dampak kebijakan pemberian bantuan sosial (bansos
TRANSCRIPT
1
DAMPAK KEBIJAKAN PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL (BANSOS)
TERHADAP MASYARAKAT MISKIN DI KELURAHAN PADDUPPA
KECAMATAN TEMPE KABUPATEN WAJO
AVRILIYANTI
Nomor Stambuk: 10561 03999 11
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
2
DAMPAK KEBIJAKAN PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL (BANSOS)
TERHADAP MASYARAKAT MISKIN DI KELURAHAN PADDUPPA
KECAMATAN TEMPE KABUPATEN WAJO
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Administrasi Negara
Disusun dan Diajukan Oleh
AVRILIYANTI
Nomor Stambuk : 10561 03999 11
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN LMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
3
ii
4
iii
5
iv
6
ABSTRAK
AVRILIYANTI (2015).Dampak Kebijakan Pemberian Bantuan Sosial (Bansos)
Terhadap Masyarakat Miskin di Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe
Kabupaten Wajo.Skripsi Dibimbing Oleh (Parakkasi Tjaija dan Muhammad
Tahir).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak positif dan negatif yang
ditimbulkan dari kebijakan pemberian bantuan sosial (Bansos) terhadap
masyarakat miskin di Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo
dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dari kebijakan
pemberian bantuan sosial (Bansos) terhadap masyarakat miskin di Kelurahan
Padduppa Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.
Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif yang menggambarkan secara
deskriptif tentang pemberian bantuan sosial (Bansos) terhadap masyarakat miskin
di Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo. Sumber data adalah
data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
observasi, wawancara dan dokumentasi. Dalam penelitian ini terdapat informan
utama yang terdiri dari empat belas orang. Teknik analisis data dengan
menganalisa hasil olahan data tersebut diinterprestasikan dalam bentuk narasi.
Sedangkan dalam pengabsahan data menggunakan triangulasi dan mengadakan
memberchek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak positif dari kebijakan
pemberian bantuan sosial terhadap masyarakat miskin seperti dapat memberikan
perlindungan sosial melalui bedah rumah, membantu masyarakat dalam bekerja
untuk memberdayakan hidupnya, memberikan bantuan pengobatan secara gratis,
dan membantu korban bencana alam. Sedangkan dampak negatif seperti mendidik
hidup malas, rentan konflik, dan mendidik hidup konsumtif. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi dari kebijakan pemberian bantuan sosial seperti anggaran
atau dana, koordinasi dengan bidang-bidang tertentu, dan keaktifan masyarakat.
Keyword: Dampak Kebijakan, Pemberian Bantuan Sosial.
v
7
KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Syukur Alhamdulliah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, salawat dan salam tercurahkan
kepada nabi segala zaman yang menjadi rahmat petunjuk bagi umat manusia dan
seluruh sahabat dan keluarganya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Dampak Kebijakan Pemberian Bantuan Sosial (Bansos) Terhadap
Masyarakat Miskin di Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Bapak Dr. H. Irwan Akib, M.Pd selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Makassar.
2. Bapak Dr. H. Muhlis Madani, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Dr. Burhanuddin, S.Sos.,M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Makassar.
vi
8
4. Bapak Drs. H. Parakkasi Tjaija, M.Si selaku Pembimbing I dalam penulisan
skripsi ini, yang dengan keikhlasan, pengertian, dan kesediaan sudi
melapangkan waktu di tengah kesibukan untuk mengarahkan, membimbing,
dan mengoreksi penulisan skripsi ini hingga terselesaikan dalam penyusunan
proposal sampai penyusunan skripsi.
5. Bapak Drs. Muhammad Tahir, M.Si selaku Pembimbing II dalam penulisan
skripsi ini, yang dengan keikhlasan, pengertian, dan kesediaan sudi
melapangkan waktu di tengah kesibukan untuk mengerahkan, membimbing,
dan mengoreksi penulisan skripsi ini hingga terselesaikan dalam penyusunan
proposal sampai penyusunan skripsi.
6. Bapak dan Ibu dosen serta Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar.
7. Pemerintah Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo yang
telah menerima dan memberi kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011 di Jurusan Ilmu Administrasi
Negara terkhusus kelas B yang telah bersama-sama berusaha keras dan penuh
semangat dalam menjalani studi baik suka maupun duka. Kebersamaan ini
akan menjadi sebuah kenangan yang indah yang tidak akan dilupakan.
9. Sahabat-sahabat penulis Fatmawati, Asrul Rakhmatsyah Risal,S.Sos, Sitti
Nurjannah, Herlinda yang telah bersama-sama berjuang serta tidak henti-
hentinya memberikan semangat untuk selesainya karya tulis ini.
10. Ayahanda Agustamin, sebagai inspirasi terbesar dalam perjalanan hidup saya
vii
9
dan Ibunda Hasnani S.pd., sebagai pemberi kebahagiaan terikhlas dan
terbesar, memberikan dorongan, nasehat, dan doa selama hidup saya, tidak
lupa juga, ucapan terima kasih pantas dilayangkan kepada kakanda Anita
Safitri S.pd, dan Adinda Abdul Azis Husaini, sebagai penyemangat dalam
hidup saya. Dan seluruh keluarga besar saya yang selalu ikhlas memberikan
segalanya, terutama kepada A.Fatmawati Ariadi saya mengucapkan banyak
terima kasih.
Semoga semua kebaikan, ketulusan, dan keikhlasan ini menjadi amal berguna
dan memperoleh balasan seimbang. Dan semoga karya yang jauh dari kata
sempurna ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan para pembacanya.
Makassar, Mei 2015
Penulis,
Avriliyanti
viii
10
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGAJUAN SKRIPSI ....................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ii
PENERIMAAN TIM ................................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .............. iv
ABSTRAK ................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6
D. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian, Konsep dan Teori
1. Konsep Dampak ...................................................................... 8
2. Kebijakan Publik ..................................................................... 9
3. Evaluasi Kebijakan Publik ...................................................... 12
4. Tujuan Evaluasi Dampak Kebijakan ....................................... 17
5. Tugas Evaluasi Dampak Kebijakan ........................................ 17
6. Tipe dan Metode Evaluasi Dampak Kebijakan ........................ 18
7. Dimensi Evaluasi Dampak Kebijakan .................................... 19
8. Langkah Evaluasi Dampak Kebijakan ..................................... 20
9. Pengertian Bantuan Sosial (BANSOS) ................................... 21
10. Tujuan Bantuan Sosial ............................................................. 23
11. Pengertian Kemiskinan ........................................................... 24
12. Dimensi Kemiskinan ............................................................... 28
B. Kerangka Pikir .............................................................................. 29
C. Fokus Penelitian ............................................................................ 32
D. Deskripsi Fokus Penelitian ............................................................ 32
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan lokasi penelitian .......................................................... 34
B. Jenis dan Tipe penelitian ............................................................... 34
C. Sumber Data .................................................................................. 34
D. Informan Penelitian ....................................................................... 35
E. Teknik Pengumpulan data ............................................................. 37
F. Teknik Analisis Data ..................................................................... 38
G. Keabsahan Data ............................................................................. 39
ix
11
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian ............................................................ 41
1. Sejarah dan Letak Kantor Kelurahan Padduppa .................... 41
2. Visi dan Misi Kelurahan Padduppa ......................................... 41
3. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Kelurahan Padduppa .. 44
B. Dampak Kebijakan Pemberian Bantuan Sosial .............................. 51
1. Dampak Positif ........................................................................ 51
2. Dampak Negatif ...................................................................... 64
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Bansos ................ 69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 72
B. Saran .............................................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 74
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
x
12
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Tabel Informan .............................................................................. 36
xi
13
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Bagan Kerangka Pikir ................................................................... 31
2. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kelurahan Padduppa ............. 50
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan yang tidak merata di negara-negara berkembang saat ini,
termasuk Indonesia meninggalkan permasalahan dengan tingginya angka
kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu penyakit dalam ekonomi, sehingga
harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan
memang merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional.
Kemiskinan merupakan masalah pembangunan yang ditandai dengan
pengangguran, keterbelakangan dan keterpurukan. Masyarakat miskin lemah
dalam kemampuan berusaha dan mempunyai akses yang terbatas kepada kegiatan
sosial ekonomi.
Seperti yang tercantum dalam (Pembukaan UUD 1945) dan secara lebih
spesifik dimuat dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial pasal 19,20,21 tentang Penanggulangan Kemiskinan yang
isinya: “Penanggulangan kemiskinan merupakan kebijakan, program dan kegiatan
yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok dan atau masyarakat yang
tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat
memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan.
Kemiskinan dalam pengertian konvensional merupakan pendapatan
(income) dari suatu kelompok masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan.
Oleh karena itu, seringkali berbagai upaya pengentasan kemiskinan hanya
berorientasi pada upaya peningkatan pendapatan kelompok masyarakat miskin.
2
Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu
sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan
adalah masalah yang sangat kompleks, baik dari faktor penyebab maupun dampak
yang ditimbulkannya. Hal ini harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah
untuk mencari solusi apa yang harus dilakukan agar dapat menekan angka
kemiskinan, dan dalam penanggulangan persoalan kemiskinan maka pemerintah
memandang perlu untuk memberikan bantuan kepada masyarakat miskin.
Peningkatan perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan salah satu prioritas
pembangunan bidang sosial terutama perlindungan terhadap mereka yang
termasuk ke dalam kelompok penduduk miskin. Perlindungan dan kesejahteraan
sosial di Indonesia diwujudkan dalam bentuk bantuan sosial dan jaminan sosial.
Bantuan sosial (BANSOS) adalah pemberian bantuan berupa uang, barang
dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat
yang sifatnya tidak secara terus menerus dan bersifat selektif yang bertujuan
untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Bantuan sosial
tersebut menjadi salah satu jenis belanja daerah yang mengundang perhatian
banyak pihak. Bantuan sosial menjadi menarik karena banyak pihak yang
membutuhkan terutama masyarakat miskin. Masyarakat membutuhkannya untuk
kepentingan sosial dan kesejahteraan.
Keinginan masyarakat di era keterbukaan sekarang ini untuk mendapatkan
pelayanan publik yang professional dan berkualitas sudah menjadi tuntutan yang
tak terelakkan bagi pemerintah. Namun keinginan tersebut kadang tidak sesuai
3
dengan harapan masyarakat karena perilaku dari birokrat yang kadang berbelit–
belit, lambat, mahal dan melelahkan, hal ini menjadi ironi karena di sisi lain
pemerintah sedang melakukan reformasi birokrasi. Dalam rangka menjalankan
dan memelihara fungsi pemerintahan daerah di bidang kemasyarakatan dan
kesejahteraan masyarakat, pemerintah daerah dapat menganggarkan pemberian
bantuan sosial kepada kelompok atau anggota masyarakat.
Upaya menetapkan kebijakan anggaran untuk bantuan sosial harus
mempertimbangkan rasionalitas dan kriteria yang jelas dengan memperhatikan
asas manfaat, keadilan, kepatutan, transparan, akuntabilitas dan kepentingan
masyarakat luas. Penyediaan anggaran untuk bantuan sosial harus dijabarkan
dalam rincian obyek belanja sehingga jelas penerimanya serta tujuan dan sasaran
penggunaannya.
Kebijakan merupakan hal yang identik dengan masalah organisasi,
organisasi yang dimaksud meliputi organisasi pemerintah secara umum,maupun
yang ada dalam pemerintah serta organisasi non pemerintah atau organisasi sektor
swasta. Sebagai suatu dimensi yang ada dalam bidang administrasi publik
kebijakan mempunyai peran yang penting dalam menentukan hal-hal apa yang
harus diberikan kepada publik dalam hal penentuan suatu formulasi dalam rangka
pemecahan sesuatu yang dianggap menjadi kesenjangan publik.
Kegiatan pemberian bantuan sosial tersebut merupakan wujud dari
kebijakan sosial, karena berupa pelayanan sosial yang dilaksanakan oleh
pemerintah yang memberikan dampak langsung terhadap kesejahteraan
masyarakat. Kegiatan pemberian bantuan sosial tersebut dilaksanakan dengan
4
tujuan untuk mengatasi sebagian masalah kemiskinan dengan mempertahankan
taraf kesejahteraan sosial dan atau mengembangkan kemandirian serta untuk
menjaga kinerja sosial yang telah tercapai agar tidak menurun kembali.
Peraturan Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk
mengatasi masalah sosial ekonomi dan bantuan sosial yang menyentuh langsung
untuk meningkatkan derajat hidup masyarakat miskin masih mengalami kendala
di Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo. Sehingga muncul
beberapa dampak seperti mendidik hidup malas, terjadinya rentan konflik, dan
mendidik hidup konsumtif dalam pemberian bantuan sosial.
Peraturan Bupati Wajo Nomor 32 Tahun 2011 tentang pedoman pemberian
bantuan sosial yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
Kabupaten Wajo. Pasal 24,25, dan 26 tentang tujuan pemberian bantuan sosial
yang juga diharapkan mampu memberikan dampak dalam berbagai aspek. Sejalan
dengan hal tersebut, Tjokroamidjojo (2002:129) berpendapat bahwa, dampak
adalah akibat yang ditimbulkan dari suatu kegiatan baik direncanakan maupun
tidak direncanakan. Dampak senantiasa timbul dari suatu kegiatan, apapun
kegiatan yang dilaksanakan. Sebuah kebijakan, mau tidak mau pastilah
menimbulkan dampak, baik itu dampak positif maupun negatif. Dampak positif
dimaksudkan sebagai dampak yang memang diharapkan akan terjadi akibat
sebuah kebijakan dan memberikan manfaat yang berguna bagi lingkungan
kebijakan sedangkan dampak negatif dimaksudkan sebagai dampak yang tidak
memberikan manfaat bagi lingkungan kebijakan dan tidak diharapkan terjadi.
5
Penelitian evaluasi ini dilaksanakan sebagai upaya untuk mengetahui hasil
pada kegiatan pemberian bantuan sosial. Dalam kebijakan ini diperlukan sebuah
evaluasi dampak, sehingga dapat diketahui dampak positif dan negatif, serta
faktor yang mempengaruhi yang diterima oleh masyarakat miskin.
Sebagaimana yang nampak pada hasil observasi awal bahwa di Kelurahan
Padduppa memang memberikan bantuan sosial bagi masyarakat miskin. Selain
menyalurkan bantuan langsung tunai dan raskin yang merupakan program
nasional pemerintah, tetapi pihak Kelurahan Padduppa juga menyalurkan bantuan
sosial seperti penyediaan pupuk dan bibit unggul, kartu sehat untuk pengobatan
gratis, bantuan korban bencana alam, dan bantuan bedah rumah untuk rumah tak
layak huni. Semua bantuan sosial tersebut diharapkan dapat membantu
meringankan beban bagi masyarakat miskin khususnya yang berdomisili di
Kelurahan Padduppa. Hal ini yang menarik untuk peneliti untuk mengkaji sejauh
mana dampak dari kebijakan pemberian bantuan sosial tersebut.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat mengangkat judul
“Dampak Kebijakan Pemberian Bantuan Sosial (Bansos) Terhadap Masyarakat
Miskin di Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dengan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah, yaitu:
1. Bagaimana dampak positif dan negatif yang ditimbulkan dari pelaksanaan
kebijakan pemberian bantuan sosial terhadap masyarakat miskin di
Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo?
6
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pemberian
bantuan sosial terhadap masyarakat miskin di Kelurahan Padduppa
Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
1. Untuk mengetahui dampak positif dan negatif yang ditimbulkan dari
pelaksanaan kebijakan pemberian bantuan sosial terhadap masyarakat miskin
di Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan
pemberian bantuan sosial terhadap masyarakat miskin di Keluharan
Padduppa Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
a. Berkaitan dengan pengembangan ilmu kebijakan dan ilmu administrasi
Negara khususnya.
b. Diharapkan menjadi acuan atau referensi bagi mahasiswa serta menambah
wawasan pengetahuan dan keilmuan dan akademisi yang ingin mengetahui
dan mendalami sejauh mana dampak kebijakan pemberian bantuan sosial
terhadap masyarakat miskin.
7
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Pemerintah
Diharapkan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak
pemerintah daerah khususnya dalam pemberian bantuan sosial dalam upaya
menciptakan dampak-dampak positif bagi masyarakat.
b. Bagi Masyarakat
Sebagai masukan agar masyarakat dapat menggunakan bantuan tersebut
dengan sebaik-baiknya.
c. Bagi Mahasiswa/Peneliti
Untuk memenuhi kewajiban utama sebagai mahasiswa serta menambah
wawasan pengetahuan dan keilmuan, terkait dengan pengembangan ilmu
kebijakan.
8
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Pengertian, Konsep dan Teori
1. Konsep Dampak
Secara umum pengertian dampak identik dengan pengertian pengaruh atau
akibat yang timbul baik disengaja maupun tidak disengaja, dikehendaki atau tidak
dikehendaki terjadi dalam suatu kegiatan. Dampak yang sifatnya negatif
cenderung ditolak, namun dampak yang bersifat positif biasanya diharapkan.
