data ternak.pdf

92
PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PETERNAKAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA SKRIPSI FAHMI ISMAIL PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Upload: christina-west

Post on 17-Sep-2015

36 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

  • PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PETERNAKAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

    SKRIPSI FAHMI ISMAIL

    PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

  • RINGKASAN FAHMI ISMAIL. D34104082. 2008. Peranan dan Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Perekonomian Indonesia. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing utama : Ir. Dewi Ulfah Wardani, MS. Pembimbing anggota : Ir. Dwi Joko Setyono, MS.

    Sektor peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang menjadi prioritas utama untuk dikembangkan dalam program Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) karena dinilai memiliki potensi yang baik. Salah satu cara untuk mengembangkan potensi sektor peternakan di Indonesia adalah dengan mengakselerasi peningkatan produksi dan nilai tambah usaha peternakan melalui investasi.

    Tujuan penelitian ini adalah: 1) menganalisis besarnya peranan sektor peternakan terhadap perekonomian Indonesia dalam pembentukan struktur permintaan dan penawaran, konsumsi, investasi, ekspor dan impor, nilai tambah dan output sektoral, 2) menganalisis besarnya keterkaitan ke depan dan ke belakang sektor peternakan dengan sektor-sektor lainnya di Indonesia, 3) menganalisis posisi sektor peternakan dalam penetapan sektor prioritas berdasarkan empat kelompok sektor, dan 4) menganalisis besarnya dampak investasi karena program RPPK yang ditimbulkan oleh sektor peternakan terhadap pembentukan nilai output, nilai tambah, pendapatan, dan kesempatan kerja dalam perekonomian Indonesia.

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2007 sampai Februari 2008. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa tabel Input-Output tahun 2005 klasifikasi 66 sektor dalam bentuk Tabel Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen, kemudian diagregasi menjadi 18 sektor yang berkaitan dengan sektor peternakan lalu diolah menggunakan software PyIO dan Microsoft Excell.

    Berdasarkan hasil analisis tabel Input-Output Indonesia tahun 2005 tentang peranan dan dampak investasi sektor peternakan dalam perekonomian Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) peranan sektor peternakan yang terdiri dari (ternak potong, ternak perah, ternak lainnya, pemotongan hewan dan ternak unggas) secara total dalam perekonomian Indonesia adalah relatif kecil. Peranan sektor peternakan yang terbesar adalah dalam struktur konsumsi rumah tangga, yaitu sebesar 3,42 persen. Peranan sektor peternakan yang kecil adalah dalam struktur investasi, yaitu investasi negatif sebesar Rp 2,04 triliun dan pada struktur ekspor dan impor, yaitu mengalami defisit perdagangan Internasional sebesar Rp 1,74 triliun. Sektor peternakan meskipun peranannya relatif kecil tetapi mempunyai rasio antar upah dan surplus usaha (U/S) cukup bagus, yaitu pada ternak lainnya (0,90) dan peternakan unggas (0,80), 2) sektor ternak potong memiliki nilai keterkaitan ke depan terbesar dan belakang terkecil (langsung dan tidak langsung), pemotongan hewan memiliki nilai keterkitan ke belakang terbesar, ternak lainnya memiliki nilai keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang (langsung) terkecil, 3) hasil penetapan sektor prioritas berdasarkan empat kelompok sektor, maka pemotongan hewan dan peternakan unggas termasuk dalam kelompok sektor prioritas ke dua, sedangkan ternak potong, ternak perah dan ternak lainnya termasuk kelompok sektor prioritas terakhir/keempat, 4) Investasi sebesar Rp 51,3 triliun dalam program RPPK,

  • akan menambah output total diseluruh sektor perekonomian sebesar Rp 80,57 triliun atau 1,42 persen, nilai tambah bruto sebesar Rp 48,39 triliun atau 1,68 persen, pendapatan sebesar Rp 15,19 triiun atau 1,72 persen, dan mengurangi jumlah pengangguran sebanyak 2,72 juta orang atau 22,87 persen.

    Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran, yaitu: 1) untuk penelitian selanjutnya diharapkan adanya penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kecilnya peranan sektor peternakan dalam perekonomian Indonesia terutama dari sisi mikro, 2) investasi yang kecil pada sektor peternakan terutama pada komponen pembentukan modal tetap harus segera diatasi karena akan menyebabkan pengurasan populasi ternak, 3) sektor peternakan mempunyai rasio upah dan gaji dengan surplus usaha (U/S) yang cukup bagus yaitu: pada ternak lainnya dan ternak unggas, sehingga untuk penelitian lebih lanjut dapat melakukan penelitian yang lebih aplikatif mengenai hubungan antara upah dan gaji dengan surplus usaha yang berguna sebagai pertimbangan dalam dunia investasi.

    Kata-kata kunci: sektor peternakan, revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan (RPPK), investasi

  • ABSTRACT

    The Role and Impact of Investment Livestock Sector in Indonesias Economy Ismail, F., D.U. Wardani, and D.J. Setyono

    The aims of this research were: 1) to analyze the role of livestock sector in

    Indonesias economy in terms of demand and supply, consumption, investment,

    export and import, value added, and sectoral output structure, 2) to analyze forward

    and backward linkage livestock sector with the others sector, 3) to analyze position

    of livestock sectors in determining sector priority based on four category sector, and

    4) to analyze the impact of livestock sector investment cause Revitalization of

    Agriculture, Fishery, and Forestry (RAFF) program in terms of output, value added,

    income, and employment opportunity. This research was carried out from August,

    2007February, 2008. The data used for this research are the 66 sector classification

    for the Indonesian Input-Output table 2005 from Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta.

    The data were analyzed by PyIO and Microsoft Excell. Result of this research were:

    1) the role of livestock sector in Indonesias economy is low. The biggest role is in

    terms of household consumption (3,42%), 2) the livestock sector have the largest

    value of direct as long as direct and undirect forward linkage is beef-cattle sector,

    whereas the livestock sector have the largest value of direct as long as direct and

    undirect backward linkage is slaughtering animal sector, 3) slaughtering animal and

    poultry husbandry sector belonging to second priority sector category, whereas beef-

    cattle, dairy-cattle, and others livestock sector belonging to fourth priority sector

    category, and 4) the impact of livestock sector investment cause RAFF program is

    increasing total output 1,42 percent, total value added 1,68 percent, income 1,72

    percent, and decreasing total employment 22,87 percent.

    Keywords: livestock sector, revitalization of Agriculture, fishery, and forestry (RAFF), investment

  • PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PETERNAKAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

    FAHMI ISMAIL

    D34104082

    Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

    Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

    PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

  • PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI SEKTOR PETERNAKAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

    Oleh

    FAHMI ISMAIL

    D34104082

    Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal

    14 April 2008

    Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

    Ir. Dewi Ulfah Wardhani, MS Ir. Dwi Joko Setyono, MS NIP. 131 878 941 NIP. 131 849 391

    Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

    Dr. Ir. Luki Abdullah, M. Sc.,Agr NIP. 131 955 531

  • RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Fahmi Ismail lahir di Sukabumi, 29 April 1986. Penulis

    merupakan anak kedua dari pasangan Ujang Sutandi dan Ade Sumarni. Pendidikan

    yang ditempuh penulis dari tahun 19931998 di Sekolah Dasar Negeri Cisaat Gadis,

    Sukabumi. Penulis kemudian melanjutkan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

    Negeri 1 Cisaat, Sukabumi pada tahun 1998 2001. Selanjutnya penulis melanjutkan

    studinya di Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Sukabumi pada tahun 20012004.

    Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Sosial Ekonomi

    Industri Peternakan, Fakultas peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004

    melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Tahun 2005, penulis

    masuk minat Ekonomi dan Perencanaan. Penulis pernah mendapatkan penghargaan

    sebagi finalis dalam The Meat Livestock Australia (MLA) Project Proposal

    Competition Read Meat Feel Good tahun 2006. Selama mengikuti pendidikan,

    penulis aktif dalam kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi

    Industri Peternakan di Departemen Ilmu dan Keprofesian (Ilprof) pada tahun 2005

    2006 dan di Departemen Informasi dan Teknologi (IT) pada tahun 2006-2007.

    Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan seperti kepanitiaan Pelatihan Desain

    Grafis pada tahun 2005, Bulan Bakti Peternakan pada tahun 2005, LCT SEIP

    (Lomba Cepat Tepat Sosial Ekonomi Industri Peternakan) pada tahun 2005,

    Koordinator Kesekretariatan LCT SEIP (Lomba Cepat Tepat Sosial Ekonomi

    Industri Peternakan) pada tahun 2006, Ketua panitia Pelatihan SPSS 13 tahun 2007,

    Seip goes to Bali pada tahun 2007, Seminar Kredit UMKM tahun 2007.

  • KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmanirrahiim,

    Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat

    dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi ini. Skripsi yang

    berjudul Peranan dan Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam

    Perekonomian Indonesia, merupakan salah satu syarat untuk gelar Sarjana

    Peternakan pada Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan,

    Institut Pertanian Bogor.

    Sektor peternakan merupakan salah satu sektor yang sangat berperan vital

    dalam perekonomian nasional karena sektor ini berkaitan erat dengan kebutuhan

    dasar manusia, yaitu kebutuhan manusia akan protein hewani. Perencanaan

    pembangunan sektor peternakan membutuhkan analisis data-data awal, tetapi

    ketersediaan data-data awal tersebut sangatlah terbatas didapat dari sektor peternakan

    sehingga dengan penelitian ini diharapkan ketersedian data-data awal tersebut dapat

    terpenuhi.

    Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak. Untuk itu,

    penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang

    telah membantu dalam penyusunan proposal, pelaksanan survei, penelitian dan

    penulisan skripsi. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu

    penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun untuk perbaikan skripsi

    ini di masa yang akan datang. Penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini dapat

    bermanfaat. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.

    Amin.

