chapter ii.pdf
TRANSCRIPT
BAB II
DAMPAK PENCEMARAN LINTAS BATAS LINGKUNGAN LAUT
AKIBAT TUMPAHAN MINYAK
A. Pengertian Dan Batasan Pencemaran Lingkungan Laut
Pada dasarnya laut secara alamiah mempunyai kemampuan untuk
menetralisir zat pencemar yang masuk ke dalamnya, akan tetapi bila zat yang
masuk tersebut melampaui batas kemampuan laut untuk menetralisir dan telah
melampaui ambang batas, maka kondisi ini mengakibatkan terjadinya pencemaran
lingkungan laut.
Undang-undang nomor 4 tahun 1982 pada pasal 1 ayat 7 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan pengertian yang
lebih konkrit dan luas mengenai pencemaran lingkungan yaitu :
“Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya.”18
Menurut Munadjat Danusaputro yang dimaksud dengan pencemaran
(Pollution) itu adalah suatu keadaan, dalam mana suatu zat dan/atau energi
diintroduksikan ke dalam suatu lingkungan oleh proses alam sendiri dalam
konsentrasi sedemikian rupa, hingga menyebabkan terjadinya perubahan dalam
18 Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Pasal 1 Ayat (7).
Universitas Sumatera Utara
keadaan termaksud yang mengakibatkan lingkungan itu tidak berfungsi seperti
semula dalam arti kesehatan, kesejahteraan (comfort) dan keselamatan hayati.19
Undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang ketentuan-ketentuan pokok
pengelolaan lingkungan hidup memberikan pengertian pencemaran secara umum
sebagai berikut :
“Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup,zat atau komponen lainnya kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya”20
Pengertian dari pencemaran lingkungan, pada prinsipnya sama dengan
pengertian dari pencemaran laut. Karena laut adalah juga merupakan bagian
integral lingkungan hidup. Oleh sebab itu apabila disebut pencemaran laut maka
hal tersebut berarti pencemaran lingkungan, dalam hal ini pencemaran lingkungan
laut.
Adapun yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan laut, terdapat
beberapa batasan yang menarik dikemukakan. Disebut menarik karena terdapat
perbedaan terhadap pengertian pencemaran laut itu sendiri.
Menurut sidang para menteri OECD (Organization for Economic
Coorporation and Development), 13-14 November 1874 pencemaran laut yaitu :
19 Munadjad Danusaputro, Hukum Pencemaran Dan Usaha Merintis Pola Pembangunan
Hukum Oencemaran Nusantara (Bandung, Litera, 1979), hal.92 20 Lihat Pasal 1 ayat 2 UU No.23 Tahun 1997
Universitas Sumatera Utara
“Pollution is introduction by man directly or indirectly of substansces or energy in to the environtment, resulting in deleterious effects of such a nature as to endangerous human health, harm living resources and ecosystem and impair or interfere with aminities and other legitimate of the environment.”21
Berdasarkan pengertian ini, pencemaran laut terjadi apabila dimasukkannya
oleh manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung, sesuatu benda, zat
atau energi ke dalam lingkungan laut, sehingga menimbulkan akibat sedemikian
rupa kepada alam dan membahayakan kesehatan serta kehidupan manusia dan
ekosistem serta merugikan lingkungan yang baik dan fungsi laut sebagaimana
mestinya.
Sementara menurut IMCO (Inter Govermental Maritime Consultative
Organization), memberikan batasan pencemaran laut sebagai berikut :
“Marine pollution has been defined as the “introduction by man, directly or indirectly of substances or energy into the maritime environment (including estuaries) hazard to human health. Hindrance to marine activities, including fishing, impairment quality of sea water and reduction of aminities.”
Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja berpendapat, bahwa pencemaran laut
adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat dimasukkannya oleh
manusia secara langsung maupun tidak bahan atau energi ke dalam laut (termasuk
muara sungai) yang menghasilkan akibat buruk terhadap kekayaan hayati
kesehatan manusia, sehingga mengganggu kegiatan di laut termasuk perikanan
dan lain-lain, penggunaan laut yang wajar serta pemburukan kualitas air laut dan
kualitas tempat pemukiman dan rekreasi.22
21 Munadjad Danusaputro, Op.Cit., hal. 9 22 Mochtar Kusumaadmadja, Pencemaran Laut dan Pengaturan Hukumnya (Bandung,
Padjajaran, 1983), hal.8
Universitas Sumatera Utara
Apabila diperhatikan pendapat diatas, maka akan terlihat adanya kesatuan
pandangan mengenai penyebab umum pencemaran laut. Penyebab timbulnya
keadaan tersebut adalah karena perbuatan manusia. Sedangkan segala aktifitas
alam seperti letusan gunung, gempa, erosi dan sebagainya tidak disebut sebagai
faktor yang dapat mencemarkan laut.
Pengertian pencemaran laut yang cukup luas dikemukakan oleh Group of
Export on Scientific Aspect of Marine (GESAM)23 dalam rangka persiapan
konferensi PBB mengenai lingkungan hidup manusia, yang mengemukakan
sebagai berikut :
“The introduction by man, directly or indirectly, of substences or energy in to the marine environment (including estuaries) resulting in such deleterious or harm to living resources, hazard to human health, hindrance to marine activities, including fishing, impairment of quality or use of water, and reduction of aminities.”24
(dimasukkannya oleh manusia, secara langsung ataupun tidak langsung bahan-bahan atau energi kedalam lingkungan laut (termasuk kuala) yang mengakibatkan dampak kerugian sedemikian rupa terhadap kekayaan hayati, bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan, pemburukan kualitas atau penggunaan air laut dan pengurangan kenyamanan).
Pengertian yang diberikan GESAM merupakan pengertian laut yang
diakibatkan oleh aktifitas manusia (introduction by man) yang menyebabkan
akibat yang tidak diharapkan pada lingkungan laut berupa bahay terhadap sumber
daya hayati, kesehatan manusia, menghalangi aktifitas di laut, menurunnya
kualitas air laut dan mengurangi kegiatan rekreasi laut.
23 GESAMP (Group of on Scientific Aspects of Marine Pollution) yang dibentuk dari
IMCO, FAO, UNECO dan WMO dan bertugas untuk memberikan nasihat kepada Dewan Sponsor. 24 UNESCO doc : sc/MD/19, 1 Juni 1970 pada annex IV, hal. 12, sebagaimana dikutip
Juarir Sumardi, Op.cit, hal.27
Universitas Sumatera Utara
Salah satu defenisi pencemaran laut yang cukup jelas dan maju terdapat
pada konvensi hukum laut PBB tahun 1982, pada pasal 1 ayat 4 disebutkan :
“Pollution of the marine environment means the introduction by man, directly or indirectly, of substances or energy in to the marine environment, including estuaries, wich results or is likely to result in such deleterious effect as to human health, hindrance to marine activities, including fishing and other legitimate use of the sea, impairment of quality use of sea water and reduction of aminities”
(pencemaran lingkungan laut berarti dimasukkannya oleh manusia secara langsung atau tidak langsung bahan atau energi kedalam lingkungan laut, termasuk kuala, yang mengakibatkan atau mungkin membawa akibat buruk sedemikian rupa seperti kerusakan pada kekayaan hayati laut, bahaya bagi kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk penangkapan ikan dan penggunaan laut yang sah lainna, menurunnya kualitas kegunaan air laut dan pengurangan kenyamanan)
Atas dasar pengertian di atas, maka ada tiga butir pokok mengenai batasan
pengertian pencemaran laut. Pertama, pencemaran laut dapat terjadi karena
perbuatan manusia baik sengaja maupun tidak sengaja, langsung maupun tidak
langsung. Kedua, pencemaran laut dapat juga terjadi akibat aktivitas atau proses
alam itu sendiri. Ketiga, baru dapat disebut pencemaran laut, apabila terjadi
penurunan kualitas lingkungan laut sehingga mengganggu fungsi laut sebagai
sumber kehidupan manusia dan lingkungannya.
Perkembangan lain dalam pengertian pencemaran adalah digunakannya
istilah transnasional. Istilah ini pertama sekali digunakan oleh Myres Mac. Dougal
dan lebih lanjut dipopulerkan oleh Philip C.Jessup. Di Indonesia istilah ini
pertama sekali diperkenalkan oleh Sunaryati Hartono dalam disertasi Beliau yang
berjudul “Beberapa Masalah Transnasional Dalam Penanaman Modal Asing di
Indonesia” tahun 1972.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan istilah transnasional kedalam pencemaran lingkungan selaras
dengan perkembangan yang menunjukkan adanya perubahan masal dari masalah
nasional menuju kearah permasalahan internasional. Dengan demikian pada
pencemaran transnasional, penanggulangannya tidak hanya didasarkan secara
apriori melalui penanganan nasional semata, melainkan harus mempertimbangkan
aspek-aspek internasional dari pencemaran tersebut. Oleh karena itu, adanya
kerjasama antara negara (terutama negara tetangga) mutlak diperlukan.
Sehubungan dengan pencemaran laut, maka Pencemaran Laut Transnasional
dapat diartikan dimasukkannya oleh manusia secara langsung ataupun tidak
langsung bahan atau energi ke dalam lingkungan laut, termasuk kuala, secara
sedemikian rupa sehingga mengakibatkan atau mungkin membawa akibat buruk
berupa kerusakan pada kekayaan hayati laut, bahaya bagi kesehatan manusia,
gangguan terhadap penggunaan laut yang sah lainnya, menurunnya kualitas
kegunaan air laut dan pengurangan rasa kenyamanan yang akibatnya tidak saja
dirasakan di negara tempat terjadinya pencemaran tetapi juga dirasakan di wilayah
yang berada di luar yurisdiksi negara tempat terjadinya pencemaran.