Tjokroamidjojo (2002:129) mengemukakan bahwa dampak adalah akibat
yang ditimbulkan dari suatu kegiatan baik direncanakan maupun tidak
direncanakan. Dampak senantiasa timbul dari suatu kegiatan, apapun kegiatan
yang dilaksanakan. Jika mengacu pada definisi yang dikemukakan oleh
Tjokroamidjojo tersebut, suatu dampak atau pengaruh tidak akan diketahui apakah
sifatnya positif ataupun negatif. Meskipun demikian, dampak diramalkan dan
dikondisikan sebelum suatu tindakan dilakukan sehingga dapat disusun rencana-
rencana yang sistematis untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang tidak
diinginkan terjadi.
Dampak atau akibat adalah merupakan suatu yang harus terjadi yang dapat
menyebabkan adanya perubahan yang diinginkan. Dari pemahaman tersebut
diketahui bahwa dalam skala yang lebih luas dapat menyebabkan perubahan
dalam suatu daerah baik dalam lingkup yang terbatas maupun dalam lingkup yang
lebih luas. Dampak terdiri dari dua aspek penting yaitu:
8
9
1. Dampak Primer
Merupakan perubahan lingkungan yang disebabkan secara langsung oleh
suatu kegiatan pembangunan, yang meliputi dampak terhadap pola produksi
pendapatan, penggunaan lahan, tenaga kerja, teknologi, modal, kegiatan
perekonomian masyarakat, sarana dan prasarana transportasi, pada konsumsi
barang dan jasa, perumahan, kesehatan, dan pendidikan.
2. Dampak sekunder
Suatu perubahan lingkungan yang secara tidak langsung dari suatu
pembangunan yaitu perubahan yang terjadi sebagai kelanjutan dari dampak primer
yang meliputi pembangunan terhadap sosial budaya masyarakat. Jadi, telah
mengenai dampak bertujuan untuk mengkaji akibat-akibat suatu kebijakan, atau
dengan kata lain mencari jawaban apa yang terjadi sebagai akibat implementasi
kebijakan tertentu dan membahas antara cara yang digunakan dengan hasil yang
dicapai.
2. Kebijakan Publik
Lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai
bidang dan sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan
sebagainya. Setiap sistem politik membuat kebijakan publik, bahkan dapat
dikatakan bahwa produk utama dari sistem dan proses politik adalah kebijakan
publik. Karena menurut penulis kebijakan publik adalah keputusan suatu sistem
politik untuk mengelolah suatu masalah atau memenuhi suatu kepentingan,
dimana pelaksanaan keputusan tersebut membutuhkan dikerahkannya sumber
daya milik semua warga sistem politik tersebut. Bentuk-bentuk kebijakan publik
10
di Indonesia beraneka ragam mulai dari UUD, Kepres, Permen, Perda, Perdes atau
Peraturan RT (Rukun Tangga). Jadi, kebijakan publik itu sangat beragam,
sebanyak jumlah level pemerintahan dikalikan jumlah policy makersnya dikalikan
jenis masalah yang hendak ditangani oleh kebijakan tersebut.
Thomas R Dye sebagaimana dikutip Islamy (2009:19) mendefinisikan
kebijakan publik sebagai “is whatever government choose to do or not or not to
do”(apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan).
Definisi ini menekankan bahwa kebijakan publik adalah mengenai perwujudan
“tindakan” dan bukan merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat
publik semata. Di samping itu pilihan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu
juga merupakan kebijakan publik karena mempunyai pengaruh (dampak yang
sama dengan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu).
“Publik itu sendiri berisi aktivitas manusia yang di pandang perlu untuk
diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya
tindakan bersama” (Parsons, 2008:2-3). Membicarakan atau mendiskusikan
tentang kebijakan publik, terlebih dahulu mengetahui apa makna dari gagasan
tentang publik dan menjelaskan perkembangan konsep kebijakan publik. Hal ini
penting karena ide tentang publik terus mengalami perubahan yang cukup berarti
di lapangan.
James E. Anderson dalam Subarsono (2006:2) mendefinisikan kebijakan
publik “sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan pemerintah”. Sesuai
pandangan Harold Laswell dalam Nugroho (2003:4) mendefinisikan “sebagai
11
suatu program yang di proyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai
tertentu dan praktek-praktek tertentu.
Carl L. Friedrick dalam Nugroho (2003:4), kebijakan publik adalah
serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam
suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, dimana
kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi
sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Kebijakan Publik dalam kepustakaan internasional disebut sebagai publik
policy. Untuk lebih memahami definisi kebijakan publik secara sederhana,
kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan
oleh pemerintah (Nugroho, 2003:4). Nugroho menjelaskan lebih lanjut berkenaan
dengan segala sesuatu, karena kebijakan publik berkenaan dengan setiap aturan
main dalam kehidupan bersama, baik yang berkenaan dengan hubungan antar
warga maupun antara warga dengan pemerintah. Dikerjakan, bagaimana
pekerjaan itu dirumuskan, diterapkan, dinilai hasilnya. Tidak dikerjakan,
keputusan yang diambil untuk tidak dikerjakan dengan kata kunci merupakan apa
yang disebut keputusan. Terakhir adalah pemerintah, karena sebagai pemegang
hak atas kebijakan publik yang mencakup seluruh organisasi suatu Negara.
Chandelr dan Plans dalam Yulianto (2003:8), kebijakan publik adalah
pemanfaatan yang strategisnya terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk
memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kenyataan menunjukkan
bahwa kebijakan itu telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi
pemerintah untuk memecahkan masalah-masalah publik dan kebijakan publik itu
12
merupakan suatu bentuk intervansi yang dilakukan secara terus-menerus oleh
pemerintah demi kepentingan kelompok-kelompok yang kurang beruntung dalam
masyarakat agar mereka dapat hidup dan ikut berpartisipasi dalam semua bidang
pembangunan dan kemasyarakatan.
Dye yang dikutip Young dan Quinn (2002:5), memberikan definisi
kebijakan publik secara luas, yakni sebagai “whatever governments choose to do
or not to do.”
3. Evaluasi Kebijakan Publik
Tahapan akhir dari siklus kebijakan adalah evaluasi kebijakan. Kebijakan
yang telah dilaksanakan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana
kebijakan tersebut mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya
dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan, yaitu memperbaiki masalah yang
dihadapi perlu di evaluasi dengan ukuran atau kriteria keberhasilan.
Subarsono (2006:119) mengemukakan bahwa evaluasi adalah “kegiatan
untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan. Evaluasi baru dapat dilakukan kalau
kebijakan sudah berjalan cukup waktu. Suatu kebijakan yang akan dievaluasi
tidak memiliki batasan waktu yang pasti kapan sebuah kebijakan harus di
evaluasi. Semakin strategis suatu kebijakan maka diperlukan waktu yang panjang
untuk melakukan evaluasi dan sebaliknya, semakin teknis suatu kebijakan maka
evaluasi kebijakan dapat dilakukan dalam kurang waktu relatif cepat semenjak
kebijakan tersebut diterapkan.
Thomas R. Dye dalam Parsons (2008:547) mengemukakan bahwa evaluasi
kebijakan adalah „pembelajaran tentang konsekuensi dari kebijakan publik‟.
13
Evaluasi Kebijakan publik adalah pemeriksaan yang objektif, sistematis dan
empiris terhadap efek dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya dari
segi tujuan yang ingin dicapai.
Carlos Weiss dalam Parsons (2008:547) mengatakan bahwa evaluasi dapat
dibedakan dari bentuk-bentuk analisis lainnya berdasarkan enam hal adalah:
1. Evaluasi dimaksudkan untuk pembuatan keputusan, dan untuk
menganalisa problem seperti didefinisikan oleh pembuat kebijakan bukan
oleh periset.
2. Evaluasi adalah penilaian karakter. Riset bertujuan untuk mengevaluasi
tujuan program.
3. Evaluasi adalah riset yang dilakukan dalam setting kebijakan, bukan dalam
setting akademik.
4. Evaluasi biaya tidak dipublikasikan
5. Evaluasi seringkali melibatkan konflik antara periset dan praktisi.
6. Evaluasi memungkinkan melibatkan periset dalam persoalan kesetiaan
kepada agen pemberi dana dan penigkatan perubahan sosial.
Wiliam N. Dunn dalam Nugroho (2009:537) mengemukakan bahwa ada tiga
jenis pendekatan terhadap evaluasi implementasi kebijakan, yakni evaluasi semu,
evaluasi formal, evaluasi teoritis. Yang dimaksud dengan evaluasi semu adalah
pendekatan evaluasi dengan menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan
informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan tanpa
menanyakan manfaat atau nilai-nilai dari hasil kebijakan tersebut pada individu,
kelompok, atau masyarakat. Evaluasi formal adalah pendekatan evaluasi yang
14
Lingkungan Kebijakan
Kinerja Kebijakan
menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya
dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan berdasarkan sasaran program kebijakan
yang telah ditetapkan secara formal oleh pembuat kebijakan. Evaluasi teoritis
adalah pendekatan evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk
menghasilkan informasi yang dapat dipercaya dan valid mengenai hasil-hasil
kebijakan secara eksplisit yang diinginkan oleh steakholder.
Nugroho (2009:543) mengemukakan bahwa evaluasi kebijakan adalah
“biasanya bermakna sebagai evaluasi kebijakan dan atau evaluasi kinerja atau
hasil kebijakan. Dalam evaluasi kebijakan publik terdapat empat komponen
kebijakan yang merupakan dimensi kebijakan publik. Dimensi kebijakan publik
sebagai fokus evaluasi kebijakan, yakni perumusan kebijakan, implementasi
kebijakan, kinerja kebijakan, lingkungan kebijakan”.
Untuk lebih jelasnya mengenai evaluasi kebijakan menurut Nugroho (2009:543)
dapat dilihat gambar di bawah ini:
Keempat komponen kebijakan itulah yang menentukan apakah kebijakan
akan berhasil guna atau tidak. Namun, dalam konsep evaluasi sendiri selalu terikut
Perumusan Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Evaluasi Kebijakan
15
konsep kinerja sehingga evaluasi kebijakan pada ketiga wilayah bermakna
kegiatan pasca.
Evaluasi kebijakan publik mempunyai tiga lingkup makna, yaitu evaluasi
formulasi kebijakan, evaluasi implementasi kebijakan, dan evaluasi lingkungan
kebijakan Nugroho (2009:545-552). Ketiga komponen tersebut yang menentukan
apakah kebijakan akan berhasil guna atau tidak.
Evaluasi formulasi kebijakan mengandung makna bahwa masalah publik
yang akan dipecahkan melalui kebijakan harus sesuai model-model formulasi
kebijakan. Model formulasi kebijakannya sesuai dengan praktik formulasinya
sehingga proses formulasi kebijakan publik tersebut dapat dipertanggungjawabkan
terhadap publik. Evaluasi formulasi kebijakan juga mengandung makna bahwa
muatan kebijakan relevan dengan masalah yang ingin dipecahkan yang berarti
terdapat kesesuaian antara muatan kebijakan dengan masalah serta evaluasi
formulasi kebijakan mengandung makna bahwa secara makro, kebijakan yang
dibuat sesuai dengan kebijakan yang lebih tinggi. Secara mikro, bentuk kebijakan
harus sesuai dengan kebutuhan jenis kebijakan dan secara suku kata, penggunaan
kata mewakili maksud gagasan dan sesuai dengan tata bahasa hukum. Makna
evaluasi kebijakan tersebut merupakan suatu proses penilaian dalam formulasi
kebijakan, apakah formulasi kebijakan dapat dipertanggungjawabkan atau tidak
terhadap publik yang menyangkut dengan masalah publik yang akan dipecahkan.
Evaluasi kebijakan menitikberatkan pada implementasi kebijakan karena
faktor yang menentukan kebijakan berhasil tidaknya adalah pada
implementasinya. Implementasi kebijakan akan memberikan umpan balik bagi
16
perbaikan kebijakan dan peningkatan kinerja kebijakan. Evaluasi implementasi
kebijakan harus ada kesesuaian antara jenis kebijakan yang diimplementasikan
dengan metode yang digunakan dalam melakukan evaluasi terhadap kebijakan
yang diimplementasikan.
Evaluasi lingkungan kebijakan menyangkut lingkungan formulasi kebijakan
dan lingkungan implementasi kebijakan yang mengandung makna bahwa perumus
kebijakan memperhatikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi dalam
perumusan kebijakan. Faktor lingkungan menyangkut kepentingan luar yang
dapat memberikan pengaruh besar dalam perumusan kebijakan dan kebijakan
yang dirumuskan tepat sasaran dengan tujuan yang jelas. Implementasi kebijakan
menentukan apakah kebijakan berhasil atau gagal karena dalam
mengimplementasikan kebijakan terdapat faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi. Evaluasi terhadap kebijakan yang diimplementasikan dapat
mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi kebijakan tersebut berhasil dan
faktor-faktor apa yang mempengaruhi kebijakan tersebut gagal sehingga dapat
memberikan langkah perbaikan untuk peningkatan kinerja kebijakan.
Penilaian Dampak menurut Rossi dan Freeman dalam Parsons (2008:604)
adalah “untuk memperkirakan apakah intervensi menghasilkan efek yang
diharapkan atau tidak. Perkiraaan seperti ini tidak menghasilkan jawaban yang
pasti tapi hanya beberapa jawaban yang mungkin masuk akal”. Tujuan dasar
penilaian dampak adalah untuk memperkirakan efek bersih dari sebuah intervensi
yakni perkiraan dampak intervensi yang tidak dicampuri oleh pengaruh dari
17
proses dan kejadian lain yang mungkin juga mempengaruhi perilaku atau kondisi
yang menjadi sasaran suatu program yang sedang di evaluasi itu.
4. Tujuan Evaluasi Dampak Kebijakan
Tujuan evaluasi dampak kebijakan adalah untuk mengukur dampak suatu
kebijakan, baik dampak positif maupun dampak negatif (Subarsono, 2008:121).
Lebih lanjut Parsons (2006:604), secara khusus tujuan dasar evaluasi dampak
kebijakan adalah untuk memperkirakan efek bersih dari sebuah intervensi, yakni
perkiraan dampak intervensi yang tidak dicampuri oleh pengaruh dari proses dan
kejadian lain yang mungkin juga mempengaruhi perilaku atau kondisi yang
menjadi sasaran suatu program yang dievaluasi itu. Pada hakikatnya tujuan
evaluasi kebijakan adalah untuk perbaikan, bukan hanya dalam rangka
pembuktian saja.
5. Tugas Evaluasi Dampak Kebijakan
Menurut James P. Lester dan Joseph Stewart (2000) dalam Winarno
(2008:226), evaluasi kebijakan dapat dibedakan ke dalam dua tugas yang berbeda:
a. Untuk menilai konsekuensi-konsekuensi apa yang ditimbulkan oleh suatu
kebijakan dengan cara menggambarkan dampak yang diinginkan ataukah
tidak,
b. Untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan
standar atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam meraih dampak
yang diinginkan.
18
Upaya untuk memenuhi kedua tugas evaluasi tersebut, oleh Charles O.
Jones (1975) dalam Winarno (2008:227) menekankan beberapa langkah kegiatan
yang harus dilakukan dalam suatu evaluasi kebijakan meliputi:
a. Pengkhususkan (specification) meliputi identifikasi tujuan atau kriteria
melalui mana program kebijakan tersebut akan dievaluasi,
b. Pengukuran (measrument) menyangkut aktivitas pengumpulan informasi
yang relevan untuk obyek evaluasi,
c. Analisis adalah penggunaan informasi yang telah terkumpul dalam rangka
menyusun kesimpulan dan
d. Rekomendasi merupakan penentuan mengenai apa yangharus dilakukan di
masa yang akan datang (Winarno, 2008:226-227).
Selanjutnya, winarno mengatakan bahwa evaluasi kebijakan publik dapat
memberikan pengetahuan menyangkut sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan
dalam meraih dampak yang diinginkan, sehingga dapat dijadikan pedoman untuk
mengubah atau memperbaiki kebijakan di masa yang akan datang.
6. Tipe dan Metode Evaluasi Dampak Kebijakan
James Anderson membagi evaluasi kebijakan ke dalam tiga tipe, yaitu:
a. Tipe evaluasi kebijakan sebagai kegiatan fungsional.
b. Tipe evaluasi kebijakan yang mengfokuskan pada bekerjanya kebijakan, dan
c. Tipe evaluasi kebijakan sistematis yang melihat secara obyektif program-
program kebijakan yang dijalankan untuk mengukur dampaknya bagi
masyarakat dan melihat sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dinyatakan
tersebut tercapai (Winarno, 2008:228-229).
19
Lebih lanjut Winarno (2008:229) mengatakan bahwa evaluasi sistematis
diarahkan untuk melihat dampak yang ada dari suatu kebijakan dengan berpijak
pada sejauh mana kebijakan tersebut menjawab kebutuhan atau masalah
masyarakat. Evaluasi sistematis member suatu pemikiran tentang dampak dari
kebijakan dan merekomendasikan perubahan-perubahan kebijakan dengan
mendasarkan kenyataan yang sebenarnya kepada para pembuat kebijakan dan
masyarakat umum.
