cl 2

22
I. Definisi Asfiksia neonatorum ialah adalah kegagalan bernapas yang terjadi secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.( manuaba, 2010) Menurut WHO, asfiksia neonatrum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Depkes RI, 2008:6) Klasifikasi Asfiksia Menurut Mochtar (1998), klasifikasi klinis asfiksia dibagi dalam 2 macam, yaitu sebagai berikut : a. Asfiksia Livida yaitu asfiksia yang memiliki ciri meliputi warna kulit kebiru-biruan, tonus otot masih baik, reaksi rangsangan masih positif, bunyi jantung reguler, prognosis lebih baik b. Asfiksia Pallida yakni asfiksia dengan ciri meliputi warna kulit pucat, tonus otot sudah kurang, tidak ada reaksi rangsangan, bunyi jantung irreguler, prognosis jelek. II. Etiologi Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen

Upload: ann-lie

Post on 10-Apr-2016

218 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

werty

TRANSCRIPT

Page 1: CL 2

I. Definisi

Asfiksia neonatorum ialah adalah kegagalan bernapas yang terjadi secara spontan dan teratur

pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam

uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,

persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila

penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi

bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang

mungkin timbul.( manuaba, 2010)

Menurut WHO, asfiksia neonatrum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur

segera setelah lahir (Depkes RI, 2008:6)

Klasifikasi

Asfiksia Menurut Mochtar (1998), klasifikasi klinis asfiksia dibagi dalam 2 macam, yaitu sebagai

berikut :

a. Asfiksia Livida yaitu asfiksia yang memiliki ciri meliputi warna kulit kebiru-biruan, tonus otot

masih baik, reaksi rangsangan masih positif, bunyi jantung reguler, prognosis lebih baik

b. Asfiksia Pallida yakni asfiksia dengan ciri meliputi warna kulit pucat, tonus otot sudah kurang,

tidak ada reaksi rangsangan, bunyi jantung irreguler, prognosis jelek.

II. Etiologi

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah

uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam

rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.

Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru

lahir, diantaranya adalah

1. Faktor ibu

•Preeklampsia dan eklampsia

•Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

•Partus lama atau partus macet

•Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

•Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

2. Faktor Tali Pusat

Page 2: CL 2

•Lilitan tali pusat

•Tali pusat pendek

•Simpul tali pusat

•Prolapsus tali pusat

3. Faktor Bayi

•Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

•Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi

forsep)

•Kelainan bawaan (kongenital)

•Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan

asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan

ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya

faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia

tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap

pertolongan persalinan.

III. Epidemiologi

Menurut WHO, setiap tahunnya 120 juta bayi lahir di dunia, secara global 4 juta (33:1000) bayi

lahir mati (Stillbirth) dan 4 juta (33:1000) lainnya meninggal dalam usia 30 hari (neonatal lanjut).

Kirakira 3,6 juta (30%) dari 120 juta bayi lahir mengalami asphyxia neonatorum, hampir 1 juta

(27,78%) bayi meninggal. Sebanyak 98% dari kematian bayi terjadi di Negara-negara

berkembang (desfauza, Evi. 2007).

Diperkirakan bahwa sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus diseluruh dunia disebabkan

oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir matiyang lebih besar. Laporan dari Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan

ke-6, yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab kematian anak diseluruh dunia setelah pneumonia,

malaria,sepsis neonatorum dan kelahiran prematur.1,3 Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan

setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti

cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan belajar.4Menurut hasil riset kesehatan dasar

tahun 2007, tiga penyebab utama kematian perinatal di Indonesia adalah gangguan

pernapasan/respiratory disorders (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%)

Page 3: CL 2

Menurut data-data di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2004 bayi baru lahir

berjumlah 184 orang, meninggal 9 orang (4,89%) 1 bayimeninggal dengan asphyxia

neonatorum . Tahun 2005 bayi baru lahir berjumlah215, meninggal 9 orang (4,19%) dimana 1

bayi meninggal dengan asphyxia neonatorum.Di Rumah Sakit Dr Pirngadi Medan. Tahun 2005,

bayi baru lahir berjumlah 754 orang, 27 bayi (3,58%) meninggal dan tahun 2006 dari

jumlahkelahiran 1.185 bayi, bayi dengan asphyxia neonatorum 205 meninggal sebelumusia 7

hari sejumlah 134 (11,31%), dimana asphyxia neonatorum merupakan penyebab kematian bayi

yang terbanyak yaitu 108 bayi (81%) dan tahun 2007angka kelahiran 757, bayi lahir dengan

asfiksia neonatorum sebanyak 234(30,31%) dan meninggal sebelum usia 7 hari sebanyak 59

(77,94 per seribu) dan bayi meninggal dengan asphyxia neonatorum sebanyak 20 bayi (34%)

(Abdullah, 2013).

