang terletak di bagian selatan Pulau Sumatera.

Sumatera merupakan pulau yang memiliki kondisi fisiografi yang unik. Fisiografi pulau ini

dibentuk oleh rangkaian Pegunungan Barisan di sepanjang sisi baratnya, yang memisahkan pantai barat

dan pantai timur. Lerengnya mengarah ke Samudera Indonesia dan pada umumnya curam. Hal ini

mengakibatkan jalur pantai barat kebanyakan bergunung-gunung kecuali dua ambang dataran rendah di

Sumatera Utara, yakni Melaboh dan Singkel atau Singkil. Sedangkan Sisi timur dari pantai Sumatera

ini terdiri dari lapisan tersier yang sangat luas serta berbukit-bukit dan berupa dataran rendah aluvial.

Jalur rendah terdapat di bagian timur. Pada bagian ini banyak mengandung biji intan yang tersebar di

Propinsi Aceh yang lebarnya 30 km. Semakin ke arah selatan semakin melebar dan bertambah hingga

150-200 km yang terutama terdapat di Sumatra Tengah dan Sumatra Selatan.

Kondisi fisiografi yang unik membuat wilayah Pulau Sumatera mempunyai kekayaan sumber

daya alam dan keanekaragaman hayati yang luar biasa besar. Pulau Sumatera ini merupakan bagian

dari pusat keanekaragaman hayati atau yang dikenal sebagai “Sundaland Hotspot” di Asia Tenggara

yang juga merupakan salah satu dari 25 sumber kehidupan flora dan fauna yang paling kaya sekaligus

yang paling terancam di dunia.Pusat-pusat keanekaragaman hayati ini hanya mencakup 1,4% dari luas

Planet Bumi, tetapi mempunyai 60% keanekaragaman spesies darat. Pulau Sumatera adalah tempat

tinggal bagi lebih dari 10.000 spesies tumbuh-tumbuhan. Kebanyakan spesies ini berada di hutan-hutan

dataran rendah. Pulau ini juga merupakan satu-satunya tempat di dunia dimana gajah, badak, harimau,

macan tutul, dan orangutan dapat ditemukan di tempat yang sama.

Kekayaan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati Pulau Sumatera tidak dapat terlepas

dari besarnya luasan hutan, utamanya hutan hujan tropis di Pulau Sumatera. Hutan Sumatera yang

Page 56: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

III-2

tergolong dalam hutan hujan tropis ini terbagi dalam tiga wilayah besar diantaranya Taman Nasional

Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

Keanekaragaman hayati Pulau Sumatera masuk dalam daftar salah satu warisan dunia oleh

UNESCO.Hal ini dikarenakan hutan di Sumatera merupakan Hutan Hujan Tropis yang berperan

sebagai Hutan Lindung dan didiami oleh sekitar 10.000 jenis tanaman, dimana 17 diantaranya

adalahflora endemik. Tidak hanya itu, lebih dari 200 spesies mamalia dan 580 spesies unggas aneka

warna dan bunyi suara juga berlindung di hutan lindung ini. Oleh sebab itu, kelestarian Hutan Hujan

Tropis ini harus senantiasa dijaga dari konversi lahan dan perburuan liar. Hal ini terutama bertujuan

untuk menjaga keseimbangan lingkungan, dan juga menjaga ketersediaan air bersih.

Kekayaan sumber daya alam Pulau Sumatera tidak hanya berasal dari sumber daya alam hayati

saja, namun juga terdapat berbagai kekayaan alam lain. Propinsi Aceh misalnya memiliki usaha

pertambangan umum yang telah dimulai sejak tahun 1900.. Daerah operasi minyak dan gas di bagian

utara dan timur meliputi daratan seluas 8.225,19 km² dan dilepas pantai Selat Malaka 38.122,68 km².

Sumatera Utara juga memiliki kekayaan tambang yang cukup besar. Sekurang-kurangnya terdapat 27

jenis barang tambang nonlogam (golongan C), 15 jenis barang tambang logam dan enam jenis

minyak,dan gas (migas) serta energi. Barang tambang nonlogam antara lain terdiri dari: batu gamping,

dolomite, pasir kuarsa, belerang, kaolin, diatomea dan bentonit. Sedangkan barang tambang logam

mencakup emas, perak, tembaga dan timah hitam. Sementara potensi migas dan energi antara lain

minyak bumi, gas alam dan panas bumi. Berbagai potensi pertambangan logam maupun non logam

juga terdapat di berbagai propinsi lain di Pulau Sumatera.

Pengembangan potensi wilayah di Pulau ini dapat dilakukan melalui berbagai bidang antara

lain: bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, pertambangan, pariwisata, dan lain-lain. Hal

ini dapat dikembangkan dengan baik karena didukung dengan kondisi fisik wilayah Sumatera, potensi

iklim, terutama curah hujan yang tinggi dan penyebarannya yang cukup merata sepanjang tahun, serta

kondisi tanahnya yang yang bervariasi, sehingga menjadikan lahan di Pulau Sumatra memiliki potensi

pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang besar. Keberadaan sumber-sumber air baik berupa sungai

waduk, danau, serta laut juga merupakan potensi besar dalam pengembangan perikanan di Pulau

Sumatera. Selain itu kondisi alam yang unik dan menarik juga merupakan potensi besar yang dapat

dimanfaatkan dalam mendukung pengembangan kepariwisataan Pulau Sumatera.

Ekoregion di Pulau Sumatera didominasi oleh Ekoregion Dataran Aluvial. Ekoregion Dataran

Aluvial memiliki luasan sebesar 8.302.423,63 hektar atau sekitar 17,47% dari keseluruhan luas Pulau

Sumatera. Ekoregion Dataran Aluvial sebagian besar terletak pada Provinsi Sumatera Selatan dengan

Page 57: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

III-3

luasan ekoregion sebesar 2.129.659,89 hektar serta Provinsi Riau dengan luasan mencapai

2.057.454,99 hektar.Secara umum, pesebaran ekoregion ini mengikuti daerah aliran sungai baik yang

terletak di bagian barat maupun bagian timur Pulau Sumatera. Material utama penyusun ekoregion ini

adalah endapan alluvium yang berlapis-lapis, yang terdiri dari material pasir, debu, dan lempung relatif

seimbang. Komposisi endapan alluvium ini bervariasi, tergantung pada kondisi geologi di daerah hulu

yang terbentuk akibat aktivitas pengendapan sediman aliran sungai, hasil erosi tanah di daerah hulu

atau lereng atas. Material aluvium selanjutnya akan berkembang menjadi tanah aluvial.

Dominasi ekoregion selanjutnya yang terdapat di Pulau Sumatera berdasarkan Gambar 3.1 dan

Tabel 3.1 adalah Ekoregion Perbukitan Struktural Patahan. Ekoregion Perbukitan Struktural Patahan di

Pulau Sumatera memiliki luasan 8.059.151,42 hektar atau mencapai 16,96%. Persebaran ekoregion ini

paling besar terdapat di Provinsi Sumatera Barat dengan luasan 1.789.393,46 hektar dan Provinsi

Sumatera Utara yang luasannya mencapai 1.728.793,13 hektar. Ekoregion ini merupakan wilayah

perbukitan yang terbentuk karena tenaga endogen yang menekan lapisan kulit bumi secara vertikal,

sehingga lapisan terangkat dan patah (membentuk struktur patahan). Jenis tanah pada ekoregion ini

didominasi oleh tanah dengan bahan induk vulkan.

Page 58: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

III-4

Gambar 3.1 Peta Ekoregion Pulau Sumatera

Page 59: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

III-5

Ekoregion ketiga yang juga cukup mendominasi di Pulau Sumatera adalah Ekoregion Dataran

Gambut. Ekoregion Dataran Gambut di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 7.097.065,09 hektar

atau sekitar 14,94% dari keseluruhan luas Pulau Sumatera. Persebaran Ekoregion ini yang paling

banyak terdapat di Provinsi Riau dengan luasan 3.639.389 hektar atau sekitar 14,94% dari keseluruhan

luas Pulau Sumatera. Ekoregion Lahan Gambut yang terdapat di Pulau Sumatera terbentuk seperti

halnya dengan proses pembentukan tanah gambut di pulau-pulau lain, yakni terbentuk dari timbunan

sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Ekoregion Lahan Gambut di

Pulau Sumatera umumnya menyebar di daerah cekungan rawa, yaitu memanjang pada sebelah timur

Pulau Sumatera, termasuk beberapa wilayah Provinsi Riau.

Selanjutnya Ekoregion keempat yang memiliki luasan cukup besar di Pulau Sumatera adalah

Ekoregion Perbukitan Struktural Lipatan. Di Pulau Sumatera Ekoregion ini memiliki luasan sebesar

6.388.510,24 hektar atau mencapai 13,45% dari keseluruhan ekoregion yang terdapat di Pulau

Sumatera. Bila dilihat dari pesebarannya, sebagian besar Ekoregion Perbukitan Struktural Lipatan

terletak di Provinsi Riau 1.579.918,11 hektar dan Provinsi Sumatera Selatan 1.546.000,09 hektar.

Perbukitan Struktural lipatan merupakan perbukitan yang tersusun oleh batuan intrusive dan batuan

sedimen yang sudah mengalami deformasi oleh tenaga tektonik, dengan membentuk struktur lipatan.

Tanah pada ekoregion ini umumnya didominasi oleh tanah latosol dan podsolik yang memiliki tingkat

kesuburan rendah hingga sedang.

Ekoregion kelima yang mendominasi di Pulau Sumatera adalah Ekoregion Pegunungan

Struktural Patahan. Luasan ekoregion ini di pulau Sumatera mencapai 5.982.245,9 hektar atau 12,59%

dari keseluruhan luasan Pulau Sumatera. Persebaran ekoregion ini di Pulau Sumatera paling banyak

terletak di Provinsi Aceh dengan luasan sebesar 2.546.144,91 hektar. Ekoregion ini merupakan

pegunungan yang terbentuk karena tenaga endogen yang menekan lapisan kulit bumi secara vertikal,

sehingga lapisan terangkat dan patah (membentuk struktur patahan). Ekoregion ini umumnya memiliki

lereng terjal (>45%). Jenis tanah pada ekoregion ini didominasi oleh tanah dengan bahan induk vulkan.

Ekoregion lain, menempati proporsi dari 0 hingga < 5% dari total keseluruhan luas wilayah

Pulau Sumatera. Meskipun tidak berada dalam proporsi yang mendominasi, setiap ekoregion

memberikan karakteristik bagi pembentukan jasa ekosistem di Pulau Sumatera.

3.2 Profil Tutupan Lahan

Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas relief atau topografi, iklim, tanah dan

air dan biotik seperti manusia, hewan, dan tumbuhan yang berkaitan dengan daya dukungnya terhadap

kehidupan dan kesejahteraan hidup manusia. Pengertian penggunaan lahan mempunyai makna yang

Page 60: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

III-6

berbeda dengan liputan lahan. Istilah liputan lahan (penutup lahan) berkaitan dengan jenis kenampakan

yang ada di permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada

bidang lahan tersebut. Pengetahuan tentang tutupan lahan penting untuk berbagai kegiatan perencanaan

dan pengelolahan lahan di permukaan bumi. Menurut Lillesand dan Kiefer (1979),

Dalam pembahasan tentang jasa ekosistem, land cover memiliki posisi penting untuk dibaca

dan cerminan potensi dari masing-masing jenis jasa ekosistem dikarenakan merupakan hasil akhir dari

setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang

bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual

(Arsyad, 1989). Landcover budidaya juga bentukan hasil kreasi interaksi bentang alam dan bentang

budaya, sehingga membentuk pola dan cirinya sendiri.

Pulau Sumatera terbagi menjadi sepuluh Provinsi. Provinsi yang memiliki luasan paling besar

adalah Provinsi Riau, sedangkan Provinsi yang luasannya paling kecil adalah Provinsi Kep. Riau.

Berdasarkan data tutupan lahan pada tabel dapat diketahui tutupan lahan yang dominan di Pulau

Sumatera. Tutupan lahan di Pulau sumatera yang paling mendominasi berupa tanaman semusim lahan

kering yang memiliki luasan 10.395.593,78 hektar atau sekitar 21,92% dari keseluruhan tutupan lahan

yang terdapat di Pulau Sumatera. Tutupan lahan jenis ini tersebar diseluruh Provinsi yang ada di

Sumatera dan pesebaran paling banyak berada di Provinsi Sumatera Utara dengan luasan 2.324.126,32

hektar. Selanjutnya untuk jenis tutupan lahan terbesar kedua di Pulau Sumatera adalah tutupan lahan

hutan yang berupa hutan tanaman dan hutan lahan tinggi. Masing-masinh tutupan lahan tersebut

memiliki luasan 7.312.583,68 hektar dan 7.147.800,19 hektar. Presentase luasan hutan tanaman adalah

15,42%, sedangkan presentase untuk hutan lahan tinggi adalah 15,07%. Tutupan lahan berupa hutan

tanaman sebagian besar terletak di Provinsi Riau. Sedangkan Hutan Lahan Tinggi terletak di Provinsi

Aceh. Berikutnya untuk tutupan lahan dominan yang ketiga berupa semak dan belukar. Luasan tutupan

lahan semak dan belukar di Pulau Sumatera adalah sebesar 4.364.002,42 hektar atau sekitar 9,20% dari

keseluruhan tutupan lahan yang terdapat di Sumatera. Sedangkan sebaran tutupan lahan ini yang paling

besar berada di Provinsi Riau dan Sumatera Selatan dengan masing-masing luasannya adalah

934.420,28 hektar dan 860.435,53 hektar.

Selanjutnya untuk tutupan lahan yang paling kecil luasannya berupa bangunan bukan

pemukiman dan lahan terbuka yang diusahakan. Luasan masing-masing tutupan lahan ini adalah

1.818,24 hektar dan 20.864,83 hektar. Selain tutupan lahan yang juga kecil luasannya adalah berupa

sabana dan waduk/danau. Masing-masing tutupan lahan ini memiliki luasan 56.240,96 hektar dan

28.071,44. Keempat jenis tutupan lahan tersebut memiliki luasan yang kurang dari 1%. Seluruh

Page 61: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

III-7

Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera memiliki tutupan lahan yang bervariasi sesuai dengan

kenampakan alam dan perkembangan wilayahnya masing-masing.

Page 62: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

III-8

Gam

bar 3

.2. P

eta

Tut

upan

Lah

an E

kore

gion

Pul

au S

umat

era

Page 63: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

III-9

Tab

el 3

.2 P

rofi

l Tut

upan

Lah

an P

ulau

Sum

ater

a (B

agia

n 1)

TU

TU

PAN

LA

HA

N

AC

EH

B

EN

GK

UL

U

JAM

BI

KE

P. B

AN

GK

A

BE

LIT

UN

G

KE

P. R

IAU

Ha

%

Ha

%

Ha

%

Ha

%

Ha

%

Ban

guna

n B

ukan

Pe

rmuk

iman

26

8,00

0,

00

16,3

6 0,

00

129,

67

0,00

11

0,64

0,

01

484,

11

0,06

B

angu

nan

Perm

ukim

an/C

ampu

ran

96

.450

,53

1,70

70

.376

,22

3,54

10

3.37

7,88

2,

10

49.8

57,8

0 3,

01

44.6

70,7

8 5,

80

Dan

au/T

elag

a 6.

896,

95

0,12

89

,44

0,00

5.

808,

44

0,12

12

,50

0,00

46

8,55

0,

06

Hut

an L

ahan

Ren

dah

590.

573,

81

10,3

9 15

4.39

5,79

7,

78

490.

385,

51

9,97

15

0.65

4,60

9,

08

175.

003,

01

22,7

3 H

utan

Lah

an T

ingg

i 2.

451.

585,

83

43,1

2 58

0.52

7,35

29

,24

709.

783,

60

14,4

4 2.

947,

77

0,18

12

468,

38

1,62

H

utan

Man

grov

e 19

.313

,97

0,34

73

8,41

0,

04

6.02

8,17

0,

12

45.8

83,6

6 2,

77

64.2

87,8

0 8,

35

Hut

an R

awa/

Gam

but

155.

723,

39

2,74

1.

900,

60

0,10

17

7.28

9,26

3,

61

36.6

87,6

6 2,

21

19.7

81,7

4 2,

57

Hut

an T

anam

an

258.

427,

97

4,55

13

6.53

9,93

6,

88

572.

337,

85

11,6

4 14

0.10

4,93

8,

45

28.2

37,0

4 3,

67

Keb

un d

an T

anam

an

Cam

pura

n (T

ahun

an

dan

Sem

usim

) 10

8.17

4,03

1,

90

484.

657,

65

24,4

1 30

2.21

5,11

6,

15

328.

577,

69

19,8

1 32

.628

,19

4,24

K

olam

Air

A

sin/

Paya

u 87

.408

,51

1,54

75

8,25

0,

04

876,

75

0,02

49

4,74

0,

03

207,

36

0,03

L

ahan

Ter

buka

11

6.34

9,41

2,

05

8.96

9,77

0,

45

55.4

15,3

9 1,

13

107.

867,

23

6,50

19

.780

,18

2,57

L

ahan

Ter

buka

D

iusa

haka

n 0,

00

0,00

0,

00

13.5

18,1

9 0,

81

0,00

Pe

rkeb

unan

0,

00

0,00

20

.096

,20

0,41

0,

00

0,00

R

awa

Peda

lam

an

16.2

81,5

3 0,

29

1.18

9,19

0,

06

186.

359,

62

3,79

13

3.90

9,16

8,

07

10.7

73,5

9 1,

40

Raw

a Pe

sisi

r 3.

222,

88

0,06

37

,61

0,00

0,

00

45.7

77,8

7 2,

76

10.8

95,7

8 1,

42

Saba

na

573,

32

0,01

0,

00

0,00

0,

00

3,43

0,

00

0,00

Se

mak

dan

Bel

ukar

63

5.03

6,33

11

,17

239.

273,

02

12,0

5 24

5.73

8,33

5,

00

180.

509,

19

10,8

8 19

9.74

2,25

25

,95

Sung

ai

13.7

97,9

0 0,

24

1.90

7,97

0,

10

30.5

10,4

7 0,

62

2.62

8,74

0,

16

1.19

1,39

0,

15

Tan

aman

Sem

usim

L

ahan

Bas

ah

376.

834,

24

6,63

10

3.18

0,37

5,

20

126.

473,

10

2,57

6.

756,

16

0,41

4.

961,

99

0,64

T

anam

an S

emus

im

Lah

an K

erin

g 74

7.44

4,44

13

,15

200.

672,

31

10,1

1 1.

883.

796,

78

38,3

1 40

6.03

3,39

24

,48

143.

011,

17

18,5

8 W

aduk

dan

Dan

au

Bua

tan

788,

61

0,01

44

5,55

0,

02

0,00

5.

750,

67

0,35

99

5,85

0,

13

(bla

nk)

439,

50

0,01

0,

00

0,00

61

0,11

0,

04

224,

28

0,03

T

otal

5.

685.

591,

14

100,

00

1.98

5.67

5,79

10

0,00

4.

916.

622,

12

100,

00

1.65

8.69

6,13

10

0,00

76

9.81

3,43

10

0,00

Page 64: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

III-1

0 L

anju

tan

Tab

el P

rofi

l Tut

upan

Lah

an P

ulau

Sum

ater

a (B

agia

n 1)

TU

TU

PAN

LA

HA

N

LA

MPU

NG

R

IAU

SU

MA

TE

RA

BA

RA

T

SUM

AT

ER

A

SEL

AT

AN

SU

MA

TE

RA

UT

AR

A

Ha

%

Ha

%

Ha

%

Ha

%

Ha

%

Ban

guna

n B

ukan

Pe

rmuk

iman

10

4,77

0,

00

86,4

4 0,

00

236,

42

0,01

23

0,88

0,

00

150,

96

0,00

B

angu

nan

Perm

ukim

an/C

ampu

ran

36

0.21

5,39

10

,68

156.

414,

85

1,75

10

1.20

2,51

2,

40

331.

105,

54

3,82

19

1.22

8,83

2,

64

Dan

au/T

elag

a 54

9,89

0,

02

10.1

99,0

3 0,

11

23.0

20,2

3 0,

55

15.0

51,9

4 0,

17

114.

092,

75

1,58

H

utan

Lah

an R

enda

h 85

.305

,11

2,53

50

5.74

8,10

5,

66

642.

024,

26

15,2

4 11

6.71

1,96

1,

35

374.

552,

26

5,18

H

utan

Lah

an T

ingg

i 16

4.33

3,68

4,

87

176.

023,

97

1,97

1.

262.

238,

13

29,9

5 47

5.17

8,22

5,

49

1.31

2.71

3,27

18

,16

Hut

an M

angr

ove

1.80

1,38

0,

05

187.

033,

88

2,09

15

.757

,70

0,37

17

1.23

3,12

1,

98

25.7

30,0

2 0,

36

Hut

an R

awa/

Gam

but

939,

46

0,03

1.

630.

298,

99

18,2

5 42

.213

,60

1,00

71

.969

,86

0,83

91

.796

,85

1,27

H

utan

Tan

aman

23

1.67

8,15

6,

87

3.08

8.25

9,52

34

,57

480.

634,

61

11,4

1 98

2.19

9,90

11

,34

1.39

4.16

3,79

19

,28

Keb

un d

an T

anam

an

Cam

pura

n (T

ahun

an

dan

Sem

usim

) 21

.046

,20

0,62

37

4.01

9,95

4,

19

105.

558,

39

2,50

2.

456.

452,

07

28,3

6 90

.546

,93

1,25

K

olam

Air

A

sin/

Paya

u 45

.259

,87

1,34

2.

291,

16

0,03

18

,39

0,00

82

.881

,32

0,96

38

.585

,83

0,53

L

ahan

Ter

buka

76

.546

,03

2,27

22

9.77

0,28

2,

57

12.7

67,6

2 0,

30

236.

245,

42

2,73

94

.813

,31

1,31

L

ahan

Ter

buka

D

iusa

haka

n

0,00

7.

346,

64

0,08

0,00

0,00

0,00

Pe

rkeb

unan

0,00

80

.131

,65

0,90

1.

056,

24

0,03

83

.977

,25

0,97

90

.023

,47

1,25

R

awa

Peda

lam

an

188.

164,

55

5,58

12

9.28

9,20

1,

45

21.5

07,1

7 0,

51

967.

673,

13

11,1

7 8.

825,

27

0,12

R

awa

Pesi

sir

62.4

19,3

2 1,

85

26.0

66,7

3 0,

29

4.28

9,51

0,

10

3.13

4,32

0,

04

3.43

3,52

0,

05

Saba

na

24.5

02,9

9 0,

73

0,

00

0,

00

31.1

61,2

2 0,

36

0,

00

Sem

ak d

an B

eluk

ar

207.

608,

91

6,16

93

4.42

0,28

10

,46

236.

179,

69

5,60

86

0.43

5,53

9,

93

625.

058,

88

8,64

Su

ngai

6.

037,

40

0,18

40

.968

,85

0,46

2.

229,

88

0,05

39

.545

,53

0,46

18

.164

,12

0,25

T

anam

an S

emus

im

Lah

an B

asah

28

4.74

0,94

8,

45

155.

695,

62

1,74

33

3.26

0,07

7,

91

764.

997,

63

8,83

43

2.37

4,41

5,

98

Tan

aman

Sem

usim

L

ahan

Ker

ing

1.60

6.78

7,90

47

,66

1.19

1.43

0,25

13

,34

928.

571,

95

22,0

4 96

3.71

9,27

11

,13

2.32

4.12

6,32

32

,14

Wad

uk d

an D

anau

B

uata

n 33

47,9

3 0,

10

7.74

2,37

0,

09

1.17

5,67

0,

03

7.76

1,46

0,

09

63,3

3 0,

00

(bla

nk)

66,0

0 0,

00

1,21

0,

00

0,00

0,

00

30,5

0 0,

00

0,

00

Tot

al

3.37

1.45

5,87

10

0,00

8.

933.

238,

95

100,

00

4.21

3.94

2,05

10

0,00

8.

661.

696,

07

100,

00

7.23

0.44

4,13

10

0,00

Page 65: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-1

BAB IV PROFIL DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS JASA EKOSISTEM

4.1 Profil Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan

1. Profil dan Distribusi Jasa Ekosistem Penyediaan Menurut EkoregionPangan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap mahluk hidup untuk dapat

bertahan hidup. Hal ini membuat ketersediaan pangan di suatu wilayah merupakan hal

yang penting dan harus selalu terjamin ketersediaannya. Alam diciptakan terdiri dari

berbagai ekosistem yang juga memberikan bermacam-macam manfaat bagi mahluk

hidup. Salah satu manfaat ini adalah penyediaan bahan pangan, yakni segala sesuatu

yang berasal dari sumber hayati baik tumbuhan maupun hewan yang dapat diperuntukan

bagi konsumsi manusia.

Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki luasan

lahan besar. Lahan yang terdapat di Pulau Sumatera dapat dibagi menjadi beberapa

ekoregion sesuai dengan ciri-ciri dan kenampakan alamiah lahan tersebut. Masing-

masing ekoregion umumnya memiliki cirikhas yang berbeda termasuk dalam

penyediaan bahan pangan bagi manusia. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang

mampu menyediakan bahan pangan dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi,

sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam menyediakan bahan pangan

memiliki luasan 11.819.769,63 hektar atau sekitar 24,92% dari keseluruhan lahan yang

terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang berpotensi sedang dalam penyediaan bahan

pangan memiliki luasan sebesar 9.193.194,01 hektar atau sekitar 19,38%. Sedangkan

lahan yang memiliki potensi rendah dalam penyediaan bahan pangan bagi manusia

memiliki luasan sebesar 26.414.212,06 hektar atau 55,69% dari keseluruhan lahan yang

terdapat di Pulau Sumatera.

Tabel 4.1 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 138.442,84 3,49 2.030.575,52 51,12 1.803.392,08 45,40 Dataran Fluvio Gunungapi 216.347,13 8,31 35.622,40 1,37 2.350.674,81 90,32 Dataran Fluviomarin 146.260,32 8,56 329.063,59 19,25 1.234.074,96 72,19 Dataran Kaki Gunungapi 427.606,24 12,44 1.052.207,97 30,61 1.957.652,70 56,95 Kaki Gunungapi 495.159,49 24,88 354.693,91 17,82 1.140.669,05 57,31

Page 66: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-2

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Kerucut dan Lereng Gunungapi 1.095.561,06 62,63 586.950,13 33,56 66.611,86 3,81

Lahan Gambut (Peat Land) 5.882.043,79 78,85 973.570,85 13,05 603.994,03 8,10 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

3.278.687,09 45,47 1.975.808,78 27,40 1.956.640,36 27,13

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban)

157.919,66 12,38 464.584,30 36,42 652.959,10 51,19

Pegunungan Denudasional 1.753.571,15 99,65 6.120,23 0,35 0,00 0,00 Pegunungan Lipatan 5.282.453,11 87,44 759.049,79 12,56 0,00 0,00 Pegunungan Patahan 2.621.579,95 99,06 24.767,81 0,94 0,00 0,00 Perbukitan Denudasional 81.498,11 99,61 321,64 0,39 0,00 0,00 Perbukitan Lipatan 3.125.466,49 97,09 93.538,04 2,91 0,00 0,00 Perbukitan Patahan 1.334.679,06 94,35 79.925,40 5,65 0,00 0,00 Pesisir (Coast) 372.206,90 53,35 292.623,34 41,94 32.870,25 4,71 Tubuh Air 4.729,69 2,98 133.770,31 84,28 20.230,43 12,75

Total 26.414.212,06 55,69 9.193.194,01 19,38 11.819.769,63 24,92

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi terletak pada ekoregion

Dataran Fluvio Gunung Api, dan Dataran Fluviomarin. Dataran Fluvio Gunung Api

merupakan wilayah dengan topografi datar dan terbentuk dari proses pengendapan

fluvial. Material penyusun umumnya banyak dipengaruhi oleh hasil erupsi gunung api.