Penemuan-penemuan alternatif kebijakan dapat digunakan untuk mengubah
kebijakan-kebijakan dan program-program lain di masa depan. Sebagai upaya
pelaksanaan tugas evaluasi dampak kebijakan dengan menggunakan tipe evaluasi
kebijakan sistematis atau juga sering disebut sebagai evaluasi ilmiah, maka
diperlukan suatu metode evaluasi dampak yang tepat.
Menurut Rossi dan Freeman, salah satu metode yang digunakan dalam
evaluasi dampak kebijakan adalah pendekatan kualitatif dan judgemental untuk
mengevaluasi keberhasilan dan kegagalan kebijakan atau program (Parsons,
2006:604).
7. Dimensi Evaluasi Dampak Kebijakan
Menurut Dye (1975) dalam Winarno (2008:232-235) dampak dari suatu
kebijakan mempunyai beberapa dimensi dan semuanya harus diperhitungkan
dalam melakukan evaluasi, yaitu:
a. Dampak kebijakan pada masalah-masalah publik dan dampak kebijakan pada
orang-orang yang terlibat. Dengan demikian, mereka atau individu-individu
yang diharapkan untuk dipengaruhi oleh kebijakan harus dibatasi,
20
b. Dampak kebijakan kepada keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok di luar
sasaran atau tujuan kebijakan,
c. Dampak kebijakan pada keadaan sekarang dan keadaan di masa yang akan
datang,
d. Dampak kebijakan terhadap biaya langsung yang dikeluarkan untuk
membiayai program-program kebijakan publik,
e. Dampak kebijakan terhadap biaya-biaya yang tidak langsung ditanggung oleh
masyarakat atau beberapa anggota masyarakat akibat adanya kebijakan
publik.
8. Langkah Evaluasi Dampak Kebijakan
Pelaksanaan evaluasi dampak kebijakan dengan menggunakan tipe
sistematis (evaluasi ilmiah) dicirikan dengan melakukan beberapa langkah
sistematis pula. Edward A. Suchman yang dikutip oleh Charles O. Jones,
mengemukakan enam langkah dalam kebijakan yakni:
a. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi.
b. Analisis terhadap masalah
c. Deskripsi dan standarisasi kegiatan
d. Pengukuran terhadap tingkat perubahan yang terjadi
e. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan
tersebut atau karena penyebab yang lain,
f. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak kebijakan
(dalam Winarno 2008:230-231).
21
9. Pengertian Bantuan Sosial (BANSOS)
Bantuan sosial (Bansos) adalah pemberian bantuan berupa uang atau barang
dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan atau masyarakat
yang sifatnya tidak secara terus menerus dan bersifat selektif, yang bertujuan
untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Resiko sosial adalah
kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan
sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok dan atau masyarakat
sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam dan
bencana alam yang jika tidak diberikan belanja bantuan sosial akan semakin
terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.
Sistem dan prosedur penganggaran, pemberian dan pertanggungjawaban
belanja bantuan sosial harus ditetapkan dalam peraturan kepala daerah dengan
memperhatikan Peraturan Bupati Wajo Nomor 32 Tahun 2011 tentang pedoman
pemberian bantuan sosial yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah Kabupaten Wajo. Pasal 24,25, dan 26 tentang tujuan pemberian bantuan
sosial yang juga diharapkan mampu memberikan dampak dalam berbagai aspek.
Pemberian Bansos ini dari keuangan daerah (APBD) diperbolehkan
berdasarkan Peraturan Pemerintah 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah dan Permendagri 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah, yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Permendagri 21 Tahun
2011. Kedua peraturan tersebut tdk mensyaratkan calon penerima bansos sudah
tercantum dalam APBD yang telah dibahas dan ditetapkan tahun sebelumnya,
sehingga kepala daerah diberi wewenang untuk menetapkn penerimaan besaran
22
bansos pada tahun berjalan sesuai dengan proposal yang masuk dan kebijakan
kepala daerah.
Bantuan sosial tersebut menjadi salah satu jenis belanja daerah yang
menyedot perhatian banyak pihak. Bukan saja masyarakat/kelompok masyarakat,
Gubernur/Bupati/Walikota, dan anggota DPRD yang berkepentingan dengan
bansos. Bansos menjadi menarik karena banyak pihak yang membutuhkannya.
Masyarakat atau kelompok membutuhkannya untuk kepentingan sosial dan
kesejahteraan. Seperti halnya di Kabupaten Wajo khususnya masyarakat di
Kelurahan Paddupa yang tergolong sebagai masyarakat miskin. Mereka tentu saja
sangat membutuhkan Bansos untuk membantu meringankan beban dan demi
kelangsungan dan kesejahteraan hidup masyarakat miskin di Kelurahan Padduppa.
Kriteria masyarakat penerima bantuan sosial berdasarkan Peraturan Bupati
Wajo Nomor 32 Tahun 2011 yaitu:
a. Memiiki identitas dan alamat yang jelas dibuktikan dengan KTP, ada kartu
keluarga miskin atau ada keterangan dari Kepala Desa/Lurah bahwa yang
bersangkutan tidak mampu dari segi ekonomi.
b. Berdomisili dalam wilayah administratif Kabupaten Wajo.
c. Ada permohonan kepada Bupati Wajo berupa proposal dilengkapi dengan
Rencana penggunaan bantuan yang ditandatangani oleh yang bersangkutan
diketahui minimal Kepala Desa/Lurah.
d. Ada disposisi persetujuan dari Bupati Wajo kepada SKPD teknis.
e. Ada rekomendasi dari Instansi teknis.
23
10. Tujuan Bantuan Sosial
Bantuan sosial menjadi menarik karena banyak pihak yang membutuhkan
terutama masyarakat miskin. Masyarakat membutuhkannya untuk kepentingan
sosial dan kesejahteraan. Bantuan sosial sebenarnya merupakan bantuan berupa
uang atau barang seperti beras raskin, bedah rumah, bantuan langsung tunai
(BLT), kartu sehat, dan bantuan bencana alam. Karena itu, bantuan sosial
mempunyai kontribusi yang akan diberikan kepada manusia berupa dampak yang
positif.
Tujuan menurut Peraturan Bupati Wajo Nomor 32 Tahun 2011 tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Perlindungan sosial, bertujuan untuk mencegah dan menangani resiko dari
guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok masyarakat
agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar
minimal.
b. Pemberdayaan sosial, bertujuan untuk menjadikan seseorang atau kelompok
masyarakat yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga
mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
c. Jaminan sosial, bertujuan untuk menjamin penerima bantuan agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
d. Penanggulangan kemiskinan, merupakan kebijakan, program, dan kegiatan
yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok masyarakat yang tidak
mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat
memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan.
24
e. Penanggulangan bencana, merupakan serangkaian upaya yang ditujukan
untuk tanggap darurat, dan rehabilitasi.
11. Pengertian Kemiskinan
Di masa krisis ekonomi yang sudah berlangsung lebih dari lima tahun
jumlah orang miskin di Indonesia kembali bertambah sehingga orang-orang yang
berasal dari lapisan menengah, karena terkena PHK ataupun bagi mereka yang
memiliki usaha sendiri menjadi lumpuh atau gulung tikar telah masuk menjadi
lapisan masyarakat miskin sedangkan untuk kembali menjadi kekeadaan semula
mereka dihadapkan pada berbagai kendala yaitu masih terbatasnya peluang usaha
dan kesempatan kerja.
Persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dari
berbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama
akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi
akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar
rendah, tabungan nihil, lemah mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi
terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan,
dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan
kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambilan keputusan.
Penanggulangan kemiskinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (6)
huruf e, merupakan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap
orang, keluarga, kelompok masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai
sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi
kemanusiaan.
25
Lewis dalam Budi Rajab (2004:20) kemiskinan adalah ketidak cukupan
seseorang untuk bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya, seperti pangan,
sandang dan papan untuk kelangsungan hidup dan meningkat posisi sosial
ekonominya. Tetapi masalahnya adalah sumber-sumber daya material yang
dimiliki masyarakat miskin keadaanya sangat terbatas hanya dapat digunakan
untuk memepertahankan kehidupan fisiknya dan tidak memungkinkan untuk
dapat meningkatkan kesejahteraan.
Menurut Hamongan Ritonga (2004:2) juga mengemukakan pendapatnya
tentang kegagalan-kegagalan program pemerintah dalam menanggulangi
kemiskinan di Indonesia menuruntnya ada dua faktor yang menyebabkan program
penaanggulangan kemiskinan di Indonesia yaitu, “Pertama; program-program
penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya
penyaluran bantuan untuk orang miskin, upaya seperti ini akan sulit meyelesaikan
persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidalah untuk pemberdayaan.
Kedua; kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu
sendiri sehingga program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada
isu-isu kemiskinan, yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal.”
Ritonga beranggapan seperti ini karena program-program penanggulangan
kemiskinan pemerintah selama ini dianggap hanya menimbulkan ketergantungan
masyarakat miskin untuk selalu mendapatkan bantun dari pemerintah bukannya
memberdayakan masyarakat agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri,
juga karena pemahaman yang minim tentang berbagai penyebab kemiskinan.
26
Mar‟ie Muhammad mantan menteri keuangan RI juga mengemukakan
bahwa, “Kemiskinan merupakan ketidak mampuan seseorang, suatu keluarga atau
sekelompok masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, baik pangan
maupun non pangan, khususnya pendidikan dasar, kesehatan dasar, perumahan
dan kebutuhan transportasi” (Muhamad, 2004:2).
Konsep kemiskinan yang dikemukakan oleh Marie Muhamad ini
menggambarkan ketidak mampuan orang miskin atau suatu kelompok masyarakat
miskin pada kebutuhan-kebutuhan dasarnya dalam konsep tersebut tentunya kita
bisa menarik suatu kesimpulan bagaimana masyarkat miskin berupaya
meningkatkan perekonomiannya jika kebutuhan dasarpun tidak terpenuhi dan
untuk meningkatkan tingkat perekonomian mereka harus mendapat bantuan dan
bantuan itu bukan sekedar bantuan yang berupa materi tetapi berikut kesempatan-
kesempatan dalam dalam memanfaatkan sumber-sumber kapital.
Menurut Semeru dalam Suharto (2004:4), kemiskinan pada umumnya
didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan
keuntungan-keuntunggan non-material yang diterima oleh seseorang. secara luas
kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan
kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Menurut Hendriawan (2003), kemiskinan merupakan masalah pembangunan
yang ditandai dengan pengangguran, keterbelakangan, dan keterpurukan.
Masyarakat miskin lemah dalam kemampuan berusaha dan mempunyai akses
yang terbatas kepada kegiatan sosial, ekonomi. Permasalahan kemiskinan sangat
kompleks dan upaya penanggulangannya harus dilakukan secara komprehensif,
27
mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara
terpadu.
Departemen sosial dan Badan Pusat Statistik sebagai suatu badan yang
berkepentingan langsung dengan masalah kemiskinan merumuskan konsep
kemiskinan bahwa,“Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah
garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan,
yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty
threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap
individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per
orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian,
kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya” (BPS
dan Depsos, 2002:4).
Indikator kemiskinan menurut Badan Pusat Stastik:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bamboo/rumbia/kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar atau bersama-sama dengan rumah
tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/suangai/air
hujan.
28
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak
tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali daam seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10.Hanya sanggup makan sebanyak sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11.Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12.Pendidikan tertinggi kepala-kepala rumah tangga yaitu tidak sekolah, tidak
tamat SD atau hanya SD.
13.Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000,
seperti:sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau
barang modal lainnya.
12. Dimensi Kemiskinan
Dimensi kemiskinan dapat dikategorikan pada empat kategori, yakni:
1. Kemiskinan absolut adalah keadaan miskin yang diakibatkan oleh
ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang dalam memenuhi
kebutuhan pokoknya, seperti untuk makan, pakaian, pendidikan, kesehatan,
transportasi, dll.
2. Kemiskinan relatif adalah keadaan miskin yang dialami individu atau
kelompok dibandingkan dengan kondisi umum atau masyarakat.
3. Kemiskinan kultural mengacu pada sikap, gaya hidup, nilai, orientasi sosial
budaya seseorang atau masyarakat yang tidak sejalan dengan etos kemajuan
(masyarakat modern).
29
4. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh
ketidakberesan atau ketidakadilan struktur, baik struktur politik, sosial,
maupun ekonomi yang tidak memungkinkan seseorang atau sekelompok
orang menjangkau sumber-sumber penghidupan yang sebenarnya tersedia
bagi mereka.
B. Kerangka Pikir
Bantuan sosial (BANSOS) adalah pemberian bantuan berupa uang atau
barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan atau
masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan bersifat selektif, yang
bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.
Berdasarkan Peraturan Bupati Wajo Nomor 32 Tahun 2011 tentang pedoman
pemberian bantuan sosial yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah Kabupaten Wajo. Adapun pendapat mengemukakan dimensi-dimensi dari
evaluasi dampak kebijakan menurut Dye yaitu, 1) Dampak kebijakan kepada
keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok di luar sasaran atau tujuan kebijakan.
Kebijakan ini dinamakan eksternalitas atau dampak yang melimpah seperti
dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif yang dimaksud hasil dari
kebijakan yang keadaannya menimbulkan kebaikan atau memanfaatkan oleh
masyarakat dan dampak negatif hasil dari kebijakan yang keadaannya
menimbulkan keburukan atau merugikan masyarakat.
Berdasarkan dari teori yang diangkat maka penulis mengambil Tujuan
menurut Peraturan Bupati Wajo Nomor 32 Tahun 2011 tersebut adalah sebagai
berikut:
30
a. Perlindungan sosial, bertujuan untuk mencegah dan menangani resiko dari
guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok masyarakat
agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar
minimal. Misalnya, memberikan perlindungan sosial melalui bedah rumah.
b. Pemberdayaan sosial, bertujuan untuk menjadikan seseorang atau kelompok
masyarakat yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga
mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Misalnya, membantu masyarakat
dalam bekerja untuk memberdayakan hidunya.
c. Jaminan sosial, bertujuan untuk menjamin penerima bantuan agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Misalnya, memberikan
bantuan pengobatan secara gratis.
d. Penanggulangan bencana, merupakan serangkaian upaya yang ditujukan
untuk tanggap darurat, dan rehabilitasi. Misalnya, membantu korban bencana
alam.
Berdasarkan teori yang telah diuraikan di atas, bahwa dampak kebijakan
Pemberian Bantuan Sosial, dampak positif dan negatif yang ditimbulkan dari
kebijakan tersebut dan faktor yang mempengaruhi yang terjadi dari kebijakan
tersebut.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, penulis akan
menjelaskan mengenai dampak kebijakan pemberian bantuan sosial di Kelurahan
Padduppa Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo yang dapat dilihat dari bagan
kerangka pikir yaitu:
31
Gambar 1
BAGAN KERANGKA PIKIR
Dampak Kebijakan
1. Dampak Positif
a. Memberikan perlindungan sosial
melalui bedah rumah
b. Membantu masyarakat dalam
bekerja untuk memberdayakan
hidupnya
c. Memberikan bantuan pengobatan
secara gratis
d. Membantu korban bencana alam
2. Dampak Negatif
a. Mendidik hidup malas
b. Rentan konflik
c. Mendidik hidup konsumtif
Bantuan Sosial
(BANSOS)
Hasil Capaian Dampak
Kebijakan
Faktor-faktor yang
mempengaruhi:
a. Anggaran atau
dana
b. Koordinasi dengan
bidang-bidang
tertentu
c. Keaktifan
masyarakat
Peraturan Bupati Wajo No. 32
Tahun 2011 tentang Pedoman
Pemberian Bantuan Sosial
32
C. Fokus Penelitian
Berdasarkan judul dan teori yang digunakan, maka fokus penelitian yang
akan diteliti yaitu dampak kebijakan dan faktor yang mempengaruhi kebijakan
pemberian bantuan sosial terhadap masyarakat miskin di Kelurahan Paduppa
Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.
D. Deskrispi Fokus Penelitian
Berdasarkan dari kerangka pikir di atas, adapun deskripsi fokus penelitian
diantaranya:
1. Berdasarkan Peraturan Bupati Wajo Nomor 32 Tahun 2011 tentang pedoman
pemberian bantuan sosial yang bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah Kabupaten Wajo.
2. Bantuan sosial (BANSOS) adalah pemberian bantuan berupa uang atau
barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau
masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan bersifat selektif,
yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.
3. Dampak positif merupakan pengaruh dari suatu kegiatan yang dijalankan
sehingga menimbulkan unsur kebaikan terhadap masyarakat misalnya dapat
memberikan perlindungan sosial melalui bedah rumah, membantu masyarakat
dalam bekerja untuk memberdayakan hidupnya, memberikan bantuan
pengobatan secara gratis, dan membantu korban bencana alam.
