dalam mengembangkan kapasitas dpo untuk advokasi · kegia tan itu cukup menjadi m odal untuk...

34
68 MOST SIGNIFICANT CHANGE STORY Nama: Theresia Tirta Yong ,38 tahun, Disability Rights Project Officer - Nusa Tenggara Barat Secara tidak sengaja ada tawaran kerja melalui email di Handicap International. Saya coba melamar. Saat itu untuk sayas NTB sudah ada. Yang tersisa NTB dan Makasar. Dua minggu kemudian (tanggal 22 Desember 2009) saya dikabarkan diterima di HI. Saya merasa sangat senang karena ternyata saya diterima dan lulus seleksi dari beberapa orang yang asalnya dari NTB. Dan Pada tanggal 2 saya kembali ke Lombok dan pada tanggal 4 berangkat dari Mataram menuju ke Yogyakarta untuk mengikuti PO induction selama 3 minggu. Saya dan teman-teman dibekali tentang HI, DR project, pengetahuan tentang disabilitas, isu-isu disabilitas, jenis-jenis kecacatan, prosedur di HI seperti logistik, sistem keuangan, sistim pelasayaran, peraturan dan kebijakan HI, kontrak kerja dan rencana project yang akan dilakukan ke depan. Selain itu juga dibekali dengan pengetahuan tentang logistik dan administrasi karna saya dan teman-teman dipersiapkan untuk membuka kantor satelit. Selama melakukan pendampingan kepada 3 DPO, menurut saya terjadi perubahan kapasitas baik secara organisasi maupun pribadi yaitu seperti rasa percaya diri meningkat, pengetahuan bertambah dan memiliki banyak jaringan baik dengan sesama DPO maupun organisasi lokal. Selain itu mereka juga dipercayakan memfasilitasi kegiatan di project lain HI di Lombok. (menjadi fasilitator pada kegiatan IE project). Ini adalah dampak dari pelatihan-pelatihan dari Disability Rights Project. Dari sisi keorganisasian sudah mengalami perkembangan dulu hanya dipusat (kecuali FKK-ADK) sekarang PPCI dan HWPCI berkembang sampai ditingkat kabupaten. Dan sering terlibat dalam kegiatan baik dimasyarakat maupun pemerintah. Saya belajar banyak hal dari proses pendampingan ini. Yang dulunya menghadapi orang tidak sabar namun kali ini harus lebih panjang sabar. Saya mengalami banyak pengetahuan bagaimana menghadapi orang dengan disabilitas. Saya lebih mengenal karakter lebih dalam dari tiap kecacataan bagaimana berkomunikasi dan memahami kebutuhan penyandang disabilitas. Itu ketika saya melaksanakan satu kegiatan hal yang pertama dilakukan adalah melakukan asesmen aksesibiltas yang sebelumnya tidak pernah saya lakukan dan alami. Saya belajar belajar tentang kriteria aksesbilitas dari pengalaman asesmen. Hal yang menantang bagaimana ditiap Hotel yang belum akses agar bisa sedikit akses bagi PwD. Hotel sebelumnya yang belum akses bisa menyediakan ram untuk kursi roda. Dan ketika ada kegiatan pihak hotel sudah tahu apa kebutuhan training selain aula dan sarana yang lain. Saya memiliki banyak pengetahuan tentang menghadapi orang dengan berbeda disabilitas dan sensitifitas dari yang sebelumnya tidak tahu apa-apa. Bagaimana saya bekerja sendiri menyiapkan kegiatan besar yang dulunya dilakukan dengan tim yang besar. Saya banyak mendapatkan pelajaran yang dulunya tidak tahu membuat prosayasal. Tetapi dengan melakukan pendampingan DPO membuat proposal, pengetahuan saya semakin bertambah bagaimana agar proposal itu menarik bagi pembacanya dan hal-hal apa saja yang perlu dituliskan dalam proposal. Saya juga jadi tahu seperti apa advokasi itu yang dulunya hanya tahu artinya saja tetapi sekarang lebih banyak tahu tentang seluk beluk advokasi . Dan yang paling penting saya belajar banyak tentang isu-isu disabilitas, aksesibiltas dan tentang kebijakan-kebijakan atau aturan mengenai disabilitas yang sebelumnya tidak tahu sama sekali. Banyak hal yang saya dapatkan selama menjadi staf mandiri. Belum banyak orang punya pengalaman yang berkaitan dengan isu kecacatan. Perubahan yang saya alami ini akan membuat saya semakin percaya diri ketika akan bekerja dilembaga dengan isu disabilitas dan tentu ada banyak tawaran pekerjaan yang berkaitan dengan isu-isu disabilitas. Semua ini berkat tim DR yang solid dan saling mendukung. Terima kasih my best team. All of you always in my heart. Thank you for Handicap International... Disability Rights Project Handicap International Juni 2012 Lesson Learned dalam Mengembangkan Kapasitas DPO untuk Advokasi

Upload: lyliem

Post on 10-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

68

MOST SIGNIFICANT CHANGE STORYNama: Theresia Tirta Yong ,38 tahun, Disability Rights Project Officer - Nusa Tenggara Barat

Secara tidak sengaja ada tawaran kerja melalui email di Handicap International. Saya coba melamar. Saat itu untuk sayas NTB sudah ada. Yang tersisa NTB dan Makasar. Dua minggu kemudian (tanggal 22 Desember 2009) saya dikabarkan diterima di HI. Saya merasa sangat senang karena ternyata saya diterima dan lulus seleksi dari beberapa orang yang asalnya dari NTB. Dan Pada tanggal 2 saya kembali ke Lombok dan pada tanggal 4 berangkat dari Mataram menuju ke Yogyakarta untuk mengikuti PO induction selama 3 minggu. Saya dan teman-teman dibekali tentang HI, DR project, pengetahuan tentang disabilitas, isu-isu disabilitas, jenis-jenis kecacatan, prosedur di HI seperti logistik, sistem keuangan, sistim pelasayaran, peraturan dan kebijakan HI, kontrak kerja dan rencana project yang akan dilakukan ke depan. Selain itu juga dibekali dengan pengetahuan tentang logistik dan administrasi karna saya dan teman-teman dipersiapkan untuk membuka kantor satelit.

Selama melakukan pendampingan kepada 3 DPO, menurut saya terjadi perubahan kapasitas baik secara organisasi maupun pribadi yaitu seperti rasa percaya diri meningkat, pengetahuan bertambah dan memiliki banyak jaringan baik dengan sesama DPO maupun organisasi lokal. Selain itu mereka juga dipercayakan memfasilitasi kegiatan di project lain HI di Lombok. (menjadi fasilitator pada kegiatan IE project). Ini adalah dampak dari pelatihan-pelatihan dari Disability Rights Project. Dari sisi keorganisasian sudah mengalami perkembangan dulu hanya dipusat (kecuali FKK-ADK) sekarang PPCI dan HWPCI berkembang sampai ditingkat kabupaten. Dan sering terlibat dalam kegiatan baik dimasyarakat maupun pemerintah.

Saya belajar banyak hal dari proses pendampingan ini. Yang dulunya menghadapi orang tidak sabar namun kali ini harus lebih panjang sabar. Saya mengalami banyak pengetahuan bagaimana menghadapi orang dengan disabilitas. Saya lebih mengenal karakter lebih dalam dari tiap kecacataan bagaimana berkomunikasi dan memahami kebutuhan penyandang disabilitas. Itu ketika saya melaksanakan satu kegiatan hal yang pertama dilakukan adalah melakukan asesmen aksesibiltas yang sebelumnya tidak pernah saya lakukan dan alami. Saya belajar belajar tentang kriteria aksesbilitas dari pengalaman asesmen. Hal yang menantang bagaimana ditiap Hotel yang belum akses agar bisa sedikit akses bagi PwD. Hotel sebelumnya yang belum akses bisa menyediakan ram untuk kursi roda. Dan ketika ada kegiatan pihak hotel sudah tahu apa kebutuhan training selain aula dan sarana yang lain. Saya memiliki banyak pengetahuan tentang menghadapi orang dengan berbeda disabilitas dan sensitifitas dari yang sebelumnya tidak tahu apa-apa. Bagaimana saya bekerja sendiri menyiapkan kegiatan besar yang dulunya dilakukan dengan tim yang besar. Saya banyak mendapatkan pelajaran yang dulunya tidak tahu membuat prosayasal. Tetapi dengan melakukan pendampingan DPO membuat proposal, pengetahuan saya semakin bertambah bagaimana agar proposal itu menarik bagi pembacanya dan hal-hal apa saja yang perlu dituliskan dalam proposal. Saya juga jadi tahu seperti apa advokasi itu yang dulunya hanya tahu artinya saja tetapi sekarang lebih banyak tahu tentang seluk beluk advokasi . Dan yang paling penting saya belajar banyak tentang isu-isu disabilitas, aksesibiltas dan tentang kebijakan-kebijakan atau aturan mengenai disabilitas yang sebelumnya tidak tahu sama sekali. Banyak hal yang saya dapatkan selama menjadi staf mandiri.

Belum banyak orang punya pengalaman yang berkaitan dengan isu kecacatan. Perubahan yang saya alami ini akan membuat saya semakin percaya diri ketika akan bekerja dilembaga dengan isu disabilitas dan tentu ada banyak tawaran pekerjaan yang berkaitan dengan isu-isu disabilitas. Semua ini berkat tim DR yang solid dan saling mendukung. Terima kasih my best team. All of you always in my heart. Thank you for Handicap International...

Disability Rights Project Handicap International

Juni 2012

Lesson Learneddalam

MengembangkanKapasitas DPOuntuk Advokasi

#11 FKKADK NTB

MANFAAT KERJASAMA DENGAN HI

2 67

Fasilitator : - Ima Susilowati - Deddy Heriyanto

Handicap International mengijinkan penggandaan dan penggunaan penerbitan ini untuk ini untuk

pendidikan dan tujuan non komersial lainnya, namun dokumen tersebut harus mencantumkan nama

Handicap International beserta penyandang dananya.

66 3

Kata Pengantar People with disabilities constitute an estimated 15% of the global population. They often experience discrimination and are frequently excluded from social, economic and political processes. They have limited access to essential services and their rights are frequently denied. Disabled People’s Organisations (DPOs) are essential actors to improve the participation and the f ull enjoyment of human rights by people with disabilities. They play a key role in promoting inclusive development and have a responsibility to promote access to quality services for people with disabilities. Through its projects, Handicap International (HI) is committed to support DPOs to: 1. Prepare for action by developing their internal capacities, 2. Develop actions to change attitudes, practices and policies, 3. Monitor the situation of people with disabilities and their rights, 4. Support the individual empowerment of people with disabilities.

The project “Towards the protection of and promotion of the human rights of people with disability

through the empowerment of community based disabled people organizations” was designed in 2007

by Handicap International team in Indonesia to address four key problems identified at that time:

The lack of information on the situation of Persons with Disability (PwDs) The little knowledge of PwDs regarding their rights and legal entitlements The legislation on Disability which did little to protect the rights of PWDs The limited capacities of community based DPOs

These challenges were addressed through three main components:

A capacity building strategy for national and local DPOs The development of network(s) between DPOs at local and national level The development of research papers on PwDs situation in-country

Following an internal mid-term evaluation in 2009, and in order to achieve sustainable and impactful

results, the project focus was narrowed down to two components:

National and local capacity building of DPOs giving priority to a learning by doing approach Building relations / network between stakeholders at local and national level

Memperoleh Pendidikan Bagi Penyandang Cacat di NTB, Ketua DPD PPC NTB (Budi Cahyono, SH) diminta sebagai Nara Sumber dan sebagai Koordinator kegiatan Lobby dengan Stakeholder t erkait, sebagai tindak lanjut seminar. Itulah awal mulanya kami terlibat dalam program Disability Right, dan ternyata telah berdampak ke perubahan yang kami anggap cukup mendasar bagi perkembangan organisasi dan penyandang disabilitas di Nusa Tenggara Ba rat. Di samping itu program kerja HIF cukup banyak maka dibutuhkan jaringan yang lebih luas,untuk itu HIF mendorong pengurus PPCI provinsi untuk membentuk kepengurusan sampai ke tingkat bawah.Untuk mencapai tujuan tersebut maka HIF mendorong penguatan kapasitas organisasi dengan melibatkan orang2 atau individu penyandang disabilitas potensial di tingkat kabupaten untuk terlibat/berpartisipasi dalam setiap kegiatan DR project HIF dalam bentuk seminar2 atau pelatihan maupun workshop didalam dan luar daerah sehingga out put dari kegiatan itu cukup menjadi modal untuk dibentuknya kepengurusan PPCI ditingkat kabupaten/kota.

Dan pada pertengahan tahun 2011 terbentuklah beberapa organisasi PPCI ditingkat

kabupaten/kota, dan hasilnya kami mempunyai kapasitas yang cukup untuk melakukan atau terlibat

dalam kegiatan project HIF lainnya,disamping itu dalam kerngka kegiatan organisasi ditingkat bawah

PPCI daerah yang sudah terbentuk memulai melakukan serangkaian kegiatan diantaranya peningkatan

kapasitas individu difabel yang sudah memiliki keterampilan hidup / life skill dengan mendorong serta

mendukung perkembangan mereka secara organisasi dengan membentuk sub2 kelompok usaha dalam

bentuk kube dan lembaga kursus berbadan hukum diantaranya lembaga pendidikan dan kursu s

penyandang cacat ( LKP PENCA ) Lombok Timur dan kelompok penyandang cacat produktif ( KPCP )

Lombok Timur NTB. Disamping itu juga aktif mendorong serta menjembatani para difabel usia produktif

untuk memulai karya menuju kehidupan yang mandiri dengan mengikuti program2 diklat keterampilan

yang diadakan oleh lembaga pemerintah maupun lembaga sosial kemasyarakatan yang ada serta

menghubungkan mereka dengan perusahaan yang sesuai dengan tingkat kemampuan atau

keterampilan yang mereka miliki dan usaha mandiri .

4 65

This dual approach has lead the project implementation for the remaining implementation period

(2009-2012) in the 9 target provinces (West Java, Central Java, Yogyakarta, East Java, Bali, Nusa

Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan and Gorontalo) .

Based on a thorough joint assessment and selection process, the project has worked throughout the

years with a highly motivated pool of organizations across Indonesia. Through their commitment and

creativity, the members of these DPOs exemplified human potential for social change and provided

inspiring life stories to all involved in the project.

Considering the important adaptation process undergone throughout the project’s life and the

tremendous amount of learning and experience gained by the DPO partners and HI team, Handicap

International is determined to measure and analyze the actual impact of the Disability Rights project.

The process materialized through an external evaluation, implemented in July 2012, and a Lessons

Learned process, which took place in May and June 2012.

The Lessons Learned process is meant to give voice to the two key actors of the project, persons with disabilities involved in local DPOs and HI team members. By documenting their own perspective on the changes that occurred both at individual and organizational, levels, this documents aims to support the systematic impact assessment implemented through the evaluation, inspire development stakeholders willing to embark in similar processes to design effective actions through good practices and finally support evidence-based advocacy by HI and DPOs. We hope that this document will fulfil its objective by providing useful and accurate information to

organizations already engaged in the support to DPOs, as well as inspire to start those who are yet to

work on these issues, and finally we would like to thank all partners and project staff involved in that

process for their time and genuine expression.

Persatuan penyandang cacat indonesia atau ( PPCI ) NTB adalah salah satu jaringan organisasi kecacatan nasional PPCI ditingkat pusat ( Jakarta ) yang memiliki tujuan awal sebagai wadah pemersatu dan sarana komunukasi serta informasi bagi penyandang kecacatan ata u disabilitas untuk mendapatkan pelayanan serta perlakuan yang lebih baik dari para pemegang kebikajan birokrasi maupn lingkungan sekitarnya yang ada di daerah NTB.

Situasi sebelum adanya program “Disability Rights “, PPCI NTB hanya memperoleh informasi melalui PPCI Pusat dan PPCI Daerah yang sifatnya informasinya sejenis atau seragam.Situasi setelah mengikuti program “Disability Rights “ (termasuk pelatihan dan small grants), informasi yang diterima PPCI NTB dari mitra jaringan yang ada jumlahnya lebih banyak dan sifatnya bervariasi serta substansi masalahnya lebih beragam.

.Proses terjadinya perubahan tersebut banyak tahapannya. Diantaranya adalah persiapan dalam tahapan persiapan ini kami melakukan kegiatan melengkapi administrasi sebagai dasar hukum bagi kami untuk melakukan kerja sama dengan pihak penyelenggara “ Disability Right “ dalam hal ini Handicap International yang berkedudukan di kota Yogyakarta. Kemudian dalam tahap kedua yang kami sebut sebagai tahap pelaksanaan dimana masing-masing sesuai perannya melakukan aksi untuk meningkatkan kapasitas pengurus atau orang -orang yang menyelenggarakan operasional organisasi. Dalam tahap ini banyak kegiatan yang dilakukan antara lain kegiatan pendidikan dan latihan, workshop ke daerah2 lain yang lebih maju. Setelah tahap tersebut dilakukan tahap praktek atas diklat atau workshop yang telah diterima dan Handicap International membantu dan smallgrant untuk menyelanggarakan seminar sehari dengan tema Implementasi Hak Hak Penyandang Cacat dalam rangka Memperoleh Pekerjaan dan Peluang Usaha. Kegiatan seminar sehari itu adalah sebagai salah satu bentuk nyata dari hasil diklat seperti bagaimana mengelola dan mempersiapkan, pelaksanaan dan menyusun laporan kegiatan seminar. Dalam tahapan inilah kita bisa mengetahui apakah telah terjadi perubahan kemampuan alumni peserta diklat. DPD PPCI NTB menganggap bahwa sebagai perubahan yang paling penting atau mendasar atau berpengaruh setelah mengikuti program “Disability Rights “ (termasuk pelatihan dan small grants) adalah mengenai “ Jaringan “ karena setelah program tersebut jaringan PPCI NTB makin bertambah dan areanya makin meluas baik secara daerah, regional dan Nasional. Hal ini terbukti setelah dilakukannya pertemuan Konsursium Difabel pada akhir bulan Februari 2011 di Yogyakarta dan Workshop Mitra Jaringan di Kupang pada tanggal 2 s/d 4 November 2011, secara organisasi PPCI NTB telah mempunyai banyak mitra terutama dalam memperoleh informasi perkembangan implementasi hak -hak penyandang disabilitas baik daerah, regional maupun Nasional yang sangat berpengaruh dalam pola pelaksanaannya di daerah NTB. terlebih lagi dengan telah diadakannya pertemuan di Yogyakarta, PPCI NTB telah menjadi anggota millis Konas Difabel dan dalam perkembangan sehari-hari telah banyak memperoleh informasi tentang jaringan dan kegiatan serta gerakan orsos suatu daerah yang bisa digetok-tularkan di daerah NTB.

Adapun faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan mind set kepengurusan dan organisasi PPCI NTB terutama dalam jaringan kemitraan, antara lain adalah adanya kepedulian Handicap International dalam meningkatkan kapasitas pengurus dan organisasi dengan mengirim beberapa pengurus dan aktivis disabilitas untuk mengikuti pendidikan dan latihan baik yang diselenggarakan di dalam daerah NTB maupun di luar NTB dan Undangan mengikuti kegiatan workshop yang disponsori Handicap International serta Adanya kemauan dari pengurus dan aktivis penyandang disabilitas di daerah NTB untuk melakukan perubahan itu.

Untuk dimaklumi bahwa semua perubahan tersebut awal mulanya tidak terlepas dari kepedulian Handicap International sebagai lembaga mitra dalam Program Disability Right. Handicap Internasional tahun 2010 pernah memberikan bantuan dana small grant untuk PPCI Provinsi NTB. Dalam pelaksanaan Seminar sebagai kegiatan small grant tersebut yang bertema tentang Kesempatan

#10 PPCI NTB Perkembangan PPCI NTB Sampai Ke Tingkat Bawah

With Regards,

Mathieu DewerseNational Operational CoordinatorHandicap International Indonesia

Dari kegiatan tersebut di atas dapat membawa perubahan dalam organisasi utamanya kepada Anggota Pengurus Forum yaitu pengetahuan dan wawasan tentang cara mengelola Organiasi dengan baik, bagaimana cara menyusun anggaran belanja yang sesuai tertulis dalam proposal, Pemerintah dan Masyarakat dapat lebih mengenal keberadaan FKKADK, dan memiliki pengetahuan tentang strategi menggalang dana untuk kemajuan organia

#9 Warsamundung Jawa Tengah KEBANGKITAN WARSAMUNDUNG

Sekitar 5 tahun yang lalu organisasi Warsamundung berdiri atas prakarsa teman -teman untuk mensejahterakan para difable. Warsamundung merupakan singkatan dari 5 kecamatan yaitu Ngluar, Salam, Muntilan, Dukun dan Srumbung. Pertemuan rutin, memberi informasi dari Dinsos / pihak lain dan memberi motifasi kepada para difable baru adalah kegiatan sebelum mengikuti program Disability Rights.

Karena kurang koordinasi dan tidak bisa mengelola lembaga dengan baik pada tahun 2008 banyak dari para anggota yang vakum. Lebih parah lagi pada tahun 2010 didaerah kami terkena dampak erupsi Merapi yang menyebabkan kantor kami tidak bisa dipakai lagi.

Pertemanan kami dengan Sapda yang dijalin dengan baik selama ini dan ketika Sapda bekerja sama dengan Handicap International untuk mencari rekan untuk pelatihan Disability Rights satu tahun yang lalu, kita dihubungi via phone kemudian dilanjutkan pertemuan langsung untuk berkoordinasi bagaimana / strategi apa yang akan dilakukan untuk pelatihan tersebut.

Langkah pertama yang dilakukan adalah pelatihan tentang managemen organisasi kemudian penguatan kelompok perempuan difable, workshop, diskusi / audensi dengan stake holder, mengembalikan fungsi organisasi dan advokasi ke dinas-dinas pemerintah.

Perubahan yang kami rasakan setelah pelatihan Disability Rights selama setahun ini adalah kembalinya semangat dari teman-teman (kemampuan anggota secara individu) untuk membenahi lembaga agar exis kembali, bertambahnya anggota yang tadinya 30 orang menjadi 50 orang, melatih keberanian dari teman-teman untuk melobi dengan pejabat pemerintah sehingga kita mendapat berbagai bentuk pelatihan, diberi ruang untuk sosialisasi hak-hak difabel di radio pemerintah dan memperluas wilayah Warsamundung yang tadinya 5 kecamatan sekarang menjadi 7 kecamatan, Warsamundung ditunjuk untuk mewakili para difable pada acara Musren (bulan April 2012) dan bisa menyelenggarakan Hipenca pertama kali di kab Magelang.

Kami juga menjalin kerjasama dengan pusat rehabilitasi Pundong Bantul dan Jebres Solo untuk pelatihan ketrampilan para anggota. Dengan semakin dikenal baik dengan para difable yang lain dan dinas -dinas pemerintahan serta manajemen organisasi yang baik kami yakin masa depan Warsamundung a kan cerah.

Dan kami sangat berterima kasih kepada Handicap International sebagai penyandang dana dan Sapda sebagai pendamping karena tanpa dukungannya kami tidak akan pernah bangkit kembali.

64 5

Rekan-rekan terhormat,

Buku ini merupakan sebuah penghargaan bagi seluruh pencapaian yang telah dilakukan oleh rekan -

rekan untuk seluruh kegiatan yang telah dilakukan dalam kemitraan dengan Handicap International

Federation dalam Disability Rights Project. Melalui buku ini kita akan berbagi pengalaman dan cerita

kepada pembaca mengenai kisah rekan-rekan dalam melakukan kegiatan penyadaran mengenai hak-hak

penyandang disabilitas dan mengenai pendampingan yang dilakukan oleh rekan-rekan penyadang

disabilitas. Melalui buku ini pula kita akan belajar, menghargai dan merayakan apa yang telah kita

lakukan bersama.

