daftar isi - sinta.unud.ac.id · rencana kerja, anggaran dasar, kepengurusan, kepemilikan dan...
TRANSCRIPT
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ............................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... iii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI .................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................... v
SURAT PERSYARATAN KEASLIAN .................................................................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................. x
ABSTRAK ................................................................................................................. xv
ABSTRACT ................................................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 7
1.3 Ruang Lingkup Masalah .................................................................. 7
xi
1.4 Orisinalitas Penelitian ...................................................................... 7
1.5 Tujuan Penelitian ............................................................................. 8
1.5.1 Tujuan Umum ......................................................................... 8
1.5.2 Tujuan Khusus ......................................................................... 9
1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................ 9
1.6.1 Manfaat Teoritis ...................................................................... 9
1.6.2 Manfaat Praktis ....................................................................... 10
1.7 Landasan Teoritis ............................................................................. 10
1.8 Metode Penelitian ............................................................................. 17
1.8.1 Jenis Penelitian ........................................................................ 17
1.8.2 Jenis Pendekatan ..................................................................... 18
1.8.3 Sifat Penelitian ........................................................................ 19
1.8.4 Sumber Data ............................................................................ 22
1.8.5 Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 24
1.8.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ..................................... 25
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK INDONESIA, OTORITAS
JASA KEUANGAN, DAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
xii
2.1 Bank Indonesia
2.1.1 Pengertian dan Dasar Hukum Bank Indonesia......................... 26
2.1.2 Status dan Kedudukan Hukum Bank Indonesia ....................... 29
2.1.3 Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia sebagai
Bank Sentral ............................................................................. 33
2.1.4 Kewenangan Bank Indonesia dalam Fungsi
Pengawasan Bank..................................................................... 43
2.2 Otoritas Jasa Keuangan
2.2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Otoritas Jasa Keuangan ........... 46
2.2.2 Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Kaitannya
dengan Bank Indonesia .......................................................... 48
2.2.3 Status dan Kedudukan Hukum Otoritas Jasa Keuangan .......... 51
2.2.4 Tujuan dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan ............................. 53
2.3 Bank Perkreditan Rakyat
2.3.1 Pengertian dan Dasar Hukum Bank Perkreditan Rakyat ......... 54
2.3.2 Status dan Kedudukan Hukum Bank Perkreditan Rakyat ....... 56
2.3.3 Tujuan, Tugas dan Fungsi Bank Perkreditan Rakyat .............. 58
xiii
2.3.4 Jenis-Jenis Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat ............ 59
BAB III PENGATURAN KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN
SETELAH DIALIHKAN OLEH BANK INDONESIA DALAM
TUGAS PENGAWASAN KEPADA PT. BANK PERKREDITAN
RAKYAT
3.1 Pengaturan Kewenangan Bank Indonesia dalam Pengawasan Bank
Sebelum Terbentuknya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
Tentang Otoritas Jasa Keuangan ...................................................... 61
3.2 Pengaturan Kewenangan Bank Indonesia dalam Pengawasan Bank
Sesudah Terbentuknya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
Tentang Otoritas Jasa Keuangan ...................................................... 68
BAB IV PELAKSANAAN KEWENANGAN DAN PENGAWASAN
OTORITAS JASA KEUANGAN KEPADA PT. BANK
PERKREDITAN RAKYAT DI KABUPATEN BADUNG
4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kewenangan dan
Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan pada PT. Bank Perkreditan
Rakyat di Kabupaten Badung ........................................................... . 77
4.2 Pelaksanaan Kewenangan dan Pengawasan oleh Otoritas Jasa
Keuangan pada PT. BPR Cahaya ArthaBali, PT. BPR Parasari
Sibang dan PT. BPR Mertha Sedana ................................................ 82
xiv
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan .......................................................................................... 88
5.2 Saran ................................................................................................. 90
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 93
DAFTAR INFORMAN
LAMPIRAN
RINGKASAN SKRIPSI
xv
ABSTRAK
Penulisan skripsi yang berjudul Pelaksanaan Pengaturan Kewenangan dan
Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Kepada PT. Bank Perkreditan Rakyat Di
Kabupaten Badung dilatarbelakangi oleh Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan
lembaga negara yang mempunyai fungsi regulasi (pengaturan) dan pengawasan
terhadap seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang meliputi, jasa
keuangan di sektor perbankan, kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal dan
kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Berdasarkan uraian diatas maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1) Bagaimanakah pengaturan
kewenangan Otoritas Jasa Keuangan setelah dialihkan oleh Bank Indonesia dalam
tugas pengawasan kepada PT. Bank Perkreditan Rakyat? 2) Bagaimana
pelaksanaan kewenangan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan kepada PT.
Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Badung?.
Dalam penulisan skripsi ini metode yang digunakan adalah metode
penelitian hukum empiris yaitu dengan melakukan penelitian secara langsung ke
lapangan dengan mendatangi objek penelitian. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara untuk memperoleh
informasi terkait pelaksanaan pengaturan kewenangan dan pengawasan Otoritas
Jasa Keuangan dan teknik studi dokumen dilakukan atas bahan-bahan hukum
yang relevan.
Hasil dari penelitian ini adalah pengaturan peralihan kewenangan Bank
Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam tugas pengawasan kepada PT.
Bank Perkreditan Rakyat yaitu Bank Indonesia mengalihkan fungsi pengaturan
dan pengawasan perbankan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dimana Otoritas Jasa
Keuangan akan mengatur dan mengawasi aspek mikroprudensial dan Bank
Indonesia akan mengatur dan mengawasi aspek makropurdensial. Dalam
pelaksanaan pengaturan kewenangan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan
pada PT. BPR Cahaya ArthaBali, PT. BPR Parasari Sibang dan PT. BPR Mertha
Sedana meliputi perijinan untuk pendirian bank, izin pembukaan kantor bank,
rencana kerja, anggaran dasar, kepengurusan, kepemilikan dan sumber daya
manusia, meger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank.
Saran yang dapat disampaikan penulis yaitu pihak BPR lebih professional dan
mampu memenuhi tanggung jawabnya dalam memberikan data dan informasi
mengenai kegiatan perbankan secara lengkap sehingga tidak terjadi permasalahan
dalam hal pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Kata kunci : peralihan, kewenangan, pengawasan, Otoritas Jasa Keuangan
xvi
ABSTRACT
Titled of Thesis is Implementation of Regulation Authority and Supervision
of the Financial Services Authority at PT. Bank Perkreditan Rakyat in Kabupaten
Badung who is motivated by the Financial Services Authority, which is a state
agency that has regulatory function (regulation) and supervision of all activites in
the financial services sector which includes, financial services in the banking
sector, the activities of financial services in the capital markets sector and
activities financial services in the insurance sector, pension funds, financial
institutions and other financial institutions. Based on the description above
problems it can be formulated as follows : 1) How is the regulation of authorities
after the Financial Services Authority transferred by Bank Indonesia in the task of
monitoring the PT. Bank Perkreditan Rakyat ? 2) How is implementation of
regulation authority and supervision of the Financial Services Authority at PT.
Bank Perkreditan Rakyat in Kabupaten Badung?.
In writing this thesis method used is the method used is the method of
empirical legal research is to conduct research directly into the field by visiting
the object of research. Data collection techniques used in this research is
interview techniques to obtain information related to implementation of the
regulation authority and supervision of the Financial Services Authority and
technical studies carried documents on materials relevant law.
The results from this study are regulation of authority after the Financial
Services Authority transferred by Bank Indonesia in the task of monitoring the PT.
Bank Perkreditan Rakyat, Bank Indonesia divert banking regulatory and
supervisory functions to the Financial Services Authority, the Financial Services
Authority which will regulate and supervise microprudential aspects and Bank
Indonesia will regulate and supervise macroprudential aspects. In the
implementation of regulation authority and supervision of the Financial Services
Authority at PT. BPR Cahaya ArthaBali, PT. BPR Parasari Sibang, and PT. BPR
Mertha Sedana include licensing for the establishment of a bank, a license to open
a bank offices, work plans, statutes, management, ownership and human
resources, merger, consolidation and the bank acquisitions, revocationof business
license bank. Suggestions can be submitted writer is BPR more professional and
able to fulfill their responsibility to providing data and information on banking
activities in full so there is no problem in terms of supervision by the Financial
Services Authority.
Keywoeds : transition, authority, supervision, Financial Services Authority
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan perekonomian global telah mendorong peningkatan fungsi
perbankan. Sebagai lembaga keuangan, perbankan memegang peranan penting
dalam suatu sistem keuangan negara, dimana perbankan merupakan segala
sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,
serta cara dan proses dalam melakukan kegiatan usaha dengan fungsi utamanya
sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.1 Kegiatan lembaga
perbankan secara umumnya dilakukan oleh pelaku yang menurut fungsi serta
tujuannya dapat dibedakan, yaitu berupa bank sentral (central bank) dan bank
umum (commercial bank). Bank umum atau bank komersial dalam kegiatannya
dibina dan diawasi oleh bank sentral, sedangkan bank sentral dalam menjalankan
tugas pokoknya berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan pemerintah.2 Yang
dimaksud dengan bank sentral dalam hal ini adalah Bank Indonesia. Dimana
dalam lalu lintas perbankan yang dinamis diperlukan suatu pengawasan struktural
guna mencegah keadaan yang berdampak pada kestabilan keuangan negara.