4. Dampak negatif merupakan pengaruh dari suatu kegiatan yang dijalankan,
sehingga menimbulkan unsur keburukan terhadap masyarakat, misalnya
mendidik hidup malas yaitu masyarakat bisa menjadi malas untuk mencari
33
kebutuhannya sendiri, terjadinya rentan konflik, dan mendidik hidup
konsumtif.
5. Faktor yang mempengaruhi merupakan faktor yang ditimbulkan dari
kebijakan pemberian bantuan sosial (BANSOS), misalnya anggaran atau
dana, koordinasi dengan bidang-bidang tertentu, dan keaktifan masyarakat.
6. Hasil capaian dampak kebijakan suatu hasil yang menunjukkan tingkat
keberhasilan atau kegagalan kegiatan menejemen dalam mencapai tujuan
yang ditetapkan terlebih dahulu.
34
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 4 April sampai 1 Juni 2015.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe
Kabupaten Wajo. Alasan penulis memilih lokasi ini dikarenakan Kelurahan
Padduppa merupakan salah satu kelurahan yang memberikan bantuan sosial
(Bansos) kepada masyarakat miskin.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif
digunakan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan deskripsi kata-kata
tertulis atau lisan dari informan.
2. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah fenomenologi yaitu untuk memberi
gambaran tentang situasi atau fenomena sosial secara detail.
C. Sumber Data
Sehubungan dengan permasalahan penelitian maka data yang diperlukan
dalam penelitian ini adalah:
35
1. Data Primer
Data primer dikumpulkan melalui teknik observasi dan wawancara. Observasi
dilakukan oleh penulis dengan mengamati kegiatan-kegiatan mengenai dampak
kebijakan pemberian bantuan sosial terhadap masyarakat miskin di Kelurahan
Padduppa Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo. Wawancara yaitu data yang
diperoleh langsung dari informan melalui tatap muka langsung dan terbuka
sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data tertulis berupa laporan, peraturan dan dokumen
mengenai penerimaan Bantuan Sosial di Kelurahan Padduppa Kecamatan
Tempe Kabupaten Wajo.
D. Informan Penelitian
Adapun informan penelitian mengenai dampak kebijakan pemberian
bantuan sosial di Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo yaitu:
36
TABEL INFORMAN
No Nama Inisial Status Jabatan Jumlah Ket
1 Andi
Parawangsyah A.P
Pemerintah
Kelurahan
Kepala
Kelurahan
Padduppa 1 Laki-Laki
2 Patimah P.H Pemerintah
Kelurahan
KASI
Perekono
mian Kel.
Padduppa
1 Perempuan
3 Hj.Syahruni
Alui S.A
Pemerintah
Kelurahan
Staf
Perekono
mian
Kelurahan
Padduppa
1 Perempuan
4 Muh.Ilham
Akbar M.I
Pemerintah
Kelurahan
Kepala
Lingkunga
n
1 Laki-Laki
5 Abdul Malik
Fattah A.M
Pemerintah
Kelurahan
Kepala
Lingkunga
n
1 Laki-Laki
6 Kunjung K.G Masyarakat Penjual 1 Perempuan
7 Amir HL A.R Masyarakat Penjual 1 Laki-Laki
8 Ida I.A Masyarakat Penjual 1 Perempuan
9 Babang B.G Masyarakat Petani 1 Laki-Laki
10 Itang I.G Masyarakat Pengangg
uran 1 Perempuan
11 Yusni Y.I Masyarakat Pengangg
uran 1 Perempuan
12 Herna H.A Masyarakat Pengangg
uran 1 Perempuan
13 Mudiah M.H Masyarakat Penjual 1 Perempuan
14 Kamaruddin K.N Masyarakat Penjual 1 Laki-Laki
JUMLAH 14
Alasan memilih informan dengan menggunakan teknik snowball yaitu
teknik mengambil informan yang akan semakin bertambah dan akan mendapatkan
titik jenuh dari sebuah informan. Dan dapat memberikan keterangan yang relevan
sesuai dengan kondisi di lapangan dan dapat memberikan keterangan untuk
menjelaskan judul penulis.
37
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian,
karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data agar
mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis
dan standar untuk memperoleh data yang diperoleh.
1. Observasi
Observasi adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa
ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Dalam kegiatan sehari-
hari, kita selalu menggunakan mata untuk mengamati sesuatu. Pada metode
pengamatan ini, peneliti akan melakukan pengamatan langsung ke lapangan
mengenai hasil dampak yang dihasilkan dari kebijakan pemberian bantuan sosial
terhadap masyarakat miskin di Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe
Kabupaten Wajo.
2. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya dengan si
penjawab dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan
wawancara). Wawancara ini bertujuan untuk memperoleh informasi secara jelas
dan konkret tentang hasil yang ditimbulkan dalam dampak kebijakan pemberian
bantuan sosial terhadap masyarakat miskin di Kelurahan Padduppa Kecamatan
Tempe Kabupaten Wajo.
38
3. Dokumentasi
Teknik ini merupakan teknik pengumpulan data dengan mempelajari
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini, berupa catatan-catatan,
arsip-arsip, dan kumpulan peraturan perundang-undangan, serta laporan-laporan
dari lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah langkah selanjutnya untuk mengelola data di mana data
yang diperoleh, dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa untuk
menyimpulkan persoalan yang diajukan dalam menyusun hasil penelitian. Dalam
model ini terdapat 3 (tiga) komponen pokok. Menurut Miles dan Huberman dalam
Sugiyono (2012:92-99) ketiga komponen tersebut yaitu:
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu
dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan makin lama peneliti
di lapangan, maka jumlah data akan makin banyak, kompleks dan rumit.
Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data.
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan
membuang yang tidak perlu.
2. Data Display (Penyajian Data)
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya.
39
3. Conclusion Drawing/Verification (Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi)
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan
dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara,
dan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung
pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila data kesimpulan
data yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh kembali bukti-bukti
yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan
data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang
kredibel.
G. Keabsahan Data
Adapun untuk pengujian keabsahan datanya, pada penelitian ini dilakukan
dengan dua cara, yaitu triangulasi dan membercheck.
1. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan
data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Terdapat
tiga jenis triangulasi, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik dan
triangulasi waktu. Namun dalam penelitian ini hanya menggunakan
triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Triangulasi sumber dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh dari lapangan melalui
beberapa sumber. Sedangkan triangulasi teknik dilakukan dengan mengecek
data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Pengececakan
dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara dan
dokumentasi.
40
2. Mengadakan Membercheck
Membercheck adalah proses pengecekan data yang bertujuan untuk
mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang
diberikan oleh sumber data. Setelah membercheck dilakukan, maka pemberi
data dimintai tandatangan sebagai bukti otentik bahwa peneliti telah
melakukan membercheck.
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
1. Sejarah dan Letak Kantor Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe
Kabupaten Wajo
Pada tahun 1990 terbentuk Kelurahan Padduppa, yang awalnya merupakan
bagian dari Kelurahan Siengkang. Namun, karena wilayah yang cukup luas dan
jumlah masyarakat juga semakin bertambah maka dibentuklah kelurahan
Padduppa. Kelurahan ini awalnya dipimpin oleh Muhammad Arafah.
Kantor Kelurahan Padduppa terletak di Jl. A. Oddang Sengkang Kabupaten
Wajo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah utara : Kelurahan Lapongkoda
- Sebelah timur : Kelurahan Pattirosompe
- Sebelah selatan : Kelurahan Siengkang
- Sebelah barat : Kelurahan Wiringpalennae
Luas Wilayah Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe sekitar 160 Km2, terdiri
dari 2 Lingkungan, 2 Rukun Warga (RW) dan 4 Rukun Tetangga (RT).
2. Visi dan Misi Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo
Renstra unit kerja merupakan bagian dari dokumen perencanaan, harus
memperhatikan berbagai rambu-rambu yang diamanatkan dalam dokumen
perencanaan yang lebih tinggi yaitu RENSTRA DAERAH sebagai acuan dari
semua dokumen rencana unit kerja. Rencana Stratejik (Renstra) Kelurahan
Padduppa Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo Tahun 2014-2019 adalah rencana 5
tahunan yang mencakup visi dan misi:
a. Visi
Terwujudnya Pemerintahan Demokratis, Berwibawa, Dan Transparan Yang
berorientasi kepada paeningkatan kualitas Pelayanan Prima menuju
tercipatanya masyarakat Kelurahan Padduppa yang Rukun, Tertib, Aman,
Sejahtera dan Beriman.
Makna pokok yang tersirat dalam visi Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe,
yaitu:
1) Pelayanan Prima, berarti pelayanan yang dilakukan oleh aparat pemerintah
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat yang dilakukan dengan
ramah, cepat, transparan dan mudah;
2) Masyarakat yang berkarakter religius, produktif, unggul, sejahtera dan
aman, berarti suatu kondisi masyarakat bersama aparatur kecamatan dan
kelurahan se-Kecamatan Tempe selama lima tahun ke depan yang memiliki
sikap dan perilaku berbasis kearifan budaya lokal Wajo yang senantiasa
dinafasi oleh kehidupan keagamaan yang kuat dan memanifestasikan etos
kerja yassiwajori dan akhirnya menumbuhkan sikap kemandirian, memiliki
dengan daya saing yang tinggi menuju taraf hidup masyarakat yang berada di
atas pemenuhan kebutuhan dasar baik dilihat dari kemakmuran ekonomi
maupun kesejahteraan sosial dengan senantiasa dalam lingkup tatanan
kehidupan yang tercipta dari pembinaan ketertiban masyarakat.
43
b. Misi
Misi Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe tahun 2014-2019 adalah
sebagai berikut:
1) Mewujudkan pelayanan publik yang professional, berbasis teknologi informasi
Misi ini mengandung makna bahwa Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe
sebagai perangkat teknis kewilayahan harus memberikan pelayanan publik yang
berkualitas yang didukung oleh aparatur.
2) Meningkatkan peran serta dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan
Misi ini Keluahan Padduppa Kecamatan Tempe berupaya meningkatkan
peran serta dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, khususnya melalui
perencanaan pembangunan, pemanfaatan maupun pemeliharaan hasil
pembangunan. Misi ini juga menitikberatkan pada upaya meningkatkan
pemberdayaan masyarakat melalui program-program pemberdayaan masyarakat.
3) Meningkatkan perekonomian dan pembangunan, kesejahteraan sosial, serta
ketentraman dan ketertiban umum
Misi ini bermakna bahwa Kelurahan Padduppa bertindak sebagai
koordinator dan fasilitator dalam upaya meningkatkan perekonomian dan
pembangunan, kesejahteraan sosial serta ketentraman dan ketertiban umum
dengan aktif melakukan koordinasi dengan instansi teknis penyedia layanan.
4) Meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
Misi ini bermakna bahwa sebagai Kelurahan ibu kota, kualitas lingkungan
hidup mendapatkan perhatian yang sangat tinggi mengingat kota Sengkang juga
merupakan wilayah utama penilaian adipura. Di samping itu, kebutuhan
44
masyarakat perkotaan akan lingkungan yang sehat semakin tinggi. Misi ini juga
mencoba menjawab tantangan pemerintah Kabupaten Wajo yaitu dicanangkannya
Kota Sengkang sebagai kota bersih dan sehat.
Untuk mencapai visi dan misi Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo yang
telah ditetapkan, maka seluruh personil Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo
dituntut untuk bekerja keras serta berbenah diri, untuk:
a) Meningkatkan kemampuan personil, koordinasi dan kerjasama dalam
mewujudkan hasil kerja yang lebih optimal.
b) Responsif terhadap organisasi, dalam arti tidak hanya puas dengan
menyelesaikan tugas pokok dan fungsinya, tetapi juga memberikan kontribusi
serta memiliki pandangan yang lebih luas dan jernih tentang berbagai aspek,
dalam lintas bidang dan organisasi.
c) Bekerja secara proaktif, didasari penelaahan secara mendalam dalam upaya
menghindari kesalahan dalam menjalankan kegiatan organisasi.
d) Mencermati berbagai peristiwa aktual, kemudian melakukan analisis secara
mendalam untuk mempersiapkan langkah-langkah ke depan.
e) Menyatukan segala potensi yang ada dari berbagai disiplin ilmu untuk secara
bersama-sama menyelesaikan bidang tugas organisasi.
3. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Kelurahan Padduppa
Kelurahan Padduppa Kabupaten Wajo, sebagaimana amanat Peraturan
Daerah Kabupaten Wajo Nomor 8 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kecamatan dan Kelurahan lingkup Pemerintah Kabupaten Wajo, dan
ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Wajo Nomor 16 Tahun 2008 tentang
45
Tugas Pokok, Fungsi Dan Rincian Tugas Jabatan Struktural lingkup Kecamatan
dan Kelurahan Kabupaten Wajo.
Berikut ini disajikan mengenai tugas dan fungsi dari Kelurahan Padduppa
Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo, sebagai berikut:
a. Lurah
1) Tugas Pokok
Kelurahan dipimpin oleh seorang Lurah yang mempunyai tugas memimpin.
Kelurahan dalam membina, mengoordinasikan dan melaksanakan tugas
umum pemerintahan, pemberdayaan masyarakat, ketentraman dan
ketertiban umum, kesejahteraan sosial, perekonomian dan pembangunan,
dan urusan pemerintahan lainnya yang dilimpahkan oleh Camat.
2) Fungsi
(1) Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan
kemasyarakatan di wilayahnya,
(2) Pembinaan penyelenggaraan Pemerintah di tingkat Lingkungan/RT dan
RW,
(3) Pengoordinasian unit kerja perangkat daerah, instansi vertikal dan swasta
dalam wilayah kerjanya,
(4) Pengoordinasian lembaga sosial dan lembaga kemasyarakatan dalam
wilayah kerjanya,
(5) Pembinaan dan pengoordinasian pelaksanaan tugas serta pelayanan
administrasi Kelurahan.
46
b. Sekretaris
1) Tugas Pokok
Sekretariat Kelurahan dipimpin oleh Sekretaris Kelurahan yang mempunyai
tugas membantu Lurah dalam melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas
serta pembinaan dan pemberian dukungan administrasi Kelurahan.
2) Fungsi
(1) Pembinaan serta pelaksanaan tugas dan administrasi Kelurahan yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, kepegawaian, ketatalaksanaan,
perlengkapan, keuangan, dokumentasi, hukum, data dan informasi serta
hubungan antar lembaga dan masyarakat,
(2) Pengkoordinasian dan evaluasi pelaksanaan tugas unit organisasi di
lingkungan Kelurahan,
(3) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Lurah sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
c. Kepala Seksi Pemerintahan
1) Tugas Pokok
Seksi Pemerintahan dipimpin oleh seorang kepala seksi mempunyai tugas
membantu Lurah dalam membina, mengordinasikan dan melaksanakan
tugas di bidang Pemerintahan.
2) Fungsi
(1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang Pemerintahan,
(2) Pemberian dukungan atas pelaksanaan tugas di bidang Pemerintahan,
(3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Pemerintahan,
47
(4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Lurah sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
d. Kepala Seksi Pembangunan
1) Tugas Pokok
Seksi Pembangunan di pimpin oleh seorang kepala seksi mempunyai tugas
membantu Lurah dalam membina, mengordinasikan dan melaksanakan
tugas di bidang pembangunan.
2) Fungsi
(1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang pembangunan,
(2) Pemberian dukungan atas pelaksanaan tugas di bidang Pembangunan,
(3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Pembangunan,
(4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Lurah sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
e. Kepala Seksi Perekonomian Dan Kesejahteraan Rakyat
1) Tugas Pokok
Seksi Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat dipimpin oleh seorang
kepala seksi mempunyai tugas membantu Lurah dalam membina,
mengordinasikan dan melaksanan tugas dibidang Perekonomian dan
Kesejahteraan Rakyat.
2) Fungsi
(1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang Perekonomian dan
Kesejahteraan Rakyat,
48
(2) Pemberian dukungan atas pelaksanaan tugas di bidang Perekonomian dan
Kesejahteraan Rakyat,
(3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Perekonomian dan
Kesejahteraan Rakyat,
(4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Lurah sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
f. Kepala Seksi Ketenteraman Dan Keamanan
1) Tugas Pokok
Seksi Ketenteraman dan Keamanan dipimpin oleh seorang kepala seksi
mempunyai tugas membantu Lurah dalam membina, mengordinasikan dan
melaksanakan tugas di bidang Ketenteraman dan Keamanan.
2) Fungsi
(1) Menyiapkan bahan perumusan kebijakan tekhnis dibidang Ketenteraman
dan Keamanan,
(2) Pemberian dukungan atas pelaksanaan tugas di bidang Ketenteraman dan
Keamanan,
(3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Ketenteraman dan Keamanan;
(4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Lurah sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
g. Kepala Lingkungan
1) Tugas Pokok
Kepala lingkungan mempunyai tugas melaksanakan tugas Lurah dalam
wilayah kerjanya.