Seluruh proses penyusunan buku ini bisa terlaksana adalah berkat partisipasi dari kita semua. Perubahan

yang diungkap dalam setiap cerita adalah perubahan yang dialami oleh kita dan ditulis tanpa ada

ubahan. Cerita-cerita ini pada akhirnya hadir dalam bentuk aslinya dari kita semua dan untuk kita

semua. Seluruh cerita yang dipilih adalah mewakili kita semua untuk semua perubahan yang kita alami

bersama.

Seluruh cerita dalam buku ini tidak pernah lahir bila tanpa adanya kepercayaan dari rekan-rekan, dan

kami berterima kasih untuk itu. Kami menyadari bahwa apa yang telah dicapai adalah berkat dukungan

dan kerja keras rekan-rekan untuk mewujudkan dunia yang lebih adil, lebih baik dan berpihak kepada

yang terpinggirkan.

Tetap lanjutkan apa yang sudah kita dilakukan. Teru s maju dan berikan yang terbaik bagi sesama dan

negara.

Salam inklusi,

Belly Lesmana

Disability Rights Project Manager

Handicap International Indonesia

6 63

Daftar Isi

Halaman

Cover

Daftar Isi 6

Daftar Singkatan 7

Puisi “Derita dan Harapan Menuju Sukses” 8

1. Prolog 9

2. Sekilas Proyek “Disability Rights” 10

3. Metodologi 11

4. Lessons Learned: Cerita-cerita Perubahan 16

4.1. Cerita Perubahan Ditingkat Organisasi 16

4.1.1. Berkembangnya Jaringan 17

4.1.2. Kemampuan Mengungkapkan Gagasan 23

4.1.3. Kemampuan Menyuarakan Hak Disabilitas 27

4.2. Cerita Perubahan Ditingkat Individu 29

4.3. Faktor-faktor Dibalik Perubahan 33

4.4. Tantangan 41

4.5. Apa yang Perlu Dilakukan Selanjutnya? 41

Epilog 42

Lampiran-lampiran

Semua foto dalam dokumen ini oleh Ima Susilowati.

1.500.000,- setelah mereka melihat kemampuan kami untuk berkarya selang beberapa bulan tanpa kita meminta, pihak pemerintah memberikan dana stimultan sebesar Rp. 7.500.000, - Pemerintah semakin yakin untuk mendukung kegiatan yang dilakukan oleh Perkumpulan SCI Klaten sehingga kami selalu menjadi mitranya dan masyarakat umum mengetahui keberadaan Perkumpulan SCI di Klaten. Saat ini dirasakan ada beberapa perubahan yang paling penting di dalam menjalankan suatu organisasi adalah menata secara baik manajemen organisasi, dimana dalam penataan manajemen organisasi baik secara langsung akan mempengaruhi perubahan-perubahan penting dikemudian hari. Tidak mudah menjadikan perubahan secepat mungkin, hal ini perlu adanya suatu proses yang terus menerus dilakukan dengan berbagai tahapan menuju suatu perubahan yang mendasar

#8 FKKADK NTT

MANFAAT KERJASAMA DENGAN HI

Terbentuknya organiasi Forum Komunikai Keluarga Anak Dengan Kecacatan Propinsi Nusa Tenggara Barat dilatarbelakangi olah pentingnya pastisipasi masyarakat khususnya para Orang Tua Penyandang Disabilitas untuk mensejahetrakan anak disabiltas dan keluarga.Selama ini masyarakat cenderung untuk menyembunyikan anaknya karena alasan malu.

Organisasi ini pertama kali dibentuk di Indonesia sebagai uji coba dengan nama FORUM KELUARGA ANAK CACAT (FKADK) pada tanggal 29 Juni 2004 dan dikukuhkan oleh Dirjen PRS Departemen Sosial dengan Surat Keputusan tanggal dan nomor : 7/PRS.2/KEP/R/VII/2004.

Dalam perjalanannya, sebagai organisasi yang baru tentunya banyak mengalami hambatan salah satunya adalah bagaimana mengadakan kegiatan untuk mensosialisasikan organisasi ini agar dikenal oleh Masyarakat dan Pemerintah.

Namun demikian berkat bantuan dana yang diberikan oleh Pemerintah Pusat melalui Dinas Sosial Propinsi, kami dapat meneyelenggarakan sosialisasi sekaligus membentuk FKDAC Kab./Kota se NTB. Pada saat ini 10 (sepuluh) FKDAC Kab,/Kota di Nusa Tenggara Barat telah terbentuk.

Suatu ketika Handicap International mengundang kami untuk mengikuti pertemuan dalam rangka perkenalan dan menyampaikan maksud dan tujuannya. Tujuannya adalah menyampaikan tentan g program sekaligus mengajak untuk bekerjasama dengan Organisasi . Oleh karena program yang dfitawarkan kebetulan sama-sama bergerak di bidang diasbilitas maka FKDAC Propinsi NTB menyambut baik tawaran tersebut.

Setelah itu Handicap International memberikan kesempatan kepada Organisasi untuk mengikuti, Seminar Advokasi Hak-Hak Penyandang Cacat, Training Advokasi, Pelatihan Pengelolaan Organisasi, Sosialisasi Perubahan Nama Forum dan ADRT, Seminar Advokasi Hak -Hak penyandang cacat berbagi informasi dan temuan lapangan serta memperkuat jejaring kemitraan, Pelatihan Small Grant dan yang terakhir Workshop Fundraising

60 9

1. Prolog Sebagaimana hidup manusia, sebuah proyek memiliki siklus hidup: direncanakan, diimplementasikan, dimonitor, dan dievaluasi. Lessons learned akan muncul dalam tahap-tahap siklus hidup tersebut. ‘Lesson’ adalah ide baru, proses, pengalaman atau pemahaman, yang meningkatkan cara kita mengelola program dan berkontribusi pada efektivitas yang lebih besar dan dampak program yang leb ih luas.

Bagaimana sebuah organisasi ‘learn the lessons’? Proses ini bisa muncul dari intervensi proyek yang biasanya tidak berjalan persis seperti yang direncanakan karena berbagai sebab, seperti konteks, interaksi dengan komunitas, dan stakeholders. Proyek juga menarik lessons learned dari organisasi-organisasi lain yang melakukan intervensi sejenis. Lesson learned juga bisa datang dari ‘uji coba’ (piloting) intervensi baru. Ini adalah sebuah inovasi. Semua lembaga harus mencoba inovatif dan ‘thinking outside the box’. Jika tidak, kita akan selalu melakukan intervensi dengan cara yang sama dan mengulang kesalahan sebelumnya.

Mendokumentasikan lessons learned menjadi sangat penting untuk mendukung ingatan lembaga sehingga menghindari ‘pengulangan perdebatan’, menyediakan ‘tracking mechanism’ untuk pengambilan keputusan, menyebarluaskan lessons learned ke audeience yang lebih luas, dan menyediakan referensi untuk technical report dan evaluasi.

Disability Project telah merengkuh topik-topik yang begitu luas.Untuk mengkapitalisasi pengalaman proyek, memberikan lessons learned dan good practise untuk mendukung advokasi berbasis bukti (evidence-based advocacy) oleh HI dan DPO mengenai pentingnya mendukung DPO untuk mengadvokasi hak-hak penyandang disabilitas. Lessons learned dalam dokumen ini diambil dari sejumlah cerita yang ditulis oleh staf proyek, mitra, dan pemetik manfaat proyek. Cerita-cerita yang ditampilkan dalam dokumen ini sengaja tidak banyak diedit untuk menjaga ‘orisinalitas’ cerita. Orisinalitas ini akan memberikan gambaran kepada kita mengenai ‘situasi’ para sahabat penyandang disabilitas ini.

ISTILAH DISABILITIPEOPE ORGANISATION ( DPO ) SERING TERDENGAR DI TELINGA KITA BAHKAN DISETIAP DAERAH TELAH ADA ORGANISASI – ORGANISASI YANG MENANGANI SAUDARA – SAUDARA KITA PENYANDANG DISABILITAS. FORUM KOMUNIKASI KELU ARGA ANAK DENGAN KECACATAN ATAU FK -KADK NTT BERDIRI KURANG LEBIH ENAM ( 6 ) TAHUN YANG LALU DAN PADA WAKTU ITU BELUM BAYANG PROGRAM YANG DAPAT DIJALANKAN OLEKARENA BERBAGAI KENDALA SUMBERDAYA YANG DI MILIKI SAAT ITU. DAN KAMI HANYA SELALU BERJALAN BERSAMA DENGAN DINAS SOSIAL DAN MITRA KECACATAN YANG ADA DI NTT, HINGGA AKIRNYA KAMI BERTEMU DENGAN HANDICAP INTERNASIONAL DALAM BEBERAPA KEGIATAN YANG MELIBATKAN PENYANDANG DISABILITAS SELEPAS DARI ITU KAMI JUGA MENCOBA UNTUK MEMBANGUN KOMUNIKASI LALU MELAKUKAN PENDEKATAN - SECARA TERTULIS AGAR HANDICAP INTERNASIONAL MAU MEMBERIKAN DUKUNGAN KEPADA KITA DALAM MELAKUKAN BEBERAPA KEGIATAN DIANTARA NYA MENYUKSESKAN HARI PENYANDANG CACAT INTERNASIONAL ( HIPENCA ) DAN BERAKIR DENGAN SEBUH KESUKSESAN, BERTOLAK DARI SITU HI MENAWARKAN KEPADA KAMI BEBERAPA PROJEC UNTUK DI JALANKAN DIANTARA NYA KEGIATAN PENDAPINGAN BAGI ANAK DAN KELUARGA PENYANDANG DISABILITAS YANG ADA DI DESA NIUK BAUN KECAMATAN AMARASI BARAT DAN KEGIATAN ITU PUN BERAKIR DENGAN SEBUH KESUKSESAN DAN DITUTUP OLE IBU GUBERNUR SELAKU KETUA TIM PENGGERAK PKK NUSA TENGGARA TIMUR. DAN PADA SAAT INI KAMI TENGAH MELAKSANAKAN PROGRAM ADVOKASI YANG SANGAT PENTING UNTUK PEYANDANG DISABILITAS YAITU AGAR NTT JUGA DAPAT MEMILIKI PERDA TENTAN PENYANDANG DISABILITAS. DAN HASIL DARI SERANGKAIYAN KEGIATAN YANG KAMI LAKUKAN KAMI SUNGGUH BANYAK MENDAPAT PENGALAMAN DALAM BEROGANISASI SERTA PENGALAMAN – PENGALAMAN DALAM MENDAMPINGI PENYANDANG DISABILITAS. DANJUGA PENGETAHUAN AKAN PENTING NYA HAK – HAK PENYANDANG DISABILITAS YANG HARUS MEREKA MILIKI. DAN KAMI JUGA MENGALAMI BANYAK PERUBAHAN DALAM PENGALAMAN BERORGANISASI KAMI. DAN BAGI KAMI PERUBAHAN ITU SANGAT PENTING KARNA KAMI TELAH BANYAK MENDAPAT PENGALAMAN DAN PENGETAHUAN TENTANG PROSES ADVO KASI DAN PENDAMPINGAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS DAN KAMI SANGAT YAKIN BAHWA PERUBAN ITU SANGAT BERPENGARUH PADA PERUBAHAN PERUBAHAN LAIN DIMASA MENDATANG KARNA HAL TERSEBUT AKAN SELALU KAMI KEMBANGKAN DAN TERAPKAN DALAM SETIAP KEGITAN DAN PROGRAM KAMI. L EBIH DARI ITU KAMI BANGGA KARNA KAMI BESERTA DPO YANGLAIN DI NTT DAN OLEH KARENA DUKUNGAN DARI HI PERDA PENYANDANG DISABILITAS DI NTT DAPAT TERLAKSANA HINGA TAHAP KE DPRD SAAT INI DAN KETERTARIKAN KAMI PADA PADA PROYEK YANG DITAWARKAN DARI HANDICAP KARNA KAMI ADALAH LEMBAGA YANG SELALU MENANGANI PENYANDANG DISABILITAS DI NTT TERLEPAS DARI ITU PROGAM ADVOKASI YANG DI TAWARKAN HI SANGAT MENANTANG KAMI KARNA SELAMA INI SUDA BERGAI UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PEMERITAH TERKAIT DALAM HAL INI DINSOS NTT DAN BERAPA MITRA NAMUN SELALU MANDEK DAN TAK BERHASIL KARNA ALASAN YANG TAK JELAS. DEMIKIAN CERITA PERUBAHAN INI SAYA BUAT. #6 HWPCI NTB

BANGKIT DARI KETERPURUKAN

Hwpci Nusa tenggara Barat terbentuk pada tahun 2005 dengan anggota hanya 5 orang saja, pada waktu

itu kami difasilitasi oleh dinas Sosial dan PPCI Nusa Tenggara Barat, kami berasal dari setiap daerah yang

10 59

2. Sekilas Proyek “Disability Rights” Handicap International (HI) merupakan sebuah organiasi nirlaba, non pemerintah, non agama, dan non politis yang berfokus pada isu disabilitas. HI bekerja berdampingan dengan penyandang disabilitas untuk menghadapi krisis kemanusiaan dan dampak kemiskinan yang terjadi dalam berbagai konteks situasi. HI mengadakan pendampingan untuk program inklusi yang diadakan ol eh individu maupun organisasi lokal, serta pendampingan untuk program lain yang berfokus pada perjuangan melawan penyebab-penyebab utama disabilitas. HI sudah menjalankan kegiatannya di hampir 60 negara, dengan dukungan sebuah jaringan yang terdiri dari 8 asosiasi nasional (Jerman, Belgia, Kanada, United-States, Luxemburg, United Kingdom, dan Swiss).

HI memiliki hampir 3.300 staf yang tersebar di seluruh dunia, dan 330 diantaranya bekerja di Prancis, serta negara lain di Eropa maupun Amerika Utara.

Handicap International telah bekerja di Indonesia sejak tahun 2005 untuk mendukung kegiatan kesehatan dan sosial yang berhubungan dengan kecacatan. Bekerja sama dengan Kementrian Sosial Republik Indonesia, Handicap International Indonesia melaksanakan kegiatanny a yang memungkinkan penyandang disabilitas di Indonesia mendapatkan kesempatan yang lebih besar dalam melaksanakan hak asasi mereka untuk melaksanakan hak asasi mereka dalam meningkatkan martabat mereka.

Handicap International Indonesia merumuskan strategi yang menyatakan objektif khusus untuk kegiatan-kegiatannya adalah untuk meningkatkan kapasitas institusi dan kapasitas layanan yang bekerja di bidang kecacatan, memastikan masyarakat umum dan pengambil keputusan menyadari bahwa kecacatan adalah isu hak asasi manusia dan isu pembangunan, dan memberdayakan penyandang disabilitas dan organisasi mereka untuk menjadi pelaku utama yang aktif dalam komunitas mereka.

Disability Rights Project Secara keseluruhan, tujuan project ini adalah penyandang disabilitas di Indonesia dapat hidup dalam lingkungan yang bebas hambatan dimana mereka diberdayakan dan diakui sebagai mitra yang setara dalam pembangunan masyarakat. Project ini berupaya untuk memberdayakan organisasi penyandang disabilitas di tingkat akar rumput dengan pengetahuan, sikap, dan praktik-praktik untuk mengadvokasi hak-hak mereka di tingkat lokal maupun nasional. Pesan-pesan advokasi yang mereka suarakan akan menarik perhatian masyarakat luas, dari kalangan pemerintah, dari organisasi -organisasi internasional dan dari organisasi-organisasi non pemerintah.

Kegiatan-kegiatan yang diimplementasikan secara langsung berfokus pada inisiatif peningkatan kapasitas organisasi penyandang disabilitas agar mereka dapat terlibat dalam kegiatan advokasi untuk hak-hak penyandang disabilitas. Kegiatan ini akan menjadikan organisasi penyandang disabilitas memiliki cukup sumber dan pengetahuan dalam menginisiasi peningkatan kesadaran dan advokasi hak mereka baik di tingkat lokal maupun nasional.

Mengupayakan keterpaduan langkah dan potensi penderita kusta dan yang cacat akibat kusta dalam rangaka peningkatan , kwalitas ,efektifitas , E fesiensi dan relevansi atas kemitraan yang saling menguntungkan dan bermartabat.

Awalnya kami terlibat dalam kegiatan (HI) tahun 2010.dari berbagaimacam kegiatan yan dilakukan HANDICAP INTERNATIONAL( HI) sangat membawa perubahan bagi organisasi kami Ketika perMaTa sering di ikut sertakan / dilibatkan serta di perioritaskan oeh HANDICAP INTERNATINAL dalam setiap kegiatan yang di laksanakan . PerMaTa sangat membutuhkan pembenahan dalam organisasi dan HANDICAP INTERNATIONAL (HI) sangat mendukungnya. Kami mengiuti berbagai kegiatan / pelatihan yang berkaitan dengan advokasi dari situlah mulai terjadi perubahan sedikit demi sedikit di dalam organisasi kami Awalnya organisasi kami tidak berjalan dengan baik, misalnya kami jarang berkumpul di sekertariat perMaTa karna tidak ada kegiatan ,kemudian kurangnya kepercayaan dari internal organisasi, disebabkan SDM khususnya perMaTa kota Makassar yang masih sangat kurang, kemudian,membuat, surat menyurat ,pelaporan keiatan juga belum tahu, proposal juga belum meng erti, cara berkomunikasi dan berpendapat di tempat umum kurang percaya diri, dan masih banyak hal -hal lain yang belum di ketahui . Namun dengan adanya kerja sama dengan HI maka semua yang menjadi permasalahan yang Selama ini menjadi sesuatu yang membuat kami tidak bisa bekerja dan berbuat menjadi bisa. Dari sekian banyak masalah yang kami hadapi,namun selama selama kami bergabung denan HANDICAP INTRNATINAL sampai sekarang kami bisa selesaikan .Contohnya ketika kami di percayakan mengelola program/keiat an peer to peer support kami bisa menyelesaikan. Dalam dua tahapan yang di percayakan kami dari HANDICAP INTERNATIONAL (HI)Kami dapat menyelesaikannya.

Dari sosial medis/kesehatan ,banyak diantara teman-taman yang tidak mau berobat karna malu atau terkadang mereka merasa malu ketahuan sama keluarga dan juga masyarakat sekitarnya .dengan dampingan yang dilakukan selama ini proaram berlangsung,maka banyak taman -teman yang berobat dan mendapatkan pengobatan yang semulanya tidak tersentuh dan tidak terak omodir, baik di tempat terpencil atau di tempat umum sudah mendapatkan pengobatan yang baik, memadai,dan mereka sudah percaya diri berobat tanpa dengan pendampinan lagi.

Dari dua tahapan pendampingan yang kami lakukan masing-masing mempunyai peer 16 dengan demikian kami sudah bisa manyadarkan 32 peer atau dampingan yang bermasalah. Dengan demikian dariprogram kami dengan HI teman teman yang bermasalah tadi bisa bergabung dengan masyarakat umum keluarga dan bahkan sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Perubahan yang terjadi saerjadi dari oragani sasi : bisa mengelola suatu kegiatan yang telah dirancang sendiri yang sebelunya tidak di ketahui, dari indivi dari pengurus dapat membuat tugas. #5 FK-KADK NTT CERITA PERUBAHAN YANG TERJADI DALAM ORGANISASI FK-KADK NTT

60 9

1. Prolog Sebagaimana hidup manusia, sebuah proyek memiliki siklus hidup: direncanakan, diimplementasikan, dimonitor, dan dievaluasi. Lessons learned akan muncul dalam tahap-tahap siklus hidup tersebut. ‘Lesson’ adalah ide baru, proses, pengalaman atau pemahaman, yang meningkatkan cara kita mengelola program dan berkontribusi pada efektivitas yang lebih besar dan dampak program yang leb ih luas.

Bagaimana sebuah organisasi ‘learn the lessons’? Proses ini bisa muncul dari intervensi proyek yang biasanya tidak berjalan persis seperti yang direncanakan karena berbagai sebab, seperti konteks, interaksi dengan komunitas, dan stakeholders. Proyek juga menarik lessons learned dari organisasi-organisasi lain yang melakukan intervensi sejenis. Lesson learned juga bisa datang dari ‘uji coba’ (piloting) intervensi baru. Ini adalah sebuah inovasi. Semua lembaga harus mencoba inovatif dan ‘thinking outside the box’. Jika tidak, kita akan selalu melakukan intervensi dengan cara yang sama dan mengulang kesalahan sebelumnya.

Mendokumentasikan lessons learned menjadi sangat penting untuk mendukung ingatan lembaga sehingga menghindari ‘pengulangan perdebatan’, menyediakan ‘tracking mechanism’ untuk pengambilan keputusan, menyebarluaskan lessons learned ke audeience yang lebih luas, dan menyediakan referensi untuk technical report dan evaluasi.

Disability Project telah merengkuh topik-topik yang begitu luas.Untuk mengkapitalisasi pengalaman proyek, memberikan lessons learned dan good practise untuk mendukung advokasi berbasis bukti (evidence-based advocacy) oleh HI dan DPO mengenai pentingnya mendukung DPO untuk mengadvokasi hak-hak penyandang disabilitas. Lessons learned dalam dokumen ini diambil dari sejumlah cerita yang ditulis oleh staf proyek, mitra, dan pemetik manfaat proyek. Cerita-cerita yang ditampilkan dalam dokumen ini sengaja tidak banyak diedit untuk menjaga ‘orisinalitas’ cerita. Orisinalitas ini akan memberikan gambaran kepada kita mengenai ‘situasi’ para sahabat penyandang disabilitas ini.

