dampak cacingan di indonesia
TRANSCRIPT
DAMPAK CACINGAN DI INDONESIA
PENGARUH INFEKSI CACING
A. Pengaruh infeksi Ascaris lumbricoides (cacing gelang)
Anak yang mengandung cacing gelang dengan jumlah 300 ekor tidak akan merasa
lapar; keadaan ini tentunya akan mengurangi masukan makanan bagi anak. Jumlah cacing
yang banyak sangat berhubungan dengan terjadinya malnutrisi, defisit pertumbuhan dan
gangguan kebugaran fisik, disamping itu massa cacing itu sendiri dapat menyebabkan
obstruksi. Cacing ini dapat hidup dalam tubuh pasien selama 12-18 bulan. Hidup dalam
rongga usus halus manusia \ mengambil makanan terutama karbohidrat dan protein,
seekor cacing akan mengambil karbohidrat 0.14 gram per hari dan protein 0.035 gram per
hari. Sel mukosa usus halus (enterosit) mempunyai brush border yang terdiri dari
mikrovili. Didalam mikrovili ini terdapat berbagai macam enzim pencernaan. Adanya
Ascaris lumbricoides dalam usus halus dapat menyebabkan kelainan mukosa usus,
berupa proses peradangan pada dinding usus, pelebaran dan memendeknya villi,
bertambah panjangnya kripta, menurunnya rasio villus kripta dan infiltrasi sel bulat ke
lamina propria, yang berakibat pada gangguan absorpsi makanan. Sebagian kelainan ini
dapat kembali normal bila cacing dikeluarkan. Efek langsung yang terukur akibat
kelainan mukosa usus halus ialah meningkatnya nitrogen dalam tinja, steatorhea karena
terjadi gangguan absorpsi lemak, gangguan absorbs karbohidrat yang diukur dengan
xylose test. Akibat lainnya adalah cacing ini menyebabkan hiperperistaltik sehingga
menimbulkan diare, juga dapat mengakibatkan rasa tidak enak diperut, kolik akut pada
daerah epigastrium dan gangguan selera makan. Keadaan ini terjadi pada saat proses
peradangan pada dinding usus.
Gangguan absorpsi vitamin A dapat terjadi pada anak yang menderita askariasis.
Kekurangan vitamin A dapat menghambat pertumbuhan sel, termasuk sel tulang, dan
dapat mengganggu sel yang membentuk email serta dentin pada gigi. Namun sampai
dimana vitamin A digunakan dan dihancurkan oleh cacing masih belum jelas, namun
dampak klinis defisiensi vitamin tersebut pada penderita askariasis dapat lebih berat. Juga
didapati bukti penting mengenai efek terbalik askariasis terhadap vitamin C dalam
plasma dan sekresi riboflavin dalam air seni (Siregar, 2006).
B. Pengaruh infeksi Necator americanus dan Ancylostoma duodenale (cacing tambang)
Infeksi cacing tambang pada manusia disebabkan oleh Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale. Manusia merupakan tuan rumah utama infeksi cacing tambang.