    Bogor, April 2008

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    RINGKASAN ........................................................................................... i

    ABSTRACT .............................................................................................. ii

    RIWAYAT HIDUP .................................................................................. v

    KATA PENGANTAR .............................................................................. vi

    DAFTAR ISI ............................................................................................ vii

    DAFTAR TABEL .................................................................................... ix

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xi

    PENDAHULUAN ................................................................................... 1

    Latar Belakang............................................................................................ 1 Rumusan Masalah....................................................................................... 2 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3 Kegunaan Penelitian ................................................................................... 3 KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................... 4

    TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 7

    Sektor Peternakan dalam Pembangunan ..................................................... 7 Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Peternakan (RPPK) ........................ 8 Tabel Input-Output ..................................................................................... 10 Pengertian Tabel Input-Output ................................................................... 10 Struktur Tabel Input-Output ....................................................................... 13 Analisis Input-Output ................................................................................. 17 Analisis Keterkaitan .................................................................................... 17 Analisis Dampak Penyebaran ..................................................................... 17 METODE PENELITIAN ......................................................................... 19 Waktu Penelitian ........................................................................................ 19 Data dan Instrumentasi ................................................................................ 19 Metode Analisis .......................................................................................... 19 Analisis Keterkaitan ................................................................................... 20 Analisis Dampak Penyebaran .................................................................... 22 Analisis Penetapan Sektor Prioritas ........................................................... 23 Analisis Dampak Investasi ......................................................................... 24 Definisi Istilah ............................................................................................ 24

    GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN EKONOMI PETERNAKAN DI INDONESIA ......................................................... 27 Periode Penjajahan ...................................................................................... 27

  • Periode Awal Kemerdekaan ....................................................................... 28 Periode Pelita I-IV ..................................................................................... 29 Periode Pelita V-VI...................................................................................... 32 Periode Pasca Pelita (2000-2005) ............................................................... 34 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 35 Peranan Sektor Peternakan terhadap Struktur Perekonomian Indonesia..... 35 Struktur Permintaan dan Penawaran ................................................. 35 Struktur Konsumsi Rumah Tangga ................................................... 36 Struktur Investasi .............................................................................. 38 Struktur Ekspor dan Impor ............................................................... 40 Struktur Nilai Tambah Bruto ............................................................ 42 Struktur Output Sektoral ................................................................... 46 Analisis Keterkaitan ................................................................................... 47 Keterkaitan ke Depan ........................................................................ 47 Keterkaitan ke Belakang ................................................................... 50 Analisis Penetapan Sektor Prioritas ........................................................... 52

    Koefisien Penyebaran ....................................................................... 53 Kepekaan Penyebaran ....................................................................... 54 Penetapan Sektor Prioritas ................................................................ 54

    Investasi Sektor Peternakan dalam Program RPPK .................................. 56 Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Perekonomian Indonesia............................................................................................. 58 Dampak Investasi Sektor Peternakan terhadap Nilai Output.............. 58 Dampak Investasi Sektor Peternakan terhadap Nilai Tambah............ 60 Dampak Investasi Sektor Peternakan terhadap Pendapatan ............... 61 Dampak Investasi Sektor Peternakan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ............................................................................................... 62

    KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 64

    UCAPAN TERIMAKASIH ..................................................................... 66 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 67

    LAMPIRAN ............................................................................................... 69

  • DAFTAR TABEL

    Nomor Halaman

    1. Ilustrasi Tabel Input-Output............................................................. 14 2. Kriteria Penentuan Peringkat Prioritas Sektor Kunci ...................... 23

    3. Populasi dan Pertumbuhan Ternak di Indonesia Tahun 1970-1975 ................................................................................................. 29

    4. Produksi dan Pertumbuhan Komoditi Peternakan Tahun 1970-2005 ................................................................................................. 30

    5. Konsumsi Perkapita Komoditi Peternakan Tahun 1970-2005 ........ 30

    6. Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 1971-2000 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (Rp Milyar)........................................ 31

    7. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 1971-2000 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (%/tahun) ................ 31

    8. Struktur Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah) .................. 35

    9. Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah)............................................................................................ 37

    10. Struktur Investasi Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah) ...................................................................... 39

    11. Struktur Ekspor dan Impor Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah) .......................................... 40

    12. Struktur Nilai Tambah Bruto Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah) .......................................... 45

    13. Peringkat Output Domestik Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 (Triliun Rupiah) ......................................... 46

    14. Keterkaitan ke Depan dan ke Belakang Sektor-Sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2005 (Persen) ........................... 48

    15. Keterkaitan Ke Depan Langsung Serta Langsung dan Tidak Langsung Sektor Peternakan dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2005 ...................................................................................... 49

    16. Keterkaitan Ke Belakang Langsung Serta Langsung dan Tidak Langsung Sektor peternakan dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2005 ...................................................................................... 51

    17. Indeks Pengembangan Peringkat Prioritas Sektor Kunci Sektor-Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2005 .................................. 55

    18. Perkiraan Proporsi Kebutuhan Investasi Tiga Komoditas Peternakan Unggulan Tahun 2005-2010 (Triliun Rupiah) .............. 58

  • 19. Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Program RPPK terhadap Pembentukan Output di Indonesia (Triliun Rupiah)......... 59

    20. Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Program RPPK terhadap Pembentukan Nilai Tambah di Indonesia (Triliun Rupiah)............................................................................................. 60

    21. Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Program RPPK terhadap Pembentukan Pendapatan di Indonesia (Triliun Rupiah) . 61

    22. Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Program RPPK terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia (Orang) ............... 63

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Halaman

    1. Agregasi 17 Sektor Tabel Input-Ouput Indonesia Tahun 2005....... 70 2. Klasifikasi 20 Sektor Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2005... 72 3. Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2005 Klasifikasi 20 Sektor... 73 4. Matrik Koefisien Teknis Klasifikasi 20 Sektor ............................... 75 5. Matrik Kebalikan Leontief Terbuka Klasifikasi 20 Sektor ............. 77

  • PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia yang dikaruniai

    Tuhan dengan kekayaan alam yang berlimpah berupa alam yang subur dan kaya akan

    daratan seluas 2 juta km2 dan laut seluas 5,8 juta km2 yang terbentang sepanjang

    8.000 km di khatulistiwa. Indonesia berpotensi menjadi produsen bahan pangan di

    dunia karena memiliki kondisi alam yang subur dan agroklimat yang baik.

    Sebagai negara agraris, maka pertanian harus menjadi prioritas utama dalam

    perekonomian nasional. Hal ini sesuai dengan program Revitalisasi Pertanian,

    Perikanan dan Kehutanan (RPPK), yang dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang

    Yudhoyono pada tanggal 11 Juni 2005. Program ini dilatarbelakangi oleh fakta

    empiris, bahwa sektor pertanian masih tetap berperan vital dalam mewujudkan tujuan

    nasional untuk memajukan kesejahteraan umum, namun vitalitas kinerjanya kini

    cenderung mengalami degradasi sehingga timbul kesadaran untuk menempatkan

    kembali arti penting pertanian dalam perekonomian nasional.

    Melalui program RPPK sektor pertanian beserta sub-subsektornya harus

    menjadi prioritas utama untuk dikembangkan terutama yang memiliki potensi. Sektor

    peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang memiliki potensi untuk

    dikembangkan.

    Sektor peternakan di Indonesia mempunyai potensi yang sangat baik untuk

    dikembangkan. Ditinjau dari kekayaan sumberdaya alam dan daya dukung ekosistem

    yang sangat besar, Indonesia sangat berpotensi untuk dapat menghasilkan produk dan

    jasa peternakan secara meluas seperti bahan pangan dan pakan, farmasi, bioenergi,

    kosmetika, agrowisata, estetika, dan sebagainya.

    Pengembangan potensi sektor peternakan di Indonesia salah satunya dengan

    cara mengakselerasi peningkatan produksi dan nilai tambah usaha peternakan. Faktor

    kunci untuk dapat mengakselerasi sektor peternakan adalah peningkatan dan

    perluasan kapasitas produksi yang bisa diwujudkan melalui investasi. Pada intinya,

    investasi adalah modal yang digunakan untuk meningkatkan atau memfasilitasi

    peningkatan kapasitas produksi.

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu suatu penelitian yang

    mendalam mengenai besarnya peranan dan dampak investasi sektor peternakan

  • dalam perekonomian Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

    bahan informasi untuk pengembangan sektor peternakan di Indonesia.

    Rumusan Masalah

    Mengingat sektor peternakan merupakan salah satu sektor ekonomi yang

    berpotensi dan memiliki prospek yang baik, maka pemerintahan Indonesia yang

    dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam program RPPK

    menjadikan sektor peternakan sebagai salah satu sektor ekonomi yang menjadi

    prioritas untuk dikembangkan. Sektor ini juga diharapkan dapat memajukan sektor

    peternakan itu sendiri maupun sektor-sektor lainnya dan pada akhirnya dapat

    berperan lebih besar lagi dalam perekonomian nasional.

    Perencanaan pembangunan sektor peternakan memerlukan analisis data-data

    awal. Ketersediaan data-data awal tersebut sangatlah terbatas sehingga dalam

    penelitian ini diharapkan dapat diperoleh data-data awal mengenai peranan sektor

    peternakan diantara sektor-sektor lainnya dalam perekonomian nasional. Beberapa

    masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

    1. Berapa besar peranan sektor peternakan terhadap perekonomian Indonesia dalam

    pembentukan struktur permintaan dan penawaran, konsumsi, investasi, ekspor dan

    impor, nilai tambah dan output sektoral?

    2. Berapa besar keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang sektor peternakan

    dengan sektor-sektor lainnya di Indonesia?

    3. Dimanakah posisi sektor peternakan dalam penetapan sektor prioritas berdasarkan

    empat kelompok sektor?

    4. Berapa besar dampak investasi karena program RPPK yang ditimbulkan oleh

    sektor peternakan terhadap pembentukan output, nilai tambah, pendapatan, dan

    kesempatan kerja dalam perekonomian Indonesia?

    Tujuan

    1. Menganalisis besarnya peranan sektor peternakan terhadap perekonomian

    Indonesia dalam pembentukan struktur permintaan dan penawaran, konsumsi,

    investasi, ekspor dan impor, nilai tambah dan output sektoral.

    2. Menganalisis besarnya keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang sektor

    peternakan dengan sektor-sektor lainnya di Indonesia.

  • 3. Menganalisis posisi sektor peternakan dalam penetapan sektor prioritas

    berdasarkan empat kelompok sektor.

    4. Menganalisis besarnya dampak investasi karena program RPPK yang ditimbulkan

    oleh sektor peternakan terhadap pembentukan output, nilai tambah, pendapatan,

    dan kesempatan kerja dalam perekonomian Indonesia.

    Kegunaan Penelitian

    1. Diharapkan bagi penulis untuk menambah pengetahuan tentang peranan dan

    dampak investasi sektor peternakan dalam perekonomian Indonesia.

    2. Diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dalam merencanakan arah

    pembangunan sektor peternakan di Indonesia.

