daftar isi -...

48
Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 1 EKSPRESI EKSPRESI EKSPRESI EKSPRESI EKSPRESI

Upload: others

Post on 15-Oct-2019

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 1

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Page 2: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

2 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa inimerupakan salah satu media informasi dan komunikasi antar-unit di lingkunganDepartemen Pendidikan Nasional, terutama antara PPPG Bahasa dengan PPPGlain, LPMP, Direktorat-Direktorat yang relevan, dan guru-guru bahasa.

Media Informasi dan Komunikasi ini memuat informasi tentang kebahasaan danpengajarannya serta kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan gurubahasa. Kami mengundang para pembaca untuk berperan serta menyumbangkan buahpikiran yang sesuai dengan misi media ini, berupa pendapat atau tanggapan tentangbahasa, pengajarannya, dan ulasan tulisan pada media ini serta tulisan di bidang non-pendidikan bahasa.

Kami akan memperbaiki redaksional tulisan atau meringkas naskah yang akanterbit tanpa mengubah materi pokok tulisan.

Bagi penulis yang artikel atau tulisan beritanya dimuat akan diberi honorariumyang memuaskan. [E]

Terbit setiap semester sejakJuli 2003 beredar di seluruhlingkungan DepartemenPendidikan Nasional danDinas Pendidikan seluruhIndonesia.

ISSN 1693-3826

Daftar Isi

Laporan Utama♦ Kepala PPPG Bahasa Muhammad Hatta: “… tendang lagi bolanya ke saya.…” ... 4

Artikel♦ Penulisan Nama Diri dan Nama Jenis dalam Bahasa Indonesia ... 6

♦ Analisis Gramatikal Satuan Kalimat, Klausa, Frasa, Kata, dan Morfem ... 7

♦ Pembelajaran yang Dialogis, Bermakna, dan Menyenangkan ... 15

♦ Apa itu Anglisisme? ... 19

♦ Perkembangan Linguistik Modern: Sejarah Linguistik ... 21

♦ Mengenal Lebih Dekat TOAFL dan Eligibilitasnya dalam Mengukur Kompetensi Guru

Bahasa Arab ... 30

♦ Menulis Itu Mudah? ... 3535353535

♦ Zizou dan Momentum Pemahaman Lintas Budaya ... 38

English Corner♦ Shape Poem: An Appealing Merger of Word and Form ... 41

Berita Foto ... 23

Sekilas Info♦ Lomba Kreativitas Bahasa Siswa SMA/SMK/MA Se-Jabodetabek ... 46

♦ Seminar Pengajaran, Pembelajaran, dan Riset Bahasa ... 46

♦ Kunjungan Kepala PPPG Bahasa ke SDN Cilengkrang ... 46

♦ Serah Terima Jabatan Kepala PPPG Bahasa ... 47

Page 3: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 3

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

KEMBALI kali ini Ekspresi menjumpaiAnda para pembaca dengan suguhan-suguhan yang tentunya tengah dinan-tikan. Seperti biasa kami awali edisi ter-baru ini dengan sajian laporan utama.

Kali ini kami suguhkan laporan uta-ma mengenai penerapan kebijakan dilingkungan PPPG Bahasa hasil wawan-cara tim redaksi dengan Kepala PPPGBahasa, Dr. Muhammad Hatta, M.Edbeberapa waktu silam.

Para kontributor Ekspresi kembalimenyuplai kami dengan artikel-artikel-nya. Terdapat tujuh artikel menarik yangberasal dari para widyaiswara dan stafPPPG Bahasa. Hampir semua artikelmengetengahkan tema seputar kebaha-saan dalam berbagai sudut pandang.

Tidak lupa juga kami suguhkan be-ragam info mengenai kegiatan yang di-laksanakan PPPG Bahasa serta foto be-rita kegiatan, seperti diklat-diklat, ke-giatan peringatan hari kemerdekaan,lomba kreativitas siswa bidang bahasa,pemberian penghargaan kepada pegawaiPPPG Bahasa, dan kegiatan out bond pe-serta diklat.

Akhirul kata, semoga Ekspresi kali inimemberi Anda pengetahuan lebih dansemoga juga Anda pun bisa memberikami pengetahuan lebih pula lewatartikel dan laporannya.

Selamat membaca!Salam.

Redaksi

PembinaKepala PPPG BahasaMuhammad Hatta

Penanggung JawabKasi Publikasi & Pelaporan

Nurlaila SalimKasatgas Media Informasi

Harmon

Dewan RedaksiPemimpin Redaksi

Herman Kartakusuma

Ketua PenyuntingGunawan Widiyanto

Anggota PenyuntingHari WibowoWidiatmoko

Endang KurniawanSiti NurhayatiJoko Sukaton

Anisah ShoumiDedi Supriyanto

Yoshua SavitriNeneng Tsani

Rosidah

Desain SampulNeutron Afriansyah

Tata LetakYusup Nurhidayat

ReporterHerman Kartakusuma

Marike N. Palupi

Distribusi dan SirkulasiSeksi Publikasi dan Pelaporan

Alamat Redaksi:Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Seksi Publikasi dan PelaporanJl. Gardu, Srengseng Sawah, Jagakarsa

Jakarta Selatan 12640Kotak Pos 7706 JKS LA.

Telp. (021) 7271034, 7868570Faks. (021) 7271032

Website: www.pppgbahasa.go.idEmail: [email protected],

[email protected]

Salam Redaksi

Page 4: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

4 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Laporan Utama

TANTANGAN ITU disampai-

kan Kepala Pusat Pengem-

bangan Penataran Guru

Bahasa yang baru kepada seluruh

karyawan PPPG Bahasa saat beliau

memberikan materi kebijakan

Direktorat Jenderal Peningkatan

Mutu Pendidik dan Tenaga Kepen-

didikan dalam salah satu sesi diklat

sosialisasi KTSP.

Dalam acara yang berlangsung

dari tanggal 20 Desember sampai 22

Desember 2006 dan bertempat di

Gedung Serbaguna PPPG Bahasa ini,

beliau lebih jauh menyampaikan

bagaimana institusi ini harus lebih

proaktif dalam memberikan layan-

an terbaik bagi para pendidik dan te-

naga kependidikan sekaligus mem-

bangun jaringan kerjasama erat

dengan pihak-pihak terkait.

Lebih jauh lagi, beliau mengata-

kan banyak tugas yang menunggu

untuk ditangani PPPG Bahasa seperti

ketersediaan standar model pembe-

lajaran bahasa yang bisa diterapkan

di sekolah-sekolah dan adanya ja-

ringan kuat dengan ke 11 PPPG,

LPMP, MGMP, para pengawas, para

Kepala Sekolah dan asosiasi bahasa

seperti Japan Foundation, Goethe,

British Council dan sebagainya se-

hingga nantinya akan meningkat-

kan kualitas layanan institusi ini di

bidangnya.

Kemudian, sukses atau tidaknya

pelaksanaan tugas sangat bergan-

tung pada solid tidaknya sumber

daya manusia PPPG Bahasa. Seperti

satu tim sepakbola, demikian beliau

mengandaikan, setiap "pemain", baik

itu dari staf struktural maupun staf

fungsional, harus "bermain" dengan

aktif.

"Ibarat saya sudah menendang

bola, maka tendang lagi bolanya ke

saya," demikian tantangan pria

yang mengambil program master

dan doctoral di University of

Pittsburgh, Amerika Serikat ini, kepa-

da seluruh karyawan PPPG Bahasa

dalam menciptakan berbagai pro-

gram terobosan sebagai upaya pe-

ningkatan pendidikan bahasa.

Dalam satu kesempatan wa-

wancara singkat dengan reporter

EKSPRESI, beliau menjelaskan ada

Kepala Pusat Pengembangan Penataran Guru BahasaMuhammad Hatta

“… tendang lagi bolanya ke saya.…”

Marike N. Palupi

Page 5: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 5

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

empat sasaran yang harus dieks-

plorasi oleh institusi ini. Pertama,

peningkatan Sumber Daya Manusia

(capacity building) terutama widya-

iswara baik itu melalui pendidikan

formal informal maupun untuk

melaksanakan penelitian sebagai

salah satu bentuk dialog akademis

antara teori dan realitas pendidikan.

Kedua, peningkatan layanan

(services) baik itu secara akademis

maupun administratif teknis.

Ketiga, peningkatan kemampu-

an pemasaran (marketing). Hal ini

berarti PPPG Bahasa dituntut untuk

dapat mengembangkan program

agar produk-produk yang dihasilkan

termasuk didalamnya para instruk-

tur yang telah dihasilkan sejak

tahun 1990-an, marketable. Dalam

artian PPPG Bahasa harus mampu

‘menjual’ para alumninya terutama

di daerah dalam rangka peningkat-

an mutu pendidikan bahasa di se-

luruh Indonesia.

Keempat, peningkatan pola-

pola kerjasama (networking) dengan

pihak-pihak terkait seperti LPMP dan

asosiasi-asosiasi bahasa. Keempat

sasaran itu akhirnya bermuara

pada satu tujuan yaitu pencitraan

publik yang baik bagi institusi.

Saat ditanyakan tentang apa

yang dirasakan saat diangkat seba-

gai orang nomor satu di PPPG

Bahasa, bapak dua putra ini menje-

laskan bahwa yang terpenting ada-

lah kesiapan mental dan fisik. Beliau

bersyukur bahwa jabatan yang di-

duduki sebelumnya sebagai Kasubdit

Kurikulum dan Sisjian (2000-2002)

serta Kasubdit Kurikulum dan

Penilaian (2002-2006) di Direktorat

PLP memberikan pengalaman dan

pengetahuan seperti mengenai hasil

evaluasi pembelajaran dan kompe-

tensi mengajar dapat membantu

membaca permasalahan yang mun-

cul di institusi ini sekaligus meme-

takan untuk dicari solusinya.

Perbedaan yang dirasakan oleh

mantan aktivis di Senat Mahasiswa,

Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas

Negeri Malang antara 1978-1980 ini

adalah, sebagai Kepala Pusat beliau

lebih memiliki otoritas dalam peng-

ambilan kebijakan sekaligus posisi

yang lebih menantang dibanding

saat menduduki jabatan sebelum-

nya. Tentu saja tanggung jawab

yang dipikul menjadi lebih besar.

Menjawab munculnya kritikan

bahwa diklat yang diadakan oleh

PPPG Bahasa selama ini belum men-

jawab kebutuhan konsumen di lapa-

ngan karena lebih cenderung me-

makai pendekatan one size fits all,

beliau mengakui memang ada per-

masalahan rekrutmen peserta diklat.

Untuk itu perlu dikembangkan

satu sistem analisa kebutuhan se-

perti melakukan uji kompetensi seba-

gai salah satu alat ukur. Kerjasama

yang solid dengan LPMP dan Dinas

Pendidikan setempat menjadi satu

hal yang tidak terbantahkan.

Namun, kembali pemimpin ketu-

juh yang mengepalai PPPG Bahasa,

yang mengisi waktu luang dengan

membaca buku manajemen dan ber-

olahraga tenis lapangan ini, mena-

nyakan kesiapan para akademisi

PPPG Bahasa membangun sistem

yang diharapkan.

Terakhir, memandang hubung-

an antara sekolah, LPTK, dan PPPG

Bahasa; beliau menekankan bahwa

akademisi institusi ini harus mampu

membantu guru dalam melakukan

penyesuaian (adjustment) antara

teori-teori yang didapat dari uni-

versitas dengan permasalahan yang

muncul di lapangan. [E]

BIODATA

Nama : Muhammad Hatta, Ph.D.

Tempat, Tanggal Lahir : Jereweh, NTB, 20 Juli 1955

Pendidikan :

♦ 1982—S1 Pendidikan Sosial Univ. Negeri Malang

♦ 1990—S2 Administration and Policy Studies

University of Pittsburgh, Amerika Serikat

♦ 1996 —S3 Soc. Comp. Analysis in Education

University of Pittsburgh, Amerika Serikat

Istri : Ilham Nur Putri, S.H.

Anak :

♦ Sylvan Zikri Rahman (12 tahun)

♦ Luthfan Kasyfurrahman (3 tahun)

Pengalaman Karir :

♦ 1992—Kepala Seksi Sarana Ditdikdas

♦ 1998—Kasubdit Guru Dit. Sekolah Swasta

♦ 2000—Kasubdit Kurikulum dan Sisjian Dit. SLTP

♦ 2002—Kasubdit Kurikulum dan Penilaian Dit. PLP

Page 6: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

6 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

A. Nama Diri

Nama diri (propper name) dipakai

untuk menamai orang, tempat, atau

sesuatu, termasuk konsep atau gaga-

san. Dengan nama diri itu, orang di-

sapa atau dipanggil dan dengan na-

ma diri itu tempat atau sesuatu di-

sebut atau dikenal.

Sebuah nama diri tidak menca-

kupi atau tidak dicakupi oleh nama

diri lain. Artinya, nama diri itu tidak

memiliki superordinat (tidak ada

lagi nama diri yang ada di atas) dan

juga tidak memiliki subordinat (tidak

ada lagi nama diri di bawahnya). Se-

buah nama diri selalu berdiri sen-

diri.

Penulisan nama diri harus meng-

ikuti kaidah yang tercantum di da-

lam buku Pedoman Umum Ejaan

Bahasa Indonesia yang Disempur-

nakan (disingkat: Pedoman Umum

EYD). Pedoman itu selalu menulis-

kan semua contoh yang berupa

nama diri dengan huruf awal kapital.

Yang memiliki nama diri adalah

Tuhan, persona, yang berkaitan

d e n g a n k a l e n d e r , b e n d a k h a s

geografi, dan benda.

1. Nama Diri Tuhan

Tuhan memiliki nama diri. Menurut

kaidah ejaan, nama diri Tuhan, ter-

masuk unsurnya, dituliskan dengan

huruf awal kapital, seperti Allah,

Yesus Kristus, dan Sang Hyang Widi

Wasa. Keterangan di belakang nama

diri Tuhan dan kata ganti Tuhan di-

tuliskan dengan huruf awal kapital,

seperti Allah Yang Mahakuasa serta

rahmat-Mu dan kepada-Ku.

2. Nama Diri Persona

Tulisan ini memasukkan nama diri

orang, nama diri nabi dan rasul, na-

ma diri malaikat, nama diri dewa,

nama diri setan, dan nama diri iblis

(jika iblis memiliki nama) ke dalam

kelompok nama diri persona, seperti

(1) Fatimah, Nabi Muhammad, Malaikat

Israfil, Dewi Aphrodit, Rsi Sumanthu

dan Rsi Jaimini, dan Setan Ifrit.

Pedoman Umum EYD hanya men-

cantumkan kaidah penulisan yang

berkaitan dengan nama diri Tuhan,

termasuk kata ganti Tuhan, dan kitab

suci.

3. Nama Diri yang Berhubungan

dengan Kalender

Segala yang berhubungan dengan

kalender, seperti peristiwa penting,

tahun, bulan, hari, zaman, dan masa

memiliki nama diri. Nama itu,

termasuk unsurnya, dituliskan de-

ngan huruf awal kapital, seperti

(2) Perang Candu dan Revolusi

Prancis; Proklamasi Kemerdekaan

Republik Indonesia; tahun Masehi,

tahun Hijriah, tahun Gajah;

M u h a r a m , S a p a r , J a n u a r i ,

Februari; Ahad, Minggu, Kliwon;

serta zaman Jahiliyah, dan masa

Orde Baru.

4. Benda Khas Geografi

Nama diri benda khas geografi, ter-

masuk unsurnya, seperti planet,

benua, pulau, gunung, laut, selat,

lautan, teluk, sungai, danau, bukit,

dan lembah, dituliskan dengan

huruf awal kapital, seperti

(3) Benua Asia, Benua Afrika, Pulau

Sumatera, Pulau Timor; Gunung

Lompobatang, Gunung Klabat;

Selat Karimata, Selat Bali, Sungai

Batang Hari, Wai Seputih; Danau

Kelimutu, DanauTowuti; Lembah

Tidar, Lembah Baliem; Planet

Venus dan Saturnus.

5. Benda

Benda terbagi atas benda bernyawa

(termasuk benda hidup) dan benda

takbernyawa.

a) Benda Bernyawa

Yang termasuk benda bernyawa

(animate) adalah manusia dan he-

wan. Tumbuh-tumbuhan termasuk

benda bernyawa, tetapi tak dapat

Artikel

Penulisan Nama Diri dan Nama Jenisdalam Bahasa Indonesia

Dra. Junaiyah H.M., M.Hum.Mantan tenaga teknis Pusat Bahasa, Jakarta

bersambung ke halaman 43

Page 7: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 7

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Latar

Secara struktural, bahasa merupakan

entitas yang dapat dipertatarkan.

Dengan kata lain, ia memiliki hierarki

(Ramlan, 1985:40). Pike dan Pike

(1977:1) menyebutkan terdapatnya

tiga hierarki dalam bahasa, yakni

hierarki referensial, hierarki fonologis,

dan hierarki gramatikal. Hierarki

gramatikal merupakan hubungan

antara satuan-satuan gramatikal,

yang satu merupakan bagian dari

yang lebih besar (Kridalaksana,

1984:66), dalam arti bahwa satu

morfem atau lebih saling bergabung

untuk membentuk kata, beberapa

kata saling bergabung untuk mem-

bentuk frasa, beberapa frasa saling

bergabung untuk membentuk klausa,

dan beberapa klausa bergabung satu

sama lain untuk membentuk kalimat.

Berkaitan dengan hierarki gra-

matikal ini, Ramlan (1985:22)

membaginya menjadi enam tingkat

yang dia sebut satuan gramatikal,

yaitu satuan morfem, kata, frasa,

klausa, kalimat, dan wacana. Satu-

an kata dan morfem dikaji dalam

morfologi; sedangkan satuan waca-

na, kalimat, klausa, dan frasa dikaji

dalam sintaksis. Selanjutnya, dalam

kajian sintaksis terdapat tiga tatar-

an sebagaimana dikemukakan oleh

Verhaar (1988:70), yaitu fungsi

sintaksis sebagai tataran atas, kate-

gori sebagai tataran menengah, dan

peran sebagai tataran bawah. Tulis-

an ini bertali-temali dengan deskripsi

hierarki gramatikal itu beserta

analisisnya.

Masalah dan Batasannya

Masalah dalam tulisan ini adalah

bagaimana wujud analisis fungsi,

kategori, dan peran itu dalam satuan

gramatikal? Untuk itu, tulisan ini

bertujuan melukiskan analisis satuan

gramatikal secara fungsional, katego-

rial, dan semantis. Selanjutnya

satuan analisisnya hanya terbatas

pada kalimat, klausa, frasa, kata, dan

morfem.

Metode

Data sekunder sebagai bahan analisis

adalah nukilan sebuah paragraf dari

harian Kedaulatan Rakyat edisi 22

April 1999. Data itu dicatat dan

selanjutnya diklasifikasikan me-

nurut satuan-satuan gramatikal-

nya, yaitu kalimat, klausa, frasa,

kata, dan morfem. Satuan grama-

tikal itu dianalisis secara fungsional,

kategorial, dan semantis (peran).

Berikut ini data paragraf dimaksud:

Analisis Gramatikal Satuan Kalimat, Klausa, Frasa,Kata, dan Morfem

Gunawan WidiyantoStaf pada Jurusan Bahasa Inggris PPPG Bahasa Jakarta

Pemilu 1999 barangkali harus

melewati rintangan demi rintangan.

Apabila rintangan demi rintangan itu bisa

dilewati, akan bisa sampai ke suatu

tujuan. Kadang rintangan itu datang

dengan sendirinya, tetapi rintangan itu

juga ada yang sengaja dibuat orang.

Tujuan rintangan yang sengaja dibuat

orang itu, antara lain untuk menggagal-

kan pemilihan umum 1999. Terlalu sulit

menduga pihak mana yang berkepen-

tingan dengan gagalnya pemilihan umum

1999 ini. Tetapi, jelas ada pihak-pihak

yang tidak senang apabila negara kita

tidak kacau. Lebih jauh lagi, ada pihak-

pihak yang tidak senang Indonesia ini

sudah berubah menjadi begini.

Teori

Analisis gramatikal dalam tulisan

ini berpijak secara aplikatif pada

teori Cook dan Ramlan. Hierarki

gramatikal (grammatical levels)

menurut Cook mencakupi lima

tingkat secara analitis, yakni tingkat

kalimat, klausa, frasa, kata, dan

morfem. Akan tetapi, dia tidak mem-

batasi analisisnya hanya pada

kelima tingkat itu. Pengenalan hie-

rarki gramatikal kepada analis baha-

sa berarti memberi ruang gerak yang

leluasa kepadanya untuk memulai-

Artikel

Page 8: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

8 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

dangkan peran digunakan untuk

menunjuk pada gagasan makna sin-

taksis (Sudaryanto, 1983b: 270).

Yang tercakup dalam tataran kate-

gori adalah kelas-kelas gramatikal

seperti nomina, verba, preposisi,

adverbia, dan adjektiva; sedangkan

yang tercakup dalam tataran peran

adalah pelaku, penerima, aktif, pasif,

dan benefaktif (Verhaar, 1988:70-71).

Peran bersifat relasional-struktural,

dalam arti bahwa pengenalan terhadap

kejatian sesuatu peran harus dalam

kalimat yang sama (Sudaryanto, 1991:

61). Sifat itu mengisyaratkan bahwa

adanya peran yang satu tidak dapat

dibayangkan tanpa adanya peran yang

lain. Umpama kata, peran pelaku tidak

berarti tanpa adanya peran aktif. Se-

baliknya, peran aktif tidak berarti tan-

pa adanya peran pelaku. Pengenalan

dengan cara yang demikian juga

mengakibatkan bahwa peran juga

bersifat struktural. Artinya, hubung-

an antarperan semacam itu memben-

tuk struktur.

Dalam hierarki gramatikal ting-

kat frasa, yang tercakup dalam tatar-

an fungsi misalnya unsur pusat (UP),

atribut (Atr), penanda, petanda;

yang tercakup dalam tataran kate-

gori misalnya nomina, verba, adjek-

tiva, preposisi, adverbia; dan yang

tercakup dalam tataran peran, misal-

nya, penjumlahan, pemilihan, ke-

samaan, penerang, pembatas, pe-

nunjuk atau penentu, sebutan, ragam,

negatif, aspek, tingkat, dan sebagai-

nya (Ramlan, 1981:158-176; periksa

juga Ramlan, 1982: 27-117).

Bahasan

Satuan gramatikal yang dianalisis

dalam tulisan ini disusun menjadi

tingkat demi tingkat, yakni tingkat

nya dari tingkat manapun. Itu ber-

makna bahwa ia diperkenankan me-

mulai analisisnya dari tingkat kata

atau frasa, kemudian dapat dilanjut-

kan ke tingkat di atas kalimat.

Ketika menyinggung sentuh

klausa, Ramlan (1981:90) menya-

takan bahwa klausa dapat dianalisis

menurut (i) fungsi unsur-unsurnya,

(ii) kategori kata atau frasa yang

menjadi unsur-unsurnya, dan (iii)

makna unsur-unsurnya. Dalam hal

frasa, Ramlan (1981:152) menun-

jukkan dua sifat yang dimiliki

sebuah frasa, yaitu (i) merupakan

satuan gramatikal yang terdiri atas

dua kata atau lebih, dan (ii) me-

rupakan satuan yang tidak melebihi

batas fungsi unsur klausa, yaitu S,

P, O, PEL, atau KET. Lebih lanjut, dia

m e n g e m u k a k a n p a n d a n g a n n y a

bahwa berdasarkan kesamaan distri-

busi dengan golongan atau kategori

kata; frasa dapat digolongkan men-

jadi empat jenis, yaitu frasa nomi-

nal, frasa verbal, frasa bilangan, dan

frasa keterangan (c.f. Cook, 1969:

106-107).

Dalam membahas kata, Ramlan

(1985: 24-25) menyatakan bahwa

kata. merupakan salah satu satuan

gramatikal yang dapat berbentuk

tunggal maupun kompleks. Dikata-

kan berbentuk tunggal karena satu-

an gramatikal itu tidak terdiri atas

satuan yang lebih kecil lagi, dan di-

katakan berbentuk kompleks karena

satuan gramatikal itu terdiri atas

satuan-satuan yang lebih kecil lagi.

