contingency plan humas lembaga pemerintahan...
TRANSCRIPT
CONTINGENCY PLAN HUMAS LEMBAGA
PEMERINTAHAN INDONESIA (Studi Deskriptif Kualitatif terhadap Perencanaan Krisis dalam Proses Manajemen Krisis
Humas Lembaga Pemerintahann Indonesia)
SKRIPSI
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
dengan Minat Utama Public relations
Oleh :
ARINI AMELIYAH NIM. 135120207113028
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI MALANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
CONTINGENCY PLAN HUMAS LEMBAGA PEMERINTAHANN
INDONESIA (StudiDeskriptif Kualitatif terhadap Perencanaan Krisis dalam Proses Manajemen Krisis
Humas Lembaga Pemerintahann Indonesia)
SKRIPSI
Disusun Oleh:
Arini Ameliyah
135120207113028
Telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam ujian Sarjana
Pada Selasa, 18 Oktober 2017
Pembimbing Skripsi
Rachmat Kriyantono, S.Sos., M.Si., Ph.D
NIP. 197303292006041001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Prof. Dr. Unti Ludigdo, Ak.
NIP. 19690814199402
LEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada Selasa, 18 Oktober 2017 dengan daftar
penguji sebagai berikut:
No NAMA JABATAN PENGUJI
1 Rachmat Kriyantono, S.Sos., M.Si., Ph.D
Ketua Majelis Sidang
2 Maulina Pia Wulandari, S.Sos., M.Kom., Ph.D Anggota Sidang Majelis
Penguji 1
3 Sahirul Alim, S.Sos., M.Si Anggota Sidang Majelis
Penguji 2
LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN SKRIPSI
Nama : Arini Ameliyah
NIM : 135120207113028
Jurusan : Ilmu Komunikasi
Peminatan : Public Relations
Tanggal Ujian : 18 Oktober 2017
Judul Skripsi : Contingency Plan Humas Lembaga Pemerintahann Indonesia
(Studi Deskriptif Kualitatif terhadap Perencanaan Krisis dalam
Proses Manajemen Krisis Humas Lembaga Pemerintahann
Indonesia)
TELAH DIREVISI DAN DISETUJUI OLEH TIM PENGUJI
NO NAMA TANDA TANGAN
1 Rachmat Kriyantono, S.Sos., M.Si., Ph.D
NIP/NIK. 197303292006041001
2 Maulina Pia Wulandari, S.Sos., M.Kom., Ph.D
NIP/NIK. 197603142005012001
3 Sahirul Alim, S.Sos., M.Si
NIP/NIK. 2014058 611040 0001
ABSTRAK
Nama: Arini Ameliyah, NIM: 135120207113028, Jurusan: Ilmu Komunikasi
FISIP UB 2017, Contingency plan Humas Lembaga Pemerintahann Indonesia
(StudiDeskriptif Kualitatif Terhadap Perencanaan Krisis dalam Proses
Manajemen Krisis Humas Lembaga Pemerintahann Indonesia), Pembimbing:
Rachmat Kriyantono, S.Sos., M.Si., Ph.D.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi manajemen krisis yang
dilakukan oleh lembaga pemerintahann di Indonesia. Penelitian ini dilakukan
berdasarkan asumsi penelitian bahwa lembaga humas pemerintahann di
Indonesia belum memiliki contingency plan sebagai strategi manajemen
krisisnya. Krisis dapat terjadi pada semua organisasi termasuk pemerintahann.
Berdasarkan pada penelitian terdahulu menunjukkan bahwa perencanaan dan
persiapan menghadapi krisis menjadi hal penting dalam kelengkapan organisasi
untuk membatasi dampak dari krisis. Contingency plan disebutkan sebagai salah
satu perencanaan krisis yang efektif. Sedangkan merujuk pada beberapa
literatur dan wawancara pendahuluan menunjukkan bahwa lembaga
pemerintahann cenderung kurang memahami krisis dan pentingnya manajemen
krisis termasuk perencanaan penanganan krisis. Asumsi tersebut penting untuk
dikonfirmasi karena di era demokrasi kemungkinan terjadi krisis bagi lembaga
pemerintahann semakin tinggi sehingga pemerintah setidaknya perlu memiliki
perencanaan dalam menghadapi krisis.
Berangkat dari pendekatan konstruktivis, penelitian ini menggunakan
metodologi kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan konstruktivis
untuk mengetahui konstruksi humas lembaga pemerintahann Indonesia tentang
krisis dan strategi manajemen krisis yang dilakukan.Subjek penelitian ini yaitu
lembaga pemerintahann Indonesia, baik lembaga kementerian negara RI
maupun lembaga nonstruktural RI. Teknik pemilihan informan menggunakan
convenience samplingdengan teknik pengumpulan data melalui wawancara
mendalam. Informan yang berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah 16
informan dari lembaga yang berbeda, yaitu 14 lembaga kementerian negara RI
dan 2 lembaga nonstruktural RI. Terdapat lima proposisi yang dibangun dalam
penelitian ini, yaitu: posisi struktural humas mempengaruhi perannya dalam
manajemen krisis, posisi humas yang lebih tinggi cenderung terlibat dalam
pengambilan keputusan, konstruksi humas tentang isu dan krisis berpengaruh
terhadap strategi manajemen isu dan krisis, humas lembaga pemerintah
Indonesia belum memiliki contingency plan sebagai perencanaan krisisnya.
Kata Kunci: contingency plan, perencanaan krisis, humas, lembaga
pemerintahann, manajemen krisis
ABSTRACT
Name: Arini Ameliyah, NIM: 135120207113028, Majors: Communication
Science, Faculty of Social Science and Political Science, University of Brawijaya
2017, Contingency Plan of Indonesian Government Public Relations (Qualitative
Descriptive on The Crisis Planning in Public Relations Crisis Manajemen Process
of Indonesian Government.Supervisor: Rachmat Kriyantono, S.Sos., M.Si., Ph.D.
This study aims to determine the crisis management strategies undertaken by
government agencies in Indonesia. This study is based on the assumption of research
that public relations agencies in Indonesia do not have contingency plans as a crisis
management strategy. Crisis can occur in all organizations including the
government. Based on previous research indicating that crisis planning and
preparation is important in the completeness of the organization to limit the impact
of the crisis. Contingency plans are mentioned as one effective crisis planning. While
referring to some literature and preliminary interviews indicate that government
agencies tend to be less aware of the crisis and the importance of crisis management
including crisis-handling planning. The assumption is important to ascertain
because in the era of democracy the possibility of crisis for higher government
institutions so that the government at least need to have a plan in the face of crisis.
Departing from constructivist approach, this research uses qualitative
methodology. This research uses a constructivist approach to find out the
construction of public relations of Indonesian government agencies on crisis
management and crisis strategy. The subject of this research is Indonesian
government institution, both state ministry and non-structural institution of Republic
of Indonesia. The informant selection technique uses convenience sampling with
data collection techniques through in-depth interviews. Informants who participated
in this study amounted to 16 informants from various institutions, namely 14 state
ministries and 2 nonstructural institutions of the Republic of Indonesia. There are
five propositions built on this research: the structural position of the department of
public relations affects its role in crisis management, the higher public relations
positions tend to be involved in decision making, the construction of public relations
on issues and crises affecting crisis management and strategic issues, have
contingency plans as crisis planning.
KATA PENGANTAR
Tiada usaha yang tak berujung, tiada doa yang tak terkabul.
Alhamdulillahirobbil ‘alamiin. Tiada kata selain ucap syukur kehadirat Allah sang
Maha Pengatur, pemberi nikmat tanpa batas dan ukur. Sholatullahi wa Salamuhu,
selalu tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW, sang penghapus gelap bagi
ummatnya. Penulisan skripsi dengan judul CONTINGENCY PLAN HUMAS
LEMBAGA PEMERINTAHANN INDONESIA (Studi Deskriptif Kualitatif Terhadap
Perencanaan Krisis Dalam Proses Manajemen Krisis Humas Lembaga Pemerintahann
Indonesia) ini merupakan rangkaian proses dalam meraih gelar sarja Ilmu Komunikasi
pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang.
Penulis mendapatkan banyak pelajaran dan pengalaman dalam proses penulisan
skripsi ini. Penulis menikmati berbagai cerita dan rasa dalam setiap detik penulisan
skripsi ini hingga dapat terselesaikan meski dalam jangka waktu yang cukup lama.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan karena ridho dan cinta Allah
serta cinta orang-orang yang mencintaiNya. Oleh karena itu, penulis haturkan
terimakasih dengan segenap hati kepada:
1. Ibuk, ayah yang selalu peneliti harapkan ridhonya. Terimakasih untuk segala yang
njenengan berikan, untuk doa-doa yang panjang, rapalan dzikir yang tiada akhir,
semangat dan nasehat yang menjadikan Mella kuat. Terimakasih karena Ibuk dan
Ayah selalu menemani lahir batin Mella dengan cinta. Terimakasih untuk tidak
pernah berhenti berharap agar Mella jadi orang yang bermanfaat. Pangapunten
Buk, Yah, Mella belum bisa jadi anak sholihah.
2. Bapak Rachmat Kriyantono, Ph.D yang juga selalu peneliti harap ridhonya.
Terimakasih bapak atas cinta njenengan untuk saya yang bebal. Mohon maaf pak
jika saya sering membuat kesal. Mohon restu dan doa bapak untuk saya menjalani
kehidupan.
3. Mas Roby dan Kak Umdah yang selalu sabar dan penuh pengertian. Semoga si
kecil wafi dan calon adiknya sholih. Adek-adekku, Adek Bela dan Adek Edo
tumbuhlah menjadi manusia kuat dan bersahaja. Jika dunia tak seindah yang kalian
bayangkan hadapi saja dengan penuh tawakkal, kakak tak bisa selalu membantu
kalian bijasadi tapi insya Allah selalu dalam do’a.
4. Kelurga besar “generasi Ali Mas’ud”, Mbah ibu, Ami-Ami, Macy-Macy, dan
seluruh keluarga. Mak, cik-cik, kholi, om, dan semuanya. Terimakasih turut
memberi doa tanpa sudah, seperti ngerujak yang tanpa alpa.
5. Keluarga besar Tambakberas, ngaturaken matursuwun kulo untuk setiap doa dan
ijazah. Keluarga besar Prof. Mas’ud Sa’id yang memberikan semangat dan tempat
istirahat, juga jamuan-jamuan hangat selama proses penelitian di Jakarta. Keluarga
besar kementerian sosial RI untuk setiap bantuan yang diberikan selama di Jakarta.
Terimakasih yang tak terhingga. Semoga Allah selalu melimpahkan RahmatNya
untuk anda semua.
6. Sahabat-sahabatku mentari nyuk, salmo, kak beng, dek han, inu, nabila, kak azky,
yuk nis, shinto, nila kak iqna, dan kak qoy, terimakasih untuk cinta, doa semangat
dan chat-chat serta telpon-telpon menggemaskan saat gundah gulana diphp.
Terimakasih untuk selalu ada disini. Kalian membuatku percaya bahwa aku tak
pernah dibiarkan sendirian. Juga Rifda dan keluarga, KakaQoy yang menghibur
dipenatnya Jakarta. Terimakasih untuk penginapan yang sangat nyaman, cerita-
cerita yang panjang, jalan-jalan tanpa tujuan. Jakartaku sepi tanpa kalian disisi.
Bunderersku (dilla, shofi dinda) & anak kost ku (laila, revi, mita, dani), meski tak
banyak kisah yang kita lalui, tak banyak cerita yang kita bagi, tapi terimakasih
telah sudi berbagi hati dan kasih denganku yang tak berarti.
7. Teman-teman sebimbingan yang selalu sukses bikin iri dan akhirnya membuat
penulis memacu diri. Terimakasih telah banyak menginspirasi.
8. Humas-humas lembaga pemerintah Indonesia baik lembaga kementerian, non
kementerian maupun non struktural. Terimakasih untuk bantuan dan kerjasama
dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih juga telah membuat peneliti sadar bahwa
hidup terkadang kejam sehingga hanya yang kuat yang akan bertahan.
9. Semua yang telah membantu, memberi doa, memberi cinta, dengan segenap hati
tanpa mengurangi rasa hormat penulis ucapkan terimakasih tanpa terkecuali.
Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan yang lebih besar kepada semua
pihak yang telah berperan dalam terselesaikannya skripsi ini. Mengingat adanya
ketidaksempurnaan serta banyaknya kekuarangan dari skripsi ini, semoga dapat
bermanfaat.
Malang, 8 Oktober 2017
Arini Ameliyah
NIM 135120207113028
DAFTAR ISI
LEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI ..................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN SKRIPSI ................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR DIAGRAM .................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 19
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 19
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 19
1.4.1 Manfaat Akademis ......................................................................... 19
1.4.2 Manfaat Praktis .............................................................................. 20
1.5 Etika Penelitian ........................................................................................ 20
1.6 Batasan Penelitian .................................................................................... 22
BABII TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 23
2.1 Perkembangan kajian contingency plandalam penelitian krisis ............... 24
2.2 Bentuk tantangan dan peluang krisis bagi lembaga pemerintahan
Indonesia ................................................................................................. 31
2.3 Pelaku Manajemen Krisis Lembaga Pemerintah...................................... 35
2.4 Urgensi crisis plan dan contingency plan bagi lembaga pemerintahann . 38
2.5 Kerangka Berpikir .................................................................................... 42
BAB IIIMETODE PENELITIAN .................................................................. 46
3.1 Paradigma dan Metodologi Penelitian ..................................................... 46
3.2 Fokus Penelitian ....................................................................................... 48
3.3 Informan Penelitian .................................................................................. 49
3.4 Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 55
3.5 Teknik Analisis Data ................................................................................ 60
3.6 Keabsahan Data ........................................................................................ 64
BAB IVPENYAJIAN DATA PENELITIAN ................................................ 68
4.1 Karakteristik Sosiodemografis Informan ................................................. 68
4.2 Deskripsi Kelembagaan Humas ............................................................... 70
4.2.1 Kementerian Keuangan .................................................................. 70
4.2.2 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ................ 71
4.2.3 Kementerian Perindustrian ............................................................. 72
4.2.4 Kementerian Perhubungan ............................................................. 72
4.2.5 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi .................................................................................................. 73
4.2.6 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas .... 74
4.2.7 Kementerian Komunikasi dan Informatika .................................... 75
4.2.8 Kementerian Pariwisata.................................................................. 75
4.2.9 Kementerian Sosial ........................................................................ 76
4.2.10 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan .................................. 77
4.2.11 Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi ................. 78
4.2.12 Kementerian Desa, Transmigrasi dan Daerah Tertinggal ............ 78
4.2.13 Kementerian pemberdayaan perempuan dan Perlindungan Anak
................................................................................................................. 79
4.2.14 Kementerian Agama ..................................................................... 80
4.2.15 KPK .............................................................................................. 80
4.2.16 Komisi Pemilihan Umum ............................................................. 81
4.3 Penyajian Data .......................................................................................... 82
4.3.1 Strategi manajemen krisis yang dimiliki ........................................ 84
4.3.2 Perencanaan krisis bagi lembaga pemerintah................................. 98
4.3.3 Konstruksi humas pemerintah terkait isu ................................... 106
4.3.4Strategi manajemen isu humas pemerintah119
4.3.5Humas dalam tim manajemen isu ................................................ 139
4.3.6Konstruksi humas pemerintah terkait krisis ................................. 149
4.3.7Hambatan dalam pengelolaan krisis ............................................. 155
4.3.8Dokumen atau aturan perencanaan krisis ..................................... 165
4.3.9Tim Manajemen Krisis dan peran humas di dalamnya ................ 172
4.3.1Simulasi atau pelatihan penanganan krisis ................................... 177
4.4 Keterkaitan Antar Kategori ................................................................... 181
4.4.1 Hubungan antara konstruksi humas pemerintah Indonesia terkait
krisis dengan strategi manajemen krisis dan hambatan yang dihadapi oleh
humas pemerintah ................................................................................ 181
4.4.1 Perencanaan krisis dalam manajemen krisis lembaga humas
pemerintah terkait ................................................................................. 196
4.4.2 Posisi struktural humas lembaga pemerintah dan perannya dalam
krisis ..................................................................................................... 214
4.4.3 Konstruksi humas lembaga pemerintah terkait isu berpengaruh
terhadap manajemen isu yang dilakukan ............................................. 229
4.4.4 Tim manajemen isu sebagai strategi manajemen isu lembaga humas
pemerintah ............................................................................................ 240
4.5 Proposisi ................................................................................................ 252
BAB V PEMBAHASAN ............................................................................ 253
5.1 Secara umum lembaga humas pemerintah Indonesia belum memiliki
perencanaan krisis dalam manajemen krisis yang dilakukan ............... 253
5.2 Konstruksi humas terkait krisis mempengaruhi strategi manajemen krisis
lembaga humas pemerintah dan hambatan yang diperoleh dalam
pelaksanannya ...................................................................................... 264
5.3 Posisi struktural humas lembaga pemerintah Indonesia dan perannya dalam
manajemen krisis .................................................................................. 267
5.4 Konstruksi humas terkait isu mempengaruhi terhadap strategi manajemen
isu lembaga humas pemerintah ............................................................ 279
5.5 Tim manajemen isu bukanlah salah satu strategi manajemen isu humas
lembaga pemerintah ............................................................................. 288
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 304
6.1 Simpulan ................................................................................................ 304
6.2 Saran ...................................................................................................... 306
6.2.1 Saran Akademis .................................................................................. 306
6.2.2 Saran Praktis ....................................................................................... 306
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 307
DAFTAR TABEL
Tabel 3.3.1 Daftar peringkat KIP ................................................................ 51
Tabel 3.3.2 Daftar Lembaga Pemerintah..................................................... 53
Tabel 4.1.1 Daftar informan ........................................................................ 68
Tabel 4.3.5 Strategi manajemen krisis ........................................................ 95
Tabel 4.3.7 Perencanaan krisis bagi lembaga pemerintah........................... 104
Tabel 4.3.1 Konstruksi humas pemerintah terkait isu ................................. 118
Tabel 4.3.2 Strategi manajemen isu ............................................................ 137
Tabel 4.3.3 Tim manajemen isu dan humas ................................................ 147
Tabel 4.3.4 Konstruksi humas terkait krisis ................................................ 154
Tabel 4.3.6 Hambatan dalam pengelolaan krisis ......................................... 163
Tabel 4.3.8 Dokumen atau aturan perencanaan krisis ................................. 170
Tabel 4.3.9 Tim manajemen krisis .............................................................. 175
Tabel 4.3.1 Simulasi penanganan krisis ...................................................... 179
Tabel 4.4.4 Keterkaitan konstruksi humas dengan strategi manajemen krisis dan
hambatan dalam pengelolaan krisis .......................................... 191
Tabel 4.4.5 keterkaitan antara perencanaan krisis dan manajemen krisis ... 205
Tabel 4.4.1 Posisi struktural humas lembaga pemerintah dan perannya dalam
krisis ......................................................................................... 225
Tabel 4.4.2 Konstruksi dan manajemen isu ................................................ 237
Tabel 4.4.3 Keterkaitan manajemen isu dan strategi manajemen isu ......... 247
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.3.1.1 Konstruksi humas terkait isu ............................................ 107
Diagram 4.3.1.2 Asal munculnya isu .......................................................... 117
Diagram 4.3.2.1 Strategi Manajemen Isu .................................................... 120
Diagram 4.3.3.1 Humas dalam manajemen isu ........................................... 140
Diagram 4.3.4.1 Konstruksi humas tentang krisis ...................................... 150
Diagram 4.3.8.1 Dokumen .......................................................................... 166
Diagram 4.3.9.1 Sales ................................................................................. 172
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka berpikir .................................................................... 45
Gambar 3.1 Analisis Data Model Interaktif Miles & Huberman Sumber:
Miles, Huberman, & Saldana (2014) ........................................ 61
DAFTAR LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Demokrasi seringkali dikenal dengan pemerintahann yang berbasis hak-hak
rakyat (Dalton, Shin, & Jou, 2009; Hawes, 2009; Payne, 2009). Hakikat dari demokrasi
yaitu pembangunan peran dan partisipasi seluruh elemen bangsa (Ming’an, 2007;
Searson & Johnson, 2010; Yoldas, 2015). Termasuk melakukan tranparansi (Williams,
2014) dan keterbukaan informasi (Choi & James, 2006; Kalenborn & Lessman, 2013)
terhadap masyarakat yang sangat vital bagi demokrasi (Hong, 2014; Schumann, 2007;
Yoldas, 2015). Keharusan untuk bersikap terbuka dan melibatkan partisipasi rakyat
bagi negara demokrasi, lebih tinggi dibandingkan dengan negara dengan sistem
pemerintahann yang lainnya (Lee, 2012).
Beberapa hal tersebut selaras dengan yang disampaikan oleh Diamond (dalam
Waymer, 2013, h. 322) bahwa demokrasi memiliki lima dimensi, yaitu keadilan yang
komprehensif dari persaingan politik; kebebasan publik; partisipasi masyarakat;
hubungan yang dua arah antara pejabat publik dan masyarakat; dan kesetaraan
antarmasyarakat. Pendapat Diamond tersebut selaras dengan Keohane, Macedo, &
Moravcsik, (2011) dan Waymer (2013) bahwa konsep demokrasi mengikat lembaga-
lembaga politik dalam menjunjung tinggi musyawarah, kontrol masyarakat, dan
perlindungan hak-hak minoritas, serta akuntabilitas politik. Oleh karenanya, hakikat
demokrasi bertujuan untuk
2
mencapai dan mewujudkankesejahteraan masyarakat(Ming’an, 2007) yang
menekankan pada kebebasan dan kemerdekaan sebagai tujuan penting, dengan
lembaga-lembaga demokrasi sebagai sarana mencapainya (Sen, 2015).
Buhlmann, dkk (2011) mengatakan bahwa prinsip kebebasan muncul karena
warga negara memiliki kedaulatan dalam perlindungan kehidupan, berpendapat, dan
hak kepemilikan. Berdasarkan Sen (2015) penulis menganggap kebebasan seperti yang
disebut oleh Buhlmann tersebut adalah hak berkomunikasi yang termasuk di dalamnya
hak untuk mendapatkan informasi. Aslanov (2016) dan Yannoukakou & Araka
(2014) mempertegas bahwa hak untuk mendapatkan informasi ini berakibat
masyarakat lebih parsitipatif terhadap aktivitas pemerintahann. Hal ini dikarenakan
menurut Aslanov (2016) hak warga negara untuk informasi merupakan salah satu hak-
hak politik dan pribadi yang paling penting bagi manusia sebagai warga negara.
Upaya meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap pemerintah, mengacu
pada Lee (2012) dapat menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan peran pemerintah
yang dapat memahami rakyatnya dengan baik. Menurut Keohane, Macedo, &
Moravcsik (2011) pentingnya partisipasi rakyat dalam negara demokrasi adalah bahwa
partisipasi rakyat bisa membuat pejabat publik lebih responsif terhadap pandangan
rakyat. Hal tersebut dikarenakan kemampuan negara untuk menyesuaikan dan
beradaptasi dengan guncangan, lebih dilaksanakan di negara-negara dengan arus
informasi yang lebih baik (Williams, 2014). Integrasi antara demokrasi dengan
aktivitas kenegaraan telah mendorong kebutuhan untuk saling bertukar dan
3
memproduksi informasi baik antar warga negara maupun antara negara dengan
lembaga pemerintahann (Cordella & Tempini, 2015). Selain itu, menurut
Yannoukakou & Araka (2014) hak mendapatkan informasi ada berdasarkan fakta
bahwa informasi terkait data pemerintah dikumpulkan untuk kepentingan publik bukan
untuk kepentingan organisasi itu sendiri. Karenanya, pemerintah harus dapat
menjelaskan atau mempertanggungjawabkan tindakan mereka dan memastikan tidak
ada penyalahgunaan dalam melaksanakan fungsinya (Stamati, Papadopoulos, &
Anagnostopoulos, 2015).
Peran partisipasi warga negara dalam aktivitas pemerintahann semakin luas
dengan adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (Kukovic & Hacek,
2014). Petrauskas (2012, h. 405) mengatakan bahwa kemajuan teknologi merupakan
sarana yang ampuh dalam mengubah cara interaksi pemerintah dengan warganya
karena menyediakan bentuk demokrasi yang lebih mapan dengan adanya internet.
Teknologi informasi dan komunikasi dapat menjadi alat demokrasi yang
memungkinkan warga untuk tahu lebih banyak dan turut berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan pemerintah melalui e-demokrasi (Petrauskas, 2012). Hacker
dan van Dijk (2000 dalam Kukovic & Hacek, 2014) mendefinisikan e-demokrasi
sebagai pelaksanaan praktek demokrasi tanpa adanya batasan melalui ICT dan
komunikasi komputer. Selaras dengan yang disampaikan Petrauskas (2012), Kukovic
& Hacek (2014, h. 42) lebih lanjut menjelaskan bahwa e-demokrasi dalam banyak hal
disebut sebagai penyelamat masalah partisipasi yang dihadapi oleh demokrasi di era
4
modern. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa e-demokrasi merupakan
penyelenggaraan demokrasi dan pemerintahann melalui ICT, sehingga dapat disebut
sebagai e-government. Hal tersebut dikarenakan bentuk e-government memungkinkan
pemerintah untuk berkomunikasi lebih banyak dengan warganya daripada sebelumnya
(Porumbescu, 2016). Selain itu, Porumbescu (2016) juga mengatakan bahwa e-
government juga dapat meningkatkan kepercayaan dan kepuasan masyarakat atas
kinerja pemerintah.
e-Government didefinisikan sebagai penggunaan ICT (Information
Communication Technology), khususnya internet, sebagai alat untuk mencapai
pemerintahann yang lebih baik (Bonson, dkk, 2012). ICT memungkinkan partisipasi
dan inklusivitas untuk warga negara dalam proses pengambilan keputusan.
Penggunaan ICT dalam organisasi sektor publik telah sering dikaitkan dengan program
reformasi yang bertujuan untuk mengurangi inefisiensi yang dihasilkan oleh beban
birokrasi (Cordella & Tempini, 2015; Cordella & Bonina, 2012) sehingga akan tercipta
pemerintahann yang lebih baik (Bonson, dkk, 2012). Selain itu, penting bagi lembaga
pemerintah untuk memanfaatkan media sosial sebagai sarana komunikasi dengan
publiknya (Kent, 2013; Porembescu, 2016) karena menurut Ellison & Hardey (2014)
media sosial memberikan peluang baru untuk interaksi online yang dapat memudahkan
penyegaran kembali di lingkungan masyarakat. Manfaat dari penggunaan media sosial
meningkatkan partisipasi masyarakat dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan
dan pengembangan kebijakan, memfasilitasi upaya keterbukaan dan transparansi, serta
5
mengurangi korupsi (Stamati, Papadopoulos, & Anagnostopoulos, 2015). Picazo-Vela,
Gutierrez-Martinez, and Luna-Reyes (2012) juga mengatakan manfaat media sosial
untuk efisiensi, kenyamanan pengguna, transparansi, akuntabilitas, keterlibatan warga,
dan meningkatkan kepercayaan dan demokrasi. Sehingga berdasarkan penjelasan-
penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa penggunaan e-government erat kaitannya
dengan upaya lembaga pemerintah dalam bersikap transparan kepada rakyatnya.
Olsson (2014) juga mengatakan bahwa perkembangan teknologi komunikasi dan
media sosial, dapat dimanfaatkan sebagai alat dalam melaksanakan komunikasi krisis.
Heeks (2002) menyebutkan bahwa dalam kehidupan berbangsa, kegagalan dalam
bersikap transparan kepada masyarakat dapat menghasilkan kritik bagi lembaga
pemerintahann, sehingga pemerintah harus memiliki kemampuan dalam bersikap
transparan terhadap masyarakat maupun dalam pemberian pelayanan publiknya (dalam
Cordella & Tempini, 2015).
Pelayanan publik yang efektif berarti bahwa pemerintah harus dapat
memberikan pelayanan publik dengan baik sesuai dengan harapan masyarakat serta
pembangunan sosial (Omotoso, 2014). Heeks (dalam Cordella & Tempini, 2015)
mengatakan bahwa kebutuhan negara saat ini adalah untuk memberikan informasi
secara jelas dan memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat, sehingga lembaga
pemerintahann memiliki kapasitas untuk memberikan layanan secara konsisten dan
menanggapi kejadian tak terduga yang timbul pada saat terjadinya ketidakpastian di
lingkungan masyarakat. Pemerintah untuk dapat menyentuh seluruh lapisan
6
masyarakat pada pelayanan publik mengandalkan peran dari humas pemerintah
(Cutlip, Center, & Broom, 2011, h. 466).
Humas pemerintah menurut Ardianto (2014, h. 239) bertugas untuk
memberikan berbagai informasi terkait kebijakan pemerintah dan memberikan
pelayanan terbaik bagi masyarakat. Ardianto (2014) menjelaskan bahwa esensi tujuan
PR atau humas pemerintahann sama seperti humas di dunia bisnis . Rex Harlow (dalam
Ardianto, 2014) menyebutkan bahwa peran PR merupakan suatu fungsi manajemen
yang membantu menciptakan dan mempertahankan garis komunikasi antara organisasi
dengan masyarakatnya. Palenchar (2013) juga menyebutkan bahwa PR memiliki
fungsi komunikasi yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuannya dalam
mendengarkan, menghargai, dan terlibat dalam dialog dan keputusan manajemen untuk
mencapai tujuan organisasi. Tetapi Ardianto (2014) juga menekankan bahwa PR
pemerintahann harus benar-benar untuk kepentingan rakyat dengan tugas melayani
informasi kebijakan publik dan pelayanan.
Lee (2012, h. 13-18) juga menyebutkan bahwa humas pemerintah merupakan
publik servant sehingga harus memiliki media relations yang baik dan kuat, publik
reporting yang konsisten dan responsiveness to the publik as citizens. Lee
menyebutkan bahwa ketiga hal tersebut merupakan syarat pemerintahann di era
demokrasi. Grimmelikhuijsen & Welch, dalam Hong (2014) menyebutkan pula bahwa
dalam masyarakat demokratis wajib bagi pemerintah untuk menyediakan informasi
7
kepada warganya secara proaktif dan bersikap responsif atas permintaan informasi
yang ada.
Cordella & Tempini (2015) telah menyebutkan bahwasannya memberikan
informasi merupakan salah satu bentuk pelayanan publik oleh lembaga pemerintahann.
Menurut Kallinikos, 2004 dan Perrow, 1986 (dalam Cordella & Tempini, 2015)
menyebutkan bahwa dalam pelayanan publik termasuk demokrasi harus
memberlakukan nilai-nilai ketidakberpihakan, keadilan dan kesetaraan dalam
pelayanan publik. Luoma-aho & Makikangas (2014) menegaskan bahwa organisasi
sektor publik menghadapi tantangan ganda yang melibatkan para pemangku
kepentingan yang berbeda untuk tetap menjaga kepercayaan masyarakat terhadap
pelayanan publik yang dapat berdampak pada persepsi masyarakat. Silva & Batista
(2007) mengatakan bahwa pemerintah, dianggap sebagai penyedia layanan terbesar di
dunia, harusnya menjadi semakin sadar akan kebutuhan untuk menjadi lebih responsif
terhadap masyarakat. Hal tersebut dikarenakan terdapat peluang bagi masyarakat untuk
menyuarakan keluhan mereka tentang organisasi di depan umum yang dapat merusak
reputasi (Einwiller & Steilen, 2014). Sehingga berdasarkan hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa pelayanan publik yang baik juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi reputasi.
Reputasi telah menjadi sumber kritik dan perhatian bagi organisasi (Coombs,
2010), termasuk pemerintahann. Ardianto (2014, h. 239) mengatakan bahwa esensi
tujuan PR di dunia pemerintahann adalah membuat berbagai program pemerintahann
8
yang dapat membentuk, meningkatkan dan memelihara citra positif dan reputasi baik.
Hal tersebut bertujuan agar pemerintahann dapat memperoleh opini publik yang
menguntungkan serta dukungan dan simpati masyarakat (Lee, 2009). Mangindan
(dalam Wijaya, Kriyantono dan Wisadirana, 2015) juga mengatakan bahwa fungsi
humas adalah untuk membentuk, meningkatkan, dan memelihara citra dan reputasi
positif pemerintahann dengan memberikan informasi tentang kebijakan, program, dan
kegiatan lembaga.
Reputasi merupakan sesuatu yang bersifat evaluatif yang sangat rentan terhadap
krisis yang dapat berpotensi memunculkan persepsi negatif organisasi terhadap
masyarakat (Kriyantono, 2014). Claeys, Cauberghe, Vyncke (2010) dan Claeys,
Cauberghe (2015) juga menjelaskan bahwa krisis yang tidak terduga dapat
menghancurkan reputasi yang selama ini telah dibangun oleh organisasi. Hal tersebut
dikarenakan krisis berpotensi menyebabkan kerusakan dan menghasilkan persepsi
publik yang negatif (Glamuzina & Loverincevic, 2013). Krisis yang dihindari, selalu
menjadi ancaman terhadap reputasi organisasi (Utz, Schultz, & Glocka, 2013).
Sehingga menurut Walker, Griddings & Armstrong (2011) organisasi perlu membuat
strategi maupun perencanaan penanganan krisis agar saat krisis terjadi tidak
menghancurkan reputasi organisasi. Hal ini dikarenakan setiap organisasi memiliki
kemungkinan mengalami krisis (Kriyantono, 2012). Spilan (2003) mengatakan bahwa
tidak ada organisasi yang dapat terhindar dari krisis (dalam Claeys, Cauberghe,
Vyncke, 2010; Lando, 2014).
9
Para ilmuwan mendefinisikan krisis sebagai insiden dengan hasil yang tidak
diinginkan atau ancaman untuk sebuah organisasi dalam hal reputasi, kerusakan
keuangan, atau bahkan kelangsungan hidup (Chen, 2009). Para manajer krisis juga
harus selalu memberikan informasi yang benar dan bertanggung jawab untuk memulai
komunikasi krisis demi menjaga citra dan reputasi organisasi (Cho & Yeong Hong,
2016). Coombs (2007 dalam Kriyantono, 2014) mengatakan bahwa krisis bersifat tidak
terduga, tahu akan datang tetapi tidak tahu kapan datangnya. Oleh karenanya,
perencanaan dan persiapan menghadapi krisis menjadi hal yang penting dalam
kelengkapan dan kebijakan organisasi (McConnell & Drennan, 2006).
Sayangnya selama beberapa dekade terakhir, terdapat relatif sedikit penelitian
yang membahas persiapan krisis dalam literatur public relationss (Avery, dkk, 2010;
Avery, Graham & Park, 2016). Persiapan dan perencanaan strategis dapat mengurangi
atau membatasi dampak dari krisis, terutama bagi pemerintah, tingkat kesiapan dan
kemampuan untuk mendeteksi krisis dini sangat penting karena mereka mendapatkan
banyak pengawasan dari masyarakat (Avery, Graham & Park, 2016). Lando (2014)
juga mengatakan bahwa Organisasi yang memiliki perencanaan krisis dapat mengatasi
krisis dengan tepat dan lebih baik serta dapat kembali normal dalam adalah waktu yang
relatif singkat. Salah satu bentuk perencanaan krisis adalah dengan membuat
contingency plan (McConnell & Drennan, 2006).
Contingency plan merupakan sebuah rencana darurat untuk pencegahan krisis
dan sistem kontrol dan mekanisme operasi (Mao & Wang, 2015). Sehingga
10
contingency plan bukanlah sesuatu yang dilakukan ketika terjadi krisis tetapi suatu
perencanaan yang telah disiapkan dengan mempertimbangkan sebuah krisis yang
mungkin akan terjadi. Contingency plan bertujuan untuk mempersiapkan organisasi
untuk merespon dengan baik keadaan darurat dan dampak yang akan ditimbulkan dari
keadaan darurat tersebut (International Federation of Red Cross and Red Crescent
Societies, 2012). Contingency plan juga mengantisipasi kejadian masa depan dan
menggabungkan rencana alternatif. Contingency plan lebih fokus pada peristiwa
dramatis tertentu selama waktu yang relatif singkat, yang menuntut respon cepat
(Bloom & Meneefee, 1990). Tetapi dalam pelaksanaan contingency plan
membutuhkan kerjasama yang baik dari semua divisi dalam sebuah organisasi karena
dalam perencanaan membutuhkan kesiapan sumber daya manusia yang banyak dan
matang serta keuangan yang baik (Eriksson & McConnell, 2011). Avery, Graham &
Park (2016) juga mengatakan bahwa organisasi yang memiliki tim khusus penanganan
krisis akan lebih efektif drpd mengandalkan satu orang untuk menanganinya.
Contingency plan memang tidak dapat menjamin keberhasilan dalam penanganan
krisis (McConnell & Drennann, 2006), tetapi tidak adanya contingency plan juga
menjadi resep terjadinya kekacauan dan kebingungan organisasi dalam menangani
krisis (Eriksson & McConnell, 2011).
Contingency planselama ini telah diterapkan di berbagai organisasi. Yamakawa
& Cordon (2017) menggunakan contingency plan sebagai perencanaan darurat dalam
dunia bisnis. Yamakawa & Cordon beranggapan bahwa contingency plan penting
11
untuk perencanaan terhadap potensi kegagalan dan membantu para pengusaha untuk
mengeluarkan biaya yang lebih sedikit saat terjadi kegagalan usaha. Selain itu tanpa
adanya contingency plan dapat mengakibatkan terhambatnya penyelesaian krisis dan
memperbesar biaya pemulihan pasca krisis. Pentingnya penggunaan contingency plan
juga digunakan dalam mengamankan lokasi Olympic and Paralympic di London pada
Juli 2005 (Johnson, 2008). Tetapi dalam penelitian Johnson tersebut lebih menekankan
pada pentingnya simulasi dalam proses contingency plan dalam upaya mempersiapkan
resiko keselamatan saat olimpiade. Hal serupa juga disampaikan oleh Penrose (2000
dalam Avery, Graham & Park, 2016) bahwa latihan dan simulasi dalam
mengidentifikasi potensi krisis prosedur dalam menangani krisis menjadi hal penting
dalam perencanaan krisis. Penggunaan contingency plan pada bidang yang lainnya juga
telah disebutkan dalam penelitian Malizia (1982) yaitu pada pembangunan ekonomi
lokal di Amerika Serikat. Contingencydalam bidang ini digunakan untuk mencegah
terjadinya keadaan yang turbulen dan tekanan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Selain dalam bidang-bidang tersebut contingency plan juga penting untuk diterapkan
pada organisasi pemerintahann.
Penerapan contingency plan pada lembaga pemerintahann juga telah dilakukan
di Cina. Bruins & Bu (2006) menjelaskan konsep contingency plan yang digunakan
oleh pemerintah Cina untuk mengantisipasi terjadinya kelaparan akibat krisis
penurunan produksi pangan pada tahun-tahun selanjutnya. Penerapan contingency
planoleh pemerintah Cina juga disampaikan oleh Mao & Wang (2015) dalam
12
menangani bencana tumpahan kilang minyak di laut. Contingency plan dalam kasus
ini diterapkan melalui tiga level yaitu pemerintah pusat, wilayah dan regional.
Berdasarkan beberapa contoh contingency plan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
contingency plan bersifat universal artinya dapat diterapkan diberbagai sektor tidak
terkecuali pemerintahann. Eriksson & McConnell (2011) dalam penelitiannya juga
menyebutkan bahwa contingency plan penting dimiliki oleh lembaga pemerintahann
untuk menciptakan kesejahteraan rakyat dan menjaga stabilitas politik di suatu negara.
Penerapan contingency plan cenderung dilaksanakan oleh negara-negara
demokrasi di dunia. Amerika serikat sebagai negara maju dengan bentuk
pemerintahann demokrasi liberal telah membuat contingency planning dalam upaya
membangun perekonomian masyarakat lokal (Malizia, 1982). Contingency planning
yang dilakukan di Amerika Serikat berdasarkan pada enam tahapan dalam
perencanaannya yaitu:
(1) identify contingencies, (2) screen identified contingencies, (3) construct
indicators of contingencies and specify trigger points, (4) design first-cut
responses to contingencies, (5) formulate contingency plan(s), and (6)
implement contingency plan(s) (Malizia, 1982)
Hasil dari penelitian Malizia (1982) adalah bahwa peran yang lebih sentral di
pemerintah daerah dan contingency plan mungkin menyediakan kerangka kerja yang
kredibel dan layak untuk membangun perencanaan pembangunan daerah.
Contoh penerapan contingency plan tersebut terjadi di negara demokrasi
dengan bentuk demokrasi liberal. Sedangkan Indonesia bukanlah negara maju maupun
negara dengan karakteristik demokrasi yang sama seperti negara dalam contoh
13
tersebut. Indonesia merupakan negara demokrasi dengan demokrasi yang masih baru
yaitu demokrasi transisional. White & Imre (2013) mengatakan bahwa negara
demokrasi transisional adalah negara dengan demokrasi yang masih baru setelah
pemerintahann sebelumnya yang bersifat otoriter. Mihr (2013) menjelaskan bahwa
tujuan transisional yaitu untuk mendukung upaya pemerintah untuk mendeligitimasi
rezim dan elit politik sebelumnya untuk memperkuat rezim yang baru. White & Imre
(2013) lebih lanjut juga menjelaskan bahwa negara yang baru saja mengalami
demokratisasi biasanya kurang memahami makna demokrasi secara mendalam.
Peneliti telah melakukan wawancara pendahuluan di beberapa lembaga
Kementerian Republik Indonesia, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika,
Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Kementerian Penelitian Teknologi dan
Pendidikan Tinggi, dan Kemeterian Desa, Transmigrasi dan Pemberdayaan Daerah
Tertinggal. Peneliti melakukan wawancara terkait dengan pemahaman praktisi
mengenai krisis dan strategi manajemen krisis yang dimiliki oleh lembaga
kementerian. Peneliti telah memiliki data awal melalui wawancara pendahuluan.
Misalnya pada humas kementerian sosial secara garis besar telah memahami potensi
terjadinya krisis pada kementerian. Humas kementerian desa, transmigrasi dan
pemberdayaan daerah tertinggal memiliki jawaban yang berbeda, Widyatmoko,
mengatakan bahwa “Tidak mungkin kementerian mengalami krisis, kalau kementerian
krisis terus collapse, siapa yang mau ngurus negara?”. Pernyataan tersebut
menunjukkan bahwa humas kementerian desa, transmigrasi dan pemberdayaan daerah
14
tertinggal masih kurang dapat memahami makna demokrasi yang sesungguhnya karena
kurang dapat memahami bahaya krisis yang dapat mengancam pemerintah. Berbeda
dengan kementerian desa, transmigrasi dan pemberdayaan daerah tertinggal,
kementerian sosial melalui Adi mengatakan “di tempat kita ini metodologi yang
digunakan belum terintegrasi. Karena itu wajar jika ada bagian-bagian terntentu yang
rentan terhadap krisis”. Yahya menungkapkan bahwa belum adanya metodologi yang
terintegrasi dalam menangani krisis menjadi masalah tersendiri bagi kementerian.
Kedua kementerian tersebut memiliki pandangan yang berbeda mengenai
krisis. Pada humas kementerian sosial secara garis besar telah memahami potensi krisis
pada lembaga kementerian. Sedangkan pada kementerian desa desa, transmigrasi dan
pemberdayaan daerah tertinggal mengaggap bahwa krisis hanya menimpa organisasi
profit tetapi tidak akan menimpa pemerintahann. Widyatmoko juga mengatakan bahwa
isu tidak perlu untuk ditanggapi serius karena tidak akan berpengaruh bagi aktivitas
maupun citra kementerian. Data wawanacra pendahuluan tersebut selaras dengan yang
disampaikan oleh Ly-le (2015) dan Avery, Graham & Park (2016) bahwa lembaga
pemerintah kurang menyadari pentingnya pemahaman mengenai krisis serta persiapan
menghadapi krisis. Selain itu, maraknya berita hoax juga menjadi masalah tersendiri
bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan survei
yang dilakukan oleh Indo Barometer (2017) yang menghasilkan rendahnya
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara dan masyarakat sebagai berikut :
DPR RI, POLRI, Partai Politik, Media Sosial (Facebook, twitter, instagram, dst).
15
Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi
Informasi Eko Sulistyo mengatakan, masalah hoax menjadi konsentrasi masalah yang
serius dan berdampak buruk bagi demokrasi di Indonesia (Putro, 2017).
Pemaparan yang disampaikan oleh Keohane, Macedo, & Moravcsik (2011),
Waymer (2013), Buhlmann, dkk (2011), Sen (2015), Yannoukakou & Araka (2014),
Aslanov (2016), Lee (2012), Williams (2014), Choi & James (2006), Kalenborn &
Lessman (2013), Schumann (2007), Hong (2014), Yoldas (2015) mengenai hak-hak
warga negara yang harus dipenuhi yaitu, hak partisipatif, hak komunikasi dan hak
mendapatkan informasi di era demokrasi, menunjukkan semakin tingginya tantangan
strategi penanganan krisis yang harus dilakukan oleh humas pemerintah (Cordella &
Tempini, 2015; Lee, 2012; Hong, 2014). Oleh karenanya, contingency plan dikatakan
sebagai strategi perencanaan penanganan krisis yang tepat menurut Eriksson &
McConnell (2011), McConnell & Drennann (2006), Bloom & Meneefee (1990),
Yamakawa & Cordon (2017). Contingency plan berhasil menjadi strategi perencanaan
krisis telah dibuktikan di negara-negara maju dan negara-negara demokrasi (Bruins &
Bu, 2006; Johnson, 2008; Malizia, 1982). Akan tetapi, demokrasi di Indonesia masih
baru dan bersifat transisional seperti yang disampaikan White & Imre (2013).
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, peneliti menemukan kesenjangan bahwa
contingency plan selama ini telah dilaksanakan di negara-negara demokrasi yang maju,
sedangkan demokrasi di Indonesia masih baru dan transisi. Hal tersebut dibuktikan
dengan adanya kasus yang terjadi di Indonesia. Misalnya marak beredar berita hoax di
16
Indonesia yang juga menimpa pemerintah. Karenanya, peneliti memunculkan proposisi
bahwa lembaga pemerintah Indonesia belum memiliki contingency plan sebagai
perencanaan krisis.
Proposisi ini semakin menarik untuk diverifikasi karena meskipun demokrasi
di Indonesia masih baru dan transisi tetapi demokrasinya terus berkembang. Hal
tersebut dibuktikan dengan banyaknya perundang-undangan yang disahkan oleh
pemerintah Indonesia yang mendorong demokrasi menjadi lebih baik sejak tahun 2008.
Misalnya dengan adanya undang-undang keterbukaan informasi publik nomor 14 tahun
2008 yang menjamin hak mendapatkan informasi, undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik nomor 11 tahun 2008 yang menjamin kebebasan dan keamanan
warga negara dalam pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik, UU
No.25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, serta berbagai undang-undang maupun
peraturan menteri yang lainnya. Grimmelikhuijsen & Welch (2012 dalam Hong, 2013)
mengatakan bahwa keterbukaan informasi menjadi hal yang wajib dan mendasar dalam
proses demokrasi. Selain itu beberapa fenomena yang terjadi di Indonesia setahun
terakhir ini, rakyat dan media semakin bebas mengkritisi aktivitas pemerintah baik
secara langsung melalui aksi demonstrasi hingga melalui media sosial. Selain itu, hal
lain yang membuktikan Indonesia memulai demokrasinya adalah dengan
dicanangkannya reformasi birokrasi melalui peraturan presiden nomor 80 tahun 2011
tentang grand design reformasi birokrasi Indonesia tahun 2011-2025. Reformasi
birokrasi ini dapat dikatakan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh pemerintah
17
Indonesia untuk memperbaiki tata kelola pemerintahann serta mewujudkan bentuk
demokrasi di Indonesia. Seperti yang disampaikan oleh Ballesteros, Sánchez dan
Lorenzo (2013) bahwa reformasi manajemen publik bertujuan penghematan dalam
pengeluaran publik, meningkatkan kualitas pelayanan publik, membuat operasi
pemerintahann yang lebih efisien dan meningkatkan kemungkinan bahwa kebijakan
yang dipilih dan diimplementasikan akan efektif (Kalenborn & Lessman, 2013).
Penelitian ini menggambarkan sekaligus mengonfirmasi bahwa asumsi
penelitian selaras dengan data yang ditemukan di lapangan. Dengan kata lain, data di
lapangan menunjukkan bahwa secara umum humas lembaga pemerintahann di
Indonesia belum memiliki contingency plan sebagai perencanaan krisisnya. Tetapi
terdapat satu lembaga yang sudah memiliki yaitu kementerian pariwisata Indonesia.
Selain itu, terdapat beberapa temuan lain dalam penelitian ini, yaitu bahwa posisi
struktural humas lembaga pemerintahann berpengaruh terhadap keterlibatannya dalam
proses manajemen krisis dan pengambilan keputusan, konstruksi humas tentang isu
dan krisis berpengaruh terhadap manajemen isu dan krisis yang dilakukan oleh humas
lembaga pemerinatahan Indonesia, adanya tim manajemen isu dan krisis bukanlah
bagian dari strategi yang dimiliki oleh humas lembaga pemerintahann.
18
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dari penelitian ini
adalah bagaimanakah strategi humas lembaga pemerintah Indonesia dalam
menghadapi krisis? Apakah humas lembaga pemerintahann di Indonesia sudah
menerapkan sebuah konsep contingency plansebagai perencanaan krisisnya?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi manajemen krisis
yang dimiliki oleh humas lembaga pemerintahann di Indonesiadan untuk membuktikan
asumsi penelitian yakni lembaga humas pemerintahann di Indonesia belum memiliki
contingency plan sebagai perencanaan krisisnya dan.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Akademis
1. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu komunikasi
dengan cara membangun proposisi terkait strategi penanganan krisis,
termasuk mengungkap data di lapangan bahwa “humas lembaga
pemerintahann di Indonesia belum memiliki contingency plan”.
2. Hasil dari penelitian ini memberikan temuan baru mengenai contingency
plan sebagai perencanaan krisis
3. Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui bagaimana strategi manajemen
krisis yang digunakan oleh lembaga pemerintah di Indonesia
19
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan humas lembaga
pemerintahann Indonesia dan menjadi masukan bagi humas lembaga
pemerintahann, khususnya lembaga pemerintahann yang menjadi informan dalam
penelitian ini dalam menghadapi dan mengelola krisis yang mungkin akan terjadi.
Hasil penelitian ini akan diserahkan kepada informan dalam bentuk soft copy dan
dikirimkan melalui email. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kesadaran bagi lembaga pemerintahann pentingnya memiliki perencanaan krisis
dan contingency plan dalam aktivitas pemerintahann.
1.5 Etika Penelitian
Peneliti pada penelitian kualitatif tidak boleh hanya berfokus pada kualitas hasil
penelitian tetapi juga harus memperhatikan etika saat sebelum, selama dan setelah
penelitian (Miles, huberman & Saldana, 2014). Hal serupa juga dijelaskan oleh
Neuman (2007) bahwa yang harus diperhatikan oleh peneliti dalam penelitiannya
adalah kualitas penelitian dan hak-hak informan dalam penelitian. Informan harus
merasa sejajar dengan peneliti agar informan dengan sukarela menceritakan
pengalamannya dalam wawancara. Menurut Daymon & Holloway (2010) terdapat
prinsip-prinsip dasar untuk melakukan penelitian secara etis yaitu: 1) hak untuk
menentukan pilihan berdasarkan informasi yang memadai 2) perlindungan dari
kerugian bagi individu dan perangkat penelitian 3) privasi meliputi jaminan anonimitas
dan kerahasiaan 4) otonomi 5) kejujuran. Wimmer & Dominick (2011) menjelaskan
20
hal serupa bahwa etika dalam penelitian terdiri dari 1) otonomi yaitu permintaan bahwa
peneliti menghormati hak, nilai-nilai, dan keputusan orang lain; 2) Nonmaleficence
yaitu menjauhkan informan dari bahaya; 3) memberikan kemanfaatan bagi informan;
3) keadilan bahwa setiap informan harus diperlakukan sama. Berdasarkan penjelasan
di atas, maka prinsip dalam etika penelitian menjadi pedoman bagi peneliti dalam
melakukan penelitian ini.
Peneliti memulai penelitian dengan mengirimkan surat permohonan ijin
melakukan penelitian berupa wawancara terkait contingency planlembaga humas
pemerintah Indonesia. Peneliti mengirimkan surat permohonan tersebut melalui email,
pos dan langsung mendatangi instansi-instansi pemerintahann yang sesuai dengan
penelitian ini. Peneliti juga melampirkan proposal penelitian sebagai informasi awal
bagi informan. Setelah itu, ketika permohonan disetujui, maka informan menentukan
jadwal wawancara dengan informan yang telah ditunjuk oleh masing-masing instansi.
Pada waktu yang telah dijadwalkan, informan mendatangi instansi dengan membawa
letter of information yang berisi informasi mengenai penelitian termasuk didalamnya
terdapat tujuan penelitian. Informan bebas bertanya mengenai penelitian sebelum
memulai wawancara. Selain itu, peneliti juga memberikan letter of consent sebagai
bentuk persetujuan informan dalam melakukan wawancara. Apabila informan tidak
bersedia maka peneliti tidak diperkenan untuk memaksa, sehingga penelitian ini tidak
dapat dilakukan. Informan diperbolehkan untuk tidak menuliskan nama dan instansi
apabila tidak berkenan. Penelitian ini kemudian dilakukan dengan metode wawancara
21
mendalam dan di rekam dengan menggunakan alat perekam maupun handphone yang
memiliki aplikasi perekan suara di dalamnya. Langkah-langkah pelaksanaan penelitian
ini didasarkan pada etika penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya.
1.6 Batasan Penelitian
Penelitian ini hanya berfokus pada bagaimana strategi humas pemerintah dalam
menghadapi krisis. Pada penelitian ini, informan yang berpartisipasi dalam penelitian
ini berjumlah 16 orang dari 16 lembaga pemerintah di Indonesia. Humas pemerintah
yang dimaksud adalah lembaga kementerian negara RI dan lembaga nonstruktural RI.
Peneliti tidak melakukan penelitian pada seluruh lembaga kementerian negara RI dan
lembaga nonstruktural tetapi hanya lembaga yang bersedia menjadi partisipan setelah
dihubungi peneliti melalui surat resmi dari fakultas. Beberapa informan dalam
penelitian ini bersedia wawancara mendalam langsung (tidak terstruktur). Tetapi
beberapa informan membatasi waktu wawancara karena kesibukan pekerjaan mereka
sehingga durasi wawancara rata-rata berlangsung selama dua jam. Peneliti memiliki
keterbatasan dalam melakukan wawancara intensif dengan informan karena jauhnya
jarak peneliti dengan informan. Selain itu, birokrasi pada lembaga pemerintah yang
sulit juga membatasi jumlah informan yang didapatkan oleh peneliti. Tidak semua
lembaga pemerintah bersedia menjadi informan saat menerima surat permohonan
penelitian yang diajukan oleh peneliti.
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi afirmasi data dengan teori-teori yang berkaitan dengan data
yang diperoleh oleh peneliti. Pada bab ini pula peneliti menjelaskan tentang krisis
sebagai sebuah ancaman dan tantangan bagi lembaga pemerintahann Indonesia di era
demokrasi. Peneliti juga memaparkan bagaimana krisis berdasarkan peran humas
dalam manajemen krisis dan juga peran humas di era demokrasi. Hal tersebut peneliti
kaitkan dengan tantangan humas pemerintah di era demokrasi yang juga merupakan
suatu ancaman terjadinya krisis bagi pemerintah di Indonesia. Penjelasan mengenai
tantangan humas di era demokrasi juga peneliti kaitkan dengan kondisi pemerintahann
di Indonesia serta tuntutan bagi lembaga pemerintah untuk bersikap terbuka terhadap
publiknya.
Pada bab dua ini selain membahas mengenai ancaman bagi lembaga pemerintah
atas krisis, peneliti juga memaparkan mengenai urgensi perencaan krisis bagi
pemerintah Indonesia. Penjelasan tersebut berguna untuk menganalisis pentingnya
perencanaan krisis bagi lembaga pemerintahann di Indonesia agar krisis tidak terjadi
tanpa adanya prediksi. Peneliti memaparkan dampak positif dengan dibuatnya
perencanaan krisis disertai dengan penjelasan organisasi yang menangani krisis dengan
perencanaan dan tanpa perencanaan. Selain itu pada bab ini peneliti memaparkan
bahwa contingency plan dapat menjadi perencanaan krisis yang efektif bagi lembaga
pemerintahann di Indonesia. Pada bab ini pula penulis menjelaskan
23
keuntungan memiliki contingency plan serta faktor-faktor yang ada dalam contingency
plan yang menjadi syarat dalam pembuatan perencanaan yang efektif. Peneliti dalam
menjelaskan konsep di bab ini juga menggunakan beberapa penelitian terdahulu terkait
konsep yang disajikan sebagai contoh.
2.1 Perkembangan kajian contingency plandalam penelitian krisis
Penelitian mengenai contingency plan sebagai bentuk perencanaan krisis ini
memanglah bukan penelitian pertama yang dilakukan. Penelitian mengenai hal tersebut
sudah pernah dilakukan, meskipun demikian tidak banyak ditemukan penelitian ini
yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam penulisan penelitian ini, terlebih yang
membahas mengenai perencanaan krisis di humas lembaga pemerintah. Avery,
Graham & Park (2016) mengatakan bahwa pembahasan mengenai krisis pada
organisasi pemerintah relatif lebih sedikit dibandingkan dengan pembahasan mengenai
krisis yang terjadi pada sektor industri maupun organisasi profit lainnya.
Penelitian-penelitian mengenai contingency plan maupun perencanaan
penanganan krisis telah dilakukan diberbagai sektor sejak bertahun-tahun yang lalu,
meskipun pembahasan mengenai hal ini sangat sedikit ditemui beberapa tahun terakhir.
Pada tahun 1982, E Malizia membuat sebuah dokumen perencanaan tentang
contingency plan untuk pembangunan ekonomi lokal yang disusun demi menghadapi
peluang baru dalam membangun atau merestrukturisasi perencanaan pembangunan
ekonomi di Amerika Serikat tahun 1980-an. Malizia (1982) melakukan studi literatur
dengan mengaji berbagai penelitian yang berhubungan dengan perencanaan dan
24
contingency planning. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi tekanan selama
proses perencanaan dan memprediksi kemungkinan adanya kendala dalam keuangan
atau aspek politik yang dapat menganggu pada saat implementasi. Selain hal tersebut,
dalam jurnal tersebut diawali dengan pengajian mengenai contingency secara teori
dengan berbagai kritik dan contoh yang telah dilakukan sebelum itu. Kemudian Malizia
(1982) melakukan pengajian ulang terhadap contingency plan dalam konteks
pembangunan ekonomi lokal daerah. Hasil yang didapatkan adalah bahwa contingency
plan adalah formula yang tepat untuk membuat sebuah perencanaan demi menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan di masa depan maupun saat implementasi dari
perencanaan yang dibuat.
Malizia (1982) juga menyebutkan bahwa contingency plan yang dibuat untuk
pertumbuhan ekonomi lokal ini berguna juga dalam menanganai krisis dan membuat
perencanaan dalam penanganan krisis yang mungkin akan terjadi di masa yang akan
datang. contingency plan dikatakan dapat memberikan kerangka kerja yang kredibel
dan layak untuk membangun perencanaan pembangunan daerah maupun perencanaan
dalam penanganan krisisnya (Malizia, 1982, h. 173). Meskipun demikian, menurut
Smith (1990) mengatakan bahwa meskipun contingency plan dapat menjadi model
manajemen krisis yang baik tetapi pembuat perencanaan harus menyadari bahwa setiap
perencanaan pasti memiliki kekurangan. Oleh karenanya, perencana tidak boleh
bersikap arogan dengan memungkiri kekurangan yang telah disadari sehingga nantinya
akan menghambat di masa yang akan datang.
25
Rosenthal dan Kouzmin (1993) membuat sebuah tulisan hasil dari studi literatur
yang mereka lakukan untuk menunjukkan pentingnya contingency plan dalam
manajemen krisis. Rosenthal dan Kouzmin mengatakan bahwa dunia sedang
mengalami perubahan yang sangat drastis dan merupakan massa bagi segala jenis
organisasi mengalami krisis, sekalipun itu merupakan organisasi bisnis yang sudah
masiv dan stabil hingga lembaga pemerintah yang tidak mudah terkena krisis. Dunia
menjadi sangat dinamis dan terancam krisis, misalnya adalah alam yang lebih rentan
terjadi bencana, kelalaian manusia terhadap lingkungan menjadi semakin besar,
dampak dari perang, terorisme.Kemajuan teknologi yang dikatakan memiliki
keamanan yang kuat ternyata memiliki desain yang beresiko tinggi.
Tulisan Rosenthal dan Kouzmin ini meskipun ditulis pada tahun 1993 tetapi
sangat relevan dengan kondisi saat ini. Tidak heran, apabila mereka menuliskan bahwa
semua organisasi diharapkan dapat membuat contingency plan sebagai perencanaan
krisis dan contingency plan sebagai dua hal yang sangat dibutuhkan organisasi untuk
menghadapi segala kemungkinan buruk yang akan terjadi. Sehingga melalui tulisan
tersebut Rosenthal dan Kouzmin (1993) berharap terdapat banyak penelitian maupun
kajian yang membahas mengenai krisis, perencanaan krisis, contingency, skenario
krisis dan berbagai hal lain yang berkaitan dengan krisis. Melalui penelitian yang
dilakukan oleh Rosenthal dan Kouzmin (1993) menghasilkan bahwa baik
contingencymaupun krisis memiliki hubungan yang saling menguatkan dalam
penanganan di masa depan. Domain dari cotingency plan dan krisis dapat dipahami
26
dari dasar dari kedua konsep tersebut. contingency mengacu pada hal-hal yang menjadi
alternatif di masa depan, sedangkan krisis didefinsiikan sebagai sesuatu yang
melibatkan proses dan peristiwa yang menampilkan ketidakpastian dan kuatnya
ancaman. Logika dari contingency planning adalah dengan memikirkan bahwa
kemungkinan terburuk yang tidak mungkin akan terjadi adalah sangat mungkin terjadi
dalam organisasi. contingency memaksa organisasi untuk selalu memikirkan jauh ke
masa depan dan tidak membiasakan dengan hal-hal yang biasa terjadi. Oleh karenanya,
baik organisasi pemerintah maupun organisasi bisnis menurut Rosenthal dan Kouzmin
(1993) harus mulai memikirkan langkah-langkah penggabungan dalam manajemen
krisis dan contingency plan untuk dapat menghadapi krisis yang akan terjadi di masa
depan.
Penelitian selanjutnya adalah yang dilakukan oleh Harrald dan Mazzuchi
(1993) yang mengusulkan pendekatan alternatif inovatif untuk contingency plan
menggunakan teknik gaming yaitu semacam simulasi saat krisis terjadi, analisis
keputusan dan analisis risiko. Latihan skenario dilakukan dengan lebih dari 60 ahli
tumpahan minyak. Latihan ini mengidentifikasi faktor keberhasilan kritis yang harus
dicapai dan masalah yang harus diselesaikan untuk mencapai keberhasilan dalam
menghadapi tumpahan minyak. Para ahli mendiskusikan tentang kekritisan dan
kesulitan dalam mencapai faktor keberhasilansaat krisis dan memecahkan masalah
krisis. Penggunaan teknik analisis pengaruh untuk menyusun hasil latihan juga
dijelaskan. Para ahli dapat menggunakan model ini untuk menilai kesiapan respon
27
berdasarkan keahlian mereka, baik untuk mengidentifikasi masalah krisis maupun
untuk menilai status tanggap darurat yang terjadi.
Harrald dan Mazzuchi (1993) juga mencontoh kasus tumpahan minyak yang
terjadi pada tahun 1990 yang memiliki kegagalan dalam penanganannya karena
organisasi kurang memikirkan kemungkinan yang tidak mungkin terjadi padahal
sangat mungkin yaitu pada saat terjadinya badai Andrew dan tumpahan minyak Exxon
Valdez. Pada saat peristiwa The Oil Pollution Act tahun 1990, perencanaan yang telah
dibuat menyimpang dengan yang terjadi saat itu. Organisasi dan pemerintah pada
kedua kasuus tersebut juga menyepelekan pentingnya latihan dalam penanganan krisis,
sehingga saat terjadi krisis organisasi kebingungan dalam menghadapinya. Penelitian
ini juga menitikberatkan bahwa proses perencanaan kontingensi tidak hanya harus
melibatkan kelompok ahli dan harus memfasilitasi pembuatan respon yang nantinya
berhasil. Akan tetapi juga harus menentukan ukuran keberhasilan dan mengidentifikasi
tindakan yang harus dilakukan untuk mencapai kesuksesan. Berbeda dengan rencana
berbasis sumber daya dan prosedur yang ada, peneltiian ini mengusulkan konsep
perencanaan berdasarkan teknik pengambilan keputusan, risiko dan latihan simulasi
yang berfokus responden dalam pengembangan skenario dan analisis keputusan.
Pentingnya simulasi dalam perencanaan penanganan krisis juga disampaikan
oleh Johnson (2008) bahwa aspek terpenting dalam contingency plan adalah adanya
simulasi dan latihan yang cukup dan pasti dalam suatu perencanaan. Johnson
menggunakan contingency plan sebagai perencanaan dalam membuat pengamanan
28
saat olimpiade Olympic and Paralympic di London pada Juli 2005. Johnson
menekankan pada pentingnya simulasi dalam proses contingency plan dalam upaya
mempersiapkan resiko keselamatan saat olimpiade.
Penelitian mengenai contingency plan juga dibahas oleh Bruins dan Bu (2006)
yang dalam jurnlanya membahas mengenai konsep contingency plan yang digunakan
oleh pemerintah Cina untuk mengantisipasi terjadinya kelaparan akibat krisis
penurunan produksi pangan pada tahun-tahun selanjutnya. Dokumen yang dibuat oleh
pemerintah Cina dalam menghadapi krisis kekurangan bahan makanan memperoleh
kritik dari para ahli karena tidak terlihat benar-benar seperti perencanaan. Pemerintah
hanya menuliskan tentang kondisi lahan serta kemampuan pupuk untuk menghasikan
hasil pertanian yang dapat mencegah negara mengalami kekurangan bahan pangan.
Oleh karenanya pemerintah mengaji ulang draf perencanaan dengan melihat berbagai
kondisi yang ada dan kemungkinan yang akan terjadi. Melalui contingency plan
pemerintah Cina telah berhasil meningkatkan produksi pangannya, tetapi belum dapat
mengurangi penggunaan pupuk kimia serta tidak dapat mengatasi kelaparan akibat
kekeingan yang berkepanjangan, untuk itu pemerintah Cina membuat sebuah
perencanaan contingency yang berisikan tentang prediksi di masa depan untuk
menghindari kelaparan yang mungkin akan terjadi di masa depan.
Penerapan contingency plan juga dilakukan di dunia bisnis seperti yang
disampaikan oleh Yamakawa dan Cordon (2017) bahwa dalam dunia bisnis
contingency plan sangat penting untuk menghindari organisasi mengalami kerugian
29
yang sangat besar saat terjadinya krisis. Contingency plan diharapkan dapat
mengurangi angka kerugian yang diakibatkan oleh krisis yang menimpa organisasi.
selain itu contingency plan juga dapat meminimalisir biaya recovery pasca terjadinya
krisis. Mao dan Wang (2015) juga mengatakan bahwa dengan contingency plan dapat
mempercepat pemulihan pasca terjadinya krisis. Misalkan saat tumpahnya kilang
minyak di laut tentu menimbulkan banyak dampak negatif bagi seluruh kehiupan baik
manusia maupun biota laut. Kasus tersebut membutuhkan langkah penanganan yang
cepat dan tepat sehingga saat terjadi, dampak yang ditimbulkan tidak terlalu besar dan
tidak signifikan. Pemerintah Cina sekali lagi menggunakan contingency plan untuk
mengatasi bencana yang diakibatkan oleh tumpahan kilang minyak di laut dengan
menggunakan tiga level penanganan yaitu pemerintah pusat, wilayah dan regional.
Masing-masing level memiliki peran dan fungsi sesuai dengan lingkup yang
ditanganinya.
Literatur mengenai contingency plan tersebut memang tidak terlalu banyak
dibandingkan dengan pembahas mengenai krisis yang lainnya. Oleh karena itu, peneliti
sangat tertarik untuk mengaji dan meneliti terkait hal ini untuk dapat memperluas studi
megenai krisis khusunya contingency plan sebagai bentuk perencanaan penanganan
krisis. Beberapa penelitian terdahulu yang peneliti sajikan tersebut terdiri dari beberapa
tahun mulai tahun 1982 hingga tahun 2017 sehingga terluhat perkembangan teori ini
dari masa ke masa. Hal tersebut juga menjadi dasar bagi peneliti dalam penelitian ini.