Dari beberapa zat pencemar yang didentifikasi dan diklasifikasikan sebagai
zat pencemar, minyak bumi merupakan zat pencemar yang paling dominan dalam
pencemaran laut. Bertambah besarnya ukuran kapal, bobot, kecepatan dan jumlah
yang beroperasi di lautan, ditambah lagi dengan kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi minyak lepas pantai, tidak saja meningkatkan jumlah dan sumber
pencemaran lingkungan laut, tetapi juga mengancam kelestarian lingkungan laut.
Universitas Sumatera Utara
Selama ini tumpahan minyak di laut terus menerus meningkat dalam jumlah
dan frekuensinya, sehingga mengakibatkan kerusakan terhadap sejumlah besar
wilayah pesisir dan laut. Beberapa kejadian yang telah menimbulkan tumpahan
minyak di laut dan memerlukan biaya pembersihan yang cukup besar antara lain
adalah kecelakaan kapal Torrey Canyon di sekitar English Channel, ledakan
sumur minyak di Santa Barbara, California (AS), tenggelamnya kapal Metula di
Selat Magellan, tumpahan minyak di Teluk Chesapeake, Virginia (AS), tumpahan
minyak yang berasal dari Argo Merchant, di sekitar Nantucket, Massachusetts
(AS), tenggelamnya kapal Amoco Cadiz di sekitar pantai Brittany, Perancis,
peristiwa Exxon Valdez di Alaska (AS). Tumpahan minyak yang berasal dari
kapal juga banyak terjadi di perairan Selat Malaka dan Selat Singapura. Sebagian
besar tumpahan minyak ini berasal dari tanker. Antara tahun 1990-1999, rata-rata
tumpahan minyak ke laut menunjukkan persentase sebagai berikut 25
1. Natural seeps : 47 %
2. Consumption activities (land-based run-off, non tanker
operational releases and spills) : 33 %
3. Tanker spills : 8 %
4. Other (atmospheric deposition and jettisoned aircraft fuel) : 5 %
25 National Research Council, Oil in The Sea III: Inputs, Fates and Effects, National
Academies Press, Washington D.C.,2003, sebagaimana dikutip dalam Action Againts Oil Pollution, IPIECA 2005.
Universitas Sumatera Utara
5. Transportation (cargo washings, coastal facility and
pipeline spills) : 4 %
6. Extraction (platforms and produced water) : 3 %
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi
kelautan yang dicapai dewasa ini, mengakibatkan pemanfaatan laut tidak hanya
terbatas pada usaha-usaha di bidang perikanan dan pelayaran saja, tetapi juga
sebagai sumber kekayaan alam khususnya minyak dan gas bumi yang dapat
dikuasai dengan teknologi instalasi dan bangunan lepas pantai.26
Teknologi instansi sangat terasa manfaatnya bagi industri minyak lepas
pantai yang dapat beroperasi pada bagian-bagian laut yang makin dalam.27
Kekhawatiran semakin berkurangnya kekayaan alam telah menyebabkan
peningkatan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi secara ekstensif dan hingga
mencapai bagian laut dalam yang hanya dapat dilakukan dengan teknologi
canggih. Karena teknologi instalasi bangunan lepas pantai semakin maju, maka
semakin meningkat pula kegiatan ekonomi dan penggunaan laut lainnya, seperti
pembangunan dan penggunaan instalasi lepas pantai bagi keperluan eksplorasi dan
eksploitasi.28
26 Mochtar Kusumaatmadja, Bunga Rampai Hukum Laut, (Bandung, Binacipta, 1978),
hal.174 27 Daud Silalahi, Pengaturan Hukum Lingkungan Laut Indonesia dan Beberapa
Implikasinya Secara Regional, Suatu Disertasi Unibersitas Padjadjaran, (Bandung, 1988), hal.315 28 Marcel Hendrapaty dkk,”Pengaturan Hukum Internasional Mengenai Pemindahan
Instalasi Lepas Pantai Serta Implementasinya Di Indonesia” (Ujung Pandang, Lembaga Penelitian Unhas, 1994), hal 1-2.
