dampak cacingan di indonesia

7
DAMPAK CACINGAN DI INDONESIA PENGARUH INFEKSI CACING A. Pengaruh infeksi Ascaris lumbricoides (cacing gelang) Anak yang mengandung cacing gelang dengan jumlah 300 ekor tidak akan merasa lapar; keadaan ini tentunya akan mengurangi masukan makanan bagi anak. Jumlah cacing yang banyak sangat berhubungan dengan terjadinya malnutrisi, defisit pertumbuhan dan gangguan kebugaran fisik, disamping itu massa cacing itu sendiri dapat menyebabkan obstruksi. Cacing ini dapat hidup dalam tubuh pasien selama 12-18 bulan. Hidup dalam rongga usus halus manusia \ mengambil makanan terutama karbohidrat dan protein, seekor cacing akan mengambil karbohidrat 0.14 gram per hari dan protein 0.035 gram per hari. Sel mukosa usus halus (enterosit) mempunyai brush border yang terdiri dari mikrovili. Didalam mikrovili ini terdapat berbagai macam enzim pencernaan. Adanya Ascaris lumbricoides dalam usus halus dapat menyebabkan kelainan mukosa usus, berupa proses peradangan pada dinding usus, pelebaran dan memendeknya villi, bertambah panjangnya kripta, menurunnya rasio villus kripta dan infiltrasi sel bulat ke lamina propria, yang berakibat pada gangguan absorpsi makanan. Sebagian kelainan ini dapat kembali normal bila cacing dikeluarkan. Efek langsung yang terukur akibat kelainan mukosa usus halus ialah meningkatnya nitrogen dalam tinja, steatorhea karena terjadi gangguan absorpsi lemak, gangguan absorbs karbohidrat yang diukur dengan xylose test. Akibat lainnya adalah cacing ini menyebabkan hiperperistaltik sehingga menimbulkan diare, juga dapat mengakibatkan rasa tidak enak diperut, kolik akut pada daerah epigastrium dan gangguan selera makan. Keadaan ini terjadi pada saat proses peradangan pada dinding usus. Gangguan absorpsi vitamin A dapat terjadi pada anak yang menderita askariasis. Kekurangan vitamin A dapat menghambat pertumbuhan sel, termasuk sel tulang, dan dapat mengganggu sel yang membentuk email serta dentin pada gigi. Namun sampai dimana vitamin A digunakan dan dihancurkan oleh cacing masih belum jelas, namun dampak klinis defisiensi vitamin tersebut pada penderita askariasis dapat lebih berat. Juga didapati bukti penting mengenai efek terbalik askariasis terhadap vitamin C dalam plasma dan sekresi riboflavin dalam air seni (Siregar, 2006).

Upload: cok-anan

Post on 01-Jan-2016

42 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dampak Cacingan Di Indonesia

DAMPAK CACINGAN DI INDONESIA

PENGARUH INFEKSI CACING

A. Pengaruh infeksi Ascaris lumbricoides (cacing gelang)

Anak yang mengandung cacing gelang dengan jumlah 300 ekor tidak akan merasa

lapar; keadaan ini tentunya akan mengurangi masukan makanan bagi anak. Jumlah cacing

yang banyak sangat berhubungan dengan terjadinya malnutrisi, defisit pertumbuhan dan

gangguan kebugaran fisik, disamping itu massa cacing itu sendiri dapat menyebabkan

obstruksi. Cacing ini dapat hidup dalam tubuh pasien selama 12-18 bulan. Hidup dalam

rongga usus halus manusia \ mengambil makanan terutama karbohidrat dan protein,

seekor cacing akan mengambil karbohidrat 0.14 gram per hari dan protein 0.035 gram per

hari. Sel mukosa usus halus (enterosit) mempunyai brush border yang terdiri dari

mikrovili. Didalam mikrovili ini terdapat berbagai macam enzim pencernaan. Adanya