IV. Faktor Resiko

Terdapat beberapa factor resiko asfiksia neonates berdasarkan buku.

1. Gangguan sirkulasi menuju janin:

a. Gangguan aliran pada tali pusat

-Lilitan tali pusar

-Simpul tali pusar

-Tekanan pada tali pusar

-Ketuban telah pecah

-Kehamilan lewat waktu

b.Pengaruh obat

-Karena narkosa saat persalinan

2.Factor ibu

-Gangguan his: tetania uteri-hipertoni

-Turunnya tekanan darah dapat mendadak: perdarahan pada plasenta previa dan solusio

plasenta

-Vaso konstriksi arterial: hipertensi pada ibu hamil dan gastosis pre-eklampsia-eklampsia

-Ganggguan pertukaran nutrisi/o2: solusio plasenta (Manuaba, 2000)

Kemudian dilakukan penelitian pada jurnal dengan hasil bahwa kondisi antepartum dan

intrapartum yang meningkatkan resiko terjadinya asfiksia neonatorum pada bayi cukup bulan

Page 4: CL 2

adalah air ketuban bercampur meconium (Kehamilan lewat waktu), kala II lama (>60 menit),

kecil pada masa kehamilan, serta persalinan SC dengan anesteri general (Dewi, dkk. 2005).

V. Manifestasi Klinis

Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda klinis pada

janin atau bayi berikut ini :

a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur

b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala

c. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain

d. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen

e. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-otot jantung

atau sel-sel otak

f. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau

kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan

g. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau nafas tidak

teratur/megap-megap

h. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah

i. Penurunan terhadap spinkters j. Pucat (Depkes RI, 2007) .

VI. Patofisiologi

Terlampir

VII. Penatalaksanaan

Menurut DEPKES RI (2005), penatalaksanaan asfiksia terdiri dari dua, yaitu:

1. Resusitasi

Begitu bayi lahir tidak menangis, maka dilakukan Langkah Awal yang terdiri dari:

Page 5: CL 2

o Hangatkn bayi dibawah pemancar panas atau lampu

o Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi

o Isap lendir dari mulut kemudian hidung

o Keringkan bayi sambil meransang taktil dengan menggosok punggung atau

menyentik ujung jari kaki dan mengganti kain yang basah dengan yang kering

o Reposisi kepala bayi

o Nilai bayi: usaha nafas, warna kulit dan denyut jantung

Bila bayi tidak bernafas lakukan ventilasi tekanan positif (VTP) dengan memakai balon

dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40-60 kali per menit

Nilai bayi: usaha nafas, warna kulit dan denyut janjtung

Bila belum bernafas dan denyut jantung, 60 kal per menit, lanjutkan VTP dengan

kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik

Nilai bayi: usaha nafas, warna kulit dan denyut jantung

o Bila denyut jantung < 60 x/menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan kompresi dada

Page 6: CL 2

o Bilai denyut jantung > 60 x/menit, kompresi dada dihentikan, VTP dilanjutkan

Page 7: CL 2

o Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi

o Selanjutnya lihat bagan 1.1

2. Terapi medikamentosa

Epinefrin

Indikasi:

Denyut jantung bayi < 60 x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi

adekuat dan kompresi dada belum ada respon

Asistolik

Dosis: 0,1-0,3 ml/kgBB dalam larutan 1:10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kgBB)

Cara: IV atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.

Cairan pengganti volume darah

Indikasi:

Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon

dengan resusitasi

Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya

pucat, perfusi buruk, nadi lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang

adekuat

Jenis cairan:

Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)

Transfusi darah gol. O negatif jika diduga kehilangan darah banyak

Dosis: dosis awal 10 ml/kgBB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulangi sampai menunjukkan

respon klinis.

