chapter ii.pdf

36
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nyamuk Aedes aegypti 2.1.1. Nyamuk Aedes aegypti sebagai Vektor Penyakit DBD Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, Aedes aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikunguya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Aedes aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa-desa dan perkotaan. Masyarakat diharapkan mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan DBD untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah (Anggraeni, 2011). Nyamuk Aedes aegypti betina menghisap darah manusia setiap 2 hari. Protein dari darah tersebut diperlukan untuk pematangan telur yang dikandungnya. Setelah menghisap darah, nyamuk ini akan mencari tempat hinggap (beristirahat). Tempat hinggap yang disenangi ialah benda-benda yang tergantung, seperti : pakaian, kelambu atau tumbuh-tumbuhan di dekat berkembang biaknya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Setelah masa istirahat selesai, nyamuk itu akan meletakkan telurnya pada dinding bak mandi/WC, tempayan, drum, kaleng, ban bekas, dan lain-lain. Biasanya sedikit di atas permukaan air. Selanjutnya nyamuk akan mencari mangsanya (menghisap darah) lagi dan seterusnya (Depkes RI, 2007). Universitas Sumatera Utara

Upload: hafizur-rahman

Post on 21-Nov-2015

17 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Nyamuk Aedes aegypti

    2.1.1. Nyamuk Aedes aegypti sebagai Vektor Penyakit DBD

    Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue

    penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, Aedes aegypti juga merupakan

    pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikunguya. Penyebaran jenis ini

    sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Aedes aegypti

    merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus

    menciptakan siklus persebaran dengue di desa-desa dan perkotaan. Masyarakat

    diharapkan mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan DBD untuk

    membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah (Anggraeni, 2011).

    Nyamuk Aedes aegypti betina menghisap darah manusia setiap 2 hari. Protein

    dari darah tersebut diperlukan untuk pematangan telur yang dikandungnya. Setelah

    menghisap darah, nyamuk ini akan mencari tempat hinggap (beristirahat). Tempat

    hinggap yang disenangi ialah benda-benda yang tergantung, seperti : pakaian,

    kelambu atau tumbuh-tumbuhan di dekat berkembang biaknya. Biasanya di tempat

    yang agak gelap dan lembab. Setelah masa istirahat selesai, nyamuk itu akan

    meletakkan telurnya pada dinding bak mandi/WC, tempayan, drum, kaleng, ban

    bekas, dan lain-lain. Biasanya sedikit di atas permukaan air. Selanjutnya nyamuk

    akan mencari mangsanya (menghisap darah) lagi dan seterusnya (Depkes RI, 2007).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1.2. Ciri Morfologi

    a. Nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan belang-belang (loreng) putih

    pada seluruh tubuhnya.

    b. Hidup di dalam dan di sekitar rumah, juga ditemukan di tempat umum .

    c. Mampu terbang sampai 100 meter.

    d. Nyamuk betina aktif menggigit (menghisap) darah pada pagi hari sampai sore

    hari. Nyamuk jantan biasa menghisap sari bunga/tumbuhan yang mengandung

    gula.

    e. Umur nyamuk Aedes aegypti rata-rata 2 minggu, tetapi sebagian diantaranya

    dapat hidup 2-3 bulan (Anggraeni, 2010).

    2.1.3. Siklus Hidup dan Perilaku Nyamuk Aedes aegypti

    Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti :

    Telur Jentik Kepompong Nyamuk

    Perkembangan dari telur sampai menjadi nyamuk kurang lebih 9-10 hari

    1. Setiap kali bertelur , nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100

    butir.

    2. Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran 0.80 mm,

    3. Telur ini ditempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan,

    4. Telur itu akan menetas menjadi jentik dalam waktu lebih kurang 2 hari setelah

    terendam air.

    5. Jentik kecil yang menetas dari telur itu akan tumbuh menjadi besar yang

    panjangnya 0.5-1 cm.

    Universitas Sumatera Utara

  • 6. Jentik Aedes aegypti akan selalu begerak aktif dalam air. Geraknya berulang-

    ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas (mengambil udara)

    kemudian turun, kembali ke bawah dan seterusnya.

    7. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air.

    Biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air.

    8. Setelah 6-8 hari jentik itu akan berkembang/berubah menjadi kepompong.

    9. Kepompong berbentuk koma.

    10. Gerakannya lamban.

    11. Sering berada di permukaan air.

    12. Setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk dewasa (Anggraeni, 2010).

    Nyamuk Aedes aegypti menyenangi area gelap dan benda-benda berwarna

    hitam atau merah. Nyamuk ini banyak ditemukan di bawah meja, bangku, kamar

    yang gelap, atau dibalik baju-baju yang digantung. Nyamuk ini menggigit pada siang

    hari (pukul 09.00-10.00) dan sore hari (pukul 16.00-17.00). Demam berdarah sering

    menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi

    sampai siang hari (Anggraeni, 2010).

    Nyamuk Aedes aegypti berkembang biak di tempat penampungan air untuk

    keperluan sehari-hari dan barang-barang lain yang memungkinkan air tergenang yang

    tidak beralaskan tanah, misalnya bak mandi/WC, tempayan, drum, tempat minum

    burung, vas bunga/pot tanaman air, kaleng bekas dan ban bekas, botol, tempurung

    kelapa, plastik, dan lain-lain yang dibuang sembarang tempat (Depkes RI, 2007).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1.4. Indeks-indeks Aedes aegypti

    Menurut Depkes RI tahun 2007, untuk mengetahui kepadatan populasi

    nyamuk Aedes aegypti di suatu daerah seperti daerah perimeter dan buffer pelabuhan

    dapat melalui survai terhadap stadium jentik atau dewasa, sebagai hasil survai

    tersebut di dapat indeks-indeks Aedes aegypti yaitu:

    1. Indeks Jentik

    a). House Indeks (HI) : Persentase antara rumah dimana ditemukan jentik

    terhadap rumah yang diperiksa

    Jumlah rumah yang ditemukan jentik Jumlah rumah yang diperiksa

    b). Container Indeks (CI) : Persentase antara kontainer yang ditemukan

    jentik terhadap seluruh kontainer yang diperiksa

    Jumlah kontainer yang positif jentik Jumlah kontainer yang diperiksa

    c) Breateu Indeks (BI) : Jumlah kontainer yang positif per seratus rumah

    Jumlah kontainer yang positif jentik Jumlah rumah yang diperiksa

    x 100%

    House Indeks (HI), Container Indeks (CI), dan Bretaue Indeks di daerah

    perimeter pelabuhan kurang dari 0, sedangkan House Indeks (HI), Container Indeks

    (CI) daerah buffer pelabuhan kurang dari 1 %, dan Breateu Indeks (BI) kurang

    dari 50.

    HI = x 100 %

    x 100 % CI =

    BI =

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Indeks Ovitrap

    Ovitrap adalah kontainer buatan yang disengaja dipasang ditempat-tempat

    tertentu dan ditempatkan ditempat nyamuk dewasa hinggap, ditempat-tempat teduh

    dengan jarak 100-150 m, digunakan pada daerah yang sulit mengidentifikasi jentik.