30
2.2 Bentuk tantangan dan peluang krisis bagi lembaga pemerintahann Indonesia
Pembahasan mengenai krisis telah menghasilkan banyak temuan penelitian dan
pengamatan oleh para akademisi dan praktisi manajemen dan komunikasi (Heath,
2010). Krisis didefinisikan sebagai episode luar biasa yang mengancam serta
mengganggu pola kinerja dan asumsi tentang cara organisasi beroperasi (McConnell,
2011). Ho dan Hallahan (2004) menyebut krisis sebagai keadaan yang tidak pasti yang
dihasilkan dari suatu peristiwa yang memicu dan mengganggu kegiatan rutin organisasi
(dalam Couldman & Hallahan, 2006). Berdasarkan kedua definisi tersebut terdapat
kesamaan mengenai krisis yaitu bahwa krisis bersifat tidak pasti dan dapat
mengganggu pola kerja dan kegiatan rutin organisasi. Coombs (2007) menambahkan
bahwa krisis juga berpotensi dapat menghasilkan hasil negatif dan dapat mengancam
reputasi. Kriyantono (2012) mengatakan bahwa reputasi organisasi bisa menurun
karena publik cenderung mengkritik organisasi. Sehingga organisasi perlu secara
efektif berkomunikasi dengan publik untuk melindungi diri dari penurunan reputasi
(Park, 2017). Tetapi selain definisi tersebut yang terpenting adalah bahwa krisis bisa
terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Kapanpun sistem mengalami kerusakan secara
tiba-tiba maka krisis dapat terjadi (Panuel, Statler & Hagen, 2013).
Terjadinya krisis mengakibatkan dampak yang beragam bagi organisasi. Krisis
tidak selalu menyebabkan kehancuran bagi organisasi tetapi terkadang menjadi
keuntungan (Kriyantono, 2014; Ngai & Falkheimer, 2016). Seperti yang disampaikan
Nova (2009) bahwa meskipun krisis merupakan sebuah ancaman bagi organisasi tetapi
31
juga bisa menjadi keuntungan bagi organisasi. Contohnya adalah krisis yang menimpa
perusahaan penjualan perabot rumah tangga asal Swedia, IKEA, di Hongkong (Ngai &
Falkheimer, 2016). Pada tahun 2013-2014 sebuah gerakan anti pemerintah di
Hongkong menggunakan boneka serigala Lufsig sebagai ikon dalam gerakan mereka.
IKEA memanfaatkan media tradisional dan media sosial dalam merespon hal tersebut
secara efektif dan aktif. Sehingga dengan cepatnya respon yang diberikan menjadikan
krisis tersebut sebagai sebuah keuntungan bagi IKEA. Sebaliknya respon yang buruk
atas sebuah krisis dapat menjadikan krisis semakin parah dan menurunkan reputasi
dengan sangat drastis. Hal tersebut dikarenakan pesan respon dapat mengurangi
penurunan reputasi, terutama saat krisis menjadi parah (Coombs, 2007).
Krisis dapat terjadi pada setiap jenis organisasi bahkan individu, tidak ada satu
organisasipun yang kebal terhadap krisis, termasuk pemerintahann. Lembaga
pemerintahann memiliki kemungkinan terjadi krisis yang sama dengan organisasi lain,
meskipun krisis yang terjadi pada pemerintahann berbeda dengan krisis yang terjadi
pada organisasi profit (Lee dalam Ly-le, 2015). Pemerintah dihadapkan dengan
peningkatan jumlah krisis yang seringkali berhadapan dengan ancaman-ancaman yang
baru (Baubion,2011). Pada lembaga pemerintahann krisis mengancam reputasi dan
kredibilitas pemerintah di mata masyarakat. Oleh karenanya lembaga pemerintah
membutuhkan humas sebagai manajer komunikasi krisis.
Peran humas dalam krisis pemerintah sangat penting dalam semua tahap krisis.
Menurut Liu dan Levenshus (2013 dalam Ly-le, 2015), untuk lebih mempersiapkan
32
potensi krisis, tim humas dapat membantu dengan scanning lingkungan, manajemen
isu, manajemen hubungan, dan berlatih perencanaan manajemen krisis. Peran humas
dalam lembaga pemerintahann memang sangat besar. Menurut Lee (2012) humas
merupakan sebuah alat yang dapat digunakan untuk publik administration yang lebih
baik. Karena humas dalam pemerintahann dapat membantu pemerintah dalam
memperoleh tujuannya. Humas dapat membantu publik administration dapat menjadi
lebih baik dengan cara mengimplementasikan misi pemerintah dan memenuhi
tanggung jawab demokratis pada pemerintah dengan lebih baik.
Krisis sebagai tantangan bagi humas pemerintah telah disadari oleh sebagian
lembaga pemerintah yang menjadi informan dalam penelitian ini dan sebagian yang
lain mengatakan bahwa lembaga pemerintah tidak perlu merasa khawatir akan
terjadinya krisis. Humas kementerian desa, transmigrasi dan pembangunan daerah
tertinggal mengatakan bahwa humas lembaga pemeirntah tidak perlu khawatir terjadi
krisis karena pemerintah adalah institusi yang kebal terhadap segala situasi karena
rakyat membutuhkan. Berbeda dengan kementerian tersebut, kementerian pariwisata
melalui plt. Biro humasnya mengatakan bahwa lembaga humas pemerintah harus
memilikikemampuan untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan krisis dan
memberikan penanganan yang cepat dan tepat saat krisis sudah mulai menampakkan
tanda-tandanya.
Di era demokrasi, kemungkinan krisis yang terjadi pada lembaga
pemerintahann juga semakin tinggi. Hal tersebut dikarenakan bahwa lembaga
33
pemerintahann di era demokrasi dituntut untuk lebih terbuka kepada masyarakat atau
rakyatnya. sebagaimana dimensi demokrasi yang dikemukakan oleh Diamond (dalam
Waymer, 2013) yaitu bahwa demokrasi yang berkualitas menuntut adanya keadilan
yang komprehensif, adanya kebebasan berbicara, pers, akses informasi, berasosiasi,
berserikat dan sebagainya, adanya partisipasi masyarakat yang aktif tidak hanya dalam
pemilu, adanya respon dan keprihatinan dari pejabat terpilih terhadap rakyat dan
terakhir yaitu adanya kesetaraan derajat antar masyarakat.
Indonesia sebagai negara demokrasi telah menjamin adanya kebebasan
berpendapat, berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui UUD 1945 pasal 29 ayat
1. Selain itu melalui UU nomor 14 tahun 2008, Indonesia juga telah menjaminadanya
keterbukaan informasi publik di Indonesia. Keterbukaan dan mudah diakses publik,
diharapkan juga dapat mengakselerasi perwujudan penyelenggaraan negara yang baik,
yaitu yang transparan, efektif, efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan
(Kriyantono, 2015). Sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia
berjalan lebih baik. Masyarakat sebagai rakyat Indonesia tidak perlu khawatir akan
adanya lembaga yang tertutup ataupun kebebasan yang dikekang dengan jaminan
undang-undang yang telah disahkan dan berlaku di Indonesia ini.
Sisi lain dari demokrasi adalah adanya ancaman bagi lembaga pemerintahann
untuk terjadinya krisis yang lebih besar. Tuntutan lembaga pemerintahann untuk
semakin terbuka juga membuka peluang kritik terhadap lembaga pemerintahann.
Sehingga lembaga pemerintahann harus terus menerus bersikap transparan kepada
34
rakyat. Heeks menyebutkan bahwa dalam kehidupan berbangsa kegagalan dalam
bersikap transparan kepada masyarakat dapat menghasilkan kritik bagi lembaga
pemerintahann, sehingga pemerintah harus memiliki kemampuan dalam bersikap
transparan terhadap masyarakat maupun dalam pemberian pelayanan publiknya
(Cordella & Tempini, 2015)
2.3 Pelaku Manajemen Krisis Lembaga Pemerintah
Humas dalam pemerintahann berbeda halnya dengan humas yang berada dalam
instansi non pemerintahann. Humas dalam pemerintah atau humas pemerintah adalah
yang membantu menjabarkan dan mencapai tujuan program pemerintahann,
meningkatkan sikap responsif pemerintah, serta memberi publik informasi yang cukup
untuk dapat melakukan pengaturan diri sendiri (Lubis, 2012). Menurut Lee (2012)
humas merupakan sebuah alat yang dapat digunakan untuk publik administration yang
lebih baik. Karena humas dalam pemerintahann dapat membantu pemerintah dalam
memperoleh tujuannya. Humas dalam pemerintahann merupakan suatu keharusan
fungsional dalam rangka tugas penyebaran informasi tentang kebijakan program dan
kegiatan-kegiatan lembaga pemerintah (Posu, 2015). Hal tersebut berarti bahwa humas
pemerintahann bertugas menjalankan kegiatan kebijakan dan pelayanan publik dengan
memberikan berbagai informasi tentang kebijakan pemerintahann yang mengikat
rakyat atau masyarakat.Oleh karena itu humas pemerintah disebut juga sebagai publik
affairs, information officer, publik affairs specialist (Cutlip, Center & Broom, 2011;
Sari, 2012) yang semuanya memiliki tugas menginformasikan kepada publik mengenai
35
aktivitas yang dilakukan pemerintah. Karenanya menurut Cutlip, Center & Broom
(2011) tujuan humas sangat dekat dengan tujuan demokrasi. Informasi yang akurat
digunakan untuk menjaga hubungan yang responsif dengan konstituen oleh
pemerintahann yang demokratis.
Demokrasi tidak hanya merubah bagaimana sistem pemerintahann yang
dijalankan di sebuah negara, tetapi juga berkaitan dengan humas pemerintah atau
government public relationssdi negara tersebut. Humas dan demokrasi memiliki kaitan
yang sangat erat (White & Imre, 2013). Bardhan dan Weaver (2011) menunjukkan
bahwa public relationss mungkin memainkan peran dalam pembangunan suatu realitas
demokrasi. Public relationss atau humas menjadi bagian penting dalam pemerintahann
untuk mewujudkan demokrasi (Waymer, 2013; Ardianto, 2014).Berbagai
permasalahan masyarakat yang muncul dewasa ini, meningkatkan kebutuhan akan
peran pemerintah yang dapat memahami rakyatnya dengan baik (Lee, 2012). Humas
dianggap sebagai jalan terbaik untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Humas
pemerintah dianggap dapat menciptakan modal sosial yang memfasilitasi akses ke
lingkup diskusi publik dan pembentukan kebijakan serta untuk menjaga jaringan di
antara organisasi yang memeriksa kekuasaan negara dan memelihara infrastruktur
sosial (Sommerfeldt, 2013).
Humas dalam melakukan perannya sebagai manajer penanganan krisis
diperbolehkan untuk membentuk sebuah tim (Laamanen, dkk, 2017) baik dari dalam
unit itu sendiri atau dari unit yang lainnya. Keberadaan tim membantu organisasi untuk
36
melaksanakan fungsinya dengan sebaik-baiknya dan diharapkan lebih efektif. Teori
beban kognitif menguatkan argumentasi tersebut bahwa memori berpikir individu
sifatnya terabatas sehingga membutuhkan sebuah tim untuk memperkuat dalam
pemecahan masalah (Laamanen dkk, 2017). Aplikasi teori tersebut dalam pemerintah
Indonesia saat ini dibuktikan dengan adanya beberapa lembaga pemerintah yang
menjadi informan telah memebentuk sebuah tim khusus dalam menangani isu maupun
krisis yang terjadi pada organisasi. Tim tersebut dibentuk untuk memudahkan
organisasi dalam mengontrol isu dan memprediksi kemungkinaan terjadinya krisis
serta membentuk langkah-langkah penanganan yang tepat saat krisis telah terjadi.
Meskipun demikian, tim manajemen isu maupun krisis tidak selalu dibentuk di awal.
Beberapa tim dibentuk secara mendadak atas terjadinya krisis yang terjadi secara tiba-
tiba. Pembentukan ini tentunya juga untuk memudahkan humas dalam menentukan
langkah penyelesaian, tentunya atas persetujuan dari pimpinan lembaga yaitu Menteri
maupun para pimpinan yang lainnya.
2.4 Urgensi crisis plan dan contingency plan bagi lembaga pemerintahann
Logika manajemen krisis menunjukkan bahwa mempersiapkan dan
merencanakan krisis harus menjadi bagian penting dalam kelembagaan dan alat
pembuat kebijakan (McConnell & Drennan, 2006). Sayangnya, penelitian mengenai
komunikasi krisis relatif terbatas dalam konteks pemerintah, karena mayoritas
penelitian berfokus tentang kesiapan komunikasi krisis pada sektor bisnis (Avery,
Graham & Park, 2016). Padahal perencanaan krisis juga menjadi bagian penting dalam
37
proses management krisis. Liu & Levenshus (2012) mengatakan bahwa manajemen
krisis bukan hanya dilakukan saat krisis telah terjadi tetapi juga mulai dari melakukan
persiapan sebelum krisis itu terjadi. Pada dasarnya membuat crisisplan sama dengan
memprediksi ketegangan-ketegangan yang akan terjadi dan mempersiapkan keadaan
yang tidak bisa ditebak (McConnell & Drennan, 2006).
Mempersiapkan penanganan krisis melalui crisis plan dapat mencegah atau
mengurangi resiko yang mungkin akan terjadi saat krisis berlangsung. Avery, Graham
& Park, (2016) mengatakan bahwa perencanaan krisis yang strategis dapat mengurangi
atau membatasi dampak dari krisis. Kriyantono (2014) juga menambahkan bahwa
perencanaan krisis berguna untuk mengantisipasi terjadinya krisis sehingga organisasi
telah memiliki pedoman responnya. Liu & Levenshus (2012) menyebutkan tiga tujuan
dibuatnya perencanaan krisis adalah untuk menurunkan kemungkinan dan frekuensi
krisis, untuk mengandung atau membatasi kerugian dari krisis dan untuk membantu
organisasi belajar dari krisis. Penros (2000 dalam Avery, Graham & Park, 2016)
mengatakan bahwa meskipun tidak benar-benar dapat menanagani krisis secara
keseluruhan tetapi setidaknya organisasi lebih siap dalam menanganinya.
Perencaan krisis juga membahas didalamnya mengenai manajemen isu dan
scanning lingkungan. Isu bisa berubah menjadi krisis yang menuntut perhatian segera
dan intens. pemindaian lingkungan dapat membantu mengurangi kemungkinan krisis
dengan mengidentifikasi risiko dan isu-isu dan mendeteksi tanda-tanda peringatan
bahwa krisis mungkin akan terjadi dalam waktu dekat (Liu & Levenshus, 2012).
38
Seperti halnya yang disampaikan Kriyantono (2014) bahwa termasuk di dalam
perencaan krisis itu adalah aktivitas mengelola isu agar tidak muncul isu-isu susulan
yang membesar yang dapat menjadi sebab munculnya krisis.
Perencaan krisis menjadi sangat penting untuk organisasi pemerintahann karena
masyarakat memiliki perhatian yang lebih terhadap jalannya pemerintahann. Sehingga
saat terjadinya krisis diharapkan pemerintah dapat memberikan respon dengan cepat
dan tepat. Perencanaan krisis dapat mengurangi risiko dan membantu badan
pemerintah menanggapi krisis lebih cepat, efisien, dan dengan lebih sedikit kesalahan
dan kelalaian (Liu & Levenshus, 2012). Crisis plan juga dapat meningkatkan
kemampuan organisasi untuk pulih dari krisis, memenuhi tanggung jawab moral dan
etika pemerintah. Crisis plan juga dapat mengurangi paparan negatif hubungan hukum
dan masyarakat secara keseluruhan untuk pemerintah selama krisis. Perencanaan yang
baik untuk krisis dan menempatkan rencana di tempat untuk mengurangi krisis,
pemerintah dapat berkomunikasi atasnama kepedulian dan tanggung jawab kepada
orang-orang yang dilayaninya (Liu & Levenshus, 2012).
Kamus Oxford mendefinisikan katacontingency sebagai “a future event or
circumstance which is possible but cannot be predicted with certainty”.Artinya bahwa
contingency adalah suatu keadaan di masa depan yang mungkin terjadi tetapi tidak
dapat diprediksi dengan pasti. Berarti bahwa contingency plan dapat didefinisikan
sebagai sebuah perencaan terhadap suatu keadan di masa depan yang mungkin terjadi
tetapitidak dapat diprediksi. Kaufman (1979, dalam Malizia, 1982) mengatakan bahwa
39
berguna untuk menggabungkan prinsip-prinsip umum perencanaan dan
menghubungkannya dengan konteks perencanaan khusus serta situasi yang terjadi saat
itu. Oleh karenanya menurut Malizia (1982) mengatakan bahwa contingency plan
dapat membuat dan menjadi perencanaan terbaik dalam prakter perencanaan tertentu.
Contingencymerupakan salah satu bentuk perencanaan krisis yang seringkali
juga disebut perencanaan kondisi darurat yang menimpa organisasi (McConnell, 2006).
contingency plan bertujuan untuk mempersiapkan organisasi untuk merespon dengan
baik keadaan darurat dan dampak yang akan ditimbulkan dari keadaan darurat tersebut
(International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, 2012). Oleh karena
itu, menurut Erikkson& MacConnell (2011) perencanaan adalah proses yang
berkelanjutan tetapi contingency plan itu sendiri adalah hasil atau snapshot proses yang
pada waktu titik tertentu. IASC (dalam Penuel, Statler & Hagen, 2013) mendefinisikan
perencanaan kontingensi sebagai alat yang digunakan untuk menganalisis dampak
potensial krisis dan memastikan bahwa yang memadai dan sesuai pengaturan yang
dibuat di muka untuk merespon dengan cara yang tepat, efektif, dan sesuai dengan
kebutuhan penduduk yang terkena dampak. Kemungkinan perencanaan adalah alat
untuk mengantisipasi dan memecahkan masalah yang biasanya timbul pada saat
tanggap kemanusiaan.
Contingency plan dapat menjadi sebuah perencanaan krisis yang efektif bagi
organisasi meskipun tingkat keberhasilan tidak dapat diukur dengan pasti. contingency
plan telah menjadi hal yang paling relevan dalam perencanaan krisis (McConnell,
40
2006). contingency plan secara luas dianggap memiliki peran penting bagi otoritas
publik. Antisipasi apa yang mungkin terjadi, ditambah dengan alokasi sebelumnya dari
sumber daya, personil, peralatan, ruang kontrol krisis, tugas, tanggung jawab dan
keputusan bimbingan / aturan, diasumsikan memaksimalkan peluang respon sukses
dalam hal krisis (Erikkson & MacConnell, 2011). contingency plan memang tidak
dapat menjamin keberhasilan dalam penanganan krisis (McConnell & Drennann,
2006), tetapi tidak adanya contingency plan juga menjadi resep terjadinya kekacauan
dan kebingungan organisasi dalam menangani krisis (Eriksson & McConnell, 2011).
Bagi lembaga pemerintahann contingency plan dapat menjadi perencaan krisis
yang baik dan efektif karena membutuhkan perencanaan yang matang dan mendalam.
Menurut Penuel, Statler & Hagen (2013) bahwa contingency plan memastikan seluruh
masyarakat dan pengelola krisis siap mengahdapi krisis dengan adanya perencaan yang
matang serta simulasi penanganan krisis yang dilatih secara pasti. Sehingga saat
lembaga pemerintah mengalami krisis tidak membutuhkan waktu pemulihan dan
penanaganan yang lebih lama. Organisasi dan individu yang mengembangkan
contingency plan harus memiliki pemahaman, dan sarana untuk memperkirakan risiko,
kejadian yang memiliki kemungkinan rendah, kejadian dengan dampak tinggi.
Organisasi harus bisa mengembangkan detail skenario untuk kecelakaan dan akibatnya
yang kredibel dan mampu memperkirakan probabilitas bersyarat dari keadaan sistem
yang mempengaruhi hasil kejadian dan / atau responsnya (Harrald & Mazzuchi, 1993).
41
2.5 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir ini menunjukkan alur berpikir peneliti dalam melakukan
penelitian terkait contingency plan lembaga pemerintahann Indonesia di era demokrasi.
Kerangka berpikir peneliti dimulai dari demokrasi yang saat ini tengah berjalan di
Indonesia. Kemungkinan yang terjadi akibat adanya sistem demokrasi adalah potensi
munculnya krisis menjadi semakin tinggi. Era demokrasi menuntut lembaga
pemerintah untuk bersifat terbuka dan transparan terhadap masyarakat. Salah satu
upaya pemerintah dalam menghadapi sistem yang terbuka adalah dengan
memanfaatkan kecanggihan teknologi menjadi e-government dengan menambah
pelayanan publik melalui internet termasuk media sosial lembaga tersebut. Upaya
untuk terbuka juga dilakukan dengan semakin tingginya aktivitas pemerintah yang
bertujuan dalam memenuhi kewajiban pemenuhan hak rakyat. Selain itu era demokrasi
juga memberikan kebebasan kepada seluruh warga negara untuk turut berpartisipasi
dalam aktivitas kenegaraan dan kebebasan dalam menyampaikan pendapatnya.
Kebebasan dalam mengungkpkan dilindungi bagi negara demokrasi sehingga rakyat
tidak perlu merasa khawatir akibat pendapat yang dikeluarkan. Azas kebebasan
berpendapat bagi rakyat di negera demokrasi juga berarti rakyat berhak untuk selalu
mengawasi aktivitas pemerintahann serta memberikan komentar maupun penilaian
terhadap aktivitas pemerintah. Saat itulah kemungkinan terjadinya krisis bagi negara
demokrasi menjadi semakin besar.
42
Krisis bagi lembaga pemerintah mengancam citra dan reputasi lembaga
pemerintahann di mata masyarakat. Hal tersebut akan mempengaruhi tingkat
kepercayaan dan kesukarelaan terhadap pemerintah dalam menjalani aktivitas
kenegaraan. Adanya sistem demokrasi juga menjadi kunci bagi lembaga
pemerintahann untuk menyiapkan sutau pola strategi manajemen krisis yang efektif
jika suatu saat pemerintahann mengalami krisis. keterbukaan informasi yang menuntut
lembaga pemerintah untuk selalu menginformasikan apapun yang berhubungan dengan
pemerintahann dapat menjadi perhatian rakyat untuk mengevaluasi dan
mengkritisinya. Sehingga sebelum krisis tersebut terjadi, kita akan melihat apakah
lembaga pemerintahann telah memiliki rencana penanganan krisis atau tidak.
Contingency plan kemudian ditawarkan oleh peneliti sebagai metode
perencnaan penanganan krisis yang efektif dan efisien. Adanya beberapa contoh kasus
lembaga pemerintah yang memiliki contingency plan sebagai perencanaan krisisnya
menjadi dasar bagi peneliti untuk berpendapat bahwa contingency plan juga harus
dimiliki oleh lembaga pemerintahann. Sayangnya dengan sistem demokrasi Indonesia
yang masih transisi dan negara yang masih berkembang, menjadikan peneliti ragu
apakah lembaga pemerintahann di Indonesia memiliki contingency plan atau tidak.
Berdasarkan contoh-contoh sebelumnya mengenai contingency plan yang telah
dilakukan di negara-negara maju maupun negara dengan demokrasi yang telah lama
memunculkan asumsi bahwa lembaga pemerintahann di Indonesia tidak memiliki
contingency plan.
43
Penjelasan mengenai kerangka berpikir penelitian ini disederhanakan dalam bentuk
bagan berikut:
Gambar 2.1 Kerangka berpikir
Demokrasi
kebebasan berpendapat
Berpotensi krisis
Strategi Manajemen
Krisis
memiliki Contingency
plan
Tidak memiliki contingency
plan
Lembaga Pemerintahan tidak memiliki contingency paln
44
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Paradigma dan Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis yaitu paradigma yang
menganggap bahwa realitas dikonstruksi oleh kehidupan sosial (Daymon & Holloway,
2011; Kriyantono, 2012, Kriyantono, 2015). Kriyantono (2012), Wimmer & Dominick
(2011), Daymon & Holloway (2011) juga mengatakan bahwa dalam paradigma
kontruktivis, kebenaran merupakan suatu realitas yang bersifat relatif sesuai dengan
konteks spesifik yang relevan dinilai oleh pelaku sosial. Sehingga dalam paradigma ini
peneliti turut menafsirkan dan menentukan realitas sosial karena peneliti dan informan
terlibat dalam membentuk realitas sosial (Daymon & Holloway, 2011; Kriyantono,
2015).
Paradigma konstruktivis tidak berusaha memprediksi suatu perilaku atau
menegaskan hukum yang mengatur komunikasi tetapi mengungkap makna tentang
bagaimana seseorang memahami pengalaman mereka sendiri, perilaku dan komunikasi
(Daymon & Holloway, 2011; Kriyantono, 2012, Kriyantono, 2015). Peneliti
menggunakan paradigma ini karena penelitian yang dilakukan terkait analisis strategi
penanganan krisis yang digunakan oleh humas lembaga pemerintahann di Indonesia.
Peneliti akan mengetahui pemahaman lembaga pemerintah Indonesia mengenai krisis
dan strategi yang digunakan untuk menghadapinya. Daymon & Holloway (2011)
mengatakan bahwa dalam hubungan masyarakat secara relasional
45
aktif dalam menciptakan, mengubah dan merekonstruksi makna dalam mengubah
dunia sosial mereka. Sehingga masing-masing humas memahami dunianya
berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Peneliti menggali data terkait pengalaman
informan selama menjadi humas lembaga pemerintahann dalam mengelola isu hingga
krisis yang terjadi di lembaga pemerintah melalui aktivitas informan selama menjadi
humas pemeirntahan. Melalui interaksi peneliti dengan informan, peneliti dapat
mehamami strategi krisis yang dimiliki oleh pemerintah. Penentuan paradigma ini juga
penting untuk menentukan metodologi yang digunakan dalam penelitian (Wimmer &
Dominick, 2011).
Peneliti berdasarkan paradigm konstruktivis, menggunakan metodologi
penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-
dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya (Kriyantono, 2014, h. 56).
Karenanya, peneliti menggali pengalaman dan informasi terkait strategi krisis yang
dimiliki oleh lembaga pemerintahann, sehingga peneliti dapat mengetahui apakah
humas lembaga pemerintah memiliki contingency plan sebagai perencanaan krisis
sebagai bagian dari manajemen krisisnya. Pada penelitian kualitatif, peneliti aktif
melihat proses penelitian sebagai cara untuk belajar dan menghasilkan pengetahuan
dalam hubungannya dengan peserta penelitian (Daymon & Holloway, 2011).
Karenanya dalam penelitian kualitatif mengutamakan kedalaman (kualitas) data bukan
banyaknya (kuantitas) data (Kriyantono, 2014, h. 57). Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dekskriptif yang bertujuan membuat deskripsi secara
46
sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek
tertentu (Kriyantono, 2014, h. 69). Peneliti mendiskripsikan berbagai fakta yang
ditemui di lapangan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai perencanaan krisis
yang dimiliki oleh lembaga pemerintahann dalam strategi yang dimilikinya.
3.2 Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti dalam menemukan
jawaban atas permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Fokus dalam penelitian
ini adalah untuk mengetahui apakah lembaga pemerintah Indonesia telah memiliki
contingency plan dalam strategi krisisnya. Fokus ini kemudian dijabarkan melalui
berbagai masalah secara lebih spesifik, yaitu:
1. Peneliti menggali mengenai manajemen isu yang dilakukan oleh humas
lembaga pemerintah Indonesia yang termasuk di dalamnya adalah isu-isu yang
berkaitan dengan lembaga pemerintah, strategi manajemen isu yang dilakukan
serta adanya tim manajemen isu yang secara khusus bertugas mengelola isu.
Peneliti juga melihat kecepatan humas lembaga pemerintah dalam menangani
isu-isu yang bersifat negatif dan mengancam organisasi.
2. Peneliti menggali berbagai hal yang berkaitan dengan krisis di lembaga
pemerintah. Termasuk di dalamnya peneliti mengkaji mengenai krisis-krisis
yang pernah dialami oleh lembaga humas pemerintah Indonesia serta langkah-
langkah penanganan dan strategi yang dilakukan dalam menyelesaikannya.
Peneliti juga bertanya mengenai upaya pemerintah dalam memprediksi
47
kemungkinan-kemungkinan terjadinya krisis. Melalui wawancara dengan
informan peneliti juga memperdalam informasi yang peneliti dapatkan terkait
krisis dengan menggali tentang seberapa penting manajemen krisis harus
dilakukan oleh pemerintah.
3. Peneliti mengungkap bagaimana strategi yang dilakukan oleh humas lembaga
pemerintah Indonesia dalam menangani krisis kaitannya dengan bentuk
perencanaan krisis yang dilakukan, misalnya dengan menanyakan adanya
bentukbentuk perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai bentuk
antisipasi terhadap krisis, adanya tim manajemene krisis yang dibentuk secara
permanen oleh lembaga pemerintah sehingga tim terdiri dari orang-orang yang
terlatih dan berkompeten dalam menyelesaikan krisis bahkan sebelum krisis
tersebut terjadi.
4. Peneliti menggali tentang bentuk kerjasama dan koordinasi yang dilakukan
antar lembaga pemerintah di Indonesia dalam upaya manajemen krisis.
5. Peneliti menggali tentang hasil dari pelaksanaan strategi manajemen krisis yang
telah dilakukan oleh humas lembaga kementerian Indonesia.
3.3 Informan Penelitian
Informan (partisipan) penelitian merupakan sampel dalam penelitian kualitatif.
Informan dalam penelitian ini adalah humas pemerintah dalam lembaga kementerian
di Indonesia. Berdasarkan UUD 1945 bab V pasal 17 bahwa presiden dalam
melaksanakan tugasnya dibantu oleh menteri sesuai dengan bidangnya masing-masing.
48
Menurut UU nomor 39 tahun 2008 pasal 8 ayat 1 juga menyebutkan bahwa
kementerian negara memiliki fungsi a) penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di
bidangnya; b) pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawabnya; c) pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya; dan d) pelaksanaan
kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah. berdasarkan peran dan fungsi dari
kementerian negara tersebut dapat disimpulkan bahwa kementerian negara merupakan
poros dari pemerintahann di Indonesia yang bertanggung jawab pada jalannya
pemerintahann yang stabil dan efektif. Oleh karenanya peneliti memilih kementerian
negara sebagai informan karena peneliti berpendapat bahwa kementerian memiliki
tanggung jawab yang besar dalam mencegah maupun menangani krisis baik di tingkat
kementerian itu sendiri maupun krisis yang menimpa Indonesia secara keseluruhan.
Teknik pemilihan informan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik
convenience sampling yaitu informan dipilih berdasarkan kemudahan data (dalam hal
ini kesediaan menjadi informan/ partisipan), sehingga seringkali disebut sebagai
sampel berdasarkan kemudahan (Kriyantono, 2014; Nueman, 2015). Teknik
pengambilan sampel ini dipilih karena susahnya akses informan sehingga dipilih
berdasarkan ketersediaan informan (Daymon, Holloway, 2011).
Lembaga pemerintahann di era demokrasi termasuk kementerian dituntut untuk
terbuka berdasarkan pada UU nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi
publik, sehingga kementerian yang dipilih sebagai informan adalah kementerian-
kementerian yang merupakan 10 besar pemeringkatan informasi publik tahun 2016
49
kategori kementerian negara. Pemilihan informan dengan menggunakan ranking ini
adalah dengan asumsi bahwa semakin terbuka suatu organisasi maka akan semakin
baik pula humasnya. Kesepuluh lembaga kementerian tersebut adalah yaitu :
Tabel 3.3.1Daftar peringkat KIP
Peringkat Lembaga Nilai Keterangan
I Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
95,87 MI
II Kementerian Keuangan 95,48 MI
III Kementerian
Perindustrian
94,41 MI
IV Kementerian
Perhubungan
92,74 MI
V Kementerian
Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi
Birokrasi
92,06 MI
VI Kementerian Sekretariat
Negara
91,97 MI
VII Kementerian Pertanian 90,31 MI
VIII Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasiona /
BAPPENAS
86,92 MI
IX Kementerian komunikasi
dan Informatika
85,82 MI
X Kementerian Kesehatan 84,16 MI
Sumber : Komisi informasi pusat, 2016
Sepuluh kementerian tersebut menduduki peringkat satu sampai sepuluh dalam
pemeringkatan informasi publik dalam kategori kementerian. Berdasarkan data
peringkat 10 besar KIP kategori lembaga kementerian, peneliti pada awalnya
memperkirakan 10 kementerian yang akan menjadi informan dalam penelitian ini.
Peneliti pada mulanya menghubungi tenaga humas pemerintah (THP) yang bertugas di
50
kementerian sosial untuk memudahkan peneliti dalam menghubungi 10 lembaga
kementerian negara tersebut. Itu dikarenakan THP sebagai humas pemerintah yang
dinaungi oleh kominfo memiliki jaringan di seluruh kementerian yang bertugas
membantu kinerja humas di masing-masing kementerian dan memaksimalkan
pelaksanaan government public relationsssebagai target dari pemerintah saat ini.
Tetapi ternyata tidak semua THP di 10 kementerian negara tersebut bersedia untuk
membantu peneliti dalam menemukan informan, tetapi mereka bersedia apabila
mereka yang menjadi informannya. Mulanya, peneliti mengirimkan surat permohonan
tersebut melalui email kepada humas di masing-masing lembaga, dan kemudian
peneliti menelpon untuk mengkonfirmasi. Terdapat lembaga kementerian yang
merespon secara langsung surat yang di email peneliti, tetapi ada pula yang meminta
untuk dikirimkan melalui pos dan ada pula yang meminta untuk datang langsung ke
kantor. Peneliti kemudian mengirimkan surat-surat tersebut melalui pos ke sebagian
lembaga yang belum memberikan respon melalui email. Peneliti kemudian juga
mengirimkan permohonan melalui PPID di masing-masing lembaga dengan harapan
agar dapat direspon dengan lebih cepat. Peneliti mencoba menghubungi seluruh
lembaga kementerian negara yang tidak hanya masuk dalam 10 ranking KIP, lembaga
pemerintah non kementerian hingga lembaga pemerintah nonstruktural secara mandiri
dengan mengajukan surat permohonan dari jurusan disertai dengan proposal
penelitiannya.
51
Mekanisme pengajuan penelitian pada masing-masing lembaga pemerintah
berbeda. Hal tersebut dilakukan karena 10 lembaga kementerian negara tersebut tidak
seluruhnya mudah diakses. Birokrasi serta kebijakan masing-masing lembaga
pemerintah berbeda dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Karenanya berdasarkan
asas convenience sampling dan agar peneliti mendapatkan data yang lebih mendalam,
maka peneliti menambahkan lembaga pemerintahann lain yang memiliki kemudahan
akses. Selama beberapa bulan mulai Januari hingga Mei 2017 yang digunakan oleh
peneliti, peneliti beberapa kali pula mengalami penolakan dengan berbagai alasan,
tetapi ada pula yang menerima permohonan yang peneliti ajukan dengan syarat
melakukan wawancara langsung. Seiring berjalannya waktu, peneliti berhasil
mendapatkan 16 informan dengan 14 informan dari lembaga kementerian negara RI
dan 2 dari lembaga nonstruktural. Lembaga pemerintah nonstruktural ini juga termasuk
dalam ranking KIP dengan kategori lembaga non struktural. 16 lembaga tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.3.2Daftar Lembaga Pemerintah No Jenis Lembaga
Pemerintah
Nama Lembaga Peringkat Keterangan
1 Lembaga
Kementerian RI
Kementerian
Keuangan
II Perizinan
Formal
2 Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
I Perizinan
Formal
3 Kementerian
Perindustrian
III Perizinan
Formal
4 Kementerian
Perhubungan
IV Perizinan
Formal
52
Lanjutan Tabel 3.3.2 Daftar Lembaga Pemerintah
5 Lembaga
Kementerian RI
Kementerian
Pendayagunaan
Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi
V Perizinan
Formal
6 Kementerian
Perencanaan
Pembangunan
Nasional / Bappenas
VIII Perizinan
Formal
7 Kementerian
Komunikasi dan
Informatika
IX Perizinan
Formal
8 Kementerian
Pariwisata
Tidak
diketahui
Perizinan
Formal
9 Kementerian Sosial Tidak
diketahui
Akses
10 Kementerian
Pendidikan dan
Kebudayaan
Tidak
diketahui
Perizinan
Formal
11 Kementerian Riset
Teknologi dan
Pendidikan Tinggi
Tidak
diketahui
Akses
12 Kementerian Desa,
Transmigrasi dan
Daerah Tertinggal
Tidak
diketahui
Perizinan
Formal
13 Kementerian
Pemberdayaan
Perempuan dan
Perlindungan Anak
Tidak
diketahui
Perizinan
Formal
14 Kementerian Agama Tidak
diketahui
Perizinan
Formal
15 Lembaga non
Kementerian
Komisi
Pemberantasan
Korupsi
I kategori non
struktural
Perizinan
Formal
16 Komisi Pemilihan
Umum
III kategori
non struktural
Perizinan
Formal
53
Pada penelitian kualitatif yang terpenting bukanlah jumlah informan tetapi
kedalaman data. Menurut Kriyantono (2012, h. 57) jika data yang terkumpul sudah
mendalam dan bisa menjelaskan fenomena maka tidak perlu mencari sampling yang
lainnya. Prinsip yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah saturasi data yang
merupakan “gold standart” dalam penelitian kualitatif (Hancock, Amankwaa, Revell
& Mueller, 2016). Prinsip saturasi data atau data saturations yaitu digambarkan
sebagai kecukupan data ketika sudah tidak ada informasi baru yang diperoleh
(Kriyantono, 2014). Berdasarkan prinsip saturasi tersebut jumlah informan bisa kurang
maupun lebih dari jumlah yang ditentukan bergantung pada kejenuhan data yang
diperoleh di lapangan.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah depth
interview atau wawancara mendalam. Wawancara merupakan metode pengumpulan
data dengan cara mewawancarai langsung informan yang diteliti dengan sedalam-
dalamnya. Wawancara mendalam merupakan sumber utama data dalam penelitian
kualitatif dan cara menjelajahi perspektif dan persepsi informan (Daymon & Holloway,
2011). Teknik ini dipilih agar peneliti dapat memperoleh data yang lengkap dan
mendalam dengan jumlah informan yang sedikit. Keuntungan yang paling penting dari
depth interview atau wawancara mendalam adalah kekayaan data dan tanggapan yang
lebih akurat mengenai isu-isu terkait (Wimmer & Dominick, 2011).
54
Data diperoleh dengan melakukan wawancara tidak terstruktur kepada
informan. Peneliti bebas memberikan pertanyaan apapun berkaitan dengan tujuan dari
penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimana strategi manajemen krisis yang dimiliki
oleh lembaga pemerintahann. Informan juga diberikan kebebasan dalam menjawab
pertanyaan (Kriyantono, 2014). Wawancara berlangsung flexible karena jawaban dan
pertanyaan berkembang saat wawancara dilakukan (Daymon & Holloway, 2010).
Langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti dalam melakukan penelitian
adalah dengan menghubungi informan yaitu humas lembaga kementerian negara dan
beberapa lembaga pemerintah lain yang bisa diakses. Peneliti mengirimkan surat
pengantar dari fakultas disertai dengan proposal penelitian. Surat yang peneliti ajukan
tidak selalu mendapatkan persetujuan dari lembaga maupun informan yang dituju,
sehingga peneliti hanya melakukan wawancara pada lembaga yang menerima
pengajuan dari peneliti. Peneliti dapat bertemu informan setelah mendapat panggilan
dan jadwal yang sudah ditentukan oleh lembaga tersebut. Berdasarkan hal itu, waktu
pelaksanaan dan lokasi wawancara penelitian juga berbeda-beda. Waktu pelaksanaan
biasanya dilakukan dalam jam kantor yang berlaku yaitu antara pukul 08.00 WIB
hingga pukul 16.00 WIB. Ada pula yang dilakukan diluar jam kantor misalnya
kementerian PUPR dan kementerian perhubungan. Lokasi penelitian biasanya
dilakukan di kantor lembaga yang bersangkutan, bisa diruangan pejabat yang menjadi
informan maupun di ruangan khusus seperti di kementerian perindustrian, kementerian
pendidikan dan kebudayaan dan KPK. Selain itu ada pula yang dilakukan di luar kantor
55
yaitu kementerian perhubungan yang melakukan wawancara di Excelso Sarinah karena
dilakukan saat informan memiliki waktu kosong yaitu saat malam hari di luar jam
kantor.
Peneliti mengawali pertemuan dengan memberikan letter of information dan
letter of consent. Letter of information berisi informasi mengenai penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti dengan catatan informan berhak untuk bertanya mengenai hal
yang belum dipahami. Letter of consent merupakan lembar kesediaan informan untuk
menjadi informan dalam penelitian ini tanpa ada unsur keterpaksaan. Peneliti
mempersilahkan informan untuk mngajukan pertanyaan terkait penelitian apabila
dirasa ada yang kurang jelas ataupun tidak tercantum dalam letter of information.
Setelah itu di halaman kedua terdapat letter of consent yang harus ditandatangani oleh
informan apabila bersedia terlibat dalam penelitian ini. Setelah itu wawancara dapat
dilakukan setelah informan menandatangani letter of consent.
Wawancara diawali dengan memberikan pertanyaan yang dapat membangun
keakraban antara peneliti dengan informan. Peneliti memulai wawancara dengan
menanyakan lama masa informan menjabat atau bergabung dengan kementerian terkait
serta bagaimana pengalaman menjadi humas di lembaga pemerintah. Peneliti juga
menanyakan mengenai aktivitas informan sebagai pejabat humas di kementerian
terkait. Selain itu, peneliti juga kadang menanyakan mengenai persoalan pribadi seperti
keluarga informan, daerah asal informan, pendidikan informan, masa perkuliahan
informan dan sebagainya. Berawal dari pertanyaan tersebut, informan seringkali
56
bercerita tentang masa pendidikan beliau, keluarga serta anak-anak beliau atau
menanyakan tentang perbedaan Jakarta dan Malang kepada informan. Langkah-
langkah tersebut dilakukan apabila wawancara dilakukan dalam jam kantor dan
berlokasi di kantor, tetapi sedikit berbeda saat wawancara dilakukan di luar kantor
seperti yang dilakukan peneliti dengan informan dari kementerian perhubungan di
Excelso Sarinah. Karena wawancara dilakukan di luar jam kantor dan malam hari maka
peneliti mempersilahkan informan untuk memesan makanan terlebih dahulu. Sambil
menunggu pesanana datang, peneliti dan informan memulai obrolan dengan
mengatakan hal basa-basi seperti “kok rame banget ya, saya kira tadi bakalan sepi
disini” ataupun dengan bertanya sudah berapa lama peneliti di Jakarta.
Dari pertanyaan tersebut akhirnya obrolan menjadi berkembang pada hal lain
seperti lama bekerja, opini terkait makanan dan tempat-tempat di Jakarta, rasa menjadi
mahasiswa dan sebagainya sehingga keakraban dan kenyamanan mulai terjalin. Hal-
hal tersebut bertujuan untuk membangun kedekatan antara informan dan peneliti.
Peneliti dan informan juga berbicara dengan bahasa yang informal sehingga
menimbulkan kenyamanan. Kemudian peneliti baru memasuki tema penelitian ketika
dirasa sudah terjalin kedekatan dengan informan. Menurut Kriyantono (2014)
keakraban dalam wawancara memunculkan situasi yang kondusif antara peneliti dan
informan. Manfaat dari wawancara adalah bahwa data terletak dalam konteks sosial
informan, artinya bahwa jawaban yang diberikan bersifat subjektif dari informan
(Daymon & Holloway, 2010).
57
Ketika percakapan dan keakraban sudah mulai terbangun antara peneliti dengan
informan, peneliti mulai masuk pada pertanyaan-pertanyaan terkait penelitian. Peneliti
mengawali wawancara dengan menanyakan mengenai tantangan humas pemerintah
serta aktivitas yang dilakukan oleh humas pemerintah. Setelah itu peneliti mulai
bertanya mengenai anggapan humas pemerintah terkait isu maupun krisis serta
langkah-langkah manajemen krisis dan isu yang dilakukan. Selama proses wawancara,
peneliti menggunakan bahasa yang informal. Misalnya dengan menggunakan dialek
jawa apabila informan tersebut berasal dari Jawa Tengah maupun Jawa Timur,
penggunaan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa Inggris maupun Bahasa
Jawa.
Peneliti mempersilahkan informan untuk menjawab dengan bahasa yang
membuat mereka nyaman, sehingga antara informan dan peneliti sama-sama merasa
nyaman. Wawancara ini sedikitnya berlangsung selama 30 menit hingga 5 jam. Peneliti
menggali lebih dalam setiap jawaban yang diberikan, sehingga peneliti tidak akan
berpindah pada pertanyaan lain selama jawaban dari informan belum dirasa cukup. Hal
tersebut berlaku untuk setiap pertanyaan yang diajukan dan jawaban dari informan.
Karenanya diharapkan peneliti mendapatkan data yang mendalam. Apabila peneliti
sudah merasa cukup maka wawancara dapat diselesaikan. Akan tetapi, di akhir
penelitian, peneliti mengatakan dan memohon ijin bahwa peneliti akan kembali
mengajukan pertanyaan yang dilakukan melalui email, ataupun chatting online
misalnya melalui whatsapp untuk melengkapi kekurangan data. Peneliti dalam
58
melakukan wawancara dibantu oleh alat perekam yang dapat merekam dan
mendokumentasikan proses pengumpulan data, dalam hal ini peneliti menggunakan
aplikasi perekam di handphone. Setelah wawancara peneliti melakukan transkrip data
yang diperoleh dari wawancara, sehingga saat dirasa ada data yang kurang ataupun
terlewat peneliti bisa langsung menanyakan kembali kepada informan melalui email
atau whatsapp maupun kembali menemui informan secara langsung.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan hal penting dalam penelitian kualitatif sebagai
faktor utama penilaian kualitas penelitian (Kriyantono, 2014, h. 196). Kriyantono
(2014) juga menjelaskan bahwa analisis data kualitatif dimulai dari berbagai data yang
dikumpulkan oleh peneliti di lapangan. Neuman (2015) menegaskan bahwa analisis
data dimulai pada saat proses pengumpulan data masih berlangsung. Teknik analisis
data yang digunakan dalam penelitian adalah menggunakan model interaktif Miles dan
Huberman. Model interaktif terdiri dari tiga tahapan yaitu 1) pengumpulan data
2)kondensasi data 3) penyajian data dan 4) Penggambaran Kesimpulan (Miles,
Huberman & Saldana, 2014).
Analisis data telah dilakukan oleh peneliti sejak pertama kali memulai
penelitian. Peneliti membuat catatan lapangan serta merekam proses wawancara
menggunakan alat perekam. Sebelum wawancara peneliti telah membuat pedoman
wawancara yang berisis rangkaian pertanyaan dan tema maupun informasi mengenai
lembaga tersebut sebagai bahan dari wawancara. Pedoman wawancara tersebut
59
sifatnya tidak bersifat mengikat tetapi sebagai panduan bagi peneliti agar penelitian
tidak meluas dan tetap pada tema yang dibahas.
Gambar 3.1 Analisis Data Model Interaktif Miles & Huberman
Sumber: Miles, Huberman, & Saldana (2014)
Oleh karena itu pedoman ini dapat berkembang dan tidak sesuai dengan urutan
maupun mutlak seperti yang dibuat. Hal tersebut dikarenakan wawancara berjalan
sesuai kondisi tanpa diarahkan oleh peneliti. Kemudian peneliti mentranskripkan hasil
wawancara ke dalam bentuk tulisan. Transkrip data ini dilakukan dengan menuliskan
keseluruhan isi wawancara mulai awal dimulainya wawancara hingga berakhir,
sehingga tidak ada data manipulatif dan semuanya bersifat asli. Proses ini menjadi
bagian dari analisis data yaitu tahapan pengumpulan data. Setelah itu kemudian peneliti
melakukan analisis spontan terhadap hasil wawancara baik saat wawancara
berlangsung maupun setelah wawancara dengan melihat catatan lapang dan transkrip
60
sehingga saat data kurang peneliti langsung dapat bertanya kepada informan kembali.
Kemudian peneliti melakukan penyajian data.
Penyajian data merupakan tahapan kedua dalam model interaktif. Pada
penyajian data ini dapat dilakukan uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan
sebagainya. Data yang telah diperoleh oleh peneliti kemudian dibuat kategorisasi oleh
peneliti berdasarkan pada poin-poin wawancara. Kategorisasi ini dibuat dengan
melihat kecenderungan dari data hasil wawancara yang sudah di dapat dari 16 informan
tersebut. Misalnya data mengenai konstruksi isu bagi humas pemerintah yang diperoleh
dari wawancara dengan informan di masing-masing lembaga pemerintahann yang
menaunginya. Begitu pula dengan poin-poin wawancara yang lainnya dibuat
kategorisasinya berdasarkan kecenderungan yang dimiliki. Penyajian data harus
dilakukan sebaik mungkin karena penyajian data yang baik akan menghasilkan analisis
yang kuat dalam penelitian kualitatif. Oleh karenanya untuk memudahkan peneliti
maupun pembaca penelitian dalam melihat data, peneliti menyajikan data dalam bentuk
tabel. Tetapi selain itu peneliti juga menjabarkan dalam bentuk narasi yang
mendeskripsikan jawaban dari masing-masing informan dalam kategori tersebut,
sehingga data menjadi lebih sederhana berdasarkan pada kategori yang dibuat saja.
Setelah itu peneliti melakukan kondensasi data.
Data kondensasi menurut Miles, Huberman, & Saldana (2014) yaitu proses
yang mengacu pada proses pemilihan, fokus, menyederhanakan, abstrak, dan/ atau
mengubah data yang muncul dari catatan lapangan yang ditulis kembali, transkrip
61
wawancara, dokumen, dan bahan empiris lainnya. Proses kondensasi data membuat
data kita kuat. Data kondensasi bukanlah sesuatu yang terpisah dari analisis tetapi
merupakan bagian dari analisis. Karenanya, setelah peneliti melakukan perekaman,
peneliti langsung melakukan analsisis data dan mengusahakan untuk membuat
transkrip wawancara sesegera mungkin, sehingga peneliti segera mengetahui apabila
ada data yang kurang dan diperlukan untuk wawancara kembali. Setelah itu, peneliti
membuat kategorisasi dari data yang diperoleh karena data tersebut masih bertebaran,
sehingga peneliti mengklasifikasikan ke dalam kategori untuk menarik kesimpulan.
Peneliti melakukan kondensasi data sejak pertama kali terjun ke lapangan yaitu
dengan melakukan wawancara mendalam pada informan tentang strategi manajemen
krisis yang dimiliki informan. Proses kondensasi data ini berlangsung hingga mencapai
data final dari penelitian. Karena melalui kondensasi data adalah bentuk analisis yang
mempertajam, dan mengatur data sedemikian yang dapat membuat data akhir dapat
digambarkan dan diverifikasi. Selain itu, dalam proses kondensasi, data-data yang
dianggap tidak perlu, tidak akan dibuang begitu saja, melainkan dari data-data yang
tidak sesuai tersebutdisimpan dan diringkas sehingga membentuk sebuah riwayat
tersendiri dan simpulan dalam analisis. Data-data tersebut misalnya adalah data yang
tidak sesuai dengan kebanyakan data yang disampaikan oleh informan. Misalkan
tentang definisi isu sebagian besar informan mengatakan bahwa isu adalah sesuatu
yang terkait dengan aktivitas organisasi, akan tetapi salah satu informan yaitu
kementerian desa, transmigrasi dan daerah tertinggal mengatakan bahwa isu adalah
62
kabar bruung yang belum pasti kebenarannya. Data yang berbeda tersebut tetapi
disajikan oleh peneliti dalam penyajian data.
Pada kondensasi ini data-data yang memiliki kecenderungan maupun yang
kontra tetap disampaikan, sehingga data yang dihasilkan lebih alami. Setelah proses ini
berlangsung, peneliti dapat kembali menyajikan data jika dirasa data yang didapatkan
masih tersisa atau masih ada yang dapat disampaikan kembali. Hasil dari kategori yang
dibuat membentuk sebuah kecenderungan data yang terlihat. Setelah itu data-data
tersebutdikaitkan, sehingga peneliti dapat menarik prorposisi yang dibahas dalam
pembahasan berdasarkan keterkaitan antar data tersebut. Proposisi yang dihasilkan
dengan melihat keterkaitan antar kategori, kemudian dibahas dengan menggunakan
teori-teori yang terkait dengan data yang didapatkan. Setelah itu kemudian tahap
penarikan simpulan dan verifikasi. Penarikan simpulan dilakukan setelah data
disajikan. Hasil dari penelitian perlu untuk diverifikasi karena merupakan bagian dari
simpulan.
3.6 Keabsahan Data
Peneliti menggunakan uji keabsahan data melalui trustworthiness yang di
dalamnya mencakup dua hal yaitu authenticity dan analisis triangulasi. Authenticity
dilakukan oleh peneliti dengan memberikan peluang dan memfasilitasi pengungkapan
konstruksi personal yang lebih detail, sehingga mempengaruhi pemahaman yang lebih
mendalam (Kriyantono, 2014). Authenticity yang dilakukan oleh peneliti diawali
melalui membangun kedekatakan antara peneliti dengan informan. Kedekatan antara
63
peneliti dengan informan dilakukan dengan membahas latar belakang peneliti maupun
informan hingga mengenai kehidupan kampus saat ini. Selain itu peneliti berusaha
membangun kedekatan dengan berusaha memahami ketertarikan informan, misalnya
ketika informan dilihat adalah seseorang yang agamis maka pendekatannya menjadi
dengan menggunakan unsur-unsur agama. Misalkan informan dari kominfo seringkali
menggunakan istilah-istilah Arab maupun ayat-ayat Qur’an dalam menjawab, maka
peneliti berusaha menimplai dengan hal serupa dan menunjukkan bahwa peneliti juga
memiliki ketertarikan yang sama.
Hal tersebut diharapkan informan dapat merasa nyaman dan merasa sama
dengan peneliti. Selain itu informan juga menggunakan bahasa Jawa ketika informan
adalah orang yang Jawa. Misalkan informan dari kemenpar mengatakan kerinduannya
pada Jawa Timur, maka bahasa yang digunakan adalah bahasa Suroboyoan karena
beliau orang Surabaya. Informan merasa senang dan sedikit mengobati kerinduannya.
Karenanya, informan lebih nyaman dan santai dalam melakukan wawancara dengan
peneliti dan informasi yang disampaikan lebih akurat. Menurut Kriyantono (2014),
peneliti menguji kebenaran dan kejujuran dari informan dalam mengungkap realitas
berdasarkan hal yang dialami, dirasakan, dan dibayangkan. Sehingga untuk mendapat
realitas tersebut peneliti mengambil langkah untuk tidak langsung masuk pada topik
pembahasan tetapi berusaha membangun kedekatan terlebih dahulu dengan informan.
Peneliti memberikan kesempatan kepada informan dalam melakukan konstruksi
sosialnya melalui membangun suasana penelitian yang nyaman, sehingga informan
64
tidak merasa diuji atau diteliti. Informan diberikan keleluasaan untuk menjawab
pertanyaan apapun dari peneliti. Proses ini dimulai saat perkenalan sebelum memasuki
tahap wawancara inti. Peneliti berusaha menjadi pendengar yang baik dengan tidak
memotong atau membantah informasi yang disampaikan oleh informan. Selanjutnya
peneliti menggunakan triangulasi dalam menguji keabsahan data. Triangulasi menurut
Kriyantono (2014) adalah menganalisis jawaban informan dengan meneliti
kebenarannya dengan data empiris lain yang tersedia.
Trianggulasi menekankan bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan
baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut
pandang. Mengambil suatu fenomena dari sudut pandang yang berbeda-beda
memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang baik. Karena itu, triangulasi adalah
usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai
sudut pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin perbedaan
yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data. Peneliti juga mengecek
kebenaran data melalui pemberitaan media yang ada berdasarkan jawaban yang
disampaikan oleh informan. Oleh karena itu, diharapkan data yang diperoleh dapat
terlihat dari berbagai sudut pandang. Kemudian peneliti melakukan intersubjectivity
Agreement yaitu mendialogkan seluruh data untuk menghasilkan titik temu antar data
(Kriyantono, 2014). Seluruh data yang diperoleh oleh peneliti dari berbagai
kementerian didialogkan sehingga dapat menghasilkan simpulan.
65
BAB IV
PENYAJIAN DATA PENELITIAN
4.1 Karakteristik Sosiodemografis Informan
Peneliti mendapatkan 16 informan dengan rincian 14 informan dari lembaga
kementerian dan dua informan dari lembaga nonkementerian. Informan dalam
penelitian ini dipilih berdasarkan kesesuaian informan dengan kriteria yang
sebelumnya telah ditentukan oleh peneliti. Keseluruhan informan telah bersedia untuk
menjadi informan dan menggunakan nama asli sesuai dengan surat pernyataan
kesediaan yang telah ditandatangani sebelum penelitian berlangsung. Data informan
akan disajikan oleh peneliti melalui tabel sosiodemografis responden berikut:
Tabel 4.1.1 Daftar informan
No Nama Instansi Jenis
Kelamin
Jabatan Lama
Menjabat
1 Dr. Nufransa
Wira Sakti,
S.Kom., M.Ec.
Kementerian
Keuangan
Laki-
Laki
Kepala Biro
Komunikasi
dan Layanan
Informasi
3 bulan
2 R. Endra Saleh
Atmawidjaja,
ST, M.Sc., DEA
Kementerian
Pekerjaan Umum
dan Perumahan
Rakyat
Laki-
Laki
Kepala Biro
Komunikasi
Publik
8 bulan
3 Habibi Yusuf
Sarjono, ST,
Mhan
Kementerian
Perindustrian
Laki-
Laki
Kepala
Subbagian
Publikasi –
Biro Humas
3 tahun
4 Budi Raharjo, S.
Sos., M.Si
Kementerian
Perhubungan
Laki-laki Kepala bagian
publikasi dan
layanan
informasi
5 Tahun
66
Lanjutan Tabel 4.1.1 Daftar informan
No Nama Instansi Jenis
Kelamin
Jabatan Lama
Menjabat
5 Suwardi, S.Sos Kementerian
Pendayagunaan
Aparatur Negara
dan Reformasi
Birokrasi
Laki-laki Kepala
Bagian
Komunikasi
Publik
4 Tahun
6 Syarifah Nur
Aida
Kementerian
Perencanaan
Pembangunan
Nasional /
Bappenas
Perempuan THP/ Biro
Humas dan
Tata Usaha
Pimpinan
3 Tahun
7 H. Achmad
Nizar
Kementerian
Komunikasi dan
Informatika
Laki-Laki Kepala
Bagian
Publikasi/
Biro Humas
6 Tahun
8 Iyung
Masruroh
Kementerian
Pariwisata
Perempuan Plt. Kepala
Biro
Komunikasi
publik
6 bulan
9 Drs. Adi
Wahyono
Kementerian
Sosial
Laki-Laki Kepala Biro
Humas
3
Minggu
10 Anandes
Langguana
Kementerian
Pendidikan dan
Kebudayaan
Laki-Laki Subbagian
Layanan
Informasi
7 Tahun
11 Munawir
Razak, Sp.
MA
Kementerian
Riset Teknologi
dan Pendidikan
Tinggi
Laki-Laki Kepala
Bagian
Komunikasi
Publik
1 tahun
12 Dr. Bambang
Widyatmiko,
Ssi, MT
Kementerian
Desa,
Transmigrasi dan
Daerah
Tertinggal
Laki-laki Kepala
bagian
Hubungan
Antar
Lembaga
Biro Humas
2 tahun
13 Nanang A.
Rachman,
S.Sos. M.Si
Kementerian
pemberdayaan
perempuan dan
Perlindungan
Anak
Laki-Laki Kepala
Bagian
Humas dan
Protokol
1 Tahun
67
Lanjutan Tabel 4.1.1 Daftar informan
14 Rosidin Kementerian
Agama
Laki-Laki Kepala
Bagian
Humas- Biro
Hukum dan
Humas
3 Tahun
15 Zulkarnain
Meinardy
Komisi
Pemberantasan
Korupsi
Laki-Laki Bagian
pelayanan
informasi dan
komunikasi
publik
3 Tahun
16 Didi Suhardi Komisi
Pemilihan
Umum
Laki-Laki Biro teknis
dan
Hubungan
partisipasi
masyarakat
1 Tahun
4.2 Deskripsi Kelembagaan Humas
4.2.1 Kementerian Keuangan
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan
informan dari kementerian keuangan (N. W. Sakti, Komunikasi Personal, 13
Februari 2017) mengatakan bahwa humas di lingkungan kementerian keuangan
bernama biro komunikasi dan layanan informasi yang berada pada unit eselon II
dibawah Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Biro komunikasi dan
layanan informasi menjalanankan fungsi-fungsi kehumasan yaitu
mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan dan manajemen kehumasan di
kementerian keuangan. Seluruh tugas dan fungsi tersebut dijalankan sesuai dengan
amanat undang-undang.
68
Biro komunikasi publik dan layanan informasi memiliki tugas utama yaitu
komunikasi dengan seluruh stakeholder kementerian keuangan seperti membuat
strategi komunikasi kehumasan, mengawal langkah-langkah komunikasi di
kementerian keuangan, mengevaluasi dan memantau perkembangan opini publik,
penerbitan siaran pers, menerrbitkan publikasi cetak maupun elektronik hingga
membuat strategi komunikasi yang dimaksudkan untuk mengedukasi masyarakat
terkait segala kebijakan dan produk yang dihasilkan oleh kementerian keuangan.
4.2.2 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Berdasarkan dengan hasil wawancara (R. E. S. Atmawidjaja, Komunikasi
Personal, 28 April 2017) humas di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) bernama biro komunikasi publik. Sebelumnya humas bernama
pusat data dan informasi dan kemudian berganti menjadi pusat komunikasi publik
sebelum kemudian berganti menjadi biro komunikasi publik. Biro komunikasi
publik berada di unit eselon II setelah adanya reformasi birokrasi pemerintah
Republik Indonesia. Tugas biro komunikasi publik saat ini selain melaksanakan
fungsi kehumasan seperti melaksanakan layanan infomasi dalam bentuk
pengaduan dan maupun permintaan informasi yang diamanatkan undang-undang
melalui UU KIP, pelaksanaan publikasi dan dokuentasi serta hubungan antar
lembaga baik lmbaga internal maupun eksternal kementerian PUPR.
Biro komunikasi publik membawahi empat bagian yaitu bagian layanan
informasi publik yang di dalamnya termasuk strategi komunikasi, bagian publikasi
69
dan dokumentasi yang di dalamnya termasuk perpustakaan, pembuatan siaran
pers, majalah, pameran dan sebagainya, bagian kehumasan yang menangani
seluruh aspek media serta bagian pelaporan pimpinan hubungan antar lembaga.
Fungsi kehumasan secara keseluruhan dilaksanakan oleh biro komunikasi publik
meskipun di dalamnya terdapat bagian kehumasan. Jadi tetap saja biro komunikasi
publik adalah biro humasnya kementerian PUPR.
4.2.3 Kementerian Perindustrian
Humas kementerian perindustrian berada pada tingkat eselon II dengan
nama biro hubungan masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara, inti tugas dan
fungsi dari kementerian perindustrian adalah penyiapan pembinaan, koordinasi,
dan fasilitasi hal-hal yang berkaitan dengan kehumasan kementerian perindustrian
yang sesuai dengan peraturan menteri dan undang-undang kehumasan yang
berlaku di Indonesia (H. Y. Sarjono, komunikasi personal, 2 Mei 2017). Seperti
misalnya tugas dan fungsi bagian publikasi yaitu mempublikasikan kepada
stakeholder dn masyarakat luas terkait berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh
kemenperin, program-program kegiatan hingga kinerja apa saja yang telah
dilakukan oleh kementerian perindustrian.
4.2.4 Kementerian Perhubungan
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti dengan biro
komunikasi publik sebagai pelaksana fungsi humas di kementerian perhubungan
mengatakan bahwa humas di kementerian perhubungan sudah sejak lama tidak
70
bernama humas. Sejak tahun 2007 humas berganti nama menjadi pusat
komunikasi publik dan pada tahun 2016 berubah lagi menjadi biro komunikasi dan
informasi publik yang berarati bahwa biro komunikasi dan informasi publik
berada pada tingkat eselon II dengan dekapali oleh kepala biro. Meskipun biro
komunikasi dan informasi publik berada di bawah secretariat jenderal tetapi kepala
biro memiliki akses dan tanggung jawab langsung kepada menteri. Sedangkan
sekretaris jenderal hanya dalam administrasi yang berkaitan dengan
penganggaran. Biro komunikasi dan informasi publik di kementerian perhubungan
sebagai bagian dari pemerintah tidak hanya memiliki tugas seperti humas
korporasi tetapi juga memiliki tanggung jawab seperti melakukan social marketing
yaitu perubahan perilaku pada masyarakat karena kegiatan komunikasi yang
dilakukan lebih dari kegiatan komunikasi korporat (B. Rahardjo, komunikasi
personal, 27 April 2017).
4.2.5 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi
Kementerian pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi
berdasarkan hasil wawancara memiliki humas yang bernama bagian komunikasi
publik (Suwardi, komunikasi personal, 29 Mei 2017). Bagian komunikasi publik
dibawahi oleh biro hukum komunikasi dan informasi publik, sehingga berada pada
tingkat eselon III. Tugas dan fungsi yang dijalankan adalah sama seperti tugas dan
fungsi humas hanya saja menitikberatkan pada komunikasi publik. Bagian
71
komunikasi publik juga menerbitkan siaran pers, majalah, jurnal dan berbagai
produk media lainnya yang menunjang fungsi kehumasan dari bagian komunikasi.
4.2.6 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan biro hubungan masyarakat
dan tata usaha pimpinan (S. N. Aida, komunikasi personal, 2 Mei 2017) humas di
kementerian perencanaan pembangunan berbeda dengan humas di kementerian
lainnya. Hal tersebut dikarenakan kementerian perencanaan pembangunan
(bappenas) bukan merupakan kementerian teknis yang melaksanakan fungsi
teknis secara langsung tetapi lebih pada perencanaan berbagai urusan
pemerintahann di Indonesia. Humas pada kementerian ini, tidak hanya
melaksanakan fungsi kehumasan tetapi juga mengurusi berbagai persoalan yang
berkaitan dengan pimpinan, misalnya surat-menyurat pimpinan, protokol dan
sebagainya. Aktivitas yang dilakukan oleh humas sama seperti kebanyakn yaitu,
publikasi, hubungan antar lembaga serta dokumentasi dan pelanan informasi
publik. Hanya saja di setiap aktivitasnya menitikberatkan pada permintaan
pimpinan. Intinya bahwa humas bekerja sesuai dengan keinginan dan harapan dari
pimpinan.
Humas dan tata usaha pimpinan kementerian perencanaan pembangunan
dibantu oleh tenaga humas pemerintah (THP) yang diutus oleh presiden di setiap
kementerian. Ibu Aida sebagai informan merupakan anggota THP yang dibawahi
oleh kementerian kominfo dan bertanggungjawab di kementerian perencanaan dan
72
pembangunan dengan pelaporan langsung kepada presiden. THP mengupayakan
terlaksananya GPR (Govenrment Public relationss) secara baik dan sesuai dengan
harapan pemerintah. Selain THP sendiri diambil dari tenaga ahli yang diseleksi
secara ketat oleh kementerian kominfo dengan pengawasan langsung dari
presiden.
4.2.7 Kementerian Komunikasi dan Informatika
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala bagian publikasi biro humas
kementerian komunikasi dan informatika menjelaskan bahwa fungsi humas
kominfo adalah sebagai dapurnya kominfo dari segi kehumasan. Bisa dikatakan
istilahnya mengolah data dan mengolah kata untuk konsumsi menteri yaitu biro
humas menjadi juru bicara tapi itu juga atas masukan seluruh satuan kerja yang
ada. Saat ini humas kominfo belum memiliki kepala biro tetapi masih dipimpin
oleh pelaksana teknis. Informan mengatakan bahwa hal tersebut tidak berpengaruh
pada pelaksanaan tugas dan fungsi kementerian komunikasi dan informatika
(Nizar, komunikasi personal, 17 Februari 2017).
