contoh manuskrip 2

16
TUBERKULOSIS PARU PADA BATITA DENGAN RESIKO PENULARAN TINGGI DALAM KELUARGA DENGAN TINGKAT SOSIOEKONOMI RENDAH Yenny Rachmawati*, Dewi Friska** * Mahasiswa Tingkat Lima Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tahun Ajaran 2009/2010 **Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Abstrak Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang paling mematikan di dunia, dan menjadi masalah kesehatan dunia yang penting karena diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Di Indonesia tuberkulosis menjadi penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi 1 . Anak merupakan kelompok yang rentan terhadap infeksi tuberkulosis dan beresiko tinggi terinfeksi jika berkontak dengan penderita tuberkulosis dewasa 2 . Penatalaksanaan tuberkulosis anak memerlukan kesinambungan antara pengobatan medikamentosa, gizi, serta sosioekonomi. Tujuan : Penatalaksanaan TB paru secara komprehensif pada anak dengan resiko penularan tinggi dan keluarga dengan sosioekonomi rendah. Metode : Manuskrip ini disusun berdasarkan hasil kunjungan rumah, evaluasi, intervensi berupa edukasi keluarga serta referensi dari kepustakaan. Hasil dan Kesimpulan : Penegakkan diagnosis tuberkulosis pada pasien ini sesuai dengan sistem skoring TB anak. Penatalaksanaan pasien mengikuti alur penatalaksanaan tuberkulosis di puskesmas, dan menerapkan strategi DOTS. Sumber penularan dalam keluarga terdeteksi, dan anggota keluarga lain dianjurkan melakukan skrining. Pencegahan ketidakpatuhan minum obat diatasi dengan pemberian KDT dan pengawasan minum obat. Kata kunci : Tuberkulosis, anak, penularan Abstract

Upload: vina-subaidi

Post on 04-Aug-2015

170 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Contoh manuskrip 2

TUBERKULOSIS PARU PADA BATITA DENGAN RESIKO PENULARAN TINGGI DALAM KELUARGA DENGAN TINGKAT SOSIOEKONOMI RENDAH

Yenny Rachmawati*, Dewi Friska*** Mahasiswa Tingkat Lima Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tahun Ajaran 2009/2010**Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Abstrak Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang paling mematikan di dunia, dan menjadi masalah kesehatan dunia yang penting karena diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Di Indonesia tuberkulosis menjadi penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi1. Anak merupakan kelompok yang rentan terhadap infeksi tuberkulosis dan beresiko tinggi terinfeksi jika berkontak dengan penderita tuberkulosis dewasa2. Penatalaksanaan tuberkulosis anak memerlukan kesinambungan antara pengobatan medikamentosa, gizi, serta sosioekonomi. Tujuan : Penatalaksanaan TB paru secara komprehensif pada anak dengan resiko penularan tinggi dan keluarga dengan sosioekonomi rendah. Metode : Manuskrip ini disusun berdasarkan hasil kunjungan rumah, evaluasi, intervensi berupa edukasi keluarga serta referensi dari kepustakaan. Hasil dan Kesimpulan : Penegakkan diagnosis tuberkulosis pada pasien ini sesuai dengan sistem skoring TB anak. Penatalaksanaan pasien mengikuti alur penatalaksanaan tuberkulosis di puskesmas, dan menerapkan strategi DOTS. Sumber penularan dalam keluarga terdeteksi, dan anggota keluarga lain dianjurkan melakukan skrining. Pencegahan ketidakpatuhan minum obat diatasi dengan pemberian KDT dan pengawasan minum obat.Kata kunci : Tuberkulosis, anak, penularan

AbstractTuberculosis remains one of the deadliest disease in the world, and has become a global health problem because about one third of the world’s population has been infected by Mycobacterium tuberculosis. In Indonesia, tuberculosis has become the highest cause of death in infection disease. Children are susceptible for being infected and have a high risk for infection if exposed to adults with smear-positive pulmonary TB. Treatment for pediatrics tuberculosis needs comprehensive management, between drugs therapy, nutrition, and also socioeconomic approach. Purpose: Comprehensive management of pediatrics tuberculosis with high risk infection and poor socialeconomic family. Method : This manuscript formulated based on home visits, evaluation, family educational intervention, and references. Result and Conclusion : This patient was diagnosed tuberculosis based on pediatrics tuberculosis scoring system. The treatment follow tuberculosis treatment guidelines on primary healthcare, and consistent with DOTS strategy. Source of infection in the family has been detected, and other family members are recommended for doing scrining test. Prevention from unfinish medication settled by giving fixed dose combination and direct observed treatment.