49
2) Fungsi
(1) Mendengarkan dan menampung aspirasi masyarakat setempat,
(2) Pelaksanaan keputusan dan kebijaksanaan Lurah,
(3) Penyelenggara pembinaan kerukunan warga,
(4) Membina dan meningkatkan partisipasi swadaya dan gotong royong
masyarakat,
(5) Mendengarkan dan menampung aspirasi masyarakat setempat,
(6) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Lurah sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Sedangkan Struktur Organisasi Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe
Kabupaten Wajo, sebagaimana lampiran 1 Peraturan Daerah Kabupaten Wajo
Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Lingkup Kelurahan
Pemerintah Kabupaten Wajo, sebagai berikut:
50
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe
Kabupaten Wajo
Gambar 2
Sumber: Perda Kabupaten Wajo Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kecamatan dan Kelurahan Lingkup Pemerintah Kabupaten
Wajo.
LURAH
SEKLUR
KASI
PEMERINTAHAN
KASI
PEMBANGUNAN
KEPALA LINGKUNGAN
LAPATTETE
KASI
KETENTRAMAN
DAN
KETERTIBAN
KASI
PEREKONOMIAN
DAN KESRA
KEPALA LINGKUNGAN
MASSELLOMOE
51
B.Dampak Kebijakan Pemberian Bantuan Sosial (BANSOS) Terhadap
Masyarakat Miskin di Kelurahan Padduppa
Rujukan teori yang digunakan penelitian untuk menganalisis hasil penelitian
tentang dampak kebijakan sesuai dengan dimensi-dimensi dari evaluasi dampak
kebijakan menurut Dye dalam Winarno (2008:232-235) yaitu, Dampak kebijakan
kepada keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok di luar sasaran atau tujuan
kebijakan. Kebijakan ini dinamakan eksternalitas atau dampak yang melimpah
seperti dampak positif dan dampak negatif.
1. Dampak Positif
Pengertian dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif.
Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut
membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu
keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa
yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi. (KBBI Edisi ke 3, 2010).
Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau akibat. Dalam setiap
keputusan yang diambil oleh seorang atasan biasanya mempunyai dampak tersendiri,
baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak juga bisa merupakan proses
lanjutan dari sebuah pelaksanaan pengawasan internal. Seorang pemimpin yang
handal sudah selayaknya bisa memprediksi jenis dampak yang akan terjadi atas
sebuah keputusan yang akan diambil.
Dampak adalah akibat yang ditimbulkan dari suatu kegiatan baik
direncanakan maupun tidak direncanakan. Dampak merupakan suatu yang harus
terjadi yang dapat menyebabkan adanya perubahan yang diinginkan. Sedangkan
52
positif adalah yang biasanya selalu diharapkan oleh semua orang. Positif adalah
suasana jiwa yang mengutamakan kegiatan kreatif dari pada kegiatan yang
menjemukan, kegembiraan dari pada kesedihan, optimisme dari pada pesimisme.
Dampak positif adalah pengaruh dari suatu kegiatan yang dijalankan sehingga
menimbulkan unsur kebaikan terhadap masyarakat.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis di lapangan, dengan adanya
Pemberian Bantuan Sosial Terhadap Masyarakat Miskin di Kelurahan Padduppa
Kecamatan Tempe Kabupaen Wajo telah berdampak terhadap lingkungan ataupun
kepada masyarakat setempat. Dampak positif yang dapat dilihat dari berbagai
tujuan yang sejalan dengan Peraturan Bupati Wajo tentang Pemberian Bantuan
Sosial yaitu:
a. Memberikan perlindungan sosial melalui bedah rumah
Kondisi rumah tidak layak huni adalah salah satu indikator kemiskinan.
Dengan menelisik masalah kesejahteraan masyarakat tersebut.
Definisi perlindungan sosial menurut Suharto (2006) adalah seperangkat
kebijakan dan program kesejahteraan sosial yang dirancang untuk mengurangi
kemiskinan dan kerentanan (vulnerability) melalui perluasan pasar kerja yang
efisien, pengurangan resiko-resiko kehidupan yang senantiasa mengancam
manusia, serta penguatan kapasitas masyarakat dalam melindungi dirinya dari
berbagai bahaya dan gangguan yang dapat menyebabkan terganggunya atau
hilangnya pendapatan.
Di dalam Undang-Undang Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2009 tentang kesejahtraan sosial menjelaskan bahwa perlindungan sosial adalah
53
semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari
guncangan dan kerentanan sosial. Perlindungan sosial, bertujuan untuk mencegah
dan menangani resiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga,
kelompok masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan
kebutuhan dasar minimal. Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia, yang
berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
Pada hakikatnya setiap warga masyarakat membutuhkan perumahan yang layak
huni, namun dalam kenyataannya pemenuhan kebutuhan rumah layak huni
tersebut menjadi masalah bagi sebagian masyarakat.
Berdasarkan kreteria yang digunakan oleh BPS, untuk mengukur
kemiskinan bahwa kondisi rumah yang tidak layak huni merupakan ciri utama
untuk membedakan keluarga miskin dan keluarga tidak miskin.
Atas dasar pemikiran tersebut diatas, penyediaan rumah layak huni atau
pemugaran rumah tidak layak huni dapat memberikan kontribusi terhadap upaya
penurunan angka kemiskinan. Bedah rumah mampu memberikan dampak yang
baik terhadap kondisi psikologis seseorang yang secara tidak langsung akan
mendapatkan perlindungan sosial yang dapat memberikan rasa aman, nyaman,
betah, tentram, serta bermartabat.
Tujuan, Sasaran dan Karakteristik Program Bedah Rumah:
1. Tujuan
Untuk memenuhi kebutuhan dasar terutama perumahan sebagai tempat tinggal,
melalui peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat dan perbaikan/rehabilitasi
54
rumah tidak layak huni (bedah rumah), sehingga keluarga miskin dapat
menempati rumah yang layak huni dalam lingkungan yang sehat dan sejahtera.
2. Sasaran Program
Sasaran program Bedah Rumah Tidak Layak Huni adalah keluarga rumah
tangga miskin dengan kriteria sebagai berikut :
a. Penduduk yang berdomisili di Kelurahan Padduppa yang memiliki KTP
dan sudah menetap secara terus menerus minimal 3 tahun.
b. Kepala keluarga yang tidak memiliki penghasilan dan tidak dapat
memenuhi kebutuhan dasar secara layak.
c. Status tanah dan rumah yang ditempati adalah milik sendiri, dengan
dibuktikan dengan surat kepemilikan yang syah.
d. Atap rumah dalam kondisi rusak atau terbuat dari daun, dinding rumah
dalam kondisi rusak atau tidak layak dan lantai dalam keadaan rusak atau
kondisi lantai dari tanah, serta leas lantai kurang dari 8 m2 per-orang dan
tidak memiliki MCK.
Adapun Kriteria Kepala Keluarga Penerima Bantuan Bedah Rumah antara lain :
1. Memiliki KTP/identitas diri yang berlaku;
2. Kepala keluarga /anggota keluarga tidak mempunyai sumber mata pen
caharian atau mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi
kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan;
3. Kehidupan sehari-hari masih memerlukan bantuan pangan untuk penduduk
miskin.
55
4. Tidak memiliki asset lain apabila dijual tidak cukup untuk membiayai
kebutuhan hidup anggota keluarga selama 3 bulan kecuali tanah dan rumah
yang ditempati;
5. Memiliki rumah di atas tanah milik sendiri yang dibuktikan dengan ser tifikat
atau girik atau ada surat keterangan kepemilikan dari kelurahan/ desa atas
status tanah.
6. Rumah yang dimiliki dan ditempati adalah rumah tidak layak huni yang tidak
memenuhi syarat kesehatan, keamanan dan sosial, dengan kondisi sebagai
berikut:
a. Tidak permanen dan/atau rusak;
b. Dinding dan atap dibuat dari bahan yang mudah rusak/lapuk, seperti :
papan, ilalang, bambu yang dianyam/gedeg, dan lain sebagainya;
c. Dinding dan atap sudah rusak sehingga membahayakan, mengganggu
keselamatan penghuninya;
d. Lantai tanah/semen dalam kondisi rusak;
e. Diutamakan rumah tidak memiliki fasilitas kamar mandi, cuci dan kakus.
Hal ini sejalan dengan pendapat salah seorang Kepala Lingkungan di
Kelurahan Padduppa yang menyatakan bahwa:
“Salah satu bentuk Bansos di Kelurahan ini yaitu, bedah rumah, ini yang
dapat memberikan perlindungan sosial misalnya ada warga yang menempati
rumah tidak layak huni, jadi kami membantu untuk membedah rumah sesuai
dengan anggaran yang ada supaya dia dan keluarganya bisa tinggal di
tempat yang layak yang bisa terlindung dari panas matahari, hujan ataupun
angin kencang.” (Wawancara MI, 45 tahun, tanggal 15/04/15).
56
Hal ini sejalan dengan pendapat salah seorang warga yang memperoleh
bantuan bedah rumah yang menyatakan bahwa:
“Dulu rumah ini rapuh, biasanya kalau hujan, kami kehujanan, apalagi
tiangnya lapuk sehingga bila ada angin kencang, kami merasa was-was,
untung saja ada bantuan dari Kelurahan, untuk memperbaiki semua yang
rusak sehingga rumah kami dapat berdiri kokoh.” (Wawancara IA, 37 tahun,
tanggal 18/04/15).
Pendapat yang hampir serupa juga diutarakan oleh salah seorang warga
yang juga dibedah rumahnya adalah sebagai berikut:
”Sebelum direnovasi, rumah kami tak ada kamar mandi dan WC, jadi mandi
dan buang air di sungai belakang rumah, tapi alhamdulillah sekarang sudah
punya kamar mandi dan wc, jadi aman untuk kesehatan” (Wawancara KG,
39 tahun, tanggal 18/04/15).
Asumsi ini membuktikan bahwa pemberian BANSOS benar-benar telah
memberikan perlindungan sosial terhadap kelangsungan hidup masyarakat dan
ditujukan untuk meringankan beban bagi masyarakat miskin. Selain itu, di
Kelurahan Padduppa, bantuan sosial berupa perbaikan rumah yang tidak layak
huni (bedah rumah) bagi masyarakat miskin. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan perlindungan dan rasa aman bagi masyarakat.
Hal ini juga sesuai dengan salah satu tujuan dalam pemberian Bantuan
Sosial bagi masyarakat yang tertuang dalam Peraturan Bupati Wajo Tentang
Pedoman Pemberian Bantuan Sosial Nomor 32 Tahun 2011, yakni, memberikan
perlindungan sosial kepada masyarakat.
b. Membantu masyarakat dalam bekerja untuk memberdayakan hidupnya
Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- yang
menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya
57
kekuatan. Berdaya artinya memiliki kekuatan. Pemberdayaan artinya membuat
sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan.
Pemberdayaan sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan
warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang
memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk
mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya.
Pemberdayaan sosial, bertujuan untuk menjadikan seseorang atau kelompok
masyarakat yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya. Menurut Undang-Undang dan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2009 dijelaskan bahwa, Pemberdayaan
sosial dimaksudkan untuk:
a. Memberdayakan seseorang, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang
mengalami masalah kesejahteraan sosial agar mampu memenuhi kebutuhannya
secara mandiri.
b. Meningkatkan peran serta lembaga dan atau perseorangan sebagai potensi dan
sumber daya dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Pemberian Bansos di Kelurahan Padduppa juga berdampak pada pemberdayaan
sosial masyarakat. Seperti halnya pemberian bantuan berupa traktor atau varietas bibit
unggul yang disediakan oleh pihak kelurahan yang bekerja sama dengan Dinas
Pertanian Kebupaten Wajo. Pemerintah membagikan bibit unggul kepada kelompok
tani yang membutuhkan. Hal ini tentu saja berdampak positif kepada masyarakat
karena membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dalam bekerja. Tidak
58
hanya bagi petani, dampak Bansos khususnya dalam pemberdayaan sosial juga
dirasakan oleh para nelayan yang berdomisili di Kelurahan Padduppa, karena selain
memperoleh bantuan berupa bibit, mereka juga memperoleh pengetahuan melalui
sosialisasi yang dilaksanakan oleh aparat kelurahan. Hal ini memberikan dampak atau
pengaruh yang cukup baik kepada masyarakat. Hal ini dikemukakan langsung oleh
salah seorang staf dalam bidang perekonomian di Kelurahan Padduppa yang
mengatakan bahwa:
“Kami juga menyediakan bibit unggul baik untuk petani dan para nelayan di
kelurahan ini agar mereka bisa bekerja dengan baik sehingga dapat
mensejahtrakan keluarganya.” (Wawancara SA, 39 tahun, tanggal 15/04/15).
Hal ini sejalan dengan pendapat Kepala Kelurahan Padduppa yang menjelaskan
bahwa:
“Bansos yang berupa pemberian bibit dan traktor yang diperoleh dari kerja
sama Kelurahan Padduppa, Dinas Sosial dan Dinas Pertanian diharapkan dapat
membantu masyarakat, selain itu biasa juga diadakan penyuluhan agar
masyarakat punya keterampilan dan pengetahuan sesuai dengan bidangnya,
Nah, ini tentu saja berdampak langsung pada pemberdayaan sosialnya karena
mereka bisa memiliki daya dalam bekerja untuk kelangsungan hidupnya dan
keluarga.” (Wawancara AP, 27 tahun, tanggal 15/04/15).
Kedua pendapat di atas secara tidak langsung menjelaskan tentang dampak
pemberian Bansos di Kelurahan Padduppa khususnya pada pemberdayaaan
masyarakat. Pemberian BANSOS berupa bibit pertanian dan perikanan serta alat-
alat yang menunjang mata pencarian masyarakat dapat memberdayakan
masyarakat. Dampak tersebut dirasakan langsung oleh warga penerima bantuan
ini. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh warga yang juga
adalah kelompok tani di Kelurahan Padduppa:
“Kami sebagai petani dapat merasakan dampak pemberian bibit, ini sangat baik
karena bisa mendapat bibit secara gratis dan ada penyuluhannya sehingga kami
59
mendapat ilmu untuk bertani atau nelayan.” (Wawancara BG, 41 tahun, tanggal
18/04/15).
Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian Bansos telah memberikan
dampak pemberdayaan sosial dalam hal peningkatan pengetahuan dan membantu
dalam penyediaan pemenuhan sarana sehingga kebutuhan dasar masyarakat dapat
terpenuhi.
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa dampak
Bantuan Sosial dapat memberdayakan masyarakat miskin sehingga mampu
memperoleh penghidupan yang layak. Hal ini juga sesuai dengan salah satu
tujuan dalam pemberian Bantuan Sosial bagi masyarakat yang tertuang dalam
Peraturan Bupati Wajo Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Sosial Nomor 32
Tahun 2011, dalam pasal 24 yaitu pemberdayaan sosial dengan jalan memberikan
bantuan berupa sarana yang dapat meningkatkan keterampilan masyarakat dalam
bekerja.
c. Memberikan bantuan pengobatan secara gratis
Keterbatasan akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan disebabkan oleh
kesulitan mendapatkan layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan
dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan
kesehatan reproduksi, jarak fasilitas layanan kesehatan yang jauh, biaya perawatan dan
pengobatan yang mahal. Pemberian Bansos dalam bentuk pemberian Jaminan
Kesehatan bagi masyarakat khususnya masyarakat miskin yang berdomisili di
Kelurahan Padduppa diharapkan memberikan dampak positif dalam hal jaminan
sosial kepada masyarakat.
60
ILO (2002) menyebutkan bahwa jaminan sosial merupakan bentuk
perlindungan yang disediakan dalam suatu masyarakat untuk masyarakat itu
sendiri melalui berbagai upaya dalam menghadapi kesulitan keuangan yang dapat
terjadi karena kesakitan, kelahiran, pengangguran, kecacatan, lanjut usia, ataupun
kematian. Jaminan sosial, bertujuan untuk menjamin penerima bantuan agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Sesuai dengan salah satu tujuan
Bansos yang tertuang dalam Peraturan Bupati Wajo Nomor 32 Tahun 2011 bahwa
Bansos bertujuan untuk memberikan jaminan sosial bagi masyarakat miskin yang
membutuhkan. Hal ini sejalan dengan dampak yang dihasilkan pada pemberian
Bansos dalam bentuk Kartu Sehat, yakni, adanya jaminan kesehatan bagi
masyarakat yang membutuhkan, yang tidak lain tentu saja warga yang memenuhi
persyaratan sebagai penerima Kartu Sehat dari Kelurahan Padduppa. Mengenai
hal ini, berikut adalah kutipan wawancara dengan salah seorang Kepala Seksi
Perekonomian di Kelurahan Padduppa yang berpendapat bahwa:
“Kami juga menyalurkan bantuan berupa kartu sehat, yang diharapkan
memberikan dampak terhadap jaminan kesehatan untuk warga yang benar-
benar membutuhkan.” (Wawancara PH, 40 tahun, tanggal 13/04/15).
Dampak positif Bantuan Sosial dalam bentuk kartu sehat ini dibenarkan oleh
beberapa warga penerima bantuan ini. Mereka yang merasakan dampak
langsungnya beranggapan bahwa bantuan ini membantu mereka dalam
mendapatkan pelayanan yang murah bahkan gratis. Hal ini diungkapkan dalam
kutipan wawancara berikut:
“Saya dan keluarga memproleh pelayanan dan pengobatan secara gratis jika
berobat ke puskesmas, karena ada kartu sehat dari kelurahan.” (Wawancara
AR, 40 tahun, tanggal 17/04/15).