Proses perkembangan tanah tergolong cukup lanjut yang dapat membentuk tanah aluvial

dan tanah andosol. Kedua jenis tanah ini merupakan tanah yang subur dengan

kandungan hara tinggi. Hal ini membuat pemanfaatan daerah ini umumnya untuk

pertanian dan perkebunan dikarenakan tanahnya yang produktif. Sedangkan dataran

Fluviomarin material penyusunnya umumnya terdiri dari endapan aluvium-marin dari

hasil percampuran proses fluvial dengan proses marin. Ekoregion ini dapat menjadi jasa

penyediaan pangan khususnya perikanan. Lahan yang memiliki potensi rendah sebagian

besar terletak pada Ekoregion Pengunungan dan Perbukitan Denudasional, Pegunungan

Patahan, serta Perbukitan Lipatan.

Tabel 4.2 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 119.337,19 3,00 141.929,34 3,57 3.711.143,91 93,42 Dataran Fluvio Gunungapi 445,56 0,02 265.287,36 10,19 2.336.911,41 89,79 Dataran Fluviomarin 146.260,32 8,56 636.871,21 37,26 926.267,34 54,19 Dataran Kaki Gunungapi 427.606,24 12,44 1.223.083,29 35,58 1.786.777,39 51,98 Kaki Gunungapi 1.169.210,11 58,74 424.688,55 21,34 396.623,78 19,93

Page 67: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-3

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Kerucut dan Lereng Gunungapi 1.733.302,12 99,10 15.820,93 0,90 0,00 0,00

Lahan Gambut (Peat Land) 7.412.999,89 99,38 46.608,78 0,62 0,00 0,00 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

3.150.333,17 43,69 3.241.059,30 44,95 819.743,76 11,37

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban)

68.945,64 5,41 946.299,60 74,19 260.217,82 20,40

Pegunungan Denudasional 1.507.474,79 85,67 252.216,59 14,33 0,00 0,00 Pegunungan Lipatan 1.565.239,90 25,91 4.476.262,99 74,09 0,00 0,00 Pegunungan Patahan 778.343,25 29,41 1.868.004,51 70,59 0,00 0,00 Perbukitan Denudasional 68.056,32 83,18 13.763,43 16,82 0,00 0,00 Perbukitan Lipatan 2.131.371,46 66,21 1.084.702,99 33,70 2.930,07 0,09 Perbukitan Patahan 636.814,88 45,02 776.667,77 54,90 1.121,81 0,08 Pesisir (Coast) 669.044,43 95,89 28.656,06 4,11 0,00 0,00 Tubuh Air 2.593,67 1,63 8.578,33 5,40 147.558,43 92,96

Total 21.587.378,94 45,52 15.450.501,05 32,58 10.389.295,71 21,91

Selain bahan pangan hal lain yang juga merupakan kebutuhan utama bagi

manusia adalah ketersediaan air bersih. Air bersih juga merupakan salah satu manfaat

yang dapat diperoleh dari ekosistem. Secara alami, air bersih dapat berasal dari air

permukaan, seperti: sungai dan danau maupun berasal dari air tanah.

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat

berupa penyediaan air bersih dengan baik maupun tidak. Secara umum di Pulau

Sumatera lahan yang mampu menyediakan air bersih dapat dibagi menjadi lahan

berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam menyediakan

air bersih di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 10.389.295,71 hektar atau sekitar

21,91% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki

potensi sedang dalam penyediaan air bersih memiliki luasan sebesar 15.450.501,05

hektar atau sekitar 32,58%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki

luasan sebesar 21.587.378,94 atau sebesar 45,52%.dari keseluruhan lahan yang terdapat

di Pulau Sumatera.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi terletak pada ekoregion

Dataran Aluvial, dan Dataran Fluvio Gunung Api. Dataran aluvial tersusun oleh

material aluvium yang mampu membentuk akuifer yang potensial, dengan dukungan

morfologi yang datar. Kondisi seperti ini menyebabkan cadangan atau ketersediaan air

tanahnya relatif dangkal (< 10 m) yang membentuk reservoir air tanah atau cekungan

hidrogeologi. Dataran aluvial umumya juga memiliki sungan yang mengalir sepanjang

Page 68: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-4

tahun dengan debit aliran yang besar. Hal ini membuat Ekoregion Dataran Aluvial

memiliki ketersediaan air yang melimpah. Selanjutnya untuk Dataran Fluvio Gunung

Api juga memiliki potensi penyediaan air yang baik. Material piroklastik dengan

komposisi pasir, kerikil, dan kerakal merupakan kompisisi material yang memiliki

permeabilitas tinggi, sehingga membentuk akuifer yang potensial. Dukungan morfologi

datar hingga cekung pada ekoregion ini membentuk reservoir tanah atau cekungan

hidrogeologi. Disamping itu, pada tekuk-tekung lereng vulkanik biasanya muncul mata

air. Hal ini yang menjadikan Ekoregion Dataran Fluvio Gunung Api potensial sebagai

sumber penyedia air bersih. Lahan yang memiliki potensi rendah sebagian besar terletak

pada Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunung Api, Lahan Gambut (Peat Land), dan

Pesisir (Coast).

Ekosistem juga menyediakan serat alami yang dapat berasal dari tumbuh-

tumbuhan, hewan, maupun proses geologis. Serat yang berasal dari sumber tersebut

dapat mengalami pelapukan. Serat alami dapat digolongkan ke dalam (1) serat

tumbuhan/serat pangan, (2) serat kayu, (3) serat hewan, dan (4) serat mineral, seperti

logam dan karbon.

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat

berupa penyediaan serat (fiber) dengan baik maupun tidak. Secara umum di Pulau

Sumatera lahan yang mampu menyediakan serat (fiber) dapat dibagi menjadi lahan

berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam menyediakan

serat (fiber) di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 24.398.043,43 hektar atau

sekitar 51,44% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera.

Tabel 4.3 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Serat (fiber)

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 1.883.221,27 47,41 0,00 0,00 2.089.189,16 52,59 Dataran Fluvio Gunungapi 1.538.844,07 59,13 0,00 0,00 1.063.800,27 40,87 Dataran Fluviomarin 782.267,69 45,76 424.780,90 24,85 502.350,27 29,39 Dataran Kaki Gunungapi 646.965,58 18,82 92.830,25 2,70 2.697.671,08 78,48 Kaki Gunungapi 230.521,47 11,58 1.140.601,29 57,30 619.399,68 31,12 Kerucut dan Lereng Gunungapi 226.979,58 12,98 672,89 0,04 1.521.470,58 86,98

Lahan Gambut (Peat Land) 5.810.654,85 77,89 1.648.953,82 22,11 0,00 0,00 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

1.338.981,98 18,57 98.233,25 1,36 5.773.920,99 80,07

Lembah antar Perbukitan/ 776.300,43 60,86 12.273,54 0,96 486.889,09 38,17

Page 69: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-5

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional 1.619.440,33 92,03 140.251,05 7,97 0,00 0,00 Pegunungan Lipatan 630.239,92 10,43 759.049,79 12,56 4.652.213,19 77,00 Pegunungan Patahan 236.595,82 8,94 377.233,69 14,25 2.032.518,25 76,80 Perbukitan Denudasional 74.942,96 91,60 0,00 0,00 6.876,79 8,40 Perbukitan Lipatan 579.179,93 17,99 990.703,65 30,78 1.649.120,94 51,23 Perbukitan Patahan 600.399,81 42,44 0,00 0,00 814.204,65 57,56 Pesisir (Coast) 145.891,73 20,91 63.390,30 9,09 488.418,47 70,00 Tubuh Air 158.641,65 99,94 88,79 0,06 0,00 0,00

Total 17.280.069,05 36,43 5.749.063,22 12,12 24.398.043,43 51,44

Lahan yang memiliki potensi sedang dalam penyediaan serat (fiber) memiliki

luasan sebesar 5.749.063,22 hektar atau sekitar 12,12%. Sedangkan lahan yang

memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 17.280.069,05atau sebesar

36,43%.dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi terletak pada Ekoregion

Kerucut dan Lereng Gunung Api, Lembah antar perbukitan/Pegunungan Lipatan

(Intermountain Basin), dan Dataran Kaki Gunung Api. Ketiga ekoregion tersebut

merupakan wilayah yang didominasi oleh penggunaan lahan jenis hutan. Hutan

merupakan merupakan sumber untuk serat kayu atau tumbuhan. Hutan juga menjadi

habitat untuk berbagai hewan, sehingga mempunyai potensi untuk sumber serat hewan.

Sedangkan Lahan yang memiliki potensi rendah sebagian besar terletak pada Ekoregion

Pegunungan Denudasional, Perbukitan Denudasional, dan Lahan Gambut (Peat Land).

Tabel 4.4 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Energi

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 43,37 0,00 140.102,96 3,53 3.832.264,11 96,47 Dataran Fluvio Gunungapi 58,18 0,00 216.288,95 8,31 2.386.297,21 91,69 Dataran Fluviomarin 221.598,31 12,96 551.787,37 32,28 936.013,19 54,76 Dataran Kaki Gunungapi 35,55 0,00 347.156,27 10,10 3.090.275,09 89,90 Kaki Gunungapi 61.685,29 3,10 960.094,46 48,23 968.742,70 48,67 Kerucut dan Lereng Gunungapi 1.725.434,99 98,65 23.675,84 1,35 12,21 0,00 Lahan Gambut (Peat Land) 2.636.378,86 35,34 4.788.288,58 64,19 34.941,23 0,47 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

3.113.555,71 43,18 3.402.063,71 47,18 695.516,81 9,65

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 68.837,26 5,40 699.830,45 54,87 506.795,34 39,73

Pegunungan Denudasional 851.421,63 48,38 900.316,09 51,16 7.953,66 0,45 Pegunungan Lipatan 770.809,06 12,76 615.584,56 10,19 4.655.109,28 77,05 Pegunungan Patahan 10.168,21 0,38 578.305,32 21,85 2.057.874,23 77,76

Page 70: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-6

Perbukitan Denudasional 35.072,03 42,86 32.994,24 40,33 13.753,49 16,81 Perbukitan Lipatan 1.567.586,73 48,70 1.647.338,85 51,18 4.078,95 0,13 Perbukitan Patahan 349.106,77 24,68 262.725,87 18,57 802.771,82 56,75 Pesisir (Coast) 669.044,43 95,89 4.372,93 0,63 24.283,14 3,48 Tubuh Air 1.433,26 0,90 9.738,74 6,14 147.558,43 92,96

Total 12.082.269,63 25,48 15.180.665,18 32,01 20.164.240,88 42,52

Ekosistem memberikan manfaat penyediaan energi, baik yang berasal dari fosil

seperti minyak bumi dan batubara serta sumber energi alternatif yang berasal dari alam

seperti tenaga air mikro hidro, tenaga matahari dan tenaga angin serta panas bumi.

Selain itu, ekosistem juga menyediakan energi yang berasal dari bio massa minyak

tanaman seperti minyak sawit, minyak buah biji jarak. Hutan dan berbagai macam

tanaman kayu-kayuan juga memberikan sumbangan terhadap sumber energi.

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat

berupa penyediaan energi dengan baik maupun tidak. Secara umum di Pulau Sumatera

lahan yang mampu menyediakan energi dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi,

sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam menyediakan energi di Pulau

Sumatera memiliki luasan sebesar 20.164.240,88 hektar atau sekitar 42,52% dari

keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi

sedang dalam penyediaan energi memiliki luasan sebesar 15.180.665,18 hektar atau

sekitar 32,01%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar

12.082.269,63atau sebesar 25,48%.dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau

Sumatera.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi penyediaan energi tinggi terletak

pada ekoregion Dataran Aluvial dan Fluvio Gunung Api. Dataran Aluvial yang relatif

datar, memiliki intensitas dan luasan penyinaran matahari relatif tinggi. Hal ini dapat

dimanfaatkan untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga surya. Sedangkan pada

Ekoregion Dataran Fluvio Gunung Api umumnya juga terdapat hutan. Hutan

merupakan penyedia energi terutama dari hasil hutan seperti kayu atau ranting.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi penyediaan energi rendah terletak pada

ekoregion kerucut dan lereng gunung api serta pesisir (coast).

Page 71: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-7

Tabel 4.5 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Sumber Daya Genetik

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 259.563,04 6,53 115,43 0,00 3.712.731,97 93,46 Dataran Fluvio Gunungapi 251.969,53 9,68 0,00 0,00 2.350.674,81 90,32 Dataran Fluviomarin 146.260,32 8,56 13.005,87 0,76 1.550.132,68 90,68 Dataran Kaki Gunungapi 427.606,24 12,44 0,00 0,00 3.009.860,67 87,56 Kaki Gunungapi 67.214,69 3,38 1.101.964,89 55,36 821.342,87 41,26 Kerucut dan Lereng Gunungapi 774.416,79 44,27 271.360,71 15,51 703.345,55 40,21 Lahan Gambut (Peat Land) 2.118.590,20 28,40 3.479.746,98 46,65 1.861.271,49 24,95 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) 378.521,65 5,25 5.913.429,01 82,00 919.185,57 12,75

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 68.778,43 5,39 791.127,46 62,03 415.557,17 32,58

Pegunungan Denudasional 162.916,09 9,26 1.263.474,48 71,80 333.300,81 18,94 Pegunungan Lipatan 80.547,59 1,33 1.236.791,28 20,47 4.724.164,03 78,20 Pegunungan Patahan 12.321,11 0,47 576.152,42 21,77 2.057.874,23 77,76 Perbukitan Denudasional 12.613,95 15,42 49.001,51 59,89 20.204,29 24,69 Perbukitan Lipatan 91.877,07 2,85 1.723.596,96 53,54 1.403.530,49 43,60 Perbukitan Patahan 23.328,10 1,65 580.844,69 41,06 810.431,67 57,29 Pesisir (Coast) 32.767,18 4,70 400.829,45 57,45 264.103,87 37,85 Tubuh Air 2.593,67 1,63 16.423,29 10,35 139.713,48 88,02

Total 4.911.885,65 10,36 17.417.864,43 36,73 25.097.425,63 52,92

Ekosistem menyediakan beragam sumber daya genetik yang melimpah dan

bernilai ekonomis dan bermanfaat bagi kesejahteraan manusia. Sumberdaya genetik

berhubungan erat dengan keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna, dimana

keanekaragaman hayati yang tinggi akan diikuti dengan sumber daya genetik yang

melimpah. Ketersediaan dan distribusi sumberdaya genetik ditentukan oleh tipe

ekosistem, yaitu ekoregion bentangalam dan penutup lahan khususnya areal bervegetasi.

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat

berupa penyediaan sumber daya genetik dengan baik maupun tidak. Secara umum di

Pulau Sumatera lahan yang mampu menyediakan sumber daya genetik dapat dibagi

menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi

dalam menyediakan energi di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 25.097.425,63

hektar atau sekitar 52,92% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera.

Lahan yang memiliki potensi sedang dalam penyediaan energi memiliki luasan sebesar

17.417.864,43 hektar atau sekitar 36,73%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi

rendah memiliki luasan sebesar 4.911.885,65atau sebesar.10,36%dari keseluruhan lahan

yang terdapat di Pulau Sumatera.

Page 72: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-8

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi dalam penyediaan sumber

daya genetik terletak pada ekoregion Dataran Aluvial, Dataran Fluvio Gunung Api, dan

Dataran Fluvio Marin. Dataran Aluvial dan Dataran Fluvio Gunung Api merupakan

wilayah yang subur dan banyak terdapat vegetasi. Wilayah yang banyak memiliki

tutupan lahan berupa vegetasi umumnya juga akan memiliki keanekaragaman fauna.

Sedangkan Dataran Fluvio Marin merupakan wilayah potensial penyedia sumber daya

genetik yang berasal dari laut. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah

dalam penyediaan sumber daya genetik terletak pada ekoregion Kerucut dan Lereng

Gunung Api.

2. Profil Distribusi Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem PenyediaanMenurut Provinsi

Tabel 4.6 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan

Provinsi Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % ACEH 4.102.228,12 72,15 585.529,51 10,30 997.833,52 17,55 BENGKULU 1.231.992,34 62,04 273.584,76 13,78 480.098,69 24,18 JAMBI 2.142.156,22 43,57 1.085.775,68 22,08 1.688.690,23 34,35 KEP. BANGKA BELITUNG 1.614.999,73 97,40 36.095,12 2,18 6.991,19 0,42 KEP. RIAU 540.655,08 70,20 134.907,33 17,52 94.636,86 12,29 LAMPUNG 1.163.695,93 34,51 632.978,14 18,77 1.574.940,08 46,71 RIAU 5.747.768,60 64,34 1.860.068,09 20,82 1.325.467,05 14,84 SUMATERA BARAT 2.884.520,56 68,45 611.421,66 14,51 718.001,04 17,04 SUMATERA SELATAN 3.249.756,59 37,52 2.458.207,82 28,38 2.953.701,16 34,10 SUMATERA UTARA 3.736.438,89 51,68 1.514.625,92 20,95 1.979.409,82 27,38

Berdasarkan data pada tabel 4.6 dan gambar 4.1 dapat diketahui potensi

penyediaan pangan pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera.

Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi dalam

penyediaan pangan adalah Provinsi Lampung dengan presentase 46,71% atau

1.574.940,08 hektar. Provinsi kedua dan ketiga yang juga memiliki presentase lahan

potensial atau paling tinggi dalam penyediaan pangan adalah Provinsi Jambi (34,35%)

dan Provinsi Sumatera Selatan (34,10%). Masing-masing luasannya adalah

1.688.690,23 hektar dan 2.953.701,16 hektar. Bila dilihat dari tutupan lahan yang

dominan, Provinsi Lampung didominasi oleh tutupan lahan berupa tanaman semusim

lahan kering atau penggunaan lahannya adalah pertanian yang mencapai 47,66% dari

keseluruhan penggunaan lahan di Provinsi Lampung. Hal yang sama juga nampak di

Page 73: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-9

Provinsi Jambi, dimana tutupan lahan berupa tanaman semusim lahan kering mencapai

38,31%. Sedangkan di Provinsi Sumatera Selatan tutupan lahan yang dominan berupa

kebun dan tanaman campuran yang presentasenya mencapai 28,36% dari keseluruhan

penggunaan lahan di Sumatera Selatan. Luasnya penggunaan lahan untuk perkebunan

dan pertanian pada ketiga Provinsi tersebut merupakan faktor utama yang mendukung

tingginya kemampuan penyediaan pangan pada ketiga Provinsi tersebut.

Page 74: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-1

0

Gam

bar

4.1

Peta

Day

a D

ukun

g Li

ngku

ngan

Jasa

Eko

sist

em P

enye

diaa

n Pa

ngan

Page 75: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-11

Selanjutnya, untuk Provinsi yang memiliki kemampuan penyediaan pangan yang

rendah terletak pada Provinsi Kep. Bangka Belitung yang presentase lahan penyediaan

pangan rendahnya mencapai 1.614.999,73 hektar atau sekitar 97,40% dari keseluruhan

lahan yang tersedia. Bila dilihat dari ekoregian yang ada di wilayah ini, sebesar 90,68%

adalah Ekoregion Pegunungan Denudasional. Material dominan ekoregion ini adalah

batuan-batuan beku gunung berapi tua yang telah megalami pelapukan tingkat lanjut,

dan batuan sedimen berupa batu gamping napal. Morfologi berbukit dengan lereng

curam, dan proses denudasional yang dicirikan oleh tingkat pelapukan batuan yang telah

berlanjut, erosi lereng, dan gerakan massa batuan sangat potensial terjadi. Tanah pada

wilayah ekoregion ini adalah jenis tanah podsolik dan latosol yang mudah mengalami

longsor ketika kejenuhan tanahnya sudah tinggi.

Tabel 4.7 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih

Provinsi Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % ACEH 1.564.139,18 27,51 3.236.827,53 56,93 884.624,44 15,56 BENGKULU 736.430,26 37,09 733.786,36 36,95 515.459,17 25,96 JAMBI 2.270.547,84 46,18 1.664.022,76 33,84 982.051,52 19,97 KEP. BANGKA BELITUNG 1.471.682,62 88,76 163.722,81 9,87 22.680,61 1,37 KEP. RIAU 477.768,26 62,03 237.917,59 30,89 54.513,42 7,08 LAMPUNG 1.294.719,29 38,40 1.205.193,78 35,75 871.701,08 25,85 RIAU 5.146.916,02 57,61 1.758.485,86 19,68 2.027.901,86 22,70 SUMATERA BARAT 1.485.269,06 35,25 2.110.058,55 50,07 618.615,65 14,68 SUMATERA SELATAN 3.742.491,41 43,21 2.022.342,38 23,35 2.896.831,78 33,44 SUMATERA UTARA 3.397.415,01 46,99 2.318.143,43 32,06 1.514.916,19 20,95

Air bersih merupakan kebutuhan dasar manusia, sehingga ketersediaannya

menjadi penting. Ketersediaan recharge area di suatu daerah akan menjaga stabilitas

pasokan air. Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu memiliki kawasan hutan yang

cukup luas, meskipun hutan bukan merupakan penggunaan lahan yang dominan pada

kedua Provinsi tersebut. Bila dilihat dari ekoregionnya, Provinsi Sumatera Selatan

17,32% wilayahnya adalah Ekoregion Dataran Kaki Gunung Api dan 15,87%

Page 76: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-1

2

Gam

bar 4

.2 P

eta

Day

a D

ukun

g Li

ngku

ngan

Jasa

Eko

sist

em P

enye

diaa

n A

ir B

ersi

h

Page 77: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-13

wilayahnya merupakan Ekoregion Dataran Fluvio Vulkan. Kedua ekoregion

tersebut merupakan wilayah yang subur dengan hutan yang masih lebat. Sedangkan

Provinsi Bengkulu, 31% wilayahnya merupakan pegunungan patahan yang juga

memiliki kawasan hutan yang masih lebat. Meskipun begitu, Provinsi Bemgkulu juga

memiliki cukup banyak wilayah yang penyediaan air bersihnya rendah.

Selanjutnya, untuk wilayah yang memilki potensi penyediaan air bersih rendah

banyak tersebar di wilayah Sumatera bagian Barat, terutama di Provinsi Kep. Bangka

Belitung. Presentase lahan yang berpotensi rendah pada Provinsi ini mencapai 88,76%

atau seluas 1.471.682,62 hektar. Meskipun luasanya masih kalah disbanding Provinsi

lainnya, namun hamper semua wilayah Kep. Bangka Belitung memiliki potensi yang

rendah dalam penyediaan air bersih. Hal ini terutama disebabkan oleh wilayah Kep.

Bangka Belitung yang sebagian merupakan Pegunungan Denudasional. Pada ekoregion

ini air tanah cukup sulit didapatkan, kecuali pada lembah-lembah sempit yang ada

itupun dalam jumlah yang sangat terbatas. Umumnya air tanah dijumpai dalam bentuk

rembesan diantara lapisan batuan yang telah lapuk di bagian atas dan lapisan batuan

yang masih padu dibagian bawah, atau dalam bentuk mata air kontak yang terpotong

lereng pada tekuk-tekuk lereng atau lereng kaki, dengan debit aliran air yang umumnya

relatif kecil.

Tabel 4.8 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Serat

Provinsi Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % ACEH 1.576.108,02 27,72 466.811,76 8,21 3.642.671,36 64,07 BENGKULU 413.714,82 20,83 164.891,39 8,30 1.407.069,58 70,86 JAMBI 1.791.064,26 36,43 505.893,36 10,29 2.619.664,50 53,28 KEP. BANGKA BELITUNG 1.463.035,96 88,24 149.139,57 8,99 45.910,51 2,77 KEP. RIAU 430.464,25 55,89 46.383,34 6,02 293.351,68 38,09 LAMPUNG 1.283.426,84 38,07 465.839,74 13,82 1.622.347,56 48,12 RIAU 3.973.764,93 44,48 1.223.296,92 13,69 3.736.241,89 41,82 SUMATERA BARAT 759.710,51 18,03 788.776,83 18,72 2.665.455,92 63,25 SUMATERA SELATAN 3.793.493,85 43,80 466.282,11 5,38 4.401.889,61 50,82 SUMATERA UTARA 1.795.285,61 24,83 1.471.748,21 20,35 3.963.440,82 54,82

Page 78: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-1

4

Gam

bar 4

.3 P

eta

Day

a D

ukun

g Li

ngku

ngan

Jasa

Eko

sist

em P

enye

diaa

n Se

rat

Page 79: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-15

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi penyediaan serat pada

masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki

presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi dalam penyediaan serat adalah

Provinsi Bengkulu dengan presentase 70,86% atau lahan seluas 1.407.069,58 hektar.

Provinsi berikutnya yang juga memiliki presentase besar lahan penyedia serat adalah

Provinsi Aceh (64,0%) dan Provinsi Sumatera Barat (63,25%). Masing-masing

luasannya adalah 3.642.671,36 hektar di Provinsi Aceh dan 2.665.455,92 hektar di

Provinsi Sumatera Barat. Provinsi Bengkulu memiliki kawasan hutan yang cukup luas,

meskipun hutan bukan merupakan penggunaan lahan yang dominan. Hutan merupakan

salah satu sumber penyedia serat alami. Provinsi Aceh juga memiliki luasan hutan yang

besar, yakni mencapai 53,51% (hutan lahan rendah dan hutan lahan tinggi). Dari

keseluruhan penggunaan lahan di Aceh, hutan merupakan bentuk penggunaan lahan

yang paling dominan. Hal yang sama juga nampak di Sumatera Barat yang juga

memiliki potensi tinggi dalam penyediaan serat. Luas kawasan hutan lahan rendah dan

lahan tinggi di Provinsi ini mencapai 45,19% dari keseluruhan penggunaan lahan yang

ada di Provinsi Sumatera Barat.

Selanjutnya, untuk Provinsi yang memiliki presentase terbesar lahan potensi

rendah dalam penyediaan serat adalah Provinsi adalah Kep. Bangka Belitung (88,24%).

Sebagian besar lahan di Provinsi ini, yakni seluas 1.463.035,96 hektar berpotensi rendah

dalam penyediaan serat. Luasan lahan hutan di Provinsi ini hanya sekitar 153.602,37

hektar saja. Jumlah ini cukup rendah jika dibandingkan dengan luasan hutan di sebagian

besar Provinsi di Pulau Sumatera. Selain itu, seperti yang dijelaksan sebelumnya bahwa

sebagian besar wilayah Kep. Bangka Belitung masuk dalam ekoregion Pegunungan

Denudasional (90,68%). Provinsi lain yang memiliki luasan lahan berpotensi rendah

cukup besar adalah Provinsi Riau. Luasan lahan berpotensi rendah di Provinsi ini

mencapai 3.973.764,93 hektar (44,48%). Sebenarmya Provinsi Riau memiliki lahan

berpotensi rendah dan tinggi yang cukup berimbang. Wilayah dengan lahan potensi

rendah yang luas terutama terletak di Provinsi Riau bagian barat yang juga didominasi

oleh kenampakan ekoregion Pegunungan Denudasional.

Page 80: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-1

6

Gam

bar 4

.4 P

eta

Day

a D

ukun

g Li

ngku

ngan

Jasa

Eko

sist

em P

enye

diaa

n En

ergi

Page 81: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-17

Tabel 4.9 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Energi

Provinsi Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % ACEH 953.725,27 16,77 1.098.778,15 19,33 3.633.087,73 63,90 BENGKULU 373.070,80 18,79 515.468,54 25,96 1.097.136,45 55,25 JAMBI 1.516.176,63 30,84 1.590.012,24 32,34 1.810.433,25 36,82 KEP. BANGKA BELITUNG 835.931,41 50,42 780.263,99 47,06 41.890,63 2,53 KEP. RIAU 420.498,81 54,60 291.518,59 37,85 58.181,86 7,55 LAMPUNG 628.654,17 18,65 824.292,51 24,45 1.918.667,47 56,91 RIAU 2.152.267,25 24,09 4.389.024,18 49,13 2.392.012,31 26,78 SUMATERA BARAT 904.880,01 21,47 911.534,16 21,63 2.397.529,09 56,90 SUMATERA SELATAN 2.139.068,22 24,70 2.594.494,03 29,95 3.928.103,32 45,35 SUMATERA UTARA 2.157.997,07 29,85 2.185.278,80 30,22 2.887.198,77 39,93

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi penyediaan energi pada

masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki

presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi dalam penyediaan energi

adalah Provinsi Aceh dengan presentase 63,90% atau luasan 3.633.087,73 hektar.

