contoh kasus masalah rumah sakit

60
http:// rangganasution13013.blog.teknikindustri.ft.mercubuana.ac.id/? cat=2 http:// rangganasution13013.blog.teknikindustri.ft.mercubuana.ac.id/? p=16#more-16 Penanganan dan Pengolahan Limbah Rumah Sakit November 9, 2013 Lingkungan (Masalah Lingkungan Hidup : Limbah Rumah Sakit) 1.1 Penanganan dan Pengolahan Limbah Rumah Sakit Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat dan gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit. Sebagaimana termaktub dalam Undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang Pokok- pokok Kesehatan, bahwa setiap warga berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan yang berupa pencegahan dan pemberantasan penyakit, pencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat (Siregar, 2001). Upaya perbaikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai macam cara, yaitu pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehataingkungan, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Selain itu, perlindungan terhadap bahaya pencemaran

Upload: argie3333

Post on 27-Dec-2015

275 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

http://rangganasution13013.blog.teknikindustri.ft.mercubuana.ac.id/?cat=2

http://rangganasution13013.blog.teknikindustri.ft.mercubuana.ac.id/?p=16#more-16

Penanganan dan Pengolahan Limbah Rumah SakitNovember 9, 2013 Lingkungan (Masalah Lingkungan Hidup : Limbah Rumah Sakit)

1.1 Penanganan dan Pengolahan Limbah Rumah Sakit

Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat dan gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit. Sebagaimana termaktub dalam Undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang Pokok-pokok Kesehatan, bahwa setiap warga berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan yang berupa pencegahan dan pemberantasan penyakit, pencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat (Siregar, 2001).

Upaya perbaikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai macam cara, yaitu pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehataingkungan, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Selain itu, perlindungan terhadap bahaya pencemaran lingkungan juga perlu diberi perhatian khusus (Said dan Ineza, 2002).

Rumah sakit merupakan sarana upaya perbaikan kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan dan dapat dimanfaatkan pula sebagai lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Pelayanan kesehatan yang dilakukan rumah sakit berupa kegiatan penyembuhan penderita dan pemulihan keadaan cacat badan serta jiwa (Said dan Ineza, 2002).

Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat dan gas. Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit. Unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit (termasuk pengelolaan limbahnya), yaitu (Giyatmi. 2003) :• Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit.• Pengguna jasa pelayanan rumah sakit.• Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran.• Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas yang diperlukan.

Page 2: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

Upaya pengelolaan limbah rumah sakit telah dilaksanakan dengan menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Di samping itu secara bertahap dan berkesinambungan Departemen Kesehatan mengupayakan instalasi pengelolaan limbah rumah sakit. Sehingga sampai saat ini sebagian rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limbah, meskipun perlu untuk disempurnakan. Namun harus disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan lagi (Barlin, 1995).

1.2. Peranan Rumah Sakit Dalam Pengelolaan Limbah

Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat nginap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik dan non medik yang dalam melakukan proses kegiatan hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan sosial, budaya dan dalam menyelenggarakan upaya dimaksud dapat mempergunakan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar terhadap lingkungan (Agustiani dkk, 1998).

Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan masyarakat, yaitu limbah berupa virus dan kuman yang berasal dan Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi yang sampai saat ini belum ada alat penangkalnya sehingga sulit untuk dideteksi. Limbah cair dan Iimbah padat yang berasal dan rumah sakit dapat berfungsi sebagai media penyebaran gangguan atau penyakit bagi para petugas, penderita maupun masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minunian. Pencemaran tersebut merupakan agen agen kesehatan lingkungan yang dapat mempunyai dampak besar terhadap manusia (Agustiani dkk, 1998).

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu Pemerintah menyelenggarakan usaha-usaha dalam lapangan pencegahan dan pemberantasan penyakitpencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan pada rakyat dan lain sebagainya (Karmana dkk, 2003).

Usaha peningkatan dan pemeliharaan kesehatan harus dilakukan secara terus menerus, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, maka usaha pencegahan dan penanggulangan pencemaran diharapkan mengalami kemajuan. Adapun cara-cara pencegahan dan penanggulangan pencemaran limbah rumah sakit antara lain adalah melalui (Karmana dkk, 2003) :• Proses pengelolaan limbah padat rumah sakit.• Proses mencegah pencemaran makanan di rumah sakit.

Sarana pengolahan/pembuangan limbah cair rumah sakit pada dasarnya berfungsi menerima limbah cair yang berasal dari berbagai alat sanitair, menyalurkan melalui instalasi saluran pembuangan dalam gedung selanjutnya melalui instalasi saluran pembuangan di luar gedung menuju instalasi pengolahan buangan cair. Dari instalasi limbah, cairan yang sudah diolah mengalir saluran pembuangan ke perembesan tanah atau ke saluran pembuangan kota (Sabayang dkk, 1996). Limbah padat yang berasal dari bangsal-bangsal, dapur, kamar operasi dan lain

Page 3: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

sebagainya baik yang medis maupun non medis perlu dikelola sebaik-baiknya sehingga kesehatan petugas, penderita dan masyarakat di sekitar rumah sakit dapat terhindar dari kemungkinan-kemungkinan dampak pencemaran limbah rumah sakit tersebut (Sabayang dkk, 1996).

1.3. Potensi Pencemaran Limbah Rumah Sakit

Dalam profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh RS di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 RS di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 Kg per tempat tidur per hari. Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per hari. Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi sampah (limbah padat) berupa limbah domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius sebesar 23,2 persen.

Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat) RS sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi RS untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit (Sebayang dkk, 1996). Rumah sakit menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa diantaranya membahyakan kesehatan di lingkungannya. Di negara maju, jumlah limbah diperkirakan 0,5 – 0,6 kilogram per tempat tidur rumah sakit per hari (Sebayang dkk, 1996).

Sementara itu, Pemerintah Kota Jakarta Timur telah melayangkan teguran kepada 23 rumah sakit (RS) yang tidak mengindahkan surat peringatan mengenai keharusan memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Berdasarkan data dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jaktim yang diterima Pembaruan, dari 26 rumah sakit yang ada di Jaktim, hanya tiga rumah sakit saja yang memiliki IPAL dan bekerja dengan baik. Selebihnya, ada yang belum memiliki IPAL dan beberapa rumah sakit IPAL-nya dalam kondisi rusak berat (Sebayang dkk, 1996).

Data tersebut juga menyebutkan, hanya sembilan rumah sakit saja yang memiliki incinerator. Alat tersebut, digunakan untuk membakar limbah padat berupa limbah sisa-sisa organ tubuh manusia yang tidak boleh dibuang begitu saja. Menurut Kepala BPLHD Jaktim, Surya Darma, pihaknya sudah menyampaikan surat edaran yang mengharuskan pihak rumah sakit melaporkan pengelolaan limbahnya setiap tiga bulan sekali. Sayangnya, sejak dilayangkannya surat edaran akhir September 2005 lalu, hanya tiga rumah sakit saja yang memberikan laporan.

Menurut Surya, limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis. Padahal, limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis. Yang termasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah laboratorium.

Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit

Page 4: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

dibuang ke tangki pembuangan seperti itu (Sebayang dkk, 1996).Sementara itu, Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Sudin Kesmas Jaktim menduga, buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan benar.

Padahal setiap rumah sakit, selain harus memiliki IPAL, juga harus memiliki surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL) dan surat izin pengolahan limbah cair. Sementara limbah organ-organ manusia harus di bakar di incinerator. Persoalannya, harga incinerator itu cukup mahal sehingga tidak semua rumah sakit bisa memilikinya (Sebayang dkk, 1996).

Beberapa hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola rumah sakit, dan jadi penyebab tingginya tingkat penurunan kualitas lingkungan dari kegiatan rumah sakit antara lain disebabkan, kurangnya kepedulian manajemen terhadap pengelolaan lingkungan karena tidak memahami masalah teknis yang dapat diperoleh dari kegiatan pencegahan pencemaran, kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian pencemaran karena menganggap bahwa pengelolaan rumah sakit untuk menghasilkan uang bukan membuang uang mengurusi pencemaran, kurang memahami apa yang disebut produk usaha dan masih banyak lagi kekurangan lainnya (Sebayang dkk, 1996).