    Perhitungan angka ovitrap indeks ialah % ovitrap yang menjadi sarang nyamuk

    Aedes aegypti . Ovitrap indeks di pelabuhan kurang dari 15 %.

    2.1.5. Metode Survai Jentik

    Metode survai jentik dapat dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2005):

    a. Single larva: Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap

    tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.

    b. Visual: Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di

    setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.

    2.2. Penyakit Demam Berdarah Dengue

    Menurut Hastuti (2008), Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi

    yang dapat berakibat fatal dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit ini dapat

    menyerang semua umur baik anak-anak maupun orang dewasa. Penyebab penyakit

    ini adalah virus dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus yang masuk ke dalam

    tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina . Nyamuk Aedes aegypti

    menyimpan virus dengue pada telurnya, selanjutnya virus tersebut akan ditularkan ke

    manusia melalui gigitan.Virus dengue yang sudah masuk ke dalam tubuh seseorang,

    tidak selalu dapat menimbulkan infeksi jika orang tersebut memiliki daya tahan tubuh

    Universitas Sumatera Utara

  • yang kuat. Secara alamiah sebenarnya virus tersebut akan dilawan oleh antibodi

    tubuh.

    2.2.1. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue Menurut WHO

    Menurut WHO (1986), penyakit DBD dibagi atau diklasifikasikan menurut

    berat ringannya penyakit dengan uraian sebagai berikut:

    1. DBD derajat I

    DBD derajat I memiliki tanda tanda demam disertai gejala-gejala yang lain,

    seperti mual, muntah, sakit pada ulu hati, pusing, nyeri otot, dan lain lain

    tanpa adanya pendarahan spontan .

    2. DBD derajat II

    DBD derajat II memiliki tanda-tanda gejala seperti yang terdapat pada DBD

    derajat I yang disertai dengan adanya pendarahan spontan pada kulit ataupun

    tempat lain (gusi, mimisan, dan lain sebagainya).

    3. DBD derajat III

    DBD derajat III memiliki tanda-tanda yang lebih parah dibandingkan dengan

    DBD derajat I dan DBD derajat II. Penderita mengalami gejala shock, yaitu

    denyut nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, penderita mengalami

    kegelisahan, dan pada tubuh penderita mulai tampak kebiru biruan, terutama

    disekitar mulut, hidung, dan ujung-ujung jari.

    4. DBD Derajat IV

    DBD derajat IV memiliki tanda-tanda yang lebih dibandingkan dengan DBD

    derajat I, DBD derajat II, DBD derajat III. Pada DBD derajat IV, penderita

    Universitas Sumatera Utara

  • tengah mengalami shock yang disebut dengue syndrome. Pada tahap ini,

    penderita berada dalam keadaan kritis dan memerlukan perawatan yang

    intensif di rumah sakit. Ada tiga faktor yang memegang peranan penting pada

    penularan penyakit Demam Berdarah Dengue, yaitu manusia, virus dan vektor

    perantara. (Depkes RI, 2005).

    2.2.2. Tanda-tanda Demam Berdarah Dengue yaitu (Depkes RI, 2003):

    1. Hari pertama sakit: panas mendadak terus-menerus, badan lemah atau lesu.

    Pada tahap ini sulit dibedakan dengan penyakit lain.

    2. Hari kedua atau ketiga: timbul bintik-bintik perdarahan, lebam, atau ruam pada

    kulit di muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu hati. Kadang-kadang

    mimisan, melena (air besar bercampur darah) atau muntah darah, bintik

    perdarahan mirip dengan bekas gigitan nyamuk.

    3. Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba, kemungkinan

    penderita bisa sembuh atau memburuk.

    2.2.3. Diagnosa

    Pemeriksaan darah pasien sangat membantu untuk menegakkan diagnosa

    yang akurat terhadap pasien DBD. Diagnosa ditegakkan dari gejala-gejala klinis dan

    hasil pemeriksaan darah :

    - Jumlah trombosit (20% di atas rata-rata nilai normal)

    )

    - Hasil laboratorium semacam ini biasanya ditemukan pada hari ke- 3 sampai

    hari ke- 7 (Dinkes Propinsi SUMUT, 2003).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2.4. Pengobatan

    Pengobatan untuk DBD dapat dilakukan dengan memberi minum air putih

    yang banyak, oralit atau jus buah, dan bila perlu dilakukan pemberian cairan melalui

    infus. Pengompresan dingin atau pemberian antiseptika dapat juga dilakukan. Untuk

    mengatasi demam diberikan parasetamol selama demam masih mencapai 39o

    2.2.5. Tempat Potensial Bagi Penularan Demam Berdarah Dengue

    C,

    paling banyak 6 dosis dalam 24 jam. Jika penderita mengalami denyut jantung

    meningkat, kulit pucat dan dingin, denyut nadi melemah, mengantuk atau tertidur

    secara tiba tiba, urine sangat sedikit, peningkatan konsentrasi hemotokrit secara tiba

    tiba, tekanan darah menyempit sampai kurang dari 20 mm Hg, dan hipotensi, maka

    penderita perlu mendapatkan perawatan khusus di rumah sakit. Penderita diberikan

    cairan pengganti seperti garam fisiologis, ringer laktat atau ringer asetat, larutan

    garam fisiologis dan glukosa 5%, plasma dan plasma substitude. Oksigen diberikan

    pada penderita dalam keadaan syok, dan transfusi darah hanya diberikan pada

    penderita dengan tanda- tanda pendarahan yang signifikan (Dinkes Propinsi SUMUT,

    2003).

    Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk

    penularnya. Oleh karena itu tempat potensial untuk terjadi penularan DBD adalah:

    1. Wilayah yang banyak kasus DBD (endemis).

    2. Tempattempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang

    datang dari berbagai wilayah, sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran

    beberapa tipe virus dengue cukup besar. Tempat-tempat tersebut antara lain:

    Universitas Sumatera Utara

  • - Sekolah , anak/murid sekolah berasal dari berbagai wilayah merupakan

    kelompok umur yang paling susceptible terserang DBD.

    - Rumah Sakit/puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya. Orang

    datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah penderita

    DBD, DD atau carrier virus dengue.

    - Tempat umum lainnya, seperti : hotel, pertokoan, pasar, restoran, dan tempat

    ibadah.

    3. Pemukiman baru dipinggir kota

    Karena di lokasi ini penduduknya berasal dari berbagai wilayah, maka

    kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carrier yang membawa

    virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal. (Depkes RI,

    2010).