Universitas Sumatera Utara
Usaha eksplorasi dan eksploitasi sumber daya minyak dan gas melalui
industri lepas pantai disadari ataupun tidak telah memberikan pengaruh terhadap
tata lingkungan laut yang ada disekitarnya. Bocornya instalasi yang
mengakibatkan minyak merembes ke luar lingkungan laut, tumpahnya minyak
karena proses pengoperasian industri, serta kecelakaan-kecelakaan yang terjadi
terhadap industri lepas pantai ini, telah membawa pengaruh pula bagi
perkembangan hukum baik dalam skala global maupun nasional.29
B. Sejarah Perkembangan Hukum Pencemaran Laut yang Bersifat Lintas
Batas
1. Periode 1954 Sampai 1971
Masalah pencemaran laut diatur secara hukum internasional pertama kali pada
tahun 1954.30 Ketentuan internasional yang mengatur masalah pencemaran laut
pada periode ini masih berada dalam kerangka hukum internasional yang
tradisional.31
Periode ini dimulai dengan terbentuknya konvensi internasional pertama
mengenai pencemaran laut, yaitu the International Convention for the
Prevention of the Sea by Oil yang ditanda tangani di London pada tahun 1954
29 Juarir Sumardi, Op.cit., hal.117 30 Timagenis, International Control of Marine Pollution (Netherlands, Eceana Publication,
1980), hal, 4 31 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
yang melarang pembuangan minyak dan campurannya secara sengaja dari
kapal tertentu dan pada kawasan tertentu pula.
Konvensi tahun 1954 ini mengharuskan dibawanya Oil Record Book oleh
kapal yang telah diregistrasi oleh suatu negara.32 Disamping itu, Konvensi
tahun 1954 ini juga mengatur :
a. Kapal-kapal yang diregistrasikan pada negara-negara peserta harus
dilengkapi dengan alat yang berguna untuk menghindarkan terjadinya
pencemaran;
b. Dalam jangka waktu tiga tahun setelah konvensi berlaku maka
pelabuhan-pelabuhan utama negara-negara peserta harus telah
dilengkapi dengan fasilitas penampungan untuk pembuangan bahan-
bahan yang mengandung minyak;
c. Oil Record Book dapat sewaktu-waktu diperiksa oleh pihak yang
berwenang dari negara-negara di wilayah pelabuhannya.
Instrumen hukum internasional selanjutnya dari periode ini adalah
dilaksanakannya suatu konferensi hukum internasional mengenai kerugian yang
disebabkan oleh pencemaran laut, yang diselenggarakan di Brussel pada bulan
November 1969 dan telah menghasilkan lebih dari dua konvensi mengenai
pencemaran laut. Satu dari konvensi tersebut adalah “the Internastional
Convention Relating to Intervention on the High Seas in Cases of Oil Pollution
Casualities”. Menurut konvensi ini negara pantai mempunyai hak untuk
32 Oil Record Book yang disyaratkan tersebut bertujuan untuk mencatat setiap buangan
minyak oleh kapal-kapal saat melakukan pelayaran.
Universitas Sumatera Utara
melakukan langkah-langkah di laut lepas dalam rangka mencegah, mengurangi
atau menghapuskan setiap pencemaran yang dianggap cukup berbahaya bagi
negara pantai.
Konvensi kedua yang dihasilkan dari pertemuan di Brussel 1969 tersebut,
pada tahun 1971 di Brussel telah dibentuk “the International Convention on the
Establishment of an International Fund for Oil Pollution Damage”,33 dimana
konvensi ini dipersiapkan untuk mengatur masalah tanggung jawab mutlak (strict
liability) bagi para pemilik kapal tanker yang karena kecelakaan mengakibatkan
pencemaran, termasuk di laut wilayah suatu negara.
Periode tahun 1954 sampai 1971, terlihat pula adanya pembentukan
persetujuan antar negara yang sifatnya hanya ditujukan pada kawasan tertentu
(persetujuan regional). Persetujuan regional tersebut antara lain “the Agreement
for Co-operation in dealing with Pollution of the North Sea by Oil” (the Bonn
Agreement) tahun 1969.34 Juga tahun 1971 dibentuk “the Agreement between
Denmark, Finland, Norway and Sweden concerning Co-operation in Measure the
deal with Pollution of the Sea by Oil”. Kedua persetujuan ini hanya mengatur
pencemaran laut yang disebabkan oleh minyak.
Periode 1954 sampi 1971 juga telah menghasilkan sejumlah konvensi yang
berkaitan dengan pencemaran yang disebabkan oleh bahan radioaktif, antara lain
pada tahun 1960 telah dibentuk “the Convention on Third Party Liability in the
33 Timagenis, Op.cit., hal.6 34 Ibid., hal.7
Universitas Sumatera Utara
Field of Nuclear Energy” yang dibentuk di Paris. Pada tahun 1962 juga telah
dibentuk “the Convention on the Liability of Operators of Nuclear Ships”, yang
ditanda tangani di Brussel. Pada tahun 1063 dibentuk “the Convention on Civil
Liability for Nuclear Damage” di Wina dan akhirnya tahun 1971 dibentuk “the
International Convention to Civil Liability in Field of Maritime Carriage of
Nuclear Materials”, yang ditanda tangani di Brussel.35
Seluruh konvensi yang dibentuk sejak tahun 1954 sampai 1971 yang
bertujuan untuk keselamatan pelayaran di Laut dan merupakan ketentuan yang
mempunyai kaitan dengan masalah perlindungan lingkungan laut.36
2. Periode tahun 1972 sampai 1982
Pada periode ini sejumlah konvensi atau instrument hukum internasional
mengenai lingkungan dan perlindungan serta pelestariannya telah dibentuk.
