dampak peraturan menteri no. 2 tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat...
TRANSCRIPT
1
DAMPAK PERATURAN MENTERI NO. 2 TAHUN 2015 TENTANG
LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT
HELA DAN PUKAT TARIK TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI
MASYARAKAT NELAYAN KOTA TANJUNGPINANG.
(Studi Pada Kelurahan Senggarang)
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Bidang Ilmu Pemerintahan
Oleh :
HENDRA SUMANTO
NIM : 110565201169
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
2
A B S T R A K
Permasalahan kelautan dan perikanan bukan hanya menyangkut investasi,
produktivitas maupun promosi, karena dimensinya bukan hanya sekedar ekonomi
tetapi juga sosial, budaya dan politik, sehingga diperlukan regulasi kebijakan
pengelolaan sumberdaya yang memungkinkan semua dimensi itu tersentuh agar
keseimbangan ekologis dan keadilan sosial ekonomi dapat tercapai. Salah satu
daerah di Kota Tanjungpinang yang di kelilingi oleh laut adalah Senggarang.
Senggarang adalah Kelurahan di Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota
Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Indonesia. Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan No. 2 tahun 2015 didasari oleh penurunan Sumber Daya Ikan (SDI)
yang mengancam kelestarian, sehingga demi keberlanjutannya perlu diberlakukan
pelarangan penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat
Tarik (seine nets). Sebelum adanya Peraturan menteri ini semua nelayan mampu
menghidupi keluarganya lebih dari cukup karena penghasilan mereka namun sejak
adanya pukat banyak nelayan yang menjadi pengangguran karena tidak memiliki
alat tangkap, kemudian hidup dalam kesusahan.
Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui dampak Peraturan Menteri
No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela
dan pukat tarik terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan kota
tanjungpinang pada Kelurahan Senggarang. Operasionalisasi konsep yang di
gunakan dalam penelitian ini mengacu kepada konsep Agustino (2006:191).
Informan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 8 orang. Analisis data yang di
gunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif.
Berdasarkan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa Peraturan Menteri
No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela
dan pukat tarik membawa pengaruh terhadap banyak pihak khususnya nelayan.
Pengaruh paling dirasakan masyarakat nelayan adalah turunnya jumlah tangkapan
ikan yang berdampak pada jumlah pendapatan mereka. Dampak ekonomi,
terutama terjadi pada tingkat pendapatan keluarga sebelum adanya Peraturan
Menteri ini produksi ikan yang didapatkan nelayan 1 hari bisa mencapai 15
hingga 25 kg dengan pendapatan 300 hingga 500 ribu, namun setelah adanya
peraturan tersebut banyak nelayan yang akhirnya tidak dapat melaut lagi, produksi
ikan pun menurun.
Kata Kunci : Pukat Hela dan Pukat Tarik,Permen-KP.
3
A B S T R A C T
Marine and fisheries issues not only concern investment, productivity as
well as promotion, because the dimensions are not merely economic but also
social, cultural and political, so that the necessary regulation of resource
management policy that allows all the dimensions of the ecological balance so
that it touched and economic social justice can be achieved. One of the areas in
the city of Tanjung Pinang which is surrounded by the sea is named Senggarang.
Named senggarang is subdistricts Tanjungpinang city, city of Tanjung Pinang,
Riau Islands province, Indonesia. Regulation of the Minister of marine and
fisheries No. 2 2015 based on the decline in Fish Resources (SDI) that threaten
the sustainability of, so for the sake of sustainability needs to be enacted to ban
the use of fishing Trawler Hela (trawls) and Trawl Pull (seine nets). Before the
existence of this ministerial regulation all fishermen are able to live out his family
more than enough because their income but since the existence of a trawl of many
fishermen who became unemployed due to not having the capture tool, then living
in distress.
The goal in this research is to know the impact of Ministerial Regulation
No. 2 2015 on the prohibition of the use of fishing trawl trawl and drag the hela
against socio-economic condition of the fishing communities of the town named
Senggarang Village in Tanjung Pinang. Operasionalisasi concepts in use in this
study refers to the concept of Agustino (2006:191). Informants in this study that is
as much as 8 people. The analysis of the data used in this study is the analysis of
qualitative data.
Based on research it can be concluded that the regulation of the Minister
no. 2 2015 on the prohibition of the use of fishing trawl trawl and drag the hela
brings influence on many parties particularly fisherman. The influence of
perceived most fishing communities is the fall in the number of catches that have
an impact on the amount of their income. The economic impact, particularly on
the level of family income before the existence of this ministerial regulation of the
production of fish derived fisherman 1 day could reach 15 to 25 kg with revenues
of 300 to 500 thousand, but the regulations after the many fishermen who
eventually can't sail anymore, any fish production is declining.
Keywords: Pukat Hela dan Pukat Tarik,Permen-KP.