Sedangkan Provinsi berikutnya yang memiliki lahan potensi tinggi dalam penyediaan

energi adalah Provinsi Lampung (56,91%) dan Provinsi Sumatera Barat (56,90%).

Luasan lahan berpotensi tinggi di Lampung adalah 1.918.667,47 hektar dan di Provinsi

Sumatera Barat mencapai 2.397.529,09 hektar. Provinsi Aceh memiliki luasan hutan

yang besar, yakni mencapai 53,51% (hutan lahan rendah dan hutan lahan tinggi). Hal ini

disebabkan karena kayu dan ranting dari kawasan hutan dapat menjadi sumber energi

bagi kegiatan domestik masyarakat. Hal yang sama juga nampak di Provinsi Sumatera

Barat. Luas kawasan hutan lahan rendah dan lahan tinggi di Provinsi ini mencapai

45,19% dari keseluruhan penggunaan lahan yang ada di Provinsi Sumatera Barat.

Sedangkan Provinsi Lampung bila dilihat dari kondisi ekoregionnya didominasi oleh

Dataran Kaki Gunung Api, yakni mencapai 46,94%. Secara genetik ekoregion ini

memiliki bahan piroklastik yang dapat ditambang sebagai bahan galian golongan C.

Selanjutnya, Provinsi yang memiliki presentase lahan potensi rendah cukup

besar adalah Provinsi Kep Riau dengan presentase 54,60% atau luasan 420.498,81 dan

Kep. Bangka Belitung dengan presentase 50,42% dan luasan 835.931,41 hektar. Kedua

Provinsi tersebut sebenarnya memiliki luasan yang kecil dibandingkan Provinsi lain.

Namun, sebagian besar wilayahnya berpotensi rendah. Sedangkan Provinsi yang

memiliki luasan lahan potensi rendah paling besar adalah Provinsi Sumatera Utara yang

luasnya mencapai 2.157.997,07 hektar. Meskipun begitu lahan potensi rendah di

Page 82: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-18

Sumatera Utara ini hanya memilki presentase 29,85% dari keseluruhan luasan lahan di

Sumatera Utara.

Tabel 4.10 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Sumber Daya Genetik

Provinsi Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % ACEH 260.170,59 4,58 1.218.309,30 21,43 4.207.111,25 74,00 BENGKULU 111.692,13 5,62 402.265,80 20,26 1.471.717,86 74,12 JAMBI 445.213,13 9,06 2.388.775,86 48,59 2.082.633,13 42,36 KEP. BANGKA BELITUNG 171.357,30 10,33 1.220.857,52 73,63 265.871,22 16,03 KEP. RIAU 65.545,18 8,51 426.075,34 55,32 278.578,75 36,17 LAMPUNG 618.163,10 18,33 767.564,44 22,77 1.985.886,60 58,90 RIAU 964.546,75 10,80 3.774.080,32 42,25 4.194.676,66 46,96 SUMATERA BARAT 193.173,53 4,58 1.325.603,71 31,46 2.695.166,02 63,96 SUMATERA SELATAN 1.372.690,12 15,85 3.022.599,21 34,90 4.266.376,24 49,26 SUMATERA UTARA 709.333,82 9,81 2.871.732,92 39,72 3.649.407,89 50,47

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi penyediaan sumber daya

genetik pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang

memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi dalam penyediaan

sumber daya genetik adalah Provinsi Aceh dengan presentase 74% atau seluasr

4.207.111,25 hektar. Provinsi lain yang juga sebagian besar wilayahnya memiliki

potensi tinggi dalam penyediaan sumber daya genetic adalah Provinsi Bengkulu dengan

presentase 74,12% atau seluas 1.471.717,86 hektar. Luasan ini memang tidak terlalu

besar, namun sebagian besar wilayah Provinsi Bengkulu memiliki potensi yang tinggi

dalam penyediaan sumber daya genetik.

Page 83: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-1

9

Gam

bar 4

.5 P

eta

Day

a D

ukun

g Li

ngku

ngan

Jasa

Eko

sist

em P

enye

diaa

n Su

mbe

r Day

a G

enet

ik

Page 84: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-20

Sumberdaya genetik berhubungan erat dengan keanekaragaman hayati baik flora

maupun fauna, dimana keanekaragaman hayati yang tinggi akan diikuti dengan sumber

daya genetik yang melimpah. Ketersediaan dan distribusi sumberdaya genetik

ditentukan oleh tipe ekosistem, yaitu ekoregion bentangalam dan penutup lahan

khususnya areal bervegetasi. Provinsi Aceh sebagai Provinsi yang memiliki luasan

terbesar penyedia sumber daya genetik didukung oleh luasan kawasan hutan yang

mencapai 3.042.159,64 hektar (hutan lahan tinggi dan lahan rendah). Kawasan hutan

merupakan habitat bagi berbagai macam jenis flora dan fauna. Sedangkan Provinsi

Bengkulu sebagian besar lahannya merupakan lahan bervegetasi baik berupa kawasan

hutan yang mencapai 37,01% maupun perkebunan yang mencapai 24,41%.

Provinsi di Pulau Sumatera juga ada yang memiliki lahan potensi rendah dalam

penyediaan sumber daya genetik. Diantaranya adalah Provinsi Lampung yang memiliki

luasan lahan potensi rendah sebesar 618.163,10 hektar atau 18,33% dari keseluruhan

wilayah Lampung serta Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki luasan lahan potensi

rendah sebesar 1.372.690,12 hektar atau mencapai 15,85% dari keseluruhan

wilayahnya. Meskipun begitu kedua Provinsi ini masih didominasi oleh lahan

berpotensi tinggi dalam penyediaan sumber daya genetik

3. Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan MenurutEkoregion dan Provinsi

Gambar 4.6 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Penyediaan

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

Dataran Aluvial

Dataran Fluviomarin

Kaki Gunungapi

Lahan Gambut (Peat Land)

Lembah antar Perbukitan/ …

Pegunungan Lipatan

Perbukitan Denudasional

Perbukitan Patahan

Tubuh Air

SD GENETIK

ENERGI

SERAT

AIR BERSIH

PANGAN

Page 85: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-21

Tabel 4.11 Indeks Jasa Ekosistem Penyediaan Menurut Ekoregion

Ekoregion Indeks Daya Dukung Rata-

rata Pangan Air bersih Serat Energi Genetik

Dataran Aluvial 1,05 0,78 1,68 0,86 0,86 1,04 Dataran Fluvio Gunungapi 1,18 0,75 1,43 0,84 0,77 1,00 Dataran Fluviomarin 1,54 0,80 1,25 0,76 0,90 1,05 Dataran Kaki Gunungapi 1,23 0,69 1,46 0,77 0,74 0,98 Kaki Gunungapi 1,51 0,78 1,43 0,73 0,91 1,07 Kerucut dan Lereng Gunungapi 1,28 1,10 1,52 0,87 1,43 1,24 Lahan Gambut (Peat Land) 1,05 0,80 1,50 0,88 1,03 1,05 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) 1,05 0,81 1,64 0,86 0,98 1,07 Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 1,48 0,78 1,42 0,80 0,96 1,09 Pegunungan Denudasional 1,02 0,80 1,37 0,87 1,05 1,02 Pegunungan Lipatan 1,07 1,49 1,69 1,06 2,05 1,47 Pegunungan Patahan 1,09 1,45 1,69 1,06 2,00 1,46 Perbukitan Denudasional 1,01 0,82 1,42 0,89 1,13 1,05 Perbukitan Lipatan 1,20 1,01 1,51 0,91 1,35 1,20 Perbukitan Patahan 1,30 1,20 1,50 1,03 1,70 1,35 Pesisir (Coast) 1,06 0,86 1,32 0,87 1,27 1,08 Tubuh Air 1,28 2,19 0,56 1,42 1,25 1,34

Berdasarkan pada tabel dapat diketahui nilai indeks jasa ekosistem penyediaan

pada masing-masing ekoregion di Pulau Sumatera. Nilai indeks tertinggi pada

penyediaan pangan terdapat pada ekoregion Dataran Fluvio Marin dengan nilai indeks

sebesar 1,54. Ekoregion Dataran Fluviomarin material penyusunnya umumnya terdiri

dari endapan aluvium-marin dari hasil percampuran proses fluvial dengan proses marin.

Ekoregion ini dapat menjadi jasa penyediaan pangan khususnya perikanan. Selanjutnya

ekoregion yang juga memiliki nilai tinggi dalam penyediaan pangan adalah Ekoregion

Kaki Gunung Api dengan nilai indeks sebesar 1,51. Ekoregion ini material penyusun

umumnya banyak dipengaruhi oleh hasil erupsi gunung api. Proses perkembangan tanah

tergolong cukup lanjut yang dapat membentuk tanah aluvial dan tanah andosol. Kedua

jenis tanah ini merupakan tanah yang subur dengan kandungan hara tinggi. Hal ini

membuat pemanfaatan daerah ini umumnya untuk pertanian dan perkebunan

dikarenakan tanahnya yang produktif.

Selanjutnya untuk penyediaan air bersih ekoregion yang memiliki nilai indeks

tertinggi adalah Pegunungan Lipatan dan Pegunungan Patahan. Maing-masing nilai

indeksnya adalah 1,49 dan 1,45. Kedua ekoregion ini terbentuk dari asal proses

Page 86: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-22

struktural. Wilayah ini memiliki ketersediaan air yang baik berasal dari air permukaan

maupun air tanah. Aliran sungai mengalir sepanjang tahun dan mata air banyak

dijumpai di daerah-daerah tekuk lereng. Selain sebagai penyedia air yang baik. Kedua

ekoregion ini juga merupakan penyedia serat (fiber) yang baik. Wilayah ekoregion ini

sebagian besar masih berhutan dan masih terjaga secara alami.

Ekoregion yang mampu menyediakan sumber daya genetik yang baik adalah

tubuh air dengan nilai indek mencapai 1,42. Air disamping merupakan sumber

kehidupan, tetapi juga merupakan sumber energi yang potensial. Keberadaan air yang

melimpah juga dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga air. Selanjutnya,

ekoregion yang memiliki indeks tinggi dalam penyediaan sumber daya genetik adalah

Pegunungan Lipatan dan Pegunungan Lipatan dengan nilai indeks masing-masing

adalah 2.05 dan 2,00. Kawasan Hutan pada kedua ekoregion tersebut merupakan

penyedia energi terutama dari hasil hutan seperti kayu atau ranting.

Gambar 4.7 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Penyediaan

Menurut Provinsi

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00

ACEH

BENGKULU

JAMBI

KEP. BANGKA BELITUNG

KEP. RIAU

LAMPUNG

RIAU

SUMATERA BARAT

SUMATERA SELATAN

SUMATERA UTARA

SD Genetik

Energi

Serat

Air Bersih

Pangan

Page 87: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-23

Tabel 4.12 Indeks Jasa Ekosistem Penyediaan Menurut Provinsi

Provinsi Indeks Daya Dukung

Komposit Pangan Air Bersih Serat Energi Genetik

ACEH 1,17 1,28 1,55 0,98 1,72 1,34 BENGKULU 1,08 1,10 1,62 0,99 1,44 1,25 JAMBI 1,28 0,94 1,51 0,86 1,21 1,16 KEP. BANGKA BELITUNG 1,03 0,76 1,35 0,85 0,98 0,99 KEP. RIAU 1,01 0,89 1,29 0,86 1,29 1,07 LAMPUNG 1,43 0,70 1,14 0,65 0,79 0,94 RIAU 0,90 0,84 1,76 0,92 1,12 1,11 SUMATERA BARAT 1,28 1,21 1,63 0,97 1,57 1,33 SUMATERA SELATAN 1,10 0,83 1,45 0,91 0,96 1,05 SUMATERA UTARA 1,27 0,97 1,56 0,84 1,17 1,16

Selanjutnya, bila dilihat menurut Provinsi, jasa ekosistem penyediaan pangan

paling banyak disediakan oleh Provinsi Lampung dengan nilai indeks 1,43. Provinsi

Lampung memiliki lahan dataran subur yang cukup luas dan digunakan untuk pertanian,

sehingga mampu menjadi penyedia pangan. Jasa penyedia air bersih terbesar di Provinsi

Sumatera adalah Provinsi Aceh (1,28). Selain itu, Provinsi Aceh juga merupakan

Provinsi yang menjadi penyedia sumber daya genetik terbesar (1,72). Hal ini tidak

terlepas dari luasnya kawasan hutan yang ada di Provinsi Aceh. Hutan merupakan

sumber utama pendukung ketersediaan air bersih dan juga sumber daya genetik yang

berupa flora dan fauna. Sedangkan untuk penyedia serat dan Energi yang paling baik

secara berurutan adalah Provinsi Riau (1,76) dan Provinsi Bengkulu (0,99).

4.2 Profil Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Budaya

Tabel 4.13 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Budaya Tempat Tinggal dan Ruang Hidup

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 43,37 0,00 1.703,49 0,04 3.970.663,58 99,96 Dataran Fluvio Gunungapi 58,18 0,00 13.763,40 0,53 2.588.822,76 99,47 Dataran Fluviomarin 94.990,83 5,56 530.366,84 31,03 1.084.041,19 63,42 Dataran Kaki Gunungapi 35,55 0,00 1.914,33 0,06 3.435.517,03 99,94 Kaki Gunungapi 151.755,91 7,62 1.777.106,01 89,28 61.660,53 3,10 Kerucut dan Lereng Gunungapi 1.749.123,04 100,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Lahan Gambut (Peat Land) 7.332.486,97 98,30 0,00 0,00 127.121,70 1,70 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

3.873,95 0,05 3.260.843,30 45,22 3.946.418,98 54,73

Lembah antar Perbukitan/ 92,89 0,01 424.938,02 33,32 850.432,14 66,68

Page 88: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-24

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional 1.710.326,09 97,19 49.365,29 2,81 0,00 0,00 Pegunungan Lipatan 6.024.319,28 99,72 17.183,61 0,28 0,00 0,00 Pegunungan Patahan 2.636.179,55 99,62 10.168,21 0,38 0,00 0,00 Perbukitan Denudasional 78.809,42 96,32 3.010,33 3,68 0,00 0,00 Perbukitan Lipatan 2.273.979,17 70,64 897.165,62 27,87 47.859,74 1,49 Perbukitan Patahan 1.393.469,25 98,51 21.135,21 1,49 0,00 0,00 Pesisir (Coast) 528.248,96 75,71 151.162,01 21,67 18.289,52 2,62 Tubuh Air 3.296,43 2,08 154.000,74 97,02 1.433,26 0,90

Total 23.981.088,85 50,56 7.313.826,41 15,42 16.132.260,44 34,01

Ekosistem memberikan manfaat positif bagi manusia khususnya ruang untuk

tinggal dan hidup sejahtera. Ruang hidup ini didukung oleh kemampuan dan kesesuaian

lahan yang tinggi sehingga memberikan dukungan kehidupan baik secara sosial,

ekonomi maupun budaya. Jasa ekosistem sebagai tempat tinggal dan ruang hidup secara

sosial sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik dan geografis serta peluang

pengembangan wilayah yang lebih besar.

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat

berupa tempat tinggal dan ruang hidup. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang

dapat digunakan tempat tinggal dan ruang hidup dapat dibagi menjadi lahan berpotensi

tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi sebagai tempat tinggal dan

ruang hidup di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 16.132.260,44 hektar atau

sekitar 34,01% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang

memiliki potensi sedang sebagaitempat tinggal dan ruang hidup memiliki luasan sebesar

7.313.826,41 hektar atau sekitar 15,42% Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah

memiliki luasan sebesar 23.981.088,85 hektar atau sebesar 50,56% dari keseluruhan

lahan yang terdapat di Pulau Sumatera.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi sebagai tempat tinggal dan

ruang hidup terletak pada ekoregion Dataran Aluvial, Dataran Kaki Gunung Api, dan

Dataran Fluviomarin. Ketiga ekoregion tersebut merupakan wilayah yang memiliki

kondisi geografis yang datar dan ketersediaan air bersih relatif banyak, sehingga cocok

untuk pengembangan permukiman. Selain itu, Pembangunan infrastruktur dan sarana

prasarana pada ekoregion dataran relatif lebih mudah dan berbiaya rendah karena

kondisi geografis yang datar. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah tempat

Page 89: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-25

tinggal dan ruang hidup terletak di Kerucut dan Lereng Gunung Api, Pegunungan dan

Perbukitan Denudasional, serta Pegunungan Lipatan.

Tabel 4.14 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Budaya Rekreasi dan Ekotourism

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 3.384.929,95 85,21 540.200,31 13,60 47.280,18 1,19 Dataran Fluvio Gunungapi 2.296.820,82 88,25 281.919,01 10,83 23.904,52 0,92 Dataran Fluviomarin 1.115.159,35 65,24 440.711,27 25,78 153.528,24 8,98 Dataran Kaki Gunungapi 3.098.889,55 90,15 336.866,16 9,80 1.711,21 0,05 Kaki Gunungapi 147.455,13 7,41 1.446.388,60 72,66 396.678,71 19,93 Kerucut dan Lereng Gunungapi 34,75 0,00 171.011,55 9,78 1.578.076,74 90,22 Lahan Gambut (Peat Land) 7.459.608,67 100,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

6.135.712,31 85,09 1.069.683,19 14,83 5.740,73 0,08

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 1.003.642,64 78,69 256.887,98 20,14 14.932,44 1,17

Pegunungan Denudasional 1.759.691,38 100,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Pegunungan Lipatan 1.565.186,69 25,91 4.476.316,20 74,09 0,00 0,00 Pegunungan Patahan 223.686,55 8,45 376.650,96 14,23 2.046.010,26 77,31 Perbukitan Denudasional 81.819,75 100,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Perbukitan Lipatan 2.124.187,55 65,99 1.094.816,97 34,01 0,00 0,00 Perbukitan Patahan 186.318,40 13,17 364.950,73 25,80 863.335,34 61,03 Pesisir (Coast) 26.899,71 3,86 235.258,36 33,72 435.542,43 62,43 Tubuh Air 0,00 0,00 10.011,60 6,31 148.718,84 93,69

Total 30.610.043,19 64,54 11.101.672,88 23,41 5.715.459,64 12,05

Ekosistem menyediakan fitur lansekap, keunikan alam, atau nilai tertentu yang

menjadi daya tarik wisata. Berbagai macam bentuk bentang alam dan keunikan flora

dan fauna serta keanekaragaman hayati yang terdapat dalam ekosistem memberi ciri dan

keindahan bagi para wisatawan. Dari sisi ekonomi, akan diperoleh banyak keuntungan

bahkan menjadi sumber devisa negara yang besar. Variasi bentangalam berpengaruh

besar terhadap nilai jasa budaya rekreasi dan ecotourism.

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat

berupa rekreasi dan ekotourism. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang dapat

digunakan rekreasi dan ekotourism dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi,

sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi sebagai tempat rekreasi dan

ekotourism di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 5.715.459,64 hektar atau sekitar

12,05% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki

potensi sedang sebagaitempat rekreasi dan ekotourism memiliki luasan sebesar

11.101.672,88 hektar atau sekitar 23,41%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi

Page 90: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-26

rendah memiliki luasan sebesar 30.610.043,19 hektaratau sebesar 64,54% dari

keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi sebagai tempat rekreasi dan

ekotourism terletak pada ekoregion Kerucut dan Lereng Gunung Api. Ekoregion ini

memiliki kondisi udara yang sejuk yang cocok untuk dimanfaatkan sebagai daerah

wisata. Selain itu, kawasan ekoregion ini sebagian besar masih berhutan lebat dan

memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Berbagai flora dan fauna langka

banyak terdapat pada ekoregion ini. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah

untuk tempat rekreasi dan ekotourism terletak di Pegunungan dan Perbukitan

Denudasional serta lahan gambut.

Tabel 4.15 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Budaya Estetika

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 3.384.814,52 85,21 535.803,31 13,49 51.792,61 1,30 Dataran Fluvio Gunungapi 2.296.774,56 88,25 281.734,07 10,82 24.135,71 0,93 Dataran Fluviomarin 1.111.899,33 65,05 418.796,87 24,50 178.702,67 10,45 Dataran Kaki Gunungapi 1.773.150,37 51,58 1.620.908,68 47,15 43.407,86 1,26 Kaki Gunungapi 24,77 0,00 1.450.946,30 72,89 539.551,39 27,11 Kerucut dan Lereng Gunungapi 34,75 0,00 0,00 0,00 1.749.088,30 100,00 Lahan Gambut (Peat Land) 7.459.608,67 100,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

6.134.851,39 85,07 201.307,98 2,79 874.976,85 12,13

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 660.809,08 51,81 465.733,63 36,51 148.920,35 11,68

Pegunungan Denudasional 1.759.691,38 100,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Pegunungan Lipatan 1.495.529,46 24,75 69.657,23 1,15 4.476.316,20 74,09 Pegunungan Patahan 0,00 0,00 753.547,01 28,47 1.892.800,75 71,53 Perbukitan Denudasional 81.819,75 100,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Perbukitan Lipatan 2.124.187,55 65,99 593.862,57 18,45 500.954,40 15,56 Perbukitan Patahan 519.352,60 36,71 179.752,53 12,71 715.499,34 50,58 Pesisir (Coast) 100,53 0,01 297.229,52 42,60 400.370,44 57,38 Tubuh Air 0,00 0,00 11.187,74 7,05 147.542,70 92,95

Total 28.802.648,71 60,73 6880467.43 14,51 11.744.059,56 24,76

Estetika keindahan alam terbentuk dari perpaduan berbagai bentangalam yang

masing-masing memiliki keindahan dan keunikan tersendiri. Penyediaan estetika

keindahan alam ini bergantung pada kondisi saat ini apakah masih dalam keadaan baik

ataukah sudah mengalami banyak kerusakan.

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat

berupa rekreasi dan ekotourism. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang memiliki

Page 91: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-27

estetika keindahan alam dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan

rendah. Lahan yang berpotensi tinggi yang memiliki estetika keindahan alam di Pulau

Sumatera memiliki luasan sebesar 11.744.059,56 hektar atau sekitar 24,76% dari

keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi

sedang estetika keindahan alam memiliki luasan sebesar 6.880.467,43 hektar atau

sekitar 14,51%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar

28.802.648,71 hektaratau sebesar 60,73% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau

Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi estetika keindahan alam

terletak pada ekoregion Kerucut dan Lereng Gunung Api. Kawasan ekoregion ini

sebagian besar masih berhutan lebat dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat

tinggi. Berbagai flora dan fauna langka banyak terdapat pada ekoregion ini. Sebagian

besar lahan yang memiliki potensi rendah estetika keindahan alam terletak di

Pegunungan dan Perbukitan Denudasional, serta lahan gambut.

1. Profil Distribusi Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Budaya MenurutProvinsi

Tabel 4.16 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Tempat Tinggal dan Ruang Hidup

Provinsi Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % ACEH 4.090.660,05 71,95 402.740,36 7,08 1.192.190,73 20,97 BENGKULU 1.144.887,14 57,66 182.627,56 9,20 658.161,09 33,15 JAMBI 1.932.002,02 39,30 729.808,27 14,84 2.254.811,83 45,86 KEP. BANGKA BELITUNG 1.570.936,23 94,74 79.051,92 4,77 8.097,89 0,49 KEP. RIAU 328.216,16 42,61 231.735,19 30,09 210.247,92 27,30 LAMPUNG 890.943,87 26,42 282.085,56 8,37 2.198.584,72 65,21 RIAU 4.495.593,97 50,32 1.750.777,22 19,60 2.686.932,54 30,08 SUMATERA BARAT 2.806.307,70 66,60 683.023,15 16,21 724.612,41 17,20 SUMATERA SELATAN 3.337.180,78 38,53 1.145.278,67 13,22 4.179.206,12 48,25 SUMATERA UTARA 3.384.360,92 46,81 1.826.698,52 25,26 2.019.415,19 27,93

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi tempat tinggal dan ruang

hidup pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang

memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi

Lampung dengan presentase 65,21% atau luasan 2.198.584,72 hektar dari keseluruhan

wilayahnya. Berikutnya Provinsi yang juga memiliki presentase lahan potensi tinggi

yang besar adalah Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki presentase 48,25% atau

luasan 4.179.206,12 hektar. Bila dilihat secara spasial Provinsi yang memiliki luasan

besar lahan untuk tempat tinggal dan ruang hidup berada di bagian tengah Pulau

Page 92: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-28

Sumatera. Hal ini dikarenakan wilayah tengah memiliki topografi yang relatif datar, jika

dibandingkan dengan bagian barat dan timur Pulau Sumatera yang kenampakan fisiknya

lebih kompleks. Secara khusus di Provinsi Lampung dan Sumatera Selatan juga

memiliki lahan pertanian yang cukup luas serta ketersediaan air yang baik. Dimana

kedua faktor tersebut merupakan faktor dominan yang menentukan manusia dalam

memilih tempat tinggal dan ruang hidup.

Page 93: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-2

9

Gam

bar 4

.8 P

eta

Day

a D

ukun

g Li

ngku

ngan

Jasa

Eko

sist

em T

empa

t Tin

ggal

dan

Rua

ng H

idup

Page 94: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-30

Sedangkan wilayah yang memiliki lahan potensi rendah sebagai tempat tinggal

dan ruang hidup terletak di Kep. Bangka Belitung, dimana sebagian besar wilayah

Provinsi ini merupakan lahan berpotensi rendah (94,74%). Wilayah Provinsi lain yang

juga banyak memiliki lahan berpotensi rendah sebagai tempat tinggal dan ruang hidup

adalah Provinsi Aceh. Provinsi Aceh memilki luasan lahan potensi rendah sebesar

4.090.660,05 hektar, yakni 71,95% dari keseluruhan wilayah Aceh. Hal yang paling

mendasar yang menjadi penyebabnya adalah luasan wilayahnya yang didominasi Hutan

yang dilindungi dan dibatasi aktivitasnya. Selain itu, di sepanjang wilayah pesisir

Sumatera bagian barat juga banyak terdapat lahan berpotensi rendah sebagai tempat

tinggal dan ruang hidup. Hal ini dikarenakan wilayah sepanjang Pantai Sumatera bagian

barat termasuk dalam zona penunjaman lempeng tektonik yang rawan akan bencana

alam.

Tabel 4.17 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Rekreasi dan Ekotourism

Provinsi Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % ACEH 2.154.117,92 37,89 3.269.881,53 57,51 261.591,69 4,60 BENGKULU 954.631,15 48,08 322.810,66 16,26 708.233,98 35,67 JAMBI 3.431.027,21 69,78 1.014.128,93 20,63 471.465,98 9,59 KEP. BANGKA BELITUNG 1.605.681,95 96,84 24.514,69 1,48 27.889,40 1,68 KEP. RIAU 615.233,23 79,88 154.966,04 20,12 0,00 0,00 LAMPUNG 2.240.252,87 66,44 718.903,92 21,32 412.457,35 12,23 RIAU 7.659.240,17 85,74 998.116,79 11,17 275.946,78 3,09 SUMATERA BARAT 1.482.406,79 35,18 1.250.058,13 29,66 1.481.478,34 35,16 SUMATERA SELATAN 6.878.500,07 79,41 884.854,12 10,22 898.311,38 10,37 SUMATERA UTARA 3.588.951,84 49,64 2.463.438,06 34,07 1.178.084,74 16,29

Page 95: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-3

1

Gam

bar 4

.9 P

eta

Day

a D

ukun

g Li

ngku

ngan

Jasa

Eko

sist

em R

ekre

asi d

an E

koto

uris

m

Page 96: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-32

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi rekreasi dan ekotourism

pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki

presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Bengkulu,

dimana 35,67% wilayahnya memiliki potensi rekreasi dan ekotourism. Sedangkan

Provinsi lain yang juga memiliki luasan lahan besar untuk dapat dimanfaatkan sebagai

rekreasi dan ekotourism adalah Provinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Masing-

masing Provinsi ini memiliki luasan lahan mencapai 1.481.478,34 hektar dan

1.178.084,74 hektar. Provinsi Bengkulu memiliki kawasan hutan yang cukup luas,

meskipun hutan bukan merupakan penggunaan lahan yang dominan. Lahan hutan yang

masih alami merupakan salah satu destinasi pariwisata yang menarik. Hal yang sama

juga nampak di Provinsi Sumatera Barat. Luas kawasan hutan lahan rendah dan lahan

tinggi di Provinsi ini mencapai 45,19% dari keseluruhan penggunaan lahan yang ada di

Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan untuk Provinsi Sumatera Utara bila dilihat dari

ekoregion dominannya, yakni Pegunungan Lipatan juga merupakan wilayah yang

menarik. Aktivitas tektonik yang dinamis membuat wilayah ini memiliki kenampakan

alam yang indah. Selain itu, diwilayah ini juga merupakan habitat berbagai flora dan

fauna langka yang terdapat di Sumatera.

