dalam pembelajaran sejarah terhadap sikap/pengaruh... · (studi eksperimen pada siswa sekolah...
TRANSCRIPT
![Page 1: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/1.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENGARUH MODEL CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)
DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP
NASIONALISME DITINJAU DARI KONSEP DIRI
(Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri
di Kota Madya Surakarta)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Oleh:
GEDE PRAPTA CAHYANA
S861008011
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
![Page 2: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/2.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGARUH MODEL CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)
DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP
NASIONALISME DITINJAU DARI KONSEP DIRI
(Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri
di Kota Madya Surakarta)
TESIS
Oleh:
GEDE PRAPTA CAHYANA
NIM S861008011
Telah dinyatakan memenuhi syarat
Pada tanggal ..........................2012
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah
Dr. Hermanu Joebagio, M. Pd.
NIP. 195603031986031001
Komisi
Pembimbing
Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Prof. Dr. Sugiyanto
NIP. 194911081976091001
………………
……..………
Pembimbing II Dra. Sutiyah, M.Pd., M.Hum.
NIP. 195907081986012001
………………
……..………
ii
![Page 3: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/3.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
![Page 4: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/4.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : GEDE PRAPTA CAHYANA
NIM : S861008011
Program Studi : Pendidikan Sejarah
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Model
CTL (Contextual Teaching and Learning) Dalam Pembelajaran Sejarah terhadap
Sikap Nasionalisme Ditinjau Dari Konsep Diri (Studi Eksperimen pada Siswa
Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta) betul-betul karya
saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di
suatu perguruan tinggi.
Sepanjang pengetahuan saya, dalam tesis ini tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Demikian pernyatan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila di
kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik yang berupa pencabutan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.
Surakarta,
Yang membuat pernyataan,
GEDE PRAPTA CAHYANA
S861008011
iv
![Page 5: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/5.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
Hanya Bangsa yang tahu menghargai Pahlawan-Pahlawannya
dapat menjadi Bangsa yang Besar
(Bung Karno)
v
![Page 6: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/6.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Tesis ini saya persembahkan kepada:
1. Bapak dan Ibuku Tercinta.
2. Adikku Terkasih.
3. Prof. Dr. N. Bawa Atmadja, M.A.
4. Wayah Durma.
5. Seluruh Keluarga Besarku.
6. Dewi Lestari Tersayang.
vi
![Page 7: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/7.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas karunia Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis
yang berjudul Pengaruh Model CTL (Contextual Teaching and Learning) Dalam
Pembelajaran Sejarah terhadap Sikap Nasionalisme Ditinjau Dari Konsep Diri
(Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya
Surakarta), untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat magister pada Program
Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Penyelesaian tesis ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak. Untuk itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini, terutama:
1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin penelitian
dan menggunakan fasilitas kampus.
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberi kesempatan belajar dan ijin penelitian untuk menyeleaikan tesis
ini.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah mendukung penuh
penyelesaian tesis ini.
4. Prof. Dr. Sugiyanto selaku Pembimbing pertama yang telah membimbing
penulis dengan penuh kesabaran dan ketelitian sampai tesis ini selesai.
![Page 8: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/8.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
5. Dra. Sutiyah, M.Pd., M.Hum. selaku Pembimbing kedua yang juga telah
membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan ketelitian sampai tesis ini
selesai.
6. Kepala Sekolah SMP Negeri 24 Surakarta, Kepala Sekolah SMP Negeri 25
Surakarta, Kepala Sekolah SMP Negeri 19 Surakarta yang telah memberikan
ijin untuk melaksanakan penelitian di instansinya.
7. Teman-teman mahasiswa program studi Pendidikan Sejarah Program
Pascasarjana angkatan 2010 yang telah memberikan semangat selama
penyelesaian tesis ini.
8. Orang tua yang telah memberikan bimbingan dan dukungan dari awal kuliah
sampai penyelesaian tesis ini.
Semoga segala bantuan, bimbingan, dan dukungan yang telah diberikan
senantiasa mendapatkan anugrah dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Penulis yakin bahwa tesis ini masih ada kekurangannya. Untuk itu, penulis
mengharapkan saran dari berbagai pihak demi perbaikan tesis ini agar menjadi
lebih sempurna. Akhirnya, semoga tesis ini dapat bermanfaat dan memberikan
kontribusi bagi pengembangan pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan
sejarah.
Surakarta,
Penulis
vii
![Page 9: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/9.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ABSTRAK
Gede Prapta Cahyana, S861008011, Pengaruh Model Contextual Teaching and
Learning (CTL) Dalam Pembelajaran Sejarah Terhadap Sikap Nasionalisme
Ditinjau dari Konsep Diri (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah
Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta). Tesis : Program Studi Pendidikan
Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012 : (1)
Prof. Dr. Sugiyanto (Pembimbing I), (2) Dra. Sutiyah, M.Pd., M.Hum.
(Pembimbing II).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Perbedaan pengaruh antara model
Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan konvensional dalam
pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota
Madya Surakarta terhadap sikap nasionalisme siswa, (2) Perbedaan pengaruh
sikap nasionalisme siswa antara yang memiliki konsep diri tinggi dan rendah di
kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta, (3)
Interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri terhadap sikap nasionalisme
di kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta.
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif eksperimen.
Populasi penelitian adalah siswa SMP Kelas IX di Kota Madya Surakarta
semester I Tahun Pelajaran 2011/2012. Tehnik pengambilan sampel yang
digunakan adalah multistage sampling. Berdasakan teknik tersebut diperoleh 90
siswa : 30 siswa SMP N 19 Surakarta sebagai kelompok eksperimen, 30 siswa
SMP N 25 Surakarta sebagai kelompok kontrol, dan 30 siswa SMP N 24
Surakarta sebagai kelompok uji coba. Penelitian ini menggunakan koesioner
dalam pengumpulan data tentang konsep diri dan sikap nasionalisme. Analisis
hasil penelitian menggunakan teknik analisis varians (ANAVA) dua jalur (2 x 2).
Hasil uji hipotesis penelitian menunjukkan : (1) Terdapat perbedaan pengaruh
antara model Contextual Teaching and Learning (CTL) dan konvensional
terhadap sikap nasionalisme pada siswa kelas IX Sekolah Menengah Pertama
Negeri di Kota Madya Surakarta dengan Fhitung = 93,922 > Ftabel (α = 0,05) = 4,00
taraf signifikansi 0,05, hal ini berarti H0 ditolak; (2) Terdapat perbedaan pengaruh
antara siswa yang memiliki konsep diri rendah dan tinggi terhadap sikap
nasionalisme siswa kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya
Surakarta dengan Fhitung = 84,646 > Ftabel (α = 0,05) = 4,00 taraf signifikansi 0,05,
hal ini berarti H0 ditolak; (3) Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran
dan konsep diri terhadap sikap nasionalisme siswa kelas IX Sekolah Menengah
Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta dengan Fhitung = 1,391 < Ftabel (α = 0,05)
= 4,00 taraf signifikansi 0,05, hal ini berarti H0 diterima.
Kata Kunci : Sikap Nasionalisme, Model Contextual Teaching and Learning
(CTL), Konsep Diri.
ix
![Page 10: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/10.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
ABSTRACT
Gede Prapta Cahyana, S861008011, The Influences of Contextual Teaching and
Learning (CTL) Model in the History Teaching of Nationalism Attitude Observed
from the Self-Concept (Study Experiments on Junior High School Students in
Surakarta Municipality). Thesis Supervisor I : Prof. Dr. Sugiyanto. Thesis
Supervisor II : Dra. Sutiyah, M.Pd., M. Hum. Postgraduate Thesis. History
Education Studies. Postgraduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta.
The objectives of this research are to find out : (1) The differences between the
effect of Contextual Teaching and Learning (CTL) with conventional models in
the teaching of history in grade IX junior high school in Surakarta Municipality
toward nationalism attitude of students, (2) The effect of students attitude
nationalism differences between students who have high level of self-concept and
low level of self-concept in grade IX student junior high school in Surakarta
Municipality, (3) The interactions effect between self-concept and model of
learning toward nationalism attitude in grade IX student junior high school in
Surakarta Municipality.
This research employs quantitative experiment method. The populations are junior
high school students of IX grade in Surakarta Municipality, academic year of
2011/2012. The sampling technique is multistage sampling. Based on the
technique, 90 students were obtained: 30 students of SMP N 19 Surakarta as the
experiment group, 30 students of SMP N 25 Surakarta as the control group, 30
students of SMP N 24 Surakarta as the trial group. This study used a questionnaire
to gather data self-concept and attitude of nationalism. In Analyzing the results of
the research, the researcher used two-way Analysis of Variance (ANAVA)
technique.
The result of the hypothesis experiment shows that: (1) There are differences of
the influences of Contextual Teaching and Learning (CTL) and conventional
learning model toward nationalism attitude in grade IX junior high school in
Surakarta Municipality with F hit = 93,922 > F table (α = 0,05) = 4,00 significance
level 0,05, means that H0 denied; (2) There are differences of the influences
between students who have high level of self-concept and low level of self-
concept toward nationalism attitude in grade IX student junior high school in
Surakarta Municipality with F hit = 84,646 > F table (α = 0,05) = 4,00 significance
level 0,05, means that H0 denied; (3) There are no interactions between learning
models in the teaching of history and the self-concept toward nationalism attitude
in grade IX student junior high school in Surakarta Municipality with F hit = 1,391
< F table (α = 0,05) = 4,00 significance level 0,05, mean that H0 accepted.
Keywords: Attitude Nationalism, Contextual Teaching and Learning Models,
Self-Concept
x
![Page 11: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/11.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............………………………….…….……….….......... i
HALAMAN PERSETUJUAN........................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ iii
PERNYATAAN..................................................................................................... iv
MOTTO................................................................................................................. v
PERSEMBAHAN................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR........................................................................................ vii
ABSTRAK............................................................................................................ ix
ABSTRACT........................................................................................................ x
DAFTAR ISI ………..……………………………………………....................... xi
DAFTAR TABEL............................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah …………………………………............ 1
B. Perumusan Masalah ……………….............................................. 9
C. Tujuan Penelitian ….………………………….....………............ 9
D. Manfaat Penelitian ………………………….……....….……...... 10
1. Manfaat Praktis .......................................................................... 10
2. Manfaat Teoritik ......................................................................... 11
xi
![Page 12: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/12.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS 12
A. Kajian Teori ... …………………………....…………................. 12
1. Hakikat Pembelajaran Sejarah................................................ 12
2. Sikap Nasionalisme………………………………………… 16
3. Model CTL (Contextual Teaching and Learning)................... 25
4.
5.
6.
Model Pembelajaran Konvensional .………………………
Perbandingan Model CTL (Contextual Teaching and
Learning) dengan Model Pembelajaran
Konvensional...........................................................................
Konsep diri………………………………………………….
48
51
53
B. Penelitian yang Relevan ............................................................... 60
C. Kerangka Berpikir …………………………….……....……….... 63
D. Hipotesis Penelitian…………………………………………….. 67
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 68
A. Tempat dan Waktu Penelitian …………………....…………....... 68
1. Tempat Penelitian …………………....…………...................... 68
2. Waktu Penelitian …………………....…………........................ 68
B. Jenis Penelitian ...........................................................................
C. Definisi Operasional…………………………………………….
69
72
D. Populasi, Sampel, dan Sampling ………………....……………... 75
1. Populasi .................…………………....…………..................... 75
2. Sampel dan Sampling …………................................................ 76
E. Teknik Pengumpulan Data ……………………....…..…………. 78
1. Metode Pengumpulan data ……................................................ 78
![Page 13: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/13.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
2. Instrumen Penelitian………………….....................................
3. Uji Coba Instrumen...................................................................
79
80
F. Teknik Analisis Data .................................................................... 84
1. Uji Prasyaratan Analisis .......................................................... 85
2. Uji Hipotesis ........................................................................... 87
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................... 93
A. Deskripsi Data............................................................................... 93
B. Uji Persyaratan Analisis................................................................ 110
1. Uji Normalitas ........................................................................ 110
2. Uji Homogenitas .................................................................... 114
C. Pengujian Hipotesis...................................................................... 115
D. Pembahasan Hasil Penelitian........................................................ 118
E. Keterbatasan Penelitian................................................................. 127
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI , DAN SARAN......................... 129
A. Kesimpulan................................................................................... 129
B. Implikasi....................................................................................... 130
C. Saran............................................................................................. 132
DAFTAR PUSTAKA …………………………….…………………………….. 131
![Page 14: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/14.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian…………………………………………… 69
Tabel 3.2 Rancangan Penelitian Desain Faktorial 2 x 2 ……………… 71
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan
Model Pembelajaran Konvensional Secara Keseluruhan
(A1)………………………………………………………….
94
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan
Model CTL (Contextual Teaching and Learning) Secara
Keseluruhan (A2)………………………..
96
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan
Konsep Diri Rendah (B1)…………………………………..
98
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan
Konsep Diri Tinggi (B2)……………………………………
100
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan
Model Pembelajaran Konvensional Pada Siswa yang
Memiliki Konsep Diri Rendah (A1B2)…………………….
102
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan
Model Pembelajaran Konvensional Pada Siswa Yang
Memiliki Konsep Diri Tinggi (A1B2)……………………..
105
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan
Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and
Learning) Pada Siswa Yang Memiliki Konsep Diri Rendah
xi
![Page 15: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/15.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
(A2B1)……………………………………………………… 107
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan
Model CTL (Contextual Teaching and Learning) Pada
Siswa Yang Memiliki Konsep Diri Tinggi
(A2B2)…………………………………………………….
109
Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor Sikap Nasionalisme
Siswa Keempat Kelompok Perlakuan………………………
114
Tabel 4.10 Test of Between-Subjects Effects………………………….. 115
![Page 16: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/16.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bagan keterkaitan antarkomponen model pembelajaran
CTL (Contextual Teaching and Learning)……………...
44
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pikir Penelitian……………………….. 67
Gambar 3.1 Bagan Pengembangan Nonequivalent Control Group
Design………………………………………………………….
70
Gambar 4.1 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap
Nasionalisme dengan Model Pembelajaran
Konvensional Secara Keseluruhan (A1)………………..
95
Gambar 4.2 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap
Nasionalisme dengan Model CTL (Contextual Teaching
and Learning) Secara Keseluruhan (A2)……………….
97
Gambar 4.3 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap
Nasionalisme dengan Konsep Diri Rendah (B1)……….
99
Gambar 4.4 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap
Nasionalisme dengan Konsep Diri Tinggi (B2)………...
101
Gambar 4.5 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap
Nasionalisme dengan Model Pembelajaran
Konvensional Pada Siswa yang Memiliki Konsep Diri
Rendah (A1B1)………………………………………….
103
Gambar 4.6 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap
Nasionalisme dengan Model Pembelajaran
xiii
![Page 17: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/17.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
Konvensional Pada Siswa Yang Memiliki Konsep Diri
Tinggi (A1B2)…………………………………………..
106
Gambar 4.7 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap
Nasionalisme dengan Model CTL (Contextual Teaching
and Learning) Pada Siswa Yang Memiliki Konsep Diri
Rendah (A2B1)………………………………………….
108
Gambar 4.8 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap
Nasionalisme dengan Model CTL (Contextual Teaching
and Learning) Pada Siswa Yang Memiliki Konsep Diri
Tinggi (A2B2)…………………………………………...
110
![Page 18: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/18.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.1 Silabus Pembelajaran Sejaran Kelas IX, Semester 1..... 138
Lampiran 1.2 RPP Model Pembelajaran CTL………………………. 143
Lampiran 1.3 RPP Model Pembelajaran Konvensional……………. 157
Lampiran 2.1 Kisi-Kisi Koesioner Konsep Diri Sebelum Diuji
Cobakan………………………………………………
170
Lampiran 2.2 Instrumen Konsep Diri Sebelum Diuji-Cobakan……... 171
Lampiran 2.3 Hasil Try-Out Koesioner Konsep Diri………………... 176
Lampiran 2.4 Hasil Uji Validitas Try Out Koesioner Konsep Diri…. 179
Lampiran 2.5 Hasil Uji Reliabilitas Try Out Koesioner Konsep Diri.. 183
Lampiran 2.6 Kisi-Kisi Koesioner Konsep Diri Setelah Diuji
Cobakan………………………………………………
186
Lampiran 2.7 Instrumen Konsep Diri Setelah diujicobakan……….. 187
Lampiran 2.8 Hasil Koesioner Konsep Diri Kelas Kontrol, SMP
Negeri 25 Surakarta…………………………………..
191
Lampiran 2.9 Hasil Koesioner Konsep Diri Kelas Eksperimen, SMP
Negeri 19 Surakarta…………………………………..
193
Lampiran 3.1 Kisi-Kisi Koesioner Sikap Nasionalisme Sebelum
Diujicobakan………………………………………….
195
Lampiran 3.2 Instrumen Sikap Nasionalisme Sebelum Diuji
Cobakan……………………………………………….
196
Lampiran 3.3 Hasil Try Out Koesioner Sikap Nasionalisme……… 204
Lampiran 3.4 Hasil Uji Validitas Try Out Koesioner Sikap
xv
![Page 19: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/19.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
Nasionalisme…………………………………………. 209
Lampiran 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Try Out Koesioner Sikap
Nasionalisme…………………………………………..
214
Lampiran 3.6 Kisi-Kisi Koesioner Sikap Nasionalisme Setelah
Diujicobakan………………………………………….
217
Lampiran 3.7 Instrumen Sikap Nasionalisme Setelah Diujicobakan... 218
Lampiran 3.8 Hasil Koesioner Sikap Nasionalisme Kelas Kontrol,
SMP Negeri 25 Surakarta……………………………..
224
Lampiran 3.9 Hasil Koesioner Sikap Nasionalisme Kelas
Eksperimen, SMP Negeri 19 Surakarta……………….
226
Lampiran 4.1 Uji Normalitas Pembelajaran Konvensional (A1)……. 228
Lampiran 4.2 Uji Normalitas Model Pembelajaran CTL (A2)……… 230
Lampiran 4.3 Uji Normalitas Konsep Diri Rendah (B1)……………. 232
Lampiran 4.4 Uji Normalitas Konsep Diri Tinggi (B2)……………... 234
Lampiran 4.5 Uji Normalitas Model Pembelajaran Konvensional
dengan Konsep Diri Rendah (A1B1)…………………
236
Lampiran 4.6 Uji Nomalitas Model Pembelajaran Konvensional
dengan Konsep Diri Tinggi (A1B2)………………….
238
Lampiran 4.7 Uji Normalitas Model Pembelajaran CTL dengan
Konsep Diri Rendah (A2B1)………………………….
240
Lampiran 4.8 Uji Normalitas Model Pembelajaran CTL dengan
Konsep Diri Tinggi (A2B2)………………………….
242
Lampiran 4.9 Hasil Uji ANAVA…………………………………… 244
![Page 20: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/20.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
RINGKASAN
PENGARUH MODEL CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)
DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP NASIONALISME
DITINJAU DARI KONSEP DIRI
(Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri
di Kota Madya Surakarta)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
OLEH
GEDE PRAPTA CAHYANA
S861008011
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
![Page 21: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/21.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Perbedaan pengaruh antara model
Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan konvensional dalam pembelajaran sejarah di
kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta terhadap sikap
nasionalisme siswa, (2) Perbedaan pengaruh sikap nasionalisme siswa antara yang memiliki
konsep diri tinggi dan rendah di kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya
Surakarta, (3) Interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri terhadap sikap nasionalisme
di kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta.
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif eksperimen. Populasi
penelitian adalah siswa SMP Kelas IX di Kota Madya Surakarta semester I Tahun Pelajaran
2011/2012. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah multistage sampling.
Berdasakan teknik tersebut diperoleh 90 siswa : 30 siswa SMP N 19 Surakarta sebagai kelompok
eksperimen, 30 siswa SMP N 25 Surakarta sebagai kelompok kontrol, dan 30 siswa SMP N 24
Surakarta sebagai kelompok uji coba. Penelitian ini menggunakan koesioner dalam pengumpulan
data tentang konsep diri dan sikap nasionalisme. Analisis hasil penelitian menggunakan teknik
analisis varians (ANAVA) dua jalur (2 x 2).
Hasil uji hipotesis penelitian menunjukkan : (1) Terdapat perbedaan pengaruh antara
model Contextual Teaching and Learning (CTL) dan konvensional terhadap sikap nasionalisme
pada siswa kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta dengan Fhitung
= 93,922 > Ftabel (α = 0,05) = 4,00 taraf signifikansi 0,05, hal ini berarti H0 ditolak; (2) Terdapat
perbedaan pengaruh antara siswa yang memiliki konsep diri rendah dan tinggi terhadap sikap
nasionalisme siswa kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta
dengan Fhitung = 84,646 > Ftabel (α = 0,05) = 4,00 taraf signifikansi 0,05, hal ini berarti H0 ditolak;
(3) Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri terhadap sikap
nasionalisme siswa kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta
dengan Fhitung = 1,391 < Ftabel (α = 0,05) = 4,00 taraf signifikansi 0,05, hal ini berarti H0 diterima.
Kata Kunci : Sikap Nasionalisme, Model Contextual Teaching and Learning (CTL), Konsep Diri.
![Page 22: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/22.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
RINGKASAN
PENGARUH MODEL CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)
DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP NASIONALISME
DITINJAU DARI KONSEP DIRI
(Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri
di Kota Madya Surakarta)
PENDAHULUAN
Berbicara masalah pendidikan secara tidak sadar merupakan usaha investasi sumber daya
manusia (human investment) jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan
peradaban manusia di dunia (Kunandar, 2010 : v; Arifin, 2009 : 39). Pendidikan dapat dikatakan
sebagai ujung tombak pembangunan bangsa dan negara hampir semua negara di belahan dunia.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hamalik (2010 : 1) bahwa “pendidikan merupakan bagian
integral dalam pembangunan. Proses pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses pembangunan
itu sendiri”. Pendidikan berusaha memperbaiki kualitas sumber daya manusia untuk dipersiapkan
mengisi pembangunan yang semakin lama semakin berkembang. Selain itu, Wijatno (2009 : xv)
menegaskan bahwa pada dasarnya tujuan dari pendidikan itu adalah untuk membentuk “bangsa
yang ideal”.
Pembentukan bangsa yang ideal inilah yang kemudian menjadi titik tolak, sehingga
memacu bangsa Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang selalu menempatkan
pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama. Hal ini terlihat dalam pembukaan UUD
1945 yang mengamanatkan “… mencerdaskan kehidupan bangsa …”. Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 (1) juga menyebutkan bahwa “setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan”, dan (3) menegaskan bahwa “Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan
undang-undang”.
Kemudian dipertegas lagi dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 3 yang dikaji oleh Rifai (2011 : 48) menyebutkan bahwa “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
![Page 23: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/23.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Dengan dasar itulah, di Indonesia telah melakukan berbagai perbaikan dan perubahan
dalam sistem pendidikan untuk meningkatkan sumber daya manusia. Salah satunya adalah terkait
dengan perubahan kurikulum yakni dari kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984
berbasis materi (content-based curriculum), kurikulum 1994 berbasis pencapaian tujuan
(Objective-based curriculum), kemudian disempurnakan menjadi kurikulum 1999, dan
kurikulum 2004 berbasis kompetensi (Competency-based Curriculum). Perubahan kurikulum
dalam pendidikan merupakan satu hal yang sangat penting, karena proses pendidikan
menyangkut proses “sosialisasi dan enkulturasi” (Widja, 1989 : 8).
Namun sejalan dengan perubahan kurikulum, proses sosialisasi dan enkulturasi yang
merupakan usaha perubahan untuk memanusiakan manusia dalam perkembangannya belum
menunjukkan sesuatu yang membanggakan bagi seorang pendidik. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa permasalahan baru yang muncul terkait terpecahnya persatuan dan kesatuan bangsa,
akibat memudarnya semangat nasionalisme yang dulu menjadi jargon utama dalam
mempersatukan Negara Indonesia. Gellner yang dikaji Widja (2002 : 96) mengungkapkan bahwa
“nationalism … does not have any very deep roots is the human psyche”, yang berarti memang
nasionalisme sebagai satu kekuatan membangun bangsa telah mulai pudar peranannya.
Kebanggaan terhadap tanah kelahiran dan tumpah darahnya sudah tidak kelihatan lagi. Keadaan
ini dapat dilihat dari beberapa kasus yang masih hangat diperbincangkan seperti Gerakan Aceh
Merdeka (GAM), Organisasi Papua Merdeka (OPM), dan Timor-Timur (Elson, 2009 : 399-404).
Selain itu, kurangnya apresiasi generasi muda pada kebudayaan asli bangsa Indonesia, pola dan
gaya hidup remaja yang lebih kebarat-baratan.
Permasalahan yang terjadi di Indonesia terkait dengan krisis nasionalisme (identitas
kebangsaan), sejatinya perlu dilakukan perubahan-perubahan untuk menata kembali seperti apa
yang didapat dari Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Semangat nasionalisme dibutuhkan
untuk tetap eksisnya bangsa dan negara Indonesia. Nasionalisme yang tinggi dari warga negara
akan mendorong jiwa rela berkorban untuk bangsa dan negara, sehingga akan berbuat yang
terbaik untuk bangsa dan negara. Kaelan (2008: 12) menegaskan bahwa dalam hidup berbangsa
![Page 24: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/24.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan bernegara dewasa ini terutama dalam masa reformasi, bangsa Indonesia harus memiliki visi
serta pandangan hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing di tengah-tengah masyarakat
internasional. Pernyataan ini dapat diartikan bahwa bangsa ini harus memiliki semangat
nasionalisme yang kuat yang berasal sejarah bangsa.
Terkait dengan permasalahan itu secara umum sekolah harus kembali berfungsi sebagai
agen perubahan. Danim (2007 : 1) mengatakan bahwa sekolah mengemban tiga pilar fungsi,
yakni; fungsi reproduksi, fungsi penyadaran, dan fungsi mediasi secara simultan. Hal ini
menyangkut kehadiran institusi pendidikan yaitu sekolah sebagai wahana sosialisasi, pembawa
bendera moralitas, wahana proses kemanusiaan, serta pembinaan idealisme sebagai manusia
terpelajar (Danim, 2007: 1-4). Selain berbagai fungsi sekolah di atas, dalam konteks kekinian
sekolah juga memiliki fungsi sebagai wawasan wiyatamandala. Secara konsepsional, wawasan
wiyatamandala mempunyai makna sebagai suatu paham, pandangan, atau tinjauan yang
menempatkan sekolah sebagai suatu lingkungan pendidikan, dalam artian tempat
dilaksanakannya proses belajar-mengajar, proses pembudayaan manusia yang bebas dari
pengaruh yang bersifat buruk, baik dari lingkungan sekolah maupun luar sekolah
(Wahjosumidjo, 1999: 176).
Kemudian secara khusus dalam perubahan itu sekolah harus bisa menempatkan beberapa
mata pelajaran pada posisi sebagai agen perubahan, salah satunya adalah mata pelajaran sejarah.
Hal ini terkait dengan peran pengajaran sejarah sangat penting dalam pembentukan sikap
nasionalisme. Banyak kalangan sering tidak menyadari, bahkan melupakan fungsi dari
pengajaran sejarah. Pengajaran sejarah pada dasarnya berfungsi bagi terbinanya identitas
nasional yang merupakan salah satu modal utama dalam membangun bangsa di masa kini
maupun yang akan datang (Widja, 1989 : 7). Sebagaimana dikemukakan Gandhi (1995: 49)
bahwa pengajaran sejarah menitik beratkan usahanya untuk mempertinggi budi pekerti,
memperkuat kepribadian, mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanar air, sesuai dengan
nilai-nilai luhur pancasila yang harus dimiliki oleh setiap warga negara Republik Indonesia.
Sejauh ini, pembelajaran sejarah masih sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal,
dan kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber belajar. Suparno (1995: 8) menegaskan
bahwa persepsi siswa terhadap pengajaran sejarah di satu pihak ada yang menyampaikan
mengasyikkan, tetapi ada juga yang mengatakan pelajaran yang membosankan karena dipenuhi
dengan fakta- fakta, tahun-tahun kejadian, dan nama-nama pelaku di tempat kejadian. Di lain
![Page 25: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/25.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pihak dikeluhkan pula bahwa pelajaran sejarah tidak menjadi bagian dari salah satu mata
pelajaran yang di ujian nasionalkan.