ISTILAH DISABILITIPEOPE ORGANISATION ( DPO ) SERING TERDENGAR DI TELINGA KITA BAHKAN DISETIAP DAERAH TELAH ADA ORGANISASI – ORGANISASI YANG MENANGANI SAUDARA – SAUDARA KITA PENYANDANG DISABILITAS. FORUM KOMUNIKASI KELU ARGA ANAK DENGAN KECACATAN ATAU FK -KADK NTT BERDIRI KURANG LEBIH ENAM ( 6 ) TAHUN YANG LALU DAN PADA WAKTU ITU BELUM BAYANG PROGRAM YANG DAPAT DIJALANKAN OLEKARENA BERBAGAI KENDALA SUMBERDAYA YANG DI MILIKI SAAT ITU. DAN KAMI HANYA SELALU BERJALAN BERSAMA DENGAN DINAS SOSIAL DAN MITRA KECACATAN YANG ADA DI NTT, HINGGA AKIRNYA KAMI BERTEMU DENGAN HANDICAP INTERNASIONAL DALAM BEBERAPA KEGIATAN YANG MELIBATKAN PENYANDANG DISABILITAS SELEPAS DARI ITU KAMI JUGA MENCOBA UNTUK MEMBANGUN KOMUNIKASI LALU MELAKUKAN PENDEKATAN - SECARA TERTULIS AGAR HANDICAP INTERNASIONAL MAU MEMBERIKAN DUKUNGAN KEPADA KITA DALAM MELAKUKAN BEBERAPA KEGIATAN DIANTARA NYA MENYUKSESKAN HARI PENYANDANG CACAT INTERNASIONAL ( HIPENCA ) DAN BERAKIR DENGAN SEBUH KESUKSESAN, BERTOLAK DARI SITU HI MENAWARKAN KEPADA KAMI BEBERAPA PROJEC UNTUK DI JALANKAN DIANTARA NYA KEGIATAN PENDAPINGAN BAGI ANAK DAN KELUARGA PENYANDANG DISABILITAS YANG ADA DI DESA NIUK BAUN KECAMATAN AMARASI BARAT DAN KEGIATAN ITU PUN BERAKIR DENGAN SEBUH KESUKSESAN DAN DITUTUP OLE IBU GUBERNUR SELAKU KETUA TIM PENGGERAK PKK NUSA TENGGARA TIMUR. DAN PADA SAAT INI KAMI TENGAH MELAKSANAKAN PROGRAM ADVOKASI YANG SANGAT PENTING UNTUK PEYANDANG DISABILITAS YAITU AGAR NTT JUGA DAPAT MEMILIKI PERDA TENTAN PENYANDANG DISABILITAS. DAN HASIL DARI SERANGKAIYAN KEGIATAN YANG KAMI LAKUKAN KAMI SUNGGUH BANYAK MENDAPAT PENGALAMAN DALAM BEROGANISASI SERTA PENGALAMAN – PENGALAMAN DALAM MENDAMPINGI PENYANDANG DISABILITAS. DANJUGA PENGETAHUAN AKAN PENTING NYA HAK – HAK PENYANDANG DISABILITAS YANG HARUS MEREKA MILIKI. DAN KAMI JUGA MENGALAMI BANYAK PERUBAHAN DALAM PENGALAMAN BERORGANISASI KAMI. DAN BAGI KAMI PERUBAHAN ITU SANGAT PENTING KARNA KAMI TELAH BANYAK MENDAPAT PENGALAMAN DAN PENGETAHUAN TENTANG PROSES ADVO KASI DAN PENDAMPINGAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS DAN KAMI SANGAT YAKIN BAHWA PERUBAN ITU SANGAT BERPENGARUH PADA PERUBAHAN PERUBAHAN LAIN DIMASA MENDATANG KARNA HAL TERSEBUT AKAN SELALU KAMI KEMBANGKAN DAN TERAPKAN DALAM SETIAP KEGITAN DAN PROGRAM KAMI. L EBIH DARI ITU KAMI BANGGA KARNA KAMI BESERTA DPO YANGLAIN DI NTT DAN OLEH KARENA DUKUNGAN DARI HI PERDA PENYANDANG DISABILITAS DI NTT DAPAT TERLAKSANA HINGA TAHAP KE DPRD SAAT INI DAN KETERTARIKAN KAMI PADA PADA PROYEK YANG DITAWARKAN DARI HANDICAP KARNA KAMI ADALAH LEMBAGA YANG SELALU MENANGANI PENYANDANG DISABILITAS DI NTT TERLEPAS DARI ITU PROGAM ADVOKASI YANG DI TAWARKAN HI SANGAT MENANTANG KAMI KARNA SELAMA INI SUDA BERGAI UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PEMERITAH TERKAIT DALAM HAL INI DINSOS NTT DAN BERAPA MITRA NAMUN SELALU MANDEK DAN TAK BERHASIL KARNA ALASAN YANG TAK JELAS. DEMIKIAN CERITA PERUBAHAN INI SAYA BUAT. #6 HWPCI NTB

BANGKIT DARI KETERPURUKAN

Hwpci Nusa tenggara Barat terbentuk pada tahun 2005 dengan anggota hanya 5 orang saja, pada waktu

itu kami difasilitasi oleh dinas Sosial dan PPCI Nusa Tenggara Barat, kami berasal dari setiap daerah yang

10 59

2. Sekilas Proyek “Disability Rights” Handicap International (HI) merupakan sebuah organiasi nirlaba, non pemerintah, non agama, dan non politis yang berfokus pada isu disabilitas. HI bekerja berdampingan dengan penyandang disabilitas untuk menghadapi krisis kemanusiaan dan dampak kemiskinan yang terjadi dalam berbagai konteks situasi. HI mengadakan pendampingan untuk program inklusi yang diadakan ol eh individu maupun organisasi lokal, serta pendampingan untuk program lain yang berfokus pada perjuangan melawan penyebab-penyebab utama disabilitas. HI sudah menjalankan kegiatannya di hampir 60 negara, dengan dukungan sebuah jaringan yang terdiri dari 8 asosiasi nasional (Jerman, Belgia, Kanada, United-States, Luxemburg, United Kingdom, dan Swiss).

HI memiliki hampir 3.300 staf yang tersebar di seluruh dunia, dan 330 diantaranya bekerja di Prancis, serta negara lain di Eropa maupun Amerika Utara.

Handicap International telah bekerja di Indonesia sejak tahun 2005 untuk mendukung kegiatan kesehatan dan sosial yang berhubungan dengan kecacatan. Bekerja sama dengan Kementrian Sosial Republik Indonesia, Handicap International Indonesia melaksanakan kegiatanny a yang memungkinkan penyandang disabilitas di Indonesia mendapatkan kesempatan yang lebih besar dalam melaksanakan hak asasi mereka untuk melaksanakan hak asasi mereka dalam meningkatkan martabat mereka.

Handicap International Indonesia merumuskan strategi yang menyatakan objektif khusus untuk kegiatan-kegiatannya adalah untuk meningkatkan kapasitas institusi dan kapasitas layanan yang bekerja di bidang kecacatan, memastikan masyarakat umum dan pengambil keputusan menyadari bahwa kecacatan adalah isu hak asasi manusia dan isu pembangunan, dan memberdayakan penyandang disabilitas dan organisasi mereka untuk menjadi pelaku utama yang aktif dalam komunitas mereka.

Disability Rights Project Secara keseluruhan, tujuan project ini adalah penyandang disabilitas di Indonesia dapat hidup dalam lingkungan yang bebas hambatan dimana mereka diberdayakan dan diakui sebagai mitra yang setara dalam pembangunan masyarakat. Project ini berupaya untuk memberdayakan organisasi penyandang disabilitas di tingkat akar rumput dengan pengetahuan, sikap, dan praktik-praktik untuk mengadvokasi hak-hak mereka di tingkat lokal maupun nasional. Pesan-pesan advokasi yang mereka suarakan akan menarik perhatian masyarakat luas, dari kalangan pemerintah, dari organisasi -organisasi internasional dan dari organisasi-organisasi non pemerintah.

Kegiatan-kegiatan yang diimplementasikan secara langsung berfokus pada inisiatif peningkatan kapasitas organisasi penyandang disabilitas agar mereka dapat terlibat dalam kegiatan advokasi untuk hak-hak penyandang disabilitas. Kegiatan ini akan menjadikan organisasi penyandang disabilitas memiliki cukup sumber dan pengetahuan dalam menginisiasi peningkatan kesadaran dan advokasi hak mereka baik di tingkat lokal maupun nasional.

Mengupayakan keterpaduan langkah dan potensi penderita kusta dan yang cacat akibat kusta dalam rangaka peningkatan , kwalitas ,efektifitas , E fesiensi dan relevansi atas kemitraan yang saling menguntungkan dan bermartabat.

Awalnya kami terlibat dalam kegiatan (HI) tahun 2010.dari berbagaimacam kegiatan yan dilakukan HANDICAP INTERNATIONAL( HI) sangat membawa perubahan bagi organisasi kami Ketika perMaTa sering di ikut sertakan / dilibatkan serta di perioritaskan oeh HANDICAP INTERNATINAL dalam setiap kegiatan yang di laksanakan . PerMaTa sangat membutuhkan pembenahan dalam organisasi dan HANDICAP INTERNATIONAL (HI) sangat mendukungnya. Kami mengiuti berbagai kegiatan / pelatihan yang berkaitan dengan advokasi dari situlah mulai terjadi perubahan sedikit demi sedikit di dalam organisasi kami Awalnya organisasi kami tidak berjalan dengan baik, misalnya kami jarang berkumpul di sekertariat perMaTa karna tidak ada kegiatan ,kemudian kurangnya kepercayaan dari internal organisasi, disebabkan SDM khususnya perMaTa kota Makassar yang masih sangat kurang, kemudian,membuat, surat menyurat ,pelaporan keiatan juga belum tahu, proposal juga belum meng erti, cara berkomunikasi dan berpendapat di tempat umum kurang percaya diri, dan masih banyak hal -hal lain yang belum di ketahui . Namun dengan adanya kerja sama dengan HI maka semua yang menjadi permasalahan yang Selama ini menjadi sesuatu yang membuat kami tidak bisa bekerja dan berbuat menjadi bisa. Dari sekian banyak masalah yang kami hadapi,namun selama selama kami bergabung denan HANDICAP INTRNATINAL sampai sekarang kami bisa selesaikan .Contohnya ketika kami di percayakan mengelola program/keiat an peer to peer support kami bisa menyelesaikan. Dalam dua tahapan yang di percayakan kami dari HANDICAP INTERNATIONAL (HI)Kami dapat menyelesaikannya.

Dari sosial medis/kesehatan ,banyak diantara teman-taman yang tidak mau berobat karna malu atau terkadang mereka merasa malu ketahuan sama keluarga dan juga masyarakat sekitarnya .dengan dampingan yang dilakukan selama ini proaram berlangsung,maka banyak taman -teman yang berobat dan mendapatkan pengobatan yang semulanya tidak tersentuh dan tidak terak omodir, baik di tempat terpencil atau di tempat umum sudah mendapatkan pengobatan yang baik, memadai,dan mereka sudah percaya diri berobat tanpa dengan pendampinan lagi.

Dari dua tahapan pendampingan yang kami lakukan masing-masing mempunyai peer 16 dengan demikian kami sudah bisa manyadarkan 32 peer atau dampingan yang bermasalah. Dengan demikian dariprogram kami dengan HI teman teman yang bermasalah tadi bisa bergabung dengan masyarakat umum keluarga dan bahkan sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Perubahan yang terjadi saerjadi dari oragani sasi : bisa mengelola suatu kegiatan yang telah dirancang sendiri yang sebelunya tidak di ketahui, dari indivi dari pengurus dapat membuat tugas. #5 FK-KADK NTT CERITA PERUBAHAN YANG TERJADI DALAM ORGANISASI FK-KADK NTT

58 11

3. Metodologi Lessons learned ini dikembangkan dengan mengadopsi pendekatan MSC: menggunakan cerita sebagai basis untuk melihat perubahan-perubahan yang signifikan selama intervensi proyek. Pada awalnya, pendekatan ini diperkenalkan sebagai alat monitoring yang partisipatif. Pendekatan ini bisa memotret perubahan-perubahan penting yang secara langsung dirasakan dan dialami oleh penerima manfaat proyek. Ketika mereka menentukan perubahan penting, itu berarti secara tidak langsung mereka melakukan analisis atas apa yang sudah mereka dapatkan dari proyek. Mereka bisa mengidentifikasi good practise dari proyek. Implementasi pendekatan MSC secara keseluruhan mencakup 10 langkah, yaitu:

1. Pengenalan pendekatan MSC kepada pihak-pihak yang akan terlibat; 2. Penetapan Topik Perubahan apa yang akan dilihat. Ini bisa juga ditentukan setelah cerita

terkumpul; 3. Penetapan durasi pelaporan; 4. Pengumpulan cerita perubahan yang signifikan; 5. Pemilihan cerita perubahan yang terkumpul; 6. Tanggapan balik terhadap pilihan yang telah dibuat; 7. Verifikasi; 8. Quantifikasi; 9. Meta-monitoring dan analisa sekunder; 10. Revisi sistem MSC, bila diperlukan.

Proses pengembangan lessons learned ini mengambil lima dari sepuluh langkah tersebut yang relevan, yaitu:

1) Pengenalan pendekatan MSC kepada staf proyek; 2) Penetapan topik perubahan; 3) Pengumpulan cerita-cerita perubahan; 4) Pemilihan cerita perubahan; 5) Tanggapan balik terhadap lilihan yang telah dibuat.

Langkah- langkah lainnya lebih relevan untuk monitoring proyek yang dilakukan secara periodik dalam durasi proyek. Kelima langkah tersebut diimplementasikan dalam dua lokakarya. Bagan berikut ini menggambarkan alur proses kelima langkah tersebut: .

1. Kampanye hak-hak penyandang disabilitas di bidang tenaga kerja, dengan mengadakan workshop pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas di bidang tenaga kerja pada tahun 2007.

2. Kampanye hak-hak penyandang disabilitas di bidang pendidikan, dengan menyelenggarakan seminar dan pameran pendidikan pada tahun 2008.

3. Pendesakan pendidikan inklusi dengan melakukan audensi dan hearing ke Dinas Pendidikan dan Dewan Pendidikan pada tahun 2008.

4. Memberi masukan dan saran terhadap pembuatan buku advokasi yang dibuat oleh HI pada tahuan 2008.

5. Mengadakan FGD yang dilakukan HI bersama LPT pada tahun 2009. 6. Peer to peer support I pada tahun 2011. 7. Peer to peer support II pada tahun 2011.

LPT berharap segala kerjasama yang telah dilakukan bersama HI selama ini dapat memberi nilai lebih

terhadap kapasity building bagi para pengurusnya dan segala program kerja LPT berikutnya. Semoga

kerjasama semacam ini dpat terus dilakukan kembali dikemudia n waktu.

#4 PERMATA KOTA MAKASSAR PERCAYA DIRI LATAR BELAKANG Lembaga (perMaTa) merupakan singkatan dari perhimpunan mandiri kusta indonesia yang berdiri pada bulan pebruari 2007, dan menjadi badan hukum dengan pengesahan pada tanggal 27 mei 2010 Perhimpunana mandiri kusta Makassar adalah organisasi yang didalamnya terdiri dari orang yang pernah dan yang sedang mengalami penyakit kusta. Melakukan koordinasi dan konsultasi tetang semua hal yang berkaitan dengan penyakit kusta dan kecacatan yang diakibatkan oleh penyakit kusta. Visi Keluar dari stigma dan diskkriminasi Misi

Melakukan kampanye kepedulian dan kesadaran publik sebagai media sosialisasi dan impormasi tetang penyakit kusta Melakukan advokasi terhadap perjuangan hak dan peningkatan kesejateraan para penderita dan orang yang pernah mengalami penyakit kusta. Mewujudkan persamaan kewajiban dan hak penderita dan orangyang pernah mengalami penyakit kusta terlebih kepada yamg mengalami cacat karna kusta sebagai warga negara Indonesia baik di bidang ekonomi, sosial , politik spiritual , pendidikan dan pelayanan kesehatan Memberdayakan dan meningkatkan kwalitas SDM dengan pendidikan dan pelatihan bagi penderita.Orang ya ng pernah mengalami terlebih yang mengalamkecacatan akibat kusta dengan keluarga agar dapat turut berperan serta sebagai pelaku pembangunan, yang mandiri produktip dan berintegrasi

12 57

Bagan Alur Proses

Pengenalan tentang pendekatan MSC kepada staf, penetapan domain perubahan untuk cerita staf d an DPO, dan penulisan cerita oleh staf dilakukan pada lokakarya pertama. Domain cerita perubahan, baik untuk staf maupun DPO, disepakati berdasarkan brainstorming dan diskusi dalam lokakarya. Hasilnya bisa dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Domain Perubahan yang Disepakati

Domain Perubahan

Staf Proyek 1) Relasi PO-DPO 2) Peningkatan kapasitas PO

DPO 1) Advokasi 2) Manajemen Organisasi 3) Kapasitas staf DPO 4) Pendampingan/fasilitasi 5) Jaringan

Kedua domain cerita staf proyek dipilih karena dalam kedua hal itulah selama ini mereka merasakan perubahan yang signifikan. Sedangkan kelima domain DPO diambil karena kelima hal itulah yang dilihat oleh staf mengalami perubahan sejak assessment, pelatihan dan small grant. Berdasarkan panduan penulisan cerita, staf menuliskan cerita-cerita perubahan sesuai dengan domain yang disepakati. Dari sini, terkumpul lima cerita. Cerita itu kemudian direview silang dan diberi skor. Pemberian skor didasarkan pada panduan cerita serta kekuatan dan kelemahan narasi cerita. Cerita -cerita staf yang dihasilkan dari lokakarya pertama ini kemudian direvisi setelah lokakarya, kemudian

1. 2. Jaminan kesehatan bagi penyandang disabilitas. 3. Kuota 1% bagi tenaga kerja disabilitas di berbagai perusahaan. 4. Tersedianya aksessibilitas di berbagai layanan dan fasilitas public. 5. Transportasi.

Perubahan besar yang dialami LPT di bidang advokasi disebabkan banyak factor, baik yang berasal dari

luar maupun yang berasal dari dalam. Faktor yang berasal dari dalam yaitu adanya keinginan dari

pengurus LPT untuk meningkatkan harkat dan martabat penyandang disabilitas menuju kesetaraan,

perasaan senasib dengan penyandang disabilitas yang mengalami diskriminasi dan ingin membantu

mereka memperoleh hak-haknya. Sedangkan factor yang berasal dari luar di antaranya: belum dapat

ditanganinya para penyandang disabilitas khususnya tunanetra yang mengalami diskriminasi serta

permasalahan dalam kehidupannya, seperti rendahnya rasa percya diri,, permasalahan dalam keluarga

dan hambatan dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Dan yang tak kala pentingnya yaitu

dengan pelatihan-pelatihan dan seminar serta workshop yang sering diselenggarakan oleh HI dan

lembaga lain.

Perubahan positif yang dialami LPT ddi bidang advokasi sangat berharga sebagai bekal melakukan

advokasi di masa mendatang. Dengan telah diratifikasinya CRPD oleh pemerintah Indonesia akhir tahun

2011,tentu membawa pengaruh besar terhadap dinamika kehidupan para penyandang disabilitas. Oleh

karena itu sudah menjadi tekad LPT untuk senantiasa mengawal dan mengontrol pelaksanaan CRPD

tersebut. Hal ini perlu dilakukan karena luasnya wilayah Indonesia, sehingga sosialisasi tentang CRPD

sangat kurang, terutama di daerah pelosok. Jadi tidak menutup kemungkinan masih banyak

pelanggaran dan diskriminasi terhadap hak-hak penyandang disabilitas yang dilakukan.

Mengingat begitu banyaknya tantangan yang akan dihadapi oleh LPT di masa mendatang untuk

mewujudkan kesetaraan bagi kehidupan penyandang disabilitas, maka pengurus LPT sangat bersukur

dengan segala ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan oleh HI melalui berbagai program -

programnya. Awal kerjasama antara HI dengan LPT diawali dengan ditunjuknya LPT oleh PPCI Jawa

Timur sebagai salah satu organisasi disabilitas untuk mengikuti pelatihan dan workshop tentang hak-hak

asasi penyandang disabilitas di Yogyakarta yang diselenggarakan oleh Handicap International. Karena

ketertarikan terhadap program tersebut, maka LPT mem utuskan untuk mengikuti workshop tersebut

karena pengurus LPT ingin mendalami materi tentang hak-hak penyandang disabilitas, karena di

Surabaya masih banyak masyarakat yang kurang paham terhadap hak -hak apa saja yang melekat pada

diri penyandang disabilitas. Selain itu LPT ingin mengenal lebih banyak organisasi dan lembaga yang

konsen terhadap permasalahan penyandang disabilitas yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai

jaringan. Dan ternyata, keinginan LPT tersebut mendapat support penuh dari Handicap Inter nasional

yaitu dengan memberikan berbagai wawasan dan keterampilan yang berguna bagi pergerakan LPT

dalam memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas. Dan untuk mengaplikasikan segala ilmu yang

telah kami peroleh, maka HI juga memberikan beberapa program yang dapat dilakukan oleh LPT.

Beberapa kerjasama yang pernah dilakukan HI bersama LPT adalah:

Terselenggaranya sekolah inklusi.

Advokasi lain yang pernah dilakukan LPT adalah mendesakkan 5 isu penting ke dalam program kerja

Gubernur Jawa Timur. Hal ini dilakukan LPT bersama jaringan. Kelima isu penting itu adalah:

56 13

dikirim kembali ke fasilitator. Ada delapan cerita staf proyek yang kemudian terkumpul untuk dipilih sebagai cerita perubahan yang akan dimasukkan dalam dokumen lessons learned ini. Lokakarya pertama juga menyepakati struktur penulisan cerita DPO. Struktur penulisan cerita yang sudah dikembangkan oleh fasilitator diperbaiki bersama dan dilengkapi dengan petunjuk penulisan cerita. Penulisan cerita dari DPO menjadi tanggung jawab PO masing-masing, PO bertanggung jawab juga mengirimkan cerita-cerita ini kepada fasilitator dengan tenggat waktu yang disepakati bersama. Cerita-cerita inilah yang direncanakan untuk dipilih dalam lokakarya kedua. Penulisan cerita ini mencakup hal-hal berikut ini:

1) Ceritakan perubahan yang menurut Anda paling penting atau paling berpengaruh dalam topik yang Anda pilih.

2) Ceritakan situasi sebelum dan sesudah mengikuti program “Disability Rights “. 3) Mengapa perubahan itu menurut Anda penting? 4) Bagaimana proses terjadinya perubahan itu? Tolong ceritakan tahapannya. 5) Mengapa perubahan terjadi? (faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan) 6) Apakah perubahan ini akan berpengaruh pada perubahan-perubahan lainnya di masa

mendatang? 7) Ceritakan juga awal mula lembaga Anda terlibat dalam program Disability Rights ini?

Mengapa lembaga Anda tertarik dengan proyek ini? Format lengkap penulisan cerita bisa dilihat pada lampiran 2. Format ini digunakan untuk penulisan cerita oleh DPO dengan asistensi dari PO masing-masing untuk dikirim ke fasilitator. Cerita -cerita DPO ini dipilih pada saat lokakarya. Ketika semua cerita dari DPO terkumpul sebelum lokakarya kedua, banyak diantara cerita itu yang tidak mencerminkan perubahan-perubahan sesuai dengan domain, meskipun panduan cerita detil sudah disediakan dan para PO sudah membantu untuk menuliskan cerita. Cerita dari DPO dituliskan kembali oleh masing-

masing DPO pada lokakarya kedua karena hasil pengumpulan cerita DPO sebelum lokakarya belum sesuai dengan panduan cerita. Setiap organisasi menuliskan sebuah cerita, kemudian di-review silang oleh semua peserta workshop dalam beberapa kelompok dengan menggunakan panduan penulisan cerita sebagai acuan. Satu kelompok terdiri dari tiga atau empat organisasi, mereview tiga cerita. Hasil review ditulis, dipresentasikan dan dikembalikan kepada pemilik cerita untuk diedit. Dari proses ini, terkumpul 16 cerita tentang organisasi dari 16 organisasi.

Perubahan yang terjadi diawali setelah salah seorang pengurus LPT mengikuti workshop advokasi di

Yogyakarta pada tahun 2007 yang diselenggarakan oleh Handicap Internasional. Sekembalinya dari

workshop, pengurus tersebut membagikan ilmu yang diperolehnya ke pengurus yang lain. Kemudian LPT

mempraktikkan ilmu yang telah diperolehnya dengan menyelenggarakan workshop tentang pemenuhan

hak-hak penyandang disabilitas di bidang tenaga kerja. Hal serupa terus berlanjut ketika HI memberi

kesempatan lagi kepada pengurus LPT untuk mengikuti pelatihan / workshop lanjutan tentang hak -hak

penyandang disabilitas. Namun pada kesempatan kali ini yang menjadi prioritas kegiatan advokasi bagi

LPT adalah di bidang pendidikan. Dalam workshop kali ini LPT diberi wawasan cara membentuk jaringan

guna memperkuat advokasi yang akan dilakukan. Selain itu LPT juga dikenalkan dengan aliansi jurnalis

independen (AJI) yang dapat digunakan untuk membantu menyampaikan berbagai isu advokasi kepada

masyarakat luas.

Berbekal kemampuan tersebut, akhirnya LPT dipercayai kembali oleh HI untuk mengadakan seminar dan

pameran pendidikan. Kegiatan ini dilanjutkan dengan mengadakan audensi dan hearing denan beberapa

instansi yang terkait dengan masalah pendidikan, seperti dinas Pendidikan dan dewan pendidikan guna

mendesakkan terselenggaranya sekolah inklusi. Pergerakan LPT terus berkembang dengan memberikan

dampingan kepada anak penyandang disabilitas khususnya tunanetra yang mengalami kesulitan untuk

melanjutkan pendidikan ke sekolah umum. Dari ketiga kasus penolakan yang dilakukan oleh sekolah

terhadap anak tunanetra LPT berhasil mendampingi ketiga anak tersebut sehingga bisa masuk dan

diterima mengikuti proses belajar mengajar di sekolah yang diinginkan.