Ascaris lumbricoides dalam usus halus dapat menyebabkan kelainan mukosa usus,

berupa proses peradangan pada dinding usus, pelebaran dan memendeknya villi,

bertambah panjangnya kripta, menurunnya rasio villus kripta dan infiltrasi sel bulat ke

lamina propria, yang berakibat pada gangguan absorpsi makanan. Sebagian kelainan ini

dapat kembali normal bila cacing dikeluarkan. Efek langsung yang terukur akibat

kelainan mukosa usus halus ialah meningkatnya nitrogen dalam tinja, steatorhea karena

terjadi gangguan absorpsi lemak, gangguan absorbs karbohidrat yang diukur dengan

xylose test. Akibat lainnya adalah cacing ini menyebabkan hiperperistaltik sehingga

menimbulkan diare, juga dapat mengakibatkan rasa tidak enak diperut, kolik akut pada

daerah epigastrium dan gangguan selera makan. Keadaan ini terjadi pada saat proses

peradangan pada dinding usus.

Gangguan absorpsi vitamin A dapat terjadi pada anak yang menderita askariasis.

Kekurangan vitamin A dapat menghambat pertumbuhan sel, termasuk sel tulang, dan

dapat mengganggu sel yang membentuk email serta dentin pada gigi. Namun sampai

dimana vitamin A digunakan dan dihancurkan oleh cacing masih belum jelas, namun

dampak klinis defisiensi vitamin tersebut pada penderita askariasis dapat lebih berat. Juga

didapati bukti penting mengenai efek terbalik askariasis terhadap vitamin C dalam

plasma dan sekresi riboflavin dalam air seni (Siregar, 2006).

Page 2: Dampak Cacingan Di Indonesia

B. Pengaruh infeksi Necator americanus dan Ancylostoma duodenale (cacing tambang)

Infeksi cacing tambang pada manusia disebabkan oleh Necator americanus dan

Ancylostoma duodenale. Manusia merupakan tuan rumah utama infeksi cacing tambang.

Cacing dewasa hidup di sepertiga bagian atas usus halus, melekat pada mukosa usus, dan

dapat bertahan selama 7 tahun atau lebih. Cacing tambang menghisap lebih banyak darah

bila dibandingkan dengan Trichuris trichiura. Seekor Ancylostoma duodenale menghisap

0,16-0,34 ml darah per hari, sedangkan seekor Necator americanus menghisap 0.03 -

0,05 ml darah per hari. Luka yang diakibatkan gigitan Ancylostoma duodenale lebih berat

dibandingkan kerusakan yang diakibatkan Necator americanus, selain itu diduga

Ancylostoma duodenale memproduksi zat antikoagulan yang lebih kuat dibanding

Necator americanus. Cacing ini menyebabkan laserasi pada kapiler villi usus halus dan

menyebabkan perdarahan lokal pada usus. Sebagian dari darah akan ditelan oleh cacing

dan sebagian keluar bersama dengan tinja. Pada infeksi sedang (angka telur pergram tinja

lebih dari 5000) kehilangan darah dapat dideteksi dalam tinja rata rata 8 ml per hari,

sehingga menimbulkan gejala anemia dan defisiensi besi. Gejala klinis yang terjadi

tergantung pada derajat infeksi, makin berat infeksi manifestasi klinis yang terjadi

semakin mencolok, berupa, anoreksia, mual, muntah, diare, kelelahan, sakit kepala, sesak

napas, palpitasi, dispepsia, nyeri disekitar duodenum, jejenum dan ileum. Juga bisa

ditemukan ditemukan protein plasma yang rendah (hypoalbuminemia), kelainan absorpsi

nitrogen dan vitamin B12, tetapi yang tetap paling menonjol adalah berkurangnya zat

besi. Besi dalam tubuh manusia diperlukan untuk pembelahan sel, berperan dalam proses

respirasi sel, yaitu sebagai kofaktor bagi enzim yang terlibat dalam reaksi oksidasi

reduksi. Di dalam tiap sel, besi bekerjasama dengan rantai protein pengangkut elektron,

yang berperan dalam langkah akhir metabolisme energi. Besi juga berperan dalam sistem

