dampak aktivitas pertambangan emas tanpa izin … · adalah faktor hukum dan faktor sosial. ......

109
DAMPAK AKTIVITAS PERTAMBANGAN EMAS TANPA IZIN TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA GURANDIL WIRA FUJI ASTUTI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Upload: trandieu

Post on 14-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

i

DAMPAK AKTIVITAS PERTAMBANGAN EMAS

TANPA IZIN TERHADAP KESEJAHTERAAN

RUMAH TANGGA GURANDIL

WIRA FUJI ASTUTI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Aktivitas

Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Gurandil

adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Wira Fuji Astuti

NIM I34110055

iii

ABSTRAK

WIRA FUJI ASTUTI. Dampak Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin

terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Gurandil. Di bawah bimbingan

IVANOVICH AGUSTA dan MAHMUDI SIWI

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara faktor-faktor

pendorong munculnya gurandil dengan aktivitas yang dilakukan oleh gurandil

dalam melakukan penambangan emas tanpa izin dan hubungannya dengan

kesejahteraan rumah tangga dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman.

Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif, yaitu

penggunaan instrumen berupa kuesioner, dan didukung data kualitatif dengan

metode wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan penelusuran dokumen.

Hasil penelitian ini memaparkan bahwa faktor pendorong munculnya gurandil

berhubungan dengan tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan

emas tanpa izin. Faktor yang sangat mempengaruhi tingginya aktivitas gurandil

adalah faktor ekonomi karena rendahnya tingkat pendapatan yang diperoleh untuk

memenuhi kebutuhan keluarga. Faktor lain yang mempengaruhi aktivitas gurandil

adalah faktor hukum dan faktor sosial. Tingkat aktivitas gurandil dikategorikan

sesuai dengan karakteristik gurandil yaitu gurandil cetek, gurandil biasa, dan

gurandil tong. Aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin

paling tinggi adalah gurandil cetek. Berdasarkan aktivitas gurandil tersebut

diperoleh hubungan dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil yang

dilihat dari kondisi fisik bangunan tempat tinggal, tingkat kesehatan, tingkat

pendidikan, tingkat pendapatan, dan tingkat pengeluaran.

Kata kunci: aktivitas gurandil, faktor-faktor pendorong, tingkat kesejahteraan

ABSTRACT

WIRA FUJI ASTUTI. The Impact of the Activities of Illegal Mining for

Household Welfare Gurandil. Under the guidance of

IVANOVICH AGUSTA and MAHMUDI SIWI

This study aimed to analyze relationship between factors which are stimulated

emergence of gurandil with activities undertaken by gurandil in doing illegal gold

mining, and its relationship with welfare of households, by using Spearman rank

correlation test. This research was conducted using quantitative research

approach, namely use of instruments such as questionnaires, and qualitative data

supported by in-depth interviews, participant observation and document analysis.

Results of this study explain that the factors stimulates the emergence gurandil

are associated with the level of activity in the gold mining without permission.

Factors that influence intensity of gurandil's activity is economic factors, because

of low level of earned income to meet family needs. Another factor that affects

activity of gurandil is legal factors and social factors. Gurandil activity levels are

categorized according to the characteristics, namely gurandil shallow, regular

gurandil, and gurandil barrel. Gurandil activity in gold mining without

permission is gurandil shallow highest. Based on the obtained relationship

gurandil activity by household welfare level gurandil is seen from physical

condition of residential buildings, level of health, education level, income level,

and level of expenditure.

Keywords:, driving factors of gurandil, gurandil activity, level of welfare

iii

DAMPAK AKTIVITAS PERTAMBANGAN EMAS

TANPA IZIN TERHADAP KESEJAHTERAAN

RUMAH TANGGA GURANDIL

WIRA FUJI ASTUTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

iii

Judul Skripsi : Dampak Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap

Kesejahteran Rumah Tangga Gurandil

Nama : Wira Fuji Astuti

NIM : I34110055

Disetujui oleh

Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi Mahmudi Siwi, SP, MSi

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Diketahui

Dr Ir Siti Amanah, MSc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus: _______________

PRAKATA

Untaian puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan

Semesta Alam yang memberikan nikmat jasmani dan rohani serta waktu yang

bermanfaat bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Dampak Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap Kesejahteraan

Rumah Tangga Gurandil“ dapat diselesaikan tanpa hambatan dan masalah yang

berarti. Pujian dan sholawat senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah

SAW, keluarga beliau, dan para sahabat hingga tabi’in dan pengikutnya hingga

hari akhir.

Penghargaan dan terimakasih penulis sampaikan untuk Bapak Enkon

Sukondi sebagai kepala desa, Bapak Ahmad Rifai sebagai sekretaris Desa Pangkal

Jaya, keluarga Ibu Neng dan Bapak Adang, perangkat Desa Pangkal Jaya dan

seluruh masyarakat Desa Pangkal Jaya yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk melakukan penelitian di daerah tersebut dan telah

memberikan kemudahan bagi penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr Ivanovich Agusta, SP,

MSi dan Mahmudi Siwi, SP, MSi sebagai dosen pembimbing yang senantiasa

memberikan saran, kritik, dan motivasi selama proses penulisan skripsi ini.

Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada Ibu Masneti dan

Bapak Asril orang tua tercinta, kakak, dan adik tersayang serta semua keluarga

yang selalu berdoa dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir Fredian Tonny Nasdian, MS dan

Bapak Martua Sihaloho, SP, MSi sebagai penguji dalam sidang skripsi yang telah

banyak memberikan masukan kepada penulis serta Bapak Dr Sofyan Sjaf, MSi selaku dosen penguji petik yang telah melakukan pengkoreksian pada sistematika dan

tata cara penulisan yang baik. Tidak lupa terimakasih juga penulis sampaikan kepada Anita Pertiwi, Dwi

Tasya Liandra sebagai sahabat yang selalu memberikan dukungan dan semangat

layaknya keluarga, Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang khususnya angkatan 48,

Ikatan Mahasiswa Serambi Mekah dan Pagaruyung serta temen-temen satu

bimbingan Desi Rosita, Nashrul Latif dan Ami Kusuma Handayani yang saling

menyemangati satu sama lain. Dan juga ucapan terimakasih kepada keluarga

besar SKPM terutama untuk temen-temen seperjuangan SKPM 48 atas semangat

dan kebersamaan selama ini serta semua pihak yang telah memberikan dukungan

sehingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua

pihak.

Bogor, Mei 2015

Wira Fuji Astuti

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 3

Tujuan Penelitian 4

Kegunaan Penelitian 4

PENDEKATAN TEORITIS 5

Tinjauan Pustaka 5

Pengertian Pertambangan 5

Pertambangan Emas Tanpa Izin (Peti) 6

Dampak Aktivitas Pertambangan 7

Dampak Aspek Sosial-Ekonomi 8

Kesejahteraan 9

Kerangka Pemikiran 10

Hipotesis 11

Definisi Operasional 12

PENDEKATAN LAPANGAN 19

Metode Penelitian 19

Lokasi dan Waktu Penelitian 19

Teknik Pemilihan Responden dan Informan 19

Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data 20

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 21

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 23

Kondisi Geografis dan Lingkungan 23

Kondisi Demografi dan Ekonomi Sosial Budaya 24

Kondisi Sarana dan Prasarana 27

Kondisi Sosial Budaya 28

FAKTOR PENDORONG MUNCULNYA PENAMBANG EMAS TANPA

IZIN (GURANDIL) 29

Karakteristik Responden 29

Faktor Sosial 31

Faktor Hukum 33

Faktor Ekonomi 35

AKTIVITAS PERTAMBANGAN EMAS TANPA IZIN (GURANDIL) 39

Identifikasi Tingkat Aktivitas Gurandil di Desa Pangkal Jaya 39

Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Cetek (Kecil) 40

Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Biasa 42

Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Tong 44

KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA GURANDIL 49

Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Cetek 49

Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Biasa 56

Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Tong 61

ix

HUBUNGAN FAKTOR PENDORONG, TINGKAT AKTIVITAS DAN

KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA GURANDIL 69

Hubungan Faktor Pendorong dan Aktivitas Gurandil 69

Hubungan Tingkat Aktivitas dengan Tingkat Kesejahteraan Rumah

Tangga Gurandil 70

SIMPULAN DAN SARAN 73

Simpulan 73

Saran 74

DAFTAR PUSTAKA 75

RIWAYAT HIDUP 91

DAFTAR TABEL

1 Definisi operasional faktor-faktor pendorong 12 2 Definisi operasional aktivitas gurandil 13 3 Definisi operasional tingkat kesejahteraan 15 4 Pemilihan informan 20 5 Teknik pengumpulan data dan jenis data 21 6 Jumlah dan persentase luas lahan menurut jenis pemanfaatan di

Desa Pangkal Jaya tahun 2013 23

7 Jumlah penduduk Desa Pangkal Jaya tahun 2011-2014 24

8 Jumlah dan persentase penduduk Desa Pangkal Jaya menurut

jenis kelamin tahun 2014 24 9 Data penduduk yang tersebar menurut RW/Dusun 25 10 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di

Desa Pangkal Jaya tahun 2013 26 11 Jumlah penduduk menurut umur di Desa Pangkal Jaya tahun 2014 26 12 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di

Desa Pangkal Jaya tahun 2013 27 13 Sarana dan prasarana pendidikan di Desa Pangkal Jaya tahun 2013 27 14 Sarana dan prasarana peribadatan Desa Pangkal Jaya tahun 2013 28 15 Kondisi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PKMS) Di

Desa Pangkal Jaya tahun 2013 28

16 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan kategori

umur di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 29

17 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat

pendidikan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 30

18 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan luas lahan

yang dimiliki di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 30

19 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat

pengetahuan tentang hukum pertambangan di Desa Pangkal Jaya

tahun 2015 34

20 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat

pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 37

21 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek

berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 49

22 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek

berdasarkan jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 50

23 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek

berdasarkan jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 50

24 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek

berdasarkan sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya

tahun 2015 51

25 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek

berdasarkan fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya

tahun 2015 51

xi

26 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek

berdasarkan tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 52

27 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek

berdasarkan tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 52

28 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek

berdasarkan kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya

tahun 2015 53

29 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa

berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 56

30 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa

berdasarkan jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 56

31 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa

berdasarkan jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 57

32 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa

berdasarkan sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya

tahun 2015 57

33 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa

berdasarkan fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya

tahun 2015 57

34 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa

berdasarkan kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya

tahun 2015 58

35 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa

berdasarkan tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 58

36 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa

berdasarkan tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 58

37 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong

berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 61

38 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong

berdasarkan jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 62

39 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong

berdasarkan jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 62

40 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong

berdasarkan sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya

tahun 2015 63

41 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong

berdasarkan fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya

tahun 2015 63

42 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong

berdasarkan kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya

tahun 2015 63

43 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong

berdasarkan tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 64

44 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong

berdasarkan tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 64

45 Uji kolerasi Rank Sperman faktor –faktor pendorong munculnya

gurandil dan tingkat aktivitas gurandil (gurandil cetek, biasa, dan tong) 70

xii

46 Uji korelasi Rank Spearman tingkat aktivitas gurandil dengan

tingkat kesejahteraan rumah tangga sebelum menjadi gurandil di

Desa Pangkal Jaya 71

47 Uji korelasi Rank Spearman tingkat aktivitas gurandil dengan

tingkat kesejahteraan rumah tangga sesudah menjadi gurandil di Desa

Pangkal Jaya 72

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 11 2 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan

tingkat pengetahuan tentang hukum pertambangan di Desa Pangkal

Jaya tahun 2015 33 3 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan

pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 36 4 Bangunan rumah gurandil cetek 41 5 Bangunan rumah gurandil tong 44

6 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan

tingkat keselamatan kerja di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 45

7 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan

tingkat keselamatan kerja di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 46 8 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal

Jaya tahun 2015 53 9 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal

Jaya tahun 2015 54 10 Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal

Jaya tahun 2015 55 11 Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal

Jaya tahun 2015 55

12 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal

Jaya tahun 2015 59 13 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal

Jaya tahun 2015 59 14 Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal

Jaya tahun 2015. 60 15 Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal

Jaya tahun 2015 61 16 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal

Jaya tahun 2015 65 17 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal

Jaya tahun 2015 65

18 Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal

Jaya tahun 2015 66

19 Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal

Jaya tahun 2015 67

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sketsa lokasi penelitian 81 2 Jadwal penelitian 82 3 Uji Reliabilitas 83 4 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman 83 5 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil cetek

di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam

satu tahun terakhir 84 6 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil Cetek

di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam

satu tahun terakhir 85 7 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil biasa

di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam

satu tahun terakhir 86 8 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil biasa

di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam

satu tahun terakhir 87 9 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil tong

di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam

satu tahun terakhir 88 10 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil tong

di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam

satu tahun terakhir 89 11 Dokumentasi Penelitian 90

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagai salah satu sektor industri dalam tatanan ekonomi global, industri

pertambangan memiliki posisi dominan dalam pembangunan sosial ekonomi

negara maju dan berkembang. Hadirnya sektor industri memberikan dampak

positif maupun negatif bagi masyarakat. Tanpa menampik dampak positifnya,

dampak negatif dalam ranah sosial, ekonomi, lingkungan, politik, dan budaya

yang ditimbulkan sektor industri ini lebih banyak. Dampak negatif tersebut

cenderung membesar di negara-negara berkembang atau di negara-negara yang

menghadapi kendala ketidakefektifan sistem pemerintahan, ketiadaan regulasi

(perundangan) yang memadai serta tingginya gejolak sosial-politik (Kristanto

2004). Pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah bukan semata-

mata berorientasi pada pembangunan fisik saja melainkan lebih jauh dimaksudkan

untuk pembangunan manusia Indonesia seutuhnya lahir dan batin menuju

peningkatan taraf hidup rakyat Indonesia yang adil dan makmur sejahtera. Sesuai

pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu ”Bumi, air dan kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan sebesar-

besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Oleh karena itu, pemerintah berusaha

memanfaatkan sumber tenaga, sumber alam dan teknologi untuk pertumbuhan

pembangunan ekonomi Indonesia.

Pengelolaan dan penguasaan sumber daya alam telah dibangun melalui

semangat UUD 1945 Pasal 33 dengan tujuan utama adalah untuk sebesar besarnya

kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Amanat UUD 1945 ini merupakan landasan

pembentukan kebijakan pertambangan yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun

1967 tentang Pokok Pertambangan Mineral dan Batubara yang kemudian diganti

dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara. Menurut Saleng (2007), dibentuknya Undang-Undang Nomor 4 Tahun

2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara merupakan konsekuensi dari

lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah

Kabupaten/Kota dan Provinsi sebagai Daerah Otonom.

Pemerintah di samping meningkatkan sektor pertanian dalam usahanya

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga menggalakkan industri baik industri

kecil, industri menengah dan juga industri besar, untuk menciptakan lapangan

kerja baik di sektor formal maupun informal. Industri menempati posisi sentral

dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang

memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan mobilitas perorangan yang

belum pernah terjadi sebelumnya pada sebagian besar penduduk dunia. Industri

sangat esensial untuk memperluas landasan pembangunan dan memenuhi

kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Banyak kebutuhan umat manusia

hanya dapat dipenuhi oleh barang dan jasa yang disediakan dari sektor industri.

2

Pembinaan dan penyiapan masyarakat menjadi masyarakat industri, hanya

dimungkinkan oleh pengetahuan yang luas dan mendalam tentang perubahan -

perubahan yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Namun lebih dari itu, industri

membutuhkan kesiapan sosial budaya dari masyarakat untuk menerima,

mendukung serta melestarikan keberadaan fisik suatu industri di tengah

masyarakat bahkan justru kesiapan sosial budaya ini merupakan faktor penting

dalam penunjang lajunya proses industri dalam suatu masyarakat.

Industri tambang mineral dan migas dapat berkembang sangat pesat

karena kebutuhan dan permintaan atas mineral dan energi yang terus meningkat

bersamaan dengan pertumbuhan jumlah penduduk serta kesejahteraan. Namun di

balik peningkatan tersebut, terdapat dua permasalahan besar yang dihadapi

industri yaitu pertama cadangan sumber alam semakin menipis dan kedua

resistensi masyarakat khusus nya masyarakat lokal semakin meningkat yang

terungkap dari kasus konflik antaran korporasi dengan komunitas lokal, baik

diakibatkan oleh praktik tambang sendiri mapun berbentuk konflik kepentingan.

Oleh sebab itu, dibalik pesatnya perkembangan industri tambang dan migas,

kedudukan korporasi sangat rentan terhadap tekanan utamanya dari kalangan civil

society karena persepsi umum melihat praktik industri tersebut lebih banyak

memberikan dampak negatif daripada positifnya terhadap lingkungan sekitar,

secara fisik maupun sosial (Prayogo 2011)

Hadirnya industri pertambangan di daerah Bogor menimbulkan daya tarik

tersendiri bagi pencari kerja baik dari dalam maupun dari luar daerah

pertambangan, sehingga akan menimbulkan masyarakat yang majemuk. Dengan

adanya masyarakat tersebut, berbagai macam budaya dan prilaku akan

berpengaruh kepada kehidupan baik pada kondisi sosial maupun kondisi ekonomi.

Sebelum adanya industri mata pencarian mayarakat adalah di bidang pertanian.

Seiring berkembangnya industri yang masuk ke pedesaan perlahan lahan budaya

bertani mulai luntur dan masyarakat lebih tertarik untuk bekerja di industri. Akan

tetapi, untuk masuk ke ranah industri masyarakat juga harus bersaing satu sama

lain agar terserap oleh industri. Persaingan yang ada yaitu persaingan dalam hal

keterampilan (skill) dan juga pengetahuan masyarakat pada bidang pekerjaan yang

menuntut kedua hal tersebut. Hal ini terjadi saat perusahaan mengambil karyawan

dari luar daerah, jika ada orang lokal biasanya perusahaan hanya memposisikan

mereka sebagai satpam atau pembantu saat survei lapangan. Dikarenakan

kebanyakan masyarakat asli daerah tersebut masih berpendidikan rendah dan

minim dalam kemampuan.

Desa Pangkal Jaya merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

Nanggung, Kabupaten Bogor yang berbatasan langsung dengan PT. Antam

(Persero) Tbk UBPE Pongkor. Selain di bidang pertanian, masyarakat Desa

Pangkal Jaya pada umumnya bekerja sebagai penambang emas tanpa izin atau

yang dikenal dengan penambang gurandil/tikus. Sebelum beroperasinya

perusahaan pertambangan di daerah gunung pongkor, penambang gurandil telah

ada dengan jumlah yang sangat sedikit. Akan tetapi, fenomena peti (penambang

gurandil) marak sekitar tahun 1998 akibat faktor daya tarik harga emas yang

mencapai angka Rp 100 000 per gram, di samping karena krisis ekonomi dan

pengangguran yang melonjak. Diperkirakan ada sekitar 3 000 hingga 8 000

gurandil yang beroperasi di Pongkor. Sekitar 70% dari jumlah ini adalah

pendatang dari Cikotok, Salopa, Tasikmalaya, Sukabumi, Bogor, Rangkasbitung,

3

Bengkulu, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur, sementara hanya 30% saja

yang berasal dari Desa Bantar Karet dan Desa Cisarua1. Pada saat ini harga emas

yang di tambang dan diolah dengan cara sederhana mencapai Rp 12 500 000/ons.

Hal tersebut dapat memicu tingginya aktivitas masyarakat untuk melakukan

penambangan gurandil.

Dampak yang yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut diperkirakan lebih

besar dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan besar di bidang pertambangan,

karena kegiatan penambangan liar dilakukan dengan menggunakan peralatan

tradisional yang menyebabkan korban jiwa pada saat melakukan proses

penambangan. Dari uraian diatas, maka perlu dikaji sejauhmana dampak

aktivitas pertambangan emas tanpa izin terhadap tingkat kesejahteraan

masyarakat gurandil?

Masalah Penelitian

Berdirinya perusahaan pertambangan dapat memberikan dampak positif

maupun negatif terhadap sosial dan ekonomi masyarakat sekitar dan nantinya

akan menghadirkan sebuah kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh

masyarakat. Kegiatan pertambangan tersebut ada yang memiliki izin dan tidak

memiliki izin. Namun, sebagian besar masyarakat dalam melakukan kegiatan

pertambangan tidak memiliki ijin dari pihak atau instansi manapun yang terkait.

Menurut beberapa literatur dengan pandangan-pandangan yang berbeda,

keberadaan perusahaan memberikan dampak yang positif, seperti yang

dikemukakan Ismono (2010) menyatakan keberadaan perusahaan pertambangan

belum tentu memberikan dampak yang positif terhadap masyarakat. Selain itu

kegiatan penambangan tanpa izin pada suatu wilayah dapat memberikan dampak

yang signifikan terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Munculnya para

penambang liar atau tanpa izin disebabkan oleh adanya berbagai faktor pendorong

seperti faktor sosial, faktor ekonomi, faktor hukum dan faktor-faktor lainnya.

Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti untuk mengkaji sejauhmana

faktor pendorong munculnya gurandil berhubungan dengan tingkat aktivitas

gurandil untuk melakukan pertambangan tanpa izin? Masyarakat yang tidak terserap oleh perusahaan pertambangan besar

memilih bekerja sebagai penambang liar. Pertambangan emas tanpa izin ini bagi

sebagian masyarakat menjadi tumpuan hidup, karena dapat menghasilkan

pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan pada sektor pertanian. Akan tetapi

pekerjaan tersebut belum tentu menjadikan hidup masyarakat sejahtera. Taraf

hidup atau tingkat kesejahteraan masyarakat adalah perubahan kondisi ekonomi

masyarakat yang diukur dengan tingkat pendidikan, bentuk bangunan rumah, dan

kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder maupun tersier.

Berdasarkan tingkat pendidikan, Paryono (2005) menyatakan bahwa semenjak

beroperasinya kegiatan pertambangan, pendapatan masyarakat dari sektor

pertanian lebih rendah dibandingkan dengan sektor non pertanian. Desa Pangkal

Jaya merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan daerah

1 Artikel menelusuri jejak gurandil di tambang emas pongkor 2011 diunduh dari http://fatullah-

tambangemas.blogspot.com/2011/03/menyusuri-jejak-gurandil-di-tambang.html

4

pertambangan emas. Akan tetapi dalam kegiatannya, masyarakat lokal belum

begitu terlibat. Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti untuk mengkaji

sejauhmana aktivitas sebagai penambang tanpa izin berhubungan dengan

tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian secara umum adalah untuk menganalisis sejauhmana

dampak kegiatan pertambangan tanpa izin terhadap tingkat kesejahteraan

masyarakat gurandil di Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten

Bogor. Kemudian tujuan khususnya ialah menjawab pertanyaan permaasalahan,

yakni:

1. Menganalisis hubungan antara faktor pendorong munculnya gurandil

berhubungan dengan tingkat aktivitas gurandil untuk melakukan

pertambangan tanpa izin.

2. Menganalisis hubungan antara aktivitas sebagai penambang tanpa izin

(gurandil) dan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat antara lain untuk:

1. Akademisi, yaitu memberikan tambahan khasanah pengetahuan mengenai

dampak yang ditimbulkan baik itu positif maupun negatif oleh keberadaan

perusahaan pertambangan dan aktivitas pertambangan emas tanpa izin serta

membuka realitas pikiran bagi mahasiswa dalam menanggapi permasalahan

tersebut

2. Masyarakat, untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari aktivitas

pertambangan tanpa izin terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat dan

membantu masyarakat dalam menyikapi dampak tersebut khususnya para

gurandil

3. Pemerintah dan Perusahaan, diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan

pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan

peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi pertambangan yang

dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap kelangsungan hidup

masyarakat dan pemerintah memperhatikan kepentingan masyarakat dalam

pengambilan keputusan dan kebijakan. Perusahaan agar lebih respect terhadap

masyarakat dan lebih memperhatikan kondisi sekitar perusahaan baik

lingkungan maupun sosial dan dalam menghadapi permasalahan-

permasalahan yang dirasakan oleh masyarakat.

PENDEKATAN TEORITIS

Bab ini menjelaskan mengenai berbagai pustaka yang dirujuk dalam

melakukan penelitian. Pustaka-pustaka tersebut diambil dari berbagai sumber

seperti buku, peraturan pemerintah, maupun hasil-hasil penelitian. Selain itu, bab

ini juga menjelaskan mengenai kerangka penelitian beserta dengan hipotesis

penelitian, dan definisi operasional dari masing-masing variabel yang dihitung.

Tinjauan Pustaka

Pengertian Pertambangan

Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Republik

Indonesia Nomor 24 Tahun 2012, Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam

rangka penguasaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan

penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi penambangan,

pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.