Page 2: Contoh manuskrip 2

Keywords : Tuberculosis, children, infection

PENDAHULUANTuberkulosis diperkirakan telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia (WHO,1993)1. Pada tahun 2006, terdapat sekitar 9,2 juta kasus TB. Sembilan puluh lima persen kasus tuberkulosis terjadi di negara berkembang3. Indonesia sendiri menempati peringkat ketiga setelah India dan Cina, dan bersama-sama berkontribusi lebih dari 50% kasus TB yang terjadi di dunia2.

Di negara berkembang, kematian akibat tuberkulosis merupakan 25% kematian akibat penyakit yang sebenarnya bisa dicegah. Di Indonesia, TB menjadi penyebab kematian tertinggi setelah penyakit jantung dan saluran pernapasan pada semua golongan usia1. Berdasarkan hasil survei tuberkulin di Indonesia pada tahun 2006 didapatkan, prevalensi penularan sebesar 8% dan menunjukkan 1000 individu per 100.000 penduduk mendapatkan infeksi TB baru setiap tahunnya2.

Sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15-55 tahun), serta kebanyakan berasal dari kelompok sosioekonomi rendah. Namun terdapat kelompok-kelompok khusus yang lebih rentan terhadap infeksi tuberkulosis, antara lain perempuan, anak, serta manula1-2. Pada negara berkembang dengan insidens TB yang tinggi, resiko infeksi pada anak yang mempunyai kontak dengan penderita tuberkulosis dewasa sekitar 30-50%4.

Walaupun jumlah kasus TB anak pertahun secara tepat belum diketahui, namun WHO memperkirakan terdapat sekitar satu juta kasus baru tuberkulosis anak dan 400.000 kematian pertahun pada anak dengan tuberkulosis. Sebagian besar kasus tidak terdiagnosis dan tidak terdeteksi5.

Tuberkulosis merupakan penyakit sosial dengan implikasi medis. Tuberkulosis selalu terjadi sebanding dengan masalah sosial sosial polulasi seperti gizi buruk, kepadatan penduduk, dan gelandangan2. Oleh karena itu, penatalaksaan tuberkulosis juga melibatkan seluruh lapisan sosial dalam populasi, dengan masa terapi yang lama dan resiko penularan serta terjadinya putus obat yang tinggi, maka dalam manuskrip ini akn dibahas mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam penatalaksanaan tuberkulosis pada anak secara komprehensif.

TINJAUAN PUSTAKATuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis1,3.Tuberkulosis menyebar dari orang ke orang melalui udara dalam bentuk droplet. Droplet dihasilkan saat seseorang dengan tuberkulosis paru batuk, bersin, ataupun bicara. Droplet cukup kecil untuk

Page 3: Contoh manuskrip 2

mencapai alveolus dalam paru, dimana kuman tersebut bereplikasi. Terdapat empat faktor yang menentukan kemungkinan transmisi M. tuberculosis, yaitu jumlah organism yang dikeluarkan ke udara, konsentrasi organism dalam udara ditentukan oleh volume ruangan dan ventilasi, waktu pajanan seseorang bernapas dalam udara yang terkontaminasi, dan status imunitas individu3,5. Teknik yang dapat mengurangi jumlah droplet dalam suatu ruangan, efektif dalam mencegah penyebaran kuman. Ventilasi dengan udara bebas sangat penting, sementara kuman M. tuberculosis mati dengan paparan sinar matahari langsung3,5.

Tidak seperti penderita dewasa, mayoritas anak dengan tuberkulosis tidak infeksius. Namun, anak yang menderita tuberkulosis tipe dewasa, meliputi infiltrat atau kavitas pada lobus atas, dan mempunyai BTA positif dari pemeriksaan dahak, bisa menjadi infeksius. Oleh karena itu, penting untuk memastikan orang dewasa yang memiliki kontak dekat dengan pasien tuberkulosis anak bukan merupakan sumber penyebaran infeksi, dengan melakukan pemeriksaan5.

Seperti pada dewasa, periode inkubasi antara waktu kuman terinhalasi dan munculnya hipersensitivitas tipe lambat biasanya antara 3 dan 12 minggu, umumnya 4 sampai 8 minggu3,5. Beberapa anak menunjukkan gejala demam antara 1 hingga 3 minggu. Pada kebanyakan kasus infeksi tuberkulosis inisial, anak menunjukkan test tuberkulin positif, tetapi ukuran nodus limfe tetap normal, lesi parenkim paru tidak tampak pada foto dada, dan anak tidak menunjukkan gejala5.

Selama perkembangannya, organisme menyebar dari kompleks primer melalui aliran darah dan limfatik ke bagian tubuh lain. Pada

fokus metastasis ini dapat terjadi reaktivasi pada kehidupan lanjut. Perkiraan waktu terjadinya komplikasi pada infeksi tuberkulosis primer pada bayi dan anak terdapat pada gambar 2. Kebanyakan kasus tuberkulosis pada anak terjadi dalam waktu 1 tahun setelah infeksi5.

Gambar 2. Perkiraan waktu terjadinya komplikasi pada infeksi tuberkulosis pada anak

Anak yang telah terinfeksi, tidak selalu mengalami sakit TB. Faktor yang mempengaruhi timbulnya sakit TB antara lain, usia ≤ 5 tahun, infeksi baru yang ditandai dengan konversi uji tuberkulin positif, malnutrisi, serta keadaan imunokompromais. Selain itu terdapat juga faktor sosial yang berperan pada epidemiologi TB seperti status sosioekonomi yang rendah, kepadatan hunian, pendidikan rendah, dan kurangnya dana untuk pelayanan masyarakat6.

Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan, serta TB pada infeksi HIV.Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak khas1.

Page 4: Contoh manuskrip 2

Manifestasi klinis TB sangat bervariasi, bergantung pada faktor kuman TB, pejamu, serta interaksi keduanya. Tuberkulosis yang mengenai bagian tubuh manapun bisa menunjukkan gejala dan tanda yang tidak berkaitan spesifik dengan organ atau jaringan yang terkait, tetapi lebih mengarah ke gejala sistemik. Gejala sistemik yang paling mudah diukur adalah demam. Berkurangnya nafsu makan, penurunan berat badan, lemah, keringat malam, batuk kronik, serta diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan merupakan gejala lain yang dapat muncul. Manifestasi hematologis yang paling sering adalah meningkatnya leukosit darah perifer, serta peningkatan laju endap darah2,7.

Diagnosis pasti TB ditegakkkan dengan metemukan kuman M. tuberculosis pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan2,5. Pada anak, kesulitan penegakan diagnosis pasti disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman dan sulitnya

pengambilan specimen5. Jumlah kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. Selain itu, tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat kerusakan yang terjadi pada pasien dewasa. Kuman BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam 1 ml dahak. Kesulitan kedua, pengambilan spesimen sulit dilakukan. Pada anak, walaupun batuknya berdahak , biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang diambil melalui Nasogastrik Tube (NGT) dan harus dilakukan oleh petugas berpengalaman6.

Oleh karena gejala yang tidak khas pada tuberkulosis anak dan sulitnya mendapatkan spesimen, maka penegakkan diagnosis TB pada anak sulit dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, Dinas kesehatan dan WHO menyusun sistem skoring untuk menegakkan diagnosis TB pada anak6.

Tabel 1. Sistem Skoring Diagnosis Tuberkulosis Anak6

Parameter 0 1 2 3Kontak TB Tidak jelas Laporan keluarga, BTA (-)

atau tdk tahuBTA (+)

Uji Tuberkulin (-) Positif (>10 mm, atau >5 mm pada keadaan imunosupresi)

BB/keadaan gizi BB/TB < 90%, BB/U < 80%

Klinis gizi buruk atau BB/TB < 70%, atau BB/U < 60%

Demam tanpa sebab jelas

≥ 2 minggu

Batuk ≥ 3 mingguPembesaran kelenjar limfe koli,aksila, inguinal

≥ 1 cm jumlah ≥1 tidak nyeri

Pembengka-kan tulang/sendi, panggul, lutut , falang

Ada pembeng-kakan

Foto rontgen toraks Normal/tdk jelas Kesan TB

Page 5: Contoh manuskrip 2

Catatan:1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh Dokter2. Jika dijumpai skrofuloderma, pasien dapat langsung didiagnosis tuberkulosis3. Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname)4. Foto rontgen toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak5. Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem scoring TB anak6. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 ( skor maksimal 13)7. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut

Berdasarkan riwayat pajanan, infeksi, dan timbulnya sakit TB, maka tuberkulosis anak diklasifikasikan menjadi3,6:

-Kelas 0. Tidak ada kontak TB dan tidak terinfeksi. Pasien pada kelas ini tidak mempunyai riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis dewasa dan menunjukkan hasil test tuberkulin negatif.

-Kelas 1. Kontak TB positif, tidak terinfeksi. Pasien pada kelas ini mempunyai riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis dewasa, tetapi hasil tuberkulin tes negatif. Pada kelas ini diberikan kemoprofilaksis primer berupa pemberian isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dosis tunggal, selama 6 bulan. Kemudian dialkukan uji tuberkulin ulang pada akhir bulan ketiga.

-Kelas 2. Infeksi tuberkulosis laten, tidak sakit. Pasien pada kelas ini mempunya riwayat kontak TB, hasil tes tuberculin positif, namun tidak menunjukkan gejala infeksi TB dan tidak memenuhi kriteria diagnosis TB anak berdasarkan sistem skoring. Pada kelas ini profilaksis sekunder diberikan hanya pada anak yang termasuk dalam kelompok resiko tinggi menjadi sakit TB, yaitu keadaan imunokompromais. Kemoprofilaksis diberikan selama 6-12 bulan.

-Kelas 3. Tuberkulosis, aktif secara klinis. Kelas ini meliputi seluruh pasien dengan tuberkulosis secara klinis dengan prosedur diagnosis lengkap dan memenuhi kriteria dalam sistem skoring.

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, mencegah penularan, serta mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Prinsip umum yang digunakan dalam penatalaksanaan tuberkulosis dewasa juga diterapkan pada penatalaksanaan tuberkulosis pada anak5.

Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan fase lanjutan6. Beberapa penilitan menunjukkan bahwa pemberian 6 bulan regimen dasar berupa rifampisin dan isoniazid, dengan penambahan pirazinamid selama 2 bulan pertama, menyembuhkan lebih dari 99% kasus tuberkulosis anak yang sensitive obat, dengan insidens terjadinya efek samping sebesar < 2%5. Pemberian paduan obat ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan unutk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Pemberian obat jangka panjang ditujukan juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps5,6.

Pasien TB dewasa secara rutin diberikan empat macam obat sebagai terapi inisial, dengan tambahan ethambutol. Namun, pada anak, tambahan obat menimbulkan masalah toleransi, terutama karena terbatasnya sediaan obat pediatrik, dan terapi mencakup penggerusan obat atau pembuatan suspensi yang sulit untuk dilakukan. Oleh karena itu, terapi pada anak biasanya dimulai dengan tiga obat, dan tambahan obat keempat diberikan

Page 6: Contoh manuskrip 2

hanya bila terdapat resiko resistensi obat akibat karakteristik epidemiologi anak atau dewasa yang menjadi sumber infeksi, atau jika pasien menderita tuberkulosis yang mengancam nyawa seperti meningitis TB5.

Untuk mempermudah pemberian obat pada anak dan mengurangi ketidakteraturan minum obat, maka OAT pada anak diberikan setiap hari, dan dibuat suatu sediaan obat kombinasi dengan dosis yang telah ditentukan yaitu fix dose combination (FDC) atau kombinasi dosis tetap (KDT). Rumusan FDC pada anak seperti terapat pada table 26.

Tabel 2. Rumusan FDC pada anak6

Berat badan (kg)

2 bulanRHZ (75/50/150 mg)

4 bulanRH (75/50 mg)

5-9 1 bungkus 1 bungkus10-14 2 bungkus 2 bungkus15-19 3 bungkus 3 bungkus20-32 4 bungkus 4 bungkusCatatan :

- Bila BB ≥ 33 kg, dosis disesuaikan dengan dosis masing-masing obat per berat badan

- Bila BB < 5 kg, sebaiknya dirujuk ke RS- Obat tidak boleh diberikan setengah dosis tablet- Perhitungan pemberian tablet diatas sudah

memperhitungkan kesesuaian dosis per kg berat badan.

Penting untuk diperhatikan bahwa kepatuhan minum obat pada anak tidak lebih baik dibandingkan dengan pasien dewasa. Oleh karena itu, penanggulangan TB pada anak juga menerapkan system DOTS. Penerapan strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya MDR-TB. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen6 :

1. Komitmen politis2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang

terjamin mutunya.3. Pengobatan jangka pendek yang

standar bagi semua kasus TB dengan

tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.

4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.

5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

Evaluasi hasil pengobatan dilakukan setelah 2 bulan terapi, namun sebaiknya pasien dikontrol tiap bulan. Evaluasi pengobatan dilakukan dilakukan dengan cara evaluasi klinis, evaluasi radiologis, dan pemeriksaan LED. Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi menghilang atau membaiknya gejala. Evaluasi radiologis dalam 2-3 bulan hanya dilakukan pada TB dengan kelainan radiologis yang nyata atau luas. Laju endap darah dapat digunakan sebagai evaluasi bila pada awal pengobatan nilainya tinggi6.

Efek samping yang cukup sering pada pemberian isoniazid dan rifampisin adalah gangguan gastrointestinal, hepatotoksisitas, ruam dan gatal, serta demam. Pasien dikatakan putus obat bila berhenti menjalani pengobatan selama ≥ 2 minggu6.

ILUSTRASI KASUSPasien, An. A, 1 tahun 6 bulan, di bawa ke puskesmas untuk pengobatan TB paru. Pasien dirujuk dari puskesmas kecamatan untuk pengobatan rutin TB paru. Orang tua pasien mengeluh pasien sering batuk pilek berulang sejak 3 bulan yang lalu, kadang disertai demam. Selain itu, selama 3 bulan terakhir, berat badan pasien tidak bertambah, dengan nafsu makan yang tidak banyak. Tidak ada keluhan pada kebiasaan buang air kecil dan buang air besar pasien. Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan darah, dikatakan terjadi peningkatan LED, mantoux test didapatkan hasil positif, kemudian

Page 7: Contoh manuskrip 2

dilakukan foto thoraks dikatakan terdapat infiltrate perihiler dan perikardial.

Pasien merupakan anak pertama, lahir spontan, ditolong bidan, dengan berat lahir 2600 gram, dan panjang lahir 48 cm. Sampai saat ini, pasien sudah mendapatkan imunisasi dasar wajib sesuai usia, kecuali campak dikarenakan saat penyuntikan pasien sedang sakit. Pasien mendapat ASI sampai usia 6 bulan,setelah itu mendapatkan susu formula dan makanan pelengkap susu. Saat ini pasien makan nasi tim atau makanan keluarga, buah, dan susu formula. Tumbuh kembang pasien terkesan normal sesuai usia.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan status gizi pasien baik dan pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.

Selanjutnya dilakukan kunjungan rumah untuk menilai faktor resiko yang terdapat pada pasien dan lingkungan keluarga. Dari kunjungan rumah tersebut didapatkan jarak antara rumah pasien dengan pusat kesehatan cukup dekat dan terjangkau. Rumah pasien berukuran 10 x 8 meter, dan dihuni oleh 9 orang. Lantai menggunakan lantai keramik, dan dinding dari tembok. Rumah pasien hanya memiliki satu jendela yang terletak di ruang tamu. Pencahayaan dan ventilasi dalam rumah sangat kurang. Pasien tinggal di lingkungan rumah yang padat penduduk.

Dalam satu rumah, terdapat paman pasien yang didiagnosis menderita TB paru putus obat, dan saat ini sedang dalam terapi OAT minggu ke tiga dengan regimen pengobatan RHZES. Ayah pasien juga pernah didiagnosis menderita TB paru pada tahun 2009, dan telah dinyatakan sembuh. Selain itu, satu orang paman pasien mempunyai kebiasaan merokok dalam rumah.

Berdasarkan data dari kunjungan pertama, didapatkan permasalahan utama pada pasien adalah tuberkulosis paru, termasuk juga resiko penularan tuberculosis ke anggota keluarga lain dan resiko terjadinya putus obat. Faktor dalam keluarga yang dapat mempengaruhi hal tersebut antara lain kurangnya pengetahuan orang tua pasien mengenai tuberkulosis serta faktor-faktor yang berpengaruh dalam pencegahan dan penatalaksanaan tuberkulosis. Faktor tersebut meliputi kontak TB pada anggota keluarga, kebersihan lingkungan rumah yang buruk, ventilasi dan pencahayaan rumah yang kurang, kebiasaan merokok dalam rumah, serta pemanfaatan pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif.

Intervensi yang diberikan berupa terapi medikamentosa dan nonmedikamentosa. Saat ini pasien mendapatkan terapi medikamentosa berupa Rifampisin 75 mg, INH 50 mg, Pirazinamid 150 mg. Selain itu, dilakukan evaluasi mengenai pemenuhan kebutuhan gizi harian pasien dan skrining perkembangan pasien menggunakan denver. Edukasi ditujukan kepada orang tua pasien dan anggota keluarga lain megenai tuberkulosis mulai dari penyebab, cara penularan, cara pencegahan, penatalaksanaan, komplikasi, serta efek samping obat. Seluruh anggota keluarga yang tinggal serumah disarankan untuk melakukan skrining tuberkulosis. Anggota keluarga yang lain juga diikutsertakan dalam membantu paman pasien untuk berhenti merokok.

Orang tua pasien dan anggota keluarga lain diberi edukasi mengenai pentingnya kebersihan lingkungan rumah, ventilasi serta pencahayaan yang cukup dalam pencegahan tuberkulosis. Dan bersama-sama mencari pemecahan masalah tersebut.

DISKUSI

Page 8: Contoh manuskrip 2

Diagnosis tuberkulosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang sesuai dengan sistem sioring diagnosis tuberkulosis pada anak. Dari anamnesis didapatkan keluhan batuk pilek berulang sejak tiga bulan. Terdapat juga demam yang hilang timbul menyertai batuk pilek berulang tersebut.Terdapat kontak TB didalam keluarga dengan BTA (+) dan hubungan yang erat, yaitu ayah pasien pada tahun 2009 dan dinyatakan sembuh, serta saat ini paman pasien yang didiagnosis TB paru putus obat dan sedang dalam terapi OAT minggu ketiga.

Dari pemeriksaan fisik tidak diadapatkan kelainan pembesaran kelenjar limfe superfisialis ataupun pembengkakan tulang. Tes tuberkulin yang dilakukan menunjukkan hasil positif. Foto thoraks menunjukkan terdapatnya infiltrate perihiler dan perikardial dengan kesan kemungkinan proses spesifik.

Berdasarkan penilaian dengan sistem skoring tuberkulosis anak, didapatkan nilai delapan, sehingga dapat ditegakkan diagnosis tuberkulosis yaitu skor ≥6. Idealnya perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan sebagai standar emas penegakkan diagnosis TB seperti bilas lambung untuk pemeriksaan BTA dan kultur M. tuberculosis. Namun, hal tersebut tidak dilakukan, selain karena dibutuhkan petugas yang berpengalaman, juga tidak nyaman bagi pasien dan harus dilakukan minimal 2 hari berturut-turut. Selain itu, hasil pemeriksaan mikroskopik ;angsung pada anak sebagian besar negative karena jumlah kuman yang sedikit, sedangkan untuk biakan M. tuberculosis diperlukan waktu sekitar 6-8 minggu. Saat ini terdapat pemeriksaan yang lebih cepat, namun biayanya mahal dan secara teknologi lebih rumit.

Pasien dirujuk ke puskesmas keluharan untuk terapi tuberkulosis berikutnya dengan pertimbangan letak pusat kesehatan yang lebih dekat dan terjangkau untuk memudahkan pasien mendapatkan obat secara teratur. Sesuai dengan alur tatalaksana tuberkulosis anak di puskesmas, maka pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT.

Penatalaksanaan pasien di puskesmas sesuai dengan program DOTS. Dilakukan pencatatan pada pasien baru untuk mengevaluasi jadwal pemberian obat serta mengevaluasi hasil pengobatan pasien. Evaluasi dilakukan setelah pemberian terapi selama 2 bulan. Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi klinis berupa menghilangnya atau berkurangnya gejala. Pada pasien ini yang dievaluasi antara lain berkurang atau menghilangnya batuk pilek berulang yang kadang disertai demam, penambahan berat badan, serta nafsu makan membaik. Jika respon pengobatan positif, maka terapi TB diteruskan. Dan jika pasien tidak berespon terhadap terapi, maka terapi TB diteruskan, namun pasien dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi lebih lanjut.