Tidak hanya itu, kegiatan advokasi yang dilakukan LPT juga mulai merambah ke bidang politik. Diawali

dengan akan diadakannya pemilu Jawa Timur pada tahun 2008, maka LPT bersama jaringan melakukan

pendesakkan kepada komite pemilihan umum agar menyediakan template Braille bagi pen yandang

tunanetra. Perjuangan kami waktu itu tidaklah muda. Hampir selama 6 bulan kami terus berupaya

melakukan hearing ke komisi pelayanan public dan berlanjut melakukan audensi dengan DPRD provinsi

Jawa Timur agar melaksanakan pemilu yang akses bagi penyandang disabilitas. Dari advokasi yang

dilakukan oleh LPTbersama jaringan, akhirnya komete pemilihan umum menyanggupi untuk

menyediakan template braille. Selanjutnya pada tahun 2010, LPT berinisiatif sendiri mengawal pemilu

akses dalam pemilihan umum kepala daerah Surabaya. Bahkan LPt mendapat kepercayaan dari KPU

Surabaya untuk mendesain sekaligus membuat template Braille. Begitu pula pada pemilihan umum

kepala daerah Tuban, LPT juga dipercaya mendesain dan membuat template Braillenya.

14 55

Pemilihan cerita DPO. Pemilihan cerita DPO dilakukan dengan langkah-langkah:

- Kepada peserta dibagikan 1 set cerita organisasi yang terdiri dari 16 cerita. - Peserta dibagi dalam 2 kelompok; kelompok 1 menilai cerita 1-8, kelompok 2 menilai cerita 9-

16. Anggota kelompok 1 adalah Gerkatin Solo, SCI Klaten, FK-ADK NTB, BILiC Bandung, Warsamundung, PPCI dan Kubca Samakta. Sedangkan anggota kelompok 2 adalah: LPT, Pertuni Sulawesi Selatan, Persani NTT, FK-KADK NTT, Gerkatin Gorontalo, Permata NTT, HWPCI NTB. Satu organisasi tidak menilai cerita dari organisasinya sendiri. Satu organisasi tidak menilai cerita dari organisasinya sendiri. Peserta diminta memberikan skor untuk masing-masing cerita dengan menggunakan format penilaian yang sudah disediakan. Skor nilai adalah antara 1-10. Format penilaian beserta hasilnya dapat dilihat dalam lampiran 3. Untuk peserta tuna netra, cerita dibacakan oleh PO atau mereka membaca dengan menggunakan soft file, sedangkan peserta tuna rungu dibantu oleh penerjemah bahasa isyarat untuk membacanya. Adalah : LPT. Pertuni Sulawesi Selatan, Persani NTT, FK-KADK NTT, Gerkatin Gorontalo, Permata NTT, HWPCI NTB, Satu Organisasi tidak menilai cerita dari organisasinya sendiri, satu organisasi tidak menilai cerita dari organisasinya sendiri. Peserta diminta memberikan skor untuk masing-masing cerita dengan menggunakan format penilaian yang sudah disediakan. Skor nilai adalah antara 1-10. Format penilaian beserta hasilnya dapat dilihat dalam lampiran 3. Untuk peserta tuna netra, cerita dibacakan oleh PO atau mereka membaca dengan menggunakan soft file, sedangkan peserta tuna rungu dibantu oleh penerjemah bahasa icyarat untuk membacanya.

Para tunarungu bisa merasa lebih nyaman karena orangtua mereka bisa berkomunikasi dengan mereka, orangtua udah bisa berkomunikasi dengan anak tunarungu baik masyarakat maupun pemerintah,pemerintah setempat sudah menyadari pentingnya bahasa isyarat. Gerkatin gorontalo merasakan manfaat yang besar dari kerjasama dengan Handicap Internasional “Disability Right Project”, untuk itu seluruh pengurus dan anggota gerkatin berharap kerjasama semacam ini bisa dilanjutkan pada tahun-tahun mendatang sehingga proses advokasi hak-hak tunarungu bisa terus dilakukan.

#3 LPT Surabaya

ADVOKASI LPT

Lembaga Pemberdayaan Tunanetra atau yang lebih dikenal dengan LPT adalah sebuah lembaga suwadaya

masyarakat yang dibentuk pada tahun 2003. LPT berdiri dengan tujuan memberikan informasi, layanan,

dan fasilitas kepada penyandang disabilitas netra pada khususnya. Salah satu program kerja dari

lembaga pemberdayaan tunanetra (LPT) adalah advokasi. Hal ini dianggap penting karena di Surabaya

pada khususnya dan Jawa Timur pada umumnya masih sering terjadi diskriminasi terhadap hak-hak

penyandang disabilitas. Venomena ini yang mendasari LPT untuk melakukan advokasi terhadap hak -hak

penyandang disabilitas yang terdiskriminasi. Namun, masih minimnya wawasan dan pengetahuan

pengurus LPT mengenai advokasi menyebabkan terbatasnya skup garapan yang dilakukan. Selain itu

strategi-strategi advokasi yang dilakukan masihlah sederhana dan belum didukung penggunaan media

yang tepat. Peningkatan kapasity building berupa pendalaman wawasan dan pengetahuan tentang

advokasi merupakan perubahan penting yang ingin dicapai oleh LPT. Sebab dengan kemampuan yang

memadai, maka LPT diharapkan dapat melakukan advokasi dalam sekup yang lebih luas dan mampu

melakukannya secara lebih efektif.

Sebagai lembaga yang baru lahir dan bertekad memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas LPT

merasa belum memiliki wawasan dan pemahaman yang cukup tentang advokasi. Minimnya

pengetahuan pengurus tentang dasar-dasar hokum dan perundang-undangan yang berkaitan dengan

kasus-kasus yang akan diadvokasi menambah kurang percaya dirinya pengurus untuk melakukan

advokasi. . Dari hal tersebut maka LPT belum bisa melakukan aksi-aksi advokasi. Tidak adanya dana yang

mendukung, juga berpengaruh pada pergerakan advokasi yang dilakukan LPT.

Dengan diselenggarakannya berbagai seminar, workshop dan pelatihan yang dilakukan oleh handicap

Internasional membawa pengaruh besar terhadap peningkatan wawasan dan pemahaman LPT tentang

advokasi serta proses dalam melakukan aksi-aksi advokasi. Berbagai materi advokasi yang diberikan

seperti pengertian advokasi, strategi advokasi, media-media advokasi, cara membangun jaringan dan

pengetahuan mengenai kebijakan dan undang-undang tentang hak-hak asasi penyandang disabilitas

(CRPD) dapat memperkaya wawasan pengurus LPT tentang advokasi. Ditambah lagi buku pedoman

Advokasi yang dibuat HI dapat dijadikan pegangan bagi kami dalam melakukan pendampingan kepada

penyandang disabilitas. Wawasan ini yang selanjutnya d ijadikan ujung tombak bagi pergerakan LPT di

bidang advokasi. Pengurus LPT yang sebelumnya miskin informasi tentang advokasi, kini setelah

mendapatberbagai program dari HI, mapu menyusun dan merencanakan langkah -langkah dalam

melakukan advokasi yang tertuang dalam action plane.

54 15

Dengan adanya keterbukaan dan kesediaan lembaga-lembaga lain untuk mau terlibat dalam kegiatan Disability Right, memperkuat dan memotifasi kami untuk mempersiapkan dalam meningkatkan status Skill Center menjadi suatu wadah pendidikan yang berkompeten dalam pelayanannya, dimana fokus kegiatannya merupakan program pembinaan dan pelatihan mengarah kepada home group dan home industri. Methode Pembinaan dan Pelatihannya mengunakan sytem pembelajaran learning by doing. Materi yang diberikan adalah sisi psikologi “Tata laksana dan Perilaku”, bina diri dan pelatihan keterampilan Live Skill, khusus bagi para Penyandang Disabilitas remaja / dewasa tuna rungu dan autis. Meningkatkan dan mengembangkan kegiatan kewirausahaan dan marketing yang telah berjalan selama ini seperti : Memfasilitasi Kegiatan Field trip Hobby Training untuk umum, Guest House, dan Workshop. #2 Gerkatin Gorontalo

ADVOKASI TUNARUNGU (GERKATIN) GORONTALO Organisasi GERKATIN merupakan singkatan dari GERAKAN KESEJAHTERAAN TUNARUNGU INDONESIA, yang di gegas oleh ketua HOPC Prov dengan surat No 026/DPP GP-VII/08 perihal pembentukan GERKATIN pada tanggal 25 September 2008. Sebelum organisasi ini di bentuk, gorontalo belum memiliki organisasi untuk Tunarungu.Mereka terbiasa melakukan berbagai aktivitas keseharian secara individual kalaupun sesekali mereka berkumpul biasanya hanya pada saat acara buka bersama pada bulan ramadhan. Hal – hal yang terkait dengan advokasi hak-hak tunarungu dan penguatan organisasi tunarungu hampir tidak pernah dilakukan oleh komunitas tunarungu itu sendiri. Pada Tahun 2010 Gerkatin Gorontalo mulai mengadakan beberapa pertemuan dengan Handicap Internasional.Gerkatin gorontalo mendapatkan banyak masukkan dari pertemuan – pertemuan itu dan akhirnya kami menyepakati untuk bekerjasama dengan Handicap International dalam upaya advokasi hak-hak tunarungu di gorontalo. Kerjasama yang dilaksanakan dengan Handicap Internasional adalah dalam program Disability Right Project. Gerkatin gorontalo dalam melakukan kerjasama dengan Handicap Internasional melaksanakan kegiatan pelatihan / pengenalan bahasa isyarat bagi orangtua, pengurus Gerkatin, LSM dan Pemerintahan.Kegiatan ini penting karena selama ini di gorontalo belum pernah diadakan sosialisasi maupun pelatihan bahasa isyarat dan hal ini sangat membantu orangtua bahkan tunarungu itu sendiri terbantu, bahkan yang tidak pernah duduk di bangku sekolah. Hal-hal yang dikerjakan dalam kegiatan Pelatihan / Pengenalan Bahasa Isyarat Bagi Orangtua, Pengurus Gerkatin,LSM, dan Pemerintahan. Adapun aktivitas yang dilakukan yaitu dengan mencetak dan membagikan poster- poster bahasa isyarat, bertemu dengan beberapa SKPD Kota Gorontalo untuk melakukan audiensi,malaksanakan sosialasi di beberapa sekolah.dan dibeberapa ruang publik (road sport). Organisasi Gerkatin masih melakukan upaya untuk sosialisasi maupun advokasi pendidikan ke perguruan tinggi dan lapangan pekerjaan sampai sekarang. Perubahan signifikan yang terjadi pada organisasi adalah mulai adanya keberanian tunarungu untuk mengadvokasi hak-hak mereka.Dengan adanya proses advokasi maka mereka menjadi memiliki rasa percaya diri untuk mensosialisasikan bahasa isyarat dan berinteraksi dengan masyarakat umum maupun pemerintah. mereka tidak didiskriminasikan

Nama domain kemudian disesuaikan dengan isi cerita. Dalam pendekatan MSC, hal ini sangat dimungkinkan dan bisa diterima. Lima cerita perubahan yang paling banyak dipilih kemudian dikategorikan dalam domain-domain tertentu. Begitu juga dengan cerita-cerita dari PO. Cerita-cerita dari PO dipilih oleh fasilitator diluar proses lokakarya kedua. Domain dan judul cerita DPO yang ‘terpilih’ dan cerita PO dalam lokakarya kedua dapat dilihat dalam tabel 2.

Tabel 2. Domain Perubahan dan Judul Cerita yang Terpilih

Domain Perubahan Judul Cerita

DPO Berkembangnya Jaringan Persani NTT Mendadak Terkenal

Berjejaring Menyongsong Matahari

Indahnya Saling Berbagi

Kemampuan Mengungkapkan Gagasan

Teman-teman BILiC Bertambah Pintar dan Keren

Kemampuan Menyuarakan Hak-hak Disabilitas

Pelatihan Advokasi Pertuni Sul Sel

Staf Proyek Tumbuh Bersama Mitra

Strategi yang Berubah untuk Efektivitas Proyek DR

Membangun Relasi dan Kepercayaan dengan DPO

Pentingnya Membangun Relasi yang Setara

Pengalaman Kerja Administratif dengan Para DPO

Kerja dengan DPO, Pengalaman Batin yang Sangat Berharga

DPO, Ternyata Bukan Daftar Pencarian Orang

Cerita-cerita DPO yang terpilih kemudian dituangkan dalam bab “Cerita-cerita Perubahan Ditingkat Organisasi”, sedangkan cerita-cerita dari staf proyek dipaparkan pada bagian “Faktor-faktor Dibalik Perubahan”. Cerita-cerita DPO dari peserta lain tetap dimasukkan dalam lampiran.

16 53

4. Lessons Learned: Cerita-cerita Perubahan

‘Melakukan Perubahan’, itulah ‘ujung’ dari sebuah keberadaan. Begitupun keberadaan proyek Disability Rights ini. Ada banyak perubahan yang terjadi dalam siklus hidup proyek. Perubahan ini ada di setiap tingkatan: individu, organisasi, dan komunitas. Perubahan-perubahan ini dituangkan oleh mitra, para pemetik manfaat proyek, dan staf proyek sendiri dalam cerita-cerita yang terkumpul selama kurang lebih satu bulan. Selain 16 cerita organisasi, terkumpul juga 16 cerita individu dan 6 cerita dari staf proyek, serta 1 puisi dari mitra Sulawesi Selatan.

Sebelas cerita perubahan organisasi lainnya ditampilkan dalam lampiran 4. Cerita-cerita individu yang terkumpul ditampilkan dalam kutipan-kutipan dalam bab ini juga.

4.1. Cerita-cerita Perubahan Ditingkat Organisasi

Bagian ini menampilkan cerita perubahan ditingkat organisasi. Perubahan yang teridentifikasi ditingkat ini adalah: jaringan, kemampuan mengungkapkan gagasan, komunikasi dengan masyarakat, dan penyuaraan hak-hak disabilitas. Ada lima cerita yang dipilih oleh semua peserta sebagai cerita perubahan yang signifikan dalam proyek DR. Kelima cerita ini dipilih karena beberapa alasan: menceritakan situasi sebelum dan sesudah program, jelas dalam memaparkan perubahan dan proses perubahannya, dan perubahan yang terjadi berpengaruh terhadap perubahan lainnya.

sangat terbuka dan mau terlibat dalam kegiatan yang ditawarkan. Bahkan, muncul ide -ide baru untuk membuat beberapa program berkelanjutan. Sebagai contoh misalnya program seminar mengenai advokasi berhasil membentuk kerjasama dalam bentuk-bentuk pelatihan-pelatihan intensif. Contoh lain, program family gathering, Sarasehan, akhirnya memunculkan prog ram pemberdayaan ekonomi keluarga yang saat ini sedang berjalan yaitu Program Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat (P3M) merupakan kegiatan tahap pertama. Peserta P3M ini melibatkan para ibu – ibu, Majelis ta’lim bersama dengan Fakultas Seni Rupa dan Design Universitas Kristen Maranatha, melalui Program Pengabdian Masyarakat, para dosen ditugaskan untuk mengajar pada kegiatan pelatihan keterampilan Menjahit, Batik (Tie Dye), dan Jewelery, yang diselenggarakan di lembaga Kubca Samakta. Dengan tujuan para ibu-ibu yang telah mendapat pelatihan akan mendapat penilaian dari para dosen untuk selanjutnya dikaderisasi menjadi kader yang dapat memberikan pelatihan kepada peserta kegiatan -kegiatan pelatihan keterampilan tahap berikutnya. Tahap kedua, Program Assem ent, Program ini sedang dalam proses pelaksanaan. Kubca Samakta bersama dengan tim volunteer yang terdiri dari empat orang dari tim Magister Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha dan empat orang dari tim Spiritualitas dari Yayasan Al M uhiydin Lembang, bersama – sama melakukan kegiatan Home Visit ke – 40 rumah dari keluarga Penyandang Disabilitas, mayoritas keberadaan keluarga ini adalah keluarga Penyandang Disabilitas ekonomi lemah. Lokasi home visit sekitar kota Lembang dan Bandung Barat. Tujuan dari program assessment ini adalah untuk membangun Komunitas Keluarga Disabilitas “parent support groups” Perkembangan baru ini merupakan bentuk keberhasilan sekaligus menjadi bentuk tantangan. Tantangannya adalah bagaimana lembaga ini tetap m enjadi lembaga yang konsisten dalam pendidikan sekaligus menjadi sarana advokasi. Tuntutan yang real muncul adalah bagaimana lembaga ini didukung oleh SDM yang kuat. Dengan demikian program terus berjalan dan jaringan pun tetap terpelihara dan terus berkembang. Kerjasama dengan jejaring disadari bukan sebagai kerja bersama-sama atau bersama-sama kerja, tetapi sebagai gerakan bersama yang sinergis. Setiap lembaga mempunyai kekuatannya masing -masing dan mampu memberikan kontribusinya masing-masing. Jadi yang kemudian diusahakan adalah bagaimana kekuatan-kekuatan ini menjadi sebuah kolaborasi yang sinergis dalam mencapai misi bersama. Dengan menghadirkan banyak pihak, baik dari bidang pendidikan, para akademisi, para praktisi, lembaga sosial kemanusiaan, psikolog dan spiritualitas, lembaga pemerintahan, lembaga advokasi, maupun para pemerhati diharapkan muncul rekomendasi yang berguna bagi para pendamping atau lembaga -lembaga pendamping. Misi kemanusiaan adalah sebuah misi yang sangat luhur dan bersifat universal. Dan justru dengan universalitas inilah kita semakin terbuka dengan lembaga-lembaga atau pribadi-pribadi lain. Karena nilai-nilai universalitas, seperti penghargaan, persamaan derajat, hak-hak asasi kemudian menjadi “bahasa yang sama” dalam bersosialisasi. Lembaga ini terus belajar. Dan karena belajar inilah lembaga ini terus memperbarui diri bersama yang lain, dengan tetap memegang teguh nilai kemanusiaan dan keadilan, dengan membawa misi sebuah pemulihan ciptaan, yang seringkali tidak mendapat penghargaan. Dengan kesadaran dan cara pandang baru Kubca Samakta tetap akan konsisten memberikan yang terbaik bagi para remaja /dewasa didiknya, memberikan penyadaran -penyadaran akan penghargaan hak-hak para Disabilitas, memperkuat parent support groups, dan menyumbangkan kontribusi bagi gerakan kemanusiaan dan pemulihan martabat manusia.

52 17

Perubahan yang muncul dari paradigma lama menuju paradigma baru terlihat nyata dalam program Disability Rights. Kubca Samakta dan lembaga-lembaga lain telah mendapat support dari Handicap International dan Irish Aid, baik dana maupun gagasan, dalam kampanye bersama penghargaan terhadap hak-hak Disabilitas. Ada perubahan yang cukup mendasar dari program besar ini. Paradigma baru yang muncul dan sangat kentara adalah mengenai pembangunan jaringan. Pembangunan jaringan ini mencakup jejaring sesama lembaga disabilitas maupun jejaring bersama stakeholder lainnya yang mendukung program ini berlangsung. Program Disability Rights ini berhasil membangun gerakan bersama, serentak di beberapa wilayah. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak lembaga -lembaga pemerhati maupun praktisi yang berkarya dalam program Disabilitas mempunyai kekhasan masing -masing. Dalam pertemuan workshop pada tanggal 7 – 8 Februari 2012 di Yogyakarta Handicap International mengundang lembaga-lembaga yang selama ini diajak bekerjasama. Di situ nampak setiap lembaga mempunyai kekhasannya masing-masing. Ada lembaga yang menekankan aspek kemandirian, ada lembaga yang menekankan aspek advokasi di tingkat pemerintahan, ada yang menekankan advokasi di tingkat masyarakat melalui multimedia dan wacana, ada lembaga yang membentuk pemberdayaan ekonomi para disabilitas, ada yang membuat forum silaturahmi dan forum komunikasi, dan lain sebagainya. Kekhasan-kekhasan inilah yang kemudian semakin memperkaya sebuah gerakan bersama. Lembaga satu dengan yang lainnya bisa saling belajar dan saling memberikan motivasi atau dukungan.

Demikianlah kekhasan setiap lembaga ini terus proaktif memberikan kontribusi bagi disability right project di wilayahnya masing-masing. Demikian juga yang terjadi di lembaga Kubca Samakta. Sejak didirikannya Kubca Samakta terus berusaha memberikan bekal selain keterampilan sebagai modal kemandirian para disabilitas juga pembinaan dan pembentukan karakter dan “bina diri”. Program ini berjalan terus berkesinambungan dan telah menghasilkan pribadi-pribadi yang siap untuk berkarya di tengah masyarakat. Kerjasama yang dibangun waktu itu lebih sebagai usaha menjaring tenaga pendidik dan jaringan yang menampung tenaga kerja. Kerjasama jejaring ini mencakup lembaga-lembaga pendidikan seperti Universitas Katolik Parahyangan, Universitas Kristen Maranatha, ITB. Kerjasama dengan para lembaga -lembaga lain, seperti Bilic, Wyata Guna, Cicendo, dan beberapa SLB. Kerjasama di tingkat lembaga pemerintah, seperti pemerintah kota Bandung dan Dinas Pendidikan luar biasa kota Bandung. Kerjasama di tingkat jejaring kemanusian, seperti Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Bandung, Puan Amal Hayati. Yayasan Al Muhyidin Pondok Pesantren Al Mubarokah. Kerjasama dengan beberapa media seperti radio Mara FM dan radio Dahlia FM. Masih ada beberapa lagi lembaga-lembaga yang terlibat dalam gerakan bersama ini. Semua ini semakin menunjukkan bahwa semakin luas dan terbukanya kesadaran akan hak -hak para Disabilitas. Dengan kata lain, semakin banyak lembaga lain turut mendukung serta mau aktif mengenai wacana ini. Dengan ini Kubca Samakta terus berusaha membangun jejaring serta terus mengupayakan bentuk -bentuk kerjasama. Sebuah prestasi yang patut diapresiasi dimana sebuah lembaga mau belajar dan bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain. Perubahan ini tentu didasari oleh perubahan paradigma. Pada awalnya fokus perhatian pada lembaga ini adalah bagaimana caranya peserta didik bisa mandiri. Dengan demikian Kubca Samakta berupaya sekuat tenaga memperkuat lembaganya. Dan ternyata tidak mudah. Seringkali persoalan muncul dan lembaga harus menghadapinya sendiri, karena faktor keterbatasan SDM dan jaringan kerjasama. Namun, perubahan baru telah cukup dirasakan. Awalnya, menggelar sosialisasi ke beberapa lembaga, menawarkan bentuk-bentuk kerjasama dalam menyelenggarakan beberapa kegiatan. Rupanya keterbukaan dari lembaga -lembaga lain sungguh di luar espektasi. Mereka

Tiga cerita perubahan, dari Persani NTT, Permata NTT dan Gerkatin Solo berikut ini mewakili organisasi -organisasi lain dalam hal berjaringan .

Cerita #1 “Persani NTT Mendadak Terkenal” Domain: Jaringan

PERSANI NTT MENDADAK TERKENAL

PERSANI (Perkumpulan Tuna Daksa Kristiani) adalah

salah satu organisasi disabilitas di propinsi NTT yang bergerak di bidang kesejahteraan penyandang disabilitas dalam berbagai aspek kehidupan. Dibentuk 21 April tahun 2010. Awalnya dengan beranggotakan 2 orang yaitu Serafina Bete (ketua PERSANI NTT) dan Aplonia Kune (anggota PERSANI NTT). Pada waktu itu kami berdua mempunyai suatu pemikiran dasar yaitu kami ingin membentuk satu Kube atau semacam kelompok usaha bersama yang beranggotakan Penyandang Disabilitas wanita. Tujuannya adalah untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi para penyandang disabilitas khususnya wanita.

