colon cancer.pdf
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Keganasan kolorektal merupakan keganasan terbanyak diantara seluruh keganasan
pada traktus gastrointestinal. Lebih dari 150.000 kasus baru dilaporkan terjadi di Amerika
Serikat dan lebih dari 52.000 orang akan meninggal setiap tahunnya meskipun kanker
kolorektal menempati urutan kedua penyebab tersering kematian akibat kanker di Amerika
Serikat. Insidensinya sama baik pada wanita maupun pria. Angka kematian dari kanker rektal
telah meningkat selama 20 tahun terakhir. Dengan adanya diagnosa dini melalui skrining
akan sangat menurunkan insidensi terjadinya kanker dan menurunkan angka kematian akibat
kanker ini.(1)
Meskipun keberhasilan pengobatan adjuvant akhir-akhir ini berkembang secara cepat
dan sangat maju, akan tetapi hanya sedikit saja yang meningkatkan harapan hidup pasien.
Kunci utama keberhasilan penanganan keganasan kolorektal adalah ditemukannya karsinoma
dalam stadium dini, sehingga terapi dapat dilaksanakan secara bedah kuratif. Namun sayang
sebagian besar penderita di Indonesia datang dalam stadium lanjut sehingga angka survival
rendah, terlepas dari terapi yang diberikan. Penderita datang ke rumah sakit sering dalam
stadium lanjut karena tidak jelasnya gejala awal dan tidak menganggap penting gejala dini
yang terjadi. Terapi bedah paling efektif bila dilakukan pada penyakit yang masih terlokalisir.
Bila sudah terjadi metastasis, prognosis menjadi buruk, karena pilihan terapi mungkin hanya
paliatif saja.(2)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. ANATOMI(3,4)
Kolon terdiri dari caecum, appendix, kolon ascendens, kolon transversum,
kolon descendens, kolon sigmoideum, rektum serta anus. Mukosa kolon terdiri dari
epitel selapis silindris dengan sel goblet dan kelenjar dengan banyak sel goblet, pada
lapisan submukosa tidak mempunyai kelenjar. Otot bagian sebelah dalam sirkuler dan
sebelah luar longitudinal yang terkumpul pada tiga tempat membentuk taenia koli.
Lapisan serosa membentuk tonjolan-tonjolan kecil yang sering terisi lemak yang
disebut appendices epiploicae. Di dalam mukosa dan submukosa banyak terdapat
kelenjar limfa, terdapat lipatan-lipatan yaitu plica semilunaris dimana kecuali lapisan
mukosa dan lapisan submukosa ikut pula lapisan otot sirkuler. Di antara dua plica
semilunares terdapat saku yang disebut haustra coli, yang mungkin disebabkan oleh
adanya taenia coli atau kontraksi otot sirkuler. Letak haustra in vivo dapat berpindah-
pindah atau menghilang.
Gambar 1. Anatomi kolon
Secara embriologik, kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon
kiri sampai rectum berasal dari usus belakang. Kolon berbentuk tabung muskular
berongga dengan panjang sekitar 1,5 m (5 kaki) yang terbentang dari caecum hingga
canalis ani. Diameter kolon lebih besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6,5 cm (2,5
3
inci), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil. Kolon terdiri dari caecum,
appendix, kolon ascendens, kolon transversum, kolon descendens, kolon sigmoideum
dan rektum serta anus.
Caecum merupakan kantong yang terletak di bagian proksimal kolon dengan
diameter rata rata 7,5 cm dan panjang 10 cm. Caecum terletak pada fossa iliaca
kanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale. Biasanya caecum
seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat bergerak bebas, tetapi tidak
mempunyai mesenterium, terdapat perlekatan ke fossa iliaca di sebelah medial dan
lateral melalui lipatan peritoneum yaitu plica caecalis, menghasilkan suatu kantong
peritoneum kecil, recessus retrocaecalis.
Colon ascenden memanjang dari caecum ke fossa iliaca kanan sampai ke
sebelah kanan abdomen. Panjangnya 15 cm, terletak di bawah abdomen sebelah
kanan, dan di bawah hati membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut fleksura hepatica
(fleksura coli dextra) dan dilanjutkan dengan colon transversum.
Colon transversum merupakan bagian kolon yang paling besar dan paling
dapat bergerak bebas karena tergantung pada mesocolon, yang ikut membentuk
omentum majus. Panjangnya sekitar 45 cm, berjalan menyilang abdomen dari
fleksura coli dekstra sinistra yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis.
Letaknya tidak tepat melintang (transversal) tetapi sedikit melengkung ke bawah
sehingga terletak di regio umbilicalis.
Colon descenden panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen
bagian kiri, dari atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum
kiri, bersambung dengan sigmoid, dan di belakang peritoneum.
Colon sigmoid panjangnya bervariasi antara 15-50 cm (rata rata 38 cm),
sangat bebas bergerak dan berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari
apertura pelvis superior (pelvic brim) sampai peralihan menjadi rectum di depan
vertebra S-3. Tempat peralihan ini ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli, dan
terletak 15 cm di atas anus. Colon sigmoideum tergantung oleh mesocolon
sigmoideum pada dinding belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak bebas
(mobile).
Rectum merupakan lanjutan dari kolon, yaitu colon sigmoid dengan panjang
sekitar 15 cm. Rectum memiliki tiga kurva lateral serta kurva dorsoventral. Rectum
memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian
distal rectum terletak di rongga pelvis dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal
4
terletak di rongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh
peritoneum reflectum dimana bagian anterior lebih panjang dibandingkan bagian
posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi
sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal, dikelilingi oleh sfingter ani
(eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rectum ke dunia luar.
Sfingter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.