Pengawasan dalam lalu lintas perbankan menjadi bagian dari tugas Bank
Indonesia yaitu untuk menciptakan sistem perbankan Indonesia yang sehat dan
1 Malayu S.P. Hasibuan, 2011, Dasar-Dasar Perbankan, PT Bumi Aksara, Jakarta, h. 1.
2 Muhamad Djumhana, 2006, Hukum Perbankan Di Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, h.xv.
2
efisien serta taat pada aturan sehingga keseluruhan kegiatan jasa keuangan
tersebut dapat dilakukan secara lebih terintegrasi.3
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.4 Pada era globalisasi saat ini, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta
melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.5
Di dalam lalu lintas perbankan yang sangat dinamis diperlukan suatu pengawasan
struktural guna mencegah keadaan yang berdampak pada kestabilan keuangan
negara. Pengawasan dalam lalu lintas perbankan menjadi bagian dari tugas
Otoritas Jasa Keuangan.
Dasar kewenangan Bank Indonesia selaku Bank Sentral, dalam melakukan
fungsi pengawasan terhadap bank-bank yang ada di Indonesia diatur dalam Pasal
8 huruf C Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, yang
selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Bank Indonesia. Bank Indonesia
untuk mengawasi bank sesuai Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004
Tentang Bank Indonesia bersifat sementara, karena tugas mengawasi bank akan
dilakukan oleh lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang indepeden yang
3 Djoni S. Gozali dan Rachamadi Usman, 2012, Hukum Perbankan, Sinar Grafika,
Jakarta, h. 613.
4 Malayu S.P. Hasibuan, loc.cit.
5 Hermansyah, 2009, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, h. 7.
3
bernama Otoritas Jasa Keuangan yang dibentuk dengan undang-undang.6 Otoritas
Jasa Keuangan adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan yang berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan
didirikan untuk menggantikan peran Bappepam-LK dalam pengaturan dan
pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, dan menggantikan peran Bank
Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi
konsumen industri jasa keuangan. Dengan lahirnya lembaga Otoritas Jasa
Keuangan, maka peran serta Bank Indonesia sebagai lembaga pengawasan Bank
beralih kepada lembaga Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap melakukan
koordinasi dan kerja sama dengan Bank Indonesia.7
Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga negara yang mempunyai
fungsi regulasi (pengaturan) dan supervise (pengawasan) terhadap seluruh
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Sektor jasa keuangan tersebut meliputi,
jasa keuangan di sektor perbankan, kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal
dan kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Sehubungan dengan itu, agar
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil,
transparan dan akuntebel, haruslah juga diikuti dengan suatu sistem pengaturan
dan pengawasan yang baik dan taat hukum. Dengan demikian, seluruh kegiatan
6 Kusumaningtuti SS, 2009, Peranan Hukum Dalam Penyelesaian Krisis Perbankan Di
Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 73.
7 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, op.cit, h. 620.
4
jasa keuangan sektor perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga
pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya ada di dalam kewenangan
Otoritas Jasa Keuangan.
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melakukan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.8 Seperti yang
kita ketahui bahwa Otoritas Jasa Keuangan telah menerbitkan peraturan Nomor
4/POJK.03/2015 Tentang Tata Kelola bagi Bank Perkreditan Rakyat pada tanggal
31 Maret 2015. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini berlaku sejak diundangkan,
yaitu pada tanggal 1 April 2015. Penerapan tata kelola yang baik pada sektor
perbankan, khususnya Bank Perkreditan Rakyat semakin dibutuhkan seiring
dengan semakin meningkatnya volume usaha dan semakin meningkat pula
resikonya. Oleh karena itu penerapan tata kelola dimaksudkan untuk melindungi
pemangku kepentingan (stake holders), meningkatkan kinerja bank, dan
meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menyatakan,
untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan,
Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang mengatur dan mengawasi
kelembagaan bank yang meliputi perizinan untuk pendirian bank, pembukaan
kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan
sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan
8 Malayu S.P. Hasibuan, loc.cit.
5
izin usaha bank. Dengan kata lain, aspek pengaturan dan pengawasan terhadap
keseluruhan kegiatan perbankan harus dilakukan secara terintegrasi.9 Dimana
pada PT. Bank Perkreditan Rakyat pengaturan tersebut meliputi tingkat kesehatan
bank seperti likuiditas, rehabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan
modal minimum, batas maksimum pemberian kredit (BMPK) sampai
pencadangan bank. Dalam hal pengaturan dan pengawasan kepada PT. Bank
Perkreditan Rakyat mengenai aspek kehati-hatian meliputi manajemen risiko, tata
kelola bank, prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang.