.Selanjutnya, beberapa Provinsi di Pulau Sumatera juga memiliki presentase dan

luasan lahan berpotensi rendah yang besar. Provinsi yang sebagian besar lahan di

wilayahnya berpotensi rendah sebagai rekreasi dan ekotourism adalah Kep. Bangka

Belitung dengan 96,84% atau seluas 1.605.681,95 hektar. Sedangkan Provinsi yang lain

yang juga memiliki presentase lahan berpotensi rendah yang besar adalah Provinsi Riau

(85,74%) atau seluas 7.659.240,17 hektar. Tutupan lahan di Provinsi Riau didominasi

oleh Lahan Gambut (peat land) yang mencapai 40,65% dari keseluruhan wilayahnya.

Pemanfaatan lahan gambut umunya adalah untuk perkebunan, terutama di Provinsi Riau

banyak dimanfaatkan untuk penanaman kelapa sawit. Hal ini membuat lahan berpotensi

rendah untuk rekreasi dan ekotourism di Provinsi Riau jumlahnya besar.

Page 97: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-33

Tabel 4.18 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Estetika/Keindahan Alam

Provinsi Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % ACEH 2.126.878,28 37,41 603.638,05 10,62 2.955.074,81 51,97 BENGKULU 859.241,96 43,27 405.178,65 20,41 721.255,19 36,32 JAMBI 3.287.629,33 66,87 396.992,99 8,07 1.231.999,80 25,06 KEP. BANGKA BELITUNG 1.600.472,81 96,53 31.246,89 1,88 26.366,35 1,59 KEP. RIAU 615.233,23 79,88 36.703,53 4,77 118.262,51 15,35 LAMPUNG 2.032.388,21 60,28 908.688,95 26,95 430.536,98 12,77 RIAU 7.634.918,51 85,47 551.305,85 6,17 747.079,37 8,36 SUMATERA BARAT 1.461.575,92 34,68 672.727,85 15,96 2.079.639,48 49,35 SUMATERA SELATAN 5.663.437,02 65,39 1.926.991,72 22,25 1.071.236,83 12,37 SUMATERA UTARA 3.520.873,45 48,69 1.346.992,94 18,63 2.362.608,25 32,68

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi jasa budaya

estetika/keindahan alam pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau

Sumatera.Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling

tinggi dalam jasa estetika/keindahan alam adalah Provinsi Aceh dengan presentase

lahan berpotensi tinggi sebesar 52,97% atau seluas 2.955.074,81 hektardari keseluruhan

wilayahnya. Provinsi berikutnya yang juga memiliki luasan lahan berpotensi tinggi yang

besar adalah Provinsi Sumatera Barat (49,35%) dan Sumatera Utara (32,68%).

Page 98: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-3

4

Gam

bar P

eta

4.10

Day

a D

ukun

g Li

ngku

ngan

Jasa

Eko

sist

em E

stet

ika/

Kei

ndah

an A

lam

Page 99: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-35

Masing-masing Provinsi tersebut memiliki luasan sebesar 2.079.639,48 hektar

dan 2.362.608,25 di Sumatera Utara. Hal yang menjadi faktor pendukung dari ketiga

Provinsi tersebut sebagai wilayah yang memiliki estetika/keindahan alam adalah

keberadaan kawasan hutan yang cukup luas dan alami. Kawasan hutan yang luas dan

alami tidak hanya memiliki beragam jenis flora namun juga beragam jenis fauna.

Bahkan, Flora dan Fauna langka pun terdapat oada kawasan hutan di ketiga Provinsi

tersebut. Selain itu, sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera

Utara juga terletak pada Pulau Sumatera bagian barat. Dimana, pada wilayah ini

merupakan zona penunjaman lempeng tektonik. Hal ini membuat aktivitas tektonik

maupun vulkanik di ketiga Provinsi tersebut sangat dinamis. Wilayah dengan aktifitas

tektonik dan vulkanik yang dinamis seringkali juga memiliki kenampakan alam dan

landskap yang indah.

Selanjutnya sebagian Provinsi juga memiliki presentase dan luasan lahan

berpotensi rendah yang cukup besar. Kep. Bangka Belitung adalah salah satu Provinsi

yang sebagian besar lahannya berpotensi rendah, yakni seluas 1.600.472,81 hektar atau

96,53%. Kep. Bangka Belitung yang didominasi dataran hingga perbukitan

denudasional, banyak memiliki bad land. Meskipun begitu, Kep. Bangka Belitung

masih memiliki 26.366,35 hektar lahan berpotensi tinggi. Selain itu, Provinsi lain yang

juga memiliki lahan berpotensi rendah dengan luasan besar adalah Provinsi Riau dengan

7.634.918,51 hektar, serta Provinsi Sumatera Selatan dengan luasan lahan berpotensi

rendah mencapai 5.663.437,02 hektar.

Page 100: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-36

2. Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Budaya Menurut Ekoregion

dan Provinsi

Gambar 4.11 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Budaya

Tabel 4.19 Indeks Jasa Ekosistem Budaya Menurut Ekoregion

Ekoregion Indeks Daya Dukung Rata-

rata Tempat Tinggal

Rekreasi Ekotourism Estetika

Dataran Aluvial 1,06 0,72 0,76 0,85 Dataran Fluvio Gunungapi 1,19 0,72 0,73 0,88 Dataran Fluviomarin 1,19 0,88 0,84 0,97 Dataran Kaki Gunungapi 1,28 0,69 0,72 0,89 Kaki Gunungapi 1,19 0,75 0,80 0,92 Kerucut dan Lereng Gunungapi 1,03 1,01 1,16 1,07 Lahan Gambut (Peat Land) 0,96 0,83 0,79 0,86 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) 1,08 0,73 0,81 0,87 Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 1,25 0,77 0,81 0,94 Pegunungan Denudasional 1,04 0,78 0,83 0,88 Pegunungan Lipatan 0,90 1,32 1,56 1,26 Pegunungan Patahan 0,92 1,28 1,52 1,24 Perbukitan Denudasional 1,06 0,84 0,91 0,93 Perbukitan Lipatan 1,07 0,91 1,03 1,00 Perbukitan Patahan 1,13 1,08 1,17 1,12 Pesisir (Coast) 0,87 1,14 1,08 1,03 Tubuh Air 1,02 1,91 1,76 1,56

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

Dataran Aluvial Dataran Fluvio …

Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi

Kaki Gunungapi Kerucut & Lereng …

Lahan Gambut (Peat … Lembah antar … Lembah antar …

Pegunungan … Pegunungan Lipatan

Pegunungan Patahan Perbukitan …

Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan

Pesisir (Coast) Tubuh Air

ESTETIKA

REKREASI EKOTOURISM

TEMPAT TINGGAL

Page 101: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-37

Ekosistem memberikan manfaat positif bagi manusia khususnya ruang untuk

tinggal dan hidup sejahtera. Ruang hidup ini didukung oleh kemampuan dan kesesuaian

lahan yang tinggi sehingga memberikan dukungan kehidupan baik secara sosial,

ekonomi maupun budaya. Jasa ekosistem sebagai tempat tinggal dan ruang hidup secara

sosial sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik dan geografis serta peluang

pengembangan wilayah yang lebih besar. Jenis ekoregion yang memberikan jasa

ekosistem budaya tempat tinggal dan ruang tinggi adalah ekoregion Dataran Kaki

Gunung Api. Ekoregion tersebut merupakan wilayah yang memiliki kondisi geografis

yang datar dan ketersediaan air bersih relatif banyak, sehingga cocok untuk

pengembangan permukiman. Selain itu, Pembangunan infrastruktur dan sarana

prasarana pada ekoregion dataran relatif lebih mudah dan berbiaya rendah karena

kondisi geografis yang datar.

Berikutnya untuk jasa budaya rekreasi dan ekotourism indeks tertinggi selain

pada tubuh air (1,91) terletak pada Ekoregion Pegunungan Lipatan dan Pegunungan

Patahan. Nilai indeksnya masing-masing adalah 1,32 dan 1,28. Kedua ekoregion ini

memiliki kondisi udara yang sejuk yang cocok untuk dimanfaatkan sebagai daerah

wisata. Selain itu, kawasan ekoregion ini sebagian besar masih berhutan lebat dan

memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Berbagai flora dan fauna langka

banyak terdapat pada ekoregion ini. Oleh karena itu, ekoregion ini juga memiliki nilai

tertinggi indeks estetika/keindahan alam.

Gambar 4.12Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Budaya Menurut Provinsi

0.00 0.50 1.00 1.50

ACEH

BENGKULU

JAMBI

KEP. BANGKA …

KEP. RIAU

LAMPUNG

RIAU

SUMATERA BARAT

SUMATERA SELATAN

SUMATERA UTARA

Estetika

Rekreasi dan Ekotourism

Tempat Tinggal

Page 102: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-38

Tabel 4.20 Indeks Jasa Ekosistem Budaya Menurut Provinsi

Provinsi Indeks Daya Dukung Rata-

Rata Tempat Tinggal

Rekreasi Ekotourism Estetika

ACEH 0,97 1,16 1,33 1,15 BENGKULU 1,02 0,99 1,15 1,05 JAMBI 1,12 0,89 0,95 0,99 KEP. BANGKA BELITUNG 1,04 0,76 0,80 0,87 KEP. RIAU 1,10 0,89 0,97 0,99 LAMPUNG 1,35 0,72 0,72 0,93 RIAU 0,96 0,83 0,87 0,89 SUMATERA BARAT 1,07 1,09 1,22 1,13 SUMATERA SELATAN 1,03 0,79 0,84 0,88 SUMATERA UTARA 1,09 0,89 0,97 0,99

Selanjutnya, bila dilihat berdasarkan Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera.

Provinsi Lampung memiliki indeks tertinggi sebagai wilayah yang cocok untuk tempat

tinggal dan ruang hidup. Hal ini tidak terlepas dari wilayah Provinsi Lampung yang

didominasi oleh Dataran Kaki Gunung Api. Ekoregion ini merupakan wilayah dataran

yang sangat subur dan berudara sejuk yang cocok untuk dijadikan tempat tinggal dan

ruang hidup khususnya untuk pertanian dan pemukiman. Sedangkan untuk jasa

ekosistem rekreasi dan ekotourism serta estetika/keindahan alam yang memiliki nilai

indeks tertinggi adalah Provinsi Aceh. Untuk nilai jasa ekosistem rekreasi dan

ekotourism nilai indeksnya adalah 1,16, sedangkan untuk estetika/ keindahan alam nilai

indeknya adalah 1,33. Hal ini tidak terlepas dari luasnya lahan hutan alami yang ada di

Provinsi Aceh yang baik untuk destinasi pariwisata.

4.3. Profil Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung

1. Profil Distribusi Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem PendukungMenurut Ekoregion

Tabel 4.21Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pendukung Pembentukan Lapisan Tanahdan Pemeliharaan

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 138.442,84 3,49 122.594,47 3,09 3.711.373,13 93,43 Dataran Fluvio Gunungapi 216.347,13 8,31 54.300,79 2,09 2.331.996,42 89,60 Dataran Fluviomarin 126.896,46 7,42 128.667,52 7,53 1.453.834,89 85,05 Dataran Kaki Gunungapi 345.277,50 10,04 84.263,19 2,45 3.007.926,22 87,50 Kaki Gunungapi 67.384,24 3,39 954.738,06 47,96 968.400,15 48,65 Kerucut dan Lereng Gunungapi 619.230,10 35,40 442.368,32 25,29 687.524,62 39,31

Page 103: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-39

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-SangatTinggi

Ha % Ha % Ha % Lahan Gambut (Peat Land) 508.017,68 6,81 5.090.319,51 68,24 1.861.271,49 24,95 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

382.799,40 5,31 1.821.270,58 25,26 5.007.066,25 69,44

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 70.008,63 5,49 548.122,99 42,97 657.331,44 51,54

Pegunungan Denudasional 1.426.366,90 81,06 326.459,56 18,55 6.864,92 0,39 Pegunungan Lipatan 772.374,21 12,78 794.285,18 13,15 4.474.843,51 74,07 Pegunungan Patahan 365.320,29 13,80 413.556,26 15,63 1.867.471,21 70,57 Perbukitan Denudasional 33.077,97 40,43 35.208,30 43,03 13.533,48 16,54 Perbukitan Lipatan 994.921,93 30,91 1.140.785,00 35,44 1.083.297,59 33,65 Perbukitan Patahan 355.085,58 25,10 362.776,50 25,65 696.742,38 49,25 Pesisir (Coast) 159.133,51 22,81 162.192,65 23,25 376.374,34 53,94 Tubuh Air 158.469,73 99,84 260,71 0,16 0,00 0,00

Total 6.739.154,07 14,21 12.482.169,59 26,32 28.205.852,04 59,47

Ekosistem memberikan jasa pendukung berupa pembentukan lapisan tanah dan

pemeliharaan kesuburan yang bervariasi antar lokasi. Lokasi yang memiliki jenis batuan

cepat lapuk, dengan kondisi curah hujan dan penyinaran matahari yang tinggi akibat

bentuk permukaan bumi, serta didukung oleh keberadaan organisme dalam tanah dan

tumbuhan penutup tanah menyebabkan proses pembentukan tanah semakin cepat.

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat

berupa pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan. Secara umum di Pulau

Sumateralahan yang dapat mendukung pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan

dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang

berpotensi tinggi mendukung pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan di Pulau

Sumatera memiliki luasan sebesar 28.205.852,04 hektar atau sekitar 59,47% dari

keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi

sedang sebagai pendukungpembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan memiliki

luasan sebesar 12.482.169,59 hektar atau sekitar 26,32% Sedangkan lahan yang

memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 6.739.154,07 hektar atau sebesar

14,21% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi mendukung pembentukan

lapisan tanah dan pemeliharaan terletak pada ekoregion Dataran Aluvial, dan Dataran

Fluvio Gunung Api. Secara genetik, material penyusun dataran aluvial umumnya berupa

aluvium dengan komposisi pasir, debu, dan lempung yang relatif seimbang dengan

sumber sangat bergantung kepada kondisi geologi daerah hulu, yang terbentuk akibat

Page 104: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-40

aktivitas pengendapan aliran sungai. Ekoregion ini terbentuk oleh proses pengendapan

fluvial (aliran sungai), yang membentuk struktur berlapis horisontal dan tersortasi

dengan baik (lapisan dengan material kasar di bagian bawah, dan semakin ke atas

semakin halus), serta lapisan umumnya tebal. Kondisi hidrologi satuan ini dibangun

oleh material aluvium yang mampu membentuk akuifer yang potensial, dengan

dukungan morfologi yang datar, maka menyebabkan cadangan atau ketersediaan

airtanah dangkal sangat potensial, sehingga membentuk resevoir airtanah atau cekungan

hidrogeologi. Tanah di ekoregion ini sangat potensial untuk pertanian. Sedangkan

Dataran Fluvio Gunung Api merupakan wilayah dengan topografi datar dan terbentuk

dari proses pengendapan fluvial. Material penyusun umumnya banyak dipengaruhi oleh

hasil erupsi gunung api. Proses perkembangan tanah tergolong cukup lanjut yang dapat

membentuk tanah aluvial dan tanah andosol. Kedua jenis tanah ini merupakan tanah

yang subur dengan kandungan hara tinggi.Sebagian besar lahan yang memiliki potensi

rendah mendukung pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan terletak di

Pegunungan Denudasional.

Tabel 4.22 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pendukung Siklus Hara

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 257.667,46 6,49 60.590,68 1,53 3.654.152,30 91,99 Dataran Fluvio Gunungapi 216.347,13 8,31 35.622,40 1,37 2.350.674,81 90,32 Dataran Fluviomarin 146.260,32 8,56 747.478,05 43,73 815.660,50 47,72 Dataran Kaki Gunungapi 345.277,50 10,04 82.328,74 2,40 3.009.860,67 87,56 Kaki Gunungapi 67.214,69 3,38 1.509.879,20 75,85 413.428,55 20,77 Kerucut dan Lereng Gunungapi 1.061.598,42 60,69 687.524,62 39,31 0,00 0,00 Lahan Gambut (Peat Land) 2.455.363,24 32,92 4.874.526,42 65,35 129.719,01 1,74 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) 377.660,73 5,24 5.816.056,67 80,65 1.017.418,82 14,11 Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 68.778,43 5,39 1.044.819,80 81,92 161.864,83 12,69 Pegunungan Denudasional 1.478.514,26 84,02 281.177,13 15,98 0,00 0,00 Pegunungan Lipatan 1.564.612,36 25,90 521.275,03 8,63 3.955.615,50 65,47 Pegunungan Patahan 778.314,83 29,41 1.868.032,93 70,59 0,00 0,00 Perbukitan Denudasional 64.089,76 78,33 17.729,99 21,67 0,00 0,00 Perbukitan Lipatan 2.117.284,25 65,77 597.917,42 18,57 503.802,85 15,65 Perbukitan Patahan 631.194,52 44,62 721.915,87 51,03 61.494,07 435 Pesisir (Coast) 274.455,58 39,34 213.008,81 30,53 210.236,09 30,13 Tubuh Air 2.593,67 1,63 17.903,81 11,28 138.232,95 87,09

Total 11,907.227,16 25,11 19.097.787,58 40,27 16.422.160,96 34,63

Page 105: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-41

Hara diperlukan untuk produksi bahan organik baik pada tingkat trofik produser

ataupun konsumer yang umumnya berada dalam lingkungan abiotik dengan konsentrasi

yang lebih rendah dari pada yang dibutuhkan untuk aktivitas pertumbuhan. Meskipun

begitu, organisme di dalam ekosistem yang tua seperti hutan berisi hara dalam

konsentrasi dengan jumlah yang besar dan bernilai. Kenyataan di lapangan, proses

akumulasi dan konservasi hara begitu efisien, sehingga komunitas tumbuhan tidak harus

terganggu untuk jangka waktu yang lama mungkin menjadi relatif independen terhadap

hara mineral dalam tanah untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan hara mereka dapat

dipenuhi secara cukup dari atmosfir maupun dari akumulasi hara di dalam biomasa

hidup maupun yang mati dari sistem yang bersangkutan. Siklus hara dalam ekosistem

itu sifatnya kompleks. Siklus beberapa elemen lebih banyak terjadi antara organisme

hidup dan atmosfir, sedang siklus elemen lain umumnya terjadi antara organisme hidup

dan tanah. Untuk beberapa elemen mengikuti kedua siklus tersebut. Ada juga siklus

yang terjadi secara internal di dalam tumbuhan dan hewan yang mengubah hara di

dalam individu organisme. Proses dari serapan hara, akumulasi hara pada tubuh

tumbuhan dan kembali ke tanah melalui siklus yang bervarisi sesuai dengan kondisi

tumbuhan, iklim dan jenis tanahnya sendiri pada akhirnya berpengaruh terhadap

kesuburan tanah dan tingkat produksi pertanian yang tinggi.

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat

berupa pendukung siklus hara. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang dapat

mendukung siklus hara dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan

rendah. Lahan yang berpotensi tinggi mendukung siklus hara di Pulau Sumatera

memiliki luasan sebesar 16.422.160,96 hektar atau sekitar 34,63% dari keseluruhan

lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang sebagai

pendukungsiklus hara memiliki luasan sebesar 19.097.787,58 hektar atau sekitar

40,27% Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar

hektaratau sebesar dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi mendukung siklus hara

terletak pada ekoregion Dataran Aluvial dan Dataran Fluvio Gunung Api. Lahan di

kedua dataran tersebut mengandung kandungan mineral yang tinggi sebagai hasil

pengendapan material subur. Selain itu, curah hujan dan intensitas penyinaran matahari

juga tinggi di kedua dataran ini. Faktor-faktor tersebut melancarkan siklus hara sehingga

Page 106: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-42

tanah relatif suburSebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah mendukung siklus

hara terletak pada Pegunungan dan Perbukitan Denudasional

Tabel 4.23 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pendukung Produksi Primer

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 259.563,04 6,53 0,00 0,00 3.712.847,40 93,47 Dataran Fluvio Gunungapi 251.969,53 9,68 0,00 0,00 2.350.674,81 90,32 Dataran Fluviomarin 146.260,32 8,56 646.881,20 37,84 916.257,35 53,60 Dataran Kaki Gunungapi 427.606,24 12,44 1.571.262,84 45,71 1.438.597,83 41,85 Kaki Gunungapi 67.214,69 3,38 1.288.062,20 64,71 635.245,56 31,91 Kerucut dan Lereng Gunungapi 841.032,59 48,08 220.565,83 12,61 687.524,62 39,31 Lahan Gambut (Peat Land) 2.152.684,32 28,86 1.779.305,91 23,85 3.527.618,45 47,29 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

3.158.898,39 43,81 3.148.633,99 43,66 903.603,86 12,53

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 660.246,52 51,77 458.779,08 35,97 156.437,45 12,27

Pegunungan Denudasional 1.432.487,13 81,41 83.422,37 4,74 243.781,88 13,85 Pegunungan Lipatan 1.317.403,17 21,81 248.628,67 4,12 4.475.471,05 74,08 Pegunungan Patahan 613.241,34 23,17 165.606,79 6,26 1.867.499,63 70,57 Perbukitan Denudasional 61.746,43 75,47 6.539,84 7,99 13.533,48 16,54 Perbukitan Lipatan 1.564.627,08 48,61 561.402,21 17,44 1.092.975,24 33,95 Perbukitan Patahan 599.054,49 42,35 33.261,84 2,35 782.288,13 55,30 Pesisir (Coast) 121.448,78 17,41 235.444,14 33,75 340.807,57 48,85 Tubuh Air 4.625,17 2,91 15.832,50 9,97 138.272,76 87,11

Total 13.680.109,24 28,84 10.463.629,40 22,06 23.283.437,06 49,09

Ekosistem dapat berfungsi sebagai penghasil oksigen dan pengikat karbon.

Keberadaan vegetasi seperti hutan yang menyerap karbondioksida untuk pembuatan

makanan melalui proses fotosintesis menghasilkan oksigen yang diperlukan makhluk

hidup di bumi untuk beraktivitas dan memungkinkan tumbuhnya banyak habitat spesies.

Jasa produksi oksigen bervariasi antarlokasi dan berhubungan erat dengan keberadaan

vegetasi dan hutan.

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat

berupa pendukung produksi primer. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang dapat

mendukung siklus hara dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan

rendah. Lahan yang berpotensi tinggi mendukung produksi primer di Pulau Sumatera

memiliki luasan sebesar 23.283.437,06 hektar atau sekitar 49,09% dari keseluruhan

lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang sebagai

pendukungproduksi primer memiliki luasan sebesar 10.463.629,40 hektar atau sekitar

22,06% Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar

Page 107: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-43

13.680.109,24 hektar atau sebesar 28,84% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau

Sumatera.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi mendukung produksi primer

terletak pada ekoregion Dataran Aluvial dan Dataran Fluvio Gunung Api. Kedua

ekoregion tersebut merupakan wilayah yang tutupan lahannya didominasi oleh vegetasi.

Vegetasi ini dapat berupa hutan, tanaman pertanian, dan sebagainya. Keberadaan

berbagai jenis vegetasi merupakan sumber bagi pendukung produksi primer, yakni

berupa oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tumbuhan. Sebagian besar lahan

yang memiliki potensi rendah mendukung produksi primer terletak pada Pegunungan

dan Perbukitan Denudasional.

Tabel 4.25 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pendukung Biodiversitas

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 316.554,65 7,97 3.193.914,22 80,40 461.941,57 11,63 Dataran Fluvio Gunungapi 251.969,53 9,68 955.170,98 36,70 1.395.503,83 53,62 Dataran Fluviomarin 156.006,17 9,13 1.105.702,08 64,68 447.690,62 26,19 Dataran Kaki Gunungapi 443.864,36 12,91 2.856.296,18 83,09 137.306,38 3,99 Kaki Gunungapi 67.214,69 3,38 955.781,04 48,02 967.526,72 48,61 Kerucut dan Lereng Gunungapi 39.757,81 2,27 734.273,63 41,98 975.091,61 55,75

Lahan Gambut (Peat Land) 4.714.036,68 63,19 2,645.068,62 35,46 100.503,37 1,35 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

2.213.158,85 30,69 3.982.239,91 55,22 1.015.737,47 14,09

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 611.111,01 47,91 502.487,22 39,40 161.864,83 12,69

Pegunungan Denudasional 814.026,38 46,26 615.641,54 34,99 330.023,46 18,75 Pegunungan Lipatan 1.386.152,44 22,94 178,821,33 2,96 4.476.529,13 74,10 Pegunungan Patahan 613.241,34 23,17 165.249,42 6,24 1.867.856,99 70,58 Perbukitan Denudasional 50.948,91 62,27 10.698,53 13,08 20.172,30 24,65 Perbukitan Lipatan 1.563.888,76 48,58 560.735,13 17,42 1.094.380,63 34,00 Perbukitan Patahan 594.197,49 42,00 37.263,39 2,63 783.143,58 55,36 Pesisir (Coast) 32.607,36 4,67 210.356,01 30,15 454.737,12 65,18 Tubuh Air 2.593,67 1,63 17.799,29 11,21 138.337,47 87,15

Total 13.871.330,09 29,25 18.727.498,53 39,49 14.828.347,08 31,27

Seiring semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka meningkat pula

kebutuhan sumberdaya alam hayati yang berakibat pada menurunnya sumberdaya alam

hayati tersebut apabila tidak dikelola secara lestari atau dikenal dengan degradasi

sumberdaya alam dan lingkungan. Oleh karena itu, tuntutan terhadap pengelolaan

sumberdaya alam hayati secara berkelanjutan menjadi prioritas. Mengingat, kebutuhan

akan sumberdaya alam hayati sangat tergantung pada kondisi suatu wilayah, maka

Page 108: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-44

dalam pelaksanaan pengelolaannya diperlukan pemahaman terhadap nilai

kenakeragaman hayati sebagai sumberdaya alam hayati sesuai dengan wilayahnya. Nilai

keanekaragaman hayati mencakup tingkat keragamanan dan kelimpahan, sehingga dapat

menjadi acuan dalam pengelolaan kawasan untuk mendukung konservasi

keanekaragaman hayati yang ada di dalam wilayah kelola suatu unit pengelolaan atau

unit usaha.Ekosistem telah memberikan jasa keanekaragaman hayati (biodiversity) di

antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk diantaranya, daratan, lautan dan

ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari

keanekaragamannya; mencakup keanekaragaman di dalam spesies, antara spesies dan

ekosistem yang menjadi habitat perkembangbiakan flora fauna. Semakin tinggi karakter

biodiversitas maka semakin tinggi fungsi dukungan ekosistem terhadap perikehidupan.