Bahkan perkembangan ketentuan internasional mengenai lingkungan pada kurun
waktu 1972 sampai 1982 sangatlah pesat, sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin spektakuler.
Pada bulan Juni 1972 di Stockholm dilaksanakan suatu konferensi PBB
mengenai Lingkungan Manusia. Dalam konferensi tersebut telah diterima suatu
deklarasi yaitu “Deklaration of Human Environment” dimana masalah
pencemaran laut mendapat perhatian yang cukup serius, serta resolusi mengenai
kelembagaan dan susunan keuangan yang di bentuk oleh Majelis Umum PBB dari
35 Ibid., hal. 7. 36 Ibid., hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
program lingkungan yang disebut “United Nations Environment Programme
(UNEP)”.
Berdasarkan rekomendasi-rekomendasi dari konferensi Stockholm tersebut
maka pada 30 Oktober sampai 13 November 1972 dilaksanakan suatu konferensi
antar pemerintah dan konferensi tersebut menghasilkan “Convention on the
Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and other Matter” yang
lebih dikenal dengan nama “London Convention on Dumping” karena
diselenggarakan di London.37
Pada periode 1972 sampai 1982 sejumlah persetujuan-persetujuan regional
juga telah dibentuk. Persetujuan-persetujuan tersebut antara lain adalah : “the
Convention for the Prevention of Marine Pollution from Land Based Sources”
yang ditanda tangani pada tanggal 4 juni 1974 dan lebih dikenal dengan nama “the
Paris Convention on Land Based Pollution.38
Konvensi regional yang cukup penting adalah “the Kuwait Regional
Convention for Co-operation on the Protection of the Marine Environment from
Pollution 1978” yang dibentuk oleh sejumlah negara-negara Arab. Konvensi ini
hanya dilengkapi oleh satu protocol yaitu : “the Protocol Concerning Regional
Co-operation in Combating Pollution by Oil and Other Harmful Substances in
Cases of Emergency”.39
37 Juarir Sumardi., Op.cit., hal.49 38 Ibid., hal. 50 39 Tima Genis., Op.cit., hal.14
Universitas Sumatera Utara
Akhirnya “the Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage
Resulting from Exploration and Exploitation of Seabed Mine-Resources” di
negosiasikan oleh sejumlah besar negara-negara Eropa bagian Utara, dimana
negosiasi tersebut diselenggarakan di London pada tanggal 13 sampai 17
Desember 1976, dan persetujuan tersebut dibuka untuk ditandatangani pada
tanggal 1 Mei 1977.
Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982 merupakan puncak dari
perkembangan hukum pencemaran yang bersifat lintas batas dalam periode 1972
sampai 1982. Setelah melalui perundingan kurang lebih 9 tahun, konferensi telah
berhasil mengesahkan suatu naskah konvensi hukum laut yang baru dengan 130
suara mendukung, 4 suara menentang dan 17 negara abstain. Kemudian pada
tanggal 11 Desember 1982, setelah mendengarkan pernyataan-pernyataan dari
negara-negara peserta, konferensi membuka kesempatan untuk penandatanganan
naskah konvensi sejumlah hukum laut yang baru di Montego Bay, Jamaika. Pada
waktu itu ada sejumlah 119 negara termasuk Indonesia yang menandatanganinya,
termasuk ketentuan-ketentuan penutup.40
C. Dampak Pencemaran Lingkungan di Laut Timor akibat Tumpahan
Minyak Mentah
Sejalan dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi, kemudahan yang
diperoleh manusia untuk mencapai suatu tujuan dengan melalui lautan dapat juga
40 Syahmin A.K, Beberapa Perkembangan dan Masalah Hukum Laut Internasional
(Bandung, Binacipta, 1988), hal.6
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan akibat-akibat yang merugikan lingkungan hidup di laut. Kenyataan
itu bukan hanya disebabkan karena pelayaran oleh kapal-kapal yang semakin
banyak tetapi juga kapal-kapal yang berlayar tersebut kurang memperhatikan
aspek pencemaran yang diakibatkannya. Selain itu, kenyataan tersebut juga
disebabkan karena pencemaran yang terjadi akibat eksplorasi dan eksploitasi
minyak di lautan.
Dengan terjadinya tumpahan minyak di laut maka menimbulkan akibat
langsung atau seketika maupun tidak langsung. Sebagai akibat langsung dari
pencemaran itu adalah :
1. Di bidang perikanan, hilangnya kesempatan nelayan untuk menangkap
ikan.
2. Rusaknya pertanian dan peternakan di laut, seperti pengambilan rumput
laut dan ganggang laut, peternakan kerang, ikan, udang dan lain
sebagainya.
