cl 2
DESCRIPTION
wertyTRANSCRIPT
I. Definisi
Asfiksia neonatorum ialah adalah kegagalan bernapas yang terjadi secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila
penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi
bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang
mungkin timbul.( manuaba, 2010)
Menurut WHO, asfiksia neonatrum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir (Depkes RI, 2008:6)
Klasifikasi
Asfiksia Menurut Mochtar (1998), klasifikasi klinis asfiksia dibagi dalam 2 macam, yaitu sebagai
berikut :
a. Asfiksia Livida yaitu asfiksia yang memiliki ciri meliputi warna kulit kebiru-biruan, tonus otot
masih baik, reaksi rangsangan masih positif, bunyi jantung reguler, prognosis lebih baik
b. Asfiksia Pallida yakni asfiksia dengan ciri meliputi warna kulit pucat, tonus otot sudah kurang,
tidak ada reaksi rangsangan, bunyi jantung irreguler, prognosis jelek.
II. Etiologi
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam
rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru
lahir, diantaranya adalah
1. Faktor ibu
•Preeklampsia dan eklampsia
•Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
•Partus lama atau partus macet
•Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
•Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
•Lilitan tali pusat
•Tali pusat pendek
•Simpul tali pusat
•Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
•Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
•Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi
forsep)
•Kelainan bawaan (kongenital)
•Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan
asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan
ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya
faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia
tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap
pertolongan persalinan.
III. Epidemiologi
Menurut WHO, setiap tahunnya 120 juta bayi lahir di dunia, secara global 4 juta (33:1000) bayi
lahir mati (Stillbirth) dan 4 juta (33:1000) lainnya meninggal dalam usia 30 hari (neonatal lanjut).
Kirakira 3,6 juta (30%) dari 120 juta bayi lahir mengalami asphyxia neonatorum, hampir 1 juta
(27,78%) bayi meninggal. Sebanyak 98% dari kematian bayi terjadi di Negara-negara
berkembang (desfauza, Evi. 2007).
Diperkirakan bahwa sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus diseluruh dunia disebabkan
oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir matiyang lebih besar. Laporan dari Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan
ke-6, yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab kematian anak diseluruh dunia setelah pneumonia,
malaria,sepsis neonatorum dan kelahiran prematur.1,3 Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan
setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti
cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan belajar.4Menurut hasil riset kesehatan dasar
tahun 2007, tiga penyebab utama kematian perinatal di Indonesia adalah gangguan
pernapasan/respiratory disorders (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%)
Menurut data-data di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2004 bayi baru lahir
berjumlah 184 orang, meninggal 9 orang (4,89%) 1 bayimeninggal dengan asphyxia
neonatorum . Tahun 2005 bayi baru lahir berjumlah215, meninggal 9 orang (4,19%) dimana 1
bayi meninggal dengan asphyxia neonatorum.Di Rumah Sakit Dr Pirngadi Medan. Tahun 2005,
bayi baru lahir berjumlah 754 orang, 27 bayi (3,58%) meninggal dan tahun 2006 dari
jumlahkelahiran 1.185 bayi, bayi dengan asphyxia neonatorum 205 meninggal sebelumusia 7
hari sejumlah 134 (11,31%), dimana asphyxia neonatorum merupakan penyebab kematian bayi
yang terbanyak yaitu 108 bayi (81%) dan tahun 2007angka kelahiran 757, bayi lahir dengan
asfiksia neonatorum sebanyak 234(30,31%) dan meninggal sebelum usia 7 hari sebanyak 59
(77,94 per seribu) dan bayi meninggal dengan asphyxia neonatorum sebanyak 20 bayi (34%)
(Abdullah, 2013).
IV. Faktor Resiko
Terdapat beberapa factor resiko asfiksia neonates berdasarkan buku.