kekebalan tubuh, kekurangan besi akan menyebabkan sel darah putih tidak dapat bekerja

secara efektif dan berkurangnya pembentukan limfosit T. Diduga penurunan

pembentukan sel limfosit ini terjadi karena berkurangnya sintesis DNA akibat gangguan

pada enzim reduktase ribonukleotida. Enzim ini membutuhkan zat besi untuk dapat

berfungsi. Sehingga akibat infeksi kronik Cacing tambang akan dapat menyebabkan

gangguan pembentukan sel dan kekebalan tubuh, gangguan penyembuhan luka. Keadaan

ini secara tidak langsung akan mempengaruhi pertumbuhan anak (Siregar, 2006).

Page 3: Dampak Cacingan Di Indonesia

C. Pengaruh infeksi Trichuris trichiura (cacing cambuk)

Trichuris trichiura atau cacing cambuk merupakan salah satu Nematoda usus

yang penting pada manusia, cacing ini hidup di daerah sekum. Mekanisme pasti

bagaimana cacing ini menimbulkan kelainan pada manusia tidak diketahui, akan tetapi

diketahui ada dua proses yang berperan, yaitu trauma oleh cacing dan efek toksik.

Trauma pada dinding usus terjadi karena cacing ini membenamkan bagian kepalanya

pada dinding sekum yang menyebabkan reaksi anafilaksis lokal yang dimediasi oleh

immunoglobulin E (Ig E), terlihat infiltrasi lokal eosinofil di submukosa usus dan dapat

terjadi edema pada dinding usus. Pada keadaan ini mukosa mudah berdarah. Pada infeksi

berat dapat dijumpai mencret yang mengandung darah dan lendir (sindrom disentri),

menimbulkan intoksikasi sistemik dan anemia. Trichuris trichiura disamping

menggunakan karbohidrat juga akan menyebabkan anak kehilangan darah, seekor cacing

dewasa menghisap 0,005 ml darah per hari. Dari studi yang dilakukan pada tikus yang

terinfeksi Trichuris trichiura muris, yaitu Nematoda yang berhubungan dekat dengan

Trichuris trichiura pada manusia ditemukan juga adanya peran beberapa sitokin seperti

interleukin (IL)-18 dan IL- 10. Interleukin 18 memegang peranan penting untuk

terjadinya gangguan saluran cerna yang kronik sedangkan interleukin 10 berperan dalam

pemeliharaan fungsi pertahanan kolon (colon barrier), sehingga bila terjadi defisiensi IL

10, fungsi penghalang (barrier) kolon akan terganggu dan dapat terjadi diare kronik

(sindrom disentri trikuris).

Efek infeksi Trichuris trichiura dapat menyebabkan menurunnya insulin like

growth faktor (IGF-1) suatu hormon pertumbuhan bersifat anabolik yang berfungsi pada

pertumbuhan skeletal dan hematopoesis. Plasma IGF-1 meningkat pada masa anak dan

mencapai puncaknya pada pubertas. Hormon ini merupakan marker biokimia yang baik

untuk menilai gangguan pertumbuhan dan menilai gangguan nutrisi pada seorang anak.

Dari suatu penelitian terhadap 14 anak usia sekolah dasar dengan sindrom disentri

trikuris, didapatkan kadar plasma insulin like growth factor (IGF)-1 rendah, kadar serum

tumor necrosis factor a (TNF) meningkat, serum albumin normal, konsentrasi rerata

hemoglobin rendah, sintesis kolagen menurun.

Secara keseluruhan infeksi Trichuris trichiura dapat menyebabkan diare kronik

berat, serta hilangnya darah dalam jumlah besar, pernah dilaporkan kadar hemoglobin

Page 4: Dampak Cacingan Di Indonesia

mencapai 3 gr/dl pada seorang pasien, menyebabkan plasma IGF-1 menurun, kadar TNF

a meningkat dan sintesis kolagen menurun. Disamping itu umur Trichuris trichiura relatif

panjang (10 tahun), semua keadaan ini secara tidak langsung akan mengakibatkan

gangguan pertumbuhan pada anak (Siregar, 2006).