Bertolak dari pemikiran ini kami berdua berinisiatif untuk melakukan pendataan kepada penyandang disabilitas wanita yang kami jumpai dimana saja. Seiring waktu berjalan perkembangan anggota kube menjadi 7 orang wanita dan kube ini di beri nama MAWAR karena dalam kube ini semuanya wanita. Melalui pelatihan-pelatihan peningkatan kapasitas, kelompok Mawar pun mulai berkembang. Terutama kepercayaan diri dari setiap anggota mulai nampak dalam kepribadian masing-masing. Dengan berjalannya waktu, anggota kelompok Mawar pun semakin bertambah. Berawal dari 7 orang kemudian menjadi 14 orang dan terus bertambah menjadi 21 orang. Dan yang tergabung dalam kelompok ini bukan hanya wanita tetapi juga pria. Sehingga atas kesepakatan anggota, Kelompok Mawar diganti dengan nama PERSANI. Walaupun PERSANI adalah organisasi yang masih sangat muda tetapi anggota -anggotanya sangat kompak, semangat, dan punya keiginan yang tinggi untuk berkembang. Hasil dari assessment yang dilakukan oleh HI Kupang, PERSANI kembali dilibatkan dalam pelatihan Peer To Peer Support dan Konseling. PERSANI melibatkan 6 anggota dalam pelatihan tersebut. Output dari pelatihan ini, 6 anggota yang awalnya malu, minder, tidak percaya diri menjadi pribadi yang lebih percaya diri dan bisa memotivasi anggota yang lain. HI Kupang pun mulai melihat perubahan-perubahan baik yang mulai nampak dari anggota PERSANI. Sehingga PERSANI memperoleh small grant pertama. Karena PERSANI adalah organisasi yang masih baru, maka PERSANI dipercaya untuk meneria small grant dengan jangka waktu 1 bulan. Dengan berbekal pengetahuan dan pengalaman yang masih minim, PERSANI memberanikan diri untuk menerima small grant pertama ini walaupun awalnya masih punya perasaan takut dan belum terlalu percaya diri karena small grant ini berhubungan dengan pengelolaan dana. Dan ini adalah kesempatan pertama PERSANI mulai mengelola dana. Tetapi karena model pendampingan HI Kupang yan g begitu baik dan motivasi yang tinggi dari anggota PERSANI, grant ini pun dapat di jalankan dengan baik,

4.1.1. Berkembangnya Jaringan

18 51

walaupun laporan kegiatan dan keuangannya belum terlalu memuaskan. Dengan melihat perkembangan PERSANI dalam small grant pertama, HI Kupang terus mendampingi PERSANI dalam penulisan proposal untuk small grant kedua dengan jangka waktu 3 bulan. PERSANI kembali ditantang dengan dana yang lebih banyak dari small grant pertama. Kegiatannya pun menantang PERSANI untuk bisa melakukan sosialisasi tentang isu-isu kecacatan di 4 desa/kelurahan di kota Kupang. PERSANI pun dituntut untuk bisa melakukan kegiatan ini tanpa dibekali pengetahuan tentang bagaimana melakukan kegiatan sosialisasi. Hanya dengan kepercayaan diri yang tinggi PERSANI dapat menjalankan small grant kedua ini dengan baik. PERSANI sangat merasakan perubahan yang sangat besar dalam organisasi dan dalam diri anggota yang terlibat dalam pengelolaan grant ini.

Perubahan yang sangat dirasakan oleh PERSANI adalah manajemen organisasi yang semakin baik, teratur dan transparan. Berbeda sekali dengan manajemen organisasi PERSANI sebelum mengenal program Disability Rights dari HI. Awalnya PERSANI belum paham bagaimana cara membuat pembukuan dan laporan keuangan yang benar, misalnya ketika berbelanja kadang tidak meminta bukti transaksi (nota), nota-nota yang ada tidak dibukukan secara baik, dan tidak melakukan penawaran sebelum berbelanja. Setelah mengikuti pelatihan management organisasi, PERSANI mulai membenahi pembukuan dan laporan keuangan organisasi yang lebih baik. Selain Handicap International, PERSANI mulai berani untuk membangun kerja sama yang baik dengan Dinas Sosial Propinsi NTT, Dinas Sosial Kabupaten Kupang, YAKKUM Bali, Increase (LSM Lokal di NTT) dan beberapa DPO di NTT seperti FKKADK, GKTE, PERTUNI NTT dan PERMATA. Agar hubungan PERSANI dengan para mitra ini tetap terjalin dengan baik, maka PERSANI selalu membangun komunikasi dengan mitra. PERSANI selalu menceritakan perkembangan PERSANI, kegiatan -kegiatan PERSANI dan selalu membuka diri untuk menerima masukan-masukan dari para mitra. Begitu pun para mitra selalu menceritakan pengalaman-pengalaman mereka kepada PERSANI. Sehingga PERSANI belajar dari pengalaman-pengalaman tersebut untuk berkembang. Saat ini PERSANI NTT sudah mulai dikenal oleh Dinas Sosial Provinsi NTT dan Kabupaten Kupang. PERSANI NTT menjadi penghubung bagi sesama penyandang disabilitas yang ingin meningkatkan keterampilan dengan mengikuti kursus yang difasilitasi oleh Dinas Sosial. Atas kerja sama PERSANI dan Dinas Sosial Kabupaten Kupang, ada 7 orang penyandang disabilitas yang difaslitasi PERSANI NTT untuk mengikuti Pelatihan di Solo selama setahun. Selain dengan Dinas Sosial, PERSANI NTT dalam relasi kemitraan dengan Increase dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi, berbagi cerita dan pengalaman tentang suka duka kehidupan sebagai penyandang disabilitas pada desa -desa dampingan Increase Kupang. Antara sesama organisasi penyandang disabilitas, PERSANI selalu dillibatkan dalam kegiatan -kegiatan DPO lain meskipun sebatas sebagai anggota. Pengalaman PERSANI atas perubahan-perubahan tersebut di atas tidak akan terjadi apabila PERSANI tidak terlibat dalam Project Disability Rights. PERSANI menyadari bahwa sejak keterlibatan kami dalam proyek selama kurun waktu 2 tahun ini, lembaga kami mengalami perubahan yang sangat besar baik secara organisasi maupun kemampuan anggota secara individu. PERSANI NTT mungkin tidak dikenal bahkan tidak ada apabila tidak terlibat dalam kerja sama dengan Handicap International. Akhir kata, dengan motto “Kecacatan Bukanlah Penghalang Untuk Berkarya“ dan dibekali kepercayaan diri yang tinggi PERSANI tetap bertekad untuk terus berjuang demi kesejahteraan teman -teman penyandang disabilitas di semua aspek kehidupan mereka.

Lampiran 5 Cerita-cerita Perubahan DPO #1 Kubca Samakta Membangun Jaringan Kerjasama Sebagai Upaya Bersama Mengangkat Martabat Kemanusiaan Para Disabilitas

Kubca Samakta (Kelompok Usaha Bersama Penyandang Cacat Jasa Mitra Karya Utama) adalah Lembaga Sosial yang dimulai sejak tahun 1991 dan resmi didirikan pada tahun 1993, yang bergerak dalam pembinaan karakter dan tata laksana prilaku serta pembekalan pelatihan keterampilan bagi para Penyandang Disabilitas, khususnya remaja/dewasa Tuna Rungu dan Autis.

Di pertengahan tahun 2010 Kubca Samakta mulai menjalin kerjasama dengan Handicap International dan Irish Aid melalui program Peer to Peer Suport dan Kampanye Advokasi tentang hak – hak Penyandang Disabilitas, hal ini menunjukkan perubahan yang signifikan. Kampanye bersama mengenai penghargaan hak-hak penyandang disabilitas yang didukung oleh Handicap International dan Irish Aid memberikan ‘angin segar’ atau inspirasi bagi Kubca Samakta. Sesuatu yang baru muncul, bahwa penanganan praktis terhadap disabilitas akan semakin lengkap dan kuat dengan adanya bentuk penyadaran atau advokasi. Tanpa ada perubahan penyadaran tentunya gerakan atau aktivitas ini berjalan tanpa roh. Dengan mensosialisasikan program ini, ternyata Lembaga Kubca Samakta menemukan jejaring kerjasama yang semakin luas.

Adapun serangkaian kegiatan dimulai dari kegiatan Peer to Peer support yang kami lakukan diantaranya memberikan motivasi dan pembekalan pelatihan keterampilan kepada para peer yang berhasil dirangkul oleh para supporter peserta tuna rungu binaan Kubca Samakta. Sebelumnya isu para peer yang ditemukan sangat bervariatf, hal tersebut diketahui ketika tim pembina bersama dengan para supporter melakukan kegiatan evaluasi dan role play. Para supporter menceritakan pengalamannya masing -masing ada yang sempat diusir ketika supporter melakukan kunjungan ke rumah, ada yang orang tua yang tidak mengijinkan anaknya untuk bersosialisasi melakukan aktivitas bersama seperti membuat kerajinan tangan dirumahnya padahal anak tersebut sangat berminat. Ketika para supporter diminta untuk memberikan masukan tercetus dari salah satu supporter mengusulkan untuk memanggil kak Seto dan ada yang mengusulkan agar pembina dapat mendampingi para supporter untuk melakukan kunjungan kembali banyak tanggapan-tanggapan yang positif dan kreatif dari para supporter. Dari hasil observasi ini kami melihat bahwa ada perubahan yang cukup baik pada diri para supporter, dalam hal ini mereka telah menujukan sikap yang dewasa, tanggung jawab dan care terhadap para peer.

Sedangkan pada kegiatan kampanye Kubca Samakta melakukan serangkaian kegiatan yaitu diawali dengan acara buka dan sahur bersama yang dihadiri oleh Ibu Shinta Nuriyah Abdurrachman Wahid (Kegiatan Sosial Kemasyarakatan), kegiatan-kegiatan seperti seminar, pelatihan/workshop, t emu wicara, talkshow di radio, family gathering, Program Art Ease dengan kegiatannya FGD (Focus Group Disscussion), pameran, fashion show, dan art performance, kegiatan – kegiatan tersebut mengundang perhatian dari pihak luar, baik secara pribadi maupun institusi. Kegiatan kampanye Disability Rights ini didukung oleh banyak pihak dan bekerja sama dengan dosen dan para mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain, Fakultas Psikologi Universitas Maranatha, pribadi – pribadi yang care terhadap kampanye Disbility Right selaku volunteer.

50 19

Hasil Akhir Penilaian Cerita

P 1 P 2 P 3

P 4 P 5 P 6 P 7 P 8 P 9

P 10

P 11

P 12

P 13

P 14

P 15

P 16 TOTAL

CERITA 1 0 6 0 1 4 6 2 4 1 2 2 2 5 2 2 5 44

CERITA 4 6 3 0 0 8 1 7 6 6 4 5 8 7 8 7 2 78

CERITA 6 2 7 0 4 1 0 4 1 5 1 4 6 1 3 5 7 51

CERITA 7 3 5 0 7 7 2 0 5 2 6 6 4 6 4 6 1 64

CERITA 9 1 2 0 2 3 7 6 7 0 5 7 5 4 5 4 6 64

CERITA 13 7 8 0 6 2 3 5 8 7 8 8 3 0 6 3 4 78

CERITA 15 4 1 0 5 5 4 3 2 3 3 1 7 2 1 0 3 44

CERITA 16 5 4 0 3 6 5 1 3 4 7 3 1 3 7 1 0 53

P = Penilai

“ AKU BISA…………KAMU BISA………..KITA SEMUA BISA…………..”

Cerita #2: Berjejaring Menyongsong Matahari

Domain: Jaringan

“Berjejaring menyongsong matahari”

Organisasi Perhimpunan PerMaTa adalah

organisasi yang beranggotakan orang yang sedang dan pernah mengalami kusta. Visi dan Misi PerMaTa yakni “Bebas Stigma dan Diskriminasi Menuju Kualitas hidup yang Layak”. Pembentukan PerMaTa didasarkan atas rasa keprihatinan orang-orang yang mengalami kusta yang selalu menjadi mendapatkan perlakuan diskriminatif akibat stigma yang salah. Sehingga PerMaTa fokus pada kegiatan advokasi dan pemberdayaan menuju kesetaraan hidup anggotanya serta penghapusan stigma dan diskriminasi dari lingkungan keluarga dan masyarakat.

Fokus kegiatan ini ada dari tingkat nasional sampai cabang termasuk PerMaTa NTT cabang kota/kabupaten Kupang yang difasilitasi Yayasan Transformasi Lepra Indonesia. Kegiatan-kegiatan Advokasi yang dilakukan oleh PerMaTa cabang Kupang selain dilihat dari letak geografisnya NTT yang menunjukkan Kupang sebagai ibu kota sekaligus barometernya NTT, maka PerMaTa Kupang dituntut untuk menjadi contoh sekaligus barometer yang menunjukan perubahan dari setiap kegiatan serta menjadi ikon PerMaTa NTT secara menyeluruh.

Tuntutan menjadi contoh bagi kabupaten lain inilah yang membuat kami yang berdomisili di kota Kupang mempunyai tugas ganda dalam upaya perkembangan program dan perkembangan organisasi PerMaTa NTT secara menyeluruh. Tuntutan tersebut dirasakan secara perorangan dan lembaga. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa secara individu anggota PerMaTa dalam mengembangkan organisasi sangat kurang pada aspek sumber daya karena masih terbelenggu dengan stigma akibat kusta yang sangat kuat dikalangan masyarakat, keluarga maupun individu yang mengalami kusta. Secara kelembagaan PerMaTa menyadari bahwa salah satu upaya mengembangkan lembaga dan menghapus self stigma pada anggota PerMaTa perlu dibangun kemitraan strategis atau berjejaring dengan lembaga -lembaga terkait isu yang sama yakni disability di tingkat lokal dengan tidak melupakan mitra tetap PerMaTa dengan Yayasan Transformasi Lepra Indonesia yang telah mendukung program -program PerMaTa Kupang. Oleh sebab itu PerMaTa Kupang terbuka dangan Lembaga -lembaga lain yang mempunyai perhatian terhadap penyandang disabilitas termasuk kusta. Maka lewat assesmen kemitraan yang dibangun oleh Handicap International dengan PerMaTa Kupang dalam kesamaan isu yakni disability lewat project advokasi manemukan titik temu yang ditandai dengan adanya kontrak kerja atau kesepakatan kemitraan.

PerMaTa NTT pada umumnya dan PerMaTa Kupang secara khusus, sebelumnya memang telah melakukan jaringan kemitraan dengan pemerintah daerah maupun NGO local. Tetapi situasi kemitraan

20 49

saat itu khususnya program-program PerMaTa selalu tidak berjalan maksimal dikarenakan keterbatasa n dana, pemahaman tentang kusta yang keliru dan sistem birokrasi maupun aturan pada LSM lokal yang kurang mendapatkan perhatian serius dan seringkali mempersulit kami untuk melakukan kegiatan. Sistem yang terkesan menjadikan kami (PerMaTa Kupang) sebagai lahan membuat kami menekan dan mengurangi aktifitas yang melibatkan mitra-mitra tersebut. Sering juga pendekatan yang dialami oleh kami PerMaTa dalam pengembangan project dalam kemitraan tersebut terbatas pada penyusunan program tanpa ada tindak lanjut. Dari jaringan kemitraan yang terbilang tidak serius inilah terbukti tidak bertahan dan tidak berjalan maksimal sesuai harapan.

Program Disability Rights yang terjalin antara PerMaTa Kupang dengan Handicap International sejak tahun 2010, bukan saja menjadikan kami sebatas mitra tetapi lebih dari itu yang kami rasakan adalah penerimaan dan komitmen yang kuat dari Handicap International terhadap penyandang disabilitas sebagai satu kelurga tanpa menyampingkan sistem dan aturan yang berlaku pada masing-masing lembaga.

PerMaTa yang terkesan ekslusif kusta mulai terbuka dan dikenal di beberapa daerah di NTT lewat jejaring yang terbagun dengan Handicap International. PerMaTa dipertemukan dan menjalin kerjasama dengan 4 organisasi penyandang disabilitas dan beberapa LSM local yang mempunyai perhatian terhadap isu disabilitas dan kaum marginal. Kerjasama yang terjalin ini merupakan batu loncatan bagi PerMaTa Kupang dengan DPO serta LSM local lewat kesepakatan lintas isu. Artinya bahwa DPO dan LSM lokal penyandang disabilitas selain kusta dapat menyampaikan isu kusta begitupun sebaliknya PerMaTa juga berkewajiban menyampaikan isu tentang disabilitas lainnya. Hasil dari lintas isu ini, selain membantu penyebaran informasi tentang keberadaan organisasi -organisasi penyandang disabilitas, juga mampu membantu memperkenalkan organisasi penyandang disabilitas karena dari semua organisasi yang ada, belum sepenuhnya diketahui oleh masyarakat luas dan sampai saat ini tidak bisa dipungkiri bahwa DPO-DPO yang tergabung dalam dampingan Handicap International sudah dikenal oleh masyarakat banyak.

Dalam Proses berjejaring PerMaTa dengan Handicap International mampu menghasilkan perubahan karakter secara individu dan menjadi kekuatan besar bagi organisasi. Keterlibatan dan output dari pelatihan peer to peer support, konseling dan advokasi yang mana anggota ditempa untuk mempunyai wawasan tentang advokasi, mampu keluar dari self stigma, menjadi bagian dan rasa memiliki organisasi, serta mempunyai perhatian bagi teman-teman yang sedang dan mengalami kusta yang tidak terakomodir bahkan diasingkan menjadi kekuatan besar bagi organisasi .

Perubahan yang terjadi dalam kemitraan atau jejaring ini, mampu memutuskan mata rantai kusta, mengubah pemahaman publik tentang kusta dan membangun kepercayaan diri bagi orang yang sedang dan yang mengalami kusta di dua kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan lewat pendekatan personal, berbagi pengalaman dan sosialisasi kusta bagai keluarga dan masyarakat yang difasilitasi Handicap International dalam kegiatan dukungan sebaya. Kemitraan yang terjalin ini pula, PerMaTa mampu menemukan perkampungan kusta di desa Oelnino kabupaten Timor Tengah Selatan yang jauh dari perhatian pemerintah.

Adapun output positif dari kemitraan ini di mana DPO yang didampingi HI mampu m elahirkan sebuah rancangan Peraturan daerah tentang keperpihakan pemerintah daerah kepada penyandang disabilitas di NTT, yang pada awalnya sebatas isu namun sampai saat ini sudah pada tahap sosialisasi pada DPR. Selain itu perubahan secara signifikan dan menjadi tolok ukur sekaligus ikon kesuksesan dalam jaringan kemitraan PerMaTa dengan Handicap International adalah keterlibatan salah seorang anggota PerMaTa yang sebelumnya sangat tertutup, putus asa dan minder dengan keadaanya yakni cacat

PENILAI 1. NAMA: …………………………. TANDA TANGAN: ……………………… 2. NAMA: …………………………. TANDA TANGAN: ……………………… ASAL ORGANISASI: ……………………………………………Lampiran 4

Hasil Review Cerita

9 10 11 12 13 14 15 16

CERITA 1 7 7 7 7 8 7 9 8 60

CERITA 2 8.5 5 7.5 7 6.5 6 8 6 54.5

CERITA 3 7.5 6 7.5 6.5 6 5 8 7 53.5

CERITA 4 9 8 8 8 9 8 9 8 67

CERITA 5 6.2 5 7.5 6.5 5.5 5 8.5 7 51.2

CERITA 6 7.8 6 7.5 8 6 7 9 8 59.3

CERITA 7 6.8 8 8 7.5 8.5 7 9 7 61.8

CERITA 8 6.5 6 7.5 6 5 5 8 7 51

CERITA 9 7 4 6 8 7.5 8.5 9 8.5 58.5

CERITA 10 7 6 7 8 7 8 7 7.5 57.5

CERITA 11 6 3 6 7 6.5 8 6 6.5 49

CERITA 12 6 3 7 7 6.5 7.5 6 7.5 50.5

CERITA 13 8 9 7 9 8 8 8 8.5 65.5

CERITA 14 6 6 7 7 6.5 8 6.5 7 54

CERITA 15 7 3 7 9 7.5 9 8.5 7.5 58.5

CERITA 16 7 8 6 8 8.5 8 6 7 58.5

48 21

Lampiran 3 FORMAT REVIEW CERITA

NO. CERITA NILAI PENJELASAN

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

akibat kusta, lewat pelatihan peer to peer support dan beberapa pelatihan lainnya yang difasilitasi Handicap International mampu membawa dampak perubahan sikap dan pola pikir yang luar biasa. Yang mana anggota PerMaTa setelah pelatihan tersebut sudah dan mampu keluar dar i self stigma yang ada dalam dirinya, menerima keadaannya bahkan sampai saat ini anggota tersebut selain mampu menafkahi hidupnya dengan usaha-usaha berternak, anggota tersebut juga menjadi salah satu wakil dari NTT yang terpilih untuk mengikuti kursus ketrampilan di Solo. Perubahan seperti inilah yang menjadi cita-cita PerMaTa karena dari kesuksesan yang ada akan menjadi pengalaman, pembelajaran sekaligus motifasi bagi teman-teman PerMaTa lainnya serta orang-orang yang sedang dan sementara mengalami kusta yang sampai saat ini masih diliputi rasa minder dan putus asa.

Ukuran keberhasilan ataupun perubahan yang terjadi tidak terlepas dari tahapan yang terus dibangun yakni, selalu adanya koordinasi, pendampingan dan kepercayaan dari staf Handicap International kepada kami PerMaTa Kupang dalam melakukan kegiatan. Dari ketiga hal tersebut merupakan kunci terjadinya perubahan. Secara kelembagaan kami boleh mengatakan demikian karena bagi kami koordinasi rutin yang terbangun merupakan bukti dan komitmen yang kuat dari Handicap International kepada kami dan pendampingan berkala lewat pelatihan-pelatihan sebagai bentuk persiapan sebelum melakukan kegiatan, telah membentuk pribadi-pribadi yang lepas, bebas dan mampu keluar dari self stigma. Kepercayaan yang diberikan dari Handicap International dalam grant yang ditandai dengan kepercayaan mengelola sejumlah dana merupakan sebuah bentuk motifasi dalam pembuktian keberadaan kami sebagai penyandang disabilitas bahwa kami juga bisa dan mampu melakukan kegiatan -kegiatan besar yang berdampak positif bagi banyak orang.

Pada bagian ini, selaku Koordinator PerMaTa Wilayah Nusa Tenggara Timur sekaligus penanggungjawab program mengucapakan limpah-limpah terimakasih atas semua bentuk dukungan dan support dari lembaga Handicap International khususnya Irish Aid sebagai donatur sehingga terselenggara kegiatan-kegiatan nyata bagi kami penyandang disabilitas di NTT.

BUKAN SIMPATIK ATAU EMPATI TETAPI PENERIMAAN

BUKAN KESAMAAN TETAPI KESETARAAN

Cerita #3: Indahnya Saling Berbagi

Domain: Jaringan

INDAHNYA SALING BERBAGI

Gerkatin Solo

Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia atau lebih disingkat Gerkatin sudah berdiri sejak lama tahun 1981 dari Pusat Jakarta, sudah resmi diakui oleh pemerintah. Di Solo menyusul berdiri tahun 1982. Dan telah mengalamai 7 kali pergantian pengurus. Memiliki sekretariat di Jl. Trisula 3 No. 6 Kauman Solo. Sampai sekarang aktivitas lebih kepada mementingkan komunitas tuna rungu saja seperti arisan, pertemuan rutin, halal bihalal, DAN lomba 17-an. Tidak melibatkan non-tuna rungu atau masyarakat. Selama berjalan komunitas tuna rungu belum berani mendekatkan dengan masyarakat karena kesulitan berkomunikasi atau tidak percaya diri ketika bertemu dengan orang bukan tuna rungu. Suatu perjalanan yang cukup lama sampai 24 tahun berjalan serasa begitu monoton dan membosankan. Dengan keadaan ini kepengurusan berganti dan anggota yang aktif dalam pertemuan rutin sudah mulai menunjukan kejenuhan. Sehingga hanya kegiatan tahunan yang menjadi andalan bagi Gerkatin Solo seperti Halal Bihalal, Lomba 17-an, Ulang tahun Gerkatin Solo dan masih sebatas komunitas itu sendiri.