61
Kutipan tersebut membenarkan bahwa dampak Bansos yang dirasakan
masyarakat khususnya bagi pemilik Kartu Sehat yakni, memberikan jaminan
sosial dalam hal pelayanan kesehatan secara cuma-cuma. Hal tersebut juga turut
diperkuat oleh pendapat yang hampir sama dari salah seorang warga yakni,
“Dengan adanya kartu sehat yang dibagikan, kita tidak perlu merasa cemas
akan masalah biaya pengobatan kalau memang sakit, karena kartu ini bisa
menjamin kita berobat secara cuma-cuma.” (Wawancara HA, 33 tahun,
tanggal 17/04/15).
Kedua tanggapan masyarakat di atas mengenai dampak Bansos khususnya
dalam bentuk Kartu Sehat yakni memberikan jaminan sosial dalam hal pelayanan
kesehatan bagi masyarakat mmiskin. Hal ini berarti bahwa, dengan adanya
Bansos, masyarakat miskin dapat memperoleh jaminan pelayanan kesehatan yang
layak tanpa menambah beban hidup mereka. Seperti yang tertuang dalam
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Pasal 28H (1) menyebutkan setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan. Demikian pula dalam Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan dan konstitusi WHO, yang menetapkan bahwa kesehatan adalah hak
fundamental setiap individu. Oleh karena itu negara bertanggung jawab untuk
mengatur agar hak hidup sehat bagi penduduknya terpenuhi.
d. Membantu korban bencana alam
Penanggulangan bencana, merupakan serangkaian upaya yang ditujukan
untuk tanggap darurat, dan rehabilitasi. Dalam undang-undang nomor 24 tahun
2007 tentang penanggulangan bencana ini yang dimaksud dengan:
62
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah langsor.
Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang
meliputi konflik sosial antarkelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Dari informasi yang diperoleh penulis dalam penelitian, diketahui bahwa di
Kelurahan Padduppa ada bantuan sosial yang berupa santunan kepada masyarakat
yang terkena bencana alam dan kebakaran. Seperti halnya pada saat terjadi
bencana kebakaran di Lingkungan Lapattete yang merupakan salah satu wilayah
di Kelurahan Padduppa. Menurut informasi dari pihak Kelurahan yang
menyatakan bahwa Kelurahan Padduppa juga menyalurkan bantuan dalam bentuk
63
sembako dan uang tunai kepada warga korban kebakaran. Berikut ini kutipan
wawancara dengan Kepala Lurah Padduppa:
“Pernah juga kami menyalurkan bantuan pada korban becana seperti
kebakaran yang baru-baru terjadi di wilayah kami, disitu kami memberikan
bantuan dan tentu saja itu dapat membantu kesulitan para korban, misalnya
kami juga mendirikan tenda darurat di lokasi kebakaran agar mereka bisa
tinggal di sana untuk sementara waktu. Ini semua berdampak pada warga
bahwa mereka bisa merasakan salah satu bentuk perhatian pemerintah
khususnya pihak Kelurahan. Ini memang salah satu dampak BANSOS yang
diinginkan dalam menanggulangi bencana.” (Wawancara AP, 27 tahun,
tanggal 15/04/15).
Kutipan wawancara tersebut menyimpulkan bahwa dampak bansos tidak
hanya menanggulangi kemiskinan tapi juga mampu menanggulangi bencana yang
bisa saja terjadi secara tiba-tiba. Hal ini dibenarkan oleh salah seorang korban
kebakaran yang berpendapat bahwa:
“Alhamdulillah kami diperhatikan dengan baik, ada bantuan dari pihak
kelurahan, sehingga kami bisa membangun rumah kembali dengan seadanya
dan melanjutkan hidup.” (Wawancara MH, 40 tahun, tanggal 20/04/15).
Hasil wawancara di atas sejalan dengan tujuan penanggulangan bencana
dalam Undang-Undang No 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana yang
menyatakan bahwa: Tujuan Penangulangan Bencana adalah memberikan
perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana dan mendorong semangat
gotong royong dan kedermawanan. Hal ini berarti dapat memberikan dampak
positif terhadap masyarakat terlebih untuk meringankan beban mereka. Walaupun
kemungkinan besarnya nominal santunan belum cukup untuk mengganti kerugian
yang diperoleh, namun hal ini dapat membantu meringankan penderitaan korban
bencana ini.
64
Selain itu, wilayah Kelurahan Padduppa juga berbatasan langsung dengan
Sungai Walennae yang airnya seringkali meluap dan mengakibatkan banjir. Dapat
dikatakan bahwa bencana ini menjadi bencana tahunan yang seringkali
meresahkan masyarakat. Pada saat seperti inilah dampak Bansos khususnya dalam
menanggulangi bencana alam dinilai positif bagi warga Kelurahan Padduppa. Hal
ini diungkapkan oleh warga yang pernah menjadi korban banjir di Kelurahan ini :
“Waktu rumah kami kebanjiran kelurahan memberikan bantuan sosial
misalnya sembako dan juga menyediakan tempat untuk mengungsi sehingga
kami bisa tetap bertahan.” (Wawancara KN, 43 tahun, tanggal 20/04/15).
Dari kutipan wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa dampak Bansos
bagi korban bencana alam, baik Bansos yang diberikan berupa sembako dan
sarana pengungsian setidaknya mampu memberikan rasa aman kepada masyarakat
dan mengurangi penderitaan yang dirasakan masyarakat karena bencana alam
tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan Bantuan Sosial bagi
masyarakat miskin dapat membantu dalam penanggulangan bencana. Hal ini juga
sesuai dengan salah satu tujuan dalam pemberian Bantuan Sosial bagi masyarakat
yang tertuang dalam Peraturan Bupati Wajo Tentang Pedoman Pemberian
Bantuan Sosial Nomor 32 Tahun 2011, yakni, penanggulangan bencana.
2. Dampak Negatif
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dampak negatif adalah pengaruh kuat
yang mendatangkan akibat negatif. Dampak adalah keinginan untuk membujuk,
meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan
agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya. Berdasarkan beberapa
65
penelitian ilmiah disimpulkan bahwa negatif adalah pengaruh buruk yang lebih besar
dibandingkan dengan dampak positifnya.
Jadi dapat disimpulkan pengertian dampak negatif adalah keinginan untuk
membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain,
dengan tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya yang buruk dan
menimbulkan akibat tertentu.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis di lapangan, menunjukkan bahwa,
selain berdampak positif bagi kehidupan masyarakat, Bansos juga berdampak
negatif bagi masyarakat, meskipun pada dasarnya, dampak negatif yang diberikan
tak sebesar dampak positif yang ada. Beberapa dampak negatif dari Bantuan
Sosial adalah sebagai berikut:
1. Mendidik hidup malas
Pemberian Bantuan Sosial (BANSOS) akan membuat malas penerimanya.
Biasanya BANSOS akan memicu rasa malas bagi sebagian penerimanya.
Beberapa orang hanya tinggal menunggu tanpa bekerja. Hal ini sesuai dengan
asumsi salah seorang Staf dalam Bidang Perekonomian di Kelurahan Padduppa
yang menyatakan bahwa:
“Kalau saya melihat ada juga masyarakat penerima Bansos yang tidak
berusaha bekerja, ini karena mereka hanya mengharapkan bantuan dari
pemerintah, jadi masyarakat terkesan malas.” (Wawancara SA, 39 tahun,
tanggal 15/04/15).
Dari hasil wawancara di atas, menunjukkan bahwa pemberian Bansos secara
tidak langsung mendidik pola hidup malas bagi masyarakat. Masyarakat miskin
yang menerima Bansos akan merasa malas untuk bekerja dan berusaha untuk
memperoleh penghasilan sendiri, sehingga pada akhirnya masyarakat tak mampu
66
mandiri dan berdikari dalam memperoleh penghidupan yang layak. Berkenaan
dengan hal tersebut, seorang masyarakat berpendapat bahwa:
“Saya belum bekerja, belum ada pekerjaan yang bisa dikerjakan, jadi hanya
mengharapkan bantuan untuk memenuhi kehidupan.” (Wawancara IG, 43
tahun, tanggal 17/04/15).
Sesuai dengan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa pola pikir
sebagian kecil masyarakat penerima bansos adalah pola yang tidak menunjukkan
pola pikir masyarakat mandiri, bahkan terkesan mendidik masyarakat menjadi
malas bekerja dan berusaha. Pola hidup malas seperti ini dapat dihindari dengan
menanamkan pola hidup mandiri dan pekerja keras di benak masyarakat. Hal ini
perlu menjadi perhatian bagi pemerintah untuk memberikan sosialisasi kepada
masyarakat dengan menumbuhkan kesadaran nasyarakat dalam bekerja dan
meningkatkan kehidupannya secara mandiri.
2. Rentan konflik
Pada umumnya, penyaluran Bansos ini rawan terhadap konflik. Hal ini
terjadi ketika bantuan tersebut tidak tepat sasaran, misalnya orang yang mampu
menerima bantuan tersebut, sementara orang yang benar-benar membutuhkan
ternyata tidak terdaftar sebagai warga penerima bantuan sosial. Hal ini
diungkapkan oleh salah seorang Kepala Seksi Bidang Perekonomian di Kelurahan
Padduppa yang menangani hal ini berpendapat bahwa:
“Ada warga yang kategori mampu justru mendapat bantuan, dan yang
tidak mampu justru tak dapat apa-apa, ini tentu saja menimbulkan
kecemburuan sosial bagi masyarakat yang tidak menerima bantuan.”
(Wawancara PH, 40 tahun, tanggal 13/04/15).
67
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Kepala Lingkungan yang mengatakan bahwa:
“Saya melihat ada beberapa warga yang sebenarnya sudah mampu tetapi
masih mau mendapat BANSOS, ini kan bisa menimbulkan masalah baru.”
(Wawancara AM, 45 tahun, tanggal 15/04/15).
Kedua asumsi tersebut, menandakan bahwa Penyaluran Bansos yang tidak
tepat sasaran akan memicu konflik pada masyarakat. Masyarakat yang sebenarnya
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, justru terdaftar sebagai penerima
bantuan, sementara itu, masyarkat miskin yang berhak menerima bantuan justru
tidak terdaftar sebagai penerima bansos. Hal ini tentu saja berdampak pada adanya
kesenjangan atau kecemburuan sosial yang akan memicuh konflik terutama pada
masyarakt miskin yang tidak menerima bantuan. Oleh sebab itu, untuk mengatasi
hal tersebut, sebaiknya mendata kembali (memperbaharui data) masyarakat yang
berhak menerima Bansos supaya tidak terjadi penyaluran yang tidak tepat sasaran,
sehingga dampak negatif seperti rentannya konflik bisa dihindari.
3. Mendidik hidup konsumtif
Kata “konsumtif” (sebagai kata sifat; lihat akhiran –if) sering diartikan sama
dengan kata “konsumerisme”. Padahal kata yang terakhir ini mengacu pada segala
sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. Sedangkan konsumtif lebih khusus
menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya
kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.
Sesungguhnya perilaku hidup konsumsi memiliki banyak dampak negatifnya dari
pada dampak positifnya. Dampak negatif dari perilaku pola hidup konsumtif
terjadinya pada seseorang yang tidak memiliki keseimbangan antara pendapatan
dengan pengeluarannya (boros).
68
Masyarakat yang menerima Bansos cenderung menunjukkan prilaku pola
hidup komsumtif. Hal ini sebagai salah satu dampak dari kebijakan bantuan sosial
yang diberikan kepada masyarakat. Masyarakat yang tidak mampu memanfaatkan
dana bantuan sosial yang diberikan akan cenderung menunjukkan pola hidup yang
konsumtif. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang warga penerima bantuan :
“Bantuan yang seharusnya dipakai untuk membeli pupuk tetapi dipakai
untuk makan saja sehari-hari.” (Wawancara YI, 41 tahun, tanggal 18/04/15).
Hal serupa juga diungkapkan oleh Kepala Lingkungan yang berpendapat
bahwa:
“Bantuan yang diberikan rata-rata itu habis dipakai untuk makan saja,
membeli barang-barang dan lain-lain, tidak untuk ditabung untuk modal
usaha.” (Wawancara MI, 45 tahun, tanggal 15/04/15).
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa Bansos yang kurang baik
pemanfaatannya akan berdampak pada pola hidup komsumtif bagi masyarakat
yang menerima bantuan tersebut. Hal ini secara langsung akan berpengaruh buruk
pada jiwa produktif masyarakat. Saat menerima bantuan biasanya dimanfaatkan
untuk membeli barang konsumsi bukan untuk merintis usaha. Sehingga bantuan
yang diberikan tidak produktif dan justru mendidik masyarakat untuk berpola
hidup konsumtif. Namun hal ini tidak dapat dipungkiri, mengingat bahwa jumlah
nominal dana yang diterima tidak seberapa jika dibandingkan dengan jumlah
kebutuhan pokok masyarakat yang juga semakin meningkat.
69
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Bantuan Sosial
(BANSOS) Terhadap Masyarakat Miskin di Kelurahan Padduppa
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian Bantuan Sosial (Bansos)
terhadap masyarakat miskin di Kelurahan Padduppa sebagai berikut:
a. Anggaran atau dana
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyaluran Bantuan
Sosial adalah anggaran atau dana yang tersedia. Padahal anggaran yang tersedia
untuk alokasi Bantuan Sosial dinilai belum cukup untuk memenuhi kebutuhan
yang jumlahnya semakin meningkat. Seringkali jumlah nominal Bansos yang
diterima dirasa belum cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat miskin. Hal
ini dikemukakan oleh Kepala Kelurahan Padduppa:
“Yang mempengaruhi itu besarnya jumlah anggaran yang ada. Tapi
sebenarnya inipun belum cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
yang juga semakin meningkat.” (Wawancara AP, 27 tahun, tanggal
15/04/15).
Hal senada juga diungkapkan oleh salah seorang Kepala Seksi dalam Bidang
Perekonomian di Kelurahan Padduppa yang menyatakan bahwa:
“Anggaran sangat berpengaruh, tapi sebenarnya anggarannya belum cukup
untuk memenuhi kebutuhan tapi setidaknya cukup untuk meringankan
beban masyarakat.” (Wawancara PH, 40 tahun, tanggal 13/04/15).
Informasi tersebut menggambarkan bahwa anggaran yang tersedia
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi penyaluran Bantuan Sosial
meskipun jumlahnya tidak mencukupi semua kebutuhan masyarakat. Namun,
dapat membantu dalam meringankan beban masyarakat miskin yang memang
benar-benar membutuhkan bantuan sosial untuk memperoleh kehidupan yang
layak.
70
b. Koordinasi dengan bidang-bidang tertentu
Dalam penyaluran Bantuan Sosial, tentu saja membutuhkan koordinasi
dengan bidang-bidang tertentu yang sesuai dengan fungsinya masing-masing. Hal
ini demi kelancaran pelaksanaan kebijakan Bantuan Sosial. Dalam hal ini pihak
Kelurahan Padduppa berkoordinasi dengan berbagai pihak dan instansi tertentu
yang dapat menunjang keberhasilan kebijakan bantuan sosial ini. Hal ini
diungkapkan oleh salah seorang staf dalam Bidang Perekonomian di Kelurahan
Padduppa:
“Faktor yang bisa mendukung kelancarannya, tentu saja pihak kelurahan
harus melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah yang juga penentu
kebijakan dan juga Kementerian Sosial.” (Wawancara SA, 39 tahun, tanggal
15/04/15).
Sejalan dengan pernyataan tersebut, salah seorang Kepala Lurah Padduppa juga
menambahkan bahwa:
“Benar sekali demi kelancarannya, kita harus bekerja sama dengan
pemerintahan dan Instansi-Instansi lain seperti Kemensos Kabupaten, dan
juga Instansi lainnya seperti Dinas Kesehatan, Pertanian, dan Perikanan, ka
n ada juga bantuan seperti penyuluhan dan penyedian bibit unggul, Nah
maka dari itu kita harus bekerjasama dengan beberapa Instansi tersebut.”
(Wawancara AP, 27 tahun, tanggal 15/04/15).
Dari hasil wawancara di atas maka dapat disimpulkan bahwa, Koordinasi
dengan Pemerintah dan bidang-bidang tertentu juga merupakan faktor yang
berpengaruh dalam kelancaran pelaksanaan kebijaan Bantuan Sosial. Hasil
pengamatan peneliti di lapangan menunjukkan bahwa Pihak Kelurahan Padduppa
menjalin kerjasama dan Koordinasi yang baik dengan pemerintah daerah sebagai
salah satu penentu kebijakan dan Instansi-Instansi terkait sehingga penyalurannya
dapat dilaksanakan dengan baik.
