dakwah dan kesalehan sosial: kiprah dakwah roostien...
TRANSCRIPT
DAKWAH DAN KESALEHAN SOSIAL:
KIPRAH DAKWAH ROOSTIEN ILYAS
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Oleh :
EDY PRIYANTO
NIM. 108051000035
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
LEMBAR PERNYATAAN
Assalamu’ alaikum Wr. Wb.
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah penulis skripsi yang berjudul “Dakwah dan
Kesalehan Sosial : Kiprah Dakwah Roostein Ilyas”, dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan gelar sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dalam
bentuk referensi, baik footnote, maupun daftar pustaka, sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan merupakan karya asli atau
duplikasi karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian lembar pernyataan ini dibuat, sehingga dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 29 Juni 2015
Edy Priyanto
i
ii
ABSTRAK
Nama : Edy Priyanto
NIM : 108051000035
Dakwah dan Kesalehan Sosial : Kiprah Dakwah Roostien Ilyas
Rasullulah Saw telah berhasil mengembangkan agama Islam ke seluruh
penjuru dunia. Beliau dalam mengembangkan agama Islam, mendapat tantangan yang
amat keras. Kemudian dunia menyaksikan bahwa dalam waktu yang relatif singkat
dunia telah melihat agama Islam merambah wilayah Arab, lalu menyusuri wilayah
Asia, Afrika, bahkan Eropa. Tidak hanya laki-laki peran perempuanpun hadir pada
setiap zaman dengan kecantikan, perjuangan, keperkasaan, dan kekuasaan. Abadi
dalam ingatan khalayak. Khadijah istri Nabi contohnya, kontribusinya pada awal
Islam sangatlah berpengaruh besar. Bukan hanya mengimani Islam, namun dia terjun
langsung dalam membantu Rasul. Jiwa, raga, serta hartanya disumbangkan untuk
Islam. Inilah bentuk kesalehan yang hakiki. Mengikuti jejak Nabi sosok Roostien
Ilyas hadir. Perempuan yang bergerak di bidang sosial khususnya pendampingan
anak-anak jalanan. Terfokus hanya pada acara Pesantren Ramadhan anak-anak
jalanan. Ia bertahun-tahun mengelola Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan.
Dari pernyataan di atas maka muncul pertanyaan : Bagaimana kiprah dakwah
Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan? Bagaimana hasil dakwah
Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan? Serta apa saja faktor
pendukung dan penghambat dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan
anak jalanan?
Di dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode kualitatif
deskriptif. Penulis menggambarkan secara faktual apa yang dilihat dan ditemukan
dari objek penelitian dan menuangkannya ke dalam tulisan. Metode ini juga didukung
dari hasil wawancara dan studi dokumentasi yang dilakukan penulis kepada objek
penelitian beserta tulisan-tulisan yang menyangkut dengan judul skripsi.
Kiprah dakwah yang dilakukan Roostien Ilyas adalah sebuah peroses
penyampaian nilai-nilai keIslaman dengan menampakkan bentuk kesalehan sosial.
Menanamkan pemahaman bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin bagi
seluruh umat. Menuangkan ajaran Islam kepada yang belum tahu menjadi tahu, dan
yang sudah tahu agar lebih mendalaminya. Perubahan menuju kebaikan itu menjadi
sinyal positif atas gerakannya ini. Dengan sosok yang demikian cukup kiranya dia
berjuang. Pendanaan adalah penghambat terbesar saat kita berjuang di ranah sosial.
Key word: kesalehan sosial, kiprah dakwah, Pesantren Ramadhan, Roostien Ilyas
iii
KATA PENGANTAR
Kalimat syukur serta pujian-pujian agung yang suci hanya ingin penulis
persembahkan kepada Allah SWT. Karena atas segala anugerah dan kesempatan
yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi berjudul “Dakwah dan Kesalehan
Sosial : Kiprah Dakwah Roostien Ilyas” dapat selesai sesuai harapan.
Membuat sebuah karya tulis tentu melewati banyak fase kerumitan.
Namun fase-fase tersebut dapat penulis lewati dengan perjuangan sepenuh hati.
Karya ini tercipta berkat dukungan dari banyak pihak yang telah memberikan
kontribusi maksimal kepada penulis. Dengan segala kelebihan dan
kekurangannya, semoga karya tulis ini bermanfaat di kemudian hari.
Beberapa pihak sudah seyogyanya penulis sebut sebagai bentuk terima
kasih dan rasa takzim atas segala yang mereka berikan. Mereka yang sangat
berjasa pada pengerjaan skripsi ini adalah:
1. Dr. H. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi beserta Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan I,
Dr. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan II, dan Dr. Suhaimi, M.Si
selaku Wakil Dekan III.
2. Rahmat Baihaky, MA dan Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Ketua
Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
3. Dr. H. Ilyas Ismail, MA, sebagai dosen pembimbing skripsi dan dosen
pembimbing akademik saya yang sangat banyak membantu proses
penyelesaian penulisan skripsi ini. Seorang dosen yang membuat
penulis dapat bekerja semangat dan sepenuh hati.
iv
4. Bapak/ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan ilmu yang tidak
ternilai kepada penulis. Semoga ilmu yang telah diberikan dapat
bermanfaat, khususnya bagi saya pribadi.
5. Ibu Roostien Ilyas, sebagai objek sekaligus narasumber penelitian ini.
Mba Evi, Bang Sambul, dan tim yang memudahkan saya
berkomunikasi dengan Bu Roostien. Terima kasih atas segala budi
baik serta tulus ikhlas yang telah Anda berikan, sehingga terlahir
sebuah karya tulis akhir ini.
6. Ayahku Sukamdi dan Ibuku Suharti, orang tua penulis yang selalu
memberikan doa dalam sujudnya, semangat dalam nasihatnya dan
motivasi yang selalu diberikan. Terima kasih juga kepada Umi
Habibah, seorang adik yang ikhlas menunggu lama kakaknya menjadi
sarjana.
7. Sungguh saya ucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabatku
Abraham Zakky Zulhazmi, Adi Sucipto, Didiet Hadi Ruswanto, A.
Hafidh Adli, Hagian Sukarna, Muhammad Sabki, Lukman Nul Hakim,
Zidney Ilmannafi Amson, Mursalin Achzari, Diah Megowati, Risalatul
Muawanah, dan Alm. Gunawan Laksono. Sahabatku yang selalu sabar
menemani, memberikan kontribusi, memotivasi, perhatian, dan selalu
mendengarkan keluh kesah penulis selama proses penyelesaian skripsi
ini.
8. Ucapan terima kasih yang mendalam kepada para penghuni Kelas
Istimewa KPI B 2008. Kelas yang banyak melahirkan mahasiswa-
v
mahasiswa cerdas, unik, dan kritis. Mereka ini yang selalu membantu
dan menemani penulis selama masa perkuliahan berlangsung.
Menjalani susah senang bersama, menanggung beban bersama, seperti
keluarga sendiri yang saling mendukung satu sama lain untuk tetap
teguh mencapai cita-cita yang kita harapkan.
9. Teman-teman di KMPLHK RANITA (Kelompok Mahasiswa Pecinta
Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan Kembara Insani Ibnu Battutah).
Terutama kepada kelompok seangkatan saya di RANITA, yang biasa
disebut BBB.
10. PMII KOMFAKDA.
11. Sahabat-sahabat KKN BADUY 2011.
12. Dan akhirnya, semua pihak yang telah turut membantu dalam
penyelesaian skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu,
terima kasih. Semoga segala kebaikan yang tulus dari semua pihak
dapat di terima oleh Allah, serta mendapat balasan yang berlimpah
dari-Nya.
Jakarta, 29 Juni 2015
Edy Priyanto
vii
A. Setting Sosial................................................................................43
B. Karya............................................................................................46
C. Profil Yayasan Nanda Dian Nusantara .......................................51
BAB IV ANALISA KIPRAH DAKWAH ROOSTIEN ILYAS DALAM
MEWUJUDKAN KESALEHAN SOSIAL
A. Konsep Dakwah Roostien Ilyas...................................................53
B. Kiprah Dakwah............................................................................60
a. Dakwah Bi Al-Qalam (Kitabah)……………...……….……60
b. Dakwah Bil Hal……………………………...……………..60
C. Muatan Dakwah (Materi Dakwah) ............................................69
D. Faktor Pendukung dan Penghambat...........................................70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................74
B. Saran............................................................................................75
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................77
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagaimana diketahui bersama bahwa Rasullullah telah berhasil
mengembangkan agama Islam ke seluruh penjuru dunia. Beliau dalam
mengembangkan agama Islam, mendapat tantangan yang amat keras. Pada
kenyataannya melalui dakwah yang dikembangkan oleh Rasullullah, dunia Arab
yang pada waktu itu dalam suasana jahiliah kemudian berubah menjadi
masyarakat yang beriman dan bertauhid kepada Allah.1 Dakwah Rasul berhasil
membuat perubahan yang besar. Maka dalam ajaran Islam tidak akan lepas dari
kegiatan dakwah. Pada perkembangannya ilmu ini disebut ilmu dakwah.
Dakwah adalah terma yang terambil dari Al-Qur‟an. Ada banyak ayat
yang di antara kata-kata yang digunakannya adalah dakwah, atau bentuk lain yang
akar katanya sama dengan akar kata dakwah, yaitu dal, ain, wawu. Menurut hasil
penelitian, Al-Qur‟an menyebutkan kata da‟wah dan derivasinya sebanyak 198
kali, tersebar dalam 55 surat dan bertempat dalam 176 ayat. Ayat-ayat tersebut
sebagian besar (sebanyak 141 ayat) turun di Makkah, 30 ayat turun di Madinah
sebagai tempat turunnya, karena ada perbedaan pendapat tentang tempat turunnya
Surat al-Hajj (QS 22).2
Dakwah adalah setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan dan
lainnya, yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk
beriman dan mentaati Allah SWT, sesuai dengan garis-garis aqidah dan syari‟at
1Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), cet 1, h. 17-18.
2Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (Semarang: Pustaka Pelajar, 2003), Cet 1, h.
4.
2
serta akhlak Islamiyah.3 Dakwah menyerukan kepada umat untuk kembali pada
nilai-nilai agama Islam secara maksimal, sehingga bisa dilakukan oleh siapapun,
di manapun, dan apapun profesinya. Baik dia seorang presiden, pengusaha,
politik, pendidik, petani, buruh, dan tukang becak sekalipun. Dakwah yang
merupakan titik berat di sini adalah menyangkut keseimbangan manusia dalam
bertindak. Ada dua perkara yaitu hablun minallah (hubungan kepada Allah) dan
hablun minannas (hubungan kepada manusia).
Dalam menyampaikan dakwah para da‟i harus memiliki metode. Metode
ini berguna untuk memudahkan penyampaian dakwah. Metode dakwah secara
umum dibagi menjadi tiga, yaitu: dakwah bil lisan, dakwah bi al qolam, dan
dakwah bil hal.
1. Dakwah bil lisan: Secara bahasa dakwah bil lisan berarti dakwah dengan
menggunakan ucapan. Adapaun secara istilah, dakwah bil lisan adalah
memanggil, menyeru ke jalan Allah. Dakwah jenis ini adalah penyampaian
informasi atau pesan dakwah melalui lisan. contohnya : ceramah, diskusi.
2. Dakwah bi al qalam: Metode dakwah ini menggunakan keterampilan tulis
menulis. Dakwah dengan metode ini mempunyai kelebihan tersendiri.
Yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lebih lama serta
jangkauannya lebih luas. Karena sebuah karya akan terus bermanfaat dan
tidak akan musnah sekalipun penulisnya telah wafat.
3. Dakwah bil hal: Istilah dakwah bil hal dipergunakan untuk merujuk
kegiatan dakwah melalui aksi atau tindakan atau perbuatan nyata. Metode
ini merupakan sebuah kerangka kerja kongkret dalam melaksanakan setiap
3Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (Semarang: Pustaka Pelajar, 2003), Cet 1, h.
8-9.
3
kerja dakwah dalam masyarakat, sehingga akan lebih efektif jika ditunjang
dengan konsep yang matang. Dakwah ini lebih berorientasi pada
pengembangan masyarakat.
Pada beberapa titik, dakwah akan bersinggungan dengan kegiatan sosial
kemasyarakatan. Sehingga nantinya muncul terma kesalehan sosial. Iman
merupakan simbol dari hal-hal yang bersifat ritual, sedangkan amal saleh
merupakan simbol dari amal sosial yang bersifat sosiologis. Ironisnya, kesalehan
sosial sering dilupakan dan orang lebih mementingkan kesalehan ritual, atau
kesalehan ritual dianggap lebih tinggi derajatnya dari kesalehan sosial. Orang
yang beribadah biasa-biasa saja tetapi ia aktif dalam berbagai aktivitas sosial, dan
memiliki kepedulian yang tinggi dengan situasi yang terjadi, sering kali masih
dianggap orang yang tingkat religiusitasnya rendah. Hal yang lebih naif lagi,
kedua dimensi ini (kesalehan sosial dan kesalehan ritual) sering dianggap tidak
memiliki hubungan apa-apa. Karena itu, orang yang rajin ibadah, yang setiap
tahun mengerjakan ibadah haji, namun mereka tidak mempunyai kepedulian
terhadap persoalan yang terjadi di sekitarnya banyak kita temui.
Dari perpektif ini, kita bisa memahami, sekalipun tempat ibadah
berkembang di mana-mana, kuantitas orang yang mengerjakan haji semakin
meningkat, majelis taklim tumbuh pesat di kantor-kantor, namun pada saat yang
sama korupsi juga semakin meningkat, kebocoran anggaran terjadi di mana-mana.
Ternyata hal demikian juga dilakukan oleh orang-orang yang secara ritual
keagamaan di nilai cukup taat, seperti melaksanakan ibadah salat, haji, zakat, dan
4
lain-lain. Selain itu, kekerasan yang bersifat kultural dan struktural, eksploitasi
yang kuat terhadap yang lemah juga berkembang di mana-mana.4
Di Indonesia, sosok pekerja sosial amat banyak jumlahnya. Bahkan nyaris
tak terhitung. Akan tetapi yang tetap konsisten dan berada di wilayah keislaman
bisa dihitung dengan jari. Roostien Ilyas, satu dari jutaan manusia Indonesia yang
dedikasinya dalam bidang sosial sangat layak untuk diapresiasi. Pada pundak
perempuan kelahiran Sumenep, 22 Januari 1950 itu tersemat sebuah label pekerja
sosial. Sejak tahun 1989 ia telah terjun dalam kerja-kerja sosial yang diawali
dengan „mengasuh‟ para pelacur di Kramat Tunggak. Pada saat itu, di Kramat
Tunggak ada 1.800 pelacur, hampir semuanya Cuma pendidikan SD. Mereka
umumnya berasal dari desa-desa miskin di kawasan Pantura (Pantai Utara Jawa).
Pada saat itu belum ada penanganan pelacuran secara komprehensif, yang
ada hanya sebatas penyediaan lokalisasi. Juga, belum ada penelitian seperti yang
pernah dilakukan oleh seorang mahasiswa Unair tentang kompleks pelacuran
Dolly di Surabaya. Untuk sementara, Roostien menggunakan asumsi, bahwa
pelacuran itu akibat masalah perut, atau konsekuensi dari problem kemiskinan.
Melarat itu masalah perut, kalau sudah melarat, sebagian dari mereka menjadi
pelacur. Berdasarkan asumsi ini, ia mulai bekerja, dengan menemui dan mengenal
para pelacur di Kramat Tunggak.
Kemudian Roostien merasa menemukan suatu teknik pendekatan
pemecahan masalah yaitu memberikan masukan kepada mereka dan
mengembangkan wacana untuk mencari jawaban mengenai untung-ruginya
menjadi pelacur. Dengan pendekatan ini wacana tentang dimensi-dimensi negatif
4M. Imdadun Rahmat, Islam Pribumi (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 79-81.
5
pelacuran sangat mereka pahami. Tetapi, bila masalah perut sudah berbicara, anak
harus dihidupi, dan sebagainya, pada akhirnya melacur tetap menjadi satu-satunya
pilihan. Sangat sulit melakukan perubahan, karena budaya mereka sudah berubah.
Dari budaya kemiskinan, berubah menjadi budaya konsumeristik. Masalah
pelacuran ternyata jauh lebih kompleks dan sulit dipecahkan dari pada yang
dibayangkan semula. Penanganannya tidak bisa hanya dengan sekadar
membangun wacana supaya para pelacur itu sadar, atau bahkan membubarkan
sama sekali keberadaan lokalisasi.5
Masa kerja pelacur di Kramat Tunggak sangatlah singkat. Pada kategori 13
hingga 20 tahun adalah masa efektif bagi mereka. Sedangkan 25 tahun keatas
sudah sangat turun nilainya. Dari kenyataan itulah seharusnya titik awal solusi
dapat dilakukan bagi mereka. Seringkali Roostien mengingatkan mereka, “kamu
itu ibarat mobil. Bukan mobil pribadi, tapi mobil yang dipakai beramai-ramai dan
tidak pernah diperbaiki. Kalau sudah rusak, ya sudah, dilempar saja di situ, di
Cililitan, jadi rongsokan besi tua. Kalau sudah tidak laku, terus kamu mau apa?”
Dengan menanamkan kesadaran seperti itu, Roostien berharap supaya
mereka mau belajar menjahit, atau belajar ini dan belajar itu, apa saja. Tetapi, kita
tidak bisa menyetop mereka dari kegiatan menjadi pelacur. Mereka mendapat
uang dari menjual diri. Kesadaran akan kehidupan hanya untuk hari ini. Esok hari
mau jadi apa, tidak perlu dipikirkan. Jadi, yang dapat diberikan hanyalah sekadar
keterampilan alternatif saja, sebagai persiapan kalau suatu saat mereka sudah tidak
laku lagi jadi pelacur.
