dampak aktivitas pertambangan emas tanpa izin … · adalah faktor hukum dan faktor sosial. ......
TRANSCRIPT
i
DAMPAK AKTIVITAS PERTAMBANGAN EMAS
TANPA IZIN TERHADAP KESEJAHTERAAN
RUMAH TANGGA GURANDIL
WIRA FUJI ASTUTI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Aktivitas
Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Gurandil
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Wira Fuji Astuti
NIM I34110055
iii
ABSTRAK
WIRA FUJI ASTUTI. Dampak Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin
terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Gurandil. Di bawah bimbingan
IVANOVICH AGUSTA dan MAHMUDI SIWI
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara faktor-faktor
pendorong munculnya gurandil dengan aktivitas yang dilakukan oleh gurandil
dalam melakukan penambangan emas tanpa izin dan hubungannya dengan
kesejahteraan rumah tangga dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman.
Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif, yaitu
penggunaan instrumen berupa kuesioner, dan didukung data kualitatif dengan
metode wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan penelusuran dokumen.
Hasil penelitian ini memaparkan bahwa faktor pendorong munculnya gurandil
berhubungan dengan tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan
emas tanpa izin. Faktor yang sangat mempengaruhi tingginya aktivitas gurandil
adalah faktor ekonomi karena rendahnya tingkat pendapatan yang diperoleh untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Faktor lain yang mempengaruhi aktivitas gurandil
adalah faktor hukum dan faktor sosial. Tingkat aktivitas gurandil dikategorikan
sesuai dengan karakteristik gurandil yaitu gurandil cetek, gurandil biasa, dan
gurandil tong. Aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin
paling tinggi adalah gurandil cetek. Berdasarkan aktivitas gurandil tersebut
diperoleh hubungan dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil yang
dilihat dari kondisi fisik bangunan tempat tinggal, tingkat kesehatan, tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, dan tingkat pengeluaran.
Kata kunci: aktivitas gurandil, faktor-faktor pendorong, tingkat kesejahteraan
ABSTRACT
WIRA FUJI ASTUTI. The Impact of the Activities of Illegal Mining for
Household Welfare Gurandil. Under the guidance of
IVANOVICH AGUSTA and MAHMUDI SIWI
This study aimed to analyze relationship between factors which are stimulated
emergence of gurandil with activities undertaken by gurandil in doing illegal gold
mining, and its relationship with welfare of households, by using Spearman rank
correlation test. This research was conducted using quantitative research
approach, namely use of instruments such as questionnaires, and qualitative data
supported by in-depth interviews, participant observation and document analysis.
Results of this study explain that the factors stimulates the emergence gurandil
are associated with the level of activity in the gold mining without permission.
Factors that influence intensity of gurandil's activity is economic factors, because
of low level of earned income to meet family needs. Another factor that affects
activity of gurandil is legal factors and social factors. Gurandil activity levels are
categorized according to the characteristics, namely gurandil shallow, regular
gurandil, and gurandil barrel. Gurandil activity in gold mining without
permission is gurandil shallow highest. Based on the obtained relationship
gurandil activity by household welfare level gurandil is seen from physical
condition of residential buildings, level of health, education level, income level,
and level of expenditure.
Keywords:, driving factors of gurandil, gurandil activity, level of welfare
iii
DAMPAK AKTIVITAS PERTAMBANGAN EMAS
TANPA IZIN TERHADAP KESEJAHTERAAN
RUMAH TANGGA GURANDIL
WIRA FUJI ASTUTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
iii
Judul Skripsi : Dampak Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap
Kesejahteran Rumah Tangga Gurandil
Nama : Wira Fuji Astuti
NIM : I34110055
Disetujui oleh
Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi Mahmudi Siwi, SP, MSi
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Diketahui
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: _______________
PRAKATA
Untaian puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan
Semesta Alam yang memberikan nikmat jasmani dan rohani serta waktu yang
bermanfaat bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Dampak Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap Kesejahteraan
Rumah Tangga Gurandil“ dapat diselesaikan tanpa hambatan dan masalah yang
berarti. Pujian dan sholawat senantiasa penulis sampaikan kepada Rasulullah
SAW, keluarga beliau, dan para sahabat hingga tabi’in dan pengikutnya hingga
hari akhir.
Penghargaan dan terimakasih penulis sampaikan untuk Bapak Enkon
Sukondi sebagai kepala desa, Bapak Ahmad Rifai sebagai sekretaris Desa Pangkal
Jaya, keluarga Ibu Neng dan Bapak Adang, perangkat Desa Pangkal Jaya dan
seluruh masyarakat Desa Pangkal Jaya yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan penelitian di daerah tersebut dan telah
memberikan kemudahan bagi penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr Ivanovich Agusta, SP,
MSi dan Mahmudi Siwi, SP, MSi sebagai dosen pembimbing yang senantiasa
memberikan saran, kritik, dan motivasi selama proses penulisan skripsi ini.
Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada Ibu Masneti dan
Bapak Asril orang tua tercinta, kakak, dan adik tersayang serta semua keluarga
yang selalu berdoa dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir Fredian Tonny Nasdian, MS dan
Bapak Martua Sihaloho, SP, MSi sebagai penguji dalam sidang skripsi yang telah
banyak memberikan masukan kepada penulis serta Bapak Dr Sofyan Sjaf, MSi selaku dosen penguji petik yang telah melakukan pengkoreksian pada sistematika dan
tata cara penulisan yang baik. Tidak lupa terimakasih juga penulis sampaikan kepada Anita Pertiwi, Dwi
Tasya Liandra sebagai sahabat yang selalu memberikan dukungan dan semangat
layaknya keluarga, Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang khususnya angkatan 48,
Ikatan Mahasiswa Serambi Mekah dan Pagaruyung serta temen-temen satu
bimbingan Desi Rosita, Nashrul Latif dan Ami Kusuma Handayani yang saling
menyemangati satu sama lain. Dan juga ucapan terimakasih kepada keluarga
besar SKPM terutama untuk temen-temen seperjuangan SKPM 48 atas semangat
dan kebersamaan selama ini serta semua pihak yang telah memberikan dukungan
sehingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua
pihak.
Bogor, Mei 2015
Wira Fuji Astuti
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Masalah Penelitian 3
Tujuan Penelitian 4
Kegunaan Penelitian 4
PENDEKATAN TEORITIS 5
Tinjauan Pustaka 5
Pengertian Pertambangan 5
Pertambangan Emas Tanpa Izin (Peti) 6
Dampak Aktivitas Pertambangan 7
Dampak Aspek Sosial-Ekonomi 8
Kesejahteraan 9
Kerangka Pemikiran 10
Hipotesis 11
Definisi Operasional 12
PENDEKATAN LAPANGAN 19
Metode Penelitian 19
Lokasi dan Waktu Penelitian 19
Teknik Pemilihan Responden dan Informan 19
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data 20
Teknik Pengolahan dan Analisis Data 21
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 23
Kondisi Geografis dan Lingkungan 23
Kondisi Demografi dan Ekonomi Sosial Budaya 24
Kondisi Sarana dan Prasarana 27
Kondisi Sosial Budaya 28
FAKTOR PENDORONG MUNCULNYA PENAMBANG EMAS TANPA
IZIN (GURANDIL) 29
Karakteristik Responden 29
Faktor Sosial 31
Faktor Hukum 33
Faktor Ekonomi 35
AKTIVITAS PERTAMBANGAN EMAS TANPA IZIN (GURANDIL) 39
Identifikasi Tingkat Aktivitas Gurandil di Desa Pangkal Jaya 39
Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Cetek (Kecil) 40
Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Biasa 42
Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Tong 44
KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA GURANDIL 49
Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Cetek 49
Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Biasa 56
Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Tong 61
ix
HUBUNGAN FAKTOR PENDORONG, TINGKAT AKTIVITAS DAN
KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA GURANDIL 69
Hubungan Faktor Pendorong dan Aktivitas Gurandil 69
Hubungan Tingkat Aktivitas dengan Tingkat Kesejahteraan Rumah
Tangga Gurandil 70
SIMPULAN DAN SARAN 73
Simpulan 73
Saran 74
DAFTAR PUSTAKA 75
RIWAYAT HIDUP 91
DAFTAR TABEL
1 Definisi operasional faktor-faktor pendorong 12 2 Definisi operasional aktivitas gurandil 13 3 Definisi operasional tingkat kesejahteraan 15 4 Pemilihan informan 20 5 Teknik pengumpulan data dan jenis data 21 6 Jumlah dan persentase luas lahan menurut jenis pemanfaatan di
Desa Pangkal Jaya tahun 2013 23
7 Jumlah penduduk Desa Pangkal Jaya tahun 2011-2014 24
8 Jumlah dan persentase penduduk Desa Pangkal Jaya menurut
jenis kelamin tahun 2014 24 9 Data penduduk yang tersebar menurut RW/Dusun 25 10 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di
Desa Pangkal Jaya tahun 2013 26 11 Jumlah penduduk menurut umur di Desa Pangkal Jaya tahun 2014 26 12 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di
Desa Pangkal Jaya tahun 2013 27 13 Sarana dan prasarana pendidikan di Desa Pangkal Jaya tahun 2013 27 14 Sarana dan prasarana peribadatan Desa Pangkal Jaya tahun 2013 28 15 Kondisi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PKMS) Di
Desa Pangkal Jaya tahun 2013 28
16 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan kategori
umur di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 29
17 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat
pendidikan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 30
18 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan luas lahan
yang dimiliki di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 30
19 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat
pengetahuan tentang hukum pertambangan di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015 34
20 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat
pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 37
21 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 49
22 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 50
23 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 50
24 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015 51
25 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015 51
xi
26 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 52
27 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 52
28 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek
berdasarkan kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015 53
29 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 56
30 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 56
31 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 57
32 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015 57
33 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015 57
34 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015 58
35 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 58
36 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa
berdasarkan tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 58
37 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 61
38 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 62
39 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 62
40 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015 63
41 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015 63
42 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015 63
43 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 64
44 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong
berdasarkan tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 64
45 Uji kolerasi Rank Sperman faktor –faktor pendorong munculnya
gurandil dan tingkat aktivitas gurandil (gurandil cetek, biasa, dan tong) 70
xii
46 Uji korelasi Rank Spearman tingkat aktivitas gurandil dengan
tingkat kesejahteraan rumah tangga sebelum menjadi gurandil di
Desa Pangkal Jaya 71
47 Uji korelasi Rank Spearman tingkat aktivitas gurandil dengan
tingkat kesejahteraan rumah tangga sesudah menjadi gurandil di Desa
Pangkal Jaya 72
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran 11 2 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan
tingkat pengetahuan tentang hukum pertambangan di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 33 3 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan
pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 36 4 Bangunan rumah gurandil cetek 41 5 Bangunan rumah gurandil tong 44
6 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan
tingkat keselamatan kerja di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 45
7 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan
tingkat keselamatan kerja di Desa Pangkal Jaya tahun 2015 46 8 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 53 9 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 54 10 Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 55 11 Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 55
12 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 59 13 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 59 14 Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015. 60 15 Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 61 16 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 65 17 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 65
18 Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 66
19 Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015 67
DAFTAR LAMPIRAN
1 Sketsa lokasi penelitian 81 2 Jadwal penelitian 82 3 Uji Reliabilitas 83 4 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman 83 5 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil cetek
di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir 84 6 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil Cetek
di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir 85 7 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil biasa
di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir 86 8 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil biasa
di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir 87 9 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil tong
di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir 88 10 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil tong
di Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir 89 11 Dokumentasi Penelitian 90
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai salah satu sektor industri dalam tatanan ekonomi global, industri
pertambangan memiliki posisi dominan dalam pembangunan sosial ekonomi
negara maju dan berkembang. Hadirnya sektor industri memberikan dampak
positif maupun negatif bagi masyarakat. Tanpa menampik dampak positifnya,
dampak negatif dalam ranah sosial, ekonomi, lingkungan, politik, dan budaya
yang ditimbulkan sektor industri ini lebih banyak. Dampak negatif tersebut
cenderung membesar di negara-negara berkembang atau di negara-negara yang
menghadapi kendala ketidakefektifan sistem pemerintahan, ketiadaan regulasi
(perundangan) yang memadai serta tingginya gejolak sosial-politik (Kristanto
2004). Pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah bukan semata-
mata berorientasi pada pembangunan fisik saja melainkan lebih jauh dimaksudkan
untuk pembangunan manusia Indonesia seutuhnya lahir dan batin menuju
peningkatan taraf hidup rakyat Indonesia yang adil dan makmur sejahtera. Sesuai
pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu ”Bumi, air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Oleh karena itu, pemerintah berusaha
memanfaatkan sumber tenaga, sumber alam dan teknologi untuk pertumbuhan
pembangunan ekonomi Indonesia.
Pengelolaan dan penguasaan sumber daya alam telah dibangun melalui
semangat UUD 1945 Pasal 33 dengan tujuan utama adalah untuk sebesar besarnya
kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Amanat UUD 1945 ini merupakan landasan
pembentukan kebijakan pertambangan yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1967 tentang Pokok Pertambangan Mineral dan Batubara yang kemudian diganti
dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara. Menurut Saleng (2007), dibentuknya Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara merupakan konsekuensi dari
lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah
Kabupaten/Kota dan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
Pemerintah di samping meningkatkan sektor pertanian dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga menggalakkan industri baik industri
kecil, industri menengah dan juga industri besar, untuk menciptakan lapangan
kerja baik di sektor formal maupun informal. Industri menempati posisi sentral
dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang
memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan mobilitas perorangan yang
belum pernah terjadi sebelumnya pada sebagian besar penduduk dunia. Industri
sangat esensial untuk memperluas landasan pembangunan dan memenuhi
kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Banyak kebutuhan umat manusia
hanya dapat dipenuhi oleh barang dan jasa yang disediakan dari sektor industri.
2
Pembinaan dan penyiapan masyarakat menjadi masyarakat industri, hanya
dimungkinkan oleh pengetahuan yang luas dan mendalam tentang perubahan -
perubahan yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Namun lebih dari itu, industri
membutuhkan kesiapan sosial budaya dari masyarakat untuk menerima,
mendukung serta melestarikan keberadaan fisik suatu industri di tengah
masyarakat bahkan justru kesiapan sosial budaya ini merupakan faktor penting
dalam penunjang lajunya proses industri dalam suatu masyarakat.
Industri tambang mineral dan migas dapat berkembang sangat pesat
karena kebutuhan dan permintaan atas mineral dan energi yang terus meningkat
bersamaan dengan pertumbuhan jumlah penduduk serta kesejahteraan. Namun di
balik peningkatan tersebut, terdapat dua permasalahan besar yang dihadapi
industri yaitu pertama cadangan sumber alam semakin menipis dan kedua
resistensi masyarakat khusus nya masyarakat lokal semakin meningkat yang
terungkap dari kasus konflik antaran korporasi dengan komunitas lokal, baik
diakibatkan oleh praktik tambang sendiri mapun berbentuk konflik kepentingan.
Oleh sebab itu, dibalik pesatnya perkembangan industri tambang dan migas,
kedudukan korporasi sangat rentan terhadap tekanan utamanya dari kalangan civil
society karena persepsi umum melihat praktik industri tersebut lebih banyak
memberikan dampak negatif daripada positifnya terhadap lingkungan sekitar,
secara fisik maupun sosial (Prayogo 2011)
Hadirnya industri pertambangan di daerah Bogor menimbulkan daya tarik
tersendiri bagi pencari kerja baik dari dalam maupun dari luar daerah
pertambangan, sehingga akan menimbulkan masyarakat yang majemuk. Dengan
adanya masyarakat tersebut, berbagai macam budaya dan prilaku akan
berpengaruh kepada kehidupan baik pada kondisi sosial maupun kondisi ekonomi.
Sebelum adanya industri mata pencarian mayarakat adalah di bidang pertanian.
Seiring berkembangnya industri yang masuk ke pedesaan perlahan lahan budaya
bertani mulai luntur dan masyarakat lebih tertarik untuk bekerja di industri. Akan
tetapi, untuk masuk ke ranah industri masyarakat juga harus bersaing satu sama
lain agar terserap oleh industri. Persaingan yang ada yaitu persaingan dalam hal
keterampilan (skill) dan juga pengetahuan masyarakat pada bidang pekerjaan yang
menuntut kedua hal tersebut. Hal ini terjadi saat perusahaan mengambil karyawan
dari luar daerah, jika ada orang lokal biasanya perusahaan hanya memposisikan
mereka sebagai satpam atau pembantu saat survei lapangan. Dikarenakan
kebanyakan masyarakat asli daerah tersebut masih berpendidikan rendah dan
minim dalam kemampuan.
Desa Pangkal Jaya merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor yang berbatasan langsung dengan PT. Antam
(Persero) Tbk UBPE Pongkor. Selain di bidang pertanian, masyarakat Desa
Pangkal Jaya pada umumnya bekerja sebagai penambang emas tanpa izin atau
yang dikenal dengan penambang gurandil/tikus. Sebelum beroperasinya
perusahaan pertambangan di daerah gunung pongkor, penambang gurandil telah
ada dengan jumlah yang sangat sedikit. Akan tetapi, fenomena peti (penambang
gurandil) marak sekitar tahun 1998 akibat faktor daya tarik harga emas yang
mencapai angka Rp 100 000 per gram, di samping karena krisis ekonomi dan
pengangguran yang melonjak. Diperkirakan ada sekitar 3 000 hingga 8 000
gurandil yang beroperasi di Pongkor. Sekitar 70% dari jumlah ini adalah
pendatang dari Cikotok, Salopa, Tasikmalaya, Sukabumi, Bogor, Rangkasbitung,
3
Bengkulu, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur, sementara hanya 30% saja
yang berasal dari Desa Bantar Karet dan Desa Cisarua1. Pada saat ini harga emas
yang di tambang dan diolah dengan cara sederhana mencapai Rp 12 500 000/ons.
Hal tersebut dapat memicu tingginya aktivitas masyarakat untuk melakukan
penambangan gurandil.
Dampak yang yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut diperkirakan lebih
besar dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan besar di bidang pertambangan,
karena kegiatan penambangan liar dilakukan dengan menggunakan peralatan
tradisional yang menyebabkan korban jiwa pada saat melakukan proses
penambangan. Dari uraian diatas, maka perlu dikaji sejauhmana dampak
aktivitas pertambangan emas tanpa izin terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat gurandil?
Masalah Penelitian
Berdirinya perusahaan pertambangan dapat memberikan dampak positif
maupun negatif terhadap sosial dan ekonomi masyarakat sekitar dan nantinya
akan menghadirkan sebuah kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh
masyarakat. Kegiatan pertambangan tersebut ada yang memiliki izin dan tidak
memiliki izin. Namun, sebagian besar masyarakat dalam melakukan kegiatan
pertambangan tidak memiliki ijin dari pihak atau instansi manapun yang terkait.
Menurut beberapa literatur dengan pandangan-pandangan yang berbeda,
keberadaan perusahaan memberikan dampak yang positif, seperti yang
dikemukakan Ismono (2010) menyatakan keberadaan perusahaan pertambangan
belum tentu memberikan dampak yang positif terhadap masyarakat. Selain itu
kegiatan penambangan tanpa izin pada suatu wilayah dapat memberikan dampak
yang signifikan terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Munculnya para
penambang liar atau tanpa izin disebabkan oleh adanya berbagai faktor pendorong
seperti faktor sosial, faktor ekonomi, faktor hukum dan faktor-faktor lainnya.
Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti untuk mengkaji sejauhmana
faktor pendorong munculnya gurandil berhubungan dengan tingkat aktivitas
gurandil untuk melakukan pertambangan tanpa izin? Masyarakat yang tidak terserap oleh perusahaan pertambangan besar
memilih bekerja sebagai penambang liar. Pertambangan emas tanpa izin ini bagi
sebagian masyarakat menjadi tumpuan hidup, karena dapat menghasilkan
pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan pada sektor pertanian. Akan tetapi
pekerjaan tersebut belum tentu menjadikan hidup masyarakat sejahtera. Taraf
hidup atau tingkat kesejahteraan masyarakat adalah perubahan kondisi ekonomi
masyarakat yang diukur dengan tingkat pendidikan, bentuk bangunan rumah, dan
kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder maupun tersier.
Berdasarkan tingkat pendidikan, Paryono (2005) menyatakan bahwa semenjak
beroperasinya kegiatan pertambangan, pendapatan masyarakat dari sektor
pertanian lebih rendah dibandingkan dengan sektor non pertanian. Desa Pangkal
Jaya merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan daerah
1 Artikel menelusuri jejak gurandil di tambang emas pongkor 2011 diunduh dari http://fatullah-
tambangemas.blogspot.com/2011/03/menyusuri-jejak-gurandil-di-tambang.html
4
pertambangan emas. Akan tetapi dalam kegiatannya, masyarakat lokal belum
begitu terlibat. Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti untuk mengkaji
sejauhmana aktivitas sebagai penambang tanpa izin berhubungan dengan
tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian secara umum adalah untuk menganalisis sejauhmana
dampak kegiatan pertambangan tanpa izin terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat gurandil di Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor. Kemudian tujuan khususnya ialah menjawab pertanyaan permaasalahan,
yakni:
1. Menganalisis hubungan antara faktor pendorong munculnya gurandil
berhubungan dengan tingkat aktivitas gurandil untuk melakukan
pertambangan tanpa izin.
2. Menganalisis hubungan antara aktivitas sebagai penambang tanpa izin
(gurandil) dan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat antara lain untuk:
1. Akademisi, yaitu memberikan tambahan khasanah pengetahuan mengenai
dampak yang ditimbulkan baik itu positif maupun negatif oleh keberadaan
perusahaan pertambangan dan aktivitas pertambangan emas tanpa izin serta
membuka realitas pikiran bagi mahasiswa dalam menanggapi permasalahan
tersebut
2. Masyarakat, untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari aktivitas
pertambangan tanpa izin terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat dan
membantu masyarakat dalam menyikapi dampak tersebut khususnya para
gurandil
3. Pemerintah dan Perusahaan, diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi pertambangan yang
dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap kelangsungan hidup
masyarakat dan pemerintah memperhatikan kepentingan masyarakat dalam
pengambilan keputusan dan kebijakan. Perusahaan agar lebih respect terhadap
masyarakat dan lebih memperhatikan kondisi sekitar perusahaan baik
lingkungan maupun sosial dan dalam menghadapi permasalahan-
permasalahan yang dirasakan oleh masyarakat.
PENDEKATAN TEORITIS
Bab ini menjelaskan mengenai berbagai pustaka yang dirujuk dalam
melakukan penelitian. Pustaka-pustaka tersebut diambil dari berbagai sumber
seperti buku, peraturan pemerintah, maupun hasil-hasil penelitian. Selain itu, bab
ini juga menjelaskan mengenai kerangka penelitian beserta dengan hipotesis
penelitian, dan definisi operasional dari masing-masing variabel yang dihitung.
Tinjauan Pustaka
Pengertian Pertambangan
Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2012, Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam
rangka penguasaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.
Sedangkan Penambangan adalah bagian kegiatan Usaha Pertambangan untuk
memproduksi mineral dan/ atau batubara dan mineral ikutannya. Pertambangan
adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan
(penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral,
batubara, panas bumi, migas). Menurut UU No. 11 Tahun 1967, bahan tambang
tergolong menjadi 3 jenis, yakni: Golongan A (yang disebut sebagai bahan
strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan
tidak vital). Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan,
keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar
hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak,
uranium dan plutonium. Sementara, Bahan Golongan B dapat menjamin hayat
hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besi dan tembaga. Bahan Golongan
C adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang
banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes.
Hasil penelitian Risal et al (2013) menyatakan bahwa terdapat sejumlah
unsur yang sudah pasti melekat pada pertambangan, yakni adanya tindakan
penghancuran/pengrusakan, kebohongan, mitos, dan keuntungan untuk segelintir
orang tertentu (orang kaya). Selanjutnya Risal et al (2013) menyatakan objek dari
usaha pertambangan adalah sumber daya alam yang tak terbaharukan (non-
renewable), dimana dalam pengelolaan dan pemanfaatannya dibutuhkan
pendekatan manajemen ruangan yang ditangani secara holistik dan integratif
dengan memperhatikan empat aspek pokok yaitu, aspek pertumbuhan (growth),
aspek pemerataan (equity), aspek lingkungan (environment), dan aspek
konservasi (conservation). Manan dan Saleng (2004) dalam Siregar (2009) juga
menyatakan bagaimana peran kegiatan pertambangan. Pertambangan memiliki
peran yang strategis dan kontribusi besar terhadap pembangunan daerah.