Cacing dewasa hidup di sepertiga bagian atas usus halus, melekat pada mukosa usus, dan
dapat bertahan selama 7 tahun atau lebih. Cacing tambang menghisap lebih banyak darah
bila dibandingkan dengan Trichuris trichiura. Seekor Ancylostoma duodenale menghisap
0,16-0,34 ml darah per hari, sedangkan seekor Necator americanus menghisap 0.03 -
0,05 ml darah per hari. Luka yang diakibatkan gigitan Ancylostoma duodenale lebih berat
dibandingkan kerusakan yang diakibatkan Necator americanus, selain itu diduga
Ancylostoma duodenale memproduksi zat antikoagulan yang lebih kuat dibanding
Necator americanus. Cacing ini menyebabkan laserasi pada kapiler villi usus halus dan
menyebabkan perdarahan lokal pada usus. Sebagian dari darah akan ditelan oleh cacing
dan sebagian keluar bersama dengan tinja. Pada infeksi sedang (angka telur pergram tinja
lebih dari 5000) kehilangan darah dapat dideteksi dalam tinja rata rata 8 ml per hari,
sehingga menimbulkan gejala anemia dan defisiensi besi. Gejala klinis yang terjadi
tergantung pada derajat infeksi, makin berat infeksi manifestasi klinis yang terjadi
semakin mencolok, berupa, anoreksia, mual, muntah, diare, kelelahan, sakit kepala, sesak
napas, palpitasi, dispepsia, nyeri disekitar duodenum, jejenum dan ileum. Juga bisa
ditemukan ditemukan protein plasma yang rendah (hypoalbuminemia), kelainan absorpsi
nitrogen dan vitamin B12, tetapi yang tetap paling menonjol adalah berkurangnya zat
besi. Besi dalam tubuh manusia diperlukan untuk pembelahan sel, berperan dalam proses
respirasi sel, yaitu sebagai kofaktor bagi enzim yang terlibat dalam reaksi oksidasi
reduksi. Di dalam tiap sel, besi bekerjasama dengan rantai protein pengangkut elektron,
yang berperan dalam langkah akhir metabolisme energi. Besi juga berperan dalam sistem
kekebalan tubuh, kekurangan besi akan menyebabkan sel darah putih tidak dapat bekerja
secara efektif dan berkurangnya pembentukan limfosit T. Diduga penurunan
pembentukan sel limfosit ini terjadi karena berkurangnya sintesis DNA akibat gangguan
pada enzim reduktase ribonukleotida. Enzim ini membutuhkan zat besi untuk dapat
berfungsi. Sehingga akibat infeksi kronik Cacing tambang akan dapat menyebabkan
gangguan pembentukan sel dan kekebalan tubuh, gangguan penyembuhan luka. Keadaan
ini secara tidak langsung akan mempengaruhi pertumbuhan anak (Siregar, 2006).
C. Pengaruh infeksi Trichuris trichiura (cacing cambuk)
Trichuris trichiura atau cacing cambuk merupakan salah satu Nematoda usus
yang penting pada manusia, cacing ini hidup di daerah sekum. Mekanisme pasti
bagaimana cacing ini menimbulkan kelainan pada manusia tidak diketahui, akan tetapi
diketahui ada dua proses yang berperan, yaitu trauma oleh cacing dan efek toksik.
Trauma pada dinding usus terjadi karena cacing ini membenamkan bagian kepalanya
pada dinding sekum yang menyebabkan reaksi anafilaksis lokal yang dimediasi oleh
immunoglobulin E (Ig E), terlihat infiltrasi lokal eosinofil di submukosa usus dan dapat
terjadi edema pada dinding usus. Pada keadaan ini mukosa mudah berdarah. Pada infeksi
berat dapat dijumpai mencret yang mengandung darah dan lendir (sindrom disentri),
menimbulkan intoksikasi sistemik dan anemia. Trichuris trichiura disamping
menggunakan karbohidrat juga akan menyebabkan anak kehilangan darah, seekor cacing
dewasa menghisap 0,005 ml darah per hari. Dari studi yang dilakukan pada tikus yang
terinfeksi Trichuris trichiura muris, yaitu Nematoda yang berhubungan dekat dengan
Trichuris trichiura pada manusia ditemukan juga adanya peran beberapa sitokin seperti
interleukin (IL)-18 dan IL- 10. Interleukin 18 memegang peranan penting untuk
terjadinya gangguan saluran cerna yang kronik sedangkan interleukin 10 berperan dalam
pemeliharaan fungsi pertahanan kolon (colon barrier), sehingga bila terjadi defisiensi IL
10, fungsi penghalang (barrier) kolon akan terganggu dan dapat terjadi diare kronik
(sindrom disentri trikuris).
Efek infeksi Trichuris trichiura dapat menyebabkan menurunnya insulin like
growth faktor (IGF-1) suatu hormon pertumbuhan bersifat anabolik yang berfungsi pada
pertumbuhan skeletal dan hematopoesis. Plasma IGF-1 meningkat pada masa anak dan
mencapai puncaknya pada pubertas. Hormon ini merupakan marker biokimia yang baik
untuk menilai gangguan pertumbuhan dan menilai gangguan nutrisi pada seorang anak.
Dari suatu penelitian terhadap 14 anak usia sekolah dasar dengan sindrom disentri
trikuris, didapatkan kadar plasma insulin like growth factor (IGF)-1 rendah, kadar serum
tumor necrosis factor a (TNF) meningkat, serum albumin normal, konsentrasi rerata
hemoglobin rendah, sintesis kolagen menurun.