5Roostien Ilyas, Anak-Anakku yang Terlantar (Jakarta: Pensil-324, 2006), Cet 1, h. 15-
16.
6
Pengalaman lain menyangkut urusan agama. Kalau menyangkut ritual
agama, pelacur-pelacur itu sangat rajin. Salat, dan kegiatan doa mereka justru
lebih aktif dibandingkan “orang biasa.” Itu karena di hati kecilnya, mereka sudah
merasa bersalah. Jadi, aktivitas keagamaan mereka berangkat dari perasaan
berdosa itu. Suatu kali, Roostien mengirim mereka untuk ikut MTQ (Musabaqoh
Tilawah Qur‟an) tingkat DKI. Pada waktu itu yang menjabat sebagai Gubernur
ialah Wiyogo. Salah seorang pelacur itu akhirnya menjadi juara harapan satu
MTQ tahun 1989.6
Roostien termasuk salah seorang yang menentang keras penggusuran
komplek Kramat Tunggak. Sebab ia beranggapan bahwa sampah saja butuh
tempat agar tidak berhamburan. Dengan menutup Kramat Tunggak sama halnya
dengan membiarkan pelacur-pelacur itu berhamburan menyebar kemana-mana
dan tidak terlokalisir. Mereka cenderung „jemput bola‟ dan itu lebih berbahaya.
Beranjak dari Kramat Tunggak, Roostien menuju Kramat Jati. Ia percaya
bahwa mencegah lebih baik, dari pada mengobati. Sekian lama ia berpikir dan
akhirnya menemukan kesimpulan bahwa para pelacur menjual dirinya karena
faktor kemiskinan. Mereka tahu jika melacur merupakan sebuah dosa dan akan
dikucilkan di masyarakat. Tapi mereka tak punya pilihan lain. Melihat kenyataan
itu Roostien lalu memilih mengambil langkah preventif edukatif. Sebab ia merasa
rehabilitasi dan tindakan kuratif seolah hanya menangani ekornya saja. Renungan
tersebut membawanya pada pemikiran, barangkali penanganan masalah sosial
harus dilakukan sedini mungkin, yakni pada anak-anak.
6Roostien Ilyas, Anak-Anakku yang Terlantar (Jakarta: Pensil-324, 2006), Cet 1, h. 21.
7
Berangkat dari kesadaran menangani masalah harus dari hulu baru ke hilir,
Roostien pun penuh mengabdikan diri untuk menangani anak-anak jalanan.
Difokuskan kepada mereka yang bekerja di sektor informal dan masih pada usia
sekolah. Seiring waktu, berdirilah Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN).
Sebuah satuan tim kerja sekaligus payung yang senantiasa menaungi kemanapun
Roostien bergerak. Dibantu oleh orang-orang yang penuh dedikasi, Roostien
melakukan kerja-kerja pendampingan anak jalanan. Perkembangan selanjutnya,
Roostien menggelar acara Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan setiap bulan
Ramadhan yang berlangsung rutin sejak 1998 hingga sekarang. Adapun Pesantren
Ramadhan untuk anak jalanan ini sudah menjadi brand tersendiri dari YNDN.7
Selama mengurus anak-anak jalanan, Roostien mendapat kesadaran-
kesadaran baru. Di antaranya menyangkut hubungan agama dengan orang-orang
pinggiran. Kiranya siapapun sepakat jika nilai-nilai agama perlu ditanamkan
kepada anak sejak dini. Namun bagi anak-anak jalanan pelajaran dan nilai-nilai
agama justru mereka jauhi. Alasannya sederhana: Mereka merasa Tuhan yang
menjauhi mereka. Tuhan hanya berpihak kepada orang-orang kaya, yang dalam
kacamata anak-anak mempunyai kehidupan yang mapan dan nyaman.
Mengapa pikiran seperti itu timbul di benak mereka? Mereka bukan hanya
melihat, tapi mengalami sendiri. Sehari-hari mereka tinggal di rumah yang bisa
digusur kapan saja. Sekolah mereka juga bukan sekolah–sekolah permanen di
mana mereka bisa tenang belajar. Sekolah mereka adalah sekolah alternatif yang
sewaktu-waktu dibubarkan oleh aparat yang merasa berwenang.
7Roostien Ilyas, Anak-Anakku yang Terlantar (Jakarta: Pensil-324, 2006), Cet 1, h. 1-8.
8
Sementara itu, rumah-rumah ibadah berdiri mewah. Satu sama lain seakan
berlomba untuk menjadi yang paling megah. Akan tetapi saat anak-anak itu
datang ke rumah ibadah, mereka mendapat cibiran, bahkan dihalau, seakan-akan
mereka akan mengotori tempat ibadah nan suci. Mereka melihat, orang-orang
datang ke tempat ibadah dengan pakaian bersih dan rapi, bahkan mahal. Belum
lagi aromanya yang wangi dan menyegarkan. Pemandangan seperti itu membuat
mereka berkesimpulan bahwa Tuhan itu jauh, bahwa ibadah itu mahal. Kenyataan
itulah yang membuat mereka mencari „tuhan-tuhan‟ yang lain. Hal itu pula yang
selalu menjadi kegelisahan Roostien dan terus dilawannya.8
Apa yang dilakukan Roostien Ilyas selama ini adalah cermin kesalehan
sosial. Berdakwah di „jalanan‟ seperti yang dikerjakan Roostien Ilyas memang
tidak mudah. Lantaran segala persoalan ada di dalamnya. Dalam pengertian yang
luas inilah, dakwah bukan hanya berkaitan dengan persoalan menambah jumlah
pemeluk Islam, akan tetapi yang paling utama adalah bagaimana dakwah dapat
berpihak pada nilai-nilai kebenaran dan kemanusiaan.9 Roostien Ilyas
mempraktikkan hal tersebut.
Berangkat dari latar belakang di atas, penulis bermaksud menulis skripsi
berjudul “DAKWAH DAN KESALEHAN SOSIAL: KIPRAH DAKWAH
ROOSTIEN ILYAS”.
8A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Salat Itu Mahal Ya?
(Jakarta: Pensil-324, 2014), cet 1, h. 155-157. 9Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), Cet-1,
h. 5.
9
B. Batasan Dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Dakwah yang dilakukan di beberapa media begitu gencar. Namun semakin
maraknya korupsi di Indonesia. Justru dilakukan oleh orang yang secara nilai
keagamaannya cukup taat. Ini berakibat pada tidak tersalurkannya dana yang ada
ke banyak sektor. Salah satu sektor yang memperihatinkan adalah pendidikan. Di
mana masih banyak anak-anak di luar sana yang tidak dapat belajar di sekolah
hanya karena tidak memiliki biaya. Bahkan anak-anak itu bekerja apa saja demi
sesuap nasi dan menyambung hidup mereka. Kaum bawah negeri ini terlihat
sangat memperihatinkan.
2. Pembatasan Masalah
Banyak hal menarik yang dapat dikaji dari Roostien Ilyas. Dalam
perannanya bergerak di bidang sosial khususnya anak-anak. Agar penelitian ini
terarah dan menghindari melebarnya pembahasan, maka penelitian ini hanya
dibatasi pada kiprah dakwah Roostien Ilyas selama mengelola Pesantren
Ramadhan anak jalanan.
3. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan beberapa
permasalahan dalam bentuk pernyataan sebagai berikut :
a. Bagaimana kiprah dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan
anak jalanan?
b. Bagaimana hasil dakwah Roostien Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak
jalanan?
10
c. Faktor pendukung dan penghambat dakwah Roostien Ilyas melalui
Pesantren Ramadhan anak jalanan?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini penulis mempunyai tujuan yang ingin di capai, yaitu :
1. Untuk mengetahui sejauh mana kiprah dakwah Roostien Ilyas melalui
Pesantren Ramadhan anak jalanan.
2. Untuk mengetahui bagaimana hasil dakwah Roostien Ilyas melalui
Pesantren Ramadhan anak jalanan.
3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dakwah Roostien
Ilyas melalui Pesantren Ramadhan anak jalanan.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
pengembangan ilmu komunikasi mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya
dalam bidang dakwah. Melalui kiprah dakwah Rooostien Ilyas.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi
mahasiswa komunikasi dan penyiaran Islam, kepada pembaca umumnya, dan juga
dapat bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. Serta bagi para praktisi
dakwah yang menjadikan dunia sosial sebagai sarana untuk menyebarkan arus
informasi dakwah.
11
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Sesuai dengan permasalahan serta tujuan yang dikemukakan dalam
penelitian di atas mengenai kiprah dakwah Roostien Ilyas. Maka pendekatan yang
digunakan penulis adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis
adalah upaya pengolahan data menjadi sesuatu yang dapat diutarakan secara jelas
dan tepat10
Ini bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat
tentang fakta-fakta dan objek tertentu.11
Pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara peneliti langsung terjun ke situasi yang sesungguhnya. Dalam hal ini
peneliti akan menjelaskan dan menjabarkan data-data sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya atau yang terjadi di lapangan.
2. Subjek dan objek penelitian
Subjek penelitiannya adalah Roostien Ilyas. Sedangkan untuk objek
penelitiannya adalah kiprah dakwah Roostien Ilyas.
3. Macam dan Sumber Data
Untuk memperoleh data-data yang lengkap dan akurat, peneliti
menggunakan data primer dan data sekunder.
a) Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan berupa
hasil temuan penelitian observasi dan wawancara dengan Roostien Ilyas.
10
Jalaluddin Rahmat, Metodologi Penelitian Dakwah (Bandung: Remaja
Rosdakarya,1996), h. 24. 11
Lexy J.Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009), h. 5.
12
b) Data sekunder akan diperoleh dari sumber-sumber tertulis yang terdapat
dalam buku ataupun dokumentasi dan literatur lain yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data adalah :
a. Observasi, adalah pengamatan dan pengumpulan data di mana penulis
melakukan pengamatan terhadap gejala dan objek yang akan diteliti.12
Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan di lapangan dengan cara
berhadapan langsung dengan subjek yang akan diteliti yaitu Roostien
Ilyas. Dengan melakukan observasi tersebut maka dapat diketahui aktivitas
dakwah Roostien Ilyas.
b. Wawancara, adalah sebuah teknik pengumpulan data dengan cara
mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara kepada
responden dan jawaban yang dihasilkan akan di catat atau direkam dengan
alat perekam.13
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan
mewawancarai langsung Roostien Ilyas. Juga mengumpulkan berbagai
informasi yang dapat menunjang data yang diperlukan.
c. Studi Dokumentasi, adalah penelitian pengumpulan, membaca, dan
mempelajari berbagai bentuk data tertulis (buku, majalah, atau jurnal)
yang terdapat di perpustakaan, internet atau instansi lain yang dapat
dijadikan analisis dalam penelitian ini.14
Penulis mengumpulkan data-data
yang berkaitan dengan Roostien Ilyas. Selain itu penulis juga membaca
12
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah (Bandung: Tarsito, 1980), h.102. 13
Irawan Suhartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000),
cet 4, h. 67. 14
Rachmat kriyantono, Tekhnik Praktisi Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana Pradana
Group, 2007), h. 116.
13
dan mempelajari berbagai bentuk data tertulis yang terdapat di buku,
website, foto-foto, serta rekaman video, sehingga dapat dijadikan analisis
dalam penelitian ini.
5. Teknik Analisa Data
Dari data yang sudah diperoleh, maka penulis mempelajari berkas yang
telah terkumpul kemudian peneliti melakukannya dengan cara editing, yaitu
mempelajari kembali berkas-berkas data yang terkumpul sehingga keseluruhan
berkas itu dapat di ketahui dan dapat dinyatakan baik agar dapat dipersiapkan
proses selanjutnya.
Penelitian deskriptif ditunjukan untuk: (1) mengumpulkan informasi
aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, (2) mengidentifikasi masalah
atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, (3) membuat
perbandingan dan evaluasi, (4) menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam
menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk
menetapkan rencana atau keputusan pada waktu yang akan datang.15
6. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Yayasan Nanda Dian Nusantara, yaitu Jalan
Masjid Raya No. 6 Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta. Penelitian ini
dilakukan dari bulan Maret 2014 sampai Maret 2015.
E. Kajian Teori
Dakwah, secara etimologis (lughatan) berasal dari kata da’a, yad’u,
da’watan. Kata da’a mengandung arti: menyeru, memanggil, dan mengajak.
Dakwah, artinya seruan, panggilan, dan ajakan. Dakwah Islam dapat dipahami
15
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009), h. 248.
14
sebagai seruan, panggilan, dan ajakan kepada Islam. Penulis sendiri
mendefinisikan dakwah sebagai: kegiatan mengajak, mendorong dan memotivasi
orang lain berdasarkan bashirah untuk meniti jalan Allah dan istiqomah di jalan-
Nya, serta berjuang bersama meninggikan agama Allah.16
Untuk memahami beberapa diantaranya, berikut ini akan dikemukakan
sejumlah definisi dakwah :
Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan
yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan
kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat
Dakwah adalah mendorong (memotivasi) umat manusia agar
melaksanakan kebaikan dan mengikuti petunjuk serta perintah berbuat
makruf dan mencegah dari perbuatan mungkar supaya mereka
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dakwah adalah setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan
dan lainnya, yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia
lainnya untuk beriman dan mentaati Allah SWT, sesuai dengan garis-
garis aqidah dan syari‟at serta akhlak Islamiyah.17
Akhir-akhir ini sering kita mendengar dari kalangan kaum Muslim,
sementara orang yang mempersoalkan secara dikotomis tentang kesalehan.
Seolah-olah dalam Islam memang ada dua macam kesalehan: “kesalehan ritual”
dan “kesalehan sosial”. Dengan “kesalehan ritual” mereka menunjuk perilaku
kelompok orang yang hanya mementingkan ibadat mahdlah, ibadat yang semata-
16
Ilaihi Wahyu dan Hefni Harjani, Pengantar Sejarah Dakwah (Jakarta: Kencana, 2007),
Cet 1, h. 1-2. 17
Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah (Semarang: Pustaka Pelajar , 2003), Cet 1, h.
8-9.
15
mata berhubungan dengan Tuhan untuk kepentingan sendiri. Kelompok yang
sangat tekun melakukan salat, puasa, dan seterusnya; namun tidak peduli akan
keadaan sekelilingnya.
Dengan ungkapan lain, hanya mementingkan hablum minallah.Sedangkan
yang mereka maksud dengan “kesalehan sosial” adalah perilaku orang-orang yang
sangat peduli dengan nilai-nilai Islami, yang bersifat sosial. Suka memikirkan dan
santun kepada orang lain, suka menolong, dan seterusnya; meskipun orang-orang
ini tidak setekun kelompok pertama dalam melakukan ibadat seperti sembayang
dan sebagainya itu. Lebih mementingkan hablun minan naas.
Boleh jadi hal itu memang bermula dari fenomena kehidupan beragama
kaum Muslim itu sendiri, dimana memang sering kita jumpai sekelompok orang
yang tekun beribadat, bahkan berkali-kali haji misalnya, namun kelihatan sangat
bebal terhadap kepentingan masyarakat umum, tak tergerak melihat saudara-
saudaranya yang lemah tertindas, misalnya.18
F. Tinjauan Pustaka
Dalam menentukan judul ini penulis sudah mengadakan tinjauan pustaka.
Penulis menggunakan rujukan tersebut untuk mendapatkan informasi tentang hal-
hal yang terkait dengan penelitian. Hal ini dimaksudkan agar tidak adanya
kesalahan dalam mengolah data dan menganalisisnya. Adapun judul-judul yang
diteliti oleh mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi sebelumnya, antara lain :
1. Kiprah Dakwah Ustadz Wahfiudin oleh Daseva Dwianti (104051001857)
tahun 2009. Penelitiannya mengenai dakwah Ustadz Wahfiudin yang
18
www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,pdf-ids,4-id,7396, diakses tanggal 2 Maret 2014
pukul 20.13.
16
menggunakan cara dzikir dan ruqyah. Format dalam penelitian ini juga
berbeda dengan apa yang akan penulis teliti.19
2. Kiprah Dakwah DR. Suryani Thahir Dalam Mengembangkan Majelis
Mudzakarah As;Suryaniyah At-Thahiriyah di DKI Jakarta oleh Laila
Fachriyah (104051001906) tahun 2008. Ustad dalam kegiatan dakwahnya
menggunakan metode dzikir. Perbedaannya terletak pada subjek dan objek
penelitiannya. Subjek penelitian ini Roostien Ilyas, sedangkan objeknya
penelitiannya mengulas bagaimana kiprah dakwah Roostien Ilyas dengan
format yang ingin penulis teliti.20
3. Kiprah Dakwah Al-Ustadz Taufik Setyaudin, MA di Pondok Pesantren
Sabiluna oleh Okto Widodo (108051000031) tahun 2012. Ustad dalam
kegiatan dakwahnya lebih dominan dakwah bil lisan dan dakwah bil hal.
Yaitu melalui Lembaga Pendidikan, Khutbah Jumat, ceramah-ceramah di
Majlis Ta‟lim, dan melalui pengajian rutin. Objek dan Subjeknya pun
berbeda dengan apa yang akan penulis teliti.21
G. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui bagaimana gambaran jelas tentang hal-hal yang akan
diuraikan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis mengatur sistematika
penulisan dalam lima bab sebagai berikut :
19
Daseva Dwianti, Kiprah Dakwah Ustadz Wahfiudin (Jakarta: Fidkom UIN Jakarta,
2009). 20
Laila Fachriyah, Kiprah Dakwah DR. Suryani Thahir Dalam Mengembangkan Majelis
Mudzakarah As-Suryaniyah At-Thahiriyah di DKI Jakarta (Jakarta: Fidkom UIN Jakarta, 2008). 21
Okto Widodo, Kiprah Dakwah Al-Ustadz Taufik Setyaudin, MA di Pondok Pesantren
Sabiluna (Jakarta: Fidkom UIN Jakarta, 2012).
17
BAB I : Bab ini berisi tentang pendahuluan, latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian, kajian teoritis, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II : Pada bab ini memuat tentang pengertian kiprah dakwah, pengertian
dakwah, unsur-unsur dakwah dan pengertian kesalehan sosial.
BAB III : Bab ini berisi profil atau biografi Roostien Ilyas. Karya tulis
Roostien Ilyas. Hal-hal tersebut meliputi riwayat hidup dan karir dalam bidang
sosial.
BAB IV : Bab ini meliputi kiprah dakwah Roostien Ilyas di dalam Pesantren
Ramadhan anak jalanan, hasil dakwah Roostien paska Pesantren Ramadhan,
faktor pendukung dan penghambat kiprah dakwah Roostien Ilyas.
BAB V : Dalam bab ini menjelaskan kesimpulan dari kiprah dakwah Roostien
Ilyas dalam kesalehan sosial. Serta memberikan saran demi kemajuan dakwah
Islam.
18
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dakwah
1. Pengertian Dakwah
Konsep dakwah terdiri dari dua suku kata yaitu konsep dan dakwah.
Konsep menurut kamus besar bahasa Indonesia ialah gambaran mental dari objek,
proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk
memahami hal-hal lain.1 Sejalan dengan itu Muin Salim mendefinisikan konsep
sebagai ide pokok yang mendasari satu gagasan atau ide umum. Dengan demikian
konsep adalah suatu hal yang sangat mendasar yang dijadikan patokan dalam
melaksanakan sesuatu. 2
Dakwah memiliki dua arti dalam kamus besar bahasa Indonesia, yaitu : 1.
Penyiaran, propaganda; 2. Penyiaran agama dan pengembangannya di kalangan
masyarakat; seruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran
agama.3
Dakwah ditinjau dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab dakwah dan
kata da’a, yad’u yang berarti panggilan, ajakan, seruan. Seruan dan panggilan ini
dilakukan dengan suara, kata-kata, atau perbuatan. Adapun yang dimaksud
dengan ajakan atau seruan disini ialah usaha seorang da‟i yang berusaha untuk
lebih dekat dan mengenal mad‟unya untuk dituntun kepada jalan Allah SWT.4
1Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
(Jakarta: PT.Gramedia, 2008), h. 725. 2http://iics.nazuka.net/2013/04/konsep-dakwah-dalam-islam/, diakses tanggal 7 Mei 2014
pukul 19.40. 3Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta: PT.Gramedia, 2008), h. 288. 4Muhammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 3.
19
Sedangkan menurut istilah, para ulama memberikan definisi yang bermacam-
macam, antara lain :
a. Menurut Prof. Toha Yahya Omar, M.A. dakwah adalah mengajak manusia
dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah
Tuhan, untuk keselamatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.5
b. Menurut M.Quraish Shihab dakwah adalah seruan atau ajakan kepada
keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan
sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Perwujudan dakwah
bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah laku dan
pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi
pada masa sekarang ini, ia harus lebih berperan menuju kepada
pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek. 6
c. Syaikh Ali Mahfudh dalam kitabnya Hidayah al-Mursyidin menerapkan
definisi dakwah sebagai berikut : Mendorong (memotivasi) untuk berbuat
baik, mengikuti petunjuk (Allah), menyuruh orang mengerjakan kebaikan,
melarang mengerjakan kejelekan, agar dia bahagia di dunia dan akhirat.7
d. Moesa A. Machfoed dalam bukunya Filsafat Dakwah (Ilmu Dakwah dan
Penerapannya) mendefinisikan dakwah yaitu sebagai panggilan.
Tujuannya membangkitkan kesadaran manusia untuk kembali ke jalan
Allah SWT. Upaya memanggil atau mengajak kembali manusia ke jalan
5Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 3.
6Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 4-5.
7Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqh Sosial (Yogyakarta: LKiS Group 2012), h. 105.
20
Allah tersebut bersifat ekspansif, yaitu memperbanyak jumlah manusia
yang berada di jalan-Nya.8
Pada hakikatnya, dakwah Islam merupakan aktualisasi imani yang
dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang
kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara
merasa, berfikir, bersikap dan tindakan manusia pada dataran kenyataan
individual dan sosio-kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran
Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu.9
Dari penjelasan yang telah dipaparkan di atas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa konsep dakwah merupakan ide atau gagasan yang bertujuan
untuk mengajak manusia menuju kepada jalan kebenaran tanpa adanya paksaan
dan sesuai dengan tuntunan Al- Qur‟an dan As- Sunnah.
Setelah seseorang (da‟i) melakukan sebuah aktivitas dakwah. Maka secara
tidak langsung dia memiliki peran dalam rangka memajukan umat. Minimal dari
sisi agama dan bisa berkembang ke berbagai sektor. Maka seorang da‟i pasti
memiliki pandangan yang dilihat oleh orang banyak. Terutama adalah
kredibilitasnya sebagai seorang da‟i. Maka penulis harus menjabarkan juga apa itu
kiprah dakwah, agar dapat dipahami secara jelas.
Kiprah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kegiatan.
Sedangkan berkiprah adalah melakukan kegiatan dengan semangat tinggi ; atau
bergerak, berusaha giat dalam bidang tertentu10
. Sedangkan menurut Djumhur,
8A. Machfoed, Filsafat Dakwah “Ilmu Dakwah dan Penerapannya” (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 2004), h. 15. 9Amrullah Achmad, Dakwah Islam dan Perubaahan Sosial (Yogyakarta: Prima Duta
Yogyakarta, 1983), Cet-1, h. 32. 10
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
(Jakarta: PT.Gramedia, 2008), h. 701.
21
kiprah dapat diartikan sebagai suatu pola tingkah laku tertentu yang merupakan
ciri khas petugas dari suatu pekerjaan atau jabatan tertentu.11
WJS. Purwodarminta mengartikan kata kiprah dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia sebagai tindakan, aktifitas, kemampuan kerja, reaksi, cara
pandang seseorang terhadap ideologi atau institusinya.12
Menurut pemaparan beberapa tokoh diatas berkiprah tidak jauh berbeda
dengan beraktifitas, namun bedanya di sini berkiprah adalah melakukan kegiatan
atau berpartisipasi dalam kegiatan dengan semangat tinggi dan lebih tinggi dari
hanya sekedar beraktifitas.
Sedangkan kiprah dakwah menurut Mahmud Yunus adalah melakukan
kegiatan dakwah (amar ma‟ruf nahi munkar) atau berpartispasi dalam kegiatan
dakwah dengan semangat tinggi dalam bentuk sebuah perbuatan nyata untuk
memecahkan persoalan-persoalan masyarakat. Persoalan-persoalan tersebut
khususnya adalah dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan meningkatkan
kesejahtraan ummat.
Maka kiprah dakwah adalah melakukan aktifitas yang mengandung seruan
atau ajakan yang mengarah pada situasi yang lebih baik dan semua itu dilakukan
dengan semangat yang tinggi demi mengharap ridho Allah.
11
Djumhur. Moh. Surya, Bimbingaan dan Penyuluhan (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1975), h. 12. 12
WJS. Purwodarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976),
h. 15.
22
2. Tujuan Dakwah
Dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan atau proses, dalam rangka
mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan untuk memberi arah atau
pedoman bagi gerak langkah kegiatan dakwah. Apalagi ditinjau dari segi
pendekatan sistem. Tujuan dakwah merupakan salah satu unsur dakwah. Di mana
antara unsur dakwah yang satu dengan yang lain saling membantu, saling
mempengaruhi, dan saling berhubungan.13
Dengan demikian tujuan dakwah sebagai bagian dari seluruh aktivitas
dakwah sama pentingnya dengan unsur-unsur lain, seperti subjek dan objek
dakwah, metode, dan sebagainya. Bahkan lebih dari itu tujuan dakwah sangat
menentukan dan berpengaruh terhadap penggunaan metode dan media dakwah,
sasaran dakwah sekaligus strategi dakwah juga berpengaruh olehnya (tujuan
dakwah). Ini disebabkan karena tujuan merupakan arah gerak yang hendak dituju
seluruh aktivitas dakwah.
Rasullullah bersabda: Sesungguhnya segala pekerjaan dengan niat, dan
bahwasanya setiap urusan (perkara) tergantung dengan apa yang diniatkannya.
Maka barang siapa yang hijrah menuju keridhaan Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrah karena
dunia (harta atau kemegahan dunia) atau karena wanita yang dikawininya, maka
hijrahnya itu kea arah yang ditujunya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Secara umum tujuan dakwah adalah terwujudnya kebahagian dan
kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat yang diridhai oleh Allah Swt.
13
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 58-59.
23
Adapun tujuan dakwah, pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua macam tujuan,
yaitu :14
Tujuan Umum Dakwah (Mayor Objective)
Tujuan umum dakwah merupakan sesuatu yang hendak dicapai dalam
seluruh aktivitas dakwah. Ini berarti tujuan dakwah yang masih bersifat umum
dan utama, di mana seluruh gerak langkahnya proses dakwah harus ditujukan dan
diarahkan kepadanya.
Tujuan dakwah di atas masih bersifat global atau umum, oleh karenanya
itu masih memerlukan perumusan-perumusan secara terperinci.
Tujuan Khusus Dakwah (Minor Objective)
Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan dan penjabaran dari
tujuan umum dakwah. Tujuan ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan seluruh
aktivitas dakwah dapat jelas diketahui kemana arahnya, ataupun jenis kegiatan apa
yang akan dikerjakan, kepada siapa berdakwah, dengan cara apa, bagaimana dan
sebagainya. Secara terperinci. Sehingga tidak terjadi overlapping antara juru
dakwah yang satu dengan lainnya hanya karena masih umumnya tujuan yang
hendak dicapai.
Menurut Abdul Kadir Munsyi, dalam Metode Diskusi dalam Dakwah
bahwa tujuan dakwah dapat dikelompokan dalam tiga macam, yaitu :
Mengajak manusia seluruhnya agar menyembah Allah yang Maha Esa,
tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu dan tidak pula bertuhan
kepada selain Allah.
14
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 60-62.
24
Mengajak kaum muslimin agar mereka ikhlas beragama karena Allah dan
mengajak supaya amal perbuatannya jangan bertentangan dengan iman.
Mengajak manusia untuk menerapkan hukum Allah yang akan
mewujudkan kesejahteraan dan keselamatan bagi umat manusia
seluruhnya.15
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dakwah ialah
mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia yang diridhai Allah,
baik itu di dunia maupun di akhirat.
3. Metode Dakwah
Secara etimologi, metode berasal dari bahasa Yunani metodos yang artinya
cara atau jalan. Jadi metode dakwah adalah jalan atau cara untuk mencapai tujuan
dakwah yang dilaksanakan secara effektif dan efisien.16
Dalam bahasa Jerman
metode berasal dari kata “methodica” artinya adalah ajaran tentang metode.
Sedangkan dalam bahasa Arab, metode berasal dari kata “thariq” yang artinya
jalan. Sehingga metode adalah cara yang telah diatur dan memulai proses untuk
mencapai suatu maksud.17
Metode adalah suatau cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan
secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan. Sedangkan dakwah
adalah cara yang digunakan subjek dakwah untuk menyampaikan materi dakwah.
Metode dakwah dapat juga disebut sebagai alat yang dipergunakan oleh seorang
da‟i untuk menyampaikan materi dakwahnya dengan serentetan kegiatan untuk
mencapai tujuan tertentu.
15
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 66. 16
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 95. 17
Hasannudin, Manajemen Dakwah (Jakarta: UIN Press, 2005), Cet. Ke-1, h. 60.
25
Setelah seorang da‟i mengetahui apa itu metode dakwah secara umum.
Maka seorang da‟i akan memperhatikan pula faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan dan penggunaan suatu metode, agar metode yang dipilih dan digunakan
benar-benar fungsional. Faktor- faktor yang mempengaruhi pemilihan metode,
yaitu :
1) Tujuan, dengan berbagai jenis dan fungsinya.
2) Sasaran dakwah, baik masyarakat atau individual dengan segala
kebijakan/politik pemerintah, tingkat usia, pendidikan, peradaban
(kebudayaan), dan lain sebagainya.
3) Situasi dan kondisi yang beraneka ragam dengan keadaannya.
4) Media dan fasilitas (logistik) yang tersedia, dengan berbagai macam
kuantitas dan kualitasnya.
5) Kepribadian dan kemampuan seorang da‟i atau muballigh.18
Landasan umum mengenai metode dakwah adalah Al-Qur‟an Surah An-
Nahl ayat 125. Pada ayat tersebut terdapat metode dakwah yang akurat. Kerangka
dasar tentang metode dakwah yang terdapat pada ayat tersebut, berbunyi :
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Surah An-
Nahl 125).
18
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), h. 97.
26
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa metode dakwah ada tiga hal, yaitu:
hikmah, mau’izatul hasanah dan mujadallah. Semua metode yang ada dalam ilmu
dakwah merupakan cabang dari ketiga metode di atas.
a. Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan kondisi
sasaran dakwah dengan menitikberatkan pada kemampuan mereka,
sehingga dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam selanjutnya, mereka tidak
lagi merasa terpaksa atau keberatan.
b. Mau’izatul hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihat-
nasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih sayang,
sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu menyentuh hati
mereka.
c. Mujadalah, yaitu berdakwah dengan cara bertukar pikiran dan membantah
dengan cara yang sebaik-baiknya dengan memberikan argumentasi dan
bukti yang kuat dan tidak memberikan tekanan-tekanan kepada mad‟unya
sehingga tidak melahirkan permusuhan nantinya.19
Namun dakwah secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu : dakwah bil lisan,
dakwah bil qolam, dan dakwah bil hal.
a. Dakwah bil lisan: Secara bahasa dakwah bil lisan berarti dakwah dengan
menggunakan ucapan. Adapaun secara istilah, dakwah bil lisan adalah
memanggil, menyeru ke jalan Allah Swt. Dakwah jenis ini adalah
penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan. contohnya :
19
Mohammad. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 2001), h. 122-123.
27
1) Metode Ceramah: Ceramah adalah suatu teknik atau metode dakwah
yang banyak diwarnai oleh karakteristik bicara seorang da‟i pada suatu
aktifitas dakwah.
2) Percakapan antar pribadi: Percakapan pribadi atau individual
conference adalah percakapan bebas antara seorang da‟i dengan individu-
individu sebagai sasaran dakwahnya.
3) Debat: Metode debat pada dasarnya adalah untuk mencari suatu
kebenaran dari apa yang telah diajarkan Islam secara baik dan benar, dan
bukan untuk mencari kemenangan
4) Diskusi: Metode diskusi ini dimaksudkan untuk merangkai objek dakwah
agar berpikir dan mengeluarkan pendapatnya serta ikut menyumbangkan
ide-ide dalam kemungkinan-kemungkinan jawaban dari pemecahan
masalah.
b. Dakwah bi al qalam: Metode dakwah ini menggunakan keterampilan tulis
menulis. Dakwah dengan metode ini mempunyai kelebihan tersendiri.
Yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lebih lama serta
jangkauannya lebih luas. Karena sebuah karya akan terus bermanfaat dan
tidak akan musnah sekalipun penulisnya telah wafat.
c. Dakwah bil hal: Istilah dakwah bil hal dipergunakan untuk merujuk
kegiatan dakwah melalui aksi atau tindakan atau perbuatan nyata. Metode
ini merupakan sebuah kerangka kerja kongkret dalam melaksanakan setiap
kerja dakwah dalam masyarakat, sehingga akan lebih efektif jika ditunjang
28
dengan konsep yang matang. Dakwah ini lebih berorientasi pada
pengembangan masyarakat.20
B. Kesalehan Sosial
1. Pengertian Kesalehan Sosial
Menurut kamus besar bahasa Indonesia. Kesalehan berasal dari kata saleh
yang berarti taat dan sungguh-sungguh menjalankan ibadah. Kesalehan adalah
ketaatan (kepatuhan) dalam menjalankan ibadah, kesungguhan menunaikan ajaran
agama, dan tercermin pada sikap hidupnya.21
Sedangkan sosial adalah suka
memperhatikan kepentingan umum.22
Seorang sahabat pernah memuji kesalehan orang lain di depan Nabi.
"Mengapa ia kau sebut sangat saleh?" tanya Nabi Muhammad. "Soalnya, tiap saya
masuk masjid ini dia sudah salat dengan khusyuk dan tiap saya sudah pulang, dia
masih saja khusyuk berdoa."
"Lalu siapa yang memberinya makan dan minum?" tanya Kanjeng Nabi
lagi. "Kakaknya," sahut sahabat tersebut. "Kakaknya itulah yang layak disebut
saleh," sahut Kanjeng Nabi lebih lanjut. Sahabat itu diam. Sebuah pengertian baru
terbentuk dalam benaknya. Ukuran kesalehan, dengan begitu, menjadi lebih jelas
diletakkan pada tindakan nyata. Kesalehan, jadinya, lalu dilihat dampak
kongkretnya dalam kehidupan sosial.
Akhir-akhir ini sering kita mendengar dari kalangan kaum Muslim.
Sementara orang mempersoalkan secara dikotomis tentang kesalehan. Seolah-olah
20
M. Munir, Metode Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 1997), Cet.II h. 34. 21
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
(Jakarta: PT.Gramedia, 2008), h. 1209. 22
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
(Jakarta: PT.Gramedia, 2008), h. 1331.
29
dalam Islam memang ada dua macam kesalehan: “kesalehan ritual” dan
“kesalehan sosial”.
Menurut KH A. Mustofa Bisri “kesalehan ritual” ialah perilaku orang yang
hanya mementingkan ibadah mahdlah, ibadah yang semata-mata berhubungan
dengan Tuhan untuk kepentingan sendiri. Kelompok yang sangat tekun
melakukan sholat, puasa, dan seterusnya; namun tidak peduli akan keadaan
sekelilingnya.
Dengan ungkapan lain, hanya mementingkan hablum minallah. Sedangkan
yang mereka maksud dengan “kesalehan sosial” adalah perilaku orang-orang yang
sangat peduli dengan nilai-nilai Islami, yang bersifat sosial. Suka memikirkan dan
santun kepada orang lain, suka menolong, dan seterusnya; meskipun orang-orang
ini tidak setekun kelompok pertama dalam melakukan ibadah seperti sembayang
dan sebagainya itu. Lebih mementingkan hablun minan naas.
2. Indikator Kesalehan Sosial
Kesalehan adalah buah penghayatan dan pengamalan ajaran agama secara
sempurna. Ketika seorang muslim mengamalkan ajaran Islam berarti ia berada
dalam proses pencapaian kesalehan. Pengamalan yang terus-menerus terhadap
ajaran Islam menjadi awal tertanamnya kesalehan dalam jiwa setiap muslim.
Perintah menjalankan agama tujuan utamanya adalah mencetak hamba Allah yang
saleh yang tidak hanya berakibat positif bagi dirinya, tetapi juga bagi
lingkungannya.
Kesalehan menjadi motivator pembentukan sikap terpuji dalam kehidupan
nyata. Hal ini karena kesalehan menumbuhkan kesadaran dan keyakinan bahwa
ajaran Islam hanya mengajarkan sesuatu yang baik dan terpuji. Kesadaran ini pada
30
gilirannya mendorong pemiliknya untuk mengajak orang lain menjadi saleh.
Dengan demikian, orang yang saleh mempunyai kepekaan tinggi terhadap
lingkungan sekitarnya.23
Ini berarti bahwa kesalehan bukan sekadar predikat yang kosong dari
makna, tetapi kesalehan adalah predikat yang membutuhkan bukti nyata dalam
kehidupan. Pertanyaannya, apa indikator seseorang layak dikatakan sebagai orang
saleh?
Dalam Al-Qur‟an, Allah menjelaskan dua kategori indikator kesalehan
manusia. Pertama, kesalehan individual. Indikatornya adalah kemampuan
bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan kepadanya atau orang-orang
yang dicintainya dan keteguhannya dalam berbuat amal saleh. Allah berfirman:
“Maka dia (Sulaiman) tersenyum lalu tertawa Karena (mendengar)
perkataan semut itu. Dan dia berdo‟a, “Ya Tuhanku , anugerahkanlah aku ilham
untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan
23
http://irfanhelmy.staff.stainsalatiga.ac.id/2014/04/03/indikator-kesalehan/, diakses
tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.43.
31
kepada kedua orang tuaku dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau
ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-
Mu yang saleh.” Surat An-Naml (QS 27 : 19).
Dalam ayat lain, Al-Qur‟an menegaskan bahwa indikator kesalehan
individual seseorang adalah kebiasaan bertobat atas maksiat dan dosa yang pernah
dilakukannya. Dengan kata lain, tobat menjadi persyaratan utama terwujudnya
kesalehan dalam diri seseorang. Allah berfirman:
”kecuali orang-orang yang bertobat dan memperbaiki iri dan berpegang
teguh pada (agama) Allah dan dengan tulus ikhlas menjalankan agama mereka
karena Allah. Maka, mereka itu bersama-sama orang-orang yang beriman dan
kelak Allah akan memberikan pahala yang besar kepada orang-orang yang
beriman.” Surat An-Nisa (QS 4 : 146).
Kesalehan individu itu lebih identik dengan hablum minallah. Hubungan
antara manusia dan Tuhannya. Bisa kita ambil contoh: Ibadah shalat sunnah,
shalat wajib dan lain-lain.
32
Kedua, kesalehan sosial. Indikatornya adalah mempunyai kepekaan sosial
yang tinggi yang berawal dari keinginannya untuk memberdayakan orang-orang
di sekelilingnya. Contohnya dengan memberi perhatian dan kasih sayang kepada
anak-anak yatim dan mencukupi kebutuhan orang-orang miskin. Pada hakikatnya,
kesalehan sosial ini, adalah buah dari kesalehan individual yang sempurna.
Berkaitan dengan kesalehan sosial, Allah berfirman:
“Tahukan kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang
yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang
miskin.” Surat Al-Ma‟un (QS 107 : 1-3).
Setiap muslim tidak cukup dan jangan berbangga diri hanya dengan
kesalehan individual dan lalai terhadap kesalehan sosial. Keduanya adalah esensi
dari keberagamaan. Beragama tanpa kesalehan adalah sia-sia yang berarti tidak
memberikan pengaruh terhadap perubahan positif baik secara individual maupun
sosial.
3. Pandangan Islam Tentang Kesalehan Sosial
KH MA Sahal Mahfudh merupakan seorang ulama dari NU.24
Sejak santri,
Sahal Mahfudh menguasai ilmu Ushul Fiqih, Bahasa Arab, dan Ilmu
Kemasyarakatan yang memang digemarinya. Namun kepakaran Kiai Sahal diuji
24
KH. MA. Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial (Yogyakarta: LKiS, 1994), Cet 1, h. xvi.
33
oleh sebuah situasi sosial ekonomi local yang timpang. Kajen, Desa kecil di mana
lebih dari 15 pesantren berada di situ, merupakan desa yang tak tersedia
sejengkalpun sawah maupun lahan perkebunan, namun dijejali penduduk miskin
yang hidup dari kerajinan „kerupuk tayamum‟. Sangat tidak menarik secara
ekonomis, namun di situ pula agama diuji untuk berekperimentasi, berdialog
dengan kenyataan yang timpang.
Maka sebuah perjumpaan dialektik antara agama dan kenyataan harus
terjadi. Penghindaran perjumpaan dengan semangat realitas sosial akan membuat
agama stagnan dan segera kehilangan relevansi kemanusiaannya. Dalam jagat
pesantren, ilmu fiqih yang dimiliki Kiai Sahal tak dapat dielakkan merupakan
bagian ilmu yang paling besar tantangannya. Pergulatan Kiai Sahal untuk
mengoperasionalkan fiqih, dilakukan antara lain melalui forum bahtsul masail di
tingkat MWC NU Kecamatan Margoyoso. Forum itu sangat produktif dan
efektif., hampir-hampir menjadi pengadilan rakyat karena masalah yang digelar
tak hanya masalah keagamaan, tetapi masalah ekonomi, kebudayaan, bahkan
politik.25
Berawal dari bahtsul masail tingkat Kecamatan itu, sebuah keputusan
penting tentang nasib petani pernah dihasilkan, ketika Muktamar NU ke-28 di
Krapyak memutuskan bahwa Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) merupakan
transaksi ekonomi yang tidak sah (mu’amalah fasidah), dank arena itu haram
diterapkan. Pencarian relevansi fiqih itu tidak berenti di dalam ruang bahtsul
masail, melainkan bergulir menjadi program kemasyarakatan, seperti pada
program pemanfaatan dana zakat untuk kegiatan produktif di Pati dan biro
25
KH. MA. Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial (Yogyakarta: LKiS, 1994), Cet 1, h.
xvii-xviii.
34
pengembangan masyarakat dari pesantren di Kajen sendiri dan desa-desa di
sekitarnya. Di tingkat itu saja tampak, tugas seorang seperti Kiai Sahal lalu tidak
sekedar mengawal keberlangsungan pengajaran funun yang telah dikuasainya,
tetapi juga dituntu untuk melakukan penyegaran atasnya. Dari ulasan tentang Kiai
Sahal terlihat bahwa kita semua dituntut untuk melakukan kesalehan sosial.
Karena kesalehan sosial adalah buah kesalehan individual yang tertanam mantap
dalam hati.
Islam secara luas memandang kesalehan sosial itu dalam banyak aspek.
Bahkan dari rukun islam saja dua diantaranya mengutamakan kesalehan sosial,
yaitu puasa dan zakat. Di luar itu ada lagi yang mengandung makna kesalehan
sosial yaitu sedekah, menyantuni anak yatim dan sebagainya.
Sedekah
Sedekah asal kata bahasa Arab shadaqoh yang berarti suatu pemberian
yang diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan
sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Juga berarti suatu
pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharap
ridho Allah SWT dan pahala semata. Sedekah dalam pengertian di atas oleh para
fuqaha (ahli fikih) disebuh sadaqah at-tatawwu' (sedekah secara spontan dan
sukarela).26
Di dalam Al-Qur‟an banyak sekali ayat yang menganjurkan kaum
Muslimin untuk senantiasa memberikan sedekah. Di antara ayat yang dimaksud
adalah firman Allah SWT yang artinya :
26
http://sedekahindahberkah.blogspot.com/2010/04/pengertian-sedekah.html, diakses
tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.45.
35
''Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali
bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau
berbuat ma'ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa
yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami akan
memberi kepadanya pahala yang besar.'' (QS An Nisa 4 : 114).
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti dengan sebiji atau sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh tangkai (bulir), pada tiap-tiap tangkai pula ada
seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.
Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Baqarah 2 :
261).
''Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima.''
(QS Al Baqarah 2 : 264).
Zakat
Zakat mempunyai beberapa arti, diantaranya: Pertama, An-Nama (tumbuh
dan berkembang), artinya bahwa harta yang dikeluarkan zakat darinya, tidaklah
akan berkurang, justru akan tumbuh dan berkembang lebih banyak. Faktanya
sudah sangat banyak. Kedua, Ath-Thaharah (suci), artinya bahwa harta yang
dikeluarkan zakatnya, akan menjadi bersih dan membersihkan jiwa yang
memilikinya dari kotoran hasad, dengki dan bakhil. Ketiga, Ash-Sholahu (baik),
artinya bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya, akan menjadi baik dan zakat
sendiri akan memperbaiki kwalitas harta tersebut dan memperbaiki amal yang
memilikinya.
36
Adapun zakat secara istilah adalah jenis harta tertentu yang pemiliknya
diwajibkan untuk memberikannya kepada orang-orang tertentu dengan syarat-
syarat tertentu juga.27
Zakat terdiri dari 2 macam :
1. Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul
Fitri pada bulan Ramadan. Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,5
kilogram) makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
2. Zakat maal (harta) adalah zakat hasil perniagaan, pertanian,
pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak.
Masing-masing jenis memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.
Yang berhak menerima Zakat menurut kaidah Islam terdiri dari 8 macam :
1. Fakir: Orang yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan pokok hidup.
2. Miskin: Orang yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan dasar untuk hidup.
3. Amil: Orang yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
4. Mu'allaf: Orang yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan barunya.
5. Hamba sahaya: Orang yang ingin memerdekakan dirinya
6. Gharimin: Orang yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak
sanggup untuk memenuhinya
7. Fisabilillah: Orang yang berjuang di jalan Allah.
8. Ibnus Sabil: Orang yang kehabisan biaya di perjalanan.28
27
http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/384/pengertian-zakat-infak-dan-sedekah/,
diakses tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.50.
37
Penjelasan tentang zakat tertera pada firman Allah sebagai berikut :
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS At Taubah 103).
Puasa
Puasa secara bahasa adalah menahan diri dari sesuatu. Sedangkan secara
terminologi, adalah menahan diri pada siang hari dari berbuka dengan disertai niat
berpuasa bagi orang yang telah diwajibkan sejak terbit fajar hingga terbenam
matahari.
Detailnya, puasa adalah menjaga dari pekerjaan-pekerjaan yang dapat
membatalkan puasa seperti makan, minum, dan bersenggama pada sepanjang hari
tersebut (sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Puasa diwajibkan atas
seorang muslim yang baligh, berakal, bersih dari haidl dan nifas, disertai niat
ikhlas semata-mata karena Allah ta'aala.29
Ada beberapa firman Allah Swt mengenai puasa, yaitu:
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian
bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu,
karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka
sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
28
http://www.bamz.us/2011/12/pengertian-zakat-dan-macam-zakat.html, diakses tanggal
7 Juni 2014 pukul 19.55. 29
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=10
24:pengertian-puasa&catid=14:fikih-siyam, diakses tanggal 10 Juni 2014 pukul 21.05.
38
hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,
(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid.
Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS Al-
Baqarah 2: 187).
Ibn 'Abdul Bar dalam hadis Rasulullah saw "Sesungguhnya Bilal biasa
azan pada malam hari, maka makan dan minumlah kamu sampai terdengarnya
azan Ibn Ummi Maktum", menyatakan bahwa benang putih adalah waktu subuh
dan sahur hanya dikerjakan sebelum waktu fajar".
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
(QS Al-Baqarah 2 : 183).
Meskipun puasa bersifat sangat pribadi, tetapi di dalamnya mengandung
ajaran-ajaran sosial yang penting untuk kita transformasikan dalam kehidupan riil
di masyarakat. Dalam puasa misalnya, terdapat ritual dan motivasi simbolik yang
mengantarkan seseorang menjadi seimbang dalam kesalehan individu yang
sifatnya ritualistik dan kesalehan sosial yang bernuansa sosiologis. Dalam puasa,
kita dijanjikan Tuhan dengan berbagai macam pahala yang berlipat ganda apabila
kita melakukan ritual-ritual tertentu. Hal ini salah satu bentuk untuk
meningkatkan kesalehan yang bersifat pribadi. Namun di pihak lain, Allah juga
menyuruh kita untuk sedekah, menolong orang yang kekurangan, memberi makan
orang yang akan berbuka puasa, dan lain sebagainya.
Hal demikian sesungguhnya merupakan perintah yang bersifat simbolik
agar kita lebih memperhatikan hal-hal yang bersifat sosial. Oleh karena itu, kata
39
iman di dalam Al-Qur‟an selalu disandingkan dengan kata amalun shalihun (amal
saleh). Larangan makan dan minum di siang hari adalah simbol untuk menjauhi
ketamakan dan kerakusan. Puasa kemudian menjadi sarana untuk melatih diri
untuk tidak rakus dan tamak terhadap apa yang bukan hak kita. Di samping itu,
puasa juga mendidik kita untuk lebih peduli dengan apa yang terjadi di sekitar
kita. Ibadah puasa ini merupakan implementasi dari kedua kesalehan. Kesalehan
individu (ritual) dan kesalehan sosial masuk kedalam ibadah ini. 30
30
Moeslim Abdurrahman, Islam Pribumi (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 79-81.
40
BAB III
PROFIL ROOSTIEN ILYAS
A. Riwayat Hidup
Roostien Ilyas lahir di Sumenep, Madura, Jawa Timur 22 Januari 1950. Ia
sosok perempuan tangguh, ibunda bagi anak-anak pekerja sektor informal di
Jabodetabek. Bersama Yayasan Nanda Dian Nusantara Roostien kerap memberikan
advokasi dan edukasi bagi anak-anak jalanan.1
Roostien lahir dari pasangan Abdullah Husain dan Titiek Husain. Ayahnya
seorang pegawai Departemen Penerangan. Pernah menjabat Kepala Kantor
Penerangan Daerah di Sumenep, Madura. Sedang ibunya seorang jurnalis, tercatat
pernah bekerja di Suara Rakjat dan Majalah Tribakti Wanita. Selain seorang jurnalis,
ia juga aktivis Partai Sosialis Indonesia (sebuah pilihan ideologi yang sebenarnya
bertentangan dengan mayoritas orang Madura). Di PSI ia duduk sebagai ketua
Gerakan Wanita Sosialis Indonesia. Ia sempat ditugaskan ke Amerika dan Jerman
untuk bicara sosialisme kerakyatan di sana. Sebuah kesempatan yang tidak mudah
didapat oleh seorang perempuan di tahun 1960-an.2
Roostien, anak pertama dari dua bersaudara, memiliki adik perempuan
bernama Roosmaladewi. Dibanding adiknya, Roostien lebih bandel dan tomboy.
Sebab teman sepermainan Roostien kebanyakan laki-laki. Roostien menghabiskan
masa kecil di kawasan elit Surabaya, Jalan Majapahit nomor 31. Ia tamatan SD
1Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas, Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
2A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta:
Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h. 20.
41
Trunojoyo di Surabaya. Selesai SD, Roostien melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1
Surabaya, lalu ke SMA Negeri 6 Surabaya. Selepas SMA, Roostien kuliah di Jurusan
Bahasa Inggris, Fakultas Sastra, IKIP Surabaya.3
Roostien mendaftar masuk SMA ketika ibunya sedang bertugas di Amerika.
Paman-pamannya menyarankan untuk masuk SMA di belakang rumah, SMA yang
paling dekat. SMA tersebut bukan SMA Islam atau umum, melainkan SMA Katolik
Santa Maria. Jadilah Roostien mendaftar dan di terima di sekolah katolik itu. Di sana,
semua muridnya adalah perempuan. Roostien selalu teringat kenalakannya di sekolah
itu.
Hanya setahun Roostien di SMA Katolik Santa Maria. Ia lantas pindah ke
SMAN 6 Surabaya. Kisah masa muda Roostien seperti tak ada habisnya. Ketika baru
lulus SMA dan hendak masuk kuliah, ia masuk penjara dua kali dikarenakan
demonstrasi menentang PKI dan Bung Karno. Ia bergabung dengan Kesatuan Aksi
Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI). Untungnya, Roostien hanya semalam mendekam
dalam penjara karena dibebaskan oleh temannya. Meskipun baru semalam dalam
penjara, ia sudah dapat merasakan bagaimana kehidupan di sana. Semangat
menegakkan kebenaran dan membela rakyat semakin menyatu dalam dirinya.