Beroperasinya kegiatan pertambangan di suatu daerah, komunitas baru akan
terbentuk sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah beroperasinya
pertambangan. Komunitas baru tersebut akan memberikan pengaruh terhadap
perekonomian daerah setempat, sebab masyarakat pencari kerja dan pelaku
6
ekonomi akan tertarik ke wilayah pertumbuhan yang baru dan menyebabkan jasa-
jasa lainnya akan tumbuh, baik jasa yang terkait langsung maupun tidak langsung
dengan kegiatan pertambangan.
Pertambangan Emas Tanpa Izin (Peti)
Kegiatan Peti adalah usaha pertambangan yang dilakukan oleh
perorangan, sekelompok orang atau perusahaan/yayasan berbadan hukum yang
dalam operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah pusat atau daerah
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Ngadiran, Santoso dan
Purwoko (2002) persolan-persoalan kegiatan pertambangan emas tanpa izin
diantaranya:
a. Keselamatan kerja kurang terjamin karena para penambang dalam
pengolahan bijih emas menggunakan bahan kimia beracun seperti sianida
dan merkuri
b. Modal kerja ditanggung oleh seorang pemilik lubang atau pemilik mesin.
Cara patungan diupayakan diantara penambang sekalipun jumlahnya
sangat terbatas. Apabila modal tetap saja belum mencukupi, para
penambang sering sekali terpaksa hutang karena tidak ada bank yang mau
memberikan kredit
c. Para penambang bekerja dengan teknik yang sederhana yang dipelajari
secara tradisional dan turun-temurun, sehingga tidak terjadi inovasi.
Sumantri dan Herman (2007) dalam Wibisono (2008) menyatakan bahwa
faktor pendorong kehadiran Peti dapat dikelompokkan menjadi:
1. Faktor sosial, yaitu kegiatan Peti merupakan kegiatan yang sudah menjadi
pekerjaan turunan karena dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat
setempat; terdapatnya hubungan yang kurang harmonis antara
pertambangan resmi atau berizin dengan masyarakat setempat; dan
terjadinya penafsiran keliru tentang reformasi yang diartikan sebagai
kebebasan tanpa batas.
2. Faktor hukum, yaitu ketidaktahuan masyarakat terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang pertambangan; kelemahan
peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan, yang diantara lain
tercermin dalam kekurangberpihakan kepada kepentingan masyarakat luas
dan tidak adanya teguran terhadap pertambangan resmi atau berizin yang
tidak memanfaatkan wilayah usahanya (lahan tidur); serta terjadinya
kelemahan dalam penegakan hukum dan pengawasan.
3. Faktor ekonomi disebabkan oleh keterbatasan lapangan kerja dan
kesempatan berusaha yang sesuai dengan tingkat keahlian atau
keterampilan masyarakat bawah; kemiskinan dalam berbagai hal, yakni
miskin secara ekonomi, pengetahuan, dan keterampilan; keberadaan pihak
ketiga yang memanfaatkan kemiskinan untuk tujuan tertentu, yaitu
penyandang dana (cukong), beking (oknum aparat) dan LSM; krisis
ekonomi berkepanjangan yang melahirkan pengangguran terutama dari
kalangan masyarakat bawah.
7
Dampak Aktivitas Pertambangan
Soemarwoto (2005) mendefinisikan dampak sebagai suatu perubahan yang
terjadi sebagai akibat suatu aktivitas di mana aktivitas tersebut dapat bersifat
alamiah, baik kimia, fisik, dan biologi. Lebih lanjut didefinisikan dampak
pembangunan terhadap lingkungan adalah perbedaan antara kondisi lingkungan
sebelum ada pembangunan dan yang diperkirakan akan ada setelah ada
pembangunan. Pembangunan yang dimaksud termasuk kegiatan penambangan
batubara yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan secara umum.
Dampak penambangan berarti perubahan lingkungan yang disebabkan oleh
kegiatan usaha eksploitasi baik perubahan sosial, ekonomi, budaya, kesehatan
maupun lingkungan alam. Dampak penambangan bisa positif bila perubahan yang
ditimbulkannya menguntungkan dan negatif jika merugikan, mencemari, dan
merusak lingkungan hidup. Dampak yang diakibatkan oleh penambangan menjadi
penting bila terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar. Adapun
kriteria dampak penting, yaitu: (1) jumlah manusia yang akan kena dampak, (2)
luas wilayah penyebaran dampak, (3) intensitas dan lamanya dampak
berlangsung, (4) banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak, (5) sifat
komulatif dampak, dan (6) berbalik (reversible) atau tidak berbalik (irreversible)
dampak.
Seperti kebijakan di Kalimantan Timur sejak tahun 2002 hingga tahun
2011 lalu, terdapat sedikitnya 1 271 izin pertambangan di Kalimantan Timur
yang menjadikan produsen batubara nomor 1 di Indonesia, dengan hampir 61%
batubara dihasilkan dengan mengeruk bumi Kalimantan Timur. Tetapi sangat
ironis bahwa provinsi terluas ke dua di Indonesia ini, bahkan tak mampu
memenuhi kebutuhan pangan mandiri penduduknya yang tumbuh 3.7% per tahun
(Risal et al 2013).
Kristanto (2004) menjelaskan dampak adalah setiap perubahan yang
terjadi dalam lingkungan akibat adanya aktivitas manusia. Disini tidak disebutkan
karena adanya proyek, karena proyek sering diartikan sebagai bangunan fisik saja,
sedangkan banyak proyek yang bangunan fisiknya relatif kecil atau tidak ada,
tetapi dampaknya besar. Jadi yang menjadi objek pembahasan bukan saja dampak
proyek terhadap lingkungan, melainkan juga dampak lingkungan terhadap proyek.
Menurut Salim (2007) setiap kegiatan pembangunan di bidang pertambangan
pasti menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari
kegiatan pembangunan di bidang pertambangan adalah:
1. Memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi
nasional;
2. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD);
3. Menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang;
4. Meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang;
5. Meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang;
6. Meningkatkan kualitas SDM masyarakat lingkar tambang; dan
7. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang.
Dampak negatif dari pembangunan di bidang pertambangan adalah:
1. Kehancuran lingkungan hidup;
2. Penderitaan masyarakat adat;
3. Menurunnya kualitas hidup penduduk lokal;
4. Meningkatnya kekerasan terhadap perempuan;
8
5. Kehancuran ekologi pulau-pulau; dan
6. Terjadi pelanggaran HAM pada kuasa pertambangan
Selain itu, kegiatan Peti juga memberikan dampak baik itu dampak positif
maupun dampak negatif terhadap aspek ekologi dan sosial-ekonomi kepada
masyarakat lokal. Kegiatan Peti pada umumnya tidak ramah lingkungan, karena
hanya mengejar kepentingan dalam waktu singkat seperti halnya bagaimana untuk
mendapatkan uang. Hal ini disebabkan oleh minimnya kesadaran untuk tetap
melestarikan lingkungan. Tidak hanya kerusakan lingkungan yang ditimbukan
oleh kegiatan Peti tetapi juga menelan korban jiwa yang jumlahnya lebih besar
dibandingkan perusahaan pertambangan. Berdasarkan aspek sosial ekonomi,
kegiatan Peti diharapkan dapat memberikan manfaat tidak hanya terhadap
pembangunan tetapi juga terhadap masyarakat lokal yang berada di sekitar lokasi
penambangan. Dalam skala makro, Peti dilihat sebagai bahaya dan ancaman bagi
investasi pertambangan di Indonesia. Namun, dalam skala mikro penambangan
emas dapat digolongkan sebagai salah satu gerakan “ekonomi kreatif” yang
memenuhi kebutuhan hidup rakyat kecil. Mereka berusaha menggali dan
menemukan butiran emas demi perbaikan hidup ekonomi para penambang. Setiap
hari mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup seperti berbelanja, membayar uang
sekolah anak, berobat, membeli kendaraan bermotor dan meniti masa depan yang
lebih baik (Willybrodus, dan Chang (2012).
Selanjutnya, Willybrodus, dan Chang (2012) terdapat beberapa dilema
dalam kegiatan pertambangan emas. Pertama, adanya desakan kebutuhan hidup
(keterpaksaan hidup) rakyat kecil dan perolehan izin pemerintah untuk
menambang emas di kawasan Mandor. Menambang emas analog dengan
berspekulasi dalam sebuah dunia usaha. Tidak semua penambang emas
berpenghasilan tinggi. Sebelum beroperasi, penambang lokal harus memiliki
mesin dompeng (gelundungan) bermutu baik, yang berharga sekitar Rp 20 000
000,00. Biaya operasi harian terkadang mencapai Rp 500 000,00 – Rp 1 000
000,00. Modal usaha pertambangan rakyat tidak kecil dan modal ini tidak dengan
sendirinya segera kembali. Terkadang dalam sehari penghasilan maksimal mereka
mencapai Rp 10 000 000,00. Terkadang mereka sangat sulit mencapai target yang
diharapkan. Kedua, bukan mustahil bahwa seorang penambang emas tanpa izin
ditangkap dan diproses secara hukum, walaupun para penambang memiliki antena
khusus kalau ada petugas keamanan akan merazia penambang emas tanpa izin.
Walaupun ketenangan dan kenyamanan kerja para penambang rakyat masih
belum terjamin, para penambang rakyat tetap mengadu untung di tengah ketidak-
pastian hidup ekonomi, sosial dan politik dewasa ini. Semua kegiatan
penambangan terhenti kalau keadaan cuaca buruk, seperti hujan dan banjir
melanda kawasan pertambangan.
Dampak Aspek Sosial-Ekonomi
Dampak sosial ekonomi merupakan dampak aktivitas pertambangan pada
aspek sosial ekonomi yang dapat bersifat positif dan negatif. Dampak positif
akibat aktivitas pertambangan diantaranya adalah terjadinya peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD), terciptanya lapangan pekerjaan, dan peningkatan
ekonomi bagi masyarakat di sekitar wilayah pertambangan sedangkan dampak
negatif dari adanya aktivitas pertambangan adalah terjadinya penurunan
pendapatan bagi masyarakat yang bergerak di sektor pertanian, karena
9
menurunnya kualitas lahan yang digunakan. Hasil penelitian Budimanta (2007)
menunjukkan bahwa aktivitas penambangan di daerah Bangka Belitung
memberikan berbagai dampak positif dan negatif pada kehidupan warga. Dampak
positif diantaranya adalah meningkatnya penghasilan devisa bagi negara,
terciptanya lapangan pekerjaan. Selain itu, adanya perbaikan infrastruktur seperti
akses jalan ke Penagan dari Pangkal Pinang menjadi semakin mudah dan kondisi
jalanan semakin baik. Waktu tempuh menjadi semakin efisien dibandingkan
sebelumnya yang membutuhkan waktu hingga dua hari bagi para pejalan kaki.
Pada aspek ekonomi, pendapatan yang diperoleh warga menjadi semakin
meningkat. Hal ini terlihat dari adanya kemampuan warga untuk mendirikan
rumah permanen yang terbuat dari bahan bata dan semen, dibandingkan kondisi
sebelumnya yang hanya terbuat dari kayu penyangga.
Pertambangan Emas Tanpa Izin (Peti) bagi sebagian masyarakat dapat
menjadi tumpuan hidup, karena dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi
dibandingkan pada sektor pertanian. Selain itu, kegiatan Peti dapat dilakukan oleh
semua tingkatan pendidikan, baik itu tinggi maupun rendah karena kegiatan Peti
ini tidak perlu dimiliki latar belakang pendidikan sebab para penambang dapat
belajar dari pengalaman mereka dengan cara melihat dan meniru kegiatan yang
dilakukan rekannya dilapangan2
Masuknya sebuah industri dalam suatu wilayah dapat berpengaruh terhadap
pergerakan penduduk, seperti halnya dapat memicu terjadi migrasi penduduk.
Dijelaskan oleh Rusli (2012) migrasi adalah suatu bentuk gerak penduduk
geografis, spasial atau teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan
perubahan tempat tinggal yaitu dari tempat asal ke tempat tujuan. Seseorang
melakukan migrasi apabila ia melakukan pindah tempat tinggal secara permanen
atau relatif permanen dengan menempuh jarak minimal tertentu atau pindah dari
satu geografis ke geografis lainya. Banyak faktor melatarbelakangi seseorang
melakukan migrasi seperti halnya adalah dalam memperoleh pekerjaan.
Kesejahteraan
Kesejahteraan merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk mengukur
keadaan seseorang pada kondisi tertentu pada wilayah tertentu. Persatuan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberi batasan kesejahteraan sosial sebagai
kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu
atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan
meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat.
Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup tiga konsepsi yaitu: Pertama kondisi
kehidupan atau keadaan sejahtera yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
jasmaniah, rohaniah, dan sosial. Kedua institusi, arena atau bidang kegiatan yang
melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang
menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial. Dan ketiga
aktivitas, yakni kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai
kondisi sejahtera (Suharto 2005).
Konsep kesejahteraan yang ideal dikemukakan oleh BPS (2005), bahwa
ada tujuh indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan antara
2 http://repository.upi.edu/operator/upload/s_sej_044043_chapter5.pdf[diunduh pada tanggal 25
Desember 2014]
10
lain: pendapatan, konsumsi atau pengeluatan keluarga, fasilitas tempat tinggal,
kesehatan keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan
mendapatkan fasilitas transportasi, dan kemudahan mendapat akses pendidikan.
1. Pendapatan adalah penghasilan tetap yang diperoleh dalam satu bulan
yang merupakan pemasukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
2. Konsumsi atau pengeluaran keluarga adalah jumlah biaya yang
dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
3. Fasilitas tempat tinggal yang dapat diukur dari luas lantai rumah,
penerangan, jenis alas/lantai rumah, kondisi MCK, kondisi bangunan,
atap, sumber air. Kondisi dan kualitas rumah yang ditempati dapat
menunjukkan keadaan sosial ekonomi rumah tangga.
4. Kesehatan anggota keluarga merupakan indikator kebebasan dari penyakit.
Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan
penduduk adalah dengan melihat kondisi keluhan kesehatannya.
5. Akses terhadap layanan kesehatan merupakan kemudahan responden
dalam menjangkau dan memperoleh fasilitas untuk kesehatan seperti
JAMKESMAS dan lain-lain.
6. Akses terhadap pendidikan merupakan kemudahan responden dalam
memperoleh jenjang pendidikan yang baik dan tinggi.
7. Kepemilikan alat transportasi merupakan jenis alat transportasi yang
dimiliki responden untuk mempermudah akses ke berbagai tempat.
Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas, dapat digambarkan bahwa
pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses transportasi, kepentingan dan kebutuhan
keluarga serta masyarakat merupakan tolak ukur atau indikator untuk mengukur
dan menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Kerangka Pemikiran
Berdirinya perusahaan pertambangan emas akan memberikan pengaruh,
baik itu positif maupun negatif. Terlihat dari keberadaan perusahaan
pertambangan tersebut dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap tingkat
pendapatan daerah. Keberadaan perusahaan bukan hanya dirasakan oleh
pemerintah daerah akan tetapi juga pada masyarakat sekitar perusahaan
beroperasi, yang mana masyarakat disini adalah aktor utama yang dapat langsung
merasakan dampaknya. Perusahan pertambangan besar atau perusahaan legal akan
mendorong munculnya para penambang liar atau penambang tanpa izin yang
diakibatkan tidak terserapnya tenaga kerja dari kalangan pribumi. Berbagai faktor
pendorong seperti faktor sosial, faktor hukum, dan faktor ekonomi yang
disebabkan oleh keterbatasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang
sesuai dengan tingkat keahlian atau keterampilan masyarakat bawah.
Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi tingkat aktivitas masyarakat
untuk melakukan pertambangan tanpa izin. Tingkat aktivitas dapat dilihat dari
lama bekerja, frekuensi bekerja, tingkat modal kerja, dan tingkat keselamatan
kerja. Dari indikator terebut dapat dilihat sejauh mana aktivitas masyarakat
penambangan liar dengan menggunakan teknik-teknik sederhana dan secara
tradisional. Dalam kerangka analisis juga dijelaskan pembukaan pertambangan
mempengaruhi masyarakat untuk menjadi penambang liar yang juga memberikan
dampak positif dan negatif baik dalam bidang sosial maupun ekonomi. Yang
11
dilihat dari tingkat pendidikan, keselamatan kerja, peluang kerja, tingkat
kesehatan dan lain lain. Dijelaskan juga bagaimana tingkat pendidikan dapat
mempengaruhi perolehan pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendidikannya akan
mempengaruhi tingkat pendapatan. Semakin tinggi pendidikan juga akan
mempengaruhi kesempatan atau peluang kerja di sektor pertambangan secara
legal. Hal ini akhirnya sangat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat terutama
masyarakat lokal. Tingkat kesejahteraan dapat diukur dari tingkat pendidikan,
tingkat kesehatan, tingkat perubahan luas lantai, tingkat perubahan jenis lantai,
tingkat perubahan sumber penerangan rumah tangga, tingkat perubahan fasilitas
MCK, tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, perubahan peluang kerja, tingkat
konsumsi pangan rumah tangga, tingkat perubahan fasilitas transportasi.
Keterangan:
: Hubungan
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian disajikan
sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan antara faktor pendorong munculnya gurandil dengan
dengan tingkat aktivitas gurandil.
2. Terdapat hubungan antara tingkat aktivitas gurandil dengan tingkat
kesejahteraan rumah tangga gurandil.
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
X1 Tingkat
Faktor
Pendorong
x1.1 Tingkat faktor
sosial
x1.2 Tingkat faktor
hukum
x1.3 Tingkat faktor
ekonomi
X2 Tingkat
Aktivitas
Pertambangan
Tanpa Izin
x2.1 Lama bekerja
x2.2 Frekuensi
bekerja
x2.3 Tingkat modal
kerja
x2.4 Tingkat
keselamatan
kerja
x2.5 Tingkat migrasi
Y Tingkat
Kesejahteraan
Y1 Tingkat perubahan luas
lantai
Y2 Tingkat perubahan
jenis lantai
Y3 Tingkat perubahan
sumber penerangan
rumah tangga
Y4 Tingkat perubahan
fasilitas MCK
Y5 Tingkat perubahan
fasilitas transportasi
Y6 Tingkat kesehatan
Y7 Tingkat pendapatan
Y8 Tingkat pengeluaran
Y9 Tingkat pendidikan
12
Definisi Operasional
Faktor Pendorong Kehadiran PETI
Pertambangan emas adalah proses atau teknik yang digunakan untuk
mengambil emas dari dalam tanah. Beroperasinya kegiatan pertambangan di suatu
daerah, komunitas baru akan terbentuk sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru
di wilayah beroperasinya pertambangan. Komunitas baru tersebut akan
memberikan pengaruh terhadap perekonomian daerah setempat, sebab masyarakat
pencari kerja dan pelaku ekonomi akan tertarik ke wilayah pertumbuhan yang
baru dan menyebabkan jasa-jasa lainnya akan tumbuh, baik jasa yang terkait
langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan pertambangan. Ada berbagai
faktor-faktor pendorong hadirnya pertambangan tanpa izin yang dilakukan oleh
sebuah institusi atau kelompok maupun perorangan yang didorong karena adanya
faktor sosial, faktor hukum, faktor ekonomi.
Tabel 1 Definisi operasional faktor-faktor pendorong
No Variabel Definisi Operasional Indikator Jenis
Data
Sumber
Rujukan
1. Tingkat
hubungan
antar pihak
Suatu kapasitas
individu dalam
menjalin interaksi
antar pihak untuk
meningkatkan
kerjasama
1. Dalam
Provinsi
2. Dalam
Kabupaten
3. Dalam
Kecamatan
4. Dalam
Desa
Ordinal Wibisono
2008
2. Tingkat
ketidaktahu-
an
masyarakat
tentang
hukum
Suatu pemahaman
responden terhadap
regulasi atau
peraturan yang
berlaku
1. Tidak tahu
2. Tidak ada
3. Ada
Ordinal Wibisono
2008
3. Tingkat
kelemahan
undang-
undang
Kekurangberpihakan
kepada kepentingan
masyarakat luas
dalam menegakkan
hukum di bidang
pertambangan.
1. Tidak tahu
2. Rendah
3. Sedang
4. Kuat
Ordinal Wibisono
2008
4. Tingkat
kemampuan
kerja
Suatu kapasitas
individu untuk
mengerjakan
berbagai tugas dalam
suatu pekerjaan
1. Kesanggup-
an kerja
2. Pendidikan
3. Masa kerja
Ordinal Wibisono
2008
13
Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin
Kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin adalah usaha pertambangan
yang dilakukan oleh perorangan, sekelompok orang atau perusahaan/yayasan
berbadan hukum yang dalam operasinya tidak memiliki izin dari instansi
pemerintah pusat atau daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Tabel 2 Definisi operasional aktivitas gurandil
No Variabel Definisi
Operasional
Indikator Jenis
Data
Sumber
Rujukan
1. Lama
bekerja
Waktu kerja para
responden di area
pertambangan
dalam hitungan
tahun. Untuk masa
laten penyakit
akibat kerja
memerlukan waktu
lebih dari 10 tahun
untuk
bermanifestasi.
1. Masa kerja
baru yaitu ≤
10 Tahun
2. Responden
dengan
masa kerja
lama yaitu
> 10 Tahun
Ordinal Harrianto,
2010
2. Frekuensi
bekerja
Jumlah hari kerja
responden dalam
seminggu
1. Normal ≤ 5
hari/minggu
2. Tidak normal
>5
hari/minggu
Ordinal Menaker
1997
3. Tingkat
modal
kerja
Aktiva lancar
(kas/bank, surat
berharga, piutang
dagang,
persediaan) yang
digunakan
perusahaan untuk
memenuhi
kebutuhan
operasional
perusahaan seperti
pembelian bahan
baku, pembayaran
upah buruh,
pembayaran utang,
dan pembayaran
lainnya, dimana
tingkat
perputarannya
tidak melebihi
jangka waktu
operasi
normal
1. Kebutuhan
modal
2. Perputaran
modal
Ordinal Eugene. F
Brigham,
Joel. F
Houston
(2006)
14
No Variabel Definisi
Operasional
Indikator Jenis
Data
Sumber
Rujukan
perusahaan(1
tahun)
4. Migrasi Perpindahan
penduduk dari
suatu tempat ke
tempat yang lain
melewati batas
administrasi
dengan tujuan
menetap
(permanen) dan
tidak menetap (non
permanen). Migrasi
ini ingin melihat
berapa banyak
masyarakat yang
datang atau masuk
ke desa Pangkal
Jaya, Kecamatan
Nanggung,
Kabupaten Bogor
semenjak
meluasnya kegiatan
penambangan
tanpa izin (PETI).
1. Harian
2. Periodik
3. Musiman
4. Permanen
Ordinal Rusli 2012
5. t Tingkat
keselamat
an kerja
Keadaan dimana
tenaga kerja merasa
aman dan nyaman,
dengan perlakuan
yang didapat dari
lingkungan dan
berpengaruh pada
kualitas kerja, yang
dapat dilihat dari
tempat kerja yang
merupakan lokasi
dimana para
karyawan
melaksanakan
aktifitas kerjanya
dan mesin dan
peralatan yang
bagian dari
kegiatan
operasional dalam
proses produksi
1. Tempat
kerja
2. Mesin dan
peralatan
kerja
Ordinal Suma’ur
1996
15
No Variabel Definisi
Operasional
Indikator Jenis
Data
Sumber
Rujukan
yang biasanya
berupa alat – alat
berat dan ringan.
Tingkat Kesejahteraan
Kesejahteraan merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk mengukur
keadaan seseorang pada kondisi tertentu pada wilayah tertentu. Persatuan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberi batasan kesejahteraan sosial sebagai
kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu
atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan
meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat.
Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup tiga konsepsi yaitu: Pertama kondisi
kehidupan atau keadaan sejahtera yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
jasmaniah, rohaniah, dan sosial. Kedua institusi, arena atau bidang kegiatan yang
melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang
menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial. Dan ketiga
aktivitas, yakni kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai
kondisi sejahtera (Suharto 2005).
Tabel 3 Definisi operasional tingkat kesejahteraan
No Variabel Definisi
Operasional
Indikator Jenis
Data
Sumber
Rujukan
1. Jenis
perolehan
sumber air
Merupakan
perolehan
sumber air untuk
pemenuhan
kebutuhan
fisiologis
1. Mata air
2. Sumur, ledeng
eceran
3. Ledeng
meteran
4. Sumur
bor/pompa
terlindung
5. Air minum
dalam
kemasan/isi
ulang
6. Lainnya......
Ordinal BPS
(2005)
2. Fasilitas
tempat
buang air
besar/WC
Merupakan jenis
fasilitas yang
dimiliki rumah
tangga
responden yang
digunakan untuk
aktivitas buang
air besar.