Untuk kemudahan pemberian obat dan mengurangi ketidakpatuhan minum obat, pasien diberikan obat kombinasi dosis tetap. Saat ini pasien dalam pengobatan fase intensif, minggu kedua, sehingga obat yang didapat terdiri dari rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid. Dan sesuai dengan berat badan pasien saat awal pengobatan, yaitu 9 kg, maka pasien mendapatkan KDT 1 bungkus setiap hari.

Selain karena usia pasien, 1 tahun 6 bulan, yang untuk pemenuhan kebutuhan sehari-harinya masih membutuhkan bantuan orang lain, penatalaksanaan tuberkulosis juga memerlukan

Page 9: Contoh manuskrip 2

peran serta orang tua dan anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu, edukasi mengenai penyakit TB juga ditujukan untuk anggota keluarga lain selain orang tua pasien. Edukasi yang diberikan berupa penjelasan mengenai penyakit tuberkulosis, yaitu keluhan, penyebab, cara penularan, cara pencegahan, pengobatan, dan komplikasinya. Khusus pada orang tua pasien, dijelaskan juga mengenai pentingnya keteraturan minum obat, perlunya pengawas minum obat, serta efek samping obat yang perlu diperhatikan. Untuk pasien, telah ditentukan pengawas minum obat, yaitu ibu dan nenek pasien.

Pada kasus tuberkulosis anak, maka harus dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular, yaitu orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan pasien. Dalam kasus ini, terdapat dua orang dalam keluarga yang didiagnosis TB paru aktif dan berkontak erat dengan pasien. Ayah pasien didiagnosis TB paru aktif pada tahun 2009, dan telah dinyatakan sembuh. Paman pasien didiagnosis TB paru aktif pada tahun 2010, putus obat, dan saat ini sedang dalam terapi TB paru putus obat minggu ketiga. Oleh karena itu, diberikan juga edukasi pada keluarga mengenai penularan kuman M. tuberculosis, serta pentingnya skrining pada anak di sekitarnya atau yang kontak erat dan juga anggota keluarga yang lain. Hingga kunjungan kedua, keluarga sudah memahami pentingnya skrining pada seluruh anggota keluarga. Namun baru ibu dan nenek pasien yang melakukan pemeriksaan, anggota keluarga yang lain belum melakukan dengan alasan belum sempat karena bekerja.

Pengobatan TB tidak lepas dari masalah sosioekonomi. Karena pengobatan TB memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu yang cukup lama, maka biaya yang

dibutuhkan cukup besar. Selain itu, diperlukan juga penanganan gizi yang baik, meliputi asupan makanan, vitamin, dan mikronutrien. Tanpa penangan gizi yang baik, pengobatan dengan medikamentosa saja tidak akan mencapai hasil yang optimal. Keadaan gizi pasien saat pemeriksaan tergolong dalam gizi baik. Oleh karena itu edukasi mengenai pemenuhan asupan makanan dapat langsung disesuaikan dengan kebutuhan gizi harian pasien berdasarkan berat badan dan usia. Pada pasien juga dilakukan skrining gangguan perkembangan dengan pemeriksaan denver, dan didapatkan kesan perkembangan normal sesuai usia.

Sebagai salah satu faktor yang berperan dalam epidemiologi tuberkulosis, lingkungan tempat tinggal psaien menjadi penting untuk dievaluasi. Pasien tinggal dalam lingkungan pada penduduk. Rumah pasien juga dihuni oleh banyak orang, dengan ventilasi dan pencahayaan yang kurang, yaitu hanya terdapat satu jendela yang terletak pada ruang tamu. Pada kamar pasien tidak terdapat jendela serta terdapat banyak tumpukan barang, yang menjadikan ruangan kamar tidur pasien temapt yang baik untuk media pertumbuhan kuman M. tuberculosis..

Pada kunjungan pertama sudah diberikan edukasi kepada seluruh anggota keluarga mengenai pengelolaan lingkungan dan penerangan lingkungan rumah dan hubungannya dengan media yang baik untuk tumbuhnya kuman TB, serta edukasi mengenai pentingnya ventilasi dan penetrasi cahaya ke dalam rumah. Pada kunjungan kedua, keluarga pasien bersedia melakukan renovasi untuk membuat jendela pada kamar pasien. Namun hal ini tidak memungkinkan untuk dilakukan pada dua kamar tidur lainnya, karena lokasi

Page 10: Contoh manuskrip 2

yang langsung berhimpitan dengan rumah tetangga.