    3. Sebagai acuan atau rujukan untuk penelitian selanjutnya.

  • KERANGKA PEMIKIRAN

    Perekonomian nasional Indonesia yang didasarkan pada pendekatan sektoral,

    terdiri dari bermacam-macam sektor. Struktur perekonomian Indonesia pada tabel

    Input-Output diklasifikasikan menjadi 175 sektor, 66 sektor, dan yang terkecil

    sembilan sektor. Dalam penelitian ini untuk mengetahui peranan sektor peternakan

    dalam perekonomian Indonesia, dapat dianalisis dengan menggunakan tabel Input-

    Output tahun 2005 klasifikasi 66 sektor, yang kemudian diagregasi menjadi 20 sektor

    dengan mempertimbangkan sektor yang sejenis dan sektor yang akan diteliti lebih

    lanjut, khususnya bagi sektor yang memiliki keterkaitan dengan sektor peternakan.

    Sektor-sektor yang terdapat dalam tabel Input-Ouput Indonesia tahun 2005

    klasifikasi 20 sektor secara umum terdiri dari sektor pertanian lainnya (sektor

    tanaman pangan, perkebunan, perikanan, dan kehutanan), sektorsektor lainnya

    (seperti: sektor industri dan jasa), dan sektor peternakan yang menjadi fokus

    penelitian (Lampiran 1).

    Berdasarkan kegiatan budidaya peternakan, maka sektor peternakan dalam

    tabel Input-Output tahun 2005 klasifikasi 20 sektor dibagi atas lima sektor, yaitu: 1)

    sektor ternak dan hasil-hasilnya kecuali susu segar yang diperjelas menjadi sektor

    ternak potong, 2) sektor susu segar yang diperjelas menjadi sektor ternak perah, 3)

    sektor unggas dan hasil-hasilnya yang diperjelas menjadi sektor ternak unggas, 4)

    sektor pemotongan hewan, dan 5) sektor hasil pemeliharaan hewan lainnya yang

    diperjelas menjadi sektor ternak lainnya.

    Hasil dari analisis dengan menggunakan tabel Input-Output, akan didapatkan

    seberapa besar peranan sektor peternakan dalam struktur perekonomian Indonesia

    dan pengaruhnya terhadap sektor-sektor lain melalui analisis keterkaitan dan analisis

    dampak penyebaran. Melalui analisis dampak penyebaran, dapat diketahui juga

    posisi sektor peternakan dalam penetapan sektor prioritas berdasarkan empat

    kelompok sektor.

    Peranan sektor peternakan dalam perekonomian nasional perlu ditingkatkan

    melalui investasi, salah satunya investasi dalam program RPPK. Investasi sektor

    peternakan dalam program RPPK dengan menggunakan analisis Input-Output.

    Analisis ini dapat melihat seberapa besar dampak pada peningkatan produktivitas

    yang berimplikasi pada peningkatan produksi output, nilai tambah, pendapatan, dan

  • kesempatan kerja pada sektor peternakan itu sendiri maupun kepada sektor-sektor

    perekonomian lainnya.

    Berdasarkan hasil yang didapat dari analisis Input-Output tersebut, maka

    dapat diketahui peranan dan dampak investasi sektor peternakan dalam

    perekonomian Indonesia. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada

    Gambar 1.

  • Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Penilitian Keterangan:

    Sektor Peternakan

    Analisis Input-Output (Tabel Input-Output Tahun 2005, Klasifikasi 66 Sektor dengan Agregasi 20 Sektor) - Output, nilai tambah, pendapatan, tenaga kerja - Analisis keterkaitan - Analisis dampak penyebaran (analisis penetapan sektor Prioritas)

    Investasi Sektor Peternakan dalam Program RPPK

    Sektor Pertanian Lainnya

    Sektor-Sektor Lainnya

    Ternak Unggas

    Ternak Potong

    Ternak Perah

    Ternak Lainnya

    Pemotongan Hewan

    Peranan dan Dampak Investasi Sektor Peternakan dalam Perekonomian Indonesia

    Perekonomian Nasional

    = metode analisis

    = ruang lingkup analisis Input-Output

    = fokus penelitian

  • TINJAUAN PUSTAKA

    Sektor Peternakan dalam Pembangunan

    Ternak adalah hewan yang dipelihara manusia dengan sengaja untuk

    mendapatkan hasil dari tubuhnya (Nasoetion, 2004). Peternakan adalah subsektor

    pertanian yang kegiatannya meliputi kegiatan pemeliharaan/pembibitan,

    pengembangbiakan, dan pemungutan hasil tenak (Badan Pusat Statistik, 2003).

    Agribisnis berbasis peternakan (sektor peternakan) mempunyai keunggulan

    dibandingkan dengan sektor lainnya. Menurut Saragih (2001) keunggulannya adalah

    1) kegiatan peternakan, khususnya subsistem budidaya, relatif bersifat tidak

    bergantung pada ketersediaan lahan dan tidak terlalu menuntut kualitas tenaga kerja

    yang tinggi, 2) kegiatan budidaya peternakan memiliki kelenturan bisnis dan

    teknologi yang luas dan luwes. Kelenturan bisnis yang luas yang dimaksud adalah

    bahwa ternak yang dipelihara dapat dijual pada umur berapa saja dan pasarnya telah

    tersedia, 3) produk yang dihasilkan oleh agribisnis berbasis peternakan merupakan

    produk yang memiliki nilai elastisitas terhadap perubahan pendapatan yang tinggi,

    artinya konsumsi akan meningkat bila pendapatan meningkat, 4) sifat permintaan

    produk peternakan yang memiliki nilai elastisitas permintaan terhadap perubahan

    pendapatan yang tinggi dan kegiatan peternakan yang dilihat sebagai suatu sistem

    agribisnis, akan mampu menciptakan kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan

    peningkatan pendapatan, mulai pada agribisnis hulu, budidaya, agribisnis hilir dan

    peningkatan jasa terkait seperti transportasi, perbankan, dan lain-lain, dan 5)

    memiliki pangsa pasar yang luas di kawasan nasional (seperti DKI Jakarta) bahkan di

    kawasan Internasional (seperti: ASEAN, Asia Timur, Timur Tengah, Afrika, dan

    kawasan lainnya).

    Menurut Saragih (2001) salah satu subsektor pertanian (peternakan) yang

    paling berprestasi dalam pembangunan nasional adalah sektor peternakan unggas dan

    hampir tidak ada subsektor pertanian lainnya yang hampir menyamai prestasinya.

    Hal ini terjadi pada awal tahun 1960-an, sektor peternakan unggas skala usahanya

    masih bersifat budidaya skala keluarga (backyard poultry farming), tetapi hanya

    dalam tempo kurang dari 25 tahun mampu melakukan pendalaman struktur ke

    industri yang lebih hulu maupun ke industri hilirnya. Menurut hasil penelitian Ikhsan

    (2005) yang mengadakan penelitian mengenai peranan sektor peternakan unggas dan

  • dampak flu burung terhadap perekonomian di Indonesia pada tahun 2000,

    menjelaskan bahwa peran sektor peternakan unggas jika dilihat dari struktur

    permintaan output dan permintaan akhir masih rendah. Hal ini terjadi karena sektor

    peternakan unggas hanya berkontribusi sebesar 1,32 persen dari keselurahan sektor-

    sektor perekonomian di Indonesia, tetapi jika dilihat dari nilai multiplier, sektor

    peternakan unggas memiliki peranan yang cukup baik dalam peningkatan output,

    pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja.

    Peranan sektor pertanian (termasuk di dalamnya sektor peternakan) dalam

    pembangunan ekonomi menurut Mardianto (2001) adalah: 1) penyedia kebutuhan

    pangan masyarakat atau penduduk suatu negara, 2) penghasil devisa yang cukup

    besar bagi sebagian besar negara berkembang, 3) sebagai pendorong tumbuhnya

    sektor industri melalui keterkaitan permintaan yang semakin meningkat, dan 4)

    memperbaiki kesejahteraan masyarakat pedesaan. Menurut Sudaryanto et al., (2002)

    sektor peternakan memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia dalam

    bentuk kontribusi GDP (Gross Domestic Product), penyumbang kesempatan kerja,

    sumber pendapatan, perolehan devisa, dan sumber pangan hewani bagi penduduk.

    Saragih (2001) mengatakan sesuai dengan tujuan peternakan pada Pelita VI maka

    peranan sektor peternakan harus diarahkan untuk meningkatkan pendapatan petani

    peternak, mendorong diversifikasi pangan, perbaikan mutu gizi masyarakat, dan

    mengembangkan ekspor.

    Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK)

    Kabinet Indonesia bersatu telah menetapkan program pembangunannya

    dengan menggunakan strategi tiga jalur (triple track strategy) yang berazas pro-

    gowth, pro-employment, dan pro-poor. Operasionalisasi konsep strategi tiga jalur

    tersebut dirancang melalui: 1) peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 6,5 persen

    per tahun melalui percepatan investasi dan ekspor, 2) pembenahan sektor riil untuk

    mampu menyerap tambahan angkatan kerja dan menciptakan lapangan kerja baru,

    dan 3) revitalisasi sektor pertanian dan perdesaan untuk berkontribusi pada

    pengentasan kemiskinan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005).

    RPPK pada awalnya hanya akan digunakan istilah revitalisasi pertanian

    dengan pemahaman akan pertanian dalam arti luas yang juga mencakup perikanan

    dan kehutanan. Namun guna mengakomodasi kondisi aktual pengelolaan

  • pembangunan yang kenyataannya memang menggunakan pendekatan sektoral,

    dimana sektor perikanan dan sektor kehutanan berbeda dengan sektor pertanian maka

    digunakan istilah Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Dengan

    menggunakan istilah tersebut maka RPPK mencakup pertanian dalam arti luas,

    termasuk peternakan, perkebunan, hortikultura, dan tanaman pangan. Perikanan,

    termasuk perikanan tangkap dan budidaya. Kehutanan, termasuk kayu dan non kayu.

    RPPK juga mencakup semua kegiatan hulu-hilir: lahan, air, bibit, pembiayaan, alat

    dan mesin budidaya, industri, distribusi, eceran, dan sebagainya; serta semua pelaku,

    seperti petani, peternak, nelayan, pekebun, petambak, pembudi-daya ikan, petani

    hutan, pengusaha dan perusahaan agribisnis, BUMN, koperasi, perbankan,

    universitas, asosiasi dan sebagainya (Krisnamurthi, 2006).

    RPPK merupakan pernyataan politik pemerintah yang dicanangkan oleh

    Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa

    Barat yang dilatarbelakangi oleh fakta empiris bahwa sektor pertanian masih tetap

    berperan vital dalam mewujudkan tujuan nasional untuk memajukan kesejahteraan

    umum, namun vitalitas kinerjanya kini cenderung mengalami degradasi sehingga

    perlu direvitalisasi secara sungguh-sungguh sehingga muncul kesadaran mengenai

    pentingnya pertanian bagi kehidupan seluruh rakyat dan bangsa Indonesia.

