ciri permukiman kumuh

4

Click here to load reader

Upload: noorpuspito

Post on 21-Jun-2015

2.004 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: ciri permukiman kumuh

Analisis Ciri-ciri Permukiman Kumuh

Kawasan kumuh atau kawasan kampung kumuh selalu saja menjadi

elemen yang menghiasi wajah kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta,

Surabaya dan Semarang. Kawasan ini umumnya dihuni oleh para kaum urban

untuk ikut bersama-sama di dalam kegiatan ekonomi kota. Biasanya permukiman

kumuh merupakan dampak ikutan dari suatu perkembangan perekonomian yang

pesat dari suatu kota. Berdasarkan gambaran umum tentang permukiman kumuh

menurut BPS dapat diketahui kepadatan penduduk per hektar adalah sebagai

berikut

No. Nama Propinsi Luas Kawasan

Kumuh (Ha)

Jumlah

Anggota

Rumah Tangga

Kepadatan

(Jiwa/Ha)

1 NAD 3.787,20 36,360 9,6

2 Sumatera Utara 2,467.20 176,824 71,67

3 Sumatera Barat 68.30 6,107 89,41

4 Riau 5,613.40 78,785 14

5 Jambi 56.70 12,432 219,25

6 Sumetera Selatan 1,137.60 80,585 70,84

7 Bengkulu 56.20 8,838 157,26

8 Lampung 710.80 65,510 92,16

9 DKI Jakarta 1,753.90 431,003 245,73

10 Jawa Barat 4,762.30 353,941 74,32

11 Jawa Tengah 649.70 79,676 4,13

12 DI Jogjakarta 2.50 1,300 520

13 Jawa Timur 533.30 118,838 222,83

14 Bali 12.70 3,404 268,03

15 NTB 2,383.70 251,963 105,70

16 NTT 67.00 10,370 154,78

17 Kalimantan Barat 3,903.80 81,681 20,92

18 Klaimantan Tengah 129.10 26,349 204,10

19 Kalimantan Selatan 331.30 41,664 125,75

20 Kalimantan Timur 1,845.10 119,812 64,94

21 Sulawesi Utara 4,769.60 22,098 4,63

Page 2: ciri permukiman kumuh

22 Sulawesi Tengah 209.80 28,616 136,4

23 Sulawesi Selatan 2,414.10 171,511 71,05

24 Sulawesi Tenggara 9,384.90 51,594 5,49

25 Maluku 38.90 5,594 143,80

26 Papua 304.00 20,762 68,29

47,393.10 2,289,868

Menurut Surbakti dalam Suwanda (2000), suatu daerah dapat

dikategorikan sebagai permukiman kumuh bila komposisi penduduknya sangat

padat dan berjubel. Dari hasil analisis pada tabel di atas dapat diketahui bahwa

kepadatan penduduk paling tinggi terletak di permukiman kumuh yang berada di

Propinsi DIY yaitu sebesar 520 jiwa/Ha. Sedangkan permukiman kumuh dengan

kepadatan penduduk paling rendah adalah Jawa Tengah yaitu sebesar 4,13

jiwa/Ha.

Dari segi kesehatan dan sanitasi, permukiman kumuh, sebagai contoh di

Manado, tidak memiliki lahan untuk menempatkan sarana buangan sampah cair

dan sampah padat (dari dapur, dan lain-lain) serta tinja dan limbah cair lainnya,

sehingga dalam melakukan kegiatan sanitasi, mereka membuang limbah ke sungai

terdekat, atau di saluran-saluran kota yang ada di sekitar lingkungan mereka.

Adapula yang membuang air limbah (air kotor) langsung ke tanah. Hal ini dapat

mengimbas pada kualitas kebersihan air tanah yang mengakibatkan air tanah tidak

layak untuk dikonsumsi. Jika terdapat “septic tank” sekalipun, pembuatannya

tidak direncaankan dengan baik. Hal ini pun mengakibatkan tercemarnya air tanah

yang biasa dikonsumsi oleh penduduk setempat.

Pola pembuangan limbah yang mencemari air bersih mengakibatkan para

penghuni permukiman kumuh mengalami kesulitan dalam mendapatkan air bersih

yang berasal dari sumur sedangkan pada umumnya kawasan permukiman kumuh

ini belum mendapatkan pelayanan dari PDAM. Sehingga untuk memenuhi

kebutuhan akan air bersih, mereka membeli air yang dijajakan keliling.

Sedangkan untuk kegiatan MCK, mereka menggunakan air sungai yang telah

mereka cemari sendiri

Karena padatnya kawasan, maka kualitas udara pun menjadi terganggu.

Hal ini diakibatkan oleh sedikitnya atau bahkan tidak adanya ruang terbuka.

Kondisi ini disebabkan oleh karena jarak antar bangunan yang nyaris tidak ada

sehingga antara atap rumah satu dengan atap rumah yang lainnya saling

bersinggungan bahkan tumpang tindih. Ruang-ruang terbuka seperti taman

bermain ataupun taman tidak tersedia di kawasan ini karena semua lahan kosong

digunakan unutk tempat tinggal karena padatnya kawasan.