    2.3. Pengendalian DBD

    2.3.1. Manajemen Lingkungan

    A. Modifikasi Lingkungan

    Modifikasi lingkungan yaitu pengubahan kondisi lingkungan yang permanen

    (tahan lama) untuk menurunkan populasi vektor tanpa mengakibatkan kerugian pada

    manusia (WHO, 2001). Ada beberapa cara pengendalian vektor secara modifikasi

    lingkungan yaitu :

    Universitas Sumatera Utara

  • a. Perbaikan Wadah Persediaan Air

    Tempat penyimpanan persediaan air dianjurkan dalam berbagai jenis wadah

    yang kecil, karena wadah ukuran besar dan berat (misal: gentong air) tidak mudah

    untuk dibuang atau dibersihkan, wadah-wadah ini akan memperbanyak tempat

    perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti (WHO, 2001).

    b. Tanki atau Reservoir di Atas atau Bawah Tanah Anti Nyamuk

    Tanki dan sumur yang dibawah harus memiliki struktur yang antinyamuk.

    Bangunan pelindung pintu air dan meteran air harus dilengkapi dengan perembesan

    sebagai tindakan dari pencegahan (WHO, 2001).

    B. Manipulasi Lingkungan

    Manipulasi lingkungan yaitu suatu kondisi lingkungan yang bersifat

    sementara sehingga tidak menguntungkan bagi perkembang biakan vektor (WHO,

    2001). Ada beberapa cara pengendalian vektor secara manipulasi lingkungan yaitu :

    a. Drainase Instalasi Persediaan Air

    Air yang tumpah dalam bangunan pelindung, dari pipa distribusi, katup air,

    pintu air, hidran kebakaran, meteran air, menyebabkan air menggenang dan dapat

    menjadi habitat yang penting untuk larva Aedes aegypti jika tindakan pencegahan

    tidak dilakukan (WHO, 2001).

    b. Bagian Luar Bangunan

    Desain bangunan penting untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk Aedes

    aegypti. Pipa aliran dari talang atap sering tersumbat dan menjadi lokasi

    perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Pemeriksaan berkala perlu dilakukan

    Universitas Sumatera Utara

  • terhadap bangunan selama musim hujan untuk menemukan lokasi potensial

    perkembangbiakan (WHO, 2001).

    c. Penyimpanan Air untuk Memadamkan Kebakaran

    Tanki tempat penyimpanan air untuk pencegahan kebakaran harus bersifat

    antinyamuk. Drum tersebut harus memiliki tutup yang rapat. Selain itu, drum logam

    yang digunakan untuk penyimpanan air di lokasi pembangunan juga arus bersifat anti

    nyamuk (WHO, 2001).

    d. Manajemen Ban

    Ban bekas kenderaan merupakan lokasi utama perkembangbiakan nyamuk

    Aedes di daerah perkotaan sehingga menimbulkan satu masalah kesehatan masyarakat

    yang penting. Ban bekas diisi tanah atau beton dan digunakan untuk wadah tanaman

    atau pembatas jalan. Ban bekas juga bisa digunakan untuk mengurangi erosi pantai

    akibat gelombang ombak. Ban bekas juga dapat didaur ulang menjadi sandal, karet,

    sikat industri, gasket, ember, tempat sampah, dan alas karpet (WHO, 2001).

    f. Penyimpanan Air Rumah Tangga

    Sumber utama perkembangbiakan Aedes aegypti adalah wadah penyimpanan

    air untuk kebutuhan rumah tangga yang mencakup gentong air dari tanah liat,

    keramik serta teko semen. Wadah penyimpanan air harus ditutup dengan tutup yang

    pas dan rapat (WHO, 2001).

    f. Pot/vas Bunga, Jebakan Semut dan Tempat Air Minum Hewan Peliharaan

    Universitas Sumatera Utara

  • Pot bunga, vas bunga, jebakan semut dan tempat minum hewan peliharaan

    merupakan tempat utama perkembangbiakan Aedes aegypti. Benda-benda tersebut

    harus dilubangi untuk saluran air keluar. Tindakan lainnya, bunga hidup dapat

    ditempatkan di atas wadah yang beirisi air. Bunga tersebut harus diganti dan dibuang

    setiap minggu. Jebakan semut untuk melindungi rak penyimpan makanan dapat

    ditambahkan garam dapur atau minyak (WHO, 2001).

    g. Perkembang Biakan Aedes di Genangan Air Incidental

    Wadah penampungan hasil kondensasi di bawah lemari es, dan air

    conditioner (AC) harus diperiksa, dan sisa air dispenser dikeringkan dan dibersihkan

    secara teratur (WHO, 2001).

    h. Pembuangan Sampah Padat

    Sampah padat, seperti kaleng, botol, ember, atau benda tak terpakai lainnya

    yang berserakan di sekeliling rumah harus dibuang dan dikubur di tempat

    penimbunan sampah. Botol kaca, kaleng, dan wadah lainnya harus ditimbun di

    tempat penimbunan sampah atau dihancurkan dan didaur ulang untuk industri (WHO,

    2001).

    i. Pengisian Rongga pada Pagar dan Pohon

    Pagar yang terbuat dari kayu berongga seperti bambu harus dipotong di

    bagian ruasnya, dan rongga yang tampak harus diisi dengan pasir, pecahan kaca, atau

    beton agar tidak menjadi habitat larva Aedes, begitu juga dengan lubang-lubang pada

    pohon disekitar rumah penduduk (WHO, 2001).

    2.3.2. Pengendalian Secara Fisik

    Universitas Sumatera Utara

  • Pengendalian secara fisik adalah pengendalian untuk menghilangkan

    perindukan vektor (Aggraeni, 2010). Ada beberapa cara pengendalian secara fisik

    yaitu :

    A. Pakaian Pelindung

    Pakaian mengurangi risiko tergigit nyamuk jika pakaian itu cukup tebal atau

    longgar. Baju lengan panjang dan celana panjang dan kaos kaki dapat melindungi

    tangan dan kaki, yang merupakan tempat yang paling sering terkena gigitan nyamuk

    (WHO,2001).

    B. Perlindungan Diri

    Masyarakat menggunakan raket beralirkan listrik untuk perlindungan diri dari

    nyamuk. Bahan penolak serangga yang alami banyak juga digunakan untuk

    perlindungan diri seperti minyak essensial (sitronela, lemongrass dan neem), yang

    kimiawi seperti DEET (N,N-Diethyl-m-toluamide) dan permetrin adalah penolak

    serangga yang efektif ditambahkan pada pakaian (WHO, 2001).

    C. Kelambu dan Gorden

    Penggunaan kelambu banyak digunakan masyarakat untuk menghindari dari

    gigitan nyamuk. Kelambu ini sangat efektif bagi bayi dan pekerja yang bekerja pada

    malam hari, dan tidur pada pagi harinya. Gorden digunakan untuk memperindah

    rumah sekaligus menghindari nyamuk masuk ke rumah melalui jendela rumah.

    D. Pemasangan Kawat Kasa

    Universitas Sumatera Utara

  • Pemasangan kawat kasa dapat menghalangi nyamuk dewasa masuk kedalam

    rumah. Kawat kasa dipasang pada lubang-lubang diatas jendela dan pintu di rumah

    (Anggraeni, 2010).