1. WC umum
2. WC bersama
tanah/semen
3. WC bersama
keramik
4. WC pribadi
Tanah /semen
5. WC pribadi
keramik
6. Lainnya,......
Ordinal BPS
(2005)
3. Jenis lantai Merupakan jenis 1. Tanah Ordinal BPS
16
No Variabel Definisi
Operasional
Indikator Jenis
Data
Sumber
Rujukan
bangunan
tempat
tinggal
lantai bangunan
terluas yang
menjadi tempat
tinggal rumah
tangga.
2. Bambu
3. Kayu murah
4. Kayu mahal
5. Keramik
6. Lainnya
(2005)
4. Jenis
dinding
terluas
Merupakan jenis
dinding
bangunan
terluas yang
menjadi tempat
tinggal rumah
tangga.
1. Rumbia
2. Bambu
3. Kayu kualitas
rendah
4. Tembok bata
5. Tembok beton
6. Lainnya,......
Ordinal BPS
(2005)
5.
Sumber
penerangan
Merupakan
sumber
penerangan
yang digunakan
oleh rumah
tangga
responden
dalam bangunan
tempat
tinggalnya.
1 Obor
2. Senter/
petromak
3. Listrik non
PLN
4. Listrik PLN
(bersama
tetangga)
5. Listrik PLN
6. Lainnya,.....
Ordinal BPS
(2005)
6. Tingkat
kesanggup-
an
pengobatan
Kesanggupan
untuk
memperoleh
pengobatan
yang layak
dalam satu tahun
terakhir
1. Pukesmas
2. Poliklinik
3. Rumah Sakit
4. Jasa Medis
lainnya,.......
Ordinal BPS
(2005)
7. Tingkat
pendapatan
Rata-rata hasil
(X) kerja berupa
uang yang
diperoleh tiap
individu per
bulan, tingkat
pendapatan
diukur
berdasarkan
rataan
pendapatan
rumah tangga
responden
X ≤ ½ SD :
rendah
½ SD < X < ½
SD : sedang
X ≥ ½ SD : tinggi
Ordinal BPS
(2005)
8. Tingkat
pendidikan
Tahapan
pendidikan yang
ditetapkan
berdasarkan
1. SD
2. SMP
3. SMA
4. Diploma
Ordinal UU RI
No. 20
Tahun
2003
17
No Variabel Definisi
Operasional
Indikator Jenis
Data
Sumber
Rujukan
tingkat
perkembangan
peserta didik,
tujuan yang
akan dicapai dan
kemampuan
yang
dikembangkan.
Jenjang
pendidikan
formal terdiri
dari pendidikan
dasar,
pendidikan
menengah dan
pendidikan
tinggi.
5. Sarjana
6. Master
7. Doktor
3. Tingkat
pengeluaran
Rata-rata (X)
konsumsi/pengel
uaran untuk
pemenuhan
kebutuhan
pangan,
pendidikan dan
kesehatan (non-
pangan).
Pengukuran
tingkat
pengeluaran
didasarkan pada
pengeluaran
rumah tangga
responden untuk
pemenuhan
kebutuhan
pangan dan
pendidikan dan
jasa (non-
pangan).
X ≤ ½ SD :
rendah
½ SD < X < ½
SD : sedang
X ≥ ½ SD :
tinggi
Ordinal BPS
(2005)
9. Kepemilik-
an alat
transportasi
utama
Merupakan jenis
alat transportasi
utama yang
dimiliki oleh
1. Gerobak
2. Sepeda
3. Sepeda motor
4. Mobil untuk
Ordinal BPS
2005
18
No Variabel Definisi
Operasional
Indikator Jenis
Data
Sumber
Rujukan
rumah tangga
responden
angkutan
umum
5. Mobil untuk
pribadi
6.Lainnya
10. Mata
pencaharian
Usaha atau
pekerjaan yang
dilakukan oleh
seseorang untuk
memperoleh
pendapatan.
Dalam
penelitian ini
akan melihat
perubahan-
perubahan yang
terjadi dari segi
jenis mata
pencaharian
masyarakat.
1. PNS/POL/
TNI
2. Swasta
3. Pedagang
4. Buruh
5. Petani
6. Wiraswasta
7. Ternak
8. Buruh harian
lepas
9. IRT
10. Lainnya
Ordinal Kariyasa
, Siregar,
Suradisa
stra, dan
Yusdja
11. Jenis
perolehan
pangan
Merupakan jenis
pangan yang
diperoleh untuk
pemenuhan gizi
seimbang
diperoleh dari
kesanggupan
mengkomsumsi
daging/telur/
ikan dalam
seminggu
1. Daging
2. telur dan susu
3. ayam
4. ikan
5. sayur-sayuran
6. buah-buahan
Ordinal BPS
2005
PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif didukung oleh data
kualitatif. Pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode sensus rumah
tangga gurandil, kuesioner digunakan sebagai instrumen untuk mengumpulkan
informasi dari responden. Penelitian kuantitatif ini bersifat explanatory research
yang menjelaskan hubungan-hubungan kausal antara variebel melalui pengujian
hipotesa (Singarimbun dan Effendi 2006). Pendekatan kuantitatif diharapkan
dapat menjawab bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh faktor pendorong dan
aktivitas pertambangan emas tanpa izin terhadap kesejahteraan rumah tangga
gurandil yang dapat dilihat dari tingkat pendidikan, peluang kerja, tingkat
pendapatan, tingkat pengeluaran dan jenis pemukiman. Data kualitatif digunakan
dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan menggunakan
panduan pertanyaan untuk memahami secara mendalam dan rinci mengenai suatu
peristiwa, serta dapat menggali berbagai realitas, proses sosial, dan makna yang
berkembang dari orang-orang yang menjadi subjek penelitian. Informasi yang
diperoleh melalui pendekatan kualitatif ini digunakan sebagai interpretasi
terhadap data yang didapatkan dari pendekatan kuantitatif.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai dampak aktivitas pertambangan emas tanpa ijin
terhadap kesejahteraan rumah tangga gurandil dilakukan di Desa Pangkal Jaya,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Lampiran 1).
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena Desa
Pangkal Jaya merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan lokasi
pertambangan yaitu PT. Antam (Persero) Tbk Pongkor dan sebagian besar
masyarakat (85%) bekerja sebagai penambang tanpa izin atau yang lebih dikenal
dengan gurandil serta desa tersebut termasuk ke dalam kategori Ring 1.
Proses penelitian dimulai dari pembuatan proposal penelitian pada bulan
Desember 2014. Pengambilan data sekunder dilaksanakan pada bulan Januari
2015, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data primer (Lampiran 2).
Kegiatan penelitian ini terdiri dari kegiatan penyusunan proposal penelitian,
kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan
draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi.
Teknik Pemilihan Responden dan Informan
Populasi penelitian ini adalah keseluruhan masyarakat yang bekerja
sebagai gurandil yang ada di Desa Pangkal Jaya dengan unit analisis yaitu rumah
tangga. Penelitian ini menggunakan sensus terhadap seluruh rumah tangga
gurandil . Selanjutnya ditentukan sampel penelitian sebanyak 32 orang responden.
20
Pengambilan sample atau responden dalam penelitian ini menggunakan teknik
simple random sampling.
Informan adalah orang yang dapat menjelaskan dan memberikan
keterangan atau gambaran mengenai dirinya sendiri, keluarga, pihak lain dan
lingkunganya. Informan juga dikatakan sebagai pihak yang dapat mendukung
keberlangsungan informasi penelitian secara lancar. Adapun informan yang
diambil adalah instansi terkait dalam penelitian ini seperti perangkat Desa Pangkal
Jaya, tokoh masyarakat seperti ketua RT, ketua RW, dan gurandi serta
masyarakat. Banyaknya informan tidak dibatasi, akan tetapi informan tersebut
sudah dapat memberikan informasi yang relevan dan dapat membantu peneliti
dalam menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini.
Tabel 4 Pemilihan Informan
Kerangka Berfikir Informan
Faktor-faktor pendorong - Masyarakat
- Ketua RT
- Ketua RW
- Kepala Desa
Aktivitas gurandil - Gurandil
Kondisi kesejahteraan - Perangkat desa
- Ketua RT/RW
- Kepala desa
- Masyarakat
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis baik
yang berupa tulisan ilmiah ataupun dokumen resmi dari instansi terkait.
Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang relevan
dan berguna mengenai penelitian ini. Data sekunder dapat diperoleh dari instansi
terkait data dari kantor kepala desa dan studi literatur penelitian sebelumnya yang
mendukung kebutuhan data mengenai fokus penelitian seperti profil desa,
masyarakat, kondisi geografis, demografis, sosial ekonomi dan budaya serta
tingkat kesejahteraan.
Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung pada lokasi penelitian.
Dalam melakukan pengamatan secara langsung, peneliti juga melakukan
wawancara mendalam kepada informan dengan mengacu pada panduan
pertanyaan dan kuesioner kepada responden. Pertanyaan-pertanyaan yang tertuang
di dalam kuesioner merupakan data dan informasi yang dibutuhkan dalam
menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. Kuesioner berisi variabel
faktor pendorong, tingkat aktivitas, dan lingkup kesejahteraan. Aturan dalam
penentuan nilai alpha yaitu jika nilai alpa > 0.90 maka realibilitas sempurna, jika
nilai alpha 0.70 < alpha < 0.90 maka reliabilitas tinggi, jika nilai alpha 0.70 <
alpha < 0.5 maka reliabilitas moderat, dan jika nilai alpha <0.5 maka reliabilitas
rendah. Dalam penelitian ini diperoleh hasil uji reliabilitas (Cronbach’s Alpha)
0,769 artinya kuesioner memiliki reliabilitas tinggi (Lampiran 3).
21
Tabel 5 Teknik pengumpulan data dan jenis data
Teknik Pengumpulan Data Data yang Dikumpulkan
Kuesioner 1. Karakteristik responden
2. Karakteristik rumah tangga
3. Aktivitas gurandil
4. Faktor pendorong
5. Tingkat kesejahteraan rumah tangga
6. Migrasi
Wawancara mendalam 7. Faktor-faktor pendorong
8. Aktivitas gurandil
9. Tingkat kesejahteraan rumah tangga\
10. Kebijakan tentang undang undang
Observasi lapangan dan
dokumentasi
11. Gambaran umum desa melalui profil desa
12. Kondisi tempat tinggal
13. Sarana dan prasarana
14. Cara pengolahan hasil tambang
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang diolah dan dianalisis yaitu
data kuantitaif dan data kualitatif. Data kuantitatif menggunakan aplikasi
Microsoft Excel 2007 dan SPSS for windows 16.0. Pembuatan tabel frekuensi,
grafik, diagram, serta tabel tabulasi silang untuk melihat data awal responden
untuk masing-masing variabel secara tunggal menggunakan aplikasi Microsoft
Excel 2007. Kemudian SPSS for windows 16.0 digunakan untuk membantu dalam
uji statistik dengan menggunakan Rank Spearman . Uji korelasi Rank Spearman
digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel yang
berskala ordinal dan tidak menentukan prasyarat data terdistribusi normal. Rank
Spearman digunakan untuk uji korelasi yang menghubungkan variabel faktor-
faktor pendorong, tingkat aktivitas gurandil serta adanya hubungan keduanya
dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil.
Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian
data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses
pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara
mendalam, observasi, dan studi dokumen. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk
mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak
perlu. Kedua ialah penyajian data yang berupa menyusun segala informasi dan
data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam
sebuah laporan. Penyajian data berupa narasi, diagram, dan matriks. Verifikasi
adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang
telah diolah pada tahap reduksi. Verifikasi dilakukan dengan mendiskusikan hasil
olahan data kepada responden, informan, dan dosen pembimbing. Seluruh hasil
penelitian dalam laporan skripsi.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis dan Lingkungan
Desa Pangkal Jaya merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor yang terletak antara 060 36’ Lintang Selatan dan
1060 33’ Bujur Timur dengan luas wilayah 370 Ha dengan jarak 2 kilometer dari
ibukota kecamatan, 45 kilometer dari ibukota kabupaten dan 187 kilometer dari
ibukota propinsi. Batas-batas wilayah desa adalah sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Kalong Liud,
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Bantar Karet,
3. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Nanggung dan Parakamuncang
(dengan batas kali), dan
4. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Hambaro.
Wilayah Desa Pangkal Jaya secara administratif merupakan Desa
Swakarsa yang terdiri dari 13 Rukun Warga (RW) dan memiliki 31 Rukun
Tetangga (RT). Sebagian besar wilayah Desa Pangkal Jaya adalah bukit dengan
kemiringan antara 150 - 200 di sebelah timur dibatasi oleh perbukitan “Sibentang”
yang sekaligus menjadi batas dengan Desa Hambaro, dan di sebelah selatan
dengan bukit/Gunung Butak dan Bukit/Gunung Malang yang menjadi batas
dengan Desa Bantar karet. Komposisi penggunaan lahan di Desa Pangkal Jaya
lebih dominan digunakan sebagai pertanian padi sawah, perumahan dan pertanian
tanah kering. Penggunaan tanah yang besar dalam bidang pertanian memiliki
andil yang besar mengingat curah hujan di Desa Pangkal Jaya cukup tinggi
sehingga mendukung potensi pertanian.
Tabel 6 Jumlah dan persentase luas lahan menurut jenis pemanfaatan di Desa
Pangkal Jaya tahun 2013
Jenis Penggunaan Luas lahan
Hektar (Ha) Persentase (%)
Sawah Tadah Hujan 122.00 32.97
Kebun/hutan rakyat 114.00 30.81
Pemukiman dan Pekarangan 74.00 20.00
Lain-lain 34.40 9.30
Sawah Setengah Teknis 24.00 6.49
Sarana Pendidikan 0.80 0.21
Sarana Peribadatan 0.50 0.14
Danau/Situ 0.30 0.08
Total 370.00 100.00
Sumber: Data Profil Desa Pangkal Jaya Tahun 2013
24
Desa Pangkal Jaya merupakan desa berbatasan langsung dengan PT.
Antam (Persero) Tbk Pongkor yang membantu masyarakat dengan menangani
masalah jalan dan beberapa sarana dan prasarana yang ada di Desa Pangkal Jaya.
Desa Pangkal Jaya ini juga dialiri oleh sebuah sungai yang besar yaitu sungai
Cikaniki. Selain itu, desa Pangkal Jaya memiliki sebuah danau yang dinamakan
dengan “situ saat”. Danau yang sangat asri yang dikelilingi oleh berbagai
tumbuhan dan pepohonan membuat daerah di sekelilingnya begitu indah. Akan
tetapi, lokasi yang sangat jauh untuk dijangkau tidak memungkinkan untuk
berkunjung secara terus menerus terutama akses menuju danau sangat tidak
memadai. Jalan yang sangat berbahaya harus dilalui untuk menuju danau tersebut.
Di bidang transportasi, sarana transportasi yang menghubungkan desa dengan
wilayah sekitarnya termasuk lancar. Hal ini di buktikan dengan tersedianya
angkutan umum menuju Desa Bantar Karet yang melewati Desa Pangkal Jaya.
Fasilitas transportasi ini memudahkan akses masyarakat terhadap fasilitas publik
seperti pendidikan, perdagangan, dan lainnya.
Kondisi Demografi dan Ekonomi Sosial Budaya
Kependudukan
Penduduk Desa Pangkal Jaya berdasarkan data perkembangan jumlah
penduduk tahun 2014 tercatat sebanyak 7 417 Jiwa. Menurut hasil sensus
penduduk Tahun 2013 tercatat sebanyak 7 039 Jiwa, tahun 2012 sebanyak 6 824
jiwa, tahun 2011 sebanyak 6 578 Jiwa. Jumlah rumah tangga di Desa Pangkal
Jaya tahun 2011, sebanyak 1 753 kepala keluarga, tahun 2012, sebanyak 1 888
kepala keluarga, tahun 2013 sebanyak 1 932 kepala keluarga, tahun 2014
berjumlah 2 010 kepala keluarga.
Tabel 7 Jumlah penduduk Desa Pangkal Jaya tahun 2011-2014
Tahun Jumlah Penduduk (jiwa)
2011 6 578
2012 6 824
2013 7 039
2014 7 417
Sumber: Data Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Pangkal Jaya
Tabel 8 Jumlah dan persentase penduduk Desa Pangkal Jaya menurut jenis
kelamin tahun 2014
No Jenis Kelamin Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase (%)
1 Laki-laki 4 028 54.31
2 Perempuan 3 389 45.69
Jumlah 7 417 100.00
Sumber: Data Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Pangkal Jaya Tahun 2014
Dari data jumlah penduduk dan luas wilayah dapat dihitung kepadatan
penduduk geografis Desa Pangkal Jaya. Kepadatan penduduk geografis
dinyatakan dengan jumlah jiwa tiap km2
luas wilayah. Dengan demikian
kepadatan penduduk geografis Desa Pangkal Jaya adalah 20.05 jiwa/km2
25
Tabel 9 Data penduduk yang tersebar menurut RW/Dusun
No RW/Dusun
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Persentase
(%)
1 RW 01 (Kampung Parengpeng) 477 6.43
2 RW 02 (Kampung Tapos) 429 5.78
3 RW 03(Kampung Kirayam) 677 9.13
4 RW 04 (Kampung Ciketug lebak) 399 5.38
5 RW 05 (Kampung Ciketug Tonggo) 418 5.64
6 RW 06 (Kampung Pangkalan Wetan) 538 7.25
7 RW 07 (Kampung Pangaduan Kuda) 1 101 14.84
8 RW 08 (Kampung Pangaduan Kuda) 855 11.53
9 RW 09 (Kampung Wates) 553 7.46
10 RW 10 (Kampung Wangun) 387 5.22
11 RW 11 (Kampung Ciketug Tengah) 578 7.79
12 RW 12 (Kampung Pangkalan Kulon) 512 6.90
13 RW 13 (Kampung Tapos) 493 6.65
Jumlah 7 417 100.00
Sumber: Data Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Pangkal Jaya Tahun 2014
Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan adalah pekerjaan apa yang dilakukan oleh penduduk
Desa Pangkal Jaya sebagai sumber mata pencaharian utama bagi keluarganya.
Dengan adanya lahan pertanian yang cukup luas, masyarakat atau penduduk Desa
Pangkal Jaya memiliki peluang untuk bekerja di bidang pertanian. Akan tetapi
dengan berkembangnya berbagai macam jenis pekerjaan menjadikan penduduk
desa pekerja sebagai buruh atau buruh harian lepas dan wiraswasta. Selain itu
penduduk juga sebagian kecil bekerja sebagai karyawan swasta, pedangang
keliling, petani, PNS, buruh tani, karyawan swasta dan karyawan pemerintahan
26
Tabel 10 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa
Pangkal Jaya tahun 2014
Jenis Pekerjaan Jumlah
Orang Persentase (%)
Wiraswasta* 983 40.37
Buruh* 707 29.03
Pedagang Keliling 382 15.69
Buruh Harian Lepas* 173 7.10
Petani 88 3.61
Karyawan Swata 53 2.18
Pensiunan 13 0.53
Pegawai Swasta 11 0.45
PNS 9 0.37
Karyawan Pemerintahan 8 0.33
Supir 7 0.29
Peternak 1 0.04
Jumlah 2 435 100.00
Keterangan *: termasuk ke dalam pekerjan gurandil
Sumber: Data Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Pangkal Jaya Tahun 2014
Dari data perkembangan jumlah penduduk Desa Pangkal Jaya tahun 2014,
tidak ada yang menyebutkan secara resmi atau tertulis tentang mata pencaharian
penduduk sebagai penambang gurandil. Pekerjaan tersebut ditulis secara resmi
sebagai buruh, buruh harian lepas dan wiraswasta. Berdasarkan jumlah penduduk
yang bekerja menurut jenis kelamin dapat dijelaskan bahwa perempuan memilih
untuk tidak bekerja dan menjadi ibu rumah tangga. Dari data di atas juga dapat
dilihat penduduk yang bekerja sebagai buruh tani adalah penduduk yang berumur
sudah tua dan tidak kuat lagi untuk melakukan pekerjaan seperti penambang
gurandil.
Tabel 11 Jumlah penduduk menurut umur di Desa Pangkal Jaya tahun 2014
No Kelompok Umur
(tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah
Persentase
(%)
1 0-6 283 228 511 6.89
2 7-12 511 464 975 13.15
3 13-18 508 505 1 013 13.66
4 19-25 616 525 1 141 15.38
5 26-40 1 020 866 1 886 25.43
6 41-55 710 548 1 258 16.96
7 56-65 223 150 373 5.03
8 65-75 123 82 205 2.76
9 ≥ 75 34 21 55 0.74
Jumlah 4 028 3 389 7 417 100.00
Sumber: Data Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Pangkal Jaya Tahun 2014
27
Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sehingga
pendidikan adalah sebuah investasi (modal) di masa yang akan datang. Pada
umumnya tingkat pendidikan di Desa Pangkal Jaya adalah Sekolah Dasar (SD).
Tabel 12 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa
Pangkal Jaya tahun 2013
Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah Persentase
(%)
Tidak Tamat SD 998 655 1 653 23.94
SD 2 488 2 138 4 626 66.99
SLTP 252 152 404 5.85
SLTA 153 48 201 2.91
D3 5 10 15 0.21
Sarjana 4 2 6 0.09
Pasca Sarjana 1 - 1 0.01
Jumlah 3 901 3 005 6 906 100.00
Sumber: Data Profil Desa Pangkal Jaya Tahun 2013
Kondisi Sarana dan Prasarana
Desa Pangkal Jaya memiliki saran dan prasarana baik di bidang
pendidikan, keagamaan, maupun dalam bidang kemasyarakatan lainnya. Sarana
dan prasarana yang digunakan oleh keluarga gurandil antara lain PAUD, SD, dan
MTs karena sebagian gurandil memiliki anak dan bersekolah di sekolah tersebut
yang berada dekat dengan tempat tinggal mereka.
Tabel 13 Sarana dan prasarana pendidikan di Desa Pangkal Jaya
No Nama Sekolah Jenjang Status Lokasi
1 PAUD Kakatua PAUD Swasta Kp. Pangaduan Kuda
2 PAUD Darussa’adah PAUD Swasta Kp. Ciketug
3 PAUD Al-Muhimmah PUD Swasta Kp. Tapos
4 SDN Pangkal Jaya SD Negeri Kp. Parengpeng
5 SDN Ciketug SD Negeri Kp. Pangkalan
6 SDN Wates SD Negeri Kp. Pangaduan Kuda
7 SDN Tapos SD Negeri Kp. Tapos
8 MTsS Al- Madaniyah SLTP Swasta Kp. Pangaduan Kuda
Sumber: Data Profil Desa Pangkal Jaya Tahun 2013
Berdasarkan sarana dan prasarana beribadatan, yang paling sering
digunakan oleh gurandil adalah majlis taklim. Hal ini terlihat dari, selain bekerja
untuk memenuhi kebutuhan keluarga gurandil juga tergabung dalam kelompok
pengajian yang dilakukan satu kali dalam seminggu. Kegiatan tersebut bertempat
di majlis taklim di setiap kampung.
28
Tabel 14 Sarana dan prasarana peribadatan Desa Pangkal Jaya
No Jenis Jumlah (unit)
1 Masjid 14
2 Mushola 12
3 Majlis Taklim 8
4 Madrasah 6
Sumber: Data Profil Desa Pangkal Jaya Tahun 2013
Selain sarana dan prasarana di atas juga terdapat beberapa sarana dan
prasarana yang ada di desa seperti sarana irigasi yang digunakan untuk sawah
irigasi walaupun belum dapat dikatakan baik, jalan desa, jembatan, poskamling
dan tempat pertemuan atau balai desa. Di desa ini belum ada pos posyandu yang
tetap. Dalam bidang pemasaran juga terdapat warung-warung yang menjual
makanan, sembako dan juga sayur mayur. Fasilitas pasar belum ada di desa ini.
Hal ini menyebabkan masyarakat sering mengalami kesulitan dalam memasarkan
usahataninya. Guna mempercepat proses pembangunan dan kelancaran
pelaksanaan pemerintahan daerah, di Desa Pangkal Jaya terdapat beberapa
lembaga pendukung antara lain PKK, lembaga MUI yang menanungi bidang
keagamaan, kelompok tani, dan lembaga pendidikan lainnya seperti pondok
pesantren.