1. Gangguan sirkulasi menuju janin:
a. Gangguan aliran pada tali pusat
-Lilitan tali pusar
-Simpul tali pusar
-Tekanan pada tali pusar
-Ketuban telah pecah
-Kehamilan lewat waktu
b.Pengaruh obat
-Karena narkosa saat persalinan
2.Factor ibu
-Gangguan his: tetania uteri-hipertoni
-Turunnya tekanan darah dapat mendadak: perdarahan pada plasenta previa dan solusio
plasenta
-Vaso konstriksi arterial: hipertensi pada ibu hamil dan gastosis pre-eklampsia-eklampsia
-Ganggguan pertukaran nutrisi/o2: solusio plasenta (Manuaba, 2000)
Kemudian dilakukan penelitian pada jurnal dengan hasil bahwa kondisi antepartum dan
intrapartum yang meningkatkan resiko terjadinya asfiksia neonatorum pada bayi cukup bulan
adalah air ketuban bercampur meconium (Kehamilan lewat waktu), kala II lama (>60 menit),
kecil pada masa kehamilan, serta persalinan SC dengan anesteri general (Dewi, dkk. 2005).
V. Manifestasi Klinis
Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda klinis pada
janin atau bayi berikut ini :
a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur
b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
c. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain
d. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen
e. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-otot jantung
atau sel-sel otak
f. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau
kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan
g. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau nafas tidak
teratur/megap-megap
h. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah
i. Penurunan terhadap spinkters j. Pucat (Depkes RI, 2007) .
VI. Patofisiologi
Terlampir
VII. Penatalaksanaan
Menurut DEPKES RI (2005), penatalaksanaan asfiksia terdiri dari dua, yaitu:
1. Resusitasi
Begitu bayi lahir tidak menangis, maka dilakukan Langkah Awal yang terdiri dari:
o Hangatkn bayi dibawah pemancar panas atau lampu
o Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi
o Isap lendir dari mulut kemudian hidung
o Keringkan bayi sambil meransang taktil dengan menggosok punggung atau
menyentik ujung jari kaki dan mengganti kain yang basah dengan yang kering
o Reposisi kepala bayi
o Nilai bayi: usaha nafas, warna kulit dan denyut jantung
Bila bayi tidak bernafas lakukan ventilasi tekanan positif (VTP) dengan memakai balon
dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40-60 kali per menit
Nilai bayi: usaha nafas, warna kulit dan denyut janjtung
Bila belum bernafas dan denyut jantung, 60 kal per menit, lanjutkan VTP dengan
kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik
Nilai bayi: usaha nafas, warna kulit dan denyut jantung
o Bila denyut jantung < 60 x/menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan kompresi dada
o Bilai denyut jantung > 60 x/menit, kompresi dada dihentikan, VTP dilanjutkan
o Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi
o Selanjutnya lihat bagan 1.1
2. Terapi medikamentosa
Epinefrin
Indikasi:
Denyut jantung bayi < 60 x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan kompresi dada belum ada respon
Asistolik
Dosis: 0,1-0,3 ml/kgBB dalam larutan 1:10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kgBB)
Cara: IV atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
Cairan pengganti volume darah
Indikasi:
Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon
dengan resusitasi
Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya
pucat, perfusi buruk, nadi lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang
adekuat
Jenis cairan:
Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)
Transfusi darah gol. O negatif jika diduga kehilangan darah banyak
Dosis: dosis awal 10 ml/kgBB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulangi sampai menunjukkan
respon klinis.
Bikarbonat
Indikasi:
Asidosis metabolik secara klinis (nafas cepat dan dalam, sianosis)
Prasyarat: bayi telah dilakukan ventilasi dengan efektif
Dosis: 1-2 mEq/kgBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7,4%)
Cara: diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara IV dengan
kecepatan minimal 2 menit
Efek samping: pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak
fungsi miokardium dan otak.