Infeksi cacing usus berpengaruh terhadap pemasukan, pencernaan, penyerapan, serta

metabolisme makanan, yang dapat berakibat hilangnya protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan

darah dalam jumlah yang besar. Juga dapat menimbulkan ganguan respon imun, menurunnya

plasma insulin like growth factor (IGF)- 1, kadar serum tumor necrosis factor a (TNF)

meningkat, konsentrasi rerata hemoglobin rendah, sintesis kolagen menurun. Disamping itu, juga

menimbulkan berbagai gejala penyakit seperti anemi, diare, sindroma disentri dan defisiensi besi.

Sehingga anak penderita infeksi cacing usus merupakan kelompok resiko tinggi untuk

mengalami malnutrisi. Respon tubuh terhadap infeksi cacing usus sangat bervariasi sehingga

menimbulkan berbagai jenis gejala klinis. Bila akibat infeksi yang terjadi berat, misalnya

malnutrisi maka gangguan pertumbuhan akan terjadi namun bila akibat yang ditimbulkannya

ringan tidak terjadi gangguan pertumbuhan (Siregar, 2006).

KERUGIAN INFEKSI CACING

Keberadaan cacing di dalam usus manusia dapat mempengaruhi proses pemasukan

(intake), pencernaan (digestive), penyerapan (absorbtion), dan metabolisme makanan. Pada

kasus ringan cacingan memang tidak menimbulkan gejala nyata, tetapi pada kasus infeksi berat

dapat berakibat fatal. Ascaris dapat bermigrasi ke organ lain, menyebabkan peritonitis akibat

perforasi usus dan ileus obstruksi akibat bolus yang dapat berakhir dengan kematian. Trichuris

dapat menyebabkan prolapsus rekti. Cacing tambang dapat menyebabkan anemia yang berat,

namun penderita tidak merasakan gejala yang berarti karena proses yang berjalan kronis.

Infeksi cacing usus yang berakibat menurunnya status gizi penderita juga akan

menurunkan daya tahan tubuh penderita sehingga memudahkan infeksi penyakit lain, termasuk

HIV/AIDS, tuberkulosis dan malaria. Secara kumulatif, cacingan dapat menimbulkan kerugian

zat gizi berupa kalori dan protein serta kehilangan darah yang sangat berarti. Di Indonesia,

kerugian akibat kehilangan kalori/protein dan darah tersebut bila dihitung dengan jumlah

penduduk 220.000.000 dapat diperkirakan sebagai berikut: (Sardjono, 2009)

Page 5: Dampak Cacingan Di Indonesia

A. Kerugian Karena Infeksi Ascaris lumbricoides (cacing gelang)

Pada tahun 2006, bila di Indonesia berpenduduk 220.000.000, didapatkan

prevalensi cacingan 60% dengan jumlah rata-rata kandungan per orang 6 ekor cacing

maka kehilangan karbohidrat karena cacing gelang diperkirakan sebanyak:

(220.000.000 x 60% x 6 x 0,14 gram) : 1000 = 110.880 kg tepung per hari

Karena 0,8 gram tepung (karbohidrat) setara dengan 1 gram beras, maka per hari

kerugian tersebut setara dengan 138.660 kg beras. Bila dihitung dalam rupiah dengan

harga beras Rp 3.000/kg, maka kerugian uang yang diperkirakan adalah

138.660 kg beras x 365 hari x Rp 3 000,- = Rp. 151.767.000.000,- per tahun.

Bila harga beras sekarang (2008) dihitung Rp. 5000,- per kg, maka angka tersebut

menjadi Rp 252.945.000.000,- Jika seekor cacing menghabiskan 0,035 gram protein

sehari, maka perkiraan protein yang hilang untuk seluruh penduduk adalah:

(220.000.000 x 60% x 6 x 0,035 gram) : 1000 = 27.720 kg protein per hari.