Kondisi Sosial Budaya
Tantangan dalam pembangunan kesejahteraan sosial meliputi proses
globalisasi dan industrialisasi serta krisis ekonomi dan politik yang
berkepanjangan. Dampak yang dirasakan diantaranya semakin berkembang dan
meluasnya bobot, jumlah dan kompleksitas berbagai masalah sosial. Keadaan ini
bisa dilihat dan diamati dari data tabel 15 Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS).
Tabel 15 Kondisi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PKMS) Di Desa
Pangkal Jaya tahun 2013
Sumber: Data Profil Desa Pangkal Jaya Tahun 2013
Dari tabel 15 menunjukkan bahwa terdapat 786 keluarga yang tergolong
miskin sosial dan 262 tergolong keluarga yang memiliki rumah tidak layak huni.
Kondisi di atas sedikit-sedikit semakin berkurang dengan adanya bantuan dari
pemerintahan untuk keluarga miskin.
Masalah Kesejahteraan Sosial Jumlah
Keluarga Miskin Sosial 786
Keluarga Rumahnya tidak Layak Huni 262
Penyandang Cacat 8
Eks Narapidana 6
Pemulung 2
29
FAKTOR PENDORONG MUNCULNYA PENAMBANG EMAS
TANPA IZIN (GURANDIL)
Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini terdapat 32 gurandil yang bekerja sebagai
yang tinggal di Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.
Gurandil yang ada di Desa Pangkal Jaya mempunyai ciri yang terdiri dari tiga
karakteristik yaitu gurandil cetek (kecil), gurandil biasa, dan gurandil tong.
Tabel 16 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan kategori umur
di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Ketegori Umur
(tahun)
Gurandil Cetek Gurandil Biasa Gurandil Tong
n % n % n %
15-19 0 0.00 1 12.50 0 0.00
20-24 1 6.25 2 25.00 2 25.00
25-29 4 25.00 0 0.00 2 25.00
30-39 5 31.25 4 50.00 4 50.00
40-44 4 25.00 1 12.50 0 0.00
45-49 2 12.50 0 0.00 0 0.00
Total 16 100.00 8 100.00 8 100.00
Kategori umur dalam penelitian ini didasarkan pada kategori umur
menurut Rusli (2012). Dalam penelitian ini, umur dikelompokkan berdasarkan
kategori gurandil yaitu gurandil cetek, gurandil biasa, dan gurandil tong.
Berdasarkan hasil penelitian, umur responden berkisar dari 19 tahun sampai
dengan 45 tahun. Gurandil cetek merupakan gurandil yang memiliki jumlah
paling banyak dibandingkan gurandil biasa dan gurandil tong. Kategori umur 30-
39 tahun gurandil cetek memiliki persentase 31.25%, gurandil biasa memiliki
50.00%, dan gurandil tong memiliki 50.00%. Jika dilihat dari rata-rata umur
responden yang bekerja sebagai penambang gurandil yaitu umur 32 tahun.
Berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas responden dalam penelitian di Desa
Pangkal Jaya dapat dilihat dari tabel 17.
30
Tabel 17 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat
pendidikan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Gurandil Cetek Gurandil Biasa Gurandil Tong
n % n % n %
SD/ Sederajat-Tidak
Tamat
7 43.75 5 62.50 4 50.00
SD-Tamat 7 43.75 1 12.50 1 12.50
SMP/ Sederajat-Tidak
Tamat
1 6.25 0 0.00 0 0.00
SMP/ Sederajat-Tamat 1 6.25 0 0.00 1 12.50
SMA/ Sederajat-Tamat 0 0.00 2 25.00 2 25.00
Total 16 100.00 8 100.00 8 100.00
Berdasarkan tabel 17 di atas menunjukkan bahwa, tingkat pendidikan
sebagian besar responden tergolong rendah yaitu tidak tamat SD/Sederajat atau
tidak sekolah. Sebanyak 7 orang atau 43.75% dari gurandil cetek, 5 orang atau
62.50% dari gurandil biasa, dan 4 orang atau 50.00% dari gurandil tong memiliki
pendidikan SD/Sederajat-Tidak tamat. Sebanyak 7 orang atau 43.75% dari
gurandil cetek, 1 orang atau 12.50% dari gurandil biasa, dan 1 orang atau 12.50%
dari gurandil tong memiliki pendidikan SD-Tamat. Sedangkan responden yang
memiliki pendidikan SMP/Sederajat-Tidak tamathanya terdapat pada gurandil
cetek yaitu sebanyak 1 orang atau 6.25%, serta responden yang memiliki
pendidikan SMA/Sederajat-Tamat terdapat pada gurandil biasa dan gurandil tong
yaitu masing masing 2 orang atau 25.00%.
Rendahnya tingkat pendidikan responden disebabkan karena kesulitan
ekonomi keluarga yang tidak mampu untuk membayar uang pendidikan. Dengan
bekerja di bidang pertanian masyarakat Desa Pangkal Jaya tidak bisa mencukupi
dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Oleh karena itu dengan adanya potensi
sumber daya alam yaitu potensi penambangan emas yang ada di Gunung Pongkor
menyebabkan masyarakat di Desa Pangkal Jaya beralih profesi sebagai
penambang gurandil atau tikus yang akan menghasilkan uang lebih cepat dari
pada di bidang pertanian.
Tabel 18 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan luas lahan yang
dimiliki di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Gurandil Cetek Gurandil Biasa Gurandil Tong
n % n % n %
Rendah ( ≤ -5.89 m) 0 0.00 0 0.00 0 0.00
Sedang ( -5.90 – 4
403.95 m)
13 81.25 5 62.50 8 100.00
Tinggi (4 403.96 –
20 080 m)
3 18.75 3 37.50 0 0.00
Total 32 100.00 8 100.00 8 100.00
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, responden yang rata-rata memiliki
luas lahan dalam kategori sedang yaitu dengan luas lahan yang dimiliki antara -
31
5.90 sampai 4 403.95 meter. Sebanyak 13 orang atau 81.25% dari gurandil cetek,
5 orang atau 62,50%, dan 8 orang atau 100.00% dari gurandil tong memiliki luas
lahan dalam katerogi sedang. Sedangkan responden yang memiliki luas lahan
yang termasuk kategori tinggi adalah gurandil cetek (3 orang atau 18.75%) dan
gurandil biasa (3 orang atau 37.50%). Lahan yang dimiliki oleh gurandil cetek
pada umumnya merupakan sebuah warisan dari orang tua atau keluarga dan lahan
yang dimiliki oleh gurandil biasa merupakan warisan serta pembelian dari hasil
bekerja sebagai gurandil. Sedangkan pada guradil tong pada umumnya lahan yang
dimiliki merupakan hasil setelah bekerja sebagai gurandil dan rata-rata digunakan
untuk perumahan atau tempat tinggal.
Faktor Sosial
Faktor sosial merupakan salah satu faktor pendorong masuknya
penambang gurandil/tikus ke suatu daerah yaitu Desa Pangkal Jaya yang dapat
dilihat dari tingkat hubungan antar pihak baik antara masyarakat dengan
masyarakat maupun masyarakat desa dengan pihak pertambangan resmi yaitu PT.
Antam (Persero) Tbk UPBE Pongkor. Desa Pangkal Jaya merupakan salah satu
desa yang berbatasan langsung dengan pusat pertambangan yaitu di Gunung
Pongkor yang memiliki jumlah penambang tanpa izin atau penambang
gurandil/tikus hampir sama dengan Desa Bantar Karet dan Cisarua.
Berdasarkan hasil penelitian, jika dilihat dari hubungan yang terjadi antar
sesama warga dalam melakukan kegiatan sehari hari tergolong baik. Adanya
gotong royong, kerja bakti yang terjadi untuk kepentingan bersama sering
dilakukan misalnya dalam pembuatan fasilitas umum seperti pembuatan mesjid
untuk beribadah dan jalan umum. Dalam menjalin silaturrahmi, masyarakat
asli/pribumi mengadakan pengajian secara rutin seminggu sekali. Pengajian
tersebut diadakan secara bergeliran karena lokasi antar kampung yang ada di desa
sangatlah jauh.
“Dari dulu sampai sekarang neng, alhamdulillah orang orang sini
hubungannya baik-baik aja. Sering ngaji bareng, bikin mesjid buat
ibadah. Ya alhamdulillah pada mau gotong royong buat keperluan
bersama. Jika ada yang sakit, kalo kita bisa bantu ya pasti dibantu neng,
misalnya ngumpulin duit buat biaya berobat”. (NL, 2015)
Menurut penuturan salah satu ketua RT di Desa Pangkal Jaya, jika dilihat
hubungan antar warga asli dengan pendatang tidak begitu baik karena adanya
perbedaan seperti prinsip, kesempatan dalam mengakses layanan atau fasilitas
publik, bersaing dalam mendapatkan pekerjaan. Masyarakat asli/pribumi sangat
sulit untuk mendapakan pekerjaan yang memadai dan dapat memenuhi kebutuhan
keluarga. Dengan masuknya masyarakat bukan pribumi menyebabkan adanya
suatu kompetisi dalam hal mendapatkan pekerjaan atau bekerja salah satunya
adalah bekerja sebagai gurandi/penambang emas tanpa ijin yang berlokasi di
Gunung Pongkor. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
meningkatnya jumlah gurandil yang beroperasi di gunung tersebut.
32
“Tahun 90-an, terjadi konflik antar orang sini dengan orang pendatang
dari Banten. Masalahnya itu muncul karena perebutan untuk menjadi
gurandil, masalah hutang yang belum dibayar. Rumah dipinggir jalan
menjadi target. Jadikan kita takut dan harus lebih hati-hati lagi”. (MR,
2015)
Perbedaan-perbedaan tersebut mulai berubah menjadi persamaan tujuan
ketika warga pendatang telah menjadi warga Desa Pangkal Jaya dengan cara
menikah atau membawa keluarga untuk menetap di Desa Pangkal Jaya. Dapat di
simpulkan bahwa warga asli/ pribumi tidak bisa menerima secara langsung orang
asing yang masuk ke desa mereka.
Berdasarkan hasil penelitian, jika dilihat hubungan yang terjalin antara
masyarakat dengan pihak perusahaan PT. Antam (Persero) Tbk UPBE Pongkor
tergolong kurang harmonis. Hubungan terjadi ketika perusahaan baru beroperasi
dengan saat ini mulai renggang. Hubungan tersebut terlihat juga dari banyaknya
masyarakat yang tidak bisa bekerja di pertambangan dan pihak pertambangan
lebih membutuhkan orang-orang yang mempunyai pendidikan dan keterampilan
yang lebih baik. Selain itu juga terlihat bahwa,
Masyarakat atau warga desa ini sekarang dipersulit untuk mencari
nafkah untuk anak istri. Sekarang ada peraturan jika gurandil terkena
razia atau terkangkap, langsung dibawa ke Cibinong tidak lagi sebatas
di polsek Nanggung. Yang dahulunya bisa diselesaikan dengan cara
keluarga dan musyawarah sekarang malah malah dibikin ribet neng.
Belum lagi ongkosnya”. (AM, 2015)
Hal tersebut juga dijelaskan oleh salah seorang gurandil yang berasal dari
Desa Pangkal Jaya,
“Sekarang hubungan masyarakat sama Antam tidak baik. Beberapa
bulan kemaren, gurandil-gurandil pada ditanggap walaupun tidak
masuk ke lubang perusahaan. Ratusan orang ditanggap dari desa lain
juga banyak. Ada juga yang langsung main fisik di dalam lubang.
Sebagai warga sini tidak senang dengan perlakuan itu, jadi kita kemaren
mengadakan demo sebagai penolakanlah istilahnya dengan
mengumpulkan gurandil-gurandil dari berbagai desa agar gurandil
yang ditangkap dibebaskan”. (AU, 2015)
Dapat disimpulkan, semakin tinggi atau semakin baik hubungan yang terjadi
sesama warga asli, maupun dengan warga pendatang, maka semakin tinggi tingkat
tingkat kepercayaan dan semakin banyak orang yang berdatangan baik untuk
bekerja maupun untuk hal lainnya. Sedangkan semakin kurang baik hubungan
masyarakat dengan pihak perusahaan, maka semakin tinggi atau semakin banyak
orang yang menjadi penambang tanpa izin.
33
Faktor Hukum
Indonesia merupakan negara yang berlandaskan pada hukum yang berlaku
di setiap sektor. Sektor pertambangan merupakan salah satu sektor yang memiliki
peraturan yang diatur dalam undang-undang pertambangan dan memiliki landasan
hukum dalam pengoperasiannya. Dalam penelitian ini, faktor hukum merupakan
suatu faktor yang dapat mendorong munculnya pertambangan tanpa izin atau
penambang gurandil/tikus dilihat dari tingkat kelemahan dalam penegakan atau
penerapan undang-undang atau hukum itu sendiri. Hukum yang berlaku di
Indonesia khususnya di sektor pertambangan telah banyak tertulis dalam undang-
undang salah satunya adalah Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 pasal 33
ayat 3, “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Dari
pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa hasil pertambangan merupakan suatu
kekayaan alam yang diambil atau digali dalam perut bumi, yang dipergunakan
untuk mensejahteraan rakyatnya. Akan tetapi tidak terjadi pada masyarakat kecil
yang tinggal di sekitar pertambangan.
Hasil penelitian menunjukaan bahwa, dari semua responden memiliki
pendapat yang berbeda-beda tentang hukum di sektor pertambangan. Sejumlah 14
orang responden (43.80%) tidak mengetahui akan adanya undang-undang yang
mengatur tentang pertambangan dan juga peraturan tentang larangan bagi
penambang tanpa izin atau penambang gurandil/tikus. Hal ini dapat dikatakan
tingkat pengetahuan atau pemahaman responden terhadap hukum sangat rendah.
Tingkat pengetahuan responden yang tergolong sedang yaitu sebanyak 8
responden (25.00%), sedangkan tergolong tinggi sebanyak 10 responden
(31.20%). Responden tidak mengetahui adanya hukum yang mengatur disebabkan
karena mereka memiliki keterbatasan untuk menggali informasi karena kesulitan
untuk mendapatkan tingkat pendidikan yang berkualitas.
Gambar 2 Grafik jumlah dan persentase total responden gurandil berdasarkan
tingkat pengetahuan tentang hukum pertambangan di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015
Rendah Sedang Tinggi
Jum
lah
34
Tabel 19 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat
pengetahuan tentang hukum pertambangan di Desa Pangkal Jaya
tahun 2015
Kuesioner penelitian, terdapat pertanyaan mengenai peraturan tentang
pertambangan apakah telah memihak ke masyarakat terutama masyarakat di
sekitar pertambangan. Pada umumnya responden menjawab dengan jawaban
tidak. Siapa yang melangggar akan ditangkap dan dihukum. Hal ini karena
peraturan yang telah dibuat dan ditetapkan pada saat ini tidak berlaku untuk
kalangan atas seperti pihak swasta maupun pemerintah. Zaman sekarang peraturan
atau hukum hanya berlaku pada rakyat kecil atau rakyat yang tidak berdaya.
Hukum di negara Indonesia masih perlu ditegakkan. Dengan adanya kelemahan
dalam menegakkan hukum di sektor pertambangan menyebabkan maraknya
berbagai aktivitas atau kegiatan yang tidak mempunyai izin dalam
pelaksanaannya.
“Justru dengan tidak adanya regulasi yang kuat atau ketegasan
peraturan, ya orang luar itu setidaknya di beri sanksi misalnya tidak
boleh untuk menambang di gunung pongkor, yang menyebabkan kali
cikaniki kotor sebenarnya orang luar, tapi orang luar/warga pendatang
yang telah berhasil yang telah memiliki anak buah untuk menambang,
akan tetapi yang diberi sanksi atau hukuman adalah warga asli desa.
Masyarakat hanya berfikiran, kekayaan alam merupakan hak kita
semua, misalnya terdapat potensi emas di dalam laut, di gunung atau di
tempat lain jika kita bisa kenapa tidak kita ambil apalagi emas tersebut
di wilayah kita sendiri”. (AM, kepala desa)
Tingkat pengetahuan terhadap hukum Jumlah Persentase (%)
1. Cetek
Rendah 8 50.00
Sedang 0 0.00
Tinggi 8 50.00
2. Biasa
Rendah 4 50.00
Sedang 0 0.00
Tinggi 4 50.00
3. Tong
Rendah 5 62.50
Sedang 0 0.00
Tinggi 3 37.50
Total
Rendah 14 43.80
Sedang 8 25.00
Tinggi 10 31.20
32 100.00
35
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor hukum
merupakan faktor pendorong yang sangat kuat yang menyebabkan munculnya
para penambang baik dari dalam maupun dari luar desa. Hal tersebut disebabkan
karena kurangnya dalam penerapan atau penegakan hukum yang terjadi di areal
pertambangan terhadap para gurandil walaupun hukum tentang pertambangan
telah ada dan baik. Kurangnya penegakan hukum tersebut dikarenakan oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab atau tidak tegas pada posisi bekerja,
misalnya adanya relasi/jaringan atau kerjasama yang terjadi antar penjaga
keamanan dengan gurandil gurandil yang memiliki modal yang cukup.
Faktor Ekonomi
Selain faktor sosial dan hukum, faktor ekonomi juga merupakan salah satu
faktor yang memicu adanya aktivitas penambang tanpa izin atau penambang
gurandil. Desa Pangkal Jaya merupakan desa dengan areal pertanian yang luas.
Bekerja di bidang pertanian tidak mencukupi dalam memenuhi kehidupan sehari
hari seperti kebutuhan pangan, maupun pendidikan anak sekolah, sehingga akan
menyebabkan masyarakat untuk mencari pekerjaan yang dapat menghasilkan
uang dengan cepat salah satunya adalah menjadi penambang gurandil.
Berdasarkan hasil penelitian, responden memilih bekerja sebagai gurandil
karena berbagai faktor seperti tidak memerlukan modal yang tinggi seperti tingkat
pendidikan yang tinggi, keterampilan yang tinggi, mempunyai pengalamn kerja.
Hal ini selaras dengan tingkat pendidikan masyarakat di Desa Pangkal Jaya
mayoritasnya adalah tidak sekolah atau tidak tamat SD. Jika dilihat hanya
beberapa orang yang mempunyai pendidikan sampai Sekolah Menengah
Atas/Sederajat. Selain itu pada saat ini, masyarakat tidak tertarik untuk bekerja di
sektor pertanian karena membutuhkan waktu yang lebih lama. Bekerja sebagai
penambang gurandil memiliki resiko yang paling berbahaya yaitu kecelakaan
tambang yang akan memyebabkan kematian. Akan tetapi karena masalah
ekonomi masyarakat tidak mempunyai pilihan lain untuk mengidupi keluarganya.
Dilihat dari tingkat keterampilan dan keahlian masyarakat khususnya di
Desa Pangkal Jaya, keterampilan bekerja yang paling tinggi adalah bertani. Tidak
banyak warga yang bekerja dan mempunyai keterampilan yang memadai. Dari
responden yang bekerja sebagai penambang gurandil terdapat salah satu anggota
keluarga yang bekerja di PT. Antam (Persero) Tbk UPBE Pongkor, karena
memiliki keterampilan dan pendidikan yang sesuai syarat minimal untuk bekerja
di perusahaan pertambangan. Selain itu faktor ekonomi yang menyebabkan
munculnya para penambang gurandil adalah tingkat pengganguran yang tinggi.
Pengangguran adalah kondisi dimana seseorang tidak bekerja dan harus
bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup. Menurut BPS (2012)
tingkat pengangguran di Kaupaten Bogor mencapai 222 040 orang atau10.75%
dari jumlah 2 175 470 angkatan kerja. Jumlah pengangguran di kabupaten bogor
naik 0.11% dari tahun 2010 atau sebanyak 205 032 orang 10.64%. pada tahun
2011, pengangguran 222 638 orang atau 10.73% dari total angkata kerja. Desa
Pangkal Jaya menjadi target untuk menjadi tempat para penambang gurandil
karena letak Desa Pangkal Jaya tidak jauh dari lokasi penambang dan jika
membutuhkan pengeluaran untuk transportasi tidak besar.
36
Keterbatasan yang dimiliki oleh masyarakat Desa Pangkal Jaya
berhubungan erat dengan tingkat pendapatan. Rendahnya pendapatan yang
diperoleh dari pekerjaan sebelumnya tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari semakin mahal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pekerjaan masyarakat Desa Pangkal Jaya sebelum bekerja sebagai gurandil adalah
masih pelajar, tidak bekerja, petani, buruh, dan pedagang asongan. Dari pekerjaan
tersebut diperoleh pendapatan sebagai berikut:
Gambar 3 Grafik jumlah dan persentase total responden gurandil berdasarkan
pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun
2015
Berdasarkan gambar 3, dapat disimpulkan bahwa responden sebelum
bekerja sebagai gurandil memiliki pendapatan Rp 0 sampai Rp 5 400 000 per
bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata pendapatan responden sebelum
bekerja sebagai gurandil adalah Rp 1 781 563 per bulan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
37
Tabel 20 Jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat
pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal Jaya tahun
2015
Kategori Jumlah Persentase (%)
1. Cetek
Rendah 7 43.80
Tinggi 6 37.50
Sedang 3 18.70
2. Biasa
Rendah 4 50.00
Tinggi 2 25.00
Sedang 2 25.00
3. Tong
Rendah 3 37.50
Tinggi 3 37.50
Sedang 2 25.00
Total
Rendah ( ≤ Rp 976 401) 13 40.625
Sedang (Rp 976 402- Rp2 586 723) 9 28.125
Tinggi (Rp 2 586 733- Rp 5 400 000) 10 31.25
Total 32 100.00
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, sebanyak 13 orang responden
sebelum bekerja sebagai gurandil memiliki penghasilan rendah yaitu ≤ Rp 976
401. Sebanyak 9 orang memiliki penghasilan sedang yaitu Rp 976 402- Rp2 586
723 serta 10 orang responden memiliki penghasilan sebesar Rp 2 586 733- Rp 5
400 000. Tingginya tingkat pendapatan yang diperoleh oleh responden tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan karena masyarakat Desa Pangkal Jaya
pada umumnya tergolong ke dalam masyarakat yang konsumtif (lebih
mengutamakan membeli kebutuhan sekunder maupun tersier).
AKTIVITAS PERTAMBANGAN EMAS TANPA IZIN
(GURANDIL)
Identifikasi Tingkat Aktivitas Gurandil di Desa Pangkal Jaya
Aktivitas pertambangan tanpa izin merupakan suatu aktivitas
pertambangan yang tidak diperbolehkan berdasarkan undang-undang
pertambangan yang berlaku. Pertambangan tanpa izin tidak hanya terjadi di
Gunung Pongkor saja akan tetapi di berbagai daerah lainnya seperti di daerah
Sawah Lunto Sumatra Barat juga terdapat penambang tanpa izin. Penambang
tersebut dalam penelitian ini lebih dikenal dengan sebutan penambang
gurandil/tikus yang dilakukan oleh individu atau sekelompok orang yang
memiliki hubungan kekeluargaan dan tidak memiliki izin dalam beroperasinya.
Mayoritas penambang gurandil yang berasal dari Desa pangkal Jaya ini adalah
anak-anak muda yang putus sekolah karena tidak mempunyai biaya yang cukup
untuk melanjutkan pendidikan mereka dan telah memiliki tanggung jawab sendiri
untuk menghidupi keluarganya. Aktivitas penambang gurandil telah dimulai
sebelum PT. Antam (Persero) Tbk UPBE Pongkor berdiri.
“Dulu orang sukabumi yang menikah dengan orang sini sering ke gunung
pongkor untuk mencari kayu bakar, rumput buat ternak. Akan tetapi dia
mencoba melihat melihat dan menggali tanah untuk di angkut untuk
keperrluan ke rumahnya. Dari situ orang orang melihat dan berfikiran
dengan cara sederhana dan mengolah tanah tersebut dengan cara yang
sangat sederhana. Dari hal itu terlihat adanya potensi emas dan orang
mulai bermunculan sebagai penambang yang disini di sebut gurandil atau
penambang tikus”. (MR, 2015)
Tingginya aktivitas penambang gurandil untuk menambang hasil bumi
dipicu dengan berdirinya PT. Antam (Persero) Tbk UPBE Pongkor dengan tidak
terserapnya penduduk lokal/pribumi untuk bekerja di perusahaan besar dengan
gaji yang tetap. Warga mulai melakukan penambangan dengan menggali lubang-
lubang kecil di luar lubang perusahaan dengan cara dan peralatan yang sangat
sederhana dan memiliki resiko yang tinggi. Selain itu masyarakat juga dihadapi
dengan masalah ekonomi yang semakin memprihatinkan. Berawal dari harga
bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari dari waktu ke waktu
semakin mahal dan jika masih bertumpu pada sektor pertanian tidak akan cukup
untuk menghidupi keluarga. Misalnya di sektor pertanian dengan menanam padi,
hasil dari pertanian tersebut baru bisa dinikamti tiga bulan sekali. Adanya
kendala dari kesulitan akses air untuk irigasi karena sekitar 122 Ha dari luas Desa
Pangkal Jaya merupakan sawah tadah hujan dan hanya mengandalkan jika musim
hujan untuk mulai menanam, adanya kekeringan karena musim kemarau,
kurangnya pengelolaan yang matang akan jarak tanam yang tidak sesuai
menyebabkan hasil tani yang kurang maksimal. Kendala yang beragam tersebut
menyebabkan banyak petani beralih bekerja sebagai penambang gurandil atau
tikus. Hal ini disebabkan juga karena hasil dari penambangan akan lebih mudah
dan cepat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga dan
40
pekerjaan itu yang mempunyai potensi tinggi untuk mendapatkan penghasilan
yang tinggi.