22 47

Semenjak adanya tawaran dari Handicap Internasional mengikutsertakan Gerkatin Solo dalam Workshop Advokasi di Hotel Quality, Yogyakarta mendapat ilmu yang cukup bermanfaat ditambah tool advokit yang sangat membantu kami dalam melakukan sesuatu. Sampai akhirnya pada tanggal 25 Mei 2010 di Solo pada pertemuan kami menandatangani kontrak kerjasama Gerkatin Solo dengan proyek HI dalam program Disability Rights bidang advokasi. Kami diberi kesempatan yang bebas untuk menentukan program sendiri. Maka menjadi kesempatan bagi Gerkatin Solo untuk melibatkan komunitas tuna rungu untuk menyusun program yang direncanakan. Akhirnya program berjalan dengan suks es dengan 3 kali proyek yaitu: Pemutaran Film & Diskusi, Sosialisasi Bahasa Isyarat, Sosialisasi Bahasa Isyarat jilid 2. Selama menjalankan proyek ada keterlibatan dari komunitas tuna rungu tetapi cukup menyulitkan kalau hanya tuna rungu sendiri maka dibantu rekan lembaga maupun mahasiswa yang menjadi relawan untuk membantu menjalankan proyek ini. Salah satu proyek yang paling berperan dalam keterlibatan semua baik internal organisasi, relawan maupun masyarakat adalah kegiatan Sosialisasi Bahasa Isyarat dengan membuka Kursus Gratis Bahasa Isyarat bagi masyarakat. Momen Car Free Day yan g sudah diterapkan oleh pemerintah Kota Surakarta menjadi sasaran yang strategis untuk menjadi tempat diadakan Kursus Gratis Bahasa Isyarat. Ternyata kegiatan kursus bahas a isyarat gratis dapat respon yang luar biasa dari masyarakat untuk bisa berpartisipasi dan ingin berinteraksi dengan komunitas tuna rungu. Dari pendapat sewaktu wawancara pasca kursus bahwa awalnya masyarakat yang punya tetangga tuna rungu tidak tahu baga imana caranya mau berteman karena kesulitan komunikasi, dan setelah pelatihan akhirnya masyarakat bisa menguasai bahasa isyarat secara dasar dan apalagi diberi kaset berisi film dan instalasi program bahasa isyarat. Sebaliknya komunitas tuna rungu melihat antusiasme masyarakat belajar bahasa isyarat membuat mereka lebih terbuka dan percaya diri dalam bersosialisasi dengan masyarakat yang awalnya suka tertutup. Setelah momen terpenting ini, atas kesepakatan pengurus Gerkatin Solo berkeinginan kuat untuk tetap mengadakan kursus gratis Bahasa Isyarat setiap dua minggu sekali di Car Free Day, meskipun sampai dana menipispun kegiatan tetap dijalankan. Selain itu relawan yang membantu menjadi pendamping juga punya komitmen untuk membantu kegiatan ini. Dengan adanya sosialisasi bahasa isyarat ini dapat memberikan kontribusi dampak yang besar selain untuk tuna rungu sendiri tetapi juga bertambah luasnya jaringan dengan komunitas lain atau lembaga lain untuk saling bekerjasama. Salah satunya Akademi Berbagi yang merupakan kumpulan komunitas praktisi yang bertujuan memberikan pengetahuan kepada komunitas atau masyarakat diikutsertakan yang membutuhkan pengetahuan, ketrampilan, informasi. Disini Gerkatin ikut dalam komunitas Akademi Berbagi. Pada kesempatan ini Gerkatin Solo menyempatkan untuk menjadi fasilitator bahasa isyarat bagi masyarakat di Akber ini. Kegiatan Sosialisasi bahasa isyarat ini memberikan kesempatan kepada relawan yang menjadi pendamping dan masyarakat yang menguasai bahasa isyarat ini, komunitas tuna rungu dengan mudah mencari penerjemah dikala dibutuhkan ketika ada kegiatan penting seperti workshop, pertemuan, seminar. Sehingga organisasi Gerkatin Solo yang semula menutup diri dari masyarakat terbuka kesempatan luas untuk bisa berjejaring dan bekerjasama dengan stakeholder baik masyarakat maupun pemerintah.

Kami meminta Anda untuk membuat cerita perubahan berdasarkan pengalaman dengan topic-topik pilihan sebagai berikut:

a. Manajemen organisasi b. Advokasi c. Individual/personal d. Jaringan e. Asistensi, pendampingan, fasilitasi kepada dampingan lembaga

Harap diingat bahwa 1 cerita hanya boleh mewakili 1 topik saja. Kalau mau memilih lebih dari 1 topik, maka jumlah cerita harus mengikuti jumlah topic yang dipilih. Isi cerita harus mencakup hal-hal berikut untuk setiap topic yang dipilih.

1. Ceritakan perubahan yang menurut Anda paling penting atau paling berpengaruh dalam topic

yang Anda pilih. 2. Ceritakan situasi sebelum dan sesudah mengikuti program “Disability Rights “. 3. Mengapa perubahan itu menurut Anda penting? 4. Bagaimana proses terjadinya perubahan itu? Tolong ceritakan tahapannya. 5. Mengapa perubahan terjadi? (alasan/ factor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya

perubahan) 6. Apakah perubahan ini akan berpengaruh pada perubahan-perubahan lainnya di masa

mendatang? Jelaskan. 7. Ceritakan juga awal mula lembaga Anda terlibat dalam program Disability Rights ini? Mengapa

lembaga Anda tertarik dengan proyek ini?

Mohon cerita dibuat mengalir saja. Yang penting cerita bisa dipahami, enak dibaca dan lengkap meliputi ketujuh aspek di atas.

Dari perkembangan kegiatan Sosialisasi Bahasa Isyarat ini mendapat banyak jaringan yang awalnya

dengan banyak lembaga diantaranya Anima Solo, Rumah er

sedikit dan akhirnya bisa bekerjasama Blogg

46 23

Lampiran 2

FORMAT PENULISAN CERITA PERUBAHAN Latar Belakang HIF ingin mengetahui cerita tentang perubahan-perubahan penting yang terjadi pada lembaga mitra dan staf-stafnya yang dialami selama program “Disability Rights “. Ini akan membantu kami untuk mengetahui keberhasilan dan atau kegagalan, sehingga bisa menjadi pelajaran bersama. Cerita dan informasi yang dikumpulkan bertujuan untuk:

Menggali apa yang telah dilakukan dan dicapai oleh lembaga mitra, dan mengenali factor-faktor yang menyebabkan keberhasilan atau kegagalan.

Membagi cerita keberhasilan atau kegagalan kepada pihak-pihak terkait sebagai bahan pembelajaran bersama

Kerahasiaan Kami mungkin akan menggunakan cerita ini untuk pelaporan kepada donor, atau membaginya kepada pihak-pihak terkait. Apakah Anda bersedia nama organisasi dan atau orang-orang yang terlibat, dituliskan didalam cerita? Ya / Tidak Apakah Anda memperbolehkan kami untuk menggunakan cerita ini untuk publikasi? Ya/Tidak Informasi Umum Nama organisasi : ......................................................... Lokasi penulisan : ......................................................... Tanggal penulisan : .........................................................

PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PENULISAN

Nama Jenis Kelamin Posisi/Jabatan di Lembaga

Indonesia, Solo Berkebun yang siap memberikan bantuan teknis bila dibutuhkan. Selain itu juga memberikan kontribusi kepada pelaku pelayanan publik yang bisa menguasai bahasa isyarat agar tercipta aksesibilitas komunikasi tuna rungu wicara dengan masyar akat sehingga tercipta masyarakat inklusi dan bebas hambatan. Dan dapat memberikan kesadaran kepada lembaga pendidikan khususnya SLB yang selama ini kebanyakan mengurangi bahasa isyarat di kurikulumnya yang lebih suka memakai bahasa oral. Juga terbukanya kesempatan tuna rungu mendapatkan pekerjaan di perusahaan, salah satunya rekan tuna rungu Ryan sekarang magang di Anima Solo.

Gerkatin solo Berharap pada masa-masa ke depan tetap akan ada kerjasama dengan Handicap International atau lembaga lain supaya advokasi melalui sosialisasi hak-hak tuna rungu bisa terus dilakukan oleh Gerkatin Solo.

Dari ketiga cerita tersebut, bisa disimpulkan bahwa kegiatan -kegiatan peer support dan pelatihan-pelatihan yang dilakukan atas dukungan dari HI telah menumbuhkan rasa percaya diri, penerimaan diri dan motivasi untuk berkembang, keluar dari stigma yang selama ini mereka sandang. Membebaskan diri dari stigma ini bukan perkara mudah karena stigma merupakan produk dari sebuah konstruksi sosial. Menghilangkan stigma itu ibarat mencabut pohon yang akarnya sudah menancap di dalam tahah selama ratusan tahun. Perjuangan melawan stigma adalah perjuangan melawan konstruksi sosial, dan itu membutuhkan keberanian yang luar biasa. Berpadu dengan ketrampilan manajemen organisasi yang diberikan, organisasipun kemudian memiliki keberanian dan motivasi untuk berbaur dengan organisasi-organiasi lain demi tujuan yang sama. Diperlukan sebuah keberanian diri untuk terciptanya sebuah perubahan. Keberanian diri akan membuka pintu bagi perubahan pada sekelompok orang, perubahan pada sekelompok orang akan menjadi paradigma dalam bentuk aturan hukum formal. Pengalaman Persani NTT dengan draft Perda tentang disabilitas penyandang disabilitas di NTT. Hal pertama yang harus dilakukan dalam berinteraksi dengan orang lain dan organisasi lain adalah menyamakan ‘bahasa’. Ketika ‘bahasa’ sudah sama, maka peluang untuk mengubah pandangan orang dan memperluas jaringan menjadi semakin terbuka. Seringkali diperlukan cara-cara yang ‘tidak biasa’ untuk perubahan yang luar biasa. Ini dibuktikan oleh Gerkatin Solo. Menemukan cara yang ‘tidak biasa’ inilah yang tidak ada pada setiap orang atau organisasi.

4.1.2. Kemampuan Mengungkapkan Gagasan

Cerita dari BILiC, Bandung, ini menunjukkan sangat berartinya peer support dalam dalam mengubah hidup orang dengan disabilitas.

Cerita #4: We Can Do It

Domain: Kemampuan Mengungkapkan Gagasan

24 45

“We Can Do It”

Teman-teman BILiC bertambah Pintar dan Keren

Orang cacat, manusia tidak sempurna, orang aneh karena tidak sama dengan kebanyakan orang, itulah

stigma-stigma yang melekat erat pada kami, seseorang dengan kecacatan dan kini diistilahkan dengan

disabilitas. Tidak mudah bagi kami hidup bersama dengan orang-orang “normal” bahkan di kalangan

keluarga kami sendiri. Tergera klah kami membentuk lembaga yang mampu memandirikan dan

melayakkan kami hidup berdampingan di tengah masyarakat yang masih asing dengan kehadiran

penyandang disabilitas. Lembaga itu adalah Bandung Independent Living Center yang disingkat dan

lebih dikenal sebagai BILiC. BILiC berdiri tahun 2003 dan berawal dari inisiatif para mahasiswa dan

penyandang disabilitas untuk bersama-sama mengaudit aksesibilitas kota Bandung dalam bentuk film

dokumenter.

BILiC kemudian mengajukan kerjasama dengan Handicap Internasional (HI) dalam proyek sosialisasi

Peer Support. Kami melihat adanya ketersambungan program diantara HI dan BILiC, yaitu sama-sama

bergerak di bidang Disability Rights. Disisi lain HI memberikan fasilitas dan ruang kepada kami untuk

melakukan aktivitas secara luas. Salah satunya membawa isu-isu disabilitas di daerah ke tingkat

Nasional agar isu ini menjadi isu bersama. Khususnya isu mengenai perwujudan kemandirian

penyandang disabilitas melalui program peer support.

Kami mendapatkan kerjasama termin ke dua bersama HI dengan manajeman yang berbeda melalui

assessment dalam penyusunan program keberlanjutan dari program peer support terdahulu.

Kerjasama dengan HI ini terbagi ke dalam 3 tahapan small grant dalam kurun waktu per empat bulan

lamanya.

Kerjasama tersebut memberi dampak luar biasa. Dampak positif yang paling penting dan sangat kami

syukuri adalah peningkatan kapasitas teman-teman dalam menjalankan sebuah program atau lebih

populer di sebut dengan istilah Capasity Building. Pada awalnya sumber daya yang BILiC miliki

sangatlah minim. Kapasitas minim ini khususnya dalam hal kemampuan pengelolaan organisasi dan

pengelolaan program. Sementara skill yang dipunyai teman-teman hanya berdasarkan pengalaman

saja, belum terstruktur dan masih jauh dari kelayakan mengelola sebuah organisasi.

Ketika program dilaksanakan, kami membutuhkan tim atau staf sehingga kami membuka rekritmen

penyandang disabilitas secara terbuka. Saat itu penerimaan staff penyandang disabilitas sangat sulit

dilakukan. Sulit kami temui penyandang disabilitas dengan jenjang pendidikan tinggi atau pernah

bekerja di perusahaan atas kemampuan intelektualnya. Jikalaupun ada pekerjaannya bukan posisi yang

menunjang kebutuhan staff di BILiC misalnya riwayat bekerja sebagai cleaning cervis atau office boy

dengan waktu kerja shift di malam hari saja. Kebanyakan pelamar yang masuk adalah penyandang

Cerebral Palsy. Sehingga akhirnya penerimaan staff tidak berdasar pada standar pendidikan melainkan

pada lamanya mereka mengenal BILiC, pernah ikut terlibat di event tertentu BILiC, punya komitmen

untuk terus bertanggungjawab pada tugasnya walaupun dengan potensi seadanya. Pada umumnya

teman-teman adalah penyandang disabilitas yang belum pernah bekerja di perusahaan karena belum

pernah ada yang mau menerimanya.

MAKASSAR PerMaTa Makassar Jl. Beruang No. 77 Makassar South Sulawesi Province 0411 831 391 Email: [email protected] Pertuni Makassar Jl. Piere Tendean Blok M 7 Makassar South Sulawesi Province Indonesia 0411 423 053 GORONTALO Gerkatin Gorontalo Jl. Piere Tendean No. 67 Kota Gorontalo Tlp: 0435 8726807/ kontak person Bu Ellen HP: 085256315860 NUSA TENGGARA TIMUR FKDPCA NTT Jln Jend.Soeharto No 73 – Oepura – Kota Kupang – NTT 85117 0811384276 [email protected] Persani NTT Jln HR Koroh no 27, Oepura - Kota Kupang – NTT 85117 Serafina Bete: 081339471502 [email protected] PerMaTa NTT Jl Advokat no 15 Naikoten 1 Kupang NTT Paulus Manek 0821 4402 7226

44 25

LAMPIRAN - LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Organisasi Mitra Handicap International JAWA

Pada saat wawancara telah dijelaskan salah satu tugas teman -teman yang sudah terpilih dan bergabung menjadi staff di BILiC, yaitu teman-teman diminta menuliskan laporan harian sesuai dengan tugas dan kapasitas masing-masing. Laporan harian tersebut dikirimkan ke email BILiC setiap akhir bulannya. Di awal teman-teman menyetujui kewajiban tersebut dan akan berusaha belajar untuk bisa melaksanakannya. Namun, ternyata hal tersebut membuat beberapa teman kami menjadi stress, ada yang marah-marah, bahkan ada yang putus asa dengan menganggap dirinya tidak mampu dan tidak layak untuk bekerja di BILiC. Merespon kejadian tersebut peer konseling diantara sesama staff menjadi jurus yang ampuh dalam membangkitkan semangat belajar teman-teman. Setiap staff yang disinyalir mendapat tekanan psikologis, dikonseling satu per satu dan ada saatnya juga dikumpulkan bersama dalam konseling kelompok. Kenyataannya adalah teman-teman BILiC baru mengenal perangkat komputer, flash disk juga ada yang tidak mengetahuinya. Teman -teman belum beradaptasi dengan baik terhadap komputer dan laptop ataupun note book karena baru kenalan saat di BILiC. Selama ini teman-teman jarang mengoperasikan komputer, atau ingin tau tentang bagaimana cara mengoperasikan komputer karena mereka tidak m erasa butuh serta tidak ada kebutuhan yang mendorong mereka untuk mau berkenalan dengan perangkat ini. Terlebih bagi teman -teman CP, keterbatasan motorik tangan dalam mengetik sangatlah terbatas dan tidak terbiasa.Waktu yang diperlukan untuk menuliskan satu kalimat butuh hampir 30 menit dan itupun masih ada huruf yang terlewat. Kondisi ini kami informasikan juga kepada pihak HI yang kemudian mendapat respon sangat baik dalam arti HI memiliki pengertian yang sangat melegakan kami dengan adanya penyesuaian da n memberikan kemudahan dalam penulisan pelaporan. HI meminta teman-teman untuk menuliskan laporan harian yang cukup singkat, gaya bahasa ataupun struktur kalimat dibebaskan namun intinya tetap mewakili aktivitas yang telah dilakukan oleh teman-teman di kantor maupun di lapangan selama program berlangsung. Langkah awal pembiasaan menulis ini kami coba tawarkan dengan mengajarkan teman-teman membuat email diteruskan dengan membuat akun Facebook di internet yang difasilitasi oleh kantor. Hal ini mendapat respon antusias di kalangan teman-teman. Mula-mula teman-teman yang telah memiliki akun Facebook melakukan banyak pertemanan dan kemudian belajar menuliskan status dari satu kata titik-titik, dua kata titik-titik sampai satu kalimat penuh dan diakhiri titik. Prestasi tersebut sangat kami apresiasi dengan saling memberikan respon membangun dari teman-teman yang lainnya. Ada juga teman kami yang lebih senang belajar menulis di kertas, baru kemudian diperlihatkan untuk direspon dan diberi apresiasi sehingga dia menjadi percaya diri mengetiknya di komputer. Selang sekian waktu tibalah saatnya pengumpulan laporan, hasilnya berbagai macam tipe penulisan laporan kami terima. Ada yang berbentuk cerpen, ada yang banyak kelihangan huruf dalam kata -katanya, ada yang sangat puitis, ada yang mampu menuliskan hanya satu kalimat saja perharinya. Hasil tulisan laporan teman-teman tersebut kami kirimkan ke HI dengan sedikit editing, khususnya untuk huruf yang hilang. Di luar dugaan respon HI begitu membuat kami terharu dan memotivasi kami, bahwa laporannya telah cukup mewakili kegiatan harian teman -teman, dan kami diminta tidak banyak melakukan editing, sesuai aslinya saja.

Ketika hal tersebut disampaikan kepada teman -teman, wajah teman-teman nampak senang, mereka tersenyum. Dampak realnya adalah status FB teman-teman bertebaran dan mulai panjang-panjang. Tanpa kami sadari teman -teman di BILiC mendapatkan kekuatan dan keyakinan bahwa mereka memiliki potensi yang sama dalam kemampuan menulis selama mereka mau terus belajar. Pela poran

26 43

berikutnya dalam small grant tahap dua mengalami peningkatan. Teman -teman sudah bisa menuliskan kegiatannya dalam kalimat yang cukup panjang. Bahkan salah satu teman kami banyak menuliskan puisi dan meng-upload-nya di Facebook, dia senang karena banyak jempol mampir memberi tanda “like” pada puisinya. Sekarang tiga puisi hasil karyanya telah hadir di sebuah buku kumpulan puisi lainnya. Kedepan ia akan membuat buku kumpulan puisinya sendiri.

Perubahan ini menambah pengayaan SDM BILiC, kemudian tahap berikutnya mereka dipercaya untuk membuat TOR kegiatan (kerangka acuan kegiatan) Talkshow di Radio. Ternyata mereka telah berhasil melakukannya. Mulai dari pembuatan draf TOR, lobbying pihak radio, melakukan kesepakatan kerjasama, membuat outline, menentukan dan mengundang narasumber, melaksanakan talkshow sampai pelaporan kegiatan. Harapan ke depan kemampuan ini bisa membantu BILiC dalam pembuatan Proposal Grant yang penuh kreatif dan inovatif.

Sekarang teman-teman sesama staf sudah berani mencoba membuat proposal dengan kegiatan eventual. Teman-teman mulai menyadari bahwa memiliki Note Book menjadi sebuah kebutuhan. Dua orang teman kami berusaha menyisihkan uang gajinya dari program untuk membeli note book juga modem dengan menyicil. Beberapa kali kami melakukan curah ide via Yahoo Messenger ataupun chatting group di Facebook. Membayangkan seorang penyandang disabilitas seperti pengguna kursi roda atau seorang dengan CP memegang note book di tangannya, dia mahir menggunakan alat elektronik masa kini dan terhubung dengan teman-teman di belahan dunia lain, bukankah itu sebuah pemandangan yang keren dan membanggakan?

Hal yang memberikan kebahagiaan tidak terhingga ketika melihat teman -teman kami satu persatu menjadi sangat keren dan pintar. Semakin banya k teman-teman BILiC yang menjadi tambah pintar adalah impian yang ingin kami wujudkan bersama. Semakin banyak penyandang disabilitas mendapat layanan BILiC. Semakin banyak pula penyandang disabilitas yang menjadi tambah pintar dan keren. Semakin banyak juga penyandang disabilitas yang menjadi mandiri dan menjadi manusia yang utuh hadir dengan perbedaan namun menjadi sebuah keindahan.

Terimakasih HI yang telah banyak memberikan support kepada kami sehingga kami bisa merasakan kehidupan yang setara dan dapat berdiri tegak di tengah-tengah masyarakat. Amin

Peer support telah membawa perubahan bagi para penyandang disabilitas di BILiC, Bandung. Mereka yang tadinya memiliki kesulitan dalam menulis, bahkan untuk sebuah hurufpun, kini sudah bisa mengungkapkan gagasan melalui paragraf demi paragraf. Dengan kemampuan mengungkap gagasan -gagasan ini, mereka telah membuka jendela perubahan.

Bagaimana kemudian kita tahu bahwa ‘lessons’ itu ‘dipelajari’? Kita akan tahu itu ketika:

- ada kesadaran dan upaya oleh staf program untuk belajar dari ‘on-going interventions’;

- program secara aktif memasukkan pengalaman dan pengetahuan staf proyek yang diperoleh dalam implementasi dan manajemen;

- praktek, kebijakan, dan prosedur secara terus -menerus disesuaikan untuk meningkatkan kinerja program dalam mencapai tujuan;

- aspek-aspek baru yang muncul dari konteks yang tidak terencana dimonitor dan didokumentasikan secara rutin;

- ada exchange visits ke program yang serupa dari lembaga lain, kembali dengan ide-ide baru yang diimplemetasikan untuk meningkatkan kinerja program; dan

- proyek mengimplemetasikan ‘eksperimen’ dan inovasi intervensi baru bagi staf dan organisasi.

Ya, learned the lessons itu ibarat menyusun puzzle dari kepingan-kepingannya.

**

42 27

5.Epilog Lessons (pembelajaran) apa yang kemudian bisa kita tarik untuk semua perubahan yang sudah terjadi

dalam proyek DR ini?

Sebuah Pembelajaran tentang Perubahan

Perubahan. Dia seperti gema: semakin keras kita berteriak, semakin panjang gema yang dihasilkan. Dia juga seperti bola salju: semakin besar ketika digelindingkan.

Perubahan hanya bisa terjadi kalau orang terbebas dari kungkungan yang selama ini melingkupinya. Keterbebasan dari kungkungan ini ditentukan oleh dua tataran: individu dan lingkungan. Rasa percaya diri pada tataran individu penyandang disabilitas bahwa mereka juga memiliki arti, mereka bisa mengurangi ketergantungan dengan orang lain, dan mereka mampu menjadi ‘pelaku’ a dalah titik krusial yang kemudian menentukan terjadinya perubahan yang lebih besar.

Rasa percaya diri itulah yang kemudian membebaskan individu-indivudu dari stigma yang selama ini melekat pada diri penyandang disabilitas: tergantung sepenuhnya pada orang lain dan tidak berguna.

Kebebasan diri dari stigma kemudian membuka pintu bagi interaksi individu-individu penyandang disabilitas dengan lingkungan sekitar. Ketika terjadi interaksi, orang -orang di sekitar merekapun mulai bisa melihat ‘sesuatu yang lain’ dari apa yang selama ini dilihat pada diri penyandang disabilitas. Orang-orang disekitarpun berubah. Ya, “aku berubah, duniapun berubah”.