Dengan demikian, anggapan terkait dengan mata pelajaran sejarah yang kurang
bermanfaat berawal dari kurang menarik dan kurang bervariasinya model dan media yang
digunakan oleh guru dalam pembelajaran sejarah. Proses pembelajaran yang berlangsung selama
ini masih menggunakan metode yang konvensional, harus segara ditinggalkan, karena gagal
menghasilkan siswa yang aktif, kreatif, dan inovatif. Pembelajaran bisa dikatakan berhasil
apabila memberi dampak dalam kehidupan siswa baik untuk jangka pendek maupun jangka
panjang. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Trianto (2007 : 1) bahwa pendidikan yang ideal
tidak saja berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi semestinya sudah berorientasi jauh ke
masa yang akan datang. Hal ini didasarkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin berkembang, sehingga seorang pendidik harus merubah pemikirannya terkait dengan
tujuan dari pembelajaran saat ini tidak hanya dipersiapkan untuk profesi yang ditekuninya, tetapi
juga untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.
Pembelajaran sejarah secara khusus disarankan tidak lagi terlalu menekankan hafalan
fakta serta afektif doktriner tetapi lebih sarat dengan latihan berpikir “historis kritis analisis”
(Widja, 2002 : 3). Dengan pendekatan baru ini siswa dibiasakan untuk melihat atau menerima
gambaran sejarah dengan logika historis kritis (tidak pasif reseptif), sehingga siswa tidak harus
selalu dituntun oleh guru dalam memaknai berbagai peristiwa sejarah yang dipelajarinya.
Furqon Hidayatullah (2009 : 149) mengatakan bahawa fokus pembelajaran hendaknya diarahkan
untuk mengembangkan lebih lanjut apa yang dipelajari, sehingga hasil yang diperoleh siswa
dalam pembelajaran adalah “kail bukan ikan”. Maksudnya adalah dalam pembelajaran, siswa
harus berusaha mencari pengetahuan sendiri, dan diharapkan mampu menghubungkan antara apa
yang mereka pelajari dengan kehidupan nyata. Oleh karena itu perlu adanya perubahan model
pembelajaran yang lebih bermakna sehingga dapat membekali peserta didik dalam menghadapi
permasalahan hidup yang dihadapi sekarang maupun yang akan datang. Model pembelajaran
yang sesuai dengan penjelasan di atas adalah model CTL (Kunandar, 2010 : 293)
Model CTL merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih
baik jika lingkungan dicipatakan secara ilmiah, artinya belajar akan lebih bermakna jika anak
bekerja dan mengalami sendiri apa yang mereka pelajari, bukan sekedar mengetahuinya. Dalam
hal ini peserta didik perlu mengetahui apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa
![Page 26: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/26.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mereka dan bagaimana pencapaiannya. Sehingga mereka menyadari bahwa apa yang mereka
pelajari akan berguna bagi kehidupannya kelak. Dengan demikian mereka akan belajar lebih
semangat dan penuh kesadaran.
Berangkat dari gambaran di atas, penerapan model CTL dalam pembelajaran sejarah sangat
menarik untuk diteliti di Kota Madya Surakarta. Hal ini dikarenakan oleh : pertama, Kota Madya
Surakarta khususnya, Jawa Tengah umumnya merupakan bagian dari Negara Indonesia yang
memiliki warisan budaya yang beraneka ragam dari leluhurnya, mulai dari kerajaan Kalingga,
Mataram Hindu, Demak, Pajang, Mataram Islam, dan Kasunanan Surakarta, serta termasuk
warisan cerita sejarah terkait dengan perjuangan rakyat untuk mempertahankan daerahnya dari
penjajah menuju Kemerdekaan Republik Indonesia. Kebudayaan inilah secara garis besar dapat
dijadikan sebagai modal utama dalam pengembangan model CTL. Kedua, dalam observasi yang
dilakukan, pengembangan model CTL pada SMP Negeri di Kota Madya Surakarta masih jarang
diterapakan, bahkan ada beberapa sekolah yang belum pernah menerapkannya, sehingga modal
kedua terkait dengan memperkenalkan dan mengembangkan model CTL terkait dengan
meningkatkan sikap nasionalisme siswa. Ketiga, pengambilan sekolah di Kota Madya Surakarta
sebagai tempat penelitian juga terkait dengan kondisi sekolah yang terdiri dari siswa yang
heterogen. Dengan kata lain di sekolah tersebut terdiri dari beberapa siswa yang berasal dari
berbagai daerah dan agama, sehingga dapat memberikan cermin yang berbeda terkait sikap
nasionalisme.
Mengingat sikap nasionalisme siswa tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pembelajaran di
kelas, tetapi diduga konsep diri juga berkontribusi terhadap sikap nasionalisme siswa, maka
dalam penelitian ini mengambil judul tentang “Pengaruh Model CTL Dalam Pembelajaran
Sejarah Terhadap Sikap Nasionalisme Ditinjau Dari Konsep Diri (Studi eksperimen pada Siswa
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kota Madya Surakarta)”.
PEMBAHASAN
Data hasil penelitian secara garis besar dapat dijabarkan masing-masing sel antarkolom
dan antarbaris yang terdiri : (1) Data sikap nasionalisme siswa yang diajarkan dengan model
pembelajaran konvensional secara keseluruhan (A1), (2) Data sikap nasionalisme siswa yang
diajarkan dengan model Contextual Teaching and Learning (CTL) secara keseluruhan (A2), (3)
Data sikap nasionalisme siswa yang memiliki konsep diri rendah secara keseluruhan (B1), (4)
![Page 27: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/27.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Data sikap nasionalisme siswa yang memiliki konsep diri tinggi secara keseluruhan (B2), (5)
Data sikap nasionalisme siswa yang diterapkan berupa model pembelajaran konvensional dengan
konsep diri rendah (A1B1), (6) Data sikap nasionalisme siswa yang diterapkan berupa model
pembelajaran konvensional dengan konsep diri tinggi (A1B2), (7) Data sikap nasionalisme siswa
yang diterapkan berupa model CTL dengan konsep diri rendah (A2B1), (8) Data sikap
nasionalisme siswa yang diterapkan berupa model CTL dengan konsep diri tinggi (A2B2). Untuk
lebeih jelasnya deskripsi data ini dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel 1. Diskripsi Data Masing-Masing Sel Antarkolom dan Antarbaris
Data N Skor
Tertinggi
Skor
Terendah Range Mean Median Modus
Standar
Deviasi
A1 30 189 102 87 134,03 137,5 137,5 21,41
A2 30 196 141 55 170,83 172,17 164,17 17,75
B1 29 180 102 78 134,03 139,44 137,17 21,93
B2 31 196 143 53 169,65 171 167,25 18,51
A1B1 17 151 102 49 119,24 132,33 124,75 13,89
A1B2 13 189 143 46 153,38 117,5 172 11,61
A2B1 12 180 141 39 155 140,5 167,5 11,21
A2B2 18 196 153 43 181,39 188,5 173,33 12,70
Sumber : Data Primer
Kemudian terkait dengan prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas, dapat dijelas
sebagai berikut.
Tabel 2. Uji Normalitas
Data N Kolmogrov
Smirov
Signifikansi
Kenormalan α Simpulan
A1 30 0,707 0,700 0,05 Normal
A2 30 0,730 0,661 0,05 Normal
B1 29 0,585 0,884 0,05 Normal
B2 31 1,138 0,150 0,05 Normal
![Page 28: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/28.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
A1B1 17 0,650 0,791 0,05 Normal
A1B2 13 1,085 0,190 0,05 Normal
A2B1 12 0,534 0,938 0,05 Normal
A2B2 18 0,843 0,476 0,05 Normal
Sumber : Data Primer
Sedangkan untuk uji Homogenitas, dapat diuraikan pada tabel berikut.
Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor Sikap Nasionalisme Siswa Keempat Kelompok
Perlakuan
Levene's Test of Equality of Error Variances
Dependent Variable: Sikap Nasionalisme
F df1 df2 Sig
.984 3 56 .407
Tests the null hypothesis that the error variance of
the dependent variable is equal across groups.
a. Design: MP+KD+MP * KD
Sumber : Data Primer
Dari Tabel dapat dijelaskan bahwa Hasil perhitungan Levene test of homogeneity of
varience menghasilkan nilai statistik F sebesar 0,984 dan nilai signifikansi sebesar 0,407. Hal ini
berarti nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, sehingga tidak dapat menolak hipotesis nol yang
menyatakan variansi populasi sama.
Kemudian setelah dilakukan uji Normalitas dan homogenitas dilakukan, maka analisis
dilanjutkan dengan uji hipotesis terkait dengan menyelidiki dua pengaruh utama dan satu
pengaruh interaksi. Secara keseluruhan sudah terangkum dalam tabel hasil ANAVA yang
disajikan pada tabel berikut.
![Page 29: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/29.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4. Test of Between-Subjects Effects Dependent Variable : Sikap Nasionalisme
Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig
Model 1428073.58 4 357018.397 2264.623 .000
MP 14806.386 1 14806.836 93.922 .000
KD 13344.506 1 13344.506 84.646 .000
MP*KD 219.288 1 219.288 1.391 .243
Error 8828.414 56 157.650
Total 1436902.000 60
a. R Squaered = .994 (Adjusted R Squared = .993)
a. Hipotesis Pertama :
Terdapat Perbedaan yang positif dan signifikan antara penggunaan Model CTL dan
model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran sejarah terhadap sikap nasionalisme
pada siswa SMP Negeri di Kota Madya Surakarta. Dari Tabel ANAVA di atas diperoleh
harga Fhitung = 93,922 > Ftabel (α = 0,05) = 4,00. Hal ini berarti hipotesis statistic (H0) pertama
ditolak dan H1 diterima, sehingga terdapat perbedaan rata-rata antara model CTL dengan
konvensional. Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap nasionalisme yang diajar dengan model
CTL lebih baik dari pada dengan model pembelajaran konvensional.
b. Hipotesis Kedua :
Terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara siswa SMP Negeri di Kota Madya
Surakarta yang memiliki konsep diri tinggi dan rendah terhadap sikap nasionalisme. Dari
Tabel ANAVA di atas diperoleh harga Fhitung = 84,646 > Ftabel (α = 0,05) = 4,00. Hal ini
berarti hipotesis statistik (H0) pertama ditolak dan H1 diterima, sehingga terdapat perbedaan
rata-rata sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki konsep diri tinggi dengan siswa yang
memiliki konsep diri rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap nasionalisme yang dimiliki
oleh siswa dengan konsep diri tinggi lebih baik dari pada siswa dengan konsep diri rendah.
![Page 30: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/30.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Hipotesis Ketiga :
Terdapat interaksi yang positif dan signifikan antara Model CTL dengan konsep diri
terhadap sikap nasionalisme dalam pembelajaran sejarah pada siswa SMP Negeri di Kota
Madya Surakarta. Dari Tabel ANAVA di atas diperoleh harga Fhitung = 1,391 < Ftabel (α =
0,05) = 4,00. Hal ini berarti hipotesis statistik (H0) diterima dan H1 di tolak. Dengan kata lain
bahwa tidak terdapat interaksi antara penggunaan model CTL dan konsep diri terhadap sikap
nasionalisme.
Dari kesimpulan di atas terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antarkolom,
yaitu bahwa sikap nasionalisme yang diajarkan dengan model CTL maupun pembelajaran
dengan model pembelajaran konvensional, begitu pula terkait dengan konsep diri yang dimiliki
siswa. Karena tidak ada interaksi, maka tidak perlu dilakukan uji lanjut dengan menggunakan
uji Scheffe.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara model CTL (Contextual
Teaching and Learning) dan Konvensional terhadap sikap nasionalisme siswa Sekolah
Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta, dimana penggunaan model CTL
memperoleh sikap nasionalisme yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan
model konvensional.
2. Konsep diri dapat mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap sikap
nasionalisme siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta,
dimana siswa yang termasuk ke dalam konsep diri tinggi tentunya memiliki skor sikap
nasionalisme yang tinggi, sedangkan siswa yang termasuk ke dalam konsep diri rendah
memiliki sikap nasionalisme yang rendah pula.
3. Interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri tidak mempengaruhi sikap
nasionalisme siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta.
![Page 31: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/31.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. 2001. Nasionalisme dan Sejarah. Bandung : CV. Satya Historika.
Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Refika Aditama.
Aman. 2011. Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta : Penerbit Ombak.
Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka
Cipta.
Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, & Ernest R. Hilgard. 1999. Pengantar Psikologi I, Edisi
Kedelapan, Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, Edward E. Smith, & Daryl J. Bem. 1987. Pengatar
Psikologi, Edisi Kesebelas, Jilid 2. Batam : Interaksara.
Budiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta : UNS Press.
Calhoun, James F. & Joan Ross Acocella. 1990. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan
Kemanusiaan, edisi Ketiga. Semarang : IKIP Semarang Press.
Danim, Sudarwan. 2007. Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi ke Lembaga
Akademik. Jakarta: Bumi Aksara.
Elson, R.E. 2008. The Idea Of Indonesia, Sejarah Pemikiran dan Gagasan (terjemahan Zia
Anshor). Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta.
Gagne, N.L & David C. Berliner. 1984. Educational Psychology. Boston : Dallas Genewa, ILL,
Hopewell. N.J.
Gandhi, I Made. 1995. “Pengalaman Sebagai Guru Sejarah” dalam Sutjiatiningsih, Sri. 1995.
Pengajaran Sejarah, Kumpulan Makalah Simposium. Jakarta : Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Jenderal Sejarah dan Nilai
Tradisional.
Grosby, Steven. 2011. Sejarah Nasionalisme, Asal Usul Bangsa dan Tanah Air (terjemahan
Teguh Wahyu). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hamalik, Oemar. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Hanafiah, Nanang. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Refika Aditama.
![Page 32: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/32.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hidayatullah, M. Furqon. 2009. Guru Sejati Membangun Insan Berkarakter Kuat & Cerdas.
Surakartta : Yuma Pustaka.
Hilg, C.P. 1956. Saran- Saran Tentang Mengadjarkan Sedjarah. Djakarta : Perpustakaan
Perguruan Kementerian P.P. dan K.
Issac, Stephen. 1984. Handbook In Reseach and Evaluation Second Edition. San Diego
California: EdITS Publisher.
Jumadi. 2002. Hubungan antara Konsep Diri dan Minat Belajar Sejarah dengan Pemahaman
Sejarah Indonesia dan umum pada siswa SMU Negeri di Boyolali. Jakarta : Program
Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta.
Junanto, Subar. 2006. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dan Gaya Belajar Siswa
Terhadap Pencapaian Kompentensi Mata Pelajaran Kewarganegaraan pada Siswa Kelas
VII SMP Negeri Rayon Timur, Kabupaten Sragen Tahun Ajaran 2005/2006.
Tesis.Surakarta : Program Studi Teknologi Pendidikan Program pascasarjana universitas
sebelas maret.
Kaelan. 2008. Pendidikan Pancasila.Yogyakarta : Paradigma.
Kartodirdjo, Sartono. 2005. Sejak Indische sampai Indonesia. Jakarta : Buku Kompas.
Kochhar, S.K. 2008. Pembelajaran Sejarah (Teaching of History). Jakarta : PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Kunandar. 2010. Guru Profesional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta : Rajawali Pers.
Mardapi, Djemari. 2008. Tehnik Penyusunan Instrumen Tes dan Non Tes. Jogyakarta : Mitra
Cendikia.
Margi, I Ketut. 2009. “Dari Etnosentrisme menuju Protonasionalisme : Upaya mengembangkan
Sikap Anti Diskriminasi Etnis Pada Masyarakat Multikulutral Melalui Pendidikan Di
Sekolah/Perguruan Tinggi” dalam Jurnal Sejarah Candra Sangkala. 2009. Singaraja :
Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Ganesha.
Mas’oed, Mohtar. 1998. “Nasionalisme dan Tantangan Global Masa Kini” dalam Ichlasulamal &
Armaidy Armawai. 1998. Regionalisme, Nasionalisme, dan Ketahanan Nasional.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Nodia, Ghia. 1998. “Nasionalisme dan Demokrasi” dalam Diamond, Larry & Marc F. Plattner
(ed). Nasionalisme, Konflik Etnik dan Demokrasi. Bandung : ITB Bandung.
133
![Page 33: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/33.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Nurhadi, Burhan Yasin & Agus Gerrard Senduk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan
Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press.
Rakhmat, Jalaluddin. 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Ricklefs, M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenanda Media Group.
.2008. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Jakarta : Kencana.
Sa’ud, Udin Syaefudin. 2011. Inovasi Pendidikan. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D. Bandung:Alfabeta.
Suparno, A. Suhaenah. 1995. “Pengajaran Sejarah Sebagai Sarana Memperkuat Jati Diri dan
Integrasi Bangsa : Sudut Pandang Ilmu Pendidikan” dalam Sutjiatiningsih, Sri. 1995.
Pengajaran Sejarah, Kumpulan Makalah Simposium. Jakarta : Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Jenderal Sejarah dan Nilai
Tradisional.
Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta :
Prestasi Pustaka Publisher.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Wahjosumidjo. 2007. Kepemimpinan Kepala Sekolah; Tinjauan Teoritik dan Prmasalahannya.
Jakarta: Grasindo.
Widarta. 2009. Hubungan Antara Sikap Nasionalisme dan Tingkat Pemahaman Tentang
Masyarakat Multikultural dengan Wawasan Jati Diri Bangsa, Siswa SMA Negeri di
Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul. Surakarta : Program Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret.
Widja, I Gde. 1989. Dasar- dasar Pengembangan Strategi Serta Metode Pengajaran Sejarah.
Jakarta : Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan.
. 2002. Menuju Wajah Baru Pendidikan Sejarah. Yogyakarta : Lappera Pustaka
Utama.
![Page 34: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/34.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Wijatno, Serian. 2009. Pengelolaan Perguruan Tinggi Secara Efesien, Efektif, dan Ekonomi
untuk Meningkatkan Mutu Penyelenggaraan Pendidikan dan Mutu Lulusan. Jakarta :
Salemba Empat.
![Page 35: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/35.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara masalah pendidikan secara tidak sadar merupakan usaha
investasi sumber daya manusia (human investment) jangka panjang yang
mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia
(Kunandar, 2010 : v; Arifin, 2009 : 39). Pendidikan dapat dikatakan sebagai ujung
tombak pembangunan bangsa dan negara hampir semua negara di belahan dunia.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hamalik (2010 : 1) bahwa “pendidikan merupakan
bagian integral dalam pembangunan. Proses pendidikan tak dapat dipisahkan dari
proses pembangunan itu sendiri”. Pendidikan berusaha memperbaiki kualitas
sumber daya manusia untuk dipersiapkan mengisi pembangunan yang semakin
lama semakin berkembang. Selain itu, Wijatno (2009 : xv) menegaskan bahwa
pada dasarnya tujuan dari pendidikan itu adalah untuk membentuk “bangsa yang
ideal”. Lebih lanjut Wijatno (2009 : xv) menjelaskan bahwa :
Bangsa yang ideal adalah bangsa yang cerdas dan berbudi luhur, yang dapat
mengatasi setiap keadaan dan memberi kontribusi secara riil pada
peningkatan kesejahteraan masyarakatnya dan pembangunan nasionalnya
melalui hakikat pendidikan nasional yang berorientasikan nilai-nilai luhur
kemanusiaan atas permasalahan sumber daya manusia di era globalisasi.
Pembentukan bangsa yang ideal inilah yang kemudian menjadi titik tolak,
sehingga memacu bangsa Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang selalu
menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama. Hal ini terlihat
1
![Page 36: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/36.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
dalam pembukaan UUD 1945 yang mengamanatkan “… mencerdaskan kehidupan
bangsa …”. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal
31 (1) juga menyebutkan bahwa “setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan”, dan (3) menegaskan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
yang diatur dengan undang-undang”.
Kemudian dipertegas lagi dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 yang mnyebutkan bahwa :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab” (Rifai, 2011 : 48).
Dengan dasar itulah, di Indonesia telah melakukan berbagai perbaikan dan
perubahan dalam sistem pendidikan untuk meningkatkan sumber daya manusia.
Salah satunya adalah terkait dengan perubahan kurikulum yakni dari kurikulum
1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984 berbasis materi (content-based
curriculum), kurikulum 1994 berbasis pencapaian tujuan (Objective-based
curriculum), kemudian disempurnakan menjadi kurikulum 1999, dan kurikulum
2004 berbasis kompetensi (Competency-based Curriculum).
Perubahan kurikulum dalam pendidikan merupakan satu hal yang sangat
penting, karena proses pendidikan menyangkut proses “sosialisasi dan
enkulturasi” (Widja, 1989 : 8). Artinya dalam sebuah pendidikan akan terjadi
![Page 37: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/37.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
proses pewarisan dan penurunan nilai-nilai sosial kultural pada individu-individu
sebagai anggota suatu kelompok. Dengan kata lain, nilai-nilai yang berkembang
pada generasi terdahulu perlu diwariskan pada generasi masa kini, bukan saja
untuk pengintegrasian individu ke dalam kelompok, tetapi juga sebagai bekal
kekuatan untuk menghadapi masa kini dan masa yang akan datang.
Proses sosialisasi dan enkulturasi yang merupakan usaha perubahan untuk
memanusiakan manusia dalam perkembangannya belum menunjukkan sesuatu
yang membanggakan bagi seorang pendidik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
permasalahan baru yang muncul terkait terpecahnya persatuan dan kesatuan
bangsa, akibat memudarnya semangat nasionalisme yang dulu menjadi jargon
utama dalam mempersatukan Negara Indonesia. Gellner yang dikaji Widja (2002 :
96) mengungkapkan bahwa “nationalism … does not have any very deep roots is
the human psyche”, yang berarti memang nasionalisme sebagai satu kekuatan
membangun bangsa telah mulai pudar peranannya. Kebanggaan terhadap tanah
kelahiran dan tumpah darahnya sudah tidak kelihatan lagi. Keadaan ini dapat
dilihat dari beberapa kasus yang masih hangat diperbincangkan seperti Gerakan
Aceh Merdeka (GAM), Organisasi Papua Merdeka (OPM), dan Timor-Timur
(Elson, 2009 : 399-404). Selain itu, kurangnya apresiasi generasi muda pada
kebudayaan asli bangsa Indonesia, pola dan gaya hidup remaja yang lebih
kebarat-baratan.
Permasalahan yang terjadi di Indonesia terkait dengan krisis nasionalisme
(identitas kebangsaan), sejatinya perlu dilakukan perubahan-perubahan untuk
menata kembali seperti apa yang didapat dari Kemerdekaan tanggal 17 Agustus
![Page 38: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/38.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
1945. Semangat nasionalisme dibutuhkan untuk tetap eksisnya bangsa dan negara
Indonesia. Nasionalisme yang tinggi dari warga negara akan mendorong jiwa rela
berkorban untuk bangsa dan negara, sehingga akan berbuat yang terbaik untuk
bangsa dan negara. Kaelan (2008: 12) menegaskan bahwa dalam hidup berbangsa
dan bernegara dewasa ini terutama dalam masa reformasi, bangsa Indonesia harus
memiliki visi serta pandangan hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing di
tengah-tengah masyarakat internasional. Pernyataan ini dapat diartikan bahwa
bangsa ini harus memiliki semangat nasionalisme yang kuat yang berasal sejarah
bangsa.
Terkait dengan permasalahan itu secara umum sekolah harus kembali
berfungsi sebagai agen perubahan. Danim (2007 : 1) mengatakan bahwa sekolah
mengemban tiga pilar fungsi, yakni; fungsi reproduksi, fungsi penyadaran, dan
fungsi mediasi secara simultan. Fungsi-fungsi sekolah itu diwadahi melaui proses
pendidikan dan pembelajaran sebagai inti bisnisnya. Pada proses pendidikan dan
pembelajaran itulah terjadi aktivitas kemanusiaan dan pemanusiaan sejati. Fungsi
reproduksi atau disebut juga fungsi progresif merujuk pada eksistensi sekolah
sebagai pembaharu atau pengubah kondisi masyarakat kekinian ke sosok yang
lebih maju. Fungsi penyadaran, atau disebut juga fungsi konservatif bermakna
bahwa sekolah bertanggung jawab untuk mempertahankan nilai-nilai budaya
masyarakat dan membentuk kesejatian diri sebagai manusia. Pendidikan sebagai
instrumen penyadaran, bermakna bahwa sekolah berfungsi membangun kesadaran
untuk tetap berada pada tataran sopan santun, beradab, dan bermoral. Kedua
fungsi itu akan menjadi lebih lengkap apabila pendidikan juga melakukan fungsi
![Page 39: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/39.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
mediasi, yaitu menjembati fungsi konservatif dan fungsi progresif. Hal ini
menyangkut kehadiran institusi pendidikan, dalam hal ini sekolah sebagai wahana
sosialisasi, pembawa bendera moralitas, wahana proses kemanusiaan, serta
pembinaan idealisme sebagai manusia terpelajar (Danim, 2007: 1-4).
Selain berbagai fungsi sekolah di atas, dalam konteks kekinian sekolah
juga memiliki fungsi sebagai wawasan wiyatamandala. Secara semantik wawasan
wiyatamandala terdiri dari tiga buah kata, yaitu; wawasan, wiyata, dan mandala.
Wawasan berarti pandangan, tinjauan, atau konsepsi cara pandang terhadap
sesuatu, sedang kata wiyata berarti pendidikan, dan mandala dapat diartikan
lingkungan. Dengan demikian secara konsepsional, wawasan wiyatamandala
mempunyai makna sebagai suatu paham, pandangan, atau tinjauan yang
menempatkan sekolah sebagai suatu lingkungan pendidikan, dalam artian tempat
dilaksanakannya proses belajar-mengajar, proses pembudayaan manusia yang
bebas dari pengaruh yang bersifat buruk, baik dari lingkungan sekolah maupun
luar sekolah (Wahjosumidjo, 1999: 176).
Kemudian secara khusus dalam perubahan itu sekolah harus bisa
menempatkan beberapa mata pelajaran pada posisi sebagai agen perubahan, salah
satunya adalah mata pelajaran sejarah. Hal ini terkait dengan peran pengajaran
sejarah sangat penting dalam pembentukan sikap nasionalisme. Banyak kalangan
sering tidak menyadari, bahkan melupakan fungsi dari pengajaran sejarah.
Pengajaran sejarah pada dasarnya berfungsi bagi terbinanya identitas nasional
yang merupakan salah satu modal utama dalam membangun bangsa di masa kini
maupun yang akan datang (Widja, 1989 : 7). Sebagaimana dikemukakan Gandhi
![Page 40: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/40.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
(1995: 49) bahwa pengajaran sejarah menitik beratkan usahanya untuk
mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, mempertebal semangat
kebangsaan dan cinta tanar air, sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila yang
harus dimiliki oleh setiap warga negara Republik Indonesia.
Sejauh ini, pembelajaran sejarah masih sebagai perangkat fakta-fakta yang
harus dihafal, dan kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber belajar.
Suparno (1995: 8) menegaskan bahwa persepsi siswa terhadap pengajaran sejarah
di satu pihak ada yang menyampaikan mengasyikkan, tetapi ada juga yang
mengatakan pelajaran yang membosankan karena dipenuhi dengan fakta- fakta,
tahun-tahun kejadian, dan nama-nama pelaku di tempat kejadian. Di lain pihak
dikeluhkan pula bahwa pelajaran sejarah tidak menjadi bagian dari salah satu mata
pelajaran yang di ujian nasionalkan.
Dengan demikian, anggapan terkait dengan mata pelajaran sejarah yang
kurang bermanfaat berawal dari kurang menarik dan kurang bervariasinya model
dan media yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran sejarah. Proses
pembelajaran yang berlangsung selama ini masih menggunakan metode yang
konvensional, harus segara ditinggalkan, karena gagal menghasilkan siswa yang
aktif, kreatif, dan inovatif. Pembelajaran bisa dikatakan berhasil apabila memberi
dampak dalam kehidupan siswa baik untuk jangka pendek maupun jangka
panjang. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Trianto (2007 : 1) bahwa
pendidikan yang ideal tidak saja berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi
semestinya sudah berorientasi jauh ke masa yang akan datang. Hal ini didasarkan
oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang,
![Page 41: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/41.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
sehingga seorang pendidik harus merubah pemikirannya terkait dengan tujuan dari
pembelajaran saat ini tidak hanya dipersiapkan untuk profesi yang ditekuninya,
tetapi juga untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.
