dalam mata kuliah hukum internasional ini secara … hukum bangsa-bangsa itu merupakan terjemahan...
TRANSCRIPT
Dalam mata kuliah Hukum Internasional ini secara singkat akan diuraikan beberapa
materi pokok mengenai:
pengertian, pembagian, peristilahan, sifat, sejarah dan perkembangan HI; sumber-sumber dan subjek HI; hubungan antara hukum nasional dan HI; Isi HI
dan Lembaga Peradilan Internasional; dan sengketa Internasional serta penyelesaiannya.
Prof. Kranenburg, "Hukum Internasional"—yaitu hukum yang diadakan untuk pergaulan antara negara-negara yang berdaulat dan merdeka.
J. G. Starke dalam bukunya "An Introduction to International Law" mendefinisikan "Hukum Internasional"—sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan peraturan tingkah laku yang mengikat negara-negara, dan karena itu ditaati dalam hubungan negara-negara.
Mochtar Kusumaatmadja, "Hukum Internasional" adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan/persoalan yang melintasi batas negara dengan negara, negara dengan subjek hukum lain bukan negara serta antara subjek hukum lain bukan negara.
Rebecca M. Wallace, "Hukum Internasional" adalah peraturan dan norma yang mengatur tindakan negara-negara dan kesatuan lainnya yang pada suatu saat diakui mempunyai kepribadian internasional dalam hubungan dengan negara lainnya.
1. Hukum Internasional Privat (Privat International Law)
atau dinamakan Hukum Perdata Internasional
(disingkat: HPI)—yaitu keseluruhan kaidah dan asas
hukum yang mengatur hubungan perdata yang
dilakukan oleh subjek hukum, yang masing-masing
tunduk pada sistem hukum perdata yang berbeda satu
dengan lainnya.
2. Hukum Internasional Publik (Public International Law)
yang lazim disebut Hukum Internasional (disingkat:
HI)—yaitu keseluruhan kaidah dan asas hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas
negara yang bukan bersifat perdata.
Hukum Internasional sering disebut pula "Hukum
Antarnegara" atau dalam istilah Prof. Kranenburg—yaitu
"tussen staatrecht". Dan juga disebut dengan "Hukum
Bangsa-bangsa" dan "Hukum Antar Bangsa".
Istilah hukum bangsa-bangsa itu merupakan terjemahan
dari "volkenrecht" (bahasa Belanda), "droit de gens" (bahasa
Prancis), "Law of nations, International Law, Common
Law, Law of Mankind, Transnational Law" (bahasa
Inggris), dan "volkerrecht" (bahasa Jerman) dan "Ius
Gentium, Ius Inter Gentis" (bahasa Romawi).
Istilah Ius gentium yang dipakai oleh Romawi pada
mulanya sebagai hukum untuk mengatur hubungan antar
orang Roma dan orang yang bukan warga kota Roma
Istilah Ius gentium sendiri itu berasal dari "hukum alam" yang dijadikan aturan tata tertib untuk setiap bangsa.—Hukum alam yang dimaksudkan disini ialah tata tertib alam yang mengatur manusia. Dalam perkembangan berikutnya hubungan hukum antar negara-negara Eropa antara abad XV-XIX—hukum alam dijadikan dasar hukum antar bangsa-bangsa.
Sebagian ada pula yang membedakan antara istilah Hukum Antar Bangsa, Hukum Antar Negara dan Hukum Internasional. Perbedaan itu terletak pada masa berlaku dan subjek hukumnya—yaitu sebagai berikut:
Istilah Hukum Antar Bangsa digunakan pada Abad XVII—XVIII dan hanya mengatur antara bangsa yang satu dengan bangsa lainnya.—Hukum Antara Bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu.
Istilah Hukum Antar Negara dipakai pada Perang Dunia II dan hanya mengatur hubungan antara negara dengan negara.—Hukum Antar Negara menunjukkan pada kompleks kaidah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
Istilah Hukum Internasional berkembang setelah Perang Dunia II (atau pada Abad XX) yang di dalamnya mencakup seluruh subjek Hukum Internasional—yaitu negara, organisasi internasional, individu dan subjek Hukum Internasional lainnya. Hukum Internasional merupakan keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara.