Mayoritas atau 85% dari penduduk Desa Pangkal Jaya mempunyai mata
pencaharian sebagai penambang gurandil atau tikus yang di dominasi oleh laki-
laki setengah baya usia produktif. Akan tetapi masih ada yang bekerja sebagai
petani atau buruh tani yang atau pekerjaan lain seperti pedangan sayuran jualan
roti. Mereka adalah orang-orang yang sudah tua yang tidak mempunyai fisik yang
kuat untuk melakukan penambangan.
Tidak semua orang di desa ini jadi gurandil, contohnya saya kerja dari
dulu jualan roti. Masih ada yang jadi tani, buruh kasar. Jadi gurandil tuh
berat neng, banyak resiko terutama mati. (EM, 2015)
Tingkat aktivitas penambangan gurandil/tikus dapat diukur dari lama
bekerja, frekuensi bekerja, tingkat modal kerja, tingkat keselamatan kerja dan
tingkat migrasi dan diklasifikasikn berdasarkan karakteristik gurandil yaitu
gurandil cetek (kecil), gurandil biasa, dan gurandil tong.
Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Cetek (Kecil)
Gurandil cetek (kecil) merupakan gurandil yang paling banyak yang ada
di Desa Pangkal Jaya yang biasanya melakukan penambangan selama satu hari
(berangkat pagi pulang siang atau sore). Gurandil cetek merupakan awal gurandil
melakukan penambangan. Pada umumnya kategori gurandil cetek merupakan
penduduk Desa Pangkal Jaya yang berasal dari kalangan anak putus sekolah atau
penduduk yang ingin mencoba menjadi penambang karena sebelumnya tidak
memiliki pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitian, tingginya atau semakin
banyaknya gurandil cetek yang melakukan penambangan emas dipicu karena
ekoomi yang semakin memburuk yaitu dilihat dari tingkat pendapatan yang tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tingkat aktivitas gurandil cetek
dalam melakukan penambangan dilihat dari lama bekerja yaitu biasanya
melakukan penambanganuntuk menggali bahan tambang selama satu hari
(berangkat pagi pulang siang/sore) serta melakukan pengolahan dari bahan
tambang menjadikan kepingan emas sekitar 6 jam. Dalam melakukan
penambangan emas gurandil cetek hanya menggunakan peralatan yang sederhana
seperti senter, pahat dan palu serta karung goni untuk mengumpulkan hasil
tambang. Hasil tambang tersebut adalah bongkahan tanah atau kepingan batu-batu
dari gunung yang akan diolah menjadi kepingan emas.
Ya teh, gurandil kaya saya biasanya pergi pagi dan pulang siang. Setelah
itu langsung ngolah sendiri. Biasanya nambang di lobang kecil dan tidak
dalam, ya cukup untuk sehari-harilah hasilnya. Dan alatnya Cuma senter,
pahat, palu dan karung goni. Ya paling sehari dapet 3-4 karung goni (HD,
2014).
Pengolahan untuk menjadikan kepingan emas, gurandil cetek
menggunakan alat yang disebut “gelundungan” akan tetapi tidak semua gurandil
memiliki alat tersebut. Gurandil cetek yang tidak memilki gelundungan
melakukan pengolahan di tempat orang lain dengan status menyewa dan
41
membutuhkan uang untuk membayarnya. Akan tetapi gurandil yang mempunyai
alat pengolahan sendiri lebih memiliki modal yang kecil untuk melakukan
pengolahannya. Setelah melakukan pengolahan menjadi kepingan emas gurandil
tersebut dapat menjual kepingan emas dan menggunakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari keluarga.
Karakteristik gurandil cetek juga dapat dilihat dari frekuensi melakukan
penambangan emas dalam sebulan terakhir. Frekuensi bekerja adalah hari yang d
gunakan gurandil cetek untuk melakukan penambangan emas dalam satu bulan
terakhir. Berdasarkan hasil penelitian, dalam sebulan terakhir gurandil cetek
melakukan penambangan sekitar 8-16 kali. Dalam melakukan penambangan
gurandil juga melihat kondisi lingkungan seperti cuaca yang tidak mendukung
yang akan membahayakan keselamatan diri. gurandil juga melihat kondisi
lingkungan seperti cuaca yang tidak mendukung yang akan membahayakan
keselamatan diri.
Tingkat modal kerja yang dibutuhkan gurandil cetek tidak sebesar yang
digunakan oleh gurandil biasa atau gurandil tong. Gurandil cetek hanya
memerlukan dan menggunakan peralatan sederhana yaitu pahat, palu dan karung
goni. Untuk memenuhi peralatan tersebut gurandil cetek tidak perlu mengeluarkan
biaya besar karena alat alat tersebut mudah untuk didapatkan dengan harga murah.
Akan tetapi jika modal kerja seperti alat alat tersebut tidak ada maka gurandil,
baik gurandil cetek maupun gurandil biasa tidak bisa melakukan penambangan.
Berlandaskan hubungan yang terjalin dengan baik antara gurandil, jika gurandil
tidak memiliki biaya untuk menyiapkan alat-alat tersebut satu sama lain saling
tolong menolong dengan cara meminjamkan uang agar gurandil yang tidak
memiliki modal bisa melakukan penambangan dan pembanyarannya dilakukan
setelah mendapatkan hasil dari proses penambangan tersebut. Hasil penelitian
menunjukan, gurandil cetek menggunakan perlengkapan yang sangat sederhana
baik dalam penambangan maupun dalam pengolahan dan lebih sering melakukan
penambangan dari pada gurandil biasa maupun gurandil tong. Selain itu juga
memiliki ciri penghasilan rendah dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Gambar 4 Bangunan rumah gurandil cetek
42
“Ya neng, mau gimana lagi, jadi gurandil mah untung-untungan.
Kadang untung, kadang rugi. Untungnya sekali, ruginya lima kali.
Belum lagi buat bayar utang buat modal pertama ke gunung. Ya
segitulah dapatnya buat makan saja cukup alhamdulillah. Kadang
pulang dari gunung ga bawa apa-apa karena gunung nya lagi ga bagus
padalah badan udah sakit-sakit”. (AU, 2014)
Selain modal, karakteristik gurandil cetek dapat dilihat dari cara menjual
hasil galiannya. Salah satu caranya adalah menjual hasil galiannya dalam bentuk
bahan galian mentah yaitu batu-batuan/tanah yang telah dikumpulkan dalam
karung goni ke bandar/pengumpul atau gurandil tong. Bandar/pengumpul tersebut
merupakan bandar-bandar kecil penyandang dana yang dapat menikmati hasil
tanpa harus menghadapi resiko kematian seperti tertimbun tanah longsor, terjebak
asap bakaran, atau bentrok dengan aparat perusahaan. Selain itu cara gurandil
cetek menjual hasil galiannya adalah dengan menjual hasil dalam bentuk kepingan
emas. Akan tetapi, kepingan emas tersebut tidak memiliki nilai yang tinggi karena
kadar yang terkandung di dalamnya rendah.
Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Biasa
Gurandil biasa merupakan karakteristik gurandil yang melakukan
penambangan untuk mendapatkan atau memperoleh hasil tambang menggunakan
waktu sekali penambangan 3 sampai 6 hari dalam satu minggu. Gurandil tersebut
biasa biasa disebut dengan sebutan gurandil bukan gurandil biasa. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dalam proses melakukan penambangan dengan
cara berkelompok. Dalam satu kelompok biasanya terdiri dari 3 sampai 4 orang
yang akan melakukan penambangan dalam lubang. Anggota kelompok tersebut
merupakan orang-orang atau gurandil yang juga memiliki hubungan keluarga
atau juga berasal dari daerah lain. Akan tetapi kelompok gurandil yang ada di
Desa Pangkal Jaya dan melakukan penambnagan di Gunung Pongkor merupakan
kelompok berdasarkan hubungan keluarga atau teman satu desa. lama bekerja
merupakan waktu yang dibutuhkan gurandil biasa dalam melakukan
penambangan sehingga memperoleh bahan tambang yang akan diolah menjadi
kepingan emas. Dari uraian tersebut, diperoleh waktu yang digunakan gurandil
biasa adala 3 sampai 6 hari dalam satu minggu untuk melakukan penambangan.
Dalam melakukan pengolahan menjadi kepingan emas, gurandil biasa
menggunakan waktu lebih kurang satu hari tergantung kekerasan bahan galian
yang diperoleh. Jika bahan galian yang diperoleh merupakan pecahan batu-batuan
yang didalamnya diduga mengandung emas akan membutuhkan waktu lebih lama
dibandingkan bahan galian yang diperoleh yaitu gumpalan tanah yang lebih cepat
dihaluskan. Selain itu, bahan galian yang diperoleh lebih banyak dibandingkan
dengan gurandil cetek.
“Proses pengolahan menjadi kepingan emas dimulai dari tahap pertama
dengan cara menghancurkan batu/tanah yang telah digali dari gunung
menggunakan palu, setelah hancur dimasukkan ke dalam gelundungan
43
selama 4 sampai 6 jam. Paling kurang selama 4 jam tergantung kekerasan
batu. Setelah itu akan terlihat butiran-butiran emas dan pisahkan dengan
lumpur, karena nantinya lumpur bisa diolah lagi menjadi perak.
Selanjutnya dilakukan proses peleburan sampai kering kira-kira 30 menit
sampai menjadi bahan urat karang (seperti pasir) setelah itu diolah lagi
dengan mencampurkan raksa + air selama 3 jam. Selanjutnya ditumbuk,
disaring dipisahkan dengan merkuri untuk mendapatkan emas sesuai
kadarnya. Setelah itu dilakukan pembakaran (digebos), dimasukin ke
dalam air, di pukul (digeprek) untuk mendapatkan kepingan, di bakar lagi
selama 10 menit untuk mendapatkan merapikan kepingan emas, di pukul
(digeprek) lagi sampai benar-benar rapi sehingga dapat kepingan yang
bagus dan langkah selanjutnya di timbang untuk di jual”. (UN, 2015)
Proses pengolahan bahan galian tersebut menggunakan bahan kimia
berbahaya seperti merkuri dan sianida, secara kesehatan akan menggangu atau
membahayakan keselamatan diri penambang. Penambang cetek, gurandil biasa
maupun gurandil tong dengan mudah memperoleh bahan tersebut. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa bahan yang digunakan dalam pengolahan emas
tersebut dapat diperoleh di pasar dan di toko/warung biasa. Bahan-bahan yang
mudah diperoleh tersebut menjadikan gurandil lebih mudah dalam pengolahan
menjadi keingan emas.
Berdasarkan frekuensi bekerja yang dilakukan oleh gurandil biasa, hasil
penelitian menunjukkan bahwa gurandil biasanya pada umumnya melakukan
penambangan ke Gunung Pongkor dalam satu bulan terakhir 2-6 kali. Hal ini
disebabkan oleh waktu yang digunakan dalam satu kali penambangan lebih lama.
berdasarkan hasil penelitian rata-rata gurandil melakukan penambangan yaitu 4
kali dalam sebulan terakhir. Sebagai penambang gurandil waktu bekerja tidak
seperti orang yang bekerja di perusahan resmi yang telah terjadwal untuk bekerja.
Penambang gurandil memiliki kebebasan untuk menentukan kapan melakukan
penambangan tergantung kesanggupan, kesiapan dan kemauan sendiri serta
kelompok penambang. Karakteristik gurandil biasa juga terlihat dari penghasilan
yang diperoleh lebih besar dibandingkan gurandil cetek yang digunakan selain
untuk memenuhi kebutuhan sehari hari juga digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sekunder atau kebutuhan tersier. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi
bangunan rumah dan kepemilikan peralatan serta kepemilikan aset kendaraan
yang lebih baik dibandingkan gurandil cetek.
Dilihat dari tingkat modal kerja yang dibutuhkan gurandil biasa sama
halnya dengan gurandil biasa yang menggunakan pahat, palu, linggis dan karung
goni. Akan tetapi gurandil biasa memiliki modal yang lebih besar yaitu untuk
memenuhi kebutuhan hidup seperti makan dan kebutuhan lainnya selama gurandil
tersebut barada di dalam lubang galian. Para gurandil tersebut membawa bekal
logistik, mulai dari beras, mie, garam, ikan asin, rokok, dan juga peralatan
memasak untuk memenuhi kebutuhan. Mengendap di perut bumi atau di lubang
galian selama 3 sampai 6 hari tersebut salah satunya dengan tujuan mnghindari
kejaran aparat keamanan perusahaan. Setelah melakukan penggalian bahan
tambang, secara berangsur-angsur diangkut keluar lubang menggunakan tenaga
penggangkut seperti kuli pikul. Setelah terkumpul bahan galian tersebut dibagi
rata dengan anggota kelompok karena dalam melakukan penggalian secara
44
berkelompok dan selanjutnya bahan tersebut diangkut ke tempat pengolahan
masing-masing dengan menggunakan mobil angkutan.
Berdasarkan relasi atau jaringan yang dimiliki oleh gurandil biasa,
tergolong luas dan kuat antara sesama gurandil atau kelompok gurandil. Pada
umumnya satu kelompok gurandil memiliki jaringan dengan pihak keamanan
perusahaan dan untuk masuk ke dalam lubang bekas, mereka harus menyuap atau
memberikan uang pada pihak keamanan setempat. Besaran yang diberikan
tergantung pihak yang bersangkutan, akan tetapi biasanya berkisar 1 000 000
sampai 2 000 000 per kelompok.
Tingkat Aktivitas Penambang Gurandil Tong
Gurandil tong merupakan gurandil yang tidak melakukan penambangan
ke Gunung yaitu Gunung Pongkor, akan tetapi memiliki tempat pengolahan bahan
galian menjadi kepingan emas. Gurandil tong lebih identik dengan bos (atasan)
dan memiliki posisi yang sedikit aman dibandingan gurandil cetek dan gurandil
biasa. Hal ini karenakan oleh guradil tong tidak harus menghadapi bahasa seperti
tertimbun longsor, terjebak asap bakaran, atau bentrok dengan aparat perusahaan
dan bahaya lainnya yang berhubungan dengan lokasi penggalian bahan tambang.
Gurandil tong pada umumnya mempunyai anak buah atau pekerja untuk
melakukan baik penambangan ke gunung maupun dalam melakukan pengolahan
menjadi kepingan emas. Sebelum menjadi gurandil tong, gurandil tersebut
merupakan gurandil kecil atau gurandil biasa yang pada akhirnya memiliki modal
yang lebih banyak untuk menyediakan tempat pengolahan atau lebih dikenal
dengan sebutan tong.
Gurandil tong dicirikan dengan penghasilan yang diperoleh lebih besar
dari pada gurandil biasa. Hal ini terlihat bahwa gurandil ini memiliki satu atau
dua orang karyawan atau pekerja yang diupah per hari atau per minggu. Dari hasil
tersebut gurandil tong memperoleh kehidupan yang lebih memadai seperti kondisi
bangunan tempat tinggal. Cara kerja gurandil tong atau cara dalam pengolahan
bahan tambang menjadi kepingan emas lebih baik dari pada gurandil cetek
maupun gurandil biasa. Gurandil tong memiliki tenpat pengolahan yang besar
Gambar 5 Bangunan rumah gurandil tong
45
dan memiliki tempat yang luas yang sering disebut tong. Dari hasil pengolahan
tersebut gurandil tong memperoleh kepingan emas dengan berat dan kadar yang
bagus. Bahan galian tersebut diolah dengan menggunakan bahan kimia beracun
seperti sianida dan merkuri akan tetapi dalam membentuk kepingan emas yang
bagus menggunakan ketelitian dan waktu yang cukup lama agar kepingan yang
dihasilkan berkualitas tinggi dan dijual dengan harga yang tinggi. Dari
keuntungan tersebut, gurandil tong memilki penghasilan yang lebih besar
dibandingkan gurandil cetek dan gurandil biasa.
Gurandil tong memilki relasi yang kuat antar sesama mauun pihak luar
seperti halnya dengan pihak bandar emas. Setelah kepingan emas diperoleh,
kepingan tersebut dijual ke tempat penjual emas resmi dengan harga sesuai harga
emas dunia. Untuk mengetahui harga emas terbaru gurandil tong memanfaatkan
jaringan antar sesama gurandil tong maupun dengan menggunakan media masa
seperti televisi.
Selain itu, tingginya tingkat aktivitas gurandil juga dapat dilihat dari
tingkat keselamatan diri sebagai penambang. Berdasarkan hasil penelitian, dari
semua responden terdapat 29 orang (90.60%) berpendapat bahwa menjadi
penambang gurandil atau tikus mempunyai resiko yang sangat tinggi terutama
dengan keselamatan, karena melakukan penambangan tersebut hanya bermodal
keberanian dan tidak memiliki peralatan yang safety. Sedangkan 3 orang
responden (9.40%) berpendapat menjadi penambang gurandil menjamin
keselamatan diri, karena memiliki keyakinan dan keberanian yang kuat.
Gambar 6 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat
keselamatan kerja di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Berdasarkan gambar 6, tingginya resiko yang akan terjadi tidak
menjadikan para penambang gurandil baik gurandil cetek maupun gurandil biasa
untuk tidak menjadi penambang. Hal ini disebabkan karena potensi yang ada
Jum
lah
Tidak Ya
46
untuk memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari dengan
tingkat keterampilan dan pendidikan yang rendah adalah bekerja sebagai
penambang gurandil atau tikus.
Indikator terakhir yang dapat menentukan tingkat aktivitas penambang
gurandil dalam melakukan penambangan adalah tingkat migrasi. Migrasi
merupakan perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat yang lain melewati
batas administrasi. Migrasi ini ingin melihat berapa banyak masyarakat yang
datang atau masuk ke Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor semenjak meluasnya kegiatan penambangan tanpa izin atau penambang
gurandil/tikus.
Pada penelitian ini, rumah tangga di Desa Pangkal Jaya dilihat dari asal
kependudukannya dibedakan menjadi dua kategori yaitu penduduk asli dan
penduduk pendatang. Penduduk asli dalam penelitian ini adalah setiap orang yang
lahir dan tinggal di Desa Pangkal Jaya dan penduduk pendatang adalah setiap
orang yang lahir bukan dari Desa Pangkal Jaya tetapi tinggal di desa tersebut.
Gambar 7 Grafik jumlah dan persentase responden gurandil berdasarkan tingkat
keselamatan kerja di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Hasil penelitian menunjukan bahwa, terdapat 43.80% dari keluarga
responden merupakan penduduk pendatang yang lahir di daerah lain dan 56.20%
merupakan penduduk asli Desa Pangkal Jaya. Pada tahun 2015 sebanyak 43.80%
warga pendatang tersebut telah menjadi warga Desa Pangkal Jaya, karena telah
menikah dengan warga asli Desa Pangkal Jaya. Selain itu dengan cara menikah,
warga pendatang membawa keluarganya dari tempat tinggal asal untuk menjadi
warga Desa Pangkal Jaya.
Jum
lah
Tidak Migrasi Migrasi
47
“Pertama kali tahu adanya potensi emas di kecamatan nanggung, banyak
sekali orang orang yang berdatangan ke desa-desa terutama Desa Pangkal
Jaya. Seperti dari daerah Sukabumi, Banten, Leuwiliang, dll. Akan tetapi
sekarang telah menjadi warga dan memiliki KTP Pangkal Jaya dengan cara
menikah dan membawa keluarganya untuk tinggal di Desa Pangkal Jaya.
Kebanyakan dari penambang gurandil yang berhasil merupakan warga
yang awal nya pendatang dan telah memiliki berbagai fasilitas yang
memadai. Dan kebanyakan warga asli bisa dikatakan jadi penambang
gurandil yang tidak sukses karena hasilnya cukup untuk sehari-hari”. (AM,
kepala desa)
Dari hasil penelitian dan penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa
tingkat aktivitas penambang gurandil yang berasal dari Desa Pangkal Jaya dari
tahun ke tahun tergolong meningkat. Dapat dilihat dari banyaknya orang yang
berdatangan ke desa untuk menetap dan bekerja sebagai penambang
gurandil/tikus. Desa Pangkal Jaya menjadi target migrasi karena mempunyai
keunggulan dibandingkan dengan desa desa lain di Kecamatan Nanggung yaitu
jarak yang tidak terlalu jauh dengan lokasi penambangan di Gunung Pongkor
dengan mempertimangkan biaya transportasi dan akomodasi untuk melakukan
penambangan. Selain itu juga dapat dilihat dari tingginya resiko dan bahaya yang
tidak bisa diprediksi kapan terjadi bencana tidak menyurutkan niat penambang
untuk melakukan penambangan. Aktivitas gurandil paling tinggi terlihat dari
gurandil cetek. Dapat juga dilihat dari frekuensi bekerja sebulan terakhir yang
tergolong tinggi.
49
KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA GURANDIL
Kesejahteraan merupakan kondisi relatif yang diciptakan oleh masyarakat
melalui interaksi sosial untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah, rohani, dan sosial
mereka. Untuk menentukan tingkat kesejahteraan rakyat Badan Pusat Statistik
tahun 2005 menggunakan berbagai indikator antara lain: tingkat pendidikan,
tingkat kesehatan, kondisi perumahan (jenis lantai, luas bangunan rumah, jenis
dinding bangunan, dan lain-lain), tingkat pendapatan, dan tingkat pengeluaran
Kegiatan pembangunan di Indonesia telah mempengaruhi mata
pencaharian masyarakat pada umumnya. Salah satu desa yang yang mengalami
perubahan mata pencaharian adalah masyarakat Desa Pangkal Jaya. Sebelum
masuknya industri pertambangan mayoritas masyarakat bekerja di bidang
pertanian. Akan tetapi setelah masuknya industri pertambangan perlahan-lahan
masyarakat berubah profesi sebagai penambang. Penambang dalam penelitian ini
adalah penambang tikus atau lebih dikenal dengan gurandil. Aktivitas yang
dilakukan oleh para penambang gurandil sangat berpengaruh pada aspek lain
seperti tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, pendidikan keluarga, perubahan
dari jenis pemukiman atau tempat tinggal. Pada penelitian ini dilakukan
perbandingan antara tingkat kesejahteraan sebelum responden bekerja sebagai
penambang gurandil dengan tingkat kesejahteraan setelah responden bekerja
sebagai penambang gurandil atau tikus.
Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Cetek
Tingkat kesejahteraan juga dapat dilihat dari kondisi tempat tinggal. Hasil
penelitian menunjukan bahwa terjadinya perubahan kondisi tempat tinggal
masyarakat Desa Pangkal Jaya ke arah tergolong layak atau bagus setelah bekerja
sebagai penambang gurandil/tikus. Hal ini dapat dilihat dari berbagai indikator
seperti perubahan jenis lantai, jenis dinding, luas bangunan tempat tinggal, dan
lain lain.
Tabel 21 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan
status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % n % n %
Milik Sendiri 6 37.50 11 68.75 0.83 83.00
Kontrak 1 6.25 0 0.00 -1.00 -100.00
Milik Orang tua 9 56.25 5 31.25 -0.44 -44.00
Total 16 100.00 16 100.00
Keterangan: (-) menurun
Berdasarkan hasil penelitian sebelum bekerja sebagai gurandil cetek, 9
orang responden atau 56.25% responden masih tinggal bersama orang tua dengan
status kepemilikan rumah milik orang tua. Sebanyak 6 responden atau 37.50%
tinggal di rumah dengan status kepemilikan milik sendiri dan 1 orang responden
50
atau 6.25% memiliki rumah dengan status kontrak. Setelah bekerja sebagai
gurandil cetek, 11 orang responden atau 68.75% memiliki rumah dengan status
milik sendiri, dan 5 orang responden masih tinggal bersama orang tua dengan
status kepemilikan rumah milik orang tua.
Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan ke arah
yang positif atau ke arah yang lebih baik setelah masyarakat atau responden
bekerja sebagai penambang gurandil. Perubahan terjadi pada status kepemilikan
tempat tinggal adalah milik sendiri dengan selisih 0.83 atau meningkat menjadi
83.00%. Sedangkan status kontrak menurun 100.00%, dan status milik orang tua
menurun 44.00%. Dari tabel 21 di atas dapat disimpulkan bahwa kehidupan
responden menjadi lebih baik jika dilihat dari status kepemilikan tempat tinggal.
Tabel 22 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan
jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % n % n %
Keramik 8 50.00 13 81.25 0.63 63.00
Semen 3 18.75 3 18.75 0.00 0.00
Kayu Murah 1 6.25 0 0.00 -1.00 -100.00
Bambu 2 12.50 0 0.00 -1.00 -100.00
Tanah 2 12.50 0 0.00 -1.00 -100.00
Total 16 100.00 16 100.00
Keterangan: (-) menurun
Jenis lantai terluar sebelum responden bekerja sebagai guranil cetek adalah
keramik dengan 50.00% atau sebanyak 8 responden dari 16 responden. Sebanyak
3 responden atau 18.75% memiliki jenis lantai rumah semen, 1 orang responden
atau 6.25% memiliki jenis lantai rumah kayu murah dan jenis lantai bambu serta
tanah masing masing dimiliki oleh 2 orang responden atau 12.50%. Akan tetapi,
setelah bekerja sebagai gurandil cetek sebanyak 13 orang responden memiliki
jenis lantai rumah atau 81.25% keramik. Sebanyak 3 orang responden atau
18.75% memiliki jenis lantai rumah semen.
Berdasarkan hasil penelitian, terjadi perubahan yang semakn meningkat
dari jenis lantai keramik dengan peningkatan 63.00% dan jenis lantai kayu murah,
bambu dan tanah setelah bekerja sebagai gurandil tidak ada responden yang
memiliki jenis lantai rumah tersebut. Dapat disimpulkan bahwa jenis lantai kayu,
bambu serta tanah mengalami penurunan sebesar 100.00%.
Tabel 23 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan
jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % n % n %
Bambu 5 31.25 1 6.25 -0.80 -80.00
Tembok Bata 1 6.25 2 12.50 1.00 100.00
Tembok Beton 10 62.50 13 81.25 0.30 30.00
Total 16 100.00 16 100.00
Keterangan: (-) menurun
51
Berdasarkan tabel 23 terdapat peningkatan 30.00% pada indikator jenis
dinding rumah yang dimiliki oleh gurandil cetek yang dilihat dari sebelum sampai
sesudah menjadi gurandil cetek yaitu pada jenis dinding rumah tembok beton.
Dan mengalami penurunan 80.00% pada jenis dinding rumah yang terbuat daro
bambu setelah responden beerja sebagai gurandil cetek.
Tabel 24 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan
sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
N % n % n %
Air Sungai 1 6.25 1 6.25 0.00 0.00
Mata Air 4 25.00 2 12.50 -0.50 -50.00
Sumur Bor/Pompa 11 68.75 12 75.00 0.09 9.00
Air Kemasan 0 0.00 1 6.25 1.00 100.00
Total 16 100.00 16 100.00
Keterangan: (-) menurun
Tabel 24 menunjukkan bahwa sumber air minum yang digunakan oleh
rumah tangga gurandil cetek pada umumnya menggunakan sumur bor/pompa baik
sebelum maupun sesudan menjadi gurandil cetek. Hal tersebut terlihat dari tidak
adanya perubahan yang signifikan ynag terjadi sebelum dan sesudah bekerja
sebagai gurandil. Sumber air minum menggunakan air kemasan terjadi
peningkatan yaitu satu orang responden menggunakan sumber air minum tersebut.
Selain itu masih ada yang menggunakan sumber air minum seperti air sungai dan
sumber mata air.
Tabel 25 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan
fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % n % n %
WC Umum 10 62.50 8 50.00 -0.20 -20.00
WC Bersama Keramik 1 6.25 1 6.25 0.00 0.00
WC Pribadi Tanah/Semen 5 31.25 4 25.00 -0.20 -20.00
WC Pribadi Keramik 0 0.00 3 18.75 1.00 100.00
Total 16 100.00 16 100.00
Keterangan: (-) menurun
Tabel 25 menunjukkan bahwa responden atau gurandil cetek pada
umumnya sebelum bekerja sebagai gurandi cetek menggunakan dasilitas MCK
yaitu WC umum. Hal ini dikarenakan setiap kampung memiliki minimal satu
tempat MCK yang digunakan untuk kepentingan bersama. Akan tetapi setelah
bekerja sebagai penambang gurandil, responden yang menggunakan fasilitas WC
umum menurun sebesar 20.00%. Dapat dilihat terdapat peningkatan 100.00%
atau selisih satu orang menggunakan WC pribadi keramik dari sebelum bekerja
sebagai penambang gurandil cetek dengan sesudah bekerja sebagai gurandil.
52
Tabel 26 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan
tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % n % n %
Tidak Sakit 11 68.75 3 18.75 -0.73 -73.00
Demam Berdarah 0 0.00 1 6.25 1.00 100.00
Demam/Batuk 5 31.25 12 75.00 1.40 140.00
Total 16 100.00 16 100.00
Keterangan: (-) menurun
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh
siapapun termasuk gurandil. Kondisi tubuh harus dijaga dan dilindungi aga tidak
terserang penyakit yang dapat datang kapan saya atau tidak mengenal waktu.
Penyakit tersebut dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak sehat,
gaya hidup yang tidak sehat, makan tidak teratur, dan lain-lain. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat kesehatan gurandil cetek setelah bekerja sebagai
gurandil menurun sebesar 73.00% serta responden yang terkena penyakit
demam/batuk meningkat sebesar 140.00%.
Tabel 27 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan
tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
N % N % n %
Tidak Berobat 11 68.75 3 18.75 -0.73 -73.00
Puskesmas 5 31.25 7 43.75 0.40 40.00
Rumah Sakit 0 0.00 2 12.50 1.00 100.00
Praktek Dokter 0 0.00 3 18.75 1.00 100.00
Obat Alternatif 0 0.00 1 6.25 1.00 100.00
Total 16 100.00 16 100.00
Keterangan: (-) menurun
Rata-rata masyarakat di Desa Pangkal Jaya menggunakan jasa puskesmas
untuk berobat agar penyakit yang diderita cepat sembuh. Akan tetapi dengan
semakin banyaknya masyarakat yang bekerja sebagai gurandil menyebabkan jasa
yang digunakan tidak hanya puskesmas antara lain praktek dokter, rumah sakit,
dan obat alternatif. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan responden menggunakan jasa puskesmas menjadi 43.75% dari
sebelumnya 31.25%. selain itu terdapat 2 orang responden gurandil cetek
menggunakan jasa rumah sakit atau 12.50%, sebanyak 3 responden menggunakan
jasa praktek dokter atau 18.75% dan 1 orang menggunakan obat alternatif atau
6.25%.
53
Tabel 28 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil cetek berdasarkan
kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % n % n %
Tidak Ada 10 62.50 5 31.25 -0.50 -50.00
Sepeda 0 0.00 1 6.25 1.00 100.00
Sepeda Motor 6 37.50 10 62.50 0.67 67.00
Total 16 100.00 16 100.00
Keterangan: (-) menurun
Merujuk pada tabel 28, dilihat dari aset keepemilikan alat transportasi
yang dimiliki oleh gurandi cetek meningkat. Sebelum bekerja sebagai gurandil
cetek 10 orang responden atau 62.50% tidak memiliki alat transportasi. Akan
tetapi setelah bekerja sebagai gurandil cetek, keadaan tersebut menurun menjadi 5
orang responden atau 31.25% tidak memiliki alat transportasi. Hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa terjadi penurunan sebesar 50.00% responden yang tidak
memiliki alat transportasi. Alat transportasi yang dimiliki gurandil cetek sebelum
bekerja sebagai gurandil adalah sepeda motor yaitu 6 orang responden atau
37.50% memiliki sepeda motor dan setelah bekerja sebagai gurandil meningkat
menjadi 10 orang responden atau 62.50%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
terjadi peningkatan sebesar 67.00% responden yang memiliki sepeda motor.
Selain itu, gurandil cetek memiliki sepda setelah bekerja sebagai guradil yaitu 1
orang responden atau 6.75% dari 16 gurandil cetek.
Kesejahteraan berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan dasar seperti
kebutuhan pangan, sandang dan papan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut
faktor yang sangat menentukan adalah tingkat pendapatan yang diperoleh oleh
anggota keluarga yang bekerja per bulan.
Gambar 8 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa
Pangkal Jaya tahun 2015
54
Tingkat pendapatan yang diperoleh oleh gurandil cetek, digolongkan
menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Berdasarkan hasil
penelitian, tingkat pendapatan sebelum bekerja sebagai gurandil cetek tergolong
rendah apabila pendapatan yang diperoleh kecil dari Rp 282 038 yaitu terdapat 7
orang responden atau 43.80%, tingkat pendapatan tergolong kategori sedang
apabila pendapatan yang diperoleh antara Rp 282 038 hingga lebih kecil dari Rp 1
880 461 yaitu terdapat 6 orang responden atau 37.50%, dan kateori tinggi apabila
pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp 1 880 461 yaitu terdapat 3 orang
responden atau 18.70%.
Gambar 9 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015
Setelah bekerja menjadi gurandil cetek, tingkat pendapatan gurandil cetek
tergolong rendah apabila pendapatan yang diperoleh per bulan lebih kecil dari Rp
1 535 422, tergolong sedang apabila pendapatan yang diperoleh antara Rp 1 535
422 hingga lebih kecil dari Rp 2 239 577, dan tergolong tinggi apabila pendapatan
yang diperoleh lebih besar dari Rp 2 239 577. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tinggat pendapatan gurandil setelah menjadi gurandil cetek pada umumnya
tergolong rendah yaitu lebih kecil dari Rp 1 535 422. Pendapatan yang diperoleh
oleh gurandil cetek di Desa Pangkal Jaya menunjukkan bahwa adanya perbedaan
antara sebelum dan sesudah menjadi gurandil cetek. Hal ini disebabkan oleh
adanya perbedaan atau kesenjangan sosial serta perubahan yang terjadi antara
sebelum dan sesudah menjadi gurandil seperti adanya kenaikan harga emas
setelah bekerja sebagai gurandil. Berdasarkan data tersebut dapat ditarik
kesimpulan, walaupun meningkatnya jumlah responden yang memperoleh tingkat
pendapatan rendah, pada kenyataannya jumlah pendapatan yang diperoleh
responden setelah menjadi gurandil dikatakan meningkat karena range antara
kategori rendah sebelum dan sesudah menjadi gurandil lebih tinggi.
Selain tingkat pendapatan, untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu
masyarakat juga dapat dilihat dari tingkat atau jumlah pengeluaran yang di
keluarkan oleh masyarakat tersebut adalam satu bualan atau satu tahun terakhir.
55
Dalam penelitian ini, pengeluaran yang dihitung adalah pengeluaran dalam satu
tahun terakhir
Gambar 10 Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa
Pangkal Jaya tahun 2015
Tingkat pengeluaran yang dikeluarkan oleh responden digolongkan
menjadi 3 kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan hasil penelitian
kategori rendah apabila tingkat pengeluaran yang dikeluarkan lebih kecil dari Rp
8 345 933 per tahun, pengeluaran tergolong kategori sedang apabila
mengeluarkan biaya antara Rp 8 345 933 hingga lebih kecil dari Rp 14 456 691,
dan tergolong tinggi apabila lebih besar dari Rp14 456 691. Dari data tersebut
rata-rata responden menggeluarkan biaya pada kategori rendah yaitu lebih kecil
dari Rp 8 345 933 per tahun.
Gambar 11 Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa
Pangkal Jaya tahun 2015
56
Berdasarkan hasil penelitian tingkat pengeluaran sesudah bekerja sebagai
gurandil cetek tergolong kategori rendah apabila tingkat pengeluaran yang
dikeluarkan lebih kecil dari Rp 34 525 738 per tahun yaitu 6 orang responden atau
37.50%, pengeluaran tergolong kategori sedang apabila mengeluarkan biaya
antara Rp 34 525 738 hingga lebih kecil dari Rp 60 186 886 yaitu 7 orang
responden atau 43.80, dan tergolong tinggi apabila lebih besar dari Rp 60 186 886
yaitu 3 orang responden atau 18.70%. Dari data tersebut rata-rata responden
menggeluarkan biaya pada kategori rendah yaitu lebih kecil dari Rp 8 345 933 per
tahun. Meningkatnya jumlah pengeluaran yang dikeluarkan gurandil cetek
disebabkan oleh kebutuhan pokok maupun kebutuhan lainnya mengalami
kenaikan harga dan juga kebutuhan hidup yang sudah beragam.
Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Biasa
Tingkat kesejahteraan penambang gurandil biasa dapat juga terlihat dari
kondisi fisik tempat tinggal yang dihuni yang dilihat dari status kepemilikan, jenis
dinding, lantai rumah, aset kepemilikan alat tranportasi, dan lai-lain.
Tabel 29 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan
status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % n % n %
Milik Sendiri 1 12.50 4 50.00 3.00 300.00
Milik Orang Tua/ Sanak 7 87.50 3 37.50 -0.57 -57.00
Milik Atasan 0 0.00 1 12.50 1.00 100.00
Total 8 100.00 8 100.00
Keterangan: (-) menurun
Menujuk tabel 29 tingkat kesejahteraan gurandil biasa jika dilihat dari
status kepemilikan rumah sebelum menjadi gurandil 7 orang responden atau
87.50% tinggal bersama orang tua. Akan tetapi setelah bekerja sebagai gurandil
biasa 4 dari 8 orang responden gurandil biasa telah memiliki tempat tinggal
dengan status milik sendiri, dan 4 orang responden lainnya masih tinggal di rumah
dengan status kepemilikan milik orang tua dan atasan.
Tabel 30 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan
jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % n % n %
Tanah 1 12.50 0 0.00 -1.00 -100.00
Bambu 1 12.50 0 0.00 -1.00 -100.00
Keramik 5 62.50 8 100.00 0.60 60.00
Semen 1 12.50 0 0.00 -1.00 -100.00
Total 8 100.00 8 100.00
Keterangan: (-) menurun
57
Perubahan yang sangat signifikan terjadi pada jenis lantai rumah yang
dimiliki oleh gurandil biasa. Sebelum bekerja sebagai gurandil, jenis lantai rumah
yang dimiliki terbuat dari tanah, bambu, semen, dan keramik. Jika dilihat setelah
responden bekerja sebagai gurandil biasa, jenis lantai yang dimiliki berubah
100.00% menjadi keramilk. Hal ini menunjukkan peningkatan ke arah yang lebih
baik atau sejahtera.
Tabel 31 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan
jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % n % n %
Bambu 1 12.5 0 0.00 -1.00 -100.00
Tembok Bata 1 12.5 1 12.5 0.00 0.00
Tembok Beton 6 75 7 87.5 0.17 17.00
Total 8 100 8 100.00
Keterangan: (-) menurun
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, jenis dinding rumah yang dimiliki
oleh gurandil biasa tidak melihatkan perubahan yang tinggi. Hal ini terlihat bahwa
sebelum dan sesudah menjadi gurandil biasa jenis dinding yang dimiliki oleh
gurandil biasa terbuat dari tembok beton.
Tabel 32 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan
sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % n % n %
Mata Air 3 37.50 3 37.50 0.00 0.00
Sumur Bor/Pompa 5 62.50 5 62.50 0.00 0.00
Total 8 100.00 8 100.00
Merujuk pada tabel 32, sumber air minum yang dignakan gurandil biasa
tidak mengalami perubahan. Hal ini terlihat dari hasil penelitian gurandil biasa
tetap menggunakan mata air dan sumur bor/pompa sebagai sumber air minum
untuk keluarga.
Tabel 33 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan
fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % n % n %
WC Umum 4 50.00 2 25.00 -0.50 -50.00
WC Pribadi
Tanah/Semen
3 37.50 1 12.50 -0.67 -67.00
WC Pribadi Keramik 1 12.50 5 62.50 4.00 400.00
Total 8 100.00 8 100.00
Keterangan: (-) menurun
Fasilitas MCK yang digunakan sebelum bekerja sebagai gurandil biasa
pada umumnya menggunakan WC umum dan WC pribadi semen. Setelah
58
memiliki sedikit demi sedik pendapatan dari hasil gurandil, fasilitas MCK yang
digunakan lebih banyak WC pribadi keramik yaitu 5 orang responden atau
62.50% dan 2 orang responden mnggunakan WC umum serta 1 orang responden
menggunakan WC pribadi semen.
Tabel 34 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan
kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % n % n %
Tidak Ada 7 87.50 1 12.50 -0.33 33.00
Sepeda Motor 1 12.50 7 87.50 6.00 600.00
Total 8 100.00 8 100.00
Keterangan: (-) menurun
Perubahan terlihat dari aset kepemilikan alat transportasi yang dimiliki
oleh gurandil biasa. Sebelum responden bekerja sebagai gurandil dalam hal ini
adalah gurandil biasa, 7 dari 8 orang responden belum memiliki alat transportasi
seperti sepeda motor. Akan tetapi perubahan terjadi setelah bekerja sebagai
gurandil 7 dari 8 orang respnden memiliki alat transportasi yaitu sepeda motor.
Tabel 35 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan
tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % N % n %
Tidak Ada 3 37.50 2 25.00 -0.33 -33.00
Demam/Batuk 5 62.50 6 75.00 0.20 20.00
Total 8 100.00 8 100.00
Keterangan: (-) menurun
Merujuk pada tabel.. tingkat kesehatan yang terjadi pada gurandil biasa di
Desa Pangkal Jaya mengalami penurunan. Terlihat bahwa perubahan terjadi
setelah responden bekerja sebagai gurandil tingkat kesehatan menurun 33.00%.
Berdasarkan tempat berobat, setelah bekerja sebagai gurandil menggunakan jasa
rumah sakit dan praktek dokter. Hal tersebut tidak mngalami perubahan yang
signifikan dibandingkan sebelum bekerja sebagai gurandil.
Tabel 36 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil biasa berdasarkan
tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
N % n % n %
Tidak Berobat 4 50.00 3 37.50 -0.25 -25.00
Puskesmas 2 25.00 3 37.50 0.50 50.00
Rumah Sakit 1 12.50 0 0.00 -1.00 100.00
Praktek Dokter 1 12.50 2 25.00 1.00 100.00
Total 8 100.00 8 100.00
Keterangan: (-) menurun
59
Gambar 12 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015
Tingkat pendapatan yang diperoleh oleh gurandil biasa juga digolongkan
menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Berdasarkan hasil
penelitian, tingkat pendapatan sebelum bekerja sebagai gurandil biasa tergolong
rendah apabila pendapatan yang diperoleh kecil dari Rp 1 172 158 yaitu terdapat 4
orang responden atau 50.00%, tingkat pendapatan tergolong kategori sedang
apabila pendapatan yang diperoleh antara Rp 1 172 158 hingga lebih kecil dari Rp
3 215 341 yaitu terdapat 2 orang responden atau 25.00%, dan kateori tinggi
apabila pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp 3 215 341 yaitu terdapat 2
orang responden atau 25.00%.
Gambar 13 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015
60
Setelah bekerja menjadi gurandil biasa, tingkat pendapatan gurandil biasa
tergolong rendah apabila pendapatan yang diperoleh per bulan lebih kecil dari Rp
6 174 568 yaitu 3 orang responden atau 37.50%, tergolong sedang apabila
pendapatan yang diperoleh antara Rp 6 174 568 hingga lebih kecil dari Rp 14 200
731 yaitu 4 orang responden atau 50.00%, dan tergolong tinggi apabila
pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp 14 200 731 yaitu 1 orang
responden atau 12.50%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggat pendapatan
gurandil setelah menjadi gurandil cetek lebih banyak tergolong kategori sedang.
Pendapatan yang diperoleh oleh gurandil biasa di Desa Pangkal Jaya
menunjukkan bahwa adanya peningkatan ke arah yang lebih baik dan tingkat
pendapatan lebih tinggi.
Gambar 14 Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa
Pangkal Jaya tahun 2015.
Tingkat pengeluaran yang dikeluarkan oleh responden digolongkan
menjadi 3 kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan hasil penelitian
sebelum bekerja sebagai gurandil biasa, pengeluaran tergolong kategori rendah
apabila tingkat pengeluaran yang dikeluarkan lebih kecil dari Rp 11 036 853.25
per tahun, pengeluaran tergolong kategori sedang apabila mengeluarkan biaya
antara Rp 11 036 853.25 hingga lebih kecil dari Rp 14 078 896.75 dan tergolong
tinggi apabila lebih besar dari Rp14 078 896.75. Hasil penelitian menunjukkan 4
orang responden atau 50.00% termasuk ke dalam kategori rendah, sebanyak 1
orang responden atau 12.50% termasuk ke dalam kategori sedang, dan 3 orang
responden atau 37.50% memiliki pengeluaran kategori tinggi.
61
Gambar 15 Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa
Pangkal Jaya tahun 2015
Berdasarkan hasil penelitian sesudah bekerja sebagai gurandil biasa,
pengeluaran tergolong kategori rendah apabila pengeluaran yang dikeluarkan
lebih kecil dari Rp 51 965 485 per tahun, pengeluaran tergolong kategori sedang
apabila mengeluarkan biaya antara Rp 51 965 485 hingga lebih kecil dari Rp 78
338 264 dan tergolong tinggi apabila lebih besar dari 78 338 264. Hasil penelitian
menunjukkan 3 orang responden atau 37.50% termasuk ke dalam kategori rendah,
sebanyak 2 orang responden atau 25.00% termasuk ke dalam kategori sedang, dan
3 orang responden atau 37.50% memiliki pengeluaran kategori tinggi. Jumlah
pengeluaran yang dikeluarkan oleh gurandil untuk memenuhi kebutuhan pribadi
dan keluarganya dapat disimpulkan meningkat dari sebelum hingga sesudah
menjadi gurandil. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan semakin beragam dan
kebiasaan masyarakat desa yang konsumtif.
Tingkat Kesejahteraan Penambang Gurandil Tong
Kesejahteraan gurandil tong di Desa Pangkal Jaya merupakan tingkat
kesejahteraan lebih baik dibandingkan dengan gurandil cetek maupun gurandil
gurandil biasa jika dilihat dari kondisi fisik rumah dan tingkat pendapatan.
Tabel 37 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan
status kepemilikan rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % n % n %
Milik Sendiri 1 12.50 6 75.00 5.00 500.00
Kontrak 1 12.50 0 0.00 -1.00 100.00
Milik Orang Tua/ Sanak 6 75.00 2 25.00 -0.67 -67.00
Total 8 100.00 8 100.00
Keterangan: (-) menurun
62
Tingkat kesejahteraan gurandil tong jika dilihat dari kondisi fisik rumah
seperti status kepemilikan rumah, gurandil tong lebih banyak memiliki rumah
dengan status milik sendiri yaitu meningkat menjadi 75.00% dari sebelumnya
12.50%. sedangkan kepemilikan dengan status milik orang tua menurun menjadi
25.00% dari sebelumnya 75.00%. sebelum bekerja sebagai gurandil tong1 orang
responden mempunyai rumah atau tempat tinggal denga status kontrak akan tetapi
setelah bekerja menjadi gurandil tong telah memiliki rumah dengan status milik
sendiri. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kehidupan gurandil setelah bekerja
sebagai gurandil tong meningkat atau menjadi lebih baik.
Tabel 38 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan
jenis lantai rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % n % n %
Bambu 2 25.00 0 0.00 -1.00 -100.00
Keramik 2 25.00 8 100.00 2.00 200.00
Semen 4 50.00 0 0.00 -1.00 -100.00
Total 8 100.00 8 100.00
Keterangan: (-) menurun
Merujuk pada tabel 38 perubahan signifikan terlihat pada jenis lantai
rumah yang dimiliki gurandil setelah bekerja sebagai gurandil tong adalah
kemamik yaitu 8 orang responden atau 100.00%. jika sebelum menjadi gurandil
tong jenis lantai yang dimiliki terbuat dari bambu dan semen.