Untuk itu, upaya-upaya yang harus dilakukan rumah sakit adalah, mulai dan membiasakan untuk mengidentifikasi dan memilah jenis limbah berdasarkan teknik pengelolaan (Limbah B3, infeksius, dapat digunapakai atau guna ulang). Meningkatkan pengelolaan dan pengawasan serta pengendalian terhadap pembelian dan penggunaan, pembuangan bahan kimia baik B3 maupun non B3. Memantau aliran obat mencakup pembelian dan persediaan serta meningkatkan pengetahuan karyawan terhadap pengelolaan lingkungan melalui pelatihan dengan materi pengolahan bahan, pencegahan pencemaran, pemeliharaan peralatan serta tindak gawat darurat (Sebayang dkk, 1996).

1.4. Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta Lingkungan

Limbah rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan (Said, 1999).

Limbah rumah Sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain.

Limbah- limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadal, kesalahan

Page 5: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masib buruk (Said, 1999).

Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori. Untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury). jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian berikut ini (Shahib dan Djustiana, 1998) :a. Limbah KlinikLimbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staff rumah sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah.b. Limbah PatologiLimbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.c. Limbah Bukan KlinikLimbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan mambuangnya.d. Limbah DapurLimbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti kecoa, kutu dan hewan mengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staff maupun pasien di rumah sakit.e. Limbah RadioaktifWalaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik.

1.5. Pencegahan Pengolahan Limbah Pada Pelayanan Kesehatan

Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengunangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah (Shahib, 1999). Program minimisasi limbah di Indonesia baru mulai digalakkan, bagi rumah sakit masih merupakan hal baru, yang tujuannya untuk mengurangi jumlah limbah dan pengolahan limbah yang masih mempunyainilai ekonomi (Shahib, 1999).

Berbagai upaya telah dipergunakan untuk mengungkapkan pilihan teknologi mana yang terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah berbahaya antara lain reduksi limbah (waste reduction), minimisasi limbah (waste minimization), pemberantasan limbah (waste abatement), pencegahan pencemaran (waste prevention) dan reduksi pada sumbemya (source reduction) (Hananto, 1999).

Page 6: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi terjadinya limbah yang keluar dan proses produksi. Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan secara preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah (Hananto, 1999).

Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah (Arthono, 2000) :1. House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah.3. Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.4. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.5. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.6. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya.

Kebijakan kodifikasi penggunaan warna untuk memilah-milah limbah di seluruh rumah sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan di tempat sumbernya, perlu memperhatikan hal-hal berikut (Haryanto, 2001) :1. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu untuk limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik.2. Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah klinik.3. Limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis, dianggap sebagai limbah klinik.4. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.

Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut (Sundana, 2000) :1. Pemisahan limbah• Limbah harus dipisahkan dari sumbernya• Semua limbahberesiko tinggi hendaknya diberi label jelas• Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang menunjukkan ke mana plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang. Di beberapa negara, kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai ganti dapat digunakan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat diperoleh dengan mudah). Kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan di tong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain

Page 7: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

2. Penyimpanan limbah• Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian. Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas• Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan• Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang samatelah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai• Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya3. Penanganan limbah• Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah ditutup• Kantung dipegang pada lehernya• Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu mengangkut kantong tersebut• Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang bersih untuk membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya (double bagging)• Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang dapat mencederainya di dalma kantung yang salah• Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam kantung limbah4. Pengangkutan limbahKantung limbah dikumpulkan dan seklaigus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah bagian klinik dibawa ke insinerator. Pengankutan dengan kendaran khusus (mungkin ada kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan yang digunakan untuk mengankut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.5. Pembuangan limbahSetelah dimanfaatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.Kemudian mengenai limbah gas, upaya pengelolaannya lebih sederhana dibanding dengan limbah cair, pengelolaan limbah gas tidak dapat terlepas dari upaya penyehatan ruangan dan bangunan khususnya dalam memelihara kualitas udara ruangan (indoor) yang antara lain disyaratkan agar (Agustiani dkk, 2000) :• Tidak berbau (terutania oleh gas H2S dan Anioniak);• Kadar debu tidak melampaui 150 Ug/m3 dalam pengukuran rata-rata selama 24 jam.• Angka kuman. Ruang operasi : kurang dan 350 kalori/m3 udara dan bebas kuman padao gen (khususnya alpha streptococus haemoliticus) dan spora gas gangrer. Ruang perawatan dan isolasi : kurang dan 700 kalorilm3 udara dan bebas kuman patogen. Kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum yang telah ditentukan.

Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator sendiri. insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300 – 1500o C atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula memperoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi

Page 8: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

limbah rumah sakityang berasal dari rumah sakitlain. Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai (Rostiyanti dan Sulaiman, 2001).Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang berikut (Djoko, 2001) :• Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.• Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm.• Tambahkan lapisan kapur.• Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditambahkan sampai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah.• Akhirnya lubang tersebut harus dituutup dengan tanah.

1.6. Ozonisasi Pengolahan Limbah Medis

Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakit umumnya banyak mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar rumah sakittersebut. Dari sekian banyak sumber limbah di rumah sakit, limbah dari laboratorium paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses uji laboratorium tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau activated sludge.

Bahan-bahan itu mengandung logam berat dan inveksikus, sehingga harus disterilisasi atau dinormalkan sebelum “dilempar” menjadi limbah tak berbahaya. Untuk foto rontgen misalnya, ada cairan tertentu yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya. Setelah bahan ini digunakan. limbahnya dibuang (Suparmin dkk, 2002).

1.7. Teknologi Pengolahan Limbah

Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator. Keduanya sekarang terbukti memiliki nilai negatif besar. Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai mengandung zat medis (Suparmin dkk, 2002).

Sedangkan insinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah medis, juga bukan berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan Lingkungan AS menemukan teknik insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukkan zat dioksin inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh (Suparmin dkk, 2002). Yang sangat menarik dari permasalahan ini adalah ditemukannya teknologi pengolahan limbah dengan metode ozonisasi. Salah satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang direkomendasikan United States Environmental Protection Agency (USEPA) pada tahun 1999. Teknologi ini sebenarnya dapat juga diterapkan untuk mengelola limbah pabrik tekstil, cat, kulit, dan lain-lain (Christiani, 2002).

Page 9: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

1.7.1. OzonisasiProses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu. Proses ozonisasi atau proses dengan menggunakan ozon pertama kali diperkenalkan Nies dari Prancis sebagai metode sterilisasi pada air minum pada tahun 1906. Penggunaan proses ozonisasi kemudian berkembang sangat pesat. Dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun terdapat kurang lebih 300 lokasi pengolahan air minum menggunakan ozonisasi untuk proses sterilisasinya di Amerika (Berlanga, 1998).

Dewasa ini, metode ozonisasi mulai banyak dipergunakan untuk sterilisasi bahan makanan, pencucian peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara pada ruangan kerja di perkantoran. Luasnya penggunaan ozon ini tidak terlepas dari sifat ozon yang dikenal memiliki sifat radikal (mudah bereaksi dengan senyawa disekitarnya) serta memiliki oksidasi potential 2.07 V. Selain itu, ozon telah dapat dengan mudah dibuat dengan menggunakan plasma seperti corona discharge (Berlanga, 1998).

Melalui proses oksidasinya pula ozon mampu membunuh berbagai macam mikroorganisma seperti bakteri Escherichia coli, Salmonella enteriditis, Hepatitis A Virus serta berbagai mikroorganisma patogen lainnya (Crites, 1998). Melalui proses oksidasi langsung ozon akan merusak dinding bagian luar sel mikroorganisma (cell lysis) sekaligus membunuhnya. Juga melalui proses oksidasi oleh radikal bebas seperti hydrogen peroxy (HO2) dan hydroxyl radical (OH) yang terbentuk ketika ozon terurai dalam air. Seiring dengan perkembangan teknologi, dewasa ini ozon mulai banyak diaplikasikan dalam mengolah limbah cair domestik dan industri (Akers, 1993).

1.7.2. Ozonisasi Limbah cair rumah sakit

Limbah cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur, laundry, toilet, dan lain sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu dipompakan ke tangki reaktor untuk dicampurkan dengan gas ozon. Gas ozon yang masuk dalam tangki reaktor bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan membunuh bakteri patogen pada limbah cair (Harper, 1986).

Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki koagulasi untuk dicampurkan koagulan. Lantas proses sedimentasi pada tangki berikutnya. Pada proses ini, polutan mikro, logam berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi dalam tangki reaktor dapat diendapkan (Harper, 1986).

Selanjutnya dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada tangki ini terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat pollutan yang terlewatkan pada proses koagulasi. Zat-zat polutan akan dihilangkan permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, atau tidak mampu lagi menyerap maka proses penyerapan akan berhenti, dan pada saat ini karbon aktif harus diganti dengan karbon aktif baru atau didaur ulang dengan cara dicuci. Air yang keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat dibuang dengan aman ke sungai (Harper, 1986).

Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH), sebuah radikal bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh melebihi ozon (1.7 V) dan

Page 10: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa organik (fenol, pestisida, atrazine, TNT, dan sebagainya). Sebagai contoh, fenol yang teroksidasi oleh hidroksil radikalakan berubah menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk kemudian teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa organik asam yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen yang di sekitarnya.

Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan karbon dioksida dan air (Harper, 1986). Hidroksil radikal berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik juga dapat dipergunakan dalam proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma, menghilangkan bau, dan menghilangkan warna pada limbah cair. Dengan demikian akan dapat mengoksidasi senyawa organik serta membunuh bakteri patogen, yang banyak terkandung dalam limbah cair rumah sakit (Wilson, 1986).

Pada saringan karbon aktif akan terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat yang akan diserap oleh permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, proses penyerapan akan berhenti. Maka, karbon aktif harus diganti baru atau didaur ulang dengan cara dicuci (Wilson, 1986).

Dalam aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu ultraviolet atau hidrogen peroksida.Dengan melakukan kombinasi ini akan didapatkan dengan mudah hidroksil radikal dalam air yang sangat dibutuhkan dalam proses oksidasi senyawa organik. Teknologi oksidasi ini tidak hanya dapat menguraikan senyawa kimia beracun yang berada dalam air, tapi juga sekaligus menghilangkannya sehingga limbah padat (sludge) dapat diminimalisasi hingga mendekati 100%.

Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini dapat pihak rumah sakittidak hanya dapat mengolah limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air limbah yang telah terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain efisiensi waktu juga cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas (Wilson, 1986).

Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga mungkin dampak negatif. Dampak negatif itu berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah rumah sakityang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit darin pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien dari pekerja ke pasien maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung rumah sakit.

Oleh sebab itu untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di lingkungan rumah sakit dana sekitarnya, perlu penerapan kebijakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakit sebagai salah satu indikator penting yang perlu diperhatikan. Rumah sakit sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan (Wilson, 1986).

DAFTAR PUSTAKA

Page 11: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

Agustiani E, Slamet A, Winarni D (1998). Penambahan PAC pada proses lumpur aktif untuk pengolahan air limbah rumah sakit: laporan penelitian. Surabaya: Fakultas Teknik IndustriInstitut Teknologi Sepuluh NopemberAgustiani E, Slamet A, Rahayu DW (2000). Penambahan powdered activated carbon (PAC) pada proses lumpur aktif untuk pengolahan air limbah rumah sakit. Majalah IPTEK: jurnal ilmu pengetahuan alam dan teknologi : 11 (1): 30-8Akers (1993). Paperboard hospital waste container. United States Patent : 5,240,176 Arthono A (2000). Perencanaan pengolahan limbah cair untuk rumah sakit dengan metode lumpur aktif. Media ISTA : 3 (2) 2000: 15-8 Barlin (1995). Analisis dan evaluasi hukum tentang pencemaran akibat limbah rumah sakit Jakarta :Badan Pembinaan Hukum NasionalBerlanga B (1998). Process, formula and installation for the treatment and sterilization of biological, solid, liquid, ferrous metallic, non-ferrous metallic, toxic and dangerous hospitalwaste material. United States Patent : 5,820,541Christiani (2002). Pemanfaatan substrat padat untuk imobilisasi sel lumpur aktif pada pengolahan limbah cair rumah sakit. Buletin KeslingmasDjoko S (2001). Pengelolaan limbah rumah sakit. Sipil Soepra : jurnal sipil 3(8): 91-9Giyatmi (2003). Efektivitas pengolahan limbah cair rumah sakitDokter Sardjito Yogyakarta terhadap pencemaran radioaktif. Yogyakarta : Pasca Sarjana Universitas Gadjah MadaHananto WM (1999). Mikroorganisme patogen limbah cair rumah sakitdan dampak kesehatan yang ditimbulkannya. Bul Keslingmas : 18 (70) 1999: 37-44Harper (1986). Hospital waste disposal system. United States Patent : 4,619,409Haryanto (2001). Analisis senyawa-senyawa kimia limbah cair rumah sakit Kodya Jambi. Percikan : 31 (Mei): 54-9Karmana O, Nurzaman M, Sanusi S (2003). Pengaruh limbah padat rumah sakit hasil insinerasi dan pupuk NPK bagi pertumbuhan tanaman bayam (Amaranthus sp) var. Gitihijau : laporan penelitian. Bandung : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas PadjadjaranRostiyanti SF, Sulaiman F (2001). Studi pemeliharaan bangunan pengolahan air limbah dan incinerator pada rumah sakit di Jakarta. Jurnal Kajian Teknologi : 3 (2): 113-23Said NI (1999). Teknologi pengolahan air limbah rumah sakitdengan sistem “biofilter anaerob-aerob”. Seminar Teknologi Pengelolaan Limbah II: prosiding, Jakarta, 16-7 Feb 1999.Said dan Ineza (2002). Uji performance pengolahan air limbah rumah sakit dengan proses biofilter tercelup. Jakarta : Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi LingkunganSabayang P, Muljadi, Budi P (1996). Konstruksi dan evaluasi insinerator untuk limbah padat rumah sakit. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Fisika Terapan Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Fisika Terapan Shahib MN (1999) Penerapan teknik “Polymerase chain Reaction” (PCR) untuk memonitor pencemaran lingkungan oleh senyawa merkuri (Hg) pada limbahcair rumah sakit. Kongres Himpunan Toksikologi Indonesia: prosiding, Jakarta, 22-23 Feb 1999 Shahib MN, Djustiana N (1998). Profil DNA plasmid E. coli yang diisolasi dari limbah cair rumah sakit. Majalah Kedokteran Bandung : 30 (1) 1998: 328-41Siregar TM (2001). Pengaruh penambahan inokulum pada pengolahan limbah cair rumah sakit: studi kasus pengolahan limbah cair RSUD Pasar Rebo, Jakarta menggunakan M-bio pada reaktor fixed-film aerobic. Jakarta : Program Pasca Sarjana Universitas IndonesiaSundana EJ (2000). Hospital waste minimization in Indonesia case studi: Muhammadiyah Bandung General Hospital (RSMB). Jurnal Itenas : 4 (1): 43-9Suparmin, Tri C, Budiono Z (2002). Studi evaluasi pengolahan air limbah rumah sakit diPropinsi

Page 12: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

Jateng tahun 2002. Buletin KeslingmasWilson (1986). Hospital waste disposal system. United States Patent : 4,618,103

Sumber :

Page 13: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

Definisi, Karakteristik, dan Masalah Limbah Medis dan Limbah B3November 9, 2013 Lingkungan (Masalah Lingkungan Hidup : Limbah Rumah Sakit)

Berdasarkan kajian WHO (1999), rata-rata produksi limbah rumah sakit di negara¬-negara berkembang sekitar 1-3 kg/TT.hari, sementara di negara-negara maju (Eropa, Amerika) mencapai 5-8 kg/TT.hari. Sedangkan berdasarkan kajian dan perkiraan Depkes RI timbulan limbah medis dalam satu tahun berkisar 8.132 ton dari 1.686 RS seluruh Indonesia. Pada tahun 2003, timbulan limbah medis dari Rumah Sakit sekitar 0,14 kg/TT.hari. Komposisi limbah medis ini antara lain terdiri dari: 80% limbah non infeksius, 15% limbah patologi & infeksius, 1% limbah benda tajam, 3% limbah kimia & farmasi, >1% tabung & termometer pecah (Ditjen PP & PL, 2011).

Sementara berdasarkan kajian Depkes RI dan WHO, pada tahun 2009 di 6 Rumah sakit di Kota Medan, Bandung dan Makasar, menunjukkan bahwa 65% Rumah Sakit telah melakukan pemilahan antara limbah medis dan limbah domestik (kantong plastik kuning dan hitam), tetapi masih sering terjadi salah tempat dan sebesar 65% RS memiliki insinerator dengan suhu pembakaran antara 530 – 800 ºC, akan tetapi hanya 75% yang berfungsi. Pengelolaan abu belum dilakukan dengan baik. Selain itu belum ada informasi akurat timbulan limbah medis karena 98% RS belum melakukan pencatatan (Ditjen PP & PL, 2011).