Ditilik dari segi bangunan hukumnya—HI tidak memiliki komponen-komponen yang satu sama lain mempunyai hubungan kewenangan untuk mengatur negara-negara di dunia.Oleh karenanya, HI tidak mengenal kekuasaan eksekutif yang kuat dan juga tidak memiliki badan-badan legislatif
Peraturan-peraturannya hanya dapat mengikat antaranegara yang mengadakan hubungan hukum setelah terjadi kata sepakat (konsensus) dalam suatu perikatan tertentu. Oleh karenanya, peraturan HI sifatnya hanya sebagai hukum koordinatif saja.
HI berasal dari kemauan negara dan berlaku karena disetujui oleh negara.
HI Klasik o Di wilayah Mesopotamia pada sekitar tahun 2100 SM
telah ditemukan sebuah traktat (perjanjian) yang ditandatangani oleh Ennatum, pemimpin Lagash dan pemimpin Umma.—Traktat tersebut ditulis di atas batu yang didalamnya mempersoalkan perbatasan di antara kedua negara kota tersebut.
o Dalam lingkungan India kuno telah terdapat kaidah dan lembaga hukum yang mengatur hubungan antar kasta, suku-suku dan raja-raja yang diatur oleh adat kebiasaan.—Menurut Bannerjce, adat kebiasaan yang mengatur hubungan raja-raja dinamakan "Desa Dharma".
o Dalam Kitab Perjanjian, hukum kuno kebudayaan Yahudi, dikenal ketentuan mengenai perjanjian perlakuan terhadap orang asing dan cara melakukan perang.
o Dalam lingkungan kebudayaan Yunani yang hidup dalam negara-negara kota. Masyarakat Yunani sudah mengenal sudah mengenal ketentuan perwasitan (arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat perkembangannya.
o Pada zaman Romawi kuno terdapat hukum yang mengatur hubungan kerajaan-kerajaan, namun tidak mengalami perkembangan pesat.—Pada masa ini banyak terdapat konsep-konsep HI yang masih dipakai sampai sekarang—seperti penandatanganan dan ratifikasi dalam proses perjanjian internasional, serta konsep kekebalan (immunity) dari duta.
HI Modern—yang ditandai dengan adanya:
o Perjanjian Perdamaian Wesphalia (1618-1648).
o Konperensi Perdamaian (1856), Konperensi Jenewa (1864) dan Konperensi Den Haag (1899). Dan terbentuknya Mahkamah Arbitrase Permanen.
o Perjanjian Versailles pada Perang Dunia II dan didirikannya Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations).
o Perang Dunia II dengan didirikannya Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nations Organition) dan Perjanjian Briand Kellocg (1928) yang melarang penggunaan perang sebagai alat untuk mencapai Tujuan Nasional.
Sumber HI adalah sumber-sumber yang digunakan oleh Mahkamah Internasional dalam memutuskan masalah-masalah hubungan internasional.
Sumber HI dibedakan menjadi sumber hukum dalam arti materil dan formal.—Dalam arti materil, adalah sumber HI yang membahas dasar berlakunya hukum suatu negara. Sedangkan dalam arti formal, adalah sumber dari mana untuk mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Menurut Brierly, sumber HI dalam arti formal merupakan sumber yang paling utama dan memiliki otoritas tertinggi dan otentik yang dipakai Mahkamah Internasional dalam memutuskan suatu sengketa internasional.
Sumber HI formal terdapat dalam pasal 38 ayat (1) Piagam Mahkamah Internasional sebagai berikut :
1. Perjanjian Internasional.
2. Kebiasaan Internasional.
3. Prinsip-prinsip hukum umum.
4. Keputusan-keputusan hakim.
5. Ajaran atau pendapat ahli Hukum Internasional.
Sumber HI pada point (1-3) berkedudukan sebagai sumber hukum primer (pokok, utama). Artinya, dapat dipakai secara independen sebagai dasar untuk memutus perkara HI.