Pembelajaran sejarah secara khusus disarankan tidak lagi terlalu
menekankan hafalan fakta serta afektif doktriner tetapi lebih sarat dengan latihan
berpikir “historis kritis analisis” (Widja, 2002 : 3). Dengan pendekatan baru ini
siswa dibiasakan untuk melihat atau menerima gambaran sejarah dengan logika
historis kritis (tidak pasif reseptif), sehingga siswa tidak harus selalu dituntun oleh
guru dalam memaknai berbagai peristiwa sejarah yang dipelajarinya.
Furqon Hidayatullah (2009 : 149) mengatakan bahawa fokus pembelajaran
hendaknya diarahkan untuk mengembangkan lebih lanjut apa yang dipelajari,
sehingga hasil yang diperoleh siswa dalam pembelajaran adalah “kail bukan
ikan”. Maksudnya adalah dalam pembelajaran, siswa harus berusaha mencari
pengetahuan sendiri, dan diharapkan mampu menghubungkan antara apa yang
mereka pelajari dengan kehidupan nyata. Oleh karena itu perlu adanya perubahan
model pembelajaran yang lebih bermakna sehingga dapat membekali peserta didik
dalam menghadapi permasalahan hidup yang dihadapi sekarang maupun yang
akan datang. Model pembelajaran yang sesuai dengan penjelasan di atas adalah
model CTL (Kunandar, 2010 : 293)
Model CTL merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak
akan belajar lebih baik jika lingkungan dicipatakan secara ilmiah, artinya belajar
akan lebih bermakna jika anak bekerja dan mengalami sendiri apa yang mereka
pelajari, bukan sekedar mengetahuinya. Dalam hal ini peserta didik perlu
![Page 42: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/42.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
mengetahui apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan
bagaimana pencapaiannya. Sehingga mereka menyadari bahwa apa yang mereka
pelajari akan berguna bagi kehidupannya kelak. Dengan demikian mereka akan
belajar lebih semangat dan penuh kesadaran.
Berangkat dari gambaran di atas, penerapan model CTL dalam
pembelajaran sejarah sangat menarik untuk diteliti di Kota Madya Surakarta. Hal
ini dikarenakan oleh : pertama, Kota Madya Surakarta khususnya, Jawa Tengah
umumnya merupakan bagian dari Negara Indonesia yang memiliki warisan budaya
yang beraneka ragam dari leluhurnya, mulai dari kerajaan Kalingga, Mataram
Hindu, Demak, Pajang, Mataram Islam, dan Kasunanan Surakarta, serta termasuk
warisan cerita sejarah terkait dengan perjuangan rakyat untuk mempertahankan
daerahnya dari penjajah menuju Kemerdekaan Republik Indonesia. Kebudayaan
inilah secara garis besar dapat dijadikan sebagai modal utama dalam pengembangan
model CTL. Kedua, dalam observasi yang dilakukan, pengembangan model CTL
pada SMP Negeri di Kota Madya Surakarta masih jarang diterapakan, bahkan ada
beberapa sekolah yang belum pernah menerapkannya, sehingga modal kedua terkait
dengan memperkenalkan dan mengembangkan model CTL terkait dengan
meningkatkan sikap nasionalisme siswa. Ketiga, pengambilan sekolah di Kota
Madya Surakarta sebagai tempat penelitian juga terkait dengan kondisi sekolah
yang terdiri dari siswa yang heterogen. Dengan kata lain di sekolah tersebut terdiri
dari beberapa siswa yang berasal dari berbagai daerah dan agama, sehingga dapat
memberikan cermin yang berbeda terkait sikap nasionalisme.
![Page 43: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/43.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Mengingat sikap nasionalisme siswa tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
pembelajaran di kelas, tetapi diduga konsep diri juga berkontribusi terhadap sikap
nasionalisme siswa, maka dalam penelitian ini mengambil judul tentang “Pengaruh
Model CTL Dalam Pembelajaran Sejarah Terhadap Sikap Nasionalisme Ditinjau
Dari Konsep Diri (Studi eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Negeri di Kota Madya Surakarta)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, rumusan
masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat perbedaan pengaruh antara model CTL dengan
konvensional dalam pembelajaran sejarah terhadap sikap nasionalisme
siswa ?
2. Apakah terdapat perbedaan pengaruh sikap nasionalisme antara siswa
yang memiliki konsep diri tinggi dan rendah ?
3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri
terhadap sikap nasionalisme siswa ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Perbedaan pengaruh antara model CTL dengan konvensional dalam
pembelajaran sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa.
![Page 44: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/44.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
2. Perbedaan Pengaruh sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki
konsep diri tinggi dan rendah.
3. Interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri terhadap sikap
nasionalisme siswa.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat secara praktis maupun
secara teoritik, yaitu :
1. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Bagi sekolah, dalam penelitian ini dapat memberikan gambaran terkait
dengan model CTL dan konvensional serta dapat menumbuhkan
kembali sikap nasionalisme bagi siswa Sekolah Menengah Pertama
Negeri di Kota Madya Surakarta.
b. Bagi guru, dalam penelitian ini dapat menambah wawasan guru
terkait dengan pengembangan model CTL dalam mata pelajaran
sejarah khususnya dan mata pelajaran lain umumnya, sehingga dapat
memacu pencapaian tujuan yang tidak hanya terkait dengan kognitif
siswa, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor siswa.
c. Bagi siswa, dalam penelitian ini dapat memberikan suasana belajar
sejarah baru, lebih aktif, mandiri, dan tentunya dapat mengatasi
kejenuhan siswa dalam belajar sejarah. Selain itu siswa dapat belajar
![Page 45: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/45.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
sejarah terkait dengan pembentukan pribadinya sebagai manusia yang
hidup di keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Manfaat Teoritik
Manfaat teoritik yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Dapat dipakai sebagai bahan kajian lebih mendalam bagi penelitian-
penelitian lanjutan yang sifatnya lebih luas dan mendalam baik dari sisi
wilayah maupun substansi permasalahannya.
b. Dapat memperkaya kajian terkait dengan pendidikan sejarah, terutama
menyangkut model CTL dan konsep diri dalam pembelajaran sejarah
terhadap sikap nasionalisme.
![Page 46: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/46.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Hakikat Pembelajaran Sejarah
Secara umum istilah „pembelajaran‟ dan „sejarah‟ sudah lazim dikenal
oleh banyak pihak dalam berbagai kalangan. Istilah „pembelajaran‟ dapat
diartikan sebagai sebuah proses komunikasi dua arah yaitu terdiri dari proses
mengajar yang dilakukan oleh guru sebagai pendidik, dan belajar yang dilakukan
oleh peserta didik atau murid (Sagala, 2011: 61). Pendapat lain menyatakan
bahwa pembelajaran merupakan padanan dari instruction, yang artinya lebih luas
dari pengajaran (Sa‟ud, 2011: 124). Pembelajaran tidak hanya berlaku dalam
pendidikan melainkan dalam pelatihan atau upaya pembelajaran diri. Arifin
(2011: 10) menambahkan bahwa pembelajaran dalam arti sempit dapat diartikan
sebagai suatu proses atau cara yang dilakukan agar seseorang dapat melakukan
kegiatan belajar (suatu proses perubahan tingkah laku karena interaksi individu
dengan lingkungan dan pengalaman).
Kemudian istilah „sejarah‟ dapat diartikan sebagai warisan kebudayaan
umat manusia, atau memberikan ukuran latar belakang pengetahuan buat dapat
menghargai sastra, seni, dan cara hidup orang-orang lain (Hilg, 1956: 10). Lebih
lanjut, Widja (2002: 21) menambahkan bahwa warisan sejarah yang dimaksudkan
tidak lain adalah warisan nilai-nilai sosial budaya suatu kelompok masyarakat
yang merupakan akar dari mana mereka menemukan jati diri mereka. Sejarah
12
![Page 47: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/47.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
dapat memuaskan dengan cara yang unik nafsu ingin mengetahui seorang anak
tentang orang-orang lain, tentang kehidupan, tokoh-tokoh, perbuatan-perbuatan,
dan cita-citanya dan ia dapat membangun kekaguman dan gairah tentang seluruh
dunia umat di masa yang lalu dan dewasa ini. Di sisi lain, konsep dasar sejarah
dijelaskan dalam permendiknas No 22 Tahun 2006 yang dikutip oleh Aman
(2011: 13) tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menegah
bahwa Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-
usul dan perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau berdasarkan
metode dan metodologi tertentu.
Dari penjelasan di atas dapat dikaitkan bahwa pembelajaran sejarah adalah
suatu proses komunikasi dua arah terkait dengan kegiatan belajar-mengajar yang
dilakukan guru dan siswa untuk mencapai jati diri bangsa yang ditelaah lewat
peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau. Hal ini ditekankan kembali oleh
Aman (2011: 66) bahwa pembelajaran sejarah sebagai sub-sistem dari sistem
kegiatan pendidikan, merupakan sarana efektif untuk meningkatkan integritas dan
kepribadian bangsa melalui proses belajar mengajar. Pembelajaran sejarah
merupakan usaha pembanding dalam kegiatan belajar, yang menunjuk pada
pengaturan dan pengorganisasian lingkungan belajar mengajar sehingga
mendorong serta menumbuhkan motivasi perserta didik untuk belajar dan
mengembangkan diri. Sejalan dengan itu tugas pokok sejarah dalam pembelajaran
adalah melatih kemampuan mental seperti berpikir kritis, dan menyimpan ingatan
dan imajinasi, sekaligus mempercepat dan memperdalam pemahaman,
memberikan wawasan tentang cara kerja kekuatan sosial, ekonomi, politik dan
![Page 48: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/48.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
teknologi. Sehingga apabila dihubungkan dengan pengembangan kurikulum
selama ini, pembelajaran sejarah setidaknya memiliki tiga dimensi tujuan yakni :
meningkatkan kemampuan akademik (academic skill), memupuk kesadaran
sejarah (historical consciousness), dan menanamkan semangat nasionalisme
(nationalism) di kalangan peserta didik (Aman, 2011: vii).
Sesuai dengan penjelasan di atas Kochhar (2008: 27-37 ) menyampaikan
bahwa sasaran umum pembelajaran sejarah adalah sebagai berikut : (a)
mengembangkan pemahaman tentang diri sendiri, (b) memberikan gambaran yang
tepat tentang konsep waktu, ruang, dan masyarakat, (c) membuat masyarakat
mampu mengevaluasi nilai-nilai dan hasil yang telah dicapai oleh generasinya, (d)
mengajarkan toleransi, (e) menanamkan sikap intelektual, (f) memperluas
cakrawala intelektualitas, (g) mengajarkan prinsip-prinsip moral, (h) menanamkan
orientasi ke masa depan, (i) memberikan pelatihan mental, (j) melatih siswa
menangani isu-isu kontroversial, (k) membantu mencarikan jalan keluar bagi
berbagai masalah social dan perseorangan, (l) memperkokoh rasa nasionalisme,
(m) mengembangkan pemahaman internasional, dan (n) mengembangkan
keterampilan-keterampilan yang berguna.
Djoko Suryo yang dikutip oleh Aman (2011: 62) merumuskan beberapa
indikator terkait dengan pembelajaran sejarah, di antaranya sebagai berikut.
1. Pembelajaran sejarah memiliki tujuan, substansi, dan sasaran pada segi-segi
yang bersifat normatif.
2. Nilai dan makna sejarah diarahkan pada kepentingan tujuan pendidikan
daripada akademik atau ilmiah murni.
![Page 49: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/49.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
3. Aplikasi pembelajaran sejarah bersifat pragmatic, sehingga dimensi dan
substansi dipilih dan disesuaikan dengan tujuan, makna, dan nilai
pendidikan yang hendak dicapai yakni sesuai dengan tujuan pendidikan.
4. Pembelajaran sejarah secara normatif harus relevan dengan rumusan tujuan
pendidikan nasional.
5. Pembelajaran sejarah harus memuat unsure pokok : Instruction, Intellectual
training, dan pembelajaran moral bangsa dan civil society yang demokratis
dan bertanggung jawab pada masa depan bangsa.
6. Pembelajaran sejarah tidak hanya menyajikan pengetahuan fakta
pengalaman kolektif dari masa lampau, tetapi harus memberikan latihan
berpikir kritis dalam memetik makna dan nilai dari peristiwa sejarah yang
dipelajarinya.
7. Interprestasi sejarah merupakan latihan berpikir secara intelektual kepada
para peserta didik (learning process dan reasoning) dalam pembelajaran
sejarah.
8. Pembelajaran sejarah berorientasi pada humanistic dan versthen
(understanding), meaning historical consciousness bukan sekedar
pengetahuan kognitif dari pengetahuan (knowledge) dari bahan sejarah.
9. Nilai dan makna peristiwa kemanusian sebagai nilai-nilai universal di
samping nilai partikular.
10. Virtue, religiusitas, dan keluhuran kemanuasian universal, dan nilai-nilai
patriotism, nasionalisme, dan kewarganegaraan, serta nilai-nilai demokratis
yang berwawasan nasional, penting dalam penyajian pembelajaran sejarah.
![Page 50: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/50.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
11. Pembelajaran sejarah tidak saja mendasari pembentukan kecerdasan atau
intelektualitas, tetapi pembentukan martabat manusia yang tinggi.
12. Relevansi pembelajaran sejarah dengan orientasi pembangunan nasional
berwawasan kemanusian dan kebudayaan.
Berdasarkan catatan penjelasan arti, tujuan, dimensi, dan indikator dalam
pembelajaran sejarah secara umum mengandung beberapa nilai, di antaranya :
nilai keilmuan, nilai informatif, nilai pendidikan, nilai etika, nilai budaya, nilai
politik, nilai nasionalisme, nilai internasional, nilai kerja, dan nilai kependidikan
(Kochhar, 2008: 54-63). Sehingga terkait dengan pembelajaran sejarah, terutama
pembelajaran sejarah nasional mulai dari SD (Sekolah Dasar) sampai dengan
SMA (Sekolah Menengah Atas) dapat disimpulkan bahwa secara garis besar
berfungsi untuk menanamkan semangat berbangsa dan bertanah air atau dengan
kata lain adalah dalam rangka character building peserta didik (Aman, 2011: 2).
Pembelajaran sejarah harus mampu membangkitkan kesadaran empati (emphatic
awareness) di kalangan peserta didik, yakni sikap simpati dan toleransi terhadap
orang lain yang disertai dengan kemampuan mental dan sosial untuk
mengembangkan imajinasi dan sikap kreatif, inovatif, serta patisipatif.
2. Sikap Nasionalisme
a. Konsep Sikap
Menurut Calhoun, James F & Joan Ross Acocella (1990: 315)
menyatakan bahwa “suatu sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan
yang melekat tentang objek tertentu dan kencenderungan untuk bertindak
terhadap objek tersebut dengan cara tertentu”. Dalam hal ini dapat dikatakan
![Page 51: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/51.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
sikap merupakan perilaku yang berdasarkan pada keyakinan. Fishbein dan
Ajzen (dalam Mardapi, 2008: 105) mengatakan “sikap adalah suatu
predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif
terhadap suatu objek, situasi, konsep atau orang”. Selain itu konsep sikap juga
diartikan sebagai satu konsep sentral dalam psikologi sosial yang
menggabungkan fungsi afektif, emosi dan perasaan, ke dalam model manusia
sebagai pengolah informasi sosial (Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, &
Ernest R. Hilgard, 1999: 371).
Sikap dapat diartikan pula sebagai “cara seseorang melihat „sesuatu‟
secara mental (dari dalam diri) yang mengarah pada perilaku yang ditujukan
pada orang lain, ide, objek maupun kelompok tertentu” (Hutagalung, 2007).
Dengan kata lain sikap merupakan cerminan jiwa seseorang atau bisa pula
diartikan sebagai cara seseorang mengkomunikasikan perasaannya kepada
orang lain melalui perilaku. Lebih lanjut Hutagalung mengatakan bahwa “jika
perasaan seseorang terhadap „sesuatu‟ adalah positif maka akan terpancar pula
perilaku positif dari individu bersangkutan menyikapi „sesuatu‟ yang
dihadapinya itu, dan sebaliknya”.
Sikap mengandung tiga komponen yaitu : (1) komponen kognitif
(keyakinan), (2) Komponen emosi (perasaan), (3) komponen perilaku
(tindakan) (Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, & Ernest R. Hilgard,
1999: 371; Calhoun, James F & Joan Ross Acocella 1990: 315; Rakhmat,
2009: 100). Dengan komponen kognitif (keyakinan) dimaksudkan sikap
berhubungan dengan pengetahuan, di mana seseorang berpikir atau merespon
![Page 52: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/52.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
suatu stimulus, ide dan konsep tentang suatu obyek. Komponen emosi
(perasaan) dimaksudkan sikap berhubungan dengan emosional, di mana
seseorang bereaksi dengan menggunakan emosi dalam berinteraksi.
Sedangkan komponen perilaku (tindakan) berarti sikap merupakan
kencendrungan untuk bertingkah laku yakni melakukan sesuatu dengan
menggunakan kepercayaan dan perasaan.
Menurut Katz (yang dikutip Calhoun, James F & Joan Ross Acocella,
1990: 315) sikap mempunyai fungsi penting di antaranya : pertama, sikap
mempunyai fungsi organisasi, maksudnya adalah keyakinan yang terkadung
dalam sikap yang memungkinkan seseorang mengorganisasikan pengalaman
sosial dan membebankan pada perintah tertentu dan memberinya makna.
Kedua, sikap memberikan fungsi kegunaan, maksudnnya seseorang
menggunakan sikap untuk menegaskan sikap orang lain dan selanjutnya
memperoleh persetujuan sosial. Ketiga, sikap memberikan fungsi
perlindungan, dalah hal ini dimaksudkan yaitu sikap menjaga seseorang dari
ancaman terhadap harga dirinya.
Rita L. Atkinson, Richard C. Atkinson, Edward E. Smith, & Daryl J.
Bem (1987: 576-580) menyampaikan terkait dengan fungsi sikap yang terdiri
dari : fungsi instrumental, fungsi pengetahuan, fungsi nilai-ekspresif, fungsi
pertahanan ego, fungsi penyesuaian sosial. Fungsi-fungsi tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1) Fungsi instrumental dalam sikap dimaksudkan adalah sikap yang kita
pegang karena alasan praktis, di mana konsep ini semata-mata
![Page 53: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/53.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
mengekspresikan keadaan spesifik keinginan umum kita untuk
mendapatkan manfaat atau hadiah dan menghindari hukuman.
2) Fungsi pengetahuan dalam sikap dimaksudkan bahwa sikap yang
menbantu kita dalam memahami dunia, yang membawa keteraturan
bagi berbagai informasi yang harus diasimilasikan dalam kehidupan
sehari-hari, dengan kata lain fungsi ini berfungsi untuk mengorganisasi
dan mengolah berbagai informasi secara efesien.
3) Fungsi nilai-ekspresif dalam sikap dimaksudkan bahwa sikap
mengekspresikan nilai-nilai kita atau mencerminkan konsep diri kita.
Dalam hal ini sikap dapat memungkinkan memiliki sikap positif
karena masih memegang kuat nilai-nilai tentang keanekaragaman,
kebebasan, pribadi, toleransi, dan sikap juga memungkinkan memiliki
sikap negatif karena sangat memegang keyakinan relegius.
4) Fungsi pertahanan ego dalam sikap dimaksudkan bahwa sikap
melindungi kita dari kecemasan atau dari ancaman bagi harga diri.
Konsep pertahanan ego ini berasal dari teori psikoanalitik Freud, di
mana dapat diartikan sebagai proyeksi individu merepresi implus yang
tidak diterima dan kemudian mengekspresikan sikap bermusuhan
kepada orang lain yang dirasakan memiliki implus yang sama.
5) Fungsi penyesuaian sosial dalam sikap dimaksudkan bahwa sikap yang
membantu kita merasa menjadi bagian dari komunitas, dan pada
dasarnya sikap dapat berubah jika norma sosial berubah.
![Page 54: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/54.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap
merupakan sebuah cerminan positif maupun negatif yang ditampilkan
seseorang melalui perilaku terhadap orang lain, ide, objek maupun kelompok
tertentu, yang di dalamnya terkandung komponen kognitif, afektif dan
perilaku yang berfungsi dalam kehidupan seseorang.
b. Konsep Nasionalisme
Nasionalisme menurut Grosby (2011: 55) sering dihubungkan dengan
istilah „Ibu Pertiwi‟, „Fatherland‟, dan „tanah air‟. Lebih lanjut Grosby
menyatakan bahwa ketiga istilah tersebut merujuk pada “tanah asal” seseorang
yang ditemukan pada semua periode sejarah. Dalam hal ini ketiga istilah ini
diidentifikasi di suatu waktu tertentu dapat bertujuan sebagai “eksistensi
bangsa” atau bisa juga tidak. Grosby (2011: 56) mengatakan salah satu
komponen terpenting dalam nasionalisme adalah tanah. Tanah sangat
dibutuhkan untuk hidup, karena telah memberikan kehidupan baik itu dalam
bentuk tempat bermukim ataupun digunakan untuk menghasilkan sesuatu.
Tanah sudah merupakan bagian dari individu maupun komunitas yang dalam
perkembangannya akan diwariskan dari generasi sebelumnya ke generasi
selanjutnya. Maka dari itu tanah harus dipertahankan, dan istilah cinta tanah
air sudah dikenal sejak dahulu seperti istilah dengan sebutan “ „ezrach ha
„arets (penduduk asli tanah), „patris/patria‟ (fatherland), „watan‟-„mahabbat
al-watan‟ (cinta tanah air)”.
Istilah nasionalisme kembali muncul setelah berakhirnya Perang Dunia I
(1914-1918). Perang Dunia I membangkitkan kesadaran di kalangan bangsa-
![Page 55: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/55.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
bangsa terjajah. Ditambah lagi dengan terbentuk Perserikatan Bangsa-Bangsa
yang diprakarsai oleh Woodrow Wilson. Pernyataan Woodrow Wilson yang
terkenal sebagai “Hak Penentu Nasib Sendiri” yang berfungsi sebagai dasar
peta baru Eropa sehabis perang Dunia I, yang menimbulkan dampak
nasionalisme di daerah jajahan di mana-mana (Kartodirdjo, 2005: 5).
Di Indonesia, nasionalisme juga muncul semenjak masih dalam
pangkuan penjajahan. Menurut Sartono Kartodirdjo (2005: xi) awalnya
perjalanan nasionalisme Indonesia pada tahun 1922 terbentuknya
perkumpulan dari mahasiswa yang datang dari “tanah Hindia” di negeri
Belanda yang mengubah nama perkumpulannya menjadi Indonesische
Vereeniging. Penyebutan “Indonesia” ini juga merubah konsep yang ada
dalam organisasi itu yang sebelumnya merupakan perkumpulan social
kemahasiswaan (geografis dan antropologis) menjadi organisasi politik. Hal
ini ditambah lagi dengan berdirinya sebuah perkumpulan “di negeri sang
penguasa” (het land de overheersers) yang bernama „Perhimpoenan
Indonesia‟ (P.I.) pada tahun 1923. Kekuatan nasionalisme untuk
memperjuangkan kemerdekaan mulai diperdendangkan seperti : mengganti
nama majalah organisasi dari Hindia Poetera menjadi Indonesia Merdeka
dengan semboyan Indonesia Merdeka Sekarang. Perhimpoenan Indonesia ini
kemudian juga menghasilkan tiga hal yang sangat fundamental yaitu : (1)
Adanya sebuah bangsa yang bernama Indonesia; (2) Adanya sebuah negeri
yang bernama Indonesia; dan (3) Bangsa ini menuntut kemerdekaan bagi
negerinya (Kartodirdjo, 2005: xii). Peristiwa ini bisa digunakan sebagai
![Page 56: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/56.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
tonggak sejarah terkait dengan munculnya gerakan nasionalisme anti-
kolonialisme yang berasal dari negeri Belanda.
Istilah nasionalisme pada tanggal 4 Juli 1927 juga digunakan oleh
Sukarno dan Algemeene Studieclubnya untuk memprakarsai pembentukan
sebuah partai politik baru yaitu Perserikatan Nasional Indonesia (Ricklefs,
2005: 277). Partai ini kemudian diubah menjadi Partai Nasional Indonesia
pada bulan Mei 1928. Dalam hal ini partai ini dibentuk dengan tujuan yaitu
kemerdekaan dari Kepulauan Indonesia yang akan dicapai secara non
kooperatif dan dengan organisasi massa. Partai Nasionalisme Indonesia dapat
dikatakan sebagai partai pertama yang menyangkut bangsa Indonesia dengan
idelogi nasionalismenya di bidang politik.
Nasionalime anti-kolonial di Indonesia kembali muncul pada tanggal 28
Oktober 1928 yang serig dikenal dengan sebutan “Sumpah Pemuda”. Sumpah
Pemuda merupakan tonggak nasionalisme yang dilakukan oleh para pemuda
dari berbagai daerah di Indonesia. Di dalam „Sumpah Pemuda‟-nya, kongres
menyetujui tiga pengakuan : satu tanah air, Indonesia; satu bangsa, Indonesia;
dan satu bahasa, bahasa persatuan bahasa Indonesia (Ricklefs, 2005: 282).
Mengacu dari beberapa tonggak peristiwa di atas dapat digambarkan
bahwa nasionalisme merupakan suatu sikap mental dan tingkah laku individu
atau masyarakat yang merujuk pada loyalitas atau pengabdian terhadap bangsa
dan negara. Menurut Taufik Abdullah (2001: 47) nasionalisme adalah “sebuah
cita-cita yang memberi batas antara kita yang sebangsa dengan mereka yang
dari bangsa lain, antara negara kita dan negara mereka”. Dalam hal ini
![Page 57: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/57.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
dimaksudkan bahwa “nasionalisme lebih mengistimewakan hak kolektif yang
didasarkan pada ras, kebudayaan, atau identitas bersama” (Nodia, 1998: 11).
Pernyataan ini dipertegas lagi oleh Mohtar Mas‟oed (1998: 213) bahwa
nasionalisme itu penting, karena pada dasarnya nasionalisme : (1) Bisa
memberikan identitas yang lebih teguh dan lebih bermakna dari pada ikatan-
ikatan social; (2) Setting atau konteks kelembagaan nasionalis yang paling
dikenal oleh sebagian besar manusia.
Konsep nasionalisme dalam penelitian ini dapat dimunculkan dalam
Standar Kompetensi “Memahami Usaha Mempertahankan Kemerdekaan”
dengan Kompetensi Dasar “Mendeskripsikan usaha perjuangan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia”, sehingga diharapkan dapat
menambah atau merubah konsep nasionalisme siswa. Dan mengarah pada
pemaknaan kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara
kebangsaan. Dengan kata lain, dapat dijelaskan terdapat perasaan yang sangat
mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tumpah darahnya dengan
tradisi-tradisi setempat dan penguasa resmi di daerahnya selalu ada di
sepanjang sejarah dengan kekuatan atau kadar yang berbeda-beda. Dalam
konteks ke-Indonesia-an, nasionalisme dapat dimaknai sebagai suatu tekad
untuk hidup sebagai suatu bangsa di bawah suatu negara yang sama (Negara
Kesatuan Republik Indonesia), terlepas dari perbedaan etnis, ras, agama atau
golongan.
![Page 58: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/58.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
c. Sikap Nasionalisme
Dari konsep di atas maka dapat dikatakan bahwa sikap nasionalisme
adalah kesiapan suatu bangsa secara pontensial untuk merespon segala
fenomena yang ada di lingkungan berbangsa dan bernegara yang diilhami oleh
suatu semangat kebangsaan sehingga menumbuhkan rasa cinta dan bangga
terhadap apa yang dimiliki dan beritikad tinggi untuk mempertahankan dan
megembangkannya.
Dengan demikian dalam arti luas semua pernyataan mengenai sikap
dapat mencerminkan suatu keyakinan atau opini. Dalam hubungannya dengan
nasionalisme, terdapat tiga aspek yang menjadi tolak ukur dalam penelitian ini
antara lain : (1) pernyataan yang berisikan tentang pengetahuan yang
dihubungkan dengan nasionalisme; (2) pernyataan yang berisikan tentang
perasaan yang dihubungkan dengan nasionalisme; (3) pernyataan yang
berisikan tentang tindakan yang dihubungkan dengan nasionalisme.
