chapter ii.pdf

23
BAB II DAMPAK PENCEMARAN LINTAS BATAS LINGKUNGAN LAUT AKIBAT TUMPAHAN MINYAK A. Pengertian Dan Batasan Pencemaran Lingkungan Laut Pada dasarnya laut secara alamiah mempunyai kemampuan untuk menetralisir zat pencemar yang masuk ke dalamnya, akan tetapi bila zat yang masuk tersebut melampaui batas kemampuan laut untuk menetralisir dan telah melampaui ambang batas, maka kondisi ini mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan laut. Undang-undang nomor 4 tahun 1982 pada pasal 1 ayat 7 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan pengertian yang lebih konkrit dan luas mengenai pencemaran lingkungan yaitu : “Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya.” 18 Menurut Munadjat Danusaputro yang dimaksud dengan pencemaran (Pollution) itu adalah suatu keadaan, dalam mana suatu zat dan/atau energi diintroduksikan ke dalam suatu lingkungan oleh proses alam sendiri dalam konsentrasi sedemikian rupa, hingga menyebabkan terjadinya perubahan dalam 18 Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 Ayat (7). Universitas Sumatera Utara

Upload: setyo-threeb

Post on 24-Dec-2015

225 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter II.pdf

BAB II

DAMPAK PENCEMARAN LINTAS BATAS LINGKUNGAN LAUT

AKIBAT TUMPAHAN MINYAK

A. Pengertian Dan Batasan Pencemaran Lingkungan Laut

Pada dasarnya laut secara alamiah mempunyai kemampuan untuk

menetralisir zat pencemar yang masuk ke dalamnya, akan tetapi bila zat yang

masuk tersebut melampaui batas kemampuan laut untuk menetralisir dan telah

melampaui ambang batas, maka kondisi ini mengakibatkan terjadinya pencemaran

lingkungan laut.

Undang-undang nomor 4 tahun 1982 pada pasal 1 ayat 7 tentang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan pengertian yang

lebih konkrit dan luas mengenai pencemaran lingkungan yaitu :

“Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya.”18

Menurut Munadjat Danusaputro yang dimaksud dengan pencemaran

(Pollution) itu adalah suatu keadaan, dalam mana suatu zat dan/atau energi

diintroduksikan ke dalam suatu lingkungan oleh proses alam sendiri dalam

konsentrasi sedemikian rupa, hingga menyebabkan terjadinya perubahan dalam

                                                            18   Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan

Lingkungan Hidup, Pasal 1 Ayat (7).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II.pdf

keadaan termaksud yang mengakibatkan lingkungan itu tidak berfungsi seperti

semula dalam arti kesehatan, kesejahteraan (comfort) dan keselamatan hayati.19

Undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang ketentuan-ketentuan pokok

pengelolaan lingkungan hidup memberikan pengertian pencemaran secara umum

sebagai berikut :

“Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup,zat atau komponen lainnya kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya”20

Pengertian dari pencemaran lingkungan, pada prinsipnya sama dengan

pengertian dari pencemaran laut. Karena laut adalah juga merupakan bagian

integral lingkungan hidup. Oleh sebab itu apabila disebut pencemaran laut maka

hal tersebut berarti pencemaran lingkungan, dalam hal ini pencemaran lingkungan

laut.

Adapun yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan laut, terdapat

beberapa batasan yang menarik dikemukakan. Disebut menarik karena terdapat

perbedaan terhadap pengertian pencemaran laut itu sendiri.

Menurut sidang para menteri OECD (Organization for Economic

Coorporation and Development), 13-14 November 1874 pencemaran laut yaitu :

                                                            19   Munadjad Danusaputro, Hukum Pencemaran Dan Usaha Merintis Pola Pembangunan

Hukum Oencemaran Nusantara (Bandung, Litera, 1979), hal.92 20  Lihat Pasal 1 ayat 2 UU No.23 Tahun 1997 

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II.pdf

“Pollution is introduction by man directly or indirectly of substansces or energy in to the environtment, resulting in deleterious effects of such a nature as to endangerous human health, harm living resources and ecosystem and impair or interfere with aminities and other legitimate of the environment.”21

Berdasarkan pengertian ini, pencemaran laut terjadi apabila dimasukkannya

oleh manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung, sesuatu benda, zat

atau energi ke dalam lingkungan laut, sehingga menimbulkan akibat sedemikian

rupa kepada alam dan membahayakan kesehatan serta kehidupan manusia dan

ekosistem serta merugikan lingkungan yang baik dan fungsi laut sebagaimana

mestinya.

Sementara menurut IMCO (Inter Govermental Maritime Consultative

Organization), memberikan batasan pencemaran laut sebagai berikut :

“Marine pollution has been defined as the “introduction by man, directly or indirectly of substances or energy into the maritime environment (including estuaries) hazard to human health. Hindrance to marine activities, including fishing, impairment quality of sea water and reduction of aminities.”

Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja berpendapat, bahwa pencemaran laut

adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat dimasukkannya oleh

manusia secara langsung maupun tidak bahan atau energi ke dalam laut (termasuk

muara sungai) yang menghasilkan akibat buruk terhadap kekayaan hayati

kesehatan manusia, sehingga mengganggu kegiatan di laut termasuk perikanan

dan lain-lain, penggunaan laut yang wajar serta pemburukan kualitas air laut dan

kualitas tempat pemukiman dan rekreasi.22                                                             

21  Munadjad Danusaputro, Op.Cit., hal. 9 22  Mochtar Kusumaadmadja, Pencemaran Laut dan Pengaturan Hukumnya (Bandung,

Padjajaran, 1983), hal.8

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II.pdf

Apabila diperhatikan pendapat diatas, maka akan terlihat adanya kesatuan

pandangan mengenai penyebab umum pencemaran laut. Penyebab timbulnya

keadaan tersebut adalah karena perbuatan manusia. Sedangkan segala aktifitas

alam seperti letusan gunung, gempa, erosi dan sebagainya tidak disebut sebagai

faktor yang dapat mencemarkan laut.

Pengertian pencemaran laut yang cukup luas dikemukakan oleh Group of

Export on Scientific Aspect of Marine (GESAM)23 dalam rangka persiapan

konferensi PBB mengenai lingkungan hidup manusia, yang mengemukakan

sebagai berikut :

“The introduction by man, directly or indirectly, of substences or energy in to the marine environment (including estuaries) resulting in such deleterious or harm to living resources, hazard to human health, hindrance to marine activities, including fishing, impairment of quality or use of water, and reduction of aminities.”24

(dimasukkannya oleh manusia, secara langsung ataupun tidak langsung bahan-bahan atau energi kedalam lingkungan laut (termasuk kuala) yang mengakibatkan dampak kerugian sedemikian rupa terhadap kekayaan hayati, bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan, pemburukan kualitas atau penggunaan air laut dan pengurangan kenyamanan).

Pengertian yang diberikan GESAM merupakan pengertian laut yang

diakibatkan oleh aktifitas manusia (introduction by man) yang menyebabkan

akibat yang tidak diharapkan pada lingkungan laut berupa bahay terhadap sumber

daya hayati, kesehatan manusia, menghalangi aktifitas di laut, menurunnya

kualitas air laut dan mengurangi kegiatan rekreasi laut.

                                                            23    GESAMP (Group of on Scientific Aspects of Marine Pollution) yang dibentuk dari

IMCO, FAO, UNECO dan WMO dan bertugas untuk memberikan nasihat kepada Dewan Sponsor. 24   UNESCO doc : sc/MD/19, 1 Juni 1970 pada annex IV, hal. 12, sebagaimana dikutip

Juarir Sumardi, Op.cit, hal.27

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II.pdf

Salah satu defenisi pencemaran laut yang cukup jelas dan maju terdapat

pada konvensi hukum laut PBB tahun 1982, pada pasal 1 ayat 4 disebutkan :

“Pollution of the marine environment means the introduction by man, directly or indirectly, of substances or energy in to the marine environment, including estuaries, wich results or is likely to result in such deleterious effect as to human health, hindrance to marine activities, including fishing and other legitimate use of the sea, impairment of quality use of sea water and reduction of aminities”

(pencemaran lingkungan laut berarti dimasukkannya oleh manusia secara langsung atau tidak langsung bahan atau energi kedalam lingkungan laut, termasuk kuala, yang mengakibatkan atau mungkin membawa akibat buruk sedemikian rupa seperti kerusakan pada kekayaan hayati laut, bahaya bagi kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk penangkapan ikan dan penggunaan laut yang sah lainna, menurunnya kualitas kegunaan air laut dan pengurangan kenyamanan)

Atas dasar pengertian di atas, maka ada tiga butir pokok mengenai batasan

pengertian pencemaran laut. Pertama, pencemaran laut dapat terjadi karena

perbuatan manusia baik sengaja maupun tidak sengaja, langsung maupun tidak

langsung. Kedua, pencemaran laut dapat juga terjadi akibat aktivitas atau proses

alam itu sendiri. Ketiga, baru dapat disebut pencemaran laut, apabila terjadi

penurunan kualitas lingkungan laut sehingga mengganggu fungsi laut sebagai

sumber kehidupan manusia dan lingkungannya.

Perkembangan lain dalam pengertian pencemaran adalah digunakannya

istilah transnasional. Istilah ini pertama sekali digunakan oleh Myres Mac. Dougal

dan lebih lanjut dipopulerkan oleh Philip C.Jessup. Di Indonesia istilah ini

pertama sekali diperkenalkan oleh Sunaryati Hartono dalam disertasi Beliau yang

berjudul “Beberapa Masalah Transnasional Dalam Penanaman Modal Asing di

Indonesia” tahun 1972.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II.pdf

Penggunaan istilah transnasional kedalam pencemaran lingkungan selaras

dengan perkembangan yang menunjukkan adanya perubahan masal dari masalah

nasional menuju kearah permasalahan internasional. Dengan demikian pada

pencemaran transnasional, penanggulangannya tidak hanya didasarkan secara

apriori melalui penanganan nasional semata, melainkan harus mempertimbangkan

aspek-aspek internasional dari pencemaran tersebut. Oleh karena itu, adanya

kerjasama antara negara (terutama negara tetangga) mutlak diperlukan.