Sumber HI pada point (4-5) berkedudukan sebagai sumber hukum subsider (tambahan). Artinya, tidak dapat dipakai secara independen sebagai dasar untuk memutus perkara HI dan dapat dipakai bersamaan dengan sumber hukum primer.
Untuk menunjukkan arti Perjanjian Internasional (singkat: PI) dapat menggunakan beberapa istilah—seperti covenant, convention, treaty (traktat), pact, statute, charter, protol dan lain sebagainya.
Unsur-unsur pembentuk PI: (a) adanya para pihak—yaitu subjek HI: negara dan organisasi internasional; (b) dibuat dalam bentuk tertulis; (c) diatur oleh Mahkamah Internasional; (d) dibuat dengan kehendak bebas; dan (e) tidak bertentangan dengan ius cogen ("Serangkaian prinsip atau norma yang tidak dapat dirubah (peremtory), yang tidak dapat diabaikan, dan berlaku untuk membatalkan suatu perjanjian antara negara-negara apabila tidak sesuai dengan prinsip atau norma tersebut").
Traktat ada dua macam—yaitu:
1. Traktat "yang membentuk hukum" (law making treaty) yang menetapkan hukum yang dipakai secara universal (umum). Traktat ini merupakan sumber langsung hukum internasional dan terdiri dari dua macam: (a) yang memuat peraturan mengenai HI—misalnya piagam PBB; (b) yang menetapkan peraturan yang benar-benar umum—misalnya traktat multilateral konvensi Wina mengenai diplomatik.
2. Kontrak dengan traktat (treaty contract)—misalnya suatu traktat antara dua atau beberapa negara saja mengenai hal tertentu yang secara khusus menyangkut negara-negara tersebut.—Kontrak dengan traktat menetapkan hak dan kewajiban yang berlaku bagi para peserta traktat tersebut. Contoh: perjanjian mengenai dwikenegaraan, perjanjian perbatasan, perjanjian keamanan, perjanjian perdagangan dan perjanjian pemberatantasan penyeludupan.
Asas dalam Hukum PI: Pacta sun servanda ("setiap
perjanjian harus di taati").
Contoh-contoh lain PI: Konvensi Wina 1969 tentang
Hukum Perjanjian Internasional, Konvensi-konvensi
Jenewa 1949, Non-proliferation Treaty, Convention on the
Right of Children, United Nations Charter, Rome Statute
Establishing the International Criminal Court, Treaty of
Amity and Cooperation, Extradition treaty, etc.
Kebiasaan Internasional (KI) sumber HI yang tertua.
KI bersifat tidak tertulis dan diturunkan dari praktik negara-negara melalui sikap dan tindakan yang diambil terhadap suatu persoalan.
Untuk diterima sebagai hukum, kebiasaan harus memenuhi unsur-unsur yaitu: (a) dipraktikkan dalam jangka waktu yang lama; (b) adanya konsistensi dan keseragaman praktik; (c) prkatik bersifat umum; dan (d) diakui memiliki kekuatan mengikat ("opinio juris et necessitatis").
KI semakin jarang ditemukan karena sebagian besar telah mengalami "perubahan bentuk" menjadi perjanjian-perjanjian internasional tertulis.Contoh: praktik hukum kebiasaan dalam perang telah dikodifikasikan ke dalam Geneva Conventions 1949; praktik hukum kebiasaan dalam bidang hukum laut telah dikodifikasikan dalam Konvensi Hukum Laut 1958 dan 1982.
Hubungan PI dan KI yaitu:
1. Traktat juga bisa menjadi sumber pembentukan
hukum KI.
2. Meskipun traktat pada umumnya hanya mengikat
negara-negara yang meratifikasi, tetapi kebiasaan
dapat diambil dari isi traktat itu.