4
DAMPAK PERATURAN MENTERI NO. 2 TAHUN 2015 TENTANG
LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT
HELA DAN PUKAT TARIK TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI
MASYARAKAT NELAYAN KOTA TANJUNGPINANG
(Studi Pada Kelurahan Senggarang)
A. Latar Belakang
Permasalahan kelautan dan perikanan bukan hanya menyangkut
investasi, produktivitas maupun promosi, karena dimensinya bukan hanya
sekedar ekonomi tetapi juga sosial, budaya dan politik, sehingga diperlukan
regulasi kebijakan pengelolaan sumberdaya yang memungkinkan semua
dimensi itu tersentuh agar keseimbangan ekologis dan keadilan sosial
ekonomi dapat tercapai. Oleh karena itu, keterlibatan nelayan dalam proses
perencanaan merupakan suatu hal yang mutlak untuk mendapatkan dukungan
yang kuat terhadap law enforcement setiap kebijakan pengelolaan. Hal
pertama yang harus dilakukan dalam mengatasi permasalahan ini adalah
penataan kembali sistem perikanan nasional dengan tindakan pengelolaan
sumberdaya ikan secara rasional (pembatasan hasil tangkapan, dan upaya
tangkapan).
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun 2015 didasari
oleh penurunan Sumber Daya Ikan (SDI) yang mengancam kelestarian,
sehingga demi keberlanjutannya perlu diberlakukan pelarangan penggunaan
alat penangkapan ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets), jadi
dapat ditegaskan bahwa tujuannya adalah kelestarian dan kemajuan sektor
5
perikanan dan bukan untuk mematikan mata pencaharian nelayan. Sebagai
informasi bahwa sebagian besar daerah penangkapan ikan (fishing ground)
yang dibagi ke dalam beberapa Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di
wilayah Republik Indonesia sudah mengalami over fishing atau over
exploited. Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan yang sangat
besar baik dari segi kuantitas maupun keanekaragamannya. Total luas laut
Indonesia sekitar 3,544 juta km2 atau sekitar 70% dari wilayah Indonesia
(KKP, 2012).
Maksud diterbitkannya Permen KP. No. 02 Tahun 2015 Tentang
Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik
adalah untuk menghentikan sementara penggunaan alat penangkapan ikan
yang dianggap merusak lingkungan agar sumber daya ikan tidak punah.
Tujuannya adalah untuk memulihkan kembali sumberdaya ikan yang telah
berkurang/rusak sampai pada akhirnya dapat dimanfaatkan kembali secara
optimal.
Tanjungpinang adalah ibu kota Kepulauan Riau, Indonesia. Sebagian
wilayah Tanjungpinang merupakan dataran rendah, kawasan rawa bakau, dan
sebagian lain merupakan perbukitan sehingga lahan kota sangat bervariasi
dan berkontur. Adapun luas wilayahnya sebesar 252.601 Km2, di mana
sekitar 95% – nya merupakan lautan dan hanya sekitar 5% merupakan
wilayah darat. (Demografi Kota Tanjungpinang, 2016).
Kota Tanjungpinang merupakan penghasil atau produksi ikan yang
cukup banyak di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Salah satu daerah di
6
Kota Tanjungpinang yang di kelilingi oleh laut adalah Senggarang.
Senggarang adalah Kelurahan di Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota
Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Indonesia. Jumlah nelayan di Kota
Tanjungpinang tahun 2015 adalah 4.621. Nelayan di Kota Tanjungpinang
menggunakan alat tangkap yang beragam jumlahnya seperti jaring insang
mencapai 21%, pancing 25% dan jaring angkat 13%. Sedangkan pukat hela
dan pukat tarik dahulunya digunakan sebesar 29 % Sisanya adalah yang
menggunakan alat tangkap perangkap yang hanya mencapai 12% totalnya.
Nelayan Kota Tanjungpinang juga melakukan penangkapan ikan pelagis
kecil pelagis besar dan demersal serta karang. (Sumber : Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, 2015)
Kelurahan Senggarang dengan luas wilayah 23,0 Km², Senggarang
merupakan desa kecil di Pulau Bintan, Senggarang adalah sebuah kawasan
pemukiman penduduk di Pulau Bintan, Kepulauan Riau (Kepri). Mata
pencaharian penduduk di sini cukup beraneka ragam. Banyak keluarga yang
menggantungkan hidupnya dengan laut misalnya menjadi nelayan, penarik
boat bahkan bekerja di kapal-kapal barang / pesiar. (Sumber : Kantor
Kelurahan Senggarang, 2016)
Selama ini nelayan mengalami kesulitan modal usaha dan kerja untuk
mengubah alat tangkap. Karena dengan berubahnya alat tangkap, maka
bentuk kapal, ukuran kapal, dan mesin kapal secara teknik juga harus
berubah. Pemerintah justru tidak perlu melarang kapal pukat untuk
beroperasi. Tetapi, harusnya diperkuat dengan pembinaan untuk dikaryakan
7
dalam rangka mengamankan laut Indonesia terhadap pencurian dari kapal
ikan asing.
Baru-baru ini Pemrintah Kota Tanjungpinang memberi bantuan alat
tangkap ramah lingkungan berupa jaring dan bubuh kepiting untuk Kelurahan
Senggarang sebanyak 54 kepala keluarga.Masing-masing kepala keluarga itu
menerima jaring sebanyak 10 unit dan bubuh kepiting sebanyak 50 unit
bantuan ini bertujuan agar nelayan dapat mencari nafkah dengan alat baru
selain pukat yang biasa mereka gunakan namun bantuan ini belum
sepenuhnya berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat.
(http://antarakepri.com/berita/19296/ratusan-nelayan-tanjungpinang-dapat-
bantuan-jaring).