Sehubungan dengan pencemaran laut, maka Pencemaran Laut Transnasional

dapat diartikan dimasukkannya oleh manusia secara langsung ataupun tidak

langsung bahan atau energi ke dalam lingkungan laut, termasuk kuala, secara

sedemikian rupa sehingga mengakibatkan atau mungkin membawa akibat buruk

berupa kerusakan pada kekayaan hayati laut, bahaya bagi kesehatan manusia,

gangguan terhadap penggunaan laut yang sah lainnya, menurunnya kualitas

kegunaan air laut dan pengurangan rasa kenyamanan yang akibatnya tidak saja

dirasakan di negara tempat terjadinya pencemaran tetapi juga dirasakan di wilayah

yang berada di luar yurisdiksi negara tempat terjadinya pencemaran.

Dari beberapa zat pencemar yang didentifikasi dan diklasifikasikan sebagai

zat pencemar, minyak bumi merupakan zat pencemar yang paling dominan dalam

pencemaran laut. Bertambah besarnya ukuran kapal, bobot, kecepatan dan jumlah

yang beroperasi di lautan, ditambah lagi dengan kegiatan eksplorasi dan

eksploitasi minyak lepas pantai, tidak saja meningkatkan jumlah dan sumber

pencemaran lingkungan laut, tetapi juga mengancam kelestarian lingkungan laut.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II.pdf

Selama ini tumpahan minyak di laut terus menerus meningkat dalam jumlah

dan frekuensinya, sehingga mengakibatkan kerusakan terhadap sejumlah besar

wilayah pesisir dan laut. Beberapa kejadian yang telah menimbulkan tumpahan

minyak di laut dan memerlukan biaya pembersihan yang cukup besar antara lain

adalah kecelakaan kapal Torrey Canyon di sekitar English Channel, ledakan

sumur minyak di Santa Barbara, California (AS), tenggelamnya kapal Metula di

Selat Magellan, tumpahan minyak di Teluk Chesapeake, Virginia (AS), tumpahan

minyak yang berasal dari Argo Merchant, di sekitar Nantucket, Massachusetts

(AS), tenggelamnya kapal Amoco Cadiz di sekitar pantai Brittany, Perancis,

peristiwa Exxon Valdez di Alaska (AS). Tumpahan minyak yang berasal dari

kapal juga banyak terjadi di perairan Selat Malaka dan Selat Singapura. Sebagian

besar tumpahan minyak ini berasal dari tanker. Antara tahun 1990-1999, rata-rata

tumpahan minyak ke laut menunjukkan persentase sebagai berikut 25

1. Natural seeps : 47 %

2. Consumption activities (land-based run-off, non tanker

operational releases and spills) : 33 %

3. Tanker spills : 8 %

4. Other (atmospheric deposition and jettisoned aircraft fuel) : 5 %

                                                            25 National Research Council, Oil in The Sea III: Inputs, Fates and Effects, National

Academies Press, Washington D.C.,2003, sebagaimana dikutip dalam Action Againts Oil Pollution, IPIECA 2005.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II.pdf

5. Transportation (cargo washings, coastal facility and

pipeline spills) : 4 %

6. Extraction (platforms and produced water) : 3 %

Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi

kelautan yang dicapai dewasa ini, mengakibatkan pemanfaatan laut tidak hanya

terbatas pada usaha-usaha di bidang perikanan dan pelayaran saja, tetapi juga

sebagai sumber kekayaan alam khususnya minyak dan gas bumi yang dapat

dikuasai dengan teknologi instalasi dan bangunan lepas pantai.26

Teknologi instansi sangat terasa manfaatnya bagi industri minyak lepas

pantai yang dapat beroperasi pada bagian-bagian laut yang makin dalam.27

Kekhawatiran semakin berkurangnya kekayaan alam telah menyebabkan

peningkatan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi secara ekstensif dan hingga

mencapai bagian laut dalam yang hanya dapat dilakukan dengan teknologi

canggih. Karena teknologi instalasi bangunan lepas pantai semakin maju, maka

semakin meningkat pula kegiatan ekonomi dan penggunaan laut lainnya, seperti

pembangunan dan penggunaan instalasi lepas pantai bagi keperluan eksplorasi dan

eksploitasi.28

                                                            26    Mochtar Kusumaatmadja, Bunga Rampai Hukum Laut, (Bandung, Binacipta, 1978),

hal.174 27    Daud Silalahi, Pengaturan Hukum Lingkungan Laut Indonesia dan Beberapa

Implikasinya Secara Regional, Suatu Disertasi Unibersitas Padjadjaran, (Bandung, 1988), hal.315 28    Marcel Hendrapaty dkk,”Pengaturan Hukum Internasional Mengenai Pemindahan