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat

berupa pendukung biodiversitas. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang dapat

mendukung biodiversitas dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan

rendah. Lahan yang berpotensi tinggi mendukung biodiversitas di Pulau Sumatera

memiliki luasan sebesar 14.828.347,08 hektar atau sekitar 31,27% dari keseluruhan

lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang sebagai

pendukung biodiversitas memiliki luasan sebesar 18.727.498,53 hektar atau sekitar

39,49%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar

13.871.330,09 hektar atau sebesar 29,25% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau

Sumatera.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi mendukung biodiversitas

terletak pada ekoregion Pegunungan Lipatan dan Pegunungan Patahan. Kedua

ekoregion ini terbentuk dari asal proses struktural. Kedua pegunungan ini sebagian

besar masih berhutan lebat dan umumnya termasuk kawasan hutan lindung atau hutan

suaka alam. Kedua ekoregion ini juga merupakan tempat hidup berbagai flora dan

fauna, termasuk flora dan fauna langka yang ada di Pulau Sumatera. Sebagian besar

lahan yang memiliki potensi rendah mendukung biodiversitas terletak pada ekoregion

Lahan Gambut dan Perbukitan Denudasional.

Page 109: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-45

2. Profil Distribusi Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem PendukungMenurut Provinsi

Tabel 4.26 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Pembentukan Lapisan Tanah dan Pemeliharaan

Provinsi Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % ACEH 485.531,24 8,54 1.036.472,80 18,23 4.163.587,10 73,23 BENGKULU 147.720,09 7,44 454.388,86 22,88 1.383.566,84 69,68 JAMBI 366.633,37 7,46 1.999.520,67 40,67 2.550.468,08 51,87 KEP. BANGKA BELITUNG 1.344.632,32 81,10 259.336,47 15,64 54.117,25 3,26 KEP. RIAU 208.161,95 27,03 274.826,78 35,68 287.210,54 37,29 LAMPUNG 881.919,20 26,16 473.679,38 14,05 2.016.015,57 59,79 RIAU 449.719,50 5,03 2.642.023,82 29,57 5.841.560,42 65,39 SUMATERA BARAT 758.783,48 18,01 708.431,81 16,81 2.746.727,97 65,18 SUMATERA SELATAN 720.049,92 8,31 2.651.229,94 30,61 5.290.385,71 61,08 SUMATERA UTARA 1.376.003,01 19,03 1.982.259,06 27,42 3.872.212,56 53,55

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi jasa pendukung

pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan pada masing-masing Provinsi yang

terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan

potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh, dimana 73,23% dari wilayahnya

merupakan lahan berpotensi tinggi. Luasan lahan tersebut mencapai 4.163.587,10

hektar. Selanjutnya, Provinsi yang juga memiliki luasan lahan berpotensi tinggi besar

adalah Provinsi Riau dan Sumatera Selatan. Masing-masing luasanya adalah

5.841.560,42 hektar dan 5.290.385,71 hektar. Provinsi Aceh memiliki luasan hutan

yang besar dan masih alami. Hutan menyediakan kondisi alami yang mendukung

pembentuk lapisan tanah dan pemeliharaan kesuburan. Ranting pohon, sampah daun,

atau bangkai binatang menjadi pupuk alami untuk tumbuhan di hutan.Pegunungan dan

perbukitan masih banyak terdapat batuan induk sebagai tersedia bahan untuk pelapukan

batuan.

Page 110: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-4

6

Gam

bar 4

.13

Peta

Day

a D

ukun

g Li

ngku

ngan

Jasa

Eko

sist

em P

endu

kung

Pem

bent

ukan

Lap

isan

Tan

ah d

an P

emel

ihar

aan

Page 111: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-47

Batuan induk diendapkan oleh aliran sungai di wilayah hulu karena mempunyai

bobot yang berat. Curah hujan dan intensitas penyinaran matahari di pegunungan yang

relatif tinggi menjadi faktor pembentukan tanah. Sedangkan Provinsi Riau dan

Sumatera Selatan selain juga memiliki kawasan hutan, kedua Provinsi ini didominasi

oleh ekoregion lahan gambut (peat land). Tanah gambut terbentuk dari timbunan sisa-

sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus

bertambah karena proses dekompisisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi

lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota

pengurai.

Selanjutnya beberapa wilayah juga memiliki presentase lahan berpotensi rendah

yang cukup besar dalam pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan. Provinsi yang

paling besar lahan potensi rendahnya adalah Kep. Bangka Belitung dengan luasan

mencapai 1.344.632,32 hektar. Adanya proses denudasional yang berlanjut

mengakibatkan mineral-mineral primer dalam tanah banyak yang tercuci atau

tertransformasi menjadi mineral sekunder. Tanah pada wilayah ini juga mudah

mengalami longsor saat kejenuhan tinggi, terutama pada daerah-daerah miring.

Tabel 4.27 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Siklus Hara

Provinsi Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % ACEH 1.151.494,25 20,25 1.269.262,58 22,32 3.264.834,31 57,42 BENGKULU 524.635,95 26,42 973.625,38 49,03 487.414,46 24,55 JAMBI 771.343,17 15,69 2.778.242,94 56,51 1.367.036,02 27,80 KEP. BANGKA BELITUNG 1.415.258,86 85,35 212.063,43 12,79 30.763,75 1,86 KEP. RIAU 276.632,46 35,92 361.851,22 46,98 131.715,59 17,10 LAMPUNG 1.008.495,54 29,91 619.355,51 18,37 1.743.763,09 51,72 RIAU 1.443.103,10 16,15 5.084.512,68 56,92 2.405.687,95 26,93 SUMATERA BARAT 1.176.858,05 27,93 1.888.593,45 44,82 1.148.491,76 27,25 SUMATERA SELATAN 1.948.406,58 22,49 3.396.458,43 39,21 3.316.800,56 38,29 SUMATERA UTARA 2.190.999,19 30,30 2.513.821,97 34,77 2.525.653,48 34,93

Page 112: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-4

8

Gam

bar 4

.14

Peta

Day

a D

ukun

g Li

ngku

ngan

Jasa

Eko

sist

em P

endu

kung

Sik

lus H

ara

Page 113: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-49

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi jasa pendukung siklus hara

pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki

presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh dengan

luasan 3.264.834,31 hektar atau sekitar 57,42% dari keseluruhan wilayahnya. Provinsi

lain yang juga memiliki luasan lahan berpotensi besar adalah Provinsi Lampung dan

Provinsi Sumatera Selatan dengan masing masing luasan lahannya adalah 1.743.763,09

hektar (51,72%) dan 3.316.800,56 hektar (38,29%). Siklus hara adalah suatu proses

suplai dan penyerapan dari senyawa kimia yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan

metabolisme. Hara essensial yang dibutuhkan oleh tumbuhan tinggi adalah unsur bahan

anorganik alam. Kebutuhan akan bahan anorganik bagi tumbuhan tinggi (pohon)

membedakannya dengan organisme lainnya seperti manusia, hewan dan beberapa

mikroorganisme yang membutuhkan bahan makanan organik (Mengel et al,. 1987).

Menurut Binkley (1987) bahwa proses siklus hara mencakup proses mikroklimat,

kualitas kimia dari bahan organik, status kimia dari tanah dan aktivitas binatang.

Kawasan hutan yang ada di ketigaProvinsi tersebut merupakan tempat sempurna untuk

siklus hara. Proses fotosintesis di hutan berjalan dengan baik karena kondisi lingkungan

yang masih alami. Vegetasi yang rapat, intensitas penyinaran matahari dan udara yang

relatif bersih menjadi syarat untuk proses fotosintesis. Kandungan klorofil tumbuhan di

hutan yang tinggi karena proses pertumbuhan relatif alami. Siklus hara yang berjalan

dengan baik membuat tanah di kawasan hutan relatif lebih subur. Lahan berpotensi

tinggi juga terdapat di dataran rendah yang dimanfaatkan untuk persawahan.

Selanjutnya, untuk Provinsi yang memiliki luasan lahan berpotensi rendah

adalah Kep. Bangka Belitung yang 85,35% wilayahnya merupakan lahan berpotensi

rendah. Proses denudasional, erosi lereng, dan gerakan massa batuan yang potensial

terjadi menjadi penghambat proses terjadinya siklus hara.

Page 114: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-5

0

Gam

bar 4

.15

Peta

Day

a D

ukun

g Li

ngku

ngan

Jasa

Eko

sist

em P

endu

kung

Pro

duks

i Prim

er

Page 115: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-51

Tabel 4.28 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Produksi Primer

Provinsi Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % ACEH 1.204.900,51 21,19 582.896,35 10,25 3.897.794,28 68,56 BENGKULU 346.104,39 17,43 438.291,18 22,07 1.201.280,22 60,50 JAMBI 1.874.581,44 38,13 889.325,64 18,09 2.152.715,04 43,78 KEP. BANGKA BELITUNG 1.367.471,92 82,47 104.098,94 6,28 186.515,19 11,25 KEP. RIAU 442.967,03 57,51 74.207,67 9,63 253.024,56 32,85 LAMPUNG 1.119.832,86 33,21 1.349.455,71 40,02 902.325,58 26,76 RIAU 1.964.646,84 21,99 1.667.270,45 18,66 5.301.386,44 59,34 SUMATERA BARAT 1.121.522,12 26,61 620.732,45 14,73 2.471.688,69 58,66 SUMATERA SELATAN 1.901.263,59 21,95 3.119.808,78 36,02 3.640.593,20 42,03 SUMATERA UTARA 2.336.818,54 32,32 1.617.542,23 22,37 3.276.113,87 45,31

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi jasa pendukung produksi

primer pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang

memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh

dengan luasan 3.897.794,28 hektar atau mencapai 68.56% dari keseluruhan wilayahnya.

Aceh merupakan salah satu Provinsi yang memiliki kawasan hutan terluas di Pulau

Sumatera. Kawasan hutan lahan rendah, hutan lahan tinggi, serta hutan tanaman di

Provinsi Aceh dengan luasan yang besar berpotensi sangat tinggi untuk menghasilkan

oksigen. Hutan terdiri dari vegetasi yang rapat dan memiliki tajuk yang luas, sehingga

menghasilkan oksigen relatif banyak. Hutan juga menjadi habitat bagi flora fauna

karena kondisi lingkungan yang masih terjaga dan alami. Hal ini mendukung untuk

penyediaan primer bagi kehidupan mahluk hidup termasuk manusia. Sedangkan

Provinsi lain yang juga memiliki luasan lahan berpotensi tinggi yang besar adalah

Provinsi Riau. Luasan lahan berpotensi tinggi di Provinsi ini mencapai 5.301.386,44

hektar. Oksigen tidak hanya dihasilkan oleh kawasan hutan namun juga vegetasi rapat.

Provinsi Riau memiliki lahan gambut yang luas yang juga dimanfaatkan sebagai

perkebunan. Dengan vegetasi tanaman perkebunan yang rapat juga merupakan salah

satu pendukung produksi primer.

Tidak semua Provinsi di Pulau Sumatera didominasi oleh lahan berpotensi tinggi

dalam mendukung produksi primer. Provinsi yang memiliki luasan lahan berpotensi

rendah cukup besar adalah Kep. Bangka Belitung, dimana 82,47% wilayahnya

merupakan lahan berpotensi rendah. Selain itu, meskipun memiliki luasan lahan

berpotensi tinggi dan sedang cukup besar, namun Provinsi Riau, Provinsi Sumatera

Barat, dan Provinsi Lampung juga memiliki luasan lahan berpotensi rendah cukup

Page 116: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-52

besar. Hal ini terutama pada wilayah-wilayah yang jarang vegetasi, yakni perkotaan

yang padat penduduk dan bangunan. Intervensi manusia yang begitu besar membuat

sebagian wilayah di ketiga Provinsi tersebut menjadi rendah dalam mendukung

produksi primer.

Tabel 4.29 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Biodiversitas

Provinsi Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % ACEH 1.223.058,05 21,51 1.259.225,78 22,15 3.203.307,32 56,34 BENGKULU 310.542,76 15,64 854.824,73 43,05 820.308,30 41,31 JAMBI 2.034.594,40 41,38 1.538.328,64 31,29 1.343.699,08 27,33 KEP. BANGKA BELITUNG 768.683,62 46,36 620.892,23 37,45 268.510,19 16,19 KEP. RIAU 310.869,17 40,36 182.734,14 23,73 276.595,96 35,91 LAMPUNG 951.209,02 28,21 1.906.833,00 56,56 513.572,13 15,23 RIAU 2.898.921,41 32,45 4.721.471,57 52,85 1.312.910,75 14,70 SUMATERA BARAT 1.091.144,20 25,89 815.635,93 19,36 2.307.163,13 54,75 SUMATERA SELATAN 2.223.638,75 25,67 4.265.692,85 49,25 2.172.333,97 25,08 SUMATERA UTARA 2.058.668,72 28,47 2.561.859,66 35,43 2.609.946,25 36,10

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi jasa pendukung

biodiversitas pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi

yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi

Aceh dengan presentase 56,34% atau seluas 3.203.307,32 hektar. Sedangkan Provinsi

selanjutnya yang juga memiliki luasan lahan berpotensi tinggi besar adalah Provinsi

Sumatera Barat dengan luasan 2.307.163,13 atau 54,75% dari keseluruhan luas

wilayahnya. Keanekaragamandi antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk

diantaranya, daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks

ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya; mencakup keanekaragaman

di dalam spesies, antara spesies dan ekosistem. Biodiversitas atau keanekaragaman

hayati suatu wilayah tergantung dari kondisi lingkungannya. Baik Provinsi Aceh

Page 117: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-5

3

G

amba

r 4.1

6 Pe

ta D

aya

Duk

ung

Ling

kung

an Ja

sa E

kosi

stem

Pen

duku

ng B

iodi

vers

itas

Page 118: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-54

maupun Provinsi Sumatera Barat merupakan wilayah yang memiliki

pegunungan dan perbukitan dengan kawasan hutan yang luas dan masih terjaga

keasliannya. Hutan merupakan tempat sempurna untuk melestarikan keanekaragaman

hayati. Ekosistem hutan menyediakan situasi dimana flora dan fauna dapat bertahan

hidup dan berkembang biak dengan baik.Hal ini seperti udara yang bersih, ketersediaan

air yang melimpah, zat hara, bahan makanan dan sebagainya. Hal tersebut menyebabkan

beragamnya jenis flora dan fauna di kawasan hutan.

Selain ada Provinsi yang memiliki lahan berpotensi tinggi luas, terdapat pula

Provinsi yang sebagian besar wilayahnya merupakan lahan berpotensi rendah dalam

mendukung biodiversitas atau keanekaragaman hayati. Diantaranya adalah Provinsi

Kep. Bangka Belitung, Provinsi Jambi dan Provinsi Riau. Kep. Bangka Belitung

didominasi oleh ekoregion dataran dan perbukitan denudasional, umumnya tutupan

lahan vegetasi di ekoregion ini tidak dominan. Provinsi Jambi dan Provinsi Riau tutupan

lahannya didominasi oleh vegetasi yang berupa perkebunan dan pertanian. Umumnya

pada wilayah ini vegetasi yang ada berjenis sama, sehingga keragaman baik flora

maupun faunanya tergolong rendah.

3. Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung Menurut

Ekoregion dan Provinsi

Gambar 4.17 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Pendukung

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi

Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi

Kaki Gunungapi Kerucut & Lereng …

Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar … Lembah antar …

Pegunungan Denudasional Pegunungan Lipatan

Pegunungan Patahan Perbukitan Denudasional

Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan

Pesisir (Coast) Tubuh Air

BIODIVERSITAS

PRODUKSI PRIMER

SIKLUS

TANAH

Page 119: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-55

Tabel 4.30 Indeks Jasa Ekosistem Pendukung Menurut Ekoregion

Ekoregion Indeks Daya Dukung Rata

Rata Tanah Siklus Hara

Produksi Primer Biodiversitas

Dataran Aluvial 1,14 0,88 1,01 0,83 0,97 Dataran Fluvio Gunungapi 1,05 0,80 0,84 0,72 0,85 Dataran Fluviomarin 1,06 0,94 0,92 0,82 0,94 Dataran Kaki Gunungapi 1,01 0,76 0,83 0,67 0,82 Kaki Gunungapi 1,19 0,94 0,97 0,84 0,98 Kerucut dan Lereng Gunungapi 1,66 1,39 1,48 1,43 1,49 Lahan Gambut (Peat Land) 1,23 1,00 1,08 1,03 1,08 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) 1,21 0,94 1,09 0,94 1,04 Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 1,15 0,90 0,98 0,86 0,97 Pegunungan Denudasional 1,19 0,97 1,07 1,02 1,06 Pegunungan Lipatan 2,22 1,91 2,10 2,15 2,09 Pegunungan Patahan 2,17 1,85 2,04 2,08 2,04 Perbukitan Denudasional 1,20 1,01 1,14 1,08 1,11 Perbukitan Lipatan 1,50 1,23 1,39 1,34 1,37 Perbukitan Patahan 1,65 1,43 1,69 1,74 1,63 Pesisir (Coast) 1,09 1,32 1,28 1,22 1,23 Tubuh Air 0,49 1,30 1,18 1,42 1,10

Berdasarkan pada tabel diatas dapat diketahui besaran indeks jasa ekosistem

pendukung pada masing-masing ekoregion yang ada di Pulau Sumatera. Nilai indeks

tertinggi pada semua jasa ekosistem pendukung terletak pada ekoregion Pegunungan

Lipatan dan Pegunungan Patahan. Kedua ekoregion ini terbentuk dari asal proses

struktural. Kedua pegunungan ini sebagian besar masih berhutan lebat dan umumnya

termasuk kawasan hutan lindung atau hutan suaka alam. Kedua ekoregion ini juga

merupakan tempat hidup berbagai flora dan fauna, termasuk flora dan fauna langka

yang ada di Pulau Sumatera.

Page 120: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-56

Gambar 4.18 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Pendukung Menurut Provinsi

Tabel 4.31 Indeks Jasa Ekosistem Budaya Menurut Provinsi

Provinsi Indeks Daya Dukung Rata-

Rata Tanah Siklus Hara

Produksi Primer Biodiversitas

ACEH 1,88 1,60 1,75 1,77 1,75 BENGKULU 1,66 1,32 1,48 1,43 1,47 JAMBI 1,39 1,16 1,26 1,20 1,25 KEP. BANGKA BELITUNG 1,12 0,92 1,00 0,93 0,99 KEP. RIAU 1,33 1,18 1,29 1,28 1,27 LAMPUNG 1,00 0,84 0,81 0,74 0,85 RIAU 1,31 1,06 1,25 1,12 1,18 SUMATERA BARAT 1,72 1,46 1,63 1,60 1,60 SUMATERA SELATAN 1,21 0,94 1,00 0,91 1,01 SUMATERA UTARA 1,39 1,16 1,26 1,16 1,24

Bila dilihat dari nilai indeks setiap Provinsi, untuk semua jasa pendukung

terdapat di Provinsi Aceh. Provinsi Aceh kenampakan alamnya didominasi oleh wilayah

pegunungan dan perbukitan. Selain itu, penggunaan lahan dominan di Aceh adalah

berupa hutan. Hutan menyediakan kondisi alami yang mendukung pembentuk lapisan

tanah dan pemeliharaan kesuburan. Ranting pohon, sampah daun, atau bangkai binatang

menjadi pupuk alami untuk tumbuhan di hutan. Pegunungan dan perbukitan masih

banyak terdapat batuan induk sebagai tersedia bahan untuk pelapukan batuan. Batuan

induk diendapkan oleh aliran sungai di wilayah hulu karena mempunyai bobot yang

berat. Curah hujan dan intensitas penyinaran matahari di pegunungan yang relatif tinggi

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00

ACEH

BENGKULU

JAMBI

KEP. BANGKA BELITUNG

KEP. RIAU

LAMPUNG

RIAU

SUMATERA BARAT

SUMATERA SELATAN

SUMATERA UTARA

Biodiversitas

Produksi Primer

Siklus Hara

Tanah

Page 121: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-57

menjadi faktor pembentukan tanah. Hutan juga merupakan tempat hidup berbagai flora

dan fauna, termasuk flora dan fauna langka yang ada di Pulau Sumatera.

4.4 Profil Daya Tampung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan

1. Profil Distribusi Daya Tampung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan

Menurut EkoregionTabel 4.32 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 1.126.900,58 28,37 1.143.018,00 28,77 1.702.491,86 42,86 Dataran Fluvio Gunungapi 806.194,31 30,98 1.331.349,82 51,15 465.100,20 17,87 Dataran Fluviomarin 1.156.484,27 67,65 342.540,76 20,04 210.373,83 12,31 Dataran Kaki Gunungapi 1.500.541,10 43,65 1.150.516,98 33,47 786.408,84 22,88 Kaki Gunungapi 67.381,02 3,39 1.304.988,26 65,56 618.153,17 31,05 Kerucut dan Lereng Gunungapi 39.757,81 2,27 3,94 0,00 1.709.361,30 97,73

Lahan Gambut (Peat Land) 1.505.446,04 20,18 2.443.937,32 32,76 3.510.225,31 47,06 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

4.446.937,15 61,67 1.960.037,03 27,18 804.162,05 11,15

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban)

1.030.663,70 80,81 110.811,44 8,69 133.987,91 10,51

Pegunungan Denudasional 162.912,66 9,26 659.067,38 37,45 937.711,34 53,29 Pegunungan Lipatan 80.547,59 1,33 759.655,75 12,57 5.201.299,55 86,09 Pegunungan Patahan 12.321,11 0,47 352.505,38 13,32 2.281.521,27 86,21 Perbukitan Denudasional 29.256,23 35,76 32.490,20 39,71 20.073,32 24,53 Perbukitan Lipatan 1.564.481,77 48,60 561.547,52 17,44 1.092.975,24 33,95 Perbukitan Patahan 349.555,17 24,71 282.761,16 19,99 782.288,13 55,30 Pesisir (Coast) 145.717,04 20,89 208.926,21 29,94 343.057,24 49,17 Tubuh Air 19.065,94 12,01 139.403,79 87,82 260,71 0,16

Total 14.044.163,46 29,61 12.783.560,96 26,95 20.599.451,28 43,43

Secara alamiah ekosistem mampu memberikan jasa ekosistem berupa jasa

pengaturan iklim mikro, yang meliputi pengaturan suhu, kelembaban dan hujan, angin,

pengendalian gas rumah kaca, dan penyerapan karbon. Fungsi pengaturan iklim

dipengaruhi oleh keberadaan faktor biotik khususnya vegetasi, serta letak dan faktor

fisiografis seperti ketinggian tempat dan bentuk lahan. Kawasan dengan kepadatan

vegetasi yang rapat dan letak ketinggian yang besar seperti pegunungan akan memiliki

sistem pengaturan iklim yang lebih baik yang bermanfaat langsung pada pengurangan

emisi karbondiokasida dan efek rumah kaca serta menurunkan dampak pemanasan

global seperti peningkataan permukaan laut dan perubahan iklim ekstrim dan

gelombang panas.

Page 122: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-58

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat

berupa pengaturan iklim maupun tidak. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang

mampu melakukan pengaturan iklim dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi,

sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam pengaturan iklim di Pulau

Sumatera memiliki luasan sebesar 20.599.451,28 hektar atau sekitar 43,43% dari

keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi

sedang dalam pengaturan iklim memiliki luasan sebesar 12.783.560,96 hektar atau

sekitar 26,95%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar

14.044.163,46 hektar atau sebesar 29,61% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau

Sumatera.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi dalam pengaturan iklim

terletak pada ekoregion Kerucut dan Lereng Gunung Api, Pegunungan Patahan, dan

Pegunungan Lipatan. Ketiga ekoregion tersebut didominasi oleh penggunaan lahan

hutan, yang juga merupakan penghasil oksigen. Penggunaan lahan dan ketinggian

tempat menyebabkan udara di pegunungan dan perbukitan lebih sejuk dan relatif bersih.

Hutan juga menjadi penyaring alami polusi udara yang dihasilkan oleh kegiatan

manusia. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah dalam pengaturan iklim

terletak di Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) dan dataran

Fluviomarin.

Tabel 4.33 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Aliran Air dan Banjir

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 138.442,84 3,49 0,00 0,00 3.833.967,60 96,51 Dataran Fluvio Gunungapi 216.347,13 8,31 0,00 0,00 2.386.297,21 91,69 Dataran Fluviomarin 126.896,46 7,42 19.363,86 1,13 1.563.138,54 91,44 Dataran Kaki Gunungapi 345.277,50 10,04 0,00 0,00 3.092.189,41 89,96 Kaki Gunungapi 61.720,07 3,10 5.494,62 0,28 1.923.307,76 96,62 Kerucut dan Lereng Gunungapi 20.641,51 1,18 0,00 0,00 1.728.481,54 98,82 Lahan Gambut (Peat Land) 428.560,01 5,75 166.030,49 2,23 6.865.018,17 92,03 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) 377.660,73 5,24 3.948.577,59 54,76 2.884.897,91 40,01

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 68.778,43 5,39 843.567,20 66,14 363.117,42 28,47

Pegunungan Denudasional 563.701,37 32,03 741.680,41 42,15 454.309,60 25,82 Pegunungan Lipatan 80.547,59 1,33 1.386.359,69 22,95 4.574.595,62 75,72 Pegunungan Patahan 12.321,11 0,47 754.250,82 28,50 1.879.775,84 71,03 Perbukitan Denudasional 29.157,24 35,64 30.203,42 36,91 22.459,09 27,45 Perbukitan Lipatan 91.877,07 2,85 1.683.887,98 52,31 1.443.239,47 44,83 Perbukitan Patahan 23.328,10 1,65 516.847,37 36,54 874.428,99 61,81

Page 123: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-59

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Pesisir (Coast) 31.528,63 4,52 64.162,44 9,20 602.009,42 86,28 Tubuh Air 1.433,26 0,90 1.160,41 0,73 156.136,76 98,37

Total 2.618.219,05 5,52 10.161.586,30 21,43 34.647.370,35 73,05

Pengaturan tata air dengan siklus hidrologi sangat dipengaruhi oleh keberadaan

tutupan lahan dan fisiografi suatu kawasan. Siklus hidrologi yang terjadi di biosfer dan

litosfer, yaitu ekosistem air yang meliputi aliran permukaan,ekosistem air tawar, dan

ekosistem air laut. Siklus hidrologi yang normal akan berdampak pada pengaturan tata

air yang baik untuk berbagai macam kepentingan seperti penyimpanan air, pengendalian

banjir, dan pemeliharaan ketersediaan air.

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat

berupa pengaturan tata air dengan baik maupun tidak. Secara umum di Pulau Sumatera

lahan yang mampu melakukan pengaturan tata air dapat dibagi menjadi lahan berpotensi

tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam pengaturan tata air di

Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 34.647.370,35 hektar atau sekitar 73,05% dari

keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi

sedang dalam pengaturan tata air memiliki luasan sebesar 10.161.586,30 hektar atau

sekitar 21,43% Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar

2.618.219,05 hektar atau sebesar 5,52% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau

Sumatera.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi dalam pengaturan tata air

terletak pada ekoregion Kerucut dan lereng Gunung Api, Kaki Gunung Api, dan

Dataran Aluvial. Ketiga ekoregion tersebut merupakan wilayah yang didominasi oleh

tutupan lahan berupa vegetasi yang cukup luas. Kawasan yang penggunaan lahannya

didominasi hutan mempunyai potensi tinggi untuk menyerap air. Vegetasi di kawasan

hutan mampu menampung air hujan dan mengalirkanya dalam tanah, sehingga menjadi

cadangan air tanah. Semakin tinggi kerapatan vegetasi maka air hujan yang dapat

ditangkap semakin banyak. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah dalam

pengaturan tata air terletak pada pegunungan dan perbukitan Denudasional.