Pada keluarga, terdapat paman pasien yang mempunyai kebiasaan merokok. Edukasi mengenai bahaya merokok, efek rokok untuk perokok dan anggota keluarga lainnya yang ikut menghirup asap rokok telah diberikan kepada seluruh anggota keluarga pada kunjungan pertama. Diharapkan seluruh anggota keluarga berpartisipasi dalam membantu paman pasien untuk berhenti merokok. Namun hingga kunjungan kedua paman pasien masih belum menghentikan kebiasaan merokok.

KESIMPULANDiagnosis tuberkulosis paru pada pasien ini sudah sesuai dengan sistem skoring tuberkulosis anak. Sesuai dengan alur tatalaksana tuberkulosis di puskesmas, dengan skor 8, pasien ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat terapi OAT yang sesuai dengan berat badan pasien pada KDT yang direncanakan akan diberikan selama 6 bulan. Penaatalaksanaan pasien ini menerapkan strategi DOTS. Pemberian KDT ditujukan untuk mencegah ketidakpatuhan minum obat, dan telah ditetapkan ibu dan nenek pasien sebagai pengawas minum obat.Sumber penularan pada pasien dalam keluarga telah ditemukan. Keluarga telah diberikan edukasi mengenai penularan tuberkulosi serta pentingnya skrining anggota keluarga lain, dan beberapa anggota keluarga sudah melakukan pemeriksaan. Keluarga sudah bersedia memperbaiki pengelolaan lingkungan rumah untuk pecegahan dan penatalaksanaan TB dalam keluarga.

SARAN

Pasien disarankan untuk minum obat teratur dan tidak putus obat, dalam hal ini ditekankan

kepada ibu dan ennek pasien sebagai pelaku rawat dan pengawas minum obat. Selain itu juga disarankan untuk melakukan kontrol rutin untuk menilai respon pengobatan.

Bagi keluarga, disarankan untuk melakukan skrining TB pada anggota keluarga yang lain. Bersama-sama menjaga kebersihan rumah dan mengusahan adanya ventilasi dan penetrasi cahaya yang baik dalam rumah.

Petugas kesehatan disarankan untuk lebih waspada terhadap kemungkinan infeki TB pada anak dengan gejala-gejala batuk berulang, berat badan tidak tumbuh, dan sebagainya. Petugas kesehatan juga lebih teliti dalam mencari sumber kontak dalam keluarga.

Petugas kesehatan juga harus dapat memberikan penjelasan yang sejelas jelasnya mengenai gejala penyakit TB, pencegahan, penatalaksanaannya, dan skriningnya sehingga keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang menderita TBC dapat mempunyai pengetahuan yang cukup tentang penyakit ini, sehingga penyelesaian masalah kesehatan dalam keluarga dapat lebih tepat

(tolong kalau bisa dibuat kata kata yang lebih bagus, silahkan, he he)

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Tuberkulosis. Maret 2005. Available at : http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=57 [1 Juni 201]

2. Sub Direktorat TB Departemen Kesehatan RI dan World Health Organization. Lembar Fakta Tuberkulosis. Maret 2008. Available at : www.tbindonesia.or.id/pdf/Lembar_Fakta_TB.pdf [1 Juni 2010]

3. Dunlap NE, Bass J, Fujiwara P, Hopewell P, Horsburgh CR, et al. Diagnostic Standards and

Page 11: Contoh manuskrip 2

Classification of Tuberculosis in Adults and Children. Am J Respir Crit Care Med. 2000; 161: 1376-95. Available at : http://www.cdc.gov/tb/publications/PDF/1376.pdf [ 1 Juni 2010]

4. Nakaoka H, Lawson L, Squire B, Coulter B, Ravn P, et.al. Risk for Tuberculosis Among Children. Emerging Infectious Disease. 2006 September; 12(9): 1383-8. Available at : http://www.cdc.gov/ncidod/EID/vol12no09/05-1606.htm?s_cid=eid05_1606_e [1 Juni 2010]

5. Starke JR. Tuberculosis in Children. Semin Respir Crit Care Med. 2004; 25(3). Available at : http://www.medscape.com/viewarticle/484123

6. Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita GB. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, edisi 2. UKK Respirologi PP IDAI : Jakarta. 2007; 25-7; 39-42; 53-9; 60-3; 95-101.