Satuan-satuan ber-, sepeda, ke, luar,

dan kota, merupakan bentuk tung-

gal, sedangkan bersepeda, bersepeda

ke luar kota merupakan bentuk

kompleks. Selanjutnya, untuk lebih

memahami analisis dari dimensi

fungsi, kategori, dan peran; berikut di-

uraikan penjelasan secara umum

mengenai ketiga dimensi itu.

Fungsi merupakan tataran per-

tama, tertinggi, dan paling abstrak;

kategori merupakan tataran kedua

dengan tingkat keabstrakan yang

lebih rendah daripada fungsi; dan

peran merupakan tataran yang ke-

tiga dan terendah tingkat keabstrak-

annya manakala dibandingkan dengan

kedua tataran lainnya (Sudaryanto,

1983a: 13). Fungsi merupakan tem-

pat kosong yang eksistensinya baru

ada karena ada formalisasi, yaitu

sedang digunakan sebagai tempat

oleh pengisinya.

Selain itu, fungsi itu hanya ada

secara formal dalam pemakaian

semata-mata dan dalam kaitannya

dengan pengisinya (Sudaryanto,

1983b: 272-273). Fungsi bersifat

relasional-struktural. Hal ini berarti

bahwa fungsi yang satu dapat diten-

tukan identitasnya hanya dalam

kaitannya dengan fungsi yang lain

yang sama-sama membentuk struk-

tur yang bersangkutan. Dalam hie-

rarki gramatikal tingkat kalimat

dan klausa, yang termasuk dalam

tataran fungsi meliputi subjek,

predikat, objek, pelengkap, dan ke-

terangan (Sudaryanto, 1983b: 273;

Verhaar, 1988:70).

Terdapat dua pengisi fungsi, yaitu

pengisi kategorial atau menurut

bentuk dan pengisi semantis atau me-

nurut maknanya. Pengisi kategorial

fungsi atau menurut bentuk disebut

kategori, sedangkan isi fungsi yang

bersifat semantis atau menurut mak-

nanya dilabeli dengan isti lah pe-

ran (Sudaryanto, 1983a: 15). Kate-

gori digunakan untuk menunjuk

pada gagasan bentuk sintaksis se-

Page 9: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 9

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

kalimat, tingkat klausa, tingkat frasa,

tingkat kata, dan morfem. Berikut

uraiannya.

Analisis Tingkat Kalimat

Secara umum dan dipandang dari

unsur-unsurnya, ketujuh kalimat

dalam paragraf di atas merupakan

kalimat berklausa karena ketujuh

kalimat tersebut masing-masing

terdiri atas satuan yang berupa

klausa (Ramlan, 1981:27). Dipan-

dang dari fungsinya dalam hu-

bungan situasi atau tipe situasinya,

ketujuh kalimat dalam paragraf itu

merupakan kalimat berita atau

kalimat deklaratif karena hanya

berfungsi memberitahukan sesuatu

atau menyampaikan maklumat.

Dinyatakan kalimat berita karena di

dalamnya tidak terdapat kata-kata

tanya, ajakan, persilahan, dan

larangan (Ramlan, 1981:32; Cook,

1969:38-40).

Kalimat (1), yaitu Pemilu 1999

barangkali harus melewati rintangan

demi rintangan, merupakan kalimat

sederhana (simplek) karena ia

hanya terd ir i a tas satu k lausa

(Ramlan, 1996:49); dan merupakan

kalimat mayor karena secara krite-

rial ia memenuhi persyaratan seba-

gai kalimat mayor, yaitu minimal

memiliki satu klausa inti atau klausa

atasan. Kalimat (1) juga memiliki

pola intonasi kalimat berita. Dengan

demikian, kalimat (1)—mengikuti

formula Cook (1969:46-48)—terdiri

atas gatra pokok atau fungsi inti

yang diisi oleh klausa inti atau atas-

an, dan gatra atau fungsi intonasi

yang diisi oleh kontur intonasi akhir.

Istilah gatra pokok atau fungsi inti

dan gatra sampingan atau fungsi

luar inti dipinjam dari Verhaar

(1988:71-73). Kontur sebagaimana

dimaksud oleh Kridalaksana (1984:

109) merupakan pola ciri-ciri prosodi

yang terjadi dari pola nada, gerak

nada, dengan atau tanpa tekanan,

yang meliputi sebagian atau seluruh

ujaran tertentu; sedangkan kontur

intonasi merupakan pola naik turun-

nya nada yang menyertai ujaran.

Kalimat (2), yaitu Apabila rintang-

an demi rintangan itu bisa dilewati,

akan bisa sampai ke suatu tujuan,

merupakan kalimat mayor dan

kalimat luas tidak setara. Dikatakan

kalimat luas karena ia terdiri atas

dua klausa, yaitu (i) rintangan demi

rintangan itu bisa dilewati dan (ii)

(pemilu 1999) akan bisa sampai ke

suatu tujuan. Dikatakan tidak setara

karena dalam kalimat tersebut

klausa (i) merupakan bagian dari

klausa (ii). Dengan kata lain,

kedudukan klausa (i) bergantung

pada klausa (ii) sehingga klausa (i)

merupakan klausa bawahan dan

klausa (ii) merupakan klausa inti

atau atasan. Selain itu, kehadiran

klausa (i) bersifat mana suka sedang-

kan kehadiran klausa (ii) bersifat

wajib. Kedua klausa dalam kalimat

tersebut dihubungkan dengan pe-

nanda hubung tidak setara apabila,

yang menyatakan makna syarat.

Dengan demikian, mengikuti for-

mula Cook; kalimat (2) terdiri atas

gatra sampingan atau fungsi luar

inti yang diisi oleh klausa bawahan

bersifat manasuka, gatra pokok atau

fungsi inti yang diisi oleh klausa inti

atau atasan, dan gatra atau fungsi

intonasi yang diisi oleh kontur in-

tonasi akhir.

Kalimat (3), yaitu Kadang rin-

tangan itu datang dengan sendirinya,

tetapi rintangan itu juga ada yang

sengaja dibuat orang, merupakan

kalimat mayor dan kalimat luas.

Kalimat ini terdiri atas tiga klausa,

yaitu (i) kadang rintangan itu datang

dengan sendirinya dan (ii) rintangan

itu juga ada sebagai klausa inti, serta

(iii) (rintangan itu) sengaja dibuat

orang. Hubungan antara klausa (i)

dan (ii) bersifat setara karena

masing-masing berdiri sendiri seba-

gai klausa setara dan kedudukan

antarklausa tidak saling bergantung

karena keduanya merupakan klausa

inti (Ramlan, 1981: 52). Kedua

k l a u s a t e r s e b u t d i h u b u n g k a n

dengan penanda hubung setara

tetapi , yang menyatakan makna

per lawanan. Hubungan antara

klausa (ii) dan (iii) bersifat tidak

setara karena klausa ( i i i ) hanya

menjadi penjelas frasa rintangan itu

yang menjadi S klausa (ii). Dengan

demikian, kalimat (3) terdiri atas

gatra pokok atau fungsi inti yang

diisi oleh klausa inti atau atasan,

gatra atau fungsi penghubung yang

diisi oleh penanda hubungan, gatra

pokok atau fungsi inti yang diisi oleh

klausa inti atau atasan, gatra sampi-

ngan atau fungsi luar inti yang diisi

oleh klausa bawahan, dan gatra atau

fungsi intonasi yang diisi oleh kontur

intonasi akhir.

Kalimat (4), yaitu Tujuan rintang-

an yang sengaja dibuat orang itu,

antara lain untuk menggagalkan

pemilu, merupakan kalimat mayor

dan kalimat luas. Kalimat tersebut

terdiri atas dua klausa, yaitu satu

klausa inti atau atasan dan satu

klausa bawahan. Namun, klausa

bawahannya berfungsi sebagai atri-

but bagi frasa yang menjadi bagian

dari klausa inti. Klausa (i), yaitu

tujuan rintangan antara lain untuk

menggagalkan pemilihan umum 1999,

merupakan klausa inti atau atasan,

dan klausa (ii), yaitu sengaja dibuat

Page 10: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

10 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Kalimat (6), yaitu Tetapi, jelas ada

pihak-pihak yang tidak senang apabila

negara kita tidak kacau, merupakan

kalimat luas dan menurut Cook

(1969) merupakan kalimat kompleks,

yaitu mengandung satu klausa inti

dan minimal satu klausa bawahan.

Kalimat (6) terdiri atas dua klausa,

yaitu (i) jelas ada pihak-pihak yang

tidak senang sebagai klausa inti atau

atasan, dan (ii) negara kita tidak kacau

sebagai klausa bawahan. Kedua

klausa tersebut dihubungkan oleh

penanda hubung atau kata penghu-

bung apabila, yang menyatakan

makna syarat. Dengan demikian, kali-

mat (6) terdiri atas gatra pokok atau

fungsi inti yang diisi oleh klausa inti

atau atasan, gatra sampingan atau

fungsi luar inti yang diisi oleh klausa

bawahan, dan gatra atau fungsi in-

tonasi yang diisi oleh kontur intonasi

akhir.

Kalimat (7), yaitu Lebih jauh lagi,

ada pihak-pihak yang tidak senang

Indonesia ini sudah berubah menjadi

begini, merupakan kalimat luas.

Kalimat tersebut terdiri atas dua

klausa, yaitu (i) ada pihak-pihak

yang tidak senang sebagai klausa inti

atau atasan, dan (ii) Indonesia ini

sudah berubah menjadi begini sebagai

klausa bawahan. Kedua klausa ter-

sebut tidak dihubungkan oleh pe-

nanda hubung secara eksplisit,

dalam arti bahwa di sini terjadi pe-

lesapan penanda hubung manakala

dikaitkan dengan kalimat sebelum-

nya. Penanda hubung yang dilesap-

kan itu adalah apabila. Jadi, kalimat

(7) terdiri atas gatra pokok atau

fungsi inti yang diisi oleh klausa inti

atau atasan, gatra sampingan atau

fungsi luar inti yang diisi oleh klausa

bawahan, dan gatra atau fungsi

intonasi yang diisi oleh kontur

intonasi akhir.

Analisis Tingkat Klausa

Dalam paragraf di atas, kalimat (1)

hanya mengandung satu klausa,

yaitu pemilu 1999 barangkali harus

melewati rintangan demi rintangan.

Klausa tersebut terdiri atas unsur

pemilu 1999 yang menduduki fungsi

subjek (S) berisi frasa nominal (FN)

dan bermakna pelaku (agentif),

unsur barangkali yang menduduki

fungsi keterangan (KET) berisi

adverbia (Adv) dan bermakna ke-

mungkinan, unsur harus melewati

yang menduduki fungsi predikat (P)

berisi frasa verbal (FV) dan ber-

makna perbuatan (aktif), dan unsur

rintangan demi rintangan yang

menduduki fungsi objek (O) berisi

FN dan bermakna penderita (objek-

tif). Ditinjau dari struktur internal-

nya, klausa tersebut termasuk

klausa lengkap susun biasa. Dikata-

kan lengkap karena ia sudah meme-

nuhi syarat sebagai klausa lengkap

yaitu terdiri atas S dan P dan dikata-

kan susun biasa karena S terletak di

depan P (Ramlan, 1981: 135-136).

Dipandang dari ada tidaknya pe-

nanda negatif yang secara

gramatikal menegasikan P, klausa

tersebut termasuk klausa positif ka-

rena tidak memiliki penanda nega-

tif yang secara gramatikal menega-

sikan P, klausa tersebut termasuk

klausa positif karena tidak memiliki

penanda negatif yang secara

gramatikal menegasikan P (Ramlan,

1981: 137). Dipandang dari kategori

kata atau frasa yang menduduki

fungsi P, klausa tersebut termasuk

klausa verbal aktif. Dikatakan verbal

karena P-nya terdiri atas kata atau

frasa golongan verbal (V) dan

orang merupakan klausa bawahan

yang menjadi penjelas frasa tujuan

rintangan, dihubungkan oleh kata

penghubung yang dan diikuti kata

itu sebagai penunjuk (Ramlan, 1981:

57). Klausa (ii) sebagai klausa

bawahan merupakan bagian dari

fungsi subjek klausa inti. Subjek

klausa intinya adalah tujuan rintang-

an yang sengajar dibuat orang itu dan

predikatnya adalah untuk mengga-

galkan pemilu. Dengan demikian,

kalimat (4) terdiri atas gatra pokok

atau fungsi inti yang diisi oleh klausa

inti atau atasan, gatra sampingan

atau fungsi luar inti yang diisi oleh

klausa bawahan, dan gatra atau

fungsi intonasi yang diisi oleh kontur

intonasi akhir.

Kalimat (5), yaitu Terlalu sulit

menduga pihak mana yang berke-

pentingan dengan gagalnya pemilihan

umum 1999 ini, merupakan kalimat

mayor dan kalimat luas. Kalimat

tersebut terdiri atas dua klausa,

yaitu (i) terlalu sulit menduga pihak

sebagai klausa inti atau atasan dan

(ii) (pihak) berkepentingan dengan

gagalnya pemilihan umum 1999 ini

sebagai klausa bawahan. Dalam

keberjalinannya dengan klausa (i)

sebagai klausa inti, klausa (ii)

menduduki fungsi objek klausa inti

dan hanya menjadi bagian dari fung-

si itu karena hanya menjadi penjelas

frasa pihak mana. Perlu dinyatakan

juga bahwa dalam kalimat (5) telah

terjadi pelesapan S. Dengan demi-

kian, kalimat (5) terdiri atas gatra

pokok atau fungsi inti yang diisi oleh

klausa inti atau atasan, gatra sam-

pingan atau fungsi luar inti yang

diisi oleh klausa bawahan, dan gatra

atau fungsi intonasi yang diisi oleh

kontur intonasi akhir.

Page 11: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 11

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

dikatakan aktif karena P-nya yang

terdiri atas kata verbal termasuk

golongan verba transitif (Ramlan,

1981: 146).

Kalimat (2) mengandung dua

klausa , yaitu (i) rintangan demi

rintangan itu bisa dilewati dan (ii)

akan bisa sampai ke suatu tujuan.

Klausa (i) terdiri atas unsur rintang-

an demi rintangan itu yang berfungsi

sebagai S berisi FN dan bermakna

penderita dan unsur bisa dilewati

yang berfungsi sebagai P berisi FV

dan bermakna perbuatan (pasif).

Klausa (ii) terdiri atas unsur akan

bisa sampai yang berfungsi sebagai

P berisi FV dan bermakna perbuatan,

dan unsur ke suatu tujuan yang

berfungsi sebagai pelengkap (Pl)

berisi frasa preposisi (FP) dan ber-

makna tempat (lokatif). Klausa (i)

termasuk jenis klausa lengkap susun

biasa, positif, dan verbal pasif.

Dikatakan pasif karena P-nya yang

berisi FV termasuk golongan verba

pasif (Ramlan, 1981:146). Klausa (ii)

termasuk jenis klausa tidak lengkap,

positif, dan verbal intransitif.

Dikatakan tidak lengkap karena

klausa tersebut tidak ber-S sebagai

konsekuensi dari penggabungan

klausa sebelumnya, yaitu klausa (i);

dan dikatakan intransitif karena P-

nya yang berisi FV termasuk

golongan verba intransitif (Ramlan,

1981:145) .

Kalimat (3) memiliki tiga klausa,

yaitu (i) rintangan itu datang dengan

sendirinya, (ii) rintangan itu juga ada,

dan (iii) (rintangan itu) sengaja dibuat

orang. Klausa (i) terdiri atas unsur

rintangan itu yang berfungsi sebagai

S berisi FN dan bermakna pelaku,

unsur datang yang berfungsi sebagai

P berisi verba (V) dan bermakna

perbuatan aktif, dan unsur dengan

sendirinya yang berfungsi sebagai

KET berisi FP dan bermakna cara

(metodikal). Klausa (i) termasuk

jenis klausa lengkap susun biasa,

positif, dan verbal intransitif. Klausa

(ii) terdiri atas unsur rintangan itu

yang berfungsi sebagai S berisi FN

bermakna pelaku, unsur juga ada

yang berfungsi sebagai P berisi FV dan

bermakna keberadaan. Klausa ini

termasuk jenis klausa lengkap susun

biasa, positif, dan verbal intransitif.

Klausa (iii) terdiri atas unsur sengaja

dibuat yang berfungsi sebagai P berisi

FV dan bermakna perbuatan pasif,

dan unsur orang yang berfungsi

sebagai O berisi N dan bermakna

pelaku. Klausa ini termasuk jenis

klausa tak lengkap, positif , dan

verbal transitif.

Kalimat (4) mempunyai dua

klausa, yaitu (i) tujuan rintangan

untuk menggagalkan pemilihan umum

1999, dan (ii) sengaja dibuat orang.

Klausa (i) terdiri atas unsur tujuan

rintangan yang berfungsi sebagai S

bersi FN dan bermakna alat, unsur

untuk menggagalkan yang berfungsi

sebagai P berisi FP dan bermakna

tujuan atau maksud (purposif), dan

unsur pemilihan umum 1999 yang

berfungsi sebagai O berisi FN dan

bermakna penderita. Klausa ini

termasuk jenis klausa lengkap susun

biasa, positif, dan depan. Dikatakan

klausa depan karena P-nya terdiri

atas FP, yaitu frasa yang diawali oleh

preposisi sebagai penanda (Ramlan,

1981: 150). Preposisi yang dimaksud

adalah untuk. Klausa (ii) terdiri atas

unsur sengaja dibuat yang berfungsi

sebagai P berisi FV dan bermakna

perbuatan pasif, dan unsur orang

yang berfungsi sebagai O berisi N dan

bermakna pelaku.

Kalimat (5) terdiri atas dua

klausa, yaitu (i) terlalu sulit menduga

pihak dan (ii) berkepentingan dengan

gagalnya pemilihan umum 1999 ini.

Klausa (i) terdiri atas unsur terlalu

sulit menduga yang berfungsi sebagai

P berisi FV dan bermakna perbuatan

aktif dan unsur pihak yang berfungsi

sebagai O berisi N dan bermakna

penderita. Klausa ini termasuk jenis

klausa tidak lengkap, positif, dan

verbal aktif. Klausa (ii) terdiri atas

unsur berkepentingan yang berfungsi

sebagai P berisi V dan bermakna per-

buatan, dan unsur dengan gagalnya

pemilihan umum 1999 ini yang ber-

fungsi sebagai Pl berisi FP dan ber-

makna hasil.

Kalimat (6) terdiri atas dua

klausa, yaitu (i) jelas ada pihak-pihak

yang tidak senang, dan (ii) negara kita

tidak kacau. Klausa (i) terdiri atas

unsur jelas ada yang berfungsi

sebagai P berisi FV dan bermakna

keberadaan, dan unsur pihak-pihak

yang tidak senang yang berfungsi

sebagai S berisi FN dan bermakna

pelaku. Klausa ini termasuk jenis

klausa lengkap susun balik (inversi),

positif, dan verbal intransitif. Di-

katakan susun balik atau inversi

karena S-nya terletak dibelakang P

(Ramlan, 1981: 136). Klausa (ii)

terdiri atas unsur negara kita yang

berfungsi sebagai S berisi FN dan ber-

makna pengalam dan unsur tidak

kacau yang berfungsi sebagai P berisi

FV dan bermakna keadaan (statif).

Klausa ini termasuk jenis klausa

lengkap susun biasa, negatif, dan

verbal adjektif. Dikatakan negatif

karena memiliki penanda negatif

yang secara gramatikal menegasi-

kan P, yaitu kata tidak dalam frasa

tidak kacau; dan dikatakan verbal

adjektif karena P-nya yang berisi FV

Page 12: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

12 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

termasuk golongan adjektiva atau

unsur pusatnya berupa adjektiva.

Unsur pusat yang dimaksud adalah

kacau (Ramlan, 1981: 137-145).

Demikian pula, kalimat (7) me-

miliki dua klausa, yaitu (i) ada pihak-

pihak yang tidak senang, dan (ii)

Indonesia ini sudah berubah menjadi

begini. Klausa (i) terdiri atas unsur

ada yang berfungsi sebagai P berisi V

dan bermakna keberadaan dan

unsur pihak-pihak yang tidak senang

yang berfungsi sebagai S berisi FN

dan bermakna pelaku. Klausa ini

termasuk jenis klausa lengkap susun

balik, positif, dan verbal intransitif.

Klausa (ii) terdiri atas unsur

Indonesia ini yang berfungsi sebagai

S berisi FN dan bermakna pengalam

dan unsur sudah berubah menjadi

begini yang berfungsi sebagai P berisi

FV dan bermakna proses (prosesif).

Klausa ini termasuk jenis klausa

lengkap susun biasa, positif, dan

verbal intransitif.

Analisis Tingkat Frasa

Kalimat (1) dalam paragraf di atas

hanya memiliki satu klausa. Klausa

tersebut terdiri atas tiga frasa, yaitu

dua FN dan satu FV. FN pertama,

yaitu pemilu 1999 terdiri atas unsur

pemilu yang berfungsi sebagai UP

berisi nomina (N) dan bermakna item

atau pokok; dan unsur 1999 yang

berfungsi sebagai atribut (Atr) berisi

numeralia (Num) dan bermakna

waktu (temporal). FN kedua, yaitu

rintangan demi rintangan terdiri atas

unsur rintangan yang berfungsi

sebagai UP berisi N dan bermakna

item atau pokok, unsur demi yang

berfungsi sebagai Atr berisi preposisi

(Prep) dan bermakna sesudah, dan

unsur rintangan yang berfungsi

sebagai Atr berisi kata tambah (T) dan

penanda berisi Prep dan bermakna

cara (metodikal); dan kalimat (3)

terdiri atas tiga frasa, yaitu FN

rintangan itu, FV juga ada, dan FN

yang sengaja dibuat orang. FV juga

ada terdiri atas unsur juga sebagai

Atr berisi Ket dan bermakna tambah-

an, dan unsur ada sebagai UP berisi

V dan bermakna keberadaan. FN

yang sengaja dibuat orang terdiri atas

unsur yang sebagai penanda berisi

kata penghubung dan bermakna pe-

nerang, dan unsur sengaja dibuat

orang sebagai petanda atau aksis

berisi FV, unsur sengaja sebagai Atr

berisi Ket dan bermakna kesengaja-

an, unsur dibuat sebagai UP berisi V

dan bermakna perbuatan, dan unsur

orang sebagai Ket berisi N dan

bermakna pelaku.

Kalimat (4) hanya memiliki satu

klausa. Klausa tersebut terdiri atas

dua frasa, yaitu FN tujuan rintangan

yang sengaja dibuat orang itu,dan FN

pemilihan umum 1999. FN tujuan

rintangan yang sengaja dibuat orang

itu terdiri atas unsur tujuan rintangan

yang sengaja dibuat orang sebagai UP

berisi FN dan bermakna item atau

pokok, dan unsur itu sebagai Atr ber-

isi kata penunjuk dan bermakna

penunjuk atau penentu. FN tujuan

rintangan yang sengaja dibuat orang

terdiri atas unsur tujuan sebagai UP

berisi N dan bermakna item atau

pokok, dan unsur rintangan yang

sengaja dibuat orang sebagai Atr

berisi FN dan bermakna penerang.

FN rintangan yang sengaja dibuat

terdiri atas unsur rintangan sebagai

UP bersi N dan bermakna item atau

pokok, dan unsur unsur yang sengaja

dibuat orang sebagai Atr berisi FN dan

bermakna penerang. FN pemilihan

umum 1999 terdiri atas unsur pemilih-

an umum sebagai UP berisi FN dan

bermakna keharusan; dan unsur

melewati yang berfungsi sebagai UP

berisi V dan bermakna pernyataan

(Pike & Pike, 1977:458).