4.2.8 Kementerian Pariwisata
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala biro komunikasi publik
kementerian parwisata yaitu Ibu Iyung Masruroh mengatakan bahwa tugas dan
fungsi biro komunikasi publik adalah sebagai humas yang mem-PR kan segala
aktivitas kementerian pariwisata kepada seluruh stakeholder sebagai
pertanggungjawaban kepada Negara (I. Masruroh, komunikasi personal, 30 Mei
73
2017). Biro komunikasi publik kementerian pariwisata juga bertugas untuk
mensosialisasikan seluruh program kementerian pariwisata kepada publik melalui
berbagai saluran baik online maupun media konvensional, juga melalui forum
bakohumas agar program diketahui pula oleh kementerian yang lainnya.
4.2.9 Kementerian Sosial
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala biro humas kementerian
sosial bahwa peran dan fungsi humas di kementerian sosial adalah untuk
melakukan berbagai tugas kehumasan di kementerian. Terdapat tiga fokus utama
bidang kerja humas yaitu dalam hubungan antar lembaga yang memiliki tugas dan
fungsi untuk menjalin dan menjaga hubungan dengan stakeholder kementerian
sosial; publikasi dan pemberitaan yang mengurusi berbagai urusan publikasi dan
pemberitaan, media relations; dan dokumentasi serta pameran yang berfungsi
untuk mendokumentasikan segala aktivitas menteri dan kementerian secara
kesulurahan. Selain ketiga tugas dan fungsi tersebut kementerian sosial sebagai
bagian dari pemerintah RI juga memiliki kewajiban dalam pelayanan informasi
melalui PPID dan pengelolaan aplikasi LAPOR! Untuk melayanani permintaan
informasi.
Biro humas kementerian sosial selama ini selalu berusaha untuk memenuhi
kebutuhan informasi masyarakat sebagai bentuk pelayanan. Selain itu dikatakan
bahwa humas berupaya mendukung dan menyukseskan kinerja kementerian sosial
74
yang kegiatannya lebih pada upaya mensejahterakan masyarakat (A. Wahyono,
komunikasi personal, Februari 2017).
4.2.10 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Humas di kementerian pendidikan dan kebudayaan bernama biro
komunikasi dan hubungan masyarakat berada pada tingkat eselon II dan dibawahi
langsung oleh sekjen. Berdasarkan hasil wawancara dengan humas kementerian
pendidikan dan kebudayaan mengatakan bahwa biro komunikasi dan hubungan
masyarakat adalah sama halnya dengan humas bisaanya. Perbedaannya adalah
lebih menekankan pada komunikasi dua arah antara kementerian dengan
stakeholdernya. Salah satu upaya perubahan yang dilakukan adalah dengan
adanya ULT (Unit Layanan Terpadu) untuk memberikan pelayanan terbaik bagi
seluruh warga Negara Indonesia yang berkaitan dengan dunia pendidikan, baik
guru, siswa, sekolah dan sebagainya (A. Langguana, komunikasi personal, 30 Mei
2017).
Berdasarkan hasil wawancara juga menyebutkan bahwa biro komunikasi
dan hubungan masyarakat adalah pendukung segala kebijakan yang dimiliki oleh
kementerian dan pemerintah Indonesia dengan sosialisasi dan edukasi kepada
seluruh masyarakat. Humas juga bertanggung jawab kepada Negara dan berusaha
dapat menerapkan government public relationss pada aktivitas kehumasannya.
Oleh karenanya menurut Lagguana (Komunikasi personal, 30 Mei 2017)
mengatakan bahwa langkah-langkah yang diambil oleh humas kementerian
75
pendidikan dan kebudayaan adalah upaya dalam mewujudkan harapan dan cita-
cita pemerintah Republik Indonesia.
4.2.11 Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Berdasarkan hasil wawancara menyebutkan bahwa kementerian riset
teknologi dan pendidikan tinggi memiliki biro kerjasama dan komunikasi publik
yang menjalankan fungsi kehumasan di kementerian tersebut. Biro ini dikepalai
oleh seorang kepala biro yang dibawahi oleh sekretaris jenderal. Biro ini memiliki
empat bagian yaitu bagian kerjasama, bagian komunikasi publik, bagian publikasi
dan dokumentasi, dan bagian kelompok jabatan fungsional. Biro kerjasama dan
komunikasi publik ini memiliki tugas sebagai mediator kerjasama baik dalam
maupun luar negeri serta pelaksanaan komunikasi publik.
4.2.12 Kementerian Desa, Transmigrasi dan Daerah Tertinggal
Berdasarkan hasil wawancara dengan humas kementerian desa ,
transmigrasi dan daerah tertinggal, humas bernama biro humas dan kerjasama
yang memiliki empat fungsi utama yaitu layanan pengaduan, hubungan antar
lembaga, publikasi dan dokumentasi serta kerjasama luar negeri. Tugas dan fungsi
biro humas dan kerjasama kementerian desa, transmigrasi dan daerah tertinggal
menyebutkan bahwa tugas dan fungsi kehumasan yang dimiliki sama dengan
humas pemeirntah pada umumnya. Hanya saja, pada beberapa tahun terakhir ini
fokus kehumasan menjadi komunikasi dua arah dengan stakeholder seperti yang
diejlaskan dalam revitalisasi humas pemerintah dalam reformasi birokrasi.
76
Perbedaannya dengan humas yang lainnya mungkin adalah bagian kerjasama luar
negeri yang khusus mengurusi kerjasama kementerian desa, transmigrasi dan
daerah tertinggal dengan stakeholder diluar negeri baik kerjasama bilateral,
multiteral dan non pemerintah dalam penyelenggaraan urusan desa, rasnmigrasi
dan daerah tertinggal.
4.2.13 Kementerian pemberdayaan perempuan dan Perlindungan Anak
Berdasarkan hasil wawancara degan bagian humas kementerian
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak menunjukkan bahwa humas
berada di bawah biro komunikasi publik, sehingga berada pada tingkat eselon III
yang kepalai oleh kepala bagian. Meskipun dikatakan bahwa pada kementerian ini
tugas yang dilakukan oleh humas cukup berbeda dengan lembaga pemerintahann
yang lainnya. Fokus utama pada humas kementerian adalah protokol pimpinan.
Karenanya bagian ini kemudian bernama bagian humas dan protokol yang
berfungsi melayani segala keprotokolan pimpinan yaitu dalam hal ini masih
terbatas pada menteri atau menteri dan pengiringnya di tingkat eselon I (N. A.
Rachman, komunikasi personal, April 2017). Selain itu humas juga memiliki tugas
dalam peliputan setiap aktivitas kementerian terutama kegiatan menteri dan eselon
I, juga mendokumentasikan setiap kegiatannya.
Menurut Rachman (komunikasi personal, April 2017) mengatakan bahwa
tugasnya secara keseluruhan adalah membuat citra kementerian PPPA
terinformasikan kepada seluruh masyarakat. Oleh karena itu humas selalu
77
bekerjasama dengan bagian publikasi untuk mempublikasikan secara terus-
menerus segala kegiatan menteri dan kementerian PPPA.
4.2.14 Kementerian Agama
Humas di kementerian agama secara struktur berada di eselon 3. Jadi di
atas eselon 3 ada namanya kepala biro, kepala biro itu disebutnya kepala biro
humas data dan informasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala bagian
humas mengatakan bahwa di kementerian agama, kepala biro humas data dan
informasi membawahi tiga bidang yaitu humas, data dan teknologi informasi.
Secara struktur dibawah humas terdapat dua divisi yaitu, pertama soal layanan
informasi publik, kedua hubungan antar lembaga. Jadi humas kementerian agama
fokus pada dua hal, yaitu dengan pelayanan publik yang berfungsi sebagai
pelayanan informasi dan publikasi lain seperti komunikasi publik secara langsung
atau melalui media. Selain itu terdapat hubungan antara lembaga dengan berbagai
stakeholder kementerian agama.
Tugas dan fungsi humas pada subbagian informasi publik adalah hubungan
dengan media, pemberitaan, produksi, penanganan isu, monitoring media, dan hal-
hal yang terkait kita dengan produksi konten kementerian agama yang sesuai
dengan kebutuhan publik (Rosidin, komunikasi personal, April 2017).
4.2.15 KPK
Humas di komisi pemberantasan korupsi telah berada pada tingkat eselon
II dengan nama biro humas. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa
78
humas KPK memiliki tim 3 bagian unit kerja yaitu pemberitaan dan publikasi,
pelayanan informasi dan komunikasi publik, dan ketiga adalah protokol dan
multimedia. Sesuai dengan nama nama bagian tersebut tentunya ketiga bagian
tersebut memiliki peran yang berbeda, yaitu pemberitaan dan publikasi yang
fungsinya lebih spesifik lebih ke eksternal yaitu media, kemudian bagian yang
kedua yaitu bagian pelayanan informasi dan komunikasi publik yang juga
berhubungan dengan eksternal tetapi di luar media seperti permintaan informasi,
kemudian bagian protokol dan multimedia yang berhubungan dengan internal
penyampaian komunikasi internal kemudian yang menfasilitasi kegiatan
pimpinan di luar maupun di dalam. Biro humas juga bertugas sebagai juru bicara
bagi KPK dengan arahan, petunjuk dan penugasan dari pimpinan KPK.
4.2.16 Komisi Pemilihan Umum
Berbeda dengan lembaga pemerintah yang lainnya, berdasarkan hasil
wawancara dengan informan dari KPU, fungsi kehumasan berada dalam biro
teknis dan hubungan partisipasi masyarakat. Biro teknis dan hupmas membawahi
empat bagian yaitu, bagian teknis pemilu, bagian PAW DPR. DPD dan DPRD,
bagian publikasi dan sosialisasi pemilu serta bagian bina partisipasi masyarakat.
Menurut hasil wawancara yang menjadi bagian dari hupmas sebenarnya adalah
bagian publikasi dan sosialisasi serta bagian bina partisipasi masyarakat.
Tugasnya adalah untuk mempublikasikan dan menyosialisasikan informasi pemilu
serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu (D.
79
Suhardi, komunikasi personal, Februari 2017). Hupmas sendiri memiliki tugas
yang berkaitan dengan pemberitaan dan penerbitan pemilu dan sosialisasi
kampanye pemilu.
Tugas dan fungsi biro teknis dan hubungan partisipasi masyarakat ini
sesuai dengan tugas dan fungsi KPU dalam penyelenggaraan pesta demokrasi
yaitu pemilu di Indonesia, sehingga hupmas tidak hanya berfungsi dalam
penyebarluasan informasi kampanye serta sosialisasi tetapi juga berfungsi untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat yang berwujud pada partisipasi masyarakat
dalam kampanye. Oleh karena humas tidak hanya berbunyi hubungan masyarakat
tetapi diselipi dengan kata partisipasi karena KPU sangat berkaitan dengan
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu (D. Suhardi, komunikasi
personal, Februari 2017). Meskipun KPU berencana untuk menguatkan peran
humas dengan menjadikan humas sebagai biro tersendiri dengan nama humas saja.
Tetapi hal tersebut masih menjadi wacana.
4.3 Penyajian Data
Pada bagian ini peneliti menyajikan data yang diperoleh selama empat bulan
(Februari-Mei 2017) masa penelitian. Data tersebut diperoleh dari wawancara
mendalam dengan beberapa informan dari 16 lembaga pemerintah kementerian dan
non kementerian. Hasil wawancara ditranskripkan dan dikategorikan dalam beberapa
kategori berdasarkan pada data yang diperoleh oleh peneliti dalam wawancara.
Kategorisasi ini juga dibuat berdasarkan pada konsep-konsep humas dan krisis,
80
termasuk mengenai isu dan konsep-konsep yang berkaitan dengan penelitian ini.
Kategorisasi ini memudahkan peneliti dalam menemukan hasil inti dari penelitian yang
dilakukan. Cara membuat kategori ini dijelaskan oleh Miles, Huberman & Saldana,
(2014). Karena itu, kategorisasi yang dibuat oleh peneliti yaitu:
1. Konstruksi humas pemerintah terkait isu
Kategori ini berisi konstruksi humas terkait konsep isu
2. Strategi manajemen isu humas pemerintah
Kategori ini berisistrategi yang dimiliki oleh humas pemerintah dalam
melakukan manajemen isu.
3. Humas dan tim Manajemen Isu
Kategori ini membahas pentingnya tim manajemen isu bagi lembaga pemeritah
4. Konstruksi humas pemerintah terkait krisis
Kategori ini berisi konstruksi humas pemerintah mengenai konsep krisis bagi
lembaga pemerintah.
5. Strategi manajemen krisis yang dimiliki
Kategori ini berisi strategi-strategi yang dimiliki oleh humas pemerintah dalam
melakukan manajemen krisis.
6. Hambatan dalam pengelolaan krisis
Kategori ini berisishambatan-hambatan yang dihadapi dalam proses
pengelolaan krisis.
81
7. Perencanaan krisis bagi lembaga pemerintah
Kategori ini berisi bentuk perencanaan penanganan krisis yang dimiliki oleh
lembaga humas pemerintah.
8. Dokumen hukum atau aturan tentang perencanaan krisis
Kategori ini berisi adanya dokumen hukum yang menjamin adanya
perencanaan krisis bagi lembaga pemerintah indonesia
9. Tim Manajemen Krisis dan peran humas di dalamnya
Kategori ini membahas adanya tim manajemen krisis dalam humas pemerintah
serta peran humas di dalam tim tersebut.
10. Simulasi Penanganan Krisis
Kategori ini membahas adanya simuasi atau bentuk pelatihan yang dilakukan
oleh humas dalam menghadapi krisis yang akan datang.
4.3.1 Strategi manajemen krisis yang dimiliki
Strategi manajemen krisis bagi lembaga pemerintahann merupakan salah
satu bentuk antisipasi dan penanganan ketika terjadinya suatu krisis. Oleh karena
itu, strategi manajemen krisis yang dimiliki oleh kementerian maupun lembaga
non kementerian yang menjadi informan dalam penelitian ini sangat penting untuk
ditanyakan kepada para informan. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan
bahwa setiap lembaga memiliki kebijakan, tata cara dan strategi yang berbeda
dalam manajemen krisis yang dilakukan.
82
4.3.1.1. Respon darurat saat terjadi krisis
Informan satu mengatakan bahwa dalam mengelola krisis strategi yang
digunakan adalah mengidentifikasi jenis krisis dan penyebab munculnya krisis,
memantau sejauh mana dampak dan sebesar apa magnitude yang dihasilkan.
Membuat analisis mengenai krisis dan menentukan langkah-langkah komunikasi
yang tepat. Membentuk tim pengelola isu untuk sebelum krisis, tim penyelesaian
krisis saat krisis terlanjur terjadi (Sakti, komunikasi personal, 13 Februari 2017).
Misalnya adalah saat krisis terjadi pada kementerian keuangan terkait dugaan
pegawai kemenkeu yang tertagkap sebagai anggota ISIS. Saat itu yang dilakukan
oleh biro komunikasi dan layanan infromasi adalah dengan cepat membentuk tim
pencari fakta, menghubungi seluruh direktur untuk mengecek apakah benar dia
adalah pegawai kementerian keuangan. Mr. X ini adalah mantan pegawai
kementerian keuangan yang sudah mengambil cuti, dan sudah beberapa lama tidak
bekerja hingga akhirnya diberhentikan. jadi segala sesuatu yang berhubungan
dengan kegiatan orang itu, tidak lagi mencerminkan kementerian keuangan.
Setelah didapatkan fakta tersebut, biro komunikasi dan layanan informasi
langsung membuat siaran pers untuk menjelaskan kepada publik atas tuduhan
tidak benar itu (Sakti, komunikasi personal, 13 februari 2017).
Informan kedua yaitu kemeneterian PUPR mengatakan bahwa proses
manajemen krisis tidak hanya terjadi saat adanya krisis saja tetapi dilakukan jauh
sebelum krisis itu muncul. Menurutnya langkah awal adalah dengan selalu bekerja
83
dengan baik dan profesional sehingga dapat mengurangi celah timbulnya masalah.
Selain itu aktif dalam melakakukan manajemen isu merupakan langkah terbaik
pula untuk menghindari munculnya konflik. Tetapi jika krisis itu sudah terlanjur
terjadi maka yang dilakukan adalah membuat tim tanggap darurat, rehabilitasi
yang di dalamnya terdapat koordinasi, sinergi dan langkah-langkah penyelesaian
bersama. Proses manajemen krisis juga tidak berhenti sampai fase ini melainkan
diseimbangkan dengan penguatan peran media dalam setiap aktivitas kementerian
(Atmadjaja, komunikasi personal, 28 April 2017). Informan juga menyontohkan
saat terjadi krisis terkait Brexit yang memakan korban jiwa langkah yang
dilakukan pertama kali oleh kementerian PUPR adalah dengan membentuk tim
tanggap darurat demi mengatasi krisis tersebut.
Pasca krisis yang dihadapi saat itu, kementerian PUPR lebih antisipatif
akan berulangnya kejadian tersebut. Menurut informan bentuk antisipasi tersebut
dilakukan untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan krisis terjadi lagi.
Misalkan bagaimana caranya Brexit itu tidak lagi terjadi. Menurut informan
bentuk antisipasinya adalah dengan mencari tahu penyebab Brexit 2016 sehingga
pada 2017 biro komunikasi publik dengan arahan pimpinan sudah bentuk tim
(Atmawidjaja, komunikasi personal, 28 April 2017). Tim akan membentuk
crisiscenternya dan menentukan lokasi monitoringnya. Tim ini akan dikomando
oleh kepolisian dengan PUPR sebagai penyedia infromasi.
84
Informan ketiga mengatakan bahwa dalam proses manajemen krisis yang
paling dibutuhkan adalah tim yang solid sehingga diskusi menjadi sesuatu yang
harus dilakukan. Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh humas adalah dengan
mengidentifikasi faktor penyebab krisis dan alasan munculnya krisis. Hal tersebut
dilakukan melalui rapat internal humas. Selanjutnya mengadakan audiensi dengan
stakeholder lain. Selain langkah tersebut, humas kementerian perindustrian lebih
memilih menghujanidengan siaran pers yang banyak dan mengusahakan bahwa
setiap hari ada informasi baru yang diterima masyarakat. Selain itu, humas
melakukan tindakan dengan membuat isu-isu baru yang strategis dan dapat
mengalihkan konsentrasi masyarakat terhadap krisis (Sarjono, komunikasi
personal, 2 Mei 2017). Menurut informan kemnperin pernah mengalami krisis
terkait program LCGC satau program mobil murah. Waktu itu pemberitaan negatif
cukup banyak terkait krisis tersebut. Stretegi yang digunakan saat itu adalah
dengan menghuji publik dengan siaran pers, termasuk waktu mengundang
wartawan untuk jumpa pers langsung yang langsung disampaikan oleh menteri.
yang menjadi konsen masyarakat, “seingat saya cukup lama, berhari-hari atau
berminggu-minggu gitu”. (Sarjono, komunikasi personal, 2 Mei 2017)
Informan keempat, Budi Raharjo sebagai informan dari kementerian
perhubungan mengatakan bahwa strategi manajemen krisis yang dilakukan oleh
kementerian perhubungan sudah dimulai setiap hari meskipun tidak ada krisis.
Secara reguler yang dilakukan waktu itu adalah monitoring dan evaluasi dan
85
analisis tentang pemberitaan berita ekstrim, dan analisis media sosial. Hal tersebut
dilakukan dengan cara melakukan monitoring isu yang seringkali memperlihatkan
potensi munculnya krisis dari penanganan isu yang salah. Menurut informan
manajemen isu yang tepat akan menghindarkan organisasi dari krisis-krisis yang
sebenarnya sudah dapat diprediksi (Raharjo, komunikasi publik, 27 April 2017).
Selain itu langkah pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan sering
membuat siaran pers yang meninformasikan prestasi kemenhub, maupun program
dan kebijakan kementerian.
Informan juga mengatakan bahwa saat krisis terjadi yang pertama kali
dilakukan adalah dengan mengindetifikasi masalah. Setelah itu diadakan diskusi
atau rapat pimpinan yang akan membahas analisis masalah dan perumusan
langkah penyelesaian. Setelah diketahui maka biro komunikasi dan layanan
informasi publik bertugas untuk mencari peluang untuk mengomunikasikan
kepada publik terkait krisis (Raharjo, komunikasi personal, 27 April 2017).
“Kalau tahapan itu seperti yang biasa kita lakukan ya. kalau krisisnya dalam hal
wajar seperti kesalahan teknis, ya mudah. Akhirnya ketika terjadi krisis kita
juga akan mencari peluang dengan bagaimana memberitahukan ke publik
tentang peran kita terhadap krisis itu. Begitu dia bisa tertahan secara teknis, ya
kita sampaikan ke publik. Bagaimana itu bisa selesai? Standar. Ya itu
tergantung kita, segala sesuatunya tentang teknis ya. kita mau menyampaikan
pesan seperti apa, medianya seperti apa. Kalau kita medsos misalkan, pasti kan
targetnya beda. Tapi kalau memang krisisnya tidak bisa diselesaikan secara
teknis, yasudah kita berhitung nih... oh gak bisa. Yasudah kita mencari isu
positif lain”. (Raharjo, komunikasi personal, 27 April 2017)
86
Hasil dari wawancara dengan kepala bagian komunikasi publik
kementerian pendayagunaan aparatur negara menyebutkan bahwa staregi
manajemen krisis yang dilakukan adalah dimulai sejak adanya monitoring dan
analisis isu. Hal lain yang harus disiapkan dari awal adalah data-data penting
terkait dengan segala aktivitas kementerian. Menurut informan stratgei yang
lainnya adalah dengan menjalin media relations yang baik dengan para wartawan
dan medianya sendiri. Menurut informan manajemen itu harus dikelola dan
pengelolaannya setiap saat, bukan berarti kalau ada krisis baru bertindak. Selain
itu mencari isu pembanding yng dapat mengalihkan konsentrasi masyarakat dari
krisis tersebut. (Suwardi, komunikasi personal, 29 Mei 2017).
Berbeda dengan bappenas dalam strategi krisis yang dilakukan adalah
dengan mengklarifikasi permasalahan apabila krisisnya tidak benar, selain itu
proaktif dalam melaksanakan komunikasi dengan publik (Aida, komunikasi
personal, 2 Mei 2017). Misalnya di bappenas terdapat anugerah perencanaan
adalah suatu penghargaan yang diberikan kepada daerah dengan perencanaan
terbaik. Masalahnya yang memenagkan pengharagaan selama 2 tahun adalah DKI.
Kondisi politik Indonesia yang tidak stabil tentu membuat hasil dari penghargaan
ini menimbulkan gejolak di masyarakat yang dikaitkan dengan masalah yang
sedang dihadapi pemprov DKI sekarang.
“Masalah isu SARA, kami di medsos juga mendapatkan serangan. Kenapa
diberikan ke DKI, padahal kan gini gini gini itu, gak berhubungan. Ada juga
yang berhubungan. misalnya itu reklamasi. Kalau kami kan kajiannya lebih
holistik ya, menurun. kenapa bisa mengeluarkan kajian tuh pasti kajiannya
87
banyak. Gak mungkin hanya satu pihak. Karena bagaimanapun namanya
pemerintah pasti kan gak bisa menyenangkan semua pihak. Kami ambil yang
terbaik dari yang terbaik. Tapi disisi lain juga itu pasti ada yang tidak baik untuk
pihak lain”. (Aida, komunikasi personal, 2 Mei 2017)
Mengatasi permasalahan tersebut humas bertindak aktif dengan menjawab
secara langsung pertanyaan yang dilontarkan melalui sosial media dan melakukan
klarifikasi terkait isu yang beredar. Bappenas menjelaskan mengenai tugas dan
fungsi bappenas yang hanya sebagai perencana dan anugerah perencanaan yang
dibuat sehingga penghargaan hanya diperuntukkan bagi perencana terbaik dan
tidak kaitannya dengan implementeasinya (Aida, komunikasi personal, 2 Mei
2017).
Informan ketujuh mengatakan bahwa strategi yang dilakukan adalah
mengcounter isu. Strategi tersebut dilakukan melalui siaran pers, advertorial,
maklumat dengan mengundang pemateri yang berkompeten (Nizar, komunikasi
personal, 17 Februari 2017). Informan delapan memiliki strategi yang tersistem
secara organisasi dengan menggunakan panduan manual book yang dikeluarkan
oleh WTO, APEC, dan ASEAN Tourism. Selain itu strategi krisis juga didasarkan
pada permen kementerian PAN-RB mengenai strategi krisis lembaga humas
pemerintah Indonesia. Misalkan seperti yang terjadi pada saat terjadinya bom
Sarinah di Jakarta. Kejadian tersebut merupakan isu yang sangat
mengkhawatirkan bagi kemenpar karena Jakarta merupakan salah satu daerah
yang paling banyak didatangi oleh wisatawan yaitu sekitar 30% dari total seluruh
wisatawan yang datang ke Indonesia.
88
Pencarian akar permasalahan dilakukan dengan membentuk tim pencari
fakta yang kemudian akan berkoordinasi dengan mitra yang menangani kasus
tersebut. Pada saat itu kementerian pariwisata secara langsung dan cepat menemui
kepolisian dan BNPT yang mengetahui secara persis kejadian tersebut.
Kementerian pariwisata bersama dengan mitra tersebut memonitor perkembangan
dampak dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Setelah itu biro
komunikasi publik membuka posko-posko (crisis center) yang akan mengawal
perkembangan kasus tersebut. Menurut informan setidaknya terdapat tiga step
yaitu yang pertama memberikan respon atas isu dengan cepat, menghubungi
pihak-pihak berwenang yang terkait, dan step yang terakhir adalah dengan
memberikan keterangan pers, misalnya konferensi pers. Tiga langkah tersebut
berhasil dalam meredam dampak terjadinya bom. Informan delapan juga
mengatakan strategi lain yang dilakukan oleh biro komunikasi publik kemenpar
adalah dengan menggunakan strategi media yang tepat. Misalnya dalam
menuliskan siaran pers saat terjadinya permasalahan di Indonesia adalah dengan
menuliskan hal-hal baik yang ada terlebih dahulu baru kemudian hal negatifnya,
agar konsentrasi pembaca tidak pada hal negatif (Masruroh, komunikasi personal,
30 Mei 2017).
Informan sembilan yaitu kementerian sosial menjelaskan mengenai strategi
manajemen krisis yang dilakukan di kementerian sosial. Menurut informan
strategi manajemen krisis yang dilakukan adalah degan memastikan langkah
89
antisipasi atas berbagai kemungkinan. Hal tersebut dilakukan oleh kementerian
sosial dengan membuat command center yang berisi tentang berbagai aktivitas
kementerian sosial, peta sosial dan data-data penting yang dibutuhkan terkait
kementerian sosial. Saat terjadi krisis kementerian sosial akan memulai dengan
mengidentifikasi akar permasalahan. Setelah akar permasalahan ditemukan,
humas akan menentukan titik fokus terjadinya krisis.
Data yang dihasilkan dari informan sepuluh adalah strategi manajemen
krisis dimulai dari proses manajemen isu yang kuat dan akurat. Sehingga dapat
terlihat isu-isu yang terdeteksi dapat menyebabkan krisis. Saat kemungkinan krisis
sudah tercium maka langkah selanjutnya adalah mengadakan rapat pimpinan
untuk membahas tentang krisis yang sedang menimpa kementerian pendidikan
dan kebudayaan. Rapat tersebut sekaligus membahas tentang roadmaps yang
terkait dengan penyelesaian krisis. Hasilnya akan disampaikan dan
mensosialisasikan kepada masyarakat dengan harapan krisis tersebut akan
berakhir. Tetapi apabila krisis tidak kunjung berakhir maka akan dialihkan dengan
membuat isu-isu positif yang menarik bagi masyarakat (Langguana, komunikasi
personal, 30 Mei 2017).
Informan 11 mengatakan bahwa strategi yang dilakukan dalam manajemen
krisis adalah memprediksi adanya krisis melalui manajemen isu. Isu-isu yang
terhimpun melalui monitoring dibuat untuk dijadikan mapping isu. Tetapi tidak
semua isu dapat diprediksi kehadirannya. Apabila isu terlanjur terjadi maka
90
langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi akar krisis. Hasil
identifikasi akan menentukan faktor-faktor penyebab, besaran dampak dan semua
penjelasan yang terkait dengan krisis. Setelah hal tersebut dilakukan selanjutnya
adalah dengan membuat klarifikasi terkait krisis jika krisis tidak benar seperti yang
beredar. Tetapi kementerian mengatakan hal yang jujur saat terjadi kesalahan,
memperbaiki letak kesalahan, melakukan konferensi pers saat dibutuhkan (Razak,
komunikasi personal, 17 Februari 2017).
Informan 12 beranggapan bahwa krisis hanyalah persoalan pendapat publik
terhadap organisasi. Sehingg yang perlu dilakukan saat terjadi krisis adalah
memperbaiki sistem yang memang kurang maksimal dari sisi internal.
Mengeluarkan siaran pers dan mengadakan konferensi pers jika memang
dibutuhkan. Tetapi menurut informan 12 mengatakan bahwa yang bekerja dan
merasakan dampaknya adalah internal organisasi sehingga tidak terlalu penting
untuk melihat persepsi masyarakat terkait persoalan yang mengenai organisasi.
Hasil yang didapat dalam penelitian dengan informan 13 terkait strategi
manajemen krisis adalah bahwa upaya manajemen krisis bukanlah kewenangan
humas kmenterian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Tetapi
humas menyadari bahw bukan krisis yang ditangani hanya saja humas menangani
permasalahan-permasalahan yang menimpa kementerian tersebut (Rachman,
komunikasi personal, 27 April 2017). Berbeda dengan infroman 13, Rosidin,
kepala bagian humas kementerian agama menjelaskan bahwa manajemen krisis
91
dibutuhkan perhatian sebelum krisis terjadi. Melalui manajemen isu yang massif
dapat mempekecil kemungkinan terjadinya krisis. Selain itu humas selalu
menyiapkan data-data penting sehingga saat terjadi krisis data yang dibutuhkan
sudah siap. Satrtegi pertama yang dilakukan saat terjadi krisis ialah dengan
mengisolasi iso sehingga isu tidak melebar dan fokus pada permasalahannya saja.
Menunjukkan key person yang terdiri dari satu atau dua orang maksimal yang bisa
dimintai keterangan secara terbuka dan bisa memberikan informasi secara utuh.
Selain itu humas juga memasukan beberapa orang untuk menyelidiki dalam
konteks mendapatkan informasi dari luar. “Jadi kita memegang key person yang
paham betul dengan isu yang kita garap di dalam” (Rosidin, komunikasi personal,
27 April 2017). Setelah itu humas melakukan analisis situasi dengan
mendelegasikan seseorang untuk memantau perkembangan isu dan permasalahan
yang terjadi dari luar.
Menurut informan 13, biasanya tujuan dari penanganan krisis itu adalah
ingin memberikan informasi sejelas mungkin kepada publik. “Sehingga tidak ada
suara sumbang, jangan ada suara-suara yang ditutupin karena itu jadi bumerang
buat kita, jangan sampai ada publik tau informasi yang terjadi di dalam dari luar
kita” (Rosidin, komunikasi personal, 7 April 2017). Oleh karena itu isu harus
diisolasi dengan apapun informasi yang ada di dalam harus disampaikan dengan
jelas dan gamblang kepada publik. Tetapi dengan cara yang santun, tidak memihak
92
juga agar publik menjadi paham. Intinya publik ini paham dan tidak lagi
memperoleh informasi yang kontra produktif dari luar kementerian agama.
Menurut informan 14, manajemen krisis dimulai dengan manajemen isu
yang baik. KPK melakukan manajemen isu dengan membuat tim champion.
Mereka membuat risk register untuk dianalisis bersama, data selama satu tahun
dikumpulkan sehingga akan diketahui perkembangan isunya. Kemudian
menentukan strategi komunikasi yang tepat misalnya dengan konferensi pers yang
dapat meredam isu-isu yang beredar (Meinardy, komunikasi personal, 28 April
2017). Sedangkan menurut KPU strategi yang tepat dalam manajemen krisis
adalah dengan selalu bertindak transparan kepada masyarakat sehingga
kemungkinan krisis akan muncul menjadi berkurang. Selain itu KPu
mempersiapkan berbagai data yang dimungkinkan menjadi isu strategis yang
diprediksi dapat menjadi krisis (Suhardi, 21 April 2017).
Tabel 4.3.1 Strategi manajemen krisis
No Instansi Strategi manajemen krisis
1 Kementerian Keuangan Mengidentifikasi krisis dan memantau
sejauh mana dampak dan magnitude
yang dihasilkan, menentukan langkah-
langkah komunikasi yang tepat.
Membentuk tim penyelesaian krisis
untuk menanagani agar krisis tidak
berkepanjangan.
2 Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
Ya tadi.. kita tangani dengan tanggapan
darurat dulu. Lalu ada rehabilitasi, baru
ini.. jadi didalamnya ada koordinasi,
sinergi, ada langkah-langkah bersama.
Jadi pasti bukan hanya kita saja.
93
No Instansi Strategi manajemen krisis
3 Kementerian Perindustrian Pertama kita akan rapat, dibahas,
dirapatkan, pertama internal humas,
kedua kita akan melibatkan stakeholder
lain. Menyiapkan siaran pers yang
banyak dan usahakan setiap hari ada
informasi baru,
4 Kementerian Perhubungan Mencari akar masalahnya, kemudian
mencari peluang terbaik untuk
mengkomunikasikan kepada publik
5 Kementerian
Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi
Birokrasi
ya dari setiap hari ada monitoring isu,
berita negatifnya ini, kita segera tahu dan
tangani. Menyiapkan segala jenis data
dengan baik, agar saat ada masalah
datanya lengkap dan siap. Bekerjasama
secara proaktif dengan media,
komunikasi yang baik dan efektif dengan
stakeholder.
6 Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional /
Bappenas
Mengklarifikasi kepada publik, proaktif
dalam berkomunikasi dengan publik.
7 Kementerian Komunikasi
dan Informatika
Kita lebih mengarah jika terjadi krisis,
pamungkasnya kita harus mengcounter.
Melalui siaran pers, melalui advertorial,
maklumat, dengan mengundang pemateri
yang kompeten.
8 Kementerian Pariwisata Manajemen krisis yang dilakukan sesuai
dengan panduang manajemen krisis
internasional seperti WTO, APEC,
ASEAN Tourism. Intinya adalah
mempersiapkan sebaik mungkin dari
perencanaan hingga langkah-langkah
strategi komunikasinya.
9 Kementerian Sosial Memastikan langkah antisipasi atas
berbagai kemungkinan, memastikan
seluruh database menganai kementerian
sosial aman, proses identifikasi masalah
kemudian menentukan titik focus
kejadian krisis, lalu itu harus mapping
10 Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan
Kalau sudah tercium krisis dari isu ya
kita siapkan bahannya. Buat rootmap-
94
No Instansi Strategi manajemen krisis
rootmapnya. Kita sosialisasikan kepada
masyarakat. Atau kita alihkan ke isu lain
yang positif.
11 Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan
Tinggi
Memprediksi adanya krisis melalui
manajemen isu, membuat mapping
isu,mengidentifikasi akar krisis,
membuat klarifikasi terkait krisis,
mengatakan hal yang jujur saat terjadi
kesalahan, memperbaiki letak kesalahan,
melakukan konferensi pes saat
dibutuhkan
12 Kementerian Desa,
Transmigrasi dan Daerah
Tertinggal
Memperbaiki system danmenguatkan
internal. Publik kan hanya menilai tidak
ikut bekerja.
13 Kementerian
pemberdayaan perempuan
dan Perlindungan Anak
Krisis bukan bidang kerjanya humas.
Yang jelas humas hanya mendampingi
menteri termasuk ketika terjadi
permasalahan dan menginformasikan
kebijakan yang dibuat atau hasil rapat
internal untuk meredam permasalahan
yang terjadi pada publik.
14 Kementerian Agama Mengisolasi isu. Menunjukkan key
person, membentuk tim investigasi untuk
analisis situasi, mengidentifikasi krisis,
memberikan infromasi kepada publik
dengan cepat dan tepat.
15 Komisi Pemberantasan
Korupsi
Dimulai dengan manajemen isu yng baik ya.
Kita sudah berusaha untuk melakukan
dengan baik melalui tim champion. Mereka
membuat risk register untu dianalisis
bersama, data selama satu tahun
dikumpulkan sehingga kita akan tau
pekembangan isunya bagaimana. Kemudian
menentukan strategi komunikasi yang tepat
misalnya dengan konpers yang dapat
meredam isu-isu yang beredar.
16 Komisi Pemilihan Umum Bertindak se-transparan mungkin
sehingga kemungkinan krisis itu muncul.
Menyiapkan data-data secara akurat jika
ada yang menggugat. Menyampaikan
melalui konferensi pers inti permasalahan
dan klarifikasi jika dibutuhkan.
95
4.3.2 Perencanaan krisis bagi lembaga pemerintah
Perencanaan krisis merupakan bagian dari contingency plan yaitu
perencanaan dalam menangani krisis yang dihadapi oleh organisasi. Peneliti
mendalami tentang perencanaan krisis yang dimiliki oleh masing-masing lembaga
pemerintahann yang menjadi subyek dalam penelitian ini. Oleh karena itu peneliti
menjadikan perencanaan krisis sebagai salah satu poin dalam wawancara
penelitian ini.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan pandangan humas lembaga
pemerintah mengenai perencanaan krisis bagi lembaga humas pemerintah.
Jawaban yang diberikan oleh informan bergantung dari kondisi lembaga yang
menaungi dan tingkat kebutuhan yang berbeda. Berdasarkan data yang diperoleh
nampak bahwa hanya 2 dari 16 informan yang memiliki perencanaan krisisnya.
Sehingga dominan data menunjukkan bahwa lembaga pemerintah Indonesia tidak
memiliki perencanaan krisis serta tidak menyadari pentingnya perencanaan krisis
dalam aktivitas organisasi.
4.3.2.1. Humas telah memiliki perencanaan krisis
Informan 15 menyebutkan bahwa KPK telah melakukan perencanaan
dalam menanagani krisis dengan membuat champion yang berfungsi
mengumpulkan isu-isu yang berkaitan dengan KPK sehingga dapat
membentukrisk register KPK. Berdarakan data risk register, menurut informan
dapat menyiapkan langkah-langkah yang mungkin akan dilakukan saat terjadi
96
krisis (Meinardy, komunikasi personal, 28 April 2017). Sedangkan informan 16
mengatakan bahwa perencanaan krisis tidak dibutuhkan karena tidak ada yang
perlu direncanakan terkait krisis. Menurut informan segala perencanaan sudah ada
dalam UU tentang KPU sehingga tidak perlu ada perencanaan yang lain (Suhardi,
komunikasi personal, 21 April 2017).
4.3.2.2. Humas pemerintah Indonesia belum memiliki perencanaan penanganan
krisis
Informan satu mengatakan bahwa urgensi adanya perencanaan krisis bagi
kementerian keuangan sangat bergantung dengan pimpinan yaitu menteri. Apabila
pimpinan menganggap perlu maka pimpinan akan mendorong adanya
perencanaan tersebut. “Jadi kalau mereka aware sih kita diajak untuk membuat
perencanaan mengenai apapun. Tetapi kalau tidak ya sebaliknya”. (Sakti,
komunikasi personal, 13 februari 2017). Kementerian PUPR mengamati perlunya
perencanaan krisis tidak terlalu mendesak. Perencanaan krisis hanya dilakukan
apabila sudah dapat diprediksi sebelumnya. Sedangkan ketika organisasi tidak
dapat dipredikasi maka tidak ada bentuk perencanaannya. Selama ini bentuk
perencanaan yang dilakukan oleh kementerian PUPR menurut informan dua
adalah dengan membentuk tim-tim yang dibutuhkan selama terjadinya krisis
(Atmawidjaja, komunikasi personal, 28 April 2017).
Menurut informan tiga, adanya perencanaan krisis belum terlalu
dibutuhkan oleh kementerian perindustrian karena selama ini krisis yang terjadi
97
dapat tertangani dengan baik. Dasar dalam penanggulangan krisis adalah dengan
knowledge management yaitu bekerja berdasarkan pengalaman yang dimiliki.
Oleh karena itu penanganan masalah berdasar pada pengalaman yang sudah
dimiliki, sedangkan untuk krisis yang mungkin belum pernah terjadi, kementerian
perindustrian akan mendiskusiakan bersama para pimpinan atau dengan
memanggil jasa konsultan (Sarjono, komunikasi personal, 2 Mei 2017).
Informan empat secara jelas mengatakan bahwa perencanaan krisis tidak
diperlukan bagi lembaga pemerintah. Cara terbaik dalam memyelesaikan krisis
selama ini adalah dengan membuat rapat pimpinan untuk mendiskusikan
perrmasalah sekaligus penyebab, solusi hingga rekomendasi. Informan empat juga
mengatakan bahwa dari langkah tersebut akan terjawab bagaimana manajemen
komunikasi yang harus dijalankan (Raharjo, komunikasi personal, 27 April 2017).
Bagi kementerian aparatur Negara dan reformasi birokrasi mengatakan bahwa
yang terpenting dari perencanaan krisis adalah kelengkapan data yang akan
disampaikan kepada publik. Oleh karena itu humas harus bertindak cepat dan tepat
serta dokumentasi data sebaik mungkin agar dapat digunakan saat terjadi krisis.
Menurut informan lima bahwa data merupakan salah satu alat dalam penanganan
krisis yang berpengaruh terhadap persepsi, sehingga perencanaan krisis yang baik
adalah dengan manajemen data yang baik pula (Suwardi, komunikasi personal, 29
Mei 2017).
98
Informan enam mengatakan bahwa sejauh ini yang dimiliki oleh
kementerian hanyalah perencanaan isu. Perencanaan tersebut terkait dengan isu-
isu yang harus disampaikan oleh kemneterian maupun prediksi isu-isu yang
strategis ayang dimungkinkan akan terjadi. Menurut informan, perencanaan isu
saja sudah cukup bagi bappenas sehingga masih belum butuh untuk memiliki
perencanaan yang lain (Aida, komunikasi personal, 2 Mei 2017). Informan tujuh
menyampaikan bahwa perencanaan krisis bukan sepenuhnya tanggung jawab biro
humas melainkan menjadi konsentrasi bersama seluruh direktorat. Tetapi menurut
informan bahwa seagai bentuk perencanaan, humas seringkali mengadakan FGD,
menerbitkan advertorial maupun siaran pers untuk membahas isu-isu yang
strategis sehingga kemungkinan terjadinya krisis menyempit (Nizar, komunikasi
personal, 17 Februari 2017).
Informan delapan dari kementerian pariwisata menjelaskan bahwa di
kementerian tersebut perencanaan krisis sudah dilakukan dengan
memeprtimbangkan isu yang ada dan berkembang di masyarakat. Menteri
pariwisata juga seorang pimpinan yang proaktif dalam memantau perencanaan
krisis yang dibuat oleh tim humas kementerian. Manajemen isu menjadi bagian
penting dalam perencanaan krisis sehingga masing-masing anggota tim harus
melakukan pelaporan setiap hari pada menteri terkait perkembangan isu dan
membuat langkah perencanaan bagi isu yang terdeteksi akan menimbulkan krisis
(Masruroh, komunikasi personal, 30 Mei 2017).
99
Selama ini humas kementerian sosial belum menyadari pentingnya
manajemen krisis bagi lembaga pemerintahann sehingga menurut informan belum
ada upaya perencanaan krisis. Informan yang merupakan kepala biro humas yang
baru menjabat berupaya untuk membuat dalam waktu dekat. Upaya tersebut sudah
mulai diwujudkan dengan dibuatnya command center yang berfungsi untuk
mengantisipasi isu maupun krisis yang dikhawatirkan dapat menimpa kementerian
sosial. Command center berisi tentang segala peta dan data-data yang terkait
dengan kemensos sehingga terpusat dan lengkap (Wahyono, komunikasi personal,
10 Februari 2017).
Berbeda dengan kementerian sosial, menurut informan kesepuluh
perencanaan krisis tidak dapat dibuat karena krisis terjadi tanpa bisa diprediksi.
Menurut informan sepuluh yang bisa direncanakan adalah isu sehingga
kementerian pendidikan dan kebudayaan hanya memiliki perencanaan isu
(Langguana, komunikasi personal, 30 Mei 2017). Satu suara dengan kementerian
pendidikan dan kebudayaan , di kementerian riset teknologi dan pendidikan tinggi
menurut informan 11 perencanaan krisis yang dilakukan oleh kementerian ini
adalah dengan melakukan manajemen isu yang baik karena merupakan langkah
awal yang penting dalam proses manajemen krisis (Razak, komunikasi personal,
17 Februari 2017).
Informan 12 menjelaskan bahwa perencanaan yang dilakukan oleh
kementerian desa, transmigrasi dan derah tertinggal adalah perencanaan program
100
kegiatan yang dilakukan di awal tahun anggaran. Sedangkan untuk perencanaan
krisis dianggap kurang perlu menurut informan 12 karena krisis tidak akan
mengancam lembaga pemerintah. Sekuat-kuatnya krisis yang terjadi, kementerian
ini akan terus berjalan (Widyatmiko, komunikasi personal, 13 Februari 2017).
Informan 13 mengatakan bahwa humas tidak menangani krisis sehingga
perencanaan krisis tentulah tidak ada. Menurut informan yang perlu adalah
langkah untuk mengatasi masalah yang menimpu organisasi sedangkan hal
demikian tidak membutuhkan perencanaan tetapi kecapakan dalam menyelesaikan
masalah (Rachman, komunikasi personal, 13 Februari 2017).
Informan 14 yaitu kementerian agama mengatakan bahwa perencanaan
krisis sudah mereka lakukan. Menurut informan skema dalam melakukan
perencanaan sudah ada meskipun tidak tertulis. Misalkan langkah awal yang harus
dilakukan adalah dengan mengisolasi isu sehingga isunya menjadi lebih sempit
tidak meluas. Kemudian membentuk tim pencari fakta, kemudian membentuk tim
strategi komunikasi bagaimana yang boleh dan tidak boleh disampaikan ke media.
“Termasuk misalnya oke hari ini kita biacara ini dulu, besok baru bicara ini,
besoknya lagi ini, tapi semua sudah terukur kemudian goalnya apa. kemudian
tentukan key person orang yang boleh berbicara ke media, sudah”. (Rosidin,
komunikasi personal, 27 April 2017).
Informan menambahkan bahwa perencanaan yang dibuat tersebut bersifat flexible
tergantung pada krisis yang sedang dihadapi. Karena menurut informan krisis dan
besaran krisis tidak selalau sama sehingga perencaan ini dibuat hanya agar humas
memiliki pegangan saat terjadi krisis.
101
Tabel 4.3.2 Perencanaan krisis bagi lembaga pemerintah
No Instansi Perencanaan krisis bagi lembaga
pemerintah
1 Kementerian Keuangan Tergantung dari menterinya. Jadi kalau
mereka aware sih kita akan diajak untuk
membuat rencana dalam menangani hal-
hal tidak terduga. Tapi kalau sudah
diprediksi ya.
2 Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
Perencanaan hanya bisa kita lakukan
apabila kita sudah tau kalau akan ada
krisis. Sehingga untuk perencanaannya
ya dibuat tim-tim aja.
3 Kementerian Perindustrian Belum ada. Kami mungkin istilahnya apa
ya knowledge management ya karena kita
sudah pernah mengalami itu jadi sudah
berpengalaman, jadi ketika terjadi krisis
itu lagi kita jalankan aja seperti yang
sudah kita lakukan,
4 Kementerian Perhubungan Ngga perlulah. jadi saya bilang begitu
kita krisis itu mekanisme ada rapat
pimpimnan. Rapim itu membasah krisis.
Jadi mencari solusinya secara teknis.
Secara teknis nih dari menteri porsinya
dimana, diterima dirjen, langsung
menerjunkan barisan teknis. Dari situlah
kita menyusun strategi komunikasinya
5 Kementerian
Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi
Birokrasi
Jadi perencanaannya sebetulnya kita
bagaimana menggunakan data yang ada,
jadi contoh bagaimana supaya kita tidak
terjadi salah persepsi salah nangani
itudata sangat penting. Jadi bentuk
perencanaannya ya menajemen data yang
bagus.
6 Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional /
Bappenas
Kalau selama ini sih kami merencanakan
hanya sebatas isunya ya. jadi sebenernya
yang mana yang akan bermasalah itu
akan terlihat pada implementasinya.
7 Kementerian Komunikasi
dan Informatika
Perencanaannya sih dengan sering-sering
melakukan FGD, advertorial, siaran pers
untuk menciptkan isu positif teruslah
102
No Instansi Perencanaan krisis bagi lembaga
pemerintah
8 Kementerian Pariwisata udah.. sudah ada.. potensi-potensi krisis tadi
itu kan kelihatan dari yang sudah-sudah,
biasanya kalo kayak gini – krisis kayak gini,
dan setiap hari dipantau pak menteri sih tim
ini.. setiap hari ada grupnya di whatsapp gitu,
kita setiap hari harus lapor, mereport pada
menteri hari ini itu ada apa.
9 Kementerian Sosial Belum memiliki selama ini. Tapi upaya untuk
mengarah kearah situ mulai terlihat. Misalnya
kementerian sosial membuat command center
untuk memantau isu maupun krisis
10 Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
jadi penanganan krisis ini kadang kadang
nggak bisa ditebak ya kan ya, tapi kalo agenda
perencanaan isu isu biasanya ada kalo yang
krisis ini kita nggak, nggak bisa kita prediksi
ya
11 Kementerian Riset Teknologi
dan Pendidikan Tinggi
Kalau perencanaan selama ini kita lakukan
dengan manajemen isu yang baik
12 Kementerian Desa,
Transmigrasi dan Daerah
Tertinggal
Kita bekerja sudah dengan perencanaan sejak
awal. Di awal tahun selalu ada raker untuk
membahas perencanaan itu.
13 Kementerian pemberdayaan
perempuan dan Perlindungan
Anak
Perencanaan kalau menghadapi masalah yang
sudah kita adakan mbak. Kalau krisis kan saya
sudah bilang itu bukan bagian humas
14 Kementerian Agama Kalau secara spesifik tidak, tapi kalau
secara umum skemanya punya. Skemanya
itu kita seperti yang diceritakan diawal.
Ketika terjadi krisis yang pertama adalah
mengisolasi isu, dan seterusnya.
15 Komisi Pemberantasan
Korupsi
Bentuk perencanaan yang kami lakukan
itu melalui pembentukan champion yang
menghasilkan risk register KPK. Dari
situ kami menyiapkan langkah-langkah
yang mungkin akan terjadi.
16 Komisi Pemilihan Umum Kayanya ngga ada yang perlu
direncanakan. Semuanya kan sudah jelas
kalau KPU. Kalau krisisnya sebelum
pemilu ya berarti pemilu ditunda, kalo
sengketa hasil pemilu ya dijalanisaja kan
kita sudah ada data lengkap.
103
4.3.3 Konstruksi humas pemerintah terkait isu
Konstruksi humas pemerintah terkait dengan isu merupakan salah satu data
yang digali oleh peneliti karena berkaitan erat dengan kajian yang diteliti. Selain
itu setiap informan dapat memiliki pandangan yang berbeda mengenai isu
bergantung pada pengalaman masing-masing. 6 dari 16 informan menyebutkan
bahwa isu adalah sesuatu yang berkaitan dengan tugas dan fungsi instansi yang
menaungi. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh informan humas
kementerian komunikasi dan informatika, kementerian pariwisata, kementerian
pendidikan dan kebudayaan, kementerian riset teknologi dan pendidikan tinggi,
KPK dan KPU. Sedangkan 4 dari 16 informan menambahkan bahwa isu bukan
hanya sesuatu yang terkait dengan organisasi tetapi juga memiliki pengaruh dalam
aktivitas yang dijalankan organisasi hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan
oleh humas kementerian keuangan, kementerian perhubungan, bappenas, dan
kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, 6 dari 16 yang
lainnya mendefinisikan isu dengan berbagai definisi diantaranya isu sebagai
sebuah layanan publik menurut humas kementerian PUPR, isu sebagai topik
pembicaraan menurut humas kementerian perindustrian, isu sebagai informasi
yang harus ditangani menurut kementerian pendayagunaan aparatur negara dan
reformasi birokrasi, isu sebagai hasil dari antisipasi krisis seperti yang
disampaikan oleh humas kementerian sosial, isu sebagai trigger dalam
memberikan pemahaman kepada publik seperti yang disampaikan oleh humas
104
kementerian agama, isu sebagai kabar burung menurut kementerian desa,
transmigrasi dan daerah tertinggal. Untuk memudahkan pembaca dalam mehamai,
penjelasan tersebut dapat dilihat melalui prosentase yang terdapat dalam digram
berikut:
Diagram 4.3.3.1 Konstruksi humas terkait isu
Berdasarkan diagram di atas, dapat dilihat bahwa humas lembaga
pemerintah Indonesia memiliki jawaban yang berbeda-beda terkait konstruksi isu
tetapi beberapa informan juga memiliki kesamaan jawaban. Meskipun masing-
masing jawaban dari informan sama tetapi setiap lembaga pasti memiliki keunikan
tersendiri. Oleh karena itu, untuk menjelasakan keunikan dari masing-masing
lembaga pemerintah tersebut, berikut peneliti sampaikan dalam subbab berikut:
44%
25%
7%
6%6%
6%6%
Diagram konstruksi humas terkait isu
Berkaitan dengan organisasi tidak hanya terkait tapi berpengaruh
isu sebagai topik pembicaraan layanan publik
informasi hasil antisipasi krisis
trigger pemahaman publik
105
4.3.3.1. Isu sesuatu yang berkaitan dengan organisasi
Berdasarkan data hasil wawancara menunjukkan bahwa 7 dari 16 informan
menyatakan bahwa isu merupakan sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas
organisasi, program organisasi, kebijakan organisasi dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan organisasi. Ke tujuh lembaga pemerintah tersebut adalah humas
kementerian komunikasi dan informatika, kementerian pariwisata, kementerian
pendidikan dan kebudayaan, kementerian riset teknologi dan pendidikan tinggi,
KPK dan KPU. Menurut keenam informan tersebut isu dapat diperoleh dari
berbagai hal yang berkaitan dengan aktivitas lembaga, termasuk apakah isu
tersebut berkembang dari luar atau muncul dari dalam organisasi.
Kementerian komunikasi dan informastika RI memaknai isu sebagai
sesuatu yang terkait dengan aktivitas kementerian yaitu berkaiatan dengan segala
sesuatu yang berhubungan dengan komunikasi dan informatika di Indonesia (A.
Nizar, komunikasi personal, 17 Januari 2017). Meskipun demikian, humas
kementerian komunikasi dan informatika ini menambahkan bahwa biasanya isu
muncul dan berawal dari media massa. Media massa berjasa dalam memunculkan
isu yang berkaitan dengan kementerian yang wajib direspon dengan cepat dan
baik. Kewajiban respon tersebut dikatakan berdasarkan pada UU keterbukaan
informasi publik. Oleh karena itu, menurut informan, yang dapat menciptakan isu
itu hanyalah media massa sedangkan lembaga pemerintah hanya berkewajiban
106
untuk menanggapi dan mengklarifikasi apabila terdapat kesalahan dalam isu yang
dimunculkan oleh media tersebut.
Selaras dengan pernyataan kementerian komunikasi dan informatika
mengenai isu, kementerian pendidikan dan kebudayaan juga memaknai isu
sebagai sesuatu yang dikeluarkan oleh media terkait dengan aktivitas lembaga
yaitu kementerian pendidikan dan kebudayaan. Media dianggap memiliki
pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan isu di masyarakat terkait
organisasi melalui pemberitaan maupun framing yang disampaikan terkait dengan
pemerintahann. Oleh karenanya menjaga hubungan baik dengan media juga
menjadi faktor penting bagi arah opini masyarakat melalu isu yang disampaikan.
Jika kedua lembaga pemerintah tadi mengatakan bahwa isu ditimbulkan
dari eksternal organisasi, maka berbeda dengan isu yang disampiakan oleh KPK.
Menurut humas KPK, isu memang sesuatu yang terkait dengan organisasi. Akan
tetapi isu tersebut tidak selalu dari dalam saja maupun dari luar saja. Tetapi
lembaga yaitu KPK dapat secara langsung atau merencanakan isu yang akan
dikeluarkan oleh organisasi untuk publik. Bahkan menurut informan lembaga
pemerintah harus membuat agenda isu yang akan disampaikan kepadapublik agar
KPK tidak hanya mengikuti alur isu yang berbedar dari eksternal.
Pada kementerian pariwisata, isu didefinisikan sebagai sesuatu yang terkait
dengan kementerian pariwisata dan berbagai hal yang berhubungan dengan
pariwisata di Indonesia. Salah satunya adalah isu yang berkiatan dengan
107
wisatawan, kenaikan juga wisatawan serta pencapaian target pariwisata yang
dicanangkan oleh presiden RI terkait jumlah kunjungan wisatawan (QTI). Isu
menurut informan adalah sesuatu yang memiliki dua sisi yaitu positif dan negatif.
Isu positif didefinisikan sebagai isu yang dapat meningkatkan pariwisata
Indonesia dan meningkatkan citra pariwisata Indonesia di mata dunia. Sedangkan
yang dikategorikan negatif adalah isu yang bisa mengganggu kunjungan
wisatawan mancanegara di Indonesia.
Humas KPU menyatakan hal serupa bahwa isu merupakan sesuatu yang
terkait dengan organisasi. Meskipun sama-sama menyatakan bahwa isu adalah
yang berkaitan dengan organisasi, tetapi lebih menekankan pada kaitan suatu
peristiwa tersebut dengan produk utama dari lembaga tersebut yaitu
penyelenggaraan pemilu sebagai fokus utama lembaga yang menaungi (Suhardi,
komunikasi personal, 21 April 2017). KPU sebagai komisi pemilihan umum
bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu. Sehingga isu
yang termasuk dalam KPU adalah segala seuatu yang berhubungan dengan
pemilu.
Penjelasan-penjelasan tersebut menunjukkan bahwa humas lembaga
pemerintahann Indonesia menkonstruksikan isu berdasarkan pada pengalaman
humas di lembaga yang menaunginya dan bidang kerja lembaga pemerintahann
tersebut.
108
4.3.3.2. Isu sesuatu yang berpengaruh terhadap organisasi
Berbeda dengan konstruksi isu lembaga pemerintahann Indonesia yang
telah dijabarkan sebelumnya, pada subbab ini peneliti ingin menjabarkan
konstruksi isu beberapa lembaga pemerintahann yang lainnya yang berpendapat
bahwa isu tidak hanya sesuatu yang terkait dengan organisasi tetapi memiliki
pengaruh yang signifikan dalam aktivitas lembaga pemerintahann di Indonesia. 4
dari 16 informan menggambarkan isu bukan hanya sesuatu yang terkait dengan
organisasi tetapi juga memiliki pengaruh dalam aktivitas yang dijalankan
organisasi. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh humas kementerian
keuangan, kementerian perhubungan, bappenas, dan kementerian pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak
Menurut informan dari humas kementerian keuangan isu akan memberikan
pengaruh baik secara langsung ataupun tidak langsung bagi keberlangsungan atau
kesuksesan suatu program yang dibuat oleh organisasi (Sakti, komunikasi
personal, 13 Februari 2017). Pengaruh yang diberikan sangat signifikan yang
mempengaruhi pada keberlangsungan organisasi. Menurut informan isu yang
berpengaruh pada organisasi bukan hanya berassal dari luar tubuh organisasi,
tetapi organisasi juga harus menciptakan isunya sendiri untuk memperkuat
program dan kebijakan yang dimiliki. Pengaruh isu dalam aktivitas kementerian
keuangan ditentukan berdasarkan pada respon yang diberikan oleh kementerian
keuangan.
109
Hal serupa juga disampaikan oleh humas kementerian perhubungan yang
juga mengatakan bahwa isu adalah sesuatu yang berpengaruh secara fundamental
kepada keberlangsungan organisasi. Arah perkembangan isu bergantung pada cara
lembaga dalam hal ini kementerian dalam menghadapi dan merespon isu. Oleh
karenanya isu bisa menjadi negatif dan positif bergantung pada cara meresponnya.
Bappenas atau kementerian perencanaan pembangunan nasional
mendefinisikan isu sebagai sebagai sesuatu yang menyebabkan organisasi
menentukan langkah komunikasinya. Oleh karenanya isu juga didefinisikan
sebagai sesuatu yang harus di pikirkan dampaknya bagi organisasi dalam hal ini
kementerian PPN (bappenas). Dampak isu diyakini sebagai sesuatu yang dapat
menimbulkan hal negatif apabila organisasi tidak dapat mengelolanya dengan
baik. Konstruksi isu menurut kementerian pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak (PPPA) melengkapi pendapat dari bappenas. Menurut humas
kementerian PPPA organisasi harus memprogramkan isu tersebut untuk
dilemparkan kepada publik. Menurutnya apabila humas tidak mampu
memprogram isu makan humas harus bersiap dengan masalah yang akan
ditimbulkan dari isu yang berasal dari eksternal (Suwardi, komunikasi personal,
29 Mei 2017).
4.3.3.3. Isu sebagai hasil antisipasi krisis
Kementerian sosial memiliki pandangan yang berbeda terkait tentang krisis
dibandingkan dengan lembaga pemerintah yang lainnya. Kementerian sosial
110
mendeskripsikan isu sebagai sesuatu yang dihasilkan dari sebuah langkah-langkah
antisipasi terhadap munculnya krisis(A. Wahyono, komunikasi personal, Februari
2017). Menurutnya krisis itu bisa ditimbulkan akibat adanya aksesibilitas
informasi. Lembaga pemerintah megeluarkan atau menciptakan sebuah isu untuk
mengantisipasi kemungkinan terjaidnya krisis. Misalnya isu tahun 2020 Indonesia
bebas anak jalanan. Isu tersebut dikeluarkan oleh kementerian sebagai bentuk
antisipasi terhadap munculnya krisis yang disebabkan oleh keberadaan anak
jalanan yang dalam UU 1945 disebut sebagai tanggung jawab pemerintah. Contoh
yang lain adalah dengan adanya isu layanan bebas telpon tanpa biaya yang dimiliki
oleh kementerian sosial sebagai bentuk upaya kementerian sosial mencegah
timbulnya krisis saat terjadi bencana maupun saat masyarakat memerlukan
bantuan kementerian sosial. Jangan sampai masyarakat itu kena musibah tetapi dia
tidak tahu harus memengadu kemana harus melapor kemana untuk bisa
meringankan bebannya (A. Wahyono, komunikasi personal, Februari 2017).
Sehingga dengan adanya isu diharapkan bahwa krisis yang dapat merugikan
masyarakat tidak akan terjadi dengan upaya komunikasi dan antisipasi yang
dilakukan oleh kementerian sosial.
4.3.3.4. Isu sebagai topik pembicaraan
Kementerian perindustrian sebagai informan ke tiga mengatakan bahwa isu
adalah bentuk komunikasi. Menurut informan tiga isu adalah suatu topik
pembicaraan bisa merupakan subjek tertentu atau pesan yang ingin disampaikan
111
(Sarjono, komunikasi personal, 2 Mei 2017). Isu menurut informan terdiri dari tiga
macam yaitu isu negatif, positif dan netral. Isu positif yang dimaksud adalah isu-
isu yang baik atau kabar gembira mengenai industry di Indonesia. Misalnya
industri meubel yang meningkat dengan adanya eksport ke luar negeri dan
karyanya disukai oleh dunia mancanegara. Tetapi isu negatif adalah isu-isu yang
kurang baik terkait industri. Salah satu contohnya adalah pada saat munculnya
pemberitaan di headline koran kompas yang membahas tentang menurunnya
insutri furniture di Indonesia. Tentunya hal tersebut menjadi kabar yang
mengejutkan bagi masyarakat. Sekaligus menjadi isu negatif bagi kementerian
perindustrian. Isu tersebut kemudian menjadi bahan obrolan maupun diskusi
dalam mewujudkan program kementerian perindustrian yang lebih baik.
4.3.3.5. Isu sebagai bentuk layanan publik
Informan kedua yaitu kementerian PUPR mengatakan bahwa isu
merupakan suatu layanan publik yang terjadi pada konsen pada waktu atau momen
tertentu oleh publik di tempat tertentu. Oleh karenanya, isu akan selalu bergeser
dari waktu ke waktu karena konsen publik juga akan selalu bergeser dari waktu ke
waktu dan dari satu tempat ke tempat yang lain. Tetapi hal tersebut dapat dipelajari
melalui data statistic maupun empiris (Atmawidjaja, komunikasi personal, 28
April 2017).
“Misalkan dari bulan januari sampai maret itu kebanyakan isu bencana. Isu
tentang banjir, longsor, jalan rusak, itu terjadi pada periode itu. Kemudian pada
musim ke dua april-juni, misalkan nanti ada isu lebaran. Nah itu adalah isu.
Kemudian di periode berikutnya dari juli-september misalkan kekeringan. Ada
112
kekeringan dimana sulit air bersih, sawah tidak terairi, bendungan dangkal,
sungai dangkal itu menjadi konsen kita semua. Kemudian di terakhir bulan
oktober-desember biasanya isu tentang peresmian. Peresmian jalan tol,
peresmian bendungan, rumah susun, jadi banyak festivity nya. Dan juga
penyerapan anggaran. Jadi isu itu akan bergerak terus. Jadi kita manage seperti
itu” (Atmawidjaja, komunikasi personal, 28 April 2017).
Dapat dipahami bahwa yang dimaksud isu menurut informan dua yaitu
kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat adalah bahwa isu merupakan
sesuatu yang dinamis karena akan selalu bergerak dan merupakan salah satu fokus
dari organiasi dalam menjalankan peran dan fungsinya. Jadi isu itu selama masih
ada pelayanan publik, atau kepentingan publik ataupun ada gangguan pada
layanan publik. Sehingga disitulah letak capaian bagi organisasi untuk
menentukan isu ini dalam kategori posiif atau negatif (Atmawidjaja, komunikasi
personal, 28 April 2017).
4.3.3.6. Isu sebagai trigger pemahaman publik
Pemahaman tersebut dikuatkan oleh humas kementerian agama RI bahwa
isu merupakan sebuah trigger dalam memberikan pemahaman kepada publik
mengenai yang akan, telah dan sedang dilakukan oleh organisasi (Rosidin,
komunikasi personal, 27 April 2017). Trigger yang dimaksud merupakan
pemantik terhadap aktivitas kementerian agama tentang publik untuk menciptakan
kesepahaman antara publik dan pemerintah.
“oh ada trigger soal A”, berarti kita fokus ke ini. oke Isunya apa? Kan biasanya
isu itu punya turunan, turunan ini.. turunan ini. Tapi kalau misalnya membahas
ini berarti kita harus fokus, tidak boleh kita keluar-keluar dulu. harus kita lihat
dulu ya pihak yang terlibat apa?, isunya terkait dengan apa?, sampai segala
113
macemnya kita definisikan dengan baik sehingga ketika kita mau melakukan
action itu kita gak keluar lagi dari ranah yang kita definisikan (Rosidin,
komunikasi personal, 27 April 2017).
4.3.3.7. Isu hanyalah kabar burung
Berbeda dengan semua pendapat sebelumnya, menurut informan 12 isu
hanyalah kabar burung yang tidak tentu kebenarannya sehingga bukan sesuatu
yang terlalu penting bagi aktivitas kementerian (Widyatmoko, komunikasi
personal, 13 Februari 2017). Humas kementerian desa, transmigrasi dan
pendayagunaan daerah tertinggal menganggap isu sebagai sesuatu yang tidak
penting dan tidak terkait dengan partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan
pemerintah. Humas kemnetrian desa, transmigrasi dan pendayagunaan aparatur
negara menganggap bahwa isu bukanlah sesuatu yang serius untuk diberikan
rekomendasi.
Ke tujuh subbab yang telah dijelaskan sebelumnya menunjukkan bahwa
humas lembaga pemerintah memiliki pandangan yang berbeda tentang isu.
Pandangan tersebut didasarkan pada aktivitas pemerintah, karakteristik buddaya
organisasi serta berbagai faktor lain yang berkaitan dengan organisasi. Selain data
ini berisi tentang konstruksi humas pemerintahann di Indonesia tentang isu, dalam
data juga ditemukan data mengenai asal munculnya isu menurut para humas
lembaga pemerintah yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.
Kecenderungan tersebut sebenarnya telah peneliti jelaskan pada subbab sebelum
ini mengenai lembaga yang bernaggapan bahwa isu diawali atau berasal dari
114
media massa. Selain itu beberapa yang lain berpendapat bahwa isu dapat terjadi
karena berbagai faktor apa saja dimana saja dan kapan saja. Untuk memudahkan
pembaca dalam memahami hal ini, berikut diagram yang peneliti sajikan untuk
mewakili informan mengenai asal munculnya isu dibawah ini:
Diagram 4.3.3.2 Asal munculnya isu
Konstruksi humas pemerintah tentang isu yang telah peneliti jabarkan
melalui beberapa subbab di atas, peneliti sederhanakan dalam bentuk tabel berikut
ini:
13%
34%53%
0%
Asal munculnya isu
berasal dari media berasal dari program lembaga
berasal dari berbagai hal
115
Tabel 4.3.3Konstruksi humas pemerintah terkait isu No Instansi Konstruksi humas pemerintah terkait isu
1 Kementerian Keuangan Sesuatu yang memiliki pengaruh bagi keberlangsungan
organisasi, bisa jadi positif atau negatif. Yang jelas
kalau negatif harus cepat mendapat penanganan.