Bikarbonat

Indikasi:

Asidosis metabolik secara klinis (nafas cepat dan dalam, sianosis)

Prasyarat: bayi telah dilakukan ventilasi dengan efektif

Dosis: 1-2 mEq/kgBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7,4%)

Cara: diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara IV dengan

kecepatan minimal 2 menit

Efek samping: pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak

fungsi miokardium dan otak.

Page 8: CL 2

Bagan 1.1 Tahapan Resusitasi

TINDAKAN SETELAH RESUSITASI

Setelah melakukan resusitasi, maka harus dilakukan tindakan berikut:

Pemantauan pasca resusitasi

Bayi harus dipantau secara khusus:

o Pantau tanda-tanda vital: nafas, jantung, kesadaran dan produksi urin

o Jaga bayi agar senantiasa hangat

Page 9: CL 2

o Bila tersedia fasilitas, periksa kadar gula darah

o Perhatian khusus diberikan pada waktu malam hari

Berikan imunisasi hepatitis B pada saat bayi masih dirawat dan Polio pada saat pulang.

Kapan harus merujuk:

o Rujukan paling ideal adalah rujukan antepartum untuk ibu risiko tinggi/komplikasi

o Bila puskesmas tidak mempunyai fasilitas lengkap maka lakukan rujukan bila bayi

tidak memberi respon terhadap tindakan resusitasi selama 2-3 menit

o Bilapuskesmas mempunyai fasilitas lengkap dan kemampuan melakukan

pemasangan ET dan pemberian obat-obatan serta bayi tidak memberikan respons

terhadap tindakan resusitasi, maka segera lakukan rujukan

o Bila oleh karena satu dan lain hal bayi tidak dapat dirujuk, maka dilakukan tindakan

yang paling optimal di Puskesmas dan berikan dukungan emosional kepada ibu dan

keluarga

o Bila sampai dengan 10 menit bayitidak dapat dirujuk, jelaskan kepada orang tua

tentang prognosis bayi yang kurang baik dan pertimbangan manfaat rujukan untuk

bayi ini kurang bila terlalu lama tidak segera dirujuk.

Kapan menghentikan resusitasi:

Resusitasi dinilai tidak berhasil jika bayi tidak bernafas spontan dan tidak terdengar denyut

jantung setelah dilakukan resusitasi secara efektif selama 15 menit.

Dekontaminasi, mencuci dan mensterilkan alat

Membuat catatan tindakan resusitasi

Catat hal-hal dibawah ini dengan rinci:

o Kondisi bayi saat lahir

o Tindakan yang diperlukan untuk memulai pernafasan (tahapan resusitasi yang telah

dilakukan)

o Waktu antara lahir dengan memulai pernafasan

o Pengamatan secara klinis selama dan sesudah tindakan resusitasi

o Hasil tindakan resusitasi

o Bila tindakan resusitasi gagal, apa kemungkinan penyebab kegagalan

o Nama-nama tenaga kesehatan yang menangani tindakan

o Konseling pada keluarga

Page 10: CL 2

o Bila resusitasi berhasil dan bayi dirawat secara rawat gabung, lakukan konseling pemberian

ASI dini dan eksklusit dan asuhan bayi normal lainnya (perawatan neonatal esensial)

o Bila bayi memerlukan perawatan atau pemantauan khusus, konseling keluarga tentang

pemberian ASI dini dan jelaskan tentang keadaan bayi

o Bila bayi sudah tidak memerlukan perawatan lagi di puskesmas, nasehati ibu dan keluarga

untuk kunjungan ulang untuk pemantauan tumbuh kembang bayi selanjutnya

o Bila resusitasi tidak berhasil atau bayi meninggal dunia, berikan dukungan emosional kepada

keluarga.

3. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya Gemelli (bayi kembar) menurut

Mochtar (2012:263) diantaranya adalah:

a. Anamnesa

Bertujuan untuk mengetahui identitas, usia kehamilan dari pemeriksaan, dan gejala atau

keluhan yang dialami ibu selama kehamilan. Hasil anamnesa yang dilakukan untuk

menilai gemelli diantaranya:

Terlihat tinggi fundus uteri ibu lebih tinggi dari usia kehamilan (misal usia kehamilan 22

minggu tinggi fundus uteri mencapai hampir prosesus, normal: usia kehamilan 22 tinggi

fundus uteri mencapai umbilikus)

Ibu menginformasikan gerakan janin lebih banyak dirasakan

Uterus terlihat lebih cepat membesar (ukuran lebih besar dari usia kehamilan yang

dialami)

Adanya keturunan didalam keluarga atau ibu memiliki riwayat kehamilan bayi kembar.

b. Inspeksi dan Palpasi

• Setelah dilakukan anamnesa selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara visual yang

terlihat dari kondisi ibu. Dari pemeriksaan memberikan hasil diantaranya:

• Terlihat dari pemeriksaan pertama dan kedua uterus lebih besar dan lebih tinggi dari

usia kehamilan yang semestinya.

• Tampak gerakan janin lebih banyak

• Saat dipalpasi bagian kanan dan kiri ibu teraba bagian yang memanjang (punggung)

• Saat dipalpasi teraba tiga bagian besar janin (kepala, bokong, dan punggung)

Page 11: CL 2

• Saat dipalpasi teraba dua ballotemen: dilakukan pemeriksaan bimanual pada usia

kehamilan 16-20 minggu.

c. Auskultasi

Dilakukan pemeriksaan DJJ menggunakan fundoscopy terdengan 2 denyut jantung janin dari

2 tempat (kanan dan kiri), dari pemeriksaan yang pernah dilakukan perbedaan kecepatan

DJJ ±10 denyut/ menit.

d. Rontgen Foto Abdomen

Terlihat gambaran 2 janin

e. Ultrasonografi (USG)

• Terlihat dua janin, 2 jantung yang berdenyut. Pemeriksaan USG bayi kembar dapat

ditentukan pada Trimester I – II

f. Pemeriksaan Elektrokardiogram Fetal

Ketika dilakukan pemeriksaan EKG didapatkan dua hasil EKG yang berbeda dari kedua janin.

4. Komplikasi

Page 12: CL 2

Dibandingkan dengan kehamilan tunggal, kehamilan multiple lebih mungkin terkait dengan

banyak komplikasi kehamilan. Komplikasi obstetrik yang sering didapatkan pada kehamilan

kembar meliputi polihidramnion, hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan ketuban pecah dini,

presentasi janin abnormal, dan prolaps tali pusat. Secara umum,komplikasi tersebut dapat

dicegah dengan perawatan antenatal yang baik (Eisenberg, 2004:168).

Menurut Hartono, dkk (2006:852-897) beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada janin yang

dilahirkan pada kehamilan kembar diantaranya adalah:

a. Prematuritas

Janin dari kehamilan multipel cenderung dilahirkan preterm dan kebanyakan memerlukan

perawatan pada neonatal intensive care unit (NICU). Sekitar 50 persen kelahiran kembar terjadi

sebelum usia kehamilan 37 minggu. Lamanya kehamilan akan semakin pendek dengan

bertambahnya jumlah janin di dalam uterus. Sekitar 20% bayi dari kehamilan multipel

merupakan bayi dengan berat lahir rendah.

b. Hyalin Membrane Disease (HMD)

Bayi kembar yang dilahirkan sebelum usia kehamilan 35 minggu dua kali lebih sering menderita

HMD dibandingkan dengan bayi tunggal yang dilahirkan pada usia kehamilan yang sama. HMD

atau yang dikenal sebagai Respiratory Distres Syndrom (RDS) adalah penyebab tersering dari

gagal nafas pada bayi prematur. Terjadi segera setelah atau beberapa saat setelah bayi lahir.