Pelaksanaan pengaturan kewenangan dan pengawasan Otoritas Jasa
Keuangan akan lebih mengawasi aspek mikroprudensialnya yaitu mengenai
kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank, sedangkan
aspek makroprudensial ada di Bank Indonesia yaitu mengatur stabilitas sistem
keuangan secara keseluruhan dan secara komprehensif mempersiapkan terjadinya
resiko sistemik di sektor keuangan dengan upaya membatasi dampak berantai
terhadap keseluruhan ekonomi negara. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan
makroprudensial, Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dengan Bank Indonesia
untuk melakukan himbauan moral kepada perbankan. Tugas Bank Indonesia akan
lebih fokus menjaga stabilitas keuangan sedangkan tugas Otoritas Jasa Keuangan
lebih kepada pengaturan dan pengawasan individual perbankan atau lembaga
keuangan, kejahatan bank, kepengurusan bank, dan kualitas sumber daya
manusianya.
9 Albab Setiawan, 2012, Otoritas Jasa Keuangan, Jas and Partner Lawyer Office, Jakarta,
h. 1.
6
Pelaksanaan pengaturan kewenangan dan pengawasan Otoritas Jasa
Keuangan kepada PT. Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Badung meliputi
perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana
kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi
dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank, tingkat kesehatan bank
seperti likuiditas, rehabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit (BMPK) sampai pencadangan bank
dan aspek kehati-hatian meliputi manajemen risiko, tata kelola bank, prinsip
mengenal nasabah dan anti pencucian uang.
Otoritas Jasa Keuangan memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan
dan kegiatan usaha tertentu bank, menetapkan peraturan, melaksanakan
pengawasan bank serta mengenakan sanksi terhadap bank. Pengaturan dan
pengawasan bank diberikan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia
agar tercipta sistem perbankan yang sehat secara menyeluruh maupun individual,
dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara
wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengangkat
permasalahan tersebut ke dalam skripsi yang berjudul: “PELAKSANAAN
PENGATURAN KEWENANGAN DAN PENGAWASAN OTORITAS JASA
KEUANGAN KEPADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT DI
KABUPATEN BADUNG”.
7
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dalam uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dikaji
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan
setelah dialihkan oleh Bank Indonesia dalam tugas pengawasan kepada
PT. Bank Perkreditan Rakyat?
2. Bagaimana pelaksanaan kewenangan dan pengawasan Otoritas Jasa
Keuangan kepada PT. Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Badung?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Untuk menghindari dalam penafsiran dan untuk mengarahkan tujuan serta
memperoleh gambaran yang jelas dari penelitian ini, maka penulis merasa perlu
memberikan batasan-batasan yang jelas dari judul penelitian ini yaitu mengenai
peraturan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan setelah dialihkan oleh Bank
Indonesia dalam tugas pengawasan kepada PT. Bank Perkreditan Rakyat dan
bagaimana pelaksanaan kewenangan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan
kepada PT. Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Badung tersebut.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Penelitian mengenai “Pelaksanaan Pengaturan Kewenangan Dan
Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Kepada PT. Bank Perkreditan Rakyat Di
Kabupaten Badung” ini merupakan hasil pemikiran asli penulis. Beberapa
8
penelitian terdahulu dengan jenis yang sama yang ada dalam perpustakaan skripsi
dan internet diantaranya :
No Penulis Judul Rumusan Masalah
1 Muhammad
Firmansyah (Alumni
Universitas
Hasanuddin)
Kewenangan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) sebagai
Lembaga Pengawasan
Perbankan di Indonesia
Bagaimana kewenangan
Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) sebagai lembaga
pengawasan perbankan
di Indonesia?
Bagaimana hubungan
Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) dan Bank
Indonesia sebagai
lembaga pengawasan
perbankan di Indonesia?
1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui dan mengerti pelaksanaan pengaturan kewenangan dan
pengawasan Otoritas Jasa Keuangan.
2. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum
khususnya hukum perbankan mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
9
1.5.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan kewenangan Otoritas Jasa
Keuangan setelah dialihkan oleh Bank Indonesia dalam tugas pengawasan
kepada PT. Bank Perkreditan Rakyat.
2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kewenangan dan pengawasan
Otoritas Jasa Keuangan kepada PT. Bank Perkreditan Rakyat di
Kabupaten Badung.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dari skripsi ini dibedakan atas manfaat teoritis dan
manfaat praktis, yaitu sebagai berikut :
1.6.1 Manfaat Teoritis
1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan sekaligus sebagai sumbangan
ilmu khususnya dalam materi mengenai Otoritas Jasa Keuangan sehingga
dapat membantu mempersiapkan diri sebagai generasi penerus bangsa
yang berwawasan dan bercita-cita tinggi.