Bagan 1.1 Tahapan Resusitasi
TINDAKAN SETELAH RESUSITASI
Setelah melakukan resusitasi, maka harus dilakukan tindakan berikut:
Pemantauan pasca resusitasi
Bayi harus dipantau secara khusus:
o Pantau tanda-tanda vital: nafas, jantung, kesadaran dan produksi urin
o Jaga bayi agar senantiasa hangat
o Bila tersedia fasilitas, periksa kadar gula darah
o Perhatian khusus diberikan pada waktu malam hari
Berikan imunisasi hepatitis B pada saat bayi masih dirawat dan Polio pada saat pulang.
Kapan harus merujuk:
o Rujukan paling ideal adalah rujukan antepartum untuk ibu risiko tinggi/komplikasi
o Bila puskesmas tidak mempunyai fasilitas lengkap maka lakukan rujukan bila bayi
tidak memberi respon terhadap tindakan resusitasi selama 2-3 menit
o Bilapuskesmas mempunyai fasilitas lengkap dan kemampuan melakukan
pemasangan ET dan pemberian obat-obatan serta bayi tidak memberikan respons
terhadap tindakan resusitasi, maka segera lakukan rujukan
o Bila oleh karena satu dan lain hal bayi tidak dapat dirujuk, maka dilakukan tindakan
yang paling optimal di Puskesmas dan berikan dukungan emosional kepada ibu dan
keluarga
o Bila sampai dengan 10 menit bayitidak dapat dirujuk, jelaskan kepada orang tua
tentang prognosis bayi yang kurang baik dan pertimbangan manfaat rujukan untuk
bayi ini kurang bila terlalu lama tidak segera dirujuk.
Kapan menghentikan resusitasi:
Resusitasi dinilai tidak berhasil jika bayi tidak bernafas spontan dan tidak terdengar denyut
jantung setelah dilakukan resusitasi secara efektif selama 15 menit.
Dekontaminasi, mencuci dan mensterilkan alat
Membuat catatan tindakan resusitasi
Catat hal-hal dibawah ini dengan rinci:
o Kondisi bayi saat lahir
o Tindakan yang diperlukan untuk memulai pernafasan (tahapan resusitasi yang telah
dilakukan)
o Waktu antara lahir dengan memulai pernafasan
o Pengamatan secara klinis selama dan sesudah tindakan resusitasi
o Hasil tindakan resusitasi
o Bila tindakan resusitasi gagal, apa kemungkinan penyebab kegagalan
o Nama-nama tenaga kesehatan yang menangani tindakan
o Konseling pada keluarga
o Bila resusitasi berhasil dan bayi dirawat secara rawat gabung, lakukan konseling pemberian
ASI dini dan eksklusit dan asuhan bayi normal lainnya (perawatan neonatal esensial)
o Bila bayi memerlukan perawatan atau pemantauan khusus, konseling keluarga tentang
pemberian ASI dini dan jelaskan tentang keadaan bayi
o Bila bayi sudah tidak memerlukan perawatan lagi di puskesmas, nasehati ibu dan keluarga
untuk kunjungan ulang untuk pemantauan tumbuh kembang bayi selanjutnya
o Bila resusitasi tidak berhasil atau bayi meninggal dunia, berikan dukungan emosional kepada
keluarga.
3. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya Gemelli (bayi kembar) menurut
Mochtar (2012:263) diantaranya adalah:
a. Anamnesa
Bertujuan untuk mengetahui identitas, usia kehamilan dari pemeriksaan, dan gejala atau
keluhan yang dialami ibu selama kehamilan. Hasil anamnesa yang dilakukan untuk
menilai gemelli diantaranya:
Terlihat tinggi fundus uteri ibu lebih tinggi dari usia kehamilan (misal usia kehamilan 22
minggu tinggi fundus uteri mencapai hampir prosesus, normal: usia kehamilan 22 tinggi
fundus uteri mencapai umbilikus)
Ibu menginformasikan gerakan janin lebih banyak dirasakan
Uterus terlihat lebih cepat membesar (ukuran lebih besar dari usia kehamilan yang
dialami)
Adanya keturunan didalam keluarga atau ibu memiliki riwayat kehamilan bayi kembar.
b. Inspeksi dan Palpasi
• Setelah dilakukan anamnesa selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara visual yang
terlihat dari kondisi ibu. Dari pemeriksaan memberikan hasil diantaranya:
• Terlihat dari pemeriksaan pertama dan kedua uterus lebih besar dan lebih tinggi dari
usia kehamilan yang semestinya.