Berdasarkan data yang di lapangan Kelurahan Senggarang Kota
Tanjungpinang sedah mengalami over fishing Saat ini sebanyak 25 nelayan
asal Senggarang, membuat kesepakatan bersama tidak menggunakan pukat
gamat dalam menangkap ikan di wilayah perairan Tembeling,Bintan dan
Senggarang.hal ini dikarnakan banyak terjadi kerusakan alam bawah laut di
sekitar kota tanjungpinang terutama terumbu karang dan biotanya.setelah
pelarangan, nelayan di senggarang merasakan dampak peraturan menteri
tersebut yaitu setelah adanya Peraturan Menteri penghasilan nelayan
menurun, dengan peralihan penggunaan alat tangkap tersebut akan membuat
hasil tangkap menurun drastis, dan tentunya akan membuat penghasilan
nelayan berkurang. Sebelum adanya Peraturan Menteri ini produksi ikan
8
yang didapatkan nelayan 1 hari bisa mencapai 15 hingga 25 kg dengan
pendapatan 300 hingga 500 ribu, namun setelah adanya peraturan tersebut
banyak nelayan yang akhirnya tidak dapat melaut lagi, produksi ikan pun
menurun. (Sumber : Wawancara, Zainuddin sebagai ketua kelompok nelayan,
Senin 2 Mei 2016, pukul 12.30 Wib)
Dulu di Senggarang saja sehari bisa menghasilkan 1.275 Kg perhari,
dapat dijual dengan harga Rp. 18.000 s/d Rp. 40.000 tergantung jenis ikan
yang didapatkan. Namun Penghasilan mereka saat ini setiap hari tidak lebih
dari 500 Kg yang bisa di pasarkan karena banyak nelayan yang tidak melaut
karena dianggap tidak dapat mematuhi aturan Peraturan Menteri tersebut.
(Sumber : Wawancara, Ahmad sebagai Toke, Senin 2 Mei 2016, pukul 18.30
Wib)
Sebelum adanya Peraturan menteri ini semua nelayan mampu
menghidupi keluarganya lebih dari cukup karena penghasilan mereka namun
sejak adanya pukat banyak nelayan yang menjadi pengangguran karena tidak
memiliki alat tangkap, kemudian hidup dalam kesusahan. Penggunaan pukat
tarik juga sering menimbulkan konflik sosial antar nelayan. Pasca otonomi
daerah, semakin banyak nelayan yang memodifikasi alat tangkapnya menjadi
alat tangkap yang mirip dengan prinsip kerja trawl. Sejak saat itu, eksploitasi
terhadap sumberdaya ikan terjadi secara besar-besaran dan konflik antar
nelayan juga terus terjadi. Implementasi Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015 memberikan dampak negatif
seperti Nelayan tidak dapat melakukan usaha penangkapan ikan sehingga
9
berdampak pada hilangnya sumber penghidupan (sementara). Adanya potensi
koflik sosial akibat terganggunya jaringan jaringan sosial produksi di
masyarakat nelayan. Adanya potensi perubahan sosial di masyarakat; dan
Terganggunya pasokan ikan untuk konsumsi dalam negeri (jangka pendek).
(Sumber : Pusat penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
(PPESKP), 2015 dalam http://bbpse.litbang.kkp.go.id/)
Dari latar belakang diatas, maka penulis bermaksud meneliti lebih lanjut
dalam bentuk penulisan usulan penelitian dengan memilih judul penelitian:
“DAMPAK PERATURAN MENTERI NO. 2 TAHUN 2015 TENTANG
LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT
HELA DAN PUKAT TARIK TERHADAP KONDISI SOSIAL
EKONOMI MASYARAKAT NELAYAN KOTA TANJUNGPINANG”
(Studi Pada Kelurahan Senggarang)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dari itu yang menjadi
permasalahan di dalam penelitian ini dirumuskan sebagi berikut : Bagaimana
dampak Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat
penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik terhadap kondisi sosial ekonomi
masyarakat nelayan kota tanjungpinang pada Kelurahan Senggarang?
10
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.
1. Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui
dampak Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan
alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik terhadap kondisi sosial
ekonomi masyarakat nelayan kota tanjungpinang pada Kelurahan Senggarang
2. Kegunaan Penelitian.
Kegunaan dari penelitian ini, adalah:
a. Kegunaan Bagi Akademis
Sebagai salah satu syarat guna penyelesaian Studi S1 ilmu
Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji.
b. Kegunaan Teoritis
Diharapkan dapat menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan
di bidang implementasi (pelaksanaan kebijakan) pemerintahan
serta dapat di jadiakan bahan acuan untuk masa yang akan
datang bagi yang ingin melakukan penelitian mengenai dampak
Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan
penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik
terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan kota
tanjungpinang pada Kelurahan Senggarang.
c. Kegunaan Praktis
11
Dari hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan
sumbangsih dan manfaat bagi pemerintah,masyarakat kota
tanjung pinang dan wilayah maritim lain nya dalam rangka
penerapan dan pelaksanaan dalam rangka menjaga kelestaria
alam khusus nya di laut.