Caecum, kolon asendens, dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi
oleh cabang a.mesenterika superior yaitu a. ileokolika, a. kolika dekstra dan a. kolika
media. Kolon transversum bagian kiri, kolon desendens, kolon sigmoid, dan sebagian
rektum diperdarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a. kolika sinistra, a. sigmoid
dan a. hemoroidalis superior. Vaskularisasi kolon dipelihara oleh cabang-cabang
arteri mesenterica superior dan arteri mesenterica inferior, membentuk marginal arteri
seperti periarcaden, yang memberi cabang-cabang vasa recta pada dinding usus. Yang
membentuk marginal arteri adalah arteri ileocolica, arteri colica dextra, arteri colica
media, arteri colica sinistra dan arteri sigmoidae. Hanya arteri colica sinistra dan arteri
sigmoideum yang merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior, sedangkan yang
lain dari arteri mesenterica superior. Pada umumnya pembuluh darah berjalan
retroperitoneal kecuali arteri colica media dan arteri sigmoidae yang terdapat didalam
mesocolon transversum dan mesosigmoid. Seringkali arteri colica dextra membentuk
pangkal yang sama dengan arteri colica media atau dengan arteri ileocolica. Pembuluh
darah vena mengikuti pembuluh darah arteri untuk menuju ke vena mesenterica
superior dan arteri mesenterica inferior yang bermuara ke dalam vena porta. Aliran
limfe mengalir menuju ke Lnn. ileocolica, Lnn. colica dextra, Lnn. colica media, Lnn.
colica sinistra dan Lnn. mesenterica inferior. Kemudian mengikuti pembuluh darah
menuju truncus intestinalis.
Pembuluh darah kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena
disalurkan melalui v. mesenterika superior untuk kolon asendens dan kolon
transversum, dan melalui v. mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid, dan
rektum. Keduanya bermuara kedalam vena porta, tetapi v. mesenterika inferior
melalui v. lienalis. aliran vena dari menuju ke v. kava inferior. Karena itu anak sebar
yang berasal dari keganasan rektum dan anus dapat ditemukan di paru, sedangkan
yang berasal dari kolon dapat ditemukan di hati. Aliran limfe kolon sejalan dengan
aliran darahnya. Hal ini penting diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan
dan kepentingannya dalam reseksi keganasan kolon. Sumber aliran limfe terdapat
5
pada muskularis mukosa. Jadi selama suatu keganasan kolon belum mencapai lapisan
muskularis mukosa kemungkinan belum ada metastasis.
Gambar 2. Pembuluh darah arteri yang memperdarahi kolon
Gambar 3. Pembuluh darah vena yang memperdarahi kolon
6
Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n. splanknikus dan
pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n. vagus. Karena
distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua bagian
kolon kiri dan kanan berbeda. Lesi pada kolon bagian kanan yang berasal dari usus
tengah terasa mula mula pada epigastrium atau di atas pusat. Nyeri pada appendisitis
akut mula mula terasa pada epigastrium, kemudian berpindah ke perut kanan bawah.
Nyeri dari lesi pada kolon desendens atau sigmoid yang berasal dari usus belakang
terasa mula mula di hipogastrium atau di bawah pusat.
II.2. FISIOLOGI(4)
Fungsi kolon adalah menyerap air, vitamin dan elektrolit, sekresi mukus, serta
menyimpan feses, dan mendorongnya keluar. Dari 700-1000 ml cairan usus halus
yang diterima oleh kolon, 150-200 ml sehari dikeluarkan sebagai feses. Udara ditelan
sewaktu makan, minum atau menelan ludah. Oksigen dan CO2 didalamnya diserap di
usus sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dan peragian
dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas didalam usus mencapai 500 ml sehari. Pada
infeksi usus produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas tertimbun
di jalan cerna yang menimbulkan flatulensi.
II.3. DEFINISI(5)
Karsinoma Kolorektal adalah istilah yang diberikan kepada karsinoma yang
berkembang pada kolon atau rektum. Kolon dan rektum merupakan bagian dari
saluran pencernaan atau saluran gastrointesinal. Lebih jelasnya kolon berada di bagian
proksimal usus besar dan rektum di bagian distal sekitar 5-7 cm di atas anus. Kolon
dan rektum merupakan bagian dari saluran gastrointestinal dimana fungsinya adalah
untuk menghasilkan energi bagi tubuh dan membuang zat-zat yang tidak berguna.
II.4. EPIDEMIOLOGI(1)
Keganasan kolorektal merupakan keganasan terbanyak di antara seluruh
keganasan pada traktus gastrointestinal. Lebih dari 150.000 kasus baru dilaporkan
terjadi di Amerika Serikat dan lebih dari 52.000 orang akan meninggal setiap
tahunnya meskipun kanker kolorektal menempati urutan kedua penyebab tersering
kematian akibat kanker di Amerika Serikat. Insidensinya sama baik pada wanita
7
maupun pria. Angka kematian dari kanker rektal telah meningkat selama 20 tahun
terakhir. Dengan adanya diagnosa dini melalui skrining akan sangat menurunkan
insidensi terjadinya kanker dan menurunkan angka kematian akibat kanker ini.
Gambar 4. Angka kejadian kasus baru karsinoma kolorektal
Gambar 5. Angka kejadian estimasi kematian karsinoma kolorektal
Gambar 6 : Daerah yang paling sering terkena karsinoma kolon
8
II.5. ETIOLOGI & FAKTOR RISIKO(6)
Secara umum kanker selalu dihubungkan dengan: bahan bahan kimia, bahan
bahan radioaktif, dan virus. Umumnya kanker kolon terjadi dihubungkan dengan
faktor genetik dan lingkungan. Serta dihubungkan juga dengan faktor predisposisi diet
rendah serat, kenaikan berat badan dan asupan alkohol. Faktor risiko kanker kolon :
1. Kanker kolorektal sporadik (88-94%)
- Usia tua
- Jenis kelamin laki-laki
- Cholecystectomy
- Ureterocolic anastomosis
- Faktor hormonal : nulliparitas, usia tua kehamilan pertama, menopause dini
- Faktor lingkungan
o Diet tinggi daging, lemak dan rendah serat, folat dan kalsium
o Gaya hidup
o Obesitas
o Diabetes mellitus
o Merokok
o Riwayat terpajan radiasi
o Intake tinggi alkohol
- Riwayat tumor sporadik
o Riwayat polip kolorektal
o Riwayat kanker kolorektal (risiko 1,5-3% terkena kanker untuk yang
kedua kalinya dalam waktu 5 tahun)
o Riwayat endometriosis, kanker payudara dan kanker ovarium
- Riwayat kanker kolorektal dalam keluarga (20%)
2. Kanker kolorektal pada Inflamatory bowel disease (1-2%)
- Kolitis ulseratif
- Colitis crohn’s
3. Kanker kolorektal herediter (5-10%)
- Sindrom poliposis : Familial adenomatous polyposis (FAP), sindrom gardner,
sindrom turcot, attenuated adenomatous polyposis coli, sindrom flat adenoma,
hereditery non-polyposis colorectal cancer (HNPCC), sindrom hamartoma
poliposis (sindrom peutz-jeghers, sindrom juvenil poliposis, sindrom cowden).