3. Matinya burung-burung laut terutama camar laut dan sebangsa bebek
yang keracunan akibat makanan.
4. Matinya binatang-binatang laut seperti elephansteal, singa laut dan
binatang-binatang lainnya.
Sedangkan akibat tidak langsung dari pencemaran laut tersebut adalah
dalam hubungannya dengan ekologi. Terjadinya penurunan terhadap kualitas air
laut dan lingkungan yang berlangsung terus menerus tanpa disadari.
Universitas Sumatera Utara
Laut Timor adalah perpanjangan Samudera Hindia yang terletak antara pulau
Timor, kini terbagi antara Indonesia dan Timtim, dan Northen Territory Australia.
Di timur berbatasan dengan Laut Arafuru, secara teknis perpanjangan Samudera
Pasifik. Laut Timor Sea memiliki 2 teluk kecil di pesisir Australia Utara, Teluk
Joseph Bonaparte dan Teluk Van Diemen. Kota Australia Darwin ialah satu-
satunya kota besar yang terletak di tepi laut adjoin.41
Laut ini memiliki luas 480 km (300 mil), meliputi daerah sekitar 610.000
km persegi (235.000 mil persegi). Titik terdalamnya ialah Palung Timor di utara
laut ini, yang mencapai kedalaman 3.300 m (10.800 kaki). Bagian lainnya lebih
dangkal, dengan rata-rata kedalaman yang kurang dari 200 m (650 kaki).
Merupakan tempat utama untuk badai tropis dan topan.
Sejumlah pulau terletak di laut ini, termasuk Pulau Melville di laut lepas
pantai Australia dan Kepulauan Ashmore dan Cartier yang diperintah Australia.
Diperkirakan penduduk asli Australia mencapai Australia dengan “loncatan
pulau” menyeberangi Laut Timor.
Di dasar Laut Timor terdapat cadangan minyak dan gas dalam jumlah besar.
Australia dan Timor Timur telah mengalami pertentangan panjang atas hak
eksploitasi di daerah yang terkenal sebagai Celah Timor. Klaim wilayah Australia
meluas ke sumbu batimetrik (garis kedalaman punggung laut terbesar) di Palung
Timor. Ini melengkapi klaim territorial Timor Timur, yang mengikuti bekas
41 Wikipedia, “Laut Timor”, sebagaimana dimuat dalam, http://id.wikipedia.org/wiki/LautTimor, diakses pada tanggal 28 Februari 2011.
Universitas Sumatera Utara
koloninya Portugal dalam mengklaim bahwa garis yang membagi itu harus
ditengah-tengah kedua negara.
Sekitar dua tahun yang lalu, masalah pencemaran laut akibat tumpahan
minyak kembali terulang dalam perairan wilayah Indonesia. Tepatnya pada
tanggal 21 Agustus 2009 sumur minyak Montara yang bersumber dari Ladang
Montara (The Montara Well Head Platform) di Blok “West Atlas Laut Timor”
perairan Australia bocor dan menumpahkan minyak jenis light crude oil, dengan
kandungan sulfur 0,5% hydrogen sulfide dan carbon dioxide, lebih rendah dari
kandungan sulfur dalam sour crude oil. Kandungan tersebut sangat berbahaya
bagi kehidupan keragaman hayati laut, terutama jika terdampar dipesisir. Ladang
minyak Montara dioperasikan oleh PTT Public Company Limited (PTT PCL atau
PTT). 42
Tumpahan minyak tersebut meluas hingga perairan Celah Timor (Timor
Gap) yang merupakan perairan perbatasan antara Indonesia, Australia dan Timor
Leste. Luas efek cemaran tumpahan minyak dari sumur yang terletak di Blok
Atlas Barat Laut Timor tersebut sekitar 75% masuk wilayah Indonesia, merugikan
nelayan di Nusa Tenggara Timur, khususnya di perairan Rote Ndao.43
42 PTT merupakan perusahaan milik negara Thailand, yang semula bernama The Petroleum
Authority of Thailand, yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang gas dan minyak. PTT merupakan afiliasi dari PTT Eksploration and Production, PTT Chemicals, PTT Aromatics dan Refining and PTT Green Energy. PTT merupakan perusahaan kelas dunia yang masuk kedalam 500 perusahaan Fortune Global dan berada pada renking 118 dalam 500 perusahaan tersebut.
43 Dari berbagai sumber: Wikipedia (06/11/2010, 01:23); Tribunenews.Com, Kupang; upstreamonline.com, Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) (06/11/2010, 01:23). Masing-masing sumber menyajikan data yang berbeda-beda.
Universitas Sumatera Utara
Dampak tumpahan minyak mentah terhadap Perairan Indonesia akibat
pencemaran di Laut Timor menimbulkan beberapa hal, yakni :
a. Kerusakan Ekosistem Laut yang ada di Perairan Laut Indonesia
b. Tumpahan minyak yang memasuki wilayah perairan Indonesia dari 30
Agustus s/d 3 Oktober 2009 seluas 16.420 km2.
c. Adanya penurunan pendapatan nelayan dan petani rumput laut di sekitar
pulau Timor dan Rote yang diakibatkan menurunnya jumlah tangkapan
ikan dan kegagalan panen rumput laut.
Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan
daratan, dimana buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Selain itu air
laut juga sebagai tempat penerimaan polutan (bahan cemar) yang jatuh dari
atmosfir. Limbah tersebut yang mengandung polutan kemudian masuk ke dalam
ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam
ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan
tubuh organisme laut (termasuk fitoplankton, ikan, udang, cumi-cumi, kerang,
rumput laut dan lain-lain). Kemudian, polutan tersebut yang masuk ke air diserap
langsung oleh fitoplankton.
Fitoplankton adalah produsen dan sebagai tropik level pertama dalam rantai
makanan. Kemudian fitoplankton dimakan zooplankton. Konsentrasi polutan
dalam tubuh zooplankton lebih tinggi dibanding dalam tubuh fitoplankton karena
zooplankton memangsa fitoplankton sebanyak-banyaknya. Fitoplankton dan
zooplankton dimakan oleh ikan-ikan planktivores (pemakan plankton) sebagai
tropik level kedua. Ikan planktivores dimangsa ikan karnivores (pemakan ikan
Universitas Sumatera Utara
atau hewan) sebagai tropik level ketiga, selanjutnya dimangsa oleh ikan predator
sebagai tropik level tertinggi. Ikan predator dan ikan yang berumur panjang
mengandung konsentrasi polutan dalam tubuhnya paling tinggi di antara seluruh
organism laut. Kerang juga mengandung logam berat yang tinggi karena cara
makannya dengan menyaring air masuk ke dalam insangnya setiap saat dan
fitoplankton ikut tertelan.
Polutan ikut masuk ke dalam tubuhnya dan terakumulasi terus-menerus dan
bahkan bisa melebihi konsentrasi yang di air. Polutan tersebut mengikuti rantai
makanan mulai dari fitoplankton sampai ikan predator dan pada akhirnya sampai
ke manusia. Bila polutan ini berada dalam jaringan tubuh organisme laut tersebut
dalam konsentrasi yang tinggi, kemudian dijadikan sebagai bahan makanan maka
akan berbahaya bagi kesehatan manusia. Karena kesehatan manusia sangat
dipengaruhi oleh makanan yang dimakan. Makanan yang berasal dari daerah yang
tercemar kemungkinan besar juga tercemar. Demikian juga makanan laut
(seafood) yang berasal dari pantai dan laut yang tercemar juga mengandung bahan
polutan yang tinggi. Salah satu polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan
manusia adalah logam berat.
Pada waktu minyak yang terkilang tinggi tumpah dipermukaan air bersih,
minyak tersebut akan membentuk lensa yang tebalnya bergantung dari jenis
minyak. Kecepatan penyebaran akan bergantung pada suhu udara dan laut, angin
dan arus laut serta jenis minyak.
Universitas Sumatera Utara
Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung
yang menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak
tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir
dan batuan-batuan di pantai. Komponen hidrokarbon yang bersifat toksin
berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan dan perilaku biota laut
terutama pada plankton bahkan dapat mematikan ikan dengan sendirinya dapat
menurunkan produksi ikan. Proses emulfikasi merupakan sumber mortalitas bagi
organism, terutama pada telur, larva dan perkembangan embrio karena pada tahap
ini sangat rentan pada lingkungan tercemar, akibatnya terjadi pencemaran minyak
yang dapat digolongkan menjadi 2 bagian yaitu :
- Akibat jangka pendek. Molekul hidrokarbon minyak dapat merusak membrane
sel biota laut, mengakibatkan keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan
tersebut kedalam sel. Berbagai jenis udang dan ikan akan beraroma dan berbau
minyak, sehingga menurun mutunya oksigen, keracunan karbon dioksida dan
keracunan langsung oleh bahan berbahaya.
- Akibat jangka panjang. Lebih banyak mengancam biota muda. Minyak dalam
laut dapat termakan oleh biota laut, sebagian senyawa minyak dapat dikeluarkan
bersama-sama makanan, sedang sebagian lagi dapat terakumulasi dalam senyawa
lemak dan protein. Sifat akumulasi ini dapat dipindahkan dari organisma satu ke
organisma yang lainnya melalui rantai makanan. Akumulasi minyak didalam
zooplankton dapat berpindah ke ikan pemangsanya. Demikian seterusnya bila
ikan yang lebih kecil dimakan oleh ikan yang lebih besar, hewan-hewan laut
lainnya atau dimakan oleh manusia.
Universitas Sumatera Utara
Di air laut yang bersih, minyak dapat menyebar dengan cepat menjadi pola-
pola sirkular. Misalnya 1 M minyak mentah Timur Tengah dalam 10 menit dapat
menyebar menjadi lingkaran yang bergaris tengah 48 M dengan ketebalan rata-
rata 0,5 mm dan dalam 100 menit lingkaran ini membesar sehingga bergaris
tengah 100 M dengan ketebalan rata-rata 100 mm.44 Secara tidak langsung,
pencemaran laut akibat minyak mentah dengan susunannya yang sangat kompleks
dapat membinasakan kekayaan laut dan mengganggu kesuburan lumpur di atas
laut. Ikan yang hidup disekitar laut akan tercemar atau mati dan banyak pula yang
berimigrasi ke daerah lain.
Minyak yang tergenang di atas permukaan laut akan menghalangi sinar
matahari masuk sampai ke lapisan air dimana ikan berdiam. Lapisan minyak juga
akan menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi kelarutan oksigen
yang akhirnya sampai pada tingkat yang tidak cukup untuk mendukung bentuk
kehidupan laut yang aerob. Lapisan minyak yang tergenang tersebut juga akan
mempengaruhi pertumbuhan rumput laut dan tumbuhan laut lainnya jika
menempel pada permukaan daunnya, karena dapat mengganggu proses
metabolisme pada tumbuhan tersebut seperti respirasi, selain itu juga akan
menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam zona euphotik, sehingga rantai
makanan yang berawal pada plankton akan terputus jika lapisan minyak tersebut
tenggelam dan menutupi substrat selain akan mematikan organism benthos juga
akan terjadi pembusukan akar pada tumbuhan yang ada di laut.
44 Ibid
Universitas Sumatera Utara
Pencemaran minyak juga akan merusak ekosistem mangrove. Minyak
tersebut berpengaruh terhadap sistem pengakaran mangrove yang berfungsi dalam
pertukaran CO2 dan O2, dimana akar tersebut akan tertutup minyak sehingga
kadar oksigen dalam akar berkurang. Jika minyak mengendap dalam waktu yang
cukup lama akan menyebabkan pembusukan pada akar mangrove yang
mengakibatkan kematian pada tumbuhan mangrove tersebut. Tumpahan minyak
juga aka menyebabkan kematian fauna-fauna yang hidup berasosiasi dengan hutan
mangrove, seperti moluksa, kepiting, ikan , udang dan biota lainnya. Bukti-bukti
dilapangan menunjukkan bahwa minyak yang terperangkap di dalam habitat
berlumpur tetap mempunyai pengaruh racun selama 20 tahun setelah pencemaran
terjadi.45
Ekosistem terumbu karang juga tidak akan luput dari pengaruh pencemaran
minyak. Jika terjadi kontak langsung antara minyak dan terumbu karang secara
langsung maka akan terjadi kematian terumbu karang secara meluas.46 Akibat
jangka panjang yang paling potensial dan paling berbahaya adalah jika minyak
masuk ke dalam sedimen. Burung laut merupakan komponen kehidupan pantai
yang langsung dapat dilihat dan sangat terpengaruh akibat tumpahan minyak.
Akibat yang paling nyata terhadap burung laut adalah terjadinya penyakit fisik.
Minyak yang mengapung terutama sekali amat berbahaya bagi kehidupan burung
laut yang suka berenang diatas permukaan air seperti burung camar.
45 Ibid 46 Ibid
Universitas Sumatera Utara
Tubuh burung akan tertutup oleh minyak kemudian dalam usaha
membersihkan tubuh mereka dari minyak mereka biasa akan menjilat bulu-
bulunya akibat mereka meminum banyak minyak dan akhirnya meracuni diri
sendiri. Disamping itu dengan minyak yang menempel pada bulu burung makan
burung akan kehilangan kemampuan untuk mengisolasi temperature sekitar,
sehingga mengakibatkan hilangnya panas burung tersebut, yang terjadi secara
terus-menerus akan menyebabkan burung tersebut kehilangan nafsu makan dan
penggunaan cadangan makanan dalam tubuhnya.
Peristiwa yang sangat besar akibatnya terhadap kehidupan burung laut
adalah peristiwa pecahnya kepal tanki Torrey Canyon yang mengakibatkan
matinya burung-burung laut sekitar 10.000 ekor di sepanjang pantai dan sekitar
30.000 tertutupi genangan minyak dipermukaan laut yang tercemar oleh minyak.
World Health Organization (selanjutnya disebut WHO) atau Organisasi
Kesehatan Dunia dan Food Agriculture Organization (selanjutnya disebut FAO)
atau Organisasi Pangan Dunia merekomendasikan untuk tidak mengkonsumsi
makanan laut yang tercemar logam berat. Logam berat telah lama dikenal sebagai
suatu elemen yang mempunyai daya racun yang sangat potensial dan memiliki
kemampuan terakumulasi dalam organ tubuh manusia. Bahkan tidak sedikit yang
menyebabkan kematian.
Universitas Sumatera Utara