    Kesadaran bahwa Indonesia justru akan menjadi negara besar jika mampu

    mendayagunakan pertaniannya (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,

    2005).

    RPPK dapat diartikan sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali arti

    penting pertanian, perikanan dan kehutanan secara proposional dan kontekstual.

    RPPK juga diartikan untuk menyegarkan kembali vitalitas pertanian, perikanan,

    dan kehutanan, memberdayakan kemampuannya, dan meningkatkan kinerjanya

    dalam pembangunan nasional dengan tidak mengabaikan sektor lain. Kedua arti

    revitalisasi tersebut bersifat saling mempengaruhi, saling tergantung, dan harus

    dapat dikembangkan secara seimbang.

    Dalam rangka menempatkan kembali arti penting pertanian, perikanan, dan

    kehutanan secara proposional dan kontekstual, maka ditawarkan tiga aspek

    revitalisasi yaitu:

  • 1. Revitalisasi Ideologis dan Politis

    RPPK harus dimulai dengan kesadaran ideologis bahwa demi kemanusiaan,

    keadilan, dan kerakyatan, serta kedaulatan maka pertanian, perikanan, dan

    kehutanan harus dipentingkan. Hal ini sekaligus juga menegaskan bahwa

    pertanian, perikanan, dan kehutanan memang bukan hanya komoditi atau produk

    yang harus tunduk pada mekanisme pasar. Oleh karenanya, sesuatu yang obyektif

    dan logis apabila pertanian, perikanan, dan kehutanan memiliki posisi politik yang

    kuat.

    2. Revitalisasi Output dan Outcome

    Dalam agribisnis terminologi produk yang dipergunakan telah bergeser

    menjadi lebih berorientasi pada pandangan konsumen. Pengkategorian output

    pertanian, perikanan, dan kehutanan telah berubah menjadi: 1) pangan dan pakan,

    2) biofarmaka, 3) bioenergi, 4) serat, dan 5) wisata dan estetika.

    3. Revitalisasi Ekonomi

    Pandangan pertanian, perikanan dan kehutanan dalam perekonomian yang

    ditempatkan dalam posisi melayani industri harus dirubah kepada posisi semula

    yaitu hubungan pertanian, perikanan, dan kehutanan dengan industri bersifat

    saling terkait dan saling ketergantungan. Demikian juga dengan pandangan dalam

    perekonomian Indonesia, dimana kemajuan terjadi jika ada transformasi dari

    pertanian menuju industri dan jasa perlu dikoreksi agar tidak diartikan

    meninggalkan pertanian, tetapi justru membangun keterkaitan pertanian-industri-

    jasa yang lebih sinergis.

    Ketiga bentuk revitalisasi tersebut telah memberikan argumentasi yang sangat

    tegas mengenai peran pertanian, perikanan, dan kehutanan yang penting, strategis,

    dan terhormat (Krisnamurthi, 2006).

    Tabel Input-Output

    Pengertian Tabel Input-Output

    Input-Output adalah suatu model yang dapat digunakan untuk melihat

    hubungan antar sektor dengan sektor lain, dalam perekonomian model Input-Output

    ini pertama kali ditemukan oleh Francois Quesnay pendiri mahzab Physiochart pada

  • abad 18 dalam teori distribusinya yang disebut Tableu Economique (Budiharsono,

    2001). Model ini pertama kali dikembangkan oleh Wasilly Leontief pada tahun

    1930-an, idenya sangat sederhana namun mampu menjadi salah satu alat analisis

    yang ampuh dalam melihat hubungan antar sektor dalam suatu perekonomian

    (Nazzara, 2005). Konsep dasar yang dikembangkan oleh Leontief adalah: 1) struktur

    perekonomian tersusun dari berbagai sektor yang satu sama lain berinteraksi melalui

    transaksi jual beli, 2) output suatu sektor dijual kepada sektor-sektor lainnya dan

    untuk memenuhi permintaan akhir, 3) input suatu sektor dibeli dari sektor-sektor

    lainnya, rumah tangga (dalam bentuk jasa tenaga kerja), dan pemerintah (misalnya

    pembayaran pajak tidak langsung, penyusutan, surplus usaha, serta impor), 4)

    hubungan input dengan output bersyarat linier, 5) dalam satu kurun waktu analisis

    (biasanya satu tahun) total input sama dengan total output, dan 6) suatu sektor terdiri

    dari satu atau beberapa perusahaan dan output tersebut diproduksikan oleh satu

    teknologi.

    Model Input-Output memiliki beberapa kegunaan, diantaranya: 1) dapat

    mengestimasi ketergantungan struktural antara berbagai sektor yang menyusun

    perekonomian suatu wilayah secara konsisten, 2) mampu meramalkan dampak

    langsung ataupun tidak langsung dari kegiatan ekonomi yang direncanakan, dan 3)

    mampu secara konsisten meramalkan kecenderungan pertumbuhan perekonomian

    sekurang-kurangnya untuk kurun waktu 3 sampai 5 tahun (Budiharsono, 2001).

    Pengertian tabel Input-Output adalah uraian statistik dalam bentuk matriks

    yang menggambarkan transaksi barang dan jasa antar berbagai sektor ekonomi dalam

    waktu tertentu. Isian sepanjang baris Tabel Input-Output menunjukkan

    pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan

    antara dan permintaan akhir. Disamping itu, isian sepanjang kolom menunjukkan

    komposisi penciptaan nilai tambah sektoral dan struktur input yang digunakan oleh

    masing-masing sektor (Badan Pusat Statistik, 2000).

    Tabel Input-Output Indonesia dibuat oleh BPS dan pertama kali diterbitkan

    tahun 1976 untuk tabel Input-Output 1971. Tabel Input-Output lainnya yang telah

    dihasilkan adalah tabel Input-Output untuk tahun 1975, 1980, 1985, 1990, 2000,

    2003, dan 2005. Kerangka dasar yang digunakan pada setiap tabel Input-Output

    diusahakan untuk konsisten satu sama lain. Akibat perkembangan jenis dan mutu

  • data yang digunakan, maka penyusunan tabel Input-Output pun pada prakteknya

    mengalami berbagai pengembangan dan penyempurnaan, khususnya dalam hal

    klasifikasi, metode penyusunan, dan cara penyajian (Badan Pusat Statistik, 2005).

    Angka-angka dalam tabel Input-Output dapat digunakan untuk berbagai

    tujuan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

    pembangunan nasional. Sebagai suatu metode kuantitatif tabel Input-Output

    memberikan gambaran menyeluruh tentang: 1) struktur perekonomian negara atau

    wilayah tertentu yang mencakup output, input dan nilai tambah masing-masing

    sektor, 2) struktur input antara, yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar

    sektor produksi, 3) struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa impor atau yang

    berasal dari provinsi lain, dan 4) struktur permintaan barang dan jasa, baik

    permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi,

    investasi, dan ekspor (Pesoth, 2001).

    Beberapa tahun belakangan ini, model Input-Output telah dikembangkan

    untuk keperluasan yang lebih luas dalam analisis ekonomi. Beberapa kegunaan dari

    analisis input-output antara lain: 1) untuk memperkirakan dampak permintaan akhir

    terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja

    di berbagai sektor produksi, 2) untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan

    barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan

    subsitusinya, 3) untuk analisis perubahan harga, yaitu dengan melihat pengaruh

    secara langsung dan tidak langsung dari perubahan harga input terhadap output, 4)

    untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap

    pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi,

    dan 5) untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasikan

    karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah.

    Menurut Badan Pusat Statistik (2005), dalam menyusun tabel Input-Output

    sangat penting dilakukan asumsi-asumsi untuk menunjang transaksi yang ada dalam

    tabel Input-Output tersebut, asumsi-asumsi tersebut antara lain:

    1. Keseragaman (Homogenitas)

    Setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan

    susunan input tunggal dan tidak ada subsitusi otomatis antar input.

  • 2. Kesebandingan (Proportionality)

    Suatu prinsip atau asumsi dimana hubungan antar input atau output pada

    setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, artinya kenaikan dan penurunan

    output suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan dan penurunan input yang

    digunakan oleh sektor itu dan dalam keadaan constan return to scale.

    3. Penjumlahan (Additivitas)

    Efek total dari kegiatan produksi berbagai sektor merupakan penjumlahan

    dari efek masing-masing kegiatan termasuk ekonomi eksternal dan disekonomi

    sepanjang efek tersebut strategis.

    Akibat adanya asumsi-asumsi tersebut maka model Input-Output memiliki

    bebrapa keterbatasan, agar tidak menimbulkan kekeliruan dalam interpetasi hasil

    analisisnya. Keterbatasan-keterbatasan tersebut meliputi:

    1. Koefisien input atau koefisien teknis diasumsikan tetap (konstan) selama periode

    analisis atau proyeksi. Karena koefisien teknis dianggap konstan, maka teknologi

    yang digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksi juga dianggap

    konstan. Akibatnya perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding

    dengan perubahan kuantitas harga output. Hal ini menyebabkan harus dilakukan

    penyesuaian terhadap koefisien agar tidak timbul bias terhadap hasil produksi.

    2. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam penyusunan tabel Input-Output

    dengan menggunakan metode survey.

    3. Semakin banyak agregasi yang dilakukan terhadap sektor-sektor yang ada akan

    menyebabkan pula kecenderungan pelanggaran terhadap asumsi homogenitas dan

    akan banyak informasi ekonomi yang terperinci tidak terungkap dalam

    analisisnya.

    Struktur Tabel Input-Output

    Format dari Tabel Input-Output biasanya berupa matrik n x n yang dibagi

    menjadi empat bagian dan tiap bagian mendeskripsikan status hubungan tertentu

    (Nazzara, 2005). Hubungan antar sektor perekonomian dapat disajikan dalam sebuah

    tabel. Dalam tabel tersebut, sektor produksi (sektor asal) disajikan di sebelah kiri dan

    sektor tujuan disajikan di sebelah atas tabel. Input-input yang diperlukan oleh

    masing-masing sektor disajikan searah kolom, sedangkan searah baris menunjukkan

    output-output yang diproduksi oleh masing-masing sektor.