Secara keseluruhan infeksi Trichuris trichiura dapat menyebabkan diare kronik
berat, serta hilangnya darah dalam jumlah besar, pernah dilaporkan kadar hemoglobin
mencapai 3 gr/dl pada seorang pasien, menyebabkan plasma IGF-1 menurun, kadar TNF
a meningkat dan sintesis kolagen menurun. Disamping itu umur Trichuris trichiura relatif
panjang (10 tahun), semua keadaan ini secara tidak langsung akan mengakibatkan
gangguan pertumbuhan pada anak (Siregar, 2006).
Infeksi cacing usus berpengaruh terhadap pemasukan, pencernaan, penyerapan, serta
metabolisme makanan, yang dapat berakibat hilangnya protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan
darah dalam jumlah yang besar. Juga dapat menimbulkan ganguan respon imun, menurunnya
plasma insulin like growth factor (IGF)- 1, kadar serum tumor necrosis factor a (TNF)
meningkat, konsentrasi rerata hemoglobin rendah, sintesis kolagen menurun. Disamping itu, juga
menimbulkan berbagai gejala penyakit seperti anemi, diare, sindroma disentri dan defisiensi besi.
Sehingga anak penderita infeksi cacing usus merupakan kelompok resiko tinggi untuk
mengalami malnutrisi. Respon tubuh terhadap infeksi cacing usus sangat bervariasi sehingga
menimbulkan berbagai jenis gejala klinis. Bila akibat infeksi yang terjadi berat, misalnya
malnutrisi maka gangguan pertumbuhan akan terjadi namun bila akibat yang ditimbulkannya
ringan tidak terjadi gangguan pertumbuhan (Siregar, 2006).
KERUGIAN INFEKSI CACING
Keberadaan cacing di dalam usus manusia dapat mempengaruhi proses pemasukan
(intake), pencernaan (digestive), penyerapan (absorbtion), dan metabolisme makanan. Pada
kasus ringan cacingan memang tidak menimbulkan gejala nyata, tetapi pada kasus infeksi berat
dapat berakibat fatal. Ascaris dapat bermigrasi ke organ lain, menyebabkan peritonitis akibat
perforasi usus dan ileus obstruksi akibat bolus yang dapat berakhir dengan kematian. Trichuris
dapat menyebabkan prolapsus rekti. Cacing tambang dapat menyebabkan anemia yang berat,
namun penderita tidak merasakan gejala yang berarti karena proses yang berjalan kronis.
Infeksi cacing usus yang berakibat menurunnya status gizi penderita juga akan
menurunkan daya tahan tubuh penderita sehingga memudahkan infeksi penyakit lain, termasuk
HIV/AIDS, tuberkulosis dan malaria. Secara kumulatif, cacingan dapat menimbulkan kerugian
zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan darah yang sangat berarti. Di Indonesia,
kerugian akibat kehilangan kalori/protein dan darah tersebut bila dihitung dengan jumlah
penduduk 220.000.000 dapat diperkirakan sebagai berikut: (Sardjono, 2009)
A. Kerugian Karena Infeksi Ascaris lumbricoides (cacing gelang)
Pada tahun 2006, bila di Indonesia berpenduduk 220.000.000, didapatkan
prevalensi cacingan 60% dengan jumlah rata-rata kandungan per orang 6 ekor cacing
maka kehilangan karbohidrat karena cacing gelang diperkirakan sebanyak:
(220.000.000 x 60% x 6 x 0,14 gram) : 1000 = 110.880 kg tepung per hari
Karena 0,8 gram tepung (karbohidrat) setara dengan 1 gram beras, maka per hari
kerugian tersebut setara dengan 138.660 kg beras. Bila dihitung dalam rupiah dengan
harga beras Rp 3.000/kg, maka kerugian uang yang diperkirakan adalah
138.660 kg beras x 365 hari x Rp 3 000,- = Rp. 151.767.000.000,- per tahun.
