daftar gambar.unlocked
DESCRIPTION
##TRANSCRIPT
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Geodinamika bumi dan kegiatan vulkanisme. 4
Gambar 1.2. Penyebaran gunungapi di Sumatra. 11
Gambar 1.3. Penyebaran gunungapi di Jawa. 12
Gambar 1.4. Penyebaran gunungapi di Indonesia bagian timur. 13
Gambar 2.1. Lempeng litosfer bumi yang menunjukan batas lempeng
yang aktif sekarang (sumber: USGS, 2005).
15
Gambar 2.2. Hubungan sistem gunungapi dengan kedudukan
tektoniknya.
16
Gambar 2.3. Skematik kedudukan tektonik kegiatan gunungapi dan
perkiraan volume batuan yang keluar dalam km3/tahun
(Fischer & Schminke, op.cit. Wohletz & Heiken 1992).
16
Gambar 3.1. Klasifikasi mekanisme erupsi berdasarkan ukuran butir
dan penyebaran endapan jatuhan dan skema dari erupsi
gunungapi (Wohletz dan Heiken, 1992).
24
Gambar 3.2. Hubungan fenomena erupsi dengan tipe endapan
(Sheridan dan Wohletz, 1983).
25
Gambar 3.3. Bentuk gunungapi utama (USGS/Lyn Topinka, 1998). 27
Gambar 3.4. Karakteristik bentuk-bentuk gunungapi (USGS/Lyn
Topinka, 1998).
28
Gambar 4.1. Hubungan aliran lava dengan viskositas (Walker, 1971). 32
Gambar 4.2. Lava subaerial yang diendapkan di lingkungan darat
(Lockwood dan Lipman, 1980).
32
Gambar 4.3. Pengendapan lava bantal dan penampang melintangnya
(Hargreaves dan Ayres, 1979).
35
Gambar 4.4. Ukuran/tebal lava dengan komposisi yang berbeda
(Walker, 1973).
36
Gambar 4.5. Penampang skematik aliran lava riolit (Cas dan Wright,
1988).
36
Gambar 4.6. Hubungan geometri endapan piroklastik (Wright, Smith 37
vi
dan Self, 1980).
Gambar 4.7. Skematik pengendapan piroklastik (Menurut Walker,
1983).
38
Gambar 4.8. Bagan alir analisa laboratorium untuk piroklastik
(Wohletz dan Heiken,1992).
39
Gambar 4.9. Skematik suatu endapan aliran piroklastik (Cas dan
Wright, 1988).
45
Gambar 4.10. Mekanisme terjadinya aliran piroklastik (Cas dan
Wrightt, 1988).
42
Gambar 4.11. Mekanisme terbentuknya endapan surges (Cas dan
Wright, 1988).
44
Gambar 4.12. Gambar A. Penyebaran fasies surge dengan jarak relatif
terhadap kepundan Ubehebe, California, Usa, gambar B.
Memperlihatkan klasifikasi lapisan base surge (Wohletz
dan Sheridan, 1979, Allen, 1982, op.cit. Cas dan Wright
, 1988).
45
Gambar 5.1. Model fasies untuk gunungapi strato berdasarkan hasil
studi di fuego, Guatemala (Vessel dan Davies, 1981).
51
Gambar 5.2. Peta geologi Gunung Guntur (Saepuloh, 2004). 54
Gambar 5.3. Penampang geologi Gunung Guntur AB (Saepuloh,
2004)
55
Gambar 5.4. Vulkanostratigrafi Gunung Guntur (Saepuloh, 2004). 55
Gambar 6.1. Evolusi dapur magma asam sebagai fungsi kedudukan
tektonik (Hidreth, 1981).
58
Gambar 6.2. Kompleks lava dome, dimana tefra/piroklastik berperan
sebagai reservoir, intrusi lava yang baru sekaligus
menjadi sumber baru yang memanaskan reservoir
(Wohletz dan Heiken, 1992).
61
Gambar 6.3. Penampang penafsiran data gravitasi lapangan
panasbumi Lahendong (Sudarman, Sumintadireja, dan
Ushijima, 1996).
62
Gambar 6.4. Distribusi daerah geotermal dunia dalam kerangka
tekoniknya (Raybach dan Muffler 1981, p 27).
64
vii
Gambar 6.5. Volcanic hydrothermal system (Hochstein dan Browne,
2000).
66
Gambar 6.6. Liquid dominated system (Hochstein & Browne, 2000). 67
Gambar 6.7. Sistem dominasi dua fasa; uap dan air (Hochstein &
Browne, 2000)
68
Gambar 6.8. Sistem dominasi uap (Hochstein dan Browne, 2000). 68
Gambar 6.9. Liquid dominated system pada morfologi relatif datar
(Hochstein & Browne, 2000).
70
Gambar 6.10. Heat sweep system (Hochstein & Browne, 2000). 72
Gambar 6.11. Sistem Heat Sweep pada zone rekahan (Hochstein &
Browne, 2000).
73
Gambar 7.1. Ternary Plot diagram yang digunakan untuk
mengklasifikasi air panasbumi berdasarkan proporsi
relatif ion-ion klorida, sulfat dan bikarbonat. (Nicholson,
1993, hal 24).
80
Gambar 7.2. Kelarutan silika (SiO2) dalam air pada tekan uap. 82
Gambar 7.3. Perbandingan perbedaan perhitungan temperatur
berdasarkan Na/K geothermometer.