D. Kerangka Teori
1. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan merupakan salah satu tahapan penting dalam siklus
kebijakan. Pada umumnya evaluasi kebijakan dilakukan setelah kebijakan publik
tersebut diimplementasikan. Ini tentunya dalam rangka menguji tingkat kegagalan
dan keberhasilan, keefektifan dan keefisienannya. Menurut Dunn (2003:601)
menyatakan bahwa evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik
terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Pada dasarnya
nilai juga dapat dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan
dan target dalam hubungan dengan masalah yang dituju. Evaluasi kebijakan
adalah proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan membuahkan hasil,
yaitu membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan atau target
kebijakan yang ditentukan. Untuk memudahkan tentang pengukuran evaluasi
kebijakan Badjuri & Yuwono (2002:140-141) menyajikan tabel indikator evaluasi
kebijakan sebagai berikut :
1. Input (masukan) adalah Masalah kebijakan publik ini timbul karena
adanya factor lingkungan kebijakan publik yaitu suatu keadaan yang
melatar belakangi atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya
12
masalah kebijakan publik tersebut, yang berupa tuntutan-tuntutan,
keinginan- keinginan masyarakat atau tantangan dan peluang, yang
diharapkan segera diatasi melalui suatukebi jakan publik. Masalah itu
dapat juga timbul justru karena dikeluarkannya suatu kebijakan publik
baru. Fokus penilaian adalah sebagai berikut : apakah sumber daya
pendukung dan bahanbahan dasar yang diperlukan untuk
melaksanakan kebijakan ? berapakah SDM (sumber daya), uang atau
infrastruktur pendukung lain yang diperlukan?
2. Process (proses) adalah Analisis proses tidak begitu berfokus pada isi
kebijakan, namun lebih memfokuskan diri pada proses politik dan
interaksi faktor-faktor lingkungan luar yang kompleks dalam
membentuk sebuah kebijakan. bagaimanakah sebuah kebijakan
ditransformasikan dalam bentuk pelayanan langsung kepada
masyarakat ? bagaimanakah efektivitas dan efisiensi dari metode /
cara yang dipakai untuk melaksanakan kebijakan publik tersebut ?
3. Outputs (hasil) adalah produk Kebijakan publik berupa peraturan,
Undang-Undang dan Perda yang hasilnya dapat dirasakan oleh
masyarakat. Fokus penilaian adalah sebagai berikut : apakah hasil
atau produk yang dihasilkan sebuah kebijakan publik ? berapa orang
yang berhasil mengikuti program / kebijakan tersebut ?
4. Outcomes (dampak) adalah Kebijakan Publik berisikan hal yang
positif dan negatif terhadap target group. Fokus penilaian adalah
apakah dampak yang diterima oleh masyarakat luas atau pihak yang
13
terkena kebijakan ? berapa banyak dampak positif yang dihasilkan ?
adakah dampak negatifnya ? seberapa seriuskah ?
Dunn (2003;610) menyatakan bahwa kriteria-kriteria evaluasi
kebijakan publik yaitu :
a. Efektivitas berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil
(akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya
tindakan. Yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis,
selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya”
(Dunn, 2003:429).
b. Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan
untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang
merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi, adalah merupakan
hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur
dari ongkos moneter. Efisiensi biasanya ditentukan melalui perhitungan
biaya per unit produk atau layanan. Kebijakan yang mencapai efektivitas
tertinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisien” (Dunn, 2003:430).
c. Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang telah
dicapai sudah dirasakan mencukupi dalam berbagai hal. William N.
Dunn mengemukakan bahwa kecukupan (adequacy) berkenaan dengan
seberapa jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau
kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah (Dunn, 2003:430).
d. Perataan dalam kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai arti dengan
keadilan yang diberikan dan diperoleh sasaran kebijakan publik. William
14
N. Dunn menyatakan bahwa kriteria kesamaan (equity) erat berhubungan
dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat
dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat
(Dunn, 2003:434).
e. Responsivitas dalam kebijakan publik dapat diartikan sebagai respon dari
suatu aktivitas. Yang berarti tanggapan sasaran kebijakan publik atas
penerapan suatu kebijakan. Menurut William N. Dunn menyatakan
bahwa responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh
suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai
kelompok-kelompok masyarakat tertentu (Dunn, 2003:437).
f. Kriteria yang dipakai untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan
rekomendasi dengan menilai apakah hasil dari alternatif yang
direkomendasikan tersebut merupakan pilihan tujuan yang layak. Kriteria
kelayakan dihubungkan dengan rasionalitas substantif, karena kriteria ini
menyangkut substansi tujuan bukan cara atau instrumen untuk
merealisasikan tujuan tersebut” (Dunn, 2003:499).
Selanjutnya, Howlett dan Ramesh (2000:170) menyatakan bahwa secara
umum evaluasi kebijakan dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu : At
general level, policy evaluations can be classified in three broad categories
administrative evaluation, judicial evaluation, dan political evaluation which
differ in the way they are conducted, the actor they involve, and their effects.
15
Evaluator kebijakan harus mengetahui secara jelas aspek-aspek apa yang
perlu dikajinya. Disamping itu harus mengetahui sumber-sumber informasi yang
perlu dikejarnya untuk memperoleh data yang valid. Selain mengetahui teknik
analisis yang tepat untuk melakukan evaluasi. Sejumlah metode dapat digunakan
untuk membantu dalam mengevaluasi kebijakan, namun hampir semua teknik
yang ada dapat juga digunakan dalam hubungannya dengan metode-metode
evaluasi lainnya.
2. Dampak Kebijakan
Sebuah kebijakan, mau tidak mau pastilah menimbulkan dampak, baik itu
dampak positif maupun negatif. dampak positif dimaksudkan sebagai dampak
yang memang diharapkan akan terjadi akibat sebuah kebijakan dan memberikan
manfaat yang berguna bagi lingkungan kebijakan. sedangkan dampak negatif
dimaksukan sebagai dampak yang tidak memberikan manfaat bagi lingkungan
kebijakan dan tidak diharapkan terjadi. Soemarwoto dalam giroth (2004:12)
menyatakan bahwa dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat
suatu aktifitas.
Dampak kebijakan adalah keseluruhan efek yang ditimbulkan oleh suatu
kebijakan dalam kondisi kehidupan nyata. Menurut Anderson dalam
Agustino:2006:190) semua bentuk manfaat dan biaya kebijakan , baik yang
langsung maupun yang akan datang, harus diukur dalam bentuk efek simbolis atau
efek nyata. Output kebijakan adalah berbagai hal yang dilakukan pemerintah.
Kegiatan ini diukur dengan standar tertentu. Angka yang terlihat hanya
memberikan sedikit informasi mengenai outcome atau dampak kebijakan public,
16
karena untuk menentukan outcome kebijakan publik perlu diperhatikan perubahan
yang terjadi dalam lingkungan atau sistem politik yang disebabkan oleh aksi
politik.
Dampak kebijakan terhadap situasi atau kelompok target. Objek yang
dimaksud sebagai sasaran kebijakan harus jelas. Misalnya masyarakat miskin
(berdasarkan keriteria tertentu), para pengusaha kecil, kelompok anak-anak
sekolah yang termarjinalkan, atau siapa saja yang menjadi sasaran. Efek yang
dituju oleh kebijakan juga harus ditentukan. Jika berbagai kombinasi sasaran
tersebut dijadikan fokus masa analisisnya menjadi lebih rumit karena prioritas
harus diberikan kepada berbagai efek yang dimaksud. Disamping itu, perlu
dipahami bahwa kebijakan kemungkinan membawa konsekuensi yang diinginkan
atau tidak diinginkan.
Ketika kita berbicara tentang outcome dalam evaluasi kebijakan, maka
sedikitnya mengharuskan kita untuk mengetahui apa yang ingin kita selesaikan
dengan kebijakan yang dikeluarkan, bagaimana usaha kita untuk
melaksanakannya, dan bila ada, apa yang kita kerjakan terhadap hasil yang
dicapai (dampak atau hasil dan hubungannya dengan kebijakan itu). Dampak dari
kebijakan mempunyai beberapa dimensi menurut Agustino (2006:191) :
1. “Pengaruhnya pada persoalan masyarakat yang berhubungan dengan
melibatkan masyarakat. Pertama-tama harus didefinisikan siapa yang akan
terkena pengaruh kebijakan. Lebih lanjut lagi harus dicatat pula bahwa
kebijakan dapat mempunyai akibat yang diharapkan atau yang tidak
diharapkan.
17
2. Kebijakan dapat mempunyai dampak pada situasi dan kelompok lain, atau
dapat disebut juga dengan eksternalitas atau spillover effect.
3. Kebijakan dapat mempunyai pengaruh dimasa mendatang seperti
pengaruhnya pada kondisi yang pada saat ini.
4. Kebijakan dapat mempunyai dampak yang tidak langsung yang
merupakan pengalaman dari suatu komunitas atau beberapa pengalaman
dari suatu komunitas atau beberapa anggota diantaranya. Seperti biaya
sering tidak dipertimbangkan dalam pembuatan evaluasi kebijakan
setidaknya sebagian ada yang menentang perhitungannya”.
Studi kebijakan publik mencakup menggambarkan upaya kebijakan
publik, penilaian mengenai dampak dari kekuatan-kekuatan yang berasal dari
lingkungan terhadap isi kebijakan publik, analisis mengenai akibat berbagai
pernyataan kelembagaan dan proses-proses politik terhadap kebijakan publik;
penelitian mendalam mengenai akibat-akibat dari berbagai kebijakan politik
pada masyarakat, baik berupa dampak kebijakan publik pada masyarakat,
baik berupa dampak yang diharapkan (direncanakan) maupun dampak yang
tidak diharapkan.
E. Konsep operasional
Fungsi dari konsep operasional adalah sebagai alat untuk mengidentifikasi
fenomena atau gejala-gejala yang diamati dengan jelas, logika, atau penalaran
yang digunakan oleh peneliti untuk menerangkan fenomena yang diteliti atau
dikaji. Dampak dari kebijakan mempunyai beberapa dimensi menurut Agustino
18
(2006:191) :
1. Pengaruhnya pada persoalan masyarakat yang berhubungan dengan
melibatkan masyarakat. Pertama-tama harus didefinisikan siapa yang akan
terkena pengaruh kebijakan. Lebih lanjut lagi harus dicatat pula bahwa
kebijakan dapat mempunyai akibat yang diharapkan atau yang tidak
diharapkan.
2. Kebijakan dapat mempunyai dampak pada situasi dan kelompok lain, atau
dapat disebut juga dengan eksternalitas atau spillover effect.