3. Kebiasaan-kebiasaan baru itu bisa mengikat pihak
lain yang tidak ikutserta dalam perjanjian tersebut.
4. Meskipun tidak dituangkan dalam suatu perjanjian
tertulis, kebiasaan dapat menjadi bagian dari HI,
karena penerimaan yang berkelanjutan dari sebagian
besar negara-negara.
Latar belakang munculnya "Prinsip Hukum Umum"
(disingkat: PHU) sebagai sumber HI adalah menampung
masalah-masalah yang harus diputus oleh pengadilan,
tetapi belum diatur dalam traktat dan belum menjadi KI.
PHU dimaksudkan prinsip-prinsip universal yang diakui
dalam sistem negara-negara.
Fungsi PHU adalah sebagai pengisi kekosongan hukum
dalam hal tidak ada traktat atau hukum KI yang dapat
dipakai untuk memutus suatu perkara.
Pentingnya PHU—antara lain: (a) untuk mencegah non
liquet (tidak boleh menolak mengadili jika tidak ada
hukum yang mengaturnya); (b) kedudukan Mahkamah
Internasional menjadi lebih kuat; dan (3) bermanfaat bagi
perkembangan hukum internasional.
Contoh: prinsip itikad baik, resiprokalitas (timbal-balik),
prinsip bahwa tindakan merugikan menimbulkan
kewajiban mengganti rugi.
Putusan-putusan mahkamah, baik mahkamah yang
bersifat internasional maupun mahkamah nasional—
termasuk mahkamah Arbitrase dapat dipergunakan
sebagai sumber hukum kalau substansi yang diputuskan
memiliki relevansi.
Contoh: putusan pengadilan AS tentang sengketa
perbatasan antar negara bagian dapat dipakai untuk
membantu memutus sengketa perbatasan antar negara.
Pendapat yang dikemukakan oleh sarjana-sarjana hukum
internasional yang terkemuka tentang persoalan tertentu
dapat dipakai untuk membantu memutus perkara hukum
internasional.
Contoh: Dalam kasus Lotus (1927), Permanent Court of
International Justice (PCIJ) menggunakan dasar ajaran
ahli hukum internasional untuk membantu memutus
perkara.
Subjek HI Adalah pihak-pihak yang membawa hak dan
kewajiban hukum dalam pergaulan internasional.
Menurut Starke, subjek hukum internasional terdiri dari:
1. Negara
2. Tahta Suci (Heilige Stoel)
3. Palang Merah Internasional
4. Organisasi Internasional
5. Manusia (Individu)
6. Pemberontak dan pihak yang bersengketa
Negara Negara sebagai subjek hukum internasional—yaitu negara
yang merdeka, berdaulat dan tidak merupakan bagian dari suatu negara.—Negara yang berdaulat artinya negara yang mempunyai pemerintahan sendiri secara penuh yaitu kekuasaan penuh terhadap warga negara dalam lingkungan kewenangan negara itu.
Tahta Suci (Heilige Stoel) Tahta Suci (Heilige Stoel) dimaksudkan ialah Gereja
Katholik Roma Italia yang diwakili oleh Paus di Vatikan.—Walaupun Vatikan bukan sebuah negara sebagai yang disyaratkan negara pada umumnya, tetapi Tahta Suci mempunyai kedudukan sama dengan sebuah negara sebagai subjek hukum internasional.—Saat ini Tahta Suci memiliki perwakilan diplomatik di berbagai negara di dunia yang sejajar kedudukannya dengan perwakilan diplomatik negara-negara lain.
Palang Merah Internasional • PM Internasional berkedudukan di Jenewa dan menjadi
subjek hukum internasional dalam arti terbatas, karena
misi kemanusiaan yang diembannya.
• Kemudian kedudukannya diperkuat dalam perjanjian-
perjanjian dan konvensi-konvensi Palang Merah.
• Saat ini PM Internasional diakui sebagai organisasi
internasional yang memiliki kedudukan sebagai subjek
HI walaupun dalam ruang lingkup yang sangat
terbatas.