Page 124: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-60

Tabel 4.34 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan dari Bencana

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 121.163,57 3,05 1.020.619,96 25,69 2.830.626,91 71,26 Dataran Fluvio Gunungapi 251.969,53 9,68 824.405,00 31,68 1.526.269,81 58,64 Dataran Fluviomarin 584.047,09 34,17 714.188,38 41,78 411.163,40 24,05 Dataran Kaki Gunungapi 452.053,96 13,15 1.639.645,37 47,70 1.345.767,58 39,15 Kaki Gunungapi 67.214,69 3,38 1.141.878,35 57,37 781.429,41 39,26 Kerucut dan Lereng Gunungapi 19.151,04 1,09 584.254,19 33,40 1.145.717,81 65,50 Lahan Gambut (Peat Land) 1.562.435,76 20,95 3.989.292,64 53,48 1.907.880,27 25,58 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) 2.373.799,77 32,92 3.932.051,24 54,53 905.285,21 12,55

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 611.219,39 47,92 504.221,14 39,53 160.022,52 12,55

Pegunungan Denudasional 1.283.801,36 72,96 148.685,77 8,45 327.204,25 18,59 Pegunungan Lipatan 1.564.612,36 25,90 1.419,48 0,02 4.475.471,05 74,08 Pegunungan Patahan 778.672,19 29,42 1.628.885,48 61,55 238.790,09 9,02 Perbukitan Denudasional 61.615,46 75,31 16.106,77 19,69 4.097,52 5,01 Perbukitan Lipatan 2.121.950,34 65,92 503.191,62 15,63 593.862,57 18,45 Perbukitan Patahan 632.316,33 44,70 764.652,98 54,05 17.635,15 1,25 Pesisir (Coast) 95.691,07 13,72 337.905,56 48,43 264.103,87 37,85 Tubuh Air 9.140,51 5,76 11.268,19 7,10 138.321,74 87,14

Total 12.590.854,43 26,55 17.762.672,12 37,45 17.073.649,16 36,00

Ekosistem mengandung unsur pengaturan pada infrastruktur alamuntuk

pencegahan dan perlindungan dari beberapa tipe bencana khususnya bencana alam.

Tempat-tempat yang memiliki liputan vegetasi yang rapat dapat mencegah areanya dari

bencana erosi, longsor, abrasi, dan tsunami. Selain itu bentuk lahan secara spesifik

berdampak langsung terhadap sumber bencana, sebagai contoh bencana erosi dan

longsor umumnya terjadi pada bentuk lahan struktural dan denudasional dengan

morfologi perbukitan.

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat

berupa pencegahan dan perlindungan dari bencana dengan baik maupun tidak. Secara

umum di Pulau Sumatera lahan yang mampu melakukan pencegahan dan perlindungan

dari bencana dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan

yang berpotensi tinggi dalam pencegahan dan perlindungan dari bencana di Pulau

Sumatera memiliki luasan sebesar 17.073.649,16 hektar atau sekitar 36% dari

keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi

sedang dalam pencegahan dan perlindungan dari bencana memiliki luasan sebesar

17.762.672,12 hektar atau sekitar 37,45%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi

Page 125: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-61

rendah memiliki luasan sebesar 12.590.854,43 hektar atau sebesar 26,55% dari

keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi dalam pencegahan dan

perlindungan dari bencana terletak pada ekoregion Pegunungan Lipatan. Pegunungan

Lipatan sebagian besar wilayahnya masih berupa hutan dengan tutupan vegetasi yang

lebat. Hal ini membuat wilayah ini mampu mencegah terjadinya bencana seperti tanah

longsor dan erosi. Meskipun begitu upaya untuk menjaga kawasan ini agar tidak rusak

harus terus dilakukan terutama dari bahaya penebangan hutan dan pembakaran hutan.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah dalam pencegahan dan

perlindungan dari bencana terletak pada Pegunungan dan Perbukitan Denudasional.

Tabel 4.35 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Pemurnian Air

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 259.563,04 6,53 1.861.752,13 46,87 1.851.095,27 46,60 Dataran Fluvio Gunungapi 251.969,53 9,68 1.266.645,45 48,67 1.084.029,36 41,65 Dataran Fluviomarin 1.153.736,39 67,49 316.122,83 18,49 239.539,65 14,01 Dataran Kaki Gunungapi 345.277,50 10,04 82.328,74 2,40 3.009.860,67 87,56 Kaki Gunungapi 61.720,07 3,10 5.494,62 0,28 1.923.307,76 96,62 Kerucut dan Lereng Gunungapi 940.226,44 53,75 105.551,05 6,03 703.345,55 40,21 Lahan Gambut (Peat Land) 5.551.728,41 74,42 1.907.880,27 25,58 0,00 0,00 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) 415.299,11 5,76 5.778.418,30 80,13 1.017.418,82 14,11 Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 68.778,43 5,39 1.044.819,80 81,92 161.864,83 12,69 Pegunungan Denudasional 1.134.302,89 64,46 289.749,52 16,47 335.638,96 19,07 Pegunungan Lipatan 80.547,59 1,33 1.385.998,28 22,94 4.574.957,02 75,73 Pegunungan Patahan 12.321,11 0,47 754.074,88 28,49 1.879.951,78 71,04 Perbukitan Denudasional 50.948,91 62,27 10.567,57 12,92 20.303,27 24,81 Perbukitan Lipatan 91.877,07 2,85 1.777.426,02 55,22 1.349.701,43 41,93 Perbukitan Patahan 23.328,10 1,65 516.847,37 36,54 874.428,99 61,81 Pesisir (Coast) 33.214,03 4,76 350.815,52 50,28 313.670,95 44,96 Tubuh Air 2.593,67 1,63 0,00 0,00 156.136,76 98,37

Total 10.477.432,29 22,09 17.454.492,34 36,80 19.495.251,08 41,11

Suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-komponen yang saling

berintegrasi, sehingga membentuk suatu kesatuan (Asdak, 1995). Apabila salah satu

komponen terganggu, maka hal ini akan mempengaruhi komponen lain yang ada pada

ekosistem tersebut. Pencemar yang masuk ke suatu ekosistem perairan dapat

dibersihkan secara alami oleh ekosistem itu sendiri. Hal ini dapat terjadi karena

pengaruh organisme dan tanaman air yang hidup dan berkembang di ekosistem tersebut.

Page 126: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-62

Namun,kemampuan pemurnian air secara alami (self purification) memerlukan waktu

dan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya beban pencemar dan teknik pemulihan alam

khususnya aktivitas bakteri alam dalam merombak bahan organik, sehingga kapasitas

ekosistem perairan atau badan air dalam mengencerkan, mengurai dan menyerap

pencemar meningkat.

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat

berupa pemurnian air dengan baik maupun tidak. Secara umum di Pulau Sumatera lahan

yang mampu melakukan pemurnian air dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi,

sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam pemurnian air di Pulau

Sumatera memiliki luasan sebesar 19.495.251,08 hektar atau sekitar 41,11% dari

keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi

sedang dalam pemurnian air memiliki luasan sebesar 17.454.492,34 hektar atau sekitar

36,80%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar

10.477.432,29 hektar atau sebesar 22,09% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau

Sumatera.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi dalam pemurnian air terletak

pada ekoregion Kaki Gunung dan Dataran Kaki Gunung. Kawasan hutan yang

mendominasi ekoregion tersebut merupakan kawasan yang masih alami karena belum

banyak diintervensi oleh kegiatan manusia. Air permukaan di hutan masih relatif bersih

karena belum banyak pencemaran, sehingga banyak dimanfaatkan sebagai sumber air.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah dalam pemurnian air terletak pada

Lahan Gambut dan Dataran Fluviomarin.

Tabel 4.36 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Pengolahan dan Penguraian Limbah

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 138.442,84 3,49 121.120,20 3,05 3.712.847,40 93,47 Dataran Fluvio Gunungapi 216.347,13 8,31 35.622,40 1,37 2.350.674,81 90,32 Dataran Fluviomarin 126.896,46 7,42 418.982,91 24,51 1.163.519,49 68,07 Dataran Kaki Gunungapi 345.277,50 10,04 82.328,74 2,40 3.009.860,67 87,56 Kaki Gunungapi 67.214,69 3,38 1.509.848,66 75,85 413.459,09 20,77 Kerucut dan Lereng Gunungapi 1.732.629,23 99,06 685,10 0,04 15.808,71 0,90

Lahan Gambut (Peat Land) 4.727.937,31 63,38 2.630.481,05 35,26 101.190,31 1,36 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

4.226.651,52 58,61 2.762.662,71 38,31 221.822,00 3,08

Lembah antar Perbukitan/ 68.778,43 5,39 1.065.917,02 83,57 140.767,60 11,04

Page 127: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-63

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional 1.518.670,84 86,30 201.287,14 11,44 39.733,40 2,26 Pegunungan Lipatan 5.968.924,52 98,80 70.892,76 1,17 1.685,62 0,03 Pegunungan Patahan 2.382.201,35 90,02 263.529,82 9,96 616,59 0,02 Perbukitan Denudasional 71.037,55 86,82 4.143,38 5,06 6.638,82 8,11 Perbukitan Lipatan 2.518.821,37 78,25 681.024,74 21,16 19.158,41 0,60 Perbukitan Patahan 545.070,27 38,53 777.786,12 54,98 91.748,07 6,49 Pesisir (Coast) 32.607,36 4,67 192.040,66 27,52 473.052,47 67,80 Tubuh Air 1.433,26 0,90 2.536,41 1,60 154.760,76 97,50

Total 24.688.941,63 52,06 10.820.889,84 22,82 11.917.344,23 25,13

Alam menyediakan berbagai macam mikroba (aerob) yang mampu menguraikan

zat organik yang terdapat dalam limbah dan sampah menjadi zat anorganik yang stabil

dan tidak memberikan dampak pencemaran bagi lingkungan. Mikroba aerob yang

disediakan ekosistem dan berperan dalam proses menetralisir, mengurai, dan menyerap

limbah dan sampah diantaranya bakteri, jamur, protozoa, dan ganggang.

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat

berupa pengolahan dan penguraian limbah dengan baik maupun tidak. Secara umum di

Pulau Sumatera lahan yang mampu melakukan pengolahan dan penguraian limbah

dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang

berpotensi tinggi dalam pengolahan dan penguraian limbah di Pulau Sumatera memiliki

luasan sebesar 11.917.344,23 hektar atau sekitar 25,13% dari keseluruhan lahan yang

terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang dalam pengolahan dan

penguraian limbah memiliki luasan sebesar 10.820.889,84 hektar atau sekitar 22,82%

Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 24.688.941,63

hektar atau sebesar 52,06% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi dalam pengolahan dan

penguraian limbah terletak pada ekoregion Dataran Aluvial dan Dataran Fluvio Gunung

Api. Kedua Ekoregion ini didominasi oleh kawasan hutan, sehingga kegiatan manusia

masih terbatas. Jenis limbah di hutan adalah bangkai, ranting atau sisa organisme lain,

sehingga alam masih mampu menguraikan. Hasil penguraian sampah sisa organisme

dapat dimanfaatkan menjadi pupuk kompos untuk tumbuhan di hutan. Sebagian besar

lahan yang memiliki potensi rendah dalam pengolahan dan penguraian limbah terletak

pada Kerucut dan Lereng Gunung Api, Pegunungan Lipatan, dan Pegunungan Patahan.

Page 128: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-64

Tabel 4.37 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 1.940.212,88 48,84 1.716.462,06 43,21 315.735,49 7,95 Dataran Fluvio Gunungapi 973.310,80 37,40 1.621.717,15 62,31 7.616,39 0,29 Dataran Fluviomarin 815.821,50 47,73 683.203,53 39,97 210.373,83 12,31 Dataran Kaki Gunungapi 429.520,57 12,50 2.221.537,50 64,63 786.408,84 22,88 Kaki Gunungapi 67.245,23 3,38 1.101.060,92 55,32 822.216,30 41,31 Kerucut dan Lereng Gunungapi 39.761,74 2,27 750.479,91 42,91 958.881,39 54,82

Lahan Gambut (Peat Land) 2.087.896,10 27,99 3.510.441,08 47,06 1.861.271,49 24,95 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

3.428.951,70 47,55 2.878.580,67 39,92 903.603,86 12,53

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 776.300,43 60,86 342.725,18 26,87 156.437,45 12,27

Pegunungan Denudasional 1.432.487,13 81,41 327.204,25 18,59 0,00 0,00 Pegunungan Lipatan 80.654,20 1,34 1.238.356,43 20,50 4.722.492,27 78,17 Pegunungan Patahan 12.321,11 0,47 576.685,73 21,79 2.057.340,93 77,74 Perbukitan Denudasional 61.746,43 75,47 20.073,32 24,53 0,00 0,00 Perbukitan Lipatan 573.621,48 17,82 1.552.407,81 48,23 1.092.975,24 33,95 Perbukitan Patahan 195.142,18 13,79 437.174,15 30,90 782.288,13 55,30 Pesisir (Coast) 121.448,78 17,41 259.727,27 37,23 316.524,44 45,37 Tubuh Air 158.469,73 99,84 0,00 0,00 260,71 0,16

Total 13.194.912,00 27,82 19.237.836,96 40,56 14.994.426,74 31,62

Kualitas udara yang baik merupakan salahsatu manfaat yang diberikan oleh

ekosistem. Kualitas udarasangat dipengaruhi oleh interaksi antar berbagai polutan yang

diemisikan ke udara dengan faktor-faktor meteorologis (angin, suhu, hujan,dan sinar

matahari), serta pemanfaatan ruang di permukaan bumi. Semakin tinggi intensitas

pemanfaatan ruang, semakin dinamis kualitas udara. Jasa pemeliharaan kualitas udara

pada kawasan bervegetasi dan pada daerah bertopografi tinggi umumnya lebih baik

dibanding dengan daerah nonvegetasi.

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat

berupa pemeliharaan kualitas udara dengan baik maupun tidak. Secara umum, di Pulau

Sumatera lahan yang mampu melakukan pengolahan dan penguraian limbah dapat

dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi

tinggi dalam pemeliharaan kualitas udara di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar

14.994.426,74 hektar atau sekitar 31,62% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau

Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang dalam pemeliharaan kualitas udara

memiliki luasan sebesar 19.237.836,96 hektar atau sekitar 40,56% Sedangkan lahan

Page 129: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-65

yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 3.194.912,00 atau sebesar

27,82% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi dalam pemeliharaan kualitas

udara terletak pada ekoregion Pegunungan Lipatan dan Pegunungan Patahan. Kedua

ekoregion ini didominasi oleh penggunaan lahan berupa hutan. Tutupan vegetasi pada

dua ekoregion tersebut juga rapat. Selain itu, curah hujan di kawasan tersebut cukup

tinggi dan penyinaran matahari berlangsung intensif. Hal ini membuat proses

fotosintesis dapat berjalan dengan baik dan membuat udara lebih sejuk. Sebagian besar

lahan yang memiliki potensi rendah dalam pemeliharaan kualitas udara terletak pada

Pegunungan dan Perbukitan Denudasional.

Tabel 4.38 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Penyerbukan Alami

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 305.360,95 7,69 3.021.608,29 76,06 645.441,20 16,25 Dataran Fluvio Gunungapi 288.938,01 11,10 16.473,66 0,63 2.297.232,66 88,27 Dataran Fluviomarin 286.658,01 16,77 1.212.367,02 70,92 210.373,83 12,31 Dataran Kaki Gunungapi 432.858,15 12,59 2.963.470,22 86,21 41.138,55 1,20 Kaki Gunungapi 67.587,78 3,40 0,00 0,00 1.922.934,67 96,60 Kerucut dan Lereng Gunungapi 686.514,85 39,25 375.083,57 21,44 687.524,62 39,31

Lahan Gambut (Peat Land) 5.598.337,19 75,05 1.861.271,49 24,95 0,00 0,00 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

2.303.164,15 31,94 4.103.810,03 56,91 804.162,05 11,15

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 618.910,93 48,52 522.564,21 40,97 133.987,91 10,51

Pegunungan Denudasional 727.754,79 41,36 788.154,72 44,79 243.781,88 13,85 Pegunungan Lipatan 82.407,32 1,36 1.484.198,86 24,57 4.474.896,72 74,07 Pegunungan Patahan 12.854,41 0,49 765.994,06 28,95 1.867.499,29 70,57 Perbukitan Denudasional 61.746,43 75,47 20.073,32 24,53 0,00 0,00 Perbukitan Lipatan 2.126.029,29 66,05 1.092.975,24 33,95 0,00 0,00 Perbukitan Patahan 632.316,33 44,70 782.288,13 55,30 0,00 0,00 Pesisir (Coast) 295.605,71 42,37 397.721,86 57,00 4.372,93 0,63 Tubuh Air 158.730,44 100,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Total 14.685.774,74 30,96 19.408.054,66 40,92 13.333.346,30 28,11

Ekosistem menyediakan jasa pengaturan penyerbukan alami khususnya lewat

tersedianya habitat spesies yang dapat membantu proses penyerbukan alami. Habitat

alami seperti hutan dan areal bervegetasi umumnya menyediakan media spesies

pengatur penyerbukan yang lebih melimpah. Penyerbukan alami adalah proses

penyerbukan (berpindahnya serbuk sari dari kepala sari ke kepala putik) yang secara

Page 130: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-66

khusus terjadi pada bunga yang sama atau antar bunga yang berbeda tetapi dalam satu

tanaman atau di antara bunga pada klon tanaman yang sama.

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat

berupa pengatur penyerbukan alami dengan baik maupun tidak. Secara umum, di Pulau

Sumatera lahan yang mampu melakukan pengatur penyerbukan alami dapat dibagi

menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi

dalam pengatur penyerbukan alami di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar

13.333.346,30 hektar atau sekitar 28,11% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau

Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang dalam pengatur penyerbukan alami

memiliki luasan sebesar 19.408.054,66 hektar atau sekitar 40,92% Sedangkan lahan

yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 14.685.774,74 hektar atau

sebesar 30,96% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi dalam pengatur penyerbukan

alami terletak pada ekoregion Kaki Gunung Api dan Dataran Fluvio Gunung Api.Kedua

ekoregion yang didominasi kawasan hutan, mempunyai potensi tinggi untuk mengatur

penyerbukan. Hutan merupakan tempat yang “sempurna” untuk kegiatan alami seperti

penyerbukan. Keseimbangan ekosistem yang masih terjaga membuat

organisme/tumbuhan dapat melakukan proses penyerbukan. Pada ekosistem yang masih

alami akan terjadi proses timbal balik antara organisme, salah satunya adalah proses

penyerbukan. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah dalam pengatur

penyerbukan alami terletak pada Perbukitan Denudasional dan Lahan Gambut.

Tabel 4.39 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Pengendalian Hama dan Penyakit

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 138.442,84 3,49 165.251,76 4,16 3.668.715,84 92,35 Dataran Fluvio Gunungapi 251.969,53 9,68 36.968,48 1,42 2.313.706,32 88,90 Dataran Fluviomarin 146.260,32 8,56 123.867,66 7,25 1.439.270,88 84,20 Dataran Kaki Gunungapi 427.606,24 12,44 5.251,91 0,15 3.004.608,77 87,41 Kaki Gunungapi 67.448,77 3,39 1.431.043,34 71,89 492.030,34 24,72 Kerucut dan Lereng Gunungapi 1.061.598,42 60,69 687.524,62 39,31 0,00 0,00 Lahan Gambut (Peat Land) 516.663,29 6,93 2.589.302,77 34,71 4.353.642,62 58,36 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) 391.043,38 5,42 3.957.660,52 54,88 2.862.432,33 39,69 Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 72.422,33 5,68 701.001,82 54,96 502.038,90 39,36

Page 131: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-67

Ekoregion Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % Pegunungan Denudasional 1.432.487,13 81,41 327.204,25 18,59 0,00 0,00 Pegunungan Lipatan 1.566.031,84 25,92 4.475.471,05 74,08 0,00 0,00 Pegunungan Patahan 778.848,13 29,43 1.867.499,63 70,57 0,00 0,00 Perbukitan Denudasional 61.746,43 75,47 20.073,32 24,53 0,00 0,00 Perbukitan Lipatan 1.875.182,33 58,25 250.846,95 7,79 1.092.975,24 33,95 Perbukitan Patahan 627.198,03 44,34 5.118,30 0,36 782.288,13 55,30 Pesisir (Coast) 145.731,92 20,89 185.877,05 26,64 366.091,52 52,47 Tubuh Air 158.380,94 99,78 88,79 0,06 260,71 0,16

Total 9.719.061,86 20,49 16.830.052,24 35,49 20.878.061,60 44,02

Pengendalian hama adalah pengaturan makhluk-makhluk atau organisme

pengganggu yang disebut hama karena dianggap mengganggu kesehatan manusia,

ekologi, atau ekonomi. Hama dan penyakit merupakan ancaman biotis yang dapat

mengurangi hasil dan bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Ekosistem secara alami

menyediakan sistem pengendalian hama dan penyakit melalui keberadaan habitat

spesies trigger dan pengendali hama dan penyakit.

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat

berupa pengatur pengendalian hama dan penyakit dengan baik maupun tidak. Secara

umum, di Pulau Sumatera lahan yang mampu melakukan pengatur pengendalian hama

dan penyakit dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan

yang berpotensi tinggi dalam pengatur pengendalian hama dan penyakit di Pulau

Sumatera memiliki luasan sebesar 20.878.061,60 hektar atau sekitar 44,02% dari

keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi

sedang dalam pengatur pengendalian hama dan penyakit memiliki luasan sebesar

16.830.052,24 hektar atau sekitar 35,49% Sedangkan lahan yang memiliki potensi

rendah memiliki luasan sebesar 9.719.061,86 hektar atau sebesar 20,49% dari

keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera.

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi dalam pengatur pengendalian

hama dan penyakit terletak pada ekoregion Dataran Fluvial, Dataran Fluvio Gunung

Api, dan Dataran Kaki Gunung Api. Pada Ekoregian yang dominasi penggunaan

lahannya masih berupa hutan mempunyai kondisi yang relatif alami. Ekosistem di hutan

relatif masih terjaga, sehingga siklus rantai makanan masih seimbang. Hama yang

mengganggu akan dimangsa oleh predator alami mereka, sehingga terjadi keseimbangan

alam. Benalu atau gulma yang mengganggu pada tumbuhan akan dilawan oleh

tumbuhan tersebut dengan cara tertentu. Perlawanan terhadap hama dan penyakit secara

Page 132: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-68

alami bisa dilakukan karena ekosistem masih terjaga. Sebagian besar lahan yang

memiliki potensi rendah dalam pengatur pengendalian hama dan penyakit terletak pada

Pegunungan dan Perbukitan Denudasional

2. Profil Distribusi Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem PengaturanMenurut Provinsi

Tabel 4.40 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim

Provinsi Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % ACEH 1.321.165,61 23,24 682.023,66 12,00 3.682.401,87 64,77 BENGKULU 427.538,71 21,53 563.931,65 28,40 994.205,43 50,07 JAMBI 2.261.065,26 45,99 891.560,51 18,13 1.763.996,35 35,88 KEP. BANGKA BELITUNG 191.570,61 11,55 642.727,01 38,76 823.788,41 49,68 KEP. RIAU 360.852,08 46,85 176.339,20 22,90 233.007,98 30,25 LAMPUNG 1.765.760,61 52,37 894.749,03 26,54 711.104,50 21,09 RIAU 2.203.362,16 24,66 2.243.228,88 25,11 4.486.712,69 50,22 SUMATERA BARAT 755.111,01 17,92 911.599,95 21,63 2.547.232,30 60,45 SUMATERA SELATAN 2.645.482,44 30,54 3.976.938,51 45,91 2.039.244,62 23,54 SUMATERA UTARA 2.112.254,96 29,21 1.800.462,56 24,90 3.317.757,12 45,89

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam pengaturan

iklim pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang

memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh

dengan presentase mencapai 64,77% atau luasan 3.682.401,87 hektar dari keseluruhan

wilayahnya. Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau juga memiliki luasan lahan

berpotensi tinggi dalam pengaturan iklim yang besar. Presentase luasannya mencapai

60,45% di Sumatera Barat dan 50,22% di Provinsi Riau. Provinsi Aceh dan Sumatera

Barat memiliki tutupan lahan berupa hutan yang cukup luas. Sedangkan Provinsi Riau

memiliki tutupan lahan vegetasi berupa perkebunan yang juga luas. Hutan menghasilkan

karbon dan oksigen, sehingga suhu menjadi lebih sejuk.

Page 133: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-6

9

Gam

bar 4

.19

Peta

Day

a D

ukun

g Li

ngku

ngan

Jasa

Eko

sist

em P

enga

tura

n Ik

lim

Page 134: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-70

Fungsi hutan lainnya adalah menyerapkarbondioksida dan partikel kotor yang

ada di udara, sehingga kualitasdapat terjaga. Selain itu, hamparan tanaman kebun dan

tanaman semusim yang luas mampu menetralisir iklim disekitarnya menjadi sejuk.

Oksigen dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman, semakin rapat dan banyak jumlah

vegetasi maka semakin banyak oksigen yang dihasilkan.

Tabel 4.41 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Aliran Air dan Banjir

PROVINSI SANGAT RENDAH-

RENDAH SEDANG TINGGI-SANGAT TINGGI

Ha % Ha % Ha % ACEH 203.599,02 3,58 1.014.071,61 17,84 4.467.920,51 78,58 BENGKULU 75.130,72 3,78 457.890,61 23,06 1.452.654,45 73,16 JAMBI 152.792,44 3,11 1.718.386,43 34,95 3.045.443,25 61,94 KEP. BANGKA BELITUNG 569.350,89 34,34 680.857,76 41,06 407.877,39 24,60 KEP. RIAU 81.743,07 10,61 370.138,21 48,06 318.317,98 41,33 LAMPUNG 372.483,89 11,05 477.615,14 14,17 2.521.515,12 74,79 RIAU 343.083,75 3,84 1.139.716,92 12,76 7.450.503,07 83,40 SUMATERA BARAT 113.056,20 2,68 971.287,02 23,05 3.129.600,04 74,27 SUMATERA SELATAN 477.838,55 5,52 1.632.440,78 18,85 6.551.386,24 75,64 SUMATERA UTARA 229.140,52 3,17 1.699.181,81 23,50 5.302.152,30 73,33

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam pengaturan tata

aliran air dan banjir pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera.

Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah

Provinsi Riau, dimana 83.40% dari luasanya merupakan lahan berpotensi tinggi.

Sedangkan Provinsi lain yang juga memiliki luasan lahan yang besar dalam pengaturan

tata aliran air dan banjir adalah Provinsi Sumatera Selatan dengan luasan lahan

6.551.386,24 hektar (5.64%) serta Provinsi Aceh dengan luasan yang mencapai

4.467.920,51 hektar atau 78,58% dari keseluruhan wilayahnya. Ketiga Provinsi tersebut

memiliki tutupan lahan berupa vegetasi yang cukup luas. Hutan di perbukitan dan

pegunungan merupakan recharge area.

Page 135: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-7

1

Gam

bar 4

.20

Peta

Day

a D

ukun

g Li

ngku

ngan

Jasa

Eko

sist

em P

enga

tura

n Ta

ta A

liran

Air

dan

Ban

jir

Page 136: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-72

Vegetasi yang rapat dan tajuk yang luas membuat air hujan yang terserap

semakin banyak.Air akan ditampung oleh tumbuhan dan dialirkan ke dalam tanah.Air

hujan akan diserap langsungoleh tanah tanpa melalui tumbuhan langsung menuju

akuifer. Aliran air tanah akan menuju ke wilayah yang lebih rendah akibat gravitasi. Hal

tersebut menyebabkan ketersediaan air di dataran rendah dapat terpenuhi.