3. Kebijakan dapat mempunyai pengaruh dimasa mendatang seperti
pengaruhnya pada kondisi yang pada saat ini.
4. Kebijakan dapat mempunyai dampak yang tidak langsung yang
merupakan pengalaman dari suatu komunitas atau beberapa pengalaman
dari suatu komunitas atau beberapa anggota diantaranya. Seperti biaya
sering tidak dipertimbangkan dalam pembuatan evaluasi kebijakan
setidaknya sebagian ada yang menentang perhitungannya”.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang mana ia berupaya
menggambarkan dan menjekaskan,mengungkap fakta, keadaan, fenomena,
variabel dan keadaan yang terjadi di lapangan atau tempat yang akan di
teliti.menurut Sugiyono(2012:11) “Penelitian deskriptif kualitatif adalah
19
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri,baik satu
variabel atau lebih (indevendent)yang di tanya dinyatakan dalam bentuk kata
,kalimat dan gambar tanpa membuat perbandingan,atau menghubungkan
antar variabel satu dengan variabel lainnya”.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelurahan senggarang.Alasan memilih
lokasi penelitianyang mana daerah ini merupakan daerah tempat tinggal
masyarakat nelayan tanjungpinang yang bersinggungan langsung karna
masyarakat nelayan di sini umum nya melaut menggunakan alat tangkap ikan
jenis pukat, di daerah ini juga para nelayan merasakan adanya dampak dari
peraturan menteri tersebut yaitu setelah adanya Peraturan Menteri adalah
penghasilan nelayan menurun, dengan peralihan penggunaan alat tangkap
tersebut akan membuat hasil tangkap menurun drastis, dan tentunya akan
membuat penghasilan nelayan berkurang.
3. Informan
Dalam penelitian ini tidak menggunakan sampel melainkan
infirman.penentuan imformasi sebagai sumber data di lakukan dengan teknik
purposive. menurut Sugiyono (2012:216) menyebutkan purposive adalah
penentuan sumber data yang dipilih dengan pertimbangan dan tujuan
tertentu.penentuan informen dapat di lihat dari tabel berikut ini :
20
Tabel I.1
Informan
No Jenis Informan Jumlah
1. Lurah Senggarang 1 orang
2. Masing-masing ketua pengurus Himpunan
Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI)
Tingkat Daerah.
1 orang
3. Masyarakat Nelayan 6 orang
Jumlah 8 orang
Sumber : Data Olahan Peneliti, 2016.
4. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah :
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari informan melalui
wawancara. Data primer akan diambil data yang meliputi data tentang dampak
Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat
penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik terhadap sosial ekonomi
masyarakat nelayan kota tanjungpinang terhadap pada Kelurahan Senggarang.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dengan tidak melalui wawancara, namun
melalui dokumen-dokumen dan literatur, seperti gambaran umum lokasi
penelitian, data uraian tugas dan fungsi, data struktur organisasi, data peralatan
kerja yang dimiliki, data sarana dan prasarana yang mendukung dampak
Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat
21
penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik terhadap kondisi sosial ekonomi
masyarakat nelayan kota tanjungpinang pada Kelurahan Senggarang.
5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data penelitian maka digunakan tehnik, yaitu :
a. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
pengamatan terhadap subjek maupun objek penelitian sehingga dapat diperoleh
data atau keterangan serta informasi yang jelas tentang hal yang diteliti. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan observasi non partisipan yaitu penulis tidak
melakukan aktivitas yang bisa mempengaruhi objek yang diteliti. Observasi
yang dilakukan meliputi kegiatan yang berkaitan dengan dampak Peraturan
Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan
ikan pukat hela dan pukat tarik terhadap sosial ekonomi masyarakat nelayan
kota tanjungpinang terhadap pada Kelurahan Senggarang. Observasi dilakukan
mulai dari pendataan masyarakat miskin, hingga penyaluran kepada
masyarakat yang berhak. Penulis menggunakan daftar checklist dan catatan
harian dalam observasi.
b. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan
pembicaraan berupa tanya jawab secara langsung dengan informan mengenai
pembahasan penelitian. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara
tidak terstruktur. Menurut Arikunto (2006:227) pedoman wawancara tidak
terstruktur adalah pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang
akan ditanyakan. Wawancara dilakukan kepada pegawai dinas sosial, aparatur
22
desa, serta penerima manfaat yaitu masyarakat. Hal ini untuk mengetahui
secara mendalam tentang dampak Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015
tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik
terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan kota tanjungpinang pada
Kelurahan Senggarang. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah
pedoman wawancara.
G. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari informan dikumulkan lalu dipisahan menurut
jenis data,kelompok data,kemudian data tersebut dianalisis secara Deskriftif
Kualitatif.Analisis data peneitian inidilakukan melalui sebuah proses yang
terdiri dari beberapa tahap yang dimulai sejak pengumpulan Data,kemudian
dikerjakan secara Intensif hingga penelitian selesai untuk memperoleh
kesimpulan.Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan
Huberman Dalam Sugiyono (2012:246) Yaitu:
1. Reduksi data (Data Reduction) diartikan sebagai proses dimana
peneliti melakukan pemilihan dan penyederhanaan data hasil
penelitian.
2. Penyajian data (Data display) yaitu sekumpulan imformasi tersusun
sehingga memberikan kemudahan dalam penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan.