Klausa (i) kalimat (2) terdiri atas

dua frasa, yaitu FN rintangan demi

rintangan itu dan FV bisa dilewati. FN

rintangan demi rintangan itu terdiri

atas unsur rintangan demi rintangan

sebagai UP berisi FN dan bermakna

item atau pokok, dan unsur itu seba-

gai Atr berisi kata penunjuk dan ber-

makna penunjuk atau penentu. FV

bisa dilewati terdiri atas unsur bisa

sebagai Atr berisi kata tambah (T)

dan bermakna kemampuan, dan

unsur dilewati sebagai UP berisi V dan

bermakna pernyataan. Klausa (ii)

kalimat (2) terdiri atas dua frasa,

yaitu FV akan bisa sampai dan FP ke

suatu tujuan. FV akan bisa sampai

terdiri atas unsur akan sebagai Atr-1

berisi T dan bermakna keakanan,

unsur bisa sebagai Atr-2 berisi T dan

bermakna kemampuan, dan unsur

sampai sebagai UP berisi V dan

bermakna pernyataan. FP ke suatu

tujuan terdiri atas unsur ke sebagai

penanda berisi preposisi (Prep) dan

bermakna tujuan, dan unsur suatu

tujuan sebagai UP berisi FN dan

bermakna tempat (lokasional). FN

suatu tujuan terdiri atas unsur suatu

sebagai Atr berisi penentu dan ber-

makna jumlah, dan unsur tujuan se-

bagai UP berisi N dan bermakna item

atau pokok.

Klausa (i) kalimat (3) terdiri atas

dua frasa, yaitu FN rintangan itu dan

FP dengan sendirinya. FN rintangan itu

terdiri atas unsur rintangan sebagai

UP berisi N dan bermakna item atau

pokok, dan unsur itu sebagai Atr berisi

kata penunjuk dan bermakna penun-

juk atau penentu. FP dengan sendiri-

nya terdiri atas unsur dengan sebagai

Page 13: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 13

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

bermakna item atau pokok , dan

unsur 1999 sebagai Atr berisi nume-

ralia (Num) dan bermakna sebagai

UP berisi N dan bermakna item atau

pokok, dan unsur umum sebagai Atr

berisi kata sifat (A) dan bermakna

penjelas.

Kalimat (5) terdiri atas satu

klausa. Klausa tersebut terdiri atas

dua frasa, yaitu FV terlalu sulit men-

duga dan FN Pihak mana yang

berkepentingan dengan gagalnya

pemilihan umum 1999 ini. FV terlalu

sulit menduga terdiri atas unsur

terelalu sulit sebagai Atr berisi frasa

adjektiva (FA) dan bermakna keada-

an, dan unsur menduga sebagai UP

berisi V dan bermakna pernyataan.

FA terlalu sulit terdiri atas unsur

terlalu sebagai Atr berisi Ket dan ber-

makna penyangat, dan unsur sulit

sebagai UP berisi adjetiva (A) dan

bermakna keadaan. FN pihak mana

yang berkepentingan dengan gagalnya

pemilihan umum 1999 ini terdiri dari

unsur pihak mana sebagai UP berisi

FN dan bermakna item atau pokok,

dan unsur yang berkepetingan dengan

gagalnya pemilihan umum 1999 ini

sebagai Atr berisi FN dan bermakna

penerang. FN yang berkepentingan

dengan gagalnya pemilihan umum

1999 ini terdiri atas unsur yang

sebagai penanda berisi konjungsi,

dan unsur berkepentingan dengan

gagalnya pemilihan umum 1999 ini

sebagai petanda berisi FV. FV berke-

pentingan dengan gagalnya pemilihan

umum 1999 ini terdiri atas unsur

berkepentingan sebagai UP berisi V

dan bermakna pernyataan, dan un-

sur dengan gagalnya pemilihan umum

1999 ini sebagai Atr berisi FP.

Klausa (i) dalam kalimat (6)

terdiri atas dua frasa , yaitu FV jelas

ada dan FN pihak-pihak yang tidak

senang. FV jelas ada terdiri atas

unsur jelas sebagai Atr berisi A dan

bermakna penerang, dan unsur ada

sebagai UP berisi V dan bermakna

keberadaan. FN pihak-pihak yang

tidak senang terdiri atas unsur pihak-

pihak sebagai UP berisi FN dan ber-

makna item atau pokok, dan unsur

yang tidak senang sebagai Atr berisi

FN dan bermakna penerang. Klausa

(ii) terdiri dari dua frasa, yaitu FN

negara kita dan FV tidak kacau. FN

negara kita terdiri atas unsur negara

sebagai UP berisi N dan bermakna

item atau pokok, dan unsur kita

sebagai Atr berisi kata ganti orang

dan bermakna pemilik (posesif). FV

tidak kacau terdiri atas unsur tidak

sebagai Atr berisi Ket dan bermakna

ingkar, dan unsur kacau sebagai UP

berisi A dan bermakna keadaan.

Klausa (i) dalam kalimat (7)

hanya terdiri atas satu frasa, yaitu

FN pihak-pihak yang tidak senang. FN

ini terdiri atas unsur pihak-pihak

sebagai UP berisi FN dan bermakna

item atau pokok, dan unsur yang

tidak senang sebagai Atr berisi FN dan

bermakna penerang. Klausa (ii)

terdiri atas dua frasa, yaitu FN

Indonesia ini dan FV sudah berubah.

FN Indonesia ini terdiri atas unsur

Indonesia sebagai UP berisi N dan

bermakna item atau pokok, dan

unsur ini sebagai Atr berisi kata

penunjuk dan bermakna penunjuk

atau penentu. FV sudah berubah ter-

diri atas unsur sudah sebagai Atr

berisi T dan bermakna kesudahan,

dan unsur berubah sebagai UP berisi

V dan bermakna pernyataan.

Analisis Tingkat Kata dan

Morfem

Kalimat (1) dalam paragraf di atas

terdiri atas kata pemilu, melewati, dan

rintangan. Kata pemilu merupakan

bentuk tunggal yang terdiri atas

unsur pemilu sebagai inti berisi N

berupa morfem bebas. Kata melewati

merupakan bentuk kompleks yang

terdiri atas unsur meN- sebagai

pembentuk V berisi morfem terikat

berupa prefiks dan bermakna per-

buatan, unsur lewat sebagai inti ber-

isi bentuk asal V, dan unsur –i seba-

gai pembentuk pokok kata berisi

morfem terikat berupa sufiks, dan

bermakna tempat. Kata rintangan

merupakan bentuk kompleks yang

terdiri atas unsur rintang sebagai inti

berisi bentuk asal V, dan unsur –an

sebagai pembentuk N berisi morfem

terikat berupa sufiks dan bermakna

sesuatu yang berhubungan dengan

perbuatan yang tersebut pada

bentuk dasarnya.

Kalimat (2) terdiri atas kata di-

lewati, sampai, dan tujuan. Kata di-

lewati merupakan bentuk kompleks

yang terdiri atas unsur di- sebagai

pembentuk V pasif berisi morfem ter-

ikat berupa prefiks, unsur lewat, dan

unsur -i . Kata sampai merupakan

bentuk tunggal yang terdiri atas

unsur sampai sebagai inti berisi

bentuk asal V intransitif. Kata tujuan

merupakan bentuk kompleks yang

terdiri atas unsur tuju sebagai inti

berisi bentuk asal V, dan unsur –an

sebagai pembentuk N berisi morfem

terikat berupa sufiks.

Kalimat (3) terdiri atas kata

datang, ada, dibuat, dan orang. Kata

datang merupakan bentuk tunggal

yang terdiri atas unsur datang se-

bagai inti berisi V intransitif. Kata

dibuat merupakan bentuk kompleks

yang terdiri atas unsur di-dan unsur

buat sebagai inti berisi bentuk asal V

transitif. Kata orang merupakan ben-

tuk tunggal yang terdiri atas unsur

Page 14: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

14 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

orang sebagai inti berisi N berupa

morfem bebas.

Dalam kalimat (4) tercakup kata

menggagalkan, pemilihan, dan umum.

Kata menggagalkan merupakan ben-

tuk kompleks yang terdiri atas unsur

meN- sebagai pembentuk V berisi

morfem terikat berupa prefiks dan

bermakna perbuatan aktif, unsur

gagal sebagai inti berisi bentuk asal

V, dan unsur –kan sebagai pemben-

tuk pokok kata berisi morfem terikat

berupa sufiks. Kata pemilihan sebagai

inti berisi bentuk dasar V transitif,

dan unsur peN-an sebagai pembentuk

N berisi morfem terikat berupa afiks.

Kata umum merupakan bentuk

tunggal yang terdiri dari unsur

umum sebagai inti berisi kata sifat

(KS) berupa morfem bebas.

Kalimat (5) mencakupi kata sulit,

menduga, pihak , berkepentingan, dan

gagalnya. Kata sulit adalah bentuk

tunggal yang terdiri atas unsur sulit

sebagai inti berisi KS. Kata menduga

adalah bentuk kompleks yang terdiri

dari unsur meN- sebagai pembentuk

V berisi morfem terikat berupa

prefiks dan bermakna perbuatan

aktif, unsur duga sebagai inti berisi

bentuk dasar V. Kata pihak adalah

bentuk tunggal yang terdiri atas

unsur pihak sebagai inti berisi N

berupa morfem bebas. Kata berke-

pentingan adalah bentuk kompleks

yang terdiri atas unsur penting

sebagai inti berisi KS, unsur ke-an

sebagai pembentuk N berisi morfem

terikat berupa konfiks, dan unsur

ber- sebagai pembentuk V berisi

morfem terikat berupa prefiks. Kata

gagalnya adalah bentuk kompleks

yang terdiri atas unsur gagal sebagai

inti berisi V, dan unsur –nya sebagai

pembentuk N berisi klitik berupa

enklitik.

Kalimat (6) meliputi kata jelas,

ada, pihak, senang, dan negara. Kata

jelas sebagai inti berisi KS berupa

morfem bebas. Kata ada adalah

bentuk tunggal yang terdiri atas

unsur ada sebagai inti berisi V

intransitif. Kata pihak adalah bentuk

tunggal yang terdiri atas unsur pihak

sebagai inti berisi N berupa morfem

bebas. Kata senang merupakan bentuk

tunggal dan hanya mempunyai unsur

senang sebagai inti berisi KS berupa

morfem bebas. Demikian juga, kata

negara adalah bentuk tunggal dan

hanya memiliki unsur negara sebagai

inti berisi N.

Dalam kalimat (7) terkandung

kata jauh, Indonesia, berubah, dan

menjadi. Kata jauh adalah bentuk

tunggal dan hanya memiliki unsur

jauh sebagai inti berisi KS berupa

morfem bebas. Demikian pula, kata

Indonesia adalah bentuk bebas dan

hanya mempunyai unsur Indonesia

sebagai inti N berupa morfem bebas.

Kata berubah adalah bentuk kompleks

yang terdiri atas unsur ubah sebagai

inti berisi bentuk asal V, dan unsur

ber- sebagai pembentuk V berisi

morfem terikat berupa prefiks. Kata

menjadi adalah bentuk kompleks

yang terdiri atas unsur jadi sebagai

inti berisi bentuk asal V, dan unsur

meN- sebagai pembentuk V berisi

morfem terikat berupa prefiks.

Penutup

Secara generik, dimensi fungsi, ka-

tegori, dan peran memainkan peran-

an yang cukup penting dalam telaah

dan analisis hierarki kalimat, klausa

frasa, dan kata, secara gramatikal.

Dinyatakan cukup penting karena

dengan ketiga tinjauan tersebut,

struktur kalimat, klausa, frasa, dan

kata dapat sepenuhnya dikuak.

Secara spesifik, analisis satuan

kalimat melibatkan kluasa inti atau

klausa atasan (independent clause)

dan klausa bawahan (dependent

clause). Analisis satuan klausa meli-

batkan FN, FV, dan FP. Analisis satu-

an frasa membabitkan nomina,

numeralia, kata tambah, penentu,

verba, preposisi, kata penunjuk,

konjungsi, dan adverbia. Analisis

satuan kata membabitkan morfem

bebas dan morfem terikat. [E]

PUSTAKA ACUANCook, Walter A. S.J. 1969. Introduction

to Tagmemic Analysis. New York:Holt, Rinehart and Winston.

Kridalaksana, Harimurti. 1984. KamusLinguistik. Jakarta: Gramedia.

Pike, Kenneth L. & Evelyn G. Pike. 1977.Grammatical Analysis. Dallas:Summer Institute of Linguistics.

Ramlan, M. 1982. Kata Depan AtauPreposisi dalam Bahasa Indonesia.Yogyakarta: Karyono.

______. 1981. Ilmu Bahasa Indonesia:Sintaksis. Yogyakarta: Karyono.

______.1985. Ilmu Bahasa Indonesia:Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif.Yogyakarta: Karyono.

______. 1993. Paragraf: Alur Pikiran danKepaduannya dalam Bahasa Indonesia.Yogyakarta: Andi.

Sudaryanto. 1983a. Predikat-Objekdalam Bahasa Indonesia: KeselarasanPola Urutan. Jakarta: Djambatan.

______. 1983b. Linguistik: Esai tentangBahasa dan Pengantar ke dalam IlmuBahasa. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.

______. peny. 1991. Tata Bahasa BakuBahasa Jawa. Yogyakarta: DutaWacana University Press.

Verhaar, J.W.M. 1988. PengantarLingguistik. Yogyakarta: GadjahMada University Press.

Page 15: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 15

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Artikel

Kondisi pembelajaran di sekolah saat ini sangat bervariatif. Harus

diakui, masih banyak yang sangat memprihatinkan. Marilah

kita tengok ke sekolah-sekolah, terutama yang berada jauh dari

kota. Berbagai keluhan

muncul, mulai keadaan

ruang kelas dan gedung

sekolah yang rusak

parah, buku-buku pe-

gangan guru dan siswa

tidak tersedia, alat pera-

ga sangat minim, per-

pustakaan sekolah yang

hanya berisi lemari tua

dan buku-buku yang

amat terbatas.

Masih terdengar pula

gaji yang dipotong, ma-

najemen sekolah yang

amburadul, guru yang

tersedia tidak sesuai

dengan bidang yang di-

ajarkan, dan berbagai

persoalan lain. Kondisi

itu adalah cermin bagai-

mana proses pembelajar-

an mengalami reduksi yang tajam pada kualitas seadanya, benar-benar

seadanya.

Disampaikan dalam Seminar Akademik di PPPG Bahasa

Pembelajaran yang Dialogis, Bermakna,dan Menyenangkan

M. IsnainiWidyaiswara Bahasa Arab PPPG Bahasa

B. BAHASA

Proses pembelajaran pada satuan

pendidikan diselenggarakan secara

interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik

untuk berpartisipasi aktif, serta mem-

berikan ruang yang cukup bagi pra-

karsa, kreativitas, dan kemandirian

sesuai dengan bakat, minat, dan per-

kembangan fisik serta psikologis pe-

serta didik (PP. No. 19/2005: Standar

Nasional Pendidikan, pasal 19 ayat 1).

Pendidikan nasional berfungsi me-

ngembangkan kemampuan dan mem-

bentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka men-

cerdaskan kehidupan bangsa, bertuju-

an untuk berkembangnya potensi pe-

serta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandi-

ri, dan menjadi warga negara yang de-

mokratis serta bertanggung jawab.

Pembaharuan sistem pendidikan

memerlukan strategi tertentu. Salah

satu strategi pembangunan pendidikan

nasional yaitu melakukan proses pem-

belajaran yang mendidik dan dialogis

(Penjelasan atas UU RI No. 20/2003

tentang SISDIKNAS bagian Umum).

A. PENGANTARMutu pendidikantidak dapat dilepas-kan dari kualitasproses pembelajar-an. Secara kualitatif,kualitas pembela-jaran dapat diamatidari proses pem-

belajaran yang dialogis (demo-kratis), bermakna, dan menyenang-kan. Proses pembelajaran tersebutmendorong siswa untuk mening-katkan minat belajarnya dan meng-hasilkan keluaran banyak siswayang diserap sekolah-sekolah lanjut-an yang bagus kualitasnya.

Page 16: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

16 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

1. Pembelajaran yang Dialogis

Pembelajaran dialogis erat kaitan-

nya dengan pembelajaran demo-

kratis yaitu pembelajaran yang di

dalamnya terdapat interaksi dua

arah antara guru dan siswa. Guru

memberikan bahan pembelajaran

dengan selalu memberi kesempatan

kepada siswa untuk aktif memberi-

kan reaksi, siswa bisa bertanya mau-

pun memberi tanggapan kritis tan-

pa ada perasaan takut. Bahkan, jika

perlu siswa diperbolehkan menyang-

gah informasi atau pendapat guru

jika memang dia mempunyai infor-

masi atau pendapat yang berbeda.

Hasil belajar pada dasarnya meru-

pakan hasil reaksi antara bahan pela-

jaran, pendapat guru, dan pengala-

man siswa sendiri.

Dalam pembelajaran, siswa

betul-betul sebagai subyek belajar.

Bukan sebagai botol kosong yang

pasrah untuk diisi dengan berbagai

ilmu oleh guru. Saat ini, rasanya

pembelajaran yang dialogis (demo-

kratis) cukup mendesak untuk diim-

plementasikan di kelas, setidaknya

berdasarkan tiga alasan.

Pertama, kenyataan bahwa guru

bukan lagi satu-satunya sumber

belajar. Dalam era globalisasi infor-

masi sekarang, tidak bisa dimung-

kiri, akses terhadap berbagai sumber

informasi menjadi begitu luas: tele-

visi, radio, buku, koran, majalah,

dan Internet. Saat berada di kelas,

siswa telah memiliki seperangkat

pengalaman, pengetahuan, dan in-

formasi yang bisa sesuai dengan

bahan pelajaran atau juga berten-

tangan. Pembelajaran yang demo-

kratis memungkinkan terjadinya

proses dialog yang berujung pada

pencapaian tujuan instruksional

yang ditetapkan. Tanpa demokrasi

di kelas, guru akan menjadi pengua-

sa tunggal yang tidak dapat digang-

gu gugat. Siswa terkekang, dan

akhirnya potensi kreativitasnya ter-

bunuh.

Kedua, kompleksnya kehidupan

yang bakal dihadapi siswa setelah

lulus. Masa depan menuntut mereka

mampu menyesuaikan diri. Prinsip

belajar yang relevan adalah belajar

bagaimana belajar (learning how to

learn). Artinya, di kelas target pem-

belajaran bukan sekadar penguasa-

an materi, melainkan siswa harus

belajar juga bagaimana belajar

(secara mandiri) untuk hal-hal lain.

Ini bisa terjadi apabila dalam ke-

giatan pembelajaran siswa telah di-

biasakan untuk berpikir mandiri,

berani berpendapat, dan berani ber-

eksperimen.

Ketiga, dalam konteks pendidikan

demokrasi dalam masyarakat. Seba-

gai bagian dari anggota masyara-

kat, siswa hendaknya sejak dini telah

dibiasakan bersikap demokratis,

bebas berpendapat tetapi tetap dalam

aturan dan norma. Ini bisa dimulai

di kelas dalam bentuk kegiatan pem-

belajaran yang menekankan ada-

nya demokrasi. Bagaimana kita bisa

berharap kelak mereka akan men-

jadi penyokong demokratisasi kalau

di sekolah tidak mendapatkan peng-

alaman berdemokrasi?

Ketiga alasan di atas tampaknya

cukup signifikan untuk memberi-

kan rekomendasi tentang perlunya

penerapan pembelajaran yang dia-

logis dan demokratis di kelas. Hanya

saja, harus diakui ada beberapa ken-

dala yang perlu diatasi.

Dari pihak guru, kendala lebih

bersifat psikologis. Bagaimanapun,

selama ini guru telah tercitrakan

sebagai orang yang serba tahu dan

serba mampu. Bahkan, ada ungkap-

an, guru itu digugu dan ditiru. Ini

menempatkan guru pada posisi

superior di atas siswa.

Guru memang harus berwibawa

baik secara akademik maupun moral,

tapi bukan berarti harus berlaku

diktator dan otoriter. Harus ada

perubahan paradigma, guru seka-

rang tidak harus serba tahu dan serba

mampu karena hal itu memang

mustahil. Yang penting, guru harus

bisa menjadi fasilitator dan motivator

sehingga siswa dapat mengembang-

kan potensinya secara optimal.

Untuk bisa mengubah paradigma ini,

guru harus menyadari bahwa wiba-

wa tidak akan lenyap dengan mem-

berikan kesempatan kepada siswa

untuk mengembangkan kreativitas-

nya. Bukankah justru wibawa guru

akan terangkat bila ia mampu me-

nampilkan performa sebagai guru

yang egaliter, bisa diajak diskusi, ter-

buka, dan demokratis?

Sementara dari pihak siswa,

kendalanya adalah belum adanya kebe-

ranian untuk berpendapat. Selama ini

mereka telah terkondisi untuk pasif,

menerima apa pun informasi dari

guru tanpa kritik. Kondisi ini harus

diubah dengan cara mendorong mere-

ka menyampaikan gagasan dan meng-

hargainya. Apa pun pendapat siswa,

guru harus bisa memberikan apresiasi

secara positif. Melalui penghargaan

dan apresiasi secara positif terhadap

siswa, diharapkan berangsur-angsur

siswa terbiasa berpikir aktif dan berani

mengemukakan pendapatnya di kelas.

2. Pembelajaran yang Bermakna

Kegiatan belajar harus terarah pada

kebermaknaan belajar sebagai u-

paya pengembangan kompetensi

anak agar memiliki daya kritis,

Page 17: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 17

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

kreatif, cerdas, banyak akal, berpikir

eksploratif, sifat demokratis dan

humanistik. Selama ini ada kemung-

kinan kegiatan belajar-mengajar di

kelas cepat mendatangkan kejenuhan

dan kebosanan.

Situasi ini disebabkan oleh tidak

adanya keterlibatan emosi di dalam-

nya. Guru hanya mengikuti instruk-

si dari buku-buku yang berisi petun-

juk pengajaran dan materi yang

diajarkan secara urut. Ironisnya,

guru hanya bertindak sebagai sese-

orang yang “menjejalkan” sesuatu

kepada murid agar cepat habis sesuai

dengan petunjuk kurikulum.

Emosi sangat penting dilibatkan

dalam menjalankan kegiatan belajar-

mengajar yang bermakna. Lebih

jauh, emosi dapat membangun ka-

rakter atau akhlak pada anak didik.

Dengan emosi atau pelibatan diri

yang personal—dengan mata pela-

jaran yang akan diajarkan—dapat

membangun makna kegiatan bela-

jar-mengajar di sekolah.

Pentingnya pelibatan emosi itu

bukan asal-asalan tanpa disertai ke-

sadaran tinggi. Artinya, para guru

benar-benar terlatih dan menun-

jukkan bawa diri mereka mamang

mau dan mampu menggunakan ke-

cerdasan emosional ketika mengajar

secara sadar dan berkelanjutan.

Bahkan, emosi mampu mengubah

rutinitas menjadi kegiatan yang ber-

cabang-cabang dan mungkin meng-

hadirkan kejutan-kejutan. Bukan-

kah tak dapat kita bayangkan, apa

jadinya kehidupan tanpa sesuatu

yang tak terduga?

Kita patut mengkhawatirkan se-

kolah yang telah memisahkan anak

didik dengan kehidupan yang penuh

emosi. Mata pelajaran diajarkan tan-

pa sama sekali dikaitkan dengan pe-

rasaan seperti rasa simpati, tertawa

dan cucuran air mata. Hal ini sama

dengan membunuh emosi. Guru

hanya mengajar sesuai instruksi

kurikulum. Pokoknya materi harus

dibagi habis dalam rentang waktu

sekian dan sekian. Hanya sebatas

gugur kewajiban!

Manusia itu unik karena me-

miliki emosi. Alangkah indahnya

apabila para pengelola pendidikan di

Indonesia, sekarang ini, memper-

hatikan pentingnya kecerdasan

emosional dalam membawa keber-

maknaan dalam kegiatan belajar-

mengajar. Oleh karena itu sudah

saatnya para guru tidak hanya me-

rujuk ke kurikulum ketika meng-

ajar, namun juga merujuk ke hati,

emosi, perasaan yang sudah ada

dalam dirinya. Isilah pikiran kita

saat ini dengan gagasan tersebut

agar masa depan pendidikan menja-

di kaya warna, sebagaimana ciri

emosi yang sangat kaya warna.

3. Pembelajaran yang Menye-

nangkan

Pembelajaran yang menyenangkan

(joyful learning) diharapkan dapat

dilaksanakan pada setiap proses pem-

belajaran di kelas. Dengan suasana

belajar yang menyenangkan, para

siswa diyakini akan dapat belajar se-

cara lebih optimal.