2 Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
sebuah layanan publik yang menjadi konsen pada
waktu atau momen tertentu oleh publik di tempat
tertentu
3 Kementerian
Perindustrian
Suatutopik pembicaraan, bisa merupakan subjek
tertentu, bisa pesan apa yang disampaikan bisa juga
sesuatu yang kita terima
4 Kementerian
Perhubungan
suatu hal yang menjadi potensi berpengaruh secara
fundamental terhadap organisasi. Isu itu dalam
pemerintahann sebenarnya bisa jadi positif, bisa jadi
negatif tergantung bagaimana kita mengelolanya.
5 Kementerian
Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi
Birokrasi
suatu peristiwa yang mengandung informasi, untuk
mendefinisikan informasi yang harus ditangani
6 Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional /
Bappenas
isu bagi humas sesuatu yang harus kita pikirkan
dampaknya, isu itu yang membuat kita merencanakan
langkah komunikasinya gitu.
7 Kementerian Komunikasi
dan Informatika
Intinya adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
aktivitas kominfo, bisaanya seringkali ditimbulkan
oleh media
8 Kementerian Pariwisata Suatu peristiwa yang berkaitan dengan suatu
organisasi
9 Kementerian Sosial isu yang di lahirkan dari sebuah langkah-langkah
antisipasi terhadap kemungkinan timbulnya krisis. 10 Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan
Sesuatu yang disampaikan oleh media berkaitan dengan
aktivitas kementerian.
11 Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan
Tinggi
Segala sesuatu yang berkaitan dengan ristekdikti.
12 Kementerian Desa,
Transmigrasi dan Daerah
Tertinggal
Kabar burung, sesuatu yang belum tentu 100% benar, bisa
jadi kan 100% salah.
13 Kementerian pemberdayaan
perempuan dan
Perlindungan Anak
Isu itu ada dua yang memang harus di prgramkan atau akan
menjadi masalah bagi organisasi.
14 Kementerian Agama Sebuah trigger yang digunakan untuk memberikan
pemahaman terkait segala aktivitas kementerian agama
15 Komisi Pemberantasan
Korupsi
tentunya segala sesuatu yang terkait dengan tugas pokok
dan fungsi KPK. Isu ada dua yaitu yang spesifik dan yang
dihadapi dari waktu ke waktu.
16 Komisi Pemilihan Umum Sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu.
116
4.3.4 Strategi manajemen isu humas pemerintah
Strategi majanemen isu yang dilakukan oleh humas pemerintah menjadi
salah satu tema yang didalami oleh peneliti terakit dengan penelitian ini.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan menunjukkan beberapa
langkah manajemen isu yang berbeda dari setiap lembaga pemerintah, tetapi ada
pula yang sama. Semuanya bergantung pada pengalaman informan yang berbeda-
beda dalam menanangani isu, maupun dikarenakan perbedaan isu yang dimiliki
oleh masing-masing lembaga. Berdasarkan hasil wawancara dengan humas-
humas lembaga pemerintah yang menjadi informan, ditemukan bahwa terdapat 11
lembaga pemerintah yang mengatakan bahwa langkah awal dalam manajemen isu
adalah dengan selalu melakukan monitoring melalui media monitoring dan
analisis terhadap hasil dari media monitoring tersebut, 1 mengatakan bahwa
strategi manajmen isu dilakuakn dengan menyeibangkan isu di media, 1 dengan
mengoptimalkan peran media, 1 untuk membetuk tim manajemen isu dan 1 lagi
membentuk buzzer. Prosentase tersebut dapat dilihat melalui diagram berikut:
117
Diagram 4.3.4.1 Strategi Manajemen Isu
Setelah melakukan monitoring dan analisis, humas akan mengidentifikasi
urutan isu dan tone isu di setiap harinya positif atau negatif untuk menentukan
langkah-langkah yang akan diambil selanjutnya. Setelah itu, 93,75% dari
informan ini akan memberikan rekomendasi kepada pimpinan dan mengetahui
tindakan yang direkomendasikan oleh panitia. Untuk itu peneliti akan
memudahkan pembaca dalam memahami melalui subbab berikut:
4.3.4.1 Mengoptimalkan media monitoring
11 humas lembaga pemerintahann di Indonesia mengatakan bahwa stratgei
yang dilakukan dalam menghadapi krisis adalah dengan mengoptimalkan media
monitoring pada lembaga pemerintahann untuk melihat isu yang tengah
berkembang. 11 lembaga pemerintahann tersebut adalah
Informan satu telah mengatakan bahwa monitoring isu dilakukan setiap
hari melalui media monitoring untuk memonitor isu apa saja yang mengenai
organisasi yaitu kementerian keuangan. Selain itu kementerian keuangan
118
memanfaatkan seluruh karyawan kementerian keuangan dalam mengumpulkan
informasi sehingga diketahui isu apa saja yang ada di setiap unit. Hal tersebut
seperti yang disampaikan oleh Sakti, kepala biro komunikasi dan layanan
informasi, yaitu “selama ini kita lakukan, mencoba mengumpulkan semua
informasi, kita punya 11unit eselon satu yang dibawah kendali kementerian. Itu
coba kita kumpulkan mereka punya isu apa gitu ya” (komunikasi personal, 13
Februari 2017). Biro komunikasi dan layanan informasi (KLI) sebagai humas di
kementerian keuangan, berusaha memonitor isu dengan menggunakan berbagai
sisi. Misalnya media monitoring yang dilakukan oleh biro KLI dilakukan dengan
memonitor perkembangan isu yang ada di media cetak, elektronik, hingga media
sosial. Langkah-langkah monitor isu tersebut baik yang melalui media monitoring
maupun dengan monitoring melalui karyawan tersebut dilakukan untuk
mengetahui perkembangan isu maupun isu-isu yang baru yang berkaitan dengan
kementerian keuangan. Setelah itu dilakukan filterisasi terhadap isu-isu yang
masuk ke kementerian keuangan. Filtering ini dilakukan untuk menentukan
besaran dampak dari isu yang ada dan magnitude yang dihasilkan. Setelah itu
menurut informan akan dilakukan penentuan level setiap isu yang ada.
“Jadi ada levellingnya, sesuai dengan kapasitas, kompetensi, dan
wewenangnya. Kemudian juga ada filteringnya juga. Sehingga wujudnya itu
bisa jawaban ke medsos, atau siaran pers, atau langsung konferensi pers” (Sakti,
komunikasi personal, 13 Februari 2017).
Levelling ini dilakukan untuk mengetahui respon yang akan diberikan oleh
organisasi. Hal tersebut juga dilakukan untuk menentukan alur isu yang akan
119
diberikan. Misalkan ketika isu dianggap ringan dan tidak terlalu serius maka
kepala biro KLI dapat memberikan jawaban secara langsung melalui siaran pers
maupun kepada perseorangan. Sebaliknya, ketika isu tersebut dianggap serius
maka perlu dieskalasikan kepada pimpinan yaitu Menteri untuk diberikan arahan.
Apabila dibutuhkan maka perlu juga untuk diadakan diskusi untuk menentukan
respon yang paling tepat.
Informan dua yaitu kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat
(PUPR) mengatakan bahwa isu tidak selalu positif maupun negatif sehingga
langkah manajemen yang dilakukan bergantung pada sifat isunya. Seperti yang
didefinisikan oleh kementerian ini bahwa isu adalah sebuah layanan publik yang
menjadi konsen tertentu di waktu tertentu, sehingga menurut informan dua,
organisasi dapat secara langsung menangani isu-isu yang biasanya terjadi pada
waktu itu. Seperti misalnya yang disampaikan oleh informan bahwa isu
bergantung pada bulannya, artinya ada nilai statistiknya. Tetapi ada pula isu yang
tidak ada dalam statistik atau tidak bisa diperkirakan. Isu-isu yang positif akan
selalu dikeluarkan oleh organisasi, akan tetapi isu negatif yang sudah dapat
diprediksi harus sudah dimanage sejak awal. Menurut informan dua, sifat
kementerian adalah menghindari polemik sehingga berusaha semaksimal mungkin
untuk mengurangi hal-hal yang dapat menjadi penyebab munculnya polemik
(Atmawidaja, komunikasi personal, 28 April 2017). Selain itu langkah yang
dilakukan adalah dengan secara berkala mengirimkan release kepada media-
120
media mengenai aktivitas organisasi maupun release yang menjadi jawaban dari
isu negatif yang bermunculan di ranah publik.
Informan kedua juga mengatakan bahwa untuk mengantisipasi isu negatif
semakin besar dampaknya adalah dengan membentuk penanggung jawab untuk
isu-isu negatif yang sifatnya seasonal yang dapat diprediksi. Contoh bencana
banjir termasuk pada isu yang berkaitan dengan kementerian PUPR. Penyebabnya
sudah dapat diketahui misalnya adalah hujan, dan diperburuk oleh drainanse yang
tersumbat dan sebagainya. Hal-hal demikian organisasi yaitu kementerian PUPR
sudah dapat memprediksi waktu terjadi meskipun tidak dapat memastikan lokasi
terjadinya. Karenanya, menurut informan dibuatlah sebuah langkah antisipasi.
“Misalkan semua unit harus sudah siap dilapangan. Kemudian material alat
kerja sudah di lapangan. Kemudian SDM harus standby 24 jam, lalu masyarakat
di minta waspada. Saluran-saluran di bersihkan, juga dilihat fasilitasnya. Layak
atau tidak. strukturnya di cek untuk jembatan. Jangan sampai rubuh karena
hujan. Itu kan pernah terjadi kemarin di cipamingkis. Itu jembatan yang rubuh
karena aliran air dibawah menggerus struktur. Nah itu semua kita minta semua
aparat untuk mengantisipasi. Selama ini kan kalau ada bencana yang sering
turun pertama adalah TNI dan PU.walaupun itu bukan di jembatan kita.
misalkan jembatannya kabupaten”. (Atmawidjaja, komunikasi personal, 28
April 2017).
Hasil wawacara dari informa ketiga mengenai strategi manajemen isu yang
dilakukan oleh organisasinya yaitu kementerian perindustrian yang pasti adalah
dengan melakukan monitoring isu dengan media monitoring untuk mengetahui
isu-isu yang berkembang mengenai kementerian perindustrian, maupun untuk
mengantisipasi munculnya isu-isu negatif yang merugikan organisasi. Menurut
121
informan tiga, kementerian tidak terhindar dari munculnya isu-isu negatif
meskipun tidak diketahui kebenarannya. Seperti yang terjadi pada kementerian
perindustrian beberapa waktu yang lalu adalah munculnya pemberitaan di media
yang menyatakan bahwa industri furniture di Indonesia sedang terpuruk. “bagi
kita itu sangat negatif gitu, karena saat itu sektor industry itu kan, binaan kita, yang
kedua dikatakan di situ terpuruk seolah-olah pemerintah itu tidak membantulah,
jadikan nyerang kita, bagi kita itu negatif” (Sarjono, komunikasi personal, 2 Mei
2017). Langkah penyelesaian yang dilakukan oleh biro humas adalah dengan
melakukan verifikasi terkait isu dan mencari data pembanding yang dimiliki oleh
kementerian perindustrian. Meskipun isu negatif tersebut tidak sepenuhnya salah,
tetapi humas berusaha mencari sisi baik dari industri furniture untuk disampaikan
kepada publik. Hal tersebut untuk meredam pemberitaan negatif terkait dengan
industri furniture. Selain itu humas akan melempar isu positif terkait kementerian
perindustrian untuk mengalihkan konsentrasi masyarakat dari isu negatif (Sarjono,
komunikasi personal, 2 Mei 2017). Sarjono juga mengatakan bahwa hal itu
bukanlah langkah terakhir yang dilakukan oleh organisasi. Setelah isu negatif
mulai meredam, humas tetap akan mengidentifikasi faktor-faktor yang
menyebabkan isu negatif tersebut muncul. Setelah mengetahui titik permasalahan,
humas membuat rekomendasi kepada pimpinan. Apabila pimpinan menyetujui
maka rekomendasi tersebut akan dibuat menjadi sebuah release atau siaran pers.
Selain isu-isu yang sudah disebutkan tersebut, menurut informan tiga humas juga
122
membuat sebuah agenda setting untuk menentukan isu-isu yang akan dikeluarkan
oleh kementerian perindustrian meskipun hanya dalam jangka pendek.
Informan keempat menyampaikan dalam wawancara bahwa dalam
menangani sebuah isu tentang organisasi, yang pasti dilakukan adalah melakukan
media monitoring, lalu dianalisis untuk selanjutnya dievaluasi oleh bagian
monitoring di biro komunikasi dan informasi publik sebagai pelaksana fungsi
humas di kementerian perhubungan. Media monitoring dilaksanakan setiap hari
sesuai target yang ditentukan dengan menggunakan bantuan sebuah aplikasi.
Namun rekomendasi dan analisis dilakukan secara mandiri oleh biro komunikasi
dan informasi publik dengan bantuan pihak ketiga agar hasilnya lebih akurat
(Raharjo, komunikasi personal, 27 April 2017). Selain itu kementerian
perhubungan memiliki system buzzer untuk meredam hoax di media sosial. Selain
itu buzzer juga berfungsi untuk memenangkan opini pemerintah dalam suatu
perdebatan yang terjadi di media sosial. Informan keempat juga mengatakan
bahwa kementerian perhubungan telah memiliki mekanisme dalam penanganan
isu yang terbagi dalam biro komunikasi dan pelayanan informasi berdasarkan
tugas dan fungsinya masing-masing. Mekanisme tersebut dijalankan bukan karena
adanya sebuah aturan atau produk hukum yang mengikat tetapi karena kita telah
terbiasa menangani masalah. Jadi langkah-langkahnya dilakukan secara spontan
saja (Raharjo, komunikasi personal, 27 April 2017). Karena model pengelolaan
isu tidak memerlukan suatu proyek tertentu, justru terkadang sebaliknya. Dari
123
hasil pengelolan isu itu akan dilihat mana yang strategis dan tidak. Meskipun
dalam pelaksanaannya tidak selalu berjalan sempurna. Hal tersebut dikarenakan
pengelolaan isu itu merupakan kemampuan yang sifatnya strategis sedangkan
dinamika perkembangan isu bagi lembaga pemerintah saat ini semakin dinamis.
Dinamika perubahan itu luar biasa, yang lebih banyak faktor strategis. “Jadi
dokumen-dokumen perencanaan yang sifatnya harusnya jadi pedoman itu, itu
tidak selamanya kita gunakan” (Raharjo, komunikasi personal, 27 April 2017).
Raharjo juga menjelaskan lebih jauh bahwa seringkali langkah penanganan isu
yang diambil adalah dengan membiarkan isu tanpa memberikan respon apapun.
Karena seringkali isu itu menjadi tidak selesai karena penanganannya, tetapi
keputusan yang diambil itu yang bisa meredakan masalah pada saat itu.
Informan kelima yaitu kementerian pendayagunaan aparatur Negara dan
reformasi birokrasi menyatakan bahwa isu dapat dimonitor dengan melakukan
monitoring terhadap media-media mainstream maupun media sosial untuk
mengetahui isu mengenai organisasi yang berkembang di masyarakat. Hasil dari
media monitoring akan dianalisis perhari, perminggu, hingga perbulan untuk
mengetahui isu-isu strategis yang terjadi serta sebagai bahan evaluasi bagi
organisasi. Hal itu berkaitan dengan banyaknya isu yang ada di kementerian
pendayagunaan aparatur Negara dan reformasi birokrasi. Isu-isu tersebut
dikatakan sesuai dengan berbagai deputi yang ada di kementerian ini. Informan
lima juga mencontohkan isu yang ada seperti isu-isu tentang reformasi birokrasi,
124
isu-isu tentang akuntabilitas, isu pengawasan dan sebagainya yang itu terjadi di
seluruh wilayah Indonesia. Hal tersebut dikarenakan peran fungsi kementerian
pendayagunaan aparatur Negara dan reformasi yang berperan melahirkan
kebijakan berkaitan dengan reformasi birokrasi di dalam kelembagaan tata
laksana, SDM aparatur, dan sebagainya (Suwardi, komunikasi personal, 29 Mei
2017).
Informan kelima mengatakan bahwa ada beberapa strategi yang biasa
dilakukan oleh bagian humas untuk meredam, mengelola dan mengatasi isu
negatif yang terjadi di masyarakat. Misalnya seperti pada saat ada bocornya surat
katabelece Menteri untuk kedutaan besar Australia yang isinya diduga meminta
fasilitas Negara untuk temannya Menteri saat itu yaitu Bapak Yuddy Chrisnandi.
Munculnya isu tersebut di media menyebabkan masyarakat bergejolak dengan
memberikan nilai yang negatif bagi kementerian PAN-RB. Pemberitaan itu
menjadi isu sensitive bagi kementerian karena menyangkut kredibilitas Menteri.
Langkah yang dilakukan adalah dengan menjelaskan kepada masyarakat
kebenaran yang terjadi dengan alasan yang dianggap dapat menurunkan opini
negatif masyarakat. Kepala biro hukum, komunikasi dan informasi publik
mengklarifikasi mengenai itu dengan mengirim surat kepada media. Namun
ternyata hasilnya tidak sesuai yang diharapkan oleh organisasi, masyarakat tidak
berhenti membahas permasalahan tersebut. Langkah lanjutan yang diambil oleh
humas sebagai pelaksana teknisnya adalah dengan tidak merespon kembali isu
125
tersebut. Menurut informan ‘diam’ adalah langkah terbaik yang bisa dilakukan
oleh organisasi untuk meredam isu (Suwardi, komunikasi personal, 29 Mei 2017).
Selain langkah diam yang dipilih oleh kementerian tersebut, pengalihan isu
menjadi pilihan yang dilakukan selanjtunya oleh organsasi. Menurut informan
tindakan yang dilakukan pada saat itu ada dengan mengalihkan konsentrasi
masyarakat pada isu tersebut dengan mengeluarkan isu mengenai gaji K-13 dan
pembukaan lowongan CPNS. Meskipun publik tidak sepenuhnya berhasil
dialihkan, tetapi minimal humas kemenpan-RB dapat mengimbangi pemberitaan
dan isu yang ada dengan isu-isu positif lain. Informan lima mengatakan bahwa
selain langkah-langkah yang disebutkan tadi, strategi manajemen isu yang
dilakukan oleh kementerian PAN-RB adalah dengan selalu mengolah isu-isu
positif yang bisa menarik perhatian media dan masyarakat. Misalnya isu utamanya
adalah rekruitmen CPNS, inovasi pelayanan publik, rekruitmen CPNS dan
sebagainya. Isu-isu tersebut selalu diolah untuk dijadikan sebagai bahan berita
atau siaran pers oleh humas baik dari sisi bagaimana persiapan orang yang mau
ikut untuk dijadikan sebagai bahan dalam pembuatan siaran persnya (Suwardi,
komunikasi personal, 29 Mei 2017).
Informan kedelapan yaitu kementerian pariwisata dikatakan telah memiliki
landasan yang kuat dalam manajemen isu maupun manajemen krisis karena telah
ada organisasi internasional yang menaungi dalam hal manajemen isu, manajemen
resiko maupun manajemen krisis. Seperti halnya kementerian yang lainnya
126
menggunakan media monitoring dan isu analisis sebagai langkah awal dalam
memonitor perkembangan isu yang terjadi di saluran media. Karena melalui
monitoring sebenarnya organisasi dapat memprediksi isu-isu atau kemungkinan
terjadinya krisis bagi organsasi. Sehingga langkah ini dilakukan setiap hari dengan
target yang ditentukan oleh organisasi. Selanjutnya informan mengatakan bahwa
isu-isu yang berkaitan dengan kementerian pariwisata adalah yang terkait dengan
wisatawan lokal maupun mancanegara. Isu-isu yang selama ini ada di kementerian
pariwisata cenderung positif dengan minimnya isu negatif. Isu negatif sendiri
dikatakan oleh informan sebagai sesuatu yang bisa mengganggu kunjungan
wisman, jadi mengganggu dari KPI (Kompetisi Pariwisata Indonesia), KPI kita
yaitu mendatangkan wisman, yang target dari presiden itu harus 20 juta di tahun
2019 (Masruroh, komunikasi personal, 30 Mei 2017). Strategi yang dilakukan
dalam menangani isu adalah dengan mengidentifikasi isu, jika isunya negatif maka
harus dicari akar permasalahanya. Misalkan seperti yang terjadi pada saat
terjadinya bom Sarinah di Jakarta. Kejadian tersebut merupakan isu yang sangat
mengkhawatirkan bagi kemenpar karena Jakarta merupakan salah satu daerah
yang paling banyak didatangi oleh wisatawan yaitu sekitar 30% dari total seluruh
wisatawan yang datang ke Indonesia.
“Jadi ketika terterjadi sesuatu yang negatif, dan itu di Jakarta, itu e... konsen
banget kita, takutnya akan ada cancelation, takutnya akan ada apa namanya…
e... orang yang sudah disini tidak bisa pulang, yang diluar tidak jadi masuk, nah
kita yang pertama kali memang harus ada tim pencari fakta”. (Masruroh,
komunikasi personal, 30 Mei 2017).
127
Pencarian akar permasalahan dilakukan dengan membentuk tim pencari
fakta yang kemudian akan berkoordinasi dengan mitra yang menangani kasus
tersebutpada saat itu kementerian pariwisata secara langsung dan cepat menemui
kepolisian dan BNPT yang mengetahui secara persis kejadian tersebut.
Kementerian pariwisata bersama dengan mitra tersebut memonitor perkembangan
dampak dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Setelah itu biro
komunikasi publik membuka posko-posko (crisis center) yang akan mengawal
perkembangan kasus tersebut. Menurut informan setidaknya terdapat tiga step
yaitu yang pertama memberikan respon atas isu dengan cepat, menghubungi
pihak-pihak berwenang yang terkait, dan step yang terakhir adalah dengan
memberikan keterangan pers, misalnya konferensi pers. Tiga langkah tersebut
berhasil dalam meredam dampak terjadinya bom. Informan delapan juga
mengatakan strategi lain yang dilakukan oleh biro komunikasi publik kemenpar
adalah dengan menggunakan strategi media yang tepat. Misalnya dalam
menuliskan siaran pers saat terjadinya permasalahan di Indonesia adalah dengan
menuliskan hal-hal baik yang ada terlebih dahulu baru kemudian hal negatifnya,
agar konsentrasi pembaca tidak pada hal negatif (Masruroh, komunikasi personal,
30 Mei 2017).
Informan sembilan yaitu kementerian sosial menyebutkan bahwa strategi
penanganan isu yang dilakukan adalah pertama dengan mencari akar
permasalahan dari suatu isu, mengidentifikasi perkembanagan isu, mengevaluasi
128
program dan menentukan langkah penanganan yang tepat. Misalnya pada saat itu
terdapat isu tentang keinginan ibu menteri mencalon presiden. Itu mengganggu
hubungan kementerian sosial dengan istana yang berpotensi menimbulkan krisis
hubungan antara ibu menteri dengan istana. Jadi dianggap ibu menteri tidak
membantu tetapi menjadi kompetitor. Pada saat itu yang dilakukan oleh humas
kementerian sosial adalah dengan mengidentifikasi asal munculnya isu dengan
mengkonfirmasi media yang memberitakan. kemudian menteri secara khusus
langsung mengklarifikasi kepada istana sehingga isu negatif ini tidak berlarut
(Wahyono, komunikasi personal, 10 Februari 2017). Informan juga menjelaskan
dalam kasus-kasus yang lain lagi biasanya humas akan langsung mengeluarkan
release atau siaran pers.
Informan 10 yaitu kementerian pendidikan dan kebudayaan melakukan
strategi penanganan isu dengan gencar mensosialisasikan setiap program dan
mengedukasi masyarakat terhadap program-program maupun kebijakan yang
dimiliki oleh kementerian. Selain itu menurut informan monitoring isu menjadi
salah satu langkah awal yang harus selalu dilakukan oleh humas untuk mengetahui
perkembangan isu yang terkait dengan organisasinya (Langguana, komunikasi
personal, 30 Mei 2017). Sedangkan informan 11 mengatakan bahwa strategi isu
yang dilakukan adalah dengan menguatkan peran media dalam menyelesaikan
suatu isu. Tetapi langkah awal yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi isu.
Mencari pangkal masalahnya ada dimana, kemudian biasanya inti permasalahan
129
akan didapat dari media massa atau media sosial. Kemudian humas akan
mendiskusikan dengan pimpinan untuk diberikan respon secara cepat dan tepat.
Setelah itu akan dikeluar press release atau konferensi pers untuk menjawab
permasalahan tersebut. Tetapi menurut informan ada pula isu yang dianalisis
akan lebih baik jika tidak direspon atau didiamkan saja. Maka isu tersebut akan
kita diamkan tidak diberi respon (Razak, komunikasi personal, 17 Februari 2017).
Strategi yang dilakukan oleh informan 11 tersebut sama halnya dengan
strategi yang dilakukan oleh informan 12 yaitu kementerian desa, trasnmigrasi dan
aerah tertinggal. Menurut informan 12 humas selalu berusaha untuk mengelola isu
dengan baik, melempar isu-isu positif untuk menutup isu-isu negatif dan tidak
menanggapi beberapa isu yang dianggap tidak penting. Karena menurut informan
12 isu hanyalah kabar burung yang tidak perlu dihiraukan. Sehingga merespon isu
sama halnya dengan membuang waktu (WIdyatmiko, komunikasi personal, 13
Februari 2017).
Informan 13 yaitu kementerian pembedayaan perempuan dan perlindungan
anak mengatakan bahwa humas tidak melakukan tindakan manajemen isu karena
manajemen isu secara langsung dilakukan oleh masing-masing deputi yang ada di
kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Sehingga upaya
dalam manajemen isu tidak diketahui oleh humas. Menurut informan manajemen
isu tidak termasuk dalam tugas dan fungsi yang diatur karena humas hanya
130
bertugas untuk meliput dan mempublikasikan kegiatan serta mengatur protokol
pimpinan.
Menurut informan 14 manajemen isu yang biasanya dilakukan adalah
pertama berusaha mendefiniskan isu yang ada, kemudian mengkaji perkembangan
isu. Setelah itu langkah yang dilakukan adalah dengan merumuskan kembali atau
menyempurnakan peta isu yang dimiliki.
“Tapi kalau misalnya membahas ini berarti kita harus fokus, tidak boleh kita
keluar-keluar dulu. harus kita lihat dulu ya pihak yang terlibat apa?, isunya
terkait dengan apa?, sampai segala macemnya kita definisikan dengan baik
sehingga ketika kita mau melakukan action itu kita gak keluar lagi dari ranah
yang kita definisikan. Terkait dengan isu yang kita miliki”. (Rosidin,
komunikasi personal, 27 April 2017).
Pemetaan terhadap isu selalu dilakukan oleh bagian humas kementerian
agama untuk membuat sebuah langkah penanganan saat terjadi isu. Menurut
informan 14 dengan membuat sebuah peta isu tentu akan terlihat isu-isu strategis
yang dimiliki oleh organisasi serta dengan mudah dapat mengidentifikasi besaran
dampak yang diperoleh saat ada isu negatif yang muncul (Rosidin, komunikasi
personal, 27 April 2017).
4.3.4.2 Menyeimbangkan isu
Informan ketujuh mengatakan hal serupa dengan informan kelima bahwa
untuk menangani isu negatif menegnai organisasi perlu adanya penyeimbangan
setiap isu yang berpotensi negatif dengan isu yang positif. Informan ketujuh yaitu
kementerian komunikasi dan informatika juga menjelaskan bahwa manajemen isu
dilakukan jauh sebelum isu muncul. Artinya bahwa manajemen isu dilaksanakan
131
setiap hari oleh organisasi untuk menghindari munculnya isu negatif. Menurut
informan tujuh salah satu yang menyebabkan munculnya isu negatif maupun krisis
adalah tidak terbukanya organisasi kepada masyarakat sehingga memunculkan
ketidakpuasan. Harusnya saat ini seluruh lembaga pemeintah harus terbuka arena
rakyat dijamin dengan UU No. 14 tahun 2007 mengenai keterbukaan informasi
publik. Menurut informan tujuh strategi terbaik dalam menangani isu adalah
dengan melakukan transparansi atas apapun yang lembaga pemerintah lakukan
kepada publik, sehingga publik tidak bertanya-tanya mengenai aktivitas
pemerintah. Apabila isu negatif terlanjur muncul maka yang dilakukan adalah
dengan membuat pengalihan isu untuk menyeimbangkan pemberitaan yang
muncul (Nizar, komunikasi personal, 17 Februari 2017).
4.3.4.3 Mengoptimalkan peran media
Informan enam yaitu kementerian perencanaan pembangunan nasional
(Bappenas) setidaknya juga mengatakan hal serupa dengan yang disampaikan oleh
informan lima dan tujuh yaitu dengan menguatkan isu-isu positif yang berkaitan
dengan bappenas. Hanya saja menurut informan enam isu yang menimpa
bappenas tidak terlalu banyak, biasanya isu yang menyentuh bappenas adalah isu-
isu yang berkembang dari kementerian teknis. Karena kalau bappenas tidak
berhubungan langsung dengan publik, artinya bahwa publiknya bappenas adalah
lembaga pemerintah (Aida, komunikasi personal, 2 Mei 2017). Tetapi dalam
manajemen isu bappenas melakukan strategi respon isu dengan cepat agar isu
132
tidak berlarut-larut. Selain itu bappenas selalu berupaya menjaga agar isu negatif
tidak menimpa bappenas yaitu dengan berusaha komunikatif dan transparan
terhadap masyarakat, meskipun isu negatif tidak akan hilang sepenuhnya dari
bappenas.
4.3.4.4 Membentuk tim manajemen isu
Menurut hasil wawancara yang dilakukan dengan informan 15 dapat
diketahui strategi penanganan isu yang dilakukan oleh komisi pemberantasan
korupsi (KPK). Manajemen isu yang dilakukan oleh KPK dimulai sejak awal
dengan membentuk PIC (person in charge) yang dinamakan champion untuk
mengcounter dan memetakan isu yang ada di masing-masing unit kerja. Masing-
masing champion akan menyetorkan isu-isu yang terkait dengan unitnya dan
kemudian semua unit dikumpulkan untuk disatukan. Hasil penyatuan dari semua
unit akan terlihat isu yang harus diprioritaskan, isu yang harus terus diawasi untuk
diajukan kepada pimpinann dan ditindaklanjuti dalam bentuk kewajiban. Selain
mengeinventarisir isu melalui champion, humas juga melakukan media
monitoring dan analisis untuk mengetahui perkembangan isu yang ada di media
termasuk di media sosial (Meinardy, komunikasi personal, 28 April 2017).
4.3.4.5 Membentuk buzzer
Informan dari komisi pemilihan umum (KPU) yaitu informan 16
menjelaskan mengenai strategi manajemen isu yang dilakukan di organsasi
tempatnya bernaung. Informan 16 mengatakan bahwa dalam KPU manajemen isu
133
dilakukan dengan membentuk tim buzzer yang terdiri dari pegawai terpilih KPU.
Tim buzzer ini bertujuan untuk mengontrol isu yang berkembang di media sosial.
Sedangkan untuk isu yang berkembang di media mainstream dilakukan dengan
media monitoring dan media analisis sebagai kelanjutan dari media monitoring.
Selain itu menurut informan yang harus dilakukan oleh KPU agar tidak ada isu
negatif ataupun krisis adalah dengan bersikap transparan atas hasil pemilu ataupun
segala aktvitas yang dilakukan oleh KPU (Suhardi, 21 April 2017).
Strategi yang dilakukan oleh humas dalam manajemen isu juga
berdasarkan pada pengalaman masing-masing informan yang berbeda dengan
lembaga pemerintah yang berbeda. Oleh karenanya, untuk lebih memudahkan
pembaca dalam memahami startegi yang digunakan oleh humas lembaga
pemerintahann yang berpartisipasi dalam penelitian, peneliti
menyederhanakannya menjadi sebuah tabel dibawah ini:
Tabel 4.3.4 Strategi manajemen isu
No Instansi Strategi manajemen isu
1 Kementerian Keuangan Mengidentifikasi isu melalui monitoring
baik melalui media cetak, elektronik,
media sosial hingga seluruh karyawan di
bawah kementerian keuangan.
Menganalisis isu-isu yang masuk dan
diberi nilai apakah negatif postif dan
134
netral. Kemudian membuat rekomendasi
untuk langkah berikutnya.
2 Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
Memonitoring isu melalui media
monitoring. Biasanya kita merespon
dengan antisipasi terhadap isu. Kita
menghindari polemik di media. Polemik
itu berkaitan dengan angka, statemen
mentri, berkaitan dengan klaim, konflik
dengan lembaga lain.
3 Kementerian
Perindustrian
Memonitor isu melalui media monitoring.
Melakukan verifikasi informasi dari berita
yang ada, berikutnya kita cari data
pembanding, dan data yang dimiliki oleh
kemenperin seperti apa, setelah itu kita
angkat data data yang disisi baik dan
mengidentifikasi kenapa menjadi negatif.
Setelah kita mengidentifikasi itu
berikutnya adalah solusinya apa,sehingga
menghasilkan rekomendasi jadi dari situ
kita dapat informasi data verifikasi
kesimpulan rekomendasi akhirnya kita
bikin siaran pers.
4 Kementerian
Perhubungan
Secara reguler yang kita lakukan itu ada
monitoring dan evaluasi ya. analisis
tentang pemberitaan berita ekstrim, dan
analisis media sosial. Kita punya buzzer,
pasukan medsos untuk meredam hoax di
medsos misalnya. Tetapi kemampuan
untuk melakukan apa yang harus
dilakukan untuk mengatasi isu itu yang
susah
5 Kementerian
Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi
Birokrasi
Jadi kita ada namanya media monitoring
kita kelola dari harian, mingguan, sampai
bulanan, kemudian berusaha menjelaskan
kepada masyarakat duduk perkara setiap
kejadian, tetapi kalau berkaitan dengan
yang negate dan masyarakat tida
menerima maka ditutup dengan isu
positif.
6 Kementerian
Perencanaan
Media monitoring dan yang penting
adalah analisisnya. Menangani dengan
135
Pembangunan Nasional /
Bappenas
cepat setiap isu yang berpotensi negatif
dan menguatkan setiap isu positif.
7 Kementerian
Komunikasi dan
Informatika
Menyeimbangkan isu yang kurang sedap
dengan isu positif, memberikan pelayanan
sebaik mungkin,
8 Kementerian Pariwisata Memonitoring isu setiap harinya.
Membuat tim pencari fakta, berkoordinasi
dengan pihak-pihak terkait,
mengidentifikasi isu, selalau memonitor
perkembangan isu, menentukan langkah
komunikasi yang tepat.
9 Kementerian Sosial Memonitoring perkembangan isu di segala
saluran. Melihat akar permasalahan,
evaluasi program, menentukan saluran
komunikasi dan langkah penanganan
10 Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan
Menggunakan sistem monitoring isu. Dan
mengedukasi serta mensosialisasikan
masyarakat terhadap segala kebijakan dan
program kementerian pendidikan.
11 Kementerian Riset
Teknologi dan
Pendidikan Tinggi
Melakukan media monitoring pertama.
Menguatkan peran media dalam menanganai
isu negatif dan melempar isu positif. Menutup
isu-isu yang negatif dengan isu positif.
Termasuk memonitoring semua isu di berbagai
media.
12 Kementerian Desa,
Transmigrasi dan
Daerah Tertinggal
Semua isu selalu kita kelola supaya tidak
berkembang. Menggandeng media untuk
konferensi pers misalnya. Dan isu tidak
selalu perlu ditanggapi, namanya juga
kabar burung.
13 Kementerian
pemberdayaan
perempuan dan
Perlindungan Anak
Monitoring isu dengan media monitoring.
Humas tidak melakukan manajemen isu
karena manajemen isu secara langsung
dilakukan oleh deputinya masing-masing.
Humas tugasnya hanya meliput dan
mempublikasikan.
14 Kementerian Agama Media monitoring, mendefinisikan isu,
mengkaji perkembangan isu, merumuskan
kembali atau menyempurnakan kembali
peta isu yang dimiliki.
15 Komisi Pemberantasan
Korupsi
Tergantung pada isunya.jika isunya
spesifik maka dibentuk tim isu. Tapi kalau
136
yang setiap hari dihadapi, di KPK terdapat
PIC yang disebut champion untuk
mengcounter dan memetakan segala isu
yang ada di unit kerja. isu isu dalam
bentuk list, list ini kemudian akan
digabungkan oleh para champion
kemudian di .... bersama disitu akan
dilihat kira kira mana isu yang e
diprioritaskan, mana yang perlu diawasi
untuk kemudian diajukan ke pimpinan
untuk segera ditindak lanjuti dalam bentuk
kebijakan. Memonitor isu dengan setiap
hari melakukan monitoring.
16 Komisi Pemilihan
Umum
Membentuk tim buzzer, melakukan media
monitoring dan analisis, transparansi hasil
pemilu.
4.3.5 Humas dalam tim manajemen isu
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti setiap lembaga
memiliki kebijakan sendiri terkait dengan tim manajemen isu dan posisi humas
dalam tim tersebut. Setiap informan menjawab berdasarkan pengalaman yang
dimiliki di masing-masing lembaga. Meskipun tidak semua informan mengatakan
memiliki tim manajemen isu tetapi beberapa yang lainnya mengatakan tim humas
yang menjadi tim dalam penanganan isu.
Data hasil penelitian yang dilakukan peneliti terhadap 16 informan
mengenai humas dan tim manajemen isu menunjukkan bahwa 9 dari 16 informan
mengatakan bahwa tim manajemen isu telah melekat pada tugas dan fungsi yang
dimiliki oleh humas. 1 dari 16 informan mengatakan bahwa tim manajemen isu
tergabung dalam tim media monitoring, 2 dari 16 informan menyatakan bahwa
137
telah memiliki tim khusus dalam mengelola isu, dan 3 dari 16 menyatakan bahwa
pembentukan tim diperlukan bagi lembaga pemerintahann di Indonesia.
Penyederhanaan jumlah tersebut dapat dilihat pada diagram 4.3.3.1.
Setiap lembaga pemerintah menjawab berdasarkan pengalaman yang
dimiliki oleh lembaga pemerintah tersebut dengan ciri khas dan keunikannya
masing-masing. Untuk itu, peneliti akan menyajikan dalam bentuk subbab agar
pembaca lebih mudah dalam memahami.
Diagram 4.3.5.1 Humas dalam manajemen isu
4.3.5.1 Tim adalah humas
Data hasil penelitian yang dilakukan peneliti terhadap 16 informan
mengenai humas dan tim manajemen isu menunjukkan bahwa 9 dari 16 informan
mengatakan bahwa tim manajemen isu telah melekat pada tugas dan fungsi yang
138
dimiliki oleh humas.Sehingga posisi humas merupakan bagian dari tim yang
bertanggung jawab dalam proses manajemen isu. Informan satu mengatakan
bahwa biro komunikasi dan layanan informasi tidak membuat tim khusus dalam
manajemen isu. Tetapi humas membuat tim yang terdiri masing-masing satu dari
perwakilan setiap unit untuk memonitor isu yang berkembang di unit-unit terkait.
Biro KLI bertindak sebagai penghimpun semua isu yang berasal dari unit-unit
untuk diidentifikasi dana dianalisis (Sakti, komunikasi personal, 13 Februari
2017).
Berbeda dengan informan satu, informan dua menyatakan bahwa tim
manajemen isu terdiri dari biro komunikasi publik dengan dibantu oleh dua tim
yang berasal dari konsultan diluar kementerian dan dengan
memanfaatkanintelligent media monitoring system. Menurut informan dua
mengatakan bahwa dalam manajemen isu dibutuhkan kekuatan tim kuat dan solid
sehingga perlu untuk melibatkan orang-orang professional diluar kementerian
PUPR untuk memprediksi isu-isu sekaligus menentukan langkah-langkah
penanganan isu (Atmawidjaya, komunikasi personal, 28 April 2017). Jadi
misalkan ada isu yang diangkat ke publik, lembaga konsultan tadi yang dapat
member kita segala informasi terakit seperti isunya dari mana, orangnya siapa,
waktunya kapan, kemudian motifnya apa, lalu dikaitkan dengan berita-berita
dengan seputar kejadiandengan demikian, kompu mendapat analisis dan
rekomendasi untuk menangani isu. Selain itu menurut informan Atmawidjaja
139
(komunikasi personal 28 April 2017) yang menarik dalam beberapa kesempatan,
dalam memanage isu tersebut kita tidak berjalan sendirian. Karena biro ini ataupun
kementerian kita ini dimonitor oleh 3 lembaga. KSP, tim komunikasi presiden staf
khusus, dan kominfo. Sehingga organisasi kuat untuk bertarung dengan isu yang
ada di publik. Serupa dengan informan dua, informan tiga juga mengatakan hal
serupa bahwa di kementerian perindustrian dibutuhkan bantuan dari pihak ketiga
sebagai bagian dari tim manajemen isu.
“Kalau tim khusus sebenernya nggak, jadi kita (rodanik) aja melalui struktur
yang sudah ada, kalau di humas sudah ada di bawah kan biro, ada bagian
pemberitaan dan publikasi nah tupoknya disitu, meskipun secara sumber daya
kita bisa aja minta bantuan dari pihak lain, misalnya ada pihak ketiga yang
menyediakan monitoring itu, mereka kadang dilibati diajak rapat gitu, tapi
secara tim, nggak dibikin tim khusus, organik dibagian itu”. (Sarjono,
komunikasi personal, 2 Mei 2017).
Selain kedua informan tersebut, informan lima juga mengatakan bahwa
manajemen isu dilakukan secara langsung oleh humas dengan dibantu oleh pihak
ketiga. Hal tersebut dilakukan dengan alasan bahwa pekerjaan yang dimiliki
humas sangat banyak sehingga butuh bantuan dari pihak ketiga agar hasilnya lebih
maksimal (Suwardi, komunikasi personal, 29 Mei 2017).
Informan keempat menyatakan bahwa urgensi dibentuknya tim manajemen
isu kurang penting karena hal tersebut sudah menjadi materi pekerjaan dari biro
komunikasi. Oleh karenanya seharusnya yang menjadi tim itu adalah keseluruhan
dari biro komunikasi. Masalahnya adalah kemampuan pengelolaan isu itu
140
kemampuan yang sifatnya strategis. Kadangkala organisasi memiliki keterbatasan
disitu. Akhirnya humas tidak dalam waktu yang antisipatif.
“Masalah yang kedua adalah kita ini sebuah kementerian, yang lebih-lebih
sekarang daripada dulu. dinamika perubahan itu luar biasa, yang lebih banyak
faktor strategis. Jadi dokumen-dokumen perencanaan yang sifatnya harusnya
jadi pedoman itu, itu tidak selamanya kita gunakan. Dinamika terlalu cepat
berubah”. (Raharjo, komunikasi personal, 27 April 2017).
Menurut informan empat bahwa lembaga pemerintah sebenarnya kekurangan
SDM yang digunakan dalam menangani cepatnya laju dinamika perubahan yang
terjadi di negara ini.
Data yang diperoleh dari informan enam adalah bahwa humas masih cukup
mampu untuk melaksanakan manajemen isu sendiri. Hal tersebut dikarenakan isu
bagi kementerian yang menangani informan enam yaitu bappenas memiliki isu
yang cenderung landai. Karenanya seringkali isu-isu sudah dapat diprediksi
sebelumnya oleh humas melalui media monitoring (Aida, komunikasi personal, 2
Mei 2017). Hal seupa juga disampaikan oleh informan tujuh bahwa biro humas
cukup mampu dalam mengelola isu sendiri. Sehingga humas tidak perlu untuk
membuat sebuah tim yang terkait dengan pengelolaan isu (Nizar, komunikasi
personal, 17 februari 2017).
Informan sembilan, sebelas, 14 dan 16 juga mengatakan hal yang sama
bahwa yang bertanggung jawab dalam menanagani isu adalah humas atau internal
biro. Sehingga tidak perlu untuk membentuk tim khusus dalam melaksanakan
manajemen isu di kementerian yang menaungi mereka. Menurut informan 14,
141
secara struktur tim itu tidak ada, tapi itu sudah melekat dengan tugas yang dimiliki
humas. Misalnya di awal sudah dipetakan mind map dengan isu tertentu. Tapi
kalau soal tim tadi, secara spesifik tidak ada dalam struktural yang menangani isu
tersendiri, tetapi di dalamnya sudah melekat dengan tugas-tugas humas. orang-
orangnyapun sudah diberikan frekuensi yang sama, jadi ketika terjadi isu,
semuanya sudah dalam satu frekuensi (Rosidin, komunikasi personal, 27 April
2017).
4.3.5.2 Tim tergabung dalam tim media monitoring
Berbeda dengan tim manjemen isu pada subbab sebelumnya yang
tergabung dalam humas. Menurut informan delapan yaitu kementerian pariwisata
tim manajemen isu dilakukan oleh tim media monitoring meskipun dengan
memanfaatkan bantuan pihak ketiga. Sedangkan menurut informan delapan, tim
manajemen isu bagi kementerian pariwisata terdiri dari tim monitoring yang
dibentuk berdasarkan structural organisasi disertai dengan tim media sosial yang
tidak hanya berisi orang-orang internal tetapi juga orang-orang di luar kementerian
pariwisata (Masruroh, komunikasi personal, 30 Mei 2017).
Justru kita melibatkan blogger-blogger terus instagramer yang mereka itu
ada di berbagai daerah, ketika ada isu apa, yang positif, yang kita kerjakan untuk
mem-PR-kan kita juga, bukan hanya kementerian ya tapi event pariwisata di
daerah itu, mereka bisa dilibatkan untuk mempublish di sosmed. itu tinggi
tingkatnya juga kalo disini kalo di dalamnya sendiri selain tim media monitoring
142
ada tim tesis yang itu sudah jelas dua ini yang harus bekerjasama (Masruroh,
komunikasi personal, 30 Mei 2017).
4.3.5.3 Tim khusus manajemen isu
Informan 15 yaitu KPK memiliki tim yang secara khusus dibentuk sebagai
tim management isu yang dibentuk secara permanen. Menurut informan tim
manajemen isu dibentuk oleh champion yang berada di humas dengan membuat
risk register dan dianggotai oleh seluruh campion dari masing-masing direktorat.
Tim ini bertugas membuat target-target penyelesaian dan menuliskan rekomendasi
untuk didiskusikan oleh para pimpinan. Informan 15 juga menjelaskan bahwa
dalam penunjukan champion masing-masing director dipilih oleh direktur masing-
masing dengan menyerahkan nama kepada tim humas. Menurut Meinardy
(Komunikasi personal, 28 April 2017). Posisi humas dalam tim ini adalah sebagai
leader yang membentuk sekaligus pengelola isu yang terdapat dalam risk register.
Sehingga humas juga harus selalu memanta perkembangan di dalam tim tersebut.
4.3.5.4 Tidak perlu adanya tim
Menurut informan 12 tidak perlu dibuat sebuah tim manajemen isu, karena
isu tidak jelas kebenarannya sehingga akan membuang-buang waktu apabila
kementerian desatransmigrasi dan daerah tertinggal membentuk sebuah tim
manajemene isu, “yang terpenting dalam lembaga itu, semuanya bekerja
berdasarkan pada koridornya masing-masing maka tidak aka nada masalah”
(Widyatmiko, komunikasi personal, 13 Februari 2017). Sedangkan menurut
143
informan 13 dikatakan bahwa manajemen bukan merupakan tugas dan fungsi
humas karena manajemen isu langsung dilakukan oleh deputi masing-masing.
Karena menurut informan masing-masing deputi yang berwenang dalam
menangani dan melakukan manajemen isu. Termasuk di dalamnya dalam
pembentukan tim menjadi kewenangan masing-masing deputi karena humas tidak
bertanggung jawab atas hal tersebut (Rachman, komunikasi personal, 27 April
2017). Informan 16 memiliki jawaban yang berbeda mengenai tim manajemen isu,
bagi KPU adanya tim monitoring saja sudah cukup untuk memantau
perkembangan isu, menganalisis dan memberikan rekomendasi atas sebuah isu
(Suhardi, komunikasi personal, 21 April 2017).
Peneliti menyederhanakan penyajian data mengenai tim manajemen isu
bagi lembaga pemerintahann Indonesia dalam tabel berikut:
Tabel 4.3.5 Tim manajemen isu dan humas
No Instansi Tim manajemen isu dan humas
1 Kementerian Keuangan Tim secara khusus tidak ada. Tetapi kami
memiliki sebuah group yang terdiri dari
setiap unit untuk memonitor isu.
2 Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
Tim humas kita ada, tapi kita juga dibantu
oleh tim dari konsultan dan kita juga
menghire intelegent media monitoring
system. Perannya tim ini sangat penting
sekali untuk memprediksi isu-isu dan
langkah penanganan. Selain itu karena
dibutuhkan setiap hari tentunya butuh
kekuatan tim yang kuat.
144
No Instansi Tim manajemen isu dan humas
3 Kementerian
Perindustrian
Tim manajemen isu ya semua yang ada di
humas aja. Dibantu oleh pihak ketiga untuk
monitoringnya.
4 Kementerian
Perhubungan
Tidak ada tim khusus karena manajemen isu
adalah materi pekerjaan biro komunikasi.
Hal paling sulit dalam pemerintahann
Indonesia itu adalah koordinasi. Jadi ya buat
apa kita bikin tim kalau ujung-ujungnya
tidak jalan.
5 Kementerian
Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi
Birokrasi
Humas langsung yang menangani
manajemen isu dengan dibantu orang ketiga
dan sebuah aplikasi. Karena tugas humas itu
juga banyak selain mengerjakan tentang isu
6 Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional /
Bappenas
Semua di humas sih, kalau manajemen isu.
Karena kami bukan kementerian teknis... jadi
isunya dibilang landai ya enggak, di bilang
sering juga enggak. Dan bisaanya
isu-isunya sudah bisa kami prediksi
sebelumnya.
7 Kementerian Komunikasi
dan Informatika
Tim manajemen isu itu ya kita yang di humas.
Sudah cukup dalama menangani isu.
8 Kementerian Pariwisata Ada tim media monitoring dan tim sosmed
yang bertugas sebagai tim manajemen isu.
Tim sosmed ini tidak hanya internal
kemeterian pariwisata tetapi melibatkan
orang luar yang ditunjuk.
9 Kementerian Sosial Tim isu ya humas secara keseluruhan.
Kebutuhannya tidak terlalu mendesak untuk
dibuat tim khusus.
10 Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan
im manajemen isu ya. Em. Ada tim
manajemen isu, di tempat yang tadi aspirasi
masyarakat di sub bagian sub aspirasi
masyarakat pada bagian publikasi itu di
lantai dua di sini bagiannya TKLM, yang
tugasnya memonitoring dan memanajemen
isu isu mana nihyangperlu diantisipasi, atau
mana yang perlu ditelusuri
11 Kementerian Riset
Teknologi dan
Pendidikan Tinggi
Semua bagian humas adalah tim manajemen
isu. Terutama baik monitoring ya karena
mereka yang memantau perkembangan
isunya.
145
No Instansi Tim manajemen isu dan humas
12 Kementerian Desa,
Transmigrasi dan Daerah
Tertinggal
tidak perlulah ada tim begitu begitu hanya
untuk kabar burung saja. Yang penting
semua bekerja sesuai dengan koridor yang
telah ditentukan saja tidak aka nada masalah.
13 Kementerian
pemberdayaan
perempuan dan
Perlindungan Anak
Humas tidak memiliki tim manajemen karena
fungsinya tidak begitu penting. Deputi bisa
langsung mengatasi isu sendiri. Humas itu
hanya mengurusi kegiatan pimpinan.
14 Kementerian Agama tim manajemen isu kita melekat dengan tugas
humas sendiri. Secara struktur tim itu tidak
ada, tapi itu sudah melekat dengan tugas yang
dimiliki humas.
15 Komisi Pemberantasan
Korupsi
Tim manajemen isu dibentuk oleh champion
yang berada di humas dengan membuat risk
register dan dianggotai oleh seluruh campion
dari masing-masing direktorat. Tim ini
bertugas membuat target-target penyelesaian.
Tetapi tim ini hanya muncul saat terjadi isu
yang sangat mengancam.
16 Komisi Pemilihan Umum Ngga ada tim manajemen isu itu. Kan ada
yang bagian monitoring nanti yang
menyelesaikan ya biar pimpinan.
4.3.6 Konstruksi humas pemerintah terkait krisis
Pada saat penelitian salah satu yang menjadi poin dalam wawancara adalah
bagaimana konstruksi humas pemerintah mengenai krisis. Melalui wawanacara
dengan 16 lembaga kementerian dan non kementerian menunjukkan mengenai
bagaimana pemahaman para praktisi humas lembaga pemerintah Indonesia dalam
memahami krisis yang menimpa lembaga pemerintah terlebih di era demokrasi
ini.
146
Data yang dihasilkan dari penelitian ini memperlihatkan setidaknya4
lembaga kementerian mendefinisikan krisis sebagai sesuatu yang dapat merusak
reputasi, trust dan kredibiltas organisasi di mata publiknya. 10 mengkonstruksikan
krisis sebagai kejadian yang tak terduga dan berdampak besar, 1 menimbulkan
perbedaan antara substansi dan ekspektasi, dan 1 mengkonstruksikan krisis
sebagai kebangkrutan yang tidak akan terjadi pada lembaga pemerintah. Lebih
mudahnya peneliti akan menyajikan diagram mengenai konstruksi krisis dibawah
ini:
Diagram 4.3.6.1 Konstruksi humas tentang krisis
4.3.6.1. Krisis merusak trust, reputasi dan kredilitas
Informan satu mengatakan bahwa krisis adalah segala sesuatu yang dapat
menyerang reputasi kementerian keuangan (Sakti, komunikasi personal, 13
Februari 2017). Informan empat yaitu kementerian perhubungan juga mengatakan
25%
62%
6%7%
Diagram konstruksi humas tentang krisis
merusak trust, reputasi dan kredibilitas
kejadian tak terduga dan berdampak besar
menimbulkan perbedaan subtansi dan ekspektasi
menyebabkan kebangkrutan
147
bahwa krisis adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi trust dan reputasi jatuh.
Contohnya waktu kemarin krisis yang mengenai penerbangan. Ketika dianggap
gagal, yasudah reputasi kemenhub buruk di publik. Akhirnya dibangun dari awal,
dengan mencari isu lain yang memberi kesan baik dan positif. Tapi sekali lagi kita
berbeda dengan perusahan yang kalau sedang krisis bisa gulung tikar. Kalau
lembaga pemerintah logikanya tidak seperti itu (Raharjo, komunikasi personal, 27
April 2017). Sedangkan menurut informan enam krisis adalah segala sesuatu yang
menyerang kredibilitas pejabat maupun institusi.
“Sebenarnya sih krisis itu pasti yang akan menyerang institusi atau pemimpin.
Gak Cuma institusi sih... cara kerja (tupoksi) dan segala macem ke pemimpin
juga krisis. Karena biar gimana sebagai pemimpin kan dia gak akan terlepas
dari institusi yang dia pimpin. Jadi segala sesuatu isu yang modelnya
menyerang kredibelitas pejabat atau institusi pasti itu menjadi isu bagi kami”.
(Aida, komunikasi personal, 2 Mei 2017).
4.3.6.2. Krisis adalah kejadian tak terduga dan berdampak besar
Menurut informan dua mengatakan bahwa krisis adalah kondisi ketika
normalitas tidak terjadi. Sesuatu yang biasanya berjalan secara berkelanjutan
kemudian tidak lagi itu juga dinamakan sebagai krisis. Terputusnya layanan publik
juga bagian dari krisis. Selain itu menurut informan dua bahwa krisis adalah ketika
sesuatu yang ekstrim terjadi seperti bencana. Tetapi informan melanjutkan bahwa
jika terjadi bencana sebenarnya bukan PUPR yang mengalami krisis tetapi daerah
terjadinya bencanalah yang mengalami krisis. Kalau krisis di kementerian PUPR
misalkan terjadi gejolak, kepemimpinan tidak di ikuti, tidak di patuhi, kemudian
148
ada pemberontakan dari bawah. “atau kalau di Negara lain dikeluarkan mosi tidak
percaya”. (Atmawidjaja, komunikasi personal, 28 April 2017).
Informan tiga yaitu dari kementerian perindustrian mengatakan bahwa
yang dinamakan krisis adalah suatu kondisi yang tidak diharapakan oleh
organisasi. Selain itu krisis juga terjadi apabila antara harapan dengan kenyataan
tidaklah sama. Lebih lanjut informan juga mengatakan bahwa krisis adalah hasil
dari pemberitaan negatif yang terus-menerus yang dilakukan oleh organisasi
(Sarjono, komunikasi personal, 2 Mei 2017
Informan lima mengatakan bahwa krisis adalah sesuatu yang sifatnya urgen
dan sangat mendesak untuk ditangani serta sifatnya negatif. Oleh karena itu
dibutuhkan penanganan yang tepat dan cepat agar organisasi tidak terbawa oleh
arus (Suwardi, komunikasi personal, 29 Mei 2017). Informan sepuluh juga
mengatakan bahwa krisis berpotensi menimbulkan masalah yang besar dan
menghambat aktivitas kemendikbud (Langguana, komunikasi personal, 30 Mei
2017). Sedangkan menurut informan 13 yaitu kementerian PPPA mengatakan hal
yang sama bahwa krisis memerlukan penanganan yang cepat (Rachman,
komunikasi personal, 27 April 2017).
Informan 15 mengatakan bahwa krisis memiliki suasana yang tidak tenang,
berbeda dan gawat. Tetapi tidak sampai terjadi kegoncangan kebatinan. Oleh
karenanya kemudian informan ke sembilan mengatakan bahwa krisis itu
dimunculkan oleh media yang berdampak menjadi hal yang negatif. Sedangkan
149
informan delapan yaitu kementerian pariwisatamendefinisikan isu sebagai salah
satu yang menydatangkan pengaruh buruk organsasi terhadap pariwisata
(Masruroh, komunikasi personal, 30 Mei 2015). Begitu pula dengan informan 16
yang mengatakan bahwa krisis aalah suatu peristiwa yang gawat dan sangat parah
bagi keberlangsungan organisasi.
4.3.6.3. Krisis menimbulkan perbedaan substansi dan ekspektasi
Konstruksi krisis yang disampaikan oleh informan 11 bahwa krisis adalah
suatu kondisi yang berbeda dari sebenarnya, berbeda antara subtansi dan
ekspektasi. Jadi misalnya ekspektasi beritanya itu seperti ini tapi ternyata
diberitakannya lain itu sudah bentuk krisis karena antara planning dengan realita
itu berbeda. Oleh karena itu, semakin besar gap antara planning dan realita,
semakin besar krisis (Razak, komunikasi personal, 17 Februari 2017).
Kementerian kominfo sebagai informan tujuh juga mengatakan hal yang sama
seperti informan 11 maupun informan dua. Tetapi informan tujuh lebih
menspesifikkan bahwa krisis terjadi jika capaian tidak sesuai dengan target
pemerintah (Nizar, komunikasi personal, 7 Februari 2017).
4.3.6.4. Krisis menyebabkan kebangkrutan
Berbeda dengan semua informan sebelumnya, informan 12 mengatakan
bahwa krisis hanya akan terjadi pada perusahaan dan lembaga keuangan Negara
karena mengurusi tentang keuangan. Sehingga tidak ada definisi bagi lembaga
pemerintah. Karena krisis menurut informan 12 adalah kondisi yang parah yang
150
menyebabkan organisasi menjadi collaps. Sedangkan lembaga pemerintah tidak
akan merasakan gulung tikar hanya karena permasalahan tertentu (Widyatmiko,
komunikasi personal, 18 Februari 2017).Penulis kemudian menyederhanakan
penjelasan-penjelasan tersebut ke dalam tabel dibawah ini:
Tabel 4.3.6 Konstruksi humas terkait krisis
No Instansi Konstruksi humas terkait krisis
1 Kementerian Keuangan Krisis itu segala sesuatu yang bisa
merusak atau menyerang reputasi
kementerian keuangan
2 Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
Jadi krisis itu dalam kondisi dimana
normalitas itu tidak terjadi. Namanya
krisis itu juga termasuk putusnya layanan
publik. Kalau sesuatu yang tadinya
berjalan continue, sekarang tidak ada itu
krisis. Atau dia mengganggu fungsi-fungsi
sosial secara masif itu krisis
3 Kementerian
Perindustrian
krisis itu kan kondisi yang tidak kita
harapkan, jadi apa yang kita harapkan
dengan kenyataannya berbeda, kalau di
kita krisis itu terjadi ketika ada
pemberitaan atau isu negatif dan terus
terusan, nah itu krisis
4 Kementerian
Perhubungan
yang membuat trust dan reputasi kita jatuh
5 Kementerian
Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi
Birokrasi
Krisis itu e ketika sesuatu yang urgen
untuk ditangani dan sifatnya negatif, itu
yang harus ditangani dengan serius jangan
sampai salah terbawa arus
6 Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional /
Bappenas
Jadi segala sesuatu isu yang modelnya
menyerang kredibelitas pejabat atau
institusi pasti itu menjadi isu bagi kami
7 Kementerian Komunikasi
dan Informatika
Krisis terjadi ketika capaian tidak sesuai
dengn target pemerintah
8 Kementerian Pariwisata Segala sesuatu yang terjadi dan
berpengaruh terhadap pariwisata dan
mengganggu pencapaian target wisatawan
151
No Instansi Konstruksi humas terkait krisis
9 Kementerian Sosial Krisis ada ketika dimunculkan di media
yang berdampak negatif.
10 Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan
Yang berpotensi menimbulkan masalah
yang besar dan menghambat aktivitas
kementerian pendidikan dan kebudayaan
11 Kementerian Riset
Teknologi dan
Pendidikan Tinggi
kritis istilahnya kan udah genting ya. Kalo
kami melihat krisis itu kalo kriterianya
emang bener-bener berbeda dengan apa
yang sebenarnya. Jadi itu krisis, atau
berbeda substansi maupun ekspektasi
12 Kementerian Desa,
Transmigrasi dan Daerah
Tertinggal
Saya kan bukan orang komunikasi, coba
anda yang menjelaskan. Kita bukan
kementerian keuangan yang pernah krisis.
Krisis itu kan hanya untuk perusahaan-
perusahaan atau mungkin kementerian
keuangan.
13 Kementerian
pemberdayaan
perempuan dan
Perlindungan Anak
krisis adalah suatu hal yang perlu
ditangani dengan cepat, itu adalah krisis
ya.
14 Kementerian Agama Krisis bagi kementerian agama adalah
sesuatu yang berpotensi menggangu
persepsi publik terhadap kementerian
agama yang berpandangan bahwa
kementerian agama gak sanggup
menjalankan tugas dan fungsinya.
15 Komisi Pemberantasan
Korupsi
krisis kan suasananya nggak tenang, dan
suasana yang berbeda, gawat. Tetapi juga
tergantung, gawat itu gawat yang gimana,
di kami sendiri tidak samapai menimbulkn
kegoncangan kebatinan
16 Komisi Pemilihan Umum Krisis suatu kondisi yang sangat parah bagi
keberlangsungan organisasi
4.3.7 Hambatan dalam pengelolaan krisis
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap
informan menghasilkan bahwa dalam penanganan krisis, beberapa informan
152
memiliki hambatan-hambatan. Oleh karena itu, peneliti membahas hal tersebut
sebagai bagian dari manajemen krisis yang dilakukan oleh informan. Informan
menjawab berdasarkan pengalaman yang diperoleh saat menangani isu yang
menghadapi organisasinya.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam melaksanakan manajemen
krisis, lembaga pemerintah dalam hal ini adalah informan dalam penelitian ini
menjelaskan bahwa penanganan terhadap krisis tidak selalu berjalan mulus.
Seringkali terhambat dengan beberapa faktor baik yang terkait dengan manajerial
internal maupun dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar organisasi. Informan
satu mengatakan bahwa hambatan dalam proses manajemen krisis adalah
kurangnya kemampuan untuk selalu dapat memprediksi kemungkinan terjadinya
krisis (Sakti, komunikasi personal, 13 Februari 2017). Menurut informan satu,
kementerian keuangan telah berupaya melakukan prediksi atas isu-isu yang
berkaitan dengan lembaga. Hal tersebut dilakukan agar isu yang berpotensi
mengakibatkan krisis dapat terdeteksi dan organisasi dapat menyiapkan langkah-
langkah penangannya sebagai bentuk antisipasi. Upaya tersebut tidak selalu
berjalan seperti yang diharapkan. Kemampuan untuk dapat memprediksi
kemungkinan-kemungkinan terjadinya krisis dirasa masih kurang menurut
informan satu, sehingga menghambat dalam proses manajemen krisis. Selain itu
menurut informan satu, hal lain yang menghambat adalah isu-isu yang beredar di
luar kementerian keuangan dapat memperkeruh krisis yang terjadi pada saat itu.
153
Informan kedua yaitu dari kementerian PUPR mengatakan bahwa yang
menghambat saat kementerian mengalami krisis adalah munculnya krisis-krisis
yang berasal dari kementerian atau lembaga pemerintah yang lainnya. Misalnya
seperti krisis brexit (Brebes Exit) yang terjadi dulu, sebenarnya kejadian itu
menurut informan bukan krisisnya kementerian PUPR. Karena krisis tersebut
berkaitan dengan lalu lintas sehingga harusnya menjadi bagiannya kementerian
perhubungan dan kepolisian lalu lintas. Hanya saja publik memandang bahwa itu
terjadi akibat kesalahan dari kementerian PUPR. (Atmawidjaja, komunikasi
personal, 28 April 2017). Saat terjadinya Brexit, berbagai pihak mencoba untuk
menyalahkan kementerian PUPR sehingga menganggap yang bertanggungjawab
adalah kementerian PUPR. Peristiwa itu salah satu contoh krisis yang bukan
disebabkan oleh kementerian PUPR. Tapi untuk menghindari adanya konflik pada
saat itu sehingga kementerian menerima itu sebagai krisisnya dengan membentuk
satuan atau tim yang menangani.
Selain krisis tersebut, hambatan kementerian PUPR dalam manajemen
krisis adalah banyaknya beredar berita hoax yang merugikan aktivitas
kementerian. Saat terjadi krisis biro komunikasi publik kementerian PUPR telah
berupaya untuk membuat strategi komunikasi yang paling tepat untuk
menghindari krisis yang berkepanjangan. Sayangnya, banyak beredar kabar hoax
diterima masyarakat dan memperparah kondisi krisis yang terjadi. Hasilnya adalah
154
penanganan isu menjadi lebih sulit dan dibutuhkan strategi komunikasi yang lebih
kuat.
Informan tiga dan 12 mengatakan bahwa selama pelaksanaan manajemen
krisis kedua kementerian tersebut yaitu kementerian perindustrian dan
kementerian desa, transmigrasi dan daerah tertinggal. Kedua informan tersebut
menyatakan bahwa selama ini kementerian mereka tidak pernah mengalami
hambatan dalam manajemen krisis. Informan tiga yaitu kementerian perindustrian
mengatakan bahwa selama ini manajemen krisis maupun penanganan terjadinya
krisis tidak pernah mengalami kesulitan tanpa ada hambatan yang berarti. Hal
tersebut menurut informan tiga dikatakan sebagai bentuk kesungguhan dan
ketetapatan langkah yang dibuat oleh kementerian dalam penaganan krisisnya
(Sarjono, komunikasi personal, 2 Mei 2017). Kementerian komunikasi dan
informatika dan informatika mengatakan bahwa tidak ada hambatan yang
dirasakan oleh kementerian ini. Menurut informan tujuh selama ini penanganan
krisis tidak memiliki hambatan apapun, semuanya dapat terselesaikan dengan baik
(Nizar, komunikasi publik, 17 Februari 2017). Berbeda dengan informan
tigainforman 13 memiliki alasan yang berbeda atas tidak adanya hambatan dalam
penanganan krisis yang dilakukan. Menurut informan 13, proses manajemen krisis
tidak pernah mengalami hambatan karena semua pegawai kementerian desa
transmigrasi dan daerah tertinggal selalu bekerja berdasarkan tugas pokok dan
fungsi serta koridor yang berdasar pada aturan yang berlaku. Bukan hanya tidak
155
ada hambatan, menurut informan 13, akibat dari bekerja sesuai koridor adalah
tidak adanya krisis yang besar yang menimpa kementerian (Widyatmiko, 12
Februari 2017).