85
Gambar 7.4. Ternary diagram untuk menentukan temperatur
reservoar dan untuk mengetahui air yang telah
mengalami kesetimbangan yang dapat digunakan untuk
geotermometer oleh Gigenbach,1988 (Nicholson, 1993)
88
Gambar 8.1. Hubungan antara magnetic permeability dan kandungan
mineral ferromagnetic.
92
Gambar 8.2. Lintasan gaya medan magnet bumi. 93
Gambar 8.3. Respon magnetik terhadap variasi inklinasi. 95
Gambar 8.4. Respon magnetik terhadap variasi inklinasi 600. 96
Gambar 8.5. Arus tunggal di permukaan homogenisotropik. 99
Gambar 8.6. Potensial dua elektroda arus pada satu titik. 100
Gambar 8.7. Dua elektroda arus dengan dua elektroda potensial. 101
Gambar 9.1. Tujuh komponen utama dalam penginderaan jauh. 104
Gambar 9.2. Arah rambat gelombang elektromagnetik. 106
Gambar 9.3. Perbandingan cakupan panjang gelombang ASTER dan 107
viii
Landsat.
Gambar 9.4. Pemrosesan pada ASTER Data Opener. 108
Gambar 9.5. Proses pembukaan file BSQ menggunakan Adobe
Photoshop 7.
109
Gambar 9.6. Citra ASTER band 4 sebelum dan sesudah filtering
edges untuk mempermudah dalam penarikan kelurusan
yang ada.
111
Gambar 9.7. Kelurusan diperoleh dari peng-ektraksian otomatis
dengan metode STA (Koike, et al. 1995).
112
Gambar 9.8. Kelurusan yang diperoleh dari STA dengan bantuan
animasi 3D (Kauda, et. al., 1998).
113
Gambar 9.9. FFD untuk Citra ASTER band 4. 114
Gambar 9.10. Lineament density map dari citra ASTER Band 4. 115
Gambar 9.11. Diagram rose dari kelurusan yang ada pada citra
ASTER Band 4 menunjukan arah umum dari struktur
yang ada di daerah penelitian.
116
Gambar 9.12. Reflektansi mineral klorit (USGS, 2004). 117
Gambar 9.13. Reflektansi mineral kaolinit (USGS, 2004). 117
Gambar 9.14. Reflektansi mineral muskovit (USGS, 2004). 118
Gambar 9.15. Histogram band 5 untuk citra ASTER. 119
Gambar 9.16. Mineral mapping dengan analisa spektral (sumber:
http://speclab.cr.usgs.gov, 2005).
120
Gambar 9.17. Citra Aster B 14-12-13 untuk RGB. 121
Gambar 10.1. Penggunaan langsung energi geotermal di dunia (Geo-
Heat Center, 2005).
124
Gambar 10.2. Skema sistem dry steam untuk pembangkit listrik tenaga
panas bumi (website INEEL, 2000).
125
Gambar 10.3. Skema sistem flash steam untuk pembangkit listrik
tenaga panas bumi (website INEEL, 2000).
126
Gambar 10.4. Skema sistem binary cycle untuk pembangkit listrik
tenaga panas bumi (website INEEL, 2000).
127
Gambar 10.5. Para petani di Oserian Farm Kenya sedang melakukan
sterilisasi tanah dengan memanfaatkan sumberdaya
128
ix
panasbumi (website World Bank, 2000).
Gambar 10.6. Sebuah komplek pertanian dengan rumah kaca di La
Carrindanga, Argentina yang menggunakan panas bumi,
salah satunya untuk mengatur temperatur (website
World Bank, 2000).
129
Gambar 10.7 Daerah perikanan di Wairakei Prawn Farm di New
Zealand yang memanfaatkan panas bumi dalam
prosesnya (website World Bank, 2000)
131
Gambar 10.8. Beberapa skema alat yang digunakan dalam
pemanfaatan panas bumi untuk wilayah (website World
Bank, 2002).
133
Gambar 10.9 Air diinjeksikan ke dalam lubang bor dan disirkulasikan
melalui rekahan-rekahan batuan panas beberapa
kilometer di bawah permukaan bumi. Air terpanaskan
akibat kontak dengan batuan dan dikembalikan melalui
lubang bor lainnya untuk menghasilkan energi listrik.
http://hotrock.anu.edu.au/).
135
Gambar 10.10 Kegiatan penyelidikan dan pengembangan panasbumi
(Komisi Standardisasi Panasbumi, 1999).
139
Gambar 11.1. Peta lokasi Wayang Windu dan lapangan geotermal di
sekitarnya (SKM, 2001).
144
Gambar 11.2. Tektonik setting lapangan geotermal Wayang Windu. 145
Gambar 11.3. Peta Geologi untuk lapangan geotermal Wayang Windu. 146
Gambar 11.4. Penampang Selatan-Utara menunjukkan stratigrafi di
Wayang Windu.
148
Gambar 11.5. Interpretasi gravitasi yang di-overlay pada data kontur
gravitasi (Sudarman et. al., 1986).
149
Gambar 11.6. Ilustrasi pengintegrasian data MT-TDEM resistivitas,
geologi, dan geokimia perlu dalam menentukan top-base
dari lempung penutup untuk low resistivity.
151
Gambar 11.7. Penampang NW-SE melewati zona dengan konduktifitas
tinggi.
152
x