Tabel 4.42 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan dari bencana

Provinsi Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % ACEH 1.398.812,15 24,60 970.419,47 17,07 3.316.359,52 58,33 BENGKULU 530.135,28 26,70 808.436,65 40,71 647.103,86 32,59 JAMBI 1.740.544,84 35,40 1.811.767,72 36,85 1.364.309,56 27,75 KEP. BANGKA BELITUNG 1.232.805,86 74,35 197.682,32 11,92 227.597,87 13,73 KEP. RIAU 348.054,73 45,19 161.517,58 20,97 260.626,95 33,84 LAMPUNG 947.770,00 28,11 1.887.273,43 55,98 536.570,72 15,91 RIAU 1.424.322,95 15,94 3.783.303,57 42,35 3.725.677,22 41,71 SUMATERA BARAT 1.177.860,75 27,95 1.817.757,63 43,14 1.218.324,88 28,91 SUMATERA SELATAN 1.508.487,80 17,42 4.062.781,23 46,91 3.090.396,54 35,68 SUMATERA UTARA 2.282.060,07 31,56 2.261.732,52 31,28 2.686.682,05 37,16

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam pengaturan

pencegahan dan perlindungan dari bencanapada masing-masing Provinsi yang terletak

di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau

paling tinggi adalah Provinsi Aceh dan Provinsi Riau. Lahan berpotensi tinggi di

Provinsi Aceh dalam pengaturan pencegahan dan perlindungan dari bencana mencapai

58,33% atau seluas 3.316.359,52 hektar dari keseluruhan wilayahnya, Sedangkan di

Provinsi Riau Presentase lahan berpotensi tinggi mencapai 41,71% atau seluas

3.725.677,22 hektar. Wilayah Provinsi Riau lebih didominasi oleh lahan berpotensi

sedang. Bencana merupakan kejadian alam atau buatan manusia yang menimbulkan

kerugian baik jiwa maupun finansial. Lingkungan yang lestari dan terjaga dapat

meminimalisir resiko bencana terutama bencana akibat aktivitas manusia. Keberadan

Pulau Sumatera dengan berbagai karakteristiknya di masing-masing provinsi juga tidak

terlepas dari adanya potensi bencana.

Page 137: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-7

3

Gam

bar 4

.21

Peta

Day

a D

ukun

g Li

ngku

ngan

Jasa

Eko

sist

em P

enga

tura

n Pe

nceg

ahan

dan

Per

lindu

ngan

dar

i ben

cana

Page 138: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-74

Adanya berbagai ekosistem dalam setiap satuan administrasi juga memiliki

peran dalam Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan Bencana. Secara khusus di

Provinsi Aceh yang memiliki kawasan hutan luas juga memiliki perannya tersendiri.

Kawasan hutan memiliki kemampuan untuk mengurangi kerawanan terhadap bahaya

banjir dan longsor. Vegetasi di hutan mampu mengikat tanah dengan kuat, sehingga

tidak mudah tererosi oleh air hujan. Vegetasi juga mengurangi jumlah air hujan yang

langsung jatuh ke dalam tanah. Dua fungsi tersebut akan mengurangi bahaya longsor di

pegunungan dan perbukitan. Sedimentasi juga akan berkurang karena tanah tidak mudah

tererosi. Hal ini akan mengurangi endapan sedimen di dataran rendah. Tabel 4.43 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pemurnian Air

Provinsi Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % ACEH 598.602,28 10,53 1.698.870,19 29,88 3.388.118,68 59,59 BENGKULU 321.945,16 16,21 733.375,17 36,93 930.355,46 46,85 JAMBI 894.921,80 18,20 2.489.585,13 50,64 1.532.115,19 31,16 KEP. BANGKA BELITUNG 1.078.740,60 65,06 325.692,55 19,64 253.652,89 15,30 KEP. RIAU 159.094,66 20,66 319.341,19 41,46 291.763,41 37,88 LAMPUNG 690.311,45 20,47 770.165,64 22,84 1.911.137,06 56,68 RIAU 2.396.624,43 26,83 4.547.971,02 50,91 1.988.708,29 22,26 SUMATERA BARAT 347.478,34 8,25 1.269.032,98 30,12 2.597.431,94 61,64 SUMATERA SELATAN 2.690.801,03 31,07 2.805.792,38 32,39 3.165.072,16 36,54 SUMATERA UTARA 1.298.912,55 17,96 2.494.666,10 34,50 3.436.895,99 47,53

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam pengaturan

pemurnian air pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi

yang tergolong memiliki presentase besar lahan potensial atau paling tinggi adalah

Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Aceh.Provinsi Sumatera Barat memiliki

2.597.431,94 hektar atau 61,64% lahan berpotensi tinggi di wilayahnya. Sedangkan

Provinsi Aceh memiliki lahan berpotensi tinggi seluas 3.388.118,68 hektar atau seluas

59,59% dari keseluruhan wilayahnya.

Page 139: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-7

5

Gam

bar 4

.22

Peta

Day

a D

ukun

g Li

ngku

ngan

Jasa

Eko

sist

em P

enga

tura

n Pe

mur

nian

Air

Page 140: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-76

Provinsi Sumatera Barat memiliki 2.597.431,94 hektar atau 61,64% lahan

berpotensi tinggi di wilayahnya. Sedangkan Provinsi Aceh memiliki lahan berpotensi

tinggi seluas 3.388.118,68 hektar atau seluas 59,59% dari keseluruhan wilayahnya. Hal

tersebut tidak terlepas dari luasan kawasan hutan yang besar dengan kondisinya masih

terjaga dengan baik. Ekosistem hutan yang alami membuat beban pencemar masih

rendah, hal ini memudahkan air untuk memurnikan diri, sehingga kualitas air relatif

baik. Limbah yang ada di hutan hanya sisa-sisa kehidupan organisme hutan seperti

ranting, kayu ataupun daun. Flora dan fauna di sungai akan dapat berkembang biak

karena kualitas air yang baik.

Tabel 4.44 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pengolahan dan Penguraian Limbah

Provinsi Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % ACEH 3.861.513,33 67,92 854.185,86 15,02 969.891,95 17,06 BENGKULU 1.144.897,27 57,66 396.791,16 19,98 443.987,36 22,36 JAMBI 2.141.375,11 43,55 2.095.715,15 42,63 679.531,86 13,82 KEP. BANGKA BELITUNG 1.366.559,05 82,42 187.722,32 11,32 103.804,67 6,26 KEP. RIAU 488.136,48 63,38 198.868,44 25,82 83.194,35 10,80 LAMPUNG 1.159.918,90 34,40 417.164,20 12,37 1.794.531,04 53,22 RIAU 4.278.869,52 47,90 2.487.456,01 27,84 2.166.978,20 24,26 SUMATERA BARAT 2.535.737,76 60,17 1.051.143,22 24,94 627.062,28 14,88 SUMATERA SELATAN 3.917.514,08 45,23 1.430.688,72 16,52 3.313.462,76 38,25 SUMATERA UTARA 3.794.420,12 52,48 1.701.154,74 23,53 1.734.899,77 23,99

Page 141: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-7

7

Gam

bar 4

.23

Peta

Day

a D

ukun

g Li

ngku

ngan

Jasa

Eko

sist

em P

enga

tura

n Pe

ngol

ahan

dan

Pen

gura

ian

Lim

bah

Page 142: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-78

Ekosistem sendiri tidaklah bersifat statis, melainkan selalu mengalami

perubahan. Keseimbangan lingkungan dapat berubah melalui proses alami maupun

karena campur tangan manusia. Pencemaran lingkungan adalah salah satu faktor yang

dapat mengganggu keseimbangan alam. Pencemaran lingkungan disebabkan oleh bahan

pencemar (limbah) yang berasal dari berbagai sumber. Limbah adalah sumber daya

alam yang telah kehilangan fungsinya. Keberadaan limbah di lingkungan harus

ditangani secara tepat karena selain berpotensi menjadi polutan, keberadaan limbah

dapat mengganggu keindahan, kenyamanan dan kesehatan. Karena keberadaannya yang

dapat mengganggu keseimbangan ekosistem itulah, limbah harus ditangani secara bijak

seperti dengan cara mengurangi penggunaan barang tertentu (reduce), pemanfaatan

kembali (reuse), dan daur ulang (recycle). Alam sendiri mempunyai kemampuan untuk

mengolah limbah agar tidak memberikan dampak. Kemampuan tersebut dipengaruhi

oleh jenis limbah/sampah dan kondisi lingkungan.

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam pengaturan

pengolahan dan penguraian limbah pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau

Sumatera. Provinsi yang tergolong memiliki presentase besar lahan potensial atau

paling tinggi adalah Provinsi Lampung, dimana 53,22% atau 1.794.531,04 hektar dari

keseluruhan wilayahnya merupakan lahan berpotensi tinggi. Berikutnya adalah Provinsi

Sumatera Selatan dengan luasan lahan berpotensi tinggi mencapai 3.313.462,76 hektar

atau sekitar 38,25%. Sebagian besar wilayah di Pulau Sumatera memiliki lahan

berpotensi rendah dalam pengaturan pengolahan dan penguraian limbah

Page 143: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-7

9

Gam

bar 4

.24

Peta

Day

a D

ukun

g Li

ngku

ngan

Jasa

Eko

sist

em P

enga

tura

n Pe

mel

ihar

aan

Kua

litas

Uda

ra

Page 144: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-80

Tabel 4.45 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara

Provinsi Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % ACEH 1.233.587,39 21,70 1.112.858,05 19,57 3.339.145,70 58,73 BENGKULU 355.819,30 17,92 782.051,93 39,38 847.804,56 42,70 JAMBI 2.073.220,16 42,17 1.407.036,16 28,62 1.436.365,81 29,21 KEP. BANGKA BELITUNG 1.381.494,50 83,32 254.976,02 15,38 21.615,52 1,30 KEP. RIAU 412.247,82 53,52 206.403,71 26,80 151.547,74 19,68 LAMPUNG 842.935,45 25,00 2.054.155,30 60,92 474.523,39 14,07 RIAU 2.599.668,03 29,10 3.762.326,74 42,12 2.571.308,97 28,78 SUMATERA BARAT 505.286,37 11,99 1.443.219,76 34,25 2.265.437,13 53,76 SUMATERA SELATAN 2.076.536,14 23,97 5.044.369,68 58,24 1.540.759,74 17,79 SUMATERA UTARA 1.714.116,83 23,71 3.170.439,62 43,85 2.345.918,19 32,44

Udara bersih merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat bertahan hidup.

Ketersediaan vegetasi menjadi penting untuk penyediaan udara bersih karena sebagai

penyaring alami. Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam

pengaturan kualitas udara pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau

Sumatera. Provinsi yang tergolong memiliki presentase besar lahan potensial atau

paling tinggi adalah Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Barat. Luasan lahan

berpotensi tinggi di Provinsi Aceh mencapai 58,73% dari keseluruhan wilayah Aceh.

Sedangkan luasan lahan berpotensi tinggi di Sumatera Barat mencapai 53,76% dari

keseluruhan wilayah Provinsi Sumatera Barat. Kedua Provinsi tersebut diketahui

memiliki kawasan hutan alami yang cukup luas. Oksigen yang dihasilkan oleh hutan

menetralisir kualitas udara dan partikel kotor diserap oleh tumbuhan. Hal ini

menyebabkan udara di kawasan hutan relatif sejuk dan bersih. Selain kedua propnsi

tersebut, Provinsi Riau juga memiliki luasan lahan berpotensi tingi yang besar, yakni

2.571.308,97 hektar. Meskipun tidak mendominasi, namun lahan perkebunan di

Provinsi ini juga mempunyai potensi tinggi dalam pengaturan pemurnian kualitas udara.

Hamparan tanaman pangan menghasilkan oksigen dari hasil fotosintes. Hal ini

menetralisir udara yang panas menjadi lebih sejuk.

Page 145: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-8

1

Gam

bar 4

.25

Peta

Day

a D

ukun

g Li

ngku

ngan

Jasa

Eko

sist

em P

enga

tura

n Pe

nyer

buka

n A

lam

i

Page 146: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-82

Tabel 4.46 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pengaturan Penyerbukan Alami

Provinsi Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % ACEH 972.889,87 17,11 1.882.031,71 33,10 2.830.669,56 49,79 BENGKULU 380.114,22 19,14 781.904,95 39,38 823.656,62 41,48 JAMBI 2.146.963,95 43,67 1.325.381,70 26,96 1.444.276,47 29,38 KEP. BANGKA BELITUNG 786.978,51 47,46 726.379,82 43,81 144.727,71 8,73 KEP. RIAU 285.654,10 37,09 332.569,41 43,18 151.975,76 19,73 LAMPUNG 999.867,48 29,66 1.711.481,84 50,76 660.264,82 19,58 RIAU 3.094.958,07 34,65 5.053.370,63 56,57 784.975,04 8,79 SUMATERA BARAT 804.666,68 19,10 1.560.464,78 37,03 1.848.811,80 43,87 SUMATERA SELATAN 2.998.317,01 34,62 3.399.207,31 39,24 2.264.141,25 26,14 SUMATERA UTARA 2.215.364,84 30,64 2.635.262,53 36,45 2.379.847,27 32,91

Penyerbukan adalah peristiwa jatuhnya serbuk sari di kepala putik. Penyerbukan,

atau polinasi adalah jatuhnya serbuk sari pada permukaan putik. Penyerbukan

merupakan bagian penting dari proses reproduksi tumbuhan berbiji. Penyerbukan yang

sukses akan diikuti segera dengan tumbuhnya buluh serbuk yang memasuki saluran

putik menuju bakal biji. Di bakal biji terjadi peristiwa penting berikutnya yaitu

pembuahan.Penyerbukan alami dilakukan melalui bantuan spesies tertentu, keberadaan

spesies tersebut dipengauhi oleh kondisi lingkungan. Berdasarkan data pada tabel dapat

diketahui potensi lahan dalam pengaturan penyerbukan alami pada masing-masing

Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang tergolong memiliki presentase

besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh yang memiliki lahan

berpotensi tinggi seluas 2.830.669,56 hektar atau mencapai 49,79% dari keseluruhan

wilayahnya. Kondisi lingkungan yang alami, khususnya kawasan hutan di Provinsi

Aceh membuat proses penyerbukan berjalan dengan normal. Spesies pembantu

penyerbukan dapat ditemukan pada lingkungan yang masih alami.

Page 147: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-8

3

Gam

bar 4

.26

Peta

Day

a D

ukun

g Li

ngku

ngan

Jasa

Eko

sist

em P

enga

tura

n Pe

ngen

dalia

n H

ama

dan

Peny

akit

Page 148: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-84

Tabel 4.47 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pengendalian Hama dan Penyakit

Provinsi Sangat Rendah-

Rendah Sedang Tinggi-Sangat Tinggi

Ha % Ha % Ha % ACEH 1.078.281,86 18,97 3.076.583,32 54,11 1.530.725,96 26,92 BENGKULU 505.982,81 25,48 765.639,84 38,56 714.053,14 35,96 JAMBI 479.734,57 9,76 2.567.910,20 52,23 1.868.977,35 38,01 KEP. BANGKA BELITUNG 1.368.344,28 82,53 238.542,11 14,39 51.199,64 3,09 KEP. RIAU 248.937,84 32,32 356.437,22 46,28 164.824,20 21,40 LAMPUNG 1.048.642,08 31,10 467.615,44 13,87 1.855.356,63 55,03 RIAU 557.092,43 6,24 2.231.696,50 24,98 6.144.514,80 68,78 SUMATERA BARAT 1.126.538,53 26,73 1.655.505,01 39,29 1.431.899,72 33,98 SUMATERA SELATAN 1.178.495,15 13,61 3.050.780,30 35,22 4.432.390,12 51,17 SUMATERA UTARA 2.127.012,32 29,42 2.419.342,28 33,46 2.684.120,04 37,12

Pengendalian hama dan penyakit adalah pengaturan makhluk-makhluk atau

organisme pengganggu yang disebut hama dan penyakit karena dianggap mengganggu

kesehatan manusia, ekologi, atau ekonomi. Pada tanaman perkebunan sering dijumpai

berbagai jenis serangga. Tidak semua jenis serangga tersebut berstatus hama. Beberapa

jenis di antaranya justru merupakan serangga berguna, misalnya penyerbuk dan musuh

alami (parasitoid dan predator). Organisme dalam aktivitas hidupnya selalu berinteraksi

dengan organisme lainnya dalam suatu keterkaitan dan ketergantungan yang kompleks.

Interaksi antar organisme tersebut dapat bersifat antagonistik, kompetitif atau simbiotik.

Sifat antagonistik ini dapat dilihat pada musuh alami yang merupakan agen hayati

dalam pengendalian hama. Alam sudah menyediakan spesies tertentu (musuh alami)

untuk pengendalian hama dan penyakit. Musuh alami memiliki peranan dalam

pengaturan dan pengendalian populasi hama, sebagai faktor yang bekerjanya tergantung

kepada kepadatan, dalam kisaran tertentu musuh alami dapat mempertahankan populasi

hama di sekitar aras keseimbanganumum.Setiap spesies serangga hama sebagai bagian

dari komplekskomunitas dapat diserang oleh serangga lain atau oleh patogen penyebab

penyakit pada serangga.

Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi ketersediaan musuh alami tersebut di

suatu wilayah. Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam

pengaturan pengendalian hama dan penyakit pada masing-masing Provinsi yang terletak

di Pulau Sumatera. Provinsi yang tergolong memiliki presentase besar lahan potensial

atau paling tinggi adalah Provinsi Riau dengan luasan lahan berpotensi tinggi sebesar

6.144.514,80 hektar atau mencapai 68,78% dari keseluruhan wilayahnya. Adanya

perkebunan dan tanaman semusim juga berpotensi tinggi untuk mengendalikan hama

Page 149: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-85

dan penyakit secara alami. Hama yang sering ditemukan di tanaman semusim adalah

tikus. Alam menyediakan ular dan burung hantu untuk mengurangi hama tikus.

3. Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Menurut

Ekoregion dan Provinsi

Gambar 4.27 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Pengaturan

Tabel 4.48 Indeks Jasa Ekosistem Pendukung Menurut Ekoregion

Ekoregion Indeks Daya Dukung Rata

rata 1 2 3 4 5 6 7 8

Dataran Aluvial 1,06 0,85 0,94 0,80 0,74 1,09 1,19 1,11 0,97

Dataran Fluvio Gunungapi 0,89 0,74 0,80 0,69 0,77 0,92 1,09 0,98 0,86

Dataran Fluviomarin 0,93 0,84 0,93 0,81 0,92 1,02 1,13 1,04 0,95

Dataran Kaki Gunungapi 0,86 0,69 0,77 0,65 0,66 0,91 1,08 0,96 0,82

Kaki Gunungapi 0,99 0,82 0,85 0,76 0,68 1,08 1,27 1,07 0,94

Kerucut dan Lereng Gunungapi 1,53 1,23 1,21 1,10 0,69 1,58 1,69 1,44 1,31

Lahan Gambut (Peat Land) 1,26 1,07 1,13 0,98 1,07 1,27 1,27 1,30 1,17

Lembah antar perbukitan/ Pegunungan

Lipatan (Intermountain Basin) 1,12 0,87 1,00 0,83 0,68 1,17 1,30 1,16

1,02

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan

patahan (Terban) 0,99 0,80 0,90 0,77 0,70 1,10 1,27 1,08

0,95

Pegunungan Denudasional 1,13 0,91 1,04 0,87 0,80 1,17 1,31 1,17 1,05

Pegunungan Lipatan 2,19 1,72 1,67 1,52 0,72 2,21 2,19 1,92 1,77

Pegunungan Patahan 2,13 1,66 1,63 1,48 0,72 2,15 2,16 1,88 1,73

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

Dataran Aluvial

Dataran Fluviomarin

Kaki Gunungapi

Lahan Gambut (Peat …

Lembah antar …

Pegunungan Lipatan

Perbukitan Denudasional

Perbukitan Patahan

Tubuh Air

HAMA PENYAKIT

PENYERBUKAN ALAMI

UDARA

PP LIMBAH

PEMURNIAN AIR

PP BENCANA

TATA AIR

IKLIM

Page 150: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-86

Ekoregion Indeks Daya Dukung Rata

rata 1 2 3 4 5 6 7 8

Perbukitan Denudasional 1,19 0,94 1,11 0,91 0,80 1,25 1,33 1,22 1,09

Perbukitan Lipatan 1,42 1,12 1,21 1,06 0,70 1,49 1,60 1,39 1,25

Perbukitan Patahan 1,70 1,38 1,53 1,34 0,86 1,83 1,82 1,66 1,51

Pesisir (Coast) 1,26 1,13 1,40 1,17 1,39 1,35 1,27 1,34 1,29

Tubuh Air 0,89 1,41 1,06 1,76 1,80 0,71 0,50 0,71 1,10

Keterangan : (1) Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim, (2) Pengaturan Tata Air dan Banjir, (3) Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan Bencana, (4) Pengaturan Pemurnian Air, (5) Pengaturan Pengolahan dan Penguraian Limbah, (6) Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara, (7) Pengaturan Penyerbukan Alami (pollination), dan (8) Pengaturan Pengendalian Hama dan Penyakit

Fungsi pengaturan didukung oleh kondisi lingkungan yang masih alami.

Semakin alami kondisi lingkungan, maka akan semakin besar pulapotensi pengaturan.

Fungsi pengaturan iklim tertiggi terletak di Pegunungan Lipatan dengan nilai indeks

2,19. Fungsi pengaturan tata air dan banjir tertinggi terletak di Ekoregion Pegunungan

lipatan dengan nilai indeks 1,72. Fungsi pengaturan pencegahan dan perlindungan

bencana tertinggi terletak pada Ekoregion Pegunungan Lipatan dengan nilai indeks

1,67. Fungsi pengaturan pemurnian air selain di tubuh air terletak di Pegunungan

Lipatan dengan nilai indeks 1,52. Fungsi pengaturan pengolahan dan penguraian limbah

yang tertinggi terletak pada Ekoregion Tubuh air dan Pesisir (coast). Fungsi

pemeliharaan kualitas udara yang tertinggi terletak pada Ekoregion Pegunungan Lipatan

dengan nilai indeks 2,21. Fungsi pengaturan penyerbukan alami tertinggi terletak pada

Ekoregion Pegunungan Lipatan dengan nilai indeks 2,19. Fungsi pengendalian hama

dan penyakit yang tertinggi terletak pada Ekoregion Pegunungan Lipatan dengan nilai

indeks 1,92. Sebagian besar fungsi pengaturan terletak pada Ekoregion Pegunungan

Lipatan hal ini mengindikasikan kondisi yang masih alami dan terjaga pada ekoregion

tersebut.

Page 151: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-87

Gambar 4.28 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Pengaturan Menurut Provinsi

Tabel 4.49 Indeks Jasa Ekosistem Pendukung Menurut Provinsi

Provinsi Indeks Daya Dukung Rata-

rata 1 2 3 4 5 6 7 8

ACEH 1,83 1,46 1,46 1,32 0,77 1,86 1,89 1,67 1,53 BENGKULU 1,56 1,19 1,27 1,08 0,68 1,58 1,70 1,46 1,31 JAMBI 1,31 1,08 1,11 1,00 0,77 1,39 1,47 1,31 1,18 KEP. BANGKA BELITUNG 1,06 0,86 0,97 0,82 0,82 1,10 1,24 1,12 1,00 KEP. RIAU 1,32 1,07 1,29 1,05 0,87 1,40 1,49 1,34 1,23 LAMPUNG 0,83 0,75 0,75 0,70 0,72 0,92 1,09 0,95 0,84 RIAU 1,38 1,10 1,23 1,03 0,91 1,40 1,38 1,37 1,22 SUMATERA BARAT 1,67 1,34 1,36 1,23 0,75 1,74 1,77 1,58 1,43 SUMATERA SELATAN 1,07 0,86 0,95 0,80 0,81 1,08 1,26 1,12 0,99 SUMATERA UTARA 1,29 1,06 1,08 0,98 0,72 1,35 1,44 1,28 1,15

Keterangan : (1) Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim, (2) Pengaturan Tata Air dan Banjir, (3) Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan Bencana, (4) Pengaturan Pemurnian Air, (5) Pengaturan Pengolahan dan Penguraian Limbah, (6) Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara, (7) Pengaturan Penyerbukan Alami (pollination), dan (8) Pengaturan Pengendalian Hama dan Penyakit

Semakin alami kondisi lingkungan, maka akan semakin besar pulapotensi

pengaturan. Fungsi pengaturan iklim tertiggi terletak di Provinsi Aceh dengan nilai

indeks 1,83. Fungsi pengaturan tata air dan banjir tertinggi terletak di Provinsi Aceh

dengan nilai indeks 1,46. Fungsi pengaturan pencegahan dan perlindungan bencana

tertinggi terletak pada Provinsi Aceh dengan nilai indeks 1,46. Fungsi pengaturan

pemurnian air terletak di Provinsi Aceh dengan nilai indeks 1,32. Fungsi pengaturan

pengolahan dan penguraian limbah yang tertinggi terletak pada Provinsi Riau dengan

nilai indeks 0,91. Fungsi pemeliharaan kualitas udara yang tertinggi terletak pada

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00

ACEH

BENGKULU

JAMBI

KEP. BANGKA BELITUNG

KEP. RIAU

LAMPUNG

RIAU

SUMATERA BARAT

SUMATERA SELATAN

SUMATERA UTARA

INDEKS R8

INDEKS R7

INDEKS R6

INDEKS R5

INDEKS R4

INDEKS R3

INDEKS R2

INDEKS R1

Page 152: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-88

Provinsi Aceh dengan nilai indeks 1,86. Fungsi pengaturan penyerbukan alami tertinggi

terletak pada Provinsi Aceh dengan nilai indeks 1,89. Fungsi pengendalian hama dan

penyakit yang tertinggi terletak pada Provinsi Aceh dengan nilai indeks 1,67. Sebagian

besar fungsi pengaturan terletak pada Provinsi Aceh hal ini mengindikasikan kondisi

yang masih alami dan terjaga pada Provinsi Aceh.

4.5 Profil Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Jasa Ekosistem Penting dan Jasa Dominan

Jasa ekosistem penting dapat digunakan untuk mengetahui potensi daya dukung

dan daya tampung pada suatu wilayah. Nilai ekosistem penting dapat diketahui melalui

rata-rata koefisien daya dukung atau daya tampung. Tingkat kepentingan daya dukung

pada jasa ekosistem diperoleh melalui rata-rata seluruh jasa ekosistem yang

dikategorikan sebagai daya dukung. Jasa ekosistem yang dikategorikan sebagai daya

dukung adalah seluruh jasa penyediaan, jasa budaya, dan jasa pendukung. Distribusi

daya dukung dan daya tampung jasa ekosistem penting pada masing-masing provinsi di

Pulau Sumatera dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.50 Distribusi Daya Dukung Dan Daya Tampung Jasa Ekosistem Penting

Provinsi PENTING I

(PRIORITAS I) PENTING II

(PRIORITAS II) PENTING III

(PRIORITAS III) Ha % Ha % Ha %

ACEH 3.760.113,77 66,13 1.739.074,34 30,59 186.403,02 3,28 BENGKULU 1.166.671,96 58,75 757.826,88 38,16 61.176,94 3,08 JAMBI 1.938.091,69 39,42 2.850.321,35 57,97 128.209,07 2,61 KEP. BANGKA BELITUNG 175.279,30 10,57 735.122,57 44,34 747.684,17 45,09 KEP. RIAU 250.547,50 32,53 368.448,32 47,84 151.203,44 19,63 LAMPUNG 1.899.585,55 56,34 1.387.313,99 41,15 84.714,61 2,51 RIAU 3.954.512,48 44,27 4.680.200,20 52,39 298.591,05 3,34 SUMATERA BARAT 2.547.257,44 60,45 1.581.121,33 37,52 85.564,50 2,03 SUMATERA SELATAN 3.862.504,59 44,59 4.456.680,47 51,45 342.480,51 3,95 SUMATERA UTARA 3.292.617,53 45,54 3.761.033,48 52,02 176.823,63 2,45

Kategori Penting I atau Prioritas I dapat diartikan bahwa wilayah tersebut

memiliki potensi daya dukung wilayah yang sangat besar untuk jasa penyediaan,

budaya, pendukung dan pengaturan. Selain itu, pada wilayah dengan kategori ini

mendapat prioritas pertama dalam pemanfaatan dan pengembangan kewilayahan dalam

sektor-sektor yang berkaitan dengan jasa penyediaan, budaya, pendukung dan

pengaturan. Berdasarkan pada tabel 4.50 provinsi yang memiliki wilayah kategori I atau

Prioritas petama paling besar adalah Provinsi Aceh yang memiliki luasan wilayah

kategori I sebesar 3.760.113,77 hektar atau sekitar 66.13% dari keseluruhan wilayah

Page 153: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-89

Aceh. Sedangkan Provinsi kedua yang wilayahnya didominasi oleh kategori 1 adalah

Provinsi Sumatera Barat dengan luasan mencapai 2.547.257,44 hektar atau sekitar

60,45%. Dengan demikian untuk wilayah yang mendapatkan prioritas dalam

pemanfaatan dan pengembangan kewilayahan terkait dengan jasa penyediaan, budaya,

pendukung dan pengaturan adalah Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Barat.