Kesemuanya tersebut akan tercakup pada tiga dimensi yang menjadi acuan
dalam pebuatan test di antaranya terkait dengan sejarah perjuangan bangsa,
kesadaran nasional sebagai suatu bangsa, serta sikap nasionalisme inovatif dan
kreatif yang dimunculkan di era sekarang, dengan indikator di antaranya : (a)
memahami hak dan kewajiban, (b) rela berkorban, (c) tenggang rasa, (d) jujur,
(e) menghargai keputusan orang lain, (f) menghayati arti pentingnya
berbangsa dan bernegara, (g) memahami arti pentingya cinta tanah air, (h)
menguasai IPTEK, (i) mencintai produk dalam negeri, dan (j) upaya perbaikan
dan pengembangan.
![Page 59: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/59.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
3. Model Contextual Teaching and Learning (CTL)
Model CTL merupakan salah satu konsep pembelajaran baru yang tidak
lagi berpusat pada guru (teacher centered), tetapi lebih menitikberatkan pada
siswa (student centered). Pembelajaran ini memancing keterlibatan siswa untuk
dapat menemukan materi yang dipelajari dan dapat menghubungkannya dalam
kehidupannya yang nyata. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari
usaha siswa mengkontruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru ketika
siswa belajar (Sanjaya, 2006: 253). Maka dari itu, belajar dalam konteks model
CTL dapat dikatakan bahwa pengetahuan sebagai fakta yang bukan untuk dihafal.
Belajar yang sebenarnya adalah melalui sebuah proses berpengalaman, sehingga
tidak saja aspek kognitif saja yang diperoleh siswa, tetapi juga aspek afektif dan
psikomotor.
Menurut Nurhadi, dkk. (2004: 6), model CTL mengakui bahwa „belajar‟
merupakan sesuatu yang kompleks dan multidimensional yang jauh melampaui
berbagai metode yang hanya berorientasi pada latihan/rangsangan/tanggapan.
model CTL menganjurkan bahwa belajar hanya terjadi jika siswa memproses
informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan masuk akal
sesuai dengan kerangka berpikir yang dimiliki (ingatan, pengalaman). Materi
pelajaran akan tambah berarti jika siswa mempelajari materi pelajaran yang
disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan arti di dalam proses
pembelajarannya. Dengan demikian, pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan
menyenangkan. Jadi, jelas bahwa pemanfaatan model CTL akan menciptakan
![Page 60: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/60.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
ruangan kelas yang memungkinkan siswa akan menjadi peserta aktif, bukan hanya
pengamat yang pasif, dan bertanggungjawab terhadap belajarnya.
Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya,
bukan mengetahui. Pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi
terbukti berhasil dalam kompetensi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal
dalam membekali siswa memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang.
Sagala (2009: 87) menyatakan bahwa model CTL merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Berns, Robert G. and Patricia M. Erickson (2001: 2)
juga mengatakan hal yang sama, yaitu :
Contextual teaching and learning is defined as a conception of teaching
and learning that helps teachers relate subject matter content to real world
situations; and motivates students to make connections between knowledge
and its applications to their lives as family members, citizens, and workers
and engage in the hard work that learning require.
Model CTL juga dapat diartikan sebagai suatu strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya dalam
kehidupan mereka (Sanjaya, 2006: 255). Dalam hal ini ditambahkan oleh
Blanchard dalam Hudson, Charles & Dwan Holley Dennis yaitu :
“Contextual Teaching and Learning Strategies: (1) Emphasize
problemsolving (2) Recognize the need for teaching and learning to occur
in a variety of contexts such as home, community, and work sites (3) Teach
students to monitor and direct their own learning so they become self-
![Page 61: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/61.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
regulated learners (4) Anchor teaching in students‟ diverse life-contexts
(5) Encourage students to learn from each other and together and (6)
Employ authentic assessment”.
Menurut Hanafiah (2009: 67) model CTL merupakan suatu proses
pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam
memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan
konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama,
sosial, ekonomi, maupun kultural. Dengan demikian, peserta didik memperoleh
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari
suatu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya.
Berdasarkan konsep tersebut, ada tiga hal yang perlu dipahami. Pertama,
model CTL menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,
artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung.
Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan siswa hanya menerima
pembelajaran, akan tetapi mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, model CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan
antar materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Artinya, siswa
dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah
dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan mengkorelasikan
materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu
akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan
tertanam erat dalam memori siswa sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Ketiga, model CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan. Artinya, model CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat
![Page 62: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/62.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
memahami materi yang dipelajari, tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat
mewarnai prilaku dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks
model CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi
sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.
Sehubungan dengan hal di atas Sanjaya (2005: 110) menambahkan lima
karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan model CTL,
yaitu :
a. Dalam model CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge), artinya apa saja
yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah
dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh oleh siswa
adalah pengetahuan yang utuh memiliki keterkaitan satu sama lain.
b. model CTL adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah
pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan yang baru
diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan
mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan
untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara
meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang
diperolehnya, dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu
dikembangkan.
d. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya
![Page 63: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/63.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
harus diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan
prilaku siswa.
e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
perkembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik
untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
Kunandar (2010: 300) menambahkan bahwa model CTL menempatkan
siswa di dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa
dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor
kebutuhan individual siswa dan peranan guru. Oleh karena itu, model CTL harus
menekankan pada hal-hal sebagai berikut.
a. Pengajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Pengajaran berbasis masalah (problem-based learning) adalah suatu model
pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks
bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan
memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep
yang esensial dari materi pelajaran.
b. Pengajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pengajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja
mengembangkan interaksi yang saling mengasihi antarsesama siswa.
c. Pengajaran Berbasis Inkuiri (Inquiry Based Learning)
Pengajaran berbasis inkuiri merupakan pembelajaran yang mendorong siswa
untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-
konsep atau prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk melakukan
![Page 64: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/64.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
percobaan yang memungkinkan siswa untuk menemukan sendiri prinsip-
prinsip atau konsep-konsep.
d. Pengajaran Berbasis Proyek/tugas (Project Based Learning)
Pengajaran berbasis proyek/tugas merupakan strategi pembelajaran
komperhensif ketika lingkungan belajar siswa didesain agar siswa dapat
melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah authentik termasuk
pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas
bermakna lainnya. Model ini memperkenankan siswa untuk bekerja secara
mandiri dalam mengkonstruk (membentuk) pembelajarannya dan
mengkulminasikannya dalam produk nyata.
e. Pengajaran Autentik (Authentic Instruction)
Pengajaran autentik merupakan pengajaran yang memperkenalkan siswa
untuk mempelajari konteks bermakna. Ia mengembangkan keterampilan
berpikir dan pemecahan masalah yang penting di dalam konteks kehidupan
nyata.
f. Belajar Berbasis Kerja (Work Based Learning)
Belajar berbasis kerja merupakan pengajaran yang memerlukan suatu model
agar memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk
mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi
tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja. Jadi dalam hal ini, kerja atau
sejenisnya dan berbagai aktivitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk
kepentingan siswa.
![Page 65: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/65.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
g. Belajar Berbasis Jasa Layanan (Service Learning)
Belajar berbasis jasa layanan merupakan pengajaran yang memerlukan
penggunaan metodelogi pengajaran yang mengkombinasikan jasa layanan
masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa
layanan tersebut. Jadi, belajar berbasis jasa layanan menekankan antara
pengalamanjasa-layanan dan pembelajaran akademis. Dengan kata lain,
model ini menyajikan suatu penerapan praktis dari pengetahuan baru yang
diperlukan dan berbagai keterampilan untuk memenuhi kebutuhan di dalam
masyarakat melalui proyek/tugas terstruktur dan kegiatan lainnya.
Model CTL ini terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang
diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah nyata yang berasosiasi dengan
peranan dan tanggungjawab mereka sebagai bagian dari keluarga, bagian dari
masyarakat, siswa dan selaku pekerja. Selanjutnya dalam model CTL terdapat
empat prinsip yang melingkupinya yaitu, (a) kesalingbergantungan, (b) perbedaan,
(c) pengaturan diri, dan (d) penilaian autentik (Hanafiah, 2009: 70; Johnson,
2009: 85-86). Berikut akan diuraikan prinsip model CTL secara lebih terperinci.
a. Kesalingbergantungan
Prinsip ini membuat hubungan yang bermakna (making meaningfull connections)
antara proses pembelajaran dan konteks kehidupan nyata sehingga peserta didik
berkeyakinan bahwa belajar merupakan aspek yang esensial bagi kehidupan di
masa datang. Prinsip ini mengajak para pendidik mengenali keterkaitan mereka
dengan pendidik lainnya, peserta didik, stakeholder, dan lingkungannya.
Bekerjasama (collabrorating) akan dapat membantu peserta didik utuk belajar
![Page 66: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/66.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
secara efektif dalam kelompok, membantu peserta didik untuk berinteraksi dengan
orang lain, saling mengemukakan gagasan, saling mendengarkan untuk
menemukan persoalan, mengumpulkan data, mengolah data, dan menentukan
alternatif pemecahan masalah. Prinsip ini menyatukan juga berbagai pengalaman
dari masing-masing peserta didik untuk mencapai standar akademik yang tinggi
(reaching high standards) melalui pengidentifikasian tujuan dan memotivasi
peserta didik untuk mencapainya.
b. Perbedaan
Prinsip diferensiasi adalah mendorong peserta didik menghasilkan keberagaman,
perbedaan, dan keunikan. Terciptanya kemandirian dalam belajar (self-regulated
learning) yang dapat mengkonstruksi minat peserta didik untuk belajar mandiri
dalam konteks tim dengan mengkorelasikan bahan ajar dengan kehidupan nyata
dalam rangka mencapai tujuan penuh makna (meaningfulness). Terciptanya
berfikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking) di kalangan peserta didik
dalam rangka pengumpulan, analisis, dan sintesis data guna pemecahan masalah.
Terciptanya kemampuan peserta didik untuk mengidentifikasi potensi pribadi
dalam rangka menciptakan dan mengembangkan gaya belajar (style of learning)
yang paling sesuai sehingga dapat mengembangkan potensinya seoptimal
mungkin secara aktif, keratif, efektif, inovatif, dan menyenangkan sehingga
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
c. Pengaturan diri
Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa proses pembelajaran diatur,
dipertahankan, dan disadari oleh peserta didik sendiri dalam rangka
![Page 67: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/67.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
merealisasikan seluruh potensinya. Peserta didik secara sadar harus menerima
tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat
pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi,
dan kritis menilai bukti. Melalui interaksi antrasiswa akan diperoleh pengertian
baru, pandangan baru, sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi,
kemampuan mereka dalam bertahan dan menemukan sisi keterbatasan diri.
d. Penilaian autentik
Penggunaan penilaian autentik yaitu menantang peserta didik agar dapat
mengaplikasikan berbagai informasi akademis baru dan keterampilannya ke
dalam situasi kontekstual secara signifikan.
Keempat prinsip inilah yang dijadikan landasan berpikir peneliti untuk
melengkapi penelitian ini. Hal ini akan membantu peneliti dalam memahami
model CTL. Selanjutnya Nurhadi, dkk. (2004: 31) menyatakan bahwa ada tujuh
komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan model CTL di kelas.
Ketujuh komponen utama tersebut yaitu, konstruktivisme (Contructivisme),
bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning
Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian
sebenarnya (Authentic Assesment). Penerapan masing-masing komponen model
CTL dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Konstruktivisme (Contructivisme)
Menurut Sanjaya (2006: 264) konstruktivisme adalah proses membangun
atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman. Nurhadi, dkk. (2004: 33) menegaskan bahwa konstruktivisme
![Page 68: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/68.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
(Contructivisme) merupakan landasan berpikir (filosofi) model CTL, yaitu
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.
Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata.
Esensi dari teori kontrukstivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan
dan mentransformasi suatu informasi kompleks ke situasi lain dan apabila
dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar itu,
pembelajaran harus dikemas menjadi proses „mengkonstruksi‟ bukan
„menerima‟ pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun
sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan
mengajar.
Belajar lebih dari sekadar mengingat. Tugas pendidik tidak hanya
menuangkan atau menjejalkan sejumlah informasi ke dalam benak siswa, tetapi
mengusahakan bagaimana agar konsep-konsep penting dan sangat berguna
tertanam kuat dalam benak siswa.
Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum
objektivitas, yang lebih menekankan pada hasil belajar. Dalam pandangan
konstruktivisme, „startegi memperoleh‟ lebih diutamakan dibandingkan dengan
seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu,
tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan : (a) menjadikan
pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (b) memberi kesempatan siswa
![Page 69: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/69.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
menemukan dan menerapkan idenya sendiri, (c) menyadarkan siswa agar
menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
Mengenai implementasi konstruktivisme di kelas, Yager (dalam Nurhadi
dkk, 2003: 35; Kunandar, 2010: 307) mengemukakan prosedur konstruktivisme
sebagai berikut.
1) Carilah dan gunakanlah pertanyaan dan gagasan siswa untuk menuntun
pelajaran dan keseluruhan unit pengajaran.
2) Biarkan siswa mengemukakan gagasan-gagasan mereka dulu.
3) Kembangkan kepemimpinan, kerja sama, pencarian informasi, dan
aktivitas siswa sebagai hasil dari proses belajar.
4) Gunakan pemikiran, pengalaman, dan minat siswa untuk mengarahkan
proses pembelajaran.
5) Kembangkan penggunaan alternatif sumber informasi baik dalam bentuk
bahan tertulis maupun bahan-bahan para pakar.
6) Usahakan agar siswa mengemukakan sebab-sebab terjadinya sesuatu
peristiwa dan situasi serta doronglah siswa agar mereka memprediksi
sebab akibatnya.
7) Carilah gagasan-gagasan siswa sebelum guru menyajikan pendapatnya
atau sebelum siswa mempelajari gagasan-gagasannya yang ada dalam
buku teks atau sumber-sumber lainnya.
8) Buatlah siswa agar tertantang dengan konsepsi dan gagasan-gagasan
yang ada dalam buku teks atau sumber-sumber lainnya.
![Page 70: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/70.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
9) Buatlah agar siswa tertantang dengan konsepsi dan gagasan-gagasan
mereka sendiri.
10) Sediakan waktu cukup untuk berefleksi dan menganalisis, menghormati
dan menggunakan semua gagasan yang diketengahkan oleh seluruh
siswa.
11) Doronglah siswa untuk melakukan analisis sendiri, mengumpulkan bukti
nyata untuk mendukung gagasan-gagasan dan reformulasi gagasan
sesuai dengan pengetahuan baru yang dipelajarinya.
12) Gunakanlah masalah yang diidentifikasi oleh siswa sesuai minatnya dan
dampak yang ditimbulkannya.
13) Gunakanlah sumber-sumber lokal (manusia dan benda) sebagai sumber-
sumber informasi asli yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.
14) Libatkan siswa dalam mencari informasi yang dapat diterapkan dalam
memecahkan masalah-masalah yang ada dalam kehidupan nyata.
15) Perluas belajar seputar jam pelajaran, ruangan kelas, dan lingkungan
sekolah.
16) Pusatkan perhatian pada dampak sains pada setiap individu siswa.
17) Pandanglah konten sains itu sebagai sesuatu yang semata-mata ada untuk
dikuasai siswa melalui testing.
18) Tekankan kesadaran karier terutama yang berhubungan dengan sains.
Jadi, model CTL pada dasarnya mendorong agar siswa bisa
mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman.
Pengetahuan hanya akan fungsional manakala dibangun oleh individu.
![Page 71: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/71.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Pengetahuan yang diberikan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna.
Atas dasar itulah, maka penerapan asas konstruktivisme dalam pembelajaran
melalui model CTL didorong agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan
sendiri melalui pengalaman nyata.
b. Bertanya (Qustioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari kegiatan „bertanya‟.
Qestioning merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL.
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk
mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam
melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi,
mengkonfirmasikan apa yang diketahui, dan mengarahkan perhatian pada
aspek yang belum diketahui. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif,
kegiatan bertanya berguna untuk : (a) menggali informasi, baik administrasi
maupun akademis, (b) mengecek pemahaman siswa, (c) membangkitkan
respon kepada siswa, (d) mengetahui sejauhmana keingintahuan siswa, (e)
mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, (f) memfokuskan perhatian
siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru, (g) membangkitkan lebih banyak
lagi pertanyaan dari siswa, (h) menyegarkan kembali pengetahuan siswa
(Kunandar, 2010: 310).
Menurut Nurhadi, dkk. (2004: 45), bertanya adalah suatu strategi yang
digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis dan mengeksplorasi
![Page 72: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/72.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
gagasan-gagasan. Jenis konteks yang dapat digunakan guru untuk menerapkan
teknik bertanya dalam kelas adalah sebagai berikut.
1) Bertanya adalah suatu cara untuk „masuk dan terlibat‟ dalam sesuatu
hal. Bertanya adalah suatu alat yang digunakan oleh orang yang
bertanya untuk memulai dan mempertahankan interaksi dengan orang
lain.
2) Bertanya adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa
untuk mendapatkan informasi. Bertanya dapat dimotivasi oleh
kebutuhan untuk mendapatkan informasi tentang suatu maksud atau
oleh keingintahuan dan „kebutuhan untuk mengetahui‟.
3) Bertanya adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa
untuk mengklarifikasi atau meyakinkan informasi.
4) Bertanya adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa
untuk menganalisis dan mengeksplorasi gagasan.
Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja
dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati, dan lain
sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut akan menumbuhkan dorongan untuk
„bertanya‟ (Nurhadi, dkk., 2004: 46-47).
c. Menemukan (Inquiry)
Inkuiri merupakan proses pembelajaran yang didasarkan pada
penemuan dan pencarian melalui proses berpikir secara sistematis.
Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil
dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian, dalam proses perencanaan,
![Page 73: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/73.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
guru bukanlah memepersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan
tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan
sendiri materi yang harus dipahaminya (Sanjaya, 2006: 265).
Senada dengan hal tersebut, Nurhadi, dkk. (2004: 43-44) menyatakan
bahwa inkuiri pada dasarnya adalah suatu ide yang kompleks. Menemukan
merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL (Contextual
Teaching and Learning). Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari
menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang merujuk pada
kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkan. Siklus inkuiri meliputi:
(a) observasi (observation), (b) bertanya (questioning), (c) mengajukan
dugaan (hipothesis), (d) pengumpulan data (data gathering), (e) penyimpulan
(conclussion).
Langkah-langkah kegiatan menemukan (inquiry) yaitu di antaranya : (a)
merumuskan masalah, (b) mengamati atau melakukan observasi, (c)
menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,
tabel, dan karya lainnya, (d) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya
pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audiens yang lain.
d. Masyarakat belajar (Learning Community)
Leo Semenovich (dalan Sanjaya, 2006: 267), seorang psikolog Rusia
menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman anak ditopang banyak oleh
komunikasi dengan orang lain. Suatu permasalahan tidak mungkin dapat
dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Kerjasama
![Page 74: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/74.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
saling memberi dan menerima sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu
persoalan. Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam model
CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama
dengan orang lain. Nurhadi, dkk. (2004: 47) menambahkan bahwa hasil
belajar diperoleh dari sharing antara teman, antarkelompok, dan antara mereka
yang tahu ke mereka yang belum tahu.
Dalam kelas dengan pendekatan kontekstual, kegiatan pembelajaran
dilakukan dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi ke dalam
kelompok-kelompok yang heterogen. Konsep learning community
menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang
lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antara kelompok, dan
antara yang tahu ke yang belum tahu. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila
ada proses komunikasi dua arah. Model pembelajaran dengan konsep learning
community ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Prakteknya
dalam pembelajaran terwujud dalam : (a) pembentukan kelompok kecil, (b)
pembentukan kelompok besar, (c) mendatangkan „ahli‟ ke kelas (tokoh,
olahragawan, dokter, perawat, petani, dsb.), (d) bekerja dengan kelas
sederajat, (e) bekerja kelompok dengan kelas yang di atasnya, (f) bekerja
dengan masyarakat.
e. Pemodelan (Modeling)
Komponen selanjutnya adalah pemodelan. Nurhadi, dkk. (2004:49-50)
menyatakan dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan
tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara
![Page 75: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/75.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
mengoperasikan sesuatu, contoh karya tulis, dan sebagainya. Dengan
demikian, guru memberi model tentang bagaimana cara belajar. Dalam model
CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan
melibatkan siswa. Model juga dapat didatangkan dari luar.
Dalam bukunya, Sanjaya (2006: 267) menyatakan yang dimaksud
dengan pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu
sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Pemodelan merupakan asas
yang cukup penting dalam model CTL sebab melalui pemodelan siswa dapat
terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang dapat memungkinkan
terjadinya verbalisme.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi juga bagian penting dalam pembelajaran dengan model CTL.
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke
belakang, tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Pengetahuan
yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan yang dimiliki oleh siswa
diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit
demi sedikit. Dengan begitu, siswa merasa memeroleh sesuatu yang berguna
bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya (Nurhadi, dkk., 204: 51).
Hal senada juga diungkapkan Sanjaya (2006: 268) bahwa refleksi
merupakan proses menggali pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan
dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa
pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman
![Page 76: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/76.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
belajar itu akan dimasukkan ke dalam struktur kognitif siswa yang pada
akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.
Guru perlu melaksanakan refleksi pada akhir program pengajaran.
Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa
melakukan refleksi. Realisasinya berupa : (a) pernyataan langsung tentang
apa-apa yang diperolehnya hari itu, (b) catatan atau jurnal di buku siswa, (c)
kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu, (d) diskusi, (e) hasil
karya.
g. Penilaian sebenarnya (Authentic Assesment)
Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan oleh guru
pada saat ini biasanya ditekankan pada perkembangan aspek intelektual
sehingga alat evaluasi yang digunakan terbatas pada penggunaan tes. Dalam
model CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh
perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh
aspek.
Sanjaya (2006: 269) mendefinisikan penilaian nyata (authentic
assessment) adalah proses yang dilakukan oleh guru untuk mengumpulkan
informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan oleh siswa. Penilaian
ini dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilain ini
dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Maka dari iu, tekanannya diarahkan pada proses belajar, bukan pada hasil
belajar.
![Page 77: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/77.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Hal senanda juga diungkapkan oleh Nurhadi, dkk. (2004: 52-53)
bahwa assassment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan
belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa
mengalami proses pembelajaran dengan benar.
Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assasment)
bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang
benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar
mampu memelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada
diperolehnya sebanyak mungkin informasi pada akhir periode pembelajaran.
Assasment dalam hal ini menekankan proses pembelajaran, maka data
yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan oleh
siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari
proses, bukan semata-mata melalui hasil. Karakteristik authentic assasment di
antaranya : (a) dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran
berlangsung, (b) bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif, (c) yang
diukur keterampilan dan performasi, bukan mengingat fakta, (d)
berkesinambungan, (e) integrasi, dan (f) dapat digunakan sebagai umpan balik
(feed back).
Hal-hal yang digunakan sebagai dasar penilaian prestasi siswa adalah :
(a) proyek/kegiatan dan laporan, (b) PR, (c) kuis, (d) karya siswa, (e)
presentasi atau penampilan siswa, (f) demonstrasi, (g) laporan, (h) jurnal, (i)
hasil tes tulis, dan (j) karya tulis.
![Page 78: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/78.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Dalam penelitian ini, ketujuh komponen tersebut akan digunakan dalam
pembelajaran terkait dengan penggunaan model CTL. Keterkaitan ketujuh
komponen menurut Suyanto (2010: 11) sebagai berikut.
Gambar 2.1 Bagan keterkaitan antarkomponen model CTL
Sumber : Suyanto, 2010 : 11
Sehubungan dengan bagan di atas dapat dijelaskan bahwa antara
komponen yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan saling
mendukung dalam model CTL. Kemudian sebagai suatu pembelajaran, model
CTL tentunya memiliki beberapa keunggulan dan kelemahannya. Kelebihan dari
model CTL di antaranya yaitu :
a. menempatkan siswa sebagai subyek belajar artinya siswa berperan aktif
dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menentukan dan menggali
sendiri materi pelajaran.
b. Siswa belajar melalui kegiatan kelompok, seperti kerja kelompok,
berdiskusi saling menerima dan memberi.
Penilaian
Otentik
Refleksi
Pemodelan Komunitas
Belajar
Inkuiri
Bertanya
Konstruktivisme
CTL
![Page 79: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/79.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
c. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata.
d. Kemampuan didasarkan atas pengalaman.
e. Tujuan akhir dari proses pembelajaran adalah kepuasan diri.
f. Tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri.
g. Pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai
dengan pengalaman yang dialaminya, sehingga setiap siswa bisa terjadi
perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya.
h. Siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan mengembangkan
pembelajaran mereka masing-masing.
i. Pembelajaran bisa terjadi dimana saja dalam kontek dan setting yang
berbeda sesuai dengan kebutuhan.
j. Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek
perkembangan siswa, maka keberhasilan pembelajaran diukur dengan
berbagai cara, misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya siswa,
penampilan, rekaman, observasi, wawancara dan lain sebagainya.
Sedangkan kelemahan dari model CTL di antaranya yaitu :
a. Banyak menghabiskan waktu/ disiplin waktu.
b. Belajar dalam bentuk kelompok sering disalahgunakan oleh siswa atau
siswa membicarakan hal-hal diluar pelajaran.
c. Kesiapan guru sebagai fasilitator.
Berdasarkan uraian diatas maka model CTL saat ini dirasakan sangat cocok
diterapkan, karena pengetahuan yang didapat dari proses pembelajaran yang
![Page 80: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/80.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
selalu dikaitkan dengan sikap dan tingkah laku siswa sehari-hari. Proses model
CTL tentunya guru harus membuat desain (skenario) pembelajaran yang sekaligus
dapat digunakan sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya. Skenario yang
dimaksud adalah pengembangan dari setiap komponen model CTL dapat
dilakukan sebagai berikut :
a. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih
bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus
dimilikinya.
b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang
diajarkan.
c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-
pertanyaan.
d. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok
berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya.
e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi,
model, bahkan media yang sebenarnya.
f. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan.
g. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang
sebenarnya pada setiap siswa (Rusman, 2011: 199-200; Trianto, 2007:
106).
![Page 81: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/81.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Dengan melihat berbagai keunggulan dan karakteristik serta skenario
model CTL, maka dalam pembelajaran diharapkan siswa dapat mengembangkan
dirinya dengan mempelajari materi yang disajikan guru melalui kontek kehidupan
siswa dan mereka dapat menemukan arti di dalam proses pembelajaran, sehingga
menyenangkan bagi siswa. Selain itu siswa juga akan mendapatkan secara
langsung dari materi yang dipelajari, dan kemungkinan hasil belajar siswa
nantinya menjadi lebih baik, serta siap menghadapi persoalan-persoalan dalam
kehidupan nantinya.
Pembelajaran dengan menggunakan model CTL dalam mata pelajaran
sejarah yang akan dieksperimenkan, guru bertugas membantu siswa mencapai
tujuannya sesuai yang tercantum dalam kurikulum. Dengan kata lain, guru lebih
banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan
sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari
menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.
Langkah-langkah penerapan pembelajaran dengan model CTL di kelas
dalam mata pelajaran sejarah adalah sebagai berikut : (a) mengembangkan
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,
menemukan sendiri dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
barunya, (b) melaksanakan sejauh mungkin kegiatan kontekstual untuk semua
topik dalam pembelajaran sejarah, (c) mengembangkan sifat ingin tahu siswa
dengan bertanya tentang materi sejarah, (d) mengembangkan belajar kelompok
dengan diskusi kelompok, (e) menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran,
![Page 82: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/82.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
bisa guru atau teman sebaya, (f) melakukan refleksi diakhir pertemuan, (g)
melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara selama proses
pembelajaran berlangsung, karena keberhasilan pembelajaran tidak hanya
ditentukan oleh perkembangan kemampuan intlektual saja tetapi perkembangan
seluruh aspek (Syaiful, 2011: 92).
4. Model Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran konvensional merupakan suatu pembelajaran yang
secara umum masih bersifat teacher centered (berpusat pada guru) dalam proses
belajar mengajar di kelas. Pembelajaran konvensional identik dengan metode
ceramah yang merupakan sebuah bentuk interaksi belajar mengajar yang
dilakukan melalui penjelasan atau penuturan secara lisan oleh guru terhadap
sekelompok peserta didik. Pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah
ini kadang-kadang salah ditafsirkan oleh perserta didik. Hal ini disebabkan oleh
kurang pandainya penceramah memberikan informasi atau mungkin siswa yang
bukan pendengar yang baik. Karena itu dalam pembelajaran dengan metode
ceramah faktor yang terpenting adalah bahasa lisan yang berfungsi sebagai
penyambung lidah guru ke siswa-siswanya.