Pengertian Limbah Medis dan  Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)Pengertian limbah medis menurut EPA/U.S Environmental Protection Agency (2011), adalah semua bahan buangan yang dihasilkan dari fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, klinik, bank darah, praktek dokter gigi, dan rumah sakit/klinik hewan, serta fasilitas penelitian medis dan laboratorium. Sementara Depkes RI (2002) memberikan pengertian limbah medis sebagai limbah yang berasal dari perawatan gigi, veterinary, farmasi atau sejenis, serta limbah rumah sakit pada saat dilakukan perawatan/ pengobatan atau penelitian.

Pengertian limbah medis sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18 jo 85 Tahun 1999, limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun dengan kode limbah D227. Sedangkan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung B3 yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Sedangkan menurut PP No. 74 Tahun 2001, B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.

Menurut PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. , karakteristik limbah berbahaya dan beracun (B3) antara lain:

Page 14: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

1. Mudah meledak (Explosive) adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.

2. Mudah terbakar (Ignitable dan Flamable) adalah limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.

3. Bersifat reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.

4. Beracun (Toxic) adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut. Penentuan sifat racun untuk identifikasi limbah ini dengan menggunakan bahan baku konsentrasi TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Prosedure).

5. Menyebabkan infeksi (Infectious) adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.

6. Bersifat Korosif7. Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit8. Mempunyai pH ≤ 2 untuk limbah bersifat asam dan ≥ 12,5 untuk limbah yang bersifat

basa.

Sumber :

http://www.indonesian-publichealth.com/2013/08/masalah-limbah-medis-dan-limbah-b3.html

Page 15: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

RS Wahidin Klarifikasi Masalah Pengelolaan LimbahNovember 9, 2013 Lingkungan (Masalah Lingkungan Hidup : Limbah Rumah Sakit)

Laporan : Ilham Mulyawan Indra, Wartawan Tribun Timur

Makassar,Tribun -Timur.com- Pihak Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo menyelenggarakan jumpa pers Kamis (8/12/2011) terkait masalah pengelolaan limbah rumah sakit rujukan tersebut yang dilansir oleh Balai Lingkungan Hidup Daerah Sulsel (BLHD) yang pada pekan lalu ( Kamis 1 Desember)  mengungkapkan ada tiga perusahaan termasuk diantaranya RS Wahidin Sudirohusodo yang masuk dalam kategori instansi/perusahaan di Sulsel yang masuk kategori “perusahaan hitam” dalam pengleolaan limbah. Ketiga perusahaan tersebut dibeberkan dalam Pemaparan Pencapaian Kinerja SKPD Lingkup Pemprov Sulsel,

Direktur umum Operasional RS Wahidin Sudirohusodo Dra. Andi Kalsum Patonangi, Apt, M.Kes dalam jumpa pers kemarin mengatakan bahwa mengakui bahwa memang ada keterlambatan penyampaian laporan dari Rumah Sakit tersebut kepada BLHD ” jadi ini memang kelalaian dari pihak Rumah Sakit yang terlambat melaporkan laporan dari bulan Agustus tahun lalu hingga bulan Juni tahun ini ” ujarnya

Kalsum melanjutkan bahwa RS Wahidin Sudirohusodo mempunyai instalasi khusus berupa untuk sanitasi rumah sakit membawahi limbah cair, padat dan Infeksius yang berupa limbah barang bekas berupa botol-botol obat pasien, jarum suntik dan juga barang lainnya ” ini dipisahkan, jadi pasien yang terkena infeksi kita pisahkan penggunaan barang tersebut, jadi disini saja kami sudah mengecek semuanya ” katanya

Kalsum menambahkan RS Wahidin Sudirohusodo juga mempunyai Autoklaft yang berfungsi untuk mensterilkan semua barang-barang hasil penggunaan untuk kesehatan agar betul-betul bersih dan higinies sebelum dibuang ” jadi kami juga mempunyai alat tersebut sehingga setelah sampai di pihak kebersihan barang/sampah tersebut sudah steril ” ungkapnya

Sementara itu Kepala instalasi Sanitasi dan lingkungan RS Wahidin Rasul yang turut hadir dalam jumpa pers tersebut mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan semua pemeriksaan baik berupa gas buang, limbah cair ” jadi ini murni karena ada keterlambatan laporan saja, tetapi secara keseluruhan pengelolaan limbah kami sudah baik ” tandasnyaseraya menambahkan bahwa hasil lansiran BLHD kemarin merupakan rapor dari kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Pusat ” jadi mereka (BLHD) sama sekali belum memeriksa langsung kesini dan mereka hanya melansir laporan dari KLH saja ” kata Rasul

Rasul juga mengungkapkan bahwa dari limbah yang ada, ada pengelompokan terhadap limbah tersebut dimana gas buang diperiksa oleh balai Hiperkes dan dilaporkan set6iap enam bulan, sementara untuk limbah barang-barang hasil rumah sakit langsung diperiksa oleh BTKL ( Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan ) dan dilaporkan setiap tiga bulan, ” jadi soal pengelolaan

Page 16: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

limbah saya tekankan lagi bahwa kami sudah mengelolanya denganb baik, cuman memang laporan kami saja yang terlambat diberikan ” Pungkasnya (*)

Sumber :

http://makassar.tribunnews.com/2011/12/08/rs-wahidin-klarifikasi-masalah-pengelolaan-limbah

Page 17: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

Sampah dan Limbah Rumah SakitNovember 9, 2013 Lingkungan (Masalah Lingkungan Hidup : Limbah Rumah Sakit)

secara umum sampah dan limbah rumah sakit di bagi menjadi dua kelompok besar yaitu :(1) Sampah klinis, Yang di sebut sampah/klinis adalah sampah yang dihasilkan rumah sakit dari kegiatan pelayanan medik termasuk laboraturium dan farmasi.(contoh)>Sisa benda tajam, cairan infeksius, jaringan tubuh, buangan farmasi, buangan laboraturium, buangan radio aktif.(2) Sampah/limbah non klonis, yang trmasuk sampah/limbah non klinis adalah sampah yang umumnya berasal dari kegiatan kantor, dapur, cuci, mesin, dan buangan kamar mandi.

Jika di tinjau dari wujud sampah/limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat berupa bahan padat,cair dan gas.1. Sampah / limbah padat dapat berasal dari sejenis sampah/limbah klinis seperti sisa benda tajam,sisa jaringan tubuh,dan lain-lain.serta dapat juga berasal dari sampah / limbah non klinis seperti dari kegiatan kantor,dapur dan lain sebagainya.2. Sampah / limbah cair dapat berasal dari sejenis sampah / limbah klinis seperti cairan infeksius,cairan jaringan tubuh,cairan buangan farmasi,buangan laboraturium dan lainnya serata dapat juga bersal dari kegiatan pencucian dapur dan lainnya.3. Sampah / limbah gas, merupakan ha sil buangan dari peralatan medis,pembakaran dan lainnya baik dari kegiatan klinis maupun kegiatan non klinis,

Rumah sakit sebagai wahana Proses pelayanan Kesehatan akan memberikan keluaran berupa kesembuhan pasien sebagai produk utama dan limbah sebagai produk sampingan, limbah yang di produk oleh rumah sakit relatif bervariasi sesuai dengan keragaman pelayanan yang dilakukan.

jika di bandingkan dengan institusi lain mungkin jenis sampah dan limbah rumah sakit adalah yang terkomplit, tempat yang paling banyak di kunjungi oleh masyarakat ketika sakit ini mengeluarkan berbagai jenis sampah dan limbah, hal ini terkait dengan kegiatan rumah sakit yang melayani masyarakat mulai dari mediagnosa dan mengobati penyakit, merawat dan merehabilitasi untuk sehat kembali, bahkan juga menangani pasien yang meninggal dunia,selain itu kegiatan administrasi dan kegiatan penunjang juga akan menambah jumlah sampah dan limbah yang akan dihasilkan.

Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan

Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjanglainnya.Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair.

Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :1. Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan

Page 18: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif.2. Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut : Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif). Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.3. Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.4. Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat- obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat- obatan.5. Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.6. Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida.

Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain).

Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan lain-lain.

 

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Riset Universitas Indonesia Tahun 2007 pengolahan limbah rumah sakit di Indonesia menunjukan hanya 53,4% rumah sakit yang melaksanakan pengelolaan limbah cair dan dari rumah sakit yang mengelola limbah tersebut 51,1% melakukan dengan instalasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) dan septic tanc tank (tangki septik). Pemeriksaan kualitas limbah hanya dilakukan oleh 57,5% rumah sakit dan dari rumah sakit yang melakukan pemeriksaan tersebut sebagian besar telah melakukan pemeriksaan tersebut sebagian besar telah memenuhi syarat baku mutu 63%.