Bila harga beras sekarang (2008) dihitung Rp. 5000,- per kg, maka angka tersebut
menjadi Rp 252.945.000.000,- Jika seekor cacing menghabiskan 0,035 gram protein
sehari, maka perkiraan protein yang hilang untuk seluruh penduduk adalah:
(220.000.000 x 60% x 6 x 0,035 gram) : 1000 = 27.720 kg protein per hari.
Bila diperhitungkan bahwa 1 gram daging sapi mengandung 0,19 gram protein, maka
kerugian daging sapi adalah 145.895 kg per hari. Bila dihitung dengan rupiah, dengan
perkiraan harga daging sapi Rp 30.000/ kg, maka kerugian uang yang diperkirakan
145.895 kg x 365 hari x Rp 30.000 = Rp 1.597.550.250.000,- per tahun.
Jumlah anak usia sekolah dasar diperkirakan sebanyak 21% dari jumlah penduduk,
dengan demikian kerugian yang diakibatkan oleh cacingan pada anak tersebut adalah:
1. Karbohidrat = 21% x Rp. 151.767.000.000 = Rp 31.871.070.000
2. Protein = 21% x Rp 1.597.550.250.000 = Rp 335.485.552.500
Jadi, total kerugian akibat infeksi cacing gelang adalah: Rp 367.356.622.500 setiap tahun
(Sardjono, 2009).
B. Kerugian Karena Infeksi Necator americanus dan Ancylostoma duodenale (cacing
tambang)
Cacing tambang tinggal di dalam usus halus manusia dan makan atau mengisap
darah penderita setiap hari. Bila seorang penderita mengandung 50 ekor cacing di dalam
ususnya, maka perkiraan jumlah kehilangan darah pada penduduk Indonesia perhari
adalah:
220.000.000 x 10% x 0,2cc x 50 ekor = 220.000.000 cc darah = 220.000 liter darah /hari
Untuk satu tahun penderita cacingan akan kehilangan darah sebanyak
220.000 liter x 365 hari = 80.300.000 liter darah per tahun
Bila jumlah anak usia sekolah dasar diperkirakan sebanyak 21% dari jumlah penduduk,
maka kerugian yang akibat:
21% x 80.300.000 liter = 16.863.000 liter darah per tahun (Sardjono, 2009)
C. Kerugian Karena Trichuris trichiura (cacing cambuk)
Bila seorang penderita mengadung 100 cacing di dalam ususnya, maka perkiraan
jumlah kehilangan darah akibat cacing cambuk sehari adalah:
220.000.000 x 40% x 0,005 cc x100 = 44.000.000 cc darah = 44.000 liter darah per hari
Kehilangan darah selama setahun:
44.000 liter x 365 hari = 16.060.000 liter darah per tahun
Jumlah anak usia sekolah dasar diperkirakan 21% dari jumlah penduduk, dengan
demikian kerugian akibat cacingan pada anak usia tersebut:
21% x 16.060.000 liter = 3.372.600 liter darah per tahun (Sardjono, 2009)
Dari penjelasan di atas, bila diperhitungkan secara keseluruhan, maka total kerugian atau
kehilangan dana akibat cacingan lebih kurang Rp. 500.000.000.000,- dan lebih dari 20 juta liter
darah setiap tahun. Jumlah tersebut sangat besar, apalagi kalau dikaitkan dengan kebutuhan dan
kondisi masyarakat Indonesia yang lebih dari 30 juta jiwa berada di bawah garis kemiskinan.
Oleh karena itu peran masyarakat dalam menunjang keberhasilan penanggulangan dan
pencegahan cacingan sangat penting. Mendidik anak berdefekasi di WC dan mencuci tangan
sebelum makan akan sangat mengurangi angka kejadian cacingan, sehingga negara dapat
menghemat dana, dan mungkin dapat dialokasikan untuk meningkatkan derajat pendidikan dan
kemakmuran masyarakat miskin (Sardjono, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Sardjono TW, 2009, Strategi Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit Parasitik di
Masyarakat, Vol. 59, No. 7, pp 297-301, Majalah Kedokteran Indonesia. Available from:
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/652/649
Siregar CD, 2006, Pengaruh Infeksi Cacing Usus yang Ditularkan Melalui Tanah pada
Pertumbuhan Fisik Anak Usia Sekolah Dasar, Vol. 8, No. 2, pp 112-117, Sari Pediatri.
Available from: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/8-2-4.pdf