Gagne dan Berliner (1984: 456-457) mengatakan bahwa metode ceramah
sesuai digunakan apabila :
a. Tujuan pembelajaran berupa penyampaian informasi baru.
b. Isi dari aktivitas pembelajaran berupa kompetensi yang bersifat langka,
misalnya mengemukakan penemuan baru.
c. Mampu membangkitkan minat terhadap mata pelajaran.
![Page 83: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/83.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
d. Untuk mengantarkan penggunaan metode pengajaran yang lain dan
pengarahan penyelesaian tugas-tugas belajar.
Model pembelajaran konvensional juga sering dikenal dengan sebutan
pembelajaran tradisonal. Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung terpusat
pada guru, sehingga siswa menjadi pasif (Trianto, 2007: 1). Pembelajaran lebih
banyak belajar secara individu dengan menerima, mencatat dan menghafal materi
pelajaran yang tidak dikaitkan dengan kehidupan nyata, akan tetapi materi
pelajaran yang diberikan lebih bersifat teoritis dan abstrak. Pengetahuan yang
dimiliki oleh setiap individu dalam pembelajaran konvensional ini tentunya tidak
berkembang, karena kebenaran pengetahuan itu hanya bersumber dari seorang
guru. Guru mempunyai tanggungjawab penuh dalam memantau dan
mengembangkan pembelajaran karena guru penentu jalannya proses
pembelajaran.
Guru dalam pembelajaran konvensional menganggap belajar sebagai
aktivitas mengumpulkan atau menghafal fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk
informasi atau materi pelajaran. Proses pembelajaran cenderung hanya
mengantarkan siswa untuk mencapai tujuan yaitu mengejar target kurikulum,
sehingga model konvensional yang mendekati adalah dengan metode ceramah.
Hal ini sesuai dengan sifat dari model pembelajaran konvensional (ceramah),
yaitu: (1) tidak memberikan kesempatan untuk berdiskusi memecahkan masalah
sehingga proses penyerapan pengetahuannya kurang tajam, (2) kurang memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan keberanian
mengemukakan pendapatnya, (3) pertanyaan lisan dalam model ceramah kurang
![Page 84: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/84.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
dapat ditangkap oleh pendengarannya apalagi menggunakan kata-kata asing, (4)
metode ceramah kurang cocok dengan tingkah laku kemampuan anak yang masih
kecil (Syaiful, 2011: 202).
Akibatnya dalam pembelajaran ini siswa akan terbiasa menerima apa saja
yang diberikan oleh seorang guru tanpa berusaha menemukan sendiri konsep-
konsep yang akan dipelajari. Guru dalam hal ini akan bangga apabila peserta
didiknya mampu mengulang kembali materi yang sudah disampaikan oleh guru
secara benar. Selain itu, penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih
menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan,
sehingga belajar dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut untuk dapat
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes
terstandar. Oleh sebab itu, kegiatan belajar siswa kurang optimal, sebab terbatas
kepada mendengarkan uraian guru, mencatat, dan sekali-sekali bertanya kepada
guru (Syaiful, 2011: 78).
Dalam pembelajaran konvensional ini sebenarnya memiliki pola yang sama
dengan model-model pembelajaran lainya, di antaranya : membuat perencanaan,
pelaksanaan kegiatan dan sampai pada evaluasi dari pembelajaran. Namun, yang
membedakan disini adalah terkait dengan pengelolaan kelas guru berperan lebih
aktif, lebih banyak aktifitasnya dibandingkan siswanya, karena guru telah
mengelola dan mempersiapkan bahan ajar secara tuntas, sedangkan siswanya
berperan lebih pasif tanpa melakukan pengolahan bahan (Syaiful, 2011: 79).
Lebih lanjut, Syaiful menggariskan terkait langkah-langkah model
pembelajaran konvensional sebagai berikut : (1) persiapan (preparation) yaitu
![Page 85: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/85.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
guru menyiapkan bahan selengkapnya secara sistematik dan rapi, (2) pertautan
(aperception) bahan terdahulu yaitu guru memberikan uraian singkat untuk
mengarahkan perhatian siswa kepada materi yang telah diajarkan, (3) penyajian
(persentation) terhadap bahan baru, yaitu guru menyajikan dengan cara memberi
ceramah atau menyuruh siswa menbaca bahan yang telah dipersiapkan diambil
dari buku, teks tertentu yang ditulis oleh guru, (4) evaluasi (resitation) yaitu guru
bertanya dan siswa menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari, atau siswa
yang disuruh menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri pokok-pokok yang
telah dipelajari lisan dan tulisan.
5. Perbandingan Model CTL dengan Model Pembelajaran Konvensional
Secara garis besar perbedaan antara Model CTL dan model pembelajaran
konvensional menurut Sanjaya (2006: 261) dan disempurnakan oleh Nurhadi,dkk.
(2004: 35-36) dan Kunandar (2007: 318-319) dapat dilihat yaitu, pertama siswa
sebagai bagian pembelajaran dalam model CTL berperan aktif dalam setiap proses
pembelajaran, sehingga siswa dituntut untuk berpikir kritis dan terlibat penuh
dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, serta ikut
bertanggungjawab atas terjadinya pembelajaran dan membawa skema masing-
masing kedalam proses pembelajaran. Berbeda dengan pembelajaran dengan
model konvensional siswa hanya berperan pasif, di mana siswa hanya menerima
informasi yang disampaikan oleh guru. Siswa dalam model CTL dapat belajar dari
temannya melalui kegiatan kelompok, tetapi dalam model konvensional siswa
lebih banyak belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal
materi pelajaran.
![Page 86: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/86.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Kedua, pengembangan materi pembelajaran dengan menggunakan model
CTL dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil dan atau masalah yang
disimulasikan, sehingga perilaku yang dihasilkan dibangun atas kesadaran sendiri
dan pengembangan keterampilannya atas dasar pemahaman. Berbeda dengan
pengembangan model pembelajaran konvensional yang masih bersifat teoritis dan
abstrak, sehingga perilaku yang dibangun atas dasar kebiasaan semata, dan
keterampilan yang dikembangkan berdasarkan latihan.
Ketiga, evaluasi dalam model CTL terkait hasil belajar dilihat melalui
proses bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, tes, sehingga pengalaman lebih
yang dimiliki oleh siswa merupakan sebuah penghargaan tersendiri bagi siswa.
Berbeda dengan evaluasi yang digunakan dalam model pembelajaran
konvensional dilihat dari tes semata, sehingga dapat dikatakan bahwa
pembelajaran ini tidak memerhatikan pengalaman siswa.
Dengan penjelasan di atas terkait dengan perbedaan model CTL dan model
pembelajaran konvensional akan memberikan kesan bahwa model CTL lebih
unggul dibandinkan model pembelajaran konvensional/tradisional yang masih
masih banyak diterapkan selama ini. Perbedaan model CTL dengan model
pembelajaran konvensional/tradisional ini sangat membantu peneliti sebagai
pedoman dalam penelitian sehingga peneliti memiliki pijakan dalam menilai
implementasi model CTL oleh guru dalam kegiatan pembelajaran.
![Page 87: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/87.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
6. Konsep Diri
a. Pengertian Konsep Diri
Pada dasarnya seorang individu dalam kehidupannya berusaha untuk
memperoleh arti tentang mereka hidup. Seseorang selalu memberikan
pengertian terhadap apa yang mereka temukan dengan analisis yang mereka
punya, walaupun apa yang mereka artikan itu berbeda dengan arti yang
sebenarnya. Pengertian awal yang dimiliki oleh seseorang itulah yang disebut
dengan konsep.
Menurut Hurlock (1999: 41) berbicara masalah konsep bukan kesan
indera langsung, melainkan hasil pengolahan dan kombinasi-penggabungan,
atau perpaduan kesan indera yang terpisah-pisah. Lebih lanjut Hurlock (1999:
41) menjelaskan bahwa konsep bersifat simbolis sebab bergantung pada sifat
situasi yang dihadapi maupun situasi lain, dan sifat benda, sehingga membuat
konsep berubah secara berkesinambungan dengan adanya pengalaman dan
penambahan pengetahuan baru. Tyson, James C. & Mary Ann Carroll (1970 :
25) menambahkan bahwa “A concept is an inference based upon the notation
of recurrence in the context of variance which enables one to order and
organize experience”.
Konsep inilah yang kian hari semakin berkembang seiring dengan
kemampuan intelektual seseorang yang didapat dari berbagai pengalaman dan
pengetahuan. Berbicara masalah perkembangan sebuah konsep yang dimiliki
seseorang Hurlock (1990: 39) menyatakan bahwa dua periode utama yang
mencakup empat tahapan yang berlangsung dalam perkembangan konsep
![Page 88: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/88.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
seseorang. Dua periode itu yang dimaksudkan yaitu periode inteligensi
sensorimotor dan periode intelegensi konseptual, sedangkan empat tahapan itu
terdiri dari tahap sensorimotor, tahap praoprasional, tahap operasi konkret, dan
tahap operasi formal.
Periode inteligensi sensorimotor merupakan periode pengembangan atau
eksplorasi pengertian akan dirinya sebagai terpisah dan berbeda dari
lingkungan, hubungan sebab-akibat, waktu dan ruang. Periode ini meliputi
tahap pertama rangkaian perkembangan kognitif yaitu tahap sensoriomotor.
Periode selanjutnya yaitu periode inteligensi konseptual yang merupakan
proses penalaran yang lebih abstrak dan pemecahan masalah. Periode ini
meliputi tahap praoperasional, tahap operasi konkret, tahap operasi formal.
Tahapan inilah yang berfungsi sebagai faktor perubahan dalam perkembangan
konsep, dimana konsep meningkat seiring dengan meningkatnya kemampuan
anak. Dengan kata lain seorang individu semakin siap dalam mengasosiasikan
arti baru dengan pengalaman lama. Beberapa konsep umum yang dimiliki
seseorang individu, satu di antaranya yang paling penting yaitu konsep diri.
Konsep diri atau self-concept merupakan “evaluasi terhadap domain
yang spesifik dari diri” (Santrock, 2003: 336). Dalam hal ini konsep diri lahir
adanya seseorang yang yang ingin memahami dirinya. Berbeda dengan apa
yang disampaikan oleh Calhoun, James F. & Joan Ross Acocella (1990: 66)
bahwa konsep diri itu merupakan “ramalan yang dipersiapkan untuk diri
sendiri”. Konsep diri merupakan permulaan yang baik, karena bagian diri
yang mempengaruhi setiap aspek pengalaman kita atau pikiran kita, perasaan
![Page 89: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/89.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
kita, persepsi kita, dan tingkah laku kita. Hal senada juga disampaikan oleh
Hurlock (1990: 58) bahwa konsep diri merupakan “gambaran yang dimiliki
orang tentang dirinya”. Lebih lanjut Hurlock menyampaikan bahwa konsep
diri merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki orang tentang diri
mereka sendiri, yang berupa karakteristik fisik, psikologis, sosial dan
emosional, aspirasi dan prestasi.
Menurut Rakhmat (2009: 99) konsep diri merupakan “pandangan dan
perasaan kita tentang diri kita”. Lebih lanjut persepsi tentang diri ini boleh
bersifat psikologi, sosial dan fisis, sehingga konsep diri bukan hanya sekadar
gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian anda tentang diri anda. Jadi pada
dasarnya konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan dan apa yang anda
rasakan terhadap diri anda.
Rakhmat (2009: 100) menambahkan konsep diri memiliki dua
komponen, yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Dalam psikologi
sosial, komponen kognitif disebut citra-diri (self image) dan komponen afektif
disebut harga-diri (self esteem). Pada dasarnya lebih lanjut Wiliam D. Brooks
dan Philip Emmert (dalam Rakhmat, 2009: 100) menyampaikan komponen
tersebut sangat berpengaruh terhadap pola komunikasi interpersonal. Selain
itu, dalam konsep diri juga mengenal dimensi, di mana terdiri dari
pengetehuan, harapan dan penilaian (Calhoun, James F. & Joan Ross
Acocella, 1990: 67-71).
![Page 90: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/90.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
b. Jenis-Jenis Konsep Diri
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya, baik dengan sesama manusia (proses sosialisasi)
maupun bukan manusia (hubungan non sosial), tentunya muncul pandangan
diri anda tentang anda sendiri yang sering disebut konsep diri atau potret diri.
Potret-diri inilah yang dapat dibagi menjadi tiga dimensi yaitu : pengetahuan
anda tentang diri anda sendiri, pengharapan anda mengenai diri anda, dan
penilaian tentang diri anda-sendiri (Calhoun James F & Joan Ross Acocella,
1995: 67-78).
Lebih lanjut, Calhoun James F & Joan Ross Acocella mengatakan bahwa
perkembangan konsep diri ketika lahir tidak memiliki konsep diri terkait
dengan dimensinya yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, tidak memiliki
pengharapan bagi diri anda sendiri, serta tidak memiliki penilaian terhadap diri
sendiri. Berkembangnya konsep diri dikarenakan oleh adanya sentuhan dari
lingkungan, yang membentuk sedikit demi sedikit konsep dasar yang
merupakan bibit konsep diri. Namun, dengan tumbuhnya anak, konsep dirinya
tidak mudah dipengaruhi oleh perubahan yang serius. Konsep diri tentu saja
terus berkembang sepanjang hidup, tetapi cenderung berkembang sepanjang
garis yang telah terbentuk pada awal masa kanak-kanak. Lebih lanjut,
perkembangan konsep diri ini ditentukan oleh sumber pokok informasi yaitu
dari orang lain seperti : orang tua, teman sebaya, dan masyarakat.
Dalam pengembangnya konsep diri dapat dibagi menjadi konsep diri
negatif dan dan konsep diri positif (Calhoun, James F. & Joan Ross Acocella
![Page 91: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/91.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
1995: 72; Rakhmat, 2009 : 105). Konsep diri negatif terdapat dua jenis, yaitu
(1) Pandangan seseorang tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur,
tidak memiliki perasaan stabil dan keutuhan, dan (2) Pandangan yang
merupakan lawan dari yang pertama, di sini konsep diri terlalu stabil, dan
terlalu teratur. Sedangkan untuk konsep diri positif bukanlah kebanggaan yang
besar tentang diri, tetapi lebih berupa penerimaan diri dengan kata lain dapat
memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam
tentang dirinya sendiri.
William D. Brooks dan Philip Emmert yang dikutip Rakhmat (2009:
105) merumuskan beberapa karakteristik orang yang memiliki konsep diri
negatif, di antaranya sebagai berikut.
1) Ia peka pada kritik, dalam kenyataannya orang ini mudah marah,
karena pada dasarnya kritik dipersepsikan sebagai usaha untuk
menjatuhkan harga dirinya.
2) Ia selalu responsif terhadap pujian, walaupun ia mungkin berpura-pura
menghindari pujian, ia tidak bisa menyembunyikan antusiasmenya
pada waktu menerima pujian.
3) Ia mempunyai sifat hiperkritis, dalam hal ini ia selalu mengeluh,
mencela, atau meremehkan apa pun dan siapa pun.
4) Ia cenderung merasa tidak disenangi orang lain, ia merasa tidak
diperhatikan, karena itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai
musuhnya, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban
persahabatan.
![Page 92: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/92.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
5) Ia selalu bersikap pesimis terhadap kompetisi atau persaingan dengan
orang lain dalam membuat prestasi.
Hal ini dilengkapi oleh D.E. Hamachek yang dikutip Rakhmat (2009:
106) yang menyebutkan beberapa karakteristik orang yang mempunyai kosep
diri positif, di antaranya sebagai berikut.
1) Ia meyakini betul-betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta
serta bersedia mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat
kelompok yang kuat. Namun dalam perkembangnya, dia juga merasa
dirinya cukup tangguh untuk mengubah prinsip-prinsip itu bila
pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukkan salah.
2) Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa
bersalah yang berlebih-lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang
lain tidak menyetujui tindakannya.
3) Ia tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa
yang akan terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu yang lalu dan apa
yang sedang terjadi waktu sekarang.
4) Ia memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi
persoalan, bahkan ketika ia menghadapi kegagalan atau kemunduran.
5) Ia merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau
rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar
belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya.
![Page 93: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/93.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
6) Ia sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai
bagi orang lain, paling tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebagai
sahabatnya.
7) Ia dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan
menerima pengahargaan tanpa merasa bersalah.
8) Ia cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.
9) Ia sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan
berbagai dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta,
dari sedih sampai bahagia, dari kekecewaan yang mendalam sampai
kepuasan yang mendalam pula.
10) Ia mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan
yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif,
persahabatan, atau sekedar mengisi waktu.
11) Ia peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan social yang telah
diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa
bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.
Berpegangan dari uraian yang dijelaskan sebelumnya ada banyak teori
tentang konsep diri, namun dalam penelitian ini akan menggunakan dimensi
konsep diri dari pendapatnya Hurlock yang disederhanakan menjadi 3 yaitu :
(1) konsep diri fisik, (2) konsep diri akademis, dan (3) konsep diri sosial,
dengan beberapa indikator sebagai berikut : (a) penampilan, (b) bentuk fisik,
(c) kecerdasan, (d) ketekunan, (e) kemauan, (f) kesungguhan, (g) prestasi, (h)
kepemimpinan, (i) prakarsa, (j) kerjasama, dan (k) toleransi.
![Page 94: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/94.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
B. Penelitian yang Relevan
1. Yohanes Adi Pideksa (2009) yang berjudul “Pengaruh Pelaksanaan Model
Pembelajaran Kontekstual dan Konvensional pada Materi aljabar terhadap
Prestasi Belajar Matematika ditinjau dari Motivasi siswa”. Hasil dari
penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran kontekstual pada materi aljabar menghasilkan prestasi belajar
matematika yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model
pembelajaran konvensional. Pada dasarnya dalam penelitian ini dijelaskan
bahwa siswa menjadi aktif dalam kegiatan belajar, serta lebih mudah
memahami dan mengingat bahan pelajaran, sebab dalam pembelajaran
kontekstual siswa dituntut mengalami sendiri proses menemukan suatu
konsep dan bukan hanya menhafal saja. Penelitian ini memiliki kesamaan
terkait dengan penggunaan model pembelajaran kontekstual, serta model
pembelajaran pembandingnya yaitu model pembelajaran konvensional,
sehingga penelian ini dapat menjadi acuan dalam pengembangan penelitian
yang peneliti lakukan. Namun berbicara masalah hasil diperoleh, tentunya
berbeda, di mana penelitian yang akan dilakukan berlangsung dalam
pembelajaran sejarah.
2. Subar Junanto (2006) yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran
Kontekstual dan Gaya Belajar Siswa Terhadap Pencapaian Kompentensi
Mata Pelajaran Kewarganegaraan pada Siswa Kelas VII SMP Negeri Rayon
Timur, Kabupaten Sragen Tahun Ajaran 2005/2006”. Hasil dari penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan pembelajaran
![Page 95: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/95.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
kontekstual dalam pencapaian kompetensi mata pelajaran kewarganegaraan
memperoleh skor yang lebih baik dibandingkan dengan pencapaian
kompetensi yang diperoleh dengan pendekatan pembelajaran ekspositori.
Dengan kata lain dapat disimpulkan pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan kontektual dapat meningkatkan prestasi siswa. Penelitian ini
mempunyai relevansi yaitu mengenai konsep pembelajaran kontekstual.
Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah digunakan dalam
mata pelajaran sejarah dan materi yang berbeda. Kemudian model yang
digunakan sebagai pembanding dalam penelitian Subar Junanto adalah
model ekspositori, sedangkan dalam penelitian ini adalah menggunakan
model konvensional. Walaupun demikian, penelitian ini dapat dijadikan
sebagai acuan dalam penelitian yang peneliti lakukan.
3. Widarta (2009) yang berjudul “Hubungan Antara Sikap Nasionalisme dan
Tingkat Pemahaman Tentang Masyarakat Multikultural dengan Wawasan
Jati Diri Bangsa, Siswa SMA Negeri di Kecamatan Wonosari, Kabupaten
Gunung Kidul”. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa menumbuhkan
aktualisasi jati diri bangsa dengan sikap nasionalisme tidak boleh diabaikan
terkait dengan membangun pemahaman tentang masyarakat multikultural.
Dengan kata lain sikap nasionalisme menjadi salah satu hal penting yang
menentukan perkembangan tingkat pemahaman tentang wawasan jati diri
bangsa. Semakin tinggi sikap nasionalisme yang dimiliki semakin tinggi
juga wawasan tentang jadi diri bangsa. Penelitan ini mempunyai relevasi
terkait dengan konsep sikap nasionalisme untuk mengetahui pemahaman
![Page 96: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/96.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
yang dimiliki siswa dalam menyikapi permasalahan yang terjadi di
Indonesia saat ini. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
penelitian Widarta lebih kearah penelitian korelasi atau hubungan antara
variabel-variabelnya, sedang penelitian ini mencoba untuk mengarah ke
perbadingan antara variabel antara model pembelajaran, konsep diri dan
sikap nasionalisme.
4. Jumadi (2002) yang berjudul “Hubungan antara Konsep Diri dan Minat
Belajar Sejarah dengan Pemahaman Sejarah Indonesia dan umum pada
siswa SMU Negeri di Boyolali”. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa
konsep diri tidak dapat diabaikan karena dapat mempengaruhi siswa dalam
pemahaman sejarah Nasional Indonesia dan Umum. Konsep diri sebagai
faktor internal dapat dijelaskan bahwa siswa yang memiliki konsep diri yang
tinggi dapat mendukung pemahaman sejarah Indonesia dan umum lebih baik
daripada siswa yang memiliki konsep diri rendah. Penelitian ini mempunyai
relevansi terkait dengan konsep diri yang dimiliki oleh peserta didik.
Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah terkait dengan arah
penelitian yang digunakan oleh Jumadi lebih ke arah penelitian korelasi atau
hubungan, sedang dalam penelitian ini lebih ke arah eksperimen. Kemudian,
perbedaan yang dapat dilihat lagi adalah masalah objek yang akan diteliti
dalam penelitian ini adalah mengambil sampel SMP Negeri di Kota Madya
Surakarta, sedangkan dalam penelitian Jumadi mengambil sampel SMU
Negeri di Boyolali. Dengan kata lain, perbedaan ini muncul dari jenjang
sekolah yang diambil, dan tentunya akan mendapatkan hasil yang berbeda.
![Page 97: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/97.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
5. Gusraredi (1998) yang berjudul “Kontribusi Konsep Diri dan Motivasi
Berprestasi Terhadap Prestasi Belajar Sejarah”. Dalam penelitian ini
dijelaskan bahwa konsep diri tidak dapat menjadi prediktor yang baik
terhadap prestasi belajar sejarah, namun konsep diri dapat menjadi prediktor
yang baik bagi motivasi mahasiswa belajar sejarah kontenporer. Dengan
kata lain dapat disampaikan bahwa konsep diri merupakan faktor internal,
namun dalam perkembangannya konsep diri di masing-masing individu
sebagai daya dukung tentunya berbeda antar individu, tergantung dari
pengalaman dan lingkungannya. Penelitian ini mempunyai relevansi tekait
dengan konsep diri peserta didik dalam mata pelajaran sejarah. Perbedaan
dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sampel yang digunakan
dalam penelitian dan materi yang akan diajarkan.
C. Kerangka Berpikir
1. Perbedaan Penggunaan Model CTL dan Model Pembelajaran
Konvensional terhadap Sikap Nasionalisme
Dalam kegiatan pembelajaran metode diperlukan oleh guru dan penggunaanya
secara bervariasi, disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Guru tidak harus
terpaku pada salah satu strategi pembelajaran saja, melainkan dapat menggunakan
berbagai strategi sehingga jalannya pembelajaran tidak membosankan. Model CTL
dapat dipilih untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul dalam
pembelajaran. Dalam model ini, siswa dilibatkan secara penuh dalam kegiatan
![Page 98: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/98.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
pembelajaran dan siswa didorong untuk beraktifitas mempelajari materi pelajaran
sesuai dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam kegiatan pembelajaran model
CTL siswa bukan lagi sekedar mencatat dan mendengarkan, tetapi siswa lebih
diarahkan untuk mengkonstruksi pengalamannya secara langsung dengan harapan
perkembangan siswa terjadi secara utuh, tidak hanya berkembang dalam aspek
kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor. Hal yang tidak kalah
penting juga, dalam pembelajaran dengan menggunakan model CTL, siswa
dipancing untuk bisa memunculkan sikap nasionalisme. Selebihnya, pembelajaran
konvensional merupakan suatu proses pembelajaran yang berpijak pada gaya-gaya
lama atau tradisional yang masih bersifat konvensional. Dalam hal ini
pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah ceramah. Konsep pembelajaran
ini masih berpusat pada guru. Guru adalah satu-satunya sumber pengetahuan
dalam sebuah pembelajaran.
Dalam penelitian ini proses pembelajaran kontekstual diharapkan lebih
baik dari pembelajaran konvensional terkait dengan sikap nasionalisme.
Konsepnya model CTL memberi kesempatan lebih kepada siswa untuk
menunjukkan pemahamannya dan menerapkan pengetahuan, serta keterampilan
dan kebiasaan berpikir dalam berbagai konteks serta belajar menjadi lebih relevan
dengan kehidupan sehari-hari siswa. Di samping itu juga dapat menghasilkan
karya nyata dari proses atau perbuatannya yang dapat diamati dan dinilai. Oleh
karena itu, dengan model CTL dalam pembelajaran sejarah siswa bisa memulai
mengevaluasi dan mengkontruksi kembali sikap nasionalisme yang dimilikinya
dalam membangun bangsa ke depan. Siswa diharapkan memaknai setiap topik
![Page 99: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/99.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
yang dipelajari kaitannya dengan kehidupan berbangsa dan bernegara pada masa
sekarang, sehingga sikap nasionalisme terbentuk dengan baik.
2. Perbedaan Konsep Diri Tinggi dan Konsep Diri Rendah terhadap Sikap
Nasionalisme
Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya,
yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi
dengan lingkungan. Konsep diri bukan faktor bawaan dari lahir, melainkan
terbentuk seiring dengan proses sosialisasi serta interaksi antara individu dengan
lingkungannya yang berjalan secara terus-menerus dan terdeferensiasi. Dasar dari
konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi
dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya karena konsep diri berpengaruh
terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri siswa, guru
lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku seorang siswa.
Konsep diri penting bagi setiap individu karena konsep diri dapat
menuntun perilaku untuk lebih adaptif dengan lingkungan, agar dapat
melaksanakan fungsi sosial dalam hidup bermasyarakat dengan baik. Informasi
pengharapan dan pengertian yang membentuk konsep diri terutama berasal dari
interaksi dengan orang lain baik itu orang tua, teman sebaya dan lingkungan
masyarakat disekitar kita. Konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku
atau perilaku yang memberi arah kepada sikap seseorang terhadap objek. Sikap
dalam hal ini diartikan sebagai tingkah laku yang berdasar pada keyakinan.
Pengertian lain mengenai sikap adalah pandangan hidup bisa bersifat sementara
atau permanen (selama-lamanya). Namun untuk keduanya tetap perlu memahami
![Page 100: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/100.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
dulu karakteristik suatu objek sebelum memberikan respon. Apalagi untuk
menentukan sikap sebagai pandangan hidup, seseorang harus benar-benar
mengetahui, menggali dan menguji semua informasi tentang objeknya. Jika
dihubungkan dengan penelitian ini tentunya siswa yang mempunyai konsep diri
yang tinggi akan juga berpengaruh terhadap sikap nasionalisme yang mereka
miliki, begitu pula sebaliknya siswa yang memiliki konsep diri rendah akan
berpengaruh terhadap sikap nasionalisme.
3. Interaksi antara Model CTL dan Model Pembelajaran Konvensional
terhadap Sikap Nasionalisme ditinjau dari Konsep Diri
Beberapa komponen dalam dunia pendidikan saling terkait antara satu
dengan yang lain. Komponen yang dimaksudkan adalah konsep diri dan sikap
nasionalisme siswa dalam pembelajaran. Sikap nasionalisme siswa ditentukan
oleh kesesuaian antara kondisi siswa yang dimaksud disini adalah konsep diri
dengan pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Apabila pembelajaran yang
diterapakan tersebut tidak sesuai dengan konsep diri siswa mungkin saja akan
menghasilkan sikap nasionalisme yang berbeda. Bagi siswa yang memiliki konsep
diri tinggi dengan Model CTL dalam pelajaran sejarah, sikap nasionalismenya ada
lebih tinggi dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
Sebaliknya bagi siswa yang memiliki konsep diri rendah dengan Model CTL
dalam pelajaran sejarah ada mempunyai sikap nasionalisme yang lebih tinggi jika
dibanding dengan siswa yang melakukan pembelajaran konvensional. Dengan
demikian diduga terdapat kontribusi konsep diri terhadap sikap nasionalisme
![Page 101: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/101.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
siswa disamping pengaruh pembelajaran itu sendiri terhadap sikap nasionalisme
siswa.