Instalasi Lepas Pantai Serta Implementasinya Di Indonesia” (Ujung Pandang, Lembaga Penelitian Unhas, 1994), hal 1-2.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II.pdf

Usaha eksplorasi dan eksploitasi sumber daya minyak dan gas melalui

industri lepas pantai disadari ataupun tidak telah memberikan pengaruh terhadap

tata lingkungan laut yang ada disekitarnya. Bocornya instalasi yang

mengakibatkan minyak merembes ke luar lingkungan laut, tumpahnya minyak

karena proses pengoperasian industri, serta kecelakaan-kecelakaan yang terjadi

terhadap industri lepas pantai ini, telah membawa pengaruh pula bagi

perkembangan hukum baik dalam skala global maupun nasional.29

B. Sejarah Perkembangan Hukum Pencemaran Laut yang Bersifat Lintas

Batas

1. Periode 1954 Sampai 1971

Masalah pencemaran laut diatur secara hukum internasional pertama kali pada

tahun 1954.30 Ketentuan internasional yang mengatur masalah pencemaran laut

pada periode ini masih berada dalam kerangka hukum internasional yang

tradisional.31

Periode ini dimulai dengan terbentuknya konvensi internasional pertama

mengenai pencemaran laut, yaitu the International Convention for the

Prevention of the Sea by Oil yang ditanda tangani di London pada tahun 1954

                                                            29  Juarir Sumardi, Op.cit., hal.117 30  Timagenis, International Control of Marine Pollution (Netherlands, Eceana Publication,

1980), hal, 4 31  Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II.pdf

yang melarang pembuangan minyak dan campurannya secara sengaja dari

kapal tertentu dan pada kawasan tertentu pula.

Konvensi tahun 1954 ini mengharuskan dibawanya Oil Record Book oleh

kapal yang telah diregistrasi oleh suatu negara.32 Disamping itu, Konvensi

tahun 1954 ini juga mengatur :

a. Kapal-kapal yang diregistrasikan pada negara-negara peserta harus

dilengkapi dengan alat yang berguna untuk menghindarkan terjadinya

pencemaran;

b. Dalam jangka waktu tiga tahun setelah konvensi berlaku maka

pelabuhan-pelabuhan utama negara-negara peserta harus telah

dilengkapi dengan fasilitas penampungan untuk pembuangan bahan-

bahan yang mengandung minyak;

c. Oil Record Book dapat sewaktu-waktu diperiksa oleh pihak yang

berwenang dari negara-negara di wilayah pelabuhannya.

Instrumen hukum internasional selanjutnya dari periode ini adalah

dilaksanakannya suatu konferensi hukum internasional mengenai kerugian yang

disebabkan oleh pencemaran laut, yang diselenggarakan di Brussel pada bulan

November 1969 dan telah menghasilkan lebih dari dua konvensi mengenai

pencemaran laut. Satu dari konvensi tersebut adalah “the Internastional

Convention Relating to Intervention on the High Seas in Cases of Oil Pollution

Casualities”. Menurut konvensi ini negara pantai mempunyai hak untuk

                                                            32   Oil Record Book yang disyaratkan tersebut bertujuan untuk mencatat setiap buangan

minyak oleh kapal-kapal saat melakukan pelayaran.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II.pdf

melakukan langkah-langkah di laut lepas dalam rangka mencegah, mengurangi

atau menghapuskan setiap pencemaran yang dianggap cukup berbahaya bagi

negara pantai.

Konvensi kedua yang dihasilkan dari pertemuan di Brussel 1969 tersebut,

pada tahun 1971 di Brussel telah dibentuk “the International Convention on the

Establishment of an International Fund for Oil Pollution Damage”,33 dimana

konvensi ini dipersiapkan untuk mengatur masalah tanggung jawab mutlak (strict

liability) bagi para pemilik kapal tanker yang karena kecelakaan mengakibatkan

pencemaran, termasuk di laut wilayah suatu negara.

Periode tahun 1954 sampai 1971, terlihat pula adanya pembentukan

persetujuan antar negara yang sifatnya hanya ditujukan pada kawasan tertentu

(persetujuan regional). Persetujuan regional tersebut antara lain “the Agreement

for Co-operation in dealing with Pollution of the North Sea by Oil” (the Bonn

Agreement) tahun 1969.34 Juga tahun 1971 dibentuk “the Agreement between

Denmark, Finland, Norway and Sweden concerning Co-operation in Measure the

deal with Pollution of the Sea by Oil”. Kedua persetujuan ini hanya mengatur

pencemaran laut yang disebabkan oleh minyak.

