dalam pembelajaran sejarah terhadap sikap/pengaruh... · (studi eksperimen pada siswa sekolah...

167
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PENGARUH MODEL CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP NASIONALISME DITINJAU DARI KONSEP DIRI (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Oleh: GEDE PRAPTA CAHYANA S861008011 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Upload: dothuan

Post on 07-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

PENGARUH MODEL CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP

NASIONALISME DITINJAU DARI KONSEP DIRI

(Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri

di Kota Madya Surakarta)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Oleh:

GEDE PRAPTA CAHYANA

S861008011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PENGARUH MODEL CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP

NASIONALISME DITINJAU DARI KONSEP DIRI

(Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri

di Kota Madya Surakarta)

TESIS

Oleh:

GEDE PRAPTA CAHYANA

NIM S861008011

Telah dinyatakan memenuhi syarat

Pada tanggal ..........................2012

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah

Dr. Hermanu Joebagio, M. Pd.

NIP. 195603031986031001

Komisi

Pembimbing

Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Dr. Sugiyanto

NIP. 194911081976091001

………………

……..………

Pembimbing II Dra. Sutiyah, M.Pd., M.Hum.

NIP. 195907081986012001

………………

……..………

ii

Page 3: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : GEDE PRAPTA CAHYANA

NIM : S861008011

Program Studi : Pendidikan Sejarah

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Model

CTL (Contextual Teaching and Learning) Dalam Pembelajaran Sejarah terhadap

Sikap Nasionalisme Ditinjau Dari Konsep Diri (Studi Eksperimen pada Siswa

Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta) betul-betul karya

saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di

suatu perguruan tinggi.

Sepanjang pengetahuan saya, dalam tesis ini tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara

tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Demikian pernyatan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila di

kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima

sanksi akademik yang berupa pencabutan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.

Surakarta,

Yang membuat pernyataan,

GEDE PRAPTA CAHYANA

S861008011

iv

Page 5: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

Hanya Bangsa yang tahu menghargai Pahlawan-Pahlawannya

dapat menjadi Bangsa yang Besar

(Bung Karno)

v

Page 6: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Tesis ini saya persembahkan kepada:

1. Bapak dan Ibuku Tercinta.

2. Adikku Terkasih.

3. Prof. Dr. N. Bawa Atmadja, M.A.

4. Wayah Durma.

5. Seluruh Keluarga Besarku.

6. Dewi Lestari Tersayang.

vi

Page 7: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas karunia Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang telah

melimpahkan rahmat-Nya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis

yang berjudul Pengaruh Model CTL (Contextual Teaching and Learning) Dalam

Pembelajaran Sejarah terhadap Sikap Nasionalisme Ditinjau Dari Konsep Diri

(Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya

Surakarta), untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat magister pada Program

Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Penyelesaian tesis ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan dari

berbagai pihak. Untuk itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini, terutama:

1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin penelitian

dan menggunakan fasilitas kampus.

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang

telah memberi kesempatan belajar dan ijin penelitian untuk menyeleaikan tesis

ini.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah mendukung penuh

penyelesaian tesis ini.

4. Prof. Dr. Sugiyanto selaku Pembimbing pertama yang telah membimbing

penulis dengan penuh kesabaran dan ketelitian sampai tesis ini selesai.

Page 8: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

5. Dra. Sutiyah, M.Pd., M.Hum. selaku Pembimbing kedua yang juga telah

membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan ketelitian sampai tesis ini

selesai.

6. Kepala Sekolah SMP Negeri 24 Surakarta, Kepala Sekolah SMP Negeri 25

Surakarta, Kepala Sekolah SMP Negeri 19 Surakarta yang telah memberikan

ijin untuk melaksanakan penelitian di instansinya.

7. Teman-teman mahasiswa program studi Pendidikan Sejarah Program

Pascasarjana angkatan 2010 yang telah memberikan semangat selama

penyelesaian tesis ini.

8. Orang tua yang telah memberikan bimbingan dan dukungan dari awal kuliah

sampai penyelesaian tesis ini.

Semoga segala bantuan, bimbingan, dan dukungan yang telah diberikan

senantiasa mendapatkan anugrah dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Penulis yakin bahwa tesis ini masih ada kekurangannya. Untuk itu, penulis

mengharapkan saran dari berbagai pihak demi perbaikan tesis ini agar menjadi

lebih sempurna. Akhirnya, semoga tesis ini dapat bermanfaat dan memberikan

kontribusi bagi pengembangan pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan

sejarah.

Surakarta,

Penulis

vii

Page 9: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

ABSTRAK

Gede Prapta Cahyana, S861008011, Pengaruh Model Contextual Teaching and

Learning (CTL) Dalam Pembelajaran Sejarah Terhadap Sikap Nasionalisme

Ditinjau dari Konsep Diri (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah

Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta). Tesis : Program Studi Pendidikan

Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012 : (1)

Prof. Dr. Sugiyanto (Pembimbing I), (2) Dra. Sutiyah, M.Pd., M.Hum.

(Pembimbing II).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Perbedaan pengaruh antara model

Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan konvensional dalam

pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota

Madya Surakarta terhadap sikap nasionalisme siswa, (2) Perbedaan pengaruh

sikap nasionalisme siswa antara yang memiliki konsep diri tinggi dan rendah di

kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta, (3)

Interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri terhadap sikap nasionalisme

di kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta.

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif eksperimen.

Populasi penelitian adalah siswa SMP Kelas IX di Kota Madya Surakarta

semester I Tahun Pelajaran 2011/2012. Tehnik pengambilan sampel yang

digunakan adalah multistage sampling. Berdasakan teknik tersebut diperoleh 90

siswa : 30 siswa SMP N 19 Surakarta sebagai kelompok eksperimen, 30 siswa

SMP N 25 Surakarta sebagai kelompok kontrol, dan 30 siswa SMP N 24

Surakarta sebagai kelompok uji coba. Penelitian ini menggunakan koesioner

dalam pengumpulan data tentang konsep diri dan sikap nasionalisme. Analisis

hasil penelitian menggunakan teknik analisis varians (ANAVA) dua jalur (2 x 2).

Hasil uji hipotesis penelitian menunjukkan : (1) Terdapat perbedaan pengaruh

antara model Contextual Teaching and Learning (CTL) dan konvensional

terhadap sikap nasionalisme pada siswa kelas IX Sekolah Menengah Pertama

Negeri di Kota Madya Surakarta dengan Fhitung = 93,922 > Ftabel (α = 0,05) = 4,00

taraf signifikansi 0,05, hal ini berarti H0 ditolak; (2) Terdapat perbedaan pengaruh

antara siswa yang memiliki konsep diri rendah dan tinggi terhadap sikap

nasionalisme siswa kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya

Surakarta dengan Fhitung = 84,646 > Ftabel (α = 0,05) = 4,00 taraf signifikansi 0,05,

hal ini berarti H0 ditolak; (3) Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran

dan konsep diri terhadap sikap nasionalisme siswa kelas IX Sekolah Menengah

Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta dengan Fhitung = 1,391 < Ftabel (α = 0,05)

= 4,00 taraf signifikansi 0,05, hal ini berarti H0 diterima.

Kata Kunci : Sikap Nasionalisme, Model Contextual Teaching and Learning

(CTL), Konsep Diri.

ix

Page 10: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

ABSTRACT

Gede Prapta Cahyana, S861008011, The Influences of Contextual Teaching and

Learning (CTL) Model in the History Teaching of Nationalism Attitude Observed

from the Self-Concept (Study Experiments on Junior High School Students in

Surakarta Municipality). Thesis Supervisor I : Prof. Dr. Sugiyanto. Thesis

Supervisor II : Dra. Sutiyah, M.Pd., M. Hum. Postgraduate Thesis. History

Education Studies. Postgraduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta.

The objectives of this research are to find out : (1) The differences between the

effect of Contextual Teaching and Learning (CTL) with conventional models in

the teaching of history in grade IX junior high school in Surakarta Municipality

toward nationalism attitude of students, (2) The effect of students attitude

nationalism differences between students who have high level of self-concept and

low level of self-concept in grade IX student junior high school in Surakarta

Municipality, (3) The interactions effect between self-concept and model of

learning toward nationalism attitude in grade IX student junior high school in

Surakarta Municipality.

This research employs quantitative experiment method. The populations are junior

high school students of IX grade in Surakarta Municipality, academic year of

2011/2012. The sampling technique is multistage sampling. Based on the

technique, 90 students were obtained: 30 students of SMP N 19 Surakarta as the

experiment group, 30 students of SMP N 25 Surakarta as the control group, 30

students of SMP N 24 Surakarta as the trial group. This study used a questionnaire

to gather data self-concept and attitude of nationalism. In Analyzing the results of

the research, the researcher used two-way Analysis of Variance (ANAVA)

technique.

The result of the hypothesis experiment shows that: (1) There are differences of

the influences of Contextual Teaching and Learning (CTL) and conventional

learning model toward nationalism attitude in grade IX junior high school in

Surakarta Municipality with F hit = 93,922 > F table (α = 0,05) = 4,00 significance

level 0,05, means that H0 denied; (2) There are differences of the influences

between students who have high level of self-concept and low level of self-

concept toward nationalism attitude in grade IX student junior high school in

Surakarta Municipality with F hit = 84,646 > F table (α = 0,05) = 4,00 significance

level 0,05, means that H0 denied; (3) There are no interactions between learning

models in the teaching of history and the self-concept toward nationalism attitude

in grade IX student junior high school in Surakarta Municipality with F hit = 1,391

< F table (α = 0,05) = 4,00 significance level 0,05, mean that H0 accepted.

Keywords: Attitude Nationalism, Contextual Teaching and Learning Models,

Self-Concept

x

Page 11: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............………………………….…….……….….......... i

HALAMAN PERSETUJUAN........................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ iii

PERNYATAAN..................................................................................................... iv

MOTTO................................................................................................................. v

PERSEMBAHAN................................................................................................ vi

KATA PENGANTAR........................................................................................ vii

ABSTRAK............................................................................................................ ix

ABSTRACT........................................................................................................ x

DAFTAR ISI ………..……………………………………………....................... xi

DAFTAR TABEL............................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah …………………………………............ 1

B. Perumusan Masalah ……………….............................................. 9

C. Tujuan Penelitian ….………………………….....………............ 9

D. Manfaat Penelitian ………………………….……....….……...... 10

1. Manfaat Praktis .......................................................................... 10

2. Manfaat Teoritik ......................................................................... 11

xi

Page 12: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS 12

A. Kajian Teori ... …………………………....…………................. 12

1. Hakikat Pembelajaran Sejarah................................................ 12

2. Sikap Nasionalisme………………………………………… 16

3. Model CTL (Contextual Teaching and Learning)................... 25

4.

5.

6.

Model Pembelajaran Konvensional .………………………

Perbandingan Model CTL (Contextual Teaching and

Learning) dengan Model Pembelajaran

Konvensional...........................................................................

Konsep diri………………………………………………….

48

51

53

B. Penelitian yang Relevan ............................................................... 60

C. Kerangka Berpikir …………………………….……....……….... 63

D. Hipotesis Penelitian…………………………………………….. 67

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 68

A. Tempat dan Waktu Penelitian …………………....…………....... 68

1. Tempat Penelitian …………………....…………...................... 68

2. Waktu Penelitian …………………....…………........................ 68

B. Jenis Penelitian ...........................................................................

C. Definisi Operasional…………………………………………….

69

72

D. Populasi, Sampel, dan Sampling ………………....……………... 75

1. Populasi .................…………………....…………..................... 75

2. Sampel dan Sampling …………................................................ 76

E. Teknik Pengumpulan Data ……………………....…..…………. 78

1. Metode Pengumpulan data ……................................................ 78

Page 13: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

2. Instrumen Penelitian………………….....................................

3. Uji Coba Instrumen...................................................................

79

80

F. Teknik Analisis Data .................................................................... 84

1. Uji Prasyaratan Analisis .......................................................... 85

2. Uji Hipotesis ........................................................................... 87

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................... 93

A. Deskripsi Data............................................................................... 93

B. Uji Persyaratan Analisis................................................................ 110

1. Uji Normalitas ........................................................................ 110

2. Uji Homogenitas .................................................................... 114

C. Pengujian Hipotesis...................................................................... 115

D. Pembahasan Hasil Penelitian........................................................ 118

E. Keterbatasan Penelitian................................................................. 127

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI , DAN SARAN......................... 129

A. Kesimpulan................................................................................... 129

B. Implikasi....................................................................................... 130

C. Saran............................................................................................. 132

DAFTAR PUSTAKA …………………………….…………………………….. 131

Page 14: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian…………………………………………… 69

Tabel 3.2 Rancangan Penelitian Desain Faktorial 2 x 2 ……………… 71

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan

Model Pembelajaran Konvensional Secara Keseluruhan

(A1)………………………………………………………….

94

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan

Model CTL (Contextual Teaching and Learning) Secara

Keseluruhan (A2)………………………..

96

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan

Konsep Diri Rendah (B1)…………………………………..

98

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan

Konsep Diri Tinggi (B2)……………………………………

100

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan

Model Pembelajaran Konvensional Pada Siswa yang

Memiliki Konsep Diri Rendah (A1B2)…………………….

102

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan

Model Pembelajaran Konvensional Pada Siswa Yang

Memiliki Konsep Diri Tinggi (A1B2)……………………..

105

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan

Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and

Learning) Pada Siswa Yang Memiliki Konsep Diri Rendah

xi

Page 15: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

(A2B1)……………………………………………………… 107

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan

Model CTL (Contextual Teaching and Learning) Pada

Siswa Yang Memiliki Konsep Diri Tinggi

(A2B2)…………………………………………………….

109

Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor Sikap Nasionalisme

Siswa Keempat Kelompok Perlakuan………………………

114

Tabel 4.10 Test of Between-Subjects Effects………………………….. 115

Page 16: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Bagan keterkaitan antarkomponen model pembelajaran

CTL (Contextual Teaching and Learning)……………...

44

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pikir Penelitian……………………….. 67

Gambar 3.1 Bagan Pengembangan Nonequivalent Control Group

Design………………………………………………………….

70

Gambar 4.1 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap

Nasionalisme dengan Model Pembelajaran

Konvensional Secara Keseluruhan (A1)………………..

95

Gambar 4.2 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap

Nasionalisme dengan Model CTL (Contextual Teaching

and Learning) Secara Keseluruhan (A2)……………….

97

Gambar 4.3 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap

Nasionalisme dengan Konsep Diri Rendah (B1)……….

99

Gambar 4.4 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap

Nasionalisme dengan Konsep Diri Tinggi (B2)………...

101

Gambar 4.5 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap

Nasionalisme dengan Model Pembelajaran

Konvensional Pada Siswa yang Memiliki Konsep Diri

Rendah (A1B1)………………………………………….

103

Gambar 4.6 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap

Nasionalisme dengan Model Pembelajaran

xiii

Page 17: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

Konvensional Pada Siswa Yang Memiliki Konsep Diri

Tinggi (A1B2)…………………………………………..

106

Gambar 4.7 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap

Nasionalisme dengan Model CTL (Contextual Teaching

and Learning) Pada Siswa Yang Memiliki Konsep Diri

Rendah (A2B1)………………………………………….

108

Gambar 4.8 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap

Nasionalisme dengan Model CTL (Contextual Teaching

and Learning) Pada Siswa Yang Memiliki Konsep Diri

Tinggi (A2B2)…………………………………………...

110

Page 18: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.1 Silabus Pembelajaran Sejaran Kelas IX, Semester 1..... 138

Lampiran 1.2 RPP Model Pembelajaran CTL………………………. 143

Lampiran 1.3 RPP Model Pembelajaran Konvensional……………. 157

Lampiran 2.1 Kisi-Kisi Koesioner Konsep Diri Sebelum Diuji

Cobakan………………………………………………

170

Lampiran 2.2 Instrumen Konsep Diri Sebelum Diuji-Cobakan……... 171

Lampiran 2.3 Hasil Try-Out Koesioner Konsep Diri………………... 176

Lampiran 2.4 Hasil Uji Validitas Try Out Koesioner Konsep Diri…. 179

Lampiran 2.5 Hasil Uji Reliabilitas Try Out Koesioner Konsep Diri.. 183

Lampiran 2.6 Kisi-Kisi Koesioner Konsep Diri Setelah Diuji

Cobakan………………………………………………

186

Lampiran 2.7 Instrumen Konsep Diri Setelah diujicobakan……….. 187

Lampiran 2.8 Hasil Koesioner Konsep Diri Kelas Kontrol, SMP

Negeri 25 Surakarta…………………………………..

191

Lampiran 2.9 Hasil Koesioner Konsep Diri Kelas Eksperimen, SMP

Negeri 19 Surakarta…………………………………..

193

Lampiran 3.1 Kisi-Kisi Koesioner Sikap Nasionalisme Sebelum

Diujicobakan………………………………………….

195

Lampiran 3.2 Instrumen Sikap Nasionalisme Sebelum Diuji

Cobakan……………………………………………….

196

Lampiran 3.3 Hasil Try Out Koesioner Sikap Nasionalisme……… 204

Lampiran 3.4 Hasil Uji Validitas Try Out Koesioner Sikap

xv

Page 19: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xix

Nasionalisme…………………………………………. 209

Lampiran 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Try Out Koesioner Sikap

Nasionalisme…………………………………………..

214

Lampiran 3.6 Kisi-Kisi Koesioner Sikap Nasionalisme Setelah

Diujicobakan………………………………………….

217

Lampiran 3.7 Instrumen Sikap Nasionalisme Setelah Diujicobakan... 218

Lampiran 3.8 Hasil Koesioner Sikap Nasionalisme Kelas Kontrol,

SMP Negeri 25 Surakarta……………………………..

224

Lampiran 3.9 Hasil Koesioner Sikap Nasionalisme Kelas

Eksperimen, SMP Negeri 19 Surakarta……………….

226

Lampiran 4.1 Uji Normalitas Pembelajaran Konvensional (A1)……. 228

Lampiran 4.2 Uji Normalitas Model Pembelajaran CTL (A2)……… 230

Lampiran 4.3 Uji Normalitas Konsep Diri Rendah (B1)……………. 232

Lampiran 4.4 Uji Normalitas Konsep Diri Tinggi (B2)……………... 234

Lampiran 4.5 Uji Normalitas Model Pembelajaran Konvensional

dengan Konsep Diri Rendah (A1B1)…………………

236

Lampiran 4.6 Uji Nomalitas Model Pembelajaran Konvensional

dengan Konsep Diri Tinggi (A1B2)………………….

238

Lampiran 4.7 Uji Normalitas Model Pembelajaran CTL dengan

Konsep Diri Rendah (A2B1)………………………….

240

Lampiran 4.8 Uji Normalitas Model Pembelajaran CTL dengan

Konsep Diri Tinggi (A2B2)………………………….

242

Lampiran 4.9 Hasil Uji ANAVA…………………………………… 244

Page 20: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

RINGKASAN

PENGARUH MODEL CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP NASIONALISME

DITINJAU DARI KONSEP DIRI

(Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri

di Kota Madya Surakarta)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

OLEH

GEDE PRAPTA CAHYANA

S861008011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 21: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Perbedaan pengaruh antara model

Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan konvensional dalam pembelajaran sejarah di

kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta terhadap sikap

nasionalisme siswa, (2) Perbedaan pengaruh sikap nasionalisme siswa antara yang memiliki

konsep diri tinggi dan rendah di kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya

Surakarta, (3) Interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri terhadap sikap nasionalisme

di kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta.

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif eksperimen. Populasi

penelitian adalah siswa SMP Kelas IX di Kota Madya Surakarta semester I Tahun Pelajaran

2011/2012. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah multistage sampling.

Berdasakan teknik tersebut diperoleh 90 siswa : 30 siswa SMP N 19 Surakarta sebagai kelompok

eksperimen, 30 siswa SMP N 25 Surakarta sebagai kelompok kontrol, dan 30 siswa SMP N 24

Surakarta sebagai kelompok uji coba. Penelitian ini menggunakan koesioner dalam pengumpulan

data tentang konsep diri dan sikap nasionalisme. Analisis hasil penelitian menggunakan teknik

analisis varians (ANAVA) dua jalur (2 x 2).

Hasil uji hipotesis penelitian menunjukkan : (1) Terdapat perbedaan pengaruh antara

model Contextual Teaching and Learning (CTL) dan konvensional terhadap sikap nasionalisme

pada siswa kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta dengan Fhitung

= 93,922 > Ftabel (α = 0,05) = 4,00 taraf signifikansi 0,05, hal ini berarti H0 ditolak; (2) Terdapat

perbedaan pengaruh antara siswa yang memiliki konsep diri rendah dan tinggi terhadap sikap

nasionalisme siswa kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta

dengan Fhitung = 84,646 > Ftabel (α = 0,05) = 4,00 taraf signifikansi 0,05, hal ini berarti H0 ditolak;

(3) Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri terhadap sikap

nasionalisme siswa kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta

dengan Fhitung = 1,391 < Ftabel (α = 0,05) = 4,00 taraf signifikansi 0,05, hal ini berarti H0 diterima.

Kata Kunci : Sikap Nasionalisme, Model Contextual Teaching and Learning (CTL), Konsep Diri.

Page 22: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

RINGKASAN

PENGARUH MODEL CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP NASIONALISME

DITINJAU DARI KONSEP DIRI

(Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri

di Kota Madya Surakarta)

PENDAHULUAN

Berbicara masalah pendidikan secara tidak sadar merupakan usaha investasi sumber daya

manusia (human investment) jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan

peradaban manusia di dunia (Kunandar, 2010 : v; Arifin, 2009 : 39). Pendidikan dapat dikatakan

sebagai ujung tombak pembangunan bangsa dan negara hampir semua negara di belahan dunia.

Hal ini sesuai dengan pendapat Hamalik (2010 : 1) bahwa “pendidikan merupakan bagian

integral dalam pembangunan. Proses pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses pembangunan

itu sendiri”. Pendidikan berusaha memperbaiki kualitas sumber daya manusia untuk dipersiapkan

mengisi pembangunan yang semakin lama semakin berkembang. Selain itu, Wijatno (2009 : xv)

menegaskan bahwa pada dasarnya tujuan dari pendidikan itu adalah untuk membentuk “bangsa

yang ideal”.

Pembentukan bangsa yang ideal inilah yang kemudian menjadi titik tolak, sehingga

memacu bangsa Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang selalu menempatkan

pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama. Hal ini terlihat dalam pembukaan UUD

1945 yang mengamanatkan “… mencerdaskan kehidupan bangsa …”. Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 (1) juga menyebutkan bahwa “setiap warga

negara berhak mendapat pendidikan”, dan (3) menegaskan bahwa “Pemerintah mengusahakan

dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan

ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan

undang-undang”.

Kemudian dipertegas lagi dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Pasal 3 yang dikaji oleh Rifai (2011 : 48) menyebutkan bahwa “Pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

Page 23: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Dengan dasar itulah, di Indonesia telah melakukan berbagai perbaikan dan perubahan

dalam sistem pendidikan untuk meningkatkan sumber daya manusia. Salah satunya adalah terkait

dengan perubahan kurikulum yakni dari kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984

berbasis materi (content-based curriculum), kurikulum 1994 berbasis pencapaian tujuan

(Objective-based curriculum), kemudian disempurnakan menjadi kurikulum 1999, dan

kurikulum 2004 berbasis kompetensi (Competency-based Curriculum). Perubahan kurikulum

dalam pendidikan merupakan satu hal yang sangat penting, karena proses pendidikan

menyangkut proses “sosialisasi dan enkulturasi” (Widja, 1989 : 8).

Namun sejalan dengan perubahan kurikulum, proses sosialisasi dan enkulturasi yang

merupakan usaha perubahan untuk memanusiakan manusia dalam perkembangannya belum

menunjukkan sesuatu yang membanggakan bagi seorang pendidik. Hal ini dapat dilihat dari

beberapa permasalahan baru yang muncul terkait terpecahnya persatuan dan kesatuan bangsa,

akibat memudarnya semangat nasionalisme yang dulu menjadi jargon utama dalam

mempersatukan Negara Indonesia. Gellner yang dikaji Widja (2002 : 96) mengungkapkan bahwa

“nationalism … does not have any very deep roots is the human psyche”, yang berarti memang

nasionalisme sebagai satu kekuatan membangun bangsa telah mulai pudar peranannya.

Kebanggaan terhadap tanah kelahiran dan tumpah darahnya sudah tidak kelihatan lagi. Keadaan

ini dapat dilihat dari beberapa kasus yang masih hangat diperbincangkan seperti Gerakan Aceh

Merdeka (GAM), Organisasi Papua Merdeka (OPM), dan Timor-Timur (Elson, 2009 : 399-404).

Selain itu, kurangnya apresiasi generasi muda pada kebudayaan asli bangsa Indonesia, pola dan

gaya hidup remaja yang lebih kebarat-baratan.

Permasalahan yang terjadi di Indonesia terkait dengan krisis nasionalisme (identitas

kebangsaan), sejatinya perlu dilakukan perubahan-perubahan untuk menata kembali seperti apa

yang didapat dari Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Semangat nasionalisme dibutuhkan

untuk tetap eksisnya bangsa dan negara Indonesia. Nasionalisme yang tinggi dari warga negara

akan mendorong jiwa rela berkorban untuk bangsa dan negara, sehingga akan berbuat yang

terbaik untuk bangsa dan negara. Kaelan (2008: 12) menegaskan bahwa dalam hidup berbangsa

Page 24: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dan bernegara dewasa ini terutama dalam masa reformasi, bangsa Indonesia harus memiliki visi

serta pandangan hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing di tengah-tengah masyarakat

internasional. Pernyataan ini dapat diartikan bahwa bangsa ini harus memiliki semangat

nasionalisme yang kuat yang berasal sejarah bangsa.

Terkait dengan permasalahan itu secara umum sekolah harus kembali berfungsi sebagai

agen perubahan. Danim (2007 : 1) mengatakan bahwa sekolah mengemban tiga pilar fungsi,

yakni; fungsi reproduksi, fungsi penyadaran, dan fungsi mediasi secara simultan. Hal ini

menyangkut kehadiran institusi pendidikan yaitu sekolah sebagai wahana sosialisasi, pembawa

bendera moralitas, wahana proses kemanusiaan, serta pembinaan idealisme sebagai manusia

terpelajar (Danim, 2007: 1-4). Selain berbagai fungsi sekolah di atas, dalam konteks kekinian

sekolah juga memiliki fungsi sebagai wawasan wiyatamandala. Secara konsepsional, wawasan

wiyatamandala mempunyai makna sebagai suatu paham, pandangan, atau tinjauan yang

menempatkan sekolah sebagai suatu lingkungan pendidikan, dalam artian tempat

dilaksanakannya proses belajar-mengajar, proses pembudayaan manusia yang bebas dari

pengaruh yang bersifat buruk, baik dari lingkungan sekolah maupun luar sekolah

(Wahjosumidjo, 1999: 176).

Kemudian secara khusus dalam perubahan itu sekolah harus bisa menempatkan beberapa

mata pelajaran pada posisi sebagai agen perubahan, salah satunya adalah mata pelajaran sejarah.

Hal ini terkait dengan peran pengajaran sejarah sangat penting dalam pembentukan sikap

nasionalisme. Banyak kalangan sering tidak menyadari, bahkan melupakan fungsi dari

pengajaran sejarah. Pengajaran sejarah pada dasarnya berfungsi bagi terbinanya identitas

nasional yang merupakan salah satu modal utama dalam membangun bangsa di masa kini

maupun yang akan datang (Widja, 1989 : 7). Sebagaimana dikemukakan Gandhi (1995: 49)

bahwa pengajaran sejarah menitik beratkan usahanya untuk mempertinggi budi pekerti,

memperkuat kepribadian, mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanar air, sesuai dengan

nilai-nilai luhur pancasila yang harus dimiliki oleh setiap warga negara Republik Indonesia.

Sejauh ini, pembelajaran sejarah masih sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal,

dan kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber belajar. Suparno (1995: 8) menegaskan

bahwa persepsi siswa terhadap pengajaran sejarah di satu pihak ada yang menyampaikan

mengasyikkan, tetapi ada juga yang mengatakan pelajaran yang membosankan karena dipenuhi

dengan fakta- fakta, tahun-tahun kejadian, dan nama-nama pelaku di tempat kejadian. Di lain

Page 25: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pihak dikeluhkan pula bahwa pelajaran sejarah tidak menjadi bagian dari salah satu mata

pelajaran yang di ujian nasionalkan.