Ditandai dengan sukar bernafas, cuping hidung, retraksi dinding dada dan sianosis yang

menetap dalam 48-96 jam pertama kehidupan. Prevalensi HMD didapatkan lebih tinggi pada

kembar monozigotik dibandingkan dengan kembar dizigotik. Bila hanya satu bayi dari sepasang

bayi kembar yang menderita HMD, maka bayi kedua lebih cenderung menderita HMD

dibandingkan dengan bayi pertama.

c. Asfiksia saat Kelahiran/Depresi Napas Perinatal

Bayi dari kehamilan multipel memiliki peningkatan frekuensi untuk mengalami asfiksia saat

kelahiran atau depresi perinatal dengan berbagai sebab. Prolaps tali pusat, plasenta previa,dan

ruptur uteri dapat terjadi dan menyebabkan asfiksia janin.Kejadian cerebral palsy 6 kali lebih

tinggi pada bayi kembar dua dan 30 kali lebih sering pada bayi kembar tiga dibandingkan dengan

janin tunggal. Bayi kedua pada kehamilan kembar memiliki resiko asfiksia saat lahir/dpresi napas

perinatal lebih tinggi.

d. Infeksi Streptococcus group B Infeksi onset cepat Streptococcus group B

Page 13: CL 2

pada bayi berat lahir rendah adalah 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan

tunggal dengan berat badan yang sama.

e. Vanishing Twin Syndrome

Kemajuan teknologi ultrasonografi memungkinkan dilakukannya studi sonografik pada awal

gestasi yang memperlihatkan bahwa insiden kembar trimester pertama jauh lebih tinggi

daripada insiden kembar saat lahir. Kehamilan kembar sekarang diperkirakan terjadi pada 12

persen di antara semua konsepsi spontan, tetapi hanya 14 persen di antaranya yang bertahan

sampai aterm.

Pada sebagian kasus, seluruh kehamilan lenyap, tetapi pada banyak kasus, satu janin yang

meninggal atau sirna (vanish)dan kehamilan berlanjut sebagai kehamilan tunggal. Pada 21-63%

konsepsi kembar meninggal atau sirna (vanish ) pada trimester kedua.Keadaan ini dapat

menyebabkan kelainan genetik atau kelainan neurologik/defek neural tube pada janin yang

tetap bertahan hidup.

f. Kelainan Kongenital/Akardia/Rangkaian Perfusi Balik Arteri pada Janin Kembar (twin reverse-

arterial-perfusion/TRAP)

Pada plasenta monokorionik, vaskularisasi janin biasanya tergabung, kadang-kadang amat

kompleks. Anastomosis vascular pada plasenta monokorionik dapat dari arteri ke arteri, vena ke

vena atau arteri ke vena. Biasanya cukup berimbang dengan baik sehingga tidak ada salah satu

janin yang menderita.

Pada TRAP terjadi pirau dari arteri ke arteri plasenta, yang biasanya diikuti dengan pirau vena ke

vena. Tekanan perfusi pada salah satu kembar mengalahkan yang lain, yang kemudian

mengalami pembalikan aliran darah dari kembarannya. Darah arteri yang sudah terpakai dan

mencapai kembar resipien cenderung mengalir ke pembuluh-pembuluh iliaka sehingga hanya

memberi perfusi bagianbawah tubuh dan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan

perkembangan tubuh bagian atas. Gangguan atau kegagalan pertumbuhan kepala disebut

akardius asefalus . Kepala yang tumbuh parsial dengan alat gerak yang masih dapat diidentifikasi

disebut akardius mielasefalus . Kegagalan pertumbuhan semua struktur disebut akardius

amorfosa.

g. Twin-to-twin Transfusion Syndrome

Darah ditransfusikan dari satu kembaran (donor) ke dalam vena kembaran lainnya (resipien)

sedemikian rupa sehingga donor menjadi anemik dan pertumbuhannya terganggu, sementara

Page 14: CL 2

resipien menjadi polisitemik dan mungkin mengalami kelebihan beban sirkulasi yang

bermanifestasi sebagai hidrops fetalis.

Menurut ketentuan, terdapat perbedaan hemoglobin 5 g/dl dan 20% berat badan pada sindrom

ini. Kematian kembar donor dalam uterus dapat mengakibatkan trombus fibrin di seluruh

arteriol yang lebih kecil milik kembar resipien. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh transfusi

darah yang kaya tromboplastin dari janin donor yang mengalami maserasi. Kembar yang

bertahan hidup mengalami koagulasi intravaskular diseminata.

h. Kembar Siam

Apabila pembentukan kembar dimulai setelah cakram mudigah dan kantung amniom

rudimenter sudah terbentuk dan apabila pemisahan cakram mudigah tidak sempurna, akan

terbentuk kembar siam/kembar dempet. Terdapat beberapa jenis kembar siam, yaitu:

1. Thoracopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian dada (30-40%).Jantung selalu terlibat

dalam kasus ini. Bila jantung hanya satu,harapan hidup baik dengan atau tanpa operasi

adalah rendah.

2. Omphalopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian perut (34%).Umumnya masing-masing

tubuh memiliki jantung masing-masing, tetapi kembar siam ini biasanya hanya memiliki satu

hati,sistem pencernaan, dan organ-organ lain.

3. Xyphopagus, bila kedua tubuh bersatu di bagian xiphoid cartilage.

4. Pyopagus (iliopagus), bila bersatu di bagian belakang (19%).

5. Cephalopagus/craniopagus, bila bersatu di bagian kepala dengan tubuh terpisah.

i. Intra Uterine Growth Retardation (IUGR)

Pada kehamilan kembar, pertumbuhan dan perkembangan salah satu atau kedua janin dapat

terhambat. Semakin banyak jumlah janin yang terbentuk, maka kemungkinan terjadinya IUGR

semakin besar.

5. Pencegahan

Untuk kepentingan ibu dan janin perlu diadakan pencegahan terhadap pre-eklamsia dan

eklamsia, partus prematurus dan anemia.Pemeriksaan antenatal perlu diadakan lebih sering.

Sehingga tanda-tanda pre-eklamsia dapat diketahui dini dan penanganan dapat dikerjakan

dengan segera.

Page 15: CL 2

Menurut Varney (2004:661) pemeriksaan antenatal dapat dilakukan antara lain:

a. Pemeriksaan kehamilan setiap 2 minggu pada usia kehamilan 34 – 36 minggu

b. Pemeriksaan kehamilan setiap minggu pada usia kehamilan >36 minggu

c. Pertumbuhan janin dipantau dengan USG setiap 3 – 4 minggu yang dimulai pada usia

kehamilan 20 minggu Istirahat baring dianjurkan lebih banyak karena hal itu menyebabkan

aliran darah ke plasenta meningkat, sehingga pertumbuhan janin lebih baik.

Penanganan dalam Kehamilan( Mochtar,2012) antara lain:

1. Perawatan prenatal yang baik untuk mengenal kehamilan kembar dan mencegah

komplikasi yang timbul, dan bila diagnosis telah ditegakkan pemeriksaan ulangan harus

lebih sering (1× seminggu pada kehamilan lebih dari 32 minggu)

2. Setelah kehamilan 30 minggu, koltus dan perjalanan jauh sebaiknya dihindari, karena

akan merangsang partus prematurus.

3. Pemakaian korset gurita pada perut yang tidak terlalu ketat diperbolehkan, supaya

terasa lebih ringan.

4. Periksa darah lengkap, Hb, dan golongan darah

Page 16: CL 2

I. Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Identitas Klien

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin :

2. Status kesehatan saat ini

Keluhan utama :

Lama keluahan :

Faktor pemberat :

Upaya yang dilakukan :

3. Riwayat kesehatan saat ini

4. Riwayat kehamilan

5. Pemeriksaan fisik

TTV:

6. Pemeriksaan penunjang

7. Diagnosa medis

B. Analisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan

Page 17: CL 2

C. Prioritas Diagnosa

1.

2.

3.

D. Diagnosa Keperawatan

DAFTAR PUSTAKA

Huliana, Mellyna. 2007. Panduan Menjalani Kehamilan Sehat. Jakarta : Puspa Swara

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta. Bina

Pustaka sarwono

Wiknjosastro. 2007. Ilmu Kandungan, Edisi ke-3. [Online] 281-301. Jakarta: PT Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. [diakses 25 Novemeber 2015].

Manuaba et al.2010. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Lailiyah, I. 2012. Perbedaan Jumlah Lebar Mesiodistal Keempat Insisivus Permanen Rahang

Atas Pada Pasangan Kembar (Gemelli). Bagian Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Jember.

Tendean, H,M,M; Tuange, A ; Wagey, F. 2011. Profil Persalinan Kehamilan Kembar Di BLU

RSUP Prof.Dr. R. D. Kandou Manado Periode 01 Januari 2010-31 Desember 2011, Vol 1 (1) .

Fakultas Kedokteran Universitas Manado.

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Page 18: CL 2