Periode 1954 sampi 1971 juga telah menghasilkan sejumlah konvensi yang

berkaitan dengan pencemaran yang disebabkan oleh bahan radioaktif, antara lain

pada tahun 1960 telah dibentuk “the Convention on Third Party Liability in the

                                                            33  Timagenis, Op.cit., hal.6 34  Ibid., hal.7

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II.pdf

Field of Nuclear Energy” yang dibentuk di Paris. Pada tahun 1962 juga telah

dibentuk “the Convention on the Liability of Operators of Nuclear Ships”, yang

ditanda tangani di Brussel. Pada tahun 1063 dibentuk “the Convention on Civil

Liability for Nuclear Damage” di Wina dan akhirnya tahun 1971 dibentuk “the

International Convention to Civil Liability in Field of Maritime Carriage of

Nuclear Materials”, yang ditanda tangani di Brussel.35

Seluruh konvensi yang dibentuk sejak tahun 1954 sampai 1971 yang

bertujuan untuk keselamatan pelayaran di Laut dan merupakan ketentuan yang

mempunyai kaitan dengan masalah perlindungan lingkungan laut.36

2. Periode tahun 1972 sampai 1982

Pada periode ini sejumlah konvensi atau instrument hukum internasional

mengenai lingkungan dan perlindungan serta pelestariannya telah dibentuk.

Bahkan perkembangan ketentuan internasional mengenai lingkungan pada kurun

waktu 1972 sampai 1982 sangatlah pesat, sejalan dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang semakin spektakuler.

Pada bulan Juni 1972 di Stockholm dilaksanakan suatu konferensi PBB

mengenai Lingkungan Manusia. Dalam konferensi tersebut telah diterima suatu

deklarasi yaitu “Deklaration of Human Environment” dimana masalah

pencemaran laut mendapat perhatian yang cukup serius, serta resolusi mengenai

kelembagaan dan susunan keuangan yang di bentuk oleh Majelis Umum PBB dari

                                                            35  Ibid., hal. 7. 36  Ibid., hal. 8.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II.pdf

program lingkungan yang disebut “United Nations Environment Programme

(UNEP)”.

Berdasarkan rekomendasi-rekomendasi dari konferensi Stockholm tersebut

maka pada 30 Oktober sampai 13 November 1972 dilaksanakan suatu konferensi

antar pemerintah dan konferensi tersebut menghasilkan “Convention on the

Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and other Matter” yang

lebih dikenal dengan nama “London Convention on Dumping” karena

diselenggarakan di London.37

Pada periode 1972 sampai 1982 sejumlah persetujuan-persetujuan regional

juga telah dibentuk. Persetujuan-persetujuan tersebut antara lain adalah : “the

Convention for the Prevention of Marine Pollution from Land Based Sources”

yang ditanda tangani pada tanggal 4 juni 1974 dan lebih dikenal dengan nama “the

Paris Convention on Land Based Pollution.38

Konvensi regional yang cukup penting adalah “the Kuwait Regional

Convention for Co-operation on the Protection of the Marine Environment from

Pollution 1978” yang dibentuk oleh sejumlah negara-negara Arab. Konvensi ini

hanya dilengkapi oleh satu protocol yaitu : “the Protocol Concerning Regional

Co-operation in Combating Pollution by Oil and Other Harmful Substances in

Cases of Emergency”.39

                                                            37  Juarir Sumardi., Op.cit., hal.49 38  Ibid., hal. 50 39  Tima Genis., Op.cit., hal.14

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II.pdf

Akhirnya “the Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage

Resulting from Exploration and Exploitation of Seabed Mine-Resources” di

negosiasikan oleh sejumlah besar negara-negara Eropa bagian Utara, dimana

negosiasi tersebut diselenggarakan di London pada tanggal 13 sampai 17

Desember 1976, dan persetujuan tersebut dibuka untuk ditandatangani pada

tanggal 1 Mei 1977.

Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982 merupakan puncak dari

perkembangan hukum pencemaran yang bersifat lintas batas dalam periode 1972

sampai 1982. Setelah melalui perundingan kurang lebih 9 tahun, konferensi telah

berhasil mengesahkan suatu naskah konvensi hukum laut yang baru dengan 130

suara mendukung, 4 suara menentang dan 17 negara abstain. Kemudian pada

tanggal 11 Desember 1982, setelah mendengarkan pernyataan-pernyataan dari

negara-negara peserta, konferensi membuka kesempatan untuk penandatanganan

naskah konvensi sejumlah hukum laut yang baru di Montego Bay, Jamaika. Pada

waktu itu ada sejumlah 119 negara termasuk Indonesia yang menandatanganinya,

termasuk ketentuan-ketentuan penutup.40

C. Dampak Pencemaran Lingkungan di Laut Timor akibat Tumpahan

Minyak Mentah

Sejalan dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi, kemudahan yang

diperoleh manusia untuk mencapai suatu tujuan dengan melalui lautan dapat juga

                                                            40    Syahmin A.K, Beberapa Perkembangan dan Masalah Hukum Laut Internasional

(Bandung, Binacipta, 1988), hal.6

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II.pdf

menimbulkan akibat-akibat yang merugikan lingkungan hidup di laut. Kenyataan

itu bukan hanya disebabkan karena pelayaran oleh kapal-kapal yang semakin

banyak tetapi juga kapal-kapal yang berlayar tersebut kurang memperhatikan

aspek pencemaran yang diakibatkannya. Selain itu, kenyataan tersebut juga

disebabkan karena pencemaran yang terjadi akibat eksplorasi dan eksploitasi

minyak di lautan.

Dengan terjadinya tumpahan minyak di laut maka menimbulkan akibat

langsung atau seketika maupun tidak langsung. Sebagai akibat langsung dari

pencemaran itu adalah :

1. Di bidang perikanan, hilangnya kesempatan nelayan untuk menangkap

ikan.

2. Rusaknya pertanian dan peternakan di laut, seperti pengambilan rumput

laut dan ganggang laut, peternakan kerang, ikan, udang dan lain

sebagainya.

3. Matinya burung-burung laut terutama camar laut dan sebangsa bebek

yang keracunan akibat makanan.

4. Matinya binatang-binatang laut seperti elephansteal, singa laut dan

binatang-binatang lainnya.

Sedangkan akibat tidak langsung dari pencemaran laut tersebut adalah

dalam hubungannya dengan ekologi. Terjadinya penurunan terhadap kualitas air

laut dan lingkungan yang berlangsung terus menerus tanpa disadari.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II.pdf

Laut Timor adalah perpanjangan Samudera Hindia yang terletak antara pulau

Timor, kini terbagi antara Indonesia dan Timtim, dan Northen Territory Australia.

Di timur berbatasan dengan Laut Arafuru, secara teknis perpanjangan Samudera

Pasifik. Laut Timor Sea memiliki 2 teluk kecil di pesisir Australia Utara, Teluk

Joseph Bonaparte dan Teluk Van Diemen. Kota Australia Darwin ialah satu-

satunya kota besar yang terletak di tepi laut adjoin.41

Laut ini memiliki luas 480 km (300 mil), meliputi daerah sekitar 610.000

km persegi (235.000 mil persegi). Titik terdalamnya ialah Palung Timor di utara

laut ini, yang mencapai kedalaman 3.300 m (10.800 kaki). Bagian lainnya lebih

dangkal, dengan rata-rata kedalaman yang kurang dari 200 m (650 kaki).

Merupakan tempat utama untuk badai tropis dan topan.

Sejumlah pulau terletak di laut ini, termasuk Pulau Melville di laut lepas

pantai Australia dan Kepulauan Ashmore dan Cartier yang diperintah Australia.

Diperkirakan penduduk asli Australia mencapai Australia dengan “loncatan

pulau” menyeberangi Laut Timor.

Di dasar Laut Timor terdapat cadangan minyak dan gas dalam jumlah besar.

Australia dan Timor Timur telah mengalami pertentangan panjang atas hak

eksploitasi di daerah yang terkenal sebagai Celah Timor. Klaim wilayah Australia

meluas ke sumbu batimetrik (garis kedalaman punggung laut terbesar) di Palung

Timor. Ini melengkapi klaim territorial Timor Timur, yang mengikuti bekas                                                             

41  Wikipedia, “Laut Timor”, sebagaimana dimuat dalam, http://id.wikipedia.org/wiki/LautTimor, diakses pada tanggal 28 Februari 2011.

 

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II.pdf

koloninya Portugal dalam mengklaim bahwa garis yang membagi itu harus

ditengah-tengah kedua negara.

Sekitar dua tahun yang lalu, masalah pencemaran laut akibat tumpahan

minyak kembali terulang dalam perairan wilayah Indonesia. Tepatnya pada

tanggal 21 Agustus 2009 sumur minyak Montara yang bersumber dari Ladang

Montara (The Montara Well Head Platform) di Blok “West Atlas Laut Timor”

perairan Australia bocor dan menumpahkan minyak jenis light crude oil, dengan

kandungan sulfur 0,5% hydrogen sulfide dan carbon dioxide, lebih rendah dari

kandungan sulfur dalam sour crude oil. Kandungan tersebut sangat berbahaya

bagi kehidupan keragaman hayati laut, terutama jika terdampar dipesisir. Ladang

minyak Montara dioperasikan oleh PTT Public Company Limited (PTT PCL atau

PTT). 42

Tumpahan minyak tersebut meluas hingga perairan Celah Timor (Timor

Gap) yang merupakan perairan perbatasan antara Indonesia, Australia dan Timor

Leste. Luas efek cemaran tumpahan minyak dari sumur yang terletak di Blok

Atlas Barat Laut Timor tersebut sekitar 75% masuk wilayah Indonesia, merugikan

nelayan di Nusa Tenggara Timur, khususnya di perairan Rote Ndao.43

                                                            42  PTT merupakan perusahaan milik negara Thailand, yang semula bernama The Petroleum

Authority of Thailand, yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang gas dan minyak. PTT merupakan afiliasi dari PTT Eksploration and Production, PTT Chemicals, PTT Aromatics dan Refining and PTT Green Energy. PTT merupakan perusahaan kelas dunia yang masuk kedalam 500 perusahaan Fortune Global dan berada pada renking 118 dalam 500 perusahaan tersebut.

43    Dari berbagai sumber: Wikipedia (06/11/2010, 01:23); Tribunenews.Com, Kupang; upstreamonline.com, Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) (06/11/2010, 01:23). Masing-masing sumber menyajikan data yang berbeda-beda.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II.pdf

Dampak tumpahan minyak mentah terhadap Perairan Indonesia akibat

pencemaran di Laut Timor menimbulkan beberapa hal, yakni :

a. Kerusakan Ekosistem Laut yang ada di Perairan Laut Indonesia

b. Tumpahan minyak yang memasuki wilayah perairan Indonesia dari 30

Agustus s/d 3 Oktober 2009 seluas 16.420 km2.

c. Adanya penurunan pendapatan nelayan dan petani rumput laut di sekitar

pulau Timor dan Rote yang diakibatkan menurunnya jumlah tangkapan

ikan dan kegagalan panen rumput laut.

Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan

daratan, dimana buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Selain itu air

laut juga sebagai tempat penerimaan polutan (bahan cemar) yang jatuh dari

atmosfir. Limbah tersebut yang mengandung polutan kemudian masuk ke dalam

ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam

ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan

tubuh organisme laut (termasuk fitoplankton, ikan, udang, cumi-cumi, kerang,

rumput laut dan lain-lain). Kemudian, polutan tersebut yang masuk ke air diserap

langsung oleh fitoplankton.

Fitoplankton adalah produsen dan sebagai tropik level pertama dalam rantai

makanan. Kemudian fitoplankton dimakan zooplankton. Konsentrasi polutan

dalam tubuh zooplankton lebih tinggi dibanding dalam tubuh fitoplankton karena

zooplankton memangsa fitoplankton sebanyak-banyaknya. Fitoplankton dan

zooplankton dimakan oleh ikan-ikan planktivores (pemakan plankton) sebagai

tropik level kedua. Ikan planktivores dimangsa ikan karnivores (pemakan ikan

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II.pdf

atau hewan) sebagai tropik level ketiga, selanjutnya dimangsa oleh ikan predator

sebagai tropik level tertinggi. Ikan predator dan ikan yang berumur panjang

mengandung konsentrasi polutan dalam tubuhnya paling tinggi di antara seluruh

organism laut. Kerang juga mengandung logam berat yang tinggi karena cara

makannya dengan menyaring air masuk ke dalam insangnya setiap saat dan

fitoplankton ikut tertelan.

Polutan ikut masuk ke dalam tubuhnya dan terakumulasi terus-menerus dan

bahkan bisa melebihi konsentrasi yang di air. Polutan tersebut mengikuti rantai

makanan mulai dari fitoplankton sampai ikan predator dan pada akhirnya sampai

ke manusia. Bila polutan ini berada dalam jaringan tubuh organisme laut tersebut

dalam konsentrasi yang tinggi, kemudian dijadikan sebagai bahan makanan maka

akan berbahaya bagi kesehatan manusia. Karena kesehatan manusia sangat

dipengaruhi oleh makanan yang dimakan. Makanan yang berasal dari daerah yang

tercemar kemungkinan besar juga tercemar. Demikian juga makanan laut

(seafood) yang berasal dari pantai dan laut yang tercemar juga mengandung bahan

polutan yang tinggi. Salah satu polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan

manusia adalah logam berat.

Pada waktu minyak yang terkilang tinggi tumpah dipermukaan air bersih,

minyak tersebut akan membentuk lensa yang tebalnya bergantung dari jenis

minyak. Kecepatan penyebaran akan bergantung pada suhu udara dan laut, angin

dan arus laut serta jenis minyak.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II.pdf

Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung

yang menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak

tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir

dan batuan-batuan di pantai. Komponen hidrokarbon yang bersifat toksin

berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan dan perilaku biota laut

terutama pada plankton bahkan dapat mematikan ikan dengan sendirinya dapat

menurunkan produksi ikan. Proses emulfikasi merupakan sumber mortalitas bagi

organism, terutama pada telur, larva dan perkembangan embrio karena pada tahap

ini sangat rentan pada lingkungan tercemar, akibatnya terjadi pencemaran minyak

yang dapat digolongkan menjadi 2 bagian yaitu :

- Akibat jangka pendek. Molekul hidrokarbon minyak dapat merusak membrane

sel biota laut, mengakibatkan keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan

tersebut kedalam sel. Berbagai jenis udang dan ikan akan beraroma dan berbau

minyak, sehingga menurun mutunya oksigen, keracunan karbon dioksida dan

keracunan langsung oleh bahan berbahaya.