9
II.6. PATOGENESIS(3,7)
Gambar 7. Karsinogenesis kanker kolorektal. Ket: APC, adenomatous polyposis coli. DCC, deleted in colorectal
carcinoma; HNPCC, hereditary nonpolyposis colorectal cancer; MMR, mismatch repair. Tumor suppressor gen
(DCC, p53, APC)
Gambar 8: Perkembangan histopatologi karsinoma kolorektal
Gambar 9 : Gambaran anatomis karsinoma kolorektal
10
Secara makroskopik terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum, yaitu :
Tipe Polipoid atau Vegetatif
Tumbuh menonjol ke dalam lumen usus dan berbentuk bunga kol ditemukan
terutama di sekum dan kolon ascenden. Tipe ini merupakan pertumbuhan yang
berasal dari papiloma simpel atau adenoma.
Tipe Skirous (Scirrhous)
Mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi,
terutama ditemukan di kolon ascenden, sigmoid dan rektum. Disini terjadi reaksi
fibrous sangat banyak sehingga terjadi pertumbuhan yang keras serta melingkari
dinding kolon sehingga terjadi konstriksi kolon untuk membentuk napkin ring.
Tipe Ulseratif
Terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum. Pada tahap lanjut
sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak maligna.
II.7. DIAGNOSIS(1)
Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik termasuk
colok dubur, dan pemeriksaan penunjang lainnya:
Anamnesis
Anamnesis meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa diare
ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anum (darah segar),
penurunan berat badan, faktor predisposisi, riwayat kanker dalam keluarga,
riwayat polip usus, riwayat kolitis ulserosa, riwayat kanker payudara/ovarium,
uretero-sigmoidostomi, serta kebiasaan makan (rendah serat, banyak lemak).
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah adanya perubahan pola buang air
besar (change of bowel habits), bisa diare bisa juga obstipasi.
Semakin distal letak tumor semakin jelas gejala yang ditimbulkan karena
semakin ke distal feses semakin keras dan sulit dikeluarkan akibat lumen yang
menyempit, bahkan bisa disertai nyeri dan perdarahan, bisa jelas atau samar.
Warna perdarahan sangat bervariasi, merah terang, mahogany, dan kadang merah
kehitaman. Makin ke distal letak tumor warna merah makin pudar. Perdarahan
sering disertai dengan lendir, kombinasi keduanya harus dicurigai adanya proses
patologis pada colorektal. Selain itu, pemeriksaan fisik lainnya yaitu adanya
massa yang teraba pada fossa iliaca dextra dan secara perlahan makin lama
11
makin membesar. Penurunan berat badan sering terjadi pada fase lanjut, dan 5%
kasus sudah metastasis jauh ke hepar.
Gambar 10. Gejala karsinoma kolorektal
TABEL 1. Perbedaan Gejala Berdasarkan Tempat Lesi
Kolon kanan Kolon kiri Rektum
Anemia dan kelemahan
Darah samar di feses
Dyspepsia
Perasaan kurang enak di perut
kanan bawah
Massa perut kanan bawah
Foto Rontgen perut khas
Temuan kolonoskopi
Perubahan pola defekasi
Darah di feses
Gejala dan tanda obstruksi
Foto Rontgen khas
Penemuan kolonoskopi
Perdarahan rectum
Darah di feses
Perubahan pola defekasi
Pasca defekasi, perasaan tidak
puas atau rasa penuh
Penemuan tumor pada colok
dubur
Penemuan tumor pada
rektosigmoidoskopi
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur atau rectal toucher dipakai untuk menilai
tonus dari muskulus sfingter ani, ampula rektum, mukosa dan massa. Tonus
sfingter ani dinilai kuat atau lemah, ampula rektumnya kolaps atau tidak dan
isinya, mukosa dinilai permukaannya apakah kasar, licin atau berbenjol –
12
benjol, dan dinilai apakah teraba massa, lokasinya, batasnya dan
permukaannya. Kemudian dinilai juga apakah terdapat perdarahan.
Pemeriksaan Penunjang
Barium Enema
Pemeriksaan dengan barium enema dapat dilakukan dengan Single
contras procedure (barium saja) atau Double contras procedure (udara dan
barium). Kombinasi udara dan barium menghasilkan visualisasi mukosa yang
lebih detail. Akan tetapi barium enema hanya bisa mendeteksi lesi yang
signifikan (lebih dari 1 cm). DCBE memiliki spesifisitas untuk adenoma yang
besar 96% dengan nilai prediksi negatif 98%. Metode ini kurang efektif untuk
mendeteksi polips di Rectosigmoid-colon. Angka kejadian perforasi pada
DCBE 1/25.000 dan Single Contras Barium Enema (SCBE) 1/10.000.
Gambar 11. Barium enema double contras, (a) Karsinoma Polipoid, (b) Karsinoma Annular
Endoskopi
Tes tersebut diindikasikan untuk menilai seluruh mukosa kolon karena
3% dari pasien mempunyai kanker dan berkemungkinan untuk mempunyai
polip premaligna.
Ultrasound Transrectal
13
Gambar 12. Ultrasound Transrectal memperlihatkan 5 lapisan normal dinding rektum.
Mukosa (cincin paling dalam), submukosa (cincin tengah), dan serosa (cincin terluar) dengan
bagian ekogenik (cincin putih). Cincin ini dipisahkan 2 cincin hipoekoik (hitam).