  • Tabel Input-Output menurut Nazzara (2005), dapat menunjukkan transaksi

    antar komponen dari suatu perekonomian, dimana sebagai ilustrasi terdapat dua

    sektor produksi dengan empat komponen permintaan akhir, yaitu konsumsi rumah

    tangga (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), dan ekspor luar negeri (E); dua

    faktor produksi, yaitu tenaga kerja (L) dan kapital dengan balas jasa sewa (N).

    Sektor-sektor produksi maupun pengguna jasa akhir juga dapat membeli barang dari

    luar negeri dalam bentuk impor (M). Secara lengkap tabel tersebut dapat dilihat

    sebagai berikut:

    Tabel 1. Ilustrasi Tabel Input-Output

    Sektor Produksi Permintaan Akhir Total Output

    1 2 C I G E (X)

    1 Z11 Z12 C1 I1 G1 E1 X1 Sektor

    Produksi 2 Z21 Z22 C2 I2 G2 E2 X2

    L L1 L2 L Nilai

    Tambah N N1 N2 N

    Impor M M1 M2 M

    Total Input (X) X1 X2 C I G E X

    Sumber : Miller and Blair (1985)

    Dalam konteks input antara, terjadi arus perpindahan barang antar sektor

    yaitu dari sektor i ke sektor j dan perpindahan intrasektor yaitu perpindahan yang

    terjadi di dalam sektor itu sendiri. Tabel 1 menunjukkan bahwa terjadinya arus

    perpindahan barang dari sektor i ke sektor j, dimana i=j. Nilai uang arus barang dan

    jasa dari sektor i ke sektor j diberi notasi zij, total output sektor i dinotasikan dengan

    Xi, dan total permintaan akhir sektor i dinotasikan Yi. Dengan demikian

    persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:

    Xi = zi1 + zi2 + + zin + Yi (1)

    Persamaan (1) menunjukkan distribusi output ke sektor i. Output sektor i

    tersebut didistribusikan ke sektor-sektor produksi yang lain, dan dialokasikan ke

    pemakai akhir. Pemakai akhir tersebut adalah pelaku-pelaku ekonomi di dalam

    perekonomian yang secara agregat bisa diklasifikasikan ke dalam rumah tangga,

    perusahaan, pemerintah, dan pihak luar negeri. Permintaan akhir rumah tangga

    adalah konsumsi rumah tangga (Ci), permintaan akhir perusahaan adalah investasi

    (Ii), permintaan akhir pemerintah adalah pengeluaran pemerintah (Gi), dan

  • permintaan akhir luar negeri adalah ekspor (Ei). Pada persamaan (1) terlihat bahwa

    terdapat n sektor yang sama seperti persamaan untuk seluruh perekonomian, yaitu:

    X1 = z11 + z12 + z13 + + z1n + Y1 X2 = z21 + z22 + z23 + + z2n + Y2 (2)

    Xn = zn1 + zn2 + zn3 + + znn + Yn Kurung kurawal di depan persamaan (2) menunjukkan bahwa keseluruhan n

    persamaan tersebut merupakan suatu sistem persamaan.

    Selain dari sudut pandang distribusi output, sisi inputpun perlu diperhatikan.

    Berarti suatu sektor tidak dilihat menurut baris tetapi kolom. Dengan mengurutkan

    input antara yang digunakan oleh sektor 1, lazim dituliskan dalam suatu vektor

    kolom berikut:

    z11

    z21

    z31

    zn1 Koefisien z11 mencerminkan jumlah input antara yang diperlukan oleh sektor

    1 yang berasal dari sektor 1 itu sendiri. Begitu pula, z21 adalah jumlah input antara

    bagi sektor 1 yang berasal dari sektor 2. Dengan begitu, vektor kolom 1

    menunjukkan struktur input antara sektor 1 tersebut.

    Input yang dibutuhkan dalam proses produksi sektor i tidak hanya input

    antara. Sektor produksi juga memerlukan input lain yang disebut input primer. Input

    primer adalah faktor produksi seperti faktor produksi tenaga kerja dengan balas jasa

    upah dan gaji (L) dan faktor produksi kapital dengan balas jasa sewa atau bunga

    modal (N). Balas jasa faktor-faktor produksi inilah yang disebut sebagai nilai tambah

    dari proses produksi.

    Faktor-faktor produksi yang ada di dalam perekonomian tersebut juga tidak

    semuanya terpakai di sektor-sektor produksi. Ada pula faktor-faktor produksi yang

    dipakai sebagai permintaan akhir dari rumah tangga, perusahaan, pemerintah, dan

    luar negeri.

    Selain input antara yang dibeli dari sektorsektor lain di dalam

    perekonomian, dan input primer yang berupa faktor-faktor produksi, proses produksi

  • sektor tertentu juga dapat membeli inputnya dari luar negeri (M), dalam bentuk

    impor.

    Sesuai dengan definisi tabel Input-Output, total input harus sama dengan total

    output dan berdasarkan sifatnya yang linier, maka dapat dituliskan sebagai berikut:

    X1 + X2 + L + N + M = X

    = X1 + X2 + C + I + G + E (3)

    persamaan (3) adalah identitas dari pendapatan nasional, yang ditunjukkan oleh

    persamaan sebelah kiri, dimana pendapatan nasional sebagai penjumlahan dari balas

    jasa faktor-faktor produksi dalam perekonomian. Dalam perekonomian ini, hanya

    ada dua faktor produksi, yaitu tenaga kerja dan kapital, yang balas jasanya adalah

    upah atau gaji (L) dan bunga modal (N). Persamaan (4) bagian kanan menunjukkan

    bahwa, pendapatan nasional sebagai penjumlahan dari pengeluaran yang dilakukan

    oleh pelaku ekonomi dalam perekonomian tersebut. Dua persamaan di atas yang

    menghasilkan nilai X yang sama, dapat dijabarkan sebagai berikut dengan

    menghilangkan X1 dan X2, sehingga menjadi:

    L + N + M = C + I + G + E atau L + N = C + I + G + (E- M) (4)

    Persamaan (4) pada analisis Input-Output memegang peranan penting yaitu

    sebagai dasar analisis ekonomi mengenai keadaan perekonomian suatu wilayah.

    Secara umum matrik dalam tabel Input-Output dapat dibagi menjadi empat kuadran

    yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III, dan kuadran IV, dengan masing-masing

    penjelasan dan arti kuadran tersebut sebagai berikut:

    1. Kuadran I (Intermediate Demand Quadrant)

    Kuadran I disebut juga sebagai kuadran permintaan antara, setiap sel pada

    kuadran ini merupakan transaksi barang atau jasa yang digunakan dalam proses

    produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai sifat saling ketergantungan

    antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Kuadran I dalam analisis Input-

    Output memiliki peranan yang sangat penting, karena kuadran inilah yang

    menunjukkan keterkaitan antar sektor ekonomi dalam melakukan proses

    produksinya.

    2. Kuadran II (Final Demand Quadrant)

    Menunjukkan penjualan barang atau jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor

    perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output

  • suatu sektor yang digunakan langsung oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan

    modal tetap, perubahan stok, dan ekspor.

    3. Kuadran III (Primary Inputs Quadrant)

    Menunjukkan pembelian yang dihasilkan di luar sistem produksi oleh sektor-

    sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini umumnya terdiri dari penyusutan, pajak

    tidak langsung, upah dan gaji, surplus usaha, dan nilai tambah lainnya. Jumlah

    keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang

    dihasilkan wilayah tersebut.

    4. Kuadran IV (Primary Inputs Final Demand Quadrant)

    Menunjukkan input primer yang diserap oleh permintaan akhir artinya adanya

    transaksi langsung antar kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui

    sistem produksi atau kuadran antara.

    Analisis Input-Output

    Analisis Keterkaitan

    Menurut Pesoth (2001), analisis keterkaitan sangat diperlukan dalam

    perencanaan pembangunan. Melalui analisis keterkaitan ini, pengaruh peningkatan

    suatu sektor akan terlihat pada sektor-sektor yang menyediakan bahan baku sebagai

    inputnya (keterkaitan ke belakang) dan juga pengaruhnya terhadap sektor lain yang

    menggunakan output yang dihasilkannya sebagai input mereka (keterkaitan ke

    depan).

    Keterkaitan ke belakang (backward linkage) terjadi jika peningkatan sektor

    tertentu akan mendorong peningkatan output sektor-sektor lainnya. Keterkaitan ini

    bersumber dari mekanisme penggunaan input produksi. Keterkaitan ke depan

    (forward linkage) menghitung total output yang tercipta akibat meningkatnya output

    suatu sektor industri melalui mekanisme distribusi output dalam perekonomian

    (Ikhsan, 2005).

    Analisis Dampak Penyebaran

    Analisis dampak penyebaran berguna untuk mengetahui distribusi manfaat

    pengembangan suatu sektor terhadap sektor lainnya melalui mekanisme transaksi

    pasar output dan input (Badan Pusat Statistik, 2000). Analisis dampak penyebaran

    dianalisis berdasarkan koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran.

  • 1. Koefisien Penyebaran

    Konsep ini berguna untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan

    suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme

    transaksi pasar input. Konsep ini juga sering diartikan sebagai kemampuan suatu

    sektor untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya.

    2. Kepekaan Penyebaran

    Konsep ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor

    terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering

    juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan

    produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini.

  • METODE PENELITIAN

    Waktu Penelitian

    Penelitian mengenai peranan dan dampak investasi sektor peternakan dalam

    perekonomian Indonesia dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Februari

    tahun 2008 meliputi penyusunan proposal, pengumpulan data, pengolahan data,

    analisis data dan penulisan laporan dalam bentuk skripsi.

    Data dan Instrumentasi

    Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa tabel

    Input-Output Indonesia tahun 2005 klasifikasi 66 sektor dari Badan Pusat Statistik

    dan data-data penunjang lainnya. Data-data tersebut diolah dengan menggunakan

    software PyIO dan Microsoft Excel.

    Metode Analisis

    Metode yang digunakan untuk menganalisis peranan dan dampak investasi

    sektor peternakan dalam perekonomian Indonesia adalah dengan menganalisis tabel

    Input-Ouput. Dari tabel Input-Output dapat dianalisis seberapa besar peranan sektor

    peternakan dalam pembentukan struktur permintaan dan penawaran, konsumsi,

    investasi, ekspor dan impor, nilai tambah, dan output sektoral.

    Pengaruh sektor peternakan dengan sektor-sektor lain dapat dianalisis

    berdasarkan analisis keterkaitan dan dampak penyebaran. Hasil dari analisis dampak

    penyebaran juga dapat mengetahui sektor-sektor prioritas untuk dikembangkan.