- Akibat jangka panjang. Lebih banyak mengancam biota muda. Minyak dalam

laut dapat termakan oleh biota laut, sebagian senyawa minyak dapat dikeluarkan

bersama-sama makanan, sedang sebagian lagi dapat terakumulasi dalam senyawa

lemak dan protein. Sifat akumulasi ini dapat dipindahkan dari organisma satu ke

organisma yang lainnya melalui rantai makanan. Akumulasi minyak didalam

zooplankton dapat berpindah ke ikan pemangsanya. Demikian seterusnya bila

ikan yang lebih kecil dimakan oleh ikan yang lebih besar, hewan-hewan laut

lainnya atau dimakan oleh manusia.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II.pdf

Di air laut yang bersih, minyak dapat menyebar dengan cepat menjadi pola-

pola sirkular. Misalnya 1 M minyak mentah Timur Tengah dalam 10 menit dapat

menyebar menjadi lingkaran yang bergaris tengah 48 M dengan ketebalan rata-

rata 0,5 mm dan dalam 100 menit lingkaran ini membesar sehingga bergaris

tengah 100 M dengan ketebalan rata-rata 100 mm.44 Secara tidak langsung,

pencemaran laut akibat minyak mentah dengan susunannya yang sangat kompleks

dapat membinasakan kekayaan laut dan mengganggu kesuburan lumpur di atas

laut. Ikan yang hidup disekitar laut akan tercemar atau mati dan banyak pula yang

berimigrasi ke daerah lain.

Minyak yang tergenang di atas permukaan laut akan menghalangi sinar

matahari masuk sampai ke lapisan air dimana ikan berdiam. Lapisan minyak juga

akan menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi kelarutan oksigen

yang akhirnya sampai pada tingkat yang tidak cukup untuk mendukung bentuk

kehidupan laut yang aerob. Lapisan minyak yang tergenang tersebut juga akan

mempengaruhi pertumbuhan rumput laut dan tumbuhan laut lainnya jika

menempel pada permukaan daunnya, karena dapat mengganggu proses

metabolisme pada tumbuhan tersebut seperti respirasi, selain itu juga akan

menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam zona euphotik, sehingga rantai

makanan yang berawal pada plankton akan terputus jika lapisan minyak tersebut

tenggelam dan menutupi substrat selain akan mematikan organism benthos juga

akan terjadi pembusukan akar pada tumbuhan yang ada di laut.

                                                            44  Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II.pdf

Pencemaran minyak juga akan merusak ekosistem mangrove. Minyak

tersebut berpengaruh terhadap sistem pengakaran mangrove yang berfungsi dalam

pertukaran CO2 dan O2, dimana akar tersebut akan tertutup minyak sehingga

kadar oksigen dalam akar berkurang. Jika minyak mengendap dalam waktu yang

cukup lama akan menyebabkan pembusukan pada akar mangrove yang

mengakibatkan kematian pada tumbuhan mangrove tersebut. Tumpahan minyak

juga aka menyebabkan kematian fauna-fauna yang hidup berasosiasi dengan hutan

mangrove, seperti moluksa, kepiting, ikan , udang dan biota lainnya. Bukti-bukti

dilapangan menunjukkan bahwa minyak yang terperangkap di dalam habitat

berlumpur tetap mempunyai pengaruh racun selama 20 tahun setelah pencemaran

terjadi.45

Ekosistem terumbu karang juga tidak akan luput dari pengaruh pencemaran

minyak. Jika terjadi kontak langsung antara minyak dan terumbu karang secara

langsung maka akan terjadi kematian terumbu karang secara meluas.46 Akibat

jangka panjang yang paling potensial dan paling berbahaya adalah jika minyak

masuk ke dalam sedimen. Burung laut merupakan komponen kehidupan pantai

yang langsung dapat dilihat dan sangat terpengaruh akibat tumpahan minyak.

Akibat yang paling nyata terhadap burung laut adalah terjadinya penyakit fisik.

Minyak yang mengapung terutama sekali amat berbahaya bagi kehidupan burung

laut yang suka berenang diatas permukaan air seperti burung camar.

                                                            45  Ibid 46  Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II.pdf

Tubuh burung akan tertutup oleh minyak kemudian dalam usaha

membersihkan tubuh mereka dari minyak mereka biasa akan menjilat bulu-

bulunya akibat mereka meminum banyak minyak dan akhirnya meracuni diri

sendiri. Disamping itu dengan minyak yang menempel pada bulu burung makan

burung akan kehilangan kemampuan untuk mengisolasi temperature sekitar,

sehingga mengakibatkan hilangnya panas burung tersebut, yang terjadi secara

terus-menerus akan menyebabkan burung tersebut kehilangan nafsu makan dan

penggunaan cadangan makanan dalam tubuhnya.

Peristiwa yang sangat besar akibatnya terhadap kehidupan burung laut

adalah peristiwa pecahnya kepal tanki Torrey Canyon yang mengakibatkan

matinya burung-burung laut sekitar 10.000 ekor di sepanjang pantai dan sekitar

30.000 tertutupi genangan minyak dipermukaan laut yang tercemar oleh minyak.

World Health Organization (selanjutnya disebut WHO) atau Organisasi

Kesehatan Dunia dan Food Agriculture Organization (selanjutnya disebut FAO)

atau Organisasi Pangan Dunia merekomendasikan untuk tidak mengkonsumsi

makanan laut yang tercemar logam berat. Logam berat telah lama dikenal sebagai

suatu elemen yang mempunyai daya racun yang sangat potensial dan memiliki

kemampuan terakumulasi dalam organ tubuh manusia. Bahkan tidak sedikit yang

menyebabkan kematian.

Universitas Sumatera Utara