Sedangkan Penambangan adalah bagian kegiatan Usaha Pertambangan untuk

memproduksi mineral dan/ atau batubara dan mineral ikutannya. Pertambangan

adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan

(penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral,

batubara, panas bumi, migas). Menurut UU No. 11 Tahun 1967, bahan tambang

tergolong menjadi 3 jenis, yakni: Golongan A (yang disebut sebagai bahan

strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan

tidak vital). Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan,

keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar

hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak,

uranium dan plutonium. Sementara, Bahan Golongan B dapat menjamin hayat

hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besi dan tembaga. Bahan Golongan

C adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang

banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes.

Hasil penelitian Risal et al (2013) menyatakan bahwa terdapat sejumlah

unsur yang sudah pasti melekat pada pertambangan, yakni adanya tindakan

penghancuran/pengrusakan, kebohongan, mitos, dan keuntungan untuk segelintir

orang tertentu (orang kaya). Selanjutnya Risal et al (2013) menyatakan objek dari

usaha pertambangan adalah sumber daya alam yang tak terbaharukan (non-

renewable), dimana dalam pengelolaan dan pemanfaatannya dibutuhkan

pendekatan manajemen ruangan yang ditangani secara holistik dan integratif

dengan memperhatikan empat aspek pokok yaitu, aspek pertumbuhan (growth),

aspek pemerataan (equity), aspek lingkungan (environment), dan aspek

konservasi (conservation). Manan dan Saleng (2004) dalam Siregar (2009) juga

menyatakan bagaimana peran kegiatan pertambangan. Pertambangan memiliki

peran yang strategis dan kontribusi besar terhadap pembangunan daerah.

Beroperasinya kegiatan pertambangan di suatu daerah, komunitas baru akan

terbentuk sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah beroperasinya

pertambangan. Komunitas baru tersebut akan memberikan pengaruh terhadap

perekonomian daerah setempat, sebab masyarakat pencari kerja dan pelaku

6

ekonomi akan tertarik ke wilayah pertumbuhan yang baru dan menyebabkan jasa-

jasa lainnya akan tumbuh, baik jasa yang terkait langsung maupun tidak langsung

dengan kegiatan pertambangan.

Pertambangan Emas Tanpa Izin (Peti)

Kegiatan Peti adalah usaha pertambangan yang dilakukan oleh

perorangan, sekelompok orang atau perusahaan/yayasan berbadan hukum yang

dalam operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah pusat atau daerah

sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Ngadiran, Santoso dan

Purwoko (2002) persolan-persoalan kegiatan pertambangan emas tanpa izin

diantaranya:

a. Keselamatan kerja kurang terjamin karena para penambang dalam

pengolahan bijih emas menggunakan bahan kimia beracun seperti sianida

dan merkuri

b. Modal kerja ditanggung oleh seorang pemilik lubang atau pemilik mesin.

Cara patungan diupayakan diantara penambang sekalipun jumlahnya

sangat terbatas. Apabila modal tetap saja belum mencukupi, para

penambang sering sekali terpaksa hutang karena tidak ada bank yang mau

memberikan kredit

c. Para penambang bekerja dengan teknik yang sederhana yang dipelajari

secara tradisional dan turun-temurun, sehingga tidak terjadi inovasi.

Sumantri dan Herman (2007) dalam Wibisono (2008) menyatakan bahwa

faktor pendorong kehadiran Peti dapat dikelompokkan menjadi:

1. Faktor sosial, yaitu kegiatan Peti merupakan kegiatan yang sudah menjadi

pekerjaan turunan karena dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat

setempat; terdapatnya hubungan yang kurang harmonis antara

pertambangan resmi atau berizin dengan masyarakat setempat; dan

terjadinya penafsiran keliru tentang reformasi yang diartikan sebagai

kebebasan tanpa batas.

2. Faktor hukum, yaitu ketidaktahuan masyarakat terhadap peraturan

perundang-undangan yang berlaku di bidang pertambangan; kelemahan

peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan, yang diantara lain

tercermin dalam kekurangberpihakan kepada kepentingan masyarakat luas

dan tidak adanya teguran terhadap pertambangan resmi atau berizin yang

tidak memanfaatkan wilayah usahanya (lahan tidur); serta terjadinya

kelemahan dalam penegakan hukum dan pengawasan.

3. Faktor ekonomi disebabkan oleh keterbatasan lapangan kerja dan

kesempatan berusaha yang sesuai dengan tingkat keahlian atau

keterampilan masyarakat bawah; kemiskinan dalam berbagai hal, yakni

miskin secara ekonomi, pengetahuan, dan keterampilan; keberadaan pihak

ketiga yang memanfaatkan kemiskinan untuk tujuan tertentu, yaitu

penyandang dana (cukong), beking (oknum aparat) dan LSM; krisis

ekonomi berkepanjangan yang melahirkan pengangguran terutama dari

kalangan masyarakat bawah.

7

Dampak Aktivitas Pertambangan

Soemarwoto (2005) mendefinisikan dampak sebagai suatu perubahan yang

terjadi sebagai akibat suatu aktivitas di mana aktivitas tersebut dapat bersifat

alamiah, baik kimia, fisik, dan biologi. Lebih lanjut didefinisikan dampak

pembangunan terhadap lingkungan adalah perbedaan antara kondisi lingkungan

sebelum ada pembangunan dan yang diperkirakan akan ada setelah ada

pembangunan. Pembangunan yang dimaksud termasuk kegiatan penambangan

batubara yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan secara umum.

Dampak penambangan berarti perubahan lingkungan yang disebabkan oleh

kegiatan usaha eksploitasi baik perubahan sosial, ekonomi, budaya, kesehatan

maupun lingkungan alam. Dampak penambangan bisa positif bila perubahan yang

ditimbulkannya menguntungkan dan negatif jika merugikan, mencemari, dan

merusak lingkungan hidup. Dampak yang diakibatkan oleh penambangan menjadi

penting bila terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar. Adapun

kriteria dampak penting, yaitu: (1) jumlah manusia yang akan kena dampak, (2)

luas wilayah penyebaran dampak, (3) intensitas dan lamanya dampak

berlangsung, (4) banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak, (5) sifat

komulatif dampak, dan (6) berbalik (reversible) atau tidak berbalik (irreversible)

dampak.

Seperti kebijakan di Kalimantan Timur sejak tahun 2002 hingga tahun

2011 lalu, terdapat sedikitnya 1 271 izin pertambangan di Kalimantan Timur

yang menjadikan produsen batubara nomor 1 di Indonesia, dengan hampir 61%

batubara dihasilkan dengan mengeruk bumi Kalimantan Timur. Tetapi sangat

ironis bahwa provinsi terluas ke dua di Indonesia ini, bahkan tak mampu

memenuhi kebutuhan pangan mandiri penduduknya yang tumbuh 3.7% per tahun

(Risal et al 2013).

Kristanto (2004) menjelaskan dampak adalah setiap perubahan yang

terjadi dalam lingkungan akibat adanya aktivitas manusia. Disini tidak disebutkan

karena adanya proyek, karena proyek sering diartikan sebagai bangunan fisik saja,

sedangkan banyak proyek yang bangunan fisiknya relatif kecil atau tidak ada,

tetapi dampaknya besar. Jadi yang menjadi objek pembahasan bukan saja dampak

proyek terhadap lingkungan, melainkan juga dampak lingkungan terhadap proyek.

Menurut Salim (2007) setiap kegiatan pembangunan di bidang pertambangan

pasti menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari

kegiatan pembangunan di bidang pertambangan adalah:

1. Memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi

nasional;

2. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD);

3. Menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang;

4. Meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang;

5. Meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang;

6. Meningkatkan kualitas SDM masyarakat lingkar tambang; dan

7. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang.

Dampak negatif dari pembangunan di bidang pertambangan adalah:

1. Kehancuran lingkungan hidup;

2. Penderitaan masyarakat adat;

3. Menurunnya kualitas hidup penduduk lokal;

4. Meningkatnya kekerasan terhadap perempuan;

8

5. Kehancuran ekologi pulau-pulau; dan

6. Terjadi pelanggaran HAM pada kuasa pertambangan

Selain itu, kegiatan Peti juga memberikan dampak baik itu dampak positif

maupun dampak negatif terhadap aspek ekologi dan sosial-ekonomi kepada

masyarakat lokal. Kegiatan Peti pada umumnya tidak ramah lingkungan, karena

hanya mengejar kepentingan dalam waktu singkat seperti halnya bagaimana untuk

mendapatkan uang. Hal ini disebabkan oleh minimnya kesadaran untuk tetap

melestarikan lingkungan. Tidak hanya kerusakan lingkungan yang ditimbukan

oleh kegiatan Peti tetapi juga menelan korban jiwa yang jumlahnya lebih besar

dibandingkan perusahaan pertambangan. Berdasarkan aspek sosial ekonomi,

kegiatan Peti diharapkan dapat memberikan manfaat tidak hanya terhadap

pembangunan tetapi juga terhadap masyarakat lokal yang berada di sekitar lokasi

penambangan. Dalam skala makro, Peti dilihat sebagai bahaya dan ancaman bagi

investasi pertambangan di Indonesia. Namun, dalam skala mikro penambangan

emas dapat digolongkan sebagai salah satu gerakan “ekonomi kreatif” yang

memenuhi kebutuhan hidup rakyat kecil. Mereka berusaha menggali dan

menemukan butiran emas demi perbaikan hidup ekonomi para penambang. Setiap

hari mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup seperti berbelanja, membayar uang

sekolah anak, berobat, membeli kendaraan bermotor dan meniti masa depan yang

lebih baik (Willybrodus, dan Chang (2012).

Selanjutnya, Willybrodus, dan Chang (2012) terdapat beberapa dilema

dalam kegiatan pertambangan emas. Pertama, adanya desakan kebutuhan hidup

(keterpaksaan hidup) rakyat kecil dan perolehan izin pemerintah untuk

menambang emas di kawasan Mandor. Menambang emas analog dengan

berspekulasi dalam sebuah dunia usaha. Tidak semua penambang emas

berpenghasilan tinggi. Sebelum beroperasi, penambang lokal harus memiliki

mesin dompeng (gelundungan) bermutu baik, yang berharga sekitar Rp 20 000

000,00. Biaya operasi harian terkadang mencapai Rp 500 000,00 – Rp 1 000

000,00. Modal usaha pertambangan rakyat tidak kecil dan modal ini tidak dengan

sendirinya segera kembali. Terkadang dalam sehari penghasilan maksimal mereka

mencapai Rp 10 000 000,00. Terkadang mereka sangat sulit mencapai target yang

diharapkan. Kedua, bukan mustahil bahwa seorang penambang emas tanpa izin

ditangkap dan diproses secara hukum, walaupun para penambang memiliki antena

khusus kalau ada petugas keamanan akan merazia penambang emas tanpa izin.

Walaupun ketenangan dan kenyamanan kerja para penambang rakyat masih

belum terjamin, para penambang rakyat tetap mengadu untung di tengah ketidak-

pastian hidup ekonomi, sosial dan politik dewasa ini. Semua kegiatan

penambangan terhenti kalau keadaan cuaca buruk, seperti hujan dan banjir

melanda kawasan pertambangan.

Dampak Aspek Sosial-Ekonomi

Dampak sosial ekonomi merupakan dampak aktivitas pertambangan pada

aspek sosial ekonomi yang dapat bersifat positif dan negatif. Dampak positif

akibat aktivitas pertambangan diantaranya adalah terjadinya peningkatan

Pendapatan Asli Daerah (PAD), terciptanya lapangan pekerjaan, dan peningkatan

ekonomi bagi masyarakat di sekitar wilayah pertambangan sedangkan dampak

negatif dari adanya aktivitas pertambangan adalah terjadinya penurunan

pendapatan bagi masyarakat yang bergerak di sektor pertanian, karena

9

menurunnya kualitas lahan yang digunakan. Hasil penelitian Budimanta (2007)

menunjukkan bahwa aktivitas penambangan di daerah Bangka Belitung

memberikan berbagai dampak positif dan negatif pada kehidupan warga. Dampak

positif diantaranya adalah meningkatnya penghasilan devisa bagi negara,

terciptanya lapangan pekerjaan. Selain itu, adanya perbaikan infrastruktur seperti

akses jalan ke Penagan dari Pangkal Pinang menjadi semakin mudah dan kondisi

jalanan semakin baik. Waktu tempuh menjadi semakin efisien dibandingkan

sebelumnya yang membutuhkan waktu hingga dua hari bagi para pejalan kaki.

Pada aspek ekonomi, pendapatan yang diperoleh warga menjadi semakin

meningkat. Hal ini terlihat dari adanya kemampuan warga untuk mendirikan

rumah permanen yang terbuat dari bahan bata dan semen, dibandingkan kondisi

sebelumnya yang hanya terbuat dari kayu penyangga.

Pertambangan Emas Tanpa Izin (Peti) bagi sebagian masyarakat dapat

menjadi tumpuan hidup, karena dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi

dibandingkan pada sektor pertanian. Selain itu, kegiatan Peti dapat dilakukan oleh

semua tingkatan pendidikan, baik itu tinggi maupun rendah karena kegiatan Peti

ini tidak perlu dimiliki latar belakang pendidikan sebab para penambang dapat

belajar dari pengalaman mereka dengan cara melihat dan meniru kegiatan yang

dilakukan rekannya dilapangan2

Masuknya sebuah industri dalam suatu wilayah dapat berpengaruh terhadap

pergerakan penduduk, seperti halnya dapat memicu terjadi migrasi penduduk.

Dijelaskan oleh Rusli (2012) migrasi adalah suatu bentuk gerak penduduk

geografis, spasial atau teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan

perubahan tempat tinggal yaitu dari tempat asal ke tempat tujuan. Seseorang

melakukan migrasi apabila ia melakukan pindah tempat tinggal secara permanen

atau relatif permanen dengan menempuh jarak minimal tertentu atau pindah dari

satu geografis ke geografis lainya. Banyak faktor melatarbelakangi seseorang

melakukan migrasi seperti halnya adalah dalam memperoleh pekerjaan.

Kesejahteraan

Kesejahteraan merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk mengukur

keadaan seseorang pada kondisi tertentu pada wilayah tertentu. Persatuan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberi batasan kesejahteraan sosial sebagai

kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu

atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan

meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat.

Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup tiga konsepsi yaitu: Pertama kondisi

kehidupan atau keadaan sejahtera yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan

jasmaniah, rohaniah, dan sosial. Kedua institusi, arena atau bidang kegiatan yang

melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang

menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial. Dan ketiga

aktivitas, yakni kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai

kondisi sejahtera (Suharto 2005).

Konsep kesejahteraan yang ideal dikemukakan oleh BPS (2005), bahwa

ada tujuh indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan antara

2 http://repository.upi.edu/operator/upload/s_sej_044043_chapter5.pdf[diunduh pada tanggal 25

Desember 2014]

10

lain: pendapatan, konsumsi atau pengeluatan keluarga, fasilitas tempat tinggal,

kesehatan keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan

mendapatkan fasilitas transportasi, dan kemudahan mendapat akses pendidikan.

1. Pendapatan adalah penghasilan tetap yang diperoleh dalam satu bulan

yang merupakan pemasukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup.

2. Konsumsi atau pengeluaran keluarga adalah jumlah biaya yang

dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

3. Fasilitas tempat tinggal yang dapat diukur dari luas lantai rumah,

penerangan, jenis alas/lantai rumah, kondisi MCK, kondisi bangunan,

atap, sumber air. Kondisi dan kualitas rumah yang ditempati dapat

menunjukkan keadaan sosial ekonomi rumah tangga.

4. Kesehatan anggota keluarga merupakan indikator kebebasan dari penyakit.

Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan

penduduk adalah dengan melihat kondisi keluhan kesehatannya.

5. Akses terhadap layanan kesehatan merupakan kemudahan responden

dalam menjangkau dan memperoleh fasilitas untuk kesehatan seperti

JAMKESMAS dan lain-lain.

6. Akses terhadap pendidikan merupakan kemudahan responden dalam

memperoleh jenjang pendidikan yang baik dan tinggi.

7. Kepemilikan alat transportasi merupakan jenis alat transportasi yang

dimiliki responden untuk mempermudah akses ke berbagai tempat.

Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas, dapat digambarkan bahwa

pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses transportasi, kepentingan dan kebutuhan

keluarga serta masyarakat merupakan tolak ukur atau indikator untuk mengukur

dan menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Kerangka Pemikiran

Berdirinya perusahaan pertambangan emas akan memberikan pengaruh,

baik itu positif maupun negatif. Terlihat dari keberadaan perusahaan

pertambangan tersebut dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap tingkat

pendapatan daerah. Keberadaan perusahaan bukan hanya dirasakan oleh

pemerintah daerah akan tetapi juga pada masyarakat sekitar perusahaan

beroperasi, yang mana masyarakat disini adalah aktor utama yang dapat langsung

merasakan dampaknya. Perusahan pertambangan besar atau perusahaan legal akan

mendorong munculnya para penambang liar atau penambang tanpa izin yang

diakibatkan tidak terserapnya tenaga kerja dari kalangan pribumi. Berbagai faktor

pendorong seperti faktor sosial, faktor hukum, dan faktor ekonomi yang

disebabkan oleh keterbatasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang

sesuai dengan tingkat keahlian atau keterampilan masyarakat bawah.

Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi tingkat aktivitas masyarakat

untuk melakukan pertambangan tanpa izin. Tingkat aktivitas dapat dilihat dari

lama bekerja, frekuensi bekerja, tingkat modal kerja, dan tingkat keselamatan

kerja. Dari indikator terebut dapat dilihat sejauh mana aktivitas masyarakat

penambangan liar dengan menggunakan teknik-teknik sederhana dan secara

tradisional. Dalam kerangka analisis juga dijelaskan pembukaan pertambangan

mempengaruhi masyarakat untuk menjadi penambang liar yang juga memberikan

dampak positif dan negatif baik dalam bidang sosial maupun ekonomi. Yang

11

dilihat dari tingkat pendidikan, keselamatan kerja, peluang kerja, tingkat

kesehatan dan lain lain. Dijelaskan juga bagaimana tingkat pendidikan dapat

mempengaruhi perolehan pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendidikannya akan

mempengaruhi tingkat pendapatan. Semakin tinggi pendidikan juga akan

mempengaruhi kesempatan atau peluang kerja di sektor pertambangan secara

legal. Hal ini akhirnya sangat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat terutama

masyarakat lokal. Tingkat kesejahteraan dapat diukur dari tingkat pendidikan,

tingkat kesehatan, tingkat perubahan luas lantai, tingkat perubahan jenis lantai,

tingkat perubahan sumber penerangan rumah tangga, tingkat perubahan fasilitas

MCK, tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, perubahan peluang kerja, tingkat

konsumsi pangan rumah tangga, tingkat perubahan fasilitas transportasi.

Keterangan:

: Hubungan

Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian disajikan

sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara faktor pendorong munculnya gurandil dengan

dengan tingkat aktivitas gurandil.

2. Terdapat hubungan antara tingkat aktivitas gurandil dengan tingkat

kesejahteraan rumah tangga gurandil.

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

X1 Tingkat

Faktor

Pendorong

x1.1 Tingkat faktor

sosial

x1.2 Tingkat faktor

hukum

x1.3 Tingkat faktor

ekonomi

X2 Tingkat

Aktivitas

Pertambangan

Tanpa Izin

x2.1 Lama bekerja

x2.2 Frekuensi

bekerja

x2.3 Tingkat modal

kerja

x2.4 Tingkat

keselamatan

kerja

x2.5 Tingkat migrasi

Y Tingkat

Kesejahteraan

Y1 Tingkat perubahan luas

lantai

Y2 Tingkat perubahan

jenis lantai

Y3 Tingkat perubahan

sumber penerangan

rumah tangga

Y4 Tingkat perubahan

fasilitas MCK

Y5 Tingkat perubahan

fasilitas transportasi

Y6 Tingkat kesehatan

Y7 Tingkat pendapatan

Y8 Tingkat pengeluaran

Y9 Tingkat pendidikan

12

Definisi Operasional

Faktor Pendorong Kehadiran PETI

Pertambangan emas adalah proses atau teknik yang digunakan untuk

mengambil emas dari dalam tanah. Beroperasinya kegiatan pertambangan di suatu

daerah, komunitas baru akan terbentuk sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru

di wilayah beroperasinya pertambangan. Komunitas baru tersebut akan

memberikan pengaruh terhadap perekonomian daerah setempat, sebab masyarakat

pencari kerja dan pelaku ekonomi akan tertarik ke wilayah pertumbuhan yang

baru dan menyebabkan jasa-jasa lainnya akan tumbuh, baik jasa yang terkait

langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan pertambangan. Ada berbagai

faktor-faktor pendorong hadirnya pertambangan tanpa izin yang dilakukan oleh

sebuah institusi atau kelompok maupun perorangan yang didorong karena adanya

faktor sosial, faktor hukum, faktor ekonomi.

Tabel 1 Definisi operasional faktor-faktor pendorong

No Variabel Definisi Operasional Indikator Jenis

Data

Sumber

Rujukan

1. Tingkat

hubungan

antar pihak

Suatu kapasitas

individu dalam

menjalin interaksi

antar pihak untuk

meningkatkan

kerjasama

1. Dalam

Provinsi

2. Dalam

Kabupaten

3. Dalam

Kecamatan

4. Dalam

Desa

Ordinal Wibisono

2008

2. Tingkat

ketidaktahu-

an

masyarakat

tentang

hukum

Suatu pemahaman

responden terhadap

regulasi atau

peraturan yang

berlaku

1. Tidak tahu

2. Tidak ada

3. Ada

Ordinal Wibisono

2008

3. Tingkat

kelemahan

undang-

undang

Kekurangberpihakan

kepada kepentingan

masyarakat luas

dalam menegakkan

hukum di bidang

pertambangan.

1. Tidak tahu

2. Rendah

3. Sedang

4. Kuat

Ordinal Wibisono

2008

4. Tingkat

kemampuan

kerja

Suatu kapasitas

individu untuk

mengerjakan

berbagai tugas dalam

suatu pekerjaan

1. Kesanggup-

an kerja

2. Pendidikan

3. Masa kerja

Ordinal Wibisono

2008

13

Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin

Kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin adalah usaha pertambangan

yang dilakukan oleh perorangan, sekelompok orang atau perusahaan/yayasan

berbadan hukum yang dalam operasinya tidak memiliki izin dari instansi

pemerintah pusat atau daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Tabel 2 Definisi operasional aktivitas gurandil

No Variabel Definisi

Operasional

Indikator Jenis

Data

Sumber

Rujukan

1. Lama

bekerja

Waktu kerja para

responden di area

pertambangan

dalam hitungan

tahun. Untuk masa

laten penyakit

akibat kerja

memerlukan waktu

lebih dari 10 tahun

untuk

bermanifestasi.

1. Masa kerja

baru yaitu ≤

10 Tahun

2. Responden

dengan

masa kerja

lama yaitu

> 10 Tahun

Ordinal Harrianto,

2010

2. Frekuensi

bekerja

Jumlah hari kerja

responden dalam

seminggu

1. Normal ≤ 5

hari/minggu

2. Tidak normal

>5

hari/minggu

Ordinal Menaker

1997

3. Tingkat

modal

kerja

Aktiva lancar

(kas/bank, surat

berharga, piutang

dagang,

persediaan) yang

digunakan

perusahaan untuk

memenuhi

kebutuhan

operasional

perusahaan seperti

pembelian bahan

baku, pembayaran

upah buruh,

pembayaran utang,

dan pembayaran

lainnya, dimana

tingkat

perputarannya

tidak melebihi

jangka waktu

operasi

normal

1. Kebutuhan

modal

2. Perputaran

modal

Ordinal Eugene. F

Brigham,

Joel. F

Houston

(2006)

14

No Variabel Definisi

Operasional

Indikator Jenis

Data

Sumber

Rujukan

perusahaan(1

tahun)

4. Migrasi Perpindahan

penduduk dari

suatu tempat ke

tempat yang lain

melewati batas

administrasi

dengan tujuan

menetap

(permanen) dan

tidak menetap (non

permanen). Migrasi

ini ingin melihat

berapa banyak

masyarakat yang

datang atau masuk

ke desa Pangkal

Jaya, Kecamatan

Nanggung,

Kabupaten Bogor

semenjak

meluasnya kegiatan

penambangan

tanpa izin (PETI).

1. Harian

2. Periodik

3. Musiman

4. Permanen

Ordinal Rusli 2012

5. t Tingkat

keselamat

an kerja

Keadaan dimana

tenaga kerja merasa

aman dan nyaman,

dengan perlakuan

yang didapat dari

lingkungan dan

berpengaruh pada

kualitas kerja, yang

dapat dilihat dari

tempat kerja yang

merupakan lokasi

dimana para

karyawan

melaksanakan

aktifitas kerjanya

dan mesin dan

peralatan yang

bagian dari

kegiatan

operasional dalam

proses produksi

1. Tempat

kerja

2. Mesin dan

peralatan

kerja

Ordinal Suma’ur

1996

15

No Variabel Definisi

Operasional

Indikator Jenis

Data

Sumber

Rujukan

yang biasanya

berupa alat – alat

berat dan ringan.