    Dampak investasi sektor peternakan terhadap pembentukan nilai output,

    pendapatan, kesempatan kerja, dan nilai tambah dapat dianalisis berdasarkan matrik

    permintaan akhir, sebagaimana ditunjukkan oleh persamaan (1) dibawah ini:

    X1 = z11 + z12 + z13 + ... + z1n + Y1

    X2 = z21 + z22 + z23 + ... + z2n + Y1

    . . . . . . .

    . . . . . . .

    Xn = zn1 + zn2 + zn3 + ... + znn + Yn.............................................................................(1)

  • jika diketahui matriks koefisien input:

    j

    ijij X

    za = .....................................................................................................................(2)

    dan jika persamaan (2) didistribusikan ke persamaan (1) maka didapat persamaan (3)

    sebagai berikut:

    nnninn

    ni

    ni

    aaaaaaaaaaaa

    ALLLLLLLLL

    21

    222221

    111211

    =

    dimana I merupakan matriks identitas berukuran n x n, sehingga dari notasi matriks

    tersebut dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:

    (I-A) X = Y.................................................................................................................(4)

    Jika terdapat perubahan dalam permintaan akhir, maka akan terjadi perubahan pola

    pendapatan nasional, menjadi:

    X = (I-A)-1 Y .............................................................................................................(5)

    dimana (I-A)-1 sering dikenal dengan nama matriks kebalikan Leontief (Leontief

    inverse matrix).

    keterangan: I = matriks identitas yang elemennya memuat angka satu pada diagonalnya dan nol

    pada selainnya. Y = jumlah output (I-A) = matriks Leontief (I-A)-1 = matriks kebalikan Leontief Terbuka

    Persamaan (5) menunjukkan bahwa output setiap sektor memiliki hubungan

    fungsional terhadap permintaan akhir, dengan (I-A)-1 sebagai koefisien antaranya.

    Matriks kebalikan ini mempunyai peranan penting sebagai alat analisis ekonomi

    karena menunjukkan adanya saling keterkaitan antara tingkat permintaan akhir

    terhadap tingkat produksi. Dengan memasukkan berbagai nilai Y, maka nilai X dapat

    ditentukan.

    Analisis Keterkaitan

    1. Keterkaitan Langsung ke Depan (KD)

    Menunjukkan akibat suatu sektor terhadap sektor-sektor yang menggunakan

    sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan

    total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:

    X1 X2 Xn

    Y1 Y2 Yn

    =

  • Kdi = =

    n

    jija

    1

    keterangan: Kdi = keterkaitan langsung ke depan sektor

    ija = unsur matriks koefisien teknis n = jumlah sektor

    2. Keterkaitan Langsung ke Belakang (KB)

    Menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang

    menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan

    permintaan total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:

    KBi = =

    n

    iija

    1

    keterangan: KBi = keterkaitan langsung ke belakang sektor i ija = unsur matriks koefisien teknis n = jumlah sektor

    3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan (KDLT)

    Menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang

    menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung maupun tidak

    langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan

    sebagai berikut:

    KDLTi = =

    n

    jijq

    1

    keterangan: KDLTi = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i

    ijq = unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka n = jumlah sektor

    4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang (KBLT)

    Menunjukkan akibat suatu sektor yang diteliti terhadap sektor-sektor yang

    menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak

    langsung per unit kenaikan permintaan total. Rumus untuk mencari keterkaitan

    langsung dan tidak langsung ke belakang adalah sebagai berikut :

  • KBLTi ==

    n

    iijq

    1

    keterangan: KBLTi= keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor i

    ijq = unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka

    ijq = unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka n = jumlah sektor

    Analisis Dampak Penyebaran

    Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke

    belakang seperti yang diuraikan sebelumnya, belum memadai dipakai sebagai

    landasan pemilihan sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat

    diperbandingkan antar sektor karena peranan permintaan akhir setiap sektor tidak

    sama. Oleh karena itu setiap indeks tersebut haruslah dinormalkan dengan cara

    membandingkan rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-

    rata dampak seluruh sektor. Analisis ini disebut dengan dampak penyebaran, yang

    terbagi dua, yaitu:

    1. Koefisisen Penyebaran/Daya Penyebaran ke Belakang/Daya Menarik (Bd)

    Koefisien penyebaran disebut juga indeks daya penyebaran ke belakang.

    Analisa ini menunjukkan koefisien kaitan yang memberikan gambaran tentang

    pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir untuk semua sektor di

    dalam sistem perekonomian. Koefisien penyebaran merupakan keterkaitan

    langsung dan tidak langsung ke belakang yang dinormalkan dengan jumlah sektor

    dan seluruh koefisien matriks kebalikan Leontief. Secara matematis dapat ditulis

    dalam bentuk rumus sebagai berikut :

    Bdj =

    = =

    =n

    i

    n

    jij

    n

    jij

    q

    qn

    1 1

    1

    keterangan: Bdj = koefisien penyebaran sektor j

    ijq = unsur matriks kebalikan Leontief n = jumlah sektor

  • 2. Kepekaan Penyebaran /Daya Penyebaran ke Depan/Daya mendorong (Fd)

    Kepekaan penyebaran disebut juga indeks daya penyebaran ke depan.

    Kepekaan penyebaran ini memberikan gambaran tentang pengaruh yang timbul

    oleh satu unit permintaan akhir terhadap semua sektor di dalam perekonomian.

    Kepekaan penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke

    depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien

    matriks kebalikan Leontief. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai kepekaan

    penyebaran adalah:

    Fdi =

    = =

    =n

    i

    n

    jij

    n

    jij

    q

    qn

    1 1

    1

    keterangan: Fdi = koefisien penyebaran sektor i

    ijq = unsur matriks kebalikan Leontief n = jumlah sektor

    Apabila nilai indeks Bd dari sektor i > 1, hal ini menunjukkan bahwa sektor

    tersebut memperoleh pengaruh dari sektor lainnya yang juga tinggi (peka terhadap

    sektor lain). Apabila indeks Fd dari sektor j > 1, berarti pengaruh sektor tersebut

    terhadap sektor lainnya atau terhadap perekonomian secara keseluruhan juga tinggi.

    Analisis Penetapan Sektor Prioritas

    Penetapan sektor-sektor prioritas dalam perekonomian Indonesia dapat

    ditentukan berdasarkan pada tinggi rendahnya nilai kepekaan dan koefisien

    penyebarannya (analisis dampak penyebaran) yang didasarkan pada peringkat yang

    dimilikinya (BPS, 2000). Kriteria penentuan sektor kunci dapat menggunakan Tabel

    2 berikut ini.

    Tabel 2. Kriteria Penentuan Peringkat Prioritas Sektor Kunci

    Koefisien Penyebaran Kepekaan Penyebaran Prioritas Tinggi Tinggi Rendah Rendah

    Tinggi Rendah Tinggi Rendah

    I II III IV

    Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000

  • Analisis Dampak Investasi

    Rumus yang digunakan untuk menghitung dampak investasi sektor

    peternakan terhadap perekonomian Indonesia (BPS, 2000) sebagai berikut:

    1. Dampak terhadap pembentukan output (Xfid)

    Xfid = (I-A)-1 (Fid)

    2. Dampak terhadap kesempatan kerja (Lik)

    Lik = e (I-A)-1 (Fid)

    3. Dampak terhadap pembentukan nilai tambah bruto (Vfid)

    Vfid = V (I-A)-1 (Fid)

    4. Dampak terhadap pendapatan (I)

    I = fidVVxPx

    1

    1

    keterangan:

    (I-A)-1 = matriks kebalikan Leontief terbuka

    E = matriks koefisien tenaga kerja sektor i pada matriks koefisien teknis

    V = matriks koefisien nilai tambah sektor i pada matriks koifisien teknis

    Fid = nilai investasi sektor peternakan

    Pxi = nilai Upah dan Gaji Sektor i pada Matriks Transaksi Domestik

    Vxi = nilai Tambah Bruto Sektor i pada Matriks Transaksi Domestik

    Penelitian ini akan dilakukan penambahan alokasi investasi pada komponen

    pembentukan modal tetap bruto yang merupakan komponen dari struktur investasi

    dalam tabel Input-Output. Dampak dari penambahan investasi tersebut akan

    memberikan gambaran mengenai dampak investasi sektor peternakan, terutama

    terhadap pembentukan nilai output, pendapatan, penyerapan tenaga kerja, dan nilai

    tambah bruto. Nilai investasi menggunakan data nilai investasi dari Balitbang

    Pertanian, yang dibutuhkan untuk mengembangkan tiga komoditi peternakan

    unggulan dalam program RPPK tahun 2005. Komoditi tersebut atara lain: 1)

    komoditi unggas sebesar Rp 24,5 triliun, 2) komoditi kambing-domba sebesar Rp 2,8

    triliun, dan 3) komoditi sapi sebesar Rp 24 triliun.

    Daftar Istilah

    1. Output: output dalam pengertian Tabel Input-Output adalah output domestik,

    yaitu nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi di

  • wilayah dalam negeri (domestik), tanpa membedakan asal usul pelaku

    produksinya. Dalam hal ini pelaku produksi dapat berupa perusahaan dan

    perorangan dari dalam negeri atau perusahaan dan perorangan asing. Bagi unit

    usaha yang produksinya berupa barang, maka output merupakan hasil perkalian

    kuantitas produksi barang yang bersangkutan dengan harga produsen per unit

    barang tersebut. Sedangkan bagi unit usaha yang bergerak di bidang jasa, maka

    output merupakan nilai peneriamaan dari jasa yang diberikan ke pihak lain.

    2. Transaksi antara: transaksi yang terjadi antara sektor yang berperan sebagai

    konsumen dan produsen. Sektor yang berperan sebagai produsen atau sektor

    produksi merupakan sektor pada masing-masing baris, sedangkan sektor sebagai

    konsumen ditunjukkan oleh sektor pada masing-masing kolom. Transaksi yang

    dicakup dalam transaksi antara hanya transaksi barang dan jasa yang terjadi

    dalam hubungannya dengan proses produksi. Isian sepanjang baris pada transaksi

    antara memperlihatkan alokasi output suatu sektor dalam memenuhi kebutuhan

    input sektor-sektor lain untuk keperluan produksi dan disebut sebagai permintaan

    antara. Sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan input barang dan jasa

    yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor dan disebut juga sebagai

    input antara.

    3. Permintaan akhir dan impor: permintaan atas barang dan jasa untuk keprluan

    konsumsi, bukan untuk proses produksi. Permintaan akhir terdiri dari

    pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah,

    pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor.