    2.3.3. Pengendalian Secara Kimiawi

    Pemberantasan secara kimia yaitu pengendalian DBD dengan menggunakan

    bahan kimia, menurut Depkes RI (2007) dapat ditempuh dengan 2 teknik untuk

    pengendalian secara kimiawi, yaitu:

    A. Pengasapan (fogging), yaitu suatu teknik yang digunakan untuk

    mengendalikan DBD dengan menggunakan senyawa kimia malathion dan

    fenthion, yang berguna untuk mengurangi penularan sampai batas waktu

    tertentu.

    B. Pemberantasan Larva Nyamuk dengan Zat Kimia. Tempat

    perkembangbiakan larva vektor DBD banyak terdapat pada penampungan air

    yang airnya digunakan bagi kebutuhan sehari-hari terutama untuk minum dan

    masak, maka larvasida (kimia pemberantas larva) yang digunakan harus

    mempunyai sifat-sifat, efektif pada dosis rendah, tidak bersifat racun bagi

    manusia/mamalia, tidak menyebabkan perubahan rasa, warna dan bau, dan

    efektivitasnya lama Larvasidasi dengan kriteria seperti tersebut di atas di

    antaranya adalah temephos yang lebih dikenal dengan sebutan abate. Larvasida

    ini terbukti efektif terhadap larva Aedes aegypti dan daya racunnya rendah

    terhadap mamalia. Beberapa contoh bahan larvarisasi : Menggunakan bubuk

    Universitas Sumatera Utara

  • Abate 1 G (bahan aktif : Temephos 1), Altosid 1,3 G (bahan aktif: Metopren

    1,3%), dan Sumilary 0,5 (Anggraeni, 2010).

    C. Pemberantasan Secara Kimia yang Berupa Bahan Insektisida yang

    digunakan oleh masyarakat seperti obat nyamuk bakar, semprotan piretrum,

    aerosol, dan obat nyamuk yang dioleskan ke bagian tubuh, merupakan cara

    pengendalian nyamuk.

    2.3.4. Pengendalian Secara Biologi/ Hayati

    Pengendalian larva Aedes aegypti secara biologi atau hayati menggunakan

    organisme yang dalam pengendalian secara hayati umumnya bersifat predator,

    parasitik atau patogenik. Beberapa agen hayati yang digunakan untuk memberantas

    nyamuk Aedes aegypti seperti :

    A. Ikan, ikan kepala timah (Aplocheilus panchax), ikan nila (Oreochronis

    nilocitus), ikan guppy (Poecilia reticulata), ikan mujair (Oreochronis

    mossambicus), ikan cupang (Betta splendens), yang mangsanya adalah larva

    nyamuk (Wikipedia, 2012).

    B. Toxorhynchites sp.

    Toxorhynchites, juga dikenal sebagai elang nyamuk atau pemakan nyamuk,

    adalah genus cosmopolitan dan salah satu dari beberapa jenis nyamuk yang

    tidak mengisap darah mamalia. Larva/jentik nyamuk ini memangsa larva

    nyamuk yang berukuran lebih kecil, seperti larva nyamuk Aedes sp

    (Anggraeni, 2010).

    Universitas Sumatera Utara

  • C. Mesostoma sp.

    Organisme tersebut termasuk cacing Turbellaria berukuran 0,10,5 cm bersifat

    predator terhadap larva nyamuk (Anggraeni, 2010).

    D. Libellula

    Libellula adalah capung yang merupakan golongan serangga Anisoptera.

    Nimfa Labellula ukuran sedang mampu memangsa larva dan pupa Aedes

    aegypti (Anggraeni, 2010).

    E. Tomanomermis iyengari

    Organisme ini termasuk jenis cacing Nematoda dan bersifat parasit pada larva

    nyamuk. Cacing tersebut tumbuh dan berkembang jadi dewasa di dalam tubuh

    larva yang di parasitnya. Setelah dewasa cacing tersebut keluar dari tubuh

    inangnya (larva) dengan jalan menyobek dinding tubuh inang sehingga

    menyebabkan kematian inang tersebut (Anggraeni, 2010).

    F. Bacillus thuringiensis

    Bakteri Bacillus thuringiensis atau sering disingkat Bt, dikenal sebagai bakteri

    yang menghasilkan racun serangga dan sangat spesifik, hanya membunuh

    larva Aedes aegypti (Anggraeni, 2010).

    G. Tanaman yang menimbulkan bau yang tidak disukai oleh nyamuk Aedes

    aegypti seperti : (Admin, 2012)

    1. Akar wangi (vertiver zizanoides), ekstrak akar wanginya dapat membunuh

    larva nyamuk Aedes aegypti dalam waktu kurang lebih dari 2 jam.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Zodia memiliki kandungan Evodiamine dan Rutaecarpine yang

    menghasilkan aroma yang cukup tajam yang tidak disukai oleh serangga

    karena Zodiac terasa pahit. Untuk merasakan manfaatnya, Zodia bisa

    ditanam di ruang yang banyak tertiup angin agar aromanya tercium dan

    mengusir nyamuk.

    3. Geranium nama lainnya tapak dara. Tanaman ini mengandung geraniol

    dan sitronelol yang dapat mengusir nyamuk. Kedua zat yang dimiliki

    Geranium dapat dengan mudah terbang memenuhi udara, aroma zat yang

    ada di tanaman ini akan tercium, membuat nyamuk menjauh dari ruangan.

    4. Lavender, tanaman ini mengandung zat Linalool dan Lynalyl acetate

    digunakan untuk mengusir nyamuk, tanaman ini juga menghasilkan

    minyak yang digunakan sebagai bahan penolak nyamuk bahkan digunakan

    untuk lotion anti nyamuk.

    5. Bunga Rosemary menghasilkan bau seperti aroma minyak kayu putih.

    Aroma yang tidak disukai oleh nyamuk karena mengacaukan

    penciumannya.

    6. Serai wangi, tanaman ini memiliki zat Geraniol dan Sitronelal yang tidak

    disukai nyamuk

    7. Kecombrang, kantan, atau honje (Etlingera eliator; sinonim Nicolaia

    elatior, Phaeomeria speciosa) adalah sejenis tumbuhan rempah dan

    merupakan tumbuhan tahunan , yang bunga, buah, serta bijinya

    Universitas Sumatera Utara

  • dimanfaatkan sebagai bahan sayuran. Bunga ini juga dapat mengusir

    nyamuk.

    8. Citrosa Mosquito, tumbuhan mengeluarkan aroma lemon yang sangat kuat

    yang tidak disukai oleh nyamuk, sehingga dapat mengusir nyamuk.

    2.3.5. Koordinasi Antar Sektor

    Kegiatan pengendalian dengue memerlukan koordinasi dan kerja sama yang

    erat antar sektor kesehatan dan sektor nonkesehatan (baik dari pihak pemerintah

    maupun swasta), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan masyarakat setempat.

    Kerja sama antarsektor melibatkan sedikitnya dua komponen: (i) penggunaan sumber

    daya, dan (ii) penyesuaian kebijakan di antara berbagai sektor departemen dan sektor

    nonpemerintah (WHO, 2001).