3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi (Conclution Drawing
/Verification) merupakan usaha untuk memahami data yang di
peroleh. Poses penariakn kesimpulan merupakan proses yang
23
membutuhkan pertimbangan yang matang. Kesimpulan yang di tarik
segera diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali
sambil melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang
lebih cepat.
H. Teknik Validitas Data
Uji validitas adalah uji yang digunakan untuk menunjukkan sejauh mana
alat ukur yang digunakan dalam suatu mengukur apa yang diukur. Uji validitas
dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi. Teknik keabsahan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi. Metode triangulasi merupakan
salah satu metode yang paling umum dan sering di gunakan dalam pengujian
validitas penelitian kualitatif.
Metode triangulsi ini merupakan cara pengkombinasian antara penelitian
kuantitatif dan kualitatif yaitu dengan cara mengecek antara satu tipe hasil
penelitian (kuantitatif misalnya) dapat dicek dengan hasil penelitian yang
diperoleh dari tipe penelitian yang lain (kualitatif). Triangulasi ini umumnya
dimaksudkan untuk meningkatkan validitas hasil penelitian. Fungsi dari
penggunaan metode triangulasi adalah untuk memahami fenomena sosial dan
konstruksi psikologis, karena untuk pemahaman hal tersebut, tidak cukup hanya
menggunakan satu alat ukur saja. Akan tetapi menekankan digunakannya lebih
dari satu metode dan banyak sumber data termasuk di antaranya adalah sejumlah
peristiwa yang terjadi. Jenis-Jenis Metode Triangulasi Menurut Sugiyono (2012:
370) ada 3 macam yakni triangulasi sumber, teknik dan waktu.
24
DAMPAK PERATURAN MENTERI NO. 2 TAHUN 2015
TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN
IKAN PUKAT HELA DAN PUKAT TARIK TERHADAP KONDISI
SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT NELAYAN KOTA
TANJUNGPINANG
(Studi Pada Kelurahan Senggarang)
Indonesia memiliki banyak wilayah laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil yang
luas dan bermakna strategis sebagai pilar pembangunan ekonomi nasional. Selain
memiliki nilai ekonomis, sumber daya kelautan juga mempunyai nilai ekologis, di
samping itu, kondisi geografis Indonesia terletak pada geopolitis yang strategis,
yakni antara lautan Pasifik dan lautan Hindia yang merupakan kawasan paling
dinamis dalam arus percaturan politik, pertahanan, dan kemanan dunia. Kondisi
geo-ekonomi dan geo-politik tersebut menjadikan sektor kelautan sebagai sektor
yang penting dalam pembangunan nasional. Khusus untuk perikanan tangkap
potensi Indonesia sangat melimpah sehingga dapat diharapkan menjadi sektor
unggulan perekonomian nasional. Untuk itu potensi tersebut harus dimanfaatkan
secara optimal dan lestari, tugas ini merupakan tanggung jawab bersama
pemerintah, masyarakat, dan pengusaha guna meningkatkan pendapatan
masyarakat dan penerimaan negara yang mengarah pada kesejahteraan
rakyat.Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun 2015 didasari oleh
penurunan Sumber Daya Ikan (SDI) yang mengancam kelestarian, sehingga demi
keberlanjutannya perlu diberlakukan pelarangan penggunaan alat penangkapan
ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets), jadi dapat ditegaskan bahwa
tujuannya adalah kelestarian dan kemajuan sektor perikanan dan bukan untuk
mematikan mata pencaharian nelayan. Sebagai informasi bahwa sebagian besar
daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang dibagi ke dalam beberapa
25
Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di wilayah Republik Indonesia sudah
mengalami over fishing atau over exploited.
Kota Tanjungpinang merupakan penghasil atau produksi ikan yang cukup
banyak di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Salah satu daerah di Kota
Tanjungpinang yang di kelilingi oleh laut adalah Senggarang. Senggarang adalah
Kelurahan di Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan
Riau, Indonesia. Implementasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
(Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015 memberikan dampak negatif seperti Nelayan
tidak dapat melakukan usaha penangkapan ikan sehingga berdampak pada
hilangnya sumber penghidupan (sementara). Adanya potensi koflik sosial akibat
terganggunya jaringan jaringan sosial produksi di masyarakat nelayan. Adanya
potensi perubahan sosial di masyarakat; dan Terganggunya pasokan ikan untuk
konsumsi dalam negeri (jangka pendek).
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa Peraturan
Menteri Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan
Ikan Pukat Hela Dan Pukat Tarik membawa dampak Terhadap Kondisi Sosial
Ekonomi Masyarakat Nelayan Kota Tanjungpinang Pada Kelurahan Senggarang.
Hal ini dapat dilihat dari :
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka dapat dianalisa
bahwa Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat
penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik membawa pengaruh terhadap banyak
pihak khususnya nelayan. Pengaruh paling dirasakan masyarakat nelayan adalah
26
turunnya jumlah tangkapan ikan yang berdampak pada jumlah pendapatan
mereka. Dampak ekonomi, terutama terjadi pada tingkat pendapatan keluarga
sebelum adanya Peraturan Menteri ini produksi ikan yang didapatkan nelayan 1
hari bisa mencapai 15 hingga 25 kg dengan pendapatan 300 hingga 500 ribu,
namun setelah adanya peraturan tersebut banyak nelayan yang akhirnya tidak
dapat melaut lagi, produksi ikan pun menurun.