    4. Pengeluaran konsumsi rumah tangga: pengeluaran yang dilakukan rumah tangga

    untuk semua pembelian barang dan jasa dikurangi dengan penjualan netto barang

    bekas. Barang dan jasa dalam hal ini mencakup barang tahan lama dan barang

    tidak tahan lama kecuali pembelian rumah tempat tinggal. Pengeluaran konsumsi

    rumah tangga mencakup yang dilakukan di dalam dan luar negeri. Untuk

    menjaga konsistensi data, maka konsumsi penduduk suatu negara yang dilakukan

    di luar negeri diperlakukan sebagai impor, sebaliknya konsumsi oleh penduduk

    asing di wilayah negara tersebut diperlakuakn sebagai ekspor.

    5. Pengeluaran konsumsi pemerintah: pengeluaran pemerintah yang mencakup

    semua pengeluaran barang dan jasa untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan

  • administrasi pemerintahan dan pertahanan, baik yang dilakukan oleh pemerintah

    pusat maupun oleh pemerintah daerah.

    6. Pembentukan modal tetap: pembentukan modal yang meliputi pengadaan,

    pembuatan atau pembelian barang-barang modal baru baik dari dalam maupun

    impor, termasuk barang modal bekas dari luar daerah.

    7. Perubahan stok: selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dengan nilai

    stok barang pada awal tahun. Perubahan stok dapat digolongkan menjadi : (1)

    perubahan stok barang jadi dan setengah jadi yang disimpan oleh produsen,

    termasuk perubahan jumlah ternak dan unggas serta barang-barang strategis yang

    merupakan cadangan nasional, (2) perubahan stok barang mentah dan bahan baku

    yang belum digunakan oleh produsen, (3) perubahan stok perdagangan, yang

    tersiri dari barang-barang dagangan yang belum terjual.

    8. Ekspor dan impor barang dan jasa: transaksi barang dan jasa antara penduduk

    suatu negara/daerah dengan penduduk negara/daerah lain. Transaksi tersebut

    terdiri dari asuransi dan berbagai jasa lainnya.

    9. Input primer: balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri dari

    tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Input primer disebut juga nilai

    tambah bruto dan merupakan selisih antara output dengan input antara.

    10. Upah dan gaji: semua balas jasa dalam benti uang maupun barang dan jasa

    kepada tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan produksi selain pekerja keluarga

    yang tidak dibayar.

    11. Surplus usaha: balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan atas pemilikan

    modal. Surplus usaha antara lain terdiri dari keuntungan sebelum dipotong pajak

    penghasilan, bunga atas modal, sewa tanah dan pendapatan atas kepemilikan

    lainnya. Besarnya nilai surplus usaha adalah sama sengan nilai tambah bruto

    dikurangi dengan upah/gaji, penyusutan dan pajak tak langsung netto.

    12.Penyusutan: penyusutan barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses

    produksi. Penyusutan merupakan nilai pengganti terhadap penurunan nilai barang

    modal yang digunakan dalam proses produksi.

    13. Pajak tak langsung netto: selisih antara pajak tak langsung dengan subsidi. Pajak

    tak langsung mencakup pajak impor, pajak ekspor, bea masuk, pajak

    pertambahan nilai, cukai dan sebagainya.

  • 14. Subsidi: bantuan yang diberikan pemerintah kepada produsen. Subsidi pada

    dasarnya adalah tambahan pendapatan bagi produsen. Poleh karena itu subsidi

    disebut juga sebgai pajak tak langsung negatif.

  • GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN SEKTOR PETERNAKAN DI INDONESIA

    Peternakan merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari

    kehidupan perekonomian masyarakat Indonesia dari zaman dahulu hingga zaman

    sekarang. Hal tersebut diungkapkan secara tertulis pada tahun 1842 oleh Schelegal

    dan Ruller (dikutip oleh J. Merkens) bahwa ternak (kerbau) selamanya merupakan

    sektor terpenting bagi penduduk pribumi di pulau-pulau bagian barat Indonesia,

    dimana beras merupakan makanan pokok mereka dan ternak merupakan indikator

    kekayaan Rojokoyo bagi petani.

    Pengembangan peternakan dalam perekonomian Indonesia terbagi ke dalam

    lima periode. Periode-periode tersebut adalah sebagai berikut:

    Periode Penjajahan

    Periode Penjajahan Belanda

    Berdasarkan catatan sejarah pengembangan peternakan ketika masa

    penjajahan Belanda (tahun 1599-1942) karena beberapa sebab diantaranya:

    1. Adanya tuntutan perekonomian negara.

    Pemerintah Hindia-Belanda dalam mencukupi kebutuhan warga Belanda baik

    yang ada di Indonesia maupun di Belanda, banyak membangun pabrik-pabrik

    untuk mengolah hasil pertanian. Salah satu pabrik yang banyak berdiri adalah

    pabrik-pabrik gula. Pabrik gula banyak memerlukan ternak yang digunakan

    sebagai tenaga kerja untuk mesin pemeras tebu.

    2. Kebutuhan konsumsi akan produk peternakan yang meningkat.

    Masuknya warga asing ke Indonesia (penjajah) menyebabkan masuk pula

    budaya asing ke Indonesia seperti budaya konsumsi. Budaya konsumsi warga

    asing yang menyadari pentingnya mengkonsumsi produk peternakan

    menyebabkan tingkat konsumsi akan produk peternakan meningkat dan

    menyebabkan peternakan di Indonesia harus dikembangkan dengan baik.

    3. Sebagai alat transportasi dan komunikasi.

    Luasnya jajahan belanda di Indonesia membuat pemerintah Hindia-Belanda

    membutuhkan alat transportasi dan komunikasi. Alat transportasi dan komunikasi

    yang paling banyak dikembangkan adalah ternak kuda, selain untuk alat

    transportasi dan komunikasi kuda juga digunakan sebagai alat militer.

  • Meningkatnya permintaan akan produk-produk peternakan saat itu tidak bisa

    dicukupi oleh peternakan di Indonesia sehingga pemerintah Hindia-Belanda

    melakukan kebijakan impor yang berakibat munculnya wabah penyakit peternakan

    baru di Indonesia. Untuk mengatasi hal ini maka pada tahun 1841 dibentuk semacam

    Dinas Kehewanan di daerah-daerah dan pada tahun 1905 dibentuk Jawatan

    Kesehatan Pusat. Hal ini mempermudah belanda melakukan survey kemiskinan di

    Jawa dan Madura, dimana hasilnya dilakukan untuk mengimpor ternak kembali

    dengan tindakan pencegahan masuknya penyakit seperti dulu melalui penerbitan

    Ordonansi yang mengatur campur tangan pemerintah pada urusan peternakan dan

    kesehatan hewan (Ordonansi No.432, 1912). Pada tahun 1935 di Bogor didirikan

    Sekolah Dokter Hewan yang pertama.

    Periode Penjajahan Jepang

    Pengembangan dan pembinaan peternakan pada masa penjajahan Jepang

    hampir tidak pernah dilakukan bahkan terjadi pemotongan hewan ternak yang

    berlebihan untuk keperluan konsumsi untuk menghadapi perang dunia ke II,

    akibatnya terjadi penurunan populasi berbagai jenis ternak sampai dengan 25 persen

    dan sistem peraturan yang telah dibuat oleh Belanda tidak berlaku lagi bahkan

    menurut catatan sejarah tidak ada peraturan bidang peternakan dan kesehatan hewan

    yang pernah dikeluarkan pada masa tersebut.

    Periode Awal Kemerdekaan

    Pada masa kemerdekaan tepatnya pada pra Pelita (1947-1969) terdapat dua

    konsep pembangunan peternakan, yaitu: Rencana Kasimo (2 November 1947) dan

    Pembangunan Semesta Berencana (1961-1969) yang intinya pembangunan

    peternakan diarahkan kepada tercukupinya kebutuhan masyarakat akan bahan

    makanan dan program menggalakan minum susu di kalangan masyarakat di berbagai

    daerah dengan slogan 4 sehat 5 sempurna.

    Rencana Kasimo memprioritaskan peningkatan bahan pangan rakyat,

    termasuk komoditi peternakan dengan proyeksi adanya kenaikan populasi sapi

    sebesar 4 persen, kerbau 2 persen, kambing 5 persen dan babi 10 persen. Pada

    rencana kasimo juga dibangun taman ternak di berbagai daerah dalam rangka

  • program RKI (Rencana Kemakmuran Indonesia) sebagai sumber pembibitan ternak

    di Indonesia.

    Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana (RPNSB)

    memprioritaskan pada penyediaan bahan pangan termasuk juga pada penyediaan

    protein nabati dan protein hewani (peternakan ayam). Rencana Kasimo dan Rencana

    Pembangunan Nasional Semesta Berencana (RPNSB) berjalan gagal karena kondisi

    perekonomian pada saat itu tidak memungkinkan. Pada tahun 1967 lahir UU No.6

    tentang Pokok-Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan pada tahun yang sama

    pula dilakukan Survei Inventarisasi Hewan (SIN) Nasional.

    Periode Pelita I-IV (1969-1988)

    Perkembangan sektor peternakan pada Pelita I-IV (1969-1988) cukup

    menggembirakan, terlihat dari data-data mengenai pengembangan populasi, produksi

    dan konsumsi berbagai komoditi peternakan dan proyek-proyek pemerintah mulai

    intensif berjalan, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.