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pikir Penelitian
D. Hipotesis Penelitian
Dari kerangka pemikiran di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara penggunaan model
pembelajaran kontekstual dan model pembelajaran konvensional dalam
pembelajaran sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa SMP Negeri di
Kota Madya Surakarta.
2. Terdapat perbedaan yang positif dan signifikan sikap nasionalisme antara
siswa SMP Negeri di Kota Madya Surakarta yang memiliki konsep diri
tinggi dan rendah.
3. Terdapat interaksi yang positif dan signifikan antara model CTL dalam
pembelajaran sejarah di SMP Negeri Kota Madya Surakarta dengan konsep
diri terhadap sikap nasionalisme siswa.
Meningkatkan Sikap
Nasionalisme
Konsep Diri
Model Pembelajaran
Kontekstual
![Page 102: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/102.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di
Kota Madya Surakarta yaitu : di SMP Negeri 19 Surakarta, SMP Negeri 24
Surakarta, SMP Negeri 25 Surakarta. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan
pada pertimbangan sebagai berikut :
a. Penggunaan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and
Learning) masih jarang digunakan dalam pembelajaran sejarah di SMP
Negeri se-Kota Madya Surakarta.
b. Lokasi sekolah berada di daerah perkotaan, di mana asumsi awalnya
daerah perkotaan memiliki sikap nasionalisme yang rendah dibandingkan
dengan sekolah yang berada di daerah pedesaan. Dasar pemikirannya
adalah kehidupan di perkotaan bersifat heterogen dan terbuka, sehingga
rasa nasionalisme masih sangat disanksikan.
c. Jumlah populasi memungkinkan untuk dilakukan penelitian.
2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada siswa SMP Negeri Kelas IX
Semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012 di Kota Madya Surakarta selama sepuluh
bulan yaitu dari bulan September 2011 sampai dengan Juni 2012. Kegiatan
68
![Page 103: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/103.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
penelitian meliputi persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian dan penulisan
laporan. Waktu dan kegiatan penelitian secara terperinci seperti tabel di bawah
ini.
Tabel 3.1 . Jadwal Penelitian
No. Kegiatan 2011
Sep Okt Nov Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun
1. Persiapan dan
perijinan √ √
2. Uji coba dan analisis
instrumen penelitian √
3. Pelaksanaan
Penelitian √
a. Eksperimen √ √
b. Analisis
data √ √ √
4. Penulisan laporan √ √ √
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode penelitian
Experimental. Menurut Sugiyono (2009 : 114) mengatakan bahwa “bentuk
eksperimen ini merupakan pengembangan dari true experimental
design”…“desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi
sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi
pelaksanaan eksperimen”. Dalam pengembangannya penelitian ini menggunakan
![Page 104: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/104.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
bentuk desain Nonequivalent Control Group Design. Pengembangan ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3.1 : Bagan Pengembangan Nonequivalent Control Group Design
Dalam gambar di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat pembagian
kelompok menjadi dua bagian, yakni kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. Kelompok eksperimen merupakan kelompok yang mendapatkan
perlakuan, yakni dengan penggunaan model CTL dalam pembelajaran sejarah,
sementara itu kelompok kontrol adalah kelompok pembanding yang dalam
pembelajaran sejarah tidak diberikan perlakuan, maksudnya tetap menggunakan
model pembelajaran konvensional, yaitu metode ceramah.
Dengan demikian, dapat diketahui pengaruh variabel-variabel independen
(penggunaan model CTL sebagai variabel independen manipulatif dan konsep diri
sebagai variabel atributif) terhadap variabel dependen (sikap nasionalisme).
Dalam hal ini antara variabel independen manipulatif dan atributif bisa terjadi
Kelas
Eksperimen
Kelas
Kontrol
Model
CTL
Model
Pembelajaran
Konvensional
Sikap
Nasionalisme
Konsep
Diri
Konsep
Diri
![Page 105: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/105.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
saling mempengaruhi baik itu bersifat memperkuat atau memperlemah variabel
dependennya.
Di bawah ini desain yang digunakan dalam penelitian, yaitu desain
factorial 2 x 2 dengan teknik analisis varian (Anava Two Way).
Tabel 3.2 Rancangan Penelitian Desain Faktorial 2 x 2
Konsep Diri (B) Model Pembelajaran (A)
Konvensional (A1) CTL (A2)
Konsep Diri Rendah
(B1) A1B1 A2B1
Konsep Diri Tinggi
(B2) A1B2 A2B2
Keterangan :
A1 : kelompok siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran
konvensional.
A2 : kelompok siswa yang diberi perlakuan model CTL.
B1 : kelompok siswa dengan konsep diri rendah.
B2 : kelompok siswa dengan konsep diri tinggi.
A1B1 : kelompok siswa dengan konsep diri rendah yang diberikan perlakuan
model pembelajaran konvensional.
A1B2 : kelompok siswa dengan konsep diri tinggi yang diberikan perlakuan
model pembelajaran konvensional.
A2B1 : kelompok siswa dengan konsep diri rendah yang diberikan perlakuan
model CTL.
A2B2 : kelompok siswa dengan konsep diri tinggi yang diberikan perlakuan
model CTL.
![Page 106: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/106.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
C. Definisi Operasional
Penelitian ini melibatkan tiga variabel, yaitu dua variabel bebas (model
pembelajaran sebagai variabel manipulatif dan konsep diri sebagai variabel
atributif) serta satu variabel terikat, yaitu sikap nasionalisme. Uraian dari ketiga
variabel penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Model CTL adalah konsep pembelajaran yang penerapannya terdapat
beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian antara lain yaitu : siswa
didorong untuk merekontruksi sendiri pengetahuan dalam pembelajaran
secara kelompok dengan anggota yang heterogen. Anggota kelompok
dapat saling menerima atau memberi masukan dan pertanyaan. Dalam
pembelajaran ini guru sangat diperlukan, namun siswa juga sangat
berperan dalam kegiatan pembelajaran terkait dengan posisinya sebagai
model. Pada akhir pembelajaran siswa memberikan kesimpulan, sedang
penilaian dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung, karena
dalam pembelajaran kontekstual penilaian keberhasilan tidak hanya
ditentukan oleh aspek hasil belajar, tetapi juga proses belajar melalui
penilaian nyata. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa
memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual
maupun mental siswa. Sedangkan model pembelajaran konvensional
adalah penerapan pembelajaran yang umumnya dilakukan sampai
sekarang dalam mata pelajaran sejarah, pembelajaran yang dimaksudkan
adalah pembelajaran yang menggunakan ceramah atau penyampaian
materi dengan lisan. Pembelajaran ini jika dilihat dari segi landasan
![Page 107: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/107.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
epistemologinya kurang memberikan porsi lebih banyak kepada siswa
sebagai upaya konstruksi pengetahuan yang terbingkai dalam proses
pembelajaran. Guru lebih dominan dalam pembahasan dan pengembangan
materi dibandingkan dengan siswa sebagai objek, sehingga dalam proses
pembelajaran itu lebih terlihat sebagai pola mentranfer ilmu pengetahuan
secara utuh dari guru kepada siswa. Pada dasarnya dalam penelitian ini
penggunaan model CTL dan konvensional terarah pada satu tujuan yaitu
terkait dengan sikap nasionalisme yang dimiliki oleh siswa. Dengan
penggunaan model CTL diharapakan sikap nasionalisme siswa lebih baik
daripada penggunaan model pembelajaran konvensional yang dilakukan
oleh guru. Penggunaan model CTL dan konvensional tentunya disesuaikan
dengan Standar Kompetensi (SK) “Memahami Usaha Mempertahankan
Kemerdekaan Indonesia” dengan Kompetensi Dasar (KD)
“Mengidentifikasi Usaha Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan
Indonesia”. Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di
atas akan dipersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai
pedoman masing-masing model pembelajaran tersebut, sedangkan
penerapannya akan dibantu oleh guru model, yaitu guru sejarah Kelas IX
di SMP Negeri 19 Surakarta sebagai sekolah eksperimen dan SMP Negeri
25 Surakarta sebagai sekolah kontrol.
2. Konsep diri merupakan gambaran, cara pandang, keyakinan, pemikiran
dan perasaan terhadap hal-hal yang dimiliki oleh seseorang tentang dirinya
sendiri, misalnya kemampuan, karakter diri, sikap, perasaan, kebutuhan,
![Page 108: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/108.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
tujuan hidup, dan penampilan diri. Dengan kata lain konsep diri itu
merupakan cerminan seseorang untuk menilai, mengukur, atau menakar
hal-hal yang ada dalam dirinya. Konsep diri ini meliputi konsep diri fisik,
konsep diri akademik, dan konsep diri sosial. Dimensi dari konsep diri
dalam penelitian ini akan memperoleh data dari menyebarkan kuesioner.
Sedangkan alat ukur instrumen menggunakan skala Likert, dimana
pernyataan yang diajukan baik pernyataan positif maupun negatif dinilai
oleh subjek dengan jawaban sangat setuju (SS), Setuju (S), Kurang Setuju
(KS), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan rentangan
skor 1-5 untuk pernyataan negatif dan kebalikannya rentangan skor 5-1
untuk pernyataan positif. Pedoman yang digunakan dalam menentukan
konsep diri tinggi dan rendah adalah rata-rata (mean) skor konsep diri
yang diperoleh dengan kuesioner konsep diri. Kriteria konsep diri tinggi
jika skornya di atas atau sama dengan rata-rata, sedangkan rendah jika di
bawah rata-rata dari seluruh sampel baik itu kelompok eksperimen
maupun kontrol.
3. Sikap nasionalisme adalah kesadaran siswa untuk cenderung menerima,
merespon, menilai, dan menginternalisasi nilai-nilai kebangsaan yang lahir
dari sosialisasi melalui suatu pembelajaran sehingga menumbuhkan rasa
memiliki dan berkewajiban mempertahankan keberadaan bangsanya.
Dalam penelitian ini lebih difokuskan pada sikap nasionalisme siswa
terhadap materi-materi yang berkaitan dengan wawasan kebangsaan.
Dengan demikian objek yang dilihat dari sikap nasionalisme siswa adalah
![Page 109: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/109.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
terkait dengan wawasan kebangsaan yang dimunculkan dalam beberapa
dimensi yakni : (1) sejarah perjuangan bangsa, (2) kesadaran nasional
sebagai suatu bangsa, (3) sikap nasionalisme inovatif dan kreatif yang
dimunculkan di era sekarang. Data sikap nasionalisme siswa dikumpulkan
mengikuti dimensi-dimensi di atas yang dimunculkan dalam bentuk
kuesioner. Dalam penelitian ini, terkait dengan tiga dimensi di atas
mengacu pada materi perjuangan rakyat Indonesia untuk mempertahankan
kemerdekaan di awal tahun 1945 sampai 1949.
D. Populasi, Sampel dan Sampling
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2009 : 117) “populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti”. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa populasi
merupakan suatu komunitas yang di dalamnya terdapat aspek-aspek tertentu yang
diselidiki oleh peneliti. Aspek-aspek yang diungkapkan dalam penelitian ini
adalah pengaruh model CTL terhadap sikap nasionalisme siswa Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Negeri di Koda Madya Surakarta ditinjau dari konsep
diri. Populasi penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Negeri di Kota Madya Surakarta, namun bukan siswa secara langsung, melainkan
sekolah yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kota Madya Surkarta
yang berjumlah 27 sekolah. Populasi yang diambil bersifat homogen karena
memiliki derajat keseragaman yaitu siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP)
![Page 110: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/110.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Negeri di Kota Madya Surakarta dengan alasan materi sejarah yang diajarkan
yaitu “Mendeskripsikan usaha perjuangan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia” untuk menumbuhkan sikap nasionalisme yang tinggi. Siswa yang
memiliki sikap nasionalisme tinggi biasanya memiliki konsep diri yang kuat,
sehingga siswa mampu mengerti hakikat dari nasionalisme dalam peristiwa
sejarah.
2. Sampel dan Sampling
Sampel merupakan “bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut” (Sugiyono, 2009 : 118). Dalam penelitian ini, semua
sekolah mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Hal ini
dikarenakan oleh, dari 27 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kota
Madya Surakarta, semuanya merupakan sekolah negeri yang memiliki kurikulum
dan kompetensi dasar yang sama.
Sampling merupakan “teknik pengambilan sampel” (Sugiyono, 2009 :
118). Teknik pengambilan sampel yang dialakukan dalam penelitian ini adalah
multistage sampling (teknik pengambilan sampel secara bertahap) yang
diberlakukan bagi kelompok SMP Negeri yang ada di Kota Madya Surakarta.
Adapun tahapan pengambilan sampel itu diuraikan sebagai berikut.
a. Menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian dengan
menggunakan random sampling, dimana dilakukan penarikan sampel
secara acak untuk menentukan sekolah yang menjadi sampel dari 27
sekolah di Kota Madya Surakarta. Berdasarkan sampling tersebut terpilih
![Page 111: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/111.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
tiga sekolah, yaitu SMP Negeri 19 Surakarta, SMP Negeri 24 Surakarta,
SMP Negeri 25 Surakarta.
b. Menentukan sekolah sebagai kelompok uji coba instrumen, eksperimen,
dan kontrol dengan cara random sampling. Dari tiga sekolah yang terpilih,
secara random terpilih SMP Negeri 24 Surakarta dijadikan sebagai
kelompok uji coba instrumen, SMP Negeri 19 Surakarta sebagai kelompok
eksperimen, dan SMP Negeri 25 Surakarta sebagai kelompok kontrol.
c. Menentukan kelas yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian terkait
dengan penggunaan model pembelajaran kontekstual terhadap sikap
nasionalisme. Dalam penentuan kelas yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan cara proposive sampling. Adapun kelas yang dijadikan
tempat penelitian adalah kelas IX, hal ini sesuai dengan Standar
Kompetensi yaitu “memahami usaha mempertahankan kemerdekaan
Indonesia”, dengan Kompetensi Dasar yaitu “mengidentifikasi usaha
perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia”.
d. Menentukan kelas uji coba instrumen, eksperimen, dan kontrol dengan
menggunakan random sampling, di mana dilakukan penarikan secara acak
untuk menentukan kelas di kelompok uji coba instrumen, eksperimen, dan
kontrol. Berdasarkan sampling tersebut terpilih tiga kelas dari hasil
penentuan, yaitu kelas IX-C yang berjumlah 30 siswa di SMP Negeri 24
Surakarta sebagai kelas uji coba instrumen, kelas IX-E yang berjumlah 30
siswa di SMP Negeri 19 Surakarta sebagai kelas eksperimen, kelas IX-D
![Page 112: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/112.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
yang berjumlah 30 siswa di SMP Negeri 25 Surakarta sebagai kelas
kontrol.
Jadi, dari tahapan sampling yang dilakukan diperoleh sampel keseluruhan
kelas baik itu kelas uji coba instrumen, kelas eksperimen, kelas kontrol berjumlah
90 siswa. Dalam hal ini kelas eksperimen dikenai perlakuan dengan model CTL,
sedangkan kelas kontrol dikenai perlakuan model pembelajaran konvensional.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
ada adalah metode kuesioner. Menurut Sugiyono (2009 : 199) kuesioner
merupakan “tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya”. Kuesioner yang dikembangkan dalam penelitian ini digunakan
untuk memperoleh data tentang konsep diri dan sikap nasionalisme. Kuesioner
yang dikembangkan untuk melihat variabel konsep diri dan sikap nasionalisme
menggunakan skala pengukuran yang dikembangkan oleh Likert dengan rentang
angka 1 sampai 5. Dasar pertimbangan menggunakan skala Likert dalam
penelitian ini terkait dengan variabel konsep diri adalah sebagai berikut.
1) Untuk memperoleh informasi tentang diri responden terkait dengan
variabel konsep diri.
2) Mempermudah responden untuk menjawab pernyataan yang dinilai paling
sesuai dengan dirinya.
![Page 113: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/113.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
3) Mempermudah pelaksanaan penelitian terkait dengan skor yang sudah
ditentukan.
Pegembangan skala Likert dalam penelitian ini mempunyai lima katagori
jawaban dan sistem penskorannya, sebagai berikut.
a. Skor untuk item positif, dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Sangat Setuju : Skor 5
2) Setuju : Skor 4
3) Kurang Setuju : Skor 3
4) Tidak Setuju : Skor 2
5) Sangat Tidak Setuju : Skor 1
b. Skor untuk item negatif dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Sangat Setuju : Skor 1
2) Setuju : Skor 2
3) Kurang Setuju : Skor 3
4) Tidak Setuju : Skor 4
5) Sangat Tidak Setuju : Skor 5
Pengembangan kuesioner ini didasarkan pada indikator-indikator
sesuai dengan landasan teori yang dituangkan dalam bentuk kisi-kisi kuesioner
konsep diri.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah “suatu alat yang digunakan mengukur
fenomena alam maupun sosial yang diamati” (Sugiyono, 2009 : 148). Dalam hal
ini fenomena alam maupun sosial itu merupakan variabel penelitian. Instrumen
![Page 114: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/114.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
penelitian ini merupakan cerminan dari apa yang kita ukur. Dalam penelitian ini
instrumen yang digunakan berupa kuesioner konsep diri dan sikap nasionalisme.
3. Uji Coba Instrumen
Sebelum mengambil data penelitian, instrumen yang berupa kuesioner
untuk mengukur konsep diri dan sikap nasionalisme terlebih dahulu diujicobakan.
Uji coba instrumen dilaksanakan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas
intrumen penelitian. Dari uji coba inilah kemudian dianalisis untuk
mempertimbangkan apakah butir pernyataan dalam instrumen penelitian layak
atau tidak untuk digunakan sebagai instrumen pengumpulan data pada penelitian
yang sebenarnya. Dengan kata lain, instrumen yang valid dan reliabel saja yang
akan digunakan dalam penelitian, sedangkan instrumen yang tidak valid dan tidak
reliabel akan dianulir atau dibuang.
a. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Konsep Diri
1) Uji Validitas
Uji validitas butir kuesioner konsep diri dilakukan dengan skor butir
dipandang sebagai X dan skor total dipandang sebagai Y, kemudian diuji
validitasnya dengan rumus korelasi product moment, sebagai berikut.
√[ ] (Arikunto, 2003: 327)
Keterangan :
rxy = koefesien validitas
Y = Skor rata-rata dari Y
![Page 115: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/115.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
∑xy = jumah butir dikalikan skor total
X = skor rata-rata dari X
n = jumlah peserta tes
Hasil penghitungan kemudian dibandingkan dengan angka kritik dari
tabel korelasi nilai r dengan taraf signifikansi 5%. Kriteria pengujian valid
jika r hitung > r tabel atau tidak valid jika r hitung < r tabel.
Berdasarkan hasil uji validitas dengan rumus korelasi product moment
diketahui bahwa butir soal yang valid 35 butir, yaitu nomor 1, 3, 4, 5, 6, 8, 9,
10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31,
32, 34, 35, 36, 37, 38, 39, dan 40. Dari 35 butir kuesioner yang sudah valid,
terhitung sudah mewakili semua indikator yang tercantum dalam kisi-kisi,
sehingga semua butir kuesioner yang valid dapat digunakan dalam penelitian
ini (Analisis validitas kuesioner konsep diri dapat dilihat pada lampiran 2.4)
2) Uji Reliabilitas
Reliabilitas juga dapat diartikan sama dengan konsistensi atau keajegan.
Suatu instrumen dikatakan mempunyai nilai reliabilitas tinggi, apabila tes
yang dibuat mempunyai hasil konsisten dalam mengukur yang hendak
diukur. Dalam penelitian ini untuk mencari reliabilitas kuesioner
menggunakan tehnik Alpha Cronbach sebagai berikut.
r 11 =
2
2
11 t
i
s
s
n
n
dengan:
r 11 = indeks reliabilitas instrument
![Page 116: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/116.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
n = banyaknya butir instrument
s 2
i = variansi belahan ke-i, i= 1,2,…,k (k≤n)
s 2
t = variansi skor-skor yang diperoleh subjek uji coba
Kreteria: instrument reliable jika r11
≥ 0,70
(Arikunto, 2003 : 180)
Berdasarkan hasil uji reliabilitas dengan rumus α – Cronbach diketahui
bahwa reliabilitas kuesioner konsep diri adalah 0,958. Hal itu berarti
kuesioner konsep diri dapat dikatakan reliabel karena r hitung = 0,958 >
0,70. (Analisis reliabilitas angket konsep diri selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran 2.5).
b. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Sikap Nasionalisme
1) Uji Validitas
Uji validitas butir kuesioner Sikap Nasionalisme dilakukan dengan skor
butir dipandang sebagai X dan skor total dipandang sebagai Y, kemudian
diuji validitasnya dengan rumus korelasi product moment, sebagai berikut.
√[ ] (Arikunto, 2003: 327)
Keterangan :
rxy = koefesien validitas
Y = Skor rata-rata dari Y
∑xy = jumah butir dikalikan skor total
X = skor rata-rata dari X
n = jumlah peserta tes
![Page 117: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/117.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Hasil penghitungan kemudian dibandingkan dengan angka kritik dari
tabel korelasi nilai r dengan taraf signifikansi 5%. Kriteria pengujian valid
jika r hitung > r tabel atau tidak valid jika r hitung < r tabel.
Berdasarkan hasil uji validitas dengan rumus korelasi product moment
diketahui bahwa butir soal yang valid 40 butir, yaitu nomor 1, 2, 4, 5, 8, 9,
10, 11, 14, 16, 17, 19, 20, 23, 24, 25, 27, 28, 30, 31, 33, 34, 36, 38, 40, 42,
43, 44, 45, 46, 49, 51, 52, 54, 55, 58, 59, 60, 62, dan 64. Dari 40 butir
kuesioner yang sudah valid, terhitung sudah mewakili semua indikator yang
tercantum dalam kisi-kisi, sehingga semua butir kuesioner yang valid dapat
digunakan dalam penelitian ini (Analisis validitas kuesioner Sikap
Nasionalisme dapat dilihat pada lampiran 3.4)
2) Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan ukuran yang menunjukkan hasil yang dapat
dipercaya apabila alat ukur itu diujicobakan berkali-kali. Dalam penelitian
ini untuk mencari reliabilitas kuesioner menggunakan tehnik Alpha
Cronbach sebagai berikut.
r 11 =
2
2
11 t
i
s
s
n
n
dengan:
r 11 = indeks reliabilitas instrument
n = banyaknya butir instrument
s 2
i = variansi belahan ke-i, i= 1,2,…,k (k≤n)
s2
t = variansi skor-skor yang diperoleh subjek uji coba
![Page 118: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/118.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Kreteria: instrument reliable jika r11
≥ 0,70
(Arikunto, 2003 : 180)
Berdasarkan hasil uji reliabilitas dengan rumus α – Cronbach diketahui
bahwa reliabilitas kuesioner sikap nasionalisme adalah 0,961. Hal ini berarti
kuesioner sikap nasionalisme dapat dikatakan reliable, karena r hitung 0,961
> 0,70. (Analisis reliabilitas angket konsep diri selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran 3.5).
F. Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dianalisis untuk menguji kebenaran hipotesis
dan memperoleh kesimpulan. Berdasarkan banyaknya faktor dari variabel bebas
yang dilibatkan dalam penelitian ini maka rancangan analisis data menggunakan
rancangan faktorial 2 x 2. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis variansi
(Anava) dua jalan dengan maksud dapat mengetahui berapa besar pengaruh
perlakuan terhadap respon dari eksperimen.
Analisis variansi dua jalan (2 x 2) membutuhkan dua persyaratan, yaitu uji
variansi yang sama (uji homogenitas) untuk setiap kelompok perlakuan dan
populasi berdistribusi secara normal (uji normalitas). Untuk itu, sebelum uji
hipotesis dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat, baik uji normalitas
maupun homogenitas.
![Page 119: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/119.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
1. Uji Persyaratan Analisis
Uji persyaratan analisis digunakan untuk membuktikan bahwa kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen berangkat dari titik tolak yang sama. Analisis
ini terdiri atas uji normalitas dan uji homogenitas.
a. Uji Normalitas
Pengujian normalitas sampel menggunakan uji Lilliefors Significance
Correction dari Kolmogorov-Smirnov pada taraf signifikansi α = 0,05. Berikut
langkah yang dilalui terkait dengan teknik uji Lilliefors sebagai berikut :
1). Hipotesis
H 0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
H 1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
2). α = 0,05
3). Statistik uji yang digunakan :
L = Maks ii zSzF
Dengan F iz = P(Z≤z): Z ~ N (0,1)
S(z i ) = proporsi cacah z≤z i , terhadap seluruh z i
z i = s
XX 1
4). Daerah Kritik
DK = naLLL : dengan n adalah ukuran sampel.
5). Keputusan uji
H 0 diterima jika harga statistik uji terletak diluar daerah kritik.
![Page 120: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/120.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
(Budiyono, 2009 : 170-171)
Uji normalitas ditujukan terhadap H0 yang menyatakan bahwa sampel
berasal dari populasi yang terdistribusi secara normal. Penerimaan dan
penolakan H0 didasarkan pada kreteria jika nilai signifikansi > 0,05 maka
distribusi data normal, sedangkan jika nilai signifikansi < 0,05 maka distribusi
data tidak normal.
b. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas variansi populasi menggunakan uji Levenee’s
test of homogenity of variance pada taraf signifikansi α = 0,05 %. Dengan
rumus yang diuraikan sebagai berikut :
(Sudjana, 1982: 91, 146, 242)
Keterangan:
N : banyaknya subjek
X : rerata
S : simpangan baku
Penerimaan atau penolakan homogenitas didasarkan pada kriteria jika
nilai signifikansi > 0,05 dan < 0.95 maka dapat dikatakan bahwa terdapat
kesamaan varians (homogenitas) dua kelompok yang dibandingkan,
sedangkan jika nilai sig. atau signifikansi < 0,05 atau > 0.95 maka dapat
1
)( 2
2
n
xxfS
ii
2
1
S
SF
)(
).)(1(
21
21
1
p
pF
F
![Page 121: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/121.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
dikatakan bahwa tidak terdapat kesamaan varians (homogenitas) dua
kelompok yang dibandingkan.
2. Uji Hipotesis
Uji Hipotesis dalam analisis data penelitian menggunakan teknik analisis
variansi dua jalan (desain faktorial 2 x 2) pada taraf signifikansi 0,05 dan
dilanjutkan dengan uji komparasi ganda Scheffe.
a. Model untuk data pada populasi ini adalah:
X ijk μ+α ijkijji
Dengan:
X ijk = data amatan ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j.
= rata-rata dari seluruh data
i = i = efek baris ke-i pada variabel terikat.
j = j = efek kolom ke-j pada variabel terikat.
ij = jiij
= kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat.
ijk = deviasi data X ijk terhadap rataan populasi ij yang berdistribusi
normal dengan rataan 0.
i = 1, 2 dengan 1 = Model Pembelajaran Konvensional
![Page 122: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/122.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
2 = Model Pembelajaran CTL
j = 1, 2 dengan 1 = Konsep Diri rendah
2 = Konsep Diri tinggi
(Budiyono, 2009 : 207).
b. Prosedur
1) Hipotesis:
(a) H oA : 1 = 0 untuk setiap i = 1,2
Tidak ada pengaruh model pembelajaran terhadap sikap
nasionalisme
H A1 : paling sedikit ada satu
1 yang tidak nol
Terdapat pengaruh model pembelajaran terhadap sikap
nasionalisme
(b) H oB : j = 0, untuk setiap j = 1, 2, 3
Tidak ada pengaruh konsep diri terhadap sikap nasionalisme
H B1 : paling sedikit ada satu j yang tidak nol
Terdapat pengaruh konsep diri terhadap sikap nasionalisme
(c) H oAB: ( ) ij = 0, untuk setiap i = 1, 2 dan j = 1, 2
Tidak ada interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri
terhadap sikap nasionalisme
![Page 123: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/123.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
HAB1
: Paling sedikit ada satu ( ) ij yang tidak nol
Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri
terhadap sikap nasionalisme
2) Taraf Signifikasi = 0,05
3) Komputasi
Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tidak sama, dilakukan
perhitungan sebagai berikut:
N = ji
ijn,
= banyaknya seluruh data amatan; dengan n ij = banyaknya dat
amatan pada sel ke-ij.
ji ij
h
n
pqn
,
1= rerata harmonik frekuensi seluruh sel;
p = banyaknya baris
q = banyaknya kolom
(1) = pq
G 2
; dengan G = ji
ijAB,
= jumlah rataan semua sel
(2) = ji
ijSS,
; dengan SS ij = ijk
ijk
k
ijkn
X
X
2
2
(3) = i
i
p
A2
; dengan A i = j
ijAB = jumlah rataan pada baris ke-i
![Page 124: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/124.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
(4) = j
j
q
B 2
; dengan B j = i
ijAB = jumlah rataan pada kolom ke-j
(5) = ji
ijAB,
2
; dengan ijAB = rataan pada sel ij
Kemudian dihitung lima jumlah kuadrat pada analisis variansi dua jalan
pada sel tidak sama, yaitu jumlah kuadrat baris (JKA), jumlah kuadrat
kolom (JKB), jumlah kuadrat interaksi (JKAB), jumlah kuadrat galat
(JKG), dan jumlah total (JKT) dengan rumus sebagai berikut:
JKA = 13 hn
JKB = 14 hn
JKAB = 4351 hn
JKG = (2)
JKT = JKA+JKB+JKAB+JKG
Derajat kebebasan masing-masing jumlah kuadrat di atas adalah:
dkA = p-1 dkB = q-1
dkAB = (p-1)(q-1) dkG = N-pq
dkT = N-1
Selanjutnya menghitung rataan kuadrat sebagai berikut:
![Page 125: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/125.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
RKA = dkA
JKA RKB =
dKB
JKB
RKAB = dkAB
JKAB RKG =
dkG
JKG
4) Statistik Uji
F a = RKG
RKA
F b = RKG
RKB
F ab = RKG
RKAB
5) Daerah Kritik:
Untuk F a ; DK = {F/F>F pqNp ;1; }
Untuk F b ; DK = {F/F> F pqNq ;1: }
Untuk F ab ; DK = {F/F> F pqNqp ;11; }
6) Keputusan Uji:
H o ditolak jika F obs DK
(Budiyono, 2004:228-230)
Berdasarkan uji analisis di atas dapat digunakan untuk menentukan
langkah selanjutnya apakah perlu uji lanjut pasca ANAVA atau tidak. Jika H oA
ditolak, maka tidak perlu dilakukan uji komparasi ANAVA antar baris, sebab
![Page 126: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/126.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
kalaupun dilakukan komparasi ganda antara rataan siswa yang menggunakan
model CTL dan rataan siswa yang menggunakan model pembelajaran
konvensional, dapat dipastikan bahwa hipotesisnya juga akan ditolak
(Budiyono, 2009: 219). Untuk mengetahui mana yang lebih baik dapat dilihat
pada rataan marginalnya. Jika H oB ditolak, maka perlu dilakukan komparasi
ganda pasca ANAVA antar kolom. Sedang jika H oAB ditolak, juga perlu
dilakukan komparasi pada pasca ANAVA antar sel (Budiyono, 2009 : 215).
![Page 127: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/127.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data
Data yang telah terkumpul melalui penelitian ditabulasikan sesuai dengan
keperluan analisis data yang tercantum dalam rancangan penelitian yang bertujuan
untuk mendapat gambaran umum mengenai penyebaran atau distribusi data. Data
hasil penelitian yang akan diolah dengan menggunakan Anova dua jalur yang
terlebih dahulu akan dijabarkan deskripsi data masing-masing sel antarkolom dan
antarbaris yang terdiri : (1) Data sikap nasionalisme siswa yang diajarkan dengan
model pembelajaran konvensional secara keseluruhan (A1), (2) Data sikap
nasionalisme siswa yang diajarkan dengan model Contextual Teaching and
Learning (CTL) secara keseluruhan (A2), (3) Data sikap nasionalisme siswa yang
memiliki konsep diri rendah secara keseluruhan (B1), (4) Data sikap nasionalisme
siswa yang memiliki konsep diri tinggi secara keseluruhan (B2), (5) Data sikap
nasionalisme siswa yang diterapkan berupa model pembelajaran konvensional
dengan konsep diri rendah (A1B1), (6) Data sikap nasionalisme siswa yang
diterapkan berupa model pembelajaran konvensional dengan konsep diri tinggi
(A1B2), (7) Data sikap nasionalisme siswa yang diterapkan berupa model CTL
dengan konsep diri rendah (A2B1), (8) Data sikap nasionalisme siswa yang
diterapkan berupa model CTL dengan konsep diri tinggi (A2B2).
93
![Page 128: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/128.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
a. Data Sikap Nasionalisme Siswa dengan Model Pembelajaran
Konvensional Secara Keseluruhan (A1)
Dari hasil analisis mengenai sikap nasionalisme siswa dengan
menggunakan model pembelajaran konvensional secara keseluruhan diketahui
bahwa : N = 30, skor tertinggi = 189,00 dan skor terendah = 102,00 sehingga
rentangannya (range) = 87. Berdasarkan perhitungan statistik dasar yang dibantu
dengan program SPSS diperoleh Mean = 134,0333, Median = 137,5, Modus =
137,5, Standar Deviasi = 21,4114. Distribusi frekuensi skor Sikap Nasionalisme
siswa dengan model pembelajaran konvensional secara keseluruhan terdiri dari
6 kelas dengan panjang kelas 15. Berdasarkan data hasil perhitungan di atas
secara keseluruhan (A1) disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan Model
Pembelajaran Konvensional Secara Keseluruhan (A1)
No Kelas Interval Frekuensi Frel (%) Fkum (%)
1 102 – 116 7 23,333 23,333
2 117 – 131 8 26,667 50
3 132 – 146 4 13,333 63,333
4 147 – 161 10 33,333 96,667
5 162 – 176 0 0 96,667
6 177 – 191 1 3,333 100
Jumlah 30 100
Sumber : Data Primer
![Page 129: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/129.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Berdasarkan distribusi frekuensi mengenai skor sikap nasionalisme dengan
meggunakan model pembelajaran konvensional secara keseluruhan dapat
divisualisasikan dalam gambar histogram frekuensi skor sebagai berikut.
Gambar 4.1 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme
dengan Model Pembelajaran Konvensional Secara Keseluruhan
(A1)
Dari distribusi di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 4 (13,33 %) berada
pada kelompok rata-rata, 15 (50 %) siswa berada pada kelompok di atas rata-
rata dan 11 (36.67 %) siswa berada pada kelompok di bawah rata-rata, sehingga
dapat diketahui bahwa sikap nasionalisme siswa dengan menggunakan model
pembelajaran konvensional secara keseluruhan sudah baik. Hal ini terlihat dari
skor siswa yang sama dengan rata-rata dan diatas rata-rata sebanyak 19 (63,33
%), sedangkan yang berada dibawah rata-rata 11 (36,67 %) dari jumlah
keseluruhan responden (N) = 30.
![Page 130: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/130.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
b. Data Sikap Nasionalisme Siswa dengan Model CTL Secara
Keseluruhan (A2)
Dari hasil analisis mengenai sikap nasionalisme siswa dengan
menggunakan model CTL secara keseluruhan diketahui bahwa : N = 30, skor
tertinggi = 196,00 dan skor terendah = 141,00 sehingga rentangannya (range) =
55. Berdasarkan perhitungan statistik dasar yang dibantu dengan program SPSS
diperoleh Mean = 170,8333, Median = 172,167, Modus = 164,167, Standar
Deviasi = 17,7513. Distribusi frekuensi skor Sikap Nasionalisme siswa dengan
model CTL secara keseluruhan (A2) terdiri dari 6 kelas dengan panjang kelas
10. Berdasarkan data hasil perhitungan di atas secara keseluruhan dapat
disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan Model
CTL Secara Keseluruhan (A2)
No Kelas Interval Frekuensi Frel (%) Fkum (%)
1 141 – 150 5 16,667 16,667
2 151 – 160 6 20 36,667
3 161 – 170 3 10 46,667
4 171 – 180 6 20 66,667
5 181 – 190 5 16,667 83,334
6 191 – 200 5 16,667 100
Jumlah 30 100
Sumber : Data Primer
![Page 131: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/131.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Berdasarkan distribusi frekuensi mengenai skor sikap nasionalisme
dengan menggunakan model CTL secara keseluruhan dapat divisualisasikan
dalam gambar histogram frekuensi skor sebagai berikut :
Gambar 4.2 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme
dengan Model CTL Secara Keseluruhan (A2)
Dari distribusi di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 6 (20 %) berada
pada kelompok rata-rata, 14 (46,67 %) siswa berada pada kelompok di atas rata-
rata dan 10 (33.34 %) siswa berada pada kelompok di bawah rata-rata, sehingga
dapat diketahui bahwa sikap nasionalisme siswa dengan menggunakan model
CTL secara keseluruhan sudah baik. Hal ini terlihat dari skor siswa yang sama
dengan rata-rata dan diatas rata-rata sebanyak 20 (66,67 %), sedangkan yang
berada dibawah rata-rata 10 (33,34 %) dari jumlah keseluruhan responden (N) =
30.
![Page 132: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/132.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
c. Data Sikap Nasionalisme Siswa Kelompok Konsep Diri Rendah (B1)
Dari hasil analisis mengenai sikap nasionalisme siswa dengan konsep
diri rendah secara keseluruhan diketahui bahwa : N = 29, skor tertinggi = 180,00
dan skor terendah = 102,00 sehingga rentangannya (range) = 78. Berdasarkan
perhitungan statistik dasar yang dibantu dengan program SPSS diperoleh Mean
= 134, 0345, Median = 139,438, Modus = 137,167, Standar Deviasi = 21,9309.
Distribusi frekuensi skor Sikap Nasionalisme siswa dengan konsep diri rendah
terdiri dari 6 kelas dengan panjang kelas 14. Berdasarkan data hasil perhitungan
di atas secara keseluruhan dapat disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan Konsep
Diri Rendah (B1)
No Kelas Interval Frekuensi Frel (%) Fkum (%)
1 102 -115 7 24, 138 24,138
2 116 -129 7 24,138 48,276
3 130 – 143 3 10,345 58,621
4 144 -157 8 27,586 86,207
5 158 – 171 3 10,345 96,552
6 172 – 185 1 3,448 100
Jumlah 29 100
Sumber : Data Primer
![Page 133: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/133.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Berdasarkan distribusi frekuensi mengenai skor sikap nasionalisme pada
kelompok siswa dengan konsep diri rendah secara keseluruhan dapat
divisualisasikan dalam gambar histogram frekuensi skor sebagai berikut :
Gambar 4.3 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme
dengan Konsep Diri Rendah (B1)
Dari distribusi di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 3 (10,35 %) berada
pada kelompok rata-rata, 14 (48,28 %) siswa berada pada kelompok di atas rata-
rata dan 12 (41,38 %) siswa berada pada kelompok di bawah rata-rata, sehingga
dapat diketahui bahwa sikap nasionalisme siswa dengan konsep diri rendah
secara keseluruhan sudah baik. Hal ini terlihat dari skor siswa yang sama
dengan rata-rata dan diatas rata-rata sebanyak 17 (58,63 %), sedangkan yang
berada dibawah rata-rata 12 (41,38 %) dari jumlah keseluruhan responden (N) =
29.
![Page 134: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/134.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
d. Data Sikap Nasionalisme Siswa Kelompok Konsep Diri Tinggi (B2)
Dari hasil analisis mengenai sikap nasionalisme siswa dengan konsep diri
tinggi secara keseluruhan diketahui bahwa : N = 31, skor tertinggi = 196,00 dan
skor terendah = 143,00 sehingga rentangannya (range) = 53. Berdasarkan
perhitungan statistik dasar yang dibantu dengan program SPSS diperoleh Mean
= 169,6452, Median = 171, Modus = 167,25 , Standar Deviasi = 18,5104.
Distribusi frekuensi skor Sikap Nasionalisme siswa dengan konsep diri tinggi
terdiri dari 6 kelas dengan panjang kelas 9. Berdasarkan data hasil perhitungan
di atas secara keseluruhan dapat disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan Konsep
Diri Tinggi (B2)
No Kelas Interval Frekuensi Frel (%) Fkum (%)
1 143 – 151 7 22,581 22,581
2 152 – 160 7 22,581 45,162
3 161 – 169 1 3,226 48,388
4 170 -178 3 9,677 58,065
5 179 -187 3 9,677 67,742
6 188 – 196 10 32,258 100
Jumlah 31 100
Sumber : Data Primer
![Page 135: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/135.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Berdasarkan distribusi frekuensi mengenai skor sikap nasionalisme pada
kelompok siswa dengan konsep diri tinggi secara keseluruhan dapat
divisualisasikan dalam gambar histogram frekuensi skor sebagai berikut :
Gambar 4.4 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme
dengan Konsep Diri Tinggi (B2)
Dari distribusi di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 3 (9,68 %) berada
pada kelompok rata-rata, 15 (48,39 %) siswa berada pada kelompok di atas rata-
rata dan 13 (41,94 %) siswa berada pada kelompok di bawah rata-rata, sehingga
dapat diketahui bahwa sikap nasionalisme siswa secara keseluruhan sudah baik.
Hal ini terlihat dari skor siswa yang sama dengan rata-rata dan diatas rata-rata
sebanyak 18 (58,07 %), sedangkan yang berada dibawah rata-rata 10 (33,34 %)
dari jumlah keseluruhan responden (N) = 31.
![Page 136: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/136.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
e. Data Sikap Nasionalisme dengan Model Pembelajaran Konvensional
Pada Siswa yang Memiliki Konsep Diri Rendah (A1B1)
Dari hasil analisis mengenai sikap nasionalisme siswa dengan
menggunakan model konvensional pada siswa yang memiliki konsep diri rendah
diketahui bahwa : N = 17, skor tertinggi = 151,00 dan skor terendah = 102,00
sehingga rentangannya (range) = 49. Berdasarkan perhitungan statistik dasar yang
dibantu dengan program SPSS diperoleh Mean = 119,235, Median = 132,333,
Modus = 124,75, Standar Deviasi = 13,8903. Distribusi frekuensi skor Sikap
Nasionalisme siswa dengan model pembelajaran konvensional pada siswa yang
memiliki konsep diri rendah terdiri dari 5 kelas dengan panjang kelas 10.
Berdasarkan data hasil perhitungan di atas dapat disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan Model
Pembelajaran Konvensional Pada Siswa yang Memiliki Konsep
Diri Rendah (A1B2)
No Kelas Interval Frekuensi Frel (%) Fkum (%)
1 102 – 111 6 35,294 35,294
2 112 – 121 3 17, 647 52,942
3 122 – 131 6 35,294 88,236
4 132 – 141 1 5,882 94,118
5 142 – 151 1 5,882 100
Jumlah 17 100
Sumber : Data Primer
![Page 137: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/137.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Berdasarkan distribusi frekuensi mengenai skor sikap nasionalisme dengan
model pembelajaran konvensional pada kelompok siswa dengan konsep diri
rendah dapat divisualisasikan dalam gambar histogram frekuensi skor sebagai
berikut :
Gambar 4.5 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme
dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Siswa yang
Memiliki Konsep Diri Rendah (A1B1)
Dari distribusi di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 3 (17,65 %) berada
pada kelompok rata-rata, 6 (35,29 %) siswa berada pada kelompok di atas rata-
rata dan 8 (47,06 %) siswa berada pada kelompok di bawah rata-rata, sehingga
dapat diketahui bahwa sikap nasionalisme siswa dengan menggunakan model
pembelajaran konvensional dengan memiliki konsep diri rendah secara
keseluruhan sudah baik. Hal ini terlihat dari skor siswa yang sama dengan rata-
![Page 138: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/138.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
rata dan diatas rata-rata sebanyak 9 (52,94 %), sedangkan yang berada dibawah
rata-rata 8 (47,06 %) dari jumlah keseluruhan responden (N) = 17.
f. Data Sikap Nasionalisme dengan Model Pembelajaran Konvensional
Pada Siswa Yang Memiliki Konsep Diri Tinggi (A1B2)
Dari hasil analisis mengenai sikap nasionalisme siswa dengan
menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa yang memiliki
konsep diri tinggi diketahui bahwa : N = 13, skor tertinggi = 189,00 dan skor
terendah = 143,00 sehingga rentangannya (range) = 46. Berdasarkan perhitungan
statistik dasar yang dibantu dengan program SPSS diperoleh Mean = 153,3846 ,
Median = 117,5, Modus = 172, Standar Deviasi = 11,6085. Distribusi frekuensi
skor sikap nasionalisme siswa dengan model pembelajaran konvensional pada
siswa yang memiliki konsep diri tinggi terdiri dari 5 kelas dengan panjang kelas
10.
Berdasarkan hasil distribusi frekuensi skor sikap nasionalisme siswa,
dapat dilihat bahwa sebanyak 5 (38,46 %) berada pada kelompok rata-rata, 7
(53,85 %) siswa berada pada kelompok di atas rata-rata dan 1 (7,69 %) siswa
berada pada kelompok di bawah rata-rata, sehingga dapat diketahui bahwa sikap
nasionalisme siswa dengan menggunakan model konvensional dengan memiliki
konsep diri tinggi secara keseluruhan sudah baik. Hal ini terlihat dari skor siswa
yang sama dengan rata-rata dan diatas rata-rata sebanyak 12 (92,31%),
sedangkan yang berada dibawah rata-rata 1 (7,69 %) dari jumlah keseluruhan
![Page 139: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/139.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
responden (N) = 13. Berikut data hasil perhitungan di atas secara keseluruhan
dapat disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan Model
Pembelajaran Konvensional Pada Siswa Yang Memiliki Konsep
Diri Tinggi (A1B2)
No Kelas Interval Frekuensi Frel (%) Fkum (%)
1 143 – 152 7 53,846 53,846
2 153 – 162 5 38,461 92,307
3 163 – 172 0 0 92,307
4 173 – 182 0 0 92,307
5 183 – 192 1 7,692 100
Jumlah 13 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan distribusi frekuensi mengenai skor sikap nasionalisme dengan
model pembelajaran konvensional pada kelompok siswa dengan konsep diri tinggi
dapat divisualisasikan dalam gambar histogram frekuensi skor sebagai berikut :
![Page 140: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/140.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Gambar 4.6 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme
dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Siswa Yang
Memiliki Konsep Diri Tinggi (A1B2)
g. Data Sikap Nasionalisme dengan Model CTL Pada Siswa Yang
Memiliki Konsep Diri Rendah (A2B1)
Dari hasil analisis mengenai sikap nasionalisme siswa dengan
menggunakan model CTL pada siswa yang memiliki konsep diri rendah
diketahui bahwa : N = 12, skor tertinggi = 180,00 dan skor terendah = 141,00
sehingga rentangannya (range) = 39. Berdasarkan perhitungan statistik dasar
yang dibantu dengan program SPSS diperoleh Mean = 155,00, Median = 140,5,
Modus = 167,5, Standar Deviasi = 11,2088. Distribusi frekuensi skor Sikap
Nasionalisme siswa dengan model CTL pada siswa yang memiliki konsep diri
rendah terdiri dari 5 kelas dengan panjang kelas 9. Berdasarkan data hasil
perhitungan di atas dapat disajikan pada tabel berikut :
![Page 141: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/141.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan Model
CTL Pada Siswa Yang Memiliki Konsep Diri Rendah (A2B1)
No Kelas Interval Frekuensi Frel (%) Fkum (%)
1 141 – 149 4 33,333 41,667
2 150 – 158 5 41,667 75
3 159 – 167 1 8,333 83,333
4 168 – 176 1 8,333 91,666
5 177 – 185 1 8,333 100
Jumlah 12 100
Sumber : Data Primer
Dari distribusi di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 5 (41,67 %) berada
pada kelompok rata-rata, 4 (33,33 %) siswa berada pada kelompok di atas rata-
rata dan 3 (25 %) siswa berada pada kelompok di bawah rata-rata, sehingga
dapat diketahui bahwa sikap nasionalisme siswa dengan menggunakan model
CTL yang memiliki konsep diri rendah secara keseluruhan sudah baik. Hal ini
terlihat dari skor siswa yang sama dengan rata-rata dan diatas rata-rata sebanyak
9 (75 %), sedangkan yang berada dibawah rata-rata 3 (25 %) dari jumlah
keseluruhan responden (N) = 12.
Berdasarkan distribusi frekuensi mengenai skor sikap nasionalisme
dengan model CTL pada kelompok siswa dengan konsep diri rendah secara
keseluruhan dapat divisualisasikan dalam gambar histogram frekuensi skor
sebagai berikut :
![Page 142: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/142.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Gambar 4.7 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme
dengan Model CTL Pada Siswa Yang Memiliki Konsep Diri Rendah
(A2B1)
h. Data Sikap Nasionalisme dengan Model CTL Pada Siswa Yang
Memiliki Konsep Diri Tinggi (A2B2)
Dari hasil analisis mengenai sikap nasionalisme siswa dengan
menggunakan model CTL pada siswa yang memiliki konsep diri tinggi diketahui
bahwa : N = 18, skor tertinggi = 196,00 dan skor terendah = 153,00, sehingga
rentangannya (range) = 43. Berdasarkan perhitungan statistik dasar yang dibantu
dengan program SPSS diperoleh Mean = 181,3889, Median = 188,5, Modus =
173,333, Standar Deviasi = 12,7008. Distribusi frekuensi skor Sikap Nasionalisme
siswa dengan model CTL pada siswa yang memiliki konsep diri tinggi terdiri dari
6 kelas dengan panjang kelas 8. Berdasarkan data hasil perhitungan di atas dapat
disajikan pada tabel berikut :
![Page 143: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/143.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan Model
Pembelajaran Kontekstual Pada Siswa Yang Memiliki Konsep
Diri Tinggi (A2B2)
No Kelas Interval Frekuensi Frel (%) Fkum (%)
1 153 – 160 2 11.111 11,111
2 161 – 168 1 5,555 16,667
3 169 – 176 3 16,667 33,334
4 177 – 184 2 11,111 44,445
5 185- 192 7 38,889 83,334
6 193 – 200 3 16,667 100
Jumlah 18 100
Sumber : Data Primer
Dari distribusi di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 2 (11,11 %) berada
pada kelompok rata-rata, 6 (33,33 %) siswa berada pada kelompok di atas rata-
rata dan 10 (55,56 %) siswa berada pada kelompok di bawah rata-rata, sehingga
dapat diketahui bahwa sikap nasionalisme siswa secara keseluruhan belum begitu
baik. Hal ini terlihat dari skor siswa yang sama dengan rata-rata dan diatas rata-
rata sebanyak 8 (44,44 %), sedangkan yang berada dibawah rata-rata 10 (55,56 %)
dari jumlah keseluruhan responden (N) = 18.
Berdasarkan distribusi frekuensi mengenai skor sikap nasionalisme dengan
model CTL pada kelompok siswa dengan konsep diri tinggi dapat divisualisasikan
dalam gambar histogram frekuensi skor sebagai berikut :
![Page 144: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/144.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Gambar 4.8 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme
dengan Model CTL Pada Siswa Yang Memiliki Konsep Diri
Tinggi (A2B2)
2. Uji Persyaratan Analisis
Setelah data mengenai variabel penelitian terkumpul, maka data yang akan
dianalisis haruslah memenuhi persyaratan normalitas dan homogenitas. Untuk
persyaratan data yang berdistribusi normal pada penelitian ini digunakan uji
Kolmogorow Smirnov, sedangkan uji homogenitas dilakukan dengan uji Levene
test of homogeneity of varience dengan menggunakan program SPSS 17.0.
a. Uji Normalitas
Uji ini dilakukan untuk memenuhi salah satu asumsi yang diperlukan
dalam analisis variansi dua jalan dengan sel yang sama, yakni untuk melihat
apakah ada sampel dari populasi yang berdistribusi normal. Kreteria kenormalan
yang digunakan adalah suatu distribusi nilai variabel dianggap normal jikan nilai
![Page 145: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/145.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
signifikansi pada hasil uji Kolmogorow Smirnov lebih besar dari nilai
probabilitasnya (0,05).
1) Normalitas Kelompok Dengan Model Pembelajaran Konvensional (A1)
Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, kelompok sampel dari
populasi model pembelajaran konvensional diperoleh besaran-besaran statistik :
N = 30. Dengan menggunakan α = 0,05 dan N = 30 diperoleh statistik
Kolmogorov Smirnov sebesar 0,707 dengan signifikkansi kenormalan sebesar
0,700. Hal ini berarti nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kenormalan untuk kelompok sampel dari populasi ini
terpenuhi (Data dan tabel kenormalan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
4.1).
2) Normalitas Kelompok Dengan Model CTL (A2)
Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, kelompok sampel dari
populasi model CTL diperoleh besaran-besaran statistik : N = 30. Dengan
menggunakan α = 0,05 dan N = 30 diperoleh statistik Kolmogorov Smirnov
sebesar 0,730 dengan signifikkansi kenormalan sebesar 0,661. Hal ini berarti
nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa
kenormalan untuk kelompok sampel dari populasi ini terpenuhi (Data dan tabel
kenormalan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.2).
3) Normalitas Kelompok Dengan Konsep Diri Rendah (B1)
Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, kelompok sampel dari
populasi konsep diri rendah diperoleh besaran-besaran statistik : N = 29. Dengan
menggunakan α = 0,05 dan N = 29 diperoleh statistik Kolmogorov Smirnov
![Page 146: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/146.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
sebesar 0,585 dengan signifikkansi kenormalan sebesar 0,884. Hal ini berarti
nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa
kenormalan untuk kelompok sampel dari populasi ini terpenuhi (Data dan tabel
kenormalan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.3).
4) Normalitas Kelompok Dengan Konsep Diri Tinggi (B2)
Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, kelompok sampel dari
populasi konsep diri tinggi diperoleh besaran-besaran statistik : N = 31. Dengan
menggunakan α = 0,05 dan N = 31 diperoleh statistik Kolmogorov Smirnov
sebesar 1,138 dengan signifikkansi kenormalan sebesar 0,150. Hal ini berarti
nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa
kenormalan untuk kelompok sampel dari populasi ini terpenuhi (Data dan tabel
kenormalan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.4).
5) Normalitas Kelompok Model Pembelajaran Konvensional Dengan
Konsep Diri Rendah (A1B1)
Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, kelompok sampel dari
populasi model pembelajaran konvensional dengan konsep diri rendah diperoleh
besaran-besaran statistik : N = 17. Dengan menggunakan α = 0,05 dan N = 17
diperoleh statistik Kolmogorov Smirnov sebesar 0,650 dengan signifikkansi
kenormalan sebesar 0,791. Hal ini berarti nilai signifikansi lebih tinggi dari
0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa kenormalan untuk kelompok sampel dari
populasi ini terpenuhi (Data dan tabel kenormalan selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran 4.5).
![Page 147: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/147.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
6) Normalitas Kelompok Model Pembelajaran Konvensional Dengan
Konsep Diri Tinggi (A1B2)
Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, kelompok sampel dari
populasi model pembelajaran konvensional dengan konsep diri tinggi diperoleh
besaran-besaran statistik : N = 13. Dengan menggunakan α = 0,05 dan N = 13
diperoleh statistik Kolmogorov Smirnov sebesar 1,085 dengan signifikkansi
kenormalan sebesar 0,190. Hal ini berarti nilai signifikansi lebih tinggi dari
0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa kenormalan untuk kelompok sampel dari
populasi ini terpenuhi (Data dan tabel kenormalan selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran 4.6).
7) Normalitas Kelompok Model CTL Dengan Konsep Diri Rendah (A2B1)
Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, kelompok sampel dari
populasi model CTL dengan konsep diri rendah diperoleh besaran-besaran
statistik : N = 12. Dengan menggunakan α = 0,05 dan N = 12 diperoleh statistik
Kolmogorov Smirnov sebesar 0,534 dengan signifikkansi kenormalan sebesar
0,938. Hal ini berarti nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kenormalan untuk kelompok sampel dari populasi ini
terpenuhi (Data dan tabel kenormalan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
4.7).