Informan empat menjelaskan bahwa dalam manajemen krisis yang
dilakukan, kementerian perhubungan memiliki beberapa hambatan yang biasanya
terjadi yaitu rekomendasi humas yang tidak digunakan, dinamika perubahan yang
berjalan sangat cepat, serta kurangnya SDM yang berkompeten. Hambatan yang
pertama menurut informan empat adalah seringkali rekomendasi penanganan isu
maupun krisis yang dilakukan oleh biro komunikasi dan informasi publik tidak
digunakan dalam upaya penanganan krisis sehingga biro komunikasi dan
informasi publik sebagai pelaksana penanganan krisis. an kita gak pernah bisa
sampai tuntas seperti korporasi.
Yang kita lakukan biasanya gini.. kalau di satu sisi kita mentok, kita akan
mengarahkan ke isu yang lain. contohnya kita di Brexit ini mentok nih, wah ini
masalah semua nih.. karena saran-saran dari kita gak dipakai. Akhirnya isu kita
alihkan, oke dijalan raya gagal pada lebaran. Tapi kita di darat bagus..zero
incident. (Raharjo, komunikasi personal, 27 April 2017).
Hambatan yang kedua bagi kementerian perhubungan menurut informan
empat adalah dinamika perubahan di lingkungan pemerintah semakin cepat.
Cepatnya perubahan tersebut disebabkan dampak dari unsur politik dan kekuasaan
yang tidak terlepas dari lembaga pemerintah. Akibatnya dokumen kebijakan yang
telah dibuat seringkali tiba-tiba mengalami perubahan oleh pimpinan yang
disinyalir terdapat unsur politik (Raharjo, komunikasi personal, 27 April 2017).
156
Perubahan yang sulit diprediksi itu menjadi hambatan dalam manajemen krisis
yang dilakukan oleh biro komunikasi dan informasi publik di kementerian
perhubungan.
Informan keempat mengatakan bahwa hambatan ketiga yang mengganggu
adalah kurangnya SDM yang memiliki kecapakan dalam mengelola isu maupun
mengelola krisis. Hambatan seperti ini tidak hanya dirasakan oleh kementerian
perhubungan, tetapi juga dirasakan oleh informan sembilan dan15 yaitu
kementerian sosial dan KPK. Hambatan terbesar bagi humas kementerian sosial
dalam menangani krisis adalah minimnya jumlah pekerja atau SDM di
kementerian sosial yang memiliki kompetensi dalam manajemen isu maupun
krisis. Kemampuan humas didominasi oleh orang-orang di luar bisang humas.
“oleh karena itu, kemampuan kinerja humas yang menjadi target capaian saya
dalam waktu dekat ini” (Wahyono, komunikasi personal, 10 Februari 2017).
Informan 15 mengatakan hal serupa bahwa yang pernah menjadi hambatan humas
dalam mengelola isu dan krisis adalah keterbatasan ketenagakerjaan. Oleh karena
itu humas berupaya untuk secara berkala melakukan perekrutan pegawai baru
sesuai yang dibutuhkan dengan kualifikasi yang lebih spesifik. Sehingga saat
peneliti melakukan wawancara, informan mengatakan bahwa krisis tersebut sudah
ditangani dengan bergabungnya beberapa pegawai baru di KPK. Kekurangan
sumber daya manusia juga dirasakan oleh informan 13 dan 14 sebagai sebuah
hambatan. Menurut informan 13 hambatan dalam penanganan krisis adalah
157
kurangnya jumlah tenaga kerja yang ada di humas untuk melaksanakan tugasnya.
Bahkan hal tersebut dapat dikatakan sebagai krisis. Tetapi selain hambatan
tersebut, menurut informan 13 di kementerian pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak, hambtan yang lainnya adalah adanya tumpang tindih tugas
dikarenakan pemisahan bagian yang tidak sesuai. Misalnya menurut Rachman
(Komunikasi personal, 27 April 2017) bagian humas dan bagian publikasi terpisah
sedangkan publikasi juga melaksanakan fungsi humas. Selain itu hal lain yang
dilakukan adalah humas juga mengurusi urusan protokol menteri sehingga jumlah
pegawai dibawah humas terasa kurang. Kurangnya jumlah SDM juga dirasakan
oleh kementerian agama dalam menangani krisis. Hanya saja kekurangan tersebut
terjadi saat krisis terjadi di luar negeri. Contohnya adalah saat terjadi kasus
robohnya crane di Masjidil Haram Mekkah yang memakan korban diantaranya
adalah jamaah haji indoneisa yang sedang berada di lokasi. Krisis tersebut menurut
informan adalah krisis yang sulit untuk di atasi mengingat krisis tersebut terjadi di
luar negeri dengan jumlah petugas yang sedikit (Rosidin, komunikasi personal, 27
April 2017).
Informan lima mengatakan bahwa yang biasanya menghambat proses
manajemen krisis adalah para wartawan yang terkadang terlalu memperbesar
masalah, dan suka mengungkit-ungkit masalah yang sudah lama, sehingga ketika
penyelesaian krisis mulai dirasakan akan berakhir, wartawan akan mengungkit
permasalahan yang menjadi penyebab krisis. Hal tersebut yang membuat proses
158
manajemen krisis yang akan berhasil menjadi sulit tertangani (Suwardi,
komunikasi personal, 29 Mei 2017). Berbeda dengan kementerian PAN-RB,
informan enam menjelaskan bahwa hambatan yang dihadapi saat mengelola krisis
adalah publik yang kurang terinformasi terkait tugas dan fungsi kementerian
bappenas. Menurut informan enam bahwa ketidaktahuan publik menyebabkan
proses penyelesaian krisis menjadi lebih berat karena humas menjalani dua peran
yaitu untuk mengedukasi tentang peran humas dan memberikan penjelasan terkait
krisis (Aida, komunikasi personal, 2 Mei 2017).’
Data yang didapat dari informan delapan yaitu kementerian pariwisata
adalah bahwa hambatan yang diperoleh oleh biro komunikasi publik adalah
perkembangan isu yang tidak terduga serta respon masyarakat yang kurang
mendukung. Hal tersebut dirasa menjadi hambatan terbesar dalam menangani
krisis karena tujuan utama dalam mendatangkan wisatawan mancanegara tanpa
didukung oleh masyarakat akan sangat sulit (Masruroh, komunikasi personal, 30
Mei 2017). Sedangkan hambatan yang dimiliki oleh informan sepuluh yaitu
kementerian pendidikan dan kebudayaan adalah terlalu banyaknya permasalahan
yang dihadapi dengan jumlah SDM yang terbatas menyebabkan respon yang
kadang sedikit lambatkarena humas harus menyesuaikan dengan krisis yang tiba-
tiba saja terjadi (Langguana, komunikasi personal, 30 Mei 2017). Berbeda dengan
kementerian pendidikan dan kebudayaan, menurut informan 11 yaitu kementerian
riset teknologi dan pendidikan tinggi, bahwa hambatannya adalah belum
159
terbiasanya pegawai untuk bekerjasama. Hal tersebut dikarenakan kementerian ini
merupakan penggabungan dari dua lembaga kementerian sehingga masih butuh
penyesuaian. Selain itu tingginya ego sektoral juga menjadi hambatan tersendiri
dalam mngelola krisis (Razak, komunikasi personal, 17 Februari 2017). Informan
16 mengatakan bahwa hambatan yang dihadapi dalam penanganan krisis adalah
tidak lengkapnya data terkait pemilu ataupun data yang tidak akurat sehingga
rawan mendapatkan protes dari masyarakat. Sedangkan data saat pemilu adalah
hal yang krusial (Suhardi, 21 April 2017).
Tabel 4.3.7 Hambatan dalam pengelolaan krisis
No Instansi Hambatan dalam pengelolaan krisis
1 Kementerian Keuangan Kemampun untuk memprediksi
kemungkinan-kemungkinan terjadinya
krisis
2 Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
Banyaknya isu-isu hoax yang mengenai
oranisasi. Sehingga seringkali
menimbulkan krisis atau memperparah
krisis. Munculnya krisis yang dilempar
oleh lembaga pemerintah yang lain.
3 Kementerian Perindustrian So far so good sih. Ngga pernah ada yang
yang sampe gimana-gimana.
Alhamdulillah kita bisa menangani
4 Kementerian Perhubungan Masalahnya adalah terkadang saran yang
diberikan oleh humas tidak digunakan.
Kalau pemerintah itu kan juga
dipengaruhi unsur-unsur politik dan
kekuasaan. Jadi itu yang menyebabkan
dinamika perubahan berjalan sangat
cepat yang sulit untuk diprediksi. Selain
itu kurangnya SDM yang berkompeten.
5 Kementerian
Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi
Birokrasi
Masalahnya adalah kadang kita mencoba
menutupi ini kan masalah konres itu kan
kebijakannya sudah selesai gitu, tetapi
selalu wartawan mengugkit masalah itu.
160
No Instansi Hambatan dalam pengelolaan krisis
6 Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional /
Bappenas
Publik yang kurang mengetahui fungsi
bappenas sebagai perencana
pembangunan.
7 Kementerian Komunikasi
dan Informatika
Kayanya ngga ada hambatan. Kami
kurang tau yak arena kami hanya
melaksanakan dari sisi kehumasan.
Sedangkan krisis itu bagian dari
pusdiklat. Tapi kayanya ngga ada
masalah sih. Kalau ada kan humas tau
8 Kementerian Pariwisata Sejauh ini proses manajemen krisis itu
berhasil kami tangani dengan baik. Yang
menghambat mungkin perkembangan isu
yang tidak terduga saat terjadi krisis. Atau
respon masyarakat Indonesia yang kurang
mendukung.
9 Kementerian Sosial Hambatan bagi kementerian sosial itu
adalah kurangnya SDM dalam menangani
krisis itu.
10 Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan
Permasalahannya selama ini itu ya krisis
itu kan biasanya ngga dikethaui jadi butuh
waktu penyesuaian untuk mengatasinya.
11 Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan
Tinggi
Kita kan kementerian baru. Dua yang
dijadikan satu. Jadi bukan hanya saat
terjadi krisis, untu berbagai hal kita masih
saling menyesuaikan
12 Kementerian Desa,
Transmigrasi dan Daerah
Tertinggal
Tidak ada hambatan karena semua
bekerja sesuai koridornya
13 Kementerian
pemberdayaan perempuan
dan Perlindungan Anak
Kalau krisis itu buka wewenang kami
disini. Tapi kalau hambatan dalam
melaksanakan tugas ya kita kurang
pegawai aja lalu ada tumpang tindih tugas
antara humas dan publikasi.
14 Kementerian Agama Kesulitannya adalah apabila krisis itu
terjadi di luar negeri seperti kasus crane.
Kita tidak bisa prediksi dan orang-orang
kami juga sedikit.
15 Komisi Pemberantasan
Korupsi
beberapa tahun kemarin memang kami
memiliki keterbatasan ketenagakerjaan,
karena dalam praperadilan kami
161
No Instansi Hambatan dalam pengelolaan krisis
kekurangan tenaga manusia, terbatas.
Tapi sekarang itu sudah tertangani
16 Komisi Pemilihan Umum Hambatan krisis itu kalau misalnya dari
luar KPU. Seperti misalnya kemendagri
yang data nya kurang valid padahal kita
sudah koordinasi
4.3.8 Dokumen atau aturan perencanaan krisis
Bagian dari contingency plan adalah adanya dokumen hukum yang
membahas tentang perencanaan krisis sehingga perencanaan bukan hanya sekedar
dalam bayangan. Peneliti dalam penelitian ini juga menanyakan tentang adanya
sebuah produk hukum baik UU, Permen, ataupun sekedar SOP organisasi yang
membahas tentang hal ini. Hasil penelitian yang didapat oleh peneliti
menunjukkan bahwa rata-rata dari informan tidak memiliki dokumen hukum yang
mengatur dan sebagian yang lain sedang dalam proses pembuatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa belum ada lembaga pemerintahann
yang memiliki dokumen hukum mengenai perencanaan penanganan krisis. Tetapi
tiga lembaga pemerintah yang menjadi subyek dalam penelitian ini telah membuat
dokumen hukum berupa SOP perencanaan krisis di lembaganya. 3 dari 16 lembaga
menganggap tidak perlu adanya dokumen resmi mengenai perencanaan krisis, 8
dari 16 menyatakan belum memiliki dan 2 yang lainnya bersikap ragu-ragu. Hal
ini dapat dilihat dalam diagram di bawah ini:
162
Diagram 4.3.8.1 Dokumen
4.3.8.1. Sudah memiliki atau dalam proses pembuatan
Tiga lembaga kementerian yang sudah memiliki adalah kementerian
pariwisata dan kementerian riset teknologi dan pendidikan tinggi dan KPK. Kedua
kementerian tersebut sudah membuat dan hanya menunggu untuk disahkan. Tetapi
berdasarkan kedua informan yaitu informan delapan dan sebelas telah menerapkan
manajemen krisis di masing-masing lembaganya. Informan delapan menyebutkan
bahwa aturan mengenai perencanaan krisis atau manajemen krisis sudah ada tetapi
dari lembaga lain yang menaungi. Seperti peraturan menteri pendayagunaan
aparatur negara mengenai komunikasi krisis, Toolbox for crisis communication in
tourism yang dikeluarkan oleh WTO, Tourism risk management yang dikeluarkan
oleh APEC, ASEAN tourism crisis communications manual. Pedoman-pedoman
tersebut yang selama ini menjadi pedoman bagi kementerian pariwisata dalam
mengelola isu dan krisis. Sekaligus merupakan dasar dalam pembuatan SOP
163
manajemen krisis tentunya dengan melihat aspek ke-Indonesia-an (Masruroh,
komunikasi personal, 30 Mei 2017).
Sehingga menurut informan kementerian pariwisata selalu sigap dalam
menyelesaikan krisis. Informan sebelas juga mengatakan hal yang sama bahwa
dokumen mengenai SOP penanganan krisis telah dibuat oleh biro komunikasi
publik berdasarkan pada inventrisir isu yang dilakukan dan penagalaman dalam
menangani krisis dan manajemen isu selama ini. Kedua kementerian tersebut
menurut informan hanya menunggu pengesahan dari pimpinan sebagai peraturan
menteri (Razak, 17 Februari 2017). Apabila ketiga kementerian tersebut sudah
tinggal menunggu disahkannya peraturan yang dibuat, maka KPK saat ini masih
dalam proses pembuatan dengan mengumpulkan dan menganalisis risk register
tim champion (Meinardy, komunikasi personal, 28 April 2017).
4.3.8.2. Belum memiliki
Enam dari informan menyatakan belum memiliki aturan mengenai
perencanaan krisis maupun manajemen krisis. Akan tetapi mereka berharap suatu
saat dapat mulai menyusun demi kebaikan lembaga yang menaunginya. Informan
satu mengatakan bahwa mengenai dokumen, peraturan menteri belum ada tetapi
biro komunikasi dan layanan informasi secara system telah melaksanakan
langkah-langkah perencanaan krisis. Informan enam mengatakan bahwa mereka
berharap agar segera memilikinya (sakti, komunikasi personal, 13 Februari 2017).
Hal serupa juga disampiakan oleh kementerian perindustrian yaitu informan ketiga
164
bahwa secara SOP belum memiliki hanya saja perencanaan dilakukan secara
mendadak dengan membuat rapat evaluasi dan rapat pimpinan (Sarjono,
komunikasi personal, 2 Mei 2017). Pendapat tersebut didukung oleh kementerian
PAN-RB yang bahwa dalam merencanakan penanganan krisis baiknya dibiarkan
mengalir sesuai yang diinginkan. Begitu pula dengan informan enam, sembilan,
dan 14 yang mengatakan bahwa lembaga mereka belum memiliki perencanaan.
Tetapi secara prinsip mereka telah melaksanakan perencanaan krisisnya.
4.3.8.3. Tidak perlu adanya dokumen resmi perencanaan krisis
Berbeda dengan kedua informan tersebut yang sudah memiliki dokumen
hukum terkait krisis, tiga dari informan menyatakan bahwa dokumen ini tidak
diperlukan bagi lembaga pemerintah. Ketiga informan tersebut adalah informan
dua yaitu kementerian PUPR, informan empat yaitu kementerian perhubungan dan
informan 16 yaitu KPU. Menurut informan dua dokumen mengenai perencanaan
krisis tidak sebaiknya dibuat karena organisasi tidak berharap akan ada krisis yang
menimpa organisasinya. Sehingga yang dibtuuhkan hanyalah tim yang kuat dalam
menangani isu cukup untuk membantu organisasi saat mendapat krisis
(Atmawidjaja, komunikasi personal, 28 April 2017).
Informan keempat mengatakan hal serupa seperti informan dua bahwa
lembaga pemerintah tidak perlu untuk membuat produk hukum baik hanya berupa
SOP atau peraturan menteri. Menurut informan empat, dokumen-dokumen
perencanaan yang sifatnya dapat menjadi pedoman tidak selamanya bisa
165
digunakan. Menurutnya, dinamika perubahan yang terlalu cepat berubah
seringkali membuat aturan tersebut sekedar aturan semata. Selain itu menurut
informan keenam menyatakan bahwa ketika aturan diadakan maka tidak akan
berjalan lama karena terlalu rumitnya isu yang ada dalam lembaga pemerintah
(Raharjo, komunikasi personal, 27 April 2017). Berbeda dengan kementerian
perhubungan, KPU melalui informan ke 16 menyatakan bahwa UU tentang KPU
yang berlaku saat ini sudah cukup untuk mengatasi erbagai persoalan yang
menimpa KPU sehingga tidak perlu ada dokumen hukum yang dibuat khusus
hanya untuk krisis ini.
4.3.8.4. Ragu-ragu
Selain informan-informan tersebut, terdapat beberapa lembaga pemerintah
yang mengatakan sudah memiliki tetapi bukan dalam bentuk aturan perencanaan
atau manajemen krisis seutuhnya. Misalkan kementerian kominfo yang
mengatakan sudah memiliki tetapi pada akhirnya ragu anatara ada tau tidaknya.
Kemudian informan sepuluh yang mengatakan bahwa aturan yang mereka miliki
adalah untuk agenda kegiatan selama satu tahun ke depan. Begitu pula dengan
kemendes yang mengatakan bahwa aturan yang ada sudah cukup dalam
menanagani krisis yang mungkin akan terjadi.
Peneliti menyajikan semua penjelasan ini dalam tabel berikut untuk
memudahkan dalam memahaminya.
166
Tabel 4.3.8 Dokumen atau aturan perencanaan krisis
No Instansi Dokumen atau aturan perencanaan krisis
1 Kementerian Keuangan Maksudnya manajemen krisis yang
tertulis ya.. tentang dokumen, peraturan
mentri keuangan belum ada. Tapi secara
sistem sih sudah kita laksanakan. Cuma
untuk SOP belum ada.. secara struktur
tuh belum ada. Mudah-udahan di tahun
ini ada
2 Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
Saya harap tidak perlu karena kita kan
tidak berharap terjadi krisis. Jadi kita gak
perlu menyusun SOP menurut saya. Kita
sudah prepare ada tim yang menangani
itu.
3 Kementerian Perindustrian SOP atau perencanaan resmi belum ada.
Ya secara formalnya nggak, tapi
misalnya secara apa ya hehehe, kita
biasanya rapat evaluasi
4 Kementerian Perhubungan Dokumen-dokumen perencanaan yang
sifatnya harusnya jadi pedoman itu, itu
tidak selamanya kita gunakan. Dinamika
terlalu cepat berubah. Makanya mending
ngga usah bikin sekalian deh.SOP itu
malah membuat kita tidak bisa bergerak
5 Kementerian
Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi
Birokrasi
Tapi kalau dalam bentuk perencanaan
masih belum ada ya. Jadi ya ngalir aja ya,
artinya gini, manajemen itu kan harus
perlu di kelola dan pengelolaannya setiap
saat, bukan berarti kalau ada sesuatu
baru, di sini ini pegelolaannya ya dari
setiap hari
6 Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional /
Bappenas
Belum. Kita belum memiliki aturan
mengenai perencanaan penanganan
krisis. Dan saya rasa juga belum terlalu
butuh sih.
7 Kementerian Komunikasi
dan Informatika
Kayanya pernah dibuat itu di direktorat
komunikasi publik. Apakah sudah jadi
atau tidak saya belum tahu.
8 Kementerian Pariwisata Nah itu sudah dibuat cuma belum di dok
aja. Tinggal diresmikan. Karena kita
sudah ada acuan dalam pembuatannya.
167
9 Kementerian Sosial Kalau dokumen hukum mengenai
perencanaan krisis belum ada sih. Saya kan
masih baru jadi itu juga masuk dalam list
target saya.
10 Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan
Kalo untuk SOP yang ada hanya untuk
agenda kegiatan kita selama satu tahun ke
depan.
11 Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan
Tinggi
Aturan mengenai itu sedang kami buat.
Tinggal sebentar lagi akan disahkan.
12 Kementerian Desa,
Transmigrasi dan Daerah
Tertinggal
Aturannya sudah ada dalam UU tentang
ketransmigrasian dan tentang desa. Saya rasa
itu cukup untuk menangani krisis. Karena itu
koridor kita
13 Kementerian
pemberdayaan perempuan
dan Perlindungan Anak
Mungkin ada ya. Saya juga kurang tau.
14 Kementerian Agama Aturan secara tertulis belum ada kita. Tapi
berdasarkan pengalaman selama ini,
terbentuk SOP secara tidak tertulis. Karena
sudah biasa melakukannya
15 Komisi Pemberantasan
Korupsi
SOP ya berarti? Bicara tentang SOP
memang kami masih menyusun SOP
krisis manajemen, SOP ini disusun
dengan baseline e ya seperti e Risk
register tim champion dari situ
sebenernya bisa melihat risk register dari
tahun ke tahun akan berubah bisa
kelihatan prosedur penanganannya secara
garis besar seperti apa,
16 Komisi Pemilihan Umum Ngga perlu sih kayaknya. UU tentang
KPU aja udah cukup sih.
168
4.3.9 Tim Manajemen Krisis dan peran humas di dalamnya
Pelaksanaan manajemen krisis organisasi tidak dapat dilakukan oleh
perseorangan dan biasanya dilakukan dalam bentuk tim yang bekerjasama.
Peneliti menggali mengenai hal tersebut dalam penelitian ini. Informan menjawab
berdasarkan pengalaman mereka dalam manajemen krisis yang sudah dilakukan
sehingga terlihat adanya tim yang dilibatkan dalam manajemen krisis atau
dilaksanakan sendiri oleh tim humas.
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lembaga
pemerintah yang menjadi informan dalam penelitian mengatakan bahwa tim
penanaganan krisis dibentuk secara tidak permanen atau saat terjadi krisis saja. 4
dari 16 informan mengatakan bahwa mereka belum memiliki sebuah tim
manajemen krisis secara khusus, 4 yang lainnya menyatakan pembentukan tim
darurat selalu ada sat terjadi krisis, 3 dari 16 sudah memiliki tim dan 5 dari 16
mengatakan bahwa tugas itu melekat dengan tugas humas.
Diagram 4.3.9.1 Sales
33%
33%
24%
10%
Sales
belum memiliki
tim darurat
sudah memiliki tim
melekat dengantugas humas
169
4.3.9.1. Lembaga pemerintah belum memiliki tim manajemen krisis
Terkait dengan tim manajemen krisis, tidak semua lembaga pemerintah
memiliki tim yang khusus dibuat untuk menangani krisis. Misalnya seperti
informan satu yaitu humas kementerian keuangan misalnya mengatakan belum
memiliki tim khusus untuk manajemen krisis. Selama ini yang dilakukan oleh biro
komunikasi dan layanan informasi kementerian keuangan adalah dengan
mengadakan rapat pimpinan (Sakti, komunikasi personal, 13 Februari 2017).
4.3.9.2. Tim yang dibentuk dalam kondisi darurat
Informan-informan yang lain mengatakan bahwa dalam manajemen krisis,
dibutuhkan kerjasama yang baik antara humas dengan direktorat-direktorat yang
lain demi keberhasilan pengelolaan krisis. Setidaknya informan delapan, informan
sembilan, informan ke13 dan informan ke 15 yang mengatakan hal demikian.
Informan delapan mengatakan bahwa pembentukan tim penanganan krisis
bergantung pada krisis yang tengah dihadapi. Bukan hanya berisis orang-orang
dari kementerian pariwisata, jika dibututhkan maka tim akan diisi oleh lembaga-
lembaga pemerintah yang lainnya (Masruroh, komunikasi personal, 30 Mei 2017).
Informan sembilan yaitu kementerian sosial membentuk satuan yang berisi
seluruh humas kementerian sosial. Tim ini dikoordinir oleh seorang dari biro
humas kementerian sosial dan berisikan OHH di masing-masing direktorat
(Wahyono, komunikasi personal, 10 Februari 2017). Informan ke 13 mengatakan
170
bahwa tim terdiri dari berbagai direktorat-direktorat yang ada di kementerian
sosial. Tim ini yang membentuk forum pimpinan untuk membahas dan
menentukan penyelesaiannya. Informan ke 15 yaitu KPK membahas tentang tim
krisis yang dibentuk disaat-saat tetentu. Tim ini diisi oleh orang-orang yang dipilih
dari berbagai unit kerja (Meinardy, komunikasi personal, 28 April 2017).
4.3.9.3. Sudah memiliki tim
Informan kedua menyatakan bahwa biro komunikasi publik kementerian
PUPR membentuk tim untuk menangani ini dengan mengumpulkan perwakilan
dari masing-masing direktorat. Tim ini akan menjalani masa pendidikan untuk
meningkatkan kemampuan mereka dalam melakan manajemen krisis
(Atmawidjaja, komunikasi personal, 28 April 2017). Selain itu untuk menguatkan
tim, biro komunikasi publik sering menyelenggarakan workshop, FGD untuk
meningkatkan kemampuan mereka dalam menangani krisis. Informan tiga sama
halnya dengan informan dua. Di kementerian perindustrian terdapat tim yang
bernama GPR yang terdiri dari seluruh direktorat yang ada di kementerian
perindustrian. Menurut informan meskipun tim ini belum efektif dalam
pengelolaan isu maupun perencanaan krisis, tetapi peran dan fungsinya sudah
mulai dikuatkan. Contohnya saat adanya krisis mengenai industri furniture tim
GPR ini berfungsi dalam diseminasi informasi ke seluruh direktorat yang ada di
kementerian perindustrian (Sarjono, komunikasi personal, 2 mei 2017).
171
4.3.9.4. Melekat dengan tugas humas
Informan empat mengatakan bahwa tim manajemen krisis sudah melekat
denagn tugas dan fungsi biro komunikasi dan informasi publik, sehingga tidak
perlu untuk dibuat lagi. Humas dalam menangani krisis selalu mendapat arahan
dari pimpinan (Raharjo, komunikasi personal, 27 April 2017). Jawaban serupa
juga diberikan oleh informan lima, enam, tujuh, sebelas dan 16. Mereka
menyebutkan bahwa tim yang menangani krisis adalah humas sendiri dengan
berkoordinasi dengan para pimpinan.
Untuk memudahkan pembaca dalam membaca data mengenai tim
manajmene krisis bagi lembaga pemerintahann di indonesia, peneliti
menyederhanakannya menjadi tabel dibawah ini;
Tabel 4.3.9 Tim manajemen krisis No Instansi Tim manajemen krisis
1 Kementerian Keuangan Belum ada sih tim khusus untuk manajemen
krisis. Selama ini ya pimpinan akan
mendiskusikan dengan kami apa aja yang
perlu dan harus di lakukan
2 Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
Komunikasi publik membentuk tim yang
terdiri dari seluruh direktorat. Tim tersebut
diperkuat dan berdayakan. Hanya sifatnya
incidental, saat memang dibutuhkan. Ada
workshop tentang media sosial, ada
pelatihan, ada FGD, ada coffe morning, kita
menyamakan frekuensi
3 Kementerian Perindustrian Ada tim khusus yang dibentuk oleh humas
yang diberi nama GPR yang anggotanya
terdiri dari perwakilan direktorat-direktorat.
Humas berposisi sebagai coordinator dan
admin dalam tim tersebut.
4 Kementerian Perhubungan Sama seperti isu. Tim itu sudah melekat
dengan tugas dan fungsi biro komunikasi dan
informasi publik. Tentunya dengan arahan
pimpinan
172
No Instansi Tim manajemen krisis
5
Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi
Timnya semua yang ada di humas ini.
Terutama pimpinan ya, dari kepala biro,
kepala bagain dan kepala subbag, tapi nnati
input tugas tetap diajak bicara, diskusi juga
6 Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional /
Bappenas
Kalau tim lebih ke humas sih. Maksudnya
kami tidak punya tim khusus dalam
menangani krisis. Biasanya langsung ke
seluruh tim humas. Biasanya kepala biro
humas, sekertaris kementerian untuk
berkoordinasi. Karena biasanya kalau krisis
itu yang berbicara kan pimpinan
7 Kementerian Komunikasi
dan Informatika
Tim ya. Kalau tim ya humas ini tim nya.
Atau mungkin pusdiklat sudah membentuk
tim sendiri.
8 Kementerian Pariwisata Kalau untuk tim krisis kita bikinnya by case
ya. Tapi setiap dibutuhkan ya. Isinya itu
bukan hanya humas tapi melibatkan seluruh
bagian di kementerian pariwisata juga dengan
lembaga pemerintah yang lain.
9 Kementerian Sosial Di kementerian sosial ini di setiap direkorat
maupun biro-biro itu memiliki OHH yaitu
humas dimasing-masing unit tersebut. Humas
disini mengumpulkan para OHH sebagai tim
dalam menangani krisis sebagai bagian dari
direktoratnya. Sekaligus untuk menghimpun
isu.
10 Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
Adanya masih tim isu, kalau krisis belum ada.
belum terpikir juga kebutuhannya untuk apa.
11 Kementerian Riset Teknologi
dan Pendidikan Tinggi
Kalau untuk tim penanganan krisis ya humas
yang melaksanakannya.
12 Kementerian Desa,
Transmigrasi dan Daerah
Tertinggal
Tim apa ya. Kalau krisis saja tidak terjadi
untuk apa lalu bikin tim gitu.
13 Kementerian pemberdayaan
perempuan dan Perlindungan
Anak
Kalau tim itu kayanya bisa dari seluruh
kementerian ya. Soalnya kalau ada masalah
yang besar gitu biasanya kami kumpulkan
pimpinan untuk mebabas itu dan menentukan
penyelesaiannya bagaimana.
14 Kementerian Agama Tim dibentuk saat adanya krisis saja,
misalnya tim pencari fakta, tim komunikasi
gitu
15 Komisi Pemberantasan
Korupsi
tim krisis ini diisi oleh orang orang yang
dipilih dari berbagai unit kerja termasuk
humas, kemudian pimpinan memetakan isu
173
No Instansi Tim manajemen krisis
isu krusial yang harus ditangani segera
kemudian mendigasi yang perlu dilakukan
untuk menyelesaikannya secepat mungkin,
kurang lebih seperti itu
16 Komisi Pemilihan Umum Tim krisis kita ya hupmas dengan arahan
komisioner atau sekjend nya KPU aja.
4.3.10 Simulasi atau pelatihan penanganan krisis
Faktor penting dalam contingency plan adalah adanya simulasi dalam
menangani krisis dan peningkatan mutu dengan melakukan pelatihan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dari berbagai lembaga pemerintah
yang ditunjuk sebagai subyek dalam penelitian ini dihasilkan bahwa humas
lembaga pemerintah dalam upaya perencanaan belum pernah melaksanakan krisis
untuk perencanaan penanganan krisis. Informan satu mengatakan bahwa mereka
belum pernah mengadakan simulasi penanganan krisis. Hanya saja biro
komunikasi dan layanan informasi menyedia grand strategy komunikasi kepada
seluruh eselon I sehingga mereka dapat mengetahui strategi komunikasi yang
dimiliki oleh lembaga tempat mereka bernaung (sakti, komunikasi personal, 13
Februari 2017). Begitu pula dengan kemneterian PUPR, menurut mereka belum
pernah membuat simulasi penanganan krisis maupun pelatihan khusus untuk
menangani krisis. Hanya saja informan mengatakan bahwa ada upaya untuk
memberikan pelatihan yang terbaik untuk meningkatkan kualitas humas di
Indonesia (Atmawidjaja, komunikasi personal, 28 April 2017). Hal serupa juga
disampaikan oleh informan empat, biro komunikasi dan layanan informasi publik
174
kementerian perhubungan bahwa pelatihan yang ada adalah untuk meningkatkan
kemampuan kehumasan. (Raharjo, komunikasi personal, 27 April 2017). Begitu
pula dengan informan tujuh, sepuluh dan 12 bahwa simulasi dan pelatihan yang
dilaksanakan adalah untuk meningkatkan kualitas mutu kinerja humas.
Informan tiga yaitu kementerian perindustrian juga mengatakan bahwa
simulasi dan pelatihan penanganan krisis belum pernah diadakan oleh kementerian
perindustrian. Menurut informan pengalaman yang dimiliki oleh humas dalam
menangani krisis sebelumnya, sudah cukup sebagai pengalaman dalam
melaksanakan pengelolaan krisis (Sarjono, komunikasi personal, 2 Mei 2017).
Informan enam yaitu bappenas menyampaikan hal serupa bahwa baik simulasi
maupun pelatihan belum pernah dilakukan oleh humas.
Berbeda dengan informan sebelumnya, informan delapan dan sebelas
mengatakan meskipun kementerian yang menaungi mereka belum pernah
melakukan simulasi dan pelatihan dalam menangani krisis, tetapi tim yang
tergabung dalam biro komunikasi publik adalah orang-orang yang memiliki
kemampuan memadai dalam menangani setiap permasalahan. Lebih lanjut
kementerian riset teknologi dan pendidikan tinggi mengatakan bahwa untuk
urusan strategi komunikasi, isu dan krisis tim nya memiliki kemampuan yang baik
dalam pengelolaannya. Oleh karena itu kedua informan tersebut mengatakan tim
yang berkualitas dapat mengurangi kemungkinan dalam setiap permasalahan
(Masruroh, komunikasi personal, 30 Mei 2017).
175
Informan sembilan yaitu kementerian sosial mengatakan bahwa simulasi
dalam perencanaan krisis dilakukan oleh salah satu bagian dari kementerian sosial
yang juga dibentuk untuk menanggulangi dan mengelola krisis di bidang bencana
alam dan bencana sosial yang bernama TAGANA. Tim tersebut selalalu
mengakan simulasi penyelamatan dan pelatihan yang berguna dalam upaya
mereka (Wahyono, komunikasi personal, 10 Februari 2017).
Tabel 4.3.10 Simulasi penanganan krisis No Instansi Simulasi penanganan krisis
1 Kementerian Keuangan Kalau sekarang belum, kita Cuma
memberikan grand strategi komunikasi kita,
grand strategi komunikasi kementerian
keuangan pada semua eselon I
2 Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
Tidak ada simulasi ataupun pelatihan tentang
itu secara khusus sih. Tapi ada workshop
tentang media sosial, ada pelatihan, ada
FGD, ada coffe morning, kita menyamakan
frekuensi.
3 Kementerian Perindustrian Belum. Belum ada yang kayak gitu-gitu.
Saya kira pengalaman kita disini sudah
cukup untuk menjadi pembelajaran.
4 Kementerian Perhubungan Ada pelatihan untuk meningkatkan kualitas
humas. Tapi kalau untuk krisis yang khusus
gitu belum ada ya.
5 Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi
secara khusus kita bukan melakukan
pelatihan ya, tapi kita sudah menyusun isu
isu yang bakal terjadi, dan itu biasanya
disimulasikan juga bagaimana
menanganinya, e itu di, itu bukan pelatihan si
namanya, semacam diskusi aja, itu biasanya
setahun dua kali lah
6 Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional /
Bappenas
Pelatihan secara khusus belum ada. Simulasi
penanganan krisis juga belum pernah
dilakukan sih sejauh ini.
7 Kementerian Komunikasi
dan Informatika
Tim secara khusus nggga ada ya. Tapi ada
biro SDM yang berkiprah melalui pranata
komputer, humas, fungsional analisa jabatan,
cara menulis siaran pers, advertorial, semua
176
di didik disana. Kalau simulasinya ya yang
pernah simulasi tanggap bencana itu.
8 Kementerian Pariwisata Kalau itu kita ngga ada. Eh belum pernah
bikin. Tapi disini kami memiliki orang-orang
yang berkompeten dalam setiap krisisnya.
10 Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
Belum sih. Belum ada ya selama ini. Tapi
kalau pelatihan untuk peningkatan mutu
pegawaian setiap tahun kita laksanakan.
11 Kementerian Riset Teknologi
dan Pendidikan Tinggi
Belum ada kayanya ya untuk simulasi tentang
krisis. Biasanya kita diskusikan saja. Tapi tim
saya itu anak komunikasi semua ya. rata-rata
anak S2 komunikasi. mereka ada yang basic
jurnalis, jadi saya ngelihat nggak usah di
training mereka udah jago, udah
berpengalaman
12 Kementerian Desa,
Transmigrasi dan Daerah
Tertinggal
Kalau yang dimaksud itu simulasi khusus
tentang krisis ya ngga ada. Kalau pelatihan
ada pelatihan untuk meningkatkan mutu
kerja humas. Disitu humas dididik dan
dilatih
13 Kementerian pemberdayaan
perempuan dan Perlindungan
Anak
Simulasi maupun pelatihan itu ngga ada
kaitannya sama humas mbak. Kita kan
ngurusi pimpinan bukan krisis.
14 Kementerian Agama Ngga ada ya. Bisanya kita rapat dan briefing
untuk tim yang bertugas saat itu.
15 Komisi Pemberantasan
Korupsi
Ada, saat awal penunjukan champion ini
orang orang terpilih kemudian diikutkan
dalam pelatihan kemudian disitu juga
dilakukan simulasi penanganan krisis atau
isu kemudian dinilai apakah champion ini
tepat apa belum
16 Komisi Pemilihan Umum Ada simulasi kayanya uji coba pemilu kan?
Kita selalalu lakukan. Itu juga termasuk kalau
ada masalah saat pemilu juga.
177
4.4 Keterkaitan Antar Kategori
Peneliti telah menyajikan data yang diperoleh saat penelitian pada subbab
sebelumnya dengan menjabarkan pada setiap kategori yang ada. Pada subbab ini,
peneliti tidak hanya menyajikan data tetapi mengaitkan antar kategori yang telah dibuat
pada subbab sebelum ini. Berdasarkan hal tersebut peneliti berharap dapat menemukan
simpulan dari data yang ada dan menemukan pengaruh serta kecenderungan yang akan
muncul dari semua data yang telah diperoleh.
4.4.1 Hubungan antara konstruksi humas pemerintah Indonesia terkait
krisis dengan strategi manajemen krisis dan hambatan yang
dihadapi oleh humas pemerintah
Berdasarkan pada penyajian data oleh peneliti pada subbab sebelumnya,
peneliti melihat adanya hubungan antara kontruksi humas pemerintah terkait krisis
dengan strategi manajemen krisis yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Peneliti juga melihat adanya keterkaitan antara dua hal tersebut dengan hambatan
yang dialami oleh humas lembaga pemerintah dalam menangani krisis. Data
mengenai konstruksi humas pemerintah di atas nampak bahwa humas pemerintah
memiliki pandangan yang berbeda terkait krisis. 4 dari 16 informan mengatakan
bahwa krisis adalah sesuatu yang merusak reputasi, kepercayaan, kredibilitas dan
persepsi masyarakat terhadap lembaga. Keempat kementerian tersebut adalah
kementerian keuangan, kementerian kementeian perhubungan, kementerian
peerencanaan (bappenas) dan kemeneterian agama. Menurut Nufransa Wira sakti
178
mengatakan bahwa krisis merupakan suatu ancaman bagi organisasi karena dapat
merusak atau mengganggu reputasi dari kementerian keuangan (Komunikasi
personal, 13 Februari 2017). Kepala bagian publikasi dan layanan informasi
kementerian perhubungan juga mengatakan hal serupa bahwa lembaga pemerintah
berbeda dengan organisasi profit dalam hal krisis. Bagi lembaga profit, krisis
adalah yang mengancam pendapatan sedangkan bagi lembaga pemerintah krisis
adalah sesuatu yang membuat trust dan reputasi kementerian perhubungan jatuh
(Raharjo, komunikasi personal, 27 April 2017). Tidak jauh berbeda, bappenas
mendefinisikan krisis sebagai sesuatu yang menyerang kredibilitas pejabat atau
institusi (Aida, komunikasi personal, 2 Mei 2017). Sedangkan kepala bagian
humas mendefinsikan krisis sebagai sesuatu yang dapat mengganggu persepsi
publik terhadap kementerian agama. Keempat kementerian tersebut berpendapat
bahwa reputasi adalah salah satu yang terpenting bagi lembaga pemerintah.
Berbeda dengan ke empat kementerian tersebut, 10 lembaga kementerian
lain dan non kementerian berpendapat bahwa krisis adalah sesuatu yang tidak
terduga, gawat dan memberikan goncangan serta memiliki dampak yang besar
bagi organisasi. Hal tersebut sama seperti yang disampaikan oleh kepala bagian
komunikasi publik bahwa krisis terjadi ketika sesuatu yang urgen untuk ditangani
dan sifatnya negatif serta harus ditangani dengan serius. Karena pada saat terjadi
krisis aktivitas organisasi menjadi terhambat dan mengancam pada normalitas
yang ada. Endra, kepala biro komunikasi publik kementerian PUPR mengatakan
179
bahwa krisis terjadi dalam kondisi normalitas tidak berjalan sebagaimana biasa
sehingga dapat memutus layanan publik (Endra, komunikasi personal, 28 April
2017). Krisis menyebabkan sesuatu yang biasanya berjalan kontinu menjadi tidak
sehingga dapat merusak fungsi-fungsi sosial secara massif. Oleh karena krisis
selalu tidak diharapkan terjadi pada organisasi manapun dikarenakan krisis
menyebabkan capaian yang dihasilkan tidak sesuai dengan target yang diberikan
oleh pemerintah pusat. Seperti yang disampaikan oleh oleh kepala bgain publikasi
kementerian komunikasi dan informatika bahwa krisis terjadi ketika capaian tidak
sesaui dengan yang diharapkan oleh pemerintah (Nizar, komunikasi personal, 17
Febaruari 2017). Zulkarnain Meinardy mengatakan bahwa krisis mengakibatkan
suasana menjadi tegang dan gawat yang dapat mengakibatkan kegoncangan
kebatinan. Humas KPK tersebut menjelaskan bahwa sampai saat ini KPK belum
pernah mengalami krisis yang sampai membuat kegoncangan batin (Meinardy,
komunikasi personal, 28 April 2017). Iyung Masruroh, Plt. Biro komunikasi
publik menyatakan bahwa isu sebagai salah satu yang mendatangkan pengaruh
buruk organsiasi terhadap pariwisata (Masruroh, komunikasi personal, 30 Mei
2015). Hal tersebut berarti bahwa isu adalah sesuatu yang berpengaruh buruk bagi
aktivitas organisasi. Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh kasubbag layanan
informasi humas kementerian pendidikan dan kebudayaan RI bahwa krisis
berpotensi menimbulkan masalah dan menghambat aktivitas kementerian. tidak
salah jika Munawir Razak, kepala bagian komunikasi publik kementerian riset
180
teknologi dan pendidikan tinggi mengatakan bahwa krisis adalah sesautu yang
menyebabkan perbedaan antara substansi dan ekspektasi (komunikasi personal, 17
Februari 2017). Tetapi bagi Adi Wahyono, kepala biro humas kementerian sosial
mengatakan bahwa krisis tidak akan terjadi ketika belum muncul di media. Adi
menambahkan bahwa krisis ada ketika dimunculkan di media dan berpengaruh
negatif terhadap organisasi. Hal tersebut menurutnya berdasarkan pada kenyataan
bahwa seringkali krisis disebabkan oleh pemeberitaan yang salah dan membesar
hingga berpengaruh pada organisasi(Wahyono, komunikasi personal, 10 Februari
2017).
Kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak memiliki
pandangan yang berbeda bahwa krisis tidak akan terjadi pada organisasi
pemerintah karena krisis hanya terjadi pada organisasi rofit yang berpengaruh
pada kebangkrutan. Sedangkan menurut kepala bagian hubungan antar lembaga
kementerian desa, transmigrasi dan daerah tertinggal mengatakan lembaga
pemerintah tidak akan pernah bangkrut kecuali dikehendaki oleh presiden,
sehingga krisis tidak mungkin terjadi pada pemerintah (Rachman, komunikasi
personal, 27 April 2017).
Dari data-data tersebut juga nampak bahwa strategi manajemen krisis yang
dilakukan oleh lembaga pemerintah juga bermacam-macam. Kepala biro
komunikasi dan laynan informasi kementerian keuangan mengatakan bahwa
dalam mengelola krisis strategi yang digunakan adalah yang pertama
181
mengidentifikasi jenis krisis dan penyebab munculnya krisis, memantau sejauh
mana dampak dan sebesar apa magnitude yang dihasilkan. Membuat analisis
mengenai krisis dan menentukan langkah-langkah komunikasi yang tepat.
(komunikasi personal, 13 Februari 2017).
Informan kedua yaitu kemeneterian PUPR mengatakan bahwa proses
manajemen krisis tidak hanya terjadi saat adanya krisis saja tetapi dilakukan jauh
sebelum krisis itu muncul. Menurutnya langkah awal adalah dengan selalu bekerja
dengan baik dan profesional sehingga dapat mengurangi celah timbulnya masalah.
Selain itu aktif dalam melakakukan manajemen isu merupakan langkah terbaik
pula untuk menghindari munculnya konflik. Tetapi jika krisis itu sudah terlanjur
terjadi maka yang dilakukan adalah membuat tim tanggap darurat, rehabilitasi
yang di dalamnya terdapat koordinasi, sinergi dan langkah-langkah penyelesaian
bersama. Proses manajemen krisis juga tidak berhenti sampai fase ini melainkan
diseimbangkan dengan penguatan peran media dalam setiap aktivitas kementerian
(Atmadjaja, komunikasi personal, 28 April 2017).
Dalam proses manajemen krisis yang paling dibutuhkan adalah tim yang
solid sehingga diskusi menjadi sesuatu yang harus dilakukan. Langkah selanjutnya
yang dilakukan oleh humas adalah dengan mengidentifikasi faktor penyebab krisis
dan alasan munculnya krisis. Hal tersebut dilakukan melalui rapat internal humas.
Selanjutnya mengadakan audiensi dengan stakeholder lain. Selain langkah
tersebut, humas kementerian perindustrian lebih memilih menghujanidengan
182
siaran pers yang banyak dan mengusahakan bahwa setiap hari ada informasi baru
yang diterima masyarakat. Selain itu, humas melakukan tindakan dengan
membuat isu-isu baru yang strategis dan dapat mengalihkan konsentrasi
masyarakat terhadap krisis (Sarjono, komunikasi personal,2 Mei 2017).
Informan keempat, Budi Raharjo sebagai informan dari kementerian
perhubungan mengatakan bahwa strategi manajemen krisis yang dilakukan oleh
kementerian perhubungan sudah dimulai setiap hari meskipun tidak ada krisis.
Secara reguler yang dilakukan waktu itu adalah monitoring dan evaluasi dan
analisis tentang pemberitaan berita ekstrim, dan analisis media sosial. Hal tersebut
dilakukan dengan cara melakukan monitoring isu yang seringkali memperlihatkan
potensi munculnya krisis dari penanganan isu yang salah. Menurut informan
manajemen isu yang tepat akan menghindarkan organisasi dari krisis-krisis yang
sebenarnya sudah dapat diprediksi (Raharjo, komunikasi publik, 27 April 2017).
Berbeda dengan bappenas dalam strategi krisis yang dilakukan adalah
dengan mengklarifikasi permasalahan apabila krisisnya tidak benar, selain itu
proaktif dalam melaksanakan komunikasi dengan publik (Aida, komunikasi
personal, 2 Mei 2017). Hal tersebut terkait definisi krisis yang disampaikan oleh
Aida bahwa krisis adalah sesuatu yang menggangu kredibilitas instansi maupun
pejabat bappenas. Sehingga langkah cepat yang dilakukan adalah dengan
memberikan klarifikasi atas isu-isu yang kurang tepat sehingga dapat mencegah
terjadinya krisis. Hal tersebut diamini oleh plt. Komunikasi publik yang memiliki
183
strategi penanganan krisis yang didasarkan pada UNWTO, APEC, dan ASEAN
Tourism, permen kementerian PAN-RB. Pencarian akar permasalahan dilakukan
dengan membentuk tim pencari fakta yang kemudian akan berkoordinasi dengan
mitra yang menangani kasus tersebut. Pada saat itu kementerian pariwisata secara
langsung dan cepat menemui kepolisian dan BNPT yang mengetahui secara persis
kejadian tersebut. Kementerian pariwisata bersama dengan mitra tersebut
memonitor perkembangan dampak dan kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi. Setelah itu biro komunikasi publik membuka posko-posko (crisis center)
yang akan mengawal perkembangan kasus tersebut. Menurut informan setidaknya
terdapat tiga step yaitu yang pertama memberikan respon atas isu dengan cepat,
menghubungi pihak-pihak berwenang yang terkait, dan step yang terakhir adalah
dengan memberikan keterangan pers, misalnya konferensi pers. Kementerian
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak mengatakan bahwa terkait
strategi manajemen krisis adalah bahwa upaya manajemen krisis bukanlah
kewenangan humas kmenterian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Tetapi humas menyadari bahw bukan krisis yang ditangani hanya saja humas
menangani permasalahan-permasalahan yang menimpa kementerian tersebut
(Rachman, komunikasi personal, 27 April 2017).
Dalam proses manajemen krisis, lembaga pemerintah terkadang
mengalami hal-hal yang dapat menghambat dalam setiap prosesnya. Masing-
masing lembaga pemerintah memiliki hambatan yang berbeda bergantung pada
184
jenis krisis yang menimpanya. Tetapi peneliti menemukan adanya kecenderungan
antara strategi krisis yang dihadapi dengan hambatan yang dimiliki oleh lembaga
pemerintah Indonesia. Misalnya Informan satu mengatakan bahwa hambatan
dalam proses manajemen krisis adalah kurangnya kemampuan untuk selalu dapat
memprediksi kemungkinan terjadinya krisis (Sakti, komunikasi personal, 13
Februari 2017). Menurut kepala biro komunikasi dan layanan informasi
kemampuan untuk dapat memprediksi kemungkinan-kemungkinan terjadinya
krisis dirasa masih kurang, sehingga menghambat dalam proses manajemen krisis.
Selain itu menurut Nufransa Wira Sakti, hal lain yang menghambat adalah isu-isu
yang beredar di luar kementerian keuangan dapat memperkeruh krisis yang terjadi
pada saat itu. Kementerian PUPR mengatakan bahwa yang menghambat saat
kementerian mengalami krisis adalah munculnya krisis-krisis yang berasal dari
kementerian atau lembaga pemerintah yang lainnya. Hambatan kementerian
PUPR dalam manajemen krisis adalah banyaknya beredar berita hoax yang
merugikan aktivitas kementerian. Saat terjadi krisis biro komunikasi publik
kementerian PUPR telah berupaya untuk membuat strategi komunikasi yang
paling tepat untuk menghindari krisis yang berkepanjangan. Sayangnya, banyak
beredar kabar hoax diterima masyarakat dan memperparah kondisi krisis yang
terjadi. Hasilnya adalah penanganan isu menjadi lebih sulit dan dibutuhkan
strategi komunikasi yang lebih kuat.
185
Kementerian perindustrian mengatakan bahwa selama ini manajemen
krisis maupun penanganan terjadinya krisis tidak pernah mengalami kesulitan
tanpa ada hambatan yang berarti. Hal tersebut menurut Habibi Yusuf Sarjono,
kepala subbagian publikasi biro humas kementerian perindustrian dikatakan
sebagai bentuk kesungguhan dan ketetapatan langkah yang dibuat oleh
kementerian dalam penaganan krisisnya (Sarjono, komunikasi personal, 2 Mei
2017). Kementerian komunikasi dan informatika dan informatika mengatakan
bahwa tidak ada hambatan yang dirasakan oleh kementerian ini. Menurut Nizar
sebagai kepala bagian publikasi selama ini penanganan krisis tidak memiliki
hambatan apapun, semuanya dapat terselesaikan dengan baik (Nizar, komunikasi
publik, 17 Februari 2017). Berbeda dengan yang disampaikan oleh Habibi Yusuf
Sarjono kasubbag publikasi biro humas kementerian perindustrian, Nanang. A.
Rachman kepala bagian humas kementeria PPPA memiliki alasan yang berbeda
atas tidak adanya hambatan dalam penanganan krisis yang dilakukan.
Menurutnya, proses manajemen krisis tidak pernah mengalami hambatan karena
semua pegawai kementerian desa transmigrasi dan daerah tertinggal selalu bekerja
berdasarkan tugas pokok dan fungsi serta koridor yang berdasar pada aturan yang
berlaku. Bukan hanya tidak ada hambata tetapi bekerja sesuai koridor adalah tidak
adanya krisis yang besar yang menimpa kementerian (Widyatmiko, 12 Februari
2017).
186
Budi Raharjo, kepala bagian publikasi dan layanan informasi kementerian
perhubungan menjelaskan bahwa dalam manajemen krisis yang dilakukan,
kementerian perhubungan memiliki beberapa hambatan yang biasanya terjadi
yaitu rekomendasi humas yang tidak digunakan, dinamika perubahan yang
berjalan sangat cepat, serta kurangnya SDM yang berkompeten. Hambatan yang
pertama adalah rekomendasi yang diberikan dalam penanganan isu maupun krisis
yang dilakukan oleh biro komunikasi dan informasi publik tidak digunakan dalam
upaya penanganan krisis sehingga biro komunikasi dan informasi publik sebagai
pelaksana penanganan krisis tidak akan pernah bisa sampai tuntas dalam
menyelesaikan krisis seperti korporasi. Hambatan yang kedua bagi kementerian
perhubungan menurut informan empat adalah dinamika perubahan di lingkungan
pemerintah semakin cepat. Cepatnya perubahan tersebut disebabkan dampak dari
unsur politik dan kekuasaan yang tidak terlepas dari lembaga pemerintah.
Akibatnya dokumen kebijakan yang telah dibuat seringkali tiba-tiba mengalami
perubahan oleh pimpinan yang disinyalir terdapat unsur politik (Raharjo,
komunikasi personal, 27 April 2017). Hambatan ketiga yang mengganggu adalah
kurangnya SDM yang memiliki kecapakan dalam mengelola isu maupun
mengelola krisis. Hambatan seperti ini tidak hanya dirasakan oleh kementerian
perhubungan, tetapi juga dirasakan oleh kementerian sosial dan KPK. Hambatan
terbesar bagi humas kementerian sosial dalam menangani krisis adalah minimnya
jumlah pekerja atau SDM di kementerian sosial yang memiliki kompetensi dalam
187
manajemen isu maupun krisis. Kemampuan humas didominasi oleh orang-orang
di luar bisang humas. “oleh karena itu, kemampuan kinerja humas yang menjadi
target capaian saya dalam waktu dekat ini” (Wahyono, komunikasi personal, 10
Februari 2017).
Masing-masing lembaga pemerintah memiliki defisini tersendiri terkait
krisis, strategi manajemen krisis dan hambatan yang dilalui. Peneliti melihat
bahwa terdapat hubungan antara konstruksi humas lembaga pemerintah terkait
krisis dengan manajemen krisis yang dilakukan dan berpengaruh pula terhadap
hambatan yang diperoleh oleh lembaga pemerintah tersebut. Data dari ketiga
kategori tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut
Tabel 4.4.1 Keterkaitan konstruksi humas dengan strategi manajemen krisis dan
hambatan dalam pengelolaan krisis
No Instansi Konstruksi
humas terkait
krisis
Strategi manajemen
krisis
Hambatan dalam
pengelolaan krisis
1 Kementerian
Keuangan
Krisis itu segala
sesuatu yang bisa
merusak atau
menyerang
reputasi
kementerian
keuangan
Mengidentifikasi krisis
dan memantau sejauh
mana dampak dan
magnitude yang
dihasilkan,
menentukan langkah-
langkah komunikasi
yang tepat.
Membentuk tim
penyelesaian krisis
untuk menanagani
agar krisis tidak
berkepanjangan.
Kemampun untuk
memprediksi
kemungkinan-
kemungkinan
terjadinya krisis
2 Kementerian
Pekerjaan
Umum dan
Jadi krisis itu
dalam kondisi
dimana normalitas
Ya tadi. kita tangani
dengan tanggapan
darurat dulu. Lalu ada
Banyaknya isu-isu
hoax yang
mengenai
188
No Instansi Konstruksi
humas terkait
krisis
Strategi manajemen
krisis
Hambatan dalam
pengelolaan krisis
Perumahan
Rakyat
itu tidak terjadi.
Namanya krisis itu
juga termasuk
putusnya layanan
publik. Kalau
sesuatu yang
tadinya berjalan
continue, sekarang
tidak ada itu krisis.
Atau dia
mengganggu
fungsi-fungsi sosial
secara masif itu
krisis
rehabilitasi, baru ini.
jadi didalamnya ada
koordinasi, sinergi,
ada langkah-langkah
bersama. Jadi pasti
bukan hanya kita saja.
oranisasi.
Sehingga
seringkali
menimbulkan
krisis atau
memperparah
krisis. Munculnya
krisis yang
dilempar oleh
lembaga
pemerintah yang
lain.
3 Kementerian
Perindustrian
krisis itu kan
kondisi yang tidak
kita harapkan, jadi
apa yang kita
harapkan dengan
kenyataannya
berbeda, kalau di
kita krisis itu
terjadi ketika ada
pemberitaan atau
isu negatif dan
terus terusan, nah
itu krisis
Pertama kita akan rapat,
dibahas, dirapatkan,
pertama internal humas,
kedua kita akan
melibatkan stakeholder
lain. Menyiapkan siaran
pers yang banyak dan
usahakan setiap hari ada
informasi baru,
So far so good sih.
Ngga pernah ada
yang yang sampe
gimana-gimana.
Alhamdulillah kita
bisa menangani
4 Kementerian
Perhubungan
yang membuat
trust dan reputasi
kita jatuh
Mencari akar
masalahnya, kemudian
mencari peluang terbaik
untuk
mengkomunikasikan
kepada publik
Masalahnya adalah
terkadang saran
yang diberikan oleh
humas tidak
digunakan. Kalau
pemerintah itu juga
dipengaruhi unsur
politik dan
kekuasaan. Jadi itu
yang menyebabkan
dinamika perubahan
berjalan sangat
cepat yang sulit
untuk diprediksi.
Selain itu kurangnya
189
No Instansi Konstruksi
humas terkait
krisis
Strategi manajemen
krisis
Hambatan dalam
pengelolaan krisis
SDM yang
berkompeten.
5 Kementerian
Pendayaguna
an Aparatur
Negara dan
Reformasi
Birokrasi
Krisis itu e ketika
sesuatu yang urgen
untuk ditangani
dan sifatnya
negatif, itu yang
harus ditangani
dengan serius
jangan sampai
salah terbawa arus
ya dari setiap hari ada
monitoring isu, berita
negatifnya ini, kita
segera tahu dan tangani.
Menyiapkan segala jenis
data dengan baik, agar
saat ada masalah datanya
lengkap dan siap.
Bekerjasama secara
proaktif dengan media,
komunikasi yang baik
dan efektif dengan
stakeholder.
Masalahnya adalah
kadang kita
mencoba menutupi
ini kan masalah
konres itu kan
kebijakannya sudah
selesai gitu, tetapi
selalu wartawan
mengugkit masalah
itu.
6 Kementerian
Perencanaan
Pembangunan
Nasional /
Bappenas
Jadi segala sesuatu
isu yang modelnya
menyerang
kredibelitas pejabat
atau institusi pasti
itu menjadi isu
bagi kami
Mengklarifikasi kepada
publik, proaktif dalam
berkomunikasi dengan
publik.
Publik yang kurang
mengetahui fungsi
bappenas sebagai
perencana
pembangunan.
7 Kementerian
Komunikasi
dan
Informatika
Krisis terjadi ketika
capaian tidak
sesuai dengn target
pemerintah
Kita lebih mengarah jika
terjadi krisis,
pamungkasnya kita harus
mengcounter. Melalui
siaran pers, melalui
advertorial, maklumat,
dengan mengundang
pemateri yang kompeten.
Kayanya ngga ada
hambatan. Kami
kurang tau yak arena
kami hanya
melaksanakan dari
sisi kehumasan.
Sedangkan krisis itu
bagian dari
pusdiklat. Tapi
kayanya ngga ada
masalah sih.
8 Kementerian
Pariwisata
Segala sesuatu
yang terjadi dan
berpengaruh
terhadap pariwisata
Manajemen krisis yang
dilakukan sesuai dengan
panduang manajemen
krisis internasional
seperti WTO, APEC,
ASEAN Tourism.
Intinya adalah
mempersiapkan sebaik
mungkin dari
Sejauh ini proses
manajemen krisis itu
berhasil kami
tangani dengan baik.
Yang menghambat
mungkin
perkembangan isu
yang tidak terduga
saat terjadi krisis.
190
No Instansi Konstruksi
humas terkait
krisis
Strategi manajemen
krisis
Hambatan dalam
pengelolaan krisis
perencanaan hingga
langkah-langkah strategi
komunikasinya.
Atau respon
masyarakat
Indonesia yang
kurang mendukung.
9 Kementerian
Sosial
Krisis ada ketika
dimunculkan di
media yang
berdampak negatif.
Memastikan langkah
antisipasi atas berbagai
kemungkinan,
memastikan seluruh
database menganai
kementerian sosial aman,
proses identifikasi
masalah kemudian
menentukan titik focus
kejadian krisis, lalu itu
harus mapping
Hambatan bagi
kementerian sosial
itu adalah
kurangnya SDM
dalam menangani
krisis itu.
10 Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan
Yang berpotensi
menimbulkan
masalah yang besar
dan menghambat
aktivitas dikbud.
Kalau sudah tercium
krisis dari isu ya kita
siapkan bahannya. Buat
rootmap-rootmapnya.
Kita sosialisasikan
kepada masyarakat. Atau
kita alihkan ke isu lain
yang positif.
Permasalahannya
selama ini itu ya
krisis itu kan
biasanya ngga
dikethaui jadi butuh
waktu penyesuaian
untuk mengatasinya.
11 Kementerian
Riset
Teknologi
dan
Pendidikan
Tinggi
kritis istilahnya kan
udah genting ya.
kalo kami melihat
krisis itu kalo
kriterianya emang
bener-bener
berbeda dengan
apa yang
sebenarnya. Jadi
itu krisis, atau
berbeda substansi
maupun ekspektasi
Memprediksi adanya
krisis melalui
manajemen isu,
membuat mapping isu,
mengidentifikasi akar
krisis, membuat
klarifikasi terkait krisis,
mengatakan hal yang
jujur saat terjadi
kesalahan, memperbaiki
letak kesalahan,
melakukan konferensi
pes saat dibutuhkan
Kita kan
kementerian baru.
Dua yang dijadikan
satu. Jadi bukan
hanya saat terjadi
krisis, untu berbagai
hal kita masih saling
menyesuaikan
12 Kementerian
Desa,
Transmigrasi
dan Daerah
Tertinggal
Saya kan bukan
orang komunikasi,
coba anda yang
menjelaskan. Kita
bukan kementerian
keuangan yang
Memperbaiki system
danmenguatkan internal.
Publik kan hanya
menilai tidak ikut
bekerja.
Tidak ada hambatan
karena semua
bekerja sesuai
koridornya
191
No Instansi Konstruksi
humas terkait
krisis
Strategi manajemen
krisis
Hambatan dalam
pengelolaan krisis
pernah krisis.
Krisis itu kan
hanya untuk
perusahaan-
perusahaan atau
mungkin
kementerian
keuangan.
13 Kementerian
pemberdayaa
n perempuan
dan
Perlindungan
Anak
krisis adalah suatu
hal yang perlu
ditangani dengan
cepat, itu adalah
krisis ya.
Krisis bukan bidang
kerjanya humas. Yang
jelas humas hanya
mendampingi menteri
termasuk ketika terjadi
permasalahan dan
menginformasikan
kebijakan yang dibuat
atau hasil rapat internal
untuk meredam
permasalahan yang
terjadi pada publik.
Kalau krisis itu buka
wewenang kami
disini. Tapi kalau
hambatan dalam
melaksanakan tugas
ya kita kurang
pegawai aja lalu ada
tumpang tindih
tugas antara humas
dan publikasi.
14 Kementerian
Agama
Krisis bagi
kementerian agama
adalah sesuatu
yang berpotensi
menggangu
persepsi publik
terhadap
kementerian agama
yang berpandangan
bahwa kementerian
agama gak sanggup
menjalankan tugas
dan fungsinya.
Mengisolasi isu.
Menunjukkan key
person, membentuk tim
investigasi untuk analisis
situasi, mengidentifikasi
krisis, memberikan
infromasi kepada publik
dengan cepat dan tepat.
Kesulitannya adalah
apabila krisis itu
terjadi di luar negeri
seperti kasus crane.
Kita tidak bisa
prediksi dan orang-
orang kami juga
sedikit.
15 Komisi
Pemberantasa
n Korupsi
krisis kan
suasananya nggak
tenang, dan
suasana yang
berbeda, gawat.
Tetapi juga
tergantung, gawat
itu gawat yang
gimana, di kami
Dimulai dengan
manajemen isu yng baik
ya. Kita sudah berusaha
untuk melakukan dengan
baik melalui tim
champion. Mereka
membuat risk register
untu dianalisis bersama,
data selama satu tahun
beberapa tahun
kemarin memang
kami memiliki
keterbatasan
ketenagakerjaan,
karena dalam
praperadilan kami
kekurangan tenaga
manusia, terbatas.
192
No Instansi Konstruksi
humas terkait
krisis
Strategi manajemen
krisis
Hambatan dalam
pengelolaan krisis
sendiri tidak
samapai
menimbulkn
kegoncangan
kebatinan
dikumpulkan sehingga
kita akan tau
pekembangan isunya
bagaimana. Kemudian
menentukan strategi
komunikasi yang tepat
misalnya dengan konpers
yang dapat meredam isu-
isu yang beredar.
Tapi sekarang itu
sudah tertangani
16 Komisi
Pemilihan
Umum
Krisis suatu
kondisi yang
sangat parah bagi
keberlangsungan
organisasi
Bertindak se-transparan
mungkin sehingga
kemungkinan krisis itu
muncul. Menyiapkan
data-data secara akurat
jika ada yang
menggugat.
Menyampaikan melalui
konferensi pers inti
permasalahan dan
klarifikasi jika
dibutuhkan.
Hambatan krisis itu
kalau misalnya dari
luar KPU. Seperti
misalnya
kemendagri yang
data nya kurang
valid padahal kita
sudah koordinasi
4.4.1 Perencanaan krisis dalam manajemen krisis lembaga humas
pemerintah terkait
Data yang disajikan oleh peneliti pada subbab sebelumnya memperlihatkan
adanya kecenderungan antardata yaitu mengenai startegi manajemene krisis dan
perencanaan krisis lembaga humas pemerintah. Dalam perencanaan tersebut
terdapat tim manajemen krisis, simulasi penanganan krisis dan dokumen hukum
mengenai perencanaan krisis. Peneliti melihat adanya hubungan dalam kategori-
kategori tersebut yang menunjukkan kecenderungan antardatanya.
193
Perencanaan krisis merupakan sebuah bentuk antisipasi akan terjadinya
krisis yang menimpa organisasi. Masing-masing lembaga pemerintah memiliki
bentuk perencanaan krisis yang bermacam-macam. Selain bentuk perencanaan
penanganan krisis, terdapat didalamnya adalah tim penanganan krisis, simulasi
krisis dan perencanaan krisis dalam bentuk dokumen hukum.
Kementerian keuangan mengatakan bahwa bentuk perencanaan krisis yang
dimiliki bergantung pada kebijakan pimpinan. Apabila pimpinan adalah seseorang
yang peka terhadap isu-isu krisis bisa jadi akan dibuat sutau kebijakan dalam
perencanaan krisis. Nufransa Wira sakti juga mengatakan bahwa secara konsep
kementerian keuangan telah memiliki perencanaan krisis tetapi belum terbentuk
dalam sebuah dokumen hukum baik peraturan menteri maupun yang lainnya.
Kementerian keuangan juga tidak memiliki tim khusus manajemen krisis karena
dalam menangani krisis adalah tim humas sendiri dengan para pimpinan. Begitu
juga dengan simulasi penanganan krisis, kementerian keuangan juga belum pernah
melakukannya.