Tingkat Kesejahteraan

Kesejahteraan merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk mengukur

keadaan seseorang pada kondisi tertentu pada wilayah tertentu. Persatuan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberi batasan kesejahteraan sosial sebagai

kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu

atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan

meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat.

Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup tiga konsepsi yaitu: Pertama kondisi

kehidupan atau keadaan sejahtera yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan

jasmaniah, rohaniah, dan sosial. Kedua institusi, arena atau bidang kegiatan yang

melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang

menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial. Dan ketiga

aktivitas, yakni kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai

kondisi sejahtera (Suharto 2005).

Tabel 3 Definisi operasional tingkat kesejahteraan

No Variabel Definisi

Operasional

Indikator Jenis

Data

Sumber

Rujukan

1. Jenis

perolehan

sumber air

Merupakan

perolehan

sumber air untuk

pemenuhan

kebutuhan

fisiologis

1. Mata air

2. Sumur, ledeng

eceran

3. Ledeng

meteran

4. Sumur

bor/pompa

terlindung

5. Air minum

dalam

kemasan/isi

ulang

6. Lainnya......

Ordinal BPS

(2005)

2. Fasilitas

tempat

buang air

besar/WC

Merupakan jenis

fasilitas yang

dimiliki rumah

tangga

responden yang

digunakan untuk

aktivitas buang

air besar.

1. WC umum

2. WC bersama

tanah/semen

3. WC bersama

keramik

4. WC pribadi

Tanah /semen

5. WC pribadi

keramik

6. Lainnya,......

Ordinal BPS

(2005)

3. Jenis lantai Merupakan jenis 1. Tanah Ordinal BPS

16

No Variabel Definisi

Operasional

Indikator Jenis

Data

Sumber

Rujukan

bangunan

tempat

tinggal

lantai bangunan

terluas yang

menjadi tempat

tinggal rumah

tangga.

2. Bambu

3. Kayu murah

4. Kayu mahal

5. Keramik

6. Lainnya

(2005)

4. Jenis

dinding

terluas

Merupakan jenis

dinding

bangunan

terluas yang

menjadi tempat

tinggal rumah

tangga.

1. Rumbia

2. Bambu

3. Kayu kualitas

rendah

4. Tembok bata

5. Tembok beton

6. Lainnya,......

Ordinal BPS

(2005)

5.

Sumber

penerangan

Merupakan

sumber

penerangan

yang digunakan

oleh rumah

tangga

responden

dalam bangunan

tempat

tinggalnya.

1 Obor

2. Senter/

petromak

3. Listrik non

PLN

4. Listrik PLN

(bersama

tetangga)

5. Listrik PLN

6. Lainnya,.....

Ordinal BPS

(2005)

6. Tingkat

kesanggup-

an

pengobatan

Kesanggupan

untuk

memperoleh

pengobatan

yang layak

dalam satu tahun

terakhir

1. Pukesmas

2. Poliklinik

3. Rumah Sakit

4. Jasa Medis

lainnya,.......

Ordinal BPS

(2005)

7. Tingkat

pendapatan

Rata-rata hasil

(X) kerja berupa

uang yang

diperoleh tiap

individu per

bulan, tingkat

pendapatan

diukur

berdasarkan

rataan

pendapatan

rumah tangga

responden

X ≤ ½ SD :

rendah

½ SD < X < ½

SD : sedang

X ≥ ½ SD : tinggi

Ordinal BPS

(2005)

8. Tingkat

pendidikan

Tahapan

pendidikan yang

ditetapkan

berdasarkan

1. SD

2. SMP

3. SMA

4. Diploma

Ordinal UU RI

No. 20

Tahun

2003

17

No Variabel Definisi

Operasional

Indikator Jenis

Data

Sumber

Rujukan

tingkat

perkembangan

peserta didik,

tujuan yang

akan dicapai dan

kemampuan

yang

dikembangkan.

Jenjang

pendidikan

formal terdiri

dari pendidikan

dasar,

pendidikan

menengah dan

pendidikan

tinggi.

5. Sarjana

6. Master

7. Doktor

3. Tingkat

pengeluaran

Rata-rata (X)

konsumsi/pengel

uaran untuk

pemenuhan

kebutuhan

pangan,

pendidikan dan

kesehatan (non-

pangan).

Pengukuran

tingkat

pengeluaran

didasarkan pada

pengeluaran

rumah tangga

responden untuk

pemenuhan

kebutuhan

pangan dan

pendidikan dan

jasa (non-

pangan).

X ≤ ½ SD :

rendah

½ SD < X < ½

SD : sedang

X ≥ ½ SD :

tinggi

Ordinal BPS

(2005)

9. Kepemilik-

an alat

transportasi

utama

Merupakan jenis

alat transportasi

utama yang

dimiliki oleh

1. Gerobak

2. Sepeda

3. Sepeda motor

4. Mobil untuk

Ordinal BPS

2005

18

No Variabel Definisi

Operasional

Indikator Jenis

Data

Sumber

Rujukan

rumah tangga

responden

angkutan

umum

5. Mobil untuk

pribadi

6.Lainnya

10. Mata

pencaharian

Usaha atau

pekerjaan yang

dilakukan oleh

seseorang untuk

memperoleh

pendapatan.

Dalam

penelitian ini

akan melihat

perubahan-

perubahan yang

terjadi dari segi

jenis mata

pencaharian

masyarakat.

1. PNS/POL/

TNI

2. Swasta

3. Pedagang

4. Buruh

5. Petani

6. Wiraswasta

7. Ternak

8. Buruh harian

lepas

9. IRT

10. Lainnya

Ordinal Kariyasa

, Siregar,

Suradisa

stra, dan

Yusdja

11. Jenis

perolehan

pangan

Merupakan jenis

pangan yang

diperoleh untuk

pemenuhan gizi

seimbang

diperoleh dari

kesanggupan

mengkomsumsi

daging/telur/

ikan dalam

seminggu

1. Daging

2. telur dan susu

3. ayam

4. ikan

5. sayur-sayuran

6. buah-buahan

Ordinal BPS

2005

PENDEKATAN LAPANGAN

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif didukung oleh data

kualitatif. Pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode sensus rumah

tangga gurandil, kuesioner digunakan sebagai instrumen untuk mengumpulkan

informasi dari responden. Penelitian kuantitatif ini bersifat explanatory research

yang menjelaskan hubungan-hubungan kausal antara variebel melalui pengujian

hipotesa (Singarimbun dan Effendi 2006). Pendekatan kuantitatif diharapkan

dapat menjawab bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh faktor pendorong dan

aktivitas pertambangan emas tanpa izin terhadap kesejahteraan rumah tangga

gurandil yang dapat dilihat dari tingkat pendidikan, peluang kerja, tingkat

pendapatan, tingkat pengeluaran dan jenis pemukiman. Data kualitatif digunakan

dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan menggunakan

panduan pertanyaan untuk memahami secara mendalam dan rinci mengenai suatu

peristiwa, serta dapat menggali berbagai realitas, proses sosial, dan makna yang

berkembang dari orang-orang yang menjadi subjek penelitian. Informasi yang

diperoleh melalui pendekatan kualitatif ini digunakan sebagai interpretasi

terhadap data yang didapatkan dari pendekatan kuantitatif.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai dampak aktivitas pertambangan emas tanpa ijin

terhadap kesejahteraan rumah tangga gurandil dilakukan di Desa Pangkal Jaya,

Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Lampiran 1).

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena Desa

Pangkal Jaya merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan lokasi

pertambangan yaitu PT. Antam (Persero) Tbk Pongkor dan sebagian besar

masyarakat (85%) bekerja sebagai penambang tanpa izin atau yang lebih dikenal

dengan gurandil serta desa tersebut termasuk ke dalam kategori Ring 1.

Proses penelitian dimulai dari pembuatan proposal penelitian pada bulan

Desember 2014. Pengambilan data sekunder dilaksanakan pada bulan Januari

2015, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data primer (Lampiran 2).

Kegiatan penelitian ini terdiri dari kegiatan penyusunan proposal penelitian,

kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan

draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi.

Teknik Pemilihan Responden dan Informan

Populasi penelitian ini adalah keseluruhan masyarakat yang bekerja

sebagai gurandil yang ada di Desa Pangkal Jaya dengan unit analisis yaitu rumah

tangga. Penelitian ini menggunakan sensus terhadap seluruh rumah tangga

gurandil . Selanjutnya ditentukan sampel penelitian sebanyak 32 orang responden.

20

Pengambilan sample atau responden dalam penelitian ini menggunakan teknik

simple random sampling.

Informan adalah orang yang dapat menjelaskan dan memberikan

keterangan atau gambaran mengenai dirinya sendiri, keluarga, pihak lain dan

lingkunganya. Informan juga dikatakan sebagai pihak yang dapat mendukung

keberlangsungan informasi penelitian secara lancar. Adapun informan yang

diambil adalah instansi terkait dalam penelitian ini seperti perangkat Desa Pangkal

Jaya, tokoh masyarakat seperti ketua RT, ketua RW, dan gurandi serta

masyarakat. Banyaknya informan tidak dibatasi, akan tetapi informan tersebut

sudah dapat memberikan informasi yang relevan dan dapat membantu peneliti

dalam menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini.

Tabel 4 Pemilihan Informan

Kerangka Berfikir Informan

Faktor-faktor pendorong - Masyarakat

- Ketua RT

- Ketua RW

- Kepala Desa

Aktivitas gurandil - Gurandil

Kondisi kesejahteraan - Perangkat desa

- Ketua RT/RW

- Kepala desa

- Masyarakat

Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data

sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis baik

yang berupa tulisan ilmiah ataupun dokumen resmi dari instansi terkait.

Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang relevan

dan berguna mengenai penelitian ini. Data sekunder dapat diperoleh dari instansi

terkait data dari kantor kepala desa dan studi literatur penelitian sebelumnya yang

mendukung kebutuhan data mengenai fokus penelitian seperti profil desa,

masyarakat, kondisi geografis, demografis, sosial ekonomi dan budaya serta

tingkat kesejahteraan.

Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung pada lokasi penelitian.

Dalam melakukan pengamatan secara langsung, peneliti juga melakukan

wawancara mendalam kepada informan dengan mengacu pada panduan

pertanyaan dan kuesioner kepada responden. Pertanyaan-pertanyaan yang tertuang

di dalam kuesioner merupakan data dan informasi yang dibutuhkan dalam

menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. Kuesioner berisi variabel

faktor pendorong, tingkat aktivitas, dan lingkup kesejahteraan. Aturan dalam

penentuan nilai alpha yaitu jika nilai alpa > 0.90 maka realibilitas sempurna, jika

nilai alpha 0.70 < alpha < 0.90 maka reliabilitas tinggi, jika nilai alpha 0.70 <

alpha < 0.5 maka reliabilitas moderat, dan jika nilai alpha <0.5 maka reliabilitas

rendah. Dalam penelitian ini diperoleh hasil uji reliabilitas (Cronbach’s Alpha)

0,769 artinya kuesioner memiliki reliabilitas tinggi (Lampiran 3).

21

Tabel 5 Teknik pengumpulan data dan jenis data

Teknik Pengumpulan Data Data yang Dikumpulkan

Kuesioner 1. Karakteristik responden

2. Karakteristik rumah tangga

3. Aktivitas gurandil

4. Faktor pendorong

5. Tingkat kesejahteraan rumah tangga

6. Migrasi

Wawancara mendalam 7. Faktor-faktor pendorong

8. Aktivitas gurandil

9. Tingkat kesejahteraan rumah tangga\

10. Kebijakan tentang undang undang

Observasi lapangan dan

dokumentasi

11. Gambaran umum desa melalui profil desa

12. Kondisi tempat tinggal

13. Sarana dan prasarana

14. Cara pengolahan hasil tambang

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang diolah dan dianalisis yaitu

data kuantitaif dan data kualitatif. Data kuantitatif menggunakan aplikasi

Microsoft Excel 2007 dan SPSS for windows 16.0. Pembuatan tabel frekuensi,

grafik, diagram, serta tabel tabulasi silang untuk melihat data awal responden

untuk masing-masing variabel secara tunggal menggunakan aplikasi Microsoft

Excel 2007. Kemudian SPSS for windows 16.0 digunakan untuk membantu dalam

uji statistik dengan menggunakan Rank Spearman . Uji korelasi Rank Spearman

digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel yang

berskala ordinal dan tidak menentukan prasyarat data terdistribusi normal. Rank

Spearman digunakan untuk uji korelasi yang menghubungkan variabel faktor-

faktor pendorong, tingkat aktivitas gurandil serta adanya hubungan keduanya

dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil.

Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian

data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses

pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara

mendalam, observasi, dan studi dokumen. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk

mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak

perlu. Kedua ialah penyajian data yang berupa menyusun segala informasi dan

data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam

sebuah laporan. Penyajian data berupa narasi, diagram, dan matriks. Verifikasi

adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang

telah diolah pada tahap reduksi. Verifikasi dilakukan dengan mendiskusikan hasil

olahan data kepada responden, informan, dan dosen pembimbing. Seluruh hasil

penelitian dalam laporan skripsi.

22

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografis dan Lingkungan

Desa Pangkal Jaya merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

Nanggung, Kabupaten Bogor yang terletak antara 060 36’ Lintang Selatan dan

1060 33’ Bujur Timur dengan luas wilayah 370 Ha dengan jarak 2 kilometer dari

ibukota kecamatan, 45 kilometer dari ibukota kabupaten dan 187 kilometer dari

ibukota propinsi. Batas-batas wilayah desa adalah sebagai berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Kalong Liud,

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Bantar Karet,

3. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Nanggung dan Parakamuncang

(dengan batas kali), dan

4. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Hambaro.

Wilayah Desa Pangkal Jaya secara administratif merupakan Desa

Swakarsa yang terdiri dari 13 Rukun Warga (RW) dan memiliki 31 Rukun

Tetangga (RT). Sebagian besar wilayah Desa Pangkal Jaya adalah bukit dengan

kemiringan antara 150 - 200 di sebelah timur dibatasi oleh perbukitan “Sibentang”

yang sekaligus menjadi batas dengan Desa Hambaro, dan di sebelah selatan

dengan bukit/Gunung Butak dan Bukit/Gunung Malang yang menjadi batas

dengan Desa Bantar karet. Komposisi penggunaan lahan di Desa Pangkal Jaya

lebih dominan digunakan sebagai pertanian padi sawah, perumahan dan pertanian

tanah kering. Penggunaan tanah yang besar dalam bidang pertanian memiliki

andil yang besar mengingat curah hujan di Desa Pangkal Jaya cukup tinggi

sehingga mendukung potensi pertanian.

Tabel 6 Jumlah dan persentase luas lahan menurut jenis pemanfaatan di Desa

Pangkal Jaya tahun 2013

Jenis Penggunaan Luas lahan

Hektar (Ha) Persentase (%)

Sawah Tadah Hujan 122.00 32.97

Kebun/hutan rakyat 114.00 30.81

Pemukiman dan Pekarangan 74.00 20.00

Lain-lain 34.40 9.30

Sawah Setengah Teknis 24.00 6.49

Sarana Pendidikan 0.80 0.21

Sarana Peribadatan 0.50 0.14

Danau/Situ 0.30 0.08

Total 370.00 100.00

Sumber: Data Profil Desa Pangkal Jaya Tahun 2013

24

Desa Pangkal Jaya merupakan desa berbatasan langsung dengan PT.

Antam (Persero) Tbk Pongkor yang membantu masyarakat dengan menangani

masalah jalan dan beberapa sarana dan prasarana yang ada di Desa Pangkal Jaya.

Desa Pangkal Jaya ini juga dialiri oleh sebuah sungai yang besar yaitu sungai

Cikaniki. Selain itu, desa Pangkal Jaya memiliki sebuah danau yang dinamakan

dengan “situ saat”. Danau yang sangat asri yang dikelilingi oleh berbagai

tumbuhan dan pepohonan membuat daerah di sekelilingnya begitu indah. Akan

tetapi, lokasi yang sangat jauh untuk dijangkau tidak memungkinkan untuk

berkunjung secara terus menerus terutama akses menuju danau sangat tidak

memadai. Jalan yang sangat berbahaya harus dilalui untuk menuju danau tersebut.

Di bidang transportasi, sarana transportasi yang menghubungkan desa dengan

wilayah sekitarnya termasuk lancar. Hal ini di buktikan dengan tersedianya

angkutan umum menuju Desa Bantar Karet yang melewati Desa Pangkal Jaya.

Fasilitas transportasi ini memudahkan akses masyarakat terhadap fasilitas publik

seperti pendidikan, perdagangan, dan lainnya.

Kondisi Demografi dan Ekonomi Sosial Budaya

Kependudukan

Penduduk Desa Pangkal Jaya berdasarkan data perkembangan jumlah

penduduk tahun 2014 tercatat sebanyak 7 417 Jiwa. Menurut hasil sensus

penduduk Tahun 2013 tercatat sebanyak 7 039 Jiwa, tahun 2012 sebanyak 6 824

jiwa, tahun 2011 sebanyak 6 578 Jiwa. Jumlah rumah tangga di Desa Pangkal

Jaya tahun 2011, sebanyak 1 753 kepala keluarga, tahun 2012, sebanyak 1 888

kepala keluarga, tahun 2013 sebanyak 1 932 kepala keluarga, tahun 2014

berjumlah 2 010 kepala keluarga.

Tabel 7 Jumlah penduduk Desa Pangkal Jaya tahun 2011-2014

Tahun Jumlah Penduduk (jiwa)

2011 6 578

2012 6 824

2013 7 039

2014 7 417

Sumber: Data Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Pangkal Jaya

Tabel 8 Jumlah dan persentase penduduk Desa Pangkal Jaya menurut jenis

kelamin tahun 2014

No Jenis Kelamin Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase (%)

1 Laki-laki 4 028 54.31

2 Perempuan 3 389 45.69

Jumlah 7 417 100.00

Sumber: Data Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Pangkal Jaya Tahun 2014

Dari data jumlah penduduk dan luas wilayah dapat dihitung kepadatan

penduduk geografis Desa Pangkal Jaya. Kepadatan penduduk geografis

dinyatakan dengan jumlah jiwa tiap km2

luas wilayah. Dengan demikian

kepadatan penduduk geografis Desa Pangkal Jaya adalah 20.05 jiwa/km2

25

Tabel 9 Data penduduk yang tersebar menurut RW/Dusun

No RW/Dusun

Jumlah

Penduduk

(jiwa)

Persentase

(%)

1 RW 01 (Kampung Parengpeng) 477 6.43

2 RW 02 (Kampung Tapos) 429 5.78

3 RW 03(Kampung Kirayam) 677 9.13

4 RW 04 (Kampung Ciketug lebak) 399 5.38

5 RW 05 (Kampung Ciketug Tonggo) 418 5.64

6 RW 06 (Kampung Pangkalan Wetan) 538 7.25

7 RW 07 (Kampung Pangaduan Kuda) 1 101 14.84

8 RW 08 (Kampung Pangaduan Kuda) 855 11.53

9 RW 09 (Kampung Wates) 553 7.46

10 RW 10 (Kampung Wangun) 387 5.22

11 RW 11 (Kampung Ciketug Tengah) 578 7.79

12 RW 12 (Kampung Pangkalan Kulon) 512 6.90

13 RW 13 (Kampung Tapos) 493 6.65

Jumlah 7 417 100.00

Sumber: Data Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Pangkal Jaya Tahun 2014

Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan adalah pekerjaan apa yang dilakukan oleh penduduk

Desa Pangkal Jaya sebagai sumber mata pencaharian utama bagi keluarganya.

Dengan adanya lahan pertanian yang cukup luas, masyarakat atau penduduk Desa

Pangkal Jaya memiliki peluang untuk bekerja di bidang pertanian. Akan tetapi

dengan berkembangnya berbagai macam jenis pekerjaan menjadikan penduduk

desa pekerja sebagai buruh atau buruh harian lepas dan wiraswasta. Selain itu

penduduk juga sebagian kecil bekerja sebagai karyawan swasta, pedangang

keliling, petani, PNS, buruh tani, karyawan swasta dan karyawan pemerintahan

26

Tabel 10 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa

Pangkal Jaya tahun 2014

Jenis Pekerjaan Jumlah

Orang Persentase (%)

Wiraswasta* 983 40.37

Buruh* 707 29.03

Pedagang Keliling 382 15.69

Buruh Harian Lepas* 173 7.10

Petani 88 3.61

Karyawan Swata 53 2.18

Pensiunan 13 0.53

Pegawai Swasta 11 0.45

PNS 9 0.37

Karyawan Pemerintahan 8 0.33

Supir 7 0.29

Peternak 1 0.04

Jumlah 2 435 100.00

Keterangan *: termasuk ke dalam pekerjan gurandil

Sumber: Data Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Pangkal Jaya Tahun 2014

Dari data perkembangan jumlah penduduk Desa Pangkal Jaya tahun 2014,

tidak ada yang menyebutkan secara resmi atau tertulis tentang mata pencaharian

penduduk sebagai penambang gurandil. Pekerjaan tersebut ditulis secara resmi

sebagai buruh, buruh harian lepas dan wiraswasta. Berdasarkan jumlah penduduk

yang bekerja menurut jenis kelamin dapat dijelaskan bahwa perempuan memilih

untuk tidak bekerja dan menjadi ibu rumah tangga. Dari data di atas juga dapat

dilihat penduduk yang bekerja sebagai buruh tani adalah penduduk yang berumur

sudah tua dan tidak kuat lagi untuk melakukan pekerjaan seperti penambang

gurandil.

Tabel 11 Jumlah penduduk menurut umur di Desa Pangkal Jaya tahun 2014

No Kelompok Umur

(tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah

Persentase

(%)

1 0-6 283 228 511 6.89

2 7-12 511 464 975 13.15

3 13-18 508 505 1 013 13.66

4 19-25 616 525 1 141 15.38

5 26-40 1 020 866 1 886 25.43

6 41-55 710 548 1 258 16.96

7 56-65 223 150 373 5.03

8 65-75 123 82 205 2.76

9 ≥ 75 34 21 55 0.74

Jumlah 4 028 3 389 7 417 100.00

Sumber: Data Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Pangkal Jaya Tahun 2014

27

Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sehingga

pendidikan adalah sebuah investasi (modal) di masa yang akan datang. Pada

umumnya tingkat pendidikan di Desa Pangkal Jaya adalah Sekolah Dasar (SD).

Tabel 12 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa

Pangkal Jaya tahun 2013

Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah Persentase

(%)

Tidak Tamat SD 998 655 1 653 23.94

SD 2 488 2 138 4 626 66.99

SLTP 252 152 404 5.85

SLTA 153 48 201 2.91

D3 5 10 15 0.21

Sarjana 4 2 6 0.09

Pasca Sarjana 1 - 1 0.01

Jumlah 3 901 3 005 6 906 100.00

Sumber: Data Profil Desa Pangkal Jaya Tahun 2013

Kondisi Sarana dan Prasarana

Desa Pangkal Jaya memiliki saran dan prasarana baik di bidang

pendidikan, keagamaan, maupun dalam bidang kemasyarakatan lainnya. Sarana

dan prasarana yang digunakan oleh keluarga gurandil antara lain PAUD, SD, dan

MTs karena sebagian gurandil memiliki anak dan bersekolah di sekolah tersebut

yang berada dekat dengan tempat tinggal mereka.

Tabel 13 Sarana dan prasarana pendidikan di Desa Pangkal Jaya

No Nama Sekolah Jenjang Status Lokasi

1 PAUD Kakatua PAUD Swasta Kp. Pangaduan Kuda

2 PAUD Darussa’adah PAUD Swasta Kp. Ciketug

3 PAUD Al-Muhimmah PUD Swasta Kp. Tapos

4 SDN Pangkal Jaya SD Negeri Kp. Parengpeng

5 SDN Ciketug SD Negeri Kp. Pangkalan

6 SDN Wates SD Negeri Kp. Pangaduan Kuda

7 SDN Tapos SD Negeri Kp. Tapos

8 MTsS Al- Madaniyah SLTP Swasta Kp. Pangaduan Kuda

Sumber: Data Profil Desa Pangkal Jaya Tahun 2013

Berdasarkan sarana dan prasarana beribadatan, yang paling sering

digunakan oleh gurandil adalah majlis taklim. Hal ini terlihat dari, selain bekerja

untuk memenuhi kebutuhan keluarga gurandil juga tergabung dalam kelompok

pengajian yang dilakukan satu kali dalam seminggu. Kegiatan tersebut bertempat

di majlis taklim di setiap kampung.

28

Tabel 14 Sarana dan prasarana peribadatan Desa Pangkal Jaya

No Jenis Jumlah (unit)

1 Masjid 14

2 Mushola 12

3 Majlis Taklim 8

4 Madrasah 6

Sumber: Data Profil Desa Pangkal Jaya Tahun 2013

Selain sarana dan prasarana di atas juga terdapat beberapa sarana dan

prasarana yang ada di desa seperti sarana irigasi yang digunakan untuk sawah

irigasi walaupun belum dapat dikatakan baik, jalan desa, jembatan, poskamling

dan tempat pertemuan atau balai desa. Di desa ini belum ada pos posyandu yang

tetap. Dalam bidang pemasaran juga terdapat warung-warung yang menjual

makanan, sembako dan juga sayur mayur. Fasilitas pasar belum ada di desa ini.

Hal ini menyebabkan masyarakat sering mengalami kesulitan dalam memasarkan

usahataninya. Guna mempercepat proses pembangunan dan kelancaran

pelaksanaan pemerintahan daerah, di Desa Pangkal Jaya terdapat beberapa

lembaga pendukung antara lain PKK, lembaga MUI yang menanungi bidang

keagamaan, kelompok tani, dan lembaga pendidikan lainnya seperti pondok

pesantren.

Kondisi Sosial Budaya

Tantangan dalam pembangunan kesejahteraan sosial meliputi proses

globalisasi dan industrialisasi serta krisis ekonomi dan politik yang

berkepanjangan. Dampak yang dirasakan diantaranya semakin berkembang dan

meluasnya bobot, jumlah dan kompleksitas berbagai masalah sosial. Keadaan ini

bisa dilihat dan diamati dari data tabel 15 Penyandang Masalah Kesejahteraan

Sosial (PMKS).

Tabel 15 Kondisi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PKMS) Di Desa

Pangkal Jaya tahun 2013

Sumber: Data Profil Desa Pangkal Jaya Tahun 2013

Dari tabel 15 menunjukkan bahwa terdapat 786 keluarga yang tergolong

miskin sosial dan 262 tergolong keluarga yang memiliki rumah tidak layak huni.

Kondisi di atas sedikit-sedikit semakin berkurang dengan adanya bantuan dari

pemerintahan untuk keluarga miskin.

Masalah Kesejahteraan Sosial Jumlah

Keluarga Miskin Sosial 786

Keluarga Rumahnya tidak Layak Huni 262

Penyandang Cacat 8

Eks Narapidana 6

Pemulung 2

29

FAKTOR PENDORONG MUNCULNYA PENAMBANG EMAS

TANPA IZIN (GURANDIL)

Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini terdapat 32 gurandil yang bekerja sebagai

yang tinggal di Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.

Gurandil yang ada di Desa Pangkal Jaya mempunyai ciri yang terdiri dari tiga

karakteristik yaitu gurandil cetek (kecil), gurandil biasa, dan gurandil tong.

Tabel 16 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan kategori umur

di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Ketegori Umur

(tahun)

Gurandil Cetek Gurandil Biasa Gurandil Tong

n % n % n %

15-19 0 0.00 1 12.50 0 0.00

20-24 1 6.25 2 25.00 2 25.00

25-29 4 25.00 0 0.00 2 25.00

30-39 5 31.25 4 50.00 4 50.00

40-44 4 25.00 1 12.50 0 0.00

45-49 2 12.50 0 0.00 0 0.00

Total 16 100.00 8 100.00 8 100.00

Kategori umur dalam penelitian ini didasarkan pada kategori umur

menurut Rusli (2012). Dalam penelitian ini, umur dikelompokkan berdasarkan

kategori gurandil yaitu gurandil cetek, gurandil biasa, dan gurandil tong.

Berdasarkan hasil penelitian, umur responden berkisar dari 19 tahun sampai

dengan 45 tahun. Gurandil cetek merupakan gurandil yang memiliki jumlah

paling banyak dibandingkan gurandil biasa dan gurandil tong. Kategori umur 30-

39 tahun gurandil cetek memiliki persentase 31.25%, gurandil biasa memiliki

50.00%, dan gurandil tong memiliki 50.00%. Jika dilihat dari rata-rata umur

responden yang bekerja sebagai penambang gurandil yaitu umur 32 tahun.

Berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas responden dalam penelitian di Desa

Pangkal Jaya dapat dilihat dari tabel 17.

30

Tabel 17 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat

pendidikan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Gurandil Cetek Gurandil Biasa Gurandil Tong

n % n % n %

SD/ Sederajat-Tidak

Tamat

7 43.75 5 62.50 4 50.00

SD-Tamat 7 43.75 1 12.50 1 12.50

SMP/ Sederajat-Tidak

Tamat

1 6.25 0 0.00 0 0.00

SMP/ Sederajat-Tamat 1 6.25 0 0.00 1 12.50

SMA/ Sederajat-Tamat 0 0.00 2 25.00 2 25.00

Total 16 100.00 8 100.00 8 100.00

Berdasarkan tabel 17 di atas menunjukkan bahwa, tingkat pendidikan

sebagian besar responden tergolong rendah yaitu tidak tamat SD/Sederajat atau

tidak sekolah. Sebanyak 7 orang atau 43.75% dari gurandil cetek, 5 orang atau

62.50% dari gurandil biasa, dan 4 orang atau 50.00% dari gurandil tong memiliki

pendidikan SD/Sederajat-Tidak tamat. Sebanyak 7 orang atau 43.75% dari

gurandil cetek, 1 orang atau 12.50% dari gurandil biasa, dan 1 orang atau 12.50%

dari gurandil tong memiliki pendidikan SD-Tamat. Sedangkan responden yang

memiliki pendidikan SMP/Sederajat-Tidak tamathanya terdapat pada gurandil

cetek yaitu sebanyak 1 orang atau 6.25%, serta responden yang memiliki

pendidikan SMA/Sederajat-Tamat terdapat pada gurandil biasa dan gurandil tong

yaitu masing masing 2 orang atau 25.00%.

Rendahnya tingkat pendidikan responden disebabkan karena kesulitan

ekonomi keluarga yang tidak mampu untuk membayar uang pendidikan. Dengan

bekerja di bidang pertanian masyarakat Desa Pangkal Jaya tidak bisa mencukupi

dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Oleh karena itu dengan adanya potensi

sumber daya alam yaitu potensi penambangan emas yang ada di Gunung Pongkor

menyebabkan masyarakat di Desa Pangkal Jaya beralih profesi sebagai

penambang gurandil atau tikus yang akan menghasilkan uang lebih cepat dari

pada di bidang pertanian.

Tabel 18 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan luas lahan yang

dimiliki di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Gurandil Cetek Gurandil Biasa Gurandil Tong

n % n % n %

Rendah ( ≤ -5.89 m) 0 0.00 0 0.00 0 0.00

Sedang ( -5.90 – 4

403.95 m)

13 81.25 5 62.50 8 100.00

Tinggi (4 403.96 –

20 080 m)

3 18.75 3 37.50 0 0.00

Total 32 100.00 8 100.00 8 100.00

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, responden yang rata-rata memiliki

luas lahan dalam kategori sedang yaitu dengan luas lahan yang dimiliki antara -

31

5.90 sampai 4 403.95 meter. Sebanyak 13 orang atau 81.25% dari gurandil cetek,

5 orang atau 62,50%, dan 8 orang atau 100.00% dari gurandil tong memiliki luas

lahan dalam katerogi sedang. Sedangkan responden yang memiliki luas lahan

yang termasuk kategori tinggi adalah gurandil cetek (3 orang atau 18.75%) dan

gurandil biasa (3 orang atau 37.50%). Lahan yang dimiliki oleh gurandil cetek

pada umumnya merupakan sebuah warisan dari orang tua atau keluarga dan lahan

yang dimiliki oleh gurandil biasa merupakan warisan serta pembelian dari hasil

bekerja sebagai gurandil. Sedangkan pada guradil tong pada umumnya lahan yang

dimiliki merupakan hasil setelah bekerja sebagai gurandil dan rata-rata digunakan

untuk perumahan atau tempat tinggal.

Faktor Sosial

Faktor sosial merupakan salah satu faktor pendorong masuknya

penambang gurandil/tikus ke suatu daerah yaitu Desa Pangkal Jaya yang dapat

dilihat dari tingkat hubungan antar pihak baik antara masyarakat dengan

masyarakat maupun masyarakat desa dengan pihak pertambangan resmi yaitu PT.

Antam (Persero) Tbk UPBE Pongkor. Desa Pangkal Jaya merupakan salah satu

desa yang berbatasan langsung dengan pusat pertambangan yaitu di Gunung

Pongkor yang memiliki jumlah penambang tanpa izin atau penambang

gurandil/tikus hampir sama dengan Desa Bantar Karet dan Cisarua.

Berdasarkan hasil penelitian, jika dilihat dari hubungan yang terjadi antar

sesama warga dalam melakukan kegiatan sehari hari tergolong baik. Adanya

gotong royong, kerja bakti yang terjadi untuk kepentingan bersama sering

dilakukan misalnya dalam pembuatan fasilitas umum seperti pembuatan mesjid

untuk beribadah dan jalan umum. Dalam menjalin silaturrahmi, masyarakat

asli/pribumi mengadakan pengajian secara rutin seminggu sekali. Pengajian

tersebut diadakan secara bergeliran karena lokasi antar kampung yang ada di desa

sangatlah jauh.

“Dari dulu sampai sekarang neng, alhamdulillah orang orang sini

hubungannya baik-baik aja. Sering ngaji bareng, bikin mesjid buat

ibadah. Ya alhamdulillah pada mau gotong royong buat keperluan

bersama. Jika ada yang sakit, kalo kita bisa bantu ya pasti dibantu neng,

misalnya ngumpulin duit buat biaya berobat”. (NL, 2015)

Menurut penuturan salah satu ketua RT di Desa Pangkal Jaya, jika dilihat

hubungan antar warga asli dengan pendatang tidak begitu baik karena adanya

perbedaan seperti prinsip, kesempatan dalam mengakses layanan atau fasilitas

publik, bersaing dalam mendapatkan pekerjaan. Masyarakat asli/pribumi sangat

sulit untuk mendapakan pekerjaan yang memadai dan dapat memenuhi kebutuhan

keluarga. Dengan masuknya masyarakat bukan pribumi menyebabkan adanya

suatu kompetisi dalam hal mendapatkan pekerjaan atau bekerja salah satunya

adalah bekerja sebagai gurandi/penambang emas tanpa ijin yang berlokasi di

Gunung Pongkor. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

meningkatnya jumlah gurandil yang beroperasi di gunung tersebut.

32

“Tahun 90-an, terjadi konflik antar orang sini dengan orang pendatang

dari Banten. Masalahnya itu muncul karena perebutan untuk menjadi

gurandil, masalah hutang yang belum dibayar. Rumah dipinggir jalan

menjadi target. Jadikan kita takut dan harus lebih hati-hati lagi”. (MR,

2015)

Perbedaan-perbedaan tersebut mulai berubah menjadi persamaan tujuan

ketika warga pendatang telah menjadi warga Desa Pangkal Jaya dengan cara

menikah atau membawa keluarga untuk menetap di Desa Pangkal Jaya. Dapat di

simpulkan bahwa warga asli/ pribumi tidak bisa menerima secara langsung orang

asing yang masuk ke desa mereka.

Berdasarkan hasil penelitian, jika dilihat hubungan yang terjalin antara

masyarakat dengan pihak perusahaan PT. Antam (Persero) Tbk UPBE Pongkor

tergolong kurang harmonis. Hubungan terjadi ketika perusahaan baru beroperasi

dengan saat ini mulai renggang. Hubungan tersebut terlihat juga dari banyaknya

masyarakat yang tidak bisa bekerja di pertambangan dan pihak pertambangan

lebih membutuhkan orang-orang yang mempunyai pendidikan dan keterampilan

yang lebih baik. Selain itu juga terlihat bahwa,

Masyarakat atau warga desa ini sekarang dipersulit untuk mencari

nafkah untuk anak istri. Sekarang ada peraturan jika gurandil terkena

razia atau terkangkap, langsung dibawa ke Cibinong tidak lagi sebatas

di polsek Nanggung. Yang dahulunya bisa diselesaikan dengan cara

keluarga dan musyawarah sekarang malah malah dibikin ribet neng.

Belum lagi ongkosnya”. (AM, 2015)

Hal tersebut juga dijelaskan oleh salah seorang gurandil yang berasal dari

Desa Pangkal Jaya,

“Sekarang hubungan masyarakat sama Antam tidak baik. Beberapa

bulan kemaren, gurandil-gurandil pada ditanggap walaupun tidak

masuk ke lubang perusahaan. Ratusan orang ditanggap dari desa lain

juga banyak. Ada juga yang langsung main fisik di dalam lubang.

Sebagai warga sini tidak senang dengan perlakuan itu, jadi kita kemaren

mengadakan demo sebagai penolakanlah istilahnya dengan

mengumpulkan gurandil-gurandil dari berbagai desa agar gurandil

yang ditangkap dibebaskan”. (AU, 2015)

Dapat disimpulkan, semakin tinggi atau semakin baik hubungan yang terjadi

sesama warga asli, maupun dengan warga pendatang, maka semakin tinggi tingkat

tingkat kepercayaan dan semakin banyak orang yang berdatangan baik untuk

bekerja maupun untuk hal lainnya. Sedangkan semakin kurang baik hubungan

masyarakat dengan pihak perusahaan, maka semakin tinggi atau semakin banyak

orang yang menjadi penambang tanpa izin.

33

Faktor Hukum

Indonesia merupakan negara yang berlandaskan pada hukum yang berlaku

di setiap sektor. Sektor pertambangan merupakan salah satu sektor yang memiliki

peraturan yang diatur dalam undang-undang pertambangan dan memiliki landasan

hukum dalam pengoperasiannya. Dalam penelitian ini, faktor hukum merupakan

suatu faktor yang dapat mendorong munculnya pertambangan tanpa izin atau

penambang gurandil/tikus dilihat dari tingkat kelemahan dalam penegakan atau

penerapan undang-undang atau hukum itu sendiri. Hukum yang berlaku di

Indonesia khususnya di sektor pertambangan telah banyak tertulis dalam undang-

undang salah satunya adalah Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 pasal 33

ayat 3, “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Dari

pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa hasil pertambangan merupakan suatu

kekayaan alam yang diambil atau digali dalam perut bumi, yang dipergunakan

untuk mensejahteraan rakyatnya. Akan tetapi tidak terjadi pada masyarakat kecil

yang tinggal di sekitar pertambangan.

Hasil penelitian menunjukaan bahwa, dari semua responden memiliki

pendapat yang berbeda-beda tentang hukum di sektor pertambangan. Sejumlah 14

orang responden (43.80%) tidak mengetahui akan adanya undang-undang yang

mengatur tentang pertambangan dan juga peraturan tentang larangan bagi

penambang tanpa izin atau penambang gurandil/tikus. Hal ini dapat dikatakan

tingkat pengetahuan atau pemahaman responden terhadap hukum sangat rendah.

Tingkat pengetahuan responden yang tergolong sedang yaitu sebanyak 8

responden (25.00%), sedangkan tergolong tinggi sebanyak 10 responden

(31.20%). Responden tidak mengetahui adanya hukum yang mengatur disebabkan

karena mereka memiliki keterbatasan untuk menggali informasi karena kesulitan

untuk mendapatkan tingkat pendidikan yang berkualitas.

Gambar 2 Grafik jumlah dan persentase total responden gurandil berdasarkan

tingkat pengetahuan tentang hukum pertambangan di Desa Pangkal

Jaya tahun 2015

Rendah Sedang Tinggi

Jum

lah

34

Tabel 19 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat

pengetahuan tentang hukum pertambangan di Desa Pangkal Jaya

tahun 2015

Kuesioner penelitian, terdapat pertanyaan mengenai peraturan tentang

pertambangan apakah telah memihak ke masyarakat terutama masyarakat di

sekitar pertambangan. Pada umumnya responden menjawab dengan jawaban

tidak. Siapa yang melangggar akan ditangkap dan dihukum. Hal ini karena

peraturan yang telah dibuat dan ditetapkan pada saat ini tidak berlaku untuk

kalangan atas seperti pihak swasta maupun pemerintah. Zaman sekarang peraturan

atau hukum hanya berlaku pada rakyat kecil atau rakyat yang tidak berdaya.

Hukum di negara Indonesia masih perlu ditegakkan. Dengan adanya kelemahan

dalam menegakkan hukum di sektor pertambangan menyebabkan maraknya

berbagai aktivitas atau kegiatan yang tidak mempunyai izin dalam

pelaksanaannya.

“Justru dengan tidak adanya regulasi yang kuat atau ketegasan

peraturan, ya orang luar itu setidaknya di beri sanksi misalnya tidak

boleh untuk menambang di gunung pongkor, yang menyebabkan kali

cikaniki kotor sebenarnya orang luar, tapi orang luar/warga pendatang

yang telah berhasil yang telah memiliki anak buah untuk menambang,

akan tetapi yang diberi sanksi atau hukuman adalah warga asli desa.

Masyarakat hanya berfikiran, kekayaan alam merupakan hak kita

semua, misalnya terdapat potensi emas di dalam laut, di gunung atau di

tempat lain jika kita bisa kenapa tidak kita ambil apalagi emas tersebut

di wilayah kita sendiri”. (AM, kepala desa)

Tingkat pengetahuan terhadap hukum Jumlah Persentase (%)

1. Cetek

Rendah 8 50.00

Sedang 0 0.00

Tinggi 8 50.00

2. Biasa

Rendah 4 50.00

Sedang 0 0.00

Tinggi 4 50.00

3. Tong

Rendah 5 62.50

Sedang 0 0.00

Tinggi 3 37.50

Total

Rendah 14 43.80

Sedang 8 25.00

Tinggi 10 31.20

32 100.00

35

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor hukum

merupakan faktor pendorong yang sangat kuat yang menyebabkan munculnya

para penambang baik dari dalam maupun dari luar desa. Hal tersebut disebabkan

karena kurangnya dalam penerapan atau penegakan hukum yang terjadi di areal

pertambangan terhadap para gurandil walaupun hukum tentang pertambangan

telah ada dan baik. Kurangnya penegakan hukum tersebut dikarenakan oleh

pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab atau tidak tegas pada posisi bekerja,

misalnya adanya relasi/jaringan atau kerjasama yang terjadi antar penjaga

keamanan dengan gurandil gurandil yang memiliki modal yang cukup.

Faktor Ekonomi

Selain faktor sosial dan hukum, faktor ekonomi juga merupakan salah satu

faktor yang memicu adanya aktivitas penambang tanpa izin atau penambang

gurandil. Desa Pangkal Jaya merupakan desa dengan areal pertanian yang luas.

Bekerja di bidang pertanian tidak mencukupi dalam memenuhi kehidupan sehari

hari seperti kebutuhan pangan, maupun pendidikan anak sekolah, sehingga akan

menyebabkan masyarakat untuk mencari pekerjaan yang dapat menghasilkan

uang dengan cepat salah satunya adalah menjadi penambang gurandil.

Berdasarkan hasil penelitian, responden memilih bekerja sebagai gurandil

karena berbagai faktor seperti tidak memerlukan modal yang tinggi seperti tingkat

pendidikan yang tinggi, keterampilan yang tinggi, mempunyai pengalamn kerja.

Hal ini selaras dengan tingkat pendidikan masyarakat di Desa Pangkal Jaya

mayoritasnya adalah tidak sekolah atau tidak tamat SD. Jika dilihat hanya

beberapa orang yang mempunyai pendidikan sampai Sekolah Menengah

Atas/Sederajat. Selain itu pada saat ini, masyarakat tidak tertarik untuk bekerja di

sektor pertanian karena membutuhkan waktu yang lebih lama. Bekerja sebagai

penambang gurandil memiliki resiko yang paling berbahaya yaitu kecelakaan

tambang yang akan memyebabkan kematian. Akan tetapi karena masalah

ekonomi masyarakat tidak mempunyai pilihan lain untuk mengidupi keluarganya.

Dilihat dari tingkat keterampilan dan keahlian masyarakat khususnya di

Desa Pangkal Jaya, keterampilan bekerja yang paling tinggi adalah bertani. Tidak

banyak warga yang bekerja dan mempunyai keterampilan yang memadai. Dari

responden yang bekerja sebagai penambang gurandil terdapat salah satu anggota

keluarga yang bekerja di PT. Antam (Persero) Tbk UPBE Pongkor, karena

memiliki keterampilan dan pendidikan yang sesuai syarat minimal untuk bekerja

di perusahaan pertambangan. Selain itu faktor ekonomi yang menyebabkan

munculnya para penambang gurandil adalah tingkat pengganguran yang tinggi.

Pengangguran adalah kondisi dimana seseorang tidak bekerja dan harus

bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup. Menurut BPS (2012)

tingkat pengangguran di Kaupaten Bogor mencapai 222 040 orang atau10.75%

dari jumlah 2 175 470 angkatan kerja. Jumlah pengangguran di kabupaten bogor

naik 0.11% dari tahun 2010 atau sebanyak 205 032 orang 10.64%. pada tahun

2011, pengangguran 222 638 orang atau 10.73% dari total angkata kerja. Desa

Pangkal Jaya menjadi target untuk menjadi tempat para penambang gurandil

karena letak Desa Pangkal Jaya tidak jauh dari lokasi penambang dan jika

membutuhkan pengeluaran untuk transportasi tidak besar.

36

Keterbatasan yang dimiliki oleh masyarakat Desa Pangkal Jaya

berhubungan erat dengan tingkat pendapatan. Rendahnya pendapatan yang

diperoleh dari pekerjaan sebelumnya tidak mencukupi untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari semakin mahal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pekerjaan masyarakat Desa Pangkal Jaya sebelum bekerja sebagai gurandil adalah

masih pelajar, tidak bekerja, petani, buruh, dan pedagang asongan. Dari pekerjaan

tersebut diperoleh pendapatan sebagai berikut:

Gambar 3 Grafik jumlah dan persentase total responden gurandil berdasarkan

pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun

2015

Berdasarkan gambar 3, dapat disimpulkan bahwa responden sebelum

bekerja sebagai gurandil memiliki pendapatan Rp 0 sampai Rp 5 400 000 per

bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata pendapatan responden sebelum

bekerja sebagai gurandil adalah Rp 1 781 563 per bulan yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari.

37

Tabel 20 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat

pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun

2015

Kategori Jumlah Persentase (%)

1. Cetek

Rendah 7 43.80

Tinggi 6 37.50

Sedang 3 18.70

2. Biasa

Rendah 4 50.00

Tinggi 2 25.00

Sedang 2 25.00

3. Tong

Rendah 3 37.50

Tinggi 3 37.50

Sedang 2 25.00

Total

Rendah ( ≤ Rp 976 401) 13 40.625

Sedang (Rp 976 402- Rp2 586 723) 9 28.125

Tinggi (Rp 2 586 733- Rp 5 400 000) 10 31.25

Total 32 100.00

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sebanyak 13 orang responden

sebelum bekerja sebagai gurandil memiliki penghasilan rendah yaitu ≤ Rp 976

401. Sebanyak 9 orang memiliki penghasilan sedang yaitu Rp 976 402- Rp2 586

723 serta 10 orang responden memiliki penghasilan sebesar Rp 2 586 733- Rp 5

400 000. Tingginya tingkat pendapatan yang diperoleh oleh responden tidak

mencukupi untuk memenuhi kebutuhan karena masyarakat Desa Pangkal Jaya

pada umumnya tergolong ke dalam masyarakat yang konsumtif (lebih

mengutamakan membeli kebutuhan sekunder maupun tersier).

38

AKTIVITAS PERTAMBANGAN EMAS TANPA IZIN

(GURANDIL)

Identifikasi Tingkat Aktivitas Gurandil di Desa Pangkal Jaya

Aktivitas pertambangan tanpa izin merupakan suatu aktivitas

pertambangan yang tidak diperbolehkan berdasarkan undang-undang

pertambangan yang berlaku. Pertambangan tanpa izin tidak hanya terjadi di

Gunung Pongkor saja akan tetapi di berbagai daerah lainnya seperti di daerah

Sawah Lunto Sumatra Barat juga terdapat penambang tanpa izin. Penambang

tersebut dalam penelitian ini lebih dikenal dengan sebutan penambang

gurandil/tikus yang dilakukan oleh individu atau sekelompok orang yang

memiliki hubungan kekeluargaan dan tidak memiliki izin dalam beroperasinya.

Mayoritas penambang gurandil yang berasal dari Desa pangkal Jaya ini adalah

anak-anak muda yang putus sekolah karena tidak mempunyai biaya yang cukup

untuk melanjutkan pendidikan mereka dan telah memiliki tanggung jawab sendiri

untuk menghidupi keluarganya. Aktivitas penambang gurandil telah dimulai

sebelum PT. Antam (Persero) Tbk UPBE Pongkor berdiri.

“Dulu orang sukabumi yang menikah dengan orang sini sering ke gunung

pongkor untuk mencari kayu bakar, rumput buat ternak. Akan tetapi dia

mencoba melihat melihat dan menggali tanah untuk di angkut untuk

keperrluan ke rumahnya. Dari situ orang orang melihat dan berfikiran

dengan cara sederhana dan mengolah tanah tersebut dengan cara yang

sangat sederhana. Dari hal itu terlihat adanya potensi emas dan orang

mulai bermunculan sebagai penambang yang disini di sebut gurandil atau

penambang tikus”. (MR, 2015)

Tingginya aktivitas penambang gurandil untuk menambang hasil bumi

dipicu dengan berdirinya PT. Antam (Persero) Tbk UPBE Pongkor dengan tidak

terserapnya penduduk lokal/pribumi untuk bekerja di perusahaan besar dengan

gaji yang tetap. Warga mulai melakukan penambangan dengan menggali lubang-

lubang kecil di luar lubang perusahaan dengan cara dan peralatan yang sangat

sederhana dan memiliki resiko yang tinggi. Selain itu masyarakat juga dihadapi

dengan masalah ekonomi yang semakin memprihatinkan. Berawal dari harga

bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari dari waktu ke waktu

semakin mahal dan jika masih bertumpu pada sektor pertanian tidak akan cukup

untuk menghidupi keluarga. Misalnya di sektor pertanian dengan menanam padi,

hasil dari pertanian tersebut baru bisa dinikamti tiga bulan sekali. Adanya

kendala dari kesulitan akses air untuk irigasi karena sekitar 122 Ha dari luas Desa

Pangkal Jaya merupakan sawah tadah hujan dan hanya mengandalkan jika musim

hujan untuk mulai menanam, adanya kekeringan karena musim kemarau,

kurangnya pengelolaan yang matang akan jarak tanam yang tidak sesuai

menyebabkan hasil tani yang kurang maksimal. Kendala yang beragam tersebut

menyebabkan banyak petani beralih bekerja sebagai penambang gurandil atau

tikus. Hal ini disebabkan juga karena hasil dari penambangan akan lebih mudah

dan cepat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga dan

40

pekerjaan itu yang mempunyai potensi tinggi untuk mendapatkan penghasilan

yang tinggi.

Mayoritas atau 85% dari penduduk Desa Pangkal Jaya mempunyai mata

pencaharian sebagai penambang gurandil atau tikus yang di dominasi oleh laki-

laki setengah baya usia produktif. Akan tetapi masih ada yang bekerja sebagai

petani atau buruh tani yang atau pekerjaan lain seperti pedangan sayuran jualan

roti. Mereka adalah orang-orang yang sudah tua yang tidak mempunyai fisik yang

kuat untuk melakukan penambangan.

Tidak semua orang di desa ini jadi gurandil, contohnya saya kerja dari

dulu jualan roti. Masih ada yang jadi tani, buruh kasar. Jadi gurandil tuh

berat neng, banyak resiko terutama mati. (EM, 2015)

Tingkat aktivitas penambangan gurandil/tikus dapat diukur dari lama

bekerja, frekuensi bekerja, tingkat modal kerja, tingkat keselamatan kerja dan

tingkat migrasi dan diklasifikasikn berdasarkan karakteristik gurandil yaitu

gurandil cetek (kecil), gurandil biasa, dan gurandil tong.

Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Cetek (Kecil)

Gurandil cetek (kecil) merupakan gurandil yang paling banyak yang ada

di Desa Pangkal Jaya yang biasanya melakukan penambangan selama satu hari

(berangkat pagi pulang siang atau sore). Gurandil cetek merupakan awal gurandil

melakukan penambangan. Pada umumnya kategori gurandil cetek merupakan

penduduk Desa Pangkal Jaya yang berasal dari kalangan anak putus sekolah atau

penduduk yang ingin mencoba menjadi penambang karena sebelumnya tidak

memiliki pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitian, tingginya atau semakin

banyaknya gurandil cetek yang melakukan penambangan emas dipicu karena

ekoomi yang semakin memburuk yaitu dilihat dari tingkat pendapatan yang tidak

mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tingkat aktivitas gurandil cetek

dalam melakukan penambangan dilihat dari lama bekerja yaitu biasanya

melakukan penambanganuntuk menggali bahan tambang selama satu hari

(berangkat pagi pulang siang/sore) serta melakukan pengolahan dari bahan

tambang menjadikan kepingan emas sekitar 6 jam. Dalam melakukan

penambangan emas gurandil cetek hanya menggunakan peralatan yang sederhana

seperti senter, pahat dan palu serta karung goni untuk mengumpulkan hasil

tambang. Hasil tambang tersebut adalah bongkahan tanah atau kepingan batu-batu

dari gunung yang akan diolah menjadi kepingan emas.

Ya teh, gurandil kaya saya biasanya pergi pagi dan pulang siang. Setelah

itu langsung ngolah sendiri. Biasanya nambang di lobang kecil dan tidak

dalam, ya cukup untuk sehari-harilah hasilnya. Dan alatnya Cuma senter,

pahat, palu dan karung goni. Ya paling sehari dapet 3-4 karung goni (HD,

2014).

Pengolahan untuk menjadikan kepingan emas, gurandil cetek

menggunakan alat yang disebut “gelundungan” akan tetapi tidak semua gurandil

memiliki alat tersebut. Gurandil cetek yang tidak memilki gelundungan

melakukan pengolahan di tempat orang lain dengan status menyewa dan

41

membutuhkan uang untuk membayarnya. Akan tetapi gurandil yang mempunyai

alat pengolahan sendiri lebih memiliki modal yang kecil untuk melakukan

pengolahannya. Setelah melakukan pengolahan menjadi kepingan emas gurandil

tersebut dapat menjual kepingan emas dan menggunakan untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari keluarga.

Karakteristik gurandil cetek juga dapat dilihat dari frekuensi melakukan

penambangan emas dalam sebulan terakhir. Frekuensi bekerja adalah hari yang d

gunakan gurandil cetek untuk melakukan penambangan emas dalam satu bulan

terakhir. Berdasarkan hasil penelitian, dalam sebulan terakhir gurandil cetek

melakukan penambangan sekitar 8-16 kali. Dalam melakukan penambangan

gurandil juga melihat kondisi lingkungan seperti cuaca yang tidak mendukung

yang akan membahayakan keselamatan diri. gurandil juga melihat kondisi

lingkungan seperti cuaca yang tidak mendukung yang akan membahayakan

keselamatan diri.

Tingkat modal kerja yang dibutuhkan gurandil cetek tidak sebesar yang

digunakan oleh gurandil biasa atau gurandil tong. Gurandil cetek hanya

memerlukan dan menggunakan peralatan sederhana yaitu pahat, palu dan karung

goni. Untuk memenuhi peralatan tersebut gurandil cetek tidak perlu mengeluarkan

biaya besar karena alat alat tersebut mudah untuk didapatkan dengan harga murah.

Akan tetapi jika modal kerja seperti alat alat tersebut tidak ada maka gurandil,

baik gurandil cetek maupun gurandil biasa tidak bisa melakukan penambangan.

Berlandaskan hubungan yang terjalin dengan baik antara gurandil, jika gurandil

tidak memiliki biaya untuk menyiapkan alat-alat tersebut satu sama lain saling

tolong menolong dengan cara meminjamkan uang agar gurandil yang tidak

memiliki modal bisa melakukan penambangan dan pembanyarannya dilakukan

setelah mendapatkan hasil dari proses penambangan tersebut. Hasil penelitian

menunjukan, gurandil cetek menggunakan perlengkapan yang sangat sederhana

baik dalam penambangan maupun dalam pengolahan dan lebih sering melakukan

penambangan dari pada gurandil biasa maupun gurandil tong. Selain itu juga

memiliki ciri penghasilan rendah dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari.

Gambar 4 Bangunan rumah gurandil cetek

42

“Ya neng, mau gimana lagi, jadi gurandil mah untung-untungan.

Kadang untung, kadang rugi. Untungnya sekali, ruginya lima kali.

Belum lagi buat bayar utang buat modal pertama ke gunung. Ya

segitulah dapatnya buat makan saja cukup alhamdulillah. Kadang

pulang dari gunung ga bawa apa-apa karena gunung nya lagi ga bagus

padalah badan udah sakit-sakit”. (AU, 2014)

Selain modal, karakteristik gurandil cetek dapat dilihat dari cara menjual

hasil galiannya. Salah satu caranya adalah menjual hasil galiannya dalam bentuk

bahan galian mentah yaitu batu-batuan/tanah yang telah dikumpulkan dalam

karung goni ke bandar/pengumpul atau gurandil tong. Bandar/pengumpul tersebut

merupakan bandar-bandar kecil penyandang dana yang dapat menikmati hasil

tanpa harus menghadapi resiko kematian seperti tertimbun tanah longsor, terjebak

asap bakaran, atau bentrok dengan aparat perusahaan. Selain itu cara gurandil

cetek menjual hasil galiannya adalah dengan menjual hasil dalam bentuk kepingan

emas. Akan tetapi, kepingan emas tersebut tidak memiliki nilai yang tinggi karena

kadar yang terkandung di dalamnya rendah.

Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Biasa

Gurandil biasa merupakan karakteristik gurandil yang melakukan

penambangan untuk mendapatkan atau memperoleh hasil tambang menggunakan

waktu sekali penambangan 3 sampai 6 hari dalam satu minggu. Gurandil tersebut

biasa biasa disebut dengan sebutan gurandil bukan gurandil biasa. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa dalam proses melakukan penambangan dengan

cara berkelompok. Dalam satu kelompok biasanya terdiri dari 3 sampai 4 orang

yang akan melakukan penambangan dalam lubang. Anggota kelompok tersebut

merupakan orang-orang atau gurandil yang juga memiliki hubungan keluarga

atau juga berasal dari daerah lain. Akan tetapi kelompok gurandil yang ada di

Desa Pangkal Jaya dan melakukan penambnagan di Gunung Pongkor merupakan

kelompok berdasarkan hubungan keluarga atau teman satu desa. lama bekerja

merupakan waktu yang dibutuhkan gurandil biasa dalam melakukan

penambangan sehingga memperoleh bahan tambang yang akan diolah menjadi

kepingan emas. Dari uraian tersebut, diperoleh waktu yang digunakan gurandil

biasa adala 3 sampai 6 hari dalam satu minggu untuk melakukan penambangan.

Dalam melakukan pengolahan menjadi kepingan emas, gurandil biasa

menggunakan waktu lebih kurang satu hari tergantung kekerasan bahan galian

yang diperoleh. Jika bahan galian yang diperoleh merupakan pecahan batu-batuan

yang didalamnya diduga mengandung emas akan membutuhkan waktu lebih lama

dibandingkan bahan galian yang diperoleh yaitu gumpalan tanah yang lebih cepat

dihaluskan. Selain itu, bahan galian yang diperoleh lebih banyak dibandingkan

dengan gurandil cetek.

“Proses pengolahan menjadi kepingan emas dimulai dari tahap pertama

dengan cara menghancurkan batu/tanah yang telah digali dari gunung

menggunakan palu, setelah hancur dimasukkan ke dalam gelundungan

43

selama 4 sampai 6 jam. Paling kurang selama 4 jam tergantung kekerasan

batu. Setelah itu akan terlihat butiran-butiran emas dan pisahkan dengan

lumpur, karena nantinya lumpur bisa diolah lagi menjadi perak.

Selanjutnya dilakukan proses peleburan sampai kering kira-kira 30 menit

sampai menjadi bahan urat karang (seperti pasir) setelah itu diolah lagi

dengan mencampurkan raksa + air selama 3 jam. Selanjutnya ditumbuk,

disaring dipisahkan dengan merkuri untuk mendapatkan emas sesuai

kadarnya. Setelah itu dilakukan pembakaran (digebos), dimasukin ke

dalam air, di pukul (digeprek) untuk mendapatkan kepingan, di bakar lagi

selama 10 menit untuk mendapatkan merapikan kepingan emas, di pukul

(digeprek) lagi sampai benar-benar rapi sehingga dapat kepingan yang

bagus dan langkah selanjutnya di timbang untuk di jual”. (UN, 2015)

Proses pengolahan bahan galian tersebut menggunakan bahan kimia

berbahaya seperti merkuri dan sianida, secara kesehatan akan menggangu atau

membahayakan keselamatan diri penambang. Penambang cetek, gurandil biasa

maupun gurandil tong dengan mudah memperoleh bahan tersebut. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa bahan yang digunakan dalam pengolahan emas

tersebut dapat diperoleh di pasar dan di toko/warung biasa. Bahan-bahan yang

mudah diperoleh tersebut menjadikan gurandil lebih mudah dalam pengolahan

menjadi keingan emas.

Berdasarkan frekuensi bekerja yang dilakukan oleh gurandil biasa, hasil

penelitian menunjukkan bahwa gurandil biasanya pada umumnya melakukan

penambangan ke Gunung Pongkor dalam satu bulan terakhir 2-6 kali. Hal ini

disebabkan oleh waktu yang digunakan dalam satu kali penambangan lebih lama.

berdasarkan hasil penelitian rata-rata gurandil melakukan penambangan yaitu 4

kali dalam sebulan terakhir. Sebagai penambang gurandil waktu bekerja tidak

seperti orang yang bekerja di perusahan resmi yang telah terjadwal untuk bekerja.

Penambang gurandil memiliki kebebasan untuk menentukan kapan melakukan

penambangan tergantung kesanggupan, kesiapan dan kemauan sendiri serta

kelompok penambang. Karakteristik gurandil biasa juga terlihat dari penghasilan

yang diperoleh lebih besar dibandingkan gurandil cetek yang digunakan selain

untuk memenuhi kebutuhan sehari hari juga digunakan untuk memenuhi

kebutuhan sekunder atau kebutuhan tersier. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi

bangunan rumah dan kepemilikan peralatan serta kepemilikan aset kendaraan

yang lebih baik dibandingkan gurandil cetek.

Dilihat dari tingkat modal kerja yang dibutuhkan gurandil biasa sama

halnya dengan gurandil biasa yang menggunakan pahat, palu, linggis dan karung

goni. Akan tetapi gurandil biasa memiliki modal yang lebih besar yaitu untuk

memenuhi kebutuhan hidup seperti makan dan kebutuhan lainnya selama gurandil

tersebut barada di dalam lubang galian. Para gurandil tersebut membawa bekal

logistik, mulai dari beras, mie, garam, ikan asin, rokok, dan juga peralatan

memasak untuk memenuhi kebutuhan. Mengendap di perut bumi atau di lubang

galian selama 3 sampai 6 hari tersebut salah satunya dengan tujuan mnghindari

kejaran aparat keamanan perusahaan. Setelah melakukan penggalian bahan

tambang, secara berangsur-angsur diangkut keluar lubang menggunakan tenaga

penggangkut seperti kuli pikul. Setelah terkumpul bahan galian tersebut dibagi

rata dengan anggota kelompok karena dalam melakukan penggalian secara

44

berkelompok dan selanjutnya bahan tersebut diangkut ke tempat pengolahan

masing-masing dengan menggunakan mobil angkutan.

Berdasarkan relasi atau jaringan yang dimiliki oleh gurandil biasa,

tergolong luas dan kuat antara sesama gurandil atau kelompok gurandil. Pada

umumnya satu kelompok gurandil memiliki jaringan dengan pihak keamanan

perusahaan dan untuk masuk ke dalam lubang bekas, mereka harus menyuap atau

memberikan uang pada pihak keamanan setempat. Besaran yang diberikan

tergantung pihak yang bersangkutan, akan tetapi biasanya berkisar 1 000 000

sampai 2 000 000 per kelompok.

Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Tong

Gurandil tong merupakan gurandil yang tidak melakukan penambangan

ke Gunung yaitu Gunung Pongkor, akan tetapi memiliki tempat pengolahan bahan

galian menjadi kepingan emas. Gurandil tong lebih identik dengan bos (atasan)

dan memiliki posisi yang sedikit aman dibandingan gurandil cetek dan gurandil

biasa. Hal ini karenakan oleh guradil tong tidak harus menghadapi bahasa seperti

tertimbun longsor, terjebak asap bakaran, atau bentrok dengan aparat perusahaan

dan bahaya lainnya yang berhubungan dengan lokasi penggalian bahan tambang.

Gurandil tong pada umumnya mempunyai anak buah atau pekerja untuk

melakukan baik penambangan ke gunung maupun dalam melakukan pengolahan

menjadi kepingan emas. Sebelum menjadi gurandil tong, gurandil tersebut

merupakan gurandil kecil atau gurandil biasa yang pada akhirnya memiliki modal

yang lebih banyak untuk menyediakan tempat pengolahan atau lebih dikenal

dengan sebutan tong.

Gurandil tong dicirikan dengan penghasilan yang diperoleh lebih besar

dari pada gurandil biasa. Hal ini terlihat bahwa gurandil ini memiliki satu atau

dua orang karyawan atau pekerja yang diupah per hari atau per minggu. Dari hasil

tersebut gurandil tong memperoleh kehidupan yang lebih memadai seperti kondisi

bangunan tempat tinggal. Cara kerja gurandil tong atau cara dalam pengolahan

bahan tambang menjadi kepingan emas lebih baik dari pada gurandil cetek

maupun gurandil biasa. Gurandil tong memiliki tenpat pengolahan yang besar

Gambar 5 Bangunan rumah gurandil tong

45

dan memiliki tempat yang luas yang sering disebut tong. Dari hasil pengolahan

tersebut gurandil tong memperoleh kepingan emas dengan berat dan kadar yang

bagus. Bahan galian tersebut diolah dengan menggunakan bahan kimia beracun

seperti sianida dan merkuri akan tetapi dalam membentuk kepingan emas yang

bagus menggunakan ketelitian dan waktu yang cukup lama agar kepingan yang

dihasilkan berkualitas tinggi dan dijual dengan harga yang tinggi. Dari

keuntungan tersebut, gurandil tong memilki penghasilan yang lebih besar

dibandingkan gurandil cetek dan gurandil biasa.

Gurandil tong memilki relasi yang kuat antar sesama mauun pihak luar

seperti halnya dengan pihak bandar emas. Setelah kepingan emas diperoleh,

kepingan tersebut dijual ke tempat penjual emas resmi dengan harga sesuai harga

emas dunia. Untuk mengetahui harga emas terbaru gurandil tong memanfaatkan

jaringan antar sesama gurandil tong maupun dengan menggunakan media masa

seperti televisi.

Selain itu, tingginya tingkat aktivitas gurandil juga dapat dilihat dari

tingkat keselamatan diri sebagai penambang. Berdasarkan hasil penelitian, dari

semua responden terdapat 29 orang (90.60%) berpendapat bahwa menjadi

penambang gurandil atau tikus mempunyai resiko yang sangat tinggi terutama

dengan keselamatan, karena melakukan penambangan tersebut hanya bermodal

keberanian dan tidak memiliki peralatan yang safety. Sedangkan 3 orang

responden (9.40%) berpendapat menjadi penambang gurandil menjamin

keselamatan diri, karena memiliki keyakinan dan keberanian yang kuat.

Gambar 6 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat

keselamatan kerja di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Berdasarkan gambar 6, tingginya resiko yang akan terjadi tidak

menjadikan para penambang gurandil baik gurandil cetek maupun gurandil biasa

untuk tidak menjadi penambang. Hal ini disebabkan karena potensi yang ada

Jum

lah

Tidak Ya

46

untuk memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari dengan

tingkat keterampilan dan pendidikan yang rendah adalah bekerja sebagai

penambang gurandil atau tikus.

Indikator terakhir yang dapat menentukan tingkat aktivitas penambang

gurandil dalam melakukan penambangan adalah tingkat migrasi. Migrasi

merupakan perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat yang lain melewati

batas administrasi. Migrasi ini ingin melihat berapa banyak masyarakat yang

datang atau masuk ke Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten

Bogor semenjak meluasnya kegiatan penambangan tanpa izin atau penambang

gurandil/tikus.

Pada penelitian ini, rumah tangga di Desa Pangkal Jaya dilihat dari asal

kependudukannya dibedakan menjadi dua kategori yaitu penduduk asli dan

penduduk pendatang. Penduduk asli dalam penelitian ini adalah setiap orang yang

lahir dan tinggal di Desa Pangkal Jaya dan penduduk pendatang adalah setiap

orang yang lahir bukan dari Desa Pangkal Jaya tetapi tinggal di desa tersebut.

Gambar 7 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat

keselamatan kerja di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Hasil penelitian menunjukan bahwa, terdapat 43.80% dari keluarga

responden merupakan penduduk pendatang yang lahir di daerah lain dan 56.20%

merupakan penduduk asli Desa Pangkal Jaya. Pada tahun 2015 sebanyak 43.80%

warga pendatang tersebut telah menjadi warga Desa Pangkal Jaya, karena telah

menikah dengan warga asli Desa Pangkal Jaya. Selain itu dengan cara menikah,

warga pendatang membawa keluarganya dari tempat tinggal asal untuk menjadi

warga Desa Pangkal Jaya.

Jum

lah

Tidak Migrasi Migrasi

47

“Pertama kali tahu adanya potensi emas di kecamatan nanggung, banyak

sekali orang orang yang berdatangan ke desa-desa terutama Desa Pangkal

Jaya. Seperti dari daerah Sukabumi, Banten, Leuwiliang, dll. Akan tetapi

sekarang telah menjadi warga dan memiliki KTP Pangkal Jaya dengan cara

menikah dan membawa keluarganya untuk tinggal di Desa Pangkal Jaya.

Kebanyakan dari penambang gurandil yang berhasil merupakan warga

yang awal nya pendatang dan telah memiliki berbagai fasilitas yang

memadai. Dan kebanyakan warga asli bisa dikatakan jadi penambang

gurandil yang tidak sukses karena hasilnya cukup untuk sehari-hari”. (AM,

kepala desa)

Dari hasil penelitian dan penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa

tingkat aktivitas penambang gurandil yang berasal dari Desa Pangkal Jaya dari

tahun ke tahun tergolong meningkat. Dapat dilihat dari banyaknya orang yang

berdatangan ke desa untuk menetap dan bekerja sebagai penambang

gurandil/tikus. Desa Pangkal Jaya menjadi target migrasi karena mempunyai

keunggulan dibandingkan dengan desa desa lain di Kecamatan Nanggung yaitu

jarak yang tidak terlalu jauh dengan lokasi penambangan di Gunung Pongkor

dengan mempertimangkan biaya transportasi dan akomodasi untuk melakukan

penambangan. Selain itu juga dapat dilihat dari tingginya resiko dan bahaya yang

tidak bisa diprediksi kapan terjadi bencana tidak menyurutkan niat penambang

untuk melakukan penambangan. Aktivitas gurandil paling tinggi terlihat dari

gurandil cetek. Dapat juga dilihat dari frekuensi bekerja sebulan terakhir yang

tergolong tinggi.

48

49

KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA GURANDIL

Kesejahteraan merupakan kondisi relatif yang diciptakan oleh masyarakat

melalui interaksi sosial untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah, rohani, dan sosial

mereka. Untuk menentukan tingkat kesejahteraan rakyat Badan Pusat Statistik

tahun 2005 menggunakan berbagai indikator antara lain: tingkat pendidikan,

tingkat kesehatan, kondisi perumahan (jenis lantai, luas bangunan rumah, jenis

dinding bangunan, dan lain-lain), tingkat pendapatan, dan tingkat pengeluaran

Kegiatan pembangunan di Indonesia telah mempengaruhi mata

pencaharian masyarakat pada umumnya. Salah satu desa yang yang mengalami

perubahan mata pencaharian adalah masyarakat Desa Pangkal Jaya. Sebelum

masuknya industri pertambangan mayoritas masyarakat bekerja di bidang

pertanian. Akan tetapi setelah masuknya industri pertambangan perlahan-lahan

masyarakat berubah profesi sebagai penambang. Penambang dalam penelitian ini

adalah penambang tikus atau lebih dikenal dengan gurandil. Aktivitas yang

dilakukan oleh para penambang gurandil sangat berpengaruh pada aspek lain

seperti tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, pendidikan keluarga, perubahan

dari jenis pemukiman atau tempat tinggal. Pada penelitian ini dilakukan

perbandingan antara tingkat kesejahteraan sebelum responden bekerja sebagai

penambang gurandil dengan tingkat kesejahteraan setelah responden bekerja

sebagai penambang gurandil atau tikus.

Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Cetek

Tingkat kesejahteraan juga dapat dilihat dari kondisi tempat tinggal. Hasil

penelitian menunjukan bahwa terjadinya perubahan kondisi tempat tinggal

masyarakat Desa Pangkal Jaya ke arah tergolong layak atau bagus setelah bekerja

sebagai penambang gurandil/tikus. Hal ini dapat dilihat dari berbagai indikator

seperti perubahan jenis lantai, jenis dinding, luas bangunan tempat tinggal, dan

lain lain.

Tabel 21 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan

status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % n % n %

Milik Sendiri 6 37.50 11 68.75 0.83 83.00

Kontrak 1 6.25 0 0.00 -1.00 -100.00

Milik Orang tua 9 56.25 5 31.25 -0.44 -44.00

Total 16 100.00 16 100.00

Keterangan: (-) menurun

Berdasarkan hasil penelitian sebelum bekerja sebagai gurandil cetek, 9

orang responden atau 56.25% responden masih tinggal bersama orang tua dengan

status kepemilikan rumah milik orang tua. Sebanyak 6 responden atau 37.50%

tinggal di rumah dengan status kepemilikan milik sendiri dan 1 orang responden

50

atau 6.25% memiliki rumah dengan status kontrak. Setelah bekerja sebagai

gurandil cetek, 11 orang responden atau 68.75% memiliki rumah dengan status

milik sendiri, dan 5 orang responden masih tinggal bersama orang tua dengan

status kepemilikan rumah milik orang tua.

Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan ke arah

yang positif atau ke arah yang lebih baik setelah masyarakat atau responden

bekerja sebagai penambang gurandil. Perubahan terjadi pada status kepemilikan

tempat tinggal adalah milik sendiri dengan selisih 0.83 atau meningkat menjadi

83.00%. Sedangkan status kontrak menurun 100.00%, dan status milik orang tua

menurun 44.00%. Dari tabel 21 di atas dapat disimpulkan bahwa kehidupan

responden menjadi lebih baik jika dilihat dari status kepemilikan tempat tinggal.

Tabel 22 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan

jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % n % n %

Keramik 8 50.00 13 81.25 0.63 63.00

Semen 3 18.75 3 18.75 0.00 0.00

Kayu Murah 1 6.25 0 0.00 -1.00 -100.00

Bambu 2 12.50 0 0.00 -1.00 -100.00

Tanah 2 12.50 0 0.00 -1.00 -100.00

Total 16 100.00 16 100.00

Keterangan: (-) menurun

Jenis lantai terluar sebelum responden bekerja sebagai guranil cetek adalah

keramik dengan 50.00% atau sebanyak 8 responden dari 16 responden. Sebanyak

3 responden atau 18.75% memiliki jenis lantai rumah semen, 1 orang responden

atau 6.25% memiliki jenis lantai rumah kayu murah dan jenis lantai bambu serta

tanah masing masing dimiliki oleh 2 orang responden atau 12.50%. Akan tetapi,

setelah bekerja sebagai gurandil cetek sebanyak 13 orang responden memiliki

jenis lantai rumah atau 81.25% keramik. Sebanyak 3 orang responden atau

18.75% memiliki jenis lantai rumah semen.

Berdasarkan hasil penelitian, terjadi perubahan yang semakn meningkat

dari jenis lantai keramik dengan peningkatan 63.00% dan jenis lantai kayu murah,

bambu dan tanah setelah bekerja sebagai gurandil tidak ada responden yang

memiliki jenis lantai rumah tersebut. Dapat disimpulkan bahwa jenis lantai kayu,

bambu serta tanah mengalami penurunan sebesar 100.00%.

Tabel 23 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan

jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % n % n %

Bambu 5 31.25 1 6.25 -0.80 -80.00

Tembok Bata 1 6.25 2 12.50 1.00 100.00

Tembok Beton 10 62.50 13 81.25 0.30 30.00

Total 16 100.00 16 100.00

Keterangan: (-) menurun

51

Berdasarkan tabel 23 terdapat peningkatan 30.00% pada indikator jenis

dinding rumah yang dimiliki oleh gurandil cetek yang dilihat dari sebelum sampai

sesudah menjadi gurandil cetek yaitu pada jenis dinding rumah tembok beton.

Dan mengalami penurunan 80.00% pada jenis dinding rumah yang terbuat daro

bambu setelah responden beerja sebagai gurandil cetek.

Tabel 24 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan

sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

N % n % n %

Air Sungai 1 6.25 1 6.25 0.00 0.00

Mata Air 4 25.00 2 12.50 -0.50 -50.00

Sumur Bor/Pompa 11 68.75 12 75.00 0.09 9.00

Air Kemasan 0 0.00 1 6.25 1.00 100.00

Total 16 100.00 16 100.00

Keterangan: (-) menurun

Tabel 24 menunjukkan bahwa sumber air minum yang digunakan oleh

rumah tangga gurandil cetek pada umumnya menggunakan sumur bor/pompa baik

sebelum maupun sesudan menjadi gurandil cetek. Hal tersebut terlihat dari tidak

adanya perubahan yang signifikan ynag terjadi sebelum dan sesudah bekerja

sebagai gurandil. Sumber air minum menggunakan air kemasan terjadi

peningkatan yaitu satu orang responden menggunakan sumber air minum tersebut.

Selain itu masih ada yang menggunakan sumber air minum seperti air sungai dan

sumber mata air.

Tabel 25 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan

fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % n % n %

WC Umum 10 62.50 8 50.00 -0.20 -20.00

WC Bersama Keramik 1 6.25 1 6.25 0.00 0.00

WC Pribadi Tanah/Semen 5 31.25 4 25.00 -0.20 -20.00

WC Pribadi Keramik 0 0.00 3 18.75 1.00 100.00

Total 16 100.00 16 100.00

Keterangan: (-) menurun

Tabel 25 menunjukkan bahwa responden atau gurandil cetek pada

umumnya sebelum bekerja sebagai gurandi cetek menggunakan dasilitas MCK

yaitu WC umum. Hal ini dikarenakan setiap kampung memiliki minimal satu

tempat MCK yang digunakan untuk kepentingan bersama. Akan tetapi setelah

bekerja sebagai penambang gurandil, responden yang menggunakan fasilitas WC

umum menurun sebesar 20.00%. Dapat dilihat terdapat peningkatan 100.00%

atau selisih satu orang menggunakan WC pribadi keramik dari sebelum bekerja

sebagai penambang gurandil cetek dengan sesudah bekerja sebagai gurandil.

52

Tabel 26 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan

tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % n % n %

Tidak Sakit 11 68.75 3 18.75 -0.73 -73.00

Demam Berdarah 0 0.00 1 6.25 1.00 100.00

Demam/Batuk 5 31.25 12 75.00 1.40 140.00

Total 16 100.00 16 100.00

Keterangan: (-) menurun

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh

siapapun termasuk gurandil. Kondisi tubuh harus dijaga dan dilindungi aga tidak

terserang penyakit yang dapat datang kapan saya atau tidak mengenal waktu.

Penyakit tersebut dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak sehat,

gaya hidup yang tidak sehat, makan tidak teratur, dan lain-lain. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa tingkat kesehatan gurandil cetek setelah bekerja sebagai

gurandil menurun sebesar 73.00% serta responden yang terkena penyakit

demam/batuk meningkat sebesar 140.00%.

Tabel 27 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan

tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

N % N % n %

Tidak Berobat 11 68.75 3 18.75 -0.73 -73.00

Puskesmas 5 31.25 7 43.75 0.40 40.00

Rumah Sakit 0 0.00 2 12.50 1.00 100.00

Praktek Dokter 0 0.00 3 18.75 1.00 100.00

Obat Alternatif 0 0.00 1 6.25 1.00 100.00

Total 16 100.00 16 100.00

Keterangan: (-) menurun

Rata-rata masyarakat di Desa Pangkal Jaya menggunakan jasa puskesmas

untuk berobat agar penyakit yang diderita cepat sembuh. Akan tetapi dengan

semakin banyaknya masyarakat yang bekerja sebagai gurandil menyebabkan jasa

yang digunakan tidak hanya puskesmas antara lain praktek dokter, rumah sakit,

dan obat alternatif. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan responden menggunakan jasa puskesmas menjadi 43.75% dari

sebelumnya 31.25%. selain itu terdapat 2 orang responden gurandil cetek

menggunakan jasa rumah sakit atau 12.50%, sebanyak 3 responden menggunakan

jasa praktek dokter atau 18.75% dan 1 orang menggunakan obat alternatif atau

6.25%.

53

Tabel 28 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan

kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % n % n %

Tidak Ada 10 62.50 5 31.25 -0.50 -50.00

Sepeda 0 0.00 1 6.25 1.00 100.00

Sepeda Motor 6 37.50 10 62.50 0.67 67.00

Total 16 100.00 16 100.00

Keterangan: (-) menurun

Merujuk pada tabel 28, dilihat dari aset keepemilikan alat transportasi

yang dimiliki oleh gurandi cetek meningkat. Sebelum bekerja sebagai gurandil

cetek 10 orang responden atau 62.50% tidak memiliki alat transportasi. Akan

tetapi setelah bekerja sebagai gurandil cetek, keadaan tersebut menurun menjadi 5

orang responden atau 31.25% tidak memiliki alat transportasi. Hal tersebut dapat

disimpulkan bahwa terjadi penurunan sebesar 50.00% responden yang tidak

memiliki alat transportasi. Alat transportasi yang dimiliki gurandil cetek sebelum

bekerja sebagai gurandil adalah sepeda motor yaitu 6 orang responden atau

37.50% memiliki sepeda motor dan setelah bekerja sebagai gurandil meningkat

menjadi 10 orang responden atau 62.50%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa

terjadi peningkatan sebesar 67.00% responden yang memiliki sepeda motor.

Selain itu, gurandil cetek memiliki sepda setelah bekerja sebagai guradil yaitu 1

orang responden atau 6.75% dari 16 gurandil cetek.

Kesejahteraan berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan dasar seperti

kebutuhan pangan, sandang dan papan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut

faktor yang sangat menentukan adalah tingkat pendapatan yang diperoleh oleh

anggota keluarga yang bekerja per bulan.

Gambar 8 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa

Pangkal Jaya tahun 2015

54

Tingkat pendapatan yang diperoleh oleh gurandil cetek, digolongkan

menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Berdasarkan hasil

penelitian, tingkat pendapatan sebelum bekerja sebagai gurandil cetek tergolong

rendah apabila pendapatan yang diperoleh kecil dari Rp 282 038 yaitu terdapat 7

orang responden atau 43.80%, tingkat pendapatan tergolong kategori sedang

apabila pendapatan yang diperoleh antara Rp 282 038 hingga lebih kecil dari Rp 1

880 461 yaitu terdapat 6 orang responden atau 37.50%, dan kateori tinggi apabila

pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp 1 880 461 yaitu terdapat 3 orang

responden atau 18.70%.

Gambar 9 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal

Jaya tahun 2015

Setelah bekerja menjadi gurandil cetek, tingkat pendapatan gurandil cetek

tergolong rendah apabila pendapatan yang diperoleh per bulan lebih kecil dari Rp

1 535 422, tergolong sedang apabila pendapatan yang diperoleh antara Rp 1 535

422 hingga lebih kecil dari Rp 2 239 577, dan tergolong tinggi apabila pendapatan

yang diperoleh lebih besar dari Rp 2 239 577. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa tinggat pendapatan gurandil setelah menjadi gurandil cetek pada umumnya

tergolong rendah yaitu lebih kecil dari Rp 1 535 422. Pendapatan yang diperoleh

oleh gurandil cetek di Desa Pangkal Jaya menunjukkan bahwa adanya perbedaan

antara sebelum dan sesudah menjadi gurandil cetek. Hal ini disebabkan oleh

adanya perbedaan atau kesenjangan sosial serta perubahan yang terjadi antara

sebelum dan sesudah menjadi gurandil seperti adanya kenaikan harga emas

setelah bekerja sebagai gurandil. Berdasarkan data tersebut dapat ditarik

kesimpulan, walaupun meningkatnya jumlah responden yang memperoleh tingkat

pendapatan rendah, pada kenyataannya jumlah pendapatan yang diperoleh

responden setelah menjadi gurandil dikatakan meningkat karena range antara

kategori rendah sebelum dan sesudah menjadi gurandil lebih tinggi.

Selain tingkat pendapatan, untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu

masyarakat juga dapat dilihat dari tingkat atau jumlah pengeluaran yang di

keluarkan oleh masyarakat tersebut adalam satu bualan atau satu tahun terakhir.

55

Dalam penelitian ini, pengeluaran yang dihitung adalah pengeluaran dalam satu

tahun terakhir

Gambar 10 Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa

Pangkal Jaya tahun 2015

Tingkat pengeluaran yang dikeluarkan oleh responden digolongkan

menjadi 3 kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan hasil penelitian

kategori rendah apabila tingkat pengeluaran yang dikeluarkan lebih kecil dari Rp

8 345 933 per tahun, pengeluaran tergolong kategori sedang apabila

mengeluarkan biaya antara Rp 8 345 933 hingga lebih kecil dari Rp 14 456 691,

dan tergolong tinggi apabila lebih besar dari Rp14 456 691. Dari data tersebut

rata-rata responden menggeluarkan biaya pada kategori rendah yaitu lebih kecil

dari Rp 8 345 933 per tahun.

Gambar 11 Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa

Pangkal Jaya tahun 2015

56

Berdasarkan hasil penelitian tingkat pengeluaran sesudah bekerja sebagai

gurandil cetek tergolong kategori rendah apabila tingkat pengeluaran yang

dikeluarkan lebih kecil dari Rp 34 525 738 per tahun yaitu 6 orang responden atau

37.50%, pengeluaran tergolong kategori sedang apabila mengeluarkan biaya

antara Rp 34 525 738 hingga lebih kecil dari Rp 60 186 886 yaitu 7 orang

responden atau 43.80, dan tergolong tinggi apabila lebih besar dari Rp 60 186 886

yaitu 3 orang responden atau 18.70%. Dari data tersebut rata-rata responden

menggeluarkan biaya pada kategori rendah yaitu lebih kecil dari Rp 8 345 933 per

tahun. Meningkatnya jumlah pengeluaran yang dikeluarkan gurandil cetek

disebabkan oleh kebutuhan pokok maupun kebutuhan lainnya mengalami

kenaikan harga dan juga kebutuhan hidup yang sudah beragam.

Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Biasa

Tingkat kesejahteraan penambang gurandil biasa dapat juga terlihat dari

kondisi fisik tempat tinggal yang dihuni yang dilihat dari status kepemilikan, jenis

dinding, lantai rumah, aset kepemilikan alat tranportasi, dan lai-lain.

Tabel 29 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan

status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % n % n %

Milik Sendiri 1 12.50 4 50.00 3.00 300.00

Milik Orang Tua/ Sanak 7 87.50 3 37.50 -0.57 -57.00

Milik Atasan 0 0.00 1 12.50 1.00 100.00

Total 8 100.00 8 100.00

Keterangan: (-) menurun

Menujuk tabel 29 tingkat kesejahteraan gurandil biasa jika dilihat dari

status kepemilikan rumah sebelum menjadi gurandil 7 orang responden atau

87.50% tinggal bersama orang tua. Akan tetapi setelah bekerja sebagai gurandil

biasa 4 dari 8 orang responden gurandil biasa telah memiliki tempat tinggal

dengan status milik sendiri, dan 4 orang responden lainnya masih tinggal di rumah

dengan status kepemilikan milik orang tua dan atasan.

Tabel 30 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan

jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % n % n %

Tanah 1 12.50 0 0.00 -1.00 -100.00

Bambu 1 12.50 0 0.00 -1.00 -100.00

Keramik 5 62.50 8 100.00 0.60 60.00

Semen 1 12.50 0 0.00 -1.00 -100.00

Total 8 100.00 8 100.00

Keterangan: (-) menurun

57

Perubahan yang sangat signifikan terjadi pada jenis lantai rumah yang

dimiliki oleh gurandil biasa. Sebelum bekerja sebagai gurandil, jenis lantai rumah

yang dimiliki terbuat dari tanah, bambu, semen, dan keramik. Jika dilihat setelah

responden bekerja sebagai gurandil biasa, jenis lantai yang dimiliki berubah

100.00% menjadi keramilk. Hal ini menunjukkan peningkatan ke arah yang lebih

baik atau sejahtera.

Tabel 31 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan

jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % n % n %

Bambu 1 12.5 0 0.00 -1.00 -100.00

Tembok Bata 1 12.5 1 12.5 0.00 0.00

Tembok Beton 6 75 7 87.5 0.17 17.00

Total 8 100 8 100.00

Keterangan: (-) menurun

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, jenis dinding rumah yang dimiliki

oleh gurandil biasa tidak melihatkan perubahan yang tinggi. Hal ini terlihat bahwa

sebelum dan sesudah menjadi gurandil biasa jenis dinding yang dimiliki oleh

gurandil biasa terbuat dari tembok beton.

Tabel 32 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan

sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % n % n %

Mata Air 3 37.50 3 37.50 0.00 0.00

Sumur Bor/Pompa 5 62.50 5 62.50 0.00 0.00

Total 8 100.00 8 100.00

Merujuk pada tabel 32, sumber air minum yang dignakan gurandil biasa

tidak mengalami perubahan. Hal ini terlihat dari hasil penelitian gurandil biasa

tetap menggunakan mata air dan sumur bor/pompa sebagai sumber air minum

untuk keluarga.

Tabel 33 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan

fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % n % n %

WC Umum 4 50.00 2 25.00 -0.50 -50.00

WC Pribadi

Tanah/Semen

3 37.50 1 12.50 -0.67 -67.00

WC Pribadi Keramik 1 12.50 5 62.50 4.00 400.00

Total 8 100.00 8 100.00

Keterangan: (-) menurun

Fasilitas MCK yang digunakan sebelum bekerja sebagai gurandil biasa

pada umumnya menggunakan WC umum dan WC pribadi semen. Setelah

58

memiliki sedikit demi sedik pendapatan dari hasil gurandil, fasilitas MCK yang

digunakan lebih banyak WC pribadi keramik yaitu 5 orang responden atau

62.50% dan 2 orang responden mnggunakan WC umum serta 1 orang responden

menggunakan WC pribadi semen.

Tabel 34 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan

kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % n % n %

Tidak Ada 7 87.50 1 12.50 -0.33 33.00

Sepeda Motor 1 12.50 7 87.50 6.00 600.00

Total 8 100.00 8 100.00

Keterangan: (-) menurun

Perubahan terlihat dari aset kepemilikan alat transportasi yang dimiliki

oleh gurandil biasa. Sebelum responden bekerja sebagai gurandil dalam hal ini

adalah gurandil biasa, 7 dari 8 orang responden belum memiliki alat transportasi

seperti sepeda motor. Akan tetapi perubahan terjadi setelah bekerja sebagai

gurandil 7 dari 8 orang respnden memiliki alat transportasi yaitu sepeda motor.

Tabel 35 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan

tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % N % n %

Tidak Ada 3 37.50 2 25.00 -0.33 -33.00

Demam/Batuk 5 62.50 6 75.00 0.20 20.00

Total 8 100.00 8 100.00

Keterangan: (-) menurun

Merujuk pada tabel.. tingkat kesehatan yang terjadi pada gurandil biasa di

Desa Pangkal Jaya mengalami penurunan. Terlihat bahwa perubahan terjadi

setelah responden bekerja sebagai gurandil tingkat kesehatan menurun 33.00%.

Berdasarkan tempat berobat, setelah bekerja sebagai gurandil menggunakan jasa

rumah sakit dan praktek dokter. Hal tersebut tidak mngalami perubahan yang

signifikan dibandingkan sebelum bekerja sebagai gurandil.

Tabel 36 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan

tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

N % n % n %

Tidak Berobat 4 50.00 3 37.50 -0.25 -25.00

Puskesmas 2 25.00 3 37.50 0.50 50.00

Rumah Sakit 1 12.50 0 0.00 -1.00 100.00

Praktek Dokter 1 12.50 2 25.00 1.00 100.00

Total 8 100.00 8 100.00

Keterangan: (-) menurun

59

Gambar 12 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal

Jaya tahun 2015

Tingkat pendapatan yang diperoleh oleh gurandil biasa juga digolongkan

menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Berdasarkan hasil

penelitian, tingkat pendapatan sebelum bekerja sebagai gurandil biasa tergolong

rendah apabila pendapatan yang diperoleh kecil dari Rp 1 172 158 yaitu terdapat 4

orang responden atau 50.00%, tingkat pendapatan tergolong kategori sedang

apabila pendapatan yang diperoleh antara Rp 1 172 158 hingga lebih kecil dari Rp

3 215 341 yaitu terdapat 2 orang responden atau 25.00%, dan kateori tinggi

apabila pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp 3 215 341 yaitu terdapat 2

orang responden atau 25.00%.

Gambar 13 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal

Jaya tahun 2015

60

Setelah bekerja menjadi gurandil biasa, tingkat pendapatan gurandil biasa

tergolong rendah apabila pendapatan yang diperoleh per bulan lebih kecil dari Rp

6 174 568 yaitu 3 orang responden atau 37.50%, tergolong sedang apabila

pendapatan yang diperoleh antara Rp 6 174 568 hingga lebih kecil dari Rp 14 200

731 yaitu 4 orang responden atau 50.00%, dan tergolong tinggi apabila

pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp 14 200 731 yaitu 1 orang

responden atau 12.50%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggat pendapatan

gurandil setelah menjadi gurandil cetek lebih banyak tergolong kategori sedang.

Pendapatan yang diperoleh oleh gurandil biasa di Desa Pangkal Jaya

menunjukkan bahwa adanya peningkatan ke arah yang lebih baik dan tingkat

pendapatan lebih tinggi.

Gambar 14 Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa

Pangkal Jaya tahun 2015.

Tingkat pengeluaran yang dikeluarkan oleh responden digolongkan

menjadi 3 kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan hasil penelitian

sebelum bekerja sebagai gurandil biasa, pengeluaran tergolong kategori rendah

apabila tingkat pengeluaran yang dikeluarkan lebih kecil dari Rp 11 036 853.25

per tahun, pengeluaran tergolong kategori sedang apabila mengeluarkan biaya

antara Rp 11 036 853.25 hingga lebih kecil dari Rp 14 078 896.75 dan tergolong

tinggi apabila lebih besar dari Rp14 078 896.75. Hasil penelitian menunjukkan 4

orang responden atau 50.00% termasuk ke dalam kategori rendah, sebanyak 1

orang responden atau 12.50% termasuk ke dalam kategori sedang, dan 3 orang

responden atau 37.50% memiliki pengeluaran kategori tinggi.

61

Gambar 15 Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa

Pangkal Jaya tahun 2015

Berdasarkan hasil penelitian sesudah bekerja sebagai gurandil biasa,

pengeluaran tergolong kategori rendah apabila pengeluaran yang dikeluarkan

lebih kecil dari Rp 51 965 485 per tahun, pengeluaran tergolong kategori sedang

apabila mengeluarkan biaya antara Rp 51 965 485 hingga lebih kecil dari Rp 78

338 264 dan tergolong tinggi apabila lebih besar dari 78 338 264. Hasil penelitian

menunjukkan 3 orang responden atau 37.50% termasuk ke dalam kategori rendah,

sebanyak 2 orang responden atau 25.00% termasuk ke dalam kategori sedang, dan

3 orang responden atau 37.50% memiliki pengeluaran kategori tinggi. Jumlah

pengeluaran yang dikeluarkan oleh gurandil untuk memenuhi kebutuhan pribadi

dan keluarganya dapat disimpulkan meningkat dari sebelum hingga sesudah

menjadi gurandil. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan semakin beragam dan

kebiasaan masyarakat desa yang konsumtif.

Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Tong

Kesejahteraan gurandil tong di Desa Pangkal Jaya merupakan tingkat

kesejahteraan lebih baik dibandingkan dengan gurandil cetek maupun gurandil

gurandil biasa jika dilihat dari kondisi fisik rumah dan tingkat pendapatan.

Tabel 37 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan

status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % n % n %

Milik Sendiri 1 12.50 6 75.00 5.00 500.00

Kontrak 1 12.50 0 0.00 -1.00 100.00

Milik Orang Tua/ Sanak 6 75.00 2 25.00 -0.67 -67.00

Total 8 100.00 8 100.00

Keterangan: (-) menurun

62

Tingkat kesejahteraan gurandil tong jika dilihat dari kondisi fisik rumah

seperti status kepemilikan rumah, gurandil tong lebih banyak memiliki rumah

dengan status milik sendiri yaitu meningkat menjadi 75.00% dari sebelumnya

12.50%. sedangkan kepemilikan dengan status milik orang tua menurun menjadi

25.00% dari sebelumnya 75.00%. sebelum bekerja sebagai gurandil tong1 orang

responden mempunyai rumah atau tempat tinggal denga status kontrak akan tetapi

setelah bekerja menjadi gurandil tong telah memiliki rumah dengan status milik

sendiri. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kehidupan gurandil setelah bekerja

sebagai gurandil tong meningkat atau menjadi lebih baik.

Tabel 38 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan

jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % n % n %

Bambu 2 25.00 0 0.00 -1.00 -100.00

Keramik 2 25.00 8 100.00 2.00 200.00

Semen 4 50.00 0 0.00 -1.00 -100.00

Total 8 100.00 8 100.00

Keterangan: (-) menurun

Merujuk pada tabel 38 perubahan signifikan terlihat pada jenis lantai

rumah yang dimiliki gurandil setelah bekerja sebagai gurandil tong adalah

kemamik yaitu 8 orang responden atau 100.00%. jika sebelum menjadi gurandil

tong jenis lantai yang dimiliki terbuat dari bambu dan semen.

Tabel 39 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan

jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % n % n %

Bambu 2 25.00 0 0.00 -1.00 -100.00

Tembok Bata 3 37.50 2 25.00 -0.33 -33.00

Tembok Beton 3 37.50 6 75.00 1.00 100.00

Total 8 100.00 8 100.00

Keterangan: (-) menurun

Sebelum bekerja sebagi gurandil tong, jenis dinding rumah yang dimiliki

terbuat dari bambu, bata dan beton. Sebanyak 2 orang responden atau 25.00%

memiliki dinding rumah terbuat dari bambu, jenis dinding rumah terbuat dari

tembok bata, dan jenis dinding rumah terbuat dari tembok beton masing-masing 3

orang responden atau 37.50% memiliki. Jika dilihat setelah responden bekerja

sebagai gurandil tong, jenis dinding rumah yang dimiliki pada umumnya adal

tembok beton yaitu 6 orang responden atau 75.00% dan 2 orang responden

lainnya atau 25.00% memiliki jenis dinding yang terbuat dari tembok bata.

63

Tabel 40 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan

sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % n % n %

Air Sungai 1 12.50 0 0.00 1.00 100.00

Mata Air 3 37.50 3 37.50 0.00 0.00

Sumur Bor/Pompa 4 50.00 4 50.00 0.00 0.00

Air Kemasan 0 0.00 1 12.50 1.00 100.00

Total 8 100.00 8 100.00

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan yang

signifikan berdasarkan sumber air minum yang digunakan untuk keluarga

gurandil tong. Terlihat dari tabel.. sebelum dan sesudah menjadi gurandil tong,

masyarakat atau responden tetap menggunakan sumur bor/pompa dan mata air

untuk menjadi sumber air minum keluarga. Akan tetapi 1 orang responden

menggunakan air kemasan untuk menjadi sumber air minum keluarga setelah

bekerja sebagai gurandil tong. Hal ini disebabkan karena meningkatnya

pendapatan yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Tabel 41 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan

fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % n % n %

WC Umum 7 87.50 1 12.50 -0.86 -86.00

WC Pribadi Tanah/Semen 1 12.50 2 25.00 1.00 100.00

WC Pribadi Keramik 0 0.00 5 62.50 1.00 100.00

Total 8 100.00 8 100.00

Keterangan: (-) menurun

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, perubahan jelas terlihat dalam

menggunakan fasilitas MCK terjadi pada penggunaan WC umum dan WC pribadi

keramik. Sebelum menjadi gurandil tong 87.50% responden menggunakan WC

umum dan tidak ada yang menggunakan WC pribadi keramik. Akan tetapi setelah

menjadi gurandil 62.50% responden menggunakan WC pribadi keramik dan

penggunaan WC umum menurun menjadi 12.50%.

Tabel 42 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan

kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % n % n %

Tidak Ada 6 75.00 0 0.00 -1.00 -100.00

Sepeda 1 12.50 2 25.00 1.00 100.00

Sepeda Motor 1 12.50 5 62.50 4.00 400.00

Mobil Pribadi 0 0.00 1 12.50 1.00 100.00

Total 8 100.00 8 100.00

Keterangan: (-) menurun

64

Tabel.. menunjukkan bahwa sebelum menjadi gurandil atau gurandil tong,

responden pada umumnya tidak memiliki aset alat transportasi yaitu 6 dari 8

orang responden atau 75.00%. 2 orang responden lainnya memiliki alat

transportasi masing masing yaitu sepeda motor dan sepeda. Perubahan terjadi

signifikan terjadi setelah menjadi gurandil tong yaitu pada umumnya responden

memilki alat transportasi yaitu 5 orang atau 62.50% memilki sepeda motor, 2

orang atau 25.00% memiliki sepeda dan 1 orang responden atau 12.50% memiliki

mobil pribadi. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa setelah menjadi gurandil

tong kehidupan menjadi lebih baik jika dilihat dari aset kepemilikan alat

transportasi yang dimiliki.

Tabel 43 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan

tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

N % n % n %

Tidak Sakit 5 62.50 1 12.50 -0.80 -80.00

Demam/Batuk 3 37.50 7 87.50 1.33 133.33

Total 8 100.00 8 100.00

Keterangan: (-) menurun

Tingkat kesehatan setelah menjadi gurandil tong dapat disimpulkan

menurun. Hal ini terlihat dari kesehatan responden mengalami penurunan 80.00%.

dan penyakit yang diderita yaitu batuk/demam meningkat menjadi 87.50%. jika

dilihat berdasarkan jasa yang digunakan untuk berobat 4 orang responden

menggunakan jasa praktek dokter, 2 orang responden menggunakan rumah sakit

dan 1 orang responden menggunakan obat alternatif. Hal ini disebabkan karena

tngkat pendapatan yang diperoleh gurandil tong lebih besar dan mencukupi untuk

berobat ke praktek dokter maupun yang lainnya.

Tabel 44 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan

tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015

Indikator Sebelum Sesudah Perubahan

n % N % n %

Tidak Berobat 6 75.00 1 12.50 -0.83 -83.00

Puskesmas 1 12.50 0 0.00 -1.00 -100.00

Rumah Sakit 1 12.50 2 25.00 1.00 100.00

Praktek Dokter 0 0.00 4 50.00 1.00 100.00

Obat Alternatif 0 0.00 1 12.50 1.00 100.00

Total 8 100.00 8 100.00

Keterangan: (-) menurun

Tingkat kesejahteraan suatu masyarakat atau komunitas dapat juga dilihat

dari tingkat pendpatan dan tingkat pengeluaran. Berdasarkan hasil penelitian dapat

dilihat tingkat pendapatan gurandil tong sebelum dan sesudah menjadi gurandil

tong. Pendapatan sebelum menjadi gurandil tong digolongkan menjadi 3 kategori

yaitu rendah apabila pendapatan yang diperoleh kecil dari Rp 526 959 yaitu

terdapat 3 orang responden atau 37.50%, tingkat pendapatan tergolong kategori

sedang apabila pendapatan yang diperoleh antara Rp 526 959 hingga lebih kecil

65

dari Rp 1 573 040 yaitu terdapat 3 orang responden atau 37.50%, dan kateori

tinggi apabila pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp 1 573 040 yaitu ter-

dapat 2 orang responden atau 25.00%.

Gambar 16 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal

Jaya tahun 2015

Sesudah bekerja sebagai gurandil tong, tingkat pendapatan semakin

meningkat. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan yang tergolong kategori rendah

apabila kecil dari Rp 12 571 858 yaitu terdapat 3 orang responden atau 37.50%,

tingkat pendapatan tergolong kategori sedang apabila pendapatan yang diperoleh

antara Rp 12 571 858 hingga lebih kecil dari Rp 24 428 141 yaitu terdapat 3 orang

responden atau 37.50%, dan kateori tinggi apabila pendapatan yang diperoleh

lebih besar dari Rp 24 428 141 yaitu terdapat 2 orang responden atau 25.00%.

Peningkatan jumlah pendapatan tersebut didorong oleh jenis pekerjaan yang

mereka lakukan dan harga hasil olahan seperti kepingan emas semakin meningkat.

Gambar 17 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal

Jaya tahun 2015

66

Tingkat pengeluaran yang dikeluarkan oleh responden digolongkan

menjadi 3 kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan hasil penelitian

sebelum bekerja sebagai gurandil tong, pengeluaran tergolong kategori rendah

apabila tingkat pengeluaran yang dikeluarkan lebih kecil dari Rp 10 932 589 per

tahun, pengeluaran tergolong kategori sedang apabila mengeluarkan biaya antara

Rp 10 932 589 hingga lebih kecil dari Rp 15 667 160 dan tergolong tinggi apabila

lebih besar dari Rp 15 667 160. Hasil penelitian menunjukkan 2 orang responden

atau 25.00% termasuk ke dalam kategori rendah, sebanyak 5 orang responden

atau 62.50% termasuk ke dalam kategori sedang, dan 1 orang responden atau

12.50% memiliki pengeluaran kategori tinggi.

Gambar 18 Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa

Pangkal Jaya tahun 2015

Berdasarkan hasil penelitian sesudah bekerja sebagai gurandil biasa,

pengeluaran tergolong kategori rendah apabila pengeluaran yang dikeluarkan

lebih kecil dari Rp 56 939 066 per tahun, pengeluaran tergolong kategori sedang

apabila mengeluarkan biaya antara Rp 56 939 066 hingga lebih kecil dari Rp 90

649 684 dan tergolong tinggi apabila lebih besar dari Rp 90 649 684. Hasil

penelitian menunjukkan 3 orang responden atau 37.50% termasuk ke dalam

kategori rendah, sebanyak 3 orang responden atau 37.50% termasuk ke dalam

kategori sedang, dan 2 orang responden atau 25.00% memiliki pengeluaran

kategori tinggi.

67

Gambar 19 Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa

Pangkal Jaya tahun 2015

Jenis pengeluaran yang dikeluarkan oleh gurandil baik gurandil cetek,

gurandil biasa maupun gurandil tong adalah untuk membeli rokok karena

kebiasaan orang atau masyarakat Desa Pangkal Jaya pada umumnya adalah

merokok dan teah turun-temurum kepada anak-anak. Hasil penelitian

menunjukkan rata-rata responden mengeluarkan biaya untuk rokok adalah Rp 45

000 per hari.

Tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Pangkal jaya jika dilihat

berdasarkan sumber bahan bakar dapat dikatakan meningkat dan lebih baik. Hal

ini dilihat dari sebelum menjadi gurandil baik gurandil cetek, gurandil biasa,

maupun gurandil tong pada umumnya menggunakan kayu bakar dan minyak

tanah sebagai sumber bahan bakar yang digunakan sehari-hari. Akan tetapi setelah

bekerja sebagai gurandi (gurandil cetek, biasa, dan tong) 100.00% responden

menggunakan gas elpiji sebagai bahan bakar utama untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari. Perubahan tersebut juga disebabkan karena adanya bantuan dari

pemerintah berupa kompor gas gratis yang dibagikan ke setiap rumah yang

membutuhkan baik di pedesaan maupun di perkotaan. Sedangkan jika dilihat

berdasarkan sumber penerangan semua responden atau masyarakat Desa Pangkal

Jaya telah menggunakan listrik.

Selain melihat tingkat pendapatan, pengeluaran, kesehatan, dan kondisi

fisik rumah tingkat kesejahteraan juga dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang

diperoleh oleh rumah tangga khususnya rumh tangga gurandil. Berdasarkan hasil

penelitian, tingkat pendidikan yang diperleh paling tinggi oleh keluarga gurandil

adalah Sekolah Menengah Atas (SMA). Akan tetapi masih banyak anak-anak

yang ada di Desa Pangkal Jaya mengalami putus sekolah ketika masih duduk di

Sekolah Dasar (SD). Salah satu penyebabnya adalah motivasi dan minat anak-

anak untuk sekolah dan menuntuk ilmu sangat minim dan juga tidak ada paksaan

dari pihak lain untuk wajib menuntut ilmu.

68

“ ya neng, kalo untuk sekolah mah alhamdulillah bisa gratis sampai

SMP, tapi anak-anak di sini ga punya kemauan neng buat sekolah, lebih

suka main, lebih suka nyari duit. Kalo yang niat mah bisa diitung neng

yang sampai SMA tapi alhamdulillah duit dari hasil gurandil bisa

nyekolahkan anak sampai SMA dan untung anak saya ga mau seperti

temen-temennya yang putus sekolah. Alhamdulillah anak saya mau

sekolah. Mudah-mudahan sampai kuliah”. (YY 2015)

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tingkat

kesejahteraan gurandil baik gurandil cetek, gurandil biasa, maupun gurandil tong

mengalami peningkatan terlihat dari membaiknya kondisi fisik rumah dari

sebelum menjadi sesudah gurandil, meningkatnya pendapatan dan pengeluaran

sesuai dengan kebutuhan.

HUBUNGAN FAKTOR PENDORONG, TINGKAT AKTIVITAS

DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA GURANDIL

Pembahasan dalam bab ini menjelaskan mengenai hubungan faktor-faktor

pendorong munculnya gurandil, tingkat aktivitas gurandil dan tingkat

kesejahteraan rumah tangga gurandil di Desa Pangkal Jaya, Kecamatan

Nanggung, Kabupaten Bogor. Dalam hal ini peneliti memandang bahwa adanya

kaitan antara faktor-faktor pendorong yang merupakan landasan upaya sebelum

munculnya penambang gurandil. Aktivitas penambang merupakan suatu kegiatan

usaha atau pekerjaan yang dilakukan sehingga berhubungan dengan tingkat

kesejahteraan rumah tangga gurandil.

Hubungan Faktor Pendorong Munculnya Gurandil dan Tingkat Aktivitas

Gurandil

Faktor-faktor pendorong merupakan suatu faktor yang menyebabkan

munculnya kegiatan penambangan tanpa izin atau gurandil. faktor-faktor tersebut

yaitu faktor sosial, faktor hukum dan faktor ekonomi. Faktor pendorong yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah faktor yang melandasi munculnya kegiatan

penambang gurandil bagi masyarakat Desa Pangkal Jaya maupun dari luar desa.

Secara umum, faktor-faktor pendorong munculnya gurandil berhubungan dengan

dengan tingkat aktivitas penambang gurandil untuk melakukan kegiatan

penambangan tanpa izin. Uji hubungan yang dilakukan merupkan uji hubungan

pada variabel aktivitas gurandil baik gurandil cetek, gurandil biasa, dan gurandil

tong.

Peneliti menggunakan perangkat lunak SPSS melalui uji statistik non-

parametrik melakukan uji Rank Spearman pada variabel faktor-faktor pendorong

munculnya gurandil (X) dengan tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan

penambangan tanpa izin/tikus (Y). Data yang ada mengenai faktor-faktor

pendorong munculnya gurandil ditotalkan dan dikelaskan dan diintervalkan

menjadi tiga kelas yaitu rendah, sedang dan tinggi. Akhirnya diperoleh data

rangking (ordinal). Kemudian data mengenai tingkat aktivitas gurandil yang

dilihat dari lama bekerja, frekuensi bekerja, dan lain lain dikategorikan menjadi

tiga kelas yaitu rendah, sedang dan tinggi. Aturan nilai dalam menentukan nilai

adalah sebagai berikut: 0.00 (tidak ada hubungan), 0.01-0.09 (hubungan kurang

berarti), 0.10-0.29 (hubungan lemah), 0.30-0.49 (hubungan moderat), 0.50-0.69

(hubungan kuat), 0.70-0.89 (hubungan sangat kuat), > 0.9 (hubungan mendekati

sempurna). Hipotesis secara lebih lanjut dalam bab ini dijelaskan berdasarkan

data kuantitatif yang didapatkan dengan menggunakan uji Kolerasi Rank Sperman

(α 5 persen), didukung dengan penjelasan kualitatif deskriptif.

70

Tabel 45 Uji kolerasi Rank Sperman faktor –faktor pendorong munculnya

gurandil dan tingkat aktivitas gurandil (gurandil cetek, biasa, dan

tong)

Faktor

Pendorong

Aktivitas

Gurandil

Spearman

's rho

Faktor

Pendorong

Correlation

Coefficient

1.000 .364*

Sig. (2-tailed) . .041

N 32 32

Aktivitas

Gurandil

Correlation

Coefficient

.364* 1.000

Sig. (2-tailed) .041 .

N 32 32

Berdasarkan uji korelasi, diperoleh nilai koefisien diperoleh sebesar 0.364

dengan signifikan 0.041. Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan bahwa

kedua variabel tersebut memiliki hubungan moderat. Maka H1 diterima dan H0

ditolak. Untuk memperjelas uji hipotesis dalam penelitian ini maka dijabarkan

seperti berikut:

H1: Terdapat hubungan antara faktor pendorong munculnya gurandil

dengan aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa

izin.

H0: Tidak terdapat hubungan antara faktor pendorong munculnya gurandil

dengan aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa

izin.

Uji stastistik terhadap kedua variabel tersebut disimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara variabel faktor pendorong munculnya gurandil dengan tingkat

aktivitas gurandil melakukan penambangan emas tanpa izin.

Hubungan Tingkat Aktivitas Gurandil dengan Tingkat Kesejahteraan

Rumah Tangga Gurandil

Aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan merupakan suatu

kegiatan utama yang dilakukan oleh penambang untuk mendapatkan nilai

ekonomis/pendapatan. Tingkat aktivitas dilihat dari kategori gurandil yaitu

gurandil cetek, gurandil biasa, dan gurandil tong. Aktivitas ketiga gurandil

tersebebut dlihat dari lama bekerja, frekuesi bekerja, dan lain-lain. Sedangkan

tingkat kesejahteraan dalam penelitian ini adalah suatu keadaan ekonomi sebuah

rumah tangga yang dapat dilihat dari kondisi bangunan tempat tinggal, finansial

rumah tangga (pendapatan dan pengeluaran secara pangan dan sandang), tingkat

pendidikan keluarga dan kondisi kesehatan. Tingkat kesejahteraan dibedakan

menjadi tingkat kesejahteraan sebelum dan setelah responden menjadi gurandil.

71

Tingkat aktivitas gurandil secara parsial sebelumnya tidak pernah

dihubungkan secara terpisah dengan kondisi sosial ekonomi dalam hubungannya

tingkat kesejahteraan. Peneliti kemudian memperjelas kasus ini menggunakan

perangkat lunak SPSS melalui uji statistik non-parametik melakukan uji Rank

Spearman pada variabel tingkat aktivitas gurandil (X) dengan tingkat kesejateraan

(Y). Data yang ada mengenai aktivitas gurandil ditotalkan (gurandil cetek,

gurandil biasa, gurandil tong) dan dikelaskan dan diintervalkan menjadi tiga kelas

yaitu rendah, sedang dan tinggi. Akhirnya didapatkan data ranking (ordinal).

Kemudian peneliti telah mengkode tingkat kesejahteraan berdasarkan tingkatan

(ordinal).

Tabel 46 Uji korelasi Rank Spearman tingkat aktivitas gurandil dengan tingkat

kesejahteraan rumah tangga sebelum menjadi gurandil di Desa

Pangkal Jaya

Aktivitas

Gurandil

Tingkat

Kesejahteraan

Sebelum

Spearman's

rho

Aktivitas

Gurandil

Correlation

Coefficient 1.000 .033

Sig. (2-tailed) . .857

N 32 32

Tingkat

Kesejahteraan

Sebelum

Correlation

Coefficient .033 1.000

Sig. (2-tailed) .857 .

N 32 32

Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman hubungan tingkat aktivitas

gurandil dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga sebelum bekerja sebagai

gurandil diperoleh nilai koefisien sebesar 0.033 dengan signifikan 0.857. Aturan

nilai dalam menentukan nilai adalah sebagai berikut: 0.00 (tidak ada hubungan),

0.01-0.09 (hubungan kurang berarti), 0.10-0.29 (hubungan lemah), 0.30-0.49

(hubungan moderat), 0.50-0.69 (hubungan kuat), 0.70-0.89 (hubungan sangat

kuat), > 0.9 (hubungan mendekati sempurna). Berdasarkan data tersebut maka

dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan kurang berarti.

Selain nilai korelasi yang diperoleh 0.033 juga diperoleh signifikansi 0.857.

Nilai signifikansi yang diperoleh memiliki nilai lebih besar dari nilai α yaitu 0.05

(5 persen) yang menginterpretasikan bahwa H1 diterima dan H0 ditolak yang

berarti bahwa terdapat hubungan antara tingkat aktivitas gurandil dalam

melakukan penambangan emas tanpa izin dengan tingkat kesejahteraan sebelum

menjadi gurandil. Hal ini sesuai dengan dugaan peneliti bahwa terdapat hubungan

antara tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin

dengan tingkat kesejahteraan sebelum menjadi gurandil walaupun hubungan yang

kurang berarti.

72

Tabel 47 Uji korelasi Rank Spearman tingkat aktivitas gurandil dengan tingkat

kesejahteraan rumah tangga sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal

Jaya

Aktivitas

Gurandil

Tingkat

Kesejahteraan

Setelah

Spearman's

rho

Aktivitas

Gurandil

Correlation

Coefficient 1.000 -.167

Sig. (2-tailed) . .362

N 32 32

Tingkat

Kesejahteraan

Setelah

Correlation

Coefficient -.167 1.000

Sig. (2-tailed) .362 .

N 32 32

Uji korelasi Rank Spearman hubungan tingkat aktivitas dengan tingkat

kesejahteraan rumah tangga setelah bekerja sebagai gurandil diperoleh nilai

koefisien sebesar -0.167 dengan signifikan 0.362. Dengan aturan nilai dalam

menentukan nilai adalah sebagai berikut: 0.00 (tidak ada hubungan), 0.01-0.09

(hubungan kurang berarti), 0.10-0.29 (hubungan lemah), 0.30-0.49 (hubungan

moderat), 0.50-0.69 (hubungan kuat), 0.70-0.89 (hubungan sangat kuat), > 0.9

(hubungan mendekati sempurna). Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan

bahwa kedua variabel tersebut memiliki memiliki hubungan lemah.

Selain itu, signifikansi yang diperoleh nilai lebih besar dari nilai α yaitu 0.05

(5 persen) yaitu 0.362 yang menginterpretasikan bahwa H1 diterima dan H0

ditolak yang berarti bahwa terdapat hubungan antara tingkat aktivitas gurandil

dalam melakukan penambangan emas tanpa izin dengan tingkat kesejahteraan

sesudah menjadi gurandil. Hal ini sesuai dengan dugaan peneliti bahwa terdapat

hubungan antara tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas

tanpa izin dengan tingkat kesejahteraan sesudah menjadi gurandil walaupun

hubungan lemah.

Tanda negatif pada nilai kolerasi tingkat aktivitas gurandil menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik. Artinya, ketika variabel (x)

yaitu tingkat aktivitas gurandil tinggi maka disisi lain variabel (y) yaitu

kesejahteraan rendah. Hal ini dikarenakan aktivitas yang dilakukan oleh gurandil

baik gurandil cetek, dan gurandil biasa lebih banyak berkelompok dan

menggunakan cara bagi hasil untuk bahan galian. Semakin berkelompok dalam

melakukan penambangan maka semakin kecil hasil yang diperoleh maka akan

berdampak pada kesejahetraan rumah tangga. Selain itu, berdasarkan pengamatan

di lapang, tingginya aktivitas gurandil dapat meningkatkan kesejahteraan rumah

tangga terlihat dari tingkat pendapatan yang meningkat, kondisi fisik tempat

tinggal yang semakin bagus, dan lainnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil deskripsi profil desa, deskripsi faktor-faktor pendorong

munculnya gurandil, tingkat aktivitas gurandil, dan tingkat kesejahteraan rumah

tangga, serta hubungan antara faktor-faktor pendorong munculnya gurandil

dengan tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa

izin, dan tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa

izin dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga baik sebelum maupun sesudah

menjadi gurandil, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:

1. Mayoritas penduduk Desa Pangkal Jaya bermata pencaharian utama sebagai

penambang gurandil dengan proporsi 85% dan 15% disektor lain seperti

petani, pedagang, kuli bangunan, dan buruh tani.

2. Terdapat faktor penting yang mendorong munculnya gurandil yaitu faktor

ekonomi, semakin rendahnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan

menyebabkan masyarakat desa memilih bekerja sebagai gurandil. Selain itu,

didorong karena lemahnya penegakan hukum dalam mengatasi permasalahan

tentang pertambangan tanpa izin. Dengan bekerja sebagai penambang

gurandil tidak memerlukan pendidikan yang tinggi.

3. Aktivitas penambang gurandil dikategorikan menjadi tiga yaitu berdasarkan

gurandil cetek, guradil biasa dan gurandil tong. Tingkat aktivitas yang paling

tinggi dilakukan oelh gurandil cetek karena memiliki frekusensi yang lebih

banyak dalam melakukan penambangan ke Gunung Pongkor dibandingkan

gurandil biasa dan gurandil tong.

4. Tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil paling tinggi terlihat pada

gurandil tong. Hal ini dilihat dari tingkat pendapatan yang tinggi, kondisi fisik

rumah yang semakin baik. Akan tetapi dari tingkat kesehatan, baik gurandil

cetek, biasa maupun gurandil tong mengalami kondisi kesehatan yang

menurun. Hal ini dikarenakan oleh aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan keluarga.