Kemudian kelompok lain yang merasakan dampak peraturan ini adalah
toke. Ketergantungan antara nelayan dengan tauke memang tidak bisa dihindari,
berbagai sebab menjadi pemicu sehingga nelayan banyak yang menggantungkan
hidupnya pada tauke. Ketergantungan ini paling utama dikarenakan keterbatasan
nelayan untuk mengakses sumber daya perikanan sebagai akibat terbatasnya
kemampuan mereka dalam menyediakan sarana produksi, adanya kelompok lain
seperti toke yang terkena dampak dari Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015
tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik
ini, karena nelayan toke tidak mendapatkan ikan yang banyak lagi dari nelayan
buruhnya.
Namun Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan
penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik membawa dampak
yang baik untuk masa yang akan datang, dampak yang paling nyata untuk masa
yang akan datang adalah menyelamatkan ekosistem laut, Apabila sumber daya
ikan dimanfaatkan tanpa batas atau tidak rasional serta melebihi batas maksimum
daya dukung ekosistemnya, maka dapat mengakibat kerusakan dan berkurangnya
sumber daya ikan itu sendiri, bahkan bila tidak segera diatasi juga dapat
27
mengakibatkan kepunahan sumber daya ikan tersebut. Sejak di keluarkannya
PERMEN-KP No. 2 Tahun 2015 aktifitas nelayan ada yang terhenti namun ada
juga yang masih beroperasi secara sembunyi-sembunyi dengan alasan untuk
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari nelayan. Secara langsung pemberlakuan
aturan tersebut di perkirakan akan memberikan dampak pada aspek seperti
perubahan teknologi penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan, perubahan
pada lingkungan dan perubahan terhadap keadaan sosial dan ekonomi nelayan,
harus diingat bahwa manusia dalam hal ini masyarakat pesisir/nelayan adalah
salah satu elemen yang harus turut dipertimbangkan dalam suatu pembangunan.
Dampak yang di timbulkan dari kebijakan ini baik dampak secara langsung
maupun tidak langsung. Banyak nelayan yang mengeluh dana akhirnya terjerat
kembali kepada lingkaran kemiskinan. Perikanan Indonesia dikejutkan dengan
terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor
2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan
Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI). Peraturan tersebut dianggap
akan mematikan mata pencaharian ribuan nelayan di Indonesia termasuk nelayan
kecil karena sebagian besar jenis alat tersebut dioperasikan oleh nelayan skala
kecil.
B. Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Bagi pemerintah sebaiknya terus mengawasi pelaksanaan Peraturan
28
Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat
penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik ini agar tidak ada lagi
nelayan yang menggunakannya secara sembunyi-sembunyi.
2. Sebaiknya Pemerintah juga memberikan solusi bagi para nelayan yang
merasakan dampak negatif dari Peraturan Menteri No. 2 Tahun 2015
tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat
tarik
3. Sebaiknya ada sosialisasi bagi masyarakat nelayan terhadap Peraturan
Menteri No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat
penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik serta alat tangkap yang layak
untuk digunakan di wilayah Senggarang.
29
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku :
Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan Publik Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan.
Pancur Siwah.
Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung : CV Alfabetha
Badjuri, Abdulkahar dan Yuwono, Teguh, 2002, Kebijakan Publik: Konsep dan
Strategi. Semarang: Universitas Diponegoro
Dunn, William N. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press
Giroth, Lexie M, 2004, Edukasi dan Profesi Pamong Praja : Publik Policy Studies,
Good Governance and Performance Driven Pamong Praja, STPDN Press,
Jatinangor
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru I). PT Rineka
Cipta : Jakarta
Nugroho, Riant D. 2012. Kebijakan Publik Formulasi Implementasi dan Evaluasi.
Jakarta : PT.Elex Media Komputindo
Putra, Fadillah. 2003. Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Rasyid, Rias. 2000. Pokok-Pokok Pemerintahan. PT Raja Grafindo Persada :
Jakarta
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung:
ALFABETA
Subarsono, AG.2011. Analisis kebijakan Publik : Konsep. Teori dan.
Aplikasi.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Wahab, Solichin. 2002. Analisis Kebijaksanaan, Dari Formulasi Ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
30
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik, Teori dan Proses. Jakarta: PT. Buku
Kita.
Jurnal :
Abdul Qodir Jaelani, Udiyo Basuki. 2014. Illegal Unreported and Unregulated
(IUU) Fishing: Upaya Mencegah dan Memberantas Illegal Fishing dalam
Membangun Poros Maritim Indonesia. Vol. 3, No. 1, Juni 2014
Nanik Ermawati, Zuliyati. 2014. Dampak Sosial Dan Ekonomi Atas Peraturan
Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 2/Permen-Kp/2015 (Studi Kasus
Kecamatan Juwana Kabupaten Pati). Jurnal. Kajian Multi Disiplin Ilmu
untuk Mewujudkan Poros Maritim dalam Pembangunan Ekonomi Berbasis
Kesejahteraan Rakyat.
Dokumen :
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun 2015 Larangan
Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) Dan Pukat Tarik
(SEINE NETS) di wilayah pengelolaan perikanan negara republik
Indonesia.