71
c. Keaktifan masyarakat
Bantuan Sosial dan masyarakat khususnya masyarakat miskin merupakan
hal yang saling berkaitan. Oleh sebab itu, keaktifan masyarakat juga merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi kebijakan ini. Hal ini dikemukakan oleh
Kepala Seksi dalam Bidang Perekonomian di Kelurahan Padduppa yang
menyatakan bahwa:
“Masyarakat juga merupakan salah satu faktornya, artinya diperlukan
keaktifan dan peran serta masyarakat untuk melengkapi semua
persyaratannya agar mereka bisa menerima bantuan.” (Wawancara PH, 40
tahun, tanggal 13/04/15).
Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa peran serta dan keaktifan
masyarakat sangat diperlukan dalam mewujudkan penyaluran Bansos yang tepat
sasaran sehingga dampak positifnya dapat dirasakan oleh masyarakat miskin yang
benar-benar membutuhkan bantuan sosial ini. Hal ini berarti, masyarakat harus
aktif dalam mendapat informasi yang akurat mengenai bantuan sosial. Begitupun
dalam usaha pemenuhan syarat-syarat yang ditentukan agar dapat terdaftar
sebagai penerima bansos. Dalam hal ini juga diperlukan kesadaran masyarakat
agar memberikan data yang sesuai dengan kenyataan yang ada agar penyaluran
bansos tersebut dapat disalurkan pada sasaran yang tepat.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil dari pembahasan di atas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa:
1. Dampak kebijakan pemberian bantuan sosial (Bansos) terhadap masyarakat
miskin di Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo telah
memberikan dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dari
pemberian bantuan sosial terhadap masyarakat miskin, dengan adanya
bantuan sosial yaitu dapat (1) memberikan perlindungan sosial melalui bedah
rumah, (2) membantu masyarakat dalam bekerja untuk memberdayakan
hidupnya, (3) memberikan bantuan pengobatan secara gratis, dan (4)
membantu korban bencana alam. Sedangkan dampak negatif dari pemberian
bantuan sosial yaitu dapat (1) mendidik hidup malas (2) rentan konflik dan
(3) mendidik hidup konsumtif.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan pemberian bantuan sosial
(Bansos) terhadap masyarakat miskin di Kelurahan Padduppa Kecamatan
Tempe Kabupaten Wajo. Faktor-faktor yang mempengaruhi dari kebijakan
bantuan sosial yaitu anggaran atau dana, koordinasi dengan bidang-bidang
tertentu, dan perlunya juga keaktifan masyarakat.
73
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan,
peneliti memiliki saran yang kiranya berguna sebagai bahan pertimbangan dalam
pelaksanaan kebijakan Bansos agar berdampak lebih baik di Kelurahan Padduppa
antara lain sebagai berikut:
1. Perlunya meningkatkan koordinasi dengan pemerintahan dari bidang-bidang
terkait demi kelancaran pelaksanaan Bansos di Kelurahan Padduppa.
2. Perlunya meningkatkan kinerja terutama dalam pelayanan kepada
masyarakat. Misalnya, menyalurkan Bansos secara tepat dan memanfaatkan
dana yang ada seefektif dan seefisien mungkin untuk memberikan dampak
yang baik terhadap kebijakan ini.
3. Keaktifan dan kesadaran juga perlu ditingkatkan dalam menjalin kerja sama
dengan pihak kelurahan demi tercapainya dampak yang baik dalam
pelaksanaan kebijakan Bansos.
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo, 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Anderson, James E, 1969. Public Policy Making. New York: Holt,
Rinehart and Winston, 2nd
ed.
Dye, Thomas R, (1975). Understanding Public Policy. Englewood Cliff,
N.J: Printice-Hall 2nd
ed.
Kadji, Yulianto, 2003. Implementasi Kebijakan Publik (dalam perspektif
realita). Cahaya Abadi, Tulungagung.
Lester, James P. and Joseph Stewart, 2000. Public Policy: An Evolutionary
Approach. Australia: Wadsworth, Second Edition.
Nugroho, Riant, 2009. Public Policy: Teori Kebijakan – Analisis – Proses
Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi risk
management dalam Kebijakan Publik, Kebijakan sebagai The
Fifth Estate – Metode penelitian Kebijakan. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
, 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi,
Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Pasolong, Harbani, 2012. Metode Penelitian Administrasi Publik.
Bandung: Alfabeta.
Parsons, Wayne, 2008. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik
Analisis Kebijakan. Jakarta: Predana Media Group.
Subarsono, 2006. Analisis Kebijakan Publik: Konsep Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
, 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV.
Alfabeta.
Suharto, Edi, 2012. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Tjokroamidjojo, Bintoro, 2002. Reformasi Nasional Penyelenggaraan
Good Governance dan Perwujudan Masyarakat Madani. Jakarta:
Tanpa Penerbit.
74
2
Winarno, 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta:
MedPress.
Sumber dari Internet:
Hendriawan. 2003. Definisi Kemiskinan. Online: http://hendriawan.wordpr
ess.com. Diakses tanggal 6 Desember 2014 Pukul 14.00 Wita.
Dhudie Dhie. 2008. Bansos. Online: http://artikel-bansos.html. Diakses
tanggal 12 Agustus 2014 Pukul 13.00 Wita.
Purnomo Dony. 2012. Sisi Negatif Bantuan Langsung Tunai. Online:
http://pinterdw.blogspot.com. Diakses tanggal 5 Mei 2015 Pukul
15.21 Wita.
Anggih. 2012. Gaya Hidup Masyarakat Indonesia yang Konsumtif.
Online: anggih91.wordpress.com. Diakses tanggal 6 Mei 2015
Pukul 13.00 Wita.
Perundang-Undangan:
Undang-Undang Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009
tentang kesejahtraan sosial.
Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana.
Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan konstitusi
WHO.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah.
Peraturan Bupati Wajo Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pemberian Bantuan Sosial.
Peraturan Bupati Wajo Nomor 16 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok,
Fungsi Dan Rincian Tugas Jabatan Struktural lingkup Kecamatan
dan Kelurahan Kabupaten Wajo. Peraturan Daerah Kabupaten Wajo Nomor 8 Tahun 2008 Tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Lingkup Kelurahan Pemerintah
Kabupaten Wajo.
75
1
DAMPAK KEBIJAKAN PEMBERIAN BANSOS TERHADAP
MASYARAKAT MISKIN DI KELURAHAN PADDUPPA
KECAMATAN TEMPE KABUPATEN WAJO
AVRILIYANTI¹, PARAKKASI TJAIJA², MUHAMMAD TAHIR³
1) Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Unismuh Makassar
2) Dosen Ilmu Administrasi Negara Unismuh Makassar 3) Dosen Ilmu Administrasi Negara Unismuh Makassar
ABSTRACT
The purpose of this research is to find out the positive and the negative impact that
caused by the extending of the spcial assist (bansos) toward the poor society in Padduppa
district, subdistrict of Tempe, Wajo regency. The type of the research is qualitative
descriptive by using the phenomenology type and the data collecting by using
observation, interview and documentation. The result of the research shows that the
positive impact from this social assist toward the poor society such as give social
protection through the house operation, assist people in working to empower their life,
give the free medication assist, and help the victim of the natural disaster. While the
negative impact such as educate to live indolent, susceptible to get conflict and educate to
live consumtively.
Keywords: policy impact, the social assist
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak positif dan negatif yang
ditimbulkan dari kebijakan pemberian bantuan sosial (Bansos) terhadap masyarakat
miskin di Kelurahan Padduppa Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo. Jenis penelitian ini
adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan tipe fenomenologi dan teknik
pengumpulan data dengan menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dampak positif dari kebijakan pemberian bantuan sosial
terhadap masyarakat miskin seperti dapat memberikan perlindungan sosial melalui bedah
rumah, membantu masyarakat dalam bekerja untuk memberdayakan hidupnya,
memberikan bantuan pengobatan secara gratis, dan membantu korban bencana alam.
Sedangkan dampak negatif seperti mendidik hidup malas, rentan konflik, dan mendidik
hidup konsumtif.
Kata Kunci: dampak kebijakan, bantuan sosial
2
PENDAHULUAN
Pembangunan yang tidak
merata di negara-negara berkembang
saat ini, termasuk Indonesia
meninggalkan permasalahan dengan
tingginya angka kemiskinan.
Kemiskinan merupakan salah satu
penyakit dalam ekonomi, sehingga
harus disembuhkan atau paling tidak
dikurangi. Permasalahan kemiskinan
memang merupakan permasalahan
yang kompleks dan bersifat
multidimensional. Masyarakat
miskin lemah dalam kemampuan
berusaha dan mempunyai akses yang
terbatas kepada kegiatan sosial
ekonomi.
Oleh karena itu, seringkali
berbagai upaya pengentasan
kemiskinan hanya berorientasi pada
upaya peningkatan pendapatan
kelompok masyarakat miskin.
Kemiskinan seringkali dipahami
dalam pengertian yang sangat
sederhana yaitu sebagai keadaan
kekurangan uang, rendahnya tingkat
pendapatan dan tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup sehari-hari.
Hal ini harus mendapat perhatian
khusus dari pemerintah untuk
mencari solusi apa yang harus
dilakukan agar dapat menekan angka
kemiskinan, dan dalam
penanggulangan persoalan
kemiskinan maka pemerintah
memandang perlu untuk memberikan
bantuan kepada masyarakat miskin.
Peningkatan perlindungan dan
kesejahteraan sosial merupakan salah
satu prioritas pembangunan bidang
sosial terutama perlindungan
terhadap mereka yang termasuk ke
dalam kelompok penduduk miskin.
Perlindungan dan kesejahteraan
sosial di Indonesia diwujudkan
dalam bentuk bantuan sosial dan
jaminan sosial.
Kegiatan pemberian bantuan
sosial merupakan wujud dari
kebijakan sosial, karena berupa
pelayanan sosial yang dilaksanakan
oleh pemerintah yang memberikan
dampak langsung terhadap
kesejahteraan masyarakat. Kegiatan
pemberian bantuan sosial tersebut
dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengatasi sebagian masalah
kemiskinan dengan mempertahankan
taraf kesejahteraan sosial dan atau
mengembangkan kemandirian serta
untuk menjaga kinerja sosial yang
3
telah tercapai agar tidak menurun
kembali.
Peraturan Bupati Wajo Nomor
32 Tahun 2011 tentang pedoman
pemberian bantuan sosial yang
bersumber dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah Kabupaten Wajo.
Pasal 24,25, dan 26 tentang tujuan
pemberian bantuan sosial yang juga
diharapkan mampu memberikan
dampak dalam berbagai aspek.
Sejalan dengan hal tersebut,
Tjokroamidjojo (2002: 129)
berpendapat bahwa, dampak adalah
akibat yang ditimbulkan dari suatu
kegiatan baik direncanakan maupun
tidak direncanakan. Dampak
senantiasa timbul dari suatu kegiatan,
apapun kegiatan yang dilaksanakan.
Sebuah kebijakan, mau tidak mau
pastilah menimbulkan dampak, baik
itu dampak positif maupun negatif.
Dampak positif dimaksudkan sebagai
dampak yang memang diharapkan
akan terjadi akibat sebuah kebijakan
dan memberikan manfaat yang
berguna bagi lingkungan kebijakan
sedangkan dampak negatif
dimaksudkan sebagai dampak yang
tidak memberikan manfaat bagi
lingkungan kebijakan dan tidak
diharapkan terjadi.
Sebagaimana yang nampak
pada hasil observasi awal bahwa di
Kelurahan Padduppa memang
memberikan bantuan sosial bagi
masyarakat miskin. Selain
menyalurkan bantuan langsung tunai
dan raskin yang merupakan program
nasional pemerintah, tetapi pihak
Kelurahan Padduppa juga
menyalurkan bantuan sosial seperti
penyediaan pupuk dan bibit unggul,
kartu sehat untuk pengobatan gratis,
bantuan korban bencana alam, dan
bantuan bedah rumah untuk rumah
tak layak huni. Semua bantuan sosial
tersebut diharapkan dapat membantu
meringankan beban bagi masyarakat
miskin khususnya yang berdomisili
di Kelurahan Padduppa. Hal ini yang
menarik untuk peneliti untuk
mengkaji sejauh mana dampak dari
kebijakan pemberian bantuan sosial
tersebut.
James E. Anderson dalam
Subarsono (2006: 2) mendefinisikan
kebijakan publik “sebagai kebijakan
yang ditetapkan oleh badan-badan
pemerintah”. Sesuai pandangan
Harold Laswell dalam Nugroho
4
(2003: 4) mendefinisikan “sebagai
suatu program yang di proyeksikan
dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-
nilai tertentu dan praktek-praktek
tertentu.
Carl L. Friedrick dalam
Nugroho (2003: 4), kebijakan publik
adalah serangkaian tindakan yang
diusulkan seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam suatu lingkungan
tertentu, dengan ancaman dan
peluang yang ada, dimana kebijakan
yang diusulkan tersebut ditujukan
untuk memanfaatkan potensi
sekaligus mengatasi hambatan yang
ada dalam rangka mencapai tujuan
tertentu.
Beberapa pengertian kebijakan
publik di atas maka kita dapat
menyimpulkan bahwa kebijakan
publik merupakan suatu aturan atau
program tertentu yang dibuat oleh
pemerintah untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
Menurut Subarsono (2006:
119) bahwa evaluasi adalah
“kegiatan untuk menilai tingkat
kinerja suatu kebijakan. Evaluasi
baru dapat dilakukan kalau kebijakan
sudah berjalan cukup waktu. Dalam
Thomas R. Dye dalam Parsons
(2008: 547) mengemukakan bahwa
evaluasi kebijakan adalah
„pembelajaran tentang konsekuensi
dari kebijakan publik‟. Evaluasi
Kebijakan publik adalah
pemeriksaan yang bersifat objektif,
sistematis dan empiris terhadap efek
dari kebijakan dan program publik
terhadap targetnya dari segi tujuan
yang ingin dicapai.
Menurut Nugroho (2009: 543)
bahwa evaluasi kebijakan adalah
“biasanya bermakna sebagai evaluasi
kebijakan dan atau evaluasi kinerja
atau hasil kebijakan. Dalam evaluasi
kebijakan publik terdapat empat
komponen kebijakan yang
merupakan dimensi kebijakan
publik. Dimensi kebijakan publik
sebagai fokus evaluasi kebijakan,
yakni perumusan kebijakan,
implementasi kebijakan, kinerja
kebijakan, lingkungan kebijakan”.
Tujuan evaluasi dampak
kebijakan adalah untuk mengukur
dampak suatu kebijakan, baik
dampak positif maupun dampak
negatif (Subarsono, 2008: 121).
Lebih lanjut Parsons (2006: 604),
secara khusus tujuan dasar evaluasi
dampak kebijakan adalah untuk
5
memperkirakan efek bersih dari
sebuah intervensi, yakni perkiraan
dampak intervensi yang tidak
dicampuri oleh pengaruh dari proses
dan kejadian lain yang mungkin juga
mempengaruhi perilaku atau kondisi
yang menjadi sasaran suatu program
yang dievaluasi itu.
Menurut Dye (1975) dalam
Winarno (2008: 232-235) dampak
dari suatu kebijakan mempunyai
beberapa dimensi dan semuanya
harus diperhitungkan dalam
melakukan evaluasi, yaitu: (a)
Dampak kebijakan pada masalah-
masalah publik dan dampak
kebijakan pada orang-orang yang
terlibat. Dengan demikian, mereka
atau individu-individu yang
diharapkan untuk dipengaruhi oleh
kebijakan harus dibatasi; (b) Dampak
kebijakan kepada keadaan-keadaan
atau kelompok-kelompok di luar
sasaran atau tujuan kebijakan; (c)
Dampak kebijakan pada keadaan
sekarang dan keadaan di masa yang
akan datang; (d) Dampak kebijakan
terhadap biaya langsung yang
dikeluarkan untuk membiayai
program-program kebijakan publik;
(e) Dampak kebijakan terhadap
biaya-biaya yang tidak langsung
ditanggung oleh masyarakat atau
beberapa anggota masyarakat akibat
adanya kebijakan publik.
Bantuan sosial (Bansos) adalah
pemberian bantuan berupa uang atau
barang dari pemerintah daerah
kepada individu, keluarga, kelompok
dan atau masyarakat yang sifatnya
tidak secara terus menerus dan
bersifat selektif, yang bertujuan
untuk melindungi dari kemungkinan
terjadinya resiko sosial.
Hal tersebut di atas yang
menjadi faktor penulis untuk
mengetahui dampak kebijakan
pemberian bantuan sosial terhadap
masyarakat miskin.
METODE PENELITIAN
Waktu yang digunakan dalam
penelitian ini, yakni kurang lebih dua
bulan sejak tanggal 4 April sampai
1 Juni 2015 setelah seminar
proposal. Penelitian ini yaitu
penelitian kualitatif dengan tipe
penelitian yang bersifat
fenomenologi hal ini dimaksudkan
agar penelitian ini dapat
menghasilkan informasi yang
terpercaya dan valid mengenai
dampak kebijakan pemberian
6
bantuan sosial terhadap masyarakat
miskin.
Adapun informan penelitian
terdiri dari 14 orang dan teknik
analisis data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif dengan menggunakan
pengumpulan data melalui observasi,
wawancara, serta dokumentasi
sebagai pendukung dari penelitian.