5. Uji statistik Rank Spearman menunjukkan adanya hubungan antara faktor

pendorong munculnya gurandil dengan tingkat aktivitas gurandil dalam

melakukan penambangan emas tanpa izin. Dengan hasil koefisien yang

diperoleh sebesar 0.364 dengan signifikan 0.041. Semakin banyak faktor

pendorong munculnya gurandil maka semakin tinggi aktivitas gurandil dalam

melakukan penambangan emas tanpa izin.

6. Uji statistik Rank Spearman antara variabel tingkat aktivitas gurandil dalam

melakukan penambangan emas tanpa izin dengan tingkat kesejahteraan

gurandil baik sebelum maupun sesudah gurandil diperoleh hasil bahwa

terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut. Dengan hasil koefisien

masing-masing 0.033 dengan signifikan 0.857 dan -0.167 dengan signifikan

0.362. Tanda negatif pada nilai kolerasi tingkat aktivitas gurandil

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik.

7.

74

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa hal yang dapat

dijadikan masukan atau saran diantaranya sebagai berikut:

1. Civitas akademika, penelitian ini perlu adanya pembandingan antar dua

lokasi yang beragam sebagai pembanding antara aktivitas gurandil dan

kesejahteraan rumah tangga gurandil yang tergolong homogen dan

heterogen, sehingga dapat memperoleh hasil yang cukup baik melihat

hubungannya.

2. Masyarakat dan gurandil, diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam

menentukan jenis pekerjaan yang sesuai dengan mempertimbangkan

resiko dan keuntungan sehingga dapat kesejahteraan rumah tangga.

3. Perusahaan dan pemerintah diharapkan dapat menyusun arah kebijakan

melandasi terciptakan penambangan gurandil (terkait faktor sosial,

ekonomi maupun hukum), sehingga menciptakan kesejahteraan khususnya

untuk rumah tangga. Serta perusahaan xdiharapkan lebih memperhatikan

dan meningkatkan kepedulian kepada masyarakat sekitar lokal

penambangan khususnya Desa Pangkal Jaya dengan memberdayakan dan

meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dengan cara

mengembangkan potensi yang ada.

75

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2003. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2003. Jakarta

(ID): BPS

[BPS] Biro Pusat Statistik. 2005. Tingkat Kemiskinan di Indonesia. Berita resmi

Statistik No. 47/IX/1 Septembr 2005. [Internet]. [diunduh 01 Oktober

2014]. Dapat diunduh dari: http://jakarta.Badan Pusat

Statistik.go.id/fileupload/brs

Brigham, Eugene F, Joel F, Houston. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan,

alih bahasa Ali Akbar Yulianto, Buku satu, Edisi sepuluh. Jakarta: PT.

Salemba Empat

Budimanta A. 2007. Kekuasaan dan Penguasaan Sumber Daya Alam : Studi

Kasus Penambangan Timah di Bangka. Jakarta: Indonesia Center for

Sustainable Development.

Erman E. 2010. Tambang, Perempuan dan Negara Gagal?. Samarinda. [Internet].

[Diunduh tanggal 19 Maret 2015 pukul 13.46]. Dapat diunduh dari:

http://issuu.com/borneo2020/docs/erwiza-erman-tambang_perempuan-dan-

negara-gagal Fahrudin A. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: PT Refika Aditama

Ismono. 2010. Tambang Harus Mensejahterakan. [Artikel]. [Internet]. Samarinda

(ID): Bappeda Samarinda. [Diunduh tanggal 04 Januari 2015 pukul 12.39

WIB].

Harrianto R. 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC

Kristanto P. 2004. Ekologi Industri. Yogyakarta: ANDI

Ngadiran, Santoso P, Purwoko B. 2002. Dampak Sosial Budaya Penambangan

Emas di Kecamatan Mandor Kabupaten Landa Propinsi Kalimantan Barat

(Social Culture Impact of Gold Mining at Mandor in Landak Regency West

Kalimantan Province). Sosiohumanika. [Internet]. [Diunduh tanggal 22

Maret 2015 pukul 22.25]. Edisi Januari 2002. 15 (1). 131.

Paryono. 2005. Dampak Pencemaran Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap

Ikan Baung di Sungai Cikaniki, Kawasan Pongkor, Bogor. [Tesis]. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/1997. Jakarta

[Permen] Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia

Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi

Dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2009 Tentang

Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pemerintah Republik Indonesia,. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia No.

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.

Pertiwi HD. 2011. Dampak Keberadaan Perusahaan Pertambangan Batubara

Terhadap Ekologi, Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Era Otonomi Daerah,

Kasus Kelurahan Sempaja Utara, Kecamatan Samarinda Utara, Kota

Samarinda. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 79 hal

Prayogo D. 2011. Socially Responsible Corporation: Peta Masalah, Tanggung

Jawab sosial dan Pembangunan Komunitas pada Industri Tambang dan

Migas di Indonesia. Jakarta (ID): Universitas Indonesia

76

Profil Desa Pangkal Jaya. 2013. Bogor (ID).

Qomariah R. 2003. Dampak Kegiatan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) Batubara

terhadap Kualitas Sumberdaya Lahan dan Sosial Ekonomi Masyarakat di

Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. [Tesis]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Rafles. 2012. Kegiatan Pertambangan Emas Rakyat dan Implikasinya Terhadap

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kenagarian Mundam Sakti

Kecamatan IV Nagari, Kabupaten Sijunjung. [Thesis]. [Internet].[Diunduh

tanggal 05 Oktober 2014 pukul 16.44 WIB]. Dapat diunduh pada:

http://pasca.unand.ac.id/id/wp-content/uploads/2011/09/KEGIATAN-

PERTAMBANGAN-EMAS-RAKYAT.pdf

Risal et al. 2013. Analisis Dampak Kebijakan Pertambangan terhadap Kehidupan

Sosial Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Makroman. E-Journal

Administrative Reform. [Internet]. Jurnal. [Diunduh tanggal 07 Oktober

2014]; 1(1): 117-131. Dapat diunduh dari: http://ar.mian.fisip-

unmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2013/06/Artikel_ejournal_mulai_hlm_g

anjil-ok%20%2806-03-13-03-52-45%29.pdf

Rusli S. 2005. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta (ID): LP3ES.

Salim HS. 2007. Hukum Pertambangan di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Singarimbun M, Effendi S. 2006. Metode dan Proses Penelitian. Jakarta (ID):

Pustaka LP3ES Indonesia

Siregar FF. 2009. Persepsi Masyarakat tentang Pembukaan Pertambangan Emas

di Hutan Batang Toru (Studi Kasus Kecamatan Batang Toru, Kabupaten

Tapanuli Selatan). [Skripsi]. Sumatera Utara (ID): Universitas Sumatera

Utara.

Soemarwoto O. 2005. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:

Djambatan.

Suharto E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Kajian

Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial).

Bandung: PT Refika Aditama.

Sulton A. 2011. Dampak Aktivitas Pertambangan Bahan Galian Golongan C

terhadap Kondisi Kehidupan Masyarakat Desa (Analisis Sosio-Ekonomi

dan Sosio-Ekologi Masyarakat Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian

Bogor

Suma’mur PK. 1996. Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Cetakan

Kedua. Jakarta: CV. Haji Mas Agung.

[UU] Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial

[UU] Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Pertambangan

Wibisono B. 2008. Model Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan

Mineral yang Berkelanjutan (Studi Kasus: Pengelolaan Lingkungan Mod-

ADA Di Kabupaten Mimika, Papua). [Disertasi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Willybrodus, Chang W. 2012. Dampak Ekonomis Penambangan Emas bagi

Masyarakat Mandor, Kalimantan Barat. [Jurnal Ilmiah Nasional]. [Internet].

[Diunduh pada tanggal 22 Maret 2015 pukul 22.28]. Edisi 38, No. 1/2012,

77

ISSN 977-0125-9989-1-9 (LIPI, No. Akreditasi: 439/AU2/P2MI-

LIPI/08/2012).

Zulqayyim. 2006. Dinamika Dua Kota Tambang: Perubahan Sosial dan

Munculnya Tambang Rakyat di Sawahlunto Sumatera Barat dan Sungai Liat

Bangka pada Masa Reformasi. [Artikel Penelitian]. Padang (ID): Fakultas

Sastra, Universitas Andalas Padang.

78

79

LAMPIRAN

80

81

Keterangan:

Nama Wilayah: Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,

Provinsi Jawa Barat

Batas-batas Geografis:

Timur : berbatasan dengan Desa Hambaro.

Barat : berbatasan dengan Desa Nanggung

Utara : berbatasan dengan Desa Kalong Liud, dan

Selatan : berbatasan dengan Desa Bantar Karet

Lampiran 1. Sketsa lokasi penelitian

82

Kegiatan Des Jan Feb Mar Apr Mei

3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penyusun

an

Proposal

Skripsi

Kolokiu

m

Perbaikan

Proposal

Pengambi

lan Data

Lapangan

Pengolah

an dan

Analisis

Data

Penulisan

Draft

Skripsi

Uji Petik

Sidang

Skripsi

Perbaikan

Laporan

Penelitian

Lampiran 2. Jadwal penelitian

83

Lampiran 4 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman

Ordinalfaktor

Pendorong

OrdinalAktivitas

Gurandil

Spearman's

rho

Ordinalfaktor

Pendorong

Correlation

Coefficient 1.000 .364

*

Sig. (2-tailed) . .041

N 32 32

OrdinalAktivit

asGurandil

Correlation

Coefficient .364

* 1.000

Sig. (2-tailed) .041 .

N 32 32

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2 tailed).

OrdinalAktivitas

Gurandil

OrdinalTingkatKes

ejahteraanSebelum

Spearman's

rho

OrdinalAktivitas

Gurandil

Correlation

Coefficient 1.000 .033

Sig. (2-tailed) . .857

N 32 32

OrdinalTingkat

Kesejahteraan

Sebelum

Correlation

Coefficient .033 1.000

Sig. (2-tailed) .857 .

N 32 32

OrdinalAktivitas

Gurandil

OrdinalTingk

atKesejahtera

anSetelah

Spearman's

rho

OrdinalAktivitas

Gurandil

Correlation

Coefficient 1.000 -.167

Sig. (2-tailed) . .362

N 32 32

OrdinalTingkat

Kesejahteraan

Setelah

Correlation

Coefficient -.167 1.000

Sig. (2-tailed)

.362 .

N 32 32

Lampiran 3. Hasil Uji Reliabilitas

Lampiran 3 Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.769 161

84

Lampiran 5 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil cetek di

Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam

satu tahun terakhir

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Pengeluaran Beras sebelum

Gurandil 16 540 000 4 320 000 1 805 625

Pengeluaran Ikan sebelum

Gurandil 16 360 000 1 800 000 741 563

Pengeluaran Daging sebelum

Gurandil 7 180 000 600 000 351 429

Pengeluaran Telur dan Susu

sebelum Gurandil 14 114 000 1 080 000 514 714

Pengeluaran Sayur-sayuran

sebelum Gurandil 16 180 000 720 000 441 250

Pengeluaran Buah-buahan sebelum

Gurandil 6 100 000 350 000 191 667

Pengeluaran Minyak/Lemak

sebelum Gurandil 16 360 000 720 000 540 000

Pengeluaran Bumbu-bumbuan

sebelum Gurandil 12 180 000 720 000 315 000

Pengeluaran Tembakau/Sirih

sebelum Gurandil 16 1 800 000 5 040 000 3 116 250

Pengeluaran Sewa/Kontrak Rumah

sebelum Gurandil 1 300 000 300 000 300 000

Pengeluaran Biaya Listrik/Gas/Dll

sebelum Gurandil 16 180 000 1 200 000 510 375

Pengeluaran Biaya Telepon

sebelum Gurandil 9 120 000 1 620 000 435 556

Pengeluaran Peralatan

Mandi/Kecantikan sebelum

Gurandil

16 120 000 288 000 179 125

Pengeluaran Transportasi sebelum

Gurandil 5 1 080 000 2 700 000 1 404 000

Pengeluaran Pakaian sebelum

Gurandil 13 500 000 3 000 000 1 211 538

Pengeluaran Perkakas Rumah

Tangga sebelum Gurandil 1 5 000 000 5 000 000 5 000 000

Pengeluaran untuk Pesta sebelum

Gurandil 1 20 000 000 20 000 000 20 000 000

Valid N (listwise) 0

85

Lampiran 6 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil Cetek di

Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam

satu tahun terakhir

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Pengeluaran Konsumsi Beras setelah

Gurandil 14 2 700 000 7 200 000 4 448 571

Pengeluaran Ikan setelah Gurandil 16 336 000 4 032 000 2 106 000

Pengeluaran Daging setelah Gurandil 16 240 000 4 800 000 1 758 000

Pengeluaran Telur dan Susu setelah

Gurandil 16 144 000 4 320 000 2 346 750

Pengeluaran Sayur-sayuran setelah

Gurandil 16 1 080 000 9 000 000 2 452 500

Pengeluaran Buah-buahan setelah

Gurandil 13 360 000 2 400 000 971 538

Pengeluaran Minyak/Lemak setelah

Gurandil 16 1 080 000 1 260 000 1 248 750

Pengeluaran Bumbu-bumbuan setelah

Gurandil 16 480 000 1 800 000 1 425 000

Pengeluaran Tembakau/Sirih setelah

Gurandil 16 3 600 000 25 920 000 10 980 000

Pengeluaran Makana dan Minuman

setelah Gurandil 8 240 000 7 200 000 1 680 000

Pengeluaran Perbaikan Rumah setelah

Gurandil 3 3 000 000 50 000 000 19 333 333

Pengeluaran Biaya Listrik/Gas/Dll

setelah Gurandil 16 1 200 000 4 080 000 1 989 000

Pengeluaran Biaya Telepon setelah

Gurandil 15 480 000 3 600 000 1 328 000

Pengeluaran Peralatan

Mandi/Kecantikan setelah Gurandil 16 480 000 1 200 000 690 000

Pengeluaran Biaya Kesehatan setelah

Gurandil 11 70 000 5 000 000 716 364

Pengeluaran Biaya Pendidikan setelah

Gurandil 6 200 000 6 000 000 2 150 000

Pengeluaran Transportasi setelah

Gurandil 13 1 200 000 7 200 000 3 456 923

Pengeluaran Pakaian setelah Gurandil 16 500 000 10 000 000 2 343 750

Pengeluaran Perkakas Rumah Tangga

setelah Gurandil 9 1 000 000 10 000 000 3 893 333

Pengeluaran Pajak setelah Gurandil 14 10 000 500 000 231 071

Pengeluaran untuk Pesta setelah

Gurandil 2 25 000 000 25 000 000 25 000 000

Valid N (listwise) 0

86

Lampiran 7 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil biasa di

Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam

satu tahun terakhir

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Pengeluaran Beras sebelum

Gurandil 8 720 000 5 400 000 2 171 250

Pengeluaran Ikan sebelum

Gurandil 8 400 000 1 080 000 687 500

Pengeluaran Daging sebelum

Gurandil 6 180 000 900 000 375 000

Pengeluaran Telur dan Susu

sebelum Gurandil 8 144 000 720 000 391 500

Pengeluaran Sayur-sayuran

sebelum Gurandil 8 360 000 720 000 612 500

Pengeluaran Buah-buahan

sebelum Gurandil 3 200 000 350 000 283 333

Pengeluaran Minyak/Lemak

sebelum Gurandil 8 360 000 1 080 000 652 500

Pengeluaran Bumbu-bumbuan

sebelum Gurandil 8 180 000 720 000 337 500

Pengeluaran Tembakau/Sirih

sebelum Gurandil 8 3 600 000 7 200 000 4 455 000

Pengeluaran Biaya

Listrik/Gas/Dll sebelum Gurandil 8 300 000 720 000 531 000

Pengeluaran Biaya Telepon

sebelum Gurandil 4 120 000 560 000 365 000

Pengeluaran Peralatan

Mandi/Kecantikan sebelum

Gurandil

7 120 000 288 000 152 571

Pengeluaran Transportasi

sebelum Gurandil 5 300 000 4 800 000 1 872 000

Pengeluaran Pakaian sebelum

Gurandil 7 250 000 2 000 000 935 714

Pengeluaran Perkakas Rumah

Tangga sebelum Gurandil 1 200 000 200 000 200 000

Pengeluaran Pungutan sebelum

Gurandil 1 15 000 15 000 15 000

Valid N (listwise) 0

87

Lampiran 8 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil biasa di

Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam

satu tahun terakhir

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Pengeluaran Konsumsi Beras setelah

Gurandil 7 2 520 000 5 580 000 4 088 571

Pengeluaran Ikan setelah Gurandil 7 1 800 000 3 600 000 2 749 714

Pengeluaran Daging setelah Gurandil 7 900 000 5 400 000 2 840 571

Pengeluaran Telur dan Susu setelah

Gurandil 7 144 000 8 280 000 2 628 000

Pengeluaran Sayur-sayuran setelah

Gurandil 7 1 800 000 3 600 000 2 314 286

Pengeluaran Buah-buahan setelah

Gurandil 7 480 000 2 400 000 994 286

Pengeluaran Minyak/Lemak setelah

Gurandil 7 336 000 1 260 000 1 107 429

Pengeluaran Bumbu-bumbuan

setelah Gurandil 7 480 000 1 920 000 1 457 143

Pengeluaran Tembakau/Sirih setelah

Gurandil 8 672 000 17 280 000 10 929 000

Pengeluaran Makana dan Minuman

setelah Gurandil 5 600 000 36 000 000 7 800 000

Pengeluaran Konsumsi Lainnya

setelah Gurandil 1 1 350 000 1 350 000 1 350 000

Pengeluaran Perbaikan Rumah

setelah Gurandil 2 15 000 000 60 000 000 37 500 000

Pengeluaran Biaya Listrik/Gas/Dll

setelah Gurandil 7 1 200 000 3 840 000 2 262 857

Pengeluaran Biaya Telepon setelah

Gurandil 8 180 000 18 000 000 3 652 500

Pengeluaran Peralatan

Mandi/Kecantikan setelah Gurandil 8 480 000 3 600 000 1 425 000

Pengeluaran Biaya Kesehatan setelah

Gurandil 3 30 000 3 000 000 1 026 667

Pengeluaran Biaya Pendidikan

setelah Gurandil 3 300 000 9 000 000 3 340 000

Pengeluaran Transportasi setelah

Gurandil 8 720 000 12 000 000 3 880 500

Pengeluaran Pakaian setelah

Gurandil 8 1 000 000 5 000 000 2 725 000

Pengeluaran Perkakas Rumah

Tangga setelah Gurandil 5 2 000 000 12 000 000 5 160 000

Pengeluaran Pajak setelah Gurandil 6 29 000 550 000 328 167

Pengeluaran untuk Pesta setelah

Gurandil 2 16 000 000 25 000 000 20 500 000

Valid N (listwise) 0

88

Lampiran 9 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil tong di

Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam

satu tahun terakhir

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Pengeluaran Beras sebelum Gurandil 8 540 000 3 600 000 2 306 250

Pengeluaran Ikan sebelum Gurandil 8 600 000 1 800 000 1 110 000

Pengeluaran Daging sebelum Gurandil

5 240 000 900 000 420 000

Pengeluaran Telur dan Susu sebelum Gurandil

8 144 000 900 000 484 000

Pengeluaran Sayur-sayuran sebelum Gurandil

8 360 000 1 080 000 567 500

Pengeluaran Buah-buahan sebelum Gurandil

4 180 000 400 000 322 500

Pengeluaran Minyak/Lemak sebelum Gurandil

8 360 000 1 200 000 735 000

Pengeluaran Bumbu-bumbuan sebelum Gurandil

6 180 000 360 000 300 000

Pengeluaran Tembakau/Sirih sebelum Gurandil

8 1 800 000 7 200 000 4 050 000

Pengeluaran Sewa/Kontrak Rumah sebelum Gurandil

1 1 800 000 1 800 000 1 800 000

Pengeluaran Biaya Listrik/Gas/Dll sebelum Gurandil

8 180 000 1 080 000 689 250

Pengeluaran Biaya Telepon sebelum Gurandil

4 300 000 560 000 447 500

Pengeluaran Peralatan Mandi/Kecantikan sebelum Gurandil

7 120 000 288 000 178 286

Pengeluaran Transportasi sebelum Gurandil

3 1 080 000 7 200 000 3 960 000

Pengeluaran Pakaian sebelum Gurandil

7 100 000 1 500 000 671 429

Pengeluaran Perkakas Rumah Tangga sebelum Gurandil

1 250 000 250 000 250 000

Pengeluaran Pungutan sebelum Gurandil

1 5000 5000 5 000

Valid N (listwise) 0

89

Lampiran 10 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil tong di

Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor

dalam satu tahun terakhir

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Pengeluaran Konsumsi Beras setelah Gurandil

7 2 700 000 5 040 000 3 060 000

Pengeluaran Ikan setelah Gurandil 7 336 000 5 400 000 2 201 143

Pengeluaran Daging setelah Gurandil 7 1 344 000 8 640 000 3 483 429

Pengeluaran Telur dan Susu setelah Gurandil

7 288 000 2 160 000 864 000

Pengeluaran Sayur-sayuran setelah Gurandil

7 1 080 000 3 600 000 2 417 143

Pengeluaran Buah-buahan setelah Gurandil

8 360 000 2 880 000 1 575 000

Pengeluaran Minyak/Lemak setelah Gurandil

7 1 080 000 1 344 000 1 194 857

Pengeluaran Bumbu-bumbuan setelah Gurandil

7 4 80 000 1 800 000 925 714

Pengeluaran Tembakau/Sirih setelah Gurandil

8 5 040 000 24 480 000 13 995 000

Pengeluaran Makana dan Minuman setelah Gurandil

8 600 000 18 000 000 6 525 000

Pengeluaran Perbaikan Rumah setelah Gurandil

1 6 000 000 6 000 000 6 000 000

Pengeluaran Biaya Listrik/Gas/Dll setelah Gurandil

8 1 200 000 2 640 000 1 995 000

Pengeluaran Biaya Telepon setelah Gurandil

8 1 800 000 7 200 000 3 675 000

Pengeluaran Peralatan Mandi/Kecantikan setelah Gurandil

8 480 000 6 000 000 1 530 000

Pengeluaran Biaya Kesehatan setelah Gurandil

3 200 000 7 000 000 2 600 000

Pengeluaran Biaya Pendidikan setelah Gurandil

5 240 000 12 000 000 3 744 000

Pengeluaran Transportasi setelah Gurandil

7 2 340 000 4 680 000 3 330 857

Pengeluaran Jasa Lainnya setelah Gurandil

3 4 800 000 24 000 000 11 520 000

Pengeluaran Pakaian setelah Gurandil

8 1 000 000 3 600 000 2 512 500

Pengeluaran Perkakas Rumah Tangga setelah Gurandil

8 600 000 85 000 000 15 012 500

Pengeluaran Pajak setelah Gurandil 7 270 000 4 000 000 910 714

Pengeluaran untuk Pesta setelah Gurandil

1 20 000 000 20 000 000 20 000 000

Valid N (listwise) 0

90

Lampiran 11 Dokumentasi Penelitian

Proses Penghancuran bahan galian Proses pengolahan

Tempat pembakaran karbon Pengolahan dan pemisahan

Pembentukan kepingan emas Proses merapikan kepingan emas

91

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Wira Fuji Astuti dilahirkan di Balai Tangah,

Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat, pada

tanggal 26 Desember 1992 dari pasangan Asril dan Masneti. Penulis merupakan

anak kedua dari enam bersaudara. Pendidikan formal dijalani penulis mulai dari

TK. Bustanul Athfal Lintau Buo Utara (1998-1999), SDN 05 Lintau Buo Utara

(1999-2005), SMP Negeri 03 Lintau (2005-2008), SMA Negeri 1 Lintau, Sumatra

Barat (2008-2011). Pada tahun 2011, penulis diterima menjadi mahasiswi

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi

Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan. Penulis

merupakan mahasiswi penerima Beasiswa Pendidikan Mahasiswa Berprestasi

(Bidik Misi) Dikti.

Selain aktif dalam kegiatan perkuliahan, sejak pertama kali masuk dunia

perkuliahan, penulis sudah aktif mengikuti berbagai organisasi, yaitu bergabung

dalam Ikatan Pelajar Mahasiwa Minang Bogor (IPMM Bogor), Unit Kegiatan

Mahasiswa yaitu UKM voli IPB 2011-2013 dan organisasi-organisasi di luar

kampus lainnya. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan

seperti pada 6th Ecology Sport and Art Event divisi medis (kesehatan) tahun 2013,

panitia Minang Vaganza divisi konsumsi tahun 2013. Hingga kini penulis masih

menjadi mahasiswa aktif di Institut Pertanian Bogor.