Organisasi Interasional o Menurut perkembangannya, suatu Organisasi
Internasional muncul pada tahun 1815 dan menjadi lembaga HI sejak adanya Kongres Wina.
o Organisasi Internasional memiliki hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional, sehingga menjadi subjek HI.
o Contoh: Liga bangsa-Bangsa (LBB) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).—LBB didirikan pada tahun 1920 atas prakasa Presiden AS, Woodrow Wilson, yang bertujuan menjamin perdamaian, namun misinya gagal. Kemudian pada tahun 1945 diadakan konferensi di San Fransisco dengan maksud untuk melahirkan organisasi dunia baru sebagai pengganti LBB yaitu bernama PBB yang mempunyai tujuan pokok mempertahankan perdamaian dan keamanan internasional.
Manusia (Individu) Orang persorangan (Individu), dapat menjadi subyek
internasional dalam arti terbatas, sebab telah diatur dalam perdamaian Persailes 1919 yang memungkinkan orang perseorangan dapat mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah Arbitrase Internasional.
Pemberontak dan pihak yang bersengketa Pemberontak dan pihak yang bersengketa, dalam keadaan
tertentu pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa (belligerent) dan mendapat pengakuan sebagai gerakan pembebasan dalam menuntut hak kemerdekaannya. Contoh: PLO (Palestine Liberalism Organization) atau Gerakan Pembebasan Palestina.
Teori Dualisme Menurut teori Dualisme, HI dan hukum nasional, merupakan
dua sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. HI dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah, tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Berlakunya HI dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi menjadi hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.
Teori Monisme Menurut teori Monisme, HI dan hukum nasional saling
berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori ini, HI itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Lebih lanjut teori ini mengatakan, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan HI. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan HI.
Isi Hukum Internasional terdiri atas:
1. Hukum damai yang mengatur hubungan antara
negara-negara masa damai.
2. Hukum perang atau hukum humaniter (Humanitarian
Law) yang memuat aturan-aturan tentang hubungan
antara negara-negara yang berperang dan
menentukan juga larangan-larangan mengenai cara
berperang.
Hukum Damai
Peraturan mengenai batas-batas daerah hukum negara yang satu dengan yang lain.
Peraturan mengenai lembaga-lembaga yang bertindak sebagai wakil negara dalam hubungan yang bersifat HI.
Peraturan tentang pembentukan HI—mengenai cara pembentukan, cara berlakunya dan cara penghapusan traktat.
Peraturan mengenai tanggung jawab untuk akibat tindakan-tindakan yang bertentangan dengan HI atau peraturan mengenai delik yang bersifat delik yang bersifat internasional.
Peraturan tentang sejumlah kepentingan bersama dari negara-negara yang mengenai perdagangan, kerajinan, pertanian, lalu lintas, perburuhan, kesehatan, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan lain.
Peraturan mengenai penyelesaian perselisihan-perselisihan internasional secara damai.
Hukum Perang
Mengatur akibat diputuskannya hubungan diplomatik,
nasib warga negara yang ada di negara lawan yang
sedang berperang, yang pada umumnya diperhatikan
oleh duta negara lain yang mau menjadi perantaranya,
Membatasi cara berperang, dengan peraturan-peraturan
yang maksudnya memperkecil kekejaman
peperangan.—Peraturan ini antara lain mengenai
perlakuan tawanan perang, orang sakit dan luka-luka,
para dokter, dan juru rawat.
Peraturan tentang kedudukan hukum daerah musuh
yang diduduki.
Mahkamah Internasional ("International Court of Justice"/ICJ) Mahkamah Pidana Internasional ("International Criminal Court"/ICC) Panel Khusus dan Spesial Pidana Internasional
Mahkamah Internasional adalah lembaga kehakiman PBB berkedudukan di Den Haag, Belanda. Didirikan pada tahun 1945 berdasarkan piagam PBB, berfungsi sejak tahun 1946 sebagai pengganti dari Mahkamah Internasional Permanen. Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim, dua merangkap ketua dan wakil ketua, masa jabatan 9 tahun. Anggotanya direkrut dari warga Negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum internasional. Lima berasal dari Negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB yaitu Cina, Rusia, Amerika serikat, Inggris dan Prancis.