2. Untuk memperluas pengetahuan mengenai pengaturan kewenangan dan
pengawasan Otoritas Jasa Keuangan melalui teori-teori hukum perbankan
sebagai dasar hukumnya yang tentunya berkaitan dengan pelaksanaan
pengaturan kewenangan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan oleh
pihak bank yang bersangkutan.
10
1.6.2 Manfaat Praktis
1. Memperluas pengetahuan dalam hal pengaturan kewenangan Otoritas Jasa
Keuangan setelah dialihkan oleh Bank Indonesia dalam tugas pengawasan
kepada PT. Bank Perkreditan Rakyat dan mengetahui pelaksanaan
kewenangan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan kepada PT. Bank
Perkreditan Rakyat di Kabupaten Badung.
2. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait dengan materi
penulisan hukum ini.
3. Dapat digunakan sebagai pedoman bagi penelitian-penelitian berikutnya.
1.7 Landasan Teoritis
Landasan teoritis merupakan dukungan teori, konsep, asas, dan pendapat-
pendapat hukum dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari
permasalahan yang dianalisis.10
Suatu landasan teoritis dalam pembahasan yang
bersifat ilmiah memiliki kegunaan lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan
fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. Disamping itu suatu
landasan teoritis dapat memberikan petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan
pada suatu pengetahuan penelitian.
Munir Fuady mendefinisikan hukum perbankan adalah seperangkat kaidah
hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, doktrin, dan
10
Bander Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju,
Bandung, h.141.
11
lain-lain yang mengatur masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek
kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipatuhi oleh suatu bank,
perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para
pihak yang bersangkutan dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan oleh bank, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan.
Dalam kacamata sistem hukum nasional, hukum perbankan telah
berkembang menjadi hukum sektoral dan fungsional, oleh karena itu hukum
perbankan dalam kajiannya meniadakan pembedaan anatara hukum publik dan
hukum privat, sehingga bentang ruang lingkupnya sangat luas. Jika dirinci hukum
perbankan itu mencangkup bidang hukum administrasi, hukum perdata, hukum
dagang, hukum pidana dan hukum internasional.
Mengenai lembaga perbankan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 sebagimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Perbankan memiliki peran yang sangat penting
dalam perekonomian suatu Negara. Perbankan di Indonesia diatur dalam Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998. Berdasarkan pada Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 pengertian Bank adalah sebagai berikut :
1) Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
12
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.
2) Bank umum adalah bank yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
3) Bank perkreditan rakyat adalah bank yang melakukan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank Indonesia tidak termasuk dalam pengertian bank, sebab bukan
sebuah badan usaha yang berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar-
besarnya, kendati melakukan kegiatan usaha yang bersifat komersial.11
Ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia
memberikan pengertian tentang Bank Indonesia :
1) Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.
2) Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan
Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas
diatur dalam Undang-Undang ini.
3) Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan undang-undang ini.
11
Rachmadi Usman, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT Gramedia
Pustaka Utama, h. 127.
13
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Otoritas Jasa
Keuangan merupakan lembaga yang indenpenden dan bebas dari campur tangan
pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,
Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi
dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi itu sendiri
dilakukan berdasarkan Pancasila dan UUUD 1945. Asas hukum merupakan dasar
atau Ratio Legis bagi dibentuknya suatu norma hukum, demikian pula sebaliknya
norma hukum harus dapat dikembalikan kepada asas hukumnya. Asas hukum
adalah dasar normative pembentukan hukum, tanpa asas hukum positif tidak
memiliki makna dan kehilangan watak normative, dan untuk menjadi aturan suatu
asas memerlukan bentuk yuridis.12
Asas-asas yang dikenal dalam Perbankan Indonesia yaitu : Asas
Demokrasi Ekonomi, Asas Kehati-hatian (Prudential Principle), Asas
Kepercayaan (Fiduciary Principle), Asas Kerahasiaan (Confidential Principle),
dan Asas Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle).
Asas demokrasi ekonomi ini tersimpul dalam Pasal 33 UUD 1945, yaitu
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
12
Djuhaendah Hasan, Tanpa Tahun, Asas-Asas dan Norma Hukum dalam Sistem Hukum
Indonesia, Makalah, Bandung, h.10.
14
Yang mana dengan asas ini, tidak terjadi monopoli. hal ini dikarenakan setiap
warganegara berhak untuk mendapat suatu hal yang sama.
Asas kehati-hatian menurut Zulfi Diane Zaini dalam bukunya
Independensi Bank Indonesia dan Penyelesaian Bank Bermasalah adalah suatu
asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan
usahanya wajib menerapkan Prinsip Kehati-hatian dalam rangka melindungi dana
masyarakat yang dipercaya padanya.
Asas kepercayaan adalah susatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank
dilandasi oleh hubungan kepercayaan anatara bank dengan nasabah. Bank
terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya dengan
tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya.
Kemauan masyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya dibank, semata-mata
dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperolehnya kembali pada
waktu yang diinginkan atau sesuai dengan yang diperjanjikan dan disertai dengan
imbalan.13
Asas mengenal nasabah (Know Your Customer Principle) adalah asas
yang diterapkan oleh bank untuk mengenal dan mengetahui nasabah, memantau
kegiatan transaksi termasuk melaporkan setiap transaksi yang merugikan.14
13
Zulfi Diane Zaini, 2012, Independensi Bank Indonesia dan Penyelesaian Bank
Bermasalah, CV. Keni Media, Bandung, h.55.
14 Ibid.
15
Berdasarkan asas yang digunakan dalam perbankan, maka tujuan
perbankan Indonesia adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional
dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,
pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kea rah peningkatan kesejahteraan
rakyat banyak.
Secara teoritis, terdapat dua aliran (school of thought) dalam hal
pengawasan lembaga keuangan. Di satu pihak terdapat aliran yang menyatakan
bahwa pengawasan industri keuangan sebaliknya dilakukan oleh beberapa
industri. Di pihak lain aliran yang berpendapat pengawasan industri keuangan
lebih tepat apabila dilakukan oleh beberapa lembaga. Di Inggris misalnya industri
keuangannya diawasi oleh Financial Supervisory Authority (FSA), sedangkan di
Amerika Serikat industri keuangan diawasi oleh beberapa industri. SEC misalnya
mengawasi perusahaan sekuritas sedangkan industri perbankan diawasi oleh Bank
Sentral (the Fed), FDIC dan OCC. Alasan dasar yang melatarbelakangi kedua
aliran ini adalah kesesuaian dengan sistem perbankan yang dianut oleh negara
tersebut. Juga, seberapa dalam konvergensi diantara lembaga-lembaga keuangan.
Pengawasan berasal dari terjemahan bahasa inggris monitoring atau
supervision, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penilikan dan
pengarahan kebijakan jalannya perusahaan. Sedangkan menurut Penjelasan Pasal
29 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah
Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang dimaksud dengan
pengawasan adalah pengawasan yang tidak langsung yang terutama dalam bentuk
pengawasan dini melalui penelitian, analisis dan evaluasi laporan bank, dan
16
pengawasan langsung yaitu pemeriksaan langsung yang disusul dengan tindakan
perbaikan.
Pengawasan tidak langsung (off site supervision) yaitu melakukan
pengawasan bank secara individual, kelompok maupun secara keseluruhan dengan
menelaah berbagai laporan yang oleh perbankan dengan tujuan untuk menilai
apakah peraturan yang ditetapkan , asas usaha bank dan perkreditan yang sehat
telah dipatuhi dan dilaksanakan secara konsisten.
Pengawasan langsung (on site supervision) yaitu melakukan pengawasan
dengan mengadakan pemeriksaan secara menyeluruh dilakukan secara berkala
setahun sekali untuk mengetahui kondisi bank secara langsung berdasarkan data
dan dokumen yang dipelihara oleh bank, sekaligus menguji kebenaran dan
konsistensi pembuatan laporan yang disampaikan kepada otoritas pengawas bank.
Konsekuensi sebagai lembaga yang bertujuan untuk menjaga dan
memelihara kestabilan nilai rupiah, maka Bank Indonesia mempunyai tugas
untuk: (1) Menetapkan dan melaksanakan kestabilan moneter, (2) Mengatur dan
menjaga kelancaran dan kestabilan sistem pembayaran, (3) Mengatur dan
mengawasi sistem perbankan. 15
Tugas tersebut sesuai dengan yang tercantum
dalam Pasal 8 huruf c Undang-Undang Bank Indonesia.
Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini Bank Indonesia
melaksanakan sistem pengawasannya dengan menggunakan 2 (dua) pendekatan
yaitu pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance based supervision) dan
15
Muhamad Djumhana, op.cit, h.122-123.
17
pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision/RBS) dengan adanya
pendekatan RBS tersebut, bukan berarti mengesampingkan pendekatan
berdasarkan kepatuhan, namun mrupakan upaya untuk menyempurnakan sistem
pengawasan sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan
perbankan. Secara bertagap, pendekatan pengawasan yang diterapkan oleh Bank
Indonesia akan beralih menjadi sepenuhnya pengawasan berdasarkan risiko.
Pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan pada dasarnya
menekankan pemantauan kepatuhan bank untuk melaksanakan ketentuan-
ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank. Pendekatan ini
mengacu pada kondisi bank di masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa
bank telah beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip
kehati-hatian.
Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko merupakan pendekatan
pengawasan yang berorientasi ke depan, dimana suatu bank difokuskan pada
risiko-risiko yang melekat (inherent risk) pada aktivitas fungsional bank serta
sistem pengendalian risiko (risk control system). Melalui pendekatan ini akan
lebih memungkinkan otoritas pengawasan bank untuk proaktif dalam melakukan
pencegahan terhadap permasalahan yang potensial timbul di bank.
1.8 Metode Penelitian
1.8.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah penelitian
hukum empiris, yakni hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang
18
merupakan kenyataan-kenyataan yang ada dilapangan.16
Dalam konteks ini
hukum tidak semata-mata dikonsepkan sebagai suatu gejala normatif yang
otonom, sebagai ius contituendum (law as what ought to be), dan tidak pula
semata-mata sebagai ius contitutum (law as what it is in the book), akan tetapi
secara empiris sebagai ius operatum (law as what it is in society). Hukum sebagai
“law as what it is in society”. Hukum sebagai gejala sosio empirik dapat
dipelajari di satu sisi sebagai suatau independent variable yang menimbulkan
efek-efek pada berbagai kehidupan sosial, dan di lain sisi sebagai suatu dependent
variable yang muncul sebagai akibat berbagai ragam kekuatan dalam proses sosial
(studi mengenai law in process).17
1.8.2 Jenis Pendekatan
Penelitian hukum umumnya mengenal 7 (tujuh) jenis pendekatan yakni18
:
1. Pendekatan Kasus (The Case Approach).
2. Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach).
3. Pendekatan Fakta (The Fact Approach).
4. Pendekatan Analisis Hukum (Analitical & Conseptual).
5. Pendekatan Frasa (Words & Phrase Approach).
6. Pendekatan Sejarah (Historical Approach).
7. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach).
16
Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-
Press), Jakarta, h.50.
17 , 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana., h. 79.
18 Ibid, h.80.
19
Adapun jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach), Pendekatan Fakta (The
Fact Approach), dan Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical &
Conseptual Approach).
Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach) yaitu pendekatan
berdasarkan pada teori-teori hukum dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan dibahas.
Pendekatan Fakta (The Fact Approach) yaitu pendekatan yang didasarkan
pada fakta-fakta yang terjadi di lapangan yang ada kaitannya dengan
permasalahan yang akan dibahas.
Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach)
adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari pandangan dan
doktrin yang berkembang di ilmu hukum dan menggunakan konsep hukum yang
relevan dengan isu yang dihadapi.19
Konsep ini bersifat universal.
1.8.3 Sifat Penelitian
Penelitian hukum empiris menurut sifatnya dibedakan menjadi :
a) Penelitian eksploratif (Penjajakan atau penjelajahan)
Penelitian eksploratif ini bertujuan untuk memperdalam pengetahuan
mengenai suatu gejala tertentu, atau untuk mendapatkan ide-ide baru
19
Peter Mahmud Marzuki, 2007, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, h.95.
20
mengenai suatu gejala itu.20
Penelitian eksploratif umumnya dilakukan
terhadap pengetahuan yang masih baru, masih belum adanya teori-teori, atau
belum adanya informasi tentang norma-norma atau ketentuan yang mengatur
tentang hal tersebut, atau kalaupun sudah ada masih relative sedikit, begitu
juga masih belum adanya dan/atau setidaknya literatur atau karya ilmiah
lainnya yang menulis tentang hal tersebut. Terkait dengan hal ini, si peneliti
melakukan penelitian eksplorasi yaitu mengekplorasi secara mendalam
sesuatu hal yang masih belum terungkap, serta ingin mendalami pengetahuan
mengenai suatu gejala tertentu. pada penelitian eksploratif tidak ada hipotesis,
karena secara logika, hipotesis lahir dari kajian pustaka baik yang berasal dari
teori-teori, asas-asas hukum, ketentuan peraturan maupun tulisan-tulisan
ilmiah lainnya, sementara hal-hal tersebut masih belum ada atau kalupun ada
masih sangat sedikit.
b) Penelitian deskriptif
Penelitian deskritif secara umum, termasuk juga didalamnya penelitian ilmu
hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan
gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu
gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala
dengan gejala lain di masyarakat.21
Dalam penelitian ini teori-teori, ketentuan
peraturan, norma-norma hukum, karya tulis yang dimuat dalam literatur
maupun jurnal, doktrin, serta laporan penelitian yang terdahulu sudah mulai
20
Amariddin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, h. 25.