Dilihat dari akses, pada umumnya kawasan kumuh memiliki jalan yang

sempit, tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat. Keadaan ini diakibatkan

oleh padatnya kawasan sehingga semua lahan untuk tempat bermukim. Terkadang

Page 3: ciri permukiman kumuh

jika dilihat dari atas, jalan-jalan tersebut tidak tampak karena tertutup oleh atap-

atap rumah yang bersinggungan.

Tata bangunan yang sangat tidak teratur, umumnya bangunan-bangunan

yang tidak permanen dan malahan terlihat banyak yang dalam kondisi bangunan

darurat. Di kota-kota besar di Indonesiapun seperti kota Jakarta, banyak sekali

titik-titik lokasi pemukiman kumuh, ada yang bermukim di bantaran sungai

Ciliwung, bermukim di bawah kolong jembatan dan mereka tinggal disitu dengan

beratapkan gardus-gardus bekas. Banyak pula yang bermukim di dekat stasiun

kereta api (seperti di stasiun Gambir, stasiun Manggarai), di dekat terminal-

terminal, di pusat perdagangan seperti Pertokoan Senen Jakarta Pusat. Masyarakat

pendatang mencari kehidupan di kota Jakarta dengan membuat rumah-rumah liar

yang tak layak tinggal dan menempati kawasan-kawasan yang tidak seharusnya

ditinggali.

Ciri lain dari permukiman kumuh adalah penggunaan bangunannya dapat

berfungsi sebagai tempat hunian, tempat usaha atau campuran. Kondisi ini dapat

kita lihat dari perubahan permukiman sederhana yang berlokasi dekat pasar,

menjadi tempat usaha, sehingga seringkali lokasi pasar sudah berpindah masuk ke

lokasi perumahan membentuk pasar kilat. Situasi semakin merangsang penghuni

perumahan sederhana untuk merubah pemanfaatan rumah tinggal menjadi rumah

tempat usaha, yang akhirnya model rumah menjadi berubah. Bertumpuk-tumpuk

atapnya menjadi tak karuan, sempadan bangunan tak ada lagi, ruang terbuka tak

ada lagi, semuanya dibangunkan ruang sebagai tempat usaha.

Suasana privasi tidak lagi terdapat di permukiman tersebut. Hal ini

disebabkan karena jumlah penghuni yang menempati rumah tinggal semakin

bertambah. Pada umumnya terdapat kebiasaan unutk mengajak saudara-saudara

mereka dari kampung untuk bekerja dan tinggal di kompleks permukiman ini.

Sehingga terciptalah kawasan dengan kepadatan penduduk tinggi dan situasi

ini memberi kesan kumuh pada suatu kawasan.

Analisis Penyebab Timbulnya Permukiman Kumuh

Kawasan kumuh atau “slump area” terjadi akibat tidak seimbangnya

pertambahan jumlah perumahan yang disediakan di kota dengan pertumbuhan

penduduknya. Kekurangan jumlah rumah ini biasanya diakibatkan karena

terjadinya pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat pesat ataupun karena

urbanisasi. Urbanisasi tersebut timbul karena adanya perkembangan ekonomi kota

yang pesat. Seringkali keberadaan mereka di perkotaan tidak diimbangi dengan

kemampuan skill yang memadahi. Padahal kompetisi untuk mendapatkan

pekerjaan sangat ketat dan jumlah lapangan pekerjaan sangat terbatas. Hal ini

meyebabkan sebagaian besar kaum urban mengalami kegagalan. Para kaum urban

yang gagal, biasanya tidak mampu untuk membeli rumah yang layak. Sehingga

mereka terpaksa harus berada di tempat-tempat yang tidak layak.

Seperti ciri-ciri permukiman kumuh yang telah disampaikan di atas,

kondisi prasarana tidak layak atau tidak memenuhi standar yang berlaku. Para

kaum urban yang gagal biasanya mengalami kesulitan dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya sehari-hari. Hal ini mengakibatkan mereka tidak berpikiran

untuk mengatasi permasalahan prasarana yang kurang memenuhi standar karena

Page 4: ciri permukiman kumuh

mereka memang tidak memiliki biaya untuk hal tersebut. Kondisi semacam ini

dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan sehingga

Selain karena tidak adanya biaya untuk memperbaiki prasarana, pada

umumnya permukiman kumuh juga diakibatkan oleh ketidakaturan struktur ruang.

Dengan kata lain tata ruang di kawasan tersebut semrawut. Adakalanya suatu

lingkungan permukiman tidak sesuai/tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Seringkali kawasan permukiman bergeser fungsinya selain untuk bermukim juga

dijadikan sebagai tempat usaha. Hal ini dapat terjadi pada lokasi yang dekat

dengan pusat kota (CBD), atau pun yang dekat dengan pasar.

Sumber: modul mata kuliah perencanaan kota

FT. PWK UNDIP