Dengan demikian, anggapan terkait dengan mata pelajaran sejarah yang kurang

bermanfaat berawal dari kurang menarik dan kurang bervariasinya model dan media yang

digunakan oleh guru dalam pembelajaran sejarah. Proses pembelajaran yang berlangsung selama

ini masih menggunakan metode yang konvensional, harus segara ditinggalkan, karena gagal

menghasilkan siswa yang aktif, kreatif, dan inovatif. Pembelajaran bisa dikatakan berhasil

apabila memberi dampak dalam kehidupan siswa baik untuk jangka pendek maupun jangka

panjang. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Trianto (2007 : 1) bahwa pendidikan yang ideal

tidak saja berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi semestinya sudah berorientasi jauh ke

masa yang akan datang. Hal ini didasarkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

semakin berkembang, sehingga seorang pendidik harus merubah pemikirannya terkait dengan

tujuan dari pembelajaran saat ini tidak hanya dipersiapkan untuk profesi yang ditekuninya, tetapi

juga untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.

Pembelajaran sejarah secara khusus disarankan tidak lagi terlalu menekankan hafalan

fakta serta afektif doktriner tetapi lebih sarat dengan latihan berpikir “historis kritis analisis”

(Widja, 2002 : 3). Dengan pendekatan baru ini siswa dibiasakan untuk melihat atau menerima

gambaran sejarah dengan logika historis kritis (tidak pasif reseptif), sehingga siswa tidak harus

selalu dituntun oleh guru dalam memaknai berbagai peristiwa sejarah yang dipelajarinya.

Furqon Hidayatullah (2009 : 149) mengatakan bahawa fokus pembelajaran hendaknya diarahkan

untuk mengembangkan lebih lanjut apa yang dipelajari, sehingga hasil yang diperoleh siswa

dalam pembelajaran adalah “kail bukan ikan”. Maksudnya adalah dalam pembelajaran, siswa

harus berusaha mencari pengetahuan sendiri, dan diharapkan mampu menghubungkan antara apa

yang mereka pelajari dengan kehidupan nyata. Oleh karena itu perlu adanya perubahan model

pembelajaran yang lebih bermakna sehingga dapat membekali peserta didik dalam menghadapi

permasalahan hidup yang dihadapi sekarang maupun yang akan datang. Model pembelajaran

yang sesuai dengan penjelasan di atas adalah model CTL (Kunandar, 2010 : 293)

Model CTL merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih

baik jika lingkungan dicipatakan secara ilmiah, artinya belajar akan lebih bermakna jika anak

bekerja dan mengalami sendiri apa yang mereka pelajari, bukan sekedar mengetahuinya. Dalam

hal ini peserta didik perlu mengetahui apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa

Page 26: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mereka dan bagaimana pencapaiannya. Sehingga mereka menyadari bahwa apa yang mereka

pelajari akan berguna bagi kehidupannya kelak. Dengan demikian mereka akan belajar lebih

semangat dan penuh kesadaran.

Berangkat dari gambaran di atas, penerapan model CTL dalam pembelajaran sejarah sangat

menarik untuk diteliti di Kota Madya Surakarta. Hal ini dikarenakan oleh : pertama, Kota Madya

Surakarta khususnya, Jawa Tengah umumnya merupakan bagian dari Negara Indonesia yang

memiliki warisan budaya yang beraneka ragam dari leluhurnya, mulai dari kerajaan Kalingga,

Mataram Hindu, Demak, Pajang, Mataram Islam, dan Kasunanan Surakarta, serta termasuk

warisan cerita sejarah terkait dengan perjuangan rakyat untuk mempertahankan daerahnya dari

penjajah menuju Kemerdekaan Republik Indonesia. Kebudayaan inilah secara garis besar dapat

dijadikan sebagai modal utama dalam pengembangan model CTL. Kedua, dalam observasi yang

dilakukan, pengembangan model CTL pada SMP Negeri di Kota Madya Surakarta masih jarang

diterapakan, bahkan ada beberapa sekolah yang belum pernah menerapkannya, sehingga modal

kedua terkait dengan memperkenalkan dan mengembangkan model CTL terkait dengan

meningkatkan sikap nasionalisme siswa. Ketiga, pengambilan sekolah di Kota Madya Surakarta

sebagai tempat penelitian juga terkait dengan kondisi sekolah yang terdiri dari siswa yang

heterogen. Dengan kata lain di sekolah tersebut terdiri dari beberapa siswa yang berasal dari

berbagai daerah dan agama, sehingga dapat memberikan cermin yang berbeda terkait sikap

nasionalisme.

Mengingat sikap nasionalisme siswa tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pembelajaran di

kelas, tetapi diduga konsep diri juga berkontribusi terhadap sikap nasionalisme siswa, maka

dalam penelitian ini mengambil judul tentang “Pengaruh Model CTL Dalam Pembelajaran

Sejarah Terhadap Sikap Nasionalisme Ditinjau Dari Konsep Diri (Studi eksperimen pada Siswa

Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kota Madya Surakarta)”.

PEMBAHASAN

Data hasil penelitian secara garis besar dapat dijabarkan masing-masing sel antarkolom

dan antarbaris yang terdiri : (1) Data sikap nasionalisme siswa yang diajarkan dengan model

pembelajaran konvensional secara keseluruhan (A1), (2) Data sikap nasionalisme siswa yang

diajarkan dengan model Contextual Teaching and Learning (CTL) secara keseluruhan (A2), (3)

Data sikap nasionalisme siswa yang memiliki konsep diri rendah secara keseluruhan (B1), (4)

Page 27: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Data sikap nasionalisme siswa yang memiliki konsep diri tinggi secara keseluruhan (B2), (5)

Data sikap nasionalisme siswa yang diterapkan berupa model pembelajaran konvensional dengan

konsep diri rendah (A1B1), (6) Data sikap nasionalisme siswa yang diterapkan berupa model

pembelajaran konvensional dengan konsep diri tinggi (A1B2), (7) Data sikap nasionalisme siswa

yang diterapkan berupa model CTL dengan konsep diri rendah (A2B1), (8) Data sikap

nasionalisme siswa yang diterapkan berupa model CTL dengan konsep diri tinggi (A2B2). Untuk

lebeih jelasnya deskripsi data ini dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 1. Diskripsi Data Masing-Masing Sel Antarkolom dan Antarbaris

Data N Skor

Tertinggi

Skor

Terendah Range Mean Median Modus

Standar

Deviasi

A1 30 189 102 87 134,03 137,5 137,5 21,41

A2 30 196 141 55 170,83 172,17 164,17 17,75

B1 29 180 102 78 134,03 139,44 137,17 21,93

B2 31 196 143 53 169,65 171 167,25 18,51

A1B1 17 151 102 49 119,24 132,33 124,75 13,89

A1B2 13 189 143 46 153,38 117,5 172 11,61

A2B1 12 180 141 39 155 140,5 167,5 11,21

A2B2 18 196 153 43 181,39 188,5 173,33 12,70

Sumber : Data Primer

Kemudian terkait dengan prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas, dapat dijelas

sebagai berikut.

Tabel 2. Uji Normalitas

Data N Kolmogrov

Smirov

Signifikansi

Kenormalan α Simpulan

A1 30 0,707 0,700 0,05 Normal

A2 30 0,730 0,661 0,05 Normal

B1 29 0,585 0,884 0,05 Normal

B2 31 1,138 0,150 0,05 Normal

Page 28: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

A1B1 17 0,650 0,791 0,05 Normal

A1B2 13 1,085 0,190 0,05 Normal

A2B1 12 0,534 0,938 0,05 Normal

A2B2 18 0,843 0,476 0,05 Normal

Sumber : Data Primer

Sedangkan untuk uji Homogenitas, dapat diuraikan pada tabel berikut.

Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor Sikap Nasionalisme Siswa Keempat Kelompok

Perlakuan

Levene's Test of Equality of Error Variances

Dependent Variable: Sikap Nasionalisme

F df1 df2 Sig

.984 3 56 .407

Tests the null hypothesis that the error variance of

the dependent variable is equal across groups.

a. Design: MP+KD+MP * KD

Sumber : Data Primer

Dari Tabel dapat dijelaskan bahwa Hasil perhitungan Levene test of homogeneity of

varience menghasilkan nilai statistik F sebesar 0,984 dan nilai signifikansi sebesar 0,407. Hal ini

berarti nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, sehingga tidak dapat menolak hipotesis nol yang

menyatakan variansi populasi sama.

Kemudian setelah dilakukan uji Normalitas dan homogenitas dilakukan, maka analisis

dilanjutkan dengan uji hipotesis terkait dengan menyelidiki dua pengaruh utama dan satu

pengaruh interaksi. Secara keseluruhan sudah terangkum dalam tabel hasil ANAVA yang

disajikan pada tabel berikut.

Page 29: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 4. Test of Between-Subjects Effects Dependent Variable : Sikap Nasionalisme

Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig

Model 1428073.58 4 357018.397 2264.623 .000

MP 14806.386 1 14806.836 93.922 .000

KD 13344.506 1 13344.506 84.646 .000

MP*KD 219.288 1 219.288 1.391 .243

Error 8828.414 56 157.650

Total 1436902.000 60

a. R Squaered = .994 (Adjusted R Squared = .993)

a. Hipotesis Pertama :

Terdapat Perbedaan yang positif dan signifikan antara penggunaan Model CTL dan

model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran sejarah terhadap sikap nasionalisme

pada siswa SMP Negeri di Kota Madya Surakarta. Dari Tabel ANAVA di atas diperoleh

harga Fhitung = 93,922 > Ftabel (α = 0,05) = 4,00. Hal ini berarti hipotesis statistic (H0) pertama

ditolak dan H1 diterima, sehingga terdapat perbedaan rata-rata antara model CTL dengan

konvensional. Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap nasionalisme yang diajar dengan model

CTL lebih baik dari pada dengan model pembelajaran konvensional.

b. Hipotesis Kedua :

Terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara siswa SMP Negeri di Kota Madya

Surakarta yang memiliki konsep diri tinggi dan rendah terhadap sikap nasionalisme. Dari

Tabel ANAVA di atas diperoleh harga Fhitung = 84,646 > Ftabel (α = 0,05) = 4,00. Hal ini

berarti hipotesis statistik (H0) pertama ditolak dan H1 diterima, sehingga terdapat perbedaan

rata-rata sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki konsep diri tinggi dengan siswa yang

memiliki konsep diri rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap nasionalisme yang dimiliki

oleh siswa dengan konsep diri tinggi lebih baik dari pada siswa dengan konsep diri rendah.

Page 30: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Hipotesis Ketiga :

Terdapat interaksi yang positif dan signifikan antara Model CTL dengan konsep diri

terhadap sikap nasionalisme dalam pembelajaran sejarah pada siswa SMP Negeri di Kota

Madya Surakarta. Dari Tabel ANAVA di atas diperoleh harga Fhitung = 1,391 < Ftabel (α =

0,05) = 4,00. Hal ini berarti hipotesis statistik (H0) diterima dan H1 di tolak. Dengan kata lain

bahwa tidak terdapat interaksi antara penggunaan model CTL dan konsep diri terhadap sikap

nasionalisme.

Dari kesimpulan di atas terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antarkolom,

yaitu bahwa sikap nasionalisme yang diajarkan dengan model CTL maupun pembelajaran

dengan model pembelajaran konvensional, begitu pula terkait dengan konsep diri yang dimiliki

siswa. Karena tidak ada interaksi, maka tidak perlu dilakukan uji lanjut dengan menggunakan

uji Scheffe.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara model CTL (Contextual

Teaching and Learning) dan Konvensional terhadap sikap nasionalisme siswa Sekolah

Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta, dimana penggunaan model CTL

memperoleh sikap nasionalisme yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan

model konvensional.

2. Konsep diri dapat mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap sikap

nasionalisme siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta,

dimana siswa yang termasuk ke dalam konsep diri tinggi tentunya memiliki skor sikap

nasionalisme yang tinggi, sedangkan siswa yang termasuk ke dalam konsep diri rendah

memiliki sikap nasionalisme yang rendah pula.

3. Interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri tidak mempengaruhi sikap

nasionalisme siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya Surakarta.

Page 31: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. 2001. Nasionalisme dan Sejarah. Bandung : CV. Satya Historika.

Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Refika Aditama.

Aman. 2011. Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta : Penerbit Ombak.

Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka

Cipta.

Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, & Ernest R. Hilgard. 1999. Pengantar Psikologi I, Edisi

Kedelapan, Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, Edward E. Smith, & Daryl J. Bem. 1987. Pengatar

Psikologi, Edisi Kesebelas, Jilid 2. Batam : Interaksara.

Budiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta : UNS Press.

Calhoun, James F. & Joan Ross Acocella. 1990. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan

Kemanusiaan, edisi Ketiga. Semarang : IKIP Semarang Press.

Danim, Sudarwan. 2007. Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi ke Lembaga

Akademik. Jakarta: Bumi Aksara.

Elson, R.E. 2008. The Idea Of Indonesia, Sejarah Pemikiran dan Gagasan (terjemahan Zia

Anshor). Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta.

Gagne, N.L & David C. Berliner. 1984. Educational Psychology. Boston : Dallas Genewa, ILL,

Hopewell. N.J.

Gandhi, I Made. 1995. “Pengalaman Sebagai Guru Sejarah” dalam Sutjiatiningsih, Sri. 1995.

Pengajaran Sejarah, Kumpulan Makalah Simposium. Jakarta : Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Jenderal Sejarah dan Nilai

Tradisional.

Grosby, Steven. 2011. Sejarah Nasionalisme, Asal Usul Bangsa dan Tanah Air (terjemahan

Teguh Wahyu). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Hamalik, Oemar. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Hanafiah, Nanang. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Refika Aditama.

Page 32: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Hidayatullah, M. Furqon. 2009. Guru Sejati Membangun Insan Berkarakter Kuat & Cerdas.

Surakartta : Yuma Pustaka.

Hilg, C.P. 1956. Saran- Saran Tentang Mengadjarkan Sedjarah. Djakarta : Perpustakaan

Perguruan Kementerian P.P. dan K.

Issac, Stephen. 1984. Handbook In Reseach and Evaluation Second Edition. San Diego

California: EdITS Publisher.

Jumadi. 2002. Hubungan antara Konsep Diri dan Minat Belajar Sejarah dengan Pemahaman

Sejarah Indonesia dan umum pada siswa SMU Negeri di Boyolali. Jakarta : Program

Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta.

Junanto, Subar. 2006. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dan Gaya Belajar Siswa

Terhadap Pencapaian Kompentensi Mata Pelajaran Kewarganegaraan pada Siswa Kelas

VII SMP Negeri Rayon Timur, Kabupaten Sragen Tahun Ajaran 2005/2006.

Tesis.Surakarta : Program Studi Teknologi Pendidikan Program pascasarjana universitas

sebelas maret.

Kaelan. 2008. Pendidikan Pancasila.Yogyakarta : Paradigma.

Kartodirdjo, Sartono. 2005. Sejak Indische sampai Indonesia. Jakarta : Buku Kompas.

Kochhar, S.K. 2008. Pembelajaran Sejarah (Teaching of History). Jakarta : PT Gramedia

Widiasarana Indonesia.

Kunandar. 2010. Guru Profesional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta : Rajawali Pers.

Mardapi, Djemari. 2008. Tehnik Penyusunan Instrumen Tes dan Non Tes. Jogyakarta : Mitra

Cendikia.

Margi, I Ketut. 2009. “Dari Etnosentrisme menuju Protonasionalisme : Upaya mengembangkan

Sikap Anti Diskriminasi Etnis Pada Masyarakat Multikulutral Melalui Pendidikan Di

Sekolah/Perguruan Tinggi” dalam Jurnal Sejarah Candra Sangkala. 2009. Singaraja :

Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Ganesha.

Mas’oed, Mohtar. 1998. “Nasionalisme dan Tantangan Global Masa Kini” dalam Ichlasulamal &

Armaidy Armawai. 1998. Regionalisme, Nasionalisme, dan Ketahanan Nasional.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Nodia, Ghia. 1998. “Nasionalisme dan Demokrasi” dalam Diamond, Larry & Marc F. Plattner

(ed). Nasionalisme, Konflik Etnik dan Demokrasi. Bandung : ITB Bandung.

133

Page 33: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Nurhadi, Burhan Yasin & Agus Gerrard Senduk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan

Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press.

Rakhmat, Jalaluddin. 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Ricklefs, M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:

Kencana Prenanda Media Group.

.2008. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.

Jakarta : Kencana.

Sa’ud, Udin Syaefudin. 2011. Inovasi Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D. Bandung:Alfabeta.

Suparno, A. Suhaenah. 1995. “Pengajaran Sejarah Sebagai Sarana Memperkuat Jati Diri dan

Integrasi Bangsa : Sudut Pandang Ilmu Pendidikan” dalam Sutjiatiningsih, Sri. 1995.

Pengajaran Sejarah, Kumpulan Makalah Simposium. Jakarta : Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Jenderal Sejarah dan Nilai

Tradisional.

Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta :

Prestasi Pustaka Publisher.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional.

Wahjosumidjo. 2007. Kepemimpinan Kepala Sekolah; Tinjauan Teoritik dan Prmasalahannya.

Jakarta: Grasindo.

Widarta. 2009. Hubungan Antara Sikap Nasionalisme dan Tingkat Pemahaman Tentang

Masyarakat Multikultural dengan Wawasan Jati Diri Bangsa, Siswa SMA Negeri di

Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul. Surakarta : Program Pasca Sarjana

Universitas Sebelas Maret.

Widja, I Gde. 1989. Dasar- dasar Pengembangan Strategi Serta Metode Pengajaran Sejarah.

Jakarta : Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan.

. 2002. Menuju Wajah Baru Pendidikan Sejarah. Yogyakarta : Lappera Pustaka

Utama.

Page 34: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Wijatno, Serian. 2009. Pengelolaan Perguruan Tinggi Secara Efesien, Efektif, dan Ekonomi

untuk Meningkatkan Mutu Penyelenggaraan Pendidikan dan Mutu Lulusan. Jakarta :

Salemba Empat.

Page 35: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbicara masalah pendidikan secara tidak sadar merupakan usaha

investasi sumber daya manusia (human investment) jangka panjang yang

mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia

(Kunandar, 2010 : v; Arifin, 2009 : 39). Pendidikan dapat dikatakan sebagai ujung

tombak pembangunan bangsa dan negara hampir semua negara di belahan dunia.

Hal ini sesuai dengan pendapat Hamalik (2010 : 1) bahwa “pendidikan merupakan

bagian integral dalam pembangunan. Proses pendidikan tak dapat dipisahkan dari

proses pembangunan itu sendiri”. Pendidikan berusaha memperbaiki kualitas

sumber daya manusia untuk dipersiapkan mengisi pembangunan yang semakin

lama semakin berkembang. Selain itu, Wijatno (2009 : xv) menegaskan bahwa

pada dasarnya tujuan dari pendidikan itu adalah untuk membentuk “bangsa yang

ideal”. Lebih lanjut Wijatno (2009 : xv) menjelaskan bahwa :

Bangsa yang ideal adalah bangsa yang cerdas dan berbudi luhur, yang dapat

mengatasi setiap keadaan dan memberi kontribusi secara riil pada

peningkatan kesejahteraan masyarakatnya dan pembangunan nasionalnya

melalui hakikat pendidikan nasional yang berorientasikan nilai-nilai luhur

kemanusiaan atas permasalahan sumber daya manusia di era globalisasi.

Pembentukan bangsa yang ideal inilah yang kemudian menjadi titik tolak,

sehingga memacu bangsa Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang selalu

menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama. Hal ini terlihat

1

Page 36: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

dalam pembukaan UUD 1945 yang mengamanatkan “… mencerdaskan kehidupan

bangsa …”. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal

31 (1) juga menyebutkan bahwa “setiap warga negara berhak mendapat

pendidikan”, dan (3) menegaskan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan

dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa

yang diatur dengan undang-undang”.

Kemudian dipertegas lagi dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 yang mnyebutkan bahwa :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab” (Rifai, 2011 : 48).

Dengan dasar itulah, di Indonesia telah melakukan berbagai perbaikan dan

perubahan dalam sistem pendidikan untuk meningkatkan sumber daya manusia.

Salah satunya adalah terkait dengan perubahan kurikulum yakni dari kurikulum

1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984 berbasis materi (content-based

curriculum), kurikulum 1994 berbasis pencapaian tujuan (Objective-based

curriculum), kemudian disempurnakan menjadi kurikulum 1999, dan kurikulum

2004 berbasis kompetensi (Competency-based Curriculum).

Perubahan kurikulum dalam pendidikan merupakan satu hal yang sangat

penting, karena proses pendidikan menyangkut proses “sosialisasi dan

enkulturasi” (Widja, 1989 : 8). Artinya dalam sebuah pendidikan akan terjadi

Page 37: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

proses pewarisan dan penurunan nilai-nilai sosial kultural pada individu-individu

sebagai anggota suatu kelompok. Dengan kata lain, nilai-nilai yang berkembang

pada generasi terdahulu perlu diwariskan pada generasi masa kini, bukan saja

untuk pengintegrasian individu ke dalam kelompok, tetapi juga sebagai bekal

kekuatan untuk menghadapi masa kini dan masa yang akan datang.

Proses sosialisasi dan enkulturasi yang merupakan usaha perubahan untuk

memanusiakan manusia dalam perkembangannya belum menunjukkan sesuatu

yang membanggakan bagi seorang pendidik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa

permasalahan baru yang muncul terkait terpecahnya persatuan dan kesatuan

bangsa, akibat memudarnya semangat nasionalisme yang dulu menjadi jargon

utama dalam mempersatukan Negara Indonesia. Gellner yang dikaji Widja (2002 :

96) mengungkapkan bahwa “nationalism … does not have any very deep roots is

the human psyche”, yang berarti memang nasionalisme sebagai satu kekuatan

membangun bangsa telah mulai pudar peranannya. Kebanggaan terhadap tanah

kelahiran dan tumpah darahnya sudah tidak kelihatan lagi. Keadaan ini dapat

dilihat dari beberapa kasus yang masih hangat diperbincangkan seperti Gerakan

Aceh Merdeka (GAM), Organisasi Papua Merdeka (OPM), dan Timor-Timur

(Elson, 2009 : 399-404). Selain itu, kurangnya apresiasi generasi muda pada

kebudayaan asli bangsa Indonesia, pola dan gaya hidup remaja yang lebih

kebarat-baratan.

Permasalahan yang terjadi di Indonesia terkait dengan krisis nasionalisme

(identitas kebangsaan), sejatinya perlu dilakukan perubahan-perubahan untuk

menata kembali seperti apa yang didapat dari Kemerdekaan tanggal 17 Agustus

Page 38: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

1945. Semangat nasionalisme dibutuhkan untuk tetap eksisnya bangsa dan negara

Indonesia. Nasionalisme yang tinggi dari warga negara akan mendorong jiwa rela

berkorban untuk bangsa dan negara, sehingga akan berbuat yang terbaik untuk

bangsa dan negara. Kaelan (2008: 12) menegaskan bahwa dalam hidup berbangsa

dan bernegara dewasa ini terutama dalam masa reformasi, bangsa Indonesia harus

memiliki visi serta pandangan hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing di

tengah-tengah masyarakat internasional. Pernyataan ini dapat diartikan bahwa

bangsa ini harus memiliki semangat nasionalisme yang kuat yang berasal sejarah

bangsa.

Terkait dengan permasalahan itu secara umum sekolah harus kembali

berfungsi sebagai agen perubahan. Danim (2007 : 1) mengatakan bahwa sekolah

mengemban tiga pilar fungsi, yakni; fungsi reproduksi, fungsi penyadaran, dan

fungsi mediasi secara simultan. Fungsi-fungsi sekolah itu diwadahi melaui proses

pendidikan dan pembelajaran sebagai inti bisnisnya. Pada proses pendidikan dan

pembelajaran itulah terjadi aktivitas kemanusiaan dan pemanusiaan sejati. Fungsi

reproduksi atau disebut juga fungsi progresif merujuk pada eksistensi sekolah

sebagai pembaharu atau pengubah kondisi masyarakat kekinian ke sosok yang

lebih maju. Fungsi penyadaran, atau disebut juga fungsi konservatif bermakna

bahwa sekolah bertanggung jawab untuk mempertahankan nilai-nilai budaya

masyarakat dan membentuk kesejatian diri sebagai manusia. Pendidikan sebagai

instrumen penyadaran, bermakna bahwa sekolah berfungsi membangun kesadaran

untuk tetap berada pada tataran sopan santun, beradab, dan bermoral. Kedua

fungsi itu akan menjadi lebih lengkap apabila pendidikan juga melakukan fungsi

Page 39: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

mediasi, yaitu menjembati fungsi konservatif dan fungsi progresif. Hal ini

menyangkut kehadiran institusi pendidikan, dalam hal ini sekolah sebagai wahana

sosialisasi, pembawa bendera moralitas, wahana proses kemanusiaan, serta

pembinaan idealisme sebagai manusia terpelajar (Danim, 2007: 1-4).

Selain berbagai fungsi sekolah di atas, dalam konteks kekinian sekolah

juga memiliki fungsi sebagai wawasan wiyatamandala. Secara semantik wawasan

wiyatamandala terdiri dari tiga buah kata, yaitu; wawasan, wiyata, dan mandala.

Wawasan berarti pandangan, tinjauan, atau konsepsi cara pandang terhadap

sesuatu, sedang kata wiyata berarti pendidikan, dan mandala dapat diartikan

lingkungan. Dengan demikian secara konsepsional, wawasan wiyatamandala

mempunyai makna sebagai suatu paham, pandangan, atau tinjauan yang

menempatkan sekolah sebagai suatu lingkungan pendidikan, dalam artian tempat

dilaksanakannya proses belajar-mengajar, proses pembudayaan manusia yang

bebas dari pengaruh yang bersifat buruk, baik dari lingkungan sekolah maupun

luar sekolah (Wahjosumidjo, 1999: 176).

Kemudian secara khusus dalam perubahan itu sekolah harus bisa

menempatkan beberapa mata pelajaran pada posisi sebagai agen perubahan, salah

satunya adalah mata pelajaran sejarah. Hal ini terkait dengan peran pengajaran

sejarah sangat penting dalam pembentukan sikap nasionalisme. Banyak kalangan

sering tidak menyadari, bahkan melupakan fungsi dari pengajaran sejarah.

Pengajaran sejarah pada dasarnya berfungsi bagi terbinanya identitas nasional

yang merupakan salah satu modal utama dalam membangun bangsa di masa kini

maupun yang akan datang (Widja, 1989 : 7). Sebagaimana dikemukakan Gandhi

Page 40: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

(1995: 49) bahwa pengajaran sejarah menitik beratkan usahanya untuk

mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, mempertebal semangat

kebangsaan dan cinta tanar air, sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila yang

harus dimiliki oleh setiap warga negara Republik Indonesia.

Sejauh ini, pembelajaran sejarah masih sebagai perangkat fakta-fakta yang

harus dihafal, dan kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber belajar.

Suparno (1995: 8) menegaskan bahwa persepsi siswa terhadap pengajaran sejarah

di satu pihak ada yang menyampaikan mengasyikkan, tetapi ada juga yang

mengatakan pelajaran yang membosankan karena dipenuhi dengan fakta- fakta,

tahun-tahun kejadian, dan nama-nama pelaku di tempat kejadian. Di lain pihak

dikeluhkan pula bahwa pelajaran sejarah tidak menjadi bagian dari salah satu mata

pelajaran yang di ujian nasionalkan.

Dengan demikian, anggapan terkait dengan mata pelajaran sejarah yang

kurang bermanfaat berawal dari kurang menarik dan kurang bervariasinya model

dan media yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran sejarah. Proses

pembelajaran yang berlangsung selama ini masih menggunakan metode yang

konvensional, harus segara ditinggalkan, karena gagal menghasilkan siswa yang

aktif, kreatif, dan inovatif. Pembelajaran bisa dikatakan berhasil apabila memberi

dampak dalam kehidupan siswa baik untuk jangka pendek maupun jangka

panjang. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Trianto (2007 : 1) bahwa

pendidikan yang ideal tidak saja berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi

semestinya sudah berorientasi jauh ke masa yang akan datang. Hal ini didasarkan

oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang,

Page 41: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

sehingga seorang pendidik harus merubah pemikirannya terkait dengan tujuan dari

pembelajaran saat ini tidak hanya dipersiapkan untuk profesi yang ditekuninya,

tetapi juga untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.