21 Ibid.
21
ada dan bahkan jumlahnya cukup memadai sehingga dalam penelitian ini
hipotesis boleh ada atau boleh juga tidak. Penelitian deskriptif dapat
membentuk teori-teori baru yang dapat memperkuat teori yang sudah ada.
c) Penelitian eksplanatoris
Penelitian eksplanatoris menguji hipotesis yaitu penelitian yang ingin
mengetahui pengaruh atau dampak suatu variabel terhadap variabel lainnya
atau penelitian tentang hubungan atau korelasi suatu variabel.
d) Penelitian verifikatif
Penelitian yang bertujuan untuk menguji teori.
Adapun sifat penelitian dalam penulisan ini adalah bersifat deskriptif,
penelitian ini bertujuan menggambarkan secara lengkap dan sistematis atas suatu
fenomena hukum yang ada pada kenyataan dilapangan. Menurut Abdulkadir
Muhamad bahwa uraian yang bersifat deskriptif memiliki tujuan untuk
memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku
di tempat tertentuk dan pada saat tertentu.22
Sejalan dengan hal tersebut sifat
penelitian deskriptif yang penelitiannya secara umum, termasuk pula didalamnya
penelitian ilmu hukum, bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat
suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan
penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara
suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian deskriptif dapat
membentuk teori-teori yang baru yang dapat memperkuat teori yang sudah ada.
22
Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum Dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, h.50.
22
1.8.4 Sumber Data
Data yang digunakan untuk menunjang pengkajian masalah dalam
penelitian ini yaitu :
a. Data Primer
Data primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu suatu
data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan yaitu dari
wawancara dengan para informan.23
Dalam penelitian ini akan dilakukan di
PT. Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Badung yaitu pada PT. BPR
Cahaya ArthaBali, PT. BPR Parasari Sibang, PT. BPR Mertha Sedana.
Dengan mewawancarai beberapa informan yang bekerja maupun terlibat
dalam kegiatan di bank tersebut.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang dilakukan untuk
menggali data-data yang didasarkan pada literatur-literatur dan data-data yang
terkait dengan pelaksanaan pengaturan kewenangan dan pengawasan Otoritas
Jasa Keuangan, peraturan perundang-undangan, pendapat para sarjana, dan
artikel atau berita yang diperoleh via internet. Sumber data sekunder tersebut
terdiri dari tiga bahan hukum yaitu bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier.
1. Bahan hukum primer
23
Amariddin dan Zainal Asikin, op.cit. h. 30.
23
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat dan memiliki
kekuatan hukum, seperti peraturan perundang-undangan. Bahkan hukum
primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
c. Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan
e. Undang-Undang Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia
2. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini bersumber
dari studi kepustakaan yang dilakukan dengan menelaah pendapat para pakar
hukum yang dimuat dalam literatur hukum, hasil penulisan yang berupa hasil
penelitian para ahli hukum yang dijadikan dokumen-dokumen hukum.
3. Bahan hukum tersier
Bahan hukum yang memberi petunjuk atau penjelas terhadap bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum dan kamus
besar Bahasa Indonesia.
24
1.8.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan cara :
a. Teknik wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik yang sering dan paling lazim
digunakan dalam penelitian hukum empiris. Teknik wawancara ini dilakukan
untuk memperoleh informasi-informasi terkait pelaksanaan pengaturan
kewenangan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan kepada PT. Bank
Perkreditan Rakyat di Kabupaten Badung. Wawancara dilakukan dengan pihak
bank/perusahaan terkait, direktur bank/perusahaan maupun dengan lembaga lain
yang ada hubungannya dengan penelitian ini.
b. Teknik studi dokumen
Studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap
penelitian hukum, baik dalam penelitian normatif maupun penelitian hukum
empiris, karena meskipun aspeknya berbeda namun keduanya adalah penelitian
ilmu hukum yang selalu bertolak dari premis normatif. Studi dokumen baik
berupa membaca buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen-
dokumen seperti berkas perkara, dan sebagainya. Dokumen dilakukan atas
bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian.
25
1.8.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis kualitatif atau yang sering disebut dengan deskriptif kualitatif maka
keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun sekunder, akan
diperoleh dengan cara menyusun data secara sistematis, digolongkan dalam pola
dan thema, diklasifikasikan, dihubungkan anatara satu data dengan data yang
lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial,
dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan
kualitas datas. Proses analisis tersebut dilakukan secara terus-menerus sejak
pencarian data di lapangan dan berlanjut terus sehingga pada tahap analisis.
Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara
deskriptif kualitatif dan sistematis.