d-art magazine 03 preview (low quality)

26
Harga Rp 50.000,00

Upload: d-art-corp

Post on 23-Jul-2016

232 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Storytelling

TRANSCRIPT

Page 1: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

HargaRp 50.000,00

Page 2: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

59

COOLIllustration

ALL SIZESavaible

T-Shirt

Jln Cigadung Raya Timur No. 107 Bandung (Factory) cabang: jln. RS. Fatmawai No. 8 Jakarta Selatan (O�ce),

Bandung, Indonesia 40133

www.c59.co.id

photographer : Prima Adhyasa Arindramodel : Mutiara Donna Visca

Page 3: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

59

COOLIllustration

ALL SIZESavaible

T-Shirt

Jln Cigadung Raya Timur No. 107 Bandung (Factory) cabang: jln. RS. Fatmawai No. 8 Jakarta Selatan (O�ce),

Bandung, Indonesia 40133

www.c59.co.id

photographer : Prima Adhyasa Arindramodel : Mutiara Donna Visca

Created By Azisa Noor

Page 4: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

3

Halo D-Artist,

Apa kabar semua? Semoga semuanya tetep semangat berkarya ya.

Nah, diedisi kali ini kita bakal ngomongin tentang storytelling neh. Banyak narasumber ternama yang ikutan nimbrung kali ini. Sebelum itu, ada kabar baik dulu: sekarang distribusi D-Art sudah meluas sampai pulau Jawa dan Bali! Jadi, D-Artist yang ada di luar kota Jakarta dan Bandung sudah bisa dapetin majalah ini di toko buku terdekat.

Selanjutnya, seperti kata pepatah "tak kenal, maka tak sayang" kita juga mau ngasih tau kalau kita juga udah punya maskot lho! Namanya Diona, nama yang lucu untuk seorang gadis lucu yang di-cosplay-kan oleh cosplayerlucu bernama Yuzu a.k.a Salma. Saat D-Artist ketemu kita, dijamin bakal lebih seru nantinya! :D

Akhirnya, kami ingin berterima kasih buat Allah SWT, orangtua, kerabat dan D-Artist yang sudah memberikan kami kesempatan untuk bisa bergabung dengan rekan-rekan kreatif dalam mengepakkan sayap di negeri tercinta kita ini

"Kamu gak akan tau rahasia apa yang terungkap saat mereka berbicara... When artists talk."

Penasaran kan? Selamat membaca!

Cover by Olvyanda Ariesta

Editor in Chief : Afdhal Gamalsyah PSekretaris : Ersha AmanahMarketing : Ilham Masry

Produksi Lead : Aldino PontoProduksi Team : Andi Sone

Creative Lead : Sayudi Falihul ACreative Team : Afdhal Gamalsyah P

Content Editor : Imansyah LubisContent Lead : Shafhi KasyafillahContent Team :- Siti Badriyah - Ratna Puspitasari- Fikry Hasan

Layout Lead & Editor : Andri GustiariLayout Team :- Andi Riswandi Rachmat- Baharudin M Yusuf- Denny Krisna

Illustration Team :- Fajar Indarto- Ralvi Lingga Ariyan

Web Leader : Arya Utama PutraWeb Team :- Haryo Adi- Rangga Adhitya P

Research & Development Team :- Wahyu Setiadi- Fauzia Ramadhanti

Kontributor :- Dini Marlina - Bramasta Aji- Olyvanda Ariesta- Bejowish D A

Office :Jl. Terusan Buah Batu, Kompleks Perumahan Buah Batu Ruko R4BandungTelp : 022 87792267Email : [email protected]

- Emma Silaen- Toga Putra

Editorial

3

Page 5: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

Halo D-Artist,

Apa kabar semua? Semoga semuanya tetep semangat berkarya ya.

Nah, diedisi kali ini kita bakal ngomongin tentang storytelling neh. Banyak narasumber ternama yang ikutan nimbrung kali ini. Sebelum itu, ada kabar baik dulu: sekarang distribusi D-Art sudah meluas sampai pulau Jawa dan Bali! Jadi, D-Artist yang ada di luar kota Jakarta dan Bandung sudah bisa dapetin majalah ini di toko buku terdekat.

Selanjutnya, seperti kata pepatah "tak kenal, maka tak sayang" kita juga mau ngasih tau kalau kita juga udah punya maskot lho! Namanya Diona, nama yang lucu untuk seorang gadis lucu yang di-cosplay-kan oleh cosplayerlucu bernama Yuzu a.k.a Salma. Saat D-Artist ketemu kita, dijamin bakal lebih seru nantinya! :D

Akhirnya, kami ingin berterima kasih buat Allah SWT, orangtua, kerabat dan D-Artist yang sudah memberikan kami kesempatan untuk bisa bergabung dengan rekan-rekan kreatif dalam mengepakkan sayap di negeri tercinta kita ini

"Kamu gak akan tau rahasia apa yang terungkap saat mereka berbicara... When artists talk."

Penasaran kan? Selamat membaca!

Cover by Olvyanda Ariesta

Editor in Chief : Afdhal Gamalsyah PSekretaris : Ersha AmanahMarketing : Ilham Masry

Produksi Lead : Aldino PontoProduksi Team : Andi Sone

Creative Lead : Sayudi Falihul ACreative Team : Afdhal Gamalsyah P

Content Editor : Imansyah LubisContent Lead : Shafhi KasyafillahContent Team :- Siti Badriyah - Ratna Puspitasari- Fikry Hasan

Layout Lead & Editor : Andri GustiariLayout Team :- Andi Riswandi Rachmat- Baharudin M Yusuf- Denny Krisna

Illustration Team :- Fajar Indarto- Ralvi Lingga Ariyan

Web Leader : Arya Utama PutraWeb Team :- Haryo Adi- Rangga Adhitya P

Research & Development Team :- Wahyu Setiadi- Fauzia Ramadhanti

Kontributor :- Dini Marlina - Bramasta Aji- Olyvanda Ariesta- Bejowish D A

Office :Jl. Terusan Buah Batu, Kompleks Perumahan Buah Batu Ruko R4BandungTelp : 022 87792267Email : [email protected]

- Emma Silaen- Toga Putra

Page 6: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

5

STORYTELLINGapril 2015

content

Editorial03news07 hellofest event review

D-tell41

kalenderevent51

d-academy45 Universitaswidyatama

d-studio47 agate studio

D-community49Next heaven

d-gallery53 JOi, bryan valenza,renata owen, moero knight

tutorial &referensi75 anatomi manusia

readerart85cosplay89 yuzu

d-request87

Page 7: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

6

pro rules33 WANNA MAKEA GOOD STORY?

faq25

halaman sketsa69

D-spot13 azisa noor, olvyanda ariesta,hide hidayat,hizkia subiantoro,gita juwita,bima whynot

azisa noor, olvyanda ariesta,gita juwita,tim killer ranger

Page 8: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

NewsHelloFest

7

Page 9: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)
Page 10: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

NewsCocoon Exhibition

Page 11: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

(Penulis oleh Shafhi Kasyfillah)