Page 19: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

Ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk mendapat gangguan karena buangan rumah sakit. Pertama, pasien yang datang ke Rumah Sakit untuk memperoleh pertolongan pengobatan dan perawatan Rumah Sakit. Kelompok ini merupakan kelompok yang paling rentan. Kedua, karyawan Rumah sakit dalam melaksanakan tugas sehari-harinya selalu kontak dengan orang sakit yang merupakan sumber agen penyakit. Ketiga, pengunjung / pengantar orang sakit yang berkunjung ke rumah sakit, resiko terkena gangguan kesehatan akan semakin besar. Keempat, masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah Sakit, lebih-lebih lagi bila Rumah sakit membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak sebagaimana mestinya ke lingkungan sekitarnya.

Akibatnya adalah mutu lingkungan menjadi turun kualitasnya, dengan akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut. Oleh karena itu, rumah sakit wajib melaksanakan pengelolaan buangan rumah sakit yang baik dan benar dengan melaksanakan kegiatan Sanitasi Rumah Sakit.

Melihat karakteristik dan dampak-dampak yang dapat ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental Managemen System) dan diadopsi Internasional Organization for Standar (ISO) sebagai salah

satu sertifikasi internasioanal di bidang pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO 14001 perlu diterapkan di dalam Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit. Dengan pendekatan sistem tersebut, pengelolaan lingkungan itu sendiri adalah suatu usaha untuk meningkatkan kualitas dengan menghasilkan limbah yang ramah lingkungan dan aman bagi masyarakat sekitar.

Keterlibatan pemerintah yang memiliki badan yang menangani dampak lingkungan, pihak manajemen puncak rumah sakit dan lembaga kemasyarakatan merupakan kunci keberhasilan untuk melindungi masyarakat dari dampak buangan berbagai jenis sampah/limbah dihasilkan oleh rumah sakit sangat berpotensi untuk menyebabkan gangguan dalam kehidupan dan kesehatan manusia serta lingkungannya,dan dampak negatif yang dapat terjadi bila sampah rumah sakit tidak di tangani secara baik dan benar dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan-gangguan antara lain;infeksi silang (Nosokomial) dapat terjadi pada pengguna rumah sakit yaitu pasien,pengunjung,dan karyawan yaitu :

  gangguan kesehatan dan keselamatan kerja,terutama bagi karyawan rumah sakit bila tidak di lengkapi dengan sistem proteksi yang tepat

  gangguan estetika dan kenyamanan berupa bau,serat kesan kotor yang dapat memberikan efek psikologis bagi pengguna rumah sakit

  pencemaran lingkungan,melalui sampah/limbah yang di buang baik internal maupun external

  kerusakan bangunan dapat disebab oleh kimia yang terlarut

Page 20: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

  gangguan kerusakan tanaman dan binatang hidup di sebabkan oleh buangan bahan kimia dan bahan infeksius

  gangguan terhadap kesehatan manusia disebabkan oleh virus/bakteri bahan kimia dan gas

  gangguan terhadap genetik dan reproduksi manusia dapat disebabkan oleh bahan kimia, senyawa radio aktif dan lainnya

  dapat terjadi kerusakan ekosistem yang lebih luas dan berskala besar 37 persen. (N-4)

Sumber :

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=28&ved=0CGAQFjAHOBQ&url=http%3A%2F%2Farifudinlatif.files.wordpress.com%2F2009%2F10%2Fsampah-dan-limbah-rumah-sakit.doc&ei=9Id-UpXdC8qIrAfE4oDQAg&usg=AFQjCNEq5ub0kHEtAmPh7C5ihezwgI3bzQ&sig2=-1U2-K92vqrVsRIFeyS6eg&bvm=bv.56146854,d.bmk&cad=rja

Page 21: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS RUMAH SAKITNovember 9, 2013 Lingkungan (Masalah Lingkungan Hidup : Limbah Rumah Sakit) Oleh: AHMAD JAIS

1. Pendahuluan

Dalam upaya menigkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya di kota-kota besar semakin meningkat pendirian rumah sakit (RS). Sebagai akibat kualitas efluen limbah rumah sakit tidak memenuhi syarat. Limbah rumah sakit dapat mencemari lingkungan penduduk di sekitar rumah sakit dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan dalam limbah rumah sakit dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab penyakit pada manusia termasuk demam typoid, kholera, disentri dan hepatitis sehingga limbah harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan (BAPEDAL, 1999).SAMPAH dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair. Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :-         Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif.-         Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut: Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif). Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular. Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi. Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat- obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat- obatan.-         Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.-         Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida.(Arifin. M, 2008 ; (online).Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor /

Page 22: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, pH, mikrobiologik, dan lain-lain. (Arifin. M, 2008 ; (online).Pelayanan kesehatan dikembangkan dengan terus mendorong peranserta aktif masyarakat termasuk dunia usaha. Usaha perbaikan kesehatan masyarakat terus dikembangkan antara lain melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Perlindungan terhadap bahaya pencemaran dari manapun juga perlu diberikan perhatian khusus. Sehubungan dengan hal tersebut, pengelolaan limbah rumah sakit yang merupakan bagian dari penyehatan lingkungan dirumah sakit juga mempunyai tujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit infeksi nosoknominal dilingkungan rumah sakit, perlu diupayakan bersama oleh unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit. Unsur-unsur tersebut meliputi antara lain sebagai berikut :-         Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit-         Penanggung jasa pelayanan rumah sakit-         Para ahli pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran-         Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana fasilitas yang diperlukan.(Depkes RI, 2002)Pengelolaan limbah rumah sakit yang sudah lama diupayakan dengan menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yng mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan dilingkungan rumah sakit.Disamping peraturan-peraturan tersebut secara bertahap dan berkesinambungan Departemen Kesehatan  terus mengupayakan dan menyediakan dan untuk  pembangunan insilasi pengelolaan limbah rumah sakit melalui  anggaran pembangunan maupun dari sumber bantuan dana lainnya. Dengan demikian sampai saat ini sebagai rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limabah, meskipun perlu untuk disempurnakan. Namun disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan  permasyarakatan terutama dilingkungan masyarakat rumah sakit. (Depkes RI, 1992).

1. A.     Permasalahan

Dalam profil kesehatan Indonesia, Departement Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh rumah sakit di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 Rumah Sakit di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg pertempat tidur perhari. Analisa lebih jauh menunjukkan produksi sampah (Limbah Padat) berupa limbah domestic sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infeksius sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (Limbah Padat) Rumah Sakit sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran

Page 23: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi Rumah Sakit untuk mencemari lingkungan dan kemungkinan menimbulkan kecelakaan  serta penularan penyakit.Rumah Sakit menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar, beberapa diantaranya membahayakan kesehatan dilingkungannya. Di negara maju, jumlahnya diperkirakan 0,5-0,6 kg per tempat tidur rumah sakit perhari. Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah kedalam kategori untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminasi antrauma (Injuri)(KLMNH, 1995).Limbah Rumah Sakit mengandung bahan beracun berbahaya Rumah Sakit tidak hanya menghasilkan limbah organik dan anorganik, tetapi juga limbah infeksius yang mengandung bahan beracun berbahaya (B3). Dari keseluruhan limbah rumah sakit, sekitar 10 sampai 15 persen diantaranya merupakan limbahinfeksius yang mengandung logam berat, antara lain mercuri (Hg). Sebanyak 40 persen lainnya adalah limbah organik yang berasal dari makanan dan sisa makan, baik dari pasien dan keluarga pasien maupun dapur gizi. Selanjutnya, sisanya merupakan limbah anorganik dalam bentuk botol bekas infus dan plastik. Temuan ini merupakanhasil penelitian Bapedalda Jabar bekerja sama dengan DepartemenKesehatan RI, serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) selama tahun 1998 sampai tahun 1999. Keterbatasan dan mengakibatkan sampel yang diambil hanya dari dua rumah sakit di Jawa Barat, satu di rumah sakit pemerintah dan satunya lagi di rumah sakit swasta. Secara terpisah, mantan Ketua Wahana Lingkungan (Walhi) JabarIkhwan Fauzi mengatakan, volume limbah infeksius dibeberapa rumah sakit bahkan melebihi jumlah yang ditemukan Bapedalda. Limbah infeksius ini lebih banyak ditemukan di beberapa rumah sakit umum, yang pemeliharaan lingkungannya kurang baik (Pristiyanto. D, 2000).Biasanya orang mengaitkan limbah B3 dengan industri. Siapa yang menyangka ternyata dirumah sakitpun menghasilkan limbah berbahaya dari limbah infeksius. Limbah infeksius berupa alat-alat kedokteran seperti perban, salep, serta suntikan bekas (tidak termasuk tabung infus), darah, dan sebagainya. Dalam penelitian itu, hampir di setiap tempat sampah ditemukan bekas dan sisa makanan (limbah organik), limbah infeksius, dan limbah organik berupa botol bekas infus. (Anonimous, 2009)Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis.Kepala Pusat Sumber Daya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia Dr Setyo Sarwanto DEA mengutarakan hal itu kepada Pembaruan, Kamis pekan lalu, di Jakarta. Ia mengatakan, rata-rata pengelolaan limbah medis di rumah sakit belum dilakukan dengan benar. Limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis. Yang termasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah laboratorium.Limbah infeksius misalnya jaringan tubuh yang terinfeksi kuman. Limbah jenis itu seharusnya dibakar, bukan dikubur, apalagi dibuang ke septic tank. Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki pembuangan seperti itu.Kenyataannya, banyak tangki pembuangan sebagai tempat pembuangan limbah yang tidak memenuhi syarat. Hal itu akan menyebabkan pencemaran, khususnya pada air tanah yang