Fungsi Mahkamah Internasional adalah untuk menyelesaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang subyeknya adalah negara.
Yuridikasi Mahkamah Internasional adalah kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Internasional yang bersumber pada hukum internasional untuk menentukan dan menegakkan sebuah aturan hukum. Kewenangan atau Yuridiksi ini meliputi:
Memutuskan perkara-perkara pertikaian (Contentious Case).
Memberikan opini-opini yang bersifat nasehat (Advisory Opinion).
Bertujuan untuk mewujudkan supremasi hukum
internasional dan memastikan pelaku kejahatan
internasional. Terdiri dari 18 hakim dengan masa
jabatan 9 tahun dan ahli dibidang hukum pidana
internasional.
Yuridiksi atau kewenangan yang dimiliki oleh
Mahkamah Pidana Internasional adalah
memutus perkara terhadap pelaku kejahatan
berat oleh warga Negara dari Negara yang telah
meratifikasi Statuta Mahkamah.
Adalah Lembaga Peradilan Internasional yang berwenang mengadili para tersangka kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen atau sementara (ad hoc)—dalam arti setelah selesai mengadili maka peradilan ini dibubarkan.
Yuridiksi atau kewenangan dari Panel khusus dan special pidana internasional ini, adalah menyangkut tindak kejahatan perang dan genosida (pembersihan etnis) tanpa melihat apakah Negara dari si pelaku itu telah meratifikasi atau belum terhadap statute panel khusus dan special pidana internasional ini.—Contoh Special Court for East Timor dan Indonesia membentuk Peradilan HAM dengan UU No. 26 tahun 2000.
Sebab-sebab Sengketa Internasional Sengketa internasional (international despute) adalah
perselisihan yang terjadi antara negara dengan negara,
negara dengan individu-individu, atau negara dengan
lembaga internasional yang menjadi subjek HI.
Masalah politik
Masalah batas wilayah
Masalah lainnya yang menyangkut banyak hal di luar
masalah politik dan batas wilayah
Masalah politik
Hal ini terjadi karena adanya perang dingin antara blok barat (liberal membentuk pakta pertahanan NATO) dibawah pimpinan Amerika Serikat dan blok Timur (Komunis membentuk pakta pertahanan Warsawa) dibawah pimpinan Uni Sovyet/Rusia.—Kedua blok ini saling memperluas pengaruh ideologi dan ekonominya di berbagai negara sehingga banyak negara yang kemudian menjadi korban. Contoh: Korea yang terpecah menjadi dua—yaitu Korea Utara dengan paham komunis dan Korea Selatan dengan paham liberal.
Masalah batas wilayah
Hal ini terjadi karena tidak adanya kejelasan batas
wilayah suatu negara dengan negara lain sehingga masing-
masing negara akan mengklaim wilayah perbatasan
tertentu. Contoh: Tahun 1976 Indonesia dan Malaysia
yang memperebutkan pula sipadan dan ligitan dan
diputuskan oleh MI pada tahun 2003 dimenangkan oleh
malaysia, perbatasan Kasmir yang diperebutkan oleh
India dan Pakistan.
Masalah lainnya yang dapat memungkinkan terjadinya sengketa internasional
1. Salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya
dalam perjanjiann internasional.
2. Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian
internasional
3. Perebutan sumber-sumber ekonomi
4. Perebutan pengaruh ekonomi, politik, atau keamanan
regional dan internasional.
5. Adanya intervensi terhadap kedaulatan Negara lain.
6. Penghinaan terhadap harga diri bangsa.
Penyelesaian Sengketa Internasional Untuk menyelesaikan sengketa internasional secara garis
dapat digolongkan menjadi dua kategori—yaitu (1) secara damai; dan (2) secara paksa, kekerasan atau perang (kekuatan).
Penyelesaian secara damai dapat ditempuh dengan melalui tiga cara/metode:
1. Metode non-yudisial (non-judicial method)
2. Metode semi-yudisial (quasi-judicial method)
3. Metode yudisial melalui pengadilan (judicial method, judicial settlement)
Penyelesaian secara paksa, kekerasan atau perang dapat ditempuh apabila penyelesaian secara damai gagal.
1. Metode non-yudisial
a. Negoisasi (perundingan)—yaitu penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara negara-negara yang bersengketa.—Terlebih dahulu dilakukan konsultasi dan komunikasi agar negoisasi dapat berjalan semestinya.
b. Mediasi (jasa baik/perantaraan)—yaitu cara penyelesaian sengketa internasional dimana negara mediator bersahabat dengan para pihak yang bersengketa, dan membantu penyelesaian sengketanya secara damai.—Dalam penyelesai dengan jasa baik pihak ketiga menawarkan penyelesaian, tapi dalam penyelesaian secara mediasi, pihak mediator berperan lebih aktif dan mengarahkan pihak yang bersengketa agar penyelesaian dapat tercapai. Contoh: Dewan Keamanan PBB dalam penyelesaian konflik Indonesia-Belanda tahun 1947.
c. Konsiliasi—dapat diartikan secara luas dan sempit.—
Secara luas diartikan, sebagai metode penyelesaian
sengketa internasional secara damai dengan bantuan
negara-negara lain. Sedangkan dalam arti sempit
berarti pengajuan persengketaan kepada komisi atau
komite dengan membuat laporan dan usul-usul
penyelesaiannya, namun usul-usul tersebut tidak
mengikat.
d. Penyelidikan adalah biasanya dipakai dalam
perselisihan batas wilayah suatu Negara dengan
menggunakan fakta-fakta untuk memperlancar
perundingan.
2. Metode semi-yudisial
Cara semi yudisial ditempuh melalui Arbitrase.—Arbitrase
yaitu penyelesaian sengketa internasional dengan cara
menyerahkannya kepada orang tertentu atau Arbitrator,
yang dipilih secara bebas oleh mereka yang bersengketa,
namun keputusannya harus sesuai dengan kepatutan dan
keadilan ( ex aequo et bono).
3. Metode yudisial melalui pengadilan
adalah penyelesaian sengketa internasional melalui suatu
pengadilan internasional dengan memberlakukan kaidah-
kaidah hukum.
1. Perang adalah solusi terakhir Hukum Internasional. Dengan catatan perang dilakukan tidak sebagai tujuan, tetapi sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu—yaitu mempertahankan kekuasaan hukum (tindakan ini dilakukan dengan sah).
2. Retorsi adalah balas dendam suatu negara terhadap perbuatan-perbuatan tidak sopan dari suatu negara lain.—Misalnya, merenggangkan hubungan diplomatik atau penarikan diri dari kesepakatan-kresepakatan fiscal dan bea masuk.
3. Reprisal (tindakan pembalasan) adalah cara yang dipergunakan oleh suatu negara untuk mendapatkan ganti kerugian dari negara lain.—adanya pemaksaan terhadap suatu negara.
4. Blokade secara damai adalah tindakan yang dilakukan
pada waktu damai, tapi merupakan suatu pembalasan.
Misalnya, permintaan ganti rugi atas pelabuhan yang di
blokade oleh negara lain.
5. Intervensi (campur tangan) adalah campur tangan
terhadap kemerdekaan politik tertentu secara sah dan
tidak melanggar HI. Contohnya: Intervensi kolektif
sesuai dengan piagam PBB, Intervesi untuk melindungi
hak-hak dan kepentingan warga negaranya dalam rangka
pertahanan diri; dan Negara yang menjadi obyek
intervensi dipersalahkan melakukan pelanggaran berat
terhadap HI.