Proktosigmoidoskopi
Pemeriksaan ini dapat menjangkau 20-25 cm dari linea dentata, tapi
akut angulasi dari rectosigmoid junction akan dapat menghalangi masuknya
instrumen. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi 20-25% dari kanker kolon. Rigid
proktosigmoidoskopi aman dan efektif untuk digunakan sebagai evaluasi
seseorang dengan risiko rendah dibawah usia 40 tahun jika digunakan bersama
sama dengan occult blood test.
Kolonoskopi
Prosedur dengan menggunakan tabung fleksibel yang panjang dengan tujuan
memeriksa seluruh bagian rectum dan usus besar. Kolonoscopi umumnya
dianggap lebih akurat daripada barium enema, terutama dalam mendeteksi
polip kecil. Jika ditemukan polip pada usus besar, maka biasanya diangkat
dengan menggunakan colonoscope dan dikirim ke ahli patologi untuk
kemudian diperiksa jenis kankernya. Tingkat sensitivitas kolonoscopi dalam
diagnosis adenokarsinoma atau polip kolorektal adalah 95%. Namun tingkat
kualitas dan kesempurnaan prosedur pemeriksaannya sangat tergantung pada
persiapan kolon, sedasi, dan kompetensi operator. Kolonoskopi memiliki
resiko dan komplikasi yang lebih besar dibandingkan FS. Angka kejadian
perforasi pada skrining karsinoma kolorectal antara 3-61/10.000 pemeriksaan,
dan angka kejadian perdarahan sebesar 2-3/1.000 pemeriksaan.
14
Gambar 12. Pemeriksaan kolonoskopi
Biopsi
Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat
penting. Biopsi biasanya dilakukan dengan endoskopi.
Skrining Carcinoembrionik Antigen (CEA)
CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel
yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi
untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini
dan metastase ke hepar. CEA terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa
digunakan sebagai screening kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA
serum, bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya
nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari
penyakit dan kehadiran metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA
serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat
dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.
Meskipun keterbatasan spesifitas dan sensifitas dari tes CEA, namun
tes ini sering diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini. Tes CEA
sebelum operasi sangat berguna sebagai faktor prognosa dan apakah tumor
primer berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA. Peningkatan nilai CEA
preoperatif berguna untuk identifikasi awal dari metatase karena sel tumor
yang bermetastase sering mengakibatkan naiknya nilai CEA.
15
Occult Blood Test
Terdapat berbagai masalah yang perlu dicermati dalam menggunakan
occult blood test untuk skrining, karena semua sumber perdarahan akan
menghasilkan hasil positif. Kanker mungkin hanya akan berdarah secara
intermitten atau tidak berdarah sama sekali, dan akan menghasilkan false
negative. Proses pengolahan, manipulasi diet, aspirin, jumlah tes, interval tes
adalah faktor yang akan mempengaruhi keakuratan dari tes tersebut. Efek
langsung dari occult blood test dalam menurunkan mortalitas dari berbagai
sebab masih belum jelas dan efikasi dari tes ini sebagai skrining kanker
kolorektal masih memerlukan evaluasi lebih lanjut.
CT scan
CT scan dapat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien kanker
kolon preoperatif. CT scan bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar
adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. CT scan sangat
berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan nilai CEA yang
meningkat setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT scan mencapai
55%. CT scan memegang peranan penting pada pasien dengan kanker kolon
karena sulitnya dalam menentukan stadium dari lesi sebelum tindakan operasi.
CT scan pelvis dapat mengidentifikasi invasi tumor ke dinding usus dengan
akurasi mencapai 90 %, dan mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening >1
cm pada 75% pasien. Penggunaan CT dengan kontras dari abdomen dan pelvis
dapat mengidentifikasi metastase pada hepar dan daerah intraperitoneal.
MRI
MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan
sering digunakan pada klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan
menggunakan CT scan. Karena sensitivitasnya yang lebih tinggi daripada CT
scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis ke hepar.
II.8. STADIUM(1,8)
Stadium dari karsinoma kolorektal merupakan salah satu faktor yang penting
untuk menentukan prognosis. Dukes tahun 1932 mengembangkan klasifikasi yang
dipakai sampai sekarang. Di samping itu AJCC dan UICC juga menetapkan
klasifikasi berdasarkan sistem TNM. Untuk menentukan apakah suatu tindakan
16
bersifat kuratif atau paliatif biasa digunakan Dukes staging atau Astler-Coller
modification staging.
1. Klasifikasi Dukes
A : Tumor terbatas pada dinding mukosa
B : Tumor menginvasi menembus dinding mukosa
C : Keterlibatan kelenjar limfe lokal dan regional
D : Metastase Jauh
2. Klasifikasi Dukes modifikasi Astler Coller. Membagi karsinoma kolorektal
berdasarkan gambaran histologis, sebagai berikut :
A : Tumor hanya pada lapisan mukosa.
B1 : Tumor sampai lapisan muskularis propria
B2 : Tumor menginvasi menembus lapisan muscularis propria
C1 : Tumor B1 dan ditemukan anak sebar pada kelenjar getah bening
C2 : Tumor B2 dan di temukan anak sebar pada kelenjar getah bening
D : Metastasis jauh
3. Stadium berdasarkan sistem TNM (American Joint Committee of Cancer)
pT-Tumor Primer (T)
pTx : Tumor primer tidak dapat dinilai
pTo : Tidak ada tumor primer yangdapat ditemukan
pTis : Karsinoma in situ (mukosa), intra epitel atau ditemukan sebatas lapisan
mukosa saja.
pT1 : Tumor menginvasi submukosa.
pT2 : Tumor menginvasi lapisan muskularis propria.
pT3 : Tumor menembus muskularis propria hingga lapisan serosa atau jaringan
perikolika/perirektal belum mencapai peritoneum.
pT4 : Tumor menginvasi organ atau struktur di sekitarnya atau menginvasi sampai
peritoneum visceral.
pN-Kelenjar limfe regional (N)
pNx : Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai.
pNo : Tidak ada metastasis ke kelenjar regional.
pN1 : Ditemukan metastasis ke 1 – 3 kelenjar getah bening regional.
pN2 : Ditemukan metastasis ke 4 atau lebih kelenjar getah bening.
pN3 : Metastasis ke kelenjar limfe sepanjang percabangan vaskuler.
p-M Metastasis jauh (M)
17
pMx : Metastasis tidak dapat dinilai.
pMo : Tidak ada metastasis jauh.
pM1 : Ditemukan metastasis jauh.
TABEL 2. Deskripsi Stadium Kanker Kolorektal
Gambar 14. Staging karsinoma kolorektal
Metastasis
Karsinoma kolorektal menyebar secara :
1. Langsung
Pertumbuhan karsinoma secara sirkumferensial dapat menyebar ke daerah
sekitarnya dan dapat mengenai permukaan usus sebelum diagnosis dilakukan.
Secara longitudinal tumor akan keluar menembus submukosa dan menginvasi
jaringan intramural tetapi jaraknya jarang melebihi 2 cm dari asal tumor kecuali
jika ada penyebaran ke aliran limfe. Lesi akan memberikan presentasi keluar
dinding usus dan selanjutnya akan terjadi kontak dengan jaringan / struktur sekitar
misalnya hati, kurvatura mayor dari lambung, duodenum, usus halus, pankreas,
18
limpa, vesika urinaria, vagina, ginjal, ureter dan juga dinding abdomen.
Karsinoma rektum dapat menginvasi ke dinding vagina, vesika urinaria, prostat
atau sakrum, dan hal ini dapat menyebar sepanjang otot levator.
2. Metastase hematogen
Tumor dapat menginvasi vena mensenterika inferior dan berjalan melalui
aliran vena porta dan bermetastase ke hepar. Embolisasi dapat terjadi melalui vena
– vena lumbal dan vertebra, ke paru – paru atau tempat – tempat lain. Invasi vena
terjadi 15-50% kasus, tapi tidak selalu menyebabkan metastasis jauh. Usaha yang
perlu dilakukan adalah mencegah terjadinya metastasis hematogen selama operasi
dengan manipulasi minimal dari tumor.
3. Metastase limfogen
Penyebaran karsinoma kolorektal paling sering melalui limfe. Biasanya terjadi
penyebaran secara langsung ke proksimal mengikuti vena hemoroidalis superior
ke vena mesenterika inferior apabila terjadi kanker rektum, tetapi dapat juga
terjadi penyebaran secara langsung ke kaudal jika terjadi obstruksi dari kelenjar
limfe yang retrograd.
4. Metastasis transperitoneal
Umumnya jarang terjadi pada karsinoma rektum. Pada kasus ini tumor
menembus serosa masuk rongga peritoneum kemudian cairan serous masuk
rongga peritoneum sehingga menimbulkan implant lokal atau karsinomatosis
abdominal. Kantong rektovesikal atau rektourin biasanya terkena pada beberapa
pasien dan pada pemeriksaan colok dubur, metastase ini dapat dirasakan sekeras
papan. Metastase tumor ini dapat juga ke ovarium.
II.9. PENATALAKSANAAN(8)
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan operatif. Tujuan
utama tindakan operatif ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif
maupun non kuratif. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan
manfaat kuratif.
Kemoterapi yang menunjukkan efektivitas sebagai terapi adjuvant pada kanker
kolon juga bermanfaat sebagai adjuvant pada kanker rectal. Kombinasi neoadjuvant
(preoperasi) radiasi (4500-5040 cGy) dengan 5-FU/leucovorin (dan ditambah yang
baru oxaliplatin) dapat mengurangi ukuran massa (down-staging) dan juga dapat
mengeradikasi tumor secara komplit pada 25% kasus.
19
Gambar 15. Penatalaksanaan karsinoma kolon
Sebelum melakukan tindakan operasi harus terlebih dahulu dinilai keadaan
umum dan toleransi operasi serta ekstensi dan penyebaran tumor. Terapi standar
untuk kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :
Pembedahan
Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal maupun
jauh. Penatalaksanaan objektif dari karsinoma kolon adalah dengan membuang tumor
primer bersama dengan suplai limfovaskularnya. Pada tumor sekum ataupun
ascendens, dilakukan hemikolektomi kanan, kemudian anastomosis ujung ke ujung.
Pada tumor di fleksura hepatica dilakukan juga hemikolektomi. Pada tumor kolon
transversum dilakukan reseksi kolon transversum, kemudian anastomosis ujung ke
ujung sedangkan pada tumor kolon descendens dilakukan hemikolektomi kiri. Pada
tumor sigmoid dilakukan reseksi sigmoid dan pada rectum sepertiga proksimal
dilakukan reseksi anterior. Pada tumor rectum sepertiga tengah dilakukan amputasi
rectum melalui reseksi abdominoperineal Quenu – Miles. Anus turut dikeluarkan.
HNPCC (Herediter Nonpolyposis Cancer Colorectal)
Operasi pengangkatan seluruh kolon adalah satu-satunya cara pasti untuk
mencegah kanker kolon. Penghapusan organ sebelum kanker terjadi disebut
profilaksis. Kolektomi profilaksis (pengangkatan kolon) masih kontroversial dan
harus didiskusikan dengan dokter ahli dalam merawat pasien dengan HNPCC.
Jika polip ditemukan paling sering dapat diangkat melalui kolonoscopi. Kadang-
kadang, operasi mungkin disarankan jika polip besar atau sebagai profilaksis
sekali polip terdeteksi. Jika ditemukan kanker kolorektal, maka dilakukan
20
pembedahan untuk mengangkat semua yg terkena kanker. Ada berbagai tekhnik
operasi. Tergantung pada keahlian dari ahli bedah, salah satu operasi berikut dapat
dilakukan melalui beberapa lubang di abdomen yang disebut laparoskopi atau
melalui insisi midline di abdomen yang disebut laparotomi.
Total kolektomi dan anastamosis ileorectal (IRA)
Selama operasi, ahli bedah mengangkat kolon pasien dengan jarak 5 inci dari
rektum. Usus kecil, atau ileum, kemudian dianastomosiskan dengan rektum
proksimal. Setelah itu, pasien memiliki fungsi usus normal.
Kolektomi dengan kantong ileoanal (proctocolectomy restorative)
Prosedur bedah berhasil pada pasien tertentu. Ahli bedah mengangkat kolon
dan rektum, meninggalkan lubang anus dan otot-otot sfingter anus. Kemudian
dibuat ileostomi. Setelah operasi pertama sembuh, ileostomi ditutup, untuk
memulihkan fungsi usus.
Proctocolectomy dan ileostomy
Prosedur ini direkomendasikan untuk pasien dengan kanker rektum atau yang
tidak dapat dilakukan operasi lainnya. Kolon dan rektum diangkat, dan dibuat
ileostomi permanen. Pasien kemudian memakai kantung ileostomi untuk
menampung feses yang dikeluarkan tubuh. Lima tahun kelangsungan hidup di
antara pasien dengan kanker kolorektal nonpolyposis (HNPCC) diperkirakan
mencapai sekitar 60%, dibandingkan dengan 40-50% untuk kasus-kasus sporadis.
Kolorektal tumor yang positif MSI (microsatellite instability) memiliki ciri khas,
termasuk kecenderungan untuk muncul dalam proksimal usus, Lymphocytic
infiltrate dan sangat sulit dibedakan dari penampilan mucinous atau cincinnya.
Peneliti telah menemukan positif MSI pada tumor dikaitkan dengan peningkatan
tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik. Bila dibandingkan berdasarkan pada
tahap, pasien dengan kanker kolorektal dari keluarga dengan sejarah HNPCC
memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan kanker kolorektal
dalam populasi umum, yang dapat dijelaskan oleh faktor-faktor kekebalan atau
imunitas. Contoh penelitian pada tikus menunjukkan bahwa tikus dengan kanker
kolon telah menunjukkan bahwa tumor tersebut mempengaruhi respon imun host
dengan mengubah reseptor sel T host. Namun, respon sel T cacat diamati hanya
pada hewan dengan tumor lama, yang menyiratkan bahwa pertumbuhan tumor
cepat, seperti yang terlihat di HNPCC yang dapat mempertahankan respon imun.
21
Kanker kolon yang terjadi pada pasien dengan HNPCC yang diyakini berasal dari
adenomas; Namun, adenomatous polip yang mungkin memiliki riwayat
perkembangan singkat pasca-karsinoma dibandingkan dengan populasi umum.
Dengan demikian, untuk dikenal MLH1 atau MSH2 germline mutasi pembawa,
dianjurkan kolonoskopi rutin setiap 1-2 tahun dimulai pada usia 20-25 tahun atau
5 tahun sebelum diagnosis pertama kanker kolorektal dalam keluarga. Setelah usia
35-40 tahun, kolonoskopi harus dilakukan setiap tahun.
Kanker rektum
Lesi pada rektum sebaiknya dibedakan dan tidak disatukan dengan kanker
kolon karena adanya perbedaan dalam pola kelainan lokal dan strategi
penanganannya. Tindakan operasi bagi kanker yang letaknya di rektum
membutuhkan beberapa pertimbangan khusus berdasarkan Rule of Third :
o Lesi pada bagian atas ( > 12 cm di atas anus) dilakukan tindakan reseksi
sepanjang abdominal dengan anastomosis antara kolon sisi kiri dengan rektum
yang tersisa (Low anterior resection).
o Lesi pada bagian tengah (7 – 12 cm di atas anus) dilakukan reseksi low
anterior dengan menggunakan alat stapling sirkuler pada anastomosisnya.
o Lesi pada bagian bawah ( < 7 cm), dipertimbangkan beberapa pilihan antara
lain :
o Reseksi rektum, anus dan spinkter ani dengan mengkombinasi
pendekatan abdominal dan perineal yang disertai dengan kolostomi
(reseksi abdominoperineal, disebut juga prosedur Miles).
o Reseksi rektum distal dengan menggunakan pendekatan transanal,
reseksi dilakukan pada rektum proksimal dengan pendekatan
abdominal, atau anastomosis antara kolon dengan distal rektum
melalui anus.
Eksisi lokal dan radioterapi kontak dapat digunakan sebagai pilihan terapi
terutama bagi kanker rektum yang memiliki peluang metastase kecil, contohnya : lesi
superfisial, bergerak bebas pada pemeriksaan digital, tumor differensiasi baik, tumor
yang terbatas pada dinding rektal, terdeteksi dengan ultrasound endorektal, tidak
terabanya pembesaran kelenjar limfe rektorektal.
22
Hemikolektomi kanan Hemikolektomi kanan extended
Hemikolektomi kiri Reseksi kolon transversum
Reseksi kolon sigmoid
Gambar 15. Metode Pembedahan Kuratif Pada Karsinoma Kolorectal
23
II.10 PROGNOSIS KARSINOMA KOLOREKTAL (1)
Tabel 3. Angka Bertahan Hidup 5 Tahun Mendatang Berdasarkan Dukes Modified
(9)
Berdasarkan histopatologi, pasien dengan kanker kolon tipe polip adenomatosa atau
tubulovillous adenoma memiliki angka bertahan hidup lebih rendah dibandingkan
adenokarsinoma musinosum. Sebaliknya, pasien dengan kanker rektal tipe karsinoid
maligna memiliki angka bertahan hidup lebih tinggi dibandingkan dengan
adenokarsinoma tipe non spesifik.(10)
24
BAB III
ILUSTRASI KASUS
III.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. L
No RM : 493018
Usia : 53 tahun
Jenis kelamin : Laki laki
Suku : Batak
Alamat : Pamulang, Tangerang Selatan
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Status : Menikah
Pendidikan : Akademi
Masuk Perawatan : 8 Juli 2012
Keluar : 30 Juli 2012
III.2 ANAMNESIS
Anamnesis didapatkan berdasarkan alloanamnesis pada tanggal 26 Juli 2012 dan
data rekam medik.
Keluhan utama
BAB berdarah sejak 3 bulan SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan BAB berdarah sejak 3 bulan SMRS. Darah warna
merah segar, menempel pada tinja. Keluhan BAB berdarah ini awalnya kurang lebih
3x dalam seminggu. Namun 2 minggu SMRS, BAB berdarah semakin sering, menjadi
hampir setiap hari. Riwayat BAB hitam seperti aspal disangkal, terdapat mual tapi
tidak sampai muntah. Riwayat muntah darah atau muntah hitam tidak ada. Pasien
mengaku nafsu makannya berkurang 1 minggu SMRS. Perut terasa kembung. Pasien
masih dapat flatus. BAK tidak ada keluhan.
25
Os menyangkal terdapat benjolan di perut. Nyeri perut disangkal. Os hanya
mengeluh mulas berlebih bila ingin BAB. Kadang os mengalami mencret, kadang os
mengalami kesulitan BAB sehingga baru BAB 3-5 hari sekali, kadang BAB
bentuknya kecil-kecil seperti tahi kambing. Perubahan pola BAB ini dirasakan sejak 1
tahun terakhir. Tidak ada riwayat demam, batuk-batuk lama (-), sesak napas (-), sakit
kepala (-), keluar benjolan di anus saat mengedan (-). Berat badan pasien juga turun
10 kg dalam 3 bulan terakhir.
7 bulan sebelumnya, os pernah dirawat di RSF karena keluhan BAB berdarah. Os
dukatakan menderita tumor yang dicurigai ganas dan direncanakan kolonoskopi.
Kemudian os dirujuk ke bagian bedah digestif.
Sebelum keluhan timbul, os memiliki frekuensi BAB teratur sekali sehari. Os juga
senang makan sayur dan buah. Riwayat merokok (+) selama 20 tahun, sudah berhenti
selama 2 tahun terakhir. Dalam 1 hari os dapat menghabiskan 1 bungkus.
Selama dirawat di rumah sakit os telah menjalani operasi pengangkatan usus. Saat
ini os mengeluh nyeri pada luka operasi, tidak terdapat demam atau keluar nanah dari
luka operasi.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal adanya riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit
jantung, asma, dan alergi obat-obatan. Pasien tidak pernah menjalani operasi
sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal adanya riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, asma,
dan alergi obat-obatan di keluarga pasien. Riwayat tumor atau keganasan juga
disangkal.
III.3 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 26 Juli 2012 di Gedung GPS Lantai 2.
Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
26
Suhu : 37,0 °C
RR : 20 x/menit
Kepala : Deformitas (-), distribusi rambut merata, tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva Pucat -/-, Sklera Ikterik -/-.
Hidung : Deviasi septum (-), sekret -/-.
Telinga : KAE tidak terdapat kelainan, Serumen -/-
Rongga Mulut : Oral hygiene baik, mukosa lembab, faring hiperemis (-), tonsil T1-T1.
Leher : Trakea di tengah, KGB tidak teraba membesar.
Toraks : tidak terdapat kelainan
Paru : I : bentuk normal, dada tampak simetris statis dan dinamis, retraksi (-)
P : vocal fremitus kanan kiri simetris
P : sonor pada kedua lapang paru
A : suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung : I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis teraba di ICS VI midklavikula sinistra
P : pinggang jantung : ICS II parasternal sinistra
batas kanan : ICS V parasternal dekstra
batas kiri : ICS VI midklavikula sinistra
A : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : I : datar, tampak luka operasi tertutup kassa, rembesan (-), terpasang
Ileostomi, tampak vital, produksi (+) kecoklatan, encer
P : supel, massa (-), NT (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
P : timpani
A : bising usus (+) Normal
Ekstremitas : akral hangat +/+, edema -/-
Rectal Touche : TSA baik, ampula tidak kolaps, teraba massa, 8 cm di atas sfingter
ani, konsistensi keras, mobile, nyeri tekan (+).
Sarung tangan: feses (+), darah (+), lendir (-)
III.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Pemeriksaan Radiologi
o Toraks PA (18/5/2012)
Kesan : Bronkiektasis minimal di parakardial kanan,
Jantung dalam batas normal
27
o Kolonoskopi (12/6/2012)
Kesan : Displasia berat, karsinoma insitu, rectum.
o CT Scan (24/5/2012)
Kesan : Tumor rektosigmoid, tidak tampak tanda metastase
o Patologi Anatomi
Adenokarsinoma berdiferensiasi baik, pT3, rektosigmoid.
o Laboratorium
Pemeriksaan 18/07/12 23/09/12 02/09/12
HEMATOLOGI CEA
Hb 13,5 0,95 5,35
Ht 40
Leukosit 11.400
Trombosit 388.000
VER 89,1
HER 28,5
Fungsi ginjal
Ureum darah 34
Creatinin darah 0,9
Fungsi hati
SGOT 36
SGPT 113
Elektrolit
Natrium 138
Kalium 3,89
Klorida 110
Hemostasis
PT 19,2
28
III.5 RESUME
Tn. L, 55 tahun datang dengan keluhan BAB berdarah sejak 3 bulan SMRS, warna
merah segar, menempel pada tinjayang semakin sering 2 minggu SMRS, BAB
berdarah semakin sering, menjadi hampir setiap hari. Nafsu makannya berkurang 1
minggu SMRS. Kembung (+). Flatus (+). BAK normal. Benjolan di perut (-). Nyeri
perut (-).Perubahan pola BAB (+) sejak 1 tahun terakhir. Demam (-), batuk (-), sesak
(-), sakit kepala (-), keluar benjolan di anus saat mengedan (-). Penurunan berat badan
(+). 7 bulan sebelumnya, pernah dirawat karena serupa dan dikatakan menderita
tumor yang dicurigai ganas dan direncanakan kolonoskopi. Os dirujuk ke bedah
digestif. Frekuensi BAB teratur sekali sehari sebelum sakit, senang makan sayur dan
buah. Riwayat merokok (+) selama 20 tahun, sudah berhenti selama 2 tahun terakhir.
Dalam 1 hari os dapat menghabiskan 1 bungkus.
Pada pemeriksaan fisik, tanda vital stabil, status generalis dalam batas normal,
Rectal Touche didapatkan TSA baik, ampula tidak kolaps, teraba massa, 8 cm di atas
sfingter ani, konsistensi keras, mobile, nyeri tekan (+). Sarung tangan: feses (+), darah
(+), lendir (-). Pemeriksaan Toraks PA Kesan : Bronkiektasis minimal di parakardial
kanan, Jantung dalam batas normal. Kolonoskopi Kesan : Displasia berat, karsinoma
insitu, rectum. CT Scan Kesan : Tumor rektosigmoid, tidak tampak tanda metastase.
Patologi Anatomi didapatkan kesan Adenokarsinoma berdiferensiasi baik, pT3,
rektosigmoid.
III.6 DIAGNOSIS KERJA
Post Lower Anterior Resection ai Adenokarsinoma Rektosigmoid T3N0M0
III.7 PENATALAKSANAAN
Lower Anterior Resection dengan Ileostomi
Kontrol PT 13,1
APTT 36,5
Kontrol APTT 31,5
29
III.8 PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
30
BAB IV
ANALISA KASUS
Berdasarkan hasil anamnesis, terdapat perubahan pola BAB pada pasien selama 1
tahun terakhir, hematoskezia, dan penurunan berat badan secara signifikan. Hal ini
mendukung diagnosis karsinoma kolorektal pada pasien ini. Faktor risiko individu dan
riwayat penyakit keluarga tidak diketahui pada pasien ini. Hanya terdapat riwayat kebiasan
merokok yang cukup lama. Akan tetapi butuh pembahasan lebih lanjut bila merokok
merupakan faktor risiko untuk karsinoma kolorektal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hemodinamik stabil, pada abdomen tidak terdapat
massa, hanya dari Rectal Touche yang dilakukan sebelum operasi didapatkan massa 8 cm di
atas sfingter ani, disertai dengan nyeri tekan.
Pada Laboratorium terdapat leukositosis ringan pasca operasi. Tampak pemeriksaan
CEA menurun setelah dilakukan operasi. Carcinoembrionic antigen CEA dapat meningkat
pada 60-90% pasien dengan carcinoma colorectal. Namun CEA bukan merupakan tes
skrining yang efektif untuk keganasan.
Pemeriksaan Radiologi Toraks PA didapatkan bronkiektasis paru, tidak terdapat tanda
metastasis pada pasien ini. Pemeriksaan Kolonoskopi didapatkan kesan displasia berat,
karsinoma insitu, rectum. Pada Pemeriksaan CT Scan didapatkan kesan tumor rektosigmoid,
tidak tampak tanda metastase. Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi didapatkan
Adenokarsinoma berdiferensiasi baik, pT3, rektosigmoid. Bermakna bahwa tumor menembus
muskularis propria hingga lapisan serosa atau jaringan perikolika/perirektal belum mencapai
peritoneum. Dapat ditentukan bahwa pada pasien ini ditegakkan diagnosis adenokarsinoma
recto-sigmoid T3N0M0.
Penatalaksanaan tumor pada kasus ini dilakukan adalah tindakan operatif. Yang
kemudian akan dilanjutkan dengan kemoterapi.pada pasien ini dilakukan Lower Anterior
Resection sesuai dengan Rule of Third pada karsinoma rectum. Ileostomi dilakukan sebagai
sarana pembuangan feses pada pasien. Angka kekambuhan pada pasien ini perlu dievaluasi
lagi selama perjalanan penyakitnya.
31
BAB V
KESIMPULAN
Kanker kolon merupakan kasus terbanyak dalam keganasan traktus gastrointestinal
Gejala klinik karsinoma kolorektal tergantung dari lokasi tumor. Kanker caecum dan
kolon asenden biasanya tidak memberikan gejala obstruksi, sedangkan kanker rekto
sigmoid dapat memberikan gejala obstruksi disertai hematoskezia.
Gold Standar kanker kolorektal dengan kolonoskopi dan diagnosis pasti dengan
pemeriksaan histopatologi.
Teknik pembedahan kanker kolorektal tergantung dari letak lesi dari tumor tersebut.
Stadium kanker kolorektal penting dalam penentuan tatalaksana bagi pasien beserta
prognosis angka bertahan hidup.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi, F. Charles, Anderson, Dana K, et al. Schwartz’s Principles of Surgery. 8th
ed. 2004
2. Karnadihardja W. Panduan klinis nasional pengelolaan karsinoma kolorektal.
Kelompok Kerja Adenokarsinoma Kolorektal. 2004
3. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston Textbook of
Surgery. Ed 18th
. Elsevier Inc. 2007
4. Sjamsuhidajat-de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta : EGC. 2010
5. Pezzoli A, Metarese V, Rubini M, et al. Colorectal cancer screening: Result of a 5-
year program in asymptomatic subject at increased risk. Digestive and Liver Disease.
2007
6. Durondi S, Banerjea A. Colorectal cancer: early diagnosing and predisposing causes.
Surgery 2006: 24; 131-136
7. Way LW, Doherty GM. Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11th
ed. New York
: Mc Graw-Hill. 2003. p716 – 25.
8. Bruce D. Greenwald, MD. Carcinoma colon. Associate Professor of Medicine.
University of Maryland. Diunduh dari :
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=8.%09Bruce+D.+Greenwald%2C+MD.+
Carcinoma+colon.+Associate+Professor+of+Medicine.+University+of+Maryland&so
urce=web&cd=2&cad=rja&ved=0CCcQFjAB&url=http%3A%2F%2Fmedschool.um
aryland.edu%2Fminimed%2Fpowerpoint%2Fgreenwaldppt.ppt&ei=-
AJbUKKFAcLHrQfTyIHwCg&usg=AFQjCNEGuDVbtWsR7CA1uui8srtk3KynDA
&sig2=_hPtLgQ2B9pep8NOdzD0hQ
9. Hassan Issac. Rectal carcinoma imaging. 2011. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/373324-overview
10. Ward KC, Young JL, Ries LA. SEER survival monograph : Cancers of the colon and
rectum. National Cancer Institute. 2001. Ch4. Diunduh dari :
http://seer.cancer.gov/publications/survival/surv_colon_rectum.pdf