    2.3.6. Penggunaan Sumber Daya

    Penggunaan sumber daya yang kurang dimanfaatkan, misal: untuk pembuatan

    peralatan yang dibutuhkan ditingkat lokal, tenaga pemerintah untuk sementara

    memperbaiki penyediaan air yang rusak, atau kelompok masyarakat dan pemuda

    untuk membuang ban bekas dan wadah tak terpakai lainnya di lingkungan (WHO,

    2001).

    2.3.7. Penyesuaian Kebijakan

    Didalam pelaksanaan program pengendalian dengue harus dilakukan upaya

    untuk mencari bantuan atau penyesuaian kebijakan dan praktik yang ada dari

    departemen serta sektor lain. Contoh: Departemen Pekerjaan Umum dapat dianjurkan

    untuk menyesuaikan kebijakannya sehingga prioritas pertama dalam program

    Universitas Sumatera Utara

  • perbaikan penyediaan air diberikan pada masyarakat yang paling berisiko terhadap

    dengue. Departemen Kesehatan dapat memberikan wewenang pada departemen itu

    untuk memanfaatkan beberapa staf lapangannya guna membantu pekerjaan mereka

    untuk memperbaiki persediaan air dan sistem pembuangan air kotor (WHO, 2001).

    2.3.8. Peran Sektor Nonkesehatan di dalam Kegiatan Pengendalian Penyakit Dengue

    A. Departemen Pekerjaan Umum

    Departemen Pekerjaan umum dan Pemerintah Daerah (PEMDA) dapat

    membantu menurunkan habitat perkembangbiakan nyamuk dengan cara memberikan

    persediaan air minum yang aman, sanitasi yang memadai, dan manajemen

    pembuangan sampah padat yang efektif. Selain itu, melalui penerapan dan penegakan

    aturan pendirian rumah dan bangunan, pemerintahan kota dapat memandatkan

    pembangunan sarana seperti persediaan air untuk rumah tangga melalui pipa, atau

    pembangunan saluran air kotor, dan pelaksanaan pengendalian aliran air hujan untuk

    perkembangan pemukiman yang baru atau melarang dibangunnya sumur timba tanpa

    penutup (WHO, 2001).

    B. Departemen Pendidikan

    Departemen Kesehatan harus bekerja sama dengan Departemen Pendidikan

    untuk menyusun sebuah program pendidikan kesehatan (komunikasi kesehatan) yang

    ditujukan pada anak sekolah, dan merancang serta menyampaikan informasi

    kesehatan yang tepat (WHO, 2001).

    Universitas Sumatera Utara

  • C. Departemen Lingkungan Hidup

    Departemen Lingkungan Hidup dapat membantu Departemen Kesehatan di

    dalam pengumpulan data dan informasi tentang ekosistem dan habitat baik di dalam

    maupun di sekitar kota yang berisiko tinggi terhadap dengue. Data dan informasi

    tentang kondisi geologis dan cuaca setempat, penggunaan tanah, luas hutan, air

    permukaan, dan populasi manusia sangat membantu di dalam perencanaan kegiatan

    pengendalian untuk ekosistem dan habitat tertentu (WHO, 2001).

    D. Departemen Penerangan

    Informasi yang ditujukan pada masyarakat luas paling baik disampaikan

    melalui media massa, misalnya televisi, radio, dan surat kabar. Oleh karena itu,

    Departemen Penerangan harus diikut sertakan untuk bekerja sama dalam

    mengkoordinir penyampaian pesan mengenai tindakan pencegahan dan pengendalian

    penyakit dengue yang dikembangkan oleh pakar kesehatan masyarakat (WHO, 2001).

    E. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

    LSM memainkan peranan penting di dalam mempromosikan partisipasi

    masyarakat dan penerapan program manajemen lingkungan untuk pengendalian

    vektor dengue. Kegiatan yang paling sering dilakukan adalah penyuluhan kesehatan,

    pengurangan sumber perkembangbiakan, dan perbaikan pemukiman yang berkaitan

    dengan pengendalian vektor. (WHO, 2001).

    F. Pengembangan Metode

    Pengembangan metode untuk pengendalian penyakit dengue melalui

    pendekatan partisipasi masyarakat harus dimulai untuk menetapkan penggerak utama

    Universitas Sumatera Utara

  • yang potensial di dalam masyarakat dan untuk mengkaji cara yang dapat membujuk

    mereka agar mau berpartisipasi dalam kegiatan pengendalian vektor. Pengembangan

    metode yang berfokus pada anak sekolah sudah dikaji di beberapa negara dan strategi

    ini harus dimodifikasi dan dikenalkan ke setiap negara (WHO, 2001).

    G. Mobilisasi Sosial

    Pembuat kebijakan membuat komitmen politis di dalam pelaksanaan

    kampanye kerja bakti dan sanitasi lingkungan. Pelatihan orientasi ulang bagi tenaga

    kesehatan harus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan teknis dan kemampuan

    mereka didalam mengawasi jalannya kegiatan pencegahan dan pengendalian,

    dilakukan dua kali dalam setahun (WHO, 2001).

    H. Pendidikan Kesehatan

    Pendidikan kesehatan sangat penting untuk mendapat partisipasi masyarakat.

    Untuk bisa mengubah perilaku masyarakat dibutuhkan waktu yang panjang, sehingga

    pendidikan kesehatan harus dilakukan secara berkesinambungan. Pendidikan

    kesehatan harus dijadikan prioritas di wilayah yang endemik dan di wilayah yang

    berisiko tinggi terhadap DBD. Pendidikan kesehatan dilakukan melalui berbagai jalur

    kamunikasi personal, kegiatan pendidikan untuk kelompok, dan melalui media massa.

    Pendidikan kesehatan dapat diselenggarakan oleh organisasi perempuan, guru

    sekolah, pemimpin formal maupun informal di masyarakat, dan tenaga kesehatan.

    Upaya pendidikan kesehatan harus diintensifkan sebelum dimulainya periode

    penularan penyakit dengue sebagai salah satu komponen mobilisasi sosial. Kelompok

    sasaran utama adalah anak sekolah dan perempuan (WHO, 2001).

    Universitas Sumatera Utara

  • I. Dukungan Legislatif

    Dukungan legislatif sangat penting bagi keberhasilan pelaksanaan program

    pengendalian penyakit dengue. Badan legislatif diharapkan untuk membuat

    peraturan-peraturan yang mendukung terhadap pengendalian penyakit DBD. Badan

    legislatif membuat sanksi denda bagi yang melanggar peraturan yang dibuat oleh

    badan legislatif (WHO, 2001).

    2.3.9. Peran Serta Masyarakat

    Pengendalian vektor dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat untuk

    berperan serta meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan

    kesadaran, kemauan dan kemampuan serta pengembangan lingkungan sehat

    (Kemenkes RI, 2010).