Pembelajaran sejarah secara khusus disarankan tidak lagi terlalu

menekankan hafalan fakta serta afektif doktriner tetapi lebih sarat dengan latihan

berpikir “historis kritis analisis” (Widja, 2002 : 3). Dengan pendekatan baru ini

siswa dibiasakan untuk melihat atau menerima gambaran sejarah dengan logika

historis kritis (tidak pasif reseptif), sehingga siswa tidak harus selalu dituntun oleh

guru dalam memaknai berbagai peristiwa sejarah yang dipelajarinya.

Furqon Hidayatullah (2009 : 149) mengatakan bahawa fokus pembelajaran

hendaknya diarahkan untuk mengembangkan lebih lanjut apa yang dipelajari,

sehingga hasil yang diperoleh siswa dalam pembelajaran adalah “kail bukan

ikan”. Maksudnya adalah dalam pembelajaran, siswa harus berusaha mencari

pengetahuan sendiri, dan diharapkan mampu menghubungkan antara apa yang

mereka pelajari dengan kehidupan nyata. Oleh karena itu perlu adanya perubahan

model pembelajaran yang lebih bermakna sehingga dapat membekali peserta didik

dalam menghadapi permasalahan hidup yang dihadapi sekarang maupun yang

akan datang. Model pembelajaran yang sesuai dengan penjelasan di atas adalah

model CTL (Kunandar, 2010 : 293)

Model CTL merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak

akan belajar lebih baik jika lingkungan dicipatakan secara ilmiah, artinya belajar

akan lebih bermakna jika anak bekerja dan mengalami sendiri apa yang mereka

pelajari, bukan sekedar mengetahuinya. Dalam hal ini peserta didik perlu

Page 42: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

mengetahui apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan

bagaimana pencapaiannya. Sehingga mereka menyadari bahwa apa yang mereka

pelajari akan berguna bagi kehidupannya kelak. Dengan demikian mereka akan

belajar lebih semangat dan penuh kesadaran.

Berangkat dari gambaran di atas, penerapan model CTL dalam

pembelajaran sejarah sangat menarik untuk diteliti di Kota Madya Surakarta. Hal

ini dikarenakan oleh : pertama, Kota Madya Surakarta khususnya, Jawa Tengah

umumnya merupakan bagian dari Negara Indonesia yang memiliki warisan budaya

yang beraneka ragam dari leluhurnya, mulai dari kerajaan Kalingga, Mataram

Hindu, Demak, Pajang, Mataram Islam, dan Kasunanan Surakarta, serta termasuk

warisan cerita sejarah terkait dengan perjuangan rakyat untuk mempertahankan

daerahnya dari penjajah menuju Kemerdekaan Republik Indonesia. Kebudayaan

inilah secara garis besar dapat dijadikan sebagai modal utama dalam pengembangan

model CTL. Kedua, dalam observasi yang dilakukan, pengembangan model CTL

pada SMP Negeri di Kota Madya Surakarta masih jarang diterapakan, bahkan ada

beberapa sekolah yang belum pernah menerapkannya, sehingga modal kedua terkait

dengan memperkenalkan dan mengembangkan model CTL terkait dengan

meningkatkan sikap nasionalisme siswa. Ketiga, pengambilan sekolah di Kota

Madya Surakarta sebagai tempat penelitian juga terkait dengan kondisi sekolah

yang terdiri dari siswa yang heterogen. Dengan kata lain di sekolah tersebut terdiri

dari beberapa siswa yang berasal dari berbagai daerah dan agama, sehingga dapat

memberikan cermin yang berbeda terkait sikap nasionalisme.

Page 43: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Mengingat sikap nasionalisme siswa tidak hanya dipengaruhi oleh faktor

pembelajaran di kelas, tetapi diduga konsep diri juga berkontribusi terhadap sikap

nasionalisme siswa, maka dalam penelitian ini mengambil judul tentang “Pengaruh

Model CTL Dalam Pembelajaran Sejarah Terhadap Sikap Nasionalisme Ditinjau

Dari Konsep Diri (Studi eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Negeri di Kota Madya Surakarta)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, rumusan

masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan pengaruh antara model CTL dengan

konvensional dalam pembelajaran sejarah terhadap sikap nasionalisme

siswa ?

2. Apakah terdapat perbedaan pengaruh sikap nasionalisme antara siswa

yang memiliki konsep diri tinggi dan rendah ?

3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri

terhadap sikap nasionalisme siswa ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan dalam

penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Perbedaan pengaruh antara model CTL dengan konvensional dalam

pembelajaran sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa.

Page 44: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

2. Perbedaan Pengaruh sikap nasionalisme antara siswa yang memiliki

konsep diri tinggi dan rendah.

3. Interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri terhadap sikap

nasionalisme siswa.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat secara praktis maupun

secara teoritik, yaitu :

1. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a. Bagi sekolah, dalam penelitian ini dapat memberikan gambaran terkait

dengan model CTL dan konvensional serta dapat menumbuhkan

kembali sikap nasionalisme bagi siswa Sekolah Menengah Pertama

Negeri di Kota Madya Surakarta.

b. Bagi guru, dalam penelitian ini dapat menambah wawasan guru

terkait dengan pengembangan model CTL dalam mata pelajaran

sejarah khususnya dan mata pelajaran lain umumnya, sehingga dapat

memacu pencapaian tujuan yang tidak hanya terkait dengan kognitif

siswa, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor siswa.

c. Bagi siswa, dalam penelitian ini dapat memberikan suasana belajar

sejarah baru, lebih aktif, mandiri, dan tentunya dapat mengatasi

kejenuhan siswa dalam belajar sejarah. Selain itu siswa dapat belajar

Page 45: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

sejarah terkait dengan pembentukan pribadinya sebagai manusia yang

hidup di keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Manfaat Teoritik

Manfaat teoritik yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a. Dapat dipakai sebagai bahan kajian lebih mendalam bagi penelitian-

penelitian lanjutan yang sifatnya lebih luas dan mendalam baik dari sisi

wilayah maupun substansi permasalahannya.

b. Dapat memperkaya kajian terkait dengan pendidikan sejarah, terutama

menyangkut model CTL dan konsep diri dalam pembelajaran sejarah

terhadap sikap nasionalisme.

Page 46: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Hakikat Pembelajaran Sejarah

Secara umum istilah „pembelajaran‟ dan „sejarah‟ sudah lazim dikenal

oleh banyak pihak dalam berbagai kalangan. Istilah „pembelajaran‟ dapat

diartikan sebagai sebuah proses komunikasi dua arah yaitu terdiri dari proses

mengajar yang dilakukan oleh guru sebagai pendidik, dan belajar yang dilakukan

oleh peserta didik atau murid (Sagala, 2011: 61). Pendapat lain menyatakan

bahwa pembelajaran merupakan padanan dari instruction, yang artinya lebih luas

dari pengajaran (Sa‟ud, 2011: 124). Pembelajaran tidak hanya berlaku dalam

pendidikan melainkan dalam pelatihan atau upaya pembelajaran diri. Arifin

(2011: 10) menambahkan bahwa pembelajaran dalam arti sempit dapat diartikan

sebagai suatu proses atau cara yang dilakukan agar seseorang dapat melakukan

kegiatan belajar (suatu proses perubahan tingkah laku karena interaksi individu

dengan lingkungan dan pengalaman).

Kemudian istilah „sejarah‟ dapat diartikan sebagai warisan kebudayaan

umat manusia, atau memberikan ukuran latar belakang pengetahuan buat dapat

menghargai sastra, seni, dan cara hidup orang-orang lain (Hilg, 1956: 10). Lebih

lanjut, Widja (2002: 21) menambahkan bahwa warisan sejarah yang dimaksudkan

tidak lain adalah warisan nilai-nilai sosial budaya suatu kelompok masyarakat

yang merupakan akar dari mana mereka menemukan jati diri mereka. Sejarah

12

Page 47: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

dapat memuaskan dengan cara yang unik nafsu ingin mengetahui seorang anak

tentang orang-orang lain, tentang kehidupan, tokoh-tokoh, perbuatan-perbuatan,

dan cita-citanya dan ia dapat membangun kekaguman dan gairah tentang seluruh

dunia umat di masa yang lalu dan dewasa ini. Di sisi lain, konsep dasar sejarah

dijelaskan dalam permendiknas No 22 Tahun 2006 yang dikutip oleh Aman

(2011: 13) tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menegah

bahwa Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-

usul dan perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau berdasarkan

metode dan metodologi tertentu.

Dari penjelasan di atas dapat dikaitkan bahwa pembelajaran sejarah adalah

suatu proses komunikasi dua arah terkait dengan kegiatan belajar-mengajar yang

dilakukan guru dan siswa untuk mencapai jati diri bangsa yang ditelaah lewat

peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau. Hal ini ditekankan kembali oleh

Aman (2011: 66) bahwa pembelajaran sejarah sebagai sub-sistem dari sistem

kegiatan pendidikan, merupakan sarana efektif untuk meningkatkan integritas dan

kepribadian bangsa melalui proses belajar mengajar. Pembelajaran sejarah

merupakan usaha pembanding dalam kegiatan belajar, yang menunjuk pada

pengaturan dan pengorganisasian lingkungan belajar mengajar sehingga

mendorong serta menumbuhkan motivasi perserta didik untuk belajar dan

mengembangkan diri. Sejalan dengan itu tugas pokok sejarah dalam pembelajaran

adalah melatih kemampuan mental seperti berpikir kritis, dan menyimpan ingatan

dan imajinasi, sekaligus mempercepat dan memperdalam pemahaman,

memberikan wawasan tentang cara kerja kekuatan sosial, ekonomi, politik dan

Page 48: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

teknologi. Sehingga apabila dihubungkan dengan pengembangan kurikulum

selama ini, pembelajaran sejarah setidaknya memiliki tiga dimensi tujuan yakni :

meningkatkan kemampuan akademik (academic skill), memupuk kesadaran

sejarah (historical consciousness), dan menanamkan semangat nasionalisme

(nationalism) di kalangan peserta didik (Aman, 2011: vii).

Sesuai dengan penjelasan di atas Kochhar (2008: 27-37 ) menyampaikan

bahwa sasaran umum pembelajaran sejarah adalah sebagai berikut : (a)

mengembangkan pemahaman tentang diri sendiri, (b) memberikan gambaran yang

tepat tentang konsep waktu, ruang, dan masyarakat, (c) membuat masyarakat

mampu mengevaluasi nilai-nilai dan hasil yang telah dicapai oleh generasinya, (d)

mengajarkan toleransi, (e) menanamkan sikap intelektual, (f) memperluas

cakrawala intelektualitas, (g) mengajarkan prinsip-prinsip moral, (h) menanamkan

orientasi ke masa depan, (i) memberikan pelatihan mental, (j) melatih siswa

menangani isu-isu kontroversial, (k) membantu mencarikan jalan keluar bagi

berbagai masalah social dan perseorangan, (l) memperkokoh rasa nasionalisme,

(m) mengembangkan pemahaman internasional, dan (n) mengembangkan

keterampilan-keterampilan yang berguna.

Djoko Suryo yang dikutip oleh Aman (2011: 62) merumuskan beberapa

indikator terkait dengan pembelajaran sejarah, di antaranya sebagai berikut.

1. Pembelajaran sejarah memiliki tujuan, substansi, dan sasaran pada segi-segi

yang bersifat normatif.

2. Nilai dan makna sejarah diarahkan pada kepentingan tujuan pendidikan

daripada akademik atau ilmiah murni.

Page 49: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

3. Aplikasi pembelajaran sejarah bersifat pragmatic, sehingga dimensi dan

substansi dipilih dan disesuaikan dengan tujuan, makna, dan nilai

pendidikan yang hendak dicapai yakni sesuai dengan tujuan pendidikan.

4. Pembelajaran sejarah secara normatif harus relevan dengan rumusan tujuan

pendidikan nasional.

5. Pembelajaran sejarah harus memuat unsure pokok : Instruction, Intellectual

training, dan pembelajaran moral bangsa dan civil society yang demokratis

dan bertanggung jawab pada masa depan bangsa.

6. Pembelajaran sejarah tidak hanya menyajikan pengetahuan fakta

pengalaman kolektif dari masa lampau, tetapi harus memberikan latihan

berpikir kritis dalam memetik makna dan nilai dari peristiwa sejarah yang

dipelajarinya.

7. Interprestasi sejarah merupakan latihan berpikir secara intelektual kepada

para peserta didik (learning process dan reasoning) dalam pembelajaran

sejarah.

8. Pembelajaran sejarah berorientasi pada humanistic dan versthen

(understanding), meaning historical consciousness bukan sekedar

pengetahuan kognitif dari pengetahuan (knowledge) dari bahan sejarah.

9. Nilai dan makna peristiwa kemanusian sebagai nilai-nilai universal di

samping nilai partikular.

10. Virtue, religiusitas, dan keluhuran kemanuasian universal, dan nilai-nilai

patriotism, nasionalisme, dan kewarganegaraan, serta nilai-nilai demokratis

yang berwawasan nasional, penting dalam penyajian pembelajaran sejarah.

Page 50: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

11. Pembelajaran sejarah tidak saja mendasari pembentukan kecerdasan atau

intelektualitas, tetapi pembentukan martabat manusia yang tinggi.

12. Relevansi pembelajaran sejarah dengan orientasi pembangunan nasional

berwawasan kemanusian dan kebudayaan.

Berdasarkan catatan penjelasan arti, tujuan, dimensi, dan indikator dalam

pembelajaran sejarah secara umum mengandung beberapa nilai, di antaranya :

nilai keilmuan, nilai informatif, nilai pendidikan, nilai etika, nilai budaya, nilai

politik, nilai nasionalisme, nilai internasional, nilai kerja, dan nilai kependidikan

(Kochhar, 2008: 54-63). Sehingga terkait dengan pembelajaran sejarah, terutama

pembelajaran sejarah nasional mulai dari SD (Sekolah Dasar) sampai dengan

SMA (Sekolah Menengah Atas) dapat disimpulkan bahwa secara garis besar

berfungsi untuk menanamkan semangat berbangsa dan bertanah air atau dengan

kata lain adalah dalam rangka character building peserta didik (Aman, 2011: 2).

Pembelajaran sejarah harus mampu membangkitkan kesadaran empati (emphatic

awareness) di kalangan peserta didik, yakni sikap simpati dan toleransi terhadap

orang lain yang disertai dengan kemampuan mental dan sosial untuk

mengembangkan imajinasi dan sikap kreatif, inovatif, serta patisipatif.

2. Sikap Nasionalisme

a. Konsep Sikap

Menurut Calhoun, James F & Joan Ross Acocella (1990: 315)

menyatakan bahwa “suatu sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan

yang melekat tentang objek tertentu dan kencenderungan untuk bertindak

terhadap objek tersebut dengan cara tertentu”. Dalam hal ini dapat dikatakan

Page 51: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

sikap merupakan perilaku yang berdasarkan pada keyakinan. Fishbein dan

Ajzen (dalam Mardapi, 2008: 105) mengatakan “sikap adalah suatu

predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif

terhadap suatu objek, situasi, konsep atau orang”. Selain itu konsep sikap juga

diartikan sebagai satu konsep sentral dalam psikologi sosial yang

menggabungkan fungsi afektif, emosi dan perasaan, ke dalam model manusia

sebagai pengolah informasi sosial (Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, &

Ernest R. Hilgard, 1999: 371).

Sikap dapat diartikan pula sebagai “cara seseorang melihat „sesuatu‟

secara mental (dari dalam diri) yang mengarah pada perilaku yang ditujukan

pada orang lain, ide, objek maupun kelompok tertentu” (Hutagalung, 2007).

Dengan kata lain sikap merupakan cerminan jiwa seseorang atau bisa pula

diartikan sebagai cara seseorang mengkomunikasikan perasaannya kepada

orang lain melalui perilaku. Lebih lanjut Hutagalung mengatakan bahwa “jika

perasaan seseorang terhadap „sesuatu‟ adalah positif maka akan terpancar pula

perilaku positif dari individu bersangkutan menyikapi „sesuatu‟ yang

dihadapinya itu, dan sebaliknya”.

Sikap mengandung tiga komponen yaitu : (1) komponen kognitif

(keyakinan), (2) Komponen emosi (perasaan), (3) komponen perilaku

(tindakan) (Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, & Ernest R. Hilgard,

1999: 371; Calhoun, James F & Joan Ross Acocella 1990: 315; Rakhmat,

2009: 100). Dengan komponen kognitif (keyakinan) dimaksudkan sikap

berhubungan dengan pengetahuan, di mana seseorang berpikir atau merespon

Page 52: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

suatu stimulus, ide dan konsep tentang suatu obyek. Komponen emosi

(perasaan) dimaksudkan sikap berhubungan dengan emosional, di mana

seseorang bereaksi dengan menggunakan emosi dalam berinteraksi.

Sedangkan komponen perilaku (tindakan) berarti sikap merupakan

kencendrungan untuk bertingkah laku yakni melakukan sesuatu dengan

menggunakan kepercayaan dan perasaan.

Menurut Katz (yang dikutip Calhoun, James F & Joan Ross Acocella,

1990: 315) sikap mempunyai fungsi penting di antaranya : pertama, sikap

mempunyai fungsi organisasi, maksudnya adalah keyakinan yang terkadung

dalam sikap yang memungkinkan seseorang mengorganisasikan pengalaman

sosial dan membebankan pada perintah tertentu dan memberinya makna.

Kedua, sikap memberikan fungsi kegunaan, maksudnnya seseorang

menggunakan sikap untuk menegaskan sikap orang lain dan selanjutnya

memperoleh persetujuan sosial. Ketiga, sikap memberikan fungsi

perlindungan, dalah hal ini dimaksudkan yaitu sikap menjaga seseorang dari

ancaman terhadap harga dirinya.

Rita L. Atkinson, Richard C. Atkinson, Edward E. Smith, & Daryl J.

Bem (1987: 576-580) menyampaikan terkait dengan fungsi sikap yang terdiri

dari : fungsi instrumental, fungsi pengetahuan, fungsi nilai-ekspresif, fungsi

pertahanan ego, fungsi penyesuaian sosial. Fungsi-fungsi tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut.

1) Fungsi instrumental dalam sikap dimaksudkan adalah sikap yang kita

pegang karena alasan praktis, di mana konsep ini semata-mata

Page 53: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

mengekspresikan keadaan spesifik keinginan umum kita untuk

mendapatkan manfaat atau hadiah dan menghindari hukuman.

2) Fungsi pengetahuan dalam sikap dimaksudkan bahwa sikap yang

menbantu kita dalam memahami dunia, yang membawa keteraturan

bagi berbagai informasi yang harus diasimilasikan dalam kehidupan

sehari-hari, dengan kata lain fungsi ini berfungsi untuk mengorganisasi

dan mengolah berbagai informasi secara efesien.

3) Fungsi nilai-ekspresif dalam sikap dimaksudkan bahwa sikap

mengekspresikan nilai-nilai kita atau mencerminkan konsep diri kita.

Dalam hal ini sikap dapat memungkinkan memiliki sikap positif

karena masih memegang kuat nilai-nilai tentang keanekaragaman,

kebebasan, pribadi, toleransi, dan sikap juga memungkinkan memiliki

sikap negatif karena sangat memegang keyakinan relegius.

4) Fungsi pertahanan ego dalam sikap dimaksudkan bahwa sikap

melindungi kita dari kecemasan atau dari ancaman bagi harga diri.

Konsep pertahanan ego ini berasal dari teori psikoanalitik Freud, di

mana dapat diartikan sebagai proyeksi individu merepresi implus yang

tidak diterima dan kemudian mengekspresikan sikap bermusuhan

kepada orang lain yang dirasakan memiliki implus yang sama.

5) Fungsi penyesuaian sosial dalam sikap dimaksudkan bahwa sikap yang

membantu kita merasa menjadi bagian dari komunitas, dan pada

dasarnya sikap dapat berubah jika norma sosial berubah.

Page 54: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap

merupakan sebuah cerminan positif maupun negatif yang ditampilkan

seseorang melalui perilaku terhadap orang lain, ide, objek maupun kelompok

tertentu, yang di dalamnya terkandung komponen kognitif, afektif dan

perilaku yang berfungsi dalam kehidupan seseorang.

b. Konsep Nasionalisme

Nasionalisme menurut Grosby (2011: 55) sering dihubungkan dengan

istilah „Ibu Pertiwi‟, „Fatherland‟, dan „tanah air‟. Lebih lanjut Grosby

menyatakan bahwa ketiga istilah tersebut merujuk pada “tanah asal” seseorang

yang ditemukan pada semua periode sejarah. Dalam hal ini ketiga istilah ini

diidentifikasi di suatu waktu tertentu dapat bertujuan sebagai “eksistensi

bangsa” atau bisa juga tidak. Grosby (2011: 56) mengatakan salah satu

komponen terpenting dalam nasionalisme adalah tanah. Tanah sangat

dibutuhkan untuk hidup, karena telah memberikan kehidupan baik itu dalam

bentuk tempat bermukim ataupun digunakan untuk menghasilkan sesuatu.

Tanah sudah merupakan bagian dari individu maupun komunitas yang dalam

perkembangannya akan diwariskan dari generasi sebelumnya ke generasi

selanjutnya. Maka dari itu tanah harus dipertahankan, dan istilah cinta tanah

air sudah dikenal sejak dahulu seperti istilah dengan sebutan “ „ezrach ha

„arets (penduduk asli tanah), „patris/patria‟ (fatherland), „watan‟-„mahabbat

al-watan‟ (cinta tanah air)”.

Istilah nasionalisme kembali muncul setelah berakhirnya Perang Dunia I

(1914-1918). Perang Dunia I membangkitkan kesadaran di kalangan bangsa-

Page 55: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

bangsa terjajah. Ditambah lagi dengan terbentuk Perserikatan Bangsa-Bangsa

yang diprakarsai oleh Woodrow Wilson. Pernyataan Woodrow Wilson yang

terkenal sebagai “Hak Penentu Nasib Sendiri” yang berfungsi sebagai dasar

peta baru Eropa sehabis perang Dunia I, yang menimbulkan dampak

nasionalisme di daerah jajahan di mana-mana (Kartodirdjo, 2005: 5).

Di Indonesia, nasionalisme juga muncul semenjak masih dalam

pangkuan penjajahan. Menurut Sartono Kartodirdjo (2005: xi) awalnya

perjalanan nasionalisme Indonesia pada tahun 1922 terbentuknya

perkumpulan dari mahasiswa yang datang dari “tanah Hindia” di negeri

Belanda yang mengubah nama perkumpulannya menjadi Indonesische

Vereeniging. Penyebutan “Indonesia” ini juga merubah konsep yang ada

dalam organisasi itu yang sebelumnya merupakan perkumpulan social

kemahasiswaan (geografis dan antropologis) menjadi organisasi politik. Hal

ini ditambah lagi dengan berdirinya sebuah perkumpulan “di negeri sang

penguasa” (het land de overheersers) yang bernama „Perhimpoenan

Indonesia‟ (P.I.) pada tahun 1923. Kekuatan nasionalisme untuk

memperjuangkan kemerdekaan mulai diperdendangkan seperti : mengganti

nama majalah organisasi dari Hindia Poetera menjadi Indonesia Merdeka

dengan semboyan Indonesia Merdeka Sekarang. Perhimpoenan Indonesia ini

kemudian juga menghasilkan tiga hal yang sangat fundamental yaitu : (1)

Adanya sebuah bangsa yang bernama Indonesia; (2) Adanya sebuah negeri

yang bernama Indonesia; dan (3) Bangsa ini menuntut kemerdekaan bagi

negerinya (Kartodirdjo, 2005: xii). Peristiwa ini bisa digunakan sebagai

Page 56: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

tonggak sejarah terkait dengan munculnya gerakan nasionalisme anti-

kolonialisme yang berasal dari negeri Belanda.

Istilah nasionalisme pada tanggal 4 Juli 1927 juga digunakan oleh

Sukarno dan Algemeene Studieclubnya untuk memprakarsai pembentukan

sebuah partai politik baru yaitu Perserikatan Nasional Indonesia (Ricklefs,

2005: 277). Partai ini kemudian diubah menjadi Partai Nasional Indonesia

pada bulan Mei 1928. Dalam hal ini partai ini dibentuk dengan tujuan yaitu

kemerdekaan dari Kepulauan Indonesia yang akan dicapai secara non

kooperatif dan dengan organisasi massa. Partai Nasionalisme Indonesia dapat

dikatakan sebagai partai pertama yang menyangkut bangsa Indonesia dengan

idelogi nasionalismenya di bidang politik.

Nasionalime anti-kolonial di Indonesia kembali muncul pada tanggal 28

Oktober 1928 yang serig dikenal dengan sebutan “Sumpah Pemuda”. Sumpah

Pemuda merupakan tonggak nasionalisme yang dilakukan oleh para pemuda

dari berbagai daerah di Indonesia. Di dalam „Sumpah Pemuda‟-nya, kongres

menyetujui tiga pengakuan : satu tanah air, Indonesia; satu bangsa, Indonesia;

dan satu bahasa, bahasa persatuan bahasa Indonesia (Ricklefs, 2005: 282).

Mengacu dari beberapa tonggak peristiwa di atas dapat digambarkan

bahwa nasionalisme merupakan suatu sikap mental dan tingkah laku individu

atau masyarakat yang merujuk pada loyalitas atau pengabdian terhadap bangsa

dan negara. Menurut Taufik Abdullah (2001: 47) nasionalisme adalah “sebuah

cita-cita yang memberi batas antara kita yang sebangsa dengan mereka yang

dari bangsa lain, antara negara kita dan negara mereka”. Dalam hal ini

Page 57: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

dimaksudkan bahwa “nasionalisme lebih mengistimewakan hak kolektif yang

didasarkan pada ras, kebudayaan, atau identitas bersama” (Nodia, 1998: 11).

Pernyataan ini dipertegas lagi oleh Mohtar Mas‟oed (1998: 213) bahwa

nasionalisme itu penting, karena pada dasarnya nasionalisme : (1) Bisa

memberikan identitas yang lebih teguh dan lebih bermakna dari pada ikatan-

ikatan social; (2) Setting atau konteks kelembagaan nasionalis yang paling

dikenal oleh sebagian besar manusia.

Konsep nasionalisme dalam penelitian ini dapat dimunculkan dalam

Standar Kompetensi “Memahami Usaha Mempertahankan Kemerdekaan”

dengan Kompetensi Dasar “Mendeskripsikan usaha perjuangan

mempertahankan kemerdekaan Indonesia”, sehingga diharapkan dapat

menambah atau merubah konsep nasionalisme siswa. Dan mengarah pada

pemaknaan kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara

kebangsaan. Dengan kata lain, dapat dijelaskan terdapat perasaan yang sangat

mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tumpah darahnya dengan

tradisi-tradisi setempat dan penguasa resmi di daerahnya selalu ada di

sepanjang sejarah dengan kekuatan atau kadar yang berbeda-beda. Dalam

konteks ke-Indonesia-an, nasionalisme dapat dimaknai sebagai suatu tekad

untuk hidup sebagai suatu bangsa di bawah suatu negara yang sama (Negara

Kesatuan Republik Indonesia), terlepas dari perbedaan etnis, ras, agama atau

golongan.

Page 58: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

c. Sikap Nasionalisme

Dari konsep di atas maka dapat dikatakan bahwa sikap nasionalisme

adalah kesiapan suatu bangsa secara pontensial untuk merespon segala

fenomena yang ada di lingkungan berbangsa dan bernegara yang diilhami oleh

suatu semangat kebangsaan sehingga menumbuhkan rasa cinta dan bangga

terhadap apa yang dimiliki dan beritikad tinggi untuk mempertahankan dan

megembangkannya.

Dengan demikian dalam arti luas semua pernyataan mengenai sikap

dapat mencerminkan suatu keyakinan atau opini. Dalam hubungannya dengan

nasionalisme, terdapat tiga aspek yang menjadi tolak ukur dalam penelitian ini

antara lain : (1) pernyataan yang berisikan tentang pengetahuan yang

dihubungkan dengan nasionalisme; (2) pernyataan yang berisikan tentang

perasaan yang dihubungkan dengan nasionalisme; (3) pernyataan yang

berisikan tentang tindakan yang dihubungkan dengan nasionalisme.

Kesemuanya tersebut akan tercakup pada tiga dimensi yang menjadi acuan

dalam pebuatan test di antaranya terkait dengan sejarah perjuangan bangsa,

kesadaran nasional sebagai suatu bangsa, serta sikap nasionalisme inovatif dan

kreatif yang dimunculkan di era sekarang, dengan indikator di antaranya : (a)

memahami hak dan kewajiban, (b) rela berkorban, (c) tenggang rasa, (d) jujur,

(e) menghargai keputusan orang lain, (f) menghayati arti pentingnya

berbangsa dan bernegara, (g) memahami arti pentingya cinta tanah air, (h)

menguasai IPTEK, (i) mencintai produk dalam negeri, dan (j) upaya perbaikan

dan pengembangan.

Page 59: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

3. Model Contextual Teaching and Learning (CTL)

Model CTL merupakan salah satu konsep pembelajaran baru yang tidak

lagi berpusat pada guru (teacher centered), tetapi lebih menitikberatkan pada

siswa (student centered). Pembelajaran ini memancing keterlibatan siswa untuk

dapat menemukan materi yang dipelajari dan dapat menghubungkannya dalam

kehidupannya yang nyata. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari

usaha siswa mengkontruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru ketika

siswa belajar (Sanjaya, 2006: 253). Maka dari itu, belajar dalam konteks model

CTL dapat dikatakan bahwa pengetahuan sebagai fakta yang bukan untuk dihafal.

Belajar yang sebenarnya adalah melalui sebuah proses berpengalaman, sehingga

tidak saja aspek kognitif saja yang diperoleh siswa, tetapi juga aspek afektif dan

psikomotor.

Menurut Nurhadi, dkk. (2004: 6), model CTL mengakui bahwa „belajar‟

merupakan sesuatu yang kompleks dan multidimensional yang jauh melampaui

berbagai metode yang hanya berorientasi pada latihan/rangsangan/tanggapan.

model CTL menganjurkan bahwa belajar hanya terjadi jika siswa memproses

informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan masuk akal

sesuai dengan kerangka berpikir yang dimiliki (ingatan, pengalaman). Materi

pelajaran akan tambah berarti jika siswa mempelajari materi pelajaran yang

disajikan melalui konteks kehidupan mereka, dan menemukan arti di dalam proses

pembelajarannya. Dengan demikian, pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan

menyenangkan. Jadi, jelas bahwa pemanfaatan model CTL akan menciptakan

Page 60: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

ruangan kelas yang memungkinkan siswa akan menjadi peserta aktif, bukan hanya

pengamat yang pasif, dan bertanggungjawab terhadap belajarnya.

Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya,

bukan mengetahui. Pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi

terbukti berhasil dalam kompetensi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal

dalam membekali siswa memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang.

Sagala (2009: 87) menyatakan bahwa model CTL merupakan konsep belajar yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia

nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota

keluarga dan masyarakat. Berns, Robert G. and Patricia M. Erickson (2001: 2)

juga mengatakan hal yang sama, yaitu :

Contextual teaching and learning is defined as a conception of teaching

and learning that helps teachers relate subject matter content to real world

situations; and motivates students to make connections between knowledge

and its applications to their lives as family members, citizens, and workers

and engage in the hard work that learning require.

Model CTL juga dapat diartikan sebagai suatu strategi pembelajaran yang

menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat

menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi

kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya dalam

kehidupan mereka (Sanjaya, 2006: 255). Dalam hal ini ditambahkan oleh

Blanchard dalam Hudson, Charles & Dwan Holley Dennis yaitu :

“Contextual Teaching and Learning Strategies: (1) Emphasize

problemsolving (2) Recognize the need for teaching and learning to occur

in a variety of contexts such as home, community, and work sites (3) Teach

students to monitor and direct their own learning so they become self-

Page 61: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

regulated learners (4) Anchor teaching in students‟ diverse life-contexts

(5) Encourage students to learn from each other and together and (6)

Employ authentic assessment”.

Menurut Hanafiah (2009: 67) model CTL merupakan suatu proses

pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam

memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan

konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama,

sosial, ekonomi, maupun kultural. Dengan demikian, peserta didik memperoleh

ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari

suatu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya.

Berdasarkan konsep tersebut, ada tiga hal yang perlu dipahami. Pertama,

model CTL menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,

artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung.

Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan siswa hanya menerima

pembelajaran, akan tetapi mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.

Kedua, model CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan

antar materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Artinya, siswa

dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah

dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan mengkorelasikan

materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu

akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan

tertanam erat dalam memori siswa sehingga tidak akan mudah dilupakan.

Ketiga, model CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam

kehidupan. Artinya, model CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat

Page 62: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

memahami materi yang dipelajari, tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat

mewarnai prilaku dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks

model CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi

sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.

Sehubungan dengan hal di atas Sanjaya (2005: 110) menambahkan lima

karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan model CTL,

yaitu :

a. Dalam model CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan

pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge), artinya apa saja

yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah

dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh oleh siswa

adalah pengetahuan yang utuh memiliki keterkaitan satu sama lain.

b. model CTL adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah

pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan yang baru

diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan

mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.

c. Pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan

untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara

meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang

diperolehnya, dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu

dikembangkan.

d. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying

knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya

Page 63: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

harus diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan

prilaku siswa.

e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi

perkembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik

untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

Kunandar (2010: 300) menambahkan bahwa model CTL menempatkan

siswa di dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa

dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor

kebutuhan individual siswa dan peranan guru. Oleh karena itu, model CTL harus

menekankan pada hal-hal sebagai berikut.

a. Pengajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Pengajaran berbasis masalah (problem-based learning) adalah suatu model

pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks

bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan

memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep

yang esensial dari materi pelajaran.

b. Pengajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Pengajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja

mengembangkan interaksi yang saling mengasihi antarsesama siswa.

c. Pengajaran Berbasis Inkuiri (Inquiry Based Learning)

Pengajaran berbasis inkuiri merupakan pembelajaran yang mendorong siswa

untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-

konsep atau prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk melakukan

Page 64: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

percobaan yang memungkinkan siswa untuk menemukan sendiri prinsip-

prinsip atau konsep-konsep.

d. Pengajaran Berbasis Proyek/tugas (Project Based Learning)

Pengajaran berbasis proyek/tugas merupakan strategi pembelajaran

komperhensif ketika lingkungan belajar siswa didesain agar siswa dapat

melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah authentik termasuk

pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas

bermakna lainnya. Model ini memperkenankan siswa untuk bekerja secara

mandiri dalam mengkonstruk (membentuk) pembelajarannya dan

mengkulminasikannya dalam produk nyata.

e. Pengajaran Autentik (Authentic Instruction)

Pengajaran autentik merupakan pengajaran yang memperkenalkan siswa

untuk mempelajari konteks bermakna. Ia mengembangkan keterampilan

berpikir dan pemecahan masalah yang penting di dalam konteks kehidupan

nyata.

f. Belajar Berbasis Kerja (Work Based Learning)

Belajar berbasis kerja merupakan pengajaran yang memerlukan suatu model

agar memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk

mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi

tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja. Jadi dalam hal ini, kerja atau

sejenisnya dan berbagai aktivitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk

kepentingan siswa.

Page 65: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

g. Belajar Berbasis Jasa Layanan (Service Learning)

Belajar berbasis jasa layanan merupakan pengajaran yang memerlukan

penggunaan metodelogi pengajaran yang mengkombinasikan jasa layanan

masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa

layanan tersebut. Jadi, belajar berbasis jasa layanan menekankan antara

pengalamanjasa-layanan dan pembelajaran akademis. Dengan kata lain,

model ini menyajikan suatu penerapan praktis dari pengetahuan baru yang

diperlukan dan berbagai keterampilan untuk memenuhi kebutuhan di dalam

masyarakat melalui proyek/tugas terstruktur dan kegiatan lainnya.

Model CTL ini terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang

diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah nyata yang berasosiasi dengan

peranan dan tanggungjawab mereka sebagai bagian dari keluarga, bagian dari

masyarakat, siswa dan selaku pekerja. Selanjutnya dalam model CTL terdapat

empat prinsip yang melingkupinya yaitu, (a) kesalingbergantungan, (b) perbedaan,

(c) pengaturan diri, dan (d) penilaian autentik (Hanafiah, 2009: 70; Johnson,

2009: 85-86). Berikut akan diuraikan prinsip model CTL secara lebih terperinci.

a. Kesalingbergantungan

Prinsip ini membuat hubungan yang bermakna (making meaningfull connections)

antara proses pembelajaran dan konteks kehidupan nyata sehingga peserta didik

berkeyakinan bahwa belajar merupakan aspek yang esensial bagi kehidupan di

masa datang. Prinsip ini mengajak para pendidik mengenali keterkaitan mereka

dengan pendidik lainnya, peserta didik, stakeholder, dan lingkungannya.

Bekerjasama (collabrorating) akan dapat membantu peserta didik utuk belajar

Page 66: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

secara efektif dalam kelompok, membantu peserta didik untuk berinteraksi dengan

orang lain, saling mengemukakan gagasan, saling mendengarkan untuk

menemukan persoalan, mengumpulkan data, mengolah data, dan menentukan

alternatif pemecahan masalah. Prinsip ini menyatukan juga berbagai pengalaman

dari masing-masing peserta didik untuk mencapai standar akademik yang tinggi

(reaching high standards) melalui pengidentifikasian tujuan dan memotivasi

peserta didik untuk mencapainya.

b. Perbedaan

Prinsip diferensiasi adalah mendorong peserta didik menghasilkan keberagaman,

perbedaan, dan keunikan. Terciptanya kemandirian dalam belajar (self-regulated

learning) yang dapat mengkonstruksi minat peserta didik untuk belajar mandiri

dalam konteks tim dengan mengkorelasikan bahan ajar dengan kehidupan nyata

dalam rangka mencapai tujuan penuh makna (meaningfulness). Terciptanya

berfikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking) di kalangan peserta didik

dalam rangka pengumpulan, analisis, dan sintesis data guna pemecahan masalah.

Terciptanya kemampuan peserta didik untuk mengidentifikasi potensi pribadi

dalam rangka menciptakan dan mengembangkan gaya belajar (style of learning)

yang paling sesuai sehingga dapat mengembangkan potensinya seoptimal

mungkin secara aktif, keratif, efektif, inovatif, dan menyenangkan sehingga

menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

c. Pengaturan diri

Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa proses pembelajaran diatur,

dipertahankan, dan disadari oleh peserta didik sendiri dalam rangka

Page 67: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

merealisasikan seluruh potensinya. Peserta didik secara sadar harus menerima

tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat

pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi,

dan kritis menilai bukti. Melalui interaksi antrasiswa akan diperoleh pengertian

baru, pandangan baru, sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi,

kemampuan mereka dalam bertahan dan menemukan sisi keterbatasan diri.

d. Penilaian autentik

Penggunaan penilaian autentik yaitu menantang peserta didik agar dapat

mengaplikasikan berbagai informasi akademis baru dan keterampilannya ke

dalam situasi kontekstual secara signifikan.

Keempat prinsip inilah yang dijadikan landasan berpikir peneliti untuk

melengkapi penelitian ini. Hal ini akan membantu peneliti dalam memahami

model CTL. Selanjutnya Nurhadi, dkk. (2004: 31) menyatakan bahwa ada tujuh

komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan model CTL di kelas.

Ketujuh komponen utama tersebut yaitu, konstruktivisme (Contructivisme),

bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning

Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian

sebenarnya (Authentic Assesment). Penerapan masing-masing komponen model

CTL dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Konstruktivisme (Contructivisme)

Menurut Sanjaya (2006: 264) konstruktivisme adalah proses membangun

atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan

pengalaman. Nurhadi, dkk. (2004: 33) menegaskan bahwa konstruktivisme

Page 68: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

(Contructivisme) merupakan landasan berpikir (filosofi) model CTL, yaitu

pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah

seperangkat fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.

Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui

pengalaman nyata.

Esensi dari teori kontrukstivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan

dan mentransformasi suatu informasi kompleks ke situasi lain dan apabila

dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar itu,

pembelajaran harus dikemas menjadi proses „mengkonstruksi‟ bukan

„menerima‟ pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun

sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan

mengajar.

Belajar lebih dari sekadar mengingat. Tugas pendidik tidak hanya

menuangkan atau menjejalkan sejumlah informasi ke dalam benak siswa, tetapi

mengusahakan bagaimana agar konsep-konsep penting dan sangat berguna

tertanam kuat dalam benak siswa.

Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum

objektivitas, yang lebih menekankan pada hasil belajar. Dalam pandangan

konstruktivisme, „startegi memperoleh‟ lebih diutamakan dibandingkan dengan

seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu,

tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan : (a) menjadikan

pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (b) memberi kesempatan siswa

Page 69: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

menemukan dan menerapkan idenya sendiri, (c) menyadarkan siswa agar

menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

Mengenai implementasi konstruktivisme di kelas, Yager (dalam Nurhadi

dkk, 2003: 35; Kunandar, 2010: 307) mengemukakan prosedur konstruktivisme

sebagai berikut.

1) Carilah dan gunakanlah pertanyaan dan gagasan siswa untuk menuntun

pelajaran dan keseluruhan unit pengajaran.

2) Biarkan siswa mengemukakan gagasan-gagasan mereka dulu.

3) Kembangkan kepemimpinan, kerja sama, pencarian informasi, dan

aktivitas siswa sebagai hasil dari proses belajar.

4) Gunakan pemikiran, pengalaman, dan minat siswa untuk mengarahkan

proses pembelajaran.

5) Kembangkan penggunaan alternatif sumber informasi baik dalam bentuk

bahan tertulis maupun bahan-bahan para pakar.

6) Usahakan agar siswa mengemukakan sebab-sebab terjadinya sesuatu

peristiwa dan situasi serta doronglah siswa agar mereka memprediksi

sebab akibatnya.

7) Carilah gagasan-gagasan siswa sebelum guru menyajikan pendapatnya

atau sebelum siswa mempelajari gagasan-gagasannya yang ada dalam

buku teks atau sumber-sumber lainnya.

8) Buatlah siswa agar tertantang dengan konsepsi dan gagasan-gagasan

yang ada dalam buku teks atau sumber-sumber lainnya.

Page 70: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

9) Buatlah agar siswa tertantang dengan konsepsi dan gagasan-gagasan

mereka sendiri.

10) Sediakan waktu cukup untuk berefleksi dan menganalisis, menghormati

dan menggunakan semua gagasan yang diketengahkan oleh seluruh

siswa.

11) Doronglah siswa untuk melakukan analisis sendiri, mengumpulkan bukti

nyata untuk mendukung gagasan-gagasan dan reformulasi gagasan

sesuai dengan pengetahuan baru yang dipelajarinya.

12) Gunakanlah masalah yang diidentifikasi oleh siswa sesuai minatnya dan

dampak yang ditimbulkannya.

13) Gunakanlah sumber-sumber lokal (manusia dan benda) sebagai sumber-

sumber informasi asli yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.

14) Libatkan siswa dalam mencari informasi yang dapat diterapkan dalam

memecahkan masalah-masalah yang ada dalam kehidupan nyata.

15) Perluas belajar seputar jam pelajaran, ruangan kelas, dan lingkungan

sekolah.

16) Pusatkan perhatian pada dampak sains pada setiap individu siswa.

17) Pandanglah konten sains itu sebagai sesuatu yang semata-mata ada untuk

dikuasai siswa melalui testing.

18) Tekankan kesadaran karier terutama yang berhubungan dengan sains.

Jadi, model CTL pada dasarnya mendorong agar siswa bisa

mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman.

Pengetahuan hanya akan fungsional manakala dibangun oleh individu.

Page 71: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Pengetahuan yang diberikan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna.

Atas dasar itulah, maka penerapan asas konstruktivisme dalam pembelajaran

melalui model CTL didorong agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan

sendiri melalui pengalaman nyata.

b. Bertanya (Qustioning)

Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari kegiatan „bertanya‟.

Qestioning merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL.

Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk

mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.

Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam

melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi,

mengkonfirmasikan apa yang diketahui, dan mengarahkan perhatian pada

aspek yang belum diketahui. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif,

kegiatan bertanya berguna untuk : (a) menggali informasi, baik administrasi

maupun akademis, (b) mengecek pemahaman siswa, (c) membangkitkan

respon kepada siswa, (d) mengetahui sejauhmana keingintahuan siswa, (e)

mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, (f) memfokuskan perhatian

siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru, (g) membangkitkan lebih banyak

lagi pertanyaan dari siswa, (h) menyegarkan kembali pengetahuan siswa

(Kunandar, 2010: 310).

Menurut Nurhadi, dkk. (2004: 45), bertanya adalah suatu strategi yang

digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis dan mengeksplorasi

Page 72: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

gagasan-gagasan. Jenis konteks yang dapat digunakan guru untuk menerapkan

teknik bertanya dalam kelas adalah sebagai berikut.

1) Bertanya adalah suatu cara untuk „masuk dan terlibat‟ dalam sesuatu

hal. Bertanya adalah suatu alat yang digunakan oleh orang yang

bertanya untuk memulai dan mempertahankan interaksi dengan orang

lain.

2) Bertanya adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa

untuk mendapatkan informasi. Bertanya dapat dimotivasi oleh

kebutuhan untuk mendapatkan informasi tentang suatu maksud atau

oleh keingintahuan dan „kebutuhan untuk mengetahui‟.

3) Bertanya adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa

untuk mengklarifikasi atau meyakinkan informasi.

4) Bertanya adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa

untuk menganalisis dan mengeksplorasi gagasan.

Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja

dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati, dan lain

sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut akan menumbuhkan dorongan untuk

„bertanya‟ (Nurhadi, dkk., 2004: 46-47).

c. Menemukan (Inquiry)

Inkuiri merupakan proses pembelajaran yang didasarkan pada

penemuan dan pencarian melalui proses berpikir secara sistematis.

Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil

dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian, dalam proses perencanaan,

Page 73: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

guru bukanlah memepersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan

tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan

sendiri materi yang harus dipahaminya (Sanjaya, 2006: 265).

Senada dengan hal tersebut, Nurhadi, dkk. (2004: 43-44) menyatakan

bahwa inkuiri pada dasarnya adalah suatu ide yang kompleks. Menemukan

merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL (Contextual

Teaching and Learning). Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa

diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari

menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan yang merujuk pada

kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkan. Siklus inkuiri meliputi:

(a) observasi (observation), (b) bertanya (questioning), (c) mengajukan

dugaan (hipothesis), (d) pengumpulan data (data gathering), (e) penyimpulan

(conclussion).

Langkah-langkah kegiatan menemukan (inquiry) yaitu di antaranya : (a)

merumuskan masalah, (b) mengamati atau melakukan observasi, (c)

menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,

tabel, dan karya lainnya, (d) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya

pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audiens yang lain.

d. Masyarakat belajar (Learning Community)

Leo Semenovich (dalan Sanjaya, 2006: 267), seorang psikolog Rusia

menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman anak ditopang banyak oleh

komunikasi dengan orang lain. Suatu permasalahan tidak mungkin dapat

dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Kerjasama

Page 74: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

saling memberi dan menerima sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu

persoalan. Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam model

CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama

dengan orang lain. Nurhadi, dkk. (2004: 47) menambahkan bahwa hasil

belajar diperoleh dari sharing antara teman, antarkelompok, dan antara mereka

yang tahu ke mereka yang belum tahu.

Dalam kelas dengan pendekatan kontekstual, kegiatan pembelajaran

dilakukan dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi ke dalam

kelompok-kelompok yang heterogen. Konsep learning community

menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang

lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antara kelompok, dan

antara yang tahu ke yang belum tahu. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila

ada proses komunikasi dua arah. Model pembelajaran dengan konsep learning

community ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Prakteknya

dalam pembelajaran terwujud dalam : (a) pembentukan kelompok kecil, (b)

pembentukan kelompok besar, (c) mendatangkan „ahli‟ ke kelas (tokoh,

olahragawan, dokter, perawat, petani, dsb.), (d) bekerja dengan kelas

sederajat, (e) bekerja kelompok dengan kelas yang di atasnya, (f) bekerja

dengan masyarakat.

e. Pemodelan (Modeling)

Komponen selanjutnya adalah pemodelan. Nurhadi, dkk. (2004:49-50)

menyatakan dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan

tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara

Page 75: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

mengoperasikan sesuatu, contoh karya tulis, dan sebagainya. Dengan

demikian, guru memberi model tentang bagaimana cara belajar. Dalam model

CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan

melibatkan siswa. Model juga dapat didatangkan dari luar.

Dalam bukunya, Sanjaya (2006: 267) menyatakan yang dimaksud

dengan pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu

sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Pemodelan merupakan asas

yang cukup penting dalam model CTL sebab melalui pemodelan siswa dapat

terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang dapat memungkinkan

terjadinya verbalisme.

f. Refleksi (Reflection)

Refleksi juga bagian penting dalam pembelajaran dengan model CTL.

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke

belakang, tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Pengetahuan

yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan yang dimiliki oleh siswa

diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit

demi sedikit. Dengan begitu, siswa merasa memeroleh sesuatu yang berguna

bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya (Nurhadi, dkk., 204: 51).

Hal senada juga diungkapkan Sanjaya (2006: 268) bahwa refleksi

merupakan proses menggali pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan

dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa

pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman

Page 76: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

belajar itu akan dimasukkan ke dalam struktur kognitif siswa yang pada

akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.

Guru perlu melaksanakan refleksi pada akhir program pengajaran.

Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa

melakukan refleksi. Realisasinya berupa : (a) pernyataan langsung tentang

apa-apa yang diperolehnya hari itu, (b) catatan atau jurnal di buku siswa, (c)

kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu, (d) diskusi, (e) hasil

karya.

g. Penilaian sebenarnya (Authentic Assesment)

Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan oleh guru

pada saat ini biasanya ditekankan pada perkembangan aspek intelektual

sehingga alat evaluasi yang digunakan terbatas pada penggunaan tes. Dalam

model CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh

perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh

aspek.

Sanjaya (2006: 269) mendefinisikan penilaian nyata (authentic

assessment) adalah proses yang dilakukan oleh guru untuk mengumpulkan

informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan oleh siswa. Penilaian

ini dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilain ini

dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

Maka dari iu, tekanannya diarahkan pada proses belajar, bukan pada hasil

belajar.

Page 77: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Hal senanda juga diungkapkan oleh Nurhadi, dkk. (2004: 52-53)

bahwa assassment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa

memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan

belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa

mengalami proses pembelajaran dengan benar.

Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assasment)

bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang

benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar

mampu memelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada

diperolehnya sebanyak mungkin informasi pada akhir periode pembelajaran.

Assasment dalam hal ini menekankan proses pembelajaran, maka data

yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan oleh

siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari

proses, bukan semata-mata melalui hasil. Karakteristik authentic assasment di

antaranya : (a) dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran

berlangsung, (b) bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif, (c) yang

diukur keterampilan dan performasi, bukan mengingat fakta, (d)

berkesinambungan, (e) integrasi, dan (f) dapat digunakan sebagai umpan balik

(feed back).

Hal-hal yang digunakan sebagai dasar penilaian prestasi siswa adalah :

(a) proyek/kegiatan dan laporan, (b) PR, (c) kuis, (d) karya siswa, (e)

presentasi atau penampilan siswa, (f) demonstrasi, (g) laporan, (h) jurnal, (i)

hasil tes tulis, dan (j) karya tulis.

Page 78: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Dalam penelitian ini, ketujuh komponen tersebut akan digunakan dalam

pembelajaran terkait dengan penggunaan model CTL. Keterkaitan ketujuh

komponen menurut Suyanto (2010: 11) sebagai berikut.

Gambar 2.1 Bagan keterkaitan antarkomponen model CTL

Sumber : Suyanto, 2010 : 11

Sehubungan dengan bagan di atas dapat dijelaskan bahwa antara

komponen yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan saling

mendukung dalam model CTL. Kemudian sebagai suatu pembelajaran, model

CTL tentunya memiliki beberapa keunggulan dan kelemahannya. Kelebihan dari

model CTL di antaranya yaitu :

a. menempatkan siswa sebagai subyek belajar artinya siswa berperan aktif

dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menentukan dan menggali

sendiri materi pelajaran.

b. Siswa belajar melalui kegiatan kelompok, seperti kerja kelompok,

berdiskusi saling menerima dan memberi.

Penilaian

Otentik

Refleksi

Pemodelan Komunitas

Belajar

Inkuiri

Bertanya

Konstruktivisme

CTL

Page 79: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

c. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata.

d. Kemampuan didasarkan atas pengalaman.

e. Tujuan akhir dari proses pembelajaran adalah kepuasan diri.

f. Tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri.

g. Pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai

dengan pengalaman yang dialaminya, sehingga setiap siswa bisa terjadi

perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya.

h. Siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan mengembangkan

pembelajaran mereka masing-masing.

i. Pembelajaran bisa terjadi dimana saja dalam kontek dan setting yang

berbeda sesuai dengan kebutuhan.

j. Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek

perkembangan siswa, maka keberhasilan pembelajaran diukur dengan

berbagai cara, misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya siswa,

penampilan, rekaman, observasi, wawancara dan lain sebagainya.

Sedangkan kelemahan dari model CTL di antaranya yaitu :

a. Banyak menghabiskan waktu/ disiplin waktu.

b. Belajar dalam bentuk kelompok sering disalahgunakan oleh siswa atau

siswa membicarakan hal-hal diluar pelajaran.

c. Kesiapan guru sebagai fasilitator.

Berdasarkan uraian diatas maka model CTL saat ini dirasakan sangat cocok

diterapkan, karena pengetahuan yang didapat dari proses pembelajaran yang

Page 80: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

selalu dikaitkan dengan sikap dan tingkah laku siswa sehari-hari. Proses model

CTL tentunya guru harus membuat desain (skenario) pembelajaran yang sekaligus

dapat digunakan sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya. Skenario yang

dimaksud adalah pengembangan dari setiap komponen model CTL dapat

dilakukan sebagai berikut :

a. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih

bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan

mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus

dimilikinya.

b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang

diajarkan.

c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-

pertanyaan.

d. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok

berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya.

e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi,

model, bahkan media yang sebenarnya.

f. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan

pembelajaran yang telah dilakukan.

g. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang

sebenarnya pada setiap siswa (Rusman, 2011: 199-200; Trianto, 2007:

106).

Page 81: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Dengan melihat berbagai keunggulan dan karakteristik serta skenario

model CTL, maka dalam pembelajaran diharapkan siswa dapat mengembangkan

dirinya dengan mempelajari materi yang disajikan guru melalui kontek kehidupan

siswa dan mereka dapat menemukan arti di dalam proses pembelajaran, sehingga

menyenangkan bagi siswa. Selain itu siswa juga akan mendapatkan secara

langsung dari materi yang dipelajari, dan kemungkinan hasil belajar siswa

nantinya menjadi lebih baik, serta siap menghadapi persoalan-persoalan dalam

kehidupan nantinya.

Pembelajaran dengan menggunakan model CTL dalam mata pelajaran

sejarah yang akan dieksperimenkan, guru bertugas membantu siswa mencapai

tujuannya sesuai yang tercantum dalam kurikulum. Dengan kata lain, guru lebih

banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru

mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan

sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari

menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.

Langkah-langkah penerapan pembelajaran dengan model CTL di kelas

dalam mata pelajaran sejarah adalah sebagai berikut : (a) mengembangkan

pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,

menemukan sendiri dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan

barunya, (b) melaksanakan sejauh mungkin kegiatan kontekstual untuk semua

topik dalam pembelajaran sejarah, (c) mengembangkan sifat ingin tahu siswa

dengan bertanya tentang materi sejarah, (d) mengembangkan belajar kelompok

dengan diskusi kelompok, (e) menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran,

Page 82: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

bisa guru atau teman sebaya, (f) melakukan refleksi diakhir pertemuan, (g)

melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara selama proses

pembelajaran berlangsung, karena keberhasilan pembelajaran tidak hanya

ditentukan oleh perkembangan kemampuan intlektual saja tetapi perkembangan

seluruh aspek (Syaiful, 2011: 92).

4. Model Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran konvensional merupakan suatu pembelajaran yang

secara umum masih bersifat teacher centered (berpusat pada guru) dalam proses

belajar mengajar di kelas. Pembelajaran konvensional identik dengan metode

ceramah yang merupakan sebuah bentuk interaksi belajar mengajar yang

dilakukan melalui penjelasan atau penuturan secara lisan oleh guru terhadap

sekelompok peserta didik. Pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah

ini kadang-kadang salah ditafsirkan oleh perserta didik. Hal ini disebabkan oleh

kurang pandainya penceramah memberikan informasi atau mungkin siswa yang

bukan pendengar yang baik. Karena itu dalam pembelajaran dengan metode

ceramah faktor yang terpenting adalah bahasa lisan yang berfungsi sebagai

penyambung lidah guru ke siswa-siswanya.