Pertanyaannya kemudian ada-

lah apakah pembelajaran yang me-

nyenangkan itu? Apakah pembela-

jaran yang menyenangkan berarti

harus tertawa hahahihi, berlucu-

lucu, bernyanyi-nyanyi, bertepuk-

tepuk hura-hura? Kalau memang

demikian, apakah sebagian besar,

atau bahkan semua siswa menyukai

kegiatan-kegiatan tersebut, atau

apakah setiap guru mampu melucu,

bernyanyi atau menciptakan peme-

cah kebekuan (ice-breaker)? Pertanyaan-

pertanyaan ini perlu saya kemuka-

kan karena saya melihat telah ter-

jadi kecenderungan oleh banyak guru

untuk menerjemahkan pembelajaran

yang menyenangkan ke arah itu.

Kalau demikian, maka kelas akan

menjadi riuh rendah sementara efek-

tivitasnya masih perlu dipertanya-

kan. Menurut hemat saya pembela-

jaran yang menyenangkan berarti

siswa asyik terlibat dalam proses

pembelajaran karena penugasan

yang diberikan guru menantang,

sesuai kebutuhannya, serta berada

dalam dunianya. Di lain pihak siswa

merasa nyaman karena tidak per-

nah dimarahi atau dicemooh ketika

membuat kesalahan sehingga berani

berbeda dan tidak takut membuat

kesalahan.

Pendeknya, pembelajaran yang

menyenangkan adalah pembelajaran

yang bebas dari tekanan (stress-free),

menantang, dan bermakna bagi siswa.

Dan itu tidak sama dengan hura-hura.

C. KESIMPULAN

Model pembelajaran yang dibutuh-

kan saat ini adalah model pembela-

jaran yang dialogis dan demokratis,

bermakna dan menyenangkan. Sua-

sana saling menghargai antara guru

dan peserta didik, adanya kebebasan

berpendapat/berbicara, kebebasan

mengungkapkan gagasan, adanya

keterlibatan peserta didik dalam

berbagai aktivitas pembelajaran di

sekolah dan kemampuan guru da-

lam mengelola emosi peserta didik-

nya sehingga pembelajaran menjadi

bermakna. Proses pembelajaran

yang menyenangkan merupakan

salah satu syarat mutlak demi terca-

painya pembelajaran yang berhasil.

Page 18: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

18 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Pustaka AcuanPustaka AcuanPustaka AcuanPustaka AcuanPustaka AcuanBambang Ari Sugianto, 2006. Pembelajaran Menyenangkan. (online)

(http://www.mbeproject.net/mbe79.html, diakses 5 Oktober2006).

Irfan Habibie, 2006. Agar Kegiatan Belajar-Mengajar Lebih Bermakna.(online) (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/01/kampus/buku.htm, diakses 5 Oktober 2006).

Mulyoto, 2002. Pembelajaran yang Demokratis. (online) (http://www.suaramerdeka.com/harian/0407 /12/op14.htm, diakses 2Oktober 2006).

Penjelasan atas UU RI No. 20/2003 tentang SISDIKNAS.PP. No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Untuk itu, model pembelajaran yang didominasi ke-

giatan ceramah, yang menempatkan guru sebagai figur

sentral dalam proses pembelajaran di kelas karena banyak

berbicara, sementara siswa hanya duduk manis menjadi

pendengar pasif dan mencatat apa yang diperintahkan

guru, harus segera ditinggalkan. Paling tidak dikurangi.

Sebaliknya, model pembelajaran yang memberikan pe-

luang yang lebih luas kepada peserta didik untuk terlibat

aktif dalam mengonstruksi pengetahuan dan pema-

hamannya dalam proses “pemanusiaannya” mutlak

ditumbuhkembangkan. [E]

Seluruh pimpinan, staf, dan pegawai

Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

mengucapkan

Selamat Natal 2006,Selamat Idul Adha 1427 H,

dan Selamat Tahun Baru 2007.

Page 19: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 19

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Artikel

Neneng TsaniStaf pada Jurusan Bahasa Perancis PPPG Bahasa Jakarta

Pernah mendengar kata

Anglisisme? Bagi mereka yang

berkecimpung di bidang bahasa,

kata tersebut tidak terdengar

asing. Karena secara etimologi,

asal-usul kata, bisa kita kaitkan

dengan Angli diambil dari kata

Anglo, yang lazim terdapat dalam

kata Anglo-saxon yaitu sebuah

peradaban Inggris (De civilisation

britannique, le petit Larousse

illustré,1999). Sedangkan kata

anglisisme itu sendiri menurut le

Multi dictionnaire yaitu:

Anglisisme adalah kata, ekspresi,

makna dan konstruksinya yang khas

terdapat pada bahasa Inggris.

Sedikit berbeda menurut

wikipedia Anglisisme adalah

sebuah kata atau ekspresi yang

dipinjam dari bahasa Inggris tanpa

proses integrasi dengan bahasa

tujuan atau dalam hal ini adalah

bahasa Prancis. Apakah mungkin

bahasa Indonesia mengalami

Anglisisme? Bisa saja, tetapi pada

artikel ini yang akan dibahas

adalah Anglisisme yang terjadi

pada kosakata bahasa Prancis.

Mengapa demikian, mungkin

karena secara geografis kedua

negara ini, Prancis dan Inggris

sama-sama berada di benua Eropa.

Dan jangan lupa pada masa

lampau wilayah Normandie di

daerah Prancis pernah dikuasai

oleh orang Inggris.

Begitu banyaknya kosakata

bahasa Ingris yang dibahasa-

pranciskan membuat le Colpron

sebuah kamus Anglisisme terbitan

Quebec, Kanada,

mengklasifikasikan

Anglisisme sebagai berikut:

1. Anglisisme semantik yaitu

pemberian makna ke dalam sebuah

kata bahasa Prancis yang berasal

dari bahasa Inggris. Dengan kata

lain terjadi penerjemahan literal/

harfiah dari bahasa Inggris.

Contoh :

• opportunité (bahasa

Prancis Anglisime: kesempatan)

berasal dari bahasa Inggris

opportunity seharusnya

occasion.

• initier (bahasa Prancis

Anglisisme : memulai ) berasal

dari bahasa Inggris initiate,

seharusmya: débuter atau

entamer.

2. Anglisisme Leksikal yaitu

kata atau ekspresi pinjaman dari

bahasa Inggris yang digunakan

dengan bentuk yang sama.

Misalnya, feedback (bahasa

Inggris) diterjemahkan langsung

menjadi rétroaction.

Contoh lain :

• walkman (bahasa Inggris,

yang berarti orang berjalan):

anglisisme ke dalam bahasa

Prancis menjadi baladeur yang

bermakna orang keluyuran.

3. Anglisisme Sintaksis yaitu

konstruksi kata jiplakan dari

bahasa Inggris.

Misalnya, in charge of (bahasa

Inggris) langsung diterjemahkan

ke dalam bahasa Prancis secara

konstruksi menjadi être chargé de

yang seharusnya dalam

konkstruksi asli bahasa Prancis

tertulis être en charge de dengan

arti yang sama, yaitu bertanggung

jawab atas.

Apa itu Anglisisme?

Page 20: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

20 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Penggunaan Anglisisme pada

bahasa Prancis saat ini sudah

merupakan gejala kontemporer.

Kenyataannnya memang

dasawarsa terakhir ini bahasa

Inggris lebih banyak dipinjam ke

dalam bahasa Prancis ketimbang

kebalikannya. Anglisisme kini juga

lebih banyak ditemui ragamnya,

misalnya berdasarkan bidang ilmu

penggunaan bahasa tersebut.

Misalnya, Anglisisme pada dunia

Informasi Teknologi ataupun

ekonomi. Sedangkan pada bidang

zoologi atau botani, lebih banyak

penggunaan istilah Latin, dan itu

tidak termasuk Anglisisme, karena

hanya penggunaan dalam

pemberian nama sebuah spesies

hewan atau tumbuhan. Ciri lain

Anglisisme banyak ditemukan

yaitu biasanya di negara tersebut

menggunakan dwibahasa Inggris

dan Prancis sebagai bahasa

nasional, seperti di Kanada,

misalnya.

Bagaimana dengan di negeri

kita sendiri, Indonesia, adakah

Anglisme terjadi di sini ? Hal ni

bukanlah kemusykilan. Hanya

saja sejauh ini yang kita hadapi

adalah penamaan perumahaan, Jeudi, 19 Octobre 2006

Bahan RujukanKamus Perancis Indonesia, Winarsih A., & Farida S.,1991, Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Le Petit Larrouse Illustré, 1999, 21, Rue du Montparnasse 75283 Paris

Cedex 06.

Le Petit Robert Dictionnaire de la Langue Française, 1993, DICOROBERT

inc, Montreal, Canada.

http://public.sogetel.net/rthibaudeau/Francais/module02e.htm.http://www.linux-france.org/prj/jargonf/A/anglicisme.html.

http://www.monpif.ca/p.aspx?p=VTkYnwQGAAfXAw.

Contoh lain:

• under control (bahasa

Inggris) menjadi est sous

contrôle seharusnya est

maîtrisé.

4. Anglisisme Morfologi yaitu

kekeliruan dalam pembentukan

kata, misalnya, saat proses

pengimbuhan, jenis kata, dan

lainnya.

Contohnya, les actifs d’une

societé.

Kata les actifs terjemahan

langsung secara morfologi dari

bahasa Inggris the assets. Proses

pembentukan kata les actifs berasal

dari kata dasar l’actif yang

bermakna harta.

5. Anglisisme Fonetik yaitu

kekeliruan atau perubahan dalam

pengucapan.

Misalanya, cent (mata uang

dolar atau euro).

Seharusnya dalam pengucapan

bahasa Prancis diucapkan dengan

/sã/ (Le Petit Robert, 1993,

Montréal, Canada). Setelah

mengalami Anglisisme pengucap-

annya menjadi /s nt/.

6. Anglisisme Grafika yaitu

penggunaan ortografi atau

tipografi bahasa Prancis yang

berasal dari Bahasa Inggris atau-

pun peradabannnya Anglo-saxon.

Misalnya, penggunaan titik

sebagai penanda desimal bukannya

koma.

• connection (bahasa Inggris)

menjadi connexion (bahasa

Prancis, berarti pertautan).

• license (bahasa Inggris)

menjadi licence (bahasa Prancis,

berarti izin).

pusat perbelanjaan bahkan kantor-

kantor profesional biasanya

menggunakan papan nama dengan

bahasa Inggris. Sebagaimana teori

Anglisisme diatas penamaan

dengan bahasa Inggris yang terjadi

di Indonesia bukanlah Anglisisme

tetapi Britanization (istilah

penulis).

Atau, menamai semua fasilitas

publik dengan bahasa Inggris

adalah penginggrisan republik ini.

Pernah dalam suatu masa sebuah

pusat perbelanjaan bernama

Citraland Mall, lalu berganti

menjadi Mal Ciputra. Ini adalah

salah satu upaya pemerintah

untuk menghindari atau paling

tidak mengurangi Britanisasi. Tapi

sebuah kata konsistensi memang

bukan kata yang mudah untuk

diejawantahkan.

Buktinya setelah pemerintah

tidak lagi gencar mengampanyekan

pengunaan papan nama berbahasa

Indonesia, kaum profesional lebih

suka menggunakan bahasa Inggris

menjadi bahasa dagangnya. Kini,

siapakah sebenarnya pemilik

republik ini? [E]

Page 21: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 21

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Artikel

T R A D I S I

GRAMATIKA

S e j u m l a h t r a d i s i

linguistik telah mun-

cul pada zaman kuno,

semua itu timbul sebagai

tanggapan dari perubah-

an bahasa ( l inguist ic

change) dan kepentingan

agama (religious concerns).

Sebagai contoh:

1. Tradisi Babilonia Kuno (The Old-

Babylonian Tradition)

Ketika teks-teks linguistik disusun, bahasa Sumeria,

yang merupakan teks agama dan hukum (legal) diganti

dengan bahasa Akkadian (bahasa Semit yang punah

dari daerah Mesopotamia) Tradisi ini berlangsung pada

kira-kira tahun 1900 S.M. dan berakhir selama kurang

lebih 2500 tahu; sehingga bahasa Sumeria dapat

dipelajari dan teks-teks tersebut dapat terus dibaca. Seba-

gian besar dari teks tersebut merupakan daftar adminis-

trasi; inventaris,

kuitansi dan daf-

t a r n a m a d a n

deskripsi peker-

jaannya.

T e k s - t e k s

yang digunakan

dalam sekolah

“sekretaris” ada-

lah daftar kata

benda Sumeria

dan padanannya, bahasa Akkadian. Dari sini, analisis

gramatika berevolusi di abad ke-5 dan ke-6 S.M. Bentuk-

bentuk yang berbeda dari kata yang sama, khususnya

kata kerja, didaftar mewakili paradigma gramatika dan

dipasangkan diantara kedua bahasa tersebut. (Gregg

1995, Hovdhaugen, 1982).

2. Perubahan Bahasa (Language Change)

Perubahan bahasa juga merangsang tradisi Hindu.

Kitab Weda (The Vedas) teks agama tertetua berbahasa

Sanskerta yang dihapal, yang berlaku dari sekitar

Perkembangan LinguistikModern: Sejarah

LinguistikTaufik Nugroho

Widyaiswara Bahasa Inggris PPPG Bahasa

PENDAHULUANTidak sedikit ‘sejarah’ linguistik yang telah ditulis lebih dari 200 tahun yang lalu, dan sejaktahun 1970-an sejarah linguistik telah menjadi subbidang tertentu, dan telah mengadakan

konferensi, organisasi-organisasi profesi dan jurnal-jurnal tersendiri.Karya-karya di bidang sejarah linguistik mempunyai tujuan-tujuan tersendiri, seperti halnyauntuk mempertahankan suatu aliran pemikiran tertentu, mempromosikan nasionalisme di

berbagai negara, memfokuskan pada bahasan tertentu atau subbidang tertentu, misalnya: sejarahfonetik. Sejarah linguistik sering disalin dari berbagai karya, dan interpretasinya sering tidak

kritis dan kurang akurat; mereka juga cenderung sering melihat sejarah linguistik sebagai bidangyang berkembang secara terus-menerus dan berkembang secara kumulatif. Walaupun

sebetulnya akhir-akhir ini para ahli telah menekankan ketidakberlanjutannya.Sejarah linguistik juga telah memiliki ruang lingkup yang luas dari suatu bidang kajian.

Perkembangan awal linguistik merupakan bagian dari filsafat, retorika, logika, psikologi,biologi, kajian puisi, dan agama. Itu semua menyebabkan kesulitan untuk memisahkan sejarah

linguistik dari semua bidang tersebut. Tulisan ini akan mempresentasikan suatu tinjauanperkembangan sejarah linguistik secara garis besarnya saja.

Page 22: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

22 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

tahun 1200 S.M. Bahasa Sanskerta,

bahasa suci, telah berubah. Akan

tetapi, dalam ritual dibutuhkan per-

formansi verbal yang pasti.

Aturan gramatika ditentukan

untuk mempelajari dan memahami

bahasa yang sudah tidak digunakan

lagi (archaic), misalnya: Panini (500

S.M.) aturan yang dirumuskan oleh

para pendahulu, suatu tradisi dari

abad ke 10 sampai ke-7 SM, berasal

dari berbagai perbandingan versus

padapata (sesuatu yang tak dapat

diubah).

3. Tradisi Gramatika Yunani

Tradisi ini dikembangkan oleh para

ahli bahasa, walaupum tradisi itu

dikenal hanya dari tulisan-tulisan

para filsuf. Karya Homer 850 S.M)

merupakan dasar-dasar dalam pen-

didikan Yunani, tapi Bangsa Yunani

dari dari abad ke-5 s.d. abad ke-3

S.M. telah mengubah secara drastis

bahwa penjelasan mengenai bahasa

pendapat Homer adalah penting dite-

rapkan pada kurikulum sekolah.

Data-data pengamatan yang di-

ambil dari gramatika sekolah ter-

dahulu ditemukan melalui karya-

karya Plato, Aristoteles dan dari

Stoics (Sekolah gramatika Yunani).

Tema-tema penting dari tradisi gra-

matika Yunani yang berkenaan

dengan sejarah linguistik adalah:

asal-usul bahasa, jenis kata (kategori

gramatika, dan hubungan antara

bahasa dan pikiran. Kontroversi

yang ada pada waktu itu adalah apa-

kah alam (nature) atau konvensi

(convention) yang menjelaskan hu-

bungan antara kata dan dan mak-

nanya, dan ini berimpilkasi pada

sejarah bahasa dan asal-usul kata.

Pendapat-pendapat sebelumya telah

dibincangkan dalam karya Plato

(427–347 S.M.) yang berjudul

Cratylus .

Permasalahan tersebut menge-

nai apakah bahasa bersal dari alam

(phusis), yang mana kata-kata per-

tamanya diduga mengikuti benda-

benda yang mereka namai, atau se-

cara konvensi (nomos atau thesis),

yakni dalam menamai apakah ber-

kenaan dengan manusia atau pene-

muan atau merupakan sintesis dari

keduanya. Aristoteles (384–322

S . M . ) d a l a m k a r y a n y a D e

interpretaione lebih mengutamakan

alam; sekolah-sekolah gramatika

Yunani menyatakan bahwa bahasa

berasal dari alam.

Bagi bangsa Yunani morfologi

merupakan hal yang banyak meme-

ngaruhi sejarah bahasa, yakni ber-

kenaan penciptaan struktur kata

(bagian dari etimologi). Sintaksis

tidak dideskripsikan secara lang-

sung, namun aspek-aspek sintaksis

diterapkan pada retorika dan logika.

Selain jenis kata, kita juga mengenal

pembagian kalimat menurut Plato,

yakni: onoma (nama) dan rhena

(ujaran) yang hanya sekadar contoh

bahwa interpretasi pada masa lalu

banyak juga mendasarkan pada pe-

m a h a m a n y a n g a d a s e k a r a n g .

Istilah-istilah yang dipakai Plato

kadang-kadang sama dengan kategori

gramatika moderen “nomina” dan

“verba”, dan kategori-kategori terse-

but secara bersamaan di bawah istilah

‘subjek” dan “predikat” dan “topik”

dan “komen”.

4. Linguistik Roman

Linguistik Roman melanjutkan

tema-tema Yunani. Karya Aelius

Donatus (abad ke-4 M) yang bertajuk

Ars minor dan Ars major dan karya

Priscian (abad ke-6 M.) Institutiones

grammaticae adalah merupakan

karya-karya yang penting di abad

pertengahan. Para tatabahasawan

Roman juga tidak mementingkan

sintaksis (melainkan jenis kata saja).

Morfologi mendominasi suatu pende-

katan yang memfokuskan deklensi

nomina dan konjugasi verba.

5. Tradisi Gramatika Arab

Tradisi ini sebetulnya berakar pada

tradisi gramatika Yunani, khusus-

nya menjejaki Aristoteles. Bagi tata-

bahasawan Arab, bahasa Arab ada-

lah suci dan tidak dapat berubah se-

bagaimana termaktub pada Al-

Qur’an. Dan karena itulah mereka

berargumen bahasa Arab adalah

sempurna. Sebagai contoh, sistem in-

fleksi akhiran bahasa Arab diper-

caya dan terbukti simetri dan sesuai

dengan logika bahasa. Alasan utama

dari kajian gramatika karena ada-

nya perubahan bahasa dan adanya

hasrat untuk memelihara integritas

bahasa suci Al-Qur’an.

Abul’l Aswad ad-Du’ali (wafat

688 M) terkenal sebagi penemu

tradisi gramatika ini, yang mulai

diterapkan dalam tulisan-tulisan al-

Khalil (wafat 791 M) dan Sibawayhi

(wafat 804).

6. Tradisi Linguistik Ibrani

Tradisi ini dimulai dengan adanya

peduli untuk membuat teks bahasa

Ibrani yang benar dari Perjanjian

Lama (Old Testament). Para tata-

bahasawan Ibrani meminjam metode-

metode deskriptif dari tradisi grama-

tika Arab dan mengembangkan suatu

sistem analisis morfologi. Antara tahun

900 s.d. 1550, 91 pengarang meng-

hasilkan 145 karya tulis mengenai

gramatika. Saadya ben Joseph al-

Fayumi (882–942) orang pertama

Page 23: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 23

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Para pegawai PPPG Bahasa tampak sedangbertanding bola voli antartim pegawai (22/8)dalam rangka memeriahkan hari kemerdekaanke-61 Republik Indonesia di lapangan bola voliPPPG Bahasa.

Sebagai salah satu unit di lingkungan Depdiknas,PPPG Bahasa turut pula menjadi partisipan pada

Pameran Pendidikan Nasional (PPN) 2006 di GedungA Depdiknas Senayan. Tampak dalam foto para siswa

SDN Cilengkrang Sumedang, Jawa Barat berfotobersama dengan pejabat PPPG Bahasa usai

menampilkan drama bahasa asing di panggung luarPPN 2006 (24/8).

Suasana kelas diklat bahasa Arab di PPPGBahasa (12/9) yang diikuti para guru SMAseluruh Indonesia. Tampak para peserta diklattengah menyimak materi yang disampaikansalah seorang penatar.

Page 24: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

24 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Usai mengikuti diklat bahasa Jepang tingkat lanjut,para peserta SMA berfoto bersama (19/9) dengan

panitia, para pejabat PPPG Bahasa, dan perwakilandari The Japan Foundation di ruang Sidang

Widyaiswara PPPG Bahasa.

Salah seorang penatar dari GOETHE InstituteJakarta tengah memberikan materi kepada paraguru peserta diklat tingkat lanjut guru bahasaJerman SMA/MA di PPPG Bahasa (23/8).

Tampak para peserta diklat tingkat menengahguru bahasa Perancis sedang mengikuti

penyampaian materi diklat bertempat di salah satukelas di PPPG Bahasa (30/8).

Page 25: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 25

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Pada diklat tingkat tinggi bagi guru dan multiplikatorbahasa Jerman (6/9), tampak beberapa peserta diklattengah bersiap menerima materi yang akan diberikansalah seorang penatar dari GOETHE Institute Jakarta.

Seorang peserta diklat tingkat menengah guru bahasaArab terlihat sedang meniti tambang menyeberangi

kolam dalam acara out bond (4/9) sebagai salah satumateri yang diberikan dalam diklat.

Para juara pertama lomba kreativitas siswabidang bahasa tingkat SMA/MA se-Jabodetabekberfoto bersama (11/11) usai menerimapenghargaan dan hadiah dari panitia yangdiberikan Kepala PPPG Bahasa.

Page 26: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

26 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Kepala PPPG Bahasa Dr. Muhammad Hatta, M.Edtengah memberikan dana subsidi media pembelajaran

untuk peningkatan mutu pendidikan sekolah kepadaKepala SDN Cilengkrang Sumedang, Jawa Barat

Drs. Udek Suwandi di Sumedang (2/11).

Para pejabat dan pegawai PPPG Bahasa yang telahmenerima penghargaan Satya Lencana Kesetiaanberfoto bersama (30/10) dengan Kepala PPPG Bahasausai mengikuti upacara peringatan ke-78 hari sumpahpemuda di lapangan upacara PPPG Bahasa.

Tiga puluh guru bahasa Inggris dari sekolah modelbinaan PPPG Bahasa tampak tengah serius

mengikuti diklat Information and CommunicationTechnology (ICT) yang diselenggarakan PPPG

Bahasa 6-8 Desember 2006.

Page 27: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 27

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

yang menulis gramatika dan kamus

Ibrani.

7. Kaum Kristiani Awal

Para penulis Kristen awal melongok

kembali pada tema-tema filsafat

Aristoteles dan Sekolah Gramatika

Yunani. Gramatika Latin klasik, ter-

utama Donatus Ars minor, diadaptasi

ke pendidikan gereja. Pengajaran

tatabahasawan Roman dicampur-

baurkan dengan dengan pandangan-

pandangan kedaeraham dalam ke-

rangka Kristiani.

Pada abad ke-7 dan 8 Donatus

m e n d o m i n a s i w a l a u p u n s e k i t a r

tahun 830 Institutiones mengganti-

kan Donatus sebagi gramatika dasar,

menghasilkan suatu tradisi baru

yang merupakan langkah awal dari

perubahan minat di abad ke-11 dan

12 yang melahirkan suatu gramatika

spekulatif berorientasi teori dari abad

ke-13 dan abad ke-14.

LAHIRNYA TATABAHASA

UNIVERSAL

Sekitar tahun 1000, suatu per-

ubahan dimulai yang mana

logika muncul mendominasi pe-

mikiran linguistik. Sebelum tahun

1100, banyak pakar percaya dengan

Donatus dan Priscian; dari abad ke-

a12 ke atas ada suatu kesadaran

kembali de-dialektika. Suatu pem-

benahan melalui tatabahasawan

Arab yang mengikuti tulisan-tulisan

Aristoteles yang hilang merupakan

hal yang penting. Para tatabahasa-

wan mengikuti pandangan Aristoteles

behwa pengetahuan ilmiah adalah

universal atau umum dan dapat di-

terapkan pada semua kajian (subject

matter) termasuk gramatika, dalam

hal ini adalah gramatika universal.

Analisis semantik (teori logika) men-

dominasi Eropa untuk empat abad

kemudian.

Dialektika karya Pierre Abailard

(1079–1142) mensistematisasikan

sebagaimana yang diungkapkan

melalui struktur bahasa jelata,

membangun paradigma Aristoteles

dan dan menempatkan logika pada

tingkat tertinggi dari pada ilmu

pengetahuan kontemporer. Robert

Kilwardby (wafat 1279) menegas-

kan konsep ciri-ciri gramatika uni-

versal, suatu konsep yang kemudian

disempurnakan oleh Roger Bacon

(1214–1294), keduanya berkebang-

saan Inggris yang mengajar di Paris.

Bacon terkenal dengan pernyata-

annya: “Gramatika secara substan-

sial adalah satu dan sama pada setiap

bahasa, walaupun tentunya berva-

riasi”. Dan beberapa pemikir lain

yang bersinggungan dengan grama-

tika universal, antara lain: 30 pe-

ngarang, yang menamakan diri

Modistae, sebagian besar dari me-

reka mempunyai hubungan dengan

Universitas Paris, memadukan

Donatus dan Priscian menjadi filsafat

skolastik (1200–1350), yakni per-

paduan antara filsafat aliran

Aristoteles kedalam teologi Katolik.

Menurut Modistae, tugas para tata-

bahasawan menjelaskan bagaimana

para cendekiawan menciptakan

suatu sistem gramatika; dalam ba-

hasa yang para tatabahasawan eks-

presikan untuk memahami dunia

dan seisinya melalui cara-cara me-

maknai.

Pada abad ke-14 pengajaran

gramar mulai berpacu dengan pan-

dangan filsafat skolastik. Pendekatan

modistic mulai luntur. Pada era ini

ada timbulnya pencerahan kembali

gramatika filsafat di abad ke-16,

yang dikomandani oleh Julius

Caesar Scaliger dengan karyanya l’

Escale (1484–1553) dan De causis

linguae latinae (1540).

Bagi Scaliger gramatika adalah

bagian dari filsafat. Dan yang lain-

nya adalah Rene Descartes (1596-

1650), dengan pandangannya ten-

tang pegertian kemanusiaan yang di-

anggap sama bagi semua orang, para

pemikir mengungkapkan suatu

bentuk pernyataan pikiran sebagai

peletakan batu pertama untuk setiap

gramatika. Pada abad ke-17 kajian-

kajian bahasa didasarkan pada teori

baru kognisi dan filsafat bahasa,

khususnya bila kita melihat karya

John Locke (1632–1704) Essay

Concerning Human Understanding

(1690).

LAHIRNYA METODE BANDINGAN

Melalui penjelajahan, penak-

lukan, perdagangan, penja-

jahan dari abad ke–16 ke atas, Eropa

menjadi terkenal dengan serbaneka

bahasa. Informasi tentang bahasa

Afrika, Asia, dan Amerika menjadi

tersedia dalam berbagi bentuk daf-

tar kata, gramatika, kamus dan teks-

teks agama dan berusaha untuk

mengklasifikasikan bahasa-bahasa

tersebut.

Dari abad ke-15 dan seterusnya,

etimologi telah berubah dari makna-

nya dalam kepurbakalaan klasik

dari makna kata yang sebenarnya

menuju suatu pencaharian sejarah

tahapan-tahapan bahasa dalam ber-

bagai bahasa dan asal kata (Robins

1990:86) Dengan demikian etimo-

logi menjadi penting dalam usaha

memapankan hubungan linguistik.

A h l i e t i m o l o g i b e r k e b a n g s a a n

Belanda, seperti Scrieckius 1614, de

Laet 1643, dan Ten Kate 1710 mem-

punyai pengaruh besar.

Page 28: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

28 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Hipotesis Scynthian dan Gagas-

an Indo Eropa

Akhirnya l inguis t ik komparat i f

muncul berawal dari bahasa-bahasa

Indo-Eropa. Awal pengakuan dari

h u b u n g a n k e s e t a r a a n a n t a r a

bahasa-bahasa Indo-Eropa dihu-

bungkan secara intim dengan

“Sycynthian hypothesis”. Yang

tergolong ke lompok in i ada lah

Herodotus, Strabo, Justin, dan

lainnya) merupakan suatu bangsa

di atas laut di bagian utara.

Josephus dan penulis kristen

awal menganggapnya sebagai ketu-

runan Japheth (putra Nuh), yang

diasumsikan sebagai bapak orang

Eropa. Dan hipotesis linguistik

Scynthian muncul dari wawasan-

wawasan ini. Hipotesis yang ter-

kenal dari hipotesis ini adalah bahwa

di tahun 1733 Theodor Walter

(1699–1741) seorang misionaris

dari Malabar, menemukan kemiripan-

kemiripan antara bilangan-bilang-

an bahasa Sanskerta, Yunani, dan

Persia dan menjelaskannya dalam

teori Scynthian.

Sir William Jones (1746–1794)

Dia menyatakan bahwa bahasa

Sanskerta, walaupun kuno, me-

miliki struktur yang indah/luar

biasa; lebih sempurna dari bahasa

Yunani, lebih mudah disalin ke-

timbang bahasa Latin dan lain-lain.

Dengan demikian Jones dipercaya

sebagi pendahulu linguistik kom-

paratif dan menemukan hubungan

antara berbagai bahasa Indo-Eropa.

Tapi sebelum Jones ada pen-

dahulunya Edward Lhuyd (1707)

membandingkan beberapa bahasa

Indo-Eropa (Celtic, Germanic,

Slavic, Persian, dll). Dan masih

banyak lagi tatabahasawan lain di

era ini, seperti: Rasmus Rask (1787-

1832) yang terkenal dengan ke-

kerabatan bahasa bahasa Germanic

dengan bahasa Yunani dan Latin

dan ia juga yang menemukan kores-

pondensi bunyi yang kemudian

dikenal dengan Grimm’s Law;

Freidrich von Schlegel (1772–

1829), yang mengorbitkan grama-

tika komparatif menjadi fokus pada

kajian linguistik historis.

Tatabahasawan Baru (Neo-

grammarians)

Kelompok ini bermula di Jerman

pada tahun 1876 dan menjadi begi-

tu berpengaruh. Mereka ini terdiri

dari sarjana-sarjana muda yang

dinamakan Junggrammatiker yang

memproklamasikan pandangan-

pandangan mereka sendiri dan me-

nentang pemikiran-pemikiran pen-

dahununya. Mereka itu adalah Karl

Brugmann (1849–1919), Berthold

Delbruk (1842–1922) dan lain-

l a i n . D i a n t a r a p a n d a n g a n -

pandangan yang terkenal adalah:

- hukum-hukum bunyi (per-

ubahan bunyi);

- model pohon kekerabatan

(family tree model);

- Setiap kata mempunyai se-

jarahnya sendiri;

- teori gelombang yang ber-

kenaan dengan perubahan

bahasa akibat kontak dengan

bahasa-bahasa dan dialek yang

ada; dan

- kata pinjaman sebagai akibat

dari kontak bahasa.

PENDEKATAN-PENDEKATAN

FILOSOFIS DAN PSIKOLOGIS

Sementara tradisi tatabahasa-

wan baru mendominasi sejarah

linguistik, ada sekelompok baru

yang mempunyai orientasi yang

berpengaruh yakni pendekatan filo-

sofis dan psikologis tentang sifat dan

evolusi bahasa yang sekarang pada

umumnya terlupakan.

Pada abad ke-19 ada suatu per-

tentangan di antara pandangan

linguistik sebagai suatu ilmu fisika

(Naturwissenchraft) dan ilmu hu-

maniora (Geisteswissenschraft).

Para linguis yang terkemuka ber-

usaha menempatkan linguistik da-

lam ilmu-ilmu alam. Dan menolak

nilai-nilai orientasi sentimental dan

intelektual. Sebagaimana terlihat di

atas, Jones, Leibniz, Hervars,

Adelung, Rask dan lain-lain percaya

bahwa mereka menulis sejarah ras

dan bangsa-bangsanya melalui

karya linguistik mereka dari pada

hanya sekadar bahasa saja.

LAHIRNYA STRUKTURALISME

Sebagai gantinya orientasi

sejarah bidang linguistik yaitu

dengan penekanan kajian bahasa-

bahasa hidup dan strukturnya ber-

asal dari sejumlah ahli yang peduli

pada aliran struktur. Sebagai con-

toh gagasan-gagasan mengenai fo-

nem berkembang di berbagai tem-

pat pada waktu yang kurang lebih

sama sehingga ini memungkinkan

untuk menyebutnya sebagai suatu

aliran.

Dan tokoh-tokoh aliran ini bukan

datang dari dominasi Jerman me-

lainkan dari Swiss, de Saussure;

Rusia dengan Baudoin de Courtenay

dan dari Amerika dengan tokohnya

Boas.

Ferdinand de Saussure (1857–

1913)

Dia merupakan sarjana berkebang-

saan Swiss yang merupakan salah

Page 29: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 29

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

satu dari sarjana linguistik yang

paling berpengaruh pada abad ke-

20. Bukunya yang terkenal adalah

Cours De Lingustique Generale (1916)

yang diterbitkan setelah kematian-

nya pada tahun 1913.

Saussure menekankan kajian

struktur bahasa secara sinkronik

yakni bagaimana elemen-elemen

linguistik diorganisir menjadi sistem

suatu bahasa. Teori mengenai tanda

sangat berpengaruh yakni yang

terkenal dengan signifant (penanda,

bentuk, bunyi) dan signifie (yang

ditandai, makna, fungsi; bentuk

khusus) dan makna dalam tanda-

tanda secara individual, secara ar-

bitrer berhubungan satu sama lain;

hubungannya adalah benar-benar

konvensional.

Aliran Prague dan Pendahu-

lunya

Jan Baudoin (1845–1929) lahir di

Polandia. Ia mengembangkan ide-

ide strukturalis di Universitas Kazan

di Rusia kurang lebih kurun waktu-

nya sama dengan Saussure di

Geneva. Pemikirannya adalah me-

ngenai perkembangan ide fonem

walaupun konsep yang dikembang-

kan ada pengaruhnya dari beberapa

arah-arah lain.

Kemudian, Baudoin dan mahasiswa-

mahasiswanya memberikan kontri-

busi atas istilah-istlah morfem,

grafem, fitur distinctive dan alter-

nasi. Semua istilah itu merupakan

istilah linguistik modern dan pemi-

kirannya tetap hidup diantara para

liguistik yang ia pengaruhi yang

berhubungan dengan lingkaran

linguistik Prague. Yang kemudian

Jakobson dan Trubetzdkoi menjadi

wakil yang sangat terkenal dari alir-

an linguistik Prague.

Franz Boas (1858–1942)

Dia dianggap sebagai pendiri li-

nguistik dan antropologi Amerika.

Perhatian khususnya adalah men-

dapatkan informasi tentang bahasa

dan budaya Amerika. Dan memang

ia merupakan pengumpul data-data

yang significant mengenai sejumlah

bahasa-bahasa yang sekarang sudah

mati. Misalnya, Lower Chinook,

Cathlamet, Chemakum dan lain-lain.

Metode yang diterapkan oleh

Boas dan pengikutnya adalah de-

skripsi bahasa-bahasa tersebut men-

jadi suatu dasar bagi kaum struk-

turalisme Amerika, yang meru-

pakan kekuatan dominan dalam

linguistik abad ke-20.

Edward Sapir (1884 – 1939)

Sapir (murid Boas) dikagumi selama

hidupnya dan kadang-kadang me-

rupakan seorang pahlawan bagi

banyak linguis, dia mempublika-

sikan baik linguistik maupun antro-

pologi secara besar-besaran. Yang

merupakan kajian lapangan dari

bahasa-bahasa Indian Amerika

yang memberikan kontribusi pada

sejarah linguistik (Indo-Eropa,

Semitik, dan bahasa-bahasa asli

Amerika).

Bukunya yang berjudul Language

berkenaan dengan tipologi morfo-

logi yang luas pada abad baru. Akan

tetapi, dia juga menekankan orien-

tasi psikologi dari tradisi tipologi dan

menyerahkannya pada mahasiswa-

nya Benjamin Whorf (1897–1941)

yang kemudian ditransformasikan

menjadi hipotesis Sapir-Whorf yang

menyatakan persepsi dunia pembi-

cara diorganisir oleh kategori li-

nguistik dan struktur bahasa me-

nentukan pikiran; Bagaimana se-

orang mengalami dan memandang

dunia. Dalam karya deskriptifnya

Sapir tetap beraliran mentalism dan

tidak memukul rata pendekatan

Boas.

Leonard Bloomfield (1887–1949)

Dia dipercaya meletakkan pondasi

strukturalisme Amerika yang mem-

buat linguistik menjadi kajian yang

otonomi. Perhatian utamanya me-

ngembangkan linguistik sebaga

suatu ilmu. Karyanya yang berjudul

Language dianggap sebagai karya

yang monumental di bidang linguis-

tik yang merupakan pondasi pemi-

kiran linguistik strukturalis Amerika.

Dalam bukunya, Bloomfield me-

ngutip pemikiran Saussure. Dia

juga sangat dipengaruhi oleh psiko-

logi behavioris. Dia menerima ke-

beratan pengikut Boas yang menen-

tang generalisasi tapi pada saat yang

bersamaan dia juga menolak rele-

vansi minda (mind) yakni dia me-

nentang aliran mentalisme yang

menjadi watak linguistik Amerika

yang diikuti oleh Boas, Sapir, dan

mahasiswa-mahasiswanya.

Noam Chomsky dan Teori

Linguistik sejak 1957

Arus utama linguistik sejak tahun

1957, saat Chomsky menerbitkan

bukunya yang berjudul Syntactic

Structure, telah didominasi Noam

Chomsky (1928– ). Adalah hal

yang sulit untuk memperkirakan

pengaruh Chomsky pada bidang li-

nguistik dan pemikiran secara kon-

temporer secara umum. Tidak se-

perti pengikut Bloomfield, Chomsky

beraliran mentalisme.

bersambung ke halaman 34

Page 30: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

30 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Mengenal Lebih Dekat TOAFL danEligibilitasnya dalam MengukurKompetensi Guru Bahasa Arab

A. Rasional

Mutu adalah sesuatu

yang sekarang dicari

orang. Setiap produk

atau orang yang dika-

takan memiliki mutu

sangat baik, pasti me-

miliki parameter untuk mengukur-

nya. Begitu pula dengan guru baha-

sa asing. Bila kita berbicara TOEFL,

maka yang tergambar adalah se-

buah mutu kemampuan berbahasa

Inggris seseorang. Secara substantif,

istilah mutu itu sendiri mengandung

dua hal. Pertama sifat dan kedua

taraf. Sifat adalah suatu yang me-

nerangkan keadaan benda sedangkan

taraf menunjukkan kedudukannya

dalam suatu skala (Uwes,1999).

Dalam hubungannya dengan dunia

pendidikan khususnya pendidikan

bahasa, TOEFL dapat diasumsikan

sebagai standar kemampuan sese-

orang yang ‘siap pakai’ untuk mela-

kukan suatu pekerjaan atau pendidi-

kan di luar negeri. Apakah begitu juga

dengan TOAFL?

Sudah menjadi rahasia umum

bahwa penguasaan kemampuan

berbahasa seseorang tergambar

melalui skor yang diperoleh dari tes

kemampuan berbahasanya, walau-

pun tidak semua kemampuan dapat

tercover dalam tes tersebut. Kemam-

puan berbahasa seseorang, terutama

bahasa asing meliputi kemampuan

mendengar, berbicara, membaca,

dan menulis. Tes-tes bahasa asing

selama ini ada didominasi oleh dua

kemampuan reseptif, yakni kemam-

puan mendengar dan membaca. Tes

kedua kemampuan berbahasa terse-

but biasanya digunakan untuk meli-

hat seberapa besar kemampuan sese-

orang sehingga dapat melanjutkan

studi atau belajar ke luar negeri ba-

hasa asing dimaksud. Belakangan ini

marak kita dengar tes-tes yang dise-

lenggarakan berbagai instansi dan

lembaga pendidikan dari berbagai

bahasa asing, antara lain TOEFL

untuk bahasa Inggris, ZD untuk ba-

hasa Jerman, DELF untuk bahasa

Prancis, dan TOAFL untuk bahasa

Arab. Adapun untuk bahasa

Indonesia, juga telah diadakan tes ke-

mampuan berbahasa Indonesia yang

disebut dengan UKBI (Ujian Kema-

hiran Berbahasa Indonesia).

Untuk mengantisipasi kemajuan

zaman dan sesuai kebutuhan maka

Pusat Bahasa dan Budaya (PBB) UIN

telah mempelopori penggunaan tes

yang disebut dengan TOAFL sebagai

standar kelulusan mahasiswa S-2

dan S-3, untuk selanjutnya tes ini

dipergunakan untuk berbagai kebu-

tuhan lainnya. Bagi guru-guru ba-

hasa Arab sudah selayaknya menge-

Ahmad GhoziWidyaiswara Bahasa Arab PPPG Bahasa

tahui keberadaan Tes of Arabic Foreign

Language (TOAFL) yang memang

diperuntukkan untuk melihat se-

jauh mana kemampuan berbahasa

Arab seseorang. Yang menjadi perta-

nyaan adalah, apakah TOAFL bisa

dijadikan standar untuk mengukur

kompetensi guru bahasa Arab?

B. Apa Itu TOAFL?

1. Istilah TOAFL

Sebagaimana lazimnya sebuah is-

tilah dalam tes bahasa, bila kita per-

hatikan penggunaan nama TOAFL

terkesan agak ‘mengekor’ kepada

TOEFL. Bila dalam istilah TOEFL

kepanjangannya adalah Test of

English As a Foreign Language, maka

dalam TOAFL hanya mengganti kata

‘English’ dengan ‘Arabic’ saja

sehingga menjadi Test of Arabic As a

Foreign Language. Namun begitu,

bukan berarti dalam bahasa Arab

(sebelum pengggunaan istilah

TOAFL) tidak pernah digunakan

istilah lain. Menurut Matsna (2003)

istilah yang pernah digunakan

adalah “Al Ikhtibarat al Arabiyyah li

al Dirasat al Islamiyah li al Ajanib

(

Artikel

Page 31: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 31

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

)”.

Menurutnya, karena masyarakat

kampus UIN Jakarta sudah terlanjur

mengenal TOAFL dengan ‘TOEFL‘

nya bahasa Arab, maka trademark

tersebut sudah demikian dikenal

luas daripada nama berbahasa Arab

tadi. Jadi, wajarlah bila kemudian

TOAFL yang diambil sebagai nama

untuk tes kemampuan berbahasa

Arab tersebut.

Memang selama ini belum (atau

kalaupun ada, dapat dikatakan sa-

ngat sedikit) dibuat sebuah tes stan-

dar kemampuan bahasa Arab yang

jelas sebagai sebuah standar kelulus-

an atau kelayakan. Adapun LIPIA atau

Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam

dan Arab Jakarta juga telah mem-

buat tes-tes yang memang diper-

untukkan khusus untuk kelulusan

para mahasiswa yang belajar di tem-

pat tersebut yang menginduk kepa-

da Universitas Ibnu Suud Saudi Arabia.

Namun, tidak banyak tes-tes terse-

but beredar dan digunakan oleh ma-

syarakat umum.

Pusat Bahasa dan Budaya (PBB)

UIN tampaknya ingin memprakar-

sai terbentuknya sebuah tes standar

mutu kelulusan berbahasa Arab di

Indonesia tadi yang sebenarnya tes

itu juga dapat dipergunakan untuk

keperluan lainnya seperti mengeta-

hui sejauh mana seseorang dapat di-

katakan layak untuk belajar bahasa

Arab ke luar negeri. Maka disusun-

lah sebuah tes bahasa Arab standar

yang disebut dengan TOAFL pada

tahun 1998 untuk pertama kalinya

oleh sebuah tim yang dimotori oleh

Muhbib Abdul Wahab dan Suwito,

d i b a n t u o l e h C h a t i b u l U m a m ,

D.Hidayat , Akrom Mal ibar i ,

M.Matsna, dan sebagainya yang

hingga kini telah terbit 5 seri yang

telah digunakan berbagai Program

Pascasarjana seperti di IAIN

Lampung, STAIN Banjarmasin,

STAIN Mataram, dan sebagainya.

2. Tujuan TOAFL

Matsna (2003) menyatakan bahwa

tujuan diadakannya TOAFL adalah

sebagai berikut:

(a) Menumbuhkan kesadaran

peserta studi Islam terhadap

signifikansi bahasa Arab

sebagai media utama studi

Islam.

(b) Memberdayakan kemampu-

an memahami bahasa Arab

bagi peserta studi Islam.

(c) Meningkatkan penguasaan

kebahasaaraban berwawas-

an studi Islam, baik yang

klasik maupun kontemporer.

3. Karakteristik TOAFL

Materi TOAFL yang selama ini

dijadikan acuan adalah disiplin ilmu

keislaman yang terfokus pada kebu-

dayaan Islam yang meliputi bidang

pemikiran Is lam, bahasa Arab,

filsafat, tafsir, hadits, fiqh, ekonomi

Islam, sosiologi, dan sebagainya yang

mengacu pada buku-buku bahasa

Arab standar maupun kontemporer,

antara lain:

(1) Al Fiqh al Islamy wa Adillatuhu,

karya Wahbah al Zuhaily.

(2) Ushul Fiqh, karya Abdul

Wahhab Khallaf.

(3) Mabahits fi Ulum al Hadits,

karya Subhi Shalih.

(4) Falsafat al Tarbiyah al

Islamiyah, karya Majid Irsan

al Kailany.

(5) Iqtishaduna, karya Muhammad

Baqir al Shadr.

Untuk mempermudah dalam pe-

ngoreksian dan penentuan skor,

maka tes TOAFL menggunakan

bentuk obyektif, antara lain:

(a) Pilihan ganda (multiple choice).

(b) Memilih kata yang salah.

(c) Memilih sinonim kata

(muradhif).

(d) Memilih antonim kata

(mudhoddat).

Sebagaimana diterangkan di atas

bahwa selama ini semua tes dalam

TOEFL dan TOAFL hanya memfokus-

kan pada kemampuan pasif saja yakni

mendengar dan membaca (termasuk

struktur). Dalam TOAFL, aspek-aspek

tersebut adalah:

1. Mendengar (Fahmu al

Masmu’)

Yang dituju dalam tes aspek men-

dengar ini meliputi:

(1 ) Kemampuan memahami

makna yang terdiri dari pengertian,

penalaran logis atau kesimpulan

dari sebuah pernyataan atau kali-

mat yang diperdengarkan.

(2) Kemampuan memahami

maksud, topik, penalaran logis, ke-

simpulan dan makna tersirat dari

dialog singkat antara dua orang.

(3) Kemampuan memahami

maksud, topik, penalaran logis, ke-

simpulan dan makna tersirat dari

dialog panjang antara dua orang atau

lebih atau berupa alinea pernyataan.

Yang perlu diperhatikan adalah soal-

soal untuk mendengar (fahmu al

masmu’) ini hanya sekali saja dibaca-

kan dan tidak ada pengulangan sama

sekali.

2. Membaca dan struktur

(Fahm al Maqru’ wa al

Qawaid)

Tes membaca dan struktur ini

terbagi menjadi dua, yaitu:

1 . Fahmu al Tarakib wa al Ibarat.

Fokus yang dituju pada bagian

aspek ini meliputi:

Page 32: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

32 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SIa . Kemampuan melengkapi

kalimat dengan ungkapan

atau struktur baku.

b. Kemampuan memahami

dan menganalisis penggu-

naan kata, ungkapan atau

struktur yang salah dalam

kalimat.

2 . Fahmu al Mufradat wa al nash

al Maktub wa al Qawaid. Fo-

kus yang dituju pada aspek ini

meliputi:

a . Kemampuan memahami

sinonim (muradif) atau

kedekatan makna sesuatu

yang digaris bawahi sesuai

dengan konteks kalimat.

b. Kemampuan memahmi

isi, topik dan makna ter-

sirat dalam bebarapa para-

graf atau wacana.

c. Kemampuan memahami

penggunaan, kedudukan

suatu kata dalam kalimat

(i’rab), perubahan kata,

bentuk kata dan istilah-

istilah nahwu, sharaf, dan

balaghah.

4. Penskoran

Skor dalam TOAFL tak jauh beda

dengan skor yang diberlakukan

dalam TOEFL. Melalui adaptasi dari

skoring TOEFL yang diambil dari

karya Pamela J.Sharpe, Barron’s

How to Prepare for The TOEFL.

E. Kompetensi Guru Bahasa

Arab dan TOAFL

Kompetensi merupakan suatu istilah

yang sering diperbincangkan setelah

diperkenalkannya Kurikulum Ber-

basis kompetensi atau KBK (sekarang

telah berubah kembali menjadi Kuri-

kulum Tingkat Satuan Pendidikan

atau KTSP). Dalam KBK dan KTSP

yang berbeda dengan kurikulum se-

belumnya adalah penekanan kompe-

tensi siswa yang lebih dikembang-

kan dan pemberian kesempatan

seluas-luasnya kepada guru dan

pihak-pihak terkait untuk meran-

cang kurikulum berdasarkan ting-

kat satuan pendidikan siswa dan ka-

rakteristik daerah masing-masing.

Terkait dengan kompetensi, maka

pengetahuan, keterampilan dan peng-

alaman yang banyak dan luas sangat

dibutuhkan oleh guru bahasa Arab

untuk mendukung kompetensinya

dalam merancang Kurikulum Ting-

kat Satuan Pendidikan khususnya

mata pelajaran bahasa Arab.

Dalam Standar Kompetensi Guru

Bahasa Asing yang dikeluarkan oleh

Badan Standar Nasional Pendidikan

(BSNP), bahwa salah satu kompeten-

si inti yang harus dimiliki oleh guru

adalah “menguasai materi, struktur,

konsep, dan pola pikir keilmuan yang

mendukung mata pelajaran/bidang

pengembangan yang diampu”. Pen-

jabaran selanjutnya, standar kom-

petensi guru bahasa asing (bahasa

Arab, Jerman, Jepang, Prancis, dan

Mandarin), yaitu:

a . Memiliki kompetensi linguis-

tik bahasa Asing.

b. Memiliki kompetensi wacana

bahasa Asing.

c. Memiliki kompetensi sosio-

linguistik bagi kepentingan

pemilihan materi pelajaran

baik yang umum maupun

yang khusus.

d. Memiliki kompetensi strategi

komunikasi.

Berdasarkan kompetensi yang di-

persyaratkan, TOAFL sebenarnya

tidak cukup untuk mengukur selu-

ruh kompetensi guru bahasa Arab,

karena hanya mengukur kemampu-

an mendengar dan membaca teks

bahasa Arab saja. Akan tetapi, TOAFL

merupakan sebuah perangkat tes

agar para guru khususnya dapat me-

ngerti dengan baik sebuah dialog

atau komunikasi dalam berbagai ba-

hasa. Begitu pun dalam konteks keba-

hasaan, kemampuan menggunakan

pola kalimat yang sesuai konteks men-

jadi suatu hal yang niscaya yang

harus dimiliki guru bahasa Arab agar

dapat mengantarkan siswanya men-

jadi bagian masyarakat yang memi-

liki kecakapan hidup.

B. Eligibilitas TOAFL

Dalam bidang pendidikan pada

umumnya dan bidang pembelajaran

pada khususnya, tes diartikan seba-

gai alat, prosedur atau rangkaian

kegiatan yang digunakan untuk

memperoleh contoh tingkah laku se-

seorang yang memberikan gambar-

an tentang kemampuannya dalam

suatu bidang tertentu (Djiwandono,

1996). Melalui tes tersebut diharap-

kan diperoleh informasi tentang

seberapa banyak dan seberapa men-

dalam kemampuan yang dimiliki se-

seorang maupun siswa. Dalam bi-

dang bahasa, tes semacam itu dike-

nal dengan tes bahasa yang sasaran

pokoknya ialah tingkat kemampuan

berbahasa.

Kemampuan berbahasa meng-

acu pada kemampuan yang berhu-

bungan dengan penggunaan bahasa

dalam komunikasi sehari-hari. Da-

lam konteks pendidikan di Indonesia,

bahasa disebut sebagai alat komuni-

kasi (Diknas,2003a). Dengan ke-

mampuan berbahasa, seseorang da-

pat mengungkapkan pikiran dan isi

hatinya kepada orang lain, yang me-

rupakan tujuan pokok penggunaan

bahas sebagai suatu bentuk ber-

komunikasi.

Page 33: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 33

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Sebagai bagian dari kajian keba-

hasaan, tes bahasa dapat saja disebut

tes kebahasaan. Karena sasaran po-

koknya adalah kemampuan berba-

hasa, bukan pengetahuan tentang

bahasa, tes bahasa dapat juga meli-

puti meliputi tes kompetensi berba-

hasa, dan tes keterampilan bahasa.

Namun, dalam praktik sehari-hari,

istilah yang lazim digunakan adalah

tes bahasa, yang dapat merujuk ke-

pada kemampuan berbahasa yang

sifatnya umum, atau kompetensi

berbahasa dan keterampilan berba-

hasa. Berbagai model kompetensi ko-

munikatif yang digagas para ahli ba-

hasa, menurut Saukah (2004) pada

dasarnya memiliki kesamaan konsep

yang mencakup 4 kompetensi uta-

ma, yakni (1) kompetensi grama-

tikal atau linguistik, (2) kompetensi

strategis, (3) kompetensi sosio-

linguistik, dan (4) kompetensi

wacana.

Kompetensi gramatikal ada-

lah kompetensi yang terkait dengan

pengetahuan tentang bahasa (kosa

kata, morfologi, sintaksis, dan

fonologi). Kompetensi gramatikal ini

ditunjukkan buka dengan menye-

butkan aturan, tetapi dalam bentuk

menggunakan aturan gramatikal

tersebut dalam berkomunikasi.

Kompetensi Sosiolinguistik

adalah kompetensi yang terkait

dengan pemahaman tentang peng-

gunaan bahasa yang memperhati-

kan tatakrama pergaulan sosial-

budaya (pemilihan kata, gaya

bahasa, sopan santun, dan sebagai-

nya). Kompetensi sosiolinguistik ini

ditunjukkan dalam bentuk peng-

gunaan bahasa yang sesuai atau ber-

terima dalam situasi dan konteks

budaya dimana komunikasi berlang-

sung, dengan memperhatikan pera-

nan orang-orang yang terlibat da-

lam komunikasi, isi serta fungsi

penggunaan bahasa dalam komu-

nikasi tersebut.

Kompetensi wacana adalah

kompetensi yang terkait dengan

kemampuan untuk menyusun atau

memahami berbagai aturan bahasa

dalam bentuk teks yang kohesif

(pidato, surat, artikel, cerita, dan

sebagainya. Kompetensi wacana ini

ditunjukkan dalam bentuk kemam-

puan menyusun atau menafsirkan

serangkaian klimat atau ungkapan

sehingga membentuk makna yang

utuh berdasarkan konteks tertentu.

Adapun kompetensi strategis

adalah kompetensi yang terkait erat

dngan pengetahuan tentang ber-

bagai strategi komunikasi verbal

dan non verbal yang dapat mendu-

kung efisiensi komunikasi, dan juga

dapat membantu pengguna bahasa

untuk mengatasi kesulitan jika ter-

jadi kemacetan komunikasi, misal-

nya dengan mengulangi lagi atau

mengganti dengan kata lain (Ibid.)

Kemampuan berbahasa dapat

juga dikaitkan dengan penguasaan

terhadap komponen bahasa seperti

dimaksudkan dalam ilmu bahasa

struktural. Sebagaimana diketahui,

bahwa dalam ilmu bahasa struk-

tural, bahasa dianggap terdiri dari

bagian-bagian yang dikenal sebagai

komponen bahasa itu, yakni terdiri

dari bunyi bahasa, kosakata, dan tata

bahasa. Penguasaan atas komponen-

komponen bahasa tersebut dianggap

merupakan bagian dari kemampu-

an berbahasa. Karena itu tes bahasa

yang tujuannya adalah kemampuan

berbahasa, ruang lingkupnya me-

liputi pula tes bunyi bahasa, tes kosa

kata, dan tes tata bahasa.

Dengan demikian lingkup tes

kompetensi guru bahasa secara kese-

luruhan tidak hanya meliputi kom-

petensi kebahasaan atau linguistik

saja, namun lebih dari itu meliputi

kompetensi sosiolinguistik, wacana

dan strategis. Lebih jauh dari itu,

guru bahasa Arab harus memiliki 4

kompetensi yaitu, kompetensi ke-

pribadian, kompetensi sosial, kom-

petensi professional, dan kompetensi

pedagogis.

Dari paparan di atas, penulis me-

nyimpulkan bahwa TOAFL tidak

eligibel untuk dijadikan sebagai

standar dalam mengukur kompeten-

si guru bahasa Arab, karena beberapa

faktor sebagai berikut:

1. TOAFL hanya mengukur salah

satu kompetensi guru, bahkan ha-

nya kemampuan reseptif saja.

2. Isi tes TOAFL cenderung kepa-

da masalah pengetahuan agama,

bukan pada bagaimana guru bahasa

Arab memahami teks-teks bahasa

Arab yang terkait dengan pembe-

lajaran.

3. Selain itu penyusunan TOAFL

ditujukan untuk menentukan kelu-

lusan mahasiswa yang mendalami

ilmu agama Islam dan bahasa Arab

di lingkungan IAIN dan STAIN saja,

khususnya di lingkungan pasca-

sarjana.

4. Sepengetahuan penulis bahwa

hingga saat ini buku TOAFL tidak

disebar atau diperjualbelikan se-

hingga sulit bagi guru bahasa Arab

untuk mempelajari atau mempre-

diksi model-model soal yang akan

muncul saat tes. Andaikata ada yang

memiliki, itupun hanya di kalang-

an terbatas saja yang memiliki hu-

bungan dengan pihak terkait.

Adapun dalam upaya mengukur

kemampuan linguistik guru bahasa

Page 34: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

34 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

DAFTAR PUSTAKABadan Standar Nasional Pendidik-

an. 2006. Standar Kompetensi GuruBahasa Asing. Jakarta: Depdiknas.

Djiwandono, M.Soenardji. 1996. TesBahasa dalam Pengajaran,Bandung: ITB Press.

Matsna, Moh., 2003. TOAFL, Jakarta:Pusat Bahasa dan Budaya UINJakarta.

Arab, kiranya sah-sah saja bila skor

TOAFL dijadikan salah satu unsur

dalam mengukur kemampuan guru

bahasa Arab, namun tidak untuk

menentukan dalam kelulusan atau

predikat yang akan disandang se-

orang guru bahasa Arab.

Melalui paparan ini, penulis

menyarankan agar lembaga atau

organisasi yang menaungi profesi

guru bahasa Arab, dalam hal ini

Departemen Agama dan Departemen

Pendidikan Nasional bekerja sama

dengan Ikatan Guru bahasa Arab

Saukah, Ali. 2004. PengembanganSistem Penilaian di Bidang Bahasa,Yogyakarta: Himpunan Evaluasipendidikan Indonesia.

Sharpe, Pamela J., 1986, Barron’s Howto Prepare for the TOEFL, New York:Barron’s Educational Series Inc.

Tim Depdiknas. 2003. Kurikulum2004 Mata Pelajaran Bahasa ArabUntuk SMA dan MA, Jakarta:Depdiknas.

Tim PBB UIN Jakarta. 2000. Tes-tesTOAFL, Jakarta: Pusat Bahasadan Budaya UIN Jakarta.

Uwes, Sanusi. 1999. ManajemenPengembangan Mutu Dosen,Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Baginya tujuan suatu gramatika

adalah untuk menjelaskan kompe-

tensi pembicara secara alami yang

didefinisikan sebagai pengetahuan

tentang bahasa. Karena pembicara

mengetahui bagaimana untuk

menghasilkan sejumlah kalimat

yang tak terbatas yang mana keba-

nyakan baru dan belum pernah

dihasilkan sebelumnya.

Gramatikal dilihat sebagai teori

suatu bahasa yang mempunyai

kendala dan dievaluasi sebagaimana

teori ilmu yang lain. Tidak seperti

pendahulunya Chomsky memfo-

kuskan pada sintaksis dan mem-

berikan suatu peranan pada linguis-

tik sebagai tujuan untuk mengene-

ralisir dan berusaha untuk menen-

tukan bahasa apa yang digunakan

secara umum untuk membangun

suatu teori bahasa manusia yang

kaya. Pendekatan Chomsky ini

sering dikenal dengan generative

grammar atau transformational

generative grammar.

TIPOLOGI

Suatu orientasi linguistik yang

berlawanan dengan pendekatan

generativist adalah typologist, yang

kadang-kadang dikenal dengan

functional typoligical atau pendekatan

Greenbergian. Tipologi merupakan

klasifikasi bahasa menurut panda-

ngan lingustik dan perbandingan

pola-pola/struktur-struktur lintas

bahasa.

Pendekatan tipologi berusaha un-

tuk menjelaskan pola-pola melalui

daya tarik fungsi bahasa dalam per-

bandingan lintas bahasa. Bahasa-

bahasa dapat ditipologikan menurut

hampir semua pandangan linguistik

apapun dan memang klasifikasi ter-

sebut berdasar berbagai atribut

yang telah diusulkan dalam sejarah

linguistik.

Sebagai contohnya Wilhem Wundt

(1832–1920) meneliti dua belas

lawan kata (oposisi) atau tipe-tipe

yang termasuk awalan dan akhiran

suatu bahasa, susunan bahasa yang

bebas dan terikat, dan bahasa-

bahasa yang mempunyai piranti

kata kerja yang luas dengan kata-

kata benda yang lebih rinci. Tipologi-

tipologi tersebut merupakan suatu

tradisi yang berkembang sejak abad

ke-18 dan ke-19 yang diwakili oleh

Schlegel, Bopp, Humboldt, dan lain-

lain. Dan beberapa konsepnya pada

pendekatan-pendekatan modern

berasal dari aliran Prague. [E]

sambungan dari halaman 29

Indonesia (yang dikenal dengan

IMLA) atau lembaga terkait lainnya

(LIPIA, UIN, dan sebagainya) untuk

merancang tes kompetensi guru

bahasa Arab yang komprehensif,

eligible, dan terpercaya. Semoga. [E]

Page 35: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 35

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Menulis memang bukanlah

pekerjaan yang sulit bagi

para penulis dan bukanlah sekadar

membalikkan telapak tangan bagi

mereka yang baru akan mulai

menulis. Sah-sah saja bila penulis,

seperti Wendo, mengatakan bahwa

Mengarang Itu Gampang. Dalam

buku itu diuraikan dengan gaya

dialog atau wawancara seputar

menulis karya fiksi. Jika kita balik

halaman per halaman buku itu,

Wendo dengan lugas menjawab

pertanyaan tentang bagaimana

menulis fiksi yang sangat menarik

pembaca. Namun ada syaratnya,

yaitu punya minat dan ambisi

terus-menerus. Dan, lebih

sederhananya lagi bisa membaca

dan menulis.

Dimulai dari membaca

menurut Hernowo, salah seorang

penulis yang produktif di Mizan,

bisa dijadikan modal untuk

menulis. Karena menulis itu

Hari WibowoStaf pada Jurusan Bahasa Indonesia

PPPG Bahasa

Artikel

hanyalah pemaknaan dari apa

yang kita baca, seperti munculnya

buku Mengikat Makna. Buku ini

merupakan tawaran konsep

bagaimana memparaprasekan ide-

ide baru dari apa yang baca.

“Kegairahan menulis yang luar

biasa itu bisa hadir, karena saya

diilhami dari perkataan Ali bin Abi

Thalib r.a. bahwa ikatlah ilmu

dengan menuliskannya. Juga

beberapa penulis yang ber-

pengaruh, seperti J.K. Rowling,

Bobby D.P.,” akunya di sebuah

diklat guru se-Aceh di PPPG

Bahasa.

Sementara menurut saya,

menulis bisa dianalogikan dengan

belajar naik sepeda. Tidak ada

orang mahir secara tiba-tiba

mengendarai sepeda. Awalnya

juga sempoyongan, jatuh bangun

terus jatuh lagi, menabrak pohon,

tembok, bahkan ada yang kecebur

got. Bisa-bisa lutut, siku berdarah,

dan tangan terkilir. Belum

sembuh, sudah menabrak lagi.

Belum lagi kalau menabrak orang,

mungkin kita dapat voucher:

bentakan dan cacian.

Tidak ada kata “menyerah”

dalam kamus seorang penulis.

Karena tradisi atau etos menulis

itulah yang mesti ditumbuh-

kembangkan, walau jatuh bangun.

Etos itu akan muncul ketika

seseorang sudah terbiasa

membaca. Membaca apa saja dan

kapan saja. Dengan catatan bahwa

buku yang akan dibaca ini

bermanfaat bagiku (Model AMBaK,

Bobby DePotter, Quantum

Learning). Dengan begitu, kita

Menulis Itu Mudah?

Judul terinspirasi dari sebuahbuku Mengarang itu

Gampang karya ArswendoAtmowiloto. Buku ini—

lewat judulnya pun—tentusangat menggugah para

calon penulis.

Page 36: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

36 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

akan menghindari buku-buku

yang kurang bermanfaat.

Masalah membaca mungkin

semua orang bisa, tetapi bagai-

mana cara membaca itu supaya

enak. Menurut Hernowo, buku-

buku yang ada di rak-rak

perpustakan adalah makanan

kesukaan kita. Apa jadinya? Tentu

akan kita lahap membacanya.

Dalam buku Andaikan Buku Itu

Sepotong Pizza, Hernowo menawar-

kan gaya membaca yang meng-

ibaratkan buku bak makanan.

Bagaimana caranya?

Menganggap buku sebagai

“makanan” ada langkah-

langkahnya. Pertama-tama, untuk

memasuki dunia buku, kita perlu

mengubah paradigma (atau

kacamata) dalam memandang

buku. Buku sama saja dengan

makanan, yaitu makanan untuk

ruhani kita. Pilihlah buku-buku

yang memang kita sukai,

sebagaimana Anda memilih

makanan yang Anda gemari.

Kedua, cicipilah “kelezatan”

sebuah buku sebelum membaca

semua halaman. Anda dapat

mengenali lebih dulu siapa

pengarang buku tersebut. Atau

Mintalah kepada seseorang yang

tahu untuk menunjukkan lebih

dulu hal-hal menarik yang ada di

buku itu.

Ketiga, bacalah buku secara

ngemil (sedikit demi sedikit,

laiknya Anda memakan kacang

goreng). Apabila Anda bertemu

dengan buku ilmiah setebal 300

halaman, ingatlah bahwa tidak

semua halaman buku itu harus

dibaca. Cari saja halaman-

halaman yang menarik dan

bermanfaat. Anda dapat ngemil

membaca di pagi hari sebanyak 5

halaman. Nanti, di sore hari,

tambah 10 halaman.

Dengan gaya ini kita bisa lebih

santai dan bisa berpindah dari satu

buku ke buku lainnya. Wawasan

kita juga akan lebih kaya karena

banyak buku yang dibaca,

meskipun sedikit demi sedikit.

Bila banyak membaca buku,

kita akan merasakan perubahan

dalam diri. Karena salah satu

fungsi buku adalah mampu

mempengaruhi orang-orang yang

membacanya. Kalau sekadar

membaca, tetapi tidak mengubah

diri, secara afektif, kognitif,

ataupun psikomotorik, ya percuma

saja. Artinya, orang tersebut tidak

butuh dengan apa yang dia baca.

Membaca buku seharusnya bisa

mempengaruhi dan atau mengubah

pola pikir dan pola tindak seseorang.

Seseorang sudah bisa dikatakan

pembaca yang ‘’berhasil’’, bila

terjadi perubahan dalam dirinya.

Perubahan itu mengarahkan

seseorang menjadi penulis. Jadi,

tinggal selangkah lagi.

Menjadi penulis mungkin tidak

disangka akan kita raih. Betapa

tidak. Seorang widyaiswara yang

artikelnya dimuat media massa

mungkin akan mendapat “poin”

kredit. Ditambah lagi nilai “koin’’-

nya yang terbilang lumayan—

karena sama dengan mengajar 10

jam. Padahal artikel itu hanya

dikerjakandalam dua atau tiga

jam. Bukan cuma itu, enaknya

menjadi penulis, bisa bekerja di

mana saja dan kapan saja. Tidak

terikat oleh waktu dan tempat.

Hanya modal ngerental

komputer—asal punya ide kuat lalu

bisa menuliskan—itu sudah men-

jadi awal yang baik untuk jadi

penulis. Karena banyak orang

yang punya ide bagus, namun

amat sangat sayang bila hanya

diejewantahkan lewat lisan. Lebih

sayang lagi, bila hanya disimpan

di otaknya alias tidak dituangkan.

Alangkah baiknya, jika ide tadi

kita keluarkan lewat saluran yang

namanya "tulisan”.

Tulisan mempunyai sifat bukan

sekadar permanen, namun juga

sebagai bukti otentik keilmiahan

seseorang. Buktinya seseorang

belum bisa dikatakan sarjana,

master, atau doktor bila belum

menyelesaikan skripsi, tesis, atau

disertasinya. Bahkan, hal itu

merupakan prasyarat mutlaknya.

Yaitu, karya ilmiah berupa buku

yang dipublikasikan oleh kampus

di perpustakan atau jurnal.

Sangat sayang jika tulisan atau

buku kita hanya dipublikasikan

untuk kalangan terbatas. Karena

menulis buku yang dipublikasikan

oleh sebuah penerbit nilainya jauh

lebih tinggi dibandingkan hanya di

kampus. Bukan sekadar koin atau

royalty yang kita dapatkan, namun

juga khalayak atau pembacanya

yang jauh lebih luas. Hal itu juga

bisa menjadi warisan budaya

generasi ke depan. Secara amal, itu

tidak akan ada habisnya. Sekali

menulis, pahalanya pun terus

mengalir hingga hari Akhir.

Tentu ada keinginan, bila

tulisan kita dapat dipublikasikan

media. kita harus pandai-pandai

memahami media atau penerbit

yang kita tuju. Dalam dunia

penerbitan—selain buku—kita

mengenal media massa, seperti

majalah, koran, atau tabloid. Jenis

atau karakter media massa itu

Page 37: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 37

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

tentunya juga berbeda-beda.

Untuk itu, berbagai tulisan yang

diajukan hendaknya bisa

disesuaikan dengan misi lembaga

atau penerbitan yang dituju.

Namun, yang jelas ada standarnya:

berbagai tulisan itu hendaknya

merujuk dengan perkembangan

berita yang ada. Juga halaman

yang tersedia. Kejelian membaca

peluang, dari berbagai disiplin

ilmu, pastilah bisa dimanfaatkan

seoptimal mungkin guna

menembus sekat-sekat yang ada di

majalah atau koran.

Ada beberapa tahapan yang harus

kita miliki untuk bisa melayangkan

tulisan kita ke media massa.

Pertama, sebelum menulis kita

membutuhkan bahan dasar.

Bahan dasar itu berupa ide yang

kuat, fokus pada masalah, cara

berpikir sistematis, dan data yang

akurat. Bahan dasar ini, bila diolah

dengan baik akan menjadi adonan

kue yang lezat dan siap untuk

untuk dimasak. Bagaimana

caranya? Tentu ada prosesnya.

Kedua, adanya pembiasaan

menulis, meski itu hanya sebuah

buku harian. Satu lembar, sepuluh

menit dalam sehari. Mungkin ini

yang agak sulit dibentuk. Karena

kebiasaan baru merupakan sebuah

“paksaan” kepada kita dari sesuatu

yang belum biasa. Padahal suatu

kebiasan baru itu bisa dimulai dari

yang paling sederhana asalkan

rutin. Maksudnya, kebiasaan

menulis itu bisa kita tumbuh dan

kembangkan dari kebiasaan

mencatat di buku harian.

Buku harian yang kita tulis

materinya bisa apa saja. Bisa

kejadian yang dialami, dilihat,

maupun didengar, pokoknya

ditulis dalam catatan buku harian.

Catatan itu bisa pendek, bisa juga

panjang. Bisa pula berupa

renungan. Catatan-catatan

tersebut, suatu hari akan

bermanfaat. Lihat misalnya

wartawan kawakan Gunawan

Muhammad, dengan Caping-nya

(baca: Catatan Pinggir) yang amat

tebal bisa merefleksikan keadaan

negeri ini. Dengan catatan-

catatannya, dia bisa mengulas

masa lalu, kini, dan esok, dengan

amat memukau. Ini terlihat dalam

artikel kolomnya yang menyebar

di berbagai surat kabar dan

majalah.

Selain buku harian, kita juga

bisa menulis surat. Mengapa surat?

Karena seseorang akan lebih

leluasa, bergaya bebas, dan bisa

berimprovisasi. Apalagi, bila kita

menulis surat untuk sang kekasih,

tentu ada keinginan kita untuk

bisa lebih ekspresif dalam

mengungkapkannya. Sehingga

tulisan kita menjadi lebih

berbunga-bunga—walaupun tanpa

mawar merah—yang aromanya

tercium menebar wangi.

Bisa juga bila kita suka meringkas

buku dan ingin berkomentar tentang

buku yang kita baca, coba buat

resensinya. Atau bila menyukai

dunia sastra, torehkan saja lewat

puisi-puisi atau cerpen-cerpen

sederhana sebagai kesan terhadap

seseorang atau sesuatu.

Jadi, bahan dasar ditambah

dengan pembisaan menulis adalah

sebuah kolaborasi yang hebat.

Namun, bila hanya salah satunya

saja akan menjadi percuma.

Misalnya, bila seseorang akan

membuat kue brownies yang lezat,

tentu dia akan mengolah bahan

dasar berkali-kali sehingga

menjadi terbiasa. Karena jika

hanya sekali, maka kemungkinan

besar akan ada kekurangan di sana

sini. Baik rasa, aroma dan

sebagainya. Apalagi bila tanpa

mengolahnya sama sekali, apakah

bisa jadi kue? Walaupun dia sudah

melihat resep dan petunjuk

bagaimana membuatnya?

Cara terbaiknya adalah dengan

mengolahnya secara berulang-

ulang dan meminta orang lain

untuk mencicipinya. Artinya,

bahan dasar yang bagus, trik, dan

teknik yang baik itu akan

percuma, bila tidak dibarengi

dengan mengolahnya secara

berulang-ulang hingga

mendapatkan rasa yang

dinginkan. Untuk itu, kita perlu

menulis dan menulis lagi. Karena

paradigma menulis sekarang bukan

suatu keterpaksaan, tetapi sudah

menjadi kebutuhan. [E]

Referensi

Atmowiloto, Arswendo. 1991.

Mengarang itu Gampang.

Jakarta: Gramedia

DePotter, Bobby. 1999. Quantum

Learning. Jakarta: Kaifa

Hernowo. 2002. Andaikan Buku Itu

Sepotong Pizza. Jakarta: MLC.

——————, 2001. Mengikat Makna.

Jakarta: MLC.

Mohammad, Herry. 2001. Yuk

Menulis, Yuk. www. mizan.com

Jonru. 2005. Tips Sederhana

Penulisan Artikel Nonfiksi. www.

penulislepas.com

Wibowo, Hari. Membaca adalah

Belajar, Menulis adalah Bekerja.

Wijayakusuma Thn. ke-2 ed.4

Page 38: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

38 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Pourquoi Zidane? Mengapa

Zidane? Pertanyaan itu

masih terus dilontarkan

publik meski gebyar Piala Dunia

2006 telah berlalu. Rasa penasaran

juga terus menghantui benak penulis

yang notabene—hanya seorang ibu

rumah tangga—yang tidak mampu

menikmati permainan sepakbola

seheboh apapun. Rasa ingin tahu

akhirnya memaksa penulis untuk

membongkar kembali “tumpukan

file” yang telah mengendap di pojok

memori, kali ini selaku pembelajar

bahasa Perancis. Tentu saja tulisan

ini tidak difokuskan pada hebohnya

permainan Zidane, Thuram, atau

Barthez yang berakhir tragis, namun

dalam kesempatan ini penulis ber-

maksud mendiskusikan insiden Zizou

vs bek tengah Italia Marco Matterazi

dari sudut budaya (dalam kerangka

pengajaran bahasa Perancis). Pema-

haman budaya Perancis seakan me-

nemukan momentum sejak tim les

Bleus lolos ke babak final Piala Dunia

2006.

Lantas, apa hubungan insiden

Zidane dengan pemahaman lintas

budaya? Sederhana saja. Jika kita

mengetahui latar belakang ungkapan-

ungkapan (para pekerja media

menyebutnya dengan umpatan)

Matterazi sebelum diseruduk Zidane

kita akan lebih memahami dan me-

maklumi reaksi Zidane. Surat kabar

The Sun mempublikasikan peng-

amatan ahli pembaca gerak bibir

Marianne Frere yang menyebutkan

bahwa Materrazi memprovokasi

Zidane dengan ucapan anak pelacur

teroris. Mengapa Zizou begitu emosi-

onal kalau hanya dikatakan teroris?

Media Prancis bahkan berspekulasi

Materrazi kemungkinan mengata-

kan sesuatu yang buruk tentang

Zidane dan keluarganya, yakni ung-

kapan harkis, son of harkis! Apa

makna kata itu sebenarnya sehingga

Zidane bereaksi keras? Ditinjau dari

pengajaran bahasa, perlawanan ber-

buah masalah tersebut didasarkan

oleh nilai, sikap, dan budaya yang

terkait dengan pribadi Zidane.

Meminjam pernyataan Sadtono

(2003) bahwa pemahaman lintas

budaya merupakan komunikasi

a n t a r b a n g s a

atau antarkelom-

pok etnis atau

antarsuku yang

dipengaruhi nilai-

nilai, sikap, dan

perilaku budaya

yang bersangku-

tan.

Lantas, mung-

kinkah kita bela-

jar bahasa tanpa

mempelajari bu-

daya? Le Cadre

e u r é p o é e n

c o m m u n d e

référence pour les

langue menegas-

kan la conscience interculturelle fait

partie des compétences générales que

l’apprenant d’une langue étrangère doit

acquérir (bahwa pengetahuan lintas

budaya merupakan bagian dari

kompetensi yang harus dimiliki se-

Artikel

Zizou dan MomentumPemahaman Lintas Budaya

Siti NurhayatiWidyaiswara Bahasa Perancis PPPG Bahasa

Sumber: Surat kabar Le monde. Arti Zidane pensiun lewat sundulan kep

Page 39: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 39

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

orang pengajar bahasa asing adalah

mutlak adanya).

Kemampuan itu tidak saja diper-

lukan dalam kerangka komunikasi

(baca pengajaran bahasa) tetapi

juga dalam rangka memecah kebe-

kuan xenofobia (rasa benci terhadap

orang asing), etnosentris, dan dis-

kriminasi. Keniscayaan ini bahkan

ditegaskan Myriam Denis, menurut-

nya le cours de langue constitue un

moment privilégié qui permet à

l’apprenant de découvrir d’autres

perceptions et classifications de la

réalité, d’autres valeurs, d’autres

modes de vie…. Bref, apprendre une

langue étrangère, cela signifie entrer

en contact avec une nouvelle culture

(Pendeknya, belajar bahasa adalah

momen istimewa bagi siswa untuk

mengenal realita lain di luar diri-

nya, nilai yang berbeda serta gaya

hidup yang ber-

beda pula. Bela-

jar bahasa asing

berarti bersen-

tuhan dengan

budaya yang

baru).

Tentu saja

interaksi baru

tersebut bukan

berarti mem-

b u a n g n i l a i -

nilai yang sudah

d i m i l i k i . M e -

mang, bahasa

bukanlah seka-

dar sarana seder-

hana untuk ber-

tukar informasi. Bahasa, bahkan

merupakan penghubung komunika-

si budaya asal. Untuk menjadi se-

orang pembelajar yang mahir, ha-

rus pula memahami budaya, barang-

kali lebih tepat praktik-praktik bu-

daya, asal budaya itu.

Pertanyaan selanjutnya, apa

makna dan latar belakang kata

harkis dalam budaya Prancis? Jika

melihat sejarah (politis) Zidane ber-

sama ayahnya masuk dan bermu-

kim di Prancis, terlebih sosok ayah-

nya begitu kuat dan mempengaruhi

kejiwaannya, tampaknya ungkapan

Materrazi berbau rasial sehingga

Zidane berbalik melakukan per-

lawanan.

Zinedine Zidane atau Zinedine

Yazid Zidane atau Zin ad-Din Zidan

lahir di Marseille (kota kecil di bagian

selatan Prancis) 23 Juni 1972. Ejaan

nama pertamanya berarti hiasan

kepercayaan dan kata kedua

namanya tumbuhnya kepercayaan.

Ayah Zidane adalah keturunan

Afrika Utara bernama Kabyles,

seorang muslim non-Arab dari seme-

nanjung Aljazair yakni kampung

Aguemoune. Mereka bermigrasi ke

Prancis dan ia tumbuh dengan nama

panggilan Yazid. Pelatihnya, Roland

Curbis di Bordeaux memanggilnya

Yaz. Lama kelamaan ia dipanggil

dengan nama Zizou sehingga terasa

lebih Prancis.

Pada awalnya dia tidak suka

politik. Namun, karena politik rasial

menjadi debat nasional di Prancis

dalam beberapa tahun, Zidane ter-

panggil ikut dalam panggung po-

litik. Ia lebih cinta pada Prancis libe-

ral ketika berbicara tentang rasialis-

me Partai Front Nasional Jean-Marie

Le Pen saat terjadi perdebatan menu-

ju kursi kepresidenan tahun 2002.

Prancis liberal suka menggunakan

kebesaran popularitas Zidane seba-

gai simbol bahwa negara menjadi

terbuka dan semakin cerah terhadap

kaum minoritas. Di ajang Piala

Dunia 2006 pun kita dapat menyak-

sikan di antara negara Eropa lain-

nya mungkin hanya tim Prancis-lah

yang dipenuhi pemain berkulit

hitam. Para penggemar sepakbola

mungkin bertanya-tanya bagai-

mana mereka menciptakan gaya

sepakbola yang atraktif dengan ke-

mampuan individu yang begitu me-

nonjol?

Penjelasan paling masuk akal

dari semua hal menakjubkan ten-

tang timnas Prancis tidak bisa dile-

paskan dari sejarah negara itu sen-

diri. Prancis adalah salah satu nega-

ra yang pernah menguasai separuh

dunia. Bersama Inggris dan Portugal

(dulu Portugis), mereka menancap-

kan imperium di seantero dunia.

Prancis yang memiliki slogan liberté,

égalité, fraternité (kebebasan,

keadilan, persaudaraan) ini adalah

negara yang memiliki wilayah teri-

torial di benua lain. Terbanyak, ne-

gara berpenduduk 60,876 juta jiwa

itu memiliki wilayah di Afrika, juga

di Antartika bernama Terre Adelie.

Nama Prancis mewarisi nama se-

buah kerajaan Jermanik yang

wilayahnya pernah mencakup dae-

rah tersebut setelah runtuhnya ke-

kaisaran Romawi, yaitu kerajaan

Franka. Warga bekas jajahan inilah

yang kemudian berdatangan ke

Prancis dan menjadikan darah skuad

timnas Prancis mengalir berbagai

macam talenta sepakbola. Maka

muncullah gaya khas Prancis. Ada

talenta Afrika yang eksplosif, gaya

Amerika Selatan yang atraktif, gaya

Asia yang lincah, atau gaya Eropa

yang ulet dan penuh dedikasi.

Sebanyak 70% skuad inti adalah

warga imigran yang berasal dari

bekas koloni Prancis. Beberapa di

antaranya adalah Zidane yang ber-

kata-kata (melalui permainan bunyi):pala!

Page 40: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

40 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

darah Aljazair, Vieira (Senegal),

Wiltord (Guadeloupe) dan Makalele

(Kongo). Di bidang lain, banyak pula

warga imigran dari Aljazair (dikenal

dengan Pieds-Noirs (Black Feet) yang

ikut mengharumkan nama Prancis,

di antaranya Albert Camus (sastra-

wan tekemuka, peraih Nobel Sastra

tahun 1957), Paul Robert (ahli

bahasa), Paul Belmondo (pema-

tung), Claude Cohen Tannoudji (pe-

raih Nobel Fisika tahun 1997), Yves

Saint-Laurent (perancang busana),

dan masih banyak lagi.

Memang, negara memberikan

peluang khususnya pada bekas

koloni Prancis untuk bermigrasi ke

negeri pusat mode tersebut. Zidane

amat setuju dengan faham itu dan

layaknya sebagai generasi kedua,

kalangan muslim Prancis pun amat

setuju dengan keterbukaan terhadap

kaum minoritas. Filosofi Prancis

tentang imigran selalu berintegrasi

dengan negara alih-alih bersifat

multikultural, artinya semua yang

datang ke Prancis harus bertindak

seperti orang Prancis, tidak lagi ber-

gantung kepada nilai asli leluhur di

negara mereka.

Dalam hal ini, Zidane sebagai

muslim dari Afrika Utara, yang tum-

buh di Prancis sebagai personifikasi

gaya Gallic, dianggap sebagai poster

seorang pemuda Prancis yang ter-

integrasi dalam bentuk model. Ada

juga yang menganggap Zidane seba-

gai Paman Tom. Kebaikan Prancis

terhadap Aljazair di Paris berbalik

menjadi mimpi buruk bagi Zidane,

ketika elemen dukungan Aljazair

berbalik dengan adanya ucapan dan

tulisan yang berbunyi Zidane-Harki.

Kata harki atau harka berasal dari

bahasa Arab haraka yang berarti

bergerak. Cacian yang menyebut

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Sya’bi. Kamus An-Nur Arab-

Indonesia Indonesia Arab.

Penerbit Halim Surabaya :1997

E. Sadtono. Setan Bahasa dan

Pemahaman Lintas Budaya.

Penerbit Mascomm Media.

Semarang: 2003

http//www. wikipedia.org diakses

Juli 2006

http//www.detiksport.com diakses

Juli 2006

http//www.yyuana blogsome.com

diakses Juli 2006

Zizou sebagai son of Harkis merujuk

pada istilah yang disandangkan ke-

pada para kolaborator dalam perang

kemerdekaan Aljazair melawan

Prancis. Harki adalah muslim

Aljazair yang bertempur membela

Prancis dalam masa perang tahun

1954-1962 dan dianggap para

nasionalis Aljazair sebagai peng-

khianat rendahan. Seperti diketahui

sejak tahun 1830, Aljazair menjadi

daerah koloni Prancis hingga mer-

deka pada 3 Juli 1962. Orangtua

Zidane sempat dituduh harkis dan

mendapat ancaman pembunuhan.

Suatu kali, Zidane pernah membuat

pernyataan untuk membantah se-

mua tuduhan tersebut, lantaran tu-

duhan itu berimplikasi bahwa ayah-

nya adalah seorang harki yang sudah

berkhianat terhadap agamanya,

berkelahi melawan bangsanya sen-

diri, bertempur melawan saudara-

nya sendiri kemudian melarikan diri

dan hidup di tengah orang yang di-

dukungnya.

Slogan tersebut sebenarnya

sudah sering dilontarkan publik

Aljazair. Menanggapi hal tersebut

Zidane mengatakan, "Ayah saya

bukan seorang harki. Ayah saya se-

orang Aljazair, dia bangga dengan

itu dan saya bangga dengan ayah

saya. Saya bangga dengan Aljazair.

Yang terpenting, ayah saya tidak

pernah bertempur dengan orang

senegaranya."

Pembelaan itu tampaknya lebih

sering diucapkan Zidane melalui

sepakbola dan dia meneriakannya

melalui gol-gol yang diciptakan pada

final Piala Dunia 1998, Liga

Champion 2002 dan 2004 serta ter-

akhir, Piala Dunia 2006. Penam-

pilan dan gol-gol yang diciptakan-

nya merupakan jawaban abadi ten-

tang kebenaran tuduhan orang ter-

hadap keluarganya.

Akhirnya, dari arena Piala Dunia

2006 kita memperoleh pengetahuan

tentang lintas budaya, bahwa (1)

bahasa adalah ekspresi budaya sese-

orang, dalam hal ini budaya Aljazair

dan Prancis yang tertanam pada

sosok Zizou, (2) dengan mengetahui

akar budaya Prancis kita mampu

memahami pikiran, perkataan dan

perbuatan (reaksi) Zizou, (3) melalui

tindakannya sesungguhnya Zizou

sedang berkomunikasi dengan juta-

an pemirsa perihal nilai, sikap dan

budaya yang dianutnya, dan (4)

bagi pengajar bahasa Prancis, penge-

tahuan sejarah dan budaya Prancis

akan menjadi wahana agar bahasa

(susah) yang satu ini lebih mem-

bumi dan memotivasi siswa untuk

mempelajarinya. [E]

Page 41: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 41

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Too difficult and irrelevant to

the need of English as Foreign

Language (EFL) learners would

mostly be the answers of EFL

teachers, when they are asked

whether or not they use poem as

authentic material in EFL classroom.

Most of them, apparently, looks

literature particularly poem or

poetry as the untouchable object.

Surprisingly, the regretful opinion

on literature (particularly poem) not

only comes from EFL teachers but also

arise from the writer’s colleagues—

widyaiswara bahasa Inggris (English

Teacher Trainer) The myth toward

literature (poem) clouds the true

color of the poem as authentic

material which should benefit the

EFL learning process in Indonesia.

As the literature dilettante, the

writer possesses great determination

to uncover the myth. It is undeniably

an arduous task to be carried out.

However, it is also challenging. One

action that already has been done is

by presenting this issue to the reader

EKSPRESI of PPPG Bahasa (Language

Teacher Training Development

Center). The aim of this article is to

introduce SHAPE POEM as one of the

types of poem.

Shape poem began its journey in

1950’s when some poet in

Switzerland, Sweden and Brazil

independently develop ‘concrete

poetry’. This kind of poem offers the

different arrangement of words and

phrases which lead to the

interpretation of poem’s meaning.

Some famous poets who have made

such great work on collaborating the

form or appearance with the words

and phrases are Ezra Pound,

Stephane Mallarme, Lewis Carol and

George Herbert.Later, concrete

poetry or visual poetry is also known

as shape poem.

Kenneth Koch in the www.

baymoon.com provides some

characteristics of shape poem:

1. If you remove the form of the

poem, you will weaken the poem

(not only the meaning but also the

total beauty of the poem). In some

shape poems (though not all), the

form has significant meaning to

the poem that removing the form

means destroying the poem.

2. Shape poem has the arrangement

of letters, words and phrases that

create an image leading to the

meaning visually.

3. The white space of the page can

contribute significant part of the

poem.

4. Shape poem can include a

combination of lexical and

pictorial element

5. The physical arrangement in

shape poem or concrete poem can

provide a cohesion that the actual

words lack. This allows a poem to

ignore standard syntax and logical

sequencing.

In Shape poem the visual

represents and symbolizes the

Shape Poem:An Appealing Merger of Word and Form

Marike Nawang PalupiEnglish Teacher Trainer at PPPG Bahasa

English Corner

Page 42: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

42 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

meaning and perhaps the subject of

the poem. The form further

contributes the content construction

of the poem.The following is an

example of shape poems entitled A

Simple Tree by Marie Summers

(2003):

The visualization of tree leads to

the meanings as the reader read. It

helps the reader to reaveal the

content of the poem and also

strengthens effect of words used by

the poet such as root, trunk and soil.

Another two simple examples of

shape poem are Broken Car by

Jonathan Sluder (2001):

and Coffee by Sally Ann Roberts

(2001)—which is Shape poem as well

as Acrostic Poem (poem where the

first letter of each line spells a word,

usually using the same words as in

the title).

Both poems talk about common

objects (car and coffee) that people

often take for granted.The poets

express their feelings (by describing

object and daily experiences) about

car and coffee and try constructing

meaning through visual (the image

of car and a cup).

To bring shape Poem into EFL

classroom will be a good way

introducing literature to secondary

students. It does not mean EFL

teachers should discuss rhyme, verse

or any complicated technical terms

in their classroom with the students,

but simply use the poem as auhentic

material. For lower and upper

secondary students, shape poem will

not be too difficult as long as the

choice of theme is contextual. The

best theme can be talking about the

surrounding object the students

meet. The EFL teachers can provide

the examples or explain how to

compose a shape poem first. Kenneth

Koch in www.baymoon.com suggests

ways:

1. It might be easiest to outline

the shape first and then erase it,

leaving a faint hint of the shape to

guide you.

2. The shape can be anything you

want, as long as it has something to

do with what your poem is about.

From the above suggestion, EFL

teachers can ask their students to

choose- for example- a very special

object the student possess.Teachers

give questions for students to answer,

such as:

1. What does it look like ? Describe

it as best as you can-for example

smooth, white, small, can be placed

in child’s hand.

2. How did you get it ?given as

birthday present by parents. When?

A four year ago. Where? In suburb of

Jakarta.

3. What does it mean to you ? It

became my friend ever.

Based on the answers, students

can start to compose their own poem.

The next activity, students can show

their shape poem to the class and

read the poem aloud. In small group,

students can also discuss each other

poems and try to guess the story

‘behind’ the poems.

To conclude,shape poem is the

alternative authentic material for

EFL teachers to use in EFL class-

room.Not only significant to explore

the receptive skill (listening and

reading) and productive skill (speak-

ing and writing) but also appealing

to accommodate students/learners

need to express their feeling. [E]

References

Maley, Alan and Sandra Moulding

(1995). Poem into Poem. Cambridge

University Press

w w w . b a y m o o n . c o m

w w w . s h a d o w p o e t r y . c o m

www.teachingenglish.org.uk

And life began From a simple tree

Starting from roots They spread beneath

The earth nourishing soil Growing bigger

Its trunk widensStrengthening

It begins to Stand

On Its

Own And the roots keeping reaching far beyond the ground…

What can I do with a car that doesn’t go can I find some way to fix it How long will it be before I can go again Can the car even be fixed or is it hopeless I can’t take a bus to work they aren’t around

Stranded No MoneyDamned Things

Coffee, mild, but dark as toast. O..Oh healthy cup, of robust roast, F…..Fresh the smell, of perking pot, F…..Flavors senses, while it’s hot. E……Everlasting, in every way, E…Every morning, every day.

Page 43: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 43

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

berpindah sendiri. Baik manusia,

hewan, maupun tumbuhan dapat

memiliki nama diri.

Nama diri orang amat bergan-

tung pada maksud, tujuan, tradisi,

atau adat budaya pemberian nama di

tempat itu. Ada budaya yang meng-

haruskan orang memiliki nama ke-

cil dan nama dewasa, tetapi ada

yang tidak. Ada orang yang nama-

nya panjang, ada yang namanya

pendek, ada nama yang berbentuk

perulangan, dan ada juga yang me-

ngikuti kelaziman tertentu lainnya.

Nama diri orang, termasuk unsur-

nya, dituliskan dengan huruf awal ka-

pital, seperti Atiya dan Anna Kurniati.

Nama diri hewan tidak berkaitan

dengan nama jenis hewan, tetapi da-

pat berupa epitet, seperti si Rimbun

(karena pohon berdaun rimbun), si

Belang (karena hewan berbulu be-

lang), atau berupa tiruan bunyi, se-

perti si Meong dan si Embek. Bahkan,

ada yang menamainya dengan nama

orang, seperti nama hewan atau tum-

buhan di tempat-tempat sirkus.

b) Benda Takbernyawa

Yang termasuk benda takbernyawa,

misalnya agama, kitab suci, dan

aliran kepercayaan, dokumen,

majalah, surat kabar, nama pro-

gram, pertemuan, tempat dan/atau

fasilitas umum, lembaga, organisasi,

perkumpulan, bangsa, suku bangsa,

bahasa, desa, kota, wilayah dsb., keraja-

an, dan negara. Benda takbernyawa

dapat memiliki nama diri, seperti

(4) Islam, Alquran, dan Injil; Program

Studi Linguistik Universitas

Indonesia; Rumah Sakit Umum

Daerah Lampung Timur; bangsa

Indonesia, suku Lampung, bahasa

Wolio, desa Tanah Baru, kota

Banda Aceh, Wilayah Jakarta 2,

Kerajaan Sriwijaya, dan Republik

Indonesia nama surat kabar,

nama majalah, nama partai),

nama toko, dan nama apotek.

B. Nama Jenis

Memang agak sulit membedakan

nama jenis (nomenclature) dan nama

diri dengan baik, terutama yang tidak

mempelajari taksonomi, seperti yang

terdapat pada dunia hewan (animal

kingdom) dan dunia tumbuh-tumbuhan

(vegetable kingdom). Padahal, pema-

haman akan nama diri dan nama

jenis menjadi penting sebab hal itu

berimplikasi pada penulisannya.

Di dalam produk hukum dan

surat-surat resmi, misalnya, ejaan

nama jenis sering rancu dengan eja-

an nama diri. Ada kecenderungan se-

suatu yang dianggap bernilai, kha-

rismatis, dipuja, dihormati dsb.

dituliskan dengan huruf awal kapi-

tal. Padahal, ejaan tidak berkaitan de-

ngan anggapan. Lihat contoh berikut.

(1) a. undang-undang dan keputusan

menteri (nama jenis).

b. Undang-Undang tentang Pe-

nyiaran dan Keputusan Menteri

Pertanian RI (nama diri).

Hewan atau tumbuhan dapat di-

kelompokkan secara hierarkis ber-

dasarkan kesamaan sifat dan/atau

ciri. Sejumlah hewan dengan sifat

dan/atau ciri yang sama dimasuk-

kan ke dalam satu kelompok (spe-

sies), kemudian sejumlah spesies

dimasukkan ke dalam kelompok

yang lebih besar (genus), sejumlah

genus dimasukkan ke dalam kelom-

pok yang lebih besar lagi (subkelas),

dan sejumlah subkelas dimasukkan

ke dalam satu kelas (dan seterusnya

ke atas). Misalnya, spesies mangga

dan embacang dimasukkan ke dalam

genus Mangga; sejumlah spesies

badak jawa dan badak air (kuda nil)

dimasukkan ke dalam genus Badak.

Nama jenis adalah kata benda (no-

mina) yang menunjuk sembarang

anggota dalam kelas maujud bernya-

wa (seperti hewan) atau maujud

hidup (tumbuh-tumbuhan), atau

dalam kelas maujud takbernyawa,

serta maujud takbernyawa (benda

dan gagasan). Sebagai anggota dari

satu kelas maujud, sebuah nama jenis

pasti merupakan salah satu anggota

dari kelasnya itu. Misalnya, mawar

(nama jenis, kata khusus) menjadi

anggota dari nama yang lebih luas

cakupannya, bunga (kata umum),

yang menjadi superordinatnya.

Nama diri tidak menjadi bagian

(anggota) dari nama diri lain. Misal-

nya, nama diri orang (Eka) tidak

menjadi bagian dari nama diri orang

lain karena nama diri itu tidak ditu-

runkan dari nama diri yang lebih luas

cakupannya. Jadi, tidak ada nama diri

umum. Lagi pula, manusia yang satu

tidak menjadi subordinat dan yang

lain bukan superordinatnya.

Nama jenis dapat dimiliki oleh

semua benda asalkan benda itu dapat

diklasifikasi secara bersistem menu-

rut kriteria tertentu. Benda dapat

dibagi atas dua kelompok besar, yaitu

a. benda bernyawa (termasuk

benda hidup); dan

b. benda takbernyawa.

sambungan dari halaman 6

Penulisan Nama Diri dan Nama Jenis ...

Page 44: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

44 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Benda bernyawa terdiri atas he-

wan dan manusia, sedangkan benda

hidup terdiri atas tumbuhan (hanya

hidup vegetatif, tidak dapat berpin-

dah sendiri).

Nama jenis hewan atau tumbuhan

didasarkan pada sifat dan/atau ciri

yang sama, misalnya mawar, anggrek,

dan tulip (genus Bunga); bebek dan

angsa (kelas Unggas, genus: burung

berenang); camar dan rajawali (kelas

Unggas, genus: burung terbang).

Nama jenis hewan dan nama

jenis tumbuhan ada yang menyerta-

kan nama tempat atau nama khas

geografi, tetapi ada juga yang tidak,

seperti gajah afrika dan gajah

sumatera (genus Gajah atau

Elephantus), tetapi jambu batu dan

jambu air.

Nama jenis dalam bahasa Indonesia

dapat dibagi atas nama jenis benda alami

(hewan, tumbuhan, penyakit) dan

nama jenis benda olahan. Menurut

contoh yang terdapat pada Pedoman

Umum EYD, nama jenis benda alami

dituliskan seperti berikut

a. menurut sistem binomial, seperti

Tamarindus indica, Elephans

maxima, dan Filariasis timori;

b. mengikuti kaidah Ejaan Bahasa

Indonesia yang Disempurnakan,

seperti mawar, melati, dan anggrek

(tanpa disertai nama tempat atau

nama khas geografi); dan

c. mengikuti kaidah Ejaan Bahasa

Indonesia yang Disempurnakan,

seperti kambing ettawa, sapi

benggala, jeruk bali, pisang ambon,

dan dengue afrika (nama tempat

termasuk nama jenis).

Nama jenis benda olahan dapat

dibagi menjadi:

a. nama jenis tidak menyertakan

nama tempat (dituliskan dengan

huruf awal kecil), seperti asinan

kedondong, mie rebus, ayam bakar,

es teler, dan pempek ikan;

b. nama jenis menyertakan nama

tempat, seperti

(6) asinan (dari/khas) Bogor, teri

kering (dari/khas) Medan, dodol

(dari/khas) Garut, rendang (dari/

khas) Padang, bagea (dari/khas)

Ambon, sambal (dari/khas)

Lampung, coto (dari/khas) Makasar,

gudeg (dari/khas) Yogya, brem

(dari/khas) Bali; batik (dari/khas)

Solo, emas (dari/asal) Kendari,

kain tenun (dari/khas) Timor,

sarung sutera (asal) Bugis, mutiara

(asal) Maluku, dan pempek ikan

(dari/khas) Palembang.

c. nama jenis menyertakan nama

orang, seperti

(7) ayam goreng (buatan) Ibu A; soto

Betawi (buatan) Pak B.

Nama tempat atau nama orang

untuk menunjukkan asal atau ciri

khas olahan, bukan termasuk nama

jenis. Karena itu, nama tempat atau

nama orang dituliskan dengan huruf

awal kapital.

Nama jenis benda bukan alami

(benda takbernyawa), misalnya

a. nama jenis jabatan (lurah, camat,

bupati, direktur);

b. nama jenis pangkat (lektor, sersan,

pengatur muda);

c. nama jenis gelar, misalnya, gelar

adat (pengiran, raden, suttan),

gelar keagamaan (haji), dan gelar

akademis (sarjana, magister,

doktor);

d. nama jenis profesi (guru, bidan,

dokter, wartawan);

e. nama jenis pekerja berdasarkan

jenis pekerjaan (tukang becak,

petani, nelayan, penjaga);

f. nama jenis alat pertukangan kayu

(gergaji, palu, serut), perbengkelan

(kunci pas, kunci inggris, dongkrak);

g. nama jenis alat musik (gitar, bas,

saksofon); nama jenis alat tulis

(pensil, kertas, penghapus);

h. nama jenis bumbu dapur olahan

(garam, gula, kecap, pewangi);

i. nama jenis bumbu dapur alami

(kunyit, bawang, ketumbar);

j. nama jenis rumah (arsitektur

modern, arsitektur klasik).

Pembagian jenis benda olahan

dapat berdasarkan kriteria tertentu.

Makanan, misalnya, dapat berdasar-

kan bahan dasar yang dominan,

cara mengerjakan, rasa, atau suhu

makanan ketika disajikan dsb. Ber-

dasarkan cara memasak, dapat di-

peroleh ayam bakar, pisang bakar,

ayam goreng, telur goreng, ubi rebus,

jagung rebus, kedelai sangrai, kang-

kung tumis, roti panggang, ikan pang-

gang, petai sembam, pisang jemur

(pisang selai), dan nasi tanak. Berda-

sarkan bahan dasar dominan, misal-

nya opor ayam, opor itik, rendang

daging, dan rendang ayam. Berdasar-

kan suhu makanan ketika dihidang-

kan, misalnya teh dingin dan kopi panas.

Baju dapat dibedakan menjadi,

misalnya baju lengan panjang (lengan

pendek) atau baju kerah rebah (kerah

tegak), baju renang, baju pesta, baju

kerja, dan baju tidur.

Sebuah benda dapat diolah menurut

cara khas tempat, daerah, suku, atau

cara khas orang tertentu, misalnya

(1) rendang Padang, masakan Sunda,

atau soto Betawi Pak A, es cendol

Bang B, dan sate Madura Ibu C.

Nama tempat, daerah, suku, atau

nama orang yang disertakan di bela-

kang nama benda olahan tidak ter-

masuk nama jenis.

Merek dagang tertentu dapat

menjadi nama jenis. Hal itu terjadi

mungkin karena merek dagang itu

amat dikenal atau yang pertama kali

Page 45: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 45

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

dikenal luas oleh masyarakat di tem-

pat itu, seperti merek dagang yang

digunakan untuk menyebut nama

pompa air, nama pasta gigi, atau na-

ma air mineral. Misalnya,

(2) a. Tolong belikan saya air minum

... (nama merek dagang air

mineral).

b. Untuk menyedot air dari dalam

tanah air, kami menggunakan

.... (nama merek mesin air

yang terkenal). [E]

DAFTAR BACAANAbraham S. dan S. Kiefer. 1966. A

Theory of Semantics. The Hague:Mouton .

Alwi, Hasan. 2003. Kamus BesarBahasa Indonesia. Jakarta: BalaiP u s t a k a .

Benenson, Abram S. (Ed.) 1987.Control of Communicable Diseasein Man. 14th Edition. New York:American Public HealthAssociat ion.

Berlin, Brent et al., 1973. “GeneralPriciple of Classification andNomenclature in Folk Biology”dalam The American Anthropo-logyst. Vol. 75. Number i.

Cruse, D. 1986. Lexical Semantics.C a m b r i d g e : C a m b r i d g eUniversity Press.

Departemen Pendidikan danKebudayaan. 1997. PedomanUmum Ejaan Bahasa Indonesiayang Disempurnakan. Jakarta:Pusat Pembinaan dan Pengem-bangan Bahasa.

Kempson, Ruth M. 1979. SemanticsTheory. Cambridge: UniversityPress .

Quirk, Randolph dan SidneyGreenbaum. 1973. A UniversityGrammar of English. London:L o n g m a n .

TTTTTujuh Pujuh Pujuh Pujuh Pujuh Purnamaurnamaurnamaurnamaurnama

Tujuh purnama kini terasa begitulamaHampir kering air mata iniHampir tumbang raga iniMenahan segala dera ombakkerinduan Sedikit titik yang mengingatkanKupadaMuKan membuat mendungKu berubahHilang menetes tak terkiraHingga habis tenaga di jiwa Lagu sendu yang mengalunBerceritakan kerinduanKan membuat Ku tertunduk danterpakuMembatu tanpa tau mengapa Tujuh purnama kini terasa begitulamaKuhitung detik demi detik yangberjalanJarum jam itu seperti tak mauberkawanBahkan kadang Kumerasa diamendiam Sering terpikirkanInginKu menghilangBerlari kembali ke pelukan

Sajak Erlia Novita

Sajak-Sajak Hanifa Hairuli

Orang-orang tercintaNamun, sering pula terpikirkanMasa depan yang membentangSaat semua telah usaiBahagia pasti Kujelang Tapi, semua ini tak mungkin kanKulaluiTanpa semangat dariMu sahabatTanpa Doa dariMu sahabatTanpa genggam tanganMu Sahabat(walau di angan)Tanpa Rindumu SahabatTanpa curahan hatiMu Sahabat AdaMu membuat Ku tergerakDoaMu membuat Ku tersadarPenantianMu membuatKu Nyata Terima Kasih SahabatAtas adanya DiriMuSelalu..... UntukKu.....

FreundeFreundeFreundeFreundeFreunde

Wenn unsere Freundschaft nur kurzlichverbundenWäre besser, wieder recht ordentlichmachenWahrscheinlich sind auch die Herzenverloren

Tianjin, 3 Desember 2006, 23.44

Mit all diesen wegenDenn die beeindrückende Freundschaftist schwerAuszuschalten

So ist das LSo ist das LSo ist das LSo ist das LSo ist das Lebenebenebenebeneben

Einmal ist mir hart zu glauben,Dass ich alter gewordenMein Alter geht immer zurückMit aller hartigen AnspruchBin ja so…….Hätte ja nie FreundeDie die Ruhe immer begrüssen; SteinWie Menschen seinEinerseits sind wir LeicheAnderer halten wir VerantwortungEinerseits sind wir ErdeUnd anderer sind die AusgangpunktEinerseits sind wir besorgtAndererseits sind die BeruhigungsmittelAlle ist verbundenBis das Vertraven an siehtDass das Leben nur beschichte ist

EK

SP

RE

SI

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 45

Page 46: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

46 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Sekilas Info

Lomba KreativitasSiswa SMA/SMK/MA

Se-Jabodetabek

KEMBALI PPPG Bahasa meng

adakan lomba kreativitas siswa

di tahun 2006 dengan mengambil

tema “Raih Dunia dengan Bahasa”.

Bila tahun kemarin lomba kreati-

vitas siswa hanya diperuntukkan

untuk bahasa Inggris dan Bahasa

Indonesia, tahun ini lomba dibuka

untuk enam jurusan bahasa yang

ada di PPPG Bahasa, yaitu Bahasa

Indonesia, Inggris, Jerman, Jepang,

Perancis, dan Arab kecuali bahasa

Mandarin.

T u j u a n

d i a d a k a n

lomba yang

berlangsung

dari tanggal

1 0 – 1 2

November 2006 ini selain untuk

menegaskan kembali eksistensi PPPG

Bahasa di masyarakat luas, juga seba-

gai ajang mempromosikan model

pembelajaran bahasa alternatif yang

bisa diterapkan di kelas. Model-model

pembelajaran tersebut berorientasi

pada eksplorasi integrasi empat kete-

rampilan berbahasa seperti menyimak

(listening), berbicara (speaking), membaca

(reading) dan menulis (writing).

Lomba ini mengambil tempat di

kampus kompleks PPPG Bahasa dan

diikuti lebih kurang sekitar 120

siswa dari berbagai sekolah di wi-

layah Jabodetabek. Hasil lomba

sebagai berikut:

Bahasa Indonesia-Monolog: Juara

I Yulia Dewi (SMAN 2 Depok), Juara

II Mery Damai E (SMAN 26 Jakarta),

Juara III Gabriella Bintang (SMAN 81

Jakarta).

Bahasa Inggris-ICT Based English

Competition: Juara I Lutfi Prayogi

(SMAN I Depok), Juara II Nadya Veirizka

(SMAN 28 Jakarta), dan Juara III Galih

Prakasa (SMAN 1 Bogor).

Bahasa Jerman-Lernen Mit Spielen

(Belajar dengan Bermain): Juara I

Tera Hikmah Nurhani (SMAN 31

Jakarta), Juara II Ajeng Irdhani

(SMKN 27 Jakarta), dan Juara III

Alfadi Akbar (SMAN 67 Jakarta).

Bahasa Jepang-Lomba membaca

dan Menulis: Juara I Metha Vania

(SMAN 81 Jakarta), Juara II Budi

Utami Hanjani (SMU Lab School

Jakarta), dan Juara III Aldila N.

Pratiwi (MAN 4 Model Jakarta).

Bahasa Arab-Lomba Mengarang

dan Presentasi : Juara I Hilda Rizqi

(MAN 7 Jakarta), Juara II Syahir

Hadi (MA Darun Najah), dan Juara

III Akbar Saputra (MAN 4 Jakarta).

Bahasa Perancis-Lomba Membaca

berita: Juara I Nur Wahida Z (SMAN

70 Jakarta), Juara II Nur Fajarwati

(SMAN 70 Jakarta), dan Juara III

Anita Purbandari (SMAN 34

Jakarta). [marike-E]

SEBAGAI institusi pemerintah

yang memiliki visi menjadi

lembaga pendidikan dan pelatihan

bahasa yang profesional dan kom-

petitif, PPPG Bahasa berusaha men-

ciptakan program-program efektif

untuk mewujudkan visi ke dalam

bentuk nyata. Salah satu program

setiap tahun adalah seminar.

Bertempat di Gedung F PPPG

Bahasa, seminar kebahasaan pada

tahun 2006 ini mengambil tema

Seminar Pengajaran,Pembelajaran, dan

Riset Bahasa

Kunjungan KepalaPPPG Bahasa

ke SDN Cilengkrang

HINGGA saat ini, Pusat Pe-

ngembangan Penataran Guru

(PPPG) Bahasa telah memiliki tiga

puluh sekolah model untuk bahasa

Inggris. Ketiga puluh sekolah model

ini tersebar di seluruh Indonesia.

Salah satunya SDN Cilengkrang di

besar Bahasa dan Riset sebagai

Sarana untuk menghasilkan karya

Kreatif dan Inovatif. Selama 2 hari

( 2 4 – 2 5

N o v e m b e r

2006) pe-

serta semi-

nar yang ter-

diri atas 97

orang guru di seluruh wilayah

Jabodetabek mengikuti dengan

tekun sajian dari tujuh narasumber.

Ketujuh narasumber tersebut me-

rupakan para praktisi lapangan,

widyaiswara, dan dosen senior per-

guruan tinggi.

Selengkapnya tema-tema yang

diulas dalam seminar sebagai

berikut: Membaca Sastra: Sebuah

Apresiasi Kritis (Dra. Nyoman Elly S),

Methodology in Language Teaching

(Itje Chodijah, M.A), Lintas Budaya

Dalam Pengajaran Bahasa Asing

(Widiyatmoko, M.Pd), Analisis

Bahasa dengan Menggunakan Kom-

puter (Dr. Sugiyono), Penanaman

Konsep sebagai Implementasi dalam

P e m b e l a j a r a n B a h a s a ( D r a .

Supraptiningsih, M.Ed), Analisis

Wacana (Prof. Dr. Achmad HP), dan

Pemelajaran Bahasa dengan Kuri-

kulum Tingkat Satuan Pendidikan

(Ariantoni, Puskur). [marike-E]

Page 47: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 47

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

Edisi 8 Tahun IV Desember 2006 - 47

Sekilas Info

Kabupaten Sumedang. Tepatnya

beralamat di Jalan Panyingkiran

101 Kota Kaler, Sumedang Utara,

Sumedang, Jawa Barat.

Sebagai satu dari kelas model

pembelajaran binaan PPPG Bahasa,

SDN Cilengkrang telah menjalin

hubungan baik dan ikut serta dalam

kegiatan yang diikuti PPPG Bahasa.

Pada bulan Agustus 2006, SDN

Cilengkrang mengirimkan para mu-

ridnya untuk mewakili PPPG Bahasa

pada acara Pameran Pendidikan

Nasional (PPN) 2006 di Gedung A

Depdiknas Senayan. Mereka memen-

taskan drama berbahasa Inggris

yang mengisahkan sulitnya ber-

komunikasi bagi tenaga kerja

Indonesia yang bekerja di luar negeri

karena minimnya kemampuan ber-

bahasa Inggris.

Karenanya, untuk menjaga hu-

bungan baik ini agar bisa terus be-

kerja sama, Kamis, 2 November

2006, pihak PPPG Bahasa yang

diwakili langsung oleh Kepala PPPG

Bahasa Dr. Muhammad Hatta, M.Ed,

Kepala Bidang Pelayanan Teknis

PPPG Bahasa pada saat itu Drs. Agus

Suhardono, M.Si, dan Kepala Seksi

Publikasi dan Pelaporan Dra.

Nurlaila Salim, berkunjung ke SDN

Cilengkrang.

Kunjungan ini adalah kunjung-

an kedua pihak PPPG Bahasa ke SDN

Cilengkrang. Sebelumnya pihak

PPPG Bahasa yang ketika itu masih

dipimpin Drs. H. Achmad Dasuki,

M.M, M.Pd, telah pula berkunjung

ke sekolah model ini. Dalam kun-

jungan yang kedua kali ini, selain

untuk menjaga dan membina hu-

bungan baik, Kepala PPPG Bahasa

Dr. Muhammad Hatta, M.Ed, seka-

ligus memberikan dana bantuan ke-

pada pihak SDN Cilengkrang.

Bantuan yang diberikan adalah

bantuan dana subsidi pembelajaran

untuk peningkatan mutu pendidik-

an yang diterima oleh Kepala Seko-

lah SDN Cilengkrang Drs. Udek

Suwandi dengan diketahui Ketua

Dewan Sekolah Drs. Asep Sumpena.

Subsidi senilai 10 juta rupiah ini

berasal dari Direktorat Jenderal

Manajemen Pendidikan Dasar dan

Menengah (Ditjen Mandikdasmen).

Dalam amanatnya, Kepala PPPG

Bahasa berpesan kepada pihak se-

kolah tersebut untuk menggunakan

dana subsidi dengan tepat guna.

Beliau menambahkan dana itu su-

dah semestinya dialokasikan menu-

rut kebutuhan yang ada dan sesuai

dengan tujuan diberikannya dana

subsidi yaitu untuk meningkatkan

mutu pendidikan lewat media pem-

belajarannya. [yusup—E]

Serah Terima JabatanKepala PPPG Bahasa

DIREKTUR Pembinaan Pendi-

dikan dan Pelatihan (Dir.

Bindiklat), Ditjen PMPTK, Sumarna

Surapranata, P.hd. menyaksikan

serah terima jabatan Kepala PPPG

Bahasa dari pejabat lama, Drs. Achmad

Dasuki, M.M., M.Pd. kepada penggan-

tinya, Dr. Muhammad Hatta, M.Ed.

Pejabat lama selanjutnya mendu-

duki jabatan Kepala PPPG Teknologi

Bandung. Sedangkan Dr. Muhammad

Hatta, M.Ed. sebelumnya menjabat

sebagai Kepala Sub Direktorat Kuri-

kulum dan Penilaian, Direktorat

Pendidikan Lanjutan Pertama,

Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar

dan Menengah.

Dalam kata sambutannya

Sumarna Surapranata, P.hd. mene-

rangkan, “Pergantian jabatan, pro-

mosi, atau rotasi adalah hal biasa da-

lam suatu organisasi. Di mana jabat-

an adalah merupakan kepentingan

suatu organisasi. Dan siapa pun orang-

nya atau pejabatnya akan menga-

lami hal yang sama. Maka tolong ja-

ngan ada persepsi atau tanggapan yang

macam-macam, karena ini sudah

lumrah di kalangan para pejabat. Ini

adalah suatu amanah, dan tolong di-

jaga dengan sebaik-baiknya, juga

ucapan terma kasih kepada pejabat

lama, Drs. Achmad Dasuki, M.M.,

M.Pd. yang sudah mengabdikan

baktinya di PPPG Bahasa, semoga di

tempat yang baru, mendapat keba-

hagiaan, keberkahan, dan selamat.”

Dalam kesempatan tersebut Dir.

Bindiklat juga mengatakan disiplin

adalah contoh buat bawahan sebab

itu merupakan cermin keterbukaan,

dan tolong ciptakan kebersamaan,

dan kekeluargaan jangan mencipta-

kan konflik, tegasnya.

Serah terima jabatan Kepala

PPPG Bahasa yang berlangsung di

Gedung Serba Guna PPPG Bahasa ini

selain dihadiri oleh Direktur Bindiklat,

juga dihadiri Camat Jagakarsa, Lurah

Lenteng Agung, para pejabat di ling-

kungan PPPG Bahasa, dan seluruh

pegawai PPPG Bahasa. [herman—E]

Page 48: Daftar Isi - p4tkbahasa.kemdikbud.go.idp4tkbahasa.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2019/06/003-Ekspresi...Media Komunikasi dan Informasi Pusat Pengembangan Penataran Guru Bahasa

48 - Edisi 8 Tahun IV Desember 2006

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI

EK

SP

RE

SI