    Menurut WHO (2001), peran serta masyarakat atau partisipasi masyarakat

    didefinisikan sebagai sebuah proses yang melibatkan setiap individu, keluarga, dan

    masyarakat di dalam perencanaan dan pelaksananaan aktivitas pengendalian vektor

    ditingkat lokal untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut memenuhi kebutuhan

    masyarakat setempat dan prioritas penduduk yang tinggal di masyarakat, serta

    mempromosikan kemandirian masyarakat dalam kaitannya dengan pengembangan

    kegiatan itu sendiri, dan masyarakat dapat menikmati manfaat yang didapat secara

    merata.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.4. Partisipasi Masyarakat

    2.4.1. Pengertian Partisipasi Masyarakat

    Partisipasi adalah keterlibatan semua warga negara dalam pengambilan

    keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui institusi yang

    mewakili kepentingannya (Tjokroamidjojo, 1999).

    Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam

    memecahkan permasalahanpermasalahan masyarakat tersebut (Notoatmodjo, 2007).

    Partisipasi masyarakat atau peran serta masyarakat adalah rangkaian kegiatan

    masyarakat yang dilakukan berdasarkan gotong-royong dan swadaya masyarakat

    dalam rangka menolong mereka sendiri untuk mengenal, memecahkan masalah dan

    kebutuhan yang dirasakan masyarakat, baik dalam bidang kesehatan maupun dalam

    bidang lain untuk kesejahteraannya (Syafrudin dkk, 2009).

    Partisipasi Masyarakat merupakan sesuatu yang harus ditumbuh kembangkan

    dalam proses pembangunan, namun didalam prakteknya tidak selalu diupayakan

    sungguh sungguh (Slamet, 2003).

    Conyers dalam Soetomo (2006), mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat

    adalah keikutsertaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh determinan dan

    kesadaran diri masyarakat secara sukarela yang didasari itu sendiri dalam program

    pembangunan.

    Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007) adalah keikutsertaan

    masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di

    masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk

    Universitas Sumatera Utara

  • menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan

    masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.

    2.4.2. Metode Partisipasi Masyarakat

    Menurut Notoadmojo (2007), metode yang dapat dipakai adalah sebagai

    berikut:

    1. Pendekatan masyarakat, diperlukan untuk memperoleh simpati masyarakat.

    Pendekatan ini terutama ditujukan kepada pimpinan masyarakat, baik yang

    formal maupun informal.

    2. Pengorganisasian masyarakat, dan pembentukan tim. Anggota tim ini adalah

    pemuka-pemuka masyarakat RT yang bersangkutan, dan dipimpin oleh ketua

    RT.

    3. Survai diri (Community self survey)

    Tiap tim kerja di RT, melakukan survai di masyarakatnya masing-masing dan

    diolah serta dipresentasikan kepada warganya.

    4. Perencanaan Program

    Perencanaan dilakukan oleh masyarakat sendiri setelah mendengarkan

    presentasi survai dari tim kerja, serta telah menentukan bersama tentang

    prioritas masalah yang akan dipecahkan.

    5. Training

    Training meliputi manajemen dalam mengolah program-program kesehatan

    tingkat desa serta sistem pencatatan, pelaporan, dan rujukan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 6. Rencana evaluasi

    Dalam menyusun rencana evaluasi perlu ditetapkan kriteria-kriteria

    keberhasilan suatu program, secara sederhana dan mudah dilakukan oleh

    masyarakat atau kader kesehatan sendiri.

    2.4.3. Elemen elemen Partisipasi Masyarakat

    Elemen-elemen partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut:

    1. Motivasi

    Masyarakat yang tidak mempunyai motivasi akan sulit untuk berpartisipasi di

    segala program. Pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam rangka

    merangsang tumbuhnya motivasi.

    2. Komunikasi

    Suatu komunikasi yang baik adalah yang dapat menyampaikan pesan, ide, dan

    informasi masyarakat. Media masa seperti TV, radio, poster, film, dan

    sebagainya, sangat efektif untuk menyampaikan pesan yang akhirnya dapat

    menimbulkan partisipasi.

    3. Kooperasi

    Kerja sama dengan instansi- instansi di luar kesehatan masyarakat dan instansi

    kesehatan sendiri adalah mutlak diperlukan. Team work antara mereka ini

    akan membantu menumbuhkan partisipasi.

    4. Mobilisasi

    Hal ini berarti bahwa partisipasi itu bukan hanya terbatas pada tahap

    pelaksanaan program. Partisipasi masyarakat dimulai dari identifikasi

    Universitas Sumatera Utara

  • masalah, menentukan perioritas, perencanaan, program, pelaksanaan sampai

    dengan monitoring dan program (Notoadmojo, 2007).

    2.5. Partisipasi Masyarakat dalam Bidang Kesehatan

    Menurut Kemkes RI, (2010) empowerment (pemberdayaan masyarakat)

    dalam bidang kesehatan dapat dirumuskan sebagai upaya fasilitasi yang bersifat non-

    instruktif, dimana melalui pengingkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat

    seperti itu, mereka akan mampu mengidentifikasi, merencanakan dan melakukan

    pemecahan masalah-masalah kesehatan setempat dengan memanfaatkan potensi

    setempat, fasilitas dari lintas sektor dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Selanjutnya

    bahwa tujuan yang akan dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat

    yang mandiri, lebih berdaya dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

    Keterlibatan masyarakat dalam program kesehatan, seperti kader kesehatan,

    arisan membuat jamban, dana sehat, posyandu, polindes, pos kesehatan desa, dan

    sebagainya adalah merupakan perwujudan partisipasi masyarakat di bidang

    kesehatan. Partisipasi masyarakat adalah merupakan hak dan kewajiban bagi setiap

    individu, kelompok, atau komunitas/masyarakat dalam mewujudkan kesehatannya.

    Oleh sebab itu, dalam kegiatan promosi kesehatan selalu melibatkan masyarakat, dan

    masyarakat bukan sematamata sebagai objek (sasaran), tetapi sebagai subjek dan

    juga sebagai pelaku promosi kesehatan (Novitsa dan Franciska, 2011).

    Melalui Partisipasi masyarakat dan pemberdayaan masyarakat di bidang

    kesehatan diharapkan masyarakat mampu mengatasi sendiri masalah kesehatan

    Universitas Sumatera Utara

  • mereka secara mandiri. Masyarakat diharapkan mampu mengantisipasi untuk upaya-

    upaya yang bersifat pencegahan, seperti : kejadian banjir, Kejadian Luar Biasa (KLB)

    Diare, penyakit mata, penyakit kulit dan lain lain (Keperawatan Komunitas, 2008).

    Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh

    anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri. Dalam

    hal ini, masyarakat sendirilah yang aktif memikirkan, merencanakan, melaksanakan,

    dan mengevaluasikan program-program kesehatan masyarakatnya. Institusi kesehatan

    hanya sekadar memotivasi dan membimbingnya. (Notoadmojo, 2007).