Gagne dan Berliner (1984: 456-457) mengatakan bahwa metode ceramah

sesuai digunakan apabila :

a. Tujuan pembelajaran berupa penyampaian informasi baru.

b. Isi dari aktivitas pembelajaran berupa kompetensi yang bersifat langka,

misalnya mengemukakan penemuan baru.

c. Mampu membangkitkan minat terhadap mata pelajaran.

Page 83: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

d. Untuk mengantarkan penggunaan metode pengajaran yang lain dan

pengarahan penyelesaian tugas-tugas belajar.

Model pembelajaran konvensional juga sering dikenal dengan sebutan

pembelajaran tradisonal. Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung terpusat

pada guru, sehingga siswa menjadi pasif (Trianto, 2007: 1). Pembelajaran lebih

banyak belajar secara individu dengan menerima, mencatat dan menghafal materi

pelajaran yang tidak dikaitkan dengan kehidupan nyata, akan tetapi materi

pelajaran yang diberikan lebih bersifat teoritis dan abstrak. Pengetahuan yang

dimiliki oleh setiap individu dalam pembelajaran konvensional ini tentunya tidak

berkembang, karena kebenaran pengetahuan itu hanya bersumber dari seorang

guru. Guru mempunyai tanggungjawab penuh dalam memantau dan

mengembangkan pembelajaran karena guru penentu jalannya proses

pembelajaran.

Guru dalam pembelajaran konvensional menganggap belajar sebagai

aktivitas mengumpulkan atau menghafal fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk

informasi atau materi pelajaran. Proses pembelajaran cenderung hanya

mengantarkan siswa untuk mencapai tujuan yaitu mengejar target kurikulum,

sehingga model konvensional yang mendekati adalah dengan metode ceramah.

Hal ini sesuai dengan sifat dari model pembelajaran konvensional (ceramah),

yaitu: (1) tidak memberikan kesempatan untuk berdiskusi memecahkan masalah

sehingga proses penyerapan pengetahuannya kurang tajam, (2) kurang memberi

kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan keberanian

mengemukakan pendapatnya, (3) pertanyaan lisan dalam model ceramah kurang

Page 84: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

dapat ditangkap oleh pendengarannya apalagi menggunakan kata-kata asing, (4)

metode ceramah kurang cocok dengan tingkah laku kemampuan anak yang masih

kecil (Syaiful, 2011: 202).

Akibatnya dalam pembelajaran ini siswa akan terbiasa menerima apa saja

yang diberikan oleh seorang guru tanpa berusaha menemukan sendiri konsep-

konsep yang akan dipelajari. Guru dalam hal ini akan bangga apabila peserta

didiknya mampu mengulang kembali materi yang sudah disampaikan oleh guru

secara benar. Selain itu, penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih

menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan,

sehingga belajar dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut untuk dapat

mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes

terstandar. Oleh sebab itu, kegiatan belajar siswa kurang optimal, sebab terbatas

kepada mendengarkan uraian guru, mencatat, dan sekali-sekali bertanya kepada

guru (Syaiful, 2011: 78).

Dalam pembelajaran konvensional ini sebenarnya memiliki pola yang sama

dengan model-model pembelajaran lainya, di antaranya : membuat perencanaan,

pelaksanaan kegiatan dan sampai pada evaluasi dari pembelajaran. Namun, yang

membedakan disini adalah terkait dengan pengelolaan kelas guru berperan lebih

aktif, lebih banyak aktifitasnya dibandingkan siswanya, karena guru telah

mengelola dan mempersiapkan bahan ajar secara tuntas, sedangkan siswanya

berperan lebih pasif tanpa melakukan pengolahan bahan (Syaiful, 2011: 79).

Lebih lanjut, Syaiful menggariskan terkait langkah-langkah model

pembelajaran konvensional sebagai berikut : (1) persiapan (preparation) yaitu

Page 85: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

guru menyiapkan bahan selengkapnya secara sistematik dan rapi, (2) pertautan

(aperception) bahan terdahulu yaitu guru memberikan uraian singkat untuk

mengarahkan perhatian siswa kepada materi yang telah diajarkan, (3) penyajian

(persentation) terhadap bahan baru, yaitu guru menyajikan dengan cara memberi

ceramah atau menyuruh siswa menbaca bahan yang telah dipersiapkan diambil

dari buku, teks tertentu yang ditulis oleh guru, (4) evaluasi (resitation) yaitu guru

bertanya dan siswa menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari, atau siswa

yang disuruh menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri pokok-pokok yang

telah dipelajari lisan dan tulisan.

5. Perbandingan Model CTL dengan Model Pembelajaran Konvensional

Secara garis besar perbedaan antara Model CTL dan model pembelajaran

konvensional menurut Sanjaya (2006: 261) dan disempurnakan oleh Nurhadi,dkk.

(2004: 35-36) dan Kunandar (2007: 318-319) dapat dilihat yaitu, pertama siswa

sebagai bagian pembelajaran dalam model CTL berperan aktif dalam setiap proses

pembelajaran, sehingga siswa dituntut untuk berpikir kritis dan terlibat penuh

dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, serta ikut

bertanggungjawab atas terjadinya pembelajaran dan membawa skema masing-

masing kedalam proses pembelajaran. Berbeda dengan pembelajaran dengan

model konvensional siswa hanya berperan pasif, di mana siswa hanya menerima

informasi yang disampaikan oleh guru. Siswa dalam model CTL dapat belajar dari

temannya melalui kegiatan kelompok, tetapi dalam model konvensional siswa

lebih banyak belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan menghafal

materi pelajaran.

Page 86: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Kedua, pengembangan materi pembelajaran dengan menggunakan model

CTL dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil dan atau masalah yang

disimulasikan, sehingga perilaku yang dihasilkan dibangun atas kesadaran sendiri

dan pengembangan keterampilannya atas dasar pemahaman. Berbeda dengan

pengembangan model pembelajaran konvensional yang masih bersifat teoritis dan

abstrak, sehingga perilaku yang dibangun atas dasar kebiasaan semata, dan

keterampilan yang dikembangkan berdasarkan latihan.

Ketiga, evaluasi dalam model CTL terkait hasil belajar dilihat melalui

proses bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, tes, sehingga pengalaman lebih

yang dimiliki oleh siswa merupakan sebuah penghargaan tersendiri bagi siswa.

Berbeda dengan evaluasi yang digunakan dalam model pembelajaran

konvensional dilihat dari tes semata, sehingga dapat dikatakan bahwa

pembelajaran ini tidak memerhatikan pengalaman siswa.

Dengan penjelasan di atas terkait dengan perbedaan model CTL dan model

pembelajaran konvensional akan memberikan kesan bahwa model CTL lebih

unggul dibandinkan model pembelajaran konvensional/tradisional yang masih

masih banyak diterapkan selama ini. Perbedaan model CTL dengan model

pembelajaran konvensional/tradisional ini sangat membantu peneliti sebagai

pedoman dalam penelitian sehingga peneliti memiliki pijakan dalam menilai

implementasi model CTL oleh guru dalam kegiatan pembelajaran.

Page 87: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

6. Konsep Diri

a. Pengertian Konsep Diri

Pada dasarnya seorang individu dalam kehidupannya berusaha untuk

memperoleh arti tentang mereka hidup. Seseorang selalu memberikan

pengertian terhadap apa yang mereka temukan dengan analisis yang mereka

punya, walaupun apa yang mereka artikan itu berbeda dengan arti yang

sebenarnya. Pengertian awal yang dimiliki oleh seseorang itulah yang disebut

dengan konsep.

Menurut Hurlock (1999: 41) berbicara masalah konsep bukan kesan

indera langsung, melainkan hasil pengolahan dan kombinasi-penggabungan,

atau perpaduan kesan indera yang terpisah-pisah. Lebih lanjut Hurlock (1999:

41) menjelaskan bahwa konsep bersifat simbolis sebab bergantung pada sifat

situasi yang dihadapi maupun situasi lain, dan sifat benda, sehingga membuat

konsep berubah secara berkesinambungan dengan adanya pengalaman dan

penambahan pengetahuan baru. Tyson, James C. & Mary Ann Carroll (1970 :

25) menambahkan bahwa “A concept is an inference based upon the notation

of recurrence in the context of variance which enables one to order and

organize experience”.

Konsep inilah yang kian hari semakin berkembang seiring dengan

kemampuan intelektual seseorang yang didapat dari berbagai pengalaman dan

pengetahuan. Berbicara masalah perkembangan sebuah konsep yang dimiliki

seseorang Hurlock (1990: 39) menyatakan bahwa dua periode utama yang

mencakup empat tahapan yang berlangsung dalam perkembangan konsep

Page 88: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

seseorang. Dua periode itu yang dimaksudkan yaitu periode inteligensi

sensorimotor dan periode intelegensi konseptual, sedangkan empat tahapan itu

terdiri dari tahap sensorimotor, tahap praoprasional, tahap operasi konkret, dan

tahap operasi formal.

Periode inteligensi sensorimotor merupakan periode pengembangan atau

eksplorasi pengertian akan dirinya sebagai terpisah dan berbeda dari

lingkungan, hubungan sebab-akibat, waktu dan ruang. Periode ini meliputi

tahap pertama rangkaian perkembangan kognitif yaitu tahap sensoriomotor.

Periode selanjutnya yaitu periode inteligensi konseptual yang merupakan

proses penalaran yang lebih abstrak dan pemecahan masalah. Periode ini

meliputi tahap praoperasional, tahap operasi konkret, tahap operasi formal.

Tahapan inilah yang berfungsi sebagai faktor perubahan dalam perkembangan

konsep, dimana konsep meningkat seiring dengan meningkatnya kemampuan

anak. Dengan kata lain seorang individu semakin siap dalam mengasosiasikan

arti baru dengan pengalaman lama. Beberapa konsep umum yang dimiliki

seseorang individu, satu di antaranya yang paling penting yaitu konsep diri.

Konsep diri atau self-concept merupakan “evaluasi terhadap domain

yang spesifik dari diri” (Santrock, 2003: 336). Dalam hal ini konsep diri lahir

adanya seseorang yang yang ingin memahami dirinya. Berbeda dengan apa

yang disampaikan oleh Calhoun, James F. & Joan Ross Acocella (1990: 66)

bahwa konsep diri itu merupakan “ramalan yang dipersiapkan untuk diri

sendiri”. Konsep diri merupakan permulaan yang baik, karena bagian diri

yang mempengaruhi setiap aspek pengalaman kita atau pikiran kita, perasaan

Page 89: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

kita, persepsi kita, dan tingkah laku kita. Hal senada juga disampaikan oleh

Hurlock (1990: 58) bahwa konsep diri merupakan “gambaran yang dimiliki

orang tentang dirinya”. Lebih lanjut Hurlock menyampaikan bahwa konsep

diri merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki orang tentang diri

mereka sendiri, yang berupa karakteristik fisik, psikologis, sosial dan

emosional, aspirasi dan prestasi.

Menurut Rakhmat (2009: 99) konsep diri merupakan “pandangan dan

perasaan kita tentang diri kita”. Lebih lanjut persepsi tentang diri ini boleh

bersifat psikologi, sosial dan fisis, sehingga konsep diri bukan hanya sekadar

gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian anda tentang diri anda. Jadi pada

dasarnya konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan dan apa yang anda

rasakan terhadap diri anda.

Rakhmat (2009: 100) menambahkan konsep diri memiliki dua

komponen, yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Dalam psikologi

sosial, komponen kognitif disebut citra-diri (self image) dan komponen afektif

disebut harga-diri (self esteem). Pada dasarnya lebih lanjut Wiliam D. Brooks

dan Philip Emmert (dalam Rakhmat, 2009: 100) menyampaikan komponen

tersebut sangat berpengaruh terhadap pola komunikasi interpersonal. Selain

itu, dalam konsep diri juga mengenal dimensi, di mana terdiri dari

pengetehuan, harapan dan penilaian (Calhoun, James F. & Joan Ross

Acocella, 1990: 67-71).

Page 90: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

b. Jenis-Jenis Konsep Diri

Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dengan

lingkungan sekitarnya, baik dengan sesama manusia (proses sosialisasi)

maupun bukan manusia (hubungan non sosial), tentunya muncul pandangan

diri anda tentang anda sendiri yang sering disebut konsep diri atau potret diri.

Potret-diri inilah yang dapat dibagi menjadi tiga dimensi yaitu : pengetahuan

anda tentang diri anda sendiri, pengharapan anda mengenai diri anda, dan

penilaian tentang diri anda-sendiri (Calhoun James F & Joan Ross Acocella,

1995: 67-78).

Lebih lanjut, Calhoun James F & Joan Ross Acocella mengatakan bahwa

perkembangan konsep diri ketika lahir tidak memiliki konsep diri terkait

dengan dimensinya yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, tidak memiliki

pengharapan bagi diri anda sendiri, serta tidak memiliki penilaian terhadap diri

sendiri. Berkembangnya konsep diri dikarenakan oleh adanya sentuhan dari

lingkungan, yang membentuk sedikit demi sedikit konsep dasar yang

merupakan bibit konsep diri. Namun, dengan tumbuhnya anak, konsep dirinya

tidak mudah dipengaruhi oleh perubahan yang serius. Konsep diri tentu saja

terus berkembang sepanjang hidup, tetapi cenderung berkembang sepanjang

garis yang telah terbentuk pada awal masa kanak-kanak. Lebih lanjut,

perkembangan konsep diri ini ditentukan oleh sumber pokok informasi yaitu

dari orang lain seperti : orang tua, teman sebaya, dan masyarakat.

Dalam pengembangnya konsep diri dapat dibagi menjadi konsep diri

negatif dan dan konsep diri positif (Calhoun, James F. & Joan Ross Acocella

Page 91: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

1995: 72; Rakhmat, 2009 : 105). Konsep diri negatif terdapat dua jenis, yaitu

(1) Pandangan seseorang tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur,

tidak memiliki perasaan stabil dan keutuhan, dan (2) Pandangan yang

merupakan lawan dari yang pertama, di sini konsep diri terlalu stabil, dan

terlalu teratur. Sedangkan untuk konsep diri positif bukanlah kebanggaan yang

besar tentang diri, tetapi lebih berupa penerimaan diri dengan kata lain dapat

memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam

tentang dirinya sendiri.

William D. Brooks dan Philip Emmert yang dikutip Rakhmat (2009:

105) merumuskan beberapa karakteristik orang yang memiliki konsep diri

negatif, di antaranya sebagai berikut.

1) Ia peka pada kritik, dalam kenyataannya orang ini mudah marah,

karena pada dasarnya kritik dipersepsikan sebagai usaha untuk

menjatuhkan harga dirinya.

2) Ia selalu responsif terhadap pujian, walaupun ia mungkin berpura-pura

menghindari pujian, ia tidak bisa menyembunyikan antusiasmenya

pada waktu menerima pujian.

3) Ia mempunyai sifat hiperkritis, dalam hal ini ia selalu mengeluh,

mencela, atau meremehkan apa pun dan siapa pun.

4) Ia cenderung merasa tidak disenangi orang lain, ia merasa tidak

diperhatikan, karena itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai

musuhnya, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban

persahabatan.

Page 92: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

5) Ia selalu bersikap pesimis terhadap kompetisi atau persaingan dengan

orang lain dalam membuat prestasi.

Hal ini dilengkapi oleh D.E. Hamachek yang dikutip Rakhmat (2009:

106) yang menyebutkan beberapa karakteristik orang yang mempunyai kosep

diri positif, di antaranya sebagai berikut.

1) Ia meyakini betul-betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta

serta bersedia mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat

kelompok yang kuat. Namun dalam perkembangnya, dia juga merasa

dirinya cukup tangguh untuk mengubah prinsip-prinsip itu bila

pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukkan salah.

2) Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa

bersalah yang berlebih-lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang

lain tidak menyetujui tindakannya.

3) Ia tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa

yang akan terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu yang lalu dan apa

yang sedang terjadi waktu sekarang.

4) Ia memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi

persoalan, bahkan ketika ia menghadapi kegagalan atau kemunduran.

5) Ia merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau

rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar

belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya.

Page 93: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

6) Ia sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai

bagi orang lain, paling tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebagai

sahabatnya.

7) Ia dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan

menerima pengahargaan tanpa merasa bersalah.

8) Ia cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.

9) Ia sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan

berbagai dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta,

dari sedih sampai bahagia, dari kekecewaan yang mendalam sampai

kepuasan yang mendalam pula.

10) Ia mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan

yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif,

persahabatan, atau sekedar mengisi waktu.

11) Ia peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan social yang telah

diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa

bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.

Berpegangan dari uraian yang dijelaskan sebelumnya ada banyak teori

tentang konsep diri, namun dalam penelitian ini akan menggunakan dimensi

konsep diri dari pendapatnya Hurlock yang disederhanakan menjadi 3 yaitu :

(1) konsep diri fisik, (2) konsep diri akademis, dan (3) konsep diri sosial,

dengan beberapa indikator sebagai berikut : (a) penampilan, (b) bentuk fisik,

(c) kecerdasan, (d) ketekunan, (e) kemauan, (f) kesungguhan, (g) prestasi, (h)

kepemimpinan, (i) prakarsa, (j) kerjasama, dan (k) toleransi.

Page 94: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

B. Penelitian yang Relevan

1. Yohanes Adi Pideksa (2009) yang berjudul “Pengaruh Pelaksanaan Model

Pembelajaran Kontekstual dan Konvensional pada Materi aljabar terhadap

Prestasi Belajar Matematika ditinjau dari Motivasi siswa”. Hasil dari

penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan model

pembelajaran kontekstual pada materi aljabar menghasilkan prestasi belajar

matematika yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model

pembelajaran konvensional. Pada dasarnya dalam penelitian ini dijelaskan

bahwa siswa menjadi aktif dalam kegiatan belajar, serta lebih mudah

memahami dan mengingat bahan pelajaran, sebab dalam pembelajaran

kontekstual siswa dituntut mengalami sendiri proses menemukan suatu

konsep dan bukan hanya menhafal saja. Penelitian ini memiliki kesamaan

terkait dengan penggunaan model pembelajaran kontekstual, serta model

pembelajaran pembandingnya yaitu model pembelajaran konvensional,

sehingga penelian ini dapat menjadi acuan dalam pengembangan penelitian

yang peneliti lakukan. Namun berbicara masalah hasil diperoleh, tentunya

berbeda, di mana penelitian yang akan dilakukan berlangsung dalam

pembelajaran sejarah.

2. Subar Junanto (2006) yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran

Kontekstual dan Gaya Belajar Siswa Terhadap Pencapaian Kompentensi

Mata Pelajaran Kewarganegaraan pada Siswa Kelas VII SMP Negeri Rayon

Timur, Kabupaten Sragen Tahun Ajaran 2005/2006”. Hasil dari penelitian

ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan pembelajaran

Page 95: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

kontekstual dalam pencapaian kompetensi mata pelajaran kewarganegaraan

memperoleh skor yang lebih baik dibandingkan dengan pencapaian

kompetensi yang diperoleh dengan pendekatan pembelajaran ekspositori.

Dengan kata lain dapat disimpulkan pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan kontektual dapat meningkatkan prestasi siswa. Penelitian ini

mempunyai relevansi yaitu mengenai konsep pembelajaran kontekstual.

Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah digunakan dalam

mata pelajaran sejarah dan materi yang berbeda. Kemudian model yang

digunakan sebagai pembanding dalam penelitian Subar Junanto adalah

model ekspositori, sedangkan dalam penelitian ini adalah menggunakan

model konvensional. Walaupun demikian, penelitian ini dapat dijadikan

sebagai acuan dalam penelitian yang peneliti lakukan.

3. Widarta (2009) yang berjudul “Hubungan Antara Sikap Nasionalisme dan

Tingkat Pemahaman Tentang Masyarakat Multikultural dengan Wawasan

Jati Diri Bangsa, Siswa SMA Negeri di Kecamatan Wonosari, Kabupaten

Gunung Kidul”. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa menumbuhkan

aktualisasi jati diri bangsa dengan sikap nasionalisme tidak boleh diabaikan

terkait dengan membangun pemahaman tentang masyarakat multikultural.

Dengan kata lain sikap nasionalisme menjadi salah satu hal penting yang

menentukan perkembangan tingkat pemahaman tentang wawasan jati diri

bangsa. Semakin tinggi sikap nasionalisme yang dimiliki semakin tinggi

juga wawasan tentang jadi diri bangsa. Penelitan ini mempunyai relevasi

terkait dengan konsep sikap nasionalisme untuk mengetahui pemahaman

Page 96: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

yang dimiliki siswa dalam menyikapi permasalahan yang terjadi di

Indonesia saat ini. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah

penelitian Widarta lebih kearah penelitian korelasi atau hubungan antara

variabel-variabelnya, sedang penelitian ini mencoba untuk mengarah ke

perbadingan antara variabel antara model pembelajaran, konsep diri dan

sikap nasionalisme.

4. Jumadi (2002) yang berjudul “Hubungan antara Konsep Diri dan Minat

Belajar Sejarah dengan Pemahaman Sejarah Indonesia dan umum pada

siswa SMU Negeri di Boyolali”. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa

konsep diri tidak dapat diabaikan karena dapat mempengaruhi siswa dalam

pemahaman sejarah Nasional Indonesia dan Umum. Konsep diri sebagai

faktor internal dapat dijelaskan bahwa siswa yang memiliki konsep diri yang

tinggi dapat mendukung pemahaman sejarah Indonesia dan umum lebih baik

daripada siswa yang memiliki konsep diri rendah. Penelitian ini mempunyai

relevansi terkait dengan konsep diri yang dimiliki oleh peserta didik.

Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah terkait dengan arah

penelitian yang digunakan oleh Jumadi lebih ke arah penelitian korelasi atau

hubungan, sedang dalam penelitian ini lebih ke arah eksperimen. Kemudian,

perbedaan yang dapat dilihat lagi adalah masalah objek yang akan diteliti

dalam penelitian ini adalah mengambil sampel SMP Negeri di Kota Madya

Surakarta, sedangkan dalam penelitian Jumadi mengambil sampel SMU

Negeri di Boyolali. Dengan kata lain, perbedaan ini muncul dari jenjang

sekolah yang diambil, dan tentunya akan mendapatkan hasil yang berbeda.

Page 97: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

5. Gusraredi (1998) yang berjudul “Kontribusi Konsep Diri dan Motivasi

Berprestasi Terhadap Prestasi Belajar Sejarah”. Dalam penelitian ini

dijelaskan bahwa konsep diri tidak dapat menjadi prediktor yang baik

terhadap prestasi belajar sejarah, namun konsep diri dapat menjadi prediktor

yang baik bagi motivasi mahasiswa belajar sejarah kontenporer. Dengan

kata lain dapat disampaikan bahwa konsep diri merupakan faktor internal,

namun dalam perkembangannya konsep diri di masing-masing individu

sebagai daya dukung tentunya berbeda antar individu, tergantung dari

pengalaman dan lingkungannya. Penelitian ini mempunyai relevansi tekait

dengan konsep diri peserta didik dalam mata pelajaran sejarah. Perbedaan

dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sampel yang digunakan

dalam penelitian dan materi yang akan diajarkan.

C. Kerangka Berpikir

1. Perbedaan Penggunaan Model CTL dan Model Pembelajaran

Konvensional terhadap Sikap Nasionalisme

Dalam kegiatan pembelajaran metode diperlukan oleh guru dan penggunaanya

secara bervariasi, disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Guru tidak harus

terpaku pada salah satu strategi pembelajaran saja, melainkan dapat menggunakan

berbagai strategi sehingga jalannya pembelajaran tidak membosankan. Model CTL

dapat dipilih untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul dalam

pembelajaran. Dalam model ini, siswa dilibatkan secara penuh dalam kegiatan

Page 98: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

pembelajaran dan siswa didorong untuk beraktifitas mempelajari materi pelajaran

sesuai dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam kegiatan pembelajaran model

CTL siswa bukan lagi sekedar mencatat dan mendengarkan, tetapi siswa lebih

diarahkan untuk mengkonstruksi pengalamannya secara langsung dengan harapan

perkembangan siswa terjadi secara utuh, tidak hanya berkembang dalam aspek

kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor. Hal yang tidak kalah

penting juga, dalam pembelajaran dengan menggunakan model CTL, siswa

dipancing untuk bisa memunculkan sikap nasionalisme. Selebihnya, pembelajaran

konvensional merupakan suatu proses pembelajaran yang berpijak pada gaya-gaya

lama atau tradisional yang masih bersifat konvensional. Dalam hal ini

pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah ceramah. Konsep pembelajaran

ini masih berpusat pada guru. Guru adalah satu-satunya sumber pengetahuan

dalam sebuah pembelajaran.

Dalam penelitian ini proses pembelajaran kontekstual diharapkan lebih

baik dari pembelajaran konvensional terkait dengan sikap nasionalisme.

Konsepnya model CTL memberi kesempatan lebih kepada siswa untuk

menunjukkan pemahamannya dan menerapkan pengetahuan, serta keterampilan

dan kebiasaan berpikir dalam berbagai konteks serta belajar menjadi lebih relevan

dengan kehidupan sehari-hari siswa. Di samping itu juga dapat menghasilkan

karya nyata dari proses atau perbuatannya yang dapat diamati dan dinilai. Oleh

karena itu, dengan model CTL dalam pembelajaran sejarah siswa bisa memulai

mengevaluasi dan mengkontruksi kembali sikap nasionalisme yang dimilikinya

dalam membangun bangsa ke depan. Siswa diharapkan memaknai setiap topik

Page 99: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

yang dipelajari kaitannya dengan kehidupan berbangsa dan bernegara pada masa

sekarang, sehingga sikap nasionalisme terbentuk dengan baik.

2. Perbedaan Konsep Diri Tinggi dan Konsep Diri Rendah terhadap Sikap

Nasionalisme

Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya,

yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

dengan lingkungan. Konsep diri bukan faktor bawaan dari lahir, melainkan

terbentuk seiring dengan proses sosialisasi serta interaksi antara individu dengan

lingkungannya yang berjalan secara terus-menerus dan terdeferensiasi. Dasar dari

konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi

dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya karena konsep diri berpengaruh

terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri siswa, guru

lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku seorang siswa.

Konsep diri penting bagi setiap individu karena konsep diri dapat

menuntun perilaku untuk lebih adaptif dengan lingkungan, agar dapat

melaksanakan fungsi sosial dalam hidup bermasyarakat dengan baik. Informasi

pengharapan dan pengertian yang membentuk konsep diri terutama berasal dari

interaksi dengan orang lain baik itu orang tua, teman sebaya dan lingkungan

masyarakat disekitar kita. Konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku

atau perilaku yang memberi arah kepada sikap seseorang terhadap objek. Sikap

dalam hal ini diartikan sebagai tingkah laku yang berdasar pada keyakinan.

Pengertian lain mengenai sikap adalah pandangan hidup bisa bersifat sementara

atau permanen (selama-lamanya). Namun untuk keduanya tetap perlu memahami

Page 100: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

dulu karakteristik suatu objek sebelum memberikan respon. Apalagi untuk

menentukan sikap sebagai pandangan hidup, seseorang harus benar-benar

mengetahui, menggali dan menguji semua informasi tentang objeknya. Jika

dihubungkan dengan penelitian ini tentunya siswa yang mempunyai konsep diri

yang tinggi akan juga berpengaruh terhadap sikap nasionalisme yang mereka

miliki, begitu pula sebaliknya siswa yang memiliki konsep diri rendah akan

berpengaruh terhadap sikap nasionalisme.

3. Interaksi antara Model CTL dan Model Pembelajaran Konvensional

terhadap Sikap Nasionalisme ditinjau dari Konsep Diri

Beberapa komponen dalam dunia pendidikan saling terkait antara satu

dengan yang lain. Komponen yang dimaksudkan adalah konsep diri dan sikap

nasionalisme siswa dalam pembelajaran. Sikap nasionalisme siswa ditentukan

oleh kesesuaian antara kondisi siswa yang dimaksud disini adalah konsep diri

dengan pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Apabila pembelajaran yang

diterapakan tersebut tidak sesuai dengan konsep diri siswa mungkin saja akan

menghasilkan sikap nasionalisme yang berbeda. Bagi siswa yang memiliki konsep

diri tinggi dengan Model CTL dalam pelajaran sejarah, sikap nasionalismenya ada

lebih tinggi dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Sebaliknya bagi siswa yang memiliki konsep diri rendah dengan Model CTL

dalam pelajaran sejarah ada mempunyai sikap nasionalisme yang lebih tinggi jika

dibanding dengan siswa yang melakukan pembelajaran konvensional. Dengan

demikian diduga terdapat kontribusi konsep diri terhadap sikap nasionalisme

Page 101: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

siswa disamping pengaruh pembelajaran itu sendiri terhadap sikap nasionalisme

siswa.

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pikir Penelitian

D. Hipotesis Penelitian

Dari kerangka pemikiran di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara penggunaan model

pembelajaran kontekstual dan model pembelajaran konvensional dalam

pembelajaran sejarah terhadap sikap nasionalisme siswa SMP Negeri di

Kota Madya Surakarta.

2. Terdapat perbedaan yang positif dan signifikan sikap nasionalisme antara

siswa SMP Negeri di Kota Madya Surakarta yang memiliki konsep diri

tinggi dan rendah.

3. Terdapat interaksi yang positif dan signifikan antara model CTL dalam

pembelajaran sejarah di SMP Negeri Kota Madya Surakarta dengan konsep

diri terhadap sikap nasionalisme siswa.

Meningkatkan Sikap

Nasionalisme

Konsep Diri

Model Pembelajaran

Kontekstual

Page 102: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di

Kota Madya Surakarta yaitu : di SMP Negeri 19 Surakarta, SMP Negeri 24

Surakarta, SMP Negeri 25 Surakarta. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan

pada pertimbangan sebagai berikut :

a. Penggunaan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and

Learning) masih jarang digunakan dalam pembelajaran sejarah di SMP

Negeri se-Kota Madya Surakarta.

b. Lokasi sekolah berada di daerah perkotaan, di mana asumsi awalnya

daerah perkotaan memiliki sikap nasionalisme yang rendah dibandingkan

dengan sekolah yang berada di daerah pedesaan. Dasar pemikirannya

adalah kehidupan di perkotaan bersifat heterogen dan terbuka, sehingga

rasa nasionalisme masih sangat disanksikan.

c. Jumlah populasi memungkinkan untuk dilakukan penelitian.

2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada siswa SMP Negeri Kelas IX

Semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012 di Kota Madya Surakarta selama sepuluh

bulan yaitu dari bulan September 2011 sampai dengan Juni 2012. Kegiatan

68

Page 103: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

penelitian meliputi persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian dan penulisan

laporan. Waktu dan kegiatan penelitian secara terperinci seperti tabel di bawah

ini.

Tabel 3.1 . Jadwal Penelitian

No. Kegiatan 2011

Sep Okt Nov Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun

1. Persiapan dan

perijinan √ √

2. Uji coba dan analisis

instrumen penelitian √

3. Pelaksanaan

Penelitian √

a. Eksperimen √ √

b. Analisis

data √ √ √

4. Penulisan laporan √ √ √

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode penelitian

Experimental. Menurut Sugiyono (2009 : 114) mengatakan bahwa “bentuk

eksperimen ini merupakan pengembangan dari true experimental

design”…“desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi

sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi

pelaksanaan eksperimen”. Dalam pengembangannya penelitian ini menggunakan

Page 104: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

bentuk desain Nonequivalent Control Group Design. Pengembangan ini dapat

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1 : Bagan Pengembangan Nonequivalent Control Group Design

Dalam gambar di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat pembagian

kelompok menjadi dua bagian, yakni kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol. Kelompok eksperimen merupakan kelompok yang mendapatkan

perlakuan, yakni dengan penggunaan model CTL dalam pembelajaran sejarah,

sementara itu kelompok kontrol adalah kelompok pembanding yang dalam

pembelajaran sejarah tidak diberikan perlakuan, maksudnya tetap menggunakan

model pembelajaran konvensional, yaitu metode ceramah.

Dengan demikian, dapat diketahui pengaruh variabel-variabel independen

(penggunaan model CTL sebagai variabel independen manipulatif dan konsep diri

sebagai variabel atributif) terhadap variabel dependen (sikap nasionalisme).

Dalam hal ini antara variabel independen manipulatif dan atributif bisa terjadi

Kelas

Eksperimen

Kelas

Kontrol

Model

CTL

Model

Pembelajaran

Konvensional

Sikap

Nasionalisme

Konsep

Diri

Konsep

Diri

Page 105: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

saling mempengaruhi baik itu bersifat memperkuat atau memperlemah variabel

dependennya.

Di bawah ini desain yang digunakan dalam penelitian, yaitu desain

factorial 2 x 2 dengan teknik analisis varian (Anava Two Way).

Tabel 3.2 Rancangan Penelitian Desain Faktorial 2 x 2

Konsep Diri (B) Model Pembelajaran (A)

Konvensional (A1) CTL (A2)

Konsep Diri Rendah

(B1) A1B1 A2B1

Konsep Diri Tinggi

(B2) A1B2 A2B2

Keterangan :

A1 : kelompok siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran

konvensional.

A2 : kelompok siswa yang diberi perlakuan model CTL.

B1 : kelompok siswa dengan konsep diri rendah.

B2 : kelompok siswa dengan konsep diri tinggi.

A1B1 : kelompok siswa dengan konsep diri rendah yang diberikan perlakuan

model pembelajaran konvensional.

A1B2 : kelompok siswa dengan konsep diri tinggi yang diberikan perlakuan

model pembelajaran konvensional.

A2B1 : kelompok siswa dengan konsep diri rendah yang diberikan perlakuan

model CTL.

A2B2 : kelompok siswa dengan konsep diri tinggi yang diberikan perlakuan

model CTL.

Page 106: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

C. Definisi Operasional

Penelitian ini melibatkan tiga variabel, yaitu dua variabel bebas (model

pembelajaran sebagai variabel manipulatif dan konsep diri sebagai variabel

atributif) serta satu variabel terikat, yaitu sikap nasionalisme. Uraian dari ketiga

variabel penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Model CTL adalah konsep pembelajaran yang penerapannya terdapat

beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian antara lain yaitu : siswa

didorong untuk merekontruksi sendiri pengetahuan dalam pembelajaran

secara kelompok dengan anggota yang heterogen. Anggota kelompok

dapat saling menerima atau memberi masukan dan pertanyaan. Dalam

pembelajaran ini guru sangat diperlukan, namun siswa juga sangat

berperan dalam kegiatan pembelajaran terkait dengan posisinya sebagai

model. Pada akhir pembelajaran siswa memberikan kesimpulan, sedang

penilaian dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung, karena

dalam pembelajaran kontekstual penilaian keberhasilan tidak hanya

ditentukan oleh aspek hasil belajar, tetapi juga proses belajar melalui

penilaian nyata. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa

memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual

maupun mental siswa. Sedangkan model pembelajaran konvensional

adalah penerapan pembelajaran yang umumnya dilakukan sampai

sekarang dalam mata pelajaran sejarah, pembelajaran yang dimaksudkan

adalah pembelajaran yang menggunakan ceramah atau penyampaian

materi dengan lisan. Pembelajaran ini jika dilihat dari segi landasan

Page 107: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

epistemologinya kurang memberikan porsi lebih banyak kepada siswa

sebagai upaya konstruksi pengetahuan yang terbingkai dalam proses

pembelajaran. Guru lebih dominan dalam pembahasan dan pengembangan

materi dibandingkan dengan siswa sebagai objek, sehingga dalam proses

pembelajaran itu lebih terlihat sebagai pola mentranfer ilmu pengetahuan

secara utuh dari guru kepada siswa. Pada dasarnya dalam penelitian ini

penggunaan model CTL dan konvensional terarah pada satu tujuan yaitu

terkait dengan sikap nasionalisme yang dimiliki oleh siswa. Dengan

penggunaan model CTL diharapakan sikap nasionalisme siswa lebih baik

daripada penggunaan model pembelajaran konvensional yang dilakukan

oleh guru. Penggunaan model CTL dan konvensional tentunya disesuaikan

dengan Standar Kompetensi (SK) “Memahami Usaha Mempertahankan

Kemerdekaan Indonesia” dengan Kompetensi Dasar (KD)

“Mengidentifikasi Usaha Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan

Indonesia”. Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di

atas akan dipersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai

pedoman masing-masing model pembelajaran tersebut, sedangkan

penerapannya akan dibantu oleh guru model, yaitu guru sejarah Kelas IX

di SMP Negeri 19 Surakarta sebagai sekolah eksperimen dan SMP Negeri

25 Surakarta sebagai sekolah kontrol.

2. Konsep diri merupakan gambaran, cara pandang, keyakinan, pemikiran

dan perasaan terhadap hal-hal yang dimiliki oleh seseorang tentang dirinya

sendiri, misalnya kemampuan, karakter diri, sikap, perasaan, kebutuhan,

Page 108: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

tujuan hidup, dan penampilan diri. Dengan kata lain konsep diri itu

merupakan cerminan seseorang untuk menilai, mengukur, atau menakar

hal-hal yang ada dalam dirinya. Konsep diri ini meliputi konsep diri fisik,

konsep diri akademik, dan konsep diri sosial. Dimensi dari konsep diri

dalam penelitian ini akan memperoleh data dari menyebarkan kuesioner.

Sedangkan alat ukur instrumen menggunakan skala Likert, dimana

pernyataan yang diajukan baik pernyataan positif maupun negatif dinilai

oleh subjek dengan jawaban sangat setuju (SS), Setuju (S), Kurang Setuju

(KS), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan rentangan

skor 1-5 untuk pernyataan negatif dan kebalikannya rentangan skor 5-1

untuk pernyataan positif. Pedoman yang digunakan dalam menentukan

konsep diri tinggi dan rendah adalah rata-rata (mean) skor konsep diri

yang diperoleh dengan kuesioner konsep diri. Kriteria konsep diri tinggi

jika skornya di atas atau sama dengan rata-rata, sedangkan rendah jika di

bawah rata-rata dari seluruh sampel baik itu kelompok eksperimen

maupun kontrol.

3. Sikap nasionalisme adalah kesadaran siswa untuk cenderung menerima,

merespon, menilai, dan menginternalisasi nilai-nilai kebangsaan yang lahir

dari sosialisasi melalui suatu pembelajaran sehingga menumbuhkan rasa

memiliki dan berkewajiban mempertahankan keberadaan bangsanya.

Dalam penelitian ini lebih difokuskan pada sikap nasionalisme siswa

terhadap materi-materi yang berkaitan dengan wawasan kebangsaan.

Dengan demikian objek yang dilihat dari sikap nasionalisme siswa adalah

Page 109: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

terkait dengan wawasan kebangsaan yang dimunculkan dalam beberapa

dimensi yakni : (1) sejarah perjuangan bangsa, (2) kesadaran nasional

sebagai suatu bangsa, (3) sikap nasionalisme inovatif dan kreatif yang

dimunculkan di era sekarang. Data sikap nasionalisme siswa dikumpulkan

mengikuti dimensi-dimensi di atas yang dimunculkan dalam bentuk

kuesioner. Dalam penelitian ini, terkait dengan tiga dimensi di atas

mengacu pada materi perjuangan rakyat Indonesia untuk mempertahankan

kemerdekaan di awal tahun 1945 sampai 1949.

D. Populasi, Sampel dan Sampling

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2009 : 117) “populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti”. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa populasi

merupakan suatu komunitas yang di dalamnya terdapat aspek-aspek tertentu yang

diselidiki oleh peneliti. Aspek-aspek yang diungkapkan dalam penelitian ini

adalah pengaruh model CTL terhadap sikap nasionalisme siswa Sekolah

Menengah Pertama (SMP) Negeri di Koda Madya Surakarta ditinjau dari konsep

diri. Populasi penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Negeri di Kota Madya Surakarta, namun bukan siswa secara langsung, melainkan

sekolah yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kota Madya Surkarta

yang berjumlah 27 sekolah. Populasi yang diambil bersifat homogen karena

memiliki derajat keseragaman yaitu siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Page 110: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Negeri di Kota Madya Surakarta dengan alasan materi sejarah yang diajarkan

yaitu “Mendeskripsikan usaha perjuangan mempertahankan kemerdekaan

Indonesia” untuk menumbuhkan sikap nasionalisme yang tinggi. Siswa yang

memiliki sikap nasionalisme tinggi biasanya memiliki konsep diri yang kuat,

sehingga siswa mampu mengerti hakikat dari nasionalisme dalam peristiwa

sejarah.

2. Sampel dan Sampling

Sampel merupakan “bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut” (Sugiyono, 2009 : 118). Dalam penelitian ini, semua

sekolah mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Hal ini

dikarenakan oleh, dari 27 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kota

Madya Surakarta, semuanya merupakan sekolah negeri yang memiliki kurikulum

dan kompetensi dasar yang sama.

Sampling merupakan “teknik pengambilan sampel” (Sugiyono, 2009 :

118). Teknik pengambilan sampel yang dialakukan dalam penelitian ini adalah

multistage sampling (teknik pengambilan sampel secara bertahap) yang

diberlakukan bagi kelompok SMP Negeri yang ada di Kota Madya Surakarta.

Adapun tahapan pengambilan sampel itu diuraikan sebagai berikut.

a. Menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian dengan

menggunakan random sampling, dimana dilakukan penarikan sampel

secara acak untuk menentukan sekolah yang menjadi sampel dari 27

sekolah di Kota Madya Surakarta. Berdasarkan sampling tersebut terpilih

Page 111: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

tiga sekolah, yaitu SMP Negeri 19 Surakarta, SMP Negeri 24 Surakarta,

SMP Negeri 25 Surakarta.

b. Menentukan sekolah sebagai kelompok uji coba instrumen, eksperimen,

dan kontrol dengan cara random sampling. Dari tiga sekolah yang terpilih,

secara random terpilih SMP Negeri 24 Surakarta dijadikan sebagai

kelompok uji coba instrumen, SMP Negeri 19 Surakarta sebagai kelompok

eksperimen, dan SMP Negeri 25 Surakarta sebagai kelompok kontrol.

c. Menentukan kelas yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian terkait

dengan penggunaan model pembelajaran kontekstual terhadap sikap

nasionalisme. Dalam penentuan kelas yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan cara proposive sampling. Adapun kelas yang dijadikan

tempat penelitian adalah kelas IX, hal ini sesuai dengan Standar

Kompetensi yaitu “memahami usaha mempertahankan kemerdekaan

Indonesia”, dengan Kompetensi Dasar yaitu “mengidentifikasi usaha

perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia”.

d. Menentukan kelas uji coba instrumen, eksperimen, dan kontrol dengan

menggunakan random sampling, di mana dilakukan penarikan secara acak

untuk menentukan kelas di kelompok uji coba instrumen, eksperimen, dan

kontrol. Berdasarkan sampling tersebut terpilih tiga kelas dari hasil

penentuan, yaitu kelas IX-C yang berjumlah 30 siswa di SMP Negeri 24

Surakarta sebagai kelas uji coba instrumen, kelas IX-E yang berjumlah 30

siswa di SMP Negeri 19 Surakarta sebagai kelas eksperimen, kelas IX-D

Page 112: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

yang berjumlah 30 siswa di SMP Negeri 25 Surakarta sebagai kelas

kontrol.

Jadi, dari tahapan sampling yang dilakukan diperoleh sampel keseluruhan

kelas baik itu kelas uji coba instrumen, kelas eksperimen, kelas kontrol berjumlah

90 siswa. Dalam hal ini kelas eksperimen dikenai perlakuan dengan model CTL,

sedangkan kelas kontrol dikenai perlakuan model pembelajaran konvensional.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

ada adalah metode kuesioner. Menurut Sugiyono (2009 : 199) kuesioner

merupakan “tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk

dijawabnya”. Kuesioner yang dikembangkan dalam penelitian ini digunakan

untuk memperoleh data tentang konsep diri dan sikap nasionalisme. Kuesioner

yang dikembangkan untuk melihat variabel konsep diri dan sikap nasionalisme

menggunakan skala pengukuran yang dikembangkan oleh Likert dengan rentang

angka 1 sampai 5. Dasar pertimbangan menggunakan skala Likert dalam

penelitian ini terkait dengan variabel konsep diri adalah sebagai berikut.

1) Untuk memperoleh informasi tentang diri responden terkait dengan

variabel konsep diri.

2) Mempermudah responden untuk menjawab pernyataan yang dinilai paling

sesuai dengan dirinya.

Page 113: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

3) Mempermudah pelaksanaan penelitian terkait dengan skor yang sudah

ditentukan.

Pegembangan skala Likert dalam penelitian ini mempunyai lima katagori

jawaban dan sistem penskorannya, sebagai berikut.

a. Skor untuk item positif, dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Sangat Setuju : Skor 5

2) Setuju : Skor 4

3) Kurang Setuju : Skor 3

4) Tidak Setuju : Skor 2

5) Sangat Tidak Setuju : Skor 1

b. Skor untuk item negatif dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Sangat Setuju : Skor 1

2) Setuju : Skor 2

3) Kurang Setuju : Skor 3

4) Tidak Setuju : Skor 4

5) Sangat Tidak Setuju : Skor 5

Pengembangan kuesioner ini didasarkan pada indikator-indikator

sesuai dengan landasan teori yang dituangkan dalam bentuk kisi-kisi kuesioner

konsep diri.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah “suatu alat yang digunakan mengukur

fenomena alam maupun sosial yang diamati” (Sugiyono, 2009 : 148). Dalam hal

ini fenomena alam maupun sosial itu merupakan variabel penelitian. Instrumen

Page 114: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

penelitian ini merupakan cerminan dari apa yang kita ukur. Dalam penelitian ini

instrumen yang digunakan berupa kuesioner konsep diri dan sikap nasionalisme.

3. Uji Coba Instrumen

Sebelum mengambil data penelitian, instrumen yang berupa kuesioner

untuk mengukur konsep diri dan sikap nasionalisme terlebih dahulu diujicobakan.

Uji coba instrumen dilaksanakan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas

intrumen penelitian. Dari uji coba inilah kemudian dianalisis untuk

mempertimbangkan apakah butir pernyataan dalam instrumen penelitian layak

atau tidak untuk digunakan sebagai instrumen pengumpulan data pada penelitian

yang sebenarnya. Dengan kata lain, instrumen yang valid dan reliabel saja yang

akan digunakan dalam penelitian, sedangkan instrumen yang tidak valid dan tidak

reliabel akan dianulir atau dibuang.

a. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Konsep Diri

1) Uji Validitas

Uji validitas butir kuesioner konsep diri dilakukan dengan skor butir

dipandang sebagai X dan skor total dipandang sebagai Y, kemudian diuji

validitasnya dengan rumus korelasi product moment, sebagai berikut.

√[ ] (Arikunto, 2003: 327)

Keterangan :

rxy = koefesien validitas

Y = Skor rata-rata dari Y

Page 115: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

∑xy = jumah butir dikalikan skor total

X = skor rata-rata dari X

n = jumlah peserta tes

Hasil penghitungan kemudian dibandingkan dengan angka kritik dari

tabel korelasi nilai r dengan taraf signifikansi 5%. Kriteria pengujian valid

jika r hitung > r tabel atau tidak valid jika r hitung < r tabel.

Berdasarkan hasil uji validitas dengan rumus korelasi product moment

diketahui bahwa butir soal yang valid 35 butir, yaitu nomor 1, 3, 4, 5, 6, 8, 9,

10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31,

32, 34, 35, 36, 37, 38, 39, dan 40. Dari 35 butir kuesioner yang sudah valid,

terhitung sudah mewakili semua indikator yang tercantum dalam kisi-kisi,

sehingga semua butir kuesioner yang valid dapat digunakan dalam penelitian

ini (Analisis validitas kuesioner konsep diri dapat dilihat pada lampiran 2.4)

2) Uji Reliabilitas

Reliabilitas juga dapat diartikan sama dengan konsistensi atau keajegan.

Suatu instrumen dikatakan mempunyai nilai reliabilitas tinggi, apabila tes

yang dibuat mempunyai hasil konsisten dalam mengukur yang hendak

diukur. Dalam penelitian ini untuk mencari reliabilitas kuesioner

menggunakan tehnik Alpha Cronbach sebagai berikut.

r 11 =

2

2

11 t

i

s

s

n

n

dengan:

r 11 = indeks reliabilitas instrument

Page 116: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

n = banyaknya butir instrument

s 2

i = variansi belahan ke-i, i= 1,2,…,k (k≤n)

s 2

t = variansi skor-skor yang diperoleh subjek uji coba

Kreteria: instrument reliable jika r11

≥ 0,70

(Arikunto, 2003 : 180)

Berdasarkan hasil uji reliabilitas dengan rumus α – Cronbach diketahui

bahwa reliabilitas kuesioner konsep diri adalah 0,958. Hal itu berarti

kuesioner konsep diri dapat dikatakan reliabel karena r hitung = 0,958 >

0,70. (Analisis reliabilitas angket konsep diri selengkapnya dapat dilihat

pada lampiran 2.5).

b. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Sikap Nasionalisme

1) Uji Validitas

Uji validitas butir kuesioner Sikap Nasionalisme dilakukan dengan skor

butir dipandang sebagai X dan skor total dipandang sebagai Y, kemudian

diuji validitasnya dengan rumus korelasi product moment, sebagai berikut.

√[ ] (Arikunto, 2003: 327)

Keterangan :

rxy = koefesien validitas

Y = Skor rata-rata dari Y

∑xy = jumah butir dikalikan skor total

X = skor rata-rata dari X

n = jumlah peserta tes

Page 117: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

Hasil penghitungan kemudian dibandingkan dengan angka kritik dari

tabel korelasi nilai r dengan taraf signifikansi 5%. Kriteria pengujian valid

jika r hitung > r tabel atau tidak valid jika r hitung < r tabel.

Berdasarkan hasil uji validitas dengan rumus korelasi product moment

diketahui bahwa butir soal yang valid 40 butir, yaitu nomor 1, 2, 4, 5, 8, 9,

10, 11, 14, 16, 17, 19, 20, 23, 24, 25, 27, 28, 30, 31, 33, 34, 36, 38, 40, 42,

43, 44, 45, 46, 49, 51, 52, 54, 55, 58, 59, 60, 62, dan 64. Dari 40 butir

kuesioner yang sudah valid, terhitung sudah mewakili semua indikator yang

tercantum dalam kisi-kisi, sehingga semua butir kuesioner yang valid dapat

digunakan dalam penelitian ini (Analisis validitas kuesioner Sikap

Nasionalisme dapat dilihat pada lampiran 3.4)

2) Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan ukuran yang menunjukkan hasil yang dapat

dipercaya apabila alat ukur itu diujicobakan berkali-kali. Dalam penelitian

ini untuk mencari reliabilitas kuesioner menggunakan tehnik Alpha

Cronbach sebagai berikut.

r 11 =

2

2

11 t

i

s

s

n

n

dengan:

r 11 = indeks reliabilitas instrument

n = banyaknya butir instrument

s 2

i = variansi belahan ke-i, i= 1,2,…,k (k≤n)

s2

t = variansi skor-skor yang diperoleh subjek uji coba

Page 118: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

Kreteria: instrument reliable jika r11

≥ 0,70

(Arikunto, 2003 : 180)

Berdasarkan hasil uji reliabilitas dengan rumus α – Cronbach diketahui

bahwa reliabilitas kuesioner sikap nasionalisme adalah 0,961. Hal ini berarti

kuesioner sikap nasionalisme dapat dikatakan reliable, karena r hitung 0,961

> 0,70. (Analisis reliabilitas angket konsep diri selengkapnya dapat dilihat

pada lampiran 3.5).

F. Teknik Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dianalisis untuk menguji kebenaran hipotesis

dan memperoleh kesimpulan. Berdasarkan banyaknya faktor dari variabel bebas

yang dilibatkan dalam penelitian ini maka rancangan analisis data menggunakan

rancangan faktorial 2 x 2. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis variansi

(Anava) dua jalan dengan maksud dapat mengetahui berapa besar pengaruh

perlakuan terhadap respon dari eksperimen.

Analisis variansi dua jalan (2 x 2) membutuhkan dua persyaratan, yaitu uji

variansi yang sama (uji homogenitas) untuk setiap kelompok perlakuan dan

populasi berdistribusi secara normal (uji normalitas). Untuk itu, sebelum uji

hipotesis dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat, baik uji normalitas

maupun homogenitas.

Page 119: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

1. Uji Persyaratan Analisis

Uji persyaratan analisis digunakan untuk membuktikan bahwa kelompok

kontrol dan kelompok eksperimen berangkat dari titik tolak yang sama. Analisis

ini terdiri atas uji normalitas dan uji homogenitas.

a. Uji Normalitas

Pengujian normalitas sampel menggunakan uji Lilliefors Significance

Correction dari Kolmogorov-Smirnov pada taraf signifikansi α = 0,05. Berikut

langkah yang dilalui terkait dengan teknik uji Lilliefors sebagai berikut :

1). Hipotesis

H 0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

H 1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

2). α = 0,05

3). Statistik uji yang digunakan :

L = Maks ii zSzF

Dengan F iz = P(Z≤z): Z ~ N (0,1)

S(z i ) = proporsi cacah z≤z i , terhadap seluruh z i

z i = s

XX 1

4). Daerah Kritik

DK = naLLL : dengan n adalah ukuran sampel.

5). Keputusan uji

H 0 diterima jika harga statistik uji terletak diluar daerah kritik.

Page 120: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

(Budiyono, 2009 : 170-171)

Uji normalitas ditujukan terhadap H0 yang menyatakan bahwa sampel

berasal dari populasi yang terdistribusi secara normal. Penerimaan dan

penolakan H0 didasarkan pada kreteria jika nilai signifikansi > 0,05 maka

distribusi data normal, sedangkan jika nilai signifikansi < 0,05 maka distribusi

data tidak normal.

b. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas variansi populasi menggunakan uji Levenee’s

test of homogenity of variance pada taraf signifikansi α = 0,05 %. Dengan

rumus yang diuraikan sebagai berikut :

(Sudjana, 1982: 91, 146, 242)

Keterangan:

N : banyaknya subjek

X : rerata

S : simpangan baku

Penerimaan atau penolakan homogenitas didasarkan pada kriteria jika

nilai signifikansi > 0,05 dan < 0.95 maka dapat dikatakan bahwa terdapat

kesamaan varians (homogenitas) dua kelompok yang dibandingkan,

sedangkan jika nilai sig. atau signifikansi < 0,05 atau > 0.95 maka dapat

1

)( 2

2

n

xxfS

ii

2

1

S

SF

)(

).)(1(

21

21

1

p

pF

F

Page 121: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

dikatakan bahwa tidak terdapat kesamaan varians (homogenitas) dua

kelompok yang dibandingkan.

2. Uji Hipotesis

Uji Hipotesis dalam analisis data penelitian menggunakan teknik analisis

variansi dua jalan (desain faktorial 2 x 2) pada taraf signifikansi 0,05 dan

dilanjutkan dengan uji komparasi ganda Scheffe.

a. Model untuk data pada populasi ini adalah:

X ijk μ+α ijkijji

Dengan:

X ijk = data amatan ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j.

= rata-rata dari seluruh data

i = i = efek baris ke-i pada variabel terikat.

j = j = efek kolom ke-j pada variabel terikat.

ij = jiij

= kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat.

ijk = deviasi data X ijk terhadap rataan populasi ij yang berdistribusi

normal dengan rataan 0.

i = 1, 2 dengan 1 = Model Pembelajaran Konvensional

Page 122: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

2 = Model Pembelajaran CTL

j = 1, 2 dengan 1 = Konsep Diri rendah

2 = Konsep Diri tinggi

(Budiyono, 2009 : 207).

b. Prosedur

1) Hipotesis:

(a) H oA : 1 = 0 untuk setiap i = 1,2

Tidak ada pengaruh model pembelajaran terhadap sikap

nasionalisme

H A1 : paling sedikit ada satu

1 yang tidak nol

Terdapat pengaruh model pembelajaran terhadap sikap

nasionalisme

(b) H oB : j = 0, untuk setiap j = 1, 2, 3

Tidak ada pengaruh konsep diri terhadap sikap nasionalisme

H B1 : paling sedikit ada satu j yang tidak nol

Terdapat pengaruh konsep diri terhadap sikap nasionalisme

(c) H oAB: ( ) ij = 0, untuk setiap i = 1, 2 dan j = 1, 2

Tidak ada interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri

terhadap sikap nasionalisme

Page 123: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

HAB1

: Paling sedikit ada satu ( ) ij yang tidak nol

Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri

terhadap sikap nasionalisme

2) Taraf Signifikasi = 0,05

3) Komputasi

Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tidak sama, dilakukan

perhitungan sebagai berikut:

N = ji

ijn,

= banyaknya seluruh data amatan; dengan n ij = banyaknya dat

amatan pada sel ke-ij.

ji ij

h

n

pqn

,

1= rerata harmonik frekuensi seluruh sel;

p = banyaknya baris

q = banyaknya kolom

(1) = pq

G 2

; dengan G = ji

ijAB,

= jumlah rataan semua sel

(2) = ji

ijSS,

; dengan SS ij = ijk

ijk

k

ijkn

X

X

2

2

(3) = i

i

p

A2

; dengan A i = j

ijAB = jumlah rataan pada baris ke-i

Page 124: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

(4) = j

j

q

B 2

; dengan B j = i

ijAB = jumlah rataan pada kolom ke-j

(5) = ji

ijAB,

2

; dengan ijAB = rataan pada sel ij

Kemudian dihitung lima jumlah kuadrat pada analisis variansi dua jalan

pada sel tidak sama, yaitu jumlah kuadrat baris (JKA), jumlah kuadrat

kolom (JKB), jumlah kuadrat interaksi (JKAB), jumlah kuadrat galat

(JKG), dan jumlah total (JKT) dengan rumus sebagai berikut:

JKA = 13 hn

JKB = 14 hn

JKAB = 4351 hn

JKG = (2)

JKT = JKA+JKB+JKAB+JKG

Derajat kebebasan masing-masing jumlah kuadrat di atas adalah:

dkA = p-1 dkB = q-1

dkAB = (p-1)(q-1) dkG = N-pq

dkT = N-1

Selanjutnya menghitung rataan kuadrat sebagai berikut:

Page 125: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

RKA = dkA

JKA RKB =

dKB

JKB

RKAB = dkAB

JKAB RKG =

dkG

JKG

4) Statistik Uji

F a = RKG

RKA

F b = RKG

RKB

F ab = RKG

RKAB

5) Daerah Kritik:

Untuk F a ; DK = {F/F>F pqNp ;1; }

Untuk F b ; DK = {F/F> F pqNq ;1: }

Untuk F ab ; DK = {F/F> F pqNqp ;11; }

6) Keputusan Uji:

H o ditolak jika F obs DK

(Budiyono, 2004:228-230)

Berdasarkan uji analisis di atas dapat digunakan untuk menentukan

langkah selanjutnya apakah perlu uji lanjut pasca ANAVA atau tidak. Jika H oA

ditolak, maka tidak perlu dilakukan uji komparasi ANAVA antar baris, sebab

Page 126: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

kalaupun dilakukan komparasi ganda antara rataan siswa yang menggunakan

model CTL dan rataan siswa yang menggunakan model pembelajaran

konvensional, dapat dipastikan bahwa hipotesisnya juga akan ditolak

(Budiyono, 2009: 219). Untuk mengetahui mana yang lebih baik dapat dilihat

pada rataan marginalnya. Jika H oB ditolak, maka perlu dilakukan komparasi

ganda pasca ANAVA antar kolom. Sedang jika H oAB ditolak, juga perlu

dilakukan komparasi pada pasca ANAVA antar sel (Budiyono, 2009 : 215).

Page 127: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Data

Data yang telah terkumpul melalui penelitian ditabulasikan sesuai dengan

keperluan analisis data yang tercantum dalam rancangan penelitian yang bertujuan

untuk mendapat gambaran umum mengenai penyebaran atau distribusi data. Data

hasil penelitian yang akan diolah dengan menggunakan Anova dua jalur yang

terlebih dahulu akan dijabarkan deskripsi data masing-masing sel antarkolom dan

antarbaris yang terdiri : (1) Data sikap nasionalisme siswa yang diajarkan dengan

model pembelajaran konvensional secara keseluruhan (A1), (2) Data sikap

nasionalisme siswa yang diajarkan dengan model Contextual Teaching and

Learning (CTL) secara keseluruhan (A2), (3) Data sikap nasionalisme siswa yang

memiliki konsep diri rendah secara keseluruhan (B1), (4) Data sikap nasionalisme

siswa yang memiliki konsep diri tinggi secara keseluruhan (B2), (5) Data sikap

nasionalisme siswa yang diterapkan berupa model pembelajaran konvensional

dengan konsep diri rendah (A1B1), (6) Data sikap nasionalisme siswa yang

diterapkan berupa model pembelajaran konvensional dengan konsep diri tinggi

(A1B2), (7) Data sikap nasionalisme siswa yang diterapkan berupa model CTL

dengan konsep diri rendah (A2B1), (8) Data sikap nasionalisme siswa yang

diterapkan berupa model CTL dengan konsep diri tinggi (A2B2).

93

Page 128: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

a. Data Sikap Nasionalisme Siswa dengan Model Pembelajaran

Konvensional Secara Keseluruhan (A1)

Dari hasil analisis mengenai sikap nasionalisme siswa dengan

menggunakan model pembelajaran konvensional secara keseluruhan diketahui

bahwa : N = 30, skor tertinggi = 189,00 dan skor terendah = 102,00 sehingga

rentangannya (range) = 87. Berdasarkan perhitungan statistik dasar yang dibantu

dengan program SPSS diperoleh Mean = 134,0333, Median = 137,5, Modus =

137,5, Standar Deviasi = 21,4114. Distribusi frekuensi skor Sikap Nasionalisme

siswa dengan model pembelajaran konvensional secara keseluruhan terdiri dari

6 kelas dengan panjang kelas 15. Berdasarkan data hasil perhitungan di atas

secara keseluruhan (A1) disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan Model

Pembelajaran Konvensional Secara Keseluruhan (A1)

No Kelas Interval Frekuensi Frel (%) Fkum (%)

1 102 – 116 7 23,333 23,333

2 117 – 131 8 26,667 50

3 132 – 146 4 13,333 63,333

4 147 – 161 10 33,333 96,667

5 162 – 176 0 0 96,667

6 177 – 191 1 3,333 100

Jumlah 30 100

Sumber : Data Primer

Page 129: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

Berdasarkan distribusi frekuensi mengenai skor sikap nasionalisme dengan

meggunakan model pembelajaran konvensional secara keseluruhan dapat

divisualisasikan dalam gambar histogram frekuensi skor sebagai berikut.

Gambar 4.1 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme

dengan Model Pembelajaran Konvensional Secara Keseluruhan

(A1)

Dari distribusi di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 4 (13,33 %) berada

pada kelompok rata-rata, 15 (50 %) siswa berada pada kelompok di atas rata-

rata dan 11 (36.67 %) siswa berada pada kelompok di bawah rata-rata, sehingga

dapat diketahui bahwa sikap nasionalisme siswa dengan menggunakan model

pembelajaran konvensional secara keseluruhan sudah baik. Hal ini terlihat dari

skor siswa yang sama dengan rata-rata dan diatas rata-rata sebanyak 19 (63,33

%), sedangkan yang berada dibawah rata-rata 11 (36,67 %) dari jumlah

keseluruhan responden (N) = 30.

Page 130: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

b. Data Sikap Nasionalisme Siswa dengan Model CTL Secara

Keseluruhan (A2)

Dari hasil analisis mengenai sikap nasionalisme siswa dengan

menggunakan model CTL secara keseluruhan diketahui bahwa : N = 30, skor

tertinggi = 196,00 dan skor terendah = 141,00 sehingga rentangannya (range) =

55. Berdasarkan perhitungan statistik dasar yang dibantu dengan program SPSS

diperoleh Mean = 170,8333, Median = 172,167, Modus = 164,167, Standar

Deviasi = 17,7513. Distribusi frekuensi skor Sikap Nasionalisme siswa dengan

model CTL secara keseluruhan (A2) terdiri dari 6 kelas dengan panjang kelas

10. Berdasarkan data hasil perhitungan di atas secara keseluruhan dapat

disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan Model

CTL Secara Keseluruhan (A2)

No Kelas Interval Frekuensi Frel (%) Fkum (%)

1 141 – 150 5 16,667 16,667

2 151 – 160 6 20 36,667

3 161 – 170 3 10 46,667

4 171 – 180 6 20 66,667

5 181 – 190 5 16,667 83,334

6 191 – 200 5 16,667 100

Jumlah 30 100

Sumber : Data Primer

Page 131: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

Berdasarkan distribusi frekuensi mengenai skor sikap nasionalisme

dengan menggunakan model CTL secara keseluruhan dapat divisualisasikan

dalam gambar histogram frekuensi skor sebagai berikut :

Gambar 4.2 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme

dengan Model CTL Secara Keseluruhan (A2)

Dari distribusi di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 6 (20 %) berada

pada kelompok rata-rata, 14 (46,67 %) siswa berada pada kelompok di atas rata-

rata dan 10 (33.34 %) siswa berada pada kelompok di bawah rata-rata, sehingga

dapat diketahui bahwa sikap nasionalisme siswa dengan menggunakan model

CTL secara keseluruhan sudah baik. Hal ini terlihat dari skor siswa yang sama

dengan rata-rata dan diatas rata-rata sebanyak 20 (66,67 %), sedangkan yang

berada dibawah rata-rata 10 (33,34 %) dari jumlah keseluruhan responden (N) =

30.

Page 132: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

c. Data Sikap Nasionalisme Siswa Kelompok Konsep Diri Rendah (B1)

Dari hasil analisis mengenai sikap nasionalisme siswa dengan konsep

diri rendah secara keseluruhan diketahui bahwa : N = 29, skor tertinggi = 180,00

dan skor terendah = 102,00 sehingga rentangannya (range) = 78. Berdasarkan

perhitungan statistik dasar yang dibantu dengan program SPSS diperoleh Mean

= 134, 0345, Median = 139,438, Modus = 137,167, Standar Deviasi = 21,9309.

Distribusi frekuensi skor Sikap Nasionalisme siswa dengan konsep diri rendah

terdiri dari 6 kelas dengan panjang kelas 14. Berdasarkan data hasil perhitungan

di atas secara keseluruhan dapat disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan Konsep

Diri Rendah (B1)

No Kelas Interval Frekuensi Frel (%) Fkum (%)

1 102 -115 7 24, 138 24,138

2 116 -129 7 24,138 48,276

3 130 – 143 3 10,345 58,621

4 144 -157 8 27,586 86,207

5 158 – 171 3 10,345 96,552

6 172 – 185 1 3,448 100

Jumlah 29 100

Sumber : Data Primer

Page 133: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

Berdasarkan distribusi frekuensi mengenai skor sikap nasionalisme pada

kelompok siswa dengan konsep diri rendah secara keseluruhan dapat

divisualisasikan dalam gambar histogram frekuensi skor sebagai berikut :

Gambar 4.3 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme

dengan Konsep Diri Rendah (B1)

Dari distribusi di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 3 (10,35 %) berada

pada kelompok rata-rata, 14 (48,28 %) siswa berada pada kelompok di atas rata-

rata dan 12 (41,38 %) siswa berada pada kelompok di bawah rata-rata, sehingga

dapat diketahui bahwa sikap nasionalisme siswa dengan konsep diri rendah

secara keseluruhan sudah baik. Hal ini terlihat dari skor siswa yang sama

dengan rata-rata dan diatas rata-rata sebanyak 17 (58,63 %), sedangkan yang

berada dibawah rata-rata 12 (41,38 %) dari jumlah keseluruhan responden (N) =

29.

Page 134: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

d. Data Sikap Nasionalisme Siswa Kelompok Konsep Diri Tinggi (B2)

Dari hasil analisis mengenai sikap nasionalisme siswa dengan konsep diri

tinggi secara keseluruhan diketahui bahwa : N = 31, skor tertinggi = 196,00 dan

skor terendah = 143,00 sehingga rentangannya (range) = 53. Berdasarkan

perhitungan statistik dasar yang dibantu dengan program SPSS diperoleh Mean

= 169,6452, Median = 171, Modus = 167,25 , Standar Deviasi = 18,5104.

Distribusi frekuensi skor Sikap Nasionalisme siswa dengan konsep diri tinggi

terdiri dari 6 kelas dengan panjang kelas 9. Berdasarkan data hasil perhitungan

di atas secara keseluruhan dapat disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan Konsep

Diri Tinggi (B2)

No Kelas Interval Frekuensi Frel (%) Fkum (%)

1 143 – 151 7 22,581 22,581

2 152 – 160 7 22,581 45,162

3 161 – 169 1 3,226 48,388

4 170 -178 3 9,677 58,065

5 179 -187 3 9,677 67,742

6 188 – 196 10 32,258 100

Jumlah 31 100

Sumber : Data Primer

Page 135: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

Berdasarkan distribusi frekuensi mengenai skor sikap nasionalisme pada

kelompok siswa dengan konsep diri tinggi secara keseluruhan dapat

divisualisasikan dalam gambar histogram frekuensi skor sebagai berikut :

Gambar 4.4 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme

dengan Konsep Diri Tinggi (B2)

Dari distribusi di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 3 (9,68 %) berada

pada kelompok rata-rata, 15 (48,39 %) siswa berada pada kelompok di atas rata-

rata dan 13 (41,94 %) siswa berada pada kelompok di bawah rata-rata, sehingga

dapat diketahui bahwa sikap nasionalisme siswa secara keseluruhan sudah baik.

Hal ini terlihat dari skor siswa yang sama dengan rata-rata dan diatas rata-rata

sebanyak 18 (58,07 %), sedangkan yang berada dibawah rata-rata 10 (33,34 %)

dari jumlah keseluruhan responden (N) = 31.

Page 136: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

e. Data Sikap Nasionalisme dengan Model Pembelajaran Konvensional

Pada Siswa yang Memiliki Konsep Diri Rendah (A1B1)

Dari hasil analisis mengenai sikap nasionalisme siswa dengan

menggunakan model konvensional pada siswa yang memiliki konsep diri rendah

diketahui bahwa : N = 17, skor tertinggi = 151,00 dan skor terendah = 102,00

sehingga rentangannya (range) = 49. Berdasarkan perhitungan statistik dasar yang

dibantu dengan program SPSS diperoleh Mean = 119,235, Median = 132,333,

Modus = 124,75, Standar Deviasi = 13,8903. Distribusi frekuensi skor Sikap

Nasionalisme siswa dengan model pembelajaran konvensional pada siswa yang

memiliki konsep diri rendah terdiri dari 5 kelas dengan panjang kelas 10.

Berdasarkan data hasil perhitungan di atas dapat disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan Model

Pembelajaran Konvensional Pada Siswa yang Memiliki Konsep

Diri Rendah (A1B2)

No Kelas Interval Frekuensi Frel (%) Fkum (%)

1 102 – 111 6 35,294 35,294

2 112 – 121 3 17, 647 52,942

3 122 – 131 6 35,294 88,236

4 132 – 141 1 5,882 94,118

5 142 – 151 1 5,882 100

Jumlah 17 100

Sumber : Data Primer

Page 137: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

Berdasarkan distribusi frekuensi mengenai skor sikap nasionalisme dengan

model pembelajaran konvensional pada kelompok siswa dengan konsep diri

rendah dapat divisualisasikan dalam gambar histogram frekuensi skor sebagai

berikut :

Gambar 4.5 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme

dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Siswa yang

Memiliki Konsep Diri Rendah (A1B1)

Dari distribusi di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 3 (17,65 %) berada

pada kelompok rata-rata, 6 (35,29 %) siswa berada pada kelompok di atas rata-

rata dan 8 (47,06 %) siswa berada pada kelompok di bawah rata-rata, sehingga

dapat diketahui bahwa sikap nasionalisme siswa dengan menggunakan model

pembelajaran konvensional dengan memiliki konsep diri rendah secara

keseluruhan sudah baik. Hal ini terlihat dari skor siswa yang sama dengan rata-

Page 138: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

rata dan diatas rata-rata sebanyak 9 (52,94 %), sedangkan yang berada dibawah

rata-rata 8 (47,06 %) dari jumlah keseluruhan responden (N) = 17.

f. Data Sikap Nasionalisme dengan Model Pembelajaran Konvensional

Pada Siswa Yang Memiliki Konsep Diri Tinggi (A1B2)

Dari hasil analisis mengenai sikap nasionalisme siswa dengan

menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa yang memiliki

konsep diri tinggi diketahui bahwa : N = 13, skor tertinggi = 189,00 dan skor

terendah = 143,00 sehingga rentangannya (range) = 46. Berdasarkan perhitungan

statistik dasar yang dibantu dengan program SPSS diperoleh Mean = 153,3846 ,

Median = 117,5, Modus = 172, Standar Deviasi = 11,6085. Distribusi frekuensi

skor sikap nasionalisme siswa dengan model pembelajaran konvensional pada

siswa yang memiliki konsep diri tinggi terdiri dari 5 kelas dengan panjang kelas

10.

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi skor sikap nasionalisme siswa,

dapat dilihat bahwa sebanyak 5 (38,46 %) berada pada kelompok rata-rata, 7

(53,85 %) siswa berada pada kelompok di atas rata-rata dan 1 (7,69 %) siswa

berada pada kelompok di bawah rata-rata, sehingga dapat diketahui bahwa sikap

nasionalisme siswa dengan menggunakan model konvensional dengan memiliki

konsep diri tinggi secara keseluruhan sudah baik. Hal ini terlihat dari skor siswa

yang sama dengan rata-rata dan diatas rata-rata sebanyak 12 (92,31%),

sedangkan yang berada dibawah rata-rata 1 (7,69 %) dari jumlah keseluruhan

Page 139: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

responden (N) = 13. Berikut data hasil perhitungan di atas secara keseluruhan

dapat disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan Model

Pembelajaran Konvensional Pada Siswa Yang Memiliki Konsep

Diri Tinggi (A1B2)

No Kelas Interval Frekuensi Frel (%) Fkum (%)

1 143 – 152 7 53,846 53,846

2 153 – 162 5 38,461 92,307

3 163 – 172 0 0 92,307

4 173 – 182 0 0 92,307

5 183 – 192 1 7,692 100

Jumlah 13 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan distribusi frekuensi mengenai skor sikap nasionalisme dengan

model pembelajaran konvensional pada kelompok siswa dengan konsep diri tinggi

dapat divisualisasikan dalam gambar histogram frekuensi skor sebagai berikut :

Page 140: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

Gambar 4.6 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme

dengan Model Pembelajaran Konvensional Pada Siswa Yang

Memiliki Konsep Diri Tinggi (A1B2)

g. Data Sikap Nasionalisme dengan Model CTL Pada Siswa Yang

Memiliki Konsep Diri Rendah (A2B1)

Dari hasil analisis mengenai sikap nasionalisme siswa dengan

menggunakan model CTL pada siswa yang memiliki konsep diri rendah

diketahui bahwa : N = 12, skor tertinggi = 180,00 dan skor terendah = 141,00

sehingga rentangannya (range) = 39. Berdasarkan perhitungan statistik dasar

yang dibantu dengan program SPSS diperoleh Mean = 155,00, Median = 140,5,

Modus = 167,5, Standar Deviasi = 11,2088. Distribusi frekuensi skor Sikap

Nasionalisme siswa dengan model CTL pada siswa yang memiliki konsep diri

rendah terdiri dari 5 kelas dengan panjang kelas 9. Berdasarkan data hasil

perhitungan di atas dapat disajikan pada tabel berikut :

Page 141: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan Model

CTL Pada Siswa Yang Memiliki Konsep Diri Rendah (A2B1)

No Kelas Interval Frekuensi Frel (%) Fkum (%)

1 141 – 149 4 33,333 41,667

2 150 – 158 5 41,667 75

3 159 – 167 1 8,333 83,333

4 168 – 176 1 8,333 91,666

5 177 – 185 1 8,333 100

Jumlah 12 100

Sumber : Data Primer

Dari distribusi di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 5 (41,67 %) berada

pada kelompok rata-rata, 4 (33,33 %) siswa berada pada kelompok di atas rata-

rata dan 3 (25 %) siswa berada pada kelompok di bawah rata-rata, sehingga

dapat diketahui bahwa sikap nasionalisme siswa dengan menggunakan model

CTL yang memiliki konsep diri rendah secara keseluruhan sudah baik. Hal ini

terlihat dari skor siswa yang sama dengan rata-rata dan diatas rata-rata sebanyak

9 (75 %), sedangkan yang berada dibawah rata-rata 3 (25 %) dari jumlah

keseluruhan responden (N) = 12.

Berdasarkan distribusi frekuensi mengenai skor sikap nasionalisme

dengan model CTL pada kelompok siswa dengan konsep diri rendah secara

keseluruhan dapat divisualisasikan dalam gambar histogram frekuensi skor

sebagai berikut :

Page 142: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

Gambar 4.7 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme

dengan Model CTL Pada Siswa Yang Memiliki Konsep Diri Rendah

(A2B1)

h. Data Sikap Nasionalisme dengan Model CTL Pada Siswa Yang

Memiliki Konsep Diri Tinggi (A2B2)

Dari hasil analisis mengenai sikap nasionalisme siswa dengan

menggunakan model CTL pada siswa yang memiliki konsep diri tinggi diketahui

bahwa : N = 18, skor tertinggi = 196,00 dan skor terendah = 153,00, sehingga

rentangannya (range) = 43. Berdasarkan perhitungan statistik dasar yang dibantu

dengan program SPSS diperoleh Mean = 181,3889, Median = 188,5, Modus =

173,333, Standar Deviasi = 12,7008. Distribusi frekuensi skor Sikap Nasionalisme

siswa dengan model CTL pada siswa yang memiliki konsep diri tinggi terdiri dari

6 kelas dengan panjang kelas 8. Berdasarkan data hasil perhitungan di atas dapat

disajikan pada tabel berikut :

Page 143: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme dengan Model

Pembelajaran Kontekstual Pada Siswa Yang Memiliki Konsep

Diri Tinggi (A2B2)

No Kelas Interval Frekuensi Frel (%) Fkum (%)

1 153 – 160 2 11.111 11,111

2 161 – 168 1 5,555 16,667

3 169 – 176 3 16,667 33,334

4 177 – 184 2 11,111 44,445

5 185- 192 7 38,889 83,334

6 193 – 200 3 16,667 100

Jumlah 18 100

Sumber : Data Primer

Dari distribusi di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 2 (11,11 %) berada

pada kelompok rata-rata, 6 (33,33 %) siswa berada pada kelompok di atas rata-

rata dan 10 (55,56 %) siswa berada pada kelompok di bawah rata-rata, sehingga

dapat diketahui bahwa sikap nasionalisme siswa secara keseluruhan belum begitu

baik. Hal ini terlihat dari skor siswa yang sama dengan rata-rata dan diatas rata-

rata sebanyak 8 (44,44 %), sedangkan yang berada dibawah rata-rata 10 (55,56 %)

dari jumlah keseluruhan responden (N) = 18.

Berdasarkan distribusi frekuensi mengenai skor sikap nasionalisme dengan

model CTL pada kelompok siswa dengan konsep diri tinggi dapat divisualisasikan

dalam gambar histogram frekuensi skor sebagai berikut :

Page 144: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

Gambar 4.8 Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Sikap Nasionalisme

dengan Model CTL Pada Siswa Yang Memiliki Konsep Diri

Tinggi (A2B2)

2. Uji Persyaratan Analisis

Setelah data mengenai variabel penelitian terkumpul, maka data yang akan

dianalisis haruslah memenuhi persyaratan normalitas dan homogenitas. Untuk

persyaratan data yang berdistribusi normal pada penelitian ini digunakan uji

Kolmogorow Smirnov, sedangkan uji homogenitas dilakukan dengan uji Levene

test of homogeneity of varience dengan menggunakan program SPSS 17.0.

a. Uji Normalitas

Uji ini dilakukan untuk memenuhi salah satu asumsi yang diperlukan

dalam analisis variansi dua jalan dengan sel yang sama, yakni untuk melihat

apakah ada sampel dari populasi yang berdistribusi normal. Kreteria kenormalan

yang digunakan adalah suatu distribusi nilai variabel dianggap normal jikan nilai

Page 145: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

signifikansi pada hasil uji Kolmogorow Smirnov lebih besar dari nilai

probabilitasnya (0,05).

1) Normalitas Kelompok Dengan Model Pembelajaran Konvensional (A1)

Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, kelompok sampel dari

populasi model pembelajaran konvensional diperoleh besaran-besaran statistik :

N = 30. Dengan menggunakan α = 0,05 dan N = 30 diperoleh statistik

Kolmogorov Smirnov sebesar 0,707 dengan signifikkansi kenormalan sebesar

0,700. Hal ini berarti nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05. Jadi dapat

disimpulkan bahwa kenormalan untuk kelompok sampel dari populasi ini

terpenuhi (Data dan tabel kenormalan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran

4.1).

2) Normalitas Kelompok Dengan Model CTL (A2)

Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, kelompok sampel dari

populasi model CTL diperoleh besaran-besaran statistik : N = 30. Dengan

menggunakan α = 0,05 dan N = 30 diperoleh statistik Kolmogorov Smirnov

sebesar 0,730 dengan signifikkansi kenormalan sebesar 0,661. Hal ini berarti

nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa

kenormalan untuk kelompok sampel dari populasi ini terpenuhi (Data dan tabel

kenormalan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.2).

3) Normalitas Kelompok Dengan Konsep Diri Rendah (B1)

Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, kelompok sampel dari

populasi konsep diri rendah diperoleh besaran-besaran statistik : N = 29. Dengan

menggunakan α = 0,05 dan N = 29 diperoleh statistik Kolmogorov Smirnov

Page 146: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

sebesar 0,585 dengan signifikkansi kenormalan sebesar 0,884. Hal ini berarti

nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa

kenormalan untuk kelompok sampel dari populasi ini terpenuhi (Data dan tabel

kenormalan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.3).

4) Normalitas Kelompok Dengan Konsep Diri Tinggi (B2)

Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, kelompok sampel dari

populasi konsep diri tinggi diperoleh besaran-besaran statistik : N = 31. Dengan

menggunakan α = 0,05 dan N = 31 diperoleh statistik Kolmogorov Smirnov

sebesar 1,138 dengan signifikkansi kenormalan sebesar 0,150. Hal ini berarti

nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa

kenormalan untuk kelompok sampel dari populasi ini terpenuhi (Data dan tabel

kenormalan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.4).

5) Normalitas Kelompok Model Pembelajaran Konvensional Dengan

Konsep Diri Rendah (A1B1)

Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, kelompok sampel dari

populasi model pembelajaran konvensional dengan konsep diri rendah diperoleh

besaran-besaran statistik : N = 17. Dengan menggunakan α = 0,05 dan N = 17

diperoleh statistik Kolmogorov Smirnov sebesar 0,650 dengan signifikkansi

kenormalan sebesar 0,791. Hal ini berarti nilai signifikansi lebih tinggi dari

0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa kenormalan untuk kelompok sampel dari

populasi ini terpenuhi (Data dan tabel kenormalan selengkapnya dapat dilihat

pada lampiran 4.5).

Page 147: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

6) Normalitas Kelompok Model Pembelajaran Konvensional Dengan

Konsep Diri Tinggi (A1B2)

Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, kelompok sampel dari

populasi model pembelajaran konvensional dengan konsep diri tinggi diperoleh

besaran-besaran statistik : N = 13. Dengan menggunakan α = 0,05 dan N = 13

diperoleh statistik Kolmogorov Smirnov sebesar 1,085 dengan signifikkansi

kenormalan sebesar 0,190. Hal ini berarti nilai signifikansi lebih tinggi dari

0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa kenormalan untuk kelompok sampel dari

populasi ini terpenuhi (Data dan tabel kenormalan selengkapnya dapat dilihat

pada lampiran 4.6).

7) Normalitas Kelompok Model CTL Dengan Konsep Diri Rendah (A2B1)

Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, kelompok sampel dari

populasi model CTL dengan konsep diri rendah diperoleh besaran-besaran

statistik : N = 12. Dengan menggunakan α = 0,05 dan N = 12 diperoleh statistik

Kolmogorov Smirnov sebesar 0,534 dengan signifikkansi kenormalan sebesar

0,938. Hal ini berarti nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05. Jadi dapat

disimpulkan bahwa kenormalan untuk kelompok sampel dari populasi ini

terpenuhi (Data dan tabel kenormalan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran

4.7).

8) Normalitas Kelompok Model CTL Dengan Konsep Diri Tinggi (A2B2)

Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, kelompok sampel dari

populasi model CTL dengan konsep diri tinggi diperoleh besaran-besaran

statistik : N = 18. Dengan menggunakan α = 0,05 dan N = 18 diperoleh statistik

Page 148: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

Kolmogorov Smirnov sebesar 0,843 dengan signifikkansi kenormalan sebesar

0,476. Hal ini berarti nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05. Jadi dapat

disimpulkan bahwa kenormalan untuk kelompok sampel dari populasi ini

terpenuhi (Data dan tabel kenormalan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran

4.8).

b. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas variansi keempat kelompok data dilakukan dengan

menggunakan Levene test of homogeneity of varience dihitung dengan SPSS.

Hasil perhitungan Levene test of homogeneity of varience menghasilkan nilai

statistik F sebesar 0,984 dan nilai signifikansi sebesar 0,407. Hal ini berarti nilai

signifikansi lebih besar dari 0,05, sehingga tidak dapat menolak hipotesis nol

yang menyatakan variansi populasi sama. Untuk lebih jelasnya hasil uji

homogenitas variabel keempat kelompok tersebut dapat disajikan pada tabel

berikut :

Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor Sikap Nasionalisme Siswa

Keempat Kelompok Perlakuan

Levene's Test of Equality of Error Variances

Dependent Variable: Sikap Nasionalisme

F df1 df2 Sig

.984 3 56 .407

Tests the null hypothesis that the error variance of

the dependent variable is equal across groups.

a. Design: MP+KD+MP * KD

Sumber : Data Primer

Page 149: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

3. Pengujian Hipotesis

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah hipotesis perbedaan

skor sikap nasionalisme antara kelompok siswa yang diajar melalui model CTL

dan melaui model pembelajaran konvensional, antara kelompok konsep diri tinggi

dan rendah, dan interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri. Pengujian

hipotesis penelitian ini dilakukan dengan Analisis Vaktorial Dua Jalur. Tujuannya

adalah menyelidiki dua pengaruh utama dan satu pengaruh interaksi. Kemudian

dilanjutkan dengan uji Scheffe yang bertujuan untuk mengetahui kelompok yang

lebih unggul secara signifikan. Secara keseluruhan sudah terangkum dalam tabel

hasil ANAVA yang disajikan berikut ini :

Tabel 4.10 Test of Between-Subjects Effects

Dependent Variable : Sikap Nasionalisme

Source

Type III Sum

of Squares Df

Mean

Square F Sig

Model 1428073.58 4 357018.397 2264.623 .000

MP 14806.386 1 14806.836 93.922 .000

KD 13344.506 1 13344.506 84.646 .000

MP*KD 219.288 1 219.288 1.391 .243

Error 8828.414 56 157.650

Total 1436902.000 60

a. R Squaered = .994 (Adjusted R Squared = .993)

Page 150: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

a. Hipotesis Pertama :

Terdapat Perbedaan yang positif dan signifikan antara penggunaan

Model CTL dan model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran

sejarah terhadap sikap nasionalisme pada siswa SMP Negeri di Kota

Madya Surakarta.

Dari Tabel ANAVA di atas diperoleh harga Fhitung = 93,922 > Ftabel

(α = 0,05) = 4,00. Hal ini berarti hipotesis statistic (H0) pertama ditolak dan

H1 diterima, sehingga terdapat perbedaan rata-rata antara model CTL

dengan konvensional. Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap nasionalisme

yang diajar dengan model CTL lebih baik dari pada dengan model

pembelajaran konvensional.

b. Hipotesis Kedua :

Terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara siswa SMP

Negeri di Kota Madya Surakarta yang memiliki konsep diri tinggi dan

rendah terhadap sikap nasionalisme.

Dari Tabel ANAVA di atas diperoleh harga Fhitung = 84,646 > Ftabel

(α = 0,05) = 4,00. Hal ini berarti hipotesis statistik (H0) pertama ditolak dan

H1 diterima, sehingga terdapat perbedaan rata-rata sikap nasionalisme

antara siswa yang memiliki konsep diri tinggi dengan siswa yang memiliki

konsep diri rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap nasionalisme yang

dimiliki oleh siswa dengan konsep diri tinggi lebih baik dari pada siswa

dengan konsep diri rendah.

Page 151: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

c. Hipotesis Ketiga :

Terdapat interaksi yang positif dan signifikan antara Model CTL

dengan konsep diri terhadap sikap nasionalisme dalam pembelajaran

sejarah pada siswa SMP Negeri di Kota Madya Surakarta.

Dari Tabel ANAVA di atas diperoleh harga Fhitung = 1,391 < Ftabel (α

= 0,05) = 4,00. Hal ini berarti hipotesis statistik (H0) diterima dan H1 di

tolak. Dengan kata lain bahwa tidak terdapat interaksi antara penggunaan

model CTL dan konsep diri terhadap sikap nasionalisme.

Dari kesimpulan di atas terdapat perbedaan yang positif dan signifikan

antarkolom, yaitu bahwa sikap nasionalisme yang diajarkan dengan model CTL

maupun pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional, begitu pula

terkait dengan konsep diri yang dimiliki siswa. Karena tidak ada interaksi, maka

tidak perlu dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Scheffe.

Page 152: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Dari hasil pengujian hipotesis di atas, berikut ini dikemukakan

pembahasan mengenai hasil penelitian.

1. Terdapat Perbedaan yang positif dan signifikan antara penggunaan

model CTL dan model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran

sejarah terhadap sikap nasionalisme pada siswa SMP Negeri di Kota

Madya Surakarta.

Hasil pengujian hipotesis pertama memperoleh Fhitung = 93,922 > Ftabel (α =

0,05) = 4,00, sehingga dapat dikatakan terdapat perbedaan yang positif dan

signifikan antara model CTL dengan model pembelajaran konvensional

terhadap sikap nasionalisme. Hasil analisis menunjukkan bahwa sikap

nasionalisme siswa yang diajar dengan model CTL memperoleh skor rata-rata

sebesar 170,8333 lebih besar dari siswa yang diajar dengan model pembelajaran

konvensional yang hanya memperoleh rata-rata sebesar 134,0333. Jadi simpulan

untuk hipotesis pertama adalah ada perbedaan yang positif dan signifikan dari

model pembelajaran terhadap sikap nasionalisme yang menunjukkan bahwa

model CTL lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran

konvensional.

Pembelajaran dengan menggunakan model CTL merupakan rancangan

pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan siswa yang aktif, kreatif, dan

inovatif. Hal ini dikarenakan oleh tujuh komponen dalam model CTL yaitu

kontruktivisme, inquiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan

penilaian otentik. Tujuh komponen tersebut kemudian dimodifikasi untuk

Page 153: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

mendukung pembelajaran sejarah sesuai dengan standar kompetensi

“memahami usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia” dan kompetensi

dasar “mengidentifikasi usaha perjuangan mempertahankan kemerdekaan

Indonesia”. Implementasi tujuh komponen dari penggunaan model CTL sesuai

dengan rancangan dan temuan di lapangan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan

baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman baik itu secara

langsung maupun ditampilkan melalui video dari arsip nasional. Konsep

ini, menuntut siswa untuk membangun pengetahuannya dari hasil melihat

dan mendengar, yang kemudian dikonstruk masing-masing individu.

Hasil dari mengkonstruksi itulah yang merupakan pengalaman baru yang

diterima dalam awal mata pelajaran. Konsep kontruktivisme dalam temuan

di lapangan selalu dijadikan pembuka pembelajaran, namun tidak bersifat

monotun. Maksudnya adalah dalam pengembangan model CTL di SMP

Negeri 19 Surakarta untuk mencapai kontruktivisme ini tidak saja

menggunakan video, tetapi juga dibantu oleh media power point, ataupun

tugas yang sudah diberikan pada pertemuan sebelumnya, sehingga siswa

mempunyai gambaran awal mengenai materi yang nanti diajarkan.

b. Inquiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran dengan

menggunakan model CTL. Pada dasarnya kegiatan ini merupakan tahapan

selanjutnya setelah kontruktivisme. Dalam temuan di lapangan konsep ini

di mulai oleh guru dengan menggunakan beberapa pertanyaan untuk

memancing siswa menjawab dan bertanya balik tentang hasil kontruksi di

Page 154: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

masing-masing individu. Pengembangan pemikiran inilah yang kemudian

dibantu oleh video, power point, serta berbagai sumber buku yang difoto-

copykan guru, ataupun sumber yang dibawa siswa sendiri, sehingga terjadi

tahapan kedua dari model CTL yaitu menemukan konsepnya sendiri.

c. Bertanya merupakan salah satu landasan berpikir dalam pengembangan

model CTL. Konsep ini merupakan tahapan selanjutnya yang bisa juga

dikatakan sebagai bagian proses inquiri. Konsep bertanya berlaku

dikarenakan oleh tidak semua materi yang diajarkan oleh guru dikuasai

oleh siswa. Sesuai dengan temuan di lapangan dalam kelas eksperimen

lebih banyak timbul pertanyaan dibandingkan dengan dikelas kontrol. Hal

ini kemungkinan terjadi karena dibantu dengan menggunakan media atau

sumber belajar lainnya yang memancing siswa untuk bertanya, namun

tidak terbatas antara guru dengan siswa, tetapi sering ditemukan pula

antara siswa dengan siswa. Konsep bertanya ini dalam pengembangan di

lapangan diperluas lagi dengan memberikan tugas pada siswa untuk

menanyakan perjuangan memperebutkan kemerdekaan Republik Indonesia

di Kota Madya Surakarta kepada orang tua masing-masing yang sudah

lahir di masa itu. Pada dasarnya jawaban dari pertanyaan yang diajukan

oleh siswa merupakan salah satu sumber dari pengalaman baru yang

didapat dalam prose pembelajaran.

d. Masyarakat belajar merupakan kelompok belajar yang berfungsi sebagai

wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Dalam temuan

di lapangan konsep ini juga sering menjadi bagian dari proses

Page 155: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

pembelajaran dengan model CTL. Dalam penelitian ini, guru selalu

melibatkan siswa ke dalam kelompok-kelompok diskusi yang menuntut

suatu pengalaman baru yang tidak dimiliki oleh siswa. Guru memberikan

tugas terstruktur yang memancing siswa untuk menggali pengalaman-

pengalaman baru, entah dari media video, power point, ataupun juga

melalui sumber bacaan, sehingga terjadi komunikasi untuk meluruskan

cerita sejarah yang ada dan dapat menambah wawasan cerita sejarah yang

diperdengarkan dari berbagai sumber.

e. Pemodelan merupakan kegiatan yang erat kaitannya dengan

mendemontrasikan model yang ditampilkan sesuai dengan materi ajar.

Dalam temuan dilapangan terkait dengan kegiatan pemodelan ini guru

menunjuk siswa untuk berperan menjadi beberapa tokoh perjuangan

seperti: Ir. Sukarno yang sedang memproklamasikan kemerdekaan

Republik Indonesia, Bung tomo yang sedang berpidato untuk membakar

semangat perjuangan rakyat di seluruh Indonesia.

f. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang

baru saja diterima. Dari temuan di lapangan, dalam setiap pembelajaran

dengan model CTL guru merefleksi siswa dengan mengajukan pernyataan

secara langsung terkait dengan apa yang diperoleh dalalm pembelajaran di

hari itu atau kesan dan pesan siswa, sehingga dalam tahap refleksi ini

sering terjadi diskusi kecil antara siswa dengan guru ataupun siswa dengan

siswa. Pada dasarnya konsep ini berlangsung untuk lebih

menyempurnakan kembali apa yang didapat siswa dihari itu.

Page 156: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

g. Penilaian otentik merupakan salah satu bagian dari model CTL yang pada

intinya adalah menunjukkan kemampuan siswa secara nyata. Dalam

nyatanya di lapangan siswa dalam tahapan ini sering dinilai secara

langsung, melalui pertanyaan atau pernyataan yang lebih mengarah ke

pemecahan masalah, daripada aspek pengetahuannya. Penekanan dalam

penelitian ini adalah terletak pada siswa mampu mempelajari sesuatu tidak

hanya bisa mengingat saja, tetapi lebih pada mengerti dan memahami apa

makna yang dapat diambil dari pembelajaran di hari itu.

Berdasarkan uraian tentang temuan penerapan tujuh landasan model

CTL di atas merupakan keunggulan yang membedakan antara model

pembelajaran ini dengan model pembelajaran konvensional. Melalui model CTL

dalam pengembangan pembelajaran sejarah pengalaman siswa dapat lebih

dikembangkan lagi dari belajar tentang lingkungan dimana mereka tinggal

(daerah Kota Madya Surakarta dan Sekitarnya), terutama terkait dengan

perjuangan generasi sebelumnya di tahun 1945-1949. Dalam pembelajaran ini

dibantu dengan menggunakan media power point dan juga terkait dengan video

perjuangan yang berasal dari arsip nasional. Sebagai sumber dalam

pengembangan materi pembelajaran terkait penggunaan model CTL digunakan

beberapa buku penunjang di antaranya: “Sejarah Revolusi Kemerdekaan 1945-

1949 Jawa Tengah”, “Catatan Kisah Perjuangan T.P. Sala Merdeka atau Mati”,

“Pertempuran Empat Hari Di Solo dan Sekitarnya”. Pada dasarnya penggunaan

media dan sumber dalam pengembangan pembelajaran dikarenakan oleh

Page 157: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

peristiwa itu sudah terjadi lampau, sehingga tidak mungkin siswa dapat belajar

dengan berada langsung di masa itu. Dengan model CTL inilah pembelajaran

terkesan mengembalikan siswa ke dalam masa lampau, serta memberikan kesan

tersendiri dan lebih mendalam terkait dengan perjuangan generasi pendahulu

dalam merebut kemerdekaan Indonesia di Kota Madya Surakarta.

Penerapan model CTL dalam pembelajaran sejarah pada prakteknya

mengalami berbagai kendala. Dari faktor guru dalam pernerapannya di awal,

guru masih ragu-ragu dalam keberhasilan pembelajarannya. Hal ini disebabkan

oleh guru belum terbiasa memakai model CTL, sehingga harus bisa memancing

siswa untuk aktif dalam pembelajaran, dimana kondisi ini berbanding terbalik

dengan pembelajaran yang biasa dilakukan. Namun berjalan di pertemuan

selanjutnya guru sudah mulai bisa menguasai kelas dengan model CTL, karena

sudah mulai mengacu pada siswa aktif. Kondisi ini didukung pula oleh latar

belakang guru yang merupakan orang asli Surakarta, sehingga sangat membantu

dalam pengembangan model CTL. Selain itu keberhasilan pembelajaran dengan

model CTL ini didukung pula oleh beberapa buku pokok yang sudah disebutkan

di atas.

Sedangkan pembelajaran dengan menggunakan model konvensional di

lapangan masih menguasi kondisi pembelajaran. Kondisi di kelas jauh berbeda

dengan kelas dengan menggunakan model CTL, dimana siswa banyak tidak

memperhatikan pembelajaran. Hal ini kemungkinan menjadi salah satu

penyebab sikap nasionalisme siswa rendah dibandingkan dengan siswa yang

diberi perlakuan dengan model CTL. Penerapan model konvensional memang

Page 158: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

lebih efesien dibandingkan dengan model CTL, namun model konvensional

tidak lebih efektif dan inovatif dibandingkan dengan model CTL. Hal ini

disebabkan oleh pembelajaran sejarah dengan model CTL dapat lebih

mengoptimalkan peranan siswa dalam pembelajaran, sehingga siswa tidak

hanya tahu tetapi juga bisa mengerti dan paham. Dengan kata lain model CTL

sangat mendukung pembentukan sikap nasionalisme siswa, dimana dalam

pembelajaran ini terfokus untuk dapat mengembalikan kembali siswa ke masa

lalu atau bisa juga disampaikan bahwa membawa siswa menjadi bagian dari

peristiwa itu.

2. Terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara siswa SMP

Negeri di Kota Madya Surakarta yang memiliki konsep diri tinggi dan

rendah terhadap sikap nasionalisme

Hasil pengujian hipotesis kedua memperoleh Fhitung = 84,646 > Ftabel (α =

0,05) = 4,00, sehingga dapat dikatakan terdapat perbedaan yang positif dan

signifikan antara konsep diri tinggi dengan konsep diri rendah terhadap sikap

nasionalisme. Hasil analisis menunjukkan bahwa sikap nasionalisme yang

dimiliki oleh siswa yang mempunyai konsep diri tinggi memperoleh skor rata-

rata sebesar 169,6452 lebih besar dari siswa yang memiliki konsep diri rendah

yang hanya memperoleh rata-rata sebesar 134,0345. Jadi simpulan untuk

hipotesis kedua adalah ada perbedaan yang positif dan signifikan dari konsep

diri terhadap sikap nasionalisme menunjukkan bahwa konsep diri tinggi lebih

Page 159: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

mendukung terbentuknya sikap nasionalisme siswa yang lebih besar

dibandingkan dengan siswa yang memiliki konsep diri rendah.

Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya,

yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

dengan lingkungan (Agustiani, 2006 : 138). Konsep diri merupakan faktor

bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus-menerus dan

terdeferensiasi. Konsep diri ditanamkan semenjak dini dan menjadi dasar yang

mempengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari.

Konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Pada

umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang

dirinya sendiri. Konsep diri secara global diartikan sebagai konstruk psikologis

yang terbentuk dari persepsi atau cara pandang individu terhadap dirinya

sendiri. Cara pandang itu terbentuk dari koneksi sikap dan keyakinan individu

pada dirinya sendiri yang diperoleh selama ia berinteraksi dengan lingkungan,

baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang berkontribusi besar

terhadap pembentukan konsep diri seseorang. Kemudian terkait dengan peranan

konsep diri bukan saja ikut menentukan apa yang dilihat seseorang melainkan

juga bagaimana ia melihatnya.

Dalam penelitian ini, terbentuknya sikap nasionalisme konsep diri tinggi

atau rendah kemungkinan secara tidak langsung dipengaruhi oleh pembelajaran

yang didapat sebelumnya. Dengan kata lain, konsep pembentukan dari

pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dalam pembelajaran di

beberapa pertemuan dengan menggunakan model CTL tentunya juga sangat

Page 160: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

mempengaruhi konsep diri yang dimiliki oleh siswa, namun tidak bisa pungkiri

juga pengalaman-pengalaman yang diperolehnya di luar kelas. Hal inilah yang

membedakan antara konsep diri di masing-masing individu, sehingga dalam

temuan di lapangan dibuktikan oleh keberadaan siswa yang memiliki konsep

diri tinggi lebih baik daripada siswa yang memiliki konsep diri rendah terkait

dengan sikap nasionalisme yang dimilikinya.

3. Terdapat interaksi yang positif dan signifikan antara model CTL

dengan konsep diri terhadap sikap nasionalisme dalam pembelajaran

sejarah pada siswa SMP Negeri di Kota Madya Surakarta

Hasil pengujian hipotesis ketiga memperoleh Fhitung = 1,391 > Ftabel (α =

0,05) = 4,00, sehingga dapat dikatakan tidak terdapat interaksi yang positif dan

signifikan antara penggunaan model pembelajaran dan konsep diri terhadap

sikap nasionalisme. Hasil analisis menunjukkan bahwa sikap nasionalisme

siswa yang diajar dengan model CTL pada siswa yang memiliki konsep diri

tinggi memperoleh skor rata-rata sebesar 181,389 dan dibandingkan dengan

siswa yang diajar dengan model CTL pada siswa yang memiliki konsep diri

rendah hanya memperoleh rata-rata sebesar 155,000. Jadi simpulan untuk

hipotesis ketiga adalah tidak menunjukkan adanya interaksi antara penggunaan

model CTL dan konsep diri terhadap sikap nasionalisme.

Dalam penelitian ini, konsep diri dan model CTL sebenarnya sangat

mendukung terbentuknya sikap nasionalisme. Namun konsep diri yang dimiliki

siswa tidak menjadi jaminan berpengaruh lebih baik daripada model

Page 161: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

pembelajaran terkait dengan pembentukan sikap nasionalisme. Hal ini

dibuktikan oleh data siswa yang termasuk ke dalam kelompok konsep diri tinggi

yang diajar dengan model CTL tidak semuanya memperoleh skor sikap

nasionalisme tinggi, begitu juga sebaliknya data siswa yang termasuk ke dalam

kelompok konsep diri rendah yang diajar dengan model CTL tidak semuanya

memperoleh skor sikap nasionalisme yang rendah. Hal ini juga berlaku dalam

model pembelajaran konvensional, dimana siswa yang termasuk ke dalam

kelompok konsep diri tinggi belum tentu memperoleh skor sikap nasionalisme

tinggi, begitu pula siswa yang termasuk ke dalam kelompok konsep diri rendah

belum tentu memperoleh skor sikap nasionalisme yang rendah .

C. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, ditemui beberapa keterbatasan yaitu :

1. Penerapan model CTL dalam pembelajaran di kelas membutuhkan persiapan

yang sangat matang, apalagi tidak semua sekolah di Kota Madya Surakarta

pernah menerapakan, termasuk di SMP Negeri 19, 24, 25 Surakarta masih

belum pernah menerapkannya. Tahapan model CTL yang terdiri tujuh

komponen yaitu kontruktivisme, inquiri, bertanya, masyarakat belajar,

pemodelan, refleksi dan penilaian otentik harus dapat dilalui disetiap

pembelajaran, sehingga perlu persiapan yang lama. Kendala yang dihadapi

dalam penerapan model CTL antara lain : kemampuan analisis dan daya

tangkap siswa yang berbeda-beda, guru masih kurang menumbuhkan sikap

nasionalisme siswa, materi yang dirancang dalam rencana pelaksanaan

pembelajaran masih belum dilaksanakan dengan maksimal karena

Page 162: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

keterbatasan waktu. Sedangkan dalam pembelajaran dengan menggunakan

model konvensional masih berkendala pada pemanfaatan media dan

selebihnya berada pada siswa dan guru yang harus memperbaiki kondisi dari

teacher center menjadi student center, sehingga pembelajaran lebih

bervariatif dan efektif.

2. Intrumen dalam penelitian ini yang memakai koesioner dianggap sebagai

sebuah kendala juga oleh siswa. Instrumen tersebut memiliki jumlah yang

sangat banyak dibandingkan dengan waktu yang tersedia baik itu dalam uji

coba instrumen yang membebankan 64 butir pernyataan koesioner sikap

nasionalisme dan 40 butir pernyataan koesioner konsep diri, maupun ketika

diberikan pada siswa baik itu kelas eksperimen dan juga kelas kontrol.

Page 163: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

129

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Terdapat perbedaan yang positif dan signifikan antara model CTL

(Contextual Teaching and Learning) dan Konvensional terhadap sikap

nasionalisme siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya

Surakarta, dimana penggunaan model CTL memperoleh sikap

nasionalisme yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan model

konvensional.

2. Konsep diri dapat mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap

sikap nasionalisme siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota

Madya Surakarta, dimana siswa yang termasuk ke dalam konsep diri

tinggi tentunya memiliki skor sikap nasionalisme yang tinggi, sedangkan

siswa yang termasuk ke dalam konsep diri rendah memiliki sikap

nasionalisme yang rendah pula.

3. Interaksi antara model pembelajaran dan konsep diri tidak

mempengaruhi sikap nasionalisme siswa Sekolah Menengah Pertama

Negeri di Kota Madya Surakarta.

129

Page 164: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

130

B. Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa model CTL lebih

berpengaruh terhadap sikap nasionalisme siswa daripada model pembelajaran

konvensional, konsep diri berpengaruh terhadap sikap nasionalisme siswa. Hal

tersebut membawa implikasi sebagai berikut :

1. Model CTL dapat meningkatkan sikap nasionalisme siswa lebih baik

dikarenakan oleh dalam pembelajaran ini siswa ditopang oleh tujuh

komponen model CTL yaitu kontruktivisme, inquiri, bertanya, masyarakat

belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian otentik. Konsep dari

pembelajaran ini adalah dalam sebuah pembelajaran ketujuh komponen ini

harus ada dan saling melengkapi, sehingga pembelajaran tidak hanya

berjalan searah, tetapi juga berjalan dua arah. Hasilnya dengan

menggunakan tujuh komponen penunjang tersebut, pembelajaran ini tidak

hanya memberikan konstribusi untuk memperoleh pengetahuan yang

dipakai menjawab tes di dalam ujian belaka, tetapi juga dapat digunakan

sebagai pengalaman dalam kehidupan yang akan datang. Dalam penelitian

ini, model CTL berfungsi sebagai pembentuk sikap nasionalisme yang

dimiliki oleh siswa, dengan cara memposisikan siswa menjadi bagian dari

peristiwa tersebut. Siswa yang dilahirkan dan hidup di era ketika Indonesia

sudah merdeka tentunya tidak merasakan bagaimana sulitnya kondisi

sebelum bangsa Indonesia merdeka. Dengan model CTL inilah berusaha

untuk mengembalikan siswa ke cerita masa lalunya lewat media video dari

arsip nasional. Selain itu, siswa sebagai bagian dari bangsa Indonesia

Page 165: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

131

diberikan kesempatan untuk bisa menyakan kepada keluarga baik itu

kakek-nenek ataupun bapak-ibu masing-masing terkait dengan cerita

perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia. Konsep pembelajaran inilah

yang bisa merubah sikap siswa terkait dengan nasionalisme yang

dimilikinya. Dengan demikian, model CTL dapat menjadi alternatif yang

dapat dikembangkan dalam pembelajaran sejarah yang mempunyai misi

pembentukan sikap nasionalisme siswa terkait dengan kesadaran akan

sejarah bangsa dan wujud mempertahankan keutuhan bangsa dan negara

Indonesia.

2. Sikap nasionalisme yang dimiliki oleh siswa kelompok konsep diri tinggi

dan kelompok konsep diri rendah dapat dikatakan jauh berbeda, karena

dalam pembentukan sikap nasionalisme siswa, konsep yang dimiliki oleh

seseorang dapat memberikan kontribusi yang sangat besar dalam

pembelajaran. Masing-masing individu tentunya memiliki perbedaan

konsep yang ada di dalam dirinya. Hal ini dikarenakan oleh, masing-

masing individu mempunyai pengalaman yang berbeda-beda, sehingga

gambaran seorang individu terkait dengan sikap nasionalisme tentunya

juga berbeda. Dengan demikian, kontribusi konsep diri sebagai faktor

internal di masing-masing individu dalam proses pembelajaran terkait

dengan pembentukan sikap nasionalisme siswa dapat ditingkatkan,

sehingga ke depannya dapat mencapai hasil yang lebih optimal.

3. Model CTL dan konsep diri (tinggi dan rendah) secara bersama-sama tidak

mempengaruhi pembentukan sikap nasionalisme siswa. Model pembelajaran

Page 166: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

132

dan konsep diri dapat dioptimalkan secara bersama-sama dalam proses

pembelajaran yang bertujuan untuk membentuk sikap nasionalisme siswa

apabila juga didukung faktor-faktor lainnya, seperti motivasi untuk belajar

dan dukungan dari guru untuk mengarahkan siswa dengan berbagai stimulus

yang berupa sumber belajar baik yangterjadi secara langsung maupun tidak

langsung. Interaksi antara berbagai faktor internal dan eksternal tersebut

dapat mendukung kegiatan pembelajaran yang lebih terpusat dan mendalam,

sehingga dapat tercapainya hasil pembelajaran tidak hanya terkait dengan

aspek kognitif saja tetapi bisa mencapai faktor afektif dan psikomotor yang

dapat dijadikan pengalaman hidup dimasa yang akan datang.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian di atas maka diajukan

saran-saran sebagai berikut :

1. Model CTL lebih berpengaruh terhadap pembentukan sikap nasionalisme

siswa daripada model pembelajaran konvensional, sehingga model CTL

dapat dijadikan menjadi model pembelajaran alternatif dalam mata

pelajaran sejarah.

2. Pembelajaran di Kota Madya Surakarta sangat didukung oleh beberapa

peninggalan, baik itu dari jaman pra-akasara sampai jaman pasca merdeka

yang bisa digunakan sebagai media pendukung model CTL. Oleh karena

itu, guru bisa memulai dengan membuat media power point yang berisikan

perjuangan dalam memcapai kemerdekaan yang mendukung pelaksanaan

model CTL.

Page 167: DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP SIKAP/Pengaruh... · (Studi Eksperimen pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Madya ... pembelajaran sejarah di kelas IX Sekolah Menengah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

133

3. Dalam penelitian ini, terkait dengan model CTL dan konsep diri terhadap

sikap nasionalisme masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, disarankan

untuk diadakan kembali penelitian sejenis sebagai bahan pertimbangan

dan pembuka wawasan baru terkait dengan model pembelajaran yang

sewaktu-waktu bisa berubah dan berkembang, begitu pula dengan konsep

diri di masing-masing individu tentunya berbeda.