Page 12: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

NewsRonny Gani

11

Page 13: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

12

Page 14: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

BIODATA

KARYA-KARYA

CERITA MEMILIKI PERAN PENTING PADA KOMIK

Azisa Noor Koesoema yang akrab dengan sapaan Zisa ini sudah mengenal komik sejak kecil. Ketika itu pasar komik Indonesia sedang dikuasai oleh komik Jepang dan Eropa, karena hampir semua komik berasal dari negara tersebut. Story telling menurutnya memiliki peranan penting dalam pembuatan komik.Sebenarnya banyak cerita yang sudah disampaikan, namun masih banyak lagi yang ingin diceritakan kembali.Keinginan Zisa dalam membuat komik sangat besar.Hal itu tumbuh setiap ia mengingat komik Indonesia di masa kecilnya yang berjudul “Siksa Neraka”, yang menurutnya cukup seram untuk bacaan anak SD.Saya ingin di masa depan nanti ada bacaan yang lebih menarik dan menyenangkan, sehingga mudah diterima oleh anak-anak.” Kata Zisa ketika ditanya apa faktor pendukung saat terjun di dunia industri kreatif ini.Perjuangan Azisa dalam menekuni bidang industri kreatif ini tidaklah mudah.Selain banyak membaca referensi cerita, Zisa juga suka menghadiri berbagai acara yang berhubungan dengan bidang tersebut.Salah satunya adalah Pekan Komik Merdeka di tahun 1999,di mana dari situ dia mulai mengenal beberapa komikus.Kemudian saat duduk di kelas 3 SMP Zisa memberanikan diri untuk mengirimkan karya-karya nya ke beberapa majalah seperti majalah Anima, Animonster, dan lain-lain.

Setelah karyanyapertama terbit di majalah Animonster, di bangku SMA Zisa mulai mengenal beberapa penerbit dan memutuskan untuk bekerja di penerbitan komik anak-anak “Cupcup Meal”.Kemudian ia beraktivitas di komunitas Rumah Komik Komikara, menjadi komikus untuk penerbit Koloni, Makko, Mizan dan yang kini sedang dilakoni salah satunya adalah circle Archfriend.

Setelah lulus kuliah di Arsitektur ITB Band-ung, Zisa sempat meneruskan pendidikan di Amerika Serikat. Menerima beasiswa Fullbright, ia mengambil jurusan komik dari tahun 2012 hingga tahun 2014. Disana ia tak segan-segan mengembangkan hobi dan kemampuannya dalam membuat komik. Meskipun berada di negara lain, ternyata kecintaan Zisa terhadap Indonesia tidak berhenti begitu saja.Hal itu dibuktikan dengan karya thesis-nya yang bercerita tentang sejarah Indonesia.Kembali dalam proses pembuatan komik, menurutnya cerita merupakan salah satu unsur penting selain illustrasi. Kalaupun banyak orang suka terhadap illustrasi, jika cerita yang disampaikan kurang menarik ujung-ujungnya pembaca akan cenderung membeli komik dengan tujuan melihat teknik illustrasinya saja tanpa memperhati-kan alur cerita dalam komik tersebut.

Berbeda bila antara cerita dengan gambar/illustrasi ada kesinambungan, maka pembaca dengan mudah dapat mengerti maksud cerita komik tersebut. “Intinya sih hanya mengandalkan illustrasi yang bagus saja belum cukup, harus di imbangi dengan cerita yang menarik. Untuk mendapatkan ide cerita yang berbeda dari komik lainnya, cobalah melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang berbeda pula. Siapa tau sudut pandang yang kita ambil benar-benar dapat menarik perhatian pembaca.” Ujar Azisa ketika diwawancara langsung oleh tim content D-Art.

1. (2007) ‘Interlude : Before Dawn’, Verandah 22, Deakin University, Burwood, AU2. (2007) ‘Turn of the Screw : Aftermath’, Lingua Comica Anthology, ASEF, London, UK3. (2008) ‘Bintang’, Insan Madani, Jogjakarta4. (2008) ‘Mentari’, Insan Madani, Jogjakarta5. (2008) ‘Crossroads’, Antologi Tujuh anthol-ogy. Curhat Anak Bangsa, Bandung6. (2009) ‘Satu Atap’, Koloni m&c, Jakarta7. (2009) ‘Ramadhan 2000H’, Ngabuburit compilation, Koloni m&c, Jakarta8. (2010) ‘Perempuan di Atas Pohon’, Kampungan compilation, Gajah Jambon, Jakarta9. (2010) ‘Satu Atap 2’, Koloni m&c, Jakarta10. (2011) ‘Rantang’, Makko online comic publishing, Jakarta11. (2011) ‘Mantra’, Makko online comic publishing, Jakarta12. (2011) ‘Mantra’, Curhat Anak Bangsa, Bandung13. (2012) ‘Kaki Lima’ comic, New Local Hero compilation, Mizan Publishing, Bandung14. (2012) ‘Homecoming’, Nanny compilation, Curhat Anak Bangsa publishing15. (2012) ‘Crazy Spots I’ve Prayed’, Dead Comics Society, Minneapolis, USA16. (2013) ‘The Great Tree’, Adventures in Comics 3 anthology, Marine studios, London17. (2013) This is How They Own Us’, Every/Body comic anthology, 2D Cloud, Minneapolis, MN, USA18. (2014) ‘Footnotes from Batavia : 1928’, Uncivilized Books, Minneapolis, USA

Nama : Azisa Noor Koesoema

Nama Pena :Azisa Koesoema

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 21 Juli 1987

Domisili : Bandung

Afiliasi : Archfriend, Mizan

(Penulis oleh Siti Badriyah)

D-SpotAzisa Noor

Page 15: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

BIODATA

KARYA-KARYA

CERITA MEMILIKI PERAN PENTING PADA KOMIK

Azisa Noor Koesoema yang akrab dengan sapaan Zisa ini sudah mengenal komik sejak kecil. Ketika itu pasar komik Indonesia sedang dikuasai oleh komik Jepang dan Eropa, karena hampir semua komik berasal dari negara tersebut. Story telling menurutnya memiliki peranan penting dalam pembuatan komik.Sebenarnya banyak cerita yang sudah disampaikan, namun masih banyak lagi yang ingin diceritakan kembali.Keinginan Zisa dalam membuat komik sangat besar.Hal itu tumbuh setiap ia mengingat komik Indonesia di masa kecilnya yang berjudul “Siksa Neraka”, yang menurutnya cukup seram untuk bacaan anak SD.Saya ingin di masa depan nanti ada bacaan yang lebih menarik dan menyenangkan, sehingga mudah diterima oleh anak-anak.” Kata Zisa ketika ditanya apa faktor pendukung saat terjun di dunia industri kreatif ini.Perjuangan Azisa dalam menekuni bidang industri kreatif ini tidaklah mudah.Selain banyak membaca referensi cerita, Zisa juga suka menghadiri berbagai acara yang berhubungan dengan bidang tersebut.Salah satunya adalah Pekan Komik Merdeka di tahun 1999,di mana dari situ dia mulai mengenal beberapa komikus.Kemudian saat duduk di kelas 3 SMP Zisa memberanikan diri untuk mengirimkan karya-karya nya ke beberapa majalah seperti majalah Anima, Animonster, dan lain-lain.