    2.6. Partisipasi Masyarakat dalam Pengendalian dan Pencegahan DBD

    Partisipasi Masyarakat dalam pengendalian DBD didefinisikan sebagai

    sebuah proses yang melibatkan setiap individu, keluarga, dan masyarakat di dalam

    perencanaan dan pelaksanaan aktivitas pengendalian vektor, sehingga masyarakat

    dapat menjadi mandiri dalam penanggulangan DBD di lingkungan tempat tinggalnya

    (WHO, 2001).

    Tujuan partisipasi masyarakat dalam pengendalian DBD adalah:

    1. Untuk memperluas cakupan program sampai ke seluruh masyarakat dengan

    membentuk kesadarannya.

    2. Agar program dapat lebih efisien dan hemat, disertai dengan koordinasi sumber

    daya, kegiatan, dan upaya yang digalang dari masyarakat.

    3. Agar program dapat lebih efektif melalui upaya kerja sama dengan masyarakat

    di dalam merencanakan sasaran, tujuan khusus, dan strategi tindakan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 4. Untuk mempromosikan keadilan dengan saling berbagi tanggung jawab, dan

    dengan solidaritas dalam melayani mereka yang paling membutuhkan dan

    paling berisiko.

    5. Untuk meningkatkan kemandirian di kalangan anggota masyarakat dan

    menggugah rasa pengendalian mereka terhadap kesehatan dan nasib mereka

    sendiri (WHO, 2001).

    2.6.1. Cara Menggugah Partisipasi Masyarakat

    1. Dengan menunjukkan perhatian

    Masyarakat dan lembaga pemerintah harus menunjukkan perhatian yang tulus

    terhadap penderitaan manusia, misal: angka kematian akibat penyakit dengue

    di negara itu, kerugian ekonomi bagi keluarga dan negara, dan bagaimana

    manfaat program tersebut bisa memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.

    2. Mengawali dialog

    Dialog harus dilakukan melalui kontak personal, diskusi kelompok, dan

    pertunjukan film. Interaksi harus dapat membangkitkan pemahaman bersama,

    kepercayaan dan keyakinan, antusiasme, dan motivasi . Interaksi ini dilakukan

    berkelanjutan sehingga tercapai kesinambungan.

    3. Membentuk kepemilikan bersama di masyarakat.

    Pengelola program harus menggunakan gagasan dan partisipasi masyarakat

    untuk memulai progam, menggunakan tokoh masyarakat untuk membantu

    pelaksanaan program, dan menggunakan sumber daya masyarakat untuk

    mendanai progam ini.

    Universitas Sumatera Utara

  • 4. Penyuluhan kesehatan

    Penyuluhan dapat dilakukan tiga tingkatan, yaitu :

    a. Tingkat masyarakat, masyarakat diberi pengetahuan, keterampilan dan

    materi pendidikan tentang pengendalian vektor, sehingga mereka

    mampu untuk bertindak secara mandiri dan bersama.

    b. Tingkat sistem, untuk memungkinkan masyarakat dapat memobilisasi

    kegiatan di tingkat lokal dan sumber daya masyarakat di luar

    masyarakat mereka sendiri, yaitu di bidang kesehatan, pengembangan,

    dan layanan sosial.

    c. Tingkat politik, mekanisme yang memungkinkan masyarakat

    mengungkapkan dengan jelas prioritas kesehatan mereka kepada pihak

    pemerintah. Hal ini akan memfasilitasi penempatan program

    pengendalian vektor ke dalam agenda kegiatan yang diprioritas dan

    secara efektif memberikan ruang untuk kebijakan dan tindakan. (WHO,

    2001).

    2.6.2. Penetapan Kegiatan Masyarakat

    Menurut WHO (2001), untuk memperkuat program pencegahan dan

    pengendalian penyakit DBD, ada beberapa kegiatan masyarakat yang sangat

    penting:

    1. Ditingkat perseorangan, dianjurkan setiap rumah tangga untuk

    menjalankan langkah-langkah kesehatan yang rutin, termasuk upaya

    Universitas Sumatera Utara

  • pengurangan tempat perkembangbiakan nyamuk dan penerapan

    langkah-langkah perlindungan diri dengan benar.

    2. Ditingkat masyarakat, diadakan kampanye kerja bakti dua kali atau

    lebih dalam setahun untuk mengendalikan habitat larva vektor baik di

    tempat-tempat umum maupun pribadi di dalam masyarakat.

    Pelaksanaan kampanye ini bisa melalui publikasi yang luas melalui

    media massa, poster, dan pamplet, perencanaan yang tepat, evaluasi

    pra-kampanye terhadap fokus program, pelaksanaannya di masyarakat

    seperti yang dijanjikan dan evaluasi lanjutan.

    3. Partisipasi dapat dikelola melalui kerja sama dengan organisasi dan

    asosiasi relawan. Anggota organisasi dapat berinteraksi dengan

    penduduk setiap hari di tempat kerja ataupun di lingkungan organisasi

    itu, atau sengaja datang bersama untuk menyampaikan tujuan khusus,

    misalnya ke acara keagamaan, ke klub-klub di kota, kelompok

    perempuan, dan ke sekolah-sekolah.

    4. Menekankan program berbasis sekolah dengan mengambil sasaran

    anak sekolah dan orangtua untuk memberantas tempat

    perkembangbiakan nyamuk di rumah dan sekolah.

    5. Berkoordinasi dengan sektor swasta untuk berpartisipasi sebagai

    sponsor di dalam perbaikan dan peningkatan saniter masyarakat, untuk

    menekankan pada penurunan sumber penyakit dengue.

    Universitas Sumatera Utara

  • 6. Menggabungkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pencegahan

    dan pengendalian penyakit DBD dengan prioritas lain di dalam

    perkembangan masyarakat. Masyarakat dan rekan mereka dapat

    digerakkan untuk mengumpulkan sampah pada tempatnya, perbaikan

    pembuangan air kotor, dan perbaikan penyediaan air bersih, sehingga

    dapat menurunkan habitat larva nyamuk Aedes.

    7. Memberikan penghargaan kepada masyarakat yang berpartisipasi di

    dalam program pengendalian penyakit dengue di masyarakat. Misal:

    kompetisi tingkat nasional dapat diadakan untuk memilih komunitas

    terbersih atau untuk memilih komunitas di perkotaan yang indeks

    larvanya paling rendah.

    2.7. Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan

    Kantor Kesehatan Pelabuhan yang selanjutnya disebut KKP adalah unit

    pelaksana teknis di lingkungan Kementerian Kesehatan yang berada di bawah dan

    bertanggungjawab kepada Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

    Lingkungan (Depkes RI, 2011).

    A. Tugas Kantor Kesehatan Pelabuhan

    KKP mempunyai tugas melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya

    penyakit, penyakit potensial wabah, surveilans epidemiologi, kekarantinaan,

    pengendalian dampak kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan, pengawasan

    OMKABA serta pengamanan terhadap penyakit baru dan penyakit yang muncul

    Universitas Sumatera Utara

  • kembali, bioterorisme, unsur biologi, kimia dan pengamanan radiasi di wilayah kerja

    bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat Negara (Depkes RI, 2011).