Data yang diperoleh dari lokasi
penelitian adalah data primer
dimaksudkan adalah data empiris
yang diperoleh tentang pemberian
bantuan sosial terhadap masyarakat
miskin yang berada di lapangan dan
merupakan segala informasi yang
diperoleh dari informan observasi
yang dicatat oleh peneliti secara
langsung dari obyek penelitian. Data
tersebut merupakan hasil yang perlu
diolah kembali dengan hasilnya
diuraikan secara deskriptif dengan
memberikan gambaran mengenai
Dampak Kebijakan Pemberian
Bantuan Sosial Terhadap Masyarakat
Miskin Di Keluarahan Padduppa
Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.
Dari data tersebut, dilakukan analisis
deskriptif dengan menggunakan
observasi dan wawancara.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rujukan teori yang digunakan
penelitian untuk menganalisis hasil
penelitian tentang dampak kebijakan
sesuai dengan dimensi-dimensi dari
evaluasi dampak kebijakan menurut
Dye dalam Winarno (2008: 232-235)
yaitu, Dampak kebijakan kepada
keadaan-keadaan atau kelompok-
kelompok di luar sasaran atau tujuan
kebijakan. Kebijakan ini dinamakan
eksternalitas atau dampak yang
melimpah seperti dampak positif dan
dampak negatif.
Dampak positif adalah
pengaruh dari suatu kegiatan yang
dijalankan sehingga menimbulkan
unsur kebaikan terhadap masyarakat.
Berdasarkan hasil pengamatan
penulis di lapangan, dengan adanya
Pemberian Bantuan Sosial Terhadap
Masyarakat Miskin di Kelurahan
Padduppa Kecamatan Tempe
Kabupaten Wajo telah berdampak
terhadap lingkungan ataupun kepada
masyarakat setempat. Salah satu
dampak positif yang dapat dilihat
dari berbagai tujuan yang sejalan
dengan Peraturan Bupati Wajo
tentang Pemberian Bantuan Sosial.
7
Memberikan perlindungan sosial
melalui bedah rumah, kondisi rumah
tidak layak huni adalah salah satu
indikator kemiskinan. Rumah
merupakan kebutuhan dasar
manusia, yang berfungsi sebagai
tempat tinggal atau hunian dan
sarana pembinaan keluarga. Pada
hakikatnya setiap warga masyarakat
membutuhkan perumahan yang layak
huni, namun dalam kenyataannya
pemenuhan kebutuhan rumah layak
huni tersebut menjadi masalah bagi
sebagian masyarakat khususnya di
Kelurahan Padduppa Kecamatan
Tempe Kabupaten Wajo.
Atas dasar pemikiran tersebut
diatas, penyediaan rumah layak huni
atau pemugaran rumah tidak layak
huni dapat memberikan kontribusi
terhadap upaya penurunan angka
kemiskinan. Bedah rumah mampu
memberikan dampak yang baik
terhadap kondisi psikologis
seseorang yang secara tidak langsung
akan mendapatkan perlindungan
sosial yang dapat memberikan rasa
aman, nyaman, betah, tentram, serta
bermartabat.
Pemberian bantuan sosial
benar-benar telah memberikan
perlindungan sosial terhadap
kelangsungan hidup masyarakat dan
ditujukan untuk meringankan beban
bagi masyarakat miskin. Selain itu,
di Kelurahan Padduppa, bantuan
sosial berupa perbaikan rumah yang
tidak layak huni (bedah rumah) bagi
masyarakat miskin. Dengan ini
dimaksudkan untuk memberikan
perlindungan dan rasa aman bagi
masyarakat.
Membantu masyarakat dalam
bekerja untuk memberdayakan
hidupnya, pemberdayaan menekankan
bahwa orang memperoleh
keterampilan, pengetahuan, dan
kekuasaan yang cukup untuk
mempengaruhi kehidupannya dan
kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya. Pemberdayaan sosial,
bertujuan untuk menjadikan
seseorang atau kelompok masyarakat
yang mengalami masalah sosial
mempunyai daya, sehingga mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya.
Pemberian Bansos di Kelurahan
Padduppa juga berdampak pada
pemberdayaan sosial masyarakat.
Seperti halnya pemberian bantuan
berupa traktor atau varietas bibit
unggul yang disediakan oleh pihak
8
kelurahan yang bekerja sama dengan
Dinas Pertanian Kebupaten Wajo.
Pemerintah membagikan bibit unggul
kepada kelompok tani yang
membutuhkan.
Tentu saja berdampak positif
kepada masyarakat karena membantu
mereka dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya dalam bekerja. Tidak hanya
bagi petani, dampak bantuan sosial
khususnya dalam pemberdayaan sosial
juga dirasakan oleh para nelayan yang
berdomisili di Kelurahan Padduppa,
karena selain memperoleh bantuan
berupa bibit, mereka juga memperoleh
pengetahuan melalui sosialisasi yang
dilaksanakan oleh aparat kelurahan.
Demikian pula, memberikan dampak
atau pengaruh yang cukup baik kepada
masyarakat.
Pemberian bantuan sosial berupa
bibit pertanian dan perikanan serta alat-
alat yang menunjang mata pencarian
masyarakat dapat memberdayakan
masyarakat. Dampak tersebut dirasakan
langsung oleh warga penerima bantuan
ini. Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa dampak
Bantuan Sosial dapat
memberdayakan masyarakat miskin
sehingga mampu memperoleh
penghidupan yang layak. Sesuai
dengan salah satu tujuan dalam
pemberian Bantuan Sosial bagi
masyarakat yang tertuang dalam
Peraturan Bupati Wajo Tentang
Pedoman Pemberian Bantuan Sosial
Nomor 32 Tahun 2011, dalam pasal
24 yaitu pemberdayaan sosial dengan
jalan memberikan bantuan berupa
sarana yang dapat meningkatkan
keterampilan masyarakat dalam
bekerja.
Memberikan bantuan pengobatan
secara gratis, keterbatasan akses dan
rendahnya mutu layanan kesehatan
disebabkan oleh kesulitan mendapatkan
layanan kesehatan dasar, rendahnya
mutu layanan kesehatan dasar,
kurangnya pemahaman terhadap
perilaku hidup sehat, dan kurangnya
layanan kesehatan reproduksi, jarak
fasilitas layanan kesehatan yang jauh,
biaya perawatan dan pengobatan yang
mahal. Pemberian bantuan sosial
dalam bentuk pemberian Jaminan
Kesehatan bagi masyarakat
khususnya masyarakat miskin yang
berdomisili di Kelurahan Padduppa
diharapkan memberikan dampak
positif dalam hal jaminan sosial
kepada masyarakat.
Dengan adanya dampak yang
dihasilkan pada pemberian bantuan
9
sosial dalam bentuk Kartu Sehat,
yakni adanya jaminan kesehatan
bagi masyarakat yang
membutuhkan, yang tidak lain tentu
saja warga yang memenuhi
persyaratan sebagai penerima Kartu
Sehat dari Kelurahan Padduppa.
Mereka yang merasakan dampak
langsungnya beranggapan bahwa
bantuan ini membantu mereka dalam
mendapatkan pelayanan yang murah
bahkan gratis.
Mengenai dampak Bansos
khususnya dalam bentuk Kartu Sehat
yakni memberikan jaminan sosial
dalam hal pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin. Hal ini berarti
bahwa, dengan adanya Bansos,
masyarakat miskin dapat
memperoleh jaminan pelayanan
kesehatan yang layak tanpa
menambah beban hidup mereka.
Seperti yang tertuang dalam
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945,
Pasal 28H (1) menyebutkan setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapat lingkungan hidup yang
baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.
Demikian pula dalam Undang-
undang No. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan dan konstitusi WHO, yang
menetapkan bahwa kesehatan adalah
hak fundamental setiap individu.
Oleh karena itu negara bertanggung
jawab untuk mengatur agar hak
hidup sehat bagi penduduknya
terpenuhi.
Membantu korban bencana
alam, penanggulangan bencana,
merupakan serangkaian upaya yang
ditujukan untuk tanggap darurat, dan
rehabilitasi. Bencana alam adalah
bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam antara
lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan,
angin topan, dan tanah langsor.
Bencana non alam adalah bencana
yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang
antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi, epidemi, dan
wabah penyakit. Bencana sosial
adalah bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh
manusia yang meliputi konflik sosial
antar kelompok atau antar komunitas
masyarakat, dan teror.
10
Diketahui bahwa di Kelurahan
Padduppa ada bantuan sosial yang
berupa santunan kepada masyarakat
yang terkena bencana alam dan
kebakaran. Bantuan sosial tidak
hanya menanggulangi kemiskinan
tapi juga mampu menanggulangi
bencana yang bisa saja terjadi secara
tiba-tiba.
Dan ini pula dapat memberikan
dampak positif terhadap masyarakat,
terlebih untuk meringankan beban
mereka. Walaupun kemungkinan
besarnya nominal santunan belum
cukup untuk mengganti kerugian
yang diperoleh, namun sangat
membantu meringankan penderitaan
korban bencana. Dampak Bansos
bagi korban bencana alam, baik
Bansos yang diberikan berupa
sembako dan sarana pengungsian
setidaknya mampu memberikan rasa
aman kepada masyarakat dan
mengurangi penderitaan yang
dirasakan masyarakat karena
bencana alam tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan Bantuan Sosial
bagi masyarakat miskin dapat
membantu dalam penanggulangan
bencana. Salah satu tujuan dalam
pemberian bantuan sosial bagi
masyarakat yang tertuang dalam
Peraturan Bupati Wajo Tentang
Pedoman Pemberian Bantuan Sosial
Nomor 32 Tahun 2011, yakni,
penanggulangan bencana.
Dampak negatif merupakan
keinginan untuk membujuk,
meyakinkan, mempengaruhi atau
memberi kesan kepada orang lain,
dengan tujuan agar mereka
mengikuti atau mendukung
keinginannya yang buruk dan
menimbulkan akibat tertentu.
Berdasarkan hasil pengamatan
penulis di lapangan, dengan adanya
Pemberian Bantuan Sosial Terhadap
Masyarakat Miskin di Kelurahan
Padduppa Kecamatan Tempe
Kabupaten Wajo telah berdampak
terhadap lingkungan ataupun kepada
masyarakat setempat. Salah satu
dampak negatifnya dapat dilihat.
Mendidik hidup malas
merupakan pemberian bantuan sosial
akan membuat malas penerimanya.
Biasanya bantuan sosial akan
memicu rasa malas bagi sebagian
penerimanya. Beberapa orang hanya
tinggal menunggu tanpa bekerja.
11
Pola pikir sebagian kecil
masyarakat penerima bansos adalah
pola yang tidak menunjukkan pola
pikir masyarakat mandiri, bahkan
terkesan mendidik masyarakat
menjadi malas bekerja dan berusaha.
Pola hidup malas seperti ini dapat
dihindari dengan menanamkan pola
hidup mandiri dan pekerja keras di
benak masyarakat. Demikian perlu
menjadi perhatian bagi pemerintah
untuk memberikan sosialisasi kepada
masyarakat dengan menumbuhkan
kesadaran nasyarakat dalam bekerja
dan meningkatkan kehidupannya
secara mandiri.
Terjadinya rentan konflik,
penyaluran bantuan sosial yang tidak
tepat sasaran akan memicu konflik
pada masyarakat. Masyarakat yang
sebenarnya mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya, justru terdaftar
sebagai penerima bantuan, sementara
itu, masyarakat miskin yang berhak
menerima bantuan justru tidak
terdaftar sebagai penerima bantuan
sosial.
Tentu berdampak pada adanya
kesenjangan atau kecemburuan sosial
yang akan memicuh konflik
terutama pada masyarakt miskin
yang tidak menerima bantuan. Oleh
sebab itu, untuk mengatasi hal
tersebut, sebaiknya mendata kembali
(memperbaharui data) masyarakat
yang berhak menerima Bansos
supaya tidak terjadi penyaluran yang
tidak tepat sasaran, sehingga dampak
negatif seperti rentannya konflik
bisa dihindari.
Mendidik hidup konsumtif,
konsumtif lebih khusus menjelaskan
keinginan untuk mengkonsumsi
barang-barang yang sebenarnya
kurang diperlukan secara berlebihan
untuk mencapai kepuasan yang
maksimal. Sesungguhnya perilaku
hidup konsumsi memiliki banyak
dampak negatifnya dari pada dampak
positifnya. Dampak negatif dari
perilaku pola hidup konsumtif
terjadinya pada seseorang yang tidak
memiliki keseimbangan antara
pendapatan dengan pengeluarannya
(boros).
Masyarakat yang menerima
Bansos cenderung menunjukkan
prilaku pola hidup komsumtif.
Merupakan salah satu dampak dari
kebijakan bantuan sosial yang
diberikan kepada masyarakat.
Masyarakat yang tidak mampu
12
memanfaatkan dana bantuan sosial
yang diberikan akan cenderung
menunjukkan pola hidup yang
konsumtif.
Secara langsung akan
berpengaruh buruk pada jiwa
produktif masyarakat. Saat menerima
bantuan biasanya dimanfaatkan
untuk membeli barang konsumsi
bukan untuk merintis usaha.
Sehingga bantuan yang diberikan
tidak produktif dan justru mendidik
masyarakat untuk berpola hidup
konsumtif. Namun hal ini tidak dapat
dipungkiri, mengingat bahwa jumlah
nominal dana yang diterima tidak
seberapa jika dibandingkan dengan
jumlah kebutuhan pokok masyarakat
yang juga semakin meningkat.
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil dari
pembahasan di atas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa, Dampak
kebijakan pemberian bantuan sosial
(Bansos) terhadap masyarakat miskin
di Kelurahan Padduppa Kecamatan
Tempe Kabupaten Wajo telah
memberikan dampak positif dan
dampak negatif. Dampak positif dari
pemberian bantuan sosial terhadap
masyarakat miskin, dengan adanya
bantuan sosial yaitu dapat (1)
memberikan perlindungan sosial
melalui bedah rumah, rumah
merupakan kebutuhan dasar
manusia, yang berfungsi sebagai
tempat tinggal atau hunian dan
sarana pembinaan keluarga. Pada
hakikatnya setiap warga masyarakat
membutuhkan perumahan yang layak
huni, namun dalam kenyataannya
pemenuhan kebutuhan rumah layak
huni tersebut menjadi masalah bagi
sebagian masyarakat; (2) membantu
masyarakat dalam bekerja untuk
memberdayakan hidupnya,
pemberian bantuan sosial telah
memberikan dampak pemberdayaan
sosial dalam hal peningkatan
pengetahuan dan membantu dalam
penyediaan pemenuhan sarana
sehingga kebutuhan dasar
masyarakat dapat terpenuhi dan
dapat meningkatkan keterampilan
masyarakat dalam bekerja; (3)
memberikan bantuan pengobatan
secara gratis, dan (4) membantu
korban bencana alam. Sedangkan
dampak negatif dari bantuan sosial
yaitu dapat (1) mendidik hidup malas
(2) rentan konflik dan (3) mendidik
hidup konsumtif.
13
DAFTAR PUSTAKA
Bupati Wajo. Peraturan Bupati Wajo
Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pemberian Bantuan
Sosial.
Nugroho, Riant.2003. Kebijakan
Publik: Formulasi,
Implementasi, Evaluasi. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo.
Nugroho, Riant. 2009. Public Policy:
Teori Kebijakan – Analisis –
Proses Kebijakan, Perumusan,
Implementasi, Evaluasi, Revisi
risk management dalam
Kebijakan Publik, Kebijakan
sebagai The Fifth Estate –
Metode penelitian Kebijakan.
Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Parsons, Wayne. 2008. Public
Policy: Pengantar Teori dan
Praktik Analisis Kebijakan.
Jakarta: Predana Media Group.
Republik Indonesia. Undang-undang
No. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan dan konstitusi WHO.
Subarsono, 2006. Analisis Kebijakan
Publik: Konsep Teori dan
Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Tjokroamidjojo, Bintoro. 2002.
Reformasi Nasional
Penyelenggaraan Good
Governance dan Perwujudan
Masyarakat Madani. Jakarta:
Tanpa Penerbit.
Winarno, 2008. Kebijakan Publik
Teori dan Proses. Yogyakarta:
MedPress.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
AVRILIYANTI lahir di Rumah sakit
Salewangeng Sengkang Kelurahan
Siengkang Kecamatan Tempe Kabupaten
Wajo pada tanggal 21 Juni 1992. Anak
kedua dari tiga bersaudara, pasangan dari
ibunda Hasnani S.pd dengan ayahanda
Agustamin.
Mulai menempuh pendidikan di TK PERTIWI SIWA dan tamat pada
tahun 1999. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di SDN 181 BULETE
dan tamat pada tahun 2005. Dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan
ke jenjang SMP NEGERI 6 SENGKANG, tamat pada tahun 2008. Kemudian,
melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA NEGERI 3 SENGKANG dan tamat pada
tahun 2011. Saat ini menempuh jenjang pendidikan tingkat Strata Satu (S1) di
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR, JURUSAN ILMU
ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
(FISIPOL) dari tahun 2011.