Perubahan–perubahan itu saling memberi resonansi untuk terjadinya perubahan yang lebih besar dan lebih besar lagi. Ditingkat DPO, penyandang disabilitaspun memiliki keberanian untuk bersuara mengekspresikan hak. Pada gilirannya, ini berkontribusi pada terjadinya penerimaan publik terhadap keberadaan dan kebutuhan PWD dan semakin luasnya jaringan DPO.

Penyandang disabilitas adalah kelompok yang selama ini paling dimarjinalkan diantara kelompokkelompok marjinal lainnya. Sebagai kelompok yang paling termarjinalkan, perjuangan untuk membuat perubahan jauh lebih keras dibandingkan kelompok lainnya. HI telah mengambil peran sebagai ‘fasilitator’ dalam proses perubahan tersebut dengan fleksibilitas strategi, kemauan belajar dan daya adaptasi yang tinggi dari staf proyek, serta kepercayaan dan relasi yang baik antara PO dengan DPO.

Pengalaman Pertuni Sulawesi Selatan ini memberi pemahaman kepada kita mengen ai perubahan yang dihasilkan dari pelatihan advokasi.

Cerita #5: Pelatihan Advokasi Pertuni Sul Sel

Domain: Menyuarakan Hak-hak Disabilitas

PELATIHAN ADVOKASI PERTUNI SULSEL

“Pelatihan advokasi tersebut melahirkan beberapa orang tunanetra yang saat in i telah memiliki kemampuan public speaking...” Jauh sebelum Handicap Internasional Indonesia menyentuh Pertuni Sulsel, kami telah dan senantiasa mencoba muncul ke ranah publik untuk mensosialisasikan dan menyuarakan Hak-Hak disabilitas tunanetra Sulawesi Selatan. Talk show di berbagai media elektronik, menjadi salah satu wahana kami berbicara dan menyuarakan visi/misi Pertuni Sulsel. Namun ada satu kendala bagi kami, karena untuk tampil dan menjadi pembicara dalam media elektronik tersebut membutuhkan bia ya yang tidak sedikit.

Setelah kedatangan Handicap Internasional Indonesia di Sulawesi Selatan dan melakukan assessment kepada Pertuni, ini merupakan peluang bagi kami yang selama ini menginginkan adanya sebuah media publik yang dapat menjadi media advokasi disabilitas tunanetra Sulawesi Selatan tanpa harus tergantung lagi pada media-media elektronik yang berbayar. Pada fase I small grant yang ditawarkan oleh HI Indonesia kepada Pertuni Sulsel, kami mengaplikasikannya dalam bentuk pelatihan advokasi Hak Asasi melalui siaran radio. Ternyata fase tersebut merupakan titik tolak perubahan penting yang dirasakan oleh teman-teman pengurus Pertuni Sulsel. Betapa tidak, pelatihan advokasi tersebut melahirkan beberapa orang tunanetra yang saat ini telah memiliki kemampuan public speaking yang memadai dan sudah memiliki kepercayaan diri untuk tampil menjadi narasumber pada talkshow di beberapa radio yang ada di Makassar. Salah satu radio yang mengakomodasi Pertuni Sulsel saat ini adalah LPPRRI Makassar dalam sebuah format program acara yang kami namakan Gema Inklusi yang disiarkan dua kali dalam sebulan.

Namun ternyata output tersebut di atas masih belum mampu mengakomodasi banyak nya isu strategis yang akan kami soroti, dan sudah barang tentu menjadi kendala bag i Pertuni karena media tersebut di atas memiliki keterbatasan durasi dalam menyiarkan isu-isu yang kami publikasikan. Syukurlah permasalahan ini kemudian terjawab setelah mendapat small grant fase II untuk media advokasi hak

4.1.3. Kemampuan Menyuarakan Hak-hak Disabilitas

28 41

asasi disabilitas tunanetra melalui saluran radio streaming. Dengan adanya media radio streaming tersebut, berbagai program dan isu-isu strategis yang kami kemas dapat terakomodasi dan tersosialisasi secara efektif dan tepat sasaran. Betapa tidak, berkat bantuan dan kerjasama HI Indonesia dengan Pertuni, saat ini kami telah memiliki SDM yang cukup kapabel dalam mengemas isu-isu advokasi strategis serta telah memiliki corong publikasi sendiri yang mana kesemua itu sudah barang tentu akan memberikan pengaruh besar bagi kemajuan Penyandang Disabilitas Sulawesi Selatan pada umumnya, dan angota Pertuni Sulsel pada khususnya.

Pelatihan advokasi telah membawa beberapa orang dari Pertuni memiliki kemampuan public speaking. Kemampuan ini menumbuhkan kepercayaan diri mereka untuk me nyuarakan h ak-hak disabilitas melalui radio. Ini kemudian membuat mereka makin dikenal luas dan dipercaya karena kapabilitasnya. Pada gilirannya, kepercayaan dan kapabilitas ini kemudian berkontribusi pada meningkatnya aset organisasi dalam menyuarakan hak-hak disabilitas. Penyuaraan hak memang membutuhkan ‘speaker’ dengan volume tinggi dan jangkauan luas agar didengar oleh orang lain, dan gemanya bisa terdengar ke segala arah. Pertuni Sulawesi Selatan membuktikan upaya itu dengan radio streamingnya.

Ringkasan: Perubahan Ditingkat Organisasi Berdasarkan cerita-cerita di atas, pembelajaran penting dalam aspek organisasi yang diperoleh DPO karena keterlibatannya dalam proyek DR terjadi pada beberapa hal berikut:

Meningkatnya kapasitas manajemen proyek. Bagi sebagian organisasi, kerjasama dengan HI menyelenggarakan kegiatan atau proyek, merupakan kerjasama pertama mereka dengan pihak ketiga. Ini memberi pelajaran sangat penting tentang perencanaan proyek, mengelola proyek, membuat pertanggungjawaban, dan bekerja bersama pihak di luar untuk menjalankan proyek. Semua dalam tahap sangat awal, dan ini merupakan pijakan penting bagi perkembangan DPOs selanjutnya.

Meningkatnya legitimasi dan komunikasi dengan anggota. Kegiatan-kegiatan dari HI memfasilitasi organisasi untuk membuka komunikasi dengan para anggota penyandang disabilitas. Mereka berkesempatan melakukan peer to peer support, sehingga menambah keluasan organisasi dalam menjangkau penyandang disabilitas. Secara otomatis, ini juga meningkatkan legitimasi organisa si dikalangan anggota-anggotanya.

Bebas dari self stigma, lebih terbuka dan percaya diri dalam bersosialisasi dan berjejaring. Ketelatenan staf-staf HI dalam meyakinkan DPO, membuat para pegiat DPO berani keluar dari “kandang sendiri”, berkomunikasi kepada pihak luar, sehingga akhir self stigma betul -betul hilang. Organisai menjadi lebih terbuka untuk bersosialisasi dengan masyarakat dan berjejaring.

Berkembangnya jaringan organisasi. Ini sebenarnya merupakan dampak langsung dari telah terjalinnya kerjama dengan pihak luar, sehingga beberapa pihak, seperti pemerintah, organisasi lain, menjadi lebih tahu tentang DPO dari sebelum tidak tahu.

Meningkatnya komunikasi antara disabilitas dengan masyarakat. Tiap-tiap DPO mengembangkan cara-cara untuk meningkatkan komunikasi antara disabilitas dengan masyarakat, sehingga diharapkan mereka tidak lagi eksklusif atau teralienasi. Gerkatin Solo, misalnya, memperoleh pembelajaran untuk terus menosialisasikan bahasa isyarat kepada masyarakat luat, agar terjadi

praktis. Paradigma lama bahwa “hidup ini hanya ‘milik’ non penyandang disabilitas masih kuat bersarang disana. Menyatukan DPO-DPO dengan beragam jenis disabilitas dengan berbagai visi dan misi juga merupakan tantangan tersendiri. Konstruksi sosial yang ada selama ini membuat mereka “tereksklusi” dalam tembok yang begitu kuat, dalam situasi ‘kesendirian’. Situasi ini membuat kerja-kerja penyuaraan hak-hak penyandang disabilitas membutuhkan pemikiran, strategi dan metode yang ekstra luar biasa. 4.5. Apa yang Perlu Dilakukan Selanjutnya? Kemudian apa yang perlu dilakukan di waktu yang akan datang terkait dengan peningkatan kapasitas DPO untuk menyuarakan hak-hak penyandang disabilitas? Karena sebagian besar program DR “baru” pada tahap menghasilkan pembangunan kepercayaan diri dikalangan para pegiat mitra, penstrukturan organisasi dan uji coba kegiatan agar lebih terekspose ke publi k, maka kerjasama dengan mitra-mitra HI yang ada sekarang diluar proyek DR masih sangat relevan untuk terus dilakukan, karena sesungguhnya DR adalah ‘judul’ yang sangat luas sehingga bisa masuk dari tema atau topik apapun. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kapasitas mitra, sekaligus meningkatkan ekspose mitra kepada para pembuat kebijakan dan stakeholder terkait, untuk memperkuat pondasi bagi peningkatan peran mitra dalam konteks advokasi isu DR di daerah masing-masing. Kerjasama juga bisa diperluas untuk memperkuat peran mitra dalam penjangkauan (outreach) kepada para penyandang disabilitas lain yang terkait, baik untuk meningkatkan kepercayaan diri para penyandang disabilitas, mendorong akses disabilitas ke pendidikan, maupun peningkatan kapasitas livelihood mereka atau keluarganya. Basis relasi yang saat ini sudah terbangun, serta hasil program DR di organisasi dan personel mitra, menjadi milestone penting untuk program-program lanjutan, dan sangat disayangkan bila tidak bisa bertahani sama-sekali.

4.4. Tantangan Terlepas dari semua perubahan yang sudah sudah dicapai, ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh proyek. Tantangan pertama adalah tentang mengubah pola pikir keluarga dan masyarakat, yang selama ini masih beranggapan bahwa disabilitas adalah ‘aib’ sehingga harus disembunyikan. Stigma yang begitu kuat ini kemudian melekat juga dalam diri penyandang disabilitas sendiri. Tantangan berikutnya adalah pemerintah yang belum menyediakan kebijakan -kebijakan affirative action bagi para penyandang disabilitas. Aksesibilitas pelayanan publik masih jauh dari kebutuhan dan harapan. Belum lagi soal ‘pemanfaatan’ penyandang disabilitas dan isu-isu disabilitas untuk kepentingan politik

40 29

Dengan berbekalkan no HP , kontak person, dan alamat ketiga organisasi tersebut, saya mulai mencoba membangun komunikasi lewat telpon, memperkenalkan diri dan Organisasi Handicap International serta menyepakati waktu untuk mengunjungi organisasi tersebut, sembari mencari tahu informasi tentang keberadaan organisasi penyandang disabilitas yang lain. Pada akhirnya saya diinformasikan baik oleh Dinas Sosial Provinsi NTT maupun informasi informal dari rekan kerja yang saya kenal baik di INGO maupun LNGO, bahawa ada organisasi lain yang namanya Forum Komunikasi Keluarga dengan Anak Kecacatan ( FKKDAK ), Gabungan Kristiani Tuna Ne tra Ebenhaezer ( GKTE ), Perhimpunan Mandiri Kusta ( Permata NTT ) dan Komunitas Kolping Tuna Netra Kupang ( KKTNK ).

Informasi keberadaan DPO tersebut di atas mendorong semangat saya untuk memastikan keberadaan dan mengenal lebih dekat dengan organisasi tersebut. Pendekatan awal yang saya lakukan adalah mengunjungi organisasi, memperkenalkan diri, organisasi dan program Handicap International. Komunikasi dan kunjungan ke organisasi terus saya lakukan untuk membangun relasi kedekatan serta menjelaskan secara lebih mendalam tentang tujuan proyek kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan bila DPO tersebut bersedia bermitra dengan HI.

Runutan pendekatan dan tahapan kegitan selanjutnya adalah assesment organisasi, merumuskan dan menandatangani kesepakatan kerja sama DPO dan Handicap International, identifikasi kebutuhan pelatihan peningkatan kapasitas organisasi, Pelatihan peningkatan kapasitas sampai pada implementasi small grant untuk menindaklanjuti hasil pelatihan peningakatan kapasitas. Dukungan -dukungan yang difasilitasi Handicap International dalam peningkatan kapasitas DPO serta intensitas komunikasi yang terus dibangun oleh PO dalam spirit kekeluargaan menciptakan rasa saling membutuhkan dan saling melengkapi sebagai mitra kerja.

Dari keenam cerita staf tersebut, bisa dilihat adanya tiga faktor yang mendukung kerja -kerja DPO untuk terjadinya perubahan seperti pada cerita pertama sampai kelima. Ketiga faktor itu adalah:

- Perubahan strategi ditengah implementasi proyek. Cerita #6 dari Disability Rights Advisor dengan gamblang menjelaskan bagaimana perubahan strategi ini berkontribusi secara signifikan terhadap terjadinya perubahan-perubahan itu.

- Kepercayaan dan relasi yang baik antara PO dengan DPO, sebagaimana didapati pada cerita #7 dan cerita #8.

- Kemauan belajar dan daya adaptasi yang tinggi dari staf proyek . Ini tercermin dalam cerita #9, cerita #10 dan cerita #11.

Ketiga faktor tersebut telah bersinergi sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadi perubahan -perubahan posisitif selama implementasi proyek.

peningkatan jumlah orang yang bisa lebih mengerti dalam berkomunikasi dengan bahasa isyarat, sehingga komunikasi mereka dengan masyarakat menjadi bisa lebih baik.

Meningkatnya kemampuan organisasi menyuarakan hak disabilitas. Pada beberapa DPO, program ini memfasilitasi mereka untuk menyelenggarakan siaran radio yang berjalan secara rutin, dan menjadi perwakilan suara dari penyandang disabilitas.

4.2. Cerita Perubahan Ditingkat Individu Disamping cerita perubahan ditingkat organisasi, ada banyak cerita perubahan ditingkat individu yang terkumpul sebelum lokakarya kedua. Perubahan-perubahan ditingkat ini mencakup tumbuhnya rasa percaya diri, penerimaan diri, berkurangnya ketergantungan pada orang lain, dan tumbuhnya kapasitas dalam berkarya. Akan tetapi cerita-cerita itu sangat pendek, mengatakan perubahan secara langsung tanpa menggambarkan proses perubahan, mengapa perubahan itu penting, dan bagaimana perubahan itu berpengaruh terhadap perubahan lain. Karena ini memperkuat cerita-cerita perubahan ditingkat organisasi, maka cerita-cerita perubahan ditingkat individu ini akan ditampilkan dalam bentuk kutipan kesaksian.

Febriyanti Kilo, Gorontalo “Setelah saya bergabung dalam program “Disability Right” Rasa Percaya Diri saya telah tumbuh dalam diri saya. Ternyata hidup ini lebih berarti, tidak ada kata terlambat untuk berjuang . Sebelum saya bergabung dengan program Disability Rights saya berpikir bahwa hidup ini tidak berarti bahkan selalu terpikirkan dalam benak saya dengan adanya kecacatan fisik bisa meny usahkan orang-orang yang ada disekitar saya (orang tua, keluarga, dsb.) akan tetapi dengan adanya saya bergabung di program ini, dimana tempat tesebut dapat menggali potensi yang ada didalam diri kami dan bisa memberikan banyak manfaat kepada orang banyak, masyarakat, bangsa, dan negara yang membutuhkn kami. Perubahan ini sangat penting karena dengan adanya perubahan ini saya ingin tunjukkan kepada semua orang bahwa saya bisa maju. ‘Saya ingin jadi pemeran bukan menjadi penonton saja’. Saya ingin menjadi manusia yang mandiri tidak bergantung pada orang lain serta menyusahkan mereka.”

Maya Podungge, Gorontalo “Setelah saya bergabung dalam program “Disability Rights” saya merasa hidup saya ini lebih berarti dimana saya punya rasa percaya diri. Saya bisa menggali dan melatih potensi yang ada dalam diri saya selama ini saya merasa hidup saya tidak berarti bahkan saya berpikir saya tidak berguna dan sering menyusahkan orang tua saya. Tapi setelah saya bergabung dalam kegiatan ini saya merasa punya semangat hidup karena ternyata masih banyak juga orang yang mempunyai kekurangan seperti saya, dimana ditempat ini kami menggali potensi yang ada dalam diri kami sehingga kami bisa membuat sesuatu yang bermanfaat untuk diri kita dan berguna atau masih banyak.”

30 39

menelpon sahabat dari GERKATIN Solo, atau membiarkan sahabat dari LPT Surabaya berjalan jauh di belakang ketika turun dari Kereta Api, dan saya sangat lega ketika mereka justru mener tawai kecanggungan saya: Alhamdulillah he he he. Bersama KUBCA SAMAKTA dan GERKATIN Solo saya belajar untuk menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan bahasa tulis sederhana dalam berkomunikasi, termasuk juga bicara pelan, bertatap muka dan mencukur brewok supaya mereka bisa membaca gerak bibir saya. Dengan SCI Klaten saya memahami soal Dekubitus yang menjadi bagian dari hidup teman-teman yang memiliki Spinal Cord Injury, berkegiatan terlalu lama akan membuat kesehatan mereka drop. Dengan LPT saya belajar berkomunikasi dengan bahasa yang jelas dan tidak menggunakan kata “ini, itu, disana”. Bersama SAPDA, BILIC, WARSAMUNDUNG saya belajar bagaimana mereka memobilisasi dan mengorganisir anggota yang rumahnya sangat berjauhan. Kamipun kemudian saling belajar, dan hampir tak ada persoalan berarti antara saya dan semua DPO partner, ketika kami saling terbuka dan egaliter dalam berkomunikasi dalam mengimplementasi program yang telah direncanakan. Bersama dengan program Disability Rights, telah memperkaya perspektif saya soal Disabilitas, dan itu penting buat kehidupan saya bahkan keluarga saya. Anak dan Istri saya pernah saya ajak ketika GERKATIN Solo mengadakan pemutaran film, Alin tampak antusias menyaksikan film serta menyaksikan bagaimana mereka berkomunikasi melalui bahasa isyarat, di luar ruangan Istri saya juga menikmati “perbincangan” dengan seorang ibu yang tunarungu. Jadi ini bukan hanya urusan pekerjaan dan target program, tapi soal pengalaman batin. Pasti saya akan kehilangan waktu untuk bisa bertemu dengan para sahabat saya itu, namun FACEBOOK akan membuat kami sering bertemu secara virtual.

Cerita #11

Domain: Tumbuh Bersama Mitra

DPO, Ternyata Bukan Daftar Pencarian Orang Oleh : Yoris Bella - DRPO NTT Istilah Disability People Organization ( DPO ) baru pertama kali saya dengar ketika bergabung dengan Handicap International. Sebelumnya istilah DPO sering saya dengar sebagai akronim dari Daftar Pencarian Orang, (istilah bagi para pelaku kejahatan yang melarikan diri). Istilah Organisasi penyandang disablilitas tersebut perlahan menjadi familiar seiring dengan keterlibatan saya sebagai Project Officer pada Disability Rights Project. Selaku Project officer istilah DPO selanjutnya menjadi kata wajib yang selalu diucapkan karena DPO menjadi pelaku utama / beneficiaries dalam project ini. Oleh karena itu kata DPO kemudian menjadi bagian yang tak terpisahkan dari uraian tugas saya selaku PO. Mengawali tugas saya sebagai Project Officer di NTT, saya diinformasikan oleh PM ( Pak Belly ) dan Deputy PM ( mbak Dwi ) bahwa organisasi Penyandang disabilitas yang ada di NTT adalah PPCI, HWPCI dan PERTUNI NTT dan Kelompok Mawar. Namun keberadaan organisasi, kepengurusan, status organisasi tersebut seperti apa sama sekali tidak pernah terbayangkan, bahkan yang lebih mengagetkan lagi diisukan selain organisasi tersebut di atas, tidak ada lagi DPO yang lain di NTT. Disisi lain relasi antara Handicap dan PPCI diisukan kurang harmonis oleh karena kesalapahaman pola kemitraan yang telah dibangun sebelumnya. Pertanyaan mendasar dalam hati saya pada waktu itu adalah bila situasinya benar seperti yang disampaikan apa yang bisa saya lakukan???

38 31

Beberapa sudah memiliki manajemen organisasi yang baik namun beberapa belum. Untuk DPO yang belum memiliki manajemen organisasi yang cukup, saya harus aktif menghubungi mereka untuk sekedar mengingatkan kembali deadline yang ada dan menerangkan alur kelengkapan laporan keuangan maupun kelengkapan data. Setelah beberapa waktu, DPO -DPO mulai mengetahui perlunya menepati deadline. Mereka sangat bersemangat, bahkan mereka sering menghubungi saya di pagi buta. Setelah mengikuti pelatihan capacity building dan setelah melaksanakan program small grant, DPO juga mulai mampu membuat laporan secara sistematis dan lengkap. Hal ini sangat membantu saya dalam mengumpulkan dan mengkompilasi data.

Saya juga akhirnya tahu bahwa mereka perlu waktu untuk membuka diri karena beberapa diskriminasi yang pernah mereka alami.

Dari pengalaman sekilas saya, SCI merupakan organisasi yang mengalami banyak perubahan. Sebagai contoh kecil, sebelumnya cukup sulit berkomunikasi lewat email. saat ini sudah cukup mudah, dan mereka sudah menggunakan jejaring sosial untuk menyebarkan informasi bagi anggotanya.

Penyandang disabilitas di NTT juga cukup kreatif dan bersemangat dalam berorganisasi. Sebag ai contoh, kelompok Mawar yang dibentuk pada 2009 dan kemudian berganti nama menjadi Persani karena anggotanya tidak hanya perempuan. Setelah mengikuti kegiatan -kegiatan HI, kegiatan mereka yang sudah cukup banyak dan bervariasi menjadi lebih terstruktur dan mereka lebih percaya diri dalam menyuarakan isu-isu disabilitas dan dalam berjejaring dengan organisasi lain maupun pemerintah.

Bergabung di HI, secara bertahap saya mulai tahu bagaimana hambatan-hambatan yang dihadapi penyandang disabilitas dalam kehidupannya bersama masyarakat, hambatan aksesibilitas, dan bagaimana komplikasi kesehatan mereka akibat disabilitas. Saya juga mulai terbiasa berkomunikasi dengan penyandang disabilitas dengan berbagai jenis disabilitas.

Cerita #10

Domain: Tumbuh Bersama Mitra

Kerja dengan DPO, Pengalaman Batin Yang Sangat Berharga By Cuk Riomandha DRPO Java Saya mulai bekerja di Handicap International pada 1 November 2009. Seminggu sesudahnya saya langsung mendapatkan pengalaman “baru” yang istimewa, yaitu menjadi asistennya Dwi Ariyani untuk melakukan Assesment kepada partner HI di Aceh. Asumsi awal saya soal komunikasi runtuh seketika saat itu, saya mendapatkan banyak input atas pengetahuan awal saya soal berkomunikasi dan membangun relasi dengan sahabat dengan disabilitas. Awalnya saya membayangkan memfasilitasi teman-teman dengan tuna rungu hanyalah persoalan komunikasi verbal saja, dan kemudian nanti itu bisa dengan mudah diselesaikan melalui tulisan, dan saya sangat salah! Teman -teman tunarungu tidak semua bisa dengan mudah menceritakan persoalannya dengan menggunakan tulisan, susunan tata bahasanya pun banyak yang sangat sederhana. Pengalaman pertama di Banda Aceh serta beberapa Induction memperkaya pengetahuan saya mengenai konsep Disabilitas dengan kata kunci seperti Barrier, Impairment, Accesibility dan sejenisnya. Saya jadi lebih paham soal terminology Impairment (kecacatan yang merujuk ke Medis) dan Disabilities (Social Barrier). Pertengahan 2010, saya kemudian mulai secara intensif membangun relasi bersama DPO di Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Klaten dan Surakarta. Pengalaman unik

kecamatan dengan mengenalkan tentang keberadaan perkumpulan SCI maupun apa yang dirasakan temen difabel kepada publik.Tentu saja saya menjadi besar hati dikarenakan Perkumpulan SCI dapat menyalurkan aspirasi teman-teman difabel kepada pihak-pihak yang berkepentingan pengambil kebijakan dan dapat disejajarkan dengan lembaga-lambaga atau organisasi.” Siti, BILiC, Bandung “Banyak sekali pengalaman yang saya dapatkan selama bekerjasama dengan HI banyak pelajaran yang didapat dengan secara tidak langsung kami belajar dan memperaktekan nya langsung, kami pun bisa menikmati hasil pembelajaran yang kami dapatkan dalam suka ataupun duka hehehe.. agar labih berkompeten dan lebih kaya lagi dalam segala hal terutama dalam pengetahuan yang kami pegang selama menjadi divisi, dan dapat mengembangkan kapasitas anggota di lembaga BILiC. Kemampuan kami pun menjadi semakin bertambah ketika ilmu dan pengalaman tersebut di peraktekan langsung dalam bidang yang teman-teman kuasai...” Sri Waluyo, SCI, Klaten

“Setelah bersama – sama mengikuti program Perkumpulan SCI yang bekerjasama dengan Handicap International (HI), saya senang dan berbangga hati bisa saling berbagi sesama teman senasib yang semula hanya berdiam diri di rumah saja sekarang bisa keluar rumah mengikuti program-program yang dilaksanakan oleh SCI seperti workshop, pelatihan ,seminar dan lain-lain. Hal ini menambah saya mendapatkan pengalaman baru dan pembelajaran untuk berorganisasi, advokasi, jejaring dengan lembaga-lembaga swadaya lainnya. Berkaitan dengan program small grantnya Handicap International (HI) bekerja sama dengan perkumpulan SCI sangat membantu perkembangan anggotanya untuk meningkatkan kemampuan SDMnya walupun hanya sebatas yang dapat di terimanya. Sehingga secara tidak langsung akan membuat perubahan diri saya pribadi lebih baik lagi.”