Tabel 39 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan
jenis dinding rumah di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % n % n %
Bambu 2 25.00 0 0.00 -1.00 -100.00
Tembok Bata 3 37.50 2 25.00 -0.33 -33.00
Tembok Beton 3 37.50 6 75.00 1.00 100.00
Total 8 100.00 8 100.00
Keterangan: (-) menurun
Sebelum bekerja sebagi gurandil tong, jenis dinding rumah yang dimiliki
terbuat dari bambu, bata dan beton. Sebanyak 2 orang responden atau 25.00%
memiliki dinding rumah terbuat dari bambu, jenis dinding rumah terbuat dari
tembok bata, dan jenis dinding rumah terbuat dari tembok beton masing-masing 3
orang responden atau 37.50% memiliki. Jika dilihat setelah responden bekerja
sebagai gurandil tong, jenis dinding rumah yang dimiliki pada umumnya adal
tembok beton yaitu 6 orang responden atau 75.00% dan 2 orang responden
lainnya atau 25.00% memiliki jenis dinding yang terbuat dari tembok bata.
63
Tabel 40 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan
sumber air minum rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % n % n %
Air Sungai 1 12.50 0 0.00 1.00 100.00
Mata Air 3 37.50 3 37.50 0.00 0.00
Sumur Bor/Pompa 4 50.00 4 50.00 0.00 0.00
Air Kemasan 0 0.00 1 12.50 1.00 100.00
Total 8 100.00 8 100.00
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan yang
signifikan berdasarkan sumber air minum yang digunakan untuk keluarga
gurandil tong. Terlihat dari tabel.. sebelum dan sesudah menjadi gurandil tong,
masyarakat atau responden tetap menggunakan sumur bor/pompa dan mata air
untuk menjadi sumber air minum keluarga. Akan tetapi 1 orang responden
menggunakan air kemasan untuk menjadi sumber air minum keluarga setelah
bekerja sebagai gurandil tong. Hal ini disebabkan karena meningkatnya
pendapatan yang diperoleh untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Tabel 41 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan
fasilitas MCK rumah tangga di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % n % n %
WC Umum 7 87.50 1 12.50 -0.86 -86.00
WC Pribadi Tanah/Semen 1 12.50 2 25.00 1.00 100.00
WC Pribadi Keramik 0 0.00 5 62.50 1.00 100.00
Total 8 100.00 8 100.00
Keterangan: (-) menurun
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, perubahan jelas terlihat dalam
menggunakan fasilitas MCK terjadi pada penggunaan WC umum dan WC pribadi
keramik. Sebelum menjadi gurandil tong 87.50% responden menggunakan WC
umum dan tidak ada yang menggunakan WC pribadi keramik. Akan tetapi setelah
menjadi gurandil 62.50% responden menggunakan WC pribadi keramik dan
penggunaan WC umum menurun menjadi 12.50%.
Tabel 42 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan
kepemilikan alat transportasi di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % n % n %
Tidak Ada 6 75.00 0 0.00 -1.00 -100.00
Sepeda 1 12.50 2 25.00 1.00 100.00
Sepeda Motor 1 12.50 5 62.50 4.00 400.00
Mobil Pribadi 0 0.00 1 12.50 1.00 100.00
Total 8 100.00 8 100.00
Keterangan: (-) menurun
64
Tabel.. menunjukkan bahwa sebelum menjadi gurandil atau gurandil tong,
responden pada umumnya tidak memiliki aset alat transportasi yaitu 6 dari 8
orang responden atau 75.00%. 2 orang responden lainnya memiliki alat
transportasi masing masing yaitu sepeda motor dan sepeda. Perubahan terjadi
signifikan terjadi setelah menjadi gurandil tong yaitu pada umumnya responden
memilki alat transportasi yaitu 5 orang atau 62.50% memilki sepeda motor, 2
orang atau 25.00% memiliki sepeda dan 1 orang responden atau 12.50% memiliki
mobil pribadi. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa setelah menjadi gurandil
tong kehidupan menjadi lebih baik jika dilihat dari aset kepemilikan alat
transportasi yang dimiliki.
Tabel 43 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan
tingkat kesehatan di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
N % n % n %
Tidak Sakit 5 62.50 1 12.50 -0.80 -80.00
Demam/Batuk 3 37.50 7 87.50 1.33 133.33
Total 8 100.00 8 100.00
Keterangan: (-) menurun
Tingkat kesehatan setelah menjadi gurandil tong dapat disimpulkan
menurun. Hal ini terlihat dari kesehatan responden mengalami penurunan 80.00%.
dan penyakit yang diderita yaitu batuk/demam meningkat menjadi 87.50%. jika
dilihat berdasarkan jasa yang digunakan untuk berobat 4 orang responden
menggunakan jasa praktek dokter, 2 orang responden menggunakan rumah sakit
dan 1 orang responden menggunakan obat alternatif. Hal ini disebabkan karena
tngkat pendapatan yang diperoleh gurandil tong lebih besar dan mencukupi untuk
berobat ke praktek dokter maupun yang lainnya.
Tabel 44 Perubahan jumlah dan persentase responden gurandil tong berdasarkan
tempat berobat di Desa Pangkal Jaya tahun 2015
Indikator Sebelum Sesudah Perubahan
n % N % n %
Tidak Berobat 6 75.00 1 12.50 -0.83 -83.00
Puskesmas 1 12.50 0 0.00 -1.00 -100.00
Rumah Sakit 1 12.50 2 25.00 1.00 100.00
Praktek Dokter 0 0.00 4 50.00 1.00 100.00
Obat Alternatif 0 0.00 1 12.50 1.00 100.00
Total 8 100.00 8 100.00
Keterangan: (-) menurun
Tingkat kesejahteraan suatu masyarakat atau komunitas dapat juga dilihat
dari tingkat pendpatan dan tingkat pengeluaran. Berdasarkan hasil penelitian dapat
dilihat tingkat pendapatan gurandil tong sebelum dan sesudah menjadi gurandil
tong. Pendapatan sebelum menjadi gurandil tong digolongkan menjadi 3 kategori
yaitu rendah apabila pendapatan yang diperoleh kecil dari Rp 526 959 yaitu
terdapat 3 orang responden atau 37.50%, tingkat pendapatan tergolong kategori
sedang apabila pendapatan yang diperoleh antara Rp 526 959 hingga lebih kecil
65
dari Rp 1 573 040 yaitu terdapat 3 orang responden atau 37.50%, dan kateori
tinggi apabila pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp 1 573 040 yaitu ter-
dapat 2 orang responden atau 25.00%.
Gambar 16 Grafik jumlah pendapatan sebelum menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015
Sesudah bekerja sebagai gurandil tong, tingkat pendapatan semakin
meningkat. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan yang tergolong kategori rendah
apabila kecil dari Rp 12 571 858 yaitu terdapat 3 orang responden atau 37.50%,
tingkat pendapatan tergolong kategori sedang apabila pendapatan yang diperoleh
antara Rp 12 571 858 hingga lebih kecil dari Rp 24 428 141 yaitu terdapat 3 orang
responden atau 37.50%, dan kateori tinggi apabila pendapatan yang diperoleh
lebih besar dari Rp 24 428 141 yaitu terdapat 2 orang responden atau 25.00%.
Peningkatan jumlah pendapatan tersebut didorong oleh jenis pekerjaan yang
mereka lakukan dan harga hasil olahan seperti kepingan emas semakin meningkat.
Gambar 17 Grafik jumlah pendapatan sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya tahun 2015
66
Tingkat pengeluaran yang dikeluarkan oleh responden digolongkan
menjadi 3 kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan hasil penelitian
sebelum bekerja sebagai gurandil tong, pengeluaran tergolong kategori rendah
apabila tingkat pengeluaran yang dikeluarkan lebih kecil dari Rp 10 932 589 per
tahun, pengeluaran tergolong kategori sedang apabila mengeluarkan biaya antara
Rp 10 932 589 hingga lebih kecil dari Rp 15 667 160 dan tergolong tinggi apabila
lebih besar dari Rp 15 667 160. Hasil penelitian menunjukkan 2 orang responden
atau 25.00% termasuk ke dalam kategori rendah, sebanyak 5 orang responden
atau 62.50% termasuk ke dalam kategori sedang, dan 1 orang responden atau
12.50% memiliki pengeluaran kategori tinggi.
Gambar 18 Grafik jumlah pengeluaran sebelum menjadi gurandil di Desa
Pangkal Jaya tahun 2015
Berdasarkan hasil penelitian sesudah bekerja sebagai gurandil biasa,
pengeluaran tergolong kategori rendah apabila pengeluaran yang dikeluarkan
lebih kecil dari Rp 56 939 066 per tahun, pengeluaran tergolong kategori sedang
apabila mengeluarkan biaya antara Rp 56 939 066 hingga lebih kecil dari Rp 90
649 684 dan tergolong tinggi apabila lebih besar dari Rp 90 649 684. Hasil
penelitian menunjukkan 3 orang responden atau 37.50% termasuk ke dalam
kategori rendah, sebanyak 3 orang responden atau 37.50% termasuk ke dalam
kategori sedang, dan 2 orang responden atau 25.00% memiliki pengeluaran
kategori tinggi.
67
Gambar 19 Grafik jumlah pengeluaran sesudah menjadi gurandil di Desa
Pangkal Jaya tahun 2015
Jenis pengeluaran yang dikeluarkan oleh gurandil baik gurandil cetek,
gurandil biasa maupun gurandil tong adalah untuk membeli rokok karena
kebiasaan orang atau masyarakat Desa Pangkal Jaya pada umumnya adalah
merokok dan teah turun-temurum kepada anak-anak. Hasil penelitian
menunjukkan rata-rata responden mengeluarkan biaya untuk rokok adalah Rp 45
000 per hari.
Tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Pangkal jaya jika dilihat
berdasarkan sumber bahan bakar dapat dikatakan meningkat dan lebih baik. Hal
ini dilihat dari sebelum menjadi gurandil baik gurandil cetek, gurandil biasa,
maupun gurandil tong pada umumnya menggunakan kayu bakar dan minyak
tanah sebagai sumber bahan bakar yang digunakan sehari-hari. Akan tetapi setelah
bekerja sebagai gurandi (gurandil cetek, biasa, dan tong) 100.00% responden
menggunakan gas elpiji sebagai bahan bakar utama untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Perubahan tersebut juga disebabkan karena adanya bantuan dari
pemerintah berupa kompor gas gratis yang dibagikan ke setiap rumah yang
membutuhkan baik di pedesaan maupun di perkotaan. Sedangkan jika dilihat
berdasarkan sumber penerangan semua responden atau masyarakat Desa Pangkal
Jaya telah menggunakan listrik.
Selain melihat tingkat pendapatan, pengeluaran, kesehatan, dan kondisi
fisik rumah tingkat kesejahteraan juga dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang
diperoleh oleh rumah tangga khususnya rumh tangga gurandil. Berdasarkan hasil
penelitian, tingkat pendidikan yang diperleh paling tinggi oleh keluarga gurandil
adalah Sekolah Menengah Atas (SMA). Akan tetapi masih banyak anak-anak
yang ada di Desa Pangkal Jaya mengalami putus sekolah ketika masih duduk di
Sekolah Dasar (SD). Salah satu penyebabnya adalah motivasi dan minat anak-
anak untuk sekolah dan menuntuk ilmu sangat minim dan juga tidak ada paksaan
dari pihak lain untuk wajib menuntut ilmu.
68
“ ya neng, kalo untuk sekolah mah alhamdulillah bisa gratis sampai
SMP, tapi anak-anak di sini ga punya kemauan neng buat sekolah, lebih
suka main, lebih suka nyari duit. Kalo yang niat mah bisa diitung neng
yang sampai SMA tapi alhamdulillah duit dari hasil gurandil bisa
nyekolahkan anak sampai SMA dan untung anak saya ga mau seperti
temen-temennya yang putus sekolah. Alhamdulillah anak saya mau
sekolah. Mudah-mudahan sampai kuliah”. (YY 2015)
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tingkat
kesejahteraan gurandil baik gurandil cetek, gurandil biasa, maupun gurandil tong
mengalami peningkatan terlihat dari membaiknya kondisi fisik rumah dari
sebelum menjadi sesudah gurandil, meningkatnya pendapatan dan pengeluaran
sesuai dengan kebutuhan.
HUBUNGAN FAKTOR PENDORONG, TINGKAT AKTIVITAS
DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA GURANDIL
Pembahasan dalam bab ini menjelaskan mengenai hubungan faktor-faktor
pendorong munculnya gurandil, tingkat aktivitas gurandil dan tingkat
kesejahteraan rumah tangga gurandil di Desa Pangkal Jaya, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor. Dalam hal ini peneliti memandang bahwa adanya
kaitan antara faktor-faktor pendorong yang merupakan landasan upaya sebelum
munculnya penambang gurandil. Aktivitas penambang merupakan suatu kegiatan
usaha atau pekerjaan yang dilakukan sehingga berhubungan dengan tingkat
kesejahteraan rumah tangga gurandil.
Hubungan Faktor Pendorong Munculnya Gurandil dan Tingkat Aktivitas
Gurandil
Faktor-faktor pendorong merupakan suatu faktor yang menyebabkan
munculnya kegiatan penambangan tanpa izin atau gurandil. faktor-faktor tersebut
yaitu faktor sosial, faktor hukum dan faktor ekonomi. Faktor pendorong yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah faktor yang melandasi munculnya kegiatan
penambang gurandil bagi masyarakat Desa Pangkal Jaya maupun dari luar desa.
Secara umum, faktor-faktor pendorong munculnya gurandil berhubungan dengan
dengan tingkat aktivitas penambang gurandil untuk melakukan kegiatan
penambangan tanpa izin. Uji hubungan yang dilakukan merupkan uji hubungan
pada variabel aktivitas gurandil baik gurandil cetek, gurandil biasa, dan gurandil
tong.
Peneliti menggunakan perangkat lunak SPSS melalui uji statistik non-
parametrik melakukan uji Rank Spearman pada variabel faktor-faktor pendorong
munculnya gurandil (X) dengan tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan
penambangan tanpa izin/tikus (Y). Data yang ada mengenai faktor-faktor
pendorong munculnya gurandil ditotalkan dan dikelaskan dan diintervalkan
menjadi tiga kelas yaitu rendah, sedang dan tinggi. Akhirnya diperoleh data
rangking (ordinal). Kemudian data mengenai tingkat aktivitas gurandil yang
dilihat dari lama bekerja, frekuensi bekerja, dan lain lain dikategorikan menjadi
tiga kelas yaitu rendah, sedang dan tinggi. Aturan nilai dalam menentukan nilai
adalah sebagai berikut: 0.00 (tidak ada hubungan), 0.01-0.09 (hubungan kurang
berarti), 0.10-0.29 (hubungan lemah), 0.30-0.49 (hubungan moderat), 0.50-0.69
(hubungan kuat), 0.70-0.89 (hubungan sangat kuat), > 0.9 (hubungan mendekati
sempurna). Hipotesis secara lebih lanjut dalam bab ini dijelaskan berdasarkan
data kuantitatif yang didapatkan dengan menggunakan uji Kolerasi Rank Sperman
(α 5 persen), didukung dengan penjelasan kualitatif deskriptif.
70
Tabel 45 Uji kolerasi Rank Sperman faktor –faktor pendorong munculnya
gurandil dan tingkat aktivitas gurandil (gurandil cetek, biasa, dan
tong)
Faktor
Pendorong
Aktivitas
Gurandil
Spearman
's rho
Faktor
Pendorong
Correlation
Coefficient
1.000 .364*
Sig. (2-tailed) . .041
N 32 32
Aktivitas
Gurandil
Correlation
Coefficient
.364* 1.000
Sig. (2-tailed) .041 .
N 32 32
Berdasarkan uji korelasi, diperoleh nilai koefisien diperoleh sebesar 0.364
dengan signifikan 0.041. Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan bahwa
kedua variabel tersebut memiliki hubungan moderat. Maka H1 diterima dan H0
ditolak. Untuk memperjelas uji hipotesis dalam penelitian ini maka dijabarkan
seperti berikut:
H1: Terdapat hubungan antara faktor pendorong munculnya gurandil
dengan aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa
izin.
H0: Tidak terdapat hubungan antara faktor pendorong munculnya gurandil
dengan aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa
izin.
Uji stastistik terhadap kedua variabel tersebut disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara variabel faktor pendorong munculnya gurandil dengan tingkat
aktivitas gurandil melakukan penambangan emas tanpa izin.
Hubungan Tingkat Aktivitas Gurandil dengan Tingkat Kesejahteraan
Rumah Tangga Gurandil
Aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan merupakan suatu
kegiatan utama yang dilakukan oleh penambang untuk mendapatkan nilai
ekonomis/pendapatan. Tingkat aktivitas dilihat dari kategori gurandil yaitu
gurandil cetek, gurandil biasa, dan gurandil tong. Aktivitas ketiga gurandil
tersebebut dlihat dari lama bekerja, frekuesi bekerja, dan lain-lain. Sedangkan
tingkat kesejahteraan dalam penelitian ini adalah suatu keadaan ekonomi sebuah
rumah tangga yang dapat dilihat dari kondisi bangunan tempat tinggal, finansial
rumah tangga (pendapatan dan pengeluaran secara pangan dan sandang), tingkat
pendidikan keluarga dan kondisi kesehatan. Tingkat kesejahteraan dibedakan
menjadi tingkat kesejahteraan sebelum dan setelah responden menjadi gurandil.
71
Tingkat aktivitas gurandil secara parsial sebelumnya tidak pernah
dihubungkan secara terpisah dengan kondisi sosial ekonomi dalam hubungannya
tingkat kesejahteraan. Peneliti kemudian memperjelas kasus ini menggunakan
perangkat lunak SPSS melalui uji statistik non-parametik melakukan uji Rank
Spearman pada variabel tingkat aktivitas gurandil (X) dengan tingkat kesejateraan
(Y). Data yang ada mengenai aktivitas gurandil ditotalkan (gurandil cetek,
gurandil biasa, gurandil tong) dan dikelaskan dan diintervalkan menjadi tiga kelas
yaitu rendah, sedang dan tinggi. Akhirnya didapatkan data ranking (ordinal).
Kemudian peneliti telah mengkode tingkat kesejahteraan berdasarkan tingkatan
(ordinal).
Tabel 46 Uji korelasi Rank Spearman tingkat aktivitas gurandil dengan tingkat
kesejahteraan rumah tangga sebelum menjadi gurandil di Desa
Pangkal Jaya
Aktivitas
Gurandil
Tingkat
Kesejahteraan
Sebelum
Spearman's
rho
Aktivitas
Gurandil
Correlation
Coefficient 1.000 .033
Sig. (2-tailed) . .857
N 32 32
Tingkat
Kesejahteraan
Sebelum
Correlation
Coefficient .033 1.000
Sig. (2-tailed) .857 .
N 32 32
Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman hubungan tingkat aktivitas
gurandil dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga sebelum bekerja sebagai
gurandil diperoleh nilai koefisien sebesar 0.033 dengan signifikan 0.857. Aturan
nilai dalam menentukan nilai adalah sebagai berikut: 0.00 (tidak ada hubungan),
0.01-0.09 (hubungan kurang berarti), 0.10-0.29 (hubungan lemah), 0.30-0.49
(hubungan moderat), 0.50-0.69 (hubungan kuat), 0.70-0.89 (hubungan sangat
kuat), > 0.9 (hubungan mendekati sempurna). Berdasarkan data tersebut maka
dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan kurang berarti.
Selain nilai korelasi yang diperoleh 0.033 juga diperoleh signifikansi 0.857.
Nilai signifikansi yang diperoleh memiliki nilai lebih besar dari nilai α yaitu 0.05
(5 persen) yang menginterpretasikan bahwa H1 diterima dan H0 ditolak yang
berarti bahwa terdapat hubungan antara tingkat aktivitas gurandil dalam
melakukan penambangan emas tanpa izin dengan tingkat kesejahteraan sebelum
menjadi gurandil. Hal ini sesuai dengan dugaan peneliti bahwa terdapat hubungan
antara tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa izin
dengan tingkat kesejahteraan sebelum menjadi gurandil walaupun hubungan yang
kurang berarti.
72
Tabel 47 Uji korelasi Rank Spearman tingkat aktivitas gurandil dengan tingkat
kesejahteraan rumah tangga sesudah menjadi gurandil di Desa Pangkal
Jaya
Aktivitas
Gurandil
Tingkat
Kesejahteraan
Setelah
Spearman's
rho
Aktivitas
Gurandil
Correlation
Coefficient 1.000 -.167
Sig. (2-tailed) . .362
N 32 32
Tingkat
Kesejahteraan
Setelah
Correlation
Coefficient -.167 1.000
Sig. (2-tailed) .362 .
N 32 32
Uji korelasi Rank Spearman hubungan tingkat aktivitas dengan tingkat
kesejahteraan rumah tangga setelah bekerja sebagai gurandil diperoleh nilai
koefisien sebesar -0.167 dengan signifikan 0.362. Dengan aturan nilai dalam
menentukan nilai adalah sebagai berikut: 0.00 (tidak ada hubungan), 0.01-0.09
(hubungan kurang berarti), 0.10-0.29 (hubungan lemah), 0.30-0.49 (hubungan
moderat), 0.50-0.69 (hubungan kuat), 0.70-0.89 (hubungan sangat kuat), > 0.9
(hubungan mendekati sempurna). Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan
bahwa kedua variabel tersebut memiliki memiliki hubungan lemah.
Selain itu, signifikansi yang diperoleh nilai lebih besar dari nilai α yaitu 0.05
(5 persen) yaitu 0.362 yang menginterpretasikan bahwa H1 diterima dan H0
ditolak yang berarti bahwa terdapat hubungan antara tingkat aktivitas gurandil
dalam melakukan penambangan emas tanpa izin dengan tingkat kesejahteraan
sesudah menjadi gurandil. Hal ini sesuai dengan dugaan peneliti bahwa terdapat
hubungan antara tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas
tanpa izin dengan tingkat kesejahteraan sesudah menjadi gurandil walaupun
hubungan lemah.
Tanda negatif pada nilai kolerasi tingkat aktivitas gurandil menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik. Artinya, ketika variabel (x)
yaitu tingkat aktivitas gurandil tinggi maka disisi lain variabel (y) yaitu
kesejahteraan rendah. Hal ini dikarenakan aktivitas yang dilakukan oleh gurandil
baik gurandil cetek, dan gurandil biasa lebih banyak berkelompok dan
menggunakan cara bagi hasil untuk bahan galian. Semakin berkelompok dalam
melakukan penambangan maka semakin kecil hasil yang diperoleh maka akan
berdampak pada kesejahetraan rumah tangga. Selain itu, berdasarkan pengamatan
di lapang, tingginya aktivitas gurandil dapat meningkatkan kesejahteraan rumah
tangga terlihat dari tingkat pendapatan yang meningkat, kondisi fisik tempat
tinggal yang semakin bagus, dan lainnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil deskripsi profil desa, deskripsi faktor-faktor pendorong
munculnya gurandil, tingkat aktivitas gurandil, dan tingkat kesejahteraan rumah
tangga, serta hubungan antara faktor-faktor pendorong munculnya gurandil
dengan tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa
izin, dan tingkat aktivitas gurandil dalam melakukan penambangan emas tanpa
izin dengan tingkat kesejahteraan rumah tangga baik sebelum maupun sesudah
menjadi gurandil, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:
1. Mayoritas penduduk Desa Pangkal Jaya bermata pencaharian utama sebagai
penambang gurandil dengan proporsi 85% dan 15% disektor lain seperti
petani, pedagang, kuli bangunan, dan buruh tani.
2. Terdapat faktor penting yang mendorong munculnya gurandil yaitu faktor
ekonomi, semakin rendahnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
menyebabkan masyarakat desa memilih bekerja sebagai gurandil. Selain itu,
didorong karena lemahnya penegakan hukum dalam mengatasi permasalahan
tentang pertambangan tanpa izin. Dengan bekerja sebagai penambang
gurandil tidak memerlukan pendidikan yang tinggi.
3. Aktivitas penambang gurandil dikategorikan menjadi tiga yaitu berdasarkan
gurandil cetek, guradil biasa dan gurandil tong. Tingkat aktivitas yang paling
tinggi dilakukan oelh gurandil cetek karena memiliki frekusensi yang lebih
banyak dalam melakukan penambangan ke Gunung Pongkor dibandingkan
gurandil biasa dan gurandil tong.
4. Tingkat kesejahteraan rumah tangga gurandil paling tinggi terlihat pada
gurandil tong. Hal ini dilihat dari tingkat pendapatan yang tinggi, kondisi fisik
rumah yang semakin baik. Akan tetapi dari tingkat kesehatan, baik gurandil
cetek, biasa maupun gurandil tong mengalami kondisi kesehatan yang
menurun. Hal ini dikarenakan oleh aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
5. Uji statistik Rank Spearman menunjukkan adanya hubungan antara faktor
pendorong munculnya gurandil dengan tingkat aktivitas gurandil dalam
melakukan penambangan emas tanpa izin. Dengan hasil koefisien yang
diperoleh sebesar 0.364 dengan signifikan 0.041. Semakin banyak faktor
pendorong munculnya gurandil maka semakin tinggi aktivitas gurandil dalam
melakukan penambangan emas tanpa izin.
6. Uji statistik Rank Spearman antara variabel tingkat aktivitas gurandil dalam
melakukan penambangan emas tanpa izin dengan tingkat kesejahteraan
gurandil baik sebelum maupun sesudah gurandil diperoleh hasil bahwa
terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut. Dengan hasil koefisien
masing-masing 0.033 dengan signifikan 0.857 dan -0.167 dengan signifikan
0.362. Tanda negatif pada nilai kolerasi tingkat aktivitas gurandil
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik.
7.
74
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa hal yang dapat
dijadikan masukan atau saran diantaranya sebagai berikut:
1. Civitas akademika, penelitian ini perlu adanya pembandingan antar dua
lokasi yang beragam sebagai pembanding antara aktivitas gurandil dan
kesejahteraan rumah tangga gurandil yang tergolong homogen dan
heterogen, sehingga dapat memperoleh hasil yang cukup baik melihat
hubungannya.
2. Masyarakat dan gurandil, diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam
menentukan jenis pekerjaan yang sesuai dengan mempertimbangkan
resiko dan keuntungan sehingga dapat kesejahteraan rumah tangga.
3. Perusahaan dan pemerintah diharapkan dapat menyusun arah kebijakan
melandasi terciptakan penambangan gurandil (terkait faktor sosial,
ekonomi maupun hukum), sehingga menciptakan kesejahteraan khususnya
untuk rumah tangga. Serta perusahaan xdiharapkan lebih memperhatikan
dan meningkatkan kepedulian kepada masyarakat sekitar lokal
penambangan khususnya Desa Pangkal Jaya dengan memberdayakan dan
meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dengan cara
mengembangkan potensi yang ada.
75
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2003. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2003. Jakarta
(ID): BPS
[BPS] Biro Pusat Statistik. 2005. Tingkat Kemiskinan di Indonesia. Berita resmi
Statistik No. 47/IX/1 Septembr 2005. [Internet]. [diunduh 01 Oktober
2014]. Dapat diunduh dari: http://jakarta.Badan Pusat
Statistik.go.id/fileupload/brs
Brigham, Eugene F, Joel F, Houston. 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan,
alih bahasa Ali Akbar Yulianto, Buku satu, Edisi sepuluh. Jakarta: PT.
Salemba Empat
Budimanta A. 2007. Kekuasaan dan Penguasaan Sumber Daya Alam : Studi
Kasus Penambangan Timah di Bangka. Jakarta: Indonesia Center for
Sustainable Development.
Erman E. 2010. Tambang, Perempuan dan Negara Gagal?. Samarinda. [Internet].
[Diunduh tanggal 19 Maret 2015 pukul 13.46]. Dapat diunduh dari:
http://issuu.com/borneo2020/docs/erwiza-erman-tambang_perempuan-dan-
negara-gagal Fahrudin A. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: PT Refika Aditama
Ismono. 2010. Tambang Harus Mensejahterakan. [Artikel]. [Internet]. Samarinda
(ID): Bappeda Samarinda. [Diunduh tanggal 04 Januari 2015 pukul 12.39
WIB].
Harrianto R. 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC
Kristanto P. 2004. Ekologi Industri. Yogyakarta: ANDI
Ngadiran, Santoso P, Purwoko B. 2002. Dampak Sosial Budaya Penambangan
Emas di Kecamatan Mandor Kabupaten Landa Propinsi Kalimantan Barat
(Social Culture Impact of Gold Mining at Mandor in Landak Regency West
Kalimantan Province). Sosiohumanika. [Internet]. [Diunduh tanggal 22
Maret 2015 pukul 22.25]. Edisi Januari 2002. 15 (1). 131.
Paryono. 2005. Dampak Pencemaran Pertambangan Emas Tanpa Izin terhadap
Ikan Baung di Sungai Cikaniki, Kawasan Pongkor, Bogor. [Tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/1997. Jakarta
[Permen] Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi
Dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pemerintah Republik Indonesia,. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
Pertiwi HD. 2011. Dampak Keberadaan Perusahaan Pertambangan Batubara
Terhadap Ekologi, Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Era Otonomi Daerah,
Kasus Kelurahan Sempaja Utara, Kecamatan Samarinda Utara, Kota
Samarinda. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 79 hal
Prayogo D. 2011. Socially Responsible Corporation: Peta Masalah, Tanggung
Jawab sosial dan Pembangunan Komunitas pada Industri Tambang dan
Migas di Indonesia. Jakarta (ID): Universitas Indonesia
76
Profil Desa Pangkal Jaya. 2013. Bogor (ID).
Qomariah R. 2003. Dampak Kegiatan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) Batubara
terhadap Kualitas Sumberdaya Lahan dan Sosial Ekonomi Masyarakat di
Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. [Tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Rafles. 2012. Kegiatan Pertambangan Emas Rakyat dan Implikasinya Terhadap
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kenagarian Mundam Sakti
Kecamatan IV Nagari, Kabupaten Sijunjung. [Thesis]. [Internet].[Diunduh
tanggal 05 Oktober 2014 pukul 16.44 WIB]. Dapat diunduh pada:
http://pasca.unand.ac.id/id/wp-content/uploads/2011/09/KEGIATAN-
PERTAMBANGAN-EMAS-RAKYAT.pdf
Risal et al. 2013. Analisis Dampak Kebijakan Pertambangan terhadap Kehidupan
Sosial Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Makroman. E-Journal
Administrative Reform. [Internet]. Jurnal. [Diunduh tanggal 07 Oktober
2014]; 1(1): 117-131. Dapat diunduh dari: http://ar.mian.fisip-
unmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2013/06/Artikel_ejournal_mulai_hlm_g
anjil-ok%20%2806-03-13-03-52-45%29.pdf
Rusli S. 2005. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta (ID): LP3ES.
Salim HS. 2007. Hukum Pertambangan di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Singarimbun M, Effendi S. 2006. Metode dan Proses Penelitian. Jakarta (ID):
Pustaka LP3ES Indonesia
Siregar FF. 2009. Persepsi Masyarakat tentang Pembukaan Pertambangan Emas
di Hutan Batang Toru (Studi Kasus Kecamatan Batang Toru, Kabupaten
Tapanuli Selatan). [Skripsi]. Sumatera Utara (ID): Universitas Sumatera
Utara.
Soemarwoto O. 2005. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Djambatan.
Suharto E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Kajian
Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial).
Bandung: PT Refika Aditama.
Sulton A. 2011. Dampak Aktivitas Pertambangan Bahan Galian Golongan C
terhadap Kondisi Kehidupan Masyarakat Desa (Analisis Sosio-Ekonomi
dan Sosio-Ekologi Masyarakat Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian
Bogor
Suma’mur PK. 1996. Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Cetakan
Kedua. Jakarta: CV. Haji Mas Agung.
[UU] Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial
[UU] Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan
Wibisono B. 2008. Model Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan
Mineral yang Berkelanjutan (Studi Kasus: Pengelolaan Lingkungan Mod-
ADA Di Kabupaten Mimika, Papua). [Disertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Willybrodus, Chang W. 2012. Dampak Ekonomis Penambangan Emas bagi
Masyarakat Mandor, Kalimantan Barat. [Jurnal Ilmiah Nasional]. [Internet].
[Diunduh pada tanggal 22 Maret 2015 pukul 22.28]. Edisi 38, No. 1/2012,
77
ISSN 977-0125-9989-1-9 (LIPI, No. Akreditasi: 439/AU2/P2MI-
LIPI/08/2012).
Zulqayyim. 2006. Dinamika Dua Kota Tambang: Perubahan Sosial dan
Munculnya Tambang Rakyat di Sawahlunto Sumatera Barat dan Sungai Liat
Bangka pada Masa Reformasi. [Artikel Penelitian]. Padang (ID): Fakultas
Sastra, Universitas Andalas Padang.
81
Keterangan:
Nama Wilayah: Desa Pangkal Jaya, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat
Batas-batas Geografis:
Timur : berbatasan dengan Desa Hambaro.
Barat : berbatasan dengan Desa Nanggung
Utara : berbatasan dengan Desa Kalong Liud, dan
Selatan : berbatasan dengan Desa Bantar Karet
Lampiran 1. Sketsa lokasi penelitian
82
Kegiatan Des Jan Feb Mar Apr Mei
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusun
an
Proposal
Skripsi
Kolokiu
m
Perbaikan
Proposal
Pengambi
lan Data
Lapangan
Pengolah
an dan
Analisis
Data
Penulisan
Draft
Skripsi
Uji Petik
Sidang
Skripsi
Perbaikan
Laporan
Penelitian
Lampiran 2. Jadwal penelitian
83
Lampiran 4 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman
Ordinalfaktor
Pendorong
OrdinalAktivitas
Gurandil
Spearman's
rho
Ordinalfaktor
Pendorong
Correlation
Coefficient 1.000 .364
*
Sig. (2-tailed) . .041
N 32 32
OrdinalAktivit
asGurandil
Correlation
Coefficient .364
* 1.000
Sig. (2-tailed) .041 .
N 32 32
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2 tailed).
OrdinalAktivitas
Gurandil
OrdinalTingkatKes
ejahteraanSebelum
Spearman's
rho
OrdinalAktivitas
Gurandil
Correlation
Coefficient 1.000 .033
Sig. (2-tailed) . .857
N 32 32
OrdinalTingkat
Kesejahteraan
Sebelum
Correlation
Coefficient .033 1.000
Sig. (2-tailed) .857 .
N 32 32
OrdinalAktivitas
Gurandil
OrdinalTingk
atKesejahtera
anSetelah
Spearman's
rho
OrdinalAktivitas
Gurandil
Correlation
Coefficient 1.000 -.167
Sig. (2-tailed) . .362
N 32 32
OrdinalTingkat
Kesejahteraan
Setelah
Correlation
Coefficient -.167 1.000
Sig. (2-tailed)
.362 .
N 32 32
Lampiran 3. Hasil Uji Reliabilitas
Lampiran 3 Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.769 161
84
Lampiran 5 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil cetek di
Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Pengeluaran Beras sebelum
Gurandil 16 540 000 4 320 000 1 805 625
Pengeluaran Ikan sebelum
Gurandil 16 360 000 1 800 000 741 563
Pengeluaran Daging sebelum
Gurandil 7 180 000 600 000 351 429
Pengeluaran Telur dan Susu
sebelum Gurandil 14 114 000 1 080 000 514 714
Pengeluaran Sayur-sayuran
sebelum Gurandil 16 180 000 720 000 441 250
Pengeluaran Buah-buahan sebelum
Gurandil 6 100 000 350 000 191 667
Pengeluaran Minyak/Lemak
sebelum Gurandil 16 360 000 720 000 540 000
Pengeluaran Bumbu-bumbuan
sebelum Gurandil 12 180 000 720 000 315 000
Pengeluaran Tembakau/Sirih
sebelum Gurandil 16 1 800 000 5 040 000 3 116 250
Pengeluaran Sewa/Kontrak Rumah
sebelum Gurandil 1 300 000 300 000 300 000
Pengeluaran Biaya Listrik/Gas/Dll
sebelum Gurandil 16 180 000 1 200 000 510 375
Pengeluaran Biaya Telepon
sebelum Gurandil 9 120 000 1 620 000 435 556
Pengeluaran Peralatan
Mandi/Kecantikan sebelum
Gurandil
16 120 000 288 000 179 125
Pengeluaran Transportasi sebelum
Gurandil 5 1 080 000 2 700 000 1 404 000
Pengeluaran Pakaian sebelum
Gurandil 13 500 000 3 000 000 1 211 538
Pengeluaran Perkakas Rumah
Tangga sebelum Gurandil 1 5 000 000 5 000 000 5 000 000
Pengeluaran untuk Pesta sebelum
Gurandil 1 20 000 000 20 000 000 20 000 000
Valid N (listwise) 0
85
Lampiran 6 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil Cetek di
Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Pengeluaran Konsumsi Beras setelah
Gurandil 14 2 700 000 7 200 000 4 448 571
Pengeluaran Ikan setelah Gurandil 16 336 000 4 032 000 2 106 000
Pengeluaran Daging setelah Gurandil 16 240 000 4 800 000 1 758 000
Pengeluaran Telur dan Susu setelah
Gurandil 16 144 000 4 320 000 2 346 750
Pengeluaran Sayur-sayuran setelah
Gurandil 16 1 080 000 9 000 000 2 452 500
Pengeluaran Buah-buahan setelah
Gurandil 13 360 000 2 400 000 971 538
Pengeluaran Minyak/Lemak setelah
Gurandil 16 1 080 000 1 260 000 1 248 750
Pengeluaran Bumbu-bumbuan setelah
Gurandil 16 480 000 1 800 000 1 425 000
Pengeluaran Tembakau/Sirih setelah
Gurandil 16 3 600 000 25 920 000 10 980 000
Pengeluaran Makana dan Minuman
setelah Gurandil 8 240 000 7 200 000 1 680 000
Pengeluaran Perbaikan Rumah setelah
Gurandil 3 3 000 000 50 000 000 19 333 333
Pengeluaran Biaya Listrik/Gas/Dll
setelah Gurandil 16 1 200 000 4 080 000 1 989 000
Pengeluaran Biaya Telepon setelah
Gurandil 15 480 000 3 600 000 1 328 000
Pengeluaran Peralatan
Mandi/Kecantikan setelah Gurandil 16 480 000 1 200 000 690 000
Pengeluaran Biaya Kesehatan setelah
Gurandil 11 70 000 5 000 000 716 364
Pengeluaran Biaya Pendidikan setelah
Gurandil 6 200 000 6 000 000 2 150 000
Pengeluaran Transportasi setelah
Gurandil 13 1 200 000 7 200 000 3 456 923
Pengeluaran Pakaian setelah Gurandil 16 500 000 10 000 000 2 343 750
Pengeluaran Perkakas Rumah Tangga
setelah Gurandil 9 1 000 000 10 000 000 3 893 333
Pengeluaran Pajak setelah Gurandil 14 10 000 500 000 231 071
Pengeluaran untuk Pesta setelah
Gurandil 2 25 000 000 25 000 000 25 000 000
Valid N (listwise) 0
86
Lampiran 7 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil biasa di
Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Pengeluaran Beras sebelum
Gurandil 8 720 000 5 400 000 2 171 250
Pengeluaran Ikan sebelum
Gurandil 8 400 000 1 080 000 687 500
Pengeluaran Daging sebelum
Gurandil 6 180 000 900 000 375 000
Pengeluaran Telur dan Susu
sebelum Gurandil 8 144 000 720 000 391 500
Pengeluaran Sayur-sayuran
sebelum Gurandil 8 360 000 720 000 612 500
Pengeluaran Buah-buahan
sebelum Gurandil 3 200 000 350 000 283 333
Pengeluaran Minyak/Lemak
sebelum Gurandil 8 360 000 1 080 000 652 500
Pengeluaran Bumbu-bumbuan
sebelum Gurandil 8 180 000 720 000 337 500
Pengeluaran Tembakau/Sirih
sebelum Gurandil 8 3 600 000 7 200 000 4 455 000
Pengeluaran Biaya
Listrik/Gas/Dll sebelum Gurandil 8 300 000 720 000 531 000
Pengeluaran Biaya Telepon
sebelum Gurandil 4 120 000 560 000 365 000
Pengeluaran Peralatan
Mandi/Kecantikan sebelum
Gurandil
7 120 000 288 000 152 571
Pengeluaran Transportasi
sebelum Gurandil 5 300 000 4 800 000 1 872 000
Pengeluaran Pakaian sebelum
Gurandil 7 250 000 2 000 000 935 714
Pengeluaran Perkakas Rumah
Tangga sebelum Gurandil 1 200 000 200 000 200 000
Pengeluaran Pungutan sebelum
Gurandil 1 15 000 15 000 15 000
Valid N (listwise) 0
87
Lampiran 8 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil biasa di
Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Pengeluaran Konsumsi Beras setelah
Gurandil 7 2 520 000 5 580 000 4 088 571
Pengeluaran Ikan setelah Gurandil 7 1 800 000 3 600 000 2 749 714
Pengeluaran Daging setelah Gurandil 7 900 000 5 400 000 2 840 571
Pengeluaran Telur dan Susu setelah
Gurandil 7 144 000 8 280 000 2 628 000
Pengeluaran Sayur-sayuran setelah
Gurandil 7 1 800 000 3 600 000 2 314 286
Pengeluaran Buah-buahan setelah
Gurandil 7 480 000 2 400 000 994 286
Pengeluaran Minyak/Lemak setelah
Gurandil 7 336 000 1 260 000 1 107 429
Pengeluaran Bumbu-bumbuan
setelah Gurandil 7 480 000 1 920 000 1 457 143
Pengeluaran Tembakau/Sirih setelah
Gurandil 8 672 000 17 280 000 10 929 000
Pengeluaran Makana dan Minuman
setelah Gurandil 5 600 000 36 000 000 7 800 000
Pengeluaran Konsumsi Lainnya
setelah Gurandil 1 1 350 000 1 350 000 1 350 000
Pengeluaran Perbaikan Rumah
setelah Gurandil 2 15 000 000 60 000 000 37 500 000
Pengeluaran Biaya Listrik/Gas/Dll
setelah Gurandil 7 1 200 000 3 840 000 2 262 857
Pengeluaran Biaya Telepon setelah
Gurandil 8 180 000 18 000 000 3 652 500
Pengeluaran Peralatan
Mandi/Kecantikan setelah Gurandil 8 480 000 3 600 000 1 425 000
Pengeluaran Biaya Kesehatan setelah
Gurandil 3 30 000 3 000 000 1 026 667
Pengeluaran Biaya Pendidikan
setelah Gurandil 3 300 000 9 000 000 3 340 000
Pengeluaran Transportasi setelah
Gurandil 8 720 000 12 000 000 3 880 500
Pengeluaran Pakaian setelah
Gurandil 8 1 000 000 5 000 000 2 725 000
Pengeluaran Perkakas Rumah
Tangga setelah Gurandil 5 2 000 000 12 000 000 5 160 000
Pengeluaran Pajak setelah Gurandil 6 29 000 550 000 328 167
Pengeluaran untuk Pesta setelah
Gurandil 2 16 000 000 25 000 000 20 500 000
Valid N (listwise) 0
88
Lampiran 9 Deskripsi statistik pengeluaran sebelum menjadi gurandil tong di
Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dalam
satu tahun terakhir
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Pengeluaran Beras sebelum Gurandil 8 540 000 3 600 000 2 306 250
Pengeluaran Ikan sebelum Gurandil 8 600 000 1 800 000 1 110 000
Pengeluaran Daging sebelum Gurandil
5 240 000 900 000 420 000
Pengeluaran Telur dan Susu sebelum Gurandil
8 144 000 900 000 484 000
Pengeluaran Sayur-sayuran sebelum Gurandil
8 360 000 1 080 000 567 500
Pengeluaran Buah-buahan sebelum Gurandil
4 180 000 400 000 322 500
Pengeluaran Minyak/Lemak sebelum Gurandil
8 360 000 1 200 000 735 000
Pengeluaran Bumbu-bumbuan sebelum Gurandil
6 180 000 360 000 300 000
Pengeluaran Tembakau/Sirih sebelum Gurandil
8 1 800 000 7 200 000 4 050 000
Pengeluaran Sewa/Kontrak Rumah sebelum Gurandil
1 1 800 000 1 800 000 1 800 000
Pengeluaran Biaya Listrik/Gas/Dll sebelum Gurandil
8 180 000 1 080 000 689 250
Pengeluaran Biaya Telepon sebelum Gurandil
4 300 000 560 000 447 500
Pengeluaran Peralatan Mandi/Kecantikan sebelum Gurandil
7 120 000 288 000 178 286
Pengeluaran Transportasi sebelum Gurandil
3 1 080 000 7 200 000 3 960 000
Pengeluaran Pakaian sebelum Gurandil
7 100 000 1 500 000 671 429
Pengeluaran Perkakas Rumah Tangga sebelum Gurandil
1 250 000 250 000 250 000
Pengeluaran Pungutan sebelum Gurandil
1 5000 5000 5 000
Valid N (listwise) 0
89
Lampiran 10 Deskripsi statistik pengeluaran sesudah menjadi gurandil tong di
Desa Pangkal Jaya Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor
dalam satu tahun terakhir
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Pengeluaran Konsumsi Beras setelah Gurandil
7 2 700 000 5 040 000 3 060 000
Pengeluaran Ikan setelah Gurandil 7 336 000 5 400 000 2 201 143
Pengeluaran Daging setelah Gurandil 7 1 344 000 8 640 000 3 483 429
Pengeluaran Telur dan Susu setelah Gurandil
7 288 000 2 160 000 864 000
Pengeluaran Sayur-sayuran setelah Gurandil
7 1 080 000 3 600 000 2 417 143
Pengeluaran Buah-buahan setelah Gurandil
8 360 000 2 880 000 1 575 000
Pengeluaran Minyak/Lemak setelah Gurandil
7 1 080 000 1 344 000 1 194 857
Pengeluaran Bumbu-bumbuan setelah Gurandil
7 4 80 000 1 800 000 925 714
Pengeluaran Tembakau/Sirih setelah Gurandil
8 5 040 000 24 480 000 13 995 000
Pengeluaran Makana dan Minuman setelah Gurandil
8 600 000 18 000 000 6 525 000
Pengeluaran Perbaikan Rumah setelah Gurandil
1 6 000 000 6 000 000 6 000 000
Pengeluaran Biaya Listrik/Gas/Dll setelah Gurandil
8 1 200 000 2 640 000 1 995 000
Pengeluaran Biaya Telepon setelah Gurandil
8 1 800 000 7 200 000 3 675 000
Pengeluaran Peralatan Mandi/Kecantikan setelah Gurandil
8 480 000 6 000 000 1 530 000
Pengeluaran Biaya Kesehatan setelah Gurandil
3 200 000 7 000 000 2 600 000
Pengeluaran Biaya Pendidikan setelah Gurandil
5 240 000 12 000 000 3 744 000
Pengeluaran Transportasi setelah Gurandil
7 2 340 000 4 680 000 3 330 857
Pengeluaran Jasa Lainnya setelah Gurandil
3 4 800 000 24 000 000 11 520 000
Pengeluaran Pakaian setelah Gurandil
8 1 000 000 3 600 000 2 512 500
Pengeluaran Perkakas Rumah Tangga setelah Gurandil
8 600 000 85 000 000 15 012 500
Pengeluaran Pajak setelah Gurandil 7 270 000 4 000 000 910 714
Pengeluaran untuk Pesta setelah Gurandil
1 20 000 000 20 000 000 20 000 000
Valid N (listwise) 0
90
Lampiran 11 Dokumentasi Penelitian
Proses Penghancuran bahan galian Proses pengolahan
Tempat pembakaran karbon Pengolahan dan pemisahan
Pembentukan kepingan emas Proses merapikan kepingan emas
91
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Wira Fuji Astuti dilahirkan di Balai Tangah,
Kecamatan Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat, pada
tanggal 26 Desember 1992 dari pasangan Asril dan Masneti. Penulis merupakan
anak kedua dari enam bersaudara. Pendidikan formal dijalani penulis mulai dari
TK. Bustanul Athfal Lintau Buo Utara (1998-1999), SDN 05 Lintau Buo Utara
(1999-2005), SMP Negeri 03 Lintau (2005-2008), SMA Negeri 1 Lintau, Sumatra
Barat (2008-2011). Pada tahun 2011, penulis diterima menjadi mahasiswi
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan. Penulis
merupakan mahasiswi penerima Beasiswa Pendidikan Mahasiswa Berprestasi
(Bidik Misi) Dikti.
Selain aktif dalam kegiatan perkuliahan, sejak pertama kali masuk dunia
perkuliahan, penulis sudah aktif mengikuti berbagai organisasi, yaitu bergabung
dalam Ikatan Pelajar Mahasiwa Minang Bogor (IPMM Bogor), Unit Kegiatan
Mahasiswa yaitu UKM voli IPB 2011-2013 dan organisasi-organisasi di luar
kampus lainnya. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan
seperti pada 6th Ecology Sport and Art Event divisi medis (kesehatan) tahun 2013,
panitia Minang Vaganza divisi konsumsi tahun 2013. Hingga kini penulis masih
menjadi mahasiswa aktif di Institut Pertanian Bogor.