Setelah karyanyapertama terbit di majalah Animonster, di bangku SMA Zisa mulai mengenal beberapa penerbit dan memutuskan untuk bekerja di penerbitan komik anak-anak “Cupcup Meal”.Kemudian ia beraktivitas di komunitas Rumah Komik Komikara, menjadi komikus untuk penerbit Koloni, Makko, Mizan dan yang kini sedang dilakoni salah satunya adalah circle Archfriend.

Setelah lulus kuliah di Arsitektur ITB Band-ung, Zisa sempat meneruskan pendidikan di Amerika Serikat. Menerima beasiswa Fullbright, ia mengambil jurusan komik dari tahun 2012 hingga tahun 2014. Disana ia tak segan-segan mengembangkan hobi dan kemampuannya dalam membuat komik. Meskipun berada di negara lain, ternyata kecintaan Zisa terhadap Indonesia tidak berhenti begitu saja.Hal itu dibuktikan dengan karya thesis-nya yang bercerita tentang sejarah Indonesia.Kembali dalam proses pembuatan komik, menurutnya cerita merupakan salah satu unsur penting selain illustrasi. Kalaupun banyak orang suka terhadap illustrasi, jika cerita yang disampaikan kurang menarik ujung-ujungnya pembaca akan cenderung membeli komik dengan tujuan melihat teknik illustrasinya saja tanpa memperhati-kan alur cerita dalam komik tersebut.

Berbeda bila antara cerita dengan gambar/illustrasi ada kesinambungan, maka pembaca dengan mudah dapat mengerti maksud cerita komik tersebut. “Intinya sih hanya mengandalkan illustrasi yang bagus saja belum cukup, harus di imbangi dengan cerita yang menarik. Untuk mendapatkan ide cerita yang berbeda dari komik lainnya, cobalah melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang berbeda pula. Siapa tau sudut pandang yang kita ambil benar-benar dapat menarik perhatian pembaca.” Ujar Azisa ketika diwawancara langsung oleh tim content D-Art.

1. (2007) ‘Interlude : Before Dawn’, Verandah 22, Deakin University, Burwood, AU2. (2007) ‘Turn of the Screw : Aftermath’, Lingua Comica Anthology, ASEF, London, UK3. (2008) ‘Bintang’, Insan Madani, Jogjakarta4. (2008) ‘Mentari’, Insan Madani, Jogjakarta5. (2008) ‘Crossroads’, Antologi Tujuh anthol-ogy. Curhat Anak Bangsa, Bandung6. (2009) ‘Satu Atap’, Koloni m&c, Jakarta7. (2009) ‘Ramadhan 2000H’, Ngabuburit compilation, Koloni m&c, Jakarta8. (2010) ‘Perempuan di Atas Pohon’, Kampungan compilation, Gajah Jambon, Jakarta9. (2010) ‘Satu Atap 2’, Koloni m&c, Jakarta10. (2011) ‘Rantang’, Makko online comic publishing, Jakarta11. (2011) ‘Mantra’, Makko online comic publishing, Jakarta12. (2011) ‘Mantra’, Curhat Anak Bangsa, Bandung13. (2012) ‘Kaki Lima’ comic, New Local Hero compilation, Mizan Publishing, Bandung14. (2012) ‘Homecoming’, Nanny compilation, Curhat Anak Bangsa publishing15. (2012) ‘Crazy Spots I’ve Prayed’, Dead Comics Society, Minneapolis, USA16. (2013) ‘The Great Tree’, Adventures in Comics 3 anthology, Marine studios, London17. (2013) This is How They Own Us’, Every/Body comic anthology, 2D Cloud, Minneapolis, MN, USA18. (2014) ‘Footnotes from Batavia : 1928’, Uncivilized Books, Minneapolis, USA

Nama : Azisa Noor Koesoema

Nama Pena :Azisa Koesoema

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 21 Juli 1987

Domisili : Bandung

Afiliasi : Archfriend, Mizan

14

Page 16: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

D-SpotOlvyanda Ariesta

15

Page 17: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

(Penulis oleh Shafhi Kasyfillah)

16

Page 18: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

BIODATA

Menurutnya, dia lebih terpengaruh oleh sebuah karya itu sendiri, tanpa merasa perlu untuk mengorek lebih jauh siapa artisnya. Kadangkala ia mengenal seorang artis hanya sebatas pada namanya saja sedangkan ketertarikannya pada suatu karya lebih kepada nilai estetika karya tersebut dan bagaimana riwayat sang artis ketika berkarya.Setelah lama berlatih menggambar karakter dan lain-lainnya, Hidayat memiliki keinginan untuk mulai membuat komiknya sendiri. Apalagi setelah mengetahui bahwa komik karyanya mungkin suatu saat bisa dicetak, diterbitkan, dan diedarkan. Hal ini semakin membuatnya bersemangat untuk berkarya. Menurutnya, hingga saat ini, komik ternyata bisa memberikan penghasilan yang lumayan.

Hambatan yang dirasakannya ketika sedang berkarya kurang lebih sama dengan yang dialami oleh orang-orang kebanyakan yaitu rasa malas. Dulu sewaktu masih pemula, saat di mana masih semangat-semangatnya, nyaris tak ada penghalang. Namun seiring bertambah usia, motivasi yang memudar, pelan-pelan perasaan jenuh mulai menghampiri. “Apalagi bila diganggu kucing usil yang lompat ke sana kemari,” ujarnya sambil terkekeh. Sampai sekarang pun, Hidayat masih mencari cara untuk mengatasi rasa malas tersebut. “Mungkin saya harus segera menikah. Biar ada yang memompa semangat dan memarahi bila malas-malasan,” lagi-lagi ia berkata dan tertawa.Bercerita tentang storytelling, menurutnya itu adalah teknik menyusun skema cerita sehingga tercipta alur yang baik dan menarik untuk diikuti. Semua itu bisa dipelajari dan dirasakan dengan sering menonton film, untuk kemudian diterapkan di dalam karya komik. Storytelling sangat berpengaruh pada sejauh mana sebuah karya bisa bertahan di mata penikmatnya. Jika di dalam komik, jikalau kita sudah disuguhkan dengan gambar yang memukau, namun tidak dibarengi dengan cerita yang baik, atau bahkan membingungkan, maka ada kemungkinan besar pembaca akan menutup buku sebelum ceritanya habis dibaca.Biasanya Hidayat memakai cerita yang memiliki unsur misteri atau teka-teki. Tak hanya untuk cerita horror saja, cara ini juga bisa diterapkan di tema apapun. Alasannya, cerita seperti itu bisa membuat pembacanya penasaran dan tak ingin melewatkan untuk mengikuti jalan cerita sampai akhir. Sedangkan bagian yang terpenting adalah akhir cerita atau visi cerita. Karena bagian itulah yang sejak awal akan dinantikan oleh pembacanya. Jika ide untuk akhir cerita sudah didapat, kita tinggal meramu langkah apa saja yang akan diambil untuk mencapai akhir cerita itu. Akhir cerita itu juga bisa menjadi daya tawar dan menarik minat pembaca saat membacanya di awal cerita.

Hidayat memulai berkarya sejak kecil. Diawali dengan kesukaannya untuk menggambar , ia kemudian mendapatkan banyak motivasi dari teman-temannya dan banyaknya karya-karya terkenal. Dari SMP ia sudah memperlihatkan bakatnya dengan keberhasilannya meraih Juara 1 Lomba Lukis se-kabupaten pada tahun 2001 dan juga Juara Harapan Lomba Komik Jawa Pos pada tahun 2009.Yang mungkin membedakannya dari artis kebanyakan adalah pengaruh awalnya. Saat kecil, ia terpengaruh oleh buku-buku pelajaran sekolah milik kakak yang dihiasi berbagai gambar. Selanjutnya ia terpengaruh oleh gambar-gambar dari permainan kartu dan film animasi seperti Batman, Superman, dll. Barulah pada saat SMP Hidayat mulai terpengaruh oleh gaya anime, terutama Dragon Ball. Baru setelah itu, ia mulai mencari gaya gambar sendiri dengan mempelajari gaya realis, semi realis, kartun, dll. Ia juga mengakui bahwa untuk saat ini ia banyak terpengaruh dari karakter video game. Meskipun awalnya sempat menggandrungi Akira Toriyama, setelah itu ia tak lagi banyak memedulikan soal artis karena lebih condong ke eksperimen pribadi.

Dalam membuat sebuah cerita, biasanya Hidayat memulainya dari sebuah pikiran tentang hal yang “menarik”. Dari situ ia mulai mencari ide seperti dari film, lingkungan sekitar, dan lain lain. Lalu kapan ia harus membuatnya? Ketika ide itu didapatkan, Hidayat akan langsung memutar imajinasi hingga membentuk kerangka cerita, seolah melihat film/animasi di dalam khayalan. Jika takut ide itu lupa, maka dia akan langsung menulisnya. Dari sanalah cerita akan terbentuk. Imajinasi akan merangkai ide-ide yang didapat, dan selanjutnya kita hanya perlu memvisualisasikannya melalui gambar.Hidayat menceritakan proses lahirnya sebuah komik horror yang diilhami oleh sebuah kejadian unik. Tema horor bagaikan dua sisi yang berlawanan. Dijauhi karena takut, dan didekati karena rasa penasaran. Dari pengalaman, misalnya kita berada di tempat gelap, tanpa disuruh pun, pikiran kita akan melayang ke mana-mana secara otomatis. Kita akan merasa ada yang memerhatikan dari belakang, merasa ada sesuatu di kolong tempat tidur, sehingga dengan sendirinya semua itu bisa menjadi sebuah cerita tersendiri. Kejadian uniknya yang pernah dialaminya sendiri adalah, dipanggil oleh suara misterius dari jarak dekat, padahal tak ada siapapun di sekelilingnya.Kepada pembaca D-Art, Hidayat memiliki sebuah tips sederhana. Bagi siapapun yang ingin membuat cerita, gunakan senjata rahasia berupa "efek penasaran" dalam cerita.

Nama : HidayatullahNama Pena :

Hide HidayatTempat Tanggal Lahir :

Rembang, 04 Oktober 1985Domisili :

YogyakartaAfiliasi :

Hammus Creative Land

D-SpotHide Hidayat

17

Page 19: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

BIODATA

Menurutnya, dia lebih terpengaruh oleh sebuah karya itu sendiri, tanpa merasa perlu untuk mengorek lebih jauh siapa artisnya. Kadangkala ia mengenal seorang artis hanya sebatas pada namanya saja sedangkan ketertarikannya pada suatu karya lebih kepada nilai estetika karya tersebut dan bagaimana riwayat sang artis ketika berkarya.Setelah lama berlatih menggambar karakter dan lain-lainnya, Hidayat memiliki keinginan untuk mulai membuat komiknya sendiri. Apalagi setelah mengetahui bahwa komik karyanya mungkin suatu saat bisa dicetak, diterbitkan, dan diedarkan. Hal ini semakin membuatnya bersemangat untuk berkarya. Menurutnya, hingga saat ini, komik ternyata bisa memberikan penghasilan yang lumayan.

Hambatan yang dirasakannya ketika sedang berkarya kurang lebih sama dengan yang dialami oleh orang-orang kebanyakan yaitu rasa malas. Dulu sewaktu masih pemula, saat di mana masih semangat-semangatnya, nyaris tak ada penghalang. Namun seiring bertambah usia, motivasi yang memudar, pelan-pelan perasaan jenuh mulai menghampiri. “Apalagi bila diganggu kucing usil yang lompat ke sana kemari,” ujarnya sambil terkekeh. Sampai sekarang pun, Hidayat masih mencari cara untuk mengatasi rasa malas tersebut. “Mungkin saya harus segera menikah. Biar ada yang memompa semangat dan memarahi bila malas-malasan,” lagi-lagi ia berkata dan tertawa.Bercerita tentang storytelling, menurutnya itu adalah teknik menyusun skema cerita sehingga tercipta alur yang baik dan menarik untuk diikuti. Semua itu bisa dipelajari dan dirasakan dengan sering menonton film, untuk kemudian diterapkan di dalam karya komik. Storytelling sangat berpengaruh pada sejauh mana sebuah karya bisa bertahan di mata penikmatnya. Jika di dalam komik, jikalau kita sudah disuguhkan dengan gambar yang memukau, namun tidak dibarengi dengan cerita yang baik, atau bahkan membingungkan, maka ada kemungkinan besar pembaca akan menutup buku sebelum ceritanya habis dibaca.Biasanya Hidayat memakai cerita yang memiliki unsur misteri atau teka-teki. Tak hanya untuk cerita horror saja, cara ini juga bisa diterapkan di tema apapun. Alasannya, cerita seperti itu bisa membuat pembacanya penasaran dan tak ingin melewatkan untuk mengikuti jalan cerita sampai akhir. Sedangkan bagian yang terpenting adalah akhir cerita atau visi cerita. Karena bagian itulah yang sejak awal akan dinantikan oleh pembacanya. Jika ide untuk akhir cerita sudah didapat, kita tinggal meramu langkah apa saja yang akan diambil untuk mencapai akhir cerita itu. Akhir cerita itu juga bisa menjadi daya tawar dan menarik minat pembaca saat membacanya di awal cerita.

Hidayat memulai berkarya sejak kecil. Diawali dengan kesukaannya untuk menggambar , ia kemudian mendapatkan banyak motivasi dari teman-temannya dan banyaknya karya-karya terkenal. Dari SMP ia sudah memperlihatkan bakatnya dengan keberhasilannya meraih Juara 1 Lomba Lukis se-kabupaten pada tahun 2001 dan juga Juara Harapan Lomba Komik Jawa Pos pada tahun 2009.Yang mungkin membedakannya dari artis kebanyakan adalah pengaruh awalnya. Saat kecil, ia terpengaruh oleh buku-buku pelajaran sekolah milik kakak yang dihiasi berbagai gambar. Selanjutnya ia terpengaruh oleh gambar-gambar dari permainan kartu dan film animasi seperti Batman, Superman, dll. Barulah pada saat SMP Hidayat mulai terpengaruh oleh gaya anime, terutama Dragon Ball. Baru setelah itu, ia mulai mencari gaya gambar sendiri dengan mempelajari gaya realis, semi realis, kartun, dll. Ia juga mengakui bahwa untuk saat ini ia banyak terpengaruh dari karakter video game. Meskipun awalnya sempat menggandrungi Akira Toriyama, setelah itu ia tak lagi banyak memedulikan soal artis karena lebih condong ke eksperimen pribadi.

Dalam membuat sebuah cerita, biasanya Hidayat memulainya dari sebuah pikiran tentang hal yang “menarik”. Dari situ ia mulai mencari ide seperti dari film, lingkungan sekitar, dan lain lain. Lalu kapan ia harus membuatnya? Ketika ide itu didapatkan, Hidayat akan langsung memutar imajinasi hingga membentuk kerangka cerita, seolah melihat film/animasi di dalam khayalan. Jika takut ide itu lupa, maka dia akan langsung menulisnya. Dari sanalah cerita akan terbentuk. Imajinasi akan merangkai ide-ide yang didapat, dan selanjutnya kita hanya perlu memvisualisasikannya melalui gambar.Hidayat menceritakan proses lahirnya sebuah komik horror yang diilhami oleh sebuah kejadian unik. Tema horor bagaikan dua sisi yang berlawanan. Dijauhi karena takut, dan didekati karena rasa penasaran. Dari pengalaman, misalnya kita berada di tempat gelap, tanpa disuruh pun, pikiran kita akan melayang ke mana-mana secara otomatis. Kita akan merasa ada yang memerhatikan dari belakang, merasa ada sesuatu di kolong tempat tidur, sehingga dengan sendirinya semua itu bisa menjadi sebuah cerita tersendiri. Kejadian uniknya yang pernah dialaminya sendiri adalah, dipanggil oleh suara misterius dari jarak dekat, padahal tak ada siapapun di sekelilingnya.Kepada pembaca D-Art, Hidayat memiliki sebuah tips sederhana. Bagi siapapun yang ingin membuat cerita, gunakan senjata rahasia berupa "efek penasaran" dalam cerita.

Nama : HidayatullahNama Pena :

Hide HidayatTempat Tanggal Lahir :

Rembang, 04 Oktober 1985Domisili :

YogyakartaAfiliasi :

Hammus Creative Land

(Penulis oleh Toga Putra)

18

Page 20: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

BIODATA

Menurut Hizaro, karya-karya yang telah dia hasilkan selama ini justru lebih banyak berbentuk dukungan bagi komunitas seperti tutorial dan digital magazine. Selain itu juga ada berbagai karya dan “hasil isengnya” yang dipublikasikan lewat http://hizaro.blogspot.com. Beberapa karyanya yang dianggap karya khusus adalah animasi “Loh Jinari” (2D) dan “Kampung Story” (3D), DVD tutorial “How to Make Animation“ dan buku tutorial komersial, "Step by Step Bikin Proyek Animasi dengan Blender" yang diterbitkan oleh PCplus.

Menurutnya, inspirasi dari sejarah seni atau artis yang memengaruhinya mungkin adalah gabungan dari S. Sudjojono, Albrecht Durer, Van Gogh, dan Affandi. Kalau artist yang disukai di era ini adalah Kim Jung Gi dan temannya Arie Vianza. Yang membuatnya tertarik dengan mereka adalah gabungan antara realitas, ekspresionis, dan detail.Menurutnya, dia sendiri tidak pernah mengkotak-kotakkan bidang seni yang ditekuninya. Sejak kecil tahunya hanya menggambar saja, entah itu di tanah, tembok, ataupun kertas. Setelah besar ternyata ada banyak cabang mengambar dengan berbagai media. Hizkia belajar desain grafis setelah lulus SMA di MSD Jogja tahun 2007, dan bekerja sebagai desainer packaging di Kudus, lalu belajar Graphic Art (fine art) di ISI Yogyakarta tahun 2000-2007, lalu bekerja sebagai 3d artist di beberapa tempat di Yogyakarta dan Jakarta. Terakhir adalah digital painting dan animasi 2d/3d, yang sedang ditekuninya. Belakangan ini Hizkia sedang mengeplorasi basic manual drawing atau painting yang diberi cerita dan dianimasikan. Besok? Entah apa lagi, karena baginya, bidang ini adalah proses pencapaian.Setiap seniman biasanya punya tantangan, dan bagi Hizkia tantangan yang paling utama adalah menantang dan mengalahkan diri sendiri. “Kalau enggak begitu, enggak bakalan terjadi sebuah karya seni.” Jadi baginya, setelah selesai mengerjakan suatu karya itu tantangannya adalah, WHAT'S NEXT? Untuk memulai proses untuk mengalahkan tantangan tadi, dia punya cara khusus.

Pertama, mengosongkan isi otak, lalu berdialog dengan banyak orang di luar seni, bermain musik, bekerja dan melayani di komunitas animasi dengan cara berbagi cerita dan pengalaman.Mengenai storytelling, menurutnya pada dasarnya adalah bercerita, lewat media apa saja. Pelukis bercerita melalui visual, pendongeng melalui bahasa oral, film maker melalui film/audio visual, musisi dengan musik atau lagunya, dan lain-lain. Setiap karya menurutnya adalah sebuah cerita (story), sedangkan senimannya adalah pencerita (storyteller). Storytelling bisa saja bebas dan si penikmat tidak harus memahami sama persis dengan pembuatnya (fine arts), itu relatif. Namun jikalau menyangkut ranah industri, di mana karya seni tersebut hasil akhirnya adalah produk, maka ada banyak kaidah yang membatasinya. “Saya tetap menyebutnya karya seni, karena mengungkapkan sesuatu yang tidak terbatas dengan cara terbatas.”Biasanya Hizkia menyenangi tema sosial humanis, propaganda, dan ada unsur dramatisnya. Alasannya adalah memorial, membekas dalam ingatan. “Satu-satunya yang akan kita tinggalkan di dunia adalah memori, ingatan/sejarah” ujarnya. Sedangkan saat menuturkan suatu cerita, menurutnya bagian yang sangat penting adalah timing, ritme, ekspresi dan komposisi. Dia menyebutnya sangat penting, karena perlu adanya manajemen jeda (waktu kosong) dalam bercerita. Misalnya dalam bertutur, kalau ngomong-nya tidak ada hal di atas, maka akan terasa sangat membosankan. Pada desain juga perlu ada jeda atau ruang kosong untuk mencerna, irama/ritme untuk membuai, ekspresi untuk menegaskan, dan lain lain.Ketika memulai proses membuat suatu cerita, biasanya Hizkia memulainya dengan menentukan akhirannya. Itu yang paling susah. Kalau sudah ketemu akhir dari jalan cerita, maka baginya mudah untuk mengimajinasikan bagian awal dan juga bagian tengahnya.

Sudah banyak pengalamannya dalam dunia seni. Memulai sebagai seorang desainer grafis, Hizkia kemudian menjadi instruktur, animator dan art director. Dia juga telah meraih penghargaan IOSA Award, Open Source untuk kategori Tokoh & Komunitas, Satu Indonesia Award, Award untuk Blender Indonesia, dan Award untuk Rose Online sebagai Game Online MMORPG dengan Fitur Terfavorit.