M. Sukriyanto, SCI Klaten

“Selama saya bergabung di Perkumpulan SCI Klaten dapat pengalaman baru terutama saat Perkumpulan SCI Klaten bekerja sama dengan Handicap International (HI) di program small grant nya. Program tersebut sangat sesuai dengan yang di inginkan oleh semua anggotanya, salahsatunya adalah Program Pelatihan Perawatan Luka Dekubitus dan Seminar tentang Hak Penyandang Cacat. Di kegiatan tersebut saya merasakan ada perubahan yang mendasar yaitu saya bisa mengerti cara menangani dan merawat luka decubitus secara mandiri, selain itu juga tahu cara-cara untuk beraudiensi serta mengadakan advokasi dengan jajaran pemerintah daerah serta masyarakat luas, sehingga saya mengetahui akan hak -hak sebagai penyandang difabel. Handicap International (HI) dengan program small grantnya sangat tepat bila di laksanakan bekerjasama dengan Lembaga DPO agar dapat meningkatkan sumberdaya manusia sehingga tidak ketinggalan dengan lainnya.”

Indah, FKKADK NTB

“...Tetapi begitu diajak dan diikutkan bekerja sama dengan Disability Rights terutama mengelola dana small grant, saya benar benar banyak mendapat ilmu dan pengalaman yang luar biasa, cara kerja dan laporan serta membuat pembukuan begitu teliti dan terencana. banyak manfaat yang saya dapat salah satunya adalah kedisplinan diri, memulai sesuatu harus benar benar terencana dan bagaimana mengelola keuangan yang baik.”

32 37

Sri, HWPCI NTB

“Dalam pelatihan ini saya mendapat pengetahuan tentang siapa itu stressor, apa penyeb ab stress, bagaimana menghadapi stres, bagaimana menjadi pendengar dikala ada orang bercerita kepaa kita, tapi dipelatihan ini saya masih minder saya hanya menjadi pendengar tidak berani mengeluarkan pendapat namun setelah seringnya saya ikut pelatihan di HI rasa percaya diri saya mulai tumbuh, saya mulai bisa mengeluarkan pendapat, tidak hanya diam, setiap ada pelatihan saya selalu berbicara.”

Toni, PPCI NTB

“Saya adalah seorang penyandang disabilitas yang tidak tau sama sekali tentang hak -hak yang seharusnya penyandang disabilitas miliki, namun sekarang ini melalui Disability Rights Project dari HI saya lebih banyak tahu tentang hal-hal tersebut diantaranya Konvensi Hak Penyandang Cacat International, Undang-undang Perlindungan Penyandang Cacat no 4 tahun 1997, yang melindungi hak-hak dari penyandang disabilitas,dan itu yang menjadi modal dasar untuk memperjuangkan nasib penyandang disabilitas yang selama ini cenderung diabaikan baik itu oleh pemerintah maupun masyarakat secara umum. Penyandang disabilitas cenderung dipandang sebelah mata .Untuk itu kita perlu mensosialisasikan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa penyandang disabilitas punya hak yang sama dimata Negara. Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada HI atas bimbingan melalui program-programnya yang sangat membantu kami dalam mengembangkan diri untuk menjadi pribadi yang kuat dan tangguh.”

Ujib, NTB

“Selama berpartner/bermitra dengan program Disability Rights HI, banyak pengalaman baru yang saya dapatkan dari diskusi – diskusi serta pelatihan yang saya ikuti sehingga akhirnya saya dipercayakan ikut terlibat sebagai fasilitator untuk program pendidikan inklusi, motivasi awal untuk bagaimana berbuat untuk kawan – kawan penyandang disabilitas bertambah kuat dengan bantuan serta dukungan dari HI.”

Yanti, HWPCI NTB

“Minder? Ndak lagi… saya banyak belajar, sehingga sedikit demi sedikit saya mengalami perubahan, dari kurang percaya diri/ minder menjadi percaya diri, dari tidak tahu menjadi tahu. Saya berterimakasih sekali karena bisa bekerja sama dengan HI karena dari sana saya banyak mendapatkan pengalaman dan bagi saya pengalaman adalah pelajaran yang paling berharga. Dan dari pengalaman itulah saya bisa mengembangkan diri dimasa-masa yang akan datang... Setelah bergabung dengan HI saya banyak mengikuti pelatihan-pelatihan antara lain pelatihan manajemen berorganisasi, advokasi dan lain-lain. Dalam pelatihan tersebut saya ikut sebagai peserta, disana saya banyak mengenal jaringan -jaringan atau organisasi-organisasi lain yang ada di dalam maupun diluar (NTB).”

Fatmawati, Sulawesi Selatan

“Aku adalah orang yang pernah mengalami kusta dan dipojokkan di masyarakat tapi aku tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan dan kesendirian, akhirnya aku bangkit bergabung dalam organisasi Permata di situlah kami belajar berbicara dan berhadapan dengan siapa saja dan di mana saja. Tak lama kemudian Permata pun bekerja sama dengan HI pelatihan-pelatihan kami ikuti dan salah satunya adalah peer to peer support.”

Perubahan-perubahan yang terjadi di mitra kami memang sederhana. Namun perubahan itu terjadi di mitra dan juga di dalam team kami sendiri. Perubahan dari mitra yang lebih banyak bertanya dan menunggu jawaban menjadi mitra yang mencoba memberikan alternatif dan mengajukan ide-ide. Perubahan yang terjadi di mitra kami juga menyentuh aspek kepercayaan diri mereka, dari yang semula tidak percaya diri menjadi lebih berani dan lebih terbuka. Mereka mulai bergaul dan berinteraksi dengan organisasi lain di luar organisasi difabel. Kegiatan mereka diliput dan muncul d i media dan mereka menyadari pentingnya penggunaan media tulisan dan media sosial yang ada. Sedangkan di dalam team, kami lebih menyadari situasi dan kondisi yang dihadapi oleh mitra kami. Saya yakin perubahan sederhana di DPO mitra adalah kontribusi dari semangat yang kami ingin berikan kepada mitra kami untuk menjawab tantangan -tantangan yang mereka hadapi: rendahnya percaya diri, keterbatasan dalam membangun jejaring dan rendahnya kapasitas mereka secara organisasi. Berpikir positif, berangkat dari kapasitas yang dimiliki, penghargaan, kesederhanaan-simplisity, dan semangat berbagi adalah nilai-nilai yang kami bangun di dalam seluruh proses membangun kemitraan kami dengan mitra kami. Saya pikir perubahan-perubahan dalam cara pikir dan pendekatan relasi yang lebih setara dan semangat menghargai akan memberikan manfaat dan pengaruh kepada mitra kami di masa mendatang ketika mereka membangun relasi dengan entitas/organisasi lainnya di masyarakat

Cerita #9 Pengalaman Kerja Administratif dengan Para DPO

Domain: Tumbuh Bersama Mitra

Pengalaman Kerja Administratif dengan Para DPO

Oleh: Elisabeth Dewi Kurniawati Disability Rights Project Assistant

Saya bergabung dengan Disability Rights Project Handicap International pada 30 Mei 2008. Pengetahuan saya mengenai disabilitas saya dapatkan ketika bergabung di project HI sebelumnya, namun hanya sebatas pengetahuan yang berhubungan dengan fisioterapi dan alat-alat bantu penyandang disabilitas. Kegiatan Disability Rights Project yang luas dan kompleks merupakan hal yang benar-benar baru. Proses adaptasi dan handover dari project assistant lama juga membutuhkan waktu. Pengalaman langsung saya dengan DPO hanya sebatas pengalaman administrasi dan pengumpulan data DPO, baik DPO di Jawa maupun luar Jawa. Jadi, saya hanya memiliki pengalaman sekilas saja. Pada saat pertama kali mendampingi DPO dalam hal administrasi sesuai prosedur HI, cukup sulit untuk menjelaskan prosedur dan kelengkapan yang ada. Komitmen DPO untuk mengumpulkan data maupun kelengkapan administrasi cukup rendah, kadang melewati batas waktu yang disediakan dan berkas yang dikirimkan tidak lengkap. Beberapa pengurus DPO juga seperti sangat membatasi diri, sehingga perlu waktu untuk mendekatkan diri. Saya juga belum terbiasa berinteraksi dengan penyandang disabilitas, kadang saya lupa bagaimana berkomunikasi dengan mereka, apalagi jika sedang terburu-buru.

Pernah saya menelpon ketua Gerkatin (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) untuk meminta beliau mengirimkan laporan keuangan. Saya baru sadar setelah beberapa kali telpon saya tidak diangkat namun setiap kali sms selalu dibalas. Ketika bekerjasama dengan konsultan aksesibilitas audio book untuk tunanetra, saya juga kesulitan mendeskripsikan isi dokumen terutama bagan dan tabel untuk beliau.

Setelah beberapa saat bergabung dengan HI, saya mulai bisa mengenali karakter masing-masing DPO.

36 33

dengan PPCI pusat dan Sulsel belum ada titik temu Namun secara personal, tetap dilakukan komunikasi yang baik oleh PO sehingga ketua PPCI Sulsel secara personal juga membantu PO memberikan informasi organisasi yang bisa diasses.

Kemudian hari berikutnya melakukan kunjungan ke Pertuni Sulsel. Pada awalnya PERTUNI ingin menolak bertemu dengan HI Makassar, karena ada persoalan masa lalu dan sampai sekarang belum ada penjelasan dari HI ke PERTUNI tentang pembatalan kemenangan sayembera. Mereka menyampaikan bahwa mereka sangat kecewa sekali dengan HI seb elumnya. Dan bahkan ada rasa ketidakpercayaan mereka pada HI Indonesia. Namun dengan melakukan pendekatan secara personal, akhirnya PERTUNI membuka kesempatan dan peluang bagi HI Makassar untuk berdiskusi dan akan bersedia ikut dan menjalin kerjasama lagi dengan HI. Namun dengan catatan HI tidak mengulangi lagi kejadian di masa sebelumnya demikian pula dengan Permata, mereka meragukan HI.

Setelah dilakukan pendampingan selama 2 tahun 6 bulan, ada perubahan relasi yang baik yang saya lihat. Dimana dari rasa tidak percaya, was-was dan curiga, akhirnya mereka menyadari bahwa HI punya tujuan yang baik untuk kehidupan dan organisasi mereka. Mereka melihat apa yang dilakukan oleh HI memberi manfaat bagi pengembangan organisasi maupun pribadi mereka. Jadi saat ini antara PO dan DPO terjalin relasi yang baik. Ketika DPO/ anggota mengadakan acara diluar pendampingan mereka mengundang PO, misalnya acara keluarga, maupun acara organisasi mereka.

Perubahan ini penting karena dari proses pendampingan tersebut terbangun relasi yang baik dari rasa kurang percaya menjadi percaya dan bahkan ada ketergantungan dalam rangka memberikan asistensi dan pendampingan dalam hal pengembangan kapasitas dan managemen organisasi.

Proses perubahan terjadi pada saat berlangsungnya pendampingan dan proses ini perlahan-lahan terjadi.

Perubahan terjadi karena adanya interkasi yang dilakukan oleh PO dan DPO secara intens dan pendekatan secara personal dan kekeluargaan. Perubahan ini tentu akan berpengaruh pada perubahan di masa mendatang, karena PO akan tetap memperhatikan issu kcacatan tersebut meskipun tidak lagi bekerja di lembaga yang focus pada issu kecacatan.

Cerita #8: Pentingnya Membangun Relasi yang Setara

Domain: Tumbuh Bersama Mitra

Pentingnya Membangun Relasi Yang Setara

Pengalaman pendampingan dalam DR Project, Belly Lesmana

Bagi saya pengalaman pendampingan dengan DPO mitra yang paling berkesan dan penting adalah ketika melihat perubahan relasi dari patron – klien ke arah yang lebih setara. Kami mencoba membangun nilai-nilai kesetaraan dan dialog. Seluruh kegiatan berbasiskan nilai -nilai ini. Kami memulai dalam team kecil kami dan kami harapkan nilai -nilai ini dapat diduplikasi, dilakukan bersama dengan DPO mitra kami.

Ringkasan: Perubahan Ditingkat Individu

Dari berbagai kesaksian individu yang terhimpun, perubahan dan pembelajaran yang mereka peroleh sebagai akibat dari keterlibatan mereka dalam proyek DR diantaranya sebagai berikut:

Tumbuhnya rasa percaya diri (self confidence), berani keluar dan bergaul dengan masyaraka t umum dan pegiat-pegiat dari organisasi lain.

Tumbuhnya optimisme hidup, tekad untuk memberi manfaat bagi orang lain, dari sebelumnya yang merasa pesimis dan datar saja menjalani hidup.

Tumbuhnya kebanggaan (self esteem), bahwa dengan berkekurangan secara fisik, tetapi tetap bisa berkarya untuk keluarga, juga bisa berguna untuk masyarakat.

Meningkatnya kemampuan komunikasi massa, memberikan konseling dan penjelasan kepada beneficiaries dan keluarganya.

Meningkatnya kemampuan berorganisasi, mengelola proyek/kegiatan.

Meningkatnya kemampuan administrasi dan keuangan (terutama bagi yang mengelola administrasi dan keuangan)

Menambah jaringan untuk berteman dan bertukar informasi, pengalaman dan gagasan

Meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan penanganan luka f isik (misalnya, pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan/luka dekubitus secara mandiri ) dan non fisik (psikis) seperti pengelolaan dan konseling terhadap stress.

Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran tentang hak-hak penyandang disabilitas.

Meningkatnya pengetahuan dan pengalaman advokasi (meski terbatas), misalnya, pengetahuan tentang tata cara beraudiensi

4.3. Faktor-faktor Dibalik Perubahan

Banyak perubahan terjadi di tingkat DPO. Semua perubahan itu tak akan mungkin terjadi tanpa faktor-faktor pendukung. Secara internal, ada beberapa faktor pendukung yang memungkinkan terjadinya perubahan. Enam cerita (Cerita #6 – Cerita #11) dari staf berikut ini memberi gambaran mengenai faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya perubahan tersebut. “Tumbuh B ersama Mitra” menjadi inti dari semua cerita ini.

Cerita #6: Strategi yang Berubah untuk Efektivitas DR Project

Domain: Tumbuh Bersama Mitra

Strategi yang Berubah untuk Efektivitas DR Project

Oleh: Dwi

34 35

Saya bergabung dengan Handicap International ketika proyek Disability Rights pertama kali dimulai, sebuah project yang ingin mendorong untuk segera diratifikasinya Konvensi Hak –Hak Penyandang Disabilitas dan mempromosikan hak-hak penyandanng Disabilitas di Indonesia. Proyek yang semula diberdurasi tiga tahun ini banyak sekali mengalami perubahan, dan perubahan tersebut disesuaikan dengan kondisi dilapangan sehingga akhirnya menjadi proyek lima tahun.

Proyek ini semula memiliki kegiatan di dua tingkatan yaitu nasional dan daerah, ditingkat nasional tujuan utamanya mempromosikan adanya konvensi hak-hak penyandang disabilitas dan mendorong agar diratifikasinya konvensi yang waktu itu sudah ditandatangani oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 30 Maret 2007, hal ini dilakukan dengan dibentuknya sebuah forum ditingkat national yang akan menjadi wadah bagi semua organisasi baik ditingkat nasional maupun daerah untuk berkumpul dan berbagi pengalaman mengenai isu disabilitas dan mepromosikan hak-hak penyandang disabilitas. Forum ini adalah sebuah forum yang cair yang anggotanya terdiri dari organisasi penyandang disabilitas, INGO maupun INGO, instansi pemerintah, kalangan akademisi yang memiliki concern terhadap isu disabilitas. Selain forum diterbitkan juga sebuah buku advokasi-kit sebuah buku panduan tentang advokasi dan hak-hak penyandang disabilitas bagi organisasi-organisasi penyandang disabilitas.

Untuk tingkat daerah proyek ini menargetkan untuk meningkatkan kapasitas organisasi penyandang disabilitas di 15 propinsi di Indonesia, ini menjadi tantangan tersendiri karena target area yang luas dan dan minimnya informasi yang dimiliki mengenai organisasi penyandang disabilitas yang ada dipropinsi tersebut, membuat pemahaman kami akan kapasitas dari organisasi -organisasi tersebut tidak begitu mendalam, kami hanya paham tentang keberadaan mereka. Sehingga peningkatan kapasitas yang diberikan kepada organisasi -organisasi tersebut berupa dua kali training ditingkat nasional tentang advokasi dan hak asasi bagi penyandang disabilitas belum mampu menjawab kebutuhan dari organisasi-organisasi tersebut. Buku panduan Advokasi dapat menjadi sebuah acuan dalam melakukan advokasi tetapi ini saja belum cukup, pendampingan kepada mereka secara langsung sangat dibutuhkan. Hal ini juga terungkap pada hasil evaluasi internal yang dilakukan oleh HIF, tujuan dari evaluasi internal ini adalah untuk melihat lagi strategi proyek ini selama dua tahun apakah sudah menjawab kebutuhan organisasi-organisasi penyandang disabilitas yang menjadi target.

Melihat kapasitas organisasi penyandang disabilitas yang ada ditarget area maka proyek ini memutuskan untuk lebih focus dalam mengembangkan kapasitas organisasi didaerah, dengan harapan ketika mereka telah kuat didaerah maka mereka bisa memberikan kontribusi pada isu disabilitas ditingkat nasional. Maka terjadi beberapa perubahan, yaitu wilayah kerja yang sebelumnya 15 propinsi diubah menjadi hanya 9 propinsi, dan untuk lebih bisa memberikan pendampingan secara intensif maka HIF kemudian merasa untuk perlu berada diwilayah yang menjadi target pro yek hal ini dilaksanakan pada tahun ketiga pelaksanaan proyek, dengan dibukanya kantor perwakilan di tiga propinsi, diharapkan dengan berada dekat dengan mereka maka pendampingan yang diberikan akan lebih maksimal. Untuk itu maka HIF meminta perpanjangan waktu kepada donor dalam pelaksanaan proyek ini, untuk menerapkan strategi yang baru tersebut, dan bersyukur amandement yang diajukan ternyata disetujui oleh donor.

Dalam perubahan strategi ini assessment menjadi element yang sangat penting bagi pelaksanaan proyek ini ditahun berikutnya, karena kali ini pemberian peningkatan kapasitas yang diberikan kepada organisasi mitra disesuaikan dengan hasil assessment tentang kebutuhan mitra. Dan dalam periode tahun berikutnya pelaksanaan proyek ini, kegiatan yang dilakukan lebih difokuskan pada peningkatan kapasitas organisasi dalam melakukan advokasi melalui pemberian training yang disesuaikan dengan kebutuhan mitra, dan juga melalui kegiatan small grant dimana mitra diajak untuk mempraktekkan

ilmu yang mereka dapatkan dari training yang diikuti sebelumnya.

Ternyata perubahan strategi ini berdampak cukup significant, pendampingan langsung yang diberikan melalui project officer yang bertugas diwilayah kerja proyek menjadikan komunikasi dengan mitra berjalan dengan lancar, dan training yang diberikan juga telah mampu membuat beberapa mitra mengalami peningkatan kapasitas diantaranya mereka dapat berjaringan dengan organisasi lain selain organisasi penyandang disabilitas, bekerjasama dengan baik dengan media dan yang menyenangkan adalah peningkatan akan kepercayaan diri, sehingga mereka mampu untuk mulai menyuarakan hak -haknya. Dalam proyek ini disadari atau tidak bahwa mitra telah tumbuh seiring dengan berjalannya proyek ini, ada mitra yang semula mereka hanya berkumpul untuk berbagi, sebuah kelompok yang cair tetapi setelah menjadi mitra dalam proyek ini mereka telah bertumbuh menjadi sebuah organisasi yang berbadan hukum, dengan visi dan misi dan mampu melakukan advokasi kepada pemerintah.

Disisi lain HIF juga belajar banyak hal dalam proyek ini, strategi yang diubah disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan mitra menjadikan pemahaman yang sangat baik akan kebutuhan mitra dan terjalinnya komunikasi yang baik antara HIF dengan mitra, ini juga menjadi capaian tersendiri bagi HIF bagaimana menyusun sebuah strategi yang benar-benar menjawab kebutuhan mitra, sehingga HIF juga bertumbuh bersama dengan mitra.

Cerita #7: Membangun Relasi dan Kepercayaan dengan DPO

Domain: Tumbuh Bersama Mitra

Membangun Relasi dan Kepercayaan dengan DPO

Oleh: Arafah, PO DR Wilayah Makassar

Saya bergabung dengan Handicap Internasional Federation sejak tahun 2010, untuk Project Disability Rights wilayah Sulawesi ( Makassar dan Gorontalo). Program ini bertujuan untuk memberdayakan Organisasi Kecacatan (DPO-Disable Person Organization) yang berada di akar rumput dengan membekali dengan pengetahuan, sikap dan praktik untuk melakukan advokasi dan penyadaran hak -hak ekonomi, sosial dan politik di tingkat lokal dan nasional.

Sebelum saya bergabung dengan Handicap dan mendampingi DPO yang ada, saya belum memiliki pengetahuan tentang disabilitas: permasalahan/ kondisi real yang dialami oleh Penyandang disabilitas, dan bagaimana kehidupan mereka baik sebagai warga negara maupun sebagai individu. Ketika melihat penyandang disabilitas, saya hanya bisa menyatakan kasihan.

Setelah menjalani tugas sebagai PO untuk program DR ini, banyak hal yang yang bisa dipahami, dimengerti dan dimaklumi. Mulai dari pengetahuan tentang issu kecacatan, bagaimana hak -hak mereka yang diabaikan, bagaimana dinamika dalam organisasi mereka, bagaimana karakter dari masing-masing anggota organisasi dampingan, bagaimana penerimaan mereka terhadap lembaga HI dan PO.

Awal berproses dengan DPO Mitra di Makassar

Sebagai tugas pertama yaitu melakukan identifikasi organisasi cacat dan mitra strategis lainnya. pada saat berkunjung ke beberapa DPO yang akan menjadi calon mitra yang akan diasesemnet , saya mengalami beberapa kendala, yaitu adanya penolakan terhadap HI di beberapa organisasi ( PPCI dan HWPCI). Dan penolakan ini hampir berimbas pada organisasi /DPO lainnya yang menjadi target ( Pertuni dan Permata). PPCI Sulsel belum mau menjalin kerjasama lagi dengan HI selama komunikasi HI