Page 24: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

banyak dipergunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Setyo menyebutkan, buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan benar.

 

1. B.     Jenis-jenis limbah

Jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian sebagai berikut ini :-         Limbah klinikLimbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staf Rumah Sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. Contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkusyang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urine dan produk darah.-         Limbah patologiLimbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diautoclaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.-         Limbah bukan klinikLimbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan menbuangnya.-         Limbah dapurLimbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti kecoa, kutu dan hewan pengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staf maupun pasien di Rumah Sakit.-         Limbah radioaktifWalaupun limbah ini tidak  menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangan secara aman perlu diatur dengan baik. Pemberian kode warna yang berbeda untuk masing-masing sangat membantu pengelolaan limbah tersebut(Prasojo. D, 2008).Berikut adalah tabel yang menyajikan contoh sistem kondisifikasi limbah rumah sakit dengan menggunakan warna :JENIS LIMBAH WARNABangsal/UnitKlinik KuningBukan klinik HitamKamar Cuci Rumah SakitKotor/Terinfeksi MerahHabis dipakai PutihDari kamar operasi Hijau/BiruDapur

Sarung tangan dengan warna yang berbeda untuk memasak dan

Page 25: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

membersihkan badan.Agar kebijakan kodifikasikan menggunakan warna dapat dilaksanakan dengan baik, tempat limbah diseluruh rumh sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan ditempat sumbernya.

1. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu untuk limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik

2. Semua limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis dianggap sebagai limbah klinik3. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah klinik dan

perlu dinyatakan aman sebelum dibuang (Depkes RI, 1992).

1. C.     Pengelolaan limbah

Pengolahan limbah RS Pengelolaan limbah RS dilakukan dengan berbagai cara. Yang diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce) dalam volume, penggunaan kembali (reuse) dengan sterilisasi lebih dulu, daur ulang (recycle), dan pengolahan (treatment) (Slamet Riyadi, 2000).Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut :

1. Pemisahan Limbah

-  Limbah harus dipisahkan dari sumbernya-  Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas-  Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda yang menunjukkan kemana kantong plastik harus diangkut untuk insinerasi aau dibuang (Koesno Putranto. H, 1995).

1. Penyimpanan Limbah

Dibeberapa Negara kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai gantinya dapat digunkanan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat diperloleh dengan mudah)kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan ditong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain.

1. Penanganan Limbah

-  Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah terisi 2/3 bagian. Kemudian diikiat bagian atasnya dan diberik label yang jelas-  Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga  jika dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan ditempat-tempat  tertentu untuk dikumpulkan-  Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan  warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirimkan ketempat yang sesuai-  Kantung harus disimpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak sebelum diangkut ketempat pembuangan.

1. Pengangkutan limbah

Page 26: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

Kantung limbah dipisahkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa kekompaktor, limbah bagian Klinik dibawa keinsenerator. Pengangkutan dengan kendaraan khusus (mungkin ada kerjasama dengan dinas pekerja umum) kendaraan yang digunakan untuk mengangkut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan setiap hari, jika perlu (misalnya bila ada  kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.

1. Pembuangan limbah

Setelah dimanfaatkan dengan konpaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat penimbunan sampah (Land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insenerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.(Bambang Heruhadi, 2000).Rumah sakit yang besar mungkin mampu memberli inserator sendiri, insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300-1500 ºC atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula mempertoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah sakit yang berasal dari rumah sakit yang lain. Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun limbah bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai lagi.Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (Liming) tersebut meliputi sebagai berikut :

1. Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter2. Tebarkan limbah klinik didasar lubang samapi setinggi  75 cm3. Tambahkan lapisan kapur4. Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditanamkan samapai ketinggian

0,5 meter dibawah permukaan tanah5. Akhirnya lubang tersebut harus ditutup dengan tanah

(Setyo Sarwanto, 2003).Perlu diingat, bahan yang tidak dapat dicerna secara biologi (nonbiodegradable), misalnya kantung plastik tidak perlu ikut ditimbun. Oleh karenanya limbah yang ditimbun dengan kapur ini dibungkus kertas. Limbah-limbah tajam harus ditanam.Limbah bukan klinik tidak usah ditimbun dengan kapur dan mungkin ditangani oleh DPU atau kontraktor swasta dan dibuang ditempat tersendiri atau tempat pembuangan sampah umum. Limbah klinik, jarum, semprit tidak boleh dibuang pada tempat pembuangan samapah umum.Semua petugas yang menangani limbah klinik perlu dilatih secara memadai dan mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan jika mengalami inokulasi atau kontaminasi badan. Semua petugas harus menggunakan pakaian pelindung yang memadai, imunisasi terhadap hepatitis B sangat dianjurkan dan catatan mengenai imunisasi tersebut sebaiknya tersimpan dibagian kesehatan kerja (Moersidik. S.S, 1995).Melihat karakteristik dan dampak-dampak yang dapat ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan rumah sakit yang perlu

Page 27: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

diterapkan. Dengan pendekatan sistem tersebut, pengelolaan lingkungan itu sendiri adalah suatu usaha untuk meningkatkan kualitas dengan menghasilkan limbah yang ramah lingkungan dan aman bagi masyarakat sekitar.      Keterlibatan pemerintah yang memiliki badan yang menangani dampak lingkungan, pihak manajemen puncak rumah sakit dan lembaga kemasyarakatan merupakan kunci keberhasilan untuk melindungi masyarakat dari dampak buangan / limbah rumah sakit ini (Mentri Negara Lingkungan Hidup, 2004).

 

1. D.    Kesimpulan dan Saran

Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya tetapi juga mungkin dampak negatif itu berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah rumah sakit yang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke pasien yang lain maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung rumah sakit. Oleh kerna itu untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada dilingkungan rumah sakit dan sekitarnya perlu kebijakan sesuai manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakit sebagai salah satu indikator penting yang perlu diperhatikan.Rumah sakit sebagai institusi yang sosial ekonominya kerena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat  tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang ditimbulkan.DAFTAR PUSTAKABAPEDAL. 1999. Peraturan tentang Pengendalian Dampak Lingkungan.Arifin.M, 2008,  Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan. FKUIDepkes RI. 2002. Pedoman Umum Hygene Sarana dan Bangunan Umum.Departemen Kesehatan RI. 1992. Peraturan Proses Pembungkusan Limbah Padat.Departement Kesehatan RI. 1997. Profil Kesehatan Indonesia.Pristiyanto, Djuni. 2000. Limbah Rumah Sakit Mengandung Bahan Beracun Berbahaya.Anonimous. 2009. Limbah. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasSarwanto, Setyo. 2009. Limbah Rumah Sakit Belu Dikelolah Dengan Baik. Jakarta : UI Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1995. Pedoman Teknik Analisa Mengenai dampak Lingkungan Rumah Sakit.Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Kep. 58/Menlh/12/1995 Tentang Baku Mutu Kegiatan Rumah Sakit.Kusnoputranto, H. 1993. Kualitas Limbah Rumah Sakit dan Dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan dalam Seminar Rumah Sakit. Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan, Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993. Mikrobiologi KedokteranKusnoputranto, H. 1995. Bahan Toksik di Air dalam Toksikologi Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.Prasojo, D. 2008. Produk Kreatif Dari Limbah RS Buat Anak-anak Tetapi Mengandung Maut. KARS-FKMUI.Slamet Riyadi. 2000. Loka Karya Alternatif Ekologi Pengelolaan Sanitasi dan Sampah. Alkatiri, S. 2009. Efektivitas Hasil Pengelolan Air Limbah Rumah Sakit.  UnAir.