Saat ini Hizkia sedang membuat film pendek animasi, atas prakarsa IFI (www.ifi-id.com), dengan bimbingan oleh Bastien Dubois (Sutradara Prancis nominator Oscar untuk film “Madagascar”) dan Jacob Schuh (Animator Jerman Nominator Oscar Best Short Movie "The Gruffalo"). Jika beruntung, film animasi pendek ini akan diikutkan ke festival film internasional Annecy. Ketika mulai berkarya, Hizaro merasa bahwa faktor-faktor yang mendorongnya adalah rasa penasaran, gelisah, ingin show off dan juga bimbingan dari naluri alaminya. Meskipun demikian, ia tidak pernah merasa terpengaruh secara langsung oleh siapapun ataupun mencontoh gaya dari seorang artis tertentu. Ia mengakui bahwa ada yang menginspirasinya, tetapi ada baiknya untuk mencoba mengeksplorasi style sendiri.

Nama :Hizkia Subiyantoro

Nama Pena :hizaro

Domisili :Bantul, Jogjakarta

Tempat tanggal lahir :Yogyakarta,12 Maret 1979

Afiliasi :Blender Army Indonesia

D-SpotHizkia Subiyantoro

19

Page 21: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

BIODATA

Menurut Hizaro, karya-karya yang telah dia hasilkan selama ini justru lebih banyak berbentuk dukungan bagi komunitas seperti tutorial dan digital magazine. Selain itu juga ada berbagai karya dan “hasil isengnya” yang dipublikasikan lewat http://hizaro.blogspot.com. Beberapa karyanya yang dianggap karya khusus adalah animasi “Loh Jinari” (2D) dan “Kampung Story” (3D), DVD tutorial “How to Make Animation“ dan buku tutorial komersial, "Step by Step Bikin Proyek Animasi dengan Blender" yang diterbitkan oleh PCplus.

Menurutnya, inspirasi dari sejarah seni atau artis yang memengaruhinya mungkin adalah gabungan dari S. Sudjojono, Albrecht Durer, Van Gogh, dan Affandi. Kalau artist yang disukai di era ini adalah Kim Jung Gi dan temannya Arie Vianza. Yang membuatnya tertarik dengan mereka adalah gabungan antara realitas, ekspresionis, dan detail.Menurutnya, dia sendiri tidak pernah mengkotak-kotakkan bidang seni yang ditekuninya. Sejak kecil tahunya hanya menggambar saja, entah itu di tanah, tembok, ataupun kertas. Setelah besar ternyata ada banyak cabang mengambar dengan berbagai media. Hizkia belajar desain grafis setelah lulus SMA di MSD Jogja tahun 2007, dan bekerja sebagai desainer packaging di Kudus, lalu belajar Graphic Art (fine art) di ISI Yogyakarta tahun 2000-2007, lalu bekerja sebagai 3d artist di beberapa tempat di Yogyakarta dan Jakarta. Terakhir adalah digital painting dan animasi 2d/3d, yang sedang ditekuninya. Belakangan ini Hizkia sedang mengeplorasi basic manual drawing atau painting yang diberi cerita dan dianimasikan. Besok? Entah apa lagi, karena baginya, bidang ini adalah proses pencapaian.Setiap seniman biasanya punya tantangan, dan bagi Hizkia tantangan yang paling utama adalah menantang dan mengalahkan diri sendiri. “Kalau enggak begitu, enggak bakalan terjadi sebuah karya seni.” Jadi baginya, setelah selesai mengerjakan suatu karya itu tantangannya adalah, WHAT'S NEXT? Untuk memulai proses untuk mengalahkan tantangan tadi, dia punya cara khusus.

Pertama, mengosongkan isi otak, lalu berdialog dengan banyak orang di luar seni, bermain musik, bekerja dan melayani di komunitas animasi dengan cara berbagi cerita dan pengalaman.Mengenai storytelling, menurutnya pada dasarnya adalah bercerita, lewat media apa saja. Pelukis bercerita melalui visual, pendongeng melalui bahasa oral, film maker melalui film/audio visual, musisi dengan musik atau lagunya, dan lain-lain. Setiap karya menurutnya adalah sebuah cerita (story), sedangkan senimannya adalah pencerita (storyteller). Storytelling bisa saja bebas dan si penikmat tidak harus memahami sama persis dengan pembuatnya (fine arts), itu relatif. Namun jikalau menyangkut ranah industri, di mana karya seni tersebut hasil akhirnya adalah produk, maka ada banyak kaidah yang membatasinya. “Saya tetap menyebutnya karya seni, karena mengungkapkan sesuatu yang tidak terbatas dengan cara terbatas.”Biasanya Hizkia menyenangi tema sosial humanis, propaganda, dan ada unsur dramatisnya. Alasannya adalah memorial, membekas dalam ingatan. “Satu-satunya yang akan kita tinggalkan di dunia adalah memori, ingatan/sejarah” ujarnya. Sedangkan saat menuturkan suatu cerita, menurutnya bagian yang sangat penting adalah timing, ritme, ekspresi dan komposisi. Dia menyebutnya sangat penting, karena perlu adanya manajemen jeda (waktu kosong) dalam bercerita. Misalnya dalam bertutur, kalau ngomong-nya tidak ada hal di atas, maka akan terasa sangat membosankan. Pada desain juga perlu ada jeda atau ruang kosong untuk mencerna, irama/ritme untuk membuai, ekspresi untuk menegaskan, dan lain lain.Ketika memulai proses membuat suatu cerita, biasanya Hizkia memulainya dengan menentukan akhirannya. Itu yang paling susah. Kalau sudah ketemu akhir dari jalan cerita, maka baginya mudah untuk mengimajinasikan bagian awal dan juga bagian tengahnya.

Sudah banyak pengalamannya dalam dunia seni. Memulai sebagai seorang desainer grafis, Hizkia kemudian menjadi instruktur, animator dan art director. Dia juga telah meraih penghargaan IOSA Award, Open Source untuk kategori Tokoh & Komunitas, Satu Indonesia Award, Award untuk Blender Indonesia, dan Award untuk Rose Online sebagai Game Online MMORPG dengan Fitur Terfavorit.

Saat ini Hizkia sedang membuat film pendek animasi, atas prakarsa IFI (www.ifi-id.com), dengan bimbingan oleh Bastien Dubois (Sutradara Prancis nominator Oscar untuk film “Madagascar”) dan Jacob Schuh (Animator Jerman Nominator Oscar Best Short Movie "The Gruffalo"). Jika beruntung, film animasi pendek ini akan diikutkan ke festival film internasional Annecy. Ketika mulai berkarya, Hizaro merasa bahwa faktor-faktor yang mendorongnya adalah rasa penasaran, gelisah, ingin show off dan juga bimbingan dari naluri alaminya. Meskipun demikian, ia tidak pernah merasa terpengaruh secara langsung oleh siapapun ataupun mencontoh gaya dari seorang artis tertentu. Ia mengakui bahwa ada yang menginspirasinya, tetapi ada baiknya untuk mencoba mengeksplorasi style sendiri.

Nama :Hizkia Subiyantoro

Nama Pena :hizaro

Domisili :Bantul, Jogjakarta

Tempat tanggal lahir :Yogyakarta,12 Maret 1979

Afiliasi :Blender Army Indonesia

(Penulis oleh Toga Putra)

20

Page 22: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

Dalam proses pembuatan hingga mencapai tahap penerbitan atau penayangan untuk produk industri kreatif, tentunya terdapat banyak pihak lain yang terlibat selain para artis utama. Editor adalah salah satu dari sekian banyak pihak tersebut yang berperan sebagai quality control dan juga memberikan masukan pada kreator agar mencapai kriteria tertentu. Setelah sebelumnya D-Art telah mengangkat beberapa profil komikus, animator dan game creator yang menghasilkan karya hebat, kali ini kami juga akan membahas salah satu sisi lain dari pembuatan karya tersebut yakni seorang editor.

Gita Juwita, adalah perempuan kelahiran Jakarta, 25 November 1980 yang saat ini menjadi editor komik di re:ON. Sebelum menjadi editor, ia adalah seorang komikus yang pernah menerbitkan komik di beberapa penerbit seperti Koloni, Cendana Art Media, dan 7 Artland untuk self publishing. Sebut saja Cinta Sang Fashionista, Best Friends atau 1+1 = 1 yang merupakan sebagian dari beberapa judul komik karyanya.

Sampai akhirnya ia menyadari bawah dirinya lebih suka dengan seni bercerita, karena itulah Gita lebih memilih menjadi editor karena menurutnya dengan menjadi editor ia bisa lebih konsentrasi di bidang yang disukainya.Dalam pekerjaannya sekarang, Gita menjadi editor dari beberapa komikus sekaligus, mulai dari yang masih pemula dan harus diberi banyak arahan sampai komikus yang sudah profesional dan memiliki banyak pengalaman. Arahan yang diberikan pun beragam, ada yang hanya perlu perbaikan sedikit pada cerita karena gambarnya sudah bagus, adapun yang terkadang harus mengganti secara total. Tidak hanya arahan satu arah dari editor saja adakalanya komikus memiliki pendapat sendiri, karena sudah menjadi konsekuensi seorang editor yang terkadang harus sedikit berdebat dengan para komikus. Menurutnya yang penting saat terjadi perdebatan, editor dan komikus harus berdiskusi hingga mencapai kesepakatan bersama. Selain mengarahkan komikus yang ia sunting naskahnya, perempuan penyuka cerita drama dan slice of life ini terkadang menjawab pertanyaan yang didapatnya dari media elektronik seputar dunia komik.

Seringkali Gita menerima pertanyaan soal honor menjadi komikus dari para pemula. Menurutnya, fokus utama seorang komikus haruslah karya karena bila pikiran utamanya adalah uang maka akan sulit membangun semangat kembali jika suatu saat dirinya dan editor tidak sejalan. Honor pun akan mengikuti seiring dengan pengalaman bila kemampuan sudah terasah.Saat ini kesibukan utamanya sebagai editor tetap menjaga kualitas agar sampai pada target pembaca yang ditentukan. Walaupun saat ini Gita belum berencana membuat karya-karya baru, tapi dengan menjadi seorang editor ia berharap bisa membimbing para komikus agar mereka menjadi yang terbaik.

2

D-SpotGita Juwita

21

Page 23: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

Dalam proses pembuatan hingga mencapai tahap penerbitan atau penayangan untuk produk industri kreatif, tentunya terdapat banyak pihak lain yang terlibat selain para artis utama. Editor adalah salah satu dari sekian banyak pihak tersebut yang berperan sebagai quality control dan juga memberikan masukan pada kreator agar mencapai kriteria tertentu. Setelah sebelumnya D-Art telah mengangkat beberapa profil komikus, animator dan game creator yang menghasilkan karya hebat, kali ini kami juga akan membahas salah satu sisi lain dari pembuatan karya tersebut yakni seorang editor.

Gita Juwita, adalah perempuan kelahiran Jakarta, 25 November 1980 yang saat ini menjadi editor komik di re:ON. Sebelum menjadi editor, ia adalah seorang komikus yang pernah menerbitkan komik di beberapa penerbit seperti Koloni, Cendana Art Media, dan 7 Artland untuk self publishing. Sebut saja Cinta Sang Fashionista, Best Friends atau 1+1 = 1 yang merupakan sebagian dari beberapa judul komik karyanya.

Sampai akhirnya ia menyadari bawah dirinya lebih suka dengan seni bercerita, karena itulah Gita lebih memilih menjadi editor karena menurutnya dengan menjadi editor ia bisa lebih konsentrasi di bidang yang disukainya.Dalam pekerjaannya sekarang, Gita menjadi editor dari beberapa komikus sekaligus, mulai dari yang masih pemula dan harus diberi banyak arahan sampai komikus yang sudah profesional dan memiliki banyak pengalaman. Arahan yang diberikan pun beragam, ada yang hanya perlu perbaikan sedikit pada cerita karena gambarnya sudah bagus, adapun yang terkadang harus mengganti secara total. Tidak hanya arahan satu arah dari editor saja adakalanya komikus memiliki pendapat sendiri, karena sudah menjadi konsekuensi seorang editor yang terkadang harus sedikit berdebat dengan para komikus. Menurutnya yang penting saat terjadi perdebatan, editor dan komikus harus berdiskusi hingga mencapai kesepakatan bersama. Selain mengarahkan komikus yang ia sunting naskahnya, perempuan penyuka cerita drama dan slice of life ini terkadang menjawab pertanyaan yang didapatnya dari media elektronik seputar dunia komik.

Seringkali Gita menerima pertanyaan soal honor menjadi komikus dari para pemula. Menurutnya, fokus utama seorang komikus haruslah karya karena bila pikiran utamanya adalah uang maka akan sulit membangun semangat kembali jika suatu saat dirinya dan editor tidak sejalan. Honor pun akan mengikuti seiring dengan pengalaman bila kemampuan sudah terasah.Saat ini kesibukan utamanya sebagai editor tetap menjaga kualitas agar sampai pada target pembaca yang ditentukan. Walaupun saat ini Gita belum berencana membuat karya-karya baru, tapi dengan menjadi seorang editor ia berharap bisa membimbing para komikus agar mereka menjadi yang terbaik.

2

(Penulis oleh Shafhi Kasyfillah)

Page 24: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

MENGGEBRAK INDUSTRI KREATIF MELALUI TULISAN

Komik, animasi atau game merupakan sebagian contoh produk industri kreatif. Tentu saja produk yang dihasilkan bergantung pada keinginan dan kemampuan sang pencipta di bidang yang digelutinya. Begitu pula bagi Bima Ratio atau yang dikenal dengan Bima Whynot, kemampuannya dalam merangkai kata ia jadikan modal utama untuk turut serta terjun memajukan kereativitas Indonesia. Light Novel adalah bidang visual kreatif yang ia pilih saat ini sebagai medianya menuangkan imajinasi.

Bima sudah mulai menekuni dunia yang digelutinya sekarang semenjak kelas 2 SD. Ia menyukai hal-hal yang berhubungan dengan tulis menulis termasuk mengarang, membuat puisi atau lirik lagu. Saat itu salah seorang guru di sekolahnya melihat bakat yang dimiliki Bima, dan mengarahkan dirinya untuk terjun ke dunia profesional dengan mengajukannya ke penerbit.

Sekarang pria kelahiran Jakarta, 26 September 1991 ini sedang mengerjakan cerita berjudul Killer Ranger bersama dengan illustrator Ada Tanpa Nama dan Eki untuk bagian visualisasinya. Light novel bertema action ini memberikan nuansa yang berbeda di dunia novel dan perceritaan di Indonesia. Dengan mengambil cerita yang cukup kelam, di mana para ranger yang biasanya dikenal sebagai superhero pembela kebenaran, kini dicap sebagai penjahat di kalangan masyarakat dan memiliki sifat cukup brutal yang membuat cerita ini diperuntukkan bagi kalangan remaja dan dewasa. Pembawaan ceritanya pun cukup unik, penulis menggunakan sudut pandang orang pertama yang berbeda di tiap chapter-nya, tetapi – hingga saat ini - tidak menggunakan pemeran protagonis utamanya sebagai sudut pandang orang pertama. Penulispun menggambarkan adegan action atau bertarung dengan sangat detail dan fase yang cukup cepat, ditambah dengan ilustrasi sebagai gambaran besar di tiap chapter-nya membuat ketegangan makin terasa bagi para pembacanya.

Hingga saat ini kisah Killer Ranger masih terus berjalan, di mana Bima dan anggota tim merencanakan light novel ini akan tayang setidaknya hingga satu atau dua tahun ke depan. Walaupun terdapat beberapa kendala dari sisi penulis maupun illustrator, akan tetapi cerita ini tetap update tiap minggunya terhitung dari awal bulan Mei 2014. Kisah Killer Ranger ini dapat dibaca secara online dan selalu menambah chapter baru tiap hari Rabu di https://www.facebook.com/killeRanger

Walaupun saat itu Bima kecil masih belum berhasil lolos dalam penerbitan tapi ia mulai mengerti bagaimana prosedur dan dunia penerbitan, sehingga ia pun terus mengasah kemampuannya untuk membuat tulisan yang jauh lebih baik lagi. Hingga pada akhirnya mulai tahun 2010 ia berhasil mempublikasikan karyanya, dan terus mengeluarkan beberapa novel lain baik secara self publishing ataupun melalui penerbit.Sebenarnya saat kecil Bima sempat mencoba membuat karya-karya visual lain seperti komik. Bahkan saat ini pun bersama partnernya Ada Tanpa Nama, sebenarnya ia bisa saja membuat novel yang ditulisnya menjadi komik.Namun demikian, mereka lebih memilih karyanya tetap menjadikan tulisan sebagai unsur utamanya. Bima berpendapat karya dalam bentuk tulisan akan memberikan sensasi yang berbeda, selain itu dalam karyanya yang berbentuk light novel disisipkan ilustrasi dengan harapan karyanya dapat nyaman dibaca baik bagi penggemar light novel maupun yang tidak.

2

D-SpotBima Whynot

23

Page 25: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

MENGGEBRAK INDUSTRI KREATIF MELALUI TULISAN

Komik, animasi atau game merupakan sebagian contoh produk industri kreatif. Tentu saja produk yang dihasilkan bergantung pada keinginan dan kemampuan sang pencipta di bidang yang digelutinya. Begitu pula bagi Bima Ratio atau yang dikenal dengan Bima Whynot, kemampuannya dalam merangkai kata ia jadikan modal utama untuk turut serta terjun memajukan kereativitas Indonesia. Light Novel adalah bidang visual kreatif yang ia pilih saat ini sebagai medianya menuangkan imajinasi.

Bima sudah mulai menekuni dunia yang digelutinya sekarang semenjak kelas 2 SD. Ia menyukai hal-hal yang berhubungan dengan tulis menulis termasuk mengarang, membuat puisi atau lirik lagu. Saat itu salah seorang guru di sekolahnya melihat bakat yang dimiliki Bima, dan mengarahkan dirinya untuk terjun ke dunia profesional dengan mengajukannya ke penerbit.

Sekarang pria kelahiran Jakarta, 26 September 1991 ini sedang mengerjakan cerita berjudul Killer Ranger bersama dengan illustrator Ada Tanpa Nama dan Eki untuk bagian visualisasinya. Light novel bertema action ini memberikan nuansa yang berbeda di dunia novel dan perceritaan di Indonesia. Dengan mengambil cerita yang cukup kelam, di mana para ranger yang biasanya dikenal sebagai superhero pembela kebenaran, kini dicap sebagai penjahat di kalangan masyarakat dan memiliki sifat cukup brutal yang membuat cerita ini diperuntukkan bagi kalangan remaja dan dewasa. Pembawaan ceritanya pun cukup unik, penulis menggunakan sudut pandang orang pertama yang berbeda di tiap chapter-nya, tetapi – hingga saat ini - tidak menggunakan pemeran protagonis utamanya sebagai sudut pandang orang pertama. Penulispun menggambarkan adegan action atau bertarung dengan sangat detail dan fase yang cukup cepat, ditambah dengan ilustrasi sebagai gambaran besar di tiap chapter-nya membuat ketegangan makin terasa bagi para pembacanya.

Hingga saat ini kisah Killer Ranger masih terus berjalan, di mana Bima dan anggota tim merencanakan light novel ini akan tayang setidaknya hingga satu atau dua tahun ke depan. Walaupun terdapat beberapa kendala dari sisi penulis maupun illustrator, akan tetapi cerita ini tetap update tiap minggunya terhitung dari awal bulan Mei 2014. Kisah Killer Ranger ini dapat dibaca secara online dan selalu menambah chapter baru tiap hari Rabu di https://www.facebook.com/killeRanger

Walaupun saat itu Bima kecil masih belum berhasil lolos dalam penerbitan tapi ia mulai mengerti bagaimana prosedur dan dunia penerbitan, sehingga ia pun terus mengasah kemampuannya untuk membuat tulisan yang jauh lebih baik lagi. Hingga pada akhirnya mulai tahun 2010 ia berhasil mempublikasikan karyanya, dan terus mengeluarkan beberapa novel lain baik secara self publishing ataupun melalui penerbit.Sebenarnya saat kecil Bima sempat mencoba membuat karya-karya visual lain seperti komik. Bahkan saat ini pun bersama partnernya Ada Tanpa Nama, sebenarnya ia bisa saja membuat novel yang ditulisnya menjadi komik.Namun demikian, mereka lebih memilih karyanya tetap menjadikan tulisan sebagai unsur utamanya. Bima berpendapat karya dalam bentuk tulisan akan memberikan sensasi yang berbeda, selain itu dalam karyanya yang berbentuk light novel disisipkan ilustrasi dengan harapan karyanya dapat nyaman dibaca baik bagi penggemar light novel maupun yang tidak.

2

(Penulis oleh Shafhi Kasyfillah)

Page 26: D-Art Magazine 03 Preview (Low Quality)

Untuk membaca lebih lanjut, silahkan kontak di nomor berikut untuk pembelian majalah:

08996169677 (Andreas) 085242660420 (Wandi)

IT’S NOT OVER YET...ADA PRO RULES, FAQ,

TUTORIAL, DAN MASIH BANYAK LAGI DI

When Art ist Ta lk