    Tabel 3. Populasi dan Pertumbuhan Ternak di Indonesia Tahun 1970-2005

    Tahun Babi

    (ekor) Sapi perah

    (ekor) Sapi potong

    (ekor) Ayam Ras

    Petelur (ekor) Ayam ras

    pedaging (ekor) 1970 3.169.000 59.000 6.137.000 706.000 t.a.d. 1975 2.707.000 90.000 6.242.000 3.903.000 t.a.d. 1980 3.155.000 103.000 6.440.000 22.940.000 t.a.d. 1985 5.700.375 175.638 9.318.000 31.874.064 13.017.600 1990 7.135.643 293.878 10.410.000 37.228.434 34.463.215 1995 7.720.156 341.334 11.534.000 59.393.587 593.368.316 1997 8.232.839 334.371 11.939.000 70.622.271 641.373.816 1998 7.797.558 321.992 11.634.000 38.861.311 354.003.503 2000 5.356.834 354.253 11.008.000 69.366.006 530.874.055 2001 5.866.837 368.490 11.138.000 66.927.833 t.a.d. 2005* 6.801.000 361.000 10.569.000 84.790.000 811.189.000 Pertumbuhan (%/tahun) 1970-1975 -3,1 8,81 0,34 40,77 t.a.d. 1975-1980 3,11 2,74 0,63 42,51 t.a.d. 1980-1985 12,56 11,26 7,67 6,8 t.a.d. 1985-1990 4,59 10,84 2,24 3,15 21,5 1990-1997 2,06 1,86 1,98 9,58 51,84 1997-2001 -8,12 2,46 -1,72 -1,33 -6,11 Rata-rata pertumbuhan 2,12 5,35 -16,98 15,37 16,47

    Sumber: CAS dalam Swastika et al (2005), data diolah t.a.d = tidak ada data

  • Tabel 4. Produksi dan Pertumbuhan Komoditi Peternakan Tahun 1970-2005 Tahun Telur (ton)

    Susu (ton)

    Daging sapi (ton)

    Daging babi (ton)

    Daging ayam (ton)

    1970 58.600 29.270 t.a.d. t.a.d. t.a.d. 1975 112.200 51.110 t.a.d. t.a.d. t.a.d. 1980 262.600 78.380 t.a.d. t.a.d. t.a.d. 1985 369.900 191.930 227.400 132.700 114.460 1990 484.000 345.600 259.220 123.810 261.360 1995 736.060 433.442 311.970 177.820 551.745 1997 765.033 423.665 353.652 146.781 515.298 1998 529.827 375.382 342.598 134.794 285.010 2000 783.317 495.647 339.941 162.398 515.003 2001 793.796 505.023 338.636 174.422 516.286 2005 1.051.532 535.962 358.704 173.669 955.756 Pertumbuhan (%/tahun) 1970-1975 13,87 11,79 t.a.d. t.a.d. t.a.d. 1975-1980 18,54 8,93 t.a.d. t.a.d. t.a.d. 1980-1985 7,09 19,62 t.a.d. t.a.d. t.a.d. 1985-1990 5,52 12,48 2,65 -1,38 17,96 1990-1997 8,75 4,63 3,77 7,51 16,12 1997-2001 0,78 -0,46 2,54 -3,76 -1,36 Rata-Rata Pertumbuhan 8,83 8,35 2,60 0,57 12,34

    Sumber: CAS dalam Swastika et al (2005), data diolah t.a.d = tidak ada data

    Tabel 5. Konsumsi Perkapita Komoditi Peternakan Tahun 1970-2005 Tahun

    Telur

    (kg/Kap/tahun) Daging Sapi

    (kg/Kap/tahun) Daging Ayam (kg/Kap/tahun)

    Daging Babi (kg/Kap/tahun)

    Susu (kg/Kap/tahun)

    1970 0,50 1,70 0,50 0,58 t.a.d 1975 0,70 1,90 0,70 0,33 4,10 1980 1,40 1,70 1,20 0,58 4,20 1985 1,80 1,70 1,90 0,56 4,30 1990 2,10 1,70 2,80 0,47 4,40 1995 3,00 1,90 4,40 0,63 4,40 1997 3,00 2,10 4,40 0,50 4,50 1998 2,00 1,90 3,00 0,46 4,50 2000 3,10 2,00 3,90 0,77 4,50 Pertumbuhan (%/tahun) 1970-1975 6,96 2,25 6,96 -10,47 t.a.d 1975-1980 14,87 -2,20 11,38 11,85 0,35 1980-1985 5,15 0,00 9,63 -0,85 0,35 1985-1990 3,13 0,00 8,06 -3,59 0,35 1990-1997 5,23 3,06 6,67 1,08 0,25 1997-2000 1,10 -1,61 -3,94 9,72 0,24 Rata-RataPertumbuhan 6,14 0,21 6,94 1,00 0,30

    Sumber: CAS dalam Swastika et al (2005), data diolah t.a.d = tidak ada data

  • Tabel 6. Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 1971-2000 Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Rp Milyar)

    No Sektor 1971 1981 1991 1997 1999 2000 1 Pertanian 30.534 41.067 54.839 64.149 64.985 66.209

    (38,47) (21,58) (19,26) (15,00) (17,13) (16,64) Tanaman pangan 14.715 22.952 30.145 33.048 34.012 34.534 (18,54) (12,06) (10,59) (7,73) (8,97) (8,68) Perkebunan 3.381 4.869 8.131 10.772 10.702 10.722 (4,26) (2,56) (2,86) (2,52) (2,82) (2,69) Peternakan 2.566 3.524 5.442 7.422 6.837 7.061 (3,23) (1,85) (1,91) (1,74) (1,80) (1,77) Kehutanan 7.939 6.911 6.307 6.346 6.288 6.389 (10,00) (3,63) (2,22) (1,48) (1,66) (1,61) Perikanan 1.934 2.811 4.815 6.561 7.146 7.503 (2,44) (1,48) (1,69) (1,53) (1,88) (1,89)

    2 Industri 16.972 43.218 86.393 141.207 127.164 132.764 (21,39) (22,70) (30,34) 33,03 (33,52) (33,36)

    3 Jasa 31.856 106.058 143.498 222.167 187.204 199.017 (40,14) (55,72) (50,40) (51,97) (49,35) (50,01) Total 79.363 190.343 284.731 427.523 379.353 397.990 (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00)

    Sumber: CAS dalam Swastika et al (2005), data diolah ( ) = persentase

    Tabel 7. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 1971-2000 Atas Dasar Harga Konstan 1993 (%/tahun)

    No Sektor 1971-1981 1981-1991 1991-1997 1997-2000 1 Pertanian 3,01 2,93 2,65 1,06

    Tanaman pangan 4,55 2,76 1,54 1,48 Perkebunan 3,71 5,26 4,8 -0,15 Peternakan 3,23 4,44 5,31 -1,65 Kehutanan -1,38 -0,91 0,1 0,23 Perikanan 3,81 5,53 5,29 4,57

    2 Industri 9,8 7,17 8,53 -2,03 3 Jasa 12,78 3,07 7,56 -3,6

    Rata-rata 9,14 4,11 7,01 -2,36 Sumber: CAS dalam Swastika et al (2005), data diolah

    Populasi, komoditi, dan tingkat konsumsi ternak selama periode 1970-1985

    mengalami pertumbuhan cukup tajam. Berdasarkan Tabel 3, populasi dari yang

    paling cepat tumbuh adalah populasi ayam petelur yaitu rata-rata pertumbuhannya

    mencapai 30,03 persen/tahun, populasi sapi perah mencapai 7,6 persen/tahun,

    populasi babi mencapai 4,19 persen/tahun dan populasi sapi potong mencapai 2,88

    persen/tahun. Berdasarkan Tabel 4, komoditi peternakan mengalami peningkatan

    yang cukup tajam pula, seperti produksi susu pada tahun 1970 mencapai 58.600 ton

  • tetapi hanya dalam kurun waktu 15 tahun meningkat menjadi 369.900 ton atau

    pertumbuhan pertahunnya mencapai 13,45 persen/tahun. Tingkat konsumsi perkapita

    komoditi peternakan (Tabel 5) mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan,

    pertumbuhan rata-rata pertahun yang tertinggi terdapat pada komoditi daging ayam

    yaitu meningkat 9,33 persen/tahun dan telur yaitu 8,93 persen/tahun.

    Meningkatnya populasi, produksi, konsumsi dan mulai berjalannya proyek

    pemerintah membuat PDB sektor peternakan (Tabel 6) meningkat dari tahun 1971

    sebesar Rp 2.566 milyar menjadi Rp 3.524 milyar pada tahun 1981 atau

    pertumbuhannya meningkat sebesar 3,23 persen/tahun (Tabel 7).

    Periode Pelita V-VI (1989-1999)

    Pada Pelita V-VI (1989-1999) pendekatan yang dilakukan untuk

    mengembangkan sektor peternakan dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu

    pendekatan teknis, terpadu, dan agribisnis. Disamping itu juga pengembangan

    sumberdaya ternak difokuskan kepada ternak potong Perusahaan Inti Rakyat (PIR),

    ternak perah, dan ternak unggas.

    Pengembangan sektor peternakan dengan lebih terencana pada periode 1990-

    1997 atau sebelum krisis ekonomi pada awalnya berdampak bagus. Hal itu terlihat

    dengan laju pertumbuhan populasi ternak yang cukup besar yaitu pada populasi babi

    2.06 persen/tahun, sapi perah 1,86 persen/tahun, sapi potong 1,98 persen/tahun, ayam

    petelur 9,58 persen/tahun, dan yang paling luar biasa adalah ayam broiler karena

    pada tahun 1990 populasinya mencapai 34.463.215 tetapi hanya dalam kurun waktu

    tujuh meningkat menjadi 5.933.68.316 ekor atau pertumbuhan mencapai 51,84

    persen/tahun (Tabel 3). Berdasarkan Tabel 4, komoditi peternakan yang mengalami

    pertumbuhan dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah daging ayam (16,12

    persen/tahun), telur (8,75 persen/tahun), daging babi (7,51 persen/tahun), susu (4,63

    persen/tahun), dan daging sapi (3,77 persen/tahun). Berdasarkan Tabel 5, laju

    konsumsi perkapita peternakan mengalami peningkatan pula. Laju konsumsi dari

    yang terbesar sampai yang terkecil adalah daging ayam (6,67 persen/tahun), telur

    (5,23 persen/tahun), daging sapi (3,06 persen/tahun), daging babi (1,08), dan susu

    (0,25 persen/tahun).

    Strategi pengembangan sektor peternakan yang dibuat pemerintah berjalan

    sukses, indikatornya selain pada peningkatan populasi, komoditi dan tingkat

  • konsumsi ternak, juga pada PDB sektor peternakan meningkat dari Rp 5.442 miliyar

    pada tahun 1991 menjadi Rp 7.442 miliyar pada tahun 1997 (Tabel 6) atau

    petumbuhannya 5,31 persen/tahun (Tabel 7). Jika dibandingkan dengan subsektor

    pertanian lainnya walaupun jumlah PDBnya bukan yang terbesar, pertumbuhan

    sektor peternakan pertahunnya merupakan yang tertinggi dan ini merupakan yang

    pertamakalinya. Hal ini menunjukkan pada periode 1990-1997 sektor peternakan

    Indonesia mengalami masa-masa keemasan dan untuk mengulang prestasi ini perlu

    kerja keras dari berbagai pihak terutama insan peternakan.

    Selama periode 1997-2000 atau setelah krisis ekonomi di Asia Tengggara

    termasuk Indonesia, sektor perekonomian Indonesia mengalami kemunduran

    termasuk pula sektor peternakan. Sektor peternakan pada pe