Page 28: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

Moersidik, S.S. 1995, Pengelolaan Limbah Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Sakit dalam Sanitasi Rumah Sakit, Pusat Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian Universitas Indonesia. Depok.Mentri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Kajian Dampak Lingkungan.Sumber :http://suaryawanputu.blogspot.com/2012/07/pengelolaan-limbah-medis-rumah-sakit.html

Page 29: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

PENGELOLAAN SAMPAH/LIMBAH RUMAH SAKIT DAN PERMASALAHANNYANovember 9, 2013 Lingkungan (Masalah Lingkungan Hidup : Limbah Rumah Sakit)

 oleh : Anshar Bonas Silfa

A.    Latar belakang

Rumah sakit bersih adalah tempat pelayanan kesehatan yang dirancang, dioperasikan dan dipelihara dengan sangat memperhatikan aspek kebersihan bangunan dan halaman baik fisik, sampah, limbah cair, air bersih, dan serangga/binatang pengganggu. Namun menciptakan kebersihan di rumah sakit merupakan upaya yang cukup sulit dan bersifat kompleks berhubungan dengan berbagai aspek antara lain budaya/kebiasaan, prilaku masyarakat, kondisi lingkungan, sosial dan teknologi.

Jika di bandingkan dengan institusi lain mungkin jenis sampah dan limbah rumah sakit adalah yang terkomplit, tempat yang paling banyak di kunjungi oleh masyarakat ketika sakit ini mengeluarkan berbagai jenis sampah dan limbah. Masyarakat di dalam lingkungan rumah sakit yang terdiri dari pasien, pengunjung dan karyawan memberikan kontribusi kuat terhadap pengotoran lingkungan rumah sakit. Aktivitas pelayanan dan perkantoran, pedagang asongan, prilaku membuang sampah dan meludah sembarangan, prilaku merokok dan sejumlah barang atau bingkisan yang dibawa oleh pengunjung/tamu menambah jumlah sampah dan mengotori lingkungan rumah sakit.

Beberapa waktu lalu, pemberitaan mengenai sampah medis yang ditemukan di pasaran sebagai mainan anak-anak, menjadi perhatian publik. Seperti diketahui bahwa seharusnya sampah medis seperti alat infus, alat suntik, dan sarung tangan harus dimusnahkan setelah digunakan, jangan sampai jatuh ke tangan masyarakat. Hal ini mendapat tanggapan langsung dari Menteri Kesehatan RI waktu itu, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih MPH, di sela-sela sambutannya saat membuka Konferensi Nasional I Promosi Kesehatan Rumah Sakit bertema New Challenges of Health Promoting Hospital in Indonesia di Bandung, Selasa malam (6/3/12). “Apabila rumah sakit belum memiliki alat penanganan medis sendiri, harus memiliki mekanisme kerjasama dengan rumah sakit yang lebih besar agar dapat ditangani. Ini harus diupayakan”, ujar Menkes.

Pada kesempatan tersebut Menkes menegaskan, tiga hal yang harus diperhatikan oleh para penyelenggara pelayanan kesehatan, khususnya penyelenggara rumah sakit, bahwa sarana pelayanan kesehatan harus menjadi tempat yang aman bagi para pekerjanya, pasiennya, dan masyarakat di sekitarnya.

Tanggapan mengenai permasalahan tersebut juga diungkapkan oleh Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK), dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS saat melakukan inspeksi mendadak

Page 30: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

(Sidak) ke sejumlah rumah sakit di wilayah DKI Jakarta dan Depok, Jawa Barat,  guna melakukan pengecekan secara langsung standar pembuangan dan pengolahan limbah yang dilakukan rumah sakit pada Selasa siang (6/3/12). “Secara garis besar, sistem pembuangan dan pengolahan limbah rumah sakit sudah berjalan, tetapi masih harus disempurnakan. Yang harus diperhatikan adalah jangan sampai sampah medis tercecer, apalagi dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab,  bahkan sampai berdampak pada penyakit-penyakit yang dapat membahayakan masyarakat”, jelas Dirjen BUK. Menurut Dirjen BUK, bila terdapat rumah sakit yang melanggar standar pembuangan limbah dan pengelolaannya, Kementerian akan menindak tegas pengelola rumah sakit tersebut. “Limbah RS berbeda dengan limbah rumah tangga. Sebab limbah RS yang tidak dikelola dengan baik, dapat menimbulkan penyakit”, tandas Dirjen BUK. Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.

Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis.

Limbah medis sangat penting untuk dikelola secara benar, hal ini mengingat limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun. Sebagian limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan sebagian lagi termasuk kategori infeksius. Limbah medis berbahaya yang berupa limbah kimiawi, limbah farmasi, logam berat, limbah genotoxic dan wadah bertekanan masih banyak yang belum dikelola dengan baik. Sedangkan limbah infeksius merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran penyakit baik kepada petugas, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit. Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban, biakan kultur, bahan atau perlengkapan yang bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan beresiko terhadap penularan penyakit. Beberapa resiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat keberadaan rumah sakit antara lain: penyakit menular (hepatitis,diare, campak, AIDS, influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik) dan resiko bahaya kimia.

Penaganan limbah medis sudah sangat mendesak dan menjadi perhatian Internasional. Isu ini telah menjadi agenda pertemuan internasional yang penting. Pada tanggal 8 Agustus 2007 telah dilakukan pertemuan High Level Meeting on Environmental and Health South-East and East-Asian Countries di Bangkok. Dimana salah satu hasil pertemuan awal Thematic Working Group (TWG) on Solid and Hazardous Waste yang akan menindaklanjuti tentang penanganan limbah yang terkait dengan limbah domestik dan limbah medis. Selanjutnya pada tanggal 28-29 Februari 2008 dilakukan pertemuan pertama  (TWG) on Solid and Hazardous Waste di Singapura membahas tentang pengelolaan limbah medis dan domestik di masing masing negara.

B.     Pengertian

Limbah (menurut PP NO 12, 1995) adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses produksi. Sedangkan limbah rumah sakit menurut Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004

Page 31: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.

Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sementara limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk. Limbah benda tajam adalah semua benda yang mempunyai permukaan tajam yang dapat melukai / merobek permukaan tubuh.

Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.

C.    Karakteristik Limbah Rumah Sakit

Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila dibanding dengan kegiatan instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah rumah sakit dapat dikategorikan kompleks. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah medis dan non medis baik padat maupun cair.

Limbah medis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk limbah medis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Limbah benda tajam

Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.

2. Limbah infeksius

Page 32: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:

Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif)

Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.

3. Limbah jaringan tubuh

Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.

4. Limbah sitotoksik

Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah yang terdapat limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000oc

5. Limbah farmasi

Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.

6. Limbah kimia

Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.

7. Limbah radioaktif

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain : tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas. Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.

8. Limbah Plastik

Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.

Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non medis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari

Page 33: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll).

Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan lainlain.

Melihat karakteristik yang ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental Managemen System) dan diadopsi Internasional Organization for Standar (ISO) sebagai salah satu sertifikasi internasioanal di bidang pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO 14001 perlu diterapkan di dalam Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit.

D.    Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan

Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti:

1. Gangguan kenyamanan dan estetika, berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organik.

2. Kerusakan harta benda, dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit.

3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang, dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu dan fosfor.

4. Gangguan terhadap kesehatan manusia, dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi.

5. Gangguan genetik dan reproduksi

Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif.

E.     Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

1. Limbah padat

Page 34: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu dilakukan penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah medis dikategorikan menjadi 5 golongan sebabagi berikut :

Golongan A :

Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah. Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi. Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/jaringan  hewan dari

laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dreesing.

Golongan B :

Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya.

Golongan C :

Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam golongan A.

Golongan D :

Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.

Golongan E :

Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach.

Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.

a.      Pemisahan

Golongan A

Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari ruang pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah medis yang mudah dijangkau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi sampah. Kantong plastik tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila sudah mencapai tiga perempat penuh. Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak sampah klinis.

Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut kemudian dibuang dengan cara sebagai berikut :

1) Sampah dari haemodialisis

Page 35: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga digunakan autoclaving,tetapi kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga uap panas bisa menembus secara efektif.

(Catatan: Autoclaving adalah pemanasan dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan sterilisasi terutama untuk limbah infeksius).

2) Limbah dari unit lain :

Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin bisa menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang aman.

Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak limbah medis atau kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator.

Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Incinerator harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi atau bagian laboratorium.

Golongan B

Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup. Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh (atau dengan interval maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat dan ditampung di dalam bak sampah klinis sebelum diangkut dan dimasukkan denganincinerator.

b.      Penampungan

Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau pengangkutan oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah tersebut hendaknya :

1)       Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.

2)      Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan secara terpisah.

3)      Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes, dan disediakan sarana pencuci.

4)     Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan bebas dari infestasi serangga dan tikus.

5)      Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin)

Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa digolongkan dalam sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambil menunggu pengangkutan.

Page 36: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

c.       Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong.

Kereta atau troli yang digunakan untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain sedemikian rupa sehingga :

1)      Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus

2)      Tidak akan menjadi sarang serangga

3)      Mudah dibersihkan dan dikeringkan

4)      Sampan tidak menempel pada alat angkut

5)      Sampan mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali

Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke tempat lain :

1)      Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut. Dan harus dilakukan upaya untuk men-cegah kontaminasi sampah lain yang dibawa.

2)      Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran atau tumpah.

2. Limbah Cair

Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di rumah sakit antara lain sebagai berikut:

a. Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)

Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :

1)      Pump Swap (pompa air kotor).

2)      Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.

3)      Bak Klorinasi

Page 37: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

4)      Control room (ruang kontrol)

5)      Inlet

6)      Incinerator antara 2 kolam stabilisasi

7)      Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.

b. Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)

Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge drying bed (tempat pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :

1)      Pump Swap (pompa air kotor)

2)      Oxidation Ditch (pompa air kotor)

3)      Sedimentation Tank (bak pengendapan)

4)      Chlorination Tank (bak klorinasi)

5)      Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).

6)      Control Room (ruang kontrol)

c. Anaerobic Filter Treatment System

Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui filter/saringan, air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic tank (inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorida ditampung dulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.

Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut :

1)      Pump Swap (pompa air kotor)

2)      Septic Tank (inhaff tank)

Page 38: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

3)      Anaerobic filter.

4)      Stabilization tank (bak stabilisasi)

5)      Chlorination tank (bak klorinasi)

6)      Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)

7)      Control room (ruang kontrol)

Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic Filter Treatment Systemdapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya :

1)      Volume septic tank

2)      Jumlah anaerobic filter

3)      Volume stabilization tank

4)      Jumlah chlorination tank

5)      Jumlah sludge drying bed

6)      Perkiraan luas lahan yang diperlukan

Secara singkat pengelolaan pengelolaan dan pembuangan limbah medis adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )

Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.

2. Penampungan

Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan “domestik”

Page 39: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

3. Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.

Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.

4. Pengolahan dan Pembuangan

Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah :

Incinerasi Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 C)° Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde) Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai

desinfektan) Inaktivasi suhu tinggi Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60 Microwave treatment Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah) Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk.

5. IncineratorBeberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu

Page 40: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar udara yang sesuai.

F.      Kesimpulan

Keberagaman sampah/limbah rumah sakit memerlukan penanganan yang baik sebelum proses pembuangan. Sayang sebagian besar pengelolaan limbah medis (medical waste) RS masih di bawah standar lingkungan karena umumnya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dengan sistem open dumping atau dibuang di sembarang tempat. Bila pengelolaan limbah tak dilaksanakan secara saniter, akan menyebabkan gangguan bagi masyarakat di sekitar RS dan pengguna limbah medis. Agen penyakit limbah RS memasuki manusia (host) melalui air, udara, makanan, alat, atau benda. Agen penyakit bisa ditularkan pada masyarakat sekitar, pemakai limbah medis, dan pengantar orang sakit.

Berbagai cara dilakukan RS untuk mengolah limbahnya. Tahap penanganan limbah adalah pewadahan, pengumpulan, pemindahan pada transfer depo, pengangkutan, pemilahan, pemotongan, pengolahan, dan pembuangan akhir. Pembuangan akhir ini bisa berupa sanitary fill, secured landfill, dan open dumping.

Mencegah limbah RS memasuki lingkungan dimaksudkan untuk mengurangi keterpajanan (exposure) masyarakat. Tindakan ini bisa mencegah bahaya dan risiko infeksi pengguna limbah. Tindakan pencegahan lain yang mudah, jangan mencampur limbah secara bersama. Untuk itu tiap RS harus berhati-hati dalam membuang limbah medis.

Ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk mendapat gangguan karena buangan rumah sakit. Pertama, pasien yang datang ke Rumah Sakit untuk memperoleh pertolongan pengobatan dan perawatan Rumah Sakit. Kelompok ini merupakan kelompok yang paling rentan. Kedua, karyawan Rumah sakit dalam melaksanakan tugas sehari-harinya selalu kontak dengan orang sakit yang merupakan sumber agen penyakit. Ketiga, pengunjung/pengantar orang sakit yang berkunjung ke rumah sakit, resiko terkena gangguan kesehatan akan semakin besar. Keempat, masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah Sakit, lebih-lebih lagi bila Rumah sakit membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak sebagaimana mestinya ke lingkungan sekitarnya. Akibatnya adalah kualitas lingkungan menjadi menurun dengan akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut. Oleh karena itu, rumah sakit wajib melaksanakan pengelolaan buangan rumah sakit yang baik dan benar dengan melaksanakan kegiatan Sanitasi Rumah Sakit.

Aspek pengelolaan limbah telah berkembang pesat seiring lajunya pembangunan. Konsep lama yang lebih menekankan pengelolaan limbah setelah terjadinya limbah (end-of-pipe approach) membawa konsekuensi ekonomi biaya tinggi. Kini telah berkembang pemikiran pengelolaan limbah dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan. Dengan pendekatan sistem itu, tak hanya cara mengelola limbah sebagai by product (output), tetapi juga meminimalisasi limbah. Pengelolaan limbah RS ini mengacu Peraturan Menkes No 986/Menkes/Per/XI/ 1992 dan Keputusan Dirjen P2M PLP No HK.00.06.6.44,tentang petunjuk teknis Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit. Intinya penyelamatan anak harus di nomorsatukan, kontaminasi agen harus

Page 41: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

dicegah, limbah yang dibuang harus tak berbahaya, tak infeksius, dan merupakan limbah yang tidak dapat digunakan kembali.

Rumah sakit sebagai bagian lingkungan yang menyatu dengan masyarakat harus menerapkan prinsip ini demi menjamin keamanan limbah medis yang dihasilkan dan tak melahirkan masalah baru bagi kesehatan di Indonesia.

G.    Saran

Semestinya lingkungan rumah sakit menjadi tempat yang mendukung bagi pemulihan kesehatan pasien sebagai “Environtment of Care” dalam kerangka “Patient Safety” yang dicanangkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO. Oleh karena itu rumah sakit harus bersih dan bebas dari sumber penyakit. Kebersihan yang dimaksud adalah keadaan atau kondisi yang bebas dari bahaya dan resiko minimal bagi terjadinya infeksi silang.

Rumah sakit juga harus menjadi contoh bagi masyarakat untuk membudayakan kebersihan dan upaya peningkatan kebersihan rumah sakit harus terus-menerus dilaksanakan dengan menggiatkan program supervisi, monitoring dan evaluasi agar kebersihan dapat dipertahankan dan ditingkatkan dari waktu ke waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M., 2008, ‘Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan’, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,

Depkes RI 2009 , ’Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya’. Jakarta

Kusminarno, K., 2004, ‘Manajemen Limbah Rumah Sakit’, Jakarta

Nainggolan, R., Elsa, Musadad A., 2008, ‘Kajian Pengelolaan Limbah Padat Medis Rumah Sakit’, Jakarta

Notoadmodjo, S., 2007, ‘Ilmu Kesehatan Masyarakat’, Rineka Cipta, Jakarta

Paramita, N., 2007, ‘Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto’, Jurnal Presipitasi Vol. 2 No.1 Maret 2007, Issn 1907-187x, Semarang

Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.http://www.depkes.go.id

Shofyan, M., 2010, ‘Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta Lingkungan’, UPI

Page 42: Contoh Kasus Masalah Rumah Sakit

Suripto, A., 2002, ‘Pengelolaan Limbah Radioterapi Eksternal Rumah Sakit’, Buletin Alara, Volume 4 (Edisi Khusus), Serpong

Zaenab, 2009, ’Teknologi Pengolahan Limbah “Medis” Cair’, Makassar

Sumber :

http://ansharcaniago.wordpress.com/2013/02/24/pengelolaan-sampahlimbah-rumah-sakit-dan-permasalahannya/