R. Endra Saleh Atmawidjaja, kepala biro komunikasi publik kementerian
PUPR mengatakan bahwa perencanaan krisis lembaga pemerintah tidak bisa
dilakukan sebelum dikethaui tanda-tanda munculnya krisis. Menurut Endra
(komunikasi personal, 28 April 2017) mengatakan bahwa perencanaan hanya bisa
kita lakukan apabila kita sudah taukalau ada krisis. Yang selama ini telah dimiliki
oleh kementerian PUPR adalah tim yang terdiri dari seluruh direktur dan
194
melibatkan konsultan komunikasi untuk menangani krisis. Tetapi menurut Endra,
kepentingan adanya dokumen hukum mengenai krisis hanya akan dilakukan juga
organisasi mengharapkan krisi tetapi sebaiknya tidak perlu dibuat sebuah
perencanaan yang resmi. Kepala biro komunikasi publik tersebut juga mengatakan
bahwa simulasi juga tidak perlu untuk dilakukan hanya yang diperlukana dalah
pelatihan untuk meningkatkan kinerja humas kementerian.
Kepala subbagian publikasi mengatakan bahwa dalam melakukan
manajemen isu, biro humas kementerian perindustrian menggunakan prinsip
knowledge management artinya bekerja berdasarkan pengalaman, sehingga dalam
melakukan penanganan krisis didasarkan pada pengalaman karena telah
mengalami krisis yang sama sebelumnya.
Kepala bagian publikasi dan layanan informasi kementerian perhubungan
secara jelas mengatakan bahwa perencanaan krisis tidak diperlukan bagi lembaga
pemerintah. Cara terbaik dalam memyelesaikan krisis selama ini adalah dengan
membuat rapat pimpinan untuk mendiskusikan perrmasalah sekaligus penyebab,
solusi hingga rekomendasi. Informan empat juga mengatakan bahwa dari langkah
tersebut akan terjawab bagaimana manajemen komunikasi yang harus dijalankan
(Raharjo, komunikasi personal, 27 April 2017). Bagi kementerian aparatur Negara
dan reformasi birokrasi mengatakan bahwa yang terpenting dari perencanaan
krisis adalah kelengkapan data yang akan disampaikan kepada publik. Oleh karena
itu humas harus bertindak cepat dan tepat serta dokumentasi data sebaik mungkin
195
agar dapat digunakan saat terjadi krisis. Menurut informan lima bahwa data
merupakan salah satu alat dalam penanganan krisis yang berpengaruh terhadap
persepsi, sehingga perencanaan krisis yang baik adalah dengan manajemen data
yang baik pula (Suwardi, komunikasi personal, 29 Mei 2017). Informan keempat
mengatakan hal serupa seperti informan dua bahwa lembaga pemerintah tidak
perlu untuk membuat produk hukum baik hanya berupa SOP atau peraturan
menteri. Menurut informan empat, dokumen-dokumen perencanaan yang sifatnya
dapat menjadi pedoman tidak selamanya bisa digunakan. Menurutnya, dinamika
perubahan yang terlalu cepat berubah seringkali membuat aturan tersebut sekedar
aturan semata. Selain itu menurut informan keenam menyatakan bahwa ketika
aturan diadakan maka tidak akan berjalan lama karena terlalu rumitnya isu yang
ada dalam lembaga pemerintah (Raharjo, komunikasi personal, 27 April 2017).
THP Bappenas mengatakan bahwa sejauh ini yang dimiliki oleh
kementerian hanyalah perencanaan isu. Perencanaan tersebut terkait dengan isu-
isu yang harus disampaikan oleh kemneterian maupun prediksi isu-isu yang
strategis ayang dimungkinkan akan terjadi. Menurut informan, perencanaan isu
saja sudah cukup bagi bappenas sehingga masih belum butuh untuk memiliki
perencanaan yang lain (Aida, komunikasi personal, 2 Mei 2017). Ahmad Nizar,
kepala bagian publikasi kementerian komunikasi dan informatika menyampaikan
bahwa perencanaan krisis bukan sepenuhnya tanggung jawab biro humas
melainkan menjadi konsentrasi bersama seluruh direktorat. Tetapi menurut
196
informan bahwa seagai bentuk perencanaan, humas seringkali mengadakan FGD,
menerbitkan advertorial maupun siaran pers untuk membahas isu-isu yang
strategis sehingga kemungkinan terjadinya krisis menyempit (Nizar, komunikasi
personal, 17 Februari 2017).
Plt biro komunikasi publik kementerian pariwisata, Iyung Masruroh
menjelaskan bahwa di kementerian tersebut perencanaan krisis sudah dilakukan
dengan memeprtimbangkan isu yang ada dan berkembang di masyarakat. Menteri
pariwisata juga seorang pimpinan yang proaktif dalam memantau perencanaan
krisis yang dibuat oleh tim humas kementerian. Manajemen isu menjadi bagian
penting dalam perencanaan krisis sehingga masing-masing anggota tim harus
melakukan pelaporan setiap hari pada menteri terkait perkembangan isu dan
membuat langkah perencanaan bagi isu yang terdeteksi akan menimbulkan krisis
(Masruroh, komunikasi personal, 30 Mei 2017). Sehingga menurut informan
kementerian pariwisata selalu sigap dalam menyelesaikan krisis. Informan sebelas
juga mengatakan hal yang sama bahwa dokumen mengenai SOP penanganan
krisis telah dibuat oleh biro komunikasi publik berdasarkan pada inventrisir isu
yang dilakukan dan penagalaman dalam menangani krisis dan manajemen isu
selama ini. Kedua kementerian tersebut menurut informan hanya menunggu
pengesahan dari pimpinan sebagai peraturan menteri (Razak, 17 Februari 2017).
Apabila ketiga kementerian tersebut sudah tinggal menunggu disahkannya
peraturan yang dibuat, maka KPK saat ini masih dalam proses pembuatan dengan
197
mengumpulkan dan menganalisis risk register tim champion (Meinardy,
komunikasi personal, 28 April 2017).
Selama ini humas kementerian sosial belum menyadari pentingnya
manajemen krisis bagi lembaga pemerintahann sehingga menurut informan belum
ada upaya perencanaan krisis. Informan yang merupakan kepala biro humas yang
baru menjabat berupaya untuk membuat dalam waktu dekat. Upaya tersebut sudah
mulai diwujudkan dengan dibuatnya command center yang berfungsi untuk
mengantisipasi isu maupun krisis yang dikhawatirkan dapat menimpa kementerian
sosial. Command center berisi tentang segala peta dan data-data yang terkait
dengan kemensos sehingga terpusat dan lengkap (Wahyono, komunikasi personal,
10 Februari 2017).
Berbeda dengan kementerian sosial, menurut Anandes Langguana
perencanaan krisis tidak dapat dibuat karena krisis terjadi tanpa bisa diprediksi.
Anandes lebih jauh menjelaskan bahwa yang bisa direncanakan adalah isu
sehingga kementerian pendidikan dan kebudayaan hanya memiliki perencanaan
isu (Langguana, komunikasi personal, 30 Mei 2017). Satu suara dengan
kementerian pendidikan dan kebudayaan, di kementerian riset teknologi dan
pendidikan tinggi menurut Munawir Razak perencanaan krisis yang dilakukan
oleh kementerian ini adalah dengan melakukan manajemen isu yang baik karena
merupakan langkah awal yang penting dalam proses manajemen krisis (Razak,
komunikasi personal, 17 Februari 2017).
198
Kepala bagian hubungan antar lembaga kementerian desa, transmigrasi dan
daerah tertinggal menjelaskan bahwa perencanaan yang dilakukan oleh
kementerian desa, transmigrasi dan derah tertinggal adalah perencanaan program
kegiatan yang dilakukan di awal tahun anggaran. Sedangkan untuk perencanaan
krisis dianggap kurang perlu menurut Bambang Widyatmiko karena krisis tidak
akan mengancam lembaga pemerintah. Sekuat-kuatnya krisis yang terjadi,
kementerian ini akan terus berjalan (Widyatmiko, komunikasi personal, 13
Februari 2017). Nanang A. Rachman, kepala bagian humas, mengatakan bahwa
humas tidak menangani krisis sehingga perencanaan krisis tentulah tidak ada.
Menurut informan yang perlu adalah langkah untuk mengatasi masalah yang
menimpu organisasi sedangkan hal demikian tidak membutuhkan perencanaan
tetapi kecapakan dalam menyelesaikan masalah (Rachman, komunikasi personal,
13 Februari 2017).
Kepala bagian humas kementerian agama mengatakan bahwa perencanaan
krisis sudah mereka lakukan. Menurut informan skema dalam melakukan
perencanaan sudah ada meskipun tidak tertulis. Misalkan langkah awal yang harus
dilakukan adalah dengan mengisolasi isu sehingga isunya menjadi lebih sempit
tidak meluas. Kemudian membentuk tim pencari fakta, kemudian membentuk tim
strategi komunikasi bagaimana yang boleh dan tidak boleh disampaikan ke media.
Informan menambahkan bahwa perencanaan yang dibuat tersebut bersifat flexible
tergantung pada krisis yang sedang dihadapi. Karena menurut informan krisis dan
199
besaran krisis tidak selalau sama sehingga perencaan ini dibuat hanya agar humas
memiliki pegangan saat terjadi krisis.
Zulkarnain Meinardy menyebutkan bahwa KPK telah melakukan
perencanaan dalam menanagani krisis dengan membuat champion yang berfungsi
mengumpulkan isu-isu yang berkaitan dengan KPK sehingga dapat membentuk
risk register KPK. Berdarakan data risk register, menurut informan dapat
menyiapkan langkah-langkah yang mungkin akan dilakukan saat terjadi krisis
(Meinardy, komunikasi personal, 28 April 2017). Sedangkan biro hupmas KPU
mengatakan bahwa perencanaan krisis tidak dibutuhkan karena tidak ada yang
perlu direncanakan terkait krisis. Menurut informan segala perencanaan sudah ada
dalam UU tentang KPU sehingga tidak perlu ada perencanaan yang lain (Suhardi,
komunikasi personal, 21 April 2017). Berbeda dengan kementerian perhubungan,
KPU melalui informan ke 16 menyatakan bahwa UU tentang KPU yang berlaku
saat ini sudah cukup untuk mengatasi erbagai persoalan yang menimpa KPU
sehingga tidak perlu ada dokumen hukum yang dibuat khusus hanya untuk krisis
ini.
Berdasrkan data-data yang telah dikaitakan dalam penjabaran sebelumnya
dapat diambil proposisi bahwa lembaga humas pemerintah belum memiliki
perencanaan krisis (Contingency plan) dalam proses manajemen krisisnya. Untuk
itu, peneliti akan menyajikan penjawabaran data tersebut dalam tabel dibawah ini:
200
Tabel 4.4.2 keterkaitan antara perencanaan krisis dan manajemen krisis No Instansi Strategi manajemen
krisis
Perencanaan krisis
bagi lembaga
pemerintah
Dokumen atau
aturan perencanaan
krisis
Tim manajemen
krisis
Simulasi
penanganan
krisis
1 Kementerian
Keuangan
Mengidentifikasi krisis
dan memantau sejauh
mana dampak dan
magnitude yang
dihasilkan, menentukan
langkah-langkah
komunikasi yang tepat.
Membentuk tim
penyelesaian krisis
untuk menanagani agar
krisis tidak
berkepanjangan.
Tergantung dari
menterinya. Jadi
kalau mereka
aware sih kita akan
diajak untuk
membuat rencana
dalam menangani
hal-hal tidak
terduga. Tapi kalau
sudah diprediksi ya.
Maksudnya
manajemen krisis
yang tertulis ya..
tentang dokumen,
peraturan mentri
keuangan belum
ada. Tapi secara
sistem sih sudah
kita laksanakan.
Cuma untuk SOP
belum ada.. secara
struktur tuh belum
ada. Mudah-
udahan di tahun ini
ada
Belum ada sih tim
khusus untuk
manajemen krisis.
Selama ini ya
pimpinan akan
mendiskusikan
dengan kami apa
aja yang perlu dan
harus di lakukan
Kalau sekarang
belum, kita
Cuma
memberikan
grand strategi
komunikasi kita,
grand strategi
komunikasi
kementerian
keuangan pada
semua eselon I
2 Kementerian
Pekerjaan
Umum dan
Perumahan
Rakyat
Ya tadi.. kita tangani
dengan tanggapan
darurat dulu. Lalu ada
rehabilitasi, baru ini..
jadi didalamnya ada
koordinasi, sinergi, ada
langkah-langkah
bersama. Jadi pasti
bukan hanya kita saja.
Perencanaan hanya
bisa kita lakukan
apabila kita sudah
tau kalau akan ada
krisis. Sehingga
untuk
perencanaannya ya
dibuat tim-tim aja.
Saya harap tidak
perlu karena kita
kan tidak berharap
terjadi krisis. Jadi
kita gak perlu
menyusun SOP
menurut saya. Kita
sudah prepare ada
tim yang
menangani itu.
Komunikasi publik
membentuk tim
yang terdiri dari
seluruh direktorat.
Tim tersebut
diperkuat dan
berdayakan. Hanya
sifatnya incidental,
saat memang
dibutuhkan. Ada
workshop tentang
media sosial, ada
Tidak ada
simulasi ataupun
pelatihan tentang
itu secara khusus
sih. Tapi ada
workshop
tentang media
sosial, ada
pelatihan, ada
FGD, ada coffe
morning, kita
201
No Instansi Strategi manajemen
krisis
Perencanaan krisis
bagi lembaga
pemerintah
Dokumen atau
aturan perencanaan
krisis
Tim manajemen
krisis
Simulasi
penanganan
krisis
pelatihan, ada FGD,
ada coffe morning,
kita menyamakan
frekuensi
menyamakan
frekuensi.
3 Kementerian
Perindustrian
Pertama kita akan rapat,
dibahas, dirapatkan,
pertama internal humas,
kedua kita akan
melibatkan stakeholder
lain. Menyiapkan siaran
pers yang banyak dan
usahakan setiap hari
ada informasi baru,
Belum ada. Kami
mungkin istilahnya
apa ya knowledge
management ya
karena kita sudah
pernah mengalami
itu jadi sudah
berpengalaman,
jadi ketika terjadi
krisis itu lagi kita
jalankan aja seperti
yang sudah kita
lakukan,
SOP atau
perencanaan resmi
belum ada. Ya
secara formalnya
nggak, tapi
misalnya secara
apa ya hehehe, kita
biasanya rapat
evaluasi
Ada tim khusus
yang dibentuk oleh
humas yang diberi
nama GPR yang
anggotanya terdiri
dari perwakilan
direktorat-
direktorat. Humas
berposisi sebagai
coordinator dan
admin dalam tim
tersebut.
Belum. Belum
ada yang kayak
gitu-gitu. Saya
kira pengalaman
kita disini sudah
cukup untuk
menjadi
pembelajaran.
4 Kementerian
Perhubungan
Mencari akar
masalahnya, kemudian
mencari peluang terbaik
untuk
mengkomunikasikan
kepada publik
Ngga perlulah. jadi
saya bilang begitu
kita krisis itu
mekanisme ada
rapat pimpimnan.
Rapim itu
membasah krisis.
Jadi mencari
solusinya secara
teknis. Secara
teknis nih dari
menteri porsinya
Dokumen-
dokumen
perencanaan yang
sifatnya harusnya
jadi pedoman itu,
itu tidak selamanya
kita gunakan.
Dinamika terlalu
cepat berubah.
Makanya mending
ngga usah bikin
sekalian deh.SOP
Sama seperti isu.
Tim itu sudah
melekat dengan
tugas dan fungsi
biro komunikasi
dan informasi
publik. Tentunya
dengan arahan
pimpinan
Ada pelatihan
untuk
meningkatkan
kualitas humas.
Tapi kalau untuk
krisis yang
khusus gitu
belum ada ya.
202
No Instansi Strategi manajemen
krisis
Perencanaan krisis
bagi lembaga
pemerintah
Dokumen atau
aturan perencanaan
krisis
Tim manajemen
krisis
Simulasi
penanganan
krisis
dimana, diterima
dirjen, langsung
menerjunkan
barisan teknis. Dari
situlah kita
menyusun strategi
komunikasinya
itu malah membuat
kita tidak bisa
bergerak
5 Kementerian
Pendayagunaa
n Aparatur
Negara dan
Reformasi
Birokrasi
ya dari setiap hari ada
monitoring isu, berita
negatifnya ini, kita
segera tahu dan tangani.
Menyiapkan segala
jenis data dengan baik,
agar saat ada masalah
datanya lengkap dan
siap. Bekerjasama
secara proaktif dengan
media, komunikasi
yang baik dan efektif
dengan stakeholder.
Jadi
perencanaannya
sebetulnya kita
bagaimana
menggunakan data
yang ada, jadi
contoh bagaimana
supaya kita tidak
terjadi salah
persepsi salah
nangani itu data
sangat penting. Jadi
bentuk
perencanaannya ya
menajemen data
yang bagus.
Tapi kalau dalam
bentuk
perencanaan masih
belum ada ya. Jadi
ya ngalir aja ya,
artinya gini,
manajemen itu kan
harus perlu di
kelola dan
pengelolaannya
setiap saat, bukan
berarti kalau ada
sesuatu baru, di
sini ini
pegelolaannya ya
dari setiap hari
Timnya semua yang
ada di humas ini.
Terutama pimpinan
ya, dari kepala biro,
kepala bagain dan
kepala subbag, tapi
nnati input tugas
tetap diajak bicara,
diskusi juga
secara khusus
kita bukan
melakukan
pelatihan ya, tapi
kita sudah
menyusun isu isu
yang bakal
terjadi, dan itu
biasanya
disimulasikan
juga bagaimana
menanganinya, e
itu di, itu bukan
pelatihan si
namanya,
semacam diskusi
aja, itu biasanya
setahun dua kali
lah
6 Kementerian
Perencanaan
Pembangunan
Mengklarifikasi kepada
publik, proaktif dalam
Kalau selama ini
sih kami
merencanakan
Belum. Kita belum
memiliki aturan
mengenai
Kalau tim lebih ke
humas sih.
Maksudnya kami
Pelatihan secara
khusus belum
ada. Simulasi
203
No Instansi Strategi manajemen
krisis
Perencanaan krisis
bagi lembaga
pemerintah
Dokumen atau
aturan perencanaan
krisis
Tim manajemen
krisis
Simulasi
penanganan
krisis
Nasional /
Bappenas
berkomunikasi dengan
publik.
hanya sebatas
isunya ya. jadi
sebenernya yang
mana yang akan
bermasalah itu akan
terlihat pada
implementasinya.
perencanaan
penanganan krisis.
Dan saya rasa juga
belum terlalu butuh
sih.
tidak punya tim
khusus dalam
menangani krisis.
Biasanya langsung
ke seluruh tim
humas. Biasanya
kepala biro humas,
sekertaris
kementerian untuk
berkoordinasi.
Karena biasanya
kalau krisis itu yang
berbicara kan
pimpinan
penanganan
krisis juga belum
pernah dilakukan
sih sejauh ini.
7 Kementerian
Komunikasi
dan
Informatika
Kita lebih mengarah
jika terjadi krisis,
pamungkasnya kita
harus mengcounter.
Melalui siaran pers,
melalui advertorial,
maklumat, dengan
mengundang pemateri
yang kompeten.
Perencanaannya sih
dengan sering-
sering melakukan
FGD, advertorial,
siaran pers untuk
menciptkan isu
positif teruslah
Kayanya pernah
dibuat itu di
direktorat
komunikasi publik.
Apakah sudah jadi
atau tidak saya
belum tahu.
Tim ya. Kalau tim
ya humas ini tim
nya. Atau mungkin
pusdiklat sudah
membentuk tim
sendiri.
Tim secara
khusus nggga
ada ya. Tapi ada
biro SDM yang
berkiprah melalui
pranata
komputer,
humas,
fungsional
analisa jabatan,
cara menulis
siaran pers,
advertorial,
semua di didik
disana. Kalau
204
No Instansi Strategi manajemen
krisis
Perencanaan krisis
bagi lembaga
pemerintah
Dokumen atau
aturan perencanaan
krisis
Tim manajemen
krisis
Simulasi
penanganan
krisis
simulasinya ya
yang pernah
simulasi tanggap
bencana itu.
8 Kementerian
Pariwisata
Manajemen krisis yang
dilakukan sesuai dengan
panduang manajemen
krisis internasional
seperti WTO, APEC,
ASEAN Tourism.
Intinya adalah
mempersiapkan sebaik
mungkin dari
perencanaan hingga
langkah-langkah
strategi komunikasinya.
udah.. sudah ada..
potensi-potensi
krisis tadi itu kan
kelihatan dari yang
sudah-sudah,
biasanya kalo kayak
gini – krisis kayak
gini, dan setiap hari
dipantau pak
menteri sih tim ini..
setiap hari ada
grupnya di
whatsapp gitu, kita
setiap hari harus
lapor, mereport
pada menteri hari
ini itu ada apa.
Nah itu sudah
dibuat cuma belum
di dok aja. Tinggal
diresmikan. Karena
kita sudah ada
acuan dalam
pembuatannya.
Kalau untuk tim
krisis kita bikinnya
by case ya. Tapi
setiap dibutuhkan
ya. Isinya itu bukan
hanya humas tapi
melibatkan seluruh
bagian di
kementerian
pariwisata juga
dengan lembaga
pemerintah yang
lain.
Kalau itu kita
ngga ada. Eh
belum pernah
bikin. Tapi disini
kami memiliki
orang-orang yang
berkompeten
dalam setiap
krisisnya.
9 Kementerian
Sosial
Memastikan langkah
antisipasi atas berbagai
kemungkinan,
memastikan seluruh
database menganai
kementerian sosial
aman, proses
identifikasi masalah
Belum memiliki
selama ini. Tapi
upaya untuk
mengarah kearah
situ mulai terlihat.
Misalnya
kementerian sosial
membuat command
Kalau dokumen
hukum mengenai
perencanaan krisis
belum ada sih. Saya
kan masih baru jadi
itu juga masuk
dalam list target
saya.
Di kementerian
sosial ini di setiap
direkorat maupun
biro-biro itu
memiliki OHH yaitu
humas dimasing-
masing unit
tersebut. Humas
Ada simulasi tapi
tidak untuk
semua jenis krisis
ya. Jadi di bawah
kementerian
sosial ini ada
yang namanya
TAGANA yang
205
No Instansi Strategi manajemen
krisis
Perencanaan krisis
bagi lembaga
pemerintah
Dokumen atau
aturan perencanaan
krisis
Tim manajemen
krisis
Simulasi
penanganan
krisis
kemudian menentukan
titik focus kejadian
krisis, lalu itu harus
mapping
center untuk
memantau isu
maupun krisis
disini
mengumpulkan para
OHH sebagai tim
dalam menangani
krisis sebagai
bagian dari
direktoratnya.
Sekaligus untuk
menghimpun isu.
bertugas saat
terjadi bencana
alam maupun
bencana sosial.
Sehingga
simulasi yang
dilakukan adalah
simulasi dalam
penyelematan
selama masa
pendidikan
mereka.
10 Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan
Kalau sudah tercium
krisis dari isu ya kita
siapkan bahannya. Buat
rootmap-rootmapnya.
Kita sosialisasikan
kepada masyarakat.
Atau kita alihkan ke isu
lain yang positif.
jadi penanganan
krisis ini kadang
kadang nggak bisa
ditebak ya kan ya,
tapi kalo agenda
perencanaan isu isu
biasanya ada kalo
yang krisis ini kita
nggak, nggak bisa
kita prediksi ya
Kalo untuk SOP
yang ada hanya
untuk agenda
kegiatan kita
selama satu tahun
ke depan.
Adanya masih tim
isu, kalau krisis
belum ada. belum
terpikir juga
kebutuhannya untuk
apa.
Belum sih.
Belum ada ya
selama ini. Tapi
kalau pelatihan
untuk
peningkatan
mutu pegawaian
setiap tahun kita
laksanakan.
11 Kementerian
Riset
Teknologi dan
Pendidikan
Tinggi
Memprediksi adanya
krisis melalui
manajemen isu,
membuat mapping isu,
mengidentifikasi akar
krisis, membuat
klarifikasi terkait krisis,
Kalau perencanaan
selama ini kita
lakukan dengan
manajemen isu
yang baik
Aturan mengenai
itu sedang kami
buat. Tinggal
sebentar lagi akan
disahkan.
Kalau untuk tim
penanganan krisis
ya humas yang
melaksanakannya.
Belum ada
kayanya ya untuk
simulasi tentang
krisis. Biasanya
kita diskusikan
saja. Tapi tim
saya itu anak
206
No Instansi Strategi manajemen
krisis
Perencanaan krisis
bagi lembaga
pemerintah
Dokumen atau
aturan perencanaan
krisis
Tim manajemen
krisis
Simulasi
penanganan
krisis
mengatakan hal yang
jujur saat terjadi
kesalahan, memperbaiki
letak kesalahan,
melakukan konferensi
pes saat dibutuhkan
komunikasi
semua ya..rata-
rata anak S2
komunikasi..
mereka ada yang
basic jurnalis,
jadi saya ngelihat
nggak usah di
training mereka
udah jago, udah
berpengalaman
12 Kementerian
Desa,
Transmigrasi
dan Daerah
Tertinggal
Memperbaiki system
danmenguatkan
internal. Publik kan
hanya menilai tidak
ikut bekerja.
Kita bekerja sudah
dengan
perencanaan sejak
awal. Di awal tahun
selalu ada raker
untuk membahas
perencanaan itu.
Aturannya sudah
ada dalam UU
tentang
ketransmigrasian
dan tentang desa.
Saya rasa itu cukup
untuk menangani
krisis. Karena itu
koridor kita
Tim apa ya. Kalau
krisis saja tidak
terjadi untuk apa
lalu bikin tim gitu.
Kalau yang
dimaksud itu
simulasi khusus
tentang krisis ya
ngga ada. Kalau
pelatihan ada
pelatihan untuk
meningkatkan
mutu kerja
humas. Disitu
humas dididik
dan dilatih
13 Kementerian
pemberdayaan
perempuan
dan
Perlindungan
Anak
Krisis bukan bidang
kerjanya humas. Yang
jelas humas hanya
mendampingi menteri
termasuk ketika terjadi
permasalahan dan
Perencanaan kalau
menghadapi
masalah yang sudah
kita adakan mbak.
Kalau krisis kan
saya sudah bilang
Mungkin ada ya.
Saya juga kurang
tau.
Kalau tim itu
kayanya bisa dari
seluruh kementerian
ya. Soalnya kalau
ada masalah yang
besar gitu biasanya
Simulasi maupun
pelatihan itu ngga
ada kaitannya
sama humas
mbak. Kita kan
207
No Instansi Strategi manajemen
krisis
Perencanaan krisis
bagi lembaga
pemerintah
Dokumen atau
aturan perencanaan
krisis
Tim manajemen
krisis
Simulasi
penanganan
krisis
menginformasikan
kebijakan yang dibuat
atau hasil rapat internal
untuk meredam
permasalahan yang
terjadi pada publik.
itu bukan bagian
humas
kami kumpulkan
pimpinan untuk
mebabas itu dan
menentukan
penyelesaiannya
bagaimana.
ngurusi pimpinan
bukan krisis.
14 Kementerian
Agama
Mengisolasi isu.
Menunjukkan key
person, membentuk tim
investigasi untuk
analisis situasi,
mengidentifikasi krisis,
memberikan infromasi
kepada publik dengan
cepat dan tepat.
Kalau secara
spesifik tidak, tapi
kalau secara umum
skemanya punya.
Skemanya itu kita
seperti yang
diceritakan diawal.
Ketika terjadi krisis
yang pertama
adalah mengisolasi
isu, dan seterusnya.
Aturan secara
tertulis belum ada
kita. Tapi
berdasarkan
pengalaman selama
ini, terbentuk SOP
secara tidak tertulis.
Karena sudah biasa
melakukannya
Tim dibentuk saat
adanya krisis saja,
misalnya tim
pencari fakta, tim
komunikasi gitu
Ngga ada ya.
Bisanya kita rapat
dan briefing
untuk tim yang
bertugas saat itu.
15 Komisi
Pemberantasa
n Korupsi
Dimulai dengan
manajemen isu yng
baik ya. Kita sudah
berusaha untuk
melakukan dengan baik
melalui tim champion.
Mereka membuat risk
register untu dianalisis
bersama, data selama
satu tahun dikumpulkan
sehingga kita akan tau
pekembangan isunya
Bentuk
perencanaan yang
kami lakukan itu
melalui
pembentukan
champion yang
menghasilkan risk
register KPK. Dari
situ kami
menyiapkan
langkah-langkah
SOP ya berarti?
Bicara tentang SOP
memang kami
masih menyusun
SOP krisis
manajemen, SOP
ini disusun dengan
baseline e ya
seperti e Risk
register tim
champion dari situ
sebenernya bisa
tim krisis ini diisi
oleh orang orang
yang dipilih dari
berbagai unit kerja
termasuk humas,
kemudian pimpinan
memetakan isu isu
krusial yang harus
ditangani segera
kemudian
mendigasi yang
perlu dilakukan
Ada, saat awal
penunjukan
champion ini
orang orang
terpilih
kemudian
diikutkan dalam
pelatihan
kemudian disitu
juga dilakukan
simulasi
penanganan
208
No Instansi Strategi manajemen
krisis
Perencanaan krisis
bagi lembaga
pemerintah
Dokumen atau
aturan perencanaan
krisis
Tim manajemen
krisis
Simulasi
penanganan
krisis
bagaimana. Kemudian
menentukan strategi
komunikasi yang tepat
misalnya dengan
konpers yang dapat
meredam isu-isu yang
beredar.
yang mungkin akan
terjadi.
melihat risk
register dari tahun
ke tahun akan
berubah bisa
kelihatan prosedur
penanganannya
secara garis besar
seperti apa,
untuk
menyelesaikannya
secepat mungkin,
kurang lebih seperti
itu
krisis atau isu
kemudian dinilai
apakah champion
ini tepat apa
belum
16 Komisi
Pemilihan
Umum
Bertindak se-transparan
mungkin sehingga
kemungkinan krisis itu
muncul. Menyiapkan
data-data secara akurat
jika ada yang
menggugat.
Menyampaikan melalui
konferensi pers inti
permasalahan dan
klarifikasi jika
dibutuhkan.
Kayanya ngga ada
yang perlu
direncanakan.
Semuanya kan
sudah jelas kalau
KPU. Kalau
krisisnya sebelum
pemilu ya berarti
pemilu ditunda,
kalo sengketa hasil
pemilu ya
dijalanisaja kan kita
sudah ada data
lengkap.
Ngga perlu sih
kayaknya. UU
tentang KPU aja
udah cukup sih .
Tim krisis kita ya
hupmas dengan
arahan komisioner
atau sekjend nya
KPU aja.
Ada simulasi
kayanya uji coba
pemilu kan? Kita
selalalu lakukan.
Itu juga termasuk
kalau ada
masalah saat
pemilu juga.
209
4.4.2 Posisi struktural humas lembaga pemerintah dan perannya dalam
krisis
Peneliti melihat adanya kecenderungan data antara posisi struktural humas
pemerintah dengan peran humas dalam krisis. Kecenderungan tersebut dapat
dilihat melalui data posisi struktural humas di lembaga yang menaunginya dengan
peran humas dalam aktivitas kehumasan maupun saat terjadinya krisis. Humas
pemerintah berada pasa struktural yang berbeda, ada yang menempati posisi
eselon II dan juga eselon III. Melalui keterkaitan ini peneliti ingin menunjukkan
apakah terdapat perbedaan peran dalam menghadapi, mempersiapkan ataupun
aktivitas kerja humas yang lain akibat perbedaan posisi. Dari enam belas lembaga
pemerintah kementerian dan non struktural terlihat bahwa tiga belas diantaranya
berada posisi eselon II sedangkan tiga yang lainnya menempati posisi eselon III.
Kementerian negara maupun lembaga non struktural yang menempati
posisistruktural pada tingkat eselon II yaitu kementerian keuangan, kementerian
PUPR, kementerian perindustrian, kementerian perhubungan, kominfo, bappenas,
kementerian pariwisata, kementerian sosial, kemendikbud, kemendes, KPU serta
KPK. Sedangkan yang menemapti posisi struktural eselon III yaitu KPPPA,
KemenPANRB, dan kemenag.
Lembaga-lembaga pemerintah tersebut tidak selalu berdiri pada satu divisi
atau bagian tersendiri tetapi beberapa digabung dengan unit yang lainnya misalnya
bappenas. Meskipun posisi humas Bappenas berada pada posisi eselon II tetapi
210
keberadaannya digabung dengan urusan tata usaha pimpinan. Oleh karenanya
humas di Bappenas bernama biro humas dan tata usaha pimpinan. Begitula dengan
KPU yang tidak hanya mengurusi urusan kehumasan tetapi juga melaksanakan
fungsi teknis pemilu sehingga humas bernama biro teknis dan hubungan
partisipasi masyarakat. Humas KPPPA juga bergabung dengan urusan protokol
sehingga terlihat aktivitasnya lebih banyak melaksanakan fungsi-fungsi protokol.
Pada kementerian desa, transmigrasi dan daerah tertinggal, humas dgabung
dengan kerja sama pimpinan. Peneliti juga melihat bahwa sesungguhnya humas
yang berada di eselon III juga menyebut bironya sebagai biro humas, akan tetapi
urusan kehumasan tidak dilakukan oleh seluruh orang dalam satu biro.
Tiga belas lembaga humas pemerintah yang berada pada posisi struktural
eselon II memiliki nama yang bermacam-macam setelah sebelumnya humas.
Lembaga pemerintah yang bernama biro humas yaitu kementerian sosial, KPK,
dan sebagainya. Sedangkan beberapa yang lain bernama biro komunikasi publik,
biro komunikasi dan layanan informasi, biro komunikasi dan informasi publik.
Seperti di kementerian keuangan, kementerian riset teknologi dan pendidikan
tingii, kementerian pendidikan dan kebudayaan, kementerian PUPR, kementerian
perindustrian dan sebagainya. Perubahan nama tersebut didasarkan pada
nomenklatur pada organisasinya masing-masing. Secara struktural posisi humas
yang berada di eselon dua memiliki posisi leboh tinggi dibandingkan dengan
humas yang berada pada eselon III.
211
Posisi struktural humas yang berada di eselon II, misalnya adalah
kementerian keuangan. Kementerian keuangan memiliki humas yang bernama
biro komunikasi dan layanan informasi. Meskipun tidak bernama humas tetapi
biro ini melaksanakan tugas dan fungsi humas bagi kementerian keuangan. Nama
biro komunikasi dan layanan informasi sendiri dikatakan oleh informan baru
berganti sebagai upaya kementerian keuangan untuk memaksimalkan komunikasi
dua arah dengan masyarakat serta memaksimalkan pelanan terhadap masyarakat,
tentunya dengan tugas-tugas kehumasan seseuai dengan nomenklatur yang telah
ditetapkan. Kementerian keuangan, seperti yang telah dijelaskan pada penyajian
data, merasa tidak pernah mengalami krisis yang sangat besar dan sejauh itu pula
kementerian keuangan telah berhasil menyelesaikan hal tersebut (N. W. Sakti,
Komunikasi Personal, 13 Februari 2017). Nufransa sendiri mengatakan bahwa
dalam melakukan manajemen isu maupun krisis di kementerian keuangan, humas
atau biro KLI memiliki kewenangan dan peran yang sangat besar. Humas
dikatakan sebagai salah satu gerbang keluar masuknya informasi di kementerian
keuangan sehingga harusnya selalu mengetahui berbagai isu dan permasalahan
yang beraitan dengan kementerian keuangan. Oleh karena itu sebagai bentuk
antisipasi, kementerian keuangan memanfaatkan seluruh jajaran pegawai yang ada
untuk menghimpun informasi di berbagai sisi.
Humas kementerian keuangan memiliki sistem kontrol baik dalam bentuk
aplikasi maupun perseorangan yang menjadi sumber informasi yang setiap saat
212
mengenai kementerian keuangan. Selain itu, menurut Nufransa, humas adalah
garda terdepan saat krisis terjadi dan menjadi garda terdepan pula dalam
penyelesaiannya. Tentunya langkah-langkah yang diambil telah memperoleh
persetujuan dari pimpinan. Apabila krisis terjadi tidak terlalu besar maka humas
dapat langsung membuat formula yang tepat dalam penyelesaian dan disampaikan
kepada pimpinan untuk disetujui. Namun apabila krisis yang terjadi beskala besar
maka humas bersama pimpinan akan membentuk rapat dengan mendatangkan ahli
untuk menyelesaikan krisis tersebut.
Kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat tidak jauh berbeda
dengan kementerian keuangan perihal manajemen krisis. Berada di posisi
struktural eselon II dengan nama biro komunikasi publik membuat humas
kementerian PUPR ini dapat melaksanakan fungsi kehumasan dengan sangat baik.
Berdasarkan hasil wawancara mengatakan bahwa humas memiliki akses secara
langsung kepada pimpinan meskipun di bawah sekretaris jenderal (R. E. S.
Atmawidjaja, Komunikasi Personal, 28 April 2017). Bapak Endra mengatakan
bahwa meskipun humas berada satu posisi dibawah sekretaris jenderal tetapi hal
tersebut hanya sebatas posisi strukturl. Jika akses langsung kepada pimpinan tidak
harus melalui sekjend. Hal tersebut dikarenakan menurutnya humas dan sekjen
hanya soal pertanggungjawaban keuangan yang dibawahi oleh sekjend yaitu
masalah penganggaran.
213
Humas kementerian PUPR memegang kendali atas segala urusan termasuk
krisis. Peran humas terihat sejak awal adanya manajemen isu hingga manajemen
krisis yang dilakukan. humas melaporkan monitoring isu setiap hari dan setiap
waktu kepada para pimpinan agar kontrol dan respon ketika terjadi masalah
menjadi cepat. Humas juga memasilitasi rapat-rapat yang diadakan untuk
penyelesaian sebuah isu maupun krisis. Humas juga yang bertugas untuk terjun
langsung ke lapangan saat terjadi masalah. Tetapi seperti halnya organisasi humas
tidak dapat berjalan sendiri karena di atas humas masih terdapat pimpinan yaitu
menteri. Meskipun PUPR mengaku tidak pernah mengalami krisis, tetapi dalam
wawancara nampak bahwa humas telah memiliki struktur organisasi di dalam
yang telah matang. Posisi humas di kementerian PUPR sendiri dinilai sangat
strategis karena pemantauan setiap perkembanagan organisasi, penyeleggaraan
pertemuan bilateral, maupun penyelesaian masalah semua menjadi bidang kerja
humas yang selama ini dapat dijalankan dengan sangat baik oleh tim humas
kementerian PUPR. Dalam manajemen krisis sendiri, humas menjadi tim utama
dengan bantuan atau penambahan para pimpinan direktorat maupun inspektorat.
Sehingga penyelesaian krisis menjadi tepat sasaran.
Serupa dengan kementerian PUPR dan kementerian keuangan,
kementerian perhubungan juga memiliki humas yang posisi strukturalnya berada
di posisi eselon II dengan dikepalai oleh seorang kepala biro dan berada dibawah
sekretaris jenderal kementerian perhubungan. Meskipun demikian menurut
214
penjelasan dari informan bahwa posisi struktural yang demikian ini, merupakan
strukturl semata, untuk aktivitas berjalan seperti biasa. Humas memiliki akses
langsung kepada pimpinan dalam menyampaikan segala sesuatu yang berkaitan
dengan tugas dan fungsi. Humas juga dapat memberikan rekomendasi secara
langsung kepad apimpinan terkait suatu hal tanpa harus melalui sekretaris
jenderal. Menurutnya, sekretaris jenderal hanya menempati posisi satu tingkat di
atas humas tetapi tidak berpengaruh terhadap kinerja humas. Menurutnya sejak
jaman pemerintahann presiden Susilo Bambang Yudoyono, peran dan fungsi
humas pemerintah semakin menguat terlebih dengan adanya revitalisasi humas
pemerintah. Sejak saat itu menurut beliau humas tidak hanya sebagai operator
komunikasi tetapi juga masuk ke hal-hal yang lebih dalam (B. Rahardjo,
komunikasi personal, 27 April 2017).
Humas kementerian perhubungan secara langsung terlibat dalam berbagai
aktivitas kementerian tidak hanya sebagai pelaksana tugas tetapi juga yang
merumuskan program untuk disetujui oleh pimpinan. Dalam manajemen krisis,
humas secara langsung turun untuk mengatasi maupun menyelesaikan dan
memperbaiki akibat dari timbulnya krisis. Humas kementerian perhubungan
mengatakan bahwa krisis yang dialami oleh kementerian perhubungan salah
satunya adalah masalah koordinasi yang menjadi masalah bagi setiap organsiasi
pemerintah. Seringkali juga penyebab krisis adalah dari lembaga pemerintah yang
lainnya. Sehingga untuk permasalah yang demikian seringkali kementerian
215
perhubungan harus berusaha keras untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari
krisis tersebut dengan mengalihkan pada berita-berita positif tekait ogansasi.
Peran penting humas dalam manajemen krisis selaras dengan tugas dan fungsi
humas untuk selalu menjaga citra positif organisasi.
Kementerian perindustrian secara masiv telah melakukan manajemen
krisis yang dimulai dengan manajemen isu sebagai langkah awalnya. Humas
kementerian perindustrian berada pada tingkat eselon II dengan nama biro
hubungan masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara, inti tugas dan fungsi dari
kementerian perindustrian adalah penyiapan pembinaan, koordinasi, dan fasilitasi
hal-hal yang berkaitan dengan kehumasan kementerian perindustrian yang sesuai
dengan peraturan menteri dan undang-undang kehumasan yang berlaku di
Indonesia (H. Y. Sarjono, komunikasi personal, 2 Mei 2017). Peran humas dalam
manajemen krisis adalah dengan terlibat langsung dalam setiap aktivitas
manajemen krisis yang telah diputuskan dalam rapat gabungan dengan para
pimpinan kementerian perindustrian. Tetapi meskipun demikian, penentu tetaplah
para pimpinan yaitu menteri dan eselon I yang biasanya rapat dengan
mendatangkan ahli. Sedangkan humas melaksanakan apa yang telah menjadi
keputusan hasil rapat. Sehingga humas hanya memberikan rekomendasi tetapi
pimpinan yang akan memutuskan.
Humas kementerian komunikasi dan informatika juga berada di posisi
eselon II. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala bagian publikasi biro
216
humas kementerian komunikasi dan informatika menjelaskan bahwa fungsi humas
kominfo adalah sebagai dapurnya kominfo dari segi kehumasan. Bisa dikatakan
istilahnya mengolah data dan mengolah kata untuk konsumsi menteri yaitu biro
humas menjadi juru bicara tapi itu juga atas masukan seluruh satuan kerja yang
ada. Menurut informan, humas terlibat dalam pelaksanaan manajemen krisis tetapi
keterlibatannya tidak sepenuhnya. Fungsi dan porsi humas hanya mengolah kata
dan data sebagai bahan dalam pengambilan keputusan selama krisis. Humas
berfungsi sebagai penghubug komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat
dalam proses manajemen krisis yang terjadi. Hal ini tentu berbeda dengan
kementerian-kementerian sebelumnya yang mengatakan bahwa peran humas
sangat besar dalam manejemen krisis. Tetapi meskipun demikian menurut
informan, hal ini dilakukan dengan sangat serius untuk keberhasilan komunikasi,
karena kunci dari segalanya adalah komunikasi.
Hal yang sama juga dirasakan oleh humas kementerian sosial, humas
kementerian pendidikan dan kebudayaan, kementerian riset teknologi dan
pendidikan tinggi. Meskipun pada kementerian-kementerian tersebut humas
berada di posisi struktural eselon II tetapi humas tidak leluasa dalam pelaksanaan
manajemen krisis. Mereka menganggap bahwa krisis adalah permasalahan besar
sehingga peran utama berada pada para pimpinan. Biasanya humas hanya
memberikan rekomendasi dan merumuskan hasil analisis yang telah dilakukan
sebelumnya untuk membantu pimpinan dalam mengambil keputusan. Humas
217
dalam kementerian-kementerian tersebut sesungguhnya memiliki tugas dan fungsi
yang sama meskipun memiliki nama yang berbeda. Tetapi mereka berada pada
satu unit eselon II tanpa digabung dengan bagian yang lainnya.
Sedikit berbeda dengan lembaga pemerintah sebelumnya, humas KPK
memiliki cara sendiri dalam menjalankan perannya dalam manajemen krisis
organisasi KPK. Humas KPK berada di posisi struktural eselon II dengan dikepalai
oleh seorang kepala biro. Humas KPK membentuk sebuah tim yang membantu
kinerjanya yang dianggotai oleh perwakilan dari semua direktorat yang disebut
champion. Selain itu saat terjadi krisis KPK juga akan membentuk tim darurat
yang terdiri dari champion, pimpinan, dan para ahli untuk mengatasi krisis.
Terlebih menurut KPK seringkali krisis terjadi karena penyebabnya dari lembaga
yang lainnya. Sehingga ada tim investigasi pula yang mengaji dan mengelola isu
untuk selanjutnya diolah oleh humas. Humas KPK sendiri beperan sebagai
fasilitator yang membentuk tim terrsebut karena mereka percaya bahwa dengan
pembentukan tim akan menjadi lebih efektif dan efisien.
Peneliti selanjutnya akan membahas humas yang tergabung dalam divisi
yang sama dengan bagian lain tetapi memiliki posisi struktural eselon II yaitu
KPU. Humas di KPU tergabung dalam biro teknis dan hubungan partisipasi
masyarakat. Menurut informan, ungsi kehumasan berada dalam biro teknis dan
hubungan partisipasi masyarakat. Biro teknis dan hupmas membawahi empat
bagian yaitu, bagian teknis pemilu, bagian PAW DPR. DPD dan DPRD, bagian
218
publikasi dan sosialisasi pemilu serta bagian bina partisipasi masyarakat. Menurut
hasil wawancara yang menjadi bagian dari hupmas sebenarnya adalah bagian
publikasi dan sosialisasi serta bagian bina partisipasi masyarakat. Tugasnya adalah
untuk mempublikasikan dan menyosialisasikan informasi pemilu serta
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu (D. Suhardi,
komunikasi personal, Februari 2017). Hupmas sendiri memiliki tugas yang
berkaitan dengan pemberitaan dan penerbitan pemilu dan sosialisasi kampanye
pemilu. Pelaksana kehumasan di KPU tidak jauh berbeda dengan fungsi KPU
secara umum yaitu mendorong terselenggaranya dan suksesnya pemilu di
Indonesia. Oleh karenanya fungsi humas yang dilakukan tidak terlalu banyak yaitu
menginformasikan program KPU dan menyosialisasikan kepada masyarakat agar
program dapat berjalan dengan baik. Tetapi secara langsung informan mengatakan
bahwa manajemene krisis sepertinya tidak ada dalam tugas dan fungsi bagian
hupmas di KPU.
Beberapa lembaga pemerintah yang menjadi informan dalam penelitian ini
juga berada di unit eselon III yang tergabung dalam bagian lain dalam sebuah biro.
Misalnya adalah kementerian pendayagunaan aparatur negara dan reformasi
birokrasi yang tergabug dalam biro hukum, komunikasi dan layanan informasi.
Biro ini tidak sepenuhnya melaksanakan fungsi kehumasan, hanya pada bagian
komunikasi dan layanan informasi saja yang melaksanakan fungsi humas. Tugas
dan fungsi yang dijalankan adalah sama seperti tugas dan fungsi humas hanya saja
219
menitikberatkan pada komunikasi publik (Suwardi, komunikasi personal, 29 Mei
2017). saat terjadi krisis, humas tidak sepenuhnya leluasa terlibat di dalamnya.
Humas lebih banyak menjalankan fungsi komunikasi kepada masyarakat seperti
publikasi, pemeberitaan media massa hingga pendokumentasian program
kegiatan. Saat terjadi krisis humas memang membantu dengan memberikan hasil
monitoring yang telah dilakukan sebelumnya oleh humas. Humas lebih membantu
kepada bentuk komunikasi saat terjadi krisis dan membantu dalam hal publikasi
apabila dibutuhkan (Suwardi, komunikasi personal, 29 Mei 2017).
Hampir sama seperti yang dikatakan oleh humas kementerian
pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi, pada humas kementerian
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, humas berada pada eselon III
dan dibawa koordinasi dalam biro hukum dan humas. Menurut informan,
nomenklatur mengenai kehumasan di kementerian ini sendiri sebenarnya masih
belum kuat dan saling tumpang tindih dengan bagian yang lain dalam biro yang
sama. Oleh karenanya humas lebih banyak mengurus urusan protokol menteri
daripada menjalankan fungsi kehumasannya. Sehingga menurut informan peran
humas saat terjadi krisis adalah mendokumentasikan apabila saat krisis terjadi,
lembaga mengadakan konferensi pers, ataupun mengadakan rapat bersama para
pimpinan. Selain itu tidak ada tugas yang lain yang dilakukan oleh humas saat
terjadinya krisis.
220
Tabel 4.4.3 Posisi struktural humas lembaga pemerintah dan perannya dalam krisis No Instansi Posisi
Stuktural
Berdiri
sendiri
Dibawah
koordinasi
dengan
bagian lain
Peran humas dalam
manajemen krisis
1 Kementerian
Keuangan
Eselon II Biro
Komunik
asi dan
Layanan
Informasi
- Humas dilibatkan
dalam setiap proses
manajemen krisis.
humas menjadi otak
dalam strategi
manajemen yang
dilakukan terutama
yang berhubungan
dengan komunikasi.
2 Kementerian
Pekerjaan
Umum dan
Perumahan
Rakyat
Eselon II Biro
Komunik
asi Publik
- Humas mempunyai
kewenangan untuk
terlibat meskipun
demikian segala
keputusan diambil
melalui rapat pimpinan
yang didalamnya
humas memiliki peran
yang sangat besar.
3 Kementerian
Perindustrian
Eselon II Biro
Humas
- Humas tentunya selalu
menjadi yang pertama
memberikan respon,
memasilitasi rapat
pimpinan, memberikan
rekomendasi dan
pandangan-
pandangannya untuk
selanjutnya
diambil keputusan
bersama dengan para
pimpinan
4 Kementerian
Perhubungan
Eselon II Biro
komunik
asi dan
informasi
publik
- Humas berperan secara
langsung baik dalam
manajemen krisisnya
hingga pengamblilan
keputusan akhir.
Humas dituntut untuk
selalu mengawasi
perkembangan yang
terjadi
5 Kementerian
Pendayagunaan
Eselon III - Bagian
Komunikasi
Yang memiliki andil
cukup besar tentunya
221
No Instansi Posisi
Stuktural
Berdiri
sendiri
Dibawah
koordinasi
dengan
bagian lain
Peran humas dalam
manajemen krisis
Aparatur Negara
dan Reformasi
Birokrasi
Publik dan
Pelayanan
Informasi-
Biro hukum
komuunikasi
dan
informasi
publik
pimpinan ya. Menteri.
Tetapi kita selalu
dipanggil kalo ada
masalah, diminta
analsiis dan
rekomendasinya apa.
Kita diskusi bersama.
6 Kementerian
Perencanaan
Pembangunan
Nasional /
Bappenas
Eselon II - Biro Humas
dan Tata
Usaha
Pimpinan
Humas tidak terlibat
secara langsung dalam
manajemen krisis.
Peran humas lebih
banyak pada
komunikasinya.
7 Kementerian
Komunikasi dan
Informatika
Eselon II humas - Humas lebih banyak
melaksanakan fungsi
komunikasi apabila
terjadi krisis. Karena
fungsi humas yang
utama adalah
komunikasi
8 Kementerian
Pariwisata Eselon II Biro
Komunik
asi publik
- Humas adalah
pemeran utama dalam
manajemen krisis.
Humas sudah memiliki
panduan yang lengkap
mengenai berbagai
krisis yang mungkin
akan dihadapi.
9 Kementerian
Sosial Eselon II humas Manajemen krisis
memang menjadi
fokus humas tetapi
selama ini peran
humas tidak sampai
pada level
pengambilan
keputusan
10 Kementerian
Pendidikan dan
Kebudayaan
Eselon II Biro
komunik
asi dan
layanan
- Humas memiliki akses
langsung kepada
menteri dan kadang
turut dalam
pengambilan
222
No Instansi Posisi
Stuktural
Berdiri
sendiri
Dibawah
koordinasi
dengan
bagian lain
Peran humas dalam
manajemen krisis
masyarak
at
keputusan terjadi
krisis.
11 Kementerian
Riset Teknologi
dan Pendidikan
Tinggi
Eselon II Biro
kerjasam
a dan
komunik
asi publik
- Peran humas dalam
manajemen isu
biasanya merespon apa
yang terjadi setelah
dilakukan identifikasi.
Sehingga respon cepat
12 Kementerian
Desa,
Transmigrasi
dan Daerah
Tertinggal
Eselon II humas - Belum pernah
mengalami krisis
sehingga belum paham
peran yang akan
dilakukan. Tetapi
selama ini humas
selalu membuat
rekomendasi untuk
diberikan kepada
pimpinan.
13 Kementerian
pemberdayaan
perempuan dan
Perlindungan
Anak
Eselon III - Humas- di
bawah biro
hukum dan
humas
Tidak terlibat dalam
aktivitas manajemen
krisis karena bukan
termasuk dalam bidang
kerja humas
14 Kementerian
Agama Eselon III - Humas- di
bawah biro
hukum dan
humas
Humas berperan dalam
menyeldiki penyebab
krisis dan memprediksi
I isu yang
dimungkinakan
menjadi krisis. Tetapi
peran humas hanya
sampai pada tahap
memberikan
rekomendasi tetapi
tidak turut dalam
pengambilan
keputusan
15 Komisi
Pemberantasan
Korupsi
Eselon II Humas - humas membetuk tim
yang fokus pada
penanganan isu dan
krisis. Posisi humas
sebagai yang
223
No Instansi Posisi
Stuktural
Berdiri
sendiri
Dibawah
koordinasi
dengan
bagian lain
Peran humas dalam
manajemen krisis
membuat, mengawasi
dan membuat strategi
bersama dengan
pimpinan.
16 Komisi
Pemilihan
Umum
Eselon II - Hupmas- di
bawah biro
Teknik dan
hubungan
partisipasi
masyarakat
Humas tidak
bertanggungjawab
pada krisis. Karena
humas yang ada lebih
banyak berperan untuk
menarik partisipasi
masyrakat dalam
pemilu
Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa terdapat kecenderungan bahwa
posisi sturktural humas mempengaruhi terhadap peran lembaga humas
dalammanajemen krisis yang dilakukan oleh lembaga humas tersebut. Hal tersebut
terlihat dari total jumlah keseluruhan informan yaitu 16 yang berada di posisi
struktural eselon II terdapat 13 lembaga sedangkan tiga lembaga berada pada
posisi struktural eselon III. Selain itu, tiga dari 13 lembaga yang humasnya
menempati posisi struktural eselon II tidak berdiri sendiri dan tergabung bersama
bagian yang lainnya. Hasil dari data tersebut menunjukkan bahwa dari 13 lembaga
pemerintah yang ada, 7 diantaranya telah turut serta dalam setiap proses
manajemen krisis hingga tahap pengambilan keputusan.
Humas-humas tersebut merupakan lembaga humas yang berdiri sendiri
tanpa ada bagian lain yang tergabung bersamanya. Dua lembaga humas lain
224
merupakan humas yang berada pada eselon dua tetapi posisinya tergabung dengan
bagian yang lain seperti bappenas dan kementerian pendayagunaan aparatur
negara dan reformasi birokrasi. Dua humas tersebut perannya dalam manajemen
krisis hanya sampai pada proses pemberian rekomendasi tetapi tidak turut serta
dalam pengambilan keputusan. Sedangkan dua humas yang posisinya berada pada
eselon III memang tidak terlibat secara langsung dalam pengambilan keputusan
maupun proses manajemen krisis yang lainnya. Oleh karenanya posisi struktural
humas mempengaruhi peran humas dalam manajemen krisis organisasi.
4.4.3 Konstruksi humas lembaga pemerintah terkait isu berpengaruh
terhadap manajemen isu yang dilakukan
Peneliti melihat adanya kecenderungan data antara konstruksi humas
lembaga pemerintah dalam memahami isu dan strategi manajemen isu yang
dilakukan oleh humas pemerintah. Hal tersebut berdasarkan pada penyajian data
yang telah dilakukan pada subbab sebelumnya. Masing-masing informan dari
lembaga humas pemerintah memiliki pandangan yang bermacam-macam terkait
isu. Dialog data yang dilakukan mengesankan bahwa meskipun pandangan humas
bermacam-macam terkait dengan isu tetapi dalam strateginya selalu
mengandalkan adanya media monitoring. Akan tetapi media monitoring bukanlah
salah satunya strategi yang dilakukan melainkan humas juga menggunakan cara
lain yang berbeda sesuai dengan kondisi lembaga yang menaunginya.
225
Hasil data mengenai konstruksi humas lembaga pemerintah terkait isu
menunjukkan 7 dari 16 informan mengatakan bahwa isu adalah sesuatu yang
terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi lembaganya, namun 2 diantaranya
menyebutkan keterkaitan itu karena ditimbulkan oleh media. Sedangkan 4 dari 16
informan menambahkan bahwa isu bukan hanya sesuatu yang terkait dengan
organisasi tetapi juga memiliki pengaruh dalam aktivitas yang dijalankan
organisasi. 5 dari 16 yang lainnya mendefinisikan isu dengan berbagai definisi
diantaranya isu sebagai sebuah layanan publik, isu sebagai topik pembicaraan, isu
sebagai informasi yang harus ditangani, isu sebagai hasil dari antisipasi krisis, isu
sebagai trigger dalam memberikan pemahaman.
Hampir semua informan yaitu 11 dari 16 informan menyatakan bahwa
strategi awal bagi organisasi untuk mengelola isu adalah dengan mengoptimalkan
adanya media monitoring untuk memantau perkembangan isu yang ada. Meskipun
demikian, strategi yang digunakan oleh informan berbeda-beda didasarkan pada
kondisi dan situasi lembaga yang menaungi. Kementerian keuangan misalnya,
menurut kepala biro komunikasi dan layanan informasi, mendefinisikan isu
sebagai sesuatu yang memiliki pengaruh bagi keberlangsungan organisasi (Sakti,
komunikasi personal, 13 Februari 2012). Menurut Nufransa Wira Sakti dalam
organisasi selalu dikelilingi oleh isu-isu yang dapat berpengaruh pada aktivitas
organisasi. Sehingga berbicara pengaruh ada dua yaitu positif atau negatif. Tetapi
226
bagi lembaga kementerian isu bisa juga berarti netral karena perkembangan isu
beraasal dari berbagai hal.
Pemaknaan Nufransa Wira Sakti terhadap isu juga diamini oleh kepala
bagian publikasi dan layanan informasi kementerian perhubungan bahwa isu
berpotensi memberikan pengaruh secara fundamental terhadap organisasi
(Raharjo, komunikasi personal, 27 April 2017). Menurut Budi Raharjo, pengaruh
isu bagi organisasi dapat menentukan arah kebijakan yang dibuat oleh pimpinan.
Selain itu isu yang beredar juga dapat menggiring terjadinya perubahan bagi
organisasi. Oleh karenanya Nanang A. Rachman mengatakan bahwa isu dapat
menjadi masalah apabila tidak diprogramkan dengan baik (Komunikasi personal,
27 April 2017). Artinya bahwa Nanang sebagai kepala bagian humas kementerian
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak memahami bahwa isu dapat
berpengaruh pada organisasi. Konstruksi isu yang mengatakan bahwa isu
berpengaruh terhadap keberlangsungan organisasi juga tersirat dalam pendapat
yang dikemukakan oleh Syarifah Nur Aida, THP kementerian perencanaan
pembangunan (bappenas). Menurut Aida isu yang membuat kita berpikir dampak
dan merencanakan langkah komunikasinya. Aida sebagai THP (Tenaga Humas
Pemerintah) yang bekerja di bawah pengawasan kominfo dan KSP untuk
memaksimal fungsi kehumasan yang ada di bappenas tentunya sangat berpikir
tentang langkah komunikasi lembaga humas pemerintah dalam mensosialisasikan
program maupun kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Oleh karenanya tidak
227
heran jika Aida berpendapat bahwa isu membuat organisasi berpikir mengenai
dampak yang akan didapat (Aida, komunikasi personal, 2 Mei 2017).
Berbeda dengan pandangan mengenai pengaruh isu pada aktivitas
organisasi, Endra Saleh Atmawidjaja, kepala biro komunikasi publik kementerian
PUPR mendefinisikan isu sebagai bentuk layanan publik. Isu dapat menjadi
konsen pada waktu atau momen tertentu oleh publik di tempat tertentu
(Atmawidjaja, komunikasi personal, 28 April 2017). Oleh karena itu bagi Endra
sebagai kepala biro komunikasi publik yang menjalankan fungsi kehumasan di
kementerian PUPR mengatakan bahwa isu dapat bergerak erdasarkan waktu,
momen dan tempat. Kementerian PUPR sebagai bagian dari pemerintah Republik
Indonesia berkewajiban sebagai pelayan publik yang melayani segenap
kepentingan publik. Endra mencontohkan isu yang berdasarkan waktu adalah
ramainya isu jeleknya infrastruktur jalan tol yang muncul saat musim mudik
lebaran, isu jembatan rusak pada saat bulan maret yaitu saat musim hujan, dan
sebagainya. Berdasarkan hal tersebut membuktikan bahwa isu selalau bergerak.
Adi Wahyono, kepala biro hubungan masyarakat kementerian sosial RI,
memiliki pandangan yang berbeda terkait isu dengan seluruh informan
sebelumnya menurut Adi, isu adalah sebuah bentuk antisipasi akan terjadinya
krisis. Isu dilahirkan dari sebuah langkah-langkah antisipasi terhadap
kemungkinan terjadinya krisis (Wahyono, komunikasi personal, 10 Februari
2017). Adi mengatakan bahwa setiap organisasi memiliki hasrat untuk
228
menghindari terjadinya krisis pada dirinya sehingga akan membentuk langkah-
langkah antisipasi dari tertimpanya krisis di organisasinya. Langkah antisipasi
krisis yang dilakukan salah satunya adalah pelaksanaan program-program
pemerintah, transparansi pemerintah dan sebagainya, yang dari situlah kemudian
isu muncul. Jauh dari segala pendapat mengenai isu yang disebutkan oleh
informan-informan dalam penelitian ini, Bambang Widyatmoko sebagai kepala
bagian hubungan antar lembaga kementerian desa, transmigrasi dan daerah
tertinggal mengatakan bahwa isu hanyalah kabar burung yang belum tentu
kebenarannya. Isu bukanlah sesuatu yang penting bagi keberlangsungan
organisasi karena tidak bisa dipastikan kebenarannya (Widyatmiko, komunikasi
personal, 13 Februari 2017).
Budi Raharjo, kepala bagian publikasi dan layanan informasi kementerian
perhubungan, mengatakan agar isu tidak menjadi ancaman bagi organisasi maka
harus dibuat strategi manajemen isu dengan baik. Isu yang terjadi pada pemerintah
bisa menjadi negatif atau positif tergantung pada pengelolaannya (Raharjo,
komunikasi personal, 27 April 2017). Kepala biro komunikasi dan layanan
informasi kementerian keuangan juga mengatakan bahwa isu yang tidak dikelola
dengan baik dapat menjadi buruk untuk organisasi. Begitu pula dengan yang
disampaikan oleh kepala biro komunikasi publik kementerian PUPR bahwa isu
yang dapat diprediksi dampak dan keluasan efeknya adalah yang dikelola dengan
baik (Atmawidjaja, komunikasi personal, 28 April 2017). Pengelolaan isu yang
229
dilakukan oleh lembaga humas pemerintah bermaca-macam, tetapi hampir seluruh
informan mengatakan media monitoring adalah langkah awal dalam manajemen
isu.
Kementerian keuangan dalam mengelola isu memanfaatkan media
monitoring dan seluruh karyawan yang bekerja dibawahnya karena kementerian
ini memiliki banyak direktorat yang dinaungi. Setiap direktorat melakukan
analisis dan mendia monitoring nya masing-masing berdasarkan pada
nomenklatur yang mengatur tugasnya. Melalui cara demikian diharapkan bahwa
kementerian keuangan akan lebih mendalam dan spesifik dalam mendeteksi isu
yang muncul. Menurut Frans, kementerian selalu berusaha responsif dan cepat
dalam mengelola isu dan menyelsaikan isu-isu negatif. Selain itu kementerian
keuangan memiliki sebuah program yang mengatur isu yang diagendakan untuk
menjaga citra positif yang dimiliki kementerian.
Kepala bagian humas kementerian agama mengatakan bahwa langkah
pertama dalam menangani isu adalah dengan mendefiniskan isu terlebih dahulu
ada saat itu muncul. Mendefinisikan isu dilakukan dengan melihat pada peta isu
yang dibuat sebelumnya oleh humas beserta pimpinan. Peta isu ini dibuat dengan
melihat kecenderungan isu yang ada di kementerian agama berdasarkan pada
masing-masing agama yang ada (Rosidin, komunikasi personal, 27 April 2017).
Jika isu yang ada tidak terdapat di peta isu maka yang dilakukan adalah dengan
melakukan identifikasi dan membuat rapat pimpinan jika dampak isu dirasa besar.
230
Setelah itu isu-isu yang ada dan tergolong baru akan dimasukkan pada peta isu
sebagai bentuk perbaruan. Menurut Rosidin (komunikasi personal, 27 April 2017)
isu berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi kementerian agama yang menjadi
trigger dalam memberikan penjelasan terkait kebijakan dan aktivitas kementerian.
sehingga langkah yang diambil adalah dengan pemetaan isu dan penguatan media,
aktif bersosial media maupun melalui media konvensional untuk lebih
mengedukasi masyarakat terkait program sehingga dapat dikatakan bahwa isu itu
bisa dibentuk oleh organisasi.
Memberikan edukasi terkait program pemerintah menjadi salah satu
langkah manajemen isu yang dilakukan oleh kementerian pendidikan dan
kebudayaan. Menurut Anandes Langguana, kepala subbagian layanan infromasi
mengatakan bahwa isu adalah segala sesuatu yang terkait dengan aktivitas
kementerian pendidikan dan kebudayaan, karenanya menurut Anandes langkah
manajemen isu yang tepat adalah dengan mengedukasi dan mensosialisasikan
program dan kebijakan kementerian pendidikan dan kebudayaan melalui segala
media yang dapat digunakan baik media konvensional maupun meia sosial yang
dimiliki oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan. Berbeda dengan Anandes,
Adi Wahyono, kepala biro hubungan masyarakat kemneterian sosial
mendefinisikan isu sebagai sesuatu yang berasal dari langka-langkah pencegahan
terhadap krisis. Sehingga Adi mengatakan bahwa penentuan media komunikasi
dan strategi komunikasi yang digunakan dalam mengelola isu menjadi hal penting
231
untuk mencegah perkembangan isu menjadi negatif. Selain itu menurut Adi
Wahyono, evaluasi terhadap program harus dilakukan setiap saat salah satunya
adalah dengan menggunakan media monitoring. Media monitoring berguna selain
untuk memantau perkembangan isu juga berguna untuk mengevaluasi program
dan kebijakan yang dilakukan oleh kementerian sosial. Beberapa lembaga
kementerian dan non kementerian yang lain memiliki pandangan yang berbeda
mengenai media monitoring yang dilakukan, ebebrapa kementerian seperti
kementerian komunikasi dan informasi mengatakan bahwa media monitoring
bukan salah strategi melainkan suatu kewajiban yang didasarkan pada aturan
mengenai tata kelola kehumasan pemerintah Indonesia. Oleh karenanya meskipun
penting dalam mengelola isu tetapi bukan termasuk strategi dalam manajemen isu.
Strategi tersebut justru berbeda dengan yang dilakukan oleh kemeneterian
desa, transmigrasi dan daerah tertinggal. Menurut Bambang Widyatmiko, kepala
bagian hubungan antar lembaga mengatakan bahwa organisasi tidak perlu terlalu
serius dalam mengelola isu karena masih banyak pekerjaan yang lebih penting
dibandingkan mengruusi isu. Hal tersebut sesuai dengan deskripsi isu yang
dimiliki oleh Bambang bahwa isu hanya kabar burung yang tidak tentu
kebenarannya. Bagi Bambang yang terpenting adalah agar seluruh pegawai
kementerian desa, transmigrasi dan daerah tertinggal selalu bekerja berdasarkan
koridor yang telah ditentukan, sehingga tidak akan ada celah dalam kinerja yang
dilakukan (Widyatmiko, komunikasi ersonal, 13 Februari 2017).
232
Informan yang berasal dari lembaga humas pemerintah Republik Indonesia
memiliki berbagai definisi mengenai krisis dan manajemen krisis yang dilakukan.
Meskipun sebagian besar berkata bahwa salah satu bentuk manajemen krisis
adalah dengan melakukan media monitoring tetapi masing-masing memiliki
strategi lanjutan yang berbeda seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Untuk
memudahkan dalam membaca, peneliti menyajikannya dalam bentuk tabel
sebagai berikut:
Tabel 4.4.4 Konstruksi dan manajemen isu No Lembaga Konstruksi isu Manajemen isu
1 Kementerian
Keuangan
Sesuatu yang memiliki
pengaruh bagi
keberlangsungan
organisasi, bisa jadi
positif atau negatif.
Yang jelas kalau
negatif harus cepat
mendapat penanganan.
Mengidentifikasi isu melalui
monitoring baik melalui media
cetak, elektronik, media sosial
hingga seluruh karyawan di
bawah kementerian keuangan.
2 Kementerian
Pekerjaan
Umum dan
Perumahan
Rakyat
sebuah layanan publik
yang menjadi konsen
pada waktu atau
momen tertentu oleh
publik di tempat
tertentu
Memonitoring isu melalui media
monitoring. Biasanya kita
merespon dengan antisipasi
terhadap isu. Kita menghindari
polemik di media.
3 Kementerian
Perindustrian
Suatutopik
pembicaraan, bisa
merupakan subjek
tertentu, bisa pesan apa
yang disampaikan bisa
juga sesuatu yang kita
terima
Memonitor isu melalui media
monitoring. Melakukan
verifikasi informasi dari berita
yang ada, berikutnya kita cari
data pembanding, dan data yang
dimiliki oleh kemenperin seperti
apa, setelah itu kita angkat data
data yang disisi baik dan
mengidentifikasi kenapa menjadi
negatif, mencari solusinya -
membuat rekomendasi -
informasi data verifikasi –
kesimpulan- rekomendasi –
siaran pers
233
4 Kementerian
Perhubungan
suatu hal yang menjadi
potensi berpengaruh
secara fundamental
terhadap organisasi.
Isu itu dalam
pemerintahann
sebenarnya bisa jadi
positif, bisa jadi negatif
tergantung bagaimana
kita mengelolanya.
Secara reguler yang kita lakukan
itu ada monitoring dan evaluasi
ya. analisis tentang pemberitaan
berita ekstrim, dan analisis
media sosial.
5 Kementerian
Pendayagunaan
Aparatur Negara
dan Reformasi
Birokrasi
suatu peristiwa yang
mengandung
informasi, untuk
mendefinisikan
informasi yang harus
ditangani
Jadi kita ada namanya media
monitoring kita kelola dari
harian, mingguan, sampai
bulanan, kemudian berusaha
menjelaskan kepada masyarakat
duduk perkara setiap kejadian,
tetapi kalau berkaitan dengan
yang negate dan masyarakat tida
menerima maka ditutup dengan
isu positif.
6 Kementerian
Perencanaan
Pembangunan
Nasional /
Bappenas
isu bagi humas sesuatu
yang harus kita
pikirkan dampaknya,
isu itu yang membuat
kita merencanakan
langkah
komunikasinya gitu.
Menangani dengan cepat setiap
isu yang berpotensi negatif dan
menguatkan setiap isu positif.
7 Kementerian
Komunikasi dan
Informatika
Intinya adalah segala
sesuatu yang berkaitan
dengan aktivitas
kominfo, bisaanya
seringkali ditimbulkan
oleh media
Menyeimbangkan isu yang
kurang sedap dengan isu positif,
memberikan pelayanan sebaik
mungkin,
8 Kementerian
Pariwisata
Suatu peristiwa yang
berkaitan dengan suatu
organisasi
Memonitoring isu setiap harinya.
Membuat tim pencari fakta,
berkoordinasi dengan pihak-
pihak terkait, mengidentifikasi
isu, selalau memonitor
perkembangan isu, menentukan
langkah komunikasi yang tepat.
9 Kementerian
Sosial
isu yang di lahirkan
dari sebuah langkah-
langkah antisipasi
terhadap kemungkinan
timbulnya krisis.
Memonitoring perkembangan isu
di segala saluran. Melihat akar
permasalahan, evaluasi program,
menentukan saluran komunikasi
dan langkah penanganan
234
10 Kementerian
Pendidikan dan
Kebudayaan
Sesuatu yang
disampaikan oleh
media berkaitan
dengan aktivitas
kementerian.
Menggunakan sistem monitoring
isu. Dan mengedukasi serta
mensosialisasikan masyarakat
terhadap segala kebijakan dan
program kementerian
pendidikan.
11 Kementerian
Riset Teknologi
dan Pendidikan
Tinggi
Segala sesuatu yang
berkaitan dengan
ristekdikti.
Menguatkan peran media dalam
menanganai isu negatif dan
melempar isu positif. Menutup
isu-isu yang negatif dengan isu
positif. Termasuk memonitoring
semua isu di berbagai media.
12 Kementerian
Desa,
Transmigrasi
dan Daerah
Tertinggal
Kabar burung, sesuatu
yang belum tentu
100% benar, bisa jadi
kan 100% salah.
Semua isu selalu kita kelola
supaya tidak berkembang.
Menggandeng media untuk
konferensi pers misalnya. Dan
isu tidak selalu perlu ditanggapi,
namanya juga kabar burung.
13 Kementerian
pemberdayaan
perempuan dan
Perlindungan
Anak
Isu itu ada dua yang
memang harus di
prgramkan atau akan
menjadi masalah bagi
organisasi.
Monitoring isu dengan media
monitoring. Humas tidak
melakukan manajemen isu
karena manajemen isu secara
langsung dilakukan oleh
deputinya masing-masing.
Humas tugasnya hanya meliput
dan mempublikasikan.
14 Kementerian
Agama
Sebuah trigger yang
digunakan untuk
memberikan
pemahaman terkait
segala aktivitas
kementerian agama
Media monitoring,
mendefinisikan isu, mengkaji
perkembangan isu, merumuskan
kembali atau menyempurnakan
kembali peta isu yang dimiliki.
15 Komisi
Pemberantasan
Korupsi
tentunya segala sesuatu
yang terkait dengan tugas
pokok dan fungsi KPK.
Isu ada dua yaitu yang
spesifik dan yang
dihadapi dari waktu ke
waktu.
Tergantung pada isunya. jika isunya
spesifik maka dibentuk tim isu. Tapi
kalau yang setiap hari dihadapi, di
KPK terdapat PIC yang disebut
champion untuk mengcounter dan
memetakan segala isu yang ada di
unit kerja. isu isu dalam bentuk list,
list ini kemudian akan digabungkan
oleh para champion kemudian
bersama disitu akan dilihat kira kira
mana isu yang e diprioritaskan,
mana yang perlu diawasi untuk
kemudian diajukan ke pimpinan
untuk segera ditindak lanjuti dalam
bentuk kebijakan. Memonitor isu
235
dengan setiap hari melakukan
monitoring.
16 Komisi
Pemilihan
Umum
Sesuatu yang berkaitan
dengan
penyelenggaraan
pemilu.
Membentuk tim buzzer,
melakukan media monitoring
dan analisis, transparansi hasil
pemilu.
Berdasarkan pada tabel tersebut dapat dilihat kecenderungan data bahwa
terdapat hubungan antara konstruksi isu yang dimiliki oleh humas lembaga
pemerintah Indonesia dan strategi manajemen isu yang dilakukan oleh lembaga
pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menarik kecenderungan tersebut
menjadi sebuah proposisi yaitu konstruksi humas pemerintah Indonesia terkait isu
memiliki hubungan dengan manajemen krisis yang dilakukan oleh humas lembaga
pemerintah di Indonesia.
4.4.4 Tim manajemen isu sebagai strategi manajemen isu lembaga humas
pemerintah
Peneliti melihat data yang disajikan dalam kategorisasi yang telah dibuat
sebelumnya bahwa terdapat kecenderungan hubungan antara strategi manajemen
isu yang dilakukan oleh humas lembaga pemerintah Indonesia dengan tim
manajemen isu lembaga humas pemerintah. Peneliti berasumsi bahwa tim
manajemen isu adalah bagian dari strategi isu yang dilakukan oleh lembaga humas
pemrintah. Berdasarkan hasil penyajian data terlihat bahwa lembaga humas
pemerintah memiliki cara yang bermacam-macam dalam mengelola isu.
Kementerian PUPR misalnya strategi yang dilakukan adalah dengan selalu
236
menghindari polemic yang terjadi di media terkait aktivitas kementerian PUPR
maupun dalam aktivitasnya dengan lembaga pemerintah dan non pemerintah yang
lain. Polemik tersebut antara lain statement menteri yang mengundang pro kontra,
angka statistik, dan konflik dengan kementerian yang lain. Menurut R. Endra
Saleh Atmawidjaja, kepala biro komunikasi publik kementerian PUPR,
mengatakan bahwa strategi yang dilakukan adalah dengan tidak menyalahkan
kementerian lain saat terjadi masalah sehingga istilah jawanya neriman
(Komunikasi personal, 28 April 2017). Hal tersebut dikatakan sebagai salah satu
strategi penanganan krisis yang dilakukan oleh kementerian PUPR. Sedangkan
menurut biro komunikasi dan layanan informasi kementerian keuangan yang
termasuk dalam strategi manajemen krisis adalah dengan mengelola isu dari
tingkat unit kecil hingga keseluruhan lembaga kementerian keuangan.
Sedangkan Habibi Yusuf Sarjono, kasubbag publikasi biro humas kementerian
perindustrian mengatakan bahwa memverifikasi data atas isu yang muncul adalah
salah satu strategi pertama yang dilakukan karena tidak semua info dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Kementerian perhubungan menurut Budi
Raharjo sebagai kepla bagian publikasi dan layanan informasi mengatakan
bahwastrategi manajemen isu yang dilakukan pertama kali adalah memonitor isu
dan mengadakan valuasi harian, minguan hingga bulanan terkait dengan hasil
monitoring. Selain itu kementerian perhubungan memiliki tim buzzer yang akan
237
‘berperang’ di media sosial (Budi Raharjo, komunikasi personal, 27 April 2017).
Hal serupa juga dilakukan oleh kementerian pariwisata dan KPU.
Aida sebagai THP di kementerian perencanaan pembangunan nasional
(Bappenas) setidaknya juga mengatakan yaitu dengan menguatkan isu-isu positif
yang berkaitan dengan bappenas. Hanya saja menurut informan isu yang
menimpa bappenas tidak terlalu banyak, biasanya isu yang menyentuh bappenas
adalah isu-isu yang berkembang dari kementerian teknis. Karena kalau bappenas
tidak berhubungan langsung dengan publik, artinya bahwa publiknya bappenas
adalah lembaga pemerintah (Aida, komunikasi personal, 2 Mei 2017). Tetapi
dalam manajemen isu bappenas melakukan strategi respon isu dengan cepat agar
isu tidak berlarut-larut. Selain itu bappenas selalu berupaya menjaga agar isu
negatif tidak menimpa bappenas yaitu dengan berusaha komunikatif dan
transparan terhadap masyarakat, meskipun isu negatif tidak akan hilang
sepenuhnya dari bappenas.
Menurut Iyung Masruroh, plt. Biro komunikasi publik menyebutkan bahwa
tim buzzer berguna untuk mendeteksi isu-isu yang bermunculan di media massa
maupun sebagai strategi dalam mempromosikan pariwisata di Indonesia
(Komunikasi personal, 30 Mei 2017). Masruroh mengatakan telah memiliki
landasan yang kuat dalam manajemen isu maupun manajemen krisis karena telah
ada organisasi internasional yang menaungi dalam hal manajemen isu, manajemen
resiko maupun manajemen krisis. Seperti halnya kementerian yang lainnya
238
menggunakan media monitoring dan isu analisis sebagai langkah awal dalam
memonitor perkembangan isu yang terjadi di saluran media. Karena melalui
monitoring sebenarnya organisasi dapat memprediksi isu-isu atau kemungkinan
terjadinya krisis bagi organsasi. Sehingga langkah ini dilakukan setiap hari dengan
target yang ditentukan oleh organisasi. Selanjutnya informan mengatakan bahwa
isu-isu yang berkaitan dengan kementerian pariwisata adalah yang terkait dengan
wisatawan lokal maupun mancanegara. Isu-isu yang selama ini ada di kementerian
pariwisata cenderung positif dengan minimnya isu negatif. Isu negatif sendiri
dikatakan oleh informan sebagai sesuatu yang bisa mengganggu kunjungan
wisman, jadi mengganggu dari KPI (Kompetisi Pariwisata Indonesia), KPI kita
yaitu mendatangkan wisman, yang target dari presiden itu harus 20 juta di tahun
2019 (Masruroh, komunikasi personal, 30 Mei 2017). Strategi yang dilakukan
dalam menangani isu adalah dengan mengidentifikasi isu, jika isunya negatif maka
harus dicari akar permasalahanya. Misalkan seperti yang terjadi pada saat
terjadinya bom Sarinah di Jakarta. Kejadian tersebut merupakan isu yang sangat
mengkhawatirkan bagi kemenpar karena Jakarta merupakan salah satu daerah
yang paling banyak didatangi oleh wisatawan yaitu sekitar 30% dari total seluruh
wisatawan yang datang ke Indonesia.
Masruroh juga mengatakan strategi lain yang dilakukan oleh biro
komunikasi publik kemenpar adalah dengan menggunakan strategi media yang
tepat. Misalnya dalam menuliskan siaran pers saat terjadinya permasalahan di
239
Indonesia adalah dengan menuliskan hal-hal baik yang ada terlebih dahulu baru
kemudian hal negatifnya, agar konsentrasi pembaca tidak pada hal negatif
(Masruroh, komunikasi personal, 30 Mei 2017). Sedangkan bagi kepala biro
humas kementerian sosial RI strategi manajemen isu yang dilakukan adalah bahwa
strategi penanganan isu yang dilakukan adalah pertama dengan mencari akar
permasalahan dari suatu isu, mengidentifikasi perkembanagan isu, mengevaluasi
program dan menentukan langkah penanganan yang tepat. Meskipun Adi
Wahyono baru bekerja sepanjang tiga minggu tetapi menurut Adi cukup untuk
mmpelajari cara kerja humas kementerian sosial. Dalam masa tiga minggu
tersebut, Adi juga telah membuat target-target capaian dalam hal pengelolaan isu.
Misalnya dengan mengoptimalkan eran command center sebagai penyedia seluruh
informasi kementerian sosial, monitoring isu yang lebih massif dan sebagainya.
Bagi kementerian riset teknologi dan pendidikan tinggi salah satu bentuk
manajemen isu yang dilakukan adalah dengan menguatkan peran media sepeerti
sering mengirimkan siaran pers, mengundang wartawan, konferensi pers dengan
cepat dan sebagainya. Pers dianggap dapat memberikan efek yang sangat kuat
dalam pengelolaan isu dan mencegah ataupun mengatasi isu negatif. Serupa
dengan kementerian ristekdikti, KPU juga mengatakan bahwa yang paling efektif
dalam manajemen isu adalah selalu bersikap transparan terhadap masyarakat akan
hasil pemilu maupun berbagai hal yang berkaitan dengan pemilu. Menurut Didi
Suhardi transparan adalah satu-satunya kunci bagi lembaga pemerintahann untuk
240
mengoptimalkan dukungan dari masyarakat (komunikasi personal, 21 April
2017).
Berbagai strategi yang dikemukakan sebelumnya oleh beberapa praktisi
humas pemerintah Indonesia berbeda dengan yang disampaikan oleh humas KPU
dan kementerian pendidikan dan kebudayaan. Kedua lembaga pemerintah tersebut
memilikisebuah tim yang khusus dalam mengelola isu, mulai dari mengumpulkan
isu hingga melakukan penyelesaian untuk isu-isu tertentu. Humas kementerian
pendidikan dan kebudayaan, Anandes Langguana kasubbag layanan informasi
mengatakan bahwa salah satrategi manajemen isu yang dilakukan oleh
kementerian pendidikand an kebudayaan adalah dengan menggunakan tim yang
khusus dalam menangani isu tersebut. Tim manajemen isu tersebut berada di ruang
yang berbeda dengan humas tetapi di dalam pantauan humas. Menurut Anandes
tugas dari tim tersebut adalah untuk memonitoring isu dan melakuakan
pengelolaan terhadap isu-isu tersebut serta menentukan langkah lanjutan. Tim
manajemen isu ini adalah satuan khusus dari sub bagian aspirasi masyarakat
kementerian pendidikan dan kebudayaan. Sedangkan KPK memiliki tim yang
sama dalam manajemen isu. Tim ini dibentuk oleh humas dengan arahan pimpinan
untuk melakukan pemantauan terhadap isu yang berkembang disetiap direktorat
yang di KPK. Tim manajemen isu di KPK bernama tim champion yang berisi oleh
champion-champion yang terdiri dari masing-masing direktorat. Champion ini
bertugas untuk mengumpulkan isu-isu yang terkait dengan masing-masing
241
direktoratnya selain yang telah di monitor dalam sistem media monitoring. Setelah
itu para champion dipimpin oleh kepala biro humas membuat risk register selama
satu bulan yang terus dikumpulkan hingga mnejadi satu tahun. Selain itu tim ini
juga bertugas untuk membuat target-target penyelesaian dari masing-masing isu
yang muncul serta meneruskan kepada pimpinan untuk dijadikan kebijakan jika
memang dibutuhkan (Meinardy, komunikasi personal, 28 April 2017).
Lembaga pemerintah lain selain KPK dan kementerian pendidikan dan
kebudayaan mengatakan bahwa tim manajemen isu adalah seluruh yang ada
dibawah biro humas karena sudah melekat pada tugas pokok dan fungsi humas.
Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh informan dari kementerian keuangan,
kementerian pendayagunaan aparatur negara, bappenas, kominfo, kemensos,
kemenpar, kemenristek, dan kementerian agama. Sedangkan empat kementerian
lain mengatakan bahwa tim manajmeen isu tidak dibutuhkan dalam organisasi.
Seperti menurut Raharjo, kepala bagian publikasi dan layanan informasi
kementerian perhubungan mengatakan bahwa adanya tim isu tidak akan berguna
dalam manajemen isu karena sudah dapat ditangani langsung oleh tim humas. Hal
tersebut dikarenakan menurutnya bahwa koordinasi adalah hal tersulit dan
menjadi masalah bangsa Indonesia saat ini (Raharjo, komunikasi personal, 27
April 2017). Nanang A. Rahman, kepala bagian humas kementerian
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak mengatakan bahwa tim
manajemen isu tidak diperlukan bagi kementerian mengingat isu hanyalah sebuah
242
kabar burung yang tidak pasti kebenarannya, sehingga adanya tim tidak ada
gunanya bagi kementerian desa, transmigrasi dan daerah tertinggal. Komisi
Pemilihan Umum (KPU) melalu kepala bagian teknis dan hubungan partisipasi
masyarakat menyatakan bahwa tim manajemen isu tidak begitu penting bagi
organisasi asal KPU dapat bersikap transparan kepada publik (Suahrdi,
komunikasi personal, 21 April 2017).
Berdasarkan data antara strategi manajemen isu humas pemerintah yang
dikaitkan dengan data mengenai tim manajemen isu lembaga pemerintah
menunjukkan bahwa tidak hubungan diantara dua kategori tersebut. Oleh
karenanya peneliti menarik proposisi bahwa adanya tim manajemen isu bukanlah
strategi manajemen isu lembaga humas pemerintah Republik Indonesia. Data
mengenai keterkaitan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.4.5 Keterkaitan manajemen isu dan strategi manajemen isu
No Lembaga Tim manajemen isu Manajemen isu
1 Kementerian
Keuangan
Tim secara khusus
tidak ada. Tetapi kami
memiliki sebuah group
yang terdiri dari setiap
unit untuk memonitor
isu.
Mengidentifikasi isu melalui
monitoring baik melalui media
cetak, elektronik, media sosial
hingga seluruh karyawan di
bawah kementerian keuangan.
Menganalisis isu-isu yang
masuk dan diberi nilai apakah
negatif postif dan netral.
Kemudian membuat
rekomendasi untuk langkah
berikutnya.
2 Kementerian
Pekerjaan
Umum dan
Perumahan
Rakyat
Tim humas kita ada,
tapi kita juga dibantu
oleh tim dari konsultan
dan kita juga menghire
intelegent media
monitoring system.
Memonitoring isu melalui
media monitoring. Biasanya
kita merespon dengan
antisipasi terhadap isu. Kita
menghindari polemik di
media. Polemik itu berkaitan
243
No Lembaga Tim manajemen isu Manajemen isu
Perannya tim ini sangat
penting sekali untuk
dengan angka, statemen
mentri, berkaitan dengan
memprediksi isu-isu
dan langkah
penanganan. Selain itu
karena dibutuhkan
setiap hari tentunya
butuh kekuatan tim
yang kuat.
klaim, konflik dengan
lembaga lain.
3 Kementerian
Perindustrian
Tim manajemen isu ya
semua yang ada di
humas aja. Dibantu
oleh pihak ketiga untuk
monitoringnya.
Memonitor isu melalui
media monitoring.
Melakukan verifikasi
informasi dari berita yang
ada, berikutnya kita cari
data pembanding, dan data
yang dimiliki oleh
kemenperin seperti apa,
setelah itu kita angkat data
data yang disisi baik dan
mengidentifikasi kenapa
menjadi negatif. Setelah kita
mengidentifikasi itu
berikutnya adalah solusinya
apa,sehingga menghasilkan
rekomendasi jadi dari situ
kita dapat informasi data
verifikasi kesimpulan
rekomendasi akhirnya kita
bikin siaran pers.
4 Kementerian
Perhubungan
Tidak ada tim khusus
karena manajemen isu
adalah materi pekerjaan
biro komunikasi. Hal
paling sulit dalam
pemerintahann Indonesia
itu adalah koordinasi.
Jadi ya buat apa kita
bikin tim kalau ujung-
ujungnya tidak jalan.
Secara reguler yang kita
lakukan itu ada monitoring dan
evaluasi ya. analisis tentang
pemberitaan berita ekstrim,
dan analisis media sosial. Kita
punya buzzer, pasukan medsos
untuk meredam hoax di
medsos misalnya. Tetapi
kemampuan untuk melakukan
apa yang harus dilakukan
untuk mengatasi isu itu yang
susah
244
No Lembaga Tim manajemen isu Manajemen isu
5 Kementerian
Pendayagunaa
n Aparatur
Negara dan
Reformasi
Birokrasi
Humas langsung yang
menangani manajemen
isu dengan dibantu
orang ketiga dan
sebuah aplikasi.
Karena tugas humas itu
juga banyak selain
mengerjakan tentang
isu
Jadi kita ada namanya media
monitoring kita kelola dari
harian, mingguan, sampai
bulanan, kemudian berusaha
menjelaskan kepada
masyarakat duduk perkara
setiap kejadian, tetapi kalau
berkaitan dengan yang
negate dan masyarakat tida
menerima maka ditutup
dengan isu positif.
6 Kementerian
Perencanaan
Pembangunan
Nasional /
Bappenas
Semua di humas sih,
kalau manajemen isu.
Karena kami bukan
kementerianteknis.. jadi
isunya dibilang landai ya
enggak, di bilang sering
juga enggak. Dan
bisaanya isu-isunya
sudah bisa kami prediksi
sebelumnya.
Menangani dengan cepat
setiap isu yang berpotensi
negatif dan menguatkan
setiap isu positif.
7 Kementerian
Komunikasi
dan
Informatika
Tim manajemen isu itu
ya kita yang di humas.
Sudah cukup dalama
menangani isu.
Menyeimbangkan isu yang
kurang sedap dengan isu
positif, memberikan
pelayanan sebaik mungkin,
8 Kementerian
Pariwisata
Ada tim media
monitoring dan tim
sosmed yang bertugas
sebagai tim manajemen
isu. Tim sosmed ini tidak
hanya internal
kemeterian pariwisata
tetapi melibatkan orang
luar yang ditunjuk.
Memonitoring isu setiap
harinya. Membuat tim
pencari fakta, berkoordinasi
dengan pihak-pihak terkait,
mengidentifikasi isu, selalau
memonitor perkembangan
isu, menentukan langkah
komunikasi yang tepat.
9 Kementerian
Sosial
Tim isu ya humas
secara keseluruhan.
Kebutuhannya tidak
terlalu mendesak untuk
dibuat tim khusus.
Memonitoring
perkembangan isu di segala
saluran. Melihat akar
permasalahan, evaluasi
program, menentukan
saluran komunikasi dan
langkah penanganan
245
No Lembaga Tim manajemen isu Manajemen isu
10 Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan
im manajemen isu ya.
Em. Ada tim
manajemen isu, di
tempat yang tadi
aspirasi masyarakat di
sub bagian sub aspirasi
masyarakat pada
bagian publikasi itu di
lantai dua di sini
bagiannya TKLM,
yang tugasnya
memonitoring dan
memanajemen isu isu
mana nih yang perlu
diantisipasi, atau mana
yang perlu ditelusuri
Menggunakan sistem
monitoring isu. Dan
mengedukasi serta
mensosialisasikan
masyarakat terhadap segala
kebijakan dan program
kementerian pendidikan.
11 Kementerian
Riset
Teknologi dan
Pendidikan
Tinggi
Semua bagian humas
adalah tim manajemen
isu. Terutama baik
monitoring ya karena
mereka yang
memantau
perkembangan isunya.
Menguatkan peran media
dalam menanganai isu negatif
dan melempar isu positif.
Menutup isu-isu yang negatif
dengan isu positif. Termasuk
memonitoring semua isu di
berbagai media.
12 Kementerian
Desa,
Transmigrasi
dan Daerah
Tertinggal
tidak perlulah ada tim
begitu begitu hanya
untuk kabar burung saja.
Yang penting semua
bekerja sesuai dengan
koridor yang telah
ditentukan saja tidak aka
nada masalah.
Semua isu selalu kita kelola
supaya tidak berkembang.
Menggandeng media untuk
konferensi pers misalnya.
Dan isu tidak selalu perlu
ditanggapi, namanya juga
kabar burung.
13 Kementerian
pemberdayaan
perempuan
dan
Perlindungan
Anak
Humas tidak memiliki
tim manajemen karena
fungsinya tidak begitu
penting. Deputi bisa
langsung mengatasi isu
sendiri. Humas itu
hanya mengurusi
kegiatan pimpinan.
Monitoring isu dengan
media monitoring. Humas
tidak melakukan manajemen
isu karena manajemen isu
secara langsung dilakukan
oleh deputinya masing-
masing. Humas tugasnya
hanya meliput dan
mempublikasikan.
246
No Lembaga Tim manajemen isu Manajemen isu
14 Kementerian
Agama
tim manajemen isu kita
melekat dengan tugas
humas sendiri. Secara
struktur tim itu tidak
ada, tapi itu sudah
melekat dengan tugas
yang dimiliki humas.
Media monitoring,
mendefinisikan isu,
mengkaji perkembangan isu,
merumuskan kembali atau
menyempurnakan kembali
peta isu yang dimiliki.
15 Komisi
Pemberantasa
n Korupsi
Tim manajemen isu
dibentuk oleh
champion yang berada
di humas dengan
membuat risk register
dan dianggotai oleh
seluruh campion dari
masing-masing
direktorat. Tim ini
bertugas membuat
target-target
penyelesaian. Tetapi
tim ini hanya muncul
saat terjadi isu yang
sangat mengancam.
di KPK terdapat PIC yang
disebut champion untuk
mengcounter dan
memetakan segala isu yang
ada di unit kerja. isu isu
dalam bentuk list, list ini
kemudian akan digabungkan
oleh para champion
kemudian di .... bersama
disitu akan dilihat kira kira
mana isu yang e
diprioritaskan, mana yang
perlu diawasi untuk
kemudian diajukan ke
pimpinan untuk segera
ditindak lanjuti dalam
bentuk kebijakan.
Memonitor isu dengan
setiap hari melakukan
monitoring.
16 Komisi
Pemilihan
Umum
Ngga ada tim
manajemen isu itu.
Kan ada yang bagian
monitoring nanti yang
menyelesaikan ya biar
pimpinan.
Membentuk tim buzzer,
melakukan media
monitoring dan analisis,
transparansi hasil pemilu.
247
4.5 Proposisi
Setelah peneliti mendialogkan data melalui keterkaitan antar data untuk
melihat kecenderungan dari setiap kategori, peneliti akhirnya dapat melihat
proposisi. Proposisi ini didapatkan dari kecenderungan hubungan isu lembaga
humas pemerintah antar data yang dilakukan pada subbab sebelumnya.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti merumuskan proposisi sebagai berikut:
1. Posisi struktural humas dalam organisasi mempengaruhi peran humas
dalam manajemen krisis. Lembaga humas dengan posisi struktural yang
lebih tinggi dan berdiri sendiri cenderung lebih banyak dilibatkan dalam
manajemen krisis dari pada lembaga humas yang digabung dengan bagian
lainnya.
2. Konstruksi humas tentang isu mempengaruhi terhadap strategi manajemen
isu yang dilakukan oleh lembaga humas pemerintah
3. Tim manajemen krisis bukanlah salah satu strategi humas lembaga
pemerintah dalam manajemen krisis
4. Konstruksi humas terkait krisis mempengaruhi strategi manajemen krisis
lembaga humas pemerintah dan hambatan yang diperoleh dalam
pelaksanannya
5. Lembaga humas pemerintah Indonesia belum memiliki perencanaan krisis
dalam manajemen krisis yang dilakukan
248
BAB V
PEMBAHASAN
Peneliti melakukan analisis data sesuai dengan prosedur analisis data di
BAB III. Sehingga setelah menyajikan data dalam kategorisasi dan mendialogkkan
data dalam keterkaitan data, diperoleh proposisi-proposisi yang akan peneliti bahas
dengan menggunakan teori-teori terkait. Selain itu penjelasan yang terdapat dalam
gambaran umum juga menjadi sumber bagi peneliti dalam melakukan pembahasan.
5.1 Secara umum lembaga humas pemerintah Indonesia belum memiliki
perencanaan krisis dalam manajemen krisis yang dilakukan
Data yang didialogkan dalam keterkaitan antar kategori menghasilkan
proposisi bahwa lembaga humas pemerintah belum memiliki contingency plan
sebagai perencanaan krisisnya. Hal tersebut didasarkan pada faktor –faktor yang
harus ada dalam contingency plan adalah bentuk tim manajemenkrisis yang solid,
adanya simulasi penanganan krisis dan dokumen hukum yang menuliskan
mengenai perencanaan krisis. Data yang dihasilkan dalam dialog antar data
memperlihatkan bahwa lembaga humas pemerintah di Indonesia belum memiliki
perencanaan krisis dalam proses manajemen yang dilakukan. sebagian besar
lembaga pemerintah yang menjadi informan dalam penelitian ini melakukan
manajemen krisis sebatas pada saat terjadinya krisis bukan sebelum tejadinya krisis.
Meskipun tidak semua lembaga pemerintah bertindak demikian tetapi terdapat
kecenderungan bahwa mereka hanya melakukan pengelolaan terhadap krisis saat
terjadinya krisis saja.
249
Liu & Levenshus (2012) mengatakan bahwa manajemen krisis bukan hanya
dilakukan saat krisis telah terjadi tetapi juga mulai dari melakukan persiapan jauh
sebelum krisis itu terjadi. Akan tetapi, pada pemerintah Indonesia melakukan
prediksi terhadap kejadian di masa depan adalah sesuatu yang sulit untuk dilakukan.
Hal tersebut dibuktikn dengan pernyataan dari informan kementerian perhubungan
yang mengatakan bahwa dinamika perubahan pada lembaga pemerintah terjadi
dengan sangat cepat karena disebabkan faktor kepentingan dan politik yng turut
mempengaruhi. Budi Raharjo, kementerian perhubungan juga menyampaikan
bahwa perubahanpimpinan mempengaruhi dalam kebijakan yang dibuat,
sedangkan dalam pergantian kekuasaan tersebut faktor politik juga sangat kuat.
Faktor kekuasaan dan jaringan sangat berpengaruh terhadap pembentukan
perencanaan krisis maupun aktivitas kehumasan yang lain. Kajian public relations
menganggap bahwa dalam aktivitas pemerintahann terdapat aktor-aktor yang
dipengaruhi unsur politis seperti yang disampaikan oleh Vincent Mosco (dalam
Kriyantono, 2015, h. 326). Hal yang demikian juga terjadi pada kementerian
keuangan yang mengatakan bahwa pembuatan segala kebijakan bergantung pada
menteri sebagai pimpinan tertinggi organisasi. Meskipun demikian humas
kementerian keuangan juga berharap bahwa dalam jangka waktu ke depan dapat
membuat sebuah perencanaan krisis untuk mengantisipasi berbagai hal yang tidak
diinginkan di masa depan.
Untuk saat ini, humas melakukan pengelolaan krisis ketika krisis tersebut
sudah dimulai dan bentuk antisipasinya menggunakan media monitoring dan
analisis lingkungan melalui tim yang dibentuk oleh humas. Sampai tahap ini humas
250
kementerian keuangan telah membuat grand strategy komunikasi kementerian
keuangan yang disebarkan kepada seluruh eselon I dan menteri. Hal tersebut
dilakukan agar semua pimpinan memahami dan mengerti strategi komunikasi yang
dimiliki oleh kementerian keuangan.
Beberapa lembaga pemerintah menganggap bahwa perencanaan krisis
hanya bisa dilakukakan saat krisis sudah diketahui akan terjadi, sehingga mereka
berpendapat bahwa perencanaan adalah bentuk merencanakan respon saat krisis
telah terjadi. Padahal sesungguhnya pola pikir yang demikian tidaklah benar. Liu
& Levenshus (2012) mengatakan bahwa manajemen krisis bukan hanya dilakukan
saat krisis telah terjadi tetapi juga mulai dari melakukan persiapan jauh sebelum
krisis itu terjadi. Dengan kata lain organisasi telah memiliki perencanaan sejak
sebelum krisis tersebut terjadi sehingga saat krisis terjadi organisasi telah
mengetahui respon apa yang harus diberikan. Harusnya dengan perencanaan krisis
organisasi dipaksa berpikir dan mengantisipasi hal-hal yang dipikir tidak mungkin
terjadi.
Pada lembaga pemerintah seperti kementerian PUPR menganggap bahwa
lembaga pemerintah memiliki kemampuan untuk mengatasi segala persoalan yang
tidak terduga. Menurutnya lembaga tanpa membuat perencanaanpun telah memiliki
kemampuan untuk mengetahui krisis yang akan terjadi. Hal tersebut dikarenakan
krisis bagi kementerian PUPR adalah krisis musiman yang terjadi di setiap
tahunnya, misalnya pada musim penghujan maka krisis yang timbul adalah banjir,
jembatan roboh, jalanan rusak, pada musim lebaran maka yang muncul adalah
infrastruktur jalan tol belum memenuhi standar, kemacetan di titik-titik tertentu,
251
dan berbagai krisis lain yang biasa terjadi. Sayangnya, pikiran seperti ini yang
menjadi kelemahan bagi lembaga pemerintah apabila suatu hari nanti mengalami
krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Hal serupa juga disampaikan oleh humas kementerian perindustrian yang
beranggapan bahwa pemerintahann yang berjalan dalam waktu lama, dapat
mengatasi krisis dalam keadaan apapun dengan mengandalkan knowledge
management atau pengetahuan berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Sama
halnya dengan kementerian PUPR hal ini menjadi kelemahan bagi lembaga
pemerintah jikalau terjadi krisis yang berbeda di masa depan. Berdasarkan asumsi-
asumsi tersebut lembaga pemerintah merasa bahwa crisis plan bukanlah sesuatu
yang penting dan mendesak untuk dibuat.
Pada dasarnya membuat crisisplan sama dengan memprediksi ketegangan-
ketegangan yang akan terjadi dan mempersiapkan keadaan yang tidak bisa ditebak
(McConnell & Drennan, 2006). Beberapa lembaga pemerintah tersebut telah
menyadari bahwa manajemen krisis tidak hanya dilakukan saat terjadi krisis tetapi
jauh sebelum krisis terjadi. Tetapi dalam implementasinya lembaga pemerintah
susah untuk dapat membuat prediksi atas kemungkinan terjadinya krisis. Budi
Raharjo sebagai kepala bagian publikasi dan layanan informasi mengatakan bahwa
bagi lembaga pemerintah yang paling sulit adalah koordinasi dan membuat
perencanaan-perencanaan jangka panjang karena tingginya dinamika perubahan
yang terjadi di lembaga kementerian akibat kuatnya unsur politik dan kepentingan
di dalamnya (Komunikasi personal, 27 April 2017). Selain itu, humas lembaga
pemerintahann juga merasa rencana kerja humas yang dibuat secara berkala sudah
252
cukup untuk menghindari terjadinya krisis apabila humas selalu bekerja
berdasarkan koridor yang telah dibuat. Beberapa yang lain juga mengatakan bahwa
kemungkinan bagi lembaga pemerintah mengalami krisis juga sangat kecil karena
pemerintah merupakan lembaga atau organisasi yang kuat satu-satunya. Oleh
karenanya kemungkinan terjadi krisis sangat kecil karena tidak ada pertarungan
perolehan hasil seperti dalam organisasi non pemerintahann. Hal ini juga
merupakan kesalahan persepsi humas lembaga pemerintah. Sekali lagi bahwa krisis
dapat terjadi pada siapa saja dimana saja dan kapan saja.
Kesalahan persepsi yang lain yang dimiliki oleh lembaga humas pemerintah
adalah dengan menganggap bahwa melakukan manajemen isu yang baik
menjadikan organisasi terhindar dari krisis. Meskipun anggapan ini tidak
sepenuhnya salah, tetapi terkesan bahwa lembaga pemerintah tidak berpikir
mengenai krisis yang datang tiba-tiba dan besarnya dampak krisis yang bisa saja
terjadi kapanpun. Meskipun demikian, melakukan manajemen isu dengan baik
adalah salah satu cara mencegah terjadi krisis dengan cara paling sederhana.
Tidak semua lembaga pemerintah tidak memiliki perencanaan krisis atau
menagnggap bahwa perencanaan sebagai hal yang tidak terlalu penting. KPK
misalkan, meskipun tidak mengatakan bahwa mereka memiliki perencanaan krisis,
tetapi secara prinsip hal tersebut telah dilakukan. KPK memiliki sebuah tim yang
dibentuk dibawah humas yang terdiri dari champion-champion yang berasal dari
seluruh direktorat yang ada di KPK. Meskipun tugas awal tim ini adalah sebagai
tim manajemen isu tetapi dalam perjalanannya tim ini telah menjadi tim manajemen
krisis yang kuat. Tim champion KPK bergerak dengan dasar antisipasi dan kinerja
253
yang professional untuk menghindarkan KPK dalam menghadapi krisis. Tim ini
menghasilkan risk register yang berisi tentang permasalahan-permasalahan yang
terjadi dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Risk register selalu mengalami
pembaruan dan diawasi secara langsung oleh pimpinan KPK untuk melihat
perkembangan isu dan memprediksi kemungkinan terjadinya krisis. Risk register
ini kemudian yang dibahas dan dibentuk sebuah perencanaan jika terjadi krisis yang
mungkin bisa terjadi. Namun sayangnya, KPK belum membuat perencanaan bagi
permasalahan-permasalahan yang tidak terpikir untuk terjadi. Tetapi menurut
pengakuan dari informan, humas KPK telah mengarah pada pembentukan
perencanaan.
Kementerian pariwisata sebagai salah satu lembaga pemerintah di Indonesia
telah memiliki perencanaan terhadap penangan krisis. Itu dikarenakan kementerian
pariwisata telah menginduk pada organisasi pariwisata internasional yang telah
berjalan dan kuat sehingga kementerian ini sedang menyusun peraturan mengenai
hal tersebut. Mempersiapkan penanganan krisis melalui crisisplan dapat mencegah
atau mengurangi resiko yang mungkin akan terjadi saat krisis berlangsung. Avery,
Graham & Park, (2016) mengatakan bahwa perencanaan krisis yang strategis dapat
mengurangi atau membatasi dampak dari krisis. Kriyantono (2014) juga
menambahkan bahwa perencanaan krisis berguna untuk mengantisipasi terjadinya
krisis sehingga organisasi telah memiliki pedoman responnya. Liu & Levenshus
(2012) menyebutkan tiga tujuan dibuatnya perencanaan krisis adalah untuk
menurunkan kemungkinan dan frekuensi krisis, untuk mengandung atau membatasi
kerugian dari krisis dan untuk membantu organisasi belajar dari krisis. Penros (2000
254
dalam Avery, Graham & Park, 2016) mengatakan bahwa meskipun tidak benar-
benar dapat menangani krisis secara keseluruhan tetapi setidaknya organisasi lebih
siap dalam menanganinya.
Aspek lain yang tidak kalah penting dalam perencanaan krisis adalah adanya
simulasi atau latihan menghadapi krisis. Hal tersebut dilakukan untuk melihat
kesiapan dari organisasi dalam menghadapi krisis sehingga saat krisis terjadi
organisasi telah mengetahui langkah-langkah darurat yang harus dilakukan maupun
tindakan yang akan dilakukan dan tidak merasa panik dan kebingungan saat krisis
terjadi.
Simulasi atau pelatihan menghadapi krisis tidak dilakukan secara langsung
oleh lembaga-lembaga pemerintahann ini. Simulasi yang pernah dilakukan
hanyalah simulasi tanggap darurat saat terjadi bencana. Tetapi humas lembaga
pemerintah Indonesia terutama kementerian pariwisata sering mengadakan FGD
untuk membahas kondisi saat terjaid krisis dan apa saja yang akan dilakukan. FGD
tersebut sekaligus sebagai pembelajaran bagi para anggota humas yang berdasar
pada pengalaman penanganan krisis yang pernah terjadi baik di Indonesia.
Beberapa kementerian yang lain menganggap bahwa dalam manajemen isu
pra krisis yang dilakukan adalah dengan melakukan manajemen isu dengan baik.
Hampir seluruh lembaga kementerian memiliki perencanaan yang demikian.
Perencaan krisis juga membahas didalamnya mengenai manajemen isu dan
scanning lingkungan. Isu bisa berubah menjadi krisis yang menuntut perhatian
segera dan intens. pemindaian lingkungan dapat membantu mengurangi
kemungkinan krisis dengan mengidentifikasi resiko dan isu-isu dan mendeteksi
255
tanda-tanda peringatan bahwa krisis mungkin akan terjadi dalam waktu dekat (Liu
& Levenshus, 2012). Seperti halnya yang disampaikan Kriyantono (2014) bahwa
termasuk di dalam perencaan krisis itu adalah aktivitas mengelola isu agar tidak
muncul isu-isu susulan yang membesar yang dapat menjadi sebab munculnya krisis.
Sayangnya, melakukan perencanaan dengan melakukan pengelolaan isu
dengan baik bukan merupakan langkah startegis bagi organisasi. Perencaan krisis
menjadi sangat penting untuk organisasi pemerintahann karena masyarakat
memiliki perhatian yang lebih terhadap jalannya pemerintahann. Sehingga saat
terjadinya krisis diharapkan pemerintah dapat memberikan respon dengan cepat dan
tepat. Perencanaan krisis dapat mengurangi risiko dan membantu badan pemerintah
menanggapi krisis lebih cepat, efisien, dan dengan lebih sedikit kesalahan dan
kelalaian (Liu & Levenshus, 2012). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa lembaga
pemrintah hanya memiliki ssebatas krisis plan bukan langkah memeprsiapkan
penanganan krisis secara massif seperti dengan melakukan contingency plan.
Contingency merupakan salah satu bentuk perencanaan krisis yang
seringkali juga disebut perencanaan kondisi darurat yang menimpa organisasi.
Contingency plan bertujuan untuk mempersiapkan organisasi untuk merespon
dengan baik keadaan darurat dan dampak yang akan ditimbulkan dari keadaan
darurat tersebut (International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies,
2012). Kaitannya dengan contingency plan menunjukkan bahwa hampir seluruh
infoman dalam penelitian belum memilikinya. Hanya saja kecenderungan dalm
konsep juga telah dimiliki oleh beberapa lembaga kementerian.
256
Bagi lembaga pemerintahann contingency plan dapat menjadi perencaan
krisis yang baik dan efektif karena membutuhkan perencanaan yang matang dan
mendalam. Menurut Penuel, Statler & Hagen (2013) bahwa contingency plan
memastikan seluruh masyarakat dan pengelola krisis siap mengahdapi krisis dengan
adanya perencaan yang matang serta simulasi penanganan krisis yang dilatih secara
pasti. Sehingga saat lembaga pemerintah mengalami krisis tidak membutuhkan
waktu pemulihan dan penanaganan yang lebih lama. Berdasarkan pendapat
tersebut, hanya kementerian pariwisata yang telah melakukan simulasi terkait
dengan penanganan krisis. Seperti saat terjadi bencana alam di lokasi wisata maka
kementerian pariwisata telah membuat perencanaan-perencanaan yang matang dan
melakukan simulasi untuk mengjangkau sleuruh kemungkinan terjadinya krisis
bagi lembaga pemerintah di Indonesia.
Kementerian pariwisata juga merupakan satu-satunya lembaga
pemerintahann yang telah membuat dokumen perencanaan penanganan krisis.
Dokumen perencanaan tersebut dibuat sebagai manual book saat terjadi krisis untuk
memandu humas mengenai langkah yang harus dilakukan. Pembuatan perencanaan
tersebut melibatkan semua elemen atau bagian dari kementerian pariwisata untuk
melihat kemungkinan dari berbagai sudut pandang. Saat ini dokumen perencanaan
yang dibuat telah selesai dan tinggal menunggu pengesahan dari pimpinan sehingga
dokumen tersebut dapat menjadi panduan resmi bagi humas kementerian pariwisata
saat mengalami krisis.
Hasil dari manajemen krisis yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
pemerintahann di Indonesia juga menunjukkan efektifitas manajemen krisis yang
257
dilakukan. Berdasarkan data yang dimiliki oleh peneliti memang meskipun
lembaga pemerintah tidak memiliki perencanaan krisis tetap dapat bertahan dan
tidak menyebabkan sesuatu yang berarti. Peneliti melihat bahwa hal tersebut terjadi
karena adanya faktor kekuasaan dalam berhadapan dengan media. Selain itu
beberapa lembaga pemerintah mengatakan bahwa bersikap diam adalah cara paling
efektif untuk mengatasi krisis karena krisis akan selesai dengan sendirinya.
Misalnya saat publik diramaikan dengan bocornya surat katabelece Menteri untuk
kedutaan besar Australia yang isinya diduga meminta fasilitas Negara untuk
temannya Menteri saat itu yaitu Bapak Yuddy Chrisnandi. Munculnya isu tersebut
di media menyebabkan masyarakat bergejolak dengan memberikan nilai yang
negatif bagi kementerian PAN-RB. Pemberitaan itu menjadi isu sensitif bagi
kementerian karena menyangkut kredibilitas Menteri. Langkah yang dilakukan
oleh kementerian adalah dengan memberikan klarifikasi dan diam membiarkan
krisis tersebut mereda dengan sendirinya.
Seringkali humas pemerintah di Indonesia berdasarkan dari data memilih
bersikap diam saat menghadapi krisis atau berusaha menutupi krisis dengan isu-isu
positif dan program yang dapat mengalihkan perhatian masyarakat dari peristiwa
krisis tersebut. Selain itu humas pemerintah terkadang melimpahkan kesalahan
kepada instansi pemerintahann lain yang terkait agar masyarakat tidak melulu
menumpahkan perhatian pada organisasi terkait. Hal ini sangat disayangkan bagi
lembaga pemerintahann berskala nasional. Perilaku demikian tentunya
dikhawatirkan dapat mempangaruhi organisasi di masa depan dan justru
mengakibatkan krisis yang lebih besar.
258
Berbeda dengan lembaga-lembaga sebelumnya, kementerian pariwisata
lebih siap dalam menghadapi krisis karena telah memiliki perencanaan dan panduan
dari organisasi internasional yang terkait dengan pariwisata seperti UNWTO.
Panduan tersebut menjadi dasar dalam membuat perencanaan krisis bagi
kementerian pariwisata Indonesia yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi serta
budaya Indonesia.
Kementerian pariwisata dengan perencanaan yang telah dibuatnya lebih
mudah dan cepat dalam menghadapi krisis. Contohnya seperti yang terjadi pada
saat terjadinya bom Sarinah di Jakarta. Kejadian tersebut merupakan isu yang
sangat mengkhawatirkan bagi kemenpar karena Jakarta merupakan salah satu
daerah yang paling banyak didatangi oleh wisatawan yaitu sekitar 30% dari total
seluruh wisatawan yang datang ke Indonesia. Kementerian pariwisata menerapkan
tiga step yaitu yang pertama memberikan respon atas isu dengan cepat,
menghubungi pihak-pihak berwenang yang terkait, dan step yang terakhir adalah
dengan memberikan keterangan pers, misalnya konferensi pers. Tiga langkah
tersebut berhasil dalam meredam dampak terjadinya bom. Kementerian pariwisata
juga mengatakan strategi lain yang dilakukan oleh biro komunikasi publik
kemenpar adalah dengan menggunakan strategi media yang tepat. Startegi tersebut
berhasil dilakukan oleh humas kementerian pariwisata dalam menurunkan tingkat
kekhawatiran wisatawan. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari prosentase
jumlah wisatawan yang datang ke Indonesia, tidak adanya pembatalan tiket maupun
hotel, dan hingga kini jumlahnya menjadi semakin meningkat.
259
Kedua contoh sebelumnya menunjukkan bahwa hasil dari manajemen krisis
yang dilakukan oleh lembaga pemerintahann serta adanya perencanaan krisis dan
tidak adanya dalam proses manajemen krisis, terdapat perbedaan pada hasil serta
respon yang dihasilkan. Lembaga pemerintahann yang memiliki perencanaan krisis
lebih cepat dan tepat dalam menyelsaikan krisis. Sedangkan bagi lembaga
pemerintahann yang tidak memiliki perencanaan krisis cenderung meraba-raba
strategi manajemn krisisnya dalam kondisi darurat dan lebih memilih menghindar
dari krisis yang terjadi.
5.2 Konstruksi humas terkait krisis mempengaruhi strategi manajemen
krisis lembaga humas pemerintah dan hambatan yang diperoleh dalam
pelaksanannya
Pada subbab ini penliti akan membahas terkait proposisi yang muncul dari
dialog data bahwa terdapat hubungan antara konstruksi krisis yang dimiliki oleh
organisasi dengan strategi krisis yang dibuat dan hambatan yang diperoleh dalam
pelaksanaan manajemen krisis. Lembaga pemerintah memiliki pandangan yang
berbeda-beda terkait dengan krisis serta manajemen krisis yang dilakukan. empat
dari 16 informan mengatakan bahwa krisis adalah sesuatu yang dapat merusak
reputasi, kepercayaan, dan persepsi yang dimiliki oleh lembaga pemerintah.
Keempat informan tersebut adlaha kementerian keuangan, kementerian
perhubungan, bappenas serta kementrian agama. Coombs (2007) menambahkan
bahwa krisis juga berpotensi dapat menghasilkan hasil negatif dan dapat
mengancam reputasi. Kriyantono (2012) mengatakan bahwa reputasi organisasi
bisa menurun karena publik cenderung mengkritik organisasi. Sehingga organisasi
260
perlu secara efektif berkomunikasi dengan publik untuk melindungi diri dari
penurunan reputasi (Park, 2017).
Reputasi menjadi bagian penting dalam aktivitas lembaga pemerintah. Hal
tersebut seperti yang disampaikan oleh kepala bagian publikasi dan layanna
informasi kementerina perhubungan bahwa krisis ang terjadi pada lembaga
pemerintah memiliki ancaman yang berbeda dengan krisis yang terjadi pada
organisasi profit. Profit bagi lembaga pemerintah bukanlah uang melainkan
kepercayaan masyarakat dan reputasi (raharjo, komunikasi personal, 27 April
2017). Pemerintah dihadapkan dengan peningkatan jumlah krisis yang seringkali
berhadapan dengan ancaman-ancaman yang baru (Baubion,2011). Pada lembaga
pemerintahann krisis mengancam reputasi dan kredibilitas pemerintah di mata
masyarakat. Oleh karenanya lembaga pemerintah membutuhkan humas sebagai
manajer komunikasi krisis.
Pandangan yang berbeda terkait krisis dimiliki oleh 10 lembaga emerintah
yang lain yaitu kementerian PUPR, kementerian perindustrian,
kementerianpendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokasi, kementerian
komunikasi dan informatika, kementerian pariwisata, kementerian sosial,
kementerian pendidikan dan kebudayaan serta KPu dan KPK. Menurut mereka
krisis adalah sesuatu yang mengakibatkan goncangan bagi organisasi, sebagian
yang lain mendefinisikan krisis sebagai sesuatu keadaan yang tidak terduga dan
berfek besar bagi aktivitas organsaisi. o dan Hallahan (2004) menyebut krisis
sebagai keadaan yang tidak pasti yang dihasilkan dari suatu peristiwa yang
261
memicu dan mengganggu kegiatan rutin organisasi (dalam Couldman & Hallahan,
2006).
Kepala biro komunikasi publik kementerian PUPR lebih spesifik
menjelaskan bahwa krisis mengancam normalitas yang terjadi di dalam organisasi.
Hal tersebut mengakibatkan pada sesuatu yang biasanya berjalan kontinu menjadi
diskontinu sebagai akibat dari terjaid krisis. Pemahaman tersebut sama halnya
dengan yang disamapaikan oleh McConnell (2011), bahwa krisis didefinisikan
sebagai episode luar biasa yang mengancam serta mengganggu pola kinerja dan
asumsi tentang cara organisasi beroperasi. Peran humas dalam krisis pemerintah
sangat penting dalam semua tahap krisis. Menurut Liu dan Levenshus (2013 dalam
Ly-le, 2015), untuk lebih mempersiapkan potensi krisis, tim humas dapat
membantu dengan scanning lingkungan, manajemen isu, manajemen hubungan,
dan berlatih perencanaan manajemen krisis. peran humas dalam lembaga
pemerintahann memang sangat besar.salah satunya adalah dengan melakukan
manajemen terhadap krisis. Logika manajemen krisis menunjukkan bahwa
mempersiapkan dan merencanakan krisis harus menjadi bagian penting dalam
kelembagaan dan alat pembuat kebijakan (McConnell & Drennan, 2006). Liu &
Levenshus (2012) mengatakan bahwa manajemen krisis bukan hanya dilakukan
saat krisis telah terjadi tetapi juga mulai dari melakukan persiapan sebelum krisis
itu terjadi. Pada dasarnya membuat crisis plan sama dengan memprediksi
ketegangan-ketegangan yang akan terjadi dan mempersiapkan keadaan yang tidak
bisa ditebak (McConnell & Drennan, 2006).
262
5.3 Posisi struktural humas lembaga pemerintah Indonesia dan perannya
dalam manajemen krisis
Berdasarkan hasil dari keterkaitan antar kategori ditemukan bahwa posisi
struktural humas lembaga pemerintah Indonesia mempengaruhi peran humas dalam
manajemen krisis yang dilakukan oleh suatu organisasi. Kecenderungan yang
nampak dari keterkaitan kategori yang dilakukan pada poin sebelumnya,
menunjukkan bahwa humas yang berada pada posisi struktural eselon II memiliki
kewenangan yang lebih besar untuk terlibat dalam manajemen krisis dibandingkan
dengan humas yang posisi strukturalnya berada di tingkat eselon III. Dari 16 yang
berada di posisi struktural eselon II terdapat 13 lembaga sedangkan tiga lembaga
berada pada posisi struktural eselon III. Selain itu, tiga dari 13 lembaga yang
humasnya menempati posisi struktural eselon II tidak berdiri sendiri dan tergabung
bersama bagian yang lainnya. Hasil dari data tersebut menunjukkan bahwa dari 13
lembaga pemerintah yang ada, 7 diantaranya telah turut serta dalam setiap proses
manajemen krisis hingga tahap pengambilan keputusan. Humas-humas tersebut
meruapkan lembaga humas yang berdiri sendiri tanpa ada bagian lain yang
263
tergabung bersamanya. Dua lembaga humas lain merupakan humas yang berada
pada eselon dua tetapi posisinya tergabung dengan bagian yang lain seperti
bappenas dan kementerian pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi.
Dua humas tersebut perannya dalam manajemen krisis hanya sampai pada proses
pemberian rekomendasi tetapi tidak turut serta dalam pengambilan keputusan.
Sedangkan dua humas yang posisinya berada pada eselon III memang tidak terlibat
secara langsung dalam pengambilan keputusan maupun proses manajemen krisis
yang lainnya. Oleh karenanya posisi struktural humas mempengaruhi peran humas
dalam manajemen krisis organisasi.
Terlibatnya humas dalam manajemen krisis, baik mulai perumusan strategi
manajemen krisis hingga pengambilan keputusan saat terjadi krisis menunjukkan
kualitas humas. Berdasarkan teori excellent mengatakan bahwa humas yang
excellent tidak hanya melaksanakan fungsi teknisi komunikasi tetapi juga terlibat
dalam urusan manajerial (Kriyantono, 2014). Peran humas pada lembaga
pemerintah yang tergabung dalam penelitian ini menunjukkan bahwa fungsi teknisi
masih dijalankan oleh humas lembaga pemerintah Indonesia, tetapi pada beberapa
lembaga kebanyakan humas telah turut terlibat dalam fungsi manajerial organsasi.
Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa humas yang posisi strukturalnya berada
pada unit eselon II cenderung sudah dapat melaksanakan fungsi manajerial. Mereka
memiliki akses secara langsung kepada pimpinan yaitu menteri dan jajaran
pimpinan yang lainnya. Selain itu mereka selalu dilibatkan dalam setiap proses
pengambilan keputusan dan diminta untuk menyampaikan pandangan terkait krisis
yang dihadapi oleh lembaga pemerintah yang menaungi. Akan tetapi pada lembaga
264
humas yang posisinya berada pada unit eselon II tetapi digabungkan dengan bagian
yang lain, peran tersebut masih kurang dapat dijalankan. Mereka yang menempati
posisi ini tidak dapat menjalankan sepenuhnya fungsi manajerial. Humas tidak
secara langsung dan selalu dilibatkan dalam proses manajemen krisis. Terlebih
humas pada posisi ini lebih banyak melaksanakan fungsi yang lainnya
dibandingkan dengan humas yang berada pada satu divisi sendiri tidak tergabung
dengan bagian lainnya. Sedangkan pada humas yang berada pada unit eselon II
cenderung hanya melaksanakan fungsi teknisi komunikasi dibandingkan
menjalankan fungsi manajerial. Tugas humas pada posisi ini hanya bertugas dalam
bentuk-bentuk komunikasi seperti pelaksanaan publikasi dan pemberitaan,
pendokumentasian proses manajemen krisis tetapi tidak terlibat dalam pengambilan
keputusan.
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa humas yang posisi
struktural organisasinya berada pada eselon II cenderung memiliki peran yang lebih
besar dalam proses manajemen krisis. Tidak hanya dalam manajemen krisis tetapi
dalam aktivitasnya sebagai humas di lembaga pemerintah. Sedangkan humas yang
berada pada eselon III cenderung tidak memiliki peran yang besar dalam
manajemen krisis organisasi. Begitu pula dengan humas yang tergabung dengan
bagian lain, peran yang dimiliki dalam pelaksanaan tugas dan fungsi humas
cenderung kurang maksimal. Hal tersebut sesuai dengan teori excellent bahwa
humas harus memiliki akses langsung kepada kelompok dominan dan terintegrasi
dalam satu bagian sendiri (Kriyantono, 2014, h. 111).
265
Humas yang telah cukup berperan dalam manajemen krisis anataralain
humas kementerian keuangan, kementerian PUPR, kementerian perindustrian,
kementerian pariwisata, kementerian perhubungan, kementerian pendidikan dan
kebudayaan, kementerian riset teknologi dan pendidikan tinggi. Ke tujuh lembaga
pemerintah tersebut telah memiliki humas yang cukup excellent dengan akses
langsung kepada pimpinan dan kelompok dominan dan memiliki pengaruh pada
dominan koalisi. Humas-humas tersebut berdasarkan data telah cukup terlibat
dalam setiap proses pengambilan keputusan oleh pimpinan dan selalu dilibatkan
dalam rapat pimpinan. Meskipun berada di eselon II tetapi menurut data yang
dimiliki oleh peneliti, akses menuju menteri sebagai pimpinan tertinggi organisasi
tidak terhalangi dengan adanya eselon I. meskipun demikian, pertanggungjawaban
anggaran tetap dimiliki oleh sekretaris jenderal atau sekretaris menteri yang
menempati posisi struktural eselon I.
Pada lembaga pemerintahann humas memang berbeda dengan yang berada
pada organisasi non pemerintah. Struktur organisasi dan SOP mengenai kinerja
lebih mengikat kepada pemerintah secara umum tidak hanya pada organisasi yang
berkaitan. Sehingga akses menuju pimpinan secara langsung yaitu menteri adalah
satu-satunya jalan agar humas lebih leluasa dalam menjalankan fungsinya. Hal
demikian juga disampaikan oleh humas kementerian perhubungan bahwa secara
naluriah humas akan mendekati pimpinan tertinggi dari organisasi untuk dapat
bekerja lebih maksimal. Selain faktor posisi yang secara struktural telah tertulis, hal
yang perlu dimiliki oleh humas adalah faktor kedekatan secara personal dengan
menteri maupun sekjen. Hal itu penting dilakukan karena dalam aktivitas
266
pemerintahann sarat akan unsur politik. Sehingga masing-masing individu harus
memiliki cara untuk bertahan dan didengar (Raharjo, komunikasi personal, 27 April
2017).
Berdasarkan data yang dimiliki oleh peneliti, humas kementerian keuangan
melakukan manajemen isu maupun krisis di kementerian keuangan, humas atau
biro KLI memiliki kewenangan dan peran yang sangat besar. Humas dikatakan
sebagai salah satu gerbang keluar masuknya informasi di kementerian keuangan
sehingga harusnya selalu mengetahui berbagai isu dan permasalahan yang beraitan
dengan kementerian keuangan. Oleh karena itu sebagai bentuk antisipasi,
kementerian keuangan memanfaatkan seluruh jajaran pegawai yang ada untuk
menghimpun informasi di berbagai sisi. Itu menunjukkan bahwa humas
kementerian keuangan telah melaksanakan fungsi boundary spanning yaitu
menjadi gerbang keluar masuknya informasi yang selalu memantau perkembangan
organisasi baik dari dalam maupun dari luar. Sehingga dapat memberikan
rekomendasi yang tepat sasaran dan efektif. Menurut Kriyantono (2014, h. 86)
mengatakan bahwa boundary spanning menunjukkan aktivitas humas sebagai
gatekeeper informasi. Oleh karena itu, di kementerian keuangan sendiri telah
memanfaatkan adanya pegawai yang berjumlah ribuan untuk menghimpun
informasi. Melalui system tersebut, masing-masing direktorat akan menyampaikan
isu yang berkembang pada direktoratnya masing-masing untuk disampaikan secara
harian kepada humas kementerian keuangan. Hal tersebut semakin dimudahkan
dengan adanya humas yang berada di direktorat-direktorat.
267
Humas kementerian keuangan memiliki sistem kontrol baik dalam bentuk
aplikasi maupun perseorangan yang menjadi sumber informasi yang setiap saat
mengenai kementerian keuangan. Humas adalah garda terdepan saat krisis terjadi
dan menjadi garda terdepan pula pada penyelesaiannya. Tentunya langkah-langkah
yang diambil telah memperoleh persetujuan dari pimpinan. Apabila krisis terjadi
tidak terlalu besar maka humas dapat langsung membuat formula yang tepat dalam
penyelesaian dan disampaikan kepada pimpinan untuk disetujui. Namun apabila
krisis yang terjadi beskala besar maka humas bersama pimpinan akan membentuk
rapat dengan mendatangkan ahli untuk menyelesaikan krisis tersebut.
Selain kementerian keuangan, kementerian PUPR telah melakukan hal
tersebut pula yaitu turut dalam setiap proses manajemen krisis yang dilakukan oleh
organisasi. Humas kementerian PUPR membuat monitoring isu untuk memantau
isu apa saja yang berkiatan dengan kementerian PUPR dan sejauh mana dampak
atau jangkauan yang akan dihasilkan melalui isu tersebut. Langkah tersebut
dilakukan untuk memonitor kondisi lingkungan. Apabila menurut hasil analisis
diketahui bahwa isu tersebut dapat berdampak pada aktivitas kementerian, maka
humas akan membentuk sebuah penyelesaian dan melaksanakannya dengan
persetujuan para pimpinan. Tentunya hal tersebut juga sesuai dengan tugas
sesungguhnya humas yang disebutkan oleh teori excellent yaitu humas dituntut
untuk menyelesaikan masalah. Langkah tersebut dilakukan, karena kementerian
PUPR sebagai lembaga negara sanagt diperhatikan oleh masyarakat sebagai
stakeholder. Oleh karenanya, untuk membuat stakeholder merasa tenang maka
perlu adanya respon yang cepat atas segala permasalahan yang terjadi. Tidak hanya
268
dalam urusan krisis, humas PUPR turut terlibat dalam urusan manajerial tetapi
dalam segala hal yang berkitan dengan aktivitas kementerian, humas selalau
dilibatkan oleh pimpinan serta turut serta dalam penyelesaiannya.
Lembaga pemerintah lain yang menempati posisi struktural eselon II adalah
kementerian perhubungan. Kementerian perhubungan sebagai salah satu lembaga
pemerintah selalu menjadi sorotan masyrakat dalam setiap aktivitasnya. Baik dari
program maupun kebijakan yang diterapkan oleh lembaga ini. Perhubungan
seringkali mengalami permasalah akhir ini dengan adanya taksi online yang
menimbulkan gejolak di masyarakat. Secara otomatis kementerian ini memberikan
perhatian lebih pada beberapa hal yang berkiatan dengan kendaraan angkut.
Berdasarkan data yang diperoleh oleh peneliti terkait kementerian
perhubungan yang humasnya berada pada tingkat eselon II telah memiliki akses
yang langsung kepada pimpinan. Secara khusus menurut informan, kepala biro
humas seringkali diminta untuk menyampaikan hasil analisis mengenai suatu
persoalan dan memberikan rekomendasi untuk penyelesaiannya. Peran yang
diberikan oleh huma dalam aktivitas kementerian menjadi semakin signifikan.
Menurut informan hal tersebut semakin meningkat semenjak adanya reformasi
birokrasi yang menguatkan adanya revitalisasi humas pemerintah. Dalam proses
manajemen krisis, humas malah dituntut untuk selalu mengetahui apapun yang
terjadi, memberikan rumusan yang tepat untuk disampaikan dalam rapat pimpinan.
Meskipun dalam beberapa hal seringkali kementerian perhubungan bekerjasama
dengan para ahli untuk menemukan solusi yang paling tepat. Menurut Raharjo,
humas kementerian perhubungan, mengatakan bahwa humas harus menyadari
269
kapan dia mampu dan kapan tidak mampu, sehingga tidak terkesan memaksakan
dan justru akan menghasilkan sesuatu yang tidak baik.
Posisi humas yang berada pada eselon II tidak menghalangi adanya akses
langsung terhadap menteri meskipun di atas humas masih terdapat sekretaris
jenderal yang menempati posisi eselon I dalam struktural kementerian
perhubungan. Hal itu tidak mempengaruhi karena humas dapat secara langsung
menyampaikan kepada pimpinan tertinggi kementerian perhubungan yaitu menteri
untuk dapat menyampaikan apapun secara langsung. Meskipun demikian peran
sekretaris jenderal tidak serta merta dianggap tidak penting, tetapi dalam sebuah
instansi pemerintahann pengambilan keputusan dilaksanakan secara musyarawah
dengan para pimpinan termasuk didalamnya sekretaris jenderal, para direktur dari
semua direktorat di kementerian perhubungan. Bahkan untuk memudahkan
hubungan antara humas dengan dominan coalition yaitu para pimpinan, humas
membuat sebuah group dalam aplikasi chat untuk meudahkan komunikasi.
Sehingga setiap hari humas dapat melaporkan kepada pimpinan apa saja yang
sedang terjadi dan bentuk rekomendasi yang diberikan. Dengan demikian, respon
yang akan dihasilkan juga lebih cepat dan isu negatif maupun krisis akan cepat
tertangani.
Tidak jauh berbeda dengan kementerian perhubungan, kementerian
pariwisata memiliki kemampuan untuk langsung terlibat dalam segala aktivitas
kementerian. Humas kementerian pariwisata tidak hanya melibatkan seluruh bagian
dari kementerian pariwisata tetapi juga melibatkan lembaga pemerintahann yang
lain yang dapat memperkuat pencapaian tujuan dari kementerian pariwisata. Hal
270
tersebut menjadikan kementerian pariwisata sebagai salah satu lembaga pemerintah
yang tanggap akan segala yang terjadi di lingkungannya. Hal tersebut juga yang
memudahkan kementerian pariwisata dalam menyelesaikan krisis atau mentasai
permasalahan yang terjadi berkaitan dengan kementerian pariwisata.
Kementerian pariwisata sebagai lembaga pemerintah yang berfokus pada
kemajuan pariwisata di Indonesia telah cukup matang dalam merencanakan
manajemen krisis dan isu dalam aktivitasnya sebagai humas di lembaga
pemerintahann. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya persiapan yang
dilakukan dengan mengikuti berbagai pertemuan baik nasional maupun
internasional untuk meningkatkan kualitas pariwisata dan yang khusus membahas
mengenai krisis pariwisata. Dalam manajemen krisis tentunya humas kementerian
pariwisata memiliki akses yang mudah dan langsung terhadp pimpinan dan selalu
terlibat dalam pengambilan keputusan. Terlebih dengan segala persiapan yang
dimiliki terkait penanganan krisis yang didaptkan dari berbagai pelatihan dan
workshop untuk meningkatkan kemampuan humas kementerian pariwisata dalam
menghadapi krisis. Oleh karenanya dari hampir seluruh lembaga pemerintahann,
kementerian pariwisata cukup kuat dalam persiapan menghadapi krisis. Humas
kementerian pariwisata telah mencirikan humas yang excellent dengan berbagai
criteria yang dimiliki. Yaitu telah berdiri sendiri dalam sebuah biro dengan akses
langsung kepada pimpinan, memiliki program-program strategis yang telah
dijalankan dengan strategis, mendapat akses langsung kepada kelompok dominan,
memiliki program-program komunikasi yang efektif dan efisien untuk
meningkatkan tujuan parawisata di Indonesia. Humas kementerian pariwisata juga
271
secara berkala mengadakan pelatihan kepada stafnya untuk meningkatkan kualitas
humas di kementerian pariwisata. Pelatihan tersebut juga melibatkan humas-humas
yang berada pada direktorat-direktorat di kementerian pariwisata.
Humas KPK memiliki cara yang berbeda dalam manajemen krisis. Untuk
memaksimalkan kemampuan humas KPK dalam mengatasi krisis dan isu, humas
membentuk sebuah tim yang terdiri dari perwakilan dari setiap unit di KPK yang
disebut champion. Champion tersebut bertujuan untuk mengumpulkan informasi
mengenai berbagai isu yang berkaitan dengan direktorat tempatnya berada. Selain
itu saat terjadinya krisis champion berguna untuk melihat langkah penyelesaian
berdasarkan perspektif dari direktorat tersebut. Hal itu dilakukan untuk
memaksimalkan kinerja KPK dalam mengatasi krisis yang menimpa agar dapat
segera teridentifikasi penyebab krisis hingga strategi yang dilakukan untuk
menangani krisis yang sedang terjadi. Tim champion memiliki kewaijban untuk
melaporkan secara berkala mengenai beberapa isu yang terdeteksi kepada pimpinan
champion yaitu humas. Selanjutnya, humas akan menyampaikan kepada segenap
pimpinan KPK dan juga pada direktur dari masing-masing direktorat dan sekertariat
jendral agar mereka mengetahui perkembangan isu maupun krisis yang terjadi di
KPK setiap harinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa humas KPK cukup excellent
dalam melaksanakan fungsinya sebagai humas di lembaga pemerintahann.
Meskipun demikian pada beberapa krisis yang terjadi lebih besar humas KPK
mendatangkan para ahli untuk membantu KPK dalam menyelesaikan krisis dari
sudut pandang mereka.
272
Humas-humas tersebut merupakan humas yang berdiri sendiri dan tidak
tergabung dengan bagian lainnya. Pada beberapa lembaga pemerintah, humas yang
berada pada posisi struktural eselon II tergabung dengan bagian yang lain. Misalnya
humas pada lembaga KPU. Humas KPU, bernama biro teknis dan hubungan
partisipasi masyarakat. Sebagaimana fungsi KPU di Indonesia yaitu sebagai
penyelenggara pemilu biro teknis dan hubmas berkewajiban untuk turut mendorong
terciptanya tujuan KPU yaitu terlaksananya pemilu yang aman dan sukses. Maka
tujuan dari hubmas sama halnya dengan tujuan KPU. Oleh karena itu fungsi hubmas
tidak hanya melaksanakan fungsi kehumasan tetapi juga melaksanakan tujuan KPU
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu melalui
berbagai program yang disusun oleh hubmas. Berdasarkan hal tersebut, nampak
bahwa humas KPU tidak leluasa dalam menjalankan fungsinya maupun dalam
melaksanakan manajemen krisis. Data yang dimiliki oleh peneliti menunjukkan
bahwa hubmas KPU cenderung tidak menyadari bahwa fungsi manajemen krisis
seharusnya dilaksanakan oleh humas. Oleh karena itu peneliti menyimpulkan
bahwa posisi struktural hubmas KPU, meskipun berada pada unit eselon II tetapi
KPU cenderung hanya menjalankan fungsi teknisi komunikasi dan tidak masuk
pada fungsi manajerial. Hal tersebut didasarkan pada pengakuan dari informan
bahwa aktivitas hubmas KPU dalam menjalani fungsi kehumasan hanya seputar
pada publikasi dan pemberitaan di media.
Humas lembaga pemerintahann yang berada pada unit eselon III cenderung
tidak dapat menjalankan fungsi kehumasan secara maksimal. Humas-humas
tersebut hanya dalam jajaran teknisi komunikasi. Meskipun demikian, pada humas
273
kementerian agama lebih berperang aktif dibandingkan dengan humas kementerian
lain yang berada di eselon III. Hal tersebut dikarenakan sesungguhnya humas
kementerian agama memiliki akses kepada pimpinan kementerian yaitu menteri
atau sekjen dan turut memberikan rekomendasi serta melakukan analisis
lingkungan dan analisis masalah. Sayangnya, humas kementerian agama hanya
sampai pada tahap memberikan rekomendasi tetapi tidak turut dalam pengambilan
keputusan. Di kementerian agama, humas tidak masuk dalam rapat pimpinan yang
membahas dalam pengambilan keputusan atas suatu permasalahan. Sehingga
menurut peneliti, hal itu menunjukkan bahwa kecenderungan humas kementerian
agama untuk menjadi excellent lebih besar dibandingkan pada humas di lembaga
pemerintahann.
Berdasarkan paparan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa lembaga-lembaga
pemerintahann yang memiliki humas di unit eselon II cenderung lebih melibatkan
humas dalam berbagai aktivitas manajerial dan pengambilan keputusan. Sedangkan
pada lembaga pemerintahann yang berada pada unit eselon III hanya sebagai teknisi
komunikasi yang tidak turut dalam pengambilan keputusan maupun pelaksanaan
manajerial. Hal tersebut menujukkan bahwa semakin tinggi posisi struktural humas
lembaga pemerintahann di Indonesia, maka semakin besar keterlibatan humas
dalam proses manajemen krisis.
274
5.4 Konstruksi humas terkait isu mempengaruhi terhadap strategi
manajemen isu lembaga humas pemerintah
Berdasarkan hasil dialog data dalam kategorisasi data, peneliti menemukan
kecenderungan yaitu bahwa konstruksi humas terkait isu mempengaruhi terhadap
startegi manajemen isu yang dilakukan. berdasarkan data yang diperoleh bahwa
konstruksi yang dibuat oleh humas pemerintah terkait isu menentukan langkah
mereka dalam menentukan strategi manajemen isu. Humas pemerintah memiliki
penilaian yang berbeda terkait dengan isu. Enam dari informan menyebutkan bahwa
isu adalah sesuatu yang berkaitan dengan tugas dan fungsi instansi yang menaungi.
Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh kepala bagian publikasi
kementerian komunikasi dan informatika, plt. Biro komunikasi publik kementerian
pariwisata, kepala subbagian pelayanan informasi kementerian pendidikan dan
kebudayaan, kepala bagian komunikasi publik kementerian riset tekonologi dan
pendidikan tinggi, humas komisi pemberantasan korupsi dan kepala bagian
hubungan partisipasi masyarakat komisi pemilihan umum. Informan-informan
tersebut mengatakan bahwa isu dapat diperoleh dari berbagai hal yang berkaitan
dengan aktivitas lembaga, termasuk apakah isu tersebut berkembang dari luar atau
muncul dari dalam organisasi. Hal tersebut sesai dengan yang disampaikan oleh
Regester dan Larkin dalam Kriyantono (2015, h. 150) bahwa isu adalah sebuah
kondisis atau peristiwa internal maupun ekternal yang menghasilkan efek yang
signifikan pada berfungsinya performa organisasi di masa datang. Pendapat Larkin
tersebut sesuai dengan yang disampaikan pula oleh kepala bagian publikasi dan
layanan informasi kementerian perhubungan bahwa isu memberikan pengaruh
275
secara fundamental pada aktvitas organisasi. Oleh karena itu berdasarkan hal
tersebut menunjukkan bahwa humas telah memiliki pemahaman yang benar
mnegnai isu.
Humas-humas lembaga pemerintah yang mendefinisikan isu sama halnya
dengan kementerikan perhubungan adalah kementerian keuangan. Menurut
Nufransa mengatakan bahwa isu adalah sesuatu yang memberikan pengaruh
terhadap aktivitas kementerian keuangan (Sakti, komunikasi personal, 13 Febaruari
2017). Pendapat tersebut hampir sama dengan yang disampaikan oleh plt. Biro
komunikasi publik kementerian pariwisata bahwa isu adalah sesuatu yang terkait
dengan upaya mendatangkan wisataan asing yang menjadi target capaian dari
kementerian pariwisata oleh pemerintah.
Suwardi, kementerian pendayagunaan aparatur Negara dan reformasi
birokrasi memperkuat pendapat kepala biro komunikasi dan layanan informasi
kementerian keuangan dan kepala bagian publikasi dan layanan informasi bahwa
isu memiliki pengaruh yaitu dengan mengatakan bahwa isu adalah suatu peristiwa
yang mengandung informasi untuk menentukan respon yang harus diberikan.
Informan Suwardi juga menjelaskan bahwa isu yang akan menentukan informasi
yang bagaimana yang harus ditangani terlebih dahulu (Suwardi, komunikasi
personal, 29 Mei 2017). Syarifah Nur Aida yaitu THP bappenas/ kementerian
perencanaan pembangunan mengatakan hal serupa bahwa isu dapat berdampak bagi
aktivitas humas. Menurut humas bappenas, isu adalah sesuatu yang harus
dipikirkan dampaknya karena isu yang membuat organisasi merencanakan langkah
komunikasinya (Aida, komunikasi personal, 2 Mei 2017). Secara teoritis pengertian
276
krisis yang disampaikan oleh Aida mengenai isu benar. Bahwa isu adalah sesuatu
yang berkaitan erat dengan aktivitas organisasi. Oleh karenanya isu harus dikelola
dengan sebaik mungkin karena akan memberikan dampak berlanjut yang
berpengaruh pada aktivitas organisasi sleanjutnya. Aida juga mengatakan bahwa
isu terjadi karena dua hal yaitu dilemparkan oleh publik atau organisasi yang
melemparkan isu tersebut. Hal ini kemudian yang membuat organisasi selalu
mengelola dan menyiapkan isu yang akan akan dilemparkan oleh lembaga selama
satu bulan kedepan.
Pembuatan agenda isu tersebut berkaitan erat dengan strategi agenda setting
lembaga pemerintah untuk membawa arah pemberitaan media maupun persepsi
masyarakat dalam mempersepsikan lembaga pemerintah. “kalau kita tidak
membuat agenda kita sendiri, maka kita akan dipermainkan oleh media” (Aida,
komunikasi personal, 2 Mei 2017). Dengan demikian peran media dalam
membentuk sebuah isu sangat besar. Bahkan apabila humas tidak dapat
memprediksi dengan cepat isu yang ditimbulkan oleh media terutama isu negatif
maka akan berdampak pada persepsi publik terhadap kinerja pemerintah yang
menjadi boomerang dalam aktivitasnya di masa depan. Pemahaman THP sebagai
tenaga pembantu humas di bappenas mengani isu tentunya sesuai dengan latar
belakang informan sebagai salah satu tenaga ahli komunikasi dan praktisi media.
Sedangkan menurut Aida, bappenas sendiri tidak terlalu memikirkan isu yang
beredar di publik karena tidak memiliki pengaruh yang terlalu signifikan bagi
perkembangan organisasi. Hal tersebut dikarenakan bappenas bukan termasuk
kementerian teknis yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Sehingga saat
277
isu bermunculan di masyarakat dengan tone yang negatif tentunya terjadi karena
pemahaman publik yang kurang terkait tugas dan fungsi bappenas sebagai
perencana pembangunan saja.
Pemahaman humas bappenas tersebut dikuatkan oleh humas kementeran
agama bahwa isu merupakan sebuah trigger dalam memberikan pemahaman
kepada publik mengenai yang akan, telah dan sedang dilakukan oleh organisasi
(Rosidin, komunikasi personal, 27 April 2017). Isu menjadi satu hal yang memantik
program atau kebijakan yang akan dibuat oleh organisasi. Bagi humas kementerian
agama, isu muncul dari dalam organisasi sendiri sebagai sarana yang dimanfaatkan
untuk menerbitkan suatu kebijakan baru. Humas kementerian agama dalam
membuat suatu program dilakukan dengan membentuk manajemen isu yaitu
melemparvisu pada publik untuk mendapat respond an perhatian publik sehingga
publik akan lebih memperhatikan program yang akan dibuat. Selain itu isu-isu yang
bermunculan dari publik juga menjadi trigger bagi kementerian agama untuk
membuat suatu perbaikan dalam tata kelola pemerintahannnya. Melalui isu yang
muncul di masyarakat, humas dapat melihat perkembangannya secara berkala
melalui media monitoring yang dilakukan setiap hari. Berdasarkan media
monitoring tersebut, humas membuat analisis dan rekomendasi untuk disampaikan
pada pimpinan. Langkah tersebut yang kemudian dijadikan sebagai bahan dalam
pembuatan kebijakan atau program ataupun untuk mengevaluasi program.
Menurut humas kementerian sosial mengatakan bahwa isu dilahirkan dari
suatu langkah antisipasi bagi organisasi untuk menghadapi krisis. Lebih lanjut
informan sembilan menjelaskan bahwa dalam aktivitas organisasi, isu menjadi
278
sesuatu yang tidak terlepas dan selalu melekat. Sehingga pengelolaan yang baik
dapat menjadi langkah yang baik dalam menghadapi berbagai hal yang tidak
diinginkan di masa yang akan datang (Wahyono, komunikasi personal, 10 Februari
2017). Humas kementerian sosial secara langsung telah memahami bahwa isu yang
tidak dikelola dengan baik dapat menjadi krisis yang mengancam organisasi.
Seperti halnya informan sebelumnya, manajemen isu melalui media monitoring
menjadi langkah awal dalam memahami isu yang berkembang terkait organisasi di
berbagai media.
Media monitoring dilakukan setiap hari dengan jangka waktu yang telah
ditentukan. Hal tersebut dilakukan untuk memonitor isu sehingga lebih mudah bagi
organsasi untuk mengontrol isu yang terjadi dan memprediksi dampak-dampak
yang mungkin akan ditimbulkan dari isu yang ada. Stone (dalam Kriyantono, 2014)
mengatakan bahwa isu yang diprediksi melalui monitoring dan analisis akan
menjadi krisis harus menjadi prioritas dalam penyelesaiannya. Namun sayangnya,
humas tidak selalu dapat memprediksi isu yang muncul.
Berdasarkan pendapat para praktisis humas lembaga pemerintah tersebut
nampak bahwa humas cukup memahami bagaimana isu. Konstruksi isu yang
dimiliki oleh humas kementerian pendayagunaan aparatur negara, THP bappenas
serta humas kementerian agama menunjukkan bahwa humas memiliki kesadaran
pada hal-hal yang mungkin dapat menimbulkan masalah dan akan mempengaruhi
aktivitas lembaga pemerintahann tersebut (Ktiyantono, 2014). Artinya bahwa
humas pada lembaga ini telah bersikap waspada terhadap apa yang terjadi
279
disekeliling mereka sehingga mereka dapat dengan cepat memberikan respon saat
isu menjadi semakin besar.
Langkah antisipasi yang dilakukan oleh humas dnegan bersikap waspada
pada isu adalah bentuk antisipasi humas agar krisis tidak menjelma menjadi
ancaman bagi lembaga yang menaunginya dengan mewujud sebagai krisis. Melalui
langkah antisipasi tersebut, humas akan berusaha membuat strategi yang dalam
menangani isu yang dianggap dapat mengancam organisasi. Hal tersebut
dikarenakan isu yang tidak dikelola dengan baik dapat menjadi krisis (Kriyantono,
2014).
Berdasarkan definisi tersebut, mereka membentuk sebuah langkah atau
strategi manajemen isu yang dirasa menjadi paling efektif bagi kementerian yang
menaungi mereka. Infroman satu mengatakan bahwa isu adalah sesuatu yang
memiliki pengaruh bagi keberlangsungan segala aktivitas kementerian keuangan
(Sakti, komunikasi personal, 13 Februari 2017). Strategi manajemen isu yang
dilakukan adalah dengan mengidentifikasi isu melalui monitoring baik melalui
media cetak, elektronik, media sosial hingga seluruh karyawan di bawah
kementerian keuangan. Menganalisis isu-isu yang masuk dan diberi nilai apakah
negatif postif dan netral. Kemudian membuat rekomendasi untuk langkah
berikutnya. Informan satu juga mengatakan bahwa strategi isu yang digunakan
adalah dengan mengumpulkan isu melalui masing-masing unit untuk mengetahui
isu yang ada disetiap unitnya (Sakti, 13 Februari 2017). Monitoring isu ini sebagai
langkah scanning system terhadap lingkungan disekitar humas. Melalui media
monitoring akan nampak isu-isu harian yang sedang berkembang, perkembangan
280
isu dari hari ke hari serta arah tone isu yang muncul selama satu bulan hingga
tahunan. Langkah ini sangat berkaitan dengan manajemen krisis yaitu manajemen
isu merupakan bagian dari manajemen krisis yang paling awal.
Berdasarkan yang disampaikan oleh kepala biro komunikasi dan layanan
informasi kementerian keuangan tersebut mengenai strategi manajemen isu yang
dilakukan. manajemen isu sediri didefinisikan sebagai sebuah alat yang digunakan
oleh manajemen untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengelo isu-isu yang
berkembang dan merespon isu-isu sebelum menjadi pengetahuan publik
(Kriyantono, 2015, h. 175). Tahapan dalam manajemen isu yang dilakukan oleh
kementerian keuangan tersebut telah sesuai dengan tahapan manajemen isu yaitu
identifikasi isu, menganalisis isu-isu yang ditemukan, membuat kebijakan ata
program penyelsaian, pelaksanaan, dan evaluasi (Kriyantono, 2014, h. 181-187).
Kementerian keuangan melalukan manajemene isu dengan berkala yaitu
dengan membuat media monitoring sebagai langkah yang dimiliki untuk dapat
memprediksi munculnya isu-isu. Melalui media monitoring tersebut nampak bahwa
dalam manajemen isu kementerian berupaya untuk mengelola isu sebelum isu
muncul untuk dapat diprediksi dampak dan ancaman yang akan diperoleh
kementerian keuangan. Selain itu nufransa juga megatakan bahwa media
monitoring adalah bentuk identifikasi isu yang dilakukan. setelah itu akan
dilakukan analisis terkait dengan isu-isu yang telah dibuat.
Berbeda dengan kementerian-kementerian tersebut kementerian desa,
transmigrasi dan daerah tertinggal mendefinisikan isu sebagai kabar burung yang
tidak pasti kebenarannya. Oleh karenanya tidak memerlukan adanya manajemen
281
isu karena isu hanya sebatas kabar burung. “kementerian ini memiliki banyak sekali
kerjaan dari pada Cuma mengurusi kabar burung” (Widyatmiko, komunikasi
personal, 13 Februari 2017). Padahal menurut kriyantono (2015) isu memiliki
perbedaan dengan rumor. Rumor adalah sesuatu yang belum terferivikasi secara
fakta dan bukan sumber yang kredibel. Rumor dalam hal ini peneliti kaitkan dengan
kabar burung. Oleh karenannya deskripsi isu yang digunakan oleh kementerian desa
tidak sesuai. Terlebih lagi kepala bagian hubungan antar lembaga kementerian desa
transmigrasi dan daerah tertinggal itu juga mengatakan bahwa organisais tidak
perlu memiliki sebuah langkah pasti atau manajemen yang kuat terkait penanganan
isu karena isu hanya sebuah kabar burung. Padahal isu yang tidak dikelola dengan
baik dapat menjadi ancaman yang tak terhindarkan bagi organisasi.
Memberikan edukasi terkait program pemerintah menjadi salah satu
langkah manajemen isu yang dilakukan oleh kementerian pendidikan dan
kebudayaan. Menurut Anandes Langguana, kepala subbagian layanan infromasi
mengatakan bahwa isu adalah segala sesuatu yang terkait dengan aktivitas
kementerian pendidikan dan kebudayaan, karenanya menurut Anandes langkah
manajemen isu yang tepat adalah dengan mengedukasi dan mensosialisasikan
program dan kebijakan kementerian pendidikan dan kebudayaan melalui segala
media yang dapat digunakan baik media konvensional maupun meia sosial yang
dimiliki oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan. Berbeda dengan Anandes,
Adi Wahyono, kepala biro hubungan masyarakat kemneterian sosial
mendefinisikan isu sebagai sesuatu yang berasal dari langka-langkah pencegahan
terhadap krisis. Sehingga Adi mengatakan bahwa penentuan media komunikasi dan
282
strategi komunikasi yang digunakan dalam mengelola isu menjadi hal penting
untuk mencegah perkembangan isu menjadi negatif. Selain itu menurut Adi
Wahyono, evaluasi terhadap program harus dilakukan setiap saat salah satunya
adalah dengan menggunakan media monitoring. Media monitoring berguna selain
untuk memantau perkembangan isu juga berguna untuk mengevaluasi program dan
kebijakan yang dilakukan oleh kementerian sosial. Beberapa lembaga kementerian
dan non kementerian yang lain memiliki pandangan yang berbeda mengenai media
monitoring yang dilakukan, ebebrapa kementerian seperti kementerian komunikasi
dan informasi mengatakan bahwa media monitoring bukan salah strategi melainkan
suatu kewajiban yang didasarkan pada aturan mengenai tata kelola kehumasan
pemerintah Indonesia. Oleh karenanya meskipun penting dalam mengelola isu
tetapi bukan termasuk strategi dalam manajemen isu.
Strategi tersebut justru berbeda dengan yang dilakukan oleh kemeneterian
desa, transmigrasi dan daerah tertinggal. Menurut Bambang Widyatmiko, kepala
bagian hubungan antar lembaga mengatakan bahwa organisasi tidak perlu terlalu
serius dalam mengelola isu karena masih banyak pekerjaan yang lebih penting
dibandingkan mengruusi isu. Hal tersebut sesuai dengan deskripsi isu yang dimiliki
oleh Bambang bahwa isu hanya kabar burung yang tidak tentu kebenarannya. Bagi
Bambang yang terpenting adalah agar seluruh pegawai kementerian desa,
transmigrasi dan daerah tertinggal selalu bekerja berdasarkan koridor yang telah
ditentukan, sehingga tidak akan ada celah dalam kinerja yang dilakukan
(Widyatmiko, komunikasi personal, 13 Februari).
283
Konstruksi isu menurut para humas lembaga pemerintahann di Indonesia
yang menjadi partisipan dalam penelitian ini berkiatan dengan strategi yang
digunakan dalam manajemen isu. Meskipun sebagian besar humas mengatakan
bahwa langkah pertama dalam manajemen isu adalah dengan melakukan media
monitoring, tetapi bentuk monitoring yang dilakukan memiliki perbedaan. Selain
itu melalui isu tersebut hasil dari manajemen isu yang dilakukan juga terdapat
perbedaan. Oleh karena itu hasil atau pengaruh dari strategi isu tersebut terhadap
aktivitas dan tindakan lanjutan dari masing-masing lembaga juga berbeda.
Meskipun demikian, strategi yang digunakan tidak dapat berjalan dengan sangat
maksimal karena berbagi faktor yang mempengaruhinya, misalnya respon dari
pimpinan yang tidak terlalu baik, keterbatasan kemampuan tenaga humas maupun
waktu menjabat bagi humas yang tidak terlalu lama sehingga humas perlu untuk
mempelajari dan membiasakan kebiasaan dan karakteristik dari organisasi.
5.5 Tim manajemen isu bukanlah salah satu strategi manajemen isu humas
lembaga pemerintah
Berdasarkan dialog data pada subbab keterkaitan antar data, menghasilkan
proposisi bahwa tim manajemen isu bukanlah salah satu strategi manajemen isu
lembaga humas pemerintah indonesia. Penyajian data yang dibuat sebelumnya
menunjukkan bahwa lembaga humas pemerintah yang menjadi informan dalam
penelitian ini sebagian besar tidak memiliki tim manajemen isu secara khusus
melainkan melekatkan tim tersebut pada tugas dan fungsi humas. Hanya dua dari
enambelas informan yang membuat sebuah tim manajemen isu sebagai bentuk
strategi manajemen isu yang dilakukan. Kedua informan tersebut adalah
284
kementerian pendidikan dan kebudayaan serta komisi pemberantasan korupsi
(KPK). Padahal dalam strategi manajemen isu umumnya melibatkan peran tim
strategi manajemen isu. Menurutnya sulitnya melakukan analisis terhadap isu,
pengaruh dari eksternal, serta kemampuan tim menjadi faktor penting dalam
strategi manajemen isu (Laamananen, dkk, 2017). Tim manajemen isu adalah salah
satu faktor yang menyebabkan mudahnya organisasi dalam melakukan manajemen
isu sehingga adanya tim yang kuat dan solid menjadi salah satu penyebab agar
strategi manajemen isu menjadi lebih efektif. Hal itu didasarkan pada teori beban
kognitif yang mengatakan bahwa memori berpikir individu sifatnya terbatas
sehingga membutuhkan sebuah tim untuk memperkuat dalam pemecahan masalah
(Laamanen dkk, 2017).
Informan dalam penelitian ini memiliki pandangan yang beragam mengenai
adanya tim manajemen isu dalam proses manajemen isu yang mereka jalankan.
Berdasarkan jawaban dari informan mengatakan bahwa tidak semua informan
memiliki tim manajemen isu yang khusus diluar dari humas, sedangkan dua
diantaranya mengatakan bahwa mereka membentuk tim manajemen isu yang akan
berfokus pada pengelolaan isu yang ada di organisasinya. Teori beban kognitif yang
disampaikan oleh Laamanen, dkk (2017) menunjukkan pentingnya kinerja tim
dalam penyelenggraan manajemen isu organisasi.
Komisi pemberantasan korupsi (KPK) membentuk sebuah tim manajemene
isu yang bernama tim champion untuk meningkatkan pengelolaan isu pada KPK.
Hal tersebut dikatakan oleh Zulkarnain Meinardy sebagai kebijakan yang dibuat
oleh KPK untuk dapat mengontrol seluruh isu yang berkembang di masing-asing
285
direktorat sehingga jaringan informasi diharapkan menjadi lebih luas dengan
adanya tim champion ini (Meinardy, komunikasi personal, 28 April 2017). Tujuan
ini sebenarnya telah disampaikan Laamanen, dkk (2017) bahwa tujuan dari
pembentukan tim manajemen isu adalah sebagai strategi untuk memperluas
jaringan informasi sehingga isu dapat dikelola dengan baik. Sebagai manajer
komunikasi di KPK humas memiliki kewenangan dalam mengawasi tim tersebut.
Meskipun begitu, menurut Zulkarnain tim yang terdiri dari masing-masing
direktorat tersebut, nama anggota tim terbentuk atas usulan dari humas tetapi
dengan persetujuan dari pimpinan. “Selain itu pembentukan tim ini juga diharapkan
dapat membentuk sebuah pencegahan terhadap terjadinya krisis dan permasalahan
di masa depan sehingga KPK akan terus berkembang menjadi organisasi yang lebih
baik” (Meinardy, komunikasi personal, 28 April 2017). Tujuan ini selaras dengan
tujuan dari dilakukannya manajemen isu. Menurut Heath (2013) dikatakan bahwa
tujuan dari pembentukan tim manajemen isu adalah untuk menciptakan lingkungan
yang harmonis dan dapat bermanfaat dalam pengembangan oganisasi.
Cara pembentukan tim yang dilakukan oleh KPK sebagai salah satu strategi
manajemen isu ini tentunya menjadi salah satu strategi yang menarik dan efektif
bagi lembaga pemeintah yang berskala nasional. Hal tersebut dikarenakan dengan
pembentukan tim, KPK dimudahkan dalam menghimpun isu, memonitor isu,
menganalisis serta memberikan rekomendasi atas hasil analisisnya. Meskipun
demikian humas secara khusus juga melakukan monitoring diluar tim sebagai
bentuk penguatan dari hasil yang didaptkan oleh tim champion tersebut. Isu-isu
yang sangat mengancam bagi organisasi dan berdampak pada keberlangsungan
286
organisasi, biasanya akan dilihat dari berbagai sudut pandang masing-masing
direktorat dan memberikan rekomendasi berdasarkan hasil tersebut. Humas setelah
itu akan menyusun langkah yang paling tepat berdasarkan hasil dari tim champion
tersebut.
Humas kementerian pendidikan dan kebudayaan memiliki strategi yang
berbeda dalam pembuatan tim manajemen isu. Pada kementerian ini, tim
manajemen isu sebenarnya berawal dari tim layanan terpadu yang menangani
permasalahan, keluahan dan bentuk pelayanan lain terkiat sekolah, siswa, guru,
wali murid dan berbagai hal yang berkaitan dengan pendidikan dan kebudayaan.
Tim tersebut dibentuk dengan melibatkan berbagai orang yang berasal dari
direktorat yang lain untuk memudahkan dalam melakukan pelayanan publik.
Seiring berjalannya waktu, tim layanan terpadu dirasa efektif untuk menjadi
pengawas perkembangan isu untuk diserahkan pada humas. Berbeda dengan tim
yang berada pada KPK, pada kementerian pendidikan dan kebudayaan fungsi tim
hanya untuk menginventarisir isu-isu yang banyak mendapat respon dari
masyarakat melalui layanan pengaduan di bagian layanan terpadu.
Hasil dari isu-isu yang dihimpun oleh tim layanan terpadu tersebut
selanjutnya diberikan kepada bagian humas untuk dilakukan analisis dan serta
rekomendasi atas isu yang muncul. Akan tetapi dalam melakukan analisis humas
melibatkan direktorat terkait sebagai sumber dalam membuat rekomendasi yang
nantinya akan disampaikan kepada pimpinan. Hal tersebut penting dilakukan untuk
memudahkan beban kerja dari humas dalam menghimpun isu yang ada selain
melakukan media monitoring pada media massa dan media sosial.
287
Berbeda dengan KPK, kepala biro komunikasi dan layanan informasi
kementerian keuangan mengatakan bahwa kementerian keuangan secara langsung
tidak memiliki tim khusus dalam manajemen isu, akan tetapi kementerian keuangan
memanfaatkan seluruh pegawai yang berada dibawah naungan kementerian
keuangan sebagai sumber informasi mengenai isu di masing-masing direktoratnya.
Meskipun begitu pengelolaan isu termasuk didalamnya analisis isu dikerjakan oleh
biro komunikasi dan layanan informasi sebagai pelaksana kehumasan di
kementerian keuangan. Meskipun secara tujuan yang dilakukan oleh kementerian
keuangan adalah untuk mengumpulkan informasi seperti tujuan pembentukan tim
manajemen isu, tetapi kementerian keuangan tidak memenuhi kriteria tim
manajemen isu yang disampaikan oleh Laamanen, dkk (2017).
Menurut Laamanen, dkk (2017) tim manajemen isu sebagai strategi dalam
manajemen isu umumnya melibatkan tim atau satuan tugas, sulitnya tugas analisis,
kondisi eksternal, koordinasi yang kuat antar anggota, dan kemampuan tim menjadi
inti proses strategi manajemen isu (h. 3).
Lembaga humas pemerintah yang lain mengatakan bahwa mereka tidak
membentuk tim khusus sebagai tim manajemen isu karena humas sudah mampu
dalam melaksanakan tugasnya. Sebenarnya hal tersebut menjadi menjadikan humas
sebagai bentuk tim manajemen isu, akan tetapi informan mengatakan bahwa hal
tersebut bukanlah sebuah strategi dalam menghadapi isu karena tim manajemen isu
sudah melekat dalam tugas dan fungsi humas. Tetapi Budi Raharjo mengatakan
bahwa dalam strategi manajemen iu keberadaan tim justru akan mempersulit
kinerja organisasi karena menurutnya hal tersulit dalam organisasi pemerintah di
288
Indonesia adalah koordinasi, sehingga Budi Raharjo berasumsi bahwa
pembentukan tim manajemen isu nantinya hanya akan menjadi nama karena tidak
akan berjalan. Menurutnya pembentukan tim hanya menambah beban kerja tetapi
tidak berjalan maksimal. Seharusnya humas yang mengambil alih tim tersebut
karena tugas humas harus mengetahui berbagai hal yang terjadi di organisasi
tempatnya berdiri. Padahal menurut Wu & Yang (2017) hal terpenting dalam
melakukan manajemen isu adalah dengan adanya koordinasi yang baik antar
anggota.
Empat belas lembaga pemerintah yang menjadi informan dalam penelitian
ini mengatakan bahwa humas adalah tim manajemen isu sehingga tidak perlu untuk
membentuk tim baru. Akan tetapi informan-informan tersebut mengatakan bahwa
dalam tim etrsebut bukanlah salah satu strategi manajemen isu yang dilakukan. Hal
tersebut membuktikan bahwa pemerintah secara tidak langsung telah melakukan
pembentukan tim manajemen isu melalui kelembagaan humas. Tentunya terdapat
nilai positif dan negatif yang ditimbulkan dalam hal ini. Humas secara langsung
membentuk tim manajemen isu dan kontroling isu melalui media monitoring
sebagai bagian dari tugas yang dibebankan kepada humas. Tetapi masalahnya
adalah saat humas mendapatkan dinas luar, peran ini tidak dapat dijalankan dengan
maksimal. Humas harus membagi anggotanya untuk melaksanakan fungsi lain
sehingga seringkali media monitoring ini menjadi suatu hal yang dikesampingkan
oleh organsasi. Itu bukan berarti bahwa humas tidak menyadari pentingnya
manajemen isu tetapi humas merasa sumber daya manusia yang ada cenderung
kurang dibandingkan dengan beban kerja yang didapatkan. Sehingga pada beberapa
289
kementerian, kurangnya SDM ini dianggap sebagai krisis manajerial yang harus
segera ditangani.
Selain lembaga-lembaga pemerintah tersebut, terdapat informan yang
menyatakan bahwa pembentukan tim manajemen isu tidak perlu dilakukan oleh
lembaga pemerintah karena isu bukanlah sesuatu yang serius untuk ditanggapi. Hal
ini berkiatan dengan kontsruksi isu humas lembaga pemerintah tersebut yang
memahami bahwa krisis hanyalah kabar burung yang tidak perlu ditanggapi lebih
serius.
Penulis menyadari bahwa jawaban yang dikeluarkan oleh informan tersebut,
mungkin disebabkan oleh latar belakang pendidikan informan yang bukan lulusan
komunikasi maupun mendapatkan pendidikan kehumasan. Lembaga kementerian
yang berpendapat demikian adalah kementerian desa, transmigrasi dan daerah
tertinggal. Selain karena faktor tersebut penulis menyadari bahwa informan tidak
memiliki latar belakang yang mumpuni dalam bidang kehumasan. Informan
meskipun menduduki jabatan sebagai kepala bagian hubungan antar lembaga, tetapi
tidak memiliki pengalaman yang panjang di bagian humas.
Bagi informan tersebut, tim bukanlah hal urgen yang harus dilakukan oleh
humas. Isu tidak akan muncul apabila humas bekerja sesuai jalur dan bidang
kerjanya secara maksimal. Kenyatannya, pada lembaga ini humas tidak dapat
memberikan respon yang cepat apabila terdapat permasalahan sehingga
berdasarkan penelusuran berita terkait kementerian ini respon yang diberikan
cenderung lambat.
290
Berdasarkan pemaparan sebelumnya terlihat bahwa humas yang memiliki
tim dalam manajemen krisisnya cenderung dimudahkan dalam aktivitas kerjanya
dan dapat memberikan rekomendasi yang lebih sesuai. Hal tersebut seperti yang
dikatakan dalam prinsip teori beban kognitif yang menjadi dasar pentingnya
pembentukan tim bahwa pembentukan tim digunakan untuk membantu
keterbatasan memori dan pemikiran manusia, sehingga diasumsikan melalui
pembentukan tim dapat meningkatkan dan memaksimalkan kinerja (Laamanen,
dkk, 2017).
Konstruksi humas terkait krisis mempengaruhi strategi manajemen krisis
lembaga humas pemerintah dan hambatan yang diperoleh dalam pelaksanannya
Pada subbab ini penliti akan membahas terkait proposisi yang muncul dari
dialog data bahwa terdapat hubungan antara konstruksi krisis yang dimiliki oleh
organisasi dengan strategi krisis yang dibuat dan hambatan yang diperoleh dalam
pelaksanaan manajemen krisis. Lembaga pemerintah memiliki pandangan yang
berbeda-beda terkait dengan krisis serta manajemen krisis yang dilakukan. empat
dari 16 informan mengatakan bahwa krisis adalah sesuatu yang dapat merusak
reputasi, kepercayaan, dan persepsi yang dimiliki oleh lembaga pemerintah.
Keempat informan tersebut adalah kementerian keuangan, kementerian
perhubungan, bappenas serta kementerian agama.
Humas kementerian keuangan mengatakan bahwa krisis adalah segala
sesuatu yang dapat merusak atau menyerang reputasi kementerian keuangan.
Informan juga menyatakan hal apa saja yang menyebabkan terjadinya krisis seperti
misalnya isu yang tidak ditangani dengan baik, permasalahan yang muncul tanpa
291
dapat diprediksi, lemahnya sistem yang ada terkait keuangan maupun kepegawaian,
dan sebagainya, korupsi terutama yang menjadi penyebab terjadinya krisis.
Berdasarkan penyebab tersebut dapat diketahui skala terjadinya krisis apakah
sampai pada runtuhnya reputasi kementerian keuangan atau hanya menimbulkan
efek mengejutkan bagi organisasi.
Informan juga menyontohnya salah satu krisis yang pernah ditangani yaitu
terkait ditangkapnya salah satu orang yang diberitakan merupakan pegawai
kementerian keuangan yang terlibat dalam jaringan teroris. Hal tersebut tentunya
mengejutkan bagi lembaga dan membuat opini yang bermacam-macam pada
publik. Berdasarkan hasil penelurusan dari humas terhimpun bahwa sebagian besar
publik berpendapat bahwa kementerian keuangan menjadi area penyebaran
ideologi teroris. Tentunya hal tersebut menjadi pukulan tersendiri karena sebagai
lembaga negara seharusnya kementerian keuangan terhindar dari hal yang
demikian. Meskipun setelah itu diketahui bahwa orang yang ditangkap tersebut
sudah bukan lagi menjadi bagian kementerian keuangan sejak beberapa buln yang
lalu. Tetapi menurut informan hal tersebut bukan hanya sebagai pukulan tetapi
sarana introspeksi dan memperbaiki diri sehingga sejak kejadian tersebut, lembaga
lebih memperhtaikan aktivitas masjid kantor dan mengontrol aktivitas apapun di
dalamnya.
Coombs (2007) mengatakan bahwa krisis juga berpotensi dapat
menghasilkan hasil negatif dan dapat mengancam reputasi. Kriyantono (2012)
mengatakan bahwa reputasi organisasi bisa menurun karena publik cenderung
mengkritik organisasi. Sehingga organisasi perlu secara efektif berkomunikasi
292
dengan publik untuk melindungi diri dari penurunan reputasi (Park, 2017). Oleh
karenanya strategi manajemen krisis yang dilakukan oleh kementerian keuangan
adalah dengan lebih menamfaatkan saluran komunkasi dengan selurh pegawai
kementerian keuangan, melakukan manajemen isu dengan sebaik mungkin. Namun
jika krisis sudah terlanjur terjadi maka langkah pertama yang dilakukan adalah
dengan mengidentifikasi penyebab krisis, mengukur besaran dampak yang
ditimbulkan hingag menentukan langkah-langkah penyelesaian dan membentuk
tim khusus secara darurat apabila krisis yang terjadi sangat besar dan membutuhkan
perhatian lebih.
Reputasi menjadi bagian penting dalam aktivitas lembaga pemerintah. Hal
tersebut seperti yang disampaikan oleh kepala bagian publikasi dan layanan
informasi kementerian perhubungan bahwa krisis yang terjadi pada lembaga
pemerintah memiliki ancaman yang berbeda dengan krisis yang terjadi pada
organisasi profit. Profit bagi lembaga pemerintah bukanlah uang melainkan
kepercayaan masyarakat dan reputasi (raharjo, komunikasi personal, 27 April
2017). Pentingnya reputasi juga disadari oleh humas kementerian perhubungan
yang menyatakan bahwa krisis dapat menjatuhkan kepercayaan dan reputasi publik
terhadap kementerian perhubungan menurun. Padahal kepercayaan publik
merupakan modal utama bagi kementerian perhubungan untuk melaksanakan
tugasnya sbagai pelayan masyarakat.
Strategi manajemen krisis yang dilakukan oleh humas kementerian
perhubungan tentunya adanya rehabilitasi terhadap krisis, koordinasi dengan
seluruh bagian yang terkait, dan melakukan penyelesaian bersama. Stratei tersebut
293
dilakukan sebagai upaya bagi kementerian perhubungan untuk selalu mendapatkan
kepercayaan masyarakat dalam melaksanakan kewajibannya. Hal itu dikarenakan
pemerintah dihadapkan dengan peningkatan jumlah krisis yang seringkali
berhadapan dengan ancaman-ancaman yang baru (Baubion,2011). Pada lembaga
pemerintahann krisis mengancam reputasi dan kredibilitas pemerintah di mata
masyarakat. Oleh karenanya lembaga pemerintah membutuhkan humas sebagai
manajer komunikasi krisis.
Pandangan yang berbeda terkait krisis dimiliki oleh 10 lembaga pemerintah
yang lain yaitu kementerian PUPR, kementerian perindustrian,
kementerianpendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokasi, kementerian
komunikasi dan informatika, kementerian pariwisata, kementerian sosial,
kementerian pendidikan dan kebudayaan serta KPU dan KPK. Menurut mereka
krisis adalah sesuatu yang mengakibatkan goncangan bagi organisasi, sebagian
yang lain mendefinisikan krisis sebagai sesuatu keadaan yang tidak terduga dan
berefek besar bagi aktivitas organsaisi. Ho dan Hallahan (2004) menyebut krisis
sebagai keadaan yang tidak pasti yang dihasilkan dari suatu peristiwa yang memicu
dan mengganggu kegiatan rutin organisasi (dalam Couldman & Hallahan, 2006).
Kepala biro komunikasi publik kementerian PUPR lebih spesifik
menjelaskan bahwa krisis mengancam normalitas yang terjadi di dalam organisasi.
Hal tersebut mengakibatkan pada sesuatu yang biasanya berjalan kontinu menjadi
diskontinu sebagai akibat dari terjadi krisis. Pemahaman tersebut sama halnya
dengan yang disamapaikan oleh McConnell (2011), bahwa krisis didefinisikan
294
sebagai episode luar biasa yang mengancam serta mengganggu pola kinerja dan
asumsi tentang cara organisasi beroperasi.
Krisis yang terjadi pada lembaga pemerintahann seringkali menimbulkan
goncangan dan terjadi tanpa ada dugaan sebelumnya. Beberapa lembaga
mengatakan bahwa adanya krisis disebabkan oleh lembaga pemerintah lain
menyebabkan kesimpangsiuran berita yang menggiring opini publik ke arah yang
negatif berdasarkan krisis tersebut. Misalnya dalam hal ini kementerian PUPR
mencontohkan saat terjadi peristiwa Brexit (Brebes Exit) yang menajtuhkan korban
meninggal dunia pada saat musim mudik lebaran idhul fitri pada tahun 2013 lalu
menjadikan krisis yang sangat besar bagi kementerian PUPR maupun beberapa
kementerian lain yang turut bertanggung jawab terhadap urusan Brexit. Akan tetapi
publik menganggap bahwa kejadian tersebut merupakan kesalahan dari
kementerian PUPR. Kasus kedua yaitu saat banyaknya bagian dari kementerian
PUPR yang terjaring kasus korupsi. Hal tersebt menimbulkan goncangan besar dan
menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap kementerian PUPR ini. Kasus
korupsi dianggap bukanlah persoalan kementerian PUPR melainkan urusan pribadi
pelaku yang dikaitkan dengan kemeneterian. Belum lagi saat terjadi bencana alam
yang menyebabkan infrastruktur di Indonesia rusak dibebankan pada kementerian
PUPR padahal menurutnya hal tersebut bukan bagian dari PUPR karena rusaknya
karena bencana alam. Hal ini menunjukkan bahwa humas sebenarnya telah
memahami makna krisis tetapi pemahamannya kurang mendalam sehingga
terkesan bahwa beberapa hal yang seharusnya menjadi bagian dari wilayah kerja
PUPR dianggap ebagai kesalahan orang lain. Kementerian PUPR ini lebih sering
295
bersikap denial terhadap krisis yang dihubungkan kepadanya. Hal ini didasarkan
pada pengakuan humas bahwa humas biasanya akan menjawab bahwa peristiwa ini
tidak ada hubungan dengan kementerian PUPR.
Krisis yang terjadi pada lembaga pemerintahann membutuhkan peran
humas sebagai manajer komunikasi dan manajer penelolaan krisis. Krisis sebagai
peristiwa yang besar dapat menyebabkan hal yang tidak diinginkan oleh organisais.
Meskipun terdapat lembaga negara yang menganggap bahwa krisis pada
pemerintah tidak akan berdampak besar pada aktivitasnya, tetapi kenyataannya
krisis mampu memporak-porandakan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Hal ini justru menjadi masalah besar saat kepercayaan rakyat menurun terhadap
pemerintahnya dapat mengakibatkan kekacauan pada negara, rakyat yang tidak
mengikuti aturan pemerintah dan berbagai masalah lain yang ditimbulkan. Peran
humas dalam krisis pemerintah sangat penting dalam semua tahap krisis juga
disampaikan oleh Liu dan Levenshus (2013 dalam Ly-le, 2015), bahwa untuk lebih
mempersiapkan potensi krisis, tim humas dapat membantu dengan scanning
lingkungan, manajemen isu, manajemen hubungan, dan berlatih perencanaan
manajemen krisis. peran humas dalam lembaga pemerintahann memang sangat
besar. Salah satunya adalah dengan melakukan manajemen terhadap krisis.
Langkah-langkah tersebut secara keseluruhan telah dilakukan oleh humas
lembaga pemerintahann di Indonesia. Seperti scanning lingkungan, dilakukan
dalam upayan manajemen isu melalui media monitoring dan berbagai riset yag
dilakukan oleh humas pemerintah meskipun dengan melibatkan pihak ke tiga tau
konsultan untuk melaksanakan fungsi tersebut. Tetapi yang perlu digarisbawahi
296
adalah upaya humas untuk mengetahui opini masyarakat terkait pemerintah, tingkat
kepuasan masyarakat terhadap program pemerintah yang dilakukan melalui riset
merupakan bentuk dari scanning lingkungan.
Terkait manajemen hubungan, kementerian pariwisata selalu melakukan
manajemen hubungan dengan baik untuk kesuksesan program pariwisata dan
pencapaian tujuan pariwisata nasional. Hal tersebut tidak akan tercapai tanpa
adanya kerjasama yang baik antara kementerian pariwisata dengan berbagai
lembaga pemerintah karena aspek pariwisata berkaitan dengan seluruh elemen. Hal
ini tentunya merupakan strategi dalam manajemen krisis karena dengan adanya
hubungan yang baik dengan lembaga pemerintah lain tentunya akan memudahkan
dalam penyelesaian krisis tersebut.
Kementerian pariwisata mencontohkan hal tersebut pada saat terjadinya
ledakan bom di starbucks Sarinah Jakarta Pusat. Kejadian tersebut berpengaruh
terhadap pariwisata Indonesia dari segi kedatangan wisatawan asing ke Indonesia
karena merasa Indonesia sedang tidak aman. Kementerian pariwisata brupaya untuk
menyelesaikan maslaah ini dengan cepat karena bagi kementerian pariwisata
kejadian ini adalah krisis bagi pariwisata Indonesia. Bersama BNPT, kepolisian,
kementerian pariwisata mendapatkan informasi kejadian secara lengakp untuk
disampaikan kepada para wisatawan melalui crisis center yang terdapat di sekitar
lokasi kejadian, di beberapa bandara di luar negeri dan bandara di dalam negeri,
melalui website dan siaran pers untuk menyampaikan kondisi terkini bahwa
Indonesia aman dan Jakarta adalah bagian kecil dari Indonesia sehingga aman bagi
wisatawan berkunjung ke Indonesia. Strategi penulisan release juga menjadi salah
297
satu strategi dalam melakukan manajemen krisis bagi kementerian pariwisata,
kementerian sosial, dan kementerian perindustrian. Menurut mereka release yang
baik saat terjadinya krisis adalah dengan menyampaikan kabar baik terlebih dahulu,
sehingga fokus pembaca ada pada berita baiknya saja.
Berbagai konstruksi krisis dan strategi manajemen yang telah dilakukan
oleh lembaga pemerintah Indonesia dalam penjelasan sebelumnya menunjukkan
bahwa proses manajemen krisis tidak hanya dilaksanakan saat krisis sedang terjadi
tetapi jauh sebelum krisis terjadi. Misalnya dengan melakukan media monitoring
yang baik, strategi hubungan yang baik, dan manajemen isu yang baik memberikan
pengaruh pada krisis yang tengah dihadapi.Hal tersebut seperti yang telah
dijelaskanLiu & Levenshus (2012) mengatakan bahwa manajemen krisis bukan
hanya dilakukan saat krisis telah terjadi tetapi juga mulai dari melakukan persiapan
sebelum krisis itu terjadi.
298
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan penyajian data yang dilakukan oleh peneliti dalam bentuk
kategorisasi dan mendialogkannya dalam sebuha bentuk keterkaitan antat kategori,
peneleiti melakukan analsiis data dalam bentuk pembahasan yang berisi tentang
proposisi-proposisi yang dihasilkan dikaitkan dengan teori-teori yang berkaitan
dengan pembahasan tersebut menghasilkan simpulan:
1. Posisi struktural lembaga humas pemerintah yang lebih tinggi cenderung
dapat terlibat lebih maksimal dalam proses manajemen krisis. Akan tetapi
posisi struktural humas yang tergabung dengan bagian lain maupun
memiliki posisi lebih rendah cenderung tidak dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan dan hanya melaksanakan fungsi teknis dari humas.
2. Konstruksi humas pemerintah terkait isu memiliki hubungan dengan
manajemen isu yang dilakukan. Konstruksi humas pemerintah terkait isu
merupakan bentuk pemahaman mereka terkait isu yang menjadi dasar dalam
pembuatan strategi manajemen isu
3. Tim manajemen isu bukanlah strategi yang dibuat oleh lembaga humas
pemerintah dalam rangka melakukan pengelolaan terhadap isu. Tim
manajemen isu hanyalah pelengkap dalam strategi manajemen isu yang
dilakukan.
299
4. Konstruksi humas pemerintah terkait krisis memiliki hubungan dengan
manajemen krisis yang dilakukan. Konstruksi humas pemerintah terkait
krisis merupakan bentuk pemahaman mereka terkait krisis yang menjadi
dasar dalam pembuatan strategi manajemen krisis. Begitu pula dengan
startegi manajemen krisis merupakan salah satu langkah yang diambil
berdasarkan pada hambatan-hamabatan yang pernah dihadapi oleh lembaga
pemerintah saat terjadi krisis.
5. Lembaga pemerintah Indonesia secara umum belum memiliki perencanaan
krisis baik dalam bentuk contingency plan ataupun yang lainnya. Fokus
lembaga pemerintah adalah melakukan manajemen krisis saat krisis terjadi
sehingga bentuk perencanaan dianggap tidak terlalu penting bagi lembaga
pemerintah.
6. Kementerian pariwisata Indonesia merupakan satu-satunya lembaga
kemnterian yang berpartisipasi dalam penelitian ini yang memiliki
perencanaan krisis.
7. Aktivitas humas lembaga pemerintah Indonesia dipengaruhi oleh unsure
politik dan kekuasaan dari pimpinan sehingga seringkali menghambat
dalam kinerja humas
8. Humas pemerintah yang memiliki perencanaan krisis seperti kementerian
pariwisata memiliki respon yang cepat dan tepat dalam mengelola krisis dan
menyelesaikannya tanpa berlarut. Sedangkan lembaga pemerintah yang
tidak memiliki perencanaan krisis cenderung memilih diam dan menghindar
dari situasi krisis yang dialami.
300
6.2 Saran
6.2.1 Saran Akademis
Melalui penyusunan skripsi ini peneliti melihat minimnya penelitian
terkait contingency plan sebagai bentuk perencanaan terhadap krisis. Selain itu
peneliti juga menemukan kecenderungan bahwa lembaga pemerintah
menganggap perencanaan krisis tidak begitu penting. Peneliti berharap agar
lebih banyak penelitian yang berfokus pada perencanaan krisis terutama
contingency plan.
6.2.2 Saran Praktis
Lembaga humas pemerintah sebaiknya mulai membuat sebuah
perencanaan penanganan krisis untuk menghadapi krisis yang tidak terduga.
Lembaga humas pemerintah juga perlu memperhatikan kemungkinan
terjadinya krisis bagi lembaga pemerintah juga sama besarnya dengan
kemungkinan krisis yang terjadi pada organisasi profit.
301
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, E. (2014). Handbook of public relationss. Bandung: Sambiosa Rekatama
Media.
Aslanov, R. M. (2016). The right to information in the legislation of the Azerbaijan
Republik. Computer Law & Security Review, 32 (6), 888-897
Avery, E. J., Graham, M., & Park, S. (2016). Planning makes (closer to) perfect:
Exploring united states local government official sevaliations of crisis
management. Journal of contingencies and Crisis Management, 24 (2), 73-
81.
Avery, E. J., Lariscy, R. W., Kim, S. & Hocked, T. (2010). A quantitative review
of crisis communication research in public relationss from 1991 to 2009.
Public relationss Review, 36, 190–192.
Babus, S., Hodges, K. & Kjonnerod, E. (1997). Simulations and institutional
change: Training us government professionals for improved management of
complex emergencies abroad. Journal Of Contingencies And Crisis
Management, 5 (4), 231-240.
Ballesteros, B.C., Sánchez, I. M., & Lorenzo, J. M. P. (2013). Effect of modes of
publik services delivery on the efficiency of local governments: A two-stage
approach. Utilities Policy, 26, 23-35.
Bonson, E., Torres, L., Royo, S., & Flores, F. (2012). Local e-government 2.0:
Social media and corporate transparency in municipalities. Government
Information Quarterly, 29, 123-132.
Bruins, H. J. & Bu, F. (2006). Food security in China and contingency planning:
the significance of grain reserves. Journal of Contingencies and Crisis
Management, 14 (3), 114-124.
Buhlmann, M., Merkel, W., Müller, L., & Webels, B. (2012). The democracy
barometer: A new instrument to measure the quality of democracy and its
potential for comparative. European Political Science, 11 (4), 519-536.
Chen, N (2009). Intitutionlizing public relationss: A case study of Chinese
government crisis communication on the 2008 sichuan earthquake. Public
relationss Review, 35, 187-198.
Cho, S & Yeong-Hong, S (2016). Journalists’ evaluation of the South Korea
government’s crisis management in the Cheonan incident. Journal of
Contingencies and Crisis Management, 24 (4), 222-229.
Choi, S., & James, P. (2007). Media Openness, Democracy and Militarized
Interstate Disputes. British Journal of Political Science, 37 (1), 23-46.
Claeys, A. & Cauberghe, V. (2015). The role a favorable pre-crisis reputation
inprotecting organizations during crises. Public relationss Review, 41, 64-
71.
Claeys, A., Cauberghe, V. & Vyncke, P. (2010). Restoring reputations in time
crisis: An experimental study of the situational crisis communication theory
and the moderating effects of locus of control. Public relationss Review, 36,
356-362
302
Cloudman, R. & Hallahan, K. (2006). Crisis communications preparedness among
U.S. organizations: Activities and assesements by public relationss
practitioners. Public relationss Review, 32, 367-376.
Coombs, W. T. (2010). Crisis communication and its allied fields. Dalam Coombs,
W. T. & Holladay, S. J. (Eds). The handbook of crisis communication.
United Kingdom: Blackwell Publishing.
Cordella, A. & Tempini, N. (2015). E-government and organizational change:
Reappraising the role of ICT and bureaucracy in publik service delivery.
Government Information Quarterly, 32 (3), 279-286.
Cordella, A., & Bonina, C. M. (2012). A publik value perspective for ICT enabled
publik sector reforms: A theroritical reflection. Government Information
Quarterly, 29, 512-520.
Cutlip, S. M., Center, A. H., & Broom, G. M. (2011). Effective Public relations (Ed.
9). (T. Wibowo, Terjemahan). Jakarta: Kencana.
Dalton, R., Shin, D., & Jou, W. (2009). Understanding democracy: Data from
unlikely places. Journal of Democracy, 18 (4), 142-156.
Daymon, C. & Holoway, I. (2011). Qualitative research methods in public
relationss and marketing communications (Ed. 2). New York: Routledge.
Einwiller, S. A. & Steilen, S. (2014). Handling complaints on social network sites-
an analysis of complaints and complaint responses on facebook and
twitterpages of large US companies. Public relationss Review, 41 (2), 195-
204.
Ellison, N. & Hardey, M. (2014). Social media and local government: citizenship,
consumption and democracy. Local Governement Studies, 40 (1), 21-40.
Eriksson, K. & McConnell, A. (2011). Contingency planning for crisis
management: Recipe for success or political fantasy? Policy and Society,
30, 89-99
Ferguson, S. D. (1999). Communication planning: An integrated approach.
California: SAGE Publications.
Glamuzina, M. & Lovrincevic, M. (2013). Corporate crisis and crisis strategy
implementation. Montenegrin Journal of Economics, 9 (2), 89-100.
Hancock, M., Amankwaa, L., Revell, M. & Mueller, D. (2016). Focus group data
saturation: a new approach to data analysis. The Qualitative Report, 21 (11),
2124-2130.
Harahap, T. K. (2015). Ethics green open space publik service by government
Pekanbaru City. Procedia Social and Behavioral sciences, 21, 945-952.
Hawes, J.O. (2010). Transparency and city government communications. (Thesis,
Brigham Young University). Diakses melalui
http://scholarsarchive.byu.edu/etd
Heath, R. L. (2010). Introduction crisis communication: defining the beast and de-
marginalizing key publiks. Dalam Coombs, W. T. & Holladay, S. J. (Eds).
The handbook of crisis communication. United Kingdom: Blackwell
Publishing.
Hong, H. (2014). The internet, transparency, and government-public relationsships
in Seoul, South Korea. Public relationss Review, 40 (3), 500-502.
303
Indo Barometer. (2017). Evaluasi publik dua setengah tahun pemerintahann
Jokowi-JK. Diakses melalui
http://www.indobarometer.com/publish/?read=survei/1664/Evaluasi-
Publik-Dua-Setengah-Tahun-Pemerintahann-Jokowi---JK
International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies. (2012).
Contingency planning Guide 2012. Geneva: International Federation of Red
Cross and Red Crescent Societies.
Jacobs, B. D. (2013). Contingency planning. Dalam Panuel, K.B., Statler, M. &
Hagen, R. (Eds). (2013). Encyclopedia of crisis management. California:
SAGE Publiktaions
Johnson, C. W. (2008). Using evacuations for contingency planning to enhance the
security and safety of the 2012 olympic venues. Safety Science, 40, 302-
322.
Kalenborn, C. & Lesmann, C. (2013). The impact of democracy and press freedom
on corruption: conditionality matters. Journal of Policy Modeling, 35, 857–
886.
Kent, M. L. (2013). Using social media dialogically: Public relations in reviving
democracy. Public relationss Review, 39 (4), 337-345.
Keohane, R. O., Macedo, S. & Moravcsik, A. (2011). Constitutional democracy and
world politics: a response to Gartzke and Naoi. International Organization,
65, 599-604.
Kriyantono, R. (2012a). Public relationss &crisismanagement. Jakarta: Kencana
Prenada Media.
Kriyantono, R. (2012b). Measuring a company reputation in a crisis situation: An
ethnography approach on the situational crisis communication theory.
International Journal of Business and Social Sciences, 3 (9), 214 – 223.
Kriyantono, R. (2014). Teknik praktis riset komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada
Media.
Kriyantono, R. (2014). Teori public relationss perspektif barat & lokal aplikasi
penelitian dan praktik. Jakarta: Kencana.
Kriyantono, R. (2015). Kontruksi humas dalam tata kelola komunikasi lembaga
pendidikan tinggi di era keterbukaan informasi publik. Jurnal Pekommas,
18 (2), 117-126.
Kukovic, S. & Hacek, M. (2014). The distribution of e-democracy and e-
participation tools in Slovenian municipalities. World Political Science
Review, 10 (1), 25-44.
Lando, A. L. (2014). The critical role of crisis communication plan in corporations’
crises preparedness and management. Global Media Journal, 7 (1), 5-19.
Lee, M. (2012). Government public relationss: what is it good for?. dalam M. Lee,
G. Neeley & K. Stewart. The practice of governmentpublic relationss. (h.
9-25). Boca Raton: CRC Press.
Liu, B & Levenshus, A. (2013). Crisis public relationss for government
communicators. Dalam K. B. Penuel, M. Statler & R. Hagen. Encyclopedia
of crisis management. California: SAGE publikations.
304
Loeb, M., MacPherson, D., Barton, M., Olde, J. (2003). Implementation of the
Canadian contingency plan for a case of suspected viral hemorrhagic fever.
Infection Control and Hospital Epidemiology, 24 (4), 280-283.
Lubis, E. (2012). Peran humas dalam membentuk citra pemerintah. Jurnal Ilmu
Administrasi Negara, 12 (1), 1 – 73.
Luoma-aho, V. & Makikangas, M. E. (2014). Do publik sector mergers (re)shape
reputation? International Journal of Publik Sector Management, 27 (1), 39-
52.
Ly-Le, T. (2015). Government crisis assessment and reputation management. A
case study of the Vietnam Health Minister’s crises in 2013-2014. KOME −
An International.Journal of Pure Communication Inquiry, 3 (1), 32-46.
Malizia, E. (1982). Contingency planning for local economic development.
Environment and Planning, 9, 163-176.
McConnell , A & Drennan, L. (2006). Mission impossible? Planning and preparing
for crisis. Journal of Contingencies and Crisis Management, 14 (2), 222-
229.
McConnell., A. (2011). Success? Failure? Something in between? A framework for
evaluating crisis management. Policy and Society, 30, 63–76.
Mihr, A. (2013). Transitional justice and the quality of democracy. International
Journal of Conflict and Violence, 7 (2), 299-313.
Miles, M. B., Huberman, A. M., & Saldana, J. (2014). Qualitative data analysis: a
methods sourcebook (Ed. 3). California: Sage Publikations.
Neuman, W. L. (2015). Metodologi penelitian sosial: pendekatan kualitatif dan
kuantitatif (Ed. 7). (E. T. Sofia, Terjemahan). Jakarta: PT. Indeks.
Ngai, S. & Falkheimer, J. (2016). How IKEA turned a crisis into an opportunity.
Public relationss Review, 43 (1), 246-248.
Nova, F. (2009). Crisis Public relationss; Bagaimana PR Menangani Krisis
Perusahaan. Jakarta: Grasindo.
Olsson, E. (2014). Crisis communication in publik organisations: dimensions of
crisis communication revisited. Journal of Contingencies and Crisis
Management, 1-13.
Omotoso, F. (2014). Publik-Service Ethics and Accountability for Effective Service
Delivery in Nigeria. Africa Today, 119-139.
Palenchar, M. J. (2013). Public relationss. Dalam Panuel, K.B., Statler, M. &
Hagen, R. (Eds). (2013). Encyclopedia of crisis management. California:
SAGE Publikations.
Panuel, K.B., Statler, M. & Hagen, R. (Eds). (2013). Encyclopedia of crisis
management. California: SAGE Publiktaions.
Park, H. (2017). Exploring effective crisis response strategies. Public relationss
Review, 43 (1), 190-192.
Pawito. (2007). Penelitian komunikasi kualitatif. Yogyakarta: LKis.
Payne, J. L. (2009). Making the world safe for muddle: the meaning of democracy
in American Foreign Policy. The Independent Review, 13 (4), 601-610.
Petrauskas, R. (2012). E-democracy projects in the regions of Lithuania: evaluation
aspects. Socialines Technologijos Social Technologies, 2 (2), 404-419.
305
Picazo-Vela. S., Gutierrez-Martinez, I., Luna-Reyes, L. F. (2012). Undestranding
risks, benefits, and strategic alternatives of socialmedia applications in the
publik sector. Government Information Quarterly, 29, 504-511.
Porembescu, G. (2016). Linking publik sector social media and e-government
website use to trust in government. Government Information Quarterly, 33
(2), 291-304.
Posu, Y. S. (2015). Kinerja Bagian Hubungan Masyarakat Dalam Menyebarkan
Informasi Pemerintah Daerah. diakses melalui ejournal.unsrat.ac.id
Putro, G. A. (2017, Februari 2). KSP: Karena hoax, atmosfer demokrasi menjadi
pengap. Detik.com. Diakses dari https://news.detik.com/berita/d-
3412389/ksp-karena-hoax-atmosfer-demokrasi-menjadi-pengap
Ray, S. (1999). Strategic communications in crisis management. United State of
America: British Library Cataloguing.
Schumann, W. R. (2007). Transparency, governmentality, and negation:
democratic practice and open government policy in the national assembly
for Wales. Antropological Quarterly, 80 (3), 837-862.
Searson, E. M. & Johnson, M. A. (2010). Transparency laws and interactive public
relationss: An analysis of Latin American government web sites. Public
relationss Review, 36, 120-126.
Sen, A. F. (2015). Communications and humas rights. Social and Behavioral
Sciences, 174, 2813 – 2817.
Silva, R. & Batista, L. (2007). Boosting government reputations through CRM.
International Journal of Publik Sector Management, 20 (7), 588-607.
Somantri, G.R. (2005). Memahami metode kualitatif. Makara, Sosial Humaniora,
9 (2), 57 – 65.
Stamati, T., Papadopoulos, T., &Anagnostopoulos. (2015). Social media for
openness and accountability in the publik sector: Cases in the greek context.
Government Information Quarterly, 32, 12-29
Trevino, M. B. (2013). Blame, Politics of. Dalam Panuel, K.B., Statler, M. &
Hagen, R. (Eds). (2013). Encyclopedia of crisis management. California:
SAGE Publikations
Utz, S., Schultz, F. & Glocka, S. (2013). Crisis communication online: How
medium, crisis type and emotions affected public relationss in the
Fukushima Daiichi nuclear disaster. Public relationss Review, 39, 40-46
Walker, W., Giddings, J., & Armstrong, S. (2011). Training and learning for crisis
management using a virtual simulation/ gaming environment. Cognition,
Technology & Work, 13 (3), 163-173.
Waymer, D. (2013). Democracy and government public relations: Expanding the
scope of “Relationship” in public relations research. Public relationss
Review, 39, 320– 331.
Wijaya, F.R., Kriyantono, R., & Wisadirana, D. (2015). Perception of the public
relationsfunction of the government institution that implement bureaucratic
reforms. International Journal of Development Research, 5 (4), 4184-4192.
Williams, A. (2014). The effect of transparency on output volatility. Economics of
Governance, 15, 101–129.
306
Wimmer, R. D. & Dominick, J. R. (2011). Mass media research an introduction
(Ed. 9). Boston: Wadsworth
Yamakawa, Y. & Cardon, M. S. (2017). How prior investments of time, money,
and employee hires influence time to exit a distressed venture, and the extent
to which contingency planning helps. Journal of Business Venturing, 32, 1-
17.
Yannoukakou, A. & Araka, I. (2014). Access to government information: right to
information and open governmentdata synergy. Social and Behavioral
sciences, 147, 332-340.
Yoldas, O. B. (2015). Civic education and learning democracy their importance for
political participation of young people. Procedia- Social and Behavioral
Sciences, 174, 544-549.