    Kantor Kesehatan Pelabuhan mendapat tugas dari International Health

    Regulation (IHR) tahun 2005 yang diberlakukan tanggal 15 Juni 2007, untuk

    memperhatikan kepada Public Health Emergency Of International Concern/PHEIC

    (masalah kedaruratan kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian global)

    memberikan perhatian khusus untuk wilayah pelabuhan dengan menetapkan

    persyaratan kapasitas inti bagi bandara, pelabuhan dan perlintasan (IHR, 2005).

    B. Fungsi Kantor Kesehatan Pelabuhan

    1. Pelaksanaan kekarantinaan;

    2. Pelaksanaan pelayanan kesehatan;

    3. Pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan di bandara, pelabuhan, dan lintas

    batas darat negara;

    4. Pelaksanaan pengamatan penyakit, penyakit potensial wabah, penyakit baru,

    dan penyakit yang muncul kembali;

    5. Pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion, biologi, dan

    kimia;

    6. Pelaksanaan sentra/simpul jejaring surveilans epidemiologi sesuai penyakit

    yang berkaitan dengan lalu lintas nasional, regional, dan internasional;

    7. Pelaksanaan, fasilitas dan advokasi kesiapsiagaan dan penanggulangan

    Kejadian Luar Biasa (KLB) dan bencana bidang kesehatan, serta kesehatan

    matra termasuk penyelenggaraan kesehatan haji dan perpindahan penduduk;

    Universitas Sumatera Utara

  • 8. Pelaksanaan, fasilitas, dan advokasi kesehatan kerja di lingkungan bandara,

    pelabuhan, dan lintas darat negara;

    9. Pelaksanaan pemberian sertifikat kesehatan obat, makanan, kosmetika dan

    alat kesehatan serta bahan adiktif (OMKABA) ekspor dan mengawasi

    persyaratan dokumen kesehatan OMKABA impor;

    10. Pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut dan muatannya;

    11. Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan di wilayah kerja bandara,

    pelabuhan, dan lintas batas darat negara;

    12. Pelaksanaan jejaring informasi dan teknologi bidang kesehatan bandara,

    pelabuhan, dan lintas batas darat negara;

    13. Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kesehatan di bandara,

    pelabuhan, dan lintas batas negara;

    14. Pelaksanaan kajian kekarantinaan, pengendalian risiko lingkungan, dan

    surveilans kesehatan pelabuhan;

    15. Pelaksanaan pelatihan teknis bidang kesehatan bandara, pelabuhan, dan lintas

    batas darat negara;

    16. Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KKP.

    Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan mempunyai susunan struktur

    organisasi yang terdiri dari : (1) Bagian Tata Usaha; (2) Bidang Pengendalian

    Karantina dan Surveilans Epidemiologi; (3) Bidang Pengendalian Risiko

    Lingkungan; (4) Bidang Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah; (5) Instalasi;

    (6)Willayah Kerja; (7) Kelompok Jabatan Fungsional.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.8. Landasan Teori

    Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue ditentukan oleh faktor yang

    disebut Host, Agent, dan Environment. Penyebaran DBD terjadi apabila ketiga

    komponen tersebut di atas saling mendukung (Depkes, 2003)

    Dalam membuat kerangka konsep, peneliti menggunakan landasan teori simpul

    , Achmadi (2008) Teori simpul menggambarkan hubungan antara manusia serta

    perilakunya dengan komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit

    juga dikenal sebagai proses kejadian penyakit. Kejadian penyakit merupakan hasil

    hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan yang

    memiliki potensi penyakit. Perilaku penduduk yang merupakan representasi budaya

    yang merupakan salah satu variabel kependudukan. Patogenesis penyakit dalam

    perspektif lingkungan dan variabel kependudukan yaitu kepadatan umur, gender,

    pendidikan, genetik, sikap, tindakan dan lain sebagainya. Dengan demikian, kejadian

    penyakit pada hakikatnya dipengaruhi oleh variabel kependudukan dan variabel

    lingkungan.

    Mengacu kepada uraian diatas maka sumber penyakit, media transmisi, proses

    interaksi dengan penduduk, serta outcome penyakit dapat digambarkan sebagai model

    kejadian penyakit atau paradigma kesehatan lingkungan sebagai berikut :

    Universitas Sumatera Utara

  • SIMPUL I SIMPUL II SIMPUL III SIMPUL IV

    Gambar 2.1 Diagram Skematik Patogenesis Penyakit ( Teori Simpul)

    Sumber : Achmadi, (2008)

    Mengacu kepada teori simpul, kejadian penyakit DBD berdasarkan gambar

    skematik diatas, maka pathogenesis atau proses kejadian penyakit DBD dapat

    diuraikan kedalam 4 simpul dan variabel lain yang berpengaruh, Achmadi ( 2008)

    yaitu : simpul (1) sumber penyakit, virus dengue pada nyamuk Aedes aegypti, simpul

    (2) media transmisi, nyamuk Aedes aegypti, simpul (3) biomarker atau tanda biologi

    dengan pemeriksaan darah di laboratorium., simpul (4) status kesehatan yang terjadi

    sebagai akibat dari sebuah hubungan interaktif antara penduduk lingkungan yang

    memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Penduduk yang terpapar dapat menjadi

    sehat, sakit, bahkan meninggal, sedangkan variabel lain yang berpengaruh dalam

    penelitian ini yaitu partisipasi masyarakat dan program pengendalian DBD.

    Virus Dengue Vektor (nyamuk Aedes aegypti)

    Pemeriksaan darah : - Jumlah trombosit - Hematokrit - Kadar hemoglobin

    Variabel lain Seperti: Partisipasi Masyarakat dan

    Program Pengendalian DBD

    SUMBER PENYAKIT

    MEDIA TRANSMISI

    MEDIA PEMAJANAN/ BIOMARKER

    STATUS KESEHATAN

    Sehat Sakit Mati

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.9. Kerangka Konsep

    Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

    Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)

    Ada Keberadaan Jentik Aedes aegypti: Tidak ada

    pasi Masyarakat Dalam Pengendalian Penyakit

    DBD:

    1. Modifikasi lingkungan - Perbaikan wadah persediaan air - Perbaikan tempat genangan air

    2. Manipulasi lingkungan - Pembersihan tempat air yang

    tergenang - Daur ulang bahan bekas - 3 M

    3. Pengendalian Secara Fisik - Raket elektrik - Kelambu - Kawat kasa

    4. Pengendalian Secara Kimiawi - Fogging - Pemberantasan larva - Obat penyemprot nyamuk - Lotion anti nyamuk - Obat nyamuk bakar

    5. Pengendalian Secara Biologi/Hayati - Pemeliharaan ikan pemakan

    jentik nyamuk - Menanam tumbuhan anti

    nyamuk

    am Pengendalian Penyakit DBD

    dilakukan oleh KKP Kelas I Medan:

    1. Pelaksanaan Survai Jentik 2. Pelaksanaan Abatisasi 3. Pelaksanaan Fogging 4. Penyuluhan / Sosialisasi

    Universitas Sumatera Utara