8) Normalitas Kelompok Model CTL Dengan Konsep Diri Tinggi (A2B2)
Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, kelompok sampel dari
populasi model CTL dengan konsep diri tinggi diperoleh besaran-besaran
statistik : N = 18. Dengan menggunakan α = 0,05 dan N = 18 diperoleh statistik
![Page 148: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/148.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Kolmogorov Smirnov sebesar 0,843 dengan signifikkansi kenormalan sebesar
0,476. Hal ini berarti nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kenormalan untuk kelompok sampel dari populasi ini
terpenuhi (Data dan tabel kenormalan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
4.8).
b. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas variansi keempat kelompok data dilakukan dengan
menggunakan Levene test of homogeneity of varience dihitung dengan SPSS.
Hasil perhitungan Levene test of homogeneity of varience menghasilkan nilai
statistik F sebesar 0,984 dan nilai signifikansi sebesar 0,407. Hal ini berarti nilai
signifikansi lebih besar dari 0,05, sehingga tidak dapat menolak hipotesis nol
yang menyatakan variansi populasi sama. Untuk lebih jelasnya hasil uji
homogenitas variabel keempat kelompok tersebut dapat disajikan pada tabel
berikut :
Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor Sikap Nasionalisme Siswa
Keempat Kelompok Perlakuan
Levene's Test of Equality of Error Variances
Dependent Variable: Sikap Nasionalisme
F df1 df2 Sig
.984 3 56 .407
Tests the null hypothesis that the error variance of
the dependent variable is equal across groups.
a. Design: MP+KD+MP * KD
Sumber : Data Primer
![Page 149: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/149.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
3. Pengujian Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah hipotesis perbedaan
skor sikap nasionalisme antara kelompok siswa yang diajar melalui model CTL
dan melaui model pembelajaran konvensional, antara kelompok konsep diri tinggi
dan rendah, dan interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri. Pengujian
hipotesis penelitian ini dilakukan dengan Analisis Vaktorial Dua Jalur. Tujuannya
adalah menyelidiki dua pengaruh utama dan satu pengaruh interaksi. Kemudian
dilanjutkan dengan uji Scheffe yang bertujuan untuk mengetahui kelompok yang
lebih unggul secara signifikan. Secara keseluruhan sudah terangkum dalam tabel
hasil ANAVA yang disajikan berikut ini :
Tabel 4.10 Test of Between-Subjects Effects
Dependent Variable : Sikap Nasionalisme
Source
Type III Sum
of Squares Df
Mean
Square F Sig
Model 1428073.58 4 357018.397 2264.623 .000
MP 14806.386 1 14806.836 93.922 .000
KD 13344.506 1 13344.506 84.646 .000
MP*KD 219.288 1 219.288 1.391 .243
Error 8828.414 56 157.650
Total 1436902.000 60
a. R Squaered = .994 (Adjusted R Squared = .993)
![Page 150: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/150.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
a. Hipotesis Pertama :
Terdapat Perbedaan yang positif dan signifikan antara penggunaan
Model CTL dan model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran
sejarah terhadap sikap nasionalisme pada siswa SMP Negeri di Kota
Madya Surakarta.
Dari Tabel ANAVA di atas diperoleh harga Fhitung = 93,922 > Ftabel
(α = 0,05) = 4,00. Hal ini berarti hipotesis statistic (H0) pertama ditolak dan
H1 diterima, sehingga terdapat perbedaan rata-rata antara model CTL
dengan konvensional. Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap nasionalisme
yang diajar dengan model CTL lebih baik dari pada dengan model
pembelajaran konvensional.
b. Hipotesis Kedua :
Terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara siswa SMP
Negeri di Kota Madya Surakarta yang memiliki konsep diri tinggi dan
rendah terhadap sikap nasionalisme.
Dari Tabel ANAVA di atas diperoleh harga Fhitung = 84,646 > Ftabel
(α = 0,05) = 4,00. Hal ini berarti hipotesis statistik (H0) pertama ditolak dan
H1 diterima, sehingga terdapat perbedaan rata-rata sikap nasionalisme
antara siswa yang memiliki konsep diri tinggi dengan siswa yang memiliki
konsep diri rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap nasionalisme yang
dimiliki oleh siswa dengan konsep diri tinggi lebih baik dari pada siswa
dengan konsep diri rendah.
![Page 151: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/151.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
c. Hipotesis Ketiga :
Terdapat interaksi yang positif dan signifikan antara Model CTL
dengan konsep diri terhadap sikap nasionalisme dalam pembelajaran
sejarah pada siswa SMP Negeri di Kota Madya Surakarta.
Dari Tabel ANAVA di atas diperoleh harga Fhitung = 1,391 < Ftabel (α
= 0,05) = 4,00. Hal ini berarti hipotesis statistik (H0) diterima dan H1 di
tolak. Dengan kata lain bahwa tidak terdapat interaksi antara penggunaan
model CTL dan konsep diri terhadap sikap nasionalisme.
Dari kesimpulan di atas terdapat perbedaan yang positif dan signifikan
antarkolom, yaitu bahwa sikap nasionalisme yang diajarkan dengan model CTL
maupun pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional, begitu pula
terkait dengan konsep diri yang dimiliki siswa. Karena tidak ada interaksi, maka
tidak perlu dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Scheffe.
![Page 152: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/152.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Dari hasil pengujian hipotesis di atas, berikut ini dikemukakan
pembahasan mengenai hasil penelitian.
1. Terdapat Perbedaan yang positif dan signifikan antara penggunaan
model CTL dan model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran
sejarah terhadap sikap nasionalisme pada siswa SMP Negeri di Kota
Madya Surakarta.
Hasil pengujian hipotesis pertama memperoleh Fhitung = 93,922 > Ftabel (α =
0,05) = 4,00, sehingga dapat dikatakan terdapat perbedaan yang positif dan
signifikan antara model CTL dengan model pembelajaran konvensional
terhadap sikap nasionalisme. Hasil analisis menunjukkan bahwa sikap
nasionalisme siswa yang diajar dengan model CTL memperoleh skor rata-rata
sebesar 170,8333 lebih besar dari siswa yang diajar dengan model pembelajaran
konvensional yang hanya memperoleh rata-rata sebesar 134,0333. Jadi simpulan
untuk hipotesis pertama adalah ada perbedaan yang positif dan signifikan dari
model pembelajaran terhadap sikap nasionalisme yang menunjukkan bahwa
model CTL lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran
konvensional.
Pembelajaran dengan menggunakan model CTL merupakan rancangan
pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan siswa yang aktif, kreatif, dan
inovatif. Hal ini dikarenakan oleh tujuh komponen dalam model CTL yaitu
kontruktivisme, inquiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan
penilaian otentik. Tujuh komponen tersebut kemudian dimodifikasi untuk
![Page 153: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/153.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
mendukung pembelajaran sejarah sesuai dengan standar kompetensi
“memahami usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia” dan kompetensi
dasar “mengidentifikasi usaha perjuangan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia”. Implementasi tujuh komponen dari penggunaan model CTL sesuai
dengan rancangan dan temuan di lapangan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan
baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman baik itu secara
langsung maupun ditampilkan melalui video dari arsip nasional. Konsep
ini, menuntut siswa untuk membangun pengetahuannya dari hasil melihat
dan mendengar, yang kemudian dikonstruk masing-masing individu.
Hasil dari mengkonstruksi itulah yang merupakan pengalaman baru yang
diterima dalam awal mata pelajaran. Konsep kontruktivisme dalam temuan
di lapangan selalu dijadikan pembuka pembelajaran, namun tidak bersifat
monotun. Maksudnya adalah dalam pengembangan model CTL di SMP
Negeri 19 Surakarta untuk mencapai kontruktivisme ini tidak saja
menggunakan video, tetapi juga dibantu oleh media power point, ataupun
tugas yang sudah diberikan pada pertemuan sebelumnya, sehingga siswa
mempunyai gambaran awal mengenai materi yang nanti diajarkan.
b. Inquiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan model CTL. Pada dasarnya kegiatan ini merupakan tahapan
selanjutnya setelah kontruktivisme. Dalam temuan di lapangan konsep ini
di mulai oleh guru dengan menggunakan beberapa pertanyaan untuk
memancing siswa menjawab dan bertanya balik tentang hasil kontruksi di
![Page 154: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/154.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
masing-masing individu. Pengembangan pemikiran inilah yang kemudian
dibantu oleh video, power point, serta berbagai sumber buku yang difoto-
copykan guru, ataupun sumber yang dibawa siswa sendiri, sehingga terjadi
tahapan kedua dari model CTL yaitu menemukan konsepnya sendiri.
c. Bertanya merupakan salah satu landasan berpikir dalam pengembangan
model CTL. Konsep ini merupakan tahapan selanjutnya yang bisa juga
dikatakan sebagai bagian proses inquiri. Konsep bertanya berlaku
dikarenakan oleh tidak semua materi yang diajarkan oleh guru dikuasai
oleh siswa. Sesuai dengan temuan di lapangan dalam kelas eksperimen
lebih banyak timbul pertanyaan dibandingkan dengan dikelas kontrol. Hal
ini kemungkinan terjadi karena dibantu dengan menggunakan media atau
sumber belajar lainnya yang memancing siswa untuk bertanya, namun
tidak terbatas antara guru dengan siswa, tetapi sering ditemukan pula
antara siswa dengan siswa. Konsep bertanya ini dalam pengembangan di
lapangan diperluas lagi dengan memberikan tugas pada siswa untuk
menanyakan perjuangan memperebutkan kemerdekaan Republik Indonesia
di Kota Madya Surakarta kepada orang tua masing-masing yang sudah
lahir di masa itu. Pada dasarnya jawaban dari pertanyaan yang diajukan
oleh siswa merupakan salah satu sumber dari pengalaman baru yang
didapat dalam prose pembelajaran.
d. Masyarakat belajar merupakan kelompok belajar yang berfungsi sebagai
wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Dalam temuan
di lapangan konsep ini juga sering menjadi bagian dari proses
![Page 155: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/155.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
pembelajaran dengan model CTL. Dalam penelitian ini, guru selalu
melibatkan siswa ke dalam kelompok-kelompok diskusi yang menuntut
suatu pengalaman baru yang tidak dimiliki oleh siswa. Guru memberikan
tugas terstruktur yang memancing siswa untuk menggali pengalaman-
pengalaman baru, entah dari media video, power point, ataupun juga
melalui sumber bacaan, sehingga terjadi komunikasi untuk meluruskan
cerita sejarah yang ada dan dapat menambah wawasan cerita sejarah yang
diperdengarkan dari berbagai sumber.
e. Pemodelan merupakan kegiatan yang erat kaitannya dengan
mendemontrasikan model yang ditampilkan sesuai dengan materi ajar.
Dalam temuan dilapangan terkait dengan kegiatan pemodelan ini guru
menunjuk siswa untuk berperan menjadi beberapa tokoh perjuangan
seperti: Ir. Sukarno yang sedang memproklamasikan kemerdekaan
Republik Indonesia, Bung tomo yang sedang berpidato untuk membakar
semangat perjuangan rakyat di seluruh Indonesia.
f. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang
baru saja diterima. Dari temuan di lapangan, dalam setiap pembelajaran
dengan model CTL guru merefleksi siswa dengan mengajukan pernyataan
secara langsung terkait dengan apa yang diperoleh dalalm pembelajaran di
hari itu atau kesan dan pesan siswa, sehingga dalam tahap refleksi ini
sering terjadi diskusi kecil antara siswa dengan guru ataupun siswa dengan
siswa. Pada dasarnya konsep ini berlangsung untuk lebih
menyempurnakan kembali apa yang didapat siswa dihari itu.
![Page 156: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/156.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
g. Penilaian otentik merupakan salah satu bagian dari model CTL yang pada
intinya adalah menunjukkan kemampuan siswa secara nyata. Dalam
nyatanya di lapangan siswa dalam tahapan ini sering dinilai secara
langsung, melalui pertanyaan atau pernyataan yang lebih mengarah ke
pemecahan masalah, daripada aspek pengetahuannya. Penekanan dalam
penelitian ini adalah terletak pada siswa mampu mempelajari sesuatu tidak
hanya bisa mengingat saja, tetapi lebih pada mengerti dan memahami apa
makna yang dapat diambil dari pembelajaran di hari itu.
Berdasarkan uraian tentang temuan penerapan tujuh landasan model
CTL di atas merupakan keunggulan yang membedakan antara model
pembelajaran ini dengan model pembelajaran konvensional. Melalui model CTL
dalam pengembangan pembelajaran sejarah pengalaman siswa dapat lebih
dikembangkan lagi dari belajar tentang lingkungan dimana mereka tinggal
(daerah Kota Madya Surakarta dan Sekitarnya), terutama terkait dengan
perjuangan generasi sebelumnya di tahun 1945-1949. Dalam pembelajaran ini
dibantu dengan menggunakan media power point dan juga terkait dengan video
perjuangan yang berasal dari arsip nasional. Sebagai sumber dalam
pengembangan materi pembelajaran terkait penggunaan model CTL digunakan
beberapa buku penunjang di antaranya: “Sejarah Revolusi Kemerdekaan 1945-
1949 Jawa Tengah”, “Catatan Kisah Perjuangan T.P. Sala Merdeka atau Mati”,
“Pertempuran Empat Hari Di Solo dan Sekitarnya”. Pada dasarnya penggunaan
media dan sumber dalam pengembangan pembelajaran dikarenakan oleh
![Page 157: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/157.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
peristiwa itu sudah terjadi lampau, sehingga tidak mungkin siswa dapat belajar
dengan berada langsung di masa itu. Dengan model CTL inilah pembelajaran
terkesan mengembalikan siswa ke dalam masa lampau, serta memberikan kesan
tersendiri dan lebih mendalam terkait dengan perjuangan generasi pendahulu
dalam merebut kemerdekaan Indonesia di Kota Madya Surakarta.
Penerapan model CTL dalam pembelajaran sejarah pada prakteknya
mengalami berbagai kendala. Dari faktor guru dalam pernerapannya di awal,
guru masih ragu-ragu dalam keberhasilan pembelajarannya. Hal ini disebabkan
oleh guru belum terbiasa memakai model CTL, sehingga harus bisa memancing
siswa untuk aktif dalam pembelajaran, dimana kondisi ini berbanding terbalik
dengan pembelajaran yang biasa dilakukan. Namun berjalan di pertemuan
selanjutnya guru sudah mulai bisa menguasai kelas dengan model CTL, karena
sudah mulai mengacu pada siswa aktif. Kondisi ini didukung pula oleh latar
belakang guru yang merupakan orang asli Surakarta, sehingga sangat membantu
dalam pengembangan model CTL. Selain itu keberhasilan pembelajaran dengan
model CTL ini didukung pula oleh beberapa buku pokok yang sudah disebutkan
di atas.
Sedangkan pembelajaran dengan menggunakan model konvensional di
lapangan masih menguasi kondisi pembelajaran. Kondisi di kelas jauh berbeda
dengan kelas dengan menggunakan model CTL, dimana siswa banyak tidak
memperhatikan pembelajaran. Hal ini kemungkinan menjadi salah satu
penyebab sikap nasionalisme siswa rendah dibandingkan dengan siswa yang
diberi perlakuan dengan model CTL. Penerapan model konvensional memang
![Page 158: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/158.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
lebih efesien dibandingkan dengan model CTL, namun model konvensional
tidak lebih efektif dan inovatif dibandingkan dengan model CTL. Hal ini
disebabkan oleh pembelajaran sejarah dengan model CTL dapat lebih
mengoptimalkan peranan siswa dalam pembelajaran, sehingga siswa tidak
hanya tahu tetapi juga bisa mengerti dan paham. Dengan kata lain model CTL
sangat mendukung pembentukan sikap nasionalisme siswa, dimana dalam
pembelajaran ini terfokus untuk dapat mengembalikan kembali siswa ke masa
lalu atau bisa juga disampaikan bahwa membawa siswa menjadi bagian dari
peristiwa itu.
2. Terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara siswa SMP
Negeri di Kota Madya Surakarta yang memiliki konsep diri tinggi dan
rendah terhadap sikap nasionalisme
Hasil pengujian hipotesis kedua memperoleh Fhitung = 84,646 > Ftabel (α =
0,05) = 4,00, sehingga dapat dikatakan terdapat perbedaan yang positif dan
signifikan antara konsep diri tinggi dengan konsep diri rendah terhadap sikap
nasionalisme. Hasil analisis menunjukkan bahwa sikap nasionalisme yang
dimiliki oleh siswa yang mempunyai konsep diri tinggi memperoleh skor rata-
rata sebesar 169,6452 lebih besar dari siswa yang memiliki konsep diri rendah
yang hanya memperoleh rata-rata sebesar 134,0345. Jadi simpulan untuk
hipotesis kedua adalah ada perbedaan yang positif dan signifikan dari konsep
diri terhadap sikap nasionalisme menunjukkan bahwa konsep diri tinggi lebih
![Page 159: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/159.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
mendukung terbentuknya sikap nasionalisme siswa yang lebih besar
dibandingkan dengan siswa yang memiliki konsep diri rendah.
Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya,
yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi
dengan lingkungan (Agustiani, 2006 : 138). Konsep diri merupakan faktor
bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus-menerus dan
terdeferensiasi. Konsep diri ditanamkan semenjak dini dan menjadi dasar yang
mempengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari.
Konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Pada
umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang
dirinya sendiri. Konsep diri secara global diartikan sebagai konstruk psikologis
yang terbentuk dari persepsi atau cara pandang individu terhadap dirinya
sendiri. Cara pandang itu terbentuk dari koneksi sikap dan keyakinan individu
pada dirinya sendiri yang diperoleh selama ia berinteraksi dengan lingkungan,
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang berkontribusi besar
terhadap pembentukan konsep diri seseorang. Kemudian terkait dengan peranan
konsep diri bukan saja ikut menentukan apa yang dilihat seseorang melainkan
juga bagaimana ia melihatnya.
Dalam penelitian ini, terbentuknya sikap nasionalisme konsep diri tinggi
atau rendah kemungkinan secara tidak langsung dipengaruhi oleh pembelajaran
yang didapat sebelumnya. Dengan kata lain, konsep pembentukan dari
pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dalam pembelajaran di
beberapa pertemuan dengan menggunakan model CTL tentunya juga sangat
![Page 160: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/160.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
mempengaruhi konsep diri yang dimiliki oleh siswa, namun tidak bisa pungkiri
juga pengalaman-pengalaman yang diperolehnya di luar kelas. Hal inilah yang
membedakan antara konsep diri di masing-masing individu, sehingga dalam
temuan di lapangan dibuktikan oleh keberadaan siswa yang memiliki konsep
diri tinggi lebih baik daripada siswa yang memiliki konsep diri rendah terkait
dengan sikap nasionalisme yang dimilikinya.
3. Terdapat interaksi yang positif dan signifikan antara model CTL
dengan konsep diri terhadap sikap nasionalisme dalam pembelajaran
sejarah pada siswa SMP Negeri di Kota Madya Surakarta
Hasil pengujian hipotesis ketiga memperoleh Fhitung = 1,391 > Ftabel (α =
0,05) = 4,00, sehingga dapat dikatakan tidak terdapat interaksi yang positif dan
signifikan antara penggunaan model pembelajaran dan konsep diri terhadap
sikap nasionalisme. Hasil analisis menunjukkan bahwa sikap nasionalisme
siswa yang diajar dengan model CTL pada siswa yang memiliki konsep diri
tinggi memperoleh skor rata-rata sebesar 181,389 dan dibandingkan dengan
siswa yang diajar dengan model CTL pada siswa yang memiliki konsep diri
rendah hanya memperoleh rata-rata sebesar 155,000. Jadi simpulan untuk
hipotesis ketiga adalah tidak menunjukkan adanya interaksi antara penggunaan
model CTL dan konsep diri terhadap sikap nasionalisme.
Dalam penelitian ini, konsep diri dan model CTL sebenarnya sangat
mendukung terbentuknya sikap nasionalisme. Namun konsep diri yang dimiliki
siswa tidak menjadi jaminan berpengaruh lebih baik daripada model
![Page 161: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/161.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
pembelajaran terkait dengan pembentukan sikap nasionalisme. Hal ini
dibuktikan oleh data siswa yang termasuk ke dalam kelompok konsep diri tinggi
yang diajar dengan model CTL tidak semuanya memperoleh skor sikap
nasionalisme tinggi, begitu juga sebaliknya data siswa yang termasuk ke dalam
kelompok konsep diri rendah yang diajar dengan model CTL tidak semuanya
memperoleh skor sikap nasionalisme yang rendah. Hal ini juga berlaku dalam
model pembelajaran konvensional, dimana siswa yang termasuk ke dalam
kelompok konsep diri tinggi belum tentu memperoleh skor sikap nasionalisme
tinggi, begitu pula siswa yang termasuk ke dalam kelompok konsep diri rendah
belum tentu memperoleh skor sikap nasionalisme yang rendah .
C. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, ditemui beberapa keterbatasan yaitu :
1. Penerapan model CTL dalam pembelajaran di kelas membutuhkan persiapan
yang sangat matang, apalagi tidak semua sekolah di Kota Madya Surakarta
pernah menerapakan, termasuk di SMP Negeri 19, 24, 25 Surakarta masih
belum pernah menerapkannya. Tahapan model CTL yang terdiri tujuh
komponen yaitu kontruktivisme, inquiri, bertanya, masyarakat belajar,
pemodelan, refleksi dan penilaian otentik harus dapat dilalui disetiap
pembelajaran, sehingga perlu persiapan yang lama. Kendala yang dihadapi
dalam penerapan model CTL antara lain : kemampuan analisis dan daya
tangkap siswa yang berbeda-beda, guru masih kurang menumbuhkan sikap
nasionalisme siswa, materi yang dirancang dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran masih belum dilaksanakan dengan maksimal karena
![Page 162: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/162.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
keterbatasan waktu. Sedangkan dalam pembelajaran dengan menggunakan
model konvensional masih berkendala pada pemanfaatan media dan
selebihnya berada pada siswa dan guru yang harus memperbaiki kondisi dari
teacher center menjadi student center, sehingga pembelajaran lebih
bervariatif dan efektif.
2. Intrumen dalam penelitian ini yang memakai koesioner dianggap sebagai
sebuah kendala juga oleh siswa. Instrumen tersebut memiliki jumlah yang
sangat banyak dibandingkan dengan waktu yang tersedia baik itu dalam uji
coba instrumen yang membebankan 64 butir pernyataan koesioner sikap
nasionalisme dan 40 butir pernyataan koesioner konsep diri, maupun ketika
diberikan pada siswa baik itu kelas eksperimen dan juga kelas kontrol.
![Page 163: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/163.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara model CTL
(Contextual Teaching and Learning) dan Konvensional terhadap sikap
nasionalisme siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya
Surakarta, dimana penggunaan model CTL memperoleh sikap
nasionalisme yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan model
konvensional.
2. Konsep diri dapat mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap
sikap nasionalisme siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota
Madya Surakarta, dimana siswa yang termasuk ke dalam konsep diri
tinggi tentunya memiliki skor sikap nasionalisme yang tinggi, sedangkan
siswa yang termasuk ke dalam konsep diri rendah memiliki sikap
nasionalisme yang rendah pula.
3. Interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri tidak
mempengaruhi sikap nasionalisme siswa Sekolah Menengah Pertama
Negeri di Kota Madya Surakarta.
129
![Page 164: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/164.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa model CTL lebih
berpengaruh terhadap sikap nasionalisme siswa daripada model pembelajaran
konvensional, konsep diri berpengaruh terhadap sikap nasionalisme siswa. Hal
tersebut membawa implikasi sebagai berikut :
1. Model CTL dapat meningkatkan sikap nasionalisme siswa lebih baik
dikarenakan oleh dalam pembelajaran ini siswa ditopang oleh tujuh
komponen model CTL yaitu kontruktivisme, inquiri, bertanya, masyarakat
belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian otentik. Konsep dari
pembelajaran ini adalah dalam sebuah pembelajaran ketujuh komponen ini
harus ada dan saling melengkapi, sehingga pembelajaran tidak hanya
berjalan searah, tetapi juga berjalan dua arah. Hasilnya dengan
menggunakan tujuh komponen penunjang tersebut, pembelajaran ini tidak
hanya memberikan konstribusi untuk memperoleh pengetahuan yang
dipakai menjawab tes di dalam ujian belaka, tetapi juga dapat digunakan
sebagai pengalaman dalam kehidupan yang akan datang. Dalam penelitian
ini, model CTL berfungsi sebagai pembentuk sikap nasionalisme yang
dimiliki oleh siswa, dengan cara memposisikan siswa menjadi bagian dari
peristiwa tersebut. Siswa yang dilahirkan dan hidup di era ketika Indonesia
sudah merdeka tentunya tidak merasakan bagaimana sulitnya kondisi
sebelum bangsa Indonesia merdeka. Dengan model CTL inilah berusaha
untuk mengembalikan siswa ke cerita masa lalunya lewat media video dari
arsip nasional. Selain itu, siswa sebagai bagian dari bangsa Indonesia
![Page 165: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/165.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
diberikan kesempatan untuk bisa menyakan kepada keluarga baik itu
kakek-nenek ataupun bapak-ibu masing-masing terkait dengan cerita
perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia. Konsep pembelajaran inilah
yang bisa merubah sikap siswa terkait dengan nasionalisme yang
dimilikinya. Dengan demikian, model CTL dapat menjadi alternatif yang
dapat dikembangkan dalam pembelajaran sejarah yang mempunyai misi
pembentukan sikap nasionalisme siswa terkait dengan kesadaran akan
sejarah bangsa dan wujud mempertahankan keutuhan bangsa dan negara
Indonesia.
2. Sikap nasionalisme yang dimiliki oleh siswa kelompok konsep diri tinggi
dan kelompok konsep diri rendah dapat dikatakan jauh berbeda, karena
dalam pembentukan sikap nasionalisme siswa, konsep yang dimiliki oleh
seseorang dapat memberikan kontribusi yang sangat besar dalam
pembelajaran. Masing-masing individu tentunya memiliki perbedaan
konsep yang ada di dalam dirinya. Hal ini dikarenakan oleh, masing-
masing individu mempunyai pengalaman yang berbeda-beda, sehingga
gambaran seorang individu terkait dengan sikap nasionalisme tentunya
juga berbeda. Dengan demikian, kontribusi konsep diri sebagai faktor
internal di masing-masing individu dalam proses pembelajaran terkait
dengan pembentukan sikap nasionalisme siswa dapat ditingkatkan,
sehingga ke depannya dapat mencapai hasil yang lebih optimal.
3. Model CTL dan konsep diri (tinggi dan rendah) secara bersama-sama tidak
mempengaruhi pembentukan sikap nasionalisme siswa. Model pembelajaran
![Page 166: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/166.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
dan konsep diri dapat dioptimalkan secara bersama-sama dalam proses
pembelajaran yang bertujuan untuk membentuk sikap nasionalisme siswa
apabila juga didukung faktor-faktor lainnya, seperti motivasi untuk belajar
dan dukungan dari guru untuk mengarahkan siswa dengan berbagai stimulus
yang berupa sumber belajar baik yangterjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Interaksi antara berbagai faktor internal dan eksternal tersebut
dapat mendukung kegiatan pembelajaran yang lebih terpusat dan mendalam,
sehingga dapat tercapainya hasil pembelajaran tidak hanya terkait dengan
aspek kognitif saja tetapi bisa mencapai faktor afektif dan psikomotor yang
dapat dijadikan pengalaman hidup dimasa yang akan datang.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian di atas maka diajukan
saran-saran sebagai berikut :
1. Model CTL lebih berpengaruh terhadap pembentukan sikap nasionalisme
siswa daripada model pembelajaran konvensional, sehingga model CTL
dapat dijadikan menjadi model pembelajaran alternatif dalam mata
pelajaran sejarah.
2. Pembelajaran di Kota Madya Surakarta sangat didukung oleh beberapa
peninggalan, baik itu dari jaman pra-akasara sampai jaman pasca merdeka
yang bisa digunakan sebagai media pendukung model CTL. Oleh karena
itu, guru bisa memulai dengan membuat media power point yang berisikan
perjuangan dalam memcapai kemerdekaan yang mendukung pelaksanaan
model CTL.
![Page 167: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah](https://reader038.vdokumen.com/reader038/viewer/2022102921/5c80656f09d3f257328ca523/html5/thumbnails/167.jpg)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
3. Dalam penelitian ini, terkait dengan model CTL dan konsep diri terhadap
sikap nasionalisme masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, disarankan
untuk diadakan kembali penelitian sejenis sebagai bahan pertimbangan
dan pembuka wawasan baru terkait dengan model pembelajaran yang
sewaktu-waktu bisa berubah dan berkembang, begitu pula dengan konsep
diri di masing-masing individu tentunya berbeda.