Pada masa-masa itulah, ketika mandi bukan kebutuhan, badan bau jalanan,
dan blue jeans yang lusuh serta dekil menjadi teman, si mahasiswi macho ini
kepincut seorang pemuda gagah, Mohammad Ilyas, putra walikota Solo (1951-1958).
3A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta:
Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h. 24-25.
42
Padahal, usia mereka terpaut cukup jauh, 15 tahun. Tetapi bagi mahasiswi seperti
Roostien, pemuda yang dipanggil Mas Ilyas itu justru tampak matang.
Pasangan ini, jika diperhatikan, sebetulnya sangat kontras. Roostien yang
demonstran dan Mas Ilyas yang tentara. Di jalan mereka bisa gontok-gontokan,
bahkan baku hantam jika demonstrasi memanas. Namun, Tuhan mempertemukan
mereka. Perbedaan status lebur. Menyatu dalam cinta yang sama.
Di sinilah kehidupan baru menanti Roostien. Menjadi istri seorang tentara
berbeda dengan menjadi istri orang biasa. Roostien sudah tentu harus bisa
menyesuaikan. Satu hal yang ia yakini: ia tak salah telah memilih Mas Ilyas.
Bagaimana kuliah Roostien? Tidak selesai. Roostien memilih tidak
menyelesaikan kuliahnya. Bukan karena ia tidak cerdas, melainkan karena ia terlalu
sering berdebat dan adu argumen dengan dosen. Ujung-ujungnya mereka berantem
dan sang dosen ngambek lantas Roostien tidak diperbolehkan ikut ujian. Belum lagi
Roostien sering meninggalkan kelas untuk urusan organisasi dan demonstrasi.
Lengkaplah sudah. Bangku kuliah memang seperti tidak bersahabat dengan Roostien.
Tidak itu bangku kuliah di IKIP Surabaya, tidak juga di Universitas Indonesia
(Roostien sempat menjadi mahasiswa UI).4
Waktu terus melaju. Roostien terus menapaki jalan sebagai pekerja sosial.
Pengalaman yang banyak kian menempanya menjadi semakin matang. Dalam
menangani masalah sosial, ia hanya memakai 10 persen logika, selebihnya hati.
Kalau pakai logika, semua tak akan jalan, tegas Roostien. Sebab banyak hal-hal yang
4A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta:
Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h. 33-39.
43
tidak logis di dunia sosial. Termasuk soal finansial, represi dari orang-orang yang
tidak suka dan sebagainya.
Awal mula Roostien bersentuhan dengan dunia sosial adalah saat menangani
lokalisasi Kramat Tunggak. Roostien sudah turun ke Kramat Tunggak sejak sebelum
ada YNDN. Roostien melihat Kramat Tunggak dulu sudah punya konsep bagus.
Sudah ada pusat rehabilitasi. Sayangnya, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang
sembrono dengan membubarkan Kramat Tunggak.
Membuat mereka mengerti untuk tidak melacur itu tidak semudah membalik
telapak tangan. Dalam menangani pelacur, Roostien menggunakan pendekatan yang
humanis. Berbenturan dengan penggusuran., Roostien mulai berpikir untuk
mengubah strategi. Ia sadar, sebaiknya ia tidak lagi fokus pada pelacur, melainkan
pada taraf yang lebih awal lagi, yakni anak-anak., utamanya „anak-anak jalanan.‟ia
menyebut apa yang akan dilakukannya bersama YNDN itu sebagai tindakan
preventif-edukatif.5
B. Setting Sosial
Roostien merupakan anak dari orang tua yang memiliki sifat sosialis dan
sederhana. Keduanya memberikan sentuhan-sentuhan yang mempengaruhi Roostien
kelak saat dewasa nanti.
Saat itu ibunya pulang dari Amerika, ia langsung di bawa ke istana,
menghadap Bung Karno. Saat itu Roostien berumur lima tahun ikut ibunya ke istana.
Roostien menyaksikan sang ibu di marahi Bung Karno. Akan tetapi marahnya Bung
5A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta:
Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h.51-57.
44
Karno bukanlah marah yang membuat takut dan jera., melainkan marah yang
memantik orang untuk bediskusi dan beradu argumen. Pengalaman masuk istana dan
bertemu orang nomor satu di Indonesia membuat Roostien terkesan. Kejadian itu
menempa mentalnya untuk tidak minder dan jadi pemberani.
Dari sang ibu , Roostien mewarisi semangat kepedulian sosial serta melihat
langsung gambaran seorang aktivis. Sejak kecil Roostien memperhatikan bagaimana
ibunya malang melintang kesana kemari terlibat pelbagai kegiatan. Itu semua terekam
dalam bawah sadar Roostien dan menemukan muaranya ketika dewasa : ternyata ia
mempunyai panggilan jiwa yang sama dengan ibunya.
Berbeda dengan sang ibu, ayah Roostien memiliki karakter khas dalam
mendidik anak-anaknya. Teringat Roostien sebuah cerita : ketika kecil Roostien
sering mangkir dari belajar mengaji karena guru mengajinya sangat galak. Sang guru
mengajar sambil memegang rotan. Salah lafal, rotan itu dipukulkan ke lantai.
Mendengar suaranya saja sudah hampir merontokan jantung. Bagaimana kalau
sempat mampir ke ujung jari?
Untunglah ayah Roostien bisa tampil sebagai pendidik yang baik. Setidaknya
begitu menurut Roostien. Ayahnya yang pegawai negeri memang tak punya banyak
waktu untuk terjun sendiri mengajari Roostien mengaji. Namun ayah Roostien bisa
menanamkan nilai-nilai agama dengan cara yang begitu pas.
Khusyuk ketika salat itu kok susah betul ya, Pak,” tanya Roostien suatu
ketika. Guru agama di sekolahnya mengajarkan agar mengingat Allah sejak
takbiratulihram hingga salam. Itu namanya khusyuk. Tapi bagaimana mengingat
Allah tak bisa ia terangkan.
45
“Hmm, begini,” ujar ayah mulai menjelaskan. “Apa yang paling kamu sukai
saat ini?”
“Bunga mawar!”
“Dalam salat, bayangkan saja bagaimana indahnya bunga mawar. Warnanya
yang menyala, kelopaknya yang tersusun rapi, eh ada embun lagi di salah satu
kelopaknya. Betul-betul indah, bukan? Nah, selanjutnya, kamu harus ingat, mawar itu
ciptaan siapa. Ciptaan Allah. Betapa kuasanya Allah. Ingatlah itu. Itulah
kekhusyukan.”
Karena pendekatan seperti itu, akhirnya Roostien tumbuh dengan penghayatan
keagamaan yang selalu menyertakan nalar. Roostien terbiasa melihat berbagai
masalah dari kacamata nilai-nilai. Keislaman Roostien tentu saja masih jauh dari
sempurna, tetapi ia bersyukur bisa menjadikan Islam sebagai inspirasi nilai dan
pengetahuan dalam kehidupannya. Itulah yang selalu ia ingat dari ayahnya.
Sederhana dan bersahaja.
Ayah suka mengajak Roostien pergi ke kebun binatang dan pasar buku bekas.
Roostien sangat senang mengunjungi pasar buku bekas karena ia bisa berburu buku-
buku Belanda yang sudah usang tapi tergolong buku bagus dan langka. Sesampai di
rumah, ayahnya akan membersihkan sampul buku-buku yang usang tersebut dan
menyulapnya menjadi buku baru. Di kebun binatang, Roostien kecil lagi-lagi melihat
kekuasaan Allah. Ia terpukau dengan „kreativitas‟ Allah mencipta aneka ragam
binatang. Menghayati bahwa manusia di dunia tidak hidup sendirian. Melainkan
bersama tumbuhan dan hewan yang juga ciptaan-Nya. Sedang di pasar buku bekas,
46
Roostien diajari untuk cinta ilmu pengetahuan dan menghargai buku yang meskipun
fisiknya usang namun ilmu di dalamnya tak pernah lekang.
Perpaduan dua karakter orang tua itulah yang membentuk Roostien. Ayahnya
pegawai negeri, tertata dan „sangat priyayi‟. Sedang ibunya jurnalis sekaligus aktivis
yang pencilakan kesana kemari mengurus ini itu. Jadi, jika orang-orang melihat
Roostien hari ini begitu aktif mengurus „anak jalanan‟, anak korban bencana alam dan
korban konflik/kekerasan, namun di saat yang lain ia hadir dalam suatu acara formal,
maka sebetulnya hal itu adalah cerminan orang tuanya, juga keluarga yang
membentuknya.6
C. Karya
1) Lagu
Mengupas Bawang
Karya: Roostien Ilyas
Ibu jangan cari aku
Jika aku tidak
Mengupas bawang
Ayah jangan marah dulu
Kalau aku tidak mengangkat barang
Beri ku kesempatan
Sedikit waktu
6A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta:
Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h. 20-24.
47
Tuk belajar…7
Begitulah sebait lagu yang biasa dinyanyikan panitia-pendamping bersama
para peserta sanlat yang kebanyakan adalah anak jalanan dan kurang mampu.
Terdengar teramat menyayat memang. Namun seperti itulah gambaran realita hidup
para peserta yang dikepung kemiskinan. Sehingga mereka perlu meminta kesempatan
sedikit waktu kepada ayah dan ibu untuk belajar.
Jika diperbandingkan, dari pada menghabiskan waktu seminggu untuk sanlat,
sebenarnya jauh lebih menguntungkan dan menghasilkan uang jika mereka bekerja.
Entah itu „mengupas bawang‟ atau „mengangkat barang.‟ Ya, para peserta
kebanyakan adalah pekerja anak sektor informal. Mayoritas telah putus sekolah. Jadi,
sanlat adalah „sedikit waktu‟ mereka untuk belajar. Bergembira, beristirahat, dari
hiruk pikuk jalanan.8
2) Lagu
Yasmin
Karya: Roostien Ilyas
Ya Allah lindungi Yasmin
Ya Rasul cintai Yasmin
Ya Allah peluklah Yasmin
Ya Rasul sayangi kami semua
Ashadu ala illaha illallah
Ashadu anna Muhammadar rasulullah
7Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas, Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
8http://roostienilyas.blogspot.com/2013/11/dari-pojok-empati.html?m=1, diakses tanggal 13
Oktober 2014 pukul 19.45.
48
Liriknya sederhana dan sangat mudah dihapal. Lagu ini disenandungkan
hamper tiap malam sebelum Yasmin terlelap. Roostien juga menyanyikan syahadat
dengan nada yang indah. Syahadat pun tidak diajarkan dengan cara konvensional
yang kerap kali kaku. Rostien ingin tidur cucunya diantar dengan kalimat-kalimat
yang indah. Dan kalimat syahadat menjadi bagian dari tidur cucunya.
Lagu ini punya sifat cenderung mudah diingat. Lebih-lebih jika biasa
dinyanyikan saat kecil. Kiranya tak seorang pun tak hapal lagu Pelangi-pelangi dan
Balonku. Itu lantaran sudah sejak kecil anak-anak telah dikenalkan dan diajarkan
keindahan lewat lagu-lagu. Maka ketika dewasa yang diingat adalah keindahan-
keindahan itu. Bukan kebencian-kebencian.9
Saat Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan lagu ini juga sering dinyanyikan
bersama-sama oleh Roostien. Secara tidak langsung lagu ini mengajarkan syahadati
dengan bahasa yang mudah diingat. Untuk anak-anak lagu seperti inilah yang tepat,
dengan syair yang sederhana dan sedikit kata-kata yang ada didalamnya.
Membuatnya mudah di ingat serta dipahami maknanya.
3) Buku
Roostien turut menyumbang tulisan di buku yang berjudul “LAPINDO
HANCURKAN MARTABAT BANGSA.” Penerbit: GMLL (Gerakan Menutup
Lumpur Lapindo) & KalamNusantara Jakarta Indonesia , 2009.
Sebuah buku yang mengungkapkan kejahatan terbesar abad ini. Kejahatan di
negeri Indonesia. Sebuah buku yang diperbolehkan untuk dikopi dan disebarluaskan
9A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta:
Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h. 105-106.
49
sepanjang untuk kehidupan kemanusiaan. Sebuah buku tentang kejujuran dan
ketulusan para penulisnya. Merupakan hasil riset dari pejuang kemanusiaan-dalam
dan luar negeri- buku ini menghasilkan temuan yang menguatkan temuan sebelumnya
bahwa PT.Lapindo Brantas Inc. bersalah besar dalam tragedi lumpur Lapindo di
Porong. Sumur Lapindo juga dapat dimatikan karena ia bukan bencana alam.
Sebagaimana dilansir Koran Jakarta, (kamis/24/2008), Mark Tingay (peneliti
dari Curtin University Australia) menulis bahwa “bencana Lumpur Kesalahan
Lapindo.” Sebuah bencana yang luar biasa karena di luar peta semburan, si empunya
lumpur justru semakin sejahtera bahkan dinobatkan sebagai orang terkaya se-Asia
Tenggara. Padahal, seharusnya Lapindo dan pemiliknya bertanggung jawab atas
semua kesalahan yang diperbuatnya. Karena itu pemilik PT.Lapindo harus di hukum.
Ia layak diseret ke pengadilan kejahatan Internasional sebagai penjahat kemanusiaan
karena melakukan “genosida” bencana pada ribuan warga Porong Jawa Timur.
Demikian pula rezim yang melindunginya.
Pada bulan Oktober 2007, Koran Kompas menyebut bahwa Tragedi Lapindo
adalah kejahatan ekoterorisme. Tentu saja merupakan kejahatan lingkungan yang
wajib di hokum seberat dan seadilnya. Buku ini juga di lengkapi riset Prof. Richard J.
Davies tentang kesalahan Lapindo sehingga tidak diragukan nilai ilmiahnya.
Dieditori oleh penulis muda Prastyo yang telah terlatih mengedit dan
menganotasi beberapa buku lainnya. Buku ini ditulis dengan seksama dan dalam
tempo yang panjang demi masa depan kemanusiaan. Para penulis itu adalah, Prof. Dr.
H. Ahmad Syafii Maarif, Ir. H. Salahudin Wahid, Dr. H. Tjukasturi Sukiadi, Dr. Rudi
Rubiandini, Letjend. Mar (Purn.) Suharto, M. Deddy Julianto, M. Yudhie Haryono,
50
Dr. Hendarmin Ranadireksa, Dr. Hotman M. Siahaan, Ir. Kersam Sumanta, Ir.
Mustiko Saleh, Ir. Robin Lubron, Dina Savaluna, SH.,Roostien Ilyas, Arie Koen
Soelistijo, M.Si, Ir. Ali Azhar Akbar, Prof. Dr. Anwar Nasution, Jusuf Suroso, dan
Subagio HS.10
Di sini Roostien hadir dalam beberapa isu nasional dan turut peduli dengan
anak-anak yang terlibat di dalam penderitaan lumpur Lapindo. Penderitaan anak-anak
yang kehilangan rumah, tempat bermain mereka, dan keceriaan mereka memudar
akibat lumpur Lapindo. Lumpur Lapindo melenyapkan semua yang ada disekitarnya.
Bagai meluapnya bencana tsunami. Bahkan wargapun tidak bisa berbuat banyak
akibat bencana lumpur Lapindo ini. Walau seberat apapun bencana ini, anak-anak
harus tetap tersenyum dan ceria.
4) Buku
Sebuah buku yang berjudul “ANAK-ANAKKU YANG TERLANTAR”.
Penulis Roostien Ilyas, diterbitkan oleh Pensil-324, Jakarta, 2006.
Buku yang unik. Tentang kontras kecantikan seorang perempuan dengan
kedekilan anak-anak jalanan. Tentang kemakmuran dan kekumuhan. Tentang
keberanian dan kekalahan. Tentang penderitaan dan optimism. Kisahnya memang
khas, yaitu pencarian diri Roostien, seorang perempuan nan cantik dan berkecukupan,
di kalangan anak-anak jalanan yang kumuh, dekil, dan seringkali bahkan dianggap
berbahaya oleh mereka yang merasa dirinya kalangan masyarakat “berbudaya.”
10
https: // nusantara centre.wordpress.com/2009/05/28/buku baru/, diakses tanggal 15 Oktober
2014 pukul 21.15.
51
Kisah-kisah di dalam buku buku ini seharusnya menjadi cermin bagi bangsa
kita. Sekaligus bahan pelajaran yang tak ternilai bagi setiap keluarga Indonesia.
Khususnya mereka yang memiliki anak-anak yang sedang bertumbuh-kembang.
Banyak cerita yang bisa membuat kita menjadi terinspirasi dari buku ini. Dalam buku
ini tersirat kehidupan anak-anak jalanan secara luas. Kita bisa melihat kenyataan
sebenarnya tentang anak-anak jalanan. Mereka tidak hanya dekil, kumuh, dan
sebagainya. Namun di balik itu semua terdapat sifat, berani, cerdas, dan kreatif dalam
diri mereka.
D. Profil Yayasan Nanda Dian Nusantara
Kegelisahan Roostien Ilyas melihat fenomena yang terjadi di lapangan,
membuatnya berpikir keras dan mendorongnya untuk melkukan sesuatu. Dengan
tekad kuatnya untuk terjun dalam bidang sosial kemudian mengkhususkan pada anak-
anak maka Roostien secara sadar harus membuat wadah untuk pergerakan yang akan
dilakukannya. Maka lahir Yayasan Nanda Dian Nusantara yang fokus di bidang
sosial khususnya anak-anak. Yayasan inilah yang menjadi tonggak Roostien dalam
bergerak nantinya. Berikut ini susunan pengurus Yayasan Nanda Dian Nusantara:
Susunan Pengurus Yayasan Nanda Dian Nusantara
Ketua Pembina : Drs Muhammad Ilyas Werdisastro
Wakil ketua : Muhammad Firman Hidayat
Anggota : Nobida Rahmaniah
52
Ketua : Roostien Ilyas
Wakil Ketua : Drs. Andi Aspar
Sekretaris : Ellvrina Diyanti
Bendahara : Yulinanda Fauziah
Anggota : Desy Handayani dan Indra Hastono
Adapun visi Yayasan Nanda Dian Nusantara adalah: menjadi lembaga yang
mampu membagi kebahagiaan keadilan dan kesejahteraan dengan anak. Misi
Yayasan Nanda Dian Nusantara ialah menggenggam tangan-tangan mungil anak
dengan penuh kasih sayang dan persahabatan. Sedangkan tujuan didirikannya
Yayasan Nanda Dian Nusantara adalah menjadikan Yayasan Nanda Dian Nusantara
sebagai lembaga yang memberikan hak anak-anak untuk mendapatkan pendidikan
dan pengajaran yang layak.
Sumber dana Yayasan Nanda Dian Nusantara berasal dari dana pribadi ketua
yayasan, ada juga dari donatur, serta dana dari berbagai lembaga yang bekerja sama
dengan Yayasan Nanda Dian Nusantara, dan berbagai berbagai Non Government
Organisation (NGO) lainnya. Pendanaan dalam pelaksanaan program-program
Yayasan Nanda Dian Nusantara dilakukan dengan cara mengajukan ke instansi
pemerintah atau individu untuk membantu terselengaranya pelaksanaan program11
11
Wawan Kurnia, Efektivitas Program Pendidikan dan Keterampilan dalam Pemberdayaan
Anak Pemulung di Bengkel Kreativitas Yayasan Nanda Dian Nusantara Ciputat Tangerang, 2009
Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (103054028814), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
53
BAB IV
ANALISA KIPRAH DAKWAH ROOSTIEN ILYAS
DALAM MEWUJUDKAN KESALEHAN SOSIAL
A. Konsep Dakwah Roostien Ilyas
Terlahir dari keluarga yang berkecukupan tidak membuat Roostien Ilyas
enggan turun ke bawah. Dengan berbagai peristiwa dan pengalaman Roostien yang
sudah matang membuatnya sadar, bahwa pilihannya untuk terjun di dunia sosial
sangat tepat. Dia merasa panggilan inilah yang cocok untuk dirinya. Dakwah yang
dipilih beliau adalah dakwah yang condong pada dunia anak-anak. Terdapat beberapa
sosok yang menginspirasi Roostien. Selain kedua orang tuanya, ada sosok Bu Nas
(Yohana Sunarti Nasution, istri Jenderal AH Nasution), dan sosok Cak Roes (Roeslan
Abdulgani). Oleh karena banyaknya orang yang mewarnai Roostien, maka dalam
melihat suatu permasalahan Roostien tidak cepat menghakimi.
Berikut ini pendapat Roostien mengenai dakwah. Dakwah bagi saya
merupakan kewajiban dari setiap insan. Apakah itu dakwah sosial, apakah itu
dakwah agama, apakah itu dakwah tentang perekonomian karena judulnya
dakwah adalah memberitahukan kepada siapapun secara jelas untuk
memengertikan orang lain untuk memintarkan orang lain, mensetarakan
orang lain dengan apa yang sudah kita dapatkan itu dakwah. Jadi dakwah
itu adalah mata rantai dari sebuah komunikasi yang disebarluaskan untuk
kepentingan masyarakat banyak.1
1Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas. Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
54
Keefektifan dakwah dalam lingkup sosial khususnya anak-anak adalah alasan
kuat Roostien Ilyas memilih fokus berjuang pada jalur ini. Terlebih jika anak-anak
yang mengikuti Pesantren Ramadhan mengalami perubahan sikap yang lebih baik.
Bahkan tidak hanya sebatas itu. Tetapi juga dapat mengubah image bahwa anak-anak
jalanan yang dekil, jorok, suka mencuri, dll. Mereka itu bisa berubah, menjadi anak-
anak yang baik, cerdas, suka shalat di masjid, dll. Semakin seringlah Roostien turun
kejalanan. Membuat dia dan teman-temannya menginginkan suatu wadah yang tepat
untuk mereka berjuang.
Maka lahirlah Yayasan Nanda Dian Nusantara yang didirikan langsung oleh
Roostien Ilyas. Dengan YNDN, Roostien berjuang tanpa pilih-pilih, dia merawat, dia
santuni, citra Allah yang lahir di bumi Indonesia. Tanpa bapak, tanpa ibu, tanpa kasih
sayang saudara,apalagi negara.
Dakwah Roostien mengalami tantangan. Tantangannya sebetulnya sama saja
karena tidak ada dikotomi anak. Mau dia anak menteng, mau dia anak kebun
sayur, mau dia anak jalanan, mau dia anak jembatan semua kebutuhan anak
itu sama anak itu butuh di lindungi, dia bisa tumbuh kembang, butuh untuk
tidak di diskriminasi, anak itu harus mendapatkan hak ini semua, dan anak itu
punya hak untuk berpartisipasi. Anak punya hak untuk bilang tidak mau, anak
punya hak untuk bilang saya tidak suka. Dan itu yang harus kita hargai. Kita
dakwah di manapun sama. Tidak ada bedanya.2
Ibnu Abad, seorang sufi yang luar biasa tataran ketuhanannya mengatakan:
Allah itu meliputi segala yang hidup dan yang mati, maka sesungguhnya melihat
apapun di dunia ini engkau melihat Allahmu. Lalu bagaimana mungkin engkau
2Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas. Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
55
membedakan kelas dan agama mereka? Bukankah puncak agama itu adalah
khoirunnas anfa ‘uhum linnas, sebaik-baik manusia itu yang manfaat bagi manusia
lain. Maka jika hanya pintar hadis dan hapal ayat tanpa mengaplikasikan dalam
bentuk kesalehan sosial, dia sesungguhnya hanya akan menjejaki lorong kefasikan.
Oleh sebab itu, musti diperhatikan fawailul lil musholin, celakalah orang yang
shalat. Kenapa? Karena dia pendusta agama. Kenapa? Karena dia tidak peduli dengan
anak yatim. Kenapa? karena dia tidak mau merawat orang miskin. Roostien beramal
dalam kesalehan agama dengan senyap. Tanpa kata-kata, tanpa banyak pilih-pilih,
karena yang disentuhnya adalah anak-anak tanpa diketahui apa agamanya, apalagi
partainya. Mbak Roostien adalah perempuan yang menjiwai Mataram atau metarum
yang bermakna ibu pertiwi. Dia rengkuh anak-anak negeri.3 Segelintir pernyataan
dari Gus Nuril Arifin untuk Roostien Ilyas.
Kesalehan adalah buah penghayatan dan pengamalan ajaran agama secara
sempurna. Ketika seorang muslim mengamalkan ajaran Islam berarti ia berada dalam
proses pencapaian kesalehan. Pengamalan yang kontinyu terhadap ajaran Islam
menjadi awal tertanamnya kesalehan dalam jiwa setiap muslim. Tegasnya, perintah
menjalankan agama tujuan utamanya adalah mencetak hamba Allah yang saleh yang
tidak hanya berakibat positif bagi dirinya, tetapi juga bagi lingkungannya.
Kesalehan menjadi motivator pembentukan sikap terpuji dalam kehidupan
nyata. Hal ini karena kesalehan menumbuhkan kesadaran dan keyakinan bahwa
ajaran Islam hanya mengajarkan sesuatu yang baik dan terpuji. Kesadaran ini pada
3A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? (Jakarta:
Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014), h. 7-8.
56
gilirannya mendorong pemiliknya untuk mengajak orang lain menjadi saleh. Dengan
demikian, orang yang saleh mempunyai kepekaan tinggi terhadap lingkungan
sekitarnya. Itu tercermin dari sosok Roostien Ilyas.
Ini berarti bahwa kesalehan bukan sekadar predikat yang kosong dari makna,
tetapi kesalehan adalah predikat yang membutuhkan bukti nyata dalam kehidupan.
Dalam Al-Qur’an, Allah menjelaskan dua kategori indikator kesalehan manusia.
Pertama, kesalehan individual. Indikatornya adalah kemampuan bersyukur kepada
Allah atas nikmat yang diberikan kepadanya atau orang-orang yang dicintainya dan
keteguhannya dalam berbuat amal saleh.
Allah berfirman: “Dan dia (Nabi Sulaiman AS) berseru,”Wahai Tuhanku,
berilah kepadaku kekuatan untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku serta kekuatan untuk selalu
berbuat amal saleh yang Engkau ridhai. Dan masukkanlah aku ke dalam golongan
hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS. 27: 19). Kedua, kesalehan sosial. Indikatornya
adalah mempunyai kepekaan sosial yang tinggi yang berawal dari keinginannya
untuk memberdayakan orang-orang di sekelilingnya.4
Dakwah dan kesalehan sosial adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan.
Kaitannya begitu erat bagai bumi dan langit. Bagaimana Roostien Ilyas menanamkan
kebaikan lewat sikap yang dia tampakkan.dengan tekad yang kuat namun tidak keluar
dari segi ajaran Islam. Dia lebih condong berdakwah dengan preventif dan edukatif.
Karena menurutnya mencegah itu lebih baik dari pada mengobati. Kebalikan dengan
4http://irfanhelmy.staff.stainsalatiga.ac.id/2014/04/03/indikator-kesalehan/, diakses tanggal 7
Juni 2014 pukul 19.43.
57
yang pemerintah lakukan. Mereka menunggu sampai terjadi tragedi terlebih dahulu
baru nanti direhabilitasi dan sebagainya.
Menjelaskan anak jalanan sebenarnya bukan berdakwah pada anak jalanan.
Namun berdakwah pada anak terlantar. Karena tidak semuanya anak itu
berada di jalanan. Sebab anak itu ada yang bekerja di pasar sebagai kuli
panggul, ada juga yang di jermal mengambil ikan. Jadi tidak semua itu anak
jalanan. Yang menjadi motivasi saya itu adalah penanganan masalah sosial
yang selalu reaktif, penanganan rehabilitatif, kuratif. Jarang sekali
penanganan secara prefentif, edukatif, komutif, nah itu yang aku lakukan. Itu
yang memotivasi aku.5
Penanaman nilai-nilai Islam yang disampaikan oleh Roostien Ilyas dalam
setiap dakwahnya adalah bentuk aplikasi nyata. Artinya Roostien lebih sering
memberikan contoh melalui sikap yang ditampakkannya dan yang memberikan
banyak manfaat kepada banyak orang. Dari sikap itulah penulis menemukan bentuk
kiprah dakwah Roostien ilyas. Temuan itu penulis dapatkan dari wawancara
langsung, temuan di lapangan, saat observasi, serta melalui karya dan tulisan-tulisan
yang ada di berbagai media.
Sambutan responnya senang. Karena mereka mendapatkan sesuatu yang
baru. Anak-anak senang karena cara mengajak saya. Anak-anak itu tidak
yang serius. Jadi kita beribadah dengan senang, dengan gembira, membuat
anak-anak tidak takut.6
5Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas. Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
6Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas. Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
58
Kiprah dakwah Roostien Ilyas berawal saat dirinya terjun ke dunia sosial.
Kemudian mengkhususkan dalam dunia anak-anak jalanan (anak pekerja sektor
informal). Saat itu pula Roostien mendirikan Yayasan Nanda Dian Nusantara yang
menjadi wadah dia dalam berjuang. Dengan adanya YNDN Roostien lebih leluasa
mendekati anak-anak jalanan dengan berbagai program yang dibuatnya bersama tim.
Dibantu oleh orang-orang yang penuh dedikasi, Roostien melakukan kerja-kerja
pendampingan anak jalanan. Perkembangan selanjutnya, Roostien menggelar acara
Pesantren Ramadhan Anak-Anak Jalanan setiap bulan Ramadhan yang berlangsung
rutin sejak 1998 hingga sekarang. Adapun Pesantren Ramadhan untuk anak jalanan
ini sudah menjadi brand tersendiri dari YNDN. Namun Roostien sendiri lebih
senang menyebutnya dengan nama Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan.7
Dalam acara tersebut Roostien selain mendampingi anak-anak jalanan.
Roostien juga memberikan tips dan trik bagi para pendamping yang akan terjun
langsung dalam acara ini. Dalam mendampingi anak-anak jalanan yang tak kalah
penting adalah adanya belaian dan sentuhan kecil bagi mereka. Mengusap-usap
punggung atau kepala sudah barang pasti akan menghadirkan kedamaian tersendiri
bagi peserta.
Jika dalam acara Pesantren Ramadhan saya masuk di semua bagian. Karena
aku juga di panitia, aku juga bersama anak-anak dan aku juga bicara dengan
mahasiswanya. Memberikan tips-tips untuk pendamping dalam menghadapi
anak-anak itu.
7Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas. Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
59
Pasalnya dalam keseharian mereka di rumah, hal-hal semacam itu amat jarang
mereka temui atau bahkan tak pernah. Selama ini mungkin yang akrab dengan
mereka adalah hardikan, bentakan, tampar, suruhan, umpatan, dan sejenisnya.
Sentuhan hangat adalah bentuk nyata kasih sayang dan mereka rindukan. Selain itu,
memberikan ruang curhat bagi anak-anak juga akan membuat mereka merasa
dimanusiakan. Kesempatan ini sangat dimaksimalkan oleh Roostien untuk bisa
memberikan kesan yang lebih bagi anak-anak ini. Di mana nantinya ketika mereka
pulang mungkin mereka akan kembali pada rutinitas lama, yaitu bekerja, berdagang,
dll. Bahkan membuat mereka bisa menyebut kata bismillah dalam setiap rutinitasnya
saja sudah membuat kami senang. Bukan perkara yang mudah membuat mereka
mengerti tentang ibadah. Namun lambat laun bukannya tidak mungkin mereka bisa
melakukan semua yang di ajarkan Rasullulah Saw. Dengan pedoman Al-Qur’an dan
Al-Hadits.
Salah satu metode Roostien untuk mendekati anak-anak jalanan adalah
dengan menciptakan sebuah lagu. Misalkan lagu itu bukan hanya untuk dia
(cucu Roostien) tapi juga untuk anak-anak yang di pasar. Sepenggal lagunya
Ibu jangan cari aku. Itu kan di mana aku menerobos ke komunitas ibu-ibu itu
yang mereka sangat tidak memberikan izin kepada anaknya untuk belajar.
Jadi intinya itu menjadi satu dakwah juga. Kemudian membangun sebuah
komunitas. Sebuah komunitas cinta berkain. Karena aku dari dulu selalu
suka pakaian berkain contoh kain tenun,lurik dan kain songket yang semua
asalnya dari Indonesia.8
8Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas. Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
60
B. Kiprah Dakwah
Adapun kiprah dakwah Roostien Ilyas di dalam dunia sosial dan acara
Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Dakwah Bi Al-Qalam
Metode dakwah ini menggunakan keterampilan tulis menulis. Dakwah dengan
metode ini mempunyai kelebihan tersendiri. Yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu
yang lebih lama serta jangkauannya lebih luas. Karena sebuah karya akan terus
bermanfaat dan tidak akan musnah sekalipun penulisnya telah wafat. Sekarang sudah
muncul ketertarikan masyarakt umum dengan media tulisan. Masyarakat sudah mulai
suka membaca buku. Sebagai sumber ilmu dan pengetahuan umum.
Maka dari itu di tengah kesibukannya sebagai aktivis sosial, Roostien Ilyas
tetap produktif menghasilkn karya-karya. Di antaranya buku yang berjudul Lapindo
Hancurkan Martabat Bangsa dan Anak-Anakku yang Terlantar. Roostien juga
menulis lagu yang berjudul Yasmin serta berjudul mengupas bawang. Sebuah lagu
yang menggambarkan kehidupan singkat anak-anak jalanan yang sulit mendapatkan
waktu untuk belajar. Yang mereka harus lakukan adalah bekerja untuk mencukupi
kehidupannya sehari-hari. Lagu inipun sering dinyanyikan saat acara Pesantren
Ramadhan anak-anak jalanan.
Karena melalui media ini dakwah akan sangat berharga. Bahkan dengan
adanya media tulis, dakwah bisa menembus waktu dan zaman sekalipun.
b. Dakwah Bil Hal
Istilah dakwah bil hal dipergunakan untuk merujuk kegiatan dakwah melalui
aksi atau tindakan atau perbuatan nyata. Metode ini merupakan sebuah kerangka
61
kerja kongkret dalam melaksanakan setiap kerja dakwah dalam masyarakat, sehingga
akan lebih efektif jika ditunjang dengan konsep yang matang. Dakwah ini lebih
berorientasi pada pengembangan masyarakat.9
Dengan demikian metode dakwah ini adalah metode yang memfokuskan
perhatiannya terhadap masalah yang ada di masyarakat. Metode ini bisa berjalan
lebih effektif jika seorang da’i bisa masuk ke dalam struktur sosial yang ada dan
berpengaruh. Sehingga dengan itulah dakwah Islam diharapkan bisa berjalan dengan
sangat baik.
Menurut Roostien Ilyas dakwah dengan metode ini merupakan yang paling
efektif. Karena menurutnya dakwah dengan tindakan nyata dan mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari merupakan kewajiban pada setiap ajaran Islam. Dari
acara Pesantren Ramadhan ini terdapat beberapa lapisan yang ada. Baik dari anak-
anak, orang tua, mahasiswa, dll. Mereka semua bisa menjadi lahan dakwah bagi
Roostien Ilyas. Dengan contoh yang nyata. Para orang tua nantinya bisa memberikan
kasih sayang yang tulus, memberikan sedikit waktu untuk belajar, dan bisa
memberikan waktu bagi anak-anak ini menikmati masa kecilnya.
Dalam acara Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan dapat kita tarik beberapa
nilai-nilai islam yang terkandung di sana. Pesantren Ramadhan diadakan saat bulan
suci Ramadhan. Puasa itu sendiri merupakan perwujudan dari kesalehan sosial.
Secara kasat mata puasa adalah ibadah kita dengan Tuhan. Namun dalam
perjalanannya justru kita di tuntut agar berbagi, menyenangkan orang lain, dan sebisa
9M. Munir, Metode Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 1997), Cet II, h. 34.
62
mungkin melakukan kebaikan. Karena pada bulan Ramadhan Allah Swt menjanjikan
pahala yang berlipat-lipat dibandingkan bulan yang lain.
Hal demikian sesungguhnya merupakan perintah yang bersifat simbolik agar
kita lebih memperhatikan hal-hal yang bersifat sosial. Oleh karena itu, kata iman di
dalam Al-Qur’an selalu disandingkan dengan kata amalun shalihun (amal saleh).
Larangan makan dan minum di siang hari adalah simbol untuk menjauhi ketamakan
dan kerakusan. Puasa kemudian menjadi sarana untuk melatih diri untuk tidak rakus
dan tamak terhadap apa yang bukan hak kita. Di samping itu, puasa juga mendidik
kita untuk lebih peduli dengan apa yang terjadi di sekitar kita.10
Ini merupakan isi dari puasa itu sendiri bagaimana kita dianjurkan berbuat
kebaikan kepada siapapun. Bulan suci Ramadhan adalah saat di mana kita belajar
dengan sungguh-sungguh sebelum nantinya kembali ke bulan-bulan biasa sebagai
ujiannya. Maha Besar Allah yang membuat satu bulan khusus di mana seluruh umat
manusia belajar akan kesalah-kesalahannya. Agar di bulan-bulan berikutnya bisa
lebih baik lagi. Itulah yang ingin ditanamkan Roostien pada anak-anak ini. Di
Pesantren Ramadhan sebagai ajang mereka bersenang, bergembira, belajar, dan
melepaskan semua beban yang ada selama mereka hidup dalam tekanan di jalanan.
Roostien ingin menguatkan bahwa mereka tidak sendiri, tetapi masih ada yang peduli
dengan mereka.
Roostien membesarkan jiwa-jiwa anak-anak ini, yang nantinya di tangan
merekalah Indonesia berada. Islam dikebumikan dengan bahasa-bahasa yang lembut,
10
Moeslim Abdurrahman, Islam Pribumi (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 79-81.
63
dan membuat anak-anak di seluruh pelosok negeri menikmati masa-masa yang
bahagia.
Di sisi lain sedekah, merupakan simbol dari kesalehan sosial. Bentuk nilai
Islam yang dilakukan secara spontan. Ketika anda melihat orang yang membutuhkan,
secara spontan kita menolongnya. Baik dengan berupa perbuatan, pemberian, atau
apapun yang bisa meringankan beban mereka. Unsur sedekah ini juga ditanamkan
Roostien dalam Pesantren Ramadhan. Bantuan-bantuan yang didapat Roostien tidak
semuanya berasal dari orang muslim. Roostien membebaskan dari mana saja bantuan
itu, tetapi intinya ikhlas membantu tanpa ada sesuatu di dalamnya. Bahkan tidak
heran jika dalam pesantren Ramadhan ada sambutan donatur yang berasal dari agam
Kristen, Budha, Hindu, dan lain-lainnya. Ini yang ingin ditunjukan Roostien bahwa
dalam hidup kita tidak boleh memilih golongan tertentu saat ingin membantu. Semua
ini harus didasarkan dari hati.
Roostien mengamalkan firman Allah. “Perumpamaan (nafkah yang
dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah
seperti dengan sebiji / sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai (bulir), pada
tiap-tiap tangkai pula ada seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa
yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(QS Al Baqarah [2]: 261).
Serta firman Allah yang lain: ''Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti
perasaan si penerima.'' (QS Al Baqarah [2]: 264).
64
Acara Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan seperti ruh bagi Roostien.
Sebab dia terlibat dari awal pembuatan, sampai tahap akhir acara ini selesai. Baik
sebagai panitia, pendamping, serta pengisi acara. Roostien pun selalu menjadi pengisi
dalam acara tersebut. Saat Roostien datang pasti anak-anak bersorak gembira. Anak-
anak jalanan ini sudah menganggap Roostien sebagai sosok ibunya anak-anak
jalanan. Para pendamping pun juga mengakui itu. Kedatangan Roostien selalu
menjadi warna sediri dalam acara tersebut.
Pada setiap kesempatan acara Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan
Roostien selaku penggagas selalu melakukan evaluasi pada akhir acara. Di mana bisa
ditarik garis lurus apakah acara tersebut berjalan dengan lancar dan materi yang ada
bisa diterima kemudian diaplikasikan oleh anak-anak jalanan. Aplikasinya akan
terlihat setelah mereka kembali pulang ke daerah asal masing-masing. Karena esensi
dakwah adalah sebuah perubahan. Mengubah sesuatu yang kurang baik menjadi lebih
baik, meberikan informasi nilai-nilai Islam kepada yang belum mengetahuinya, serta
menanamkan dengan hati nilai-nilai Islam itu sendiri. Kontribusi ini adalah dakwah
bil hal bagi Roostien.
Terlepas dari diterima dan tidaknya dakwah yang dilakukan Roostien,
setidaknya Roostien sudah memberikan manfaat penanaman nilai-nilai Islam kepada
anak-anak jalanan khususnya dan umumnya bagi semua yang bersentuhan langsung
dengan acara Pesantren Ramadhan ini. Roostien juga berharap pada anak-anak
65
jalanan yang mengikuti acara Pesantren Ramadhan setelah kembali pulang bisa
mengaplikasikan semua yang sudah diajarkan.11
Penulis sendiri pernah mengkuti acara Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan
ini sebagai pendamping. Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan ini berlangsung
kurang lebih selama seminggu penuh. Rutinitas yang berlangsung saat Pesantren
Ramadhan ini berawal dari jam 3 pagi. Membangunkan anak-anak jalanan ini saat
tidur untuk persiapan mereka sahur adalah hal awal yang sangat sulit. Kebiasaan
mereka yang berbeda-beda membuat beberapa anak-anak sulit untuk bangun pagi.
Jika anak-anak jalanan yang aktif di pasar mereka bahkan bangun lebih awal. Jika
yang biasa beraktivitas di terminal atau tempat-tempat lain mereka lebih suka bangun
siang.
Berikutnya persiapan membagikan hidangan untuk sahur. Walau sudah di
buat perkelompok dan makanan yang dibagikan sudah disiapkan mereka lebih sering
mengambilnya dengan cara keroyokan. Ini akibat kebiasaan mereka hidup di jalan.
Siapa cepat dia dapat. Pola kebiasaan inilah yang akan diubah menjadi lebih baik.
Berikan contoh bangun pagi lebih awal karena aktivitas yang dapat dilakukan bisa
lebih banyak dan bermanfaat. Kemudian budayakan mengantri agar tidak terjadi
keributan dan bisa berjalan lebih tertib.
Setelah semua anak-anak ini mendapat makanan untuk sahur. Para
pendamping, serta panitia ikut berkumpul dan makan bersama. Ini bertujuan agar
tidak ada jarak diantara mereka. Setelah makan sahur selesai, maka dilanjutkan
11
Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas. Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
66
persiapan shalat Shubuh berjamaah. Agar tertib dalam mengambil air wudu maka
diharuskan mengambil wudu perkelompok. Shalat berjamaah pun dilakukan.
Kebiasaan bercanda saat shalat pun tak luput dari perhatian pendamping dan
panitia. Pendamping dan panitia membagi tugas mereka. Harus ada yang menjadi
sosok teladan untuk mencontohkan dan ada yang mengawasi. Karena para
pendamping mempunyai waktu yang lebih banyak bersama anak-anak, maka dialah
sosok yang tepat menjadi contoh teladan. Shalat shubuh dan doa pun selesai.
Dilanjutkan dengan memberi materi agama dari para pendamping.
Materi ini berupa hafalan doa. Bermula dari doa-doa pendek kemudian doa-
doa yang bersifat kegiatan, contoh : doa belajar, doa berwudu, doa makan, dll.
Kegiatan ini sampai pukul 7 pagi. Selanjutnya anak-anak diberi kebebasan untuk
mandi, istirahat, bermain, sampai pukul 10 pagi. Nanti ketika pukul 10 tiba anak-anak
akan dikumpulkan sesuai kelompoknya masing-masing. Mereka akan bertemu para
pendampingnya masing-masing. Di waktu siang ini biasanya materi yang diajarkan
berupa pengenalan anak-anak terhadap para wali dan Nabi.
Masuk Shalat Dzuhur mereka melakukan shalat berjamaah kembali. Model
pembelajaran anak-anak yang menggunakan contoh langsung lebih dimengerti. Tidak
lupa pendamping harus bisa memetakan psikologis anak-anak ini. Karena setiap anak
ada yang membutuhkan sosok kakak, ada yang membutuhkan sosok orang tua, dan
sebagainya. Di point itu para pendamping hadir dan mengisi sosok-sosok tersebut
dengan baik. Setelah shalat Dzuhur, akan ada kegiatan lagi. Biasanya kegiatan
perlombaan bersaing antar kelompok. Contoh cerdas cermat, hafalan, pengetahuan
seputar materi, dll. Setiap kelompok biasanya mengirim perwakilannya untuk ikut
67
bertanding. Setiap pemenang akan diberikan hadiah sebagai bentuk apresiasi bagi
anak-anak jalanan ini. Sesuatu yang tidak mereka dapatkan di luar.
Shalat Ashar pun tiba. Anak-anak melakukan shalat berjama’ah kembali.
Shalat berjama’ah dilakukan di masjid dan di lapangan tergantung situasi dan kondisi.
Jika terik atau saat siang hari dan sore biasanya anak-anak ini akan shalat di masjid.
Namun untuk shalat Shubuh dan menjelang buka biasa dilakukan di lapangan.
Karena untuk memusatkan konsentrasi anak-anak agar tidak terpecah. Ini juga
memudahkan sampah makanan dibersihkan. Setiap kegiatan para panitia dan
pendamping selalu mencontohkan hal-hal baik kepada anak-anak ini. Serta selalu
memberikan kasih sayang yang tulus kepada anak-anak. Di awal perjumpaan dengan
anak-anak jalanan ini memang mereka sangat kasar, suka bertengkar, bandel, dll.
Sifat-sifat tidak baik ini jika di lihat dari sudut pandang yang lain maka akan berubah.
Sifat keras itu semua lahir Karena mereka hidup dengan sangat keras di jalanan atau
lingkungan jalanan. Namun di balik itu semua, mereka itu sebetulnya cerdas, anak
yang aktif, dan memiliki kemauan yang keras dalam belajar.
Untuk itulah pendamping mengajarkan serta memberikan ilmu yang didapat
di kampus kepada anak-anak semata-mata agar mereka bisa merasakan ada yang
memperhatikan, memberikan kasih sayang, menjadi pelindung bagi mereka semua.
Walau yang pendamping berikan mungkin hanya sesaat. Selama seminggu
pendamping hidup bersama anak-anak ini. Harapan besar pendamping mereka ke
depan bisa hidup lebih layak dan hidup dengan nilai-nilai Islam yang tertanam di
dalam lubuk hati mereka.
68
Kegiatan pun berlanjut saat menjelang maghrib dan buka puasa. Inilah yang
ditunggu oleh semua. Suasana yang ramai, penuh kegembiraan, makanan yang cukup
untuk mereka membuat anak-anak jalanan ini merasa sangat senang. Bahkan
terkadang selalu saja ada yang menangis di momen-momen Pesantren Ramadhan
anak-anak jalanan ini. Baik mereka yang mengingat orang tua karena kasih sayang
semua yang tulus. Menangis karena begitu bahagianya bisa makan dengan layak dan
didampingi orang yang menyayanginya. Bahkan menangis karena begitu senang hati
mereka, di mana saat di jalanan atau di rumah mereka biasa di hardik, dipukul dan
sebagainya.
Tetapi di Pesantren mereka dilindungi, diperhatikan, disayangi. Itulah yang
membuat hati anak-anak jalanan ini mencair. Setelah buka puasa bersama. Semua
mempersiapkan shalat Isya dan shalat Tarawih. Shalat berjama’ah pun selesai masuk
ke dalam materi ringan. Berupa hafalan, atau pembuatan yel-yel semangat setiap
kelompok dll. Anak-anak ini diberikan waktu tidur yang normal yaitu antara pukul 9-
10 malam. Bertujuan agar mereka bisa bangun di saat sahur. Begitulah kegiatan
Pesantren Ramadhan berlangsung.
Sebuah hadiah, bingkisan, kasih sayang, perhatian, yang ditawarkan semua
kepada mereka. Membuat mereka seakan lupa dengan kehidupannya yang keras di
jalanan. Puncak dari Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan ini adalah api unggun,
serta malam perpisahan. Di malam terakhir ini semua meluapkan perasaannya. Baik
panitia, pendamping, anak-anak jalanan serta semua unsur yang teribat dalam acara
ini. Semua tumpah dalam keharuan, kesedihan yang begitu bahagia, perasaan itu
69
semua bercampur di malam itu. Dengan diterangi api unggun suasana bertambah
sunyi dan syahdu.
Bagian inilah yang tidak terlupakan dalam ingatan semua pihak. Yang akan
membekas abadi dalam hati. Rangkaian Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan di
tutup dengan pemberian bingkisan serta foto bersama. Foto-foto itu merupakan saksi
bisu semua hal yang berlangsung di sana.
Penulis terlibat langsung beberapa kali dalam Pesantren Ramadhan anak-anak
jalanan. Sedikit pernyataan dari para pendamping yang melihat ada anak-anak jalanan
yang bertemu di beberapa tempat sudah mengalami perubahan. Mereka sekarang
lebih dekat dengan masjid. Secara perlahan mereka sudah mau melaksanakan ibadah
shalat. Ini terlihat sewaktu saya sebagai penulis melihat anak-anak jalanan di stasiun
Bogor. Ini menggambarkan ada keberhasilan nilai-nilai islam yang tertanam pada diri
anak-anak itu.
C. Muatan Dakwah (Materi Dakwah)
Materi yang disampaikan Roostien Ilyas berpedoman dari Al-Quran dan Al-
Hadits sebagai sumber utama rujukan yang kemudian dikorelasikan ke dalam
masalah-masalah yang ada pada anak-anak jalanan. Berdakwah di kalangan anak-
anak jalanan tentu saja berbeda dengan berdakwah pada khalayak umum masyarakat
luas. Materi- materi tersebut antara lain :
1.Materi dakwah disesuaikan dengan sikap dan kebiasaan anak-anak jalanan.
2.Materi dakwah dilakukan Roostien selalu disangkut-pautkan dengan nilai-
nilai keIslaman yang aktual.
70
3.Materi dakwah yang dibawakan Roostien selalu menonjolkan kasih sayang
yang tulus dan menjelaskan bahwa cerminan Islam itu adalah agama yang
rahmatan lil alamin.
4.Materi dakwah Roostien juga menggambarkan tentang sejarah hidup para
Nabi, para Sahabat, para Wali, dan orang-orang yang menginspirasi.
Dalam penyampaian materi dakwah Roostien Ilyas lebih sering menggunakan
metode bil hal ketimbang metode yang lainnya. Artinya adalah Roostien memberikan
sikap nyata atau contoh langsung kepada anak-anak tersebut. Karena anak-anak itu
paling cepat dalam meniru apa yang dia lihat. Dengan memberikan contoh yang tepat
anak-anak ini nantinya akan meniru kebaikan yang diajarkan. Namun tidak hanya
dengan contoh nyata. Melainkan diselingi dengan penjelasan dakwah didalamnya.
Dengan begitu anak-anak bisa belajar Islam dengan senang tanpa bentuk paksaan.
Banyak hal yang bisa dilakukan seorang muslim untuk menyebarkan ajaran
agama Islam. Agar ajaran-ajaran tersebut bisa sampai ke seluruh relung kehidupan
manusia. Baik dari anak-anak, remaja, orang dewasa, orang tua sekalipun bisa
menjadi lahan untuk berdakwah. Karena hakikatnya semua manusia pasti
membenarkan suatu kebenaran dan kebaikan. Tinggal bagaimana seorang muslim
dapat cerdas memanfaatkan berbagai momentum yang baik itu.
D. Faktor Pendukung dan Penghambat
Bentuk keberhasilan dan kegagalan pada setiap manusia, pada lembaga, dan
pada organisasi dalam menyiarkan agama Islam itu berbeda-beda. Bentuk-bentuk
keberhasilan dan kegagalan itu tidak terlepas dari faktor-faktor yang mendukung dan
71
menghambatnya. Begitu juga dakwah yang dihadapi Roostien Ilyas dalam
menyiarkan nilai-nilai Islam pada anak-anak jalanan.
Adapun faktor pendukung keberhasilan dakwah Roostien Ilyas sebagai
berikut :
a) Roostien selalu ingin bermanfaat untuk orang lain.
b) Kepribadian yang baik, serta sifat istiqomah dalam bekerja dan berdakwah.
c) Roostien memiliki integritas, kualitas, kapasitas, serta pengalaman yang
matang sebagai aktivis sosial di bidang anak.
d) Adanya respon yang baik dari setiap gagasan atau ide yang Roostien utarakan
baik untuk panitia, pendamping, dan untuk anak-anak. Terobosan-terobosan
yang sangat brilian yang Roostien buat dengan melihat beberapa hal yang
biasa dianggap orang lain sepele.12
Semua kesuksesan dan keberhasilan Roostien Ilyas dalam menyiarkan nilai-
nilai Islam dalam Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan karena usahanya yang
besar dan kemauannya yang kuat. Keberhasilan ini juga karena adanya izin dari Allah
yang selalu ia tanamkan dalam hati. Karena pekerja sosial seperti Roostien harus
lebih banyak memakai hati bukan logika.
Di saat manusia mengalami kesuksesan, pasti ada lika-liku tantangan dan
cobaan yang dihadapinya. Namun pribadi yang suskses adalah pribadi yang pandai
dalam memanfaatkan tantangan dan cobaan itu menjadi sebuah peluang besar.
Sebuah peluang yang bukan menjatuhkan dirinya tetapi membuat semangatnya
12
Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas. Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
72
semakin berkobar dan belajar dari semua itu. Demikian pula dengan kiprah dakwah
Roostien Ilyas.
Adapun hambatan yang ditemui Roostien dalam bekerja sosial pada anak-
anak jalanan, khususnya dalam Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan. Dalam dunia
nyata tidak dimungkiri adalah pendanaan di mana Roostien dan tim harus pintar-
pintar dalam mencari dana yang nantinya untuk menopang semua kebutuhannya kerja
sosialnnya. Terkadang panitia sudah membuat konsep acara yang matang namun
pendaannya kurang. Dengan segala keterbatasan itulah Roostien berjuang.
Kemudian tempat untuk menyelenggarakan Pesantren Ramadhan. Sulitnya
mencari tempat yang bisa digunakan anak-anak jalanan ini. Kebanyakan tempat tidak
mau menerima mereka karena mereka anak-anak jalanan, kotor, dekil, suka mencuri,
dan lain sebagainya. Yang ironis saat sebuah masjid tidak membolehkan mereka
masuk karena mereka kotor, dekil, dan dianggap suka mencuri sandal jamaah kalau
shalat di sana. Dari pengalaman-pengalaman di lapangan itu Roostien belajar.
Mencari tempat yang baik dan layak untuk melaksanakan Pesantren Ramadhan anak-
anak jalanan.
Faktor berikutnya adalah kedatangan para orang tua anak-anak yang
seenaknya. Kedatangan orang tua anak-anak ini membuat suasana menjadi gaduh
bahkan kacau. Yang membuat anak-anak lainnya merasa iri saat teman mereka
dijenguk oleh orang tuanya. Adapula yang secara sepihak membawa anaknya untuk
pulang. Anaknya disuruh pulang lantaran dia melihat anaknya dapat bersenang-
senang dan belajar. Lebih baik mereka pulang, bisa bekerja dan menghasilkan uang.
73
Lagi-lagi Roostien dan tim harus turun tangan memberikan penjelasan kepada orang
tua anak-anak ini.
Untuk itulah, seorang Da’i harus mempunyai gagasan dan ide-ide yang
brilian, dengan ditunjang kualitas keilmuan yang luas, serta mempunyai integritas dan
dedikasi yang tinggi dalam semua aspek kehidupan. Pesan yang diucapkan Roostien
Ilyas berkali-kali adalah gunakanlah 90% hati dan 10% logika dalam terjun di bidang
sosial dan anak-anak.13
13
Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas. Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti mendapat sejumlah
kesimpulan sebagai berikut.
1. Jika diklasifikasikan kiprah dakwah Roostien Ilyas dapat dibagi kedalam dua
bagian. Pertama, dakwah bi al- qalam. Roostien juga aktif menulis buku, dan
beberapa lagu, serta menjadi kontributor dalam beberapa buku sampai yang
ditulis bersama-sama. Kedua, dakwah bil hal. Dalam dakwah ini Roostien
selalu memberikan gagasan atau ide-ide brilian, serta mengaplikasikannya
dengan bentuk tindakan langsung yang nyata. Lalu dikaitkan dengan nilai-
nilai Islam didalamnya.
2. Dakwah yang dilakukan Roostien Ilyas berdampak pada perubahan sikap
mendasar anak-anak jalanan. Perubahan yang mengarah ke hal-hal positif.
Dakwah yang dilakukan Roostien Ilyas ini berhasil. Karena lebih
menggunakan hati dalam melakukannya dengan sedikit logika. Membuat
anak-anak jalanan yang dipandang orang banyak keras, nakal, serta kotor jadi
berubah. Disulapnya mereka dengan kasih sayang yang tulus menjadi anak-
anak yang cerdas dan lebih mengerti agama. Tidak kalah dengan anak-anak
yang berkecukupan.
3. Kemudian ada dua faktor yang mengikuti Roostien dalam menangani anak-
anak jalanan ini. Pertama, faktor pendukung. Tekad kuat ditampilkan sosok
75
Roostien Ilyas saat mengayomi anak-anak jalanan. Dirinya sudah menjadi
sosok ibunda bagi anak-anak jalanan. Didukung dengan integritas, kapasitas,
kualitas, pengalaman yang matang, kepribadian baik, serta istiqomah dalam
bekerja dan berdakwah. Kedua, faktor penghambat. Sulitnya mencari tempat
atau masjid yang cocok untuk anak-anak jalanan. Tidak banyak masjid yang
berkenan dijadikan tempat pelaksanaan pesantren anak jalanan. Stigma negatif
terhadap anak jalanan adalah penyebabnya. Selain itu terdapat hambatan dari
orang tua yang kurang bisa diajak bekerja sama. Serta tidak dimungkiri,
keterbatasan dana untuk mengadakan Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan
ini.
B. Saran
Adapun saran-saran yang bisa penulis sampaikan dalam rangka pertukaran
ilmu pengetahuan khususya hal-hal yang berkaitan dengan dakwah, serta untuk
kemajuan dakwah Islam saat ini atau saat yang akan dating adalah sebagai berikut :
1. Hendaknya para da’i meneguhkan hati dan ikhlas dalam berdakwah.
Kemudian meningkatkan keilmuan, integritas, kapasitas, serta kualitas diri
yang baik. Dengan begitu, besar harapan meningkatnya mutu dakwah Islam di
Indonesia.
2. Berhubung luasnya objek dakwah. Maka siapapun bisa menjadi da’i dalam
setiap kesempatan yang ada. Dengan begitu kita bisa menanamkan nilai-nilai
Islam yang ada serta mencontohkannya dalam kehidupan nyata.
3. Sebagai seorang muslim sebaiknya kita turut memberikan sumbangsih atau
manfaat terhadap keberlangsungan syariat Islam. Tindakan itu bisa berupa
76
amal perbuatan yang baik, pola pikir yang baik, dan pendapat atau pandangan
nya demi kemajuan umat muslim.
4. Tingkatkan kesalehan individual dan kesalehan sosial. Sebagai pribadi
muslim yang baik, kita tidak hanya melaksanakan ibadah shalat, mengaji,
puasa, zakat, dan lain-lainya. Namun juga mengamalkan apa yang terkandung
di dalamnya. Itulah bentuk nyata tentang kesalehan.
5. Sebagai mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam dan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, selayaknya pula kita lebih mendalami tentang
ilmu dakwah dan ilmu komunikasi. Karena nantinya kita akan bertanggung
jawab dengan apa yang sudah kita pelajari.
77
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Moeslim. Islam Pribumi. Jakarta: Erlangga, 2003.
Achmad, Amrullah. Dakwah Islam dan Perubaahan Sosial. Yogyakarta: Prima
Duta Yogyakarta, 1983.
Amin, Samsul Munir. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah, 2009.
Aziz, Mohammad Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2001.
Aziz, Muhammad Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2004.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.
Jakarta: PT.Gramedia, 2008.
Hasannudin. Manajemen Dakwah. Jakarta:UIN Press, 2005.
Ilyas, Roostien. Anak-anakku yang Terlantar. Jakarta: Pensil-324, 2006.
Kriyantono, Rachmat. Tekhnik Praktisi Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana
Pradana Group, 2007.
Machfoed, A. Filsafat Dakwah “Ilmu Dakwah dan Penerapannya”. Jakarta: PT.
Bulan Bintang, 2004.
Mahfudh, Sahal. Nuansa Fiqh Sosial. Yogyakarta: LKiS Group, 2012.
Mahfudh, Sahal. Nuansa Fiqih Sosial. Yogyakarta: LKiS, 1994.
Moeleong. Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2009.
Munir, M. Metode Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 1997.
Purwodarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
1976.
Rahmat, Jalaluddin. Metodologi Penelitian Dakwah. Bandung: Remaja
Rosdakarya,1996.
Rahmat, M. Imdadun. Islam Pribumi. Jakarta: Erlangga, 2003.
Suhartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2000.
Sulthon, Muhammad. Desain Ilmu Dakwah. Semarang: Pustaka Pelajar, 2003.
Surakhmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito, 1980.
Surya, Djumhur Moh. Bimbingaan dan Penyuluhan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1975.
78
Wahyu, Ilaihi dan Hefni Harjani. Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta: Kencana,
2007.
Zulhazmi, A. Zakky dan Raharjo, Nasihin Aziz. Tuhan Kenapa Salat Itu Mahal
Ya?. Jakarta: Pensil-324, 2014.
INTERNET
http://iics.nazuka.net/2013/04/konsep-dakwah-dalam-islam/, diakses tanggal 7Mei
2014 pukul 19.40.
http://irfanhelmy.staff.stainsalatiga.ac.id/2014/04/03/indikator-kesalehan/, diakses
tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.43.
https: //nusantara centre.wordpress.com/2009/05/28/buku baru/, diakses tanggal
15 Oktober 2014 pukul 21.15.
http://roostienilyas.blogspot.com/2013/11/dari-pojok-empati.html?m=1, diakses
tanggal 13 Oktober 2014 pukul 19.45.
http://sedekahindahberkah.blogspot.com/2010/04/pengertian-sedekah.html,
diakses tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.45.
http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/384/pengertian-zakat-infak-dan
sedekah/, diakses tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.50.
http://www.bamz.us/2011/12/pengertian-zakat-dan-macam-zakat.html, diakses
tanggal 7 Juni 2014 pukul 19.55.
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&i
d=1024:pengertian-puasa&catid=14:fikih-siyam, diakses tanggal 10 Juni
2014 pukul 21.05.
www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,pdf-ids,4-id,7396, diakses tanggal 2 Maret
2014 pukul 20.13.
LAMPIRAN
WAWANCARA ROOSTIEN ILYAS
Sabtu, 23 Mei 2015
Tangerang Selatan
Apa makna dakwah menurut Anda ?
Dakwah bagi saya merupakan kewajiban dari setiap insan. Apakah itu dakwah sosial,
apakah itu dakwah agama, apakah itu dakwah tentang perekonomian karena judulnya
dakwah adalah memberitahukan kepada siapapun secara jelas untuk memengertikan
orang lain untuk memintarkan orang lain, mensetarakan orang lain dengan apa yang
sudah kita dapatkan itu dakwah. Jadi dakwah itu adalah mata rantai dari sebuah
komunikasi yang disebarluaskan untuk kepentingan masyarakat banyak.
Apa pendapat Anda tentang dakwah Ustad-ustad di televisi?
Bagus ada yang lucu ada yang norak juga sih. Di satu sisi memang dibutuhkan tapi
itukan hanya sekilas. Itu merupak satu dakwah singkat saja tanpa ada Tanya jawab
yang lebih dalam dan pendalamannya. Padahal yang diperlukan dari sebuah dakwh
itu adalah komunikasi dua arah. Dan itu tidak bisa hanya dengan 30 menit, 1 jam
sekalipun. Dakwah itu harus terus menerus. Karena kehidupan ini juga berjalan.
Kalau Ustad itu hanya seminggu sekali ya bagus lah tontonan yang menjadi tuntunan.
Apa kritik Anda untuk Ustad-ustad di televisi?
Itu hanya show tentang dakwah, film tentang dakwah, pertunjukan tentang dakwah,
jadi itu pertunjukan dakwah. Tapi kalau dakwah itu sendiri itu harus serius. Jadi kita
harus duduk bersama, kita bicara, kita ajarkan dan itu tidak bisa sekali atau dua kali,
harus terus menerus. Karena apapun didalam keilmuan itu harus ada wujud nya.
Dakwah di dunia anak sektor informal bagaimana tantangannya?
Tantangannya sebetulnya sama saja karena tidak ada dikotomi anak. Mau dia anak
menteng, mau dia anak kebun sayur, mau dia anak jalanan, mau dia anak jembatan
semua kebutuhan anak itu sama anak itu butuh di lindungi, dia bisa tumbuh kembang,
butuh untuk tidak di diskriminasi, anak itu harus mendapatkan hak ini semua, dan
anak itu punya hak untuk berpartisipasi. Anak punya hak untuk bilang tidak mau,
anak punya hak untuk bilang saya tidak suka. Dan itu yang harus kita hargai. Kita
dakwah di manapun sama. Tidak ada bedanya.
Apa faktor keberhasilan dakwah Anda pada acara Pesantren Ramadhan?
Sebenarnya ini sudah yang ke 18 kali. Yang pertama kali dahulu waktu saya
mengajak kramat jati untuk sholat itu jawabannya sangat menyedihkan. Ngapain sih
bu shalat? Kaya yang banyak duit aja. Karena mereka bilang untuk mengambil wudu
itu kita kena 500 rupiah. Untuk lima kali shalat shalat sudah 2500 rupiah mendingan
buat makan bu. Nah dari situ aku berfikir apa yang harus aku tunjukan pada anak-
anak ini bahwa ibadah nyaman, beribadah itu indah, beribadah itu sangat mereka
butuhkan. Jadi aku buatlah di setiap bulan Ramadhan itu pesantren di mana
mengajarkan mereka itu langsung. Contoh kita shalat. Karena tidak gampang
membawa anak-anak itu ke masjid. Karena banyak penolakan. Mereka dianggap mau
nyolong sandal dan sebagainya. Itu lah yang mendorong saya membuat pesantren
Ramadhan. Faktor keberhasil itu bukan saya yang mengukur. Tentunya akan bisa
terlihat dari perangai anak-anak itu. Jadi perangi itu juga menentukan apa yang dia
dapat di dalam pesantren Ramadhan itu. Yang memberikan dakwah itu tidak selalu
saya. Ada kakak-kakak dari UIN Jakarta. Dari situlah kalian bisa ukur
keberhasilannya.
Apa yang memotivasi Anda untuk berdakwah pada anak sektor informal?
Sebenarnya bukan berdakwah pada anak jalanan. Namun berdakwah pada anak
terlantar. Karena tidak semuanya anak itu berada di jalanan. Sebab anak itu ada yang
bekerja di pasar sebagai kuli panggul, ada juga yang di jermal mengambil ikan. Jadi
tidak semua itu anak jalanan. Yang menjadi motivasi saya itu adalah penanganan
masalah sosial yang selalu reaktif, penanganan rehabilitatif, kuratif. Jarang sekali
penanganan secara prefentif, edukatif, komutif, nah itu yang aku lakukan. Itu yang
memotivasi aku.
Apa bentuk kontribusi dakwah personal Anda semenjak membuat acara
Pesantren Ramadhan?
Jika dalam acara Pesantren Ramadhan saya masuk di semua bagian. Karena aku juga
di panitia, aku juga di anak-anaknya dan aku juga bicara dengan mahasiswa nya.
Memberikan tips-tips untuk pendamping dalam menghadapi anak-anak itu.
Apa respon anak sektor informal saat pertama Anda ajak acara Pesantren Ramadhan?
Responnya senang. Karena mereka mendapatkan sesuatu yang baru. Anak-anak
senang karena cara mengajak saya. Anak-anak itu tidak yang serius. Jadi kita
beribadah dengan senang, dengan gembira, membuat anak-anak tidak takut.
Apa saja karya yang Anda ciptakan sampai saat ini?
Menciptakan sebuah lagu. Klo misalkan lagu itu bukan hanya untuk dia (cucu
Roostien) tapi juga untuk anak-anak yang di pasar. Sepenggal lagu nya Ibu jangan
cari aku. Itu kan di mana aku menerobos ke komunitas ibu-ibu itu yang mereka
sangat tidak memberikan izin kepada anaknya untuk belajar. Jadi intinya itu menjadi
satu dakwah juga. Kemudian membangun sebuah komunitas. Sebuah komunitas
cinta berkain. Karena aku dari dulu selalu suka pakaian berkain contoh kain
tenun,lurik dan kain songket yang semua asalnya dari Indonesia.
Bagaimana seharusnya dakwah dilakukan?
Ya itu tadi. Jangan nakut-nakutin. Harusnya orang memberikan dakwah itu untuk
mengajak. Kalau kita dalam dakwah itu tidak berhasil untuk mengajak berarti kita itu
mubazir. Kita kan mengajak yang tidak tahu menjadi tahu dan itu tujuan dari dakwah.
Kita memberikan dakwah itu harus secara aplikatif supaya yang dibicarakan tidak di
awang-awang. Tapi bisa diimplementasikan di dalam sebuah kenyataan hidup.
Jakarta, 8 Juli 2015
Roostien Ilyas
Dokumentasi
Penulis bersama Roostien Ilyas
Penulis bersama Roostien Ilyas dan tim.
Roostien Ilyas saat malam perpisahan Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan
Api unggun saat malam perpisahan Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan
Penulis sebagai pendamping saat membagikan bingkisan
Suasana Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan
Suasana saat berbuka di Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan
Roostien Ilyas bersama anak-anak jalanan
Roostien Ilyas bersama kak seto sebagai aktivis anak
Roostien Ilyas sebagai nara sumber dalam acara bedah buku yang berjudul
Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya di UIN Jakarta.
Foto Roostien bersama anak-anak jalanan dalam acara Tupperware She Can
Roostien Ilyas saat di liput oleh Trans7 dalam acara Tupperware She Can,
beserta media Koran Sindo dan Media Indonesia