Bila diperhitungkan bahwa 1 gram daging sapi mengandung 0,19 gram protein, maka

kerugian daging sapi adalah 145.895 kg per hari. Bila dihitung dengan rupiah, dengan

perkiraan harga daging sapi Rp 30.000/ kg, maka kerugian uang yang diperkirakan

145.895 kg x 365 hari x Rp 30.000 = Rp 1.597.550.250.000,- per tahun.

Jumlah anak usia sekolah dasar diperkirakan sebanyak 21% dari jumlah penduduk,

dengan demikian kerugian yang diakibatkan oleh cacingan pada anak tersebut adalah:

1. Karbohidrat = 21% x Rp. 151.767.000.000 = Rp 31.871.070.000

2. Protein = 21% x Rp 1.597.550.250.000 = Rp 335.485.552.500

Page 6: Dampak Cacingan Di Indonesia

Jadi, total kerugian akibat infeksi cacing gelang adalah: Rp 367.356.622.500 setiap tahun

(Sardjono, 2009).

B. Kerugian Karena Infeksi Necator americanus dan Ancylostoma duodenale (cacing

tambang)

Cacing tambang tinggal di dalam usus halus manusia dan makan atau mengisap

darah penderita setiap hari. Bila seorang penderita mengandung 50 ekor cacing di dalam

ususnya, maka perkiraan jumlah kehilangan darah pada penduduk Indonesia perhari

adalah:

220.000.000 x 10% x 0,2cc x 50 ekor = 220.000.000 cc darah = 220.000 liter darah /hari

Untuk satu tahun penderita cacingan akan kehilangan darah sebanyak

220.000 liter x 365 hari = 80.300.000 liter darah per tahun

Bila jumlah anak usia sekolah dasar diperkirakan sebanyak 21% dari jumlah penduduk,

maka kerugian yang akibat:

21% x 80.300.000 liter = 16.863.000 liter darah per tahun (Sardjono, 2009)

C. Kerugian Karena Trichuris trichiura (cacing cambuk)

Bila seorang penderita mengadung 100 cacing di dalam ususnya, maka perkiraan

jumlah kehilangan darah akibat cacing cambuk sehari adalah:

220.000.000 x 40% x 0,005 cc x100 = 44.000.000 cc darah = 44.000 liter darah per hari

Kehilangan darah selama setahun:

44.000 liter x 365 hari = 16.060.000 liter darah per tahun

Page 7: Dampak Cacingan Di Indonesia

Jumlah anak usia sekolah dasar diperkirakan 21% dari jumlah penduduk, dengan

demikian kerugian akibat cacingan pada anak usia tersebut:

21% x 16.060.000 liter = 3.372.600 liter darah per tahun (Sardjono, 2009)

Dari penjelasan di atas, bila diperhitungkan secara keseluruhan, maka total kerugian atau

kehilangan dana akibat cacingan lebih kurang Rp. 500.000.000.000,- dan lebih dari 20 juta liter

darah setiap tahun. Jumlah tersebut sangat besar, apalagi kalau dikaitkan dengan kebutuhan dan

kondisi masyarakat Indonesia yang lebih dari 30 juta jiwa berada di bawah garis kemiskinan.

Oleh karena itu peran masyarakat dalam menunjang keberhasilan penanggulangan dan

pencegahan cacingan sangat penting. Mendidik anak berdefekasi di WC dan mencuci tangan

sebelum makan akan sangat mengurangi angka kejadian cacingan, sehingga negara dapat

menghemat dana, dan mungkin dapat dialokasikan untuk meningkatkan derajat pendidikan dan

kemakmuran masyarakat miskin (Sardjono, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

Sardjono TW, 2009, Strategi Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit Parasitik di

Masyarakat, Vol. 59, No. 7, pp 297-301, Majalah Kedokteran Indonesia. Available from:

http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/652/649

Siregar CD, 2006, Pengaruh Infeksi Cacing Usus yang Ditularkan Melalui Tanah pada

Pertumbuhan Fisik Anak Usia Sekolah Dasar, Vol. 8, No. 2, pp 112-117, Sari Pediatri.

Available from: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/8-2-4.pdf