Besarnya nilai indeks jasa ekosistem penting Provinsi Aceh dan Provinsi

Sumatera Barat juga terkait dengan keberadaan kawasan lindung dan strategis

lingkungan pada kedua wilayah tersebut. Kedua kawasan ini memiliki fungsi utama

melindungi kelestarian lingkungan hidup dan memiliki pengaruh penting dalam

menjaga keseimbangan ekosistem, sehingga kelestariannya dijaga. Rendahnya

intervensi kegiatan manusia di kawasan tersebut membuat kawasan hutan masih terjaga

dengan baik.Hutan merupakan salah satu elemen utama dalam mendukung penyediaan

jasa ekosistem, baik jasa ekosistem penyediaan, budaya, pengaturan maupun

pendukung. Keberadaan kawsan lindung dan strategis di kedua provinsi tersebut juga

mengindikasikan pentingnya memberikan prioritas pengembangan pada kedua provinsi

tersebut.

Selanjutnya untuk wilayah yang memiliki kategori Penting II yang paling luas

adalah Provinsi Riau dengan luasan 4.680.200,20 hektar atau presentase sebesar 52,39%

dari keseluruhan wilayah Provinsi Riau. Wilayah kategori penting II merupakan wilayah

prioritas kedua dalam pemanfaatan dan pengembangan kewilayahan terkait dengan jasa

penyediaan, budaya, pendukung, dan pengaturan. Sedangkan wilayah yang memiliki

kategori Penting III terbesar adalah Provinsi Kep. Bangka Belitung dengan luasan

sebesar 747,684.17 hektar atau sekitar 45,09%. Wilayah kategori III merupakan wilayah

prioritas ketiga dalam dalam pemanfaatan dan pengembangan kewilayahan terkait

dengan jasa penyediaan, budaya, pendukung, dan pengaturan. Bila dilihat secara spasial

wilayah-wilayah kategori I yang merupakan wilayah prioritas relatif tersebar baik di

bagian utara, tengah, maupun selatan Pulau Sumatera. Provinsi Aceh dan Sumatera

Barat menjadi propinsi yang sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah kategori I

atau wilayah prioritas karena memiliki daya dukung wilayah paling besar dalam

penyediaan jasa ekosistem baik penyediaan, budaya, pengaturan, maupun pendukung.

Page 154: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

IV-9

0

Gam

bar 4

.29

Peta

Jasa

Eko

sist

em P

entin

g

Page 155: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

V-1

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut:

1. Jasa Ekosistem ditentukan oleh dua komponen penting yang mempengaruhinya, yakni

ekoregion dan tutupan lahan. Ekoregion yang paling mendominasi di Pulau Sumatera adalah

Ekoregion Dataran Aluvial. Ekoregion Dataran Aluvial memiliki luasan sebesar

8.302.423,63 hektar atau sekitar 17,47% dari keseluruhan luas Pulau Sumatera. Ekoregion

Dataran Aluvial sebagian besar terletak pada Provinsi Sumatera Selatan dengan luasan

ekoregion sebesar 2.129.659,89 hektar serta Provinsi Riau dengan luasan mencapai

2.057.454,99 hektar. Tutupan lahan di Pulau sumatera yang paling mendominasi berupa

tanaman semusim lahan kering yang memiliki luasan 10.395.593,78 hektar atau sekitar

21,92% dari keseluruhan tutupan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Tutupan lahan jenis

ini tersebar diseluruh Provinsi yang ada di Sumatera dan pesebaran paling banyak berada di

Provinsi Sumatera Utara.

2. Nilai indeks tertinggi untuk jasa ekosistem penyediaan berada pada Ekoregion Pegunungan

Struktural Lipatan dengan nilai indeks sebesar 1,47. Sedangkan Provinsi dengan nilai indeks

jasa ekosistem penyediaan tertinggi adalah Provinsi Aceh. Untuk Nilai indeks tertinggi untuk

jasa ekosistem budaya terletak pada Ekoregion Pegunungan Struktural Lipatan dengan nilai

indeks 1,26. Sedangkan Provinsi dengan nilai indeks jasa ekosistem budaya tertinggi adalah

Provinsi Aceh dan Nilai indeks tertinggi untuk jasa ekosistem pengaturan terletak pada

Ekoregion Pegunungan Struktural Lipatan dengan nilai indeks 1,77. Sedangkan Provinsi

dengan nilai indeks jasa ekosistem pengaturan tertinggi adalah Provinsi Aceh serta Nilai

Indeks tertinggi untuk jasa ekosistem pendukung terletak pada Ekoregion Pegunungan

Struktural Lipatan dengan nilai indeks 2,09. Sedangkan Provinsi dengan nilai indeks jasa

ekosistem pengaturan tertinggi adalah Provinsi Aceh.

3. Wilayah yang mendapatkan prioritas pertama dalam pemanfaatan dan pengembangan

kewilayahan terkait dengan jasa penyediaan, budaya, pendukung dan pengaturan adalah

Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Barat.Morfologi kedua wilayah ini yang didominasi

oleh pegunungan dan perbukitan membuat Provinsi Aceh dan Sumatera Barat memiliki

Page 156: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

V-2

luasan kawasan hutan yang besar. Hutan merupakan salah satu elemen utama dalam

mendukung penyediaan jasa ekosistem, baik penyediaan, budaya, pengaturan maupun

pendukung. Selain itu, sebagian besar hutan yang terdapat pada kedua wilayah tersebut

merupakan kawasan lindung nasional, sehingga kondisi hutan masih terjaga kelestariannya

dan belum terintervensi oleh kegiatan manusia.

5.2 Saran

1. Ekoregion di Pulau Sumatera didominasi oleh Ekoregion Dataran Aluvial. Secara umum,

pesebaran ekoregion ini mengikuti daerah aliran sungai baik yang terletak di bagian barat

maupun bagian timur Pulau Sumatera. Ekoregion ini merupakan wilayah yang memiliki

kondisi tanah yang cukup subur. Hal ini membuat penggunaan lahan yang cocok pada

wilayah ini adalah dalam untuk pertanian. Ekoregion dataran aluvial memiliki peranan yang

besar dalam mendukung jasa penyediaan, khususnya penyedian pangan.

2. Terkait dengan pemanfaatan dan pengembangan kewilayahan dalam sektor-sektor yang

berkaitan dengan jasa penyediaan, budaya, pendukung dan pengaturan,terdapat wilayah-

wilayah yang penting untuk dijadikan prioritas dalam pengembangan. Wilayah ini adalah

Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Barat. Kedua wilayah tersebut merupakan wilayah

dengan jasa ekosistem penting tertinggi.

3. Salah satu komponen yang paling berpengaruh pada jasa ekosistem adalah tutupan lahan,

terutama tutupan lahan yang berupa hutan dan vegetasi lain. Wilayah-wilayah yang memiliki

kondisi hutan yang masih baik umumnya memiliki nilai jasa ekositem yang baik di beberapa

jenis jasa ekosistem. Oleh karena itu, keberadaan hutan harus terus dijaga dengan sebaik-

baiknya agar tetap lestari dan alami.

Page 157: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

LAMPIRAN

Page 158: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis
Page 159: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-1

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comaprison Pengaruh Tutupan Lahan terhadap Jasa

Ekosistem Penyediaan

Tutupan Lahan Pangan Air Bersih Serat Energi SD. Genetik

Bangunan Bukan Permukiman (Industri, perdagangan, infrastruktur jalan, bandar udara dan lahan terbangun non permukiman) 0,16 0,17 0,19 0,35 0,14 Bangunan Permukiman/Campuran 0,24 0,24 0,19 0,33 0,19 Danau/Telaga 1,15 2,38 0,48 1,50 1,33 Hutan Lahan Rendah 1,07 1,78 1,89 1,44 2,59 Hutan Lahan Tinggi 0,98 1,81 1,89 1,18 2,52 Hutan Mangrove 1,11 1,01 1,68 0,93 2,28 Hutan Rawa/Gambut 0,89 0,80 1,53 1,00 1,82 Hutan Tanaman 0,54 0,91 2,67 1,03 0,85 Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan semusim) 0,94 0,71 1,84 1,15 1,00 Kolam air asin/payau 0,90 0,40 0,48 0,36 0,79 Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava) 0,32 0,22 0,35 0,45 0,28 Lahan Terbuka Diusahakan 0,57 0,31 0,69 0,49 0,30 Perkebunan 0,93 0,55 1,59 1,12 0,64 Pertambangan 0,21 0,19 0,34 1,37 0,20 Rawa Pesisir 0,71 0,73 0,84 1,04 0,78 Rawa Pedalaman 0,60 1,01 0,88 1,04 0,86 Savana/Padang rumput 0,56 0,47 0,47 0,57 0,58 Herbal dan Rumput 0,50 0,47 0,59 0,36 0,65 Semak dan belukar 0,62 0,52 0,78 0,61 0,68 Sungai 1,16 2,68 0,36 2,59 1,13 Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) 3,25 1,22 1,14 0,80 0,78 Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang) 1,89 0,52 1,17 0,50 0,67 Waduk dan Danau Buatan 1,75 2,75 0,51 2,34 1,30 Tambak/Empang 1,95 1,15 0,45 0,45 0,66

Page 160: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-2

Lampiran 2. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comaprison Pengaruh Tutupan Lahan terhadap Jasa

Ekosistem Pengaturan

Tutupan Lahan Iklim Tata Air

dan banjir

Bencana Pemurnian Air Limbah Kualitas

Udara Penyerbukan

Alami

Hama dan

Penyakit Bangunan Bukan Permukiman (Industri, perdagangan, infrastruktur jalan, bandar udara dan lahan terbangun non permukiman) 0,23 0,15 0,40 0,15 0,18 0,16 0,16 0,19 Bangunan Permukiman/Campuran 0,21 0,17 0,43 0,16 0,26 0,17 0,20 0,31 Danau/Telaga 0,92 1,56 1,11 1,95 1,97 0,69 0,42 0,70 Hutan Lahan Rendah 2,54 2,00 2,24 1,97 0,90 2,70 2,47 2,34 Hutan Lahan Tinggi 2,72 2,11 1,97 1,83 0,73 2,70 2,59 2,28 Hutan Mangrove 2,08 1,58 2,64 1,81 2,23 2,45 2,02 2,24 Hutan Rawa/Gambut 2,24 1,87 2,03 1,72 1,80 2,25 1,80 2,13 Hutan Tanaman 1,34 0,96 1,09 0,88 0,61 1,30 1,24 1,29 Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan semusim) 1,09 0,65 0,92 0,63 0,60 1,06 1,37 1,08 Kolam air asin/payau 0,56 0,79 0,68 0,86 1,00 0,37 0,38 0,43 Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava) 0,31 0,35 0,34 0,26 0,38 0,25 0,33 0,36 Lahan Terbuka Diusahakan 0,36 0,37 0,34 0,32 0,39 0,33 0,42 0,45 Perkebunan 0,89 0,59 0,61 0,50 0,52 0,92 1,21 1,06 Pertambangan 0,21 0,18 0,20 0,18 0,21 0,17 0,17 0,21 Rawa Pesisir 0,96 1,01 0,79 0,90 1,70 0,73 0,87 1,09 Rawa Pedalaman 1,05 1,20 0,86 1,00 1,69 0,95 1,04 1,24 Savana/Padang rumput 0,65 0,52 0,45 0,49 0,55 0,67 0,89 0,85 Herbal dan Rumput 0,65 0,47 0,62 0,52 0,49 0,57 1,04 0,83 Semak dan belukar 0,77 0,63 0,85 0,59 0,62 0,71 1,21 0,83 Sungai 0,50 2,04 1,24 2,43 2,29 0,83 0,37 0,48 Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) 0,76 0,81 0,69 0,70 0,99 0,92 1,17 0,99 Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang) 0,63 0,60 0,58 0,58 0,65 0,83 1,08 0,84 Waduk dan Danau Buatan 0,80 0,75 1,32 1,68 1,61 0,72 0,33 0,42 Tambak/Empang 0,55 1,67 0,61 0,88 0,61 0,56 0,25 0,37

Page 161: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-3

Lampiran 3. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comaprison Pengaruh Tutupan Lahan terhadap Jasa

Ekosistem Budaya

Tutupan Lahan T Tinggal Rekreasi dan Ecotourism Estetika

Bangunan Bukan Permukiman (Industri, perdagangan, infrastruktur jalan, bandar udara dan lahan terbangun non permukiman)

0,96 0,71 0,64 Bangunan Permukiman/Campuran 3,21 0,56 0,59 Danau/Telaga 0,97 2,08 1,91 Hutan Lahan Rendah 1,11 1,47 1,64 Hutan Lahan Tinggi 0,81 1,60 1,93 Hutan Mangrove 0,75 1,94 1,88 Hutan Rawa/Gambut 0,82 1,14 1,02 Hutan Tanaman 0,87 0,69 0,79 Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan semusim) 0,92 0,69 0,86 Kolam air asin/payau 0,31 0,77 0,48 Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava) 0,58 0,66 0,65 Lahan Terbuka Diusahakan 0,79 0,34 0,53 Perkebunan 0,99 0,55 0,51 Pertambangan 0,42 0,36 0,20 Rawa Pesisir 0,58 0,72 0,64 Rawa Pedalaman 0,80 0,81 0,55 Savana/Padang rumput 1,01 0,75 0,95 Herbal dan Rumput 0,90 0,78 0,71 Semak dan belukar 0,75 0,34 0,51 Sungai 1,20 1,85 1,97 Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) 1,23 1,15 0,99 Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang) 1,35 0,59 0,58 Waduk dan Danau Buatan 0,99 1,82 1,93 Tambak/Empang 0,67 0,61 0,56

Page 162: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-4

Lampiran 4. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comaprison Pengaruh Tutupan Lahan terhadap Jasa

Ekosistem Pendukung

Tutupan Lahan Tanah Siklus Hara Produksi Primer Biodiversitas

Bangunan Bukan Permukiman (Industri, perdagangan, infrastruktur jalan, bandar udara dan lahan terbangun non permukiman) 0,19 0,15 0,14 0,15 Bangunan Permukiman/Campuran 0,23 0,18 0,16 0,18 Danau/Telaga 0,41 1,38 1,25 1,56 Hutan Lahan Rendah 2,22 2,01 2,58 2,79 Hutan Lahan Tinggi 2,70 2,36 2,58 2,69 Hutan Mangrove 1,50 2,37 2,27 2,10 Hutan Rawa/Gambut 1,70 1,41 1,66 1,82 Hutan Tanaman 1,25 0,94 1,30 0,90 Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan semusim) 1,24 0,74 0,97 0,76 Kolam air asin/payau 0,37 0,65 0,59 0,67 Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava) 0,35 0,30 0,23 0,23 Lahan Terbuka Diusahakan 0,56 0,41 0,27 0,28 Perkebunan 1,38 0,62 0,65 0,45 Pertambangan 0,21 0,17 0,21 0,18 Rawa Pesisir 0,55 0,76 0,68 0,81 Rawa Pedalaman 1,07 1,12 0,85 1,21 Savana/Padang rumput 1,00 0,66 0,73 0,74 Herbal dan Rumput 0,96 0,50 0,64 0,60 Semak dan belukar 1,14 0,74 0,66 0,64 Sungai 0,85 1,71 1,13 1,45 Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) 1,31 0,98 0,77 0,67 Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang) 0,89 0,74 0,67 0,52 Waduk dan Danau Buatan 0,56 1,41 1,25 1,08 Tambak/Empang 0,38 0,69 0,76 0,53

Page 163: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-5

Lampiran 5. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comparison Pengaruh Ekoregion terhadap Jasa

Ekosistem Penyediaan

EKOREGION Pangan Air Bersih Serat Energi SD. Genetik

Kerucut dan Lereng Gunungapi 0,94 0,31 1,52 0,48 0,91

Kaki Gunungapi 1,48 1,31 1,11 1,86 1,57

Dataran Kaki Gunungapi 2,72 2,80 1,46 2,73 1,99

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 1,57 1,55 0,90 1,32 1,29

Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) 1,25 1,22 1,47 0,91 1,07

Perbukitan Patahan 0,46 0,67 1,08 1,10 1,18

Perbukitan Lipatan 0,50 0,55 1,19 0,63 1,18

Pegunungan Patahan 0,48 0,52 1,19 1,78 1,44

Pegunungan Lipatan 0,51 0,53 1,21 1,09 1,44

Dataran Fluvio Gunungapi 3,77 3,60 1,07 3,08 1,95

Dataran Aluvial 3,18 3,23 1,07 2,49 1,83

Dataran Fluviomarin 2,35 2,33 1,10 1,47 1,70

Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Solusional 1,10 1,42 0,58 0,94 0,83

Perbukitan Solusional 0,43 0,37 0,59 0,65 0,63

Pegunungan Solusional Karts 0,37 0,33 0,65 0,63 0,76

Lembah antar Perbukitan /Pegunungan Denudasional 1,10 1,04 0,78 0,83 0,90

Lerengkaki Perbukitan/ Pegunungan Denudasional 0,98 1,00 1,06 0,99 0,97

Perbukitan Denudasional 0,43 0,49 0,54 0,77 0,97

Pegunungan Denudasional 0,41 0,50 0,54 0,65 0,98

Gumuk Pasir 0,25 0,32 2,30 0,19 0,23

Pantai (Shore) 0,57 0,27 2,46 0,72 0,61

Pesisir (Coast) 0,89 0,49 1,66 0,50 1,08

Pegunungan Glasial 0,24 1,14 0,48 0,18 0,48

Lahan Gambut (Peat Land) 0,70 0,40 0,51 0,72 0,82

Rataan Terumbu (Reef flat) 0,39 0,28 0,38 0,52 0,64

Dataran Reklamasi 0,27 0,30 0,25 0,21 0,17

Page 164: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-6

Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comparison Pengaruh Ekoregion terhadap Jasa

Ekosistem Pengaturan

EKOREGION Iklim Tata Air dan banjir Bencana Pemurnian

Air Limbah Kualitas Udara

Penyerbukan Alami

Hama dan Penyakit

Kerucut dan Lereng Gunungapi 2,18 2,06 1,83 0,70 0,67 1,91 1,10 0,47

Kaki Gunungapi 1,30 1,85 1,65 2,21 1,74 1,90 2,44 1,33

Dataran Kaki Gunungapi 1,10 2,19 1,32 2,15 2,49 1,51 1,70 2,15

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 0,60 0,82 1,06 1,14 1,32 0,89 1,12 1,61

Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

0,54 0,74 0,96 1,07 1,05 0,89 1,12 1,44

Perbukitan Patahan 0,99 0,88 0,49 1,55 1,00 1,26 0,84 0,76

Perbukitan Lipatan 0,89 0,88 0,58 1,29 0,81 1,26 0,84 0,76

Pegunungan Patahan 2,02 0,78 0,55 1,33 0,84 1,95 1,35 0,59

Pegunungan Lipatan 1,79 0,78 0,65 1,20 0,68 1,95 1,35 0,59

Dataran Fluvio Gunungapi 1,11 2,16 1,59 1,57 2,47 1,07 2,44 2,12

Dataran Aluvial 1,11 2,00 1,91 1,18 2,39 0,97 1,87 2,70

Dataran Fluviomarin 0,89 1,32 1,14 0,75 1,84 1,05 1,41 2,15

Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Solusional 0,76 1,07 1,29 0,62 1,11 0,94 0,83 1,61

Perbukitan Solusional 1,00 0,81 1,85 0,57 0,55 0,79 0,58 0,59

Pegunungan Solusional Karts 1,64 0,65 1,83 0,55 0,43 0,91 0,77 0,47

Lembah antar Perbukitan /Pegunungan Denudasional 0,61 0,98 0,82 0,91 0,87 0,53 0,78 1,15

Lerengkaki Perbukitan/ Pegunungan Denudasional 0,55 0,71 0,72 0,83 0,94 0,51 0,84 1,00

Perbukitan Denudasional 0,99 0,62 0,54 0,66 0,69 0,56 0,80 0,66

Pegunungan Denudasional 1,64 0,62 0,69 0,63 0,58 0,62 1,09 0,52

Gumuk Pasir 0,47 0,41 1,14 1,12 0,82 0,27 0,28 0,44

Pantai (Shore) 0,91 0,66 0,76 0,48 0,69 1,42 0,83 0,89

Pesisir (Coast) 1,27 1,04 1,10 1,05 1,58 1,42 1,14 1,30

Pegunungan Glasial 1,61 1,99 1,54 2,47 0,45 1,43 0,48 0,70

Lahan Gambut (Peat Land) 1,10 1,08 1,11 0,41 0,60 1,10 0,90 1,31

Rataan Terumbu (Reef flat) 0,76 0,41 0,70 0,47 0,60 0,71 0,34 0,75

Dataran Reklamasi 0,28 0,21 0,65 0,30 0,34 0,30 0,18 0,32

Page 165: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-7

Lampiran 7. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comparison Pengaruh Ekoregion terhadap Jasa

Ekosistem Budaya

EKOREGION T Tinggal Rekreasi dan Ecotourism Estetika

Kerucut dan Lereng Gunungapi 0,20 2,77 2,90

Kaki Gunungapi 1,14 1,25 1,63

Dataran Kaki Gunungapi 3,23 0,71 1,00

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 1,74 0,74 0,98

Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) 1,85 0,68 0,81

Perbukitan Patahan 0,45 1,22 1,02

Perbukitan Lipatan 0,68 0,53 0,68

Pegunungan Patahan 0,39 1,90 1,49

Pegunungan Lipatan 0,50 0,53 0,83

Dataran Fluvio Gunungapi 3,60 0,79 0,79

Dataran Aluvial 3,36 0,80 0,79

Dataran Fluviomarin 1,89 0,86 0,80

Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Solusional 1,41 1,20 0,90

Perbukitan Solusional 0,67 1,45 1,00

Pegunungan Solusional Karts 0,40 1,47 1,05

Lembah antar Perbukitan /Pegunungan Denudasional 1,10 0,42 0,57

Lerengkaki Perbukitan/ Pegunungan Denudasional 0,75 0,32 0,48

Perbukitan Denudasional 0,50 0,27 0,33

Pegunungan Denudasional 0,36 0,28 0,32

Gumuk Pasir 0,24 1,22 1,48

Pantai (Shore) 0,31 2,60 2,13

Pesisir (Coast) 1,01 1,77 1,76

Pegunungan Glasial 0,21 2,21 2,26

Lahan Gambut (Peat Land) 0,58 0,31 0,34

Rataan Terumbu (Reef flat) 0,41 0,77 0,62

Dataran Reklamasi 1,11 0,42 0,36

Page 166: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-8

Lampiran 8. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comparison Pengaruh Ekoregion terhadap Jasa

Ekosistem Pendukung

EKOREGION Tanah Siklus Hara Produksi Primer Biodiversitas

Kerucut dan Lereng Gunungapi 0,67 0,50 1,05 2,01 Kaki Gunungapi 1,42 1,75 1,81 2,21 Dataran Kaki Gunungapi 2,77 3,07 1,85 1,36 Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) 1,42 1,60 1,11 1,16

Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

1,42 1,60 1,11 1,16

Perbukitan Patahan 0,77 0,76 1,03 0,94 Perbukitan Lipatan 0,77 0,83 1,03 1,03 Pegunungan Patahan 0,72 0,68 1,05 0,95 Pegunungan Lipatan 0,72 0,73 1,16 1,05 Dataran Fluvio Gunungapi 2,65 2,92 2,84 1,98 Dataran Aluvial 2,54 2,54 2,66 1,38 Dataran Fluviomarin 2,20 2,26 2,10 1,49 Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Solusional 1,14 1,08 0,89 0,95

Perbukitan Solusional 0,43 0,42 0,54 0,72 Pegunungan Solusional Karts 0,40 0,35 0,51 0,75 Lembah antar Perbukitan /Pegunungan Denudasional 1,47 1,04 0,69 0,79

Lerengkaki Perbukitan/ Pegunungan Denudasional 0,91 0,92 0,70 0,79

Perbukitan Denudasional 0,65 0,57 0,64 0,92 Pegunungan Denudasional 0,55 0,44 0,60 0,94 Gumuk Pasir 0,41 0,33 0,22 0,25 Pantai (Shore) 0,51 0,41 0,54 0,91 Pesisir (Coast) 1,16 0,96 1,36 1,79 Pegunungan Glasial 0,33 0,25 0,50 0,50 Lahan Gambut (Peat Land) 0,96 1,06 1,21 0,65 Rataan Terumbu (Reef flat) 0,30 0,39 0,64 0,57 Dataran Reklamasi 0,27 0,23 0,21 0,17

Page 167: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-9

Lampiran 9. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan

Page 168: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-10

Kode Ekoregion untuk matriks hasil KJE

kode Ekoregion/Bentuk lahan 1 Kerucut dan Lereng Gunungapi

2 Kaki Gunungapi

3 Dataran Kaki Gunungapi

4 Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban)

5 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

6 Perbukitan Patahan

7 Perbukitan Lipatan

8 Pegunungan Patahan

9 Pegunungan Lipatan

10 Dataran Fluvio Gunungapi

11 Dataran Aluvial

12 Dataran Fluviomarin

13 Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Solusional

14 Perbukitan Solusional

15 Pegunungan Solusional Karts

16 Lembah antar Perbukitan /Pegunungan Denudasional

17 Lerengkaki Perbukitan/ Pegunungan Denudasional

18 Perbukitan Denudasional

19 Pegunungan Denudasional

20 Gumuk Pasir

21 Pantai (Shore)

22 Pesisir (Coast)

23 Pegunungan Glasial

24 Lahan Gambut (Peat Land)

25 Rataan Terumbu (Reef flat)

26 Dataran Reklamasi

Page 169: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-11

Kode Tutupan Lahan untuk matriks hasil KJE

Kode Tutupan Lahan

A Bangunan Bukan Permukiman (Industri, perdagangan, infrastruktur jalan, bandar udara dan lahan terbangun non permukiman)

B Bangunan Permukiman/Campuran C Danau/Telaga D Hutan Lahan Rendah E Hutan Lahan Tinggi F Hutan Mangrove G Hutan Rawa/Gambut H Hutan Tanaman

I Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan semusim)

J Kolam air asin/payau K Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava) L Lahan Terbuka Diusahakan M Perkebunan N Pertambangan O Rawa Pesisir P Rawa Pedalaman Q Savana/Padang rumput R Herbal dan Rumput S Semak dan belukar T Sungai U Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) V Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang) W Waduk dan Danau Buatan X Tambak/Empang

Page 170: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-12

Lampiran 10. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih

Page 171: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-13

Lampiran 11. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan Serat

Page 172: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-14

Lampiran 12. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan Bahan Bakar, Kayu, dan Fosil

Page 173: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-15

Lampiran 13. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan Sumberdaya Genetik

Page 174: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-16

Lampiran 14. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim

Page 175: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-17

Lampiran 15. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Aliran Air dan Banjir

Page 176: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-18

Lampiran 16. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan

dari Bencana

Page 177: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-19

Lampiran 17. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Pemurnian Air

Page 178: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-20

Lampiran 18. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Pengolahan dan Penguraian

Limbah

Page 179: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-21

Lampiran 19. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara

Page 180: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-22

Lampiran 20. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Penyerbukan Alami

Page 181: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-23

Lampiran 21. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Pengendalian Hama dan

Penyakit

Page 182: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-24

Lampiran 22. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Budaya Tempat Tinggal dan Ruang Hidup

Page 183: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-25

Lampiran 23. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Budaya Rekreasi dan Ecotourism

Page 184: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-26

Lampiran 24. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Budaya Estetika

Page 185: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-27

Lampiran 25. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pendukung Pembentukan Lapisan Tanah

dan Pemeliharaan

Page 186: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-28

Lampiran 26.Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pendukung Siklus Hara

Page 187: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-29

Lampiran 27. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pendukung Produksi Primer

Page 188: Daya Dukung Daya Tampung LH Ekoregion Sumatera Berbasis

L-30

Lampiran 28. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pendukung Biodiversitas