• Tampak gerakan janin lebih banyak
• Saat dipalpasi bagian kanan dan kiri ibu teraba bagian yang memanjang (punggung)
• Saat dipalpasi teraba tiga bagian besar janin (kepala, bokong, dan punggung)
• Saat dipalpasi teraba dua ballotemen: dilakukan pemeriksaan bimanual pada usia
kehamilan 16-20 minggu.
c. Auskultasi
Dilakukan pemeriksaan DJJ menggunakan fundoscopy terdengan 2 denyut jantung janin dari
2 tempat (kanan dan kiri), dari pemeriksaan yang pernah dilakukan perbedaan kecepatan
DJJ ±10 denyut/ menit.
d. Rontgen Foto Abdomen
Terlihat gambaran 2 janin
e. Ultrasonografi (USG)
• Terlihat dua janin, 2 jantung yang berdenyut. Pemeriksaan USG bayi kembar dapat
ditentukan pada Trimester I – II
f. Pemeriksaan Elektrokardiogram Fetal
Ketika dilakukan pemeriksaan EKG didapatkan dua hasil EKG yang berbeda dari kedua janin.
4. Komplikasi
Dibandingkan dengan kehamilan tunggal, kehamilan multiple lebih mungkin terkait dengan
banyak komplikasi kehamilan. Komplikasi obstetrik yang sering didapatkan pada kehamilan
kembar meliputi polihidramnion, hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan ketuban pecah dini,
presentasi janin abnormal, dan prolaps tali pusat. Secara umum,komplikasi tersebut dapat
dicegah dengan perawatan antenatal yang baik (Eisenberg, 2004:168).
Menurut Hartono, dkk (2006:852-897) beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada janin yang
dilahirkan pada kehamilan kembar diantaranya adalah:
a. Prematuritas
Janin dari kehamilan multipel cenderung dilahirkan preterm dan kebanyakan memerlukan
perawatan pada neonatal intensive care unit (NICU). Sekitar 50 persen kelahiran kembar terjadi
sebelum usia kehamilan 37 minggu. Lamanya kehamilan akan semakin pendek dengan
bertambahnya jumlah janin di dalam uterus. Sekitar 20% bayi dari kehamilan multipel
merupakan bayi dengan berat lahir rendah.
b. Hyalin Membrane Disease (HMD)
Bayi kembar yang dilahirkan sebelum usia kehamilan 35 minggu dua kali lebih sering menderita
HMD dibandingkan dengan bayi tunggal yang dilahirkan pada usia kehamilan yang sama. HMD
atau yang dikenal sebagai Respiratory Distres Syndrom (RDS) adalah penyebab tersering dari
gagal nafas pada bayi prematur. Terjadi segera setelah atau beberapa saat setelah bayi lahir.
Ditandai dengan sukar bernafas, cuping hidung, retraksi dinding dada dan sianosis yang
menetap dalam 48-96 jam pertama kehidupan. Prevalensi HMD didapatkan lebih tinggi pada
kembar monozigotik dibandingkan dengan kembar dizigotik. Bila hanya satu bayi dari sepasang
bayi kembar yang menderita HMD, maka bayi kedua lebih cenderung menderita HMD
dibandingkan dengan bayi pertama.
c. Asfiksia saat Kelahiran/Depresi Napas Perinatal
Bayi dari kehamilan multipel memiliki peningkatan frekuensi untuk mengalami asfiksia saat
kelahiran atau depresi perinatal dengan berbagai sebab. Prolaps tali pusat, plasenta previa,dan
ruptur uteri dapat terjadi dan menyebabkan asfiksia janin.Kejadian cerebral palsy 6 kali lebih
tinggi pada bayi kembar dua dan 30 kali lebih sering pada bayi kembar tiga dibandingkan dengan
janin tunggal. Bayi kedua pada kehamilan kembar memiliki resiko asfiksia saat lahir/dpresi napas
perinatal lebih tinggi.
d. Infeksi Streptococcus group B Infeksi onset cepat Streptococcus group B
pada bayi berat lahir rendah adalah 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan
tunggal dengan berat badan yang sama.
e. Vanishing Twin Syndrome
Kemajuan teknologi ultrasonografi memungkinkan dilakukannya studi sonografik pada awal
gestasi yang memperlihatkan bahwa insiden kembar trimester pertama jauh lebih tinggi
daripada insiden kembar saat lahir. Kehamilan kembar sekarang diperkirakan terjadi pada 12
persen di antara semua konsepsi spontan, tetapi hanya 14 persen di antaranya yang bertahan
sampai aterm.
Pada sebagian kasus, seluruh kehamilan lenyap, tetapi pada banyak kasus, satu janin yang
meninggal atau sirna (vanish)dan kehamilan berlanjut sebagai kehamilan tunggal. Pada 21-63%
konsepsi kembar meninggal atau sirna (vanish ) pada trimester kedua.Keadaan ini dapat
menyebabkan kelainan genetik atau kelainan neurologik/defek neural tube pada janin yang
tetap bertahan hidup.
f. Kelainan Kongenital/Akardia/Rangkaian Perfusi Balik Arteri pada Janin Kembar (twin reverse-
arterial-perfusion/TRAP)
Pada plasenta monokorionik, vaskularisasi janin biasanya tergabung, kadang-kadang amat
kompleks. Anastomosis vascular pada plasenta monokorionik dapat dari arteri ke arteri, vena ke
vena atau arteri ke vena. Biasanya cukup berimbang dengan baik sehingga tidak ada salah satu
janin yang menderita.
Pada TRAP terjadi pirau dari arteri ke arteri plasenta, yang biasanya diikuti dengan pirau vena ke
vena. Tekanan perfusi pada salah satu kembar mengalahkan yang lain, yang kemudian
mengalami pembalikan aliran darah dari kembarannya. Darah arteri yang sudah terpakai dan
mencapai kembar resipien cenderung mengalir ke pembuluh-pembuluh iliaka sehingga hanya
memberi perfusi bagianbawah tubuh dan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan tubuh bagian atas. Gangguan atau kegagalan pertumbuhan kepala disebut
akardius asefalus . Kepala yang tumbuh parsial dengan alat gerak yang masih dapat diidentifikasi
disebut akardius mielasefalus . Kegagalan pertumbuhan semua struktur disebut akardius
amorfosa.
g. Twin-to-twin Transfusion Syndrome
Darah ditransfusikan dari satu kembaran (donor) ke dalam vena kembaran lainnya (resipien)
sedemikian rupa sehingga donor menjadi anemik dan pertumbuhannya terganggu, sementara
resipien menjadi polisitemik dan mungkin mengalami kelebihan beban sirkulasi yang
bermanifestasi sebagai hidrops fetalis.
Menurut ketentuan, terdapat perbedaan hemoglobin 5 g/dl dan 20% berat badan pada sindrom
ini. Kematian kembar donor dalam uterus dapat mengakibatkan trombus fibrin di seluruh
arteriol yang lebih kecil milik kembar resipien. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh transfusi
darah yang kaya tromboplastin dari janin donor yang mengalami maserasi. Kembar yang
bertahan hidup mengalami koagulasi intravaskular diseminata.
h. Kembar Siam
Apabila pembentukan kembar dimulai setelah cakram mudigah dan kantung amniom
rudimenter sudah terbentuk dan apabila pemisahan cakram mudigah tidak sempurna, akan
terbentuk kembar siam/kembar dempet. Terdapat beberapa jenis kembar siam, yaitu:
1. Thoracopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian dada (30-40%).Jantung selalu terlibat
dalam kasus ini. Bila jantung hanya satu,harapan hidup baik dengan atau tanpa operasi
adalah rendah.
2. Omphalopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian perut (34%).Umumnya masing-masing
tubuh memiliki jantung masing-masing, tetapi kembar siam ini biasanya hanya memiliki satu
hati,sistem pencernaan, dan organ-organ lain.
3. Xyphopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian xiphoid cartilage.
4. Pyopagus (iliopagus), bila bersatu di bagian belakang (19%).
5. Cephalopagus/craniopagus, bila bersatu di bagian kepala dengan tubuh terpisah.
i. Intra Uterine Growth Retardation (IUGR)
Pada kehamilan kembar, pertumbuhan dan perkembangan salah satu atau kedua janin dapat
terhambat. Semakin banyak jumlah janin yang terbentuk, maka kemungkinan terjadinya IUGR
semakin besar.
5. Pencegahan
Untuk kepentingan ibu dan janin perlu diadakan pencegahan terhadap pre-eklamsia dan
eklamsia, partus prematurus dan anemia.Pemeriksaan antenatal perlu diadakan lebih sering.
Sehingga tanda-tanda pre-eklamsia dapat diketahui dini dan penanganan dapat dikerjakan
dengan segera.
Menurut Varney (2004:661) pemeriksaan antenatal dapat dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan kehamilan setiap 2 minggu pada usia kehamilan 34 – 36 minggu
b. Pemeriksaan kehamilan setiap minggu pada usia kehamilan >36 minggu
c. Pertumbuhan janin dipantau dengan USG setiap 3 – 4 minggu yang dimulai pada usia
kehamilan 20 minggu Istirahat baring dianjurkan lebih banyak karena hal itu menyebabkan
aliran darah ke plasenta meningkat, sehingga pertumbuhan janin lebih baik.
Penanganan dalam Kehamilan( Mochtar,2012) antara lain:
1. Perawatan prenatal yang baik untuk mengenal kehamilan kembar dan mencegah
komplikasi yang timbul, dan bila diagnosis telah ditegakkan pemeriksaan ulangan harus
lebih sering (1× seminggu pada kehamilan lebih dari 32 minggu)
2. Setelah kehamilan 30 minggu, koltus dan perjalanan jauh sebaiknya dihindari, karena
akan merangsang partus prematurus.
3. Pemakaian korset gurita pada perut yang tidak terlalu ketat diperbolehkan, supaya
terasa lebih ringan.
4. Periksa darah lengkap, Hb, dan golongan darah
I. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
2. Status kesehatan saat ini
Keluhan utama :
Lama keluahan :
Faktor pemberat :
Upaya yang dilakukan :
3. Riwayat kesehatan saat ini
4. Riwayat kehamilan
5. Pemeriksaan fisik
TTV:
6. Pemeriksaan penunjang
7. Diagnosa medis
B. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
C. Prioritas Diagnosa
1.
2.
3.
D. Diagnosa Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Huliana, Mellyna. 2007. Panduan Menjalani Kehamilan Sehat. Jakarta : Puspa Swara
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta. Bina
Pustaka sarwono
Wiknjosastro. 2007. Ilmu Kandungan, Edisi ke-3. [Online] 281-301. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. [diakses 25 Novemeber 2015].
Manuaba et al.2010. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Lailiyah, I. 2012. Perbedaan Jumlah Lebar Mesiodistal Keempat Insisivus Permanen Rahang
Atas Pada Pasangan Kembar (Gemelli). Bagian Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jember.
Tendean, H,M,M; Tuange, A ; Wagey, F. 2011. Profil Persalinan Kehamilan Kembar Di BLU
RSUP Prof.Dr. R. D. Kandou Manado Periode 01 Januari 2010-31 Desember 2011, Vol 1 (1) .
Fakultas Kedokteran Universitas Manado.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo